RENCANA PENGEMBANGAN NASIONAL
RENCANA PENGEMBANGAN FOTOGRAFI NASIONAL 2015-2019
:
i
ii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
iii
RENCANA PENGEMBANGAN FOTOGRAFI NASIONAL 2015-2019
2014 © Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Penasihat Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Pengarah Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf Ahman Sya, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan Penanggung Jawab Watie Moerany S, Direktur Pengembangan Seni Rupa Eddy Susilo, Kasubdit Pengembangan Fotografi Bambang Wijanarko, Komunitas Fotografi Kemenparekraf Tim Studi Wijayanto Budi Santoso Achmad Ghazali Gede Budiwijaya Tim Desain Buku RURU Corps (www.rurucorps.com) Sari Kusmaranti Subagiyo Yosifinah Rachman
iv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD): Andrew Linggar Imam Hartoyo Arbain Rambey Irene Swa Suryani Arya Marta Irma Chantily Dudi Sugandi M Ilham Fauzi Edial Rusli Perhimpunan Amatir Foto Bandung Ferdian Candra Ray Bachtiar Dradjat Ferry Ardianto Risman Marah Firman Ichsan Utari Intan Nugrahani Galih Sedayu Yase Defirsa Cory Harto Solichin Margo Yudhi Soerjoatmodjo Hendrikus Ardianto Yulianus Ladung
v
Kata Pengantar Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang digerakkan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, dimana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Kita, secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya pengembangan ekonomi kreatif diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup. Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga memajukan aspek-aspek non-ekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan dan peningkatan toleransi sosial. Fotografi sebagai salah satu bidang yang menjadi perhatian di dalam industri kreatif Indonesia, merupakan bagian subsektor Film, Video, dan Fotografi, satu di antara 15 subsektor yang ditangani oleh Kemenparekraf saat ini. Fotografi sebagai bagian dari industri kreatif Indonesia merupakan sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu dalam memproduksi citra dari suatu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk menciptakan kesejahteraan dan juga kesempatan kerja. Meskipun selama ini fotografi di Indonesia telah tumbuh dengan sendirinya, namun dirasakan masih banyak permasalahan yang sering dijumpai baik oleh industri fotografi, komunitas fotografi, dan juga para pelaku fotografi Indonesia. Hal ini tentunya dapat menghambat pertumbuhan industri fotografi Indonesia. Maka dari itu, dalam upaya melakukan pengembangan industri fotografi di Indonesia, diperlukan pemetaan terhadap ekosistem fotografi yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance environment, dan pengarsipan, untuk dapat mengetahui kondisi industri fotografi terkini secara menyeluruh. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple helix yaitu intelektual, pemerintah dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas kreatif dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi dan jaringan yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis dan komunitas. Keberhasilan ekonomi kreatif di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang menyeluruh dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
vi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data, informasi, telah dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif, maupun komunitas fotografi secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan secara rinci pemahaman mengenai industri fotografi dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan industri fotografi lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri fotografi selama ini dapat diatasi, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang industri fotografi dapat menjadi industri yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Salam Kreatif
Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
vii
Daftar Isi Kata Pengantar...................................................................................................................vi Daftar Isi.............................................................................................................................. x Daftar Gambar.....................................................................................................................xi Daftar Tabel.........................................................................................................................xii Ringkasan Eksekutif..........................................................................................................xiii BAB 1 PERKEMBANGAN FOTOGRAFI DI INDONESIA................................................. 3 1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Fotografi............................................................................4 1.1.1 Definisi Fotografi.....................................................................................................4 1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi.................................................................6 1.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi................................................................................14 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Dunia.............................................................14 1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Indonesia......................................................19 BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI FOTOGRAFI INDONESIA.....27 2.1 Ekosistem Fotografi......................................................................................................... 28 2.1.1 Definisi Ekosistem Fotografi....................................................................................28 2.1.2 Peta Ekosistem Fotografi..........................................................................................29 2.2 Peta dan Ruang Lingkup Subsektor Fotografi...................................................................51 2.2.1 Peta Industri Subsektor Fotografi.............................................................................51 2.2.2 Ruang Lingkup Industri Fotografi............................................................................54 2.2.3 Model Bisnis di Industri Fotografi............................................................................57 BAB 3 KONDISI UMUM FOTOGRAFI DI INDONESIA..................................................... 63 3.1 Kontribusi Ekonomi Fotografi.........................................................................................64 3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)................................................................. 66 3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan.........................................................................................67 3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan.................................................................................. 68 3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga...........................................................................69 3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor...............................................................................................70
viii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
3.2 Kebijakan Pengembangan Fotografi................................................................................. 71 3.2.1 Kebijakan Hak Cipta .............................................................................................71 3.2.2 Kebijakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)..........................72 3.2.3 Kebijakan Ruang Publik............................................................................................73 3.2.4 Kebijakan Pers........................................................................................................78 3.2.5 Kebijakan Konten....................................................................................................79 3.3 Struktur Pasar Fotografi.................................................................................................... 79 3.4 Daya Saing Fotografi........................................................................................................81 3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Fotografi.........................................................83 BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN FOTOGRAFI INDONESIA..........................................89 4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015-2019..........................................90 4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Fotografi.............................................................. 91 4.2.1 Visi Pengembangan Fotografi................................................................................... 91 4.2.2 Misi Pengembangan Fotografi................................................................................. 91 4.2.3 Tujuan Pengembangan Fotografi................................................................................92 4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Fotografi.....................................................93 4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Fotografi..........................................................................95 4.4.1 Arah Kebijakan Penciptaan Sumber Daya Manusia Kreatif di Bidang Fotografi.................................................................................................................. 95 4.4.2 Arah Kebijakan Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Budaya bagi Industri Fotografi................................................................. 95 4.4.3 Arah Kebijakan Penciptaan Industri Fotografi Indonesia......................................... 95 4.4.4 Arah Kebijakan Penciptaan Pembiayaan yang Sesuai, Mudah Diakses, dan Kompetitif............................................................................................................... 96 4.4.5 Arah Kebijakan Perluasan Pasar di Dalam dan Luar Negeri..................................... 96 4.4.6 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur dan Teknologi Tepat Guna, Mudah Diakses, dan Kompetitif...........................................................................................96 4.4.7 Arah Kebijakan Penciptaan Kelembagaan yang Kondusif dan Mengarusutamakan Kreativitas................................................................................................................96 4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Fotografi......................................................... 97 4.5.1 Peningkatan Kualitas Pendidikan Yang Mendukung Penciptaan Orang Kreatif di Bidang Fotografi.......................................................................................................97 4.5.2 Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Kreatif di Bidang Fotografi................................98 4.5.3 Penciptaan Pusat Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Budaya......98 4.5.4 Peningkatan Wirausaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi.......................................98
ix
4.5.5 Peningkatan Usaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi..............................................98 4.5.6 Peningkatan Keragaman dan Kualitas Karya Kreatif Lokal di Bidang Fotografi........99 4.5.7 Peningkatan Ketersediaan Pembiayaan Bagi Industri Fotografi Lokal.......................99 4.5.8 Peningkatan Diversifikasi dan Penetrasi Pasar Karya Fotografi di Dalam dan Luar Negeri..............................................................................................................99 4.5.9 Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur yang Memadai dan Kompetitif.................. 99 4.5.10 Peningkatan Ketersediaan Teknologi Tepat Guna yang Mudah Diakses dan Kompetitif............................................................................................................99 4.5.11 Penciptaan Regulasi yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif Bagi Pengembangan Industri Fotografi..........................................................................100 4.5.12 Peningkatan Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Industri Fotografi................................................................................................100 4.5.13 Peningkatan Apresiasi Kepada Orang/Karya/Wirausaha/Usaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi.................................................................................................. 100 4.5.14 Peningkatan Apresiasi Masyarakat Terhadap Sumber Daya Alam dan Budaya Lokal yang Mendukung Industri Fotografi........................................................... 100 BAB 5 PENUTUP....................................................................................................................103 5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................104 5.2 Saran................................................................................................................................105 LAMPIRAN............................................................................................................................ 109
x
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Daftar Gambar Gambar 1-1 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi........................................................... 13 Gambar 1-2 Pergerakan Sinar Pada Kamera Lubang Jarum.................................................... 14 Gambar 1-3 Ilustrasi Camera Obscura................................................................................... 15 Gambar 1-4 Perkembangan Fotografi di Indonesia..................................................................24 Gambar 2-1 Model Peta Ekosistem Industri Kreatif................................................................29 Gambar 2-2 Peta Ekosistem Fotografi.....................................................................................30 Gambar 2-3 Peta Industri Subsektor Fotografi....................................................................... 52 Gambar 2-4 Industri Fotografi Global....................................................................................57 Gambar 2-5 Ragam Model Bisnis Fotografi............................................................................58 Gambar 3-1 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap PDB Industri Kreatif Indonesia tahun 2013............................................................................................................. 66 Gambar 3-2 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Ketenagakerjaan Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.................................................................................... 67 Gambar 3-3 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Aktivitas Perusahaan Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.....................................................................................68 Gambar 3-4 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Konsumsi Rumah Tangga Industri Kreatif Indonesia tahun 2013........................................................................ 69 Gambar 3-5 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2013 berdasarkan data Comtrade...........70 Gambar 3-6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD.. 70 Gambar 3-7 Daya Saing Subsektor Fotografi...........................................................................81 Gambar 4-1 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Fotografi................................................. 92
xi
Daftar Tabel Tabel 2-1 Perkiraan Persebaran Jumlah Komunitas Fotografi di Indonesia...............................46 Tabel 3-1 Kontribusi Ekonomi Film, Video, dan Fotografi (2010-2013).................................64
xii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Ringkasan Eksekutif Fotografi berkembang tidak hanya sebagai teknologi penangkap citra atau gambar. Fotografi juga berkembang seiring dengan bertambahnya manfaat fotografi di dalam kehidupan manusia. Kedua proses tersebut sama pentingnya dalam melihat perkembangan fotografi, karena pada dasarnya keduanya saling berkaitan dan saling memengaruhi. Sehingga, pemahaman akan definisi dan ruang lingkup fotografi ini kemudian menjadi sangat diperlukan dalam upaya untuk menentukan fokus pengembangan fotografi dalam kontekstual pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia selama lima tahun ke depan (2015—2019). Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam mengenai industri kreatif, khususnya subsektor fotografi (yang termasuk ke dalam subsektor film, video, dan fotografi), perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal, yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan merupakan best practices dari negara-negara yang sudah maju industri fotografinya. Selain itu juga perlu dipahami kondisi aktual dari fotografi di Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi. Salah satu cara yang digunakan dalam melakukan pemetaan ini adalah dengan menggunakan model ekosistem industri yang dalam hal ini adalah ekosistem industri kreatif. Ekosistem adalah sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif. Pemahaman antara kondisi ideal dengan kondisi aktual tersebut nantinya dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan dari industri fotografi nasional sehingga dapat berkembang dengan baik, dengan mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi. Peranan ekonomi kreatif bagi Indonesia sudah semestinya mampu diukur secara kuantitatif sebagai indikator yang bersifat nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai keberadaan ekonomi kreatif yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk ikut serta dalam memajukan Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk fotografi yang merupakan bagian dari subsektor film, video, dan fotografi. Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi ekonomi di subsektor film, video, dan fotografi, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung berdasarkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009. KBLI ini tentunya perlu diperbarui mengingat teknologi dan juga dinamika industri fotografi yang sangat cepat berubah, sehingga nilai PDB yang didapatkan nantinya menjadi lebih akurat apabila sudah memasukkan beberapa poin tambahan yang sesuai dengan ruang lingkup usulan, baik di subsektor fotografi dan juga ketiga subsektor lainnya yaitu, film, video, dan animasi. Visi, misi, tujuan dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan fotografi pada periode 2015-2019 yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur yang dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia. xiii
“
“
If you fail to plan, you are planning to fail.
Benjamin Franklin
KEKUATAN BARU INDONESIA MENUJU 2025
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
ARSITEKTUR 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PERFILMAN 2015-2019
xiv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
xv
2
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
BAB 1 Perkembangan Fotografi di Indonesia
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
3
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Fotografi Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengembangan fotografi dalam konteks ekonomi kreatif Indonesia, ada baiknya kita memahami perkembangan fotografi. Fotografi berkembang tak hanya sebagai teknologi penangkap citra atau gambar, tapi juga berkembang seiring dengan bertambahnya manfaat fotografi dalam kehidupan manusia. Dalam melihat perkembangan fotografi, kedua proses tersebut sama pentingnya. Keduanya saling berkaitan dan saling memengaruhi. Definisi fotografi selalu terkait dengan sisi teknis perkembangan teknologi fotografi itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan teknologi fotografi dari analog ke digital. Perkembangan tersebut mengubah elemen-elemen fotografi sehingga mendorong penyesuaian definisi fotografi. Pada era fotografi analog, misalnya, sebuah kertas film memiliki peran ganda: sebagai media perekam cahaya dan penyimpan informasi. Pada era digital kedua peran tersebut dapat digantikan perangkat lain. Oleh karena itulah kemajuan teknologi fotografi bisa mengubah definisi fotografi itu sendiri. Kemajuan teknologi juga dapat memengaruhi ruang lingkup fotografi yang saat ini sudah semakin meluas dan memengaruhi perkembangan fotografi dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya. Kita perlu memahami definisi dan ruang lingkup fotografi untuk bisa menentukan fokus pengembangan fotografi dalam konteks ekonomi kreatif Indonesia. Dengan memahami kedua hal itu kita dapat menghasilkan dampak optimal dalam pengembangan fotografi selama lima tahun ke depan (2015–2019).
1.1.1 Definisi Fotografi Istilah “photography” diperkenalkan secara luas oleh Sir John Herschel pada 1839. Ia menggunakannya untuk menyebut beberapa proses eksperimen yang ia lakukan dalam memindahkan citra suatu objek ke dalam medium dua dimensi. Namun ternyata, kata “photographie” sudah ada dari lima tahun sebelumnya; tepatnya pada 1834, kata “photographie” digunakan oleh penemu asal Brazil bernama Antoine Hércule Romuald Florence dalam catatannya. Catatan itu baru berhasil diperiksa Boris Kossoy pada 1976.
Diploma da Maçonaria, foto resmi pertama Sumber: Mariana Rezende, “Original Creators: Hércules Florence, The Forgotten Father of Photography, thecreatorsproject.vice.com
4
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Tokoh Pencetus Istilah Fotografi Hércule Romuald Florence adalah penemu yang lahir di Nice, Prancis, pada 1804. Sejak umur 20 tahun, Hércule menetap di kota Campinas, Sao Paulo, Brazil. Semula bekerja menjadi pegawai toko, ia kemudian pindah dari satu toko ke toko lainnya hingga akhirnya menyadari bakatnya sebagai pendesain. Bergelut di dunia seni sejak kecil, ia lalu bergabung dengan ekspedisi ke Brazil, termasuk ke Amazon. Hércule bertanggung jawab untuk merekam gambar-gambar selama perjalanan. Ekspedisi yang diketuai Georg Heinrich von Langsdorff ini sangat penting artinya bagi penemuan-penemuan fotografi Hercule; ekspedisi tersebut memaksa penemu muda ini untuk menghabiskan waktu selama kurun 1825–1829 untuk terus merekam tanpa kenal lelah lanskap Brazil beserta semua makhluk hidupnya. Sumber: Mariana Rezende, “Original Creators: Hércules Florence, The Forgotten Father of Photography,” thecreatorsproject.vice.com, 19 September 2011. Tautan: http://thecreatorsproject.vice.com/blog/original-creatorshércules-florence-the-forgotten-father-of-photography
Ditilik dari asal katanya, fotografi berasal dari dua kata bahasa Yunani: “phōtos” yang berarti “cahaya”, dan “graphé” yang bermakna “menggambar”. Secara harafiah fotografi diartikan sebagai kegiatan melukis dengan cahaya. The Hutchinson Dictionary of the Arts (1994) mendefinisikan fotografi sebagai berikut: “Process of reproducing images on sensitized materials by various forms of radiant energy, i.e. visible light, ultraviolet, infra-red, x-rays, atomic radiations, and electronic beams.” “Proses reproduksi citra pada material peka cahaya oleh berbagai bentuk dari energi radiasi, seperti cahaya kasat mata, ultraviolet, infra merah, sinar-x, radiasi atomik, dan tembakan elektron.” Definisi Hutchinson tersebut lebih dapat menjawab perkembangan substansi fotografi dari sisi teknologi. Peran film dan permukaan peka cahaya di era analog telah tergantikan sensor cahaya yang tidak hanya mampu menangkap cahaya tampak, namun juga gelombang energi dalam bentuk lain. Karena itu, kita dapat menjadikan definisi tersebut sebagai definisi fotografi kiwari. Ketika fotografi dikaitkan dengan industri kreatif di Indonesia, definisi fotografi pun perlu penyesuaian menjadi:
“
Industri yang mendorong penggunaan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu dalam memproduksi citra dari satu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kesempatan kerja.
“
Sumber: Focus Group Discussion sub-subsektor fotografi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Mei—Juni 2014).
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
5
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ada lima elemen yang selalu melekat dalam fotografi: 1. Kreativitas. Kemampuan mengolah ide untuk menghasilkan karya kreatif, termasuk di dalamnya keterampilan dan bakat. Kreativitas dalam fotografi ini di antaranya kemampuan menangkap ekspresi atau pesan dari objek yang dipotret. Kreativitas ini tentu saja, hanya dimiliki orang kreatif. Orang kreatif dalam fotografi bisa berasal dari: a. Fotografer atau juru foto, subjek atau seseorang yang melakukan kegiatan fotografi. Dalam era digital, ketika kamera dapat dioperasikan dari jarak jauh dengan bantuan remote, fotografer adalah orang yang mengatur kamera untuk memotret. b. Creative director, seseorang yang bertanggung jawab terhadap konsep suatu karya kreatif. c. Digital imaging artist (DIA ) atau editor foto, seseorang yang memiliki keahlian dalam membuat dan memanipulasi gambar digital. 2. Objek foto. Benda atau situasi yang ingin direproduksi dalam bentuk gambar atau citra dengan bantuan alat atau media perekam cahaya, atau kamera. 3. Media perekam cahaya. Media sensitif terhadap cahaya sehingga dapat menggandakan gambar atau citra dari objek foto yang memancarkan cahaya. Pada zaman fotografi analog, media perekam cahaya dapat berupa kertas sensitif cahaya, pelat yang diberikan bahan kimia agar menjadi sensitif terhadap cahaya, dan juga film. Pada era digital, sensor cahaya dalam kamera digital berfungsi sebagai media perekam cahaya. 4. Media penyimpan berkas (informasi). Media atau alat yang menyimpan berkas (dalam hal ini adalah informasi gambar). Pada zaman fotografi analog, fungsi media penyimpan berkas menjadi satu dengan media perekam cahaya. Informasi gambar berada di media perekam cahaya seperti kertas sensitif cahaya, pelat sensitif cahaya, dan film. Sedangkan pada era fotografi digital, media penyimpan berkas (informasi) berupa data digital yang tersimpan dalam memory dan dapat dipindahkan ke media penyimpan berkas digital lainnya seperti CD/DVD, flash disk, memory card dan hard disk. 5. Media yang menampilkan gambar atau citra. Media yang memperlihatkan hasil akhir fotografi dari objek foto. Pada zaman fotografi analog, media yang berfungsi menampilkan gambar adalah foto yang sudah dicetak. Pada era fotografi digital, layar monitor komputer atau ponsel pintar bisa menjadi media penampil gambar.
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi Menurut hasil kajian dari beberapa literatur, fotografi dapat dikelompokkan berdasarkan genre atau aliran dan tujuan pelaku fotografi. Genre dalam fotografi dapat dibagi dengan beberapa pendekatan, seperti: (1) perkembangan teknologi kamera dan media perekamnya; (2) objek foto; (3) teknik memotret; (4) lokasi atau tempat memotret; (5) acara atau peristiwa. Sedangkan fotografi berdasarkan tujuan pelaku fotografi dapat dibagi menjadi: (1) fotografi pendidikan; (2) fotografi amatir; dan (3) fotografi profesional. Dari sisi perkembangan teknologi kamera dan media rekam, fotografi dapat dikelompokkan menjadi fotografi analog dan digital. Fotografi digital berkembang pesat sejak 1990-an, namun hal ini tidak serta-merta menghilangkan keberadaan fotografi analog. Dengan mempertahankan keunikan, ciri khas, serta nilai sejarahnya, fotografi analog masih mendapatkan tempat di hati penggemar fotografi. Kedua genre tetap bertahan, meskipun fotografi digital yang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menjadi standar industri subsektor fotografi saat ini.
6
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Beberapa jenis fotografi analog, di antaranya: 1. Lomography. Gaya fotografi analog menggunakan film yang memiliki tingkat kontras tinggi serta saturasi dan profil warna khas pada hasil fotonya karena dicetak secara cross processing. 2. Fotografi lubang jarum (pinhole). Fotografi yang dalam pembuatannya menggunakan kamera lubang jarum. Kamera lubang jarum adalah benda yang memiliki ruang kedap cahaya dan kemudian diberi lubang sangat kecil di salah satu sisinya dan jarum dapat terbuat dari bahan apa saja. 3. Polaroid. Fotografi yang menggunakan sejenis film khusus yang hasil filmnya dapat langsung dicetak. Berdasarkan objek foto, genre fotografi dapat dikelompokkan menjadi beberapa: 1. Astro-photography. Khusus memotret benda-benda langit seperti bulan, bintang, dan planet-planet. 2. Fotografi potret (portraiture). Khusus memotret manusia. 3. Fotografi alam. Khusus memotret keindahan alam seperti pemandangan, tumbuhtumbuhan, dan fauna. 4. Fotografi makanan ( food-photography). Khusus memotret makanan dan minuman. 5. Selfie. Genre terbaru dalam fotografi, khusus memotret diri sendiri atau bersama sekelompok teman. Genre ini berkembang seiring meningkatnya penggunaan ponsel pintar.
Foto selfie Ellen DeGeneres bersama aktor dan aktris Hollywood di acara Academy Awards 2014 Sumber: twitter.com Foto: Bradley Cooper
Berdasarkan teknik pemotretan, fotografi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok: 1. Strobist photography. Teknik fotografi dengan menggunakan lampu kilat (flash) atau lampu artifisial yang terpisah dari kamera. 2. Long-exposure/slow shutter photography. Teknik fotografi dengan memperlambat shutter speed. Tujuan fotografi ini, biasanya, untuk membuat efek gambar yang halus pada air terjun, awan-awan di langit, atau menghilangkan kerumunan orang yang berlalu-lalang di suatu tempat.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
7
3. Light-painting photography. Teknik ini sama dengan teknik long-exposure, namun efek yang diharapkan adalah adanya jejak cahaya yang dapat berupa gambar atau tulisan yang berasal dari sumber cahaya yang digerakkan manusia atau benda. 4. Levitation photography. Teknik memotret seseorang yang sedang meloncat dengan shutter speed sangat cepat, sehingga menghasilkan efek objek yang sedang terbang atau berhenti di udara. 5. Macro-photography. Teknik fotografi yang menghasilkan foto pembesaran dari objekobjek foto yang kecil. 6. HDR (High Dynamic Range). Teknik dengan menggabungkan beberapa foto yang memiliki tingkat pencahayaan (exposure) berbeda-beda. Tujuan fotografi HDR adalah untuk menerangkan bagian foto yang gelap, dan menggelapkan bagian foto yang terang, agar semua rentang cahaya dalam foto tersebut menjadi normal sehingga tidak ada bagian yang terlalu terang (over-exposed) atau terlalu gelap (under-exposed).
Foto levitation photography yang dipopulerkan Natsumi Hayashi dalam blog-nya Sumber: yowayowacamera.com Foto: Natsumi Hayashi
8
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Berikut ini beberapa contoh genre berdasarkan lokasi atau tempat pemotretannya: 1. Aerial-photography. Fotografi yang diperoleh dengan cara memotret di udara. Biasanya pemotretan dibantu remote control, atau pemotretan dilakukan dengan bantuan helikopter. 2. Underwater-photography. Fotografi yang dilakukan di dalam air. Pemotretan biasanya dilakukan dalam kolam renang, danau, sungai, atau laut.
Foto underwater photography yang memenangkan Our World Underwater 2013 untuk kategori Wide Angle Traditional Sumber: underwatercompetition.com Foto: Octavio Aburto
Berikut ini beberapa contoh genre berdasarkan acara atau peristiwa: 1. Fotografi pernikahan (wedding photography). Fotografi yang mengabadikan pesta pernikahan. 2. Fotografi kehamilan (maternity photography). Fotografi yang merekam seorang wanita pada masa-masa kehamilan. Biasanya pemotretan dilakukan ketika perut si calon ibu sudah terlihat membesar. 3. Fotografi kelahiran (newborn photography). Fotografi yang memotret bayi pada saatsaat awal kelahirannya.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
9
Foto bayi yang sedang menguap, ini genre newborn photography Sumber: pinterest.com Foto: William Tuttle
Selain pengelompokan berdasarkan genre, umumnya fotografi juga dibagi berdasarkan tujuan kegiatan pelaku fotografi. Berikut ini pembagiannya: 1. Fotografi pendidikan. Fotografi sebagai ilmu yang diajarkan dalam pendidikan formal dan nonformal. Pelakunya adalah tenaga pendidik seperti guru atau dosen dan juga para profesional fotografi yang membuka kursus-kursus fotografi dan sejenisnya. 2. Fotografi amatir. Fotografi yang digeluti fotografer yang mengejar prestasi dan aktualisasi diri di bidang fotografi, dan para pehobi fotografi yang melakukan fotografi untuk konsumsi pribadi. 3. Fotografi profesional. Fotografi yang fotografernya menjual keahliannya di bidang fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata pencahariannya. Fotografi profesional sendiri dapat dibagi menjadi 4 kategori: a. Fotografi jurnalistik. Fotografi yang berkaitan erat dengan wilayah produksi dan konsumsi media cetak dan elektronik. Tujuan utama pewarta foto adalah memotret kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk diberitakan kembali melalui media massa. Foto-foto yang didapatkan diharapkan dapat memperkuat isi artikel yang disajikan di media massa tersebut. Para pelaku di bidang fotografi jurnalistik, di antaranya, jurnalis foto, editor foto, redaktur foto, dan pengelola biro foto.
10
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Robert Capa, fotografer jurnalistik yang meliput perang di berbagai negara Sumber: en.wikipedia.org Foto: Gerda Taro
b.
Fotografi komersial. Fotografi yang erat kaitannya dengan para praktisi fotografi profesional. Fotografi ini biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaanperusahaan. Foto yang dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari konsep awal), atau klien dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk kepentingan klien. Bentuk lain fotografi komersial adalah fotografi retail, yaitu jasa fotografi yang menyediakan mulai dari konsep pemotretan hingga cetak foto. Semua proses dalam fotografi retail telah dibakukan dalam prosedur operasi baku perusahaan. Klien sangat dimudahkan dalam menggunakan jasa fotografi ini. Pada umumnya fotografi ini memotret orang, baik sendiri maupun bersama-sama, di dalam studio. Fotografi pernikahan dan fotografi peliputan acara juga termasuk ke fotografi retail. Pelaku di bidang fotografi komersial adalah fotografer profesional, pemilik studio fotografi, pengusaha fotografi, pemilik sekolah dan tempat kursus fotografi, pengelola biro fotografi, dan sebagainya.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
11
Dovina with Elephatns, pemotretan Avedon untuk Dior (1955) Sumber: giam.typepad.com Foto: Richard Avedon
c.
d.
