PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT ( TEAMS GAMES TOURNAMENT ) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA KONSEP SISTEM GERAK PADA MANUSIA (Kuasi Eksperimen Di SMP WIRABUANA Bogor) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh HARJA WIJAYA NIM : 105016100498
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H./2012 M.
ABSTRAK
Harja Wijaya, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournamnet)Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak (Kuasi Eksperimen di SMP Wirabuana Bogor)”. Skripsi, Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep Sistem Gerak. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Wirabuana Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain pre test-post test two group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 34 orang untuk kelas eksperimen dan 34 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada sistem gerak. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil penghitungan perbedaan rata-rata post test kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 8,33 sedangkan ttabel dengan taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = 30 yaitu sebesar 2,03. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep sistem gerak.
Kata Kunci: TGT , Hasil Belajar
ABSTRACT
Harja Wijaya, "The Effect of Cooperative Learning Model type TGT (Teams Games Tournamnet) Against Learning Outcomes Concept Systems Biology In Motion (Quasi Experiments in Bogor Wirabuana SMP)". Thesis, Biological Studies Program, Department of Educational Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This study aims to determine the effect of application type TGT Cooperative learning models for studying the biology of the concept of motion systems. The research was carried out in the SMP Wirabuana Bogor. The method used is a quasi-experimental design with pre-test post test two group design. Sampling was conducted using purposive sampling techniques. Study sample amounted to 34 people for the experimental class and 34 people for classroom control. Retrieval of data using a test instrument in the form of multiple choice learning outcomes that have tested the validity and reliability. The hypothesis proposed in this study is that there is influence of the application of cooperative learning model type TGT for the study of biological motion in the system. Data analysis using the ttest, data tally the average difference post test both groups obtained value of 8.33 while the TTable tcount a significant level of 5% with degrees of freedom (df) = 30 is equal to 2.03. Thus, it can be said that tcount> TTable means the alternative hypothesis (Ha) accepted and the null hypothesis (Ho) is rejected. This suggests that there is influence of the type TGT cooperative learning model on the results of biological studies at the concept of motion systems.
Keywords: TGT, Learning Outcomes
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah dari Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap Hasil Belajar Biologi pada Konsep Sistem Gerak”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya yang telah membawa kita kepada zaman yang penuh dengan keberkahan dan tantangan. Penelitian Skripsi mengenai model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep Sistem Gerak di SMP Wirabuana Bogor. Dalam melakukan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Zulfiani,M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran-saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Eny S. Rosyidatun,S.Si,MA selaku selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran-saran dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalankan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak.Endang Adi Surya,SH, selaku kepala sekolah SMP Wirabuana Kota Bogor beserta para guru dan karyawan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
7. Untuk ayahanda tercinta Alm. H.Muhammad Noor. Semoga Tuhan Yang Maha Esa mengampuni kesalahan-kesalahan ayahanda. 8. Untuk ibunda Syarifah, terimakasih bunda telah memberikan dukungan moril dan materil sampai saat ini dan tak henti-hentinya memanjatkan doa untuk penulis. 9. Saudara dan saudariku, Nurseha, Nuryati, M.Sobur, Abdul latif,Siti Masyitoh, Fitriyani, Sri Sukaesih, Siti Mudzalifah yang telah membantu, menghibur dan memberikan semangat untuk penulis. 10. Ade Wahyudi, Irfan Siddik Lubis, Jajang dan teman-teman Pendidikan Biologi lainnya angkatan 2005 yang selalu memberikan informasi dan bersedia bertukar pikiran dengan penulis. 11. Semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini terselesaikan.
Tentunya tugas akhir skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis menantikan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat membuat laporan dan karya ilmiah yang lebih baik dari sebelumnya. Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………….
i
KATA PENGANTAR...……………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………….
viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………......
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..…………………………………………………….
1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………………...
8
C. Pembatasan Masalah………………………………………………………..
8
D. Perumusan Masalah ………………………………………………………..
8
E. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...
9
F. Manfaat Penelitian………………………………………………………….
9
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori...……………………………………………………………
10
1. Pembelajaran Kooperatif.........................................……………………
10
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif.................................…….
10
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif .....................................
12
c. Prinsip Pembelajaran Kooperatif ………………………….......
14
d. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif…………………………
18
2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT…………………………................
20
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT……………………………………………………………………..
25
a. Kelebihan.................................……………………………………...
25
b. Kekurangan .......................................................................................
26
4. Teori Belajar Konstruktivisme………………………………………….
27
a. Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar………………………
27
b. Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget....................................
29
c. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky.........................………..
30
5. Belajar, Hasil Belajar, dan Pembelajaran IPA Biologi ………………..
31
a. Belajar………………………………………..............................
31
1) Tipe-Tipe Belajar………………………………………........
37
2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar……………......
38
b. Hasil Belajar…………………………………………………….
41
1) Hasil Belajar Kognitif…………………………………….....
42
2) Hasil Belajar Afektif Dan Psikomotor………………………
43
c. Pembelajaran IPA Biologi………………………………………
44
B. Hasil Penelitian Relevan……………………………………………………
45
C. Kerangka Pikir………………………………………………………….......
48
D. Hipotesis …………………………………………………............................
49
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………….....…..
50
B. Metode Penelitian ……………………………………………….…….........
50
C. Populasi dan Sampel ……………………....……………………………….
52
D. Variabel Penelitian …………………………………………………............
53
E. Teknik Pengumpulan Data .............………………………………………...
53
F. Teknik Analisis Data.............……………………………………….............
58
G. Hipotesis Statistik…………………………………………………...............
60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teams games tournament) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa……………………......
61
B. Hasil Belajar Biologi Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.............……………………….......................................................
63
C. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak……………………...............................
66
D. Keterbatasan Penelitian……………………..................................................
69
E. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN…………………………………………………………….
70
B. SARAN……………………………………………………………………..
70
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. LAMPIRAN
71
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pretest Posttest Control Group Design…………..…………………….. 46 Tabel 3.2 Teknik Pengumpul Data...........................................…………………… 48 Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen....................................................…………………..
50
Tabel 4.1 Hasil Pretes ..................…………………………………………............ 56 Tabel 4.2 Hasil Postes...............................………………………………………… 57 Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretes dan Postes.................……………………………
58
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Pretes.............................……………………………... 59 Tabel 4.5 Uji Hipotesis Pretes.........................................................................……. 60 Tabel 4.6 Uji Hipotesis Postes ................…………………………………………. 60 Tabel 4.7 Rata-Rata N-Gain...........................…………………………………….. 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrument………………………...…..................................... 76 Lampiran 2 Soal Validasi………………………… ……………………………….. 89 Lampiran 3 Soal Pretest …………………………………………………………… 97 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ……………………..101 Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ………………………… 109 Lampiran 6 Hasil Pretes dan Postes……………………………………………….. 116 Lampiran 7 Penghitungan Validasi Instrumen…………………………………….. 126 Lampiran 8 Penghitungan Reliabilitas……………………………………………... 128 Lampiran 9 Hasil Uji Normalitas Data…………………………………………….. 129 Lampiran 10 Hasil Uji Normal Gain…………………. ……………………………133 Lampiran 11 Hasil Uji Hipotesis……………………… ………………………….. 141 Lampiran 12 Skor Permainan ……………………… …………………………….. 147
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Terlebih pada saat ini pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa. Tidak hanya itu, dunia pendidikan pun dituntut untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyatakan : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.1 Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada intelektual, modal sosial dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus memutakhirkan pengetahuan menjadi keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa.2 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang telah disahkan oleh pemerintah ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan kepada semua masyarakat, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Salah satu upaya yang segera dilakukan 1
Departemen Pendidikan Nasioal, Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2
Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas, (Jakarta: 2001)
untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. 3 Mengingat betapa pentingnya sektor pendidikan dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan sumber daya manusia, apalagi terhadap sektor pendidikan kita yang mutunya masih tertinggal dengan negara lain. Pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan dunia pendidikan di negara ini cukup respon atas berbagai masalah pendidikan. Merekayasa dan melaksanakan berbagai usaha peningkatan dan penyegaran. Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan pendidikan seperti mengganti kurikulum yang diikuti oleh perubahan struktur buku-buku pelajaran, membentuk proyek peningkatan kualitas guru-guru yang dilaksanakan dalam bentuk penataran, seminar-seminar dan latihan kerja. Program dan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan masalah pendidikan di negara ini akan terlihat hasilnya apabila didukung dengan proses pembelajaran di sekolah.
Tetapi hal tersebut pada
kenyataannya tidak didukung dengan proses pembelajaran di sekolah. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah.4
3
4
Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 3.
Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: 2006), h. 3
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya, pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Tidak semua guru memiliki kemampuan dalam hal menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Guru juga tidak semua memiliki kemampuan dalam melaksanakan metode pembelajaran, apalagi dalam konteks pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Akibatnya pembelajaran dilakukan asal jalan, asal materi disampaikan dan asal materi habis, soal siswa memahami materi atau tidak kurang mendapatkan perhatian dari guru.
5
Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi
sangat
dominan bagi
siswa,
sebaliknya
pembelajaran
yang
dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit untuk dikembangkan atau diberdayakan. Guru merupakan salah satu komponen sistem yang menempati posisi sentral dalam sistem pendidikan. Betapapun baiknya program pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, apabila guru tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka pelaksanaan dan hasil belajarnya akan menyimpang dari tujuan. Pentingnya peran guru menciptakan suasana menyenangkan merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran sains.6 Guru memiliki peran vital dalam proses pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas dan tanggung jawab
menyusun rencana pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru akan menjadi “aktor” penentu keberhasilan siswa dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan nilai-
5
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group. 2008), h. 1. 6
h. 5.
Nuryani Y. Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi. (Malang: UM Press. 2005),
nilai kehidupan. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif
membangun
pengetahuannya
sendiri.
Sesuai
dengan
pandangan
konstruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Problem fundamental dalam konteks metode dan strategi pembelajaran di sekolah-sekolah adalah kebanyakan guru masih kurang kreatif. Bahkan bisa dikatakan mereka kurang inovatif, mengingat metode pembelajaran yang dipakai masih sangat konservatif. Metode-metode yang disampaikan oleh para guru dalam proses pembelajaran di sekolah telah membuka jurang pemisah antara pendidik dan peserta didik. Paulo Freire menjelaskan proses pembelajaran yang sangat tidak kreatif itu sebagai bentuk model “pendidikan gaya bank” (banking concept of education). Beberapa indikasi di antaranya ialah: menempatkan peserta didik pada posisi objek statis, sementara pendidik sebagai pelaku aktif yang mengajarkan ilmu; pendidik seolah-olah sebagai sumber ilmu yang maha tahu, sementara peserta didik dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa; pendidik menyampaikan ilmu, sementara peserta didik menyimak dan mencatat baik-baik; dan sebagainya. Konsep pembelajaran yang konservatif itu jelas tidak akan menciptakan lulusan atau output yang bisa berfikir kritis, kreatif, dan mandiri. Sebab, proses pembelajaran itu tidak lain hanya sebatas “transfer pengetahuan” (transfer of knowledge), sehingga apa yang disampaikan oleh guru, itulah yang menjadi pengetahuan bagi peserta didik. Akibatnya, output pendidikan kita masih sangat rendah kualitasnya, sebab dengan model pembelajaran konservatif macam itu, peserta didik hanya menjadi objek statis yang tidak bisa berfikir kritis, kreatif, dan mandiri. 7 Pembelajaran Biologi dalam kaitannya dengan para pendidik ketika di kelas masih banyak menggunakan paradigma konservatif, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa secara pasif, dalam arti pembelajaran
7
Prof. Suyanto, Ph.d. Dinamika pendidikan nasional dalam peraturan dunia global. (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2006) hal. 12
lebih terpusat kepada guru dibandingkan siswa. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal sehingga Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM ) menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. Kondisi seperti ini tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran Biologi. Ditambah lagi, saat ini para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Karena itu, penyesuaian guru terhadap pola pikir siswanya sangat penting dilakukan.8 Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran Biologi dilakukan suatu inovasi. 9 Proses belajar mengajar Biologi belum dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Konsep-konsep Biologi lebih banyak disampaikan kepada siswa sebagai fakta, bukan sebagai bahan yang harus didiskusikan. Pembelajaran Biologi cenderung berorientasi pada text book dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa.10 Proses belajar bukan hanya sekedar kegiatan menghafal. Hal yang kita ingat bisa akan hilang dalam beberapa jam. Mempelajari bukan berarti menelan semua yang disampaikan guru. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolah dan memahaminya. Guru tidak dapat menuangkan semua yang disampaikan ke dalam benak siswa. Siswa yang harus menata dan mengkonstruksi apa yang mereka alami menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa kesempatan untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan, dan mungkin mengajarkan kepada teman-temannya yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi.11
8
Lidya Natasha Hadiwinata dan Inggried. Tantangan Mengajar di Era Digital. http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/25/12231064/Tantangan.Mengajar.di.Era.Digital. diakses 25 Oktober 2011. 9
Suryanto,Belajar Biologi. http://www.scribd.com/doc/48160505/BELAJAR-BIOLOGI, diakses 25 Agustus 2011. 10
Mundilarto, Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sains, Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, No. 1, Tahun XXIII, Februari 2004, h. 65. 11 Melvin L. Silberman. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. (Bandung: Nusamedia. 2006), h. 27.
Biologi merupakan bagian dari sains. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan pembentukan sebuah pengetahuan secara mendalam dalam diri siswa. Pembelajaran biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari
dirinya
sendiri,
alam
sekitar
dan
dapat
mengaplikasikan
pengetahuannya menjadi sebuah prinsip untuk berfikir dan bertindak secara benar dalam kehidupannya sehari-hari. Proses pembelajaran Biologi lebih banyak terpusat kepada guru (teacher centered) dibandingkan siswa. Oleh karena perlu adanya suatu inovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Adapun inovasi yang dapat dilakukan seorang guru agar proses pembelajaran Biologi menjadi lebih efektif, menarik dan menyenangkan adalah dengan cara mempelajari dan mempraktikan berbagai model-model pembelajaran dalam proses pembelajaran Biologi. Berdasarkan banyaknya hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament lebih baik dibandingkan prestasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Pemilihan strategi, pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran yang menarik dan tepat dapat membantu guru dan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran dapat dikembangkan oleh guru yaitu pembelajaran kooperatif tipe TGT, model pembelajaran ini berpusat pada siswa (student centered). Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif model TGT terhadap hasil belajar siswa. Di dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini siswa dibagi dalam tim untuk belajar bersama kemudian siswa dituntut untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan secara perorangan sebagai uji pemahaman. Model ini juga memberikan kesempatan kepada siswa waktu berpikir lebih banyak menjawab dan membantu satu sama lain, sehingga pembelajaran yang dilalui oleh siswa menjadi sebuah pembelajaran yang bermakna.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini diharapkan dapat menumbuhkan berbagai kegiatan belajar siswa, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan guru. Penyampaian materi pelajaran biologi perlu dirancang suatu strategi pembelajaran yang tepat, yakni anak akan mendapatkan pengalaman baru, proses pembelajarn lebih menyenangkan dan menimbulkan interaksi antar sesama siswa. Materi sistem gerak yang didalamnya terdiri dari konsep-konsep yang bersifat
pemahaman,
membutuhkan
model
pembelajaran
yang
dapat
menyesuaikan dengan materi dan kebutuhan siswa itu sendiri dalam proses pembelajaran. Materi yang bersifat pemahaman membutuhkan sebuah model yang interaktif dan aktif agar siswa dapat memahami materi yang dipelajari, tidak hanya interaktif dan aktif model pembelajaran tersebut di dalamnya harus ada pengulangan sehingga dengan pengulangan tersebut siswa akan menjadi paham terhadap materi yang dipelajari. “Sedangkan siswa membutuhkan model pembelajaran yang dapat mendorong pembelajaran aktif serta sesuai dengan bakat dan minat adalah pembinaan hubungan antara guru dan siswa yang bersifat bimbingan,
pembentukan
komunitas-komunitas
kecil
pembelajaran,
dan
penerapan kurikulum antar disiplin ilmu”.12 Untuk itu diperlukan adanya berbagai variasi dalam kegiatan pembelajaran, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini memungkinkan aktifitas pembelajaran menjadi aktif dan tidak menjemukan, sehingga nanti akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ( Teams Games Tournaments ) Terhadap Hasil Belajar Biologi.
12
Thomas Amstrong, The Best Schools Mendidik Siswa Menjadi Insan Cendikia Seutuhnya: Penerjemah Lovely dan Mursid Widjanarko, ( Bandung : Kaifa, 2011), h. 183.
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan
beberapa
permasalahan
yang
dikemukakan
dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Perubahan kurikulum yang mengakibatkan bergesernya paradigma dalam proses pembelajaran. 2. Pembelajaran lebih banyak terpusat kepada guru dibanding siswa (teacher centered). 3. Guru sebagian besar masih belum menguasai strategi dan model dalam pembelajaran dengan baik. 4. Hasil belajar siswa belum maksimal
C. Pembatasan Masalah Karena luasnya cakupan masalah yang muncul, maka diperlukan pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada: 1. Hasil belajar yang diukur adalah kemampuan kognitif jenjang C1, C2, C3, dan C4. 2. Model
yang
digunakan
dalam
pembelajaran
adalah
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT 3. Materi biologi hanya pada konsep sistem gerak.
D. Perumusan Masalah Adapun masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak.” E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak.
F.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa a.
Siswa menjadi senang dan tertarik terhadap biologi karena siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.
b.
Siswa yang mengalami kesulitan akan lebih cepat paham.
2. Bagi guru a.
Guru dapat memilih model pembelajaran yang efektif
b.
Sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi pembelajaran yang bervariasi dan dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi siswa.
3. Bagi peneliti Dapat mempelajari lebih dalam model TGT (Teams
Games
Tournament) serta mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, buku ini tidak akan bisa diterbitkan. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah. 13 “Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik berupa tujuan akademik, penerimaan terhadap keberagaman, maupun sebagai suatu sarana untuk mengembangkan keterampilan sosial”.14 Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya keompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.15 Pembelajaran kooperatif didasarkan pada pandangan sosial konstruktivis belajar yaitu membangun satu pemahaman sendiri dari dunia melalui komunikasi. Melalui perumusan dan formulasi yang sering terjadi dalam interaksi dengan 13
Anita Lie,Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang ruang kelas,(Jakarta : PT. Grasindo.2008),hal.28 14
Suhadi, Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran Kooperatfi,(Ebook : Alfa Alternative Media. 2010), h.7. suhadinet.wordpress.com/.../model-pembelajaran-kooperatif-tipetgt. Diakses pada tanggal 12 Desember 2011. 15 Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h.3.
mencari materi sendiri yang tidak pernah bisa dilakukan jika seseorang hanya 'menerima' materi dari guru atau teks pasokan itu. Satu merumuskan, menjelaskan dan menegosiasikan cara seseorang untuk memahami materi.16 Pada dasarnya Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi pleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. 17 Killen
mengemukakan
pembelajaran
kooperatif
sebagai
berikut
“Cooperative learning in both an instructional technique and a teaching philosophy that encourages student to work together to maximize their own learning and the learning of their peer”. Pembelajaran kooperatif merupakan teknik pengajaran dan sebuah filosofi pengajaran yang mendorong para siswa bekerjasama dan memaksimalkan belajarnya dan belajar dengan temannya. 18 Jadi pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas yang bertujuan mendorong siswa untuk bekerjasama dengan temannya, pembelajaran ini mengajak siswa untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada dan memecahkan masalah tersebut dengan bersama-sama, sehingga masing-masing siswa memiliki tanggung jawab di dalam kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan. Pembelajaran
kooperatif
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bekerja sama. Hubungan sebaya yang positif terbentuk selama pembelajaran kooperatif dan meningkatkan
16
Jette Stenlev, Cooperative Learning in foreign language teaching, Sprogforum nummer 25,2010. 17 Etin Solihatin dan Raharjo. Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS ( Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h.4. 18 Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah, Equilibrum,Vol.4,No.8.2008, h. 98.
perasaan saling memilik diantara siswa, penerimaan dan peduli serta berpartisipasi dalam kelompok.19 Sedangkan menurut Douglas Brown pembelajaran kooperatif tidak hanya berarti kerjasama. untuk memastikan dalam kelas kooperatif siswa dan guru bekerja sama untuk mencapai tujuan dan sasaran. namun pembelajaran kooperatif lebih terstruktur, lebih preskriptif kepada guru tentang teknik kelas, lebih direktif kepada siswa tentang bagaimana untuk bekerja sama dalam kelompok.20 Jadi pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok yang tidak semata-mata bekerja kelompok begitu saja, guru dalam hal ini ikut serta bekerja untuk membuat struktur dan rencana pembelajaran secara sistematis sehingga pada saat bekerjasana di dalam kelompok siswa benar mengerjakan tugas, saling bertukar
pendapat
dan
menuangkan
ide
masing-masing
dari
anggota
kelompoknya.
b. Karakteristik pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya, karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar; 2) Didasarkan pada manajemen kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif; 3) Kemauan untuk bekerjasama 19
Eileen Kee Hui Ling, A Teacher’s Personal Reflection On The Usage Of Cooperative Learning Strategies In Teaching Primary School Science, Jurnal Penyelidikan Tindakan Tahun 201o, Jilid 1/ Kerjasama IPBL dengan PPG Sri Aman dan PPDK Serian, JPN Sarawak di bawah KPKIPBL 20 Douglas Brown, Teaching by Principles An Interactive Approach. Pearson Education Company. 2000. San Fransisco State University.h.47
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu; 4) Keterampilan bekerjasama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktekkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.21 Menurut Suprayekti ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : 1) Siswa belajar dalam kelompok; 2) Siswa memiliki rasa salaing ketergantungan; 3) Siswa belajar berinteraksi secara kerjasama; 4) Siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugas. 5) Siswa memiliki keterampilan komunikasi interpersonal. 22 Menurut Suhadi model pembelajaran kooperatif, mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari model-model pembelajaran lain. Karakteristik-karakteristik itu adalah : 1) Siswa bekerja secara kooperatif dalam kelompok-kelompok (tim), untuk menguasai suatu materi akademik; 2) Tim harus terdiri dari pebelajar cepat, pebelajar sedang, dan pebelajar lamban; 3) Bila mungkin, setiap tim haruslah heterogen bila ditinjau dari segi ras (suku), budaya, jenis kelamin,dsb; 4) Penghargaan yang diberikan bentuknya lebih diprioritaskan dalam bentuk penghargaan kelompok daripada penghargaan individu.23
21
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 242. 22 Suprayekti, Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Pendidikan Penabur, No.07, 2006, h. 89. 23 Suhadi, Op.cit.., h. 6.
