BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Kepercayaan Konsumen
2.1.1.1 Pengertian Kepercayaan Konsumen Menurut Morgan dan Hunt (dalam Suhardi, 2006, p51) mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu kondisi ketika salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan keandalan dan integritas pihak yang lain. Definsi tersebut menjelaskan bahwa kepercayaan adalah kesediaan atau kerelaan untuk bersandar pada rekan yang terlibat dalam pertukaran yang diyakini. Kerelaan merupakan hasil dari sebuah keyakinan bahwa pihak yang terlibat dalam pertukaran akan memberikan kualitas yang konsisten, kejujuran, bertanggung jawab, ringan tangan dan berhati baik. Keyakinan ini akan menciptakan sebuah hubungan yang dekat antar pihak yang terlibat pertukaran. Dalam riset Costabile (dalam Suhardi, 2006, pp51-52) kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan. Ciri utama terbentuknya kepercayaan adalah persepsi positif yang terbentuk dari pengalaman. Robbins (2003, p336) menyatakan kepercayaan (trust) merupakan harapan yang positif bahwa yang lain tidak akan bertindak secara oportunistic. Dari definisi-definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa kepercayaan merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang ucapan dari satu pihak ke pihak lainnya dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel terpenting dalam membangun hubungan jangka panjang antara satu pihak dengan pihak lainnya.
6
7
2.1.1.2 Pengukuran Kepercayaan Konsumen Pengukuran kepercayaan menurut Zulganef (2002, p103) adalah: kinerja perusahaan secara keseluruhan memenuhi harapan, pelayanan yang diberikan perusahaan secara konsisten terjaga kualitasnya, percaya bahwa perusahaan tersebut akan bertahan lama. Menurut Mukherjee dan Nath (dalam Maharsi, 2006, p37), kepercayaan dapat diukur melalui:
1.
Technology Orientation Besarnya kepercayaan konsumen terhadap suatu perusahaan dan produk atau jasa yang “dijual” berkaitan dengan besarnya kepercayaan mereka terhadap sistem yang digunakan perusahaan tersebut. Ketika konsumen memperkirakan faktor kepercayaan, beberapa persoalan muncul dalam pikiran mereka dan salah satu persoalan tersebut adalah kesesuaian kemampuan dari sistem tersebut dengan harapan konsumen. Konsumen menggunakan beberapa ukuran seperti kecepatan, keakuratan, kemampuan mengatasi masalah dan ketahanan terhadap situasi tertentu.
2.
Reputation Reputasi dapat diartikan sebagai “keseluruhan kualitas atau karakter yang dapat dilihat atau dinilai secara umum oleh masyarakat”. Ketika konsumen bermaksud melakukan transaksi dengan suatu perusahaan, mereka akan mempertimbangkan reputasi perusahaan tersebut dimana ketika konsumen merasa suatu perusahaan memiliki reputasi yang jelek, mereka akan malas menggunakan jasa atau produk perusahaan tersebut.
3.
Perceived Risk Besarnya persepsi konsumen mengenai resiko mempengaruhi besarnya kepercayaan mereka terhadap perusahaan tersebut sehingga ketika hendak menggunakan produk atau jasa perusahaan tersebut, konsumen sering menganggap bahwa ada resiko yang
8
tinggi. Konsumen yang mempunyai pengalaman tentu akan mempunyai lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan produk atau jasa yang dijualnya sehingga mereka beranggapan resikonya lebih rendah dan karena itu mereka mempunyai kepercayaan yang lebih tinggi pada perusahaan tersebut.
2.1.1.3 Elemen Kepercayaan Konsumen Menurut Barnes (2003, p149), beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah: (1) Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan masa lalu. (2) Watak yang diharapkan dari partner, seperti dapat dipercaya dan dapat diandalkan. (3) Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko. (4) Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri partner. Dari sudut pandang pemasaran, hal ini menyatakan bahwa perkembangan kepercayaan khususnya keyakinan, seharusnya menjadi komponen fundamental dari strategi pemasaran yang ditujukan untuk mengarah pada penciptaan hubungan pelanggan sejati. Pelanggan harus bisa merasakan bahwa dia dapat merasakan bahwa dia dapat mengandalkan perusahaan. Akan tetapi membangun kepercayaan membutuhkan waktu yang lama dan hanya berkembang setelah pertemuan yang berulang kali dengan pelanggan. Yang lebih penting, kepercayaan berkembang setelah seorang individu mengambil risiko dalam berhubungan dengan partnernya. Hal ini menunjukkan bahwa membangun hubungan yang dapat dipercaya akan lebih mungkin terjadi dalam sektor industri tertentu, terutama yang melibatkan pengambilan risiko oleh pelanggan dalam jangka pendek atau jangka panjang (Barnes, 2003, p149).
