BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.
Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001: 117), mengemukakan bahwa:
6
7
“Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002: 89), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).”
Sedangkan menurut Mutiara S. Pangabean (2002: 77), mengemukakan bahwa:
“Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena prestasi melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja”.
Menurut T. Hani Handoko (2002: 176), mengemukakan bahwa:
“Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan”.
Jadi menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang pegawai, jadi seseorang mau bekerja dengan baik apabila dalam dirinya terdapat motivasi, yang menjadi masalah adalah bagaimana pula
8
menciptakan gairah kerja dan motivasinya, sebab walaupun motivasi sudah terbentuk apabila tidak disertai dengan gairah kerjanya maka tetap saja pegawai tersebut tidak akan bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Di mana pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya
2.1.1 Jenis-jenis Insentif
Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan/instansi, harus dituangkan secara jelas sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.
Menurut ahli manajemen sumber daya manusia Sondang P. Siagian (2002: 268), jenis-jenis insentif tersebut adalah:
1. Piece work
Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja kerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi.
2. Bonus
Bonus adalah Insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.
9
3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Insentif bagi eksekutif
Insentif bagi eksekutif ini adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya pendidikan anak.
5. Kurva “kematangan”
Adalah diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana insentif kelompok
Rencana insentif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
Berdasarkan pengertian di atas, maka diambil kesimpulan dari Malayu SP Hasibuan (2001:184) yaitu :
a. Insentif material
10
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua.
b. Insentif non-material
Dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya ada akhirnya akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan pegawai diharapkan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan/instansi.
11
2.1.2 Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga
12
output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja.
2.1.3 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif
Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
A. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
B. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
C. Tetapkanlah standar yang efektif
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup masuk akal,
13
sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50 dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
D. Jaminlah standar anda
Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang, maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
E. Jaminlah suatu tarif pokok per jam
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi kondisikondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan-tunjangan dasar pada puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
14
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan individu dan kelompok didorong.
2.1.4 Perhitungan dan Pertimbangan Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
15
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
16
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
17
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila
insentif
dibandingkan
didalam
dengan
perusahaan
perusahaan
yang
lain,
bersangkutan
maka
lebih
perusahaan/instansi
rendah akan
mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
18
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif
2.2 Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkunganlingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli mendefinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut : Menurut Alex S Nitisemito (2000:183) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut : “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Menurut Sedarmayati (2001:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut :
19
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.
2.2.1 Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. A.
Lingkungan kerja Fisik Menurut Sedarmayanti (2001:21), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) 2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lainlain.
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah
20
lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.
B.
Lingkungan Kerja Non Fisik Menurut Sadarmayanti (2001:31),
“Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut
Alex
Nitisemito
(2000:171-173)
Perusahaan
hendaknya
dapat
mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah : - suasana kekeluargaan - komunikasi yang baik - pengendalian diri. Suryadi Perwiro Sentoso (2001:19-21) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
21
2.2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai
suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja 2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja 3. Kelembaban di tempat kerja 4. Sirkulasi udara di tempat kerja 5. Kebisingan di tempat kerja 6. Getaran mekanis di tempat kerja 7. Bau tidak sedap ditempat kerja 8. Tata warna di tempat kerja 9. Dekorasi di tempat kerja 10. Musik di tempat kerja 11. Keamanan di tempat kerja
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan manusia, yaitu :
22
1.
Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat
keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada skhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
2.
a.
Cahaya langsung
b.
Cahaya setengah langsung
c.
Cahaya tidak langsung
d.
Cahaya setengah tidak langsung
Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda.
Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup. 3.
Kelembaban di Tempat Kerja
23
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya. 4.
Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga
kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 5.
Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah
kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan
24
konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a.
Lamanya kebisingan
b.
Intensitas kebisingan
c.
Frekwensi kebisingan
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. 6.
Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari
getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a. Kosentrasi bekerja b. Datangnya kelelahan c.
Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7.
Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena
dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah
25
satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 8.
Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.
Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. 9.
Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak
hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 10.
Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan
tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja. 11.
Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka
perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
2.2.3
Indikator-indikator Lingkungan Kerja Yang
menjadi
indikator-indikator
(2001:46) adalah sebagai berikut :
lingkungan
kerja
menurut
Sedarmayanti
26
1. Penerangan 2. Suhu udara 3. Suara bising 4. Penggunaan warna 5. Ruang gerak yang diperlukan 6. Keamanan kerja 7. hubungan karyawan
2.3 Kepuasan Kerja Greenberg dan Baron (2003, p148) dalam Wibowo (2007, p299) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja
adalah
sikap
umum
terhadap
pekerjaan
seseorang,
yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2003) dalam Wibowo (2007, p299). Menurut Wibowo (2007, p300) berpendapat bahwa, kepuasan kerja memiliki dua teori mengenai kepuasan kerja. Dalam pendapatnya, di katakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two - Factor Theory dan Value Theory. 1.
Two-Factor Theory. Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan Hygiene factors.
2.
Value Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang
27
menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Berdasarkan pendapat Robbins dan Coullter (2002, p24, p149) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu variable bergantung yang didefinisikan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepentingan para manager pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada kinerja karyawan. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa : 1.
Kepuasan dan produktivitas Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari pada organisasi dengan karyawan yang kurang puas.
2.
Kepuasan dan kemangkiran Hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan dan kemangkiran itu sedang saja. Masuk akal apabila dinyatakan bahwa karyawan yang tingkat kepuasannya rendah lebih besar kemungkinannya tidak kerja dan karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi.
3.
Kepuasan dan tingkat keluar-masuknya karyawan Secara khusus, tingkat kepuasan kurang penting dalam meramalkan keluarnya karyawan untuk mereka yang berkinerja tinggi, karena lazimnya organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan mereka yang berkinerja tinggi dan untuk menahan mereka dan bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka agak keluar.
2.3.1 Penyebab Kepuasan Kerja Faktor yang menentukan kepuasan karyawan menurut Robbins dan Coullter (2002, p149-150), adalah:
28
1.
Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2.
Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (Fair and
Just) kemugkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. 3.
Kondisi kerja yang mendukung
29
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan baik. 4.
Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Prilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Menurut Loeke (dalam Sule, 2002), kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan dengan yang diterima. Jika yang diterima lebih dari yang diharapkan, maka karyawan akan sangat puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan prestasi kerja, dan kesempatan bertumbuh Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan prestasi kerjanya adalah:
a.
faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.
b
faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
30
c.
faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya.
d.
faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
•
lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja (sule, 2002:243),
aspek-aspek tersebut sebagai berikut :
1.
Pekerjaan itu sendiri (Work It self), Setiap pekerjaan memerlukan
suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. Dan juga beberapa faktor didalam pekerjaan itu sendiri yaitu :
-
Karyawan suka dengan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan puas terhadap pekerjaannya
-
Kemampuan kerja karyawan sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakannya diperusahaan
-
Perusahaan memberikan feedback(umpan balik) atas pekerjaan karyawan
-
Kerja yang secara mental menantang bagi karyawan, dan menjadi pemicu semangat bagi karyawan
31
2.
Atasan (Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Adapun indikator yang mendukung didalam atasan dan supervision tersebut :
-
Atasan harus bisa menjadi figur ayah, ibu, teman sekaligus atasan
-
Atasan harus menghargai pekerjaan bawahaannya
-
Adanya hubungan fungsional yang positif antara atasan dan bawahan
-
Rekan kerja sesama karyawan harus mempunya sifat kooperatif
-
Adanya suasana kekeluargaan dikantor atau didalam perusahaan
3.
Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan
dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Dan indikator dari teman sekerja juga adalah sebagai berikut
-
karyawan membina hubungan baik diantara karyawan dan membina suasana kekeluargaan didalam kantor atau perusahaan
-
karyawan memiliki rekan kerja yang kooperatif
-
Kondisi kerja yang saling mendukung didalam perusahaan
4.
