BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Entrepreneurship Kata entrepreneurship (kewirausahaan) berasal dari bahasa Perancis yang berarti ”berusaha” atau ”melaksanakan” (to undertake) (Frinces, 2004, p76). Ada berbagai macam pengertian kewirausahaan menurut para ahli:
”Entrepreneurship is accepting the risk of starting and running business”, yang berarti menerima resiko dari memulai dan menjalankan bisnis. (Nickels, 2002, p166).
Entrepreneurship (kewirausahaan), menurut Hisrich (2005, p8) adalah process of creating something new and assumming the risk and rewards. Menurut Ronstad, seperti yang dikutip oleh Winardi, entrepreneurship merupakan sebuah proses dinamik dimana orang menciptakan kekayaan incremental. Kekayaan tersebut diciptakan oleh individu-individu yang menanggung resiko utama, dalam wujud resiko modal, waktu, dan komitmen karir dalam hal menyediakan nilai untuk produk atau jasa tertentu. Produk atau jasa tersebut mungkin tidak baru atau bersifat unik, tetapi tetap nilai harus diciptakan oleh sang entrepreneur melalui upaya mencapai dan mengalokasi ketrampilan-ketrampilan serta sumber-sumber daya yang diperlukan. (Winardi, 2003, p23). Dari
beberapa
pandangan
para
ahli
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
kewirausahaan (entrepreneurship) adalah suatu kemampuan (ability) dalam berpikir
7
kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
2.1.2 Pengertian Entrepreneur Menurut Suparyanto (2006, p9), bahwa wirausaha berasal dari kata ’wira’ (berani), dan ’usaha’ (kegiatan mencari keuntungan). Jadi wirausaha dapat diartikan sebagai keberanian mengambil resiko tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Wirausaha,
menurut
(http://www.riaupos.com/web/content/view/5624/27/)
merupakan istilah yang diterjemahkan dari kata entrepreneur. Dalam Bahasa Indonesia, pada awalnya dikenal istilah wiraswasta yang mempunyai arti berdiri diatas kekuatan sendiri. Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi wirausaha, dan entrepreneurship diterjemahkan menjadi kewirausahaan. Wirausaha mempunyai arti seorang yang mampu memulai dan atau menjalankan usaha.
Entrepreneur (wirausaha), menurut Hisrich (2005, p8) adalah individual who takes risks and starts something new. Wirausaha, menurut Frinces (2004 ,p11) adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan. Keputusan seseorang untuk terjun dan memilih profesi sebagai seorang wirausaha didorong oleh beberapa kondisi. Kondisi-kondisi yang mendorong tersebut adalah : Pertama orang tersebut lahir dan atau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki tradisi yang kuat di bidang usaha (Confidence Modalities). Kedua, orang tersebut berada dalam
8
kondisi yang menekan, sehingga tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain menjadi seorang wirausaha (Tension Modalities). Dan ketiga, seseorang yang memang mempersiapkan diri untuk menjadi wirausahawan (Emotion Modalities). Keberhasilan dan kesuksesan menjadi wirausaha selalu berawal dari impian. Namun tidak semua orang berhasil mewujudkan impiannya. Hal ini bergantung pada bagaimana kita bisa mengarahkan impian kita kepada kenyataan yang kita harapkan. Orang yang berhasil mewujudkan impiannya adalah orang yang dapat menyelaraskan antara impian dengan tindakan. Suatu impian akan dapat dicapai jika kita tidak terlena dengan impian-impian kita dan selalu hidup dalam dunia impian, namun kita diharapkan untuk mau mengubah sikap dan tindakan kita menuju kearah impian yang kita citacitakan. Menurut Prijosaksono dan Bawono (2005, pxv),
entrepreneurship (wirausaha)
dapat diartikan melalui 3 kata berikut: destiny, courage, action. Ketiga kata tersebut merupakan kata-kata yang penting dalam membangun sikap dan perilaku wirausaha dalam diri seseorang. Destiny berarti takdir, yang sebenarnya lebih merupakan tujuan hidup kita, bukan nasib. Tujuan dan misi hidup kita adalah fondasi awal untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses. Dengan memiliki tujuan hidup (life purpose) yang jelas, kita dapat memiliki semangat (spirit) dan sikap mental (attitude) yang diperlukan dalam membangun sebuah usaha yang dapat memberi nilai tambah dalam kehidupan kita. Keberanian (courage) untuk memulai dan menghadapi tantangan adalah sikap awal yang kita perlukan. Dalam kewirausahaan, keberanian untuk mulai dan mengambil resiko adalah syarat mutlak. Impian dan cita-cita yang besar, kemudian ditambah dengan kreativitas yang diwujudkan dengan keberanian untuk mencoba dan melakukan (Action) langkah pertama adalah awal kesuksesan seorang wiraswatawan sejati.
9
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp. 3-7), wirausahawan adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya. Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p26), ada lima tahapan penting jika ingin menjadi seorang entrepreneur yaitu:
Memutuskan (decision),
Memulai (start),
Membangun (build) sebuah bisnis,
Memasarkan (promote),
Mewujudkan (operate and realized) apa yang akan dijual atau tawarkan kepada konsumen.
