BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN
2.1
Teori Umum
Data Aktual atau juga disebut literature adalah merupakan kesustraan dari suatu bangsa atau bacaan-bacaan mengenai suatu hal tertentu. Data yang mengacu pada sumber-sumber data ilmiah yang dimanfaatkan dalam perancangan seperti yang teah disiapkan dalam pengerjaan tugas akhir ini
2.1.1
Kepulauan Siberut
Kepulauan Mentawai terdiri dari empat buah pulau yang berpenghuni: Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Luas keempat pulau itu keseluruhannya sekitar 7.000km2. Kepadatan jumlah penduduk rata-rata lima orang dalam kilometer persegi. Penduduk siberut asal mulanya tidak bertempat tinggal di desa-desa melainkan di rumah-rumah kelompok yang dihuni oleh lima sampai sepuluh keluarga kerabat. Baik rumah kelompok maupun kelompoknya sendiri disebut uma. Anggota-anggota suatu uma hidup saling tolong menolong dan bergootong royong menyelenggarakan perayaan religious yang besar-besaran.
Struktur masyarakatnya didasarkan pada kesamaan kedudukan, tidak ada yang menjadi kepala dan tidak pula hamba sahaya. Keputusan yang diambil dalam rangka ikatan uma diambil secara musyawarah. Masing-masing keluarga memiliki tanah pertanian sendiri di pinggir sungai yang ditanami oleh pohon pisang dan tumbuhan umbi, tetapi untuk selebihnya kawasan perbukitan luas yang terletak di antara lembah-lembah hanya dimanfaatkan sebagai tempat pengambilan kayu untuk dijadikan bahan bakar, untuk pembuatan perahu lesung, atau dijakdikan bahan pembuatan rumah. Selain itu juga sebagai tempat berburu dengan busur dan anak panah beracun. monyet, rusa, babi hutan merupakan satwa buruan yang paling digemari.
Jalan-jalan setapak yang sempit dan hampir tidak dapat dikenali memiliki sungai yang dapat diarungi dengan perahu kecil yang berguna untuk mengangkut pulang hasil panen dari perladangan di hulu atau di hilir.
2.1.2
Mengenal Kepulauan Siberut Pulau Siberut adalah pulau terbesar di Kepualauan Mentaawai dan
berada di lepas pantai Sumatra Barat yang dipisahkan oleh selat Mentawai. Pulau Siberut berjarak 155 km dari kota Padang. Perjalanan ke Siberut memakan waktu belasan jam dengan perahu, perjalanan yang cukup jauh untuk mencapai pulau ini. Akan tetapi petualangan dan pengalaman serta keindahan alamnya mengundang mereka yang haus petualangan untuk menyambangi dan menjelajahi segala kekayaan yang dimilikinya, termasuk kekayaan budaya, adat dan alam tropis yang mempesona.
Siberut adalah rumah bagi sekitar 30.000 suku Mentawai yang terisolasi dari modernitas. Konon suku Mentawai bermigrasi dari Nias ke pulaupulau di kawasan Kepulauan Mentawai dan hidup terisolasi selama berabadabad hingga ditemukan oleh Belanda tahun 1621. Melihat lebih dekat kehidupan suku pedalaman Mentawai adalah suatu daya tarik utama mengunjungi Pulau Siberut. Mereka masih mempertahankan tradisi dan gaya hidup leluhur yang diwariskan turun menurun selama ribuan tahun. Mereka tinggal di rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu disebut dengan uma yang dihuni beberapa kepala keluarga.
Mereka memiliki bahasa, budaya, adat sendiri dan sebagian masih menganut kepercayaan animisme. Pakaian yang mereka kenakan pun sangatlah sederhana; lelaki Mentawai hanya mengenakan cawat yang terbuat dari kulit pohon sukun, sementara wanitanya hanya memakai semacam rok yang terbuat dari daun kelapa/ pisang dan didalamnya dilapisi oleh sebuah kain. Selain pakaian ini, mereka juga mengenal “pakaian abadi” yaitu tato khas Mentawai yang dirajah memenuhi sekujur tubuh dengan cara tradisional dan meliputi berbagai ritual. Makanan utama mereka adalah sagu dan mereka beternak babi serta berburu monyet sebagai bahan makanan sehari-hari. Pada Pulau Mentawai, sekitar 2/3 pulau ini masih ditutupi oleh hutan
hutan, untuk menuju ke satu desa dan desa yang lain harus melawati trekking hutan yang masih terjaga keindahannya.
Berjarak sekitar 155 km dari kota Padang, Sumatra Barat, perjalanan menuju Pulau Siberut menghabiskan waktu sekitar 12 jam perjalanan dengan kapal fery dan tiba pada pelabuhan Maileppet, Siberut. Setelah itu melanjutkan dengan transportasi sungai untuk menuju ke desa tradisional.
