BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya manusia Menurut Hasibuan (2007, p.9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya untuk mencapai suatu kebutuhan tertentu. Sedangkan sumber daya manusia menurut Sihotang (2007, p.8) mengandung pengertian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi, yaitu sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Pada hakikatnya, manajemen sumber daya manusia merupakan gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat dominan pada setiap organisasi. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan, sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi maupun pencapaian tujuan pribadi sumber daya manusia sendiri. Sihotang (2007, p.10) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia adalah keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap kegiatan
pengadaan
seleksi,
pelatihan,
penempatan,
pemberian
kompensasi,
pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia untuk tecapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan pemerintah, dan organisasi yang bersangkutan. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas mengenai kompensasi, motivasi kerja, dan kinerja.
9
10
2.1.2
Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam bukunya, Hasibuan (2007, p.14-15) menuliskan bahwa manajemen sumber
daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalahmasalah sebagai berikut: 1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the
rigth man in the right place and the right man in the rigth job. 3. Menetapkan
program
kesejahteraan,
pengembangan,
promosi,
dan
pemberhentian. 4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. 5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis. 7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh. 8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi/kinerja karyawan. 9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. 10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya. Peranan manajemen SDM sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain mampu, cakap, dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecapakan kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan.
11
2.1.3
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2007, p.21) berpendapat bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia
meliputi
perencanaan,
pengembangan,
pengorganisasian,
kompensasi,
pengarahan,
pengintregrasian,
pengendalian,
pemeliharaan,
pengadaan,
kedisiplinan,
dan
pemberhentian.
Pengarahan atau Directing Pengorganisasian atau Organizing
Pengendalian atau
Controlling
Perencanaan atau Planning
Pengadaan atau
Procurement
Fungsi-fungsi Manajemen SDM Pemberhentian atau Separation
Pengembangan atau
Developement
Kedisiplinan
Pemeliharaan atau Maintenance
Kompensasi atau
Compensation
Pengintegrasian atau Integration
Gambar 2.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber: Hasibuan (2007, p.25)
12
Menurut Hasibuan (2007, p.87) setelah karyawan diterima, ditempatkan, dan diperkerjakan, selanjutnya adalah dilakukan penilaian kinerja karyawan. Karena dengan penilaian kinerja dapat diketahui kinerja yang dapat dicapai setiap karyawan. Hal ini termasuk di dalam proses pengembangan atau development. Hasibuan (2007, p.136) menuliskan dalam bukunya bahwa pengintegrasian adalah kegiatan menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan, agar tercipta kerjasama yang memberikan kepuasan. Usaha untuk pengintegrasian dilakukan salah satunya melalui motivasi. Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan kompensasi, motivasi kerja, dan kinerja merupakan variabel-variabel yang terdapat dalam manajemen sumber daya manusia.
2.2
Kompensasi
2.2.1
Pengertian Kompensasi Menurut Hasibuan (2007, p.118), kompensasi adalah semua pendapatan yang
berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Perusahaan mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar bagi karyawan. Jadi, nilai prestasi kerja karyawan harus lebih besar dari kompensasi yang dibayar perusahaan, agar perusahaan mendapatkan laba dan kontinuitas perusahaan terjamin. Dalam bukunya, Wibowo (2007, p.134) menulis, Wether dan Davis (1996:379) mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya
kepada
organisasi.
Kompensasi
merupakan
kontra
prestasi
terhadap
penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Kompensasi juga merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya.
13
Notoadmodjo (2003, p.153) berpendapat, kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi bukan hanya penting untuk para karyawan saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu sendiri. Karena program-program kompensasi adalah merupakan pencerminan agar organisasi tersebut dapat mempertahankan sumber daya manusia. Jika organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Hal ini berarti harus mengeluarkan biaya lagi untuk mencari tenaga baru, dan atau melatih tenaga yang sudah ada untuk menggantikan karyawan yang keluar. Berdasarkan seluruh definisi di atas, secara ringkas dapat didefinisikan kompensasi adalah semua balas jasa baik berbentuk uang, barang langsung, atau tidak langsung yang diberikan kepada karyawan atas kontribusi karyawan dalam mencapai tujuan atau sasaran organisasi.
2.2.2
Jenis Kompensasi Triton (2007, p.125) menjelaskan, kompensasi yang diberikan kepada karyawan
berdasarkan sifat penerimaannya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1. Kompensasi yang bersifat finansial. Kompensasi yang bersifat finasial adalah kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau bernilai uang. Termasuk dalam jenis kompensasi bersifat finansial adalah gaji atau upah, bonus, premi, pengobatan, asuransi dan lain-lain sebagainya yang dibayarkan oleh organisasi atau perusahaan. 2. Kompensasi yang bersifat non finansial. Kompensasi yang bersifat non finansial diberikan oleh organisasi atau perusahaan terutama dengan maksud untuk
14
mempertahankan karyawan dalam jangka panjang. Termasuk dalam kompensasi yang bersifat non finansial adalah penyelengaraan program-program pelayanan bagi karyawan yang berupaya untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan, seperti program wisata, penyediaan fasilitas kantin atau cafetaria, penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, penyediaan lapangan olahraga dan sebagainya. Berdasarkan mekanisme penerimaannya kompensasi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu: 1. Kompensasi langsung, yaitu kompensasi yang penerimaannya tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja, yaitu upah dan gaji. 2. Kompensasi perlengkapan atau kompensasi tidak langsung, yaitu kompensasi yang penerimaannya tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Yang termasuk dalam dalam kompensasi tidak langsung yaitu (1) perlindungan umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan, asuransi; (3) pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, dan konseling. Sedangkan Muljani (2002) dalam jurnalnya berpendapat bahwa pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena telah
menyelesaikan
suatu
tugas
yang
baginya
cukup
menantang.
Teknik-teknik
pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung
15
jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan. Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung, dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk imbalan bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian, dan pengakuan. Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai rasa aman dan simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang ingin memperoleh
dan
menggunakan
simbol-simbol
status
tertentu
untuk
memuaskan
kebutuhannya. Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya memperoleh fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan pangkat, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekitarnya. Status merupakan faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat, dan fasilitas yang diperoleh. Imbalan ekstrinsik dapat dikatakan lebih penting daripada imbalan intrinsik. Namun bukan berarti imbalan intrinsik tidak penting. Memang bagi sebagian besar karyawan, terutama yang dalam struktur organisasi perusahaan berada pada tingkat paling rendah, misalnya buruh, kebutuhan fisiologis dirasakan sebagai kebutuhan yang utama. Hal inilah
16
yang menyebabkan imbalan ekstrinsik menjadi lebih mendominasi dan dirasa lebih penting dibandingkan imbalan intrinsik. Bagi kelompok karyawan yang telah memiliki jaminan kebutuhan fisiologis dan rasa aman, maka imbalan intrinsik guna meningkatkan harga dirinya menjadi motivasi utama dalam bekerja.
2.2.3
Tujuan Kompensasi Tujuan kompensasi menurut Hasibuan (2007, p.121) adalah sebagai ikatan
kerjasama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh dari serikat buruh dan pemerintah. Penjelasan secara ringkas utnuk masing-masing tujuan kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tujuan ikatan kerjasama Kompensasi ini dilakukan dengan tujuan agar antara karyawan dengan pemilik perusahaan dapat terjalin suatu ikatan kerjasama yang lebih kuat, terutama dengan disepakatinya kompensasi sebagai bagian dari perjanjian kerjasama. Ikatan perjanjian
atau kesepakatan ini
akan
memungkinkan
terjadinya
kerjasama, dimana karyawan berperan sebagai pekerja dan pemilik perusahaan berperan sebagai pemberi balas jasa atas segala kerja keras yang telah diberikan oleh karyawan kepada perusahaan. 2. Tujuan kepuasan kerja Tujuan kepuasan kerja adalah agar karyawan yang telah memberikan kontribusi melalui pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya dapat terpuaskan karena pemberian kompensasi memungkinkan karyawan merasa dihargai, dan juga terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan karyawan baik yang bersifat fisik, status sosial, dan egoistiknya.
17
3. Tujuan pengadaan efektif Tujuan ini dapat dicapai antara lain dengan penetapan program pemberian kompensasi yang cukup besar. Dengan program kompensasi yang besar, maka pengadaan karyawan berkualitas yang dibutuhkan oleh perusahaan akan dengan mudah dipenuhi. 4. Tujuan motivasi Motivasi ini berkaitan juga dengan peluang reward yang bernilai, oleh karena itu tujuan motivasi melalui pemberian kompensasi akan lebih mudah dicapai oleh perusahaan atau manajemen apabila program kompensasi dirasakan cukup besar oleh karyawan. Karena itu umpan balik setelah pemberian kompensasi perlu dilakukan kepada karyawan untuk memastikan bahwa karyawan cukup termotivasi oleh kompensasi yang diberikan oleh perusahaan. 5. Tujuan stabilitas karyawan Tujuan stabilitas karyawan melalui pemberian kompensasi akan mudah tercapai apabila karyawan menilai bahwa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan sudah
ditentukan
berdasarkan
prinsip-prinsip
keadilan,
kelayakan,
serta
didukung oleh konsistensi eksternal. Stabilitas karyawan setelah diberikannya kompensasi dapat diketahui relatif kecilnya turn over maupun pengunduran diri oleh karyawan dari pekerjaan yang selama ini ditekuninya. 6. Tujuan disiplin Kompensasi hendaknya ditetapkan sedemikian rupa, sehingga karyawan merasa mendapatkan balas jasa yang setimpal atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Perasaan ini akan membuat karyawan enggan pindah pekerjaan apalagi diberhentikan oleh PHK, oleh karena itu dengan penuh kesadaran karyawan akan senantiasa mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
18
7. Tujuan meminimalisasi protes serikat buruh Karyawan yang menilai kompensasi cukup besar dan adil, tentunya akan lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya, sehingga dengan sendirinya penyaluran aspirasi negatif atau bentuk-bentuk protes yang bersifat kontraproduktif kepada dan melalui serikat buruh dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali di lingkungan perusahaan. 8. Tujuan meminimalisasi intervensi pemerintah Karyawan yang menilai bahwa kompensasi yang diterimanya cukup besar, adil, dan
sesuai
dengan
Undang-Undang
Perburuhan
tentunya
tidak
akan
mengeluarkan suara-suara sumbang yang sampai ke telinga pemerintah. Pemerintah tidak akan intervensi apabila pemerintah merasa bahwa organisasi atau perusahaan telah menyalahi Undang-Undang Perburuhan yang telah ditetapkan.