Promosi (Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan
ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. Berikut indikator didalan promosi jabatan sebagai berikut ;
-
Promosi jabatan diberikan atas dasar prestasi karyawan diperusahaan
-
Perusahaan memberikan proses kenaikan jabatan yang terbuka bagi karyawan
32
-
Kesempatan terbuka lebar didalam perusahaan dalam proses kenaikan jabatan, tentunya harus sesuai dengan kontribusi dari karyawan
5.
Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup
pegawai yang dianggap layak atau tidak. Faktor didalan gaji atau upah adalah sebagai berikui ini :
- gaji yang diterima karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan karyawan - gaji yang diberikan perusahaan harus sesuai dengan keterampilan dan kemampuan karyawan - imbalan yang pantas diterima oleh karyawan dari perusahaan ataupun organisasi
2.3.3 Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja
Berikut
aspek-aspek
lain
yang
terdapat
dalam
kepuasan
kerja
menurut
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja) adalah sebagai berikut :
1. menyukai
Kerja
yang
secara
pekerjaan-pekerjaan
mental
yang
menantang,Kebanyakan
memberi
mereka
Karyawan
kesempatan
untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. 2.
Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah
dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan
33
pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jamjam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. 3.
Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan
kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). 4.
Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih
daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
2.4 Produktivitas
produktivitas ialah terdapatnya korelasi “terbalik” antara masukan dan luaran. Artinya, suatu sistem dapat dikatakan produktif apabila masukan yang diproses semakin
34
sedikit untuk menghasilkan luaran yang semakin besar. Tentu banyak cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya produktivitas suatu sistem.
Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien, sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lembur dengan segala implikasinya, terutama implikasi biaya. Dan kiranya jelas bahwa yang merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan produktivitas dijadikan salah satu sasaran jangka panjang perusahaan dalam langka pelaksanaan strateginya.
Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegitan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek. Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan penghidupannya.
Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan pemasukan (input), sedangkan menurut Ambar Teguh Sulistiani
dan
Rosidah
(2003:126)
mengemukakan
bahwa
produktivitas
adalah
“Menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi, dalam hal ini adalah efisiensi dan efektivitas”.
Sedangkan menurut Hasibuan (2003:126) produktivitas adalah : “Perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efesiensi (waktu,bahan,tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya”.
35
Dari beberapa pendapat tersebut diatas sebenernya produktivitas memiliki dua dimensi, pertama efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu. Kedua yaitu efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingakan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi. Sedangkan efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang dicapai. Apabila kedua tersebut dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan selalu menjamin meningkatnya efesiensi.
2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas
Menurut Kusnendi dalam (http://massofa.wordpress.com/2008/04/02/pengertiandan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-produktivitas-kerja/) (sumber buku ekonomi SDM karya Kusnendi) faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain sebagai berikut:
1. Remunerasi
Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan.
36
Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan. Berikut adalah indikator dari remunerasi bagi karyawan adalah : - remunerasi yang diterima oleh karyawan harus sesuai dengan kontribusi yang diberikan karyawan dalam kantor - tinggi rendahnya remunerasi didalam perusahaan - remunerasi diberikan kepada karyawan yang memiliki keterampilan khusus
2. Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu invesatasi di bidang sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti perubahan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain: meningkatnya produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja. Adapun indikator pendukung dari pemberian pendidikan dan pelatihan bagi karyawan adalah sebagai berikut :
- karyawan menerima pendidikan dan palatihan didalam perusahaan - perusahaan memberlakukan pendidikan dan pelatihan didalam perusahaan - pelatihan dan pendidikan tambahan diberlakukan didalam perusahaan, dan karyawan diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh perusahaan
37
3. Pengertian dan Proses Perencanaan Tenaga kerja Perencanaan tenaga kerja merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan. Rencana pembangunan memuat berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di seluruh sektor atau subsektor. Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja memuat perkiraan permintaan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan tenaga kerja, serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Berikut adalah indikator didalam proses perencanaan tenaga kerja - perusahaan harus menekankan betapa pentingnya proses didalam perencanaan tenaga kerja - karyawan mengerti tentang proses perencanaan tenaga kerja yang dilakukan didalam perusahaan - Perusahaan mendesain proses perencanaan tenaga kerja yang berguna untuk meningkatkan produktivitas kedepannya
4. Budaya Organisasi Menurut Mangkunegara (2005, p.113) Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Unsur-unsur Budaya : Dalam suatu organisasi, menurut Tika (2006, p.5) terkandung unsur-unsur yaitu: 1. Asumsi dasar
38
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berprilaku.
2. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum oranisasi, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menelaskan usaha.
3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi
perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin/organisasi atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan , terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah intergrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.
5. Berbagi nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6. Pewarisan (learining process)
39
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi atau perusahaan tersebut.
7. Penyesuaian (Adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok dan organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi atau perusahaan terhadap perubahan lingkungan.
2.5 Pengertian Path Analysis Path analysis yang dikenal dengan analisis jalur yang diartikan oleh Bohrnstedt (1974 dalam Kusnendi, 2005) yang dikutip oleh Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, p.1) adalah “a technique for estimating the effect’s a set of independent variables has on a
dependent variable from a set of observed correlations, given a set of hypothesized causal asymetric relation among the variables” . sedangkan tujuan utama dari path analysis adalah a method of measuring the direct influence along each separate part in such a system and thus of finding the degree to which variation of a give effect is determined by each particular cause. The method depend on the combination of knowledge og the degree of correlation among the variables in a system with such knowledge as may possessed of the causal relation (Maruyama, 1998). Jadi model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variable dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, p.115), Teknik analisis jalur akan digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang
40
ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variable X1, X2 terhadap Y.
2.5.1 Asumsi-Asumsi Path Analysis Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, p.2), asumsi yang mendasari path analysis adalah: 1.
Hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif dan bersifat normal
2.
Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang berbalik
3.
Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan ratio
4.
Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel
5.
Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliable)
6.
Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
2.5.2 Langkah-Langkah Pengujian Path Analysis Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, pp.116-118), ada beberapa langkah pengujian part analysis yaitu sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis dalam persamaan struktural Struktur : Y = pyx1X1 + p yx2 X2 + p y1 2. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi
41
a.
Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai hipotesis yang diajukan. Hipotesis: Naik turunnya variabel endogen (Y) dipengaruhi secara signifikan oleh variabel eksogen (X1 dan X2).
b.
Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan. Hitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan: Persamaan regresi ganda: Y = a + b1X1 + b2X2 + ε1 Pada dasarnya koefisien jalur (path) adalah koefisien regresi yang distandarkan yaitu
koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah diset dalam angka bakuatau Z score (data yang diset dengan nilai rata-rata = 0 dan standar deviasi = 1). Koefisien jalur yang distandarkan (standardized path coefficient) digunakan utnuk menjelaskan besarnya pengaruh (bukan memprediksi) variabel bebas (eksogen) terhadap variabel lain yang diberlakukan sebagai variabel terikat (endogen). Koefisien part ditunjukkan oleh output yang dinamakan Coefficient yang dinyatakan sebagai Standardized Coefficient atau dikenal dengan nilai Beta. Jika ada diagram jalur sederhana mengandung satu unsur hubungan antara variabel eksogen dengan variabel endogen, maka koefisien part-nya adalah sama dengan koefisien korelasi r sederhana. 3. Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan) a. Kaidah pengujian signifikansi secara manual: Menggunakan Tabel F
F=
( n – k – 1 ) R2 YXk K( 1 - R2YXk )
Keterangan: n = jumlah sampel k = jumlah variabel eksogen
R2YXk = Rsquare
42
