BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan teori
2.1.1 Risiko 2.1.1.1 Pengertian Beberapa definisi risiko antara lain: Menurut Williams,C.A. Risk Management and Insurance 1998
Risk is the potential for realization of unwanted negative consequences of an event (risiko adalah potensi teralisirnya konsekuensi-konsekuensi negative yang tidak dikehendaki dari suatu kejdian) Menurut Lowrance, William W. Of Acceptable Risk 1976
Risk is the measure of the probability and security of adverse effects (risiko adalah besarnya kemungkinan dan kekejaman dampak buruk Menurut Webster,s Third New International Dictionary 1981
Risk is the possibility of suffering loss, injury, disadvantage, or destruction (risiko adalah kemungkinan menderita rugi, cedera, tidak bermanfaat, atau kerusakan) Menurut Dickson and Hastings,w.J 1989
Risk is missing a good positive possibility that an organisastion seeks is a problem equal to bearing losses Dari beberapa definisi di atas risiko juga dapat didefinisikan sebagai ketidaktentuan atau ketidakpastian atau uncertainty. Dalam kehidupan sehari-hari, risiko dapat menyebabkan
masalah
tetapi
dapat
juga
mendatangkan
menguntungkan bagi perusahaan maupun per orang.
10
peluang
yang
11
Kadang-kadang resiko tertentu dianalisis dan dikelola secara sadar, tetapi ada kalanya resiko diabaikan sama sekali, mungkin karena yang bersangkutan tidak menyadari akibat yang akan terjadi. Unsur ketidaktentuan atau ketidakpastian atau uncetaninty dalam asuransi dapat mendatangkan kerugian dalam asuransi. Menurut Abbas Salim(1998,p:4) Ketidaktentuan dapat di bagi atas: 1. ketidaktentuan ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian yang timbul sebagai
akibat
dari
perubahan
sikap
konsumen.
Seperti
contohnya
perubahan selera konsumen atau terjadinya perubahan pada harga, teknologi, atau didapatnya penemuan baru, dan lain sebagainya. 2. ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam (uncertainty of nature) misalnya kebakaran, badai, topan, banjir dan lainnya 3. ketidaktentuan yang disababkan oleh perilaku manusia (human uncertainty), contohnya peperangan, pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Di antara ketiga jenis ketidaktentuan di atas, yang bisa dipertanggungkan ialah ketidaktentuan alam dan manusia. Sedangkan untuk ketidaktentuan ekonomi tidak dapat di asuransikan karena bersifat spekulatif (unsur ekonomis) dan sulit diukur keparahannya (serverity). Menurut Hinsa Siahaan(2007,pp:4), resiko dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk/tipe secara umum yaitu: 1) Speculative risks, yaitu resiko yang bersifat spekulatif yang bisa mendatangkan rugi atau laba. Misalnya seorang pedagang bisa untung atau rugi dalam usahanya. 2) Pure risks, yaitu resiko yang selalu menyebabkan kerugian. Perusahaan asuransi
beroperasi
dalam
bidang
tenggelam,kebakaran dan sebagainya).
pure
risks
(kematian,kapal
12
2.1.1.2 Macam-Macam Resiko Selain dua bentuk resiko yang telah dikemukakan di atas, maka menurut Hinsa Siahaan (2007, p:6-7),resiko dapat diklasifikasikan kembali menjadi:
RISK
PURE
STATIC
OBJECTIVE
SPECULATIVE
DYNAMIC
SUBJECTIVE
STATIC
OBJECTIVE
DYNAMIC
SUBJECTIVE
Gambar 2.1. Macam-macam resiko Sumber: Hinsa Siahaan(2007,p:6) Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Resiko murni vs resiko spekulasi Pendefenisian dan pengelompokan resiko dapat dilakukan berdasarkan konsep resiko murni dan resiko spekulasi. Suatu resiko di sebut sebagai
pure risk atau resiko murni jika suatu ketidakpastian terjadi, maka kejadian pasti menimbulkan kerugian. Tidak ada kemungkinan kejadian akan menghasilkan keuntungan. Contohnya adalah barang rusak karena terbakar, barang terhanyut karena banjir, atau seorang kepala rumah tangga pencari nafkah meninggal dalam usia produktif, karena pesawat
OBJECTIVE
13
yang ditumpanginya jatuh, atau meningal karena flu burung. Kebalikan dari resiko murni adalah resiko spekulasi, yaitu ketidakpastian apakah akan terjadi untung atau kerugian. Keputusan perusahaan Venture Capitalis dan berbagai
macam
dihadapkan
keputusan
dengan
resiko
investasi spekulasi.
adalah
contoh
Keputusan
situasi
investasi
yang dapat
menghasilkan untung tetapi dapt juga menghasilkan kerugian. Resiko murni dan resiko spekulasi mungkin saja muncul dalam berbagai situasi. Perlu disadari bahwa banyak keputusan dengan motif profit, keputusan dengan resiko spekulasi yang dilakukan perorangan atau perusahaan mempunyai dampak bahaya resiko murni. Contoh lain adalah perusahaan memproduksi barang baru dengan tujuan spekulasi, semula diharapkan untuk menghasilkan untung. Namun, produknya dilarang beredar, misalnya produk silikon untuk memperbesar payudara, tetapi setelah dipasarkan produknya dilarang karena membahayakan kesehatan wanita. Keputusan itu ternyata mengandung resiko murni, dengan potensi mendapat tuntutan ganti rugi dari masyarakat. 2. Resiko statis vs resiko dinamis Cara lain mengklasifikasikan resiko adalah sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu. Resiko statis, mungkin sifatnya murni atau spekulatif, asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam
keseimbangan
stabil.
