RENCANA PENGEMBANGAN
PENERBITAN NA SIONAL
2015-2019
RENCANA Pengembangan PENERBITAN nasional 2015-2019
:
i
Galih Bondan Rambatan
PT. REPUBLIK SOLUSI
iv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
RENCANA pengembangan PENERBITAN nasional 2015-2019
Tim Studi dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif: Penasehat Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Pengarah Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Harry Waluyo, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan Penanggung Jawab Poppy Safitri, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain, IPTEK M.Iqbal Alamsjah, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif berbasis Media Anna Suharti, Kasubdit Pengembangan Tulisan Fiksi dan Nonfiksi Tim Studi Galih Bondan Rambatan ISBN 978-602-72387-0-1 Tim Desain Buku RURU Corps (www.rurucorps.com) Rendi Iken Satriyana Dharma Sari Kusmaranti Subagiyo Yosifinah Rachman Penerbit PT. Republik Solusi Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
v
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD): Dra.Lucya Andams, Ketua Asosiasi Ikatan Penerbit Indonesia Hikmat Darmawan, Komunitas Komik Sinta Yudisia, Lingkar Pena Indonesia Aulia Halimatussadiah, Nulisbuku.com Hary Candra, Direktur Pesona Edukasi Sweta Kartika, Komikus
vi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Kata Pengantar Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang digerakkan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, dimana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Kita, secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Sehingga diperlukan upaya pengembangan ekonomi kreatif yang berkesinambungan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup. Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga memajukan aspek-aspek nonekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan dan peningkatan toleransi sosial. Penerbitan, sebagai salah satu dari 15 subsektor di dalam industri kreatif, merupakan kegiatan mengelola informasi dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar dan/atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media digital, ataupun media daring untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih tinggi. Saat ini masih ada masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan industri penerbitan di Indonesia, termasuk didalamnya jumlah dan kualitas orang kreatif yang masih belum optimal, ketersediaan sumber daya alam yang belum teridentifikasi dengan baik, keseimbangan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya budaya, minimnya ketersediaan pembiayaan bagi orang-orang kreatif, pemanfaatan pasar yang belum optimal, ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang kurang memadai, serta kelembagaan dan iklim usaha yang belum sempurna. Dalam upaya melakukan pengembangan industri penerbitan di Indonesia, diperlukan pemetaan terhadap ekosistem penerbitan yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance environment, dan pengarsipan. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple helix yaitu intelektual, pemerintah dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas kreatif dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi dan jaringan yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis dan komunitas. Keberhasilan ekonomi kreatif di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang menyeluruh dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
vii
Buku ini merupakan penyempurnaan dari buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009, di mana terjadi pergeseran definisi dan pemahaman penerbitan secara mendasar. Pada buku sebelumnya, pemakaian definisi mengacu pada penerbitan dan percetakan secara umum. Pada buku ini, subsektor penerbitan dan percetakan bergeser dan berfokus menjadi hanya penerbitan saja. Hal ini disebabkan karena dalam alur proses penerbitan sendiri sudah terdapat kegiatan percetakan, sehingga penerbitan tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan produksi karya tetapi lebih kepada proses penciptaan konten berkualitas meliputi kegiatan penyuntingan, proof reading, penyiapan disain dan layout, serta kegiatan penyebarluasan atau distribusi karya.Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data, informasi, telah melakukan sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif dan komunitas penerbitan secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan secara rinci pemahaman mengenai industri penerbitan dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan penerbitan lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri penerbian selama ini diharapkan dapat diatasi dengan baik, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, Penerbitan Indonesia dapat bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan.
Salam Kreatif
Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
viii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Daftar Isi Kata Pengantar................................................................................................................... vii Daftar Isi.............................................................................................................................. ix Daftar Gambar..................................................................................................................... xii Daftar Tabel......................................................................................................................... xiii Ringkasan Eksekutif..........................................................................................................
xiv
BAB 1 PERKEMBANGAN PENERBITAN DI INDONESIA.............................................
3
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Penerbitan di Indonesia.......................................................4 1.1.1 Definisi Penerbitan...................................................................................................4 1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Penerbitan.............................................................. 10 1.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan..............................................................................15 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Dunia.......................................................... 15 1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Indonesia................................................... 17 BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI PENERBITAN INDONESIA..
27
2.1 Ekosistem Penerbitan........................................................................................................28 2.1.1 Definisi Ekosistem Penerbitan................................................................................. 28 2.1.2 Peta Ekosistem Penerbitan........................................................................................30 2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan................................................................... 44 2.2.1 Peta Industri Penerbitan...........................................................................................44 2.2.2 Ruang Lingkup Industri Penerbitan......................................................................... 47 2.2.3 Model Bisnis di Industri Penerbitan......................................................................... 50 BAB 3 KONDISI UMUM SUBSEKTOR PENERBITAN DI INDONESIA............................
53
3.1 Kontribusi Ekonomi Penerbitan....................................................................................... 54 3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)................................................................ 58 3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan......................................................................................... 59 3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan...................................................................................60 3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga...........................................................................61 3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor................................................................................................62 3.2 Kebijakan Pengembangan Penerbitan............................................................................... 63
ix
3.3 Struktur Pasar Penerbitan................................................................................................. 64 3.4 Daya Saing Penerbitan......................................................................................................64 3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Penerbitan.......................................................65 BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN PENERBITAN INDONESIA........................................
73
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015—2019....................................... 74 4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Penerbitan............................................................ 75 4.2.1 Visi Pengembangan Penerbitan................................................................................ 77 4.2.2 Misi Pengembangan Penerbitan............................................................................... 78 4.2.3 Tujuan Pengembangan Penerbitan........................................................................... 78 4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Penerbitan................................................ 79 4.4 Arah kebijakan Pengembangan Penerbitan........................................................................ 82 4.4.1 Arah Kebijakan Penciptaan Sumber Daya Manusia Kreatif Penerbitan yang Berkualitas dan Berdaya Saing ................................................................................. 82 4.4.2 Arah Kebijakan Perlindungan, Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumber Daya alam dan sumber daya Budaya yang Mendukung Penerbitan Secara Berkelanjutan........................................................................................................... 82 4.4.3 Arah Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan Wirausaha, Usaha, dan Karya Kreatif Penerbitan yang Merata dan Berdaya Saing ............................................................. 83 4.4.4 Arah Kebijakan Penciptaan Pembiayaan, Kemudahan Akses dan Kompetitif Bagi Usaha, Wirausaha dan Orang Reatif Penerbitan....................................................... 83 4.4.5 Arah Kebijakan Perluasan Pasar Penerbitan di dalam dan Luar Negeri yang Berkelanjutan.......................................................................................................... 83 4.4.6 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Logistik dan Teknologi Pendukung Industri Penerbitan yang Tepat Guna, Mudah Diakses dan Kompetitif.................... 83 4.4.7 Arah Kebijakan Penciptaan Kelembagaan yang Kondusif dan Mengarusutamakan Kreativitas untuk Pengembangan Ekonomi Kreatif Penerbitan ................................ 83 4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Penerbitan....................................................... 84 4.5.1 Peningkatan Mutu Pengelolaan Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal Yang Mendukung Orang Kreatif Penerbitan Merata di Seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota......................................................................................................................... 84 4.5.2 Penyediaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana yang Mengarusutamakan Kreativitas SDM Penerbitan.................................................................................... 85 4.5.3 Penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan......................... 85 4.5.4 Penyediaan Data dan Informasi Sumber Daya Budaya yang Akurat Terpercaya dan Dapat Diakses Secara Cepat dan Mudah.................................................................. 86 4.5.5 Peningkatan Wirausaha Kreatif Penerbitan Lokal yang Berdaya Saing, Bertumbuh dan Berkelanjutan.....................................................................................................86 4.5.6 Peningkatan Usaha Kreatif Penerbitan Lokal yang Berdaya Saing............................ 86 x
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
4.5.7 Peningkatan Keragaman dan Kualitas Karya Kreatif Penerbitan Lokal Berbasis Budaya .................................................................................................................... 87 4.5.8 Penyediaan Pembiayaan Penelitian dan Pelestarian Karya Kreatif Penerbitan Berkaitan dengan Budaya Bangsa, Sastra dan Sejarah............................................... 87 4.5.9 Peningkatan Penetrasi dan Diversivikasi Pasar Karya Kreatif Penerbitan Nasional dan Internasional........................................................................................................... 87 4.5.10 Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur Logistik dan Jaringan Internet Yang Memadai dan Kompetitif......................................................................................... 88 4.5.11 Pengembangan Regulasi yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif untuk Meningkatkan Mutu Penerbitan Indonesia.............................................................. 89 4.5.12 Peningkatan Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan penerbitan indonesia Secara Berkualitas dan Berkelanjutan...................................... 89 4.5.13 Peningkatan Kreativitas Penerbitan Sebagai Paradigma Pembangunan dan dalam Kehidupan Masyarakat ........................................................................................... 90 4.5.14 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui Penerbitan........................................................... 90 4.5.15 Peningkatan Apresiasi Kepada Orang dan Karya Kreatif Penerbitan...................... 91 4.5.16 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui penerbitan........................................................... 91 BAB 5 PENUTUP..................................................................................................................
93
5.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 94 5.2 Saran................................................................................................................................ 95 REFERENSI...........................................................................................................................
99
LAMPIRAN............................................................................................................................. 101
xi
Daftar Gambar Gambar 1‑1 Perbedaan Alur Percetakan................................................................................. 5 Gambar 1‑2 Alur Penerbitan...................................................................................................8 Gambar 1‑3 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Penerbitan 2015–2019.....................11 Gambar 1‑4 Perkembangan Penerbitan di Dunia....................................................................24 Gambar 1‑5 Sejarah Perkembangan Penerbitan di Indonesia...................................................25 Gambar 2‑1 Hubungan Antar Komponen Dalam Ekosistem..................................................29 Gambar 2‑2 Peta Ekosistem Penerbitan...................................................................................31 Gambar 2‑3 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan......................................................................34 Gambar 2‑4 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan......................................................................43 Gambar 2‑5 Mitra Pekerja Kreatif Industri Penerbitan............................................................45 Gambar 2‑6 Peta Industri Penerbitan..................................................................................... 46 Gambar 2‑7 Usaha, Pengembangan, dan Derivatif Penerbitan...................................................51 Gambar 3‑1 Kontribusi terhadap total produk domestik bruto industri kreatif (2013)........... 58 Gambar 3‑2 Kontribusi terhadap total tenaga kerja industri kreatif (2013).............................59 Gambar 3‑3 Kontribusi terhadap total unit usaha bruto industri kreatif (2013)......................60 Gambar 3‑4 Kontribusi terhadap total konsumsi rumah tangga industri kreatif (2013).......... 61 Gambar 3‑5 Pertumbuhan ekspor 2010-2013.........................................................................62 Gambar 3‑6 Jumlah Penerbit yang Menjadi Anggota IKAPI s/d 2013.................................... 64 Gambar 3‑7 Daya Saing Penerbitan....................................................................................... 65
xii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Daftar Tabel Tabel 1‑1 Perbandingan Ruang Lingkup Penerbitan di Inggris dan Singapura.........................10 Tabel 2‑1 Daftar Pemenang KLA Tahun 2002-2013................................................................41 Tabel 2‑2 Daftar Konsumen Berdasarkan Jenis Buku yang diterbitkan.....................................44 Tabel 3‑1 Produktivitas Penerbitan Buku Negara Asia/tahun...................................................54 Tabel 3‑2 Kontribusi Ekonomi Subsektor Penerbitan 2010-2013............................................55 Tabel 3‑3 Pemetaan Kebijakan..................................................................................................63 Tabel 3‑4 Potensi Industri Penerbitan.......................................................................................66 Tabel 3‑5 10 Buku Terlaris di Indonesia...................................................................................67 Tabel 3‑6 Potensi dan Permasalahan Penerbitan.......................................................................67 Tabel 4-1 10 Buku Terlaris di Indonesia...................................................................................76
xiii
Ringkasan Eksekutif Buku ini merupakan penyempurnaan dari buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Seperti halnya terbitan sebelumnya, buku ini menerangkan pemahaman, ruang lingkup, serta evaluasi dan analisa permasalahan yang dihadapi oleh industri penerbitan dewasa ini hingga ke depannya. Walau menjelaskan kondisi industri penerbitan secara umum, buku ini lebih berorientasi pada pengembangan industri lima tahun ke depan. Metode utama yang digunakan dalam penyusunan laporan di buku ini adalah wawancara mendalam (In-Depth Interview atau IDI) dengan berbagai tokoh industri, serta tiga kali grup diskusi terfokus (Focus Group Discussion atau FGD) bersama para pemangku kepentingan industri yang dianggap dapat mewakili suara dan aspirasi industri secara umum, baik dari segi bisnis, komunitas, akademisi, pemerintah, maupun orang-orang kreatif. Selain itu, kajian literatur dari berbagai sumber yang dianggap relevan, baik nasional maupun internasional, juga dimanfaatkan sebagai pendukung. Hasil analisa dalam buku ini menunjukkan bahwa pemahaman industri penerbitan dan percetakan sebagai salah satu dari lima belas subsektor industri kreatif di Indonesia hendaknya difokuskan menjadi industri penerbitan saja. Namun, industri ini juga kini meliputi bukan hanya penerbitan cetak namun juga penerbitan digital dan daring. Terlepas dari itu, bagaimanapun, permasalahanpermasalahan lama seperti kurangnya minat baca masyarakat, minimnya keawasan dan apresiasi terhadap sastra Indonesia secara umum, pengadaan bahan baku kertas dan jalur distribusi buku yang masih terpusat dan kurang efisien, dan sebagainya masih kurang lebih sama dengan yang telah dialami selama dua puluh tahun terakhir. Sesungguhnya permasalahan-permasalahan ini dapat kurang lebih diatasi dengan memanfaatkan teknologi dan jejaring komunitas kreatif yang tersedia. Sayangnya, belum ada data komprehensif mengenai berbagai komunitas ini, dan kesadaran pemanfaatan teknologi bagi orang kreatif maupun wirausahawan kreatif juga dirasa masih kurang. Penelitian yang telah dilakukan sepanjang penulisan buku ini mengindikasikan tren yang positif, namun dengan beberapa rambu yang harus diwaspadai. Para pelaku menyarankan bahwa pengembangan yang dilakukan hendaknya berfokus pada empat hal utama berikut.
xiv
•
Pembuatan portal pendataan orang kreatif, wirausaha dan usaha kreatif penerbitan meliputi penerbit mandiri dan penerbit digital, karya kreatif penerbitan serta komunitas terkait industri penerbitan.
•
Perencanaan alternatif untuk menjaga kestabilan harga kertas dan tinta untuk menekan biaya produksi pencetakan serta alternatif jalur distribusi karya penerbitan cetak sehingga karya penerbitan dapat dinikmati secara merata di seluruh Indonesia.
•
Pengadaan festival buku tingkat nasional maupun internasional dan sejenisnya secara berkala yang bertujuan untuk promosi sekaligus penghargaan kepada pelaku industri penerbitan
•
Kegiatan sosialisasi kekayaan intelektual (IP) berkaitan dengan hak cipta karya kreatif penerbitan sehingga diakui dan memiliki daya saing tinggi. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
•
Kegiatan pemberdayaan dan kemitraan bersama komunitas penerbitan untuk membentuk dan meningkatkan kualitas orang kreatif dalam industri penerbitan
•
Pembentukan dan pelatihan kewirausahaan kreatif dalam industri penerbitan sehingga memperluas dan meningkatkan pendapatan usaha penerbitan Indonesia.
Disarankan bahwa tindak lanjut pertama yang harus dilakukan adalah melakukan koordinasi untuk merancang teknis pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan lima tahun kedepan bersama tim perumus profesional, pelaku industri kreatif penerbitan dan para pemangku kepentingan lainnya bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAF) untuk mewujudkan Penerbitan Indonesia yang bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan.
xv
If you fail to plan, you are planning to fail.
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PERIKLANAN 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TV & RADIO 2015-2019
VIDEO 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TEKNOLOGI INFORMASI 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
SENI RUPA 2015-2019
PENERBITAN 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
SENI PERTUNJUKAN 2015-2019
17
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
16
MUSIK 2015-2019
15
18
PENELITIAN & PENGEMBANGAN 2015-2019
PERFILMAN 2015-2019
14
KULINER 2015-2019
10
KERAJINAN 2015-2019
ARSITEKTUR 2015-2019
09
12 08
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
11
ARSITEKTUR 2015-2019
06 05 04
“ KEKUATAN BARU INDONESIA MENUJU 2025
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
xvi
“ Benjamin Franklin
2
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
BAB 1 Perkembangan Penerbitan di Indonesia
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
3
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Penerbitan di Indonesia Di Indonesia seringkali definisi penerbitan disamakan dengan definisi percetakan. Hal ini tidak hanya dipahami oleh masyarakat awam, tetapi juga oleh pelaku bisnis. Bahkan pemerintah sendiri masih sulit membedakan proses di antara kedua kegiatan tersebut. Padahal bila dilihat secara etimologis dan konseptual, kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat berbeda. Selain itu, definisi penerbitan dan percetakan juga telah mengalami pergeseran makna, ruang lingkup, bahkan karakteristik proses dan model bisnis searah dengan perkembangan informasi dan teknologi yang semakin maju. Pergeseran substansi industri penerbitan itu merupakan pergeseran pusat kreativitas dari kegiatan penerbitan dan percetakan ke arah yang lebih menitikberatkan pada produksi konten. Peran percetakan yang integral terhadap industri ini kini makin dapat digantikan oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pergeseran ini tentunya amat penting untuk dipahami jika kita ingin memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan relevan mengenai industri penerbitan sebagai salah satu subsektor industri kreatif di Indonesia. Oleh karena itu, walau pada praktiknya industri penerbitan dan percetakan masih sering berjalan sebagai satu kesatuan, ada baiknya jika dalam pemahaman ekonomi kreatif kita lebih menitikberatkan pada industri penerbitan sebagai pusat terjadinya kreativitas itu sendiri. Untuk memahami hal ini, sekaligus untuk menghindari berbagai kerancuan yang ada dalam pemahaman industri penerbitan dalam konteksnya sebagai salah satu subsektor industri kreatif di Indonesia, menjadi penting bagi kita untuk melihat definisi dan ruang lingkup pengembangan industri penerbitan di Indonesia.
1.1.1 Definisi Penerbitan Penerbitan berasal dari kata “publish” yang mulai dicatat pada awal 1570 dengan pemahaman “the issuing of a written or printed work” atau informasi yang ditulis atau pekerjaan yang dicetak. Pemahaman penerbitan mulai dikembangkan pada 1650 dari bahasa Prancis kuno yang menyebutkan bahwa kata “publish” berasal dari kata ‘publier’ yang mengandung arti “the act of making publicly known”. Sedangkan definisi “printing” berasal dari kata “preinte” yang diambil dari Prancis kuno dan bahasa Latin “premere” yang mengandung arti “top press” atau cetak. Berdasarkan pengertian tersebut, definisi penerbitan dan percetakan yang dikembangkan oleh European Commission and Skillset Assesment UK (2011) adalah: 1. Penerbitan dapat didefinisikan sebagai proses produksi dan penyebaran informasi, yaitu membuat informasi tersedia untuk publik. Informasi tersebut dapat berupa karya-karya seperti buku, majalah, koran, dan rekaman suara dalam bentuk cetak maupun elektronik. Fokusnya adalah menciptakan konten bagi konsumen. 2. Percetakan adalah proses untuk mereproduksi teks dan gambar, termasuk kegiatan pendukung yang terkait, seperti penjilidan buku, jasa pembuatan piringan, dan pencitraan data. Fokusnya adalah mereproduksi konten dalam bentuk media. Berdasarkan definisi tersebut, maka aktivitas dalam penerbitan lebih bersifat kreasi dan menitikberatkan pada muatan konten, sedangkan aktivitas pada percetakan lebih bersifat pada produksi dan replikasi hasil karya berisikan muatan konten tersebut. Dengan demikian, penerbitan dan percetakan memiliki aktivitas utama yang berbeda, tetapi sama-sama memiliki tujuan untuk memperoleh keluaran berupa produk informasi yang baik dan bermutu kepada masyarakat.
4
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 1 - 1 Perbedaan Alur Percetakan
Sumber: Lucya Andam, IKAPI (2014)
Hassan Pambudi, penulis buku Dasar dan Teknik Penerbitan Buku (1981), mendefinisikan kegiatan menerbitkan sebagai kegiatan yang “mempublikasikan kepada umum, mengetengahkan kepada khalayak ramai, kata dan gambar yang telah diciptakan oleh jiwa-jiwa kreatif, kemudian disunting oleh para penyunting untuk selanjutnya digandakan oleh bagian percetakan.”1
“
Penerbitan adalah kegiatan mempublikasikan kepada umum, mengetengahkan kepada khalayak ramai, kata dan gambar yang telah diciptakan oleh jiwa-jiwa kreatif.
“
Hasan Pambudi (1981)
(1) Hassan Pambudi, Dasar dan Teknik Penerbitan Buku (Jakarta: Sinar Harapan, 1981)
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
5
“
“
Publication is the distribution of copies or content to the public. WIPO (2012).
6
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Hal ini tentunya konsisten dengan padanan kata “penerbitan” dalam bahasa Inggris, yaitu “publishing”. Badan hak milik intelektual dunia, WIPO, mengembalikan pemahaman penerbitan pada asal katanya, yaitu “publik”. Dengan kata lain, penerbitan adalah industri yang mendistribusikan konten kepada publik. Di Indonesia, kita mengenal penerbitan dan percetakan sebagai salah satu subsektor industri kreatif yang perlu dipahami lebih jauh definisi dan ruang lingkupnya sesuai dengan konteks serta perkembangannya saat ini. Beberapa negara maju di Eropa, yaitu Inggris, Jerman, Spanyol, dan Prancis memfokuskan pengembangan ekonomi kreatifnya dalam ruang lingkup penerbitan (publishing), tanpa terlalu menekankan pada “printing” atau industri percetakan. Inggris
Jerman
Spanyol
Prancis
Industri Kreatif (Creative Industries)
Industri Kreatif dan Budaya (Culture & Creative Industries)
Industri Budaya (Culture Industries)
Sektor Budaya (Cultural Sector)
Arsitektur
X
X
-
X
Audio-visual (Film, TV, Radio)
X
X
X
X
Seni Pertunjukan
X
X
X
X
Perpustakaan
-
-
X
X
Desain
X
X
-
-
Pasar Barang Seni / Seni Rupa
X
X
X
X
Penerbitan
X
X
X
X
Mode
X
-
-
-
Perangkat Lunak /Multi Media
X
X
-
-
Museum/ Warisan Budaya
-
-
X
X
Musik
X
X
X
X
Kerajinan
X
-
-
-
Periklanan
X
X
-
-
Istilah yang digunakan
Sumber: Diadaptasi dari British Council’s Creative and Cultural Economy Series, Singapore (2010); Hotzl.K (2006) Creative Industries in Europe and Austria: Definition and Potential; dan Soenderman,.M et.al (2009) Culture and Creative Industries in Germany
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, hal tersebut disebabkan karena sesungguhnya kegiatan kreatif lebih berpusat pada penerbitan, sementara percetakan seringkali sekadar merupakan industri pendukung saja. Orang dan usaha kreatif di industri ini lebih menekankan pada konten, sesuatu yang berpusat pada rantai nilai penerbitan dan bukan percetakan. Jika dirunut perkembangannya, maka model kegiatan penerbitan mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan teknologi, yaitu:
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
7
1. Penerbitan Tradisional. Penerbitan secara tradisional meliputi kegiatan pemilihan, penyusunan, dan distribusi barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, dan brosur. Penerbit bertanggung jawab sepenuhnya dalam memutuskan isi, struktur, dan tampilan buku.2 2. Penerbitan Elektronik (Digital). Penerbitan elektronik mulai berkembang sehubungan dengan perkembangan Internet. Hal ini memengaruhi keluaran produk dan juga rantai nilai penjualan. Produk yang dulunya berbentuk fisik berubah menjadi bentuk digital. Dalam hal pemasaran, penerbitan model elektronik ini memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara pihak penerbit dengan konsumen akhir.3 3. Penerbitan Mandiri/Self-publishing. Penerbit memfasilitasi para penulis untuk mempublikasikan karya mereka sendiri dengan pencetakan sesuai permintaan (print on demand). Hal ini membantu para penulis pemula untuk menerbitkan dan memasarkan hasil karyanya tanpa harus mengajukan ke penerbit mayor. Keberadaan self-publishing memberikan efisiensi dalam hal produksi.4 Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka penerbitan saat ini tidak selalu diikuti dengan kegiatan percetakan dalam bentuk fisik ketika menciptakan sebuah konten informasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi mulai berkembang ke arah media digital/media baru. Berdasarkan alur penerbitan yang disusun oleh Ikatan Penerbitan Indonesia (IKAPI), aktivitas percetakan masuk ke dalam alur proses penerbitan, yang dilakukan setelah proses penyuntingan dan pemeriksaan aksara, sebelum didistribusikan ke toko buku baik secara konvensional maupun daring (dalam jaringan atau online). Gambar 1 - 2 Alur Penerbitan
Sumber: IKAPI, 2014
(2) (Gennard dan Dunn, 1983). Tolong ditulis dengan format yang sudah disepakati dengan Kemenparekraf. (3) (Ronte, 2001, Behar, et al., 2011). Tolong ditulis dengan format yang sudah disepakati dengan Kemenparekraf (4) (Wiener, 2013). Tolong ditulis dengan format yang sudah disepakati dengan Kemenparekraf
8
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Berdasarkan konsep yang telah dikembangkan oleh IKAPI, maka definisi percetakan tidak lagi dimaknai secara terpisah, tetapi menjadi satu bagian dalam proses penerbitan. Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa fokus utama dalam penerbitan adalah penciptaan konten kreatif yang membutuhkan sumber daya manusia kreatif yang bekerja mengelola informasi dengan mengandalkan ide atau gagasan (pemikiran kreatif). Oleh karena itu, lingkup pengembangan ekonomi kreatif akan berfokus pada penerbitan yang sarat dengan unsur kreativitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi penerbitan sebagai bagian dari ekonomi kreatif adalah:
“
Suatu usaha atau kegiatan mengelola informasi dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar dan/atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media digital, ataupun media daring, untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih tinggi.