2.1.3
Kegiatan Berburu dan Membuat Panah Racun
Berburu merupakan pekerjaan yang hanya dilakukan pria, sedang menangkap ikan adalah tugas kaum wanita. Satwa yang diburu adalah monyet, rusa dan babi hutan. Suku Mentawai mengenal berbagai cara berburu, yang paling sering dilakukan adalah berburu dengan menggunakan busur dan anak panah yang berujung kayu yang dibubuhi racun (raggi atau omai); racun ini dibuat di luar uma.
Racun yang paling sering dibuat adalah dari kulit atau daun tanaman ipuh yang dicincang dengan parang lalu diserut, dan kemuddian ditumbuk bersama campuran sepotong akar tuba dan cabai giling dengan ulekan kayu dalam sebuah piring khusu dari kayu. Ujung anak panah bermacam-macam bentuknya tergantung dari satwa apa yang diburu.
Perburuan kadang-kadang dilakukan seorang diri dan kadang-kadang bersama-sama segenap pria dari anggota kelompok. Hasil buruan selalu dibagi rata di antara seluruh keluarga seuma, dari hal tersebut terlihat bagaimana kerukunan dan kesederhanaan suku Mentawai.
Selain perburuan dengan senjata, juga terdapat kegiatan menangkap monyet, rusa dan babi hutan dengan berbagai jebakan dan jerat. Buaya yang sekarang sudah termasuk satwa langka disana ditangkap dengan umpan babi yang dipasang pada mata kail dari besi yang berasal dari luar daerah atau kail kayu yang dibuat sendiri lalu dimakan beramai-ramai.
2.1.4
Fungsi Uma
Suku Mentawai hingga saat ini relatif belum mengenal tempat tinggal yang berupa rumah permanen atau ruah semi permanen pada kebanyakan rumah-rumah kota, pada umumnya mereka masih berkonsentrasi pada umauma-nya. Disini istilah uma dapat diartikan sebagai suatu kelompok kekerabatan yang disebut suku atau clan. Sebuah uma mempunyai anggota beberapa keluarga yang secara geneologis merupakan satu keturunan dari ayah.
Bagi masyarakat mentawai uma tidak saja berarti suku atau clan, tetapi juga mengacu pada rumah komunal. Setiap suku memiliki sebuah rumah komunal yang besar dan berfungsi sebagai tempat kediaman para anggota uma. Sebuah uma biasanya dirasakan telah memiliki anggota yang banyak atau terjadi suatu perselisihan yang tidak dapat diatasi umumnya akan memecahkan diri. Anggota uma yang telah keluar akan pergi kedaerah lain untuk membentuk uma yang baru.
Untuk menjaga keharmoniasan hidup antara uma dan anggota uma selalu diadakan kegiatan-kegiatan dalam bentuk punen. Punen merupakan suatu periode hidup bersama dengan pengalaman-pengalaman keagamaan (Stefano Cronose,1989 :95). Alasan-alasan mengadakan punen diantaranya dalam upacara pembukaan lading-ladang baru, perkawainan, kelahiran, kematian, peresmian kirei baru, mensucikan uma dari pengaruh jahat.
Dari sekian banyak punen yang diadakan, punen puliaijat-lah yang merupakan punen yang sifatnya lebih prinsipil. Punen ini bertujuan untuk membersihkan dari pengaruh gaib yang sifatnya jahat, datang dari luar: dengan artian punen ini digolongkan adalah punen keselamatan.
2.1.5
Arat Sablungan (kepercayaan lokal)
Arat berarti kepercayaan, Sa berarti seikat dan bulungan berasal dari kata buluk yang berarti daun. Disebut Sabulungan karena dalam setiap acara ritualnya selalu menggunakan daun-daun yang dipercaya dapat menghubungkan
manusia dengan Sang Maha Kuasa atau disebut Ulau Manua (Tuhan). Pada dasarnya sabulungan mengajarkan keseimbangan antara alam dan manusia. Kepercayaan itu mengajarkan bahwa manusia harus memperlakukan alam, tumbuh-tumbuhan, air, dan binatang seperti dirinya.
Dalam religinya, bukan hanya manusia yang mempunyai jiwa, tetapi juga hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun, pelangi dan juga kerangka suatu benda. Selain dari jiwa, ada berbagai macam roh yang menempati seluruh alam semesta, yaitu di laut, udara dan hutan belantara.
Dahulu Arat Sabulungan dijadikan sebagai norma dalam penentuan segala hubungan manusia dengan alam dan dalam hubungan batin khusus dengan Tuhannya. Alam sangat dihormati oleh suku Mentawai begitu juga dengan hewan karena mereka percaya bahwa semua itu ada pemiliknya yang mempunyai kekuatan yang sangat besar yang jika diganggu akan mendatangkan bencana. Rasa persaudaraan ketika masyarakat Mentawai masih menganut Arat Sablungan tersebut sangatlah dekat. Bagi siapa saja yang melanggar Arat akan dijatuhi hukuman yang ditentukan dalam
musyawarah Uma. Mereka
berkeyakinan bahwa jika ada salah satu yang melanggar maka semua akan terkena dampaknya.