2.2.4
Asas Kompensasi Keadilan dan kelayakan dalam pemberian kompensasi kepada karyawan sangat
dibutuhkan untuk menjamin kepuasan kerja pada karyawan. Asas kompensasi menurut Hasibuan (2007, p.122) adalah adil dan layak dengan memperhatikan Undang-Undang Perburuhan yang berlaku. Berikut ini diuraikan secara ringkas dan padat mengenai asas-asas pemberian kompensasi: 1. Asas Adil Adil dalam pemberian kompensasi bukanlah berarti bahwa setiap karyawan akan mendapatkan kompensasi dengan jumlah yang sama, tetapi justru nilai kompensasi yang diberikan kepada karyawan hendaknya memnuhi dan sesuai dengan kinerja, prestasi, produktivitas, kualitas pekerjaan, resiko pekerjaan,
19
tingkat tanggung jawab pekerjaan, jabatan pekerja, serta memenuhi syarat internal konsistensi. Asas adil dalam pemberian kompensasi ini dalam jangka panjang apabila telah terpenuhi akan memungkinkan tercapainya kondisi pekerjaan yang diwarnai oleh kerjasama yang baik, semangat kerja yang baik, disiplin, stabil, dan terciptanya suasana kerja yang menyenangkan (jotful). 2. Asas Layak dan Wajar Asas yang layak dan wajar berarti kompensasi yang diterima karyawan hendaknya dapat memenuhi harapan karyawan dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kriteria layak dan tidak biasanya ditentukan berdasarkan ketentuan upah minimum yang diberlakukan oleh pemerintah dan konsistensi eksternal lainnya. Pemberian kompensasi yang layak dan wajar juga sangat penting disesuaikan dengan konsistensi eksternal mengingat setiap perusahaan sangat penting untuk mengurangi berbagai tuntutan dari serikat pekerja, dan pada
akhinya
dapat
menjamin
bertahannya
karyawan-karyawan
yang
berkualitas.
2.2.5
Metode Kompensasi Metode kompensasi dapat dibedakan secara umum dalam metode tunggal dan
metode jamak, sebagaimana dikemukakan oleh Hasibuan (2007, p.123): 1. Metode tunggal adalah suatu metode dalam penetapan gaji pokok yang hanya didasarkan atas ijazah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan. Selanjutnya tingkat golongan dan gaji pokok dari seseorang hanya ditetapkan atas ijazah terakhir yang menjadi standarnya. Sebagai contoh, pada instansi pemerintah sudah ada ketetapan bahwa seseorang dengan ijazah formal S-1,
20
maka golongannya adalah IIIa, dan hal ini berlaku sama untuk setiap departemen. 2. Metode Jamak adalah suatu metode dimana dalam gaji pokok penentuannya dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, tidak hanya ijazah, tetapi juga pertimbangan-pertimbangan lainnya, misalnya, pertimbangan sikap keluarga, tanggungan dalam keluarga, dan lain sebagainya. Dengan pertimbangan yang cukup banyak ini, maka standar gaji pokok dalam metode banyak ini pasti tidak ada. Metode standar ganda ini dalam kenyataan sehari-hari dapat dijumpai pada perusahaan-perusahaan
yang
belum benar-benar profesional dan masih
ditemukan adanya diskriminasi. Dapat disimpulkan berdasarkan uraian di atas, bahwa perbedaan pokok antara metode pemberian gaji tunggal dan jamak adalah pada penentuan standar gajinya. Metode jamak menyebabkan standar gaji menjadi bias dan tidak dapat ditentukan dengan pasti, sedangkan metode pemberian gaji tunggal hanya mempertimbangkan satu kriteria dan jelas dapat dipastikan.
2.2.6
Sistem dan Kebijaksanaan Kompensasi
2.2.6.1 Sistem Kompensasi Terdapat tiga sistem pembayaran kompensasi yang dijelaskan oleh Hasibuan (2007, p.123) : 1. Sistem waktu. Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun
21
pekerja harian. Sistem waktu biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya. Besar kompensasi sistem waktu hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya. Kebaikan sistem waktu adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu adalah pekerja yang malas pun kompensasinya tetap dibayar sebesar perjanjian. 2. Sistem Hasil (output) Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Dalam sistem ini, besarnya kompensasi yang dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan kepada karyawan tetap (sistem waktu) dan jenis pekerjaan yang tidak mempunya standar fisik, seperti bagi karyawan bagian administrasi. Kebaikan sistem hasil memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang lebih besar. Jadi prinsip keadilan betul-betul diterapkan. Pada sistem hasil yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah kualitas barang yang dihasilkan karena ada kecenderungan dari karyawan untuk mencapai produksi yang lebih besar dan kurang memperhatikan kualitasnya. Manajer juga perlu memperhatikan jangan sampai karyawan memaksa dirinya untuk bekerja di luar kemampuannya, sehingga kurang memperhatikan keselamatannya. Sedangkan kelemahan sistem hasil ialah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil, sehingga kurang manusiawi.
22
Jadi, sebaiknya diterapkan standar upah minimal supaya unsur kemanusiaan mendapat perhatian sebaik-baiknya dan diikuti dengan pengupahan insentif. Kebijaksanaan pengupahan semacam ini akan memberikan kesempatan untuk maju bagi yang sungguh-sungguh dan mendapat balas jasa besar. Adapun karyawan yang kurang mampu berprestsi masih mendapat balas jasa minimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan sistem ini, perusahaan tetap mempunyai peran ekonomis dan sosial. Jadi memberikan kesempatan untuk maju bagi yang kuat dan memberikan perlindungan bagi yang lemah. 3. Sistem Borongan Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya
balas
jasa
berdasarkan
sistem
borongan
cukup
rumit,
lama
mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Jadi, dalam sistem borongan pekerja bisa mendapat balsa jasa besar atau kecil, tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.
2.2.6.2 Kebijaksanaan Kompensasi Menurut Hasibuan (2007, p.126), kebijaksanaan kompensasi baik besarnya, susunannya, maupun waktu pembayarannya dapat mendorong gairah kerja dan keinginan karyawan untuk mencapai prestas kerja yang optimal sehingga membantu terwujudnya sasaran perusahaan. Besarnya kompensasi harus diterapkan berdasarkan analisis pekerjaan, uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, posisi jabatan, konsistensi eksternal, serta berpedoman kepada keadilan dan undang-undang perburuhan. Dengan kebijaksanaan ini, diharapkan akan terbina kerjasama yang serasi dan memberikan kepuasan kepada semua pihak.
23
Susunan kompensasi yang ditetapkan dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi kita ketahui terdiri dari kompensasi langsung (gaji/upah/upah insentif) dan kompensasi tidak langsung (kesejahteraan karyawan). Jika perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka kehadiran karyawan akan lebih baik.
2.2.6.3 Waktu Pembayaran Kompensasi Berdasarkan pendapat Hasibuan (2007, p.127), waktu pembayaran kompensasi artinya kompensasi harus dibayar tepat pada waktunya, jangan sampai terjadi penundaan, supaya kepercayaan karyawan terhadap bonafiditas perusahaan semakin besar, ketenangan, dan konsentrasi kerja akan lebih baik. Jika pembayaran kompensasi tidak tepat pada waktunya akan mengakibatkan disiplin, moral, gairah kerja karyawan menurun, bahkan
turnover karyawan semakin besar. Pengusaha harus memahami bahwa balas jasa akan dipergunakan karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dimana kebutuhan itu tidak dapat ditunda, misalnya makan. Kebijaksanaan waktu pembayaran kompensasi hendaknya berpedoman daripada menunda lebih baik mempercepat dan menetapkan waktu yang paling tepat.
2.2.7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi Menurut pendapat Hasibuan (2007, p.127), faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kompensasi, antara lain sebagai berikut: 1.
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya, jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.
24
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik, maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang, maka tingkat kompensasi relatif kecil. 3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh, maka tingkat kompensasi semakin besar. Sebaliknya, jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil. 4. Produktivitas Kerja Karyawan Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak, maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit, maka kompensasinya kecil. 5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres menetapkan besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang. 6. Biaya Hidup/Cost of Living Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi, maka tingkat kompensasi/upah semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah, maka tingkat kompensasi/upah relatif kecil.
