BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Experiential Marketing (Pemasaran Pengalaman)
Experiential Marketing merupakan suatu proses penawaran produk dan jasa oleh pemasar kepada konsumen dengan perangsangan emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen (Bernd H. Schmitt,1999). Menurut Fransisca Andreani (Jurnal Manajemen Pemasaran, p1-8; 2007) experiential
marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini dinilai sangat efektif karena sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan produk kompetitor. Dengan adanya experiential marketing, pelanggan akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya karena mereka dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan (sense, feel, think, act, dan relate), baik sebelum maupun ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk dan jasa. Menurut Malcolm Tatum (2008) experiential marketing ialah suatu konsep yang menggabungkan elemen emosi, logika, dan keseluruhan proses berpikir lalu kemudian menghubungkannya kepada konsumen. Tujuan dari experiential marketing ialah untuk membangun hubungan dimana konsumen merespon produk yang ditawarkan berdasarkan emosi dan tingkat pemikiran mereka. Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
experiential marketing adalah memberikan pengalaman unik dan berkesan dalam memori konsumen terhadap merek, produk atau jasa dengan turut membangkitkan emosi dan
6
perasaan konsumen untuk meningkatkan penjualan dan brand equity ataupun brand
awareness hingga purchasing decision. Karena sekarang ini konsumen tidak hanya sekedar rasional, tetapi cenderung emosional yang lebih peka dan memiliki fantasi, maka experiential marketing dapat digunakan sebagai cara yang efektif dalam mendekati, mendapatkan, dan menjadikan konsumen percaya serta mempertahankan konsumen sehingga menjadi pelanggan yang setia. Dengan demikian pemasar dituntut agar dapat memiliki pemahaman yang baik, pengertian, jeli, kreatif dan inovatif terhadap apa yang diinginkan oleh konsumen. Pemasar harus mengetahui dan menerapkan experiential marketing seperti apa yang selama ini menjadi harapan dan selalu diimpi-impikan oleh pelanggannya. Bernd H.Schmitt (1999, p25) menyatakan 4 hal yang menjadi karakteristik dari
Experiential Marketing : 1. Focus on Customer Experiences (Fokus pada Pengalaman Pelanggan) Pengalaman (experiences) terjadi sebagai akibat dari menghadapi (encountering), menjalani (undergoing), atau mengalami (living) suatu kejadian melalui situasi-situasi tertentu. Hal-hal tersebut merupakan pemicu atau rangsangan terhadap indera, perasaan, kehendak, dan pikiran. Pengalaman juga menghubungkan perusahaan dan merek kepada gaya hidup konsumen dan media perilaku konsumen serta alasan pembelian dalam kontek sosial yang lebih luas.
2. Examining the Consumption Situation (Memeriksa Situasi Konsumsi) Pemasar experiential meyakini bahwa kesempatan yang paling besar untuk mempengaruhi sebuah eksistensi merek berada selama mengkonsumsi produk tersebut. Pengalaman selama mengkonsumsi merupakan kunci yang menentukan kepuasan konsumen dan loyalitas merek (brand loyalty).
7
3. Customer are Rational and Emotional Person (Konsumen sebagai Makhuk Rasional dan Emosional) Bagi seorang pemasar experiential, konsumen merupakan makhluk emosional sebagaimana juga ia bertindak rasional. Oleh karena itu, ketika konsumen secara teratur memilih menggunakan akalnya, pada saat yang sama hal tersebut juga didorong oleh emosinya, karena pengalaman konsumsi (consumption experiences) seringkali diarahkan pada pencapaian fantasi, perasaan dan kesenangan (directed
toward the persuit fantasies, feelings, and fun). 4. Methods and Tools are Eclectic (Metode dan Alat Tidak Monoton) Metode dan alat analisa dari experiential marketing bermacam-macam dan beraneka segi tidak dibatasi oleh satu pandangan tertentu, bersifat eclectic.