Jadi
berdasarkan
beberapa
pendapat
mengenai
karakteristik
pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ini membentuk kelompok yang terdiri dari siswa yang heterogen baik dari segi jenis kelamin, ras, dan tingkat intelegensi, didalam pembelajaran ini setiap kelompok harus menguasai materi pelajaran dan masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas kelompoknya masing-masing dan saling membantu jika terdapat temannya yang belum menguasai materi pelajaran. Demikian halnya yang dikatakan oleh Eileen Kee Hui Ling di dalam penelitiannya bahwa kerjasama adalah karakteristik dasar manusia. Sebagian besar dari sikap dan nilainilai yang dibentuk dengan membahas apa yang kita tahu atau memikirkan orang lain. Namun, tampak bahwa sistem pendidikan saat ini tampaknya menekankan keberadaan ruang kelas dengan struktur tujuan kompetitif. Dalam struktur tujuan kompetitif, kompetisi individu ada di mana kegagalan individu memainkan peran penting dalam keberhasilan yang lain. Jadi, alih-alih membantu orang lain, siswa mencoba untuk "menggulingkan" rekan-rekan mereka dalam rangka untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka.24 c. Prinsip Pembelajaran Kooperatif Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut: 1) Prinsip ketergantungan positif Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan;
24
Eileen Kee Hui Ling,A teacher’s personal reflection On the usage of cooperative learning strategies in teaching primary school science. Eileen Kee: A teacher’s personal reflection on the usage of cooperative learning strategies in teaching primary school science, ms 12-28.
2) Tanggung jawab perseorangan Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya; 3) Interaksi tatap muka Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan; 4) Partisipasi dan komunikasi Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.25 Sedangkan menurut Stahl prinsip dasar Cooperative learning meliputi sebagai berikut: 1) Perumusan tujuan Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelasnsan spesifik. Tujuan tessebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus sesuai dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan pada pemahaman materi pelajaran, sikap, dan proses dalam bekerja sama, ataukah keterampilan tertentu; 2) Penerimaan yang menyeluruh Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar mahasiswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari; 25
Wina Sanjaya, Op.cit., 244.
3) Ketergantungan yang bersifat positif Untuk mengkondisikan terjadinya interpendensi di antara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya. Guru harus merancang struktur kelompok dan tugastugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan materi pelajaran; 4) Interaksi yang bersifat terbuka Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana
belajar
seperti
itu
akan
membantu
menumbuhkan
sikap
ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling member dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka; 5) Tanggung jawab individu Salah satu dasar penggunaan cooperative Learning dalam pembelajaran adalah keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama-sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan member apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya; 6) Kelompok bersifat heterogen Dalam pembentukan kelompok belajar, kenggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan prilaku siswa;
7) Interaksi sikap dan prilaku sosial yang positif Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok26 Jadi dari beberapa prinsip yang dinyatakan oleh Wina Sanjaya di dalam pembelajaran kooperatif siswa diajarkan untuk tidak bergantung kepada guru akan tetapi bergantung pada usahanya sendiri dan bekerjasama dengan teman-temannya dalam kelompok, didalam kelompok siswa diberikan ruang untuk saling berinteraksi
dan
saling
membantu
dalam
menyelesaikan
tugas
karena
pembelajaran akan berhasil jika siswa saling membantu dan tidak saling mengandalkan satu dengan lainnya. Menurut Nur, prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut : 1) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 3) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 4) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. 5) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
26
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS , ( Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal.7-9.
6) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.27 d. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya : 1) Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain; 2) SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain; 3) SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan; 4) SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; 5) SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah; 6) Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya; 7) SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; 8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.28
27
Widyantini. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif , (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 4. 28
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2006), hal.247
Pembelajaran kooperatif berdasarkan pernyataan tersebut dalam proses pembelajaran memberikan keluasaan kepada siswa untuk berfikir sendiri, mencari informasi sendiri sehingga siswa tidak bergantung pada guru, tidak hanya itu siswa pun dalam proses pembelajaran kooperatif di dorong untuk mengungkapkan ide dan gagasan sendiri serta dapat memiliki tanggung jawab terhadap idea tau gagasannya tersebut. Sehingga dengan keluasan yang diberikan kepada siswa membuat siswa memiliki rasa percaya yang tinggi dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap prestasi belajarnya. Dengan belajar secara kelompok siswa dapat belajar cara bersosialisasi dengan temannya sehingga dengan hal ini siswa belajar menghargai dan menerima pendapat dari teman-temannya, inilah keunggulan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. e. Hal-hal yang dilakukan guru dalam pembelajaran kooperatif :29 1) Menspesifikasikan tujuan pelajaran Disetiap pelajaran seharusnya ada tujuan akademis yang mengkhususkan untuk mempelajari konsep dan strategi dan tujuan kecakapan sosial yang mengkhususkan pada interpersonal atau kelompok kecil untuk digunakan dan dikuasai selama pelajaran berlangsung 2) Membuat sejumlah keputusan sebelum pelajaran di mulai Guru harus menentukan ukuran kelompok, metode penugasan siswa pada kelompok, peran siswa yang akan diberikan tugas, materi yang diperlukan untuk menjalankan pelajaran, dan cara menata ruangan 3) Menjelaskan tugas dan interdependensi positif Menentukan penugasan dengan jelas, mengajarkan konsep dan strategi yang diperlukan, menentukan cara saling membantu yang positif dan akuntabilitas individu, menentukan criteria keberhasilan, dan menjelaskan kecakapan sosial yang diharapkan dapat dijalankan siswa 4) Mengawasi pembelajaran siswa Guru secara sistematis mengamati dan mengumpulkan data tentang tiap-tiap kelompok ketika mereka bekerja. Jika dibutuhkan, guru memberikan campur tangan untuk membantu siswa menyelesaikan tugas secara tepat dan ketika bekerja bersama secara efektif 5) Mengevaluasi pembelajaran siswa Pembelajaran siswa secara hati-hati dinilai dan pemahaman mereka dievaluasi. Para anggota kelompok belajar kemudian memproses seberapa efektif mereka bekerjasama. Berdasarkan pernyataan tersebut tugas guru dalam hal ini tidak hanya menjadi sumber pengetahuan akan tetapi tugas guru di dalam pembelajaran kooperatif ditugaskan untuk menjadi fasilisator, motivator serta evaluator,
29
Shlomo Sharan, The Handbook of cooperative learning : inovasi pengajaran dan pembelajaran untuk memacu keberhasilan siswa dikelas.terj : Sigit Prawoto ( Yogyakarta : Familia. 2012),hal.85-86
sehingga proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif berjalan sesuai dengan prinsip dasar pembelajaran kooperatif. 2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Charlton,
Williams
dan
McLaughlin
mengemukakan
bahwa
pembelajaran dengan games dapat membuat siswa lebih aktif dan merasa senang untuk belajar. Pembelajaran tersebut terlihat menarik ketika penjelasan guru dikombinasikan dengan games sehingga penyampaian materi menjadi lebih cepat tersampaikan.30 Teams-Games-Tournament pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan model pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.
Teman satu tim akan saling membantu dalam
mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.31 TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
30
Charlton, B., Williams, R. L dan McLaughlin, T.F. 2005. Educational Games: A Technique to Accelerate the Acquisition of Reading Skills of Children with Learning Disabilities. International Journal of Special Education. Volume 20, Number 2, page 66-72. 31
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik, ( Bandung : Nusa Media, 2009), h.13.
berbeda.32 Tim-Games-Tournament
merupakan
salah
satu
tim
strategi
pembelajaran yang dirancang oleh Robert Slavin untuk ditinjau dan penguasaan materi pembelajaran. Slavin telah menemukan bahwa TGT meningkatkan keterampilan dasar, prestasi siswa, interaksi positif antara siswa, penerimaan teman sekelas diarus utamakan dan harga diri.33 Model TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat membuat suasana belajar lebih menyenangkan. Selain itu, siswa dapat saling membantu satu sama lain. Setiap siswa dapat mengeluarkan pendapatnya dalam menyelesaikan suatu tugas. Rasa percaya diri siswa dapat meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di kelas. Adanya kerja sama yang baik dari masing-masing kelompok ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.34 Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.35 32
Dedi Rohendi dkk,. Penerapan Model Pembelajaran koooperatif Tipe Teams Games Tournament Berbasis Multimedia dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi Vol.3 No.1, 2010, h. 19. 33
Meg O’Mahony, Teams-Games-Tournament (Tgt) Cooperative Learning and Review, NABT Conference 14 October 2010 34 Fitri Handayani KD, Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan Pada Materi Keragaman Bentuk Muka Bumi, Jurnal Penelitian Kependidikan, no. 2, Oktober 2010.h.172 35 Amanah, Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), http://amanahtp.wordpress.com/2011/11/20/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt-teams-gamestournaments/, diakses pada tanggal 23 Januari 2012.
Menurut Robert E. Slavin, pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu: presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan),
turnamen
(pertandingan),
dan
rekognisi tim
(perhargaan
kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen dan siswa memainkan game akademik dengan anggot tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Lebih lanjut, dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran TGT modifikasi dari Robert E.Slavin
bahwa
TGT terdiri dari siklus reguler dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut: a. Presentasi Kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu, guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.
Pada
saat penyajian
kelas
ini
siswa
harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game/turnamen
karena
skor
game/turnamen akan menentukan skor
kelompok; b. Belajar Kelompok (Tim) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik yang berbeda. Dengan
adanya
heterogenitas
anggota kelompok,
diharapkan
dapat
memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa
belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Pada saat
pembelajaran fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran,kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik; c. Persiapan Permainan/Pertandingan Guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi, bernomor 1 sampai 30. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk permainan,yaitu: kartu permainan yang dilengkapi nomor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi; d. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen) Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam.Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya; e. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim) Penghargaan diberikan kepada tim yang menang atau mendapat skor tertinggi, skor tersebut pada akhirnya akan dijadikan sebagai tambahan nilai tugas siswa. Selain itu diberikan pula hadiah (reward) sebagai motivasi belajar. Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan
permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan siswa
dapat
menikmati
proses
pembelajaran
dengan
situasi
yang
menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal.36 Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal. Nuril Milati, dalam penelitiannya yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model TGT dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik.37 Penerapan pembelajaran TGT dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Siswa terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar, sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sangat bermanfaat bagi siswa. Adanya permainan dalam bentuk turnamen akademik yang dilaksanakan pada akhir pokok bahasan, memberikan peluang bagi setiap siswa untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya, hal ini juga menuntut keaktifan dan partisipasi siswa pada proses pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi
36 37
Robert E. Slavin, Op.cit.
Nuril Milati, “ Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang”, Skripsi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang, 2009.
suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlombalomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dalam aktivitas pembelajaran dengan menggunakan TGT, siswa diajak untuk melakukan lomba dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Adapun langkah yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: 1) Siswa dibagi menjadi 4 kelompok besar; 2) Siswa diminta untuk membaca kembali materi yang sudah dipelajari; 3) Guru menyimpan kartu-kartu di depan kelas dan meminta 4 siswa dari kelompok yang berbeda untuk mengisi jawaban; 4) Seluruh siswa diminta secara bergiliran mengisi soal yang disediakan guru dan langsung keluar kelas. Ada 4 orang siswa yang tidak mendapat giliran menjawab soal. 5) Guru meminta siswa untuk kembali masuk ke dalam kelas untuk mengecek jawaban soal.38 3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT a. Kelebihan Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) Melalui interaksi dengan anggota kelompok, semua memiliki kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapatnya atau memperoleh pengetahuan dan hasil diskusi dengan anggota kelompoknya 2) Pengelompokan siswa secara heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, maupun ras diharapkan dapat membentuk rasa hormat dan saling menghargai di antara siswa. 3) Dengan belajar kooperatif siswa mendapat keterampilan kooperatif yang tidak dimiliki pada pembelajaran lain. 4) Dengan diadakannya tumamen diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi diri maupun kelompoknya.
38
Sutarto, Model Pembelajaran Kooperatif Bersifat Konstruktivis Pada Topik Klasifikasi Hewan Antropoda, Jurnal Pengajaran MIPA,Vol.13 No.1 April.2009, h. 29.
5) Dengan tumamen dapat membentuk siswa mempunyai kebiasaan bersaing sportif dan selanjutnya menumbuhkan keberanian dalam berkompetisi, akibatnya siswa selalu dalam posisi unggul. 6) Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT, dapat menanamkan betapa pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan belajar baik untuk dirinya maupun seluruh anggota kelompok 7) Kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa sehingga dapat menumbuhkan keaktifan siswa b. Kekurangan Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar. 2) Jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang memadai atau sarana tidak cukup tersedia maka pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit dilaksanakan 3) Apabila sportifitas siswa kurang, maka keterampilan berkompetisi siswa yang terbentuk bukanlah yang diharapkan39 Jadi dari kelebihan pembelajaran kooperatif ada beberapa hal yang diharapkan menggunakan TGT yaitu semua siswa memiliki kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapatnya, siswa dapat membentuk rasa hormat dan saling menghargai di antara siswa, pembelajaran TGT dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi diri maupun kelompoknya, siswa mempunyai kebiasaan bersaing sportif dan selanjutnya menumbuhkan keberanian dalam berkompetisi, siswa menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan belajar, kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat lebih aktif. Sedangkan dari kelemahan model pembelajaran ini seorang guru harus menjadi fasilisator dan motivator jika guru tidak berperan seperti itu maka proses 39
Leonard Kiki Dwi Kusumaningsih, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Gamestournaments (TGT) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia, Jurnal Ilmiah Exacta Vol. 2 NO.1 Mei 2009, Universitas Indraprasta PGRI.h.90-91
pembelajaran dengan menggunakan model TGT tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena didalam tahap pembelajaran ini jika guru terkesan monoton maka proses belajar yang seharusnya menyenangkan akan menjadi tidak menyenangkan dan membuat siswa tidak merasa senang dalam mengikuti pembelajaran, pembelajaran menggunkan model TGT memerlukan waktu yang cukup lama dan sarana yang memadai sehingga proses belajar menggunakan model ini berjalan dengan baik.
4. Teori Belajar Konstruktivisme a. Pandangan Konstruktivisime Tentang Belajar Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsepkonsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus menkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. 40 Di dalam proses pembelajaran menurut teori ini guru berperan sebagai fasilisator yaitu memfasilitasi proses pembelajaran dengan menggunkan cara-cara yang membuat sebuah informasi atau materi pelajaran menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Jadi hasil belajar tergantung dari proses belajar yang terjadi pada siswa.
40
Baharuddin dan Esa Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,2008), hal.115.
Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilisator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran yaitu: 1)
Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran, setiap media memiliki karakteristik yang berbeda;
2)
Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru professional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal;
3)
Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi
mutakhir.
Berbagai
perkembangan
teknologi
informasi
memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok; 4)
sebagai fasilisator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. 41 “Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereke sendiri. Dengan
41
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 22.
dasar ini pembelajaran harus dikemas menjad proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan”.42 Jadi berdasarkan beberapa pendapat tentang teori konstruktivisme tersebut menjelaskan bahwa di dalam teori ini siswa didorong untuk membangun pengetahuann sendiri dengan bantuan guru yang menjadi fasilisator di dalam proses pembelajaran, dengan peran guru di dalam kelas sebagai fasilisator tidak lagi menjadikan guru sebagai objek belajar akan tetapi siswa itu sendiri yang menjadi objek belajar. Sehingga proses pembelajaran di kelas menjadikan siswa untuk mencari, berdiskusi dan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan. c. Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget Dalam
pandangan
konstruktivisme,
pengetahuan
tumbuh
dan
berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotakkotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam otak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.43 Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui organisasi inilah, manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, 42
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta.2009), h.
88. 43
Baharudin dan Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran ( Jogjakarta: ArRuzz Media. 2008), h.117-118.
sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut. Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut dengan asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). Berdasarkan teori ini Piaget mengungkapkan bahwa siswa mendapatkan pengetahuan yang seutuhnya jika siswa tersebut berperan di dalam proses belajar, siswa harus membangun pengetahuan dengan mengaplikasikan pengetahuan yang telah di dapatkan dalam pengalaman, sehingga dengan pengalaman ini siswa dapat memahami pengetahuan yang telah diterimanya dan dapat menggabungkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima sebelumnya.
d. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, lanjut Vygotsky, munculnya prilaku seseorang karena intervening kedua elemen tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indranya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indra dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar. 44
44
Baharudin dan Nur Wahyuni, Ibid.,h. 124.
Pada teori ini Vygotsky mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari lingkungan, interaksi manusia dengan lingkungan yang ada menjadikan manusia dapat belajar dengan sendirinya melalui stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan, stimulus ini yang merangsang alat indera untuk menyerap informasi yang kemudian informasi yang berupa data-data akan ditransformasikan ke otak yang nantinya akan menjadi sebuah pengetahuan baru.
5. Belajar dan Hasil Belajar a. Belajar Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling penting dalam pendidikan, sehingga tanpa belajar tidak akan pernah ada pendidikan. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat mendasar dari penyelenggaraan pendidikan. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa.45 Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan dapat dikategorikan sebagai belajar, misalnya perubahan fisik, gila, mabuk, dan sebagainya. 46 Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar,yaitu belajar dalam arti sempit dan belajar dalam arti luas. Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut belajar figuratif, suatu bentuk belajar yang pasif. Sedangkan belajar dalam arti luas, yang juga disebut perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada
45
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2001), h. 55-59. 46 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 38.
bermacam-macam situasi. Belajar ini disebut juga belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari yang dipelajari.47 Hintzman dalam Alex Sobur mengemukakan arti belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, disebabkan oleh pengalaman yang bisa mempengaruhi organisme tersebut. Dengan demikian, menurut Hintzman, perubahan yang disebabkan oleh pengalaman tersebut baru bisa disebut belajar jika mempengaruhi organisme. Hintzman juga menjelaskan bahwa pengalaman hidup sehari-hari, dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar.48 “Chaplin dalam Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya: belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus”.49 Witherington dalam Sukmadinata menyatakan belajar sebagai sebuah perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.50 “Crow & Crow dalam Alex Sobur menyatakan belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan Crow & Crow, menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku. Belajar dapat memuaskan minat individu untuk mencapai tujuan”.51 Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang karena adanya latihan atau pengalaman hidup sehari-hari. Dengan adanya belajar pada 47
Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, ( Yogyakarta : Kanisius, 2001), h. 140-141. 48
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 220.
