RENCANA PENGEMBANGAN INDUSTRI
MODE
NA SIONAL
2015-2019
Rencana pengembangan industri mode nasional 2015–2019
i
Tee Dina Midiani Taruna K. Kusmayadi Mohamad Alim Zaman Meta Andriani Daesy Christina Boysanto Pasaribu Siti Arfiah Arifin
PT. REPUBLIK SOLUSI
iv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
RENCANA Pengembangan industri MODE nasional 2015-2019
Tim Studi dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif: Penasihat Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Pengarah Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf Harry Waluyo, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan Penanggung Jawab Poppy Savitri, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK Zoraida Ibrahim, Direktur Pengembangan Desain dan IPTEK Janne Dalawir, Kasubdit Desain Mode Tim Studi Tee Dina Midiani Taruna K. Kusmayadi Mohamad Alim Zaman Meta Andriani Daesy Christina Boysanto Pasaribu Siti Arfiah Arifin ISBN 978-602-72367-6-9 Tim Desain RURU Corps (www.rurucorps.com) Rendi Iken Satriyana Dharma Sari Kusmaranti Subagiyo Penerbit PT. Republik Solusi Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
v
Terima kasih Kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD) Dody Edward Roy Sianipar Prijambodo Jetty R. Hadi DR. Ing. Totok Hari Wibowo, MSc Tutum Rahanta Sjamsidar Isa Alphonzus Widjaja Sri Lastami Ila Sailah Kahfiati Kahdar Retno Murti Ali Charisma Diaz Parzada Rian Salmun Eldalia Endah Dwi Sotyati Qaris Tajudin Dwi Ani Parwati Intan Setiati Wildan Dinny Mutiah Asnil Bambani Amri Imelda Like Wahyu Jenahara Leony Anwar
vi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Kata Pengantar Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kekayaan alam, seni, dan budaya. Dengan memaksimalkan seluruh kekayaan lokal yang dimiliki, kita akan dapat memajukan ekonomi kreatif di Indonesia. Yang lebih terutama, ekonomi kreatif Indonesia akan memiliki keunikannya sendiri sebagai salah satu kekuatan untuk bersaing di dunia internasional. Visi Indonesia menjadi negara sejahtera dapat dicapai melalui aspek pariwisata dan ekonomi kreatif, salah satunya adalah melalui subsektor mode yang memiliki tujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat mode dunia di tahun 2025 melalui produk ready to wear yang mengoptimalkan kekuatan lokal. Local inspiration with contemporary spirit. Guna mencapainya, yang harus dilakukan adalah dengan memperkuat fondasi melalui kekuatan lokal, kepedulian akan lingkungan hidup, dan sosial, serta melalui inovasi dan mereking, dengan tiga pilar utama riset, capacity building, dan pengembangan bisnis menuju produk ready to wear craft fashion. Selain itu, strategi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat mode dalam arti pusat inspirasi adalah melalui pembentukan pembuatan trend forcasting yang akan membawa inspirasi indonesia sebagai tawaran untuk produk gaya hidup global, bukan hanya untuk produk mode melainkan untuk produk-produk lifestyle lainnya. Dengan seluruh potensi kekayaannya, Indonesia harus mampu menjadi inspirasi, memberikan sugesti, dan acuan bagi industri mode global. Program peningkatan dan pengembangan inovasi, mereking, pengembangan kapasitas, dan bisnis pun dapat mengacu pada strategi tren. Apalagi jika disinkronisasi dalam satu benang merah, saling berkaitan, sehingga Indonesia memiliki daya dobrak yang berdampak besar. Otomatis hal ini juga akan memberikan dampak positif bagi industri mode dari hulu ke hilir. Sinergi antar pemangku kepentingan yang terkait, baik instansi pemerintah, dunia bisnis, pendidikan, dan komunitas juga memiliki peran penting guna menghindari tumpang tindih kegiatan atau program. Seperti yang telah diketahui, selama ini sudah banyak kegiatan atau program yang dilakukan dalam berbagai bidang, juga di subsektor mode guna pengembangan ekonomi kreatif, namun dikarenakan tidak adanya perencanaan yang terintegrasi, kemajuannya pun terkesan lambat dan berjalan di tempat. Oleh karena itu, sebuah rancangan yang mengaitkan seluruh rangkaitan kegiatan sangat dibutuhkan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Berdasarkan inilah maka Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyusun Rencana Aksi Jangka Menengah Ekonomi Kreatif sebagai panduan dalam program pengembangan ekonomi kreatif, terutama di subsektor mode. Ini masih merupakan langkah awal menuju rangkaian sinergi kegiatan, sehingga acuan ini tidak hanya sekedar menjadi sebuah panduan yang dinikmati namun juga dilaksanakan secara maksimal.
vii
Mimpi Indonesia mampu menjadi negara sejahtera, melalui pariwisata dan ekonomi kreatif bukanlah sekedar mimpi, semua itu akan sangat mungkin tercapai. Apalagi jika dilaksanakan bersama-sama, saling bergotong-royong, sebagai salah satu kepribadian bangsa Indonesia.
Salam Kreatif
Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
viii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Daftar Isi Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
ix
Daftar Gambar
xi
Daftar Tabel..................................................................................................................... xii Ringkasan Eksekutif
xiii
BAB 1 PERKEMBANGAN MODE DI INDONESIA
1
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Mode
2
1.1.1 Definisi Mode......................................................................................................2 1.1.2 Ruang Lingkup Perkembangan Mode 1.2 Sejarah dan Perkembangan Mode
4 8
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Mode Dunia
8
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Mode Indonesia
20
BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI MODE INDONESIA
37
2.1 Ekosistem Mode
38
2.1.1 Definisi Ekosistem Mode
38
2.1.2 Peta Ekosistem Mode
39
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Mode
75
2.2.1 Peta Industri Mode
75
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Mode
85
2.2.3 Model Bisnis di Industri Mode
94
BAB 3 KONDISI UMUM MODE DI INDONESIA
99
3.1 Kontribusi Ekonomi Mode
100
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)
103
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan
104
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan
105
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga
106
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor
107
3.2 Kebijakan Pengembangan Mode
109
3.2.1 Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
109
3.2.2 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
109
3.2.3 Permendag 70
110 ix
3.2.4 Hak Perlindungan Konsumen
110
3.2.5 Pajak Penjualan Barang Mewah
111
3.2.6 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
111
3.3 Struktur Pasar Mode
112
3.4 Daya Saing Mode
114
3.5 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Mode
115
BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN Industri MODE INDONESIA
125
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015—2019
126
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Mode
127
4.2.1 Visi Pengembangan Mode
128
4.2.2 Misi Pengembangan Mode
129
4.2.3 Tujuan Pengembangan Mode
130
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Mode
131
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Mode
137
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Mode
139
4.5.1 Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan Mode yang Mendukung Penciptaan dan Penyebaran Pelaku Mode Secara Merata dan Berkelanjutan
139
4.5.2 Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Pelaku Mode yang Berdaya Saing, Profesional dan Mampu Membawa Potensi Lokal ke dalam Selera Global
141
4.5.3 Penciptaan Pengembangan Bahan Baku Serat Nabati, Hewani dan Buatan Manusia dari Sumber Daya Alam Yang Beragam, Kompetitif dan Terbarukan 141 4.5.4 Penciptaan Sistem Informasi Sumber Daya Budaya Lokal, yang dapat Diakses Secara Mudah dan Cepat 142 4.5.5 Meningkatnya Jumlah Usaha dan Pengusaha Mode Lokal di Lingkungan Tatanan Hukum Pasar yang Adil
142
4.5.6 Perwujudan Keanekaragaman Produk Mode Lokal yang Berbasis Inovasi serta Memiliki Kekuatan di Pasar Domestik Maupun Internasional 144 4.5.7 Peningkatan Pengembangan dan Fasilitasi Penciptaan Lembaga Pembiayaan yang Mendukung Perkembangan Industri Mode
145
4.5.8 Peningkatan Penetrasi dan Diversifikasi Pasar Produk Mode di dalam dan Luar Negeri
145
4.5.9 Penciptaan Percepatan Proses Produksi, Promosi, dan Distribusi
146
4.5.10 Penciptaan Regulasi yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif Bagi Pengembangan Industri Mode 147 BAB 5 PENUTUP
151
5.1 Kesimpulan
152
5.2 Saran
156
LAMPIRAN x
161 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Daftar Gambar Gambar 1-1 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Mode
5
Gambar 1-2 Perkembangan Mode di Indonesia
34
Gambar 2-1 Proses Kreasi Subsektor Mode
39
Gambar 2-2 Peta Ekosistem Mode
40
Gambar 2-3 Contoh Skema Proses Kreatif
47
Gambar 2-4 Contoh Skema Mix and Match
49
Gambar 2-5 Skema Proses Produksi
53
Gambar 2-6 Contoh Proses “Ban Berjalan” Produksi Pakaian
57
Gambar 2-7 Proses Distribusi Subsektor Mode
62
Gambar 2-8 Proses Penjualan Subsektor Mode
64
Gambar 2-9 Peta Industri Mode
77
Gambar 2-10 Model Bisnis Pengembangan Subsektor Mode
94
Gambar 3-1 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Produk Domestik Bruto (PDB) Ekonomi Kreatif (2013) 103 Gambar 3-2 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif (2013) 104 Gambar 3-3 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Unit Usaha Ekonomi Kreatif (2013)
105
Gambar 3-4 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga Ekonomi Kreatif (2013)
106
Gambar 3-5 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Ekspor Ekonomi Kreatif (2013) 107 Gambar 3-6 Pertumbuhan Ekspor Subsektor Mode tahun 2010-2013 (dalam juta rupiah)
108
Gambar 3-7 Daya Saing Industri Mode
114
xi
Daftar Tabel Tabel 1-1 Contoh Pembagian Produk Mode
7
Tabel 2-1 KBLI (Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2009 Industri Mode
86
Tabel 3-1 Kontribusi Ekonomi Mode 2010-2013
101
Tabel 3-2 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Mode
116
Tabel 4-1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Mode 2015-2019
127
xii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Ringkasan Eksekutif Mode sebagai salah satu subsektor di dalam ekonomi kreatif adalah penyumbang kedua terbesar bagi PDB Indonesia, merupakan sebuah subsektor yang dalam perkembangannya mengalami perubahan definisi. Pada awalnya, mode yang identik dengan hanya busana, kini memiliki definisi yang sedikit lebih luas, adalah sebagai suatu gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri atau kelompok. Untuk pengembangannya, mode memiliki ruang lingkup yang mencakup ready to wear dan made to order. Di Indonesia, mode mengalami perubahan yang cukup dinamis dan pesat, terutama sejak memasuki era ekonomi informasi dan kreatif di tahun 2000-an. Pelaku-pelaku mode yang berprestasi, baik dari akademisi, desainer, pelaku bisnis hingga lembaga-lembaga riset dan pengembangannya pun mulai banyak bermunculan. Sebut saja Iwan Tirta, Non Kawilarang, dan Peter Sie sebagai pelopor-pelopor di industri mode. Di generasi saat ini pun, siapa yang tidak kenal dengan Josephine Komara (Obin) dan Anne Avantie. Nama kedua pelaku mode di bidang pengembangan tekstil serta busana kebaya pun melebar hingga ke dunia manca negara. Perkembangannya yang pesat itu pulalah yang akhirnya mencetuskan banyaknya bermunculan saluran-saluran distribusi hingga lembaga-lembaga pendidikan yang berfokus pada industri mode. Mode menjadi sebuah potensi baru untuk menguasai perekonomian Indonesia, bahkan dunia. Namun dalam perkembangannya, industri mode tidak luput bersinggungan dengan industriindustri lainnya, terutama yang termasuk dalam ekonomi kreatif, seperti industri musik, industri perfilman, industri kerajinan, industri pertekstilan, industri fotografi, industri media (televisi, radio, audio, dan video), industri periklanan, industri percetakan dan penerbitan, industri informasi teknologi, industri penelitian dan pengembangan hingga industri kuliner sekalipun. Hal ini terjadi karena sifat industri mode yang mampu dan mudah untuk diserap oleh berbagai kalangan, di manapun, dan kapanpun hingga menjadi industri yang dinamis.
xiii
If you fail to plan, you are planning to fail.
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PERIKLANAN 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TV & RADIO 2015-2019
VIDEO 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TEKNOLOGI INFORMASI 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
SENI RUPA 2015-2019
PENERBITAN 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
SENI PERTUNJUKAN 2015-2019
17
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
16
MUSIK 2015-2019
15
18
PENELITIAN & PENGEMBANGAN 2015-2019
PERFILMAN 2015-2019
14
KULINER 2015-2019
10
KERAJINAN 2015-2019
ARSITEKTUR 2015-2019
09
12 08
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
11
ARSITEKTUR 2015-2019
06 05 04
“ KEKUATAN BARU INDONESIA MENUJU 2025
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
xiv
“ Benjamin Franklin
xvi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
BAB 1 Perkembangan Mode di Indonesia
1
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Mode Bagi masyarakat umum, ada pendapat bahwa mode identik dengan dunia glamor, serba mahal dan unreachable, dunia yang berkisar pada peragaan busana, peragawati cantik, dan perancang. Bahkan bagi siswa sekolah mode, banyak yang memasuki dunia ini sebagai sarana menjadi selebriti, segera setelah lulus, membuka usaha sendiri, membuat peragaan busana, dan menjadi perancang terkenal tanpa persiapan pengembangan sisi bisnisnya. Masih banyak pula yang beranggapan bahwa presentasi mode dalam bentuk peragaan busana semata-mata hanya sebagai pengisi acara hiburan, berkaitan dengan dunia entertainment, selebriti, dan sosialita. Namun sesungguhnya dunia mode tidak sesederhana itu. Mode memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan pengelolaannya memiliki kerumitan tersendiri. Mulai dari bahan baku (dari sisi hulu), proses serat, menjadi tekstil, kemudian produk akhir mode, hingga tata kelola pemasarannya di mal atau gerai penjualan (dari sisi hilir). Keanekaragaman produk mulai dari alas kaki hingga ujung rambut, tentu memiliki perbedaan proses dan pangsa konsumennya. Ruang lingkupnya sedemikian luas hingga melibatkan lebih dari 4 juta warga Indonesia di belakang industrinya. Luasnya ruang lingkup ini tentunya menghadirkan banyak permasalahan yang harus disadari dan tidak mungkin untuk ditangani secara serempak. Perlu penanganan satu-persatu dan prioritas untuk menuju titik yang sama. Selain koordinasi dari lintas asosiasi terkait, orang kreatif yang bersangkutan, serta keberpihakan, perlu koordinasi pemerintah dalam hal kebijakan dari aspek kegiatan hulu hingga hilir. Misalnya, soal Pajak Pertambahan Nilai (Direktorat Jenderal Pajak) yang seyogyanya telah terbayarkan oleh pihak produsen (asosiasi atau supplier atau perancang) pada proses bahan baku (perizinan, ekspor, dan impor), namun dalam praktiknya dikenakan pajak lagi bagi penjualan finished goodsplus margin atau komisi kepada Department Stores (pemilik mall/Dept.Store) yang menjual produk si produsen/supplier. Hal ini membuat mark-up yang harus ditambah ke harga jual lebih tinggi dan otomatis mengurangi daya saing produk mode tersebut. Hal ini hanya salah satu kasus industri mode yang begitu kompleks. Dari gambaran di atas, perlu dijabarkan definisi dan ruang lingkupnya di Indonesia. Kesamaan sudut pandang ini dapat menjadi acuan dasar bagi para pelaku dan stakeholder untuk membuat gambaran ekosistem, bisnis model, telaah potensi, permasalahan dan penyusunan arah strategi dan rencana aksi untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
1.1.1 Definisi Mode Mode merupakan suatu penanda dari perubahan gaya hidup pada satu periode, yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan, budaya manusia, dan kemajuan teknologi yang semakin cepat. Mode adalah sesuatu yang menunjukkan perubahan sekaligus menentang keberadaan yang lalu dan menuju ke kepeloporan, bukan pengikut (Servewright, 2007:160)1. Dengan demikian, mode mengedepankan pemahaman tentang suatu yang baru dengan semangat besar secara terus menerus. Fenomena ini merupakan cerminan dari berbagai kejadian yang telah diterima dan digunakan sebagai bagian dari sejarah sosial. Menurut Carter (1977), seperti yang dikutip dari Zaman (2013), fenomena ini menampilkan berbagai ungkapan semangat, menyuguhkan pola perubahan tanpa henti suatu penampilan siluet. Mode secara terus menerus mencari pembaruan karena fokus pada perubahan. Kecepatan dari perubahan ini menuntut desainer untuk selalu kreatif dan mampu bertahan pada tekanan situasi tertentu. (1) Seivewright, Simon. Research and Design (Singapore: AVA Publishing SA, 2007), hlm.160.
2
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Polhemus dan Procter juga menunjukkan bahwa dalam masyarakat kontemporer Barat, istilah fashion kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya dan busana, sedangkan Malcolm Barnard melihat fashion sebagai komunikasi. Penelusuran dalam kata busana sebagai kata kerja dirumuskan dalam arti, membusanai diri sendiri dengan “perhatian” pada efeknya. Artinya lebih dari sekadar membusanai diri, tetapi juga berdandan dan mengenakan perhiasan. Jadi, meski semua pakaian disebut busana, tidak semua dandanan dapat disebut fashionable. Oleh karena itu, mode dan pakaian merupakan cara yang paling signifikan yang dapat dipakai dalam mengonstruksi, mengalami dan memahami relasi sosial dewasa ini. Menurut Simmel, terdapat dua kecenderungan sosial yang penting dalam membentuk fashion, yaitu kebutuhan untuk menyatu dan kebutuhan untuk terisolasi. Bila salah satu kecenderungan itu hilang, maka fashion tidak akan terbentuk. Masih menurut Simmel, individu haruslah memiliki hasrat untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dan harus memiliki hasrat menjadi sesuatu yang terlepas dari bagian itu. Selain itu, terdapat pemahaman mengenai arti mode dan fashion menurut asal kata dan penelusuran perubahan maknanya, antara lain: Mode berasal dari bahasa Latin, “modus”, berarti gaya yang berlaku secara umum dalam hal berpakaian atau berperilaku. Istilah tersebut juga diserap oleh bahasa Belanda, “modus”, yang mengacu pada bentuk produk. Fashion menurut Malcolm diserap dari bahasa Latin, “factio”, yang artinya membuat. Makna asli fashion adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang, tidak seperti dewasa ini yang memaknai fashion sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang. Fashion yang merupakan istilah dari bahasa Inggris dapat berarti busana atau pakaian (Peter, 1987) dan berbicara tentang pakaian adalah berbicara mengenai sesuatu yang sangat dekat dengan diri manusia, seperti yang dikutip oleh Idi Subandi Ibrahim (peneliti media dan kebudayaan pop dalam pengantar buku Malcolm Barnard, fashion dan komunikasi, 2007). Thomas Carlyle mengatakan bahwa pakaian adalah “perlambang jiwa”. Masih menurut Idi Subandi Ibrahim: “pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia”.2 Dalam perkembangannya, istilah fashion di Indonesia diubah menjadi fesyen. Namun berdasarkan kesepakatan antara para praktisi, akademisi dan pemerhati subsektor ini, penggunaan istilah fesyen diganti menjadi mode. Istilah mode ini tidak hanya berarti pakaian dan perlengkapannya, tetapi juga gaya berpakaian atau berperilaku. Mode merupakan salah satu subsektor dalam ekonomi kreatif dan merupakan salah satu industri kreatif yang memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi Indonesia. Istilah mode yang mengacu pada aktivitas industri telah dijabarkan dalam buku Rencana Pengembangan Industri Kreatif tahun 2008, Kementerian Perdagangan sebagai berikut.
(2) “Pengertian Fashion Menurut Ahli”. Surya Putra. Tautan www. duniailmu12.blogspot.com/2013/07/pengertianfashion-menurut-ahli.html BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
3
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki dan desain aksesori mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorinya, konsultansi lini produk mode, serta distribusi produk mode. Sumber: Buku Rencana Pengembangan Industri Kreatif tahun 2008
Berdasarkan perkembangan konsep mode, maka mode dimaknai sebagai kombinasi atau perpaduan dari gaya/style yang memiliki kecenderungan berubah dan menampilkan pembaruan; pilihan yang dapat diterima, digemari, dan digunakan oleh mayoritas masyarakat; suatu cara untuk dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai lambang ekspresi dari identitas tertentu sehingga dapat memberikan rasa percaya diri dalam penampilan bagi pemakainya; serta mode tidak hanya selalu tentang cara berpakaian, pencitraan atau merancang busana, tetapi juga peran dan makna pakaian dalam tindakan sosial. Gaya dalam pengertian mode adalah ciri atau karakter penampilan dari bahan atau hal lain yang membedakan dari jenis mode lainnya, sedangkan desain adalah sesuatu yang lebih khusus dari gaya terkini. Berdasarkan pemahaman di atas dan hasil pendapat bersama antara para praktisi, pemerhati dan akademisi dalam dunia mode, maka mode dapat didefinisikan sebagai berikut.
Suatu gaya hidup dalam berpenampilan yang mencerminkan identitas diri atau kelompok. Sumber: Focus Group Discussion subsektor Mode Mei-Juni 2014, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Definisi mode di atas dapat dijabarkan dalam beberapa kata kunci. 1. Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang dapat berubah sesuai dengan zaman atau keinginan seseorang yang dapat dilihat dari bahasa, kebiasaan hingga cara berbusana. Mode dapat menjadi medium yang digunakan untuk menyatakan sikap dan perasaan dengan memadukan berbagai desain yang akan menjadi penentu terhadap nilai yang dianut oleh individu atau kelompok tersebut. 2. Berpenampilan bukan lagi hanya suatu hal yang dilihat dalam berbusana, tetapi juga gaya berbusana atau berperilaku yang merupakan lambang identitas. 3. Identitas diri atau kelompok adalah representasi ciri khas individu atau kelompok yang dapat berkembang menjadi sebuah budaya. Lebih kompleks lagi, mode dapat berperan sebagai strata pembagian kelas, status, pekerjaan dan kebutuhan terhadap tren yang sedang berlaku.
1.1.2 Ruang Lingkup Perkembangan Mode Berdasarkan penjabaran definisi di atas, ruang lingkup substansi subsektor mode dapat dibagi berdasarkan jenis proses dan volumenya, jenis produk, fungsi produk, serta segmen pasar.
4
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Gambar 1 - 1 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Mode
Secara substansial, mode dapat dibagi berdasarkan jenis proses, baik itu secara industri, tradisional, madetoorder ataupun readytowear. 1. Industri. Merupakan proses pembuatan produk mode secara industrial/pabrikan. 2. Tradisional. Merupakan proses pembuatan produk mode dengan teknik tradisional, secara manual atau yang biasa disebut handmade/satuan. Produk yang dibuat berdasarkan proses industri dan tradisional biasanya berupa tekstil, fragrances, dan kosmetik. 3. Madetoorder. Merupakan jenis proses pembuatan produk mode khusus sesuai pesanan, dari individu atau kelompok, atau dengan kata lain dikerjakan untuk private client, yang hasil produknya dapat dibagi berdasarkan volume, antara lain: a. Tailor Made yaitu produk mode yang dalam proses pembuatannya diawali dengan
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
5
pengukuran dan penyelesaian khusus berdasarkan pesanan per individu. b. High Fashion atau adibusana yaitu produk mode tailor made, namun dibuat dengan teknik pengerjaan yang lebih rumit, menggunakan material berkualitas tinggi, serta proses penyelesaian yang lebih mendetail sehingga prosesnya dapat membutuhkan waktu yang lebih lama. c. Uniform atau seragam yaitu produk mode sejenis yang dibuat dalam jumlah banyak dan berfungsi sebagai seragam dari perusahaan atau kelompok tertentu. 4. Readytowear, disebut juga siap pakai, yaitu proses pembuatan produk mode yang dibuat berdasarkan ukuran standar/umum dan hasilnya dipasarkan sebagai produk siap pakai. Produk readytowear ini memiliki spesifikasi tujuan pasar yang berkaitan dengan gaya, selera serta kelas ekonominya dan merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi olehz masyarakat pada umumnya. Produk siap pakai (readytowear) dapat dikelompokkan berdasarkan volumenya sebagai berikut. a. Deluxe atau mewah, yaitu rancangan desainer yang merupakan “designer label”, dengan jumlah kuantitas produksi dibuat terbatas. b. Mass product atau produk massal, yaitu karya desainer/perusahaan swasta dengan jumlah kuantitas produksi lebih banyak. Mass product terdiri atas dua jenis: i. Second label, merupakan hasil kreasi desainer; ii. Private label, merupakan hasil kreasi industri garmen. Penamaan madetoorder dan readytowear biasanya hanya untuk produk pakaian, aksesori, dan alas kaki. Produk busana dan alas kaki kemudian dapat dibagi lagi berdasarkan fungsi penggunaannya menjadi casual wear, active sports wear, formal wear, occasional wear, lingerie, bridal, muslim wear, dan maternity wear. 1. Casual Wear adalah jenis produk mode yang berfungsi sebagai busana untuk aktivitas sehari-hari mulai dari pakaian terusan/dress, rain/trench coat; atasan seperti blazer, bomber jacket, cardigan, jackets, sweater, sweat shirt, t-shirt; dan bawahan seperti skirt, trousers, pullover, short sleeves shirt, jumpsuits, cargo pants, shorts, dan jodphur pants. 2. Active Sports Wear adalah jenis produk mode yang berfungsi sebagai busana khusus kegiatan olahraga seperti: swimwear, tracksuits/training suits, skiwear, ice jersey t-shirts, leggings, boxers, singlets, stirups, wind breaker jackets, gimnastic suits, dan martial art suits. 3. Formal Wear adalah jenis produk mode yang tidak hanya berfungsi sebagai busana formal, tetapi juga sebagai busana untuk kegiatan-kegiatan tertentu (occasional wear) seperti pernikahan (bridal). Jenis produk ini biasanya berupa evening/cocktail/party wear hingga busana nasional/national costumes. 4. Lingerie adalah jenis produk mode intimate seperti pakaian dalam dan pakaian tidur. 5. Muslim Wear adalah jenis produk mode yang khusus dibuat berdasarkan syariat/aturan agama Islam, yang tidak transparan, tidak memperlihatkan lekuk tubuh, tertutup kecuali bagian wajah dan telapak tangan, tidak panjang menjuntai sehingga dapat terinjak, tidak
6
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
bermotifkan binatang/manusia atau bentuk stylization/stilasi dari bentuk keduanya hingga ketentuan bahwa busana perempuan tidak menyerupai busana pria dan sebaliknya. 6. Maternity adalah jenis produk yang digunakan khusus untuk kaum perempuan yang sedang mengandung hingga menyusui.
Jenis produk-produk mode tersebut kemudian dibagi berdasarkan gender dan jangkauan usia yang termasuk dalam segmen pasar. Pembagian tersebut antara lain: baby, infant, toddler, kids, pre-teen, teenager, young adult, adult, ladies wear, dan men’s wear. Tabel 1 - 1 Contoh pembagian produk mode
CASUAL WEAR
FORMAL WEAR/OCCASIONAL WEAR
ACCESSORIES
Blazer
Bridal wear
Hair ornaments/accessories
Bomber jacket
Cocktail dresses
Hats & caps
Cardigan Jackets
Headbands EVENING WEAR FOR MENS
Headscarf
Sweater
Suits
Ninja caps (for muslim)
Sweat shirt
Long sleve shirt
Sunglasses
T-Shirt
Formal jacket
Ties/Bow Ties
Trousers
Vest
Tie Clips
Pullover
Long coat
Bolo tie
Short sleeves shirt
Tuxedo shirt
Colar bar
Jumpsuits
Cape
Imitations/custome jewellery
Cargo pants
Pantalons
Dress gloves
Jacket
Handkerchiefs EVENING WEAR FOR LADIES
Shorts
Sleeves Extention
Jodphur pants
Tube mini dress
Cufflinks
Rain/trench coat
Longdress
Scarves
Bustier
Shawls
Long skirts
Belts
Blouse
Mini skirts
Cumberbands
Kangaroo Pants
Ball gowns
Handbags
Dress
Bolero
Backpacks
Breast feeding tops
Suits
Socks & stockings
Breast feeding dress
National costumes
Footwear
MATERNITY WEAR
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
7
CARREER WEAR
SPECIALITY WEAR
ACTIVE SPORTS WEAR
Blazer
Down jackets
Swimwear
Blouses
Downcoats
Tracksuits/training suits
Pantalons
Raincoats
Skiwear
Mini skirt
Bodysuits
Ice jersey T-shirts
Knee length skirt
Brassiere
Leggings
Camisol
Briefs
Boxers
Mini dress
Homewear
Singlets
Sack dress
Nightwear & pajamas
Stirups
Scarfs
Long john
Wind breaker jackets
Cravatte
Gimnastic suits MUSLIM WEAR
Martial art suits
Tunic Abaya Kaftan Mukena Long skirt Pallazo Body suits
Dari ruang lingkup substansi subsektor mode yang tergambar di atas, dapat dikatakan bahwa cakupan bidang mode sangatlah luas. Untuk mencapai hasil yang maksimal, perlu ditentukan fokus pengembangan, yaitu produk readytowear, terutama pakaian, aksesori, dan alas kaki, dengan beberapa alasan sebagai berikut. • Produk readytowear mampu memenuhi cepatnya kebutuhan pasar sesuai perubahan gaya hidup masyarakat. • Produk jenis readytowear juga memiliki kemampuan untuk diserap oleh pasar yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan nilai perekonomian secara signifikan. • Kecenderungan banyaknya para couturier yang sudah beralih ke produk ready-to-wear.
1.2 Sejarah dan Perkembangan Mode 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Mode Dunia Perkembangan mode dunia selalu dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terjadi pada masanya, yang disebut juga vice versa. Perkembangan tersebut ditujukan pada mode urban atau umum yang sering digunakan masyarakat dunia pada masanya, berkiblat pada busana perempuan yang selalu
8
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
berubah dan dinamis karena perkembangan busana laki-laki telah memiliki estetika serumpun dan jarang berubah selama puluhan dekade. Pada awal abad ke-20, perempuan masih mengikuti gaya abad sebelumnya, yaitu menggunakan korset yang ketat. Pada tahun 1912, Paul Poiret melepaskan perempuan dari belenggu korset tersebut. Dekade ini merupakan awal dari emansipasi gaya berpakaian perempuan modern. Pada masa ini merupakan abad baru ketika dunia mode terlahir kembali dengan pandangan yang berbeda. Inovasi terbaru muncul dari desainer dunia, seperti Coco Chanel, Madeleine Vionnette dan Elsa Schiaparelli yang menyuguhkan potongan, warna, serta gaya yang memiliki karakter androgynous. Uniknya, pada saat ini mode telah berkolaborasi dengan seni lain, seperti seni lukis yang terinspirasi dari Salvadore Dali dan Pablo Picasso. Dari sinilah dunia mode mulai berkibar sampai sekarang, dengan pembagian istilah dan periode perkembangannya yang meliputi flapper (1920-an); chanel look (1930-an); war and working class (1940-an); new look, pin up and teddy boys (1950-an); camiseta, mods, and skinheads (1960-an); hippie, disco, punk and skaters (1970-an); new wave, aerobic, yuppie, and casual (1980-an); supermarket of style, grunge, and mix up (1990-an); dan tahun 2000-an ke atas.
Perkembangan mode dunia dari tahun 1900-1950 Sumber: glogster.com
FLAPPER (1920-an). Pada masa setelah Perang Dunia I, Amerika memasuki era makmur dan memainkan peran penting pada gaya berbusana tahun 1920. Fashion gaya Flapper yang berarti New Breed muncul. Pada masa ini, perempuan mulai mendapat perhatian. Memasuki angkatan kerja dalam jumlah besar, dekade mode memasuki era modern karena mereka mulai membebaskan diri dari konstruksi pakaian yang menyiksa dan mulai mengenakan pakaian yang nyaman, seperti rok pendek atau celana. Dekade ini juga dipengaruhi oleh gaya Art Deco yang diiringi oleh musik Charleston. Pria meninggalkan pakaian yang terlalu formal dan mulai mengenakan pakaian olahraga untuk pertama kalinya. Gaya berbusana menjadi lebih kasual dan tidak glamor seperti dekade sebelumnya, dengan ciri pakaian lebih longgar dari bahan kain tebal dan tertutup. Berlanjut ke tahun 1925, gaya busana telah dikaitkan dengan Roaring Twenties yang penuh semangat dan terus menjadi ciri busana sampai dengan tahun 1930.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
9
CHANEL LOOK (1930-an). Pada tahun 1930-an, efek Depresi Besar mulai memengaruhi masyarakat dunia dan perkembangan mode yang lebih konservatif untuk para pengungsi. Bagi perempuan, rok panjang dapat membawa kembali tampilan tradisional yang feminin. Namun, ciri mode tahun 1920-an tetap membutuhkan waktu lebih lama untuk dihapuskan. Topi mungil tetap populer sampai sekitar tahun 1933, sementara rambut pendek tetap populer bagi banyak wanita sampai akhir dekade tersebut. Sedangkan untuk pria, perubahan yang terlihat adalah variasi warna yang menjadi lebih lembut.
Gaya busana tahun 1930-an Sumber: glamourdaze.com
WAR AND WORKING CLASS (1940-an). Perang Dunia II menyebabkan terpengaruhnya gaya busana dunia. Pabrik-pabrik baju digunakan untuk sarana pembuatan senjata. Bahan pembuatan kain wool digunakan untuk mendanai perang sehingga muncul produk-produk sintetis seperti stocking dan pakaian dalam yang terbuat dari nilon. Nuansa baju dibuat berwarna hitam dan nuansa navy dengan warna coklat dan hijau kehitaman. Pakaian yang digunakan kebanyakan merupakan pakaian yang nyaman digunakan dan mayoritas mengombinasikan dengan pakaian era tahun 1930-an. Selain itu, yang menjadi tren mode tahun 1940-an adalah ikat kepala penutup rambut untuk kalangan pekerja perempuan. Pada masa ini ditandai dengan banyaknya buruh perempuan sebagai tenaga kerja, dan mulai menggunakan pakaian yang sering digunakan pria, seperti pakaian kerja atau perpaduan mantel bengkel dengan bawahan perempuan. Paris yang sedang terisolasi pada tahun 1940-an membuat Amerika memanfaatkan kecerdikan dan kreativitas desainernya. Para aktris seperti Rita Hayworth, Katharine Hepburn, dan Marlene Dietrich memiliki pengaruh besar terhadap mode populer pada masa itu. NEW LOOK, PIN UP DAN TEDDY BOYS (1950-an). Perkembangan mode 1950-an, jauh dari sisi revolusioner dan progresif sehingga melahirkan gema nostalgia yang kuat dari masa lalu.
10
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Kemudian Haute Couture Christian Dior menciptakan tandingannya dengan peluncuran koleksi pertama pada Februari 1947 berupa koleksi gaun dengan pinggang kecil dan rok penuh melebar keluar di bawah bodice kecil (New Look). Terlepas dari kenyataan bahwa perempuan telah memiliki hak untuk memilih, bekerja, dan mengemudi mobil sendiri, mereka tetap mengenakan gaun yang terbuat dari bahan mewah, dengan atasan berpinggang dan rok gathered ditambah petty coat sampai pertengahan betis.
New Look Christian Dior Sumber: whatladylikes.co
Setelah Perang Dunia II, teknologi tekstil buatan mulai berkembang. Pakaian dibuat dengan kain nilon, orlon, dan dakron. Mode pada dekade ini merujuk pada citra yang lebih segar, namun tidak seglamor pada tahun 1920. Pendekatan mode pada seluruh lini perempuan mulai diperkenalkan pada tahun 1950-an, ditandai dengan busana remaja yang mulai berkembang untuk bersaing dengan busana orang dewasa. Tahun 1950 juga dihiasi dengan berkembangnya pakaian yang lebih urban namun tetap modis, yang dipengaruhi oleh lagu-lagu Elvis Presley bernuansa Rock and Roll, serta gaya berbusana Marilyn Monroe dan James Dean. Gaya urban dan pop culture ini dikenal dengan sebutan Pin Up yang cenderung ringan dan semi terbuka. Pada tahun 1950-an, salah satu tren yang berkembang disebut dengan istilah Teddy Boys yang muncul setelah perang panjang di Inggris. Sejak saat itu, masyarakat dunia mulai menyadari pentingnya bersatu dan ingin mengurangi kesenjangan sosial. Para penjahit tradisional mulai memperkenalkan jas berkancing satu, panjang dan pas di badan. Bahannya dari beledu yang
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
11
diberi manset. Namun gaya jas ini sangat flamboyan dan elegan sehingga di mata para pekerja pabrik, persamaan derajat yang telah dijanjikan hanyalah omong kosong belaka. Akan tetapi, kaum muda tidak menyerah. Melalui kreativitasnya mereka memadukan semangat lewat gaya baju yang elegan, efektif, dan powerful, yang dipakai sehari-hari dan dikenal dengan istilah Teddy Boys. CAMISETA, MODS, AND SKINHEADS (1960-an). Tahun 1960 juga dihiasi dengan munculnya gerakan-gerakan pemuda yang menentang pemerintah. Peran dan dominasi anak muda mulai terlihat dalam perkembangan dunia yang memengaruhi gaya berbusana masyarakat umum. Budaya memakai celana jeans dan kaos oblong pertama kali populer pada masa ini. Istilah Camiseta sendiri berarti kaos dalam bahasa Spanyol.
Gaya Skinheads di London Sumber: inovskywallker.blogspot.com
Sampai tahun 1960-an, Paris dianggap sebagai pusat mode dunia dengan pengaruh desainer Yves Saint Laurent, Pierre Cardin, dan Pierre Balmain. Namun, antara tahun 1960 dan 1969 terjadi goncangan pada struktur dasar mode. Dari tahun 1960 dan seterusnya hanya ada satu tren mode yang berkembang karena pengaruh kehidupan masyarakatnya yang berlaku. Desainer-desainer seperti Mary Quant dan Andre Courreges dengan model bernama Twiggy berperan dalam busana kaum muda yang independen, yang tidak didasarkan pada kelompok usia yang lebih tua. Berbeda sekali dengan gaya pendahulu mereka, para perempuan dari tahun 1960-an yang mengadopsi gaya kekanak-kanakan, dengan rok pendek straight mengingatkan pada tampilan tahun 1920-an. Perubahan mendasar dalam pakaian pria tahun 1960-an ada pada jenis kain yang digunakan. Penyebaran celana jeans berfungsi untuk mempercepat perubahan radikal. Mode yang berkembang tahun 1960-an juga terkenal dengan istilah mods, yang berasal dari kata modernist, mengekspresikan tidak adanya perbedaan kelas lewat pakaian yang dipakai, serta minimalis. Karakter mods untuk pria adalah rambut yang dipotong rapi, kerah kemeja bundar,
12
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
jaket tipe roman yang pendek dan berkancing tiga, celana yang menyempit tanpa ada lipatan di bawahnya dan sepatu lancip. Sedangkan gaya mods untuk perempuan adalah rambut berponi rapi, potongan bob, stocking mulus, rok sederhana, blazer yang pendek dan sepatu lancip. Mods memberikan inspirasi terhadap penekanan arti “less is more”. Akan tetapi, gaya ini tidak disukai oleh masyarakat. Kemudian muncul pemberontakan lewat mode yang menunjukkan identitas masyarakat menengah ke bawah dengan mayoritas pekerja pabrik sehingga berkembanglah mode skinheads yang lahir dengan gaya boots besar seperti sepatu Doc Marten’s, jeans ketat, jaket pekerja pabrik dan ciri khas kepala botak. HIPPIE, DISCO, PUNK AND SKATERS (1970-an). “Please Yourself ” adalah slogan dari tahun 1970-an, yang banyak dilihat sebagai akhir dari gaya yang baik. Pada dekade ini muncul gerakan antipemerintah yang menentang perang Vietnam dan dikenal dengan sebutan hippie, yang dipengaruhi gaya berbusana bohemian style. Gaya hippie identik dengan pakaian longgar yang menunjukkan kedekatan mereka dengan alam. Cinta damai, hidup back to nature, dan sikap protes menginspirasi kehidupan para hippies. Lewat moto flower power, mereka menunjukkan pengaruh berpakaian yaitu warna dan motif cerah, serta baju dan celana lebar. Dekade ini dilanjutkan dengan gaya yang muncul di akhir 1960-an. Jeans tetap compangcamping, tiedye masih populer, dan mode untuk unisex semakin menjamur. Tahun 1970-an, secara harfiah juga merupakan dekade dari “apa saja”. Tidak peduli apa pun gayanya, membuat slogan mode ini telah mencapai puncaknya pada tahun 1970-an. Pada awal dekade ini, gaya kaum rastafarians yang didukung oleh sang legenda Bob Marley, ditunjukkan dengan penggunaan ikat pinggang, ban tangan, topi, dan kaos, yang warnanya sesuai dengan bendera suci Ethiopia yaitu merah, emas dan hijau. Gaya rambut kaum ini pun menirukan karakter unik yang mudah dikenali dengan rambut dikepang kecil atau digimbal (dreadlock). Gaya dreadlock ini disukai karena pembuatan dan perawatannya yang menggunakan bahan-bahan tradisional dan natural.
Kegiatan dan gaya para Skaters Sumber: andersamneus.wordpress.com
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
13
Selain itu, olahraga skating mulai digemari dan para skaters biasanya memamerkan atraksinya di arena untuk bermain. Lalu mereka mulai bermain di tempat umum dan para skaters mulai memengaruhi gaya berbusana dengan penggunaan celana longgar, kaos dengan sablonan gambar grafis dan warna-warna cerah. Kemudian pada akhir 1970-an terkenal dengan budaya musik disco. Gaya berbusana pada masa ini didominasi oleh anak-anak muda dengan penggunaan atasan yang ketat, sepatu beralas rata, dan celana bell bottoms serta gaya rambut ditarik ke belakang, seperti gaya aktor John Travolta dengan filmnya yang terkenal “Saturday Night Fever”.
Musisi Sex Pistols yang menyebarkan gaya busana Punk Sumber: lesenlaufenlauschen.derwesten.de
Akhir tahun 1970-an juga diramaikan dengan gaya berbusana punk. Gaya ini berasal dari Inggris, kemudian menyebar di Amerika Serikat dan dunia. Aliran ini berawal dari grup band bernama Sex Pistols dengan lagunya “God Save The Queen”. Kaum punk juga menentang kondisi politik yang identik dengan budaya sub-culture yang secara eksplisit menentang politik kotor, menerapkan kehidupan mandiri, lugas, dan kebebasan. Gaya berbusana punk identik dengan rambut spike tajam, baju hitam dengan ornamen metal tajam dan make-up yang mencolok. Pada dekade ini juga bermunculan para desainer, seperti Claude Montana, Thierry Mugler, Kenzo, dan Hanae Mori. NEW WAVE, AEROBIC, YUPPIE, DAN CASUAL (1980-an). Selama akhir abad ke-20, mode mulai memasuki era memadupadankan semuanya. Gaya populer Barat diadopsi di seluruh dunia, dan banyak desainer dari Timur memiliki dampak yang mendalam pada mode. Bahan sintetis seperti lycra, spandex, dan viscose menjadi banyak digunakan. Fashion show mulai banyak ditayangkan di televisi serta mengambil prioritas tinggi dalam kalender sosial para fashionista. Para desainer dunia pada dekade ini adalah Donna Karan, Gianni Versace, Giafranco Ferre, Norma Kamali, Calvin Klein, dan Anne Klein. Tren mode kembali melihat ke masa lalu, gaun malam dan gaun panjang baroque muncul kembali. Kaos dan celana jeans makin populer dikalangan remaja. Pada masa ini, musik tetap menjadi bagian penting dari gaya berbusana urban pada tahun 1980-an awal. Masih dipengaruhi oleh budaya punk, new wave menawarkan gaya berbusana yang lebih diterima khalayak umum.
14
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Pengaruh televisi dan film yang lebih terjangkau menyebabkan budaya busana di tahun 1980 ini lebih cepat tersebar. Tahun 1980-an ditandai dengan berkembangnya teknologi portable seperti radio. Musik mulai didengar di jalan raya, taman bermain, juga tempat umum lainnya melalui radio jinjing yang mengusung gaya disco. Musik bergaya jalanan dengan baju kedodoran dan nuansa outdoor yaitu rap mulai digandrungi. Berkembangnya teknologi juga menyebabkan perubahan gaya hidup. Kalangan pekerja tidak lagi bergelut dengan mesin sebagai buruh karena banyak yang bekerja di dalam ruangan dengan perangkat elektronik di hadapan mereka. Para pekerja tersebut tidak melulu kaum pria, tetapi juga kaum perempuan yang mulai menapaki dunia karier sehingga julukan wanita karir dan independen mulai dikenal dunia. Merebaknya kalangan pekerja kantoran membuat tren busana akhir tahun 1980-an disebut yuppie, singkatan dari young urban professional atau young upwardly-mobile professional. Gaya berbusana yuppie dikenal dengan pakaian-pakaian kantoran rapi dengan aksen minimalis, tak terkecuali perempuan yang mulai menggunakan jas dipadu dengan rok atau celana panjang dari kain. Casual menunjukkan kesuksesan dan kekayaan pribadi yang lahir bersamaan dengan diangkatnya Margaret Thatcher menjadi Perdana Menteri Inggris sehingga banyak yang menyebut gaya ini adalah thatcherism. Gaya casual adalah penyempurnaan gaya sportif yang menjadikannya lebih rapi dan trendi. Karakteristik casual memakai pakaian dengan label kelas atas, misalnya Lacoste, Lois, Burberry, dan Adidas. Vest dan jaket track suit juga sangat digemari pada masa ini.
Thatcherisme Thatcherisme menggambarkan politik keyakinan, kebijakan sosial ekonomi, dan gaya politik Inggris Konservatif pada masa pemerintahan Perdana Menteri Margaret Thatcher, dari tahun 1975 sampai 1990. Dalam hal ideology, Thatcherisme berupa platform politik yang lebih menekankan pasar bebas dengan pengendalian pengeluaran pemerintah dan pajak pemotongan yang digabung dengan unsur nasionalisme Inggris, baik di dalam maupun di luar negeri. Thatcherisme juga menekankan kepercayaan pasar bebas kepada negara kecil.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
15
Baroness Thatcher dengan latar belakang sebagai seorang putri pemilik toko kelontong, mempunyai citra seorang pekerja keras. Dia juga berkeyakinan bahwa para pemimpin Negara Serikat mencoba menghalangi kemajuan ekonomi dunia, dan menentang kebijakan serta pemotongan moneter belanja publik. Meskipun paham Thatcherisme didasarkan pada filosofi moneter, Thatcher juga ingin menempatkan filosofi kehidupan sehari-hari, dengan menjalankan keuangan negara seperti keuangan rumah tangga. Sehingga Thatcher memperkenalkan privatisasi industri milik negara, termasuk British Telecom, British Gas, British Airways, dan perusahaan listrik, dengan menempatkan perusahaan-perusahaan tersebut kembali ke tangan pihak swasta. Thatcher percaya bahwa nilai-nilai keluarga Victoria adalah cara untuk memperbaiki masyarakat, yang bukan hanya berkaitan dengan cara-cara ekonomi, tetapi juga kehormatan dan nilai-nilai sosial. Sehingga Thatcherisme juga berhubungan dengan gaya pribadi sang Iron Lady sendiri, dengan gaya casual yang menunjukkan kesuksesan dan kekayaan pribadinya. Gaya ini berciri khas rapi dan trendi dengan karakteristik memakai busana label kelas atas. Sumber: www.princeton.edu
SUPERMARKET OF STYLE, GRUNGE, AND MIX UP (1990-an). Istilah supermarket of style digunakan untuk mendeskripsikan identitas orang yang tidak loyal pada satu jenis gaya saja karena penganutnya memakai semua gaya dengan cara mix and match. Sekarang gaya yang diciptakan tidak lagi sebagai bentuk pemberontakan, tetapi juga sebagai alternatif atau identitas diri. Penganut gaya supermarket of style ini membuat gaya sendiri yang unik, dengan pilihan pakaian yang berlapis atau bertumpuk, misalnya t-shirt lengan panjang ditumpuk dengan t-shirt lengan pendek ditambah bandana dengan topi.
