8
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Risiko 2.1.1 Definisi Risiko Menurut salah satu definisi, risiko atau risk adalah sama dengan uncertainty atau ketidakpastian. Risiko dan ketidakpastian seringkali seringkali digunakan dalam arti yang sama, penggunaannya saling dipertukarkan dengan maksud yang sama. Oleh karena itu, sangat membantu sekali jika mengetahui definisi risiko secara tepat. • Menurut Idroes (2006,p7) risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. • Berdasarkan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2005, A.4) risiko didefinisikan sebagai “Chance of a bad outcome”. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. • Menurut Eddie Cade mendefinisikan risiko sebagai “exposure to uncertainty of
outcome”. Menegaskan bahwa “outcome” tidak selalu berupa dalam kerugian, “outcome” dapat saja berupa keuntungan. (Tampubolon, 2004,p20) • Menurut George J. Benston mengemukakan bahwa risiko merupakan probabilita dari setiap kemungkinan yang mungkin terjadi dan biasanya dikaitkan dengan konotasi negatif atau sebagai kejadian yang tidak diinginkan – atau dapat mengakibatkan
9
institusi keuangan mengalami kegagalan daripada kesuksesan (Kertonegoro, 2000, p1) • Menurut Emmet J. Vaughan dan Curtis M. Elliot dalam bukunya Fundamentals of Risk
and Insurance, mendefinisikan risiko adalah kans kerugian (The chance of loss), kemungkinan kerugian (The possibility of loss), ketidakpastian (uncertainty), penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan (the dispersion of actual from
expected result), probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any outcome different from the one expected). (Kertonegoro, 2000, p1) Jadi definisi dari risiko adalah suatu kemungkinan (ketidakpastian) akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. 2.1.2 Bahaya dan Ancaman Berdasaran perspektif bahaya menurut Robert Tampubolon, (2004, p26-p27) menggambarkan bahaya adalah sebab kerugian. Misalnya : kematian, kebakaran, atau kecelakaan. Sedangkan ancaman adalah keadaan yang dapat menciptakan atau menambah kemungkinan terjadinya kerugian yang timbul dari suatu bahaya. Ancaman biasanya dibedakan dalam tiga golongan, yaitu : a) Ancaman fisik (physical hazard) adalah sifat-sifat fisik yang menambah kemungkinan kerugian dari berbagai bahaya. Misalnya : tipe konstruksi, lokasi bangunan, dan hunian gedung menambah kemungkinan kerugian dari kebakaran.
10
b) Ancaman mental (moral hazard), ialah tambahan kemungkinan kerugian yang diakibatkan dari tendensi kecurangan pada sifat manusia yang terganggu. Misalnya, keinginan memperoleh uang pertanggungan dengan memalsukan dokumen klaim. c) Ancaman moril (morale hazard), yaitu timbulnya sifat tak acuh pihak tertanggung terhadap terjadinya kerugian. Misalnya karena telah ada pihak penanggung maka tertanggung menjadi tidak berhati-hati dibanding jika kerugian itu ditanggung sendiri.
Fisik
Ancaman (Hazard)
Mental
menyumbang pada Bahaya (peril) menyebabkan Obyektif
Kans atau probabilitas kerugian
Subyektif
menciptakan Ketidakpastian atau penyimpangan berupa Risiko menyangkut Kerugian Gambar 2.1 Penyebab Kerugian Sumber : Bickelhaupt, General Insurance, 2005
11
2.1.3 Jenis-Jenis Risiko Menurut Kertonegoro, (2000,p7) risiko dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori tertentu sebagaimana diuraikan berikut : a) Risiko yang dapat diukur dan risiko yang tidak dapat diukur Risiko yang dapat diukur (measurable risk) adalah risiko yang dapat diukur melalui analisis kuantitatif atau statistik, seperti tingkat kematian pada berbagai golongan umur manusia. Risiko yang tidak dapat dapat diukur (unmeasurable risk) yaitu risiko yang tidak dapat dikuantifikasi, seperti kegagalan atau usaha. b) Risiko finansial dan risiko non finansial Istilah risiko termasuk setiap situasi yang mengandung eksposur terhadap sesuatu yang negatif (adverity). Dalam beberapa hal, sesuatu yang negatif itu menyangkut kerugian finansial, dan dalam hal-hal lain tidak menyangkut konsekuensi finansial. Dan dalam pembahasan ini, risiko yang dimaksud adalah menyangkut kerugian finansial. c) Risiko statis dan risiko dinamis Risiko dinamis adalah risiko yang diakibatkan dari perubahan-perubahan dalam perekonomian. Perubahan-perubahan dalam harga, selera konsumen, penghasilan produksi, dan teknologi dapat menyebabkan kerugian finansial kepada para anggota perekonomian. Risiko statis menyangkut kerugian-kerugian yang terjadi meskipun
tidak
ada
perubahan
dalam
perekonomian.