2.1.1.2 Pendekatan Experiential Marketing Dalam pendekatan experiential marketing terdapat dua bagian yang penting. Pertama adalah Strategic Experiential Modules (SEMs) yaitu modul yang dapat digunakan oleh pemasar untuk menciptakan jenis-jenis pengalaman yang berbeda bagi konsumen-konsumen mereka. Bagian kedua yang merupakan bagian penting dalam experiential marketing adalah
Experience Providers (ExPros) yang merupakan cara mengimplementasikan Strategic Experiential Moduls (SEMs) seperti yang dijelaskan sebelumnya. Experience Providers (ExPros) yang dapat menciptakan Strategic Experiential Moduls (SEMs) adalah komunikasi dimana produk dan jasa dikomunikasikan baik di media cetak, televisi dan radio, spanduk dan sebagainya. ExPros lainnya adalah identitas visual atau verbal misalnya nama, logo dan lambang, kemasan produk dan sebagainya.
8
2.1.1.3 Strategic Experiential Moduls (SEMs) Secara rinci Schmitt mengatakan bahwa merek-merek dapat membantu menciptakan lima tipe pengalaman berbeda yang bisa diperoleh pelanggan, yaitu : 1. Sense (Mengindra)
Sense Marketing dalam hal ini bersifat kognitif, berkaitan dengan gaya (styles) atau tema dan simbol-simbol verbal serta visual yang memberikan kesan pertama. Misalnya melalui iklan, kemasan ataupun website, pemasar harus memilih warna yang sesuai dengan
company profile dan mampu menarik perhatian pelanggan serta menciptakan kesan yang kuat. 2. Feel (Merasa)
Feel Marketing berkaitan dengan perasaan, suasana hati dan emosi jiwa konsumen. Hal ini lebih dari unsur keindahan, tetapi berupaya mempengaruhi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebanggaan, kebahagiaan atau bahkan kesedihan. 3. Think (Berpikir)
Think Marketing bertujuan merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas konsumen, sehingga konsumen mampu ber-experience dengan pemikirannya. 4. Act (Bertindak)
Act Marketing bertujuan mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu perilaku atau tindakan yang nyata dan mengekspresikan gaya hidupnya. 5. Relate (Berelasi)
Relate Marketing berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis). Pemasar dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Relate Marketing selalu berhubungan
9
berisikan aspek-aspek dari keempat hal diatas (sense, feel, think dan act marketing). (http://pioneer.netserv.chula.ac.th/~ckieatvi/Fathom_Exp_Marketing.htm) Sekarang ini pemasar tidak lagi terfokus pada teori pemasaran yang lama yaitu teori yang berisi tentang kualitas dan banyaknya keuntungan yang akan diperoleh konsumen. Karena teori tersebut telah umum digunakan oleh semua merek, produk atau jasa. Sehingga kini pemasar harus melakukan diferensiasi. Produk atau jasa yang ditawarkan oleh para pemasar hendaknya mampu menyentuh perasaan konsumen, menghibur, membuat konsumen berpikir positif mengenai apa yang ditawarkan. Dengan demikian maka diferensiasi produk dapat dicapai.
2.1.1.4 Experience Providers (ExPros)
Kotler & Keller (2006, p298) mengutip pernyataan Schmitt bahwa pemasar dapat memberikan pengalaman-pengalaman bagi pelanggan melalui perangkat penyaji pengalaman sebagai berikut : 1. Komunikasi : iklan, humas, laporan tahunan, brosur, laporan berkala, dan magalogs. 2. Identitas visual/ verbal : nama, logo, tanda, dan kendaraan transportasi. 3. Hadirnya produk : rancangan produk, kemasan, dan tayangan titik penjualan. 4. Merek bersama : pemasaran acara khusus (event),dan pensponsoran, aliansi dan kemitraan, perlisensian, serta penempatan produk dalam film atau TV. 5. Lingkungan : ruang eceran dan publik, kamar dagang, bangunan perusahaan, interior lain, dan pabrik. 6. Situs web dan media elektronik : situs perusahaan, situs produk atau jasa, CD-ROMs, email otomatis, iklan online, intranets. 7. Orang : tenaga penjual, perwakilan jasa pelanggan, dukungan teknik atau penyedia perbaikan, juru bucara perusahaan, dan CEO serta eksekutif lain.