25
7. Posisi Jabatan Karyawan Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji/kompensasi lebih besar. Sebaliknya, karyawan yang menduduki jabatan yang lebih rendah akan memperoleh gaji/kompensasi yang kecil. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab besar harus mendapatkan gaji/kompensasi yang lebih besar pula. 8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama, maka gaji/balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji/kompensasinya kecil. 9. Kondisi Perekonomian Nasional Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom), maka tingkat upah/kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi), maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak penganggur (disqueshed
unemployment). 10. Jenis dan Sifat Pekerjaan Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (finansial, keselamatan) yang besar, maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan risiko kecil, maka tingkat upah/balas jasanya relatif rendah.
26
2.2.8
Upah dan Gaji Pada dasarnya, upah dan gaji merupakan kompensasi sebagai kontra prestasi atas
pengorbanan pekerja. Upah dan gaji pada umumnya diberikan atas kinerja yang telah dilakukan berdasarkan standar kinerja yang diterapkan maupun disetujui bersama berdasarkan personal contact. Upah biasanya diberikan pada pekerja pada tingkat bawah sebagai kompensasi atas waktu yang telah diserahkan. Sementara itu, gaji diberikan sebagai kompensasi atas tanggung jawabnya terhadap pekerjaan tertentu dari pekerja yang lebih tinggi (Wibowo, 2007, p.138). Sirait (2006, p.185) berpendapat bahwa perbedaan prinsip upah dan gaji adalah sebagai berikut: Upah : pembayaran itu tidak terikat pada waktu, bisa harian, mingguan, bulanan, dan dibayar jika ada prestasi. Gaji : pembayaran tetap tiap bulan dengan ada atau tidak ada prestasi. Menurut Wibowo (2007, p.138-141), sistem pembayaran upah dan gaji yang bersifat spesifik adalah team-based pay dan skill-based pay : 1. Team-based Pay Yaitu pembayaran berbasis tim menghubungkan pembayaran dengan perilaku kelompok kerja. Hal ini merupakan kompensasi yang memberikan penghargaan individual atas kerja sama kelompok dan/atau memberi penghargaan tim atau hasil koleksi. Masalah terbesar untuk efektifnya team-based pay adalah pada masalah budaya, terutama budaya yang sangat individualistik. Penelitian yang telah dilakukan tidak mendorong sistem ini. Team-based pay mengarah pada kesimpulan bahwa kenyataan empiris berdasarkan lapangan sangat terbatas dan tidak dapat disimpulkan.
27
2. Skill-based Pay Yaitu upah yang dibayar pada tingkat yang diperhitungkan dan berdasar pada keterampilan dimana pekerja menguasai, menunjukkan, dan berkembang dalam mewujudkan pekerjaan mereka. Skill-based pay sering juga dinamakan
knowledge-based pay atau multi-skill pay, yang menghargai individu atas apa yang mereka ketahui tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pekerja dibayar untuk
rentang,
kedalaman,
dan
tipe
keterampilan
yang
menunjukkan
kemampuan. Keuntungan skill-based pay adalah memberikan motivasi kuat pada pekerja untuk mengembangkan keterampilan yang ada hubungannya dengan pekerjaan, memperkuat rasa percaya diri, dan tenaga kerja yang fleksibel. Sedangkan kerugiannya adalah: (1) pekerja secara sukarela mempelajari pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi, dan rata-rata upah per jam akan lebih besar dari normal; (2) diperlukan investasi dalam training pekerja; dan (3) tidak semua pekerja menyukai pembayaran upah berdasar keterampilan karena ditekan untuk semakin meningkatkan keterampilan. Kesulitan operasional dalam penetapan upah adalah sebagai berikut: 1. Upah biasanya memerlukan standar kinerja. Penentuan tingkat upah adalah proses menentukan standar output untuk setiap pekerjaan. 2. Bervariasinya standar pekerjaan akan membuat pekerjaan supervisor lebih kompleks. 3. Jika manajer menaikkan standar, pekerja merasakan ketidakadilan. 4. Menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan antara pekerja berdasar insentif dan pekerja yang dibayar berdasar jam.
28
5. Dapat mengakibatkan pembatasan hasil karena pekerja membatasi produksi pada tingkat standar. 2.2.9
Insentif Sirait (2006, p.200) dalam bukunya menulis,
Andrew F. Sikula mendefinisikan:
”Insentif adalah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan imbalan-imbalan yang dibentuk untuk memperbaiki produksi.” insentif merupakan bentuk kompensasi yang mempunyai kaitan langsung dengan motivasi (jadi insentif diberikan guna meningkatkan motivasi pegawai). Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.143), menurut cakupannya, insentif dapat diberikan pada individu atau diperlakukan pada seluruh organisasi. 1. Individual Incentives merupakan insentif yang diberikan secara perorangan atas prestasi kerjanya dan dapat berupa sistem insentif berikut ini: a. Bonus adalah insentif kinerja individual dalam bentuk pembayaran khusus di atas gaji pekerja. b. Merit Salary System merupakan program insentif berkaitan dengan kompensasi terhadap kinerja dalam bidang pekerjaan yang bukan penjualan. c.
Pay for performance atau variable pay merupakan insentif individual yang memberikan penghargaan kepada manajer, terutama atas hasil yang produktif.
2. Companywide incentives merupakan insentif yang dapat berlaku untuk semua pekerja dalam organisasi dan dapat berupa sistem berikut ini: a. Profit-sharing plan merupakan program insentif yang memberi pekerja keuntungan perusahaan di atas tingkat tertentu.
29
b. Gain-sharing plan adalah program insentif untuk membagikan bonus kepada pekerja yang kinerjanya dapat memperbaiki produktivitas. c.
Pay for knowledge plan merupakan program insentif untuk mendorong pekerja untuk belajar keterampilan baru.
2.2.10 Tunjangan Di samping upah dan gaji serta insentif, kepada karyawan dapat diberikan benefits atau tunjangan. Menurut Sihotang (2007, p.222), pada instansi pemerintah dan perusahaanperusahaan swasta yang tergolong bonafit sering memberikan berbagai tunjangan kepada karyawannya, antara lain: 1. Tunjangan kemahalan sebagai kompensasi inflasi yang terjadi 2. Tunjangan jabatan 3. Tunjangan perumahan 4. Tunjangan istri/suami 5. Tunjangan anak 6. Tunjangan transpor 7. Tunjangan cuti 8. Tunjangan kesehatan 9. Tunjangan kecelakaan dan sebagainya.
2.2.11 Kompensasi Sebagai Motivator untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Muljani (2002) dalam jurnalnya menuliskan bahwa bagi sebagian karyawan, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya,
30
dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya. Pengaruh kompensasi terhadap karyawan sangatlah besar. Semangat kerja yang tinggi, keresahan dan loyalitas karyawan banyak dipengaruhi oleh besarnya kompensasi. Pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, sebenarnya dalam kondisi tertentu dapat meningkatkan kinerja karyawan, disamping dapat pula membuat karyawan frustasi. Bagi karyawan yang memang memiliki keterampilan yang dapat diandalkan, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya bagi karyawan yang tidak memiliki keterampilan dan tidak mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
keterampilannya,
maka
sistem
pemberian
kompensasi
ini
dapat
mengakibatkan frustasi. Dikaitkan dengan teori pengharapan, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan memotivasi karyawan, sebab dalam teori pengharapan dikatakan bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerahkan usahanya dengan lebih baik lagi apabila karyawan merasa yakin, bahwa usahanya akan menghasilkan penilaian prestasi yang baik. Penilaian yang baik akan diwujudkan dengan penghargaan dari perusahaan seperti pemberian bonus, peningkatan gaji atau promosi dan penghargaan itu dapat memuaskan karyawan. Dalam teori pengharapan terdapat tiga hubungan, yaitu hubungan antara usaha dengan prestasi, hubungan prestasi dengan penghargaan perusahaan dan hubungan antara penghargaan perusahaan dengan tujuan karyawan. Apabila penghargaan yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan pengharapan dan dapat memuaskan kebutuhannya, maka
31
karyawan tersebut akan termotivasi untuk lebih meningkatkan usaha/kinerjanya, sebaliknya apabila usaha yang dilakukan tidak mendapat penghargaan sesuai dengan harapan karyawan, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa frustasi, sehingga tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Kompensasi berdasarkan keterampilan adalah sesuai dengan teori ERG (Existence,
Relatedness and Growth theory) dari Alderfer, sebab system pembayaran ini dapat mendorong karyawan untuk belajar, meningkatkan keterampilannya dan memelihara keterampilannya. Hal ini dapat diartikan, bahwa bagi karyawan yang ingin memenuhi kebutuhannya dengan lebih baik, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan menjadi pendorong baginya untuk lebih meningkatkan keterampilan, agar memperoleh kompensasi yang lebih tinggi, sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Dikaitkan dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement theory), pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai, sebab sistem pembayaran kompensasi ini dapat akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih efisien, mau mempelajari keterampilan yang baru atau berusaha meningkatkan keterampilannya, sehingga siap menghadapi tantangan baru. Hal ini cukup jelas, sebab mempelajari keterampilan baru merupakan tantangan tersendiri bagi seseorang yang ingin maju. Apabila tantangan ini dapat dilampaui, maka akan timbul rasa bangga bagi yang bersangkutan, kebanggaan bukan hanya karena prestasi yang meningkat, namun karena penghargaan yang diterima juga meningkat dan memuaskan bagi dirinya. Dalam kaitannya dengan teori penguatan (reinforcement theory), pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan akan mendorong karyawan untuk belajar secara
continue, mengembangkan keterampilannya, dan dapat bekerja sama dengan anggota lain dalam perusahaan. Semakin berkembang keterampilan yang dimiliki, maka akan semakin besar pula kompensasi yang akan diterimanya.
