DAMPAK BIOPSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL ANAK BERMASALAH DENGAN IBU YANG BEKERJA (STUDI KASUS PADA ANAK DENGAN PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL YANG IBUNYA BEKERJA DI RW 013 KELURAHAN CILANDAK BARAT, JAKARTA SELATAN)
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh : TRIA ANJARWATI NIM: 1112054100020
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 September 2016
( Tria Anjarwati )
ABSTRAK
Tria Anjarwati Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak dengan Ibu yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak yang Ibunya Bekerja di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan)
Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana dulu peran ibu bekerja hanya mengurus rumah tangga, kini ibu bahkan memiliki peran multi yaitu bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ibu bekerja akan berpengaruh pada aspek-aspek perkembangan anak baik itu bersifat positif ataupun negatif. Meskipun demikian, ibu yang bekerja harus memperhatikan aspekaspek perkembangan anak agar dapat tumbuh secara optimal dan tetap memiliki kelekatan serta mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya. Fenomena ibu bekerja saat ini memang sudah banyak terjadi bukan hanya di wilayah Cilandak Barat, melainkan sudah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dan mengetahui dampak yang ditimbulkan ketika ibu memilih bekerja dilihat dari perspektif biologis, psikologis, sosial dan spiritual anak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik pemilihan informan yang peneliti gunakan adalah purposive sampling. Subyek pada penelitian ini adalah empat orang anak yang ditinggal ibunya bekerja, dimana keempat subyek ini memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keempat subyek ketika ibu bekerja cenderung mengalami permasalahan pada aspek kesehatan, psikologi, sosial dan spiritual seperti speak delay, kurangnya kemampuan anak dalam bersosialisasi, serta kurangnya kelekatan dengan orang tua. Selain itu kelekatan subyek yang ditinggal ibunya bekerja diketahui memiliki tipe kelekatan yang berbeda-beda. Dimana dua dari keempat subyek yang memiliki tipe kelekatan Secure pada ibunya.
i
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta melimpahkan karunia-Nya kepada peneliti. Alhamdulillah hirabilalamin ungkapan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam Allah panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat dan umatnya Pada kesempatan ini penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus pada Anak dengan Permasalahan Psikososial yang Ibunya Bekerja di RW 01 Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik, masukan dan saran untuk menjadi tambahan agar lebih baik lagi. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk moril maupun materil. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Arief Subhan M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M.Ed Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaemi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
ii
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Prodi Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris Prodi Kesejahteraan Sosial. Terimakasih atas nasihat dan bimbingannya. 3. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku Dosen Pembimbing untuk skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, membantu mengarahkan, dan selalu bersedia meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Seluruh Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial yakni Bapak Ahmad Zaky, M.Si, Ibu Ellies Sukmawati, M.Si, Ibu Nurhayati Nurbus, Bapak Ismet Firdaus, M.Si yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengetahuan khususnya tentang ilmu Kesejahteraan Sosial. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang berharga kepada peneliti dari awal hingga akhir perkuliahan. 6. Yang terhormat kepada Bapak Lurah Cilandak Barat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Staff kelurahan Cilandak Barat mba Vina dan mas Yudi yang telah banyak memberikan informasi data serta bantuan kepada penulis. 7. Kedua orangtua yang penulis hormati dan cintai, ayahku Landjar dan Ibuku Sri Utami yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan penulis dan memberikan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis. Dan terima kasih untuk kedua kakak kembarku, Kometa Riana dan Kometa Riani yang juga turut berperan dalam memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini. 8. Sahabatku yang kusayangi yakni Eka Puji Septiani, Aisyah Rahma Utami, Ira Rahmawati, Annisa Elfa Arianty, Saila Arimy, Nur Mila Afrilianida, Khusnul Fadilah, Dhika Alfianti, Annisa Dian Nur MS, Ratu Kurniasari yang telah banyak memberikan banyak sekali masukan, cerita suka dan duka, motivasi, support serta banyak pelajaran hidup yang penulis dapatkan selama ini. Tidak lupa juga iii
teman-teman kesejahteraan sosial angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas kebersamaan yang telah kita lalui dari awal sampai akhir perkuliahan. 9. Sahabat peneliti Mayangsari, Ibu Kristina, Dian Megawati, Putri Candra Dewi, Nelip Fiana, dan ibu Ratmi yang telah sabar dan setia membantu penulis selama penelitian ini, memberikan dukungan baik berupa moril dan materil. Terimakasih banyak.
Jakarta, September 2016
Tria Anjarwati
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ...........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................
12
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................
12
D.
Metodologi Penelitian ...................................................................
13
BAB II LANDASAN TEORI A.
Keluarga ........................................................................................
25
1.
Pengertian Keluarga ...............................................................
25
2.
Orang tua ................................................................................
27
a. Pengertian orang tua..........................................................
27
b. Peran orang tua..................................................................
28
c. Ibu yang bekerja................................................................
30
Anak .......................................................................................
32
a. Pengertian anak .................................................................
32
b. Perkembangan anak dengan ibu yang bekerja ..................
33
Biopsikososial................................................................................
35
1.
Teori Biologis.........................................................................
36
2.
Teori Psikologis......................................................................
39
3.
Teori Psikososial ....................................................................
42
3.
B.
v
a. Fase-fase Perkembangan Psikososial................................
42
b. Faktor-faktor Psikososial ..................................................
48
4.
Teori Sosial.............................................................................
52
5.
Teori Spiritual.........................................................................
55
6.
Indikator Assesment Biopsikososial Spiritual........................
58
BAB III GAMBARAN UMUM A.
Profil Kelurahan Cilandak Barat ...................................................
60
1.
Kondisi Geografis...................................................................
60
2.
Kondisi Demografis ...............................................................
63
3.
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Cilandak Barat...............
65
B.
Profil Informan 1 ...........................................................................
67
C.
Profil Informan 2 ...........................................................................
70
D.
Profil Informan 3 ...........................................................................
74
E.
Profil Informan 4 ...........................................................................
78
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A.
Temuan Lapangan ........................................................................
77
1.
Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Kesehatan Anak .........
91
2. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Psikologis Anak ..........
83
a. Fase-fase Perkembangan Psikososial................................
83
b. Faktor-faktor Psikososial ..................................................
88
3. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Sosial Anak .................
97
4. Dampak Ibu Bekerja terhadap Aspek Spiritual Anak .............
109
B. Analisa ............................................................................................
112
vi
1.
Kondisi Kesehatan Anak ........................................................
112
2.
Kondisi Psikologis Anak ........................................................
113
3.
Kondisi Sosial Anak...............................................................
117
4.
Kondisi Spiritual Anak...........................................................
119
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan.................................................................................... 121
B.
Saran .............................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 125 LAMPIRAN – LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1
Jumlah Ibu Bekerja di RW 013 ............................................................ 4
Tabel 2
Karakteristik Informan ......................................................................... 17
Tabel 2
Jumlah RT dan RW di Kelurahan Cilandak Barat ............................... 60
Tabel 3
Data Nama Pegawai dan Jabatan di Kelurahan Cilandak Barat ........... 61
Tabel 4
Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin .......................... 62
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia secara berpasang-pasangan yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an melalui firman-Nya. Untuk menjadikannya hubungan yang halal, di dalam Islam diwajibkan antara seorang laki-laki dengan perempuan melakukan ijab qabul yang lebih dikenal dengan pernikahan. Dan dari situlah akan terlahir individu-individu baru sebagai generasi penerus yaitu anak. Oleh karenanya kesatuan sistem ini disebut sebagai keluarga. Keluarga merupakan lingkungan primer pada hampir setiap individu, dimana hubungan manusia yang paling intensif dan paling awal. Keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dimana setiap individu memiliki tugas, fungsi, tanggung jawab, dan kewajiban antara yang satu dengan yang lainnya. Keluarga tidak hanya memiliki fungsi sebagai penerus suatu keturunan, tetapi juga sebagai sumber pendidikan utama bagi seseorang, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual seorang individu diperoleh pertama kali dari orang tua dan anggota keluarganya. Di dalam Al-Qur’an telah di jelaskan bahwa pemeliharaan anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya sebagaimana tersebut dalam surat AtTahrim ayat 6:1
1
“Surah At-Tahrim ayat 6”, http://tafsirq.com/66-at-tahrim/ayat-6
artikel
1
diakses
pada
10
Februari
2016
dari
2
ﯾَﺎ أَ ﱡﯾﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ﻗُﻮا أَ ْﻧﻔُ َﺴ ُﻜ ْﻢ َوأَ ْھﻠِﯿ ُﻜ ْﻢ ﻧَﺎرًا َوﻗُﻮ ُدھَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ َواﻟْﺤِ َﺠﺎ َرةُ َﻋﻠَ ْﯿﮭَﺎ َﷲ ﻣَﺎ أَ َﻣ َﺮھُ ْﻢ َوﯾَ ْﻔ َﻌﻠُﻮنَ ﻣَﺎ ﯾُﺆْ َﻣﺮُون َ ﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺔٌ ِﻏ َﻼظٌ ِﺷﺪَا ٌد َﻻ ﯾَ ْﻌﺼُﻮنَ ﱠ Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Ayat tersebut menegaskan bahwa fungsi dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya pada hakekatnya ada dua macam, yaitu orang tua sebagai pengayom dan pendidik. Dalam mengasuh dan mendidik anak sebenarnya merupakan tanggung jawab kedua orang tua, bukan hanya ibu saja. Namun kenyataannya di kehidupan masyarakat, bahkan lingkungan sekitar kita memang ibu mengambil peran besar dalam mengasuh anak. Seletih-letihnya seorang ibu dalam mengurus rumah tangganya tetap saja peran seorang ibu dalam mengasuh anak lebih besar dibandingkan seorang ayah. Peran dari orang tua sendiri sangatlah penting dan mempengaruhi tumbuh kembangnya. Orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, sosial, psikologis, emosional, pendidikan, kesehatan. Pola pengasuhan yang baik dengan menghargai dan mengerti anak, maka akan membentuk kepribadian yang baik pula untuk si anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Beberapa solusi yang ada saat ini adalah adanya ibu pengganti/pengasuh, dimana ibu pengasuh berperan untuk menjaga dan mendidik anak ketika orang tua mereka sedang bekerja.
3
Perlu diketahui bahwa sekarang ini, ekonomi sangat mempengaruhi tatanan kehidupan setiap keluarga. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebutuhan sandang, pangan, dan papan semakin hari semakin mahal. Himpitan ekonomi dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok merupakan permasalahan yang tidak dapat dihindarkan lagi, oleh karenanya banyak ibuibu yang memilih bekerja untuk membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Tentu saja ini akan berdampak pada perilaku sosial anak mereka, khususnya anak yang masih dalam tahap pertumbuhan. Anak membutuhkan perhatian yang lebih besar dan perlu pola pengasuhan yang baik dan benar agar pertumbuhannya dapat berkembang secara optimal. Sekarang ini di Indonesia kesetaraan gender bagi perempuan bidang ketenagakerjaan sudah mengalami peningkatan, baik di sektor formal maupun informal. Menurut Sumber data BPS Provinsi DKI Jakarta No. 54/11/31/Th. XVII, 5 November 2015 secara keseluruhan struktur ketenagakerjaan di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Agustus 2015 telah mengalami perubahan. Pada bulan Agustus 2015, jumlah angkatan kerja tercatat 5,09 juta orang, meningkat sebanyak 28,74 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014 (meningkat 0,57 persen). Jumlah angkatan kerja perempuan meningkat sebesar 57,27 ribu orang sedangkan jumlah angkatan kerja laki-laki menurun sebesar 28,53 ribu orang.2 Jumlah ibu yang bekerja di wilayah RW 013 Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:3
2
Data ketenagakerjaan DKI Jakarta, artikel ini diakses pada 27 Januari 2016 dari http://www.jakarta.go.id/v2/news/2015/11/keadaan-ketenagakerjaan-di-dki-jakarta-agustus2015#.VrzM4NJ97IV. 3 Data Pribadi Peneliti
4
Tabel 1 Jumlah Ibu yang Bekerja di RW 013 Kelurahan Cilandak Barat JakartaSelatan
No
RT
Jumlah Ibu Bekerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014
41 29 10 30 20 51 33 15 18 17 25 20 60 17
Jumlah
386 orang
Penelitian yang dilakukan Crouter di Amerika Serikat bahwa anak laki-laki yang umumnya punya hubungan istimewa dengan ibunya justru malas belajar dan tidak memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah karena ditinggal ibunya ke kantor. Penelitian yang dilakukan oleh Sarah Roberts dan Sharon Stein dari Ferrum College, Amerika Serikat juga menyebutkan bagi anak laki-laki sosok ibu menjadi pelajaran pertamanya tentang perempuan. Anak memperhatikan perilaku ibunya dan apa pun yang dikatakannya. Misalnya bagaimana ketika ibu menyiapkan beberapa hal untuknya sebelum
5
berangkat kerja, apa yang ibu lakukan bersamanya sepulang kerja, termasuk hal-hal yang diajarkan padanya dalam keseharian.4 Seperti dua sisi mata uang, peran ibu yang bekerja juga bisa memberi efek positif pada anak laki-laki. Anak menyadari bahwa ibu bekerja keras untuknya, ini tentu memperdalam cintanya. Penelitian juga menunjukkan, anak-anak dari ibu yang bekerja lebih baik dalam mengelola sesuatu, lebih mandiri, dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Akan tetapi, ibu yang merasa bersalah karena menyukai pekerjaannya cenderung memanjakan anak-anaknya. Akibatnya bisa negatif, tidak saja bagi hubungan anak dengan teman sebaya namun juga pada prestasi anak di sekolah. Seperti yang kita ketahui, anak merupakan anugerah dari Allah SWT. Haditono (dalam Damayanti, 1992) berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.5 Definisi anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.6 Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya dan bahwa 4
“Dampak anak pada ibu yang bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja. 5 Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), h.12. 6 Undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokus Media, 2014), h. 3.
6
anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Salah satu aspek yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu Psikologi Sosial. Psikologi sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, negara, lingkungan, organisasi dan sebagainya.7 Kebutuhan Psikososial mencakup cara seseorang berpikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadiankejadian yang ada disekitarnya. Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang anak kedepannya. Jika anak tidak bisa melewati masa-masa perkembangan psikososial, sudah pasti akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Beberapa perkembangan psikososial dimana seseorang membutuhkan perhatian khusus dari orang tua dalam mengoptimalkan masa tumbuh kembangnya adalah fase anak. Pada fase ini anak akan mulai beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pada tahap awal kehidupan anak, mereka akan melewati fase balita dimana akan sepenuhnya bergantung pada orang lain. Perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi itu berdasarkan kesungguhan dan kualitas pengasuh (yang merawat) bayi tersebut. Selain itu anak akan cenderung aktif dalam segala hal, dimana orang tua dalam mendidik anak harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan 7
Sarlito W Sarwono dan Humanika, 2009), h.3.
Eko A Meinarno,
Psikologi Sosial,
(Jakarta: Salemba
7
ruang gerak anak. Ketika anak-anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya akan menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu tersebut. Namun bila anakanak mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri, sikap ini bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan dalam sikap maupun perbuatan. Tahap perkembangan menurut Erik Erikson, bahwa perkembangan yang kritis selama periode bayi ialah timbulnya rasa percaya terhadap orang lain. Mereka yang tidak melaluinya dengan baik akan kehilangan dasar rasa kepercayaan pada orang lain. Dalam tahun kedua, Erikson mengatakan anakanak berusaha mendapatkan suatu perasaan otonomi dan kemandirian (independence) dari orang tua mereka.8 Kepribadian anak mulai terbentuk sejak usia 0-5 tahun, dimana pada masa itu anak akan belajar semua hal dari orang-orang yang ada disekitarnya. Jika orang tua sibuk bekerja dan kurang perhatian pada anak tentu akan berdampak pada perilakunya. Anak yang sering ditinggal orang tuanya bekerja tanpa memperhatikan tumbuh kembangnya dan mengabaikannya, anak dapat tertekan dan merasa tidak dibutuhkan serta kurang kasih sayang. Pola asuh ibu yang sibuk kerja dengan ibu yang tidak bekerja memang beda. Jika ibu bekerja tetapi kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak mereka, maka dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak. Bahkan dampak psikologis
8
Paul Henry Mussen, John janeway C, dkk. Perkembangan Dan Kepribadian Anak, (Jakarta: Penerbit Erlangga), h. 7.
8
yang lebih parah anak bisa mengalami masalah kesehatan, mereka bisa depresi.9 Aspek spiritual juga sangat mempengaruhi tahap tumbuh kembang anak. Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan dia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki. Seperti contoh kasus dalam penelitian ini yakni “KK” berjenis kelamin perempuan sewaktu umurnya 5 tahun. Dia ditinggal oleh kedua orang tuanya bekerja. Ayahnya bekerja sebagai buruh, sedangkan ibunya menjadi pembantu rumah tangga untuk menambah perekonomian keluarga. “KK” dijaga oleh 2 orang kakak perempuannya. Pagi hari, dia dijaga oleh kakak keduanya yang masuk sekolah siang hari kemudian kakak pertamanya akan bergantian menjaganya ketika pulang sekolah siang harinya. Lingkungan rumah “KK” termasuk rumah padat penduduk, saat itu ada seorang pendatang laki-laki berusia ±30 tahun yang mengontrak tidak jauh dari rumahnya. Suatu hari
9
“pengaruh psikologi anak yang ibunya bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.maureenbabymart.com/sibuk-kerja-waspadai-pengaruh-psikologi-anak-anda/.
9
“KK”menangis kesakitan dibagian alat kelaminnya lalu dia dibawa oleh orang tuanya ke rumah sakit dan ternyata diketahui bahwa alat kelaminnya terdapat luka. Pihak kepolisian datang ke rumah untuk mengivestigasi dan diketahui pelakunya sudah melarikan diri dari rumah kontrakan tersebut. Kasus kedua yang terjadi pada ”BP” berjenis kelamin laki-laki berumur ± 6 tahun, dia merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara. Kenakalan yang dilakukan diluar dari kenakalan anak-anak pada umumnya, dia pernah memalak anak SD, mengempeskan ban mobil tetangganya, merokok, berkata kasar, dan tidak mau sekolah. Dia ditinggal ibunya bekerja dan pernah dititipkan ke saudaranya selama seminggu oleh ibunya karena alasan tertentu. Ketika ibu bekerja dan kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak mereka cenderung mempengaruhi biopsikososial, dan spiritual anak. Dampak yang ditimbulkan juga akan mempengaruhi hubungan antara anak dengan orang tua termasuk ibu yang bekerja serta lingkungan sosialnya. Jika attachment antara ibu dan anak terganggu, akan kurang baik pengaruhnya terhadap perkembangan anak.10 Dalam kualitas hubungan, kelekatan (attachment) yang aman (secure) memainkan peranan penting dalam perkembangan moral anak. Kelekatan yang aman dapat menempatkan anak dalam jalur positif.11 Namun jika dilihat dari kasus yang terjadi diatas ibu bekerja dapat memberikan dampak pada tahap pertumbuhan anak. Hal ini sejalan dengan
10
Munandar, SCU, Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1983), h. 76. 11 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 133.
10
penelitian yang berjudul “Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Karang Kitri Kecamatan Bekasi Timur” oleh M. Fatkhurrohman, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2002. Penelitian ini menerangkan bahwa sebagian besar anak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan perkembangan kognitif anak usia sekolah 7-10 tahun dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu bekerja tidak mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia sekolah. Dilihat dari ibu bekerja didapatkan bahwa pendidikan ibu yang bekerja separuh lebih (51%) berpendidikan S1. Jika dilihat dari segi ini tentunya faktor kognitif dan transfer ilmu kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak itu sendiri. Kedua dari jurnal yakni “Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak” oleh Aries Suparmiati, Djauhar Ismail, Mei Neni Sitaresmi. Program Studi Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP. Isi dijelaskan bahwa ibu yang bekerja ada hubugannya dengan keterlambatan bicara pada anak, namun hal tersebut tidak menjadi faktor utama. Hal luaran pada ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak ditentukan juga pada kualitas pengasuh. Jurnal ketiga yaitu “Hubungan antara status bekerja ibu dengan pencapaian tumbuh kembang anak usia batita di kelurahan maasing kecamatan tuminting kota manado” oleh Jeane Utina, Sofina Palamani dan Esther Tamunu. Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado. Isi dijelaskan bahwa tumbuh kembang batita pada ibu yang bekerja maka stastus gizi batita
11
lebih berisiko kurang dibanding ibu tidak bekerja, kondisi ini terjadi karena ibu kurang waktu untuk memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Berawal dari sebuah kegalauan peneliti karena banyak sekali anak-anak di wilayah RW 013 kelurahan Cilandak Barat yang ibunya bekerja dan memiliki masalah dengan lingkungan sosialnya maupun prilakunya, walaupun tidak semua anak yang ditinggal ibunya bekerja akan memiliki masalah pada prilakunya. Oleh sebab itu, menarik bagi peneliti untuk melihat dan menggambarkan dampaknya dari aspek bio, psiko, sosial dan spiritualnya serta bagaimana kelekatan antara seorang anak dan ibu yang bekerja agar dapat memberikan dampak positif terhadap perilakunya. Maka dari itu peneliti akan mengambil tema penelitian dengan judul “Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak Dengan Permasalahan Psikososial yang Ibunya Bekerja di RW 013 Kelurahan Cilandak Barat Jakarta Selatan)”. Skripsi ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat tentang dampak yang dapat ditimbulkan ketika ibu memilih untuk bekerja tanpa memperhatikan atau memantau perkembangan anak, dilihat dari aspek biologis, psikologi, sosial dan spiritual juga bagaimana kelekatan yang terjadi antara ibu dan anak ketika ditinggal bekerja. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan positif agar orang tua dapat memberikan perhatian, kasih sayang, serta pola pengasuhan yang baik agar anak dapat tumbuh secara optimal dan berkualitas walaupun ibunya bekerja. Serta mampu berinteraksi sosial dengan lingkungan sosialnya dan membangun hubungan dengan orang lain secara positif.
12
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1.
Batasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka penulis memilih 4
orang anak yang ibunya bekerja dan memiliki kasus tertentu di wilayah Cilandak Barat. Dimana penelitian ini hanya berfokus pada ”Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Dengan Ibu Yang Bekerja (Studi Kasus Pada Anak Yang Ibunya Bekerja di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan)”. 2. Perumusan Masalah Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan masalah yaitu: Bagaimana dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui kondisi biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja. 2. Manfaat Penelitian a) Manfaat akademis Memberikan
sumbangan
pengembangan
pengetahuan
bagi
kompetensi pekerjaan sosial yang berkaitan dengan biopsikososial dan spiritual anak pada ibu yang bekerja.
13
b) Manfaat Praktis Memberikan masukan dan saran kepada orang tua khususnya dalam pola pengasuhan tentang dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja. Menjadikan suatu rekomendasi atau masukan kepada kedua orang tua yang bekerja tentang bagaimana pola pengasuhan, status ekonomi orang tua, dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Manfaat bagi para ibu yang telah memutuskan untuk memilih bekerja dan menyewa pengasuh, agar lebih memperhatikan kemampuan pengasuh dan tetap menjaga komunikasi baik dengan pengasuh atau anak agar tidak ada miskomunikasi dalam menerapkan pola pengasuhan.
D.
Metodelogi Penelitian Metode Penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Metode penelitian ini kemudian dibagi menjadi: 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian yang digunakan dalam skripsi menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan Tailor dalam bukunya sebagaimana dikutip oleh Lexy J.Moleong, metodelogi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendapat ini diartikan pada latar dan individu secara utuh. Peneliti tidak
14
boleh mengisolasikan inividu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu gambaran sebagai dari suatu keutuhan.12 Penelitian kualitatif merupakan penelitian khusus objek yang tidak dapat diteliti secara statistik atau cara kuantifikasi.13 Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study). Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu “kesatuan sistem”. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terkait oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Studi
kasus adalah penelitian
yang diarahkan untuk
menghimpun data, mengambil makna dan memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Kasus sama sekali tidak mewakili populasi dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan dari populasi. Kesimpulan studi kasus hanya berlaku untuk kasus tersebut. Tiap kasus bersifat unik atau memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan kasus lainnya.14 Dalam studi kasus, kasus yang diangkat biasanya kasus-kasus yang memiliki keunikan dapat berupa program, kejadian, aktivitas atau subjek
12
Dr. Lexy J.moleong, “Metodelogi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h.4. 13 M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.13. 14 M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 61.
15
penelitian.15 Peneliti akan mencoba mencari tahu dampak-dampak apa saja yang dirasakan anak pasca ditinggal ibu bekerja meliputi aspek psikososial dan spiritual dan bagaimana kelekatan anak dan ibu yang bekerja. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang akan menjadi tempat penelitian adalah sesuai dengan domisili para informan yaitu di wilayah Cilandak Barat. Waktu penelitian ini akan dilakukan dari bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Agustus 2016. 3. Teknik Pemilihan Informan Teknik yang digunakan peneliti dalam pemilihan informan ialah purposive sampling. Pemilihan purposive sampling berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.16 Adapun ciri-cirinya pemilihan informan pertama ibu harus bekerja, kedua usia anak 0-18 tahun, ketiga anak memiliki permasalahan berdasarkan rekomendasi dari teman. Dalam penelitian ini, jumlah informan yang digunakan berjumlah 4 (empat) orang anak. Peneliti pertama kali melakukan observasi di lingkungan tempat tinggal, lalu mencari informasi mengenai anak-anak yang bermasalah. Sampai akhirnya peneliti hanya memilih 4 subyek yang akan diteliti, pemilihan informan juga sesuai dengan ciri-ciri yang telah disebutkan diatas. Mereka adalah anak-anak dengan kasus tertentu, 15
Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, cet. 3, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 76. 16 Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, cet. 3, h. 106.
16
permasalahan dilihat dari aspek psikososial maupun spiritual dimana kedua orang tuanya bekerja. Informan pertama yaitu “BP” berjenis kelamin laki-laki, berusia 7 tahun dikarenakan “BP” mengalami penolakan oleh teman sebayanya karena pribadianya yang suka memukul, mudah marah bahkan sampai mengeluarkan
kata-kata
kasar
terhadap
orang
tuanya
ataupun
saudaranya. Informan kedua yaitu “AD” berjenis kelamin perempuan merupakan anak yang sangat jarang bergaul atau bermain dengan temantemannya bisa dikatakan dia menjadi asosial karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama adiknya dimana ibunya bekerja sebagai ART di Singapura. Informan ketiga adalah “KK” berjenis kelamin perempuan merupakan murid sekolah dasar. Peneliti memilih dia sebagai informan dikarenakan “KK” pernah mengalami kekerasan seksual ketika usianya ±3 tahun. Ketika itu orang tuanya bekerja sebagai buruh dan kakaknya masih sekolah SMP, sehingga kurang pengawasan dan perhatian membuat anak lepas kendali. Hal ini berdampak pada perilakunya salah satunya anak menjadi tomboy, prestasi belajarnya kurang baik ditandai dengan beberapa kali tidak naik kelas. Keempat adalah “RMR” berjenis kelamin laki-laki berumur ±6 tahun, dia merupakan anak tunggal. Usianya yang baru berumur 10 bulan, dia sudah
ditinggal
ibunya
bekerja
sehingga
dalam
kesehariannya
dihabiskan bersama pengasuhnya. Namun pengasuhnya yang pertama “P” hanya memberikan makan, minum dan memandikannya saja tanpa mengajaknya untuk melakukan interaksi sosial sehingga kurangnya
17
pemberian stimulus kepada anak berpengaruh pada “RMR” yang belum bisa bicara karena minimnya kosakata. Oleh karena itu, peneliti memilih 4 orang anak yang memiliki permasalahan dan dampak negatif pada perilakunya. Selain itu peneliti juga akan menggali informasi yang diperoleh dari orang tua, dan pengasuh. Keterangan informasi yang akan diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Karakteristik Informan
No
Informan
1.
1.
Anak yang ibunya bekerja. a. “BP” (7 tahun) laki-laki, anak kedua dari dua bersaudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. b. “AD” (11 tahun) perempuan, anak kedua dari dua saudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. c. “KK” (13 tahun) perempuan, anak ke tiga dari tiga bersaudara, beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. d. “RMR” (6 tahun) laki-laki, beragama Islam dan berasal dari suku Padang.
2.
2.
Ibu yang bekerja di sektor informal. a. “SP” merupakan ibu dari informan “BG” bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan penyalur pembantu. b. “S”merupakan ibu dari informan “AD” bekerja sebagai TKI
Informasi yang dicari Untuk mengetahui tentang biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja serta bagaimana kelekatan anak dengan ibu yang bekerja.
Untuk mengetahui kondisi biopsikososial dan spiritual anak serta bagaimana kelekatan anak dengan ibu yang bekerja.
Jumlah 2 orang
4 Orang
18
No
Informasi yang dicari
Informan
Jumlah
3.
4.
3.
c. “I” merupakan ibu dari informan “KK” bekerja sebagai buruh cuci gosok. d. “IM” merupakan ibu dari informan “RMR” ibunya bekerja sebagai marketing asuransi. Pengasuh. a. “bule” sebagai pengasuh dari “AD” b. “B” sebagai pengasuh dari “RMR”
Mengetahui perubahan 2 Orang dan perkembangan anak selama ibunya bekerja sebagai TKI di Singapura.
Jumlah
8 Orang
4. Sumber Data Data primer diperoleh langsung dari partisipan atau sasaran penelitian yang berasal dari 2 orang anak yang ditinggal ibu bekerja, 4 ibu yang bekerja, serta 2 orang pengasuh dikarenakan “BP” dan “RMR” belum bisa diwawancarai. Data sekunder adalah sumber-sumber pendukung dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai literatur, buku-buku, perpustakaan, atau internet yang terkait dengan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: a. Teknik Observasi Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan
19
mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.17 Inti observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. 18 Teknik observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipatif. Metode ini merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejalagejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh para warga yang ditelitinya. b. Teknik Wawancara Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.19 Dimana sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara terlebih dahulu. Metode wawancara dipilih karena peneliti akan menggali informasi secara mendalam dari para informan tentang aspek biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja. Selain itu peneliti juga akan menggali informasi dari sumber-sumber yang sudah ditentukan seperti subyek (anak), orang tua, dan pengasuh.
17
M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165. 18 Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 131. 19 Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 118.
20
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Lisa O’Reilly dan Pat Dolan bahwa metode role play merupakan elemen penting untuk menggali permasalahan pada anak.20 Oleh karena itu dalam menggali permasalahan pada anak, penelitian menggunakan metode bermain seperti
bermain
game,
menonton
kartun
kesukaannya
dan
menggambar untuk menggali informasi. c. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.21 Beberapa teknik dokumentasi yang digunakan seperti peninggalan tertulis, foto-foto, rekam medis, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, teori maupun literatur lainnya. 6. Teknik Analisis Data Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Sebagai suatu proses mengatur 20
“The Voice of the Child in Social Work Assessment: Age-Appropriate Communication with Children” artikel ini diakses pada 7 Oktober 2016 dari https://bjsw.oxfordjournals.org/content/46/5/1191.full?sid=fc985d3b-0034-41a3-ab503c43e6088468 21
Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h. 143.
21
urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar. Analisis data ini meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan lalu diverifikasi.22 Tahap pertama proses reduksi data, dimana analisis yang dikerjakan oleh peneliti selama proses ini adalah melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar dan cerita-cerita yang sedang berkembang. Pada tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses hingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok, dan pola-pola data. Tahap ketiga yaitu proses menarik kesimpulan dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan,
pola-pola,
penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi
yang
mungkin, alur sebab-akibat dan proposi. Berdasarkan keterangan diatas, maka setiap tahap dan proses dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan bentuk dokumen pribadi, gambar, foto, dsb, melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi. Teknik analisis ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam menganalisis dan menggambarkan mengenai dampak biopsikososial dan spiritual anak yang ibunya bekerja yang juga dilihat melalui pola asuh, status ekonomi
22
M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 306.
22
orang tua, dan lingkungan. Serta bagaimana kelekatan yang terjalin antara seorang anak dengan ibu yang bekerja. 7. Teknik Keabsahan Data Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodelogi Kualitatif dalam menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.23 Teknik keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber dan metode. Triangulasi yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi sumber membandingkan apa yang dikatakan didepan umum dengan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 8. Tinjauan Pustaka Sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, penulis melakukan tinjauan pustaka agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya. Skripsi pertama membahas tentang “Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Di Kelurahan Karang Kitri Kecamatan Bekasi Timur” oleh M. Fatkhurrohman, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh ibu bekerja 23
Dr. Lexy J.moleong, “Metodelogi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 330.
23
terhadap perkembangan anak, dimana sampel nya diambil dari SD Bani Saleh 1 Bekasi, berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata usia 7-10 tahun. Penelitian ini menerangkan bahwa sebagian besar anak dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan perkembangan kognitif anak usia sekolah 7-10 tahun dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu bekerja tidak mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia sekolah. Dilihat dari ibu bekerja didapatkan bahwa pendidikan ibu yang bekerja separuh lebih (51%) berpendidikan S1. Jika dilihat dari segi ini tentunya faktor kognitif dan transfer ilmu kepada anak sangat mempengaruhi perkembangan kognitif anak itu sendiri Kedua dari Jurnal yang berjudul “Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak” oleh Aries Suparmiati, Djauhar Ismail, Mei Neni Sitaresmi. Program Studi Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP. Ketiga dari jurnal yang berjudul “Hubungan antara status bekerja ibu dengan pencapaian tumbuh kembang anak usia batita di kelurahan maasing kecamatan tuminting kota manado” oleh Jeane Utina, Sofina Palamani dan Esther Tamunu. Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Manado. 9. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini disajikan kedalam 5 Bab, berikut adalah sistematika penulisan skripsi: BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
24
Metodologi Penelitian (terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subyek dan informan, sumber data, teknik analisis data, teknik keabsahan data), serta Sistematika Penulisan. BAB II Landasan Teori, mengemukakan tentang keluarga, tentang anak, serta aspek psikososial dan spiritual. BAB III Gambaran Umum, meliputi profil dari empat orang informan, yaitu anak yang ibunya bekerja, melihat seberapa besar pertumbuhan dan perkembangan anak yang ibunya bekerja berpengaruh pada psikososial dan spiritual anak, serta untuk melihat bagaimana kelekatan antara anak dan ibu yang bekerja. BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis Data, memuat tentang temuantemuan dan analisis yang mendukung secara garis besar mengenai dampak biopsikososial dan spiritual anak dengan ibu yang bekerja serta bagaimana kelekatan yang terjalin antara seorang anak dan ibu yang bekerja. BAB V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
25
BAB II LANDASAN TEORI A. Keluarga 1. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan lingkungan primer pada hampir setiap individu, dimana hubungan manusia yang paling intensif dan paling awal. Setiap keluarga adalah suatu sistem yang dibentuk oleh bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan tidak pernah hanya satu arah.24 Dalam analisis kultur-historis menunjukkan bahwa fungsi sosialisasi keluarga masih dibutuhkan oleh anak kecil dan anak pada masa sekolah. Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Keluarga berkualitas merupakan keluarga yang memenuhi ciri sebagai keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.25 Koerner dan Fitzpatrick, membagi definisi keluarga berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:
Definisi struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarganya, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Dari perspektif ini termasuk didalamnya keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga sebagai wahana
24
John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 157. Asep U. Ismail, Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 151. 25
26
melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).
Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu.
Definisi transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan
keintiman
melalui
perilaku-perilaku
yang
memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.26 Hill mengatakan bahwa keluarga adalah rumah tangga yang memiliki
hubungan
darah
atau
perkawinan
atau
menyediakan
terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.27 Jaringan yang dimaksud yaitu terdiri dari kerabat yang masih memiliki hubungan darah, juga mencakup kerabat fiktif, seperti sahabat keluarga. Fungsi
keluarga
yaitu
melahirkan
dan
merawat
anak,
menyelesaikan masalah, dan saling peduli antaranggotanya tidak berubah substansinya dari masa ke masa.28 Bagaimana keluarga melakukannya dan
26
Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 5. 27 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 6. 28 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 5.