Contoh
resiko
murni
statis
adalah
ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara random), sedangkan menjalani bisnis dalam ekonomi stabil adalah contoh dari resiko spekulatif statis. Sebaliknya resiko murni dinamis adalah timbul karena adanya perubahan dalam masyarakat. Resiko dinamis mungkin murni mungkin juga spekulatif, contohnya adalah sumber
14
resiko dinamis adalah urbanisasi, perkembangan teknologi yang kompleks, dan perubahan undang-undang atau perubahan peraturan pemerintah. Resiko statis dan dinamis adalah tidak independent semakin tinggi resiko dinamis dapat menigkatkan resiko statis jenis tertentu. Sebagai contoh, ketidakpastian kerugian yang terkait dengan perubahan cuaca. Resiko ini cenderung dianggap resiko statis. Akan tetapi, fakta terakhir membuktikan bahwa pencemaran lingkungan industrialisasi dapat mempengaruhi pola musim (cuaca) global dan karena itu meningkatkan sumber resiko statis. 3. Resiko subjektif vs resiko objektif Cara pengelompokan resiko yang ketiga adalah resiko objektif atau subjektif. Resiko subjektif adalah berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu-ragu atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu. Subjektif atas resiko tertentu mungkin juga sifatnya murni atau spekulatif, dan statis atau dinamis. Pada intinya, resiko subjektif adalah ketidakpastian secara kejiwaan yang berasal dari sikap mental atau kondisi pikiran seseorang. Resiko objektif, berbeda dengan resiko subjektif terutama lebih mudah diamati secara akurat oleh karena itu dapat diukur. Pada umumnya resiko objektif adalah probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata-rata) sesuai pengalaman. Terminologi ini paling sering digunakan pada pembahasan resiko murni statis, meskipun dapat digunakan untuk jenis lain ketidakpastian. Konsep resiko subjektif sangat penting karena memberikan cara menafsirkan perilaku individu yang menghadapi situasi identik yang masih akan datang. Misalkan seorang mungkin saja sangat ultra konservatif dan karena itu selalu cenderung mengambil keputusan yang aman, meskipun pada kasus yang bagi pengambil keputusan lain adalah bebas resiko. Resiko objektif mungkin secara aktual sama dalam dua kasus, tetapi dapat
15
dipandang dengan cara yang sangat berbdeda oleh penganalisis resiko karena masing-masing menggunakan cara pandangnya sendiri. Jadi, tidak cukup hanya memperhatikan derajat resiko objektif, tetapi sikap seseorang terhadap resiko yang mengambil tindakan juga harus diketahui.
2.1.1.3 Pengukuran Resiko Dalam pengukuraan resiko, menurut Hinsa Siahaan (2007,P;11-15),rsiko subjektif tidak dapat di ukur secara akurat. Tetapi sebaliknya, besarnya resiko objektif lebih dapat diobservasi dan diukur secara tepat. Beberapa konsep penting berkaitan dengan pengukuran resiko objektif adalah chance of loss dan
degree of risk. (1) Kemungkinan terjadinya kerugian (chance of loss) Kemungkinan terjadinya kerugian dalam jangka panjang, atau frekuensi relative kerugian, didefinisikan sebagai chance of loss. Konsep ini tidak ada artinya jika digunakan untuk kemungkinan terjadinya satu kejadian. Konsep ini baru mempunyai makna penting jika diaplikasikan pada kemungkinan terjadinya dalam kejadian-kejadian yang jumlah besar atau frekuensi kejadian sangat sering. Jadi, chance of loss dinyatakan dalam rasio (perbandingan) jumlah kerugian yang terjadi dibandingkan dengan jumlah kerugian yang mungkin dalam jumlah yang lebih besar dalam satu kelompok. Sebagai contoh, misalkan korban bangunan hancur pada sebuah kota yang dilanda tsunami adalah kemungkinan sebanyak 1.000 bangunan ternyata 20 yang rusak karena tsunami, maka chance of loss akibat tsunami adalah 2%. Angka
ini
ditentukan
dengan
cara
membagi
jumlah
kemungkinan
kerugian(20) dengan jumlah bangunan terancam kerugian (1.000) Di dalam mengkalkulasikan (menaksir) chance of loss, biasanya digunakan perhitungan yang berbeda untuk penyebab kerugian yang
16
berbeda. Dalam hal ini, istilah peril digunakan menggambarkan keadaan khusus yang menyebabkan kerugian. Sebagai contoh, salah satu peril yang menyebabkan kerugian pada automobile adalah tabrakan. Peril lain adalah yang menyebabkan sebuah bangunan rusak, contohnya kebakaran, angin topan, tsunami, banjir lumpur panas, letusan gunung berapi. Kadang-kadang terdapat kondisi yang meningkat (memperbesar) chance of loss dari peril tertentu atau kecendrungan membuat kerugian semakin parah ketika terjadi peril.contohnya adalah kondisi yang disebut sebagai hazard yang dapat dikelompokkan dengan tiga cara:
a) Physical hazard Physical hazard adalah suatu kondisi yang bersumber dari karakter material suatu objek. Contohnya peril tabrakan sebagai penyebab kerugian atas sebuah mobil. Kondisi fisik yang memperbesar kemungkinan terjadinya tabrakan adalah genangan air hujan yang membuat jalanan menjadi licin. Jalan licin karena hujan adalah
hazard sementara tabrakan yang terjadi adalah peril. Terjadinya kerugian atau chance of loss tabrakan mungkin lebih tinggi selama musim hujan dibandingkan musim lain sepanjang satu tahun karena lebih banyak tabrakan saat kondisi jalanan licin akibat terguyur hujan. Contoh
lain
physical
hazard
adalah
gejala-gejala
terjadinya
kekeringan hutan (adalah sebagai hazard yang mempengaruhi peril kebakaran hutan), getaran bumi(hazard terjadinya gempa bumi), tumpahan minyak di gudang (hazard terjadinya kebakaran). Hazard ada yang mungkin dan ada yang tidak mungkin dikendalikan oleh manusia. Contoh minyak tumpah di gudang dapat dihilangkan atau dibersihkan, tetapi keadaan cuaca, hujan lebat yang membuat jalan
17
licin, hutan kekeringan berkepanjangan tidak dapat dikendalikan manusia, kendatipun keberadaannya dapat diobservasi.