32
Sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai dengan teori keadilan (equity theory) yang membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan kompensasi atau penghargaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila prestasi karyawan sebanding dengan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan, maka motivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi yang diberikan sesuai dengan keadilan dan harapan karyawan, maka karyawan akan merasa puas dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya. Ajiyasa dan Bastian (2007) juga menegaskan dalam jurnalnya. Untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Jika karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, maka motivasi dan prestasi kerja mereka bisa menurun secara drastis.
2.3
Motivasi Kerja
2.3.1
Pengertian Motivasi Kerja Menurut Winardi (2007, p.1), motivasi berasal dari kata motivation yang berarti
”menggerakkan.” motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entutiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Sedangkan motivasi kerja adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Menurut As’ad (2002, p.45) motivasi kerja didefinisikan sebagai sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi biasa disebut sebagai
33
pendorong atau semangat kerja. Sedangkan menurut Robbins (2002, p.166), motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuantujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Sementara motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan yang fokusnya dipersempit terhadap tujuan organisasi. Ketiga unsur kunci dalam defenisi ini adalah upaya, tujuan, dan kebutuhan. Dalam bukunya, Makmur (2008, p.176) juga menuliskan bahwa pandangan pola motivasi adalah sejumlah karakteristik menunjukkan pegawai yang berorientasi prestasi akan bekerja keras apabila mereka memandang akan mendapatkan kebanggan pribadi atas upaya mereka.
2.3.2
Faktor-faktor Motivasi Kerja Sihotang (2007, p.245) berpendapat bahwa motivasi kerja melibatkan dua faktor: 1. Faktor-faktor individual: a. Kebutuhan-kebutuhan b. Tujuan-tujuan orang c.
Sikap-sikap
d. Kemampuan-kemampuan orang 2. Faktor-faktor organisasi a. Pembayaran gaji/upah b. Keselamatan kesehatan kerja c.
Para mandor (supervisi)
d. Para pengawas fungsional Yang merupakan pekerjaan yang sulit dalam memotivasi sumber daya manusia adalah menggabungkan faktor individu dengan faktor organisasi setiap pekerja yang sangat
34
beraneka ragam, karena motivasi seseorang itu dipengaruhi oleh dasar pendidikannya dan kebutuhan-kebutuhannya.
2.3.3
Teori-teori Motivasi Dalam bukunya Sihotang (2007, p.246) bahwa sejumlah teori motivasi telah
dikembangkan para ilmuwan untuk membahas motivasi pekerja di dalam berbagai organisasi kerja. Teori-teori itu dapat dikelompokkan kepada dua jenis kelompok, yaitu: 1. Teori-teori content, dan 2. Teori-teori proses (reinforcement) Teori content terutama tentang teori kebutuhan yang menjelaskan perilaku manusia, karena didorong adanya kebutuhan tertentu. Teori kebutuhan ini lebih memfokuskan perhatiannya pada sebab-sebab internal dan eksternal dari perilaku pekerja. Ada tiga variabel penting dalam hal menjelaskan perilaku pekerja, yaitu: a. Kebutuhan pekerja (employee needs): 1) Existence pekerja itu sendiri 2) Relationship dengan teman sekerja yang akrab dan bersahabat 3) Adanya pertumbuhan berupa aktualisasi diri berbuat yang terbaik pada sesama manusia. b. Organisational insentive reward yang diberikan organisasi kepada pekerja, yang mencakup imbalan finansial, upah, gaji, kebutuhan rasa aman dalam kegiatan kerja, kekompakan dan keakraban kerja dengan teman-teman sekerja, pengawasan supervisi yang mengarahkan pada self control, dan tugas-tugas yang memberi tantangan dan bisa meningkatkan semangat kerja, dan sebagainya.
35
c.
Perceptual outcomes/ persepsi yang diharapkan pekerja, diartikan sebagai persepsi dan harapan yang diharapkan oleh pekerja dibandingkan dengan kenyataan reward yang diterima.
Hubungan antara performansi pekerja dengan imbalan yang diberikan organisasi pada pekerja hendaknya sesuai dengan yang diharapkan dan terdapat kewajaran yang pantas. Semua variabel yang diuraikan dapat berpengaruh pada motivasi kerja untuk meningkatkan atau menjadi menurunkan kinerja. Teori proses atau reinforcement theory menyatakan bahwa perilaku seorang pekerja dapat dikendalikan dengan imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Seperti contoh sederhana berikut ini: seorang juru ketik di kantor dapat mengerjakan pekrjaannya dengan cepat dan tanpa ada kesalahan, sehingga dia sering dipuji oleh atasannya sebagai seorang pegawai yang rajin dan baik. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan pangkat dan gajinya yang dipercepat hanya dalam waktu dua tahun kerja. Pegawai tersebut menyenangi konsekuensi atas perilakunya itu, maka dia terdorong untuk bekerja lebih rajin dan lebih teliti untuk meningkatkan keterampilannya. Sebaliknya, seorang pegawai yang sering terlambat masuk kantor akhirnya mendapat teguran dan ancaman untuk diberhentikan, karena dia tidak menghendaki hukuman yang akan dikenakan padanya, maka dia berusaha untuk tidak pernah terlambat lagi masuk kantor. Perubahan perilaku demikian ini yang disebut pengaruh dari hukuman (punishment). Berikut adalah beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, menurut Sihotang (2007, p.247): 1. Teori Motivasi dari Abraham Maslow Abraham Maslow dari Brandeis University sangat terkenal dengan teroi ”hierarki kebutuhan.” kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tingkatan hyerarchy
pyramid, yaitu:
36
a. Phycological needs, yaitu kebutuhan fisik seperti pangan, sandang, dan papan. b. Security needs, yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda milik. c.
Social needs atau kebutuhan sosial untuk memiliki keluarga dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan kebutuhan pendidikan dan agama.
d. Esteem needs, yaitu kebutuhan prestise dan percaya diri dengan berbagai titel dan gelar-gelar kehormatan. e. Self actualization needs, yaitu suatu kebutuhan aktualisasi diri sebagai bukti kesuksesan seseorang dalam berkarya. Apabila seorang karyawan dapat memenuhi kelima tingkatan kebutuhannya secara serentak dan harmonis melalui imbalan kerja yang diperolehnya dari organisasi tempat dia mengabdi, maka dapat diperkirakan akan sangat memotivasi orang itu untuk bekerja dengan giat, tanpa diperintah orang lain. Kesimpulan yang dapat ditarik dari teori Abraham Maslow ialah untuk memotivasi orang bekerja giat sesuai keinginan kita, sebaiknya kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan harapannya. Namun kelemahan dari teori ini adalah bahwa kebutuhan manusia itu tidaklah berjenjang dan hierarkis, tetapi kebutuhan itu perlu dipenuhi secara simultan pada tingkat intensitas tertentu, dengan menentukan apa yang harus dipenuhi lebih dahulu. 2. Teori Motivasi dari Douglas Mc. Gregor Mc. Gregor dalam bukunya yang berjudul The Human Side of Enterprise mempopulerkan teori X dan teori Y dari sifat perilaku manusia dalam hal motivasi seperti pada tabel 3.1 yang menunjukkan perbedaan teori X dan Y. Teori X
37
mendasarkan teorinya dengan memperhatikan sifat perilaku manusia pada umumnya, yaitu: a. Pada dasarnya manusia tidak senang bekerja dan ingin melepas tanggung jawab, oleh sebab itu mereka perlu dipaksa, diawasi, dan diancam dengan hukuman disiplin agar tetap bekerja giat dan dapat mencapai tujuan organisasi. b. Kebanyakan
pekerja
akan
mendahulukan
pemenuhan
fisiologi
dan
keamanannya, sehingga sering tidak berambisi untuk lebih maju, maka motivasi
sangat
penting
dilakukan
agar
pekerja
itu
aktif
dalam
memperkirakan kemajuan untuk masa depan. Teori Y dari Mc. Gregor, juga dengan
mendasarkan
asumsinya
terhadap
sumber
daya
manusia,
menyatakan bahwa: 1) Para pekerja memandang pekerjaan itu sebagai hal yang menyenangkan dan bekerja itu diibaratkan seperti istirahat dan bermain, apalagi jika cocok dengan keahlian dan hobinya. 2) Pada umumnya, para pekerja senang menerima tanggung jawab yang lebih besar dan luas, sehingga untuk memotivasi, mereka perlu diangkat menjadi pejabat yang lebih tinggi dari jabatan terdahulu. 3) Para pekerja ingin menunjukkan kreativitasnya dan mereka ingin turut mengambil keputusan, sehingga untuk memotivasinya perlu diberikan kepercayaan dan tidak perlu pengawasan yang terlalu ketat.