27
siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut dapat berubah dari masa ke masa dan bervariasi di antara berbagai budaya. Menurut Berns, keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu: Pertama, reproduksi yaitu dimana keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam masyarakat. Kedua, Sosialisasi/edukasi yaitu keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda. Ketiga, Penugasan peran sosial yaitu keluarga memberikan identitas pada para anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender. Keempat, Dukungan ekonomi yaitu keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan, dan jaminan kehidupan. Kelima, Dukungan emosi/pemeliharaan yaitu keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak.29 2. Orang Tua a. Pengertian Orang Tua Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.30 Orang tua memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan anak dengan membantu kontak antara anak dengan teman bermainnya yang potensial. Anak dari orang tua yang mengatur
29
Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, h. 22. 30 UU no 23 tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak,(Bandung: Fokus Media, 2014), h. 3.
28
kontak dengan teman sebaya memiliki jumlah teman bermain di luar sekolah yang lebih banyak daripada anak dari orang tua yang kurang aktif dalam mengatur kontak ini (Ladd, LeSeuir, & Profilet, 1993).31 b. Peran Orang Tua Peran orang tua direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik dengan
peran
lainnya
dalam
kehidupan.
Cara
untuk
mengkonseptualisasikan peran orang tua adalah memandang orang tua sebagai manajer kehidupan anak, contoh pada masa bayi yaitu dengan membawa anak ke dokter dan mengatur pengasuhan anak. Pada masa anak-anak, peran manajerial
mungkin berupa
menentukan preschool mana yang harus dimasuki anak, mengerahkan anak agar memakai pakaian yang bersih dan menjauhkan mainan, serta menyusun aktivitas anak setelah sekolah. Pada masa dewasa, peran manajerial mungkin mencakup menetapkan jam malam dan memantau kuliah dan minat karier si anak. Dari bayi melalui masa remaja, ibu lebih cenderung melakukan peran manajerial dalam pengasuhan daripada ayah. Peran ibu adalah bahwa di banyak keluarga, tanggung jawab utama atas anak, maupun pekerjaan rumah tangga dan bentuk lainnya dari “pekerjaan keluarga” masih dibebankan di pundak ibu. Peran ayah bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan mengontrol anak-anak yang lebih tua dan mencari nafkah bagi keluarga, ayah juga dinilai
31
John W. Santrock, Perkembangan Anak: edisi kesebelas, h. 164.
29
dalam hal keterlibatan aktifnya dalam mengasuh anak (Day & Lamb, 2004).32 Orang tua yang baik menyesuaikan diri terhadap perubahan perkembangan anak tersebut. Pada tahun pertama, interaksi orang tua anak bergeser dari fokus yang lebih besar pada perawatan rutin, seperti memberikan
makan,
mengganti
popok,
memandikan,
dan
menenangkan, ke aktivitas yang tidak berkaitan dengan perawatan misalnya bermain dan pertukaran visual-vokal.33 Di tahun kedua dan ketiga kehidupan anak, orang tua seringkali menerapkan disiplin dengan memanipulasi fisik yaitu dengan menjauhkan anak dari aktivitas yang membahayakan ke tempat yang mereka inginkan, mereka kadang-kadang memukul. Namun, ketika anak semakin besar, orang tua mulai mengajarkan logika, memberikan nasihat moral, dan memberikan atau mencabut hak-hak khusus. Ketika anak memasuki masa sekolah dasar, orang tua menunjukkan kasih sayang fisik yang semakin sedikit. Interaksi orang tua-anak pada awal masa kanak-kanak berfokus pada hal-hal seperti kerendahan hati, aturan tidur, pengendalian amarah, perkelahian dengan saudara, dan teman sebaya, perilaku dan tata cara makan, kebebasan dalam berpakaian, dan mencari perhatian.34
32
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi ketujuh (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 194. 33 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 164. 34 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 165.
30
Namun seiring perkembangan zaman bukanlah hal yang mustahil bagi ibu untuk bekerja. apalagi di Indonesia telah ada RUU tentang Kesetaraan Gender. Seperti yang dijelaskan dalam teori Feminisme Marxis yang menjelaskan bahwa subordinasi perempuan melayani kebutuhan
akan
kapitalisme.
Dalam
hubungan
ekonomi
dan
karakteristik gagasan dari mode kapitalisme produksi yang seharusnya mencari struktur ketidaksetaraan yang secara tidak adil menghambat kehidupan perempuan, kebalikan dari kehidupan laki-laki yang serba menikmati
keuntungan
dan kelebihan. Solusi
untuk masalah
penindasan terhadap kaum perempuan itu terletak pada penghancuran kapitalisme.35 Solusi untuk masalah penindasan terhadap kaum perempuan itu terletak pada penghancuran kapitalisme.36 c. Ibu Yang Bekerja Dalam Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan di samping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Menurut Munandar pengertian daripada ibu yang bekerja yaitu bahwa pada ibu yang bekerja aktivitasnya meliputi kegiatan yang bersifat melayani suami dan anak, juga ikut bekerja untuk menambah penghasilan. Menurut Achir, pada ibu yang bekerja selain menunjukkan fungsinya dalam kehidupan rumah tangga, ia juga melakukan kegiatan secara teratur atau sinambung dalam suatu jangka waktu tertentu, 35
Siti Napsiyah A, Lisma Diawati F, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 116. 36 Siti Napsiyah A, Lisma Diawati F, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, h. 116.
31
dengan tujuan yang jelas yaitu untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk benda, uang, jasa, maupun ide.37 Faktor-faktor yang menyebabkan ibu bekerja yaitu untuk mengurangi beban ekonomi keluarga, untuk menambah penghasilan, menghindari
kebosanan,
mengisi
waktu
yang
kosong,
untuk
mengembangkan dirinya, menggilai kerja (workaholic),
untuk
memanfaatkan skill atau keahlian yang ia punya, dan untuk ekonomis tidak tergantung dari suaminya.38 Namun ada juga ibu yang memang merupakan pekerja keras. Filosofi pekerja keras merupakan sesuatu yang khas yang terjadi di dunia ‘Timur’. Faktornya bisa karena suatu kultur atau mungkin juga karena memang lingkungan alam yang membuat orang-orangnya ulet.39 Selain itu alasan yang menyebabkan ibu memilih untuk bekerja yakni karena adanya dukungan/motivasi dari suami ataupun anaknya. Menurut Herzberg yang dimaksud dengan motivasi adalah kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).40
37
Munandar, SCU, Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1983), h. 23. 38 Munandar, SCU, Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis, h. 47. 39 Rudy Tantra, “Work Hard or Work Smart”, artikel ini diakses pada 4 Mei 2016 dari http://m.kompasiana.com/rudytantra88/work-hard-or-work-smart_552e37c06ea83473238b45b4 40 “Teori-teori motivasi”, artikel ini diakses pada 29 Agustus 2016 dari http://new.edulab.co.id/teori-teori-motivasi/
32
Dari pengertian dan faktor yang menyebabkan seorang ibu memilih untuk bekerja, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Kesejahteraan sosial yakni suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup yang bersifat mendasar, yang dikenal sebagai lima pilar kesejahteraan sosial. Kelima pilar itu antara lain mencakup makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan.41
3. Anak a. Pengertian Anak Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Banyak dari para ilmuan mendefinisikan arti Anak dalam sebuah keluarga, juga di dalam UUD 1945 dijelaskan pengertian, hak-haknya, dan perlindungan dari segi hukum dalam mensejahterakan kehidupan anak. Definisi anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.42 Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.43 Anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan
41
Asep Usman Ismail, Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012), h. 283. 42 Undang-undang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokus Media, 2014), hal.3. 43 Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Yogyakarta: Tugu Publisher, 2012), h. 11.
33
ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan. Haditono berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan
pemeliharaan,
kasih
sayang,
dan
tempat
bagi
perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.44 Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar, bahwa anak adalah anugerah dari Tuhan yang berusia 0-18 tahun, yang membutuhkan kasih sayang, pendidikan, serta perlakuan yang layak untuk tahap tumbuh kembangnya agar menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas di masa depan. b. Perkembangan Anak dengan Ibu Yang Bekerja Dalam beberapa penelitian dikatakan, bahwa seperti dua sisi mata uang, peran ibu yang bekerja juga bisa memberi efek positif pada anak laki-laki. Anak menyadari bahwa ibu bekerja keras untuknya, ini tentu memperdalam cintanya. Penelitian juga menunjukkan, anak-anak dari ibu yang bekerja lebih baik dalam mengelola sesuatu, lebih mandiri, dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Akan tetapi, ibu yang merasa bersalah karena menyukai pekerjaannya cenderung memanjakan anak-anaknya. Akibatnya bisa negatif, tidak
44
Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, h. 12.
34
saja bagi hubungan anak dengan teman sebaya namun juga pada prestasi anak di sekolah.45 Anak yang sering ditinggal ibunya bekerja, akibat yang dapat ditimbulkan bagi perkembangan si anak biasanya, dia akan sering tertekan, merasa tidak dibutuhkan dan kurang kasih sayang. Apalagi jika orang tua terlebih ibu yang karena kelelahan dan memiliki masalah di kantor, tidak dapat mengontrol emosinya dan bersikap marah-marah maka keadaan seperti ini sangat berisiko bagi psikologis anak. Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Seperti yang diungkapkan oleh Santrock bahwa pengetahuan mengenai kosakata pada hakekatnya merupakan bagian dari tes intelegensi, dan sama pentingnya dengan aspek perkembangan bahasa lainnya yang merupakan aspek penting dari intelegensi anak.46 Jika dalam pengasuhan sampai terjadi perlakuan salah terhadap anak,
maka
akan
berakibat
pada
perkembangannya
seperti
pengendalian emosi yang buruk, masalah keterikatan, masalah dengan hubungan peer group, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan masalah psikologis lainnya. Juga akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan
45
“Dampak anak pada ibu yang bekerja” artikel diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja. 46 John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, Buku 2 Edisi 11, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 216.
35
diri, dan cenderung terlalu agresif terhadap teman sebaya atau bahkan menghindari interaksi dengan teman sebaya.47 Ketika perkembangan menjadi salah seperti yang dijelaskan di atas, sebenarnya ibu bukanlah penyebab tunggal dari masalah tersebut karena ayah juga berkewajiban untuk mendidik dan mengasuh anak. Perkembangan sosial anak, dapat diuntungkan dari interaksi dengan ayah yang menyayangi, terbuka, dan dapat diandalkan yang dapat memberi rasa percaya dan kepercayaan diri.48 Kerjasama ayah dan ibu yang saling menghargai menolong anak membangun sikap yang positif terhadap laki-laki maupun perempuan.
B. BIOPSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL Dalam praktik pekerja sosial, intervensi dibagi menjadi 3 yaitu intervensi mikro (individu), mezzo (kelompok) dan makro (masyarakat). Biopsikososial (biopsikososial approach) merupakan alat untuk melakukan assessment, yang menekankan pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial. Pendekatan ini digunakan untuk mengakses berbagai situasi dalam konteks komunitas, keluarga, dan lingkungan sosial yang lebih luas. Situasi dipahami sebagai gabungan antara faktor-faktor fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Dengan kata lain kebutuhan manusia dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut dipandang sebagai kesatuan yang saling
47
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi ketujuh, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 173. 48 John W. Santrock, Perkembangan Masa Hidup, Edisi kelima, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002), h. 121.
36
terkait.49 Biopsikososial adalah berkaitan dengan interelasi antara gejala-gejala biologis dengan gejala-gejala sosial. Keduanya bersifat sosial dan biologis secara alami.50
1. Teori Biologis Teori Biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta otak.51 Proses biologis menghasilkan perubahan pada tubuh seseorang. Gen yang diwarisi orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi badan dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormon pada masa puber mencerminkan peran proses biologis dalam perkembangannya.52 a. Otak Perkembangan otak dan sistem syaraf merupakan salah satu perkembangan fisik yang paling penting selama masa awal anak-anak. ketika anak-anak mencapai usia 3 tahun, ukuran otaknya adalah ¾ otak orang dewasa. Pada usia 5 tahun otak anak telah mencapai hampir 90 persen berat otak orang dewasa, berat total anak seusia 5 tahun hanya sekitar 1/3 dari beratnya pada saat anak mencapai masa dewasa.53 Beberapa pertambahan ukuran otak disebabkan oleh pertambahan jumlah dan ukuran urat syaraf yang berujung dan didalam dan di antara daerah-daerah otak. Beberapa pertumbuhan otak disebabkan oleh proses 49
Albert R. Roberts dan Gilbert J. Green, Buku Pintar Pekerja Sosial (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), h.13-14 50 J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 1981), cet. 7, h. 60. 51 Edi Suharto, ed., Pekerja Sosial Klinis, (Jakarta: Pustaka Societa, 2008), h. 57-59. 52 Santrock, Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 2007), h.18. 53 John W. Santrock, Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 224.
37
myelinasi, yaitu suatu proses dimana sel-sel urat syaraf ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Peningkatan kematangan otak menyumbang bagi peningkatan kemampuan kognitif. b. Genetika Proses biologis menghasilkan perubahan pada tubuh seseorang. Gen yang diwarisi dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormon pada masa puber mencerminkan peran proses biologis dalam perkembangan. Seorang anak akan mewarisi gen dari kedua orangtuanya. Genotipe (genotype) ialah warisan genetic seseorang, bahan genetik yang sebenarnya. Fenotipe (phenotype) ialah cara genotipe individu yang diekspresikan dalam karakteristik yang dapat diamati dan diukur. Mencakup sifat-sifat fisik, seperti tinggi, berat, warna mata, dan warna kulit serta karakteristik psikologis. Penampilan meliputi cara berbicara, kehangatan, respon awal terhadap wawancara, ekspresi tubuh, dll.54 Berikut adalah kondisi yang mempengaruhi ukuran tubuh: 55 1) Pengaruh Keluarga Yang dimaksud disini dalah faktor keturunan. Dimana seorang anak akan mewarisi gen dari kedua orangtuanya. Genotipe (genotype) ialah warisan genetic seseorang, bahan genetik yang sebenarnya. Fenotipe (phenotype) ialah cara genotipe individu yang diekspresikan dalam karakteristik yang dapat diamati dan
54 55
John W. Santrock, Live Spain Development, h. 91. Hurlock, Perkembangan Anak, cet. 6, h.117-118).
38
diukur. Mencakup sifat-sifat fisik, seperti tinggi, berat, warna mata, dan warna kulit serta karakteristik psikologis.56 2) Gizi Anak-anak yang memperoleh gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat. Hal ini bisa dilihat misalnya dari riwayat kesehatan anak. 3) Jenis kelamin Anak laki-laki biasanya tumbuh lebih tinggi dan lebih berat daripada wanita. Kecuali pada usia 12 dan 15 tahun, anak perempuan biasanya akan sedikit lebih tinggi dan berat daripada anak laki-laki. Terjadinya perbedaan berat dan tinggi tubuh ini karena bangun tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda dari anak perempuan. 4) Kecerdasan Hampir selalu sama, anak yang kecerdasannya tinggi biasanya lebih gemuk dan berat daripada anak yang kecerdasannya rendah. 5) Status sosial ekonomi Anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah cenderung akan lebih kecil daripada anak lainnya. 6) Kesehatan Meliputi diagnosis kesehatan apa yang diterima oleh anak, apakah anak telah berkonsultasi dengan sumber lain tentang jenis
56
John W. Santrock, Live Spain Development, h. 91.
39
penyembuhan untuk masalah kesehatannya? Apakah klien sedang menggunakan obat? Catatan kesehatan dan pengobatannya. Apakah status kesehatannya merupakan masalah dalam rencana pelayanan?57
2. Teori Psikologis Gardner Murphy (1929), Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.58 Permasalahan psikologis yang terjadi pada masa anak-anak biasanya menyangkut masalah gejolak emosional, masalah kognitif dan memiliki masalah relasi dengan orang-orang yang ada disekitarnya dimana keluarga maupun teman sebaya juga ikut berperan mempengaruhinya. Psikologi digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kondisi emosi anak, kesehatan jiwa seperti trauma, gangguan kognitif, pengalaman tentang trauma, kekerasan, lalu faktor resiko keselamatan apa yang ada saat ini?59
a. Emosi Emosional selama masa kanak-kanak sangat kuat, dimana anak-anak akan mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit
57
Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari http://bettercarenetwork.org/sites/default/files/BPSS_guideline.pdf 58 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 6. 59 Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari http://bettercarenetwork.org/sites/default/files/BPSS_guideline.pdf
40
dibimbing dan diarahkan.60 Emosi pada anak dapat dilihat dari cara berbicara, respon terhadap suatu masalah, pola pikir anak, dan pikiranpikiran anak pada situasi yang dihadapi.61 1) Perkembangan emosi Emosi yang kuat pada periode anak-anak dapat disebabkan oleh kelemahan akibat lamanya bermain, tidak mau tidur siang, dan makan terlalu sedikit. Emosi yang tinggi dimasa awal anak-anak ditandai oleh ledakan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat, dan iri hati yang tidak masuk akal. Emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan oleh masalah psikologis daripada masalah fisiologis. Emosi sendiri pada dasarnya tidak memaksa kita untuk bertingkah laku secara tertentu. Tetapi arti yang kita berikan kepada emosi itu dapat mengarahkan kita kepada tingkah laku tertentu. 2) Pola-pola emosi Banyak faktor yang mempengaruhi kuat dan seringnya emosi dalam awal masa kanak-kanak. Ledakan amarah misalnya mencapai puncaknya antara usia dua dan empat tahun, setelah itu amarah langsung tidak terlampau dan berubah menjadi merajuk, merenung. Rasa takut juga mengikuti pola yang sama, sebagian karena anak sadar bahwa situasi yang tadinya ditakuti ternyata tidak menakutkan dan sebagian karena adanya tekanan sosial yang menyebabkan ia merasa harus menyembunyikan ketakutannya. Sebaliknya cemburu mulai 60
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 114. 61 Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari http://bettercarenetwork.org/sites/default/files/BPSS_guideline.pdf
41
sekitar dua tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya anak.62
b. Konsep Berpikir Plato mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas ideasional. Jadi, berpikir adalah suatu aktivitas, karenanya subyek yang berpikir itu aktif. Aktivitas itu sendiri sifatnya ideasional, artinya menggunakan abstraksi-abstraksi (ideas) dan bukan aktivitas sensoris atau motoris, tetapi dapat disertai oleh kedua aktivitas itu.63 Berpikir adalah proses yang dinamis. Sedangkan bagaimana proses berpikir itu langsung, para ahli mengemukakan dengan istilah yang berbeda. Menurut Suryabrata, proses berpikir dapat dibagi menjadi tiga langkah, yaitu: 1) Pembentukan pengertian, 2) Pembentukan pendapat, 3) Pembentukan kesimpulan.
3. Teori Psikososial Psikologi sosial merupakan ilmu merupakan ilmu teoretik, juga merupakan ilmu terapan. Psikologi Sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, negara,
62
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 139. 63 MIF Baihaqi, Psikiatri: Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 91.
42
lingkungan, organisasi dan sebagainya.64 Sherif & Muzfer (1956) Psikologi Sosial ialah ilmu tentang pengalaman dan prilaku individu dalam kaitannya dengan situasi stimulus sosial.65 Jadi, Psikologi sosial adalah Ilmu yang membahas tentang perilaku manusia dan lingkungan sosialnya. Kebutuhan Psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya
terhadap
kejadian-kejadian
yang
ada
di
sekitarnya.
Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan
sang
anak
kedepannya,
berikut
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak:
a) Fase-fase Perkembangan Psikososial Menurut Erik H. Erickson, berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Fase-fase perkembangan psikososial dibagi dalam 8 tahap yang saling berurutan sepanjang hidup, yaitu sebagai berikut : 1) Rasa Percaya versus Rasa Tidak Percaya (Trust vs Mistrust) Krisis ego yang pertama oleh Erikson disebut sebagai “Rasa Percaya vs Rasa Tidak Percaya” yaitu tahap bayi (lahir hingga 18 bulan). Dalam tahap ini, anak berusaha keras untuk mendapatkan 64 65
pengasuhan,
kehangatan,
dan
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, h. 3. Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, h. 12.
ekskresi
yang
43
menyenangkan. Jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa. Akan tetapi, gangguan pada tahap ini dapat membuat sang anak mengembangkan rasa tidak percaya dan terabaikan. Anak yang memiliki ibu tidak tanggap dalam merespons tangisan kelaparannya, atau jarang menggendongnya, biasanya mengalami perasaan tidak aman dan selalu merasa curiga terhadap lingkungan dan perasaannya bahwa dunia tidak dapat dipercaya. Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa oranglain berusaha mengambil keuntungan darinya, atau merasa bahwa teman-temannya tidak dapat dipercaya untuk menjaga rahasia. 2) Otonomi versus Perasaan Malu dan Keragu-raguan (Autonomy vs Shame & Doubt) Yaitu masa kanak-kanak awal (2 hingga 3 tahun). Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya.
Orang
tua
seharusnya
menuntun
anaknya,
mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau impulsimpulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Resolusi yang sukses dari tahapan ini akan menghasilkan anak yang dapat mengetahui perbedaan antara benar dan salah, dan hampir selalu mau dan mampu untuk memilih “yang benar”. Kontrol yang
44
berlebih dari orang tua yang sering memberikan hukuman akan membuat anak mengembangkan perasaan “saya selalu salah...saya selalu tidak baik... saya tidak tahu bagaimana cara menjadi sukses dan berhasil” dalam dirinya. 3) Inisiatif versus Kesalahan (Initiative vs Guilt) Yaitu masa prasekolah (3 hingga 5 tahun). Anak yang berhasil melewati tahap ini akan tahu bahwa ia merupakan individu independen dan mandiri, tetapi hanya sekedar itu. Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan tindakannya. Selain itu, dalam tahap ini anak juga belajar bagaimana bersosialisasi dengan teman sebayanya. Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut untuk mengejar mimpi-mimpi dan kemungkinan-kemungkinan yang ia bayangkan. Jika perasaan semacam ini tidak dihilangkan, sang anak tidak akan dapat mengambil inisiatif atau membuat keputusan, memiliki rasa percaya diri rendah, dan tidak mau mengembangkan harapan-harapan ketika ia dewasa. Penelitian mengenai hal ini menegaskan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang disfungsional (mengalami gangguan) nantinya akan memiliki masalah harga diri. 4) Produktif versus Inferioritas (industry vs inferiority) Yang terjadi pada usia sekolah (6 hingga 11 tahun). Pada tahap ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan tugas, khususnya tugas-tugas
45
akademis. Pada masa ini juga anak berkembang kamampuan berpikir deduktif, disiplin diri dan kemampuan berhungan dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu akan meningkat. Penyelesaian yang sukses pada tahap ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang ia peroleh. Sebaliknya, anak mungkin akan kehilangan harapan, merasa cukup, menarik diri dari sekolah dan teman sebaya. Anak yang tidak mampu melewati tahap ini dengan baik akan merasa inferior, seolah-olah ia tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa yang diraih oleh teman-teman sebayanya. 5) Identitas versus
Kebingungan
Peran
(Identity vs Role
Confusion) Yaitu masa remaja (12 hingga 18 tahun). Pada tahap ini, remaja bereksperimen dengan berbagai macam peran yang berbeda, sambil mencoba mengintegrasikannya dengan identitas yang ia dapatkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Dalam tahap ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat yang bersifat menyesuaikan diri. Anak mulai menyadari sifat-sifat kesukaan dan ketidaksukaannya. Jika berhasil pada tahapan ini akan menciptakan individu yang memiliki perasaan akan diri yang jelas dan multifaset, seseorang yang telah berhasil menyatukan banyak peran menjadi “identitas” tunggal dirinya. Erikson melihat bahwa
46
keadaan memalukan dari masa remaja dapat menyebabkan adanya kebingungan identitas dan ketidakpastian mengenai kemampuan, asosiasi dan tujuan masa depan individu yang disebut sebagai krisis identitas. Kegagalan pada masa ini menyebabkan anak kebigungan peran, sering muncul perasaan keragu-raguan dan bahkan menarik diri dari lingkungan. 6) Keintiman versus Isolasi (Intimacy vs Isolation) Yaitu masa dewasa muda (19 hingga 40 tahun). Orang dewasa muda pada tahap ini, akan mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain secara lebih mendalam. Tujuan dalam tahap ini adalah mencari hubungan dengan sesama yang memiliki banyak kesamaan, khususnya untuk membentuk hubungan asmara dengan pasangan. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan menciptakan rasa kesepian, alih-alih cinta. Beberapa orang mungkin tidak mampu membentuk hubungan yang intim sama sekali, sehingga ia menjadi orang yang “kesepian” atau mulai membentuk banyak hubungan yang dangkal.
7) Generativitas versus Stagnasi (Generativity vs Stagnation) Yaitu masa dewasa menengah (40 hingga 65 tahun). Pada tahap inilah individu mulai menyerahkan dirinya dengan orang lain, dalam bentuk seperti membesarkan dan mengasuh anak. Namun juga dapat berbentuk beberapa kegiatan lain, seperti kegiatan sosial. Idenya dalah memberikan sesuatu pada dunia
47
sebagai balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi penerus dimasa depan. Seseorang yang telah mencapai tujuan-tujuan hidupnya yang bersifat materiil akan menetapkan tujuan-tujuan baru bagi dirinya sendiri, yaitu tujuan dalam wujud perilaku menolong sesama. Ketidakmampuan untuk memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga dan membosankan. Individu seperti ini mungkin berhasil memperoleh tujuan-tujuan duniawi, tetapi di balik kesuksesannya itu hidup terasa tidak berarti. 8) Integritas versus Keputus-asaan (Ego Integrity vs Despair) Yaitu masa dewasa akhir (65 tahun hingga mati). Pada tahap usia lanjut ini, individu memperoleh kebijaksanaan dari pengalaman-pengalaman hidupnya, dan mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat makna, ketentraman, dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa menyenangkan, dan pencarian saat ini adalah mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam melewati tahap ini akan menyebabkan munculnya rasa putus asa: saya belum meyelesaikan apa yang saya inginkan dalam hidup ini, dan sekarang semuanya sudah terlambat.66 b) Faktor-faktor Psikososial
66
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 157.
48
Faktor-faktor yang mempengaruhi psikososial yaitu pola asuh serta kasih sayang dari orang tua, status ekonomi orang tua, lingkungan sekolah, hubungan dengan anak lain. Yang dijelaskan sebagai berikut: 1) Pola Asuh dan Kasih Sayang dari Orang Tua Orang tua merupakan area terdekat pada anak. Anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi anak-anak, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Selain kelekatan antara orang tua dan anak, pola asuh yang diterapkan orang tua ke anak akan mempengaruhi perilaku anak di masa depan. Apakah di masa yang akan datang anak akan berprilaku positif atau negatif, itu tergantung dari pola asuh yang diterapkan orang tua pada masa kecilnya. Terdapat 4 jenis pola pengasuhan orang tua menurut Diana Baumrind (1971), yang dijelaskan sebagai berikut: a) Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting) Adalah pola yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua menghukum dan mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berprilaku agresif (Hart dkk., 2003).
49
b) Pengasuhan Otoratif (Authoritatif Parenting) Yaitu pola pengasuhan dengan mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak. Anak dengan orang tua yang otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi; maka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik. c) Pengasuhan Yang Mengabaikan (Neglectful Parenting) Adalah pola pengasuhan di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal. d) Pengasuhan Yang menuruti (Indulgent Parenting) Adalah pola pengasuhan di mana orang tua terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka.
50
Orang tua seperti ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan.
Dampaknya,
mengendalikan
anak
perilakunya
tidak sendiri
akan dan
pernah selalu
belajar berharap
mendapatkan keinginannya. Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya (peer).67 Pola asuh ini sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan-pembiasaan yang terjadi pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk mengembangkan dirinya.68 2) Status Ekonomi Orang Tua Keadaan sosio-ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan terhadap perkembangan anak-anak, bahwa dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam keluarga itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih
luas
untuk
mengembangkan
bermacam-macam
kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada alatalatnya. Jika status sosio ekonomi orang tua memuaskan tetapi apabila mereka itu tidak memperhatikan didikan anaknya atau 67
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi ke tujuh, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), hal. 167. 68 John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 167.
51
senantiasa
bercekcok,
hal
itu
juga
tidak
menguntungkan
perkembangan sosial anak-anaknya, bisa jadi anak berkembang dengan tidak wajar.69 3) Lingkungan Sekolah Mengenai
peran
sekolah
dalam
mengembangkan
kepribadian anak, Hurlock mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan anak, baik dalam cara berfikir maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru serta substitusi orang tua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan berarti bagi perkembangan psikososial anak, yaitu anak harus hadir di sekolah, sekolah memberikan pengaruh kepada anak sejak dini seiring perkembangan
konsep
dirinya
dan
anak
lebih
banyak
menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain selain di luar rumah.
4) Hubungan dengan Anak Lain Hubungan anak kecil
dengan
orang dewasa
yang
mengasuhnya merupakan hal yang terpenting. Namun hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya lainnya menjadi penting nilainya pada usia pra sekolah. Setiap aktivitas yang dijalani anak, perkembangan kepribadian, perkembangan jenis kelamin ke prilaku prososial atau agresif, keseluruhannya
69
Gerungan W.A, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2000), cet. 11, h. 182.
52
melibatkan anak lain. Tumbuh berdampingan dengan anak lain akan
menumbuhkan
rasa
kompetisi
yang
meningkatkan
kemampuan anak dalam belajar mengukur kompetensi fisik, sosial dan bahasa dan mendapatkan pemahaman diri yang lebih realistis (Bandura dalam Papalia, 2008).70
4. Teori Sosial Masalah-masalah yang terjadi dalam perkembangan anak juga dipengaruhi oleh suatu budaya. Dimana permasalahan itu lebih bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. a. Budaya Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.71 Menurut Richard Brislin mendeskripsikan sejumlah karakteristik budaya sebagai berikut: 1) Budaya disusun oleh sejumlah idealisasi, nilai, dan asumsi mengenai kehidupan yang mengarahkan perilaku manusia yang hidup di budaya tersebut. 2) Budaya dibuat oleh manusia.
70
Achmad Damayanto, Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dengan Perkembangan Psikososial Anak Prasekolah Di Kelurahan Jatirahayu Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 2013), h. 21. 71 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Lintas Budaya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 3.
53
3) Budaya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang bertanggung jawab dalam mewariskan budaya tersebut adalah orang tua, guru, dan piminan komunitas. 4) Pengaruh budaya paling jelas terlihat dalam perselisihanperselisihan halus di antara orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. 5) Apabila nilai-nilai budaya mereka dilanggar atau ketika harapan budaya mereka diabaikan, orang yang tinggal di budaya tersebut akan cenderung bereaksi secara emosional. 6) Tidak jarang orang menerima suatu nilai budaya di suatu keaaan dalam kehidupannya namun kemudian menolaknya disaat lain.
b. Kelekatan Menurut Bowlby, kelekatan memiliki nilai keberlangsungan hidup yang hanya bukan fisik. Ia meyakini bahwa kelekatan memberikan “keterhubungan psikologis yang abadi diantara sesama manusia”.72 Kelekatan yaitu tentang bagaimana hubungan berlangsung berdasarkan suatu model mental diri, pengasuh, dan hubungan antara keduanya. 1) Rasa aman (Secure) Rasa aman seringkali dirasakan oleh anak-anak dengan kelekatan kuat (Secure) yakni menggunakan ibu atau pengasuh sebagai basis aman bagi mereka untuk menjelajah lingkungan baru. Anak akan cemas dengan kepergian ibunya dan berusaha
72
Penny Upton. Psikologi Perkembangan, h. 87.
54
membuat ibu kembali dengan perilaku menangis atau mencari. Ketika ibu kembali anak akan membangun kembali interaksi positif terhadap terhadap ibu ataupun pengasuhnya mungkin dengan cara tersenyum atau duduk dipangkuannya. Anak dengan kelekatan secure akan merespon dengan positif ketika bertemu dengan orang lain atau orang yang baru ditemuinya. Tingkah laku anak yang lekat biasanya mereka mencari, menambah, dan memepertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi timbal balik dengan figur lekatnya. 2) Tidak kuat-menghindar (Insecure-Avoidant) Anak-anak dengan tipe kelekatan ini biasanya menghindari interaksi
dan
mengabaikan
ajakan-ajakan
ibu
untuk
berinteraksi, mereka hanya menunjukkan sedikit kepedulian atas kepergian ibunya. Ketika ibu kembali biasanya anak tidak melakukan interaksi. Andaipun melakukan kontak dapat terjadi, anak biasanya menghindar atau membuang muka. Anak dengan tipe kelekatan ini biasanya akan takut terhadap orang baru, mereka juga akan merasa sedih. 3) Tidak kuat-resisten (Insecure-Ambivalent) Yakni anak-anak yang cemas dengan kepergian ibunya dan berperilaku secara ambivalen ketika bertemu kembali, berusaha melakukan kontak dan interaksi namun sekaligus menolak dengan marah ketika diajak berinteraksi. Anak sering kali lengket dengan pengasuhnya tetapi kemudian menolak
55
kedekatan dengan mendorong atau meronta. Ketika ibu pergi anak akan menangis dengan keras 73 Dalam teori etologi tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan kepada anak tapi juga pada ibu. Bentuk tingkah laku lekat pada ibu berupa sikap yang ingin mempertahankan kontak dengan anak dan memperlihatkan ketanggapan terhadap kebutuhan anak.74
5. Teori Spiritual Aspek spiritual sangat mempengaruhi tahap tumbuh kembang anak. Spiritual adalah pencarian manusia akan makna dan tujuan hidup, sehingga memiliki keseluruhan kepribadian dari sejumlah pengalaman hidup
yang
beragam.75
Aspek
spiritual
membantu
kita
dalam
membedakan baik dan buruk ataupaun benar dan salah. Data spiritual dan budaya yakni tentang agama sebagai pendukung dan bagaimana pandangan spiritual terhadap situasi dan permasalahannya. 76 Aspek-aspek yang berkaitan dengan spiritual, dijelaskan sebagai berikut: a) Etika Etika menurut Bertens (1999:6) etika memiliki 3 arti. Pertama, dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok orang dalam mengatur tingkah 73
Penny Upton. Psikologi Perkembangan, h. 87. Santrock, Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 54. 75 Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Dwiyati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. I, h. 81. 76 Panduan Assesmen Biopsikososial Spiritual dan Format Rencana Pengasuhan, data diakses pada 4 Oktober 2016 dari http://bettercarenetwork.org/sites/default/files/BPSS_guideline.pdf 74
56
lakunya. Kedua, etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Ketiga, etika dalam arti ilmu tentang ilmu yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis (asas dan nilai yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima oleh masyarakat seringkali dapat disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.77 b) Moral Secara etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Jadi dapat disimpulkan arti kata etika sama dengan moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 78 Menurut Atkinson (1969) moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.79 Jadi moral adalah seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia, juga sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia. c) Nilai Steeman (dalam Darmaputra, 1999) bahwa nilai adalah yang memberi makna hidup, yang memberi pada hidup ini titik-
77
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), h. 27. 78 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, hal.27. 79 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, h. 29.
57
tolak, isi, dan tujuan. Nilai adalah Sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai selalu menyangkut tindakan, oleh karenanya etika menyangkut nilai.80 Nilai yang berkembang di masyarakat ada empat, yaitu nilai moral, nilai sosial, nilai undang-undang, dan nilai agama. Nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk.
80
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, h. 29.
