7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian Kualitas Pada masa sekarang, kuallitas tidak hanya merupakan usaha untuk memenuhi
persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan atau usaha untuk mengurangi produk yang rusak, tetapi lebih luas dari hal tersebut. Kualitas merupakan usaha menyeluruh yang meliputi setiap usaha perbaikan organisasi dalam memuaskan pelanggan (Bounds, 1994). Menurut W. Edwards Deming, kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, menurut Crosby, kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan dan menurut Juran, kualitas merupakan kesesuaian terhadap spesifikasi (Yamit, 2004, p.7). Kotler (2001, p.310), kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau tersirat. Tjiptono (2001, p.51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yanng berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Garin dan Davis (2004) menyatakan, bahwa kualitas adalah satu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungan serta dapat mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan
8 kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas. 2.1.1. Kualitas Produk 2.1.1.1. Pengertian Produk Menurut Mc.Carty (Simamora,2003, p.139), produk yaitu suatu tawaran dari sebuah perusahaan yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.166), Produk adalah barang atau jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p.7), Product is anything that can be
offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan dan kebutuhan. Menurut Kotler (2002, p.18), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam standar internasional, produk adalah barang atau jasa yang berarti : - Hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa, program komputer, desain, petunjuk pemakaian) - Suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa atau pelaksanaan proses produksi). Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada kepemilikannya tetapi pada jasa yang dapat diberikannya. Menurut Angipora (2002, p.26), Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. Dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memeberikan kepuasan yang berbeda sehingga
9 perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas terhadap produk yang dihasilkan Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p.349), produk konsumen meliputi :
Convenience product adalah produk – produk yang pembeliannya sering, harus ada segera, dan usaha konsumen membanding – bandingkan produk sebelum memperoleh produk yang sesuai rendah. Biasanya, produk demikian harganya murah dan tersedia luas, Ada yang dibeli secara teratur dan tanpa terencana.
Shopping Product adalah barang yang laku pembeliannya, pembeli membanding – bandingkan karakteristik produk dengan produk lain dalam hal harga, kualitas, desain dan gaya, sebelum mengambil keputusan. Contohnya : pakaian, perabotan, dan barang – barang elektronik. Shopping product dapat dibedakan menjadi produk homogen (Kualitas Produk sama, pembeli hanya untuk membandingkan harga) dan heterogen (fitur produk lebih penting dari pada harga).
Speciality Product adalah produk konsumen dengan karakteristik unik atau identifikasi merek yang dicari oleh kelompok pembeli tertentu, sehingga mereka mau mengeluarkan usaha khusus untuk memperolehnya, misalnya mobil Ferrari, mobil Pajero, dan lainnya. Harga tidak menjadi masalah, bagi pembeli langka suatu produk semakin tinggi nilainya.
Unsought Product merupakan barang – barang yang belum dikenal oleh pembeli atau sudah dikenal tetapi tidak pernah memikirkan untuk membelinya walaupun memiliki kemampuan untuk membeli. Misalnya produk – produk baru seperti laser anti anjing, pistol gas air mata dan lainnya. Menurut Kotler dan Armstrong (2005, p.91), mendefinisikan lima tingkatan untuk satu produk, yaitu :
Core Product level adalah keputusan atau keinginan dasar yang dapat memuaskan konsumen dengan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
10 Generic Product Level adalah versi dasar dari produk yang memuat hanya atribut atau karakteristik yang secara mutlak diperlukan agar dapat berfungsi tanpa membedakan fitur.
Expented Product Level adalah sekumpulan atribut atau karakteristik yang pembeli biasanya harapkan atau setuju ketika mereka membeli suatu produk.
Augmented Product Level, mencakup atribut produk tambahan, manfaat, atau jasa yang berkaitan yang membedakan dengan produk pesaing.
Potencial Produk Level, mencakup seluruh tambahan dan transformasi yang dialami suatu produk pada akhirnya pada masa yang akan datang. Dan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memberikan kepuasan yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan luas terhadap produk yang dihasilkan.
