7
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Manajemen Manajemen merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka mencapai tujuan. Manajemen yang baik akan memudahkan perusahaan untuk mencapai tujuan. Pengertian manajemen menurut Robbins dan Coulter (2004, p6) adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif. Proses ini tidak lepas dari peran organisasi sebagai bagian dari sebuah perusahaan. Organisasi adalah individu-individu atau kelompok yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2002, p1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dan menurut Robbins dan Coulter (2004, p8) fungsi manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer dalam suatu perusahaan terbagi menjadi empat, dimana setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi tersebut yaitu : •
Planning (Perencanaan) Penentuan program personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah ditetapkan
•
Organizing (Pengorganisasian) Suatu kegiatan untuk merancang struktur hubungan antar pekerja, personalia dan faktor-faktor fisik
•
Directing (Pengarahan)
8
Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan atau masyarakat •
Controlling (Pengendalian) Fungsi manajerial yang terdiri dari tindakan-tindakan untuk mengetahui apakah prestasi yang dicapai sudah sesuai dengan yang direncanakan.
2.2 Wirausaha (entrepreneur) dan Kewirausahaan Wirausaha, menurut Frinces (2004, p11) adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan. Dalam buku Hendro dan Widhianto (2006, p16) bila diterjemahkan secara literatur,
entrepreneur itu berasal “between taker” atau “go between” yang artinya orang yang berani memutuskan dan mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya mempunyai manfaat dan resiko yang berbeda. Entrepreneur itu adalah seorang yang berusaha berpikir beda. Disamping pengertian diatas, menurut Lupiyoadi (2004, p1) istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Kata entrepreneurship sendiri sebenarnya berawal dari bahasa Perancis, yaitu “entreprende” yang mengandung arti petualang, pencipta dana pengelola usaha. Dalam
buku
Harmaizar
(2007,
p4)
wirausaha
adalah
pelaku
utama
dalam
pembangunan ekonomi dengan fungsinya sebagai pelaku inovasi atau pencipta kreasi-kreasi baru. Dan untuk kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru atau
9
mengadakan suatu perubahan atas yang lama (inovasi) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat.
2.3 Bisnis Ritel Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk mengubah paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma pengelolaan ritel modern. Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, p7) penjualan eceran disebut dengan istilah “retailing”. Semula, retailing berarti memotong kembali menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. “retailing may be defined as the activities incident to selling goods and service to
ultimate consumers. Retailing is the final link in the chain of distribution of most product from initial producers to ultimate consumers”. Artinya, perdagangan eceran bisa didefinisikan sebagai suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen. Sementara itu, pedagang eceran adalah orang-orang atau toko yang pekerjaan utamanya adalah mengecerkan barang. Menurut pandangan dari berbagai ahli, ritel dapat dijelaskan sebagai berikut : Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berati memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Dalam buku Whidya (2006, p4) ritel merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada
10
para konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga. Seringkali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya berarti menjual produk-produk di toko. Tetapi, ritel juga melibatkan layanan jasa, seperti jasa layanan antar (delivery service) ke rumahrumah. Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Para peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dengan mencari kesesuaian antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat dan waktu yang diinginkan pelanggan. Ritel juga menyediakan pasar bagi para produsen untuk menjual produk-produk mereka. Dan menurut Hendri (2005, p71) peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen. Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi berbelanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai modern dan gerai tradisional. Peritel besar adalah peritel berbentuk perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan ritel dalam skala besar, baik dalam arti gerai besar maupun dalam arti mempunyai gerai besar dan sekaligus gerai kecil. Perusahaan perdagangan ritel besar dapat memiliki format bervariasi dari yang terbesar (perkulakan) hingga yang terkecil atau minimarket. Dengan
demikian
ritel
adalah
kegiatan
terakhir
dalam
jalur
distribusi
yang
menghubungkan produsen dengan konsumen. Jalur distribusi adalah sekumpulan atau beberapa perusahaan yang memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai tujuan akhir.
11
2.3.1 Fungsi Ritel Dalam buku Whidya (2006, pp8-10) ritel memiliki beberapa fungsi penting yang dapat meningkatkan produk dan jasa yang dijual konsumen dan memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi perusahaan yang memproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut : •
Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen, seperti supermarket yang menyediakan produk-produk makanan, kesehatan dan perawatan kecantikan, serta produk rumah tangga, sedangkan department store menyediakan berbagai jenis pakaian dan aksesoris.
•
Memecah Memecah (breaking bulk) disini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang atau jasa tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan barang atau jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan produk-produk tersebut dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara individual dan rumah tangga. Bagi produsen, hal ini efektif dalam hal biaya. Dalam hal inilah peran ritel menjadi sangat penting.
•
Penyimpan persediaan Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat
12
jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan peritel. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia
saat
konsumen
menginginkannya.
Jadi
para
konsumen
bisa
mempertahankan persediaan produk di rumah dalam jumlah sedikit karena mereka tahu ritel akan menyediakan produk-produk tersebut bila mereka menginginkannya. •
Penyedia jasa Dalam
adanya
ritel,
maka
konsumen
akan
mendapat
kemudahan
dalam
mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk, maupun menawarkan kredit sehingga konsumen dapat memiliki produk dengan segera dan membawa belakangan. Ritel juga memajang produk sehingga konsumen bisa melihat dan memilih produk yang akan dibeli. •
Meningkatkan nilai produk dan jasa Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan mungkin memerlukan beberapa pesaing. Pelanggan membutuhkan ritel karena tidak semua barang dijual dalam keadaan lengkap. Sebagai contoh, pemutar CD (CD player) mungkin dibeli di toko ritel alat elektronik, sementara baterai remote
control-nya dibeli di supermarket. Pembelian salah satu barang ke ritel tersebut akan menambah nilai barang tersebut terhadap kebutuhan konsumen. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir dengan memberikan nilai tambah bagi produk atau barang dagangan dan memberikan layanan lainnya seperti pengantaran, pemasangan dan sebagainya.