Walaupun
selera,
penghasilan, produksi, dan teknologi tidak berubah, tetapi para individu dapat mengalami kerugian finansial. Jika risiko dinamis dapat memberikan manfaat bagi
12
masyarakat dalam jangka panjang karena dinamikanya, maka risiko statis mengakibatkan kerusakan dan kerugian baik harta/miliknya ataupun jiwa/ tubuhnya. d) Risiko fundamental dan risiko khusus Risiko
fundamental
menyangkut
kerugian-kerugian
yang
sebab
dan
konsekuensinya bersifat nonpribadi (impersonal). Risiko ini termasuk risiko kelompok yang disebabkan sebagian besar oleh fenomena ekonomis, sosial, dan politis,
meskipun
juga
diakibatkan
bisa
diakibatkan
dari
kejadian
fisik,
pengaruhnya meliputi bagian besar atau seluruh penduduk. Sedangkan risiko khusus menyangkut kerugian yang timbul dari peristiwa individual, dan dirasakan oleh individu daripada oleh seluruh kelompok. e) Risiko murni dan spekulatif Risiko murni (pure risk) menunjukkan situasi yang menyangkut kemungkinan antara kerugian atau tidak ada kerugian. Contoh: setiap individu yang memiliki mobil atau rumah selalu menghadapi kemungkinan miliknya itu rusak atau terbakar; setiap individu juga selalu menghadapi kemungkinan kematian prematur. Sedangkan risiko spekulatif menunjukkan situasi dimana terdapat kemungkinan kerugian juga kemungkinan laba. Berikut adalah gambar yang menunjukkan jenis-jenis risiko :
13
RISK
PURE
STATIC
OBJECTIVE
SPECULATIVE
DYNAMIC
SUBJECTIVE
STATIC
OBJECTIVE
DYNAMIC
SUBJECTIVE
Gambar 2.2 : Jenis-Jenis Risiko Sumber : Triesman, Gustavson, Hoyt, Risk Management and Insurance, 2001
2.1.4 Metode Penanganan Risiko Menurut Robert Tampubolon, (2004, p31-p32) Risiko selalu ada, dan manusia tidak bisa melarikan diri dari adanya risiko, sehingga orang harus mencari cara-cara untuk menanganinya. Oleh karena risiko dan ketidakpastian yang menyertainya menimbulkan ketidakenakan dan kecemasan, maka manusia rasional akan melakukan tindakan untuk mengatasinya. Pada dasarnya penanganan risiko bisa dilakukan dengan lima cara, yaitu bahwa risiko bisa dihindari, ditanggung sendiri, dikurangi, dialihkan, dan dibagi. a. Menghindari risiko Risiko ini bisa dihindari jika orang tidak mau menerima risiko barang sedikit atau sebentar pun. Oleh karena setiap kegiatan dan usaha selalu mengandung risiko, maka menghindari risiko berarti tidak berbuat apa-apa pun, sehingga akan menghambat kemajuan bagi individu dan masyarakat. b. Menanggung sendiri Oleh karena setiap individu menghadapi berbagai risiko yang cukup banyak maka
14
banyak juga risiko yang tidak tertangani, dan berarti kemungkinan kerugiannya ditanggung sendiri. Potensi risiko ini dapat bersifat sukarela (voluntary) yang berarti individu mengetahui adanya risiko dan dengan sadar menanggungnya sendiri, atau bersifat tidak sukarela (involuntary) yang berarti individu tidak mengetahui adanya risiko dan tanpa disadari menangung sendiri konsekuensi kerugiannya. Retensi risiko dapat dilakukan untuk kemungkinan kerugian yang relatif kecil. c. Mengurangi risiko Risiko dapat dikurangi melalui dua cara. Pertama, tindakan pencegahan seperti keselamatan. Kesehatan, peringatan dini, dan penjagaan. Contoh : program keselamatan dan kesehatan kerja untuk pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kedua, penggunaan hukum besar untuk mengurangi risiko yang berkelompok. Dengan
ini
perusahaan
dapat
menanggung
kemungkinan
kerugian
secara
keseluruhan yang lebih kecil daripada jumlah seluruh eksposur individual. d. Mengalihkan risiko Risiko dapat dialihkan dari satu pihak kepada pihak lain yang bersedia menanggung risiko. Contoh : melalui prosedur hedging yaitu pembelian dan penjualan untuk penyerahan komoditi mendatang dimana dealer dan produsen melindungi diri terhadap penurunan atau kenaikan harga pasar antara waktu membeli bahan mentah dan menjual produk jadi. e. Membagi risiko Risiko bisa dibagi dengan mengumpulkannya dari para anggota suatu kelompok sehingga akibatnya secara individual berada dalam batas kemampuan untuk menangggung. Contoh: suatu Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk badan
15
hukum yang mengumpulkan investasi dari sejumlah besar peserta (pemegang saham), sehingga masing-masing peserta hanya menanggung risiko yang terbatas pada jumlah investasinya saja. 2.2 Manajemen Risiko 2.2.1 Definisi Manajemen Risiko Dengan adanya penerapan manajemen risiko dilakukan secara bertahap dan sedini mungkin. Implementasinya akan memberi manfaat yang luar biasa dalam hal meningkatkan daya saing, fleksibilitas, dan dalam pemanfaatan peluang-peluang bisnis baru. Untuk lebih jelasnya, manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai berikut : •
Menurut Siahaan (2007,p19) manajemen risiko adalah proses sistematik untuk mengelola risiko. Terlepas apakah risiko murni atau spekulasi, yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan mencapai tujuan strategisnya.
