9
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Landasan Teori
2.1.1.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Setiap perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial, yang merupakan suatu
pengakuan perusahaan bahwa keputusan bisnis dapat mempengaruhi masyarakat. Istilah tanggung jawab sosial kadang-kadang dipergunakan untuk menggambarkan tanggung jawab perusahaan kepada komunitas dan lingkungannya. Namun demikian dapat dipakai secara luas dengan mengikutsertakan tanggung jawab perusahaan kepada pelanggan, karyawan dan kreditor. Walaupun keputusan bisnis yang dibuat adalah untuk meningkatkan nilai, keputusan haruslah tidak merusak etika dan tanggung jawab sosial. Pandangan klasik berpendapat bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial manajemen adalah memaksimalkan laba.
Pandangan sosial ekonomi adalah pandangan
yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar meningkatkan laba tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Posisi itu didasarkan pada keyakinan bahwa pengharapan masyarakat terhadap perusahaan telah berubah. Perusahaan bukan entitas independen yang bertanggung jawab hanya kepada pemegang saham. Mereka juga mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat yang lebih besar yang secara resmi mendorong kreasi mereka melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan dan mendukung mereka dengan membeli produk dan jasa mereka. Selain itu, pendukung pandangan sosio ekonomi yakin bahwa organisasi bisnis tidaklah
10
hanya sekedar institusi ekonomi. Masyarakat menerima dan bahkan mendorong pebisnis supaya lebih terlibat dalam masalah sosial, politik, dan hukum.
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat luas dan lingkungan. Kegiatan Corporate Social Responsibility ini pada dasarnya merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat sekaligus sebagai sarana untuk membangun reputasi dan meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan. Pengertian
Corporate Social Responsibility menurut Bank Dunia (Swa, Desember 2005) adalah janji bisnis untuk menyumbang pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bersama dengan karyawan dan perwakilan mereka, untuk komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan
kualitas
kehidupan,
yang
saling
menguntungkan
untuk
bisnis
dan
pembangunan. Sedangkan pengertian Corporate Social Responsibility versi Uni Eropa (Swa, Desember 2005) adalah sebuah konsep dimana perusahaan memberikan perhatian terhadap masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi dalam operasi bisnisnya dan di dalam interaksi mereka dengan stakeholder yang sifatnya sukarela. Corporate Social Responsibility berarti bahwa sebuah perusahaan harus dijalankan dengan bertanggung jawab pada setiap kegiatan yang mempengaruhi orang-orang, masyarakat dan lingkungannya. Menurut Moir (2001), perusahaan mempunyai tanggung jawab tidak hanya terbatas pada stakeholders, tetapi pada cakupan yang lebih luas yaitu meliputi Workplace (tenaga kerja), Marketplace (konsumen dan pemasok), Lingkungan hidup, Masyarakat,Etika bisnis, Hak asasi manusia. Sen dan Bhattacharya (2001) mengidentifikasi ada enam hal pokok yang termasuk dalam Corporate Social Responsibility ini yaitu:
11
1.
Community support, antara lain dukungan pada program-program pendidikan, kesehatan, kesenian dan sebagainya.
2.
Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik (cacat), atau ke dalam ras-ras tertentu.
3.
Employee support berupa perlindungan kepada tenaga kerja, insentif dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja.
4.
Environment menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan dan lain-lain.
5.
Non-U.S operations. Perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang sama bagi masyarakat dunia untuk mendapat kesempatan bekerja antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (abroad
operations). 6.
Product. Perusahaan berkewajiban untuk membuat produk-produk yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk secara kontinyu dan menggunakan kemasan yang bisa didaur ulang (recycled).