b) Morale hazard Pada dasarnya yang dimaksud dengan morale hazard adalah sikap mental ceroboh atau sikap tidak hati-hati seseorang. Kadang-kadang terdapat hasrat alam bawah sadar seseorang akan kerugian, orang bersangkutan tidak sadar sepenuhnya dengan hasratnya yang membawa celaka. Kadang-kadang keadaan membuat seseorang tidak peduli dengan kemungkinan kerugian (resiko), sehingga membuat orang tersebut menjadi kurang hati-hati. Sebagai contoh manajer PT.XYZ percaya bahwa pemerintah akan memberikan ganti rugi penuh jika bangunan perusahaannya rusak kena bencana alam (gempa bumi). Di dalam merencanakan pembuatan bangunan baru dekat pusat gempa, perusahaan mengabaikan desain konstruksi yang
lebih
mahal
dan
mengabaikan
prosedur
yang
dapat
mengurangi kerusakan akibat gempa bumi. Pada intinya asumsi perusahaan bahwa pemerintah memberi ganti rugi penuh atas bangunannya yang ditimpa gempa bumi, membuat cara pandangnya tidak peduli dengan kemungkinan kerugian yang mengancamnya, karena itu mengambil keputusan yang tidak bijaksana alias ceroboh.
c) Moral hazard Kondisi yang disebut sebagaii moral hazard juga bersumber dari sikap mental seseorang. Ini berkaitan dengan tindakan disengaja yang dirancang sehingga menyebabkan kerugian atau memperburuk kerugian.
Biasanya
moral
hazard
ini
adalah
karena
sifat
ketidakjujuran seseorang. Adanya asuransi dapat menimbulkan moral hazard, sebagai contoh, seorang manajer yang membeli polis
18
asuransi kebakaran untuk pabriknya yang tidak menguntungkan, peralatannya juga sudah ketinggalan zaman, terangsang atau tergoda untuk menjual pabriknya kepada perusahaan asuransi dengan membakar pabriknya. Moral hazard dapat juga digambarkan sebagai perubahan perilaku yang terjadi karena adanya asuransi mengganti kerugian, sebagai contoh kecendrungan seseorang tidak menjaga kesehatannya karena biaya pengobatannya ditanggung asuransi. Contoh lain moral hazard adalah kecelakaan dan jatuh sakit yang disengaja,
terutama
jika
manajer
perusahaan
menyediakan
penggantian pendapatan yang besar kepada pegawainya selama si pegawai tidak dapat bekerja. Dalam situasi seperti ini, pegawai yang tidak suka dengan pekerjannya atau takut di-PHK pada masa yang akan datang mungkin cenderung berpura-pura kecelakaan atau jatuh sakit. Sangat mirip dengan kasus ini adalah kecelakaan sebenarnya atau sakit sesengguhnya adalah legal (sah) tetapi ini mungkin sengaja diperlambat. Alasan perilaku seperti ini mungkin karena kekurangan insentif keuangan untuk kembali ke pekerjaan atau mungkin karena alasan psikologi orang sakit biasanya mendapat perhatian dari sanak saudara. (2) Derajat Resiko(Degree of Risk) Besarnya resiko objektif yang timbul dalam satu situasi, yang biasa juga disebut sebgai derajat atau kadar resiko (degree of risk), adalah variasi relative antara kerugian aktual dengan kerugian yang diharapkan. Lebih jelasnya, kadar resiko adalah kisaran penyimpangan dari kerugian rata-rata (kerugian yang diharapkan), yang ditaksir menggunakan kemungkinan kerugian (chance of loss) dengan rumus:
19
Objective risk = probable of actual from expected losses Expected losses Resiko objektif= simpangan kemungkinan actual dengan kerugian yang diharapkan kerugian yang diharapkan
Selain pengukuran resiko objektif, menurut Soeisno Djojosoedarso(2003,p:4849) pengukuran resiko dapat juga dilakukan dengan: A. Pengukuran frekuensi kerugian potensial adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis objek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun. Berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu: 1. kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nill), yaitu resiko yang menurut
pendapat
manajer
resiko
tidak
akan
mungkin
terjadi
atau
kemungkinannya terjadinya sangat kecil 2. kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu resiko-resiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil 3. kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang 4. kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
20
B. Pengukuran kegawatan kerugian adalah untuk mengetahui berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya. Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril 2. probabilitas kerugian
maksimum
dari
setiap
peril,
yaitu
merupakan
kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum 3. keseluruhan (aggregate) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total tebesar, yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun) Berdasarkan
dimensi
kegawatannya
ada
empat
kategori
kerugian
potensial, yaitu: 1. kemungkinan kerugian yang wajar (normal loss expectancy), yaitu kerugiankerugian yang dapat dikelola sendiri oleh perusahaaan ataupun oleh umum/perusahaan asuransi 2. probabilita kerugian maksimum (probable maximum loss), yaitu kerugiankerugian yang dapat terjadi bila alat pengaman terhadap peril tidak dapat berfungsi 3. kerugian maksimum yang dapat diduga (maximum foreseeable loss), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara individual(tidak bisa ditangani sendiri), jadi penaganannya harus diserahkan kepada umum (perusahaan asuransi)
21
4. kemungkinan kerugian maksimum (maximum possible cost), yaitu kerugiankerugian yang tidak dapat diamankan, baik secara individual maupun secara umum.