10
Jadi, konsep experiential marketing mencoba mengeliminasi keunggulan fitur, dan benefit. Sebab, konsumen tidak lagi membeli produk belaka, melainkan sebuah pengalaman yang tercipta setelah mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. Experiential marketing, menuntut pemasar agar mampu memilih strategi yang tepat dengan sasaran yang akan dituju sesuai dengan kondisi sosial, perkembangan jaman dan teknologi yang sedang berkembang. Jika strategi yang dipilih tepat maka akan membuat pelanggan menjadi loyal, tapi jika salah memilih strategi maka akan memperoleh hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Secara keseluruhan, pengalaman konsumsi merupakan sumber terpenting terciptanya kepercayaan merek karena melalui pengalaman terjadi proses pembelajaran yang memungkinkan terbangunnya asosiasi, pemikiran dan pengambilan kesimpulan yang lebih relevan dengan pribadi individu/konsumen. Kepercayaan konsumen pada merek hanya dapat diperoleh bila pemasar dapat menciptakan dan mempertahankan hubungan emosional yang positif dengan konsumen. Hubungan emosional yang positif ini harus dibangun selama jangka waktu yang tidak pendek namun harus dilakukan secara konsisten dan persisten.
2.1.2 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen perlu dipahami, karena berkaitan dengan bagaimana konsumen membuat keputusan pembelian yang membantu pemasar mengetahui apa yang diinginkan konsumen pada umumnya. Dalam memilih produk dan jasa, perilaku konsumen selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan jaman. Karena konsumen dapat saja merasa jenuh dengan produk monoton, sehingga selalu mencari hal-hal yang baru tetapi didukung oleh produk yang lebih baik. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:8) tentang definisi perilaku konsumen adalah sebagai berikut “Perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk
11
dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.” Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumer do what they do.” Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa, serta apa yang mempengaruhi minat dan hal-hal yang menarik konsumen untuk membeli suatu produk. Definisi perilaku konsumen, menurut Drs. Bashu Swastha Dharmmesta dan Drs. T. Hani Handoko (2000:10) perilaku konsumen (consumer behaviour) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Adapun dua elemen penting dari arti perilaku konsumen itu yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang semua itu melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa-jasa ekonomis. Analisis perilaku konsumen yang realistis hendaknya menganalisa juga proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati, yang selalu menyertai setiap pembelian. Mempelajari perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaannya, dan dalam kondisi macam apa barang-barang atau jasa dibeli. Pengertian perilaku konsumen ini sering dikacaukan dengan pengertian perilaku pembeli (buyer
behaviour) dimana perilaku pembeli itu sendiri mengandung dua pengertian. Pengertian pertama diartikan dengan kegiatan individu dalam pertukaran uang atau jasa, dan yang kedua mempunyai pengertian arti yang khusus yaitu perilaku langganan atau consumer
behaviour. Menurut Peter dan Olson (p6:2000) perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide penting dalam definisi diatas: (1) perilaku konsumen adalah dinamis; (2) hal tersebut melibatkan interaksi
12
antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar; dan (3) hal tersebut melibatkan pertukaran. Sedangkan Kotler dan Armstrong, mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal (Simamora, 2002). Dari definisi-definisi diatas, Simamora (2002) menarik beberapa kesimpulan: 1. Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga. 2. Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk. 3. Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga variabel-variabel yang tidak dapat diamati seperti nilainilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternatif dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan yang mendahului keputusan dan mengikuti tindakan ini. Tindakan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor kebudayaan (kultur, subkultur, kelas sosial), sosial (kelompok, keluarga, peran, dan status), pribadi (usia, pekerjaan, keadaan, ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri), dan psikologis (motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap).