“
Sumber: Focus Group Discussion Subsektor Penerbitan dan Percetakan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mei—Juni 2014
Dalam definisi penerbitan tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang dapat menjelaskan makna penerbitan secara lebih mendalam, yaitu: 1. Konten kreatif adalah informasi yang dikelola melalui proses kreativitas. 2. Keunikan adalah karya kreatif yang memiliki kekhususan atau keistimewaan, berbeda dari yang lain. 3. Diproduksi untuk konsumsi publik adalah karya kreatif yang langsung memenuhi keperluan hidup masyarakat (produk massal). 4. Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi, meliputi: a. Media Cetak, yaitu media yang terdiri atas lembaran kertas dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman; b. Media Digital, yaitu media yang terdiri atas data-data digital dan ditampilkan berupa kata-kata, gambar, video, maupun audio di layar; c. Media Daring, yaitu media digital yang dapat diakses secara luas melalui Internet. 5. Nilai adalah manfaat yang diperoleh, meliputi: a. Nilai ekonomi, yaitu nilai yang berhubungan dengan keuntungan secara finansial; b. Nilai sosial, yaitu penghargaan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu yang dianggap baik, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna; c. Nilai seni dan budaya, yaitu nilai yang berkaitan dalam pembuatan konten kreatif dengan pengejawantahan estetika dan rasa seni yang di dalamnya mengandung aspek kebudayaan.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
9
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Penerbitan Penerbitan memiliki tiga fungsi utama yaitu publikasi, reproduksi, dan penyebarluasan. Fungsi publikasi menjadi kunci utama dalam membangun pencitraan sebuah karya agar dapat diapresiasi oleh masyarakat dengan baik dan akhirnya meningkatkan nilai ekonomis karya yang dihasilkan. Proses publikasi erat kaitannya dengan kontrol kualitas di mana sebelum dipublikasikan sebuah karya harus melewati proses seperti penilaian ahli atau review, penyuntingan konten, penyuntingan bahasa, penggarapan desain, dan konversi format yang sesuai. Tujuannya adalah agar konten karya yang telah dipublikasikan layak untuk dikonsumsi publik dan bernilai ekonomis. Selain itu, penerbitan memiliki fungsi penggandaan atau reproduksi konten, yang dapat dilakukan melalui pencetakan ataupun media lainnya. Wadah penyimpanan konten yang dihasilkan penerbitan akan dikemas dalam media. Media yang dimaksud adalah media cetak, media elektronik, dan media daring, ataupun kombinasinya seperti pemanfaatan multimedia serta fitur-fitur media sosial, maupun potensi media lainnya yang mengikuti perkembangan teknologi. Dan yang terakhir, fungsi yang tak kalah penting dari penerbitan adalah penyebarluasan, yaitu bagaimana konten tersebut disalurkan ke masyarakat. Berdasarkan pemahaman di atas, maka penerbitan memiliki makna yang luas dan tidak terbatas pada penerbitan dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, atau jurnal dan buletin, tetapi mencakup pula konten-konten lainnya, seperti: musik, piranti lunak, atau film. Dengan kata lain, penerbitan merupakan media perantara yang mempertemukan antara produsen dengan konsumen. Setiap produsen bertujuan untuk memberikan informasi produk ataupun karyanya kepada konsumen. Sedangkan konsumen membutuhkan informasi mengenai sebuah produk ataupun karya agar dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, posisi penerbitan di dalam peta industri kreatif dapat dijadikan forward linkage (sebagai penerbit) maupun backward linkage (sebagai penyedia referensi) terhadap tujuh belas subsektor ekonomi kreatif maupun industri lainnya dalam rangka menyebarkan karya kreatifnya. Di negara-negara maju seperti Inggris dan Singapura, ruang lingkup penerbitan yang dimaksudkan berfokus pada publikasi karya kreatif yang memiliki hak cipta, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1-1. Tabel 1 - 1 Perbandingan Ruang Lingkup Penerbitan di Inggris dan Singapura
Inggris
Singapura
Penerbitan Buku
Penerbitan Buku
Penerbitan Surat Kabar
Penerbitan Surat Kabar
Penerbitan Jurnal dan Buletin
Penerbitan Jurnal dan Buletin
Penerbitan Lainnya
Penerbitan Lainnya
Penerbitan Permainan Komputer
Kegiatan Pemberitaan
Penerbitan Software lainnya Penerbitan Rekaman Musik Sumber: Department for Culture, Media & Sport Classifying and Measuring the Creative Industries (UK), 2011. British Council’s Creative and Cultural Economy Series, Singapore, 2010
10
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Berdasarkan pemahaman di atas dan diskusi yang dilakukan, maka ruang lingkup penerbitan dapat dipetakan seperti pada Gambar 1-3. Gambar 1 - 3 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Penerbitan 2015–2019
Ruang lingkup penerbitan dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dijelaskan secara lebih detail sebagai berikut: 1. Penerbitan Buku. Penerbitan buku adalah penerbitan yang mempublikasikan informasi atau gambar dalam bentuk buku. Di sini, buku dipahami sebagai kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Pendaftaran atau pendokumentasian karya dalam bentuk buku dilakukan menggunakan International Standard Book Number (ISBN). Berdasarkan jenis kontennya, buku dapat memuat konten fiksi maupun nonfiksi dengan penjelasan sebagai berikut: a. Konten fiksi adalah konten kreatif berupa tulisan, gambar ataupun kombinasinya yang berisi kisah rekaan, baik yang berlandaskan fakta-fakta nyata yang dibubuhi karangan pengarang maupun yang murni merupakan rekayasa semata. Orang kreatif yang mendukung karya fiksi meliputi novelis, cerpenis, dramawan, penyair, komikus, dan lain-lain.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
11
b. Konten nonfiksi adalah konten kreatif yang dalam penulisannya mengutamakan data dan fakta yang tidak berisi imajinasi atau rekaan penulis dan dapat dipertanggungjawabkan serta memiliki kelugasan makna. Orang kreatif yang mendukung karya nonfiksi meliputi para jurnalis, esais, penulis biografi, penulis fitur, penulis tulisan ilmiah, dan sebagainya. Selain itu, penerbitan buku berdasarkan kategori jenis penerbitan dapat dikelompokkan menjadi: a. Penerbitan Buku Umum, yaitu penerbitan buku-buku bertemakan umum. Kategorisasinya sebagai berikut: agama dan filsafat, bahasa, buku anak dan remaja, buku sekolah, buku teks, hobi dan interest, hukum, kedokteran, perempuan, komputer, manajemen dan bisnis, pertanian, psikologi dan pendidikan, referensi dan kamus, sastra dan novel, sosial politik, pariwisata dan peta. b. Penerbitan Buku Direktori, yaitu penerbit yang memproduksi milis, buku telepon, dan berbagai jenis direktori lainnya. Dalam perkembangannya, buku direktori ini makin banyak diterbitkan secara daring. 2. Penerbitan Media Berkala (Periodik). Penerbitan Media Berkala adalah penerbitan kumpulan tulisan yang muncul dalam edisi baru pada jadwal teratur, termasuk surat kabar, majalah, tabloid, buletin, jurnal, dan sebagainya. Ciri khas dari media berkala yaitu memiliki nomor yang menandakan volume dan isu penerbitan. Volume biasanya mengacu pada jumlah tahun publikasi yang telah beredar, sedangkan isu mengacu pada berapa kali media yang bersangkutan telah terbit selama tahun itu. Pendaftaran atau pendokumentasian media berkala dilakukan menggunakan International Standard Serial Number (ISSN). Jenis-jenis media berkala adalah sebagai berikut: a. Surat Kabar, didefinisikan sebagai publikasi yang menyajikan konten nonfiksi berupa informasi terbaru terkait kegiatan pemberitaan (jurnalistik) atau informasi lainnya, menggunakan jenis kertas murah yang disebut kertas koran. Hasil karyanya diterbitkan dan didistribusikan kepada konsumen atau pelanggan secara harian. Dalam perkembangannya, penerbitan koran juga makin sering disajikan menggunakan media daring, misalnya: The New York Times, Kompas, Suara Pembaruan, dan sebagainya. b. Majalah dan Tabloid, yaitu publikasi yang menyajikan informasi populer atau informasi dengan tema tertentu, disajikan dengan jadwal teratur secara mingguan atau bulanan. Konten yang dimiliki berfokus pada tema tertentu dan mengacu pada pembaca tertentu. Isinya dapat berupa fiksi dan nonfiksi. Contoh majalah, misalnya: majalah Time, National Geographics, Tempo, Intisari, Femina, hingga majalah-majalah remaja seperti Gadis dan Animonster. c. Buletin, yaitu publikasi oleh organisasi yang mengangkat perkembangan suatu topik atau aspek tertentu dan diterbitkan secara berkala dalam rentang waktu yang relatif singkat, dari harian hingga bulanan. Buletin ditujukan kepada khalayak yang sempit, yang berkaitan dengan bidang tertentu saja. Tulisan dalam buletin umumnya singkat dan padat, menggunakan bahasa yang formal dan banyak istilah teknis yang berkaitan dengan bidang tersebut.
12
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
d. Jurnal Akademik, yaitu publikasi yang mengembangkan konten nonfiksi hasil kajian akademik, identik dengan konten yang memiliki spesialisasi dalam suatu bidang akademik tertentu. Penerbit media ini umumnya merupakan universitas, lembaga ilmiah, atau usaha komersial yang berfokus pada suatu disiplin ilmu tertentu. 3. Penerbitan Perangkat Lunak (Software) Komputer. Secara teknis, penerbitan perangkat lunak komputer menerbitkan hasil-hasil karya kreatif dalam bentuk data yang diformat dan disimpan secara digital, termasuk program komputer, dokumentasi, dan berbagai informasi yang bisa dibaca dan ditulis oleh komputer. Walaupun berkaitan dengan penyediaan informasi kepada khalayak luas, pada praktiknya, penerbitan ini seringkali lebih terkait dengan subsektor teknologi informasi dan permainan interaktif. Yang termasuk dalam produk perangkat lunak komputer adalah: •
Perangkat lunak sistem yaitu program dasar yang berfungsi untuk mengontrol perangkat keras sehingga berinteraksi dengan komputer untuk menjalankan aplikasi perangkat lunak, contohnya adalah sistem operasi komputer seperti Ubuntu, Windows, Android.
•
Aplikasi perangkat lunak yaitu perangkat lunak yang melakukan tugas tertentu atau fungsi sebagai pengolah kata, misalnya Microsoft Word; Spreadsheet, misalnya Microsoft Excel; pengolah grafis, misalnya Adobe Photoshop, Corel Draw, ACDSee; software Internet browser, misalnya Internet Explorer, Mozilla Firefox.
•
Produk multimedia yaitu produk yang menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video dengan alat bantu dan koneksi sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya, dan berkomunikasi. Multimedia sering digunakan dalam dunia hiburan dan game.
Walau demikian, tidak jarang juga buku-buku panduan pemrograman dan sejenisnya yang diterbitkan bersamaan dengan CD yang berisi perangkat lunak yang bersangkutan. Dalam pengembangan subsektor penerbitan, bagaimanapun kita akan lebih berfokus pada konten yang disebarluaskan terutama dalam bentuk buku, tanpa mengabaikan potensi dan keterkaitan dengan subsektor-subsektor lain ini. 4. Penerbitan Audio-Visual Recording Penerbitan karya-karya kreatif dalam bentuk perekaman audio ataupun audiovisual, termasuk di dalamnya film, musik, dan video ataupun kombinasinya. 5. Penerbitan Lainnya. Penerbitan hasil karya kreatif berupa foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi karya seni, dan material periklanan serta materi cetak lainnya dengan tujuan komersial, ataupun penerbitan yang tidak termasuk ke dalam poin 1-4 tetapi konten ataupun pengembangan konten yang terdapat pada media yang diterbitkannya mempublikasikan dan mendistribusikan informasi untuk dikonsumsi publik.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
13
Adapun jenis-jenis media yang umum digunakan adalah sebagai berikut: 1. Media Cetak. Media cetak adalah media massa yang berbentuk printing yang dapat dinikmati atau diakses langsung oleh pengguna akhir. Media ini terdiri atas lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna dan halaman. 2. Media Elektronik. Media elektronik adalah media yang untuk mengakses kontennya diperlukan perangkat elektronik. Sumber media elektronik yang umum antara lain adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk analog maupun digital, walaupun saat ini yang berkembang pada umumnya berbentuk digital. Pada media elektronik, data/konten disimpan ke dalam media penyimpan data seperti CD, DVD, dll. 3. Media Daring. Daring adalah singkatan dari “dalam jaringan” (online), yaitu keadaan ketika seseorang terhubung dalam sebuah jaringan atau sistem yang lebih besar dalam situasi interaksi langsung antara manusia, komputer, dan internet. Sedangkan yang dimaksud dengan media daring adalah media yang digunakan untuk mengakses atau menyajikan informasi/konten dengan menggunakan bantuan atau perantara teknologi Internet. Yang termasuk dalam media daring antara lain adalah situs web, portal web, weblog (blog). Berikut penjelasannya: a. Situs web adalah halaman informasi yang disediakan kantor berita/perusahaan pers melalui jalur Internet, sehingga informasi bisa diakses dari seluruh dunia selama terkoneksi. Pada umumnya, situs web secara konvensional dikelola oleh suatu pihak. b. Portal web adalah situs web yang lebih menitikberatkan pada basis data dan interaksi pengguna, tidak jarang dengan menawarkan layanan lainnya seperti fasilitas surel, forum, basis data pengguna, interaksi media sosial, dan sejenisnya. c. Web log atau blog adalah media publikasi yang memuat tulisan (posting) berupa artikel atau sejenisnya secara berkala, yang diurutkan sesuai waktu dan dikelompokkan sesuai kategori jenis tulisan. Blog dapat dikelola secara perseorangan maupun organisasi atau komunitas, dan merupakan alternatif media bagi penulis pemula, karena media digital terbuka bagi siapa pun yang ingin membuat blog dan menerbitkan tulisan mereka sendiri secara berkala.
Karakter komik fiksi terkenal: si Juki
Penerbitan permainan interaktif, teknologi informasi, musik, dan film merupakan bagian subsektor yang berdiri sendiri dan sudah memiliki peran penerbitan secara spesifik dalam mengelola penyebarluasan dan pengelolaan hak cipta kontennya. Namun, dalam praktik pengembangan konten di industri kreatif, seringkali konten mengalami pengalihan media, misalnya dari novel menjadi film, film menjadi komik, komik menjadi mainan, dan lain sebagainya. Keterkaitan ini mengindikasikan kecenderungan kolaborasi yang kuat antarsubsektor ekonomi kreatif. Dalam kolaborasi ini, seringkali industri penerbitan menjadi kunci awal bagi pengembangan konten yang akan dialihmediakan, terutama dalam dunia komik dan buku-buku nonfiksi. Salah satu contohnya adalah novel Laskar Pelangi dan Perahu Kertas yang telah difilmkan, serta karakter komik fiksi terkenal Si Juki yang dikembangkan untuk menjadi sebuah ikon di Indonesia.
yang dibuat oleh Faza Meonk 14
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Dengan berbagai pertimbangan dan pemahaman tersebut, maka ruang lingkup industri penerbitan dalam konteks pengembangan subsektor industri kreatif di Indonesia meliputi dua kegiatan utama berikut ini: 1. Penerbitan Buku Umum. Dilaksanakan dengan fokus pengembangan pada keberlangsungan penerbitan buku cetak, khususnya buku-buku yang memiliki genre buku anak, sastra dan novel, komik ataupun buku-buku yang mencerminkan nilai budaya bangsa serta buku yang menjadi penunjang keberadaan ke-15 subsektor ekonomi kreatif lainnya. 2. Penerbitan Media Berkala. Penerbitan media berkala adalah penerbitan karya kreatif dalam jangka waktu tertentu. Fokus pengembangan industri penerbitan ini meliputi surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan jurnal akademik yang terkait dengan penyampaian informasi ataupun konten publikasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan pola pikir masyarakat secara umum.
1.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Dunia Perkembangan industri penerbitan tentunya sangat terkait dengan perkembangan teknologi pendukungnya. Berikut akan kita lihat sejarah perkembangan penerbitan dunia dari akar tradisionalnya hingga revolusi digital yang terjadi di masa kini, yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa masa, yaitu era pramodern, era modern (1800–1980), dan era digital (1980 sampai sekarang). Era Pramodern. Kegiatan penerbitan, yang didefinisikan sebagai penyebarluasan konten dalam wujud buku, telah ada jauh sebelum gagasan mengenai industri itu sendiri. Masa ini dikenal dengan masa pramodern, yaitu masa sebelum Revolusi Industri. 1. Tradisional (1000–1400). Kegiatan penerbitan mulai berkembang setelah bangsa Tiongkok memperkenalkan kertas kepada bangsa Eropa pada abad ke-11. Pada masa tradisional ini, kegiatan penerbitan bertujuan untuk penyampaian informasi atau korespondensi, serta untuk penyebarluasan ajaran-ajaran agama, terutama agama Kristen. Media yang digunakan adalah kertas dari serat papirus dengan ciri tulisan tangan atau cap. 2. Moveable Type (1400–1800). Mesin cetak diciptakan oleh Johann Gutenberg di Mainz, Jerman, pada abad ke-15. Moveable type menjadi awal Revolusi Gutenberg, yaitu ketika media mulai dapat diduplikasi dan disebarkan secara massal. Reproduksi tulisan secara massal ini pulalah yang mendorong orang untuk memikirkan hak cipta, hingga pada 1710 dikeluarkan Statute of Ann yang menjadi awal bagi perkembangan Undang-Undang Hak Cipta. Statute of Ann memperkenalkan dua konsep baru mengenai hak cipta, yaitu penulis sebagai pemilik hak cipta dan prinsip perlindungan untuk jangka waktu tertentu bagi karya yang diterbitkan. Era Modern (1800–1980). Revolusi Industri di Inggris mendorong pula berdirinya kegiatan penerbitan sebagai suatu industri tersendiri. Teknik-teknik litografi dan offset makin mempercepat kegiatan penerbitan. Berbagai kemelut sosial, politik, dan ekonomi dunia yang didorong oleh Revolusi Industri dan kapitalisme awal melahirkan permintaan yang tidak sedikit atas media massa yang tanggap dan informatif. Berbagai karya sastra, sains, dan filsafat di luar ajaran agama juga mulai banyak diminati seiring dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran Era Pencerahan.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
15
Pada era ini registrasi dan pengembangan hak cipta menjadi marak, sebagai cara perlindungan teknologi dan inovasi baru agar dapat dikembangkan secara massal tanpa kekhawatiran pencurian ide. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin penggunaan karya ciptaannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada 1974 berdirilah WIPO, sebuah badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mandat untuk mengelola hal-hal kekayaan intelektual dari negara-negara anggota PBB. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut dan makin berkembangnya teknologi media, kini telah banyak negara maju yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan sektor swasta dan menguatkan perlindungan hak cipta berkaitan dengan industri penerbitan. Dalam industri penerbitan, terdapat dua hak cipta yang berlaku, yakni hak cipta pembuat karya (penulis) dan hak cipta penerbit. Hak cipta pembuat karya adalah hak yang menyangkut isi/ konten. Hak cipta penerbit adalah hak atas bentuk buku, desain sampul, ilustrasi dalam buku, dan tata letak penulisan. Jika seorang pembuat karya menyetujui naskahnya diterbitkan oleh penerbit, maka pembuat karya tersebut akan menyerahkan hak cipta karyanya kepada penerbit secara tertulis dalam surat perjanjian kerja sama. Melalui surat perjanjian kerja sama itu, pihak pembuat karya akan mengetahui apa saja hak dan kewajibannya sebagai pemegang hak cipta. Sebaliknya, penerbit bisa mendapatkan hak-hak antara lain untuk menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil terjemahan karya penerbitan dalam bentuk cetakan, e-book ataupun konten lain. Pembuat karya selaku pemegang hak cipta berhak melarang perbanyakan karya oleh pihak lain tanpa seizinnya. Berkaitan dengan meningkatnya kesadaran pencipta bahwa suatu karya penerbitan bisa diterjemahkan ke dalam berbagai format atau lintas media, maka hak cipta menjadi penting (misalnya novel yang diterjemahkan ke dalam komik atau diadaptasi ke dalam film). Gagasan ini semakin meledak seiring menjamurnya format multimedia dan teknologi digital, yang kian memudahkan suatu karya untuk disalin, disebarluaskan, dan diterjemahkan ke dalam berbagai format baru. Sebagai contoh, menjelang pertengahan abad ke-20, komik-komik Amerika seperti Superman dan Flash Gordon mulai diadaptasi ke dalam kartun, film, dan serial televisi, tokoh-tokoh seperti Mickey Mouse digunakan dalam suvenir dan pakaian, dan raksasa-raksasa konten seperti Walt Disney dan DC Comics mulai bermunculan. Era Digital (1980 ke atas). Pada penghujung abad ke-20, industri penerbitan mulai memasuki Era Digital. Era ini ditandai dengan kelahiran Internet sebagai alternatif penyebarluasan informasi— yang dalam konteks penerbitan, semula hanya terbatas pada media cetak—serta fokus yang lebih tajam pada produk-produk kekayaan intelektual sebagai konten industri penerbitan itu sendiri. Hal ini merupakan pergeseran dari fokus sebelumnya pada teknologi-teknologi percetakan dan menandakan awal mula berdirinya industri percetakan dan penerbitan sebagai dua industri yang terpisah. Pada masa ini, aktivitas industri penerbitan semakin terkait dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Perkembangan ini membawa perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi konten informasi, misalnya, minat masyarakat terhadap e-books, media sosial, maupun jasa print on demand (POD), sehingga industri penerbitan pun mengalami perubahan untuk beradaptasi dengan
16
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
kondisi sosial yang baru ini. Di sisi lain, pada masa ini, percetakan pun mengalami perubahan yang signifikan, yaitu pembuatan dummy yang telah memanfaatkan mesin Computer to Print (CTP) yang mampu mempercepat proses pencetakan maupun penggandaan konten dalam bentuk media fisik. Kemajuan informasi dan teknologi terbaru telah mengguncang keberlangsungan industri penerbitan yang ada. Hal ini, diperkuat dengan berbagai isu pemanasan global dan gerakan-gerakan pengurangan penggunaan kertas yang makin marak, berkontribusi terhadap tren masyarakat yang bergeser dari konsumsi media cetak ke media digital. Perubahan ini pada akhirnya menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi industri penerbitan yang ada agar dapat bertahan. Oleh karena itu, usaha kreatif pada industri penerbitan membutuhkan inovasi dalam penciptaan karya yang menjawab kebutuhan pasar akan tren dan gaya hidup digital secara efektif dan efisien. Di sisi lain, perkembangan TIK juga menumbuhkembangkan keberadaan penerbit mandiri (selfpublisher). Kemajuan teknologi seperti print on demand dan e-book maupun media-media baca-tulis baru seperti situs web, blog, dan media sosial mendorong pertumbuhan pesat generasi penulis yang menerbitkan karya mereka secara mandiri. Kini, para penulis tidak memerlukan sumber daya yang banyak untuk mempublikasikan karya tulis mereka, sehingga kegiatan penerbitan menjadi jauh lebih demokratis, tanpa harus bergantung pada industri-industri besar. Penulis selaku penerbit mandiri bisa menerbitkan karya-karya tulis menggunakan berbagai sumber daya terbuka yang memfasilitasi penerbitan karya tulis mereka atau mempublikasikan sendiri karya mereka dalam blog maupun situs web. Tentunya, berbagai kebebasan tersebut datang dengan ragam tantangannya sendiri. Media yang terlalu terbuka dinilai kurang dapat mengasah kualitas insan kreatif yang berkarya di dalamnya, sedangkan longgarnya penyensoran disayangkan sebagian kalangan masyarakat yang dengan maraknya konten-konten yang dinilai kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Selain itu, teknologi digital juga memudahkan pembajakan karya dan penyebarluasannya, sebuah fakta yang kerap kali membuat panik para penerbit besar karena dinilai amat merugikan bisnis mereka.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Indonesia Sejarah penerbitan di mana pun tentunya terkait erat dengan sejarah pers, tak terkecuali di Indonesia yang kemudian dapat dirunut ke dalam beberapa masa, yaitu: masa penjajahan Belanda, Era Orde Lama, Era Orde Baru, Era Reformasi. Masa Penjajahan Belanda. Usaha penerbitan di Indonesia pada awalnya dimulai pada zaman penjajahan Belanda yang berfokus pada kegiatan pers, hal ini ditandai dengan diterbitkannya surat kabar pertama kali terbit pada 1615, yaitu Memoria der Nouvells, di mana teksnya ditulis dengan tangan. Lembar tersebut memuat informasi pemerintah VOC mengenai mutasi pejabat di wilayah Hindia Belanda. Lebih daripada satu abad kemudian, tulisan tangan tersebut diterbitkan kembali di surat kabar Bataviaasche Nouvelles pada 17 Agustus 1744 sebagai surat kabar pertama di Hindia Belanda. Surat kabar ini merupakan surat kabar pemerintah Hindia Belanda yang diterbitkan dan dicetak oleh VOC. Dalam surat kabar ini hampir seluruh halamannya dipenuhi oleh iklan. Setelah itu muncul pula penerbitan buku-buku sastra Melayu dan buku bahasa daerah. Pelaku usaha penerbitan pada zaman Belanda cenderung dikuasai oleh para pendatang dan pribumi. Dalam rangka mengimbangi perusahaan penerbitan yang dilakukan bangsa Indonesia, maka pada 1908 Pemerintah Belanda membangun usaha penerbitan milik Belanda bernama
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
17
Commissie voor de Volkslectuur yang selanjutnya dikenal dengan nama Balai Pustaka. Sebagai badan penerbitan, Balai Pustaka mencitrakan sekumpulan orang terhormat, terpelajar, dan paling berjasa dalam membangun sastra, bahasa, dan kebudayaan Indonesia. Salah satu penerbitan yang juga penting dalam sejarah kebudayaan dan sastra adalah Boekhandel Tan Khoen Swie. Boekhandel Tan Khoen Swie adalah penerbit yang menerbitkan buku-buku dengan penggunaan bahasa maupun gaya penulisan yang membangun nilai kultural dan estetik dalam setiap terbitannya. Kehadirannya memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan sastra, sehingga sampai saat ini buku-bukunya masih dianggap penting. Karya yang diterbitkan adalah versi-versi awal Serat Kalatidha (Ranggawarsita) dan Serat Wedhatama (Mangkunagara IV).5
Penerbit Balai Pustaka Sejarah perkembangan industri penerbitan sangat erat kaitannya dengan berdirinya perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara pertama bernama Balai Pustaka pada abad ke-18. Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (bahasa Belanda: Komisi untuk Bacaan Rakyat) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 1908 kemudian berubah menjadi Balai Poestaka pada 1917. Tujuan pendirian Balai Pustaka adalah untuk mengembangkan bahasa-bahasa daerah utama di Hindia Belanda. Bahasa-bahasa ini adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura. Melalui Balai Pustaka, Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat kuat dalam karya sastra melayu, seperti Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Serat Rijanto karangan Raden Bagoes Soelardi. Tetapi dalam perkembangannya, karya-karya yang dihasilkan oleh Balai Pustaka tidak lagi kompetitif dengan munculnya perusahaan penerbitan swasta yang menguasai industri dari hilir ke hulu.
Era Orde Lama. Setelah masa kemerdekaan, pada 1950-an penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian besar berada di Pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan pada 1950 masih diizinkan beroperasi di Indonesia.
(5) (Kristyowidi, B.I dan Moordiati, 2012).
18
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Pada 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia, termasuk Balai Pustaka. Setelah itu, pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan memberikan subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku nasional dan mewajibkan penerbit menjual bukubukunya dengan harga murah. Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat dengan cepat. Di samping itu, pada 1950, berdirilah Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang beranggotakan 13 penerbit Indonesia dan bertujuan untuk menaungi keberadaan penerbit-penerbit Indonesia. Masa tersebut juga ditandai oleh munculnya apa yang dikenal sebagai sastrawan angkatan 1945, yang mempunyai karakteristik revolusioner dan penuh dengan nasionalisme, bebas berkarya sesuai dengan alam kemerdekaan dan hati nurani. Para sastrawan angkatan ini antara lain Chairil Anwar (Kerikil Tajam), Idrus (1948), dan Achdiat K.Miharja (Atheis). Selain itu, sejak 1950–1960-an, muncul pula komik-komik silat seperti Sri Asih (1954) karya R.A. Kosasih dan Si Buta dari Goa Hantu (1967) karya Ganes T.H. Terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B Jassin menandakan munculnya sastrawan angkatan 1950–1960-an, antara lain Pramoedya Ananta Toer (Bukan Pasar Malam), N.H. Dini (Dua Dunia), Mochtar Lubis (Tak Ada Esok), Ajip Rosidi (Tahun-Tahun Kematian), dan W.S. Rendra (Balada Orang-Orang Tercinta). Era Orde Baru. Pada 1965, penerbit yang menjadi anggota IKAPI telah berjumlah lebih daripada 600, namun saat itu terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Pada akhir 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, hanya 25% penerbit yang bertahan dan situasi perbukuan mengalami kemunduran. Masa Orde Baru dikenal sebagai masa kelam bagi industri penerbitan maupun pers. Pada masa ini, aktivitas penerbitan ditandai dengan pembredelan dan penahanan, dan tidak sedikit wartawan ataupun penulis yang dikucilkan dan dianiaya. Buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, dan beberapa pengarang lainnya tidak dapat dipasarkan karena dianggap bertentangan dengan ideologi yang berlaku pada masa itu. Namun, bukan berarti dunia sastra Indonesia mati. Pada 1966–1970-an, ditandai dengan terbitnya majalah Horison pimpinan Mochtar Lubis, muncul generasi sastrawan baru, antara lain Taufik Ismail (Puisi-Puisi Langit), Umar Kayam (Para Priyayi), Sapardi Djoko Darmono (Dukamu Abadi) dan Leon Agusta (Monumen Safari). Pada 1980 pemerintah Indonesia menyadari pentingnya peran buku untuk memajukan peradaban bangsa sehingga pada 17 Mei 1980 pemerintah membangun Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang berlokasi di Jakarta. Selanjutnya pada 17 Mei diperingati sebagai hari buku nasional
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
19
Sumber: www.profil.merdeka.com
Pramoedya Ananta Toer Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah pada 1925. Pram adalah salah satu sastrawan besar Indonesia yang telah menghasilkan artikel, puisi, cerpen, dan novel lebih daripada 50 karya dan telah diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Dalam perjalanan hidupnya, beberapa karya Pram dilarang untuk dipublikasikan karena dianggap mengganggu keamanan negara pada zamannya. Meskipun demikian, Pram mendapatkan banyak penghargaan dari lembaga-lembaga di luar negeri. Salah satunya pada 1995, Pram memperoleh Ramon Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina, 1995 untuk kategori Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif. Pram meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun. Ia merupakan sosok idealis dalam dunia kesastraan Indonesia. Karya-karya terbaik yang telah dihasilkannya antara lain, Bumi Manusia, Gadis Pantai, Arus Balik, dan N yanyi Sunyi Seorang Bisu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Willem Samuels, dengan judul The Mute’s Soliloquy: A Memoir. Pram memperoleh penghargaan di antaranya: Freedom to Write Award dari PEN American Center, AS, 1988; Penghargaan dari The Fund for Free Expression, New York, AS, 1989; Wertheim Award, untuk pelayanannya dalam memperjuangkan emansipasi orang Indonesia dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda, 1995; UNESCO Madanjeet Singh Prize, sebagai pengakuan pada kontribusinya dalam mengkomunikasikan toleransi dan tanpa kekerasan dari UNESCO, Prancis, 1996; Doctor of Humane Letters, sebagai pengakuan pada tulisannya yang melawan tirani dan perjuangannya dalam kebebasan intelektual dari Universitas Michigan, Madison, AS, 1999; Chancellor’s distinguished Honor Award, untuk kontribusinya terhadap toleransi etnis dan pemahaman global, dari Universitas California, Berkeley, AS, 1999; Chevalier de l’Ordre des Arts et des Letters, dari Le Ministre de la Culture et de la Communication Republique, Paris, Perancis, 1999; New York Foundation for the Arts Award, New York, AS, 2000; Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka), Jepang, 2000; The Norwegian Authors Union, 2004; Centenario Pablo Neruda, Chili, 2004.