2.1.2 Management Risk (manajemen resiko) 2.1.2.1 Pengertian Sama seperti sebelumnya tidak ada definsi tunggal untuk resiko, begitu pula dengan menejemen resiko. Diantaranya adalah: 1. Menurut Hinsa Siahaan (2007,p:22) manajemen resiko adalah bagian penting atau titik sentral manajemen strategis suatu organisasi. Manajemen resiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu supaya suatu organisasi mempertimbangkan resiko yang dihadapi setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi, atau resiko portofolio kegiatan organisasi. 2. Risk management is defined as a systematic process for identification
and evolution of pure loss exposures faced by an organizational or individual, and for the selection and implementation of the most appropriate techniques for tresting such exproures. (Goerge E. Redja). Jadi manajemen resiko adalah ilmu tentang bagaimana melakukan identifikasi berbagai macam resiko yang mengancam organisasi atau individu secara sistematis, dan memilih metode yang terbaik untuk menangani atau menghadapi ancaman kerugian akibat resiko yang konsisten (sesuai) dengan goals dan objectives.
Fokus manajemen resiko adalah mengenal pasti resiko dan mengambil tindakan tepat terhadap resiko. Tujuannya adalah secara terus menerus
22
menciptakan/menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan harus menciptakan nilai tambah. Dengan manejemen resiko diungkapkan pemahaman tentang adanya potensi resiko
upside
dan
downside
dengan
segala
faktor-faktor
yang
dapat
meningkatkan probabilita keberhasilan, dan mengurangi probabilita kegagalan dan ketidakpastian pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
2.1.2.2 Jenis-jenis manejemen resiko Organisasi menghadapi berbagai macam resiko yang berasal dari faktor eksternal dan internal organisasi. Resiko tersebut lebih lanjut dapat dikategorikan atas resiko strategis, resiko keuangan, resiko operasional, hazard, dan lain sebagainya. Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis manajemen resiko menurut Hinsa Siahaan (2007,p:24-28) a. Resiko keuangan (financial risk) Potensi terjadinya kerugian keuangan karena pemicunya dari luar organisasi, berupa faktor exogeneous di luar kemampuan organisasi mengendalikannya adalah: 1. Interest rate: resiko kerugian karena perubahan suku bunga (misalnya suku bunga pasar naik 1% atau turun 1%) 2. Foreign exchange : resiko kerugian karena perubahan kurs valuta asing 3. Credit: resiko kerugian ada pihak yang default (cedera janji) tidak dapat mematuhi kewajibannya mengembalikan kredit tepat waktu,dan 4. Liquidity and cashflow: resiko likuiditas dipicu ketidakmampuan internal organisasi menyediakan uang tunai. Resiko ini disebabkan faktor eksternal atau disebut endogenous factor, yang sesungguhnya ada dalam jangkauan pengendalian manajemen. b. Resiko strategis (strategic risk)
23
Resiko-resiko dalam jangka panjang pemicunya adalah murni perubahan yang terjadi di luar organisasi, seperti: 1. Competition : resiko yang berasal dari persaingan (dari competitor) 2. Customer change : potensi resiko kerugian karena perubahan selera pelanggan atau pergeseran selera pelanggan yang menyebabkan penurunan penjualan organisasi 3. Industry change : perubahan industri karena inovasi atau munculnya teknologi baru 4. Customer demand : potensi resiko kerugian karena pergeseran permintaan pelanggan yang mengakibatkan merosotnya penerimaan organisasi, dan 5. M & A integration : integrasi beberapa perusahaan melalui merger dan
acquisition. Ini tidak hanya dipengaruhi faktor eksternal tetapi juga oleh internal organisasi. Resiko murni yang dipengaruhi internal organisasi adalah: 1. Research & Development : kegiatan riset dan pengembangan yang diprakasai internal organisasi, 2. Intelectual Capital : resiko kehilangan sumber daya manusia andalan organisasi yang menyebabkan kerugian, dan 3. Information System : reiko kerugian disebabkan kelemahan sistem informasi.
24
Resiko yang dipengaruhi dua faktor, internal dan eksternal adalah: 1. Recruitment : kegagalan dari rekrutmen yang menyebabakan counter
productive atau inefficiency mungkin disebabkan internal tetapi mungkin juga sekaligus eksternal organisasi,dan 2. Supply Chain : resiko kerugian karena gangguan pada saluran pemasokan bahan baku perusahaan atau saluran pengiriman hasil produksi. Resiko murni dipengaruhi eksternal organisasi adalah: 1. Regulation : adanya peraturan baru dapat menimbulkan kerugian. 2. Culture : perubahan budaya dari luar dapat menyebabkan kerugian. 3. Board Composition : perubahan susunan dewan direksi/dewan pengawas dari
luar
organisasi
dapat
menimbulkan
kerugian,
misalnya
meningkatnya biaya-biaya. c. Resiko operasional (operational risk) Murni akibat internal organisasi adalah : 1. Accounting Control : resiko kerugian akibat pengendalian keuangan lemah karena kesalahan/kelalaian dalam pembukuan keuangan (sistem akuntasi) Resiko yang dipengaruhi dua faktor, internal dan eksternal adalah : 1. Recruitment : kegagalan dari rekrutmen yang menyebabakan counter
productive atau inefficiency mungkin disebabkan internal tetapi mungkin juga sekaligus eksternal organisasi. 2. Supply Chain : resiko kerugian karena gangguan pada saluran pemasokan bahan baku perusahaan atau saluran pengiriman hasil produksi.