2.1.6
Pengertian Tato Mentawai
Tato Mentawai adalah seni merajah tubuh bagi suku terasing di kepulauan Mentawai (untuk selanjutnya akan disebut tato). Tato Mentawai dikenal dengan istilah titi. Tato ini merupakan tato yang sangat unik dan luar biasa karena memenuhi seluruh tubuh, mulai dari kepala sampai kaki. Bagi suku Mentawai, tato merupakan busana abadi yang dapat dibawa mati. Atau dengan kata lain, tato tradisi orang Mentawai hanya menjadi sebuah karya seni selama manusia yang memakainya hidup. Selain itu, tato ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi, yaitu untuk menunjukkan jati diri dan untuk perbedaan status sosial dalam masyarakat.
2.1.7
Fungsi Tato Mentawai
Tato suku Mentawai, berfungsi sebagai alat komunikasi bagi kelompok suku lewat gambar-gambar yang terdapat pada tubuh mereka. Alat komunikasi ini adalah bahasa rupa yang terwujud melalui unsur-unsur gambar tato tradisional Mentawai, hadir lewat simbol, tanda kenal dan hiasan
Pertama tato sebagai symbol bagi jati diri suku, menjelaskan darimana seseorang berasal, seperti tergambar lewat motif durukat tato bagian depan dada pria, dan dapdap tato bagian dada wanita. Namun pada masing-masing wilayah kekuasaaan suku, terdapat perbedaan dalam bentuk simbolnya.
Kedua tato sebagai tanda kenal pribadi, menyirat kemahiran atau kepiawaian seseorang. Seperti seorang pemburu sejati akan mudah dikenal lewat motif-motif joja, sunancura, sakkole, seguk dan sakoyan. Begitu pula dengan Sikirei (dukun) dan terlihat pada motif subalubalu dan tudak (kalung kebesaran sikirei).
Ketiga tato tradisional Mentawai memiliki fungsi sebagai simbol dan tanda kenal, dengan jenis bentuknya yang sudah baku tetapi masih tersisa ruang gerak bagi kebebasan kreaif pribadi, yaitu bilamana tato berfungsi sebagai hiasan. Pada dasarnya manusia adalah makhluk pesolek, tidak tekecuali masyarakat tradisional Mentawai yang memanfaatkan sejumlah motif tato sebagai hiasan tubuhnya.
Tato Mentawai berfungsi sebagai simbol, tanda kenal dan hiasan, berupa suatu sistem pertandaan atau sistem tanda-tanda visual yang meliputi:
1. Simbol, merupakan tanda yang diwujudkan sebagai bahasa rupa, lewat gambar-gambar sebagai petunjuk yang telah disepakati bersama. Beberapa motif berfungsi sebagai simbol, terbentuk karena adanya hubungan antara falsafah hidup yang dirumuskan secara konvensional dan diungkapkan kembali melalui bentuk-bentuk visual (bentuk seni rupa) Corak tato yang disepakati secara konvesional berdasarkan suatu kesepakatan,
yang selanjutnya menjadi peratuaran dan berlaku bagi wilayah dan seluruh lingkup kesukuan.
2. Indeks, merupakan suatu tanda yang punya kaitan dekat dengan apa yang diwakilinya, atau mempunyai hubungan timbal balik. Dalam kajian ini, kedudukan motif tato tradisional mentawai sebagai indeks berperan untuk menyatakan bahwa seseorang adalah anggota kelompok suku. Ini ditandai lewat motif-motif yang berkatian dengan jati diri suku.
3. Ikon, merupakan unsur tato tradisional Mentawai, yang memiliki kempiripan dengan benda yang diwakilinya. Dalam hal ini motif-motif yang dipakai pemburu seperti sunancura, sakkole, sakoyuan, joja dan seguk.
4. Legisign, suatu tanda yang didasarkan atas aturan atau hukum, merupakan suatu struktur atau keberaturan. Pada tato tradisional Mentawai hal ini terlihat pada sejumlah motif yang memanfaatkan garis-garis secara berulangan, seperti pada motif-motif silioi, muriok,matoilut papay sakoyuan dan liktenga.
5. Qualisign, merupakan tanda yang berdasarkan kepada sifat. Seperti warna merah karena menyampaikan suatu kesan tertentu yang khas bagi warna tersebut. Dalam hal tato Mentawai terlihat adanya sejumlah garis yang membawa sifat karakter tertentu, seperti tegas/keras/maskulin pada motif durukat, atau lembut/feminism pada motif dapdap.
6. Sinsign, merupakan tanda yang terbentuk melalui kreasi pribadi berupa garisgaris yang lebih spontan, pribadi dan unik.
2.1.8
Sikirei
Sikirei merupakan kepala kebudayaan yang mengabdikan hidup untuk mengajar, penyembuhan dan melindungi orang-orang. Salah satu komponen penting dari peran ini melibatkan keterampilan dan pengetahuan, bukan hanya untuk mengidentifikasikan setiap spesies tanaman dan hewan yang ditemukan tetapi juga untuk mengetahui cara-cara yang bisa atau tidak bisa digunakan
untuk mendukung kelangsungan hidup mereka.