38
Tabel 2.1 Ciri-ciri Teori X dan Teori Y Ciri- ciri Teori X
Ciri-ciri Teori Y
1. Manusia pada dasarnya malas
1. Manusia pada dasarnya aktif
2. Orang bekerja untuk uang
2. Manusia ingin kepuasan
3. Supaya produktif harus diancam
3. Mereka perlu dirangsang
4. Pekerja tergantung atasan
4. Manusia bersikap dewasa
5. Ketergantungan pada atasan
5. Dapat berusaha sendiri
6. Perlu perintah
6. Orang memahami apa yang perlu dikerjakan
7. Perlu pengawasan 8. Berminat
pada
kebutuhan
diri
sendiri
7. Perlu pengakuan dan dihargai 8. Orang ingi memberi arti pada hidupnya
9. Orang perlu instruksi 10. Orang ingin dihormati
9. Orang
12. Orang sulit berubah harus
mengabdi
meningkatkan
pengertian
11. Orang terkotak-kotak 13. Orang
mau
10. Orang menghargai sesama pada
pekerjaan
11. Orang terintegrasi 12. Orang bosan pada yang monoton
14. Orang terbentuk karena keturunan
13. Orang ingin realisasi cita-cita
15. Orang perlu didorong
14. Orang selalu berkembang tumbuh 15. Orang
perlu
kebebasan
dan
dibantu agar maju Sumber: Sihotang (2007, p.249)
3. Teori Motivasi dari Frederick Herzberg Teori F. Herzberg ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang di dalam pekerjaannya, yaitu: a. Kondisi pertama adalah faktor motivator yang meliputi: 1) Keberhasilan pekerjaan kerja 2) Pengakuan (recognition)
39
3) Pekerjaan itu sendiri 4) Tanggung jawab 5) Pengembangan (advancement) b. Kondisi
kedua
hygiene.
adalah
Faktor-faktor
hygiene
yang
justru
menimbulkan rasa tidak puas pada para pekerja adalah: 1) Kebijaksanaan administrasi perusahaan 2) Supervisi yang sangat ketat 3) Hubungan antarpribadi 4) Kondisi kerja 5) Gaji dan upah 4. Teori Motivasi dari David Mc. Cheleland Teori Mc. Cheleland ini disebut Achievement Motivation Theory. Apabila seseorang
telah
dirasuki/dihinggapi
achievement
needs
(kebutuhan
keberhasilan) dia akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: a. Mereka sudah terbiasa menentukan tujuan yang dapat dicapai secara tepat dan akurat. b. Mereka
menyenangi
pekerjaan
dan
sangat
berkepentingan
atas
keberhasilannya. c.
Lebih menyukai pekerjaan yang dapat memberi gambaran tentang keadaan pekerjaannya.
d. Tidak cepat merasa puas atas pendapatannya yang sudah cukup besar, akan tetapi selalu berupaya untuk lebih bertumbuh dan berkembang lagi. Ciri-ciri orang yang telah tertular achivement needs adalah selalu berprestasi di segala bidang pekerjaannya dengan cara pengembangan dan pendidikan untuk
40
menanamkan kompetensi beprestasi. Dapat kita samakan dengan menanamkan kewirausahaan pada semua pegawai. Teori Mc. Cheland yang erat hubungannya dengan konsep belajar dari kebudayaan motivasi itu menjadi kuat bila ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi (need for achivement), kebutuhan akan afilisasi (need
for affiliation), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Orang yang membutuhkan prestasi harus mempunyai ketahanan fisik dan mental yang tinggi sehingga tahan menghadapi tantangan hidup dan kemungkinan memperoleh
reward yang tinggi pula. Kondisi pekerjaan yang mengandung faktor intrisik bermotivasi, yaitu prestasi (achivement),
pengakuan
(recognation),
tanggung
jawab
(responbility),
kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself), dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth). Kesemua faktor ini mendorong timbulnya motivasi kuat pada sumber daya manusia untuk menghadapi pekerjaan itu. 5. Teori Motivasi dari Clayton Alderfer Teori ini membagi tingkat kebutuhan manusia pada tiga tingkatan, yaitu: a. Existence
Existence yang dikemukakan Alderfer ini sama dengan kebutuhan physiologie dan security dari Abraham Maslow. b. Relatedness
Relatedness mencakup kebutuhan sosial dan prestise yang dikemukakan Maslow.
41
c.
Growth
Growth sama dengan self actualization yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Teori Alderfer ini menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia itu diusahakan secara serentak. Kesimpulan dari teori Alderfer adalah: a. Semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan semakin besar pula keinginan (motivasi) untuk memuaskan. b. Kuatnya keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. c.
Semakin sulit memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar keinginan memenuhi kebutuhan yang lebih mendasar/rendah.
6. Teori Diskrepansi Teori
diskrepansi
menjelaskan
bahwa
keadilan ditentukan oleh
adanya
keseimbangan antara apa yang diterima secara nyata dengan apa yang seharusnya diharapkan dapat diterima. Bila reward yang diharapkan sama dengan yang diterima secara nyata, maka dia akan merasa puas dengan pekerjaan itu. Keseimbangan reward berguna sebagai alat motivasi. 7. Teori Keadilan Teori keadilan ini memperhitungkan rasio antara pengorbanan (input) yang dikeluarkan dengan pendapatan (outcome) yang diterima dan dibandingkan juga dengan yang diterima orang dari organisasi lain yang sejenis yang jumlahnya relatif sama dengan yang diterima oleh pekerja, maka sistem reward yang berlaku itu tidak adil dan pekerja merasa tidak puas, sehingga besar kemungkinannya mengurangi intensitas motivasi untuk melaksanakan tugastugas dan tanggung jawabnya.
42
8. Teori Harapan dari Victor H. Vroom Teori keadilan menekankan pada: bila keinginan seseorang sangat besar untuk tercapai, maka dia akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik, sebaliknya kalau harapan untuk mencapai cita-citanya ”sangat tipis,” maka motivasinya untuk melakukan pekerjaan itu menjadi lemah, menurun, atau mengendor.
2.3.4
Motivasi dan Tindakan Kita telah memahami apa yang dimaksud dengan motif, dan suatu motif yang besar
sekalipun tidaklah berdaya guna apabila tidak dilanjutkan dengan tindakan. Sihotang (2007, p.253) berpendapat bahwa tindakan adalah suatu jenis perbuatan manusia yang mengandung maksud tertentu yang dikehendaki orang yang melakukan kegiatan. Ada dua jenis perbuatan untuk melakukan tindakan, yaitu: 1. Pemikiran (thinking) berupa perbuatan manajerial yang menghendaki bekerjanya daya pikir manusia. 2. Tindakan (action) berupa perbuatan jasmani yang menggunakan kekuatan otot manusia dan mengandung maksud tertentu yang diinginkan oleh orang yang bersangkutan. Antara motif dan tindakan sebaiknya harus saling berhubungan secara sadar, akan tetapi tidak semua tindakan didorong oleh suatu motif. Yang akan dibahas dalam teori motivasi ini adalah tindakan yang sadar dan didorong oleh motif yang bertujuan ke arah produktivitas kerja.
43
2.3.5
Berbagai Pandangan Manajer terhadap Model Motivasi Ditinjau dari sudut pandangan para manajer dalam rangka usahanya memotivasi
kerja para bawahannya Sihotang (2007, p.253) mengenalkan 3 (tiga) macam model motivasi, yaitu: 1. Model Tradisional Model tradisional ini mengacu pada hasil penelitian dan pandangan Frederick Winslow Taylor, yaitu perlunya spesialisasi tugas yang sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efisiensi gerak dan waktu yang sangat singkat untuk menghasilkan yang lebih banyak. Para manajer memotivasi para pekerjanya dengan memberikan upah/imbalan yang semakin besar dan meningkat, para pekerja yang malas dapat didorong/dimotivasi dengan cara memberikan uang upah yang semakin naik pada para pekerja yang rajin dan produktif. 2. Model Motivasi Hubungan Manusia Menurut model ini bahwa hubungan kontak sosial para karyawan sangat penting peranannya untuk memotivasi kerja karyawan tanpa mengurangi faktor pentingnya imbalan keuangan atau upah. Para manajer memotivasi para karyawan dengan cara memperkenalkan mereka pada kontak sosial, saling berbagi antar sesama pekerja, memberikan kebebasan untuk mengambil keputusan
di
dalam
menjalankan
pekerjaan
mereka
dan
mengurangi
pengawasan yang terlalu kerat dan kaku yang sering membuat pekerja kehilangan kreativitasnya. 3. Model Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Development) Timbulnya model human resources development ini merupakan kritik terhadap model
hubungan
manusia.
Menurut
pendapat
model
human resources
44
development ini bahwa memotivasi karyawan tidak cukup hanya dengan upah yang tinggi dan kontak sosial yang longgar dari pengawasan, akan tetapi juga diperlukan pengembangan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi. Para pekerja diperkenankan dan dibebaskan untuk menjadi self
direction dan self controlling. Ini akan memungkinkan para karyawan meningkatkan potensinya secara maksimal dan menghasilkan perpaduan antara kepuasan organisasi dan kepuasan karyawan. Dari teori-teori motivasi dan model-model yang diuraikan di atas kita dapat menegikhtisarkan bagaimana sebenarnya perpaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan para pekerja, dan tidak perlu dipertentangkan melainkan perlu diidentikkan dan disejajarkan untuk pencapaiannya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2, yaitu perpaduan antara kebutuhan organisasi dan kebutuhan karyawan berdasarkan beberapa motivasi yang telah disebutkan di atas.