25
Resiko murni dipengaruhi eksternal organisasi adalah: 1. Regulation : adanya peraturan baru dapat menimbulkan kerugian. 2. Culture : perubahan budaya dari luar dapat menyebabkan kerugian, dan 3. Board Composition : perubahan susunan dewan direksi/dewan pengawas dari
luar
organisasi
dapat
menimbulkan
kerugian,
misalnya
meningkatnya biaya-biaya. d. Resiko yang dipicu kondisi fisik dan nonfisik (hazard fisik) Resiko ini ada yang dipengaruhi atau bersumber sekaligus dari internal dan eksternal oraganisasi, yaitu : 1. Public access : jalan mendapatkan informasi dari dan ke masyarakat luas. 2. Employee : produktivitas karyawan mungkin menurun drastis karena pengaruh internal dan eksternal oraganisasi yang menimbulkan kerugian. 3. Properties : harta organisasi mungkin mengalami kemunduran daya tarik secara teknis maupun secara ekonomis yang menyababkan kerugian bagi organisasi. 4. Product & service : perubahan kondisi barang atau jasa yang diproduksi mungkin bersumber dari internal dan eksternal yang dapat menimbulkan kerugian. Resiko murni berasal dari perubahan kondisi beraal dari eksternal: 1. Contract : adanya perubahan-perubahan isi/pasal-pasal dalam kontrak secara sepihak dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi. 2. Natural event : kejadian alam seperti gempa bumi, angin topan, dan banjir dapat menimbulkan kerugian di luar pengendalian organisasi. 3. Supplier : perubahan perilaku pemasok bahan baku diluar jangkauan pengendalian organisasi dapat menimbulkan resiko kerugian.
26
4. Environment : perubahan lingkungan hidup, seperti : dampak rumah kaca, masalah ozon, perubahan musim, adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat merugikan organisasi.
2.1.2.3 Proses manajemen resiko Proses-proses manajemen resiko menurut Hinsa Siahaan(2007,p:59) adalah tahapan-tahapan melalui mana sebuah perusahaan memastikan bahwa resiko yang dihadapinya (yang mengancamnya) adalah sesuai resiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau direncanakan supaya terjadi. Menurut Soeisno Djojosoedarso(2003,p:15) tahapan manajemen resiko dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: 1. Mengidentifikasikan/menentukan terlebih dahulu objektif/tujuan yang ingin dicapai melalui pengelolaan resiko. 2. Mengidentifikasikan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/peril atau mengidentifikasikan resiko yang dihadapi. Langkah ini adalah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, sebab kebehasilan pengelolaan resiko sangat bergantung pada hasil identifikasi ini. 3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, di mana yang dievaluasi dan diukur adalah: - Besarnya kesempatan atau kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu peride tertentu (frekuensinya). -Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan (kegawatannya). -Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul. 4. Mencari data atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling tepat dan paling ekonomis untuk menyelesaikan masalah-masalh yang timbul akibat terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tesebut antara lain meliputi:
27
-Menghindari kemungkinan terjadinya peril -Mengurangi kesempatan terjadinya peril -Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan) -Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi) 5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan/melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi resiko. 6. Mengadministrasi, memonitor, dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau strategi yang telah diambil dalam menanggulangi resiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan resiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi suatu objek berubah penanggulangannya juga berubah.
2.1.3 Asuransi 2.1.3.1 Pengertian Sama seperti resiko dan manajemen resiko, tidak ada satu definisi tunggal untuk asuransi. Asuransi dapat dilihat dari berbagai macam ilmu, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sejarah, ilmu resiko, ilmu aktuarial, dan ilmu sosial. Tetapi definisi asuransai pada skripsi ini akan difokuskan pada unsur-unsur lazim yang dijumpai pada polis asuransi, yaitu:
" Insurance is the pooling of fortuitous losses by transfer of such risks to insurer, who agree to indemnity insureds for such losses, to provide other pecuniary benefits in their occurance, or render services connected with the risk" (Bulletin of the Commision on Insurance Terminology of the American Risk and Insurance Association,October 1995) Selain definisi diatas ada pun definisi lainnya, yaitu
28
Menurut Abbas Salim(1998,p:1) dalam bukunya Asuransi dan Manajemen Resiko, Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subtitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Meskipun definisi ini tidak dapat diterima semua sekolah-sekolah asuransi, minimal dapat digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang biasa terdapat dalam rencana asuransi sesungguhnya,yaitu: 1. Karakter utama asuransi Menurut definisi, asuransi adalah rencana dengan beberapa karakter khusus yang terdiri dari : - Pengumpulan kerugian (dalam satu kolom) : pooling of losses - Pembayaran kerugian angka mujur (kebetulan) : payment of fortuitous losses - Pemindahan (transfer) resiko : risk transfer - Ganti rugi, perlindungan terhadap kerugian : indemnification 2. Bentuk-bentuk asuransi Menurut
Hinsa
Siahaan(2007,p:300-304),asuransi dapat
dibedakan atas
asuransi yang diselenggarakan oleh: 1) Asuransi swasta 1.1 Asuransi jiwa dan kesehatan (life and health insurance) 1.2 Asuransi harta benda dan hutang (property and liability insurance) 1.2.1 Fire insurance and allied lines. Jenis asuransi ini meng-cover kerugian atau kerusakan real estate dan harta benda pribadi karena kebakaran, disambar petir. 1.2.2 Marine insurance. Asuransi ini disebut juga asuransi transportasi (transportation insurance) karena melindungi barang-barang dalam pengiriman dari resiko murni yang berkaitan dangan pengangkutan.