49
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 90. 50
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 155. 51
Alex Sobur, Loc Cit.
setiap individu menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku. Dan dapat memuaskan minat individu untuk mencapai tujuan. Cronbach dalam Sumadi Suryabrata menyatakan belajar yang baik adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar dapat menggunakan panca inderanya.52 Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang dijadikan bahan belajar.53 Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa belajar merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Belajar adalah roh atau jiwa dalam proses pendidikan. Sehingga belajar sangat krusial dalam menjalankan roda pendidikan. Belajar juga dapat mendorong suatu masyarakat pada umumnya untuk melakukan perubahan kearah yang lebih positif. Dengan belajar, masyarakat akan mendapatkan suatu keterampilan, kompetensi yang memadai dalam meningkatkan kualitas kehidupannya baik bagi dirinya maupun orangorang yang ada disektarnya. Belajar merupakan proses perubahan yang akan banyak melibatkan dirinya untuk terus melakukan perubahan kearah yang lebih baik, oleh karena itu diperlukan kesadaran dan kesungguhan dari setiap individu dalam melakukan proses belajar, sehingga tujuan dari belajar akan tercapai dengan maksimal. baik tujuan secara akademik, maupun tujuan secara sosial kemasayrakatan. Dalam arti apa yang sudah dipelajari mendapatkan nilai yang baik, dan bermanfaat untuk masyarakat. Gestalt dalam pandangan psikologinya menyatakan bahwa belajar bukan sekedar asosiasi antara stimulus-respon yang kian lama kian kuat disebabkan 52
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
53
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006),
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 2005), h. 231. h. 7.
adanya berbagai latihan atau ulang-ulangan. Menurut aliran ini, belajar itu terjadi apabila terdapat pengertian (insight). Pengertian ini muncul jika seseorang, setelah beberapa saat, mencoba memahami suatu problem, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami sangkut pautnya, untuk kemudian dimengerti maknanya. Berikut adalah prinsip-prinsip belajar dari teori psikologi Gestalt:54 1) Belajar dimulai dari keseluruhan, kemudian baru menuju bagian-bagian. Dari hal-hal yang sangat kompleks menuju hal-hal yang sederhana. 2) Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tersebut. 3) Belajar adalah proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Seseorang belajar jika ia dapat bertindak dan berbuat sesuai yang dipelajarinya. 4) Belajar akan berhasil bila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian. Pengertian adalah kemampuan menghubungkan berbagai faktor dalam situasi yang problematis. 5) Belajar akan berhasil jika ada tujuan yang berarti bagi individu. 6) Dalam proses belajar itu, individu selalu merupakan organisme yang aktif, bukan bejana yang harus diisi oleh orang lain. Dengan demikian, belajar menurut Gestal adalah proses individu mendapatkan suatu pengetahuan berawal dari sautu hal yang kompleks kepada hal yang sederhana. Setiap individu akan merasakan kebermaknaan belajar manakala individu tersebut sudah mendapatkan dan memahami pengertian tentang objek yang dipelajari. Dari pengertian inilah individu akan menamkan makna yang diperolehnya kedalam dirinya dan dijadikan sebagai pola-pola atau aturan dalam membuat prinsip kehidupannya. Dalam hal ini, individu akan lebih banyak melakukan aktifitas pembelajaran dibandingkan guru atau pengajar. Karena dalam pembelajaran ini individu dituntut untuk secara aktif menggali pengetahuan dan pengalaman sebelumnya untuk dikolaborasikan dengan pengetahuan yang baru 54
Alex sobur. Op.Cit., 234
dipelajarinya menjadi suatu produk pengetahuan baru yang diperolehnya. Sehingga individu dalam melakukan proses pembelajaran ini akan mendapatkan kekhasan dalam berfikir, menganalisis permasalahan, dan memecahkan suatu persoalan dengan mengandalkan kemampuannya secara mandiri. Gagne seperti yang dikutip Sukmadinata mengemukakan bahwa seseorang dalam melakukan pembelajaran tidak terlepas dari tipe-tipe belajar yang dimilikinya. Ada delapan tipe belajar yang membentuk hierarki dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.55 1) Belajar tanda-tanda atau signal learning. Individu belajar mengenal dan member respon kepada tanda-tanda. 2) Belajar perangsang jawaban atau stimulus respon learning. Belajar ini merupakan upaya untuk membentuk hubungan antara perangsang dengan jawaban. 3) Rantai perbuatan atau chaining. Individu belajar melakukan kegiatan yang membentuk satu kesatuan. 4) Hubungan verbal atau verbal association. Hubungan verbal berbentuk hubungan bahasa. 5) Belajar membedakan atau discrimination learning. Individu belajar melihat perbedaan dan juga persamaan sesuatu benda dengan yang lainnya. 6) Belajar konsep atau concept learning. Tipe belajar ini menyangkut pemahaman dan penggunaan konsep-konsep. 7) Belajar aturan-aturan atau rule playing. Individu belajar aturan-aturan yang ada
dimasyarakat,
disekolah,
dirumah
ataupun aturan
perdagangan,
pemerintah bahkan ilmu pengetahuan. 8) Belajar pemecahan masalah atau problem solving learning. Dalam kegiatan belajar ini individu dihadapkan kepada masalah-masalah yang harus dipecahkan.
55
Nana Syaodih Sukmadinata. Op.Cit., hal. 160
Dengan demikian bahwa, individu dalam melakukan proses belajar dimulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang bersifat kompleks. Hal ini berlawanan dengan belajar yang dikemukakan Gestalt di atas bahwa indivu belajar dari hal yang kompleks ke hal yang sederhana. Akan tetapi dari kedua pandangan ini dapat ditarik sebuah benang merahnya bahwa belajar adalah sebuah proses, baik proses dari sederhana ke kompleks maupun kompleks ke sederhan. Setiap individu memiliki gaya masing-masing dalam melakukan proses pembelajaran. Sehingga individu berhak atas apa yang akan dipelajarinya. Setiap individu memiliki tujuan akhir yang berbeda, sehingga wajar jika mereka dalam memperolehnya dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, pada intinya tujuan akhir dari setiap pembelajaran adalah sama, yaitu bagaimana individu mampu hidup secara mandiri, mampu melakukan pemecahan masalah dengan baik, mampu bersosialisai dengan masyarakat dan lingkunganya, serta akhir dari setiap pembelajaran individu mampu menghasilkan suatu produk pengetahuan original oleh dirinya yang kemudian dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang-orang disekitarnya dalam melangsungkan proses kehidupan selanjutnya. Rebber dalam Alex Sobur menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses. Dimana proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Jadi belajar sebagai suatu proses merupakan cara-cara atau tingkah laku yang memungkinkan timbulnya beberapa perubahan serta tercapainya hasil-hasil tertentu. Belajar pada dasarnya bukanlah suatu tujuan atau benda, tetapi merupakan suatu proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Pengertian proses disini lebih merupakan cara mencapai tujuan atau benda. Inilah langkahlangkah atau prosedur yang ditempuh. Dalam belajar, setiap kegiatan saling berinteraksi atau saling mempengaruhi. Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses kejiwaan atau peristiwa pribadi yang terjadi didalam diri setiap individu. Proses belajar itu sendiri akan berjalan dengan baik, kelak akan memberikan hasil, yang kita sebut dengan hasil belajar. 56
56
Alex Sobur. Op.Cit., 235
Dalam uraiannya mengenai proses belajar, Udai Pareek dalam Alex Sobur menyebutkan tiga dimensi penting, yaitu penemuan pengetahuan, mengadakan
percobaan
dan
perencanaan
auto
sistem.
Belajar
dapat
mengembangkan seseorang secara efektif jika ia ‘menemukan’ pengetahuan dan lain-lain dimensi penting, dan bukan “hanya menerimanya” dari guru. Belajar dengan cara penemuan menekankan pentingnya si pelajar, dan menyatakan kepercayaan pada kemampuan belajar untuk aktif dan kreatif. Sedangkan percobaan, erat hubungannya dengan penemuan. Melalui percobaan, si pelajar akan mengetahui bahwa ada berbagai cara untuk mengerjakan sesuatu dan ia menemukan berbagai alternative yang membuatnya lebih efektif dalam kemampuannya untuk memilih dari berbagai alternatif yang tersedia. Belajar juga harus membantu si pelajar untuk mengetahui cara belajar lebih lanjut. Untuk keperluan ini, si pelajar harus dibantu untuk mengembangkan sistem pribadi untuk belajar sendiri. Tiap orang mengguanakan suatu sistem. Satu orang belajar dengan mengatur pikirannya melalui suatu garis sitematis; seorang lagi mugkin belajar melalui penerapan, lalu membuat konsepsi tentang hal ini, dan sebagainya. 57
Uraian tersebut menggambarkan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang terus menerus dilakukan oleh individu dalam melakukan suatu perubahan dalam dirinya kearah yang
lebih baik. Proses ini dilakukan untuk mencapai
sebuah tujuan dari belajar tersebut. Dalam mencapai sebuah tujuan, individu dalam melakukan proses belajar akan melalui beberapa dimensi dalam belajar, yaitu individu akan menemukan penemuan-penemuan tertentu dengan cara aktif dan kreatif dalam melakukan proses pembelajaran. selain itu dalam belajar juga, individu akan melakukan percobaan dari hasil penemuan yang diperoleh. Dari proses yang terus dilakukan tersebut maka akan diperoleh suatu mekanisme otomomatis dalam setiap individu dalam melakukan belajar. Mekanisme tersebut adalah sebuah kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menentukan suatu cara untuk melakukan proses pembelajaran. Cara ini merupakan suatu langkah awal 57
Ibid., hal. 237-238.
dalam menentukan keberhasilan individu dalam belajar. Dan setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam menentukan keberhasilannya dalam belajar. 1) Tipe-tipe Belajar Gagne seperti yang dikutip Sukmadinata mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu hierarki dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu: a) Belajar tanda-tanda atau signal learning. Individu belajar mengenal dan memberi respon kepada tanda-tanda; b) Belajar perangsang jawaban atau stimulus respons learning. Belajar ini merupakan upaya untuk membentuk hubungan antara perangsang dengan jawaban; c) Rantai perbuatan atau chaining. Individu belajar melakukan rentetan kegiatan yang membentuk satu kesatuan; d) Hubungan verbal atau verbal association. Hubungan verbal berbentuk hubungan bahasa; e) Belajar membedakan atau discrimination learning. Individu belajar melihat perbedaan dan juga persamaan sesuatu benda dengan yang lainnya; f) Belajar konsep atau concept learning. Tipe belajar ini menyangkut pemahaman dan penggunaan konsep-konsep; g) Belajar aturan-aturan atau rule playing. Individu belajar aturan-aturan yang ada di masyarakat, di sekolah, di rumah ataupun aturan perdagangan, pemerintahan bahkan ilmu pengetahuan; h) Belajar pemecahan masalah atau problem solving learning. Dalam kegiatan belajar ini individu dihadapkan kepada masalah-masalah yang harus dipecahkan.58 2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Muhibbin Syah dalam bukunya menuliskan bahwa yang mepengaruhi belajar ada tiga macam yaitu:
58
Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit., h. 160.
a) Faktor internal yang meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologi dan aspek psikologi yang terdiri dari lima faktor yaitu intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa; b) Faktor eksternal yang terdiri atas dua macam yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial; c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan model yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan dalam suatu materi pelajaran.59 Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul Psikologi Umum menuliskan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar suatu individu, adalah sebagai berikut: 1) Faktor endogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang berada dalam diri individu, yang meliputi faktor fisik dan psikis. Faktor psikis terdiri atas faktor intelegensia atau kemampuan, perhatian dan minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kepribadian; 2) Faktor Eksogen atau disebut dengan faktor eksternal, yakni semua faktor yang berada diluar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan disekitar individu, yang meliputi faktor keluarga, sekolah, dan lingkungan lain. Fakor keluarga yang terdiri atas kondisi ekonomi keluarga, hubungan emosional orang tua dan anak, cara mendidik anak. Faktor sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah. Faktor lingkungan lain seperti lingkungan disekitar keluarga atau rumah, teman pergaulan, aktifitas dalam masyarakat yang langsung berhubungan dengan individu.60 Wina Sanjaya dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan menuliskan bahwa terdapat beberapa
59
Muhibbin Syah, Op.cit., h. 132.
60
Alex Sobur. Op.Cit., 244-251
faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran. Berikut adalah beberapa faktor tersebut, antara lain: 1) Faktor guru Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Menurut Dunkin dalam Wina Sanjaya menyebutkan bahwa ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yakni teacher formative experience yang meliputi jenis kelamin serta pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktifitas atau karier dan latar belakang pendidikan guru. Teacher Properties, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru; sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi, penguasaan materi, evaluasi dan kemampuan pengelolaan pembelajaran; 2) Faktor siswa Siswa adalah siswa yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanganya.
Seperti
halnya
guru,
faktor-faktor
yang
dapat
mempenagruhi pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut Pupil formative experience serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties); 3) Faktor Sarana Dan Prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana
adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengakapan sarana dan prasarana dapat memberikan keuntungan yaitu dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam mengajar dan dapat memberikan banyak pilihan kepada siswa dalam belajar; 4) Faktor lingkungan Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Sedangkan iklim sosial-psikologis merupakan keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial-psikologis dapat terjadi secara internal dan eksternal. Iklim sosial psikologis internal meliputi iklim sosial psikologis antara siswa dengans siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, guru dengan pimpinan. Iklim sosial psikologis eksternal meliputi hubungan sekolah dengan
orang tua siswa, hubungan sekolah dengan
lembaga-lembaga masyarakat dan lain sebagainya. 61 Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan suatu individu dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut diatarnya adalah faktor internal maupun
eksternal. Faktor tersebut
berepengaruh baik terhadap proses belajar maupun terhadap hasil belajar yang diperoleh. Individu yang dalam hal ini adalah siswa harus mengetahui dan memahami faktor-faktor tersebut dengan baik. Begitu juga seorang guru atau pengajar. Seorang guru harus betul-betul memahami kondisi siswa, lingkungan, sarana dan prasarana, serta model dan materi pembelajaran dengan baik, karena inilah beberapa faktor yang sangat dalam menentukan suatu keberhasilan dalam pembelajaran. 61
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran:Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 50-54.
b. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan wujud realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakuknya, baik perilaku dalam bentuk pengetahuan, keterampilan berpikir mapun keterampilan motorik. Sebagian besar dari perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat terlihat dari penguasaan ditempuhnya.
konsep
siswa terhadap
mata pelajaran
yang
62
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemampuan guru sebagai perancang belajar-mengajar. Untuk itu guru dituntut menguasai taksonomi hasil belajar yang selama ini dijadikan pedoman dalam penyusunan tujuan instruksional. Tujuan instruksional umumnya dikelompokkan ke dalam tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.63 Hasil belajar berdasarkan pernyataan tersebut menjelaskan bahwa hasil belajar adalah wujud dari sebuah proses siswa belajar, proses belajar yang dialami siswa mebuat siswa dapat menguasai konsep yang sudah dipelajari hal tersebt dapat dilihat dalam kecakapan siswa berfikir, berperilaku dalam hal pengetahuan dan motorik. Hal tersebut dapat terwujud jika guru membuat rumusan atau rencana pembelajaran dengan baik yang mendorong siswa untuk belajar dan ini dipengaruhi oleh kemampuan guru sebagai pendidik.
1) Hasil Belajar Kognitif Hasil
belajar
kognitif
bertujuan
mengembangkan
kemampuan-
kemampuan intelektual dalam mengenal lingkungan. Hasil belajar ini terdiri dari jenjang:
62
Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, h. 102.
63
2008), h. 34.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
a) Mengingat (C1), mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang sudah dipelajari. Pengetahuan ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip atau model; b) Memahami (C2), mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang telah dipelajari; c) Menerapkan (C3), mencakup kemampuan menerapkan model dan kaidah untuk menghadapi masalah nyata dan baru; d) Menganalisa (C4), mencakup kemapuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik; e) Mensistesis (C5), mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru; f) Menilai (C6), mencakup kemapuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.64 Melihat jenjang kognitif yang ada dapat disimpulkan bahwa kemampuan hasil belajar kognitif siswa berbeda-beda, oleh sebab itu seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengenal karakter siswa. Sehingga guru dapat menentukan rencana, tujuan, dan model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2) Hasil Belajar Afektif dan Psikomotor “Guru umumnya melakukan pengukuran hasil belajar dalam aspek kognitif. Hal ini karena penggunaannya lebih praktis dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya”.65 Sebagaimana diketahui sekarang ini semakin banyak sekolah yang memiliki laboraturium Biologi. Oleh sebab itu dalam upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran, khususnya hasil belajar kognitif yang didukung oleh keterampilan serta sikap dan perilaku yang baik, maka para guru hendaknya secara bertahap bisa mulai melakukan pengukuran hasil belajar dalam aspek keterampilan dan sikap.
h. 157.
64
Dimyati dan Mudjiono, Op.cit., h. 26-27.
65
Nuryani Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, ( Malang: UM Press, 2005),
Dengan demikian, hasil belajar merupakan salah satu tujuan dalam pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu perubahan dalam berbagai aspek dalam diri pembelajar. Aspek ini meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotarik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu ukuran yang dapat memperlihatkan keberhasilan individu atau siswa dalam belajar. Selain itu, keberhasilan individu dalam belajar juga dapat dilihat dari kemampuan menjelaskan suatu obejek yang dipelajari, keterampilan intelektual, statregi kognitif, keterampilan gerak dan sikap yang dimiliki individu setelah melakukan pembelajaran. Untuk mencapai ini semua, maka seorang guru wajib memahami dan menguasai cara untuk mencapai hasil belajar tersebut dengan optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran TGT dalam proses pembelajaran dikelas. c. Pembelajaran IPA- Biologi Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu”dan”berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang berdampak pada sikap siswa mempelajari IPA.66 Sains tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan saja, dalam sains terkandung hal lain. Cain dan Evans (1990) dalam Rustaman menyatakan bahwa sains mengandung empat hal, yaitu: konten atau produk, proses atau model, sikap, dan teknologi. Sains sebagai konten atau produk berarti bahwa dalam sains terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. Sains sebagai proses atau model berarti sains merupakan 66
Departemen Pendidikan Nasional. Strategi Pembelajaran MIPA,2008, h. 22.
suatu proses atau model untuk mendapatkan pengetahuan. Selain sebagai produk dan proses, sains juga merupakan sikap seperti tekun, terbuka, jujur, dan objektif. Sains sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa sains mempunyai keterkaitan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.67 Biologi merupakan salah satu bagian dari sains yang sangat besar pengaruhnya untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang biologi merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi. Untuk kepentingan pribadi, sosial, ekonomi dan lingkungan, siswa perlu dibekali dengan kompetensi yang memadai agar menjadi peserta aktif dalam masyarakat.68 Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar. 69 Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa IPA atau sains biologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang makhluk hidup yang dipelajari dengan mengembangkan keterampilan proses siswa dalam belajar dan didasari oleh sikap ilmiah.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Masriani, Pendidikan Biologi Universitas Tadulako dengan judul penelitiannya “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
67
Nuryani Rustaman, Op.cit, h. 74.
68
Departemen Pendidikan Nasional. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, (Jakarta:2003), h.5. 69
Ibid., h. 6.