No. 1 2 3 4
5 6
Tabel 2.2 Perpaduan Antara Kebutuhan Organisasi dan Kebutuhan Karyawan Berdasarkan Beberapa Motivasi Motivasi Kebutuhan Organisasi Kebutuhan Karyawan Tantangan Hasil yang lebih baik Dapat melakukan pekerjaan yang lebih spesifik Kebebasan Delegasi wewenang dan tanggung Kebebasan untuk jawab mempertimbangkan Pengakuan Dapat mengerjakan yang Menunjukkan dirinya penting/bermakna bernilai pada rekan Partisipasi Kebutuhan rasa keterikatan Kebutuhan untuk sebelum penyelesaian tugas mengetahui apa yang akan terjadi dan yang berpeluang untuk mempengaruhinya Hasil yang Memastikan bahwa sumber daya Kebutuhan agar dicapai yang dikeluarkan benar-benar sarananya diterima/ berguna disetujui Pembahasan Kebutuhan akan gagasan baru Kebutuhan agar gagasannya dapat diterima
45
No. 7
Motivasi Perluasan tugas
Kebutuhan Organisasi Sumber daya waktu didayagunakan secara maksimal
Kebutuhan Karyawan Menghindari kebosanan/ kelelahan
8
Perkayaan tugas
Kebutuhan regenerasi merger
9
Kebutuhan/ kestabilan
Agar karyawan organisasi
10
Perkembangan (growth)
Memiliki SDM yang menangani tugas-tugas
Penugasan-penugasan baru untuk promosi Mengetahui kontribusinya pada organisasi secara keseluruhan Kebutuhan akan pekerjaan yang menantang dan membangkitkan semangat
loyal
pada dapat
Sumber: Sihotang (2007, p.255) Dengan memperhatikan faktor-faktor perpaduan antara kebutuhan organisasi dan kepuasan kerja karyawan di atas, akan memudahkan para manajer untuk memotivasi para karyawannya agar lebih baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2.4
Kinerja Guest Services Assistant
2.4.1
Pengertian Kinerja Guest Services Assistant Menurut Peraturan Perusahaan PT. Indonesia AirAsia 2006-2008, Guest Services
Assistant merupakan bagian dari karyawan perusahaan yang berarti terikat secara formal baik tetap ataupun kontrak dalam suatu hubungan kerja dengan perusahaan dan terdaftar pada perusahaan, dan oleh karenanya menerima balas jasa sebagai diatur dalam peraturan perusahaan ini. Sedangkan arti dari Guest Services Assistant itu sendiri adalah karyawan yang pekerjaannya bertujuan untuk memproses dan melayani prosedur keamanan barang bawaan penumpang ke dalam dan keluar bagasi pesawat di bandara, dan juga untuk memastikan kenyamanan penumpang sebelum keberangkatan dan sesudah tiba di tempat tujuan seoptimal mungkin setiap saat.
46
Dalam bukunya Makmur (2008, p.198) mengatakan bahwa kinerja merupakan sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem yang memiliki sejumlah sebagian yang semuanya harus diikutsertakan.
2.4.2
Menilai Kinerja Karyawan Secara Efektif Triton (2007, p.89-90) berpendapat bahwa penilaian kerja akan efektif apabila dalam
penilaian kinerja benar-benar memperhatikan dan memprioritaskan dua hal berikut sebagai persyaratan: 1. Kriteria pengukuran kinerja memenuhi objektivitas. Untuk memenuhi persyaratan ini, maka ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria pengukutan kinerja yang objektif, yaitu meliputi: a. Revelansi. Revelansi berarti harus ada kesesuaian antara kriteria dengan tujuan-tujuan penilaian kinerja. Misalnya, apabila tujuan perusahaan adalah meningkatkan kualitas produk dan penilaian kinerja dilakukan di bagian produksi, maka kualitas pekerjaan seseorang dijadikan kriteria lebih utama dibandingkan dengan keramahan. b. Reliabilitas. Reliabilitas berarti harus terpenuhinya konsistensi atas kriteria yang dijadikan ukuran kinerja. Dalam hal ini cara melakukan pengukuran dan pihak yang melakukan penilaian kinerja turut mempengaruhi reliabilitas pengukuran. c.
Diskriminasi. Diskriminasi berarti pengukuran dan penilaian kinerja harus mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kinerja hasil pengukuran. Hasil
47
pengukuran yang seragam, misalnya baik semua atau jelek semua menunjukkan tidak ditemukannya diskriminasi dalam penilaian kinerja. 2. Proses penilaian kinerja mempertahankan nilai objektivitas. Proses oenilaian kinerja sangat penting diperhatikan. Objektivitas dalam proses penilaian berarti tidak adanya pilih kasih, pengistimewaan, atau bahkan kecurangan dalam proses penilaian kinerja terhadap karyawan tertentu.
2.4.3
Orientasi Waktu Metode Penilaian Kinerja Metode penilaian kinerja berdasarkan orientasi waktunya dapat dibedakan ke dalam
(Triton, 2007, p.91): 1. Metode-metode penilaian berorientasi masa lalu 2. Metode-metode penilaian berorientasi masa depan Metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu mempunyai kelebihan dalam hal perlakuan terhadap kinerja terukur yang telah dihasilkan dan dinilai. Perlakuan yang dapat dijadikan tidak lanjut adalah agar minimal para karyawan mempunyai umpan balik atau feedback mengenai berbagai upaya yang telah dilakukan. Beberapa metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu mencakup antara lain: 1. Rating Scale 2. Checklist 3. Peristiwa kritis 4. Tes dan observasi prestasi kerja 5. Evaluasi kelompok Berbeda dengan metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu, maka metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa depan lebih memusatkan kinerja karyawan di waktu yang akan datang melaluii penilaian potensi karyawan atau melalui
48
penetapan sasarang prestasi di masa datang (future time). Metode-metode yang dapat digunakan dalam penilaian kinerja berorientasi masa depan antara lain adalah (Triton, 2007, p.92): 1. Penilaian diri (Self Appraisals) 2. Penilaian psikologis (Psychological Appraisals) 3. Pendekatan Management by Objective (MBO)
2.4.4
Karakteristik Tujuan dan Sasaran Kinerja
2.4.4.1 Karakteristik Tujuan Wibowo (2007, p.48) memberikan deskripsi tentang karakteristik suatu tujuan yang dapat dikatakan baik, menunjukkan sifat-sifat sebagai berikut: 1. Consistance (konsisten), artinya terdapat konsisten antara nilai-nilai organisasi dengan tujuan departemen dan korporasi. 2. Precise (tepat), artinya dinyatakan dengan jelas, dirumuskan dengan baik, dan menggunakan kata positif, sehingga tidak menimbulkan interprestasi. 3. Challenge (menantang), artinya penentuan tujuan cukup memberikan tantangan, sehingga bersifat merangsang standar kinerja tinggi dan mendorong kemajuan. 4. Measurable (dapat diukur), artinya tujuan dapat dihubungkan dengan ukuran kinerja secara kuantitatif dan kualitatif. 5. Achieveble (dapat dicapai), artinya terjangkau dalam kapabilitas individual dengan memperhitungkan setiap hambatan yang mempengaruhi kapasitas individu mencapai tujuan, termasuk kekurangan sumber daya, pengalaman atau training, atau faktor eksternal di luar kontrol individu.
49
6. Agreed (disetujui), artinya disetujui bersama oleh manajer dan individu, meskipun disadari kadang-kadang individu harus dibujuk untuk menerima standar lebih tinggi daripada keyakinan atas kemampuan mereka. 7. Time-related (dihubungkan dengan waktu), artinya tujuan yang ditentukan dapat tercapai dalam waktu yang ditentukan. Waktu menjadi indikator keberhasilan atau kegagalan. 8. Teamwork-oriented
(berorientasi
pada
kerja
sama
tim),
artinya
tujuan
menitikberatkan pada prestasi yang diperoleh melalui kerja sama tim maupun prestasi individu.
2.4.4.2 Sasaran kinerja Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan. Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan
harapan. Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur di antaranya: 1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja 2. The action and performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer 3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan 4. An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai 5. The place, menunjukkan tempat di mana pekerjaan dilakukan. Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan, dan mendemostrasikan bersifat
50
lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisasi, memahami mempunyai pengetahuan atau apresiasi.
2.4.5
Ukuran Kinerja
2.4.5.1 Ukuran Kinerja Efektif Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.331-332), kunci untuk menciptakan ukuran kinerja yang efektif adalah sebagai berikut: 1. Ukuran mempunyai penggunaan spesifik bagi individu atau kelompok indiviidu yang nyata. Ukuran kinerja yang efektif akan selalu membantu orang memonitor,
mengontrol,
mengelola,
mendiagnosis,
memperbaiki,
atau
merencanakan beberapa aspek pekerjaan menjadi lebih baik. 2. Ukuran kinerja ditangkap dan disampaikan kepada pengguna yang dimaksudkan dalam waktu yang ditentukan sebelumnya. Ketepatan waktu merupakan atribut penting terhadap kegunaan, ukuran kinerja yang baik harus disampaikan pada waktu yang tepat, sehingga benar-benar dapat digunakan. 3. Ukuran kinerja dibagikan kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat, atau dengan mudah dapat diakses oleh orang yang tepat. Oleh karena itu, harus diidentifikasi siapa pengguna yang memerlukan informasi, sehingga dapat dihindari untuk kemungkinan jatuh pada orang yang tidak tepat. 4. Ukuran kinerja berarti dapat diserap dan dimengerti dengan cepat dan mudah. Ukuran kinerja yang baik tidak memerlukan studi mendalam untuk memahami arti pentingnya. Ukuran kinerja juga berisi beberapa tipe dasar perbandingan yang cepat
membiarkan pengguna membandingkan tingkat kinerja yang
diinginkan dengan tingkat kinerja sekarang.
51
5. Penyajian ukuran kinerja harus sesuai dengan pedoman standar. Penggunaan warna harus memberi makna yang sama untuk semuanya, sehingga diperlukan pedoman yang ditentukan lebih dahulu.