Serial televisi Beverly Hills 90210 yang populer di tahun 1990-an Sumber: toutlecine.com
16
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Pada masa ini, muncul grup band seperti Nirvana dan Oasis yang menggemparkan dunia. Aliran musik grunge berawal dari Amerika Serikat yang kemudian menyebar ke Inggris. Musik grunge menjadi simbol mode tahun 1990-an. Meskipun demikian, tahun 1990 dikenal sebagai tahun terburuk dalam sejarah mode dunia atau dikenal dengan sebutan “The decade fashion has forgotten”. Style grunge ini mirip dengan gaya punk namun tidak begitu radikal. Celana jeans, kaos, dan perpaduan dengan baju bermotif kotak-kotak lebar menjadi ciri identik gaya berbusana masa ini, selain rambut gondrong dan berantakan sebagai pelengkap. Celana blue jeans dengan denim jackets in acid wash, baby doll dress, t-shirt kedodoran, pakaian olahraga, pakaian basket, pakaian baseball, sweatshirt, dan sweater, dengan perpaduan sepatu sneakers dan keds yang disebut mix up. Gaya busana tahun 1960-an dan 1970-an juga berkembang lagi di tahun 1990-an dengan munculnya busana floral dan gaya hippie. Pada dekade ini, desainer yang terkenal adalah Marc Jacobs, John Galliano, Husen Challayan, Vera Wang, Ellie Saab, dan Dries Van Nouten. PERKEMBANGAN MODE PADA TAHUN 2000. Mulai tahun 2000-an, mode kembali memandang ke masa lalu sebagai pusat inspirasi yang terkait dengan dekade-dekade sebelumnya. Pakaian vintage, terutama dari tahun 1960-an, 1970-an, dan 1980-an kembali populer dan para desainer mulai sering meniru gaya lampau dalam koleksinya. Pada awal dekade ini, muncul juga perkembangan dari tampilan minimalis pada tahun 1990-an. Desainer juga mulai mengadopsi banyak warna dengan tampilan ‘anti-modern’. Kemudian merek menjadi penting, terutama di kalangan anak muda dan banyak artis mulai meluncurkan lini pakaian sendiri. Pakaian ketat dan rambut panjang menjadi mainstream bagi banyak pria dan wanita. Perkembangan mode pada tahun 2000-an masih memiliki istilah dan ciri yang sangat beragam, sama seperti yang terjadi pada dekade dari tahun 1970 sampai dengan 1990: 1. NEW MILLENIUM. Pada dekade ini definisi mode adalah membaur dan menyatu, misalnya payet di baju kasual, bahan-bahan kontradiktif seperti lycra yang menyelimuti tubuh dan bahan nilon atau polyester yang ditumpuk jadi satu sehingga tidak ada lagi batasan bahwa suatu rancangan busana sudah sesuai dengan pakemnya atau tidak. Gaya ini juga menggunakan nuansa serba silver dan futuristik namun tetap glamor yang menjadi awal perkembangan mode tahun 2000-an; 2. EMO. Pada pertengahan tahun 2000-an juga diwarnai gaya berbusana Emo, dengan ciri khas serba gothic, hitam, eye shadow hitam, dan rambut lurus ke samping hingga hampir menutupi mata. Potongan rambut lurus tajam namun tetap panjang juga menjadi gaya rambut perempuan pada tahun 2000; 3. INDIE. Sesuai dengan tahun-tahun sebelumnya, budaya sub-culture juga memiliki peran yang mengusung budaya grunge, punk, dan hippie. Budaya indie berpusat pada simbol pertentangan budaya konservatif yang berkembang. Asal mula kata indie yaitu independent, atau disebut mandiri, yang mencerminkan cara memilih baju yang tidak terpengaruh dengan model umum. Gaya busana indie terkenal dengan celana jeans pensil ketat, perpaduan celana pendek dengan sepatu, kaos berbentuk v-neck, atau sweater kedodoran. Selain itu, perpaduan retro, vintage, modern, sepatu canvas warna dengan tali sepatu colourful adalah beberapa ciri karakter pakaian indie, yang gaya berbusananya lebih cenderung pada perpaduan mode segala jenis pakaian namun masih terkesan modern.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
17
4. NEW ROMANTIC. Inggris adalah negara tempat munculnya gaya new romantic. Penganutnya tidak mau disamakan dengan kaum punk. Agar terlihat berbeda, mereka memberi bayangan pada pelupuk mata, ditambahkan maskara dan eyeliner tebal yang berlaku bagi pria dan wanita. Contoh artis dengan gaya new romantic adalah Freddy Mercury. 5. GOTHIC. Misterius, senang kegelapan dan ingin tampil beda dari yang lain adalah ciri khas gaya mode ini. Selain itu, para pemujanya wajib tampil dengan jubah dari bahan beledu. Bagi mereka, gothic adalah penjelmaan dari drakula yang berupa kemewahan. Make-up pembentuk lambang kegelapan juga menjadi pelengkap dandanan selain tato. Wajah mereka harus diberi bedak putih pucat, alis dibentuk lengkungan tipis dan bibir diberi lipstik merah menyala. Artis yang menggunakan gaya ini misalnya Marilyn Manson. Mulai tahun 2010, muncul budaya pop culture lain yang disebut hipster. Budaya ini berasal dari Amerika Serikat dan mewabah pada anak muda di seluruh dunia. Budaya berpakaian ini menekankan pada kegiatan self-sustaining, DIY (Do It Yourself), dan antikonservatif. Pada awalnya, budaya ini menekankan pada model busana yang dipakai oleh para tunawisma dan orang urban miskin di negara tersebut. Budaya hipster juga menekankan pada kegiatan yang tidak dapat lepas dari gadget pribadi, smartphone, laptop, dan hardware personal lain. Hal tersebut diakibatkan karena pada tahun 2010 awal, produk elektronik semacam smartphone telah masuk pada hampir setiap negara dan dapat dimiliki hampir setiap manusia. Penggunaan skinny jeans, kacamata besar, rambut tidak terurus rapi, baju kedodoran, sepatu boot tinggi, penutup kepala, syal, jaket kedodoran, membawa smartphone atau laptop Apple, naik sepeda, memakai tas vintage, dan minum kopi latte di pojokan kafe menjadi ciri khas gaya berbusana hipster. PERKEMBANGAN MODE DI ASIA. Sedikit berbeda dengan perkembangan mode di dunia maka terdapat beberapa negara Asia yang berperan dalam perkembangan mode: Jepang. Sejak tahun 1970 banyak desainer Jepang yang mulai berkiprah ke dunia mode internasional, seperti Hanae Mori, Issey Miyake, Yohji Yamamoto, Hiroko Koshino, Junya Watanabe, label Come des Garcons, hingga Kenzo. Kenzo merupakan label desainer mode Jepang yang eksis di Paris hingga saat ini. Melalui kiprah desainer-desainernya, dibantu dengan keberadaan sebuah label mode UNIQLO di seluruh dunia, akhirnya Jepang dapat diakui sebagai salah satu pusat mode dunia. Thailand. Tahun 1980 Thailand cukup maju dengan majalah-majalah modenya yang tersebar ke seluruh dunia. Namun, majalah mode Thailand lebih spesifik menampilkan produk busana yang memiliki unsur craft. Thailand juga menampilkan kekuatan craft melalui kain-kain tradisionalnya seperti sutra, yang dimotori oleh Ratu Sirikit yang menemukan dan bekerja sama dengan Jim Thomson. Selain itu, era 1970-an hingga 1980-an Thailand sangat terkenal dengan publikasi majalah-majalah mode dan pola busana cocktail atau party wear. Majalah-majalah ini justru menjadi acuan mode di lingkungan negara-negara ASEAN. Selanjutnya, sejak tahun 2009, Thailand mulai memiliki acara Bangkok International Fashion Fair and Bangkok International Leather Fair (BIFF & BIL). Singapura. Negara ini diakui sebagai pusat destinasi belanja mode, dan pusat pembelian merekmerek internasional di Asia. Selain itu, Singapura mulai memfokuskan pada kompetensi generasi
18
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
muda melalui program-program kompetisi dan program kerja sama dengan negara-negara ASEAN. Walaupun Singapura tidak memiliki SDA (Sumber Daya Alam) dan infrastruktur produksi industri mode, Singapura berhasil menjadi salah satu fashion-hub atau salah satu kota mode dunia dengan hadirnya begitu banyak merek-merek internasional yang memiliki flagship stores di daerah pertokoan elitnya. Dari sisi MICE, pameran-pameran desain dan mode banyak ditemukan di Singapura. Republik Rakyat Tiongkok adalah negara yang dikenal sebagai produsen produk mode kelas menengah ke bawah. Sejak tahun 1980-an, RRT terkenal sebagai subcontractor/CMT (Cut, Make, Trim) bagi merek-merek internasional. Mulai periode tersebut, begitu banyak merek terkenal seperti Giorgio Armani, Anne Klein, Esprit, Nino Cerutti, Pierre Cardin, telah diproduksi di RRT untuk pasar Amerika sehingga tahun 1990-an, RRT mulai dikenal sebagai penyuplai terbesar produk mode ke seluruh dunia di kelas menengah bawah hingga atas dengan harga yang sangat kompetitif di levelnya. Produk-produk modenya pun bukan sekadar produk basic, tetapi juga mengikuti arahan tren dunia. Korea adalah negara dengan industri mode yang cukup maju, terutama industri tekstilnya. Sejak tahun 1990-an, Korea melakukan gebrakan melalui industri musik dan film (biasa disebut K-Pop dan K-Drama) dalam membawa serta industri modenya menjadi salah satu pilihan gaya baru yang banyak digemari oleh generasi muda dunia. Pada tahun 2000-an, film-film Korea membanjiri perfilman dunia. Tidak hanya filmnya yang digandrungi dunia, tetapi musiknya pun (dengan video klipnya yang menawan) menjadi suguhan yang memikat bagi masyarakat dunia. Gaya berbusana hingga gaya rambut dan tata rias wajah artis-artis atau selebriti Korea menjadi inspirasi banyak remaja dunia. Gaya mode yang edgy, girlie, dan gothic menjadi panutan banyak remaja dunia yang fashion conscious. India adalah negara yang banyak menyuplai kain/tekstil ke seluruh dunia, seperti saree, wol, dan cashmere. Seni tenun tekstil yang amat beragam menjadi sebuah industri tekstil vital di India karena pemikiran tokoh filsufnya: bahwa kesejahteraan rakyat India harus berangkat dari hasil tangan warga negaranya. Perempuan dan anak-anak biasanya menjadi pekerjanya. Selain menjadi negara penyuplai craft textile terbesar di dunia, India juga dikenal dengan pengusaha-pengusaha tekstil industri besar di dunia. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk tekstil India yang menguasai dunia, serta banyaknya warga keturunan India yang menguasai perdagangan tekstil pada beberapa negara di luar India seperti, Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Timur Tengah. Hong Kong. Tahun 1966, negara ini mendirikan Hong Kong Trade Development Center (HKTDC). Sebuah lembaga aliansi antara dunia industri dengan pemerintah yang bertujuan sebagai pemasaran internasional dengan fokus manufacturers, traders dan service providers. Sejak pendiriannya, HKTDC telah membuka pasar internasional dengan buyers dan pelaku-pelaku usaha dari seluruh dunia sebagai partisipannya. Selanjutnya, Hong Kong menjadi tujuan utama untuk keperluan mode dunia di kawasan Asia. Namun, tidak hanya untuk pakaian, HKTDC juga mengadakan acara khusus untuk aksesori, peralatan rumah tangga, dan industri pendukung mode lain. Setelah hampir 40 tahunan, Hong Kong yang rutin menyelenggarakan Hong Kong Fashion Week dan World Boutique Hong Kong setahun dua kali ini terkenal sebagai pusat dagang mode di Asia. Dengan bergabungnya kembali Hong Kong ke RRT, Hong Kong mampu menjadi pusat pameran, mereks representative, buying agent dan merchandising, hingga memfasilitasi sourcing bahan baku, aksesori, serta tempat berproduksinya pabrik-pabrik garmen besar di RRT.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
19
Mode sangat penting karena dapat meningkatkan kehidupan serta memberikan kesenangan. Dan layak dilakukan dengan baik.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Mode Indonesia Sejak zaman prasejarah, manusia purba di Indonesia telah mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu yang ditumbuk untuk menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya secara terpisah. Berdasarkan bukti arkeologis, pakaian dari kulit kayu disebut fuya atau tapa, pernah ditemukan di daerah Kalimantan, Seram, Halmahera, Nias dan Pantai barat Papua. Hal ini merupakan bukti kebutuhan manusia terhadap sandang (pakaian), pangan (makanan) dan papan (tempat tinggal). Akan tetapi kebutuhan pakaian makin berkembang menjadi sebuah identitas diri, sosial serta dijadikan sebagai tren mode (estetika).
Wajah mode Indonesia tercatat sudah ada semenjak ditemukannya alat pemintal benang, sebuah alat untuk membuat material kain panjang sebagai penutup seluruh tubuh dengan cara melilitkannya berkali-kali. Selain itu, agama juga memengaruhi cara berpakaian dan perhiasan sejak abad ke-14. Hal ini dapat terlihat dari relief Candi Borobudur yang menampilkan sekitar 2600 buah relief ragam pakaian dengan berbagai latar belakang kegiatan, seperti bertani, membangun rumah, bermain musik dan menari.3 Dapat terlihat bahwa pada abad tersebut, masyarakat Indonesia sudah berpakaian sesuai mode yang menunjukkan kekayaan dan simbol status sosialnya. -Vivienne Westwood
Kebaya Asal kata kebaya berasal dari kata Arab abaya yang berarti pakaian. Ada pendapat yang menyatakan kebaya berasal dari China. Lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu diterima di budaya dan norma setempat. Namun ada juga pendapat bahwa kebaya memang asli dari Indonesia. Karena pakaian asli China adalah Cheongsam yang berbeda dari kebaya. Bentuk paling awal dari kebaya berasal dari istana Majapahit sebagai sarana untuk memadukan Kemban, pembungkus tubuh perempuan aristokrat, menjadi lebih sederhana dan dapat diterima oleh ajaran agama Islam yang baru masuk pada saat itu. Aceh, Riau, Johor dan Sumatera Utara mengadopsi gaya kebaya Jawa sebagai sarana ekspresi sosial status dengan penguasa Jawa yang lebih halus.
(3) “Borobudur”. www.wikipedia.org. Tautan http://en.wikipedia.org/wiki/Borobudur
20
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Nama kebaya sebagai pakaian khas telah dicatat oleh Portugal saat mendarat di Jawa. Kebaya Jawa seperti yang ada sekarang telah dicatat oleh Thomas Stamford Bingley Raffles di 1817, terbuat dari bahan sutra, brokat dan beludru, dengan pembukaan pusat dari blus diikat oleh bros, bukan oleh kancing, untuk menutupi Kemben, dan digunakan bersama kain yang dijahit membentuk tabung. Sumber: Wikipedia
Da la m perkemba ng a nnya , kebaya memiliki berbagai fungsi selain sebagai busana. Salah satunya adalah menjadi alat revolusi (tahun 1940), alat perjuangan (zaman pemerintahan Soekarno-Hatta), dan sebagai lambang istri yang tunduk terhadap suami (zaman pemerintahan Soeharto). Tren kebaya pun berkembang dimulai dari Prajudi, Edward Hutabarat, dan berkembang hingga ke era Anne Avantie. Sumber: 100 tahun Mode Indonesia
Kebaya dari bahan lurik Sumber: artblat.files.wordpress.com
Salah satu gaya berpakaian Indonesia yang muncul dan bertahan hingga saat ini adalah adalah kebaya. Awalnya, kebaya dari bahan lurik dipakai oleh perempuan Jawa di keraton. Gaya ini kemudian diadaptasi oleh para peranakan Belanda dan kaum nyai, dikenal sebagai kebaya Nona dibuat dari bahan renda halus, dan hardanger (bordiran putih di atas kain putih). Gaya kebaya ini sempat dilarang pemakaiannya oleh Thomas Stamford Raffles, gubernur Belanda saat itu, karena tidak ingin mereka meninggalkan gaya berpakaian Barat. Di sisi lain kebaya putih ini juga dilarang dipakai oleh pribumi. Masuknya budaya Tiongkok membuat kebaya lebih bervariasi, yakni ditambah dengan warna-warna pastel dan dihiasi bordiran, yang kemudian populer dengan sebutan kebaya encim. Perkembangan mode di Indonesia dimulai sejak munculnya Politik Etis, saat pendidikan Barat diberlakukan di Indonesia tahun 1900, ditandai dengan banyaknya perempuan yang berasal dari belahan dunia yang tinggal di Indonesia dan sudah berpenampilan modis.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
21
Tren mode Indonesia bergeser tahun 1930-1940 sesuai dengan gaya internasional, yaitu bergaya muda, santai, dan sportif yang menjadi tema bagi perempuan maupun laki-laki masa itu. Gaya ini muncul dari perempuan-perempuan yang bersekolah di lembaga pendidikan yang berkiblat pada pendidikan di Belanda. Masa sebelum penjajahan Jepang, mulai hadir sekolah-sekolah kejuruan yang turut merangsang minat perempuan-perempuan di Indonesia untuk menjahit bajunya sendiri, salah satunya adalah kursus jahit dari Vicky Mook. Tokoh-tokoh modis pada masa tersebut adalah Maria Ulfah, Herawati Diah, Mien Soedarto, dan S.K Trimurti. Selain itu, artis Fifi Young dan pertunjukan Miss Tjitjih dengan artis Devi Dja menjadi ikon mode. Gaya busana Indonesia juga ditampilkan oleh Gusti Nurul melalui pertunjukan tari di hadapan Ratu Juliana dari Belanda tahun 1939. Pada 1950-an, hadir Joyce Mouthaan, seorang ontwerper/creatur yang mengadakan peragaan busana pertama di Jakarta. Sejalan dengan itu, muncul pula Marion Glamour School, sekolah yang melahirkan model-model andal. Pada era ini pula lahirlah kontes kecantikan pertama di Indonesia yang diselenggarakan oleh Majalah Varia, dengan Dhewayani Pribadi sebagai Miss Varia.
Peter Sie Peter Sie (Sie Tiam Ie), lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 28 Desember 1929, adalah seorang pelopor perancang busana Indonesia yang juga dijuluki “Bapak Haute Couture Indonesia”. Sebagai perancang, Peter dikenal karena ketelitian dan kehalusan pengerjaan busana buatannya. Pelanggannya adalah para perempuan kalangan elit, termasuk keluarga Presiden Soekarno. Pendapat banyak orang yang menyatakan bahwa beliau sebagai Bapak Haute Couture Indonesia tidak membuatnya bangga, justru beliau berpendapat bahwa untuk menjadi penjahit Haute Couture itu tidak mudah. Peter Sie telah wafat pada bulan April tahun 2011. Para desainer yang pernah mengenalnya menilai bahwa sosok Peter adalah seorang yang perfeksionis, selalu memperhatikan teknik pembuatan busana yang baik, pribadi yang rendah hati, sangat terbuka dengan berbagai macam wawasan, serta mau berbagi ilmu. Sumber: www.id.wikipedia.org
Tahun 1960-an, mode Indonesia mulai berkembang, ditandai dengan berjayanya pelopor-pelopor mode Indonesia seperti Peter Sie, pelopor busana haute couture Indonesia dan Non Kawilarang. Sementara itu, tahun 1967 gerai ritel pertama Sarinah mulai memperkenalkan format Department Store sebagai ritel modern. Sarinah pada awalnya lebih banyak menjual produk kerajinan yang
22
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
kemudian merambah ke penjualan busana dengan hadirnya Batik Keris dan Pasaraya di Gedung Sarinah tersebut. Selain Batik Keris, mulai muncul merek-merek lokal ready-to-wear batik, seperti Batik Danar Hadi, Batik Arjuna, dan Batik Semar, yang semuanya berasal dari Solo.
Irwan Tirta Bawa Batik Mendunia Sumber: kabarinews.com
Irwan Tirta Iwan Tirta dikenal sebagai desainer yang memulai kebangkitan awal desain batik selama tahun 1970—1980-an. Batik hasil desain Iwan Tirta telah digunakan oleh Presiden Amerika Ronald Reagan dan First Lady Nancy Reagan di tahun 1980-an, Nelson Mandela, dan pemimpinpemimpin dunia di APEC Summit tahun 1994. Di tahun 2009, Iwan Tirta masuk ke dalam majalah Time bersama Pakubuwono X, Pramoedya Ananta Toer, Raden Saleh, Srihadi, Yves Saint Laurent, Halston, Ludwig van Beethoven Johann Sebastian Bach, dan Wolfgang Amadeus Mozart. Sumber: wikipedia.org
Dua tahun kemudian, tahun 1969, Gubenur DKI Jakarta Ali Sadikin melihat pentingnya pendidikan nonformal, terutama yang berkaitan dengan keterampilan wanita dengan mencanangkan kursus mode di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI). Pada perkembangannya, kursus mode ini berubah menjadi pendidikan tinggi formal mode pertama di Indonesia. Pendidikan mode yang mengarah pada kebutuhan industri yaitu Akademi Seni
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
23
Rupa dan Desain (Asride) ISWI, dengan para pengajar mode lulusan internasional seperti Caka Datuk (Belanda), Mohamad Alim Zaman (Belanda), Cita Joenoes (Perancis), dan lulusan asli Indonesia, Porry Muliawan. Selain ISWI, Gubernur DKI, Ali Sadikin juga meresmikan Perhimpunan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI) sebagai awal mula kemunculan asosiasi mode sebagai wadah penting untuk mengumpulkan para pelaku usaha/seprofesi di industri mode Indonesia. Anggota PAPMI antara lain: Prajudi, Wahyudi, Susan Budihardjo, Elsa Sunarya, Elsie Iskandar, Arthur Tambunan, dan lain-lain. Seiring dengan kemunculan PAPMI, model-model ternama mulai berkiprah di atas catwalk seperti Rima Melati dan Titik Qadarsih, dengan ikon seperti Gaby Mambo, Baby Huwae, dan Citra Dewi, serta tokoh-tokoh mode seperti Iwan Tirta, Harry Dharsono, Prajudi, Poppy Dharsono, dan Ramli yang mulai memberikan sinyal dunia mode Indonesia
Pia Alisjahbana Pia Alisjahbana, adalah pendiri Grup Femina yang merupakan tokoh wartawan dan akademisi serta memiliki kecintaan terhadap dunia mode Indonesia. Nama aslinya adalah Suftalasifah, lahir di Bondowoso, pada tanggal 26 Juli 1933. Pia memulai kariernya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, dengan memimpin Jurusan Bahasa Inggris pada tahun 1960-an. Kemudian, beliau juga mendirikan program pascasarjana Kajian Wilayah Amerika dan Pusat Kajian Amerika di universitas tersebut. Karena dikenal dekat dengan mahasiswanya, Pia mempunyai ide untuk membuat majalah mode. Beliau merintis penerbitan Majalah Femina, bersama Mirtati Kartohadiprodjo dan Widarti Gunawan pada tahun 1972. Setahun kemudian beliau mendirikan majalah remaja Gadis, yang mulai tenar pada saat menyelenggarakan pemilihan Putri Remaja tahun 1977, dan mencapai oplah sebanyak 90.000 eksemplar. Sambutan masyarakat sangat antusias terhadap kehadiran majalah-majalah tersebut karena belum mempunyai media yang membahas mengenai mode di Indonesia yang membidik target kaum perempuan. Selain itu, Pia juga dikenal sebagai penggerak industri mode Indonesia sejak tahun 1970-an dan dikenal aktif di berbagai kegiatan sosial sampai saat ini. Sumber: www.id.wikipedia.org
24
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Tahun 1970-an, muncul salah satu penggerak dunia mode di Indonesia, Pia Alisjahbana, perintis penerbitan Majalah Femina, satu-satunya media di Indonesia yang membahas mode. Pada saat itu tahun 1972, hadir toko ritel busana dengan nama Mickey Mouse di Blok M yang menjadi cikal bakal berdirinya ritel modern Matahari Department Store (berlokasi di Pasar Baru) dan tahun 1990-an menjadi fashion retail terbesar di Indonesia. Kehadiran fashion retail ini memunculkan merek-merek lokal Indonesia seperti Country Fiesta, Logo, Accent, Osella, H&R, dan lain-lain yang menjadi primadona, khususnya di kalangan anak muda. Generasi-generasi awal desainer seperti Itang Yunasz, Maarti Jorghi, Carmanita, Alex AB, Taruna K. Kusmayadi, Samuel Wattimena, Edward Hutabarat, Chossy Latu, dan lainnya muncul setelah Majalah Femina menyelenggarakan Lomba Perancang Mode (LPM) tahun 1979, yang diikuti oleh majalah wanita lainnya seperti Sarinah (Lomba Cipta Busana) dengan Valentino Napitupulu sebagai salah satu pemenangnya, dan Majalah Pertiwi.
Fashion Show LPTB Susan Budihardjo Foto: Dok pribadi LPTB Susan Budiharjo
Pada saat bersamaan, tahun 1980-an geliat dunia mode Indonesia semakin terasa. Ditandai dengan berkembangnya dunia pendidikan mode, berdirinya LPTB Susan Budihardjo, yang kemudian menghasilkan desainer-desainer ternama di antaranya: Sebastian Gunawan, Eddy Betty, Adrian Gan, Irsan, Didi Budiarjo, Denny Wirawan, Sofie, dan Tri Handoko. LPTB Susan Budihardjo kini telah memiliki cabang di Surabaya dan Semarang. Selain desainer-desainer busana casual, cocktail/party, desainer busana muslim pun mulai bermunculan di era ini. Diawali dengan kemunculan desainer busana muslim seperti Fenny Mustafa (Shafira), Ida Royani, dan Anne Rufaidah sebagai generasi awal desainer busana muslim Indonesia.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
25
Tahun 1980-an, dua fotografer terkenal pada masa itu adalah Firman Ichsan dan Darwis Triyadi. Hasil karya mereka banyak terpampang di majalah-majalah mode Indonesia maupun iklan-iklan mode. Dalam perkembangannya, mulai muncul nama-nama seperti Timur Angin, Jerry Aurum, Davy Linggar hingga Samuel Sunanto dan Nicoline Patricia Malina. Nama-nama mereka sangat berkibar di banyak publikasi mode Indonesia. Selain itu, para fotografer dibantu oleh stylists berpengaruh seperti Michael Pondaag dan Dedhy Rizaldi. Sedangkan dalam dunia pemberitaan mode dan industri turunannya diwarnai dengan kemunculan jurnalis dan redaktur mode berpengaruh seperti Evy Fadjari, Muara Bagdja, Retno Murti, Samuel Mulia, Asniar Wahab, Ninuk Mardiana Pambudy, dan Cynthia Sujanto. Dunia ritel pun semakin berkembang, Pasaraya mendirikan tokonya sendiri di Blok M dan memberikan kesempatan bagi desainer-desainer Indonesia memasarkan merek-merek readyto-wear, seperti: Kisoon Harto, Saga Trend (merek milik Lily Salim), Eldas (merek milik Ellen Darsana), Gacie (merek milik Itang Yunasz dan Enny Soekamto), Biyan, Ghea (merek milik Ghea Panggabean), dan Stephanus Hamy. Pasaraya juga membuka outlet Indonesian Designer yang diperuntukkan bagi desainer-desainer muda yang membuat produk ready-to-wear dengan merek namanya sendiri. Disusul juga dengan department store lain seperti Rimo, Ramayana, Robinson, dan Lotus. Para perancang Indonesia yang semakin bertambah kemudian bersatu dalam Ikatan Perancang Busana Madya Indonesia (IPBMI) tahun 1983. Namun, usia IPBMI tidak berlangsung lama. Tahun 1986, IPBMI terpecah menjadi dua asosiasi: IPMI (Ikatan Perancang Mode Indonesia) dan APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia). IPMI dibentuk dan diketuai oleh Sjamsidar Isa. IPMI yang memiliki 34 orang anggota ini memiliki visi dan misi dalam menetapkan standar dalam dunia mode di Indonesia. Garis panjang sejarah IPMI yang sudah berkiprah selama lebih dari 27 tahun, menjadikan IPMI sebagai bagian penting dari perkembangan ndustri mode di Indonesia. Tahun 1988, Batik Keris membuka Keris Gallery oleh Hardiman Tjokrosaputro dan kepengurusannya dilanjutkan oleh Handianto Tjokrosaputro. Pada masa itu, Batik sudah menjadi bagian dari tawaran tren melalui peragaan busana yang kerap diadakan di Keris Gallery. Pada 1990-an mulailah banyak berdiri asosiasi. Tahun 1991, Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI) dibentuk dengan komitmen untuk menjadikan ritel bisnis nasional menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional. APGAI diketuai oleh Poppy Dharsono yang memiliki 113 anggota dan memegang lebih dari 300 perusahaan, baik lokal maupun internasional. Tahun 1994, Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) kemudian diprakasai oleh Poppy Dharsono, Pia Alisjahbana, Harry Dharsono, Peter Sie, Ramli dan Samuel Wattimena. APPMI berdiri dengan AD/ART yang diadaptasi dari organisasi induknya yaitu Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Visi dan misi APPMI adalah memajukan dan mengembangkan industri mode di Indonesia. APPMI hingga kini memiliki 11 Badan Pengurus Daerah (DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, dan Sumatera Barat) serta memiliki sekitar 220 anggota.
26
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Pada saat yang sama, bermunculan department store lain seperti Metro, Sogo, Seibu, Isetan, JC Penny’s, Harvey Nichols. Namun, Isetan, JC Penny’s dan Harvey Nichols tidak bertahan lama, bahkan kini telah berhenti beroperasi. Banyaknya department store memberi kesempatan desainer/merek lokal bersanding dengan desainer/merek internasional dan memunculkan merek/ desainer readytowear baru seperti Itang Yunaz, Ghea, Biyan, Nuna, Musa, Jenny Johanes, Eldas, Suzanna Wanasuka, Denny Wirawan, dan Sofie; serta merek-merek lokal lain seperti Colorbox, Contempo, Coconut Island, Nail, Votum, dan Bubble Girl. Pada era ini, dunia mode dapat dikatakan mengalami masa kejayaannya. Namun, masa kejayaan ini tidak bertahan lama. Sekitar 1995-an, Indonesia diserbu oleh produk yang berasal dari RRT. Pusat perbelanjaan seperti Mangga Dua hingga mal-mal ternama mulai dibanjiri produk mode dari RRT, baik yang masuk secara legal maupun ilegal. Produk dengan harga yang relatif murah ini membuat banyak merek lokal terimbas. Akan tetapi, gempuran produk RRT ini mampu diimbangi dengan kreativitas anak muda di bidang mode yang muncul melalui fenomena industri kreatif, di antaranya ditandai dengan hadirnya distribution store (distro). Lahir dari komunitas independen, distro awalnya adalah toko untuk menjual produk cinderamata dari kelompok musisi, kemudian berubah bentuk menjadi toko penjual busana yang konsep produknya dititipkan langsung dari produsennya. Distro telah menjadi salah satu bentuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang pengembangan mereknya dirancang dan dikelola sendiri sehingga dapat menekan biaya produksi. Distro banyak berkembang di wilayah Bandung dan sampai saat ini masih digemari. Era tahun 1990-an diwarnai oleh banyaknya kompetisi, di antaranya: 1. Concours Jeune de Creature de La Mode Et Bijoux, diselenggarakan oleh Femina Group dan Air France tahun 1992—2002. Kontestan yang berasal dari Indonesia saat itu diseleksi di tanah air hingga akhirnya menghasilkan 10 finalis yang kemudian diseleksi kembali di Perancis (tingkat internasional). Proses seleksi tersebut diselenggarakan oleh Chambre Syndicale de la Haute Couture. 2. Indonesia Young Designer Contest, diselenggarakan oleh IPMI dan Kompas tahun 1990—1995.Dua finalisnya dikirim ke ajang ASEAN Young Designer Contest di Singapura. 3. Asian Young Designer Competition, yang diselenggarakan oleh APPMI tahun 1995 menghasilkan desainer Manish Aurora (India) dan Sofie (Indonesia) sebagai pemenangnya. Dewan jurinya antara lain dari Majalah Elle (Paris), desainer Hiroko Koshino (Jepang), dan fotografer fashion Firman Ichsan (Indonesia). 4. Palm Award, ditujukan bagi perancang muda untuk merancang satu set busana dengan tema tertentu, yang diselenggarakan oleh Plaza Senayan Jakarta dan LaSalle College sejak tahun 2000. Pemenang mendapatkan beasiswa sekolah di LaSalle College. Sekolah-sekolah mode pun mulai banyak bermunculan seperti Sekolah Mode Indonesia (SMODIA), Futura Fashion Centre, dan Sekolah Mode Harry Darsono—yang sudah lama tutup; Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)—yang telah berubah nama menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Insitut Kesenian Jakarta (IKJ), Bunka School of Fashion, Sekolah Mode Poppy Dharsono, Phalie Studio, Sekolah Mode Lina Lea, Arva School of Fashion, Sekolah Tinggi Desain InterStudi, Sekolah Tinggi Desain Indonesia, Bina Nusantara, dan beberapa sekolah mode cabang dari luar negeri yaitu Esmod (tahun 1996), LaSalle dan Raffles School of Fashion.
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
27
Di dunia industri, merek internasional mulai banyak diproduksi di Indonesia, terutama oleh perusahaan garmen di Bandung. Sejalan dengan banyaknya produksi merek internasional ini, maka muncul konsep penjualan factory outlet. Semula, factory outlet adalah tempat menjual sisa produksi dari merek internasional yang umumnya berada di sekitar pabrik. Namun pada perkembangannya, konsep factory outlet ini menjadi konsep penjualan baru untuk ritel. Selain sisa produk merek internasional, dijual juga produk-produk khusus factory outlet. Hal tersebut membuat Bandung dikenal sebagai pusat factory outlet dengan berbagai ciri khas hingga saat ini.
Koleksi Mardiana Ika Foto: Dok. pribadi Mardiana Ika
Tahun 2000-an ditandai dengan munculnya acara-acara mode dengan skala besar sebagai reaksi dari ketertarikan masyarakat akan perkembangan mode di Indonesia. Dimulai pada 2001, Bali Fashion Week (BFW) diadakan sebagai acara fashion week pertama di Indonesia yang diprakarsai oleh Mardiana Ika, desainer yang telah go international dengan labelnya Ika Butoni. Melalui Bali Fashion Week, Indonesia mulai menyejajarkan dirinya dengan acara mode internasional lainnya. Berangkat dari pengalaman ini pula perancang Indonesia mulai mengikuti pameran dagang internasional seperti HongKong Fashion Week, BIFF and BILL (Bangkok), Magic Show (Las Vegas), dan Prêt-à-Porter (Paris). Selain Mardiana Ika, perancang yang rutin mengikuti pameran dagang internasional adalah Ali Charisma. Kemeriahan mode juga tampil di jalan umum. Pada 1 Januari 2003, Jember Fashion Carnaval (JFC) pertama kali dilaksanakan di Jawa Timur bersamaan dengan HUT Kota Jember. Karnaval busana ini digagas oleh Dynand Fariz yang juga merupakan pendiri JFC Center, yang digelar di jalanan utama Jember sepanjang 3,6 km; dan masih diselenggarakan sampai sekarang.4
Tahun 2004, PT Summarecon Agung, Tbk. menyelenggarakan Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) yang merupakan wadah berkumpulnya produk mode dan makanan khas favorit Indonesia sebagai daya tarik wisata belanja di Jakarta Utara. PT Summarecon Agung, Tbk. juga menyelenggarakan Gading Design Contest, bekerja sama dengan Esmod sejak 2006 dalam acara Jakarta Fashion Food and Festival. Kontes ini ditujukan bagi desainer muda dan pemenangnya mendapatkan beasiswa di sekolah mode Esmod. Semakin banyaknya peragaan busana, jasa event organizer (EO) yang mengelola peragaan busana dan para model juga semakin berkembang. Studio One, sebagai pelopor jasa EO di bawah pimpinan Sjamsidar Isa, dengan para peragawati seperti Nani Sakri, Enny Sukamto, Licu, Ratna Dumila, (4) Info lengkap lihat www.emberfashioncarnaval.com
28
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Dian Tanjung, Debby Sahertian dan peragawan seperti Yongki Komaladi dan Dody Heykal, serta koreografer Denny Malik dan Paulus.
Koleksi Yosafat Dwi Kurniawan, salah satu desainer Indonesia Fashion Forward Sumber: femaledaily.com
Tahun 2008, muncul Jakarta Fashion Week (JFW) yang diusung oleh Femina Group dan diadakan di area mal selama sepekan. Hingga tahun 2011, JFW berfokus pada peragaan busana dan memfasilitasi business matching yang bersifat B to B. Selain menampilkan peragaan busana desainer Indonesia dan internasional, ajang ini juga dilengkapi upaya pendampingan kepada para desainer untuk terjun ke bisnis mode secara profesional dan berkelanjutan dalam program Indonesia Fashion Forward (IFF), sebagai program kerja sama dengan British Council, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Centre Fashion Enterprise (CFE) yang berkedudukan di Inggris. Selain itu, Kementerian Perdagangan menyediakan buyers room untuk desainer yang tergabung dalam IFF agar dapat melakukan business matching dengan buyer dari mancanegara sehingga program IFF dapat mengantarkan merek desainer lokal memasuki pasar internasional. Pada era ini pula kain-kain tradisional mulai banyak dimanfaatkan oleh desainer-desainer mode Indonesia. Hal ini menjadikan Cita Tenun Indonesia (CTI) yang diketuai oleh Okke Hatta Rajasa memfokuskan diri pada upaya pelestarian dan pengembangan kain tradisional, dalam bentuk program seperti: pelestarian budaya, pelatihan dan pengembangan pengrajin, pemasaran kain tenun, penerbitan Buku Tenun Indonesia, riset tenun Indonesia, produksi ulang kain tenun langka Indonesia, pameran kain tenun, peragaan busana tenun di dalam dan luar negeri, serta pendidikan masyarakat melalui berbagai strategi. Selain kain tradisional, kebaya juga mulai dilirik sebagai salah satu bentuk yang dapat dikembangkan menjadi sebuah gaya baru. Tahun 2009, Majalah Kartini menyelenggarakan Lomba Rancang Kebaya (LRK) yang bertujuan tidak hanya untuk melestarikan kebaya itu sendiri, tetapi juga lomba mengajak perancang muda menghasilkan kebaya siap pakai untuk berbagai aktivitas. Desainer-desainer yang turut memopulerkan gaya kebaya di antaranya Edo Hutabarat dan Anne
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
29
A
v
a
n
t
i
e
.
Salah satu area di even Brightspot Market Sumber: agatawijaya.blogspot.com
Pada tahun yang sama, pameran ritel bergaya muda, seperti Brightspot Market menawarkan sebuah konsep ritel baru, yang ditujukan untuk desainer muda readytowear dengan kapasitas produksinya yang terbatas, tetapi tetap menawarkan gaya kontemporer bahkan avant garde khas anak muda. Brightspot Market berhasil menaikkan nama desainer/produk lokal di tanah air dan menjadi pusat perhatian dalam pergerakan mode, terutama untuk anak muda Jakarta, dan memicu kemunculan konsep toko terpadu untuk produk/desainer lokal, seperti Level One, The Goods Dept dan Fashion First. Naiknya nama-nama merek lokal juga disebabkan karena mementingkan kualitas dan kepuasan pelanggan. Jika ada produk yang kurang memuaskan, cepat diambil langkah untuk perbaikan. Pendapat konsumen juga didengarkan sehingga inovasi produk terus berjalan. Faktor-faktor ini menyebabkan merek lokal mulai dapat berkompetisi dengan merek luar negeri. Tahun 2010, industri busana muslim mulai menunjukkan ‘suara’nya. Hal ini ditandai dengan berjayanya desainer-desainer busana muslim seperti Nunik Mawardi, Iva Lativah, Irna Mutiara, Jeny Tjahyawati dan perancang busana muslim generasi baru seperti Dian Pelangi dan Ria Miranda. Tren mode muslim semakin tumbuh dan berkembang, terlebih dengan munculnya banyak komunitas busana muslim seperti Hijabers, Hijabers Mom, dan HijUp. Sejalan dengan upaya antisipasi kebutuhan busana muslim yang semakin berkembang dan upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat fashion muslim dunia maka Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC)—sebuah konsorsium dengan fokus program pengembangan busana muslim Indonesia—menyelenggarakan acara Indonesia Islamic Fashion Fair (IIFF). Acara ini merupakan pameran ritel khusus busana muslim yang diselenggarakan setiap tahun menjelang bulan Ramadan. Walaupun beberapa fashion week sudah banyak digelar, Indonesia masih memerlukan ajang pameran dagang internasional (B to B) khusus untuk mode. Oleh karena itu, tahun 2012, Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) memprakarsai Indonesia Fashion Week (IFW) yang memiliki konsep sebagai international trade event dan direncanakan berlangsung
30
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
setiap musim (dua kali per tahun), dalam bentuk ekshibisi (pameran dagang berdasarkan kategori produk), dan peragaan busana, serta dilengkapi dengan acara seminar, workshop, kompetisi dan selebrasi. Namun, fokus IFW bukan hanya pada penyelenggaraan pameran, tetapi juga mulai membangun fondasi hingga persiapan pelaku industrinya melalui program bersama dengan kementerian, asosiasi dan stake holder lain, di antaranya: APINDO dan Chamber Trade of Sweden dalam program sustainable fashion, APGAI dalam program kolaborasi desainer dan garmen, dan 12 sekolah mode dalam program inovasi eksperimental Indonesia Trend Forecasting (ITF). Sejalan dengan itu, dalam penyelenggaraan IFW tahun 2013, pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah meluncurkan Cetak Biru Ekonomi Kreatif Mode Indonesia hingga 25 tahun mendatang. Seiring dengan kemajuan informasi dan teknologi, masyarakat Indonesia menjadi lebih terbuka terhadap perkembangan mode dunia dan mulai menggemari satu gaya belanja baru yaitu online shopping. Konsep online shopping dapat ditemukan di berbagai media seperti website hingga social media dan banyak digunakan sebagai salah satu alternatif jalur pemasaran/penjualan bagi para pelaku usaha mode di Indonesia. Fenomena lain yang muncul dalam perkembangan mode Indonesia adalah mulai banyaknya kesadaran untuk menggunakan bahan baku lokal seperti batik, tenun songket, tenun ikat, sarung, lurik, juga jumputan sebagai bahan dasar produk mode ready-to-wear. Produk mode ini, selain ditawarkan di department store, dapat juga ditemukan di pameran ritel/bazaar dan pameran kerajinan. Kemunculan gaya khas Indonesia ini turut mewarnai industri kreatif mode. Sementara itu, optimisme industri mode ready-to-wear di Indonesia terlihat dari keya k inan para desainer untuk memproduksi dan menjadikannya sebagai roda pemutar bisnis. Industri kreatif mode di Indonesia juga sudah dapat membuktikan kemampuan daya saing bisnis untuk pakaian ready-to-wear ini. Sebagai contoh, desainer Musa Widyatmodjo mengeluarkan labelnya “M by Musa”; Lenny Agustin dengan label “Lennor” yang berdesain global, ringan, muda, dan trendi dengan permainan warna-warna cerah; Sebastian Gunawan dengan Koleksi Runa Palar Sumber: balidiscovery.com
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
31
Koleksi 13th Shoes Sumber: 13thshoes.wordpress.com
label “Red Label” dan “Sebastian Sposa” yang fokus pada gaun pengantin siap pakai untuk kelas medium; Biyan Wanaatmadja dengan label “Studio 123” dan “(X) SML” yang dapat ditemukan di department store atau pusat perbelanjaan premium. Selain desainer busana, dunia mode Indonesia mencatat nama-nama desainer lain seperti desainer tekstil, aksesori dan alas kaki. Pada desainer tekstil, tercatat nama Iwan Tirta, Harry Dharsono, Baron Manangsang, Josephine Komara (Obin), Carmanita, Nelwan Anwar, Wignyo Rahardi, dan Merdi Sihombing. Desainer perancang aksesori: Surya Satir, Elizabeth Wahyu, Valentina Taroreh, Rinaldi A. Yuniardi, Runi Palar, Mieke Sahala, Ariani, dan merek lokal aksesori seperti Artkea. Merek-merek lokal produk tas di antaranya Elizabeth, Bagteria, Sabbatha, The Sak, Dowa, Webe, Baqita, Covet, dan Eiger, yang sebagian besar juga sudah diekspor ke beberapa negara. Sementara itu, untuk desainer alas kaki seperti Vivian Rubianti, Yongki Komaladi, Tegep (Tegep Boots), Ni Luh Djelantik, Linda Chandra, Mario Minardi (1983) dengan merek-merek lokal alas kaki seperti Wimo, Keloom, BNV, 13th Shoes, Nefrin Shoes dan Edward Forrer.
32
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Koleksi Mario Minardi, desainer alas kaki Foto: Dok. pribadi Mario Minardi
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
33
Gambar 1 - 2 Sejarah Perkembangan Mode
SEJARAH PERKEMBANGAN
Mode
Batik Keris membuka Keris Gallery oleh Hardiman Tjokrosaputro, 1988
193o194o-an
IPBMI terpecah menjadi Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) dan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), 1986 Berdirinya Ikatan Perancang Busana Madya Indonesia (IPBMI), 1983
Mulai banyaknya tokoh-tokoh wanita Indonesia modern yang berpenampilan dalam tampilan busana barat, di antaranya: Maria Ulfah, Herawati Diah, Mien Soedarto, Devi Dja, dan S.K Trimurti
198o-an Artis Fifi Young dan pertunjukan Miss Tjitjih dengan artis Devi Dja menjadi ikon-ikon mode.
Dibukanya di Blok M yang diisi oleh produk-produk readyto wear hasil karya desainer Indonesia yang kemudian disusul dengan kemunculan Rimo, Ramayana, Robinson, dan Lotus
Kemunculan desainer busana muslim seperti Fenny Mustafa (Shafira yang kemudian menjadi perusahaan busana muslim terbesar di Indonesia), Ida Royani dan Anne Rufaidah
Gaya busana yang ditampilkan oleh Gusti Nurul melalui pertunjukan tari di hadapan Ratu Juliana dari Belanda, 1939
195o-an
Berdirinya LPTB Susan Budihardjo yang dirintis oleh desainer Susan Budihardjo
Hadir Joyce Mouthaan yang merupakan seorang ontwerper/creatur yang mengadakan peragaan busana mode pertama di Jakarta
Lomba Perancang Mode (LPM) pertama diselenggarakan oleh Majalah Femina, 1979
Munculnya Marion Glamour School, sekolah modeling pertama Kontes kecantikan pertama di Indonesia yang diadakan oleh Majalah Varia
197o-an
Berdirinya toko ritel busana Mickey Mouse di Blok M yang menjadi cikal bakal ritel modern Matahari Department Store, 1972
Berdirinya Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI), 1991
199o-an
Launching dan penandatanganan kerja sama 4 Kementerian (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah) untuk CETAK BIRU Ekonomi Kreatif Mode Indonesia, 2013
Berdirinya Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), 1994
Bermunculannya department store seperti Metro, Sogo, Seibu, Isetan, JC Penny's, dan Harvey Nichols
2o13
Kreatif
Mode
Indonesia mulai diserbu produk yang berasal dari RRT, 1995
Dadan Ketu, mendirikan Anonim, distro pertama di Bandung, 1999
Ekonomi Indonesia
2ooo-an
Masa puncak perkembangan distro di wilayah Bandung Diselenggarakannya Bali Fashion Week (BFW) oleh Mardiana Ika, 2001
2o12 Pertama kali diselenggarakan Indonesia Fashion Week (IFW) oleh APPMI, 2012
Pertama kali dilaksanakannya Jember Fashion Carnaval (JFC) oleh Dynan Faris di Jawa Timur bersamaan dengan HUT Kota Jember, 2003
Pia Alisjahbana merintis penerbitan Majalah Femina Munculnya tokoh-tokoh pelopor mode Indonesia seperti Peter Sie sebagai pelopor perancang busana haute couture Indonesia dan Nonkawilarang Berdirinya gerai ritel pertama , 1967
Gubenur DKI Jakarta Ali Sadikin mencanangkan kursus mode yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) yang kemudian menjadi cikal bakal pendidikan formal mode pertama di Indonesia, 1969
34
196o-an
Jakarta Fashion and Food Festival pertama kali diselenggarakan oleh PT. Summarecon Agung, Tbk., 2004
Kemunculan dari Iwan Tirta, Harry Dharsono, Prajudi, Poppy Dharsono dan Ramli yang telah memberikan sinyal dalam dunia mode Indonesia kepada dunia internasional. gerai ritel pertama Sarinah mulai diperkenalkan, 1967
2o1o
Pertama kali diselenggarakan Jakarta Fashion Week (JFW) oleh Femina Group, 2008
Penyelenggaraan Indonesia Islamic Fashion Fair (IIFF) pertama kali di Plaza Indonesia oleh Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC ), 2010
Berdirinya Cita Tenun Indonesia (CTI), 2008 Dibentuknya Perhimpunan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI) oleh Gubernur DKI, Ali Sadikin
Diadakan Brightsport Market pertama kali, 2009
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
BAB 1 : Perkembangan Mode di Indonesia
35
36
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
37
Koleksi Deden Siswanto Sumber: Indonesia Fashion Week
2.1 Ekosistem Mode 2.1.1 Definisi Ekosistem Mode Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam mengenai industri mode, perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal industri mode. Kondisi tersebut merupakan best practices di negara-negara industri mode yang sudah maju dan berdaya saing. Dalam pemetaan ini, dijelaskan juga mengenai kondisi aktual dari industri mode di Indonesia untuk memahami dinamikanya. Pemahaman antara kondisi ideal negara maju dengan kondisi aktual di Indonesia dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan dari industri mode nasional sehingga dapat berkembang dengan baik. Hal ini dicapai melalui pertimbangan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi dalam mengembangkan industri mode di Indonesia. Ekosistem industri mode, yaitu sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antar setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini dibuat sebuah peta ekosistem yang terdiri atas empat komponen utama: 1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain) 2. Pasar - Konsumen, Audience, dan Customer (Market) 3. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment) 4. Pengarsipan (Archiving) Keempat komponen ini mempunyai peran yang berbeda, namun saling berinteraksi dan membentuk sebuah siklus dalam sebuah ekosistem subsektor industri mode yang dapat menghasilkan rantai nilai kreatif secara berkelanjutan. Peta ekosistem subsektor mode adalah peta yang dibuat dengan menggunakan pendekatan kondisi ideal atau modelling untuk menggambarkan bentuk
38
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
sempurna industri mode secara komprehensif dan perkembangannya secara berkelanjutan. Peta ini menggambarkan aktivitas yang terjadi pada setiap tahapan kreatif. Dalam hal ini, para pelaku yang terlibat, dan keterkaitan antarkomponen dijadikan sebagai sebuah ekosistem secara berkelanjutan sehingga mode dapat berkembang dalam konteks industri.