2.1.1.2. Pengertian Kualitas Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2006,p.299), product quality is the ability of a
product to perform its function, it includes the product’s several durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes. Dari pengertian diatas, kualitas produk adalah kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan, kemudahan, dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai – nilai yang lainnya. Kualitas produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang internal dan sudut pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran kualitas diukur dengan persepsi pembeli, sesuai dengan pernyataan Kotler dan Armstrong (2001,p.279), “From
marketing point of view, quality should be measured in terms of buyers perceptions”.
11 Maka sudut pandang yang digunakan untuk melihat kualitas produk adalah sudut pandang eksternal. Menurut Adam dan Ebert (2002,p.256) yang dikutip dalam Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi “Analis Persepsi Konsumen terhadap Kualitas Produk Keramik merek Milan di Surabaya”,Vol.3 No.2, Agustus 2003 : pp. 140 – 159, menyatakan bahwa “Quality is the customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik buruknya kualitas suatu produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan berkualitas jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan oleh pelanggan dan pengalaman mereka terhadap produk dan jasa. Jika suatu
produk kualitasnya
kurang baik maka konsumen akan melakukan Brand Switching Berdasarkan teori tersebut, maka disimpulkan bahwa Kualitas Produk adalah kemampuan suatu produk dalam menjalankan fungsinya, yang merupaka suatu pengertian gabungan dari daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan pemeliharaan serta atribut – atribut lainnya. 2.1.1.3. Dimensi Kualitas Produk Menurut Durianto (2004, p.38), Konsep Produk, produsen dalam memasarkan produk harus berpikir melalui tahapan dimensi, yaitu : - Kinerja adalah dimensi paling dasar dan berhubungan dengan fungsi utama suatu produk. Konsumen akan kecewa jika harapan mereka akan dimensi ini tidak terpenuhi. - Keandalan, hal berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu. - Fitur, dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Karena perkembangan fitur ini hampir tidak terbatas sejalan dengan perkembangan teknologi, maka fitur
12 menjadi target para produsen untuk berinovasi dalam rangka memuaskan pelanggan. - Keawetan adalah dimensi kualitas produk keempat yang menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk disebut awet kalau bertahan setelah berulang kali digunakan atau sudah lama sekali digunakan. - Konsistensi, dimensi ini menunjukkan seberapa jauh suatu prduk dapat menyamai standar atau spesifikasi tertentu. - Desain adalah dimensi yang unik dan banyak menawarkan aspek emosional dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. 2.1.2. Ketersediaan Produk Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal di banyak perusahaaan, Mencerminkan sebanyak 40% dari total modal yang diinvestasikan. Persediaan harus dikelola dengan baik karena sangat sensitif dengan kekunoan, pencurian, pemborosan. Manajer operasi diseluruh dunia telah lama menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak suatu perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara menurunkan tingkat persediaan di tangan. Di pihak lain, konsumen akan merasa tidak puas bila suatu produk stoknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya – sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Hani Handoko, 2000 p.333) Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p.103), Persediaan adalah sumberdaya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur,
13 kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupu kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Menurut Barry Render Jay Heizer (2001, p.314), persediaan (inventory) dapat memiliki fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan. Ada 6 penggunaan persediaan, yaitu : 1.
Untuk memberikan suatu stok barang – barang agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen.
2.
Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya, bila permintaan produksi tinggi hanya pada musim panas, suatu perusahaan dapat membentuk stok dalam musim dingin, sehingga biaya kekurangan stok dan kehabisan stok dapat dihindari. Demikian pula, bila pasokan suatu perusahaan
berfluktuasi,
persediaan
bahan
baku
ekstra
mungkin
diperlukan untuk “memesangkan” proses produksinya. 3.
Untuk megambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian dalam jumlah besar dapat secara substansial menurunkan biaya produk.
4.
Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
5.
Untuk menghindari dari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, masalah mutu atau pengiriman yang tidak tepat. “Stok pengaman” misalnya, barang ditangan ekstra, dapat mengurangi risiko kehabisan stok.
6.
Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan menggunakan “barang dalam proses” dalam persediaannya. Hal ini karena perlu waktu untuk memproduksi barang dan kerena sepanjang berlangsungnya proses, terkumpul persediaan – persediaan. 2.1.2.1.
Jenis Persediaan
Menurut Arens, dkk (2003,p. 592), persediaan dapat dikelompokkan menjadi :
14 “ Inventory takes many different from depending upon the nature of business, for retail or whole sale business the nost important inventory is merchandise inventory on hand, available for sale. For hospital it includes food, drugs, and medical supplies part, and supplies for use in production goods in the process of being manufactured, and finished goods available for sale”. Mulyadi (2001, p.553) mengelompokkan persediaan sebagai berikut :
“ Dalam perusahaan manufaktur persediaan terdiri dari : persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan produk
bahan baku, persediaan bahan
penolong, persediaan bahan habis pakai pabrik, persediaan suku cadang. Dalam perusahaan dagang persediaan hanya terdiri dari satu golongan saja yaitu persediaan barang dagangan”. Perusahaan mempertahankan 4 jenis persediaan : 1.
Persediaan bahan mentah
2.
Persediaan barang dalam proses (Work in process – WIP)
3.
Persediaan MRO (perlengkapan pemeliharaan/perbaikan/operasi)
4.
Persediaan barang jadi
Persediaan dalam operasi normal setiap perusahaan merupakan komponen yang sangat aktif, yang dibeli dan dijual kembali secara terus menerus. Pada perusahaan dagang biasanya persediaan barang dagangan dalam bentuk yang siap pakai untuk dijual kembali kepada pembeli dan melaporkan harga perolehan dari barang dagangan yang belum terjual sebagai persediaan, Mulyadi (2001, p.553) 2.1.1.2
Fungsi Siklus Persediaan Siklus persediaan menyangkut arus fisik barang – barang (physical flow of goods),
dan arus biaya – biaya yang berhubungan (related cost), Menurut Arens, dkk (2003, p.599 – 600) fungsi yang terdapat dalm siklus persediaan sebagai berikut :
“ Function in the cycle and internal control for the inventory and warehousing cycle are : 1. Process purchase order
15 2. Receive new material 3. Store raw material 4. Process the goods 5. Store finished goods 6. Ship finished goods Berikut akan dijelaskan : Mengolah Order Pembelian: Permintaan pembelian (purchase requisition) digunakan untuk meminta bagian pembelian agar melakukan pesanan atas barang tertentu yang dibutuhkan oleh bagian lain. Permintaan pembelian ini mungkin dilakukan oleh petugas bagian penyimpanan persediaan atau secara otomatis oleh komputer jika persediaan yang ada telah mencapai batas minimal tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen. Permintaan pembelian yang valid akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan order pembelian (purchase order) oleh bagian pembelian, dimana order pembelian ini digunakan untuk melakukan pemesanan pembelian atas barang yang diminta. 1. Menerima Bahan Baku Bahan baku yang diterima atau barang dagangan pada perusahaan dagang, hendaknya diperiksa terlebih dahulu baik mengenai kualitasnya maupun kuantitasnya. Bagian penerimaan barang membuat laporan penerimaan barang (receiving report) dan laporan penerimaan barang. Ini merupakan salah satu dokumen yang diperlukan sebelum pembayaran atas pesanan yang dilakukan. Setelah pemesanan selesai dilakukan, barang dikirim kebagian penyimpanan atau bagian gudang dan dokumen penerimaan barang dikirim kebagian pembelian, gudang, dan hutang.