Fotografi seni. Fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi sebagai bagian dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi jenis ini terkadang sulit dimengerti orang awam karena membutuhkan daya imajinasi dalam memahami konsepnya seperti layaknya seni lukis. Namun, karya fotografi seni juga memiliki nilai tinggi walaupun tak setinggi seni lukis. Pelaku di bidang fotografi seni antara lain, seniman yang menggunakan medium fotografi, sejarawan seni, kritikus seni, kurator, pengelola galeri (gallerist), makelar seni (art dealer), kolektor, teoritikus, penaksir karya seni (art appraisal), konservator seni, manajer seni, pengelola kegiatan (event organizer), dan sebagainya. Fotografi khusus. Fotografi yang digunakan secara khusus dalam suatu bidang industri atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh fotografi khusus ini, misalnya, astro-photography yang digunakan untuk mengamati benda-benda langit, fotografi ultra-macro yang digunakan untuk mengamati virus atau bakteri yang sangat kecil, fotografi yang digunakan untuk melihat isi organ makhluk hidup, dan lain-lain.
Fokus pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019 adalah fotografi profesional: fotografi jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni, yang meliputi seluruh genre dalam fotografi seperti ditunjukkan dalam Gambar 1-1. Fotografi khusus lebih banyak digunakan dalam bidang penelitian dan pengembangan sedangkan fotografi amatir lebih pada pengembangan diri dan hobi pribadi. Kedua bagian ini tidak secara langsung memberikan pengaruh ekonomi pada industri kreatif, namun memiliki peran dalam membangun ekosistem subsektor fotografi terutama sebagai bagian dari lingkungan pengembangan. Oleh karena itu, fotografi khusus dan amatir dikembangkan sebagai sistem pendukung dari fotografi profesional. Kami akan membahas hal ini di bab selanjutnya, tentang ekosistem industri subsektor fotografi.
12
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Gambar 1 - 1 Ruang lingkup pengembangan fotografi
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
13
1.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Dunia Cukup banyak versi yang mencoba menjelaskan peristiwa yang menjadi titik awal perkembangan dunia fotografi. Peristiwa yang cukup populer adalah penemuan fenomena lubang jarum (pinhole) yang diperkenalkan Mo Zi, seorang ilmuwan dari Cina sekitar abad ke-5 SM. Fenomena lubang jarum adalah munculnya gambar cahaya yang bersifat terbalik di suatu ruang gelap yang berasal dari titik yang sangat kecil di ruang tersebut. Gambar yang dihasilkan itu berasal dari lingkungan yang kaya akan cahaya dan letaknya tepat di depan titik. Mo Zi berhasil menjelaskan efek terbaliknya gambar bayangan tersebut. Menurutnya, hal itu itu terjadi karena sifat cahaya yang bergerak lurus. Gambar 1 - 2 Pergerakan sinar pada kamera lubang jarum
Penemuan efek lubang jarum berlanjut kepada penemuan camera obscura dan kamera lubang jarum oleh Alhazen (Ibnu Al-Haytham) sekitar abad ke-10. “Camera” adalah bahasa Latin dari “ruangan” atau “kamar”, sedangkan “obscura” merupakan bahasa Latin dari “gelap”; “camera obscura” berarti “ruang atau kamar gelap”. Selain menemukan camera obscura, Alhazen juga berhasil menjelaskan bahwa apa yang terproyeksikan ke layar adalah gambar dari apa pun yang berada di depan aperture atau diafragma (bukaan lubang). Camera obscura merupakan penemuan penting dalam sejarah fotografi karena menjadi cikal-bakal kamera foto yang kita kenal saat ini. Namun, camera obscura pada saat itu belum bisa merekam atau menyimpan gambar yang ia proyeksikan.
View from the Window at Le Gras Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/View_from_the_Window_at_Le_Gras Foto: Joseph Nicéphore Niépce
14
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Pada awal abad ke-19 ini berbagai penemuan dan penelitian di bidang fotografi terjadi sangat cepat dan begitu maju. Terjadi banyak perubahan baik di media perekam (kamera), media yang menyimpan gambar rekaman dan juga media yang berfungsi menampilkan hasil rekaman. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya industri transportasi dan penyebaran informasi, sehingga hasil penemuan atau penelitian di suatu daerah dapat tersebar ke seluruh penjuru dunia. Penemuan-penemuan tersebut memacu para peneliti dan ilmuwan-ilmuwan lain untuk bereksperimen dan mengembangkan teknologi berikutnya yang lebih maju. Pada sekitar 1820-an, seorang ilmuwan Prancis bernama Joseph Nicéphore Niépce berhasil mengabadikan gambar dengan menggunakan camera obscura, dan juga pelat yang diberi lapisan aspal sebagai media rekamnya. Ia menyebut tekniknya sebagai heliography atau melukis dengan cahaya matahari. Prinsip kerja teknik ini adalah camera obscura diarahkan ke objek yang akan direkam, kemudian pelat yang telah dilapisi aspal tersebut diletakkan di dalam camera obscura selama kurun waktu tertentu (lebih dari 8 jam) agar terkena cahaya matahari yang masuk melalui titik lubang jarum dari kamera. Setelah 8 jam (atau bahkan beberapa hari) kemudian, pelat tersebut diambil dan dilarutkan ke dalam minyak lavender. Bagian yang terkena cahaya akan mengeras, sedangkan pada bagian yang gelap, lapisan aspalnya akan terlarut. Tingkat kekerasan lapisan aspal akan sebanding dengan seberapa lama dan seberapa kuat ketajaman cahaya yang ia terima. Nicéphore Niépce dikenal sebagai Bapak Fotografi. Gambar 1 - 3 Ilustrasi camera obscura
Penemuan Niépce ini dilanjutkan rekannya, Louis Daguerre. Daguerre memperbaiki kekurangan Niépce, yaitu mempercepat waktu yang dibutuhkan oleh media rekam untuk menangkap cahaya sehingga dapat terekam dengan baik. Daguerre berhasil melakukan proses perekamannya dengan metode dan media yang berbeda dengan yang Niépce gunakan, sehingga waktu penyinaran yang sebelumnya membutuhkan berjam-jam atau bahkan berhari-hari, dengan metode Daguerre menjadi hanya beberapa menit. Daguerre kemudian menamakan proses tersebut dengan daguerreotype.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
15
Tidak jauh dari Prancis, pada 1835 di Inggris, William Henry Fox Talbot juga berhasil membuat rekaman gambar. Perbedaannya dengan hasil foto Daguerre, Talbot berhasil merekamnya dalam media kertas yang dibuat peka terhadap cahaya dengan menggunakan perak klorida. Talbot menyebut proses atau metode ini dengan calotype. Tidak seperti daguerreotype yang tidak dapat dicetak ulang, proses calotype dapat mencetak ulang foto sesuai keinginan. Pada 16 April 1877, surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat sketsa yang menggambarkan berita kebakaran hotel dan salon. Meskipun gambar pada harian tersebut masih berupa hasil sketsa tangan, peristiwa itu menjadi embrio fotografi jurnalistik. Dalam pembuatannya, seniman yang saat itu juga bertindak sebagai jurnalis dibantu seorang drafter yang bertugas membuat sketsa salinan ke dalam pelat cetakan mesin press.1 Pada akhir abad ke-19, George Eastman dari New York menemukan metode yang dapat memperbaiki kinerja fotografi pada masa-masa sebelumnya. Eastman berhasil mengembangkan penemuannya dengan menggunakan gel kering di kertas (yang kemudian disebut film) untuk menggantikan peran pelat yang biasanya digunakan sebagai media rekam. Berkat penemuannya seorang fotografer tak perlu membawa kotak-kotak yang besar untuk menyimpan pelat-pelatnya, serta larutan-larutan kimia yang beracun ketika berkeliling. Karya Eastman inilah yang kita kenal sebagai proses fotografi modern sebelum kemunculan fotografi digital. Penemuan kamera film ini mendorong dunia jurnalistik kian menggunakan fotografi untuk laporan-laporannya, hingga akhirnya tak bisa dipisahkan dan kelak melahirkan genre fotografi jurnalistik. Pada 1891, surat kabar harian New York Morning Journal memelopori penggunaan foto dalam surat kabar. Foto tersebut dicetak dengan menggunakan halftone screen, alat yang mampu memindai titik-titik gambar ke dalam pelat cetakan. Pada 1897, halftone photographs dapat dicetak dengan semakin cepat dan missal, sehingga melambungkan fotografi dalam media cetak. Pada sekitar 1930–1950, terbitan-terbitan ternama seperti Sports Illustrated, The Daily Mirror, The New York Daily News, Vu, dan LIFE memuat foto-foto menawan. Era tersebut kemudian menjadi era fotografi jurnalistik modern (1930–1950) atau yang dikenal dengan “golden age”. Nama-nama besar dalam fotografi jurnalistik di era ini adalah Robert Capa, Alfred Eisenstaedt, David Seymour, W. Eugene Smith, Margaret Bourke-White, dan Henri Cartier-Bresson. Pada era ini pula, tepatnya pada 1947, didirikan Magnum Photos, agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Pertengahan abad ke-20, teknologi kamera mulai beralih dari teknologi analog ke digital. Pada 1975, Steven Sasson yang bekerja di Eastman Kodak berhasil menciptakan kamera digital pertama dengan menggunakan teknologi sensor CCD (Charge Couple Device) sebagai pengganti film. Beberapa tahun berikutnya, datang teknologi CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) yang mengatasi keterbatasan-keterbatasan teknologi sensor CCD. Kedua jenis sensor tersebut (CCD dan CMOS) masih digunakan hingga saat ini dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kelak, bukan tidak mungkin teknologi digital yang berbasis semikonduktor ini dapat digantikan material lain yang dapat digunakan sebagai sensor cahaya.
(1) Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014).
16
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Perkembangan industri media terutama sektor periklanan dan percetakan, semakin meningkatkan kebutuhan akan fotografi. Tuntutan untuk membuat iklan dan media cetak yang menarik menjadi semakin tinggi. Ketika itu terjadi, fotografi tidak dapat berdiri sendiri sehingga industrinya makin berkembang dan membutuhkan peran orang-orang kreatif. Dalam pembuatan iklan, misalnya, diperlukan kehadiran creative director, art director, model, tata rias wajah dan rambut, properti, pedesain mode, hingga pedesain interior. Nama-nama seperti Avedon, Irving Penn, Helmut Newton, dan Robert Mapplethrope muncul sebagai fotografer-fotografer yang erat kaitannya dengan majalah mode.2 Fotografi sebagai karya seni mulai ditandai ketika karya foto cetak asli Ansel Adams yang berjudul Moonrise, Hernandez, New Mexico menembus harga US$45,000 dan menjadi perbincangan pada 1980. Fotografi sebagai benda seni mencapai puncaknya pada 1992 ketika karya foto Rodchenko, fotografer asal Uni Sovyet, yang berjudul The Girl with a Leica menjadi objek transaksi di bursa seni Christie dengan nilai £115,000. Setelah itu, museum-museum terkemuka di dunia kini memiliki kurator khusus untuk fotografi.
Moonrise, Hernandez, New Mexico (1941) Sumber: iphf.org Foto: Ansel Adams
(2) Firman Ichsan, “Realita Fotografi: Satu Cermin Balik Dunia Fotografi Kita,” apcinstitute.wordpress.com, 12 Juni 2013. Tautan: http://apcinstitute.wordpress.com/tag/firman-ichsan/. Terakhir diakses pada Juli 2014.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
17
The Girl with a Leica (1934) Sumber: artblart.com Foto: Alexander Rodchenko
“
There are always two people in every picture: the photographer and the viewer.
18
“
Ansel Adams
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Era digital mengubah total dunia fotografi komersial. Kemampuan komputer dalam memanipulasi foto bisa mengalahkan peran fotografer, sehingga hasil akhir foto lebih ditentukan orang yang mahir dalam penyuntingan pada tahap pascaproduksi. Konsep foto memang masih menjadi hal yang sangat penting, namun peran fotografer menjadi berkurang dan penyuntingan menjadi hal penting berikutnya setelah konsep. Fotografer yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan ini tidak cukup mendapat tempat dalam persaingan industri. Perkembangan teknologi ini juga memengaruhi fotografi jurnalistik. Jika tuntutan dalam fotografi komersial adalah hasil foto yang memiliki nilai estetika yang semakin tinggi, maka dalam fotografi jurnalistik tuntutannya adalah kecepatan dalam mengirimkan foto teraktual sehingga dapat segera dinikmati pembaca media.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Fotografi Indonesia Perkembangan fotografi di Indonesia diduga mulai ada pada 1841, sejak kedatangan Juriaan Munich, seorang utusan Kementerian Kolonial Kerajaan Belanda. Tujuan kedatangan Munich ke Batavia dengan kamera dauguerreotype yang dia bawa adalah untuk mengabadikan aneka tanaman serta kondisi alamnya. Hal ini kemudian diikuti fotografer-fotografer dari Eropa lainnya, terutama dari Belanda, dengan tujuan mendokumentasikan tempat-tempat produksi atau pabrik, serta ladang dan perkebunan. Laporan visual berupa foto itu kemudian dikirimkan ke induk perusahaan mereka di Belanda. Fotografi Indonesia pada zaman kolonial Belanda disebut juga sebagai ”fotografi colonial”. Ternyata, fotografi Indonesia pada era kolonial berkembang pesat. Setidaknya, ada sekitar 540 studio foto yang tersebar di Pulau Jawa. Salah satu studio foto yang terbesar pada masa itu bernama Kurkdijan and Co Photo Studio yang terletak di pusat industri kolonial Hindia Belanda di Surabaya. Fotografi komersial juga berkembang seiring perkembangan fotografi kolonial.
The N. V. Photografisch Atelier Kurkdjian, studio fotografi di Surabaya Sumber: en.wikipedia.org
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
19
Keberadaan studio foto yang cukup banyak pada masa itu, sayangnya tak memberi dampak berarti kepada orang-orang pribumi. Orang Indonesia hanya dapat bekerja di bagian pencetakan dan pembuatan album atau buku foto, sedangkan posisi fotografer tetap dikuasai dan ditangani para kolonial. Peralatan fotografi yang digunakan dibawa langsung dari negara asalnya di Belanda dan fotografi hanya diajarkan kepada orang-orang kolonial. Catatan sejarah mengenai orang Indonesia pertama yang berprofesi sebagai fotografer adalah Kassian Cephas (1844–1912). Ia fotografer yang bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Cephas belajar fotografi dari seorang fotografer yang bekerja untuk Sultan Yogyakarta saat itu. Selain bekerja untuk Sultan, Cephas juga aktif dalam melakukan pemotretan untuk penelitian-penelitian dalam bidang arkeologi, bahasa, geografi, dan etnografi. Foto pertama Cephas yang berhasil diidentifikasi dibuat pada 1875. Ia juga memiliki studio di Lodji Ketjil sebagai tempat memotret orang-orang.
Salah satu karya Kassian Cephas Sumber: fotografiindonesia.net Foto: Kassian Cephas
Awal abad ke-20, fotografi di Indonesia semakin berkembang. Untuk pertama kalinya pada 1924 didirikan sebuah klub foto yang bernama Preanger Amateur Fotograafen Vereeniging (PAF) yang berlokasi di Bandung. PAF didirikan beberapa tokoh kenamaan Bandung dan Guru Besar
20
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
dari Technische Hogeschool (TH) yang saat ini bernama Institut Teknologi Bandung (ITB), di antaranya Prof. C.P. Wolff Schoemaker bersaudara dan Prof. Schermerhorn.3 Sekitar 1930–1940 fotografi Indonesia mengalami masa-masa suram. Perang dunia yang berlangsung saat itu juga berimbas pada Indonesia. Pada zaman penjajahan Jepang, pergerakan fotografi Indonesia lumpuh karena Jepang melakukan tindakan represif dengan menerapkan pengawasan dan penyensoran di segala bidang, kecuali Domei atau Biro Pers Jepang yang pada saat itu tak ada yang memotret. Meskipun pada masa itu keadaannya tak kondusif, ada sedikit catatan yang menyatakan bahwa pada 1937 PAF mengadakan sekaligus menjadi tuan rumah lomba foto salon bertaraf internasional yang disebut dengan salon foto Van Nederland-Indie. Penyelenggaraan lomba salon foto ini berlanjut pada tahun berikutnya, 1938. Pada era proklamasi, nama Mendur bersaudara (Alex Mendur dan Frans Mendur) tidak dapat dihapuskan dari rekam jejak sejarah fotografi Indonesia. Mereka berjasa dalam mengabadikan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bersama kawan-kawan mereka, J.K. Umbas, F.F. Umbas, Alex Mamusung, dan Oscar Ganda, Mendur bersaudara mendirikan kantor berita independen bernama Indonesian Press Photo Services (IPPHOS) pada 2 Oktober 1946.
Foto para pendiri IPPHOS Sumber: id.wikipedia.org
(3) Salon Foto Indonesia XXXIV. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (bekerjasama dengan Perhimpunan Amatir Foto Bandung dan Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia). 2013
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
21
Foto Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Frans Mendur Sumber: id.wikipedia.org Foto: Frans Mendur
Peristiwa di Balik Dokumentasi Foto Proklamasi Pada malam 16 Agustus 1945, Frans Mendur mendapat berita dari wartawan Jepang yang bekerja di Djawa Shimbun Sha bahwa besoknya ada pengumuman kemerdekaan Indonesia. Pada saat yang sama, Alex Mendur juga mendapat kabar dari Zahrudi, temannya yang bekerja di Domei. Pukul 5 pagi, 17 Agustus 1945, Frans bersama wartawan Dal Bassa Pulungan berangkat ke kediaman Soekarno dengan mengendarai mobil pinjaman dengan berbekal kamera Leica dan satu gulungan film yang dia ambil dari kantor Djawa Shimbun Sha. Meski berangkat terpisah, Frans dan Alex Mendur bertemu di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka berdualah yang akhirnya berhasil mengabadikan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun perjuangan Mendur bersaudara tidak berhenti saat proklamasi. Mereka harus mempertahankan negatif film tersebut dari sensor ketat yang Jepang lakukan dengan menguburkannya di kebun. Enam bulan berikutnya, setelah pasukan Jepang mulai melemah akibat kekalahannya di Perang Dunia II, melalui harian Merdeka foto proklamasi dapat disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Sumber: www.merdeka.com
Setelah Indonesia merdeka, banyak warga Belanda yang kembali ke negaranya. Aset-aset yang semula dimiliki warga Belanda tersebut kemudian dinasionalisasi, termasuk alat-alat fotografi. PAF akhirnya kembali dipimpin anggota berkewarganegaraan Indonesia, setelah tiga tahun dipimpin orang-orang Belanda. Pada era inilah fotografi Indonesia bangkit perlahan, ditandai dengan munculnya tokohtokoh fotografi Indonesia seperti Paul Tedjasurja, Dr. Koo Kian Giap (Dr. Ganda Kodyat), Lan Ke Tung, Tjia Ban Hok, Wahab Masli, Njoo Swie Goan, dan Kwee Hap Goan. Pada 1955, perkumpulan klub foto yang ada di Indonesia menggabungkan diri dalam Gabungan Perkumpulan Foto Indonesia (GAPERFI). Sayangnya, umur GAPERFI pendek. Pada 1970, PAF berhasil menjadi satu-satunya klub foto yang terdaftar di FIAP (sebuah induk fotografi tingkat dunia). Keberhasilan ini menjadi awal penjajakan untuk pendirian federasi foto di Indonesia.
22
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Akhirnya, pada 30 Desember 1973 Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI) berdiri. Salah satu kegiatan FPSI adalah penyelenggaraan Salon Foto Indonesia, yaitu sebuah ajang lomba foto bergengsi tingkat nasional. Pada 8 Agustus 1989, Association of Professional Photographers Indonesia (APPI) dibentuk. APPI diharapkan mampu menampung dan menyalurkan aspirasi para fotografer profesional Indonesia. Namun sayangnya, hingga kini perannya kurang terdengar. Pada 1992, fotografi jurnalistik Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) oleh Kantor Berita Antara. GFJA merupakan galeri pertama yang berfokus pada foto-foto jurnalistik. Pada tahun yang sama, untuk pertama kalinya Indonesia memiliki perguruan tinggi yang membuka jurusan fotografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang kemudian diikuti Institut Seni Indonesia (ISI) dan Universitas Trisakti. Pembentukan pendidikan fotografi ini merupakan jawaban dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan dari media dan juga dunia komersial. Pada 18 Desember 1998, Pewarta Foto Indonesia (PFI) didirikan sebagai wadah untuk memajukan dan melindungi kepentingan para fotografer jurnalistik Indonesia. Untuk mengembangkan aksesnya hingga ke daerah-daerah seluruh Indonesia, PFI kemudian dibentuk secara regional. Dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada akhir 2011 memberikan angin segar bagi fotografi Indonesia. Fotografi menjadi salah satu sub-subsektor sebagai bagian dari subsektor film dan video. Fotografi menjadi perhatian untuk dikembangkan. Fotografi dalam kerangka industri kreatif Indonesia berada di bawah Direktorat Pengembangan Seni Rupa. Pada 2013, pelaku-pelaku kreatif di bidang fotografi merasakan perlu adanya lembaga yang dapat menjadi jembatan antarpelaku kreatif fotografi dengan para pemangku kepentingan. Dengan dukungan dari Kemenparekraf, diadakanlah FGD (Focus Group Discussion) untuk persiapan Kongres Fotografi Indonesia. Tujuan Kongres ini adalah terbentuknya Forum Fotografi Indonesia (FFI). Sebagai tindak lanjut dari pembentukan FFI, pada Juni 2014 dibentuklah Tim Formatur FFI.4
(4) Ray Bachtiar Dradjat, “Persiapan Kongres Fotografi Indonesia,” dalam catatan di akun Facebook Ray Bactiar, 2014.
BAB 1: Perkembangan Fotografi di Indonesia
23
Gambar 1 - 4 Perkembangan Fotografi di Indonesia
24
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
26
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Fotografi 2015-2019
BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
27
2.1 Ekosistem Fotografi 2.1.1 Definisi Ekosistem Fotografi Untuk bisa memahami secara menyeluruh dan mendalam mengenai industri kreatif, khususnya subsektor fotografi, maka perlu pemetaan terhadap dua kondisi: ideal dan aktual. Kondisi ideal merupakan kondisi yang diharapkan terjadi di Indonesia dan merupakan praktik terbaik (best practices) dari negara-negara yang memiliki industri kreatif yang sudah maju dan berdaya saing; kondisi aktual di Indonesia untuk memahami dinamika industri fotografi ini. Pemahaman antara kondisi ideal dengan aktual dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan industri fotografi nasional, sehingga bidang ini dapat dikembangkan dengan baik, dengan mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi dalam mengembangkan industri fotografi di Indonesia. Ekosistem fotografi adalahsebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif dalam industri fotografi. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini, berikut ini peta ekosistem yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu: 1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain). Rangkaian proses penciptaan nilai kreatif, yang di dalamnya terjadi transaksi sosial, budaya, dan ekonomi. Di dalam setiap proses, terdapat aktivitas utama, aktivitas pendukung, dan peran utama yang terkait dengan setiap proses yang terjadi. Pada industri fotografi, rantai nilai kreatif yang terjadi adalah kreasi, produksi, dan distribusi; 2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment). Lingkungan yang dapat menggerakkan dan meningkatkan kualitas proses penciptaan nilai kreatif, meliputi: a. Pendidikan, proses pembelajaran yang meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku yang sangat berpengaruh pada penciptaan orang kreatif. Kegiatan pendidikan ini meliputi: (1) pendidikan formal, yaitu pendidikan di sekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas; (2) nonformal, yaitu pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; dan (3) informal, yaitu pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri; b. Apresiasi. Tanggapan terhadap karya, orang kreatif, serta proses penciptaan nilai kreatif yang mendorong peningkatan kualitas karya, orang, dan proses kreatif tersebut. Apresiasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu apresiasi oleh pasar (konsumen) dan apresiasi terhadap orang, karya, dan proses kreatif. Kegiatan apresiasi oleh pasar dapat ditunjukkan dari konsumsi serta tanggapan pasar terhadap karya, orang, dan proses kreatif, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya kreatif dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, dan juga apresiasi terhadap HKI (Hak Kekayaan Intelektual); 3. Pasar (Konsumen). Orang atau pihak yang menggunakan karya fotografi atau jasa fotografi; 4. Pengarsipan (Archiving). Proses pemeliharaan dan dokumentasi karya kreatif yang dapat diakses dan dimanfaatkan seluruh pemangku kepentingan (orang kreatif, pemerintah,
28
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
lembaga pendidikan, pelaku bisnis, komunitas, dan intelektual) dalam ekosistem industri kreatif. Arsip ini juga bisa digunakan sebagai media pembelajaran. Peran keempat komponen ini berbeda dan saling berinteraksi sehingga membentuk siklus dalam ekosistem industri kreatif yang, tentunya, dapat diterapkan di industri fotografi. Gambar 2 - 1 Model Peta Ekosistem Industri Kreatif
Hendaknya, melalui ekosistem ini proses penciptaan nilai kreatif, aktivitas, dan hasil dari setiap proses, serta peran yang terlibat di dalamnya dapat terpetakan dengan baik, sehingga rencana pengembangan yang dibuat akan lebih sistematis dan tepat sasaran.
2.1.2 Peta Ekosistem Fotografi A. Rantai Nilai Kreatif (Creative value chain) Dalam melakukan pemodelan terhadap ekosistem industri subsektor fotografi, pendekatan yang dilakukan pada bagian rantai nilai kreatif adalah pendekatan fotografi komersial. Pasalnya, rantai nilai kreatif dari fotografi komersial sangat kompleks, sedangkan setiap tahapan rantai nilai kreatif dalam industri subsektor fotografi harus dapat dijabarkan secara utuh. Model peta ekosistem yang dihasilkan dapat menjelaskan bagaimana terjadinya proses nilai kreatif yang terjadi pada fotografi jurnalistik dan fotografi seni.