2.1.2 Peta Ekosistem Mode A. RANTAI NILAI KREATIF Rantai nilai kreatif (creative value chain) adalah rangkaian proses penciptaan nilai kreatif dengan transaksi sosial, budaya, dan ekonomi yang terjadi di dalamnya. Pada setiap proses, terdapat aktivitas utama, aktivitas pendukung, dan peran utama yang terkait. Pada umumnya, proses dalam rantai nilai kreatif yang terjadi adalah kreasi-produksi-distribusi-komersialisasi. Industri yang ada pada rantai nilai kreatif (creative value chain) meliputi: industri utama yang merupakan penggerak dalam sektor industri kreatif dan industri pendukung (backward-forward linkage industry) dalam proses pengembangan industri kreatif utama.
A.1. PROSES KREASI Gambar 2 - 1 Proses kreasi subsektor mode
Proses kreasi sebagai awal dalam rantai nilai kreatif ekosistem adalah kegiatan yang menunjukkan kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru serta menemukan cara-cara baru dalam melihat masalah dan peluang. Keberhasilan kreasi menunjukkan sifat-sifat pengelolaan estetika (aesthetics organizing), menemukan (inventing), mendorong batas (boundary pushing), dan menembus batas (boundary breaking). Hasil kreasi tertinggi adalah perpaduan kegiatan menemukan (inventing) dan menembus batas (boundary breaking).
Contoh produk mode boundary breaking Sumber: sarenza.co.uk
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
39
Gambar 2 - 2 Peta Ekosistem Mode
40
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015 - 2019
Contoh produk mode boundary pushing dari Tex Saverio Sumber: patriciaquintessence.blogspot.com
AKTIVITAS UTAMA DALAM PROSES KREASI Rangkaian kegiatan dalam proses kreasi berawal dari riset untuk membentuk konsep, berlanjut pada tahap inovasi, interpretasi, dan eksplorasi, kemudian dituangkan dalam desain dengan hasil akhir berupa produk sampel. a. Riset perubahan gaya hidup konsumen. Untuk mendukung kemampuan berkreasi, sebagai tahap awal perlu dilakukan riset perilaku serta kecenderungan gaya hidup yang telah dan sedang terjadi. Dimulai secara global dalam lingkup sosial, politik, ekonomi, dan budaya dilanjutkan dengan tahapan berikut.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
41
•
menganalisis kecenderungan pola hidup saat ini melalui pengamatan lingkungan, melalui media cetak, televisi, Internet maupun pameran/festival;
•
menganalisis kecenderungan tren dalam mode, arsitektur, interior, otomotif, desain produk, dan aspek desain lainnya;
•
menganalisis informasi dan image;
•
menyintesis dan menemukan pola hidup mendatang;
•
membuat konsep, tema, orientasi, dan decoding.
Riset, analisis, dan sintesis ini menjadi acuan memprediksi perubahan gaya hidup dan pola pikir konsumen. Perubahan ini kemudian diinterpretasikan dalam beberapa tawaran tema dan menampilkan berbagai aspek baru, seperti: pemilihan bahan, penentuan warna, wujud, dan siluet berpakaian. Konsep perubahan ini biasanya ditawarkan oleh institusi tren internasional seperti Peclers Paris, Carlin International, StyleSight, WGSN, dan di Indonesia diinisiasi oleh Indonesia Trend Forecasting. Informasi dari institusi tren tersebut akan membantu penentuan konsep produk sesuai dengan musim yang akan datang.
Hasil decoding lembaga trend forecasting Peclers Paris Sumber: holbrookstudio.com
b. Konsep produk berdasarkan tujuan pasar. Untuk mengetahui tujuan pasar, dilakukan pemetaan perilaku konsumen dari sudut pandang demografi (jenis kelamin, rentang umur, dan kelas sosial), geografi (kota, negara, dan musim), dan psikografi yang merupakan kecenderungan penerimaan mode (avant garde/trend setter/pengikut mode aktif/pasif) dan sikap dalam berpakaian (sporty casual, feminin romantic, sexy alluring, classic elegant, excotic dramatic atau arty-off-beat).
42
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Ciri-ciri Sporty Casual busana harus memberi kebebasan bergerak, praktis, dan nyaman; bentuk kemeja, blus sportif, rok A-line, dan berbagai potongan celana; bahan yang tidak mudah kusut, katun, denim, drill, dan kanvas; tidak menyukai warna putih karena akan cepat kotor, lebih menyukai broken white, khaki, dan warna netral lain; make-up natural dan potongan rambut yang praktis mudah diatur; identik dengan the American girl, gaya yang mendominasi pakaian ready-to-wear saat ini dan disukai wanita dalam berbagai usia, warna kulit, dan ukuran tubuh. Ciri-ciri Feminin Romantic semua yang memberi kesan feminin; gaun terusan, blus-blus manis, rok lebar dengan detail kerut, pita, bunga, dan renda; bahan yang halus lembut seperti sutra, voile, sifon, dan batist; motif bunga-bunga ala Laura Ashley; warna pastel dan semua warna dalam nuansa lembut/tint; make-up manis dengan rambut ikal, dibiarkan terurai atau digelung kecil ala Victorian, dan disemat dengan bunga-bunga kecil. Ciri-ciri Sexy Alluring menyukai busana yang membentuk tubuh, ketat, menonjolkan keindangan tubuh; bahan stretch, jersey, lycra, rajut, dan semua yang dapat membalut tubuh dengan ‘pas’; warna merah merupakan warna utama di samping warna cemerlang lainnya; motif bunga yang sensual, bentuk geometris yang kuat, dan semua yang dapat menarik perhatian; make-up glamor dan rambut panjang digerai di satu sisi. Ciri-ciri Classic Elegant menyukai gaya tailor yang terkesan rapi dan elegan; two pieces atau three pieces yang mudah dipadu-padan; tidak menyukai busana dengan motif bunga dan lebih memilih motif geometris sederhana, garis, dan kotak yang teratur; tidak menyukai warna-warna yang terlalu terang atau berkesan kumal. Hitam dan krem adalah warna kegemarannya selain abu, coklat, maroon, dan berbagai nuansa keunguan; bahan yang tidak terlalu kaku atau tidak terlalu tipis, tidak suka membentuk tubuh. Kualitas yang utama, bahan seperti wol, sutra dan berbagai olahan alam yang sempurna; make-up secukupnya dengan potongan rambut praktis dan rapi; menyukai aksesori dengan kualitas terbaik.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
43
Ciri-ciri Exotic Dramatic mempunyai gaya sendiri, suatu gaya individual yang dapat dilihat dari berbagai elemen etnik, seperti longgar, tumpuk, gaya sarung berpadu dengan gaya urban; menyukai warna gelap dengan aksen warna cerah, terutama warna tanah dan warna-warna musim gugur; berbagai motif yang memberi kesan dramatis, berukuran besar dan artisitik etnik; make-up natural; Ciri-ciri Arty-off-beat tampil dengan sesuatu yang tidak lazim; bentuk pakaian yang dipadu-padan dengan tidak lazim; perpaduan warna yang aneh, kuning oker dengan ungu anggur, biru langit dengan mustard dan fuschia, dan sebagainya. warna gelap dengan aksen cerah; perpaduan motif dan berbagai bahan bertekstur, seersucker, beledu emboss, renda kuno, motif garis kapur, dan bunga-bunga besar. make-up natural, perhatian dramatis pada mata atau bahkan tanpa make-up, rambut bisa panjang ikal atau sangat pendek di-highlight.
Koleksi Putu Aliki yang bernuansa sporty casual Sumber: Indonesia Fashion Week 2014
44
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Koleksi Biyan yang bernuansa feminin romantic Sumber: art8amby.wordpress.com
Kolaborasi Hannie Hananto dan The Executive
Koleksi Sally Koeswanto yang bernuansa sexy alluring
menghasilkan koleksi bernuansa classic elegant
Sumber: oneporktaco.wordpress.com
Sumber: Indonesia Fashion Week
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
45
Koleksi Carmanita yang bernuansa exotic dramatic Sumber: foto.okezone.com
Arty-off-beat, (Alm) Anna Piagi, fashion writer dari Majalah Vogue Italia Sumber: harpersbazaar.com
Selain pemetaan perilaku konsumen, perlu juga ditentukan konsep produk yang disesuaikan dengan fungsi pakainya. Contoh fungsi pakai antara lain: casual wear, formal wear, occasional wear, active sports wear, career wear, intimate/lingerie, maternity wear, dan masih banyak lagi. Uraian tersebut dibutuhkan untuk menjadi dasar dari pembentukan karakter merek, ialah merek dagang yang menunjukkan nilai dan keuntungan (keunggulan, keistimewaan, kualitas, dan kekuatan), budaya, personalitas, dan sasaran pemasaran. Konsep tema. Penyusunan konsep tema terbagi menjadi dua, yang pertama adalah tahap persiapan, mencakup observasi dan pengumpulan informasi yang merujuk pada karya-karya desainer favorit, lingkungan, selera pribadi, dan informasi trend forecasting. Tahap kedua adalah tahap penyusunan yang dimulai dari konsep awal dan diterapkan menjadi gaya pribadi dalam tema. Tema dapat bersifat konkret maupun abstrak yang melalui karakterisasinya akan menjadi dasar dari perwujudan koleksi. Tema divisualkan dalam bentuk collage, gabungan image yang dapat menggambarkan karakter, gaya, dan elemen desain yang akan terwujud. a. Inovasi, eksplorasi, dan interpretasi merupakan tahap lanjutan setelah penentuan konsep dan dapat dijelaskan sebagai berikut. • inovasi ialah suatu kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau memperkaya kehidupan. Inovasi dapat terbentuk melalui eksplorasi dan interpretasi;
46
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
•
eksplorasi dan interpretasi dilakukan melalui proses pemahaman dan penemuan bahan, wujud, warna, serta hubungan di antaranya sehingga dapat menghasilkan karya eksperimen yang inovatif sebagai rujukan sampel produk mode yang akan dibuat. Proses eksplorasi dan interpretasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya mencari bentuk baru, mengolah bahan, eksperimental teknik, dan sebagainya;
Gambar 2 - 3 Contoh Skema Proses Kreatif
b. Desain, proses intelektual yang secara kreatif menjawab masalah dan peluang, bukan semata-mata indah (estetika) melainkan memiliki kegunaan ( functional), ketahanan (endurable), nilai ekonomis (economical), dan mudah ditangani (practical/easy to treat). Sebagai ungkapan keindahan, desain adalah upaya mengelola berbagai unsur seperti warna, bahan, siluet, teknik dan menerjemahkannya dalam desain produk mode dengan memerhatikan prinsip harmoni, proporsi, keseimbangan, dan pusat perhatian. Namun standar keindahan tidak selalu sama berdasarkan prinsip yang dianut, hal tersebut berkembang sesuai perubahan selera masyarakat. Misalnya, warna yang dianggap harmonis dahulu adalah warna yang selaras/matching, namun saat ini yang dianggap tren adalah yang bertabrakan, kombinasi warna yang aneh, dan tidak lazim. Juga dalam keseimbangan, bentuk distorsi, dan asimetris saat ini dianggap lebih modern. Desain juga tidak semata-mata indah atau unik, tetapi harus fungsional. Hal ini menjadi jawaban bagi pemecahan masalah. Secara fungsi desain bisa saja berputar balik menjadi alternatif pakai baru, namun tetap berpegang pada nilai kegunaan. Desain juga harus mampu bertahan karena mutu dan kemampuan pakai, mempunyai nilai ekonomis, yang relatif terjangkau, memiliki kesesuaian antara produk dan harga jual, juga berpeluang sebagai nilai tambah secara ekonomi. Produk desain sebagai produk terapan pastinya juga mempunyai nilai praktis, mudah ditangani, seperti mudah dikenakan, disimpan, dan mudah dirawat.
Standar keindahan tidak selalu sama berdasarkan prinsip yang dianut, hal tersebut berkembang sesuai perubahan selera masyarakat.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
47
Casual men’s wear karya 3D (Tri Handoko dan Dave Hendrik Sumber: Indonesia Fashion Week 2013
Proses desain berawal dari konsep tema yang telah dipilih, dan mengacu pada hasil inovasi, eksplorasi dan interpretasi kemudian disusun perwujudan koleksi yang terdiri atas berbagai desain untuk atasan, bawahan, dan terusan, yang digelar dalam penampilan basic, kontemporer, dan avant garde dalam berberapa seri koleksi, yang kemudian dipadupadankan menjadi coordinate design (mix and match).
Mode kategori basic adalah desain yang memiliki kemampuan untuk bertahan lama. Mode kategori kontemporer adalah desain yang menunjukkan aspek kekinian sesuai dengan tren yang berlaku saat ini. Mode kategori avant garde (garda depan) adalah desain yang menampilkan selera yang akan datang dan memiliki nilai kebaruan yang unik
48
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Proses dan skema penyusunan koleksi mix and match dapat dicontohkan sebagai berikut. Gambar 2 - 4 Contoh Skema Mix and Match
Tahapan proses penyusunan koleksi dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Inspirasi tema dan deskripsi dari inspirasi yang diambil; suasana yang terbangun, sifat, dan karakter yang terungkap, akan menjadi batasan dan landasan pengolahan bentuk selanjutnya. Penjelasan tema ini diperkuat dengan collage yang dibuat pada konsep awal. 2. Penjabaran suasana pengaruh untuk memudahkan mengembangkan inspirasi, langkah selanjutnya adalah merinci dalam beberapa unsur yang membangun tema tersebut. 3. Menerjemahkan suasana pengaruh dalam unsur mode, bahan, warna, teknik, siluet, dan detil. Hasil yang diperoleh dalam proses inovasi, eksplorasi, dan interpretasi menjadi acuan pengembangan desain. 4. Berbagai ide yang muncul dikembangkan dan digabungkan dalam beberapa alternatif serial desain. 5. Menyusun koleksi per seri desain dalam pilihan desain basic, kontemporer atau avant garde untuk tops, bottoms, dan dresses. 6. Memadupadan koleksi per seri menjadi satu kesatuan karakter sebagai tawaran ungkapan style sesuai tema. Hasil akhir dari proses desain ini adalah desain koleksi dalam bentuk sketsa dan gambar teknis. Sketsa akan memperlihatkan tampilan keseluruhan desain yang ditawarkan, sedangkan gambar teknis atau gambar kerja adalah gambar yang menunjukkan detil desain yang dimaksud. Dalam gambar teknis akan terbaca bagaimana proporsi, ukuran, detail, dan teknik yang dimaksud oleh desainer. Contoh bahan, olahan bahan, contoh teknik atau pengayaan detil lain juga terlampir bersama gambar teknis ini agar menjadi acuan tahap selanjutnya.
tim
Fashion illustrator is one art form interpreted by another. David Downton, fashion illustrator
Hasil dari keseluruhan proses kreasi berupa desain koleksi yang dilengkapi dengan gambar teknis ini bermuara pada pembuatan pola, pemotongan, jahit, finishing termasuk olah bahan (jika diperlukan) yang dikerjakan oleh sample room sehingga terwujud gaya seutuhnya, yang kemudian ditawarkan kepada pasar. Hasil sampel dari proses kreasi ini pula yang biasanya digunakan dalam proses promosi, baik berupa
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
49
pemotretan untuk ditawarkan ke buyer maupun digunakan untuk peragaan busana. Proses kreasi yang terjadi di subsektor mode berlangsung terus menerus. Hasil dari kreasi adalah desain bernilai inovasi yang merupakan jawaban permasalahan. Setelah hasil kreasi masuk ke dalam pasar, hal ini akan menjadi acuan untuk inovasi berikutnya. 5 Menurut Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), perancang mode atau disebut juga desainer adalah pemain kunci dalam proses kreasi. Desainer adalah seorang profesional di bidang mode yang bertugas merancang dan membuat gambar-gambar model (sketsa dan gambar teknis) dan pola yang memenuhi standar estetika untuk sebuah busana atau pakaian dan pelengkapnya. Desainer adalah salah satu pihak yang memiliki peran besar karena potensinya dalam kreativitas, keterampilan, cita rasa seni, dan mampu memanfaatkan nilai-nilai estetika dari sumber-sumber yang ada. Dalam menciptakan suatu busana, desainer tidak hanya mengandalkan kreativitas melalui konsep-konsep yang diciptakan, tetapi juga harus memerhatikan kecenderungan pasar dengan mengadakan uji pasar. Dalam proses desain, desainer juga didampingi para stylist, yang membantu mengembangkan ide desain dan membuat eksperimental bahan dan bentuk, pembuat pola dan penjahit serta tenaga ahli lain, misalnya pembordir, pemasang payet, dan sebagainya untuk merealisasikan sampel hasil kreasi.
The first version of a garment made in real fabrics is called the ‘sample’. It is this garment that goes on the catwalk or is shown to the press. Samples are generally made to a standard size 8 to 10 to fit the models. Sorger & Udale, 2006 5
Sebagai sebuah siklus, penciptaan kreasi di dalam industri mode berawal dari keterampilan dan bakat dari para pelakunya. Kegiatan kreatif yang terkait dalam subsektor mode adalah kreasi pakaian, kreasi alas kaki, kreasi aksesori, dan konsultasi lini produk mode yang melibatkan para konsultan sebagai salah satu pelaku utama dalam proses kreasi. Selain itu, yang juga berperan dan membantu dalam langkah awal adalah lembaga trend forecasting yang membantu penentuan rantai kreasi untuk menciptakan konsep desain karena melalui peramalan dapat diketahui aspek permintaan pasar yang akan berhubungan dengan proses penciptaan desain busana.
(5) Richard Sorge & Jenny Udale. The Fundamentals of Fashion Design (Lausanne: Ava Pub, 2006), hlm 107. 50
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Pelaku-pelaku utama dalam proses kreasi dikategorikan menjadi: 1. Desainer, seorang profesional di bidang perancangan mode yang bertugas membuat konsep, tema, merancang dan membuat sketsa, gambar teknis dan pola sesuai dengan tren yang ditentukan.
Koleksi Lenny Agustin di Indonesia Fashion Week 2014 Sumber: Indonesia Fashion Week 2014
2. Lembaga trend forecasting, lembaga atau organisasi yang melalukan riset dan observasi terhadap perubahan gaya hidup masyarakat dan menuangkannya dalam prognosa (peramalan) tren mendatang dan menawarkan decoding desain untuk berbagai konsep produk.
Trend Forecasting Indonesia Milestone Sumber: Indonesia Trend Forecasting
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
51
3. Konsultan, dalam hal ini adalah konsultan mode, merupakan pihak yang menciptakan solusi kreatif atau memberi saran mengenai fashion item tertentu yang akan dikenakan sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok. 4. Desainer/stylist sampling, seorang profesional di bidang perancangan mode yang bertugas merancang dan membuat gambar-gambar model dan pola yang memenuhi standar estetika untuk sebuah busana sampai memproduksinya menjadi produk sampling. 5. Tim eksperimen, pihak yang membantu desainer melakukan berbagai eksperimen yang dibutuhkan, misalnya olah bahan, olah teknik, pewarnaan, eksperimen bentuk/draping, desain hiasan, dan sebagainya untuk pengembangan produk sampling. 6. Tim produksi sampling, pihak yang bertanggung jawab atas proses produksi dari kegiatan produksi sampling. 7. Tim finishing sampling, pihak yang mengawasi proses akhir dari sebuah proses produksi. 8. Tim pengendali mutu, pihak yang melakukan pemeriksaan sampel agar seluruh sampel yang dibuat oleh perusahaan bebas dari cacat, kerusakan, penyimpangan atau ketidaksesuaian baik model, mutu jahitan, ukuran, warna, dan lainnya.
AKTIVITAS PENDUKUNG DALAM PROSES KREASI Proses kreasi adalah proses yang didominasi oleh para insan kreatif seperti desainer. Di dalam sebuah proses kreasi, diperlukan kegiatan-kegiatan lain di luar pengembangan aktivitas utama untuk mendukung jalannya proses kreasi yang mencakup: 1. Pemilihan tekstil, pengembangan tekstil, spesifikasi bahan, proses, bahan baku, pengembangan motif, warna, dan serat yang dilakukan oleh lembaga riset seperti Balai Tekstil, Balai Kulit, Balai Sepatu, dan Balai Besar Batik. 2. Pengembangan desain busana dan perlengkapannya melalui inovasi desain yang dilakukan oleh siswa sekolah mode terutama dalam karya tugas akhir, lembaga pendidikan dan balai pelatihan, dapat menjadi masukan bagi proses kreatif mode. 3. Pemahaman budaya dan sejarah dengan melakukan pemetaan terhadap sesuatu yang ingin dilakukan, melakukan pengembangan, pelestarian, pemasaran, dan pemberdayaan masyarakat tentang berbagai strategi. Di Indonesia, kegiatan-kegiatan ini dilakukan intensif oleh beberapa pihak seperti Cita Tenun Indonesia, Dekranas, Yayasan Batik Nusantara, Paguyuban Batik Nusantara, Persatuan Pecinta Batik, dan Ratna Busana. 4. Pemahaman pasar, observasi selera yang berlaku saat ini, riset perubahan pola pikir masyarakat yang dilakukan oleh lembaga riset, media, dan lembaga trend forecasting dapat menjadi dasar pengembangan produk mode. Proses kreasi sebagai titik awal dan bagian paling utama dalam rantai nilai ekosistem mode dapat berperan menghadirkan inovasi yang menjadi salah satu kekuatan daya saing. Di Indonesia, proses kreasi lebih banyak menjadi satu kesatuan dalam perusahaan produksi, biasanya ditangani oleh desainer atau sample room untuk kebutuhan awal proses produksi di perusahaan yang sama. Pemain atau perusahaan yang berkegiatan secara khusus diproses kreasi, yang hanya menghasilkan desain sebagai produk akhir untuk dipasarkan, dapat dikatakan hampir tidak ada. Kalaupun ada, biasanya hanya dilakukan perseorangan dan berskala kecil.
52
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Sesungguhnya ini merupakan peluang usaha yang sangat baik, mengingat masih banyak perusahaan produsen yang lemah pada sisi proses kreasi. Bagi banyak perusahaan, investasi di bidang proses kreasi dianggap masih mahal dan belum dibutuhkan karena mudahnya mengakses desain dari banyak sumber, misalnya melalui media cetak atau elektronik, baik dari hasil liputan peragaan busana maupun karya merek internasional/terkenal. Namun akibat dari konsep follower ini, desain yang dihasilkan menjadi kurang berdaya saing, terlalu banyak keseragaman, tidak mempunyai kekhasan sehingga harus bersaing pada segi harga. Dengan demikian, kebutuhan desain yang inovatif menjadi suatu solusi sekaligus membuka peluang bagi perusahaan yang dapat menjadi outsource konsep kreasi. Gambar 2 - 5 Skema Proses Produksi
Perusahaan dengan fokus proses kreasi dapat memberi alternatif kepada produsen-produsen mode yang memiliki titik lemah pada kreasi, terutama yang sebelumnya hanya fokus dalam proses produksi dengan mengandalkan input desain/kreasi dari pihak buyer. Salah satu pendukung utama dalam proses kreasi adalah lembaga tren, yang berfungsi untuk memberi informasi perubahan pola pikir konsumen terutama dalam gaya hidup, dan menawarkan inspirasi lokal dalam selera global sehingga pelaku industri mode tidak terjebak menjadi sekadar pengekor/follower sebagaimana yang saat ini terjadi.
A.2. PROSES PRODUKSI Proses produksi merupakan tahapan kedua dalam rantai nilai kreatif ekosistem subsektor mode yang terdiri atas: praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Jika di tahap kreasi hasil akhirnya adalah sample produk, yang siap ditawarkan kepada buyer atau siap untuk di produksi sesuai target market suatu perusahaan, tujuan akhir dari proses produksi adalah menghasilkan produk siap pakai, dalam jumlah massal untuk didistribusikan ke berbagai tujuan pasar. Penentuan jumlah produksi tergantung dari model bisnis yang dipakai. Jika sampel dari hasil kreasi ditawarkan lebih dahulu kepada buyer, jumlah produksi berarti sesuai dengan PO (purchase order) dari buyer. Jumlah produksi dapat pula ditentukan oleh in-house merchandiser perusahaan, jika konsep bisnisnya adalah pengadaan stok baru, kemudian dipasarkan. Dari sampel yang dihasilkan oleh proses kreasi maka dianalisis dan dibuat perkiraan target penjualan untuk menjadi patokan penentuan jumlah produksi.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
53
AKTIVITAS UTAMA DALAM PROSES PRODUKSI Proses awal produksi melalui beberapa kegiatan dikenal sebagai praproduksi. Praproduksi meliputi pembuatan sampel produksi, perhitungan biaya produksi (costing), dan perencanaan produksi. 1. Pembuatan sampel produksi. Setelah buyer atau fashion merchandiser memilih produk yang diinginkan dari sampel yang ditawarkan, merchandiser production akan mencatat seluruh perubahan yang diinginkan dalam Form Production Sample. Dalam form ini akan mencatat informasi seperti: desain, jumlah, warna, bahan baku, dan size spec, cara jahit, hasil akhir jahitan hingga cara peletakan wash care dan merek label.
Contoh technical page untuk sample Sumber: winnierose-caceres.blogspot.com
Pantone Chart yang sering digunakan untuk panduan warna internasional Sumber: denielleemans.com
54
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Pada beberapa usaha mode, form production sample bisa berupa technical page lengkap dengan gambar teknis produk, contoh bahan hingga seluruh rinciannya. Setelah technical page dikonfirmasi oleh buyer, merchandiser production akan berkoordinasi dengan bagian sample production untuk membuat penyesuaian. Saat penyesuaian inilah biasanya merchandiser production akan melakukan pemeriksaan ketersediaan bahan baku yang akan digunakan. Jika jumlah pesanan belum diketahui saat ini, merchandiser production akan memberitahukan langsung jumlah kapasitas produksi dengan bahan baku tersebut ke buyer. Sampel produksi yang telah disesuaikan, kemudian dikirimkan ke buyer untuk disetujui dan proses produksi selanjutnya pun bisa dimulai. 2. Perencanaan produksi. Sampel yang telah disetujui oleh buyer, kemudian akan dikirimkan ke bagian perencanaan produksi yang biasa disebut sebagai Production Planner and Inventory Control (PPIC)/ Production Planning Control (PPC). PPC kemudian akan membuat perencanaan produksi berdasarkan pesanan dari buyer. Perencanaan produksi terdiri atas:
Pattern grading is the scaling of a pattern to a different size by implementing important points of the pattern using an algorithm in the clothing and footwear industry.
a. Pattern grading, berdasarkan rentang ukuran yang dipesan oleh buyer. Pattern grading dapat dilakukan saat pembuatan sampel. Tujuan dari grading adalah untuk menciptakan pola dalam ukuran standar yang berbeda yaitu besar, sedang dan kecil atau ukuran standar lainnya (10, 12, 14, 16 dan seterusnya). Pada umumnya kita dapat menemukan pakaian yang sudah jadi dengan ukuran S, M, L, XL, dan XXL.6 b. Marker making bertujuan untuk menentukan panjang dan lebar (umumnya menggunakan satuan ukur yard) bahan baku yang dibutuhkan untuk setiap desain. Computer software dapat membantu tim pengukur membuat tata letak bahan baku yang pas sehingga dapat digunakan secara efisien. Pengukuran dibuat sesuai dengan pola-pola yang melekat pada bahan baku. Dari proses ini, produsen dapat mengetahui seberapa banyak bahan baku yang akan dibutuhkan.7 c. Persiapan dan pembelian bahan baku, termasuk bahan baku utama dan bahan baku pendukungnya. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan berdasarkan hasil perhitungan yang didapat melalui proses marker biasanya ditambahkan 2-5% atau lebih untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses produksi.
Sumber: wikipedia
(6) “Proses Pembuatan Pakaian di Pabrik Baju”. www.pabrikbaju,net. Tautan http://pabrikbaju.net/2012/04/11/ proses-pembuatan-pakaian-di-pabrik-baju/ (7) Ibid
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
55
3. Perhitungan biaya produksi merupakan salah satu bagian penting dalam proses praproduksi karena akan menjadi dasar untuk penentuan harga jual produk. Perhitungan biaya ini meliputi biaya tetap, biaya tidak tetap dan margin. Biaya tetap atau overhead adalah pengeluaran tetap per bulan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut seperti listrik, air, telepon, upah tenaga kerja tetap, dan pengeluaran bulanan lainnya, termasuk biaya promosi. Hitungan biaya overhead persatuan produk dengan cara: biaya bulanan tetap yang dikeluarkan oleh pemilik usaha dibagi dengan jumlah produk yang mampu dihasilkan per bulan. Pengeluaran tidak tetap meliputi seluruh bahan baku yang digunakan sesuai desain dan kebutuhan serta upah pekerjaan yang biasanya dihitung persatuan/proyek (untuk jasa cutting, sewing, pemasangan hiasan/kancing, trimming, hingga jasa packing yang dihargai per item) biaya pengiriman. Berdasarkan kedua biaya ini, dapat diketahui harga pokok produk tersebut sehingga dapat ditentukan persentase keuntungan. Namun sebelum harga akhir/harga jual, perlu pula diperhitungkan margin yang harus di-share sebagai biaya atau ongkos penjualan. Biasanya dihitung dalam bentuk persentase sebagai bagian keuntungan untuk pihak penjual, baik departement store, butik, outlet maupun chainstore dari pemilik merek itu sendiri.
Setelah melalui tahap praproduksi, proses dilanjutkan pada tahap produksi yang biasa disebut sebagai bulk production/produksi dalam jumlah banyak dan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan. 1. Cutting/pemotongan bahan baku utama dan pendukungnya. Dapat menggunakan mesin potong yang sesuai dengan jenis bahan baku atau menggunakan teknik komputerisasi. 2. Sorting/bundling. Bahan baku yang telah dipotong kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran, warna, dan kelompok desainnya. Pada beberapa usaha menggunakan alat bantu seperti sticker/kapur jahit untuk memberikan tanda hasil potongan berdasarkan kelompoknya.
Salah satu contoh pabrik garmen ukuran besar Sumber: sritex.co.id
56
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
3. Sewing adalah proses penggabungan hasil potongan melalui proses jahit hingga membentuk produk jadi. Metode yang digunakan dalam sewing biasanya adalah metode ‘ban berjalan’ dengan menggunakan banyak operator mesin jahit (disebut juga tukang jahit), baik itu mesin jahit biasa ataupun mesin obras dan sebagainya. Dalam proses ini, pengerjaan sebuah produk terbagi dalam beberapa langkah, setiap langkah dikerjakan oleh setiap operator/tukang jahit. Misalnya mulai dari operator yang menggabungkan/menjahit sisi, operator lain hanya menjahit lengan kemudian ada bagian memasang lengan, yang lain lagi hanya menjahit kerah dan seterusnya hingga pada akhirnya produk tersebut selesai secara keseluruhan. Metode bab berjalan ini dapat digunakan juga dari awal proses produksi hingga pengemasan produk akhir. Dalam proses sewing pihak produsen kelas kecil sampai kelas menengah dapat memiliki tenaga outsourcing di luar tenaga in-house-nya sendiri. Tujuannya selain untuk mempercepat proses produksi, juga agar mengefisiensikan biaya produksi. Sedangkan untuk produsen skala besar, biasanya semua proses ini akan dikerjakan oleh tenaga in-house-nya sendiri. Gambar 2 - 6 Contoh proses ‘ban berjalan’ produksi pakaian
Setelah tahap produksi dilaksanakan, akan dilanjutkan dengan tahap post-produksi sebagai berikut. 1. Pengendalian Mutu (Quality Control) yang berfungsi sebagai penjamin mutu produk sebelum dikirim. Fungsi kontrol diterapkan pada beberapa bagian antara lain: a. Kualitas bahan baku setelah produksi b. Kualitas pola dan hasil cutting c. Size spec sesudah sewing, washing atau ironing d. Kualitas jahitan e. Kualitas hasil akhir ironing atau washing (untuk beberapa produk yang mengalami proses washing demi mendapatkan warna yang diinginkan) f. Kualitas trimming dan pemasangan label. Dalam proses quality control, buyer akan memberikan rentang toleransi ukuran yang berkisar kurang lebihnya tergantung kesepakatan bersama antara buyer dan produsen, terutama jika menggunakan bahan baku yang mudah susut/melebar.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
57
Parameter pengendalian mutu sebelum produksi dan pre-production adalah shade matching, fabric construction, GSM (gram per meter persegi), shrinkage, kecocokan antara rib, collars, dan cuffs, fabric holes, vertical & horizontal stripes, knitting defects (missing loops atau sinker lines), bowing, dan noda. Parameter ini dapat berubah-ubah tergantung standardisasi produsen dan buyer dalam setiap prosesnya. 2. Finishing, terdiri atas: a. Trim atau trimming adalah aplikasi aksesori seperti kancing atau hiasan seperti payet/ mote/bordir/renda dan lainnya yang bersifat hanya dapat ditambahkan sesudah sewing. b. Pemasangan identitas produk jadi seperti price tag dan hang tag. c. Ironing dengan melakukan kontak langsung dengan alat pemanas atau menggunakan steam iron penghasil uap panas. Untuk memastikan produk tetap dalam kualitas prima, produsen dapat melakukan quality control kembali. 3. Packing merupakan proses memasukkan produk yang sudah dikemas ke dalam kemasan berdasarkan ukuran, warna, ataupun jenis produk untuk mencegah produk menjadi kotor/rusak. Pelaku-pelaku utama dalam proses produksi dapat dikategorikan menjadi: 1. Merchandiser Production atau sering disebut MD di industri mode memiliki tanggung jawab untuk memastikan suatu order yang diberikan oleh buyer. Seperti desain pakaian, cara jahit dan hasil jahitan harus sesuai dengan technical page yang diberikan oleh buyer. Untuk memastikan ini, MD harus berkoordinasi dengan bagian sampel. Selain itu, MD juga harus memastikan bahwa segala material (fabrics dan trims) memiliki kualitas yang sesuai dengan standar buyer. Untuk memastikan ini, MD atau bagian purchasing harus mencari supplier yang sesuai dan mengirimkan contohnya kepada buyer untuk disetujui. Setelah itu, bagian merchandiser melakukan koordinasi dengan produksi bagian cutting, sewing, finishing, dan juga quality control. 2. Production Planning and Inventory Control (PPIC) atau Production Planning Control (PPC) yang memiliki tanggung jawab untuk membuat perencanaan produksi atau konsumsi seperti membuat detail order berdasarkan informasi dari merchandiser, membuat perencanaan konsumsi material, dan merencanakan kebutuhan bahan baku. Bagian planning atau perencanaan juga bertugas membuat dan menggandakan dari detil pemesanan yang diberikan oleh buyer melalui tim marketing. 3. Pattern maker, bertanggung jawab untuk membuat pola sampling dan melakukan grading sesuai dengan standar ukuran busana yang berlaku. 4. Marker maker, bertanggung jawab menggandakan pola, serta menyusun panel untuk mengoptimalkan efisiensi penggunaan bahan baku. 5. Cutters adalah yang biasa disebut sebagai tukang potong. Bertanggung jawab atas proses fabric cutting sesuai dengan pola ataupun marker yang dibuat. 6. Production sample, bertanggung jawab untuk membuat produk sampel sebelum masuk ke bagian produksi. 7. Operator mesin, baik itu mesin jahit, mesin obras, mesin bordir, ataupun mesin lainnya. 8. Quality Control (QC), adalah tim pengendali mutu.
58
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Proses pembuatan pola Sumber: blogs.saic.edu
9. Craftsmen di industri mode biasa disebut sebagai tukang pasang aksesori (kancing/ payet/lainnya), adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian pekerjaan tangan yang membutuhkan ketelitian tersendiri. 10. CMT (Cutting-Making-Trimming) adalah jenis usaha yang hanya mengerjakan proses cutting, making hingga trimming. 11. OEM (Original Equipment Manufacturing) adalah jenis usaha yang memiliki kegiatan membuat komponen produk yang dijual kepada buyer. Kemudian, buyer tersebut membuat produk yang menggunakan komponen dengan mengeluarkan merek perusahaannya. 12. ODM (Original Design Manufacturing) adalah jenis usaha yang merancang dan memproduksi produk yang kemudian diberi merek oleh perusahaan lain untuk dijual. 13. OBM (Original Merek Manufacturing) adalah jenis usaha yang menjual produk dan komponen yang dibuat oleh perusahaan lain dan diakui sebagai produk bermerek milik sendiri.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
59
Fashion is not created by a single individual but by everyone involved in the production of fashion, and thus fashion is a collective activity. Yuniya Kawamura, Fashion-ology
60
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh para pelaku industri mode di Indonesia berskala sangat beragam. Mulai dari mikro hingga industri besar, hanya terpaku pada proses produksi untuk memenuhi permintaan ekspor yang tidak banyak melibatkan proses penciptaan konsep kreasi. Pada saat ini, pemerintah dan pelaku industri mode terus berupaya untuk memajukan ekonomi daerah dalam mengembangkan ekonomi kreatif berbasis lokal dengan menyusun program-program yang dapat bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan konsep ekonomi kreatif, misalnya Akademi Komunitas dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
AKTIVITAS PENDUKUNG DALAM PROSES PRODUKSI Dalam proses produksi, ada beberapa aktivitas pendukung yang dilakukan di samping aktivitas utama, di antaranya: 1. Persiapan logistik. Pemeriksaan bahan baku di dalam perusahaan garmen dapat disebut inspeksi kain. Proses inspeksi kain diawali dengan relaksasi kain untuk mengurangi penyusutan akibat efek tarikan saat kain pertama kali digulung. Setelah relaksasi, kain akan diperiksa apakah ada noda atau cacat untuk mengurangi tingginya angka kegagalan produk akibat cacat di bahan baku. 2. Penentuan line of production. Setiap produk dapat memiliki jenis line of production yang berbeda sesuai dengan tahapan pengerjaan proses produksi, atau seringkali dikenal dengan istilah ban berjalan.Semakin rumit proses pengerjaan, semakin panjang pula line of production, yang otomatis akan memengaruhi harga jual produk tersebut. 3. Penentuan tenaga kerja, akan dikerjakan secara keseluruhan di dalam suatu perusahaan (in-house), atau dibantu oleh perusahaan lain/jobber (outsourcing). 4. Pemasti mutu untuk mengawasi produk mode yang akan diekspor. Umumnya kebutuhan untuk pemasti mutu datang dari buyer dengan menggunakan lembaga pemasti mutu seperti Sucofindo atau Bureau Varitas.
Proses inspeksi kain Sumber: oeko-tex.com
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
61
A.3 Proses Distribusi Gambar 2 - 7 Proses Distribusi Subsektor Mode
Proses distribusi secara umum mencakup kegiatan yang bertujuan untuk mempermudah penyampaian barang dari produsen kepada konsumen atau dengan kata lain, sebuah aktivitas yang mampu menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi pemasaran dan memperlancar arus saluran pemasaran tersebut. Distribusi adalah salah satu aspek dari pemasaran. Distribusi juga dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Seorang atau sebuah perusahaan distributor adalah perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan atau manufaktur kepada pengecer atau retailer. Setelah suatu produk dihasiklan suatu pabrik, produk tersebut dikirimkan (dan biasanya juga dijual) ke suatu distributor. Distributor tersebut kemudian menjual produk tersebut atau pelanggan yang merupakan proses pengadaan produk untuk dikonsumsi oleh konsumen akhir atau business user secara langsung ataupun tidak langsung dengan perantara.8
AKTIVITAS UTAMA DALAM PROSES DISTRIBUSI Pihak-pihak yang terlibat dalam subsektor mode harus mampu mengembangkan mereknya seperti membina kemitraan, mempresentasikan koleksi, mengelola proses produksi, dan mengembangkan sistem distribusi. Desainer dapat membuat suatu rancangan dengan menampilkan hasilnya saat mengomunikasikan produk kepada para buyer dan merchandiser perusahaan lain. Hal ini membuat desainer harus mengamati pola distribusi terhadap produk busana bagi sejumlah konsumen sehingga dapat menjadi input dan sumber informasi dalam mengembangkan modelmodel produk berpotensi yang disukai konsumen tersebut. Proses distribusi ini juga tentunya bernaung kepada asosiasi distributor pada pelaksanaannya. Jenis jaringan distribusi yang biasa dipakai untuk produk mode: 1. Wholesale adalah jenis kegiatan pendistribusian kepada para retailer atau industri, institusional, atau pengguna komersial melalui buying agent atau trader. Dalam praktiknya sekarang, wholesaler dapat menjual kepada konsumen akhir atau end consumer dalam jumlah besar.
(8) “Distribution”. www.wikipedia.org. Tautan http://en.wikipedia.org/wiki/Distribution_%28business%29
62
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
2. Retail melalui merchandiser akan menghubungkan langsung produsen sebagai pihak yang mendistribusikan produk dengan konsumen akhir, seperti department store, mall, fashion outlet, ataupun online store. Istilah wholesale dan retail juga merupakan istilah yang umum digunakan dalam proses penjualan. Pelaku utama dalam proses distribusi: 1. Fashion Merchandiser bertanggung jawab pada kegiatan pengadaan barang secara terus menerus dengan melakukan jual beli produk. Dalam perusahaan yang melakukan transaksi penjualan retail kepada konsumen akhir, seperti departemen store ataupun mal, Fashion Merchandiser (MD) berhubungan dengan supplier dalam upaya pengadaan barang. Seorang MD bertanggung jawab untuk memilih produk yang tepat dengan jumlah tertentu dan menentukan penyebarannya sesuai wilayah department store/toko/ butik/outlet yang ada. Dalam praktik penjualan seorang MD juga akan bekerja sama dengan visual merchandiser yang bertanggung jawab dalam kegiatan penataan produk/ attractive display untuk toko/outlet/butik. 2. Buying Agent, pada umumnya memiliki tanggung jawab yang sama, bertanggung jawab melakukan kegiatan jual beli produk. Namun, buying agent hanya membeli produk untuk dijual kembali kepada buyer, melalui berbagai aktivitas promosi seperti ikut serta dalam pameran dagang, penjualan melalui katalog atau ke butik, department store dan desainer. Jadi, sasaran penjualan bukan kepada konsumen akhir. Buying agent atau dikenal juga dengan istilah trading company, dapat dikatakan sebagai perantara antara produsen dengan buyer. Penanggung jawab juga disebut sebagai fashion merchandiser (MD). Namun tanggung jawab MD di trading company ini adalah membantu mencari produk yang dibutuhkan buyer, atau sebaliknya, dan menjembatani seluruh proses hingga distribusi. Pada kenyataannya, perusahaan distribusi produk mode di Indonesia masih banyak memasarkan merek-merek luar negeri dibandingkan merek lokal, misal: Mitra Adi Perkasa dan lainnya. Perusahaan perusahaan ini umumnya memegang hak distribusi dari merek internasional dan membuka butik untuk merek-merek tersebut di mal-mal terkemuka di Indonesia. Hal ini sangat disayangkan karena pada akhirnya jika kita ke mal-mal yang ada terutama di kota-kota besar. Dominasi merek internasional ini akan ada di premium area seluruh mal sehingga menyebabkan tejadinya keseragaman. Sesungguhnya beberapa perusahaan skala besar (Matahari, Ramayana, dan lainnya) dan perusahaan skala menengah (Delami Mereks, Contempo Group, PT Warna Mardhika, dan lainnya) sudah berusaha memenuhi permintaan pasar mode Indonesia, namun upaya ini baru memenuhi 40% dari daya serap pasar. Kurang bersaingnya merek nasional ini akibat proses supply chain yang panjang karena masih mengandalkan material impor dan belum didukung oleh infrastruktur penunjang yang cukup baik. Permendag No. 70 Tahun 2013 telah menerapkan peraturan bahwa pelaku ritel harus mengusung produk lokal sebanyak 80% di tempatnya. Melalui peraturan ini diharapkan peran pelaku ritel dalam mendukung jaringan distribusi produk lokal dapat meningkat. Terlebih dengan akan masuknya era pasar bebas, dukungan dalam bentuk memberi peluang sebesar-besarnya bagi produsen untuk memperluas jaringan distribusinya dengan membuka butik/outlet di area premium di mal akan sangat membantu.
AKTIVITAS PENDUKUNG DALAM PROSES DISTRIBUSI Beberapa kegiatan yang merupakan aktivitas pendukung dalam proses distribusi, dan yang merupakan aktivitas utama dalam proses penjualan.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
63
A.4 Proses Penjualan Gambar 2 - 8 Proses Penjualan Subsektor Mode
64
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Setelah melalui proses kreasi, produksi dan distribusi, seluruh produk mode akhirnya mengalami proses penjualan sebelum dapat digunakan oleh konsumen akhir. Pada awalnya produk mode dapat ditemui di seluruh tempat, berisi dengan produk yang dipajang dan melibatkan interaksi langsung antara penjual dan pembelinya. Namun dengan berkembangnya era Internet di dunia, penggunaan saluran baru ini akhirnya dapat menjadi salah satu kanal yang patut diperhitungkan dalam proses penjualan.
AKTIVITAS UTAMA DALAM PROSES PENJUALAN Beberapa jenis kanal yang biasa digunakan dalam distribusi ataupun penjualan produk mode, secara wholesale atau ritel , dan didukung oleh asosiasi penjualan, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Trade Event atau pameran dagang merupakan sebuah kegiatan yang diadakan di tempat khusus untuk buyer. Sistem penjualan di trade event ini bersifat pesanan dari sampel produk yang dipamerkan dalam area ekshibisi dan dihadiri oleh buyer yang merupakan wholesaler, retailer, ataupun distributor. Keberadaan trade event berskala internasional menjadi salah satu indikator utama dari perkembangan industri mode di sebuah negara karena trade event merupakan ajang pertemuan bisnis antara produsen dan buyer. Jenis transaksi yang terjadi di dalam trade event tidak bersifat statis (hanya terhitung selama penyelenggaraan), tetapi juga bersifat progresif, atau memiliki potensi peningkatan nilai transaksi sesudah penyelenggaraan trade event selesai. Hal inilah yang menyebabkan negara-negara industri mode yang maju biasanya sudah memiliki trade event khusus mode sendiri. Seperti Pret a Porter dan Who’s Next di Perancis, Bread and Butter di Jerman, WWD Magic di Amerika Serikat, Hong Kong Fashion Week di Hong Kong, Japan Fashion Week di Jepang, BIFF & BILL di Thailand.
Koleksi Ali Charisma di Hong Kong Fashion Week Sumber: Dok. Ali Charisma
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
65
Trade event umumnya diselenggarakan 2 kali setahun. Pertama untuk pameran koleksi spring summer dan yang kedua untuk pameran koleksi autumn winter. Trade event juga memiliki spesifikasi produk tertentu, ada yang menampilkan produk fashion secara keseluruhan, ada yang khusus untuk pria, atau khusus aksesori, khusus produk anak, khusus produk kulit, dan sebagainya.
Bread & Butter Trade Event Sumber: warriorsofdesire.com
Trade Event Indonesia Fashion Week Sumber: Dok.Indonesia Fashion Week 2012
66
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
2.
Pameran ritel diadakan di tempat umum dan terbuka untuk umum dengan menjual produk yang dapat dibeli langsung oleh konsumen akhir. Pameran ritel diadakan dalam jangka waktu tertentu dan umumnya mempunyai tema yang disesuaikan dengan hari raya atau musim tertentu. Misalnya holiday season, chrismast fair, lebaran fair, dan sebagainya.
3. Trunk Show adalah sebuah pentas seni peragaan busana (pakaian, alas kaki, atau aksesori) yang memiliki fokus pada penjualan dan tidak dibuka untuk umum (hanya untuk buyer). Trunkshow yang biasa digelar dalam penyelenggaraan pekan mode memainkan peran penting dalam menyebarkan mode dan budaya dan menjadi tempat penting untuk mengetahui perkembangan terbaru mengenai tren mode. Penyelenggaranya akan mendatangkan beragam retailer dan buyer, termasuk dari department store untuk bertransaksi langsung dengan desainer. Kegiatan pameran yang diselenggarakan di ajang trunk show ini selain mampu meningkatkan penjualan dari hasil rancangan para desainer, juga dapat menarik perhatian dari para calon buyer yang memiliki prospek untuk membeli dan memperluas jaringan. 4.
Fashion show adalah sebuah pentas seni peragaan busana, bisa pakaian, alas kaki, atau aksesori yang diadakan oleh desainer secara individu atau kelompok seperti department store. Fashion show hanya untuk undangan (tamu-tamu pilihan dari desainer/penyelenggara) atau dibuka untuk masyarakat umum. Fashion show dapat berkaitan dengan promosi penjualan, dapat juga untuk image mereking atau dikaitkan dengan charity dan perayaan lainnya.
5. Fashion week adalah acara yang diadakan dari kalangan industri mode, biasanya berlangsung beberapa hari dalam seminggu, yang menampilkan karya terbaru dari desainer dan pemilik rumah mode dalam sebuah pergelaran. Acara ini dihadiri oleh buyer dan media untuk melihat tren yang sedang berlaku saat itu. Konsep awal fashion week adalah sebuah pekan mode, dengan beberapa rumah mode di sebuah kota yang menggelar fashion show secara bersamaan (hanya berbeda hari/jam penyelenggaraan). Namun dalam perkembangannya, fashion week dapat berupa 2 macam, antara lain: a. Fashion week ya ng memilik i kegiatan trade event dan fashion show di dalamnya. Contoh: Hong Kong Fashion Week di Hong Kong, Japan Fashion Week di Jepang, dan Indonesia Fashion Week di Indonesia. b. Fashion week yang hanya diisi dengan berbagai macam pergelaran busana, seperti: Paris Fashion Week di Perancis, Milan Fashion Week di Italia, dan Jakarta Fashion Week di Indonesia.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
Karya Desainer di Jakarta Fashion Week Sumber: ashioncentral.asia
67
6.