•
Dalam jurnal Kerangka Kerja Risk Management BEI NEWS. Edisi 5 Tahun II MaretApril 2001, Manajemen Risiko pada dasarnya adalah proses menyeluruh yang dilengkapi dengan alat, teknik, dan sains yang diperlukan untuk mengenali, mengukur, dan mengelola risiko secara lebih transparan. (Batuparan,2001,p23)
•
Menurut Sukarman, mendefinisikan manajemen risiko sebagai keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan perusahaan yang telah ditetapkan dalam corporate plan atau rencana
16
strategis perusahaan lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan perusahaan yang berlaku. (Tampubolon, 2004, p33) •
William
Thornhill
mendefinisikan
manajemen
risiko
sebagai
sebuah
disiplin
pengelolaan yang tujuannya adalah untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana
alam,
keteledoran
manusia,
atau
karena
keputusan
pengadilan.
(Tampubolon, 2004, p34) Jadi definisi dari manajemen risiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan perusahaan yang telah ditetapkan dalam
corporate plan atau rencana strategis perusahaan lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan perusahaan yang berlaku. 2.2.2 Tujuan Manajemen Risiko Menurut Sentanoe, Kertonegoro (2000,p59) Tujuan manajemen risiko adalah untuk menekan akibat merugikan (adverse effect) dari risiko murni dengan biaya minimum sesuai dengan tujuan perusahaan. Menurut Salim (1993,p195) tujuan manajemen risiko adalah tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen risiko ialah dalam mengelola perusahaan supaya mencegah perusahaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan perusahaan, menekan biaya produksi, dan sebagainya. Adapun sasaran utama yang hendak dicapai yaitu oleh manajemen risiko terdiri dari :
17
a. Untuk kelangsungan hidup perusahaan (survival) b. Keterangan dalam berpikir c. Memperkecil biaya (least cost) d. Menstabilisir pendapatan perusahaan e. Memperkecil atau meniadakan gangguan dalam berproduksi f. Mengembangkan pertumbuhan perusahaan. g. Mempunyai tanggung jawab sosial terhadap karyawan 2.2.3 Proses Manajemen Risiko Sentanoe mendeskripsikan proses manajemen risiko menyangkut lima langkah, yaitu: (2000,p59-p60) a) Prosedur dan sistem informasi harus diciptakan dalam organisasi untuk dapat menginventarisasi dan menemukan selengkapnya seluruh potensi risiko (murni) yang dapat timbul dalam kegiatan perusahan. Penemuan risiko merupakan fungsi yang pertama dan paling sulit bagi risiko manajer atau administrator. Jika tidak semua risiko dapat diidentifikasi, maka manajer risiko tidak bisa berkesempatan untuk menangani risiko-risiko yang tidak diketahui ini. b) Pengukuran yang tepat atas kerugian yang berhubungan dengan risiko. Pengukuran ini termasuk penentuan (i) probabilitas atau kans bahwa kerugian akan terjadi, (ii) pengaruh kerugian tersebut terhadap keuangan perusahaan, jika terjadi, (iii) kemampuan untuk memprakirakan kerugian yang akan benar-benar terjadi selama periode anggaran. Proses pengukuran ini penting karena menunjukkan risiko-risiko yang serius dan karenanya perlu mendapat perhatian.
18
c) Setelah risiko diidentifikasi dan diukur, berbagai berbagai alternatif penyelesaian dan alat manajemen risiko harus dipertimbangkan dan keputusan dibuat mengenai kombinasi alat yang terbaik untuk digunakan memecahkan masalah. Alat-alat ini termasuk (i) menghindari risiko, (ii) menurunkan kans terjadinya kerugian atau mengurangi besarnya kerugian, jika terjadi, (iii) mengalihan risiko kepada pihak lain, (iv) menanggung sendiri risiko secara internal. d) Setelah memutuskan di antara berbagai alternatif metode penanganan risiko, administrator risiko dan juga kelompok manajemen yang berkepentingan harus menetapkan cara-cara untuk menerapkan keputusan yang dibuat itu. e) Hasil keputusan yang dibuat dan dilaksanakan harus dimonitor untuk menilai kearifan dari keputusan itu, dan menentukan apakah perubahan kondisi/ situasi memerlukan pemecahan yang berbeda. Menurut Siahaan (2007,p28) Manajemen risiko akan melindungi dan menambah nilai kepada para stakeholders organisasi dengan bantuannya mencapai tujuan organisasi, yaitu dengan cara: • Menyediakan kerangka kerja organisasi yang memungkinkan menjalankan kegiatan yang akan datang secara konsisten dan terkendali. • Memperbaiki pengambilan keputusan, perencanaan, dan penyusunan skala prioritas berdasarkan pemahaman secara komprehensif kegiatan usaha, volatility (fluktuasi) serta peluang dan ancaman proyek. • Menyumbang pada penggunaan dan pengalokasian modal dan sumber daya organisasi yang lebih efisien. • Mengurangi volatility pada bidang-bidang usaha yang tidak penting.