2.1.3 Karakteristik Entrepreneur Menurut Suparman (Alma, 2001, p17), ciri – ciri wirausaha antara lain yaitu: •
Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif,
•
Memiliki sikap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan,
•
Membiasakan diri bersikap mental positif untuk maju dan selalu bergairah dalam setiap pekerjaan,
•
Mempunyai insiatif,
•
Membiasakan membangun disiplin diri,
•
Menguasai salesmanship (kemampuan jual), memiliki kepemimpinan dan mampu memperhitungkan resiko,
•
Ulet, tekun, terarah, jujur dan bertanggung jawab,
•
Berwatak maju, cerdik dan percaya pada diri sendiri.
10
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp.3-7), Profil seorang wirausahawan dapat digambarkan sebagai berikut: •
menyukai tanggung jawab
•
lebih menyukai risiko menengah
•
keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil
•
hasrat untuk mendapatkan umpan balik langsung
•
tingkat energi yang tinggi
•
orientasi ke depan
•
ketrampilan mengorganisasi
•
menilai prestasi lebih tinggi dari uang
Sedangkan
kompetensi-kompetensi
yang
merupakan
karakteristik
dari
wirausahawan yang berhasil yaitu: o
Proaktif: 1. Inisiatif. Yaitu: melakukan sesuatu sebelum diminta atau terdesak oleh keadaan 2. Asertif, yaitu : menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain. Meminta orang lain mengerjakan apa yang harus mereka lakukan.
o
Berorientasi prestasi : 1. Melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu: menangkap peluang khusus untuk memulai bisnis baru, mencari bantuan keuangan, lahan ruang kerja dan bimbingan. 2. Orientasi efisiensi, yaitu: mencari dan menemukan cara untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya.
11
3. Perhatian pada pekerjaan dengan mutu tinggi, yaitu: keinginan untuk menghasilkan atau menjual produk atau jasa dengan mutu tinggi. 4. Perencanaan yang sistematis, yaitu: menguraikan pekerjaan yang besar menjadi tugas-tugas atau sasaran-sasaran kecil. Mengantisipasi hambatan. Menilai alternatif. 5. Pemantauan, yaitu: mengembangkan atau menggunakan prosedur untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. o
Komitmen pada orang lain: 1. Komitmen terhadap pekerjaan, yaitu : melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan. Menyingsingkan lengan baju bersama karyawan dan bekerja di tempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. 2. Menyadari pentingnya dasar - dasar hubungan bisnis, yaitu : melakukan tindakan agar tetap dekat dengan pelanggan. Memandang hubungan pribadi sebagai sumber daya bisnis. Menempatkan jasa baik jangka panjang di atas keuntungan jangka pendek. Selain itu, karakter lain yang sering tampak pada wirausahawan, antara lain: o
Komitmen yang tinggi
o
Toleransi terhadap keraguan
o
Fleksibilitas
o
Keuletan
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p54), yang membedakan seorang
entrepreneur dengan orang biasa atau orang lain adalah bahwa seorang entrepreneur ialah seorang yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Pandai mengelola ketakutannya
12
Seorang smart and good entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu resiko (Risk Manager, bukan Risk Taker). 2. Mempunyai “iris mata” yang berbeda dengan yang lain Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan, perubahan, diri sendiri, lingkungan, trend dan kejadian) untuk memunculkan kreativitasnya agar tercipta ide-ide, gagasan, konsep dan mimpinya, lalu mencoba untuk meningkatkan nilai (added value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda dengan orang lain. 3. Pemasar sejati atau penjual yang ulung Skill akan mempermudah dalam membangun bisnis, mengakselerasi kecepatan pertumbuhan bisnis, dan mengurangi ketergantungan modal yang besar. 4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru Seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah, orang atau terperangkap didalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia selalu tidak bisa diam, berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang “creative and smart worker”. 5. High determination (mempunyai keteguhan hati yang tinggi) Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa saja adalah dalam hal durability, firm, dan determination. Keteguhan hati membuat orang berbeda didalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin berusaha untuk mencari jalan keluar/pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung dari perjalanan. Sebetulnya orang-orang tersebut tidak akan gagal, tetapi: Kehilangan langkah selanjutnya.
13
Bahwa itu bukanlah jalan yang harus kita lakukan atau ambil – cobalah mundur dan melihat dari sisi lain ( dari atas, sebagai penonton, atau dari samping) sehingga kita akan menemukan jalan lain yang menolong kita untuk berubah lebih baik lagi. Bahwa persiapan kita untuk mengantisipasi resiko tidak sebanding dengan yang terjadi (tidak “proaktif”). Itu adalah rintangan. Apa yang kita anggap sebagai sebuah kegagalan adalah sebuah rintangan. Kita diberi sinyal bahwa hal itu bukanlah jalan yang baik bagi kita. Kita kehabisan “napas”, dalam arti bingung atau kekurangan modal. 6. Tidak menerima apa yang ada di depannya dan selalu mencari yang terbaik (perfectsionist) Seorang smart and good entrepreneur diharapkan mampu memberikan apa yang lebih baik lagi pada pelanggan. Seorang yang perfectsionist itu seperti pisau bermata dua. Yang pertama ialah bahwa ia berdampak untuk berusaha mencapai yang terbaik dan memberikan yang terbaik. Dan yang kedua, ia berdampak buruk bagi dirinya sendiri bila ia tidak mampu menanggung senjata kesempurnaan dirinya dan pikirannya sehingga berakibat fatal, seperti frustasi dan putus asa karena idealisme yang mengubur impiannya.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p70), ada lima alasan seseorang tidak ingin menjadi entrepreneur: 1. Tidak mempunyai pengalaman 2. Tidak mempunyai modal 3. Tidak mempunyai keberanian untuk memutuskan
14
4. Tidak ada orang yang menuntun 5. Takut keluar dari zona “nyaman”
Enam faktor penghalang untuk menjadi seorang entrepreneur (2006, p71), yaitu: 1. Rasa ketakutan yang lebih besar dibandingkan kemampuan dari diri sendiri. 2. Tidak mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan akan diri sendiri. 3. Bingung dan tidak tahu harus berbuat apa dan dari mana memulainya. 4. Malas mencoba. 5. Tidak mempunyai modal, bukan hanya “uang” saja. 6. Selalu menunggu datangnya peluang emas – peluang itu diciptakan, bukan ditunggu dan dinanti-nanti.