13
2.3.2 Karakteristik Perdagangan Ritel Berdasarkan pendapat Lewinson dalam buku Foster (2008, p35) mengemukakan bahwa terdapat beberapa ciri atau karakteristik dari perdagangan ritel, yaitu : •
The retailer as a marketing institution (pedagang eceran sebagai institusi pemasaran)
•
The retailer as a product/consumer link (pedagang eceran sebagai penguhubung antar produsen dan konsumen)
•
The retailer as a channel member (pedagang eceran sebagai perantara)
•
The retailer as an image creator (pedagang eceran sebagi pencipta citra) Dalam buku Whidya (2006, pp10-19) karakteristik dasar ritel dapat digunakan
sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis ritel. Terdapat tiga karakteristik, yaitu : a. Pengelompokan
berdasarkan
unsur-unsur
yang
digunakan
ritel
untuk
memuaskan kebutuhan konsumen Pengelompokan untuk memuaskan kebutuhan konsumen ini adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh ritel untuk memuaskan kebutuhankebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu : •
Jenis barang yang dijual Ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya. Sebagai contoh, ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan olahraga. Jenis ritel ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko peralatan olahraga untuk anak-anak, wanita maupun pria. Selain itu juga dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti basket, golf, sepakbola dan lain-lain. Sedangkan jenis ritel lainnya adalah toko
14
makanan, toko busana dan toko buku yang berbeda-beda karena perbedaan produk yang dijualnya. •
Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang ditawarkan ritel. Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah jumlah/item barang yang berbeda dalam satu kategori barang. Tiap barang yang berbeda disebut dengan istilah unit penyimpanan persediaan (stock keeping unit-SKU). Contohnya grosir (wholesale
store), toko diskon dan toko mainan yang menjual mainan. Namun, grosir dan toko diskon menjual berbagai jenis barang lainnya selain mainan. Toko-toko yang mengkhususkan pada mainan memiliki lebih banyak ragam mainan (lebih banyak SKU-nya). Pada ritel jenis ini, produk-produk yang dijual meliputi beragam jenis dan tidak terbatas pada satu jenis saja. •
Tingkat layanan konsumen Ritel juga berbeda dalam hal jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen yang diukur dari kepuasaan pelanggan. Contohnya, toko sepeda menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda, menyesuaikan spesifikasi sesuai keinginan pembeli dan memperbaiki sepeda. Beberapa ritel meminta imbalan atau tambahan biaya untuk layanan-layanan lain, seperti pengiriman ke rumah dan pembungkusan kado. Namun sebaliknya, peritel yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya.
•
Harga barang
15
Para peritel dapat dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang dikenakannya. Sebagai contoh, department store atau toko diskon. Toko diskon memiliki perbedaan dalam menetapkan harga produk-produk yang dijual. Department store menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi karena menanggung biaya yang lebih tinggi dalam persediaan beberapa produk fashionable. Pemotongan harga pada produk-produk yang dijual dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan. Selain itu, pada department store terdapat penggunaan layanan penjualan perorangan (personal sales) dan memiliki lokasi toko yang bagus. Sedangkan toko diskon biasanya menyediakan berbagai produk dengan tingkat harga yang lebih rendah serta layanan yang lebih terbatas,
bahkan
produk-produk
yang
dijual
seringkali
memiliki
keterbatasan dalam hal ukuran dan warna. Berdasarkan unsur-unsur diatas, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Supermarket tradisional Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta produkproduk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan, seperti produk kesehatan, kecantikan dan produkproduk umum lainnya. Sedangkan supermarket konvensional yang lebih luas yang juga menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta produk nonmakanan disebut sebagai superstore. b) Big-box retailer Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar negeri yang
16
bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu supercenter, hypermarket dan warehouse club. -
Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk nonmakanan sebanyak 60-70%. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 12.000-20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap (one
stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh. -
Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan yang lebih sedikit dibanding
supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga,
komputer,
elektronik
dan
sebagainya.
Dengan
demikian,
hypermarket adalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini penuh. -
Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya.
c) Convenience store
17
Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience
store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di minimarket. d) General merchandise retail Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, department store,
off-price retailing dan value retailing. -
Toko diskon Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri (private label) maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas.
-
Toko khusus Toko khusus (specialty store) berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Format toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik.
-
Toko kategori
18
Toko kategori (category specialist) merupakan toko diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk melayani konsumen. -
Department store Merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada suatu area belanja. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan dan pengawasan yang terpisah pula.
-
Off-price retailing Ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek bergantiganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga produk yang lebih murah pada umumnya.
-
Value retailing Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional.
Dan menurut Hendri (2005, p71) gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern:
1).
Gerai tradisional
19
Gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa : warung, toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen (tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter disambung papan sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya. Menurut penelitian AC Nielsen, selama 10 tahun sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang kebanyakan di luar kota dengan omset rata-rata Rp 100.000 per hari. 2).
Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta , arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini , konsep one stop shopping mulai dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi popular awal 1990-an. Istilah pusat belanja mulai popular di gunakan untuk mengganti kata one stop shopping . Banyak orang mulai beralih 10 (sepuluh) gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Macam-macam gerai modern diantaranya :
-
Minimarket terjadi pertumbuhan sebanyak 1800 buah selama 10 tahun sampai 2002. Luas ruang minimarket adalah antar 50 m2 sampai 200 m2.
-
Convenience store : gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan,dan lokasi. Convenience store ada yang dengan luas
20
ruangan antara 20 m2 hingga 450 m2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket. -
Special store : merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.
-
Factory outlet
-
Distro
-
Supermarket : mempunyai luas 300-1100 m2 yang kecil sedang yang besar 1100-2300 m2
-
Perkulakan atau gudang rabat
-
Super store : adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket
-
Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan tradecenter.
-
Hypermarket : luas ruangan di atas 5000 m2
b. Pengelompokan berdasarkan sarana yang digunakan Pada bisnis ritel, terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang digunakan. Dua bentuk utama bisnis ritel tersebut adalah •
Penjualan melalui toko Pada ritel yang menggunakan toko untuk pemasaran produk, jelas bahwa terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler). Konsumen dapat mendatangi ritel seperti layaknya dalam aktivitas jual beli nyata, dalam rangka mendapatkan produk-produk yang diinginkannya.
•
Penjualan tidak melalui toko
21
Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain : -
Ritel elektronik
-
Katalog dan pemasaran surat langsung
-
Penjualan langsung
-
Television home shopping
-
Vending machine retailing
c. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan. Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel : •
Pendirian toko tunggal atau mandiri Ritel tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar
•
Jaringan perusahaan Ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. Kantor
pusat
biasanya
memusatkan
pembelian
barang-barang
dagangan yang akan didistribusikan untuk dijual pada toko-tokonya. •
Waralaba Waralaba (franchising) adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko. Waralaba merupakan suatu hubungan yang sifatnya terus-menerus dimana seorang pemilik waralaba
22
memberikan kepada seorang penyewa waralaba hasil bisnis untuk mengoperasikan atau menjual produk. Pemilik waralaba (franchisor) tersebut menciptakan merek dagang, produk, maupun metode operasi. Sedangkan agen waralaba (franchise) sebaliknya membayar pada pemilik waralaba atas haknya menggunakan nama, produk, atau metode bisnisnya. Sebuah perjanjian waralaba antara kedua belah pihak biasanya berlaku 5 hingga 10 tahun yang dapat diperbaharui dengan kesepakatan kedua belah pihak.
2.3.3 Keuntungan dan Kelemahan Bisnis Ritel Dalam
buku
Sopiah
dan
Syihabudhin
(2008,
pp17-18)
beberapa
keuntungan dari bisnis atau usaha ritel adalah: 1.
Modal yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar
2.
Pedagang-pedagang eceran kecil menganggap bahwa pendapatannya dari usaha tersebut merupakan pendapatan tambahan atua kadangkadang hanya iseng atau mengisi waktu luang.
3.
Tempat pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis. Biasanya mendekatkan usaha dengan tempat berkumpul konsumen (the center of consumers).
4.
Hubungan antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat misalnya, bisa dilihat dari para pembeli di warung kopi yang mengobrol dengan sangat dekat dengan pemiliknya.
Selain berbagai keuntungan sebagaimana disebutkan sebelumnya, bisnis ritel memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: 1.