19
• Mengembangkan dan mendukung orang-orang dan pengetahuan dasar tentang organisasi • Mengoptimalkan efisiensi operasi. 2.2.4 Sumbangan Manajemen Risiko Menurut Sentanoe (2000,p60-p61) sumbangan manajemen risiko pada suatu perusahaan dapat dibagi dalam tiga golongan utama :
Pertama, manajemen risiko memberi sumbangan langsung pada laba perusahaan (atau bagi organisasi nonlaba berupa efisiensi operasi) dengan menekan biaya dan sekaligus meningkatkan penghasilan. Contoh : manajemen risiko dapat menurunkan biaya melalui pencegahan atau penurunan kerugian yang tak terduga sebagai hasil dari upaya-upaya dengan biaya kecil tertentu, melalui pengalihan kerugian serius yang potensial kepada pihak lain dengan biaya yang serendah mungkin, dan melalui penanganan sendiri kerugian-kerugian kecil
Kedua, manajemen risiko memberi sumbangan tidak langsung pada laba perusahaan dengan lima cara. a) Jika perusahaan dapat berhasil menangani risiko murni, maka ketenangan pikiran dan kepercayaan yang ditimbulkannya memungkinkan manajer dapat melakukan risiko-risiko yang lebih spekulatif. Contoh : jika suatu perusahaan terus khawatir terjadinya kebakaran atas pabriknya dan kecelakaan kerja atas karyawannya, manajernya mungkin akan membatasi diri pada pasar yang ada saat ini saja. Jika terbebas dari kekhawatiran itu, manajer akan memperluas pasaran ke luar negeri. b) Dengan memberi peringatan kepada manajer puncak adanya aspek risiko murni dalam suatu usaha, manajemen risiko meningkatkan kualitas keputusan
20
mengenai usaha itu. Contoh: suatu perusahaan yang sedang mempertimbangkan apakah menyewa atau membeli sebuah gedung akan mengambil keputusan yang keliru, jika mengabaikan berbagai pengaruh ekonomis dari kemungkinan kerusakan fisik karena kebakaran, gempa, dan sebagainya. c) Jika suatu keputusan telah dibuat untuk melakukan suatu usaha yang berisiko, penanganan aspek risiko murni yang sebaik-baiknya memungkinkan perusahan menjalankan usahanya lebih arif dan lebih efisien. Contoh : suatu perusahaan dapat mengembangkan jenis-jenis produknya lebih agresif jika mendapat jaminan bahwa perusahaan terlindungi terhadap kemungkinan tuntutan mengenai produknya. d) Manajemen risiko dapat menekan fluktuasi dalam laba dan aliran kas, sehingga akan membantu penyusunan kerja dan anggaran perusahaan. e) Kreditur, pelanggan, dan pemasok yang dapat menunjang laba perusahaan memilih berhubungan dengan perusahaan yang mempunyai perlindungan yang cukup terhadap risiko-risiko murni.
Ketiga, manajemen risiko dapat ikut menentukan kelangsungan hidup dan kegagalan perusahaan. Beberapa risiko murni, seperti tuntutan liabilitas yang besar atau kehancuran fisik fasilitas pabrik, dapat melumpuhkan suatu perusahaan; tanpa persiapan yang baik atas peristiwa-peristiwa tersebut, perusahaan dapat bangkrut. Seandainya manajemen risiko tidak memberi sumbangan pada kesehatan ekonomis perusahaan dengan cara lainnya, kemanfaatan ini saja sudah merupakan fungsi kritis dari manajemen perusahaan.
21
2.3 Risiko operasional 2.3.1 Definisi Risiko Operasional Risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks dengan sumber risiko yang merupakan gabungan dari berbagai sumber yang ada dalam organisasi, proses dan kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Untuk memahami pengertian risiko operasional, berikut definisi risiko operasional : •
Menurut Idroes (2006,p131) Risiko operasional adalah sebuah risiko yang mempengaruhi semua bisnis karena risiko operasional tidak dapat dipisahkan dalam melakukan aktivitas proses atau operasional.
•
Menurut Tampubolon (2006,p27) Risiko operasional adalah eksposur yang timbul antara lain karena adanya ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal (process factors). Juga adanya kesalahan atau kecurangan manusia (human factors), kegagalan sistem (system factors) dalam mencatat, membukukan, dan melaporkan transaksi secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Termasuk kegagalan dalam mematuhi ketentuan intern maupun regulasi yang sedang dan akan berlaku, atau adanya problem eksternal (external factors). • Menurut Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dalam Lampiran SE No.5/21/DPN tanggal 29September2003, risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan.
22
• Menurut Basel II Accord, risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari iketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, dan sistem-sistem atau sebagai akibat dari kejadian eksternal (tidak memuat bisnis, strategis, dan risiko reputasi). (Mashyud,2006,p272) Jadi definisi dari risiko operasional adalah risiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari
iketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, dan sistem-sistem atau sebagai akibat dari kejadian eksternal. Juga dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. 2.3.2 Kerugian Operasional Bank for International Settlement (BIS, p140, 2004) telah mengelompokkan kerugian operasional kedalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss even types). Tujuh tipe kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut : a. Penyelewengan internal (internal fraud) b. Penyelewengan eksternal (external fraud) c. Praktik kepegawaian dan keselematan kerja (employment practices and workplace
safety) d. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business damages) e. Kerusakan terhadap asset fisik perusahaan (physical asset damages). f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure) g. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution,
delivery and process management)
23
2.3.3 Sumber-Sumber Risiko Operasional BIS, Inter American Development Bank (2000,p109) membagi sumber risiko operasional menjadi enam klasifikasi, yaitu sebagai berikut : a. Masalah pengendalian internal seperti struktur organisasi, yaitu risiko yang disebabkan oleh tidak memadainya pemisahan tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dalam struktur organisasi perusahaan. b. Masalah otorisasi atau pendelegasian wewenang, yaitu risiko yang timbul dari suatu transaksi yang dilaksanakan tanpa otorisasi yang sesuai dengan kerangka kerja operasional perusahaan. c. Ketidakcukupan prosedur atau tidak berfungsinya proses internal seperti dalam peluncuran produk dan aktivitas baru. Risiko operasional yang timbul dari pengenalan produk dan aktivitas baru tanpa didukung pengetahuan atau prosedur operasi dan struktur pengendalian yang memadai. d. Proses transaksi, yaitu risiko dari kesalahan atau kegagalan pengendalian dalam satu atau lebih pemrosesan transaksi sebagai berikut : 1) Pencatatan, yaitu risiko yang timbul saat transaksi tidak dicatat atau tidak tercatat dengan benar, yang mengakibatkan kesalahan dalam informasi eksposur risiko sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil. 2) Penilaian (penghitungan) posisi, yaitu risiko yang disebabkan dari tidak terdeteksinya perbedaan antara posisi yang dilaporkan oleh unit bisnis dengan satuan kerja yang melaksanakan fungsi kontrol dan pengendalian.