A.1 Proses Kreasi Untuk menghasilkan karya foto terbaik, sebelum memotret pelaku fotografi sebaiknya melakukan kegiatan pendukung: riset. Riset itu bisa meliputi identifikasi klien atau identifikasi target pasar. Riset-riset ini akan mendapatkan banyak data yang bisa mendukung tahap proses kreasi. Bukan tak mungkin data-data itu bisa merangsang ide-ide segar. Model proses kreasi yang diterapkan adalah menggunakan pendekatan desain. Faktor desain, terutama desain komunikasi visual, sangat kuat pengaruhnya dalam fotografi komersial, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
29
Gambar 2 - 2 Peta Ekosistem Fotografi
30
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Proses kreasi dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu ideasi, desain, dan perencanaan.5 t Ideasi (Ideation). Proses kreatif dalam membuat, mengembangkan, dan mengomunikasikan ide baru, di mana sebuah ide dipahami sebagai elemen dasar pemikiran yang dapat berupa visual, konkret/nyata, atau abstrak.6 Tahap ini dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti brainstorming, mind-mapping, forced association, dan synectics. o Brainstorming dapat dilakukan dengan membuat dua atau lebih solusi desain yang berbeda untuk satu ide desain. Contohnya, ketika seorang fotografer diminta memotret seorang publik figur, maka brainstorming dilakukan untuk mendapatkan beberapa solusi, seperti apakah dia akan melakukannya di dalam studio atau di luar ruangan; sedang sendiri atau sedang berinteraksi; atau dengan beberapa komposisi foto yang berbeda. o Metode mind-mapping juga dapat digunakan seorang fotografer dalam tahap ideasi ini, untuk membantu mendapatkan sebanyak mungkin alternatif atau solusi pengambilan gambar dengan menggambarkan peta pemikirannya pada sebuah media. Dengan mind-mapping, fotografer akan terbantu untuk mengorganisasi ingatan-ingatannya tentang ide-ide yang pernah mampir di kepalanya, baik yang pernah dilakukan maupun yang bersumber dari ingatan visualnya. o Forced association adalah teknik kreativitas dengan cara menggabungkan dua atau lebih benda yang sebelumnya tak memiliki relevansi antara satu dan yang lain. Contohnya, ide tentang memotret ayam yang menyelam; atau seorang koki memasak di dalam penjara. o Synectics adalah penggabungan beberapa unsur dan gagasan yang berbeda sehingga muncul satu ide baru. Metode ini biasanya dilakukan secara berkelompok melalui diskusi. t Setelah menentukan konsep foto, tahap berikutnya adalah tahap desain. Yang dilakukan dalam tahap desain, di antaranya, sebagai berikut: o Statement of Intent atau pernyataan tujuan, yaitu penegasan tentang apa yang akan dilakukan. Di sini fotografer menegaskan seperti apa ide awal visualnya. Misalnya, seorang fotografer menyatakan, “Saya ingin membuat satu potret tentang seorang tokoh yang sedang bercengkerama dengan anak-anak jalanan di Bandung.” Atau, misalnya, memberikan pernyataan, “Saya ingin membuat foto yang mencerminkan keadaan yang terjadi ketika musibah banjir melanda penduduk Jakarta, dan bagaimana penduduknya saling menolong antara satu sama lain.” o Sketsa, yaitu tahapan di mana fotografer menggambar sketsa berikut dengan deskripsi dan catatan tentang apa dan bagaimana foto tersebut akan terlihat. Sketsa dapat dilakukan dengan coretan tangan atau menggunakan komputer. Bila statement of intent memberi gambaran secara verbal, maka sketsa akan memberi gambaran mentahnya secara visual. o Menentukan elemen-elemen dan prinsip-prinsip dalam desain. Dalam tahap ini fotografer mencatat daftar elemen dan prinsip desain apa saja yang akan digunakan dalam pemotretan. Sebagai contoh, dalam pemotretan akan digunakan bendabenda yang memiliki bentuk dasar kotak karena memiliki asosiasi dengan ketegasan, sedangkan tekstur yang akan digunakan adalah yang halus dan licin pada permukaannya untuk memperlihatkan kesan sempurna dan elegan. Dan untuk prinsip desainnya, (5) Melanie Mercury: http://melaniemercuryphotography.blogspot.com/2012/05/stage-2-design-photography.html. Diakses Juli 2014. (6) Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Ideation_(idea_generation). Diakses Juli 2014.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
31
o
t
32
pemotretan menggunakan prinsip fokus. Penggunaan ruang tajam (depth-of-field) yang sempit akan menarik perhatian pada detail-detail dari produk yang difoto. Simbolisme. Fotografer juga dapat menggunakan benda-benda atau elemen-elemen yang dapat menguatkan dan membantu mengomunikasikan pesan yang ingin disampaikan. Misalnya, pemotretan suatu produk minuman berenergi menggunakan model-model pria kekar sebagai simbol kekuatan.
Yang dilakukan dalam tahap perencanaan, antara lain, meliputi : o Perencanaan waktu (timeline) atau penjadwalan (scheduling). Perencanaan ini dapat berbentuk visual maupun tekstual. Perencanaan ini berguna untuk mengatur alokasi waktu yang akan digunakan saat produksi agar dapat berlangsung lebih efektif dan efisien. Setiap elemen dalam proyek haruslah mendapat porsi waktunya masing-masing. o Perencanaan tata cahaya. Perencanaan ini biasanya digunakan ketika suatu proyek menggunakan cahaya artifisial tambahan atau pemodifikasi cahaya (seperti reflektor, film gel). Perencanaan ini memberi gambaran mengenai penempatan sumbersumber cahaya artifisial yang akan digunakan ketika produksi. Bila proyek tersebut tak menggunakan cahaya, perlu survei terlebih dahulu dari titik-titik mana saja sumber cahaya itu akan berasal. o Perencanaan lokasi. Perencanaan ini untuk mendaftar lokasi-lokasi yang akan digunakan untuk pemotretan. Selain itu, perencanaan ini juga mendaftar apa-apa saja yang perlu dilakukan agar pemotretan dapat dilakukan di lokasi yang direncanakan, seperti perolehan izin lokasi, biaya sewa lokasi, ketersediaan waktu peminjaman, dan lain-lain. o Daftar peralatan dan perlengkapan (equipment list). Selain untuk mendata alatalat dan perlengkapan yang akan digunakan dalam produksi, daftar ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan tujuan pemakaiannya. Misalnya, tripod: untuk menghindari getaran kamera, lensa makro: untuk foto close up, reflektor: membantu mengisi cahaya pada daerah bayangan. o Pengalokasian dana (budgeting). Perencanaan teknis harus disesuaikan dengan dana yang tersedia atau disediakan. Dalam pengalokasian dana ini juga perlu diperhatikan hal-hal tak terduga yang bisa muncul sewaktu-waktu saat produksi. o Bila pemotretan memerlukan model, maka harus dipersiapkan sejak dini. Model bisa didapatkan melalui agen model atau menghubungi manajer dari model yang diinginkan. Pemilihan model cukup penting untuk menunjang kekuatan konsep foto. Perlu diperhatikan juga model release dalam menggunakan jasa model. Model release adalah dokumen atau surat yang ditandatangani dan disetujui pihak yang bertindak sebagai objek foto, yang menyatakan bahwa foto yang dihasilkan dapat dipublikasikan dalam beberapa cara atau bentuk. o Bila diperlukan barang tertentu, property release juga diperlukan. Serupa dengan model release, property release ditujukan untuk pemilik barang mengenai barangnya yang dipakai sebagai objek foto atau elemen dari foto. o Apabila model memerlukan kostum tertentu dalam pemotretan, perlu dipersiapkan kostum untuk model. Untuk kostum yang spesifik, perlu kerja sama dengan desainer mode. Fitting pakaian perlu dilakukan sebelumnya. o Tata rias wajah dan rambut untuk model perlu dipersiapkan guna menunjang konsep pemotretan. Dalam tahap kreasi ini, akan terjadi diskusi antara fotografer atau klien dengan penata rias mengenai konsep tata rias wajah dan gaya rambut yang akan digunakan dalam pemotretan.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Contoh model release Sumber: Getty Images
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
33
Contoh property release Sumber: Getty Images
34
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Output yang bisa didapatkan dari proses kreasi ini adalah: (1) rancangan desain berupa konsep pemotretan yang dihasilkan dari tahap desain; dan (2) dokumen rencana pemotretan yang dihasilkan dari tahap perencanaan. Proses kreasi dalam fotografi komersial dilakukan orang kreatif. Artinya, selain fotografer, hal itu bisa dilakukan creative director atau sebuah tim kreatif dari satu agen periklanan. Dalam proses kreasi fotografi komersial, biasanya ada diskusi terlebih dahulu untuk menyusun konsep pemotretan. Diskusi dilakukan dua pihak, yaitu pengguna jasa fotografi dan penyedia jasa fotografi (fotografer). Konsep pemotretan dapat diajukan salah satu dari kedua belah pihak. Dan bila telah terjadi kesepakatan, maka konsep produksi harus disepakati bersama. Hal ini sedikit berbeda untuk bisnis fotografi komersial yang bersifat retail seperti studio foto. Dalam fotografi retail yang produknya seperti pemotretan keluarga di dalam studio, atau pemotretan pernikahan, proses kreasi telah dilakukan pemilik bisnis bersama orang-orang kreatif di perusahaannya, sehingga, pelanggan atau klien dapat langsung memilih konsep yang sudah disediakan studio foto tanpa harus memikirkan lagi konsepnya dari awal. Pemilik bisnis biasanya sudah membakukan konsep-konsep pemotretannya dalam sebuah prosedur operasi baku (Standar Operating Procedure, atau SOP). Fotografer yang menjadi karyawan dalam bisnis fotografi retail biasanya hanya mengikuti prosedur pemotretan yang sudah ditetapkan dalam menjalankan pekerjaannya. Pada dasarnya, perencanaan yang matang juga sangat diperlukan dalam fotografi jurnalistik, meskipun persiapannya tak serumit fotografi komersial. Dalam fotografi jurnalistik, perencanaan yang diperlukan fotografer lebih dititikberatkan pada antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di lokasi pemotretan di luar ruangan. Tak seperti di studio, kita tak bisa mengendalikan kondisi lokasi pemotretan di luar ruangan. Kondisi pencahayaan, lingkungan, serta cuaca dapat berubah sewaktu-waktu. Pengalaman seorang fotografer akan sangat berbicara dalam fotografi jurnalistik. Kekuatan fotografi jurnalistik terletak pada ketepatan menangkap momen suatu kejadian; ketika momen tersebut sudah lewat, tidak mungkin bisa mengulangnya. Dalam fotografi seni, fotografer merupakan aktor utama dalam proses kreasi ini. Ide dan konsep yang dimiliki seorang seniman foto adalah hal yang paling utama dari fotografi seni. Biasanya seniman foto meminimalisasi hubungan dengan pihak lain agar ekspresi yang ingin dia sampaikan tidak mendapatkan banyak gangguan. Dalam tahap kreasi juga diperlukan kehati-hatian dalam merencanakan pemotretan, terutama apabila objek yang akan dipotret memiliki hak cipta. Maka, ada baiknya sebelum melakukan pemotretan, fotografer memeriksa terlebih dahulu apakah ada objek yang memiliki hak cipta yang akan ikut masuk ke fotonya. Apabila ada, maka ia harus meminta izin atau persetujuan kepada pemilik objek yang memiliki hak cipta tersebut. Beberapa hasil karya yang memiliki hak cipta dan cukup sering direproduksi melalui fotografi, antara lain, karya-karya literatur (buku, koran, katalog, majalah), karya seni artistik (kartun, lukisan, patung), karya fotografi (foto, poster, ukiran), iklan, dan gambar bergerak (film, dokumenter, TV).
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
35
Patung Little Mermaid di Denmark yang tidak boleh dipotret Sumber: petapixel.com
Dilarang Memotret Patung Little Mermaid di Denmark Sebuah patung yang menjadi salah satu atraksi populer di Denmark, yaitu patung Little Mermaid, dilarang dipotret untuk kepentingan bisnis. Keluarga pematung Edvard Erikson, pembuatnya, dikenal sangat protektif dan sangat agresif dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta patung tersebut. Sebagai hasilnya, beberapa media dan kantor berita di Denmark dikabarkan telah menerima tagihan dalam jumlah besar terkait dengan foto patung tersebut yang telah mereka terbitkan. Berlingske, media yang menggunakan foto tersebut dalam publikasinya beberapa tahun lalu, pernah dikenakan tagihan hingga sebesar US$1.800. Pihak editor pun heran dengan tagihan yang diberikan kepadanya mengingat patung tersebut adalah salah satu pusat atraksi di Denmark. Menurut hukum hak cipta, foto dari sebuah karya seni tidak dapat digunakan untuk kepentingan bisnis. Dan di Denmark, penggunaan gambar di media jelas merupakan kepentingan bisnis. Pihak keluarga pematung, yang diwakili cucunya yang bernama Alice Eriksen, menjawab perihal ini dengan mengatakan bahwa ia hanya mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara tersebut. Ia mengibaratkan hal ini seperti halnya menerima royalti dari lagu yang dimainkan orang lain. Sumber: http://petapixel.com/2014/08/20/try-publish-picture-statue-denmark-youd-better-ready-pay/
A.2 Produksi Dalam tahap produksi, perencanaan yang telah dibuat dengan matang di dalam tahap kreasi akan dieksekusi satu per satu. Tahap produksi dapat dibagi menjadi tiga bagian: praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Tahap praproduksi merupakan tahap persiapan sebelum produksi. Pada tahap ini, berbagai izin seperti izin lokasi, model release, dan property release sudah harus diselesaikan; peralatan-peralatan
36
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
fotografi yang diperlukan sudah dipinjam atau disewa; penata rias, penata rambut sudah dihubungi dan kontraknya telah disepakati; dan kostum telah dipersiapkan. Setelah semua persiapan selesai, selanjutnya adalah tahap produksi, yaitu tahap eksekusi dari perencanaan-perencanaan yang telah dibuat pada tahap kreasi. Dalam tahap produksi ini, terkadang eksekusi yang dilakukan tidak semulus yang direncanakan. Faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi keberlangsungan produksi: cuaca yang tiba-tiba berubah tidak sesuai perkiraan, kerusakan alat yang tidak disengaja, dan hal-hal nonteknis lain yang dapat menyebabkan tersendatnya tahap produksi. Untuk itu, ada kalanya fotografer melakukan eksperimen dan modifikasi konsep di tengah-tengah pemotretan. Dan apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam konsep pemotretan, tentunya hal tersebut harus dikomunikasikan kepada klien. Pada dasarnya, dalam fotografi digital, setelah tahap produksi selesai hasil foto sudah bisa langsung didapatkan dalam bentuk data digital. Foto digital tersebut kemudian dapat langsung didistribusikan ke media-media digital seperti portal berita online dan media sosial. Hal yang sama juga terjadi pada fotografi polaroid yang hasil fotonya dapat langsung jadi karena jenis filmnya dapat dicetak secara instan. Namun, seringkali terjadi proses penyuntingan foto setelah proses memotret selesai. Proses penyuntingan foto ini seringkali dilakukan oleh fotografer berbasis fotografi digital—proses ini disebut proses pascaproduksi. Pada umumnya, tahap pascaproduksi diperlukan dalam tahapan proses produksi fotografi. Tahap pascaproduksi dapat meliputi: t Peninjauan seluruh hasil foto dan seleksi. Foto-foto yang telah didapatkan dari proses produksi dicetak, ditinjau, kemudian dipilih yang terbaik untuk diproses lebih lanjut. Dalam fotografi analog, peninjauan hanya dapat dilakukan setelah film dicetak menjadi foto. Pencetakan foto dilakukan di dalam laboratorium cetak foto, sedangkan dalam fotografi digital, peninjauan dilakukan menggunakan komputer; t Pemberian catatan detail pemotretan. Catatan ini, di antaranya, meliputi tanggal pemotretan, lokasi, berapa banyak gulungan film yang digunakan—dalam fotografi analog—dan masalah-masalah yang ditemukan saat produksi, serta catatan secara umum tentang keberlangsungan acara (produksi) dari awal hingga akhir; t Pemberian catatan teknis. Catatan yang berisi tentang hal-hal teknis seperti pengaturan kamera (shutter speed, diafragma, ISO), alat-alat yang digunakan, proses di ruang gelap, halaman kontak, negatif film, dan lain-lain; t Pencatatan daftar perbaikan (refinements). Daftar perbaikan ini dapat dilakukan baik sebelum maupun setelah pemotretan. Daftar ini berisi semua detail perubahan dan perbaikan yang dibuat untuk memperbaiki atau mengubah ide awal; t Penyuntingan (editing), melakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualitas foto. Pada fotografi analog, penyuntingan dilakukan melalui proses ruang gelap. Dalam fotografi digital, penyuntingan biasanya dilakukan dengan bantuan peranti lunak khusus untuk fotografi seperti Adobe Photoshop, Lightroom, dan Gimp; t Pemberian anotasi. Anotasi berguna untuk menerangkan karya yang telah dibuat. Anotasi mengarahkan pemirsanya untuk mengamati dan memberikan perhatian lebih kepada bagian-bagian dari foto yang dianggap penting atau menarik. Tahap-tahap pascaproduksi tersebut tidak mutlak dilakukan semuanya. Tahap yang paling sering dilakukan pada pascaproduksi biasanya hanya seleksi dan penyuntingan.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
37
Dalam tahap praproduksi dan produksi, biasanya fotografer masih selalu turun tangan dalam pengerjaannya, sedangkan pada tahap pascaproduksi fotografi digital, pekerjaan ini dapat dilakukan orang lain yang berprofesi sebagai editor foto atau diserahkan kepada digital imaging artist. Untuk fotografi analog yang direkam dengan menggunakan film, tahap pascaproduksi dilakukan di kamar gelap (dark room). Fotografer yang memiliki kamar gelap dapat melakukan cetak fotonya sendiri, sedangkan yang tidak memiliki kamar gelap biasanya mencetak fotonya melalui jasa cetak foto atau studio foto. Sebelum sebuah foto dipublikasi dan didistribusikan, ada beberapa tahap yang umumnya perlu dilakukan berkaitan dengan penggunaannya secara hukum dan etika, yaitu hak cipta dan hak pakai. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.7 Dalam penggunaan karya foto, ada beberapa metode pemberian hak pakai yang biasanya dilakukan dalam praktik bisnis fotografi: t Hak eksklusif. Ketika hak eksklusif foto ini diberikan kepada seseorang, foto tersebut tidak dapat dijual kembali kepada pihak lain. Hak ini dimungkinkan dibuat menjadi bersifat terbatas berdasarkan ruang lingkup, waktu, serta tempat penggunaannya. Jika hak eksklusif ini hanya ditawarkan kepada satu pembeli, maka harga yang ditawarkan sebaiknya lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan untuk foto dengan hak pakai noneksklusif; t Hak noneksklusif. Hak ini memungkinan selembar foto dijual kepada beberapa pihak. Dalam hal ini pembeli juga mengetahui bahwa foto yang dia beli juga dapat digunakan pihak lain; t -JDFOTFGFF(biaya izin), yaitu sejumlah uang atau bentuk kompensasi lain yang dibayarkan kepada pemegang hak cipta; t -JNJUFEVTF (penggunaan terbatas), yaitu izin yang diberikan secara terbatas. Misalnya, seorang fotografer mengizinkan fotonya untuk dicetak di poster, namun tidak untuk dicetak pada kaos; atau fotonya dapat digunakan di Internet, namun tidak boleh dicetak; t 6OMJNJUFEVTF (penggunaan tak terbatas). Hak ini memperbolehkan pengguna foto untuk melakukan apa pun yang ia mau; t %BUFSBOHF (rentang waktu). Dengan hak pakai ini, semakin lama penggunaan fotonya, maka akan semakin mahal pengeluaran yang harus dikeluarkan klien. Di bidang karya kreatif, Creative Commons (CC) merupakan izin hak pakai bagi publik yang saat ini sering digunakan, termasuk dalam bidang fotografi. Creative Commons digunakan ketika orang kreatif memberikan kebebasan untuk menyebarkan karya kreatifnya kepada publik. Creative Commons memiliki beberapa ketentuan yang jenis izinnya dapat ditentukan pemilik karya foto. Ada empat tipe Creative Commons yang dapat digunakan dalam karya fotografi, yaitu: t "UUSJCVUJPO #: . Lisensi ini membolehkan pihak lain dalam menggunakan karya kreatif untuk mencetak ulang (copy), mendistribusikan, menampilkan (display), menjalankan (perform), dan membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya, namun dengan mencantumkan sumber pembuatnya;
(7) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sumber: http://www.dgip.go.id/hak-cipta. Diakses Juli 2014.
38
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
t t t
4IBSF"MJLF 4" . Lisensi ini membolehkan pihak lain dalam menggunakan karya kreatif untuk membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya; /P%FSJWBUJWFT8PSL /% . Lisensi ini tidak membolehkan pihak lain dalam menggunakan karya kreatif untuk membuat karya kreatif turunan berdasarkan karya kreatif aslinya; /PO$PNNFSDJBM /$ . Lisensi ini tidak membolehkan pihak lain menggunakan karya kreatif untuk kepentingan komersial.
Dalam penggunaannya, ada 6 kombinasi Creative Commons yang dapat digunakan, yaitu :
IKON
KETERANGAN Attribution
Attribution + Share-Alike
Attribution + No Derivatives
Attribution + NonCommercial
Attribution + NonCommercial + Share-Alike
Attribution + NonCommercial + No Derivatives
Selain Creatice Commons, fotografer juga dapat menggunakan lembaga atau organisasi yang khusus mengurusi hak cipta seperti, UK Copyright Services di Inggris, dan U.S. Copyright Office di Amerika Serikat. Namun, untuk mengurus hak cipta sebuah atau sekumpulan karya foto, seorang fotografer harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit. Meskipun lembaga tersebut berada di negara tertentu, hak cipta dapat berlaku di mana pun. Di Indonesia, hak cipta fotografi dapat didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk mengurusnya, ada beberapa tahapan dan biaya yang dibutuhkan. Biaya pendaftaran lisensi hak cipta Rp75.000,00; untuk mendaftarkan satu ciptaan dikenakan biaya Rp200.000,00; dan untuk biaya jasa penerbitan sertifikat hak cipta dikenakan Rp100.000,00. Pihak Ditjen HKI juga telah menyiapkan layanan aduan apabila ada fotografer yang ingin menuntut pihak yang menggunakan karya fotonya tanpa izin. Selain hak cipta dan hak pakai, perlu diperhatikan pula hal-hal yang berkaitan dengan hukum tak tertulis. Misalnya: apakah karya tersebut akan menimbulkan fitnah; apakah karya tersebut menyulut provokasi terhadap suku, agama, dan ras tertentu; apakah akan menyinggung seseorang, kelompok, atau golongan tertentu. Jangan sampai setelah karya dipublikasikan, ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Di era digital, ketika suatu foto telah dipublikasikan di Internet baik melalui media sosial, blog, ataupun publikasi online lainnya, maka hak ciptanya secara langsung dimiliki fotografer.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
39
Monyet Selfie, Hak Cipta Untuk Siapa? Foto monyet-monyet ini ada di kamera fotografer asal Inggris bernama David Slater yang pada 2011 sedang melancong ke Indonesia. Saat itu David memang berniat mengambil foto dari monyet-monyet hitam yang ada di Indonesia. Ia terkejut ketika ada seekor monyet yang menyambar kameranya dan menggunakannya untuk selfie. Kasus bermula ketika Wikimedia (organisasi di balik keberadaan situs Wikipedia) menolak mengabulkan permintaan David untuk menarik foto monyet yang sedang selfie itu dari halaman situs Wikipedia. Menurut juru bicara Wikimedia Foundation, Katherine Maher, di bawah hukum AS tidak ada yang memiliki hak cipta dari foto tersebut. Wikimedia berpendapat bahwa David tidak memiliki hak cipta atas foto tersebut, dan seharusnya si monyetlah yang memiliki hak cipta karena si monyet yang menekan tombol shutter dari kamera David. Namun karena hukum di AS menyatakan bahwa hanya manusia yang bisa mendapatkan hak cipta, sedangkan binatang dan tumbuhan tidak, maka foto tersebut dinyatakan bebas royalti. Karena kasus tersebut David mengklaim bahwa ia berpotensi kehilangan £10.000 pendapatannya. Sumber: http://www.mirror.co.uk/news/uk-news/wikipedia-refuses-remove-animal-selfie-3999355 diakses pada 19 Agustus 2014. http://www.tempo.co/read/news/2014/08/08/061598143/Wikipedia-Tolak-Hapus-Foto-Selfie-Monyet-Indonesia diakses pada 19 Agustus 2014.
40
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
A.3 Distribusi Tahap distribusi adalah tahap penyerahan hasil karya dari pihak fotografer kepada pihak klien, atau tahap pembukaan akses karya foto kepada publik. Dalam tahap ini, fotografer dapat menyerahkan karyanya dalam dua bentuk. Pertama, dalam bentuk data digital, yang disimpan ke dalam media penyimpanan seperti CD/DVD, hard disk, flash disk, atau dapat juga dikirim melalui email atau media file-sharing di Internet. Kedua, dalam bentuk cetak seperti foto, album foto, poster, brosur, atau foto yang telah dibingkai. Pada dasarnya, hasil karya foto dari berbagai genre fotografi dapat dipresentasikan pada media presentasi (display) apa pun. Namun, ada kecenderungan bahwa aliran fotografi tertentu hanya ditampilkan di media presentasi tertentu pula. Misalnya untuk karya foto jurnalistik—yang memiliki nilai berita, karya foto ini lazimnya digunakan di media massa seperti koran, majalah berita, dan portal berita online. Foto jurnalistik memiliki fungsi untuk membantu menjelaskan suatu berita dan informasi dengan memperlihatkan kejadian atau peristiwa tersebut secara visual. Bila fotografer bekerja untuk media seperti pada fotografi jurnalistik, atau untuk dirinya sendiri seperti fotografi seni dan stok foto, maka tahap distribusi ini tidak ada; pemakai jasa dan penggunanya adalah orang yang sama, yaitu si fotografer. Apabila pelanggan adalah pihak perantara, maka pada tahap ini pelanggan dapat menjual karya foto yang dia miliki kepada pihak ketiga. Dengan demikian, pelanggan ini juga dapat memperoleh keuntungan dari ide/konsep pemasaran yang ia tawarkan. Pelanggan seperti ini, antara lain, agen stok foto dan agen periklanan. Pada fotografi potret atau studio, foto yang dihasilkan ditujukan untuk pihak tertentu. Pelanggan dalam fotografi potret biasanya adalah perorangan, keluarga, komunitas, organisasi, atau perusahaan. Karena yang menjadi objek foto dalam fotografi potret adalah manusia, yang dalam hal ini adalah si pelanggan, maka distribusinya hanya terbatas di kalangan pelanggan. Misalnya, untuk foto potret keluarga, hasil fotonya akan menjadi milik keluarga pelanggan, dan yang dapat melihat foto-foto tersebut biasanya orang-orang terdekat si pelanggan. Untuk foto pernikahan, biasanya foto-foto prapernikahan tersebut dipajang di tempat resepsi pernikahan dan foto-foto saat pernikahannya diberikan kepada pelanggan dalam bentuk album foto dan foto cetak. Begitu juga foto untuk keperluan pembuatan profil perusahaan, maka foto-foto yang diproduksi terbatas untuk kepentingan perusahaan si pelanggan. Fotografi lanskap seperti foto pemandangan alam dan foto gedung biasanya digunakan untuk keperluan dekorasi dan pariwisata. Foto-foto dengan tema pemandangan alam cukup lazim digunakan sebagai dekorasi di dalam rumah atau perkantoran, atau sebagai gambar di kalender. Foto-foto yang memiliki keunikan, baik pemandangan alam maupun gedung dari daerah tertentu, sangat berpotensi untuk digunakan sebagai daya tarik wisata. Presentasi dari foto-foto tersebut dapat dilakukan melalui buku mengenai pariwisata, buku mengenai bangunan-bangunan atau arsitektur, atau melalui media Internet di laman-laman yang berhubungan dengan pariwisata dan arsitektur. Tujuan fotografi komersial jelas, yaitu sebagai sarana promosi suatu produk atau merek sebuah perusahaan. Fotografi komersial sangat erat kaitannya dengan ilmu komunikasi, terutama komunikasi visual. Fotografi komersial dituntut mampu menghasilkan foto berkualitas tinggi, sehingga menarik perhatian calon pelanggan untuk membeli produk perusahaan yang beriklan. Karya foto-foto komersial tersebut diterbitkan melalui media massa, papan iklan, atau ruangruang yang memang disediakan untuk industri komersial beriklan.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
41
Fotografi seni (art photography) tidak hanya memandang si fotografer sebagai seorang pemotret, namun juga sebagai seorang seniman. Hasil karya foto yang dia hasilkan maka tidak hanya dipandang sebagai sebuah gambar, tapi sebuah karya seni. Hasil karya fotografi seni lazim ditampilkan di galeri-galeri seni, buku-buku atau laman-laman yang membahas tentang seni. Fotografi seni juga dapat digunakan sebagai dekorasi rumah atau perkantoran, atau dikoleksi sebagai karya seni. Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, fotografer bisa menjual karyanya melalui laman Internet, baik laman pribadi maupun laman-laman yang menyediakan ruang bagi para fotografer agar dapat memamerkan hasil karyanya. Dari laman tersebut, para fotografer dapat menjual fotonya lewat Internet. Atau, jika foto tersebut memiliki teknik dan konsep unik, maka fotografer dapat menjual video tutorial tentang proses di balik layar (video behind the scene). Untuk fotografer amatir atau pemula, presentasi hasil karya dapat dilakukan melalui media-media sosial seperti Facebook, Flickr, Instagram, dan 500px.com. Presentasi tersebut dilakukan untuk menarik perhatian orang-orang terdekat mereka, atau bahkan orang yang tidak mereka kenal, agar dapat melihat dan menikmati foto mereka. Pada era Internet sekarang ini, melalui media sosial inilah para fotografer amatir yang berbakat dapat memulai mengembangkan fotografinya ke tahap profesional.