Masyarakat mentawai telah mengenal pengobatan tradisional ribuan tahun lamanya. Sebuah pukesmas telah dibangun do setiap desa, tetapi staf medis hanya dapat melayani dua kota kabupaten. Artinya, semua warga masyarakat di Pulau Siberut tidak dapat mengakses pelayanan masyarakat modern ini dikarenakan keuangan.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh sukumentawai.org dalam program ‘Supporting Indigenous Futures’, Melalui data kualitatif ‘untuk mengobati, menyembuhkan, dan melindungi masyarakat.’ 80,6% masyarakat mengganggap Sikirei memenuhi peran dokter masyarakat. Dan 98,6% masyarakat memilih untuk menggunakan obat tradisional yang dibuat oleh Sikirei ketika mereka sedang sakit, dan 77,1% percaya bahwa masyarakat tidak akan bertahan tanpa perhatian medisi yang diberikan olhe sikirei, hal ini menunjukan bahwa kehadiran jumlah Sikirei yang terlatih memberikan dampak yang signifikan bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.9
Budaya Mentawai Hampir Punah : Budaya Luar
Salah satu contoh peraturan oleh pelaksana, di tingkat provinsi adalah pelarangan terhadap kepercayaan Arat Sablungan. Sehingga hubungan mereka dengan arwah leluhur dan roh-roh pelindung terputus. Hal ini sangat berbahaya dan menggelisahkan batin mereka. Kebijaksanaan yang diambil pada umumnya hanya melihat dari satu sisi kepentingan saja, dan Masyarakat Siberut bukan diberlakukan sebagai ‘subjek’ tetapi sebagai ‘objek’ yang dikendalikan dan dibina.
Disamping itu, pemindahan orang-orang ke rumah resettlement dilakukan dengan pemkasaan. Pemindahan dengan jalan pemaksaan oleh pemerintah dianggap mengganggu sistem kebudayaan mereka, sehingga hal ini merupakan salaha satu faktor penghambat kesuksesan proyek rumah-rumah resettlement.
Arat Sablungan merupakan sentral kehidupan masyarakat Siberut. Pelaksanaan rumah resettlement melahirkan kontra sosial dengan agama tradisional yang merupakan bagian kebudayaan masyarakat Siberut. Di satu sisi Arat Sablungan adalah falsafah hidup mereka dan bagian dari hidup yang tidak bisa dipisah-pisahkan serta anatara satu dengan yang lainnya berkaitan dalam segala aspek kehidupan. Di sisi lain, dalam rumah resettlement mereka dihadapkan pada pertauran yang mematikan agama tradisional. Mereka dilarang memakai cawat dan kabit, dilarang memakai asesoris, dilarang berambut panjang dan dilarang merajah tubuh.
Pelarangan-pelarangan diatas secara tidak langsung adalah pelarangan terhadap kepercayaan mereka. Setiap unsur pelarangan itu erat kaitannya dengan budaya mereka, asesoris seperti manik-manik, kabit dan cawat misalnya dalam upacara-upacara ritual semua asesoris mutlak adanya. Orang-orang yang ikut dalam upacara tidak boleh menutupi badannya dengan pakaian (kain) karena hal tersebut akan menghambat atau menghalangi mereka berhubugan dengan roh-roh.
2.1.10
Punahnya Eksistensi Seni Rupa Tato
Eksistensi tato sebagai salah satu karya seni rupa tradisional mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh budaya luar yang masuk kedalam budaya tradisional Mentawai.
Diantara budaya-budaya luar yang berpengaruh yaitu yang dibawa rohaniawan, niagawan dan yang paling dominan adalah program pemerintah. Ini terbukti dengan adanya larangan kepercayaan masyarakat tradisional Mentawai dimana masyarakat dipaksa untuk memilih agama-agama yang disodorkan aparat pemerintah, dalam hal ini Herman Sihombing menjelaskan ; “Agama Sabulungan (asli Mentawai) harus dihapuskan dengan paksa dengan pertolongan polisi.” (1979 : 10). Dimana alat-alat upacara ritual dibakar. Selain itu merekapun tidak dibolehkan memakai kabit, keliu, lepet, titi, meruncingkan gigi dan memanjangkan rambut (untuk pria).
Larangan untuk tidak boleh melaksanakan upacara-upacara ritual Sabulungan menyebabkan aspek budaya tradisional menjadi “lumpuh”. Keadaan yang diciptakan oleh aparat pemerintah lewat kekuasaan, semakin mendukung kepunahan tato.
Keadaan yang diciptakan oleh aparat pemerintah lewat kekuasaan semakin mendukung kepunahan tato. Salah satu faktor terjadinya kepunahan tato tradisional, disebabkan kaum mudanya menolah regenerasi tato yang menyambungakan mereka dengan kebudayaan nenek moyang mereka.
Hal ini merasuk dalam 3 faktor yang semakin mempercepat kepunahannya; pertama faktor usia pemakai tato, kedua tidak adanya dukungan dari kaum muda mentawai sebagai generasi penerus etnis, dan ketiga faktor desakan budaya luar yang semakin meluas.