20
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Era Reformasi. Setelah Reformasi bergulir tahun 1998, kebebasan penerbitan dan pers mulai diperoleh kembali. Pada 1999, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di dalam undang-undang yang menyangkut kebebasan pers, tidak ada lagi penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran pada pers nasional. Setelah itu, terjadilah booming penerbitan media massa yang menghasilkan potret dunia penerbitan di Indonesia yang jauh lebih terbuka dibandingkan masa-masa sebelumnya. Fenomena ini ditandai dengan munculnya media-media baru baik cetak maupun elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Namun, di sisi lain, beberapa pihak beranggapan bahwa tidak ada keseimbangan antara kebebasan pers/penerbitan dengan tanggung jawab sosial. Media menjadi bebas untuk mengeksploitasi informasi bersifat sensasional tanpa ada penegakan terhadap peraturan perundangan serta etika jurnalistik yang berlaku. Oleh karena itu keberadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau menindaklanjuti kebijakan mengenai konten perlu segera diberikan wewenang yang memadai. Dari sisi karya, misalnya terkait dengan komik, di masa ini ditandai dengan munculnya generasi baru komikus Indonesia seperti Is Yuniarto dengan komik Wind Rider-nya pada pertengahan akhir 2000-an. Selain itu, tidak sedikit buku terbit dan kemudian menjadi bestseller alias laris manis di pasaran dan terus diperbincangkan publik. Novel-novel ini banyak juga yang lantas diadaptasi menjadi film, antara lain Laskar Pelangi, Jakarta Undercover, Habibie & Ainun, serta karya-karya Raditya Dika yang juga sukses secara komersial dan mencetak tren sastra pribadi di dunia penerbitan. Memasuki era digital dan Internet, timbul dilema dalam keberlangsungan karya penerbitan cetak. Pada era digital, sumber informasi yang mudah diakses lewat berbagai media, tidak hanya media cetak, membuat daya tarik konsumen terhadap karya penerbitan cetak mulai menurun, terganti oleh karya cetak digital. Pada era ini, banyak penerbit di Indonesia mulai memanfaatkan format buku digital (e-book) untuk pembacanya. Era ini juga ditandai dengan munculnya penerbitpenerbit mandiri (self-publisher) yang memberikan kemudahan kepada penulis untuk menerbitkan karya kreatifnya dan memasarkannya secara mandiri. Penerbitan mandiri memiliki prinsip bahwa setiap penulis berhak menerbitkan buku seperti apa pun yang mereka kehendaki. Konsep pelayanan penerbitan self-publisher adalah membantu mewujudkan impian penulis menerbitkan buku secara gratis dan mudah. Bila dilihat dari sejarah pendiriannya, keberadaan self-publisher di Indonesia sudah dimulai pada 2008 dengan berdirinya komikoo.com. Komikoo adalah portal pertama di Indonesia yang memuat komik online dengan konten swadaya dari para anggotanya. Keberadaannya sebagai pelopor situs komik Indonesia online memberikan kesempatan kepada komikus (penulis) berbakat untuk berekspresi atau menampilkan karya-karyanya. Perkembangan kondisi pasar dan tingginya penetrasi penggunaan Internet di Indonesia juga menjadi alasan berdirinya platform startup self-publishing online pertama di Indonesia bernama Nulisbuku.com oleh Aulia Halimatussadiah (Ollie) dan teman-temannya pada 2010. Pendiriannya dilatarbelakangi kesulitan yang dialami beberapa penulis untuk menerbitkan buku yang mengalami penolakan dari penerbit besar karena dianggap tidak sesuai dengan selera pasar.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
21
Dalam pemasarannya, selain menggunakan media sosial untuk kegiatan promosi, nulisbuku.com juga bermitra dengan salah satu toko buku online bernama Kutukutubuku.com (sebuah toko buku online yang menjual dan memasarkan buku-buku dengan beragam kategori dan produksi dalam dan luar negeri). Pada 2012, keberadaan self-publisher lainnya mulai bermunculan. Salah satunya adalah dapurbuku.com oleh Jonru Ginting, seorang penulis, blogger dan entrepreneur di bidang penulisan. Dapurbuku bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan nilai jual buku-buku self-publishing di Indonesia. Pada awal 2013, penerbit di Indonesia mulai mengembangkan format buku digital versi keempat atau yang dikenal dengan buku digital interaktif. Melalui buku tersebut, konsumen dapat membaca karya penerbitan secara interaktif dan aplikatif. Salah satu penerbit Indonesia yang sukses mengembangkan karya penerbitan digital adalah PT Pesona Edu. Oleh karena itu, dalam perkembangannya ke depan, penerbit Indonesia akan menghadapai banyak tantangan, di satu sisi karya cetak penerbitan mulai ditinggalkan konsumen seiring perkembangan teknologi, tetapi di sisi lain penerbitan karya digital muncul dengan versi yang terus berkembang tetapi belum sepenuhnya dapat menggantikan karya cetak penerbitan. Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah dalam mengatur kebijakan karya cetak penerbitan yang memperhatikan keberlangsungan karya penerbitan cetak dan digital secara merata di seluruh Indonesia.
Situs Nulisbuku.com
22
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Nulisbuku.com adalah sebuah perusahaan jasa layanan penerbitan mandiri (online self-publishing print on demand) di Indonesia yang membantu mewujudkan impian semua orang menerbitkan buku secara gratis dan mudah. Kehadirannya lebih sebagai mitra para penulis untuk menerbitkan buku sendiri. Nulisbuku.com menyediakan sebuah toko buku online yang digunakan sebagai tempat untuk berbagi atau menjual sebuah karya (buku) yang telah diterbitkan. Keunikan dalam pelayanannya adalah penulis dapat menentukan sendiri harga jual buku dan royaltinya sendiri. Dalam perkembangannya Nulis.buku.com memiliki anggota sebanyak 36.000 (active) dan 10.000 (inactive). Jumlah buku yang telah diterbitkan sebanyak 3.880 naskah. Twitter @nulisbuku memiliki 100.000 followers dengan Facebook Nulisbuku.com 25.146 likes. Nulisbuku.com telah memiliki 55% web visitors menggunakan desktop, 44% menggunakan smartphone, sisanya menggunakan tablet.
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
23
Gambar 1 - 4 Perkembangan Penerbitan di Dunia
1892
1891
Mesin pencetakan 4 warna ditemukan
UU Hak Cipta 1891 melarang penerbitan kembali judul bahasa Inggris dalam bentuk kertas, membuat novel hampir tidak ada
Penerbitan Readers Digest dimulai
500 SM Penemuan kertas yang terbuat dari serat papyrus sebagai media menulis/media informasi sekitar sungai Nil
Penemuan kertas oleh bangsa Tiongkok
ERA PRAMODERN
808
1922
1923
105 SM
The Diamond Sutra, sebuah gulungan tujuh halaman yang dicetak dengan balok kayu di atas kertas, yang diproduksi di Cina
Penerbitan National Geographic dimulai
Penerbitan Time mulai muncul
1970
1982
1980
Transmedia storytelling mulai dikembangkan
1985
1440
ERA PRAMODERN
Jerman Johann Gutenberg menciptakan mesin pencetakan pertama di dunia
Munculnya toko buku swasta sehingga mematikan toko buku kecil bangkrut
Gutenberg mencetak buku pertamanya dalam bentuk Injil
Surat Kabar Dunia Pertama yang diterbitkan di Jerman
1990 Kebanyakan surat kabar mulai menggunakan teknik produksi digital dan layout menggunakan perangkat lunak
1455
1605
Dengan tersedianya relatif murah printer laser dan komputer, alat untuk desktop publishing mulai umum digunakan
Akademik Amerika Encyclopedia tersedia pada CD-ROM. Ini adalah karya referensi pertama kali diterbitkan pada media ini
Cina dan Korea mengembangkan teknik pencetakan movable type, menggunakan tanah liat, kayu, perunggu dan besi
Konsep Internet mengambil alih dunia
Kadokawa Shoten mempelopori industri konten melalui gerakan Media Mix
1986 1982
abad ke-11
1995
1996
ERA MODERN
1899
Penerbit Amazon.com memulai penjualan secara online
1997
1731
Beberapa surat kabar tradisional meluncurkan versi online untuk internet
Majalah majalah modern pertama, diterbitkan di Inggris ‘The Gentleman’
1790
1796
Penemuan Kamera oleh Thomas Wedgewood
Jerman Alois Senefelder mengembangkan litografi, metode transfer gambar yang menghasilkan gambar berkualitas tinggi dicetak
1843 Mesin tenaga uap mendorong penemuan mesin pencetakan yang efisien dan menbawa bisnis penerbitan menjadi manufaktur
1999 Blogger ditemukan dan Self-publishing mulai berkembang. Kehadiran self-publisher memberikan orang blog gratis untuk berbagi pikiran, pendapat, dan menulis secara online
Twitter muncul sebagai cara baru menerbitkan informasi pendek serta cara baru untuk menyampaikan berita dan menyebarkan informasi
2006
2007 Amazon Kindle rilis penjual, yang mulai mendapatkan traksi
1886 Penemuan linotype
2010 Untuk pertama kalinya, eBook out penjualan buku cetak di Amazon
2011
24
Penjualan tablet terus tumbuh, membuat eBook lebih populer dari sebelumnya
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 1 - 5 Perkembangan penerbitan di Indonesia
1972 1966-1970
Penerbit Gramedia Pustaka Utama berdiri untuk memberikan layanan jasa cetak Koran, tabloid, buku, majalah dan material promosi
Mulai bangkitnya dunia sastra Indonesia. Ditandai dengan munculnya majalah Horison oleh Muchtar lubis, dan beberapa sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono, Taufik Ismail
1980
ERA penjajahan belanda
1615 Surat kabar pertamakali terbit yaitu “memoria der Nouvells”
Penerbitan Karya Sitti nurbaya, Marah Rusli ,oleh Balai Pustaka
1908
1945 Muncul Sastrawan angkatan 45, antara lain Chairil Anwar, Idrus
ERA orde lama
1950
1999
1955 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia
Subsidi bagi penerbit dihapus, matinya kebebasan pers
1965 1967 Penerbitan karya Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes T.H
BAB 1: Perkembangan Penerbitan di Indonesia
Terbitnya karya Kisah Asuhan H.B Jassin, dan beberapa sastrawan pada zaman ini adalah Pramoedya Ananta Toer, Ajip Rosidi, W.S Rendra
ERA orde baru
Booming penerbitan media massa
2000
2001 Industri buku mulai mengembangkan e-book
1950
1950-1960
2000
Kebebasan penerbitan dan pers mulai diperoleh kembali
1954 Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) didirikan oleh 13 penerbit
Internet mulai masuk ke Indonesia
Adanya gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
Penerbitan swasta nasional milik pribumi mulai bermunculan
Terbitnya konten lokal komi berjudul Sri Asih oleh R.A Kosasih
1990
1998
Pendirian usaha penerbitan milik Belanda Commissie voor de Volkslectuur, yang sekarang bernama Balai Pustaka
1922
ERA REFORMASI
Pembangunan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Tanggal 17 Mei 1980. Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional
2001
Munculnya generasi baru komikus Indonesia seperti Is Yuniarto
2005
Mulai berkembangnya pengembangan software pendidikan di Indonesia
Penerbitan Laskar Pelangi, novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka
2010
2013 Berkembangnya buku digital interaktif di Indonesia
Berdirinya platform startup self-publishing online pertama di Indonesia
2014 ASEAN Literary Festival 2014. Pada festival ini sastrawan dan aktivis Wiji Thukul mendapat penghargaan atas dedikasinya menyuarakan pesan moral, keadilan dan sosial
2008 Berdirinya portal komik online komikoo.com di Indonesia
2015 Indonesia menjadi Guest of Honour dalam Frankfurt Bookfair
25
26
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
27
2.1 Ekosistem Penerbitan Membuat dokumen perancangan program pengembangan suatu subsektor industri kreatif tentunya membutuhkan pemahaman yang komprehensif dan mendalam mengenai subsektor tersebut. Dengan tujuan itulah bab berikut disusun. Di sini, kita akan melihat ekosistem dan ruang lingkup dari industri penerbitan itu sendiri. Perlu dicatat bahwa yang tertera di sini merupakan sebuah model dari kondisi ideal dunia penerbitan yang hendaknya menjadi acuan pengembangan subsektor penerbitan di Indonesia. Model kondisi ideal ini dibangun berdasarkan hasil kajian yang sudah dilakukan, sedangkan untuk penjelasan mengenai kondisi aktual penerbitan di Indonesia akan dijelaskan dalam pembahasan mengenai dinamika yang akandiacu pada setiap proses di dalam ekosistem. Dengan demikian, perbedaan antara kondisi ideal yang diharapkan dengan kondisi penerbitan aktual di Indonesia akan terlihat jelas.
2.1.1 Definisi Ekosistem Penerbitan Ekosistem secara umum didefinisikan sebagai suatu tatanan kesatuan yang utuh dan menyeluruh antara segenap unsur yang saling memengaruhi. Ekosistem yang dimaksud dalam proses pemetaan Ekonomi Kreatif adalah sebuah sistem di mana setiap unsur yang berada di dalamnya memiliki hubungan timbalbalik sehingga membentuk sebuah lingkungan yang saling bergantung dan memberikan manfaat. Ekosistem subsektor penerbitan adalah sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif khususnya di industri penerbitan dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif. Di dalam ekosistem ini, terdapat aktivitas utama, aktivitas pendukung, peranan dan pelaku yang terlibat di dalamnya, serta keluaran dari setiap proses rantai nilai kreatif. Ekosistem ini menjelaskan keterkaitan antar tiap-tiap komponennya dalam sebuah siklus. Rantai nilai kreatif menjelaskan proses pertambahan nilai dalam penciptaan karya kreatif hingga dikonsumsi oleh pasar. Karya kreatif yang dihasilkan kemudian diapresiasi di dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) yang merupakan lingkungan di mana proses penciptaan karya kreatif dapat bertumbuh dan berkembang dengan menghasilkan orang-orang kreatif baru untuk berkarya dan mendorong orang-orang kreatif yang pernah berkarya untuk kembali menghasilkan karya-karya kreatif berikutnya. Ekosistem dalam pengembangan industri penerbitan meliputi empat komponen utama, yaitu: 1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain). Rantai nilai kreatif merupakan sebuah proses penciptaan nilai tambah yang didukung oleh Industri utama (core indsustry) sebagai penggerak dan backward-andforward linkage industry merupakan industri yang mendukung proses penciptaan nilai tambah di industri kreatif utama. Rantai nilai dalam industri penerbitan meliputi proses kreasi, produksi, distribusi, dan penjualan. 2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment). Lingkungan pengembangan adalah lingkungan yang dapat menggerakkan dan meningkatkan kualitas proses penciptaan nilai kreatif meliputi pendidikan dan apresiasi. Mata rantai pendidikan adalah proses pembelajaran yang meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku yang sangat berpengaruh pada penciptaan orang kreatif. Kegiatan pendidikan ini meliputi: (1) pendidikan formal, yaitu pendidikan di sekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas; (2) nonformal, yaitu pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; dan (3) informal, yaitu pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Mata rantai apresiasi merupakan tanggapan terhadap karya,
28
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
orang kreatif, serta proses penciptaan nilai kreatif yang menstimulasi peningkatan kualitas karya, orang, dan proses kreatif tersebut. Apresiasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu apresiasi oleh pasar (konsumen, audiens, dan customer); dan apresiasi terhadap orang, karya, dan proses kreatif. Kegiatan apresiasi oleh pasar dapat ditunjukkan dari konsumsi serta tanggapan pasar terhadap karya, orang, dan proses kreatif, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya kreatif dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, dan juga apresiasi terhadap HaKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Apresiasi oleh pasar dapat ditingkatkan melalui proses peningkatan literasi masyarakat terhadap kreativitas, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya kreatif dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan orang serta karya kreatif tersebut kepada masyarakat. Dengan adanya kegiatan apresiasi yang baik, maka orang-orang kreatif akan terdorong untuk terus berkreasi. 3. Pasar (Market). Dalam ekosistem penerbitan dapat dibedakan menjadi konsumen umum yang dapat dikategorikan sebagai konsumen sekolah, rumah tangga, perguruan tinggi, profesi, kelompok hobi, dan pemerintah. Sedangkan konsumen ahli dapat dikelompokkan menjadi pakar, pengamat, dan peneliti. 4. Pengarsipan (Archiving). Sistem pengarsipan yang telah diterapkan di Indonesia adalah sistem ISSN (International Standard Serial Number) yang diperuntukkan bagi publikasi berkala media cetak ataupun elektronik dan ISBN (International Standard Book Number) yang diperuntukkan bagi identifikasi buku. Kedua standar ini merupakan adaptasi dari standar internasional yang diberikan oleh lembaga yang berwenang. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemantauan atas seluruh publikasi terbitan berkala yang diterbitkan di Indonesia. Oleh karena itu PDII menerbitkan ISSN yang merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global. Sedangkan Perpustakaan Nasional merupakan satu-satunya lembaga di Indonesia yang berwenang untuk mengeluarkan ISBN. Dengan adanya sistem pengarsipan ini, maka publikasi di Indonesia dapat terdokumentasikan dengan baik. Keempat komponen dalam ekosistem saling berinteraksi dan merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap komponen dalam ekosistem mempunyai peran yang berbeda dan saling mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam setiap komponen tersebut. Keterkaitan antar komponen dapat dilihat pada Gambar 2-1. Gambar 2 - 1 Hubungan Antar Komponen Dalam Ekosistem
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
29
2.1.2 Peta Ekosistem Penerbitan Secara mendetil, keempat komponen ekosistem tersebut dalam praktiknya pada subsektor industri penerbitan dapat kita petakan sebagai berikut.
A. Rantai Nilai Kreatif Komponen rantai nilai kreatif (creative value chain) merupakan proses utama yang terjadi pada industri penerbitan. Pada bagian ini terjadi proses kreasi yang merupakan awal dari terciptanya output dalam industri penerbitan hingga output tersebut ditampilkan atau diserap oleh pasar. Pada umumnya, rantai proses yang terjadi adalah kreasi – produksi – distribusi – penjualan. Pada rantai proses ini, orang kreatif di setiap industri penerbitan memegang peranan penting agar seluruh proses berjalan dengan baik.
A.1 Proses Kreasi Kreasi adalah proses penggagasan ide yang diterjemahkan menjadi produk konten. Kreator adalah seseorang yang menciptakan ide atau melahirkan gagasan yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah karya kreatif. Proses kreasi menitikberatkan pada muatan konten dari hasil karya kreator. Dalam praktiknya, jenis kreator bisa bermacam-macam tergantung konten yang dihasilkan, misalnya penulis, komikus, dan jurnalis.Dalam konteks industri penerbitan, tahap kreasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merubah ide atau gagasan maupun informasi menjadi konten sebuah karya yang baik. Hal tersebut dapat diterjemahkan dalam lingkaran aktivitas sebagai berikut:
Konseptualisasi Ide Konsep ide dan inovasi berawal dari individu/kelompok/institusi yang memiliki gagasan yang kemudian dituliskan menjadikarya atau konsep untuk dijadikan bahan tulisan ataupun karakter tokoh dalam sebuah cerita. Hal ini berkaitan dengan pengertian inovasi yaitu menciptakan atau mengembangkan perubahan dari sesuatu yang belum ada menjadi ada (Schumpeter dalam Sozio, 2011). Pencarian ide sendiri adalah sebuah proses yang terjadi di dalam diri seseorang untuk menemukan konten yang akan ditulis. Ide dapat berupa kerangka menulis, tema, ataupun potensi dan permasalahan nyata yang ingin digali.
Eksplorasi Konten Dalam industri penerbitan, pencarian sebuah gagasan atau inovasi terbaru yang tertuang dalam sebuah naskah atau draf dapat dilakukan oleh penulis, penerbit, ataupun melalui agen naskah. Ide sangat dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan dan budaya. Proses pendidikan menjadi kunci utama seseorang menemukan dan menuliskan ide mereka. Selain itu faktor lingkungan memiliki pengaruh yang kuat dalam pembuatan ide. Pada umumnya, industri memerlukan konten yang mampu menjawab kebutuhan ataupun selera pasar.Keberadaan pasar yang berubah sangat berpengaruh terhadap konten penulisan dan hal ini mendorong penerbit ataupun agen naskah melakukan riset dan pengembangan pasar untuk menemukan ide tulisan sebagai bentuk perkiraan karya apa yang akan laku dijual. Proses kreasi dalam industri penerbitan umumnya berjalan dua arah antara penerbit dan kreator dan dikerjakan berulang-ulang sampai terjadi kesepakatan. Di negara-negara maju, agen naskah (literary agent) berperan tinggi dalam mencari karya tulis yang baik untuk dihubungkan dengan penerbit yang tepat. Literary Agentatau agen naskah berfungsi untuk menjembatani antara penulis dengan penerbit dan bertugas untuk menilai dan memberi saran pengembangan naskah,misalnya dalam hal cakupan, penyusunan isi, cara penyajian, dan penggunaan bahasa.
30
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 2 - 2 Peta Ekosistem Penerbitan
Faktor Lingkungan: Trend / Lifestyle
Faktor Pendidikan dan Budaya Literasi
Penghargaan
Beasiswa
Insentif
Institusi Pendidikan
Kritikus Komunitas
Industri Media
Asosiasi Penerbitan
Asosiasi Percetakan
Konsumen Kebijakan Keterbukaan Informasi dan Komunikasi
Kebijakan Plagiarisme
Kebijakan HAKI
Riset dan Pengembangan : 1. Pasar/Selera Konsumen 2. Kebutuhan Konsumen
Pemerintah Kebijakan Bahan Baku
Kebijakan IT
Pemantauan inflasi harga bahan baku
Kebijakan Distribusi Berkaitan Dengan Perpajakan
Kebijakan Media Informasi dan Komunikasi
Networking
Industri Media
Penerbit dan Percetakan
Penulis Konten, Agen Naskah dan Penerbit
Konseptualisasi ide
APRESIASI
Distributor, Toko Buku Agen Fisik
Pra Produksi (pra-cetak)
Faktor Lingkungan : Trend/ Lifestyle
Penerbit & Event Organizer, Penulis
Konsumer Umum:
Promosi
Laki - Laki
Logistik Penyuntingan
Explorasi Konten
Perempuan
Produksi Transportasi
Finalisasi Draf
KOMERSIALISASI Naskah / Draf siap contoh
Digital
Direct Selling
Produk Massal : Produk Cetak Publikasi: seperti Buku, Majalah, Buletin, surat kabar Produk Penerbitan Lainnya : Brosur, Poster, Banner, Kartu Pos, Prangko E - book
Profit Sharing
Material Promosi : banner, audio visual, spanduk, banner (media cetak, media elektronik)
Titip jual (retur) Discount/ proyek Obral
PRODUKSI
DISTRIBUSI
Terintegrasi dengan Kurikulum Pendidikan dan Budaya Nasional
Faktor Pendidikan dan Budaya Kebijakan
Sastra & Budaya
Komunikasi / Jurnalistik
Sekolah Komik
Pendidikan Formal-Kesarjanaan
Pengembangan Pengetahuan dan Kemampuan Menulis dan Editorial IP Creative Writing Jurnalistik Awareness
Editorial
Pendidikan Nonformal
Kelompok Segmented Konsumer Ahli: Pakar Pengamat
Seminar / Bedah Buku
Peneliti
KONSUMEN PASAR
PENJUALAN
PENDIDIKAN
Pengembangan Industri Penerbitan dan Percetakan
Teknik Grafika
Anak-anak Klub Buku
Pasca Produksi
KREASI
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sastra, Budaya & Komunikasi
Manajemen Venue dan Pameran
Penerbitan
PENGARSIPAN
Pengumpulan
Restorasi
Desain Grafis
Keterangan:
Pendidikan Formal-Diploma Pendidikan Berkaitan dengan Produksi
Pendidikan Berkaitan dengan Penulisan Konten
Akses Publik
Preservasi
Institusi Pendidikan, Lembaga Kebudayaan dan Asosiasi
Perpustakaan Lokal dan Nasional, Institusi Pendidikan, Lembaga Pengarsipan, Museum,
Pengembangan Kemampuan Menulis, Editorial dan Industrial
Penomoran ISBN, Dokumentasi Karya
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
Rantai Nilai Aktivitas / Informasi Utama Aktivitas / Informasi pendukung Pelaku Utama
Output Nurturance Environment Kebijakan 31
Kebijakan Pendidikan
Kebijakan Pengarsipan
Kehadiran agen naskah seperti halnya seorang makelar yang menguntungkan kedua belah pihak. Penulis berharap karya tulisnya dibaca oleh agen naskah lalu diberikan ke penerbit untuk dipublikasikan, sedangkan penerbit berharap agen naskah dapat mencari dan menemukan naskah yang berkualitas dan laku di pasaran. Industri penerbitan dan percetakan di Indonesia belum sepenuhnya memberikan peran agen naskah untuk berpartisipasi dalam proses kreasi. Belum berkembangnya agen naskah membuat penulis kerap dirugikan oleh penerbit. Penandatanganan kontrak perjanjian yang diajukan kepada penulis seringkali tidak disertai kesepakatan mengenai pengembangan konten, sehingga penulis harus membayar ekstra untuk mengembangkan konten naskahnya.Hal ini berpengaruh terhadap kesejahteraan penulis serta kualitas buku yang dihasilkan di Indonesia. Di negara-negara maju, hal-hal semacam ini umumnya diawasi oleh agen naskah.