58
Indikator Assesmen Biopsikososial Spiritual
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli yang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Maka peneliti membuat indikator penelitian sebagai landasan bagi peneliti untuk melakukan assessment biopsikososial spiritual anak, yang dijelaskan sebagai berikut: A. Bio 1. Fisik: Jenis Kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, adakah pengaruh genetik terhadap pertumbuhan anak. 2. Cara berbicara meliputi respon awal terhadap wawancara, ekspresi tubuh, respon awal terhadap wawancara. 3. Riwayat Kesehatan: status kesehatan sebelum ibu bekerja dan status kesehatan anak ketika ibu bekerja. B. Psikologis 1. Cara berbicara, respon terhadap suatu masalah, pola pikir anak, dan pikiran-pikiran anak pada situasi yang dihadapi. 2. Riwayat kesehatan jiwa: terkait dengan trauma, kekerasan, dan hubungan dengan keberfungsian sosialnya. 3. Prilaku anak yang terkait dengan tahap perkembangan termasuk didalamnya emosi yang ada pada diri anak. C. Sosial 1. Latar belakang budaya: Bagaimana budaya mempengaruhi prilaku anak.
59
2. Hubungan anak dengan lingkungan sosialnya termasuk didalamnya: lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal serta hubungannya dengan teman sebaya. 3. Riwayat Keluarga: Hubungan anak dengan anggota keluarga. Termasuk didalamnya
hubungan kelekatan anak dengan keluarga, apakah anak
memiliki pengasuh ketika ibu bekerja? dan seberapa sering anak berkomunikasi dengan ibunya? Seberapa lekat anak dengan pengasuh? 4. Kondisi status ekonomi keluarga terkait dengan kondisi rumah anak. D. Spiritual 1. Latar belakang budaya klien menyangkut Agama. 2. Kondisi spiritual anak dengan ibu yang bekerja 3. Pandangan spiritual anak terhadap permasalahan yang dihadapinya.
60
BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN CILANDAK BARAT
A. Profil Kelurahan Cilandak Barat 1. Kondisi Geografis
Gambar Peta Kelurahan Cilandak Barat Sumber: Dokumen Kelurahan Cilandak Barat, 2016
Nama "Cilandak" berasal dari bahasa Sunda, yang secara harfiah berarti "Sungai Landak". Kecamatan Cilandak termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Selatan, memiliki luas wilayah 1.820 ha. Secara administratif kecamatan Cilandak terdiri dari 5 kelurahan, 45 RW, 470 RT, 36.571 KK. Kecamatan Cilandak terdiri dari Kelurahan Gandaria Selatan (177 ha), Kelurahan Cipete Selatan (244 ha),
61
Kelurahan Cilandak Barat (604 ha), Kelurahan Pondok Labu (391 ha), Kelurahan Lebak Bulus (411 ha).81 Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989, Kelurahan Cilandak Barat memiliki luas wilayah : 604.40 HA. Kelurahan Cilandak Barat merupakan satu dari lima kelurahan terluas yang berada di Kecamatan Cilandak. Kelurahan Cilandak Barat berada di jalan Terogong Raya Jakarta Selatan, kode pos 12430. Kelurahan Cilandak Barat terbagi ke dalam 13 RW dan 144 RT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kelurahan Gandaria Selatan dan Cipete Selatan
Sebelah Selatan
: Jl. Taman Wijaya kusuma Kel. Pondok Labu
Sebelah Barat
: Kali Grogol Kel. Lebak Bulus dan Kel.Pondok Pinang
Sebelah Timur
: Kali Krukut Kel. Cilandak Timur
Tabel 2 Jumlah RT dan RW di Kelurahan Cilandak Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah
RW Jumlah RT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 13
12 16 8 15 11 17 4 7 5 14 10 11 14 144
Sumber: Dokumen Kelurahan Cilandak Barat, 2016 81
“Profil Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan” artikel diakses pada 23 Juni 2016 dari http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/196/Cilandak-Kecamatan
62
Adapun nama-nama pegawai dan jabatan di Kelurahan Cilandak Barat tahun 2016 adalah sebagai berikut: Tabel 3 Data Nama Pegawai dan Jabatan di Kelurahan Cilandak Barat 2016 No
Nama
NIP/NRK
Jabatan
1
Agus Gunawan S.IP
196310121993031008
Lurah
2
Anne Shelvianna, SKM
197509132000122001
Sekkel
3
Ichsani Darman
196812051996031001
Kasi Pemerintahan & Tramtib Kasi Pemberdayaan, 4
Nena Karyati
197705051998032001
Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kasi Sarana, Prasarana dan
5
Rd. Jajang Mulyana
19671222198921001 LH
6
H. Abdul Rachman
195809031981031010
7
Arnol Subekti, SE
11959402198403008
Kasi Kebersihan & LH Staf Pemberdayaan Masyarajat
8
Mursena
195909261986012003
Staf Pemberdayaan Ekonomi
9
Fatulloh
196309071989031009
Staf
10
Vina Gugus Pualam, A.Md
198803282010012014
Bendahara Pengeluaran
11
Yudi Setia Prawira, A.Md
198708302010011005
Pengurus Barang
12
Sutarni
196303041986032014
Staf
13
Kusnarno
196206041983121001
Staf
14
Yandi Trisandi, SE
197612062014121002
Staf
15
Zulkifli Siregar, SE
196706122014121001
Staf
Sumber: Dokumen Kelurahan Cilandak Barat, 2016
63
2. Kondisi Demografis Jumlah penduduk Kelurahan Cilandak Barat hingga akhir bulan Mei 2016 adalah sebanyak 57.928 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 29.022 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 28.782 jiwa. Kelurahan ini terdiri dari 19.160 KK dengan jumlah KK laki-laki sebanyak 14.963 jiwa dan jumlah KK perempuan sebanyak 4.197 jiwa. Penduduk yang tinggal di wilayah ini tidak hanya penduduk pribumi, ada juga Warga Negara Asing (WNA) dimana sebanyak 91 orang berjenis kelamin laki-laki dan 33 orang berjenis kelamin perempuan. Adapun perincian jumlah penduduk Kelurahan Cilandak Barat adalah sebagai berikut. Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin No
UMUR WNI LK 1 0-4 2.631 2 9-May 2.429 3 14-Oct 2.29 4 15-19 2.405 5 20-24 2.234 6 25-29 2.49 7 30-34 2.876 8 35-39 2.924 9 40-44 1.99 10 45-49 1.911 11 50-54 1.801 12 55-59 1.17 13 60-64 690 14 65-69 468 15 70-74 368 75 16 345 keatas Jumlah 29.022
PR 2.592 2.248 2.19 2.24 2.213 2.539 2.949 2.568 2.405 2.018 1.653 1133 751 578 341 364
5.223 4.677 4.48 4.645 4.447 5.029 5.825 5.492 4.395 3.929 3.454 2.303 1.441 1.046 709
WNA LK -
PR -
709
91
JUMLAH
28.782 57.804
JUMLAH
TOTAL
-
5.223 4.677 4.48 4.645 4.447 5.029 5.825 5.492 4.395 3.929 3.454 2.303 1.441 1.046 709
-
-
709
33
124
57.928
Sumber: Dokumen Kelurahan Cilandak Barat, 2016
64
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Cilandak Barat mayoritas adalah penduduk usia produktif, yaitu sebanyak 39.519 jiwa. Adapun penduduk usia muda (15-39 tahun) termasuk mayoritas di antara kelompok usia lainnya yaitu sebanyak 25.438 jiwa. Penduduk usia anak-anak (014 tahun) adalah sebanyak 14.380 jiwa. Penduduk usia madya (40-59 tahun) adalah sebanyak 14.081 jiwa. Sementara penduduk usia tua (60-75 tahun ke atas) adalah sebanyak 3.905 jiwa. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka penduduk Kelurahan Cilandak Barat didominasi oleh penduduk laki-laki yaitu sebanyak 29.022 jiwa, sementara penduduk perempuan berjumlah 28.782 jiwa. Adapun keadaan sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Cilandak Barat, sebagai berikut: a. Tani
:
- orang
b. Nelayan
:
- orang
c. Buruh
: 4.266 orang
d. Pedagang
: 3.658 orang
e. Karyawan Swasta
: 5.327 orang
f. PNS
: 1.013 orang
g. TNI
:
h. Pensiunan
: 1.000 orang
i. Jasa
: 2.552 orang
j. Pertukangan
:
858 orang
887 orang
65
3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kelurahan Cilandak Barat Kelurahan Cilandak Barat terbentuk karena semakin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah Jakarta Selatan. Sejarah terbentuknya wilayah ini tidak dapat diketahui dengan pasti. Dulu mayoritas penduduk yang tinggal di Kelurahan Cilandak Barat ini adalah penduduk asli Betawi. Namun seiring dengan berjalannya waktu justru semakin banyak kaum pendatang yang datang ke wilayah ini dan membeli tanah atau kebun kosong untuk dijadikan rumah. Mayoritas pendatang berasal dari Jawa, Padang, Sunda, dan Batak. Mayoritas penduduk Cilandak Barat menganut agama Islam, lalu diikuti oleh Protestan, Khatolik, Hindu, dan Budha. Walaupun di wilayah Cilandak Barat menganut agama, dan suku yang berbeda-beda tetapi masyarakat dapat hidup rukun. Bertambahnya jumlah penduduk mengubah struktur geografis wilayah Cilandak Barat. Wilayah yang sebelumnya hanya berupa tanah kosong serta keadaannya masih menyerupai hutan telah berubah menjadi permukiman padat. Jalan-jalan yang tersedia pun semakin sempit dengan munculnya rumah-rumah baru. Selain itu, muncul gang-gang kecil di wilayah ini. Saat ini justru suku Betawi banyak yang tinggal di pinggir Jakarta, karena banyak dari orang Betawi yang menjual tanah ataupun rumah mereka ke para pendatang. Untuk membedakan antara warga kelas menengah ke bawah dengan warga kelas menegah atas sangatlah mudah, karena bisa dilihat secara kasat mata. Bentuk rumah merupakan salah satu indikatornya, apabila rumah tersebut memiliki bangunan bertingkat, memiliki halaman yang cukup luas, dan terdapat kendaraan roda empat di dalam garasi rumahnya, maka rumah tersebut dapat
66
dikategorikan sebagai rumah mewah yang hanya dapat dimiliki oleh warga kelas menengah ke atas. Untuk kelas menengah, rata-rata ukuran bangunannya kecil, sebagian besar merupakan penduduk yang menghuni rumah-rumah petak kontrakan, dan tidak memiliki halaman. Sementara masyarakat kelas bawah, biasanya menempati rumah yang saling berhimpitan dan letak tembok antara rumah yang satu dengan rumah yang lain menjadi satu. Kondisi ini menimbulkan kesan kumuh di lingkungan tempat tinggal mereka. Sebagian besar warga Cilandak Barat bermata pencaharian sebagai buruh, pedagang, karyawan swasta, PNS, TNI, pensiunan, jasa, dan pertukangan. Selain itu banyak warga yang memiliki mata pencarian sampingan seperti mengelola kontrakan, warung kecil, warung bakso atau berjualan gorengan di depan rumah atau tempat-tempat tertentu. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dimana tidak cukup hanya mengandalkan dari pekerjaan utama mereka. Hubungan yang terjalin antarwarga di wilayah Cilandak Barat sangatlah kuat satu sama lain. Ini bisa dilihat dari berbagai kegiatan baik di lingkungan RT, RW, dan Kelurahan. Khusus dikalangan ibu-ibu biasanya mereka menggelar acara arisan, peringatan hari Kartini, PKK, dan Posyandu untuk menjaga agar komunikasi mereka tetap lancar.
67
B. Profil Informan 1 1. Nama
: BP
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 27 Juli 2009
3. Usia
: 7 tahun
4. Jenis kelamin
: Laki-laki
5. Domisili
: Cilandak Barat, Jakarta Selatan
6. Agama
: Islam
7. Suku
: Jawa
8. Hobby
: Bermain sepeda
9. Jumlah Saudara Kandung
: Anak ke 5 dari 5 bersaudara
10. Nama Ibu
: SP
11. Pekerjaan Ibu
: Asisten Rumah Tangga dan Penyalur pembantu
12. Usia Anak Saat Ibu Bekerja : 4 tahun 13. Lama Ditinggal Ibu Bekerja : 2 tahun
Informan “BP” merupakan rekomendasi dari “M”. “BP” merupakan anak laki-laki dan bungsu dari 5 saudara. Kedua orang tua “BP” berasal dari suku Jawa, namun “BP” dan keempat kakaknya lahir dan besar di Jakarta. “BP” berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah kebawah. Ibunya “SP” bekerja sebagai asisten rumah tangga sudah 2 tahun belakangan ini, sebelumnya ibu “SP” menjadi penyalur pembantu untuk tetangga ataupun teman-temannya yang membutuhkan pekerjaan. Sedangkan ayahnya “I” bekerja sebagai buruh bangunan. ”SP” berasal dari keluarga
68
dengan sosial ekonomi menengah ke bawah. “BP” tinggal bersama kedua orang tuanya juga kakaknya “N”, karena ketiga kakaknya sudah menikah. Ibunya “S” bekerja karena alasan ekonomi, gaji suaminya “I” tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena memiliki masalah di tempat kerjanya ibu “SP” memutuskan untuk berhenti bekerja. Selama bekerja
baik
suaminya
“I”
ataupun
anak-anaknya
tidak
pernah
mempermasalahkan keputusannya, justru bapak “I” lah yang menyuruhnya untuk bekerja. Selama bekerja ibu “SP” tidak pernah menyewa pengasuh, “BP” dan “N” dijaga oleh kakaknya “L”. Ibu “S” tidak menyewa pengasuh karena tentu saja akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, ditambah sikap “BP” yang tidak mau menurut. Ibu “SP” juga mengatakan bahwa dirinya kurang memantau perkembangan “BP”, karena sudah dijaga oleh kakanya “L”. Untuk menggali informasi peneliti menggunakan media bermain game, dimana “BP” memang suka bermain game. Selain itu peneliti juga ikut ketika “BP” sedang bermain lipat kertas bersama kakaknya. Ketika ibunya bekerja perasaan “BP” justru merasa senang, ini terlihat ketika peneliti menanyakan perasaan “BP” jika ibunya pergi bekerja. Karena jika ibunya bekerja “BP” akan mendapatkan uang jajan, jika tidak diiberikan maka “BP” akan mengamuk dengan membanting apasaja yang ada di dekatnya dan tidak memperbolehkan ibu “SP” bekerja.
.
“BP” juga malas dalam belajar, ketika dimasukkan ke taman kanak-kanak “BP” hanya bertahan sampai setengah tahun saja di TK Al-
69
Muawanah dengan alasan bosan. “BP” juga belum mampu untuk membaca dan menghitung.
C. Profil Informan 2 1.
Nama
: AD
2.
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 15 Desember 2004
3.
Usia
4.
Jenis kelamin
5.
Domisili
6.
Agama
7.
Suku
8.
Hobby
9.
Jumlah Saudara Kandung
10. Nama Ibu 11. Pekerjaan Ibu
: 11 tahun : Perempuan : Jakarta : Islam : Lampung-Jawa : Berenang : Anak pertama dari 2 bersaudara :S : ART di Singapura
12. Usia anak saat ibu bekerja
: 9 tahun
13.
: 2 tahun (setiap 3 bulan sekali
Lama Ditinggal Ibu Bekerja
pulang ke Jakarta)
“AD” merupakan rekomendasi dari teman “M”. “AD” adalah anak pertama dari dua bersaudara, merupakan pasangan dari bapak “SD” dan ibu “S”. “AD” kini berusia 11 tahun dan adiknya “AF” berumur 9 tahun, ia juga memiliki wajah yang cantik. Ayah “AD” berasal dari Lampung, sedangkan
70
ibu”S” berasal dari Jawa. Namun “AD” dan adiknya lahir dan besar di Jakarta. “AD” dan keluarganya menganut agama Islam. Keluarga “AD” termasuk dalam keluarga dengan ststus ekonomi menengah kebawah. Ibu “S” bekerja sebagai ART di Singapura dan pulang hanya setiap tiga bulan sekali sedangkan ayahnya “D” bekerja sebagai supir pribadi. “AD” biasanya berkomunikasi dengan ibu “S” via telpon, biasanya “AD” bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan akademisnya dan adiknya. “AD” termasuk pribadi yang introvert, ia jarang menceritakan permasalahan dengan lingkungan sosial maupun teman sebaya. “AD” mau berusaha dan mampu untuk mencari solusi untuk ha-hal seperti PR yang jawabannya tidak ada di buku, “AD” akan mencarinya terlebih dahulu dari buku lain atau google, jika memang tidak diketahui jawabannya maka ia akan bertanya kepada pengasuhnya atau saat les. “AD” sendiri ingin seperti ibunya “S” karena baik dan mau berkorban untuk keluarga dengan menjadi asisten rumah tangga ke Singapura. Walaupun begitu “AD” tidak ingin seperti ibunya “S” dalam hal pekerjaan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga dan jarang bertemu. Jika “AD” memiliki masalah ia hanya berdoa berharap agar semuanya baik-baik saja, disisi lain “AD dan AF” memang hanya memiliki sedikit teman. Saat ini “AD” akan memasuki kelas 6 SD yang sebentar lagi akan mengikuti ujian. “AD” termasuk pilih-pilih dalam berteman, di sekolahnya ia hanya memiliki sedikit teman. Hal ini disebabkan teman sekolahnya terlalu dewasa dalam berpikir ataupun dalam berbicara, dan menurut “AD” itu membawa pengaruh yang tidak baik untuk dirinya. “AD” merupakan anak
71
yang penurut dan ingat akan nasihat yang ibu “S” berikan, seperti jangan terlalu banyak main dan memperbanyak waktu belajar dirumah. “AD” juga jarang berinteraksi
dengan tetangga kecuali
dengan temannya
dan
pengasuhnya.
D. Profil Informan 3 1. Nama
: “KK”
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 26 Juli 2003
3. Usia
: 13 tahun
4. Jenis kelamin
: Perempuan
5. Domisili
: Cilandak, Jakarta
6. Agama
: Islam
7. Suku
: Jawa
8. Hobby
: Bermain bulu tangkis dan vokal marawis.
9. Jumlah Saudara Kandung
: Anak ke 3 dari 3 bersaudara
10. Nama Ibu
: “I”
11. Pekerjaan Ibu
: Asisten Rumah Tangga (ART)
12. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
: 7 tahun
13. Usia Anak Saat Ibu Bekerja
: 5 tahun
“KK” merupakan rekomendasi dari teman “N”. “KK” adalah seorang perempuan yang tomboy, berusia 13 tahun merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua orang tua “K” berasal dari Jawa, ini terlihat dari logat
72
bicaranya seperti “anak-anak kita ini juga engga minta diurus buanget-buanget, mereka udah bisa sendiri-sendiri”. Juga terlihat dari bagaimana “KK” memanggil kakaknya dengan sebutan “Mba” yang orang Jawa biasa gunakan untuk memanggil kakak perempuannya. “KK” berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Ini yang menjadikan alasan ibu memilih untuk bekerja, disamping untuk membantu suami mencari nafkah ibu “I” juga termasuk seseorang yang pekerja keras. Ayah “B” sendiri bekerja sebagai tukang ojek pangkalan. Usia “KK” saat ditinggal ibunya bekerja juga terbilang masih sangat kecil yaitu ±3 tahun. “KK” dirawat oleh kakaknya karena memang orang tua “KK” tidak menggunakan pengasuh. “KK” tidak kekurangan sesuatu pun baik dari segi kesehatannya, gizi dan pendidikannya karena kedua orangtuanya mampu memenuhi kebutuhannya. “KK” jarang sekali menceritakan permasalahan kepada orang lain, termasuk pada ibunya dikarenakan kedua orang tuanya sibuk bekerja. “KK” juga kurang peka terhadap permasalahan yang ada pada dirinya dengan lingkungan sosialnya, terlihat dari “KK” menjawab pertanyaan peneliti tentang permasalahan yang ia hadapi. “KK” merasa bahwa dirinya tidak pernah mempunyai masalah. Jika pun berselisih dengan temannya, “KK” menanggapinya dengan santai. “KK” juga tidak mengingat kejadian dimana ia pernah menjadi korban kekerasan seksual. Peristiwa itu terjadi ketika umurnya ± 3 tahun, ibu “I” juga mengatakan bahwa “KK” tidak mengingatnya, bahkan sampai saat ini “KK” tidak pernah bertanya tentang kejadian tersebut. Awal mulanya “KK” mengeluh kesakitan di sekitar alat kemaluannya kepada ibunya dan pada saat itulah “KK” menceritakan apa yang dialaminya. Pelakunya pun merupakan seorang pendatang
73
yang baru mengontrak di dekat rumahnya. Meskipun begitu “KK” tidak mengalami trauma berat seperti menutup diri dan menjaga jarak dengan orang baru. Namun sebaliknya “KK” mampu bersosialisasi dengan keluarga, teman sebaya, maupun lingkungan sosialnya. Ia juga tidak memilih-milih teman baik laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya, anak kecil ataupun orang dewasa, teman sebaya atau berasal dari suku yang berbeda. Saat ini seharusnya “KK” sudah SMP namun karena ia pernah tinggal kelas dua kali di SD, maka sekarang ia masih kelas 6 SD. Selain itu “KK” merupakan anak yang ceria, ia memang suka menghibur dengan cara melucu jika sedang berkumpul dengan teman sebaya. “KK” juga tidak pemalu ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Dalam berteman “KK” tidak pilih-pilih, bahkan ia berteman dengan anak kecil, teman sebaya, dan orang yang lebih tua sekalipun. Tidak membeda-bedakan agama, suku atau dari mana asal temannya, karena orang tuanya mengajarkan untuk menghormati sesama. Cara “KK” melakukan sosialisasi dengan lingkungannya misalnya bermain dengan teman, menyapa tetangganya yang lebih tua darinya. “KK” jarang melakukan komunikasi dengan kakaknya, komunikasi dilakukan jika “KK” mengalami kesulitan pada tugas sekolahnya.
E. Profil Informan 4 1. Nama
: RMR
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 14 Februari 2010
3. Usia
: 6 tahun
4. Jenis kelamin
: Laki-laki
74
5. Domisili
: Cilandak Barat, Jakarta Selatan
6. Agama
: Islam
7. Suku
: Padang dan Jawa
8. Hobby
: Menggambar, Berenang
9. Jumlah Saudara Kandung
: Anak tunggal
10. Nama Ibu
: IM
11. Pekerjaan Ibu
: Marketing asuransi
12. Usia anak saat ibu bekerja
: 10 bulan
13. Lama Ditinggal Ibu Bekerja : 4 tahun
“RMR” merupakan rekomendasi dari teman “AR”. “RMR” adalah anak yang tampan, merupakan anak tunggal pasangan dari bapak “FP” dan ibu “IM”. Keluarga “RMR” tergolong masyarakat ekonomi kelas menengah atas dimana kedua orang tuanya bekerja. Ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu “IM” bekerja sebagai marketing asuransi disalah satu bank dikawasan Sudirman. “RMR” lahir dan besar di Jakarta, ibunya berasal dari suku Padang dan ayahnya berasal dari suku Jawa. Keluarga “RMR” menganut agama Islam. Dalam pemenuhan kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan “RMR” sudah tercukupi. Akan tetapi “RMR” kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya, karena kedua orangtuanya bekerja. Selain itu faktor kelelahan juga membuat kedua orang tua jarang melakukan interaksi dengan “RMR” di rumah. Sehingga “RMR” justru lebih dekat dengan pengasuhnya “B” dibanding dengan kedua orang tuanya. “RMR” termasuk pribadi yang periang dan pemalu. “RMR” sendiri termasuk anak yang tidak takut ketika bertemu dengan orang yang baru ia
75
temui. Peneliti tidak terlalu banyak melakukan komunikasi dengan “RMR” dikarenakan ia mengalami speak delay atau keterlambatan bicara. “RMR” saat ini berusia 6 tahun, namun sampai sekarang “RMR” tidak dapat
berbicara dengan baik karena mengalami speak delay bahkan untuk
berkomunikasi pun sulit. ”RMR” juga memiliki gangguan kesehatan lain seperti paru-paru basah dan asma yang ternyata juga dimiliki oleh ibu “IM”. Cara berbicara “RMR” pun kurang jelas, ketika ditanya ia akan mengikuti atau mengulang pertanyaan tersebut. “RMR” ketika pertama kali bertemu dengan orang baru responnya sedikit pemalu, namun lama-kelamaan ia tidak malu lagi. “RMR” pernah menunjukkan ketakutannya ketika bertemu dengan 2 orang teman sekolahnya dan itu terjadi hanya kepada mereka berdua saja. Kedua orang temannya itu merupakan anak kembar berjenis kelamin laki-laki yang sering menjaili dan suka berbuat nakal kepadanya. “RMR” ketika bertemu dengan teman yang lain “RMR” ikut berbaur dan bermain bersama. Bisa dilihat “RMR” dalam melakukan
komunikasi,
lebih
banyak
menunjukkan
emosinya
untuk
mengekspresikan perasaannya karena ia mengalami speak delay. Ketika ditinggal ibunya bekerja usia “RMR” masih 10 bulan dan dirawat oleh pengasuh yang merupakan sepupu dari ibu “IM”. Selain karena diasuh oleh pengasuh yang pendiam, ibu “IM” juga jarang melakukan komunikasi dengan “RMR” sehingga kosa kata yang dimiliki oleh “RMR” sangat sedikit. Peneliti menggali informasi dari “RMR” dengan cara menonton video anak-anak, bermain game, dan menggambar. Namun hanya sedikit informasi yang didapatkan karena “RMR” yang takut terhadap orang baru dan speak delay. “RMR” tinggal di salah satu apartemen yang berada di kawasan Cilandak, dan
76
jarang melakukan interaksi dengan teman sebaya di lingkungan tempat tinggalnya karena masyarakat di apartemen lebih kepada budaya individualis. “RMR” berinteraksi dengan teman sebaya hanya pada sore hari di taman, selain itu faktor keterlambatan bicara juga membuatnya sulit untuk berkomunikasi dalam membangun relasi dengan teman sebaya. “RMR” sekarang sudah lulus TK, perkembangan “RMR” pun terbilang lambat. Ketika usianya 3-5 tahun “RMR” pernah dibawa untuk terapi bicara dan terapi motorik di bawah pengawasan Psikolog dan Psikiater. Tahun pertama di taman kanak-kanak ia masih terus didampingi oleh pengasuhnya termasuk dalam mewarnai, di tahun ke 2 “RMR” sudah bisa menulis dan mewarnai, sudah bisa menghitung, dan mengetahui warna. Hanya saja ketika akan menanyakan warna, kita harus mengeja awalan hurufnya terlebih dahulu. Ketika ingin mengajak “RMR” untuk berkomunikasi juga kita harus mengulang-ulang nya sampai ia paham.
77
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
Berdasarkan data penelitian, bab ini akan menjelaskan tentang dampak Biopsikososial spiritual pada anak dengan ibu yang bekerja dikaji dalam perspektif bio, psiko, sosial, dan spiritual. Adapun sub bab yang akan dibahas diantaranya ialah dampak ibu bekerja terhadap aspek biologis atau kesehatan anak, dampak ibu bekerja terhadap aspek psikologis anak, dampak ibu bekerja terhadap aspek sosial anak, dampak ibu yang bekerja terhadap spiritual anak juga bagaimana kelekatan yang terjalin antara anak dengan ibu yang bekerja serta diskusi mengenai gender dan perempuan bekerja.
A. Temuan Lapangan 1. Kondisi Biopsikososial Anak dengan Ibu Bekerja a. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Kesehatan Anak Seperti yang diketahui dari media cetak ataupun elektronik yakni majalah, koran, buku, maupun artikel-artikel di internet, banyak ditemukan dampak ibu bekerja terhadap perkembangan anak. Apalagi jika usia anak saat ditinggal ibu bekerja masih sangat kecil yang merupakan masa golden age. Dampak yang ditimbulkan salah satunya terhadap aspek kesehatan anak, meskipun tidak semua anak mengalami masalah kesehatan ketika ditinggal ibunya bekerja.
78
1) Kondisi kesehatan “BP” “BP” merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, berusia 7 tahun. Berat badan “BP” yaitu ± 17 kg dengan tinggi badan ± 95cm dan kulitnya berwarna coklat. Memiliki bola mata berwarna hitam, bentuk wajah bulat dengan rambut pendek hitam. “BP” ketika ditinggal ibunya bekerja berusia 5 tahun. Saat masih balita sebelum ibu “SP” bekerja “BP” sudah mengalami gangguan kesehatan pada dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh ibu “SP” berikut ini: “Setiap bulan sih ada posyandu disini, pokoknya yang tahu tentang pertumbuhannya si “L”. Dulu waktu masih kecil dia emang pernah masuk gizi kurang, setiap bulan dapet susu dari kelurahan.”82 Hal senada juga disampaikan oleh “L” yakni sebagai kakak sekaligus pengasuhnya : “Ya gimana yak, anaknya tumbuhnya termasuk lambat, timbangannya gak naek-naek, badannya kecil. Dulu juga sering dibawa ke posyandu. Tapi dia makan apa aja mau, dulu pernah nimbang cuma sembilan kilo kurang gizi. Suka dikasih susu dari posyandu biar berat badannya naik.”83 Dari pernyataan ibu “SP” dan “L” di atas memang terlihat bahwa “BP” dari sebelum ditinggal ibunya bekerja, memang sudah menderita kekurangan gizi dan perkembangannya lambat. Ketika kekurangan gizi “BP” selalu mendapatkan bantuan susu dari kelurahan Cilandak Barat untuk menaikkan berat badannya
82 83
Wawancara dengan pengasuh “bule” dari informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016. Wawancara dengan pengasuh “L” dari informan “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
79
Dari hasil temuan analisa di lapangan dengan ibu “SP”, “L” sebagai pengasuh nya serta hasil observasi di lapangan, dapat diketahui bahwa sebelum ibu “SP” bekerja “BP” termasuk anak yang kekurangan gizi ini terlihat ketika “BP” mengikuti kegiatan Posyandu di lingkungannya. Ketika ibu “SP” bekerja pun perkembangan “BP” terbilang lambat seperti belum bisa membaca dan menulis diusianya yang sudah menginjak 7 tahun. 2) Kondisi kesehatan “AD” “AD” merupakan anak pertama dari dua bersaudara, berusia 11 tahun dengan postur badan tinggi. Berat badan “AD” yaitu ± 25kg dengan tinggi badan ± 143cm dan kulitnya berwarna kuning langsat. Memiliki bola mata berwarna coklat, bentuk wajah oval dengan rambut pendek bergelombang. Sewaktu ibunya belum bekerja dan setelah bekerja “AD” tidak memiliki riwayat penyakit serius. Ketika peneliti menanyakan kesehatannya
semenjak
ditinggalkan
ibunya
bekerja,
berikut
penuturan “AD” berikut ini: “Selama mamah kerja di sana, kalo ada masalah engga pernah cerita paling kalo mamah engga sibuk ceritanya lewat telpon. Kadang kepikiran terus pusing, kalo lagi pusing jarang bilang, diem aja biar engga ngerepotin. Jarang minum obat warung paling cuma minum aja, kata bule jangan sembarang minum obat enggak boleh.”84 “AD” hanya menceritakan permasalahannya kepada ibu “S” sehingga 84
ketika
ibu
sibuk
bekerja
ia
Wawancara dengan informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016.
tidak
menceritakan
80
permasalahannya kepada siapapun yang membuatnya tertekan dan mempengaruhi kesehatannya seperti pusing. Semenjak dijaga dan dirawat oleh bule yang merupakan pengasuhnya baik “AD” atau “AF” memang tidak memiliki penyakit yang serius. Seperti yang diungkapkan oleh bule sebagai pengasuhnya:
“Tidak ada (penyakit khusus), paling hanya radang, pusing kalau adeknya sakit-sakitan dulu tapi engga parah paling sering masuk angin gitu aja palingan.”85
Menurut bule memang selama dirawat olehnya “AD” sering pusing dan adiknya juga sering sakit walaupun tudak serius. Walaupun begitu disetiap harinya bule selalu menyediakan makanan yang bergizi. Selain itu disetiap harinya bule selalu memberikan “AD” dan adiknya susu sebagai sumber protein. “Kalo Gizi sih kasih makan ke mereka selang seling, misalnya hari ini ikan, besok udang, kemarin tulang iga, daging giling, susu tuh setiap hari. Gizi nya engga kurang sayur tak bikini terus.”86 Dari data di atas dapat diketahui bahwa ketika ibunya bekerja di Singapura “AD” sulit untuk menceritakan permasalahan yang ia hadapi. Membuat “AD” kesepian dan permasalahannya secara tidak langsung memberikan tekanan kepadanya karena ia tidak tahu kepada siapa ia harus menceritakan permasalahannya.
85 86
Wawancara dengan pengasuh “bule” dari informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016. Wawancara dengan pengasuh “bule” dari informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016.
81
3) Kondisi kesehatan “KK” “KK” adalah seorang perempuan yang tomboy, berusia 13 tahun merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. “KK” memiliki berat badan ± 48kg dan tinggi badan ± 140cm. “KK” memiliki mata yang besar dengan bola mata berwarna hitam, rambutnya lurus terurai, panjang sebahu dan memakai poni, kulitnya berwarna sawo matang. Kondisi kesehatan “KK” berbeda dengan kondisi kesehatan “BP”, “AD”, dan “RMR”. Sejak usianya masih kecil “KK” juga tidak memiliki riwayat penyakit yang serius, berikut penuturan ibu “I”: “Engga ada penyakit yang khusus, paling panas atau sakit gigi. Jarang periksa juga ke dokter paling kalo lagi sakit aja, itu juga kalo diminumin obat warung engga sembuh baru dibawa. Tapi jarang sih kalo dibawa ke dokter.”87 Berdasarkan pernyataan ibu “I” diatas memang “KK” jarang sakit, sakit yang diderita olehnya pun hanya demam atau sakit gigi. Jika “KK” sakit jarang sekali dibawa ke rumah sakit, lebih sering meminum obat warung jika sakitnya tak kunjung sembuh barulah kedua orang tuanya membawanya ke dokter. Dari data diatas terlihat bahwa ketika ibu ”I” bekerja tidak berdampak pada kondisi kesehatan “KK”. 4) Kondisi kesehatan “RMR” “RMR” saat ini berusia 13 tahun merupakan anak tunggal. “RMR” memiliki berat badan ± 20 kg dan tinggi badan ± 110 cm. “RMR” kedua bola matanya berwarna hitam, rambutnya hitam,
87
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
82
kulitnya berwarna putih bersih. “RMR” merupakan anak tunggal dimana saat usianya 10 bulan ia sudah ditinggal kedua orangtuanya bekerja. Diusianya yang sudah 6 tahun ia belum bisa berbicara. Selain itu “RMR” juga memiliki penyakit khusus, berikut penuturan ibu “IM”: “Memang dari kecil anak saya sering sakit, waktu saya di rumah juga begitu. Memang anak saya itu kondisinya rentan terkena penyakit, anak saya punya asma dan paruparu basah. Ketika saya di rumah ataupun ketika bekerja sama aja kondisinya. Cuma kalo saya di rumah dan libur saya lebih perhatikan anak saya.”88 Kondisi kesehatan “RMR” dari sebelum dan sesudah ibu bekerja memang sudah memiliki sakit asma dan paru-paru basah. Sakit asma yang dideritanya merupakan bawaan dari ibu “IM”. Hal senada juga disampaikan pengasuh “RMR”: “Dia punya radang paru-paru, asma. Pernah dia kalo batuk gini sampai parah dan harus di rawat. Kalo engga salah mama nya juga ada asma.”89 Data di atas dapat diketahui bahwa “RMR” sudah sakit-sakitan baik ketika ibu “IM” belum bekerja ataupun sudah bekerja. Penyakit asma yang diidap oleh “RMR” merupakan keturunan dari ibunya. Ketika penelitian ini dilakukan “RMR” sedang sakit batuk.
88 89
Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016. Wawancara dengan pengasuh “B” dari informan “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016.