Katalog/Buku adalah sarana bagi penjual yang menyajikan informasi detil mengenai produk, seperti harga dan fitur produk, disertai foto produk dalam rangka mendorong penjualan. Namun, katalog/buku dapat juga menjadi salah satu media penjualan dengan metode distribusi melalui keagenan.
7.
Social media, sebuah media online, para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi dan berbagi, serta menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, forum, dan dunia virtual.9 Banyaknya pengguna social media dimanfaatkan bagi sejumlah produsen atau distributor untuk menjadi sarana penjualan yang efektif. Mudah, cepat dan sangat luas jaringannya.
Diana Rikasari, Fashion Blogger Indonesia Sumber: cottonink.blogspot.com
8. E-commerce/Daring merupakan suatu media untuk melakukan penjualan yang mengandalkan akses internet. Saat ini aktivitas penjualan melalui e-commerce/daring menjadi alternatif favorit baru, baik dari sisi penjual maupun pembeli karena metode ini memudahkan transaksi pembelian/pemesanan yang dapat dilakukan dari lokasi mana pun, dan kapan pun tanpa harus mengunjungi toko. Dalam e-commerce, proses pembayaran dapat dilakukan dengan metode provisioning, seperti transfer melalui ATM/sms banking/internet banking, melalui kartu kredit, atau melalui akun seperti PayPal. Saat ini, media daring seperti social media dan e-commerce/daring menjadi salah satu channel penjualan terbaik untuk menangkap target pasar dari generasi muda yang ‘melek’ teknologi. 9. Distribution Outlet atau distro adalah jenis toko yang menjual pakaian dan aksesori yang dititipkan oleh pembuat pakaian yang diproduksi sendiri. Distro berkembang pesat di Bandung, diawali dengan kelompok penggemar musik yang menjual suvenir produk mode (9) “Media Sosial”. www.wikipedia.org. Tautan http://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial
68
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
sebagai dukungan grup musik yang didominasi anak muda, kemudian berkembang menjadi lebih khusus menjual produk mode. Sasaran pasar utamanya adalah anak-anak muda. 10. Factory Outlet merupakan istilah yang dipakai toko yang khusus menjual produk sebuah pabrik, biasanya merupakan produk dengan merek terkenal. Pada awalnya, factory outlet letaknya berdekatan dengan pabrik (biasanya di pinggir kota) dan hanya menjual barang sisa ekspor/sisa produksi pabrik tersebut. Namun pada perkembangannya sekarang, factory outlet telah menjadi toko yang menjual berbagai macam merek, tidak hanya produk satu pabrik saja, tetapi juga dari berbagai macam produsen, dan berlokasi di tengah kota. 11. Showroom, adalah ruang atau tempat yang digunakan untuk memamerkan suatu produk dengan tujuan menampilkan koleksi dari merek tertentu yang akan dijual. Showroom umumnya didesain sedemikian rupa sehingga mampu menampilkan konsep image merek dan tema yang ditawarkan dalam kurun waktu tertentu. 12.
Department Store merupakan toko serba ada yang menjual barang eceran dari berbagai macam merek yang menjual pakaian, sepatu, tas, parfum, dan kebutuhan gaya hidup lainnya. Dapat berlokasi di dalam sebuah pusat perbelanjaan/mal atau berdiri sendiri. Beberapa departement store berskala besar memiliki lantai khusus untuk produk mode perempuan, laki-laki, anak-anak, dan produk peralatan rumah tangga. Departement store dapat terbagi dalam beberapa kelas berdasarkan rentang harga jual produknya.
13.
Specialty Store atau umum disebut sebagai butik adalah toko pengecer yang menjual merek tertentu dengan jumlah terbatas. Pelaku mode yang tidak menjual produknya di departement store, umumnya memiliki butik yang letaknya sama dengan workshop.
14.
Merek endorser, adalah individu yang mendapatkan insentif dari merek, baik bersifat tangible/uang dan intangible/bukan uang, dalam menyampaikan berita baik tentang suatu merek.10
15. Merek ambassador, adalah individu pemakai merek yang sangat menyukai produk tersebut sehingga mereka dengan sukarela mau merekomendasikannya kepada orang lain11.
16. Media cetak/elektronik, adalah jenis dari media massa yang merupakan media informasi di masyarakat. Media cetak dapat berupa majalah, surat kabar atau tabloid, sedangkan media elektronik dapat berupa televisi atau radio. Para pelaku industri mode di Indonesia sudah mulai melakukan pengembangan bisnis dengan mengadakan acara-acara komersial di dalam dan luar negeri secara intensif, seperti trade event, pameran retail, trunk show, dan fashion show. Hal ini dilakukan agar pelaku industri mode dapat meningkatkan nilai jual dari merek dagang/produk yang dimilikinya, yang serta merta dapat mengembangkan bisnisnya. Pelaku utama dalam proses penjualan. 1. Sales Promotion Boy (SPB)/Sales Promotion Girl (SPG) adalah istilah yang umumnya terdapat pada penjualan ritel atau yang menjual produk mode langsung kepada konsumen. 2. Manajer Penjualan/Marketing Manager adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan penjualan wholesale kepada pihak buyer. (10) “Mana Sahabatmu, SBY”. Amalia E.Maulana, 2011. Tautan http://amaliamaulana.com/blog/mana-sahabatmu-sby/ (11) Ibid.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
69
B. PASAR Pasar (Market) adalah pihak yang mengapresiasi produk mode dan memiliki karakteristik pasar yang berbeda dibandingkan dengan industri kreatif lainnya, dipengaruhi oleh ruang lingkup substansinya, meliputi: 1. Konsumen khusus atau dapat disebut juga audience yaitu pihak yang menikmati kegiatan yang menampilkan produk mode, seperti peragaan busana, dan dapat dibedakan menjadi dua: audience umum yang menikmati penampilan produk mode hanya dengan kepekaan indrawi, dan audience ahli yang menikmati kegiatan dan menampilkan produk mode dengan pengetahuan khusus. a. Audience umum biasanya berasal dari masyarakat. Untuk kalangan kelas menengah ke atas contohnya adalah kaum sosialita. b. Audience ahli memiliki peran vital dalam perkembangan industri mode karena audience ahli dapat menciptakan wacana, kritik, dan kurasi yang dapat meningkatkan kualitas dari produk mode serta meningkatkan kualitas pemahaman dari pasar terhadap kreativitas. Umumnya berasal dari kalangan media (redaktur atau jurnalis di media mode), akademisi, atau researcher yang telah memiliki pengalaman dan keahlian khusus dalam industri mode. 2. Konsumen umum, yaitu konsumen yang merupakan target pasar dari ruang lingkup ready-to-wear, merupakan orang yang membeli ataupun menggunakan produk mode untuk kepentingan dirinya sendiri.
C. LINGKUNGAN PENGEMBANGAN (NURTURANCE ENVIRONMENT) Setelah memahami keseluruhan komponen rantai nilai kreatif yang merupakan proses utama dalam ekosistem industri mode, pembahasan akan dilanjutkan kepada komponen lingkungan pengembangan yang memengaruhi keseluruhan proses utama dan terdiri atas dua komponen besar.
C.1. APRESIASI Apresiasi merupakan tanggapan terhadap produk/merek mode, pelaku mode, serta proses penciptaan nilai kreatif di bidang mode yang menstimulasi peningkatan kualitas. Apresiasi dapat dilihat dari dua sudut pandang: 1. Apresiasi oleh pasar (konsumen, audience, dan customer) adalah kegiatan yang dapat ditunjukkan dari konsumsi serta tanggapan pasar terhadap produk/merek, orang, dan proses kreatif. Apresiasi ini dapat ditingkatkan melalui proses peningkatan literasi masyarakat terhadap kreativitas. 2. Apresiasi terhadap pelaku (orang), produk/merek, dan proses kreatif adalah kegiatan yang dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, dan apresiasi terhadap HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) Apresiasi ini dapat ditingkatkan dengan mengomunikasikan orang serta karya kreatif tersebut kepada masyarakat. Dengan adanya kegiatan apresiasi yang baik, para pelaku di industri mode akan terdorong untuk terus berkreasi dan berinovasi. Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah
70
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan/jasa dalam bidang komersial (goodwill).12 Hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan hasil pemikiran pencipta dalam kurun waktu tertentu. Dalam subsektor mode, hal tersebut tertuang dalam desain yang digunakan dalam kepentingan komersial sehingga HKI dalam industri ini dapat dilihat dari perihal merek dagang. Pasal 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek, mengatur cara untuk melindungi suatu hak cipta yang dapat melindungi ekspresi dari suatu gagasan atau ide. Pasal tersebut menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek sehingga pemiliknya mendapat hak yang dilindungi oleh hukum. Desainer sebagai pencipta, atau pihak lain sebagai pemegang hak cipta yang sah, dapat mendaftarkan karya ciptanya di Direktorat Jenderal HKI, agar kepemilikannya bersifat legal sehingga apabila ada pihak lain atau kompetitor mengklaim karya tersebut, pemiliknya mudah untuk membuktikannya secara hukum. Selain itu, kegiatan apresiasi dapat berupa pemberian penghargaan kepada seluruh pelaku mode. Kegiatan pemberian penghargaan tersebut dapat diberikan oleh pemerintah, asosiasi, institusi maupun media kepada para pionir mode, tokoh mode, produsen mode, baik secara kualitas dan kuantitas, serta desainer yang memiliki kemampuan desain dan produksi yang baik. Apresiasi dapat berbentuk literasi terhadap dunia mode yang terdiri atas: 1. Literasi Spesifik, melibatkan peran tenaga pendidik dan tokoh mode; 2. Literasi Umum, penerapannya dapat dimulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan tingkat menengah, pendidikan tingkat lanjut dan pendidikan tingkat tinggi. Keseluruhan hal tersebut dapat terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional. Lebih lanjut, tahap apresiasi yang telah dibahas di atas juga terkait dengan industri media yang terkait dengan review mode dan kritik mode. Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di industri mode yang dihadiri oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke atas merupakan salah satu tanda bahwa apresiasi di bidang mode sudah mulai berkembang di Indonesia. Namun masih dalam batasan memerhatikan dan menikmati secara indra. Selain itu, media massa juga sudah mempunyai peranan yang cukup penting dalam menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap perkembangan subsektor mode, bahkan dalam media nonmedia massa seperti media sosial ataupun fashion blog. Apresiasi terhadap produk maupun merek dapat juga meningkatkan nilai ekonomi produk/merek tersebut. Di Indonesia, kehadiran dalam pameran ataupun peragaan busana sudah menjadi salah satu bentuk apreasi. Namun masih dalam porsi menikmati ataupun memerhatikan. Kalaupun ada, porsinya masih tidak lebih banyak dibandingkan apresiasi masyarakat terhadap produk/merek (12) “Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”. Dhika Augustyas, 2012. Tautan https://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/ hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
71
luar negeri. Bagi sebagian masyarakat, produk/merek asing lebih dapat menaikkan image. Oleh karena itu, masih dibutuhkan berbagai bentuk program apresiasi yang dapat meningkatkan nilai penjualan produk/merek tersebut.
C.2. PENDIDIKAN
Fashion Show karya murid-murid ESMOD Sumber: kevinaulia.blogspot.com
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang sangat berpengaruh pada penciptaan orang kreatif. Kegiatan pendidikan ini meliputi (1) pendidikan formal, yaitu pendidikan di sekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas; (2) nonformal, yaitu pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; dan (3) informal, yaitu pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pendidikan membantu perkembangan industri mode dalam rangka menciptakan tenaga kerja terlatihnya, serta memberikan kesempatan kepada penyedia pelatihan dan pendidikan mode untuk mengetahui pelaku-pelaku yang memiliki potensi dalam subsektor mode. Keberadaan pendidikan mode di Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangannya. Jenis pendidikan mode di Indonesia dibedakan menjadi tiga: 1. Pendidikan desain adalah pendidikan yang memilki fokus materi pengajaran mulai dari berpikir kreatif, pengenalan warna dan bentuk dan elemen desain, pembuatan konsep, inovasi bentuk hingga penyusunan koleksi. Pendidikan ini ditunjang oleh keterampilan teknis lain, menggambar mode mulai dari anatomi tubuh, gambar teknis hingga ilustrasi. Dalam pendidikan desain, materi teknis konstruksi pola dan menjahit menjadi materi 72
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
pengajaran utama, walaupun bukan sebagai ahli pola dan jahit namun pengetahuan ini tetap mutlak diperlukan sebagai fondasi dalam pengembangan desain. Selain itu, manajemen bisnis dan penentuan target pasar dalam hingga perancangan busana juga diberikan sebagai penunjang. 2. Pendidikan teknis adalah pendidikan yang memiliki fokus materi pengajaran mulai dari pembuatan pola hingga teknis menjahit dan pengoperasian alat-alat jahit, penyesuaian sifat bahan dengan teknologinya, pengolahan berbagai teknik pengayaan seperti bordir, payet, dan sebagainya. Dalam pendidikan teknis, pendidikan desain dan pendidikan manajemen bisnis tetap diajarkan, namun dalam kapasitas pengetahuan dasar. Sebagian besar lembaga pendidikan mode di Indonesia memiliki pendidikan teknis di level tailor-made. Sedangkan untuk pendidikan teknis khusus industri, terutama yang telah menggunakan teknologi terbaru, sistem pengerjaan membentuk line of production, sampai saat ini hanya bersifat sewaktu-waktu dan diberikan saat pelaku sudah terjun langsung di industri besar. 3. Pendidikan manajemen bisnis adalah pendidikan yang memiliki materi pendidikan desain dan teknis, namun memiliki fokus pada ilmu pengelolaan manajemen, usaha, dan kewirausahaan sebagai aspek komersial. Materi lain yang diberikan adalah konsep pemasaran, strategi pemasaran mulai dari penentuan harga hingga mereking. Di Indonesia, pendidikan manajemen bisnis di lembaga pendidikan formal masih belum banyak. Pendidikan mode yang sifatnya akademik secara umum terbagi menjadi dua: 1. Pendidikan formal seperti Sekolah Menengah Kejuruan (3 tahun), Diploma (1 tahun untuk D1, 2 tahun untuk D2, dan 3 tahun untuk D3), Sarjana (5 tahun), dan Pasca Sarjana (2 tahun untuk S2 dan S3). 2. Pendidikan nonformal seperti seminar, kursus, pelatihan, dan workshop. Adapun skema pemberian materi pendidikan pada jenjang sekolah menengah dan sekolah tinggi adalah pada tahun-tahun pertama, siswa diajarkan pengetahuan desain, teknis, dan manajemen bisnis dasar/umum; lalu baru di tahun-tahun akhir dilakukan penjurusan yang lebih mendalam hingga akhirnya dapat menghasilkan fashion designer yang kompeten di bidangnya. Sedangkan untuk pendidikan jenjang pascasarjana (S2 dan S3), siswa diharapkan mampu melakukan kajian ataupun penelitian ilmiah yang dapat mengaitkan beberapa variabel yang ada dalam industri mode. Pendidikan dalam industri mode diharapkan dapat memiliki standar kompetensi profesi yang akan menghasilkan sumber daya manusia terdidik dan terlatih. Walaupun pada kenyataannya, kurikulum pendidikan mode di Indonesia memang belum sesuai dengan kebutuhan industri dari segi bisnis. Pendidikan mode masih dianggap sebagai pendidikan yang tidak berkaitan dengan konsep, namun lebih kepada praktik kerja. Kurangnya lembaga pendidikan di jenjang pascasarjana maupun tenaga pendidik yang bergelar tersebut harusnya tidak menjadi penghalang untuk lebih memahami konsep dan kondisi mode di Indonesia. Selain itu, lembaga pendidikan mode di Indonesia masih berfokus pada penciptaan produk jadi pakaian. Produk jadi seperti sepatu, tas, ataupun aksesori lainnya belum menjadi bagian dari materi pengajaran di lembaga-lembaga tersebut. Umumnya, pelaku mendapatkan pengetahuannya secara autodidak.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
73
Lebih lanjut, dalam dunia pendidikan mode terdapat kajian mode yang melibatkan balai riset, balai pelatihan, dan laboratorium serta studi banding.
Decoding tema Adroit dari Indonesia Trend Forecasting: Re+Habitat 2015/2016 karya murid sekolah mode Sumber: Dok. Ivana Tanos
PENGARSIPAN Komponen yang terakhir adalah pengarsipan (archiving), yang merupakan aktivitas pendukung dari kegiatan apresiasi dan pendidikan, serta terdiri atas tahapan pengumpulan-restorasi-penyimpananpreservasi secara sirkuler. Tujuan dari proses pengarsipan ini adalah sebagai media yang dapat diakses oleh publik untuk mendapatkan informasi dan data terkait industri mode. Akses ini dapat digunakan oleh pelaku industri mode sebagai sumber inspirasi maupun oleh masyarakat sebagai media literasi. Arsip juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran di lembaga pendidikan. Tahapan pengumpulan dapat dilakukan dengan menggunakan metode serupa citizen journalism, dengan seluruh kalangan (baik pemerintahan, akademisi, asosiasi, industri/dunia usaha, komunitas, hingga masyarakat umum) yang dapat memiliki akses untuk melakukan proses input pengarsipan. Data-data berupa tulisan ataupun gambar yang telah di-input tersebut kemudian dapat diverifikasi keabsahannya oleh tim editor untuk dipublikasikan. Tahap restorasi hanya dilakukan apabila dokumen atau hal yang perlu diarsipkan tersebut sudah mengalami kerusakan atau ketidaksesuaian sehingga perlu dilakukan proses perbaikan tanpa mengubah nilai atau makna aslinya sebelum dilakukan proses penyimpanan dan preservasi. Luasnya industri mode dengan banyaknya pelaku, baik individu maupun perusahaan menyebabkan kondisi di dalam ekosistem subsektor mode akan menjadi sangat dinamis. Siklusnya mengalami variasi yang beragam sehingga proses pengarsipan di industri mode banyak dilakukan oleh desainer,
74
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
lembaga trend forecasting, konsultan, dan pelaku industri garmen, terutama yang berkaitan dengan rantai nilai kreatif (creative value chain), dan media.
ASOSIASI Dalam ekosistem subsektor mode, asosiasi-asosiasi mempunyai peranan yang cukup penting sebagai wadah untuk mengumpulkan para pelakunya dan memengaruhi setiap komponen rantai nilai dalam ekosistem tersebut. Berikut adalah asosiasi di dalam industri mode yang terbagi menjadi empat kelompok: 1. Asosiasi Profesi/Produksi a. APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia) b. IPMI (Ikatan Perancang Mode Indonesia) c. APGAI (Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia) d. APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) e. APGAPINDO (Asosiasi Pengusaha Gaun Pengantin dan Perlengkapan Indonesia) f. PTI (Perhimpunan Tailor Indonesia) g. APRISINDO (Asosiasi Persepatuan Indonesia) h. IIFC (Indonesia Islamic Fashion Consortium) i. IPBM (Ikatan Perancang Busana Muslim) 2. AMIN (Asosiasi Merek Indonesia) Asosiasi Distribusi a. APRINDO (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) b. ARDIN (Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distrbutor Indonesia) c. AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) 3. Asosiasi Penjualan a. ASPERAPI (Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia) 4. Asosiasi Pendidikan a. IWAPI (Ikatan Wanita usaha Indonesia) b. ISWI (Ikatan Sarjana Wanita Indonesia)
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Mode 2.2.1 Peta Industri Mode Peta industri adalah peta yang secara garis besar menggambarkan hubungan antarpelaku dan entitas usaha yang membentuk industri utama, mulai dari proses kreasi hingga penjualan; serta pelaku dan entitas (industri) pendukung yang memberikan suplai (backward linkage) ataupun yang memberikan permintaan (forward linkage) kepada industri utama mode. Industri mode yang kerap dinamis dan terus mengikuti perubahan masyarakat sekitar mengakibatkan banyaknya industri mode yang dipengaruhi olehnya, hingga industri-industri utama di bidang ekonomi kreatif lain seperti desain, seni pertunjukan, periklanan, teknologi informasi, penerbitan, televisi dan radio, film, seni rupa, penelitian dan pengembangan, fotografi, video, permainan interaktif, animasi, hingga musik. BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
75
Dalam peta industri ini, pembahasan mengenai keterkaitan tersebut akan dibahas secara lebih detil.
Koleksi Ali Charisma dalam underwater photography oleh Benjamin Von Wong Sumber: darkbeautymag.com
A. PELAKU INDUSTRI DALAM PROSES KREASI Sebelum proses kreasi dimulai, penciptaan produk mode dimulai dari industri backward linkage seperti: 1. Industri tekstil yang berkaitan dengan busana merupakan industri yang tercakup dari pengolahan bahan baku menjadi serat, benang, dan kain. Jenis-jenis industri tekstil dapat dibagi berdasarkan bahan baku (seperti katun, linen, dan rayon) dan cara pengolahannya (seperti weaving dan knitting). Industri tekstil di Indonesia masih berfokus pada penciptaan bahan baku untuk keperluan industri besar, baik lokal maupun ekspor. 2. Industri kerajinan tekstil lebih menekankan proses kreasi, produksi, dan distribusi yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin sehingga jumlah produksinya relatif lebih sedikit (bukan produksi massal). Contoh hasil produksi industri ini adalah kain batik, sutra dan tenun dari produksi Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). 3. Industri riset dan pengembangan. Tren produk tekstil diperkirakan akan lebih mengembangkan value-added product. Oleh karena itu, kemajuan industri ini melalui riset dan pengembangan untuk mengantisipasi perubahan pasar dan kemajuan teknologi di bidang tekstil harus ditingkatkan karena subsektor mode akan sulit bersaing tanpa adanya riset dan pengembangan. Asosiasi Industri Tekstil di Indonesia juga telah mendukung kemajuan ini dengan melakukan program pelatihan, sertifikasi, dan penempatan bidang industri garmen yang dilakukan oleh Balai Pengembangan SDM dan Balai Diklat Industri.
76
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Gambar 2 - 9 Peta Industri Mode
BAB 2 : Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
77
Sedangkan industri forward linkage mengarah kepada industri penerbitan dan percetakan buku mode. Buku mode yang merupakan hasil dari proses riset yang terjadi dalam proses kreasi berisi ide dan konsep mengenai tahap awal dalam pembuatan produk mode yang juga didukung oleh beberapa industri lainnya, seperti: jasa fotografi mode, jasa desain grafis, dan jasa percetakan. Proses riset mode yang salah satunya akan menghasilkan trend forecasting memiliki industri forward linkage seperti industri musik, film, animasi, periklanan, percetakan dan penerbitan, fotografi, video, televisi dan radio, desain, hingga arsitektur dalam kegiatan-kegiatannya (dari penciptaan hingga promosi/sosialisasi).Namun dalam perkembangannya, pelaku-pelaku yang hanya memiliki entitas usaha di proses kreasi tidaklah banyak. Usaha yang bergerak di bidang kreasi biasanya juga memiliki kegiatan produksi dan distribusi, dan beberapa memiliki hingga kegiatan penjualan.
B. PELAKU INDUSTRI DALAM PROSES PRODUKSI Di dalam proses produksi, manajer produksi memegang peranan penting di industri mode. Beberapa industri backward linkage yang mendukung proses produksi sebagai core industries: 1. Industri perlengkapan dan peralatan potong jahit merupakan industri yang memproduksi mesin jahit, seperti mesin jahit high speed, mesin jahit obras, mesin jahit lubang kancing, mesin jahit pasang kancing, mesin potong, dan gunting listrik. 2. Industri perlengkapan dan peralatan pengendali mutu merupakan industri yang menyediakan perlengkapan untuk pengendalian (control) produksi, seperti setrika uap, mesin trimming, mesin relaksasi kain, dan mesin pemeriksa kain.
Fotografi mode
3. Industri manekin merupakan industri yang memproduksi patung manekin, yaitu sosok tubuh atau patung menyerupai manusia, baik dari segi bentuk badan, kaki, tangan, kepala, bahkan wajahnya dapat serupa dengan wajah manusia aslinya.
Sumber: haoss.org
4. Industri teknologi jahit merupakan industri yang menjual teknologi (baik software ataupun hardware) sebagai pendukung peralatan jahit yang sudah terkomputerisasi. 5. Industri bahan pelengkap meliputi industri yang memproduksi bahan pelengkap produk busana, penggunaannya sebagai hiasan (aksesori) atau yang memiliki nilai guna bagi pemakainya.
78
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Jenis benang bordir Foto: Dresy Christina
Selain kelima industri di atas, ada juga industri tekstil dan industri kerajinan tekstil yang menjadi backward linkage industry di proses kreasi. 6. Jasa pengendali mutu merupakan pihak yang melakukan pemeriksaan sampel agar seluruh sampel yang dibuat oleh perusahaan bebas dari cacat, kerusakan, penyimpangan atau ketidaksesuaian, baik model, mutu jahitan, ukuran, warna, dan lain sebagainya. Contohnya: Bureau Veritas, Succofindo, dan masih banyak lagi. Dilanjutkan dengan forward linkage industries dalam proses produksi sebagai berikut. 1. Industri perbankan merupakan bagian dalam industri jasa keuangan, dalam hal ini disebut bank. 2. Industri keuangan nonbank merupakan bagian dalam industri jasa keuangan, dalam hal ini mencakup asuransi, dana pensiun, simpan pinjam, dan lembaga keuangan lainnya. 3. Jasa konsultan bisnis dan manajemen merupakan pihak lain yang ruang lingkupnya memberikan masukan terhadap masalah yang berhubungan dengan bisnis dan manajemen. 4. Jasa konsultan dan bantuan hukum merupakan pihak yang menangani konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Keempat forward linkage industry di atas juga menjadi bagian dari proses kreasi, produksi, distribusi, dan penjualan di industri utama.
C. PELAKU INDUSTRI DALAM PROSES DISTRIBUSI Dalam proses distribusi, subsektor mode didukung oleh beberapa pihak terkait. Banyak produsen menggunakan perantara untuk membawa produknya ke pasar. Saluran distribusi ini berfungsi sebagai perantara agar produk dapat digunakan dan dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna industri yang lain, serta melibatkan peran aktif buying agent dan merchandiser. Dalam saluran distribusi, perantara yang membeli dalam jumlah cukup banyak untuk kemudian disalurkan ke retailer, disebut wholesaler, retailer tersebut menyalurkannya kembali kepada konsumen akhir.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
79
Tak hanya harus memperkuat sistemnya, kekuatan tim distribusi di subsektor mode juga harus diperhatikan. Peran media massa, yaitu media cetak, media elektronik serta media sosial yang berkaitan juga dengan proses penjualan diyakini menjadi pendukung paling penting agar segala informasi mengenai tren terbaru tentang mode dapat diketahui oleh masyarakat luas. Promosi mengenai kreativitas subsektor mode perlu disampaikan secara massal kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk apresiasi. Pada era digital seperti sekarang, sindrom mengenai media sosial dirasakan oleh setiap orang. Pola hidup masyarakat sudah tergantung pada keberadaan media sosial . Banyaknya media sosial yang muncul seperti jejaring sosial maupun blog menjadi saluran komunikasi massal yang efektif. Fungsi media sosial saat ini juga semakin meluas. Tak hanya digunakan sebagai sarana publikasi dan pemasaran, media sosial juga dapat digunakan sebagai sarana pemesanan dan jual beli serta dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan konsumen. Hadirnya fashion blogger/blogger maupun para perancang busana yang memiliki akses ke jejaring sosial menjadi alternatif favorit bagi para pelaku industri mode ini untuk mempromosikan karyanya kepada masyarakat. Industri-industri backward linkage yang terkait dalam proses distribusi: 1. Industri pengemasan, merupakan industri yang bergerak pada kegiatan pengemasan produk yang siap dikirimkan kepada konsumen. 2. Industri pengangkutan darat, laut dan udara, merupakan industri yang menyediakan jasa pengangkutan barang di darat, laut dan udara yang sering disebut sebagai forwarder. Selain memberikan jasa pengiriman, pihak forwarder biasanya juga memberikan layanan pembuatan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, terutama untuk produk-produk mode yang akan dikirimkan ke luar negeri (ekspor). Contoh dokumennya: a. Certificate of Origin (COO), merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan bersifat memvalidasi bahwa produk yang tercantum adalah asli dibuat di Indonesia. Pada beberapa negara, COO menjadi sebuah keharusan bagi pelaku industri mode yang ingin mengirimkan barangnya tanpa harus membebani si pembeli dengan nilai pajak tinggi. COO terdiri atas 2 jenis, Form A dan Form B, tergantung dari negara tujuan ekspor. b. PEB atau Pemberitahuan Ekspor Barang adalah dokumen pabean yang digunakan untuk memberitahukan pelaksanaan ekspor barang. PEB dibuat oleh eksportir atau kuasanya dengan menggunakan software PEB secara online. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan PEB ini. PEB diajukan untuk memperoleh respons Persetujuan Ekspor (PE). Barulah kemudian PE digunakan sebagai surat jalan untuk memasukkan barang ekspor ke kawasan pabean/kawasan dalam pengawasan bea cukai yang dipersiapkan untuk ekspor.13 c. Asuransi hingga dokumen yang terkait dengan kebutuhan di bea cukai Indonesia ataupun negara tujuan. 3. Jasa pengiriman barang, yaitu pihak yang bertanggung jawab atas pengiriman barang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
(13) “Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)”. www.exim.web.id. Tautan http://www.exim.web.id/2009/04/pemberitahuan-ekspor-barang-peb.html
80
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Beberapa jenis forward linkage industries dalam proses distribusi adalah industri perbankan, industri keuangan nonbank, jasa konsultan bisnis dan manajemen, serta jasa konsultan dan bantuan hukum. Dalam proses distribusi, industri perbankan memegang peranan penting dalam penerbitan Letter of Credit atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan).14 Selain L/C, industri perbankan juga menyediakan pembukaan rekening mata uang asing untuk memperkecil biaya tukar akibat perbedaan mata uang.
Karya Ardistia New York, desainer Indonesia yang memulai kariernya di Amerika Sumber: Dok. Indonesia Fashion Week 2012
D. PELAKU INDUSTRI DALAM PROSES PENJUALAN Selain melalui jalur online yang sedang menjadi tren saat ini, jalur offline sebagai sarana penjualan masih menjadi cara utama untuk menjual karya pelaku subsektor mode. Produk mode adalah produk yang berwujud dan dinikmati secara visual sehingga pameran (exhibition) dan pergelaran busana (fashion show) sering dilakukan secara berkala sebagai ajang apresiasi sekaligus penjualan. Individu yang menawarkan suatu produk dalam suatu proses penjualan retail disebut sales person, atau dalam penjualan wholesale menggunakan istilah lain. Seluruh kegiatan penjualan yang diadakan dengan skala besar atau nasional adalah salah satu contoh bahwa keberhasilan industri mode akan semakin nyata berkat kerja sama yang terintegrasi dengan backward linkage industries, yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Industri media merupakan industri yang bergerak di bidang media informasi di masyarakat. Media cetak bisa berupa majalah, surat kabar atau tabloid, sedangkan media elektronik bisa berupa televisi atau radio. Di Indonesia, industri media memiliki peran penting karena
(14) “Letter of Credit”. www.wikipedia.org. Tautan http://id.wikipedia.org/wiki/Letter_of_credit
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
81
dapat memberikan informasi yang bersifat pembelajaran untuk masyarakat umum dan apresiasi terhadap para pelaku industri mode. 2. Industri perlengkapan pameran dan panggung merupakan pihak yang menyewakan perlengkapan untuk kebutuhan pameran dan panggung seperti lighting, kursi, meja, rak display, hingga papan nama. Dalam industri mode, industri perlengkapan pameran dan panggung ini berkaitan erat dengan jasa kontraktor. 3. Industri periklanan merupakan industri yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi untuk diolah menjadi hal yang menjadi daya tarik bagi yang melihat, membaca atau mendengarnya. Industri ini berkaitan erat dengan industri media.
Contoh Iklan Koleksi Danjyo Hiyoji dan Nikicio Sumber: homelesslongitude.com
4. Industri percetakan dan penerbitan merupakan industri yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita. 5. Industri musik merupakan salah satu dari bagian industri kreatif yang memiliki fokus pada penjualan komposisi, rekaman, dan pertunjukan musik. 6. Industri MICE merupakan singkatan dari Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition, yang dalam industri pariwisata atau pameran merupakan jenis kegiatan pariwisata yang biasanya dilakukan oleh kelompok besar dan direncanakan dengan matang untuk suatu tujuan tertentu.15 Industri ini mampu memberikan multiplier effect yang sangat besar terhadap industri-industri lainnya, salah satunya adalah industri mode dan pariwisata. 7. Industri Internet merupakan industri yang menyediakan infrastruktur jaringan internet dan penyedia layanan Internet. Industri ini menjadi penting karena mampu menghilangkan keterbatasan jarak dan waktu dalam upaya pengembangan industri mode.
(15) “MICE”. www.wikipedia.org. Tautan http://id.wikipedia.org/wiki/MICE 82
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Selain tujuh industri di atas, industri perbankan, industri pengangkutan darat, laut dan udara menjadi bagian dari industri backward linkage. 1. Jasa event organizer merupakan penyedia jasa profesional penyelenggara acara. Besar dan kecil jasa event organizer sangat bervariasi jumlahnya di Indonesia. 2. Jasa kontraktor merupakan badan/lembaga/orang yang mengupayakan atau melakukan aktivitas pengadaan, baik berupa barang maupun jasa yang dibayar dengan nilai kontrak yang telah disepakati. 3. Jasa agency model merupakan pihak yang menyediakan jasa model untuk kebutuhan peragaan busana atau pemotretan. 4. Jasa make-up dan hair styling merupakan pihak yang menyediakan jasa tata rias wajah dan rambut, yang juga dapat memberikan nilai tambah bagi koleksi yang diperagakan dalam fashion show. 5. Jasa video dan fotografi merupakan jasa yang menawarkan pendokumentasian kegiatan dalam bentuk digital, yaitu video dan foto. Di industri mode Indonesia, yang biasanya membuka usaha jenis ini adalah fotografer/videografer yang pernah bekerja di industri media mode. Selain karena memang sudah memiliki jaringan, mereka juga memiliki pengalaman yang dibutuhkan oleh industri mode saat melakukan usahanya. Perkembangan yang terjadi, jasa ini tidak sekadar jasa dokumentasi biasa, tetapi juga dari segi artistik dan fashion.
Fotografi mode karya Alex AB Foto: Firman Ichsan
6. Jasa music director dan koreografer. Music director adalah orang yang bertanggung jawab atas tata suara, sedangkan koreografer adalah orang yang bertanggung jawab atas koreografi/rancangan gerakan model di atas panggung. Biasanya koreografi digunakan untuk mengatur gerakan tari, namun dalam perkembangannya koreografi juga digunakan
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
83
dalam olah raga (senam, ski, dan pemandu sorak) hingga seni serta musik (opera dan marching band). 7. Jasa pengiriman barang merupakan industri yang bergerak atas pengiriman barang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Proses penjualan juga dapat dihubungkan dengan forward linkage industry-nya: 1. Industri seni pertunjukan merupakan sebuah industri yang memiliki fokus pengembangan pada karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, yang melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh seniman, dan hubungan antara seniman dengan penonton. 2. Industri film merupakan industri media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada individu atau kelompok yang berkumpul di suatu tempat tertentu.
Industri film sebagai forward linkage industry bagi industri mode Sumber: hdwallpaper.in
3. Industri pariwisata merupakan kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.16 Kegiatan industri mode seperti trade event dapat menyumbang nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi industri pariwisata karena biasanya trade event akan (16) Lihat UU Tentang Pariwisata No. 10 tahun 2009
84
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
didatangi oleh desainer dan buyer internasional. Sumbangan nilai ekonominya akan berasal dari hotel, penerbangan, hingga kunjungan ke pusat wisata di Indonesia. Selain itu, industri perbankan, industri keuangan nonbank, industri transportasi darat, laut, dan udara, jasa konsultasi bisnis dan manajemen serta jasa konsultan dan bantuan hukum juga menjadi bagian dari forward linkage industries. Selanjutnya, seluruh proses rantai kreatif akan berhubungan dengan venue yang merupakan wadah proses penjualan. Venue tersebut dapat berupa trade event, showroom, katalog/buku, e-commerce, dan media elektronik. Venue dapat berhubungan dengan forward linkage industries seperti industri perbankan, industri keuangan nonbank, industri pariwisata, jasa konsultasi bisnis dan manajemen, dan jasa konsultan dan bantuan hukum.
Batik Solo sebagai inpirasi tren Sumber: Dok. Indonesia Trend Forecasting
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Mode Menurut pendekatan KBLI (Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), ruang lingkup usaha mode dalam hubungannya antara core industries, backward industries dan forward industries, untuk subsektor ekonomi kreatif termasuk dalam beberapa golongan kategori/kode klasifikasi disajikan dalam tabel di bawah ini.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
85
Tabel 2 - 1 KBLI (Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2009 Industri Mode
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
13922
INDUSTRI BARANG JADI TEKSTIL SULAMAN Kelompok ini mencakup usaha barang jadi tekstil sulaman, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin, seperti pakaian/barang jadi sulaman dan badge.
14111
INDUSTRI PAKAIAN JADI (KONVEKSI) DARI TEKSTIL Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi (konveksi) dari tekstil/ kain (tenun maupun rajutan) dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti kemeja, celana, kebaya, blus, rok, baju bayi, pakaian tari dan pakaian olahraga, baik dari kain tenun maupun kain rajut yang dijahit.
14112
INDUSTRI PAKAIAN JADI (KONVEKSI) DARI KULIT Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi (konveksi) dari kulit atau kulit imitasi, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai, seperti jaket, mantel, rompi, celana dan rok. Termasuk pembuatan aksesori pakaian dari kulit seperti welder’s leather aprons atau pakaian kerja tukang las dari kulit.
14120
PENJAHITAN DAN PEMBUATAN PAKAIAN SESUAI PESANAN Kelompok ini mencakup usaha penjahitan dan pembuatan pakaian sesuai pesanan yang melayani masyarakat umum dengan tujuan komersial.
14131
INDUSTRI PERLENGKAPAN PAKAIAN DARI TEKSTIL Kelompok ini mencakup usaha pembuatan perlengkapan pakaian jadi (konveksi) tekstil dan dari kain dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap dipakai, seperti topi, peci, dasi, sarung tangan, mukena, selendang, kerudung, ikat pinggang, syal, bando, dasi tuksedo, dan lain-lain, baik dari kain tenun maupun kain rajut yang dijahit. Termasuk industri alas kaki dari bahan kain tanpa sol dan bagian-bagian dari produk yang disebutkan sebelumnya.
14132
INDUSTRI PERLENGKAPAN PAKAIAN DARI KULIT Kelompok ini mencakup usaha pembuatan perlengkapan pakaian jadi dari kulit atau kulit imitasi, dengan cara memotong dan menjahit sehingga siap pakai, seperti topi, sarung tangan, ikat pinggang, dan lain-lain. Termasuk industri penutup kepala dari kulit berbulu dan bagian-bagian dari produk yang disebutkan sebelumnya.
14200
INDUSTRI PAKAIAN JADI DAN BARANG DARI KULIT BERBULU Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi/barang jadi dari kulit berbulu dan atau perlengkapannya, seperti mantel berbulu, berbagai barang dari kulit berbulu, misalnya gambar, tikar, keset dan barang lain dari kulit berbulu, seperti permadani, kain kilap industri.
14301
INDUSTRI PAKAIAN JADI RAJUTAN Kelompok ini mencakup usaha pembuatan pakaian jadi, seperti sweater, cardigan, baju kaos, mantel, dan barang sejenisnya, termasuk topi yang dibuat dengan cara dirajut ataupun renda, kecuali industri rajutan kaos kaki.
14302
INDUSTRI PAKAIAN JADI SULAMAN/BORDIR Kelompok ini mencakup usaha pakaian jadi sulaman, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin.
14303
INDUSTRI RAJUTAN KAOS KAKI DAN SEJENISNYA Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kaos kaki yang dibuat dengan cara rajut ataupun renda, seperti kaos kaki, termasuk kaos kaki, stocking, dan pantyhose.
86
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
15201
INDUSTRI ALAS KAKI UNTUK KEPERLUAN SEHARI-HARI Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki untuk keperluan sehari-hari dari kulit dan kulit buatan, karet, kanvas dan kayu, seperti sepatu harian, sepatu santai (casual shoes), sepatu sandal, sandal kelom dan selop. Termasuk juga usaha pembuatan bagian-bagian dari alas kaki tersebut, seperti atasan, sol dalam, sol luar, penguat depan, penguat tengah, penguat belakang, lapisan dan aksesori dari kulit dan kulit buatan.
15202
INDUSTRI SEPATU OLAHRAGA Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu untuk olahraga dari kulit dan kulit buatan, karet dan kanvas, seperti sepatu sepak bola, sepatu atletik, sepatu senam, sepatu jogging dan sepatu balet. Termasuk juga usaha pembuatan bagian bagian dari sepatu olahraga tersebut, meliputi atasan, sol luar, sol dalam, lapisan dan aksesori.
15203
INDUSTRI SEPATU TEKNIK LAPANGAN/KEPERLUAN INDUSTRI Kelompok ini mencakup usaha pembuatan sepatu termasuk pembuatan bagianbagian dari sepatu untuk keperluan teknik lapangan/industri dari kulit, kulit buatan, karet dan plastik, seperti sepatu tahan kimia, sepatu tahan panas, dan sepatu pengaman.
15209
INDUSTRI ALAS KAKI LAINNYA Kelompok ini mencakup usaha pembuatan alas kaki lainnya yang belum termasuk golongan manapun, seperti sepatu kesehatan dan sepatu lainnya, misalnya sepatu dari gedebok (pelepah batang pisang) dan eceng gondok. Termasuk industri gaiter, legging dan barang sejenisnya.
46100
PERDAGANGAN BESAR ATAS DASAR BALAS JASA (FEE) ATAU KONTRAK Kelompok ini mencakup usaha agen yang menerima komisi, perantara (makelar), pelelangan, dan pedagang besar lain yang memperdagangkan barang-barang di dalam negeri atas nama pihak lain. Kegiatannya antara lain agen komisi, broker barang dan seluruh perdagangan besar lainnya yang menjual atas nama dan tanggungan pihak lain, kegiatan yang terlibat dalam penjualan dan pembelian bersama atau transaksi perusahaan untuk keperluan yang penting, termasuk internet dan agen yang terlibat dalam perdagangan seperti bahan baku pertanian, binatang hidup; bahan baku tekstil dan barang setengah jadi; bahan bakar, biji-bijian, logam dan industri kimia, termasuk pupuk; makanan, minuman dan tembakau; tekstil, pakaian, bulu, alas kaki dan barang dari kulit; kayu-kayuan dan bahan bangunan; mesin, termasuk mesin kantor dan komputer, perlengkapan industri, kapal, pesawat; furnitur, barang keperluan rumah tangga dan perangkat keras; kegiatan perdagangan besar rumah pelelangan.
46412
PERDAGANGAN BESAR PAKAIAN Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar pakaian, termasuk pakaian olahraga dan perdagangan besar aksesori pakaian seperti sarung tangan, dasi dan penjepit. Termasuk perdagangan besar kaos kaki.
46413
PERDAGANGAN BESAR ALAS KAKI Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar alas kaki, seperti sepatu, sandal, selop dan sejenisnya.
46419
PERDAGANGAN BESAR TEKSTIL, PAKAIAN DAN ALAS KAKI LAINNYA Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar haberdashery, seperti jarum, benang jahit dan lain-lain, perdagangan besar barang dari kulit berbulu dan perdagangan besar payung.
46497
PERDAGANGAN BESAR PERHIASAN DAN JAM Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar berbagai barang perhiasan dan jam.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
87
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
47711
PERDAGANGAN ECERAN PAKAIAN Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran khusus pakaian, baik terbuat dari tekstil, kulit, maupun kulit buatan, seperti kemeja, celana, jas, mantel, jaket, piyama, kebaya, blus, rok, daster, singlet, kutang/BH, gaun, rok dalam, baju bayi, pakaian tari, pakaian adat, mukena dan jubah.
47712
PERDAGANGAN ECERAN SEPATU, SANDAL DAN ALAS KAKI LAINNYA Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran khusus sepatu, sandal dan alas kaki lainnya baik terbuat dari kulit, kulit buatan, plastik, karet, kain maupun kayu, seperti sepatu laki-laki dewasa, sepatu perempuan dewasa, sepatu anak, sepatu olahraga, sepatu sandal, sandal, selop dan sepatu kesehatan.
47713
PERDAGANGAN ECERAN PELENGKAP PAKAIAN Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran khusus pelengkap pakaian, seperti selendang, kerudung, sapu tangan, ikat kepala, blangkon, peci, topi, dasi, ikat pinggang, cadar, sarung tangan, kaos kaki, handuk dan selimut. Termasuk juga perdagangan eceran kancing baju, ritsleting dan benang jahit.
47714
PERDAGANGAN ECERAN TAS, DOMPET, KOPER, RANSEL, DAN SEJENISNYA Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran khusus tas, dompet, koper, ransel dan sejenisnya, baik terbuat dari kulit, kulit buatan, tekstil, plastik ataupun karet, seperti tas tangan, tas belanja, tas sekolah, tas surat, tas olahraga, dompet, kotak rias, sarung pedang/pisau, tempat kamera, tempat kaca mata dan kotak pensil.
47895
PERDAGANGAN ECERAN KAKI LIMA DAN LOS PASAR PAKAIAN, ALAS KAKI, PERLENGKAPAN PAKAIAN DAN BARANG PERLENGKAPAN PRIBADI BEKAS Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran pakaian, alas kaki, pelengkap pakaian dan barang perlengkapan pribadi bekas yang dilakukan di pinggir jalan umum (kaki lima), serambi muka (emper) toko atau tempat tetap di pasar yang dapat dipindah-pindah atau didorong (los pasar), seperti baju bekas, celana bekas, mantel bekas, sepatu bekas, selendang dan topi bekas, jam tangan bekas, dan barang perhiasan bekas.
47912
PERDAGANGAN ECERAN MELALUI MEDIA UNTUK KOMODITI TEKSTIL, PAKAIAN, ALAS KAKI DAN BARANG KEPERLUAN PRIBADI Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran berbagai jenis barang tekstil, pakaian, alas kaki dan barang keperluan pribadi melalui pesanan (surat, telepon atau internet) dan barang akan dikirim kepada pembeli sesuai dengan barang yang diinginkan berdasarkan katalog, iklan, model, telepon, radio, televisi, internet, media massa, dan sejenisnya.
47994
PERDAGANGAN ECERAN KELILING TEKSTIL, PAKAIAN, ALAS KAKI, DAN BARANG KEPERLUAN PRIBADI Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran tekstil, pakaian, alas kaki dan barang keperluan pribadi yang dilakukan dengan cara menjajakannya berkeliling dan tidak mempunyai tempat yang tetap atau menjualnya mendatangi rumah ke rumah masyarakat/langganan.
74100
JASA PERANCANGAN KHUSUS Kelompok ini mencakup usaha jasa perancangan khusus, seperti perancangan mode yang berhubungan dengan tekstil, pakaian jadi, sepatu, perhiasan, furnitur dan dekorasi interior serta barang mode lainnya seperti halnya barang pribadi atau rumah tangga; perancang industrial, yaitu penciptaan dan pengembangan desain dan spesifikasi yang mengoptimalkan penggunaan, nilai dan tampilan produk, termasuk penentuan bahan, konstruksi, mekanisme, bentuk, warna dan penyelesaian akhir permukaan produk, pendekatan kepada kebutuhan dan karasteristik manusia, keamanan, pengenalan pasar dan efisien dalam produksi, distribusi, penggunaan dan produksi; jasa perancang grafik dan kegiatan dekorasi interior.
88
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
96991
JASA VERMAK PAKAIAN Kelompok ini mencakup usaha vermak pakaian, yang melayani masyarakat umum dengan tujuan komersial.
13121
INDUSTRI PERTENUNAN (BUKAN PERTENUNAN KARUNG GONI DAN KARUNG LAINNYA) Kelompok ini mencakup usaha pertenunan, baik yang dibuat dengan alat gedogan, alat tenun bukan mesin (ATBM), alat tenun mesin (ATM) ataupun alat tenun lainnya, kecuali industri kain tenun ikat.
13122
INDUSTRI KAIN TENUN IKAT Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain tenun ikat dan usaha pewarnaan benang dengan cara mengikat terlebih dahulu.
13123
INDUSTRI BULU TIRUAN TENUNAN Kelompok ini mencakup usaha pembuatan bulu tiruan dengan penenunan.
13133
INDUSTRI PENCETAKAN KAIN Kelompok ini mencakup usaha pencetakan kain, termasuk juga pencetakan kain motif batik.
13134
INDUSTRI BATIK Kelompok ini mencakup usaha pembatikan dengan proses malam (lilin), baik yang dilakukan dengan tulis, cap maupun kombinasi antara cap dan tulis.
13911
INDUSTRI KAIN RAJUTAN Kelompok ini mencakup usaha pembuatan kain yang dibuat dengan cara rajut ataupun renda.
13912
INDUSTRI KAIN SULAMAN/BORDIR Kelompok ini mencakup usaha kain sulaman/bordir, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin.
13913
INDUSTRI BULU TIRUAN RAJUTAN Kelompok ini mencakup usaha pembuatan bulu tiruan rajutan.