Proses pembuatan komik di Akademi Samali Sumber: www.indonesiakreatif.net
Akademi Samali adalah sebuah komunitas yang didirikan di Jakarta Indonesia pada tahun 2005 oleh Beng Rahadian, Hikmat Darmawan dan Zarki, dengan maksud menjadi tempat untuk belajar membuat komik. Kini Akademi Samali telah bergerak menjadi organisasi yang melakukan kegiatan workshop, penerbitan, dan pengarsipan perkembangan komik Indonesia. Akademi Samali kerap bekerja sama dengan lembaga-lembaga kebudayaan seperti IFI (Indonesia-Francais Institut), Goethe Institut Jakarta, dan Japan Foundation sebagai mitra dalam menjalankan program-program yang berkaitan dengan komik
32
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Penyuntingan Proses kreasi tidak bisa dipisahkan dari proses penyuntingan dan pengembangan karya. Proses penyuntingan merupakan kunci utama dalam mendukung proses kreasi yang akan menentukan apakah naskah tersebut layak diterbitkan.Setelah karya diterima oleh penerbit, maka akan melalui proses penilaian oleh penyunting akuisisi. Jika karya tersebut dinilai potensial, tahap selanjutnya adalah pengembangan karya itu sendiri agar dapat mencapai potensi maksimalnya.
Finalisasi Draf Dalam proses finalisasi draf,bahan penerbitan yang berupa naskah yang telah melewati proses pengembangan dan penyuntingan dipersiapkan untuk terbit dengan melibatkan peran penata letak, ilustrator, dan proofreader sehingga naskah menjadi siap terbit. Setelah itu, baru dimulai proses pencetakan atau produksi. Dalam industri penerbitan, orang kreatif yang sering dijumpai adalah penulis konten, jurnalis, perancang tata letak, ilustrator, dan editor/penyunting, sedangkan aktor utama yang berperan dalam proses ide adalah penulis konten, penerbit, dan agen naskah. Penerbit umumnyaberperan sebagai pemrakarsa, penyokong dan pengembang ide-ide hingga menjadi produk konten. Pada praktiknya, seringkali terjadi perbedaan fokus mengenai konten.Penulis seringkalilebih memfokuskan diri terhadap pengembangan gagasan dan bakat sesuai visinya sendiri, sedangkan penerbit lebih menfokuskan pada penjualan konten. Dalam seluruh proses ini, penerbit harus terlebih dahulu mengetahui informasi produk apa saja yang dibutuhkan oleh pasar. Untuk tujuan itu, penerbit seringkali melakukan kegiatan kreatif, seperti penelitian dan pengembangan internal, lokakarya, seminar, sayembara untuk menemukan calonpenulis, penelitian melalui pameran buku, pertemuan antar pakar bidang ilmu tertentu, dan akuisisi naskah dengan tema-tema tertentu. Adapun berbagai peran yang terlibat dalam proses kreasi ini adalah sebagai berikut: 1. Pengarang atau Penulis sebagai Penyedia Konten Pengarang atau penulis adalah orang yang memiliki bahan atau ide yang dituangkan dalam bentuk karya tulis. Naskah merupakan ide awal, bahan baku yang diciptakan oleh penulis (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Naskah dan karya tulis ini tidak harus sepenuhnya berupa tulisan, tetapibisa juga berupa komik maupun paduan gambar, tulisan, dan media-media lainnya. 2. Editor atau Penyunting Penyunting bertugas untuk mempersiapkan karya untuk diterbitkan. Di dalam proses penerbitan sebuah buku, bagian penyuntingan merupakan inti dari sebuah penerbitankarena fungsinya yang utama untuk mengembangkan naskah. 3. Layouter atau Penata Letak Penata letak bertugas untuk mengatur tulisan-tulisan dan gambar-gambar. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan. 4. Ilustrator Ilustrator merupakan seniman yang berprofesi khusus sebagai pencipta atau penyedia gambar ilustrasi demi memperjelas maksud atau membuat tampilan karya-karya tulis yang bersangkutan menjadi menarik, misalnya dalambuku, novel, majalah, koran, iklan, dan poster. BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
33
5. Desainer Grafis Seorang desainer grafis menciptakan karya untuk penerbit, media cetak maupun elektronik, seperti brosur dan iklan produk. Ia bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi dalam bentuk desain yang menarik. Gambar 2 - 3 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan
Sumber: IKAPI (2014)
Di beberapa negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Kanada, industri penerbitan berada dalam asuhan industri kebudayaan dengan dukungan pemerintahyang sangat kuat. Di negara-negara tersebut, pengembangan industri digiatkan sebagai bagian promosi kreativitas negaranya. Keberlangsungan proses kreasi juga tidak bisa dilepaskan oleh peran komunitas atau asosiasi. Peran aktif komunitas masyarakat dibutuhkan untukmengembangkan ekonomi kreatif dalam industri penerbitan, seperti hadirnya kelompok-kelompok diskusi kepenulisan dan komunitas buku. Komunitas-komunitas semacam ini berperan untuk membina dan melatih masyarakat peminat agar dapat berkembang melalui penyediaan pelatihan, lokakarya, akses informasi, dan sebagainya. Salah satu komunitas atau lembaga nirlaba yang aktif berperan dalam proses kreasi penerbitan di Indonesia adalah Forum Lingkar Pena (FLP).
34
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
A.2 Proses Produksi Proses produksi dalam rantai nilai kreatif penerbitan adalah proses pencetakan konten. Proses produksi ataupun reproduksi dapat dilakukan langsung oleh penerbit yang dimiliki percetakan atau bermitra dengan perusahaan percetakan lainnya. Proses tersebut pada umumnya melewati tiga tahap berikut: 1. Pracetak: Proses pracetak adalahproses pengolahandan revisi naskah. Kegiatan dalam proses ini adalah proses setting, edit huruf, tata letak, dan desain untuk dibuat draf contoh (dummy). 2.
Cetak: Dalam tahap ini draf contoh yang telah disetujui dicetak menjadi produk massal menggunakan mesin pencetak sesuai jumlah yang ditetapkan masing-masing penerbit.
3.
Pascacetak: Proses pascacetak adalah proses pemotongan, penyusunan, pelipatan serta pengemasan buku hingga siap diedarkan dan dijual di toko-toko buku maupun tempattempat penjualan lainnya.
Jenis pencetakan dalam proses produksi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu secara konvensional dengan menggunakan plat filmatau secara digital. Secara keseluruhan, harga produksi ditentukan oleh biaya produksi, sedangkan biaya produksi bergantung pada jenis bahan mentah, seperti ukuran kertas, jenis kertas, dan kualitas tinta.Pencetakan memiliki batas minimum hargatergantung pada segmentasi produk. Pencetakan biasanya berjumlah antara 2.000-20.000 eksemplar untuk buku, sedangkan untuk surat kabar minimal 150.000 eksemplar. Namun, pencetakan digital memungkinkan proses Print on Demand (PoD) yaitu mencetak sesuai permintaan. Pencetakan ini tentunya lebih menguntungkan bagi penerbit-penerbit kecil, walau harga produk buku satuannya akan lebih mahal dibandingkan dengan yang dicetak secara massal. Di Indonesia, penggunaan mesin percetakan yang berteknologi tinggi hanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan percetakan besar. Tidak semua perusahaan penerbitan memiliki percetakan sendiri. Perusahaan penerbit kecil terkadang harus bekerja sama dengan beberapa percetakan untuk mencetak konten yang diajukan. Selain itu, penerbit kecil cenderung hanya mampu menggunakan teknologi rendah, yang berdampak pada produktivitas yang rendah dan kualitas yang kurang. Hampir 65% mesin dan peralatan cetak di Indonesia sudah berusia lebih dari 20 tahun. Hal ini memberi pengaruh besar terhadap kinerja dan kualitas produk-produk percetakan, seperti produksi buku yang tertinggal (Print Media, 2012). Berbagai kondisi ini menciptakan keadaan monopolistik yang menguntungkan berbagai perusahaan besar, namun merugikan kondisi industri dalam jangka panjangnya. Usaha-usaha percetakan di Indonesia tergabung dalam Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI). Hampir semua percetakan yang ada di Indonesia hanya bertugas mencetak saja dan tidak memiliki izin untuk menjual hasil cetakansehingga penerbit harus juga bermitra dengan distributor untuk menyebarluaskan dan menjual produk-produknya. Menurut data IKAPI, terdapat 1.261 daftar penerbit di Indonesia (IKAPI, 2014). Dibandingkan dengan negara-negara maju, jumlah ini masih tergolong rendah.Selain itu, dunia penerbitan masih didominasi oleh penerbit besar. Namun di sisi lain, pelaku usaha percetakanbila digabungkan dengan percetakan-percetakan kecil seperti percetakan kartu nama dan undangan, maka jumlahnya tidak kurang dari 7.000 usaha (Printmedia, 2012). Dalam proses produksi, peran pemodal sangatlah penting. Pemodal disini adalah badan atau perseorangan yang mendukung dana untuk mewujudkan buku yang bersangkutan. Modal bisa
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
35
juga difasilitasi oleh penerbit, percetakan, atau perorangan/organisasi/lembaga baik akademisi maupun pemerintahan. Di negara-negara maju, modal awal dilakukan oleh industri percetakan, sementara penerbit hanya bertanggung jawab setelah hasil cetakan diterima dan membayar ganti rugi biaya percetakan. Selain itu, pemerintah dapat berperan melalui pemberian modal usaha ataupun kebijakan perpajakan yang mendukung proses pencetakan. Di Indonesia, terdapat beberapa Kebijakan Pemerintah yang telah diterapkan untuk membantu pertumbuhan produktivitas industri, terutama yang berkaitan dengan proses pendidikan,antara lain: 1. Buku pelajaran dibebaskan dari PPN. 2. Buku pendidikan impor dibebaskan dari pajak impor. 3. Bantuan dana untuk penerjemahan dan kerja sama antara Indonesia dan penerbit internasional. (Sumber: IKAPI, 2014) Di samping ketiga hal di atas, sebetulnya masih diperlukan juga pengaturan kebijakan lain untukstabilitas bahan baku, misalnya tinta dan kertas. Industri penerbitan pada proses produksi banyak menggunakan bahan baku berdasarkan kertas dan kayu sebagai produk hasil hutan sehingga eksistensi industri ini berseberangan dengan isu pengurangan emisi karbon. Selain itu, ketidakstabilan harga bahan baku dan mentah sangat berpengaruh terhadap biaya produksi. Perkembangan industri inidibayang-bayangi oleh tingginya harga kertas dan tinta. Oleh karena itu, diperlukan alternatif bahan baku lain untuk keberlangsungan industri penerbitan dan percetakan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah memanfaatkan sarana digital secara maksimal serta pengunaan kertas daur ulang.
Komik Nusantara Ranger karya Sweta Kartika Sumber: facebook.com/swetakartika
36
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
A.3 Proses Distribusi Proses distribusi adalah proses menyebarluaskan produk setelah dicetak kepada perusahaan logistik yang bekerjasama dengan toko buku, pemasar, atau agen pengecer agar produk dapat dibeli oleh masyarakat. Setiap perusahaan penerbitan memiliki berbagai pilihan saluran distribusi yang dapat dipilih terkait dengan produk yang ingin dipasarkan. Misalnya, dalam pendistribusian buku, penerbit dapat bekerjasama dengan toko buku atau agen pengecer lain. Koran dan majalah biasanya dijual secara langsung oleh penerbit, sistem pos, mesin penjual, agen pengecer, hingga media daring. Pemasar atau pengecer adalah perorangan atau institusi yang memasarkan atau menjual produk sampai ke tangan pembaca atau konsumen. Permasalahan kerap terjadi pada proses pengangkutan buku seperti pendistribusian yangbisa memakan waktu hingga tiga bulan untuk sampai ke daerah-daerah pelosok.Hal ini juga menyebabkan tingginya harga karena sistem logistik yang kurang efisien. Belum lagitoko bukutoko buku didaerah menaikkan harga buku yang tidak sesuai dengan perjanjian. Oleh karena itu dalam proses distribusi, peran jaringan sangat kuat. Jaringan tersebut juga dapat dilakukan melalui institusi pendidikan seperti perpustakaan ataupun komunitas pencinta buku dan instansi pemerintah yang terkait dengan produk yang ingin dijual. Di Indonesia, terdapat 150 perusahaan distributor yang menyuplai buku ke toko-toko maupun kios buku. Beberapa penerbit besar memiliki perusahaan distribusi sendiri dan kadangkala melayani penerbit-penerbit kecil untuk menyalurkan buku mereka (IKAPI, 2014). Namun, dalam perkembangan saat inikeberadaan toko buku besar yang mendominasi pasar membuat penerbitpenerbit kecil mengalami kesulitan untuk memasukkan produknya. Dengan demikian, jaringan distribusi alternatif seperti disebut di atas menjadi amat penting untuk dibangun. Dalam era digital saat ini, industri penyedia jasa komunikasi, terutama layanan internet, juga berperan besar dalam menyediakan sarana bagi distribusi hasil produksi industri penerbitan.Banyak industri penerbitan yang juga sudah menggunakan kehadiran media daring sendiri sebagai strategi bisnis yang terintegrasi dengan industri layanan komputer dan jasa piranti lunak baik untuk mendapatkan perangkat keras yang dibutuhkan ataupun mengembangkan solusi multimedia untuk penyedia konten digital. Strategi bisnis yang terintegrasi tersebut sangat dibutuhkan industri penerbitan dan percetakan dalam menjawab tantangan globalwalaupun untuk pasar Indonesia penjualan konten digital belum terlalu populer di masyarakat. Menurut IKAPI, “Pertumbuhan signifikan dari pengguna internet di Indonesia menciptakan prospek penjualan buku digital di Indonesia.Beberapa penerbit besar di Indonesia telah menerbitkan buku-buku mereka dalam format buku digital atau format digital lainnya. Hal ini menunjukkan munculnya kebutuhan akan buku-buku digital di Indonesia dan juga mendorong munculnya berbagai toko buku digital. Meskipun bertumbuh, penjualan e-book masih kurang dari 2% pada pasar buku lokal” (IKAPI, 2014). Sebagaimana telah disebutkan di atas, jalur distribusi produk industri penerbitan di Indonesia masih cenderung terpusat pada jejaring toko buku besar di mal kota-kota besar. Padahal, potensi toko buku mandiri, perpustakaan daerah, lembaga pendidikan, serta komunitas-komunitas peminat di luar kota-kota besar amat potensial untuk dikembangkan sebagai pasar-pasar baru produk penerbitan. Tentunya, untuk memaksimalkan hal ini, diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendukung stabilitas harga bahan baku industri penerbitan, kemudahan jalur transportasi produk-produk industri penerbitan, serta pengembangan pasar berminat baca di luar kota-kota besar.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
37
A.4 Proses penjualan Dalam kegiatan pemasaran yang dilakukan penerbitan sangat kompleks dan saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan dalam rantai nilai industri penerbitan, setelah melalui proses produksi maka diasumsikan produk ataupun konten kreatif sudah tersedia atau berwujud. Oleh karena itu , kegiatan yang dilakukan oleh penerbitan berfokus pada aktivitas penjualan dan promosi yang dikelola secara terintegrasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
Penjualan Proses penjualan dalam industri penerbitan menjadi tanggung jawab penerbit maupun penulis. Penjualan adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli untuk menghasilkan laba perusahaan. Dalam proses penjualan lebih menitik beratkan pada bagaimana cara menjual produk mencapai target yang ditentukan. Oleh karena itu, penerbit bertugas menyiapkan strategi penjualan yang membantu agen-agen penjual atau pengecer dalam memasarkan produknya.
Promosi Aktivitas promosi dalam penerbitan berfungsi untuk meningkatkan volume penjualan karya kreatif juga sebagai strategi untuk menjangkau konsumen sehingga terjadi pembelian produk. Dalam proses promosi lebih menekankan kepada bagaimana cara mengkomunikasikan karya kreatif kepada konsumen untuk membentuk suatu citra positif dimata para konsumen. Dalam proses promosi, karya yang akan dipromosikan telah berwujud, sehinga konsumen dapat mengetahui klasifikasi dan keunggulan dari karya yang dipromosikan tersebut. Pada umumnya penerbit mempercepat proses peningkatan volume penjualan dengan menggunakan alat promosi seperti rabat atau potongan harga ataupun mengadakan kegiatan promosi melalui program promosi penjualan (biasanya diatur oleh asosiasi), pameran dagang, iklan khusus, personal selling, dan publisitas. Sayangnya, masih sedikit penerbit di Indonesia yang memiliki cukup modal untuk melakukan kegiatan promosi. Sehingga, pelaku yang berperan dalam kegiatan penjualan biasanya adalah agen penerbitan, percetakan, periklanan, event organizer, maupun jejaring Oleh karena itu, berbagai ajang pameran dan festival buku menjadi tumpuan bagi banyak penerbit untuk memasarkan bukunyasekaligus melakukan penjualan langsung kepada konsumen. Aktor lainnya yang berfungsi untuk melakukan kegiatan promosi adalah komunitas dan pemerintah. Berbagai komunitas juga seringkali menjadi mitra utama penerbit. Komunitas dapat sangat membantu penjualan buku dengan mempromosikan dan menjual secara langsung produk-produk buku dari penerbit. Selain itu, peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dengan menjadi jembatan penghubung antara penerbit dan masyarakat dalam rangka membangun budaya berkreasi. Di beberapa negara maju pelaku utama dalam kegiatan promosi penerbitan biasanya dilakukan oleh pemerintah seperti menggagas pentingnya membaca buku dan juga memberikan fasilitas dan kemudahan akses untuk kegiatan promosi. Sedangkan di Indonesia, peran pemernitah dalam kegiatan mempromosikan karya penerbitan masih sangat minim. Menurut data IKAPI, hanya beberapa kota besar yang sering melakukan pameran atau bookfair, seperti Bandung, Jakarta atau Yogyakarta, (IKAPI, 2014).
38
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Indonesia Book Fair 2010 Sumber: beatmag.com
B. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment) Komponen lingkungan pengembangan (nurturance environment) terdiri dari dua aktivitas utama, yaitu apresiasi dan pendidikan. Komponen ini memiliki peranan penting dalam mendukung proses rantai nilai kreatif penerbitan agar dapat berjalan dengan baik. Kegiatan apresiasi bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap pelaku industri dan juga memberikan pemahaman mengenai gambaran besar industri penerbitan itu sendiri. Kegiatan apresiasi umumnya dimulai melalui proses literasi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat seputar industri penerbitan dan karya-karya kreatif yang dihasilkannya. Setelah mendapatkan pemahaman yang baik, maka diharapkan proses-proses apresiasi berikutnya akan lebih mudah untuk dilakukan. Adapun kegiatan-kegiatan lain ini dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, serta apresiasi khalayak luas terhadap HKI (Hak Kekayaan Intelektual) orang kreatif. Dengan adanya kegiatan apresiasi yang baik, maka orangorang kreatif penerbitan akan terdorong untuk terus berkreasi.
B.1 Apresiasi Apresiasi adalah penilaian atau penghargaan terhadap suatu karya atau produk buku. Apresiasi akan menentukan sejauh mana sebuah karya dapat diterima oleh masyarakat dan kalangan tertentu. Apresiasi juga berperan sebagai proses umpan balik dari karya yang telah dibuat oleh penggagas ide atau inovator. Dalam industri penerbitan, apresiasi bisa didapatkan melalui berbagai kegiatan, seperti konferensi, diskusi bedah buku, maupun penganugerahan.Apresiasi terhadap sebuah karya bisa dilakukan oleh kritikus independen, media, komunitas, ataupun pemerintah dan akademisi, berupa ulasan sederhana, diskusi dalam media sosial, hingga penyelenggaraan acara penghargaan. Contohnya adalah S.E.A Awards dan Khatulistiwa Literary Award.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
39
S.E.A awards Southeast Asian Writers Award atau S.E.A Awards adalah penghargaan yang diberikan setiap tahunsejak tahun 1979 untuk penyair dan penulis dari Asia Tenggara. Penghargaan ini diberikan kepada penulis dari masing-masing negara yang terdiri dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, meskipun tidak semua negara di ASEAN terwakili setiap tahun. Penghargaan ini kadang-kadang diberikan untuk pekerjaan tertentu oleh seorang penulisatau bisa juga diberikan untuk pencapaian seumur hidup. Jenis-jenis karya yang dihormati bervariasidan telah memasukkan puisi, cerita pendek, novel, drama, cerita rakyat dan karya-karya ilmiah dan religius. Penulis Indonesia yang pernah menerima penghargaan ini adalah Putu Wijaya (1980), Y.B Mangun Wijaya (1983), Sapardi Djoko Damono (1986), Arifin C.Noor (1990), W.S Rendra (1996), Seno Gumira Ajidarma (1997), N.H Dini (2003), Afrizal Malna (2010) dan Linda Christanty (2013).
Penerima S.E.A Awards 2013 di Bangkok, Thailand Sumber: mc.edu.ph
Khatulistiwa Literary Award Salah satu penghargaan yang cukup bergengsi dalam dunia sastra di Indonesia adalah Khatulistiwa Literary Award (KLA). KLA adalah suatu program penghargaan yang diberikan kepada penulis. Tujuannya adalah memberikan apresiasi atas karya seni, anugerah sastra, dan hadiah insentif senilai ratusan juta melalui sistem penjurian yang terdiri dari sastrawan, akademisi, budayawan, dan wartawan dalam sebuah komunitas. Setiap tahun KLA menyeleksi karya sastra yang terbit dalam kurun 12 bulan. Sejak tahun 2004 anugerah sastra khatulistiwa diberikan untuk kategori prosa, puisi, dan penulis muda berbakat.
40
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Tabel 2 - 1 Daftar Pemenang KLA Tahun 2002-2013
KATEGORI TAHUN
PROSA
PUISI
PENULIS MUDA BERBAKAT
2002
Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Silado
-
-
2003
Bibir Dalam Pispot karya Hamsad Rangkuti
-
-
2004
Kuda Terbang Maria Pinto karya Linda Christanty
Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan karya Sapardi Djoko Damono
-
2005
Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma
Kekasihku karya Joko Pinorbo
-
2006
Mandi Api karya Gde Aryantha Soetama
Santa Rosa karya Dorothea Rosa Herliany
-
2007
Perantau karya Gus tf Sakai
Menjadi Penyair lagi karya Acep Zamzam Noor
Dan Hujan Pun Berhenti karya Farida Susanty
2008
Bilangan Fu karya Ayu Utami
Jantung Lebah Ratu karya Nirwan Dewanto
Cari Aku Di Canti karya Wa Ode Wulan Ratna
2009
Lembata karya F.Rahardi
Dongeng Anjing Api karya Sindu Putra
Fortunata karya Ria N.Badaria
2010
Rahasia Selma karya Linda Christanty
Sejumlah Perkutut Buat Bapak karya Gunawan
Buwun karya Mardi Luhung
2011
Lampuki karya Arafat Nur
Buli-buli Lima Kaki karya Nirwan Dewanto
-
-
Perempuan yang dihapus Namanya karya Avianti Armand
-
2012
Maryam karya Okky Madasari
Postkolonial dan Wisata Sejarah karya Zeffrey Alkatiri
-
2013
Pulang karya Laila S Chuori
Museum Penghancur Dokumen karya Afrizal Malna
-
Di Indonesia, terdapat banyak komunitas peminat maupun akademisi yang menggeluti dunia pengulasan buku maupun kritik sastra. Sayangnya, sebagian besar komunitas dan kritikus ini seringkali dirasa kurang menghargai satu sama lain. Akibatnya, para pelaku kegiatan apresiasi industri penerbitan cenderung berjalan sendiri-sendiri dan saling mencari kesalahan yang lainnya. Tiadanya lembaga kritik yang terpercaya dan kurangnya sosialisasi akan kriteria-kriteria kritik yang baik dan sesuai akan karya-karya konten industri penerbitan menyebabkan kecenderungan ini makin tumbuh subur dan merenggangkan komunitas-komunitas peminat yang seharusnya bisa lebih diberdayakan dalam perkembangan industri penerbitan di Indonesia.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
41
Sumber: uniknya.com
Seno Gumira Ajidarma Seno Gumira Ajidarma lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni1958 adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja. Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa. Cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain: Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (l994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999), novel Matinya Seorang Penari Telanjang (2000), Nagabumi (2009), Nagabumi II (2011), Antara Tawa dan Bahagia (2012). Pada tahun 1987, Seno mendapat SEA Write Award. Berkat cerpennya Saksi Mata, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary pada tahun 1997 dan menerima Khatulistiwa Literary Award pada tahun 2005.
B.2 Pendidikan Komponen yang tentunya tak kalah penting adalah pendidikan. Seperti yang kita ketahui, pendidikan merupakan salah satu alat utama dalam menciptakan orang kreatif. Pendidikan dinilai sangat penting sebagai wadah untuk mengasah kemampuan orang agar mampu menjadi orang kreatif yang berkualitas dan mampu menjalankan rantai proses kreasi dengan baik. Kegiatan pendidikan ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal (sekolah resmi), non-formal (lembaga kursus), dan juga informal (otodidak, melalui komunitas, dsb.) Pendidikan pada lingkungan pengembangan penerbitan di sini didefinisikan sebagai proses yang bertujuan untuk menumbuhkan motivasi, kreativitas, dan apresiasi penulis dan pembaca untuk menghasilkan pengetahuan dan karya kreatif penerbitan baru. Institusi pendidikan yang mendukung kemajuan industri penerbitan saat ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendidikan berbasis konten dan pendidikan berbasis produksi. Pendidikan berbasis konten mengutamakan teknik kreasi dan apresiasi konten itu sendiri baik dari segi sastra, jurnalistik, komik, dan sejenisnya. Sedangkan pendidikan berbasis produksi lebih mengutamakan teknik produksi karya buku, misalnya teknik-teknik percetakan, tata letak, desain, dan ilustrasi.
42
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 2 - 4 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan
Sumber: IKAPI (2014)
Dalam proses pendidikan, kolaborasi antar berbagai aktor sangat penting untuk membangun budaya belajar yang mendukung kreasi, konsumsi, dan apresiasi terhadap produk-produk industri penerbitan. Hal ini bisa dilakukan oleh akademisi melalui penyediaan buku-buku berkualitas di perpustakaan dan program-program kerjasama yang diadakan oleh pemerintah, penerbit, akademisi, maupun komunitas dalam wujud kegiatan lokakarya, bedah buku, dan sejenisnya. Selain itu, penekanan berlebih terhadap ilmu pasti di tingkat pendidikan dasar serta kecurigaan terhadap karya fiksi sebagai pengganggu mata pelajaran seringkali menjadi penghambat bagi apresiasi karya-karya fiksipada generasi muda. Kondisi lain yang sering dikeluhkan para peminat adalah biaya lokakarya penulisan dan sejenisnya yang cenderung mahal dan hanya terjangkau oleh kalangan-kalangan tertentu di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan masyarakat di luar kalangan tersebut mengalami kesulitan dalam menyuarakan aspirasi kreatif mereka dalam wujud produk buku maupun konten lainnya, padahal potensi dan hasrat kreatif di daerah-daerah pelosok maupun wilayah-wilayah yang lebih tradisional tidak kalah dibandingkan mereka yang berasal dari kota-kota besar.