Sebuah perusahaan bisa menenerapkan salah satu atau seluruh bentuk
Corporate Social Responsibility yang tersebut di atas. Persaingan yang ketat membuat perusahaan berharap bahwa kegiatan Corporate Social Responsibility ini akan membantu perusahaan untuk memberikan nilai lebih bagi pelanggan dan meningkatkan loyalitas mereka pada produk-produk perusahaan.agar kegiatan Corporate Social Responsibility ini benarbenar efektif, perusahaan harus mengidentifikasi kebutuhan dan pemahaman masyarakat
12
tentang kegiatan Corporate Social Responsibility dan juga memperkirakan dengan cermat sumber daya yang dibutuhkan untuk program ini.
Gambar 2.1. Corporate Social Responsibility Framework Sumber : Sen dan Bhattacharya (2001)
Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa konsep Corporate Social Responsibility dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu, input dari perusahaan, respons internal dan respons eksternal
dari
konsumen,
yang
memberikan
keuntungan
bagi
perusahaan
yang
bersangkutan, konsumen sendiri dan masyarakat secara luas. Dalam konsep ini juga dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi respon konsumen terhadap kegiatan
Corporate Social Responsibility, yaitu perusahaan sendiri yang berupa strategi, industri dan reputasi perusahaan; konsumen yang berupa dukungan dan sikap secara keseluruhan; serta
13
kegiatan Corporate Social Responsibility sendiri yang terdiri dari distinctiveness (perbedaan), konsistensi, reputasi Corporate Social Responsibility dan kesesuaian program. Dari sudut pandang perusahaan, Harris dan Klepper dalam Moir (2001), alasanalasan utama perusahaan dalam menjalankan aktivitas Corporate Social Responsibility adalah: 1.
Corporate citizenship, menjalankan peran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat.
Antara
lain,
melindungi
dan
meningkatkan
kualitas
lingkungan, dimana dengan lingkungan yang baik, perusahaan akan dapat menjalankan bisnis dengan lebih baik, memberikan penghargaan kepada karyawan sehingga perusahaan akan mendapatkan beberapa keuntungan seperti loyalitas karyawan 2.
Public relations, mewujudkan nilai-nilai hubungan dengan masyarakat
3.
Pluralisme, memberikan jaminan agar masyarakat luas tetap dapat memberikan pilihan atas usaha pemerintah dan sektor swasta.Komitmen dari manajer dan staf senior untuk ikut terlibat dalam masalah-masalah dalam masyarakat.
Sedangkan World Business Council for Sustainable Development on Corporate
Social Responsibility (WCBSD), menngungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan menjalankan aktifitas Corporate Social Responsibility, karena mereka mempercayai bahwa mereka akan mendapatkan banyak keuntungan antara lain, meningkatkan volume penjualan, meningkatkan reputasi perusahaan, menciptakan loyalitas karyawan dan pelanggan, serta untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari masyarakat atas isu-isu yang mungkin bisa merugikan perusahaan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based
Business for Social Responsibility (BSR), keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan yang telah mempraktekkan Corporate Social Responsibility antara lain, meningkatkan kinerja
14
keuangan, mengurangi biaya operasional, meningkatkan brand image dan reputasi perusahaan, meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan
2.1.1.1.
Etika Bisnis Perilaku perusahaan dibentuk dengan etika bisnis, yang mewakili suatu
rangkaian nilai moral. Etika bisnis merupakan rangkaian dasar etika yang harus diikuti apabila menjalankan bisnis.
Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Keputusan Bisnis
Pendapatan Perusahaan
Nilai Perusahaan
Gambar 2.2. Proses Etika Bisnis menjadi Nilai Perusahaan Sumber : Jeff Madura (2001,p68)
15
Perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan produk yang aman dan menjual produk mereka tanpa menyesatkan pelanggan. Mereka memastikan tanggung jawab sosial kepada pelanggan dengan beberapa tahapan berikut 1.
Menciptakan kode etik Perusahaan dapat menciptakan kode etik bisnis yang memberikan serangkaian petunjuk untuk kualitas produk, sekaligus sebagai petunjuk bagaimana karyawan, pelanggan dan pemilik seharusnya diperlakukan.
2.