2.4.5.2 Tujuan Ukuran Ukuran kinerja ditentukan oleh tujuannya. Wibowo (2007, p.241) memberikan tipe ukuran lebih mendasarkan pada tujuan dari penggunaan ukuran kinerja, yaitu: 1. Baseline Performance Measures
Baseline performance measures merupakan alat ukur yang paling penting karena menjadi dasar dan awal bagi ukuran lainnya. Menciptakan baseline untuk kinerja sekarang berarti membentuk dasar untuk ukuran kinerja berikutnya. Menentukan ukuran sebagai dasar biasanya memerlukan kerja keras, terutama untuk proses yang belum pernah diukur sebelumnya. Usaha awal seperti ini merupakan masalah kritis dalam pengembangan dan keberhasilan setiap sistem pengukuran kinerja atau usaha perbaikan kinerja. Apabila tidak terdapat ukuran baseline, mengandung arti tidak ada sistem pengukuran kinerja, dan karena tidak ada tonggak ukuran, tidak dapat memperbaiki kinerja. Oleh karena itu, pengukuran kinerja harus selalu diawali dengan mengumpulkan baseline measures, menciptakan titik awal untuk membandingkan dengan perubahan selanjutnya. 2. Trending Performance Measures
Trending performance measures menunjukkan bagaimana kecenderungan kinerja sepanjang waktu, dengan membandingkan aktivitas, hasil, atau prestasi, dengan ukuran baseline yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ukuran kinerja ini
52
menunjukkan kecenderungan selama periode waktu tertentu terhadap baseline, bisa bersifat naik maupun menurun secara bervariasi. 3. Control Performance Measures
Control performance measures mengukur kondisi kinerja dibandingkan dengan batasan
atau
toleransi
yang
telah
ditentukan
sebelumnya.
Biasanya
dipergunakan sebagai ukuran umpan balik secara cepat. Control measures memberikan peringatan dini bahwa segala sesuatu dimulai dari tingkat kinerja yang ditentukan sebelumnya atau dibutuhkan. Dengan demikian, control
performance measures merupakan standar kinerja. Suatu organisasi mungkin menentukan bahwa jumlah produk cacat maksimum yang dapat ditoleransi adalah enam unit per proses produksi. Angka tersebut menunjukkan tanda siaga bagi manajer tentang kemungkinan masalah jumlah produk cacat. Apabila penting untuk menjaga proses tetap pada tingkat yang ditentukan sebelumnya, perlu untuk mengawasi ukuran kinerja. Control performance
measures harus sering dikumpulkan pada hampir sepanjang waktu. Pada gilirannya, informasi harus diberikan segera kepada orang yang langsung mengerjakan tugas spesifik. Control measures biasanya dipergunakan untuk mengendalikan terjadinya davisi terhadap rencana atau standar. 4. Diagnostic Performance Measures Sering kali, masalah kinerja harus diidentifikasi melalui pengukuran kinerja, meskipun sebenarnya kadang-kadang bahkan tidak dapat diidentifikasi apa yang salah dengan kinerja sampai dilakukan pengukuran terhadap proses kinerja. Akan diketahui bahwa kecenderungan data mengindikasikan rata-rata waktu proses produksi pada awalnya menunjukkan kecenderungan menurun ataupun
53
meningkat berulang kali. Ukuran diagnostik dapat memberikan jawaban karena dapat menunjukkan letak masalahnya. Dalam banyak hal, ukuran kinerja
trending atau control dapat juga dipergunakan sebagai ukuran diagnostik. 5. Planning Performance Measures Semua organisasi harus melakukan perencanaan, baik pada tingkat mikro maupun makro. Merencanakan pengukuran kinerja merupakan ukuran prediktif. Ukuran tersebut menjawab pertanyaan, dengan informasi tertentu dan tingkat kinerja yang lalu, bagaimana rencana untuk masa yang akan datang. Pengukuran seperti ini mencoba mencari hubungan yang paling menguntungkan antara jumlah produksi dengan cycle time masing-masing. Perusahaan dapat menggunakan informasi terkait dengan kinerja untuk menentukan jumlah pekerja yang diperlukan untuk memproduksi lebih sedikit output. Ukuran kinerja banyak menggunakan perkiraan dalam fungsi perencanaan karena indikator terbaik baik tingkat kinerja masa depan sering merupakan catatan terukur dari tingkat kinerja yang lalu dan kecenderungan yang berhubungan.
2.4.6
Indikator Kinerja Wibowo (2007, p.76-80) berpendapat bahwa indikator kinerja atau performance
indicators kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktifitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat ke belakang). Hal ini menunjukkan jalan pada aspek kinerja yang perlu diobservasi.
54
Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran yang sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Namun, kinerja memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik.
competence
feedback
motive
goals means
standard opportunity
Gambar 2.2 Indikator Kinerja Sumber: Wibowo (2007, p.77) 1. Tujuan Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok,
55
dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Standar Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Standar menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 3. Umpan Balik Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan ”real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan, evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. 4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas
56
pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan. 5. Kompetensi Kompetensi
merupakan
persyaratan
utama
dalam
kinerja.
Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan intensif berupa
uang,
memberikan
pengakuan,
menetapkan
tujuan
menantang,
menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif. 7. Peluang Pekerja pelru mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat
dua
faktor
yang
menyumbangkan
pada
adanya
kekurangan
kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia. Jika pekerja dihindari karena supervisor tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka secara efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk berprestasi.
57
2.4.7
Kinerja Individu dalam Kelompok Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.82-84), apabila seseorang bekerja untuk
dirinya sendiri, prestasinya dapat berbeda dengan apabila bekerja bersama orang lain dalam kelompok. Kinerjanya dapat menjadi lebih baik dan meningkat, namun sering kali menjadi merosot apabila salah dalam menanganinya. 1. Fasilitas Sosial Fasilitas sosial merupakan suatu kecenderungan bahwa kehadiran orang lain kadang-kadang meningkatkan kinerja individu dan pada waktu yang lain menghalanginya. Kata fasilitasi sebenarnya menunjukkan makna perbaikan dalam kinerja. Para ilmuwan menggunakan fasilitasi sosial untuk perbaikan kinerja dan mengurang pembatasan kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain dapat meningkatkan perkembangan yang selanjutnya meningkatkan kecenderungan orang menunjukkan respons secara dominan. Apabila respons dipelajari dengan baik, maka kinerja akan membaik. Akan tetapi, apabila dibiarkan, kinerja akan memburuk. 2. Social Loafing
Social loafing merupakan suatu kecenderungan bagi anggota kelompok untuk menggunakan lebih sedikit usaha individu pada tugas tambahan apabila ukuran kelompok meningkat. Tugas tambahan menggunakan tipe tugas kelompok di mana
usaha
terkoordinasi
dari
beberapa
orang
ditambahkan
bersama
membentuk produk kelompok. Kecenderungan orang mengurangi usahanya apabila bekerja dengan orang lain merupakan masalah serius dalam organisasi. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui social loafing, yaitu:
58
a. Make each performer identifiable, membuat masing-masing orang yang melakukan kinerja dapat diidentifikasi. Social loafing mungkin terjadi ketika orang merasa dalam kondisi di mana setiap kontribusi individu tidak dapat dipertimbangkan.
Apabila
kontribusi
setiap
individu
terhadap
tugas
ditunjukkan di mana dapat dilihat oleh orang lain, orang mungkin kurang suka menurunkan kinerjanya daripada ketika hanya kinerja kelompok atau organisasi seluruhnya yang ditampilkan. Apabila kontribusi individu terhadap kelompok semakin ditonjolkan, semakin besar dorongan dirasakan individu untuk membuat kontribusi kelompok. b. Make work tasks more important and interesting, membuat tugas pekerjaan menjadi lebih penting dan menarik. Orang tidak suka dikatakan menumpang ketika tugas yang mereka kerjakan adalah vital bagi organisasi. Namun, seorang tenaga penjualan yang merasa pekerjaannya kurang berharga semakin terikat pada social loafing. c.
Reward
individuals’
for
contributing
to
their
group’s
performance,
memberikan penghargaan kepada individu yang memberikan kontribusi pada kinerja kelompok. Hal ini akan mendorong minat individu dalam kinerja kelompok. Melakukan tindakan ini membantu pekerja lebih fokus pada kepentingan kolektif dan kurang pada kepentingan individu. d. Use punishment threats, menggunakan ancaman hukuman. Kenyataan bahwa pengurangan kinerja mungkin dikontrol dengan menghukum individu yang kinerjanya menurun, social loafing mungkin dapat dikurangi. Apabila ancaman
hukuman
dibuat,
kinerja
menghilangkan pengaruh social loafing.