C. Pasar, Khalayak, dan Konsumen Komponen pasar (market) ini menggambarkan karakter dari pasar, khalayak, dan konsumen di industri penerbitan. Pasar dapat diartikan sebagai tempat, interaksi (permintaan dan penawaran) dan sekelompok anggota masyarakat yang memiliki kebutuhan/keinginan atau daya beli. Dalam industri secara umum ditemukan tipe dari komponen pasar in misalnya, konsumen dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu konsumen umum dan konsumen ahli yang keduanya memiliki perbedaan dalam cara maupun gaya menyerap karya kreatif yang dihasilkan. Berdasarkan data dari IKAPI, berdasarkan kebutuhan pasar akan buku konsumen dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
43
Tabel 2 - 2 Daftar Konsumen Berdasarkan Jenis Buku yang diterbitkan
KONSUMEN
JENIS BUKU
Sekolah
Buku Pelajaran
Rumah Tangga
Fiksi, Religi, Kesehatan, Gaya Hidup, Referensi
Perguruan Tinggi
Buku Ajar, Buku Teks, Referensi
Profesi
Buku Panduan
Kelompok Hobi atau Komunitas
Buku Panduan
Pemerintah
Buku Panduan, Referensi
Sumber: IKAPI, 2014
D. Pengarsipan Komponen terakhir dalam peta ekosistem penerbitan adalah pengarsipan (archiving). Tujuan dari proses pengarsipan ini adalah untuk menyediakan basis data yang dapat diakses oleh publik untuk mendapatkan informasi dan data terkait industri kreatif. Akses ini dapat digunakan oleh orang kreatif penerbitan maupun oleh masyarakat sebagai sumber inspirasi dan referensi. Arsip juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran di lembaga atau institusi pendidikan. Proses pengarsipan pada umumnya dilakukan melalui tahapan pengumpulan – restorasi – penyimpanan – preservasi. Proses restorasi hanya dilakukan apabila dokumen atau hal yang perlu diarsipkan tersebut sudah mengalami kerusakan atau ketidaksesuaian sehingga perlu dilakukan proses perbaikan tanpa merubah nilai atau makna aslinya sebelum dilakukan proses penyimpanan dan preservasi. Pengarsipan adalah kegiatan melestarikan, menyimpan, dan mendata secara tertulis karyakarya yang mempunyai nilai historis. Pada umumnya, kegiatan ini dilakukan oleh pustakawan, lembaga pengarsipan, dan asosiasi penerbit dan pengarang. Dalam proses pengarsipan, penerbit menyerahkan ISBN yang akan tersimpan dalam arsip perpustakaan daerah dan nasional. Sayangnya, keberadaan basis data tersebut di Indonesia masih terpisah-pisah sehingga belum memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi berkaitan dengan karya cipta industri penerbitan. Selain itu, saat ini jumlah perpustakaan di Indonesia sudah sangat banyak, tetapi minat baca masyarakat masih sangat rendah. Hal ini dapatdilihat dari rendahnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan. Perbaikan kualitas perpustakaan dan kemudahan akses arsip karya-karya yang menarik diharapkan akan turut membantu meningkatkan minat baca masyarakat.
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan 2.2.1 Peta Industri Penerbitan Peta industri dibuat sebagai gambaran ruang lingkup aktor-aktor yang terlibat secara langsung maupun industi pendukung yang terlibat secara tidak langsung dalam menjalani proses bisnis industri yang terkait (Gambar 2-5). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pelaku industri dalam setiap mata rantai nilai:
44
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 2 - 5 Mitra Pekerja Kreatif Industri Penerbitan
Sumber : IKAPI (2014)
Pelaku Industri dalam Proses Kreasi Proses kreasi pada industri penerbitan didukung dan mendukung berbagai subsektor industri kreatif lainnya. Industri penerbitan memiliki peran strategis untuk menciptakan dan mengembangkan konten. Dalam menciptakan orang kreatif, industri penerbitan didukung oleh lembaga pendidikan. Sedangkan dalam pengembangan konten kreatif penerbitan, peran industri penelitian dan pengembangan sangat penting. Selain itu, industri penerbitan dapat mendukung dokumentasi karya industri kreatif lainnya.Hasil dari proses kreasi dapat berupa ide, draf, atau naskah yang dapat dicetak atau dikelola dan dikembangkan menjadi karya kreatif lainnya.
Pelaku Industri dalam Proses Produksi Proses produksi dalam industri penerbitan melibatkan beberapa industri pendukung seperti industriinformasi dan teknologi, industri pengolahan bahan, dan industri desain. Tidak jarang pula hasil tulisan dilanjutkan dengan melibatkan industri kreatif lainnya, seperti film, mode, musik, dan produksi alih media.Selanjutnya, pada kegiatan promosi, industri penerbitan tentunya melibatkan industri media komunikasi khususnya publikasi seperti televisi dan radio, industri periklanan, dan event organizer. Proses produksi pada industri penerbitan didukung oleh keberadaan industri pengolahan bahan baku khususnya kertas dan tinta. Sampai saat ini, Indonesia merupakan pengelola industri kertas terbesar di Asia. Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap biaya produksi kertas untuk industri penerbitan. Perusahaan penerbit di Indonesia cenderung mengimpor kertas dan tinta
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
45
INDUSTRI PENDUKUNG (Forward Linkage)
Gambar 2 - 6 Peta Industri Penerbitan
15 Subsektor Industri Kreatif
15 Subsektor Industri Kreatif
KOMERSIALISASI
INDUSTRI UTAMA
KONSUMEN
KREASI
PRODUKSI
DISTRIBUSI
PENJUALAN
Penulis Konten
Penerbit Mandiri
Agen Distribusi
Penerbit
Penyunting
Penerbit Major
Toko Buku
Penulis
Layouter
Asosiasi
Event Organizer
Ilustrator
Komunitas
Toko Buku
Disainer Grafis
Media Daring
Toko Buku Online
KONSUMEN
Agen Naskah
15 Subsektor Industri Kreatif
Institusi Pendidikan
Percetakan
Jasa Pendidikan
Industri Pengolahan Bahan Baku
Supplier Mesin Percetakan
Industri ICT
Jasa Hiburan Jasa Periklanan
Jasa Perdagangan
Industri Perhubungan
Jasa Transportasi dan Pengangkutan Barang
Jasa Tempat Show
INDUSTRI PENDUKUNG (Backward Linkage)
Supplier Tinta & Kertas
46
Jasa Penjualan Jasa Lainnya Jasa Fotografi
KREASI
PRODUKSI
DISTRIBUSI
PENJUALAN Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
untuk memproduksi karya kreatif cetak. Hal ini berpengaruh terhadapharga karya kreatif cetak penerbitan yang tinggi.
Pelaku Industri dalam Proses Distribusi Proses distribusi pada industri penerbitan didukung oleh keberadaan industri perhubungan. Hal terpenting dalam proses ini adalah permasalahan pendistribusian barang yang melibatkan usaha jasa transportasi dan pengangkutan barang dan amat berpengaruh pada harga jual produk buku. Di sisi lain, kemajuan teknologi informasi dan internet telah membuat perubahan dalam jalur distribusi konten kreatif digital sehingga konsumen dapat langsung mengakses karya kreatif tanpa perantara.
Pelaku Industri dalam Proses Penjualan Kegiatan penjualan produk buku terutama disokong oleh industri perdagangankarena aktoraktor yang berperan merupakan bagian dari industri perdagangan dan usaha kecil menengah seperti agen dan toko buku. Selain itu, proses penjualan juga dilakukan secara langsung melalui kegiatan festival buku, lokakarya, serta melalui internet.
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Penerbitan Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009 Bidang Ekonomi Kreatif, Pengertian Penerbitan adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Kelompok ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro,surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya, serta penerbitanfoto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi karya cetak, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikrofilm. Industri penerbitan mencakup perolehan hak cipta untuk isinya (produk informasi) dan membuat isinya tersedia ke masyarakat umum melalui reproduksi dan distribusi dalam berbagai bentuk. Percetakan meliputi kegiatan kreatif meliputi penerbit buku dan koran, jurnal dan buletin, agen berita, serta jasa dan kegiatan lainnya. Hal ini sejalan dengan perkembangan dan pergeseran makna definisi penerbitan menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009 yang mendefinisikan dan mengklasifikasikan kegiatan penerbitan menjadi tiga bagian berdasarkan pada tujuan utama masing masing. Dalam perubahan KBLI tahun 2005-2009, diungkapkan bahwa yang merupakan bagian dari kategori industri penerbitan adalah penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita. Maka, menurut KBLI, ruang lingkup industri penerbitan dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Industri Percetakan Industri percetakan terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Industri Pencetakan Umum (18111): Kelompok ini mencakup kegiatan industri percetakan surat kabar, majalah dan periodik lainnya, jurnal, pamflet, buku dan brosur, naskah musik, peta, atlas, poster, katalog periklanan, prospektus dan iklan cetak lainnya, perangko pos, perangko perpajakan, dokumen, cek dan kertas rahasia lainnya, buku harian, kalender, formulir bisnis dan barang-barang cetakan komersial lainnya, kertas surat atau alat tulis
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
47
pribadi dan barang-barang cetakan lainnya hasil mesin cetak, offset, klise foto, fleksografi dan sejenisnya, mesin pengganda, printer komputer, huruf timbul dan sebagainya, termasuk alat cetak cepat; pencetakan langsung ke bahan tekstil, plastik, kaca, logam, kayu dan keramik, kecuali pencetakan tabir sutera pada kain dan pakaian jadi; dan pencetakan pada label atau tanda pengenal (litografi, pencetakan tulisan di makam, pencetakan fleksografi dan sebagainya). Termasuk pula mencetak ulang melalui komputer, mesin stensil dan sejenisnya, misal kegiatan fotokopi atau thermocopy. Barang cetakan ini biasanya merupakan barang dengan hak cipta. 2. Industri Pencetakan Khusus (18112): Kelompok ini mencakup industri pencetakan Perangko, Materai, Uang Kertas,Blangko Cek, Giro, Surat Andil, Obligasi Surat Saham, Surat Berharga Lainnya,Paspor, Tiket Pesawat Terbang, dan cetakan khusus lainnya. 3. Jasa Penunjang Pencetakan (18120): Kelompok ini mencakup usaha penjilidan lembar cetakan, misalnya menjadi buku, brosur, majalah, katalog, dan sebagainya, dengan melipat, memasang, menjahit, merekatkan, menyatukan, penjilidan dengan perekat, perapihan dan gold stamping; produksi tipografi terkomposisi (composed type), pelat atau silinder, penjilidan buku; komposisi, pemasangan huruf, pemasangan foto, input data mencakup pemindaian dan pengenalan karakter atau huruf optik, penyusunan elektronik; pembuatan gambar, mencakup pemasangan citra atau gambar (untuk proses pencetakan mesin cetak dan offset); pengukiran atau sketsa silinder untuk grafir; proses pembuatan gambar langsung di atas pelat (temasuk pelat fotopolimer); pembuatan gambar untuk pencetakan dan pengecapan relief; pembuatan cetakan untuk percobaan; pekerjaan artistik mencakup penyiapan batu lito dan balok kayu (produksi batu litografik, untuk digunakan dalam kegiatan percetakan di unit lain); pembuatan barang reprografi; desain barang cetakan seperti sketsa, tata letak, barang contoh dan sebagainya; dan kegiatan grafis lainnya seperti die-sinking dan diestamping, penggandaan huruf Braille, pemukulan dan pengeboran, penyulaman timbul, pemvernisan dan pelapisan, penyisipan dan pelipatan.
B. Industri Perdagangan Industri perdagangan terbagi menjadi sepuluh kelompok sebagai berikut: 1. Perdagangan Besar Piranti Lunak (46512): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar piranti lunak. 2. Perdagangan BesarPerlengkapan Elektronik (46521): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar katup dan tabung elektronik, peralatan semi konduktor, mikrochip dan IC dan PCB. 3. Perdagangan BesarDisket, Pita Audio, dan Video, CD dan DVD Kosong (46522): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar disket, pita audio dan pita video kosong, CD dan DVD kosong. 4. Perdagangan BesarPeralatan Telekomunikasi (46523): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar peralatan telekomunikasi, seperti perlengkapan telepon dan komunikasi. 5. Perdagangan Besar Mesin, Peralatan dan Perlengkapan Lainnya (46599): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar yang belum diklasifikasikan di tempat lain, seperti perdagangan besar furnitur kantor, kabel dan sakelar serta instalasi peralatan lain untuk keperluan industri, perkakas mesin dan berbagai jenis dan untuk berbagai bahan, perkakas mesin yang dikendalikan komputer dan peralatan dan perlengkapan pengukuran. 6. Perdagangan Besar Alat Laboratorium, Farmasi dan Kedokteran (46693): Kelompok
48
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
ini mencakup usaha perdagangan besar alat laboratorium, farmasi dan kedokteran. 7. Perdagangan Besar Berbagai Macam Barang (46900): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan besar dari berbagai macam barang yang tanpa mengkhususkan barang tertentu (tanpa ada kekhususan tertentu) yang belum tercakup dalam salah satu kelompok dalam golongan 461-466. 8. Perdagangan Eceran Peralatan Video Game dan Sejenisnya (47412): Kelompok ini mencakup perdagangan eceran peralatan video game. 9. Perdagangan Eceran Piranti Lunak (Software) (47413): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran khusus piranti lunak (software), seperti bermacam piranti lunak, termasuk piranti lunak untuk video game. 10. Perdagangan Eceran Alat Telekomunikasi (47414): Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran alat telekomunikasi, seperti handphone, pesawat telepon dan perlengkapannya serta usaha jasa penjualan pulsa, baik berupa voucher maupun elektronik, termasuk pula jasa penjualan kartu perdana telepon selular.
C. Industri Penerbitan Industri penerbitan terbagi menjadi lima kelompok sebagai berikut: 1. Penerbitan Buku (J 58110): Kelompok ini mencakup kegiatan penerbitan buku dalam bentuk cetakan, elektronik (CD, CD-ROM, DVD, dan lain-lain), audio, atau secara daring. Kegiatan usahanya meliputi penerbitan buku, brosur, selebaran, dan publikasi sejenis, termasuk penerbitan kamus dan ensiklopedia, penerbitan atlas, peta dan grafik, penerbitan buku dalam bentuk audio dan penerbitan ensiklopedia dan lain-lain dalam CD-ROM dan publikasi lainnya, termasuk penerbitan elektroniknya. 2. Penerbitan Buku Direktori dan Milis (J 58120): Kelompok ini mencakup penerbitan daftar informasi atau basis data. Penerbitan ini dapat dipublikasikan baik dalam bentuk elektronik atau cetak. Kegiatan usahanya meliputi penerbitan daftar alamat, penerbitan buku telepon, dan penerbitan direktori dan kompilasi lainnya, seperti perkara hukum, ikhtisar farmasi dan lain-lain. 3. Penerbitan Surat Kabar, Jurnal, Tabloid, dan Majalah (58130): Kelompok ini mencakup usaha penerbitan surat kabar dan surat kabar iklan,jurnal, buletin, majalah umum dan teknis, komik, termasuk penerbitan jadwalsiaran radio dan televisi, dan sebagainya. Informasi ini dapat dipublikasikan dalam bentuk elektronik maupun cetak, termasuk secara daring. 4. Penerbitan Lainnya (58190): Kelompok ini mencakup usaha penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi karya seni, dan material periklanan serta materi cetak lainnya, termasuk penerbitan statistik dan informasi lainnya secara daring dan rekaman mikrofilm. 5. Penerbitan Dalam Media Rekaman yaitu Penerbitan Musik dan Buku Musik (59202): Kelompok ini mencakup usaha penerbitan musik, seperti perolehan dan pencatatan hak cipta untuk gubahan musik, promosi, pengesahan dan penggunaan gubahan dalam perekaman, radio, televisi, film, pertunjukkan langsung, media cetak dan lainnya dan pendistribusian rekaman suara ke pedagang besar, eceran, atau langsung ke masyarakat, termasuk penerbitan buku musik dan buku lembaran musik.
D. Kegiatan Kantor Berita Kegiatan kantor berita terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Kegiatan Kantor Berita oleh Pemerintah (63911): Kelompok ini mencakup kegiatan
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
49
pemerintah dalam usaha mencari, mengumpulkan, mengolah dan mempublikasikan berita melalui media cetak maupun elektronik, dengan tujuan untuk menyampaikannya kepada masyarakat sebagai informasi. Contohnya adalah Kantor Berita Antara. 2. Kegiatan Kantor Berita oleh Swasta (63912): Kelompok ini mencakup usaha mengumpulkan dan menyebarluaskan berita melalui media cetak maupun elektronik dengan tujuan untuk menyampaikannya kepada masyarakat sebagai informasi yang dikelola oleh swasta. 3. Jurnalis Berita Independen (990005): Kelompok ini mencakup usaha mencari berita yang dilakukan oleh perseorangan sebagai bahan informasi.
2.2.3 Model Bisnis di Industri Penerbitan Secara umum, ada dua pendekatan yang dilakukan para aktor bisnis dalam industri penerbitan. Aktor-aktor bisnis konvensional cenderung menitikberatkan pada penghasilan dan penjualan buku baik cetak maupun daring. Sementara aktor-aktor bisnis yang lebih muda, pada umumnya komikus, lebih berfokus pada pengembangan konten HKI. Secara lebih rinci, perbedaan keduanya adalah sebagai berikut:
A. Model Bisnis Penerbitan Penghasil Buku Model bisnis penerbitan cetak mengacu pada bisnis penerbitan yang memiliki tujuan untuk menciptakan dan mencetak konten berwujud buku maupun media berkala yang diterbitkan secara cetak maupun daring. Model bisnis ini meliputi semua rantai nilai, mulai dari proses ide, kreasi, produksi, distribusi dan penjualan. Monetisasi bisnis penerbitan cetak di Indonesia pada umumnya dibagi sebagai berikut: •
Penulis: 10% dari harga buku
•
Produksi: 20% dari harga buku
•
Penerbit: 15-20% dari harga buku
•
Distributor: 50-55% dari harga buku
Dari sini, dapat dilihat bahwa distributor mendapatkan porsi paling besar dari keuntungan penjualan buku. Hal ini menyebabkan minimnya alokasi dana untuk agen naskah dan berbagai keperluan penerbit seperti pemasaran dan sejenisnya. Pembagian ini terjadi karena kondisi monopolistik yang membuat distributor memiliki daya tawar yang amat tinggi sebagaimana akan kita bahas pada bab selanjutnya.
B. Model Bisnis Pengembang Konten terkait Hak Kekayaan Intelektual Model bisnis pengembang konten sangat erat kaitannya dengan pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau lebih tepatnya Hak Cipta sebuah karya kreatif penerbitan. Dalam proses pengelolaan HKI di Indonesia, penerbit sering menyalahartikan perannya dengan memfokuskan pada pemenuhan kuota penjualan judul-judul baru,bukan kepada pengelolaan HKI. Di negaranegara maju, HKI menjadi dasar pengelolaan hasil karya untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi karya-karya turunan. Hal inilah yang menjadikan model bisnis pengembang konten penerbitan muncul dan berkembang. Model bisnis pengembang konten HKI adalah model bisnis yang memiliki tujuan untuk menciptakan konten yang dialihmediakan atau dalam bentuk karakter.Model bisnis ini sangat berkembang dewasa ini seiring perkembangan teknologi. Pada umumnya, cerita akan melahirkan
50
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
ragam karakter yang dapat dikelola hak cipta-nya ataupun dialihmediakan seperti Harry Potter, X-Men, Doraemon dan lainnya. Bisnis ini seringkali berjalan secara berkebalikan dengan cara membentuk karakter konten terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan cerita yang mengikuti karakter tersebut. Dalam bisnis pengembangan konten, media cetak bukan menjadi tujuan utama produksi.Prioritas utama lebih kepada penyebarluasan konten menggunakan media daring dan multimedia lainnya. Bisnis ini sangat diminati oleh komikus-komikus maupun penulis muda. Karena inti dari bisnis ini lebih kepada pengembangan konten, model bisnis ini tidak terlalu dibatasi pengeluaran sumber daya (manusia dan mesin) seperti bisnis penerbitan cetak. Gambar 2 - 7 Usaha, Pengembangan, dan Derivatif Penerbitan
Sumber: IKAPI (2014)
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan Indonesia
51
52
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
BAB 3 Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
53
Dalam perkembangannya, industri penerbitan selalu berubah mengikuti tantangan yang ada di lingkungannya. Permasalahan utama yang terjadi adalah bagaimana industri ini dapat tumbuh menjadi besar. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, jumlah penerbitan buku di Indonesia berada di peringkat 18, masih jauh di bandingkan dengan Amerika Serikat yang berada pada peringkat pertama dengan 292.014 buku per tahun. Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,jumlah penerbit yang ada di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Korea ataupun India. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah produksi buku di Indonesia yang juga masih rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun, dibandingkan dengan Jepang yang mencapai 40.000 buku pertahun, atau India pada 60.000 dan Cina pada 140.000 (Kompas, 2012). Tabel 3 - 1 Produktivitas Penerbitan Buku Negara Asia/tahun
NEGARA
PRODUKSI BUKU
Cina
140.000/tahun
India
60.000/tahun
Jepang
40.000/tahun
Vietnam
15.000/tahun
Indonesia
18.000/tahun
Sumber: IKAPI, 2012
Pertumbuhan industri penerbitan berkaitan dengan pengembangan teknologi pendukungnya. Kemajuan teknologi memiliki peran positif dan negatif dalam meningkatkan pertumbuhan industri penerbitan di dalam negeri.Pengaruh positifnya terutama berkaitan dengan penerbitan buku digital, seperti eBook store.Saat ini ada eBook store yang cukup aktif, yaitu Scoop (di bawah manajemen Gramedia), Gramediana (milik Gramedia), Lumos (milik Mizan) dan Wayang Force (milik Megindo).Tetapi, sayangnya, mesin percetakan berteknologi tinggi dan penjualan buku digital hanya dimiliki oleh perusahaan penerbitan dan percetakan besar, sehingga perusahaan penerbitan kecil menjadi terbatas geraknya dan kurang dapat berkembang. Di Indonesia sendiri, masih banyak penerbit yang menggunakan cara konvensional untuk melakukan pencetakan. Hal ini membuktikan bahwa semakin majunya teknologi dan pendidikan tidak lantas otomatis membuat industri penerbitan tumbuh.
3.1 Kontribusi Ekonomi Penerbitan Perhitungan kontribusi ekonomi subsektor penerbitan terhadap perekonomian nasiona sangatlah penting untuk melihat posisi subsektor penerbitan dalam perekonomian nasional. Data kontribusi ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada tahun 2013. Perhitungan kontribusi ekonomi ini masih memiliki banyak kekurangan karena lingkup subsektor penerbitan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) masih belum sesuai dengan ruang lingkup industri penerbitan yang masuk dalam subsektor ekonomi kreatif. Namun sebagai data awal, kontribusi ekonomi subsektor teknologi informasi dapat dilihat pada Tabel 3-1. Data ini tentunya perlu dievaluasi dan direvisi sesuai dengan konteks industri penerbitan yang merupakan bagian dari subsektor penerbitan.
54
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Tabel 3 - 2 Kontribusi Ekonomi Subsektor Penerbitan 2010-2013 INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
1
Berbasis Produk Domestik Bruto
a
Nilai Tambah Subsektor (ADHB)*
Miliar Rupiah
40,226.96
43,757.01
47,896.67
52,037.56
45,979.55
b
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Ekonomi Kreatif (ADHB)*
Persen
8.50
8.30
8.28
8.11
8.30
c
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Total PDB (ADHB)*
Persen
0.62
0.59
0.58
0.57
0.59
d
Pertumbuhan Nilai Tambah Subsektor (ADHK)**
Persen
-
0.68
3.60
3.39
2.56
2
Berbasis Ketenagakerjaan
a
Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Orang
490,422
496,067
503,925
505,757
499,043
b
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
4.27
4.25
4.27
4.26
4.26
c
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Nasional
Persen
0.45
0.45
0.45
0.46
0.45
d
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Persen
-
1.15
1.58
0.36
1.03
e
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor
Ribu Rupiah/ Pekerja Pertahun
82,025
88,208
95,047
102,890
92,042.66
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
55
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
3
Berbasis Aktivitas Perusahaan
a
Jumlah Perusahaan Subsektor
Perusahaan
54,492
55,035
55,232
55,396
55,039
b
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Jumlah Perusahaan Ekonomi Kreatif
Persen
1.04
1.03
1.02
1.02
1.03
c
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Total Usaha
Persen
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
d
Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen
-
1.00
0.36
0.30
0.55
e
Nilai Ekspor Subsektor
Juta Rupiah
1,669,121.41
1,707,399.55
1,750,281.53
1,755,826.28
1,720,657.19
f
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
1.73
1.62
1.59
1.48
1.60
g
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Total Ekspor
Persen
0.11
0.09
0.09
0.08
0.09
h
Pertumbuhan Ekspor Subsektor
Persen
-
2.29
2.51
0.32
1.71
4
Berbasis Konsumsi Rumah Tangga
a
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Subsektor
Juta Rupiah
30,266,172.00
31,648,560.35
33,538,099.71
36,117,970.86
32,892,700.73
b
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor terhadap Konsumsi Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
4.71
4.47
4.29
4.17
4.41
56
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
c
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga
Persen
0.83
0.78
0.75
0.72
0.77
d
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Persen
-
4.57
5.97
7.69
6.08
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku
**ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013), diolah
“
Jumlah penerbit yang ada di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Korea ataupun India, yang berpengaruh terhadap rendahnya jumlah produksi buku per tahun yang tidak sampai 18.000 judul buku, dibandingkan dengan Jepang yang mencapai 40.000 buku, atau India pada 60.000 dan Cina pada 140.000
“
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
57
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Gambar 3 - 1 Kontribusi terhadap total produk domestik bruto industri kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 3.1, dapat dilihat bahwa industri penerbitan memberikan kontribusi 8% terhadap total produk domestik bruto industri kreatif. Rata-rata pertumbuhan NTB industri kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 5,2% dan 6,1%. Nilai tambah bruto pada tahun 2013 sendiri bernilai Rp52 triliun dengan rata-rata pertumbuhan nilai tambah bruto sebesar 2,5% untuk periode 2011-2013.
58
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan Gambar 3 - 2 Kontribusi terhadap total tenaga kerja industri kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 3.2, dapat dilihat bahwa industripenerbitan memberikan kontribusi 4,26% terhadap total tenaga kerja industri kreatif. Rata-rata pertumbuhan tenaga kerja industri kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 1,09% dan 0,79%. Nilai tersebut didapatkan dari 505.757 tenaga kerja pada tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1,03% untuk periode 2011-2013.
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
59
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan Gambar 3 - 3 Kontribusi terhadap total unit usaha bruto industri kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 3.3, dapat dilihat bahwa industri penerbitan memberikan kontribusi 1,02% terhadap total unit usaha industri kreatif. Rata-rata pertumbuhan unit usaha industri kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 0,98% dan 1,05%. Nilai tersebut didapatkan dari 55.396 unit usaha pada tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sebesar 0,55% untuk periode 2011-2013.
60
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga Gambar 3 - 4 Kontribusi terhadap total konsumsi rumah tangga industri kreatif (2013)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 3.4, dapat dilihat bahwa industri penerbitan memberikan kontribusi 4,17% terhadap total konsumsi rumah tangga industri kreatif. Rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga industri kreatif dan Indonesia secara keseluruhan adalah 10,5% dan 11,15%. Nilai konsumsi rumah tangga pada tahun 2013 sendiri bernilai Rp 36 triliun dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 6,07% untuk periode 2011-2013.
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
61
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor Gambar 3 - 5 Pertumbuhan ekspor 2010-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Gambar 3-5, dapat dilihat bahwa industri penerbitan memberikan kontribusi 1,48% terhadap total nilai ekspor industri kreatif. Nilai ekspor pada tahun 2013 sendiri bernilai Rp 1,7 Miliar dengan rata-rata pertumbuhan ekspor sebesar 0,14% untuk periode 2010-2013.
62
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
3.2 Kebijakan Pengembangan Penerbitan Tabel 3-3 berikut merupakan analisis evaluatif terhadap kebijakan yang terkait dengan Penerbitan, baik dari sisi Penerbitan dan Percetakan sebagai industri maupun dari sisi pendidikan yang terkait dengan dunia penerbitan. Tabel 3 - 3 Pemetaan kebijakan
KEBIJAKAN
UNDANG-UNDANG, PERATURAN, DAN KEBIJAKAN YANG BERLAKU
ANALISIS
Keterbukaan Informasi
• UU 40/1999 tentang pers • UU 32/2002 tentang penyiaran • UU No 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik
Hak Cipta(LIPI, 2004)
• UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Pendaftaran hak cipta atas suatu produk masih memakan waktu terlalu lama.
Kebijakan Plagiarisme
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiarisme di Perguruan Tinggi
Kebijakan plagiarisme yang ada belum mengatur secara spesifik mengenai plagiarisme karya kreatif penerbitan
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
• Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia tahun 2009 • Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Bidang Ekonomi Kreatif
Klasifikasi dari KBLI ini masih terlalu besar berikaitan dengan subsektor Kebanyakan klasifikasi dalam KBLI masihtumpang tindih dengan subsektor lainnya, seperti musik, video, IT, dll. Oleh karena itu diperlukan pengklasifikasian KBLI khusus penerbitan dan percetakan yang lebih mendetil.