83
2. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Psikologis Anak Selain berdampak pada aspek kesehatan anak, ternyata ibu yang bekerja juga berdampak pada psikologis anak. Beberapa faktor yang akan dibahas pada aspek psikologis adalah perkembangan anak berdasarkan fase-fase perkembangannya, faktor-faktor psikososial dimana bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan anak dengan keluarga, lingkungan sekolah dan teman sebaya dalam mengembangkan psikososial anak. a. Fase-fase Perkembangan Psikososial Anak 1) Fase-fase Perkembangan “BP” Saat ditinggal ibunya bekerja, “BP” berusia 5 tahun dan saat ini usianya sudah mencapai 7 tahun. Usia tersebut seharusnya anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan tugas akademis. Dan pada usia ini anak memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya. Seperti yang dikatakan oleh ibu “SP” bahwa dulu “BP” pernah disekolahkan namun berhenti setelah 6 bulan masuk TK. Jika diajari oleh ibunya “BP” sering membantah yang membuat ibu “SP” tidak sabar untuk mengajarinya. Berikut penuturan ibu “SP”: “Dulu pernah TK di Al-Muawanah cuma setengah tahun, gak sampe lulus katanya bosen. Makanya saya juga bingung ini dia mau masuk SD. Belum bisa baca dan ngitung, kalo diajarin ngeyel anaknya”. 90
90
Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
84
Faktor lelah sehabis bekerja juga membuat ibu “SP” lebih mudah marah ketika mengajari “BP” belajar. Kadang ibu “SP” memarahinya atau memukul. Sampai saat ini “BP” belum bisa membaca dan menulis padahal ia sudah masuk sekolah dasar. Selain itu “BP” lebih suka bermain dibandingkan harus belajar. “BP” tidak pernah takut dan tidak pernah minta ditemani pengasuhnya “L” ketika bermain. Namun ketika bermain “BP” suka memukul teman-temannya. Berikut penuturan pengasuh “L”: “Engga, main sendiri dia. Pernah waktu itu temennya nangis dipukul sama dia, gara-gara waktu diajak maen bareng temennya nolak engga mau maen bareng”.91 Akibat dari sifat “BP” yang emosional dan suka memukul, ia banyak mengalami penolakan oleh teman-teman sebaya nya. Sehingga “BP” tidak memiliki banyak teman. Dari pernyataan diatas terlihat bahwa faktor kelelahan ibu sehabis bekerja bisa mempengaruhi fase perkembangan “BP”. “BP” memiliki kesulitan dalam bidang akademisnya jika “BP” membantah ibu maka ia akan dimarahi dan dipukul. Ia juga memiliki kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya karena sifat emosional dan suka memukul. 2) Fase-fase Perkembangan “AD” Saat ini “AD” sudah menginjak usia 12 tahun. Dalam tahap ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat yang bersifat menyesuaikan diri. 91
Wawancara dengan pengasuh “L” dari informan “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
85
Mulai menyadari sifat-sifat kesukaan dan ketidaksukaannya. Kegagalan pada masa ini menyebabkan anak kebigungan peran, sering muncul perasaan keragu-raguan dan bahkan menarik diri dari lingkungan. Seperti yang terjadi pada diri “AD” dimana ia mulai menyadari hal-hal yang disukainya seperti bercerita kepada ibu “S” tentang kegalauannya. Hal yang tidak disukainya seperti bergaul dengan teman sebaya yang menurutnya terlalu berpikir dewasa. Seperti yang diucapkan “AD” berikut ini: “Paling sama mama aja (curhat), sama adek juga, sama bule kalo sama temen jarang. Kalo di sekolah main sendiri mulu, soalnya disono pikirannya tinggi terlalu dewasa. Jadi engga boleh main sama yang terlalu dewasa engga bagus”.92 Ketidaksukaan “AD” bergaul dengan teman sebaya yang bersikap dewasa membuatnya menarik diri dari teman-temannya. Oleh karena itu “AD” tumbuh menjadi anak yang asosial. Dimana ia tidak memiliki banyak teman karena kurang bergaul dan membatasi
dirinya untuk berinteraksi
dengan orang lain.
Mengasumsikan bahwa semua temannya bersikap dewasa, ia hanya bermain dengan adiknya “AF” atau dengan “L” yang merupakan teman dekatnya. “AD” juga ingat akan pesan ibunya untuk tidak terlalu banyak bermain dan perbanyak belajar, oleh karenanya “AD” lebih mengutamakan belajar dari pada bermain atau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. 3) Fase-fase Perkembangan “KK” 92
Wawancara dengan informan “AD” Cilandak, 1 Juni 2016.
86
“KK” saat ini berusia 13 tahun. Dalam tahap ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat yang bersifat menyesuaikan diri. Anak mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya sendiri seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri. “KK” sendiri Seperti yang diungkapkan oleh ibu “I” bahwa ia memberikan kebebasan anaknya untuk menentukkan masa depannya sendiri dan memberikan kebebasan untuk berteman dengan siapa saja. Ia hanya memberikan saran kepada “KK” dalam menentukkan masa depannya kelak. Ibu “I” selalu mendukung apa yang menjadi pilihan “KK” juga tidak akan memarahinya. Berikut penuturan ibu “I”: “Kalo menyangkut masa depannya terserah dia, kalo mau ikutin saran orang tua yaa jadi guru agama, pernah juga gurunya nyaranin supaya “KK” nantinya dijadikan guru agama. Ikutin kemauan dia aja, engga pernah saya maksa yang penting sesuai sama kemampuannya. Saya juga engga pernah larang-larang dia buat berteman sama orang, yang penting jangan keblabasan taulah dia mana yang baik dan enggak”.93 Dari data diatas diketahui bahwa ibu “I” memberikan kepada anaknya kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri. Begitupun dalam pergaulan ibunya tidak melarang “KK” untuk bergaul dengan siapapun. Hal inilah yang membuat “KK” tumbuh menjadi anak yang penuh percaya diri dalam berinteraksi dengan 93
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
87
teman sebaya, misalnya ikut bermain marawis yang biasanya kegiatan itu dilakukan oleh anak laki-laki. Berikut penuturan “KK”: “Paling suka kalo belajar tentang agama, suka ikut ekstrakulikuler marawis, saya jadi vokalnya. Emang sih cowok semuanya tapi pede aja lagian dibolehin sama gurunya”.94 Mampu mengambil keputusan dengan menyadari kekurangan dan kelebihan dirinya, serta adanya rasa kepercayaan diri merupakan remaja yang berhasil dalam mencapai suatu identitas diri. Dari informasi
diatas
terlihat
bahwa
ibu
yang
bekerja
tidak
mempengaruhi fase dalam perkembangan psikologis “KK”. 4) Fase-fase Perkembangan “RMR” “RMR” saat ini berusia 6 tahun dimana ketika ditinggal ibunya bekerja waktu itu usianya masih 10 bulan. Pada tahap ini seharusnya anak memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya. Salah satu cara membangun hubungan dengan teman sebaya adalah berkomunikasi. Namun saat ini “RMR” mengalami speak delay dimana ia mengalami keterlambatan bicara. Ibu “IM” sendiri mengakui bahwa kurang membimbing dan memperhatikan
tumbuh
kembangnya
menjadi
salah
satu
penyebabnya. Seperti yang dijelaskan oleh ibu “IM” sebagai berikut: “Iya, sebenernya salah dari awal saya tidak membimbing anak saya di saat masa gold nya dia. Jadi dia dirawat sama mbak nya yang pendiem, yaa tugasnya dia hanya cuma ngasih makan aja dan 94
Wawancara informan “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
88
jagain, jadi engga ada komunikasi apa-apa. Untuk saat ini anak saya masalahnya speak delay yaitu terlambat bicara.”95 Karena “RMR” mengalami keterlambatan bicara ia sempat menjadi korban bully oleh 2 orang temannya, sehingga ia memilih untuk menghindarinya ketika bertemu di TK. Berikut penuturan pengasuh “B”: “Pernah dia waktu TK kemarin kerena diisengin sama temennya akhirnya dia jadi takut deketin temennya itu, tapi kalo sama temen-temennya yang lain biasa aja. Kalo ketemu misalnya sama temen yang dua itu aja dia lari, terus ngumpet. Emang si “RMR” engga pernah bilang tapi temennya suka bilang ke saya, katanya suka diisengin sama yang dua kembar itu sampe pernah saya bilang ke temennya yang dua itu “kamu jangan nakal yaa, si “RMR” kan anaknya gak pernah iseng gak pernah nakal” terus mereka cuma jawab iya tapi tetep aja begitu lagi. Mereka berdua memang terkenal iseng sama siapa aja begitu, jangankan ke temen-temen ke ibu gurunya pun dia berani ya ngeludahin lah kalo setau orang tuanya mah anak nya baik sholeh lah tapi kalo di sekolah anaknya begitu.”96 Selain itu “RMR” tidak memiliki teman dekat baik dilingkungan rumahnya ataupun lingkungan sekolahnya. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa ibu yang bekerja mempengaruhi fase perkembangan pada “RMR” yaitu “RMR” mengalami speak delay yang mempengaruhinya untuk berhubungan dengan teman sebaya.
b. Faktor-faktor Psikososial Anak 95 96
Wawancara dengan pengasuh “B” dari informan “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016 Hasil observasi pribadi, Cilandak, 19 Juli 2016
89
Faktor-faktor
psikososial
ternyata
dapat
mempengaruhi
perkembangan anak pada ibu yang bekerja ketika ibu kurang memperhatikan tumbuh kembang ankanya. Pola asuh serta kasih sayang dari orang tua mereka ataupun pengasuhan merupakan hal yang paling penting bagi pertumbuhan anak. Status ekonomi orang tua dalam meningkatkan kemampuan anak, lingkungan sekolah yang memberikan pengaruh bagi perkembangan kognitifnya, serta hubungan dengan anak yang lain dalam menjalin sebuah relasi.
1) Jenis Pola Asuh dan Kasih Sayang dari Orang Tua Pengasuhan pada keluarga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola pengasuhan yang baik dan optimal pada anak akan menghasilkan generasi yang berkualitas, hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak merupakan kondisi yang diperlukan untuk mewujudkannya. a) Jenis Pola Asuh “BP” “BP” dikenal di lingkungan rumahnya sebagai anak yang nakal dan mudah meluapkan emosinya. Jika “BP” melakukan kesalahan biasanya ibu “SP” sering memukulnya, seperti yang diucapkan oleh ibu “SP” sebagai berikut: “Yaa dipukulin sama saya, paling saya cuma pukul dibagian paha aja. “BP” nangis tapi nanti diulangin lagi namanya juga anak dableg. Paling sering ngamuk kalo dikasih uang jajannya kurang dari Rp. 10.000, apa aja dibanting sama “BP” kalo lagi nangis.”97 97
Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
90
Selain itu selama “BP” dititipkan ke kakanya “L” yang juga sebagai pengasuhnya, ternyata juga menerapkan hukuman fisik jika “BP” melakukan kesalahan misalnya ketika sedang berkelahi dengan temannya. Berikut penuturan pengasuh “L”: “Saya tarik aja bawa pulang, saya omelin engga dibolehin maen lagi. Dia begitu juga pengaruh dari lingkungan, temennya dia juga kalo ngomong begitu jadi dia ngikutin. Tetangga sebelah rumah saya kalo lagi marah juga katakatanya kasar, kalo rumah begini otomatis kedengeran mungkin dia denger juga kali jadinya ngikutin ngomong kasar. Saya sama emaknya kalo lagi marahin dia engga pernah ngomong kasar, paling cuma mukul.”98 Dari data diatas terlihat bahwa pola pengasuhan otoriter memang diterapkan oleh ibu “SP” dan pengasuhnya “L” dengan memberikan hukuman fisik jika “BP” melakukan kesalahan. Jenis pola asuh orang tua yang otoriter ini mungkin akan mendorong anak berprilaku agresif. Ibu “SP” juga jarang terlibat dalam kehidupan anak terlihat ketika ibu “SP” yang selalu memberikan materi kepada anaknya agar menuruti nasihatnya tanpa memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Selain itu “BP” juga mudah sekali memukul dan marah jika sedang bermain bersama
teman-temannya,
sehingga
membuatnya
mengalami
penolakan oleh teman-temannya. b) Jenis Pola Asuh “AD” Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dari informan “BP” berbeda dengan pola asuh yang diberikan oleh orang tua dari informan “AD”. “AD” sudah ditinggal ibunya bekerja selama 2 tahun, selama itu 98
Wawancara dengan pengasuh “L” dari informan “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
91
pula ia dan adiknya dirawat oleh bibi dan bule nya. Dari sebelum diasuh oleh bule “AD” dan adiknya sudah tumbuh menjadi anak yang mandiri. Berikut penuturan bule: “AD anaknya lebih mandiri. Kalo lauknya kurang saya bilang ke dia terus dia bilang “yaudah lek biarin nanti saya aja yang goreng telor sendiri” jadi dia sama adiknya udah bisa masak telor sendiri. AD dan adiknya juga rajin bersihbersih rumah, pinter bagi tugasnya. Pernah AD dan AF bikin kue bolu, pertama kali dia bisa terus yang kedua kali bantat AD buat sendiri terus kalo berantakan juga diberesin, nanti aku yang nyuci.”99 Selain mandiri “AD” dan
adiknya juga bertanggung jawab,
walaupun jarang bertemu dengan ibu “S” dan hanya berkomunikasi via telepon. “AD” lebih sering menceritakan permasalahannya kepada ibu “S”. berikut yang diucapkan “AD”: “Engga pernah cerita ke siapa-siapa. Ceritanya ke mamah lewat telepon, engga ke adek dia belom ngerti. Tentang “AF” belajarnya kurang, tentang belajar sama kesehatan aja. Engga pernah cerita soal temen kan engga ada yang tau. Kalo tentang belajar biasanya tentang nilai atau ada yang engga tau (ada soal yang tidak dimengerti)”.100 Dari data di atas terlihat bagaimana ibu “S” walaupun jauh dari anaknya
tetap
memberikan
perhatiannya
dengan
melakukan
komunikasi secara rutin dan terarah. Selain itu sikap “AD” yang mandiri dan bertanggung jawab mencerminkan pola pengasuhan Otoritatif . Jenis pola asuh ini mendorong anak untuk mandiri selain itu “AD” juga tidak takut terhadap orang lain.
99
Wawancara dengan pengasuh “bule” dari informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016. Wawancara dengan informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016.
100
92
c) Jenis Pola Asuh “KK” Pola pengasuhan otoritatif ternyata juga diterapkan oleh ibu “I” kepada anak-anaknya. Kedua kakaknya dalam menjaga “KK” juga dengan menerapkan apa yang telah diajarkan oleh kedua orang tuanya, di mana mendorong “KK” untuk tumbuh menjadi anak yang mandiri. “KK” dan kedua kakaknya juga tidak pernah mengeluh jika ibu “I” memilih untuk bekerja, berikut penuturan ibu “I”: “Engga biasa-biasa aja sih. “kok mama kerja mulu sih, engga ngurusin anak” kalo anak-anak saya engga ada tuh yang komplain gitu biasa-biasa aja yaa (melirik ke “F”). Jadi mereka bisa sendiri-sendiri, misalnya kalo mama nya engga bisa nyuci piring paginya yaa mereka bagi tugas kalo pagi adeknya kalo sore mbaknya (“F” anak pertama) jadi ganti-gantian, mereka bisa bagi waktu dan bisa bantu mama nya juga. Waktu itu sih mereka masih SD, SMP sekolahnya.”101 Dalam mendidik anaknya, ibu “S” selalu mengajarkan untuk bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan menjaga kebersihan rumahnya. Orang tua “KK” juga tidak pernah menerapkan hukuman fisik jika anaknya melakukan kesalahan. Dari data diatas terlihat bahwa orang tua “KK” menerapkan pola pengasuhan otoritatif, dimana pengasuhan ini akan berdampak pada perilaku anak yakni anak akan sering ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya.
101
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
93
d) Jenis Pola Asuh “RMR” Pola pengasuhan yang dilakukan oleh ibu “SP” ternyata juga diterapkan oleh ibu “IM”. Usia “RMR” ketika ditinggal ibunya bekerja yakni 10 bulan, “RMR” juga mengalami speak delay sampai saat ini pun “RMR” belum bisa berbicara secara jelas. Ibu “IM” pernah melakukan hukuman fisik berupa cubitan jika “RMR” melakukan kesalahan, berikut penuturan ibu “IM”: “Hukuman paling cuma diteriakin aja. Pernah dulu nyubit sampe biru, terus abis saya cubit saya tuh kepikiran jadi sedih soalnya saya inget dulu pernah dicubit sama mamah saya itu sakit banget makanya saya sekarang engga pernah cubit dia lagi. Ada faktor capek juga sih karena saya kan kerja di Citi Bank dan capek bangget karena harus naik turun kereta api desel-deselan pas sampe rumah dia rewel jadi saya kesel rasanya pengen meledak makanya dulu saya suka cubit di bagian perut kebawah sama jewer kupingnya.”102 Interaksi antara ibu “IM” dan “RMR” memang hanya dilakukan ketika sehabis ibu pulang kerja dan ketika hari libur. Ketika ibu “IM” kelelahan tentu saja akan berdampak pada mood nya. Ibu akan mudah marah jika anaknya hanya melakukan kesalahan kecil, ketika ibu “IM” kehilangan kendalinya bisa dilihat akan mempengaruhi interaksi anak dengan orang tua. Menerapkan hukuman jika “RMR” melakukan kesalahan merupakan jenis pola pengasuhan otoritarian. Jenis pola asuh ini berdampak pada kemampuan komunikasi yang lemah dan takut bila bertemu orang baru.
102
Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016.
94
2) Status Ekonomi Orang Tua Keadaan sosio-ekonomi keluarga dengan perekonomian yang cukup, tentu dapat menguntungkan perkembangan anak. Anak akan memiliki
kesempatan
yang
luas
untuk
mengembangkan
kemampuannya jika ada alat-alatnya. Sebagian besar alasan ibu bekerja dipengaruhi karena keadaan ekonomi mereka yang kurang. Sehingga bekerja menjadi sebuah pilihan bagi ibu untuk membantu perekonomian keluarga. a) Status sosial ekonomi “BP” “BP” merupakan anak dengan status sosial ekonomi kelas menengah ke bawah, walaupun begitu secara finansial keluarga “BP” mencukupi karena kedua orang tuanya bekerja. Namun sampai saat ini “BP” tidak bisa membaca, ataupun menghitung, seperti yang diucapkan ibu “SP” sebagai berikut: “Dulu pernah TK di Al-Muawanah cuma setengah tahun, gak sampe lulus katanya bosen. Makanya saya juga bingung ini dia mau masuk SD. Belum bisa baca dan ngitung, kalo diajarin ngeyel anaknya.”103 Ibu “SP” pernah memasukkan “BP” ke taman kanak-kanak, namun baru satu semester “BP” sudah tidak mau sekolah karena bosan. Sampai saat ini pun “BP” tidak bisa membaca, menghitung, ataupun menulis. “BP” lebih suka bermain dengan temantemannya ditambah ibu “BP” yang tidak sabar dalam mengajari
103
Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
95
anaknya. Ibu “BP” juga kurang memantau pertumbuhan dan perkembangan “BP”. Berikut penuturan ibu “SP”: “Yaa pertumbuhannya begitu, saya kurang mantau sih (kurang memantau pertumbuhan anak). “BP” itu mbeling (artinya nakal dalam bahasa jawa).”104 Dari data di atas dapat diketahui bahwa ibu “SP” jarang memantau perkembangan anaknya. Ketika ibu “BP” memasukkan “BP” ke taman kanak-kanak ia merasa sudah memberikan yang terbaik bagi anaknya. Faktor lelah juga membuat ibu “SP” kurang memperhatikan anaknya dalam pelajaran, padahal seharusnya orang tua juga ikut berperan dalam mendidik anak-anak mereka. b) Status sosial ekonomi “AD” Keluarga “AD” tergolong dalam ekonomi kelas menengah kebawah. Ayah “AD” bekerja sebagai supir dan ibunya bekerja sebagai ART di Singapura. Terdapat nilai positif saat ibu memutuskan untuk bekerja, salah satunya dapat memberikan fasilitas yang lebih untuk anak mereka misalnya “AD” selepas pulang sekolah ia bersama adiknya mengikuti kegiatan mengaji dan les privat di dekat rumahnya, berikut penuturan “AD”: “Ikut kegiatan mengaji terus Ikut les juga di mba Indah dari senin-jumat kalo mau dari jam 3 sore, yang dulu mba Indah tinggal disini sekarang udah pindah tapi pindahnya juga engga jauh kok.”105
104
105
Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016. Wawancara dengan informan “AD” Cilandak, 1 Juni 2016.
96
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pemberian fasilitas penting untuk menunjang perkembangan anak. Seperti “AD” mengikuti les privat untuk membantunya dalam menyelesaikan PR yang tidak bisa ia jawab karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. c) Status sosial ekonomi “KK” “KK” merupakan anak terakhir dari 3 bersaudara. Keluarga “KK” tergolong dengan status ekonomi kelas menengah ke bawah. Faktor ekonomi merupakan alasan utama ibu memilih untuk bekerja. Berikut penuturan ibu “I”: “yaa kita kan kekurangan ekonomi, kalau seandainya tidak kerja terus gimana? Kan supaya bantu suami karena gaji suami tidak mencukupi. Lagian saya engga bisa diem dirumah sudah dari kecil saya udah bekerja.”106 Membantu meningkatkan perekonomian keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga merupakan hal yang ibu “I” prioritaskan. Baik ibu “I” ataupun suaminya jarang mendampingi anak-anak mereka ketika belajar, oleh karena itu jika ada tugas akademis biasanya “KK” meminta diajarkan oleh kakaknya “F”. d) Status sosial ekonomi “RMR” Orang tua “RMR” tergolong sebagai
keluarga dengan
status ekonomi kelas menengah atas. Ibu “IM” bahkan meyewa pengasuh dan memasukkan “RMR” ke TK di dekat apartemen tempat tinggalnya. Ayah “RMR” bekerja sebagai karyawan swasta
106
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
97
sedangkan ibu “IM” bekerja sebagai marketing asuransi di salah satu perusahaan di Jakarta. Akan tetapi ibu “IM” mengatakan sendiri kalau dirinya kurang membimbing anaknya ketika ia bekerja, seperti yang diucapkan oleh ibu “IM”. “Iya, sebenernya salah dari awal saya tidak membimbing anak saya di saat masa gold nya dia. Jadi dia dirawat sama mbak nya yang pendiem, yaa tugasnya dia hanya cuma ngasih makan aja dan jagain, jadi engga ada komunikasi apa-apa. Untuk saat ini anak saya masalahnya speak delay yaitu terlambat bicara.”107 Kurangnya keterlibatan orang tua dalam mendidik anaknya, bisa berdampak pada perkembangannya yang tidak wajar. Memang ketika ibu bekerja mereka bisa memberikan fasilitas-fasilitas yang lebih untuk anak, apalagi “RMR” memiliki masalah pada kesehatan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun ternyata ibu yang bekerja dengan tidak memperhatikan anak mereka justru akan berdampak pada perkembangannya. Bahkan ibu “IM” sampai membawanya ke tempat terapis karena selain terlambat bicara “RMR” memiliki gangguan pada motoriknya. Kurangnya interaksi dan komunikasi antara kedua orang tua dengan anak juga menjadi salah satu penyebab anak mengalami speak delay.
3. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Sosial Anak A. Budaya
107
Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016.
98
Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti pada bab 2 (h. 54). Berikut akan diuraikan hasil penelitian di lapangan: a) Kondisi Budaya “BP” Informan “BP” ketika ibu “SP” dan ayah “SM” bekerja “BP” diasuh oleh kakaknya “L”. “BP” dalam melakukan interaksi sosial tidak pernah ditemani oleh ibunya, namun ia mengalami penolakan oleh temantemannya karena sifat “BP” yang suka memukul.. Seperti yang diutarakan oleh ibu “SP”, berikut penuturannya: “Engga pernah minta ditemenin, paling kalo ngajak maen (pergi jalan-jalan) minta temenin gitu. Kalau dia ngajak main temennya terus temennya engga mau dia kadang suka pukul. Udah dibilangin jangan mukul tetep aja diulangin lagi.”108 Perilaku agresif “BP” seperti suka memukul merupakan dampak dari pola pengasuhan yang menerapkan hukuman fisik kepada anak ketika ibu bekerja. Perilaku “BP” yang suka memukul ternyata juga dilakukan Ibu “SP” dan kakaknya “L”, di mana mereka akan memukul “BP” jika melakukan suatu kesalahan. Sehingga ketika sedang bertengkar dengan temannya, “BP” akan memukul dan banyak teman sebayanya menolak untuk bermain dengannya. Hal ini berdampak pada perkembangan sosial “BP” di mana kurangnya interaksi sosial dengan teman sebaya. Hal ini berkaitan dengan aspek budaya karena anak meniru perilaku dan mencotohnya dari apa yang mereka terima di lingkungan sosialnya.
108
Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
99
b) Kondisi Budaya “AD” Begitupun dengan informan “AD”, ketika ibu “S” dan ayahnya “D” sibuk bekerja “AD” dan adiknya diasuh oleh tetangganya yang biasa dipanggil bule. Kakek, nenek, dan kerabat “AD” pun tinggal berjauhan, sehingga ibu “S” memilih untuk menitipkan anaknya kepada bule. Walaupun terpisah jarak yang cukup jauh dengan ibu “S” namun “AD” selalu melakukan komunikasi setiap hari baik untuk menanyakan kondisi maupun pelajaran. “AD” lebih dekat dengan adiknya “AF” di mana dalam kesehariannya ia akan menghabiskan waktu bersama adiknya. “AD” jarang menceritakan permasalahannya kepada anak yang lain sesekali ia bercerita kepada ibunya, namun jika ada masalah ia hanya berdo’a berharap agar masalah bisa teratasi. Seperti yang diucapkan oleh “AD”: “Paling sama mama aja (curhat), sama adek juga, sama bule kalo sama temen jarang. Kalo di sekolah main sendiri mulu, soalnya disono pikirannya tinggi terlalu dewasa. Jadi engga boleh main sama yang terlalu dewasa engga bagus.”109 “AD” menarik diri dari teman-teman sekolahnya di karenakan pola pikir temannya yang sudah dewasa dan membuatnya tidak nyaman, selain itu ia ingat akan pesan ibunya untuk selalu belajar dan mengurangi main. Begitupun dengan lingkungan rumahnya, “AD” jarang bermain dengan temannya sebaya di lingkungan tempat tinggalnya dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar. Di lingkungan tempat tinggalnya “AD” hanya bermain dengan adiknya “AF” dan teman dekatnya “L”. Budaya yang terkait dengan prilaku “AD” terjadi ketika ibu
109
Wawancara dengan informan “AD” Cilandak, 1 Juni 2016.
100
selalu menasihatinya untuk belajar agar memperoleh nilai akademis yang baik tanpa memperhatikan keadaan lingkungan sosial anak.
c) Kondisi Budaya “KK” “KK” ketika ditinggal ibunya bekerja ia diasuh oleh kedua kakaknya. Ayahnya “B” juga menjaganya ketika siang hari dan ketika ibu “I” sudah pulang bekerja pada sore harinya, ayah “B” akan pergi bekerja sebagai tukang ojek. “KK” paling dekat dengan kedua orang tuanya selain itu “KK” juga termasuk pribadi yang introvert, jarang menceritakan permasalahan pribadinya terhadap orang-orang terdekatnya. Walaupun memiliki kepribadian yang introvert dan tomboy, “KK” mampu bersosialisasi dengan baik. Berikut penuturan ibu “I” : “Aku juga bingung ya, kalo main sama anak perempuan atau anak laki yang segini-gini (anak kecil) harusnya kan malu yaa, dia engga malu sama bapak-bapak aja engga malu hahaha. Dia sama uwa adeng atau sama siapa aja nyambung aja kalo diajak ngobrol hahaha haduh, pokoknya dia tuh anak tomboy, engga merasa cewek banget ataupun cowok banget.”110 “KK” dalam melakukan interaksi sosial tidak pilih-pilih, ia akan menyapa terlebih dahulu kepada orang-orang yang lebih tua darinya. Perlu diketahui bahwa ketika usianya ± 3 tahun ia pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan tetangganya sendiri. Namun hal tersebut tidak
110
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
101
membuat “KK” menarik diri dari lingkungannya. Begitupun jika nilai-nilai budayanya dilanggar “KK” akan marah, berikut penuturan ibu “I”: “Pernah mba waktu itu lagi bulan puasa Ramadhan. Tetangga saya itu orangnya emang engga sopan makan di depan pintu pas orang pada puasa. Itu “KK” sampe pernah negor dia “Mba Yanti kalo orang lagi pada puasa jangan makan di depan dong engga sopan”. Memang tetangga saya itu berbeda agama, tapi kan kita harus saling menghormati toh.”111 Ketika nilai-nilai budaya yang diyakini “KK” dilanggar, ia cenderung bersikap emosional. Karena orang tua “KK” selalu mengajarkan untuk menghormati dan menghargai orang lain dalam situasi dan kondisi apapun. Dari data diatas diketahui bahwa budaya yang diterapkan oleh keluarga berpengaruh terhadap nilai yang diyakini anak. d) Kondisi Budaya “RMR” Berbeda halnya dengan “RMR” ketika ditinggal orangtuanya bekerja, ia diasuh oleh pengasuh “B”. Walaupun kakek dan nenek “RMR” berada di Jakarta namun kedua orang tua “RMR” memilih untuk menyewa pengasuh agar tidak merepotkan kedua orang tuanya. Sebelum “RMR” diasuh oleh pengasuh “B” ia terlebih dahulu diasuh oleh “P” yang merupakan sepupu dari ibu “IM”. Ketika diasuh oleh pengasuh pertamanya “RMR” jarang melakukan komunikasi karena pengasuhnya hanya memberikan makan dan memandikan anaknya sehingga sampai “RMR” berusia 4 tahun ia mengalami keterlambatan bicara. Padahal pemberian stimulus merupakan hal yang paling penting dalam tumbuh
111
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
102
kembang anak. “RMR” sendiri jarang dibiasakan melakukan interaksi dengan tetangga dilingkungan apartemennya, berikut penuturan ibu “IM” : “Engga juga, dia kalo main yaa main aja. Saya kan juga tinggalnya di apartemen, jadi anak jarang main keluar lebih banyak di dalem rumah. Juga disini ada kolam renang jadi komunikasi sama temen-temennya di kolam renang. Tiap sabtu sama minggu kalo saya ada di rumah, saya ajak dia”.112 “RMR”
lebih
banyak
menghabiskan
waktunya
di
dalam
apartemennya dan jarang berkomunikasi juga menyebabkan “RMR” mengalami speech delay. Jarang bersosialisasi sehingga ia takut untuk bertemu dengan orang baru. Seperti hasil observasi yang peneliti dapatkan: “RMR” merupakan anak yang takut bila bertemu orang baru. “RMR” takut dengan orang yang baru ditemuinya. Peneliti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkomunikasi, sehingga peneliti menggunakan metode bermain seperti main games di hp bersama dan menggambar bersama.” 113 Memang “RMR” membutuhkan penyesuaian terhadap orang baru sebelum melakukan interaksi karena “RMR” tidak seperti anak normal lainnya. Dari data diatas terlihat bahwa ketika orang tua tidak membiasakan anaknya untuk melakukan interaksi sosial membuat “RMR” takut terhadap orang baru dan mengalami keterlambatan bicara dimana akan mempengaruhi tumbuh kembang intelegensi nya.
B. Kelekatan
112 113
Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016. Hasil Observasi dari informan “RMR”
103
Tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan kepada anak tapi juga pada ibu. Bentuk tingkah laku lekat rasa aman pada ibu berupa sikap yang ingin mempertahankan kontak dengan anak dan memperlihatkan ketanggapan terhadap kebutuhan anak. seperti yang dijelaskan dalam bab 2 (h.56). Ketika ibu memilih untuk bekerja otomatis waktu untuk anak menjadi berkurang. Secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada hubungan kelekatan antara ibu dan anaknya. a) Kelekatan “BP” dengan Ibu “BP” ketika ditinggal ibunya bekerja waktu itu usianya masih 5 tahun, diasuh oleh kakaknya sendiri “L”. “BP” akan senang jika ibunya bekerja karena jika ibunya bekerja ia akan diberikan uang jajan sepuluh ribu rupiah dalam sehari bahkan bisa lebih. Jika tidak diberi uang sepuluh ribu maka ia akan mengamuk dan tidak memperbolehkan ibunya bekerja. dari sini terlihat kelekatan antara “BP” dan ibunya “SP” dimana ia menangis karena ditinggal ibunya bekerja. Namun dalam hasil observasi yang dilakukan peneliti, “BP” bersikap kasar dan tidak menuruti perkataan ibunya. Berikut hasil observasi peneliti: “Saat itu ibu “SP” yang sedang menjawab pertanyaan peneliti dan tiba-tiba langsung menarik “BP” dan menyuruhnya untuk tidak meminum teh gelas milik kakaknya “N” karena jika diminum kakaknya akan marah dan menangis. Lalu ibu “SP” mengeluarkan uang dan menyuruh “BP” untuk membeli sendiri minuman di warung. Pada saat itu sikap “BP” langsung berubah dan langsung berkata “diem!” kepada ibu “SP” dengan nada suara yang tinggi, dan tetap meminum teh gelas. Lalu “BP” berjalan keluar pintu dan ternyata ada kakaknya “N” di luar bersama teman-temannya, “N” yang melihat “BP” meminum teh gelas miliknya kesal sampai akhirnya mereka
104
bertengkar. Lalu “BP” berkata kasar kepada kakaknya “N” dengan mengucapkan “setan luh!” dan membanting pintu rumahnya”114 Dari data diatas dapat diketahui bahwa ibu “SP” selalu memberikan materi kepada anaknya “BP” agar menuruti perkataannya. Interaksi yang dilakukan ibu “SP” dengan “BP” biasanya terjadi ketika ibu sudah pulang bekerja. Berikut penuturan ibu “SP”: “Kalo waktu kerja paling abis saya pulang kerja sekitar jam tujuh malem. Dia mah anaknya begitu kalo saya ajak ngomong suka kabur-kaburan maunya maen aja, makanya kalo ngomong sama dia engga pernah lama.”115 Dari data diatas diketahui juga bahwa “BP” hanya menunjukkan sedikit kepedulian kepada ibunya jika ditinggal bekerja. Bahkan “BP” menghindar saat ibunya mencoba untuk mengajaknya berinteraksi, ia lebih suka melawan ibunya saat diberi nasihat. Ibu “SP” juga selalu memberikan materi untuk anaknya agar “BP” menuruti perkataannya. Selain itu Orang tua “BP” juga menerapkan pola pengasuhan otoritarian dimana mereka memberikan hukuman kepada anak dengan hukuman fisik sehingga “BP” berprilaku agresif Dari hasil temuan lapangan diatas dapat diketahui bahwa kelekatan antara ibu “SP” dan “BP” termasuk dalam tipe anak-anak dengan kelekatan insecure ambivalent yaitu anak-anak yang cemas dengan kepergian ibunya, anak akan menangis dengan keras, namun ketika bertemu kembali anak akan menolak ketika diajak untuk berinteraksi.
114
115
Hasil observasi peneliti dengan informan “BP” Wawancara ke 2 dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 21 September 2016.