Games Tournamen (Tgt) Terhadap Hasil Belajar Siswa Smp Negeri 21 Palu pada Konsep Sistem Ekskresi” Rata-rata hasil belajar yang diperoleh dari kedua model pembelajaran adalah untuk TGT 72,19 dan untuk konvensional 58,67. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar dengan pembelajaran TGT lebih besar dari rata -rata hasil belajar dengan pembelajaran konvensional. Sedangkan hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran TGT dibandingkan pembelajaran konvensional. Belajar dengan menggunakan pembelajaran TGT berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa.70 Leonard Kiki Dwi Kusumaningsih dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Gamestournaments (TGT) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia”. Hasil analisis menunjukan rata-rata peningkatan prestasi belajar pada kelas yang menggunakan model pembelajaran koopertif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata peningkatan prestasi belajar pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Peningkatan prestasi belajar siswa untuk kelas eksperimen adalah 43% berada pada kriteria sedang, untuk kelas kontrol adalah 29% berada pada kriteria rendah. 71 Budi Suseno, dengan penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Charta, dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model TGT Kelas X.1 SMA Negeri 1 Weru Sokoharjo Tahun 2007/2008”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peenggunaan model pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar
70
Masriani, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournamen (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Smp Negeri 21 Palu, Jurnal Biodidaktis, Volume 5, Nomor 1, Desember 2011: 29 – 34 71
Leonard Kiki Dwi Kusumaningsih. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Gamestournaments (TGT) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia, Jumal Ilmiah Exacta Vol. 2 No.1 Mei 2009.
materi reproduksi invertebrate kelas X SMA Negeri 1 Weru Sokoharjo Tahun 2007/2008.72 Ircham Junaedi dalam penelitiannya yang berjudul “ Penerapan Strategi Pembelajaran TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Klasifikasi Invertebrata bagi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kesesi Tahun Pelajaran 2006/2007”. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada konsep klasifikasi invertebrate setelah menggunakan strategi pembelajaran TGT.73 Ani Kurniasari
Mahasiswi Universitas
Negeri Semarang
dalam
penelitiannya yang berjudul ” Komparasi Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diberi Model TGT (Teams Games Tournaments) Dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon”” (Studi eksperimen di kelas X SMA Negeri 1 Ungaran Tahun Ajaran 2005/2006). Hasil analisis tahap akhir dibagi menjadi 3 tahap, analisis aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Pada aspek kognitif diperoleh rata-rata hasil belajar kelas TGT adalah 76,05, sedangkan kelas STAD sebesar 70,13. Hasil analisis diperoleh thitung sebesar 2,992 > ttabel (1,99) yang berarti Ho ditolak yang berarti ada perbedaan hasil belajar aspek kognitif antara kelas TGT dan STAD. Analisis aspek afektif diperoleh nilai rata-rata kelas TGT adalah 73,5 (tinggi). Sedang kelas STAD adalah 64,0 (sedang).74 Nuril Milati Mahasiswi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang dalam penelitiannya yang berjudul “ Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang” 72 Budi Suseno, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Charta, dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model TGT Kelas X.1 SMA Negeri 1 Weru Sokoharjo Tahun 2007/2008, Widyatama,Vol.5 NO.2,Juni 2008. 73
Ircham Junaedi, Penerapan Strategi Pembelajaran TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Klasifikasi Invertebrata bagi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kesesi Tahun Pelajaran 2006/2007, Widyatama,Vol.6 NO.3,September 2009. 74
Ani Kurniasari, “Komparasi Hasil Belajar Antara Siswa yang Diberi Metode TGT (Teams Games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon” Skripsi Universitas Negeri Semarang,2006.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang pada sub pokok bangun datar trapesium. Berdasarkan hasil tes individual pada sebelum penelitian, siklus I, dan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan, mulai dari tingkat keberhasilan sebelum diadakannya penelitian sebesar 32.43%, setelah dilakukan
tindakan dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe TGT tingkat keberhasilan yang dicapai siswa pada siklus I meningkat menjadi 80%, kemudian pada siklus II meningkat lagi menjadi 97.14%. Hal ini menunjukkan 97.14% siswa berhasil mempelajari bangun datar trapesium pada mata pelajaran matematika dan terjadi peningkatan prestasi belajar siswa.75 Restika Parendrarti mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam penelitiannya yang berjudul “ Aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams-games-tournament) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI ipa sma muhammadiyah 2 surakarta tahun ajaran 2008/2009” aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-GamesTournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009. Ratarata skor motivasi siklus I 124,87 (baik); siklus II 134,77 (baik); dan siklus III 151,70 (sangat baik). Rata-rata aspek kognitif untuk nilai awal adalah 39,03; siklus I 53,17 (0 % siswa mencapai nilai ≥ 70); siklus II 60,6 (20 % siswa mencapai nilai ≥ 70); dan siklus III 74,17 (76,67 % siswa mencapai nilai ≥ 70). Sedangkan hasil belajar pada aspek afektif siklus I 29,07 (cukup berminat); siklus II 37,43 (berminat); dan siklus III 43,57 (sangat berminat).76
75
Nuril Milati, “ Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang”, Skripsi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang, 2009. 76
Restika Parendrarti, “ Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teamsgames-tournament) dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran biologi hendaknya di desain untuk dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menumbuh kembangkan kemampuan mereka secara maksimal. Dengan semakin banyaknya media dan sumber belajar (learning resources) yang dapat digunakan dalam pembelajaran biologi, siswa tidak berharap banyak dari guru. Siswa bisa diberi kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar tersebut. Dengan demikian pembelajaran biologi menuntut keaktifan siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa harus mampu untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen, adanya ketergantungan positif (saling membutuhkan), saling membantu, dan saling memberikan motivasi. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui obsevasi dan penekanan belajar tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal. Jadi pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi dengan sesamanya. Model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru. Dengan pengalaman
belajar
yang
baru
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan pemahaman konsep sistem gerak pada manusia dan hewan sehingga mengakibatkan hasil belajar menjadi meningkat.Memperhatikan uraian pada landasan teori, dapat disusun kerangka berfikir sebagai berikut.
D. Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem gerak.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Januari- 9 Februari 2012 di SMP WIRABUANA Jl. H.Camat Kanang Pintu Air Rt.05./03.Desa.Pabuaran Kec.Bojonggede Kab.Bogor. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen atau eksperimen semu. Jenis desain yang dipakai adalah nonrandomized control group pre-test post-test design atau pre-test post-test grup kontrol tidak secara random. Dalam desain ini Peneliti menggunakan dua kelas dengan kemampuan kelas yang setara. Dua kelas tersebut dibagi menjadi dua kelompok, kelompok satu dinamakan kelompok eksperimen dan kelompok dua dinamakan kelompok kontrol. Kedua kelompok, baik eksperimen maupun kontrol setelah mendapat perlakuan yang berbeda kemudian dibandingkan, kendati kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui randomisasi. Meskipun terdapat kelompok kontrol, akan tetapi kelompok kontrol tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksaan eksperimen77. Secara umum desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
77
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 114.
61
Tabel 3.1 Desain Pretest-Postest Kelompok Kontrol Tanpa Acak Kelompok
Pretest
Perlakuan
Posttest
E
Y1
X
Y2
K
Y1
-
Y2
Sumber:78 Keterangan: E K Y1 Y2 X
= Kelompok eksperimen = Kelompok kontrol = Hasil pretest siswa kelompok eksperimen = Hasil postest siswa kelompok kontrol = Perlakuan siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan TGT
Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sampel dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada awal pelajaran, kedua kelompok tersebut diberikan soal pretest yang sama dan pada materi yang sama. Pretest di sini berfungsi sebagai tolak ukur, sejauh mana pemahaman dan persiapan awal terhadap materi yang akan disampaikan. Kemudian, proses pembelajaran dimulai dengan menerapkan perlakuan (model pembelajaran). Untuk kelompok eksperimen (E), sistem pembelajaran menggunakan metode Time Games Tournament (TGT) sedangkan untuk kelompok kontrol menggunakan sistem
pembelajaran konvensional dengan
metode ceramah dan tanya jawab. Sebagai evaluasi pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, maka guru memberikan soal posttest yang sama pada masing – masing kelompok. Soal posttest tersebut sama dengan soal pretest, hal itu dilakukan dengan harapan pengetahuan – pengetahuan awal dalam menjawab soal–soal pretest yang belum dimengerti oleh siswa dapat di pahami selama proses pembelajaran berlangsung. Pada akhirnya siswa–siswa dapat menjawab soal–soal posttest yang mirip dengan pretest tersebut. Hasil posttest inilah yang secara umum disebut sebagai hasil belajar siswa. 78
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 186.
Peningkatan hasil test dari masing-masing kelas dibandingkan (diuji perbedaannya), demikian juga antara peningkatan hasil tes antara kelompok kontrol dan eksperimen. Perbedaan yang signifikan antara gain dan gain normal kedua kelompok menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan. C. Populasi dan Sampel Sebelum pengambilan data dilakukakan terlebih dahulu menentukan populasi dan sampel yang akan diambil untuk dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari sampel inilah kemudian data pada masing – masing kelas dapat diambil. 1. Populasi Target Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMP WIRABUANA Bogor yang terdaftar pada semester 1 tahun ajaran 2011/2012. 2. Populasi Terjangkau Sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP WIRABUANA BOGOR yang terdaftar pada semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Adapun jumlah kelasnya sebanyak 9 kelas. 3. Sampel Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan cara tanpa peluang atau non-probability
sampling.
Penarikan
sampel
dengan
cara
ini
tidak
menggunakan dasar peluang akan tetapi ditentukan oleh peneliti berdasarkan kebutuhan yang akan ditelti79. Teknik yang dipakai adalah jenis purposive sampling. Dengan teknik purposive sampling sebanyak 9 kelas pada kelas VIII diambil sebanyak 2 kelas, yaitu kelas VIII A dan kelas VIII F. Teknik ini digunakan
karena
peneliti
mempunyai
pertimbangan
tertentu
dalam
menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai80.
79
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian Dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989),h. 84. 80
Ibid., h. 96.
D. Variabel Penelitian Varibabel penelitian dapat diartikan sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (X) berupa model pembelajaran kooperatif tipe Time Games Tournament (TGT) sedangkan variabel terikatnya berupa hasil belajar (Y). E. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, terlebih dahulu ditentukan sumber data, dan intrumen yang digunakan. Untuk lebih jelasnya, dapat digambarkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik Suber Data
Jenis Data
Pengumpulan Data
Siswa kelas eksperimen Siswa kelas control
Hasil belajar siswa
Melaksanakan
yang diukur dari
pretest dan
aspek kognitif
posttest
Instrumen Penelitian Menggunakan tes berupa soal dengan butir soal pilihan ganda
1. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua kelas sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kedua kelas sampel ini kemudian diberikan pretest sebelum proses pembelajaran dimulai dan posttest sesudah proses pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur pengetahuan awal dan kesiapan siswa tentang materi yang akan dipelajari (pretest) dan untuk mengukur hasil belajar siswa (posttest) setelah proses pembelajaran dilakukan. Soal yang diberikan baik pretest maupun postest adalah sama. Dari kedua sumber inilah (pretest dan postest) data penelitian akan diambil.
2. Instrumen Penelitian Instrumen merupakan sesuatu yang mempunyai kedudukan sangat penting,karena instrumen akan menentukan kualitas data yang dikumpulkan81. Instrumen yang digunakan berbentuk tes tertulis yang disusun berdasarkan SK dan KD yang pelajari. Adapun tipe tesnya adalah tes jenis pilihan ganda sebanyak 25 butir soal dengan lima pilihan yaitu a, b, c, d dan e. Sebelum instrumen diberikan kepada sampel, tes tersebut diuji cobakan terlebih dahulu di kelas IX (non sampel), dengan tujuan untuk mengetahui apakah tes tersebut sudah memenuhi persyaratan dari sebuah tes. Seperti validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda setiap soal. Sebagai sebuah data yang akan diuji, maka setiap butir soal yang dijawab benar oleh siswa akan diberi skor 1 sedangkan jawaban yang salah akan diberi skor 0. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam pengujian validitas, reliabilitas dan sebagainya. Instrumen sebagai alat ukur terhadap hasil belajar haruslah memenuhi SK dan KD materi pelajaran yang dijabarkan dalam berbagai indikator. Yang memiliki tujuan mengetahui instrumen tersebut sudah sesuai dengan pencapaian indikator maka dibuatlah kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi instrumen adalah semacam tabel kolom baris yang memberikan gambaran tentang kaitan antara objek sasaran evaluasi, instrumen, dan nomornomor butir dalam instrumen82.
81
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h, 92. 82
Suharsimi Arikunto, Cepi Safrudin ,Ibid., h. 98.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Kognitif pada Konsep sistem gerak Indikator C1 1
1. Menyebutkan fungsi rangka 2.
Menjelaskan tulang berdasarkan jenis,bentuk, dan fungsinya
3. 4.
5.
7,8,9,10,12, 13,34,43,44,45
4,5,6
Menjelaskan otot berdasarkan 27,28,36,39, jenis,bentuk, dan fungsinya 40,41,42,49 Menjelaskan Sendi berdasarkan 15,17,24,25, jenis,bentuk, dan fungsinya 46
11,26,29,30,31 ,32,33,35,37 14,16
38
Menjelaskan Tulang
18,19,20,21,47
kelainan
2,3,48,50
Aspek Kognitif C2 C3
Pada
22,23
3. Uji Validitas Data evaluasi yang baik adalah data yang sesuai dengan kenyataan atau asli yang biasa disebut data valid83. Untuk memperoleh data yang valid dari lapangan maka syarat yang paling utama yaitu alat ukur atau instrumen yang digunakan haruslah valid. Valid atau tidaknya instrumen evaluasi yang digunakan sangat menentukan valid atau tidaknya hasil evaluasi. Instrumen dikatakan valid apabila mmpu mengukur apa yang diinginkan, mampu mengungkap data dari varabel yang diteliti secara tepat84. Validitas instrumen pada penelitian ini dihitung dengan mengguanakan rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson85.
83
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
h. 64. 84
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT.Rineka Cipta.2006),h. 168. 85
Suharsimi Arikunto, Op.cit, h. 72.
C4
Keterangan: N X Y
: Jumlah responden : Jumlah skor item veriabel X : Jumlah Skor item variabel Y
4. Uji Reliabilitas Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur. Ataupun seandainya berubah-ubah perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti86. Dengan ini menunjukkan bahwa suatu instrumen instrumen itu dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas instrumen diuji dengan menggunakan rumus KR –20 (Kuder Richardson)87: r11 Keterangan : r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan n = jumlah butir soal S = standar deviasi dari tes p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah Klasifikasi koefisien reliabilitas : 0,91 – 1,00 : sangat tinggi 0,71 – 0,90 : tinggi 0,41 – 0,70 : cukup 0,21 – 0,40 : rendah r < 0,20 : sangat rendah
5. Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar, akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya88.
86
Sukardi, Op.cit.,h. 127.
87
Suharsimi Arikunto, Op.cit., h. 186. 88
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h . 207.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Indeks kesukaran semakin mendekati 0,00 maka soal tersebut semakain sukar begitu sebaliknya indeks kesukaran semakin mendekati 1,00 soal tersebut dikatakan semakin mudah. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran yaitu 89:
P= Keterangan: P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan baik JS = jumlah siswa yang mengikuti tes Klasifikasi indeks kesukaran : P = 0,00 – 0,30 : sukar P = 0,31 – 0,70 : sedang P = 0,71 – 1,00 : mudah
6. Daya Pembeda Soal Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah)90. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut dengan indeks diskriminasi (D). Seperti halnya dengan indeks kesukaran, Indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00-1,00. Perbedaannya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal ”terbalik” menunjukkan kualitas tes. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut anak pandai. Bagi suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa pandai maupun bodoh, atau tidak bisa dijawab oleh keduanya maka soal tersebut tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar
89
Ibid,. h. 208.
90
Ibid.,h. 211.
oleh siswa-siswa yang pandai saja. Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah91 :
D = PA – PB PA =
PB = Keterangan : D = indeks daya pembeda PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah Klasifikasi indeks daya pembeda : 0,00 – 0,20 : jelek 0,21 – 0,40 : cukup 0,41 – 0,70 : baik 0,71 – 1,00 : baik sekali
F. Teknik Analisis Data 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan pada skor gain (hasil pretest dan postest). Uji
normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Liliefors.
Zi
Xi X S
Langkah yang dilakukan untuk menentukan normal tidaknya data yaitu mengurutkan data sampel dari yang terkecil hingga terbesar, setelah data diurutkan maka langkah selanjutnya yaitu menentukan nilai Z dari tiap-tiap data kemudian menentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan tabel Zi dan disebut dengan F, selanjutnya yaitu menghitung proporsi Z1, Z2,.............
91
Suharsimi Arikunto, Loc.cit. h . 213.
Zn lebih kecil atau sama dengan Zi, selanjutnya yaitu menghitung selisih F (Zi) - S (Zi) kemudian menghitung harga mutlaknya, ambil nilai terbesar diantara hargaharga mutlak selisih harga tersebut, nilai ini dinamakan Lo yang kemudian memberikan interprtasi Lo dengan membandingkannya dengan Lt. Lt adalah harga yang diambil dari tabel harga kritis uji Liliefors langkah yang terahir yaitu mengambil kesimpulan berdasarkan harga Lo dan Lt yang telah didapat. Apabila Lo < Lt maka sampel berasal dari distribusi normal.92 2.
Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui sama tidaknya variansi-
variansi dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji homogenitas dua varian atau uji Fisher. Rumus yang digunakan adalah93:
Dengan: F = Homogenitas Sx 2 = Varians data pertama/varians terbesar Sy 2 = Varians data kedua/varians terkecil Adapun kriteria pengujiannya adalah: Ho diterima jika Fh < Ft Ho = Data memiliki varian homogen Ho ditolak jika Fh > Ft Ho = Data tidak memiliki varias homogen
3. Pengujian Hipotesis Penelitian Uji hipotesis dilakukan untuk melihat perbedaan hasil tes siswa dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,94 yaitu dengan cara: Menggunakan Uji-t jika kedua data berdistribusi normal dan homogen. Hasil perhitungan t-hitung dibandingkan dengan t-tabel pada taraf signifikan 0.05 dengan kriteria: Menolak Ho, jika t-hitung > t-tabel dan Ha diterima Terima Ho, Jika t-hitung < t-tabel dan Ha ditolak Pengujian hipotesis menggunakan uji-t dengan rumus: 92
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 466
93
Ruseffendi, Statistika Dasar: Untuk Pelatihan Pendidikan, (Bandung: IKIP Bandung Press, 1998). h. 296. 94
Ruseffeendi, Ibid, 277.
T0 = M1 – M2 SEM1-M2 SEM1-M2=√SEM12+SEM22 SEM1 = SD1 √N-1 SEM2 = SD2 √N-1 Keterangan : T0 = t hasil perhitungan M1 = rata-rata kelompok eksperimen M2 = rata-rata kelompok kontrol SD1 = simpangan baku kelompok kontrol SD2 = simpangan baku kelompok kontrol N1 = jumlah sampel kelompok eksperimem N2 = jumlah sampel kelompok kontrol SEM1 = batas eror rata-rata sampel kelompok eksperimen SEM2 = batas eror rata-rata sampel kelompok kontrol SEM1-M2 = batas eror rata-rata sampel gabungan
Pengujian signifikansi dari uji-t dilakukan dengan tabel t pada tingkat signifikansi 5%. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel, maka hipotesis nol ditolak dan apabila t hitung lebih kecil dari t tabel maka hipotesis nol diterima atau gagal untuk menolak hipotesis nol.
G. Hipotesis Statistik H0 : µA = µB Ha : µA > µB Keterangan : µA = rata-rata hasil belajar biologi siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. µB = rata-rata hasil belajar biologi menggunakan pembelajaran konvensional.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teams games tournament) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Aktivitas siswa selama pembelajaran menunjukan bahwa, penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa seperti mendengarkan atau memperhatikan guru pada saat penyajian materi. Mencatat hal-hal penting tentang informasi yang didapat pada proses pembelajaran, membaca, dan mengerjakan tugas. Saling bekerjasama selama proses pembelajaran dan menjaga kekompakan dalam belajar serta dalam diskusi sehingga dapat memecahkan masalah dan mempresentasikan kerja kelompok. Aktivitas siswa yaitu dalam bentuk sikap dan perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran ini telah nampak kegiatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar (student centered). Sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pendorong siswa belajar lebih giat. Hasil penelitian menunjukkan, pertama mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran. Kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh siswa. Ketika mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui pembelajaran kooperatif maka proses pembelajaran berpusat pada siswa dan menunjukkan bahwa siswa antusias dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini. Menerapkan model TGT pada proses pembelajaran mendorong kelas menjadi lebih aktif karena menggunakan permainan. Siswa menjadi berani tampil dalam mengungkapkan pendapatnya. Sedangkan kesan yang diperlihatkan di kelas menunjukkan bahwa kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan dan dapat terlatih memecahkan contoh permasalahan melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Charlton, Williams
dan McLaughlin bahwa pembelajaran dengan games dapat membuat siswa lebih aktif dan merasa senang untuk belajar. Pembelajaran tersebut terlihat menarik ketika penjelasan guru dikombinasikan dengan games sehingga penyampaian materi menjadi lebih cepat tersampaikan.95 Sedangkan kendala yang dihadapi dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diantaranya yaitu pada saat pembelajaran melalui tahapan TGT guru merasa kesulitan dalam mengorganisasikan waktu. Dalam melaksanakan tahapan kegiatan diskusi dan mengerjakan LKS masih dihadapi dengan kendala siswa masih belum fokus. Kemudian pada tahapan presentasi hasil diskusi, siswa masih kurang terbiasa tampil menyampaikan pendapatnya di depan kelas. Peningkatan hasil belajar yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, tentu tidak terlepas dari keterlibatan siswa yang lain dalam kelompok
dimana
mereka
berkumpul.