13922
INDUSTRI BARANG JADI TEKSTIL SULAMAN Kelompok ini mencakup usaha barang jadi tekstil sulaman, baik yang dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin, seperti pakaian/barang jadi sulaman dan badge.
18111
INDUSTRI PENCETAKAN UMUM Kelompok ini mencakup kegiatan industri percetakan surat kabar, majalah dan periodik lainnya seperti tabloid, surat kabar, majalah, jurnal, pamflet, buku dan brosur, naskah musik, peta, atlas, poster, katalog periklanan, prospektus dan iklan cetak lainnya, perangko pos, perangko perpajakan, dokumen, cek dan kertas rahasia lainnya, buku harian, kalender, formulir bisnis dan barang-barang cetakan komersial lainnya, kertas surat atau alat tulis pribadi dan barang-barang cetakan lainnya hasil mesin cetak, offset, klise foto, fleksografi dan sejenisnya, mesin pengganda, printer komputer, huruf timbul dan sebagainya termasuk alat cetak cepat; pencetakan langsung ke bahan tekstil, plastik, kaca, logam, kayu dan keramik, kecuali pencetakan tabir sutera pada kain dan pakaian jadi; dan pencetakan pada label atau tanda pengenal (litografi, pencetakan tulisan di makam, pencetakan fleksografi dan sebagainya). Termasuk pula mencetak ulang melalui komputer, mesin stensil dan sejenisnya, misal kegiatan fotokopi atau thermocopy. Barang cetakan ini biasanya merupakan hak cipta.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
89
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
49431
ANGKUTAN BERMOTOR UNTUK BARANG UMUM Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor dan dapat mengangkut lebih dari satu jenis barang, seperti angkutan dengan truk, pick up, dan container.
50131
ANGKUTAN LAUT DOMESTIK UMUM LINER UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang umum melalui laut dengan menggunakan kapal laut antarpelabuhan dalam negeri dengan melayari trayek tetap dan teratur atau liner. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50132
ANGKUTAN LAUT DOMESTIK UMUM TRAMPER UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang umum melalui laut dengan menggunakan kapal laut antarpelabuhan dalam negri dengan melayari trayek tidak tetap dan tidak teratur atau tramper. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50133
ANGKUTAN LAUT DOMESTIK KHUSUS UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang dengan menggunakan kapal laut yang dirancang secara khusus untuk mengangkut suatu jenis barang tertentu. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50134
ANGKUTAN LAUT DOMESTIK PERINTIS UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha angkutan laut untuk barang yang menghubungkan daerah-daerah terpencil serta daerah yang potensial, namun belum berkembang serta belum menguntungkan untuk dilayari secara komersial ke daerah-daerah yang telah berkembang. Kegiatan angkutan laut perintis ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan trayek tetap dan teratur atau liner serta penempatan kapalnya untuk mendorong pengembangan daerah terpencil yang bersumber dari dana APBN dan dikelola melalui DIP pada setiap tahun anggaran. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50135
ANGKUTAN LAUT DOMESTIK PELAYARAN RAKYAT Kelompok ini mencakup usaha angkutan laut yang ditujukan untuk mengangkut barang dan/atau hewan dengan menggunakan kapal layar, kapal motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu. Perusahaan pelayaran rakyat merupakan perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia yang diterbitkan dan dilegalisasi oleh Pejabat Kepala Kantor wilayah Departemen Perhubungan setempat. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50141
ANGKUTAN LAUT INTERNASIONAL UMUM LINER UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang umum melalui laut dengan menggunakan kapal laut antarpelabuhan di Indonesia dengan pelabuhan di luar negeri dengan melayari trayek tetap dan teratur atau liner. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50142
ANGKUTAN LAUT INTERNASIONAL UMUM TRAMPER UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang umum melalui laut dengan menggunakan kapal laut antarpelabuhan di Indonesia dengan pelabuhan di luar negeri dengan melayari trayek tidak tetap dan tidak teratur atau tramper. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50143
ANGKUTAN LAUT INTERNASIONAL KHUSUS UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha angkutan laut internasional khusus untuk barang. Angkutan laut khusus dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dengan kondisi dan persyaratan kapalnya disesuaikan dengan jenis kegiatan usaha pokoknya serta untuk melayani trayek tidak tetap dan tidak teratur atau tramper antarpelabuhan di Indonesia dengan pelabuhan di luar negeri. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
90
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
50144
ANGKUTAN LAUT INTERNASIONAL PELAYARAN RAKYAT Kelompok ini mencakup usaha angkutan laut yang ditujukan untuk mengangkut barang dan/atau hewan dengan menggunakan kapal layar, kapal motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu antarpelabuhan di Indonesia dengan pelabuhan di luar negeri. Perusahaan pelayaran rakyat merupakan perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia. Termasuk usaha persewaan angkutan laut berikut operatornya.
50224
ANGKUTAN PENYEBERANGAN UMUM ANTARPROVINSI UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha angkutan penumpang dan atau kendaraan dari satu provinsi ke provinsi lain dengan menggunakan kapal penyeberangan yang terikat dalam trayek.
50226
ANGKUTAN PENYEBERANGAN UMUM ANTARKABUPATEN/KOTA UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan penyeberangan di laut, danau, selat dan teluk, antarpelabuhan penyeberangan antarkabupaten/kota sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan dua tempat tertentu, yang merupakan kelanjutan dari jaringan jalan raya dan atau kereta api. Termasuk usaha persewaan angkutan penyeberangan berikut operatornya.
50227
ANGKUTAN PENYEBERANGAN PERINTIS ANTARKABUPATEN/KOTA UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan penyeberangan di laut, danau, selat dan teluk antarkabupaten/kota untuk barang yang menghubungkan daerahdaerah terpencil serta daerah yang potensial namun belum berkembang serta belum menguntungkan untuk dilayari secara komersial ke daerah-daerah yang telah berkembang. Termasuk usaha persewaan angkutan penyeberangan berikut operatornya.
50228
ANGKUTAN PENYEBERANGAN UMUM DALAM KABUPATEN/KOTA UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan penyeberangan di laut, danau, selat dan teluk, antarpelabuhan penyeberangan dalam kabupaten/kota sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan dua tempat tertentu, yang merupakan kelanjutan dari jaringan jalan raya dan atau kereta api. Termasuk usaha persewaan angkutan penyeberangan berikut operatornya.
50229
ANGKUTAN PENYEBERANGAN LAINNYA UNTUK BARANG TERMASUK PENYEBERANGAN ANTARNEGARA Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan penyeberangan di laut, selat, dan teluk, antara pelabuhan penyeberangan di Indonesia dengan pelabuhan di Luar Negeri sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan dua tempat tertentu, yang merupakan kelanjutan dari jaringan jalan raya dan atau kereta api. Termasuk usaha persewaan angkutan penyeberangan berikut operatornya.
51201.
ANGKUTAN UDARA BERJADWAL DOMESTIK UMUM UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang, kargo dan pos dengan pesawat udara berdasarkan rute dan jadwal tertentu dengan tujuan kota-kota atau provinsi di dalam negeri.
51202
ANGKUTAN UDARA BERJADWAL DOMESTIK PERINTIS UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang, kargo dan pos dengan pesawat udara berdasarkan rute dan jadwal tertentu pada penerbangan dalam negeri yang digunakan untuk menghubungkan daerah terpencil atau pedalaman (daerah yang moda tranportasi lain tidak ada dan atau kapasitas kurang memenuhi permintaan) dan atau untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah, dan atau untuk mewujudkan stabilitas pertahanan keamanan negara. Termasuk usaha persewaan angkutan udara berikut operatornya.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
91
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
51203
ANGKUTAN UDARA BERJADWAL INTERNASIONAL UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang, kargo dan pos dengan pesawat udara berdasarkan rute dan jadwal tertentu dengan tujuan kota-kota di luar negeri.
51204
ANGKUTAN UDARA TIDAK BERJADWAL DOMESTIK UMUM UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang, kargo dan pos dengan pesawat udara berdasarkan penerbangan tidak berjadwal yang dilakukan secara komersial pada penerbangan dalam negeri.
51205
ANGKUTAN UDARA TIDAK BERJADWAL DOMESTIK PERINTIS UNTUK BARANG Kelompok ini mencakup usaha pengangkutan barang, kargo dan pos dengan pesawat udara berdasarkan pada penerbangan tidak berjadwal yang dilakukan secara komersial pada penerbangan dalam negeri yang menghubungkan daerah-daerah pedalaman yang belum terdapat moda transportasi.
52291
JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (JPT) Kelompok ini mencakup usaha pengiriman dan atau pengepakan barang dalam volume besar, melalui angkutan kereta api, angkutan darat, angkutan laut maupun angkutan udara.
52292
JASA EKSPEDISI MUATAN KERETA API DAN EKSPEDISI ANGKUTAN DARAT (EMKA & EAD) Kelompok ini mencakup usaha pengiriman dan atau pengepakan barang dalam volume besar, baik yang diangkut melalui kereta api maupun alat angkutan darat.
52293
JASA EKSPEDISI MUATAN KAPAL (EMKL) Kelompok ini mencakup usaha pengiriman dan atau pengepakan barang dalam volume besar, yang diangkut melalui angkutan laut.
52294
JASA EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) Kelompok ini mencakup usaha pengiriman dan atau pengepakan barang dalam volume besar, yang diangkut melalui alat angkutan udara.
59111
PRODUKSI FILM, VIDEO, DAN PROGRAM TELEVISI OLEH PEMERINTAH Kelompok ini mencakup usaha pembuatan dan produksi gambar bergerak, film, video, program televisi atau iklan bergerak televisi yang dikelola oleh pemerintah atas dasar balas jasa juga usaha pembuatan film untuk televisi dan jasa pengiriman film dan agen pembukuan film.
59112
PRODUKSI FILM, VIDEO, DAN PROGRAM TELEVISI OLEH SWASTA Kelompok ini mencakup usaha pembuatan dan produksi gambar bergerak, film, video, program televisi atau iklan bergerak televisi yang dikelola oleh swasta atas dasar balas jasa juga usaha pembuatan film untuk televisi dan jasa pengiriman film dan agen pembukuan film.
59201
PEREKAMAN SUARA Kelompok ini mencakup usaha pembuatan master rekaman suara asli di piringan hitam, pita kaset, Compact Disc (CD), dan sejenisnya dan kegiatan jasa perekaman suara di studio atau tempat lain, termasuk hasil pemrograman radio yang direkam (tidak langsung), audio untuk film, televisi dan lain-lain.
92
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
64190
JASA PERANTARA MONETER LAINNYA Kelompok ini mencakup penerimaan simpanan dan/atau penutupan simpanan dan pemberian kredit atau pinjaman dana. Bantuan kredit dapat berbagai macam bentuk, seperti pinjaman, pinjaman dengan jaminan, kartu kredit, dan lain-lain. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan selain bank sentral, seperti jasa perantara keuangan yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti rentenir, Credit Union, kegiatan pos giro dan bank tabungan pos, lembaga khusus yang berwenang memberikan kredit untuk pembelian rumah dan juga mengambil deposito dan kegiatan money order.
69100
JASA HUKUM Kelompok ini mencakup usaha jasa pengacara/penasihat hukum, notaris, lembaga bantuan hukum serta jasa hukum lainnya, dalam hal bantuan nasihat dan perwakilan dalam kasus sipil, kasus kriminal, kasus perselisihan tenaga kerja, persiapan dokumen hukum, dokumen badan hukum, perjanjian kerja sama atau dokumen yang serupa dalam kaitan dengan pembentukan perusahaan, hak paten dan hak cipta, penyiapan akta notaris, surat wasiat, trust dan sebagainya dan kegiatan lainnya notaris umum, notaris hukum sipil, juru sita, arbiter, pemeriksa, dan liperi.
70209
KEGIATAN KONSULTASI MANAJEMEN LAINNYA Kelompok ini mencakup ketentuan bantuan nasihat, bimbingan dan operasional usaha dan permasalahan organisasi dan manajemen lainnya, seperti perencanaan strategi dan organisasi; keputusan wilayah yang secara alami berkaitan dengan keuangan; tujuan dan kebijakan pemasaran; perencanaan, praktik dan kebijakan sumber daya manusia; perencanaan penjadwalan dan pengontrolan produksi. Penyediaan jasa usaha ini dapat mencakup bantuan nasihat, bimbingan dan operasional usaha dan pelayanan masyarakat mengenai hubungan dan komunikasi masyarakat atau umum, kegiatan lobi, berbagai fungsi manajemen, konsultasi manajemen oleh agronomis dan agrikultural ekonomis pada bidang pertanian dan sejenisnya, rancangan dari metode dan prosedur akuntansi, program akuntansi biaya, prosedur pengawasan anggaran belanja, pemberian nasihat dan bantuan untuk usaha dan pelayanan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, efisiensi dan pengawasan, informasi manajemen dan lain-lain.
74201
JASA FOTOGRAFI Kelompok ini mencakup usaha jasa fotografi atau pemotretan, baik untuk perorangan atau kepentingan bisnis, seperti fotografi untuk paspor, sekolah, pernikahan dan lain-lain; fotografi untuk tujuan komersial, publikasi, mode, real estate atau pariwisata; fotografi dari udara (pemotretan dari udara atau aerial photography) dan perekaman video untuk acara seperti pernikahan, rapat dan lain-lain. Kegiatan lain adalah pemprosesan dan pencetakan hasil pemotretan tersebut, meliputi pencucian, pencetakan dan perbesaran dari negatif film atau cine-film yang diambil klien; laboratorium pencucian film dan pencetakan foto; photo shop (tempat cuci foto) satu jam (bukan bagian dari toko kamera); mounting slide dan penggandaan dan restoring atau pengubahan sedikit tranparansi dalam hubungannya dengan fotografi. Termasuk juga kegiatan jurnalis foto dan pembuatan mikrofilm dari dokumen.
82301
JASA PENYELENGGARA PERTEMUAN, PERJALANAN INSENTIF, KONFERENSI DAN PAMERAN Kelompok ini mencakup usaha pengaturan, promosi dan atau pengelolaan acara, seperti jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, dan sebagainya). Termasuk juga dalam kelompok ini, usaha jasa yang merencanakan, menyusun dan menyelenggarakan program perjalanan insentif dan usaha jasa yang melakukan perencanaan dan penyelenggaraan pameran dagang dan usaha, konvensi, konferensi dan rapat atau pertemuan. Kegiatan ini disebut juga jasa MICE (Meeting, Insentive, Convention and Exhibition).
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
93
KATEGORI / KODE
JUDUL - DESKRIPSI
82302
JASA EVENT ORGANIZER Kelompok ini mencakup kegiatan jasa Event Organizer yang mengorganisasikan rangkaian acara, dimulai dari proses pembuatan konsep, perencanaan, persiapan, eksekusi hingga rangkaian acara selesai dalam rangka membantu klien mewujudkan tujuan yang diharapkan melalui rangkaian acara yang diadakan. Jasa Event Organizer adalah penyelenggaraan sebuah acara berdasarkan pedoman kerja dan konsep acara tersebut dan mengelolanya secara profesional. Kegiatan EO yang dicakup pada kelompok ini adalah EO pernikahan, pesta ulang tahun dan acara sejenisnya.
85491
JASA PENDIDIKAN MANAJEMEN DAN PERBANKAN Kelompok ini mencakup kegiatan pendidikan manajemen dan perbankan yang diselenggarakan swasta. Kegiatan yang termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa pendidikan atau kursus administrasi bisnis, administrasi perkantoran, administrasi kesehatan, administrasi, administrasi niaga, akuntansi, akuntansi bisnis, akuntansi perbankan, akuntansi perkantoran, akuntansi perpajakan, akuntansi perusahaan, asuransi, ekspor impor, kepabeanan, dan cukai, kewirausahaan, manajemen, manajemen administrasi, manajemen bisnis, manajemen informatika, manajemen kesehatan, manajemen keuangan, manajemen keuangan dan perpajakan, manajemen pariwisata, manajemen pelatihan, manajemen pemasaran/perdagangan, manajemen perbankan, perkantoran, manajemen perusahaan, properti, manajemen terapan, mengetik, pemasaran/marketing, pemasaran busana, pengamanan/sekuriti, perbankan dan pasar modal, perkantoran, perpajakan, polibisnis, pramurukti, pramusiwi, pramuwisma, sales manajemen, sekretaris, tata kota, wiraniaga dan lain-lain.
2.2.3 Model Bisnis di Industri Mode Seperti yang kita ketahui, begitu banyak aspek cara memproduksi, promosi, distribusi, dan penjualan dari produk mode. Model bisnis yang paling ideal adalah sejak langkah awal pembuatan konsep desain hingga penjualan produk mode tersebut, seperti di bawah ini. Gambar 2 - 10 Model Bisnis Pengembangan Subsektor Mode
Model bisnis di industri mode pada umumnya melibatkan seluruh proses rantai kreatif dimulai dari kreasi, produksi, distribusi dan penjualan, tetapi terdapat sedikit modifikasi mengenai urutan terjadinya proses dalam model bisnis tersebut. Penjelasannya sebagai berikut. •
94
Pada awalnya, perancang mode pakaian dan pelengkapnya mempunyai konsep kreasi, lalu menghasilkan sampel yang akan dipromosikan melalui trade event, fashion show,
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
katalog/buku, media sosial, e-commerce/daring, showroom, fashion week, merek endorser dan media cetak atau media elektronik. •
Pengumpulan pesanan akan dilakukan setelah tahap buying session oleh bagian retail atau tahap sales campaign oleh bagian wholesale, yaitu para pihak yang bertanggung jawab untuk memastikan suatu pesanan yang telah diberikan oleh konsumen.
•
Proses produksi dan persiapan produk yang sudah dipesan akan melibatkan beberapa pihak seperti: • Technical designer, yaitu pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan fitting terhadap produk sampling untuk produksi. • Pattern maker, yaitu pihak yang membuat pola dari desain yang sudah digambar oleh perancang busana. • Pattern grader, yaitu pihak yang mengatur pola berdasarkan standar ukuran baju. • Fitting model, yaitu pengepasan busana yang sudah dibuat untuk dicoba digunakan langsung ke tubuh model. • Quality control specialist, yaitu pihak yang menjamin agar semua proses produksi berjalan sesuai dengan rencana dan dapat memuaskan buyer. • Planner, yaitu pihak yang berhubungan langsung dengan perancang, merchandiser dan buyer untuk menentukan perencanaan produksi. Planner juga berperan sebagai pemasaran dan produksi dan harus tahu mengenai perkembangan tren mode terbaru.
Setelah tahapan pengendali mutu dan melalui perantara jasa pengiriman barang, maka produk mode yang dihasilkan dapat menuju tahap akhir yaitu distribusi kepada pemesannya. Model bisnis di atas adalah sebuah gambaran ideal dari pengorganisasian langkah-langkah di industri mode. Begitu banyak alternatif model bisnis lain yang banyak ditemukan di sekitar kita dewasa ini. Dari yang paling sederhana, desainer membuat konsep desain dan sampel hingga jasa seorang agen mengumpulkan produk-produk mode untuk ditawarkan dan dijual kembali (reselling). Di bawah ini adalah beberapa contoh model bisnis di lingkup industri mode: 1. Model bisnis penjualan konsep oleh desainer: konsep desain (dilakukan oleh desainer) sampel (dilakukan oleh desainer) penjualan (dilakukan oleh desainer) sampel produksi (dilakukan oleh garmen); 2. Model bisnis desainer/pemilik merek yang tidak memiliki pabrik/fasilitas produksi: konsep desain (dilakukan oleh pemilik merek/desainer) sampel (dilakukan oleh pemilik merek/subcontractor) sampel produksi (dilakukan oleh subcontractor) produksi (dilakukan oleh subcontractor) pengendali mutu dan pengiriman barang distribusi dan penjualan (dilakukan oleh pemilik merek); 3. Model bisnis jasa pembuatan produk (CMT): pemilik merek menurunkan order CMT berdasarkan spesifikasi proses pembuatan sampel approval oleh pemesan bulk production quality control pengiriman barang ke pemesan; 4. Model bisnis agen jasa (trader): pembelian sampel (dilakukan oleh agen) presentasi ke pemilik-pemilik butik atau departement stores pemesanan ke produsen distribusi penjualan ritel kepada konsumen; 5. Model bisnis agen jasa (trader): pembelian produk/konsinyasi (oleh agen) promosi dan penjualan retail (online/offline) kepada konsumen. Contoh: The Goods Dept, Fashion First, Zalora, BerryBenka, dan Hijup.com;
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia
95
6. Model bisnis pemilik hak distribusi merek tertentu: pemilik merek menawarkan produk per musim distributor berlisensi membeli produk promosi penjualan di flagship boutique. Contoh: Mitra Adi Perkasa (MAP), Mahagaya, dan Berca; 7. Model bisnis sistem pembelian beli putus kepada produsen: perencanaan pembelian (oleh merchandiser departement store/butik) pembelian (di ajang fashion trade atau fashion week) pemesanan produk mutu dan pre-delivery check pengiriman distribusi penjualan ke konsumen; 8. Model bisnis sistem pembelian konsinyasi kepada produsen/desainer: desainer mempresentasikan konsep departement store memberikan persetujuan area penjualan dan menentukan margin (komisi) pembuatan produk distribusi penjualan; 9. Model Virtual Selling: desainer mengadakan fashion show promosi dan penjualan lewat live streaming online order produksi pengiriman produk kepada konsumen. Contoh: fashion show Alexander McQueen. Seiring berjalannya waktu, model bisnis di industri mode pun mengalami kemajuan, tidak hanya terpaku kepada penjualan secara nyata di tempat atau disebut juga off-line, tetapi juga mengalami berbagai perkembangan model bisnis seperti: 1.
Omni Channel merupakan evolusi multi channel-retail yang terkonsentrasi kepada pendekatan tanpa batas dalam berhubungan dengan konsumen melalui semua saluran belanja yang tersedia, yaitu perangkat Internet mobile, komputer, televisi, radio, e-mail, katalog, dan sebagainya. Dalam model ini, konsumen dapat menggunakan semua saluran secara bersamaan, dan penjual juga dapat menggunakannya untuk melacak pelanggan di seluruh saluran. Dengan model ini, penjualan dibuat lebih efisien melalui penawaran yang relatif banyak terhadap konsumen tertentu yang ditentukan oleh pola pembelian, afinitas jaringan sosial, kunjungan situs, loyalitas konsumen, dan data lainnya.
2. Multi Level Marketing (MLM) disebut juga pemasaran berjenjang, yaitu sebuah model bisnis yang tidak berkelanjutan dan melibatkan pembayaran peserta yang menjanjikan jasa, terutama untuk mendaftarkan orang lain ke dalam skema, daripada memasukkan investasi riil atau penjualan produk dan jasa yang merupakan model konvensional. Model ini merupakan jalur alternatif bagi pelaku bisnis subsektor mode untuk mendistribusikan produknya kepada konsumen. 3. Kolaborasi antara desainer dan pelaku industri garmen. Kolaborasi dalam industri mode dapat terjadi antara desainer dan pelaku industri garmen. Desainer membuat konsep rancangannya kemudian dalam proses pembuatannya akan dikerjakan oleh garmen, yang biasanya berhubungan dengan koleksi musim tertentu. Model ini dapat dilaksanakan oleh para desainer yang lebih ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya, sekaligus merupakan ajang bagi industri garmen untuk mendukung keberadaan para desainer.
96
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
98
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
BAB 3 Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
99
3.1 Kontribusi Ekonomi Mode Ekonomi Kreatif, disebut juga Industri Kreatif merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi kreatif sepanjang tahun 2013 mencapai 5,76%. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sebesar 5,74%. Sementara itu, pada 2013, kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian sebesar Rp641,8 triliun atau mencapai 7% dari PDB nasional. Sektor ekonomi kreatif juga mencatat surplus perdagangan selama 2010—2013 dengan nilai surplus sebesar Rp118 triliun. Selain itu, kontribusi devisa dari sektor ekonomi kreatif mencapai USD 11,89 miliar atau berkontribusi sebesar 11,04% pada total keseluruhan devisa Indonesia. Berdasarkan studi pemetaan industri kreatif yang dilaksanakan Departemen Perdagangan, kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Indonesia dapat dilihat dari lima indikator utama, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), ketenagakerjaan, jumlah perusahaan, ekspor, dan dampak terhadap sektor lain, yang dapat ditambah dengan satu indikator lainnya yaitu konsumsi rumah tangga. Dalam konteks terkait dengan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku efektif di akhir 2015, dapat mendorong pertumbuhan banyak peluang, hasil dari integrasi perekonomian ASEAN melalui MEA, termasuk di sektor ekonomi kreatif. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Indonesia, Mari Elka Pangestu, menyatakan bahwa pihaknya akan fokus untuk mengembangkan lima subsektor industri kreatif yang paling potensial yaitu: film, musik, mode, kuliner, dan konten digital.
Tercatat bahwa ada tiga subsektor ekonomi kreatif di Indonesia yang memberikan kontribusi ekonomi paling besar yaitu kuliner (33%), mode (28%) dan kerajinan (14%). Dengan berlakunya MEA, peningkatan daya saing sektor jasa Indonesia menjadi semakin penting tidak hanya untuk meningkatkan ekspor dari sektor jasa, tetapi juga ekspor barangnya. Ekonomi kreatif juga dapat mendorong daya saing sektor jasa dan ekspor Indonesia. Lebih lanjut, perkembangan subsektor-subsektor ekonomi kreatif seperti desain, serta riset dan pengembangan mendorong ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif dalam rantai nilai global, termasuk meraup manfaat dari integrasi perekonomian ASEAN melalui MEA. Pertumbuhan industri kreatif nasional ditargetkan mencapai 10% pada 2014 dan dapat menjadi tiga besar kontributor untuk Produk Domestik Bruto (PDB). Beberapa kendala memang masih menghantui laju industri kreatif seperti minimnya akses pembiayaan, perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI), serta akses pasar yang memiliki saingan hebat dari produk asing. Namun, untuk akses pasar dan sistem e-commerce (kegiatan komersial berbasis elektronik) dapat menjadi upaya bagi para pebisnis produk kreatif untuk dapat merambah pasar.
100
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Kedepannya, ekonomi kreatif secara umum dan industri kreatif secara khusus diyakini akan menjadi primadona. Ada tiga alasan yang mendasari keyakinan tersebut, yaitu hemat energi karena lebih berbasis pada kreativitas, lebih sedikit menggunakan sumber daya alam, dan menjanjikan keuntungan lebih tinggi. Ketiga faktor di atas juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta. Populasi yang berusia 15-29 tahun berkisar 40,2 juta atau hampir 18,4% merupakan pasar yang sangat gemuk bagi produk-produk industri kreatif. Di Bali, yang merupakan sentra industri kreatif, jumlah pebisnis yang merambah e-commerce menunjukkan kenaikan data yang signifikan dari tahun 2008 dengan jumlah 30 orang menjadi 536 orang pada 2013. Selanjutnya, diperlukan adanya perlakuan khusus bagi industri kreatif karena kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Walaupun dengan kondisi bahwa output sektor industri kreatif mode belum dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, yang berarti permintaan besar dari dalam negeri, sedangkan pemenuhannya masih kurang sehingga merek luar negeri berlomba-lomba untuk dapat masuk ke pasar dalam negeri. Hal ini seharusnya diketahui oleh pemerintah dan pelaku pasar dalam negeri di subsektor ini karena jika kekosongan ini dapat dipenuhi, akan menambah kontribusi pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan. Kontribusi subsektor mode ini terhitung besar. Akan tetapi berdasarkan pengamatan kontribusi dari pabrikan yang memproduksi merek luar negeri dengan skala besar tetap mendominasi dalam menyumbang pertumbuhan kontribusi tersebut. Kesimpulannya bahwa industri di subsektor ini belum dapat memenuhi permintaan karena belum terintegrasinya data permintaan pasar secara baik, serta belum mampu untuk dapat menghasilkan produk sesuai permintaan dengan harga wajar dan sesuai dengan spesifikasi kualitas yang diminta. Dengan kenaikan upah minimum regional (UMR), ditambah peningkatan biaya operasional dari kenaikan listrik, dan lainnya, akan memberi dampak cukup serius terhadap total biaya produksi sehingga jika kondisi ini tidak diimbangi dengan kapasitas output produksi yang semakin baik, akan memengaruhi nilai jual dari permintaan pasar. Dengan kata lain, perhitungan kontribusi tersebut jangan menyangkut keseluruhan industri kreatif yang tidak berhubungan dengan tahap awal kreasi dan inovasi pembuatan produk mode sehingga nilai keseluruhan indikator kontribusinya tidak akan menjadi over estimated (over valued). Secara umum kontribusi ekonomi subsektor mode dapat dilihat pada Tabel 3-1. Tabel 3 - 1 Kontribusi Ekonomi Mode 2010-2013 INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
1
BERBASIS PRODUK DOMESTIK BRUTO
a
Nilai Tambah Subsektor (ADHB)*
Miliar Rupiah
127,817.46
147,503.21
164,538.27
181,570.33
155,357.32
b
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Ekonomi Kreatif (ADHB)*
Persen
27.02
27.99
28.43
28.29
27.93
c
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Total PDB (ADHB)*
Persen
1.98
1.99
2.00
1.99
1.99
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
101
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
-
7.20
5.67
6.44
6.43
d
Pertumbuhan Nilai Tambah Subsektor (ADHK)**
2
BERBASIS KETENAGAKERJAAN
a
Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Orang
3,750,197
3,787,450
3,809,339
3,838,756
3,796,435
b
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
32.63
32.48
32.28
32.33
32.43
c
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Nasional
Persen
3.47
3.45
3.44
3.46
3.46
d
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Persen
-
0.99
0.58
0.77
0.78
e
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor
Ribu Rupiah/ Pekerja Pertahun
34,083
38,945
43,193
47,299
40,880.20
3
BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN
a
Jumlah Perusahaan Subsektor
Perusahaan
1,072,056
1,088,978
1,102,101
1,107,956
1,092,773
b
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Jumlah Perusahaan Ekonomi Kreatif
Persen
20.37
20.42
20.42
20.44
20.41
c
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Total Usaha
Persen
1.97
1.98
1.99
1.98
1.98
d
Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen
-
1.58
1.21
0.53
1.10
e
Nilai Ekspor Subsektor
Juta Rupiah
62,470,814.20
67,896,022.70
70,120,777.07
76,788,615.06
69,319,057.26
f
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
64.60
64.55
63.66
64.55
64.34
g
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Total Ekspor
Persen
3.94
3.47
3.51
3.69
3.65
h
Pertumbuhan Ekspor Subsektor
Persen
-
8.68
3.28
9.51
7.16
102
Persen
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
4
BERBASIS KONSUMSI RUMAH TANGGA
a
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Subsektor
Juta Rupiah
203,441,664.00
228,960,498.87
256,057,250.12
282,879,064.84
242,834,619.46
b
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor terhadap Konsumsi Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
31.67
32.36
32.75
32.64
32.36
c
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga
Persen
5.58
5.65
5.69
5.60
5.63
d
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Persen
-
12.54
11.83
10.47
11.62
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Gambar 3 - 1 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Produk Domestik Bruto (PDB) Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
103
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar kontribusi subsektor mode terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif di Indonesia menyatakan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi sebesar 28% terhadap nilai totalnya. Laju pertumbuhan PDB pada 2013 untuk subsektor mode, ekonomi kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 6,44%; 5,74% dan 5,76%. Sementara itu, nilai PDB subsektor mode pada 2013 adalah Rp181,57 triliun, dengan rata-rata pertumbuhan PDB sebesar 6,44% untuk periode tahun 2010-2013.
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan Gambar 3 - 2 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
104
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar kontribusi subsektor mode terhadap total tenaga kerja ekonomi kreatif di Indonesia menyatakan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi sebesar 32,33% terhadap nilai totalnya. Laju pertumbuhan tenaga kerja pada 2013 untuk subsektor mode, ekonomi kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 32,33%; 0,62%, dan -0,50%. Sementara itu, jumlah tenaga kerja subsektor mode pada 2013 adalah 3.838.755, dengan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sebesar 32,36% untuk periode tahun 2013.
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan Gambar 3 - 3 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Unit Usaha Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
105
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar kontribusi subsektor mode terhadap total unit usaha ekonomi kreatif di Indonesia menyatakan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi sebesar 20,44% terhadap nilai totalnya. Laju pertumbuhan unit usaha pada 2013 untuk subsektor mode, ekonomi kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 0,53%; 0,41% dan 0,90%. Sementara itu, jumlah unit usaha subsektor mode pada 2013 adalah 1.107.955, dengan rata-rata pertumbuhan unit usaha sebesar 1,11% untuk periode tahun 2010-2013.
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga Gambar 3 - 4 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
106
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
KONTRIBUSI TERHADAP TOTAL KONSUMSI RT EKONOMI KREATIF (2013) Periklanan, 0.01% Desain, 1,05% Seni Rupa, 0.16%
Kuliner, 42.41%
Riset & Pengembangan, 0.01% Radio & Televisi, 0.33%
Mode, 32.64%
Kerajinan, 16.76%
Teknologi Informasi, 0.98% Penerbitan & Percetakan, 4.17% Seni Pertunjukan, 0.48% Musik, 0.50% Permainan Interaktif, 0.48% Arsitektur, 0.05%
NILAI KONSUMSI RT (2013)
Rp 282.879,1 M
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar kontribusi subsektor mode terhadap total konsumsi rumah tangga ekonomi kreatif di Indonesia menyatakan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi sebesar 32,64% terhadap nilai totalnya. Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2013 untuk subsektor mode, ekonomi kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 32,64%; 10,83% dan 12,25%. Sementara itu, nilai konsumsi rumah tangga subsektor mode pada tahun 2013 adalah Rp282,88 triliun, dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 32,58% untuk periode tahun 2010-2013.
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor Gambar 3 - 5 Kontribusi Subsektor Mode terhadap Total Ekspor Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
107
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Gambar kontribusi subsektor mode terhadap total ekspor ekonomi kreatif di Indonesia menyatakan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi sebesar 64,55% terhadap nilai totalnya. Laju pertumbuhan nilai ekspor pada 2013 untuk subsektor mode, ekonomi kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 9,51%; 8,01% dan 4,03%. Sementara itu, nilai ekspor subsektor mode pada 2013 adalah Rp76,8 triliun, dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 7,16% untuk periode tahun 2010-2013. Sementara itu, menurut data Comtrade, nilai ekspor subsektor mode lebih dari Rp3,1 triliun pada 2013, dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun 2010 sampai 2013 sekitar 11%. Gambar 3 - 6 Pertumbuhan Ekspor Subsektor Mode tahun 2010-2013 (dalam juta rupiah)
Sumber: COMTRADE
108
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
3.2 Kebijakan Pengembangan Mode 3.2.1 Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Konsep mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) subsektor mode tertuang dalam desain yang digunakan untuk kepentingan komersial, yang aspeknya dapat dilihat dari perihal merek dagang. Undang-Undang No. 15 Pasal 3 Tahun 2001 tentang Merek, mengatur cara melindungi suatu hak cipta mengenai ekspresi suatu gagasan atau ide. Pasal tersebut menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek sehingga pemilik tersebut berhak atas mereknya yang dilindungi oleh hukum. Selanjutnya, desainer sebagai pencipta, atau pihak lain sebagai pemegang hak cipta yang sah, dapat mendaftarkan karya ciptanya di Direktorat Jenderal HKI, agar kepemilikannya bersifat legal. Biaya pengurusan HKI sebesar Rp600 ribu yang berlaku selama 10 tahun. Pembebasan biaya akan berlaku bagi desainer apabila disertai surat keterangan dari pihak terkait yang menyatakan bahwa desainer tersebut belum mampu membiayai pengurusannya. Walaupun waktu pengurusannya masih lama karena terkait proses birokrasi, Dirjen HKI tetap berupaya untuk terus mempersingkat prosesnya agar lebih mempermudah para desainer atau pelaku industri kreatif mode. Pentingnya kesadaran HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) di masyarakat, menjadi perhatian khusus para pelaku industri kreatif maupun praktisi hukum saat ini, walaupun sebagian besar masyarakat tidak mengetahui pentingnya regulasi ini karena sebagian besar adalah masyarakat agraris. Sedangkan HKI sendiri banyak diperjuangkan oleh masyarakat perdagangan yang tinggal di daerah perkotaan. Selain dilatarbelakangi oleh faktor demografi, minimnya kesadaran perlindungan HKI juga disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan pengaturan HKI terkait regulasi dan implementasinya sehingga banyak pelaku industri mode yang belum mengurusnya. Oleh sebab itu, diperlukan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan HKI kepada masyarakat, disertai perbaikan kinerja dari penegak hukum dalam prosedur atau penindakan atas pelanggaran HKI.
3.2.2 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Peraturan ini merupakan rumusan kemampuan kerja yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2013, yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas-tugas dan syarat jabatan dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan disusun berdasarkan kebutuhan lapangan usaha yang memuat kompetensi teknis, pengetahuan dan sikap kerja. Selain itu, standar kompetensi dapat berarti pernyataan yang menguraikan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang harus dilakukan pada saat bekerja, serta dalam penerapannya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat bekerja. SKKNI dikelompokkan ke dalam jenjang kualifikasi dengan mengacu kepada Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) dan/atau jenjang jabatan. Pengelompokannya didasarkan pada tingkat kesulitan pelaksanaan, sifat dan tanggung jawab pekerjaannya. Rancangan peraturan ini dibakukan melalui forum konvensi antar asosiasi profesi, pakar, dan praktisi untuk sektor, subsektor, dan bidang tertentu dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri, yang diformulasikan menggunakan format Regional Model of Competency Standard (RCMS) dan distandarkan pada cakupan bidang pekerjaannya sehingga SKKNI juga menjadi acuan dalam penyusunan materi ujian kompetensi.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
109
Pada kenyataannya, standar kompetensi ini belum dapat diaplikasikan dengan baik karena adanya perbedaan dalam kurikulum pendidikan mode yang diajarkan dengan kebutuhan industri yang akan menyerap lulusan sekolah mode tersebut. Dalam hal ini, peran pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat memperbaiki kurikulum pendidikan mode agar terjadi suatu kondisi link and match antara lembaga pendidikan dan industrinya. Penerapan standar ini juga dapat membuat para Sumber Daya Manusia (SDM) di industri kreatif mode memiliki produktivitas yang lebih tinggi dan berdaya saing baik.
3.2.3 Permendag 70 Awal tahun ini, pemerintah mengadakan sosialisasi Permendag 70 untuk memberikan akses dan tempat bagi produk dalam negeri yang berkualitas tinggi. Dalam acara yang dihadiri oleh perwakilan Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), pemerintah berupaya mewajibkan toko ritel modern untuk memasarkan 80% dari total barang dagangannya berupa produk dalam negeri, yang tertuang dengan jelas dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 70 tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Realisasi kewajiban peraturan ini akan diberlakukan pada 12 Juni 2016, dengan harapan agar dapat meningkatkan kepentingan semua pihak, termasuk pedagang dan distributor, khususnya pemilik pasar modern dan produsen dalam negeri, melalui cara promosi dan sinergi di antara para pelaku usaha tersebut. Kalangan pengamat ekonomi menilai bahwa penerapan peraturan ini akan menghadapi kesulitan dan butuh pengkajian kembali karena pada penerapannya di lapangan masih terbuka peluang impor barang di segala lini, yang kebijakannya pun diatur oleh Kementerian Dalam Negeri. Pengamat menyangsikan bahwa peraturan ini dapat dapat berjalan lancar pada 2016 nanti. Biasanya pusat ritel modern memiliki standar tersendiri untuk seluruh produk yang dijual, sedangkan produk dalam negeri masih sedikit yang mempunyai kualitas tinggi. Hal ini juga terjadi karena kesalahan pemerintah yang membiarkan produk-produk impor terjual dengan leluasa di dalam negeri sehingga peraturan ini dianggap sebagai kebijakan populis jika dilihat dari waktunya, yang baru dikeluarkan pada saat ini. Padahal peraturan mengenai masuknya barang impor masih dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan yang justru tidak mendukung pengembangan produk lokal agar dapat bersaing dengan produk impor.
3.2.4 Hak Perlindungan Konsumen Pasal 1 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mempunyai pengertian bahwa segala upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada hak konsumen. Tujuan penyusunannya adalah (1) meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen dalam melindungi diri, (2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa, (3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen, (4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi; dan (5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
110
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Pada dasarnya, undang-undang ini dibuat untuk melindungi konsumen, terutama dalam industri kreatif subsektor mode, tetapi kenyataannya hak konsumen masih sering diabaikan. Padahal pemenuhan kewajiban dari konsumen tersebut telah dilaksanakan sehingga diperlukan adanya pengkajian ulang disertai pemberian sanksi yang lebih tegas dalam penerapan undang-undang ini agar konsumen, baik private atau umum, tidak merasa dirugikan dan penjual dapat lebih menyadari kewajibannya terhadap para konsumennya.
3.2.5 Pajak Penjualan Barang Mewah Peraturan ini adalah PP No.7 Pasal 1 Tahun 2002 yang berisi mengenai kelompok barang yang dikenakan pajak penjualan karena tergolong barang mewah. Pemerintah mengeluarkan peraturan tersebut karena dipandang perlu untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pada kedua peraturan ini, beberapa produk subsektor mode, termasuk dalam kelompok barang kena pajak tergolong mewah yang dikenakan pajak penjualan dengan tarif 30% yaitu (1) kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran dari logam tersebut dan (2) kelompok jenis alas kaki; serta kelompok barang kena pajak tergolong mewah yang dikenakan pajak penjualan dengan tarif 75% yaitu kelompok barangbarang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari bahan tersebut. Melalui besarnya penerapan pajak di atas, dapat dikatakan bahwa para konsumen produk mode yang telah disebutkan merasa keberatan karena tingginya pajak yang dikenakan (sebesar 30% dan 75%). Selain itu, para penjual biasanya mewajibkan pembayaran pajak tersebut kepada konsumennya dengan cara menaikkan harga produk sangat tinggi sehingga pemerintah diharapkan dapat mengkaji kembali nilai besaran pajak dalam peraturan ini, untuk memberikan keringanan kepada para konsumen sekaligus porsi yang berimbang dalam kewajiban pembayaran pajak penjualan produk mode yang termasuk barang mewah tersebut antara penjual dan konsumen.
3.2.6 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), diterbitkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik, No. 57 Tahun 2009 adalah referensi para pelaku usaha untuk menentukan kualifikasi usahanya yang berisi 21 jenis kategori. Klasifikasi ini dibutuhkan dalam penentuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dasar penyusunan KBLI adalah International Standard Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC), sampai dengan 4 digit, disesuaikan dengan ASEAN Common Industrial Classification (ACIC) dan East Asia Manufacturing Statistics (EAMS), serta dikembangkan rinci sampai 5 digit untuk kegiatan ekonomi yang khas Indonesia. Pengertian dasar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yaitu (1) KBLI adalah klasifikasi rujukan yang digunakan untuk mengklasifikasikan aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia ke dalam beberapa lapangan usaha/bidang usaha yang dibedakan berdasarkan jenis kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk/output, baik berupa barang maupun jasa, (2) KBLI terdiri atas struktur pengklasifikasian kegiatan ekonomi yang konsisten dan saling berhubungan, didasarkan pada konsep, definisi, prinsip, dan tatacara pengklasifikasian yang telah disepakati secara
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
111
internasional, (3) KBLI menyediakan kerangka kerja yang komprehensif, yang data ekonominya dapat dikumpulkan dan disajikan dalam format yang didesain untuk tujuan pengumpulan data, pengolahan, diseminasi, dan analisis, serta perencanaan dan evaluasi kebijakan, yang menunjukkan struktur klasifikasi menunjukkan format standar untuk mengelola informasi rinci tentang keadaan ekonomi, sesuai dengan prinsip-prinsip dan persepsi ekonomi. Mengenai usaha terkait ekonomi kreatif, BPS telah mengeluarkan jenis klasifikasinya sendiri yang diambil dari KBLI 2009 dan sudah termasuk klasifikasi produk, jenis perdagangan dan jasa dalam industri kreatif mode. Namun KBLI ekonomi kreatif ini dinilai masih banyak kekurangan mengenai jenis produk dan jasanya, seperti (1) tidak teridentifikasinya seluruh jenis produk mode yang terdiri dari jajaran busana atau pakaian dan pelengkapnya, (2) terdapatnya pengklasifikasian jenis jasa usaha yang sama sekali tidak berhubungan dengan industri kreatif mode, (3) profesi desainer mode yang masih digolongkan ke dalam jasa perancangan khusus dan belum teridentifikasi sendiri, serta lainnya. Sebagai tindak lanjut, perbaikan mengenai isi dalam KBLI ekonomi kreatif tersebut telah dituliskan dalam subbab 2.2.2 Ruang Lingkup Industri dalam buku ini.
3.3 Struktur Pasar Mode Menurut data BPS 2013, jumlah unit usaha atau perusahaan yang bergerak di bidang mode sebesar 1.107.955 unit dengan laju pertumbuhan sekitar 0,53%; dan kontribusi jumlah unit usaha mode terhadap total industri kreatif di Indonesia sebesar 20,44%. Lebih jelasnya, dalam industri kreatif subsektor ini, yang memiliki kontribusi kandungan produk lokal masih lebih besar atau sekitar 80% (dengan catatan untuk produk dengan kandungan lokal kurang dari 20% atau produk impor 100% tidak diikutsertakan), terbagi menjadi perusahaan dengan skala besar, menengah dan kecil. Ukuran tersebut dilihat dari besaran perspektif finansial serta besar atau kecilnya simpul distribusi penjualan (retail channel distribution). Jumlah perusahaan dengan skala besar yang berkontribusi kurang dari 10% dan menguasai pangsa pasar hampir 40% (misalnya Matahari, Ramayana, dan lain-lain). Sementara itu, untuk perusahaan skala menengah jumlahnya mendekati 20% dan menguasai pangsa pasar hampir 30% (Delami Mereks, PT Warna Mardhika, Contempo Group, dan lain-lain). Perusahaan besar dan menengah tersebut banyak berproduksi dengan pola CMT (Cutting, Making, Trimming), serta OEM, ODM, dan OBM (Original Equipment Manufacturing, Original Design Manufacturing, dan Original Merek Manufacturing). Masih menurut data BPS, kontribusi perusahaan besar dan menengah tersebut dapat dinilai cukup dominan terhadap nilai ekspor industri mode pada 2013 yaitu USD251.21 M, dengan rata-rata nilai pertumbuhan dari tahun 2010-2013 sebesar 11%. Sedangkan untuk perusahaan kecil, jumlahnya lebih besar dari 70% dan berbentuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), tetapi hanya mampu menguasai pangsa pasar sekitar 30% (juga termasuk industri kerajinan tekstil dengan distribusi penjualan terbatas dan mayoritas sebagai distribusi wholesale dan belum berkembang dalam distribusi ritel). Dari angka persen penguasaan pangsa pasar di atas, dapat terlihat bahwa belum sampai terjadi praktik monopoli di industri mode Indonesia. Hal ini disebabkan oleh distribusi, penjualan serta rantai prosesnya masih cukup luas untuk saling dijajaki di seluruh jenis perusahaan. Namun, perusahaan besar secara konsisten setiap tahunnya menunjukkan pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan, diikuti perusahaan skala menengah. Sementara perusahaan skala kecil dengan modal kerja dan kemampuan membangun daya saing, rantai distribusi dan penjualan yang sangat
112
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
terbatas, cenderung menunjukkan stagnasi atau dapat dikatakan mengalami penurunan dalam menguasai pangsa pasar. Lebih lanjut, pasar persaingan sempurna ditandai dengan munculnya perusahaan jenis konveksi yang memproduksi barang dengan kualitas rendah dan harga murah, serta perusahaan garmen yang banyak memproduksi pesanan merek luar negeri dengan menggunakan lini produksi CMT dan atau OEM, ODM serta OBM, misalnya: Sritex. Menurut data yang dihimpun dari APGAI (Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia), anggota APGAI adalah sebanyak 113 perusahaan yang mengelola lebih dari 500 merek baik merek lokal maupun luar negeri. Di sisi lain, industri kreatif subsektor mode Indonesia bersaing kuat dengan kehadiran perusahaan importir yang mendistribusikan merek-merek luar negeri (mereked goods) dan perusahaanperusahaan yang mengimpor produk mode dari RRT. Kondisi pasar yang kurang seimbang juga terjadi karena banyaknya merek luar negeri yang ditargetkan untuk kalangan kelas menengah ke atas, sedangkan produk lokal untuk kalangan tersebut masih sedikit. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa mayoritas konsumen Indonesia menganggap merek luar negeri masih lebih baik kualitasnya daripada merek lokal. Namun sekarang, pasar yang melayani konsumen menengah ke atas tersebut mulai berkembang di Indonesia, misalnya dalam venue ritel departement store dengan kondisi desainer lokal dapat bersaing dengan desainer luar negeri dan in-house merek milik venue itu sendiri. Di sisi lain, berdasarkan data State of The Global Islamic Economi Report pada 2013, yang menunjukkan bahwa gaya berbusana muslim di Indonesia telah menginspirasi banyak negara Islam untuk mengembangkan kreativitasnya. Indonesia menempati urutan pertama dalam pertumbuhan tren busana muslim, yaitu sebesar 72%, dengan nilai total konsumsi pasar sebesar USD16,8 juta dan nilai ekspor sebesar USD7 juta. Oleh sebab itu, pada saat ini Indonesia juga telah dijadikan pusat tren busana muslim seiring dengan pertumbuhan desainernya yang meningkat drastis. Kondisi ini juga diperkuat dengan data yang diperoleh dari keterangan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) tentang total jumlah penjualan ritel pada 2013 sebesar Rp16 triliun, termasuk di dalamnya untuk penjualan produk mode umum dan muslim sebesar Rp4 triliun atau sekitar 25%. Porsi ini tergolong cukup besar karena banyaknya variasi produk yang dijual dalam usaha ritel di Indonesia.