Memantau semua keluhan Perusahaan harus yakin bahwa pelanggan mempunyai telepon yang dapat mereka hubungi apabila mereka mempunyai keluhan mengenai kualitas produk atau bagaiman mereka diberlakukan oleh para karyawan. Perusahaan dapat mencari sumber keluhan dan harus dapat meyakinkan bahwa problem tersebut tidak timbul lagi. Banyak erusahaan yang sudah memiliki bagian yang menerima keluhan dan berusaha memecahkannya. Langkah ini mungkin melibtkan dalam memperkirakan berbagai proses produksi hingga yakin bahwa produk diproduksi dengan benar. Atau mungkin memerlukan perkiraan dari karyawan tertentu yang merusak kode etik tanggung jawab perusahaan kepada pelanggannya.
3.
Meminta umpan balik dari pelanggan Perusahaan dapat meminta pelanggan untuk memberikan umpan balik atas barang atau jasa yang mereka beli akhir-akhir ini, walaupun pelanggan tidak menghubungi untuk memberikan keluhan. Proses ini dpat mendeteksi beberapa masalah lain dengan kualitas produk dan cara perlakuan terhadap pelanggan.
16
2.1.2.
Sikap Konsumen Sikap (attitude) didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang
dilakukan oleh seseorang. Pada saat sikap terbentuk dan disimpan dalam ingatan, konsumen tidak perlu terlibat dalam proses integrasi lainnya untuk membentuk sikap lain ketika mereka harus mengevaluasi konsep tersebut sekali lagi. Sikap yang telah tersimpan dapat diaktifkan dari ingatan dan digunakan sebagai dasar untuk menerjemahkan informasi baru. Di samping itu, sikap yang diaktifkan tersebut dapat diintegrasikan dengan pengetahuan lainnya dalam pengambilan keputusan. Sikap dapat diukur dengan mudah, yaitu secara sederhana dan langsung bertanya kepada konsumen untuk mengevaluasi konsep keinginan. Sikap konsumen selalu ditujukan terhadap konsep. Ada 2 (dua) jenis konsep yang luas, yaitu objek dan perilaku. Konsumen dapat memiliki sikap terhadap objek fisik dan sosial (A0) termasuk di dalamnya produk, merek, model, toko, dan orang (pemasar atau penjual, misalnya SPG di toko) di samping berbagai aspek strategi pemasaran seperti diskon, iklan dan sebagainya. Konsumen juga memiliki sikap terhadap perilaku atau tindakan mereka (Aact) termasuk di dalamnya tindakan masa lalu dan perilaku masa depan. Secara garis besar, Sumarwan (2002) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa model sikap, antara lain: 1.
The Tricomponent Attitude Model (Triandis). Sikap konsumen terhadap suatu produk terbentuk dari tiga komponen yaitu kepercayaan (kognitif), emosi (afektif) dan keinginan berperilaku (konatif).
2.
Multi Attribute Atitude Model (Fishbein). Model multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu model sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen
17
terhadap
atribut-atribut
yang
dievaluasi.
Model
tersebut
disebut
multiatribut karena evaluasi konsumen terhadap objek berdasarkan kepada evaluasinya terhadap banyak atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. 3.
Ideal Point Model (Model Angka-Ideal) Model angka ideal ini memberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk dan sekaligus bisa memberikan informasi mengenai merek yang ideal yang dirasakan konsumen.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002:p147), sikap terdiri dari tiga komponen yaitu 1.
Komponen kognitif Menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut diperoleh melalui pengalaman langsung dari objek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainnya.
Pengetahuan
dan
persepsi
tersebut
biasanya
berbentuk
kepercayaan (beliefs) artinya konsumen mempercayai bahwa suatu objek sikap memiliki atribut dan perilaku yang spesifik dan akan mengarahkan pada hasil yang spesifik. 2.
Komponen afektif Menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk atau
merek.
menyeluruh
Perasaan terhadap
dan objek
emosi sikap
tersebut (produk
merupakan atau
merek).
evaluasi Afektif
mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu produk apakah baik atau buruk, disukai atau tidak disukai.