Regulasi Terkait Penerbitan Industri penerbitan di Indonesia telah mengalami pasang surut. Perubahan dinamika dalam kebijakan pendidikan dan perkembangan informasi dan teknologi sangat berpengaruh dalam keberlangsungan subsektor ini. Upaya pemerintah sampai saat ini dinilai kurang terfokus untuk membangun industri penerbitan. Terutama, diperlukan pengkajian lebih mendalam mengenai kebijakan-kebijakan sebagai berikut: 1. Kebijakan Plagiarisme. Pembajakan tumbuh subur di Indonesia, melihat dari banyaknya karya tulis mahasiswa yang menjiplak karya orang lain serta banyaknya buku-buku bajakan yang dijual di kaki lima. Oleh karena peran kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam memberantas pembajakan sangat diperlukan untuk keberlangsungan industri ini. 2. Kebijakan Jalur Distribusi Alternatif. Struktur distribusi yang kurang efisien menyebabkan buku-buku yang dijual di daerah pelosok menjadi lebih mahal dibandingkan dengan kotakota besar di pulau Jawa, berbanding terbalik dengan struktur daya beli masyarakatnya. Hal ini menyebabkan minat beli masyarakat daerah pun menjadi kecil. Oleh karena itu diperlukan kebijakan mengenai distribusi industri perbukuan sehingga produk buku dapat dikonsumsi secara nasional dengan harga yang lebih adil dan sesuai dengan daya beli masyarakatnya.
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
63
3.3 Struktur Pasar Penerbitan Menurut data IKAPI, pada tahun 2013 terdapat 1.219 penerbit yang terdaftar sebagai anggotanya. Di antara penerbit itu, 800 tercatat sebagai penerbit aktif.Keseluruhan penerbit adalah penerbit swasta, dan hanya satu penerbit yang tercatat sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yaitu Balai Pustaka. Kategorisasi penerbit di Indonesia terbagi menjadi empat jenis, yaitu: •
Self Publisher: Penerbit yang memfasilitasi penulis untuk menerbitkan naskahnya sendiri, tanpa bergantung ketentuan kuota judul maupun penjualan per tahun
•
Small Publisher: Penerbit skala kecil dengan jumlah terbitan judul kurang dari 10 pertahun
•
Medium Publisher: Penerbit skala menegah dengan jumlah terbitan judul 10-50 pertahun
•
Major Publisher: Penerbit skala besar dengan jumlah terbitan lebih dari 50 judul per tahun Gambar 3 - 6 Jumlah Penerbit yang Menjadi Anggota IKAPI s/d 2013
Sumber: IKAPI (2014)
Pada umumnya, penerbit mempunyai ukuran yang relatif sama. Hal ini berarti produksi dari setiap penerbit jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan jumlah produksi yang beredar di keseluruhan pasar. Walaupun demikian, saat ini pasar masih di kuasai oleh penerbit-penerbit besar yang terpusat di kota-kota besar di Indonesia (Gambar 3-6). Persaingan monopolistik semacam ini menyebabkan penerbit-penerbit besar mempunyai daya tawar yang begitu tinggi dalam mempromosikan produk serta menetapkan harga dan struktur laba dalam penjualan produk penerbit, sehingga dirasa kurang adil bagi beberapa pihak.
3.4 Daya Saing Penerbitan Berdasarkan matriks daya saing, Penerbitan Indonesia memiliki nilai rata-rata 4,3. Potensi terbesar dariindustri penerbitan berada pada sumber daya kreatif yang memiliki nilai diatas rata-rata, yaitu 4,9. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang/wirausaha/usaha kreatif dan karya-karya kreatif milik Indonesia yang telah disebarluaskan.
64
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Gambar 3 - 7 Daya Saing Penerbitan
Tinggi-rendahnya potensi sumber daya kreatif sangat dipengaruhi oleh nilai sumber daya pendukung dan kelembagaan. Bila dilihat dari matriks,sumber daya pendukung memiliki potensi cukup strategis untuk meningkatkan kreasi dan produktivitasindustri penerbitan. Alih-alih, sebagai salah satu pemilik hutan terbesar, Indonesia berpotensi untuk memproduksi kertas secara mandiri sehingga mampu menekan biaya produksi karya kreatif.Selain itu, keragaman budaya yang ada Indonesia berpotensi untuk mengembangkan konten dari karya kreatif yang memiliki nilai budaya bangsa sehingga memiliki nilai keunikan yang tinggi. Sayangnya, dalam perkembangan daya saingnya, nilai kelembagaan penerbitan Indonesia masih sangat rendah, berada pada nilai 4,0. Hal ini dapat dilihat dari regulasi dan apresiasi yang masih sangat kurang dalam mendukung kinerja sumber daya kreatif. Struktur distribusi yang kurang efisien, ketidakstabilan bahan baku kertas dan tinta, dan rentannya pembajakan terhadap karyakarya kreatif penerbitan semua berkontribusi pada nilai rendah ini. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dalam pilar kelembagaan untuk meningkatkan daya saing penerbitan. Matriks daya saing menunjukkan nilai terendah pada pilar pembiayaan, yaitu 3,0. Beratnya biaya produksi dalam pembuatan karya kreatif, khususnya cetak, sangat tinggi, sehingga alokasi dana untuk kegiatan pemasaran sangat terbatas dan cenderung tidak dapat dilakukan oleh penerbit. Sampai saat ini, belum ada sumber atau alternatif lembaga yang memberikan informasi dan dukungan mengenai pembiayaan. Oleh karena itu, diperlukan intervensi dalam pilar pembiayaan yang akan meningkatkan daya saing industri melalui kegiatan pemasaran yang aktif.
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Penerbitan Pertumbuhan ekonomi kreatif sangat penting untuk meningkatkan perekonomian nasional dan persaingan global.Ekonomi kreatif berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual, dan merupakan harapan bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan PDB tahunan periode 2002-2006,
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
65
industri kreatif memiliki rata-rata pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,76%. Sedangkan pertumbuhan ekspor industri kreatif tahun 2013 mencapai 119,7 T, meningkat 8% dari tahun 2012 (Merdeka, 2014). Salah satu subsektor potensial dalam industri kreatif adalah penerbitan. Berdasarkan data yang didapat,industripenerbitan termasuk salah satu yang mendominasi industri kreatif. Hal ini dilihat dari peningkatansebesar 4,7% tahun 2011 menjadi 4,86% tahun 2012. Kedua hal ini membuktikan bahwa industri penerbitan berpotensi untuk bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Industri penerbitan dan percetakan memiliki posisi yang sangat fundamental, karena industri inilah yang paling bertahan lama dan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Saat iniindustri penerbitan mengalami perkembangan yang pesat. Dengan luas wilayah 1.910.931 km2 dan besar populasi sebanyak 244,2 juta yang 93,4% penduduknya telah melek huruf. Tabel 3 - 4 Potensi Industri Penerbitan pada Tahun 2012
Luas
1.910.931 km2
Populasi
244,2 juta
Pertumbuhan Populasi
1,31%
Angka Melek Huruf
93,4%
Pengguna Internet
71,19 Juta
Produk Domestik Bruto
$878 Milliar
PDB/kapita
$3,556.79
Pertumbuhan Ekonomi
6,2%
Angka Pengangguran
6,1%
Sumber: IKAPI (2014)
Dalam perkembangan penerbitan di Indonesia terdapat 1126 Penerbit yang terdaftar di Pulau Jawa sebanyak 1004, berarti sebanyak 122 penerbit tersebar di luar pulau Jawa. Lain dari pada itu penerbit yang ada 60% menerbitan buku teks dan hanya 40% buku umum. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa dalam penerbitan Indonesia mayoritas masyarakat mengkonsumsi buku teks untuk keperluan pendidikan. PT.Gramedia sendiri, selaku penerbit dan distributor buku terbesar menerbitkan 2300 judul perbulannya di tahun 2011. Selain itu terdapat beberapa lembaga yang tidak terdeteksi menerbitkan buku seperti lembaga pemerintah, perusahaan swasta/BUMN, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Self Publisher, komunitas hobi dan Lembaga lainnya. Bila dilihat demikian potensi pengembangan buku memiliki pasar yang sangat besar dan masyarakat memiliki beragam pilihan, sehingga persaingan menjadi ketat. Pasar penerbitan buku di Indonesia tumbuh sebanyak 6% pertahun (IKAPI, 2014) antara tahun 2007-2012. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di Indonesia, perkembangan pesat di kelas menengah dan meningkatnya kesadaran akan pendidikan. Pada tahun 2013, ada 33.199.557 eksemplar buku terjual di Indonesia dimana peringkat pertama penjualan dikuasai oleh penjualan buku anak sebanyak 10,9 Juta eksemplar (Tabel.12). Oleh karena itu bila dibandingkan dengan total populasi sebesar 244 juta,2 Juta Jiwa maka produksi buku di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi maju.
66
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Tabel 3 - 5 10 Buku Terlaris di Indonesia
1
Anak
10,9 Juta
2
Religi
3,7 Juta
3
Sastra/Fiksi
3,6 Juta
4
Sekolah
3,5 Juta
5
Referensi/Kamus
2 Juta
6
Bisnis/Ekonomi
1 Juta
7
Pengembangan Diri
900 Ribu
8
Ilmu Sosial
800 Ribu
9
Masakan
700 Ribu
10
Komputer
700 Ribu
Sumber: IKAPI, 2013
Permasalahan utama yang di hadapi penerbitan Indonesia adalah keberlangsungan penerbitan cetak. Berkembangnya teknologi digital dan internet membuat beberapa penerbitan cetak lokal Indonesia mengalami kebangkrutan. Tetapi hal ini juga dapat dilihat sebagai tantangan untuk menciptakan bisnis model baru pada industri penerbitan. Selanjutnya, akan kita lihat secara mendetil berbagai potensi dan permasalahan industri penerbitan dalam matriks di bawah Tabel 3 - 6 Potensi dan Permasalahan Penerbitan
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
SUMBER DAYA KREATIF 1
Tersedianya pendidikan non-formal yang dilakukan lembaga atau komunitasberkaitan dengan creative writing, design, tata letak, dll.
1
Masih mahalnya biaya pendidikan nonformal untuk melatih keahlian orang kreatif penerbitan
2
Semua tingkat dan jalur pendidikan dari TK sampai perguruan tingggi mengajarkan anak untuk menggali imajinasi, menggambar, menulis danmenganalisa
2
Institusi pendidikan memperbolehkan siswa dan pengajar untuk menggunaan buku-buku bajakan di dalam proses belajar mengajar
3
Tersedianya orang kreatif yang memiliki minat menulis
3
Masih jarangnya institusi pendidikan yang membuat ekstrakulikuler untuk melatih cara menulis dan membaca siswa
4
Sudah adanya penulis-penulis Indonesia yang diakui karyanya di Internasional ( GoInternasional)
4
Mundurnya penggunaan bahasa penulisan karya kreatif menggunakan bahasa baku (KBBI)
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
67
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman) 5
Masih jarangnya pelaku kreatif penerbitan yang memiliki link and match dunia pendidikan dan dunia usaha
6
Belum terhubungnya dunia pendidikan dengan dunia usaha penerbitan
7
Belum banyaknya beasiswa yang mendukung kreativitas penulis /orang kreatif penerbitan
8
Hilangnya kualitas gaya dan kemampuan penulis ataupun penyunting
9
Rendahnya pemahaman penulis dalam pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual yang masih rendah
10
Kesejahteraan tenaga kerja penerbitan dan percetakan yang masih rendah
SUMBER DAYA PENDUKUNG 1
Penggunaan kertas-kertas daur ulang untuk pencetakan karya tulis
1
Masih rendahnya pengarsipan terhadap karya-karya budaya bangsa.
2
Tersedia banyak sumber daya budaya yang dapat menjadi identitas Penerbitan dan Percetakan Indonesia.
2
Kurangnya penelitian terkait sumber daya pembuatan kertas produksi dalam negeri. Kertas masih impor
3
Karya kreatif yang bernilai budaya Indonesia
3
Invasi budaya-budaya negara lain seperti korea, jepang yang lebihdiminati pembaca
4
Penggunaan karya-karya penerbitan untuk pengembangan karya subsektor ekonomi kreatif lainnya
4
Karya-karya budaya / sastra/ sejarah yang kurang peminat atau mulai ditinggalkan pembaca(terancam punah)
5
Kurangnya penelitian terkait sumber daya budaya oleh peneliti Indonesia
INDUSTRI
68
1
Tersedianya wirausaha kreatiflokal yang banyak
1
Masih rendahnya wirausaha kreatiflokal yang menembus pasar internasional
2
Jumlah usaha penerbitan cetak sudah banyak
2
Masih rendahnya jejaring dan kerjasama di tingkat lokal, nasional maupun global
3
Tumbuh dan berkembangnya model bisnis baru seperti pengembangan konten, self publisher dan digital publisher
3
Kesiapan industri untuk memenuhi permintaan pasar masih kurang
4
Sudah ada beberapa usaha kreatif yang mengembangkan karya kreatif untuk alih media oleh industri kreatif lain seperti film, seni pertunjukan, animasi dll
4
Pemahaman penulis dan penerbit dalam pengelolaan Hak Cipta yang masih rendah
5
Tumbuh dan berkembangnya self publisher
5
Penyebaran usaha kreatif belum merata di seluruh Indonesia (penerbit terpusat di kota besar)
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
POTENSI (Peluang dan kekuatan)
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
6
Kualitas dan keragaman beberapa karya kreatif hasil Penerbitan dan Percetakan Indonesia sudah diakui oleh pasar internasional.
6
Belum adanya pemetaan tentang penerbit mandiri dan penerbit digital yang berkembang saat ini
7
Terdapat karya-karya tulis Penerbitan dan Percetakan produknya sudah dipasarkan ke luar negeri seperti pesona edu, gagas media dll.
7
Masih kurangnya kesempatan alih media terhadap karya-karya tulis Indonesia
8
Monetisasi yang merugikan penulis dan penerbit
9
Perusahaan Penerbitan dan Percetakan lokal masih susah bersaing dengan internasional di negeri sendiri
10
Kesiapan industri untuk memenuhi permintaan pasar masih kurang
11
Serapan industri terhadap hasil-hasil kompetisi rendah
12
Kualitas karya kreatif penulisan Indonesia masih rendah
1
Belum adanya alternatif pembiayaan terkait pengembangan bisnis baru dalam industri penerbitan dan percetakan. Khususnya karya penulisan seperti sastra / sejarah yang kurang diminati pasar
2
Tidak adanya informasi terkait sumber pembiayaan untuk produksi penerbitan dan percetakan
3
Pembajakan karya tulis
4
Pembajakan karya tulis
PEMBIAYAAN 1
Penyewaan lisensi asing untuk pasar global
PEMASARAN 1
Besarnya potensi perkembangan produk penerbitan lokal
1
Adanya kesepakatan pasar bebas pada tahun 2015, sementara Indonesia belum siap untuk menghadapi hal tersebut.
2
Potensi pasar domestik(pasar pemerintah dan pasar swasta) dan pasar internasional
2
Karya-karya tulis/komik (produk) internasional yang lebih diminati masyarakat
3
Pertumbuhan konsumsi Indonesia bertambah sehingga dapat menambah peluang bagi Penerbitan dan Percetakan untuk memasarkan produknya
3
Penyediaan ruang promosi dan pameran nasional dan internasional yang masih sangat mahal
4
Besarnya potensi penggunaan produkproduk penerbitan padasemua sektor seperti : pendidikan,komunikasi, kesehatan,ekonomi kreatif, dan pariwisata
4
Belum banyaknya pameran yang diadakan di tingkat internasional
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
69
POTENSI (Peluang dan kekuatan) 5
Adanya media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram untuk membantu perluasan pasar hingga internasional
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman) 5
Belum banyaknya pameran yang diadakan di tingkat internasional
INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI 1
Banyaknya jumlah Perpustakaan yang perlu direvitalisasi berbasis kemajuan
1
Pengangkutan / distribusi yang memakan waktu tidak singkat ke daerah pelosok
2
Perkembangan teknologi internet memunculkan pengembangan model bisnis baru, konten penulisan untuk alih media, kemudahan informasi dan publikas karya
2
Mesin-mesin teknologi tinggi untuk pencetakan yang masih mahal
3
Berkembangnya teknologi digital dan multimedia membuat proses kreasi Penerbitan dan Percetakan lebih mudah dan cepat
3
Teknologi mengganggu kestabilan karya kreatif cetak penerbitan dan percetakan
4
Teknologi mengganggu kestabilan karya kreatif cetak penerbitan dan percetakan
KELEMBAGAAN
70
1
Sudah ada regulasi terkait kebebasan informasi danperpajakan produk penerbitan yang berkaitan dengan pendidikan
1
Belum adanya regulasi terkait penciptaan nilai kreatif (creative chain) dan penataan industri kreatif dan industri pendukung penciptaan nilai kreatif (backward and forward linkage)
2
RUU Perbukuan yang sedang diajukan IKAPI
2
Belum adanya kebijakan terkait perluasan karya ekspor Penerbitan dan Percetakan
3
Adanya insentif keringanan pajak untuk pelaku penerbitan buku/produk pendidikan
3
Belum adanya regulasi terkaitpengembangan dan penyediaan teknologi dan infrastruktur pendukung industri kreatif, terutama distribusi produk Penerbitan dan Percetakan di Indonesia
4
Sudah ada regulasi terkait HAKI bagi karya Penerbitan dan Percetakan.
4
Belum adanya ketegasan sanksi plagiarisme terhadap karya kreatif Penerbitan dan Percetakaner di Indonesia Permasalahan HAKI
5
Kerjasama pemangku kepentingan dalam membangun even-event internasional
5
Potensi komunitas terkait industri penerbitan yang tersebar dan tidak terdata
6
Eksistensi komunitas-komunitas berkaitan dengan industri penerbitan dan percetakan yang banyak dan merata
6
Tempat umum yang masih jarang dalammerepresentasikan karya Penerbitan dan Percetakan Indonesia
7
Berkerjasama dan bermitra dengan komunitas-komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia
7
Belum adanya peningkatan diplomasi secara bilateral, regional dan multirateral mengenai karya-karya penerbitan Indonesia
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
POTENSI (Peluang dan kekuatan) 8
Sudah ada beberapa program untuk mengembangkan unit usaha Penerbitan dan Percetakan dari pemerintah
BAB 3: Kondisi Umum Penerbitan di Indonesia
PERMASALAHAN (tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman) 8
Kurangnya apresiasi/ penghargaan terhadap karya kreatif penerbitan dan percetakan
9
Kurangnya literasi masyarakat terhadap orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal dan konsumsi karya kreatif lokal
10
Masih rendahnyaminat baca masyarakat
11
Belum adanya lembaga kritik, komite ataupun dewan buku yang berstandar sehingga karya penulis indonesia menjadi tidak berkualitas
12
Pembajakan karya kreatif yang cukup banyak
13
Masih rendahnya akses dan distribusi terhadap informasi/pengetahuan terhadap sumber daya alam dan sumber daya budaya lokal
14
Kurangnya apresiasi masyarakat untuk mendukung produk penerbitan nasional
71
72
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
BAB 4 Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
73
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015—2019 Arahan RPJPN 2005-2025, pembangunan nasional tahap ketiga (2015-2019) adalah ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable). Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang, maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah: 1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi kemiskinan yang didukung oleh struktur dan ketahanan ekonomi yang kuat. 2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai wilayah Indonesia secara adil dan merata. 3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah dan perusahaan yang benar dan baik. 4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari. Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan nasional, yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4) Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan. Pembangunan ekonomi kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
“
Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
“
74
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Memantapkan pengembangan ekonomi kreatif yang dimaksud adalah memperkuat landasan kelembagaan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan. Landasan yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan daya saing nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kreativitas serta kedinamisan masyarakat untuk berinovasi, dan menciptakan solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk menciptakan industri kreatif yang berdaya saing, beragam, dan berkelanjutan. Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015-2019 bertujuan untuk menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal. Sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, pengembangan penerbitan sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif juga diarahkan untuk membangun landasan yang kuat agar mampu memberdayakan seluruh potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh semua sumber daya manusia di penerbitan sehingga tercipta profesionalisme-yang diperlukan untuk membentuk mekanisme yang dapat mendukung terbentuknya industri penerbitan sehingga mampu untuk terus menghadirkan karya-karya berkualitas dan menginspirasi kehidupan bermasyarakat di Indonesia sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan penerbitan dalam lima tahun mendatang dilakukan melalui: Penciptaan sumber daya manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdayasaing; Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang mendukung penerbitan secara berkelanjutan; Pengembangan wirausaha, usaha, dan karya kreatif penerbitan yang merata dan berdaya saing; Penciptaan pembiayaan, kemudahan akses dan kompetitif bagi usaha, wirausaha dan orang kreatif penerbitan; Perluasan pasar penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkelanjutan; Penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung industri penerbitan yang tepat guna, mudah diakses dan kompetitif; dan Penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas untuk pengembangan ekonomi kreatif penerbitan.
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Penerbitan Visi, misi, tujuan dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan seni pertunjukan pada periode 2015-2019 yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur. Secara umum, kerangka strategis pengembangan penerbitan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 4-1.
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
75
VISI
Mengembangkan sumberdaya lokal kreatif bagi penerbitan Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing
Mengembangkan penerbitan Indonesia yang tumbuh merata, berdaya saing dan berkelanjutan
Mengembangkan lingkungan penerbitan Indonesia yang mengarusutamaan kreativitas dan kondusif dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
1
3
4
Penciptaan model pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi usaha, wirausaha dan orang kreatif penerbitan
5
Pengembangan pasar yang luas bagi penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
6
Penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung industri penerbitan yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
7
Penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan ekonomi kreatif penerbitan
8
Menyediakan pembiayaan penelitian dan pelestarian karya kreatif penerbitan berkaitan dengan budaya bangsa, sastra dan sejarah
9
Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif penerbitan nasional dan internasional
10
Menyediakan infrastruktur logistik dan jaringan internet yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar bagi industri penerbitan secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
11
Menciptakan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutu dan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia
TUJUAN
“Penerbitan Indonesia yang bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan”
MISI
Tabel 4 - 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Penerbitan 2015-2019
2
Pertumbuhan wirausaha, usaha dan karya kreatif penerbitan yang merata dan berdaya saing
Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang mendukung usaha penerbitan secara berkelanjutan
Meningkatnya mutu pengelolaan Pendidikan Formal, Non-Formal dan Informal yang mendukung orang kreatif Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
5
Meningkatnya wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing , bertumbuh dan berkelanjutan
SASARAN STRATEGIS
1
Penciptaan sumber daya manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdaya saing
2
76
Mengoptimalkan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas SDM Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
6
Meningkatnya usaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
3
4
Mendukung penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan dengan menggunakan sumber daya alam Indonesia (yang terbarukan)
7
Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal berbasis budaya bangsa
Menyediakan data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepat untuk mengembangkan konten kreatif penerbitan
12
Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri penerbitan secara berkualitas dan berkelanjutan
13
Tercapainya kreativitas penerbitan sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan masyarakat
14
Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan penerbitan Indonesia dalam fora internasional
15
Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional
16
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang dihasilkan melalui karya kreatif penerbitan
4.2.1 Visi Pengembangan Penerbitan Dalam rangka memasuki tahap pembangunan ke-3 (2015—2019), pengembangan ekonomi kreatif akan difokuskan untuk pengembangan sumber daya kreatif dan sumber daya pendukung, meningkatkan daya saing industri kreatif, meningkatkan akses pembiayaan dan pasar, serta harmonisasi regulasi dan penguatan kelembagaan ekonomi kreatif. Berkaitan dengan itu, berdasarkan kondisi dan tantangan yang dihadapi penerbitan serta memperhitungkan daya saing dan potensi yang dimiliki, maka visi pengembangan seni pertunjukan selama periode 2015–2019 adalah:
“
“
Penerbitan Indonesia yang bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan
Pada visi diatas terdapat lima kata kunci yakni merata, berkualitas, berbudaya, berdayasaing dan berkelanjutan. Pemahaman dari lima kata kunci tersebut adalah: 1. Bertumbuh secara merata adalah penyebaran usaha kreatif dan wirausaha kreatif penerbitan Indonesia ke seluruh Indonesia, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa ataupun kota-kota besar. 2. Berkualitas adalah penerbitan Indonesia yang memiliki mutu yang baik dalam hal pengkaryaan, hal ini menunjuk untuk mengembangkan sumber daya manusia penerbitan agar menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas. BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
77
3. Berdaya saing adalah menunjuk karya kreatif penerbitan yang dapat disandingkan dengan karya kreatif penerbitan lainnya di tingkat nasional maupun global. 4. Berbudaya mengandung arti nilai karya kreatif, usaha kreatif dan wirausaha kreatif penerbitan yang menjunjung tinggi budaya bangsa Indonesia. 5. Berkelanjutanmenunjuk pada keberlangsungan usaha penerbitan yang mampu bertahan dan berkembang besar dengan memanfaatkan peluang yang ada dan bertahan terhadap tantangan globalisasi.
4.2.2 Misi Pengembangan Penerbitan Untuk mencapai visi subsektor penerbitan 2019, Misi subsektor penerbitan 2015—2019 dikemas dalam Misi sebagai berikut: 1. Mengembangkan sumber daya lokal kreatif bagi penerbitan Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Misi 1 diatas bermaksud untuk mendorong pemanfaatan serta pengembangan sumber daya lokal baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun budaya agar dapat memiliki kualitas dan mutu yang cakap sehingga mampu bersaing dengan sumber daya kreatif lainnya. 2. Mengembangkan penerbitan Indonesia yang tumbuh merata, berdaya saing dan berkelanjutan. Misi 2 diatas bermaksud untuk mendukung pertumbuhan usaha penerbitan dan wirausaha penerbitan yang tersebar di seluruh indonesia, mampu bersaing dan bertahan baik nasional maupun internasional. 3. Mengembangkan lingkungan penerbitan Indonesia yang mengarusutamaan kreativitas dan kondusif dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Misi 3 diatas bermaksud untuk mengembangkan lingkungan kondusif yang menyokong keberlangsungan industri penerbitan. Dalam hal ini, pengembangan lingkungan kondusif berkaitan dengan peran regulasi dan para pemangku kepentingan seperti pemerintah, bisnis, akademisi dan komunitas.
4.2.3 Tujuan Pengembangan Penerbitan Untuk merealisasikan visi dan misi subsektor penerbitan maka perlu dirumuskan tujuan dan sasaran-sasaran strategis tahun 2015—2019 yang lebih jelas guna menggambarkan ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan rencana strategis pengembangan industri penerbitan adalah: 1. Penciptaan sumber daya manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdaya saing. 2. Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang mendukung usaha penerbitan secara berkelanjutan. 3. Pertumbuhan wirausaha, usaha dan karya kreatif penerbitan yang merata dan berdaya saing. 4. Penciptaan model pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri penerbitan. 5. Pengembangan pasar yang luas bagi penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan. 6. Penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung usaha penerbitan yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif. 7. Penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan ekonomi kreatif industri penerbitan.
78
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Penerbitan Untuk mencapai tujuan pengembangan seni pertunjukan maka terdapat empat belas sasaran strategis yang dapat diindikasikan oleh 41 indikasi strategis. Sasaran dan indikasi strategis pengembangan seni pertunjukan meliputi: Untuk keperluan pengukuran ketercapaian tujuan strategis pengembangan penerbitan maka diperlukan 16 sasaran strategis yang dapat diindikasikan oleh 35 indikasi strategis yang menggambarkan kondisi yang harus dicapai pada tahun 2019. Sasaran strategis dan indikasi strategis untuk tiap tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut. a. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 1. 1. Meningkatnya mutu pengelolaan Pendidikan Formal, Non-Formal dan Informal yangmendukung orang kreatif Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota 2. Mengoptimalkan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas untuk penerapan sistem pembelajaran Pendidikan Formal merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota Sasaran strategis 1 dan 2 untuk mencapai tujuan strategis 1 dapat diindikasikan oleh: • Meningkatnya jumlah Pendidikan Formal dan Nonformal di provinsi/Kabupaten/ Kota yang menimplementasikan kurikulum pendidikan soft skill yang mendukung keberlangsungan orang kreatifdi bidang penerbitan. • Bertambahnya sejumlah lembaga pendidikan formal, non-formal, komunitas yang difasilitasi sarana dan prasarana kreativitas di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota terkait pembuatan karya kreatif penerbitan. • Adanya pemetaan lembaga nonformal dan komunitas di Indonesia terkait pengembangan SDM kreatif. • Meningkatnya sejumlah peserta pelatihan/workshop berkaitan dengan penulisan konten (IP Awareness, Creative Thinking, Editing, Design dan Animation). b. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 2. 3. Mendukung penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan dengan menggunakan sumber daya alam Indonesia (yang terbarukan). 4. Menyediakan data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepatuntuk mengembangkan konten kreatif penerbitan. Sasaran strategis 3 dan 4 untuk mencapai tujuan strategis 2 dapat diindikasikan oleh: • Tersedianya bahan baku kertas dan tinta yang menunjang produktivitas penerbitan sehingga terjangkau dan terbarukan. • Tersedianya sejumlah data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepatuntuk mengembangkan konten kreatif penerbitan. • Meningkatnya sejumlah penelitian / karya kreatif berbasis sumber daya budaya lokal untuk pengembangan karya kreatif penerbitan.