Mitos-mitos yang salah tentang entrepreneur (2006, p48-50), yaitu: 1. Entrepreneur yang sukses karena guratan nasib (jalan hidup). Banyak orang yang tidak berani menjadi seorang pengusaha (entrepreneur) hanya dikarenakan bahwa dirinya percaya pada perkataan orang, yaitu bahwa menjadi seorang pengusaha adalah bukan jalan hidupnya atau bukan takdirnya. Mitos ini begitu melekat didalam hati dan pikiran mereka sejak lama sehingga tidak ada satupun keinginan yang terbersit dipikiran mereka untuk menjadi seorang entrepreneur. 2. Entrepreneur adalah bersifat keturunan. Sebagian orang berpikir bahwa menjadi seorang wirausahawan adalah karena faktor keturunan. 3. Menjadi entrepreneur setelah ada peluang bagus. Sering juga mitos ini menghantui orang yang sebenarnya ingin menjadi entrepreneur. Mereka menunggu adanya suatu peluang untuk memulai suatu bisnis dan terus
15
menunggu. Hal ini dikarenakan mereka melihat seorang entrepreneur yang sukses karena mereka mendapatkan suatu peluang yang bagus. 4. Entrepreneur yang sukses karena mempunyai modal besar. Modal uang bukan satu-satunya faktor utama yang membuat seorang entrepreneur sukses. 5. Menjadi entrepreneur karena bakat dan tidak bisa dipelajari.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp.7-8) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara wirausahawan dan manajer, seperti dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Wirausaha dan Manajer Manajer konvensional
Wirausahawan
Sangat sadar akan aturan dan
larangan.
Memandang aturan hanya sebagai petunjuk.
Peka terhadap masa depan dan
bersedia menunda imbalan.
Konsep masa depan berdasarkan pada angan-angan. Ambang batas frustasi rendah.
Memiliki keinginan kuat untuk
diterima.
Tidak jelas dalam pengendalian, keberhasilan dan tanggung jawab. Dapat
bersifat
manipulatif
dan
eksploitatif terhadap orang lain.
Mampu mengidentifikasi masalah dalam segala arah tindakannya.
16
Tidak sabar dengan diskusi dan teori.
Cepat
bertindak
dan
Membuat perencanaan rinci.
menuruti kata hati.
Sumber: Zimmerer dan Norman M. Scarborough (2004, p8)
Sedangkan menurut Lupiyoadi (2004, pp.19-20), perbedaan antara wirausaha dan manajer tradisional adalah sebagai berikut: 1. Seorang wirausaha aktif mencari perubahan dengan mengeksploitasi peluang – peluang, sedangkan manajer tradisional cenderung lebih berjaga – jaga. Ketika tengah memburu peluang – peluang ini, wirausaha sering mempertaruhkan jaminan keuangan pribadinya menghadapi resiko. Tingkatan hierarki dalam organisasi birokratis mengisolasikan manajer dari imbalan dan upah uang yang diterima untuk meminimalkan resiko dan menghindari kesalahan. Dalam kenyataannya, manajer tradisional cenderung menghindari resiko sementara wirausaha menerima resiko sebagai bagian dari proses untuk menjadi seorang wirausaha. 2. Wirausaha juga dimotivasi oleh kebebasan dan peluang untuk menciptakan kebebasan finansial. Manajer tradisional cenderung dimotivasi oleh promosi karier dan imbalan tradisional lainnya. Sementara manajer tradisional lebih berorientasi ke arah pencapaian tujuan – tujuan jangka pendek, sementara wirausaha berorientasi pada pencapaian pertumbuhan bisnis lima sampai sepuluh tahun ke depan. 3. Aktivitas manajerial yang mereka geluti juga berbeda. Wirausaha cenderung lebih intens dan langsung terlibat dalam aktivitas operasional organisasi, sementara manajer tradisional cenderung mendelegasikan tugas – tugas dan mengawasi pekerja dalam melaksanakan tugas – tugas tersebut. 4.