105
b) Kelekatan “AD” dengan Ibu Berbeda dengan “BP” yang senang jika ibunya bekerja “AD” justru sedih karena tidak memiliki teman untuk diajak sharing dan bertukar pendapat. Ibu “S” sendiri memilih komunikasi sebagai cara untuk memberikan perhatiannya dan untuk menjaga hubungan dengan kedua anaknya selama bekerja di Singapura. Berikut hasil observasi peneliti: “Setelah melakukan wawancara “AD” dan peneliti samasama menonton tv serta belajar bersama mengerjakan PR dari sekolahnya. Sesekali “AD” mengetik di hp nya lalu peneliti bertanya “apakah kamu kesulitan dalam menjawab soal?” lalu “AD” menjawab “engga kok ini mama, soalnya tadi pagi mamah engga sempet telpon karena sibuk disana”.116 Saat ibunya bekerja “AD” pernah menangis bahkan sampai sekarang karena merasa rindu dengan ibunya “S”. Seperti yang diucapkan “AD” berikut ini: “Dulu awalnya sih iya nangis apalagi kalo pulangnya lama suka kangen. Tapi sekarang jarang sih karena udah biasa, paling kalo kangen sama mamah aja.”117 Jika “AD” atau “AF” menangis biasanya ibu “S” akan menjanjikannya pergi berenang jika liburan, namun karena sekarang ibu bekerja di Singapura dan hanya pulang setiap 3 bulan sekali jika rindu dengan ibu “S” baik “AD” ataupun adiknya hanya telponan dan video call lewat Line. Biasanya mereka akan mengobrol apa saja termasuk kegiatan dan aktivitas sehari-hari. Bahkan ketika ibu bekerja “AD” bersikap lebih mandiri berikut penuturan bule: 116 117
Hasil Observasi dengan informan AD Wawancara ke 2 dengan informan “AD”, Cilandak, 25 September 2016.
106
“AD anaknya lebih mandiri. Kalo lauknya kurang saya bilang ke dia terus dia bilang “yaudah lek biarin nanti saya aja yang goreng telor sendiri” jadi dia sama adiknya udah bisa masak telor sendiri. AD dan adiknya juga rajin bersihbersih rumah, pinter bagi tugasnya. Pernah AD dan AF bikin kue bolu, pertama kali dia bisa terus yang kedua kali bantat AD buat sendiri terus kalo berantakan juga diberesin, nanti aku yang nyuci.” Dari data diatas dapat diperoleh informasi bahwa ibu “S” dan “AD” memiliki kelekatan kuat yakni ketika ditinggal ibunya bekerja “AD” akan merasa sedih menangis jika merasa rindu dengan ibunya, namun kepergian ibunya bekerja justru membuat AD lebih mandiri. Begitupun dengan ibu “S” dimana tetap melakukan komunikasi dengaan anakanaknya melalui media sosial sebagai bentuk kepeduliaanya dan rasa kasih sayangnya kepada anak. c) Kelekatan “KK” dengan Ibu “KK” saat ibunya bekerja waktu itu usianya masih kecil ±3 tahun. Dalam proses wawancara terlihat kelekatan antara “KK” dan ibu “I” dimana mereka saling memberikan tanggapan dan tertawa satusama lain, mencium tangan ibunya dan “KK” selalu menuruti perkataan ibunya tanpa membantah. Berikut hasil observasi peneliti: “Ketika peneliti melakukan wawancara baik ibu “I” dan “KK” selalu tertawa satu sama lain. “KK” juga menuruti ibu “I” untuk sholat lalu belajar. “KK” pun mau mendengarkan ibu “I” tanpa membantahnya sampai akhirnya melakukan sholat, setelah sholat pun “KK” menghampiri ibunya untuk mencium tangannya dan mengambil bukunya untuk belajar”.118
118
Hasil observasi dengan informan “KK”
107
“KK” akan merasa senang jika ibunya bekerja ia juga jarang menangis sewaktu ditinggal ibunya bekerja. Walaupun terkadang ia merasa kangen jika sehari tidak bertemu. Seperti yang diucapkan “KK”: “Engga lah, kalo dulu waktu masih kecil iya tapi jarang. Saya sih seneng aja paling nih kalo mama kerja nanyain “kapan mama pulang?”. Kadang kangen aja sih sebenernya kalo sehari engga ada.”119 Saat ibu “I” bekerja ia selalu menyempatkan waktu untuk berkomunikasi dengan anaknya. Dengan menanyakan kondisi dan menunjukkan perhatiannya seperti sudah makan atau belum kepada anakanaknya. “KK” ketika ditinggal ibunya bekerja juga memiliki nilai kemandirian, segala sesuatu yang “KK” butuhkan dia bisa menyiapkannya sendiri. Dari data diatas diketahui bahwa kelekatan yang dimiliki oleh “KK” dan ibu “I” merupakan tipe kelekatan secure dimana anak merasa cemas dengan kepergian ibunya dan ketika ibu kembali
anak akan
membangun interaksi positif dengan ibu, tidak takut terhadap dan anak dengan kelekatan kuat memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk melakukan perilaku bermasalah. d) Kelekatan “RMR” dengan Ibu “RMR” ketika ditinggal ibunya bekerja waktu itu usianya masih 10 bulan. Menurut penuturan ibu “IM” anaknya “RMR” saat ditinggal bekerja ia tidak menangis, baik ibu dan “RMR” sendiri ketika melakukan interaksi saat ibu “IM” sudah pulang bekerja dengan bermain game atau
119
Wawancara ke 2 dengan informan “KK”, Cilandak, 25 September 2016.
108
menggambar. Quality time ibu “IM” dan “RMR” memang hanya pada hari Sabtu dan Minggu seperti mengajaknya pergi ke McD karena “RMR” sangat menyukai makanan junkfood. Selain dari hari itu “RMR” selalu menghabiskan waktu bersama pengasuhnya “B”. Dari sini terlihat bahwa ibu merasa bersalah dengan kepada anaknya karena terlalu sibuk dalam pekerjaannya. Ibu akan menuruti dan membelikan apa yang menjadi keinginan anaknya. “RMR” memang lebih dekat dengan pengasuhnya dibandingkan dengan kedua orangtuanya. Berikut penuturan pengasuh “B”: “RMR” sudah saya anggep saudara saya sendiri, deket banget kalo sama saya anaknya nurut kalo dibilangin. Mamahnya juga jarang nelpon kalo lagi kerja paling kalo “RMR” sakit aja mamahnya sering telepon. “Biah dede “R” lagi nagapain? Sakitnya gimana? Udah sembuh apa belom”. Jadi kalo lagi sehat mah jarang banget, tapi yaudah lah mungkin udah percaya sama saya. Pokoknya taunya semua udah beres aja udah makan kerjaan beres.”120 Kurangya komunikasi antara ibu “IM” dan “RMR” juga menjadi salah satu alasan anak menjadi lebih dekat dengan pengasuhnya dibandingkan dengan ibu “IM”. Kedekatan antara pengasuh “B” dan “RMR” bisa dilihat dari hasil observasi: “RMR” selalu mengajak pengasuhnya untuk bermain, bahkan beberapa kali “RMR” mencium dan memeluk pengasuhnya. Ketika sedang menonton tv, ibu “IM” pulang dari kantor lalu “RMR” mengatakan “mamah sudah pulang?” lalu ibu “IM” menjawab “iya mamah sudah pulang” lalu kemudian “RMR” melanjutkan nonton tv. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti “RMR” lebih dekat dengan pengasuhnya dibanding dengan ibu “IM”. Dimana selama peneliti disana 120
Wawancara ke 2 dengan pengasuh “B”, Cilandak, 24 September 2016.
109
“RMR” lebih banyak melakukan komunikasi dan berinteraksi dengan pengasuh “B” saat ibu “IM” sudah pulang bekerja”.121 Berdasarkan hasil temuan analisa di lapangan diketahui bahwa “RMR” lebih banyak melakukan interaksi dengan pengasuhnya “B” bahkan “RMR” berinisiatif menciumnya beberapa kali. Ketika orang tuanya berangkat bekerja “RMR” tidak pernah menangis. Dari informasi di atas dapat terlihat bahwa memang “RMR” lebih dekat dengan pengasuhnya “B” dibandingkan dengan kedua orangtuanya. “RMR” dan ibu “IM” memiliki tipe kelekatan insecure avoidant dimana anak hanya sedikit menunjukkan rasa kepeduliannya atas kepergian ibunya dan mengabaikan ajakan-ajakn ibu untuk berinteraksi.
4. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Spiritual Anak Aspek spiritual membantu dalam membedakan baik dan buruk ataupun benar dan salah. a) Kondisi Spiritual “BP” Seperti “BP” yang sampai saat ini belum dapat membedakan benar atau salah pada perilakunya ketika memukul teman-temannya dan malas untuk belajar. Orang tua “BP” juga jarang mengkomunikasikan agama, seperti halnya hanya menyerukan “BP” untuk sholat tetapi tidak pernah mencontohkan “BP” untuk sholat, seperti yang diucapkan oleh ibu “SP”: “Kalo magrib suruh ke musholla sholat. Kalo yang ngajarin sholat, wudhu biasanya “n” atau “l”.122
121 122
Hasil observasi pribadi, Cilandak, 19 Juli 2016. Wawancara dengan ibu “SP” dari orang tua “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016.
110
Misalnya sholat dan wudhu, “BP” mengetahuinya sendiri dengan melihat orang dan mengikuti kakanya “N” pergi ke musholla. “BP” juga tidak diajarkan bahwa puasa merupakan kewajiban seorang muslim menahan rasa haus dan lapar, disaat bulan ramadhan justru membuatnya mengabaikan ibadah puasa dengan alasan waktu berbuka lama.
b) Kondisi Spiritual “AD” Berbeda dengan “AD” yang merupakan anak yang rajin dalam beribadah, dimana ibu “S” sering mengajarkan dan mengingatkannya. Seperti yang dijelaskan oleh “AD”: “Mentaati perintah Allah aja, sholat dan ngaji itu harus, kalo mama suka ngingetin aja soalnya kalo ngajarin jauh. Kalo dulu sering (sebelum ibu bekerja di Singapura).”123 Bahkan sebelum berangkat sekolah “AD” dan adiknya sholat subuh bersama sebelum melakukan aktivitasnya. Ketika ada masalah pun “AD” tidak lupa untuk berdo’a agar masalahnya cepat teratasi. Itu berarti “AD” meyakini bahwa Allah SWT akan menolong dengan memberikan jalan keluar dari permasalahannya agar bisa teratasi. c) Kondisi Spiritual “KK” Sama seperti “AD”, “KK” juga merupakan anak yang rajin dalam melakukan ibadah. “KK” termasuk anak yang taat dalam beribadah, walaupun jarang untuk sholat berjamaah bersama keluarga namun “KK” tidak meninggalkan sholat. Berikut penuturan ibu “I” yang selalu mengingatkan untuk sholat: 123
Wawancara dengan informan “AD” Cilandak, 1 Juni 2016.
111
“Tiap hari ngingetin gitu, kalo subuh bangunin, zuhur dan ashar ngingetin gitu kalo lagi sholat, kan dia sekarang lagi engga nih (haid) makanya saya diemin aja karna saya tau. Saya sih ngga pernah ngasih tau tentang agama terlalu detail karna dia udah tau dari sekolahnya. Oh kalo dia ngeliatin orang sholat berarti kaya gini caranya, oh kalo orang Kristen begitu yaa kalo temen-temen pada sholat dia engga, jadi dia udah tau sendiri, oh kalo orang kristen dia tetep makan pas yang lain pada puasa. Kaya tetangga depan rumah di tegor sama dia “Mba Yanti orang lagi pada puasa malah makan di depan rumah itu namanya engga sopan.”
Dari hasil temuan analisa di lapangan diketahui bahwa ibu “I” mengajarkan anaknya dalam nilai-nilai spiritual. Ketika sibuk dalam bekerja ibu “I” masih menyempatkan dan mengingatkan anaknya untuk selalu sholat. “KK” juga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak seperti menegur tetangganya yang makan di depan pintu ketika orang sedang berpuasa, yang menurutnya tidak sopan. d) Kondisi Spiritual “RMR” Dalam
mengajarkan
nilai-nilai
spiritual
setiap
orang
tua
mengunakan cara yang berbeda. Misalnya ibu “IM” yang menjadikan dirinya sebagai role model untuk “RMR”. “Kalo untuk mengkomunikasikannya ke “RMR”, lebih banyak dicontohin kaya misalnya saya mau sholat ngajak dia, minimal diliatin jadi kita nya yang sebagai role model nya dia, ya biar dia tau juga sih. Dia juga udah bisa hafal do’a kayak mau makan baca do’a makan, sebelum tidur baca do’a tidur surah alfatihah dia udah bisa. Dia juga ikut ngaji di TPA engga jauh dari sini.”124
124
Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016.
112
Untuk “RMR” sendiri memang lebih cepat menangkap informasi melalui visual, sehingga baik ibu “IM” maupun pengasuhnya mba “B” selalu mengajak “RMR” untuk sholat dan mengaji bersama, dan “RMR” pun akan mengikutinya. Dari data hasil temuan diatas bahwa ibu “IM” dan pengasuhnya “B” sudah menerapkan aspek spiritual di dalam kehidupan sehari-hari.
B. Analisa Latar belakang ibu memilih bekerja yaitu untuk membantu perekonomian keluarga juga untuk mengembangkan kemampuannya. Namun jika orang tua sibuk bekerja tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak, cenderung dapat memberikan dampak
dalam aspek-aspek perkembangan
anak. Oleh karena itu, peneliti menggunakan biopsikososial spiritual serta beberapa teori kelekatan guna melihat bagaimana dampak ibu bekerja terhadap biopsikososial dan spiritual anak. Maka dari itu untuk melihat suatu gambaran anak dengan ibu bekerja, apakah ibu bekerja memberikan dampak terhadap biopsikososial dan spiritual anak, peneliti menggunakan teori yang dianggap relevan dimana dapat dilihat pada bab 2 (h.35-36). Berdasarkan data diatas, maka diperoleh analisis sebagai berikut: 1. Kondisi Biopsikososial a. Kondisi Biologis Berdasarkan hasil temuan lapangan, diketahui bahwa keempat anak yang menjadi subyek penelitian ketika ditinggal ibu bekerja cenderung mempengaruhi perkembangannya. Hal tersebut disebabkan karena
113
kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua akan tumbuh kembang anak mereka. Ditinjau dari aspek kesehatan bahwa tiga dari empat informan yang peneliti temui mengalami gangguan pada kesehatannya. Seperti yang dialami oleh “BP” sebelum ibu bekerja ia sudah mengalami kekkurangan gizi, sesudah ibu bekerja pertumbuhannya pun lambat (lihat bab 4, h. 78), “AD” ketika ibu bekerja sering mengalami pusing salah satu faktor yang menyebabkannya karena ketika ibu “S” bekerja di Singapura, “AD” merasa kesepian dan rindu dengan ibunya. Disaat ada masalah ia selalu menceritakannya kepada ibunya, disamping itu ia mendapat tekanan karena permasalahannya yang sedikit banyak mempengaruhi kesehatannya (lihat bab 4, h. 79) dan “RMR”saat ibunya bekerja ataupun tidak bekerja memang sudah sering sakit, ia bahkan memiliki riwayat penyakit paruparu basah. “RMR” juga memiliki riwayat penyakit asma dari ibunya. Bahkan ia juga mengalami gangguan kognitif yakni speak delay (lihat bab 4, h. 82).
b. Kondisi Psikologis Berdasarkan hasil temuan peneliti, aspek psikologis meliputi fasefase perkembangan anak, jenis-jenis pola pengasuhan, dan status ekonomi orang tua. 1) Fase-fase Perkembangan Anak Berdasarkan hasil temuan lapangan, anak yang ditinggal ibunya bekerja cenderung membawa pengaruh terhadap perkembangan anak. Seperti yang dialami oleh “BP”
114
diusianya yang menginjak usia 7 tahun ia belum mampu mengendalikan sifat emosionalnya dan karena itulah “BP” mengalami penolakan oleh teman sebayanya karena sifat emosionalnya dan selalu memukul (lihat bab 4, h. 83). Selain itu “BP” juga belum bisa membaca, menulis, ataupun berhitung padahal seharusnya pada usia “BP” saat ini anak dapat memecahkan masalahnya khususnya tugas-tugas akademis seperti dijelaskan oleh Erick Erikson pada bab 2 (hal. 45). Perkembangan yang dimiliki oleh setiap anak memang berbeda-beda. “AD” ketika ibunya sibuk bekerja dan tidak sempat untuk menelpon “AD” lebih memilih untuk mengisi waktu luangnya dengan belajar, sehingga ia hanya memiliki sedikit waktu untuk bermain dan tidak memiliki banyak teman ia merasa cukup memiliki teman “AF” dan “L” saja (lihat bab 4 hal. 84). “KK” mampu berkembang sesuai dengan tahap usianya dan menyadari perannya serta mampu menentukan masa depannya kelak (lihat bab 4 hal. 86). Berbeda dengan yang ketiga informan diatas “RMR” mengalami speak delay yang mempengaruhinya untuk berhubungan dengan teman sebaya. “RMR” juga pernah menjadi korban bullying oleh temannya, sehingga ketika merasa terancam atau ketakutan “RMR” lebih memilih untuk lari dan mengumpat. Kurangnya perhatian dan bimbingan dari kedua orang tua karena kesibukannya dalam bekerja serta kurangnya komunikasi menjadi pemicu utama dalam fase-fase perkembangan anak (lihat bab 4 h. 87).
115
2) Jenis Pola Pengasuhan Pola asuh ini sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Bagaimana anak terbentuk tentunya didapat dari pembiasaan-pembiasaan yang terjadi pada situasi rumah. Hal inilah yang terkadang mendasari anak untuk mengembangkan dirinya seperti yang dijelaskan pada bab 2 (h. 49). Berdasarkan hasil temuan lapangan orang tua dari “BP” dan “RMR” memilih menggunakan untuk menggunakan pola asuh otoritarian. Dampak dari pola pengasuhan ini yakni anak seringkali tidak bahagia, ketakutan minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah seperti yag dijelaskan pada bab 2 (h. 49). Hal ini saya seperti apa yang dialami oleh “RMR” dimana ia mengalami
speak
delay
sehingga
membuatnya
sulit
untuk
berkomunikasi dengan teman dan lingkungan sosialnya. Selain itu putra dari orang tua yang otoriter mungkin berprilaku agresif (Hart dkk,. 2003). Hal ini yang terjadi pada informan “BP” dimana kedua orang tuanya dan pengasuhnya memberikan hukuman fisik jika “BP” melakukan kesalahan, karena itulah akhirnya “BP” jika bermain dengan temannya suka berkelahi dan memukul yang membuatnya mengalami penolakan dari teman sebaya (lihat pada bab 4, h. 89). Kemudian orang tua dari “AD” dan “KK” memilih menggunakan pola pengasuhan otoritarian. Dampak dari pola pengasuhan otoritatif yakni anak akan sering ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri,
116
berorientasi pada prestasi, cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik. Hal ini yang terjadi pada informan “AD” tumbuh sebagai anak yang mandiri dan prestasi belajarnya pun juga baik serta tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dan mandiri walaupun ditinggal ibunya bekerja (lihat pada bab 4, h. 90). Begitupun dengan “KK” ia tumbuh sebagai anak yang mandiri dan bisa mengendalikan diri dimana “KK” bisa mengatasi stress dengan baik walaupun dulu saat usianya masih ± 3 tahun ia pernah mengalami kekerasan seksual. Mampu bersosialisasi dengan teman sebaya ataupun orang yang lebih tua darinya (lihat pada bab 4, h. 92). 3) Status Ekonomi Orang Tua Berdasarkan hasil temuan lapangan ternyata mayoritas ibu bekerja karena faktor ekonomi untuk membantu suami dalam mencari nafkah dalam mensejahterakan keluarga mereka. Dengan ibu bekerja otomatis anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dengan adanya fasilitas yang lebih. Namun sebaliknya jika orang tua tidak memperhatikan didikan anaknya, bisa jadi anak berkembang dengan tidak wajar seperti yang dijelaskan pada bab 2 (h. 51). “BP” misalnya sampai saat ini belum bisa membaca, menghitung ataupun menulis padahal ibu “SP” pernah memasukkannya ke TK. Faktor kelelahan membuat ibu “SP” kurang memperhatikan perkembangan anaknya dalam pelajaran,
117
tidak sabar dalam mengajarinya menjadi faktor penyebab lainnya (lihat bab 4, h. 94). Hal yang sama juga terjadi pada informan “KK” dimana orang tua selalu mendukung apa yang menjadi kemauannya untuk aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler padahal nilai-nilai akademisnya sangat kurang baik ditambah ia pernah tinggal kelas sebanyak dua kali. Ibu “I” pun jarang untuk mengajari anaknya dalam belajar begitu juga dengan ayahnya (lihat bab 4, h. 96). Berbeda dengan informan “RMR” yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah atas, saat ini “RMR” mengalami keterlambatan bicara karena kurangnya interaksi sosial dan jarang melakukan aktivitas komunikasi diantara keduanya padahal ibu “IM” sampai menyewa pengasuh dan memasukkan anaknya ke sekolah TK di dekat apartemennya (lihat bab 4, h. 96). Status ekonomi orang tua juga berdampak pada pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya, dimana ketika ibu bekerja dapat memberikan fasilitas yang lebih namun kurang membimbing dan cenderung mengabaikan anaknya maka bisa menimbulkan dampak negatif. c. Kondisi Sosial Pengalaman dari masing-masing anak ketika ditinggal ibunya bekerja memberikan dampak yang berbeda. Ditinjau dari aspek sosial
anak
bahwa
pengasuhan
alternatif
dan
budaya
juga
mempengaruhi perkembangan anak. seperti yang dijelaskan pada bab 2 (h. 53). Berdasarkan hasil temuan lapangan, ternyata masing-masing informan mengalami dampak yang berbeda-beda. Seperti yang dialami
118
oleh “BP” dimana prilakunya yang suka memukul “BP” jika melakukan kesalahan sehingga ketika sedang bertengkar “BP” akan memukul dan banyak teman sebayanya menolak untuk bermain dengannya. Hal ini berdampak pada perkembangan sosial “BP” dimana kurangnya interaksi sosial dengan teman sebaya (lihat pada bab 4, h. 98). “AD” dalam kesehariannya hanya bermain dengan adiknya “AF”, dan “L” teman dekatnya. Ia tumbuh menjadi anak
yang asosial dan lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk belajar karena ia ingat akan pesan ibunya ketika ibunya bekerja untuk lebih banyak belajar daripada bermain (lihat pada bab 4, h. 99). Dari kecil orang tua “KK” tidak memiliki pengasuh untuk mengawasi anak-anaknya ketika “KK” berusia 3 tahun ia pernah mengalami kekerasan seksual namun ia tidak menarik diri terhadap lingkungan sosialnya (lihat bab 4, h. 100). Hanya saja “KK” bersikap acuh terhadap permasalahan yang sedang dialaminya. Berbeda dengan “RMR” ketika ditinggal ibu bekerja usianya baru 10 bulan, dimana pengasuh pertamanya hanya memberikan makan dan minum tanpa mengajaknya berinteraksi sosial seperti jarang mengajak bicara atau jarang diberi stimulus sehingga anak mengalami keterlambatan biccara seperti yang dialami “RMR”. Ketika orang tuanya pulang bekerja pun “RMR” juga jarang melakukan komunikasi (lihat pada bab 4, h. 101). d. Kelekatan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kelekatan antara keempat informan dengan ibu mereka berbeda-beda. Seperti
119
yang sudah dijelaskan pada bab 2 (h.54). Hasil penelitian kepada masing-masing informan menunjukkan bahwa tiga dari empat informan tidak dekat dengan ibu mereka. “BP” termasuk dalam tipe anak-anak dengan kelekatan insecure ambivalent yaitu “BP” hanya menunjukkan sedikit kepedulian kepada ibunya jika ditinggal bekerja. Bahkan “BP” menghindar saat ibunya mencoba untuk mengajaknya berinteraksi, ia lebih suka melawan ibunya saat diberi nasihat. Ibu “SP” juga selalu memberikan materi untuk anaknya agar “BP” menuruti perkataannya. Selain itu Orang tua “BP” juga menerapkan pola pengasuhan otoritarian dimana mereka memberikan hukuman kepada anak dengan hukuman fisik sehingga “BP” berprilaku agresif (lihat bab 4, h. 103). “RMR” juga dengan tipe kelekatan insecure avoidant dimana ketika ditinggal orang tuanya bekerja ia tidak pernah menangis dan ketika ibunya kembali sewaktu ibu mengajak berkomunikasi justru “RMR” memilih untuk menggambar dan bermain game. “RMR” juga lebih dekat dengan pengasuhnya “B” dibanding dengan kedua orang tuanya (lihat bab 4, h. 107). Berbeda halnya dengan “AD” dan “KK” dimana ia memiliki kelekatan secure dengan ibunya “S”. ketika ibunya bekerja dan merasa rindu ia akan menangis, namun masih bisa mengembangkan hal-hal positif seperti kemandirian selain itu berkomunikasi dengan ibunya melalui telpon ia akan merasa senang (lihat bab 4, h. 106 dan 107). e. Kondisi Spiritual
120
Berdasarkan hasil temuan lapangan, ternyata anak yang ibunya bekerja cenderung menjadi anak yang religius. Seperti yang dirasakan oleh “AD” ketika ibunya bekerja di Singapura ia merasa kesulitan untuk menceritakan permasalahannya oleh karena itu “AD” hanya berdo’a ketika memiliki masalah. Ia meyakininya bahwa Allah SWT
akan
menolong
dengan
memberikan
jalan
keluar
dari
permasalahnnya agar bisa teratasi (lihat pada bab 4, h. 109). Hal serupa juga dirasakan oleh “KK” dimana ibu “I” selalu mengingatkannya untuk sholat walaupun ibu “I” sedang bekerja. “KK” sendiri rajin dalam melakukan ibadah, bahkan ketika tetangganya yang beragama Kristen makan di depan rumah disaat bulan ramadhan, ia tidak segan untuk menegurnya (lihat pada bab 4, h. 110). Begitupun dengan “RMR” baik ibu “IM” dan pengasuhnya “B” selalu menjadi role model untuk “RMR” karena ia lebih cepat menangkap informasi melalui visual. Saat pengasuh “B” akan melakukan sholat dan mengaji “RMR” akan mengikutinya dibelakang (lihat bab 4, h. 111). Ketika ibu sibuk bekerja tetapi mau meluangkan waktunya untuk sekedar mengingatkan anaknya untuk beribadah atau mengajarinya akan membantu anak dalam membedakan baik dan buruk ataupun benar dan salah berdasarkan pada pengalaman hidup masing-masing individu. Seperti yang dijelaskan pada bab 2 (h.54).
121
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengacu pada beberapa pertanyaan dalam rumusan masalah diatas yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Biopsikososial merupakan alat yang digunakan peneliti untuk melihat pengaruh ibu bekerja terhadap perkembangan anak, juga bagaimana hubungan kelekatan antara seorang anak dengan ibu yang bekerja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil temuan analisis dilapangan, diketahui bahwa keempat anak yang menjadi subyek penelitian ketika ditinggal ibu bekerja cenderung mempengaruhi perkembangannya. Ditinjau dari aspek kesehatan bahwa tiga dari empat informan yang peneliti temui mengalami gangguan kesehatan, seperti “BP” sebelum ibunya bekerja mengalami gizi buruk setelah ibunya bekerja pun pertumbuhannya lambat. “AD” yang tidak punya
teman
untuk
sharing
dan
lebih
memilih
menyimpan
permasalahannya sendiri karena ibu bekerja yang secara tidak langsung memberikan tekanan pada pikirannya yang menyebabkan dirinya sering mengalami pusing, “RMR” memiliki asma, dan paru-paru basah yang sering kambuh ketika ibunya bekerja. Jika ditinjau dari sisi psikologis bahwa keempat anak yang ditinggal ibunya bekerja cenderung memiliki kepribadian introvert dan memiliki masalah pada aspek emosionalnya, seperti jarang mengekspresikan perasaannya dalam permasalahan yang
122
dihadapinya, dan berperilaku agresif yang menyebabkan anak lepas kendali pada emosionalnya. Berkaitan dengan faktor psikososial anak, status ekonomi orang tua, lingkungan dan pola pengasuhan dapat mempengaruhi perkembangan anak. Hal ini sebenarnya juga berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan seperti pola asuh otoritatif akan membuat anak lebih mandiri, dan anak dengan pola asuh otoriter dapat membuat anak bersikap agresif yang dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Masing-masing informan mengalami dampak yang berbeda misalnya
yang mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan teman sebaya maupun lingkungan sosialnya. Dimana keempat informan ada yang mengalami penolakan oleh teman sebaya, menjadi anak yang asosial, bersikap acuh terhadap permasalahan yang sedang dialaminya, dan mengalami speak delay yang membuatnya sulit untuk berkomunikasi. 2. Hasil analisis ditinjau dari aspek kelekatan, yaitu bagaimana hubungan yang terjalin antara ibu dan keempat informan ketika ibu memilih untuk bekerja. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kelekatan antara keempat informan dengan ibu mereka berbeda-beda. Hasil penelitian kepada masing-masing informan menunjukkan bahwa dua dari empat informan tidak dekat dengan ibu mereka dan dua informan yang memiliki kelekatan secure dengan ibunya. Seperti “AD” dan “KK” dimana orangtuanya menerapkan pola pengasuhan otoritatif yang mendorong anak untuk berprilaku mandiri. Ibu ketika bekerja tetap memberika perhatian dan kasih sayangnya melalui media komunikasi kepada anak-anaknya,
123
sehingga anak merasa diperhatikan dan dapat menghargai serta menghormati ibunya. Mereka yang kurang lekat dengan ibunya justru lebih lekat dengan pengasuhnya dibanding ibunya. Misalnya pada “BP” dan “RMR” dimana orang tua menerapkan pola pengasuhan yang otoriter yang mendorong “BP” berprilaku agresif dan “RMR” yang takut bila bertemu orang baru. Serta tidak memiliki rasa aman terhadap ibu, seperti menghindar jika ibu mengajaknya berinteraksi sepulangnya bekerja ataupun marah saat akan diajak untuk berinteraksi.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja akan berdampak pada biopsikososial anak. Pola asuh sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana orang tua harus lebih selektif lagi dalam memilih pengasuh bagi anak selama orang tua bekerja. Adapun saran-saran yang akan peneliti sampaikan kepada orang tua khususnya ibu yang bekerja, dan para pembaca dengan harapan mampu memberikan informasi melalui penelitian ini. Adapun saran-saran yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Kepada ibu atau perempuan bekerja sebaiknya dalam mencari pengasuhan alternatif agar memperhatikan pengalaman dan keluwesan pengasuh dalam mendidik anak. Apalagi jika usia anak saat ditinggal kedua orang tua bekerja dibawah usia 5 tahun, yang merupakan masa golden age. Dimana anak membutuhkan perhatian yang lebih karena interaksi anak dengan
124
keluarga merupakan tahapan awal sebelum anak berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungan sosialnya. 2. Kepada seluruh orang tua khususnya bagi yang kedua orang tuanya bekerja, agar tidak menerapkan hukuman fisik atau memarahi anak ketika melakukan suatu kesalahan. Khususnya ketika anak mengajak orang tua melakukan komunikasi atau mengajak bermain, karena faktor kelelahan setelah bekerja akan membuat mood orang tua menjadi kurang baik dan melampiaskannya kepada anak mereka. 3. Selain itu pada penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian yang lebih luas lagi dalam cakupan wilayah dengan pekerjaan ibu yang bervariatif. Menggali pengasuhan alternatif dilihat dari aspek masyarakat multikultur dan hubungannya dengan pekerja sosial.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, cet. 7. Jakarta: Rajawali Pers, 1981. Suharto, Edi ed., Pekerja Sosial Klinis. Jakarta: Pustaka Societa, 2008. Friedman, Howard S dan Schustack , Miriam W. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006. Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Tugu Publisher, 2012. Herdiansyah, Haris. Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, cet. 3. Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1980.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak, cet. 6. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama Ismail, Asep U. Al-Qur’an dan Kesejahteraan Sosial. Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2012. Lestari, Sri. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga. Jakarta: Kencana, 2012.
125
126
Moleong, Dr. Lexy J. “Metodelogi Penelitian Kualitatif”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Mussen, Paul Henry. C, John janeway. dkk. Perkembangan Dan Kepribadian Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga. Roberts, Albert R. dan Green, Gilbert J. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009. Salam, Burhanuddin. Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Santrock, John W. Perkembangan Anak, Edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga, 2007.
Santrock, John W. Perkembangan Anak, Edisi ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
Santrock, John W. Perkembangan Anak, Edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga, 2007.
Santrock, John W. Remaja, Edisi kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
Santrock, John W. Perkembangan Masa Hidup, Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Santrock, John W. Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga, 2002. Sarwono, Sarlito W. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2014.
127
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Sarwono, Sarlito W dan Meinarno, Eko A. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Sarwono, Sarlito W. Psikologi Sosial.Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga, 1998. SCU, Munandar. Emansipasi Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis. Jakarta: Penerbit UI Press, 1983. UU no 23 tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Bandung: Fokus Media, 2014. Upton, Penny. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012. W.A, Gerungan. Psikologi Sosial, cet. 11. Bandung: Refika Aditama, 2000.
Media Online Surah At-Tahrim ayat 6”, artikel diakses pada 10 Februari 2016 dari http://tafsirq.com/66-at-tahrim/ayat-6 Data ketenagakerjaan sektor formal dan informal, artikel diakses pada 27 Januari 2016 dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---robangkok/--ilo-jakarta/documents/publication/wcms_329870.pdf.
128
Data ketenagakerjaan DKI Jakarta, artikel ini diakses pada 27 Januari 2016 dari http://www.jakarta.go.id/v2/news/2015/11/keadaan-ketenagakerjaan-didki-jakarta-agustus-2015#.VrzM4NJ97IV. Dampak anak pada ibu yang bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja. Pengaruh psikologi anak yang ibunya bekerja”, artikel ini diakses pada 4 Februari 2016
dari
http://www.maureenbabymart.com/sibuk-kerja-waspadai-
pengaruh-psikologi-anak-anda/. Rudy Tantra, “Work Hard or Work Smart”, artikel ini diakses pada 4 Mei 2016 dari
http://m.kompasiana.com/rudytantra88/work-hard-or-work
smart_552e37c06ea83473238b45b4 Teori-teori motivasi”, artikel ini diakses pada 29 Agustus 2016 dari http://new.edulab.co.id/teori-teori-motivasi/ Dampak anak pada ibu yang bekerja” artikel diakses pada 4 Februari 2016 dari http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/dampak-ibu-bekerja
SKRIPSI Achmad Damayanto, Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dengan Perkembangan Psikososial Anak Prasekolah Di Kelurahan Jatirahayu Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, 2013), h. 21.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 PEDOMAN WAWANCARA
Profil Informan 1. Nama
:
2. Tempat Tanggal Lahir
:
3. Usia
:
4. Jenis kelamin
:
5. Domisili
:
6. Agama
:
7. Suku
:
8. Hobby
:
9. Jumlah Saudara Kandung
:
10. Nama Ibu
:
11. Pekerjaan Ibu
:
12. Usia anak saat ditinggal bekerja : 13. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
:
IBU Aspek keluarga 1. Kenapa ibu memilih bekerja dibandingkan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak? 2. Ketika ibu bekerja, hal apa saja yang menimbulkan rasa kekhawatiran terhadap anak ibu dirumah? 3. Seberapa sering ibu meluangkan waktu bersama anak ibu? 4. Bagaimana respon keluarga ketika ibu memilih untuk bekerja? 5. Apakah ibu menggunakan jasa baby sitter untuk mengawasi anak ketika ibu bekerja? Aspek bio 1. Ketika anak ibu sakit dan ibu harus bekerja apa yang ibu lakukan? 2. Selama ibu bekerja bagaimana cara ibu untuk memantau pertumbuhan anak? Aspek psikologis 1. Ketika ibu bekerja apakah ibu merasa khawatir dengan anak dirumah? 2. Seberapa sering anak ibu pernah menceritakan permasalahan yang sedang ia hadapi? 3. Apakah anak ibu memiliki trauma khusus? 4. Dari apa yang ibu lihat adakah sikap kecurigaan dari anak ketika bertemu dengan orang baru?