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
79
c. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 3. 5. Meningkatnya wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh dan berkelanjutan. 6. Meningkatnya usaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan. 7. Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal berbasis budaya bangsa. Sasaran strategis 5, 6 dan 7 untuk mencapai tujuan strategis 3 dapat diindikasikan oleh: • Adanya pemetaan terkait wirausaha, usaha dan karya kreatif penerbitan. • Bertambahnya jumlah wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh dan berkelanjutan. • Bertambahnya sejumlah usaha kreatif penerbitan lokal yang merata berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan di wilayah Indonesia Timur. • Berkembangnya model bisnis baru yang tumbuh dan berkembang di bidang penerbitan Indonesia. • Bertambahnya sejumlah karya kreatif penerbitan lokal yang beragam dan berkualitas dan berbasis budaya bangsa. • Adanya sejumlah kerjasama terkait pengelolaan hak cipta (alih media) karya kreatif peninggi terbitan menjadi karya kreatif lain yang bernilai ekonomi dan budaya tinggi. d. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 4. 8. Menyediakan pembiayaan penelitiandan pelestarian karya kreatif penerbitan berkaitan dengan budaya bangsa, sastra dan sejarah. Sasaran strategis 8 untuk mencapai tujuan strategis 4 dapat diindikasikan oleh: • Bertambahnya sejumlah karya kreatif penerbitan (berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang) kembali dilestarikan. • Bertambahnya sejumlah penelitian/karya kreatif yang di produksi berkaitan dengan pelestarian budaya bangsa, bahasa daerah, sastra dan sejarah e. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 5. 9. Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif penerbitan nasional dan internasional Sasaran strategis 9 untuk mencapai tujuan strategis 5 dapat diindikasikan oleh: • Bertambahnya sejumlahkarya kreatif penerbitan yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing (Go Internasional). • Adanya kegiatan pameran/festival yang memasarkan karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan secara merata di provinsi/kabupaten/kota. • Meningkatnya sejumlah kegiatan pameran karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan di luar negeri (event-event internasional). • Meningkatnya pesertakegiatan pameran karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan di luar negeri (event-even internasional).
80
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
• •
Meningkatnya sejumlah karya kreatif penerbitan Indonesia yang dialihmediakan baik nasional maupun internasional. Tersedianya portal data base karya kreatif penerbitan yang dapat diakses dan digunakan untuk membangun jejaring pemasaran.
f. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 6. 10. Menyediakan infrastruktur logistik dan jaringan internet yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar bagi industri penerbitan secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota Sasaran strategis 10 untuk mencapai tujuan strategis 6 dapat diindikasikan oleh: • Bertambahnyainfrastruktur logistik untuk distribusi karya kreatif cetak yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. • Meningkatnya persebaran akses jaringan internet yang memadaisecara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota yang menunjang karya kreatif penerbitan digital. • Pertambahan kecepatan akses internet (MB/s) yang dapat digunakan untuk kemajuan penerbitan terkait penggunaan media daring. g. Sasaran strategis untuk mencapai tujuan strategis 7. 11. Menciptakan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutudan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia. 12. Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri penerbitan secara berkualitas dan berkelanjutan. 13. Tercapainya kreativitas penerbitan sebagai paradigma pembangunandan dalam kehidupanmasyarakat. 14. Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan penerbitan Indonesia dalam fora internasional. 15. Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif penerbitanlokal di tingkat nasional dan internasional. 16. Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokalyang dihasilkan melalui karya kreatif penerbitan Sasaran strategis 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 untuk mencapai tujuan strategis 7 dapat diindikasikan oleh: • Adanya sejumlah regulasi yang mendukung dan melindungi penciptaaniklim yang kondusif untuk meningkatan mutudan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia. • Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas dan pemerintah dalam pengembangan penerbitan Indonesia secara berkelanjutan. • Meningkatnya jumlahkarya kreatif penerbitan nasional yang dikonsumsi masyarakat.
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
81
•
Mengoptimalkan standarisasi karya-karya kreatif penerbitan seperti bahasa, etika penulisan, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
•
Meningkatnya intelektualitas dan gaya hidup berbudaya masyarakat melalui karya kreatif penerbitan.
•
Meningkatnya jumlah media baru yang digunakan untuk mengembangkan konten karya kreatif penerbitan.
•
Meningkatnya kerjasama berkaitan dengan penerjemahan karya kreatif, penerbitan event / konferensi / dalam fora internasional.
•
Meningkatnya jumlah kritikus karyakreatif penerbitanlokal.
•
Meningkatnya jumlah penghargaan kepada karyakreatif/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional.
•
Meningkatnya minat baca dan tulis masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan lokal.
•
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan lokal.
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Penerbitan Arah pengembangan penerbitan Indonesia dijabarkan berdasarkan tujuan pengembangan penerbitan, meliputi 7 tujuan utama, yaitu: penciptaan Sumber Daya Manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdayasaing; perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang mendukung penerbitan secara berkelanjutan; pengembangan wirausaha, usaha, dan karya kreatif penerbitan yang merata dan berdaya saing; penciptaan pembiayaan, kemudahan akses dan kompetitif bagi usaha, wirausaha dan orang kreatif penerbitan; perluasan pasar penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkelanjutan; penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung industri penerbitan yang tepat guna, mudah diakses dan kompetitif; dan penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas untuk pengembangan ekonomi kreatif penerbitan.
4.4.1 Arah Kebijakan Penciptaan Sumber Daya Manusia Kreatif Penerbitan yang Berkualitas dan Berdayasaing •
Bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dalam melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan kewirausahaan.
•
Membangun mekanisme kemitraan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pelatihan dengan pelaku usahadan komunitas untuk mengembangkan pendidikan dan pelatihan berkualitas untuk mengembangkan penerbitan Indonesia.
•
Bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional dalam Pengembangan Pendidikan yang Membangun SDM penerbitanyang Berjiwa Kreatif, Inovatif, Sportif dan Wirausaha
4.4.2 Arah Kebijakan Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Budaya yang Mendukung Penerbitan Secara Berkelanjutan Penyediaan bahan baku untuk kebutuhan produksi karya kreatifpenerbitan.
82
•
Pengembangan, Pembinaan dan Perlindungankarya kreatifpenerbitan indonesia yang bernilai budayasebagai jati diri bangsa.
•
Pelestarian karya kreatif penerbitanyang memiliki nilai sejarah budaya bangsa. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
4.4.3 Arah Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan Wirausaha, Usaha, dan Karya Kreatif Penerbitan yang Merata dan Berdaya Saing •
Optimalisasi iklim kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif penerbitan di tingkat lokal, nasional, dan global.
•
Penyelarasan pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
•
Penciptaan usaha kreatif penerbitan lokal di wilayah Indonesia Timur dengan melakukan Koordinasi antar Kementrian dan/atau Lembaga Pemerintah pusat dan daerah.
•
Optimalisasi iklim kolaborasi dan keterkaitan antar usaha kreatif penerbitan maupun antara industri kreatiflainnya di tingkat lokal, nasional, dan global.
•
Pengembangan wacana dan eksplorasi bentuk-bentuk baru dalam penciptaan karya kreatif penerbitan yang memanfaatkansumber daya budaya lokal secara berkelanjutan.
4.4.4 Arah Kebijakan Penciptaan Pembiayaan, Kemudahan Akses dan Kompetitif Bagi Usaha, Wirausaha dan Orang Kreatif Penerbitan. •
Pengembangan alternatif pembiayaan untuk penelitian pembuatan karya kreatif penerbitan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan kompetitif.
•
Penyediaan pembiayaan pencetakan karya kreatif penerbitan lokal untuk mendorong kemajuan usaha penerbitan cetak lokal.
4.4.5 Arah Kebijakan Perluasan Pasar Penerbitan di dalam dan Luar Negeri yang Berkelanjutan •
Peningkatan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, B2B networking industri penerbitan di dalam dan luar negeri.
•
Pengembangan sistem informasi pasar karya kreatif penerbitan di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasi didistribusikan dengan baik.
•
Pembatasan terhadap karya kreatif penerbitan mancanegara dan mendukung karya kreatif penerbitan lokal.
4.4.6 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Logistik dan Teknologi Pendukung Industri Penerbitan yang Tepat Guna, Mudah Diakses dan Kompetitif •
Pengembangan infrastruktur logistikdan jaringan internet di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah untuk mendukung industri penerbitan.
•
Penguatan dan perluasan pemanfaatan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) untuk mengakses karya kreatif penerbitan Indonesia.
4.4.7 Arah Kebijakan Penciptaan Kelembagaan yang Kondusif dan Mengarusutamakan Kreativitas untuk Pengembangan ekonomi Kreatif Penerbitan •
Harmonisasi regulasi (menciptakan, de-regulasi) dalam hal pendidikan dan apresiasi, pemanfaatan dan pengembangan sumber daya bangsa, penciptaan nilai kreatif dan
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
83
industri penerbitan beserta industri pendukunganya, pembiayaan, perluasan pasar, infrastruktur, HKI. •
Peningkatan sinergi, koordinasi, dan kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah) dan orang kreatif penerbitan dalam mengembangkan ekonomi kreatif.
•
Pengembangan, pembentukan dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan ekonomi kreatif industri penerbitan.
•
Pengembangan dan pembangunan kreativitas dan intelektual masyarakat melalui karya kreatif penerbitan Indonesia.
•
Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan Indonesia dalam forum diplomasi bilateral, regional dan multilateral.
•
Meningkatnya jumlah peserta dalam festival dan even internasional.
•
Memfasilitasi dan memberikan penghargaan yang prestisius bagi orang/karya/ wirausaha/ usaha kreatif lokal di tingkat nasional dan internasional.
•
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk menggunakan karya kreatif penerbitan lokal.
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Penerbitan Strategi pengembangan penerbitan merupakan pendekatan pelaksanaan perencanaan, dan rencana aksidalam kurun waktu tertentu.
4.5.1 Peningkatan Mutu Pengelolaan Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal yang mendukung Orang Kreatif Penerbitan Merata di Seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota Peningkatan mutu pengelolaan pendidikan formal, nonformal dan informal yang mendukung orang kreatif penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten dan kota memiliki empat strategi utamayang dicapai melalui empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Meningkatan mutu lembaga pendidikan, tenaga kependidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif penerbitan secara berkelanjutan khususnya di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah: Mendukung dan memfasilitasi kementerian pendidikan nasional untuk menerapkan kurikulum pendidikan softskill kepada sejumlah pendidikan formal dan nonformal di 10 provinsi berpotensi di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara dan Papua. 2. Strategi 2:Mendorong tersedianya tenaga ahlipendidikan yang berkualitas, yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatifpenerbitan secara berkelanjutan khususnya di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Penyediaan tenaga pendidik dan tutor berkompeten yang merata di 10 provinsi berpotensi di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara dan Papua. 3. Strategi 3: Melakukan pemetaan lembaga nonformal dan komunitas terkait industri penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Melakukan pemetaan potensi dan publikasi hasil pemetaan
84
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
lembaga pendidikan nonformal dan komunitas serta stakeholder terkait pengembangan sdm kreatif penerbitan 4. Strategi 4: Memberdayakan komunitas dan lembaga pendidikan formal/nonformal yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif penerbitan secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Melaksanakan Kerjasama dengan Lembaga Pelatihan Non-Formal dan Komunitas dalam mengembangkan kualitas SDM penerbitan melalui pelatihan/workshop berkaitan pengembangan/penulisan konten kreatif (IP Awareness, Creative Thinking, Editing, Design dan Animation).
4.5.2 Penyediaan dan Peningkatan sarana Dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas SDM penerbitan Mengoptimalkan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas SDM Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota memilikidua strategi utama yang dicapai melalui dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membangun dan mengembangkan fasilitas pendidikan dan pelatihan berkualitas untuk mengembangkan industri penerbitan Indonesia di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem pembelajaran mengasah kreativitas yang merata di 10 provinsi berpotensi di Indonesia. 2. Strategi 2: Meningkatkan jumlah dan memperbaiki fasilitas lembaga pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang mendukung penciptaan orang kreatif penerbitan di provinsi, kabupaten dan kota. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran mengarusutamakan kreativitasdan IP Awareness di lembaga pendidikan nonformal terkait industri penerbitan di 10 provinsi berpotensi Indonesia.
4.5.3 Penyediaan Bahan Baku yang Menunjang Produktivitas Penerbitan Mendukung penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan dengan menggunakan sumber daya alam Indonesia (yang terbarukan) memiliki dua strategi utama yang dicapai melalui empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Meningkatkan akses dan distribusi terhadap penyediaan bahan baku kertas dan tinta yang murah dan terjangkau untuk mendukung keberlangsungan karya kreatif penerbitan cetak. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengusulkan kebijakanperpajakan mengenai harga bahan baku khususnya kertas dan tinta untuk produktivitas penerbitan cetak. b. Mempermudah pendistribusian bahan baku kertas dan tinta untuk menunjang ketersediaan bahan baku produksi penerbitan cetak. 2. Strategi 2: Mendukung ketersediaan sumber daya lokal khususnya kertas dan tinta ramah lingkungan untuk digunakan sebagai bahan baku produksi industri penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menyediakandata dan informasi terkait sumber daya alam yang dapat digunakan untuk bahan bakupenerbitan alternatif. b. Memberikan dana hibah penelitian terkait bahan baku produksi penerbitan berbasis sumber daya lokal. BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
85
4.5.4 Penyediaan Data dan Informasi Sumber Daya Budaya yang Akurat Terpercayan dan dapat Diakses Secara Cepat dan Mudah Penyediaan data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepatuntuk mengembangkan konten kreatif penerbitan memiliki tiga strategi utama yang dicapai melalui tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Melakukan kerjasama dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya untuk mengembangkan karya kreatif penerbitan yang menunjukkan identitas budaya bangsa. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Mengembangkan konten karya kreatif penerbitan yang dapat menjadi identitas budaya bangsa Indonesia. 2. Strategi 2: Mengoptimalkan penelitian terkait dengan karya kreatif penerbitan yang bernilai budaya tinggi. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Meningkatkan karya kreatif penerbitanyangberbasis penelitian,bermutu, berbudaya, danberdaya saing internasional. 3. Strategi 3: Memberikan perlindungan karya kreatifpenerbitan lokal terhadap invasi budaya negara lain masuk ke Indonesia. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Menyediakan sistem, data dan informasi berbasis riset budaya yang dapat diakses oleh orang kreatif penerbitan untuk pengembangan konten kreatif berbasis budaya.
4.5.5 Peningkatan Wirausaha Kreatif Penerbitan Lokal yang Berdaya Saing, Bertumbuh dan Berkelanjutan Meningkatnya wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh dan berkelanjutan memiliki 2 strategi dan 4 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Melakukan pendataan dan pemetaan mengenai potensi wirausaha kreatif, usaha kreatif dan orang kreatif penerbitan serta stakeholder yang terkait industri penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan pemetaan potensi wirausaha kreatifpenerbitan Indonesia b. Mengadakan event/kompetisi untuk menyaring wirausaha kreatif 2. Strategi 2: Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di institusi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dalam pengembangan calonwirausahakreatif penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Memfasilitasi penciptaan danpeningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif penerbitan lokal b. Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif di tingkat lokal, nasional, dan global
4.5.6 Peningkatan Usaha Kreatif Penerbitan Lokal yang Berdaya Saing
Peningkatan usaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan memiliki tiga strategi dan tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Mendukung pemerataan industri penerbitan dan percetakan ke seluruh Indonesia khususnya bagian wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Melakukan pemetaan potensi 86
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
keberadaaanusaha kreatif penerbitan di Indonesia. 2. Strategi 2: Membuka jalur kerjasama dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya untuk mengembangkan karya kreatif penerbitan yang menunjukkan identitas budaya bangsa. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Meningkatkan kolaborasi dan kemitraan unit usaha penerbitan lokal di Indonesia 3. Strategi 3: Mendukung pengembangan model bisnis wirausaha dan usaha kreatif baru. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Perbaikan KBLI untuk ruang lingkup produk dan jasa terkait industri penerbitan
4.5.7 Peningkatan Keragaman dan Kualitas Karya Kreatif Penerbitan Lokal Berbasis Budaya Bangsa Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal berbasis budaya bangsa. memiliki dua strategi dan tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi penelitian terkait dengan karya kreatif penerbitanyang bernilai budaya bangsa dan sumber daya lokal tinggi. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi penelitian dan pengembangan konten karya kreatif penerbitan Indonesia berbasis budaya bangsa. 2. Strategi 2: Memfasilitasi pendaftaran karya kreatif penerbitanberkualitas untukterdaftar dalam HKI dan masuk menjadi kekayaaan intelektual dan budaya bangsa. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan pemetaan potensi keberadaaan karya kreatif penerbitan yang potensial dan berkualitas b. Mengadakan event atau kompetisi untuk menyaring karya kreatif penerbitan yang berkualitas untuk didaftarkan ke HKI
4.5.8 Penyediaan Pembiayaan Penelitian dan Pelestarian Karya Kreatif Penerbitan Berkaitan dengan Budaya Bangsa, Sastra dan Sejarah Menyediakan pembiayaan penelitiandan pelestarian karya kreatifpenerbitan berkaitan dengan budaya bangsa, sastra dan sejarah memiliki dua strategi dan tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi adanya skema pembiayaan pencetakan untuk keberlangsungan produktivitas usaha penerbitan karya kreatif cetak lokal khususnya berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: Penyediaan subsidi pembiayaan untuk produktivitas karya kreatif penerbitan berbasis budaya bangsa, bahasa daerah,sejarah dan sastra klasik. 2. Strategi 2: Membantu pembiayaan penelitian karya kreatif penerbitan (berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang)agar dapatbertahan dan lestari. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan penyediaan subsidi pembiayaan untuk penelitian berkaitan dengan karya kreatif bermuatan budaya, kenegaraan, bahasa daerah dan sejarah bangsa.
4.5.9 Peningkatan Penetrasi dan Diversivikasi Pasar Karya Kreatif Penerbitan Nasional dan Internasional Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif penerbitan nasional dan internasional memiliki tiga strategi dan lima rencana aksi, sebagai berikut:
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
87
1. Strategi 1: Mengadakan festival internasional yang akan mempertemukan pelaku kreatif penerbitan Indonesia dan pemangku kepentingan industri penerbitan manca negara. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut a. Mengadakan pameran Internasional untuk mempromosikan karya kreatif penerbitan nasional kepada dunia. b. Memfasilitasi keikutsertaan karya penerbitan Indonesia yang berkualitas untuk mengikuti pameran di dalam negerimaupun luar negeri 2. Strategi 2: Membuat portal data basedalam rangka membangun jejaring antara pelaku usaha penerbitan dan stakeholder industri penerbitan dan memperluas jangkauan distribusi produk kreatif penerbitan Indonesia di dalam dan luar negeridi tingkat lokal, nasional dan global. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah membangun portal sebagai saranapromosi dan sistem informasi pasar karya kreatif di dalam negeri dan luar negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasinya didistribusikan dengan baik 3. Strategi 3: Memfasilitasi jejaring pelaku industri penerbitandi tingkat lokal, nasional, dan global dalam skema ko-produksi sebagai bagian dari rantai distribusi karya kreatif penerbitan Indonesia.Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengadakan festival nasional dan internasinal berkala untuk mempertemukan karya kreatif penerbitan nasional dan internasional. b. Proaktif mendukung pemasaran dan keberlangsungankarya kreatif penerbitan lokal di pasardomestik
4.5.10 Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur Logistik dan Jaringan Internet yang Memadai dan Kompetitif Menyediakan infrastruktur logistik dan jaringan internet yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar bagi industri penerbitan secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan memiliki dua strategi dan empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi alternatif jalur distribusi dan kerja sama industri untuk memberikan kemudahan akses dan harga khusus bagi konsumen pelajar terkait karya kreatif penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut a. Menyediakan jalur distribusi alternatif untuk meningkatkan keterjangkauan logistik dan transportasi karyakreatif penerbitan yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; dan provinsi b. Memberikan fasilitas teknologi pendukung untuk menyebarkan karya kreatif di bidang penerbitan 2. Strategi 2: Memfasilitasi peningkatan persebaran dan kecepatan internet di Indonesia untuk mendukung produktivitas pelaku penerbitan Indonesia. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Perluasan jaringan internet untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap karyakreatif penerbitan digital yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; dan provinsi b. Peningkatan persebaran dan kecepatan internet di Indonesia secara bertahap 88
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
4.5.11 Pengembangan Regulasi Yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif untuk Meningkatkan Mutu Penerbitan Indonesia Menciptakan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutudan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia memiliki tiga strategi dan tujuh rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Harmonisasi-regulasi terkait pendidikan, kebudayaan dan penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Menyusun dan mengkaji ulang kebijakan terkait keberlangsungan karya kreatif penerbitan, salah satunya adalah Undang-Undang Perbukuan b. Memfasilitasidan mengkaji ulang kebijakan pemerintah mengenai keutamaan menggunakan produk dan jasa penerbitan lokal dibanding asing,khususnya penerbit yang melestarikan karya-karya sejarah dan budaya bangsa 2. Strategi 2: Harmonisasi-regulasi terkait perdagangan, teknologi dan penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menyusun dan mengkaji ulang kebijakan terkait persaingan bisnis terkait teknologi (cetak dan digital) terkait keberlangsungan industri penerbitan. b. Menyusun dan mengkaji ulang kebijakan terkait perlindungan hak cipta danpelaku usaha kreatif penerbitan lokal dalammenciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif c. Menyusundan mengkaji ulang kebijakan pemerintah mengenai keutamaan menggunakan produk dan jasa penerbitan lokal dibanding asing, khususnya penerbit yang melestarikan karya-karya sejarah dan budaya bangsa d. Menyusun dan mengkaji ulang kebijakan perluasan distribusi pasar untuk karya kreatif di bidang penerbitan baik di dalam dan di luar negeri 3. Strategi 3: Harmonisasi-regulasi terkait perpajakan dan penerbitan. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah menyusun dan mengkaji ulang kebijakan akses pembiayaan dan keringanan pajak bagi pelaku penerbitan lokal
4.5.12 Peningkatan Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Penerbitan Indonesia Secara Berkualitas dan Berkelanjutan Peningkatan partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan penerbitan Indonesia secara berkelanjutanmemiliki tiga strategi dan tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Menciptakan dan memberdayakan wadah konsolidasi, koordinasi, resource sharing, dan kerja kolektif antar pemangku kepentingan dalam bentuk forum maupun komunitas. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Membentuk Dewan Penerbitan sebagai lembaga penghubung antar pemangku kepentingan dalam industri penerbitan Indonesia b. Membangun portal subsektor industri kreatif penerbitan sebagai sarana pendataan potensi lembagapendidikan, industri dan komunitas yang mendukung kegiatan ekosistem penerbitan.
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
89
2. Strategi 2: Mengaktifkan dan memfasilitasi asosiasi penerbit untuk berjejaring di tingkat lokal, nasional, maupun global. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah mendukung kegiatan dan pembentukan asosiasi keprofesian penerbitan untuk berjejaring di tingkat lokal, nasional, maupun global.
4.5.13 Peningkatan Kreativitas Penerbitan Sebagai Pembangunan dan dalam Kehidupan Masyarakat
Paradigma
Pencapaian kreativitas penerbitan sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan masyarakat memiliki dua strategi dan dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat serta berpihak pada penggunaan karya kreatif penerbitan nasional. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah mendorong tersedianya karya kareatif penerbitan yang berkualitas dan terjangkau untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat serta penyediaan karya kreatif penerbitan nasional di institusi-institusi pendidikan. 2. Strategi 2: Adanya perubahan pola pikir dan kemajuan kreativitas masyarakat melalui adaptasi karya-karya kreatif penerbitan yang dikelola menjadi karya kreatif lain yang bernilai ekonomi dan budaya yang tinggi. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Mengelola konten karya kreatif penerbitan yang berkualitas untuk dialihmediakan ke subsektor ekonomi kreatif lain. b. Mengoptimalkan standarisasi karya-karya kreatif penerbitan seperti bahasa, etika penulisan, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan.
4.5.14 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, Serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui Penerbitan Peningkatan posisi, kontribusi, kemandirian, serta kepemimpinan dalam fora internasional melalui penerbitan memiliki dua strategi dan dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Menjalin kemitraan strategis dengan negara yang memiliki kemajuan di bidang penerbitan dalam forum diplomasi bilateral, regional dan multilateral. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Memfasilitasi akses pasar nasional dan global agar industri penerbitan semakin semakin bertumbuh dan berdaya saing global dengan negara ASEAN, Jepang, Korea, Jerman, Perancis, Australia, Amerika, dll. b. Mengoptimalkan fungsi kedutaan besar RI di luar negeri sebagai Market Intelligence untuk mempromosikan karya penerbitan Indonesia ke kalangan internasional 2. Strategi 2: Memfasilitasi keikutsertaan pelaku penerbitan Indonesia dengan memberikan subsidi atau sponsorship bagi orang kreatif dan penerbit indonesia yang mampu ikut serta dalam festival dan event internasional. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah mengoptimalkan kerjasamadengan stakeholder untuk menyediakan ruang ekspresi dan fasilitasi kegiatan pamerankarya kreatif penerbitan melalui pemanfaatan berbagai media untuk promosi strategis yang mendukung sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
90
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
4.5.15 Peningkatan Apresiasi Kepada Orang dan Karya Kreatif Penerbitan Peningkatan apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional memiliki tiga rencana strategis dan 2 rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Memfasilitasi terbentuknya lembaga penghargaan bagi karya maupun usaha kreatif di bidang penerbitan yang a dilakukan secara berkelanjutan dan prestisius.. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah pendaftaran dan sosialisasi penghargaan; Penjurian karya kreatif; Publikasi dan kegiatan lanjutan dari penghargaan seperti networking; 2. Strategi 2: Memberikan penghargaan bagi karya maupun usaha kreatif dalam bidang penerbitan secara berkala. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah Dengan makin banyaknyakarya kreatif penerbitan Indonesia dipamerkan ke ajang internasional maka diharapkan adanya kesempatan karya kreatif penerbitan Indonesia dapat Go Internasional. 3. Strategi 3: Memfasilitasi keikutsertaan karya penerbitan yang berkualitas untuk mengikuti kompetisi karya kreatifdi dalam maupun luar negeri. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah fasilitas yang dapat diberikan antara lain adalah ruang publik, pusat kreatifitas, inkubator teknologi, dan sebagainya.
4.5.16 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, Serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui Penerbitan Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang dihasilkan melalui karya kreatif penerbitan memiliki strategi dan dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Mengadakan sosialisasi dan informasi terkait pentingnya penggunaan produk penerbitan lokal serta kualitas karya kreatif penerbitan lokal yang tidak kalah bersaing dengan karya penerbitan asing. Untuk melaksanakan strategi ini, maka rencana aksi yang perlu dilakukan adalah a. Sosialisasi dan penyebaran informasi terkait potensi dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal b. Menjalin kerjasama dengan komunitas di bidang penerbitan untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap karya penerbitan lokal.