13
2.1.2.1 Faktor Utama Yang Mempengaruhi Konsumen Pada proses pengambilan keputusan konsumen dipengaruhi oleh perilaku konsumen itu. Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu: Menurut Philip Kotler (2002: p183-200), keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. 1. Faktor Budaya a. Budaya merupakan karakter yang penting dari suatu sosial yang membedakannya dari kelompok kultur yang lainnya. Semua hal yang konsumen lakukan tanpa sadar, sebagian dipengaruhi oleh nilai kultur, adat istiadat, dan ritual mereka yang telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari. b. Suatu sub-budaya adalah adalah suatu kelompok homogen atas sejumlah orang yang membagi elemen-elemen budaya yang unik ke dalam kelompok mereka. Perbedaan sub-budaya mungkin menghasilkan variasi pertimbangan dengan suatu budaya dalam apa, bagaimana, kapan, dan dimana seseorang membeli produk dan jasa. c. Kelas sosial merupakan sekelompok orang yang sama-sama mempertimbangkan secara dekat persamaan di dalam status atau penghargaan komunitas yang secara terus-menerus bersosialisasi diantara mereka sendiri baik secara formal dan informal, dan yang membagikan norma-norma perilakunya. 2. Faktor Sosial Perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti: a. Kelompok Acuan (Reference Groups) - Kelompok acuan: kelompok dalam masyarakat yang mempengaruhi perilaku pembelian seseorang.
14
- Kelompok keanggotaan utama: kelompok acuan dimana interaksi orang secara teratur dalam suasana informal, dengan cara bertatap muka, seperti keluarga, teman, atau anggota karyawan. - Kelompok keanggotaan kedua: kelompok acuan dimana orang-orang yang berkaitan kurang konsisten dan lebih formal dibandingkan dengan kelompok keanggotaan utama, seperti klub, kelompok profesional, atau kelompok keagamaan. - Kelompok acuan aspirasional: kelompok di mana beberapa orang berkeinginan untuk bergabung. - Kelompok acuan nonaspirasional: kelompok di mana seorang individu tidak berkeinginan untuk bergabung. b. Keluarga Keluarga adalah institusi sosial yang paling penting bagi beberapa konsumen, karena secara kuat mempengaruhi nilai sikap, konsep pribadi dan perilaku pembelian. Keluarga juga bertanggung jawab terhadap proses sosialisasi, mengajarkan kepada anak-anak tentang nilai dan norma-norma. 3. Faktor Individu Keputusan seseorang untuk membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang unik dari masing-masing individu, seperti: a. Jender Perbedaan psikologis yang terjadi antara pria dan wanita dapat menghasilkan perbedaan kebutuhan, seperti produk kesehatan dan kecantikan. Pria dan wanita juga memiliki pola belanja yang berbeda. Pada umumnya kaum wanita menikmati berbelanja dan dalam membeli sesuatu kadangkala harus melakukan pertimbanganpertimbangan yang seringkali menyebabkan proses pembelian berlangsung lebih lama dibandingkan pria. Sedangkan kaum pria, mereka lebih praktis dalam
15
berbelanja. Maksudnya jika mereka sudah menemukan apa yang mereka cari maka selesailah proses tersebut. b. Usia dan Tahapan Siklus Hidup Keluarga Usia dan tahapan siklus hidup keluarga atas seseorang konsumen dapat mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku konsumen. Tua mudanya usia konsumen biasanya menunjukkan produk apa yang menarik baginya untuk dibeli. Siklus hidup keluarga (family lifecycle) adalah suatu urutan yang teratur di mana sikap dan perilaku konsumen cenderung berkembang melalui kedewasaan, pengalaman, dan perubahan pendapatan serta status. c. Kepribadian, Konsep Diri, dan Gaya hidup Setiap konsumen memiliki kepribadian yang unik dimana kepribadian adalah suatu cara mengumpulkan dan mengelompokkan kekonsistenan reaksi seorang individu terhadap situasi yang sedang terjadi. Sedangkan konsep diri adalah, bagaimana konsumen mempersepsikan diri mereka sendiri. Konsep diri meliputi sikap, persepsi, keyakinan dan evaluasi diri. Karakteristik pribadi keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. 4. Faktor Psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.