9
2.1.1.4 Dimensi Kepercayaan Konsumen Shamdasani dan Balakrishnan (2000, p421) menggunakan integritas dan reliabilitas sebagai indikator untuk mengukur kepercayaan pelanggan dan ia menemukan bahwa contact
personnel dan physical environment mempengaruhi kepercayaan pelanggan (Shamdasani dan Balakrishnan, 2000, p399). 1. Integritas Integritas berasal dari bahasa Latin “ integrate “ yang artinya komplit. Kata lain dari komplit adalah tanpa cacat, sempurna, tanpa kedok. (http://berbagiberkat.blogspot.com/2007/09/integritas.html) Dalam penelitian ini komplit maksudnya adalah adanya kesesuaian antara yang dikatakan dan dilakukan perusahaan yang membuat konsumen menjadi percaya. 2. Reliabilitas Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Reliabilitas) Dalam penelitian ini reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur kekonsistenan perusahaan dalam melakukan usahanya dari dulu sampai sekarang. 3. Contact personnel (orang yang menghubungkan perusahaan dengan konsumen)
Contact personnel dinilai berdasarkan efektivitas individu dalam menyampaikan jasa, dalam hal ini seperti resepsionis, operator telepon, sekretaris dan lain-lain. 4. Physical environment (lingkungan fisik) Menurut
http://wiki.answers.com/Q/Define_the_physical_environment,
environment
Physical
didefinisikan sebagai “the external surrounding and conditions in
which something exists.” Atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan sekitar dan kondisi dimana seseorang tersebut berada.
10
2.1.1.5 Jenis Kepercayaan Konsumen Menurut Mowen dan Minor (2002, pp312-313) terdapat tiga jenis kepercayaan yaitu : 1. Kepercayaan atribut objek Pengetahuan
tentang
sebuah
objek
memiliki
atribut
khusus
yang
disebut
kepercayaan atribut objek. Kepercayaan atribut-objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang atau jasa. Melalui kepercayaan atribut objek, konsumen menyatakan apa yang diketahui tentang sesuatu dalam hal variasi atributnya. 2. Kepercayaan manfaat atribut Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah-masalah dan memenuhi kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat
yang
dapat
dikenal.
Hubungan
antara
atribut
dan
manfaat
ini
menggambarkan jenis kepercayaan kedua. Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan, manfaat tertentu. 3. Kepercayaan manfaat objek Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya. Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk, orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
2.1.2
Kualitas Pelayanan
2.1.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan dapat dilihat dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan atau pelanggan dalam bentuk nyata yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik harus dapat diandalkan, juga dapat dilihat dari servis yang dapat diandalkan, respon kepada
11
pelanggan, serta empati (memberikan perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan dan berupaya untuk memahami keinginan pelanggan) dan kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya. Menurut Zeithaml, et. al (2003, p19): “Service quality can be defined as the extern of
discrepancy between customers expectation or desired and their perceptions ” Artinya kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketidaksesuaian antara harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Menurut Shiffman dan Kanuk (2004, p189 ): “service quality is a function of the
magnitude an direction of the gap (perception) of the service actually delivered ” Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dapat diukur oleh kesenjangan yang terjadi antara harapan pelanggan sebelum menggunakan barang atau jasa dengan harapan pelanggan setelah menggunakan suatu barang atau jasa. Kesenjangan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan yang diberikan baik atai tidak baik.
2.1.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Zeithmal dan Bitner (2003, pp24-26) ada 5 dimensi yang digunakan pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan yaitu: 1.
Keandalan (Reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2.