B. Lingkungan Pengembangan Kreativitas (Nurturance Environment) B.1 Apresiasi Apresiasi termasuk dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) di dalam ekosistem fotografi, karena membangun serta meningkatkan kualitas dan kompetensi fotografi. Apresiasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) melalui literasi kepada masyarakat, dan (2) melalui pengakuan dan penghargaan atas hasil karya fotografi para fotografer. Jika literasi berfungsi mengembangkan fotografi dari sisi konsumen, maka pengakuan dan penghargaan adalah untuk mengembangkan fotografi dari sisi orang-orang kreatifnya. Dalam fotografi, literasi adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, membuat, serta menggunakan atau menikmati sebuah foto. Literasi fotografi bisa berfungsi sebagai sistem pengontrol konten fotografi (khususnya bagi anak-anak), tapi, yang juga penting, literasi meningkatkan kualitas fotografi masyarakat di ruang publik dan penghargaan karya fotografer. Literasi fotografi dapat dilakukan, di antaranya, melalui: t Media. Saat ini cukup banyak media, baik televisi, majalah, dan Internet yang memiliki program-program dan halaman-halaman yang membahas khusus tentang fotografi. Program fotografi di televisi contohnya “Mata Lensa” di AnTV dan “Klik Arbain” di Kompas TV. Majalah-majalah fotografi lokal yang beredar, di antaranya, adalah CHIP Foto Video, Dunia Kamera, Digital Camera, dan Travel Fotografi. Saat ini, majalah-majalah fotografi impor pun mudah ditemui di toko-toko buku. Halaman-halaman yang membahas tentang fotografi di Indonesia juga sudah cukup banyak di Internet, seperti fotografer.net, ffmagz.com, fotokita.net, dan fotografiindonesia.net. Halaman Fotografi Indonesia (fotografiindonesia.net) pada awalnya diperuntukkan sebagai sarana publikasi online untuk acara Lomba Fotografi Piala Presiden, namun saat ini digunakan untuk berbagi informasi seputar fotografi di Indonesia. fotografiindonesia.net dikelola Subdirektorat Pengembangan Fotografi, Direktorat Pengembangan Seni Rupa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
42
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
t
t
t
t
t
Seminar fotografi. Literasi fotografi melalui seminar biasanya dilakukan kampus-kampus, komunitas, di kalangan para pebisnis di bidang fotografi, dan di lingkungan pemerintah (oleh Kemenparekraf). Berbeda dengan kursus fotografi yang kontennya lebih ke arah teknis, dalam seminar fotografi yang dibangun adalah wawasan, seperti cara-cara memulai bisnis fotografi, tren fotografi, genre fotografi, dan pengalaman para fotografer profesional. Pameran fotografi biasanya dilakukan di galeri seni dan ruang publik. Saat ini, jumlah galeri yang khusus untuk fotografi sangat minim. Tercatat hanya Galeri Foto Jurnalistik Antara yang rutin digunakan sebagai tempat pameran foto. Melalui pameran fotografi, diharapkan literasi fotografi masyarakat dapat meningkat. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi melihat sebuah foto sebagai objek gambar dua dimensi, namun bisa lebih peka dalam menangkap pesan yang ingin disampaikan fotografernya. Buku-buku fotografi saat ini mulai menjamur di toko-toko buku. Dalam hal kuantitas, buku-buku fotografi lokal dapat dikatakan cukup bersaing dengan buku-buku fotografi impor. Namun, dalam hal kualitas, buku-buku fotografi impor memiliki kelebihan dari segi isi. Para fotografer profesional Indonesia perlu turun tangan untuk dapat memperkaya wawasan fotografi masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat lebih mudah menyerap wawasan tersebut. Pendidikan di dalam keluarga. Dalam hal ini yang berperan adalah orangtua. Caranya adalah dengan menyampaikan arahan dan pengetahuan dasar kepada anak, terutama dalam memahami dan melihat foto yang beredar di media. Pendidikan umum. Literasi melalui pendidikan umum dapat disampaikan sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat menengah, hingga pendidikan tinggi. Adapun dalam penyampaiannya, tentunya dilakukan sesuai dengan usia pemahaman para peserta didik. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin banyak dan semakin kompleks literasi fotografi yang bisa disampaikan.
Selain untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap fotografi, apresiasi juga berfungsi sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan kepada fotografer atas hasil kerja kreatifnya agar semangat dan keinginan berkarya orang-orang kreatif di bidang fotografi dapat terus terjaga, sehingga kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat. Penghargaan dan pengakuan untuk fotografer dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: t Kompetisi atau lomba fotografi. Ajang ini biasanya digunakan para fotografer untuk menguji keahlian dan kemampuan mereka. Ajang ini dapat diikuti fotografer pemula maupun fotografer berpengalaman. Prestasi yang diperoleh dari lomba fotografi ini dapat meningkatkan kepercayaan diri seorang fotografer, selain juga dapat digunakan sebagai portofolio untuk meningkatkan nilai jualnya. Pada dasarnya, sebuah kompetisi atau lomba fotografi bukanlah tentang foto mana yang lebih baik dan mana yang jelek. Sebenarnya sebuah foto tidak dapat diukur secara objektif, sebab foto dalam ranah seni tidak memiliki skala ukuran secara jelas. Subjektivitas juri turut berperan dalam penentuan hasil lomba. Kompetisi fotografi biasanya dilakukan komunitas, pemerintah, maupun perusahaan. Saat ini, banyak sekali kompetisi fotografi yang bertujuan mempromosikan perusahaan yang menjadi sponsor utamanya. Dalam melaksanakan kompetisi fotografi, tidak jarang perusahaan-perusahaan tersebut menggandeng komunitas fotografi untuk memeriahkan acara yang mereka selenggarakan. Salah satu kompetisi yang mulai rutin diselenggarakan setiap tahun oleh salah satu produsen kamera adalah Canon Photo Marathon. Perusahaan-perusahaan kamera lainnya seperti Nikon, Fuji, Sony, Panasonic, Pentax, Samsung, dan lainnya, juga sering mengadakan lomba-lomba fotografi dalam
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
43
berbagai kesempatan. Mulai beberapa tahun lalu, pemerintah (melalui Kemenparekraf) rutin menyelenggarakan Lomba Foto Indonesia yang memperebutkan Piala Presiden dan sejumlah hadiah uang. Adapun kementerian lain dan pemerintah daerah juga kerap mengadakan lomba foto dengan tujuan sosialisasi, atau untuk mempromosikan daerahnya sebagai tempat pariwisata. Berikut ini beberapa kompetisi yang ada di tingkat internasional: o International Photography Awards. Perlombaan ini memiliki misi untuk memberikan kehormatan kepada pencapaian prestasi dari fotografer-fotografer terbaik dunia, untuk menemukan bakat-bakat baru di bidang fotografi, dan juga untuk mempromosikan apresiasi di bidang fotografi. o Sony World Photography Awards. Kompetisi ini pertama kali dihelat pada 2008 untuk mendukung dan menanamkan budaya fotografi. Pemberian penghargaan mengambil tempat di kota London. Ada empat kategori yang diperebutkan, yaitu profesional, amatir, pelajar yang mengambil bidang fotografi di sekolahnya, dan generasi muda di bawah 19 tahun. o World Press Photo of The Year. Kompetisi ini digelar Dutch Foundation World Press Photo. Penghargaan ini diberikan kepada foto yang dapat merepresentasikan isu, situasi atau peristiwa penting, yang juga memberikan tingkat persepsi visual dan kreativitas tinggi.
Para peraih penghargaan Anugerah Fotografi Indonesia 2013 bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sumber: indonesiakreatif.net
t
44
Pemberian penghargaan. Penghargaan untuk bidang fotografi saat ini sudah cukup banyak, bahkan cakupannya tidak hanya regional atau domestik, namun juga internasional. Ajang penghargaan ini cukup penting untuk memberikan apresiasi kepada para fotografer guna mengembangkan bidang fotografi di masa depan. Melalui sebuah penghargaan, para fotografer akan merasa hasil karya dan eksistensinya dihargai, sehingga mereka akan berlomba-lomba untuk melakukan yang terbaik dalam menghasilkan karya foto. Sejak 2013 telah diselenggarakan Anugerah Fotografi Indonesia sebagai wujud penghargaan
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
pemerintah kepada insan fotografi Indonesia. Pemberian piala diberikan langsung Ibu Mari Elka Pangestu selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam acara Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2013. Pada perhelatan itu ada 5 kategori untuk 5 pemenang, yaitu: o Kategori Fotografi Seni diberikan kepada Davy Linggar o Kategori Fotografi Komersial diberikan kepada Darwis Triadi o Kategori Fotografi Dokumenter dan Jurnalistik diberikan kepada Don Hasman o Kategori Fotografi Edukasi diberikan kepada Galeri Foto Jurnalistik Antara o Kategori Fotografi Life Time Achievement kepada Alex Mendur dan Franz Mendur Salah satu penghargaan terpopuler di bidang fotografi di mancanegara adalah Pulitzer Prize. Pulitzer mulai diberikan sejak 1917 dan merupakan salah satu penghargaan bergengsi tingkat dunia untuk para fotografer jurnalistik. Ada dua kategori penghargaan untuk bidang fotografi, yaitu Feature Photography dan Breaking News Photography; t
t
t
t
Pemberian gelar fotografi, biasanya diberikan federasi atau asosiasi fotografi. Gelar fotografi internasional, antara lain, diberikan Federation Internationale de l’Art Photographique (FIAP) yang bertempat di Prancis, The Royal Photographic Society (RPS) yang berada di Inggris, United Photographic International (UPI) di Yunani, dan Photographic Society of America (PSA). Di Indonesia, saat ini terdapat dua organisasi fotografi yang dapat memberikan gelar kepada anggotanya, yaitu Perhimpunan Amatir Foto (PAF) Bandung, dan Federasi Perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI) yang juga merupakan induk organisasi beberapa komunitas fotografi di Indonesia. Ada empat macam gelar yang diberikan FPSI, yaitu Honorary Excellent of FPSI (Hon.E.FPSI), Honorary of FPSI (Hon.FPSI), Artist of FPSI (A.FPSI), dan Examine of FPSI (E.FPSI). Metode dan tata cara perolehan gelar oleh FPSI telah terstruktur dengan rapi dalam administratif FPSI. Di dalam PAF, pemberian gelar prestasi fotografi dilakukan berdasarkan dua pertimbangan. Pertama berdasarkan pengabdian, yang akan mendapatkan gelar kehormatan Honorary PAF (Hon.PAF). Pertimbangan lainnya adalah berdasarkan prestasi, yang akan mendapatkan gelar PAF Chakra (PAF*), PAF Adhikarya (PAF.A), atau PAF Mahakarya (PAF.M). Gelar prestasi PAF Chakra dan PAF Adhikarya didapatkan melalui skema pengumpulan poin. Adapun tata cara dan waktu pelaksanaannya telah ditetapkan dalam peraturan khusus yang dimiliki PAF. Pameran fotografi. Acara ini dapat dilakukan fotografernya sendiri dan juga oleh pihak lain yang mengapresiasi hasil karya seorang atau beberapa fotografer. Pameran fotografi merupakan upaya fotografer (atau pihak tertentu) untuk menyampaikan pesan-pesan akan isu tertentu melalui karya-karya fotografi. Di luar negeri, jumlah pameran yang dilakukan seorang fotografer dapat dihitung sebagai prestasi tersendiri. Semakin sering seorang fotografer berpameran, semakin tinggi pula pamornya. Buku fotografi. Dalam hal ini, buku fotografi yang dimaksud adalah buku kumpulan karya foto sebagai bentuk lain dari pameran. Jika dalam pameran waktu dan tempatnya terbatas, maka karya foto yang tercetak dalam buku lebih memiliki keleluasaan akses. Hak cipta dan hak pakai. Penggunaan hak cipta dan hak pakai yang tepat merupakan cara menghargai hasil karya foto. Dari kedua hal inilah seorang fotografer atau orang kreatif fotografi mendapatkan kompensasi atas hasil kerja kreatifnya. Dan, kedua hal ini pula yang membedakan antara fotografer profesional dan fotografer amatir.
Saat ini, dengan semakin majunya teknologi fotografi dan Internet, banyak sekali komunitas fotografi yang muncul di Indonesia. Salah satu portal fotografi di Indonesia bernama Fotografer.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
45
net dan saat ini diklaim sebagai komunitas fotografi online terbesar se-Asia Tenggara. Hingga kini di Indonesia terdapat 60 komunitas fotografi yang memiliki sistem keanggotaan dan punya lebih dari 100 anggota. Angka tersebut belum termasuk komunitas-komunitas yang ada dan konsisten melakukan kegiatan, namun tidak memiliki kedua kriteria tersebut. Jenis komunitas juga sangat beragam, mulai dari yang sangat umum seperti komunitas yang berdasarkan daerah, hingga komunitas yang dibentuk berdasarkan kesamaan memotret dengan teknik tertentu seperti komunitas foto levitasi, light-painting, astro-photography, strobist, dan lain-lain. Tabel 2 - 1 Perkiraan Persebaran Jumlah Komunitas Fotografi di Indonesia
REGIONAL
PERKIRAAN KOMUNITAS
PERKIRAAN ANGGOTA
Jawa
35
740.108
Sumatera
7
20.152
Kalimantan
4
4.309
Bali dan Nusa Tenggara
7
11.500
Sulawesi
6
11.444
Papua
1
1.061
B.2 Pendidikan Pendidikan menjadi salah satu elemen yang cukup penting dalam rantai nilai fotografi; pendidikan melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi, ilmu, dan juga teknikteknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre baru dalam fotografi terus tumbuh dan berkembang. Untuk mendukung kompetensi para calon pelaku subsektor fotografi, maka dibutuhkan materimateri pendidikan fotografi yang komprehensif sehingga dapat diterapkan di dunia kerja yang sebenarnya. Ada tiga aspek pendidikan fotografi yang diajarkan di sekolah-sekolah pendidikan tinggi di negara maju seperti Amerika Serikat. Ketiga aspek itu adalah (1) pengetahuan tentang wacana-wacana dalam fotografi, baik yang berhubungan dengan seni, desain, teknologi maupun sejarah; (2) pengetahuan teknis tentang fotografi; (3) profesionalisme di bidang yang ingin ditekuni, apakah di bidang jurnalistik, komersial, atau seni. Pengetahuan yang bersifat wacana dalam fotografi, di antaranya, adalah ilmu tentang seni, desain, sejarah, dan teknologi. Ilmu seni perlu dipelajari untuk mengasah kepekaan estetika terkait suatu karya foto. Ilmu desain berfungi untuk menyampaikan pesan, baik yang tersirat maupun yang tampak, dari suatu karya foto. Wawasan teknologi berguna untuk membantu fotografer dalam menghasilkan foto; dengan wawasan ini seorang fotografer bisa mengetahui hingga sejauh mana teknologi dapat mendukung penciptaan suatu karya foto. Wawasan sejarah merupakan suatu pembelajaran tentang bagaimana dinamika fotografi berkembang sejak zaman dahulu hingga saat ini, yang sedikit-banyak dapat menjadi inspirasi untuk berkarya. Pengetahuan wacana fotografi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan fotografer dalam mengembangkan idenya, serta dapat melihat ke arah mana kecenderungan fotografi berkembang. Apabila kita melihat rantai nilai kreatif dari ekosistem fotografi, pengetahuan wacana fotografi ini memberi pengaruh pada tahapan mata rantai kreasi.
46
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Pengetahuan teknis fotografi meliputi pemahaman cara kerja serta pengoperasian kamera (analog dan digital), pengetahuan berbagai teknis pencahayaan (cahaya alami dan cahaya buatan), proses mencetak foto di kamar gelap dalam fotografi analog, proses mencetak foto digital, dan kemampuan penyuntingan gambar (editing) untuk fotografi digital. Bila kita melihat lagi ke peta ekosistem fotografi di bagian rantai nilai kreatif (Gambar 2-2), maka pengetahuan teknis ini mengacu pada pengembangan kemampuan fotografer pada bagian mata rantai produksi. Bidang ketiga yang dipelajari dalam pendidikan fotografi adalah profesionalisme. Profesionalisme ini biasanya baru dipelajari di tingkat-tingkat akhir, baik yang sifatnya pembekalan ilmu profesional maupun dalam bentuk kerja praktik atau internship. Pendidikan fotografi biasanya memiliki tiga bidang yang dapat dipilih sebagai profesi, yaitu fotografi jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni. Jadi, pendidikan tentang profesionalisme juga berkonsentrasi di salah satu bidang yang ingin dikuasainya. Dalam fotografi jurnalistik, misalnya, diajarkan penerapan kode etik pers, juga batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selaku fotografer sekaligus pencari berita. Dalam fotografi komersial, pengetahuan di bidang manajemen dan soft-skill (contohnya, berinteraksi dengan rekan bisnis, bagaimana menghadapi klien) diajarkan. Sebab, sebagai seorang fotografer komersial sebaiknya tidak hanya bisa memotret, tapi juga harus bisa mengatur jadwal, keuangan, pemasaran, hingga sumber daya. Dalam fotografi seni atau fotografi ekspresi, profesionalisme lebih ditekankan ke arah kreativitas dan inovasi yang mengarah ke aspek seni. Dalam institusi formal, pendidikan fotografi sudah mulai ada di tingkat pendidikan menengah, yaitu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK yang memberikan pendidikan di bidang fotografi adalah SMK yang memiliki jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) atau Multimedia. Selain diajarkan mengenai pengoperasian kamera, para siswa juga diajarkan bagaimana memproses cetak foto di kamar gelap, hingga menjalankan pascaproduksi dengan menggunakan perangkat lunak pada komputer. Beberapa SMK yang memiliki pendidikan fotografi, antara lain, SMK Negeri 9 Surabaya, SMK Negeri 58 Jakarta, SMK IPIEMS Surabaya, dan SMK Bhakti Anindya di Tangerang. Untuk pendidikan fotografi di tingkat perguruan tinggi, saat ini ada beberapa universitas yang khusus membuka jurusan fotografi. Institut Kesenian Jakarta (IKJ) merupakan salah satu perguruan tinggi pertama yang membuka jurusan fotografi di Indonesia pada 1992. Perguruan tinggi lainnya adalah Universitas Trisakti, Universitas Pasundan Bandung, Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta, di Surakarta, dan di Bali. Di ISI, jurusan fotografi termasuk dalam Fakultas Seni Media Rekam. Beberapa perguruan tinggi lain yang memiliki fakultas desain juga memasukkan fotografi ke dalam mata kuliahnya, seperti di jurusan DKV. Selain institusi pendidikan resmi seperti SMK dan perguruan tinggi, ada juga sekolah-sekolah fotografi lainnya di Indonesia, seperti Nikon School Indonesia, Canon School of Photography, LaSalle College International, Indonesia School of Photography, dan Darwis Triadi School of Photography. Dewasa ini ada tren bahwa fotografer-fotografer yang telah sukses di bidang fotografi mulai merambah ke bisnis pendidikan fotografi dengan menawarkan kelas-kelas singkat fotografi, workshop, dan seminar. Hal ini bisa menjadi wadah alternatif bagi calon-calon fotografer untuk belajar tanpa melalui pendidikan formal.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
47
Anton Ismael, pendiri Kelas Pagi Sumber: news.indonesiakreatif.net
Belajar Fotografi Gratis di Kelas Pagi Pada 2006, Anton Ismael—seorang fotografer profesional Indonesia—mulai membuka kelas fotografi gratis bernama Kelas Pagi. Kelas ini ditujukan bagi siapa pun yang ingin belajar fotografi darinya. Ide ini berawal dari keinginan para kerabat dan kawan-kawannya untuk menimba ilmu fotografi dari sang fotografer, sedangkan mereka tidak memiliki modal dan uang cukup jika harus mengikuti kursus atau kelas fotografi di tempat lain yang biayanya relatif cukup mahal. Kelas ini diikuti orang-orang dengan beragam latar belakang seperti penulis, wartawan, art director, musisi, pelukis, pelajar, dan lain-lain. Tidak disangka, minat masyarakat begitu tinggi terhadap kegiatan ini. Hingga 2013, tercatat sudah lebih dari 1.000 alumni yang lulus dari Kelas Pagi. Kegiatan di Kelas Pagi dimulai dari pukul 6 pagi dengan jadwal dua kali seminggu dan periode waktu satu tahun untuk setiap angkatannya. Dalam setiap pertemuan, para siswa diberi tugas yang harus diselesaikan sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jika tugas tersebut tidak diselesaikan, maka ancamannya kelas akan dibubarkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kedisplinan, agar para siswa tetap serius mengikuti program yang telah ditetapkan dan tidak menganggap remeh karena gratis. Dengan terus berkembangnya kegiatan ini, maka pada 2009 kegiatan ini membuka kelas barunya di Jogja. Dalam mengembangkan dan menjalankan Kelas Pagi, Anton dibantu rekannya sesama fotografer. Sumber: http://kelaspagi.com/detail/pengajar/anton-ismael-66 http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/kelas-pagi-anton-ismael-belajar-fotografi-gratis-nan-disiplin
48
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Selain pendidikan formal dan nonformal, fotografi juga dapat dipelajari dengan pembelajaran secara informal. Cara ini dapat dilakukan secara otodidak melalui magang di sebuah perusahaan ataupun bisnis jasa fotografi, membaca media dan Internet, hingga mengikuti kegiatan-kegiatan di komunitaskomunitas fotografi. Peran Internet saat ini sangat membantu sekali dalam proses pendidikan fotografi. Dengan adanya berbagai macam tutorial tentang fotografi yang dikemas dalam beragam bentuk (teks, gambar, audio, dan video) di Internet, fotografer pemula atau seseorang yang ingin belajar tentang fotografi dapat memilih metode dan bentuk tutorial yang sesuai dengan keinginannya. Salah satu media pembelajaran fotografi di Internet yang cukup baik adalah CreativeLive. Di sana kita dapat mengikuti kelas-kelas online secara gratis yang menghadirkan instruktur-instruktur fotografi profesional di industri fotografi Amerika. Sayangnya, kelas online semacam ini belum ada di Indonesia.
C. Pasar (Konsumen) Konsumen dalam subsektor fotografi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan atau organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media, industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi. Industri komersial yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi dengan tujuan komersial, seperti untuk membuat iklan, namun tanpa melalui agen periklanan. Industri lain yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi selain untuk tujuan komersial, seperti membuat foto profil perusahaan dan foto dokumentasi perusahaan. Konsumen individu sebagai konsumen fotografi dibagi menjadi konsumen umum dan konsumen khusus. Konsumen khusus adalah konsumen ahli, galeri, kolektor foto, dan museum. Konsumen ahli (expert) adalah konsumen yang menggunakan foto-foto dari bidang (genre) fotografi tertentu yang biasanya didorong profesinya sebagai ahli dalam satu bidang. Misalnya, foto-foto forensik digunakan oleh ahli forensik dalam menelusuri sebuah kasus; foto-foto anggrek digunakan untuk mendokumentasikan anggrek di Indonesia untuk penelitian; foto-foto batik digunakan seorang kolektor batik dalam pembuatan buku batik. Selain berperan sebagai konsumen, galeri dan museum juga berperan sebagai lembaga yang melakukan pengarsipan dan apresiasi.
Foto termahal di dunia hingga saat ini, Rhein II (1991) Sumber: www.tate.org.uk Foto: Andreas Gursky
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
49
Sebuah galeri bahkan rela mengeluarkan kocek cukup besar untuk membeli satu karya foto bernilai tinggi. Saat ini, karya foto yang memiliki harga tertinggi adalah karya milik Andreas Gursky yang berjudul Rhein II yang dibuat pada 1999. Karyanya terjual seharga US$4.338.500 pada 2011 lewat rumah lelang Christie’s New York. Menyusul kemudian karya milik Cindy Sherman yang berjudul Untitled #96 yang bernilai US$3.890.500 dan dijual rumah lelang yang sama.
Foto termahal kedua di dunia hingga saat Ini, Untitled #96 (1981) Sumber: intheloupetv.wordpress.com Foto: Cindy Sherman
D. Pengarsipan (Archiving) Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard disk, atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya di layanan-layanan photo sharing yang ada di Internet seperti Flickr.com, 500px.com, Picasa, Instagram, Facebook, dan lain-lain. Di Amerika Serikat, pengarsipan foto salah satunya dilakukan US National Archives and Records Administration. Pengarsipan juga dilakukan pihak akademisi melalui perpustakaan yang dimiliki maupun oleh pihak swasta. Salah satu lembaga nasional yang melakukan pengarsipan foto, terutama dalam foto jurnalistik, adalah Galeri Jurnalistik Fotografi Antara (GFJA). GFJA merupakan bagian dari misi sosial yang dimiliki Kantor Berita Antara. Galeri ini cukup dikenal di mancanegara; beberapa negara seperti Belanda dan Australia pernah memberikan sumbangan foto-foto untuk dipamerkan di GFJA. Dalam hal restorasi foto, GFJA pernah dibantu Jepang dan Ford Foundation untuk merestorasi
50
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
foto-foto lama yang dimiliki GFJA. Tidak hanya pengarsipan, GFJA juga menyelenggarakan pelatihan-pelatihan foto jurnalistik. Lembaga pemerintah yang melakukan pengarsipan foto adalah Arsip Nasional Republik Indonesia. Selain itu, kita dapat menjumpai foto-foto bersejarah di museum-museum di Indonesia seperti di Museum Nasional Indonesia, Monumen Nasional, Museum Asia Afrika di Bandung, Museum Fort Rotterdam di Makassar, dan lain-lain. Di universitas-universitas yang memiliki jurusan seni fotografi atau desain komunikasi visual, biasanya terdapat galeri yang digunakan sebagai tempat pameran karya mahasiswa sekaligus tempat pengarsipan. Oleh karena letak pengarsipan yang terpencar-pencar, maka perlu adanya suatu wadah atau lembaga pengarsipan khusus untuk fotografi di Indonesia. Lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai manajemen pengetahuan fotografi sehingga memudahkan para pelaku fotografi dan para pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama memajukan fotografi Indonesia.
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Subsektor Fotografi 2.2.1 Peta Industri Subsektor Fotografi Pemetaan subsektor fotografi dilakukan dengan menghubungkan industri utama, yaitu fotografi, dengan pelaku industri yang memberikan persediaan (supply) ke pelaku industri utama (backward linkage) dan pelaku industri yang memberikan permintaan (demand) ke pelaku industri utama ( forward linkage) dalam rantai nilai ekosistem fotografi. Pemetaan ini tidak dilakukan secara menyeluruh dan hanya mengambil beberapa contoh dari kegiatan dalam subsektor fotografi yang terkait dengan beberapa industri lain. Pasalnya, subsektor fotografi memiliki hubungan yang sangat luas, sehingga hampir semua industri yang ada di Indonesia dapat berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan subsektor fotografi.
subsektor fotografi memiliki hubungan yang sangat luas, sehingga hampir semua industri yang ada di Indonesia dapat berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan subsektor fotografi.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
51
Gambar 2 - 3 Peta Industri Subsektor Fotografi
52
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
A.1 Kreasi Pada dasarnya, subsektor fotografi dapat berhubungan dengan semua industri. Karena kebutuhan utamanya terhadap gambar atau foto, beberapa industri yang paling dekat dengan subsektor fotografi adalah industri penerbitan, terutama media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan buku. Industri penerbitan membutuhkan fotografi, selain untuk menjelaskan tulisan dan artikel yang disampaikannya lewat foto, juga untuk memberikan nilai estetika dan dekoratif. Industri lain yang juga paling banyak menggunakan jasa fotografi adalah industri desain dan periklanan. Dalam industri periklanan, fotografi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan melalui gambar. Faktor kreativitas biasanya sangat ditonjolkan dalam membuat foto iklan agar calon konsumen tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan. Selain industri media, desain, dan periklanan, sebenarnya industri-industri lain pun juga dapat berhubungan dengan subsektor fotografi secara langsung. Sebagai contoh, ketika sebuah restoran atau usaha kuliner membutuhkan jasa fotografi untuk memotret menu-menu yang mereka sediakan, maka industri kuliner dapat dikatakan menyerap subsektor fotografi. Ketika sebuah hotel baru berdiri dan membutuhkan gambar eksterior dan interiornya untuk promosi, maka hotel sebagai industri hospitality akan membutuhkan subsektor fotografi. Namun, untuk menyederhanakan model peta industri subsektor fotografi, maka industri-industri lain tersebut dianggap menggunakan perpanjangan tangan melalui industri desain, periklanan, dan penerbitan dalam menggunakan jasa fotografi. Dengan sedemikian luasnya aspek dan kegunaan fotografi, sebenarnya bukan hanya kalangan industri atau bisnis yang dapat memanfaatkan jasa fotografi. Pemerintah, organisasi nirlaba, hingga kalangan individu juga memanfaatkan jasa fotografi. Misalnya, fotografi digunakan pemerintah daerah dalam mempromosikan keindahan pariwisata suatu daerah tertentu. Fotografi digunakan organisasi nirlaba untuk menyerukan bahaya obatan-obatan terlarang kepada masyarakat melalui foto. Fotografi digunakan individu, misalnya dalam pembuatan kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan paspor.