24
3) Konfirmasi, yaitu risiko yang ditimbulkan akibat proses konfirmasi tidak dapat mendeteksi terjadinya kesalahan dalam data transaksi yang tercatat, atau dari transaksi yang telah dilaksanakan namun tidak tercatat. 4) Penyelesaian transaksi (settlement), yaitu risiko yang timbul akibat aset tidak tertagih (diterima) atau dibayarkan (dikirimkan) sesuai dengan tanggal penagihan
atau
pembayaran
yang
telah
disepakati,
atau
tidak
dapat
dilaksanakan dengan tepat. 5) Aset fisik, yaitu risiko yang timbul akibat kas atau aset-aset lain (sekuritas, surat berharga, cek, dan sebagainya) dapat diakses oleh staf yang tidak memiliki otorisasi terhadap aset yang bersangkutan. 6) Akses sistem informasi, yaitu risiko yang ditimbulkan dari staf yang tidak memiliki otorisasi, dapat melakukan modifikasi atau membaca data tertentu dalam sistem informasi. 7) Finansial, yaitu risiko yang ditimbulkan dari kesalahan pengelolaan dana dan asset-aset lainnya yang menyebabkan timbulnya overdraft atau tingginya biaya oportunitas akibat utilisasi dana yang tidak dilakukan dengan tepat. 8) Valuasi, yaitu risiko yang timbul akibat suatu transaksi atau aset yang tidak dinilai dengan tepat akibat penggunaan data pasar atau model valuasi yang salah. e. Kesalahan manusia dan fraud yang meliputi kerugian operasional seperti berikut : Integritas dan pertimbangan yang baik, yaitu risiko yang terjadi akibat sumber daya
25
manusia perusahaan dengan tidak sengaja maupun sengaja tidak mematuhi kebijakan, prosedur, dan pengendalian yang telah ditetapkan. 1) Sumber daya manusia, yaitu risiko yang timbul dari inefisiensi atau kesalahan dalam proses transaksi akibat kurangnya sumber daya manusia yang memadai, program pelatihan, dan turnover pegawai yang tinggi. Situasi yang sering timbul dalam kasus ini disebabkan oleh perbedaan signifikan dalam program pelatihan bagi satuan kerja unit bisnis dengan staf departemen administrasi dan pengendalian. Hal tersebut merupakan salah satu faktor signifikan yang mengakibatkan tingginya risiko operasional perusahaan. 2) Fraud dan konflik kepentingan, yaitu risiko yang timbul karena sumber daya manusia perusahaan lebih condong kepada kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan perusahaan. f.
Kegagalan sistem teknologi informasi, yaitu kerugian operasional yang disebabkan oleh gangguan dalam melaksanakan proses transaksi atau aktivitas kerja, kebocoran dalam sistem informasi dan gangguan lainnya yang ditimbulkan dari tidak berfungsinya sistem teknologi informasi akibat kegagalan hardware, software, dan sebagainya.
2.3.4 Teknik Identifikasi Risiko Operasional Menurut Muslich (2007,p10-p11) Untuk mengidentifikasi risiko operasional yang dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan, dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Beberapa teknik identifikasi risiko operasional adalah sebagai berikut : a. Risk Self Assessment (RSA) Adalah perusahaan melakukan penelitian sendiri terhadap aktivitas dan operasi
26
perusahaan berdasarkan kejadian risiko. Proses RSA ini didasarkan keinginan perusahaan sendiri untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan risiko operasional. Proses penilaian RSA dilakukan dengan mempergunakan suatu daftar checklist yang berisi butir-butir pertanyaan tentang evaluasi kekuatan dan kelemahan lingkungan risiko operasional tersebut.
b. Risk Mapping Merupakan suatu proses dimana berbagai unit usaha atau departemen, fungsional organisasi, atau arus proses transaksi yang di-mapping berdasarkan tipe risiko.
c. Key Risk Indicator Key risk Indicator atau data statistik keuangan yang dapat memberikan gambaran tentang posisi risiko operasional perusahaan. Indikator ini harus dikaji ulang sekurang-kurangnya setiap triwulan untuk dapat memberikan peringatan tentang terjadinya perubahan yang mengindikasikan adanya risiko yang sedang menjadi bahan pemantauan. Key Risk Indicator tersebut dapat ditunjukkan dengan jumlah pembatalan, jumlah pegawai yang mangkir atau perputaran pegawai, frekuensi jumlah kesalahan termasuk nilai kesalahan dalam transaksi.
d. Limit Threshold Limit Threshold menunjukkan batas kerugian yang dapat dijadikan ukuran toleransi risiko yang dapat diterima. Dengan limit threshold ini manajemen perusahaan dapat menentukan di bidang apa dan tipe risiko yang manakah yang perlu mendapat perhatian.