Terakhir, manajer tradisional dan wirausaha memiliki perbedaan pandangan dalam melihat kesalahan dan kegagalan. Wirausaha cenderung menerima kesalahan sebagai suatu bagian normal dalam menjalankan suatu bisnis, sementara
17
manajer tradisional cenderung menghindari situasi yang memungkinkan mereka gagal atau membuat kesalahan.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p38), menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pekerja dan pengusaha: Tabel 2.2 Perbandingan RESIKO antara PEKERJA dan PENGUSAHA URAIAN
PEKERJA
PENGUSAHA
Minimal
Diberi peringatan (SP)
Rugi kecil atau tidak untung
Sedang
PHK
Rugi besar
Maksimal
Tidak/belum dapat kerja lagi
Bangkrut,
namun
sebelum
bangkrut, pekerja yang tidak potensi akan diberhentikan dahulu agar tidak bangkrut untuk diganti dengan yang lebih baik. Sumber: Hendro dan Chandra W. Widhianto (2006, p38)
Tabel 2.3 Perbandingan MANFAAT antara PEKERJA dan PENGUSAHA URAIAN
PEKERJA
PENGUSAHA
Hasil minimal yang diterima
Gaji + tunjangan
Keuntungan perusahaan
Hasil maksimal yang akan
Bonus atau insentif
Laba dari total omzet
diterima bila mencapai target
Inventaris kendaraan
Investasi aktiva tetap (milik
dari pekerjaan (kontribusi ke
sendiri)
perusahaan)
18
Pendapatan dari usaha
Sebagian kecil milik diri
Sebagian besar milik
sendiri
perusahaan
Sumber: Hendro dan Chandra W. Widhianto (2006, p38)
Menurut Suparyanto (2006, p12-17), ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam memilih bekerja yaitu: 1. Keuntungannya: Jam kerja pasti Seseorang yang berstatus sebagai karyawan pada sebuah lembaga atau perusahaan memiliki jam kerja yang pasti, misalnya dari jam 08.00 s/d jam 16.00 atau jam 14.00 s/d jam 22.00. Pada umumnya karyawan bekerja 8 jam perhari. Jam kerja yang pasti ini memberikan manfaat kepada karyawan untuk dapat menyusun berbagai aktivitas lainnya diluar jam kerja. Tanggung jawab terbatas Seorang karyawan memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab tersebut tidak akan menyimpang dari tugas yang dijalankan atau tugas yang dilalaikannya. Penghasilan relatif pasti Setiap karyawan pada akhir periode berhak mendapatkan upah atau gaji. Pada umumnya gaji secara pasti diberikan pada setiap awal bulan atau dua kali seminggu. Besarnya gaji yang akan diterima sudah pasti jumlahnya atau minimal sudah diketahui indikatornya, misalnya berdasarkan prestasi kerja karyawan, sehingga upah diterima signifikan dengan banyaknya output yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. Dapat membuat rencana untuk masa depan
19
Sehubungan dengan jam kerja dan penghasilan yang pasti, maka karyawan dapat membuat perencanaan untuk masa yang akan datang disesuaikan dengan penghasilannya tersebut. Berdasarkan ini pula banyak karyawan yang ingin memiliki rumah atau kendaraan sendiri melakukan kebijakan dengan cara pembelian secara kredit dengan pembayaran sesuai kemampuan dari gaji yang diterimanya setiap bulan. 2. Kerugiannya: Harus rela diperintah Karyawan adalah orang yang bekerja kepada orang lain. Sehubungan dengan posisinya hanya sebagai karyawan maka ada orang lain yang menjadi atasannya. Karyawan harus rela diperintah oleh orang lain yang menjadi atasan. Karyawan tidak dapat menolak perintah atasan. Penolakan yang dilakukan saat bertugas dapat berakibat tidak baik bagi karyawan tersebut. Bertanggungjawab kepada atasan Setiap pelaksanaan tugas harus dipertanggungjawabkan karyawan kepada atasan. Pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik akan diterima oleh atasan. Tetapi jika pekerjaan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka karyawan harus rela mendapatkan teguran bahkan sanksi dari atasan. Penghasilan tetap Pada umumnya karyawan mendapatkan gaji atau upah yang tetap besarnya walaupun perusahaan mendapatkan keuntungan besar. Jika ingin mendapatkan upah yang lebih besar , maka karyawan tersebut harus menambah jam kerja (lembur). Sukar menyampaikan ide
20
Tidak sedikit karyawan yang memiliki ide bagus untuk kemajuan perusahaan atau minimal
untuk
meringankan
beban
tugasnya.
Walaupun
demikian
bukan
merupakan hal yang mudah untuk dapat menyampaikan ide tersebut kepada atasan. Atasan sering mengabaikan ide dari bawahan.