29
1.2.3 Casuality insurance. Asuransi ini meng-cover seluruh unit-unit yang terancam resiko, diluar asuransi kebakaran, laut, dan asuransi jiwa. 2) Menurut George E. Redja(1995,p:28) dalam bukunya Principles of Risk
Management
and
Isurance,Fifth
Edition,asuransi
pemerintah
dapat
dibedakan menjadi 1.2 Asuransi social (social insurance) 2.2 Asuransi pemerintah lainnya(other government insurance)
2.1.3.2 Peranan asuransi bagi masyarakat luas Adanya asuransi memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat banyak. Manfaat sosial dan manfaat ekonomi asuransi yang di kemukaakan oleh Hinsa Siahaan(2007,p:305-309): 1. Indemnification for loss ( ganti rugi) Adanya penggantian kerugian memungkinkan seseorang atau satu keluarga dipulihkan keuangannya kembali pada posisi semula, meskipun telah terjadi kerugian, kerugian yang menimpanya tidak mempengaruhi posisi keuangannya karena mendapat santunan dari asuransi. Karena dapat dipulhkan kembali keuangannya,sebagian atau seluruhnya, mereka tidak perlu lagi meminta pertolongan/bantuan kepada pemerintah, atau meminta kepada pertolongan saudara-saudaranya. Tegasnya, fungsi penggantian kerugian dari asuransi memberikan kebaikan kepada tiap-tiap keluarga dan stabilitas usaha dan karena itu menjadi salah satu manfaat asuransi di bidang sosial dan ekonomi yang terpenting.
30
2. Less worry and fear (mengurangi kecemasan dan ketakutan) Manfaat asuransi yang kedua adalah bahwa dengan adanya asuransi dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan. Ini berlaku sebelum dan sesudah terjadi kerugian. 3. Source investment funds (sumber dana untuk investasi) Industri asuransi adalah salah satu sumber dana penting untuk modal investasi dan pemupukan modal. Premi asuransi dikumpulkan dimuka mengantisipasi terjadinya kerugian di masa yang akan datang, akumulasi dana dari premi yang dikumpulkan tersebut tidak perlu segara dibayarkan sebagai pengantian kerugian yang belum tentu terjadi, dan dapat dipinjamkan kepada dunia usaha yang membutuhkan modal. 4. Loss prevention (mencegah kerugian) Perusahaan asuransi secara aktif terlibat dalam bebrbagai macam program pencegahan kerugian dan juga menggunakan berbagai tenaga ahli pencegahan kerugian seperti safety enginees dan specalists pencegahan kebakaran, ahli keamanan dan kesehatan di tempat kerja, dan ahli menghadapi
utang
yang
menimpa
sesorang.
Kegiatan-kegiatan
pencegahan kerugian tersebut akan mengurangi langsung dan tidak langsung, konsekuensi atau kerugian. Dalam hal ini masayarakat diuntungkan karena kedua macam kerugian dapat berkurang. 5. Enchancement of credit (kemampuan untuk mendapatkan kredit) Adanaya asuransi membuat resiko kredit seorang peminjam lebih baik, karena asuransi menjamin nilai kolateral data memberi jaminan yang lebih baik tentang pinjaman dapat dilunasi tepat waktu.
31
2.1.4 Kemampuan membayar perusahaan Menurut Frans yang juga Ketua umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan pihaknya memiliki usulan sedikit berbeda dengan kemauan pemetaan industri asuransi, menjelaskan ada tiga tahapan dan tenggat waktu yang diusulkan AAUI a.l. tahap 2006 hingga akhir 2007 seluruh perusahaan asuransi harus telah memenuhi persyaratan minimum (minimum requirement) yaitu
memiliki
kemampuan
finansial
membayar
jasa
professional
serta
pengembangan SDM serta memenuhi tingkat efisiensi rasio biaya terhadap premi dan kapital. Menurut Direktur Teknik dan Luar Negeri PT. Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi JASINDO), Ir. Mustafa Ashari, untuk membuktikan apakah asuransi bagus atau tidak, adalah pada proses dan komunikasi penyelesaian klaimnya. Ini karena asuransi merupakan produk yang intangible atau tidak dapat disentuh karena berupa janji-janji yang terwujud dalam polis. Dengan kata lain, esensi sebuah perusahaan asuransi justru dapat dilihat pada waktu klaim. Akan tetapi, karena tidak sering mendapat perhatian, kebanyakan para pengguna jasa terjebak hanya melihat harga premi awalnya saja. Padahal fokus yang esensial adalah bila klaim terjadi. Sebagai catatan, total klaim industri asuransi selama tahun 2003 sebesar Rp. 4,4 triliun, sementara nilai klaim bruto (gross claims) Asuransi Jasindo per 31 Desember 2004 mencapai Rp. 391 Miliar atau mengalami kenaikan dibandingkan akhir 2003 yang mencapai sebesar Rp. 350 Miliar. Menurut Mustafa Ashari, perusahaan asuransi yang memberi rasa aman adalah perusahaan
yang
mampu
menyelesaikan
dan
membayar
klaim,
bukan
perusahaan yang menawarkan harga rendah. Perusahaan asuransi demikian tentu saja yang memiliki cadangan investasi cukup atau funding yang memadai. Funding bisa dilihat dari jumlah investasi yang dimiliki, atau dengan mengacu
32