16 2. Menyimpan Bahan Baku Pada saat bahan baku atau barang dagangan yang telah dipesan diterima, maka barang – barang tersebut disimpan ditempat penyimpanan dan dikeluarkan jika diperlukan dalam proses produksi atau penjualan kepada pembeli. Bahan baku atau barang dagangan ini dikeluarkan jika ada dokumen permintaan barang dagangan yang telah disetujui, atau order penjualan, atau dokumen – dokumen lain yang menunjukkan jenis dan jumlah barang yang dibutuhkan. Dokumen permintaan barang ini digunakan untuk memperbaharui catatan persediaan yang menggunakan sistem pencatatan perpetual. 3. Mengolah Barang Jadi Fungsi pengolahan barang ini tidak sama anatara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Dalam perusahaan dagang tidak ada fungsi pengolahan barang sedangkan dalam perusahaan manufaktur terdapat fungsi ini. Penentuan jenis dan jumlah barang yang diproduksi didasarkan atas permintaan pelanggan. Peramalan besarnya jumlah penjualan, tingkat persediaan barang yang telah ditetapkan, dan lain – lain. 4. Menyimpan Barang Jadi Barang jadi yang dihasilkan dari proses produksi atau barang dagangan yang telah dikirim oleh supplier disimpan digudang dan dikeluarkan jika dijual atau dibeli kepada pelanggan. Dalam perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang baik., barang dagangan dikendalikan
secara fisik sehingga tidak
sembarangan orang dapat masuk ke gudang, tapi hanya orang – orang yang memiliki akses saja yang bisa masuk gudang barang dagangan.
17 5. Mengirim Barang Jadi Sebelum barang jadi atau barang daganngan dikeluarkan dari gudang untuk dikirim, perlu ada pengotorisasian pengeluaran dalam bentuk dokumen pengiriman, dan juga harus dicek oleh pegawai yang berwenang. Menurut La Midjan dan Azhar Susanto (2001, p.152) persediaan menciptakan siklus persediaan yang terdiri dari prosedur sebagai berikut : 1. Prosedur penerimaan barang 2. Prosedur penyimpanan barang 3. Prosedur pengeluaran barang
2.1.2
Pengertian Merek Kotler menyatakan bahwa (2003,p.418), merek adalah “Brand is a name, sign,
symbol, or design or a combination of them, intended of identify goods or services or one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors.” Menurut Durianto (2004,p.1) merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol disain ataupun kombinasinya yang mengindentifikasikan suatu produk / jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan perusahaan pesaing. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor (Durianto,2004,p.2) : a.
Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan stabil. b.
Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa diliat bahwa
suatu merek yang kuat dapat diterima seluruh dunia dan budaya. c.
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin
kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand
association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut.
18 d.
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
e.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan. Dengan adanya merek
konsumen dapat mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. f.
Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
2.1.2.2
Tipe – Tipe Merek Ada tiga tipe merek menurut Whitwell sebagaimana yang dikutip oleh Tjiptono
(2005,p.22), yaitu : 1.
Attribute Brands, yakni merek – merek yang memiliki citra yang mampu
mengkomunikasikan keyakinan / kepercayaan terhadap atribut fungsional produk. Kerapkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga merek cenderung memilih merek – merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya. Contohnya, merek
Harvard Business School menjadi kualitas analisis yang tinggi dan komprehensif. 2.
Aspirational Brands, yakni merek – merek yang menyampaikan citra tentang
tipe orang yang membeli merek yang bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakinan yang dipegang konsumen adalah bahwa dengan memiliki merek semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan kelompok aspirasi tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius, dan popular). Dalam hal ini status, pengakuan sosial,dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar nilai fungsional produk. Salah satu contoh merek tipe ini adalah Rolex. 3.
Experience Brands, mencerminkan merek – merek yang menyampaikan citra
asosiasi dan emosi bersama (shared association and emotions). Tipe ini memiliki
19 citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual. Kesuksesan sebuah experience brand ditentukan
oleh
kemmpuan
merek
bersangkutan
dalam
mengekspresikan
individualitas dan pertumbuhan personal. Contohnya Nike dengan “Just Do It”
attitude yang dikomunikasikan secara konsisten. 2.1.2.3
Perilaku Konsumen Terhadap Merek Meurut Aeker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2003,p.422) tingkat perilaku
konsumen terhadap merek dibedakan atas lima tingkat, yaitu : 1.
Konsumen yang sering menggati merek khususnya karena alasan harga.
Tidak memiliki loyalitas merek. 2.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk
mengganti merek. 3.
Konsumen yang puas akan suatu merek dan akan merasa rugi bila
mengganti suatu merek lain. 4.