Jika F hitung ≥ F table , maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya signifikan Jika F hitung ≤ F table , maka Ho diterima yang artinya tidak signifikan Dengan taraf signifikan (α) = 0.05 Carilah nilai F tabel menggunakan Tabel F dengan rumus: F tabel = {(1−α)(dk =k ), (dk =n−k −1)} atau F {(1−α)(v1=k ),( v2=n−k −1)} Cara mencari F tabel: nilai (dk=k) atau v1 disebut nilai pembilang nilai (dk=n-k-1) atau v2 disebut nilai penyebut
b. Kaidah pengujian signifikansi: Program SPSS •
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
•
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
4. Menghitung koefisien jalur secara individu Secara individual uji statistik yang digunakan uji t yang dihitung dengan rumus (Schumacker & Lomax, 1996. Kusnendi, 2005 ) t
k
=
pk
;( dk = n – k – 1 ) Se
Pk
Keterangan: Statistik seρX1 diperoleh dari hasil komputasi pada SPSS utnuk analisis regresi setelah data ordinal ditransformasikan ke interval. Selajutnya untuk mengetahui signifikansi analisi jalur bandingan antara nilai probabilitas 0.05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: •
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
43
•
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
2.5.3 Model Path Analysis
1
e
P31
r12
3 2
P32
(a) Correlated Path Model
1 e1
e2
P31 P21
2
1
3 P32
(b) Mediated Path Model
e
P31 3
2
P32
(c) Independent Path Model
Sumber :Riduwan dan Engkos, Cara menggunakan dan memakai analisis jalur (2008, P3)
Gambar 2.1 Jenis Umum Model Path Analysis
Sumber :Riduwan dan Engkos, Cara menggunakan dan memakai analisis jalur (2008, P125) Gambar 2.2 Diagram Jalur Hubungan Kausal Empiris X1 dan X2 terhadap Y
44
2.6 Skala Likert Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan mnejadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut.
Pernyataan Negatif
Pernyataan Positif Sangat Setuju
(SS) = 5
Sangat Setuju
(SS) = 1
Setuju
(S)
=4
Setuju
(S)
=2
Ragu – ragu
(R)
=3
Ragu – ragu
(R)
=3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Tidak Setuju
(TS) = 4
Sangat Tidak Setuju
(STS) = 1
Sangat Tidak Setuju
(STS) = 5
Sangat Puas
Sangat Baik
=5
Sangat Tinggi/Sangat Penting
=5
=5
Puas
=4
Baik
=4
Tinggi/Penting
=4
Cukup Puas
=3
Sedang
=3
Cukup Tinggi/Cukup Penting
=3
Kurang Puas
=2
Buruk
=2
Rendah/Kurang penting
=2
Tidak Puas
=1
Buruk Sekali
=1
Rendah Sekali/Tidak Penting
=1
45
2.7 Pengertian Korelasi Korelasi adalah asosiasi (hubungan) antara variabel-variabel yang diminat, apakah data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel-variabel dalam populasi asal sampel, jika ada hubungan, seberapa kuat hubungan antara variabel tersebut. Keeratan hubungan itu dinyatakan dengan nama koefisien korelasi atau bisa disebut korelasi saja. Perlu dicatat bahwa dalam korelasi itu kita belum menentukan dengan pasti variabel independent dan dependent-nya seperti yang kita lakukan dalam analisis regresi. (modul praktikum lab statistik manajemen, universitas Bina Nusantara 2007). Korelasi digunakan untuk mengetahui erat tidaknya hubungan antar variabel. Apabila ternyata hasil analisis menunjukkan hubungan yang cukup erat, maka analisis dilanjutkan ke analisis regresi sebagai alat meramalkan (forecasting) yang sangat berguna untuk perencanaan. Analisis korelasi yang mencakup dua variabel X dan Y disebut analisis korelasi linear sederhana. Sedangkan yang mencakup lebih dari dua variabel disebut analisis korelasi linear berganda. Hubungan dua variabel ada yang positif dan ada yang negatif. Hubungan x dan y dikatakan positif apabila kenaikan (penurunan) X pada umumnya diikuti oleh kenaikan (penurunan) Y, dan sebaliknya jika dikatakan negatif kalau kedua variabel tersebut mengalami kenaikan (penurunan) secara tidak bersamaan. Korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah terjadi bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, jika kemiringannya negarif maka terjadi korelasi negatif yang tinggi. Kuat dan tidaknya hubungan antara X dan Y, apabila hubungan X dan Y dapat dengan fungsi linear (paling tidak mendekati). Nilai koefisien korelasi ini paling sedikit -1 dan paling besar 1. jadi jika r = koefisien korelasi, nilai r dapat dinyatakan sebagai berikut: -1 ≤ r ≤ 1. Artinya kalau r = 1 hubungannya sempurna dan positif (mendekati 1, hubungan sangat kuat dan positif, jika r = -1 hubungannya sempurna dan negatif (mendekati -1, hubungan sangat kuat dan negatif, jika r = 0, hubungannya lemah sekali.