Aspek sosial 1. Dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya apakah anak ibu meminta untuk ditemani? 2. Jika iya dan ibu harus bekerja, solusi apa yang biasanya ibu lakukan? 3. Bagaimana ibu melihat perkembangan anak dari bidang akademisnya? Aspek spiritual 1. Bagaimana cara ibu mengkomunikasikan pandangan agama terhadap anak? 2. Bagaimana cara ibu menerapkan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat untuk anak? Aspek kelekatan 1. Ketika ibu pergi meninggalkan rumah untuk bekerja, apakah anak akan menangis? 2. Bagaimana cara ibu menenangkan anaknya ketika sedang menangis? 3. Seberapa sering anak berinteraksi dengan ibu? 4. Ketika melakukan interaksi apakah anak akan menjawabnya atau menghindari ajakan ibu?
ANAK Aspek keluarga 1. Kegiatan apa saja yang kamu lakukan ketika ibu sedang bekerja? 2. Kamu paling dekat dengan siapa?
Aspek biologis 1. Semenjak ditinggal ibu bekerja, apa yang kamu rasakan terhadap kesehatan kamu? 2. Kamu punya penyakit khusus tidak? 3. Kalau kamu lagi sakit dan ibu kamu bekerja siapa yang merawat kamu?
Aspek psikologis 1. Disaat ibu bekerja dan kamu memiliki masalah. Biasanya kamu menceritakannya kepada siapa? 2. Bagaimana cara kamu menyelesaikan permasalahan yang sedang kamu alami? 3. Apa yang kamu rasakan ketika ibu sibuk dengan pekerjaannya dibandingkan dengan keluarganya? 4. Apakah kamu memiliki kecurigaan ketika bertemu dengan orang baru? 5. Kamu ingin tidak seperti ibu kamu ketika kamu dewasa nanti? 6. Jika iya, berikan alasannya?
Aspek sosial 1. Ketika kamu ingin bermain bersama teman, kamu pilih-pilih tidak? 2. Seberapa sering kamu minta ditemenin orang tua ketika kamu ingin melakukan interaksi dengan orang lain? 3. Adakah kesulitan yang kamu alami saat mengerjakan tugas-tugas sekolah? 4. Bagaimana cara kamu untuk bersosialisasi di lingkungan rumah, sosial, maupun lingkungan sosial?
5. Seberapa sering kamu melakukan komunikasi dengan saudara kandung dan teman sebaya?
Aspek spiritual 1. Pernah tidak kamu sholat bareng keluarga? 2. Hal-hal apa saja yang orang tua kamu ajari dalam hal keagamaan? 3. Kalau kamu sedang bermain bersama teman-teman dan ibu kamu bekerja, biasanya nasehat apa yang sering ibu berikan?
Aspek kelekatan 1. Kamu suka nangis engga kalo ditinggal ibu bekerja? 2. Kalo kamu suka nangis waktu ditinggal ibu kerja, biasanya apa yang ibu lakuin biar kamu engga nangis lagi? 3. Seberapa sering kamu ngobrol sama ibu kamu?
PENGASUH Aspek keluarga 1. Bagaimana anda melihat relasi anak dengan keluarganya? 2. Lalu menurut anda, si anak lebih cenderung dekat ke siapa? Mengapa?
Aspek bio 1. Adakah penyakit khusus yang diderita oleh anak? 2. Bagaimana cara anda merawat anak yang sedang sakit ketika ibunya bekerja?
3. Bagaimana anda melihat pertumbuhan anak sekarang ini?
Aspek psikologis 1. Seberapa sering anak menceritakan permasalahan yang sedang ia alami? 2. Adakah reaksi kecurigaan dari anak ketika bertemu dengan orang baru? 3. Siapa didalam keluarga yang menjadi panutan anak? 4. Bagaimana kondisi emosional anak ketika ibunya bekerja dan ketika ibunya berada dirumah? 5. Adakah trauma yang dimiliki oleh anak?
Aspek sosial 1. Ketika anak melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya apakah anak meminta untuk ditemani? 2. Seberapa sering anda membantu anak dalam mengerjakan tugas-tugas akademiknya? 3. Dari apa yang anda lihat bagaimana cara anak dalam bersosialisasi dengan keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sosialnya?
Aspek spiritual 1. Bagaimana cara anda menerapkan nilai-nilai sosial kepada anak ketika ibunya bekerja? 2. Adakah nasehat yang anda berikan untuk anak?
Aspek kelekatan 1. Seperti apa kedekatan yang terjalin antara anak dan anda? 2. Lalu seperti apa kedekatan yang terjalin antara anak dan ibu? 3. Bagaimana anak berinteraksi dengan keluarga, teman sebaya dan lingkungan sosialnya?
Pedoman Observasi
1. Untuk melihat bagaimana respon ketika menjawab pertanyaan (ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan gerak tubuh tertentu) 2. Untuk melihat bagaimana emosi yang informan rasakan saat menceritakan masalahnya. 3. Untuk melihat bagaimana cara berpenampilan informan. 4. Untuk melihat bagaimana cara informan berinteraksi di lingkungannya. 5. Keluarga a. Lingkungan fisik tempat tinggal informan b. Hubungan informan dengan orang tua dan anggota keluarga lain c. Kegiatan dan prilaku informan di dalam rumah. 6. Lingkungan Sosial a. Hubungan informan dengan teman sebaya dan orang-orang disekitar rumah b. Hubungan informan dengan teman-teman di sekolah.
Lampiran 4 PEDOMAN WAWANCARA
Profil Informan 1 14. Nama
: BP
15. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 27 Juli 2009
16. Usia
: 7 tahun
17. Jenis kelamin
: Laki-laki
18. Domisili
: Cilandak Barat, Jakarta Selatan
19. Agama
: Islam
20. Suku
: Jawa
21. Hobby
: Bermain sepeda
22. Jumlah Saudara Kandung
: Anak ke 5 dari 5 bersaudara
23. Nama Ibu
: SP
24. Pekerjaan Ibu
: Asisten Rumah Tangga dan Penyalur pembantu
25. Usia anak saat ibu bekerja
: 4 tahun
26. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
: 2 tahun
IBU “SP” Aspek Keluarga No 1
Peneliti Kenapa
ibu
memilih
Informan bekerja Alasannya
yaa
karena
kurang
dibandingkan menjadi ibu rumah mencukupi kalau hanya mengandalkan tangga dan mengurus anak?
gaji suami. Itu juga hanya 2 tahun bekerja di rumah ibu peni setelah itu saya keluar karena “BP” sudah mau masuk sekolah.
2
Ketika ibu bekerja, hal apa saja Yaa takut jatuh, takut mainnya jauhyang
menimbulkan
rasa jauh.
kekhawatiran terhadap anak ibu dirumah? 3
Seberapa sering ibu meluangkan Paling kalo abis pulang kerja doang, waktu bersama anak ibu?
malem sepulang kerja. Saya kerja dari jam 07.00 wib sampai jam 19.00 wib. Setiap hari masuk kerja gak ada libur.
4
Bagaimana respon keluarga ketika Yaa biasa aja gak ada yang marah, ibu memilih untuk bekerja?
malah suami saya nyuruh kerja. “I” juga kerjaannya cuma buruh doang.
5
Apakah ibu menggunakan jasa
Saya engga pake pengasuh, waktu itu
baby sitter untuk mengawasi anak
ada “L” (kakak ke 3) kan dia waktu
ketika ibu bekerja?
itu belom nikah. Kalo dia kerja yaa paling si “N” (anak ke 4) yang jaga si “BP” itu juga kalo dia gak main sama temen-temennya. Aspek bio
6
Ketika anak ibu sakit dan ibu harus Yaa dikasih obat warung, kalo engga bekerja apa yang ibu lakukan?
sembuh dibawa ke dokter paling sih ke puskesmas kan dapet KJS, kalo udah sembuh saya berangkat kerja lagi.
Kalo “BP” ngeluh pusing saya pakein koyo. 7
Selama ibu bekerja bagaimana cara Yaa pertumbuhannya begitu, saya ibu untuk memantau pertumbuhan kurang mantau sih (kurang memantau anak?
pertumbuhan anak). “BP” itu mbeling (artinya nakal dalam bahasa jawa).
8
Lalu
siapa
yang
akan Yaa “L” yang bawa kan soalnya saya
membawanya ke Posyandu?
kerja. Setiap bulan sih ada posyandu disini, pokoknya yang tahu tentang pertumbuhannya si “L”. Dulu waktu masih kecil dia emang pernah masuk gizi kurang, setiap bulan dapet susu dari kelurahan. Aspek Psiko
9
Ketika ibu bekerja apakah ibu Ya pasti khawatir, takut ada kejadian merasa
khawatir
dengan
anak apa-apa
dirumah? 10
Seberapa sering anak ibu pernah Dia “BP” mah sering cerita, paling menceritakan permasalahan yang ngeluh capek kalo main sepeda. Kalo sedang ia hadapi?
lagi berantem suka cerita, kaya cerita dipukulin sama temennya.
11
Apakah anak ibu memiliki trauma Engga punya trauma parah, kemarin khusus?
aja tangannya patah gara-gara main bola. “BP” jadi takut main bola lagi, jadi waktu itu dia jatuh sama temennya waktu main bola dilapangan.
12
Dari apa yang ibu lihat adakah Engga pernah dia mah, malah “BP” itu sikap kecurigaan dari anak ketika anaknya pecicilan. Yaa kalo ketemu bertemu dengan orang baru?
orang baru agak malu dikit tapi “BP” lama-lama anaknya pecicilan.
13
Hukuman apa yang biasa ibu Yaa dipukulin sama saya, paling saya berikan
pada
anak
jika
ia cuma pukul dibagian paha aja. “bp”
melakukan kesalahan?
nangis
tapi
nanti
diulangin
lagi
namanya juga anak dableg. Paling sering ngamuk kalo dikasih uang jajannya kurang dari Rp. 10.000, apa aja dibanting sama “bp” kalo lagi nangis. Aspek Sosial 14
Dalam melakukan interaksi sosial Engga pernah minta ditemenin, paling dengan
lingkungannya
apakah kalo ngajak maen (pergi jalan-jalan)
anak ibu meminta untuk ditemani?
minta temenin gitu. Kalau dia ngajak main temennya terus temennya engga mau dia kadang suka pukul. Udah dibilangin jangan mukul tetep aja diulangin lagi.
15
Bagaimana
ibu
melihat Dulu pernah TK di Al-Muawanah
perkembangan anak dari bidang cuma setengah tahun, gak sampe lulus akademisnya?
katanya bosen. Makanya saya juga bingung ini dia mau masuk SD. Belum bisa baca dan ngitung, kalo diajarin ngeyel anaknya.
16
Bagaimana
cara
mengkomunikasikan agama terhadap anak? 17
ibu Kalo magrib suruh ke musholla sholat. pandangan Kalo yang ngajarin sholat, wudhu biasanya “n” atau “l”.
Bagaimana cara ibu menerapkan Saya suka ajarin kalo sama orang nilai-nilai sosial yang ada di jangan songong, dia mah dablek kalo masyarakat untuk anak?
dibilangin begitu diulangin lagi. Aspek kelekatan
18
Ketika ibu pergi meninggalkan “BP” itu kalo saya kerja malah seneng rumah untuk bekerja, apakah anak bisa maen seharian. Dia nangis kalo akan menangis?
saya engga ninggalin uang jajan aja, kalo ditinggalin duit dua rebu aja ngamuk maunya sepuluh rebu. Kalo
saya engga kasih saya engga boleh kerja ngamuk dia pengen ikut saya kerja. 19
Bagaimana cara ibu menenangkan Ya saya omelin aja abisnya jengkel anaknya ketika sedang menangis?
saya kadang sama dia engga mau dikasih dua rebu. Tapi kalo saya engga kasih dia ngamuk terus saya engga boleh kerja, yaudahlah saya kasih aja sepuluh rebu tapi saya kasihnya ke “L” biar engga cepet abis duitnya dijajanin.
20
Seberapa sering anak berinteraksi Kalo waktu kerja paling abis saya dengan ibu?
pulang kerja sekitar jam tujuh malem. Dia mah anaknya begitu kalo saya ajak ngomong suka kabur-kaburan maunya maen aja, makanya kalo ngomong sama dia engga pernah lama.
21
Ketika melakukan interaksi apakah Dia itu kalo saya tanya mau jawab, anak
akan
menjawabnya
menghindari ajakan ibu?
atau tapi ya gitu cengengesan anaknya. Kalo udah pulang kerja paling ngajak dia belajar tapi dia malah ngelawan enggak mau belajar, saya sampe capek bilanginnya.
PENGASUH “L” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Seperti apa kedekatan yang terjalin Deket, antara anda dan anak?
anaknya
nurut
kalo
saya
bilangin kalo udah waktunya makan dia makan, waktunya mandi dia
mandi. Tapi emang dia anaknya susah dilarang-larang, kalo udah maunya begitu ya begitu kalo engga diturutin dia ngamuk. 2
Lalu menurut anda, si anak lebih
Lebih deket ke emaknya dia. Jarang cerita ke saya dia mah, lagian saya
cenderung dekat ke siapa?
juga kalo nanya abis main dari mana. Apalagi kalo sama bapaknya jarang ngobrol. Aspek Bio 3
Adakah penyakit khusus yang Engga ada sakit serius diderita oleh anak?
4
Bagaimana cara anda merawat Beli obat warung aja kaya bodrex anak yang sedang sakit ketika anak, kalo dia pusing pakein koyo dan ibunya bekerja?
kalo engga sembuh juga ya saya bawa ke puskesmas nanti dikasih obat sama dokternya.
5
Bagaimana
anda
melihat Ya gimana yak, anaknya tumbuhnya
pertumbuhan anak sekarang ini?
termasuk lambat, timbangannya gak naek-naek, badannya kecil. Dulu juga jarang dibawa ke posyandu. Tapi dia makan apa aja mau, dulu pernah nimbang sekali cuma sembilan kilo kurang gizi. Suka dikasih susu dari posyandu biar berat badannya naik.
Aspek Psiko 6
Seberapa sering anak menceritakan Engga pernah cerita dia, ya paling
permasalahan
yang
sedang
ia cerita ke emaknya.
alami? 7
Adakah reaksi kecurigaan dari Ya gimana yaa, dia mah anaknya anak ketika bertemu dengan orang langsung kenal, engga ada takutnya baru?
8
Bagaimana
sama orang dia mah. kondisi
emosional Marahnya lebih sering kalo emaknya
anak ketika ibunya bekerja dan berangkat kerja harus dikasih uang ketika ibunya berada di rumah?
jajan. Ya nangis, ngambek kalo engga dikasih duit nah kalo dikasih mah anteng. Dia jajan sehari bisa lebih dari 20 ribu itu kalo sama saya, engga tau kalo sekarang mah. Dia juga anaknya emang sering berantem sama “M” atau “R” yang paling sering. Dia kalo marah kata-katanya kasar apa aja disebut kaya anjing lah babi lah.
9
Oh seperti itu yaa mba, lalu apa Saya tarik aja bawa pulang, saya reaksi mba ketika “BP” bersikap omelin engga dibolehin maen lagi. Dia seperti itu?
begitu juga pengaruh dari lingkungan, temennya dia juga kalo ngomong begitu jadi dia ngikutin. Tetangga sebelah rumah saya kalo lagi marah juga kata-katanya kasar, kalo rumah begini otomatis kedengeran mungkin dia denger juga kali jadinya ngikutin ngomong kasar. Saya sama emaknya kalo lagi marahin dia engga pernah ngomong kasar, paling cuma mukul.
10
Adakah trauma yang dimiliki oleh Engga anak?
punya,
digebukin
sama
emaknya aja engga kapok-kapok. Itu
waktu saya yang jagain, kalo sekarang engga tau kan saya juga udah pindah ikut suami, emaknya juga udah berenti kerja karena dia udah mau masuk SD juga. 11
Biasanya BP kalo digebukinnya Kalo jajannya udah berlebihan, kalo karena apa?
dia ngamuk misalnya kemauannya dia engga diturutin. Saya juga sering mukul, abisnya dia sukanya jajan layangan terus waktu musimnya anakanak maen layangan.
12
Bagian tubuh “BP” yang mana Paling ini (menunjuk ke tangan), sama biasanya mba pukul?
ini (menunjuk ke paha). Tapi dia anaknya nakal engga kapok, besok dia ulangin lagi. Aspek Sosial
13
Ketika anak melakukan interaksi Engga, main sendiri dia. Pernah waktu sosial
dengan
apakah
anak
lingkungannya itu temennya nangis dipukul sama dia, meminta
ditemani?
untuk gara-gara waktu diajak maen bareng temennya nolak engga mau maen bareng.
14
Seberapa sering anda membantu Waktu TK dia udah engga sama saya, anak dalam mengerjakan tugas- sama emaknya. Saya juga jarang tugas akademiknya?
ngajarin, dia maunya maen terus males kalo suruh belajar.
15
Dari
apa
bagaimana bersosialisasi
yang cara
anda anak
dengan
lihat Dia mah anaknya gampang akrab dalam sebenernya kalo sama orang, engga
keluarga, ada takutnya kalo sama orang. Maen
teman sebaya, dan lingkungan kalo engga ada temennya juga maen
sosialnya?
sendiri, kalo ngomong sama orang tua juga pake kata saya baru kalo sama temennya lo gua. Aspek Spiritual
16
Bagaimana cara anda menerapkan Ya diajarin jangan suka songog sama nilai-nilai
sosial
kepada
anak yang tua, jangan suka ngelawan sama
ketika ibunya bekerja?
orang tua. Ya tapi mah dia begitu lagi begitu lagi.
17
Lalu
bagaimana
cara
mba Dia tau sendiri ngeliatin orang, kalo
mengajarkan nilai-nilai agama?
magrib suka ikut “N” kakaknya ke musholla. Jarang sholat juga dia, kemaren aja dia engga belajar puasa katanya bukanya lama banget.
Aspek Kelekatan 18
Seperti apa kedekatan yang terjalin Saya sama dia kan adek kakak, jarak antara anak dan anda?
usia juga jauh waktu dulu saya ikut budeh sampe lulus SMK baru saya balik kesini. Ya deket nya kaya sodara lah pasti.
AYAH “I” No 1
Peneliti
Informan
Bagaimana pendapat anda sebagai Yang pasti untuk ngurus anak-anak ayah mengenai tugas atau peran sama
ngurus
rumah.
Mulai
dari
perempuan ketika sudah berumah sekolahnya anak-anak sampe masak tangga?
dan bersih-bersih rumah.
2
Bagaimana
pendapat
ayah Istri kerja kemauan dia sendiri, kita
mengenai istri yang bekerja selain engga pernah maksa kalo dia mau kerja mengurus rumah tangga?
ya kita dukung. Dia kan juga untuk bantu saya karna gaji saya yang kurang mencukupi.
3
Menurut ayah, haruskah seorang Kerja engga harus, kalo istri mau kerja ibu bekerja daripada mengurus saya dukung kalo engga juga engga anak di rumah?
4
apa-apa kita engga maksa.
Adakah konflik yang terjadi ketika Engga ada sampai sekarang, kalo ibu bekerja?
konflik itu biasa lah engga melulu karena istri saya kerja.
5
Bagaimana pendapat ayah jika ibu Ya engga apa-apa, cukup lah gaji saya tidak bekerja dan hanya mengurus untuk makan sehari-hari dan bayar anak di rumah?
kontrakan. Kalo sekolah udah gratis paling kalo untuk uang jajan anak-anak dan untuk istri aja saya engga bisa kasih banyak. Karena gaji saya yang paspasan.
6
Lalu menurut ayah bagaimana Dia “BP” anaknya engga bisa diem, perkembangan anak saat ini?
tapi semenjak sekolah mendingan udah bisa baca dikit-dikit.
7
Seberapa sering ayah meluangkan Ya paling kalo hari libur, biasanya saya waktu bersama anak?
ajak jalan-jalan sebulan sekali pergi ke tempat saudara.
8
Seberapa
sering
anak Ya kaga pernah, paling dia cerita ke
menceritakan permasalahan yang mamanya dia lebih deket ke mamanya. dihadapinya kepada ayah?
PEDOMAN WAWANCARA
Profil Informan 27. Nama
: AD
28. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 15 Desember 2004
29. Usia
: 12 tahun
30. Jenis kelamin
: Perempuan
31. Domisili
: Jakarta
32. Agama
: Islam
33. Suku
: Lampung-Jawa
34. Hobby
: Berenang
35. Jumlah Saudara Kandung
: Anak pertama dari 2 bersaudara
36. Nama Ibu
:S
37. Pekerjaan Ibu
: ART di Singapura
38. Usia anak saat ditinggal bekerja : 9 tahun 39. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
: 2 tahun (setiap 3 bulan sekali pulang ke Jakarta)
ANAK “AD” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Kegiatan apa saja yang kamu Beresin rumah, belajar, udah sih itu aja lakukan ketika ibu sedang bekerja?
2
Kamu paling dekat dengan siapa?
Di keluarga saya deket sama adek saya, soalnya yang lain pada kerja orang tuanya. Sering cerita sama adek hmm semuanya kalo sama adek seperti main, beresin rumah, mengerjakan tugas sekolah, mengaji, sholat, kalo sama bule pernah cerita tapi jarang soalnya sibuk.
Aspek bio 3
Semenjak ditinggal ibu bekerja, apa yang kamu rasakan terhadap
Selama mamah kerja di sana, kalo ada masalah engga pernah cerita paling kalo mamah engga sibuk ceritanya
kesehatan kamu?
lewat telpon. Kadang kepikiran terus pusing, kalo lagi pusing jarang bilang, diem aja biar engga ngerepotin. Jarang minum obat warung paling cuma minum
aja,
kata
bule
jangan
sembarang minum obat enggak boleh. 4
5
Kamu punya penyakit khusus
Engga ada penyakit khusus. Paling
tidak?
kalo sakit hanya pusing doang.
Kalau kamu lagi sakit dan ibu Bule yang ngerawat, biasanya dibawa kamu bekerja siapa yang merawat ke dokter sama ayah kadang-kadang kamu?
soalnya sibuk kerja jarang libur. Ayah kerja jadi supir pribadi pulang nya malem kalo berangkat pagi jam 7 atau
jam 8.
Aspek Psiko 6
Disaat ibu bekerja dan kamu
Engga pernah cerita ke siapa-siapa.
memiliki masalah. Biasanya kamu
Ceritanya ke mamah lewat telepon, engga ke adek dia belom ngerti.
menceritakannya kepada siapa?
Tentang
“AF”
belajarnya
kurang,
tentang belajar sama kesehatan aja. Engga pernah cerita soal temen kan engga ada yang tau. Kalo tentang belajar biasanya tentang nilai atau ada yang engga tau (ada soal yang tidak dimengerti). 7
Bagaimana
cara
kamu Do’a aja udah, udah nanti engga ada
menyelesaikan permasalahan yang masalah lagi. Kalo pr ada yang engga sedang kamu alami?
tau belajar sendiri cari di buku lain atau google.
8
Kegiatan apa yang sering kamu Ikut kegiatan mengaji terus Ikut les lakukan setelah pulang sekolah dan juga di mba Indah dari senin-jumat ketika ibu bekerja?
kalo mau dari jam 3 sore, yang dulu mba Indah tinggal disini sekarang udah pindah tapi pindahnya juga engga jauh kok.
9
Apa yang kamu rasakan ketika ibu Kurang diperhatiin gara-gara sibuk sibuk
dengan
pekerjaannya mamanya, mama pulang soalnya 3
dibandingkan dengan keluarganya? bulan sekali paling lama 4 hari kalo dirumah. Sedih, engga ada yang buat ngobrol (temen ngobrol) itu aja sih. Kadang-kadang nangis, kadang nangis bareng sama adik. Udah 2 tahun mama kerja di Singapura, tapi suka bbman sama line setiap hari buat ngobrol.
Biasanya mama nanya “lagi ngapain?” Terus “udah makan apa belom?”, nanya kondisi doang. 10
Apakah kamu memiliki kecurigaan Pernah tapi engga sering, kaya waktu ketika bertemu dengan orang baru? kemaren ada orang nanya tentang sekolah tapi nanyanya berlebihan di depan sekolah. Bapak-bapak yang nanya kaya nanyain rumahnya dimana gitu, tapi aku lari aja engga aku jawab.
11
Kamu ingin tidak seperti ibu kamu
Mau tapi kalo kerja gak mau kaya
ketika kamu dewasa nanti?
mama, idola aku mama karena baik dan mengorbankannya untuk keluarga. Dalam berkerja senin-minggu engga pernah stop. Aspek Sosial
12
Ketika kamu ingin bermain
Engga,
main
sama
siapa
aja.
bersama teman, kamu pilih-pilih
Temennya paling dekat cuma “D”
tidak?
doang. Kalo main juga jarang soalnya engga boleh terlalu banyak main, mamah yang bilang “jangan terlalu banyak main, banyakin belajar”.
13
Seberapa
sering
kamu
minta Engga pernah jarang, aku udah lupa
ditemenin orang tua ketika kamu udah lama, tapi sekarang engga. ingin melakukan interaksi dengan orang lain? 14
Adakah kesulitan yang kamu alami Ada, buat saat
mengerjakan
tugas-tugas (Ulangan
sekolah?
belajar, nyiapin Kenaikan
Kelas),
UKK PR
(Pekerjaan Rumah) semuanya ngerjain sendiri soalnya.
15
Bagaimana
cara
kamu
untuk Jarang ngobrol sama nyapa tetangga,
bersosialisasi di lingkungan rumah, aku engga suka aja (tidak suka ngobrol sosial, maupun lingkungan sosial?
sama tetangga) lebih banyak di rumah.
Ngomongin yang baik-baik aja kalo sama temen, engga ngomongin orang sih. 16
Seberapa sering kamu melakukan Paling sama mama aja (curhat), sama komunikasi
dengan
saudara adek juga, sama bule kalo sama temen
kandung dan teman sebaya?
jarang. Kalo di sekolah main sendiri mulu, soalnya disono pikirannya tinggi (temannya sudah bertingkah dewasa) terlalu dewasa. Jadi engga boleh main sama yang terlalu dewasa engga bagus.
Aspek spiritual 17
Pernah tidak kamu sholat bareng
Pernah, ehmm sekarang sih jarang terlalu sibuk kerja orang tuanya paling
keluarga?
sama adek doang. 18
Hal-hal apa saja yang orang tua kamu ajari dalam hal keagamaan?
Mentaati perintah Allah aja, sholat dan ngaji itu harus, kalo mama suka ngingetin aja soalnya kalo ngajarin jauh. Kalo dulu sering (sebelum ibu bekerja di Singapura).
19
Kalau
kamu
sedang
bermain Engga boleh main terlalu lama, harus
bersama teman-teman dan ibu belajar yang giat, rajin sholat dan kamu bekerja, biasanya nasehat mengaji. apa yang sering ibu berikan? Aspek Kelekatan 20
Kamu suka nangis engga kalo ditinggal ibu bekerja?
Dulu awalnya sih iya nangis apalagi kalo pulangnya lama suka kangen. Tapi sekarang jarang sih karena udah biasa, paling kalo kangen sama mamah aja.
21
Kalo kamu suka nangis waktu ditinggal ibu kerja, biasanya apa
Waktu masih kerja disini biasanya kalo nangis mamah janjiin berenang kalo libur nanti. Karena kerjanya udah jauh
yang ibu lakuin biar kamu engga
jadi yaa telponan pake line aja terus kalo
nangis lagi?
lagi
pulang
kita
jalan-jalan
bareng. 22
Seberapa sering kamu ngobrol
Dulu
sering
ngobrolin
apa
aja.
Sekarang jarang ngobrol juga soalnya
sama ibu kamu?
sekarang mamah lagi sibuk udah beberapa hari engga telpon.
PENGASUH “bule” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Seperti apa kedekatan yang terjalin Baik sih yaa, mereka juga sering antara ibu “S” dan anak?
komunikasi dengan ibunya setiap pagi setiap hari cuma emang mingguminggu ini jarang karena mungkin ibunya
disana
lagi
sibuk.
Sama
keluarganya pun juga baik-baik aja engga ada konflik ataupun masalah. 2
Lalu menurut anda, si anak lebih cenderung dekat ke siapa?
Dia itu (AD) deket sama adeknya selama mamanya kerja disana, kalo temen di rumah deketnya cuma sama
Mengapa?
“L”.
Sampe
kadang-kadang
“L”
nginep di rumahnya. Aspek Bio 3
Adakah penyakit khusus yang Tidak ada, paling hanya radang, pusing diderita oleh anak?
kalau adeknya sakit-sakitan dulu tapi engga parah paling sering masuk angin gitu aja palingan.
4
Bagaimana cara anda merawat Kalo sakit panas saya kompres pake anak yang sedang sakit ketika air
hangat,
biasanya
kalo
sakit
ibunya bekerja?
tenggorokan kemarin dibawa ke dokter sama bapaknya. Jarang juga periksain anak-anak ke dokter paling yaa kalo lagi sakit aja itu juga sama bapaknya mereka.
5
Bagaimana
anda
melihat Kalo AD sama adiknya tinggi doang
pertumbuhan anak sekarang ini?
kaga
gemuk-gemuk,
kebanyakan
minum susu kali yaa. Orang ibunya kemarin bulan Desember beliin rok udah
pada
cingkrang-cingkrang
dipake. Kalo Gizi sih kasih makan ke mereka selang seling, misalnya hari ini ikan, besok udang, kemarin tulang iga, daging giling, susu tuh setiap hari. Gizi nya engga kurang sayur tak bikini terus. Aspek psiko 6
Seberapa sering anak menceritakan Ya kadang-kadang engga mesti sih, permasalahan alami?
yang
sedang
ia kalo ada masalah sama temennya suka cerita. Kadang-kadang terbuka gitu, kaya kemarin dia pernah ngeluh ke saya gara-gara plastik es dipinjem sama tetangga “lek plastik es nya di pinjem nih, itu bolong-bolong gimana nih, aku engga mau” karena memang yang besar si “AD” orangnya lebih teliti. Saya jawab “yaudah nanti bule mintain, sini bule yang ngomong”.
7
Adakah reaksi kecurigaan dari Kayaknya sih engga pernah curiga anak ketika bertemu dengan orang sama orang, cuma yaa anaknya kan baru?
emang pendiem jadi kalo ketemu orang baru juga jarang ngobrol. Bukan
curiga tapi dia pernah bilang kalo tengah malem ada kaya orang lewat lek, jadi saya bilang jangan buka pintu soalnya ayahnya kan megang kunci sendiri, kan ayahnya pulangnya malem kadang jam 8 atau jam 9 malem jadi gak mesti. 8
Siapa
didalam
keluarga
yang Saya kurang tau, dia belum pernah
menjadi panutan anak? 9
Bagaimana
kondisi
cerita kalo tentang itu. emosional Dia (AD) sih anaknya baik-baik, engga
anak ketika ibunya bekerja dan emosian anaknya. Jarang marah ke ketika ibunya berada di rumah?
adiknya, paling-paling kalo mau apaapa bilang mau ini terus minta kirimin sama mamanya udah gitu doang. Dari jauh-jauh hari udah pesen duluan ke mamahnya misalnya mau main ke citos minta kirimin uang gitu, AD juga ngertiin mama nya. Jarang nangis juga anaknya.
Itu
juga
yang
nyuruh
mamahya kerja dia (AD) supaya bisa beli rumah sendiri. 10
Adakah trauma yang dimiliki oleh Engga ada trauma, dia sama adiknya anak?
11
Bagaimana
baik-baik aja. ibu
melihat AD anaknya
lebih mandiri. Kalo
kemandirian anak ketika ditinggal lauknya kurang saya bilang ke dia ibunya bekerja?
terus dia bilang “yaudah lek biarin nanti saya aja yang goreng telor sendiri” jadi dia sama adiknya udah bisa masak telor sendiri. AD dan adiknya juga rajin bersih-bersih rumah, pinter bagi tugasnya. Pernah AD dan AF bikin kue bolu, pertama kali dia
bisa terus yang kedua kali bantat AD buat sendiri terus kalo berantakan juga diberesin, nanti aku yang nyuci. Aspek Sosial 12
Ketika anak melakukan interaksi Engga pernah yaa, dia kalo main sama sosial
dengan
apakah
anak
lingkungannya adiknya. Dia jarang main keluar rumah meminta
ditemani?
untuk kalo abis pulang sekolah mereka main game sama nonton TV, kadang nyuci, bersihin rumah. Paling kalo dia ke toko prapatan aja terus engga pulang-pulang yaa aku jemput. Kira-kira pergi lama aku susulin atau lagi main ke rumah “L” temennya, aku liatin kalo lagi main di rumahnya kalo ada yaudah aku tinggal. Kakaknya “AD” lebih pinter untuk ngatur uangnya, dia biasa nyisihin uang jajannya sendiri nanti adiknya “AF” juga diajarin sama dia.
13
Seberapa sering anda membantu Kadang-kadang kalo untuk soal yang anak dalam mengerjakan tugas- dia gak bisa jawab aja dia nanya ke tugas akademiknya?
aku, kira-kira susah atau sulit gitu aja si AD ngerjain tugas nya sendiri. Adeknya juga gitu kalo gak ada soal yang dia gak bisa jawab tanya ke aku.
14
Dari
apa
bagaimana bersosialisasi
yang cara
anda anak
dengan
lihat AD
dan
adeknya
jarang
main,
dalam makanya temennya juga engga terlalu keluarga, banyak. Kalo sama mama nya biar
teman sebaya, dan lingkungan jauh sering komunikasi, hampir setiap sosialnya?
hari telpon lewat line atau bbm. Kadang-kadang kalo di rumah ada aku atau temennya terus dia lagi makan pasti temennya ditawarin “ayo ini
makan bule, ‘L’ ini dimakan” punya makanan dia gak pelit ada rasa berbagi untuk sesama. Kalo menurut saya sih dia engga pilih-pilih temen tapi emang paling sering main sama “L” kadang juga nginep dirumahnya Aspek Spiritual 15
Bagaimana cara anda menerapkan Kalo waktunya sholat aku ingetin, aku nilai-nilai
sosial
kepada
anak suka bilangin ke AD atau adiknya kalo
ketika ibunya bekerja?
ada pengamen atau pengemis di kasih. Biasanya kan pengamen lewat atau nenek-nenek yang suka minta-minta.
16
Adakah nasehat yang anda berikan untuk anak?
Paling bilangin kalo sebelum ulangan itu belajar, jangan sampe lupa, kalo kira-kira masalah waktu misalnya dia main dirumahnya sama temennya di rumah smpe jam setengah 11 malem aku tegor untuk masuk rumah kunci. Kan namanya pergaulan kita engga tau, aku paling engga suka kalo main smpe malem-malem nanti takutnya kebiasaan
disitu.
Kalo
mamanya
nyuruh jam 9 bule pulang aja tapi kan kalo anaknya masih belom tutup pintu masih main di depan rumahnya suka aku tegor aku marahin, sampe kunci pintu aku baru pulang. Sampe aku bilang ke mamahnya karena namanya dititipin kan tanggung jawabnya berat disitu, aku sengaja bilang pokoknya kalo udah jam segitu harus tidur.
17
Kalau untuk perkembangan anak dari segi agama menurut bule
Kadang-kadang AD sama adeknya suka ke musholla. Aku sering liat dia sholat tuh kalo pagi sholat subuh
seperti apa?
berdua di rumah, kalo bapaknya tidur. Kalo dia sekarang udah mau ngaji sama adiknya di musholla abis Isya. Waktu itu dia ikut ngaji di TPA tapi karena siang hari dan katanya terlalu capek
jadi
mereka
udah
engga
sekarang. Aspek Kelekatan 18
Ketika pembagian rapot anak dan Yang ngambil rapot ayahnya lebih ibu harus bekerja siapa yang akan sering, kalo ada rapat disekolahnya mengambil rapotnya?
19
baru saya.
Seperti apa kedekatan yang terjalin Saya mengasuh dari bulan Agustus antara anak dan anda?
2015, sebelum itu diasuh oleh bibinya. Saya dan AD udah mulai dekat, kadang-kadang kalo ada kerjaan tuh dia bantu misalnya bantuin kaya buang sampah, masak jadi saya nganggepnya udah kaya saudara karna dia juga manggil saya bule.