2.1.2.2 Pentingnya Mempelajari Perilaku Konsumen
16
Ilmu perilaku menolong kita untuk mengerti konsumen. Pola pembelanjaan konsumen berguna untuk meramalkan kecenderungan dasar dan hubungan-hubungannya. Namun, sangat disayangkan, bila banyak perusahaan menjual produk-produk yang serupa, data ini mempunyai nilai yang kecil dalam meramalkan produk-produk dan merek spesifik yang mana yang akan dibeli. Perilaku konsumen dipelajari karena : 1. Peranannya sangat penting dalam kehidupan sehari-hari Alasan
yang paling
penting
untuk
mempelajari
perilaku
konsumen
adalah
peranannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Aplikasinya dalam pengambilan keputusan Konsumen seringkali dijadikan bahan studi karena beberapa keputusan tertentu secara signifikan dipengaruhi oleh perilaku dan tindakan-tindakan konsumen karena alasan ini juga ilmu perilaku konsumen sering dikatakan ilmu terapan.
2.1.2.3 Model Perilaku Konsumen Pemasar dapat memahami konsumen melalui pengalaman penjualan sehari-hari. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Pemasar mempunyai tugas yaitu memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari kedatangan rangsangan dari luar dan keputusan pembelian pembeli. Tetapi dalam hal ini pemasar kesulitan dalam memantau secara langsung karena masalah yang kompleks sebab adanya perkembangan perusahaan dan pasar yang menghentikan hubungan antara pembuat keputusan pemasaran dari pelanggan.
Maka dibuatlah suatu model perilaku konsumen sebagai salah satu cara untuk mempelajari konsumen akan berperilaku terhadap suatu produk
17
Rangsangan Pemasaran
Rangsangan lain
Produk
Ekonomi
Harga
Teknologi
Tempat
Politik
Promosi
Budaya
Kotak Hitam Pembeli
Karakteristik Pembeli
Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Manajemen Pemasaran Jilid 1, Philip Kotler (2003,p203)
Keputusan Pembeli Pemilihan Produk Pemilihan Merek Pemilihan Dealer Jadwal Pembelian Jumlah Pembelian
Gambar 2.1. Model Perilaku Pembeli
Gambar di atas menunjukkan bahwa pemasaran dan rangsangan lain memasuki “kotak hitam” konsumen dan menghasilkan respons tertentu. Para pemasar harus menebak apa yang ada dalam kotak hitam pembeli. Ada dua hal yang bisa mempengaruhi hasil respon konsumen yaitu : 1. Karakteristik pembeli yang mempengaruhi bagaimana dia menerima dan bereaksi terhadap rangsangan. 2. Proses keputusan pembeli itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku.
2.1.3 Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Peter dan Olson (2000:162-163), “Pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya”. Keputusan pembelian menurut Schiffman, Kanuk (2004, p.547) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut itu
18
dilakukan. Bentuk proses pengambilan keputusan tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi (barang otomotif) namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian yang rendah (kebutuhan rumah tangga).