46
2.7.1 Korelasi Sederhana dan Berganda Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, pp.61-62), Korelasi Pearson Product Moment (PPM) digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent). Rumus yang digunakan Korelasi PPM (sederhana):
rXY =
n ( ∑ XY ) – ( ∑ X ).( ∑ Y ) √ { n. ∑ X
2
– ( ∑ X )2 } . { n. ∑ Y2 – ( ∑ Y )2 }
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (−1 ≤
r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2008, p.62), arti harga r akan dikonsultasikan dengan Tabel interpretasi Nilai r sebagai berikut: Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0.80 – 1.000
Sangat kuat
0.60 – 0.799
Kuat
0.40 – 0.599
Cukup kuat
0.20 – 0.399
Rendah
0.00 – 0.199
Sangat rendah
Sumber : Riduwan (2005:136) Besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien diterminan sebagai berikut: KP = r 2 ×100%
47
Dimana: KP = Nilai Koefisien Diterminan r = Nilai Koefisien Korelasi Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.62), pengujian signifikansi yang berfungsi apabila peneliti ingin mencari makna generalisasi dari hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi PPM tersebut diuji dengan Uji Signifikasi sebagai berikut. Hipotesis: Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y Ha : Ada hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y Dasar Pengambilan Keputusan: •
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
•
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.63), Analisa
Korelasi Ganda berfungsi untuk mencari besarnya hubungan antara dua variabel bebas (X) atau lebih secara simultan (bersama-sama) dengan variabel terikat (Y). Rumus Korelasi Ganda sebagai berikut:
R
X1.X2.Y
= √ r2
X1.Y
+ r2 X2.Y – 2 ( r
X1.Y
1 – r2
).( r
X2.Y
).(r
X1.X2)
X1.X2
Selanjutnya, untuk mengetahui signifikasi Korelasi Ganda bandingkan antara probabilitas 0.05 dengan probabilitas Sig sebagai berikut:
Hipotesis: Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel X1 dan X2 dengan variabel Y
48
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara variabel X1 dan X2 dengan variabel Y
2.8
Uji Validitas dan Reliabilitas
2.8.1
Uji Validitas Menurut Simamora (2004, pp.58-59), validitas merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain, mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Misalnya, meteran dapat mengukur tinggi badan dengan tepat (dalam hal ini tinggi badan adalah variabel penelitian). Dalam menyusun kuesioner, pertanyaan yang ingin diajukan perlu dipastikan. Untuk menentukannya, sebelumnya harus sudah jelas variabel apa yang diukur. Variabel masih bisa dipecah menjadi subvariabel atau indikator. Apabila penyusunannya dilakukan sesuai prosedur, sebenarnya kuesioner telah memenuhi validitas logis. Oleh karena itu validitas logis sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam memahami masalah penelitian, mengembangkan variabel penelitian, serta menyusun kuesioner. Validitas logis belum memiliki bukti empiris. Sebuah kuesioner yang disusun secara hati – hati dan dapat dipertimbangkan valid logis, ada baiknya diuji untuk mengetahui validitas empirisnya. Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti dapat melakukan try – out dengan memakai responden terbatas dahulu. Dari try – out ini, ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. a. Validitas Eksternal Validitas instrumen dapat dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumentersebut sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel yang diteliti.Menurut Umar (2005, p.185), validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru dengan tolak ukur eksternal, yang berupa alat ukur yang sudah valid.