Gaya berbusana muslim di Indonesia telah menginspirasi banyak negara Islam untuk mengembangkan kreativitasnya. Indonesia menempati urutan pertama dalam pertumbuhan tren busana muslim, yaitu sebesar 72%, dengan nilai total konsumsi pasar sebesar USD16,8 juta dan nilai ekspor sebesar USD7 juta.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
113
3.4
Daya Saing Mode Gambar 3 - 7 Daya Saing Industri Mode
Daya saing dalam industri mode dapat dilihat dari berbagai sisi. Berawal dari pendidikan mode di Indonesia yang memang masih bermasalah, seiring dengan kondisi kurikulum yang belum sesuai dengan kebutuhan industri sehingga menciptakan gap yang besar antara lulusan institusi pendidikan dan industri yang menyerapnya, seperti yang ditunjukkan nilai 4.3. Masalah ini memang telah disadari oleh para akademisi, pelaku industri, dan Dirjen DIKTI sebagai regulator kurikulum, tetapi para pemangku kepentingan tersebut masih belum dapat menyusun kurikulum yang sesuai dan mencakup seluruh pembelajaran yang penting bagi lulusan pendidikan mode. Jumlah lembaga pendidikan mode formal dan nonformal di Indonesia yang masih berkisar 20an memang dinilai belum maksimal untuk mengakomodasi kebutuhan peminat mode terhadap pendidikannya, tetapi jika dilihat dari sisi lain, keberadaan sekolah mode yang cukup banyak tidak akan memberikan dampak positif bagi para peminat tersebut apabila tidak diiringi dengan perbaikan kurikulum serta peningkatan kualitas pengajar. Selain itu, industri mode merupakan industri yang sudah cukup berkembang dibanding subsektor ekonomi kreatif lainnya dengan nilai terbesar yaitu 6.3, tetapi dibalik perkembangannya terdapat potensi dan permasalahan yang tidak sedikit, terutama berkaitan dengan aspek Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Budaya (SDB), dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ditunjukkan angka 5.0. Industri kreatif subsektor ini juga memiliki beberapa masalah mengenai Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu (1) kekurangan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki skill khusus secara teknis sehingga menyebabkan terhambatnya proses produksi,
114
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
yang berkaitan dengan daya saing rendah dari para SDM tersebut dalam menyambut AFTA dan MEA pada tahun 2015, (2) kesadaran dan pengetahuan para tenaga SDM tersebut mengenai aspek keselamatan kerja dinilai masih kurang, dan (3) rendahnya kedisiplinan tenaga SDM dalam mematuhi standar kompetensi kerja yang berlaku, yang berakibat kepada rendahnya produktivitas. Lebih lanjut lagi mengenai kondisi SDM, yaitu masih kurangnya pendidikan atau pelatihan yang tersedia untuk mendukung agar industri ini dapat mencapai kapasitas output yang efektif, sedangkan kelemahan dari SDA adalah kekayaan alam yang berlimpah, tapi belum mampu untuk diolah produk turunannya sehingga Indonesia mengekspor bahan baku mentah, tetapi harus mengimpor bahan baku turunannya untuk memenuhi permintaan produksi. Kondisi ketidaktersediaan pusat arsip dan pusat kajian perkembangan mode Indonesia yang representatif berakibat pada minimnya ketersediaan arsip, buku, dan dokumentasinya. Oleh karena itu, penelitian mengenai SDA dan SDB produk mode Indonesia masih perlu diperbanyak, walaupun penelitian untuk mengetahui sumber daya alternatif yang dapat dijadikan bahan baku material untuk pembuatan produk mode sudah mulai dikembangkan, misalnya serat nanas, sutra ulat bulu, serat rami, bambu, eceng gondok, dan lain-lain. Permasalahan lainnya adalah kesulitan untuk mendapatkan bahan baku sebagai material produksi sehingga material tersebut masih tergantung pada produk impor dari RRT dan India yang banyak beredar di Indonesia. Di sisi lain, orientasi pelaku industri mode di Indonesia masih belum mementingkan kebutuhan dalam negeri karena infrastruktur untuk memenuhi industri kreatif lokal dinilai masih belum memadai, khususnya bagi perusahaan kecil, tetapi dialami juga oleh perusahaan besar dan menengah. Hal ini terjadi karena masih belum adanya pemahaman yang terintegrasi antara para stake holder untuk mendukung berkembangnya industri kreatif subsektor mode. Peran pemerintah, intelektual pendidikan, pelaku bisnis, dan industri serta komunitas, secara terintegrasi harus melakukan penelitian yang hasil akhirnya dapat diterjemahkan terhadap permintaan pasar. Infrastruktur penunjang tersebut memang sudah tersedia tapi masih belum memadai untuk dapat mendukung pertumbuhan industri karena sangat terkait dengan tren mode sehingga seluruh perubahan harus direspons dengan cepat disertai ketersediaan bahan baku utama dan beberapa aksesori penunjang untuk siap produksi agar dapat menjadi suatu produk yang bersaing mengikuti kebutuhan pasar. Terakhir tentunya akan berhubungan dengan waktu yang lebih panjang dalam proses supply chain karena industri ini sangat berhubungan dengan waktu penjualan (season launching) yang tepat. Di sini peran aktif pemerintah adalah dapat memahami dinamika kebutuhan industri yaitu bekerja sama dengan para pihak terkait dalam membangun infrastuktur industri penunjang tersebut. Bukan hanya untuk investasi asing (tujuan ekspor), tetapi juga lebih melihat dan mendukung terciptanya industri penunjang yang dapat dimulai dari skala kecil dan menengah yang pro lokal dengan jalan memberi insentif agar industri ini dapat terus berkembang. Jumlah impor bahan baku dan bahan penunjang terus bertambah tiap waktu, hal ini dapat memberikan gambaran besarnya permintaan pasar untuk mendukung adanya industri penunjang terhadap industri kreatif mode di Indonesia.
3.5 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Mode Berdasarkan evaluasi dalam pengembangan industri mode di Indonesia, di bawah ini adalah tabel mengenai potensi dan permasalahan dalam pengembangan mode di Indonesia.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
115
Tabel 3 - 2 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Mode
NO
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
PILAR : SUMBER DAYA KREATIF 1
2
116
Jumlah siswa lulusan sekolah mode di Indonesia yang mengerti konsep kreasi telah cukup banyak sejak tahun 2000an, seiring dengan pertambahan jumlah lembaga pendidikannya, dengan jumlah lembaga pendidikan mode lebih dari 20.
Peningkatan jumlah pengusaha yang bergerak di subsektor mode akan memperbanyak jumlah perusahaannya, diiringi dengan peningkatan penyerapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terdiri atas para seniman, dan artisan sebagai orang kreatif, hingga ke orang produksi, pemasaran dan promosi.
1.1
Pertambahan kuantitas sekolah mode hanya tersebar di kota-kota besar di Indonesia karena target pasarnya adalah kalangan menengah ke atas.
1.2
Banyak tenaga kreatif, tetapi belum seluruhnya bermental kreatif, dalam arti kemampuan memecahkan masalah dan inovasi.
1.3
Konsep kreatif masih banyak berada dalam kemampuan pengolahan estetis sehingga kurang berdaya saing. Di antaranya, karya kreatif belum banyak menggali potensi lokal, hanya pengembangan atau mengikuti gaya global saja, kurang khas.
1.4
Kuantitas pengajar yang belum cukup, terutama yang mengenyam pendidikan mode secara maksimal.
1.5
Beasiswa untuk pendidikan mode masih kurang karena bidang mode dianggap jenis pendidikan vokasi.
1.6
Kurikulum pendidikan mode masih lebih menekankan pada aspek teori, dibanding praktik dan pengembangan bisnisnya.
1.7
Belum banyaknya kurikulum yang berbasis kekuatan lokal dan berorientasi pada kebutuhan pasar dan selera global
1.8
Kurang adanya hubungan komunikasi antara industri dan penyedia pendidikan sehingga link and match antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan industri tidak optimal sehingga masih banyak hasil didik yang kurang siap pakai.
2.1
Kekurangan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keterampilan khusus secara teknis sehingga menyebabkan terhambatnya proses produksi. Hal ini juga terkait dengan daya saing yang rendah dari para SDM tersebut dalam menyambut AFTA.
2.2
Kurangnya etos kerja dan motivasi, juga rendahnya kedisiplinan tenaga SDM dalam mematuhi standar kompetensi kerja yang berlaku, yang berakibat kepada rendahnya produktivitas.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
NO
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
3
Keahlian khusus turun temurun yang sudah dimiliki oleh SDM Indonesia, seperti menenun, membatik, membordir mengukir, menganyam, dan keahlian kerajinan tangan lainnya.
3
Keahlian yang tidak didukung oleh pelatihan berkelanjutan sehingga mutu SDM menjadi stagnan, masih bersifat kerajinan, masih sebagai kegiatan keseharian, belum dianggap serius dalam nilai ekonomi.
4
Perlindungan ketenagakerjaan dalam industri kreatif mode sudah mulai ada.
4
Kesadaran dan pengetahuan para tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) mengenai aspek keselamatan kerja dinilai masih kurang.
1.1
Bahan alternatif kebanyakan hanya sampai tahap eksperimental, atau diproduksi terbatas. Belum dibuat pola pengembangan terpadu untuk dapat memenuhi kebutuhan industri. Penelitian terkait sumber daya alam produk mode Indonesia masih perlu diperbanyak.
1.2
Kesulitan dalam mengakses data mengenai dokumentasi kerajinan tekstil yang berkaitan dengan produk mode, baik data sebagai inspirasi maupun untuk memenuhi kebutuhan kreasi dan produksi.
1.3
Belum adanya pusat arsip dan pusat kajian perkembangan mode Indonesia yang representatif sehingga berakibat pada minimnya ketersediaan arsip, buku dan dokumentasi dunia mode Indonesia lainnya.
1.4
Belum banyak kelompok yang mengolah potensi bahan baku untuk kebutuhan industri, misalnya diangkat sebagai tren.
2.1
Kesulitan untuk mendapatkan bahan baku pembuatan kain tradisional sebagai material produksi kain.
2.2
Material utama masih tergantung pada produk impor dan bersaing ketat dengan produk dari RRT dan India yang banyak beredar di Indonesia.
3.1
Desain kain tradisional yang sangat beragam terus diulang-ulang sehingga terkesan tidak ada pembaruan.
PILAR : SUMBER DAYA PENDUKUNG 1
2
3
Riset untuk mengetahui sumber daya alternatif selain kapas, yang dapat dijadikan bahan baku material untuk pembuatan produk mode sudah mulai ada, misalnya: serat nanas, sutra, dan lain-lain. Selain itu, penemuan sumber material baru untuk produk mode juga telah mulai dikembangkan (yang ramah lingkungan), misal serat rami, bambu, eceng gondok, dan lain-lain.
Potensi kekayaan alam Indonesia untuk bahan baku serat hewani dan nabati
Keragaman kain sebagai bagian dari budaya Indonesia yang berkaitan dengan produk mode, misalnya kerajinan batik, kain jumputan, tenun ikat, dan lainlain. Selain itu, kerajinan sulam tangan dan bordir (hasil hand made) dapat digunakan sebagai aplikasinya.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
117
NO
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
4
Upaya pengembangan kain tradisional melalui kerja sama desainer dengan penenun sehingga menghasilkan karya baru yang inovatif dari bahan baku lokal.
4
Pengembangan hanya sampai tahap kerja sama sesaat antara desainer dan penenun/perajin, kurang dikembangkan untuk industri.
5
Intensitas komunikasi dalam penggunaan bahan baku lokal untuk produk mode sudah mulai dilaksanakan dengan penggunaan material ramah lingkungan untuk pewarnaan, misalnya indigo dan lainnya.
5.1
Akses informasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya lokal produk mode Indonesia dinilai masih minim.
5.2
Kurangnya jejaring informasi dan kerja sama sehingga potensi potensi ini belum maksimal dimanfaatkan.
1.1
Jiwa kewirausahaan para wirausaha di subsektor mode dinilai masih kurang.
1.2
Perencanaan bisnis yang belum matang sehingga banyak pelaku usaha mode baru yang muncul namun seringkali tidak bertahan lama.
2.1
Akibat komunikasi yang tidak optimal, konsep kolaborasi tersebut masih harus dipertajam agar mempunyai daya saing yang baik.
2.2
Belum adanya persamaan persepsi dan standar konsep kerja sama mengakibatkan kolaborasi yang tidak menyeluruh atau hanya dalam kurun waktu sesaat.
PILAR : INDUSTRI 1
2
Wirausaha kreatif di bidang mode sudah mulai banyak.
Kolaborasi desain antara desainer dan pelaku garmen sudah mulai ada, diiringi dengan kerja sama di tingkat internasional yang mengusung produk mode lokal.
3
Jumlah usaha di subsektor mode terhitung sangat besar (di atas satu juta unit).
3
Tuntutan buruh mengenai Upah Minimum Regional (UMR) yang cenderung naik dari tahun ke tahun, menyebabkan hengkangnya beberapa investor industri mode ke negara Asia lainnya.
4
Penciptaan model bisnis baru yang sudah mulai dilaksanakan oleh para pelaku kreatif, seperti Omni Channel, Multi Level Marketing (MLM), dan kolaborasi desain antara desainer dan industri garmen.
4
Belum banyak pelaku usaha mode yang menerapkan model bisnis ini karena kurang sosialisasi, kurang pemahaman atau sistem yang terbentuk belum sempurna.
5
Keragaman karya pelaku kreatif mode Indonesia sudah mulai banyak dan diminati oleh pencinta mode di dalam dan luar negeri.
5
Kemampuan memenuhi kuantitas dan kualitas karya kreatif lokal yang masih kurang. Secara kualitas: akibat belum adanya standardisasi terutama dalam penentuan ukuran dan pengendali mutu. Dari sisi kuantitas: karena kelemahan pengaturan sistem produksi dan kurangnya kerja sama dengan pengusaha kecil dengan besar.
118
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
NO
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
PILAR : PEMBIAYAAN 1
Lembaga dan sumber pembiayaan untuk perusahaan terkait subsektor mode khususnya yang baru berdiri, selain bank, mulai banyak ditemukan, misalnya investor perorangan, koperasi, dana binaan dari BUMN, atau pemerintahan, CSR, dan lainlain.
1
2
Lembaga sumber pembiayaan non-bank telah muncul untuk pendirian usaha subsektor mode.
2.1
Biasanya jumlah pinjaman yang tidak besar.
2.2
Akses pembiayaan dinilai tidak tepat sasaran dan sulit persyaratannya bagi para pelaku usaha mode yang masih membutuhkannya.
2.3
Kesulitan akses dari para pelaku usaha subsektor mode yang belum paham mengenai prosedur dari lembaga pembiayaan.
2.4
Kurangnya perencanaan usaha dan strategi serta sistem kerja kurang maksimal sehingga perkembangannya tahapan pengembangan kurang terarah dan hasil tidak maksimal.
1.1
Ketersediaan akses dan distribusi pasar yang menyeluruh masih banyak dilakukan oleh produk luar negeri.
1.2
Walaupun pusat perbelanjaan menjamur, tempat utama biasanya didominasi merek internasional merek dan pengisi lain umumnya merek nasional skala besar, sehingga diversifikasi produk, jenis, dan merek menjadi terbatas dan banyak terjadi keseragam dipusat-pusat perbelanjaan.
1.3
Kegiatan untuk mendukung distribusi produk lokal dinilai masih berat oleh pengusaha ritel modern terutama merek lokal yang diproduksi oleh pengusaha mode yang notabene adalah pengusaha UMKM, yang selain secara modal terbatas, konsistensi dalam produksi juga belum baik
Lembaga pembiayaan masih membutuhkan jaminan yang tangible, seperti: ijazah, sertifikat, dan terutama business plan, yang kebanyakan belum bisa dipenuhi oleh para pelaku usaha subsektor mode
PILAR : PEMASARAN 1
Kebutuhan masyarakat terhadap produk mode semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga meningkatkan jumlah pusat perbelanjaan yang menjual produk mode.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
119
NO 2
3
POTENSI (Peluang dan Kekuatan) Produk karya kreatif mode yang sudah mulai banyak diekspor
Media sosial membantu promosi dan pemasaran (misalnya Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya), sekaligus mempermudah aspek pengarsipan (misalnya Youtube, Pinterest dan sebagainya).
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
2.1
Produk mode impor banyak beredar di Indonesia dan belum diimbangi dengan kegiatan ekspor produk lokal atau produk lokal yang menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
2.2
Secara jumlah ekspor produk kreatif masih belum signifikan, karena pemasaran belum meluas, dan pelaku yang sudah mulai melakukan upaya pemasaran ekspor umumnya masih skala kecil yang masih mempunyai kelemahan di produksi.
3
Pemanfaatan e-commerce bagi produsen kecil yang lebih banyak mempromosikan produk luar negeri (produk mode impor) dibanding produk lokal. Kelompok online shop skala kecil ini sebenarnya seperti butik kecil yang menjual berbagai produk impor yang dibeli secara eceran dan masuk handcarry (dibawa langsung) dari negara asal tanpa bea masuk.
PILAR : INFRASTRUKTUR & TEKNOLOGI 1
Produksi kerajinan tekstil dapat berkembang menjadi industri besar agar siap untuk skala industri mode.
1.1
Infrastruktur industri penunjang masih lemah karena belum adanya pemahaman terintegrasi antara pemilik modal dan pemilik usaha kerajinan tekstil.
2
Penggunaan teknologi komputer untuk pembuatan konsep kreasi, pelaksanaan produksi dan distribusi serta akses penjualan produk mode telah banyak digunakan.
2.1
Banyak yang belum menguasai teknologi komputer untuk aplikasi seni dan desain.
1.1
Sosialisasi SKKNI masih dirasa kurang.
1.2
Belum tersedianya aksesori SKKNI untuk menguji dan berhak mengeluarkan sertifikasi SKKNI kepada perancang.
1.3
Realisasi pelaksanaan standar kompetensi kerja tersebut masih belum dapat diterapkan oleh sumber daya manusianya.
PILAR : KELEMBAGAAN 1
120
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk bidang mode sudah ada.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
NO 2
POTENSI (Peluang dan Kekuatan) Regulasi Permendag 70 untuk mendukung distribusi penjualan produk lokal di pasar ritel modern.
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
2.1
Regulasi terhadap kurikulum pendidikan mode masih belum sesuai dengan output yang dibutuhkan industri kreatifnya.
2.2
Permendag 70 untuk mendukung distribusi produk lokal dinilai masih berat oleh pengusaha ritel modern karena kurang kuatnya positioning produk lokal di mal-mal yang prominen tersebut sehingga belum menjadi daya tarik yang kuat terhadap konsumen.
2.3
Kecilnya modal sehingga produsen merek tersebut menyuplai produknya secara tidak berkelanjutan.
2.4
Lemahnya regulasi mengenai penataan saluran distribusi dan penjualan untuk produk mode sesuai dengan koridor masing-masing, misalnya factory outlet, toko kecil, pasar tradisional, wholesaler, toko ritel besar (supermarket, department store atau hypermarket), dan pameran.
3
Adanya regulasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang sudah disederhanakan prosedurnya untuk proteksi produk bagi para pelaku usaha subsektor mode.
3
Para pelaku usaha subsektor mode yang belum paham mengenai regulasi pembuatan HKI dan menilai bahwa prosedurnya masih berbelit-belit disertai anggapan biaya pengurusannya mahal.
4
Pelaksanaan program-program untuk mengembangkan subsektor mode yang merupakan kerja sama antara pemerintah dan beberapa stake holder, seperti Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) oleh Kemenparekraf bekerja sama dengan kementeriankementerian lain.
4
Banyaknya pihak yang terkait dan belum adanya kesamaan konsep, tujuan, strategi, dan pembagian peran yang jelas mengakibatkan perkembangannya terkesan kurang terkoordinasi sehingga seolaholah menuju tanpa arah (euforia).
5
Jumlah organisasi dan komunitas untuk mengumpulkan aspirasi para pelaku kreatif mode sudah cukup banyak.
5.1
Informasi mengenai gerakan Indonesia Kreatif untuk mendukung apresiasi industri kreatif belum banyak diketahui oleh masyarakat.
5.2
Program organisasi dan komunitas tersebut masih dinilai hanya untuk kemajuan anggotanya, belum terkait dengan kemajuan dunia mode Indonesia.
6.1
Belum ada program penghargaan setingkat nasional yang menghargai keseluruhan aspek kreatif mode Indonesia.
6.2
Belum ada program penghargaan tingkat internasional yang diinisiasi oleh Indonesia.
6
7
Program penghargaan untuk pelaku kreatif mode sudah mulai banyak dilaksanakan oleh lembaga maupun perseorangan.
Kerja sama antara para pelaku kreatif dan dunia internasional untuk meningkatkan hubungan diplomasi sudah banyak dilakukan.
BAB 3: Kondisi Umum Industri Mode di Indonesia
7
Belum maksimalnya tindak lanjut nyata dari kerja sama untuk peningkatan diplomasi tersebut. Jikalau ada hanya untuk kalangan terbatas, belum dimaksimalkan penyerapan manfaatnya untuk lebih banyak pelaku industri.
121
NO 8
9
10
122
POTENSI (Peluang dan Kekuatan) Ruang publik untuk aktivitas para pelaku kreatif mode mulai banyak dibutuhkan dan dinilai memadai.
Partisipasi para pelaku kreatif mode Indonesia di kancah internasional sudah mulai banyak.
Usaha untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap perkembangan mode sudah banyak dilakukan oleh media massa.
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
8.1
Keberadaan ruang publik permanen untuk kegiatan peragaan busana belum ada, sehingga memanfaatkan ruang lain dengan ditambah perlengkapan tambahan (stage, lighting, soundsystem, LED) sehingga beban produksi menjadi tinggi.
8.2
Ruang publik untuk pameran dagang setaraf internasional belum banyak sehingga didominasi tempat tertentu yang menyebabkan harga sewa gedung menjadi tinggi dan menjadi beban berat bagi penyelenggara pameran.
9.1
Konsep tujuan dari partisipasi kegiatan internasional kadang kurang terarah sehingga konsep program dengan partisipan seringkali tidak sesuai.
9.2
Belum adanya kolaborasi dan kerja sama yang harmonis antara para stakeholder dalam subsektor mode terutama dalam rancangan strategis sehingga hasil partisipasi belum maksimal atau sudah berhasil namun tidak ditindaklanjuti.
10.1
Arah strategi tidak terencana dengan baik sehingga dampak terhadap masyarakat kurang terarah.
10.2
Apresiasi terhadap merek nasional dan desainer lokal masih kalah jika dibandingkan dengan merek internasional dan desainernya.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
124
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
BAB 4 Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
125
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015—2019 Arahan RPJPN 2005-2025, pembangunan nasional tahap ketiga (2015-2019) adalah ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat. Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimalisasi permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable). Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang, maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah: 1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi kemiskinan yang didukung oleh struktur ekonomi dan ketahanan ekonomi yang kuat. 2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai wilayah Indonesia secara adil dan merata. 3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah dan perusahaan yang benar dan baik. 4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan, yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4) Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan. Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Memantapkan pengembangan ekonomi kreatif yang dimaksud adalah memperkuat landasan kelembagaan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan. Landasan yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan daya saing nasional dengan memanfaatkan iptek dan kreativitas serta kedinamisan masyarakat untuk berinovasi, dan menciptakan solusi atas permasalahan dan
126
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
tantangan yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk menciptakan industri kreatif yang berdaya saing, beragam, dan berkelanjutan. Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015-2019 bertujuan untuk menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal. Sejalan dengan strategi di atas tersebut, pengembangan industri mode untuk 5 tahun ke depan juga bertujuan untuk menciptakan industri mode yang berdaya saing global. Tidak hanya memperkuat kualitas produk dan branding-nya, landasan berpikir kreatif, pelaku, sistem pendukung seperti pendidikan, infrastruktur, dan prasarana, teknologi, kelembagaan hingga aspek pembiayaan juga menjadi target pengembangan industri mode 2015-2019. Hal ini dikarenakan kompleksnya ekosistem industri mode yang hampir menyentuh seluruh aspek subsektor ekonomi kreatif lainnya ataupun non-ekonomi kreatif, hingga target pengembangan diharapkan bisa merata baik ke seluruh wilayah Indonesia, namun juga ke seluruh aspek utama dan pendukung di industri mode.
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Mode Visi, misi, tujuan dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan mode pada periode 2015-2019 yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur. Secara umum, kerangka strategis pengembangan mdoe pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 4-1.
VISI
Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan mengoptimalkan kekuatan lokal yang fokus pada konsep ready-to-wear craft fashion
MISI
Tabel 4 - 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Mode 2015-2019
Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya manusia, alam, dan budaya lokal yang berdaya saing, dinamis dan berkelanjutan
Mengembangkan industri mode yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif dengan pengintegrasian rantai industri yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri mode
127
Terciptanya pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal
2
Terwujudnya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing
SASARAN STRATEGIS
TUJUAN
1
1
Meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan
2
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global
3
Terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani, dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan
4
Terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat
3
5
6
Terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekaragaman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional
Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil
Terwujudnya keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar tdomestik maupun internasional
4
Terciptanya pembiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal.
5
Terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas
6
Tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif.
7
Terciptanya kelembagaan yang mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis
7
Meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode
8
Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri
9
Terciptanya percepatan proses produksi, promosi, dan distribusi
10
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode
4.2.1 Visi Pengembangan Mode Berdasarkan kondisi mode di Indonesia saat ini, tantangan yang mungkin dihadapi, serta dengan memperhitungkan daya saing serta potensi yang dimiliki dan juga arahan strategis pembangunan nasional dan juga pengembangan ekonomi kreatif periode 2015–2019, visi pengembangan mode selama periode 2015–2019 adalah:
128
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
“Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan mengoptimalkan kekuatan lokal yang fokus pada konsep readytowear craft fashion.” Adapun penjabaran visi tersebut didasari: 1.
Pusat mode adalah sebuah kota atau negara sebagai pusat industri desain, produksi, ritel produk, acara (misalnya pekan mode dan penghargaan mode), pameran, dan aktivitas perdagangan terkait dengan mode yang menghasilkan bisnis signifikan bagi negara tersebut. Pusat mode umumnya memiliki sub-budaya kuat yang mampu memberikan inspirasi, tidak hanya bagi kalangan profesional mode, tetapi juga bagi masyarakat negara yang bersangkutan dan harus diakui oleh masyarakat dunia.
2.
Kekuatan lokal berarti sumber daya alam, budaya, sumber daya manusia dan penciptaan trend forecasting (kerja sama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan para pemangku kepentingan industri mode) yang memiliki keragaman/variabel dan berpotensi besar untuk menjadi inspirasi di dalam industri mode.
3.
Ready-to-wear fashion adalah produk mode yang memiliki konsep ready-to-wear atau siap pakai dan diproduksi secara massal.
4.
Craft merupakan simbol kekuatan lokal yang didasari berbagai keterampilan khusus maupun aspek budaya dari berbagai daerah di Indonesia.
4.2.2 Misi Pengembangan Mode Dalam mewujudkan visi Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan mengoptimalkan kekuatan lokal yang fokus pada konsep ready-to wear craft fashion, disusun misi dalam rangka pengembangan subsektor industri mode. Misi pengembangan subsektor industri mode tersebut sebagai berikut. 1. Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya manusia, alam, dan budaya lokal yang berdaya saing, dinamis dan berkelanjutan, yang artinya (1) mengembangkan sumber daya manusia hingga mampu menjadi pelaku-pelaku mode yang kompeten di bidangnya, salah satunya melalui lembaga pendidikan; (2) menciptakan, mengembangkan serta mengoptimalkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, serta sumber daya budaya Indonesia yang memiliki standar internasional; (3) menjadikan sumber daya Indonesia (konten lokal) sebagai sumber inspirasi dalam setiap kegiatan pengembangan industri mode, salah satunya dalam penciptaan arahan tren mode khas Indonesia. 2. Mengembangkan industri mode yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas, artinya (1) industri mode Indonesia mampu menghadapi persaingan dunia internasional dengan nilai-nilai lokal; (2) memiliki produk mode yang beragam dan berkualitas tinggi. 3. Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif dengan pengintegrasian rantai industri yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri mode, artinya (1) pemerintah memfasilitasi dalam pengembangan industri mode, baik dalam bentuk dukungan partisipasi, dukungan program, penyediaan ruang publik, penciptaan regulasi yang keberpihakan pada industri mode dalam negeri, hingga pemberian insentif serta apresiasi bagi pelaku-pelaku mode yang berprestasi; (2) upaya kerja sama antar para pemangku kepentingan hingga mampu menciptakan sebuah sistem yang mampu mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku/produk mode lokal.
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
129
4.2.3 Tujuan Pengembangan Mode Dari penjabaran misi tersebut di atas, berikut adalah tujuan yang ingin dicapai dalam rangka pengembangan subsektor industri mode, sebagai ukuran tercapainya Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan mengoptimalkan kekuatan lokal tahun 2015—2019 mendatang. 1. Terciptanya pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal. Pelaku mode yang dimaksud adalah desainer, usaha kecil dan menengah, industri kecil dan menengah, pengrajin, industri besar, akademisi, dan komunitas mode. Berdaya saing yang dimaksud adalah memiliki kreativitas, memiliki inovasi dan mampu memecahkan masalah. Mampu mengangkat potensi kekayaan lokal yang dimaksud adalah memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kekayaan-kekayaan lokal di dalam setiap karya hingga pasar internasional akan mengenali dan mengakuinya sebagai produk asli Indonesia. 2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing. Sumber daya lokal yang dimaksudkan adalah sumber daya alam serta sumber daya budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Perlindungan yang dimaksud adalah memastikan bahwa sumber daya yang dimanfaatkan terjaga kuantitas dan kualitasnya sehingga tidak punah. Pemanfaatan yang dimaksud adalah sumber daya yang sudah ada dimanfaatkan secara maksimal baik sebagai bahan baku, materi inspirasi trend forecasting/koleksi, ataupun sebagai bahan penelitian. Diperkaya dengan perubahan perilaku yang dimaksud adalah senantiasa dinamis dan mengikuti perkembangan gaya hidup/teknologi terbaru. Kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial yang dimaksud adalah kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya harus bersifat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan alam ataupun masyarakat Indonesia. 3. Terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekaragaman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional. Yang dimaksud adalah industri mode yang mengikuti perkembangan jaman, memiliki standar yang diakui oleh seluruh dunia dengan produk-produk mode yang beraneka ragam jenis dan bentuknya sehingga menjadi produk yang berdaya beli tinggi di pasar internasional. 4. Terciptanya pembiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal. Yang dimaksudkan adalah lembaga-lembaga pembiayaan serta fasilitasi terhadap dukungan modal dengan syarat-syarat yang mampu dipenuhi oleh para pelaku usaha skala kecil hingga usaha skala besar/industri. Yang sesuai yang dimaksud adalah sesuai dengan kapasitas usaha pengguna/peminjam. 5. Terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas, adalah meningkatnya nilai ekonomi yang dihasilkan melalui transaksi jual-beli produk mode lokal di toko/butik/dept. store/distro dan di kegiatan pameran dagang dalam dan luar negeri. 6. Tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif. Teknologi dan infrastruktur adalah alat/mesin/software serta hubungan kerja sama/ kolaborasi yang sesuai, user friendly, dan memiliki standar global yang mendukung kegiatan di industri mode, 7. Terciptanya kelembagaan yang mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis, adalah penciptaan lembaga pemerintahan/nonpemerintahan,
130
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
regulasi/deregulasi yang memiliki fokus pada kegiatan pengembangan industri mode serta memiliki tujuan serta visi yang sama sehingga tidak tumpang tindih/berulang.
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Mode Untuk mencapai tujuan pengembangan mode, terdapat 10 sasaran strategis yang dapat diindikasikan oleh 118 indikasi strategis. Sasaran dan indikasi strategis pengembangan mode meliputi: 1. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan, yang dapat diindasikan dengan: a. Peningkatan materi pengajaran dan kegiatan yang yang mendorong terciptanya mental kreatif (keberanian daya imajinasi dan kemampuan pemecahan masalah). b. Terciptanya materi pengajaran dan kegiatan yang yang merangsang perilaku pemecahan masalah berbasiskan tujuh sikap mental kreatif. c. Pertumbuhan sikap apresiatif dan pemanfaatan nilai lokal sebagai bentuk perwujudan kecintaan lokal. d. Memiliki materi pengajaran yang berkaitan dengan kewirausahaan dan niaga mode dengan memanfaatkan teknologi. e. Pertumbuhan jumlah tenaga pengajar mode yang berkualitas di tingkat nasional dan global. f. Peningkatan kerja sama antara pendidikan mode lokal dan global dalam bentuk pendirian cabang lembaga pendidikan mode asing di dalam negeri, penciptaan program di lembaga pendidikan mode lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan mode asing, program pertukaran pelajar, ataupun beasiswa. g. Terciptanya standardisasi kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sebuah lembaga pendidikan mode. h. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana lembaga pendidikan mode yang sudah ada yang sudah sesuai standardisasi. i.
Memiliki lembaga pendidikan baru formal/nonformal/informal di daerah-daerah berpotensi untuk pengembangan industri mode, contoh: Tasikmalaya, Pekalongan, Makassar, dan Lasem.
j. Memiliki lembaga pendidikan mode terpadu dari jenjang pendidikan menengah hingga pascasarjana k. Peningkatan jumlah lembaga pendidikan mode untuk jenjang setara dengan S1. l.
Memiliki lembaga pendidikan mode untuk jenjang yang setara dengan S2 dan S3.
m. Peningkatan jumlah forum komunikasi antar institusi dunia usaha dan dunia pendidikan yang memiliki fokus pada kegiatan kreasi, produksi, pemasaran, penjualan, kerja sama, dan riset. n. Pertumbuhan komunikasi antar institusi dalam hal pembentukan kurikulum berdasarkan kompetensi. o. Penambahan akses magang/kerja praktek di dunia usaha. p. Pertumbuhan akses uji coba pasar di dunia usaha bagi siswa lembaga pendidikan mode
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
131
q. Peningkatan jumlah kurikulum mode yang berbasis praktek lapangan (magang/ kerja praktek/uji coba pasar). r. Penambahan akses bagi praktisi yang ingin menjadi pengajar di lembaga pendidikan mode, termasuk dalam penyusunan kurikulum. 2. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global, yang diindikasikan dengan: a. Memiliki sistem yang mengharuskan sebuah merek terdaftar secara legal. b. Terselenggaranya kegiatan pengidentifikasian potensi para pelaku mode melalui pendaftaran merek. c. Peningkatan jumlah pelatihan/pengayaan/fasilitas partisipasi di pameran bagi para pelaku mode yang berbasis pengembangan kekayaan lokal ke pasar global. d. Penambahan program kompetensi mode berbasis teknologi terbaru seperti pelatihan penggunaan alat ajar serta pemanfaatan media online untuk pemasaran dan riset. e. Terciptanya kerja sama dengan dunia industri untuk dukungan penyediaan teknologi yang bersangkutan. f. Terciptanya standar kompetensi pelaku mode yang sesuai dengan lapangan. g. Terciptanya program sertifikasi pelaku mode yang dapat diaplikasikan secara merata. h. Peningkatan program perlindungan kerja bagi pelaku mode di dalam negeri. 3. Terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan, yang dapat diindikasikan dengan: a. Peningkatan jumlah SDA lokal yang termanfaatkan menjadi bahan baku melalui proses serta pemanfaatan yang ramah lingkungan dan dapat dibeli dengan harga terjangkau. b. Terciptanya proses kerja yang tidak memiliki dampak pencemaran terhadap lingkungan. c. Terciptanya sistem informasi (bank data) yang menyimpan data perusahaan pengolahan bahan baku. d. Pertumbuhan program uji coba SDA berbasis teknologi, contoh: uji coba proses pewarnaan alam agar warna tahan lama. e. Terselenggaranya penelitian untuk penciptaan bahan baku lokal dari SDA yang ada di Indonesia. f. Terciptanya standardisasi proses pewarnaan alam yang diakui secara internasional. g. Peningkatan jumlah pendaftaran HKI terhadap penemuan bahan baku lokal, pewarnaan alam, dan produk yang menggunakan konsep sustainable fashion (industri hijau, pemanfaatan limbah, minimalisir pencemaran, dan lain-lainnya). h. Peningkatan mutu sistem produksi sehingga efisien dan yang menjamin ketersediaan kebutuhan bahan baku industri secara berkesinambungan dan harga yang kompetitif. i. Peningkatan sistem produksi dari tradisional menjadi industri. j. Peningkatan keragaman dan mutu industri sehingga tidak hanya dapat melayani kebutuhan eksport, tetapi juga kebutuhan dalam negeri. k. Terciptanya sistem standardisasi mutu bahan baku lokal untuk produk-produk mode internasional.
132
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Pewarnaan Alam di SwarnaFest 2014
l. Peningkatan kualitas sistem standardisasi mutu bahan baku lokal. m. Terselenggaranya program penyediaan bahan baku hasil kerja sama antarpemerintah, intelektual, asosiasi, dan pengusaha. n. Terciptanya stabilitas ketersediaan dan proses pendistribusian bahan baku. 4. Terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat, yang dapat diindikasikan dengan: a. Terselenggaranya program eksperimen dan penemuan gaya baru berbasis budaya Indonesia. b. Terciptanya pusat dokumentasi untuk hasil eksperimen berbasis budaya. c. Terselenggaranya proses identifikasi dan pendokumentasian SDB sebagai inspirasi. d. Terciptanya sistem informasi (bank data) SDB Indonesia yang dapat diakses oleh umum. 5. Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil, yang dapat diindikasikan dengan: a. Terciptanya program start-up usaha mode. b. Terciptanya program kelompok kerja usaha mode yang berbasis wilayah/cluster/unit koperasi dengan konsep pemasaran bersama. c. Terciptanya standar industri mode yang setara dengan standar internasional. d. Peningkatan jumlah usaha mode yang mampu mengakses standar industri mode. e. Terciptanya konsep industri mode hijau. f. Terciptanya sertifikasi hijau di industri mode. g. Pertumbuhan jumlah usaha mode yang telah menerapkan sertifikasi hijau.
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
133
h. Terselenggaranya program kemudahan bagi usaha mode yang telah menerapkan sertifikasi hijau. i. Terselenggaranya program ko-kreasi dan ko-produksi antar usaha mode. j. Pertumbuhan jumlah program magang bagi mahasiswa mode di usaha-usaha mode. k. Peningkatan dukungan terhadap program pelatihan yang mendukung industri tekstil, industri aksesori pakaian, dan kegiatan promosi seperti acara pameran/fashion show. l. Peningkatan jumlah dunia usaha yang dapat mengakses bahan baku utama dan alternatif. m. Terciptanya program national brand kolaborasi pelaku mode. n. Terciptanya program mentoring bisnis mode. o. Pertumbuhan jumlah pengusaha mode yang memiliki skill-knowledge-attitude. p. Memiliki program-program yang berbasis inkubator bisnis yang bersifat kesinambungan dan bekerja sama dengan dunia usaha. q. Memiliki program-program penciptaan entrepreneur mode, seperti kompetisi, lokakarya atau pelatihan.
Diklat Desain Pakaian Jadi 2014 di Balai Diklat Industri
6. Terwujudnya keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional, yang dapat diindikasikan dengan: a. Memiliki arahan tren berbasis sumber daya Indonesia yang dapat dipergunakan tidak hanya di dunia mode, tetapi juga di sektor ekonomi kreatif lainnya. b. Memiliki lembaga trend forecasting Indonesia yang memiliki kekuatan riset, inovasi dan pengembangan. c. Pertumbuhan jumlah pelaku mode yang telah mengaplikasikan arahan tren Indonesia dalam produknya. d. Memiliki sentra kreatif dan kelompok kerja sebagai langkah awal live-in-designer. e. Memiliki program live-in-designer yang didampingi oleh praktisi mode di 33 ibu kota provinsi di seluruh Indonesia.
134
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
f. Memiliki program mentoring serupa dengan live-in-designer, khusus untuk daerahdaerah pedalaman Indonesia. g. Memiliki program kompetisi khusus mode berskala lokal dan nasional, yang berbasis inovasi dan penciptaan usaha kreatif. h. Terciptanya pusat data (bank data) kreasi dan inovasi produk mode. i. Peningkatan jumlah fasilitasi keikutsertaan produk mode di pameran/fashion show di Indonesia dan negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika. 7. Meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode, yang dapat diindikasikan dengan: a. Memiliki skema/model pembiayaan yang user friendly dan sesuai usaha/pelaku yang disasar. b. Peningkatan jumlah pendanaan bagi calon/pelaku mode yang memiliki potensi. c. Memiliki koperasi/lembaga pembiayaan yang khusus menangani pendanaan/ pembiayaan di wilayah-wilayah yang memiliki potensi mode. d. Peningkatan mutu layanan lembaga pembiayaan yang sudah ada. 8. Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri, yang dapat diindikasikan dengan: a. Memiliki lembaga riset yang khusus melakukan penelitian pasar industri mode di dalam dan luar negeri. b. Memiliki sistem informasi (bank data) yang user friendly mengenai produk dan pelaku mode di dalam dan luar negeri. c. Pertumbuhan jumlah merek-merek lokal yang dijual di lokasi prime mal-mal Indonesia. d. Peningkatan akses aplikasi program franchise untuk produk mode. e. Memiliki kegiatan-kegiatan yang mensosialisasikan/mempromosikan informasiseputar tata cara franchise dan keuntungannya. f. Peningkatan jumlah dukungan partisipasi pelaku/produk mode di acara-acara dalam negeri. g. Mengembangkan konsep dan rencana aksi branding dan promosi di dalam dan luar negeri, yang dapat mensinergikan pelaksanaan branding dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah.Peningkatan penggunaan inspirasi dan bahan baku lokal untuk pembuatan produk mode. h. Peningkatan rasa kecintaan akan produk mode/merek lokal melalui kegiatan-kegiatan seperti kampanye, talkshow/bincang-bincang/diskusi, forum komunitas, dan masih banyak lagi. i. Peningkatan jumlah pembelian produk/merek mode lokal di dalam negeri. k. Memiliki standar klasifikasi kegiatan di industri mode. l. Peningkatan jumlah dukungan terhadap pameran, festival, misi dagang serta jejaring B2B di Indonesia, negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika. m. Peningkatan jumlah produk/merek mode lokal yang dijual di luar negeri. n. Peningkatan akses pengurusan dokumen dan legalitas untuk produk ekspor. o. Memiliki sistem informasi untuk pengurusan dokumen/legalitas produk ekspor. p. Memiliki sistem informasi (bank data) untuk informasi seputar regulasi ekspor
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
135
produk mode dari negara tujuan yang bersangkutan.
Sunday Dress Up salah satu bentuk kegiatan untuk meningkatkan rasa kecintaan akan produk lokal
9. Terciptanya percepatan proses produksi, promosi dan distribusi, yang dapat diindikasikan dengan: a. Memiliki software lokal yang murah dan user friendly untuk proses desain mode, pembuatan-grading-marker pola, pengecekan kualitas bahan, potong, jahit, dan bordir. b. Memiliki dan menyertifikasi teknologi produksi dan pengolahan bahan baku produk mode. c. Peningkatan kualitas lembaga penelitian dan inkubator teknologi yang menghasikan teknologi pendukung industri mode. d. Peningkatan jumlah kerja sama riset teknologi pendukung industri mode. e. Memiliki tenaga-tenaga ahli pengoperasi software dan hardware pendukung industri mode. 10. Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode, yang dapat diindikasikan dengan: a. Memiliki regulasi pendidikan mode yang menitikberatkan kreativitas. b. Memiliki regulasi yang menjamin kebebasan berekspresi dalam industri mode. c. Memiliki regulasi untuk pemberian insentif pada upaya penciptaan kreativitas. d. Memiliki regulasi penciptaan bank data dan pengarsipan sejarah mode hingga jenisjenis produk mode. e. Memiliki regulasi yang dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang industri mode. f. Memiliki regulasi mengenai penggunaan sumber daya alam sebagai bahan baku produk mode. g. Memiliki regulasi yang mengatur mengenai perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya tanpa merusak lingkungan.
136
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
h. Memiliki regulasi yang mengatur (1) pemberian insentif bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) budaya; (2) pengembangan dan pemanfaatan budaya berbasis kreativitas. i. Memiliki regulasi yang mengatur mengenai penelitian sumber daya lokal sebagai bahan baku lokal dan pemanfaatan budaya sebagai inspirasi penciptaan produk mode. j. Memiliki regulasi yang mengatur penataan industri mode beserta industri pendukungnya. k. Memiliki regulasi perpajakan, kepabeanan, dan retribusi untuk dapat mempercepat pemberian insentif pada pengembangan industri mode serta pemastian tidak adanya pengulangan pada penagihan pajak. l. Memiliki regulasi yang menjamin keterbukaan informasi mengenai industri mode terhadap publik. m. Memilik regulasi yang mengatur metode dan akses pembiayaan di industri mode. n. Memiliki regulasi yang mendukung penciptaan lembaga pembiayaan dan peningkatan akses pembiayaan bagi industri mode. o. Memiliki regulasi yang mendorong dan memfasilitasi PMA maupun PMDN di sektor industri mode secara adil. p. Memiliki regulasi yang mengatur tataniaga produk mode untuk perluasan pasar di dalam dan luar negeri. q. Memiliki regulasi yang mengatur pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengarusutamakan kreativitas, terutama pada legalitas aliran barang ekspor. r. Memiliki regulasi yang mendorong investasi industri mode Indonesia ke luar negeri. s. Memiliki regulasi pengaturan informasi dan transaksi elektronik yang dapat menjamin privasi masyarat dan meminimalisasi cyber crime dengan tetap memberikan ruang pada tumbuh kembangnya kreativitas. t. Memiliki regulasi atas teknologi informasi dan telekomunikasi yang mendorong percepatan penyediaan infrastruktur teknologi pendukung industri mode. u. Memiliki regulasi yang mengatur riset dan pengembangan teknologi tepat guna bagi industri mode. v. Memiliki regulasi HKI untuk menjamin perlindukan bagi produk mode lokal. w. Memiliki regulasi yang mengatur penataan, perlindungan, dan perdagangan di usaha mode.
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Mode Arah pengembangan industri mode dijabarkan berdasarkan tujuan pengembangan industri mode, meliputi 7 tujuan utama, yaitu: (1) terciptanya pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal; (2) terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing; (3) terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekaragaman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional; (4) terciptanya pembiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal; (5) terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas; (6) tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif; (7) terciptanya kelembagaan yang
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
137
mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis. Tujuh tujuan tersebut menghasilkan 34 arah kebijakan sebagai berikut: 1. Menciptakan dan mengembangkan kualitas pendidikan mode yang mengutamakan kreativitas, kewirausahaan, kesadaran lingkungan alam, sosial dan budaya, kemampuan memanfaatkan teknologi tinggi, dan menghargai nilai-nilai lokal. 2. Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan formal dan nonformal, baik pemerintah atau swasta terutama di daerah yang memiliki potensi kekayaan lokal (batik, tenun, penghasil serta, masyarakat yang terampil). 3. Menyelaraskan antara tahapan pendidikan serta meningkatkan partisipasi dunia usaha dalam pendidikan. 4. Menciptakan pelaku mode yang profesional, mampu memanfaatkan teknologi dan infrastruktur industri mode, serta mampu mengembangkan potensi kekayaan lokal agar dapat diterima dalam pasar global. 5. Perlindungan terhadap pelaku mode Indonesia di dalam negeri. 6. Mengembangkan pusat pengetahuan, riset dan eksperimen SDA (sumber daya alam) Indonesia berbasis teknologi yang mudah diakses. 7. Mengembangkan bahan baku lokal yang kompetitif dan berkualitas. 8. Menciptakan dan meningkatkan skala produksi dan daya saing bahan baku lokal di dalam dan luar negeri. 9. Mengembangkan eksperimen dan eksplorasi sumber budaya Indonesia sebagai inspirasi dalam proses inovasi produk mode. 10. Mengembangkan pusat pengetahuan dan sistem informasi industri mode berbasis budaya Indonesia. 11. Memfasilitasi penciptaan usaha mode lokal di seluruh wilayah Indonesia. 12. Mengembangkan standar industri mode nasional yang diakui secara global. 13. Memfasilitasi kolaborasi dan linkage antar usaha mode maupun antara industri mode dengan industri lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global. 14. Meningkatnya jumlah pengusaha mode lokal yang profesional, dinamis serta berdaya saing di persaingan dunia mode internasional. 15. Meningkatnya jenis keanekaragaman serta kualitas produk mode. 16. Terciptanya sistem informasi produk mode yang berbasis inovasi. 17. Membuka peluang pasar dosmetik dan nternasional. 18. Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah dan kompetitif. 19. Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode. 20. Mengembangkan sistem informasi pasar produk mode di dalam negeri yang terpusat dan dapat diakses dengan mudah. 21. Memberikan kesempatan yang sama untuk produk lokal potensial untuk bersaing di pasar dalam negeri. 22. Meningkatkan mereking produk/usaha mode lokal di dalam dan luar negeri.