Berdasarkan
pengertian
tentang
pembelajaran kooperatif. Para siswa berkumpul dalam sebuah kelompok dengan jumlah anggota antara 4-5 oranng dengan karakteristik (tingkat kemampuan, jenis kelamin, suku, ras, dan lain-lain) yang heterogen. Hal ini yang perlu difahami bahwa dalam pembelajaran kooperatif, terdapat hal-hal positif seperti hubungan saling menguntungkan, semangat kerja kelompok. Semangat kompetisi dan komunikasi yang efektif antara anggota kelompok. Dengan hal-hal tersebut, sudah tentu para siswa akan belajar dengan senang, karena tidak dilakukan dibawah tekanan. Hal ini sesuai dengan beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Selain itu, dalam pembelajaran koopertaif, terdapat tiga konsep sentral
95
Charlton, B., Williams, R. L dan McLaughlin, T.F. 2005. Educational Games: A Technique to Accelerate the Acquisition of Reading Skills of Children with Learning Disabilities. International Journal of Special Education. Volume 20, Number 2, page 66-72.
yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil
B.
Hasil Belajar Biologi Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Hasil belajar biologi dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dapat diketahui dengan uji pretest yang dilakukan terhadap kedua kelompok yang bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai pelajaran biologi pada konsep sistem gerak. Setelah setiap kelas mulai diberlakukan model yang berbeda, posttest baru dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Gambaran umum tentang data-data yang telah diperoleh meliputi nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata, median, modus, dan standar deviasi. Hasil pretes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat pada tabel 4.1. berikut : Tabel 4.1 Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Pretes
Data Statistik Kontrol
Eksperimen
Mean
36,24
34,24
Nilai Tertinggi
56
52
Nilai Terendah
20
16
Median
36
36
Modus
28
34
Standar Deviasi
9,18
8,42
Keterangan : mean (nilai rata-rata),median (nilai tengah), modus (nilai sering muncul), kontrol (kelas menggunakan model konvensional), Ekperimen ( kelas menggunakan model TGT)
Berdasarkan hasil pretes siswa kelompok eksperimen dan hasil pretes siswa kelompok kontrol, terlihat adanya perbedaan diantara kedua kelompok tersebut untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rata-rata yaitu 36,24, nilai tertinggi 56, nilai terendah 20, nilai tengah 36, nilai paling banyak muncul 28, dan dengan standar deviasi 9,18. Sedangkan pada kelompok eksperimen didapatkan nilai rata-rata 34,24, nilai tertinggi 52, nilai terendah 16, nilai tengah 36, nilai paling banyak muncul 34, dan dengan standar deviasi 8,42. Hasil postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut :
Tabel 4.2 Hasil Postest Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Data Statistik
Postes Kontrol
Eksperimen
Mean
51,06
72,82
Nilai Tertinggi
64
96
Nilai Terendah
32
44
Median
52
72
Modus
52,60,64
72
Standar Deviasi
9,35
12,01
Keterangan : mean (nilai rata-rata),median (nilai tengah), modus (nilai sering muncul), kontrol (kelas menggunakan model konvensional), Ekperimen ( kelas menggunakan model TGT)
Berdasarkan hasil postes siswa kelompok eksperimen dan hasil postes siswa kelompok kontrol, terlihat adanya peningkatan nilai dari kedua kelompok tersebut dibandingkan dengan nilai pretes, untuk kelompok kontrol didapatkan nilai rata-rata yaitu 51,06, nilai tertinggi 64, nilai terendah 32, nilai tengah 52, nilai paling banyak muncul 52,60,64 dan dengan standar deviasi 9,35. Sedangkan pada kelompok eksperimen didapatkan nilai rata-rata 72,82, nilai tertinggi 96, nilai terendah 44, nilai tengah 72, nilai paling banyak muncul 72, dan dengan standar deviasi 12,01.
Hal
ini
juga
didukung dalam
penelitian
yang dilakukan oleh
Micheal M van Wyk dimana terjadi peningkatan signifikan terhadap hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran TGT.96 Penelitian lain yang dilakukan oleh Noviana Dini Rahmawati membuktikan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi pokok system persamaan linear.97 Penelitian model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran biologi pada konsep sistem gerak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini terbukti dari hasil uji t. Penghitungan Uji-t pada taraf signifikan 0,05 (5%) menujukkan bahwa thitung > ttabel, maka hipotesis nihil (Ho) ditolak yaitu 8,33 > 2,03 yang dalam arti membuktikan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada konsep sistem gerak. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa terdapat pengaruh signifikan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar. 98 Dari hasil penghitungan uji normalitas didapat Lhitung (kelas eksperimen) sebesar – 0,1033 dan Lhitung (kelas kontrol) sebesar – 0,0999 dengan Ltabel sebesar 0,1594. Dengan demikian, L hitung< Ltabel, maka hipotesis nol (Ho) diterima, yaitu kedua data hasil penelitian berdistribusi normal. Hasil penghitungan uji homogenitas didapat Fhitung < Ftabel, yaitu Fhitung = 1,64992 sedangkan Ftabel = 1,798. Hal ini berarti pada taraf signifikansi α = 0,05 96
Micheal M van Wyk, The Effects Of Teams-Games-Tournaments On Achievement, Retention, And Attitudes Of Economics Education Students, Dublin, Ireland 2010 EABR & ETLC Conference Proceedings. 97 Noviana Dini Rahmawati, Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Dan Numbered Heads Together (NHT) Pada Materi Pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Smp Negeri SeKabupaten Grobogan, Prosiding Seminar Nasional Matematika Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 24 Juli 2011 98 Nuril Milati, “ Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang”, Skripsi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang, 2009.
(5%) Ho diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua sampel tersebut berasal dari populasi yang homogen.
C.
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Siswa Untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TGT dilakukan
pretest dan posttest. Pretest yang dilakukan terhadap kedua kelompok bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai pelajaran biologi pada konsep Sistem
Gerak.
Setelah
setiap
kelas
mulai
diberlakukan
model
yang
berbeda, posttest baru dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar siswa. Perbandingan skor pretest dari kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menerapkan analisis statistik tercermin bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (Tabel 2-8), dan kedua kelompok itu hampir sama sehubungan dengan prestasi dalam pemahaman tentang konsep sistem gerak. Selain itu, perbandingan antara rata-rata skor pretest siswa kelompok eksperimen dan kontrol pada pemahaman konsep sistem gerak, tingkat pemahaman evaluatif pemahaman pada konsep sistem gerak tidak signifikan pada 0,05 tingkat (Tabel 3-5). Ini berarti bahwa tingkat pencapaian dalam konsep sistem gerak pemahaman kedua kelompok sebelum memulai percobaan itu hampir sama. Perbedaan skor rata-rata hasil belajar setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan yang tidak menggunakan pendekatan TGT cukup signifikan yaitu 72,82 untuk skor rata-rata hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan 51,06 untuk skor rata-rata hasil belajar yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Tingginya nilai rata-rata disebabkan karena pembelajaran
kooperatif
tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
tipe
TGT memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Pembelajaran kooperatif tipe TGT juga memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang selalu mereka hadapi setiap saat, tetapi TGT memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan untuk merasa percaya diri ketika mereka bersaing dalam turnamen. Selama proses pembelajaran berlangsung guru melakukan pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Guru berperan sebagai fasilisator, sehingga proses pembelajaran membuat siswa antusias dan mengikuti pembelajaran dengan baik. Pada tahap pengajaran atau menyampaikan pelajaran guru membuat siswa penasaran dengan fenomena yang terkait dengan materi sistem gerak. Guru memberikan siswa sebuah pertanyaan yang dapat menggali keingintahuan siswa terhadap fenomena yang sedang dipelajari. Selain itu guru pun di dalam proses menyampaikan materi dapat mengaitkan fakta-fakta yang terjadi di sekitar dengan materi yang dipelajari. sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik siswa untuk belajar dengan lebih baik, sementara dalam proses menyampaikan pelajaran siswa dapat mengembangkan pengetahuan dengan baik, pada tahap ini siswa mampu menjawab pertanyaan yang disampaikan guru dengan baik, akan tetapi dalam tahap ini masih terdapat siswa yang tidak memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru.
Tahapan belajar tim diakomodasikan dengan menggunakan lembar kerja siswa ( LKS ). Siswa mendiskusikan setiap soal-soal atau permasalahan yang diajukan guru dalam LKS tersebut secara kelompok. Kemudian, masing-masing anggota kelompok melakukan presentasi tentang konsep yang sudah mereka diskusikan secara bergantian. Pada saat kondisi tersebut siswa secara tidak langsung melakukan sebuah proses pembelajaran mengenai hasil yang telah mereka temukan pada saat diskusi dengan kelompoknya masing-masing dan dapat menjelaskan konsep yang mereka temukan dengan menggunakan kalimat mereka sendiri. Sehingga siswa merasakan sebuah pembelajaran yang mereka sendiri menemukan konsep tentang materi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan siswa tentang materi menjadi semakin meningkat. Tahap ketiga setelah pengajaran dan belajar tim dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah turnamen. Sebelum sampai pada tahap ini siswa sudah tertarik dengan materi pelajaran dan mulai mengerti proses pembelajaran menggunakan TGT, hal tersebut memudahkan guru untuk dapat mengarahkan siswa membangun pengetahuan mereka secara mandiri. Pada tahap inilah peran guru sebagai fasilisator yang membimbing sekaligus mendorong dan mengarahkan siswa untuk dapat menggali pengetahuan mereka secara mandiri melalui turnamen, siswa selama mengikuti turnamen dapat melaluinya dengan baik dan berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada di dalam kartu soal. Pada tahap keempat yaitu rekognisi, dalam tahap ini guru dan siswa bekerjasama memeriksa poin-poin turnamen yang terdapat pada lembar skor permainan. Lalu, memindahkan poin-poin turnamen dari setiap siswa tersebut ke lembar rangkuman timnya masing-masing, dan guru menentukan tim yang meraih poin terbesar. Guru dan siswa pada tahap akhir pembelajaran teams games tournament ini dapat melewatinya dengan baik, guru berhasil mendorong siswa untuk berpartisipasi di dalam turnamen dan secara sadar maupun tidak pemahaman mereka terhadap konsep sistem gerak semakin meningkat. Peningkatan pengetahuan serta pemahaman siswa tentang materi terlihat setelah diadakannya postes dengan hasil rata-rata 72,82 dari skor tertinggi 96. Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan rata-rata kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif lebih tinggi. 99 Data dari perhitungan N-Gain pun menunjukkan hal yang positif yaitu untuk kelas kontrol diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,21 yang termasuk kategori rendah. Pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,58 yang termasuk kategori sedang. Kategori rata-rata nilai N-Gain untuk kedua kelas berbeda, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Sesuai dengan kajian teori yang telah dipaparkan pada BAB II bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan hasil belajar, hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang telah diperoleh. Secara umum penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP Wirabuana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat menjawab semua
permasalahan
yang telah dirumuskan yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe TGT ( teams games tournament) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
D.
Keterbatasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama satu bulan
ditemukan beberapa keterbatasan penelitian antara lain: model pembelajaran kooperatif tipe TGT memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, serta peneliti belum sepenuhnya menguasai model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
99
Restika Parendrarti, “ Aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teamsgames-tournament) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI ipa sma muhammadiyah 2 surakarta tahun ajaran 2008/2009”, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Model pembelajaran kooperatif tipe
tim games tournament TGT
berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa di SMP Wirabuana Bogor. Hal dibuktikan dengan nilai rata-rata pretest 34,24 menjadi 72,82 pada post test kelas eksperimen, sementara kelas kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mendapatkan nilai dengan rata-rata sebesar 36,24 pada pretest menjadi 51,06 pada post test. Berdasarkan pada hasil analisis uji t membuktikan bahwa nilai t hitung > t tabel. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh terhadap hasil belajar biologi pada konsep sistem gerak.
B. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh peneliti selama proses penelitian dan juga analisis terhadap hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai saran, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternative model pembelajaran oleh guru di dalam kelas.
2.
Para pengajar diharapkan memiliki banyak kreatifitas dalam memberikan pernyataan dan mengarahkan siswa selama pembelajaran. Dalam hal ini, komunikasi yang efektif antara guru dan siswa selama pembelajaran sangat ditekankan agar suasana belajar yang menyenangkan dapat diwujudkan.
3.
Para pengajar diharapkan mengusai kelas dan dapat membuat media dan sarana pembelajaran lebih menarik, sehingga prose belajar mengajar di dalam kelas tidak terasa monoton dan membuat siswa merasa bosan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali dkk. 2010. A Comparison of Cooperative Learning Model on Academic Achievement. J. Appl. Sci., 7(1): 137-140. http://scialert.net/pdfs/jas/2007/137-140.pdf Amanah, 2012. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), http://amanahtp.wordpress.com/2011/11/20/modelpembelajaran-kooperatif-tipe-tgt-teams-games-tournaments/.diakses pada tanggal 23 Januari. Amstrong, Thomas. 2011. The Best Schools Mendidik Siswa Menjadi Insan Cendikia Seutuhnya: Penerjemah Lovely dan Mursid Widjanarko. Bandung : Kaifa. Arikunto, Suharsimi dan Safrudin. Cepi. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Armstrong et al. 2010. Cooperative Learning inIndustrial-Sized Biology Classes. Life Sci. Educ., 6: 163-171. Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Baharuddin dan Nurwahyuni, Esa. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. Brown Douglas. Teaching by Principles An Interactive Approach. 2000. Pearson Education Company. San Fransisco State University. Charlton, B., Williams, R. L dan McLaughlin, T.F. 2005. Educational Games: A Technique to Accelerate the Acquisition of Reading Skills of Children with Learning Disabilities. International Journal of Special Education. Volume 20, Number 2. Departemen Pendidikan Nasioal, Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Strategi Pembelajaran MIPA. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djamarah dan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. E. Weinstein dan Shao-Wei Wu, Readiness Assessment Tests versus Frequent Quizzes: Student Preferences. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education 2010, Volume 21, Number 2, 181-186 ISSN 1812-9129. Ekocin, 2012. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT ) http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teamsgames tournaments-tgt-2/ diakses pada tanggal 12 Januari. Gloriani, Yusida. 2008. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah. Equilibrum.Vol.4.No.8. Hadiwinata, N.L dan Inggried. 2011. Tantangan Mengajar di Era Digital.http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/25/12231064/Tantangan .Mengaar.di.Era.Digital. diakses 25 Oktober. Handayani, Fitri KD. 2010. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan Pada Materi Keragaman Bentuk Muka Bumi. Jurnal Penelitian Kependidikan. no. 2. Hui Ling Eileen K, A Teacher’s Personal Reflection On The Usage Of Cooperative Learning Strategies In Teaching Primary School Science, Jurnal Penyelidikan Tindakan Tahun 2010, Jilid 1/ Kerjasama IPBL dengan PPG Sri Aman dan PPDK Serian, JPN Sarawak di bawah KPKIPBL. Isjoni, 2007. Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniasari, Ani. 2006. Komparasi Hasil Belajar Antara Siswa yang Diberi Metode TGT (Teams Games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon. Skripsi Universitas Negeri Semarang. Kusumaningsih, Leonard. KD. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Gamestournaments (TGT) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia, Jurnal Ilmiah Exacta Vol. 2 NO.1. Universitas Indraprasta PGRI. Lie Anita. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang ruang kelas, Jakarta : PT. Grasindo.
Ling Eileen K.H,A teacher’s personal reflection On the usage of cooperative learning strategies in teaching primary school science. Eileen Kee: A teacher’s personal reflection on the usage of cooperative learning strategies in teaching primary school science, ms 12-28. Milati, Nuril. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Teams Games Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahmah Jabung Malang. Skripsi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang. Muchith, M.S. Pembelajaran Kontekstual. 2008. Semarang: Rasail Media Group. Mundilarto, Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sains. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan. 2004. No. 1, Tahun XXIII, Februari. Noornia, Anton. 2001. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode STAD pada Pengajaran Perse di Kelas VI SD Islam Al Ma'arif 02 Singosari, Tesis tidak diterbitkan. Malang: UM. O’Mahony Mag, Teams-Games-Tournament (Tgt) Cooperative Learning and Review, NABT Conference 14 October 2010. Parendrarti, Restika. 2009. Aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (teams-games-tournament) dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI ipa sma muhammadiyah 2 surakarta tahun ajaran 2008/2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Richards, JC. Approaches and Methods in Language Teaching. 2001. Cambridge University Press. Rohendi, Dedi dkk. 2010. Penerapan Model Pembelajaran koooperatif Tipe Teams Games Tournament Berbasis Multimedia dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Vol.3 No.1. Ruseffendi,HET 1998. Statistika Dasar: Untuk Pelatihan Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press. Rustaman, Y.N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press. S. Abdullah, A. Sharriff. 2010. The Effect of Inquiry-Based Computer Simulation with Cooperative Learning on Scientific Thinking and Conceptual Understanding of Gas Laws. Eurasia J. Math. Sci. Technol. Educ., 4(4): 387-398 http://www.ejmste.com/v4n4/EURASIA_v4n4_Abdullah.pdf Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Shlomo Sharan, 2012.The Handbook of cooperative learning : inovasi pengajaran dan pembelajaran untuk memacu keberhasilan siswa dikelas.terj : Sigit Prawoto Yogyakarta : Familia. Silberman, L.M. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia. Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media. Sobur, Alex. Psikologi Umum. 2003. Bandung: Pustaka Setia. Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara. Stenlev Jette, 2010. Cooperative Learning in foreign language teaching, Sprogforum nummer 25, Sudjana, 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2000. Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta. Suhadi, Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran Kooperati. 2010. Ebook : Alfa Alternative Media. suhadinet.wordpress.com/.../modelpembelajaran-kooperatif-tipe-tgt. Suherman, Turmudi, Didi Suryadi, Tatang Herman, Suhendra, Sufyani Praba wanto, Nurjanah, ade Rohayati. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FM IPA Universitas Pendidikan Indonesia. Sukardi, 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata, N.S. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius. Suprayekti, 2006. Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Pendidikan Penabur. No.07. Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suryanto, Belajar Biologi. 2011. http://www.scribd.com/doc/48160505/BELAJAR-BIOLOGI, diakses 25 Agustus. Sutarto, 2009. Model Pembelajaran Kooperatif Bersifat Konstruktivis Pada Topik Klasifikasi Hewan Antropoda. Jurnal Pengajaran MIPA.Vol.13 No.1.
Suyanto, 2006. Dinamika pendidikan nasional dalam peraturan dunia global. Jakarta: PSAP Muhammadiyah. Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. 2001.Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran. Usman, Moh. Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. 2006. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika. Wyk Micheal MV, 2010. The Effects Of Teams-Games-Tournaments On Achievement, Retention, And Attitudes Of Economics Education Students, Dublin, Ireland EABR & ETLC Conference Proceedings. Yusuf S., Melva Syahrial Ams,Wenny Syahrial. 2008. Belajar Bahasa Inggris dengan Kartu. Jakarta: Kawan Pustaka. Zafer. T , Mustafa. E. Effects of Cooperative Learning on Instructing Magnetism: Analysis of an Experimental Teaching Sequence. Latin America J. Phys. Educ.,2(2):124-136. http://www.journal.lapen.org.mx/may08/LAJPE%20166F%20Zafer%20 Tanel.pdf.
LAMPIRAN
PENGHITUNGAN RELIABILITAS
Berdasarkan tabel skor yang valid didapat: Σ Xt
= 404
Σ Xt2 = 5602 Banyak data (N) = 35 2
S
Xt 2 Xt = N N 5602 404 = 35 35 = 160,06 – 133,24 = 26,82
2
2
Koefisien reliabilitas dihitung menggunakan rumus K-R 20 sebagai berikut: 2 n S pq r11 = S2 n 1 24 26,82 5,30 = 24 1 26,82 = 0,836 Dari hasil penghitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,836, oleh karena itu reliabilitas tergolong dalam klasifikasi tinggi.