Planned purchase dapat dialihkan dengan taktik marketing misalnya pengurangan harga, kupon, atau aktivitas promosi lainnya. 2. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh discount, harga, atau display produk. 3. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih di tempat pembelian. Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pajangan sebagai pengganti daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat mengingatkan seseorang akan kebutuhan dan memicu pembelian (Engel, F. James, et.al , 2001, p.127-128). Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Hasil proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choise) yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
19
Kebudayaan Kultur
Subkultur
Sosial Kultur Rujukan
Keluarga
Personal Usia Tahap daur hidup
Psikologi Motivasi
Jabatan
Persepsi
Keadaan Ekonomi
Learning
Gaya Hidup
Kepercayaan
Kepribadian
Sikap
Pembeli
konsep Diri Peran dan status sosial Kelas Sosial
Sumber: Simamora (2002:p9)
Gambar 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
Masing-masing tahap proses keputusan pembelian menurut Phillip Kotler tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengenalan Masalah (needs of recognition) Pada tahap ini, seseorang mulai mengetahui dan menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Misalnya rasa lapar dan haus, sehingga sampai pada tingkat tertentu menjadi sebuah dorongan untuk melakukan tindakan pembelian. 2. Pencarian informasi (information search) Setelah menyadari kebutuhan yang harus dipenuhi, maka tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah mencari informasi mengenai beragam alternatif yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Pencarian informasi ini dapat dilakukan dengan mengingat kembali informasi yang terdapat di dalam ingatan serta dapat dilakukan dengan mencari informasi kepada keluarga, teman, maupun iklan. Tahap ini merupakan proses bagaimana konsumen mencari informasi
20
tentang produk yang dibutuhkan serta merek-merek yang beredar dan keistimewaan produk dan merek tersebut. 3. Evaluasi alternatif (alternative evaluation) Setelah mendapatkan berbagai macam informasi, tahap selanjutnya adalah melakukan pertimbangan terhadap informasi yang sudah ada, dengan tujuan agar dapat membuat sebuah keputusan dan membentuk niat untuk membeli. Beberapa
konsep
dasar
akan
membantu
memahami
proses
evaluasi
konsumen: pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 4. Keputusan Pembelian (purchase decision) Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai. Jadi setelah semua tahap-tahap sebelumnya dilakukan, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila konsumen
memutuskan
untuk
membeli,
konsumen
akan
menghadapi
serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis-jenis produk, merek, penjual, kuantitas, waktu pembelian, dan cara pembayaran. Namun, sebelum keputusan pembelian, konsumen dihadapkan pada dua faktor yang dapat mempengaruhi tujuan dan keputusan membeli, yaitu sikap orang lain yang dapat meyakinkan calon konsumen untuk membeli atau tidak membeli dan situasi yang tidak diharapkan, seperti harga yang sewaktu-waktu berubah, kehilangan pekerjaan dan sebagainya. 5. Perilaku Pasca Pembelian (Post Purchase behavior) Pada tahap ini, setelah seseorang memutuskan untuk membeli sebuah produk, maka orang tersebut akan mengharapkan kebutuhannya dapat terpenuhi,
21
serta menentukan apakah orang tersebut merasa puas atau tidak puas dengan pembelian produk tersebut Schiffman dan Kanuk (2007,p491-507) menggambarkan model sederhana dalam pengambilan keputusan konsumen menjadi tiga komponen utama, yaitu: 1. Input komponen input terdiri dari berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan produk. Yang paling utama dalam komponen input ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosiobudaya.
Input pemasaran Kegiatan pemasaran perusahaan yang merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Usaha-usaha tersebut meliputi berbagai strategi bauran pemasaran, yaitu produk, promosi, harga dan saluran distribusi.
Input sosial budaya Input sosial budaya ini terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial seperti pengaruh dari keluarga, sumber informasi nonkomersial, kelas sosial, budaya dan subbudaya.
2. Proses Komponen proses berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini, maka harus dipertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis yang merupakan pengaruh dari dalam diri. Pengaruhpengaruh tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian dan sikap. Proses pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap, yaitu
22
pengenalan kebutuhan, penilaian sebelum penelitian dan penilaian berbagai alternatif.
Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu masalah. Di kalangan konsumen, tampaknya ada dua gaya pengenalan
kebutuhan
atau
masalah
yang
berbeda.
Pertama,
merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Kedua, tipe keadaan yang diinginkan, di mana bagi konsumen keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan.
Penelitian Sebelum Pembelian Penelitian ini dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan pada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Jika tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, mungkin konsumen harus melakukan penelitian lebih dalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada gabungan pengalaman yang lalu (sumber internal) dan informasi pemasaran dan nonkomersial (sumber eksternal). Tingkat risiko yang dirasakan juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan.
Penilaian Alternatif Ketika menilai berbagai alternatif potensial, konsumen cenderung menggunakan dua tipe informasi, yaitu daftar merek yang akan
23
konsumen rencanakan untuk dipilih dan kriteria yang akan mereka gunakan untuk menilai setiap merek. 3. Output Komponen output menyangkut kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat, yaitu perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari kedua kegiatan itu adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya.