18
3.
Komponen konatif Komponen ketiga dari sikap yang menggambarkan kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu).
Menurut pendapat Mowen dan Minor (2002:p3112) kepercayaan konsumen (consumer beliefs) adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya. Kepercayaan yang dikatakan mewakili asosiasi yang konsumen bentuk antara objek, atribut, dan manfaat, didasarkan atas proses pembelajaran kognitif. Seseorang membentuk tiga jenis kepercayaan (Mowen dan Minor,2002:p312): 1.
Kepercayaan atribut-objek Kepercayan atribut-objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang atau jasa.
2.
Kepercayaan manfaat-atribut Kepercayaan atribut-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan atau memberikan manfaat tertentu.
3.
Kepercayaan manfaat objek Kepercayaan objek-manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk, orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
19
2.1.2.1.
Perilaku Konsumen
Afeksi dan Kognisi
Lingkungan
Strategi Pemasaran
Perilaku
Gambar 2.3. Roda Analisis Konsumen Sumber : J. Paul Peter (1999,p24)
Memahami konsumen adalah elemen penting dalam pengembangan strategi pemasaran.
Sangat
sedikit
(jika
ada)
keputusan
tentang
strategi
yang
tidak
mempertimbangkan perilaku konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita, di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Ada 3 (tiga) hal yang terkandung dalam definisi tersebut. Pertama, definisi di atas menekankan bahwa perilaku konsumen adalah dinamis. Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil sepanjang waktu, pasar dan industri. Strategi yang berhasil di suatu titik tertentu, belum tentu berhasil di titik yang lainnya.
20
Hal kedua yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus memahami apa yang mereka (konsumen) pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta di mana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan konsumen. Hal terakhir yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah pertukaran di anatar individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.
2.1.3.
Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Menurut Kotler (2002:p357), merek adalah tanda, simbol atau rancangan atau
kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan menurut pendapat Kartajaya (2005:p182), merek tidak sekedar nama. Bukan juga sebuah logo atau simbol. Merek adalah payung yang merepresentasikan produk atau layanan. Merek merupakan cerminan value yang diberikan perusahaan kepada pelanggan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa merek disamping menjadi identitas produk yang membedakan dengan produk pesaing tetapi juga memberi manfaat baik bagi pembeli, penjual maupun bagi masyarakat. Konsumen dalam memenuhi kebutuhannya membeli produk dengan merek tertentu. Kalau merek pilihan konsumen itu dapat memuaskan kebutuhannya, maka konsumen mempunyai ingatan yang dalam terhadap merek dan kesetiaan konsumen mulai berkembang. Jika pilihan mereka itu tidak dapat memuaskan, maka pada pembelian berikutnya merek itu tidak akan dipilih. Pada saat kesetiaan konsumen mulai berkembang
21
maka perusahaan harus mempertahankan agar kesetiaan itu tetap bertahan. Konsumen yang setia pada merek produk tertentu, dalam keputusan pembelian merek tersebut tidak membandingkan dengan merek lain dan tidak diperlukan banyak penelitian dan informasi. Karena konsumen tersebut tidak mudah menerima informasi dari merek - merek lain dan tidak menanggapi informasi seperti itu. Perilaku pembelian ulang seringkali dihubungakan dengan loyalitas merek (Brand Loyalty). Namun keduanya berbeda. Loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang hanya semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama berulang kali. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lain. (Durianto, 2001:126). Oliver dalam Tjiptono (2005:387) mengemukakan bahwa loyalitas merek adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama secara berulang meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi menyebabkan perilaku beralih merek. Loyalitas merek didefinisikan menurut Keegan, et.all (1995:6) yaitu : "Brand