Keresponsifan/ketanggapan (Responsiveness) Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan,
kecepatan
karyawan
dalam
melayani
transaksi,
dan
12
penanganan keluhan pelanggan. 3.
Keyakinan (Assurance) Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
4.
Empati (Emphaty) Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan
untuk
menghubungi
perusahaan,
kemampuan
karyawan
untuk
berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. 5.
Berwujud (Tangibles) Penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Menurut Gronross (dalam Tjiptono, 2001, p60), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu: a.
Technical Quality Yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman et al., technical quality dapat diperinci lagi menjadi: 1)
Search quality
13
yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga. 2)
Experiece quality yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil.
3)
Credence quality yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi jasa tersebut. Misalnya kualitas operasi jantung.
b.
Functional quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
c.
Corporate image yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
2.1.2.4 Karakteristik Kualitas Pelayanan Menurut Kotler (2003, pp230-233), jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu: a. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa adalah tidak nyata, tidak sama dengan produk fisik (barang). Jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dibaui, atau didengar sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli jasa akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai kualitas jasa dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol, dan harga yang mereka lihat. Karena itu, tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti itu mewujudkan yang tidak berwujud. Contohnya orang yang ingin merasakan menggunakan jasa suatu hotel tidak akan merasakan hasilnya sebelum melakukan ‘pembelian’.
14
b. Tidak terpisahkan (Inseparability) Tidak seperti barang fisik, jasa-jasa pada umumnya diproduksi secara khusus dan dikonsumsikan pada waktu bersamaan. Jika seseorang melakukan transaksi jasa, maka orang tersebut adalah merupakan bagian dari jasa tersebut. Baik penyedia maupun klien mempengaruhi hasil jasa. Pada saat jasa diberikan maka klien harus hadir, sehingga interaksi penyedia klien merupakan ciri khusus pemasaran jasa. c.
Bervariasi (Variability) Jasa sangat bervariasi karena merupakan nonstandrized output. artinya banyaknya variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu dilakukan. Pembeli jasa menyadari variabilitas yang tinggi ini dan sering membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
d. Mudah lenyap (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan sebab nilai jasa diterima hanya pada saat klien bertemu dengan penyedia jasa. Mudah lenyapnya jasa tidak menjadi masalah bila permintaan tetap karena mudah untuk lebih dahulu mengatur untuk melakukan jasa itu. Tetapi ada kasus-kasus pengecualian dalam karakteristik perishability dan penyampaian jasa. Dalam kasus tertentu, jasa bisa disimpan. yaitu dalam bentuk pemesanan, misalnya reservasi tiket pesawat dan kamar hotel dan penundaan penyampaian jasa, misalnya asuransi. Sedangkan menurut Keegan et.al (2003, p379-383), mengemukakan karakteristik jasa yaitu terdiri dari:
a. Intangibility Jasa tidak dapat dirasakan atau dipegang.
15
b. Costumer Relationship Seperti barang, suatu jasa tidak akan berhasil tanpa kerjasama dari pelanggan. Hubungan antara pemberi jasa dengan pelanggan sangat penting sekali.
c. Perishability Jasa tidak dapat disimpan.
d. Inseparability Pada kebanyakan perusahaan penyedia jasa, karyawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pemberian jasa. Salah satu alasan ciri ini yaitu, perusahaan jasa selalu memperhatikan insentif bagi karyawan. Biaya tenaga kerja yang tinggi untuk perusahaan jasa dibandingkan dengan karyawan yang memproduksi barang akan memberikan dorongan bagi karyawan
2.1.3
Minat Sewa
2.1.3.1 Pengertian Minat Sewa Menurut Kotler dan Keller (2006, p181), keputusan pembelian (purchase decision) didefinisikan sebagai:“Evaluation stage which customer intention to buy the most most
preferred brand.” Artinya, tahap evaluasi atas keinginan konsumen untuk melakukan pembelian produk dengan merek yang paling disukai. Menurut Setiadi (2003, p415), “Pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya.” Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian konsumen adalah suatu proses pengintegrasian yang digunakan untuk mengevaluasi perilaku-perilaku konsumen dalam melakukan suatu pembelian.