pada Risk Based Capital (RBC) yang dikeluarkan pemerintah yaitu 120% pada akhir tahun 2004. Bagaimana menilai perusahaan asuransi memiliki attitude yang baik dan mempunyai kemampuan memproses serta membayar klaim yang baik ? Menurut Mustafa Ashari, ketika bicara attitude lihatlah pemegang sahamnya. Ini penting karena kita bekerja atas nama pihak reasuradur, sehingga mereka juga senang karena terbukti bahwa asuransi telah berbuat yang terbaik dalam penyelesaian klaim. Dalam ukuran kecepatan pembayaran klaim tidak ada standar berapa lama waktu yang dibutuhkan, karena setiap kasus berbeda-beda. Contohnya, klaim yang menyangkut orang, pembayarannya akan cepat dan mudah apalagi kalau si pengguna asuransi mengalami musibah. Contohnya, saat terjadi musibah yang menimpa pesawat terbang beberapa waktu lalu. Sesuai standar operasi dan prosedur (SOP), asuransi segera berada di lokasi dan ready untuk menyelesaikan pembayaran klaim. Menurut Mustafa Ashari kesetiaan para relasi kepada asuransi antara lain, dikarenakan budaya perusahaan yang memang menuntut agar proses klaim selesai dengan cepat dan saling memuaskan. Contoh salah satu kiatnya adalah bahwa setiap kali ada klaim, harus segera jemput bola. Juga secara pro aktif, harus melengkapi data-data pendukung klaim. Meskipun meiliki kemapuan membayar klaim yang besar, namun asuransi tidak menganggap tabu untuk melimpahkan kasus klaim tertanggung yang bermasalah hingga jalur hukum. "Misalnya, dalam polis ada klausul yang menyebutkan bahwa kalau terlambat membayar premi maka klaim bisa ditolak. Apabila tertanggung tetap bersikeras menuntut klaim meskipun yang bersangkutan telah melanggar klausul, maka kami terpaksa selesaikan melalui pengadilan. Mustafa menanggapi bahwa kasus seperti di atas harus di tindak secara tegas dengan tujuannya ingin mendidik tertanggung bahwa asuransi itu adalah perjanjian
33
hukum yang mengikat kedua belah pihak sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya. Dari sisi Klaim Ritel, Menurut Direktur Operasi Ritel Asuransi JASINDO, Herman Moenir menjelaskan, asuransi seharusnya selalu memberikan kemudahan dan kecepatan dalam proses klaim kepada tertanggung, khususnya klaim ritel yang dibayar sesuai polisnya. Herman Moenir berpendapat, di produk ritel itu sangat ditentukan dengan kemudahan pelayanan. Misal, begitu kendaraan tertanggung mengalami kecelakaan, mereka langsung dapat memilih bengkel yang telah ditunjuk asuransi tersebut.
2.1.5 Kaitan antara besarnya resiko dan kemampuan membayar perusahaan terhadap pendapatan perusahaan Menurut (Vibiznews – Risk) – Standard & Poor selama ini dikenal sebagai badan
yang
memberikan
rating
bagi
perusahaan-perusahaan
global.
Rencananya, S&P akan mulai untuk mendiskusikan program enterprise risk management (ERM) dengan perusahaan-perusahaan yang mereka rating. Menurut Steven J. Dreyer, managing director dari corporate rating S&P mengungkapkan bahwa mereka tidak akan memberi skor ERM sepanjang 2008, namun jika mereka memulainya, tidak akan dilakukan sebelum kuartal kedua 2009. Dreyer juga mengungkapkan bahwa mereka akan mengambil tindakan, jika seandainya menemukan ada sesuatu yang salah dalam program manajemen resiko perusahaan. Sebenarnya, S&P sejak 2005 sudah mulai melakukan evaluasi terhadap perusahaan asuransi sejak 2005. Namun, Menurut David Ingram, director ERM S&P mengungkapkan bahwa perusahan asuransi juga tidak terlalu bagus dalam praktik manajemen resiko. Laporannya menunjukkan bahwa 80 persen jatuh
34
dalam kategori ‘cukup’ saja. Sehingga, diperkirakan perusahaan nonfinansial tidak akan melakukannya lebih baik dari itu. Survey Towers Perrin yang dilaksanakan awal tahun ini menunjukkan bahwa sekitar 60 persen perusahaan saat ini mempunyai program ERM top down, dan seandainya S&P memberi penilaian maka 28 persen akan diberi skor “weak”. Pembahasan mengenai ERM ini akan berfokus pada dua area, yakni risk
management culture dan strategic risk management . Pada area risk management culture, topiknya meliputi sebagai berikut: ◦ framework atau struktur manajemen resiko yang digunakan ◦ peran staf yang bertanggung jawab dalam manajemen resiko ◦ komunikasi manajemen resiko baik internal maupun eksternal ◦ kebijakan dan metric manajemen resiko ◦ pengaruh manajemen resiko terhadap anggaran dan manajemen kompensasi. Sementara itu, pada area strategic risk management, pembahasannya meliputi: ◦ pandangan manajemen mengenai resiko terbesar yang dihadapi perusahaan, kemungkinannya, serta potensi efeknya terhadap kredit. ◦ melakukan update dalam identifikasi resiko-resiko utama ◦ pengaruh sensitivitas resiko terhadap manajemen utang dan keputusan pendanaan ◦ peran manajemen resiko dalam pengambilan keputusan strategis. Investor tentu saja bisa melakukan analisa dengan laporan keuangan emiten yang wajib dikeluarkan tiap kuartal. Namun, ini juga bukan jaminan untuk masa depan, karena informasi yang disediakan adalah data historis. Namun setidaknya, investor dapat memiliki gambaran karena terdapat aturan akuntansi supaya perusahaan melakukan writedown ataupun mengakui kerugian atas asset yang
35