Kurangnya keahlian
23
2.
Administrasi dalam arti pembukuan kurang bahkan tidak diperhatikan sehingga kadang-kadang uangnya habis tak terlacak.
3.
Pedagang kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik sehingga adakalanya keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen.
2.3.4 Peluang Bisnis Ritel Beberapa peluang yang dapat diwujudkan dalam pengembangan bisnis ritel secara umum adalah peluang manajemen, peluang kewirausahaan, dan peluang pengembangan karier. Berikut penjelasan berbagai peluang dalam bisnis ritel tersebut : 1. Peluang manajemen Untuk mengatasi persaingan yang semakin tinggi dan adanya lingkungan yang semakin menantang, peritel mulai merekrut dan mempromosikan beberapa orang dengan berbagai keterampilan dan keahlian di bidang manajemen. Ritel dapat meningkatkan modal dari institusi keuangan, pembelian barang dan jasa, pembentukan sistem informasi manajemen dan keuangan untuk mengendalikan operasi, mengatur gudang atau persediaan dan sistem distribusi, dan mendesain serta mengembangkan produk-produk baru seperti yang dijalankan aktivitasaktivitas pemasaran, seperti periklanan, promosi, dan penelitian pasar. Oleh karena itu, peritel memperkerjakan orang-orang dengan beragam keahlian dalam bidang keuangan, persediaan, teknologi informasi, maupun pemasaran. Dan hal ini dapat terlihat bahwa bisnis ritel dapat digunakan sebagai peluang manajemen untuk memperkerjakan berbagai orang yang memiliki keterampilan dan keahlian dalam pemasaran. 2. Peluang kewirausahaan
24
Bisnis ritel juga menghasilkan berbagai peluang bagi orang yang berkeinginan memulai usaha. Beberapa orang yang memanfaatkan peluang dalam bisnis ritel merupakan wirausahawan. 3. Peluang pengembangan karier Pada industri bisnis ritel, peluang berkarier terdapat pada bagian pembelian, produk, manajemen toko, dan staf perusahaan. Posisi-posisi perusahaan dapat dibangun pada beberapa area, seperti akuntansi, keuangan, promosi dan periklanan, teknologi informasi, distribusi, dan sumber daya manusia. Karier yang dapat dikembangkan diperusahaan ritel antara lain: a)
Manajemen toko Manajemen pengelolaan toko dapat mengembangkan karier seorang manajer toko untuk semakin meningkat kemampuannya dalam mengorganisasi karyawan dan menyikapi konsumen.
b)
Manajemen produk Pengaturan produk-produk yang dijual pada jasa ritel membutuhkan kemampuan
atau
kapabilitas
sesorang,
kemampuan
untuk
memprediksi produk-produk yang sesuai dengan pasar, dan keahlian dalam bernegoisasi para penjualan langsung (direct sales) seperti yang
dilakukan
memprediksi
dan
manajer
toko.
kapabilitas
Dengan
untuk
adanya
menganalisis
kemampuan pasar
dan
konsumen membuat seseorang yang bertanggung jawab terhadap manajemen barang dagangan (merchandise management) akan semakin memiliki kemampuan dan kapabilitas yang lebih baik. c)
Staf perusahaan
25
Bisnis ritel memerlukan berbagai keterampilan dalam penguasaan sistem manajemen. Dalam suatu perusahaan ritel, terdapat beberapa staf yang yang bertugas pada masing-masing bagian, seperti bagian sistem komputer, operasi dan distribusi, promosi dan periklanan, keuangan, dan sebagainya yang pada masing-masing bagian memerlukan keterampilan individu. Dengan adanya bisnis ritel ini, maka staf pada masing-masing bagian memiliki peluang untuk semakin meningkatkan kemampuan masing-masing.
2.4 Waralaba (Franchise) Dalam buku Tunggal (2005, p1) franchise adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Perancis, yaitu “Affranchais” yang berarti bebas atau bebas dari perhambatan atau perbudakan (free from servitude), karena sebenarnya hakikat dari pola franchise ini adalah bebas atau mandiri. Bebas disini maksudnya adalah setiap perusahaan dimiliki dan dikendalikan sendiri oleh pemiliknya. Bila dihubungkan dengan konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sedangkan pewaralabaan (franchising) adalah suatu aktivitas dengan sistem
waralaba
(franchise),
yaitu
suatu
sistem
keterkaitan
usaha
yang
saling
menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Waralaba sebagai salah satu bentuk kesepakatan, yaitu pemilik dari suatu produk atau jasa mengizinkan orang lain untuk membeli hak distribusi produk atau jasa tersebut dan mengoperasikannya dengan bantuan pemilik.
Franchising mengombinasikan kekuatan, determinasi dan pengalaman dari “mata rantai” atau “jaringan” dari organisasi besar dengan keterampilan kewirausahaan dan komitmen dari unit-unit bisnis yang kecil.
26
Sedangkan dalam buku Lindawaty (2004, pp10-11) upaya memaknai konsep waralaba agar lebih mencerminkan realitas yang terjadi di lapangan, yang dilakukan oleh para akademisi maupun praktisi. Dalam pertemuan ilmiah yang dilaksanakan di Jakarta oleh IPPM pada tanggal 25 Juni 1991 mengenai konsep perdagangan waralaba (franchising) yang merupakan sistem pemasaran vertikal, dikemukakan beberapa definisi franchise, sebagai berikut : 1. Franchise adalah sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) yang memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu dengan cara tertentu, waktu tertentu , dan di suatu tempat tertentu. 2. Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor sedang pembeli hak untuk menggunakan metode ini disebut franchisee. 3. Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan
franchisee. Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terusmenerus pada bisnis dari franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai, serta dikendalikan oleh franchisor. Menurut Peraturan Pemerintah RI NO. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba yang dikeluarkan tanggal 18 Juni 1997: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa (Pasal 1 ayat 1).
27
Ayat (2) pasal yang sama menggariskan bahwa Pemberi Waralaba adalah badan usaha perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki. Sedangkan ayat (3) pasal yang sama menetapkan bahwa Penerima Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Dalam pengertian yang demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba.
2.4.1 Elemen-Elemen Pokok Waralaba Dalam buku Lindawaty (2004, pp13-14) menunjukkan bahwa franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut: •
Franchisor yaitu pihak pemilik atau produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu.
•
Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor
•
Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktik meliputi berbagai macam hak milik intelektual atau hak milik perindustrian) dari
franchisor kepada franchisee •
Adanya penetapan wilayah tertentu, franchisee area dimana franchisee diberikan hak untuk beroperasi di wilayah tertentu.
28
•
Adanya imbal-prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa
Initial Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. •
Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu.
•
Adanya pelatihan awal, pelatihan yang bersifat berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan.