16
2.1.3.2 Proses Keputusan Pembelian Stanton (2002, p155) menggambarkan proses keputusan pembelian konsumen dan faktor-faktor yang menyebabkannya seperti pada Gambar 2.1 sebagai berikut: SOCIAL AND GROUP FORCES Culture Subculture Social class Reference groups Family and households
INFORMATION Commercial Sources
PSICHOLOGICAL FORCES Motivation Perception Learning Personality Attitude
BUYING DECISION PROCESS
SITUATIONAL FACTORS
Need recognition
When Consumers buy
Choice of involvement level Identification of alternatives
Where consumers buy
Evaluation of alternatives Social Sources
Purchase and related decision Postpurchase behavior
Why consumers buy Conditions under which consumers buy
Sumber : Stanton (2002, p154) Gambar 2.1
The Consumer Buying Decision Process and The Factor that Influence It Dari gambar 2.1 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 6 (enam) proses dalam keputusan pembelian adalah: a. Pengenalan kebutuhan (Need recognition) Dalam tahap ini, konsumen berbuat sesuatu berdasarkan kebutuhannya Hal ini biasanya disebabkan oleh faktor internal (misal: merasa lapar), faktor eksternal (misalnya: tertarik setelah melihat suatu produk di etalase), faktor butuh karena kekurangan/kehabisan (misal: pena yang kehabisan tinta), atau bisa juga karena ketidakpuasan pada produk yang saat ini digunakan.
17
b. Pemilihan tingkat keterlibatan (Choice of involvement level) Dalam tahap ini, konsumen memutuskan berapa banyak usaha dan waktu yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan (lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli). c.
Mengidentifikasi alternatif (Identification of alternatives) Dalam tahap ini konsumen mengidentifikasi alternatif dari produk dan merek serta mengumpulkan informasi tentang produk tersebut tergantung pada kebutuhannya.
d. Mengevaluasi alternatif (Evaluation of alternatives) Dalam tahap ini, konsumen menimbang hal-hal menyangkut alternatif yang teridentifikasi antara yang sesuai dengan yang tidak. e. Keputusan relatif (Purchase and related decision) Dalam tahap ini konsumen memutuskan akan membeli atau tidak dan membuat keputusan lain sesuai dengan pembelian. f.
Postpurchase behavior Konsumen menimbang kembali tentang keputusan yang telah dibuat adalah keputusan yang benar. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2006, p181) proses keputusan pembelian
konsumen terdiri atas 5 (lima) bagian, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
18
Problem recognition
Information search
Evalutaion of alternatives
Purchase decision
Postpurchase behavior
Sumber : Kotler dan Keller (2006, p181) Gambar 2.2
Five Stage Model of The Consumer Buying Process Dari gambar 2.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa proses dalam keputusan pembelian adalah: a. Pengenalan masalah (Problem recognition) Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali adanya suatu masalah atau kebutuhan. b. Pencarian informasi (Information search) Dari kebutuhan tersebut, kemudian menimbulkan suatu kecenderungan bagi konsumen untuk mencari beberapa informasi. Sumber informasi konsumen digolongkan dalam empat kelompok, yaitu:
19
c.
1)
Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan
2)
Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko
3)
Sumber publik: media massa, organisasi penentu, peringkat konsumen
4)
Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
Mengevaluasi alternatif (Evaluation of alterantives) Dalam hal ini konsumen akan melalui beberapa tahap/proses, yaitu: 1) Konsumen akan mencoba memuaskan kebutuhannya (trying to satisfy need) 2) Konsumen mencari beberapa keuntungan tertentu dari produk tersebut (looking for certain benefits from the product) 3) Konsumen melihat akan melihat setiap produk sebagai suatu kumpulan atribut dengan berbagai kemampuan untuk menghasilkan keuntungan guna memuaskan kebutuhannya (sees each product as a bundle of attributes with
varying abilities for delivering the benefits sought to satisfy this need). d. Keputusan pembelian (Purchase decision) Dalam hal ini konsumen membagi lagi keputusannya menjadi lima bagian, yaitu berdasarkan merek (brand), dealer, kualitas (quality), waktu (timing), dan metode pembayaran (payment method). e. Perilaku setelah pembelian (postpurchase behavior) Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Konsumen yang mengalami ketidaksesuaian, akan mencari hal-hal tentang merek lain dan mencari informasi lain yang mendukung keputusan mereka.