27
e. Scorecard Scorecard merupakan suatu alat untuk mengkonversi penilaian pengelolaan dan pengendalian berbagai aspek kerugian risiko operasional yang bersifat kualitatif menjadi perhitungan yang bersifat kuantitatif. f.
Analytical Hierarchy Process (AHP) / Pairwise Comparison Alat bantu yang bermanfaat untuk menyederhanakan pola piker permasalahan yang ada dan kemudian menghasilkan alternatif yang lebih sederhana untuk memudahkan pengambilan keputusan. AHP memecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagian komponen-komponennya; menata bagian dalam suatu hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya
setiap
variabel;
dan
mensintesis
berbagai
pertimbangan
untuk
menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi, dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. 2.4 Generalized Pareto Distribution 2.4.1 Metode Generalized Pareto Distribution
Generalized Pareto Distribution (GPD) seringkali digunakan oleh para praktisi risiko untuk mencari nilai potensi kerugian yang terjadi pada suatu perusahaan ataupun organisasi khususnya untuk kasus kerugian operasional yang ekstrim terjadi. Untuk lebih jelasnya berikut pemahaman metode Generalized Pareto Distribution menurut para ahli statistik: • Generalized Pareto Distribution adalah bagian dari pengembangan metode Extreme
Value Theory yang merupakan kombinasi dari distribusi Gumbell, Frechet dan Weibul. Generalized Pareto Distribution biasanya didistribusikan pada variabel acak. (http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_distribution).
28
• Diambil dari pernyataan Kabir Dutta dan Jason Perry, dari jurnalnya yang berjudul A
Tale of tails : An Empirical Analysis of Loss Distribution Models for Estimating Operational Risk Capital bahwa Generalized Pareto Distribution terutama digunakan untuk mengukur potensi kerugian operasional yang sifatnya jarang terjadi dan jika terjadi mempunyai konsekuensi nilai kerugian yang sangat besar dan tidak dapat dimodelkan dengan pendekatan yang biasa. • Menurut Rossa Hastaryta dan Aditya Ronnie Effendie dalam jurnalnya yang berjudul Estimasi Value-at-risk dengan Pendekatan Extreme Value Theory-Generalized Pareto
Distribution mengungkapkan bahwa Generalized Pareto Distribution secara luas digunakan dalam upaya menaksir terjadinya nilai ekstrim dalam reliabilitas, asuransi, hidrologi, klimatologi, dan ilmu lingkungan. Dalam kaitannya dengan manajemen risiko, GPD dapat meramalkan terjadinya kejadian ekstrim pada data berekor gemuk yang tidak dapat dilakukan dalam pendekatan tradisional lainnya. • Menurut Wei han Liu dalam jurnalnya yang berjudul A Closer Examination of Extreme
Value Theory Modelling in Value at Risk Estimation berpendapat bahwa Generalized Pareto Distribution merupakan salah satu alat untuk menghitung Value at Risk dalam membantu memperkirakan suatu kerugian. • Menurut Enrique Castillo dan Ali S. Hadi metode ini ditemukan pertama kali oleh Pickands (1975) untuk memodelkan nilai kerugian yang melebihi threshold. • Menurut Najer Tajvidi dalam jurnalnya yang berjudul Confidance Intervals and
Accuracy Estimation for Heavy-Tailed Generalized Pareto Distributions berpendapat bahwa Generalized Pareto Distribution merupakan bagian dari Extreme Value Theory digunakan secara luas untuk menghitung data yang berada di atas nilai threshold. GPD seringkali diaplikasikan pada masalah klaim asuransi, perubahan iklim, hidrologi sampai fluktuasi besar yang terjadi pada data keuangan.
29
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode Generalized Pareto Distribution merupakan metode yang digunakan untuk mencari nilai potensi kerugian yang terjadi pada suatu perusahaan ataupun organisasi khususnya untuk kasus kerugian operasional yang ekstrim terjadi dengan menggunakan data yang berada di atas nilai threshold / Peak Over Threshold (batas kerugian yang ditanggung perusahaan). 2.4.2 Threshold
Threshold adalah kerugian maksimal atau batas kemampuan perusahaan untuk menanggung suatu kerugian. Besarnya threshold biasanya ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan yang terkait. Misalnya, dapat dilihat dari rekapitulasi arus kas perusahaan. Untuk mendapatkan rata-rata nilai threshold maka dapat dicari dengan pendekatan sample mean
excess function. Sample mean excess function merupakan ukuran kelebihan atau nilai di atas threshold dibagi dengan jumlah data points yang berada di atas threshold. Rumus Sample mean excess function adalah sebagai berikut : (Muslich,2007,p134)
Gambar 2.3 Sample mean excess function Sumber : Manajemen Risiko Operasional, Muslich, 2007
Pada Generalized Pareto Distribution, data kerugian operasional tidak dibagi dalam
block-block periode. Kerugian maksimal ditentukan dengan mempergunakan besaran yang disebut threshold. Semua kerugian operasional yang dimasukkan dalam sampel adalah semua data kerugian operasional yang melampaui atau di atas nilai threshold diidentifikasi sebagai nilai kerugian ekstrim tanpa membedakan periodenya.