2.4.2 Tipe- Tipe Waralaba Berdasarkan pendapat Leon, Mary dan William (2003, p79) dalam buku Hakim (2008, p21) sistem pewaralabaan (franchising) dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu Waralaba Produk dan Merek Dagang serta Waralaba Format Bisnis. Dua tipe sistem pewaralabaan sebagai berikut: a. Product and Trademark Franchising (Waralaba Produk dan Merek Dagang) Dalam format ini, franchisor memberikan kepada franchisee hak untuk menjual secara luas suatu produk atau brand tertentu. Dalam Product and Trade-Name
Franchise (atau sering disingkat product franchise), pemberi waralaba menghasilkan produk dan penerima waralaba menyediakan outlet untuk produk yang dihasilkan pemberi waralaba. b. Business Format Franchising (Waralaba Format Bisnis)
Franchisor memberikan kepada franchisee hak untuk memasarkan suatu produk atau merek dagang tertentu serta menggunakan sistem operasi lengkap dari franchisor. Dalam Business Format Franchises (atau disebut operating system franchises), penerima waralaba diberi lisensi untuk melakukan usaha dengan menggunakan paket bisnis dan merek dagang yang telah dikembangkan oleh pemberi waralaba.
29
Dalam buku Jackie, Miranty dan Yanty (2006, pp71-72) mengkategorikan waralaba menjadi empat tipe sebagai berikut: a. Product Franchising (Trade-Name Franchising)
Franchisor menghasilkan produk dan franchisee menyediakan outlet untuk produk yang dihasilkan pemberi franchise. Contohnya: pompa bensin Pertamina. b. Manufacturing Franchising (Product-Distribution Franchising) Bentuk ini sering digunakan dalam industri makanan dan minuman ringan. Contohnya: usaha franchise Pepsi Cola, Coca-Cola. Dimana si franchisor memberi hak
eksklusif
untuk
memproduksi
secara
lokal
dan
kepada
dealer
untuk
mendistribusikan usahanya ke daerah tertentu. c.
Business-Format Franchising (Pure/Comprehensive Franchising) Suatu pengaturan dimana franchisor menawarkan serangkaian jasa yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran advertensi (iklan), perencanaan strategik, pelatihan produksi dari manual dan standar operasi, pedoman pengendalian mutu dan lain-lain.
d. Franchise Pribadi Usaha bisnis jaringan franchise yang dimiliki dan dikembangkan oleh satu orang dan biasanya dengan menjual nama orang yang bersangkutan.
2.4.3 Keuntungan dan Kerugian Sistem Waralaba 2.4.3.1 Keuntungan dan Kerugian bagi Pemberi Waralaba Kentungan-keuntungan bagi pemberi waralaba ialah bahwa: 1) Pemberi waralaba akan mempunyai lebih banyak waktu untuk memikirkan kebijakan (policy) untuk mengembangkan bisnis yang diwaralabakan. Hal ini disebabkan karena semua kegiatan
30
administrasi dan pengelolaan jalan bisnisnya atau produk yang diwaralabakan akan diselenggarakan sepenuhnya oleh penerima waralaba. 2) Tidak
perlu
meningkatkan
menyuntikkan kecepatan
sejumlah
besar
pertumbuhan
yang
modal besar.
untuk Karena
masing-masing outlet yang terbuka memanfaatkan sendiri sumber daya finansial yang disediakan oleh setiap penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis dan produk yang diwaralabakan. 3) Adanya organisasi pemberi waralaba yang dapat memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan internasional dengan menggunakan modal yang risikonya seminimal mungkin. 4) Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya. 5) Pemberi waralaba tidak perlu terlibat dalam permasalahan tentang staf dan pekerja karena hal tersebut menjadi tanggung jawab penerima waralaba sepenuhnya. 6) Aset outlet dagang tidak dimiliki oleh pemberi waralaba, melainkan milik penerima waralaba. Oleh karena itu yang bertanggung jawab atas aset tersebut adalah penerima waralaba. 7) Seorang pemberi waralaba yang melibatkan bisnisnya dalam kegiatan manufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk produknya. Sedangkan
kerugian-kerugian
waralaba, antara lain:
yang
mungkin
akan
dihadapi
pemberi
31
1)
Pemberi waralaba harus menjamin standar kualitas barang dan jasa melalui rantai waralaba. Oleh karena itu harus dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut, serta memberi bantuan bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin
dihadapi
penerima
waralaba
dalam
operasional
pelaksanaan kebijakan yang diberi oleh pemberi waralaba. 2)
Kemungkinan terdapat kesulitan-kesulitan dalam rekruitmen orang-orang yang cocok sebagai penerima waralaba untuk bisnis tertentu,
apabila
salah
memilih
orang
dapat
berakibat
terhambatnya pertumbuhan usaha milik pemberi waralaba. 3)
Apabila dalam kerjasama antara pemberi waralaba dan penerima waralaba kurang kepercayaan dan komunikasi antara satu sama lain, hal ini akan memungkinkan terjadinya salah paham dan perselisihan yang akan menggangu jalannya usaha waralaba.
4)
Jika penerima waralaba yang dipilih tidak tepat, maka hal ini kemungkinan dapat menghancurkan reputasi dan nama baik yang sudah dibangun pemberi waralaba.
2.4.3.2 Keuntungan dan Kerugian bagi Penerima Waralaba Keuntungan-keuntungan bisnis waralaba bagi penerima waralaba antara lain: 1)
Kerjasama bisnis waralaba relatif lebih aman daripada memulai usaha baru dari awal.
2)
Modal yang dibutuhkan penerima waralaba relatif lebih kecil dibanding bila menjalankan bisnis secara mandiri
32
3)
Penerima waralaba mendapatkan insentif dengan memiliki bisnis sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dan bantuan seperlunya dari pemberi waralaba.
4)
Lebih terstruktur dalam usaha, sehingga mempermudah penerima waralaba dalam menjalankan bisnisnya.
5)
Merek yang relatif lebih mudah dikenal karena jumlah cabang yang dengan mudah bertambah, sehingga penerima waralaba tidak perlu melakukan promosi berlebihan sebab masyarakat sudah cukup tahu tentang produk atau jasa waralaba tersebut.
6)
Penerima waralaba mendapat keuntungan dari penggunaan paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang, serta proses, formula dan resep rahasia milik pemberi waralaba.
Sedangkan kerugian-kerugian yang mungkin akan dihadapi penerima waralaba, antara lain: 1)
Apabila ternyata bisnis waralaba yang sudah dijalankan oleh penerima waralaba ternyata tidak berjalan sukses dan tidak mendatangkan keuntungan seperti yang diharapkan.
2) Perjanjian waralaba yang terlalu membatasi gerak penerima waralaba, dapat menjadi hambatan bagi penerima waralaba untuk mengelola bisnisnya. 3) Pemberi waralaba mungkin membuat kesalahan dalam kebijakankebijakannya. Pengambilan keputusan yang salah dalam inovasi bisnis dapat berakibat kegagalan dan akan mempengaruhi aktivitas penerima waralaba.
33
4) Reputasi serta citra merek dan bisnis yang diwaralabakan mungkin menjadi turun, karena alasan–alasan yang mungkin berada diluar kontrol baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba.