Menurut Suparyanto (2006, pp.18-28), ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam memilih berwirausaha yaitu: 1. Keuntungannya: Dapat memilih bidang usaha sesuai minat dan bakat. Sehubungan dengan seorang wirausahawan dapat memilih bidang usaha sesuai dengan minat dan bakatnya, maka ia akan mencintai usahanya, dan jika ia sudah mencintai usahanya maka segenap perhatian dan kemampuan akan dicurahkan demi perkembangan usaha. Selain bidang usaha yang dipilih tersebut sesuai dengan minat dan bakat tentunya harus yang dibutuhkan oleh konsumen agar “profitable”. Keuntungan usaha dapat dinikmati sendiri. Sehubungan usaha yang dijalankan merupakan usaha yang dimilikinya maka keuntungan dari hasil usaha menjadi miliknya juga. Ia akan memperoleh minimal dua macam pendapatan, yang pertama pendapatan dari posisinya sebagai pemilik usaha dan yang kedua pendapatan yang diperoleh dari posisinya sebagai manajer. Memperoleh kepuasan Keberhasilan dalam mengelola usaha akan memberikan kepuasan tersendiri kepada seorang wirausahawan. Kepuasan ini secara tidak langsung akan memotivasi dirinya untuk lebih giat bekerja agar perkembangan usaha semakin lama semakin baik dan kuat dalam menghadapi persaingan. Kepuasan ini juga
21
akan mempertebal rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan pihak ketiga termasuk dengan pelanggan, pemasok, distributor, perbankan dan investor. Tidak ada yang memerintah Sebagai seorang wirausahawan, ia menjadi pemilik sekaligus manajer dari perusahaannya maka ia juga memegang jabatan tertinggi di perusahaan tersebut sehingga tidak ada seorangpun yang akan memerintahnya untuk melakukan tugastugas tertentu. Ia hanya diperintah oleh dirinya sendiri dan ia dapat memerintah orang lain yang bekerja kepada dirinya. Tidak perlu persetujuan pihak lain dalam membuat keputusan Pada saat tertentu seorang wirausahawan harus mengambil keputusan tentang sesuatu hal misalnya keputusan untuk melakukan ekspansi dengan membuka cabang perusahaan ditempat lain, keputusan untuk mengikuti pameran produk yang diselenggarakan oleh pihak tertentu, keputusan melakukan “joint venture” dan lain-lain. Seorang wirausahawan sebagai pemilik dan manajer perusahaan dapat memutuskan semua hal tersebut tanpa harus menunggu kebijakan dari pihak lain, kalaupun ia meminta pertimbangan dari tenaga ahli atau konsultan dengan alasan agar keputusan yang akan diambil merupakan keputusan yang paling baik bagi perkembangan perusahaan. Semua masukan dari pihak lain menjadi pertimbangan seorang wiarusahawan yang pada akhirnya dia sendiri yang akan mengambil keputusan tersebut. Mempunyai peluang membantu orang lain Sebagai makhluk sosial seorang wirausahawan mempunyai cukup peluang untuk membantu orang lain misalnya dengan mengalokasikan zakat penghasilan untuk membantu
korban
bencana
alam
atau
korban
peperangan,
ataupun
mempekerjakan mereka yang mempunyai potensi tetapi belum bernasib baik
22
mendapatkan pekerjaan, dengan tetap memperhatikan kualitas sesuai “job
specification” yang dituntut. 2. Kerugiannya: Jam kerja panjang dan tidak teratur Sebagai wirausahawan tidak menutup kemungkinan akan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang mulai dari bangun tidur pagi hari sampai menjelang tidur kembali di malam hari. Waktu benar-benar tercurah kepada kepentingan usaha apalagi jika usaha yang dijalankan sedang menghadapi kerugian atau sebaliknya karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar pada periode tertentu. Selain itu jam kerja wirausahawan tidak menentu. Pada saat tertentu wirausahawan memiliki waktu luang yang cukup tetapi pada saat lainnya ia sangat sibuk bahkan sampai melupakan waktu istirahat. Resiko dan tanggung jawab luas. Sehubungan dengan posisinya sebagai pemilik sekaligus manajer bagi usahanya sendiri maka seorang wirausahawan memiliki tanggung jawab yang luas terhadap keberhasilan dan kegagalan usahanya. Wirausahawan harus menanggung resiko pada saat terjadi kerugian pada usahanya. Tidak menutup kemungkinan resiko harus dipertanggungjawabkan sampai kepada harta yang dimiliki walaupun berada di luar perusahaan. Hal ini terutama jika perusahaan bentuknya perseorangan dan pailit sehingga akan ditutup, maka untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga wirausahawan harus menutup semua kewajiban tersebut walaupun dengan menggunakan harta yang ada dirumah. Pendapatan tidak stabil Salah satu kerugian yang dialami oleh wirausahawan berhubungan dengan pendapatan. Pendapatan wirausahawan tidak dapat dipastikan atau tidak stabil.
23
Pada periode tertentu pendapatan bersih setelah dikurangi dengan total pengeluaran akan menghasilkan keuntungan. Besarnya keuntungan dari satu periode ke periode lainnya berubah-ubah, terkadang besar pada saat lainnya kecil, bahkan pada periode tertentu wirausahawan mengalami kerugian usaha. Inilah salah satu resiko yang dapat dialami oleh wirausahawan. Sering terlibat masalah keuangan Kerugian lain yang dialami oleh hampir setiap wirausahawan adalah masalah keuangan. Wirausahawan harus berpikir keras untuk dapat mengalokasikan dana yang ada untuk berbagai kepentingan usaha termasuk pembelian bahan baku, upah tenaga kerja, biaya promosi dan lain-lain. Belajar tidak ada akhirnya Wirausahawan dituntut untuk selalu mengadaptasi berbagai perubahan yang terjadi. Keterlambatan dalam mengikuti perkembangan dunia usaha akan berakibat kerugian dalam berwirausaha.