PENGHITUNGAN VALIDITAS INSTRUMEN
1. Menentukan proporsi menjawab benar (p) setiap butir soal (no 1) X P = N 30 = 35 = 0,86
2. Menentukan nilai q setiap butir soal (no 1) q=1–p = 1 – 0.86 = 0.14
3. Menentukan rerata soal peserta tes (Mp) setiap butir soal (no 1) jumlah skor total peserta yang menjawab benar jumlah skor tertinggi peserta tes yang menjawab benar 817 = 30 = 27,23
Mp =
4. Menentukan rerata skor total (Mp) jumlah skor total jumlah siswa 920 = 35 = 26,28
Mt =
5. Menentukan standar deviasi total
Xt2 Xt SD = N N 25.680 920 35 35 = 6.54
=
2
2
6. Menentukan validitas setiap butir soal ( no 1) Mp Mt p rbis = SD q
27.23 26.28 0.86 6.54 0.14 = 0.360
=
Untuk memberikan interpretasi terhadap rbis, digunakan tabel “r” product moment, dengan terlebih dahulu mencari df-nya dengan cara
Df = N- nr = 35 – 2 = 33
Butir soal dikatakan valid apabila rbis ≥ rtabel. Dengan df sebesar 33 di dapat rtabel = 0.344 (taraf signifikan 5%). Sehingga tiap butir soal dikatakan valid apabila rbis ≥ 0.334
PRE TEST DAN POST TEST Nama Sekolah Alamat
: SMP WIRABUANA : Jl. Camat Kanang Rt.05/03 Ds. Pabuaran Kec. Bojonggede Kab. Bogor
PETUNJUK UMUM 1. Isikan identitas Anda ke dalam lembar jawaban yang tersedia dengan menggunakan bolpoint, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling tepat. 2. Jumlah soal sebanyak 25 butir, pada setiap butir terdapat 4 (empat) pilihan jawaban. 3. Periksa dan bacalah soal-soal sebelum Anda menjawabnya. 4. Laporkan kepada pengawas ujian apabila terdapat lembar soal yang kurang jelas, rusak ,atau tidak lengkap. 5. Periksalah pekerjaan Anda sebelum diserahkan kepada pengawas ujian. 6. Lembar soal tidak boleh dicoret-coret, difotokopi, atau digandakan. 1. Pernyataan di bawah ini merupakan fungsi rangka kecuali….. a. Sebagai penegak dan pemberi bentuk tubuh b. Sebagai tempat melekatnya otot c. Sebagai tempat melekatnya jantung d. Sebagai pelindung bagian-bagian yang sangat penting 2. Menurut bentuknya tulang dibedakan atas …. a. Tulang pipa, tulang pipih dan tulang pendek b. Tulang gepeng, tulang lonjong dan tulang panjang c. Tulang keras, tulang rawan dan tulang kering d. Tulang keras, tulang linak dan tulang lonjong Untuk menjawab soal nomor 3 dan 4, perhatikan data di bawah ini: 1) Tulang rawan
4) Tulang pipa
2) Tulang keras
5) Tulang pipih
3) Tulang pendek
6) Tulang tengkorak
3. Dari data diatas, manakah kelompok tulang berdasarkan jenis a. 1 dan 2 c. 5 dan 6 b. 2 dan 4
d. 1 dan 6
4. Dari data diatas, manakah kelompok tulang berdasarkan bentuk ... a. 2, 3 dan 4 c. 1, 2 dan 3 b. 3, 4 dan 6
d. 3, 4 dan 5
Perhatikan data di bawah ini: 1) Tulang leher
6) Tulang dahi
2) Tulang sejati
7) Tulang hidung
3) Tulang duduk
8) Tulang kemaluan
4) Tulang pinggang
9) Tulang punggung
5) Tulang kelangkang
10) Tulang ekor
5. Dari data diatas manakah yang termasuk ruas-ruas pada tulang belakang ... a. 1, 2, 3, 4 dan 5 c. 1, 4, 5, 9 dan 10 b. 1, 3, 4, 6 dan 8 6.
d. 2, 4, 6, 7 dan 8
Dari macam-macam tulang dibawah ini yang termasuk sebagai pembentuk gelang panggul adalah … a. Tulang tapis, tulang pinggang dan tulang kering b. Tulang tempurung lutut, tulang ekor dan tulang kemaluan c. Tulang usus, tulang duduk dan tulang kemaluan d. Tulang tapis, tulang kemaluan dan tulang usus
Perhatikan gambar di bawah ini :
A 7.
C
Gambar di atas yang di tunjukkan huruf B, kelainan tulang punggung yang di sebut ... a. Lordosis c. Skoliosis b. Kifosis
8.
B
d. Osteoporosis
Pada saat kita melakukan suatu gerakan memutar kepala, maka gerakan tersebut diatur oleh sendi…. a. Sendi putar c. Sendi geser
b. Sendi engsel 9.
Pada saat kita melakukan gerakan mengepal-ngepal jari tangan kanan, maka sendi yang bekerja adalah …. a. Sendi engsel c. Sendi pelana b. Sendi putar
10.
d. Sendi pelana
d. Sendi peluru
Perhatikan gambar berikut ini!
Gambar tersebut merupakan sendi … a. Engsel b. Pelana 11.
c. Putar d. Peluru
Perhatikan gambar sendi berikut ini!
Gambar tersebut merupakan sendi…. a. Engsel b. Pelana 12.
c. Putar d. Peluru
Berdasarkan cara kerja, bentuk dan tempatnya, otot dibagi menjadi … a. Otot polos, otot lurik dan otot jantung b. Bisep, trisep dan pronator c. Antagonis, sinergis dan statis d. Urat dan tendon
13.
Di bawah ini yang termasuk dalam sifat otot lurik adalah … a. Tiap sel berinti satu b.
Tiap sel tidak ada intinya
c. d. 14.
15.
16.
Bekerja di luar kesadaran Bekerja di bawah kesadaran
Bagian otot lurik yang melekat pada tulang atau rangka adalah … a. Fasia
c. Chepalla
b. Tendon
d. Berkas otot
Untuk mengerakkan lengan bawah ke atas, maka posisi otot bisep … a. Kontraksi
c. Kontaksi-Relaksasi
b. Relaksasi
d. Santai
Antara bisep dan trisep yang kerjanya saling berlawanan disebut …. a. Antagonis
c. Peristaltis
b. Sinergis
d. Statis
17.
Manakah dari pernyataan di bawah ini yang merupakan ciri dari sel otot polos a. Berinti banyak, berbentuk panjang dan reaksi terhadap rangsang cepat b. Berinti satu, berbentuk gelendong dan reaksi rangsang lambat c. Tersusun otot seran lintang dan bekerja menurut kehendak d. Terdapat pada otot lengan
18.
Untuk mengerakkan lengan ke atas, maka posisi otot trisep … a. Kontraksi
c. Kontaksi-Relaksasi
b. Relaksas
d. Santai
19.
Otot trisep terdapat pada … a. Lengan atas bagian depan b. Pergelangan tanga c. Lengan atas bagian belakang d. Jari-jari tangan
20.
Di bawah ini yang bukan komponen tulang aksial adalah a. Kranium (tulang tengkorak) b. Sternum (tulang dada) c. Costa (tulang rusuk) d. Humerus (tulang lengan atas)
e. Vertebrae (tulang belakang) 21.
Hubungan antara tulang pada siku, lutut, dan ruas-ruas juri disebut a. Sendi pelana c. Sendi peluru b. Sendi engsel d. Sendi putar
22.
Sendi yang menghubungkan tulang belikat dengan tulang lengan atas disebut a. Sendi peluru c. Sendi boggol b. Sendi putar d. Sendi engsel
23.
Manusia memiliki tulang rusuk sejati sebanyak....... a. 2 pasang b. 3 pasang c. 5 pasang d. 7 pasang
24.
Menurut arah geraknya, sendi gerak terdiri sebagai berikut, kecuali …. a. Sendi engsel c. Sendi peluru b. Sendi pelana d. Sendi kaku
25.
Seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas dan setelah diperiksa dengan menggunakan sinar X, tampak kelainan pada tulang pahanya seperti gambar di bawah ini
Kelainan tulang tersebut dinamakan ... a. Skoliosis b. Kofosis
c. Lordosis d. Fraktura e. Fisura
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP EKSPERIMEN ) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
: SMP WIRA BUANA : Biologi : VIII /Semester 1 : 3. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. : 1.3. mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan Indikator : 1. Menjelaskan penyusun sistem gerak manusia 2. Membedakan fungsi tulang rawan, tulang keras, otot, dan sendi sebagai penyusun rangka tubuh 3. Mengidentifikasi macam sendi dan fungsinya 4. Membedakan otot lurik, otot polos, dan otot jantung 5. Menjelaskan contoh kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan tulang dan otot yang biasa di jumpai dalam kehidupan sehari-hari
Alokasi Waktu
: 2 X 40 Menit
A. Tujuan pembelajaran : 1. siswa mampu menjelaskan system gerak manusia 2. siswa mampu membedakan fungsi tulang 3. siswa mampu mengidentifikasi macam sendi dan fungsinya 4. siswa mampu membedakan jenis – jenis otot dan cara kerjanya 5. siswa mampu memberikan contoh penyakit kelainan pada tulang
B. Materi Pembelajaran:
Fungsi Rangka Pada Manusia Kerangka pada tubuh manusia memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu: 1. Sebagai penegak tubuh 2. Sebagai pembentuk tubuh
3. 4. 5. 6.
Sebagai tempat melekatnya otot (otot rangka) Sebagai pelindung bagian tubuh yang penting Sebagai tempat pembentukkan sel darah merah Sebagai alat gerak pasif
Kerangka manusia dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu: 1. Bagian Tengkorak 2. Bagian Badan 3. Bagian Anggota Gerak
1. Bagian Tengkorak (Kepala)
tersusun dari tulang pipih yang berfungsi sebagai tempat pembuatan selsel darah merah dan sel-sel darah putih.
Terdiri dari:
1 tulang dahi
2 tulang langit-langit
1 tulang lidah
2 tulang tapis
2 tulang baji
1 tulang tengkorak
2 tulang hidung
2 tulang pelipis
2 tulang rahang bawah
2 tulang ubun-ubun
2 tulang air mata
2 tulang pipi
2 tulang rahang atas
2. Bagian Badan Bagian badan terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Ruas-ruas tulang belakang (33 ruas)
b. Tulang rusuk (12 pasang) 7 pasang tulang rusuk sejati 3 pasang tulang rusuk palsu 2 pasang tulang rusuk melayang c. Tulang dada, terdiri dari: tulang hulu tulang badan tulang pedang-pedangan d. Gelang bahu terdiri dari:
2 tulang selangka (kiri dan kanan) 2 tulang belikat (kiri dan kanan)
C. Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Tanya jawab
D. Model pembelajaran
Teams games tournament ( TGT )
E. Langkah-langkah Pembelajaran:
Pertemuan 1
Guru A. Kegiatan awal
Siswa
1. Siswa memperhatikan dengan seksama rangka manusia Motivasi : Apakah fungsi rangka 2. Siswa menjawab bagi manusia ? Menyampaikan kompetensi yang 3. Siswa memperhatikan dengan akan di capai. seksama Menyampaikan model pembelajaran TGT 4. Siswa memperhatikan dan bertanya Guru memberikan soal pretest jika tidak mengerti 5. Siswa mengerjakan pretest
1. Apersepsi : disajikan gambar 2. 3. 4. 5.
B. Kegiatan inti Tahap 1 ( Pemberian materi )
Tahap 2 ( pembentukan tim )
C. Kegiatan Akhir
Pertemuan 2
1. Guru menjelaskan tentang rangka 1. Siswa memperhatikan dan mencatat manusia hal-hal yang dianggap penting 2. Guru bertanya kepada siswa 2. Siswa menjawab bagaimana jika manusia tidak memiliki rangka ? 1. Guru membagi siswa menjadi 1. Siswa antusias mengambil kartu beberapa kelompok atau tim kelompok dan segera membentuk kelompok masing-masing 2. Guru memberikan modul pada 2. Perwakilan kelompok mengambil setiap kelompok modul 3. Guru memberi kesempatan setiap 3. Siswa mmbaca dan mendiskusikannya dengan siswa untuk membaca modul dan diskusi mengenai materi kelompok masing-masing 4. Guru membagikan lembar kerja siswa pada tiap kelompok 4. Siswa berdiskusi dengan masingmasing kelompok dan mengerjakan lembar kerja 1. Guru mengarahkan siswa untuk 1. Siswa menyimpulkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting menyimpulkan pembelajaran hari ini 2. Siswa memperhatikan dan 2. Guru mengingatkan bahwa mendengarkan dengan antusias pertemuan berikutnya akan dimulai turnamen dan meminta 3. Siswa menjawab salam siswa untuk belajar di rumah 3. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam
A. Kegiatan awal
B. Kegiatan inti Tahap 3 (turnamaen/game )
Guru 1. Guru meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok masingmasing 2. Guru meminta siswa untuk membahas lembar kerja siswa 3. Guru meminta siswa untuk saling menukar jawaban antar kelompok untuk di bahas 4. Guru membahas lembar kerja
Siswa 1. Siswa duduk sesuai dengan kelompok masing-masing 2. Masing-masing kelompok membahas lembar kerja 3. Siswa menukar antar kelompok
jawaban
4. Siswa memperhatikan dan mendengarkan 1. Guru mempersiapkan meja 1. Beberapa siswa membantu untuk mempersiapkan meja turnamen turnamen 2. Siswa mempersiapkan diri untuk turnamen 2. Guru mempersiapkan kartu turnamen yaitu kartu yang dilengapi nomor,skor,pertanyaan 3. Siswa ke meja turnamen mengenai materi 3. Guru meminta kepada masingmasing siswa yang nomor urutnya 1 dalam kelompok segera pindah ke meja turnamen yang pertama, berikutnya nomor urut 2 pindah ke meja kedua dan seterusnya
Langkah-langkah turnamen : a. Tiap kelompok (tim) memiliki skor awal 0 poin. b. Tiap tim mendapat kesempatan bergilir untuk mengocok nomor undian pada tabung yang disediakan, nomor undian yang muncul akan menentukan nomor soal yang akan dibacakan terlebih dahulu pada saat turnamen c. Soal turnamen akan dibacakan oleh guru, kemudian semua tim mendapat hak untuk berebut dalam menjawab pertanyaan tersebut. d. Tim yang lebih awal mengucap bell ( sesuai nama tim ) akan mendapat kesempatan untuk menjawab soal tersebut dalam
waktu 20 detik. e. Apabila jawaban salah, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain yang mampu menjawab, sementara tim yang mendapat jatah soal tidak mendapat nilai. f. Tim yang dapat menjawab 4. Siswa mengikuti turnamen dengan benar pertanyaan tersebut akan mendapat skor yang telah tertera dibalik nomor tersebut (100 poin). Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. 4. Guru mengadakan turnamen Tahap 4 ( Rekognisi )
1. Guru menentukan skor turnamen
1. Siswa memperhatikan
C. Kegiatan akhir
1. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan pembelajaran yang telah terlaksana 2. Guru mengingatkan pertemuan berikutnya melanjutkan turnamen dan meminta siswa untuk belajar 3. Guru memberikan tugas 4. Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam
1. Siswa memperhatikan dan mencatat hasil kesimpulan yang diberikan 2. Siswa memperhatikan
Guru 1. Guru meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok masingmasing 2. Guru meminta siswa untuk membahas lembar kerja siswa 3. Guru meminta siswa untuk saling menukar jawaban antar kelompok
Siswa 1. Siswa duduk sesuai dengan kelompok masing-masing
3. Siswa menerima tugas 4. Siswa menjawab salam
Pertemuan 3
A. Kegiatan awal
2. Masing-masing kelompok membahas lembar kerja 3. Siswa menukar jawaban antar kelompok
untuk di bahas 4. Guru membahas lembar kerja
D. Kegiatan inti Tahap 3 (turnamaen/game )
Tahap 4 ( Rekognisi )
Tahap 5 ( penghargaan tim ) a. Kegiatan akhir
F. -
Sumber Belajar Buku Biologi LKS Chart
4. Siswa memperhatikan dan mendengarkan 1. Guru mempersiapkan meja 1. Beberapa siswa membantu turnamen untuk mempersiapkan meja turnamen 2. Siswa ke meja turnamen 2. Guru meminta perwakilan kelompok untuk pindah ke meja 3. Siswa bermain turnamen turnamen 3. Guru mengadakan turnamen
1. Guru menentukan skor turnamen
1. Siswa memperhatikan
2. Guru menentukan skor kelompok
2. Siswa memperhatikan
1. Guru memberikan penghargaan 1. Siswa senang kepada tim/kelompok yang poinnya tertinggi 1. Guru mengarahkan siswa untuk 1. Siswa memperhatikan dan mencatat hasil kesimpulan menyimpulkan pembelajaran yang telah terlaksana yang diberikan 2. Guru memberikan soal postest 2. Siswa mengerjakan soal postest dengan antusias 3. Guru mengakhiri pembelajaran 3. Siswa menjawab salam dengan salam
:
Bahan: LKS
G. Penilaian : Jenis: Tugas kelompok, turnamen, ulangan.
Bentuk Iinstrumen: Pilihan ganda
1. Tipe otot yang terdapat pada dinding usus adalah… a. b. c. d.
otot lurik otot jantung otot polos otot rangka
2. Tipe otot yang berfungsi membantu pergerakan tulang adalah… a. b. c. d.
otot lurik otot jantung otot polos origo
3. Tipe otot yang bekerja dipengaruhi oleh saraf sadar adalah … a. b. c. d.
otot lurik otot jantung otot polos tendon
Mengetahui, Guru Mata Pelajaran
Peneliti
Ahmad Rohmani,ST
Harja Wijaya
NIP.
NIM.105016100498
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP KONTROL ) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas/Semester Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
: SMP WIRA BUANA : Biologi : VIII /Semester 1 : 3. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. : 1.3. mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan Indikator : 6. Menjelaskan penyusun sistem gerak manusia 7. Membedakan fungsi tulang rawan, tulang keras, otot, dan sendi sebagai penyusun rangka tubuh 8. Mengidentifikasi macam sendi dan fungsinya 9. Membedakan otot lurik, otot polos, dan otot jantung 10. Menjelaskan contoh kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan tulang dan otot yang biasa di jumpai dalam kehidupan sehari-hari
Alokasi Waktu
: 2 X 40 Menit
A. Tujuan pembelajaran : 6. siswa mampu menjelaskan system gerak manusia 7. siswa mampu membedakan fungsi tulang 8. siswa mampu mengidentifikasi macam sendi dan fungsinya 9. siswa mampu membedakan jenis – jenis otot dan cara kerjanya 10. siswa mampu memberikan contoh penyakit kelainan pada tulang
H. Materi Pembelajaran:
Fungsi Rangka Pada Manusia Kerangka pada tubuh manusia memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu: 7. Sebagai penegak tubuh 8. Sebagai pembentuk tubuh 9. Sebagai tempat melekatnya otot (otot rangka) 10. Sebagai pelindung bagian tubuh yang penting 11. Sebagai tempat pembentukkan sel darah merah
12. Sebagai alat gerak pasif Kerangka manusia dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu: 4. Bagian Tengkorak 5. Bagian Badan 6. Bagian Anggota Gerak 1. Bagian Tengkorak (Kepala)
tersusun dari tulang pipih yang berfungsi sebagai tempat pembuatan selsel darah merah dan sel-sel darah putih.
Terdiri dari:
1 tulang dahi
2 tulang langit-langit
1 tulang lidah
2 tulang tapis
2 tulang baji
1 tulang tengkorak
2 tulang hidung
2 tulang pelipis
2 tulang rahang bawah
2 tulang ubun-ubun
2 tulang air mata
2 tulang pipi
2 tulang rahang atas
2. Bagian Badan
Bagian badan terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu: e. Ruas-ruas tulang belakang (33 ruas)
f. Tulang rusuk (12 pasang) 7 pasang tulang rusuk sejati 3 pasang tulang rusuk palsu 2 pasang tulang rusuk melayang g. Tulang dada, terdiri dari: tulang hulu tulang badan tulang pedang-pedangan h. Gelang bahu terdiri dari:
2 tulang selangka (kiri dan kanan) 2 tulang belikat (kiri dan kanan)
I. Metode Pembelajaran 4. Ceramah
5. Diskusi Siswa
Guru
1.
Kegiatan awal 6. Apersepsi : disajikan gambar rangka manusia 7. Motivasi : Apakah fungsi rangka bagi manusia ?
6. Tanya jawab
J. Langkah-langkah Pembelajaran:
4. Siswa memperhatikan dengan seksama 5. Siswa menjawab
8. Menyampaikan kompetensi yang 6. Siswa memperhatikan dengan seksama akan di capai. 9. Guru memberikan soal pretest 7. Siswa memperhatikan dan bertanya jika tidak mengerti 8. Siswa mengerjakan pretest
2.