138
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
23. Membuka peluang pasar baru melalui even dalam dan luar negeri. 24. Meningkatkan kualitas pelayanan ekspor produk mode lokal. 25. Meningkatkan pengembangan teknologi yang sesuai untuk proses utama dan pendukung di industri mode. 26. Meningkatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi. 27. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pendidikan dan apresiasi yang menitikberatkan kreativitas. 28. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pemanfaatan dan pengembangan sumber daya lokal bagi industri mode. 29. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) penciptaan value chain, penataan industri mode baik industri utama dan industri pendukungnya (backward and forward linkage). 30. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pembiayaan bagi industri mode. 31. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) perluasan pasar produk mode. 32. Harmonisasi-regulasi teknologi dan infrastruktur pendukung industri kreatif. 33. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) Hak Kekayaan Intelektual (HKI). 34. Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) penciptaan pasar yang adil berdasarkan ukuran usaha (kecil, sedang dan besar).
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Mode Strategi pengembangan jangka menengah subsektor mode merupakan pendekatan pelaksanaan perencanaan dan rencana aksi dalam kurun waktu 2015-2019, yang dilaksanakan dengan beberapa prinsip dasar, sebagai berikut: 1. Dalam melaksanakan rencana aksi pengembangan subsektor mode, pemerintah berfungsi sebagai fasilitator, yaitu pihak yang memfasilitasi pengembangan bukan sebagai penyelenggara acara atau even. Sebagai fasilitator, pemerintah menjembatani berbagai kepentingan para pemangku kepentingan dalam pengembangan industri mode dan memberi dana fasilitasi. 2. Perencanaan dan pelaksanaan rencana aksi pengembangan subsektor mode melibatkan pelaku profesional di industri mode, yang mencakup para akademisi, para praktisi, tenaga riset, dan pemerhati mode. 3. Pemberian dana fasilitasi dilakukan dengan transparan dan akuntabel.
4.5.1 Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan memiliki 10 strategi yang dicapai melalui 11 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membentuk mental kreatif dan kecintaan akan lokal sejak dini dalam kurikulum pendidikan mode. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah pembuatan kurikulum kreatif, melalui pendidikan seni yang menghadirkan sikap mental perseptual, intelektual, fisikal, kreatif, ekonomi, emosional dan sosial.
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
139
2. Strategi 2: Menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan mode dengan penekanan pada pembentukan mental kreatif dan mandiri melalui pemecahan masalah. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah pembuatan kegiatan simulasi yang merangsang kemampuan pemecahan masalah baik intra maupun ekstrakurikuler, berdasarkan kurikulum yang telah disusun sebelumnya. 3. Strategi 3: Mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang memiliki fokus pada aspek kewirausahaan, pemanfaatan teknologi tinggi, memiliki kesadaran akan lingkungan alam, sosial dan budaya, dan menghargai nilai-nilai lokal. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Kegiatan dan program studi pengembangan sarung yang memiliki fokus pada penemuan bentuk baru sebagai upaya pemecahan masalah b. Promosi dan sosialisasi pengembangan sarung c. Mengadakan kegiatan yang mengarah ke pengenalan, pemahaman, peng-apresiasian, dan penerapan nilai lokal pada diri dan lingkungannya. 4. Strategi 4: Peningkatan kualitas tenaga pengajar yang menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional dan global. 5. Strategi 5: Meningkatkan kerja sama lembaga pendidikan mode lokal dengan lembaga pendidikan mode global. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah program pertukaran pelajar dan beasiswa di bidang mode. 6. Strategi 6: Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana lembaga pendidikan mode yang sudah ada. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan teknologi terbaru. 7. Strategi 7: Menciptakan dan meningkatkan sebaran lembaga pendidikan mode hingga jenjang pascasarjana. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah program pertukaran pelajar dan beasiswa di bidang mode. 8. Strategi 8: Mengembangkan komunikasi dua arah antar institusi dunia usaha dan dunia pendidikan secara berkala untuk pembentukan kurikulum berdasarkan kompetensi. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah forum komunikasi antar dunia usaha dan pendidikan yang memiliki fokus pengembangan di segi kreasi, produksi, pemasaran, riset, dan pemasaran. 9. Strategi 9: Memfasilitasi penciptaan dan pengembangan strategi pendidikan mode yang berbasis program magang/kerja praktek/uji coba pasar di dunia usaha. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah program praktek kerja di daerah ataupun kota-kota besar. 10. Strategi 10: Memberikan akses bagi para praktisi dunia usaha mode untuk dapat menjadi tenaga pengajar di lembaga pendidikan mode lokal. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah forum komunikasi antar dunia usaha dan pendidikan yang memiliki fokus pengembangan di segi kreasi, produksi, pemasaran, riset, dan pemasaran.
140
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
4.5.2 Peningkatan kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global Peningkatan kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global memiliki 4 strategi yang dicapai melalui 4 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membentuk dan mengembangkan potensi para pelaku yang memiliki kemampuan membawa kekayaan lokal yang dapat dibawa ke dalam pasar global. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Program kompetensi pelaku industri dalam hal kreasi dan produksi. b. Program kompetensi pelaku dalam hal riset, pemasaran, dan penjualan berkerja sama dengan kementerian, dunia usaha, dan lembaga riset. 2. Strategi 2: Mengembangkan program kompetensi yang memanfaatkan teknologi terbaru dan infrastruktur di industri mode, mulai dari industri kecil sampai dengan industri besar. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah program kompetensi pelaku dalam hal riset, pemasaran, dan penjualan berkerja sama dengan kementerian, dunia usaha, dan lembaga riset. 3. Strategi 3: Mengidentifikasi profil profesi, mengembangkan standar kompetensi, dan memfasilitasi sertifikasi pelaku mode yang diakui secara global. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pengembangan standar kompetensi pelaku mode yaitu SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). b. Penciptaan program sertifikasi pelaku mode. 4. Strategi 4: Mengembangkan sistem perlindungan kerja bagi pelaku mode di dalam negeri. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Pengembangan standar kompetensi pelaku mode yaitu SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). b. Penciptaan program sertifikasi pelaku mode.
4.5.3 Penciptaan pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan Penciptaan pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan memiliki 10 strategi yang dicapai melalui 2 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Mengidentifikasi dan mengembangkan SDA menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri mode (baik dari yang sudah ada maupun bahan baku lokal baru) yang ramah lingkungan, berkualitas, dan kompetitif. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan bank data yang menampung data-data usaha pengolahan bahan baku lokal. 2. Strategi 2: Mengembangkan sistem informasi SDA Indonesia yang akurat, dikelola secara profesional, dan mudah untuk diakses. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
141
aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan bank data yang menampung data-data usaha pengolahan bahan baku lokal. 3. Strategi 3: Mengembangkan program uji coba SDA yang berbasis teknologi. 4. Strategi 4: Memfasilitasi penelitian penciptaan bahan baku lokal yang berdaya saing dan berkualitas dari SDA yang ada. 5. Strategi 5: Mengembangkan standardisasi proses pewarnaan alam yang dapat diterima dan dimanfaatkan oleh dunia internasional. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan standardisasi proses pewarnaan alam secara bertahap. 6. Strategi 6: Memfasilitasi pendaftaran, perlindungan, dan penegakan HKI terhadap penemuan bahan baku lokal dan pewarnaan alam. 7. Strategi 7: Mengembangkan sistem produksi bahan baku sehingga dapat menjamin ketersediaan bagi industri mode dengan kompetitif dan berkesinambungan . 8. Strategi 8: Menjamin dan meningkatkan kualitas sistem standardisasi mutu bahan baku lokal bernilai tambah sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri. 9. Strategi 9: Meningkatkan kerja sama pemerintah, intelektual, dan bisnis dalam pemanfaatan bahan baku lokal. 10. Strategi 10: Menjamin ketersediaan bahan baku dan pendistribusiannya yang mudah diakses dan cepat dari hulu ke hilir.
4.5.4 Penciptaan sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat Penciptaan sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat memiliki 3 strategi yang dicapai melalui 1 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Mengembangkan dan mendokumentasikan program eksperimen serta penemuan gaya baru dengan basis budaya Indonesia sebagai inspirasinya. 2. Strategi 2: Mengidentifikasi, mendokumentasikan budaya Indonesia yang dapat dijadikan inspirasi. 3. Strategi 3: Mengembangkan sistem informasi sumber daya budaya Indonesia yang akurat, dikelola secara profesional, dan mudah diakses oleh berbagai pihak. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan bank data yang menampung data sumber daya budaya Indonesia.
4.5.5 Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil memiliki 13 strategi yang dicapai melalui 11 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Menciptakan program start-up usaha mode dan memberikan kemudahan akses untuk penciptaan usaha mode lokal. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan dan pengembangan program start-up usaha mode yang disertai dengan pendampingan. 2. Strategi 2: Mengembangkan program kelompok kerja berdasarkan pembagian wilayah/ kluster/unit koperasi. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu
142
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
dilakukan adalah penciptaan dan pengembangan kelompok kerja usaha mode berbasis wilayah/kluster/unit koperasi dengan konsep pemasaran bersama. 3. Strategi 3: Menciptakan dan mengembangkan standar industri yang setara dengan standar internasional. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan standar industri mode yang setara dengan standar internasional (fokus tahap pertama adalah standardisasi ukuran). 4. Strategi 4: Memfasilitasi akses usaha mode terhadap standar industri yang telah dikembangkan. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan standar industri mode yang setara dengan standar internasional (fokus tahap pertama adalah standardisasi ukuran). 5. Strategi 5: Mengembangkan sertifikasi hijau di industri mode dan memberikan kemudahan bagi usaha-usaha yang menerapkannya. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penciptaan dan pengembangan industri hijau b. Penciptaan standar eco label fashion 6. Strategi 6: Memfasilitasi ko-kreasi dan ko-produksi antar usaha mode di tingkat lokal, nasional, dan global. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan fashion district. 7. Strategi 7: Memfasilitasi program magang (internship) tenaga kerja mode di industri mode atau industri kreatif lainnya sehingga dapat terjadi transfer pengetahuan baik di dalam maupun luar negeri. 8. Strategi 8: Meningkatkan dukungan terhadap program-program di industri penunjang/ pendukung mode lokal. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan fashion district. 9. Strategi 9: Memfasilitasi akses dunia usaha terhadap bahan baku, bahan baku alternative, sumber daya budaya, dan pelaku mode lokal yang berkualitas dan kompetitif dan mendorong kerja sama lembaga pemerintah/swasta dengan industri mode. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah pengembangan mereking bagi pelaku/usaha mode yang berpotensi dalam program Indonesian Brands dengan siklus per 36 bulan. 10. Strategi 10: Menciptakan kolaborasi para pelaku mode untuk menghasilkan satu national brand yang mampu bersaing di pasar lokal dan internasional. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan dan pengembangan national brand kolaborasi pelaku mode. 11. Strategi 11: Meningkatkan skill-knowledge-attitude pengusaha-pengusaha mode dengan menghadirkan mentor bisnis mode berpengalaman lokal dan internasional. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan dan pengembangan program mentoring bisnis berkerja sama dengan dunia usaha. 12. Strategi 12: Mengembangkan program inkubator bisnis yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan dikelola secara profesional. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan dan pengembangan program-program berbasis inkubator bisnis yang berkesinambungan.
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
143
13. Strategi 13: Meningkatkan program rangsangan dalam menciptakan entrepreneur dalam bidang mode. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah kompetisi dan lokakarya kewirausahaan mode.
4.5.6 Perwujudan keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional Perwujudan keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional memiliki 5 strategi yang dicapai melalui 8 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi penciptaan arahan tren berupa riset dan pengembangan desain dan konten produk mode yang memanfaatkan sumber daya lokal. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penciptaan dan pengembangan lembaga trend forecasting Indonesia. b. Pengembangan sentra kreatif. c. Penciptaan bulan kreatif dan pengembangan wisata mode. 2. Strategi 2: Mengembangkan program mentoring/live-in-designer di daerah dengan praktisi mode sebagai pendamping. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Live-in-designer. b. Pendidikan dan pelatihan desain-produksi dalam 3 tahap berjenjang dan berkesinambungan. 3. Strategi 3: Menyelenggarakan kompetisi mode yang menitikberatkan pada inovasi produk dan penciptaaan usaha kreatif mode di daerah untuk menstandardisasi mutu dan menstimulasi keanekaragaman produk. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah kompetisi berbasis inovasi dan penciptaan usaha kreatif di wilayah nasional dan lokal (contoh: Reka Baru Desain Indonesia).
Reka Baru Desain Indonesia Sumber: dgi-Indonesia.com
144
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
4. Strategi 4: Menciptakan dan mengembangkan pusat pengumpulan data kreasi produk mode yang memiliki nilai inovasi tinggi dan beragam. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan bank data yang menampung data produk-produk inovasi mode, arahan tren, dan sentra kreatif. 5. Strategi 5: Memberikan apresiasi terhadap produk mode lokal dengan mengadakan/ memfasilitasi keikutsertaan di pameran atau fashion show dalam dan luar negeri. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah fasilitasi partisipasi produk mode di pameran/fashion show di Indonesia, Asia, Eropa, dan Amerika.
4.5.7 Peningkatan pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode Peningkatan pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode memiliki 4 strategi yang dicapai melalui 2 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Menciptakan dan mengembangkan skema/model pembiayaan yang tepat sasaran untuk usaha dan pengusaha mode dari berbagai tingkatan. 2. Strategi 2: Memfasilitasi pendanaan bagi calon atau pelaku mode yang berpotensi. 3. Strategi 3: Menciptakan dan mengembangkan koperasi/lembaga pembiayaan lain untuk wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan industri mode. 4. Strategi 4: Meningkatkan mutu layanan lembaga pembiayaan yang sudah ada. Untuk melaksanakan strategi tersebut di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penciptaan dan pengembangan koperasi simpan pinjam di daerah sentra kreatif dengan sistem pinjaman sangat lunak. b. Pengembangan jaringan koperasi di daerah fokus sentra kreatif.
4.5.8 Peningkatan penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri Peningkatan penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri memiliki 12 strategi yang dicapai melalui 4 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membentuk lembaga riset yang khusus meneliti mengenai pasar industri mode di dalam negeri dan luar negeri. 2. Strategi 2: Mengembangkan sistem informasi (bank data) yang user friendly mengenai pelaku dan produk mode. 3. Strategi 3: Memberikan kemudahan bagi produk mode lokal potensial yang ingin menjual produknya di lokasi-lokasi utama di dalam negeri. 4. Strategi 4: Mendorong kemudahan proses franchise bagi produk/usaha mode lokal yang potensial. 5. Strategi 5: Memfasilitasi partisipasi dalam even mode dalam negeri. 6. Strategi 6: Mengembangkan konsep dan rencana aksi branding dan promosi di dalam dan luar negeri, yang dapat mensinergikan pelaksanaan branding dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. 7. Strategi 7: Mengoptimalkan penggunaan inspirasi, bahan baku, dan tenaga kerja lokal untuk pelaku mode. Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
145
8. Strategi 8: Membangun konsumen mode yang lebih menghargai nilai-nilai lokal yang terkandung di dalam produk/usaha mode. 9. Strategi 9: Terciptanya standardisasi klasifikasi berbagai kegiatan di industri mode, misalnya penggunaan nama fashion week. 10. Strategi 10: Memberikan dukungan terhadap pameran, festival, misi dagang serta jejaring B2B para pelaku mode. 11. Strategi 11: Kemudahan pengurusan dokumen dan legalitas bagi produk mode yang akan diekspor. 12. Strategi 12: Mengembangkan sistem informasi mengenai regulasi ekspor produk mode dari negara tujuan ekspor yang akurat, terpercaya, mudah diakses, dan dikelola secara profesional. Untuk melaksanakan strategi tersebut di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penciptaan dan pengembangan lembaga riset pasar industri mode dalam dan luar negeri. b. Penciptaan bank data yang menampung data produk-produk serta pelaku industri mode di dalam dan luar negeri. c. Promosi produk-produk asli Indonesia ke pasar internasional melalui pameran-pameran dagang. d. Sosialisasi dan pengembangan franchise.
4.5.9 Penciptaan percepatan proses produksi, promosi, dan distribusi Penciptaan percepatan proses produksi, promosi, dan distribusi memiliki 12 strategi yang dicapai melalui 4 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi penyediaan software pendukung untuk proses kreasi-produksidistribusi hingga promosi yang murah dan user-friendly. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Penciptaan dan pengembangan software lokal dan user friendly untuk proses desain mode, pembuatan-grading-marker pola, pengecekan kualitas, bahan, potong, jahit, dan bordir. 2. Strategi 2: Menyediakan dan menyertifikasi teknologi produksi serta pengolahan bahan baku untuk produk mode. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan sertifikasi teknologi produksi dan pengolahan bahan baku produk mode 3. Strategi 3: Mengoptimalkan lembaga penelitian dan inkubator teknologi yang dapat menghasilkan teknologi pendukung industri mode. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah riset teknologi pendukung industri mode. 4. Strategi 4: Meningkatkan dan mengembangkan kerja sama riset teknologi secara multidisiplin antar institusi, antar industri, dan antar lembaga. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah riset teknologi pendukung industri mode. 5. Strategi 5: Menyediakan tenaga ahli yang memiliki kemampuan untuk mengoperasikan teknologi pendukung industri mode, baik berupa software maupun hardware. Untuk melaksanakan strategi di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penyediaan tenaga ahli pengoperasi software dan hardware pendukung industri mode secara berkesinambungan.
146
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
4.5.10 Penciptaan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode Penciptaan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode memiliki 5 strategi yang dicapai melalui 4 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Harmonisasi-regulasi pendidikan untuk menitikberatkan kreativitas dalam pendidikan. 2. Strategi 2: Harmonisasi-regulasi untuk menjamin kebebasan berekpresi bagi masyarakat dan memberikan insentif pada upaya-upaya yang dapat menumbuhkan kreativitas yang bertangung-jawab dan bermanfaat di masyarakat. 3. Strategi 3: Harmonisasi-regulasi pendokumentasian dan pengarsipan sejarah dan produk mode untuk menitikberatkan kreativitas di masyarakat. 4. Strategi 4: Harmonisasi-regulasi untuk dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang industri mode dan apresiasi terhadap kreativitas para pelakunya. 5. Strategi 5: Harmonisasi-regulasi tata niaga sumber daya alam lokal sebagai bahan baku industri mode secara adil. 6. Strategi 6: Harmonisasi-regulasi pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) sumber daya untuk memberikan dan mendukung pemanfaatan sumber daya alam (bahan baku lokal) dan sumber daya budaya lokal, tanpa merusak lingkungan. 7. Strategi 7: Harmonisasi-regulasi kebudayaan untuk dapat: (1) meningkatkan pemahaman (literasi) masyarakat terhadap budaya; (2) memberikan insentif dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) budaya; (3) mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan dan pemanfaatan budaya. 8. Strategi 8: Harmonisasi-regulasi riset sumber daya lokal untuk menghasilkan bahan baku lokal berkualitas, berdaya saing, dan kompetitif serta menghasilkan pengetahuan budaya yang dapat menginspirasi penciptaan produk mode. 9. Strategi 9: Harmonisasi-regulasi yang adil dalam penataan industri mode baik industri utama dan industri pendukungnya (backward dan forward linkage) yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pengembangan industri tersebut. 10. Strategi 10: Harmonisasi-regulasi perpajakan (pajak negara maupun pajak daerah), kepabeanan dan retribusi untuk dapat mempercepat memberikan insentif pada pengembangan industri mode, dan dipastikan tidak terjadi tumpang tindih atau adanya pengulangan pada penagihan perpajakan. 11. Strategi 11: Harmonisasi-regulasi keterbukaan informasi publik untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pengembangan industri mode. 12. Strategi 12: Harmonisasi-regulasi metode dan akses pembiayaan (funding) kepada industri mode. 13. Strategi 13: Harmonisasi-regulasi lembaga pembiayaan untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi industri mode. 14. Strategi 14: Harmonisasi-regulasi penanaman modal dalam dan luar negeri yang mendorong dan memfasilitasi PMA maupun PMDN di sektor industri kreatif secara adil. 15. Strategi 15: Harmonisasi-regulasi tataniaga karya kreatif (barang dan jasa) untuk dapat memperluas pasar karya kreatif di dalam maupun di luar negeri.
Bab 4: Rencana Pengembangan Industri Mode Indonesia
147
16. Strategi 16: Harmonisasi-regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengarusutamakan kreativitas, terutama pada legalitas aliran barang ekspor maupun impor. 17. Strategi 17: Harmonisasi-regulasi investasi untuk mendorong investasi industri kreatif Indonesia ke luar negeri. 18. Strategi 18: Harmonisasi-regulasi informasi dan transaksi elektronik untuk dapat melindungi privasi masyarakat dan meminimalisasi cyber crime dengan tetap memberikan ruang kepada tumbuhkembangnya kreativitas. 19. Strategi 19: Harmonisasi-regulasi teknologi informasi dan telekomunikasi yang mendorong percepatan penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi di seluruh Indonesia yang kompetitif. 20. Strategi 20: Harmonisasi-regulasi riset dan pengembangan teknologi untuk mengembangkan teknologi yang tepat guna bagi ekonomi kreatif. 21. Strategi 21: Harmonisasi-regulasi Hak atas Kekayaan Intelektual untuk dapat menjamin perlindungan (pendaftaran yang mudah, penegakan hukum atas pembajakan, dan tindakan melanggar HKI) bagi produk lokal dan internasional (merek impor). 22. Strategi 22: Harmonisasi-regulasi yang mengatur penataan, perlindungan, dan perdagangan di usaha-usaha bidang mode. Untuk melaksanakan strategi tersebut di atas, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah penciptaan dan penyesuaian regulasi yang mendukung industri mode.
148
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
150
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
BAB 5 Penutup
BAB 5: Penutup
151
5.1 Kesimpulan Kesadaran akan pentingnya ekonomi kreatif semakin meluas ke seluruh pemangku kepentingan setelah Mari Elka Pangestu selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia pada tahun 2009 meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif. Komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif Indonesia semakin besar, hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya kementerian yang membidangi ekonomi kreatif secara khusus, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 21 Desember 2011 berdasarkan Perpres Nomor 92 Tahun 2011. Untuk mengembangkan ekonomi kreatif Indonesia, Kementerian ini diperkuat dengan dua Direktorat Jenderal yang secara khusus menangani pengembangan ekonomi kreatif, yaitu Direktorat Jendral Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya dan Direktorat Jendral Ekonomi Kreatif Berbasis Media Desain dan Iptek. Bagi Indonesia, ekonomi kreatif merupakan sektor yang penting untuk mendorong terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur di tahun 2025 mendatang, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Ekonomi kreatif merupakan sektor yang penting untuk dikembangkan, pertama karena berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Tahun 2013 ekonomi kreatif berkontribusi 7% terhadap PDB Nasional (ADHK), menyerap 11,8 juta tenaga kerja (11% dari total tenaga kerja nasional), menciptakan 5,4 juta usaha kreatif yang sebagian besar adalah UKM, dan 17% dari total konsumsi rumah tangga dalam negeri adalah konsumsi produk kreatif. Kedua, mengangkat citra dan identitas bangsa Indonesia. Karya, produk, dan orang kreatif Indonesia diakui oleh bangsa-bangsa di dunia karena kualitas dan kreativitasnya. Ketiga, menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Dengan kreativitas, sumber daya terbatas bahkan limbah dapat dimanfaatkan untuk menciptakan produk dan karya kreatif yang bernilai tambah tinggi. Keempat, mendorong penciptaan inovasi yang merupakan solusi kreatif dari permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Melalui ekonomi kreatif ilmu pengetahuan dan pola berpikir desain akan diterapkan secara berkelanjutan untuk dapat mengejawantahkan kreativitas dan sumber daya lokal menjadi produk dan karya kreatif yang bernilai tambah tinggi. Kelima, melestarikan budaya Indonesia dan meningkatkan toleransi sosial. Ekonomi kreatif merupakan softpower bagi Indonesia untuk menembus pasar global dan menjadi alat pemersatu bangsa yang terdiri dari beanekaragam suku bangsa. Pengembangan ekonomi kreatif difokuskan pada pengarusutamaan kreativitas di setiap sektor dan kehidupan bermasyarakat untuk dapat menciptakan daya saing global dan kualitas hidup bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan ekonomi kreatif sebagai penggerak terciptanya Indonesia yang berdaya saing dan masyarakat berkualitas hidup tidak mudah. Setidaknya ada tujuh isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif, yaitu (1) ketersediaan sumber daya manusia yang profesional dan kompetitif; (2) ketersediaan bahan baku berupa sumber daya alam dan budaya yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; (3) pengembangan industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh dan beragam; (4) ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif; (5) perluasan pasar bagi karya, usaha, dan orang kreatif; (6) ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) kelembagaan dan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif. Tujuh isu strategis pengembangan ekonomi kreatif dapat diselesaikan dengan mengimplementasikan model pengembangan ekonomi kreatif yang digerakkan oleh quad-helix. Model pengembangan
152
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
ekonomi dapat dianalogikan menjadi sebuah bangunan yang terdiri dari pondasi, pilar dan atap. Pondasi pengembangan ekonomi kreatif adalah orang kreatif. Pilar pengembangan ekonomi kreatif ada lima yaitu, sumber daya kreatif berupa sumber daya alam dan sumber daya budaya, industri yang terdiri dari core creative industry (industri inti) dan backward and forward linkage creative industry, pembiayaan, teknologi dan infrastruktur, dan pemasaran. Pilar ini akan diperkuat oleh quad-helix melalui kelembagaan berupa norma, nilai, peraturan dan perundangan, hukum yang mengatur interaksi para aktor-aktor utama (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah) dalam pengembangan ekonomi kreatif. Kokohnya fondasi, kuatnya pilar dan harmonisnya kelembagaan menjadi kunci pengembangan ekonomi kreatif. Berdasarkan model tersebut, maka disusunlah Rencana Aksi Jangka Menengah Mode 2015-2019 dengan visi “Indonesia menjadi salah satu pusat mode dunia dengan mengoptimalkan kekuatan lokal yang fokus pada konsep ready-to-wear craft fashion.”. Visi ini kemudian dijabarkan menjadi 3 misi utama, 7 tujuan dan 10 sasaran strategis yang ingin dicapai hingga tahun 2019 mendatang, yang akan diimplementasikan melalui 88 strategi. Kerangka strategis pengembangan ekonomi kreatif subsektor mode hingga 2019 dijelaskan sebagai berikut. 1. Misi pertama adalah mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya manusia, alam, dan budaya lokal yang berdaya saing, dinamis dan berkelanjutan. Misi ini dijabarkan menjadi dua tujuan utama dan empat sasaran strategis sebagai berikut: 1. Penciptaan pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal, yang dapat diindikasikan dari tercapainya sasaran meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan; serta meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional, dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global. 2. Perwujudan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup, dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing yang dapat diindikasikan dari tercapainya sasaran terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani, dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif, dan terbarukan; serta terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal yang dapat diakses secara mudah dan cepat. 2. Misi kedua adalah mengembangkan industri mode yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas. Misi ini ingin mencapai tujuan terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekagraman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional yang ditandai oleh dua sasaran strategis: (1) meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil; (2) meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar dosmetik maupun internasional. 3. Misi ketiga adalah mengembangkan lingkungan industri yang kondusif dengan pengintegrasian rantai industri yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri mode. Misi ini meliputi empat aspek penting: (1) pembiayaan; (2) pemasaran; (3) infrastruktur dan teknologi, serta (4) kelembagaan yang tidak terbatas pada organisasi atau lembaga terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif nasional dan daerah, tetapi juga termasuk nilai-nilai, kebijakan, peraturan dan perundangan serta hukum yang
BAB 5: Penutup
153
mengatur interaksi antarpemangku kepentingan ekonomi kreatif. Tujuan yang ingin dicapai dalam misi ini meliputi: 1. Terciptanya permbiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal yang diindasikan dari meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung pengembangan industri mode. 2. Terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas yang diindasikan dari meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri. 3. Tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif yang diindasikan dari terciptanya percepatan proses produksi, promosi, dan distribusi. 4. Terciptanya kelembagaan yang mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis yang diindikasikan dari terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode. Visi misi ini disusun untuk sesuai dengan rencana pengembangan ekonomi kreatif jangka menengah 2015-2019 yang ditekankan pada pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas dengan kemampuan pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi. Kondisi yang ingin dicapai adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas; meningkatnya pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif; meningkatnya pertumbuhan dan daya saing industri kreatif; terciptanya lembaga pembiayaan dan akses pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal; meningkatnya keragaman segmen dan pangsa pasar ekonomi kreatif; meningkatnya pengembangan dan akses terhadap infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif bagi industri kreatif; dan terciptanya iklim usaha yang kondusif dan meningkatnya apresiasi terhadap karya kreatif lokal. Untuk mencapainya disusun Rencana Aksi Jangka Menengah Mode 2015-2019 yang terbagi atas lima bagian, yaitu: 1. BAB 1 Perkembangan Mode di Indonesia, memuat dua konten utama, yaitu mengenai definisi dan ruang lingkup industri mode, serta sejarah dan perkembangannya. Ruang lingkup mode dibagi berdasarkan proses dan volumenya, jenis produk, fungsi produk serta tujuan segmentasi pasar. Penjabaran ruang lingkup ini untuk memberi gambaran luasnya cakupan bidang mode dan menjadi dasar perlunya fokus pengembangan untuk mencapai hasil yang maksimal sesuai visi misi yang telah ditetapkan. Sejarah dan perkembangan mode memberi gambaran pergeseran konsep mode sebagai gaya hidup. Di awal kemunculannya, mode lebih banyak ditujukan bagi kalangan atas, kini mode telah menjadi kebutuhan setiap lapisan masyarakat. Pergeseran ini dijabarkan dalam sejarah industri mode sejak tahun 1900-an hingga kini, baik secara global ataupun yang terjadi di Indonesia, mencakup perubahan dalam style, pelaku dan tokoh-tokoh di setiap era serta berbagai kegiatan yang mewarnai perjalanan dunia mode. 2. BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Mode Indonesia, memaparkan ekosistem mode serta peta, ruang lingkup, dan model bisnis industri mode di Indonesia.
154
Ekosistem mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan dengan lingkungan sekitar yang mendukung
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
terciptanya nilai kreatif di industri mode. Baik mulai dari proses riset, kreasi, produksi, distribusi, penjualan, hingga pasar, apresiasi, dan pendidikan. Peta industri mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai hubungan antarpelaku dan entitas usaha yang membentuk industri utama, serta pelaku dan entitas (industri) pendukung yang memberikan suplai (backward linkage) ataupun yang memberikan permintaan ( forward linkage) kepada industri utama mode. Ruang lingkup industri mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai ruang lingkup usaha mode dalam hubungannya antara core industries, backward industries dan forward industries menurut pendekatan KBLI (Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Model bisnis industri mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai bentuk-bentuk model bisnis yang terdapat di industri mode. Melalui pemaparan ini diperoleh gambaran kondisi aktual dari industri mode Indonesia untuk dapat memahami potensi dan permasalah yang ada. 3. BAB 3 Kondisi Umum Mode di Indonesia, memaparkan mengenai kontribusi ekonomi mode, kebijakan pengembangan mode, struktur pasar mode, daya saing mode, serta potensi dan permasalahan dalam pengembangan mode. Kontribusi ekonomi bertujuan untuk memberikan pemahaman jumlah kontribusi yang disumbangkan oleh industri mode terhadap perekonomian Indonesia yang berbasis produk domestik bruto (PDB), berbasis ketenagakerjaan, berbasis aktivitas perusahaan, berbasis konsumsi rumah tangga, dan berbasis nilai ekspor. Kebijakan pengembangan mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Permendag 70, Hak Perlindungan Konsumen, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI). Struktur pasar mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai pasar industri mode dari skala kecil hingga skala besar serta persaingan yang terjadi di dalamnya yang akhirnya mempengaruhi kontribusi ekonomi Indonesia. Daya saing mode bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai tingkat daya saing industri mode yang dilihat dari aspek sumber daya kreatif, sumber daya pendukung, industri, pembiayaan, pemasaran, kelembagaan, infrastruktur, dan teknologi. Potensi dan permasalahan dalam pengembangan mode bertujuan untuk memaparkan seluruh potensi dan permasalahan yang terjadi di dalam industri mode dari 7 dimensi: (1) sumber daya kreatif; (2) sumber daya pendukung; (3) industri; (4) pembiayaan; (5) pemasaran; (6) infrastruktur dan teknologi; serta (7) kelembagaan. 4. BAB 4 Rencana Pengembangan Mode Indonesia merupakan bagian yang menjelaskan rencana pengembangan industri mode meliputi: arahan strategis pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019; visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan mode; sasaran dan indikasi strategis pengembangan mode; arah kebijakan pengembangan mode; strategi dan rencana aksi pengembangan mode. Bab ini bertujuan untuk memberikan pemahaman skala dan lingkup pengembangan mode sampai dengan tahun 2019, apa yang ingin dicapai pada tahun 2019 berdasarkan kondisi saat ini, dan langkah-langkah apa yang dilakukan untuk mencapai kondisi yang diharapkan pada tahun 2019. 5. BAB 5 Kesimpulan dan Saran. Bagian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai pokok pikiran dalam dokumen rencana induk pengembangan ekonomi kreatif hingga 2025 memberikan saran langkah-langkah yang harus dilakukan ke depan kepada semua pemangku kepentingan sehingga rencana pengembangan ekonomi kreatif ini dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien.
BAB 5: Penutup
155
Target pembaca dari dokumen Rencana Aksi Jangka Menengah Mode 2015-2019 yang berjudul Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2015-2019 adalah quad-helix (pemerintahbisnis-intelektual-komunitas), media, pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum. Bagi pemerintah, dokumen ini diharapkan dapat memberikan acuan dan panduan dalam mengembangkan program dan kegiatan terkait industri mode di Indonesia. Bagi bisnis, dokumen ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai potensi dan peluang pengembangan industri mode di Indonesia sehingga semakin banyak bisnis yang berinvestasi dalam pengembangan mode. Bagi intelektual, dokumen ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan referensi dalam melakukan penelitian dan pengembangan terkait industri mode. Bagi komunitas, dokumen ini diharapkan memberikan inspirasi untuk terus menghasilkan karya kreatif berkualitas. Bagi media, dokumen ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi dan literasi media mengenai industri mode sehingga media dapat semakin terlibat dalam komunikasi industri mode kepada masyarakat. Bagi pelajar dan mahasiswa, dokumen ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk bekerja dan berkarya di bidang industri mode. Bagi masyarakat umum, dokumen ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi dan literasi mengenai industri mode.
5.2 Saran Rencana jangka menengah 2015-2019 untuk pengembangan mode telah disusun, namun ini baru merupakan langkah awal untuk mensinergikan seluruh sumber daya untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran yang sama sehingga diperoleh hasil yang optimal bagi masyarakat. Pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan perencanaan yang dibuat merupakan salah satu tantangan di masa mendatang. Terkait dengan hal ini, maka terdapat beberapa isu yang menjadi perhatian kita bersama: 1. Pema hama n mengena i ekonomi k reatif mode da n kesepa kata n renca na pengembangannya.
Ruang lingkup industri mode sangat luas dan berbagai langkah pengembangan dari para pemangku kepentingan yang terlibat pun sudah banyak dikerjakan. Namun semua upaya yang dilakukan tidak mengarah pada pengembangan strategis yang terencana. Diperlukan pemahaman yang sama mengenai konsep ekonomi kreatif mode dan kesepakatan upaya pengembangannya, pemetaan potensi dan permasalahan, pemahaman mengenai apa, di mana, siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana pola pengembangan industri mode ini. Kesepakatan mengenai rencana pengembangan akan memberi kepastian arah yang dituju sehingga memudahkan penyusunan strategi dan pencapaian visi misi yang diharapkan.
2. Fondasi pengembangan melalui kekuatan sumber daya.
156
Fondasi pengembangan melalui kekuatan nilai-nilai lokal, kesadaran lingkungan, dan sosial menjadi dasar untuk pengembangan ekonomi kreatif yang berdaya saing. Sumber daya alam, budaya, manusia, diatur secara strategis, dan terutama dengan konsep berkesinambungan agar dapat menjadi kekuatan menghadapi keunggulan industri mode internasional. Pemanfaatan keberagaman kekayaan alam, budaya dan ketrampilan teknis dapat menjadi tawaran keunikan ditengah kecenderungan gaya hidup yang cenderung seragam. Kesadaran lingkungan dan sosial juga merupakan hal yang mutlak sebagai bentuk tanggung jawab dunia industri mode terhadap masyarakat dan dunia. Konsep ini harus disepakati sebagai fondasi untuk membangun industri mode tanah air.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
3.
Trend Forecasting sebagai strategi untuk mencapai Indonesia sebagai salah satu pusat mode dunia.
Rencana induk pengembangan ekonomi kreatif mode merumuskan pencapaian Indonesia sebagai salah satu pusat mode dunia. Pencanangan ini dibuat dengan tujuan mensejahterakan rakyat melalui industri mode. Suatu tujuan yang tidak mudah mengingat mode adalah industri yang relatif masih baru di Indonesia dibandingkan negara-negara mode internasional. Namun bukan tidak mungkin jika memiliki strategi yang tepat. Salah satunya adalah menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat inspirasi mode, melalui konsep lembaga trend forecasting, mengoptimalkan sumber daya alam, budaya, dan manusia, Indonesia dapat berkontribusi ikut mendandani dunia.
4. Tahapan pengembangan ekonomi kreatif mode melalui kerjasama quad-helix.
Perkembangan dunia mode yang sangat pesat di satu sisi menghadirkan upaya-upaya instant, yang secara sekilas terlihat dunia mode Indonesia sudah maju dan sejajar secara internasional, namun jika diteliti ternyata industri ini cenderung rapuh, belum memiliki fondasi yang kuat. Secara kreativitas dapat dikatakan pelaku industri ini tidak kalah, namun secara bisnis belum memadai, bahkan masih banyak yang melihat mode semata-mata bagian dari dunia hiburan dan selebriti. Tahapan pengembangan ekonomi kreatif mode melalui pengembangan riset, sumberdaya manusia dan sisi bisnis sudah direncanakan, selanjutnya kesiapan dan kerjasama quad-helix: dunia pendidikan, pelaku usaha, komunitas, dan pemerintahan untuk memperkuat fondasi dan langkah pengembangan perlu dilakukan, agar arah pengembangan mode sebagai bagian dari ekonomi kreatif mempunyai struktur yang kuat.
5.
Koordinasi dan sinergi lintas sektor dan lintas regional.
Aktivitas pengembangan ekonomi kreatif mode sudah banyak dilakukan dan melibatkan banyak kementerian serta lembaga. Namun pola pengembangan banyak yang tumpang tindih dan berulang, sehingga koordinasi lintas sektor merupakan tantangan utama untuk dapat mengimplementasikan memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana pengembangan yang telah disusun. Selain lintas sektor, koordinasi dan sinergi juga perlu dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, karena implementasi rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif mode banyak dilakukan di daerah-daerah. Dan yang terutama dalam koordinasi dan sinergi ini adalah ketegasan penentuan kepemimpinan dan kesediaan dari semua pemangku kepentingan untuk bekerjasama mencapai tujuan yang disepakati.
6.
Partisipasi aktif pemangku kepentingan dan kerjasama dengan para pemangku kepentingan.
Keunikan ekonomi kreatif mode adalah dinamika perubahan yang sangat cepat. Mode adalah gaya hidup, dalam era dimana informasi dan teknologi sudah sedemikian maju maka perubahan gaya hidup ini juga semakin cepat dan punya kecenderungan terjadi keseragaman. Upaya untuk menjadi sejajar dengan selera global di satu sisi dan memiliki kekhasan disisi lain adalah mutlak. Kepekaan memahami, melihat dan memprediksi, meresponi perubahan ini merupakan kekuatan yang dimiliki oleh pelaku serta para para pemangku kepentingan, dan kurang dimiliki pemangku kepentingan di pemerintahan. Karena itu untuk dapat mempercepat pengembangan ekonomi kreatif mode, pemerintah perlu bermitra dengan asosiasi dan komunitas serta pelaku bisnis mode baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program. Di sisi lain, perlu juga didorong orang kreatif
BAB 5: Penutup
157
dan wirausaha kreatif mode untuk berorganisasi dan difasilitasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terlibat aktif dalam organisasi dan tata kelola organisasi (asosiasi/komunitas) yang menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif mode Indonesia. 7. Pengembangan sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pengembangan ekonomi kreatif mode.