2.5 Minimarket
Minimarket adalah toko swalayan yang hanya memiliki satu atau dua mesin register (http://sinarharapan.co.id). Sedangkan menurut Hendri (2005, p76) yang disebut minimarket biasanya luas ruangnya adalah 50 m2 sampai 200 m2 serta berada pada lokasi yang mudah dijangkau konsumen. Sedangkan dalam artikel dalam majalah menurut Halomoan Tamba. (2005). Bisnis Ritel Modern. Infokop, volume 26, 57, minimarket adalah sistem pertokoan yang menggunakan manajemen modern yang didukung dengan teknologi modern, mengutamakan kenyamanan pelayanan berbelanja. Berdasarkan Perda DKI No.2/2002, tanggal 18 Maret 2002, Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen akhir dengan acara swalayan yang luas lantai usahanya paling besar (maksimal) 200 m2.
2.5.1 Minimarket Sistem Waralaba
Minimarket dengan sistem waralaba adalah minimarket dengan bentuk format bisnis dimana pihak kedua yang disebut franchisee untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dikembangkan oleh franchisor.
34
Untuk memahami konsep usaha waralaba, sangat penting mengenal dua istilah umum, yaitu franchisor (pemberi waralaba) dan franchisee (penerima waralaba). •
Franchisor atau pembebri waralaba adalah orang perorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba
•
Franchisee atau penerima waralaba adalah orang perorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba
Peraturan Pemerintah tentang waralaba mengatur bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: • Memiliki khas usaha • Terbukti sudah memberikan keuntungan • Memiliki standar pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis • Mudah diajarkan dan diaplikasikan • Adanya dukungan yang berkesinambungan • Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang telah terdaftar Dalam buku Fazriyati (2008, pp63-64) hal yang perlu diperhatikan untuk evaluasi bisnis ritel minimarket dengan sistem waralaba adalah nilai investasi awal, ongkos royalti (royalty fee) dan franchise fee. • Investasi Awal Investasi awal dalam bisnis waralaba bisa bervariasi. Mulai Rp 10 juta hingga Rp 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
35
• Royalty Fee Ongkos royalti dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar 5-15% dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10%, atau kisaran umum antara 2-15% dari penjualan. Biasanya, lebih dari 10% adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran dan promosi. • Franchisee Fee
International Franchise Association dalam www.franchise.org menyebutkan franchisee fee dari waralaba lokal di Indonesia berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 400 juta. Biaya ini biasanya mencakup initial fee, renovasi, supply dan inventory, deposit, biaya sebelum memulai bisnis, biaya pelatihan dan modal kerja. Dalam menganalisis sistem waralaba minimarket, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, hal ini tercantum pada dokumen persentasi pada saat penawaran waralaba, yaitu : • Sistem Perizinan/legal Sistem perizinan/legal ini, dapat menunjukan legal atau tidaknya suatu usaha. Dan dalam melakukan kerjasama antara franchisor dan franchisee minimarket baik dalam bentuk badan usaha berbadan hukum maupun usaha perorangan. Sistem perizinan/legal ini, perizinan termasuk NPWP dan PKP serta dokumendokumen penting lainnya yang diperlukan akan dibantu oleh pihak franchisor. Dan untuk perizinan/legal pada saat bekerjasama dengan minimarket berwaralaba, hukumnya legal, karena secara gak langsung perusahaan
franchisor sudah memiliki suatu sitem perizinan yang sudah terdaftar pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
36
• Sistem Instalasi dan Renovasi Bangunan Sistem Instalasi dan Renovasi bangunan, dapat dilihat dari seberapa besarnya pekerjaan sipil, pekerjaan listrik yang meliputi tambah daya dan AC split yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. • Sistem Perlengkapan dan Peralatan Toko Dalam mengelola sistem perlengkapan dan peralatan toko yang ada, terutama bagi para franchisee yang bergabung dengan menyediakan ruang usaha/rumah/tanah kosong semua sistem perlengkapan dan peralatan toko akan disediakan dan seluruh alur distribusi pensuplaian perlengkapan dan peralatan toko akan dibantu oleh pihak franchisor. Apabila franchisee memiliki minimarket lama yang ingin diganti maka disebut minimarket
existing, maka dalam hal ini seorang franchisee akan dibantu dengan pihak franchisor dalam menentukan perlengkapan dan peralatan apa saja yang diperlukan dan apabila ada beberapa perlengkapan dan peralatan toko yang tidak diperlukan dapat disimpan dan bisa dilakukan pembaharuan. • Sistem Peralatan Komputer dan Software Sama halnya dengan siatem perlengkapan dan peralatan toko, sistem peralatan komputer dan software juga disesuaiakan dengan kebutuhan dan luasan toko. Software yang digunakan tergantung pada pusat sistem teknologi infomarsi dan distribusi pada franchisor, hal ini akan memudahkan sistem penjualan, persediaan dan penerimaan barang pada pihak franchisee. Dan pada saat melakukan perjanjian waralaba, seorang franchisee akan memperoleh dokumen-dokumen penting yang terkandung didalamnya adalah beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
37
• Sistem Operasional Toko Sistem Operasional Toko, yang meliputi desain toko, pengelolaan barang dagangan dan pengelolaan uang tunai. Untuk pengelolaan barang dagangan dibagi dengan 4 (empat) pengelolaan yaitu pengadaan barang dagangan yang dimulai dari (pemesanan pembelian, penerimaan barang dan retur, penempatan dan penataan barang dagangan), pengelompokkan dan pemberian kode barang, penetapan harga jual barang, dan stock opname. Dan pada minimarket dengan sistem waralaba, seluruh sistem operasional toko dikendalikan oleh pusat franchisee minimarket tersebut. • Sistem Manajemen Sistem manajemen yang termasuk perekrutan, pelatihan, penetapan dan pembayaran gaji, penempatan lokasi kerja, penentuan jabatan, pembagian tugas dan penetapan jam kerja sumber daya manusia pada minimarket sistem waralaba memiliki sistem dan pola tersendiri, dan memiliki tanggung jawab penuh atas tenaga kerja. • Prospektus Bisnis Dan untuk prospektus bisnis yang ditawarkan pada minimarket waralaba, dapat diperoleh pada saat melakukan kerja sama yang terdiri dari Payback
Period pengukuran investasi dengan melihat kekuatan pengembalian modal dan proyeksi BEP.
2.5.2 Minimarket Sistem NonWaralaba Mandiri Fakta
dilapangan
membuktikan
bahwa
usaha
minimarket dengan sistem
nonwaralaba mandiri memang memberikan kemudahan bagi investor untuk menanamkan uangnya dan menjalankan bisnis dengan risiko seminimal mungkin. Meski demikian, tak
38
sedikit para wirausaha mandiri yang sangat optimis mampu bersaing di bisnis ritel dalam negeri.
Minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri memiliki konsep usaha yang didirikan tanpa waralaba dan seluruh merek, logo, sistem operasi dan sistem manajemen dilakukan secara mandiri atau perorangan. Dalam www.minimarketmandiri.com minimarket mandiri merupakan suatu usaha yang diciptakan untuk membantu dalam membangun sebuah usaha ritel, modern dari awal hingga berjalan operasional toko modern, secara mudah dengan sistem yang tidak merepotkan. Kunci utama dalam membangun minimarket nonwaralaba mandiri adalah keberanian. Dan yang terpenting adalah keberanian mengambil peluang dan menanggung segala risiko sebagai konsekuensinya. Berikut ini adalah sejumlah faktor yang mendorong menjamurnya usaha minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri : •
Keleluasaan dalam merancang dan mengembangkan usaha; kebebasan dalam berinovasi, bahkan merancang keuntungan yang jauh lebih besar menjadi daya tarik yang tak terelakkan bagi pengusaha minimarket dengan kepemilikan individual
•
Pergeseran pola hidup konsumen; kecenderungan yang terjadi pada konsumen masa kini adalah mencari tempat belanja yang nyaman, murah dan terletak sedekat mungkin dengan tempat tinggal. Peluang inilah yang paling
sering
menjadi
motif
lahirnya
minimarket
dengan
sistem
nonwaralaba mandiri •
Bertambahnya kawasan pemukiman dan fasilitas publik; penyebaran toko eceran modern mini ini pun sangat terkait erat dengan kawasan
39
pemukiman atau fasilitas publik di kota-kota besar maupun kota kecil di seluruh nusantara. Dalam buku Hartono (2007, pp31-92) menganalisis bisnis ritel minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan seorang investor ataupun para wirausaha yaitu : • Nilai Investasi Awal Nilai investasi awal pada saat bisnis minimarket nonwaralaba mandiri dilakukan dan nilainya bervariasi. Investasi awal ini dikeluarkan oleh pemilik toko atau seorang investor untuk membuat tempat usaha yang sesuai dengan keinginan pemilik dengan melihat beberapa spesifikasi yang ada dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. • Sistem Perizinan/legal Meski skala bisnis ini kecil, namun mengurus perizinan tetap dianjurkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya persaingan yang tidak sehat. Jika perizinan tidak dilengkapi dan dipersiapkan secara dini, maka pesaing yang lain akan memanfatkannya sebagai isu kelemahan yang kita miliki. Dan tidak menutup kemungkinan minimarket yang sudah berjalan akan ditutup oleh pihak yang berwenang. • Sistem Instalasi dan Renovasi Bangunan Apabila dalam pengurusan perizinan/legal sudah dilaksanakan maka, selaku investor menyiapkan gerai yang telah ditentukan pilihan lokasi untuk mendirikan minimarket nonwaralaba mandiri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan gerai yaitu pekerjaan sipil yaitu adanya pekerjaan bangunan baik bangunan renovasi ataupun dalam bentuk tanah,
40
selain itu pekerjaan instalasi listrik yang meliputi penambahan daya listrik tergantung pada kebutuhan yang digunakan dan AC split yang diperlukan. • Sistem Perlengkapan dan Peralatan Toko Perlengkapan dan peralatan toko minimarket merupakan barang-barang yang diperlukan pada saat pendirian minimarket, yang disesuaikan dengan luasan toko yang ada. Dan untuk pembelian perlengkapan dan peralatan toko dianjurkan untuk membeli perlengkapan second, namun masih baik digunakan yang sekarang ini banyak dijual dipasaran. Karena perlengkapan dan peralatan toko minimarket sangat mahal harganya bila membeli barang baru. Apabila mempunyai modal yang cukup besar, investor dapat membeli perlengakapan dan peralatan toko baru, yang dapat dikunjungi melalui website www.bostinco.com. • Sistem Peralatan Komputer dan Software Sebelum membeli peralatan komputer sebaiknya, terlebih dahulu membeli
software-nya agar dapat mengetahui komputer dengan kapasitas apa yang harus dibeli untuk menjalankan programnya. Software dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dalam memudahkan penjualan dan persediaan, dan setelah itu membeli peralatan komputer sesuai dengan luasan toko, semakin besar luasan toko maka peralatan komputer sebagai registrasi mesin kasir dibutuhkan lebih. Untuk mengetahui pricelist dan spesifikasi
yang
sesuai
dapat
mengunjungi
melalui
website
www.mantarindo.com. • Sistem Operasional Toko Sistem operasional toko, yang meliputi desain toko, pengelolaan barang dagangan dan pengelolaan uang
tunai. Untuk pengelolaan barang
41
dagangan dibagi dengan 4 (empat) pengelolaan yaitu pengadaan barang dagangan yang dimulai dari (pemesanan pembelian, penerimaan barang dan retur, penempatan dan penataan barang dagangan), pengelompokkan dan pemberian kode barang, penetapan harga jual barang, dan stock
opname. Untuk minimarket nonwaralaba mandiri ini seluruh sistem operasional toko merupakan hak penuh dan menjadi tanggung jawab pemilik toko. Dan pada operasional toko pada minimarket nonwaralaba, investor melakukan pembelian barang dagangan sesuai dengan apa yang ingin dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Barang dagangan merupakan bauran produk yang menjadi aset terbesar dalam sebuah bisnis
minimarket. • Sistem Manajemen Manajemen minimarket adalah suatu sistem yang terpadu dalam proses pengelolaan
bisnis
dalam
mencapai
tujuannya.
Dan
untuk
sistem
manajemen diterapkan sangat sederhana dan bersifat kekeluargaan. Dan dalam hal ini pemilik toko mempunyai hak penuh atas perekrutan, pelatihan, penetapan dan pembayaran gaji, penentuan lokasi kerja, penentuan jabatan, pembagian tugas, dan penetapan jam kerja. Dan menurut Fazriyati (2008, p91) dalam menentukan estimasi keuntungan usaha
minimarket nonwaralaba mandiri dapat dilihat dari : • Prospektus Bisnis Prospektus bisnis dapat dilihat dengan menghitung BEP dan Payback
Period.
Untuk
BEP
pada
bisnis
minimarket
nonwaralaba
mandiri
memungkinkan pemiliknya untuk menikmati keuntungan yang lebih besar. Hal ini tidak terlepas dari kepemilikan dan manajemen satu pintu atau tidak
42
berlapis sehingga hasil penjualan toko tiap harinya bisa langsung masuk dalam arus kas manajemen toko. Dan untuk Payback Period dapat mengetahui pengembalian investasi.