A.2 Produksi Dalam mata rantai produksi, industri yang berhubungan (atau yang berfungsi sebagai industri pendukung) akan lebih spesifik terhadap kebutuhan fotografi. Sebab, dalam tahap produksi ini kebutuhan fotografi juga semakin khusus, terutama dalam rangka menghasilkan foto yang sesuai dengan konsep yang telah direncanakan. Selain membutuhkan fotografer dan studio foto yang menjalankan tahap praproduksi dan produksi, dibutuhkan juga jasa editor foto dan jasa cetak foto dalam tahap pascaproduksi. Dalam industri desain dan periklanan, peran editor foto ini dapat dilakukan fotografernya sendiri, atau digital imaging artist (biasanya untuk konsep foto yang rumit). Keberadaan jasa penyewaan alat fotografi sangat membantu para fotografer dalam menjalankan pekerjaannya, karena untuk beberapa peralatan khusus yang harganya sangat mahal, fotografer dapat menyewanya tanpa harus membeli. Adapun industri lain yang sering berkaitan dalam tahap ini antara lain, agensi model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan dan pembuatan kostum, industri mode, jasa periklanan, dan lain-lain. Sebagai contoh, misalnya dalam pembuatan iklan komersial sebuah ponsel pintar, diperlukan seorang model yang berpose sedang menggunakan ponsel tersebut, sehingga untuk itu diperlukanlah agensi model. Model tersebut tentunya menggunakan tata rias dan rambut serta kostum tertentu yang dibuat dan dipakai sedemikian
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
53
rupa untuk menunjang konsep foto iklan yang telah disepakati. Maka diperlukan pula jasa tata rias dan rambut, serta jasa pembuatan dan penyewaan kostum. Tidak lupa interior yang menunjang suasana dalam foto tersebut harus digarap, maka dibutuhkanlah jasa desain interior. Contoh lain adalah ketika industri mode ingin menggunakan jasa fotografi untuk menyebarluaskan tren yang akan terjadi, maka industri mode juga ikut berperan dalam tahap produksi dalam menentukan busana-busana yang akan digunakan dalam pemotretan. Jasa editor foto dan jasa cetak foto tentunya tidak terlepas dari industri TI (teknologi informasi) dan industri percetakan. Dalam mengolah foto, seorang editor foto tidak dapat terlepas dari perangkat lunak pengolah foto seperti Adobe Photoshop, GIMP, Photomatix, dan lain-lain. Jasa cetak foto ada dua macam, yaitu untuk foto yang masih menggunakan film dan foto digital. Namun, membanjirnya fotografi digital membuat jasa cetak foto film semakin berkurang.
A.3 Distribusi Dalam tahap mata rantai distribusi, pelaku di industri utamanya adalah fotografer, agen stok foto, dan jasa cetak foto. Pada rantai distribusi ini, peran pelaku utama adalah sebagai penyambung tangan karya foto yang dihasilkan fotografer dengan klien atau konsumen. Dalam fotografi digital, fotografer yang melakukan proses pascaproduksinya sendiri dan tidak memerlukan karya foto dalam bentuk cetak dapat berperan sebagai distributor langsung dengan menyerahkan karya fotonya dalam bentuk data. Dalam jurnalistik, konsumen (biasanya pelaku industri media) dapat mencari foto-foto yang diinginkan melalui agen stok foto. Klien yang menginginkan karya foto dalam bentuk cetak akan menggunakan jasa cetak foto. Pada umumnya, industri yang menyerap subsektor fotografi adalah industri yang berhubungan dalam tahap kreasi, yaitu industri desain, periklanan, dan penerbitan. Namun, di tahap distribusi ini industri-industri tersebut tidak berhubungan dengan subsektor fotografi sejak awal pembuatan foto. Industri-industri tersebut tidak menggunakan jasa fotografinya, tapi secara langsung memanfaatkan hasil produknya, yaitu karya foto yang sudah jadi tanpa dipesan. Di tahap ini pula karya-karya foto juga sering ditampilkan di galeri-galeri seni. Sebagian juga digunakan untuk kepentingan jurnalistik dan industri konten digital. Sementara itu, industri yang terlibat pada tahap produksi biasanya tidak lagi berhubungan dalam tahap distribusi ini. Industri yang diserap subsektor fotografi pada tahap ini, antara lain, industri pembuatan bingkai foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri TI, industri percetakan, dan industri peralatan elektronik. Umumnya, industrinya adalah yang berhubungan dengan pengemasan foto dan reproduksi foto. Industri Teknik Informatika (TI) yang diserap pada tahap ini berbeda dengan industri TI pada tahap produksi. Pada tahap produksi, industri TI (komputer dan software-nya) digunakan untuk mengedit foto, sedangkan pada tahap distribusi industri TI digunakan untuk melihat dan memilih foto yang dikehendaki klien. Industri peralatan elektronik di sini berperan dalam menyediakan alat-alat elektronik untuk pengarsipan berkas seperti harddisk, USB flash disk, CD/DVD, memory card, dan lainnya.
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Fotografi Dalam ruang lingkup ekonomi kreatif Indonesia fotografi termasuk dalam subsektor film, video, dan fotografi. Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik, kategori yang termasuk ke dalam subsektor ini adalah: t Kelompok 18202, yaitu reproduksi media rekaman film dan video;
54
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
t t t t t t t t
Kelompok 59111, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah; Kelompok 59112, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh swasta; Kelompok 59121, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah; Kelompok 59122, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh swasta; Kelompok 59131, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh pemerintah; Kelompok 59132, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh swasta; Kelompok 59140, yaitu kegiatan pemutaran film; Kelompok 74201, yaitu jasa fotografi.
Dari sembilan kelompok yang termasuk dalam subsektor film, video, dan fotografi, hanya satu kelompok (kelompok 74201) yang berhubungan dengan subsektor fotografi. Di dalam KBLI 2009, berikut ini kategori atau kelompok yang memiliki kata kunci fotografi: t Kelompok 74201, yaitu jasa fotografi. Kelompok ini mencakup usaha jasa fotografi atau pemotretan, baik untuk perorangan atau kepentingan bisnis, seperti fotografi untuk paspor, sekolah, pernikahan, dan lain-lain; fotografi untuk tujuan komersial, publikasi, mode, real estate atau pariwisata; fotografi dari udara (pemotretan dari udara atau aerial photography) dan perekaman video untuk acara seperti pernikahan, rapat, dan lain-lain. Kegiatan lain adalah pemrosesan dan pencetakan hasil pemotretan tersebut, meliputi pencucian, pencetakan, dan perbesaran dari negatif film atau cine-film yang diambil klien; laboratorium pencucian film dan pencetakan foto; photo shop (tempat cuci foto) satu jam (bukan bagian dari toko kamera); mounting slide dan penggandaan dan restoring atau pengubahan sedikit tranparansi dalam hubungannya dengan fotografi. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan jurnalis foto dan pembuatan mikrofilm dari dokumen. Produksi film untuk bioskop dan video dan distribusinya dimasukkan ke golongan 591; t Kelompok 74909, yaitu jasa profesional, ilmiah dan teknik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. Kelompok ini mencakup usaha jasa profesional, ilmiah, dan teknik lainnnya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti jasa konsultasi ilmu pertanian (agronomist), konsultasi lingkungan, konsultasi teknik lain, dan kegiatan konsultan selain konsultan arsitek, teknik, dan manajemen. Kelompok ini juga mencakup kegiatan yang dilakukan agen atau perwakilan atas nama perorangan yang biasa terlibat dalam pembuatan gambar bergerak, produksi teater atau hiburan lainnya atau atraksi olahraga dan penempatan buku, permainan (sandiwara, musik, dan lain-lain), hasil seni, fotografi dan lain-lain, dengan publisher, produser dan lain-lain; t Kelompok 85420, yaitu jasa pendidikan kebudayaan. Kelompok ini mencakup pengajaran seni, drama, dan musik. Kegiatan pada kelompok ini misalnya kegiatan di sekolah, studio, kelas, dan lain-lain. Kegiatan ini menyediakan pengajaran yang diatur secara formal, terutama untuk hobi, rekreasi, atau untuk tujuan pengembangan diri, tetapi pengajaran tersebut tidak ditujukan untuk mendapatkan ijazah profesional, sarjana muda, atau gelar sarjana. Kelompok ini mencakup kegiatan guru piano dan pengajaran musik lainnya, pengajaran seni, pengajaran dansa, dan studio dansa, sekolah drama (bukan akademis), sekolah seni rupa (bukan akademis), sekolah seni pertunjukan (bukan akademis), sekolah fotografi (bukan komersial), dan lain-lain; t Kegiatan 9499, yaitu kegiatan organisasi keanggotaan lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. Subgolongan ini salah satunya mencakup perkumpulan atau asosiasi untuk pencarian kegiatan kebudayaan atau rekreasi atau hobi seperti kelab foto.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
55
Dapat dipahami bahwa kelompok dengan kode 74909, 85420, dan 9499 tidak dimasukkan ke ruang lingkup ekonomi kreatif, karena ketiganya tidak berorientasi untuk nilai tambah ekonomi secara langsung. Bila mengacu pada ruang lingkup fotografi (lihat gambar 1-1), kelompok 74909 termasuk fotografi khusus, sedangkan kelompok 85420 dan 9499 termasuk fotografi pendidikan dan fotografi amatir. Dua kelompok terakhir telah dibahas dalam ekosistem fotografi Indonesia, terutama pada bagian lingkungan pengembangan kreativitas (nurturance environment). Sebagai perbandingan dengan negara lain, akan ditinjau pengelompokan fotografi yang diterapkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nations Development Programme) dan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), serta pemerintah Kerajaan Inggris. Laporan dari PBB dipilih karena penelitiannya mencakup banyak negara, yaitu beberapa dari negara-negara anggotanya, sehingga hasil publikasinya diharapkan dapat diadaptasi dengan baik oleh Indonesia. Laporan Department for Culture, Media, and Sport (DCMS) Kerajaan Inggris dipilih, karena bentuk industri kreatif Indonesia secara umum diadaptasi dari sana. Dalam Creative Economy Report 2010 yang dikeluarkan UNDP dan UNCTAD, fotografi termasuk domain seni di dalam sub-grup visual arts atau seni visual bersama dengan lukisan, barang-barang antik, patung, dan lain-lain. Ruang lingkup yang termasuk jasa fotografi meliputi: (1) jasa fotografi manusia atau potret (portrait); (2) jasa fotografi periklanan dan yang terkait; (3) jasa video dan fotografi untuk acara tertentu; (4) jasa perbaikan (restoration), penggandaan, dan retouching foto; (5) jasa fotografi lainnya; serta (6) jasa pemrosesan foto. Pemetaan ruang lingkup subsektor fotografi menurut Standard Industrial Classification untuk industri kreatif di Inggris masih tergabung dalam subsektor film, video, dan fotografi, yaitu meliputi: (1) reproduksi rekaman video; (2) kegiatan-kegiatan fotografi; (3) kegiatan produksi film dan gambar bergerak; (4) kegiatan pascaproduksi gambar bergerak, video, dan televisi; (5) kegiatan distribusi gambar bergerak dan video; dan (6) kegiatan proyeksi/pertunjukan gambar bergerak. Dari kedua perbandingan ruang lingkup subsektor fotografi di atas (Creative Economy Report 2010 dan Standard Industrial Classification), tampak bahwa laporan Creative Economy Report lebih menggambarkan subsektor fotografi secara lebih lengkap. Hal ini dapat melengkapi dan menyempurnakan KBLI untuk edisi berikutnya, terutama untuk industri kreatif di sub-subsektor fotografi sebagai bagian dari subsektor fotografi. Terlihat bahwa KBLI 2009 belum memasukkan elemen-elemen dalam fotografi digital dan beberapa hal lainnya. Untuk itu, sebagai rekomendasi dalam pengklasifikasian subsektor fotografi, dapat ditambahkan poin-poin sebagai berikut: t Jasa perbaikan (restorasi), konservasi, penggandaan, retouching foto digital, dan digital imaging; t Jasa pemotretan yang dilakukan mesin dan otomatisasi; t Pada bagian fotografi dari udara (aerial photography), ditambahkan poin fotografi dari dalam air atau bawah laut (underwater photography).
56
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
2.2.3 Model Bisnis di Industri Fotografi A. Model Bisnis Fotografi Dunia Industri fotografi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan telah sedemikian maju. Umumnya, negara-negara yang memiliki keunggulan teknologi tinggi (hi-tech) akan menguasai industri fotografi dunia. Hal ini berimbas pada model bisnis fotografi yang terjadi di sana, yang kemudian memengaruhi industri fotografi dunia. Kompleksitas bisnis dalam industri fotografi global yang pemain-pemain utamanya didominasi negara-negara maju tersebut dapat dilihat dalam gambar 2-4. Gambar 2 - 4 Industri Fotografi Global
Perusahaan manufaktur kamera (camera manufactures) seperti Canon, Nikon, Fuji, Sony, Panasonic, dan Leica, serta perusahaan manufaktur ponsel pintar (phone manufactures) seperti Apple, LG, Samsung, dan HTC, berperan sebagai hulu industri fotografi. Perusahaan ponsel mulai diperhitungkan dalam industri fotografi, karena kemajuan teknologi ponsel yang bisa bersaing dengan teknologi kamera dalam menghasilkan foto berkualitas tinggi. Kemunculan perangkat foto yang dapat dipakai sehari-hari (wearable devices), juga meramaikan persaingan dalam industri perangkat fotografi. Selain perusahaan manufaktur kamera, ada juga perusahaan yang membuat perangkat-perangkat pendukung atau aksesoris fotografi (camera accessories). Perusahaan ini membuat perangkat aksesoris fotografi seperti tripod, tas kamera, memory card, lighting, dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
57
dijual di toko-toko fotografi (retailers) atau dapat juga disewa (rentals). Di Amerika Serikat, B&H dan Adorama merupakan perusahaan besar yang menyediakan alat-alat fotografi. Dari sisi bisnis manajemen fotografer, ada dua jenis model bisnis, yaitu agen fotografer (photographer agencies) dan bisnis pencarian fotografer (photographer discovery). Dalam bisnis agen fotografer, agen tersebut memegang daftar sejumlah fotografer yang memiliki spesialisasi tertentu. Sementara itu, dalam bisnis pencarian fotografer, klien dapat menentukan sendiri fotografer yang seperti apa yang ingin diajak bekerja sama. Di tahap pascaproduksi (yang dalam hal ini adalah perangkat lunak untuk editing foto digital), ada dua jenis editing platform yang dapat digunakan, yaitu yang berbasis komputer (editing on PC) dan yang berbasis mobile (mobile editing). Pemain paling besar untuk bisnis editing foto saat ini masih diduduki Adobe. Masih dalam tahap pascaproduksi, ada juga bisnis yang melakukan manajemen foto profesional (professional photo management and websites), jasa pascaproduksi (post production services), dan manajemen foto untuk konsumen (consumer photo management). Pada tahap distribusi, bisnis yang dilakukan biasanya agen stok foto (stock photography agencies). Saat ini, bisnis stok foto berkembang di media Internet. Beberapa agen stok foto yang cukup dikenal di Internet, di antaranya, gettyimages, iStockphoto, dan pixoto. Bisnis lainnya yang masih berhubungan dengan fotografi adalah bisnis media sosial (sharing, messaging, and community), aplikasi infrastruktur (infrastructure applications), dan cetak foto (prints and products). Ada pula bisnis keamanan citra (image security), manajemen foto korporasi (corporate photo management), periklanan dan e-commerce (advertising and e-commerce), serta analisis (analytic).
B. Model Bisnis Fotografi di Indonesia Model bisnis fotografi di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan rantai nilai kreatif. Ada model bisnis yang hanya berada dalam satu atau dua mata rantai nilai, dan ada juga model bisnis yang melingkupi semua rantai nilai. Berikut ini model-model bisnis yang dibagi berdasarkan rantai nilai kreatif dari ekosistem fotografi: Gambar 2 - 5 Ragam Model Bisnis Fotografi
58
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
B.1 Agen Stok Foto Fotografi stok memiliki kedekatan dengan fotografi jurnalistik. Namun, fotografi stok memiliki cakupan area yang lebih luas daripada fotografi jurnalistik, karena semua genre atau aliran fotografi dapat masuk ke sana. Pola kerja dalam fotografi stok ini berdasarkan keinginan dan inisiatif fotografer sendiri. Fotografer bebas memotret apa saja sesuai dengan keinginan dan kesukaannya. Tahap kreasi hingga distribusi dan presentasi dilakukan fotografer sendiri. Setelah hasil fotonya jadi, fotografer mengunggah foto-foto tersebut ke Internet atau menawarkannya ke media-media. Fotografer kemudian dapat menjual hasil karya fotonya kepada media dengan sistem hak pakai. Imbalan yang didapatkan dalam fotografi stok dihitung berdasarkan produk foto yang dihasilkan. Di Indonesia, sebuah foto stok dapat dihargai dalam rentang Rp800.000,00 - Rp2.500.000,00.
B.2 Biro Fotografer Sebenarnya, model bisnis biro fotografer ini hanya menghubungkan klien dengan fotografer. Biro fotografer memiliki sejumlah daftar fotografer yang memiliki spesialisasi dalam genre tertentu. Model bisnis ini biasanya digunakan rumah produksi.
B.3 Event Organizer (EO) Model bisnis ini cukup baru dalam industri fotografi. Memanfaatkan minat masyarakat yang semakin meningkat terhadap fotografi, EO fotografi menawarkan fasilitas dan kemudahan bagi para konsumennya untuk berburu foto bersama-sama. Ada dua jenis kegiatan yang biasanya ditawarkan bisnis ini yaitu, photo-travelling dan photo-hunting dengan konsep pemotretan yang ditentukan EO. Photo-travelling adalah kegiatan berburu foto yang dikemas sebagai paket wisata ke suatu daerah atau ke luar negeri. Biasanya EO memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan konsumennya. Harga yang ditawarkan cukup variatif, bergantung pada konsep yang ditawarkan.
B.4 Fotografi Retail Fotografi yang termasuk fotografi retail adalah fotografi acara atau event, dan fotografi potret atau studio. Fotografi acara biasanya untuk dokumentasi, seperti foto peliputan acara pernikahan, foto peliputan profil organisasi atau perusahaan, atau foto peliputan acara wisuda. Fotografi potret atau studio adalah fotografi yang dilakukan di dalam studio yang biasanya ditujukan untuk kepentingan individu, keluarga, atau kelompok. Pola kerja fotografi retail berdasarkan keinginan pelanggan. Namun, pada tahap kreasinya sudah ditetapkan fotografer atau jasa fotografi, sehingga pelanggan tinggal memilih konsep yang telah disediakan fotografer atau jasa fotografi. Fotografi retail memiliki dua jenis tipe kompensasi, yaitu berdasarkan waktu (time-based) atau berdasarkan produk (product-oriented). Untuk foto pernikahan, misalnya, kedua tipe kompensasi ini dapat diterapkan. Untuk tipe kompensasi berdasarkan waktu, biasanya fotografer atau jasa fotografi telah menetapkan harga sekian rupiah per jam, atau sekian rupiah per sekian jam untuk peliputan acara tersebut. Atau, fotografer telah menetapkan paket-paket tertentu untuk jenis kompensasi berdasarkan produk. Misalnya, dengan mengambil paket A, pelanggan akan mendapatkan foto liputan sebanyak 80 foto yang dikemas dalam satu buku album foto, sebuah foto ukuran besar, dan 5 buah foto ukuran sedang. Tidak seperti fotografi peliputan acara yang menerapkan dua tipe kompensasi, fotografi potret atau studio biasanya hanya menerapkan kompensasi berdasarkan produk. Hal ini karena waktu pemotretan yang dibutuhkan tidak selama fotografi peliputan acara.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Fotografi Indonesia
59
B.5 Fotografer lepas (Freelance) Fotografi komersial adalah salah satu bidang fotografi yang paling menguntungkan. Fotografi komersial menjual ide dan konsep unik, yang diharapkan mampu menarik perhatian. Semakin unik ide dan konsep yang ditawarkan, semakin tinggi pula kompensasi yang bisa didapatkan. Jam terbang juga berperan dalam meningkatkan pendapatan dalam fotografi komersial. Kompensasi yang diterima dari fotografi komersial sangat berorientasi pada hasil akhir produk. Fotografi komersial merupakan fotografi yang dapat bersinggungan langsung dengan berbagai jenis industri, terutama dengan bagian pemasaran suatu perusahaan, atau dengan agen periklanan yang bekerjasama dengan industri-industri tersebut. Dalam pola kerja dari bisnis fotografi komersial, biasanya fotografer menerima order dari pelanggan tentang bagaimana sebuah foto akan diproduksi. Pelanggan akan secara khusus meminta fotografer untuk memproduksi foto dengan spesifikasi tertentu. Pelanggan dan fotografer akan cukup intens membahas ide dan konsep foto di tahap kreasi, sehingga dicapai kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai konsep final dari foto yang akan diproduksi. Selain fotografer yang dikontrak, dalam fotografi jurnalistik juga dikenal dengan yang namanya fotografer lepas atau freelance. Fotografer ini tidak dikontrak satu media, namun hasil karya fotonya dapat dibeli banyak media. Model bisnis seperti ini dikenal dengan nama fotografi stok.
B.6 Individu (Seniman Fotografi) Oleh karena fotografi seni adalah fotografi yang lebih menitikberatkan pada unsur dan nilai seni dibandingkan fotografi sebagai komoditas, maka biasanya pola kerja dalam fotografi seni berdasarkan inisiatif dan keinginan fotografer itu sendiri. Tahap kreasi, praproduksi, produksi, hingga pascaproduksi didominasi fotografer, yang juga berperan sebagai seorang seniman. Dengan begitu, fotografer dapat mengontrol keseluruhan aspek yang terjadi dalam proses menghasilkan foto seni. Kompensasi yang diberikan untuk karya foto seni berdasarkan nilai seni pada produk foto (product-oriented) tersebut.
B.7 In-House Salah satu contoh jasa fotografi yang bekerja sebagai bagian yang terintegrasi di dalam perusahaan media adalah fotografi jurnalistik. Fotografer jurnalistik terikat kontrak dengan media. Umumnya, ia menjalankan tugas untuk menghasilkan foto-foto yang diminta atau dipesan media tempat seorang fotografer bekerja. Untuk media massa seperti koran, fotografer biasanya diminta memotret peristiwa-peristiwa sosial, politik, dan budaya yang sedang berlangsung di masyarakat. Untuk media yang khusus meliput mode, tentu saja fotografer diminta memotret acara-acara yang berkaitan dengan mode. Pemberian kompensasi bagi fotografer jurnalistik biasanya berdasarkan standar gaji yang telah ditentukan media tempat dia bekerja.
B.8 Sekolah dan Kursus Fotografi Sekolah dan kursus fotografi mulai berkembang dalam beberapa tahun belakangan ini. Berbeda dengan workshop yang biasanya berlangsung dalam waktu singkat (1–2 hari) dan hanya mengajarkan hal-hal mendasar dalam fotografi, sekolah dan kursus fotografi menawarkan program yang lebih lengkap dan relatif lebih lama. Program-program yang ditawarkan dalam sekolah dan kursus fotografi biasanya berupa paket-paket program dengan fokus materi pengajaran tertentu dan diselenggarakan dalam waktu tertentu, misalnya program dasar-dasar fotografi yang dilakukan selama 8–10 pertemuan dengan jadwal pertemuan seminggu sekali. Sekolah dan kursus ini juga memiliki program yang dibuat berdasarkan tingkatan kemahiran seperti dasar, menengah, dan tingkat lanjut.
60
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
62
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Fotografi 2015—2019
BAB 3 Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
63
3.1 Kontribusi Ekonomi Fotografi Perkembangan fotografi Indonesia memberikan dampak ekonomi yang semakin besar pada negara, baik secara langsung maupun tidak. Hal ini menyebabkan penghitungan kontribusi ekonomi dalam industri fotografi dinilai cukup penting. Tujuan penghitungan ini adalah untuk melihat seberapa besar potensi yang dimiliki industri fotografi, sehingga dapat terus dikembangkan. Kontribusi ekonomi dilihat pada empat aspek yaitu, berbasis produk domestik bruto (PDB); berbasis ketenagakerjaan; berbasis aktivitas perusahaan; dan berbasis konsumsi rumah tangga. Tabel 3 - 1 Kontribusi Ekonomi Film, Video, dan Fotografi INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
1
Berbasis Produk Domestik Bruto
a
Nilai Tambah Subsektor (ADHB)*
Miliar Rupiah
5,587.71
6,466.84
7,399.80
8,401.44
6,963.95
b
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Ekonomi Kreatif (ADHB)*
Persen
1.18
1.23
1.28
1.31
1.25
c
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Total PDB (ADHB)*
Persen
0.09
0.09
0.09
0.09
0.09
d
Pertumbuhan Nilai Tambah Subsektor (ADHK)**
Persen
-
7.74
6.82
6.27
6.94
2
Berbasis Ketenagakerjaan
a
Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Orang
56,937
60,006
62,495
63,755
60,798
b
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.50
0.51
0.53
0.54
0.52
c
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Nasional
Persen
0.05
0.05
0.06
0.06
0.06
d
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Persen
-
5.39
4.15
2.02
3.85
e
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor
Ribu Rupiah/ Pekerja Pertahun
98,139
107,771
118,406
131,777
114,023
64
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
3
Berbasis Aktivitas Perusahaan
a
Jumlah Perusahaan Subsektor
Perusahaan
27,239
28,155
28,992
29,785
28,543
b
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Jumlah Perusahaan Ekonomi Kreatif
Persen
0.52
0.53
0.54
0.55
0.53
c
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Total Usaha
Persen
0.05
0.05
0.05
0.05
d
Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen
-
3.36
2.97
2.74
3.02
e
Nilai Ekspor Subsektor
Juta Rupiah
595,839.00
596,302.39
612,306.27
639,438.51
610,971.54
f
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.62
0.57
0.56
0.54
0.57
g
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Total Ekspor
Persen
0.04
0.03
0.03
0.03
0.03
h
Pertumbuhan Ekspor Subsektor
Persen
-
0.08
2.68
4.43
2.40
4
Berbasis Konsumsi Rumah Tangga
a
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Subsektor
Juta Rupiah
910,317.00
1,052,832.32
1,173,625.13
1,331,063.50
1,116,959.49
b
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor terhadap Konsumsi Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.14
0.15
0.15
0.15
0.15
c
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga
Persen
0.02
0.03
0.03
0.03
0.03
d
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Persen
-
15.66
11.47
13.41
13.51
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku
**ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013), diolah
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
65
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Nilai Tambah Bruto pada 2013 sebesar Rp 8,4 triliun. Rata-rata pertumbuhan NTB antara 2010–2013 sebesar 6,94%. Berikut ini kontribusi subsektor film, video, dan fotografi terhadap PDB industri kreatif Indonesia pada 2013: Gambar 3 - 1 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap PDB Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
66
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan Jumlah tenaga kerja subsektor film, video, dan fotografi pada 2013 sebanyak 63.755 orang. Ratarata pertumbuhan antara 2010–2013 sebesar 3,85%. Berikut ini kontribusi subsektor film, video, dan fotografi terhadap total tenaga kerja industri kreatif Indonesia pada 2013: Gambar 3 - 2 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Ketenagakerjaan Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
67
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan Pada 2013 jumlah unit usaha subsektor film, video, dan fotografi adalah sebesar 29.785 unit usaha. Rata-rata pertumbuhan unit usaha pada 2010–2013 sebesar 4,53%. Berikut ini kontribusi subsektor film, video, dan fotografi terhadap jumlah unit usaha industri kreatif Indonesia pada 2013: Gambar 3 - 3 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Aktivitas Perusahaan Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
68
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga subsektor film, video, dan fotografi pada 2013 sebesar Rp 1,331 miliar. Rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2010–2013 sebesar 13,53%. Berikut ini kontribusi subsektor film, video, dan fotografi terhadap konsumsi rumah tangga industri kreatif Indonesia pada 2013: Gambar 3 - 4 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Konsumsi Rumah Tangga Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
69
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor Analisis daya saing subsektor fotografi dilakukan dengan melihat laporan Comtrade dan UNCTAD. Nilai ekspor subsektor fotografi pada 2013 tercatat sebesar Rp14,936 miliar. Rata-rata pertumbuhan ekspor pada 2010–2013 sebesar 9,27%. Berikut ini nilai ekspor dari 2010–2013: Gambar 3 - 5 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2013 berdasarkan data Comtrade
Menurut data yang didapatkan dari UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development),8 pertumbuhan nilai ekspor fotografi dari 2008–2012 sebesar 2,44%. Nilai ekspor berupa barang (creative goods) di bidang fotografi: Gambar 3 - 6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD
(8) Berdasarkan United Nations Conference on Trade and Development. Tautan: http://unctadstat.unctad.org/wds/ ReportFolders/reportFolders.aspx. Terakhir diakses pada Juni 2014.