1. Faktor usia Adanya
larangan
pemerintah
untuk melaksanakan
upacara
kepercayaan atau “agama” asli –sabulungan, pemakai tato kini hanya sejumlah orang tua yang sudah mulai renta, sehingga dapat dipastikan bahwa riwayat lukisan tubuh itu akan segera tamat.
2. Faktor kaum muda Mentawai Salah satu faktor terjadinya proses kepunahan tato tradisional, disebabkan kaum mudanya menolak regenerasi budaya tato yang menyambungkan mereka dengan kebudayaan nenek moyangnya.
Hal ini disebabkan kaum muda sudah mulai menyatu dengan budaya luar yang digalakan pemerintah, terutama disebabkan adanya pendidikan dan pengajaran agama baru yang mereka anut. Selain itu juga adanya persentuhan dengan budaya orang tepi (pendatang), seperti dalam tingkah pola. Kebutuhan hidup sehari-hari termasuk sandang dan perhiasan, terutama yang terbuat dari emas, bahkan dalam bidang musikpun telah terjadi pergeseran dati kateuba ke gitar. Dari 50 orang responden atau dari masing-masing desa 10
orang, didapat jawaban bahwa 94% atau 47 orang menyatakan tidak setuju dengan pelesatrian tato dengan alasan bahwa tato tidak sesuai lagi dengan keadaan zamannya, hal ini yang membuktikan bahwa pandangan hidup asli Mentawai telah berkahir.
3. Faktor budaya luar Adanya program pemerintah untuk memajukan masyarakat tradisional Mentawai yang dikategorikan sebagai masyarakat terasing, ada kesan bahwa dalam segala aspek kehidupan terlalu dipaksakan dan dalam jangka waktu yang terlalu singkat, yaitu dalam jangka waktu satu generasi saja, mereka dipaksakan untuk meninggalkan sebagian besar budaya tradisionalnya.
2.1.12
Fakta-fakta dari Masyarakat Mentawai
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh sukumentawai.org dalam program ‘Supporting Indigenous Futures’, dilakukan dengan teknik kuantitatif dan kualitatif, selama tujuh hari pada bulan November 2011. Terdapat sekitar 40-46 pertanyaan dan memakan waktu 20-30 menit perorang.
1.
98.6% Masyarakat Siberut lebih menggunakan pengobatan tradisional dari sikirei ketika mereka sakit
2.
98.2% Masyarakat Siberut telah memeluk salah satu dari lima Agama Nasional dan 1.8% masih memeluk Arat Sablungan
3.
98.6%
Masyarakat
Siberut
menyebut
Arat
Sablungan
merupakan budaya mereka dibandingkan sebagai agama mereka 4.
61.7% Masyarakat Siberut menyatakan Arat Sablungan tidak dapat bertahan tanpa Sikirei
5.
40.8% Sikirei menjawab bahwa Sikirei bertanggung jawab atas Suku mereka, mengajarkan kebudayaan tradisional mereka untuk mempertahankan keberadaan Suku Mentawai
6.
93.8% Murid dan 89.9% Masyarakat merasa mereka tidak cukup mengenal Arat Sablungan
7.
81.5% murid dan 83.3% guru menyatakan bahwa keahlian dalam hutan lebih penting dibandingkan belajar menulis dan membaca.
8.
68.5% Masyarakat Siberut menyatakan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai tumbuhan, hewan dan hutan.
2.2
Sumber Data Dalam proses pembuatan buku ini, penulis akan mengumpulkan data
dengan beberapa cara, diataranya adalah:
1. Studi lapangan Penulis akan datang langsung ke Pulau Siberut untuk berinteraksi langsung dan mengambil foto dari kebudayaan Suku Mentawai
2. Data literature ( buku, artikel cetak, artikel elektronik ) •
Kebudayaan suku mentawai oleh Coronrse S.
•
Thesis Adi Rosa ( Jendral Tato )
yang berjudul Eksistensi Tato
Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai •
Mainan Bagi Roh oleh Schefold R.
•
www.kebudayaanindonesia.net dalam artikel Suku Mentawai
•
www.indonesia.travel.id dalam artikel Uma
•
Riset yang dilakukan oleh Indigenous Education Foundation. (2011). Indigenous Mentawai.
3. Wawancara Wawancara dilakukan oleh penulis dengan beberapa sumber, diantaranya adalah warga asli suku mentawai, tour guide yang merupakan salah satu penduduk asli siberut dan Sikirei pada Pulau Siberut. •
Marihot H. Merupakan local guide dari Tukangjalan.com di mentawai, dimana
masih memiliki darah keturunan Mentawai, tetapi telah menetap di perkotaan Pulau Siberut.
2.3
Analisa Kasus
2.3.1
Streght Kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh projek ini adalah
Kebudayaan Suku Mentawai yang kurang dikenal secara umum dan hampir punah disertai dengan fotografi terbaik dari penulis dan tim fotografi yang turut serta dalam studi lapangan sehingga akan menjadi publikasi fotografi yang menarik.
2.3.2
Weakness Kekurangannya adalah merupakan buku baru dan belum dikenal orang,
dan juga Suku Mentawai kurang dikenal secara umum.