loyalty is a customer's tendency to have a consistenly positive attitude toward a particular brand and to purchase it repeatedly over time." Hal ini berarti loyalitas merek adalah kecenderungan pelanggan untuk berperilaku positif terhadap suatu merek dan melakukan pembelian merek tersebut secara berulangulang. Dalam proses pembentukan loyalitas merek ada kemungkinan seorang pelanggan untuk pindah ke merek lain, khususnya ketika merek
22
tersebut melakukan perubahan, seperti perubahan harga atau dalam ciri produknya. Apabila loyalitas terhadap suatu merek tinggl maka kemungkinan untuk pindah ke merek lain kecil. Definisi loyalitas merek menurut Aaker (1991:39) "Brand loyalty is a measure of
the attochment that a customer has to a brand." Loyalitas merek merupakan keterikatan konsumen terhadap suatu merek. Untuk itu ada beberapa tahap pambentukan brand loyalty mulai saat merek tersebut diperkenalkan sampai dengan terbentuknya loyalitas pelanggan terhadap merek. Definisi loyalitas merek menurut Mowen, (1995:531) yaitu : "Brand loyalty is
defined as the degree to which a customer holds a positive attitude toward a brand, has a commitment to it, and intends to continue purchasing it in the future' As such, brand loyalty ls directly influenced by the customer satisfaction'dissatisfaction with the brand." Bahwa loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen dan cenderung untuk terus melanjutkan membeli produk dengan suatu merek tertentu dimasa yang akan datang. Dengan demikian, loyalitas merek secara langsung dipengaruhi oleh kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terhadap merek tertentu. Definisi loyalitas merek menurut Assael (70) yaitu . "Brand Loyalty represents a
favorable attitude toward and consistent purchase of a single brand over time." Bahwa kesetiaan merek menggambarkan sebuah sikap yang positif dan melakukan pembelian terhadap merek tersebut secara berulang-ulang. Definisi loyalitas merek menurut Schiffman, (227) yaitu : "Brand loyalty must be measured by attitudes toward a brand rather than by
purchase consistensy." Bahwa kesetiaan merek dinilai dari sikap terhadap suatu merek dengan pembelian secara berulang-ulang. Definisi loyalitas merek menurut Zaltman, (1979:288) yaitu :"Brand loyalty is one type of repeat purchase." Bahwa dengan mengulangi pembelian merupakan suatu bentuk kesetiaan merek.
23
Dari keempat definisi menurut Mowen, Assel, Sciffman dan Zaltman tentang loyalitas merek dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek adalah bentuk pembelian berulangulang terhadap suatu produk. Definisi loyalitas merek menurut Dale, (1990:138) yaitu . "Loyalitas merek sering diartikan hanya sebagai pembelian tidaklah cukup, karena perilaku pembelian tidak menunjukkan apa-apa tentang motivasi yang ditegaskan melalui pembelian itu". Dari sudut pandang strategi pemasaran, loyalitas merek (brand loyalty) adalah suatu konsep yang sangat penting. Khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah namun persaingannya sangat ketat saat ini, keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup; dan upaya mempertahankan ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif dibandingkan upaya menarik pelanggan-pelanggan baru. Sebagai suatu fenomena kognisi, loyalitas merek sering dianggap sebagai komitmen internal untuk membeli dan membeli ulang suatu merek tertentu. Sebagai fenomena perilaku, loyalitas merek adalah sekedar perilaku pembelian yang berulang. Berdasarkan kategori pola pembelian dan urutan pembelian, ada beberapa jenis loyalitas merek yaitu : 1.
Loyalitas merek tak terbagi (undevided brand loyalty) Merupakan kondisi yang ideal. Dalam beberapa kasus, karena alasanalasan tertentu, konsumen benar-benar hanya mau membeli satu macam merek saja dan membatalkan pembelian jika merek itu ternyata tidak tersedia.
2.