Menurut Suparyanto (2006, pp.36-40), terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh orang yang berminat untuk berwirausaha. Faktor-faktor tersebut antara lain:
Minat Seorang calon wirausaha harus memiliki minat untuk berwirausaha. Ia juga harus memilih bidang usaha yang diminatinya. Minat terhadap bidang usaha yang dipilih akan menimbulkan rasa cinta terhadap usahanya, sehingga dalam menjalankan aktivitas usaha akan dengan sepenuh hati. Pekerjaan apapun yang dilaksanakan tidak akan menjadi beban dan berkeluh-kesah karena minat dan cintanya terhadap pekerjaan tersebut.
24
Pengetahuan Pengetahuan merupakan wawasan yang dimiliki oleh wirausahawan tentang bidang usaha yang dijalankan. Dengan memiliki pengetahuan yang memadai maka akan sangat membantu dalam upaya pengembangan usaha.
Bakat Bakat merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sebagai bawaan dari kelahirannya.
Pengalaman Pengalaman tidak dapat diabaikan dalam menunjang keberhasilan berwirausaha. Setiap wirausahawan harus belajar dari kegagalan dan keberhasilan wirausaha masa lalu baik dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain.
Relasi Tidak ada seorang wirausahawanpun yang sukses dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tanpa dukungan dari pihak lain. Wirausahawan membutuhkan pemasok untuk
mengisi
barang-barang
yang
diperlukan
bagi
kegiatan
usahanya.
Wirausahawan akan membutuhkan konsumen untuk membeli produk yang dihasilkannya. Wirausahawan akan membutuhkan Bank sebagai lembaga yang dapat mempermudah transaksi bisnis atau untuk menambah modal usaha melalui kredit. Wirausahawan
akan
membutuhkan
distributor
untuk
mendistribusikan
hasil
produksinya. Wirausahawan akan membutuhkan karyawan untuk operasionalisasi kerja sehari-hari, dan lain-lain.
Modal Modal merupakan salah satu faktor yang sangat vital dalam menunjang keberhasilan usaha. Modal bukan hanya berupa uang tetapi juga termasuk aset lainnya. Kemampuan intelektual misalnya merupakan modal yang agak sulit dinilai dengan
25
uang , tetapi keberadaannya tidak diragukan lagi akan menunjang keberhasilan usaha.
Sedangkan menurut Hendro dan Widhianto (2006, pp.103-106), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk memilih jalur entrepreneur sebagai jalan hidupnya: 1. Individual/Personal Factor Merupakan pengaruh pengalaman hidup dari kecil hingga dewasa, baik oleh lingkungan ataupun keluarga, contohnya: A. Pengaruh masa kanak-kanaknya Misal: saat masih anak-anak, ia sering diajak oleh orangtua, paman, saudara, dan tetangga ditempat yang berhubungan dengan bisnis. Pengalaman ini akan terus melekat dalam benaknya sehingga ia ingin bercita-cita untuk menjadi pengusaha. B. Perkembangan saat dewasa Pergaulan, suasana kampus, dan teman-temannya yang sering berkecimpung dalam bisnis akan memacu dirinya untuk mengambil jalan hidup menjadi seorang
entrepreneur. C. Perspektif atau cita-citanya Keinginan untuk menjadi pengusaha bisa muncul saat melihat saudara, teman, atau tetangga yang sukses menjadi entrepreneur. 2. Suasana kerja Lingkungan pekerjaan yang nyaman tidak akan menstimulus orang atau pikirannya untuk berkeinginan menjadi pengusaha. Namun, bila lingkungan kerja tidak nyaman, maka hal itu akan mempercepat seseorang memilih jalan kariernya untuk menjadi seorang pengusaha.
26
3. Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka hal itu juga semakin tidak begitu berpengaruh terhadap keinginan dirinya untuk memilih pengusaha sebagai jalan hidupnya. Rata-rata, justru tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi yang menstimulus seseorang untuk memilih kariernya menjadi seorang pengusaha. 4. Personality (Kepribadian) Ada banyak tipe kepribadian, seperti controller,advocator, analytic, dan facilitator. Dari tipe-tipe itu, yang cenderung mempunyai hasrat yang tinggi untuk memilih karier menjadi seorang pengusaha adalah controller dan advocator, tetapi itu bukan sesuatu yang mutlak, karena semua bisa asalkan ada kemauan. 5. Prestasi Pendidikan Rata-rata, orang yang mempunyai prestasi yang tidak tinggi justru punya keinginan yang lebih kuat untuk menjadi seorang pengusaha. Hal itu didorong oleh suatu keadaan yang memaksa ia berpikir bahwa menjadi pengusaha adalah salah satu pilihan terakhir untuk sukses, sedangkan untuk berkarier di dunia pekerja dirasakan sangat berat, mengingat persaingan yang sangat ketat dan masih banyak para lulusan yang berpotensi yang belum mendapatkan pekerjaan. 6. Dorongan Keluarga Keluarga sangat berperan penting dalam menumbuhkan serta mempercepat seseorang untuk mengambil keputusan berkarier sebagai entrepreneur, karena orangtua berfungsi sebagai konsultan pribadi, coach, dan mentornya. 7. Lingkungan dan Pergaulan Jika ingin sukses, seseorang harus bergaul dengan orang yang sukses agar tertular. 8. Ingin Lebih Dihargai atau “Self Esteem”
27
Posisi tertentu yang dicapai seseorang akan mempengaruhi arah kariernya. Sesuai dengan teori Maslow, setelah orang terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya, maka kebutuhan yang ingin ia raih berikutnya adalah “Self Esteem”, yaitu ingin lebih dihargai lagi. Dan itu terkadang tidak didapatkan didunia pekerjaan atau lingkungan, baik keluarga, teman, atau yang lain. “Self Esteem” akan memacu orang untuk mengambil karier menjadi pengusaha (entrepreneur). 9. Keterpaksaan dan Keadaan Kondisi yang diciptakan atau yang terjadi, misal PHK, pensiun (retired), dan menganggur atau belum bekerja, akan dapat membuat seseorang memilih jalan hidupnya menjadi
entrepreneur, karena memang sudah tidak ada lagi pilihan untuknya.