Perilaku pembelian Konsumen melakukan dua tipe pembelian, yang pertama adalah pembelian percobaan, yang bersifat sebagai penjajakan konsumen untuk menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. Yang kedua adalah pembelian ulang, biasanya menandakan bahwa produk memenuhi
persetujuan
konsumen
dan
konsumen
bersedia
memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.
Penilaian pasca pembelian Unsur terpenting dari evaluasi pasca pembelian adalah pengurangan ketidakpastian atau keraguan-raguan yang dirasakan oleh konsumen terhadap pilihannya. Tingkat analisis pasca-pembelian yang dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam menggunakan produk tersebut. Jika kinerja produk sesuai harapan, maka mungkin konsumen akan membelinya
lagi.
Sebaliknya,
jika tidak
sesuai
harapan maka
konsumen akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai. Untuk penjelasan lebih lanjut, model pengambilan keputusan konsumen tersebut diringkas ke dalam bentuk gambar di halaman berikut:
24
Pengaruh Eksternal
Masukan
Pengambilan Keputusan Konsumen
aQ d
Proses
Perilaku Setelah Keputusan
Keluaran
Sumber: Schiffman dan Kanuk (2003,p8)
Gambar 2.3. Model Sederhana Pengambilan Keputusan
25
2.1.3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemecahan Masalah Asumsi dasar dari pengambilan keputusan sebagai pemecahan masalah adalah konsumen memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan atau nilai dalam rantai akhir) yang ingin dicapai. Pemecahan masalah konsumen sebenarnya adalah suatu aliran tindakan timbal balik yang berkesinambungan diantara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan (Peter dan Olson, 2000:164). 2.1.3.2 Tahap Pemecahan Masalah Konsumen Perusahaan yang cerdik melakukan riset atas proses keputusan pembelian kategori produk mereka. Mereka menanyai konsumen kapan mereka pertama kali mengenal kategori dan merek produk tersebut, serta seperti apa keyakinan merek mereka, seberapa besar mereka terlibat dengan produk yang bersangkutan, bagaimana mereka melakukan pemilihan merek, dan seberapa puas mereka setelah pembelian (Kotler, 2004:204)
Pemahaman adanya masalah
Pencarian alternatif penyelesaian
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Penggunaan pascapembelian dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih
Sumber: Peter dan Olson(2000,p1650)
26
Gambar 2.4. Model Pemecahan Masalah Konsumen
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2009
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
27
2.3 Hipotesis Menurut Kountur (2007,p89) Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara atas permasalahan penelitian yang memerlukan data untuk menguji kebenaran tersebut. Dijelaskan lebih dalam oleh Supomo dan Indriantoro (1999,p192), Hipotesis Nol (Ho) merupakan salah satu format rumusan hipotesis yang menyediakan status quo. Tujuan dari hipotesis nol adalah memberikan kemungkinan tidak adanya perbedaan ekspetasi peneliti dengan fenomena yang diteliti. Kemungkinan sebaliknya, ada perbedaan antara ekspetasi peneliti dengan data yang dikumpulkan dirumuskan dalam hipotesis alternatif (Ha). Di dalam penelitian ini dikemukakan 3 hipotesis, yakni :
Ho1
: Tidak Terdapat pengaruh experiential marketing terhadap keputusan pembelian konsumen Two Way Cake Powder Mustika Ratu.
Ha1
: Terdapat pengaruh experiential marketing terhadap keputusan pembelian konsumen Two Way Cake Powder Mustika Ratu.
Ho2
: Tidak terdapat pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian konsumen Two Way Cake Powder Mustika Ratu.
Ha2
: Terdapat pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian konsumen
Two Way Cake Powder Mustika Ratu. Ho3
: Tidak terdapat pengaruh experiential marketing dan perilaku konsumen secara simultan terhadap keputusan pembelian konsumen Two Way Cake Powder Mustika Ratu.
Ha3
: Terdapat pengaruh experiential marketing dan perilaku konsumen secara simultan terhadap keputusan pembelian konsumen Two Way Cake Powder Mustika Ratu.
28