Konsumen yang meberikan nilai yang tinggi pada suatu merek,
menghargainya dan menjadikan merek bagian dari dirinya atau seperti teman. 5. 2.1.2.4
Konsumen yang setia terhadap merek.
Ekuitas Merek Menurut Durianto (2004,p.4), mendifinisikan “ekuitas merek adalah seperangkat aset
dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan suatu produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pelanggan”. Agar aset dan liabilitas mendasari Brand Equity maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar Brand Equity akan berubah pula.
20 Menurut Durianto (2004,p.4) ekuitas merek dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu : 1.
Brand awareness (kesadaran merek) Menunjukkan kesanggupan calon seorang pembeli untuk mengenali atau
meningkatkan bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. 2.
Brand association (asosiasi merek) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatau kesan tertentu
dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selbritis,dll.
3.
Perceived quality Mencerminkan
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4.
Brand loyality (loyalitas merek)
Mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu merek produk. 5.
Other proprietary brand assets (aset – aset merek lainnya) Aset – aset merek lainnya seperti hak paten, merek daganng dan saluran
dirtribusi. 2.1.3
Perpindahan Merek (Brand Switching) Menurut Dharmmesta (2001, h.83) Brand Switching Behaviour adalah perilaku
perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alsan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain. Brand Switching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh pelanggan untuk tipa waktu penggunaan. Tingkat Brand Switching ini juga menggunakan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi tingkat Brand Switching, maka semakin tidak loyal tingkat pelanggan kita. Itu berarti semakin beresiko juga merek yang kita kelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan, Sumarni (2010, h.56).
21 Menurut Waluyo (2003, h.78 ), pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen muncul karena pengaharapan konsumen tidak sama atau lebih tinggi dari kinerja yang diterimanya dari pemasar. Ketidakpuasan terjadi ketika konsumen menganggap suatu produk tidak dapat memenuhi atau mewujudkan keinginan, harapan, dan kebutuhan konsumen. Ketidakpuasan konsumen berakibat fatal terhadap perusahaan karen bisa mengakibatkan hilangnya sebagian pangsa pasar yang otomatis akan mengakibatkan menurunnya profit perusahaan, konsumen yang merasa tidak puas dapat melakukan tindakan beralih merek (Brand Switching) demi tercapainya tingkat kepuasan yang mereka dambakan Shani (2009, h. 89). Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut. Komitmen merek dapat didefinisikan sebagai kesertaan emosional atau perasaan. Ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media cetak, media audio. Beatty, Kahle dan Homer (2001) dalam Dharmmesta (2001, h.83) Perilaku perpinahan merek ini merupakan suatu keptusan membeli yang didasari pada faktor – faktor internal dan eksternal dari konsumen (Vann trijp et al, 2003, p.282). Seperti halnya perilaku pembelian, perilaku perpindahan merek ini akan memiliki rute berpikir dari stimulan yang dirasakan sampai dengan tercipta keputusan perpindahan merek. (Vann trijp et al, 2003, p.282 – 283), memilih dua faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan perpindahan merek yaitu faktor internal dan eksternal dimana faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam diri konsumen, sementara faktor
22 eksternal leboih pada faktor situasi atau lingkungan luar konsumen. Berangkat dari sini dapat dipilah bahwa yang merupakan faktor internal yang mempengaruhi perpindahan merek adalah keinginan pada diri konsumen untuk mencari variasi Dimensi yang dapat mengukur faktor internal konsumen dalam memotivasi dirinya untuk melakukan perpindahan merek adalah pengetahuan konsumen pada mengenai merek pada produk kategori (Vann trijp et al, 2003, p.286). Menurut Keaveney sebagaimana yang dikutip Prasetijo dan Ihalauw (2005,p.97 – 98) menemukan beberapa hal sebagai hasil penelitiannya bahwa pergeseran merek karena : a.
Persepsi negatif terhadap kualitas produk
b.
Harga
c.
Ketidakpuasan dengan kinerja produk secara keseluruhan
d.
Layanan dan kenyamanan yang tidak memadai ditempat penjualan
e.