Kegiatan inti
3. Guru membentuk beberapa 3. Siswa membentuk kelompok kelompok 4. Guru meminta siswa untuk duduk 4. Siswa segera duduk dengan dengan kelompoknya masingkelompoknya masing-masing masing 5. Guru presentasi tentang sistem rangka 5. Siswa memperhatikan dan mencatat manusia
6. Guru
bertanya bagaimana jika memiliki rangka ?
D. Kegiatan Akhir
Pertemuan pertama
4. Guru
kepada manusia
hal-hal yang dianggap penting siswa 6. Siswa menjawab tidak
mengarahkan siswa untuk 1. Siswa menyimpulkan dan mencatat menyimpulkan pembelajaran hari ini hal-hal yang dianggap penting 5. Guru mengingatkan bahwa pertemuan 2. Siswa memperhatikan dan berikutnya membahas sistem otot mendengarkan dengan antusias 6. Guru memberikan tugas kelompok 3. Siswa memeprhatikan dan menerima tugas 7. Guru mengakhiri pembelajaran 4. Siswa menjawab salam dengan salam
Pertemuan Kedua Guru A.
Siswa
Kegiatan awal 1. Apersepsi : disajikan gambar otot 2. Motivasi : Apakah fungsi otot lurik
1. Siswa memperhatikan gambar 2. Siswa menjawab
? B.
Kegiatan inti 5. Guru
meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil tugas kelompok yang diberikan sebelumnya.
1. Perwakilan kelompok mempresentasikan tugas
6. Guru menjelaskan materi tentang
2. Siswa memperhatikan, mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting 3. Siswa membaca dan mendiskusikan materi
otot 7. Guru memberi kesempatan setiap
kelompok untuk membaca modul dan diskusi mengenai materi otot. 8. Guru memberikan kesempatan siswa
4. Siswa bertanya
untuk bertanya C.
Kegiatan Akhir
. 1. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas 2. Guru memberikan tugas kelompok 3. Guru menutup pembelajaran dengan salam
1. siswa menyimpulkan mencatata hal-hal dianggap penting 2. siswa menerima tugas 3. siswa menjawab salam
dan yang
Pertemuan ketiga Guru
A. Kegiatan awal
B. Kegiatan inti
1. Apersepsi : disajikan gambar
1. Siswa memperhatikan gambar penyakit pada tulang 2. Motivasi : Apakah Penyebab 2. Siswa menjawab Osteoporosis ? 1. Guru meminta kelompok untuk 1. Perwakilan kelompok membahas membahas tugas. tugas 2.
3.
C. Kegiatan Akhir
K. -
Siswa
Guru menjelaskan materi tentang 2. Siswa memperhatikan, kelainan pada tulang mendengarkan dan mencatat halhal yang dianggap penting Guru memberi kesempatan setiap 3. Siswa membaca dan berdiskusi kelompok untuk membaca modul mengenai materi dan diskusi mengenai materi kelainan pada tulang.
4.
Guru memberikan kesempatan siswa 4. Siswa bertanya untuk bertanya
1.
Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dibahas
2. 3.
Guru memberi soal post tes Guru menutup pembelajaran dengan salam
Sumber Belajar Buku Biologi LKS Chart
:
Bahan: LKS
L. Penilaian : Jenis: Tugas kelompok, ulangan.
1. siswa menyimpulkan dan mencatata hal-hal yang dianggap penting 2. siswa mengerjakan soal posttest 3. siswa menjawab salam
Bentuk Iinstrumen: Pilihan ganda
1. Tipe otot yang terdapat pada dinding usus adalah… e. f. g. h.
otot lurik otot jantung otot polos otot rangka
2. Tipe otot yang berfungsi membantu pergerakan tulang adalah… e. f. g. h.
otot lurik otot jantung otot polos origo
3. Tipe otot yang bekerja dipengaruhi oleh saraf sadar adalah … e. f. g. h.
otot lurik otot jantung otot polos tendon
Mengetahui, Guru Mata Pelajaran
Peneliti
Ahmad Rohmani,ST
Harja Wijaya
NIP.
NIM.105016100498
SOAL VALIDASI Nama Sekolah Alamat
: SMP WIRABUANA : Jl. Camat Kanang Rt.05/03 Ds. Pabuaran Kec. Bojonggede Kab. Bogor
PETUNJUK UMUM 7. Isikan identitas Anda ke dalam lembar jawaban yang tersedia dengan menggunakan bolpoint, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling tepat. 8. Jumlah soal sebanyak 25 butir, pada setiap butir terdapat 5 (lima) pilihan jawaban. 9. Periksa dan bacalah soal-soal sebelum Anda menjawabnya. 10. Laporkan kepada pengawas ujian apabila terdapat lembar soal yang kurang jelas, rusak ,atau tidak lengkap. 11. Periksalah pekerjaan Anda sebelum diserahkan kepada pengawas ujian. 12. Lembar soal tidak boleh dicoret-coret, difotokopi, atau digandakan.
26. Pernyataan di bawah ini merupakan fungsi rangka kecuali….. a. Sebagai penegak dan pemberi bentuk tubuh b. Sebagai tempat melekatnya otot c. Sebagai pelindung bagian-bagian yang sangat penting d. Sebagai tempat melekatnya jantung e. Sebagai tempat timbunan asam lemak 27. Menurut jenisnya tulang dibedakan atas a. Tulang pipa, tulang pipih b. Tulang keras, tulang rawan c. Tulang panjang, tulang pendek d. Tulang kering, tulang pendek e. Tulang keras, tulang pipa 28. Menurut bentuknya tulang dibedakan atas …. e. Tulang gepeng, tulang lonjong dan tulang panjang f. Tulang keras, tulang rawan dan tulang kering g. Tulang pipa, tulang pipih dan tulang pendek h. Tulang keras, tulang lunak dan tulang lonjong i. Tulang pipa, tulang keras dan tulang tengkorak
Untuk menjawab soal nomor 4 perhatikan data di bawah ini: 1) Tulang dada
4) Daun telinga
2) Tulang paha
5) Tulang hasta
3) Cuping hidung 6) Antar ruas tulang belakang 29. Dari data diatas, yang termasuk contoh dari tulang keras ditunjukan oleh nomor? a. 1, 2 dan 3 c. 3, 4 dan 6 e. 1,2 dan 5 b. 2, 3 dan 4
d. 2, 5 dan 6
Untuk menjawab soal nomor 5 dan 6, perhatikan data di bawah ini: 1) Tulang rawan
4) Tulang pipa
2) Tulang keras
5) Tulang pipih
3) Tulang pendek
6) Tulang tengkorak
30. Dari data diatas, manakah kelompok tulang berdasarkan jenis c. 5 dan 6 c. 1 dan 2 e. 4 dan 5 b. 2 dan 4 d. 1 dan 6 31. Dari data diatas, manakah kelompok tulang berdasarkan bentuk ... e. 4,5 dan 6 c. 2, 3 dan 4 c. 1, 2 dan 3 d. 3, 4 dan 5 d. 3, 4 dan 6 32. Dari kelompok tulang dibawah ini, manakah yang bertugas sebagai penyusun tulang tengkorak … a. Tulang keras, tulang rawan dan tulang duduk b. Tulang bagian kepala dan tulang bagian muka c. Tulang usus, tulang duduk dan tulang kemaluan d. Tulang pipa, tulang punggung dan tulang pinggang e. Tulang rahang, tulang pipa dan tulang hulu 33. Perhatikan data di bawah ini: 1) Tulang leher
6) Tulang dahi
2) Tulang sejati
7) Tulang hidung
3) Tulang duduk
8) Tulang kemaluan
4) Tulang pinggang
9) Tulang punggung
5) Tulang kelangkang 10) Tulang ekor Dari data diatas manakah yang termasuk ruas-ruas pada tulang belakang ... c.
1, 2, 3, 4 dan 5
d.
1, 4, 5, 9 dan 10
34.
c. 1, 3, 4, 6 dan 8
e.6,7,8,9 dan 10
d. 2, 4, 6, 7 dan 8
Manakah yang termasuk sebagai penyusun tulang dada ….
a. Tulang keras, tulang dada dan tulang hasta b. Selangka, belikat dan rusuk c. Usus, kemaluan dan duduk d. rusuk sejati, rusuk palsu dan rusuk melayang e. Hulu, badan dan tajuk pedang 35. Di bawah ini merupakan macam-macam tulang rusuk yaitu …. a. Rusuk pipih, rusuk pipa dan rusuk pendek b. Rusuk sejati, rusuk palsu dan rusuk melayang c. Rusuk keras dan rusuk rawan d. Rusuk asli dan rusuk palsu e. Rusuk melayang, rusuk pipa dan rusuk pendek 36. Dari macam-macam tulang dibawah ini yang termasuk sebagai pembentuk tulang lengan adalah … a. Tulang telapak tangan, tulang belikat dan tulang selangka b. Tulang paha, tulang kering dan tulang betis c. Tulang belikat, tulang selangka dan tulang hasta d. Tulang pengumpil, tulang kering dan tulang belikat e. Tulang hasta, tulang telapak tangan dan tulang lengan atas 37. Dari macam-macam tulang di bawah ini yang termasuk sebagai pembentuk gelang bahu adalah … a. Tulang belikat dan tulang duduk b. Tulang usus dan tulang kemaluan c. Tulang kelangkang dan tulang selangka d. Tulang belikat dan tulang selangka e. Tulang kering dan tulang betis 38. Dari macam-macam tulang dibawah ini yang termasuk sebagai pembentuk gelang panggul adalah … e. Tulang tapis, tulang pinggang dan tulang kering f. Tulang tempurung lutut, tulang ekor dan tulang kemaluan g. Tulang tapis, tulang kemaluan dan tulang usus h. Tulang usus, tulang duduk dan tulang kemaluan i. Tulang pinggang, tulang usus dan tulang paha 39. Hubungan antara tulang yang satu dengan yang lain adalah …. a. Daging c. Sendi e. Tendon b. Otot d. Urat 40. Menurut sifat geraknya persendian terdiri sebagai berikut, kecuali …. a. Sendi mati c. Sendi pelana e. Sendi putar b. Sendi kaku d. Sendi gerak 41. Tulang yang satu tidak dapat digerakkan terhadap tulang yang lain, sifat itu disebut …. a. Sendi kaku c. Sendi gerak e. Sendi putar b. Sendi mati d. Sendi engsel 42. Menurut arah geraknya, sendi gerak terdiri sebagai berikut, kecuali ….
a. Sendi engsel
c. Sendi peluru
e. Sendi mati
b. Sendi kaku d. Sendi pelana Untuk pertanyaan no. 18,19,20 perhatikan gambar di bawah ini
A
B
C
43. Gambar di atas yang di tunjukkan huruf B, kelainan tulang punggung yang di sebut ... a. Lordosis c. Kifosis e. Glikolisis b. Skoliosis d. Osteoporosis 44. Gambar di atas yang di tunjukkan huruf A, kelainan tulang punggung yang di sebut ... a. Lordosis c. Kifosis e. Glikolisis b. Skoliosis d. Nekrosis 45. Gambar di atas yang di tunjukkan huruf C, kelainan tulang punggung yang di sebut ... a. Lordosis c. Nekrosis e. Sifilis b.Skoliosis d. Kifosis 46. Berikut ini yang termasuk penyebab osteoporosis kecuali … a. Kurangnya makanan yang mengandung kalsium b. Kurang sinar matahari pagi yang mengandung U.V c. Infeksi bibit penyakit d. Kurangnya vitamin D e. Kecelakaan 47. Pada saat kita melakukan suatu gerakan memutar kepala, maka gerakan tersebut diatur oleh sendi…. c. Sendi engsel c. Sendi geser e. Sendi mati d. Sendi putar d. Sendi pelana 48. Pada saat kita melakukan gerakan mengepal-ngepal jari tangan kanan, maka sendi yang bekerja adalah …. a. Sendi engsel c. Sendi pelana e. Sendi mati b. Sendi putar d. Sendi peluru 49. Perhatikan gambar berikut ini!
Gambar tersebut merupakan sendi … c. Pelana
c. Putar
e. Mati
b. Engsel
d. Peluru
50. Perhatikan gambar sendi berikut ini!
Gambar tersebut merupakan sendi…. c.
Peluru
c. Putar
d.
Pelana
d. Engsel
e. Mati
51. Berdasarkan cara kerja, bentuk dan tempatnya, otot dibagi menjadi … e. Otot polos, otot lurik dan otot jantung f.
Bisep, trisep dan pronator
g. Antagonis, sinergis dan statis h. Urat dan tendon i.
Kontraksi, relaksasi,dan oto jantung
52. Di bawah ini yang termasuk dalam sifat otot lurik adalah … e. Tiap sel berinti satu f.
Bekerja di bawah kesadaran
g. Tiap sel tidak ada intinya h. Bekerja di luar kesadaran i.
Berbentuk gelendong
53. Otot disebut sebagai alat gerak aktif, sebab … a. Tanpa adanya energi otot dapat digerakkan b. Otot dapat berkontraksi dan relaksasi c. Tulang dapat bergerak tanpa adanya otot d. Tanpa otot, tulang tidak dapat digerakan e. Otot tempat tersusun dari sel-sel otot 54. Bagian otot lurik yang melekat pada tulang atau rangka adalah … a. Fasia c. Chepalla e. Tendon b. Serabut otot
d. Berkas otot
55. Untuk mengerakkan lengan bawah ke atas, maka posisi otot bisep …
a. Kontaksi-Relaksasi
c. Kontraksi
e. Memanjang
b. Relaksasi d. Santai 56. Otot bisep terdapat pada … a. Pergelangan tangan b. Lengan bawah bagian belakang c. Lengan atas bagian depan d. Jari-jari tangan e. Telapak tangan 57. Otot yang berfungsi menengadahkan dan menelungkupkan telapak tangan lengan bawah adalah otot … a. Bisep c. Pronator e. Tendon b. Trisep d. Statis 58. Kerja bisep dan trisep yang bekerja saling bersamaan dengan tujuan yang sama, merupakan kerja otot yang … a. Antagonis c. Peristaltis e. Pronator b. Sinergis
d. Statis
59. Antara bisep dan trisep yang kerjanya saling berlawanan disebut …. a. Peristaltis c. Antagonis e. Pronator b. Sinergis d. Statis 60. Otot yang sedang bekerja dinamakan otot berkontraksi, memiliki ciri-ciri … a. Tegang, lebeh pendek, menggembung dan lunak b.Tegang, menggembung, lebih pendek dan keras c. Tegang, lebih panjang, menggembung dan keras d.Tegang, mengecil, lebih pendek dan lunak e. Tegang, memanjang dan lebih lunak 61. Otot yang berbentuk gelendong dan hanya memiliki sebuah inti disebut …. a. Otot jantung c. Otot bisep e. Otot polos b. Otot lurik
d. Otot trisep
62. Manakah dari pernyataan di bawah ini yang merupakan ciri dari sel otot polos e. Berinti banyak, berbentuk panjang dan reaksi terhadap rangsang cepat f. Tersusun otot serat lintang dan bekerja menurut kehendak g. Terdapat pada otot lengan h. Berinti satu, berbentuk gelendong dan reaksi rangsang lambat i. Berinti satu, reaksi rangsang cepat dan berbentuk gelendong
63. Gambar yang menujukkan struktur otot polos dan otot rangka secara urut adalah ... a. 1 dan 2 c. 2 dan 3 e. 1, 2 dan 3 b. 1 dan 3 d. 2 dan 1 64. Untuk mengerakkan lengan ke atas, maka posisi otot trisep … a. Relaksasi c. Kontaksi-Relaksasi e. Memendek b. Kontraksi
d. Santai
65. Otot trisep terdapat pada … e. Lengan atas bagian depan f. Pergelangan tanga g. Telapak tangan h. Jari-jari tangan i. Lengan atas bagian belakang
Untuk menjawab nomor 40 dan 41, perhatikan gambar di bawah ini!
66. Pada nomor 1 menunjukkan …. a. Tendon
c. Otot trisep
e. Pronator
b. Otot bisep d. Otot polos 67. Pada nomor 2 menunjukkan …. a. Tendon c. Otot trisep e. Otot bisep b. Pronator d. Otot polos 68. Di bawah ini yang bukan komponen tulang aksial adalah f. Kranium (tulang tengkorak) g. Sternum (tulang dada) h. Costa (tulang rusuk) i. Humerus (tulang lengan atas) j. Vertebrae (tulang belakang) 69. Hubungan antara tulang pada siku, lutut, dan ruas-ruas juri disebut
c. Sendi engsel c. Sendi peluru e. Sendi mati b. Sendi pelana d. Sendi putar 70. Sendi yang menghubungkan tulang belikat dengan tulang lengan atas disebut c. Sendi putar c. Sendi boggol e. Sendi mati b. Sendi peluru d. Sendi engsel 71. Berikut terdapat bermacam-macam tulang: 1. Tulang belikat 2. Tulang lengan 3. Tulang pengumpil 4. Tulang hasta 5. Tulang ruas jari Yang termasuk sendi engsel adalah hubungan antara tulang yang berlabel..... a. 3-4-1 b. 1-2-3 c. 2-3-4 d. 3-4-5 e. 5-4-3 72. Seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas dan setelah diperiksa dengan menggunakan sinar X, tampak kelainan pada tulang pahanya seperti gambar di bawah ini
Kelainan tulang tersebut dinamakan ... f. Fraktura g. Skoliosis h. Kofosis i. Lordosis j. Fisura 73. Tulang yang termasuk penyusun tengkorak kepala manusia adalah.... a. Tulang muka b. Tulang dahi c. Tulang belikat d. Tulang pipi e. Tulang rahang 74. Otot yang bekerjanya dikendalikan oleh saraf tak sadar adalah.... a. Otot polos, otot lurik, dan otot jantung b. Otot polos dan otot jantung
c. Otot polos dan lurik d. Otot lurik dan otot jantung e. Otot lengan atas dan otot jantung 75. Manusia memiliki tulang rusuk sejati sebanyak....... e. 7 pasang f. 2 pasang g. 3 pasang h. 5 pasang i. 4 pasang
Uji Normalitas Data Uji Normalitas dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors, dengan rumus: Lo = F (Zi ) S ( Zi ) Langkah-langkah penghitungan uji Liliefors sebagai berikut: 1. Data diurutkan dari terkecil hingga terbesar Xi X 2. Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus Zi = SD 3. Nilai Zi dikonsultasikan dengan daftar F (Kolom Ztabel) 4. Untuk kolom F (Zi) : Jika Zi negatif maka F (Zi) = 0,5 – Zt ; Jika Zi positif, maka F (Zi) = 0,5 + Zt Zn 5. Untuk kolom S (Zi) = Jumlah Re sponden 6. Kolom F ( Zi ) S ( Zi ) merupakan harga mutlak dari selisih antara F (Zi) – S (Zi) 7. Menentukan harga terbesar dari harga mutlak tersebut untuk menentukan Lo 8. Apabila Lo hitung < Lo tabel maka sampel berasal dari distribusi normal. A. Hasil Tes Kelompok Kontrol 1. Pre-Test Uji Coba Normalitas Liliefors (Pre-Test) Kelas Kontrol
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Xi 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56
f 1 2 8 3 7 6 2 1 2 2
Zn 1 3 11 14 21 27 29 30 32 34
Zi -1,7691 -1,3333 -0,8976 -0,4619 -0,0261 0,4096 0,8453 1,2810 1,7168 2,1525
Ztabel 0,4616 0,4082 0,3159 0,1772 0,0120 0,1591 0,3023 0,3997 0,4573 0,4842
F(Zi) 0,0384 0,0918 0,1841 0,3228 0,4880 0,6591 0,8023 0,8997 0,9573 0,9842
380
34
202
1,917211329
3,1775
5,4277
X = 36,24 SD 0.886 Ltabel = = 0,1594 34
= 9,18
L0
= -0,0158
[F(Zi)S(Zi)] 0,0090 0,0036 -0,1394 -0,0890 -0,1296 -0,1350 -0,0506 0,0173 0,0161 -0,0158 5,941176471 0,51348 S(Zi) 0,029411765 0,088235294 0,323529412 0,411764706 0,617647059 0,794117647 0,852941176 0,882352941 0,941176471 1
L0 < Ltabel = -0,0158< 0,1594 Kesimpulan: Populasi sampel berdistribusi normal. 2. Post-Test Uji Coba Normalitas Liliefors (Post-Test) Kelas Kontrol
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Xi 32 36 40 44 48 52 56 60 64
f 1 2 4 4 4 5 4 5 5
Zn 1 3 7 11 15 20 24 29 34
Zi -2,04 -1,61 -1,18 -0,76 -0,33 0,10 0,53 0,96 1,38
Ztabel 0,4793 0,4463 0,3810 0,2764 0,1293 0,0398 0,2019 0,3315 0,4162
X = 51,06 SD = 9,35 0.886 0.886 Ltabel = = 0,1594 = 5,830 34 L0 < Ltabel = -0,0999< 0,1594
L0
F(Zi) 0,0207 0,0537 0,1190 0,2236 0,3707 0,5398 0,7019 0,8315 0,9162
S(Zi) 0,029412 0,088235 0,205882 0,323529 0,441176 0,588235 0,705882 0,852941 1
[F(Zi)S(Zi)] -0,0087 -0,0345 -0,0869 -0,0999 -0,0705 -0,0484 -0,0040 -0,0214 -0,0838
= -0,0999
Kesimpulan: Populasi sampel berdistribusi normal. B. Hasil Tes Kelompok Eksperimen 1. Pre-Test Uji Coba Normalitas Liliefors (Pre-Test) Kelas Eksperimen
No
Xi
f
Zn
Zi
16
1
1
-2,1662708
2
20
1
2
3
24
6
28
Ztabel
[F(Zi)S(Zi)]
F(Zi)
S(Zi)
0,4850
0,0150
0,029412
-0,0144118
-1,6912114
0,4545
0,0455
0,058824
-0,0133235
8
-1,2161520
0,3888
0,1112
0,235294
-0,1240941
1
9
-0,7410926
0,2704
0,2296
0,264706
-0,0351059
32
7
16
-0,2660333
0,1064
0,3936
0,470588
-0,0769882
36
5
21
0,2090261
0,0832
0,5832
0,617647
-0,0344471
1
4 5 6
7 8 9 10
40
9
30
0,6840855
0,2518
0,7518
0,882353
-0,1305529
44
1
31
1,1591449
0,3770
0,8770
0,911765
-0,0347647
48
2
33
1,6342043
0,4484
0,9484
0,970588
-0,0221882
52
1
34
2,1092637
0,4842
0,9842
1
-0,0158000
X = 34,24 SD = 8,42 0.886 0.886 Ltabel = = = 0,1594 5,830 34 L0 < Ltabel = -0,1305< 0,1594
L0
= -0,1305
Kesimpulan: Populasi sampel berdistribusi normal. 2. Post-Test Uji Coba Normalitas Liliefors (Post-Test) Kelas Eksperimen
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Xi 44 48 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96
f 1 1 1 3 2 4 7 5 4 1 2 1 2
Zn 1 2 3 6 8 12 19 24 28 29 31 32 34
X = 72,82 SD = 12,01 0.886 0.886 Ltabel = = = 0,1594 5,830 34 L0 < Ltabel = -0,1033< 0,1594
Zi -2,07 -2,07 -1,40 -1,07 -0,73 -0,40 -0,07 0,26 0,60 0,93 1,26 1,60 1,93
Ztabel 0,4808 0,4808 0,4192 0,3577 0,2673 0,1554 0,0279 0,1026 0,2257 0,3238 0,3962 0,4452 0,4732 L0
F(Zi) 0,0192 0,0192 0,0808 0,1423 0,2327 0,3446 0,4721 0,6026 0,7257 0,8238 0,8962 0,9452 0,9732
= -0,1033
Kesimpulan: Populasi sampel berdistribusi normal.
[F(Zi)S(Zi) S(Zi)] 0,029412 -0,01021 0,058824 -0,03962 0,088235 -0,00744 0,176471 -0,03417 0,235294 -0,00259 0,352941 -0,00834 0,558824 -0,08672 0,705882 -0,10328 0,823529 -0,09783 0,852941 -0,02914 0,911765 -0,01556 0,941176 0,004024 1 -0,0268
Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan untuk melihat perbedaan hasil tes siswa dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji hipotesis yang digunakan adalah Uji-t jika data berdistribusi normal dan homogen, dengan rumus: M M2 t0 = 1 SE M 1 M 2 Langkah-langkah pengitungan Uji-t sebagai berikut: fX 1. Mencari Mean, yaitu M = f 2. Mencari Standar Deviasi (SD), yaitu SD =
2
fX 2
fX N N SD
3. Mencari Standar Error Mean (SEM), yaitu SEM =
N 1 4. Mencari Standar Error dari perbedaan mean (SEM1-M2) antarvariabel, yaitu: SEM1-M2 5. Mencari ”t” atau ”to”, yaitu t0=
=
SE M2 1 SE M2 2
M1 M 2 SE M 1 M 2
A. Uji Hipotesis Hasil Pre-Test
Tabel penghitungan Uji-t Pre-Test Kelas Eksprimen (1) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
X1 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 340
F 1 1 6 1 7 5 9 1 2 1 34
X1 2 256 400 576 784 1024 1296 1600 1936 2304 2704 12880
F.X1 16 20 144 28 224 180 360 44 96 52 1164
F. x1 2 256 400 3456 784 7168 6480 14400 1936 4608 2704 42192
Tabel penghitungan Uji-t Pre-Test Kelas Kontrol (2)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
X1 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 380
Langkah-langkah: 1. Mencari Mean (M) fX 1 1164 M1 = 34,24 f 34
F 1 2 8 3 7 6 2 1 2 2 34
X1 2 400 576 784 1024 1296 1600 1936 2304 2704 3136 15760
M2
F.X1 20 48 224 96 252 240 88 48 104 112 1232
=
F. x1 2 400 1152 6272 3072 9072 9600 3872 2304 5408 6272 47424
fX 2 1232 36,24 f 34
2. Mencari Standar Deviasi (SD) SD1 =
fX 12 fX 1 N N
=
42192 1164 34 34
2
SD2
=
fX 22 fX 22 N N
2
= 8,28
47424 1232 = 34 34
= 9,03
3. Mencari Standar Error Mean (SEM) SD1 SEM1 = N 1 8,28 = 34 1 8,28 = 5,74 = 1,44
2
SEM2 = =
SD2 N 1 9,03 34 1 9,03 = 5,74
= 1,57
2
4. Mencari standar error dari Perbedaan Mean (SEM12 + SEM22) antarvariabel SEM1-M2
=
SE M2 1 SE M2 2
=
1,442 1,572
= 2,08 2,47 = 2,13 5. Mencari ”t” atau t0, dengan rumus: M M2 t0 = 1 SE M 1 M 2 = 34,24 36,24 2,13 = 2 2,13 = - 0, 933 Df = N-2 = 34 – 2 = 32 (konsultasi tabel nilai ”t”), Ternyata dalam tabel tidak didapat df sebesar 32, maka menggunakan df yang terdekat yaitu df sebesar 35. Dengan df 35 itu diperoleh harga kritik ”t” pada tabel atau ttabel sebesar sebagai berikut: Pada taraf signifikansi 5 % = 2,03 Pada taraf signifikansi 1 % = 2,72 Dengan demikian t0 lebih kecil daripada ttabel; yaitu 2,03 > -0,933 < 2,72 Dengan demikian hipotesis nihil (H0) diterima. Kesimpulan: tidak terdapat pengaruh yang signifikan sebelum menggunakan model pembelajaran time games tournament .
B. Uji Hipotesis Hasil Post-Test Tabel penghitungan Uji-t Post-Test Kelas Eksprimen (1) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah
X1 44 48 56 60 64 68 72 76 80 84 88 92 96 928
F 1 1 1 3 2 4 7 5 4 1 2 1 2 34
X1 2 1936 2304 3136 3600 4096 4624 5184 5776 6400 7056 7744 8464 9216 69536
F.X1 F. x1 2 44 1936 48 2304 56 3136 180 10800 128 8192 272 18496 504 36288 380 28880 320 25600 84 7056 176 15488 92 8464 192 18432 2476 185072
Tabel penghitungan Uji-t Post-Test Kelas Kontrol (2)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah
Langkah-langkah: 1. Mencari Mean (M)
X1 32 36 40 44 48 52 56 60 64 432
F 1 2 4 4 4 5 4 5 5 34
X1 2 1024 1296 1600 1936 2304 2704 3136 3600 4096 21696
F.X1 32 72 160 176 192 260 224 300 320 1736
F. x1 2 1024 2592 6400 7744 9216 13520 12544 18000 20480 91520
M1 =
fX 1 2476 72,82 f 34
M2
=
fX 2 1736 51,06 f 34
2. Mencari Standar Deviasi (SD) SD1 =
=
fX 12 fX 1 N N
2
185072 2476 34 34
SD2
=
fX 22 fX 22 N N
=
91520 1736 34 34
2
= 12,01
2
2
= 9,35
3. Mencari Standar Error Mean (SEM) SD1 SEM1 = N 1 11,83 = 34 1 11,83 = 5,74
SEM2 =
= 2,06
=
SD2 N 1 9,21
34 1 9,21 = 5,74
= 1,60
4. Mencari standar error dari Perbedaan Mean (SEM12 + SEM22) antarvariabel SEM1-M2
=
SE M2 1 SE M2 2
=
2,062 1,602
= 6,82 = 2,61 5. Mencari ”t” atau t0, dengan rumus: M M2 t0 = 1 SE M 1 M 2 72,82 51,06 = 2,61 = 21,76 2,61 = 8,33 Df = N-2 = 34 – 2 = 32 (konsultasi tabel nilai ”t”),
Ternyata dalam tabel tidak didapat df sebesar 32, maka menggunakan df yang terdekat yaitu df sebesar 35. Dengan df 35 itu diperoleh harga kritik ”t” pada tabel atau ttabel sebesar sebagai berikut:
Pada taraf signifikansi 5 % = 2,03 Pada taraf signifikansi 1 % = 2,72 Dengan demikian t0 lebih kecil daripada ttabel; yaitu 2,03 < 8,33 > 2,72 Dengan demikian hipotesis nihil (H0) ditolak Kesimpulan: terdapat pengaruh yang signifikan sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif time games tournament ( TGT ) terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem gerak.
Uji Homogenitas Data Pengujian homogenitas di sini adalah pengujian mengenai sama tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Pengujian dilakukan dengan dengan uji homogenitas dua varians. Rumus uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher, dengan rumus: S12 Fhitung = S22 Langkah-langkah penghitungan uji Fisher sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis Ho : variansi populasi homogen Ha : variansi populasi tidak homogen 2. Jumlah sampel N= 34 3. Derajat Kebebasan Penyebut : dk2 = N – 1 = 34 – 1 = 33 Pembilang : dk1= N – 1 = 34 – 1 = 33 4. Menentukan Ftabel Untuk dk penyebut 33 dan dk pembilang 33 pada taraf signifikan α = 0,05 dari daftar tabel distribusi F tidak didapat. Bila demikian diambil nilai kritis untuk derajat kebebasan yang lebih kecil. Cara ini menyebabkan daerah penolakan hipotesis menjadi sedikit lebih luas, maka cara yang lebih tepat ialah dilakukan interpolasi: 30 33 40
3
7
Dari tabel F diperoleh nilai F(0,05;dk = 30;33) adalah 1,84 dan F(0,05;dk = 33;40) adalah 1,74 (lihat tabel distribusi F), maka: Ftabel = F(0,05;dk = 33;33) = (3 X 1,84) (7 X 1,74) 37 5,52 12,18 = 1,798 Ftabel = 10 Jadi Ftabel = 1,798 5. Menentukan Fhitung yaitu varian terbesar dibagi varian terkecil
A. Hasil Homogenitas Pre-Test
N X S S2 Fhitung =
Tabel . Uji Homogenitas Pre-Test Eksperimen Kontrol 34 34 34,24 36,24 8,42 9,18 70,97 84,31
84,31 S12 = = 1,187 2 70,97 S2
Karena Fhitung < Ftabel ; 1,187 < 1,798. Maka Ho diterima yang berarti bahwa kedua sampel memiliki variansi populasi yang homogen.
B. Hasil Homogenitas Post-Test
N X S S2 Fhitung =
Tabel . Uji Homogenitas Post-Test Eksperimen Kontrol 34 34 77,82 51,06 12,01 9,35 144,24 87,42
S12 144,24 = = 1,64992 87,42 S 22
Karena Fhitung < Ftabel ; 1,64992 < 1,798. Maka Ho diterima yang berarti bahwa kedua sampel memiliki variansi populasi yang homogen.
Uji Normal Gain
Uji normal gain dilakukan untuk melihat peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan oleh guru, dengan rumus: N gain =
postest pretest skor ideal pretest
Kategorisasi perolehan sebagai berikut: g-tinggi = nilai (
) > 0,70 g-sedang = nilai 0,70 e” () e” 0,30 g-rendah = nilai () < 0,30
Tabel Penghitungan Normal Gain Normal Gain Terendah Tertinggi Rata-Rata Kategori
Kelas Kontrol -0,45455 0,5 0,20687 Gain sedang
Kelas Eksperimen 0,06667 0,94737 0,54412 Gain sedang
Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk Skor Hasil Pretest Siswa Kelas Kontrol Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil pretest siswa kelas kontrol, diketahui data skor hasil pretest siswa kelas kontrol sebagai berikut:
20 28 36 40 44
24 28 36 40 48
24 28 36 40 52
28 28 36 40 52
28 32 36 40 56
28 32 36 40 56
28 32 36 44
Tabel: Skor Hasil Pretest Siswa Kelas Kontrol No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
X 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 380
F 1 2 8 3 7 6 2 1 2 2 34
X2 400 576 784 1024 1296 1600 1936 2304 2704 3136 15760
X.F 20 48 224 96 252 240 88 48 104 112 1232
f.x2 400 1152 6272 3072 9072 9600 3872 2304 5408 6272 47424
Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi frekuensi adalah: 1. Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal ini data terbesar = 56 dan data terkecil = 20, dengan menggunakan rumus: R =H– L = 56 – 20 = 36 2. Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan menggunakan rumus: K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 34 = 1 + 3,3 (1,53) = 1 + 5,05 = 6,05 ≈ 6 (hasil pembulatan)
3. Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus: ren tan g ( R ) = 36/6 = 6 i= banyak kelas ( K )
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel: Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol Interval Titik Batas Batas Frekuensi Kelas Tengah Bawah Atas Absolut Relatif 20 – 25 22 19,5 25,5 3 8,82 % 26 – 31 28 25,5 31,5 8 23,52 % 32 – 37 34 31,5 37,5 10 29,41 % 38 – 43 40 37,5 43,5 6 17,64 % 44 – 49 46 43,5 49,5 3 8,82 % 50 – 55 52 49,5 55,5 2 5,88 % 55 – 61 58 54,5 61,5 2 5,88 %
4. Menentukan mean (rata-rata), yaitu: fX 1232 M = 36,24 f 34 5. Menentukan Median (nilai tengah), yaitu: N 1 34 1 Posisi Median = = = 17,5 2 2 Median = 36 (di posisi 17,5) 6. Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu: Mo = 28
Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk Skor Hasil Pretest Siswa Kelas Eksperimen Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil pretest siswa kelas eksperimen, diketahui data skor hasil pretest siswa kelas eksperimen sebagai berikut: 16 24 32 40 40
20 28 32 40 40
24 32 36 40 44
24 32 36 40 48
24 32 36 40 48
24 32 36 40 52
24 32 36 40
Tabel: Skor Hasil Pretest Siswa Kelas Eksperimen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
X 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 340
F 1 1 6 1 7 5 9 1 2 1 34
X2 256 400 576 784 1024 1296 1600 1936 2304 2704 12880
X.F 16 20 144 28 224 180 360 44 96 52 1164
f.x2 256 400 3456 784 7168 6480 14400 1936 4608 2704 42192
Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi frekuensi adalah: 1. Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal ini data terbesar = 52 dan data terkecil = 16, dengan menggunakan rumus: R =H– L = 52 – 16 = 36 2. Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan menggunakan rumus: K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 43
= 1 + 3,3 (1,53) = 1 + 5,05 = 6,05 ≈ 6 (hasil pembulatan) 3. Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus: ren tan g ( R ) 36 = =6 i= banyak kelas ( K ) 6
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel: Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen Interval Titik Batas Batas Frekuensi Kelas Tengah Bawah Atas Absolut Relatif 16 – 21 19,5 15,5 22,5 2 5,88% 22 – 27 25,5 21,5 28,5 6 17,65% 28 – 33 31,5 27,5 34,5 8 23,53% 34 – 39 36,5 33,5 40,5 5 14,71% 40 – 45 42,5 39,5 46,5 10 29,41% 46 – 51 49,5 45,5 52,5 2 5,88% 52 – 57 55,5 51,5 58,5 1 2,94%
4. Menentukan mean (rata-rata), yaitu: fX 1 1164 M = 34,24 f 34 5. Menentukan Median (nilai tengah), yaitu: N 1 34 1 Posisi Median = = = 17,5 2 2 Median = 36 (di posisi 17,5) 6. Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu: Mo = 40
Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk Skor Hasil Postest Siswa Kelas Kontrol Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil postest siswa kelas kontrol, diketahui data skor hasil postest siswa kelas kontrol sebagai berikut: 32 44 48 56 60
36 44 52 56 64
36 44 52 56 64
40 44 52 60 64
40 48 52 60 64
40 48 52 60 64
40 48 56 60
Tabel: Skor Hasil Postest Siswa Kelas Kontrol No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah
X 32 36 40 44 48 52 56 60 64 432
F 1 2 4 4 4 5 4 5 5 34
X2 1024 1296 1600 1936 2304 2704 3136 3600 4096 21696
X.F 32 72 160 176 192 260 224 300 320 1736
f.x2 1024 2592 6400 7744 9216 13520 12544 18000 20480 91520
Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi frekuensi adalah: 1. Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal ini data terbesar = 64 dan data terkecil = 32, dengan menggunakan rumus: R =H– L = 64 – 32 = 32 2. Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan menggunakan rumus: K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 34 = 1 + 3,3 (1,53) = 1 + 5,05 = 6,05 ≈ 6 (hasil pembulatan)
3. Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus: ren tan g ( R ) = 32/6 = 5 i= banyak kelas ( K )
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel: Distribusi Frekuensi Postest Kelas Kontrol Interval Titik Batas Batas Frekuensi Kelas Tengah Bawah Atas Absolut Relatif 8,82% 32 – 36 34 31 37 3 11,76% 37 – 41 39 36 42 4 11,76% 42 – 46 44 41 47 4 11,76% 47 – 51 49 46 52 4 26,47% 52 – 56 54 51 57 9 14,71% 57 – 61 59 56 62 5 14,71% 62 – 66 64 61 67 5
4. Menentukan mean (rata-rata), yaitu: fX 1736 51,06 M = f 34 5. Menentukan Median (nilai tengah), yaitu: N 1 34 1 Posisi Median = = = 17,5 2 2 Median = 52 (di posisi 17,5) 6. Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu: Mo = 52,60 dan 64
Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk Skor Hasil Postest Siswa Kelas Eksperimen Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil postest siswa kelas eksperimen, diketahui data skor hasil postest siswa kelas eksperimen sebagai berikut: 44 64 72 76 88
48 68 72 76 88
56 68 72 76 92
60 68 72 80 92
60 68 72 80 96
60 72 76 80 96
64 72 76 80
Tabel: Skor Hasil Postest Siswa Kelas Eksperimen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
X 44 48 56 60 64 68 72 76 80 88 92 96 844
F 1 1 1 3 2 4 7 5 4 2 2 2 34
X2 1936 2304 3136 3600 4096 4624 5184 5776 6400 7744 8464 9216 62480
X.F 44 48 56 180 128 272 504 380 320 176 184 192 2484
f.x2 1936 2304 3136 10800 8192 18496 36288 28880 25600 15488 16928 18432 186480
Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi frekuensi adalah: 1. Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal ini data terbesar = 96 dan data terkecil = 44, dengan menggunakan rumus: R =H– L = 96 – 44 = 52 2. Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan menggunakan rumus: K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 34 = 1 + 3,3 (1,53) = 1 + 5,05 = 6,05 ≈ 6 (hasil pembulatan)
3. Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus: ren tan g ( R ) = 52/6 = 8,6667 ≈ 9 (hasil pembulatan) i= banyak kelas ( K )
No 1 2 3 4 5 6
Tabel: Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen Interval Titik Batas Batas Frekuensi Kelas Tengah Bawah Atas Absolut Relatif 5,88% 44 - 52 48 43 53 2 11,76% 53 - 61 57 52 62 4 17,65% 62 - 70 66 61 71 6 71 - 79 75 70 80 12 35,29% 17,65% 80 - 88 84 79 89 6 11,76% 89 - 98 93 88 99 4
4. Menentukan mean (rata-rata), yaitu: fX 2484 73,06 M = f 34 5. Menentukan Median (nilai tengah), yaitu: N 1 34 1 = Posisi Median = = 17,5 2 2 Median = 72 (di posisi 17,5) 6. Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu: Mo = 72