AYAH “D” No 1
Peneliti
Informan
Bagaimana pendapat anda sebagai Melayani suami dan mengurus rumah ayah mengenai tugas atau peran tangga pastinya mba. Apalagi anakperempuan ketika sudah berumah anak tangga?
sudah
usia
sekolah
semua
keperluan dan kebutuhan anak-anak dia yang nyiapain. Tapi istri saya sudah 2
tahun ini ikut majikannya ke Singapura jadi untuk keperluan sekolah dan sehari-hari saya menitipkan anak saya sama tetangga biasa sih kita manggil bule.
Tugasnya
untuk
dijaga
dan
mengawasi, ngasih makan karena saya kerja juga dari pagi sampe malem. 2
Bagaimana
pendapat
ayah Saya dukung saja, istri saya kerja juga
mengenai istri yang bekerja selain didukung sama “AD” katanya biar bisa mengurus rumah tangga?
punya rumah sendiri. Tapi mungkin selepas anak saya kelas 6 SD istri saya sudah engga kerja, karena “AD” sudah mau ujian jadi biar mamanya yang dampingin dia.
3
Menurut ayah, haruskah seorang Dibilang harus juga engga harus, tapi ibu bekerja daripada mengurus mau gimana lagi mba karena hidup di anak di rumah?
Jakarta apa-apa sekarang mahal engga cukup kalo hanya ngandelin gaji saya. Istri saya kerja juga untuk tabungan dia, dia juga mau kerja jadi saya sih ikutin kemauan dia aja. Kalo engga kerja saya juga engga marah yang penting semua harus diomongin bareng-bareng.
4
Adakah konflik yang terjadi ketika Engga ibu bekerja?
pernah
Alhamdulillah
mba,
gimana mau konflik kita aja jauh. Saling ngedukung aja satu sama lain ya mba.
5
Bagaimana pendapat ayah jika ibu Kalo istri saya engga kerja saya setuju, tidak bekerja dan hanya mengurus kalo mau kerja setuju saja tapi dengan anak di rumah?
syarat dia engga melalaikan tugasnya sebagai istri dan ibu dari anak-anak. Saya engga masalah kalo istri tidak
bekerja justru waktu untuk anak-anak lebih banyak. 6
Lalu menurut ayah bagaimana “AD” dan “AF” memang anak yang perkembangan anak saat ini?
pendiam, paling mereka lebih banyak ngabisin waktu di rumah. Dia paling deket sama temennya “L” dibanding sama temen-temen yang lain.
7
Seberapa sering ayah meluangkan Paling hanya sabtu dan minggu sekedar waktu bersama anak?
untuk cari makan di luar. Saya kan kerja dari pagi jam 8 sampe jam 8 malem kadang baru sampe rumah, sampe di rumah saya langsung istirahat, atau sekedar nanya PR dan makannya mereka.
8
Seberapa
sering
anak “AD” dan “AF” jarang cerita ke saya,
menceritakan permasalahan yang paling kalo ada pembagian rapot saya dihadapinya kepada ayah?
yang ambil. Untuk rapat kalo hari biasa bule yang hadir. Mereka anaknya pendiam dan tertutup, mereka juga lebih dekat ke mamahnya daripada saya.
PEDOMAN WAWANCARA
Profil Informan 40. Nama
: KK
41. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 26 Juli 2003
42. Usia
: 13 tahun
43. Jenis kelamin
: Perempuan
44. Domisili
: Cilandak, Jakarta
45. Agama
: Islam
46. Suku
: Jawa
47. Hobby
: Bermain bulu tangkis dan vokal marawis.
48. Jumlah Saudara Kandung
: Anak ke 3 dari 3 bersaudara
49. Nama Ibu
: Intiah
50. Pekerjaan Ibu
: Asisten Rumah Tangga (ART)
51. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
: 7 tahun
52. Usia anak saat ditinggal bekerja : 5 tahun
IBU “I” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Kenapa ibu memilih bekerja
yaa kita kan kekurangan ekonomi,
dibandingkan menjadi ibu rumah
kalau seandainya tidak kerja terus
tangga dan mengurus anak?
gimana? Kan supaya bantu suami karena gaji suami tidak mencukupi. Lagian saya engga bisa diem dirumah sudah dari kecil saya udah bekerja.
2
Sejak kapan ibu bekerja?
saya kerja udah dari gadis, dari umur 10 tahun sampe sekarang ini, kan kita udah berumah tangga sampe 2 kali. Umur 16 tahun menikah rumah tangga 9 tahun bubar, nah sekitar umur 25 tahun hidup sendiri
juga sempet
menyendiri selama 2 tahun dan kerja terus tuh. Kalo berenti kerja baru tahun 2015 kemarin abis lebaran. 3
Ketika ibu bekerja, hal apa saja yaa kekhawatirannya gini yaa, saya yang
menimbulkan
rasa kan kerja dari pagi yoo dari jam7 pagi
kekhawatiran terhadap anak ibu sampe jam 5 sore, saya mikirnya ini dirumah?
anak udah mandi apa belom? Udah makan apa belom? Kan khawatir. Tapi kan saya udah siapin sebelum bekerja makannya, tapi tetep aja namanya anak kecil kan jadi tetep aja saya khawatir, tapi anak-anak itu yang gede udah ngerti. Paling sabtu minggu libur.
4
Seberapa sering ibu meluangkan yaa sore sampe malem itu, pas pulang waktu bersama anak ibu?
kerja sampe pagi itu. Yaa dari jam 5 sore itu sampe pagi ngurus anak.
5
Bagaimana respon keluarga ketika engga biasa-biasa aja sih. “kok mama ibu memilih untuk bekerja?
kerja mulu sih, engga ngurusin anak” kalo anak-anak saya engga ada tuh yang komplain gitu biasa-biasa aja yaa (melirik ke “F”). Jadi mereka bisa sendiri-sendiri, misalnya kalo mama nya engga bisa nyuci piring paginya yaa mereka bagi tugas kalo pagi adeknya kalo sore mbaknya (“F” anak pertama) jadi ganti-gantian, mereka bisa bagi waktu dan bisa bantu mama nya juga. Waktu itu sih mereka masih SD, SMP sekolahnya.
6
Apakah ibu menggunakan jasa saya engga pernah nyewa orang, bisa baby sitter untuk mengawasi anak sendiri lah. Karena kan saya kerja ketika ibu bekerja?
justru untuk bantu ekonomi, gaji bapaknya engga cukup. Aspek Bio
7
Ketika anak ibu sakit dan ibu harus nah itu harus sebisa mungkin saya ijin bekerja apa yang ibu lakukan?
sama bos nya, “bu seandainya saya gak masuk hari ini karena anak saya sakit” biasanya diijinin gitu walaupun cuma sehari. Alhamdulillah selama ini dapet bos nya baik-baik dan tergantung dari kita ngomongnya juga lah.
8
Selama ibu bekerja bagaimana cara Pertumbuhannya bagus anak-anak saya ibu untuk memantau pertumbuhan yaa alhamdulillah normal yaa. Gimana anak?
yaa, soalnya anak-anak kita ini juga engga minta diurus buanget-buanget, mereka udah bisa sendiri-sendiri. Udah bisa apa-apa sendiri, dan kalo ada posyandu sih dateng rutin engga
pernah ditinggalin. 9
Adakah penyakit khusus yang Engga ada penyakit yang khusus, diderita “KK”?
paling panas atau sakit gigi. Jarang periksa juga ke dokter paling kalo lagi sakit aja, itu juga kalo diminumin obat warung engga sembuh baru dibawa. Tapi jarang sih kalo dibawa ke dokter. Aspek Psiko
10
Ketika ibu bekerja apakah ibu Pasti lah yaa, kan takutnya dia kenapamerasa
khawatir
dirumah?
dengan
anak kenapa, takut jatuh, takut makannya gak teratur. Makanya kalo siang saya suka sms ke “KK” untuk ngingetin makannya dia.
11
Seberapa sering anak ibu pernah Dia itu “KK” kaya orang laki ahaha menceritakan permasalahan yang tomboy anaknya, jarang cerita tentang sedang ia hadapi?
masalah pribadinya tertutup anaknya. Jadi gini misalkan ada temennya bilang “aku marah sama kamu (KK)“ dia mikirnya “ah bodo amat nanti kalo lo butuh gw juga nyariin gw”. Jadi dia tuh gitu ke temennya engga laki atau perempuan, dia itu cuek aja. Pokoknya engga pernah deh dia cerita “mak aku tuh seneng sama dia, atau aku tuh marah sam dia” yaa pokoknya anaknya selow aja gitu netral aja gitu.
12
Apakah anak ibu memiliki trauma Yang dulu sih engga pernah, malah khusus?
kejadian yang dulu (kekerasan seksual) dia engga inget, engga pernah nanya soal itu, engga pernah nanya orangnya itu siapa, karena kan itu dia juga masih kecil kejadiannya sebelum TK sekitar
umur 3 tahun. Yaa belom engeh lah yaa anak umur segitu, maksudnya dia yaa paling cuma diajak main pikirnya dia, engga engeh kalo begitu. 13
Bagaimana
awal
kejadian
sampai dia cerita ke ibu?
itu Dia itu gak pernah cerita ke saya, jadi waktu
itu
dia
pulang
nangis
kejadiannya pagi waktu itu, aku juga dirumah kok yaa emang juga lagi dagang. Karena dia juga sering main kesitu jadi udah dianggep dia sebagai om nya, dan engga tau kalo begitu. Dan aku belum juga begitu kenal karena dia juga orang baru jadi kenalnya juga sama abangnya. 14
Dari apa yang ibu lihat adakah Engga biasa aja, dia engga takut deh. sikap kecurigaan dari anak ketika Setau saya sih “KK” gitu aja anaknya bertemu dengan orang baru?
mau orang baru kek orang lama kek gaul aja. Cuma sekarang karena udah gede udang ngerti malu kali yaa bukan curiga.
15
Hukuman apa yang biasa ibu kalo berikan
pada
anak
melakukan kesalahan?
jika
saya
ngasih
tau
dia
(KK)
ia dibilangin sekali engga nurut yaa saya diemin aja engga ditegor, lama-lama dia minta maap sendiri. Itu kalo sama saya kalo sama bapaknya engga sama sekali.
Saya
engga
pernah
cubit
ataupun jewer, apalagi bapaknya dia paling disayang. Kalo saya bentak “KK” aja bapaknya marah-marah, malah saya yang diomelin balik, aku juga bingung sama “KK”. Aspek Sosial
16
Dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya apakah
Engga pernah jarang yaa, cuman paling kalo temen-temennya mau main ke rumah dia ngomong “mak temen-
anak ibu meminta untuk ditemani?
temen kelas aku dari jauh pada mau dateng”. Yaa kita gini kan kalo dia (KK) sekolah sebelum berangkat udah dipesenin
“pulang sekolah
jangan
kemana-mana ya dek, di rumah aja” di rumah juga ada bapaknya jadi biar bapaknya yang mantau sehari-hari kalo di rumah. Kalo malem engga ada, jadi gini yaa waktu dulu siang yang jaga bapaknya kalo malem saya gitu. 17
Kalo “KK” suka pilih-pilih temen gak sih buu kalau sedang
Aku juga bingung ya, kalo main sama anak perempuan atau anak laki yang segini-gini (anak kecil) harusnya kan
melakukan interaksi sosial?
malu yaa, dia engga malu sama bapakbapak aja engga malu hahaha. Dia sama uwa adeng atau sama siapa aja nyambung aja kalo diajak ngobrol hahaha haduh, pokoknya dia tuh anak tomboy, engga merasa cewek banget ataupun cowok banget.
18
Bagaimana ibu melihat perkembangan anak dari bidang
Sekarang-sekarang ini masih SD masih biasa aja, dia pokoknya lebih mending ke agama. Kalo agama nilainya agak
akademisnya?
bagus dibandingkan yang lain-lain. Dia juga pernah gak naik kelas 2 kali waktu itu.
19
Lalu bagaimana cara ibu menyikapinya masa depannya
Kalo menyangkut masa depannya terserah dia, kalo mau ikutin saran orang tua yaa jadi guru agama, pernah
kelak?
juga gurunya nyaranin supaya “KK” nantinya dijadikan guru agama. Ikutin kemauan dia aja, engga pernah saya maksa yang penting sesuai sama kemampuannya.
Saya
juga
engga
pernah larang-larang dia buat berteman sama orang, yang penting jangan keblabasan taulah dia mana yang baik dan enggak. 20
Bagaimana ibu melihat
“KK” itu kan anaknya tomboy yaa,
perkembangan “KK” diusianya
pernah saya coba beliin anting dia engga mau pake, dibeliin jepitan juga
saat ini?
engga dipake katanya risih. Yaudah saya biarin dia aja, saya kasih dia kebebasan
yaa
walaupun
engga
feminism kaya anak-anak perempuan yang lain. Yang penting dia tau batasnya aja jangan kebablasan aja karena kan dia udah gede udah punya malu. Aspek Spiritual 21
Bagaimana cara ibu mengkomunikasikan pandangan
Tiap hari ngingetin gitu, kalo subuh bangunin, zuhur dan ashar ngingetin gitu kalo lagi sholat, kan dia sekarang
agama terhadap anak?
lagi engga nih (haid) makanya saya diemin aja karna saya tau. Saya sih ngga pernah ngasih tau tentang agama terlalu detail karna dia udah tau dari sekolahnya. Oh kalo dia ngeliatin orang sholat berarti kaya gini caranya, oh kalo orang Kristen begitu yaa kalo temen-temen pada sholat dia engga,
jadi dia udah tau sendiri, oh kalo orang kristen dia tetep makan pas yang lain pada puasa. Kaya tetangga depan rumah di tegor sama dia “Mba Yanti orang lagi pada puasa malah makan di depan rumah itu namanya engga sopan”. oh pernah gurunya nyaranin supaya si “KK” nntinya dijadikan guru agama. 22
Bagaimana cara ibu menerapkan Saya
engga
mengajarkan
untuk
nilai-nilai sosial yang ada di membedakan orang yang sukunya masyarakat untuk anak?
beda,
kan
nanti
takutnya
malah
menghina, mau orang Jawa, Betawi, Sunda yaa anggep aja semuanya baik. Kalo ngajarin anak yang sopan sama orang dan jangan bengal, cuma anak kecil kadang-kadang bandel jadi sebisa mungkin kita sebagai orang tua yang ngarahin. Tapi emang orang di Jawa sama orang sini beda, kalo orang di Jawa sopan santunnya masih ada, nah kalo anak-anak sini sopan santunnya agak kurang gitu loh. 23
Adakah hal-hal yang membuat Pernah mba waktu itu lagi bulan puasa “KK” marah misalnya ketika ada Ramadhan.
Tetangga
saya
itu
yang tidak sesuai dengan nilai orangnya emang engga sopan makan yang diyakininya?
di depan pintu pas orang pada puasa. Itu “KK” sampe pernah negor dia “Mba Yanti kalo orang lagi pada puasa jangan makan di depan dong engga sopan”. Memang tetangga saya itu berbeda agama, tapi kan kita harus
saling menghormati toh. Aspek Kelekatan 24
Ketika ibu pergi meninggalkan Dari dulu sampe sekarang itu “KK” rumah untuk bekerja, apakah anak engga nangis mba pernah awalnya tapi akan menangis?
pokoknya
jarang.
Kakak-kakaknya
juga dari kecil saya tinggal engga pernah nangis. Pokoknya anak saya jarang rewel kalo saya tinggal kerja. 25
Seberapa sering anak berinteraksi
Paling kalo saya abis pulang kerja nanyain udah makan apa belom.
dengan ibu?
Kadang-kadang suka
nanya
“mak
pulang kapan?” kalopun jarang sih mba. Saya juga suka nasehatin harus begini harus begitu dia dengerin tapi engga dilakuin. 26
Ketika melakukan interaksi apakah Kalo saya ajak ngobrol dia pasti jawab anak
akan
menjawabnya
atau mba. Dia anaknya emang susah buat
menghindari ajakan ibu?
ngobrol serius, malah suka ngajak becanda. Saya pernah nanyain tentang sekolahnya pas ditanya katanya baikbaik aja, abis itu ngalihin ke obrolan lain dia itu sering begitu.
ANAK “KK” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Kegiatan apa saja yang kamu Kadang saya nyuci piring, bersihlakukan ketika ibu sedang bekerja?
bersih rumah, main, nonton tv.
2
Kamu paling dekat dengan siapa?
Sama mama, kalo paling deket sama bapak.
Aspek Bio 3
Semenjak ditinggal ibu bekerja, apa yang kamu rasakan terhadap
Engga sakit sih, biasa aja selow-selow aja. Jarang sakit juga.
kesehatan kamu? 4
5
Kamu punya penyakit khusus
Engga punya, paling cuma masuk
tidak?
angin, dan pusing aja.
Kalau kamu lagi sakit dan ibu Yaa diri sendiri bisa aja, misalnya kamu bekerja siapa yang merawat kaya beli obat ke warung sendiri. kamu? Aspek psiko
6
Disaat ibu bekerja dan kamu Kalo cerita ke mama sama bapak, kalo memiliki masalah. Biasanya kamu
cerita-cerita jarang sih. Orang gak pernah punya masalah hahaha. Kalo
menceritakannya kepada siapa?
punya konflik sama teman juga gak pernah bilang sama siapa-siapa diem aja.
7
Bagaimana
cara
kamu Yaa kalo disekolah pada baikan aja,
menyelesaikan permasalahan yang paling kalo disekolah masalahnya sedang kamu alami?
rebutan temen. Misalkan yaa kaya temen saya maunya main sama saya, eh temen saya yang satunya lagi marah.
8
Apakah kamu memiliki kecurigaan Engga sih, kalo ketemu orang baru ketika bertemu dengan orang baru? pikirannya saya baik aja gitu.
9
Kamu ingin tidak seperti ibu kamu
Iya soalnya mama baik orangnya, asik
ketika kamu dewasa nanti?
juga kalo diajak ngomong engga pelit. Aspek Sosial
11
Seberapa
sering
kamu
minta Engga pernah minta temenin hehehe.
ditemenin orang tua ketika kamu Kalo mau ngobrol juga engga pernah
ingin melakukan interaksi dengan minta temenin, main-main aja udah. orang lain? 12
Adakah kesulitan yang kamu alami Paling pusing kalo sama pelajaran. saat
mengerjakan
tugas-tugas Pelajaran
sekolah?
yang
sulit
itu
ipa,
matematika, b.inggris udah itu aja, paling suka sama pelajaran agama.
Apa hasil yang telah kamu capai Paling suka kalo belajar tentang disekolah
tentang
pelajaran agama,
agama?
suka
ikut
ekstrakulikuler
marawis, saya jadi vokalnya. Emang sih cowok semuanya tapi pede aja lagian dibolehin sama gurunya.
13
Bagaimana
cara
kamu
untuk Main sama-sama aja, kalo pun beda
bersosialisasi di lingkungan rumah, agama gitu, cewek cowok yaa main sosial, maupun lingkungan sosial?
main aja, sama-sama aja semua. Ratarata islam semua juga. Kadang main bareng gitu, kadang main ke rumah, yaa kalo sama tetangga ngobrolngobrol. Kadang saya yang nyapa duluan.
14
Seberapa sering kamu melakukan Jarang sih, kalo lagi libur doang komunikasi
dengan
saudara mbaknya.
kandung dan teman sebaya?
Paling
ketawa-ketawa
doang, jarang kemana-mana juga, paling kalo minta beliin ini-itu aja.
Aspek spiritual 15
Pernah tidak kamu sholat bareng
tapi
jarang,
kebanyakan
sendiri-sendiri.
keluarga? 16
Pernah
Hal-hal apa saja yang orang tua kamu ajari dalam hal keagamaan?
Yaa paling disuruh sholat yang bener, kalo sama orang yaa yang sopan ke orang.
17
Kalau
kamu
sedang
bermain Mamah sih suka naihatin kalo main
bersama teman-teman dan ibu yang baik-baik aja, mamah juga engga kamu bekerja, biasanya nasehat ngelarang-larang berteman sama siapa apa yang sering ibu berikan?
aja, mau laki-laki mau perempuan asal baik aja. Pernah juga mama nyarinin kalo udah gede suruh jadi guru agama tapi. Emang saya suka kalo sama pelajaran agama, kalo ada kegiatan agama disekolah suka ikut. Kalo ada ekstrakulikuler
marawis
saya
jadi
vokal nya engga malu sih pede aja. Aspek Kelekatan 18
Kamu suka nangis engga kalo
Engga lah, kalo dulu waktu masih kecil iya tapi jarang. Saya sih seneng
ditinggal ibu bekerja?
aja paling nih kalo mama kerja nanyain “kapan mama pulang?” itu juga jarang. Kadang kangen aja sih sebenernya kalo sehari engga ada. 19
Seberapa sering kamu ngobrol sama ibu kamu?
Ya paling abis mama pulang kerja atau kalo libur aja, itu juga lebih sering becanda aja sama nonton tv aja udah. Kalo
hari
libur
kadang-kadang
jalannya paling nganter mama belanja, kalo lagi pengen makan apa hayoo keluar.
AYAH “B” No 1
Peneliti
Informan
Bagaimana pendapat anda sebagai Ya tugasnya sebenarnya mengurus ayah mengenai tugas atau peran rumah tangga sama anak di rumah, perempuan ketika sudah berumah beda kalo suami tugasnya mencari tangga?
nafkah. Tapi istri saya sendiri juga
bekerja untuk bantu saya karena gaji saya yang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Kita juga saling komunikasi tentang kemajuan apa yang ada di keluarga gitu aja. 2
Bagaimana
pendapat
ayah Selama ini saya dan istri baik-baik saja.
mengenai istri yang bekerja selain Lagian itu kemauan istri untuk bekerja, mengurus rumah tangga?
kita engga bisa ngelarang karena istri saya ingin bekerja sendiri ibaratnya untuk biaya sekolah anak dan harus saling mengerti untuk kedepannya
3
Menurut ayah, haruskah seorang Itu menurut saya tergantung keadaan ibu bekerja daripada mengurus bukan kita memaksakan kehendak, anak di rumah?
yang penting keadaan kalo masalah itu. Untuk ekonomi keluarga kita pas-pasan aja, cukup untuk makan dan bayar kontrakan
aja
udah
Alhamdulillah
cukup. 4
Adakah konflik yang terjadi ketika Oh itu sudah biasa ya, kadang-kadang ibu bekerja?
istri ngerasa capek sehabis bekerja jadi suka marah-marah ya itu udah biasa lah.
5
Bagaimana pendapat ayah jika ibu Ibu bekerja lebih kepada kemauan istri, tidak bekerja dan hanya mengurus bukan masalah kalo engga kerja. Kita anak di rumah?
engga pernah nyuruh dia untuk kerja kalo menurut pribadi saya begitu. Jadi kalo seandainya istri saya engga bekerja engga apa-apa engga masalah, jadi kita engga maksa gitu.
6
Lalu menurut ayah bagaimana “KK” sendiri adalah kemajuan biar perkembangan “KK” saat ini?
dikit juga. Sekolahnya lebih rajin, disuruh juga nurut ibaratnya.
7
Seberapa sering ayah meluangkan Setiap hari saya luangin waktu, paling waktu bersama anak?
kita ngobrol, nyuruh belajar, jadi bimbing lah tujuannya.
8
Seberapa
sering
anak Mungkin yang dia (KK) ceritakan
menceritakan permasalahan yang masalah sekolahnya, dia jarang cerita dihadapinya kepada ayah?
tentang pribadinya sih anaknya juga cuek, tomboy jadi lebih banyak cerita tentang sekolahnya gitu aja.
PEDOMAN WAWANCARA
Profil Informan 53. Nama
: RMR
54. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 14 Februari 2010
55. Usia
: 6 tahun
56. Jenis kelamin
: Laki-laki
57. Domisili
: Cilandak Barat, Jakarta Selatan
58. Agama
: Islam
59. Suku
: Padang dan Jawa
60. Hobby
: Menggambar, Berenang
61. Jumlah Saudara Kandung
: Anak tunggal
62. Nama Ibu
: IM
63. Pekerjaan Ibu
: Marketing asuransi
64. Usia anak saat ibu bekerja
: 10 bulan
65. Lama Ditinggal Ibu Bekerja
: 4 tahun
IBU “IM” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Kenapa ibu memilih bekerja
Kalo dibilang buat apa pasti untuk
dibandingkan menjadi ibu rumah
ngebantu
secara
keuangan
buat
keluarga, kalo ngandelin suami aja tangga dan mengurus anak?
untuk hidup di Jakarta sekarang ini enggak ngecukupin kalo hanya gaji 3 juta atau 4 juta. Makanya saya kerja.
2
Ketika ibu bekerja, hal apa saja Awalanya sebelum mendapatkan mba yang
menimbulkan
rasa yang sekarang ini, pernah ada saudara
kekhawatiran terhadap anak ibu yang bantu jaga anak saya. Tapi dirumah?
kekhawatiran saya adalah dia bisa gak sih jaga anak saya, keselamatan anak saya. Pernah kejadian anak saya jatoh dari meja terus kena matanya sampe berdarah. Punya mba baru pun yang saya khawatirkan keselamatan anak.
3
Seberapa sering ibu meluangkan Kalo ada waktu pasti cuma hari sabtu waktu bersama anak ibu?
atau minggu, karena liburnya hanya hari
itu.
Ya
pastinya
waktu
itu
diprioritaskan buat ketemu sama anak, buat jalan bareng, makan bareng gitu. 4
Bagaimana respon keluarga ketika Rata-rata sih keluarga malah suruh ibu memilih untuk bekerja?
kerja yaa, karena memang ada suatu ketakutan kalo misalnya kebutuhan rumah tangga lebih besar. Jadi bantuin keluarga, disatu sisi saya juga bukan dari keluarga mampu. Yaa sementara saya bekerja saya juga bantu keluarga orang tua saya.
5
Apakah ibu menggunakan jasa
Iya pastinya yaa, karena engga mau
baby sitter untuk mengawasi anak
ganggu dan nyusahin orang tua juga
ketika ibu bekerja?
gitu. Karena orang tua udah cukup lah ngerawat kita yaa masa iya mau ditambahin untuk ngerawat anak kita gitu. Yaa lebih baik ngebayar orang untuk ngerawat anak saya. Aspek Bio
6
Ketika anak ibu sakit dan ibu Kalo selama ini sih so far saya harus
bekerja
apa
yang
lakukan?
ibu mementingkan anak yaa, saya lebih baik minta ijin engga masuk kerja untuk ngurus anak dari pada masuk kerja. Sampe saat ini sih kalo anak sakit parah yang harus dibawa ke dokter, saya lebih baik minta ijin engga kerja.
7
Selama ibu bekerja bagaimana Yaa biasanya sih sehabis pulang kerja cara
ibu
untuk
memantau saya tanya ke mba, apa saja aktivitas
pertumbuhan anak?
anak hari ini. Misalnya di sekolahnya dia ngapain? Temen-temenya siapa?. Komunikasi sama mba nya aja sih.
8
Apakah
anak
ibu
memiliki Iya, sebenernya salah dari awal saya
masalah pada pertumbuhan nya tidak membimbing anak saya di saat saat ini?
masa gold nya dia. Jadi dia dirawat sama mbak nya yang pendiem, yaa tugasnya dia hanya cuma ngasih makan aja
dan
jagain,
jadi
engga
ada
komunikasi apa-apa. Untuk saat ini anak saya masalahnya speak delay yaitu terlambat bicara. 9
Apa solusi yang ibu lakukan agar Dulu saya ikutin terapi bicara, fisik “RMR” dapat berbicara?
motorik halus dan kasar karena dulu “RMR”
itu
anaknya
gelian
kalo
megang pasir atau lilin dan dia lebih cepat visual.
menangkap Tempat
informasi
terapisnya
lewat ada
di
Pondok Kopi engga jauh dari sini, disana “RMR” ditangani oleh terapis dan psikiater, waktu itu usianya 3-5 tahun. 10
Bagaimana anak
ibu
kondisi saat
kesehatan Memang dari kecil anak saya sering
sebelum
sesudah ibu bekerja?
dan sakit, waktu saya di rumah juga begitu. Memang anak saya itu kondisinya rentan terkena penyakit, anak saya punya asma dan paru-paru basah. Ketika saya di rumah ataupun ketika bekerja sama aja kondisinya. Cuma kalo saya di rumah dan libur saya lebih perhatikan anak saya. Aspek Psiko
11
Ketika ibu bekerja apakah ibu Yaa pastinya, namanya juga orang tua merasa khawatir dengan anak yah. Yaa takut banget terjadi apa-apa, dirumah?
12
namanya juga orang tua.
Seberapa sering anak ibu pernah Pernah sih, jadi kalo misalkan saya menceritakan permasalahan yang telpon saya tanya “R” lagi apa?. Kalo sedang ia hadapi?
dia lagi main sama temennya atau lagi apa pasti dia cerita sih. Makanya saya luangkan untuk telpon.
13
Apakah anak ibu memiliki trauma Engga ada trauma, malah saya yang khusus?
trauma pas mau cari pengasuh takut kalo sampe anak saya jatuh. Karena waktu jatuh sampe berdarah matanya, si mbak yang dulu yang masih kerabat saya engga ngomong apa-apa. Saya baru tau pas sampe rumah langsung
saya bawa ke dokter. 14
Dari apa yang ibu lihat adakah Engga ada sih yaa, dia kalo ketemu sikap kecurigaan dari anak ketika orang baru juga engga takut. Yaa kalau bertemu dengan orang baru?
pun dia engga kaya anak-anak yang lain tapi dia kalo ketemu orang baru bisa welcome kok.
15
Hukuman apa yang biasa ibu Hukuman paling cuma di teriakin aja. berikan
pada
anak
jika
ia Pernah dulu nyubit sampe biru, terus
melakukan kesalahan?
abis saya cubit saya tuh kepikiran jadi sedih soalnya saya inget dulu pernah dicubit sama mamah saya itu sakit banget makanya saya sekarang engga pernah cubit dia lagi. Ada faktor capek juga sih karena saya kan kerja di Citi Bank dan capek banget karena harus naik turun kereta api desel-deselan pas sampe rumah dia rewel jadi saya kesel rasanya pengen meledak makanya dulu saya suka cubit di bagian perut kebawah sama jewer kupingnya. Aspek Sosial
16
Dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya apakah
Engga juga, dia kalo main yaa main aja. Saya kan juga tinggalnya di apartemen, jadi anak jarang main keluar lebih
anak ibu meminta untuk ditemani?
banyak di dalem rumah. Juga disini ada kolam renang jadi komunikasi sama temen-temennya di kolam renang. Tiap sabtu sama minggu kalo saya ada di rumah, saya ajak dia.
17
Bagaimana ibu melihat perkembangan anak dari bidang
So
far
sih
kata
perkembangannya
gurunya, sudah
“R”
lumayan
bagus. Dari komunikasi nya udah mulai
akademisnya?
banyak ngomong, dari nulis udah mulai banyak nulis, apalagi gambar dia lagi hobby banget gambar. Walaupun dia gak sama seperti anak-anak yang lainnya,
tapi
so
far
dari
perkembangannya sudah jauh lebih baik dari yang kemarin-kemarin. 18
Ketika ibu bekerja dan ada
Mba saya hahaha karena kan saya dan
pembagian rapot di sekolah siapa
suami kerja ya, jadi yang ngambil rapot mba saya.
yang akan menggantikan ibu? Aspek Spiritual 19
Bagaimana cara ibu mengkomunikasikan pandangan
Kalo untuk mengkomunikasikannya ke “RMR”, lebih banyak dicontohin kaya misalnya saya mau sholat ngajak dia,
agama terhadap anak?
minimal diliatin jadi kita nya yang sebagai role model nya dia, ya biar dia tau juga sih. Dia juga udah bisa hafal do’a kayak mau makan baca do’a makan, sebelum tidur baca do’a tidur surah alfatihah dia udah bisa. Dia juga ikut ngaji di TPA engga jauh dari sini.
20
Bagaimana cara ibu menerapkan Jangan suka pelit sama sodara, kan nilai-nilai sosial yang ada di kadang sepupu suka nginep jadi saya masyarakat untuk anak?
ngajarin ke “RMR” untuk berbagi apa aja biasanya sih berbagi makanan, kalo lagi nonton tv gentian gitu aja sih. Biasanya
karena
saya
tinggal
di
apartemen, maksudnya jatohnya engga kaya di rumah biasa gitu yaa. Lebih ke individunya lebih besar.
Aspek Kelekatan 21
Ketika ibu pergi meninggalkan rumah untuk bekerja, apakah anak
“RMR” engga pernah nangis kalo saya pergi kerja, mungkin dia udah ngerti kali yaa. Dia nangis kalo saya omelin
akan menangis?
aja sih palingan, soalnya kadang di suka bikin kesel gitu.
22
Bagaimana cara ibu menenangkan Saya suruh dia diem dulu, baru nanti anaknya ketika sedang menangis?
selah diem saya janjiin untuk pergi pas saya libur. Saya suami dan “RMR” suka pergi makan diluar kalo libur kaya ke McD dia suka banget makan disana.
23
Seberapa sering anak berinteraksi Yaa setelah saya pulang kantor aja saya dengan ibu?
ajak ngomong walaupun kadang saya suka engga ngerti maksudnya. Dia kalo diajak ngomong malah sukanya ngajak gambar atau bermain game.
PENGASUH “B” Aspek Keluarga No 1
Peneliti
Informan
Seperti apa kedekatan yang terjalin Yaa seperti sekarang aja gitu, main antara anda dan anak?
bareng, nonton tv bareng. Saya sama “RMR” memang dekat ya dia juga nurut sama saya, sekolah dan main sama temennya juga sama saya.
2
Lalu menurut anda, si anak lebih cenderung dekat ke siapa?
Lebih deket ke ibunya daripada ke ayahnya.
Walaupun
kadang
sih
“RMR” suka bikin mamahnya marah, Mengapa?
paling hanya di bentak aja sih engga
sampe mukul. Aspek Bio 3
Adakah penyakit khusus yang Dia punya radang paru-paru, asma. diderita oleh anak?
Pernah dia kalo batuk gini sampai parah dan harus di rawat. Kalo engga salah mama nya juga ada asma.
4
Bagaimana cara anda merawat Merawat seperti anak sendiri aja, kalo anak yang sedang sakit ketika ngasih obat kita selalu beli di apotik ibunya bekerja?
5
sama resep-resep dari dokter.
Bagaimana
anda
melihat Yaa seperti inilah, ya bermain, ya
pertumbuhan anak sekarang ini?
bercanda, yaa seperti anak-anak yang lainnya
yaa.
Kaya
dia
sekarang
terlambat bicara saya terus ngajak dia sharing, memang dia responnya lama seperti kalo kita panggil atau ajak ngobrol kadang sekali dua kali panggil engga respon jadi harus berkali-kali. 6
Apakah “RMR” pernah mengalami Alhamdulillah engga, memang dia kekurangan gizi?
anaknya maunya makan nasi goreng atau ayam di tepungin kaya di McD, dia engga mau kalo ayam digoreng tanpa tepung gitu. Sayur aja hanya maunya sayur sop itu juga hanya wortel
saja
dia
makan,
“RMR”
anaknya engga suka makan sayur dan buah. Aspek Psiko 7
Seberapa sering anak menceritakan Setiap hari saya ajak sharing tentang permasalahan alami?
yang
sedang
ia sekolah gitu, sama kalo lagi nonton tv saya suka ajak ngomong gitu. Saya suka gak ngerti juga kadang dia ngomong apa, dia juga gak kaya anak-
anak lainnya bisa cerita-cerita. Dia ngomongnya masih belum jelas, paling kita cuma liat gerak-geriknya aja kayak dia kalo ketemu temennya yang kembar suka ngumpet atau lari gitu karena
pernah
dijailin
gitu
aja
palingan. 8
Bagaimana
kondisi
emosional Dia anaknya jarang nangis, paling kalo
anak ketika ibunya bekerja dan hanya diomelin sama mamahnya aja ketika ibunya berada di rumah?
dia nangis. Beda kalo diomelin sama ayahnya, dibentak apapun engga bakal nangis. Kalo mamahnya kerja dia engga pernah tuh nangis biasa aja.