20
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Menimbulkan Minat Sewa Faktor-faktor yang menimbulkan keputusan pembelian, peneliti mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ujianto & Abdurachman (2004), dimana faktor-faktor yang dinilai adalah : a. Kualitas Menurut Kotler dan Keller (2006, p138), definisi kualitas adalah sebagai berikut:
“Quality is the totality of features and characteristic of a product or services that hear on its ability to satisfy stated or implied needs.” Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan. b. Merek Pengertian merek menurut American Marketing Association (dalam Kotler dan Keller, 2006, p256) adalah: “a name, term, sign, symbol, or design, or a
combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors.” Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut dengan tujuan untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. c.
Kemasan Menurut Kotler dan Keller (2006, p256) kemasan (packaging) adalah: “all the
activities of designing and producing the container for a product.” Kemasan adalah segala sesuatu yang merupakan hasil dari aktivitas mendesain dalam memproduksi suatu produk.
21
d. Harga Menurut Kotler dan Armstrong (2003, p430), “Harga adalah jumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa.” e. Ketersediaan barang Menurut Kotler dan Keller (2006, p440), pengertian ketersediaan barang ”the
number of unit on one occasion.” Ketersediaan barang adalah suatu angka yang menunjukkan unit yang tersedia. f.
Acuan. Menurut Kotler dan Keller (2006, p167), pengertian acuan (reference) adalah: ”all
the thing that have a direct or indirect influence on his/her attitudes or behavior.” Acuan adalah segala sesuatu yang secara langsung dan tidak langsung menyebabkan suatu sikap atau perilaku seseorang.
2.1.4
Pengaruh Kepercayaan Konsumen dan Kualitas Pelayanan terhadap Minat Sewa
2.1.4.1 Pengaruh Kepercayaan Konsumen terhadap Minat Sewa Bloemer et.al (2002, p68) menyatakan citra perusahaan mempengaruhi kepuasan pelanggan,
kepuasan
pelanggan
mempengaruhi
kepercayaan
dan
kepercayaan
mempengaruhi keputusan pembelian, intensitas harga dan word of mouth (WOM). Menurut George (Lana Sularto, 2004, p149), dengan mendasarkan pada Teori Perilaku Terrencana, maka dihasilkan sebuah model tentang pengaruh privasi, kepercayaan dan pengalaman terhadap keputusan pembelian konsumen.
22
Gambar 2.3 Model Pengaruh Pengaruh Privasi, Kepercayaan Dan Pengalaman Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Konsep awalnya adalah niat untuk melakukan pembelian berdasarkan pengalaman. Niat didahului oleh sikap terhadap pembelian. Tiga bentuk keyakinan diposisikan untuk membantu sikap terhadap pembelian adalah : (1) keyakinan tentang trustworthiness, (2) keyakinan tentang privasi dari sudut pandang kepemilikan dan (3) keyakinan tentang privasi dari sudut pandang hubungan sosial. Dalam hal ini pengalaman diposisikan memiliki hubungan langsung pada semua bentuk keyakinan.
2.1.4.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Minat Sewa Menurut Swastha dan Handoko (2000, p82): “Motif pembelian suatu produk menurut dasar pengaruhnya pada keputusan pembelian suatu produk didasarkan pada kenyataan-kenyataan seperti yang ditunjukan oleh suatu produk kepada konsumen. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa faktor penawaran, permintaan, harga kualitas pelayanan, dan ketersediaan barang.”
23
2.2
Kerangka Pemikiran Kepercayaan Konsumen (X1) • • • •
Integritas Reliabilitas Hubungan pribadi Kondisi fisik
Minat Sewa (Y) • • • • •
Kualitas Pelayanan (X2) • • • • •
Keandalan Ketanggapan Keyakinan Perhatian Berwujud
Merek Kualitas Harga Ketersediaan Acuan
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis
H1 :
Terdapat pengaruh kepercayaan konsumen terhadap minat sewa
H2 :
Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap minat sewa
H2 :
Terdapat pengaruh kepercayaan konsumen dan kualitas pelayanan terhadap minat sewa