30
Semua kerugian risiko operasional X1, X2, dan seterusnya yang berada di atas threshold dimasukkan dalam sampel untuk pengukuran risiko kerugian operasional EVT dengan pendekatan point process. Metode ini paling sering diaplikasikan karena data kerugian operasional digunakan secara efisien.
Gambar 2.4 Peak Over Threshold Sumber : Hastaryta, Rossa dan Aditya Ronnie Effendie, Estimasi Value-at-risk dengan Pendekatan Extreme Value Theory-Generalized Pareto Distribution (Studi Kasus IHSG 19972004), 2006. 2.4.3 Parameter Generalized Pareto Distribution
Parameter adalah suatu besaran yang nilainya menyatakan kondisi sebenarnya dari besaran tersebut. Parameter melibatkan seluruh elemen populasi dalam perhitungannya. Parameter yang digunakan dalam metode Generalized Pareto Distribution adalah parameter
location atau rataan (simbol µ), parameter scale /standard deviasi (simbol ψ), dan parameter shape / tail index (simbol ξ ). (Zanbar, 2005, p5) A. Location / µ = rata-rata populasi atau sampel
31
Rata-rata (average) adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok data. Nilai rata-rata umumnya cenderung terletak di tengah suatu kelompok data yang disusun menurut besar kecilnya nilai.
X =
1 ∑Xi n
1 ( X 1 + X 2 + X 3 + ... + X n ) = n Gambar 2.5 Parameter Location Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)
B. Scale / ψ / σ = standar deviasi atau simpangan baku Simpangan baku adalah akar dari tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah atau akar simpangan rata-rata kuadrat. Untuk sampel, simpangan bakunya (simpangan baku sampel) disimbolkan dengan s. Untuk populasi, simpangan bakunya (simpangan baku populasi) disimbolkan σ. dan untuk mencari varian dapat dicari dengan :
s=
∑ ( x − x)
2
n −1
Gambar 2.6 Parameter Scale Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)
C. Shape / ξ = tail index Parameter shape adalah parameter distribusi probabilitas selain parameter location dan scale. Parameter shape mempengaruhi bentuk distribusi dibandingkan fungsi
32
parameter location dan scale yang merubah panjang dan lebar bentuk distribusi. Berikut adalah rumus untuk mencari parameter tail index : Metode 1 :
⎛ 1 k −1 ⎞ ln( xi ) ⎟ − ln( x k ) ∑ ⎝ k − 1 i =1 ⎠
ξk = ⎜
dan Metode 2 :
⎛1 k ⎞ ln( xi ) ⎟ − ln( x k ) ∑ ⎝ k i =1 ⎠
ξk = ⎜
Gambar 2.7 Paramater Shape Sumber : Hasan, Iqbal. (2005). Pokok-Pokok Materi Statsitik 1 (Statistik Deskriptif)
2.4.4 Value-at-Risk (VaR) Dari jurnal Paul Embretchts, hansjorg fuhrer, dan Robert Kauffman dalam jurnalnya yang berjudul Quantifying regulatory capital for operational risk. VaR adalah pengukuran risiko yang digunakan untuk memperoleh ketetapan modal yang dibutuhkan. Oleh karena itu dalam konteks risiko operasional Value at Risk dapat juga disebut sebagai Operational Value
at Risk (OpsVaR). Menurut Batuparan dalam jurnalnya yang berjudul Kerangka kerja Risk Management berpendapat bahwa Value at Risk (VaR) adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu (predicted worst case loss with a specific confidence level over a period of time). Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif. VaR juga dapat digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan untuk mengetahui potensi kerugian atas exposure tertentu. VaR juga dapat diterapkan pada berbagai level transaksi, mulai dari individual exposure sampai pada portfolio exposures. Salah satu keterbatasan konsep VaR adalah bahwa VaR hanya efektif diterapkan dalam kondisi pasar yang normal. Konsep VaR tidak dirancang untuk
33
memprediksikan terjadinya suatu kejadian yang akan menyebabkan runtuhnya pasar (unexpected eventI) seperti perang, bencana alam, perubahan drastis, di bidang politik,dll. (2001,p5-p6). Sedangkan untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional Value at Risk dengan distribusi GPD dipergunakan rumus berikut :
Gambar 2.8 VaR GPD Sumber : Estimasi Value atRisk dengan pendekatan EVT-GPD (Studi Kasus IHSG 1997-2004, Rossa Hastaryta dan Aditya Ronnie Effendie,2006
2.4.5 Expected Short-fall (ES) Alternatif terkenal lainnya selain VaR yang digunakan untuk menghitung besarnya potensi kerugian operasional adalah Expected Shortfall yang juga dikenal sebagai rata-rata VaR, VaR conditional atau tail VaR. Pengukuran risiko ini adalah koheren dan mengindikasikan ukuran yang diharapkan dari kerugian yang melebihi Value at Risk. (Biagini,2008,p2)
Expected Shortfall
yang juga sering disebut sebagai tail conditional expectation
merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang melebihi VaR. Penerapannya pun biasanya dilakukan setelah perhitungan VaR. ES juga sangat cocok untuk data historis dan data POT (Peak Over Threshold) yang terbukti telah memberikan estimasi yang lebih akurat. Berikut adalah rumus untuk mencari estimasi besarnya Expected Shortfall pada distribusi GPD :
34
Gambar 2.9 Expected Shortfall GPD Sumber : Manajemen Risiko Operasional,Muslich,2007,p146
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) Dikutip dari pernyataan Saaty, 1986 memberikan pernyataan bahwa Analytic
Hierarchy Process (AHP) merupakan alat bantu yang bermanfaat untuk menyederhanakan pola pikir permasalahan yang ada dan kemudian menghasilkan alternatif yang lebih sederhana untuk memudahkan pengambilan keputusan. Pada dasarnya metode Analytical