2.5.3 Minimarket NonWaralaba Mandiri vs Minimarket Waralaba Dalam buku Hartono (2007, p20) adapun keuntungan mendirikan minimarket nonwaralaba bila dibandingkan dengan minimarket waralaba sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Minimarket NonWaralaba Mandiri dan Minimarket Waralaba Minimarket NonWaralaba Mandiri
Minimarket Waralaba
1.Bebas menentukan nilai investasi awal tidak
1.Sudah memiliki standar operasional
perlu harus ratusan juta rupiah
2.Merek sudah terkenal
2.Perubahan harga jual bisa ditentukan setiap
3.Tidak direpotkan dengan pengadaan
saat
barang dagangan
3.Laba usaha untuk pemilik sendiri, tidak perlu
4.Tidak perlu promosi sendiri, karena
membayar royalti
sudah dilakukan oleh pemilik merek
4.Pemilik dituntut kreativitas dan inovasinya
(pewaralaba)
untuk membangun bisnis, sehingga dapat mempertajam kemampuan bisnis 5.Bila sudah maju dan cukup modal bisa dikembangkan menjadi bisnis waralaba Sumber : Hadi Hartono, Sukses Mengelola Bisnis Minimarket (2007, p21)
43
2.6 Analisis Keuangan 2.6.1 Analisa Investasi Dalam buku Harmaizar (2007, pp283-287) sesuai dengan definisi investasi maka tujuan dari analisa investasi adalah untuk mengukur nilai uang atau tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha pada masa yang akan datang. Hal ini dilakukan sangat penting sebelum melakukan tindakan real pada suatu investasi yang mempertaruhkan dana atau modal yang tidak sedikit. Apabila analisis investasi ini tidak dilakukan maka memungkinkan kejadian-kejadian keterlanjutan yang dapat mengakibatkan para pengusaha atau pengurus perusahaan mengahadapi masalah besarnya seperti problemproblem yang akan timbul setelah perusahaan berdiri dan beroperasi. Dengan melakukan berbagai macam simulasi tersebut akan diketahui layak atau tidak layaknya suatu rencana investasi atau kebijaksanaan perusahaan. Parameter-parameter yang dipergunakan dalam pengukuran tersebut adalah : 1. Non-Discount Cash Flow Pengukuran investasi dengan melihat kekuatan pengembalian modal tanpa mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu (Time of Value). Metode yang digunakan adalah Payback Method atau Payback Period dengan rumusnya, adalah :
Payback Period
=
Total Investasi
× 1 tahun
Net Income + Depreciation Metode dari Payback Period adalah sebagai alat ukur yang sangat sederhana mudah dimengerti dan sebagai tahap awal penilaian suatu investasi.
44
2.6.2 Analisa Keuntungan Analisa
keuntungan
adalah
menganalisa
rencana
keuntungan
(penetapan
keuntungan) dengan menyesuaikan atau menyetel harga dan volume penjualan yang dapat diserap oleh pasar dengan mempertimbangkan kebijaksanaan dari pesaing. Analisa keuntungan dilakukan dalam periode tertentu baik pada rencana pembangunan perusahaan atau pada perusahaan yang sudah beroperasi. Analisa keuntungan dapat juga disebut Business Budgeting. Dalam melakukan analisa keuntungan umumnya menggunakan metode analisa Break Even Point. Analisa Break Even
Point atau titik impas adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan, dan volume penjualan/produksi dan juga dikenal dengan analisa C.P.V (Cost-
Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Dalam menganalisa Break Even Point faktor-faktor biaya dibedakan menjadi : -
Biaya semi variabel Biaya yang ikut berubah dengan perubahan volume penjualan atau produksi tetapi tidak secara proporsional. Dalam menghitung Break Even Point, biaya ini sebagian akan dibebankan pada pos biaya tetap, dan sebagian lagi akan dibebankan pada pos biaya variabel.
-
Biaya variabel Biaya yang ikut berubah secara proporsional dengan perubahan volume penjualan atau produksi
-
Biaya tetap Biaya yang tidak ikut berubah dengan perubahan volume penjualan atau produksi.
45
Analisa break even point dapat dihitung dengan rumus dalam bentuk persen dan Rupiah : BEP
=
Biaya Tetap
× 100%
(%)
Hasil Penjualan – Biaya Variabel atau BEP
=
Biaya Tetap 1–
Biaya Variabel
(Rp)
Hasil Penjualan
2.7 Strategi Bersaing Generik Versi Poter Menurut Porter (2008,pp25-31) keunggulan kompetitif hanya dapat dimiliki oleh sebuah perusahaan yang memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berhadapan dengan para pesaingnya, ada dua jenis dasar keunggulan bersaing, yaitu : keunggulan menciptakan biaya yang rendah (cost leadership) dan kemampuan organisasi untuk menjadi berbeda (differentiation) dibandingkan dengan para pesaingnya. Faktor kedua dalam pendekatan ini adalah cakupan produk pasar (competitiv scope) dimana organisasi saling bersaing satu sama lain dalam pasar yang luas dan sempit. Gabungan dari dua faktor ini membentuk dasar dari strategi bersaing generik Porter (lihat Gambar 2.1) yaitu a.
Strategi keunggulan biaya (cost leadership) Strategi yang digunakan organisasi apabila organisasi ingin menjadi pemimpin pasar berbasis biaya rendah dengan basis pelanggan yang luas. Biaya disini merupakan total biaya produksi dan bukan pada harga. Keuntungan keunggulan biaya:
46
•
Perusahaan
yang
berbasis
biaya
rendah
dapat
memperoleh
pendapatan diatas rata-rata meskipun persaingan dipasar sangat kuat. •
Posisi sebagai pemimpin pasar berbasis biaya juga memberikan fleksibilitas
kepada
perusahaan
untguk
bekerja
sama
dengan
pemasoknya. Kerugian keunggulan biaya: •
Strategi ini sangat tergantung dengan kemampuan pesaing dalam mengimitasi dan meniru kesuksesan diferensiasi strategi produk
•
Perusahaan bisa terjebak dengan memberikan diferensiasi yang terlalu banyak pada produknya
b.
Strategi diferensiasi (differentiation) Perusahaan akan menggunakan strategi diferensasi bila ingin bersaing dengan pesaing-pesaing dalam hal keunikan produk dan jasa yang ditawarkan. Diferensiasi dapat dilakukan dalam banyak bentuk, seperti diferensiasi dalam: •
Gengsi
•
Teknologi
•
Inovasi
•
Fitur
•
Jasa pelayanan pelanggan
•
Jaringan dealer
Kekurangan dari strategi diferensiasi: •
Strategi ini sangat tergantung dengan kemampuan pesaing dalam mengimitasi dan meniru kesuksesan diferensiasi strategi produk
47
•
Perusahaan bisa terjebak dengan memberikan diferensiasi yang terlalu banyak bagi produknya
•
Dengan memberikan diferensiasi yang salah, perusahaan bisa merusak citra perusahaan itu sendiri
c.