2.3.3
Opportunities Kesempatan yang dimiliki oleh projek ini melihat kekuatan dan
kelebihan yang sudah ada adalah belum banyaknya buku fotografi yang membahas kebudayaan Suku Mentawai
2.3.4
Threat Setiap projek pasti memiliki halangan atau hambatan yang mungkin
timbul. Beberapa hal yang akan menyulitkan adalah apabila minat masayarakat Indonesia sangat minim terhadap kebudayaan tradisional Indonesia.
2.4
Kompetitor
Gambar 2.1 Sumber Gambar: http://buku.kompas.com/getmetafile/f727a222-2327-47968d97-91041798a614/Co-Aku-dan-Orang-Sakuddei.aspx?maxsidesize=960
Gambar 2.2 Sumber Gambar : http://www.femina.co.id/images/article/01/007/004/991/400/P
Gambar 2.3 http://1.bp.blogspot.com/
2.5
Teori Khusus Berikut adalah landasan-landasan teori yang dipergunakan dalam
perancangan publikasi “Anai leuk ita – Halo dari Mentawai”.
2.5.1
Teori Desain Komunikasi Visual Desain Komunikasi Visual memiliki 3 fungsi,yakni : •
Untuk menyampaikan informasi (to inform)
•
Untuk mencerminkan identitas (to identify)
•
Untuk membujuk (to persuade)
Desain grafis harus dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan melalui
pandangan
visual
kepada
sasaran
yang
dituju.
Dengan
menggunakan berbagai prinsip desain seperti keseimbangan, irama, kesatuan, nada, aksen, kontras, arah, harmoni, gerak, dan proporsi; maka diharapkan dapat menghasilkan sebuah karya desain grafis yang baik. Untuk menghasilkan desain yang lebih komunikatif, kita dapat menerapkan teori semiotik yang diungkapkan oleh Charles Morris. Komunikasi yang efektif menurut teori semiotik dapat terjadi jika kita mempertimbangkan 3 aspek communicative visual sign, yaitu : • Semantik : adalah hubungan antara yang menandakan dengan yang ditandai, menerangkan suatu tanda yang berujuk dari yang ditandai. Hubungan sebuah visual sign dengan realitas atau ide yang diwakilinya; hubungan antara sebuah design dengan maknanya. • Sintaktik : adalah menerangkan tanda-tanda yang tersusun menurut aturan tertentu untuk menghasilkan atau membangun suatu struktur atau system yang seragam. • Pragmatik : adalah hubungan tanda dengan si pengguna tanda. Bagaimana fungsi sebuah tanda dipersepsikan oleh Interpreter atau audience atau konsumennya. Penerapan aspek ini bisa dilakukan lewat pemahaman atas kecenderungan persepsi visual, kepentingan, dan
konteks kultur. 2.5.2
Teori Publikasi
Publikasi adalah kegiatan pemasaran akan sesuatu (khususnya media cetak untuk dijual). Secara tidak sadar kita dikelilingi oleh publikasi. Dari koran,dan majalah. Di toko buku rak-rak dipenuhi oleh media cetak dalam berbagai bentuk tidak hanya buku. Kenapa? Because in today’s society, communication is all-important, and the power of print has never been stronger. (Samara : 2005 )
Berbekal konsep baru saja sekarang ini sudah tidak cukup. Desainer publikasi harus bekerja lebih keras untuk memuaskan dan berkomunikasi dengan para pembaca dalam hal estetika dan tingkat emosional. Dalam publikasi terdapat “six appeal” 6 bagian yang menentukan dalam penyelesaian suatu desain. Antara lain : a. format b. grid c. typography d. color e. cover or masthead f. use of imagery
Bobot pentingnya setiap elemen diatas tergantung dari jenis publikasi yang dibuat. Dan dalam desain publikasi ada beberapa hal yang harus dianalisis untuk menentukan elemen yang menjadi penyelesaian desainnya, antara lain: a. content atau isi b. text as image c. readability versus legibility
2.5.3
Estetika
Estetika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari segala sesuatu berkaitan dengan keindahan dan mempelajari semua aspek dari apa yang kita sebut dengan keindahan.
Teori estetika ini sangat penting untuk digunakan dalam membuat suatu karya atau konsep desain, sehingga menghasilkan sesuatu yang tidak hanya sebagai unsur keindahan saja, namun mengungkap suatu simbolisme dengan bahasa-bahasa virtual yang ada.
2.5.4
Teori Layout Dalam perancangan sebuah publikasi buku diperlukan sebuah sistem
layout yang baik sehingga informasi yang disertakan, dapat tersampaikan secara jelas dan tervisualisasi dengan baik, terutama dalam perancangan publikasi buku. Menurut
Surianto
Rustan
dalam
buku
“Layout
Dasar
dan
Penerapannya” layout adalah tata letak elemen-elemen desain terhadap suatu biadan dalam media tertentu untuk mendukung konsep atau pesan yang dibawanya. (Rustan : 2009) Prinsip dasar dalam layout menurut Surianto Rustan dalam buku “ Layout Dasar dan Penerapannya” yaitu: 1.