Loyalitas merek berpindah sesekali (brand loyalty with an occasional
switch)
24
Loyalitas ini cenderung lebih sering terjadi. Konsumen kadang-kadang berpindah merek untuk berbagai macam alasan tertentu, antara lain; merek yang biasa dipakai mungkin sedang habis, suatu merek baru masuk ke pasar dan konsumen mencoba-coba untuk memakainya, merek pesaing ditawarkan dengan harga yang khusus, atau merek yang berbeda dibeli untuk kejadian-kejadian tertentu saja. 3.
Loyalitas merek berpindah (brand loyalty switches) Sasaran bersaing dalam pasar yang pertumbuhannya lambat atau sedang menurun. Namun, perpindahan loyalitas dari merek satu ke merek lain yang masih dalam satu perusahaan juga dapat memberi manfaat.
4.
Loyalitas merek terbagi (divided brand loyalty) Pembelian 2 (dua) atau lebih merek secara konsisten. Misalnya, untuk produk sabun pembersih wajah. Dalam sebuah keluarga tidak hanya menggunakan 1 (satu) merek saja, karena kebutuhan dan jenis kulit masing-masing anggota keluarga berbeda-beda. Jadi, mereka membeli lebih dari 1 (satu) merek sabun pembersih wajah.
5.
Pengabaian merek (brand indifference) Pembelian yang tidak memiliki pola pembelian ulang yang jelas. Beberapa konsumen dari beberapa produk tertentu menunjukkan pola seperti ini. Misalnya, ketika sedang berbelanja bulanan seorang konsumen membeli barang yang sedang didiskon, tanpa memperhatikan merek dari produk tersebut.
25
Gambar 2.4. Contoh Kategori Pola Pembelian dan Urutan Pembelian Merek Sumber : J. Paul Peter (1999,p162)
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 , loyalitas merek dapat dipandang sebagai suatu garis kontinum dari loyalitas merek yang tak terbagi hingga ke pengabdian merek.
Fakta menunjukan bahwa dengan sikap dan perilaku akan menghasilkan suatu
gambaran loyalitas merek yang diterima. Namun demikian terdapat beberapa karakteristik umum yang bisa diidentifikasikan apakah seorang konsumen mendekati loyal atau tidak. Menumbuhkembangkan loyalitas merek yang tinggi pada konsumen adalah sasaran penting strategi pemasaran. Akan tetapi tingkat penggunaan (rate of usage) merek yang tinggi pada konsumen adalah sasaran penting strategi pemasaran.
26
Loyalitas Merek
Loyal merek
Loyal merek
Pengguna ringan
Pengguna berat
Pengguna
Pengguna
ringan
berat Pengabai merek
Pengabai merek
Pengguna ringan
Pengguna berat
Pengabai Merek Gambar 2.5. Hubungan antara loyalitas merek dan tingkat penggunaan Sumber : J. Paul Peter (1999,p164)
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa mendapatkan konsumen loyal merek adalah sesuatu yang paling berharga jika konsumen tersebut adalah pengguna berat produk juga. Gambar tersebut juga dapat digunakan sebagai perangkat strategis untuk memplot konsumen merek perusahaan maupun merek pesaing dengan dasar loyalitas merek dan tingkat penggunaan. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan : 1.
Jika satu-satunya segmen yang paling menguntungkan adalah pengguna berat loyal merek, berfokuslah pada pengalihan loyalitas konsumen kepada merek perusahaan.
2.
Jika ada pengguna sedang loyal merek yang cukup besar jumlahnya, berfokuslah untuk meningkatkan tingkat penggunaan mereka atas merek perusahaan.
27
3.
Jika ada pengguna berat pengabai merek dengan jumlah yang cukup besar, cobalah untuk membuat nama merek perusahaan sebagai ciri utama dan (atau) kembangkan suatu keunggulan relatif yang baru.
4.
Jika ada pengguna sedang pengabai merek dalam jumlah cukup, upayakan untuk membuat nama merek perusahaan sebagai suatu ciri utama dan tingkatkan penggunaan merek perusahaan di antara konsumen, mungkin dengan menemukan keunggulan relatif yang dapat bertahan lama.
Selanjutnya dikemukakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen loyal yaitu sebagai berikut: 1.
Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung percaya diri terhadap pilihannya.
2.
Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan resiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya.
3.
Konsumen yang loyal terhadap merek juga memungkinkan loyal terhadap tempat produksi barang atau jasa.
4.
Kelompok yang minoritas cenderung untuk loyal terhadap merek.
Menurut
Aaker,
(1991:46)
kesetiaan
merek
memiliki
nilai
strategik
bagi perusahaan antara lain : 1.
Mengurangi biaya pemasaran Aplikasi perusahaan memiliki pelanggan yang cukup besar, maka hal ini dapat mengurangi biaya pemasaran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali relatif lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada, iklan dan bentuk-bentuk promosi yang dikeluarkan dalam
28
jumlah besar belum tentu dapat menarik pelanggan baru karena tidak gampang membentuk sikap positif terhadap merek. 2.
Trade leverage Kesetiaan terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan. Sebuah produk dengan merek yang memiliki pelanggan yang setia akan menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan merek lain di toko mereka. Karena mereka tahu bahwa konsumen ataupun pelanggan akan berulang kali membeli merek tersebut bahkan mengajak konsumen lain untuk membeli merek tersebut.
3.
Menarik pelanggan baru Pelanggan yang puas dengan merek yang dibelinya dapat mempengaruhi konsumen lain. Bixler dan Scherrer (1996:19) menyatakan bahwa pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada 8 hingga l0 orang. Sebaliknya bila puas akan menceritakan bahkan merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk/ jasa yang telah memberikan kepuasan.
4.
Waktu untuk merespon ancaman dari pesaing Kesetiaan terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk merespon tindakan-tindakan yang dilakukan pesaing. Jika pesaing mengembangkan produk yang lebih superior, perusahaan memiliki kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu karena bag pesaing relatif sulit untuk mempengaruhi pelangganpelanggan kita yang setia. Mereka butuh waktu yang relatif lama.
29
2.1.3.1.
Tingkat Loyalitas Merek Menurut Durianto (2001:28) tingkatan loyalitas merek mulai dari yang terendah
sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut: 1.
Switcher (berpindah-pindah) Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dikatakan sebagai pembeli yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pembeli untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merekmerek yang lain mengindikasikan pembeli tersebut sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun pembeli anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pembeli ini adalah pembeli tersebut membeli suatu produk karena harganya yang murah.
2.
Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau
setidaknyapembeli
tidak
mengalami
ketidakpuasan
dalam
mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan pembeli selama ini.
30
3.
Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas jika pembeli mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja pembelimemindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung
switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan pembeli beralih merek. Untuk dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). 4.
Liking the brand (menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5.
Commited buyer (pembeli yang berkomitmen) Pada tahapan ini pembeli merupakan pembeli yang setia. Pembeli memiliki sesuatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi pembeli tersebut, dipandang
31
dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi mengenai siapa sebenarnya pembeli tersebut. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan
oleh
tindakan
merekomedasikan
mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
dan
32
2.2.
Kerangka Pemikiran SEM Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (X)
Enviroment
Product
Sikap Konsumen (Y)
Kognitif
Afektif
Loyalitas Merek (Z)
Konatif
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran
33
2.3.
Hipotesis
Hipotesis sebagai berikut : 1.
Program tanggung jawab sosial The Body Shop berhubungan secara signifikan dengan sikap konsumen Ho
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sikap konsumen
H1
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop berpengaruh secara signifikan terhadap sikap konsumen
2.
Program tanggung jawab sosial perusahaan berhubungan secara signifikan dengan loyalitas merek Ho
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop tidak berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek
H2
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas merek
3.
Program tanggung jawab sosial perusahaan berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap sikap konsumen dan loyalitas merek The Body Shop Ho
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop dan Sikap Konsumen tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap loyalitas merek
H3
:
Program tanggung jawab sosial The Body Shop dan Sikap Konsumen berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap loyalitas merek