kelompok
meningkat,
sehingga
59
2.4.8
Kriteria Evaluasi Ada faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kinerja karyawan yang tidak secara
langsung berhubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Faktor-faktor tersebut sangat penting dan harus diberi bobot yang sama dalam proses evaluasi (Furtwengler, 2002, p.90): 1. Kecepatan Perusahaan mencapai mass customization dengan sistem persediaan just-in-
time. Sistem persediaan just-in-time dirancang hanya untuk membeli bahan baku yang diperlukan untuk produksi hari ini. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menghindari biaya penyimpangan dan penanganan yang mahal. Beberapa perusahaan begitu mahir dalam just-in-time, sehingga mereka sekarang memesan bahan baku berdasarkan shift dan bukan berdasarkan hari. Mass customization adalah proses mengadaptasikan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan individual sambil melayani ribuan pelanggan setiap harinya. 2. Kualitas Kecepatan tanpa kualitas adalah sia-sia. Jika salah satu pemasok mengirim bahan baku yang rusak, maka sistem tersebut secara keseluruhan menjadi gagal. Pelanggan akan kecewa, terjadi tekanan tambahan pada jadwal produksi dan biaya pengerjaan ulang yang berat. Tidak ada yang menang. Kualitas merupakan suatu keharusan dalam pengukuran kinerja. 3. Layanan Layanan yang buruk (selama atau setelah penjualan) akan menghapuskan manfaat apapun yang dicapai dari kecepatan dan kualitas. Itulah konsep pelanggan internal (orang-orang dalam organisasi yang mengandalkan layanan)
60
seperti halnya pelanggan eksternal (orang-orang di luar organisasi yang dilayani). 4. Nilai Nilai adalah kombinasis dari kualitas dan harga yang memungkinkan pembeli untuk merasakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang mereka bayarkan. 5. Keterampilan interpersonal Frase ”bermain baik dengan orang lain” sering digunakan secara bersama-sama dengan ”keterampilan interpersonal.” Dengan pernyataan demikian, karyawan harus
dievaluasi
mempertimbangkan
untuk
diketahui
kebutuhan
kemampuan
orang
lain-rekan
dan kerja,
kemauan boss,
mereka bawahan,
pelanggan, dan pemasok. 6. Mental untuk sukses Pentingnya mental untuk sukses tidak dapat dinyatakan secara berlebihan, namun tidak ada seorangpun yang dapat berhasil tanpa keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil. 7. Terbuka untuk berubah Banyak orang yang tidak mau berubah, tetapi ada juga yang menerimanya dengan senang. 8. Kreativitas Kreativitas dapat beraneka macam bentuknya. Beberapa orang paling kreatif jika bekerja dengan ”kanvas kosong”. Sedangkan yang lain sangat kreatif jika memperbaiki sistem yang sudah ada. Ada pula yang menemukan kreativitas terbaiknya jika seseorang itu menghadapi masalah. Apapun bidangnya, kreativitas merupakan komponen penting dalam keberhasilan karyawan.
61
9. Keterampilan berkomunikasi Masalah akan dengan mudah tercipta akibat komunikasi yang buruk, begitu juga sebaliknya. 10. Inisiatif Keberhasilan terbesar perusahaan dan juga keberhasilan karyawan tercapai jika karyawan menunjukkan inisiatif dalam perbaikan. 11. Perencanaan dan Organisasi Orang yang tidak memiliki keterampilan organisasi yang baik mungkin ada dalam pekerjaan yang salah, maka karyawan seperti ini harus diamati, apabila mungkin mereka dapat lebih baik jika melakukan pekerjaan yang kurang terstruktur.
2.4.9
Karyawan Bertipe Kinerja Rendah Triton (2007, p.94-98) mengemukakan tujuh tipe pekerja yang gagal mencapai
kinerja yang diharapkan oleh perusahaan, yaitu: 1. The Time Bomb. Sesuai dengan istilahnya, yaitu the time bomb atau bom waktu, maka pekerja pada kelompok ini terdiri dari orang-orang yang temperamental dan senang megacaukan suasana. Tipe pekerja semacam ini akan semakin liar apabila mereka bekerja dalam lingkungan yang penuh tekanan (under pressure). Para supervisor atau manajer bahkan seringkali tidak mampu berbuat apapun menghadapi tipe pekerja semacam ini. Dari segi kinerja, tipe ini biasanya sulit mencapai kinerja yang dapat diharapkan oleh perusahaan. 2. The Wet Blanket. Kontradiksi mungkin adalah kata yang tepat untuk menggabarkan tipe pekerja ini. Di satu sisi, pekerja semacam ini akan tersinggung dan merasa harga dirinya diturunkan apabila tidak dilibatkan dalam aktivitas
yang
berskala
kelompok,
misalnya
proses-proses
diskusi
dan
62
pengambilan keputusan lainnya. Di sisi lain, apabila pekerja dengan tipe the wet
blanket ini cenderung berkeberatan terhadap permasalahan-permasalahan yang dibahas. Tentu saja tipe pekerja ini cenderung berkonfilk terutama dengan supervisor yang inovatif, berani mengambil risiko, dan berusaha menemukan hal-hal baru. Sangat kontradiktif bahwa apabila the wet blanket ini dikeluarkan dari diskusi, maka mereka akan meradang, dan menyalahkan hampir semua orang, bahkan jika perlu mereka akan meremehkan segala diskusi tentang inovasi yang tidak melibatkannya dalam kelompok. 3. The Really Nice Person. Pekerja dengan tipe ini cenderung kharismatik dan sangat sopan dalam persahabatan. Seringkali walaupun tipe ini tidak mampu menghasilkan kinerja yang baik, tipe ini terlihat terlalu baik untuk diberikan sangsi. The really nice person selalu ingin menonjolkan diri, tetapi sebenarnya tidak memiliki kemampuan. Permasalahannya, seringkali seorang manajer atau supervisor cenderung meminta maaf kepada tipe ini, padahal, sebenarnya tipe inilah yang didapati memiliki kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaannya. 4. The Isolate. Tipe kinerja rendah sering didapati pada the isolate, yaitu orangorang yang cenderung pendiam, menyimpan rahasia, dan miskin komunikasi. Tipe ini dari aspek pekerjaan mampu melakukan dengan baik pekerjaannya, tetapi sulitnya berkomunikasi dengan the isolate menyebabkan kinerja mereka pada pekerjaan terkait fungsi utama kelancaran komunikasi dalam organisasi. Uniknya, mereka justru lebih senang jika dibiarkan sibuk dengan ”pekerjaannya sendiri” dan tidak diikutkan dalam aktivitas-aktivitas yang melibatkan kelompok. Bagaimanapun komunikasi adalah persoalan yang penting untuk menjamin kelangsungan organisasi, sehingga tipe-tipe seperti ini sering menimbulkan persoalan dalam proses komunikasi.
63
5. The Excuse Maker. Tipe pekerja yang tergolong the excuse maker sering menghambat kinerjanya sendiri ataupun kinerja organisasi akibat kebiasaannya menggunakan alasan. Setiap ditanyakan tentang kinerjanya yang rendah, tipe ini selalu memiliki alasan walaupun sudah terbukti kinerjanya selalu tidak memenuhi standar. Tipe ini menggunakan berbagai alasan yang tidak masuk akal selalu ditujukan untuk membenarkan diri atas kinerjanya yang rendah. 6. The Loose Cannon. Pekerja dengan tipe ini memiliki ciri-ciri terlalu tekun, berbicara keras, jarang mempertimbangkan kinerjanya yang rendah, salah dalam pertimbangan, Sebenarnya
dan
tipe
berlebihan
ini
mampu
atau
salah
mengerjakan
arah hampir
akibat dalam
antusiasmenya. setiap
aspek
pekerjaannya, tetapi tidak terlalu antusias, tidak jarang justru terjadi persoalan bagi para manajer. Biasanya untuk mengatasi tipe ini, para manajer mencari informasi
tentang
kesempatan-kesempatan
bekerja
di
tempat
lain
dan
membujuk mereka dengan meyakinkannya akan potensinya bekerja di tempat lain. 7. The Employee with Paralysis of Indecision. Tipe ini sepintas mirip dengan the
loose cannon, yaitu menguasai hampir dalam semua aspek pekerjaan, dan bahkan tipe ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan the loose cannon. Tetapi, tipe ini tetap menimnulkan kesulitan karena berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan baru, tipe ini biasanya tidak mampu memecahkannya secara kritis dalam keadaan darurat. Mereka cenderung tidak memiliki kemandirian untuk membuat keputusan, kurang mampu menciptakan solusi, kurang percaya diri, dan memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap kesalahan yang mungkin diperbuat.
64
2.4.10 Motivasi dan Kinerja Karyawan Jurnal Ajiyasa dan Bastian (2007, p.3) menuliskan bahwa motivasi sebagai alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa terpanggil dengan penuh kesadaran serta senang hati melakukan suatu kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam pekerjaannya. Keberadaan karyawan dalam suatu organisasi diatur dengan adanya pembedaan pemberian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Dengan jelasnya wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada karyawan, maka kinerja mereka harus baik. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena faktor seperti motivasi dan harapan. Pada prakteknya, motivasi dan harapan para karyawan tercermin dalam perilaku disiplin dan inisiatif. Perilaku yang berkaitan dengan disiplin, inisiatif, wewenang, dan tanggung jawab akan mencerminkan apakah organisasi berjalan secara efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi akan menentukan performance (kinerja) organisasi. Jadi, efektifitas dan efisiensi merupakan instrumen untuk mengukur kinerja suatu organisasi.
2.4.11 Kompensasi dan Kinerja Karyawan Menurut jurnal Ajiyasa dan Bastian (2007, p.3), pemberian kompensasi akan berpengaruh positif pada produktivitas kerja karyawan. Untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Kepuasan kerja tercermin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif karyawan mengenai segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan. Pengawasan yang cermat terhadap kepuasan kerja karyawan tersebut sangat penting untuk mendapatkan perhatian pimpinan organisasi, terutama bagian sumber daya manusia.
65
2.5
Kerangka Pemikiran
Kompensasi (X1) 1. Kompensasi langsung 2. Kompensasi tidak langsung 3. Imbalan bukan uang
Motivasi (X2) 1. 2. 3. 4. 5.
KINERJA GUEST SERVICES ASSISTANT CENGKARENG, JAKARTA (Y)
1. 2. 3. 4.
Tujuan Kompetensi Kecepatan Layanan
Sikap perilaku Partisipasi Kebutuhan Hubungan antarpribadi Kondisi kerja
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.6
Hipotesis 1. Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja Guest Services Assistant pada PT. Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng). 2. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja Guest Services Asisstant pada PT. Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng). 3. Kompensasi dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja Guest Services
Assistant pada PT. Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng).