ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DAN STRUKTUR MODAL TERHADAP HARGA SAHAM (Survei Pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
RISYA ADILAH MARDALENA NPM. 123403096 Email :
[email protected]
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jalan Siliwangi No. 24
ABSTRACT This research aim to know: (1) How Financial Distress, Capital Structure and Stock Price, (2) How influence of Financial Distress to Capital Structure on Stock Price, (3) How partially and simultaneously influence Financial Distress and Capital Structure to Stock Price. In this research writer applies analytical descriptive method with survey approach. Technique of collecting data is used by secondary data, namely Financial Statement (Financial Report) Basic Industry And Chemicals Sector of the years in 2014 which published in Indonesia Stock Exchange. The tool of analysis used is Path Analysis. Hypothesis testing partially by using t test and in a simultant manner using by F test. On the confidence level of 95%, the result of research indicates that: (1) Financial Distress had influence which is not significant to Capital Structure, (2) Financial Distress partially had influence which is not significant to Stock Price, (3) Capital Structure partially had significant influence to Stock Price and (4) Financial Distress and Capital Structure simultaneously is significant to Stock amount to 21.7% with value of F amount to 4.100. Keyword: Financial Distress, Capital Structure and Stock Price
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham, (2) Bagaimana pengaruh Financial Distress terhadap Struktur Modal, dan (3) Bagaimana pengaruh secara parsial dan simultan Financial Distress dan Struktur Modal terhadap Harga Saham. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan survei. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu Laporan Keuangan (Financial Report) Sektor Industri Dasar dan Kimia tahun 2014 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Path Analysis. Pengujian hipotesis secara parsial menggunakan uji t dan secara simultan dengan menggunakan uji F. pada tingkat keyakinan 95%, hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Financial Distress berpengaruh tidak signifikan terhadap Struktur Modal, (2) Financial Distress secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham, (3) Struktur Modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham dan (4) Financial Distress dan Struktur Modal secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham sebesar sebesar 21,7% dengan nilai F sebesar 4,102. Kata Kunci : Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham
PENDAHULUAN Dalam era ekonomi pasar bebas, pasar modal memiliki peran yang cukup penting karena dapat dijadikan sumber daya alternatif bagi perusahaan. Pasar modal merupakan tempat bagi perusahaan untuk mendapatkan modal dengan cara menawarkan sahamnya kepada publik. Publik sebagai pemilik dana dapat menginvestasikan dananya pada pihak yang memerlukan dana jangka panjang (perusahan) dengan mengharapkan adanya imbalan atau return dari investasi tersebut, sedangkan pihak yang memerlukan dana jangka panjang (perusahaan) dapat menggunakan dana dari luar untuk mengembangkan usahanya tanpa menunggu dana dari internal perusahaan. Jadi dapat dikatakan bahwa pasar modal adalah tempat bertemunya pihak yang memiliki dana dengan pihak yang memerlukan dana jangka panjang (perusahaan). Berdasarkan data yang diliris oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2015, menyatakan bahwa pertumbuhan Ekonomi Indonesia tumbuh 4,79% melambat bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 5,02%. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
sebesar 10,06%. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 5,38%. Pada tahun 2014, Badan Pusat Statistik juga menyatakan bahwa pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada tahun 2014 tumbuh 5,02% melambat dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 5,58%. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 10,02%. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) sebesar 12, 43%. Namun pada tahun 2013, Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa pertumbuhan Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,78% deibandingkan dengan tahun 2012. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, tertinggi pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 10,19%. Adapaun sektor dengan pertumbuhan terendah adalah Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,34%. Pada sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa, naik sebesar 5,3%, Konsumsi Rumah Tangga naik 5,28% dan Konsumsi Pemerintah naik 4,87%. Dari fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perekonomi nasional yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan belum sepenuhnya terselesaikan oleh Pemerintah. Kondisi perekonomian nasional sebagai faktor eksternal perusahaan mampu memicu munculnya kesulitan keuangan (Financial Distress) yang mengarah kepada ancaman kebangkrutan (Pailit). Indikasi kebangkrutan sejumlah perusahaan membuat kepercayaan para investor berkurang sehingga memungkinkan dijualnya saham yang dimiliki dan beralih keinvestasi lain. Financial Distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan (Platt dan Platt, 2002). Apabila perusahaan tidak segera menyikapi kondisi financial distress, maka perusahaan dalam ancaman kebangkrutan. Oleh karena itu, pengenalan awal gejala financial distress pada perusahaan memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor, regulator dan para stakeholders lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011) menyakatan bahwa sesuai dengan analisis fundamental, jika diketahui terdapat potensi kebangkrutan suatu
perusahaan dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham ataupun return saham. Keberhasilan perusahaan dalam mengelola struktur modal menjadi sebuah acuan bagi investor maupun kreditor untuk melakukan investasi. Weston dan Bringham (2011) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Sebaliknya, perusahaan yang gagal dalam pengoptimalkan struktur modal akan mengakibatkan risiko ketidakstabilan harga saham. Jika investor menilai kinerja suatu perusahaan buruk, maka akan berdampak pada rendahnya harga yang ditawarkan investor terhadap harga saham perusahaan tersebut dan begitupun sebaliknya (Juliani, 2009). Lukas Setia (2008) menyatakan biasanya perusahaan yang terindikasi adanya kondisi Financial Distress akan mengeluarkan kebijakan terkait dengan struktur modalnya, seperti penambahan utang baru. Namun dengan penambahan utang baru, perusahaan akan menanggung beban bunga atau angsuran-angsuran utangnya tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan atau laba. Perusahaan akan terancam bangkrut apabila dalam penggunaan utang, perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang muncul akibat penggunaan utang tersebut. Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga saham dimana perusahaan dianggap tidak mampu melunasi kewajibannya sehingga BEI berhak memberikan sanksi pemberhentian sementara perdagangan saham (suspend). Terdapat banyak indikator yang mampu digunakan sebagai alat ukur kinerja perusahaan. Salah satunya adalah laporan keuangan sebagai alat analisis yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan. Laporan keuangan mampu memberikan sebagian besar informasi yang dibutuhkan oleh pihak investor. Selain itu, laporan keuangan dapat digunakan perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategis perusahaan (Almilia, & Herdiningtyas, 2005). Dengan melakukan analisis laporan keuangan, perusahaan mampu mendapatkan informasi indikasi terhadap ancaman financial distress.
Selain menggunakan analisis rasio keuangan sebagai indikator gejala financial distress, terdapat beberapa metode pengukuran prediksi kondisi financial distress sebuah perusahaan. Metode-metode ini terus berkembang seiring dengan kebutuhan akan keakuratan pengukuran yang mampu mencakup semua perusahaan tanpa melihat bidang usahanya. Prediksi yang umum digunakan dalam mendeteksi financial distress seperti Altman, Springate, Ohlson, Zmijewski, Grover dan lain sebagainya. Penelitian tentang financial distress dipelopori oleh Beaver pada tahun 1966, kemudian dikembangkan oleh Altman pada tahun 1968. Metode yang dikembangkan Altman terus dilakukan karena pada awalnya metode tersebut hanya dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur yang go public saja. Pengembangan metode berhasil dilakukan pada teori ketiga Altman, yaitu dapat diterapkan pada berbagai jenis bidang usaha perusahaan, baik yang go public maupun yang tidak, dan cocok digunakan dinegara berkembang seperti Indonesia (Rudianto, 2013). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana Analisis Financial Distress menggunakan metode Altman, dan Struktur Modal, terhadap Harga Saham yang terjadi perusahaan sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti melakukan penelitian pada sektor industri dasar dan kimia dikarenakan selama 3 tahun terakhir pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data yang diliris oleh Kementrian Perindustrian pada www.kemenperin.go.id, pada tahun 2013, pertumbuhan industri mencapai 6,10% atau lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi yang tercatat 5,78%, dengan kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas mencapai 20,76% terhadap total PDB nasional. Kontribusi ini merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lain. Lalu pada tahun yang sama, nilai ekspor industri nonmigas mencapai US$ 113,03 miliar atau memberikan kontribusi 61,91% terhadap total ekspor nasional. Tren pertumbuhan tersebut diyakini akan terus meningkat terutama didorong oleh
tingginya investasi sektor industri, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) serta pertumbuhan konsumsi domestik. Pada tahun ini, pertumbuhan industri ditargetkan mencapai 6,4% - 6,8%, dengan penyerapan tenaga kerja 400.000 orang serta peningkatan ekspor produk industri sebesar US$ 125 miliar. Selain itu, dari sisi investasi akan masuk penanaman modal asing sebesar US$ 14 miliar dan penanaman modal dalam negeri Rp 50 triliun. Jika dicermati, pencapaian pertumbuhan industri nasional tersebut terutama ditopang oleh sejumlah sektor seperti industri alat angkut, mesin dan peralatannya sebesar 10,54%, industri logam dasar besi dan baja 6,93%, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya 6,18%, serta industri tekstil, barang kulit dan alas kaki sebesar 6,06%. Meskipun pertumbuhan industri cukup menggembirakan, ada konsekuensi yang harus dibayar yakni defisit dalam neraca perdagangan sektor industri. Pada 2012, terdapat defisit perdagangan sebesar US$ 23,59 miliar yang kemudian ditekan menjadi US$ 18,37 miliar pada 2013. Defisit tersebut terutama disebabkan oleh adanya lonjakan impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal. Sebagai gambaran, dari total impor produk industri pada 2012 senilai US$ 139,73 miliar, sekitar 90% di antaranya merupakan impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal. Impor dalam persentase yang sama kembali terjadi pada 2013. Ini berarti, pertumbuhan industri berbanding lurus dengan peningkatan impor bahan baku/penolong dan barang modal. Fakta ini sangat mengkhawatirkan karena industri manufaktur di dalam negeri memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap negara lain. Kita tentu tidak antiimpor, tetapi ketergantungan yang terlalu tinggi ini perlu dikurangi dengan mengandalkan sumber daya di dalam negeri. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti pada sektor industi dasar dan kimia. Penelitian yang dilakukan pada dasarnya merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain : 1.
Penelitian yang dilakukan Mario Wasono (2012) mengenai Pengaruh Financial Distress Ratio Model terhadap Harga Saham Pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008-2009, dengan variabel Financial Distress Ratio Model Altman dan Harga Saham. Hasil menunjukan bahwa financial distress berpengaruh signifikan terhadap harga saham sebesar 35%. 2. Penelitian yang dilakukan Imam Muhammad (2006) mengenai Analisis Struktur Modal Terhadap Harga Saham Perusahaan Obat-Obatan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan variabel Struktur Modal dan Harga Saham. Hasil penelitian menunjukan bahwa Struktur Modal berpengaruh terhadap Harga Saham sebesar 77,28%. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham pada sektor Industri Dasar dan Kimia Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham pada sektor Industri Dasar dan Kimia Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Financial Distress dan Struktur Modal terhadap Harga Saham pada sektor Industri Dasar dan Kimia Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis adalah metode penelitian yang menuturkan atau menggambarkan situasi yang terjadi pada masa sekarang, kemudian menganalisis serta menginterpretasikan data-data yang diperoleh dengan analisis tertentu. Metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Operasionalisasi Variabel Untuk lebih jelasnya mengenai variabel penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel : Variabel Financial Distress (X1)
Struktur (X2)
Modal
Harga (Y)
Saham
Tabel 1.1 Definisi Variabel Financial Distress merupakan keadaan dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana dimana total kewajiban lebih besar dari pada total aset, serta tidak dapat mencapai tujuan ekonomi perusahaan, yaitu profit. (Almilia dan Herdiningtyas, 2005) Struktur modal adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. (Martono dan D. Agus Harjito, 2011) Harga saham adalah harga suatu saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan dipasar modal. (Jogiyanto, 2011)
Indikator
Skala
Total Aset Total Kewajiban Total Ekuitas Laba Ditahan Modal Kerja Laba Sebelum Pajak
Rasio
Hutang Jangka Panjang Modal Sendiri
Rasio
Rasio Harga Saham Penutupan (Closing Price)
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui Data Sekunder, dengan penelitian melalui buku-buku literatur dan sumber data serta informasi lainnya yang ada hubungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan masalah yang diteliti. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek dengan kriteria, yaitu Perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur pada Sektor
Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar secara terus-menerus di Bursa Efek Indonesia dan mempublikasikan laporan keuangan tahunan dengan lengkap selama tahun penelitian. Terdapat 33 (tiga puluh tiga) dari 64 (Enam Puluh Empat) perusahaan pada tahun 2014 yang memenuhi syarat untuk dilakukan penelitian.
Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis). Analisis Path merupakan perluasan dari regresi linier berganda. Tujuan digunakannya Analisis Path adalah untuk mengetahui pengaruh perangkat variabel X (Variabel Independent) terhadap variabel Y (Variabel Dependent) dan untuk mengetahui hubungan antar variabel X. Dalam analisis path dapat dilihat pengaruh dari setiap variabel secara bersama-sama. Tujuan dari dilakukannya analisis path adalah untuk menerangkan pengaruh langsung atau tidak langsung dari beberapa variabel penyebab terhadap variabel lainnya sebagai variabel akibat. Path Analysis (analisis jalur) menggunakan korelasi dan regresi dimana dalam gambar struktural path analysis diatas dijelaskan bahwa ada hubungan antara X1 (Financial Distress) dan X2 (Struktur Modal) terhadap Y (Harga Saham).
PEMBAHASAN Berikut ini penulis sajikan data mengenai variabel-variabel, baik variabel Independen X1 (Financial Distress) dan X2 (Struktur Modal serta variabel Dependen Y (Harga Saham) tahun 2014 pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Data Pengolahan Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 Fiancial Struktur Harga No. Kode Emiten Distress Modal Saham (%) (%) (Rp) 1 2 3
Argha Karya Prima Industry Tbk (AKPI) Alkindo Naratama Tbk (ALDO) Alaska Industrindo Tbk (ALKA)
1.80 2.86 1.49
1.15 1.24 2.87
830 735 900
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI) Berlina Tbk (BRNA) Barito Pasific Tbk (BRPT) Budi Starch and Sweetener Tbk (BUDI) Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW) Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI) Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) Inti Keramik Alam Asri Industri Tbk (IKAI) Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) Indah Kiat Pulp & paper Tbk (INKP) Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) Indopoly Swakarsa Industry Tbk (IPOL) Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) Keramika Indonesia Assosiasi Tbk (KIAS) Krakatau Steel Tbk (KRAS) Malindo Feedmill Tbk (MAIN) Mulia Industrindo Tbk (MLIA) Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO) Siearad Produce Tbk (SIPD) Holcim Indonesia Tbk (SMCB) Suparma Tbk (SPMA) Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) Tembaga Mulia Semanan Tbk (TBMS) Tirta Mahakam Resources Tbk (TIRT) Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) Trias Sentosa Tbk (TRST) Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC) Yana Prima Hasta Persada Tbk (YPAS)
0.72 1.52 1.29 1.17 0.78 -1.85 2.69 -1.60 0.96 1.31 -4.85 1.75 2.84 -4.85
4.01 2.64 1.20 1.71 2.39 1.76 0.56 1.90 5.15 1.71 1.58 0.84 1.97 0.92
268 705 303 107 1,650 91 103 118 350 1,045 1,150 116 950 50
3.41 -0.86 1.25 -0.90 3.26 2.30 1.36 2.74 -8.37 -1.15 0.18 2.10 2.26 2.76 5.25 2.29
0.11 1.91 2.28 4.46 1.71 1.18 0.96 (3.46) 7.99 7.69 7.69 1.91 1.21 0.86 0.64 0.98
147 485 2,130 525 160 530 2,185 197 62 9,500 86 850 3,000 380 1,600 500
(Sumber : Hasil Olahan Penulis Berdasarkan Laporan Keuangan Lengkap: http://www.idx.co.id)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari keseluruhan sampel yang diambil, maka diperoleh hasil : 1. Kondisi Financial Distress pada Sektor Industri Dasar dan Kimia tahun 2014, terdapat 8 perusahaan yang tidak terindikasi adanya Financial Distress, 11 perusahaan yang rawan terindikasi adanya Financial Distress dan 14 perusahaan yang terindikasi adanya Financial Distress. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) merupakan perusahaan yang memiliki indikasi adanya Financial Distress tertinggi, dengan persentase kebangkrutan sebesar -8,37%. Tingginya indikasi Financial Distress terjadi karena jumlah hutang yang dimiliki perusahaan melebihi jumlah aset dan defisitnya jumlah ekuitas yang dimiliki. Defisitnya jumlah ekuitas perusahaan disebabkan karena laba
operasi perusahaan yang mengalami defisit (kerugian), sehingga membuat semakin turunnya jumlah ekuitas perusahaan hingga mencapai angka minus. %. Sedangkan yang tidak memiliki indikasi adanya Financial Distress tertinggi adalah Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC) dengan persentase 5,25%. Hal ini disebabkan karena memiliki total aset dan total ekuitas yang lebih besar daripada total hutang yang dimiliki perusahaan. Sedangkan yang tidak memiliki indikasi adanya Financial Distress tertinggi adalah Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC) dengan persentase 5,25%. Hal ini disebabkan karena memiliki total aset dan total ekuitas yang lebih besar daripada total hutang yang dimiliki perusahaan. 2.
Kondisi Struktur Modal pada Sektor Industri Dasar dan Kimia tahun 2014, terdapat 16 perusahaan yang mengalami peningkatan resiko likuiditas, 16 perusahaan yang mengalami penurunan resiko likuiditas dan 1 perusahaan yang tidak mengalami penurunan maupun peningkatan resiko likuiditas. Kendati demikian, jumlah penurunan ataupun peningkatan resiko likuiditas setiap perusahaannya memiliki jumlah persentase yang berbeda-beda. . Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) merupakan perusahaan yang memiliki tingkat resiko likuiditas tertinggi sebesar 7,99%. Keramika Indonesia Assosiasi Tbk (KIAS) dengan persentase 0,11%.
3.
Sedangkan kondisi Harga Saham pada Sektor Industri Dasar dan Kimia tahun 2014, terdapat 14 perusahaan yang mengalami penurunan harga saham, 18 perusahaan yang mengalami peningkatan harga saham dan 1 perusahaan yang tidak mengalami penurunan maupun peningkatan harga saham. Sama halnya dengan kondisi Struktur Modal, dimana jumlah penurunan ataupun peningkatan harga saham setiap perusahaannya memiliki jumlah yang berbeda-beda. Perusahaan yang memiliki Harga Saham tertinggi adalah Tembaga Mulia Semanan Tbk (TBMS) sebesar 9.500 rupiah, sedangkan perusahaan yang memiliki Harga Saham terendah adalah Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI) sebesar 50 rupiah..
Pengaruh Financial Distress Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Dari hasil perhitungan SPSS versi 16.0, diperoleh data mengenai koefisien korelasi dengan koefisien determinasi. Koefisien korelasi menunjukan besarnya hubungan atau korelasi antara Financial Distress dengan Struktur Modal, berdasarkan tabel tersebut adalah sebesar 0,086 dengan arah positif, ini berarti semakin besar indikasi adanya Financial Distress, semakin besar pula kemungkinan Struktur Modal (contohnya penambahan hutang baru) yang harus dilakukan, begitu pula sebaliknya apabila indikasi adanya Financial Distress kecil, maka Struktur Modal (contohnya penambahan hutang baru dan penerbitan saham baru) tidak harus dilakukan. Adanya indikasi Financial Distress mengharuskan perusahaan melakukan upaya untuk meminimalkan potensi kebangkrutan sehingga biasanya akan melakukan tindakan dengan Struktur Modalnya, yaitu dengan penambahan hutang baru dari pihak ketiga. Koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh Financial Distress terhadap Struktur Modal, yakni sebesar sebesar 0,087 atau 8,7 %. Artinya 8,7 % variabilitas variabel X2 atau Struktur Modal dipengaruhi oleh variabel bebas X1 atau Financial Distress. Untuk koefisien non determinasi atau pengaruh faktor residu adalah sebesar (0,956)2 atau 91,3% Untuk menguji hipotesis atau signifikansi pengaruh Financial Distress terhadap Struktur Modal dilakukan dengan uji t. berdasarkan perhitungan, besarnya t hitung adalah sebesar 0,481. Dimana t hitung ini dapat ditentukan melalui : 𝑡=
=
𝜌𝑋2 𝑋1 2
√1 − 𝜌 𝑋2 𝑋1 𝑛−2 0,086 √1−(0,086)
2
= 0,481
33−2
Sedangkan nilai t1/2 α df (n-2) atau t0,025 (31) adalah sebesar 2,042. Sehingga dengan kaidah keputusan terima H0 jika –t1/2 α df (n-2) ≤ thitung ≤ t1/2 α df (n-2) dan tolak Ho jika –t1/2 α df (n-2) > thitung atau t1/2 α df (n-2) < thitung serta taraf signifikan
α sebesar 5% maka nilai thitung 0,481 lebih kecil dari nilai t1/2 α df (n-2) sebesar 2,042. Artinya Ho diterima atau dengan kata lain Financial Distress berpengaruh tidak signifikan terhadap Struktur Modal. Hasil ini menunjukan bahwa peningkatan adanya resiko Financial Distress, bisa meningkatkan pembentukan Struktur Modal pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014, namun tidak signifikan. Berdasarkan uraian hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa Financial Distress berpengaruh tidak segnifikan terhadap Struktur Modal pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 dimana sebesar 8,7% variabilitas variabel Stuktur Modal dipengaruhi oleh Financial Distress. Ketidaksignifikan dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya sikap manajer perusahaan itu sendiri. Menurut Najmudin (2011) menyatakan bahwa manajer yang tergolong agresif lebih memilih sumber dana dari utang karena memberikan efek leverage keuangan lebih besar. Sebaliknya, manajer yang lebih konservatif cenderung lebih memilih menerbitkan saham baru daripada utang. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti lebih terfokus meneliti Struktur Modal perusahaan dalam penggunaan hutangnya bukan pada penerbitan saham baru suatu perusahaan karena penulis ingin melihat tingkat likuiditas suatu perusahaan yang terindikasi Financial Distress, sehingga penulis tidak meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana perusahaan yang terindikasi adanya Financial Distress dalam Struktur Modalnya yang lebih memilih menerbitkan saham baru daripada menambah hutangnya.
Pengaruh Secara Parsial Financial Distress Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Untuk mengetahui pengaruh secara parsial Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y), maka perlu diketahui besarnya pengaruh langsung dari Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) melalui Struktur Modal (X2).
Koefisien beta standar (Standardized coefisien of β) untuk pengaruh langsung Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) adalah sebesar 0,061 dengan hubungan arah negatif. Ini berarti dengan semakin besarnya indikasi Financial Distress, maka Harga Saham akan semakin menurun, begitu pula yang terjadi sebaliknya, semakin kecil indikasi adanya Financial Distress maka Harga Saham akan semakin tinggi. Besarnya koefisien determinasi adalah 0,0037 atau 0,37% yaitu (-0,061) atau (β)2, dimana koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh Financial Distress (X1) secara langsung terhadap Harga Saham (Y) melalui Struktur Modal (X2), maka perlu diketahui koefisien beta standar (Standardized coefisien of β) untuk Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) yaitu sebesar -0,061, koefisien beta standar (Standardized coefisien of β) untuk Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y), yaitu sebesar 0,465 dan nilai korelasi antara Financial Distress (X1) dengan Struktur Modal (X2), yaitu sebesar 0,086. Maka nilai pengaruh tidak langsung Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) melalui Struktur Modal (X2) adalah sebesar -0,061 x 0,086 x 0,465 atau -0,0024 atau -0,24%. Sehingga total pengaruh Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) adalah sebesar 0,0037 + (0,0024) atau 0,0013 atau 0,13%. Untuk menguji hipotesis atau signifikansi pengaruh secara parsial Financial Distress (X1) terhadap Harga Saham (Y) dilakukan uji t. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, diperoleh nilai t hitung sebesar -0,373, sedangkan nilai t1/2α (n-k-1) atau t0,025(30) adalah 2,042. Dengan kaidah keputusan terima Ho jika – t1/2 α (n-k-1) ≤ thitung ≤ t1/2 α (n-k-1) dan tolak Ho jika –t1/2 α (n-k-1) > thitung atau thitung > t1/2α (n-k-1). Maka nilai thitung -0,373 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,042. Artinya menerima Ho atau dengan kata lain Financial Distress secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham. Hasil ini menunjukan bahwa peningkatan adanya resiko Financial Distress, bisa menurunkan atau menaikan Harga Saham pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014, namun penurunan ataupun peningkatannya tidak signifikan.
Berdasarkan uraian hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa Financial Distress berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mario Wasono (2012) mengenai Pengaruh Financial Distress terhadap Harga Saham, yang hasil menunjukan bahwa financial distress berpengaruh signifikan terhadap harga saham sebesar 35%. Ketidaksignifikan yang terjadi pada penelitian penulis, bisa saja karena beberapa faktor. Karena tidak hanya variabel Financial Distress saja yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya Harga Saham suatu perusahaan. Menurut Arifin (2001), pergerakan harga saham suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal, contohnya hukum permintaan dan penawaran valuta asing, tingkat suku bunga, dana asing di bursa, indeks harga saham gabungan dan news and rumors. Sehingga tidak hanya indikasi adanya Financial Distress saja yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya Harga Saham suatu perusahaan.
Pengaruh Secara Parsial Struktur Modal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Untuk mengetahui pengaruh secara parsial Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y), maka perlu diketahui besarnya pengaruh langsung Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y). Koefisien beta standar (Standardized coefisien of β) untuk pengaruh langsung Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y) adalah sebesar 0,465 dengan arah positif. Ini berarti semakin besarnya Struktur Modal yang digunakan seperti penambahan hutang baru, maka Harga Saham juga semakin meningkat, begitu juga sebaliknya apabila kecilnya penambahan utang baru dalam Struktur Modalnya maka Harga Saham juga semakin menurun. Jika secara konseptual, hubungan Struktur Modal terhadap Harga Saham akan berada pada arah yang negatif, karena dengan penambahan hutang baru dalam Struktur Modal suatu perusahaan yang apabila jumlah hutang tersebut melebihi jumlah ekuitas yang ada maka akan mengakibatkan semakin tingginya resiko terhadap likuiditas dari perusahaan tersebut sendiri. Begitu pula sebaliknya, semakin rendahnya jumlah
hutang dari jumlah ekuitas yang ada, maka akan menekan resiko terhadap likuiditas perusahaan itu sendiri. Besarnya koefisien determinasi 0,216 atau 21,6% yaitu (0,465)2 atau (β)2, dimana koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh Struktur Modal (X2) secara langsung terhadap Harga Saham (Y). Untuk menguji hipotesis atau signifikansi pengaruh secara parsial Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y) dilakukan uji t. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS, diperoleh nilai t hitung sebesar 2,861, sedangkan nilai t1/2α (nk-1) atau t0,025(30) adalah 2,042. Dengan kaidah keputusan terima Ho jika –t1/2 α (nk-1) ≤ thitung ≤ t1/2 α (n-k-1) dan tolak Ho jika –t1/2 α (n-k-1) > thitung atau thitung > t1/2α (n-k-1). Maka nilai thitung 2,861 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,042. Artinya menolak H0 atau dengan kata lain Struktur Modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. Hasil ini menunjukan bahwa pembentukan Struktur Modal, bisa meningkatkan Harga Saham pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 secara signifikan. Berdasarkan uraian hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Emiten Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015. Hasil ini penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Imam Muhammad (2006) yang menunjukan bahwa Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Weston dan Bringham (2011) yang menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham dan sebaliknya perusahaan yang gagal dalam pengoptimalkan struktur modal akan mengakibatkan risiko ketidakstabilan harga saham.
Pengaruh Secara Simultan Financial Distress dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Untuk mengetahui pengaruh Financial Distress (X1) dan Struktur Modal (X2) terhadap Harga Saham (Y) secara simultan, maka sebagaimana hasil perhitungan masing-masing variabel pada pengaruh parsial, dapat diperoleh dengan cara menjumlah seluruh nilai pengaruh-pengaruh parsial yaitu 0,0013 + 0,216, sehingga didapat nilai sebesar 0,217 atau sebesar 21,7%. Jadi total pengaruh Financial Distress dan Struktur Modal terhadap Harga Saham secara simultan adalah sebesar 21,7%. Sebagaimana hasil perhitungan SPSS, didapat nilai Fhitung sebesar 4,102 sedangkan nilai Ftabel sebesar 3,32. Dengan kaidah keputusan Ho diterima jika Fhitung ≤ Ftabel dengan taraf signifikan α sebesar 5%, dan Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel dengan taraf signifikan α sebesar 5%. Nilai Fhitung 4,102 ternyata lebih besar dari Ftabel sebesar 3,32, maka Ho ditolak Ha diterima. Artinya dengan tingkat keyakinan 95%, Financial Distress dan Struktur Modal secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. Dimana besarnya pengaruh Financial Distress dan Struktur Modal secara simultan terhadap Harga Saham sebesar 21,7%. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap perubahan pada keseluruhan Financial Distress dan Struktur Modal akan mengakibatkan perubahan atau pengaruh yang segnifikan terhadap besar kecilnya Harga Saham. Semakin tingginya tingkat indikasi adanya Financial Distress maka akan semakin besar pula penggunaan Struktur Modal suatu perusahaan, sehingga akan menyebabkan menurunnya Harga Saham, begitu pula yang terjadi sebaliknya.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada 33 Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 dengan menggunakan path analysis dan proses perhitungan dengan menggunakan software SPSS versi 16.0, serta pembahasan yang diselaraskan dengan permasalahan yang diteliti, maka dapat dibuat simpulkan seperti berikut ini :
1. Financial Distress, Struktur Modal dan Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014 a. Diperoleh bahwa analisis Financial Distress dengan menggunakan metode Altman Z-Score menghimpun terdapat 8 perusahaan yang tidak memiliki indikasi adanya Financial Distress, 11 perusahaan yang rawan untuk adanya indikasi Financial Distress dan 14 perusahaan yang memiliki indikasi adanya Financial Distress. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) merupakan perusahaan yang memiliki indikasi adanya Financial Distress tertinggi, sedangkan yang tidak memiliki indikasi adanya Financial Distress tertinggi adalah Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC). b. Diperoleh bahwa Struktur Modal yang berhasil dihimpun pada setiap perusahaan sangat bervariatif, dimana terdapat 16 perusahaan yang mengalami peningkatan resiko likuiditas, 16 perusahaan yang mengalami penurunan resiko likuiditas dan 1 perusahaan yang tidak mengalami penurunan maupun peningkatan resiko likuiditas. Kendati demikian, jumlah penurunan ataupun peningkatan resiko likuiditas setiap perusahaannya memiliki jumlah persentase yang berbeda-beda. Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) adalah perusahaan yang memiliki resiko likuiditas yang tinggi, sedangkan perusahan yang memiliki resiko likuiditas terkecil adalah Keramika Indonesia Assosiasi Tbk (KIAS). c. Diperoleh bahwa Harga Saham yang berhasil dihimpun pada setiap perusahaan sangat bervariatif, dimana terdapat 14 perusahaan yang mengalami penurunan harga saham, 18 perusahaan yang mengalami peningkatan harga saham dan 1 perusahaan yang tidak mengalami penurunan maupun peningkatan harga saham. Sama halnya dengan kondisi
Struktur
Modal,
dimana
jumlah
penurunan
ataupun
peningkatan harga saham setiap perusahaannya memiliki jumlah yang berbeda-beda. Tembaga Mulia Semanan Tbk (TBMS) adalah perusahaan yang memiliki Harga Saham tertinggi, sedangkan
perusahaan yang memiliki Harga Saham terendah adalah Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI). 2. Pengaruh Financial Distress Terhadap Struktur Modal, Pengaruh Secara Parsial Financial Distress Terhadap Harga Saham dan Pengaruh Secara Parsial Struktur Modal Terhadap Harga Saham Pada tingkat keyakinan 95%, diperoleh hasil bahwa : a. Financial Distress berpengaruh tidak signifikan terhadap Struktur Modal. b. Financial Distress secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap Harga Saham. c. Struktur Modal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. 3. Pengaruh Secara Simultan Financial Distress dan Struktur Modal Terhadap Harga Saham Dari hasil uji hipotesis, dapat ditarik kesimpulan bahwa Financial Distress dan Struktur Modal secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham.
Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan diatas, penulis mencoba memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik bagi kemajuan pihak perusahaan maupun bagi peneliti selanjutnya dimasa mendatang. Adapun beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan Perusahaan yang memiliki indikasi adanya Financial Distress, hendaknya segera mengatasi masalah tersebut agar perusahaan dapat menghindari kebangkrutan (pailit), dilikuidasi atau di merger. Untuk menghindarinya perusahaan dapat melakukan tindakan terkait dengan struktur modalnya seperti penambahan hutang baru atau mengeluarkan saham baru. Hal tersebut dilakukan agar investasi, aktiva, ekuitas dan pendapatan perusahaan mengalami peningkatan sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan itu sendiri. Hanya saja apabila
perusahaan lebih memilih melakukan penambahan hutang baru dalam kebijakan terkait struktur modalnya, perusahaan harus berhati-hati karena dengan bertambahnya hutang baru perusahaan akan menanggung beban bunga atau angsuran-angsuran hutangnya yang apabila tidak dibayar akan meningkatkan resiko likuiditas bertambah yang nantinya akan berdampak pula pada harga saham perusahaan tersebut. 2. Bagi Investor Dalam melakukan pembelian saham berinvestasi, Investor hendaknya lebih teliti dan berhati-hati dalam mempelajari kondisi keuangan perusahaan tidak hanya bersumber pada laporan keuangan perusahaan saja. Hendaknya investor juga melakukan analisa pada faktor-faktor lain untuk meminimalisasi resiko investasinya. Tidak hanya dari pihak internal perusahaan seperti analisis Financial Distress dan rasio DER (Debt Equity Ratio) dengan menggunakan laporan keuangan perusahaan, tetapi dari kondisi eksternal perusahaan juga. Karena masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham. Faktor lainnya adalah seperti tidak stabilnya perekonomian di Indonesia, naik turunnya nilai tukar rupiah, naik turunnya nilai indeks saham gabungan, tingkat inflasi suatu negara, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah, keadaan politik suatu negara dan faktor lainnya yang dapat menyebabkan naik turunnya harga saham. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Mengingat hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan Financial Distress dan Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham, maka penulis menyarankan agar dalam penelitian selanjutnya, pihak peneliti dapat melakukan penelitian dengan menggunakan variabel berbeda, misalnya mengganti variabel X1 dengan mencoba menggunakan variabel seperti kepemilikan majerial, ukuran perusahaan, pajak, perubahan nilai valuta asing, serta variabel lainnya yang diprediksi dapat mempengaruhi struktur modal dan harga saham perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica & Herdiningtyas. (2005). Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XII (1), 1-24. Anoraga dan Pakarti. (2008). Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta. Asnawi, Said Kelana & Wijaya, Chandra. (2010). Pengantar Valuasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta : http://www.bps.go.id, Senin 25 Mei 2016. Bursa Efek Indonesia. 2016. Jakarta : http://www.idx.co.id, Senin 21 Maret 2016. Brigham, E. F. dan Houston Joel F. (2011). Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi Sebelas. Penerjemah Ali Akbar Yulianto. Jakarta: Salemba Empat. Darmadji, Tjiptono dan Fakhruddin, Hendi. 2011. Pasar Modal di Indonesia. Edisi Empat. Jakarta: Salemba Empat. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia: http://www.bi.go.id, 4 April 2016. Elloumi, Fathi and Jean-Piere Gueyie. (2001). Financial Distressed and Corporate Governance: An Empirical Analysis. Journal of Finance. Vol 1 (1), 15-23. Halim, Abdul. (2010). Analisis Investasi. Salemba Empat, Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri. 2011. ”Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan”, Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada. Horne, J.C. Van. (2002). Financial Management and Policy 12 th Edition. New Jersey: Prentice-Hall International Inc., International Edition. Husnan, Suad dan Pudjiastuti, Enny. (2004). Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Edisi Empat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Iqbal, Dwi Nugroho Mokhamad. 2012. “Analisis Prediksi Financial Distress dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi 1995 Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Indonesia Tahun 2008 samapi dengan Tahun 2010”. Semarang :Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Jogiyanto. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman pengalaman. Cetakan pertama. Yogyakarta: BPFE.
Juliani. (2009). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Saham Pada Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia”. Sumatra Utara: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, http://www.kemenperin.go.id, Senin 1 Agustus 2016.
Jakarta
:
Kesuma, Ali. 2012. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal serta Pengaruhnya terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia”. Kalimantan Tengah: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Darwan Ali Sampit. Lukas, Setia Atmaja. 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Mardiyanto, Handono. (2009). Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Grasindo. Margaretha, Farah. (2011). Manajemen Keuangan Bagi Industri Jasa. Jakarta: PT Grasindo. Martono & D. Agus Harjito. (2011). Manajemen keuangan. Yogyakarta: Ekonisia. Mohammad Nazir, 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mamduh, M. Hanapi. (2013). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFEYogyakarta. Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim. (2009). Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Muhammad, Iman. (2006). “Analisis Struktur Modal Terhadap Harga Saham Perusahaan Obat-obatan Terbuka di Bursa Efek Jakarta”. Medan: Thesis Program Magister Manajemen Universitas Terbuka. Najmudin. (2011). Manajemen Keuangan dan Akuntansi Syar’iyyah Modern. Yogyakarta: CV Andi Offset (Penerbit Andi). Nirwana SK Sitepu. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistik FMIPA UNPAD. Platt, H., dan M. B. Platt. (2002). "Predicting Financial Distress". Journal of Financial Service Professionals, 56: 12-15. Pradipta, Dany Herlambang. (2013). “Pengaruh Leverage Terhadap Financial Distress Dengan Capital Intensity Sebagai Variabel Moderasi”. Surakarta: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Riyanto, Bambang. (2011). Dasar-dasar Pembelanjaan. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada. Rudianto. (2013). Akuntansi Manajemen: Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Strategis. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Sawidji, Widiatmojo. (2009). Cara Sehat Investasi di Pasar Modal. Jakarta: PT Jurnalindo Aksara Grafika. Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sunariyah. (2010). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Keempat. Yogyakarta: AMP YKPN. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Suliyanto, Dr. (2011). Ekonomika Terapan – Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Wasono, Mario. (2012). “Pengaruh Financial Distress Ratio Model Altman Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2010”. Malang: Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Widyastuti, Sari Rini .(2006). “Analisis Kinerja Keuangan Pendekatan Altman dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Jasa Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Semarang: Skripsi Universitas Negeri Semarang.