70
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Data Comtrade dan UNCTAD menunjukkan adanya kecenderungan yang sama dalam nilai ekspor fotografi Indonesia, meskipun nominalnya sedikit berbeda (karena perbedaan nilai mata uang dalam perhitungan): dari 2010 ke 2011 terjadi penurunan, sedangkan dari 2011 ke 2012 mengalami kenaikan.
3.2 Kebijakan Pengembangan Fotografi 3.2.1 Kebijakan Hak Cipta Penggunaan foto yang membanjiri media saat ini, terutama yang sering ditemui di internet, pada umumnya jarang memperhatikan hak cipta fotografer. Siapa pun dapat dengan mudah meng-copy dan menggunakannya kembali untuk kepentingan tertentu. Untuk itu, seorang fotografer memerlukan perlindungan pemerintah untuk melindungi hak ciptanya. 1
Nama Peraturan
UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang: Diperlukan adanya perlindungan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir di Indonesia, dalam hal ini khususnya perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait. Perkembangan dunia industri dan perdagangan memerlukan revisi atau perubahan terhadap UU Hak Cipta yang ada sebelumsebelumnya. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merupakan UU pengganti dari UU Hak Cipta yang pernah ada, yaitu UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang kemudian diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987, dan terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 1997. Tujuan: UU ini bertujuan untuk mengatur semua hal yang berhubungan dengan hak cipta yang terjadi di Indonesia. Tentang: UU ini berisikan tentang: š Pengertian terkait hak cipta š Dasar perlindungan hak cipta š Pengalihan hak cipta š Lingkup hak cipta š Jangka waktu perlindungan suatu ciptaan š Pelanggaran dan sanksi š Prosedur pengajuan permohonan Keterkaitan dengan fotografi: Fotografi merupakan bagian dari ciptaan yang dilindungi dalam UU ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 tentang ciptaan yang dilindungi poin nomor 1 huruf j. Kata “fotografi” juga disebutkan khusus pada pasal 23 (yaitu mengenai hak untuk mempertunjukkan karyanya dalam suatu pameran), pasal 30 (yaitu tentang hak cipta atas ciptaan), dan bagian penjelasan untuk pasal 17.
3
Kelemahan peraturan
UU ini sudah cukup jelas dalam mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan hak cipta untuk bidang fotografi. Kelemahan peraturan ini ada pada implementasinya di masyarakat.
4
Kesimpulan
Perlu sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak cipta fotografi.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
71
1
Nama Peraturan
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang: Negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, menetapkan tarif atas pengurusan hak cipta sebagai penerimaan negara bukan pajak, yang pelaksanaannya diatur Kementerian Hukum dan HAM. Tujuan: UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang diperlukan dalam mengurus halhal yang berkaitan administrasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM. Salah satunya berhubungan dengan tarif mengurus hak cipta. Keterkaitan dengan fotografi: š Tarif permohonan pendaftaran suatu ciptaan sebesar Rp300.000 per permohonan. š Tarif pencatatan lisensi hak cipta sebesar Rp100.000 per nomor daftar. š Tarif permohonan keterangan tertulis mengenai ciptaan terdaftar sebesar Rp100.000 per permohonan.
3
Kelemahan peraturan
Pada praktiknya UU ini tak banyak memberikan pengaruh kepada para fotografer. Selain karena tarif yang dikenakan dinilai terlalu besar, hak cipta dalam sebuah karya fotografi sebenarnya telah melekat pada fotografernya sebagaimana telah dijelaskan dalam UU Hak Cipta. UU ini merupakan salah satu cara untuk melindungi fotografer agar, apabila hasil karyanya bersinggungan dengan pihak lain dan kemudian diperkarakan secara hukum, kekuatan hukum yang dimiliki atas hak cipta fotografi dari seorang fotografer menjadi lebih kuat.
4
Kesimpulan
Tingginya tarif yang diberlakukan untuk mengurus hak cipta fotografi dinilai terlalu besar sehingga perlu penyesuaian.
3.2.2 Kebijakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) 1
Nama Peraturan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.115/MEN/III/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sektor Komunikasi subsektor Pos dan Telekomunikasi bidang Jaringan Telekomunikasi subbidang Jasa Multimedia
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang: Dalam menghadapai persaingan global, diperlukan persiapan untuk membentuk SDM berkualitas yang sesuai dengan tuntutan pasar dan dunia usaha atau industri. Untuk itu, pihak dunia usaha atau industri tersebut harus dapat merumuskan standar kualifikasi SDM yang diinginkan, sehingga dapat menjamin keberlangsungan industri tersebut. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) merupakan perwujudan dari standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan suatu industri, yang juga merupakan pengakuan atas kompetensi yang diharapkan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang tersebut, dalam hal ini sektor multimedia.
72
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Tujuan: Peraturan ini bertujuan mengatur kualifikasi yang diperlukan atas kompetensi seseorang yang bekerja dalam bidang industri multimedia di Indonesia. Apabila seseorang tersebut memenuhi kualifikasi yang ditentukan, maka ia akan mendapatkan sertifikat kompetensi. Keterkaitan dengan fotografi: Kompetensi fotografi yang diatur dalam peraturan ini berhubungan dengan penggunaan fotografi di dalam industri multimedia dan manfaatnya dalam mendukung produksi film. 3
Kelemahan peraturan
Peraturan ini pada dasarnya tidak ditujukan secara khusus untuk orang-orang yang berprofesi sebagai fotografer, tapi juga untuk orang-orang yang bergelut di industri multimedia dan film; yang membutuhkan kemampuan dan keahlian di bidang fotografi dalam mendukung industri multimedia dan produksi film.
4
Kesimpulan
Kebijakan ini cukup mewakili adanya kolaborasi link and match antara industri fotografi dengan industri multimedia dan film.
SKKNI khusus bagi profesi fotografi Indonesia masih dalam proses pembentukan. Prosesnya dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jadi, kami belum bisa mengevaluasi kebijakan SKKNI Fotografi Indonesia dalam buku ini. Harapannya, kebijakan-kebijakan yang dibuat beberapa Kementerian ini tidak akan merugikan para fotografer Indonesia. Perlu adanya kolaborasi antar Kementerian dalam mewadahi para fotografer Indonesia, agar mereka memiliki kejelasan saat berhubungan dengan pihak pemerintah dalam menghadapi atau menangani persoalan tertentu di bidang fotografi di Indonesia. Selain itu, koordinasi yang baik diperlukan untuk menghindari tanggung jawab yang tumpang-tindih dan memastikan bahwa semua hal yang berkenaan dengan fotografi memiliki penanggungjawab di level pemerintahan.
3.2.3 Kebijakan Ruang Publik 1
Nama Peraturan
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang: Negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, menetapkan tarif atas pemanfaatan hutan, yang pelaksanaannya diatur Kementerian Kehutanan. Perubahan struktur organisasi Kementerian Kehutanan mendorong perubahan terhadap PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan sebagaimana terakhir diubah dengan PP No. 92 Tahun 1999 tentang perubahan kedua atas PP No. 59 Tahun 1998. Tujuan: UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang yang berkaitan tanggung jawab Kementerian Kehutanan dalam menjaga fasilitas-fasilitas hutan sebagai tempat wisata dan juga tempat perlindungan tumbuhan dan satwa.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
73
Keterkaitan dengan fotografi: š Biaya-biaya yang diberlakukan untuk keperluan fotografi, di antaranya, sebagai berikut: š Tarif snapshot film komersial (video komersial, handycam, foto) sebesar Rp250.000 per paket. Merupakan bagian dari Pungutan Kegiatan Wisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam), dan Taman Buru (huruf a); merupakan bagian dari Pungutan Jasa Kegiatan Wisata Alam (nomor 2); merupakan bagian dari Penerimaan dari Pemanfaatan Jasa Lingkungan (huruf D); merupakan bagian dari Pemanfaatan Jasa Lingkungan Alam (nomor XVI). š Tarif pengambilan gambar di darat, perairan, dan dari udara dalam bentuk film dan foto komersial di: 1. Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional dan Taman Wisata Alam) dan Taman Buru sebesar Rp20.000.000 per paket bagi WNA, dan Rp10.000.000 per paket bagi WNI; 2. Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) sebesar Rp4.000.000 per paket bagi WNA, dan Rp2.000.000 per paket bagi WNI. Merupakan bagian dari Pungutan untuk kegiatan penelitian, pengambilan gambar, serta pengambilan dan pengangkutan spesimen tumbuhan dan satwa liar (nomor 6); merupakan bagian dari Pungutan Usaha Pemanfaaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (huruf B); merupakan bagian dari Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (nomor XVII). š Tarif jasa penyewaan rusa untuk fotografi/sinematografi sebesar Rp100.000 per ekor per jam. Tertera pada bagian Produk Samping Hasil Penelitian (nomor XVII). 3
Kelemahan peraturan
1. UU ini belum mencantumkan kegiatan fotografi yang bersifat nonkomersial. Hal ini berpotensi menimbulkan pertentangan di lapangan yaitu, pihak berwenang (dalam hal ini penanggung jawab fasilitas di tempat wisata) dapat mencurigai bahwa segala kegiatan fotografi bersifat komersial. 2. Batas-batas antara fotografi dengan tujuan komersial dan nonkomersial belum jelas, sehingga fotografer dapat berpura-pura dengan menyatakan bahwa kegiatan fotografinya tidak bertujuan komersial agar terbebas dari tarif yang ditentukan.
4
Kesimpulan
Pada dasarnya UU ini sudah cukup baik dalam menerapkan tarif sebagai kompensasi pemeliharaan fasilitas. Alasan tersebut dapat diterima, mengingat risiko yang mungkin terjadi selama proses produksi. Namun, sayangnya, saat ini batas antara fotografi komersial dan nonkomersial cukup bias, sehingga UU ini berpotensi menemui hambatan dalam pelaksanaannya.
Selain kebijakan yang dikeluarkan Kementerian, ada pula kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah yang berhubungan dengan penggunaan fasilitas publik yang biasanya berupa retribusi, seperti misalnya: t Peraturan yang dikeluarkan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta tentang prosedur pemakaian lokasi taman pemakaman untuk syuting film.9 Adapun yang diatur dalam peraturan tersebut adalah kewajiban bagi penanggung jawab (pemilik proyek seperti produser atau penanggung jawab produksi) untuk mengisi formulir dengan melampirkan: a. Fotokopi KTP (SKTLD) pemohon. b. Membuat pernyataan sanggup memelihara ketertiban di TPU. c. Membayar retribusi sesuai Perda No.1 Tahun 2006, sebagai berikut: (9) “Prosedur Pemakaian Lokasi Taman Pemakaman untuk Shooting Film,” situs web Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Tautan: http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/web/berita/69/prosedur-pemakaianlokasi-taman-pemakaman-untuk-shooting-film Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
74
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
t
• 1–2 hari: Rp1.000.000 per lokasi • 3–4 hari: Rp1.500.000 per lokasi • 5–8 hari: Rp2.000.000 per lokasi • Lebih dari 8 hari dikenakan biaya tambahan Rp200.000 per hari per lokasi. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Dalam peraturan itu, disebutkan bahwa bagi pengusaha fotografi yang masuk tempat rekreasi dikenakan retribusi setiap unit sebesar Rp3.000 (tiga ribu rupiah) per hari.10
Selain kebijakan mengenai retribusi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, beberapa tempat wisata yang dikelola swasta saat ini juga sudah mulai memberlakukan retribusi bagi pengunjung yang menggunakan fasilitas untuk keperluan fotografi komersial. Salah satu contohnya adalah di Kawasan Wisata Alam Mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara. Berikut ini daftar kumpulan ruang publik di enam provinsi yang memberlakukan retribusi atau pungutan untuk penggunaan kamera dengan segala jenis dan tujuan.11 1
DKI Jakarta
š š š š š š š š š š š
Taman Prasati Taman Langsat Jl. Sudirman–Jl. Thamrin Taman Jl. Imam Bonjol Taman Kota II BSD (Serpong) Taman Menteng Perumahan Pantai Indah Kapuk Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah Stasiun Kota Stasiun Tanjung Priok Halte Gedung BEJ Kuningan
2
Jawa Barat
š š š š š š š š š š š
Kebun Raya Bogor (resmi, dicantumkan dalam brosur wisata) Gua Sunyaragi, Kota Cirebon Waduk Dharma dan Palutungan, Kuningan Stasiun KA Kejaksan, Kota Cirebon Kawah Putih, Ciwidey Kebun Raya Cibodas Taman Bunga, Puncak Tangkuban Perahu, Bandung (resmi, dicantumkan dalam brosur wisata) Ciater Highland Resort, Subang Waduk Jatiluhur, Purwakarta Pintu air bendungan Walahar, Kerawang
3
Jawa Tengah
š Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Kompleks Kraton Ratu Boko (resmi, dikelola PT Taman Wisata Candi bekerja sama dengan Kemenparekraf) š Lawang Sewu, Semarang š Alas Karet (Alaska), Semarang š Museum Radyapustaka, Solo
(10) Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 15 Tahun 2011 Tanggal 25 April 2011. Mulai Berlaku di Lembaran Daerah 11 Mei 2011 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Tautan: http://www.kebumenkab.go.id/index. php/public/page/index/128 Terakhir diakses pada18 Agustus 2014. (11) “Retribusi Kamera di Kawasan Wisata dan Ruang Publik, Resmikah?” www.teamtouring.net, 11 Januari 2012. Tautan: http://teamtouring.net/retribusi-kamera-di-kawasan-wisata-dan-ruang-publik-resmikah.html Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
75
4
Yogyakarta
š Kraton Yogyakarta (resmi, dikelola Kraton dan Pemerintah Kota Yogyakarta) š Candi Sambisari š Candi Plaosan (tidak resmi) š Museum Benteng Vredeburg (dikeluarkan oleh koperasi museum) š Istana Air Taman Sari
5
Jawa Timur
š Pantai Kenjeran, Surabaya š Kebun Raya Purwodadi š Kawah Ijen, Bondowoso
6
Bali
š Taman Ujung, Karangasem š Mangrove Center, Denpasar
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan kebijakan ruang publik adalah tarif khusus yang dibebankan kepada fotografer atau penanggung jawab produksi, sebagai kompensasi dalam menggunakan fasilitas ruang publik tersebut. Pihak stakeholder merasa perlu memberlakukan tarif khusus karena menilai fotografi dengan tujuan komersial akan mendapatkan keuntungan lebih daripada fasilitas yang disediakan, dan juga berpotensi menyebabkan kerusakan fasilitas— disebabkan peralatan-peralatan pendukungnya—atau mengganggu pengunjung lain yang sedang menikmati fasilitas ruang publik. Namun sayangnya, kebijakan tarif yang dibuat sering tidak transparan. Hal ini menyebabkan terjadinya pungutan liar. Selain masalah pungutan liar, diperlukan juga ketentuan mengenai batasan yang jelas antara kegiatan fotografi komersial dan nonkomersial. Ketentuan pembatasan ini bertujuan agar penerapan tarif dapat tepat sasaran. Kelak, para fotografer profesional ini dapat menentukan harga yang tepat kepada konsumennya bila proyek yang mereka kerjakan berhubungan dengan tempat-tempat publik yang memiliki ketentuan perizinan. Di beberapa negara Eropa seperti Swiss dan Inggris, batasan antara fotografi komersial dan nonkomersial dapat ditandai penggunaan tripod. Di tempat-tempat tertentu, selama belum ada tripod yang digunakan dalam pemotretan, maka tidak perlu izin resmi untuk memotret. Perizinan biasanya baru diperlukan di tempat-tempat yang berhubungan dengan masalah keamanan seperti di jalan raya, stasiun kereta, pusat perbelanjaan (mal), dan lain-lain. Perizinan juga diperlukan di tempat-tempat wisata yang memiliki ketentuan khusus untuk memotret seperti di The Shard, London Bridge, London Eye, dan museum-museum di Inggris. Hal ini dapat menjadi alternatif solusi untuk diterapkan di ruang-ruang publik di Indonesia.
(12) Kode Etik Jurnalistik,” dalam Peraturan Dewan Pers, pada situs web www.dewanpers.or.id. Tautan: http://www. dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=513 Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
76
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Penggunaan Kamera SLR di Taman Wisata Alam Mangrove Dikenakan Denda 1 Juta Rupiah Beberapa waktu lalu Taman Wisata Alam Mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, melarang pengunjungnya menggunakan kamera SLR di dalam kawasannya. Pengunjung yang kedapatan menggunakan kamera SLR dikenakan denda sebesar Rp1.000.000 oleh petugas. Sayangnya, aturan tersebut tidak dinyatakan secara transparan kepada pengunjung. Ketika pengunjung berdalih bahwa tidak ada peraturan tertulis yang melarang penggunaan kamera SLR di kawasan tersebut, petugas tidak dapat memberikan keterangan yang jelas. Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/foto-pakai-slr-di-wisata-alam-mangrove-warga-didenda-rp-1-juta. html diakses 19 Agustus 2014.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
77
3.2.4 Kebijakan Pers Pers diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 1
Nama Peraturan
Peraturan Dewan Pers mengenai Kode Etik Jurnalistik
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang dan Tujuan: Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Keterkaitan dengan fotografi: Kode Etik ini memuat 2 pasal yang berhubungan dengan fotografi, yaitu: 1. Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran mengenai cara-cara profesional yang berhubungan dengan fotografi dijelaskan pada: š poin e, yaitu rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; dan, š poin f, yaitu menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara. 2. Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Berikut penafsiran pasal ini: a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu berahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
3
Kelemahan peraturan
Kebijakan ini hanya terbatas pada pers dan tidak untuk umum. Padahal, saat ini penetrasi informasi melalui Internet sudah sangat mudah untuk dijangkau siapa saja, bahkan hingga anak di bawah umur. Batasan-batasan seperti gambar atau foto-foto yang bohong, fitnah, cabul, dan sadis, juga dapat dikonsumsi secara sengaja maupun tidak sengaja oleh masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dan keresahan.
4
Kesimpulan
Ada baiknya kode etik jurnalistik diadopsi ke dalam kebijakan isi. Saat ini, dengan berkembangnya Internet, siapa pun bisa menjadi penyampai atau pembawa berita.
78
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
3.2.5 Kebijakan Konten 1
Nama Peraturan
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
2
Penjelasan singkat
Latar Belakang: Kian berkembang luasnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di tengah masyarakat dapat mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Indonesia, sehingga kita perlu peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pornografi. Peraturan yang ada saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat. Tujuan: Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 di dalam UU ini, Undang-Undang ini bertujuan: a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan; b. menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk; c. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat; d. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan e. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat. Keterkaitan dengan fotografi: Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Dalam menghasilkan karya fotografi, siapa pun tidak diperbolehkan memuat konten pornografi. Pelanggar aturan ini akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang.
3
Kelemahan peraturan
Kebijakan ini membatasi ruang ekspresi karya seni rupa, dalam hal ini karya fotografi. UU tersebut tidak menjelaskan secara jelas eksploitasi seksual dan norma kesusilaan yang dimaksud pada pasal 1, sehingga semua konten yang menunjukkan gambar bagian seksual manusia dianggap pornografi.
4
Kesimpulan
Perlu dicarikan solusi tentang bagaimana dapat meningkatkan literasi dari kreator maupun konsumen, sehingga kebebasan berekspresi dibarengi dengan kematangan dan tanggungjawab sosial dari pencipta dan konsumsi disertai dengan kemampuan memilih, memilah dan memaknai apa yang dirasakan atau ditangkap oleh pancaindera.
3.3 Struktur Pasar Fotografi Karena jumlah pemainnya sangat banyak, secara umum struktur pasar subsektor fotografi adalah pasar persaingan sempurna. Sebagai perbandingan, pada 2012 jumlah fotografer di Amerika Serikat mencapai 136.300 orang. Jumlah fotografer Indonesia masih jauh di bawah itu. Tercatat tenaga kerja yang diserap usaha fotografi sekitar 7.158 orang, dengan pertumbuhan rata-rata 5,8% setiap tahunnya sepanjang 2002–2010. Jumlah usaha fotografi yang berhasil dicatat adalah sekitar 611 usaha. Namun
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
79
jumlah tersebut sebenarnya kurang mewakili kondisi sebenarnya yang terjadi di masyarakat. Pasalnya, dalam melakukan pekerjaannya, seorang fotografer dapat bertindak tanpa diketahui banyak pihak. Bila dilihat lebih jauh, maka struktur pasar di subsektor fotografi dapat dilihat melalui masing-masing ruang lingkupnya yaitu, fotografi jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni. Persaingan dalam ruang-ruang lingkup tersebut mengandung persaingan pasar yang lebih spesifik lagi.
A. Struktur Pasar Fotografi Jurnalistik Pasar fotografi jurnalistik merupakan bagian dari struktur pasar industri media karena fotografer jurnalistik merupakan bagian utama dari media itu sendiri. Di Indonesia, dengan banyaknya pemain di industri media, maka struktur pasar untuk fotografi jurnalistik adalah pasar persaingan sempurna. Struktur pasar dalam ruang lingkup fotografi jurnalistik berkaitan dengan dua jenis fotografer, yaitu: t fotografer jurnalistik yang bekerja secara tetap di media, dan t fotografer jurnalistik yang bekerja secara lepas. Untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui seperti halnya seorang karyawan baru di sebuah perusahaan. Sebagai contoh, di sebuah media massa di Bandung, untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik media maka seorang fotografer harus melewati masa magang selama 6-9 bulan sebelum diangkat menjadi karyawan tetap. Sedangkan untuk menjadi fotografer jurnalistik lepas, entry barrier-nya lebih rendah dibandingkan dengan fotografer jurnalistik media. Karena untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik lepas seorang fotografer tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan dengan tingkatan tertentu, ia juga memiliki fleksibilitas waktu dan tempat dalam bekerja dan berkarya, serta tidak terikat dengan target pekerjaan. Seorang fotografer jurnalistik lepas dapat bekerja dengan 2 cara, yaitu (1) melalui kontrak dengan media untuk tugas khusus, atau (2) dengan cara mengirimkan foto seputar kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung kepada media. Bahkan saat ini dengan semakin berkembangnya internet, media dapat mencari foto dari blog ataupun media sosial sebagai sumber foto, tentunya dengan meminta izin pemiliknya, mencantumkan sumber dan fotografernya, serta memberikan imbalan.
B. Struktur Pasar Fotografi Komersial Pada fotografi komersial, struktur pasarnya dapat dilihat dari variasi strategi bisnisnya yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu (1) low volume high price, (2) mid volume mid price, dan (3) high volume low price. Ketiga jenis bisnis fotografi tersebut dapat secara gamblang memperlihatkan struktur pasar di dalam ruang lingkup fotografi komersial. Terlihat bahwa semakin rendah volumenya, maka semakin rendah pula persaingannya. Strategi bisnis tersebut dapat dilakukan bidang fotografi mana pun seperti jasa fotografi perkawinan, fotografi produk komersial, fotografi mode, atau jasa studio foto. Pada pasar low volume high price, para pemainnya relatif lebih sedikit dan eksklusif karena harga yang ditawarkan memang cukup tinggi. Tingginya harga yang ditawarkan biasanya karena pemain di kelas ini telah memiliki reputasi baik yang cukup lama, dan memiliki diferensiasi teknik atau produk (dalam bentuk hasil foto ataupun jasa) yang sulit disaingi para pemain lain. Harga yang ditawarkan di kelas ini berkisar di atas 50 juta rupiah. Bahkan saat ini ada yang menawarkan harga paket fotografi perkawinan hingga ratusan juta rupiah.
80
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Pada pasar mid volume mid price, pemainnya relatif lebih banyak daripada pasar low volume high price, namun tidak sebanyak high volume low price. Harga menengah ini dikarenakan reputasi yang dimiliki bisnis fotografi tersebut belum lama atau diferensiasi produknya tidak terlalu unik. Harga yang ditawarkan pada pasar menengah ini berkisar antara belasan hingga puluhan juta rupiah. Pemain pada pasar high volume low price biasanya diisi para pemain baru dan pemain lama yang memang menyasar pada pasar yang besar. Para pemain baru ini biasanya didominasi fotografer yang mulai beralih dari fotografi amatir ke fotografi profesional. Fotografi yang tadinya hanya sebagai hobi kemudian dikembangkan menjadi sumber penghasilan. Dalam tahap ini, tentunya fotografer masih dalam usaha membangun reputasinya. Untuk itu, harga yang ditawarkan kepada konsumen juga masih rendah. Sementara itu, dari pemain lama di pasar ini, tidak banyak diferensiasi produk yang diberikan kepada konsumen. Perlu waktu lebih lama dalam menghasilkan karya foto untuk menciptakan diferensiasi, sehingga demi mendapatkan volume pasar yang besar, diferensiasi produk tidak dijadikan prioritas dalam bisnis. Di pasar ini terjadi persaingan sempurna karena jumlah pemain dan juga permintaannya sangat banyak.
C. Struktur Pasar Fotografi Seni Pasar di bidang fotografi seni ini tidak seperti pasar fotografi jurnalistik dan komersial. Meskipun pemainnya cukup banyak, jumlahnya tidak sebanyak pada fotografi jurnalistik dan komersial. Karena karya fotonya lebih dilihat sebagai karya seni, maka pemain serta konsumennya pun sangat berbeda. Pemain di fotografi seni lebih dikenal dengan profesinya sebagai seniman foto daripada fotografer. Untuk itu, barrier to entry dalam pasar fotografi seni dapat dikatakan sangat tinggi karena diperlukan pemahaman mendalam terhadap karya seni. Di Indonesia, pemain di pasar fotografi seni hanya dalam kisaran belasan orang. Maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar pada fotografi seni adalah pasar monopolistik atau niche market.