2.1.4 Intrapreneur dan Intrapreneurship Selain definisi mengenai kewirausahaan (entrepreneurship) dan wirausaha (entrepreneur),
dikenal
juga
istilah
intrapreneur
dan
intrapreneurship.
Intrapreneur merujuk pada mereka yang bekerja pada suatu perusahaan yang memiliki semangat kewirausahaan. Atau dengan kata lain, intrapreneur merupakan wirausaha yang ada dalam lingkungan perusahaan. Sosok seperti ini sangat diperlukan karena sangat relevan dengan tujuan perusahaan dalam hal upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. (Lupiyoadi, 2004, p11). Sedangkan
menurut
Hisrich
(2005,
p17),
intrapreneurship
merupakan
kewirausahaan yang ada di dalam struktur bisnis yang ada, yang dapat menjembatani kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan pasar. Bisnis yang ada telah memiliki sumber daya keuangan, kemampuan usaha, dan sistem pemasaran dan distribusi untuk memasarkan inovasi yang ada dengan sukses. Namun terkadang struktur perusahaan yang terlalu birokratis, penekanan pada profit jangka pendek dan rumitnya struktur
28
organisasi dapat menghambat kreatifitas dan pengembangan produk dan usaha. Perusahaan – perusahaan mulai mengenali faktor – faktor penghambat ini dan kebutuhan akan kreatifitas dan inovasi telah menumbuhkan kebutuhan akan jiwa
intrapreneurship dalam perusahaan – perusahaan. Sehingga dalam era kompetisi usaha saat ini, kebutuhan munculnya produk baru dan jiwa intrapreneurship telah menjadi hal yang penting sehingga semakin banyak perusahaan yang kini mengembangkan lingkungan untuk mengembangkan jiwa intrapreneurship, terutama dalam unit – unit bisnis strategis (Strategic Business Unit atau SBU).
2.1.5 Model Pembelajaran Menurut pendapat Sunardi, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/41/sunardi.htm, 5 Agustus 2003, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar. Menurut Ine, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/18/1103.htm, 18 April 2005, salah satu model pembelajaran sebagai alternatif utama yaitu model coo-
perative learning (model pembelajaran gotong-royong). Model ini didasari oleh falsafah homo-homini
socius,
yang
menekankan,
manusia
adalah
makhluk
sosial.
Ini
mengandung arti, kerjasama merupakan kebutuhan sangat penting bagi kelangsungan.
29
Tabel 2.4 Kerangka Operasional Model Pembelajaran Kegiatan Pengajar
Kegiatan Mahasiswa
Menyampaikan Materi
Melibatkan Diri
Memberi Contoh
Merespons dan Terlibat
Memberi Penugasan
Menafsir dan Memperagakan
Mengevaluasi Proses
Merespons dan Argumentasi
Memberi Tugas Mandiri
Latihan Mandiri / Kelompok
Mengevaluasi Hasil
Mewujudkan Kreativitas
Sumber: http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/41/sunardi.htm
2.1.6 uji Validitas dan Reliabilitas 2.1.6.1 Uji Validitas Menurut Simamora, (2004, pp.58-59), validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain, mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Misalnya, meteran dapat mengukur tinggi badan dengan tepat (dalam hal ini tinggi badan adalah variabel penelitian). Dalam menyusun kuesioner, pertanyaan yang ingin diajukan perlu dipastikan. Untuk menentukannya, sebelumnya harus sudah jelas variabel apa yang diukur. Variabel
masih
bisa
dipecah
menjadi
subvariabel
atau
indikator.
Apabila
penyusunannya dilakukan sesuai prosedur, sebenarnya kuesioner telah memenuhi validitas logis. Oleh karena itu validitas logis sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam memahami masalah penelitian, mengembangkan variabel penelitian, serta menyusun kuesioner.
30
Validitas logis belum memiliki bukti empiris. Sebuah kuesioner yang disusun secara hati – hati dan dapat dipertimbangkan valid logis, ada baiknya diuji untuk mengetahui validitas empirisnya. Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti dapat melakukan try –
out dengan memakai responden terbatas dahulu. Dari try – out ini, ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. Validitas Eksternal Validitas instrumen dapat dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen tersebut sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel yang diteliti. Validitas Internal Validitas internal dapat dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian – bagian kuesioner dengan kuesioner secara keseluruhan.
2.1.6.2 Uji Reliabilitas Menurut Umar (2005, p194), reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang – ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Asumsinya, tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. •
Reliabilitas Eksternal Secara garis besar, reliabilitas eksternal adalah reliabilitas yang diperoleh dengan membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua jenis cara untuk menguji reliabilitas eksternal, yaitu teknik paralel dan teknik ulang.