Hierarchy Process memecah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur, ke dalam bagianbagian komponennya; menata bagian dalam variabel dalam suatu hierarchy, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi, dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. (Idris,p1) AHP juga merupakan metode analisis keputusan dengan kriteria majemuk yang digunakan untuk menurunkan skala rasio dari perbandingan berpasangan dari kriteria dan alternatif, baik yang diskrit maupun sampai pada kontinyu, yang tersusun dalam hirarki multilevel. Perbandingan ini bisa diambil dari hasil pengukuran aktual atau menggunakan skala dasar yang menunjukkan kepentingan/kekuatan relatif berdasarkan preferensi partisipan.(Rian,p2)
Pairwise Comparison adalah proses dalam AHP dimana para ahli dan pembuat keputusan memberikan preferensi untuk setiap kriteria dalam tiap masalah. Setiap kriteria
35
mendapatkan preferensi yang mengekspresikan tingkat kepentingan dari kriteria yang dibandingkan terhadap kriteria lainnya, para pembuat keputusan dihadapkan pada kondisi yang
terbatas
untuk
mendeterminasikan
hasil
dari
proses
pembuatan
keputusan,
ketersediaan anggaran, teknologi, sensitivitas ekosistem terhadap emisi, dll. (Malisie,p10) Prinsip yang dimiliki oleh AHP menurut Saaty (1991,p17), adalah sebagai berikut : 1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun secara hirarki yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur yang terpisah-pisah. 2. Pembedaan prioritas dan sintesis yang disebut penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat kepentingannya. 3. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsistensi sesuai dengan kriteria yang logis. 2.5.1 Keunggulan Analytical Hierarchy Process Keunggulan AHP adalah memungkinkan pengguna untuk memasukkan semua aspek permasalahan yang relevan, baik yang bersifat objektif, ke dalam satu model dan keunggulan utamanya terletak pada mekanisme pengujian konsistensi dari partisipannya. Untuk lebih jelasnya, Saaty (1991,p25) menguraikan keuntungan-keuntungan dari AHP : 1. Kesatuan. AHP memberi suatu model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. 2. Kompleksitas. AHP memadukan rancangan deduktif berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks 3.
Saling ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
36
4. Penyusunan hierarki. AHP mencerminkan kecenderungan alami untuk memilahmilah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan struktur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran. AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud. Suatu metode untuk menetapkan prioritas. 6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis. AHP menuntun ke suatu taksiran yang menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar-menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor
sistem
dan
memungkinkan
seseorang
memilih
alternatif
terbaik
berdasarkan tujuan mereka. 9. Penilaian dan konsensus. AHP memaksakan consensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representative dari berbagai penilaian yang bebeda-beda. 10. Pengulangan proses. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaikipertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Namun AHP juga memiliki kelemahan dalam hal kemungkinan terjadinya perubahan urutan jika muncul alternatif baru dalam permasalahan yang dihadapi. 2.5.2 Tahap-Tahap Analytical Hierarchy Process AHP yang dikembangkan oleh Thomas Saaty merupakan metode penentuan rangking alternatif keputusan dan pemilihan yang terbaik dari alternatif tersebut ketika pengambil keputusan memiliki sasaran atau kriteria multiple (lebih dari satu) yang mendasari keputusan.
37
Dalam menyusun AHP ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: (Idris,p3) : 1. Menentukan hierarki 2. Menyusun tabel preferensi 3. Menentukan matriks perbandingan berpasangan 4. Menentukan vektor prioritas 5. Membandingkan alternatif bentuk bisnis 6. Menentukan vektor prioritas alternatif 7. Menentukan ranking keseluruhan Adapun prosedur singkat AHP, adaah sebagai berikut : (Rian,p2) Langkah 1 : Definisikan masalah dan buat strukturnya mulai dari hirarki paling atas sampai dengan hirarki paling bawah. Langkah 2 : Buat matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level dan tentukan nilai untuk setiap perbandingan. Konsistensi ditentukan
dengan
menggunakan nilai eigen. Langkah3 :Bobot relatif dihitung dengan melakukan analisis vector eigen untuk setiap kelompok kriteria yang ada dalam level hirarki yang sama terkait dengan kriteria yang sama pada level yang tinggi. Langkah 4 : Konsistensi dari seluruh hirarki ditemukan.
Antisipasi terhadap ketidakmampuan perusahaan menerima order
1 Determinasi Risiko Ops PT.INS
2 Analisa & Determinasi Dampak Risiko Ops PT. INS
3 Determinasi Probabilita
4
Determinasi Strategi Mitigasi Risiko Operasional
AHP Usulan Penanggulangan Risiko Operasional (Manajemen Risiko Operasional)
Risiko Ops PT.INS
Probabilita frekuensi Risiko Ops PT. INS
Generalized Pareto Distribution
5 Pengendalian Strategi Risiko Operasional
Uji Normalitas
Paramater GPD
6 Pengukuran Keefektifan Strategi &
Monitoring
Value at Risk
Expected shortfall