Hambatan fisik maupun psikologis untuk mendapatkan produk
f.
Memang ada maksud (intention) untuk berhenti mengkonsumsi brand yang
biasa dipakai dan ingin memakai brand lain Setiap faktor bisa berperan karena stimulus yang diterima konsumen tidak lagsung dibuang begitu saja mereka meperhatikan stimulus itu karena dalam memori nya sudah ada data yang serupa dan bila ini terjadi, orang cenderung untuk menghubungkan keduanya untuk membentuk interpretasi perilaku sebagai menifestasi bagi interpretasi yang baru itu bisa berupa kebingungan, keyakinan, kemudian mengacu kepada pergantian merek. Lu Hsu dan Hsien Chang berpendapat seperti yang dikutip Dwi Ermayanti
dalam
jurnal eksekutif nomor 2 volume 3 (2006) bahwa “ Consumer switch brands not simply
because they are dissatisfied with the current brands, but may because they want to try new brands, they attracted by the discount offered by other brands, or because the current brands are out of stocks “ yang dapat diartikan bahwa konsumen berpindah merek bukan hanya karena tidak terpuaskan dengan merek yang mereka pakai, tetapi bisa saja karena
23 mereka ingin mecoba merek baru, (Dua kalimat merah tsb digunakan sebagai indikator internal ditambah 1 yang diatas tentang pengetahuan merek diantara produk kategori yang sudah ditandai kalimat merah.) mereka tertarik oleh diskon yang ditawarkan oleh merek lain, bisa juga karena “merek yang sedang dipakai habis.” Selain adanya “penawaran diskon bisa juga “merek pesaing melakukan perubahan harga”.(Tiga kalimat merah dijadikan factor eksternal. 2.1.4
Pengaruh antara Kualitas Produk dan Brand Switching Menurut Adam dan Ebert (2002,p.256) yang dikutip dalam Jurnal Widya Manajemen
dan Akuntansi “Analis Persepsi Konsumen terhadap Kualitas Produk Keramik merek Milan di Surabaya”,Vol.3 No.2, Agustus 2003 : pp. 140 – 159, menyatakan bahwa “Quality is the customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik buruknya kualitas suatu produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan berkualitas jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan oleh pelanggan dan pengalaman mereka terhadap produk dan jasa. Jika suatu produk kualitasnya kurang baik maka konsumen akan melakukan brand switching. Dapat disimpulkan bahwa Kualitas Produk dapat menyebabkan Brand Switching. 2.1.4.2
Pengaruh antara Ketersediaan Produk dan Brand Switching Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p.103 - 104), yang dikutip dalam buku
persediaan perencanaan dan pengendalian produksi, edisi pertama, cetakan kedua, Penerbit GunA Widya, Surabaya. Menyatakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. Masalah utama persediaan adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis, yang akan menjawab persoalan berapa jumlah produk dan kapan produk itu dipesan, terlalu lama sampainya produk menjadikan perusahaan kekurangan persediaan
24 produk dan sedikitnya pembelian produk karena konsumen berpindah merek kepada perusahaan yang persediaan produknya cukup. Dapat disimpulkan bahwa Ketersediaan Produk yang kurang dapat menyebabkan Brand Switching
25 2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kualitas Produk (X1) •
Kinerja
•
Keandalan
•
Fitur
•
Keawetan
•
Konsistensi
Ketersediaan Produk (X2) •
Jenis Produk
•
Distribusi Lancar
•
Persediaan Stok
•
Harga Lebih Murah
Brand Switching (X3) •
Faktor Internal
•
Faktor Eksternal
26 2.3.
Hipotesis Menurut Sugiyono (2007,p51), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan, sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, namun belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis dari penelitin ini berdasarkan rumusan masalah, yaitu: 1. H1: Kualitas Produk berpengaruh secara signifikan terhadap Brand Switching. 2. H2 :Ketersediaan Produk berpengaruh secara signifikan terhadap Brand Switching. 3. H3 :Kualitas Produk dan Ketersediaan Produk berpengaruh secara signifikan terhadap Brand Switching.