9
Adakah trauma yang dimiliki oleh Pernah dia waktu TK kemarin kerena anak?
diisengin sama temennya akhirnya dia jadi takut deketin temennya itu, tapi kalo sama temen-temennya yang lain biasa aja. Kalo ketemu misalnya sama temen yang dua itu aja dia lari, terus ngumpet. Emang si “RMR” engga pernah bilang tapi temennya suka bilang ke saya, katanya suka diisengin sama yang dua kembar itu sampe pernah saya bilang ke temennya yang dua itu “kamu jangan nakal yaa, si “RMR” kan anaknya gak pernah iseng gak pernah nakal” terus mereka cuma jawab iya tapi tetep aja begitu lagi. Mereka berdua memang terkenal iseng sama siapa aja begitu, jangankan ke temen-temen ke ibu gurunya pun dia berani ya ngeludahin lah kalo setau
orang tuanya mah anak nya baik sholeh lah tapi kalo di sekolah anaknya begitu. 10
Hukuman apa yang bisa mba Saya berikan jika “RMR” nakal?
sih
engga
pernah
mukul,
misalnya mainannya berantakan terus dia engga mau beresin saya omelin “beresin gak mainannya kalo engga nanti mba buang” nah ngerti dia langsung diberesin mainannya. Kalo ibunya pernah paling cubit atau jewer itu juga cuma dipegang engga sampe di pelintir gitu. Paling sering sih di omelinnya yaa. Aspek Sosial
11
Ketika anak melakukan interaksi Engga yaa dia malah main sendiri sosial
dengan
apakah
anak
lingkungannya sama temen-temennya, jadi engga meminta
ditemani?
untuk perlu diikutin. Saya hanya liatin dan nunggu dia main aja kalo udah selesai main dia lagi. Kaya kalo ke taman saya duduk aja nunggu diayunan nanti dia main sama temennya, kalo udah sore banget panggil ”RMR” langsung balik.
12
Seberapa sering anda membantu Saya yang lebih banyak bantu dia, anak dalam mengerjakan tugas- paling kalo hanya yang susah ke tugas akademiknya?
mamahnya. Ya setiap hari saya yang nganter, saya yang jaga jadi nulis pun kita yang bantu dulu tuh dia sama sekali engga bisa nulis jadi harus kita pegangin tangan baru bisa biar lemes kan tangannya. Selama satu tahun awal dia masuk TK saya ajarin terus tuh itu waktu umurnya 5 tahun, pas tahun ke
dua di TK dia baru bisa nulis saya liatin aja. 13
Dari
apa
yang
bagaimana
cara
bersosialisasi
anda anak
dengan
lihat Dia kalo saya ajak kebawah ketemu dalam temen-temennya ikut main bareng ya
keluarga, gabung aja, ngobrol. Paling saya ajak
teman sebaya, dan lingkungan ke bawah dari jam 4 sore sampe jam 6 sosialnya?
sore. Aspek Spiritual
14
Bagaimana
cara
mengkomunikasikan
mba Kalo saya sholat dia ngikutin dari pandangan belakang, kalo saya ngambil wudhu
agama kepada “RMR”?
dia juga ngikutin dia ambil sejadahnya. Saya ngajak dia untuk sholat “ayo “RMR” sholat” dia mau kadang kalo engga diajak pun dia tetep ngikutin. Kaya saya lagi ngaji malem Jumat tuh dia denger padahal lagi nonton tv, dia ikut ya dia ngikutin ujung-ujung nya lah. Doa makan doa tidur dia uadah bisa, tapi kalo untuk puasa dia belom ngerti.
15
Bagaimana cara anda menerapkan Yaa biasanya kalo main saya ajarin nilai-nilai
sosial
kepada
anak untuk berbagi, engga boleh pelit kalo
ketika ibunya bekerja?
sama orang yang lebih tua kita kasih tau cara manggilnya yang sopan misalnya sama laki-laki yang lebih tua dipanggil abang, kalo sama yang lebih kecil dede, jadi dia bisa bedain mana abang, tante, dede.
16
Adakah nasehat yang anda berikan untuk anak?
Suka bilang ke dia jangan nakal, yang sholeh, gitu udah dianggap kaya adek sama ponakan sendiri.
Aspek Kelekatan
17
Seperti apa kedekatan yang terjalin Yaa dibilang deket pasti deket karena antara anak dan ibu?
itu
mamahnya
yaa
daripada
ke
ayahnya. Kalo mamah sama ayahnya kerja dia engga pernah nangis, kalo mamahnya pulang paling cuma bilang “mamah sudah pulang” udah bilang gitu yaudah main lagi. 18
Seperti apa kedekatan yang terjalin “RMR” sudah saya anggep saudara antara anak dan anda
saya sendiri, deket banget kalo sama saya anaknya nurut kalo dibilangin. Mamahnya juga jarang nelpon kalo lagi kerja paling kalo “RMR” sakit aja mamahnya sering telepon. “Biah dede “R” lagi nagapain? Sakitnya gimana? Udah sembuh apa belom”. Jadi kalo lagi sehat mah jarang banget, tapi yaudah lah mungkin udah percaya sama saya. Pokoknya taunya semua udah beres aja udah makan kerjaan beres.
AYAH “FP” No 1
Peneliti
Informan
Bagaimana pendapat anda sebagai Kalau
tugas
wanita
yang
sudah
ayah mengenai tugas atau peran menikah sih biasanya ya ngurus anak, perempuan ketika sudah berumah suami dan rumah, kalo istri kerja lain tangga? 2
Bagaimana
cerita nya. pendapat
ayah Sebenernya sih engga masalah istri
mengenai istri yang bekerja selain kerja juga, tapi waktu buat anak jadi mengurus rumah tangga? 3
berkurang aja.
Menurut ayah, haruskah seorang Ya mau engga mau istri bantu kerja
ibu bekerja daripada mengurus karena untuk bantu kebutuhan ekonomi anak di rumah? 4
juga.
Adakah konflik yang terjadi ketika Selama ini sudah 7 tahun menikah ibu bekerja?
engga ada konflik karena istri kerja. Kami saling support aja satu sama lain.
5
Bagaimana pendapat ayah jika ibu Menurut saya ibu bekerja itu kan tidak bekerja dan hanya mengurus pilihan ya, jadi apapun keputusan istri anak di rumah?
saya dukung kalo engga kerja juga engga masalah tapi memang untuk membantu ekonomi juga istri kerja.
6
Lalu menurut ayah bagaimana “RMR” sendiri sekarang sudah banyak perkembangan anak saat ini?
perubahan, sudah bisa tau apa yang dia mau dan yang dia rasa. Lebih banyak ngomong walaupun bahasanya banyak yang engga kita ngerti, tapi semenjak diasuh sama pengasuh “B” dan mulai sekolah TK “RMR” banyak kemajuan.
7
Seberapa sering ayah meluangkan Yang pasti setiap minggu full day buat waktu bersama anak?
“RMR”.
Walau
engga
jalan-jalan
minimal berenang dan main sama “RMR” 8
Seberapa
sering
anak Kalo cerita tentang kesulitan yang dia
menceritakan permasalahan yang hadapi engga pernah karena “RMR” dihadapinya kepada ayah?
sendiri kalo kita lagi ngobrol ya hanya bermain. Paling saya yang banyak bertanya ya kalopun “RMR” jawab itu dia bahasanya kurang jelas jadi ya saya berusaha ngobrol.
untuk
terus
ngajak
dia
Lampiran 5 Hasil observasi informan “BP” Waktu Observasi
: Rabu, 8 Juni 2016
Tempat Observasi
: Di rumah Orang tua “BP”, Cilandak Barat
Orang yang terlibat
: Orang tua “BP” dan “BP”
Waktu
Deskripsi
Makna
16.0017.30 WIB
Pada hari Rabu, 8 Juni 2016 peneliti datang ke rumah “BP” untuk melakukan wawancara dengan ibu dan juga “BP”. Saat tiba di rumah “BP” hanya ada ibu “BP” di ruang depan yang sudah selesai menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. “BP” dan ibu “SP” tinggal di lingkungan padat penduduk, yang atapnya terbuat dari seng. Menurut ibu “SP” jika hujan deras rumahnya dan tetangganya juga ikut banjir apalagi kalau sudah memasuki musim hujan. Lalu peneliti menghampiri ibu “SP” dan mulai melakukan wawancara. “BP” memiliki bentuk wajah oval dan kedua bola matanya berwarna hitam pekat, dan berkulit sawo matang. Postur tubuh yang dimiliki oleh “BP” kecil dan pendek. Tidak lama kemudian “BP” pulang ke rumah sehabis bermain bersama temannya. Tidak lama kemudian “BP” mulai membuka kulkas yang berada tepat di sampingnya dan langsung mengambil minuman teh gelas milik kakaknya “N”, “BP”. Saat itu ibu “SP” yang sedang menjawab pertanyaan peneliti dan tibatiba langsung menarik “BP” dan menyuruhnya untuk tidak meminum teh gelas milik kakaknya “N” karena jika diminum kakaknya akan marah dan
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan tenyata “BP” adalah anak yang pemalu saat bertemu orang baru, anak yang aktif dan juga murah senyum. “BP” juga tidak mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang baru dikenalnya dan tidak juga merasa takut. “BP” juga termasuk anak yang keras kepala dan nakal, ini terlihat ketika “BP” berani untuk membentak dan berkata kasar kepada kakak “N” dan ibu “SP”.
menangis. Lalu ibu “SP” mengeluarkan uang dan menyuruh “BP” untuk membeli sendiri minuman di warung. Pada saat itu sikap “BP” langsung berubah dan langsung berkata “diem!” kepada ibu “SP” dengan nada suara yang tinggi, dan tetap meminum teh gelas. Lalu “BP” berjalan keluar pintu dan ternyata ada kakaknya “N” di luar bersama teman-temannya, “N” yang melihat “BP” meminum teh gelas miliknya kesal sampai akhirnya mereka bertengkar. Lalu “BP” berkata kasar kepada kakaknya “N” dengan mengucapkan “setan luh!” dan membanting pintu rumahnya. Selama peneliti melakukan wawancara dengan ibu “SP”, “BP” memang seringkali mondar-mandir dan beberapa kali mengganggu kakaknya “N”. Menurut penuturan ibu “SP” memang “BP” merupakan anak yang nakal dan tidak mau menurut. “BP” juga sering berantem sama temannya. Setelah melakukan wawancara dengan ibu “SP”, peneliti mencoba mendekati “BP”. Ketika “BP” sedang makan peneliti mencoba untuk mengajaknya mengobrol. Peneliti waktu itu bertanya “sedang makan pake apa? Kelihatannya itu enak yaa” lalu “BP” menjawab “makan pake sop ceker, enak lah”. Setelah “BP” meghabiskan makannya, peneliti mencoba untuk mengajukan pertanyaan melalui metode bermain. Peneliti ikut bermain robot-robotan dengan “BP” juga temannya “AJ” selama bermain “BP” mau menjawab pertanya peneliti. Bahasa yang digunakan peneliti sudah sederhana agar lebih mudah dipahami oleh “BP” selain itu peneliti juga
menjelaskannya dengan perlahan sambil memberikan contoh. Menurut penuturan ibu “SP”, “BP” memang anak yang tidak bisa diam dan malu jika baru bertemu dengan orang baru. Ibu “SP” juga mengatakan bahwa sampai saat ini “BP” belum bisa membaca, menulis dan berhitung, ketika di masukan ke taman kanak-kanak “BP” hanya bertahan selama 6 bulan saja. Bisa dilihat bahwa memang “BP” lambat dalam memahami suatu kalimat, dan belum dapat merespon pertanyaan dengan baik . Saat itu peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan kepada kakaknya “N”, menurut penuturan “N” adiknya “BP” merupakan anak yang nakal. Jika temannya tidak mau bermain dengannya, “BP” akan memukulnya selain itu “BP” juga suka bermain di kali untuk mencari ikan. “BP” juga anak yang malas untuk belajar dan sholat. Sampai saat ini “BP” belum bisa membaca, menulis ataupun berhitung. Ibu “SP” juga mengatakan bahwa “BP” pernah di masukkan ke TKAlmuawanah dan hanya bertahan selama 6 bulan saja karena “BP” merasa bosan ketika belajar. Karena hari yang sudah semakin sore dan mendekati waktu berbuka akhirnya peneliti pamit untuk pulang.
Hasil Observasi Informan “AD” Hasil observasi informan “AD” Waktu Observasi
: Rabu, 1 Juni 2016
Tempat Observasi
: Di rumah “AD”, Cilandak Barat
Orang yang terlibat
: Pengasuh “AD” dan “AD”
Waktu
Deskripsi
Makna
13.5516.00 WIB
Pada hari Rabu, 1 Juni 2016 waktu itu cuaca sedang berawan, peneliti datang ke rumah “AD” untuk melakukan wawancara, namun saat itu ternyata hanya ada pengasuhnya yang biasa dipanggil dengan sebutan bule. Karena saat itu “AD” dan adiknya sedang mengaji yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya. Akhirnya peneliti melakukan wawancara dengan pengasuhnya terlebih dahulu. Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti berpamitan dan kembali lagi sekitar pukul 15.30 WIB. Pada saat itu “AD” dan adiknya sedang menyapu dan membereskan rumahnya. “AD” yang mengenakan kaos putih lengan pendek dan celana panjang berwarna merah jambu, menghampiri peneliti dengan senyuman. “AD” merupakan anak yang cantik, “AD” memiliki suara yang kecil dan lembut, sikapnya nya pun sangat sopan walaupun sebenarnya “AD” agak sedikit pemalu ketika pertama bertemu. Selama proses wawancara ”AD” sedikit emosional, terlihat matanya berkaca-kaca ketika peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan ibunya. Ketika bertemu dengan orang baru “AD” tidak pernah merasa curiga bahwa orang itu akan mengambil keuntungan darinya, akan tetapi
Setelah peneliti melakukan observasi terhadap “AD”, ternyata “AD” merupakan anak yang baik, sopan, dan ramah terhadap orang yang baru ditemuinya “AD” juga memiliki sifat pemalu. Selain itu “AD” juga merupakan pribadi yang tertutup baik untuk keluarganya maupun dengan lingkungan sosialnya. “AD” termasuk anak yang penurut dan ingat akan nasihat orang tuanya, akan tetapi “AD” juga merupakan anak yang sulit untuk bergaul dengan teman-temannya karena lebih merasa cukup hanya bermain dengan 2 orang saja dan menyibukkan waktu luangnya untuk belajar dan bermain dengan adiknya. Walupun begitu “AD” memang termasuk anak yang mandiri dan pintar mengelola uangnya. Begitu pun dengan ibu “S” yang memperhatikan anaknya dengan cara tetap melakukan komunikasi.
“AD” juga bersikap wasapada terhadap orang baru, “AD” pernah ditanya oleh seorang bapak-bapak di depan sekolahnya ketika sedang waktu istirahat, yang menurutnya berlebihan dan akhirnya “AD” hanya diam dan langsung bergegas masuk ke dalam sekolah. “AD” juga ingat pesan ibu “SP” untuk tidak terlalu dekat dengan orang yang baru dikenalnya. “AD” dan “AF” juga jarang berinteraksi dengan tetangga dan lingkungan rumahnya. Setelah melakukan wawancara “AD” dan peneliti sama-sama menonton tv serta belajar bersama mengerjakan PR dari sekolahnya. Sesekali “AD” mengetik di hp nya lalu peneliti bertanya “apakah kamu kesulitan dalam menjawab soal?” lalu “AD” menjawab “engga kok ini mama, soalnya tadi pagi mamah engga sempet telpon karena sibuk disana”. “AD” adiknya “AF” juga berjualan es mambo untuk dijual dirumahnya, uangnya didapat dari menyisihkan uang jajannya. Walaupun “AD” dan ibu “S” terpisah jarak yang jauh, mereka selalu berkomunikasi via bbm ataupun line. “AD” juga jarang bercerita tentang kehidupan pribadinya kepada siapapun, walaupun “AD” paling dekat dengan adik dan ibunya “S”.
Hasil observasi informan “KK” Waktu Observasi
: Senin, 30 Mei 2016
Tempat Observasi
: Di rumah “KK”, Cilandak Barat
Orang yang terlibat
: Ibu “KK” dan “KK”
Waktu
Deskripsi
Makna
18.0018.43 WIB
Sore itu peneliti yang baru tiba di rumah “KK”, melihat ibu “I” dan “KK” sedang duduk santai berdua di bangku panjang di depan rumahnya. Saat itu “KK” memakai cincin batu di tangan kanan, kaos putih lengan pendek dan celana pendek berwarna biru dengan rambut terurai. Saat melihat peneliti datang, “KK” dan ibu “I” tersenyum sambil mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam rumah. “KK” merupakan pribadi yang tomboy, terlihat dari cara bicara, cara berpakaiannya dan cara “KK” berjalan. “KK” merupakan anak yang lucu, “KK” membuat peneliti tertawa beberapa kali selama proses wawancara. Walaupun “KK” pernah menjadi korban kekerasan seksual di usianya yang masih sangat kecil, namun “KK” tidak menarik diri dari lingkungannya. Justru “KK” tumbuh sebagai anak yang riang. “KK” tidak pernah takut terhadap orang yang baru ditemuinya, KK tidak mengalami kesulitan untuk berinteraksi sosial dengan teman sebaya, maupun lingkungan sosialnya. “KK” juga termasuk pribadi yang cuek terlihat dari bagaimana “KK” merespon
Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, “KK” merupakan pribadi yang tomboy juga humoris. Walaupun dulu ketika usianya masih kecil “KK” pernah mengalami kekerasan seksual oleh tetangganya, namun “KK” tidak menarik diri dari lingkungannya. Justru sampai saat ini “KK” mampu berinteraksi dengan baik dengan teman sebaya, anak kecil, ataupun orang yang lebih tua darinya. “KK” juga tidak mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang lain, apalagi “KK” memiliki sifat yang humoris. Kelekatan antara ibu “I” dan “KK” yaitu terlihat ketika ibu “I” menyuruhnya untuk sholat dan belajar. “KK” pun menuruti dan melakukan perintah ibunya tanpa membantah. Setelah sholat pun “KK” menghampiri ibunya untuk mencium tangannya.
permasalahan yang sedang ia hadapi, menurutnya selama ini “KK” tidak memiliki masalah dengan siapapun walaupun terkadang temannya memusuhinya hanya karena temannya yang lain sangat akrab dengan “KK”. Prestasi belajar “KK” pun kurang baik, sudah dua kali “KK” tidak naik kelas dan “KK” hanya unggul di mata pelajaran agama. “KK” juga ingat akan nasihat orang tuanya untuk rajin dalam beribadah, sopan terhadap orang lain, dan harus rajin dalam belajar. Ketika peneliti melakukan wawancara baik ibu “I” dan “KK” selalu tertawa satu sama lain. “KK” juga menuruti ibu “I” untuk sholat lalu belajar. “KK” pun mau mendengarkan ibu “I” tanpa membantahnya sampai akhirnya sholat dan belajar. Setelah sholat pun “KK” menghampiri ibunya untuk mencium tangannya.
Hasil observasi informan “RMR” Waktu Observasi
: Selasa, 19 Juli 2016
Tempat Observasi
: Di rumah “RMR”, Cilandak Barat
Orang yang terlibat
: ibu “RMR” dan pengasuh “RMR”
Waktu
Deskripsi
Makna
16.0019.30 WIB
Sore itu peneliti datang ke apartemen informan “RMR”. Saat itu di apartemennya hanya ada “RMR” dan pengasuhnya. Peneliti melihat “RMR” sedang duduk di
Berdasarkan hasil observasi, yang telah peneliti lakukan “RMR” merupakan anak yang takut bila bertemu orang baru. “RMR” takut
depan TV sendiri, sambil menutup kedua telinganya. Memang sore hari itu cuacanya sedang berawan dan ada suara petir yang membuatnya takut. Pertama kali peneliti mengajak “RMR” bersalaman ia terlihat takut dan bersembunyi dibelakang pengasuh “B”. Tidak lama kemudian “RMR” meminta nasi goreng oleh pengasuhnya. Lalu sebelum makan “RMR” membaca do’a makan walaupun makannya masih disuapi oleh pengasuhnya. “RMR” sendiri jarang mau makan sayur hanya sayur sop dan tidak suka buah-buahan, dia juga hanya mau makan nasi goreng dan junk food lainnya terlihat dari beberapa koleksi mainan McD yang ada di rak mainannya. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan pengasuhnya, peneliti mencoba lagi untuk mendekati “RMR” yang sedang bermain game mobil di handphone nya. Ketika itu peneliti menanyakan warna pada mobil itu “R mobil itu bagus yaa, itu warna apa yaa?” memang peneliti bertanya sampai 3 kali waktu itu dan memang harus di dikte untuk awalan dari warna itu misalnya peneliti bilang “M....?” lalu dia akan mengikuti “M....merah” atau peneliti bilang “U....?” dia akan menjawab “U....ungu”. Tidak lama kemudian “RMR” meminjamkan mainannya kepada peneliti. Lalu ketika ditanya sudah makan atau belum dia tidak langsung menjawabnya melainkan
dengan orang yang baru ditemuinya. Peneliti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berkomunikasi, sehingga peneliti menggunakan metode bermain seperti main games di hp bersama dan menggambar bersama. Bahasa yang diucapkan “RMR” pun tidak jelas karena memang ia mengalami speak delay padahal usianya saat ini sudah hampir 7 tahun. Selain itu ketika melakukan komunikasi, ia juga lama dalam merespon lawan bicaranya baik terhadap pengsuhnya maupun peneliti. Dapat terlihat juga “RMR” lebih memiliki kedekatan dengan pengasuhnya dibandingkan dengan ibu “IM” dan ayahnya.
mengikuti perkataan kita dengan mengulang kalimat yang ditanyakan. Misalnya “R kamu sudah makan?” dia akan menjawab “R kamu sudah makan?”. Selang beberapa menit kemudian “RMR” mengambil buku gambar dan pensil warna, lalu mengajak peneliti untuk menggambar mobil poli. Bahasa yang diucapkan “RMR” memang kurang jelas padahal usianya sudah hampir 7 tahun saat ini, karena memang menurut penuturan pengasuh “B” ia mengalami keterlambatan dalam berbicara. “RMR” saat itu terlihat sedang sakit batuk dan pengasuhnya memberikan obat untuk meredakan batuknya, menurut pengasuhnya dulu “RMR” pernah masuk rumah sakit karena batuknya yang tidak berhenti. Bahkan “RMR” pernah masuk rumah sakit karena paruparu basah. “RMR” termasuk anak yang periang, memang awalnya malumalu tetapi lama-kelamaan mampu diajak berinteraksi. Ia juga sering berteriak lalu setelahnya dia sendiri yang mengatakan “berisik”. Di rumahnya “RMR” lebih suka menonton TV channel luar negeri yang bahasanya pun memakai bahasa Inggris. “RMR” selalu mengajak pengasuhnya untuk bermain, bahkan beberapa kali “RMR” mencium dan memeluk pengasuhnya. Ketika sedang menonton tv, ibu “IM” pulang dari kantor lalu “RMR” mengatakan
“mamah sudah pulang?” lalu ibu “IM” menjawab “iya mamah sudah pulang” lalu kemudian “RMR” melanjutkan nonton tv. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh peneliti “RMR” lebih dekat dengan pengasuhnya dibanding dengan ibu “IM”. Dimana selama peneliti disana “RMR” lebih banyak melakukan komunikasi dan berinteraksi dengan pengasuh “B” saat ibu “IM” sudah pulang bekerja.
Lampiran 6
Ecomap Informan 1
Ibu “SP”
Kakak ke 1 & 2 ”Y” & “LS”
Bapak “I”
“BP”
Teman sebaya
Kakak ke 3 “L”
Kakak ke 4 “N”
Keterangan : Hubungan Kuat Hubungan Dekat Hubungan Konflik Hubungan Lemah
Resume : Hubungan “BP” dengan ibu “SP” dijelaskan bahwa ibu “SP” lebih banyak memberikan dukungan materi. Biasanya sebelum ibu “SP” berangkat kerja, ia meninggalkan uang jajan sebesar Rp. 10.000 kepada “SP” agar tidak menangis. Namun jika “BP” membuat kesalahan ibu “SP” cenderung menggunakan hukuman fisik seperti memukul di bagian paha atau mencubit. “BP” dengan ayah “I” pun memiliki hubungan yang lemah. Komunikasi yang dilakukan oleh “BP” dengan ayahnya juga jarang karena ayah “I” yang bekerja berangkat pagi dan pulang malam dimana “BP” terkadang sudah tidur. Baik ayah ataupun “BP” melakukan komunikasi ketika hari sabtu dan minggu, selain itu ayah “I” juga melakukan hukuman fisik jika “BP” melakukan kesalahan. Berbeda halnya hubungan “BP” dengan pengasuh sekaligus kakaknya “L” yaitu saling memberikan dukungan satu sama lain, jika “BP” melakukan suatu kesalahan biasanya pengasuhnya hanya akan memarahinya. Selain itu “BP” hubungan yang kuat antara “BP” dengan pengasuhnya bisa dilihat dari bagaimana “BP” selalu mendengarkan nasihat dari “L” dan menurutinya. Ketika usianya masih dibawah 6 tahun jika ada kegiatan posyandu “L” selalu membawanya. “BP” dengan kakak ke 4 nya yaitu “N” memiliki hubungan yang dekat namun juga sering terjadi konflik yang biasanya hanya masalah sepele. “BP” sering menjaili kakaknya “N” sampai meyebabkan pertengkaran diantara keduanya. Hubungan “BP” dengan teman sebaya sering terjadi konflik. Banyak teman-teman “BP” yang menolak bermain dengannya karena sifat “BP” yang suka memukul. “BP” paling sering bertengkar dengan “M” dan “R” yang masih satu lingkungan dengannya. Hubungan “BP” dengan kakaknya pertama dan keduanya yaitu “Y” dan “LS” memiliki kualitas hubungan yang lemah, mereka jarang melakukan komunikasi karena “Y” dan “LS” sudah tidak tinggal satu rumah lagi dengannya. Selain itu mereka juga jarang melakukan komunikasi baik melalui sms ataupun telpon.
Ecomap Informan 2
Teman sekolah Ibu “S”
Teman rumah
“AD”
Ayah “D”
Teman dekat “L”
Pengasuh “bule”
Keterangan : Hubungan Kuat Hubungan Dekat Hubungan Konflik Hubungan Lemah
Adiknya “AF”
Resume : Hubungan ibu “S” dan “AD” sangat kuat. Walaupun ibu “S” sudah 2 tahun bekerja di Singapura dan hanya pulang setiap tiga bulan sekali, mereka tetap berkomunikasi melalui telepon hampir setiap hari. “AD” juga menceritakan segala aktivitasnya kepada ibu “S” dan merasa nyaman jika sudah bercerita dengan ibunya. Walaupun berpisah jarak yang jauh tetapi apapun nasihat yang diberikan oleh ibu “S” selalu didengarkan dan diingatnya. Hubungan bapak “D” dengan “AD” yakni lemah, ini terlihat karena bapak “D” yang sibuk dalam bekerja, mereka hanya memiliki waktu luang ketika hari sabtu dan minggu dimana bapak “D” libur bekerja. Komunikasi yang dilakukan juga jarang dibanding dengan ibunya, padahal tempat ibu “S” bekerja jauh dan hanya pulang setiap tiga bulan sekali. Hubungan adiknya “AF” dengan “AD” yakni kuat dan saling memberikan dukungan satu sama lain. Misalnya saling mendukung dalam hal pelajaran, aktivitasnya dirumah sehari-hari saling membantu. Hubungan antara pengasuhnya “bule” dengan “AD yakni sama-sama memberikan dukungan timbal balik, samasama saling memberikan pertolongan termasuk dalam mengerjakan soal-soal pelajaran yang sulit. Begitupun hubungan antara “AD” dengan “L” bisa dikatakan adalah teman dekat, “AD” merasa nyaman ketika berteman dengan “L” dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Biasanya mereka akan bercerita satu sama lain. Lain halnya hubungan teman sekolah dan “AD” yaitu hubungan yang bisa dikatakan dekat tetapi ada konflik didalamnya. “AD” jarang bermain dengan teman sekelasnya karena menurutnya teman-temannya terlalu berpikir dewasa, meskipun begitu sebenarnya hubungan “AD” dan teman sekolahnya tidak memiliki masalah. Hanya saja “AD” menarik diri dari teman-teman sekolahnya. Begitupun dengan teman rumahnya “AD” jarang bermain bahkan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya karena ia lebih memilih untuk belajar dimana ibunya selalu berpesan agar perbanyak belajar sehingga membuat “AD” membatasi segala aktivitas sosial di luar rumah dan menyibukkan diri untuk belajar.
Ecomap Informan 3
Ibu “I”
Kakak ke 1 Ayah “B”
“F”
“KK”
Kakak ke2 ”DW”
Keterangan : Hubungan Kuat Hubungan Dekat Hubungan Konflik Hubungan Lemah
Teman sebaya
Resume : Hubungan antara ibu “I” dan “KK” yakni memiliki ikatan yang kuat selalu memberikan dukungan kepada “KK” baik berupa materi maupun non materi. Walaupun ibu “I” bekerja dari pagi sampai sore akan tetapi mereka selalu berkomunikasi untuk menanyakan kondisi satu sama lain. Interaksi sosial juga dilakukan ketika sabtu dan minggu walaupun hanya seminggu sekali mereka menyempatkan waktu untuk rekreasi bersama. Hubungan antara bapak “B” dengan “KK” yakni kuat. Dalam mengasuh “KK” bapak “B” meluangkan waktunya untuk makan siang dirumah dan melihat keadaan “KK” di rumah. Dalam mengambil rapot anak-anaknya bapak “B” selalu meluangkan waktunya seperti juga memberikan nasihat jika nilai-nilai rapot “KK” sangat kurang baik. Hubungan antara teman sebaya dan “KK” dimana “KK” yang lebih banyak menyapa untuk memulai komunikasi. “KK” jika memiliki masalah dengan temantemannya ia akan bersikap acuh dan santai seolah-olah tidak pernah terjadi masalah. Ketika ada masalah dengan teman sekolahnya pun “KK” hanya mendiamkan saja karena menurutnya nanti temannya juga akan baik sendiri. Hubungan kakak ke 2 “DW” dengan “KK” hanya kakak “DW” yang memberikan dukungan materi jika “KK” meminta untuk dibelikan sesuatu. Selain itu mereka hanya berkomunikasi jika “DW” sedang libur bekerja, mereka lebih sering bercanda karena sifat “KK” yang suka melucu. Hubugan kakak “F” dengan ”KK” saling memberikan hubungan timbal balik, dalam kesehariannya kakak “F” selalu membantu “KK” dalam mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.
Ecomap Informan 4
Teman rumah
Ibu “IM”
Ayah “FP” Teman sekolah ”Z & Z”
“RMR” Pengasu h “B”
Keterangan : Hubungan Kuat Hubungan Dekat Hubungan Konflik Hubungan Lemah
Resume : “RMR” dengan ibu “IM” memiliki hubungan yang baik namun juga terdapat konflik. Ibu “IM” memang jarang berkomunikasi karena faktor kelelahan setelah bekerja, membuatnya terkadang sepulang kerja hanya menyapa, menonton tv dan tidur. Dalam melakukan interaksi sosial biasanya ibu “IM” hanya memiliki quality time pada hari sabtu dan minggu. Selain itu faktor kelelahan juga membuat mood ibu “IM” cepat marah hanya karena anak mengajak bermain. Dan sampai akhirnya mencubit dan memarahinya. Ibu “IM” pernah membawa “RMR” untuk melakukan terapi bicara karena sampai saat ini “RMR” belum bisa berbicara padahal usianya hampir menginjak 7 tahun. Hubungan “RMR” dengan ayah “FP” yakni lemah. Tidak banyak interaksi timbal balik yang dilakukan oleh ayah dan “RMR” karena ayahnya yang sibuk dalam bekerja. Interaksi hanya terjadi jika “RMR” mengajak bermain game ataupun menggambar. Hubungan “RMR” dengan pengasuh “B” yakni sangat kuat, pengasuh “B” lebih sering mengajak “RMR” untuk sharing dan membawanya ke taman bermain setiap sore. Pengasuh “B” selalu membantu “RMR” dalam bidang akademisnya juga selalu mengambil rapot “RMR” sehingga “RMR” akan sangat menuruti perkataan pengasuh “B”. Hubungan “RMR” dengan teman sekolahnya yakni lemah. “RMR” tidak memiliki teman dekat di sekolahnya bahkan “RMR” pernah dijaili oleh dua orang temannya yang membuatnya trauma jika melihatnya. “RMR” juga mengalami speak delay yang membuatnya sulit untuk berkomunikasi dengan teman yang lain. Begitu pun dengan teman sekolah yang bernama “Z” dan “Z” mereka sering mengusili “RMR” hingga membuatnya takut. Biasanya ketika “RMR” bertemu dengan teman nya tersebut, ia akan bersembunyi dibawah meja atau bersembunyi di belakang ibu gurunya. Hubungan “RMR” dengan teman rumahnya yakni “RMR” mampu berbaur dengan teman-teman di taman bermain dekat apartemennya. Waktu untuk bermain bersama teman-temannya di taman juga tidak banyak biasanya “RMR” akan bermain dari jam 4 sore sampai jam 5 sore.
Lampiran 7 DOKUMENTASI
Wawancara dengan ibu “SP” yang merupakan orang tua dari “BP”. Peneliti melakukan dokumentasi di Cilandak Barat pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 16.00 WIB.
Wawancara dengan pengasuh “L” yang merupakan kakak kedua dari “BP”. Peneliti melakukan dokumentasi di Cilandak Barat pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 09.00 WIB.
Wawancara dengan “bule” yang merupakan pengasuh dari “AD”. Peneliti melakukan dokumentasi di rumah pengasuh “bule” yang masih merupakan tetangga dari “AD” di Cilandak pada hari Rabu, 1 Juni 2016 pukul 13.55 WIB.
Wawancara dengan “AD” yang merupakan satu dari ketiga subyek penelitian. Studi dokumentasi dilakukan di rumah “AD” dan kedua orang tuanya tinggal. Jarak rumah “AD” ke rumah pengasuh “bule” saling berdekatan tepatnya berada di wilayah Cilandak Barat. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Rabu, 1 Juni 2016 pukul 15.00 WIB.
Wawancara dengan ibu “I” yang merupakan orang tua dari “KK”. Peneliti melakukan dokumentasi di rumahnya yang berada di wilayah Cilandak Barat. Studi dokumentasi ini dilakukan pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 18.00 WIB.
Wawancara dengan “KK” yang dijadikan peneliti sebagai subyek penelitian. Studi dokumentasi dilakukan di rumah “KK” dan keluarganya yang berada di wilayah Cilandak Barat. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 18.43 WIB.
Wawancara dengan ibu “IM” yang merupakan orang tua dari “RMR”. Peneliti melakukan dokumentasi di salah satu apartemen di wilayah Cilandak Barat yang merupakan tempat tinggal dari keluarga “RMR”. Studi dokumentasi ini dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 19.30 WIB.
Wawancara dengan informan “B” yang merupakan pengasuh dari “RMR”. Studi dokumentasi dilakukan di apartemen di kawasan Cilandak Barat yang merupakan tempat tinggal dari keluarga “RMR”. Dokumentasi ini dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 16.00 WIB.
Peneliti bermain bersama game bersama “RMR” di handphonenya, awalnya “RMR” malu untuk melakukan komunikasi dengan peneliti tetapi perlahan “RMR” mengajak bermain bersama. Dokumentasi dilakukan di apartamen yang merupakan tempat tinggal “RMR” dan keluarga, berada di kawasan Cilandak Barat. Dokumentantasi dilakukan pada hari Selasa, 19 Juli 2016 pukul 18.15 WIB.