49
b. Validitas Internal Menurut Simamora (2004, pp.59-60), validitas internal dapat dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian – bagian kuesioner dengan kuesioner secara keseluruhan. Dengan kata lain, apabila setiap bagian di dalam kuesioner mendukung “misi” kuesioner secara keseluruhan, yaitu mengungkap variabel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Bagian kuesioner dapat berupa butir – butir pertanyaan secara sendiri – sendiri, dapat pula berupa faktor, yaitu kumpulan beberapa butir yang memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan kenyataan ini, maka dikenal adanya validitas butir dan validitas faktor. Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas internal dengan menggunakan teknik validitas butir. Teknik ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir – butir pertanyaan (sebagai variabel X) dengan skor total (sebagai variabel Y). Menurut Masrun (1979) sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2005, p.124), syarat suatu pertanyaan dianggap valid adalah bila korelasi antara butir dengan skor total lebih dari 0,3. Jadi bila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
2.8.2 Uji Reliabilitas Menurut Umar (2005, p.194), reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan suatu konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Menurut Simamora (2004, pp.63-69) reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang – ulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Asumsinya, tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal.
50
a. Reliabilitas Eksternal Secara garis besar, reliabilitas eksternal adalah reliabilitas yang diperoleh dengan membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua jenis cara untuk menguji reliabilitas eksternal, yaitu teknik paralel dan teknik ulang. b. Reliabilitas Internal Reliabilitas internal diperoleh dengan menganalisis data yang berasal dari satu kali pengujian kuesioner. Adapun teknik reliabilitas internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Alpha. Menurut Simamora (2004, pp.77-78), teknik reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner dengan kategorisasi jawaban selain 0 dan 1. Misalnya dari 1 sampai 5, 1 sampai 7, - 3 sampai 3, dan seterusnya. Teknik Alpha dilakukan dengan menghitung varians tiap butir pertanyaan dan varians total dari pertanyaan – pertanyaan. Selanjutnya varians butir dan varians total tersebut dimasukkan ke dalam rumus Alpha :
Langkah berikutnya adalah membandingkan angka tersebut dengan r product
moment (r tabel).
51
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : - Bila rhasil (r11) > r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel. - Bila rhasil (r11) < r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak reliabel. 2.9 kajian peneliti terdahulu
Dalam jurnal (http://ken-msdm.blogspot.com/2010/10/insentif-dan-kepuasan-kerjakaryawan.html) yang berjudul Insentif dan Kepuasan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Propinsi Papua oleh Salmon dan Kristiani menyatakan bahwa ” The objective of the research
was to figure out the corelation between incentive and the job saticfaction of papua Provincial Health Office Staff……”. Dimana Gaji sudah memenuhi standar peraturan kepegawaian, namun jumlahnya masih kecil sehingga perlu didukung dengan tambahan dalam bentuk insentif atau bentuk lainnya. Sistem insentif bagi karyawan perlu diubah karena selama ini karyawan memperoleh insentif dalam jumlah yang kurang memadai. Karyawan yang puas dengan insentif yang diterima selama ini adalah karyawan yang dari sisi tugas dan beban kerjanya tidak terlalu berat sehingga insentif yang diterima dalam uang dinilai cukup karena merupakan tambahan diluar gaji.