3.4 Daya Saing Fotografi Gambar 3 - 7 Daya Saing subsektor Fotografi
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
81
Selain dilihat dari nilai ekspor, daya saing industri kreatif (dalam hal ini industri fotografi) juga dapat dilihat dari 7 faktor penyokongnya, yaitu 1) sumber daya kreatif, 2) sumber daya pendukung, 3) industri fotografi, 4) pembiayaan, 5) pemasaran, 6) infrastruktur dan teknologi, dan 7) kelembagaan. Gambar 37 menunjukkan daya saing fotografi dari ketujuh faktor tersebut. Nilai-nilai tersebut didapatkan melalui pendekatan kekuatan dan kekurangan yang ada pada masing-masing faktor. Nilai skala 0 menandakan bahwa faktor tersebut sangat tidak memadai, sedangkan nilai skala 10 mengindikasikan faktor tersebut sangat memadai. Nilai skala 5 mengindikasikan bahwa faktor tersebut cukup memadai, namun tidak dapat meningkatkan atau menumbuhkan potensi industri. Faktor sumber daya kreatif mendapatkan nilai 4,6. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya wadah untuk memproduksi fotografer seperti insitutsi pendidikan (formal dan nonformal) dan juga komunitas. Kualitas para fotografer lokal juga semakin meningkat. Di samping itu, kesempatan untuk meningkatkan kualitas fotografer pun semakin terbuka. Namun, di sisi lain, ada hal-hal yang menghambat pertumbuhan dan peningkatan kualitas fotografer-fotografer baru, seperti ketiadaan dukungan industri pada institusi pendidikan, belum jelasnya pola jenjang akademis untuk fotografi, minimnya komunitas yang dapat bertahan lama, dan lain-lain. Faktor sumber daya pendukung mendapatkan nilai 3,5. Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang merupakan potensi besar dalam industri fotografi. Sayangnya, saat ini belum ada manajemen pengetahuan di sektor fotografi. Di samping itu, belum ada kejelian pemerintah untuk mendukung potensi pariwisata melalui fotografi. Faktor industri fotografi mendapatkan nilai 5,2. Saat ini, Indonesia merupakan pasar menggiurkan bagi para produsen kamera karena pangsa pasarnya yang terus meningkat. Selain itu, pasar di Indonesia juga cukup cepat dalam mengikuti perkembangan teknologi fotografi. Namun, sayang, tingginya tingkat penjualan kamera tak berbanding lurus dengan peningkatan usaha kreatif di bidang fotografi. Kurang dari 10% konsumen yang membuka usaha fotografi, sedangkan sisanya untuk kepentingan pribadi. Faktor pembiayaan mendapatkan nilai 3,7. Permasalahan di sektor pembiayaan tidak hanya dialami industri fotografi, namun juga oleh industri kreatif pada umumnya. Karena industri kreatif merupakan sektor baru, saat ini belum ada skema pembiayaan yang sesuai untuk industri kreatif ini. Skema pembiayaan yang ada saat ini masih menggunakan pendekatan konservatif, pihak yang membutuhkan modal harus memberikan jaminan aset sebagai syarat peminjaman modal. Padahal, industri kreatif memiliki ciri ringan modal namun tinggi nilai tambah. Penyusunan skema pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif oleh para stakeholder diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan industri kreatif. Faktor pemasaran mendapatkan nilai 5,3. Faktor ini cukup diuntungkan dengan kemajuan teknologi informasi. Melalui Internet, informasi dapat lebih cepat disalurkan ke publik. Dengan kata lain, kesempatan untuk memperluas pasar dapat dilakukan lewat media internet. Tidak hanya memperluas di dalam negeri, pasar luar negeri pun dapat dijangkau dengan internet. Selain itu, cara-cara konvensional seperti penyelenggaraan pameran juga harus tetap dilakukan. Faktor infrastruktur dan teknologi mendapatkan nilai 4. Infrastruktur penting dalam industri fotografi karena akan memengaruhi faktor pemasaran seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan
82
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
dukungan infrastruktur yang baik dan juga teknologi yang tepat guna, kualitas fotografi dapat ditingkatkan, begitu pun dengan pemasarannya. Pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini masih berorientasi di Jawa dan kota-kota besar. Padahal, masih banyak potensi pariwisata di daerah-daerah terpencil yang sebenarnya juga merupakan potensi bagi industri fotografi. Faktor kelembagaan mendapatkan nilai 4. Ini merupakan faktor kunci perkembangan industri kreatif. Sinergi antara 4 pilar, yaitu institusi pendidikan, pemerintah, industri, dan komunitas, sangat diperlukan guna menghindari tumpang-tindih pekerjaan dan tanggung jawab dalam melakukan peran pengembangan industri kreatif di bidang fotografi dan bidang-bidang lainnya. Masing-masing potensi yang dimiliki keempat pilar tersebut harus dapat digunakan tepat sasaran. Saat ini, sinergi keempat pilar tersebut belum terbentuk. Masing-masing pilar masih berjalan sendiri-sendiri meskipun memiliki tujuan sama: memajukan fotografi Indonesia.
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Fotografi Berdasarkan hasil FGD (Forum Group Discussion) ke-2 subsektor fotografi yang dilakukan Kemenparekraf pada 28 Mei 2014, berikut ini prioritas permasalahan di subsektor fotografi: A. Keberlanjutan (Sustainability) Industri Kreatif Subsektor Fotografi. Permasalahan yang termasuk dalam ketahanan, yaitu: t Keberpihakan pemerintah pada industri subsektor fotografi nasional (terutama UMKM) t Iklim kondusif dalam industri subsektor fotografi nasional (kemudahan aturan dan kepastian hukum) t Dukungan pada fotografer lokal untuk melakukan pameran (ruang apresiasi) t Pemberian HAKI pada produk/jasa dalam usaha fotografi (sistem yang lebih mudah) B. Peningkatan Daya Saing Industri Kreatif Subsektor Fotografi. Permasalahan yang termasuk dalam daya saing, di antaranya, adalah: • Peningkatan kualitas sumber daya kreatif (capacity building) • Pelaksanaan manajemen pengetahuan (apresiasi, penghargaan, IT & outreach) • Branding fotografi Indonesia • Telaah strategi yang pernah dirumuskan. Me-review kembali strategi dan perencanaanperencanaan yang berjalan dengan baik yang pernah dibuat oleh pemerintahanpemerintahan sebelumnya yang berhubungan dengan fotografi.
No.
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
1.
SUMBER DAYA KREATIF
1
Peningkatan jumlah lembaga pendidikan fotografi formal dan nonformal.
1
Komunitas umumnya berumur pendek, cepat tumbuh namun cepat hilang. Tidak ada kesinambungan.
2
Peningkatan lulusan dari pendidikan formal dalam bidang fotografi.
2
Komunitas dikelola secara swadaya, sehingga sering mengalami kendala dalam keuangan.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
83
No.
84
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
3
Tumbuhnya komunitas-komunitas baru di daerah-daerah dan juga komunitas di dunia maya.
3
Perkembangan industri fotografi di dunia tidak dapat diikuti perkembangan fotografi di dalam negeri di sektor pendidikan.
4
Cukup banyak fotografer andal yang membuka sekolah/kursus/kelas fotografi untuk membagi ilmu dan pengalaman fotografi mereka.
4
Belum jelasnya pola jenjang akademis dan struktur penggajian pengajar di pendidikan fotografi.
5
Ketersediaan beasiswa sudah cukup banyak baik dari pemerintah maupun swasta.
5
Perlu adanya dasar untuk mengembangkan pendidikan fotografi.
6
Cukup banyak fotografer Indonesia berkualitas dan dapat bersaing dengan fotografer luar negeri.
6
Tidak adanya standarisasi, kriteria, dan perlindungan untuk pengajar dan lembaga pendidikan fotografi, penerbitan, dan materi buku-buku fotografi.
7
Pendidikan fotografi masih bertujuan untuk memenuhi permintaan tenaga fotografi.
8
Tidak ada dukungan dari industri kepada pendidikan (Contoh kasus: Kodak tak lagi mensponsori pendidikan film IKJ).
9
Belum ada kemitraan strategis antara bisnis industri kreatif dan pendidikan sebagai penyedia tenaga kreatif.
10
Tidak adanya standarisasi, kriteria, dan perlindungan untuk praktisi fotografi, juga peran dan ketentuan juri lomba fotografi.
11
Perlunya perlindungan bagi fotografer lokal untuk menghadapi persaingan dengan fotografer luar negeri.
1
Belum ada manajemen pengetahuan atau bank data di sektor fotografi.
2
Belum ada kejelian pemerintah untuk mendukung potensi pariwisata melalui fotografi.
2.
SUMBER DAYA PENDUKUNG
1
Sudah ada upaya dari individu dan komunitas dalam mengemas nilai budaya dan sumber daya melalui fotografi.
3.
INDUSTRI
1
Cukup banyak pemain di bidang jasa fotografi.
1
Belum ada pendataan yang baik terhadap para pelaku fotografi.
2
Kemudahan akses komunikasi seharusnya memudahkan terjalinnya kolaborasi yang cepat dan progresif.
2
Kolaborasi antarwirausaha kreatif belum terjalin maksimal.
3
Kebutuhan fotografi untuk media, periklanan, dan foto-foto dokumentasi akan selalu ada, sehingga ada potensi untuk membuka lapangan kerja baru.
3
Persaingan dengan negara lain dalam industri pendukung (album, kertas foto, frame).
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
No.
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
4
Sudah cukup banyak fotografer yang memperhatikan brand dalam usaha mereka.
4
Kurangnya riset dan inovasi di tiap mata rantai ekosistem.
5
Kemudahan akses informasi dapat membantu transfer ilmu, baik dari segi teknis dan ilmu bisnis dari negara maju untuk dapat dikembangkan di dalam negeri.
5
Kurangnya dana untuk melakukan riset dan inovasi yang disebabkan penggunaan keuntungan untuk membiayai operasional, padahal keuntungan seharusnya dialokasikan sebagian saja untuk inovasi.
6
Dengan potensi sumber daya alam dan budaya yang dimiliki, Indonesia memiliki potensi keragaman karya foto yang melimpah.
6
Variasi usaha fotografi masih konvensional, tidak seberagam di negara maju.
7
Basis industri kreatif saat ini masih pada tatanan konsumsi, padahal seharusnya sudah pada tatanan nilai kreatif.
8
Adanya kesulitan dalam mengukur nilai jasa.
9
Masih belum terlihat apresiasi terhadap hasil fotografi pelaku dalam negeri.
1
Belum adanya kemudahan untuk meminjam dana dari sektor jasa keuangan demi menjalankan bisnis di bidang industri kreatif.
2
Minimnya akses informasi terhadap sumber-sumber maupun alternatif pembiayaan.
5.
PEMBIAYAAN
1
Sudah ada alternatif pembiayaan, meskipun masih berskala mikro atau kecil.
6.
PEMASARAN
1
Pasar fotografi tentunya semakin tumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah dan pendapatan pendududuk.
1
Belum ada upaya pemantauan dan dokumentasi karya-karya fotografer Indonesia yang masuk ke kancah internasional.
2
Peningkatan konsumsi kamera baik itu sebagai sarana bekerja ataupun untuk aktualisasi diri.
2
Belum adanya kebijakan dan model khusus pengembangan eskpor dan impor dalam industri fotografi ini.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
85
No.
86
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
3
Fotografi dapat berfungsi sebagai promosi pariwisata yang secara tidak langsung dapat membuka keran devisa bagi negara.
4
Era perdagangan bebas membuka peluang investasi dan pasar di negara lain.
5
Distribusi fotografi semakin luas.
6
Pemerintah telah mendukung fotografer untuk berpameran di luar negeri, namun partisipasi dan akses informasinya perlu ditingkatkan.
6.
INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI
1
2
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
3
Potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal.
Tingginya konsumsi alat fotografi dalam negeri seharusnya dapat memberikan daya tawar yang lebih dengan produsen untuk melakukan alih teknologi.
1
Infrastruktur tidak memadai. Akses dan jaringan internet masih kurang layak. Harga alat-alat fotografi mahal.
Kemudahan akses informasi menjadikan fotografi dapat dipelajari siapa saja dengan menggunakan teknologi alternatif.
2
Ketergantungan terhadap alat-alat fotografi impor.
3
Ketergantungan peranti lunak berlisensi.
4
Masih minimnya pelaku lokal yang mengembangkan teknologi untuk fotografi.
7.
KELEMBAGAAN
1
Pengembangan cetak biru ekonomi kreatif memungkinkan pembuatan kebijakan baru.
1
Perlu ada aturan atau edukasi yang dapat mengarahkan fotografer untuk lebih menghormati budaya atau kegiatan keagamaan (etika dan rambu-rambu dalam kegiatan fotografi).
2
Sudah ada upaya preventif dari pemerintah untuk melindungi hak cipta fotografer.
2
Perlu ada ketentuan untuk pemotretan di ruang publik.
3
Ada pembentukan Forum Fotografi Indonesia sebagai upaya sinergi antaraktor.
3
Masih belum ada regulasi terkait penciptaan nilai kreatif (creative chain) dan penataan industri kreatif dan industri pendukung penciptaan nilai kreatif (backward and forward linkage).
4
Ada pembentukan Forum Fotografi Indonesia penggerak fotografi Indonesia.
4
Masih kurangnya jenis pembiayaan yang sesuai untuk industri kreatif.
5
Isu ekonomi kreatif mulai berkembang dan mendapat perhatian dari khalayak.
5
Belum ada regulasi perluasan pasar orang/ usaha kreatif.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
No.
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
6
Pemerintah maupun swasta telah cukup banyak mengadakan kegiatan fotografi, baik berupa pemberian penghargaan maupun perlombaan.
6
Belum ada regulasi pengembangan dan penyediaan teknologi dan infrastruktur pendukung industri kreatif.
7
Fotografi telah menjadi bagian dari gaya hidup.
7
Kebijakan HAKI belum terlaksana baik di dalam negeri.
8
Sumber daya budaya lokal semakin terangkat melalui kegiatan-kegiatan fotografi di tempat-tempat wisata.
8
Hubungan quadrohelix (pemerintah, akademisi, industri, dan komunitas) belum berjalan. Perlu diperjelas peran dan fungsi tiap-tiap stakeholder.
9
Ada tumpang-tindih kewenangan kementerian dalam menaungi subsektor fotografi.
BAB 3: Kondisi Umum Fotografi di Indonesia
87
88
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Fotografi 2015—2019
BAB 4 Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
89
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015-2019 Arahan RPJPN 2005-2025, pembangunan nasional tahap ketiga (2015-2019) adalah ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable). Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang, maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah: 1. merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi kemiskinan yang didukung oleh struktur ekonomi dan ketahanan ekonomi yang kuat; 2. membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai wilayah Indonesia secara adil dan merata; 3. menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah dan perusahaan yang benar dan baik; 4. menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari. Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan, yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4) Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan. Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Memantapkan pengembangan ekonomi kreatif yang dimaksud adalah memperkuat landasan kelembagaan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan. Landasan yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan daya saing nasional dengan memanfaatkan iptek dan kreativitas serta kedinamisan masyarakat untuk berinovasi, dan menciptakan solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk menciptakan industri kreatif yang berdaya saing, beragam, dan berkelanjutan. Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015-2019 bertujuan untuk menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai
90
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal. Sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, pengembangan fotografi sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif juga diarahkan untuk membangun landasan yang kuat agar mampu memberdayakan seluruh potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh semua sumber daya manusia fotografi sehingga tercipta profesionalisme—yang diperlukan untuk membentuk mekanisme yang dapat mendukung terbentuknya industri seni pertunjukan—sehingga mampu untuk terus menghadirkan karya-karya berkualitas dan menginspirasi kehidupan bermasyarakat di Indonesia sehingga menjadi mandiri secara ekonomi (finansial). Pengembangan fotografi dalam lima tahun mendatang dilakukan melalui peningkatan daya saing dan ketahanan sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi; peningkatan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan daya saing dan ketahanan industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan akses dan pengembangan pembiayaan yang sesuai; Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan; pengembangan infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif; dan penguatan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia.
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Fotografi 4.2.1 Visi Pengembangan Fotografi Berdasarkan kondisi eksternal dan internal fotografi Indonesia dan arahan strategis pembangunan nasional serta arahan pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, maka visi pengembangan fotografi dalam jangka waktu lima tahun ke depan adalah :
“
“
Industri subsektor Fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Ketahanan yang dimaksud adalah adanya keberpihakan Pemerintah dalam melindungi fotografer lokal dan juga dalam menciptakan lingkungan industri subsektor fotografi Indonesia yang kondusif. Berdaya saing memiliki arti bahwa dengan kualitas yang dimiliki, seorang fotografer dapat berkompetisi secara sehat baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berkelanjutan adalah tetap menjaga dan meningkatkan nilai-nilai yang telah ada hingga seterusnya.
4.2.2 Misi Pengembangan Fotografi Misi pengembangan fotografi Indonesia adalah : 1. Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
91
2. Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan 3. Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
4.2.3 Tujuan Pengembangan Fotografi Dalam pengembangan fotografi terdapat tujuh tujuan yang ingin dicapai berdasarkan tiga misi utama yang diemban untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan daya saing dan ketahanan sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi. 2. Peningkatan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan. 3. Peningkatan daya saing dan ketahanan industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan. 4. Peningkatan akses dan pengembangan pembiayaan yang sesuai. 5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan. 6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif. 7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia.
VISI
Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
1
Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
TUJUAN
Industri Fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI
Gambar 4 - 1 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Fotografi
92
2
Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
3
Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan 4
Terciptanya pembiayaan bagi wirausaha di bidang fotografi yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
5
Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
6
Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
7
Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
SASARAN STRATEGIS
1
2
Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
3
4
5
Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
6
Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
7
Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
8
Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
9
Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif
10
Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
11
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
12
Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
13
Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/ wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
14
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Fotografi Agar tujuan pengembangan fotografi tercapai, maka perlu ditentukan sasaran dan juga indikasi yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan. Dalam pengembangan fotografi Indonesia ini terdapat 14 sasaran dan 34 indikasi strategis, yaitu: 1. Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Adanya nomenklatur pendidikan fotografi yang sesuasi. b. Jumlah institusi pendidikan fotografi dengan kualitas fasilitas baik meningkat.
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
93
c.
Adanya pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah yang memiliki potensi pariwisata. d. Adanya program untuk me-review dan merevisi kurikulum pendidikan fotografi. 2. Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif ) di bidang fotografi, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Adanya alokasi beasiswa bagi pengajar fotografi yang akan melanjutkan studi hingga jenjang S3. b. Adanya program pemberian insentif penelitian kepada para pengajar fotografi. c. Adanya studi banding dengan perguruan tinggi fotografi di manca negara. d. Jumlah institusi pendidikan fotografi dengan kualitas fasilitas baik meningkat. e. Adanya sertifikasi pengajar fotografi. 3. Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat, hal ini dapat diindikasikan oleh adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia. 4. Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Peningkatan jumlah wirausaha kreatif fotografi. b. Adanya forum fotografi nasional. 5. Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing, hal ini dapat diindikasikan oleh peningkatan jumlah usaha kreatif fotografi. 6. Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi, hal ini dapat diindikasikan oleh peningkatan jumlah komunitas fotografi daerah. 7. Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Adanya skema pembiayaan khusus untuk industri kreatif. b. Adanya alternatif pembiayaan untuk industri kreatif, seperti crowdsourcing. 8. Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia. b. Adanya fasilitasi, dana, maupun akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam maupun luar negeri. 9. Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif, hal ini dapat diindikasikan oleh pembangunan infrastruktur yang layak di daerah-daerah yang memiliki potensi pariwisata. 10. Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Meningkatnya jumlah kerjasama dalam industri fotografi. b. Meningkatnya jumlah kegiatan oleh komunitas fotografi Indonesia. c. Adanya kerjasama pengembangan teknologi. 11. Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Adanya kebijakan pendidikan fotografi. b. Adanya kebijakan pengembangan pariwisata melalui fotografi. c. Adanya kebijakan kerjasama dengan industri fotografi. d. Adanya kebijakan pembiayaan industri kreatif.
94
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
e. Adanya kebijakan pengembangan pasar untuk fotografi. f. Adanya kebijakan pengembangan infrastruktur untuk pengembangan fotografi. g. Adanya kebijakan Hak Kekayaan Intelektual di bidang fotografi. 12. Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan, hal ini dapat diindikasikan oleh adanya forum fotografi nasional. 13. Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri, hal ini dapat diindikasikan oleh: a. Peningkatan jumlah penghargaan kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif fotografi di dalam negeri. b. Adanya fasilitas untuk mempublikasikan tulisan terkait fotografi di media massa. c. Adanya program-program sosialisasi mengenai HKI di kota-kota kreatif. 14. Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi, hal ini dapat diindikasikan oleh adanya pengarsipan dan publikasi sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi Indonesia.
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Fotografi 4.4.1 Arah Kebijakan Penciptaan Sumber Daya Manusia Kreatif di Bidang Fotografi Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan (formal dan non-formal) oleh pemerintah dan swasta di daerah yang memiliki potensi ekonomi kreatif di bidang fotografi. 2. Menyelaraskan antara tahapan pendidikan serta meningkatkan partisipasi dunia usaha dalam pendidikan. 3. Menciptakan orang kreatif yang dinamis dan profesional yang menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional dan global. 4. Memberikan perlindungan kerja terhadap tenaga kerja kreatif Indonesia di dalam dan luar negeri.
4.4.2 Arah Kebijakan Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Budaya bagi Industri Fotografi Arah kebijakan ini bertujuan untuk mengembangkan pusat pengetahuan budaya Indonesia yang akurat dan terpercaya yang dapat diakses dengan mudah dan cepat serta memiliki program distribusi pengetahuan budaya.
4.4.3 Arah Kebijakan Penciptaan Industri Fotografi Indonesia Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif lokal di kota-kota yang memiliki potensi di bidang fotografi. 2. Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif lokal di kota-kota yang memiliki potensi di bidang fotografi. 3. Memfasilitasi penciptaan usaha kreatif lokal di bidang fotografi. 4. Memfasilitasi kolaborasi dan keterkaitan antar usaha kreatif maupun antara industri kreatif dengan industri lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global. 5. Mengembangkan standar usaha kreatif nasional yang diakui secara global serta memfasilitasi
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
95
6.
usaha kreatif lokal untuk memenuhi standar industri kreatif nasional dan global. Memfasilitasi para pelaku industri fotografi lokal dalam mempromosikan daerahnya.
4.4.4 Arah Kebijakan Penciptaan Pembiayaan yang Sesuai, Mudah Diakses, dan Kompetitif Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Menciptakan dan mengembangkan lembaga pembiayaan yang mempercepat perkembangan industri kreatif. 2. Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan kompetitif. 3. Memperkuat hubungan dan akses informasi antara usaha kreatif, pemerintah dengan lembaga keuangan.
4.4.5 Arah Kebijakan Perluasan Pasar di Dalam dan Luar Negeri Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Mengembangkan sistem informasi pasar karya kreatif di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasi didistribusikan dengan baik. 2. Meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, BtoB networking di dalam dan luar negeri. 3. Memperluas jangkauan distribusi produk kreatif di dalam dan luar negeri
4.4.6 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur dan Teknologi Tepat Guna, Mudah Diakses, dan Kompetitif Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Menjamin ketersediaan, kesesuaian, jangkauan harga/biaya, sebaran/penetrasi, dan performansi, infrastruktur telematika-jaringan internet; dan infrastruktur logistik dan energi. 2. Memfasilitasi akses terhadap teknologi secara mudah dan kompetitif. 3. Mendorong pengembangan basis-basis pengembangan teknologi lokal yang mendukung pengembangan industri kreatif. 4. Meningkatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi.
4.4.7 Arah Kebijakan Penciptaan Kelembagaan yang Kondusif dan Mengarusutamakan Kreativitas Arah kebijakan ini bertujuan untuk: 1. Memperbaiki dan membuat berbagai regulasi terkait fotografi. 2. Meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah) dan orang kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif. 3. Mengembangkan, memfasilitasi pembentukan dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan ekonomi kreatif. 4. Memfasilitasi dan memberikan penghargaan yang prestisius bagi orang/karya/wirausaha/ usaha kreatif lokal di tingkat nasional dan internasional. 5. Meningkatkan komunikasi keberadaan orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal dan konsumsi karya kreatif lokal. 6. Meningkatkan apresiasi terhadap HKI. 7. Meningkatkan akses dan distribusi terhadap informasi/pengetahuan mengenai sumber daya alam dan sumber daya budaya lokal.
96
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Fotografi Tahapan pengembangan menjabarkan tematik tahapan pengembangan subsektor dalam periode waktu 2015 sampai dengan 2019 di mana di setiap tahapan akan dituliskan fokus pengembangan yang akan dilakukan pada setiap tahunnya. Masalah utama di subsektor fotografi adalah tentang ketahanan industri subsektor fotografi dan daya saing. Masalah ketahanan adalah hal-hal yang berkaitan dengan regulasi dan aturan-aturan yang selama ini dirasakan kurang mendukung wirausaha/orang kreatif khususnya di bidang fotografi. Selain itu juga, aturan-aturan tersebut belum tertata dengan baik dan masih ada kesulitan dalam mendapatkan akses informasinya. Untuk itu di tahun 2015, fokus pengembangan subsektor fotografi adalah penataan dan pendataan regulasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan juga pelaku di industri kreatif di bidang fotografi. Fokus pengembangan pada tahun berikutnya adalah melakukan sosialisasi dari regulasi yang telah dihasilkan. Sosialisasi ini cukup penting agar seluruh pelaku industri subsektor fotografi mendapatkan akses informasi mengenai hal-hal yang mendasar terkait aturan main di bidang industri kreatif fotografi. Dengan begitu masyarakat diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara untuk mulai terjun ke dalam usaha fotografi, atau bagaimana usaha fotografi yang telah dimiliki dapat dikembangkan secara baik sesuai aturan yang ada. Implementasi regulasi juga perlu diawasi agar fungsinya optimal. Setelah industri fotografi lokal memiliki cukup kekuatan untuk bersaing di dalam negeri dan memiliki kompetensi, maka tahap berikutnya adalah meningkatkan daya saing industri fotografi untuk dapat bersaing dengan industri fotografi internasional. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan negara-negara yang memiliki fotografer-fotografer handal sehingga terjadi transfer ilmu. Akhirnya, dari tahap ini diharapkan para pelaku industri kreatif fotografi dapat membawa nama Indonesia lebih harum di dunia internasional. Dalam usaha untuk mencapai sasaran, maka diperlukan strategi-strategi yang sesuai. Dari 14 sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan fotografi 2014-2019, telah disusun 29 strategi dan rencana aksi untuk mencapai sasaran tersebut.
4.5.1 Peningkatan Kualitas Pendidikan Yang Mendukung Penciptaan Orang Kreatif di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Memperbaiki nomenklatur pendidikan fotografi. 2. Meningkatkan kualitas pendidikan fotografi. 3. Menambahkan lembaga pendidikan fotografi di luar pulau Jawa di daerah yang potensial. 4. Mereview kembali dan melakukan revisi bila diperlukan pada kurikulum pendidikan yang sudah ada terkait dengan ekonomi kreatif, khususnya bidang fotografi. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Perbaikan nomenklatur pendidikan fotografi. t Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi. t Pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah-daerah yang potensial. t Review dan revisi kurikulum pendidikan fotografi.
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
97
4.5.2 Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Kreatif di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Meningkatkan kualitas pengajar pendidikan di bidang fotografi. 2. Memberikan fasilitas pendukung untuk pengembangan industri fotografi. 3. Membuat standarisasi/sertifikasi fotografer. 4. Mempersiapkan tenaga kreatif di bidang fotografi untuk memasuki pasar nasional dan internasional. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan jenjang S3. t Memberikan insentif penelitian kepada para pengajar. t Studi banding dengan perguruan-perguruan tinggi fotografi di manca negara. t Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi. t Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer.