Strategi fokus (berbasis biaya atau diferensiasi) Perusahaan dengan strategi fokus melayani kebutuhan spesifik ceruk pasar (market niche). Perusahaan dapat memilih strategi fokus berbasis biaya atau diferensiasi. Perbedaanya terletak pada segmentasinya yang lebih kecil. Tiga cara melakukan segmentasi celah pasar: (1) Geografis, (2) Tipe konsumen, (3) Segmen lini produk. Keunggulan strategi fokus: •
Perusahaan bisa mendapatkan sedikit pesaing dan penjual yang mempunyai
kekuatan
tawar
yang
lemah
apabila
perusahaan
menargetkan produknya pada segmen pasar yang kurang sensitif terhadap harga •
Perusahaan dengan strategi fokus, paham mengenai ceruk pasarnya dan mengenalnya dengan baik
Kerugian strategi fokus: •
Adanya ancaman dari perusahaan berbasis diferensiasi yang mungkin akan mengambil celah pasar dari perusahaan strategi fokus
•
Kemungkinan perubahan rasa atau kebutuhan dari konsumen pada celah pasar
•
Kenyataan bahwa perusahaan mengadopsi strategi fokus masih beroperasi
pada
skala
kecil
menyulitkan
menurunkan biaya produksi secara signifikan
perusahaan
untuk
48
Keunggulan Bersaing Biaya Rendah
Diferensiasi
Keunggulan Biaya
Diferensiasi
Sasaran
Cakupan
Luas
Fokus Biaya
Fokus Diferensiasi
Persaingan
Sasaran Sempit Sumber : Michael Porter, Competitive Advantage (2008, p31)
Gambar 2.1 Tiga Strategi Generik Porter
2.8 Analisis Struktur Industri Porter Penentu dasar pertama dari profitabilitas suatu perusahaan adalah daya tarik industri. Strategi bersaing harus berkembang dari pemahaman yang canggih akan aturan persaingan yang menentukan daya tarik suatu industri. Tujuan akhir dari strategi bersaing adalah untuk menanggulangi dan idealnya mengubah aturan itu demi kepentingan perusahaan. Didalam industri apapun, baik didalam negeri ataupun internasional atau menghasilkan produk atau jasa-jasa aturan persaingan dicakup didalam lima kekuatan bersaing: masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti (substitusi), kekuatan penawaran (tawar menawar) pembeli, kekuatan penawaran pemasok, dan persaingan di antara pesaing yang ada (lihat Gambar 2.2). Kekuatan kolektif dari kelima kekuatan bersaing ini menentukan kemampuan perusahaan di dalam suatu industri untuk memperoleh, secara rata-rata, tingkat laba
49
investasi yang melebihi biaya modal. Kelima kekuatan tersebut menentukan profitabilitas industri karena mempengaruhi harga, biaya dan memerlukan investasi perusahaan di dalam suatu industri. Keunggulan Bersaing
Pendatang Baru Kekuatan Penawaran Pemasok
Pesaing Industri
Pembeli
Pemasok
Kekuatan Penawaran
Pembeli
Persaingan di Antara Perusahaan yang Ada
Ancaman Produk atau Jasa Pengganti
Produk Pengganti
Sumber : Michael Porter, Competitive Advantage (2008, p33)
Gambar 2.2 Kelima Kakuatan Bersaing yang Menentukan Profitabilitas Industri
• Ancaman Pendatang Baru Pendatang baru bagi suatu industri membawa kapasitas baru, karena ia berhasrat untuk ikut meraih dan menikmati pangsa pasar. Keputusan untuk menjadi pendatang baru, dalam suatu industri acapkali menaruh komitmen baru terhadap sumber daya yang akan digunakan, sehingga harga ditekan serendah mungkindan keuntungan dibuat kecil, akibatnya profibilitas industri menurun.
50
Beberapa faktor penghambat untuk masuk dalam industri (the barries to entry) dapat menentukan sejauh mana ancaman pendatang baru dalam suatu industri. Faktor penghambat tersebut antara lain skala ekonomi, diferensiasi produk, kebutuhan akan modal, pengenaan biaya pada pembeli untuk perubahan pemasok dan produk, saluran distribusi, kebijakan pemerintah, keunggulan biaya yang tidak tergantung pada skala ekonomis dan reaksi penting. • Ancaman Produk Pengganti Menentukan sejauh mana produk lain dapat memenuhi kebutuhan pembeli yang sama. Ketersediaan produk pengganti menjadi penghalang mengenai harga yang dapat ditentukan oleh pemimpin pasar dalam mata industri. Harga yang tinggi dapat memicu pembeli beralih ke produk pengganti. • Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Para konsumen atau pelanggan suatu industri mengharapkan harga serendah mungkin untuk memperoleh produk atau jasa dari industri (perusahaan pemasok). Caranya adalah membeli jumlah yang besar sehingga perusahaan pemasok sebagai produk standar atau tidak terdeterminasi pemebeli dapat menekan harga, karena banyak perusahaan yang menyediakan produk standar tersebut. Belum lagi jika pembeli ada kemauan dan kemampuan untuk melakukan integrasi ke hulu. • Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Bila pemasok mempunyai daya atau kekuatan yang cukup banyak atas perusahaan industri, mereka dapat menaikkan harga cukup signifikan untuk mempengaruhi kemampuan pelanggan dalam menghasilkan laba. Kemampuan pemasok untuk memperoleh daya atau kekuatan atas perusahaan industri ditentukan oleh berbagai faktor.
51
Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah pemasok sedikit tetapi besar, produk pemasok merupakan masukan (input) penting bagi pembeli, produk pemasok tidak termasuk oleh produk alternatif kemauan dan kemampuan pemasok untuk mengikuti strategi integrasi vertikal dan mengembangkan produk mereka sendiri jika mereka tidak mampu memperoleh persyaratan yang dapat memuaskan pembeli. • Persaingan di Antara Pesaing Rivalitas di antara mengacu pada semua tindakan yang ditempuh oleh perusahaan dalam kelompok industri untuk memperbaiki posisi mereka masing-masing dan memperoleh keunggulan atas para pesaingnya. Persaingan itu menjadi kekuatan yang bersifat positif, jika diantara perusahaan menciptakan dan mendorong stabilitas industri melalui perbaikan-perbaikan kemampuan dalam rangka menghasilkan laba. Sebaliknya jika tidak, persaingan itu menjadi kekuatan yang bersifat negatif. Kekuatan pembeli mempengaruhi harga yang dapat dibebankan oleh perusahaan seperti halnya ancaman produk pengganti/substitusi. Kekuatan pembeli juga dapat mempengaruhi biaya dan investasi karena pembeli yang kuat menuntut pelayanan yang mahal. Kekuatan tawar pemasok menentukan biaya bahan mentah dan masukan lain. Intensitas persaingan mempengaruhi harga dan juga biaya persaingan di dalam bidangbidang, seperti pabrik, pengembangan produk, iklan, tenaga penjualan. Ancaman masuk dari pesaing baru membatasi harga dan menentukan investasi yang diperlukan untuk menghalangi masuknya pendatang baru. Kekuatan masing-masing dari kelima kekuatan bersaing merupakan fungsi struktur industri atau karakteristik ekonomi dan teknis yang mendasari suatu industri.
52
2.9 Kerangka Pemikiran Bisnis Ritel
Minimarket
Waralaba
Sistem Indomaret • Nilai investasi awal • Franchisee Fee • Royalty Fee • Sistem perizinan/legal • Sistem instalasi/renovasi bangunan • Sistem perlengkapan dan peralatan toko • Sistem peralatan komputer dan software • Sistem operasional toko • Sistem manajemen • Prospektus bisnis
NonWaralaba
Analisis Porter
Sistem Ahadmart
• Potensi ancaman pendatang baru • Persaingan antar anggota industri • Kekuatan daya tawar menawar pembeli • Kekuatan daya tawar menawar pemasok
• Potensi ancaman produk pengganti
• Nilai investasi awal • Sistem perizinan/legal • Sistem instalasi/renovasi bangunan • Sistem perlengkapan dan peralatan toko • Sistem peralatan komputer dan software • Sistem operasional toko • Sistem manajemen • Prospektus bisnis
Usulan/Rekomendasi Minimarket yang lebih menguntungkian Sumber : Data Penulis, 2009
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Analisis Porter • Potensi ancaman pendatang baru • Persaingan antar anggota industri • Kekuatan daya tawar menawar pembeli • Kekuatan daya tawar menawar pemasok
• Potensi ancaman produk pengganti