nilainya berkurang secara temporer. Sehingga ini bisa menjadi salah satu indikasi ataupun pertanda mengenai adanya masalah. Menurut Gregory Waymire, seorang professor Akuntansi dari Goizueta mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus, perangkat analisa dan trend dapat memberikan indikasi awal mengenai kesehatan financial perusahaan. Waymire berpendapat, penurunan pendapatan selama beberapa periode bisa menjadi fokus perhatian. Terutama, jika penurunan ini diakibatkan oleh turnover piutang yang menurun. Ini mengindikasikan bahwa pelanggan perusahaan bermasalah dalam melunasi tagihannya. Turunnya interest coverage, atau rasio yang membandingkan pendapatan sebelum bunga dan pajak terhadap total pembayaran bunga, juga mensinyalkan sebuah kelemahan. Perusahaan yang memiliki pendapatan lebih tinggi signfikan terhadap bunga yang ditanggungnya terntunya memiliki posisi yang lebih baik secara financial. Sebaliknya, perusahaan yang tidak dapat menutup biaya bunganya berpeluang besar untuk jatuh bangkrut. Literatur akademis banyak yang berfokus pada deteksi awal mengenai kekuatan dan kelemahan sebuah perusahaan. Salah satu ukuran yang popular adalah yang dikembangkan Edward Altman dari Universitas New York, yakni ZScore. Z-Score menggunakan rasio-rasio dalam laporan keuangan, misalnya ROA, sales turnover dan rasio working capital, untuk memprediksikan kebangkrutan. Perusahaan dengan skor lebih dari 3 dianggap memiliki resiko rendah untuk bangkrut. Sementara jika skor semakin rendah maka merupakan indikasi adanya masalah financial dalam perusahaan. Model lainnya dikembangkan oleh Tyler Shumway dari Universitas Michigan, yang menggunakan laporan keuangan dan data pasar, termasuk return dan
volatilitas saham, untuk mengukur kemungkinan perusahaan untuk bangkrut.
36
Model ketiga yang disebut Merton/KMV model dikembangkan oleh Robert Merton dari Universitas Harvard, membandingkan asset dan utang perusahaan dan mengukur seberapa jauh asset perusahaan harus anjlok sebelum menemui kebangkrutan. Daniel Benish dari Universitas Indiana juga mengembangkan model yang digunakan untuk memprediksi fraud akuntansi. Model ini menggunakan beragam variabel dalam laporan keuangan, termasuk tingkat depresiasi, gross margin dan
leverage. Beneish model ini mampu memprediksikan beberapa fraud besar, termasuk Worldcom Inc. Menurut Peter Demerjian, seorang asisten profesor akuntansi, bahwa peningkatan signifikan dalam A/R (piutang) terhadap persentase penjualan juga merupakan indikasi awal dari masalah financial. Indikasi lainnya antara lain perusahaan mulai memangkas proyek investasi jangka panjang, menawarkan diskon besar-besaran (ritel) hingga melonggarkan kebijakan kredit (karena butuh likuiditas jangka pendek). Intinya, meskipun pasar diliputi ketidakpastian yang teramat besar, namun tentunya masyarakat bisa melihat indikasi-indikasi tertentu jika terdapat masalah dalam perusahaan. Sehingga masyarakat bisa mengambil keputusan untuk tetap bertahan ataupun keluar dari pasar.
37
2.2 Kerangka pemikiran
Kemampuan membayar perusahaan Pendapatan perusahaan Besarnya Resiko
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti Kemampuan membayar perusahaan yang di maksud adalah kemampuan perusahaan dalam membayar klaim dari pemegang polis. Kemampuan membayar kliam di tunjukkan dengan nilai nominal yang ada pada laporan keuangan perusahaan yang nantinya akan dikaitkan dengan nilai pendapatan perusahaan. Sedangkan besarnya resiko adalah semua resiko yang ada di dalam perusahaan yang sudah diperingkatkan sesuai dengan prioritas dari perusahaan tersebut. Semua resiko yang diperingkatkan memiliki nilai nominal yang didapatkan dari laporan keuanagn PT.ACE INA Insurance yang nantinya akan dikaitkan dengan nilai pendapatan perusahaan. Pendapatan perusahaan adalah nilai nominal yang tertera pada laporan keuangan peruasahaan, di mana natinya akan dihubungkan dengan kemampuan membayar
perusahaan
dan
besanrnya
resiko.
Untuk
diketahui
apakah
kemampuan membayar perusahaan dan besarnya resiko mempengaruhi pendapatan perusahaan.
38
2.3 Hipotesis Adapun Hipotesis yang peneliti gunakan adalah hipotesis asosiatif yang menjelaskan pengaruh dan hubungan antar variabel. Hipotesis yang telah saya rancang adalah sebagai berikut: Hipotesis Korelasi Hipoteisis 1 Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya resiko dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance. Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya resiko dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance. Hipotesis 2 Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance. Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance. Hipotesis 3 Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya resiko dan kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance. Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya resiko dan kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan pada PT. ACE INA Insurance.
39
Hipotesis Regresi Hipotesis 1 Ho : Tidak terdapat pengaruh antara besarnya resiko dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance. Ha : Terdapat pengaruh antara besarnya resiko dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance. Hipotesis 2 Ho: Tidak terdapat pengaruh antara kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance. Ha: Terdapat pengaruh antara kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance. Hipotesis 3 Ho: Tidak terdapat pengaruh antara besarnya resiko dan kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance. Ha: Terdapat pengaruh antara besarnya resiko dan kemampuan membayar perusahaan dengan pendapatan perusahaan PT.ACE INA Insurance.