•
Reliabilitas Internal
31
Reliabilitas internal diperoleh dengan menganalisis data yang berasal dari satu kali pengujian kuesioner. Adapun teknik reliabilitas internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Alpha. Menurut
Simamora
(2004,
pp.77-78),
teknik
reliabilitas
dengan
menggunakan teknik Alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner dengan kategorisasi jawaban selain 0 dan 1. Misalnya dari 1 sampai 5, 1 sampai 7, - 3 sampai 3, dan seterusnya. Teknik Alpha dilakukan dengan menghitung varians tiap butir pertanyaan dan varians total dari pertanyaan – pertanyaan. Selanjutnya varians butir dan varians total tersebut dimasukkan ke dalam rumus Alpha : 2 ⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ σ b ⎞⎟ 1 − ⎟ 2 ⎝ k − 1 ⎠⎜⎝ σ t ⎟⎠
r11 = ⎜
Keterangan : r11
= reliabilitas kuesioner
k
= banyaknya butir pertanyaan
∑σ σ t2
2 b
= jumlah varians butir = varians total
Langkah berikutnya adalah membandingkan angka tersebut dengan r
product moment (terdapat dalam lampiran). Dasar pengambilan keputusan : -
Bila rhasil (r11) > r
tabel
maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.
-
Bila rhasil (r11) < r
tabel
maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak reliabel.
32
2.1.7 Uji Cochran Q Test Dalam metode ini, diberikan pertanyaan tertutup kepada responden, yaitu pertanyaan yang pilihan jawabannya sudah disediakan. Dengan kata lain, daftar atribut sudah tersedia. Responden tinggal memilih atribut mana yang berkait dengan produk. Untuk itu, daftar atribut yang diuji harus lengkap. Jadi sebaiknya terlebih dahulu dilakukan riset pendahuluan (plemininary research) untuk menyusun daftar pilihan atribut selengkap mungkin. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun daftar pertanyaan yang pilihan jawabannya YA dan TIDAK (Simamora, 2004, pp.80-81). 1. Hipotesis yang akan diuji: H0 : Semua faktor yang akan diuji memiliki proporsi jawaban “YA” yang sama. Ha : Semua faktor yang akan diuji memiliki proporsi jawaban “YA” yang berbeda. 2. Mencari Q hitung dengan rumus:
Q
=
k 2 ⎛k ⎞ ( k − 1) k ∑ Ci − ⎜ ∑ Ci ⎟ i i ⎝ ⎠
2
n n 2 k ∑ Ri − ∑ Ri i i
3. Penentuan Q tabel: Dengan α = 0,05, derajat kebebasan (dk) = k-1, maka diperoleh Q tab (0,05 ,df) dari tabel Chi Square Distribution. 4. Dasar Pengambilan Keputusan: •
Tolak H0 bila Q
•
Terima H0 bila Q
hitung
>Q
hitung
tabel
tabel
5. Kesimpulan: •
Jika menolak H0, berarti proporsi jawaban YA masih berbeda pada semua atribut. Artinya belum ada kesepakatan diantara para responden tentang atribut.
33
•
Jika menerima H0, berarti proporsi jawaban YA pada semua atribut dianggap sama. Dengan demikian, semua responden dianggap sepakat mengenai semua atribut sebagai faktor yang dipertimbangkan.
2.2 Kerangka Pemikiran Wirausaha, menurut Frinces (2004 ,p11) adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan. Jurusan Manajemen – Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara memiliki komitmen yang besar untuk menghasilkan lulusan yang berjiwa berwirausaha, hal ini terlihat dari adanya pengembangan kurikulum yang secara khusus membuka peminatan / konsentrasi kewirausahaan yang dapat dipilih mahasiswa mulai semester 5. Selain Peminatan Kewirausahaan, Universitas Bina Nusantara Jurusan Manajemen juga membuka peminatan lain yaitu Pemasaran Internasional (Marketing International) dan E - Business. Untuk itu perlu diteliti mengapa para mahasiswa memilih untuk mengambil peminatan tersebut khususnya Peminatan Kewirausahaan. Mahasiswa yang memilih Peminatan Kewirausahaan tentunya mengharapkan untuk mendapatkan mata kuliah, tugas-tugas, serta dipandu oleh dosen yang berkompetensi dibidangnya dalam mengembangkan kemampuan kewirausahaan. Bila harapan yang diinginkan mahasiswa tidak tercapai akan terjadi gap (kesenjangan) antara harapan dan kenyataan yang dihadapi. Mata kuliah yang diberikan, tugas-tugas, serta pihak pengajar (dosen) tentunya akan memberikan pengaruh terhadap pengembangan jiwa wirausaha Mahasiswa Peminatan Kewirausahaan Jurusan Manajemen. Untuk itu perlu dianalisa
34
bagaimana penilaian para lulusan terhadap proses belajar mengajar diJurusan Manajemen khususnya Peminatan Kewirausahaan.
35
Peminatan Kewirausahaan
Proses belajar – mengajar di Peminatan Kewirausahaan Jurusan Manajemen
Lulusan Peminatan Kewirausahaan Jurusan Manajemen
Alasan memilih
Ciri-ciri Peminatan
Peminatan
Kewirausahaan Jurusan
Kewirausahaan
Manajemen
Gap Analysis
Rancangan Model Pembelajaran
36