Adanya pengaruh antara lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Diane Applebaum, Susan Fowler, Nancy Fiedler, Omowunmi Osinubi, Mark Robson mereka melakukan penelitian dengan judul “The Impact
of Environmental Factors on Nursing Stress, Job Satisfaction, and Turnover Intention”. menyatakan bahwa The purpose of this study was to investigate relationships between
environmental factors of odor, noise, light, and color and perceived stress, job satisfaction.....”. dimana lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang, terbukti didalam jurnal tersebut mengatakan bahwa lingkungan kerja secara fisik maupun nonfisik mempunyai dampak positif dan negative, dimana lingkungan kerja yang buruk akan mempengaruhi tingkat stress karyawan dalam pekerjaannya, begitu juga
52
sebaliknya, apabila lingkungan kerja mendukung dan kondusif, maka karyawan akan merasa puas didalam pekerjaannya, dan tingkat stress dalam pekerjaan karyawanpun akan hilan dengan sendirinya, ini disebabkan lingkungan kerja tersebut mendukung, oleh sebab itu perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang baik, sehingga tingkat turn over dalam lingkungan kerja karyawan dapat diminimalisir.
Nuzsep Almigo dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas kerja karyawan (2004) menyatakan “This research was aimed to know the
relation between job satisfaction, reward, and year of service with the work productivity….”. yang menyatakan bahwa berdasarkan temuan dalam penelitian menujukkan kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap produktivitas kerja. Oleh sebab itu pihak perusahaan perlu meningkatkan manajemen yang baik dengan yang senantiasa memberikan kepuasan pada karyawan dengan memberikan kenyaman dalam bekerja, memberikan motivasi sebagai umpan balik yang baik kepada karyawan, sehingga karyawan merasa senang berkerja dan merasa memiliki pekerjaan sebagai upaya peningkatan produktivitas kerjanya.
53
2.10 Kerangka Pemikiran
• •
Jenis Insentif (X1) Insentif Material Insentif Non Material
Kepuasan Kerja (Y) • • • • •
• •
Pekerjaan itu sendiri Gaji, upah atau imbalan yag pantas Atasan atau supervision Promosi Teman sekerja
Lingkungan Kerja (X2) Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan Kerja Non fisik
Keterangan: Menggambarkan pengaruh secara simultan Menggambarkan pengaruh secara individual Menggambarkan hubungan (korelasi) antar variabel
Produktivitas (Z) • • • •
Remunerasi Pendidikan dan latihan Pengertian dan proses tenaga kerja Budaya organisasi
54
Penjelasan Kerangka Pemikiran : Jenis insentif dipengaruhi oleh faktor: insentif material dan non material. Sedangkan, lingkungan kerja sendiri dipengaruhi oleh faktor : Lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Kedua variabel bebas tersebut dicari apakah saling berkorelasi secara signifikan atau tidak serta bagaimana sifat hubungannya. Variabel jenis insentif, dan lingkungan kerja secara individual maupun simultan diasumsikan berkorelasi dengan dan mempengaruhi variabel Kepuasan kerja karyawan yang dipengaruhi oleh faktor : pekerjaan itu sendiri, gaji, upah dan imbalan yang pantas, atasan atau supervison, promosi, teman sekerja. Kemudian, ketiga variabel tersebut dicari apakah berkorelasi dengan dan berkontribusi terhadap variabel bergantung yaitu variabel peningkatan produktivitas yang dilihat dari dimensi remunerasi, pendidikan dan pelatihan, pengertian dan proses tenaga kerja dan budaya organisasi, baik secara individual maupun simultan.
2.11
Hipotesis Hipotesis yang pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai
dengan Tujuan 1 adalah sebagai berikut : Ho
=
Jenis insentif (X1), dan Lingkungan kerja (X2), tidak memiliki kontribusi yang
signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Y) pada PT. Renova Andalan Indonesia Ha = Jenis Insentif (X1), dan Lingkungan Kerja (X2), memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Y) pada PT. Renova Andalan Indonesia Lalu, hipotesis kedua yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan 2 yaitu sebagai berikut :
55
Ho = Jenis Insentif (X1), dan Lingkungan Kerja (X2), serta Kepuasan Kerja Karyawan (Y) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Produktivitas (Z) pada PT. Renova Andalan Indonesia Ha = Jenis Insentif (X1), dan Lingkungan Kerja (X2), serta Kepuasan Kerja Karyawan (Y) memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap Produktivitas (Z) pada PT. Renova Andalan Indonesia