Hierarki Membuat prioritas dan mengurutkan dari yang harus dibaca pertama hingga yang boleh dibaca belakangan. Dengan adanya sequence akan membuat pembaca secara otomatis mengurutkan pandangan matanya. Sequence dapat dicapai dengan adanya emphasis.
2.
Penekanan Penekanan dapat diciptakan dengan berbagai cara, antara lain : • Memberikan ukuran yang lebih besar dibandingkan elemen layout lainnya pada halaman tersebut. • Warna yang kontras dan berbeda dengan latar belakang dan elemen lainnya. • Letakan diposisi yang strategis atau menarik perhatian. • Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya.
3.
Balance/ keseimbangan Pembagian berat yang merata pada satu bidang layout untuk menghasilkan kesan yang seimbang dengan menggunakan elemen yang dibutuhkan danmeletakan pada tempat yang tepat. Ada dua macam keseimbangan suatu layout yaitu : keseimbangan yang simetris (symetrical
balance)
dan
keseimbangan
yang
tidak
simetris
(asymmetrical balance)
4.
Unity/kesatuan Agar layout memberikan efek yang kuat bagi pembacanya maka diharuskan untuk memiliki kesan kesatuan. Teks, gambar, warna , ukuran, posisi, style dan semua elemen lainya harus disusun secara tepat dan saling berkaitan sehingga mata pembaca dapat dibawa dan diarahkan keseluruh bagian iklan.
2.5.5
Teori Tipografi Berikut ini pedoman pengunaan tipografi yang benar:
1.
Readability / keterbacaan, merupakan tingkat atau level dimana sebuah tulisan dapat dipahami atau dibaca dengan mudah berdasarkan kompleksitas pengunaan kata – kata dalam kalimat.
2.
Clearity / kejelasan, adalah hal yang paling penting dalam memilih satu jenis huruf. Menurut David Ogilvy, tipografi yang baik adalah yang “menolong” orang untuk membaca, sebaliknya yang buruk adalah yang “ mencegah “ orang untuk membaca.
3.
Visibility / dapat dilihat, pemakaian tipe huruf harus disesuaikan dengan komposisi yang baik. Peletakan huruf yang terhalang oleh gambar atau warna yang hampir sama dengan latar belakang mempersulit pembaca.
4.
Legibility, merupakan kejelasan visual dari penulisan text, biasanya berdasarkan ukuran, jenis huruf, kontras, text block, dan spasi antara huruf yang digunakan.
2.5.6
Teori Warna Dalam desain, warna adalah salah satu media yang paling efektif untuk
membangun mood atau nuansa dalam sebuah pengerjaan proyek kali ini. Oleh karena itu, penggunaan warna yang tepat sangat penting dalam proyek kali ini. Agar desain yang di buat sesuai dengan karakteristik dan target market yang diinginkan. Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, Berikut kami sajikan potensi karakter warna yang mampu memberikan kesan : •
Hitam, sebagai warna yang tertua (gelap) dengan sendirinya menjadi lambang untuk sifat gulita dan kegelapan (juga dalam hal emosi).
•
Putih, sebagai warna yang paling terang, melambangkan cahaya, kesucian.
•
Abu-abu, merupakan warna yang paling netral dengan tidak adanya sifat atau kehidupan spesifik.
•
Merah, bersifat menaklukkan, ekspansif (meluas), dominan (berkuasa), aktif dan vital (hidup).
•
Kuning, dengan sinarnya yang bersifat kurang dalam, merupakan wakil dari hal-hal atau benda yang bersifat cahaya, momentum dan mengesankan sesuatu.
•
Biru, sebagai warna yang menimbulkan kesan dalamnya sesuatu (dediepte), sifat yang tak terhingga dan transenden, disamping itu memiliki sifat tantangan.
2.5.7
Fotografi
Haryanto (2010) lebih spesifik mengatakan bahwa fotografi merupakan proses melukis dengan menggunakan media cahaya. Komposisi dalam fotografi merupakan susunan gambar dalam batasan satu ruang. Tujuan mengatur komposisi dalam sebuah foto adalah untuk membangun sebuah mood suatu foto agar memiliki keseimbangan obyek yang ada dalam foto tersebut.
Berikut elemen atau unsur penting dalam komposisi foto : •
Line / Garis Garis mampu menimbulkan kesan kedalaman dan memperlihatkan gerak pada gambar. Ketika garis-garis tersebut digunakan sebagai subjek, yang terjadi adalah gambar tersebut menjadi pusat perhatian. Komposisi ini terbntuk dari pengemasan garis secara dinamis. Garis mempunyai 2 fungsi : • Sebagai “pemandu” mata kita dalam mencari POI atau FP sebuah foto. Pada aliran Fotografi Landscape fungsi ini dikenal sebagai Leading Line atau garis pemandu • Sebagai
tatanan
atau
susunan
beberapa
obyek/subyek
yang
menghasilkan rupa garis. •
Form / Bentuk Kumpulan dari beberapa wujud yang saling berhubungan. Dari wujud segitiga kita dapat membentu rupa prisma atau piramida.