158
Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi merupakan sebuah proses yang berjalan secara berkesinambungan. Supaya pencapaian dalam setiap tahapan dapat menjadi pembelajaran dan juga menjadi bahan evaluasi bagi pengembangan di tahun berikutnya, maka diperlukan sebuah sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi yang dapat diakses, aman, transparan, dan dapat ditelusuri dengan mudah. Pemanfaatan sistem informasi dalam sistem ini menjadi kebutuhan utama, sehingga sistem ini akhirnya juga dapat menjadi pusat pengetahuan bagi proses pengembangan ekonomi kreatif mode di Indonesia.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
160
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
LAMPIRAN
LAMPIRAN
161
162
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
ARAH
STRATEGI
1.1
Meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan Menciptakan dan mengembangkan kualitas pendidikan mode yang mengutamakan kreativitas, kewirausahaan, kesadaran lingkungan alam, sosial dan budaya, kemampuan memanfaatkan teknologi tinggi, dan menghargai nilai-nilai lokal
Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan formal dan nonformal, baik pemerintah atau swasta terutama di daerah yang memiliki potensi kekayaan lokal (batik, tenun, penghasil serta, masyarakat yang terampil)
a
b
1. Terciptanya pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana lembaga pendidikan mode yang sudah ada Menciptakan dan meningkatkan sebaran lembaga pendidikan mode hingga jenjang pascasarjana
3
Peningkatan kualitas tenaga pengajar yang menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional dan global
4
2
Mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang memiliki fokus pada aspek kewirausahaan, pemanfaatan teknologi tinggi, memiliki kesadaran akan lingkungan alam, sosial dan budaya, dan menghargai nilai-nilai lokal
3
Meningkatkan kerja sama lembaga pendidikan mode lokal dengan lembaga pendidikan mode global
Menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan mode dengan penekanan pada pembentukan mental kreatif dan mandiri melalui pemecahan masalah
2
1
Membentuk mental kreatif dan kecintaan akan lokal sejak dini dalam kurikulum pendidikan mode
1
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya manusia, alam dan budaya lokal yang berdaya saing, dinamis dan berkelanjutan
MISI/ TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI MODE
LAMPIRAN
163
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global Menciptakan pelaku mode yang profesional, mampu memanfaatkan teknologi dan infrastruktur industri mode, serta mampu mengembangkan potensi kekayaan lokal agar dapat diterima dalam pasar global
Perlindungan terhadap pelaku mode Indonesia di dalam negeri
b
Menyelaraskan antara tahapan pendidikan serta meningkatkan partisipasi dunia usaha dalam pendidikan
a
c
ARAH
Mengembangkan sistem perlindungan kerja bagi pelaku mode di dalam negeri
Mengidentifikasi profil profesi, mengembangkan standar kompetensi, dan memfasilitasi sertifikasi pelaku mode yang diakui secara global
3
1
Mengembangkan program kompetensi yang memanfaatkan teknologi terbaru dan infrastruktur di industri mode, mulai dari industri kecil sampai dengan industri besar
2
Memberikan akses bagi para praktisi dunia usaha mode untuk dapat menjadi tenaga pengajar di lembaga pendidikan mode lokal
3
Membentuk dan mengembangkan potensi para pelaku yang memiliki kemampuan membawa kekayaan lokal yang dapat dibawa ke dalam pasar global
Memfasilitasi penciptaan dan pengembangan strategi pendidikan mode yang berbasis program magang/ kerja praktek/uji coba pasar di dunia usaha
2
1
Mengembangkan komunikasi dua arah antar institusi dunia usaha dan dunia pendidikan secara berkala untuk pembentukan kurikulum berdasarkan kompetensi
1
STRATEGI
2.1
Terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan a
Mengembangkan pusat pengetahuan, riset dan eksperimen SDA (sumber daya alam) Indonesia berbasis teknologi yang mudah diakses
1
Mengidentifikasi dan mengembangkan SDA menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri mode (baik dari yang sudah ada maupun bahan baku lokal baru) yang ramah lingkungan, berkualitas, dan kompetitif
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing
1.2
MISI/ TUJUAN/SASARAN
164
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
MISI/ TUJUAN/SASARAN
c
b
Menciptakan dan meningkatkan skala produksi dan daya saing bahan baku lokal di dalam dan luar negeri
Mengembangkan bahan baku lokal yang kompetitif dan berkualitas
ARAH
Menjamin dan meningkatkan kualitas sistem standardisasi mutu bahan baku lokal bernilai tambah sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri Meningkatkan kerja sama pemerintah, intelektual, dan bisnis dalam pemanfaatan bahan baku lokal Menjamin ketersediaan bahan baku dan pendistribusiannya yang mudah diakses dan cepat dari hulu ke hilir
2
3 4
Memfasilitasi pendaftaran, perlindungan, dan penegakan HKI terhadap penemuan bahan baku lokal dan pewarnaan alam
3
Mengembangkan sistem produksi bahan baku sehingga dapat menjamin ketersediaan bagi industri mode dengan kompetitif dan berkesinambungan
Mengembangkan standardisasi proses pewarnaan alam yang dapat diterima dan dimanfaatkan oleh dunia internasional
2
1
Memfasilitasi penelitian penciptaan bahan baku lokal yang berdaya saing dan berkualitas dari SDA yang ada
Mengembangkan program uji coba SDA yang berbasis teknologi
3 1
Mengembangkan sistem informasi SDA Indonesia yang akurat, dikelola secara profesional, dan mudah untuk diakses
2
STRATEGI
LAMPIRAN
165
Terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat
Mengembangkan eksperimen dan eksplorasi sumber budaya Indonesia sebagai inspirasi dalam proses inovasi produk mode Mengembangkan pusat pengetahuan dan sistem informasi industri mode berbasis budaya Indonesia
a
b
ARAH
Mengidentifikasi, mendokumentasikan budaya Indonesia yang dapat dijadikan inspirasi Mengembangkan sistem informasi sumber daya budaya Indonesia yang akurat, dikelola secara profesional, dan mudah diakses oleh berbagai pihak
2
Mengembangkan dan mendokumentasikan program eksperimen serta penemuan gaya baru dengan basis budaya Indonesia sebagai inspirasinya
1
1
STRATEGI
3.1
Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil
Memfasilitasi penciptaan usaha mode lokal di seluruh wilayah Indonesia
Mengembangkan standar industri mode nasional yang diakui secara global
a
b
Menciptakan dan mengembangkan standar industri yang setara dengan standar internasional Memfasilitasi akses usaha mode terhadap standar industri yang telah dikembangkan Mengembangkan sertifikasi hijau di industri mode dan memberikan kemudahan bagi usaha-usaha yang menerapkannya
2 3
Mengembangkan program kelompok kerja berdasarkan pembagian wilayah/kluster/unit koperasi
2
1
Menciptakan program start-up usaha mode dan memberikan kemudahan akses untuk penciptaan usaha mode lokal
1
3. Terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekaragaman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional
Misi 2 : Mengembangkan industri mode yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
2.2
MISI/ TUJUAN/SASARAN
166
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
MISI/ TUJUAN/SASARAN
d
c
Meningkatnya jumlah pengusaha mode lokal yang profesional, dinamis serta berdaya saing di persaingan dunia mode internasional
Memfasilitasi kolaborasi dan linkage antar usaha mode maupun antara industri mode dengan industri lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global
ARAH
Meningkatkan program rangsangan dalam menciptakan wirausaha dalam bidang mode
3
Menciptakan kolaborasi para pelaku mode untuk menghasilkan 1 merek nasional yang mampu bersaing di pasar lokal dan internasional
5
Mengembangkan program inkubator bisnis yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan dikelola secara profesional
Memfasilitasi akses dunia usaha terhadap bahan baku, bahan baku alternatif, sumber daya budaya, dan pelaku mode lokal yang berkualitas dan kompetitif dan mendorong kerja sama lembaga pemerintah/ swasta dengan industri mode
4
2
Meningkatkan dukungan terhadap program-program di industri penunjang/pendukung mode lokal
3
Meningkatkan skill-knowledge-attitude pengusahapengusaha mode dengan menghadirkan mentor bisnis mode berpengalaman lokal dan internasional
Memfasilitasi program magang (internship) tenaga kerja mode di industri mode atau industri kreatif lainnya sehingga dapat terjadi transfer pengetahuan baik di dalam maupun luar negeri
2
1
Memfasilitasi ko-kreasi dan ko-produksi antar usaha mode di tingkat lokal, nasional, dan global
1
STRATEGI
LAMPIRAN
167
Terwujudnya keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional Meningkatnya jenis keanekaragaman serta kualitas produk mode
Terciptanya sistem informasi produk mode yang berbasis inovasi Membuka peluang pasar dosmetik dan internasional
a
b
c
ARAH
Menyelenggarakan kompetisi mode yang menitikberatkan pada inovasi produk dan penciptaaan usaha kreatif mode di daerah untuk menstandardisasi mutu dan menstimulasi keanekaragaman produk
3
1
Memberikan apresiasi terhadap produk mode lokal dengan mengadakan/memfasilitasi keikutsertaan di pameran/fashion show dalam dan luar negeri
Menciptakan dan mengembangkan pusat pengumpulan data kreasi produk mode yang memiliki nilai inovasi tinggi dan beragam
Mengembangkan program mentoring/live-in-designer di daerah dengan praktisi mode sebagai pendamping
2
1
Memfasilitasi penciptaan arahan tren berupa riset dan pengembangan desain dan konten produk mode yang memanfaatkan sumber daya lokal
1
STRATEGI
4.1
Meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode
Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah dan kompetitif
Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode
a
b
4. Terciptanya pembiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal
Menciptakan dan mengembangkan koperasi/lembaga pembiayaan lain untuk wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan industri mode Meningkatkan mutu layanan lembaga pembiayaan yang sudah ada
2
Memfasilitasi pendanaan bagi calon atau pelaku mode yang berpotensi
2 1
Menciptakan dan mengembangkan skema/model pembiayaan yang tepat sasaran untuk usaha dan pengusaha mode dari berbagai tingkatan
1
Misi 3 : Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif dengan pengintegrasian rantai industri yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri mode
3.2
MISI/ TUJUAN/SASARAN
168
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
5.1
Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri
Mengembangkan sistem informasi pasar produk mode di dalam negeri yang terpusat dan dapat diakses dengan mudah
Memberikan kesempatan yang sama untuk produk lokal potensial untuk bersaing di pasar dalam negeri
Meningkatkan branding produk/ usaha mode lokal di dalam dan luar negeri
Membuka peluang pasar baru melalui even dalam dan luar negeri
b
c
d
ARAH
a
5. Terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas
MISI/ TUJUAN/SASARAN
Terciptanya standardisasi klasifikasi berbagai kegiatan di industri mode, misalnya penggunaan nama fashion week Memberikan dukungan terhadap pameran, festival, misi dagang serta jejaring B2B para pelaku mode
2
Membangun konsumen mode yang lebih menghargai nilai-nilai lokal yang terkandung di dalam produk/ usaha mode
3
1
Mengoptimalkan penggunaan inspirasi, bahan baku, dan tenaga kerja lokal untuk pelaku mode
2
Memfasilitasi partisipasi dalam even mode dalam negeri
3
Mengembangkan konsep dan rencana aksi branding dan promosi di dalam dan luar negeri, yang dapat mensinergikan pelaksanaan branding dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah
Mendorong kemudahan proses franchise bagi produk/ usaha mode lokal yang potensial
2
1
Memberikan kemudahan bagi produk mode lokal potensial yang ingin menjual produknya di lokasilokasi utama di dalam negeri
Mengembangkan sistem informasi (bank data) yang user friendly mengenai pelaku dan produk mode
2 1
Membentuk lembaga riset yang khusus meneliti mengenai pasar industri mode di dalam negeri dan luar negeri
1
STRATEGI
LAMPIRAN
169
e
Meningkatkan kualitas pelayanan ekspor produk mode lokal
ARAH
6.1
Terciptanya percepatan proses produksi, promosi dan distribusi
Meningkatkan pengembangan teknologi yang sesuai untuk proses utama dan pendukung di industri mode
Meningkatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi
a
b
6. Tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif
MISI/ TUJUAN/SASARAN
Menyediakan tenaga ahli yang memiliki kemampuan untuk mengoperasikan teknologi pendukung industri mode, baik berupa software maupun hardware
2
Mengoptimalkan lembaga penelitian dan inkubator teknologi yang dapat menghasilkan teknologi pendukung industri mode
3
Meningkatkan dan mengembangkan kerja sama riset teknologi secara multidisiplin antar institusi, antar industri, dan antar lembaga
Menyediakan dan mensertifikasi teknologi produksi serta pengolahan bahan baku untuk produk mode
2
1
Memfasilitasi penyediaan software pendukung untuk proses kreasi-produksi-distribusi hingga promosi yang murah dan user-friendly
Mengembangkan sistem informasi mengenai regulasi ekspor produk mode dari negara tujuan ekspor yang akurat, terpercaya, mudah diakses, dan dikelola secara profesional
2
1
Kemudahan pengurusan dokumen dan legalitas bagi produk mode yang akan diekspor
1
STRATEGI
170
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
ARAH
7.1
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode
b
a
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pemanfaatan dan pengembangan sumber daya lokal bagi industri mode
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pendidikan dan apresiasi yang menitikberatkan kreativitas
Harmonisasi-regulasi pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) sumber daya untuk memberikan dan mendukung pemanfaatan sumber daya alam (bahan baku lokal) dan sumber daya budaya lokal, tanpa merusak lingkungan. Harmonisasi-regulasi kebudayaan untuk dapat: (1) meningkatkan pemahaman (literasi) masyarakat terhadap budaya; (2) memberikan insentif dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) budaya;(3) mengarusutamakan kreatifitas dalam pengembangan dan pemanfaatan budaya
3
Harmonisasi-regulasi untuk dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang industri mode dan apresiasi terhadap kreativitas para pelakunya
4
2
Harmonisasi-regulasi pendokumentasian dan pengarsipan sejarah dan produk mode untuk menitikberatkan kreatifitas di masyarakat
3
Harmonisasi-regulasi tata niaga sumber daya alam lokal sebagai bahan baku industri mode secara adil
Harmonisasi-regulasi untuk menjamin kebebasan berekpresi bagi masyarakat dan memberikan insentif pada upaya-upaya yang dapat menumbuhkan kreativitas yang bertangung-jawab dan bermanfaat di masyarakat
2
1
Harmonisasi-regulasi pendidikan untuk menitikberatkan kreativitas dalam pendidikan
STRATEGI
1
7. Terciptanya kelembagaan yang mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis
MISI/ TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
171
MISI/ TUJUAN/SASARAN
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) penciptaan value chain, penataan industri mode baik industri utama dan industri pendukungnya (backward and forward linkage)
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) pembiayaan bagi industri mode
c
d
ARAH
Harmonisasi-regulasi lembaga pembiayaan untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi industri mode Harmonisasi-regulasi penanaman modal dalam dan luar negeri yang mendorong dan memfasilitasi PMA maupun PMDN di sektor industri kreatif secara adil
2 3
Harmonisasi-regulasi keterbukaan informasi publik untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pengembangan industri mode
3
Harmonisasi-regulasi metode dan akses pembiayaan (funding) kepada industri mode
Harmonisasi-regulasi perpajakan (pajak negara maupun pajak daerah), kepabeanan dan retribusi untuk dapat mempercepat memberikan insentif pada pengembangan industri mode, dan dipastikan tidak terjadi tumpang tindih/pengulangan pada penagihan perpajakan
2
1
Harmonisasi-regulasi yang adil dalam penataan industri mode baik industri utama dan industri pendukungnya (backward dan forward linkage) yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pengembangan industri tersebut
Harmonisasi-regulasi riset sumber daya lokal untuk menghasilkan bahan baku lokal berkualitas, berdaya saing, dan kompetitif serta menghasilkan pengetahuan budaya yang dapat menginspirasi penciptaan produk mode
1
4
STRATEGI
172
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
MISI/ TUJUAN/SASARAN
Harmonisasi-regulasi teknologi dan infrastruktur pendukung industri kreatif
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) penciptaan pasar yang adil berdasarkan ukuran usaha (kecil, sedang dan besar)
g
h
Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de-regulasi) perluasan pasar produk mode
f
e
ARAH
1
Harmonisasi-regulasi yang mengatur penataan, perlindungan dan perdagangan di usaha-usaha bidang mode
Harmonisasi-regulasi Hak atas Kekayaan Intelektual untuk dapat menjamin perlindungan (pendaftaran yang mudah, penegakan hukum atas pembajakan dan tindakan melanggar HKI) bagi produk lokal dan internasional (merek impor)
Harmonisasi-regulasi riset dan pengembangan teknologi untuk mengembangkan teknologi yang tepat guna bagi ekonomi kreatif
3
1
Harmonisasi-regulasi teknologi informasi dan telekomunikasi yang mendorong percepatan penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi di seluruh Indonesia yang kompetitif
2
Harmonisasi-regulasi investasi untuk mendorong investasi industri kreatif Indonesia ke luar negeri
3
Harmonisasi-regulasi informasi dan transaksi elektronik untuk dapat melindungi privasi masyarakat dan meminimalisasi cyber crime dengan tetap memberikan ruang kepada tumbuhkembangnya kreativitas
Harmonisasi-regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengarusutamakan kreatifitas, terutama pada legalitas aliran barang ekspor maupun impor
2
1
Harmonisasi-regulasi tataniaga karya kreatif (barang dan jasa) untuk dapat memperluas pasar karya kreatif di dalam maupun di luar negeri
1
STRATEGI
LAMPIRAN
173
INDIKASI STRATEGIS
1.1
Meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan
m. Peningkatan jumlah forum komunikasi antar institusi dunia usaha dan dunia pendidikan yang memiliki fokus pada kegiatan kreasi, produksi, pemasaran, penjualan, kerja sama, dan riset
l. Memiliki lembaga pendidikan mode untuk jenjang yang setara dengan S2 dan S3
k. Peningkatan jumlah lembaga pendidikan mode untuk jenjang setara dengan S1
j. Memiliki lembaga pendidikan mode terpadu dari jenjang pendidikan menengah hingga pascasarjana
i. Memiliki lembaga pendidikan baru formal/nonformal/informal di daerah-daerah berpotensi untuk pengembangan industri mode, contoh: Tasikmalaya, Pekalongan, Makassar, dan Lasem
h. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana lembaga pendidikan mode yang sudah ada yang sudah sesuai standardisasi
g. Terciptanya standardisasi kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sebuah lembaga pendidikan mode
f. Peningkatan kerja sama antara pendidikan mode lokal dan global dalam bentuk pendirian cabang lembaga pendidikan mode asing di dalam negeri, penciptaan program di lembaga pendidikan mode lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan mode asing, program pertukaran pelajar, ataupun beasiswa.
e. Pertumbuhan jumlah tenaga pengajar mode yang berkualitas di tingkat nasional dan global
d. Memiliki materi pengajaran yang berkaitan dengan kewirausahaan dan niaga mode dengan memanfaatkan teknologi
c. Pertumbuhan sikap apresiatif dan pemanfaatan nilai lokal sebagai bentuk perwujudan kecintaan lokal
b. Terciptanya materi pengajaran dan kegiatan yang yang merangsang perilaku pemecahan masalah berbasiskan 7 sikap mental kreatif
a. Peningkatan materi pengajaran dan kegiatan yang yang mendorong terciptanya mental kreatif (keberanian daya imajinasi dan kemampuan pemecahan masalah).
1. Terciptanya pelaku mode yang berdaya saing dan mampu mengangkat potensi kekayaan lokal
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya manusia, alam dan budaya lokal yang berdaya saing, dinamis, dan berkelanjutan
MISI/ TUJUAN/SASARAN
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI MODE
174
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global
h. Peningkatan program perlindungan kerja bagi pelaku mode di dalam negeri
g. Terciptanya program sertifikasi pelaku mode yang dapat diaplikasikan secara merata
f. Terciptanya standar kompetensi pelaku mode yang sesuai dengan lapangan
e. Terciptanya kerja sama dengan dunia industri untuk dukungan penyediaan teknologi yang bersangkutan
d. Penambahan program kompetensi mode berbasis teknologi terbaru seperti pelatihan penggunaan alat ajar serta pemanfaatan media online untuk pemasaran dan riset.
c. Peningkatan jumlah pelatihan/pengayaan/fasilitasi partisipasi di pameran bagi para pelaku mode yang berbasis pengembangan kekayaan lokal ke pasar global
b. Terselenggaranya kegiatan pengidentifikasian potensi para pelaku mode melalui pendaftaran merek
a. Memiliki sistem yang mengharuskan sebuah merek terdaftar secara legal
r. Penambahan akses bagi praktisi yang ingin menjadi pengajar di lembaga pendidikan mode, termasuk dalam penyusunan kurikulum
q. Peningkatan jumlah kurikulum mode yang berbasis praktek lapangan (magang/kerja praktek/uji coba pasar)
p. Pertumbuhan akses uji coba pasar di dunia usaha bagi siswa lembaga pendidikan mode
o. Penambahan akses magang/kerja praktek di dunia usaha
n. Pertumbuhan komunikasi antar institusi dalam hal pembentukan kurikulum berdasarkan kompetensi
INDIKASI STRATEGIS
2.1
Terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan
b. Terciptanya proses kerja yang tidak memiliki dampak pencemaran terhadap lingkungan
a. Peningkatan jumlah SDA lokal yang termanfaatkan menjadi bahan baku melalui proses serta pemanfaatan yang ramah lingkungan dan dapat dibeli dengan harga terjangkau
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya lokal yang diperkaya dengan perubahan perilaku, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sosial sehingga memiliki kekhasan yang dinamis dan berdaya saing
1.2
MISI/ TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
175
2.2
Terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat
MISI/ TUJUAN/SASARAN
d. Terciptanya sistem informasi (bank data) SDB Indonesia yang dapat diakses oleh umum
c. Terselenggaranya proses identifikasi dan pendokumentasian Sumber Daya Budaya sebagai inspirasi
b. Terciptanya pusat dokumentasi untuk hasil eksperimen berbasis budaya
a. Terselenggaranya program eksperimen dan penemuan gaya baru berbasis budaya Indonesia
m. Terciptanya stabilitas ketersediaan dan proses pendistribusian bahan baku
l. Terselenggaranya program penyediaan bahan baku hasil kerja sama antar pemerintah, intelektual, asosiasi, dan pengusaha
k. Peningkatan kualitas sistem standardisasi mutu bahan baku lokal
j. Terciptanya sistem standardisasi mutu bahan baku lokal untuk produk-produk mode internasional
i. Peningkatan keragaman dan mutu industri sehingga tidak hanya dapat melayani kebutuhan ekspor, tapi juga kebutuhan dalam negeri
h. Peningkatan sistem produksi dari tradisional menjadi industri
g. Peningkatan mutu sistem produksi sehingga efisien dan yang menjamin ketersediaan kebutuhan bahan baku industri secara berkesinambungan dan harga yang kompetitif
f. Peningkatan jumlah pendaftaran HKI terhadap penemuan bahan baku lokal, pewarnaan alam, dan produk yang menggunakan konsep sustainable fashion (industri hijau, pemanfaatan limbah, minimalisir pencemaran, dan lainlainnya)
e. Terciptanya standardisasi proses pewarnaan alam yang diakui secara internasional
d. Terselenggaranya penelitian untuk penciptaan bahan baku lokal dari SDA yang ada di Indonesia
c. Pertumbuhan program uji coba SDA berbasis teknologi, contoh: uji coba proses pewarnaan alam agar warna tahan lama
INDIKASI STRATEGIS
176
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
INDIKASI STRATEGIS
3.1
Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil
q. Memiliki program-program penciptaan entrepreneur mode, seperti kompetisi, workshop atau pelatihan
p. Memiliki program-program yang berbasis inkubator bisnis yang bersifat kesinambungan dan berkerja sama dengan dunia usaha
o. Pertumbuhan jumlah pengusaha mode yang memiliki skill-knowledge-attitude
n. Terciptanya program mentoring bisnis mode
m. Terciptanya program national merek kolaborasi pelaku mode
l. Peningkatan jumlah dunia usaha yang dapat mengakses bahan baku utama dan alternatif,
k. Peningkatan dukungan terhadap program pelatihan yang mendukung industri tekstil, industri aksesori pakaian, dan kegiatan promosi seperti event pameran/fashion show
j. Pertumbuhan jumlah program magang bagi mahasiswa mode di usaha-usaha mode
i. Terselenggaranya program co-creation dan co-production antar usaha mode
h. Terselenggaranya program kemudahan bagi usaha mode yang telah menerapkan sertifikasi hijau
g. Pertumbuhan jumlah usaha mode yang telah menerapkan sertifikasi hijau
f. Terciptanya sertifikasi hijau di industri mode
e. Terciptanya konsep industri mode hijau
d. Peningkatan jumlah usaha mode yang mampu mengakses standar industri mode
c. Terciptanya standar industri mode yang setara dengan standar internasional
b. Terciptanya program kelompok kerja usaha mode yang berbasis wilayah/kluster/unit koperasi dengan konsep pemasaran bersama
a. Terciptanya program start-up usaha mode
3. Terwujudnya industri mode yang dinamis, berdaya saing, serta mampu menghasilkan keanekaragaman produk yang siap menghadapi persaingan dunia mode internasional
Misi 2 : Mengembangkan industri mode yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
MISI/ TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
177
Terwujudnya keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional
i. Peningkatan jumlah fasilitasi keikutsertaan produk mode di pameran/fashion show di Indonesia dan negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika
h. Terciptanya pusat data (bank data) kreasi dan inovasi produk mode
g. Memiliki program kompetisi khusus mode berskala lokal dan nasional, yang berbasis inovasi dan penciptaan usaha kreatif
f. Memiliki program mentoring serupa dengan live-in-designer, khusus untuk daerah-daerah pedalaman Indonesia
e. Memiliki program live-in-designer yang didampingi oleh praktisi mode di 33 ibu kota provinsi di seluruh Indonesia
d. Memiliki sentra kreatif dan kelompok kerja sebagai langkah awal live in designer
c. Pertumbuhan jumlah pelaku mode yang telah mengaplikasikan arahan trend Indonesia dalam produknya
b. Memiliki lembaga tren forecasting Indonesia yang memiliki kekuatan riset, inovasi dan pengembangan
a. Memiliki arahan tren berbasis sumber daya Indonesia yang dapat dipergunakan tidak hanya di dunia mode, namun juga di sektor ekonomi kreatif lainnya
INDIKASI STRATEGIS
4.1
Meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode
d. Peningkatan mutu layanan lembaga pembiayaan yang sudah ada
c. Memiliki koperasi/lembaga pembiayaan yang khusus menangani pendanaan/pembiayaan di wilayah-wilayah yang memiliki potensi mode
b. Peningkatan jumlah pendanaan bagi calon/pelaku mode yang memiliki potensi
a. Memiliki skema/model pembiayaan yang user friendly dan sesuai usaha/pelaku yang disasar
4. Terciptanya pembiayaan dan akses yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri lokal
Misi 3 : Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif dengan pengintegrasian rantai industri yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri mode
3.2
MISI/ TUJUAN/SASARAN
178
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
5.1
Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri
INDIKASI STRATEGIS
p. Memiliki sistem informasi (bank data) untuk informasi seputar regulasi ekspor produk mode dari negara tujuan yang bersangkutan
o. Memiliki sistem informasi untuk pengurusan dokumen/legalitas produk ekspor
n. Peningkatan akses pengurusan dokumen dan legalitas untuk produk ekspor
m. Peningkatan jumlah produk/merek mode lokal yang dijual di luar negeri
l. Peningkatan jumlah dukungan terhadap pameran, festival, misi dagang serta jejaring B2B di Indonesia, negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika
k. Memiliki standar klasifikasi kegiatan di industri mode
j. Peningkatan jumlah pembelian produk/merek mode lokal di dalam negeri
i. Peningkatan rasa kecintaan akan produk mode/merek lokal melalui kegiatan-kegiatan seperti kampanye, talkshow/ bincang-bincang/diskusi, forum komunitas, dan masih banyak lagi
h. Peningkatan penggunaan inspirasi dan bahan baku lokal untuk pembuatan produk mode
g. Mengembangkan konsep dan rencana aksi branding dan promosi di dalam dan luar negeri, yang dapat mensinergikan pelaksanaan branding dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah
f. Peningkatan jumlah dukungan partisipasi pelaku/produk mode di event-event dalam negeri
e. Memiliki kegiatan-kegiatan yang mensosialisasikan/mempromosikan informasi seputar tata cara franchise dan keuntungannya
d. Peningkatan akses aplikasi program franchise untuk produk mode
c. Pertumbuhan jumlah merek-merek lokal yang dijual di lokasi prime mall-mall Indonesia
b. Memiliki sistem informasi (bank data) yang user friendly mengenai produk dan pelaku mode di dalam dan luar negeri
a. Memiliki lembaga riset yang khusus melakukan penelitian pasar industri mode di dalam dan luar negeri
5. Terciptanya perluasan pasar lokal dan internasional yang berkualitas
MISI/ TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
179
Terciptanya percepatan proses produksi, promosi dan distribusi
e. Memiliki tenaga-tenaga ahli pengoperasi software dan hardware pendukung industri mode
d. Peningkatan jumlah kerja sama riset teknologi pendukung industri mode
c. Peningkatan kualitas lembaga penelitian dan inkubator teknologi yang menghasikan teknologi pendukung industri mode
b. Memiliki dan mensertifikasi teknologi produksi dan pengolahan bahan baku produk mode
a. Memiliki software lokal yang murah dan user friendly untuk proses desain mode, pembuatan-grading-marker pola, pengecekan kualitas bahan, potong, jahit, dan bordir
INDIKASI STRATEGIS
7.1
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode
i. Memiliki regulasi yang mengatur mengenai penelitian sumber daya lokal sebagai bahan baku lokal dan pemanfaatan budaya sebagai inspirasi penciptaan produk mode
h. Memiliki regulasi yang mengatur (1); (2) pemberian insentif bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam pelestarian (perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) budaya; (3) pengembangan dan pemanfaatan budaya berbasis kreatifitas
g. Memiliki regulasi yang mengatur mengenai perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya tanpa merusak lingkungan
f. Memiliki regulasi mengenai penggunaan sumber daya alam sebagai bahan baku produk mode
e. Memiliki regulasi yang dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang industri mode
d. Memiliki regulasi penciptaan bank data dan pengarsipan sejarah mode hingga jenis-jenis produk mode
c. Memiliki regulasi untuk pemberian insentif pada upaya penciptaan kreativitas
b. Memiliki regulasi yang menjamin kebebasan berekspresi dalam industri mode
a. Memiliki regulasi pendidikan mode yang menitikberatkan kreativitas
7. Terciptanya kelembagaan yang mendukung pengembangan industri mode dan memiliki hubungan yang harmonis
6.1
6. Tersedianya teknologi dan infrastruktur yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif
MISI/ TUJUAN/SASARAN
180
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
MISI/ TUJUAN/SASARAN
w. Memiliki regulasi yang mengatur penataan, perlindungan, dan perdagangan di usaha mode
v. Memiliki regulasi HKI untuk menjamin perlindungan bagi produk mode lokal
u. Memiliki regulasi yang mengatur riset dan pengembangan teknologi tepat guna bagi industri mode
t. Memiliki regulasi atas teknologi informasi dan telekomunikasi yang mendorong percepatan penyediaan infrastruktur teknologi pendukung industri mode
s. Memiliki regulasi pengaturan informasi dan transaksi elektronik yang dapat menjamin privasi masyarakat dan meminimalisasi cyber crime dengan tetap memberikan ruang kepada tumbuhkembangnya kreatifitas
r. Memiliki regulasi yang mendorong investasi industri mode Indonesia ke luar negeri
q. Memiliki regulasi yang mengatur pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengarusutamakan kreativitas, terutama pada legalitas aliran barang ekspor
p. Memiliki regulasi yang mengatur tataniaga produk mode untuk perluasan pasar di dalam dan luar negeri
o. Memiliki regulasi yang mendorong dan memfasilitasi PMA maupun PMDN di sektor industri mode secara adil
n. Memiliki regulasi yang mendukung penciptaan lembaga pembiayaan dan peningkatan akses pembiayaan bagi industri mode
m. Memilik regulasi yang mengatur metode dan akses pembiayaan di industri mode
l. Memiliki regulasi yang menjamin keterbukaan informasi mengenai industri mode terhadap publik
k. Memiliki regulasi perpajakan, kepabeanan, dan retribusi untuk dapat mempercepat pemberian insentif pada pengembangan industri mode serta pemastian tidak adanya pengulangan pada penagihan pajak
j. Memiliki regulasi yang mengatur penataan industri mode beserta industri pendukungnya
INDIKASI STRATEGIS
LAMPIRAN
181
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
1
Pembuatan kurikulum kreatif, melalui pendidikan seni yang menghadirkan sikap mental perseptual, intelektual, fisikal, kreatif, ekonomi, emosional dan sosial.
Pembentukan tim penyusun kurikulum yang terdiri dari 2 akademisi setara S3, 3 akademisi setara S2, dan 5 akademisi setara S1, total 10 orang.
Pembentukan tim uji coba dan evaluasi
Rapat-rapat penyusunan kurikulum tahap 1
Draft kurikulum yang telah disusun kemudian disosialisasikan melalui Focus Group Discussion dengan target peserta adalah praktisi di lembaga pendidikan dan pengusaha-pengusaha mode
Rapat-rapat penyusunan kurikulum tahap 2 berdasarkan masukan FGD - finalisasi
a
b
c
d
e
Jakarta (2015), Pulau Jawa (2016)
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2019
Sasaran 1. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pendidikan mode yang mendukung penciptaan dan penyebaran pelaku mode secara merata dan berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI MODE 2015-2019
182
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
SASARAN/RENCANA AKSI
Evaluasi hasil uji coba
Rapat finalisasi kurikulum
Sosialiasi kurikulum ke seluruh lembaga pendidikan mode di wilayah tujuan
Promosi kurikulum terbaru
Evaluasi kurikulum per tahun
i
j
k
l
Laporan hasil uji coba per 2 bulanan
g
h
Kurikulum final diujicobakan di lembaga pendidikan mode, 5 yang setara S1 dan 5 yang setara kursus, selama 6 bulan
f
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB 2015
x
x
x
x
x
x
2016
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
x
2018
x
2019
LAMPIRAN
183
2
Pembuatan kegiatan simulasi yang merangsang kemampuan pemecahan masalah baik intra maupun ekstrakurikuler, berdasarkan kurikulum yang telah disusun sebelumnya
SASARAN/RENCANA AKSI
Pembentukan tim penyusun kegiatan yang mampu merangsang kemampuan pemecahan masalah
Pertemuan koordinasi dengan tim penyusun kurikulum
Pertemuan penyusunan kegiatan
Uji coba kegiatan dalam program ekstrakurikuler
Evaluasi kegiatan
Uji coba kegiatan dalam program intrakulikuler
Evaluasi kegiatan
Pertemuan koordinasi dengan tim penyusun kurikulum untuk menyerahkan input berdasarkan hasil evaluasi kegiatan
a
b
c
d
e
f
g
h
DESKRIPSI RENCANA AKSI Jakarta (2015), Pulau Jawa (2016)
FOKUS WILAYAH Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB 2015
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
2019
184
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
3
Kegiatan dan program studi pengembangan sarung yang memiliki fokus pada penemuan bentuk baru sebagai upaya pemecahan masalah
SASARAN/RENCANA AKSI
Penyusunan SOP dan petunjuk teknis program yang bersifat berkesinambungan dan bertahap
Pertemuan koordinasi untuk persiapan pelaksanaan
Sosialisasi dan promosi mengenai program
Pelaksanaan rangkaian kegiatan program yang berkesinambungan
Evaluasi program
d
e
f
g
Pertemuan koordinasi tim studi untuk menentukan arah pengembangan sarung
b
c
Penyusunan tim studi perwakilan dari asosiasi, kementerian, dan dunia usaha
a
DESKRIPSI RENCANA AKSI Jakarta, Jawa dan Bali (20152016), Kalimantan, Sumatera (20172018) Nusa tenggara, Sulawesi & Papua (2018-2019),
FOKUS WILAYAH Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan, APPMI, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
LAMPIRAN
185
Promosi dan sosialisasi pengembangan sarung
Mengadakan kegiatan yang mengarah ke pengenalan, pemahaman, pengapresiasian, dan penerapan nilai lokal pada diri dan lingkungannya.
4
5
SASARAN/RENCANA AKSI
Kegiatan dapat berupa kompetisi, pameran, eksplorasi, studi wisata, dan apresiasi
Pelaksanaan kerja sama dengan pemerintah daerah/lembaga/institusi swasta per daerah
d
Evaluasi kegiatan
f
c
Road show sosialisasi
e
Tahap 2: Pemahaman. Dilakukan pemilihan topik per daerah atau tema.
Penyebaran materi promosi dan sosialisasi
d
b
Pembuatan materi promosi dan sosialisasi dalam berbagai versi (online/offline)
c
Tahap 1: Pengenalan keragaman lokal
Penyusunan rencana promosi dan sosialisasi
b
a
Penyusunan tim promosi dan sosialisasi
a
DESKRIPSI RENCANA AKSI Indonesia dan Asia
FOKUS WILAYAH
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, APPMI, IPMI, IPMB, IIFC, dan DekranasdaDekranasda
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perindustrian, Perdagangan; Asosiasi, dan dunia usaha
PENANGGUNGJAWAB
x
x
2015
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
186
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Program praktek kerja di daerah ataupun kota-kota besar
Program pertukaran pelajar dan beasiswa di bidang mode
8
Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan teknologi terbaru
7
6
SASARAN/RENCANA AKSI
Ditujukan untuk lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal
Beasiswa ke luar negeri untuk pelajar di pulau Jawa
Beasiswa ke Jakarta/ ibukota-ibukota di pulau Jawa untuk pelajar dari luar pulau Jawa
b
c
Untuk pendidikan tinggi: memberikan kontribusi terhadap pelaku seperti konsep live in, berkerja sama dengan pengrajin untuk membuat proyek bersama
b
a
Untuk sekolah menengah: berkerja sama dengan pengrajin supaya lebih mengenal kemampuan teknis
Pelaksanaan program praktek yang memanfaatkan sarana dan prasarana dari balai pelatihan dengan dibantu oleh dunia usaha
b
a
Berkerja sama dengan balai-balai pelatihan yang sudah ada
a
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Disamakan dengan fokus pembangunan sentra kreatif
Pulau Jawa, Sumatera
FOKUS WILAYAH
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB
x
x
2015
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
2019
LAMPIRAN
187
Forum komunikasi antar dunia usaha dan pendidikan yang memiliki fokus pengembangan di segi kreasi, produksi, pemasaran, riset, dan marketing
a
Dengan menggunakan format dialog untuk saling bertukar informasi di tiap tingkatan dan tahapan. Bisa dengan melalui program kelas terbuka
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
Program kompetensi pelaku industri dalam hal kreasi dan produksi
Program kompetensi pelaku dalam hal riset, pemasaran, dan penjualan berkerja sama dengan kementerian, dunia usaha, dan lembaga riset
1
2
Promosi dan sosialisasi mereking
Pengakuan kompetensi
f
c
Dialog terbuka
e
Kegiatan inkubasi B2B
Forum diskusi
d
b
Peninjauan pameran di dalam dan luar negeri
c
Pelaksanaan riset
Pelatihan-pelatihan untuk pelaku industri
b
a
Penetapan kurikulum
a
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perindustrian, Balai Industri, dunia pendidikan, Perdagangan
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian (industri kecil dan menengah), Badan Standardisasi Nasional; Asosiasi; Dekranasda
x
x
x
x
x
x
x
x
Sasaran 2: Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaku mode yang berdaya saing, profesional dan mampu membawa potensi lokal ke dalam selera global
9
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2019
188
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Penciptaan program sertifikasi pelaku mode
Pengembangan standar kompetensi pelaku mode yaitu SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia)
Sosialisasi program ke seluruh pelaku mode
Uji coba program
Pengembangan kompetensi pelaku melalui program pelatihan
Sosialisasi pendaftaran sertifikasi pelaku mode
c
d
e
Pengembangan kompetensi pelaku melalui program pelatihan
d
b
Penerapan SKKNI secara bertahap per daerah
c
Penyusunan program kegiatan sertifikasi pelaku
Sosialisasi SKKNI ke seluruh pelaku mode
b
a
Pengesahan SKKNI
a
DESKRIPSI RENCANA AKSI (1) Pulau Jawa & Bali; (2) Pulau Sumatera; (3) Pulau Kalimantan & Sulawesi; (4) Papua dan wilayah Kepulauan lainnya
FOKUS WILAYAH
Badan Standardisasi Nasional, Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Perdagangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Badan Standardisasi Nasional, Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
PENANGGUNGJAWAB
x
x
2015
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
2018
1
Penciptaan standardisasi proses pewarnaan alam secara bertahap
a
Pengumpulan data warna alam dari para pakar yang sudah melakukan pewarnaan alam
Pulau Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian Timur
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Litbang, Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi; Asosiasi
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2019
Sasaran 3. Terciptanya pengembangan bahan baku serat nabati, hewani dan buatan manusia dari sumber daya alam yang beragam, kompetitif dan terbarukan
4
3
SASARAN/RENCANA AKSI
LAMPIRAN
189
2
Penciptaan bank data yang menampung data-data usaha pengolahan bahan baku lokal
SASARAN/RENCANA AKSI
Pembuatan sistem bank data
Uji coba (trial and error)
Sosialisasi bank data
d
e
Evaluasi
g
c
Penerapan ke dalam dunia industri
f
Pembuatan sistem untuk pengumpulan dan pengolahan data
Sosialisasi proses pewarnaan alam yang telah distandardisasi
e
b
Pelaksanaan standardisasi proses
d
Pembentukan kelompok kerja, berkerja sama dengan industri dan asosiasi tekstil
Pelaksanaan uji laboratorium
c
a
Pemilihan proses yang dapat distandardisasi
b
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Perpustakaan Nasional, Asosiasi (APPMI, IPMI, API), Dekranasda, Perdagangan, Perindustrian
PENANGGUNGJAWAB 2015
x
2016
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
190
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNGJAWAB
Penciptaan bank data yang menampung data sumber daya budaya Indonesia
Pembentukan kelompok kerja, berkerja sama dengan Dekranasda, Dinas Budaya Daerah, Asosiasi, dan Komunitas
Pembuatan sistem untuk pengumpulan dan pengolahan data
Pembuatan sistem bank data
Uji coba (trial and error)
Sosialisasi bank data
a
b
c
d
e
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Perpustakaan Nasional; Asosiasi
1
Penciptaan dan pengembangan program start-up usaha mode yang disertai dengan pendampingan
a
Tahap awal dengan kegiatan menyaring calon-calon pelaku yang berpotensi. Setelah terpilih, program start-up dimulai hingga ke tahap pendampingan untuk uji coba pasar
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perdagangan; Asosiasi
Sasaran 5. Meningkatnya jumlah usaha dan pengusaha mode lokal di lingkungan tatanan hukum pasar yang adil
1
Sasaran 4. Terciptanya sistem informasi sumber daya budaya lokal, yang dapat diakses secara mudah dan cepat
SASARAN/RENCANA AKSI 2015
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
LAMPIRAN
191
2
Pengembangan mereking bagi pelaku/ usaha mode yang berpotensi dalam program Indonesian Mereks dengan siklus per 36 bulan
SASARAN/RENCANA AKSI
Pelaku/usaha mode yang berpotensi dipilih berdasarkan kualitas produk, kesiapan usaha, dan komitmen pelaku
Peserta program diberikan mentoring mereking minimal serta bisnis selama 6 bulan oleh konsultan bisnis ternama untuk mengembangkan mereknya
Peserta yang telah diberikan mentoring, kemudian akan difasilitasi dalam partisipasi di pameran dagang dalam negeri seperti di Indonesia Fashion Week dan Trade Expo Indonesia
Selain itu juga peserta program difasilitasi dalam partisipasi di pameran dagang internasional seperti Hong Kong Fashion Week di Hong Kong, WWD Magic di Las Vegas, atau Bread and Butter di Berlin
a
b
c
d
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perdagangan, APPMI
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
192
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Penciptaan dan pengembangan kelompok kerja usaha mode berbasis wilayah/kluster/ unit koperasi dengan konsep pemasaran bersama
Penciptaan standar industri mode yang setara dengan standar internasional. Fokus tahap 1 adalah standardisasi ukuran
3
4
SASARAN/RENCANA AKSI
Pengumpulan dan pengolahan data ukuran yang digunakan di dalam dan luar negeri
Pembuatan rumusan standardisasi
c
Pemasaran dengan berkerja sama bersama Dept. Store
e
b
Melengkapi koleksi, berkerja sama dengan industri garmen
d
Pembentukan tim penyusun
Pemasaran bersama konsep 1 merek
c
a
Pelatihan kompetensi kelompok
Pembentukan kelompok uji coba produk
Hasil uji coba pasar dalam kedua jenis pameran dagang tersebut akan dievaluasi untuk menjadi panduan mentoring tahap berikutnya
b
a
e
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Jakarta (20142015), Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, Kalimantan (2015-2025)
Pulau Jawa
FOKUS WILAYAH
Badan Standardisasi Nasional, Kementerian/ Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, APPMI, Kementerian Perdagangan
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan, APPMI, APINDO, APGAI, API, APBI, Dept. Store
PENANGGUNGJAWAB
x
x
2015
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
LAMPIRAN
193
5
Penciptaan dan pengembangan industri hijau
SASARAN/RENCANA AKSI
Sosialisasi ke kelompok terbatas terlebih dahulu (prioritas desainer)
Pembuatan materi promosi dan sosialisasi
Presentasi di ajang pameran dagang
Evaluasi promosi dan sosialisasi
Penyelarasan standardisasi tersebut menjadi standardisasi nasional
f
g
h
i
j
Berkerja sama dengan institusi/lembaga internasional yang memiliki fokus pada industri hijau
Perbaikan rumusan berdasarkan hasil FGD
e
a
Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)
d
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Lingkungan Hidup, Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB
x
2015
x
2016
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
194
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
6
Penciptaan standar eco label fashion
SASARAN/RENCANA AKSI
Program kompetensi desainer/UKM/IKM yang memiliki fokus pengembangan pada industri hijau
Pembentukan kelompok kerja
Perumusan pengolahan sustainable fashion
Perapan kelompok kecil sebagai penggerak
Sosialisasi dan promosi dalam bentuk workshop, presentasi dan penerapan dalam dunia usaha dan pendidikan
Pembentukan kelompok penguji/kurator sebagai perumus standardisasi eco label
Perumusan sistem pendaftaran, pengujian, dan kriteria
Promosi dan soalisasi hasil kurasi
a
b
c
d
e
f
g
h
DESKRIPSI RENCANA AKSI Pulau Jawa
FOKUS WILAYAH Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Lingkungan Hidup, Aosiasi, Perindustrian, Perdagangan, Badan Standardisasi Nasional, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
LAMPIRAN
195
Penciptaan dan pengembangan national merek kolaborasi pelaku mode
Penciptaan dan pengembangan program mentoring bisnis berkerja sama dengan dunia usaha
Penciptaan dan pengembangan program-program berbasis inkubator bisnis yang berkesinambungan
Kompetisi dan workshop entrepreneur mode
Penciptaan fashion district
7
8
9
10
11
SASARAN/RENCANA AKSI
a
Fokus di tahun 2015 adalah penciptaan fashion district busana muslim
Memfokuskan pada penciptaan entrepreneurentrepreneur mode yang berpotensi di Indonesia
Program Indonesia Business Fashion Development
b
a
Program Indonesia Fashion Forward
Dunia usaha dapat dijadikan wadah untuk uji coba pasar bagi pesertanya
National merek merupakan hasil kolaborasi dari berbagai desainer
a
a
a
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Jakarta (2015: muslim, 20162017: mode secara umum); kota-kota besar lainnya di 33 provinsi berjalan dari 2018 dstnya
FOKUS WILAYAH
Pemerintah daerah, KADIN, Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perdagangan
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perdagangan, Asosiasi, Dunia usaha
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perdagangan
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perdagangan, APPMI
PENANGGUNGJAWAB
x
x
x
x
x
2015
x
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
2019
196
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2017
TAHUN
1
Penciptaan dan pengembangan lembaga trend forecasting Indonesia
Pembentukan tim trend yang terdiri dari tim riset, tim penyusun, tim sosialisasi-promosi, dan tim pelatihan
Riset kecenderungan lifestyle di dalam dan luar negeri
Riset sumber daya alam dan budaya Indonesia sebagai salah satu bagian inspirasi dalam trend
Rapat penyusunan arahan tren driver dan decoding
Focus Group Discussion dengan mengundang praktisi-praktisi di industri mode
Rapat penyusunan naskah buku tren
Sosialisasi buku tren melalui launching, iklan, road trip, dan lain-lain
Promosi trend forecasting melalui berbagai media online maupun offline, pameran hingga fashion show
a
b
c
d
e
f
g
h
Jakarta dan 33 provinsi Indonesia
Jakarta
Indonesia
Indonesia, Asia, Eropa, dan Amerika
Jakarta
Kementerian /Lembaga Pemerintah; Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2018
Sasaran 6. Terwujudnya keanekaragaman produk mode lokal yang berbasis inovasi serta memiliki kekuatan di pasar domestik maupun internasional
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
x
x
x
x
2019
LAMPIRAN
197
2
Pendidikan dan pelatihan desainproduksi dalam 3 tahap berjenjang dan berkesinambungan
SASARAN/RENCANA AKSI
Pembentukan tim penyusunan kurikulum, tim pengajar, dan tim sosialisasi-promosi yang terdiri dari kalangan akademisi, praktisi, dan dunia usaha
Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan
Penyusunan materi promosi, serta sosialisasi
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tahap 1
Evaluasi dan dokumentasi hasil pendidikan dan pelatihan tahap 1
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tahap 2
Evaluasi dan dokumentasi hasil pendidikan dan pelatihan tahap3
b
c
d
e
f
g
Evaluasi dan dokumentasi hasil tren
i
a
Penyebaran trend melalui sekolah-sekolah mode, seminar, workshop, pelatihan hingga kompetisi
9
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Pulau Jawa dan Bali
FOKUS WILAYAH
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perindustrian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB
x
x
x
x
x
x
x
2015
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2019
198
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
3
Pengembangan sentra kreatif
SASARAN/RENCANA AKSI
Penyusunan program yang sesuai
Pelaksanaan pendampingan, terutama di proses produksi
Pelaksanaan TOT untuk para pendamping di daerah
Promosi dan sosialisasi untuk membantu pemasaran
Sentra yang sudah siap dapat dilanjutkan dengan live in desainer
b
c
d
e
f
Evaluasi final
j
Penentuan daerah yang akan dikembangkan sesuai potensi yang dimiliki dan yang akan datang
Evaluasi dan dokumentasi hasil pendidikan dan pelatihan tahap 3
i
a
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tahap 3
h
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
PENANGGUNGJAWAB
x
2015
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
2019
LAMPIRAN
199
4
Live-in-designer
SASARAN/RENCANA AKSI
Penyusunan tim live in designer yang terdiri dari desainer pengajar, desainer pendamping, dan asisten desainer
Pemetaan wilayah target per 5 tahunan
Penyusunan naskah pengajaran dan pendampingan yang disesuaikan berdasarkan pemetaan wilayah di atas
Pelaksanaan pelatihan tahap pertama, serta pendampingan dilakukan oleh desainer pengajar, desainer pendamping, dan asisten desainer
Pendampingan tahap kedua dilakukan oleh desainer pendamping dan asisten desainer.
Desainer pengajar melakukan pengajaran, evaluasi, dan pendampingan dengan menggunakan rotasi wilayah
Evaluasi pengajaran dan pendampingan
a
b
c
d
e
f
g
DESKRIPSI RENCANA AKSI Disesuaikan dengan wilayah fokus pengembangan sentra kreatif
FOKUS WILAYAH Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
200
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
5
Kompetisi berbasis inovasi dan penciptaan usaha kreatif di wilayah nasional dan lokal (contoh: RBDI)
SASARAN/RENCANA AKSI
Penyusunan tim operasional dan kurator
Pembuatan materi promosi awal
Sosialisasi kompetisi ke sekolah-sekolah mode
Rapat pemilihan semifinalis
Pengumuman semifinalis terpilih
Rapat pemilihan finalis
Wawancara finalis terpilih
Rapat pemilihan pemenang
Pemberian penghargaan pemenang kompetisi
b
c
d
e
f
g
h
i
Pelaksanaan kegiatan promosi untuk karyakarya peserta terbaik, melalui pameran dan fashion show
i
a
Pemilihan karya terbaik peserta per wilayah untuk dipromosikan
h
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
PENANGGUNGJAWAB
x
2015
x
2016
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
LAMPIRAN
201
Penciptaan bank data yang menampung data produk-produk inovasi mode, arahan tren, dan sentra kreatif
Fasilitasi partisipasi produk mode di pameran/fashion show di Indonesia, Asia, Eropa, dan Amerika
Penciptaan bulan kreatif dan pengembangan wisata mode
6
7
8
SASARAN/RENCANA AKSI
Evaluasi
l
a
a
(1) Dikaitkan dengan Biennale Design dengan menampilkan karya inovasi terbaik; (2) Diadakan secara bertahap di setiap kota
Diprioritaskan untuk desainer/UKM/IKM yang merupakan hasil program
Konsepnya mirip dengan penciptaan bank data di atas, namun memiliki fokus pada pengumpulan data hasil-hasil inovasi dari sekolah mode, kompetisi, dan sebagainya
Mentoring pemenang kompetisi
k
a
Promosi dan sosialisasi hasil kompetisi ke pameran-pameran, fashion show, dan lain-lain
j
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Kementerian / Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Riset dan Teknologi, Perpustakaan Nasional; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB
x
2015
x
x
x
2016
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
x
x
2019
202
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2
1
Pengembangan jaringan koperasi di daerah fokus sentra kreatif
Penciptaan dan pengembangan koperasi simpan pinjam di daerah sentra kreatif dengan sistem pinjaman sangat lunak
Kegiatan promosi/ sosialisasi koperasi di daerah-daerah sentra kreatif
Rapat evaluasi per 6 bulan
e
f
Per 1 tahun, jaringan koperasi diperluas ke desa-desa di luar yang menjadi pusat sentra kreatif tergantung hasil evaluasi
Pembuatan materi promosi/sosialisasi koperasi ke UKM/IKM/ pengrajin di daerah
d
a
Penyusunan SOP dan Juknis pelaksanaan
Rapat pengurus koperasi untuk menentukan metode simpan pinjam yang digunakan
b
c
Penyusunan pengurus koperasi
a
1-2 desa per tahun
Desa yang menjadi pusat sentra kreatif
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Asosiasi x
x
x
Sasaran 7. Meningkatnya pengembangan dan fasilitasi penciptaan lembaga pembiayaan yang mendukung perkembangan industri mode
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
LAMPIRAN
203
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNGJAWAB
Penciptaan dan pengembangan lembaga riset pasar industri mode dalam dan luar negeri
Penciptaan bank data yang menampung data produk-produk serta pelaku industri mode di dalam dan luar negeri
1
2
Pembentukan tim yang terdiri dari (1) Website development/IT/Technical Support, (2) Editor/Tim Validasi Data, (3) Penulis konten, (4) Tim promosi dan sosialisasi, (5) Tim riset/pencari data, (6) Tim pendokumentasian/log
Pembuatan sistem input data
Penyusunan website bank data
Pencarian (riset) dan input data awal
Uji coba sistem selama 1 bulan
Evaluasi hasil uji coba sistem
b
c
d
e
f
Pengumpulan data berdasarkan yang sudah ada, ataupun berkerja sama dengan lembaga penelitian
b
a
Pembentukan tim riset yang terdiri dari pengumpul data, pengolah data, dan analisa data
a
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Perpustakaan Nasional, Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Perdagangan
Sasaran 8. Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar produk mode di dalam dan luar negeri
SASARAN/RENCANA AKSI 2015
x
2016
x
x
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
x
x
2019
204
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Promosi produkproduk asli Indonesia ke pasar internasional melalui pameranpameran dagang
Sosialisasi dan pengembangan franchise
3
4
SASARAN/RENCANA AKSI
Pengembangan dan perbaikan sistem
Evaluasi per tahun
i
j
a
Dimulai dari pendampingan dan coaching mereking
Fokus dalam pameran dagang di dalam negeri terlebih dahulu
Evaluasi dan dokumentasi hasil kinerja bank data per 3 bulanan
h
a
Launching dan sosialisasi bank data ke masyarakat umum melalui iklan di media online atau offline, road trip ke kementerian, sekolah-sekolah mode, asosiasi, dan usaha-usaha besar di industri mode
g
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perdagangan; Asosiasi
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Perdagangan; Asosiasi
PENANGGUNGJAWAB
x
x
2015
x
x
2016
x
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
x
2019
LAMPIRAN
205
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
1
Penciptaan dan pengembangan software lokal dan user friendly untuk proses desain mode, pembuatangrading-marker pola, pengecekan kualitas, bahan, potong, jahit, dan bordir
Rapat koordinasi dengan akademisi dari lembagalembaga pendidikan, dunia usaha, dan ahli-ahli teknologi yang berkaitan
Penyusunan tim, materi, serta rencana kerja
Uji coba di beberapa usaha mode skala kecil, menengah, dan besar
Revisi dan penyempurnaan software
Sosialisasi dan promosi
Bersamaan dengan sosialisasi, pembuatan dokumen-dokumen legalitas terkait software
Distribusi ke lembagalembaga pendidikan mode dan dunia usaha
Distribusi ke toko-toko software di seluruh Indonesia
a
b
c
d
e
f
g
h
Sasaran 9. Terciptanya percepatan proses produksi, promosi, dan distribusi
SASARAN/RENCANA AKSI
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Komunikasi dan Informatika, Pendidikan dan Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Asosiasi, dan dunia usaha
PENANGGUNGJAWAB 2015
x
2016
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
206
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019
Riset teknologi pendukung industri mode
Penyediaan tenaga ahli pengoperasi software dan hardware pendukung industri mode secara berkesinambungan
3
4
a
Berkerja sama dengan sekolah teknologi seperti Bina Nusanatara untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan dan penyediaan tenaga ahli
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Komunikasi dan Informatika; Asosiasi, Akademisi; Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi
Badan Standardisasi Nasional; Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Riset dan Teknologi, Perindustrian
PENANGGUNGJAWAB
1
Penciptaan dan penyesuaian regulasi yang mendukung industri mode
Kementerian /Lembaga Pemerintah yang membidangi urusan Hukum dan HAM
Sasaran 10. Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri mode
Penciptaan sertifikasi teknologi produksi dan pengolahan bahan baku produk mode
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2015
x
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
2019
210
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Industri Mode Nasional 2015-2019