4.5.3 Penciptaan Pusat Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Budaya Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara mendirikan pusat manajemen ilmu pengetahuan di bidang fotografi. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pendirian pusat manajemen pengetahuan di bidang fotografi.
4.5.4 Peningkatan Wirausaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Roadmap penciptaan dan pengembangan wirausaha di bidang fotografi. 2. Menyediakan forum yang saling mempertemukan wirausaha kreatif di bidang fotografi. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Membuat langkah-langkah strategis dalam menciptakan dan mengembangkan wirausaha di bidang fotografi. t Mengadakan forum fotografi nasional.
4.5.5 Peningkatan Usaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Melakukan pemetaan usaha kreatif di bidang fotografi. 2. Adanya koordinasi lintas kementerian untuk pengembagan usaha kreatif di bidang fotografi dengan sektor lainnya. 3. Membuat standardisasi/sertifikasi fotografer. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia. t Koordinasi pengembangan unit usaha fotografi. t Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer.
98
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
4.5.6 Peningkatan Keragaman dan Kualitas Karya Kreatif Lokal di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara mendukung dan mengembangkan komunitas-komunitas fotografi lokal. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pembinaan komunitas fotografi Indonesia.
4.5.7 Peningkatan Ketersediaan Pembiayaan Bagi Industri Fotografi Lokal Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara memfasilitasi berbagai skema pembiayaan untuk para pelaku industri kreatif. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pengembangan skema pembiayaan industri kreatif.
4.5.8 Peningkatan Diversifikasi dan Penetrasi Pasar Karya Fotografi di Dalam dan Luar Negeri Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Mengembangkan sistem informasi fotografi Indonesia terpusat. 2. Melakukan kerjasama dengan mitra-mitra dagang untuk mengakses pasar di dalam dan luar negeri. 3. Melakukan pameran dan membuat buku fotografi Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Pemberian fasilitas untuk pengembangan pusat data pengetahuan untuk fotografi Indonesia. t Pemberian fasilitas, dana, akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam maupun luar negeri. t Pemberian fasilitas dan dana bagi fotografer untuk mengikuti pameran fotografi di dalam maupun luar negeri.
4.5.9 Peningkatan Kompetitif
Ketersediaan
Infrastruktur
yang
Memadai
dan
Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara meningkatkan infrastruktur di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pengadaan infrastruktur untuk mempermudah akses ke daerah-daerah yang memiliki objek-objek pariwisata.
4.5.10 Peningkatan Ketersediaan Teknologi Tepat Guna yang Mudah Diakses dan Kompetitif Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Menjalin kerjasama dengan pihak industri fotografi untuk mendukung usaha & wirausaha kreatif fotografi. 2. Merangkul komunitas fotografi yang memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi lokal fotografi agar dapat memiliki nilai tambah ekonomi.
BAB 4: Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia
99
3. Menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi, badan penelitian, serta industri fotografi. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Kerjasama dengan industri fotografi. t Pembinaan komunitas fotografi Indonesia. t Kerjasama pengembangan teknologi.
4.5.11 Penciptaan Regulasi yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif Bagi Pengembangan Industri Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara memfasilitasi adanya kebijakan terkait fotografi untuk menciptakan iklim yang kondusif. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan penyusunan kebijakan yang sesuai bagi wirausaha fotografi.
4.5.12 Peningkatan Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Industri Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara memfasilitasi forum-forum fotografi Indonesia sebagai wadah kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah). Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan mengadakan forum fotografi nasional.
4.5.13 Peningkatan Apresiasi Kepada Orang/Karya/Wirausaha/Usaha Kreatif Lokal di Bidang Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara: 1. Mengadakan event fotografi Indonesia. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap fotografi Indonesia. 3. Melakukan sosialisasi akan pentingnya hak cipta dalam fotografi. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah: t Event fotografi Indonesia. t Pemberian fasilitas untuk publikasi tulisan terkait fotografi di media massa. t Sosialisasi HKI di kota-kota kreatif.
4.5.14 Peningkatan Apresiasi Masyarakat Terhadap Sumber Daya Alam dan Budaya Lokal yang Mendukung Industri Fotografi Strategi untuk mencapai sasaran strategis ini dilakukan dengan cara memfasilitasi pengembangan sistem informasi mengenai sumber daya alam dan budaya Indonesia. Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pemberian fasilitas untuk mengarsipkan sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi Indonesia.
100
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
102
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
BAB 5 Penutup
BAB 5: Penutup
103
5.1 Kesimpulan Dalam penyusunan rencana aksi jangka menengah fotografi 2015-2019, fotografi di definisikan sebagai: “Industri yang mendorong penggunaan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu dalam memproduksi citra dari satu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi, untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kesempatan kerja”. Definisi tersebut merupakan hasil elaborasi dari proses analisis yang meliputi: kajian pustaka, wawancara mendalam, dan focus group discussion, yang melibatkan para narasumber yang mewakili pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, pelaku industri, komunitas/asosiasi, dan kalangan intelektual. Secara umum ruang lingkup pengembangan fotografi meliputi fotografi profesional, fotografi seni, fotografi komersial dan fotografi jurnalistik. Fotografi professional adalah fotografi yang fotografernya menjual keahliannya di bidang fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata pencahariannya. Fotografi seni adalah fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi sebagai bagian dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi komersial biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaan-perusahaan. Foto dalam fotografi komersial dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari konsep awal), atau klien dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk kepentingan klien. Fotografi jurnalistik berkaitan erat dengan wilayah produksi dan konsumsi media cetak dan elektronik. Tujuan utama pewarta foto adalah memotret kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk diberitakan kembali melalui media massa. Perkembangan fotografi di Indonesia dimulai tahun 1841 sejak kedatangan Juriaan Munich, seorang utusan Kementerian Kolonial Kerajaan Belanda. Tujuan kedatangan Munich ke Batavia dengan kamera dauguerreotype yang dia bawa adalah untuk mengabadikan aneka tanaman serta kondisi alamnya. Maraknya subsektor fotografi dapat dilihat dengan adanya Perkumpulan Seni Foto Indonesia (PFSI) di tahun 1973. Saat ini dapat kita saksikan dengan adanya Forum Fotografi Indonesia (FFI) di tahun 2013 membuat subsektor Fotografi kita semakin berdaya saing. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem fotografi yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar, dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif fotografi adalah kreasi, produksi, dan distribusi. Apresiasi termasuk dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) di dalam ekosistem fotografi, karena membangun serta meningkatkan kualitas dan kompetensi fotografi. Selain apresiasi, di dalam lingkungan pengembangan ada pendidikan yang menjadi salah satu elemen penting; pendidikan melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi, ilmu, dan juga teknik-teknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre baru dalam fotografi terus tumbuh dan berkembang. Pasar di dalam subsektor fotografi adalah konsumen, dimana konsumen dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan atau organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media, industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi. Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard disk, atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya
104
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
di layanan-layanan photo sharing yang ada di Internet seperti Flickr.com, 500px.com, Picasa, Instagram, Facebook, dan lain-lain. Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor fotografi dapat dilihat dari peta industri yang menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage) dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya adalah industri peralatan fotografi, agen model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan kostum, jasa penyewaan lokasi, jasa penyewaan tata lampu, industri mode, industri desain interior, industri kimia, industri pembuatan kertas foto, industri teknologi dan informasi, industri pembuatan bingkai foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri percetakan, dan industri peralatan elektronik. Forward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya adalah industri periklanan, industri penerbitan, industri desain, galeri seni, jurnalistik, dan industri konten digital. Selain digunakan dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor fotografi, rantai nilai kreatif juga digunakan dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi di subsektor fotografi, yaitu jasa fotografi, event organizer, biro foto, rental alat foto, agen stock foto, jasa cetak foto, studio foto, fotografi seni, dan in-house. Kontribusi ekonomi subsektor fotografi dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di tahun 2013, subsektor fotografi memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 1% terhadap total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 6.94%. Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor fotografi memberikan kontribusi sebesar 0.54% terhadap total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 3.85%. Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di subsektor fotografi dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah Industri subsektor Fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan.
5.2 Saran Pengembangan subsektor fotografi dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada programprogram: t t t t t t t t t t
Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi Pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah-daerah yang potensial Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan jenjang S3 Memberikan insentif penelitian kepada para pengajar Studi banding dengan perguruan-perguruan tinggi fotografi di manca Negara Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer Pendirian pusat manajemen pengetahuan di bidang fotografi Membuat langkah-langkah strategis dalam menciptakan dan mengembangkan wirausaha di bidang fotografi Adanya forum fotografi nasional
BAB 5: Penutup
105
t t t t t t t t t t t t t t t
Pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia Koordinasi pengembangan unit usaha fotografi Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer Pembinaan komunitas fotografi Indonesia Pengembangan skema pembiayaan industri kreatif Pemberian fasilitas untuk pengembangan pusat data pengetahuan untuk fotografi Indonesia Pemberian fasilitas, dana, akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam maupun luar negeri Pemberian fasilitas dan dana bagi fotografer untuk mengikuti pameran fotografi di dalam maupun luar negeri Pengadaan infrastruktur untuk mempermudah akses ke daerah-daerah yang memiliki objek-objek pariwisata Kerjasama dengan industri fotografi Pembinaan komunitas fotografi Indonesia Adanya forum fotografi nasional Event fotografi Indonesia Pemberian fasilitas untuk publikasi tulisan terkait fotografi di media massa Sosialisasi HKI di kota-kota kreatif
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor fotografi, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian, dan memutakhirkan data kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif.
106
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
108
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
LAMPIRAN
Lampiran
109
110
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
Menciptakan orang kreatif yang dinamis dan profesional yang menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional dan global
Memberikan perlindungan kerja terhadap tenaga kerja kreatif Indonesia di dalam dan luar negeri
b
Menyelaraskan antara tahapan pendidikan serta meningkatkan partisipasi dunia usaha dalam pendidikan
b
a
Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan (formal dan non-formal) oleh pemerintah dan swasta di daerah yang memiliki potensi ekonomi kreatif di bidang fotografi
a
Menambahkan lembaga pendidikan fotografi di luar pulau Jawa di daerah yang potensial
3
Membuat standarisasi/sertifikasi fotografer
3
Mempersiapkan tenaga kreatif di bidang fotografi untuk memasuki pasar nasional dan internasional
Memberikan fasilitas pendukung untuk pengembangan industri fotografi
2
4
Meningkatkan kualitas pengajar pendidikan di bidang fotografi
1
Mereview kembali dan melakukan revisi bila diperlukan pada kurikulum pendidikan yang sudah ada terkait dengan ekonomi kreatif, khususnya bidang fotografi
Meningkatkan kualitas pendidikan fotografi
2
4
Memperbaiki nomenklatur pendidikan fotografi
1
2.1
Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
a
Mengembangkan pusat pengetahuan budaya Indonesia yang akurat dan terpercaya yang dapat diakses dengan mudah dan cepat serta memiliki program distribusi pengetahuan budaya
1
Mendirikan pusat manajemen ilmu pengetahuan di bidang fotografi
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
1.2
1.1
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN FOTOGRAFI
Lampiran
111
ARAH KEBIJAKAN
Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
3.1
3.2
3.3
Mengembangkan standar usaha kreatif nasional yang diakui secara global serta memfasilitasi usaha kreatif lokal untuk memenuhi standar industri kreatif nasional dan global
c
Memfasilitasi para pelaku industri fotografi lokal dalam mempromosikan daerahnya
Memfasilitasi kolaborasi dan keterkaitan antar usaha kreatif maupun antara industri kreatif dengan industri lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global
b
a
Memfasilitasi penciptaan usaha kreatif lokal di bidang fotografi
Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif lokal di kota-kota yang memiliki potensi di bidang fotografi
b
a
Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif lokal di kota-kota yang memiliki potensi di bidang fotografi
a
1
3
2
1
2
1
STRATEGI
Mendukung dan mengembangkan komunitas-komunitas fotografi lokal
Membuat standarisasi/sertifikasi fotografer
Adanya koordinasi lintas kementerian untuk pengembagan usaha kreatif di bidang fotografi dengan sektor lainnya
Melakukan pemetaan usaha kreatif di bidang fotografi
Menyediakan forum yang saling mempertemukan wirausaha kreatif di bidang fotografi
Roadmap penciptaan dan pengembangan wirausaha di bidang fotografi
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
112
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
Memperluas jangkauan distribusi produk kreatif di dalam dan luar negeri
Meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, BtoB networking di dalam dan luar negeri
b
c
Menciptakan dan mengembangkan lembaga pembiayaan yang mempercepat perkembangan industri kreatif
a
Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
Mengembangkan sistem informasi pasar karya kreatif di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasi didistribusikan dengan baik Meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, BtoB networking di dalam dan luar negeri Memperluas jangkauan distribusi produk kreatif di dalam dan luar negeri
a
b
c
6.1
Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif
a
Menjamin ketersediaan, kesesuaian, jangkauan harga/biaya, sebaran/penetrasi, dan performansi, infrastruktur telematikajaringan internet; dan infrastruktur logistik dan energi
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
5.1
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
4.1
4. Terciptanya pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
1
3
2
1
1
Meningkatkan infrastruktur di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata
Melakukan pameran dan membuat buku fotografi Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri
Melakukan kerjasama dengan mitra-mitra dagang untuk mengakses pasar di dalam dan luar negeri
Mengembangkan sistem informasi fotografi Indonesia terpusat
Memfasilitasi berbagai skema pembiayaan untuk para pelaku industri kreatif
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
113
Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
Memfasilitasi akses terhadap teknologi secara mudah dan kompetitif Mendorong pengembangan basis-basis pengembangan teknologi lokal yang mendukung pengembangan industri kreatif Meningkatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi
a b
c
ARAH KEBIJAKAN
3
2
1
Menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi, badan penelitian, serta industri fotografi
Merangkul komunitas fotografi yang memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi lokal fotografi agar dapat memiliki nilai tambah ekonomi
Menjalin kerjasama dengan pihak industri fotografi untuk mendukung usaha & wirausaha kreatif fotografi
STRATEGI
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
7.1
7.2
7.3
Memfasilitasi dan memberikan penghargaan yang prestisius bagi orang/karya/wirausaha/ usaha kreatif lokal di tingkat nasional dan internasional Meningkatkan komunikasi keberadaan orang/ karya/wirausaha/usaha kreatif lokal dan konsumsi karya kreatif lokal
b
Mengembangkan, memfasilitasi pembentukan dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan ekonomi kreatif
b
a
Meningkatkan sinergi,koordinasi, dan kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah) dan orang kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif
Memperbaiki dan membuat berbagai regulasi terkait fotografi
a
a
2
1
2
1
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap fotografi Indonesia
Mengadakan event fotografi Indonesia
Memfasilitasi forum-forum fotografi Indonesia sebagai wadah kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah)
Memfasilitasi adanya kebijakan terkait fotografi untuk menciptakan iklim yang kondusif
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
6.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
114
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
7.4
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
MISI/TUJUAN/SASARAN
a
c Meningkatkan akses dan distribusi terhadap informasi/pengetahuan mengenai sumber daya alam dan sumber daya budaya lokal
Meningkatkan apresiasi terhadap HKI
ARAH KEBIJAKAN
1
3
Memfasilitasi pengembangan sistem informasi mengenai sumber daya alam dan budaya Indonesia
Melakukan sosialisasi akan pentingnya hak cipta dalam fotografi
STRATEGI
Lampiran
115
INDIKASI STRATEGIS
Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
1.2
Adanya program pemberian insentif penelitian kepada para pengajar fotografi Adanya studi banding dengan perguruan tinggi fotografi di manca negara Jumlah institusi pendidikan fotografi dengan kualitas fasilitas baik meningkat Adanya sertifikasi pengajar fotografi
c d e
Adanya program untuk mereview dan merevisi kurikulum pendidikan fotografi
d
b
Adanya pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah yang memiliki potensi pariwisata
c
Adanya alokasi beasiswa bagi pengajar fotografi yang akan melanjutkan studi hingga jenjang S3
Jumlah institusi pendidikan fotografi dengan kualitas fasilitas baik meningkat
b
a
Adanya nomenklatur pendidikan fotografi yang sesuasi
a
Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
a
Adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia
3.1
Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Peningkatan jumlah wirausaha kreatif fotografi Adanya forum fotografi nasional
a b
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
2.1
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
1.1
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN FOTOGRAFI
116
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
3.3
a
a Peningkatan jumlah komunitas fotografi daerah
Peningkatan jumlah usaha kreatif fotografi
INDIKASI STRATEGIS
Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
Adanya skema pembiayaan khusus untuk industri kreatif Adanya alternatif pembiayaan untuk industri kreatif, seperti crowdsourcing
a b
Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
Adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia Adanya fasilitasi, dana, maupun akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam maupun luar negeri
a b
Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif
Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
6.1
6.2
Meningkatnya jumlah kerjasama dalam industri fotografi Meningkatnya jumlah kegiatan oleh komunitas fotografi Indonesia Adanya kerjasama pengembangan teknologi
b c
Pembangunan infrastruktur yang layak di daerah-daerah yang memiliki potensi pariwisata
a
a
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
5.1
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
4.1
4. Terciptanya pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
3.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
117
INDIKASI STRATEGIS
Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/ wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
7.1
7.2
7.3
7.4
Adanya kebijakan kerjasama dengan industri fotografi Adanya kebijakan pembiayaan industri kreatif Adanya kebijakan pengembangan pasar untuk fotografi Adanya kebijakan pengembangan infrastruktur untuk pengembangan fotografi Adanya kebijakan Hak Kekayaan Intelektual di bidang fotografi
c d e f g
Adanya program-program sosialisasi mengenai HKI di kota-kota kreatif
c
Adanya pengarsipan dan publikasi sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi Indonesia
Adanya fasilitas untuk mempublikasikan tulisan terkait fotografi di media massa
b
a
Peningkatan jumlah penghargaan kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif fotografi di dalam negeri
a
Adanya forum fotografi nasional
Adanya kebijakan pengembangan pariwisata melalui fotografi
b
a
Adanya kebijakan pendidikan fotografi
a
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
MISI/TUJUAN/SASARAN
118
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
Pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah-daerah yang potensial
Review & revisi kurikulum pendidikan fotografi
2
3
4
Mereview kembali dan melakukan revisi bila diperlukan pada kurikulum pendidikan yang sudah ada terkait dengan ekonomi kreatif, khususnya bidang fotografi
Analisis kebutuhan institusi pendidikan fotografi (formal dan non-formal); penyusunan prioritas pembangungan institusi pendidikan fotografi; dan pembangunan institusi pendidikan fotografi
Pendataan fasilitas pendidikan fotografi yang diperlukan di pendidikan tinggi; perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
Peninjauan dan perancangan ulang rumpun kelimuan dari fotografi di lembaga pendidikan
Menteri Pendidikan & Kebudayaan Asosiasi Keprofesian Fotografi
Menteri Pendidikan & Kebudayaan Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif Kepala Daerah
Menteri Pendidikan & Kebudayaan Institusi Pendidikan Tinggi
Menteri Pendidikan & Kebudayaan Asosiasi Keprofesian Fotografi
Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan jenjang S3
Memberikan insentif penelitian kepada para pengajar
1
2
Insentif yang diberikan terutama untuk para pengajar yang menghasilkan karya-karya ilmiah yang terpublikasi ataupun memiliki HKI
Dibukanya alokasi beasiswa khusus kepada para pengajar fotografi yang berkaitan dengan industri kreatif oleh pemerintah
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Keuangan
SASARAN 2: Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
Perbaikan nomenklatur pendidikan fotografi
1
x
x
x
x
SASARAN 1: Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN FOTOGRAFI 2015 - 2019
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
2019
Lampiran
119
Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer
4
5
Studi, penyusunan, pengesahan standar dan sertifikasi fotografi Indonesia
Pendataan fasilitas pendidikan fotografi yang diperlukan di pendidikan tinggi; perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
Membandingkan kurikulum, metode pengajaran, fasilitas, dan outcome dari pendidikan fotografi di luar negeri
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Menteri Hukum dan HAM
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Institusi Pendidikan Tinggi
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
PENANGGUNGJAWAB
x
x
x
2015
x
x
x
2016
x
2017
TAHUN
Pendirian pusat manajemen pengetahuan di bidang fotografi
Pendataan, studi kelayakan, perancangan, dan pendirian pusat manajemen pengetahuan fotografi Indonesia
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Membuat langkahlangkah strategis dalam menciptakan dan mengembangkan wirausaha di bidang fotografi
Adanya forum fotografi nasional
1
2
Forum fotografi tersebut mempertemukan antar pemangku kepentingan dalam industri fotografi, misalnya pemerintah, industri, institusi pendidikan, wirausaha kretif, dan komunitas, yang dapat dikemas dalam bentuk online/offline, seminar, talkshow, festival, dan lain sebagainya.
Langkah-langkah strategis yang dimaksud adalah suatu acuan yang bertahap bagi pemerintah dalam menghasilkan para wirasusaha baru dan juga mengembangkan wirausaha yang ada saat ini di bidang fotografi
Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Komunitas; Asosiasi Profesi
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi; Menteri Perindustrian; Kepala Daerah
SASARAN 4: Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
1
x
x
x
x
x
x
x
x
x
SASARAN 3: Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
Studi banding dengan perguruan-perguruan tinggi fotografi di manca negara
3
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2018
x
x
x
2019
120
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Studi, penyusunan, pengesahan standar dan sertifikasi fotografi Indonesia
Dalam pengembangan unit usaha fotografi perlu diidentifikasi pihak-pihak yang bersangkutan; area apa saja yang dapat dikembangkan; pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan; proses monitoring dan evaluasi
Perencanaan pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia; Pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia; Publikasi hasil pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia.
Menteri Pendidikan & Kebudayaan; Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Menteri Hukum dan HAM
Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi; Menteri Keuangan; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menkominfo; Menteri Riset dan Teknologi; Bappenas; Badan Pusat Statistik
Pembinaan komunitas fotografi Indonesia
Pendataan kota-kota yang memiliki komunitas fotografi; Penyusunan materi seminar usaha kreatif fotografi; Seminar/talkshow tentang usaha kreatif fotografi
Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perindustrian; Kepala Daerah; Komunitas
1
Pengembangan skema pembiayaan industri kreatif
Kegiatan dalam pengembangan usaha ini adalah: studi pembiayaan usaha kreatif, penyusunan metode pembiayaan usaha kreatif yang tepat guna dan tepat sasaran, pembuatan website informasi pembiayaan usaha kreatif
Menteri Keuangan; Bank Indonesia; Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
SASARAN 7: Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
1
PENANGGUNGJAWAB
Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Bappenas; Badan Pusat Statistik
SASARAN 6: Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer
Koordinasi pengembangan unit usaha fotografi
2
3
Pemetaan unit usaha fotografi di Indonesia
1
SASARAN 5: Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
x
2015
x
x
x
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
Lampiran
121
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB
Pemberian fasilitas, dana, akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam maupun luar negeri
Pemberian fasilitas dan dana bagi fotografer untuk mengikuti pameran fotografi di dalam maupun luar negeri
2
3
Pemberian fasilitas dan dana untuk mendorong keikutsertaan karya fotografi Indonesia yang berkualitas untuk mengikuti pameran fotografi di dalam maupun luar negeri
Fasilitas yang diberikan seperti kesempatan dan peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatankegiatan fotografi di dalam dan luar negeri, ditunjang dengan dana yang dapat digunakan untuk investasi dan pengembangan usaha, dan saluran distribusi yang memungkinkan para pelaku industri fotografi dapat memperluas pasarnya baik dalam skala nasional maupun internasional
Memfasilitasi pengembangan pusat data pengetahuan fotografi seperti mengenai studi, hasil pemetaan, dan jurnal dengan cara: mengumpulkan hasil studi; membangun sistem pengetahuan; mensosialisasikan pusat pengetahuan fotografi; dan memonitor dan evaluasi tingkat penggunaan pusat pengetahuan fotografi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perdagangan; Komunitas; Asosiasi keprofesian;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perdagangan; Komunitas; Asosiasi keprofesian;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
1
Pengadaan infrastruktur untuk mempermudah akses ke daerah-daerah yang memiliki objek-objek pariwisata
Akses yang dimaksud adalah sebagai berikut: jalan raya, listrik, jaringan internet, lingkungan yang bersih, transportasi, akomodasi, dan lainlain.
Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Menteri Pekerjaan Umum; Menteri Komunikasi dan Informasi; Menteri BUMN; Kepala Daerah
SASARAN 9: Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kompetitif
Pemberian fasilitas untuk pengembangan pusat data pengetahuan untuk fotografi Indonesia
1
SASARAN 8: Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
2015
x
x
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
2019
122
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB
Pembinaan komunitas fotografi Indonesia
Kerjasama pengembangan teknologi
2
3
Teknologi dalam fotografi di Indonesia saat ini masih tergantung dengan pihak produsen khusunya dari luar negeri, oleh sebab itu diperlukan upaya kerjasama untuk menciptakan pengembangan teknologi yang berasal dari dalam negeri
Pembinaan komunitas diperlukan untuk menumbuhkembangkan industri fotografi di Indonesia
Kerjasama yang dimaksud adalah kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, bisnis/ industri, dan komunitas, salah satu bentuknya dapat berupa kerjasama antara pihak industri dengan membangun laboratorium di institusi pendidikan
Menteri Perindustrian; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri Riset dan Teknologi, Menteri BUMN; Komunitas; Industri fotografi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Komunitas
Menteri Perindustrian; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Komunitas; Industri fotografi
1
Penyusunan kebijakan yang sesuai bagi wirausaha fotografi
Kebijakan di bidang pendidikan, pariwisata, industri, pembiayaan, pasar, infrastruktur, dan HKI
Menteri Perindustrian; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Keuangan; Menteri Pekerjaan Umum; Menteri Hukum dan HAM; Menteri Komunikasi dan Informasi; Menteri Perdagangan; Menteri Riset dan Teknologi, Menteri BUMN; Komunitas; Industri fotografi
SASARAN 11: Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
Kerjasama dengan industri fotografi
1
SASARAN 10: Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2015
x
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
2018
x
x
x
2019
Lampiran
123
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
Adanya forum fotografi nasional
Forum fotografi tersebut mempertemukan antar pemangku kepentingan dalam industri fotografi, misalnya pemerintah, industri, institusi pendidikan, wirausaha kretif, dan komunitas, yang dapat dikemas dalam bentuk online/offline, seminar, talkshow, festival, dan lain sebagainya. Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; Komunitas; Asosiasi Profesi
x
x
Pemberian fasilitas untuk publikasi tulisan terkait fotografi di media massa
Sosialisasi HKI di kotakota kreatif
2
3
Sosialisasi yang dilakukan seminar, tulisantulisan, dan penegakan hukum dalam kaitannya dengan fotografi
Dengan makin banyaknya tulisan mengenai fotografi Indonesia di media massa nasional dan internasional, diharapkan masyarakat semakin sadar akan fotografi
Event yang dimaksud adalah pemberian penghargaan kepada orang kreatif, karya kreatif, usaha kreatif, dan wirausaha kreatif di bidang fotografi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Hukum dan HAM
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perindustrian; Menteri Perdagangan
x
x
x
1
Pemberian fasilitas untuk mengarsipkan sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi Indonesia
Pengarsipan sumber daya alam dan budaya Indonesia; Publikasi hasil pengarsipan di pusat pengetahuan fotografi; Evaluasi hasil pengarsipan;
Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi dan UKM; Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
SASARAN 14: Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
Event fotografi Indonesia
1
x
x
x
x
SASARAN 13: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
1
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
SASARAN 12: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
2019
IklanParekraf.pdf
C
M
Y
CM
MY
CY
CMY
K
1
9/22/14
3:27 PM
126
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019