•
Pattern / Pola Berberapa obyek serupa yang tersusun berulang. Analogi yang paling mudah dipahami adalah susunan/tatanan lantai rumah atau papan ketik (keyboard) computer. Variasi yang dinamis dan luwes dari sebuah pola dapat memberikan rasa indah dan nyaman atau sebuah harmoni pada penikmat foto.
•
Tekstur Tekstur merupakan tatanan yang memberikan kesan tentang keadaan permukaan suatu benda. Tekstur akan tampak dari gelap terang atau bayangan dan kontras yang timbul dari pencahayaan pada saat pemotretan
•
Warna Warna memberikan sebuah kesan yang elegan dan dinamis pada sebuah foto apabila dikomposisikan dengan baik. Warna juga memberikan mood dari sebuah foto. Warna pada dasarnya dibagi menjadi dua : • Warna hangat (warm colors) : merah, jingga, kuning, pink, magenta dll • Warna sejuk (cool colors) : hijau, biru, cyan, ungu, dll
•
Gelap dan Terang Elemen komposisi ini sudah digunakan sejak fotografi analog pada pemotretan hitam putih. Pengomposisian gelap terang digunakan sebagai penekanan vitalisas sebuah objek.
Perbedaan fotografi dokumenter, jurnalistik, dan jalanan :
Fotografi Dokumenter
Fotografi Jurnalistik
Fotografi Jalanan
Boleh menyeting
Tegangan Tinggi
Candid (mau
Kelengkapan informasi
Ada peristiwa penting
menangkap suatu emosi
diutamakan
atau dramatis
ruang public )
Obyektif
Elemen harus kuat
Kelengkapan informasi
Estetika bukan prioritas
tidak diutamakan Estetika diutamakan Tegangan rendah Peristiwa sehari-hari Elemen bisa lemah/ untuk membangun suatu komposisi
2.5.8
Fotografi Hitam Putih
Fotografi hitam putih sesuai dengan semua tipe fotografi, baik portrait, landscapes, dan arsitektur. Bukan hanya itu, fotografi hitam putih sesuai dengan segala kondisi cahaya. Dimana foto bewarna berkerja sangat baik pada saat cerah atau pada studio yang terang sedangkan ketika cahaya sedikit gunakan hitam putih maka akan memberikan kesan yang lebih dramatis.
Gambar paling terang gradasi menuju ke gambar paling gelap. Putih- abu-abu – abu gelap – hitam. Zona sistem ini merupakan sebuah teori dimana foto dilihat warna putih, hitam dan gradasi abu-abu. Dalam fotografi Hitam Putih mengandung berbagai
kedalaman teknis bagaimana bentuk, tone, tekstur, garis kontras dan bayangan berkombinasi secara dramatis.
Dalam foto hitam putih diperlukan sensitifitas untuk mengolaborasian unsur terang dan gelap menjadi suatu kesatuan yang utuh secara visual.
Keunggulan dari foto hitam putih : •
Tanpa Gangguan Terkadang, warna dapat mengganggu sebuah foto dan dapat menghilangkan fokus dari sebuah objek atau subjek. Ketika mengeluarkan warna dalam sebuah foto portrait, membiarkan subjek untuk berbicara. Foto menjadi lebih jujur dan memperlihatkan subjek sesungguhnya.
•
Artistik Proses foto hitam putih sangatlah artistik, foto hitam putih dapat memberikan kesan yang kuat, kontas, dan sangat kuat, kadang dapat menjadi sangat halus dan lembut. Rowse, Darren. Why Black and White Photography. http://digitalphotography-school.com
2.5.9 Grid
Andre Jute dalam bukunya: “GRIDS : The Structure of Graphic Design” menyebutkan bahwa tujuan utama pengunaan grid adalah untuk menciptakan keteraturan dan menghindari adanya kekacauan. Grid membantu pembaca menemukan materi di tempat yang diharapkan setiap saat, baik ketika sedang secara santai membuka halaman demi halaman pada sebuah buku/ majalah ataupun ketika secara cepat membaca jurnal profesional untuk mendapat informasi yang relevan. Tujuan utama grid ini telah mendorong desainer untuk berpikir secara konstruktif dengan cara terstrukturisasi ( Jute : 1996 ). Dan secara khusus bagi desainer grafis, grid memiliki beberapa tujuan,
yaitu: 1. Pengulangan (repeatability), untuk membuat halaman-halaman yang serupa dalam desain yang berbeda-beda terlihat sama, atau untuk memberikan kesatuan penampilan bagi bermacam desain tunggal.
2. Komposisi, bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a. Menggabungkan
bodytext
dengan
fotografi
ataupun
display text. b. Mengatur ukuran, bentuk, keseimbangan elemen elemen untuk menciptakan prioritas relative.
3. Komunikasi, yaitu bertujuan mengkomunikasikan pesan. Adapun elemen-elemen dari sebuah grid antara lain: a. Ukuran kertas b. Tipografi c. Margin d. Kolom e. Area kosong