BAB 4: Rencana Pengembangan Penerbitan Indonesia
91
92
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
BAB 5 Penutup
BAB 5: Penutup
93
5.1 Kesimpulan Dalam penyusunan Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019, penerbitan didefinisikan sebagai “Suatu usaha atau kegiatan mengelola informasi dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar dan/ atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media digital, ataupun media daring,untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih tinggi.”. Definisi tersebut merupakan hasil elaborasi dari proses analisis yang meliputi kajian pustaka, wawancara mendalam, dan focus group discussion, yang melibatkan para narasumber yang mewakili pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, pelaku industri, komunitas/asosiasi, dan kalangan intelektual. Secara umum ruang lingkup pengembangan penerbitan meliputi penerbitan buku umum dan penerbitan media berkala. Penerbitan buku umum dilaksanakan dengan fokus pengembangan pada keberlangsungan penerbitan buku cetak, khususnya buku-buku yang memiliki genre buku anak, sastra dan novel, komik ataupun buku-buku yang mencerminkan nilai budaya bangsa serta buku yang menjadi penunjang keberadaan subsektor ekonomi kreatif lainnya. Penerbitan media berkala dilaksanakan dengan fokus pengembangan surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan jurnal akademik yang terkait dengan penyampaian informasi ataupun konten publikasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan pola pikir masyarakat secara umum. Perkembangan penerbitan di Indonesia dimulai tahun 1615 dengan terbitnya surat kabar Memoria der Nouvells serta pendirian usaha penerbitan milik pemerintah Belanda pada tahun 1908, Commissie voor de Volkslectuur, yang sekarang bernama Balai Pustaka. Maraknya subsektor penerbitan terjadi pada tahun 2000 ditandai dengan terjadinya booming penerbitan media massa. Perkembangan penerbitan juga ditandai dengan apresiasi dari dunia internasional terhadap karya nusantara. Pada ASEAN Literary Festival 2014, sastrawan dan aktivis Wiji Thukul mendapat penghargaan atas dedikasinya menyuarakan pesan moral, keadilan, dan sosial. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem penerbitan yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar, dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif penerbitan terdiri dari proses kreasi (konseptualisasi ide, eksplorasi konten, penyuntingan, dan finalisasi draf), produksi, distribusi, dan penjualan, sedangkan lingkungan pengembangan penerbitan terdiri dari kegiatan apresiasi dan pendidikan. Pasar di dalam subsektor penerbitan dikelompokkan kedalam pasar umum dan pasar ahli yang juga dapat dibedakan menjadi konsumen sekolah, rumah tangga, perguruan tinggi, profesi, kelompok hobi/komunitas, dan pemerintah. Kegiatan pengarsipan pada subsektor penerbitan dilakukan melalui tahapan pengumpulan, restorasi, penyimpanan, dan preservasi. Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor penerbitan dapat dilihat dari peta industri yang menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage) dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor penerbitan diantaranya adalah industri pendidikan, industri percetakan (pemasok mesin percetakan dan industri pengolahan bahan baku tinta dan kertas), industri ICT, industri perhubungan (jasa transportasi dan pengangkutan barang), jasa periklanan, jasa fotografi, dan lain-lain. Forward linkage di dalam subsektor penerbitan pada dasarnya adalah subsektor-subsektor lain dalam industri kreatif. Selain digunakan dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor penerbitan, rantai nilai
94
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
kreatif juga digunakan dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi di subsektor penerbitan, yaitu model bisnis penerbitan penghasil buku dan model bisinis pengembang konten terkait hak kekayaan intelektual. Kontribusi ekonomi subsektor penerbitan dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di tahun 2013, subsektor penerbitan memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 8% terhadap total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 2,5%. Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor penerbitan memberikan kontribusi sebesar 4,26% terhadap total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 1,03%. Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di subsektor penerbitan dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah keberlangsungan penerbitan cetak. Berkembangnya teknologi digital dan internet membuat beberapa penerbitan cetak lokal Indonesia mengalami kebangkrutan. Tetapi hal ini juga dapat dilihat sebagai tantangan untuk menciptakan bisnis model baru pada industri penerbitan. Visi, misi, tujuan dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis penerbitan pada periode 2015-2019 menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur. Dalam rangka memasuki tahap pembangunan ke-3 (2015—2019), pengembangan ekonomi kreatif akan difokuskan untuk pengembangan sumber daya kreatif dan sumber daya pendukung, meningkatkan daya saing industri kreatif, meningkatkan akses pembiayaan dan pasar, serta harmonisasi regulasi dan penguatan kelembagaan ekonomi kreatif. Berkaitan dengan itu, berdasarkan kondisi dan tantangan yang dihadapi penerbitan serta memperhitungkan daya saing dan potensi yang dimiliki, maka visi pengembangan penerbitan selama periode 2015–2019 adalah “Penerbitan Indonesia yang bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan”.
5.2 Saran Pengembangan subsektor penerbitan dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada: •
Mulai melakukan pemetaan potensi dan publikasi hasil pemetaan lembaga pendidikan nonformal dan komunitas serta stakeholder terkait pengembangan sdm kreatif penerbitan.
•
Mulai melaksanakan Kerjasama dengan Lembaga Pelatihan Non-Formal dan Komunitas dalam mengembangkan kualitas SDM penerbitan melalui pelatihan/workshop berkaitan
•
Pengembangan/penulisan konten kreatif (IP Awareness, Creative Thinking, Editing, Design dan Animation).
•
Mengusulkan kebijakan perpajakan mengenai harga bahan baku khususnya kertas dan tinta untuk produktivitas penerbitan cetak.
•
Mulai menyediakan data dan informasi terkait sumber daya alam yang dapat digunakan untuk bahan baku penerbitan alternatif.
•
Mulai memberikan dana hibah penelitian terkait bahan baku produksi penerbitan berbasis sumber daya lokal.
•
Melakukan pemetaan potensi wirausaha kreatif penerbitan Indonesia.
BAB 5: Penutup
95
•
Melakukan pemetaan potensi keberadaaan usaha kreatif penerbitan di Indonesia.
•
Memfasilitasi penelitian dan pengembangan konten karya kreatif penerbitan Indonesia berbasis budaya bangsa.
•
Mulai menyediakan subsidi pembiayaan untuk produktivitas karya kreatif penerbitan berbasis budaya bangsa, bahasa daerah, sejarah dan sastra klasik.
•
Mulai menyediakan subsidi pembiayaan untuk penelitian berkaitan dengan karya kreatif bermuatan budaya, kenegaraan, bahasa daerah dan sejarah bangsa.
•
Membangun portal sebagai sarana promosi dan sistem informasi pasar karya kreatif di dalam negeri dan luar negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasinya didistribusikan dengan baik.
•
Mulai menyediakan jalur distribusi alternatif untuk meningkatkan keterjangkauan logistik dan transportasi karya kreatif penerbitan yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; dan provinsi.
•
Mulai memberikan fasilitas teknologi pendukung untuk menyebarkan karya kreatif di bidang penerbitan.
•
Mulai meningkatkan persebaran dan kecepatan internet di Indonesia secara bertahap.
•
Melakukan harmonisasi kebijakan perbukuan (Undang-Undang Perbukuan).
•
Melakukan harmonisasi kebijakan tata niaga produk penerbitan (isu buku cetak dan digital, isu keberpihakan pada industri penerbitan lokal, pengembangan konten lokal, perluasan pasar bagi penerbit lokal).
•
Melakukan harmonisasi kebijakan pembiayaan bagi industri penerbitan lokal.
•
Melakukan harmonisasi kebijakan fasilitasi insentif bagi industri penerbitan lokal
•
Membangun portal subsektor industri kreatif penerbitan sebagai sarana pendataan potensi lembaga pendidikan, industri dan komunitas yang mendukung kegiatan ekosistem penerbitan.
•
Mendorong tersedianya karya kareatif penerbitan yang berkualitas dan terjangkau untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat serta penyediaan karya kreatif penerbitan nasional di institusi-institusi pendidikan.
•
Mengoptimalkan standarisasi karya-karya kreatif penerbitan seperti bahasa, etika penulisan, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
•
Memberikan fasilitas untuk pameran karya penerbitan di tingkat internasional.
•
Menjalin kerjasama dengan komunitas di bidang penerbitan untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap karya penerbitan lokal.
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor penerbitan, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian/lembaga, dan memutakhirkan data kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif.
96
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
Referensi Baiquni, Ahmad, Ekspor produk industri kreatif 2013 tembus Rp.119,7T, 13 Februari 2014, diakses daring melalui www.merdeka.com. Behar, dkk (2011) ‘Publishing in the digital era’. A Bain & Company study for the Forum d’Avignon, Bain & Company, Inc. Bismo, Mahesa, Jumlah Penerbitan Buku Indonesia Tergolong Rendah, 9 Oktober 2013, Diakses daring melalui www.beritasatu.com Business & Economy, Farid Aulia Tanjung, Ekonomi Kreatif, Seberapa penting bagi Indonesia, 3 Maret 2014, Diakses daring melalui www.bglconline.com. Carreiro, E. (2010) ‘Electronic books: How digital devices and supplementary new technologies are changing the face of the publishing industry’, Publishing research quarterly, 26(4), pp. 219–235. Gennard, John dan Dunn, Steve (1983) ‘The impact of new technology on the structure and organization of craft unions in the printing industry’. Business Journal of Industrial Relations, 21(1)17-32, diterbitkan daring pada 2 Januari 2009. Lina, Kemendikbud : Indonesia masih kekurangan penulis, 25 November 2013, Diakses daring melalui www.mizan.com. Lyubareva I., Benghozi P.-J.,Fidele T. (2013), ‘Online Business Models in Creative Industries: Diversity and Structure’, Journal of International Studies in Management and Organization, forthcoming Miyamoto, Dai dan Whittaker, D.H (2005) ‘The Book Publishing Industry in Japan and the UK: Corporate Philosophy/Objectives, Behaviour and Market Structure’. ESRC Centre for Business Research, University of Cambridge Working Paper No. 309. Moldvay, Caitlin(2012) Industry Analysis: Publi.shing. Printing in the US IBISWorld Industry Report. Diakses daring pada www.ibisworld.com. Morgan, Nick (2012) What Is the Future of Publishing?. Diakses daring pada 14 maret 2014, melaluihttp://www.valueline.com. Mussinelli, C. (2010) ‘Digital Publishing in Europe: a Focus on France, Germany, Italy and Spain’, Publishing research quarterly, 26(3), pp. 168–175. Osterwalder.A dan Pigneur (2010) Business Model Generation, Wiley. Piergiovanni, R., Carree, M. A. and Santarelli, E. (2012) ‘Creative industries, new business formation, and regional economic growth’,Small Business Economics, 39, pp. 539–560 Ronte, H. (2001) ‘The impact of technology on publishing’, Publishing research quarterly, 16(4), pp. 11–22.
BAB 5: Penutup
97
Simon, JP dan De Pratto, G (2012) Statistical, Ecosystem and Competitivenes, Analysis of the Media and Content Industry: The publishing Industry. JRC Technical Reports, European Commission. Siregar, Aminuddin, Klub Haus Buku, 4 Juni 2008, Penerbit Buku Di Indonesia, Diakses daring melalui www.klubhausbuku.wordpress.com Sozio, Lauren.C (2011) ‘From Hardback to Software: How the Publishing Industry is Coping with Convergence’.MSc in Global Media and Communications, Compiled by Dr. Bart Cammaerts and Dr. Nick Anstead.MEDIA@LSE Electronic MSc Dissertation Series Throsby, D., (2001), Economics and Culture, Cambridge: Cambridge University Press Tian, X. and Mrtin, B. (2010) ‘Digital technologies for book publishing’, Publishing research quarterly, 26(3), pp. 151–167 Wedhaswary, Inggried dwi, Jumlah Terbitan Buku di Indonesia Rendah, 25 Juni 2012, Diakses daring melalui www.kompas.com. Wiener,Jessica (2013)‘The Benefits of Self-Publishing vs. Traditional Publishing’. Diakses daring pada 14 Maret 2014,melalui http://www.amarketingexpert.com Yew, Cheang Chee.,dan Tan, Eugene., (2005).The Print Industry: An Overview. Publisher: Information Services Division. National Library Board, Singapore.
Laporan Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No. 57 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Skillset Assesment United Kingdom Tahun 2011, Sector Skills Assessment for the Creative Industries of the UK. European Commission. (2009) Printing and Publishing. Comprehensive sectoral analysis of emerging competencesand economic activities in the European Union, Directorate-General for Employment, Social Affairs and Equal OpportunitiesUnit F3. Diakses daring pada http:// ec.europa.eu Department for Culture, Media & Sport Classifying andMeasuring the Creative Industries (UK)(2011) British Council’s Creative and CulturalEconomy Series, Singapore (2010)
98
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah Penerbitan 2015-2019
Lain-lain Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta Merriam - Webster Dictionary [Liputan 6] Forum Lingkar Pena: Pabrik Penulis Cerita, 22 September 2013, Diakses daring melalui www.news.liputan6.com. Majalah Indonesia Print Media Edisi 48 September - Oktober 2012. Kurangnya Perhatian Pemerintah Indonesia pada Penerbitan Buku, Diakses online melalui www. infoakademika.com Informasi Industri Buku Indonesia, 14 Maret 2014, Diakses online melalui http://ikapi.org Mengenal eBook Store, Apa pandangan Anda tentang buku digital?, 27 September 2013, Diakses online melalui www.ikapi.com Bowker: annual report on U.S print book publishing for 2012 Publications Collection Classification Guidelines, MAY 2013,For the Collection and Classification of 2013 University Research Publications, The Melbourne University
BAB 5: Penutup
99
100
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
LAMPIRAN
Lampiran
101
102
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
1.2
1.1
Mengoptimalkan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas SDM Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
Meningkatnya mutu pengelolaan Pendidikan Formal, Non-Formal dan Informal yang mendukung orang kreatif Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
a
b
a
Bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional dalam Pengembangan Pendidikan yang Membangun SDM penerbitan yang Berjiwa Kreatif, Inovatif, Sportif dan Wirausaha
Membangun mekanisme kemitraan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pelatihan dengan pelaku usaha dan komunitas untuk mengembangkan pendidikan dan pelatihan berkualitas untuk mengembangkan penerbitan Indonesia
Bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dalam melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan kewirausahaan
1, Penciptaan sumber daya manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdaya saing
Membangun dan mengembangkan fasilitas pendidikan dan pelatihan berkualitas untuk mengembangkan industri penerbitan Indonesia di tingkat provinsi, kabupaten dan kota Meningkatkan jumlah dan memperbaiki fasilitas lembaga pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang mendukung penciptaan orang kreatif penerbitan di provinsi, kabupaten dan kota
2
Memberdayakan komunitas dan lembaga pendidikan formal/ nonformal yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif penerbitan secara berkelanjutan
4
1
Melakukan pemetaan lembaga nonformal dan komunitas terkait industri penerbitan
Mendorong tersedianya tenaga ahli pendidikan yang berkualitas ,yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif penerbitan secara berkelanjutan khususnya di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur
2
3
Meningkatan mutu lembaga pendidikan, tenaga kependidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran orang kreatif penerbitan secara berkelanjutan khususnya di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur
STRATEGI
1
MISI 1: Mengembangkan sumberdaya lokal kreatif bagi penerbitan Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PENERBITAN
Lampiran
103
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Menyediakan data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepat untuk mengembangkan konten kreatif penerbitan
2.2
Pengembangan, Pembinaan dan Perlindungan karya kreatif penerbitan indonesia yang bernilai budaya sebagai jati diri bangsa
Pelestarian karya kreatif penerbitan yang memiliki nilai sejarah budaya bangsa
b
Penyediaan bahan baku untuk kebutuhan produksi karya kreatif penerbitan
a
a
3.1
Meningkatnya wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing , bertumbuh dan berkelanjutan b
a
Penyelarasan pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri
Optimalisasi iklim kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif penerbitan di tingkat lokal, nasional, dan global
3. Pertumbuhan wirausaha, usaha dan karya kreatif penerbitan yang merata dan berdaya saing
2
1
Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di institusi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dalam pengembangan calon wirausaha kreatif penerbitan
Melakukan pendataan dan pemetaan mengenai potensi wirausaha kreatif, usaha kreatif dan orang kreatif penerbitan serta stakeholder yang terkait industri penerbitan
Memberikan perlindungan karya kreatif penerbitan lokal terhadap invasi budaya negara lain masuk ke Indonesia
Mengoptimalkan penelitian terkait dengan karya kreatif penerbitan yang bernilai budaya tinggi
2 3
Melakukan kerjasama dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya untuk mengembangkan karya kreatif penerbitan yang menunjukkan identitas budaya bangsa
Mendukung ketersediaan sumber daya lokal khususnya kertas dan tinta ramah lingkungan untuk digunakan sebagai bahan baku produksi industri penerbitan
2
1
Meningkatkan akses dan distribusi terhadap penyediaan bahan baku kertas dan tinta yang murah dan terjangkau untuk mendukung keberlangsungan karya kreatif penerbitan cetak
1
MISI 2: Mengembangkan penerbitan Indonesia yang tumbuh merata, berdaya saing dan berkelanjutan
Mendukung penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan dengan menggunakan sumber daya alam Indonesia (yang terbarukan)
2.1
2. Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang mendukung usaha penerbitan secara berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
104
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal berbasis budaya bangsa
3.3
Pengembangan wacana dan eksplorasi bentuk-bentuk baru dalam penciptaan karya kreatif penerbitan yang memanfaatkan sumber daya budaya lokal secara berkelanjutan
Optimalisasi iklim kolaborasi dan keterkaitan antar usaha kreatif penerbitan maupun antara industri kreatif lainnya di tingkat lokal, nasional, dan global
b
a
Penciptaan usaha kreatif penerbitan lokal di wilayah Indonesia Timur dengan melakukan Koordinasi antar Kementrian dan/atau Lembaga Pemerintah pusat dan daerah
a
ARAH KEBIJAKAN
Memfasilitasi penelitian terkait dengan karya kreatif penerbitan yang bernilai budaya bangsa dan sumbser daya lokal tinggi Memfasilitasi pendaftaran karya kreatif penerbitan berkualitas untuk terdaftar dalam HKI dan masuk menjadi kekayaaan intelektual dan budaya bangsa
2
Mendukung pengembangan model bisnis wirausaha dan usaha kreatif baru
3 1
Membuka jalur kerjasama dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya untuk mengembangkan karya kreatif penerbitan yang menunjukkan identitas budaya bangsa
Mendukung pemerataan industri penerbitan dan percetakan ke seluruh Indonesia khususnya bagian Wilayah Indonesia Tengah dan Timur
2
1
STRATEGI
4.1
Menyediakan pembiayaan penelitian dan pelestarian karya kreatif penerbitan berkaitan dengan budaya bangsa, sastra dan sejarah
Pengembangan alternatif pembiayaan untuk penelitian pembuatan karya kreatif penerbitan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan kompetitif Penyediaan pembiayaan pencetakan karya kreatif penerbitan lokal untuk mendorong kemajuan usaha penerbitan cetak lokal
a
a
1
1
Membantu pembiayaan penelitian karya kreatif penerbitan (berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang) agar dapat bertahan dan lestari
Memfasilitasi adanya skema pembiayaan pencetakan untuk keberlangsungan produktivitas usaha penerbitan karya kreatif cetak lokal khususnya berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang
4. Penciptaan model pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi usaha, wirausaha dan orang kreatif penerbitan
MISI 3: Mengembangkan lingkungan penerbitan Indonesia yang mengarusutamaan kreativitas dan kondusif dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
Meningkatnya usaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan
3.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
105
ARAH KEBIJAKAN
Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif penerbitan nasional dan internasional
Peningkatan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, B2B networking industri penerbitan di dalam dan luar negeri Pengembangan sistem informasi pasar karya kreatif penerbitan di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasi didistribusikan dengan baik Pembatasan terhadap karya kreatif penerbitan mancanegara dan mendukung karya kreatif penerbitan lokal.
a
b
c
3
2
1
Memfasilitasi jejaring pelaku industri penerbitan di tingkat lokal, nasional, dan global dalam skema ko-produksi sebagai bagian dari rantai distribusi karya kreatif penerbitan Indonesia
Membuat portal data base dalam rangka membangun jejaring antara pelaku usaha penerbitan dan stakeholder industri penerbitan dan memperluas jangkauan distribusi produk kreatif penerbitan Indonesia di dalam dan luar negeridi tingkat lokal, nasional dan global
Mengadakan festival internasional yang akan mempertemukan pelaku kreatif penerbitan Indonesia dan pemangku kepentingan industri penerbitan manca negara
STRATEGI
6.1
Menyediakan infrastruktur logistik dan jaringan internet yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar bagi industri penerbitan secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
Pengembangan infrastruktur logistik di dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah untuk mendukung industri penerbitan
Penguatan dan perluasan pemanfaatan TIK untuk mengakses karya kreatif penerbitan Indonesia
a
b
Tersedianya teknologi pendukung dalam memfasilitasi peningkatan kualitas usaha dan perlindungan karya kreatif penerbitan
Memfasilitasi peningkatan persebaran dan kecepatan internet di Indonesia untuk mendukung produktivitas pelaku penerbitan Indonesia
2
3
Memfasilitasi alternatif jalur distribusi dan kerja sama industri untuk memberikan kemudahan akses dan harga khusus bagi konsumen pelajar terkait karya kreatif penerbitan
1
6. Penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung industri penerbitan yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
5.1
5. Pengembangan pasar yang luas bagi penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
106
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
7.3
Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan penerbitan Indonesia secara berkelanjutan
7.2
Tercapainya kreativitas penerbitan sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan masyarakat
Menciptakan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutu dan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia
7.1
a
b
a
a
Pengembangan dan pembangunan kreativitas dan intelektual masyarakat melalui karya kreatif penerbitan Indonesia
Pengembangan, pembentukan dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan ekonomi kreatif industri penerbitan
Peningkatan sinergi,koordinasi, dan kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah) dan orang kreatif penerbitan dalam mengembangkan ekonomi kreatif
Harmonisasi regulasi (menciptakan, de-regulasi) dalam hal pendidikan dan apresiasi, pemanfaatan dan pengembangan sumber daya bangsa, penciptaan nilai kreatif dan industri penerbitan beserta industri pendukunganya, pembiayaan, perluasan pasar, infrastruktur, HKI
Harmonisasi-regulasi terkait perpajakan dan penerbitan.
3
Meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat serta berpihak pada penggunaan karya kreatif penerbitan nasional Adanya perubahan pola pikir dan kemajuan kreativitas masyarakat melalui adaptasi karya-karya kreatif penerbitan yang dikelola menjadi karya kreatif lain yang bernilai ekonomi dan budaya yang tinggi
2
Mengaktifkan dan memfasilitasi asosiasi penerbit untuk berjejaring di tingkat lokal, nasional, maupun global
1
1
Menciptakan dan memberdayakan wadah konsolidasi, koordinasi, resource sharing, dan kerja kolektif antar pemangku kepentingan dalam bentuk forum maupun komunitas
H armonisasi-regulasi terkait perdagangan, teknologi dan penerbitan khususnya terkait persaingan usaha penerbitan Indonesia yang kondusif
2
1
Harmonisasi-regulasi terkait pendidikan dan penerbitanterkait keberlangsungan karya kreatif penerbitan, salah satunya adalah Undang-Undang Perbukuan
1
7. Penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan ekonomi kreatif penerbitan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
107
Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang dihasilkan melalui karya kreatif penerbitan
7.6
Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan penerbitan Indonesia dalam fora internasional
7.5
7.4
MISI/TUJUAN/SASARAN
a
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk menggunakan karya kreatif penerbitan lokal
Memfasilitasi dan memberikan penghargaan yang prestisius bagi orang/karya/ wirausaha/ usaha kreatif lokal di tingkat nasional dan internasional
Meningkatnya jumlah peserta dalam festival dan even internasional
b
a
Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan Indonesia dalam forum diplomasi bilateral, regional dan multilateral
a
ARAH KEBIJAKAN
Memfasilitasi keikutsertaan karya penerbitan yang berkualitas untuk mengikuti kompetisi karya kreatif di dalam maupun luar negeri
3
Mengadakan sosialisasi dan informasi terkait pentingnya penggunaan produk penerbitan lokal serta kualitas karya kreatif penerbitan lokal yang tidak kalah bersaing dengan karya penerbitan asing
Memberikan penghargaan bagi karya maupun usaha kreatif dalam bidang penerbitan secara berkala
2
1
Memfasilitasi terbentuknya lembaga penghargaan bagi karya maupun usaha kreatif di bidang penerbitan yang a dilakukan secara berkelanjutan dan prestisius.
Memfasilitasi keikutsertaan pelaku penerbitan Indonesia dengan memberikan subsidi atau sponsorship bagi orang kreatif dan penerbit indonesia yang mampu ikut serta dalam festival dan even internasional
Menjalin kemitraan strategis dengan negara yang memiliki kemajuan di bidang penerbitan dalam forum diplomasi bilateral, regional dan multilateral
1
2
1
STRATEGI
108
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
INDIKASI STRATEGIS
Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri penerbitan secara berkelanjutan
Penciptaan sumber daya manusia kreatif penerbitan yang berkualitas dan berdaya saing
Adanya pemetaan lembaga nonformal dan komunitas di Indonesia terkait pengembangan SDM kreatif
c
Tersedianya bahan baku kertas dan tinta yang menunjang produktivitas penerbitan sehingga terjangkau dan terbarukan Tersedianya sejumlah data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepat untuk mengembangkan konten kreatif penerbitan Meningkatnya sejumlah penelitian / karya kreatif berbasis sumber daya budaya lokal untuk pengembangan karya kreatif penerbitan
a b c
Meningkatnya sejumlah peserta pelatihan/workshop berkaitan dengan penulisan konten (IP Awareness, Creative Thinking, Editing, Design dan Animation)
Bertambahnya sejumlah lembaga pendidikan formal, non-formal, komunitas yang difasilitasi sarana dan prasarana kreativitas di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota terkait pembuatan karya kreatif penerbitan
b
d
Meningkatnya jumlah Pendidikan Formal dan Nonformal di provinsi/ Kabupaten/Kota yang menimplementasikan kurikulum pendidikan soft skill yang mendukung keberlangsungan orang kreatif di bidang penerbitan
a
3.
Pertumbuhan industri penerbitan yang merata dan berdaya saing
Adanya pemetaan terkait wirausaha, usaha dan karya kreatif penerbitan Bertambahnya jumlah wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing , bertumbuh dan berkelanjutan Bertambahnya sejumlah usaha kreatif penerbitan lokal yang merata berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan di wilayah Indonesia Timur Berkembangnya model bisnis baru yang tumbuh dan berkembang di bidang penerbitan Indonesia
a b c d
MISI 2: Mengembangkan industri penerbitan yang tumbuh merata, berdaya saing dan berkelanjutan
2.
1
MISI 1 Mengembangkan sumberdaya lokal kreatif bagi industri penerbitan yang berkualitas dan berdaya saing
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN PENERBITAN
Lampiran
109
Bertambahnya seJumlah karya kreatif penerbitan lokal yang beragam dan berkualitas dan berbasis budaya bangsa Adanya sejumlah kerjasama terkait pengelolaan hak cipta (alih media) karya kreatif peninggi erbitan menjadi karya kreatif lain yang bernilai ekonomi dan budaya tinggi
e f
INDIKASI STRATEGIS
Penciptaan model pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif bagi industri penerbitan
Pengembangan pasar yang luas bagi penerbitan di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
Penyediaan infrastruktur logistik dan teknologi pendukung industri penerbitan yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
4.
5.
6.
Meningkatnya sejumlah kegiatan pameran karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan di luar negeri (event-event internasional) Meningkatnya peserta kegiatan pameran karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan di luar negeri (event-even internasional) Meningkatnya sejumlah karya kreatif penerbitan Indonesia yang dialihmediakan baik nasional maupun internasional Tersedianya portal data base karya kreatif penerbitan yang dapat diakses dan digunakan untuk membangun jejaring pemasaran
c d e f
Bertambahnya infrastruktur logistik untuk distribusi karya kreatif cetak yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
Adanya kegiatan pameran/festival yang memasarkan karya kreatif penerbitan Indonesia yang dilakukan secara merata di provinsi/kabupaten/kota
b
a
Bertambahnya sejumlah karya kreatif penerbitan yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing (Go Internasional)
Bertambahnya sejumlah penelitian/karya kreatif yang di produksi berkaitan dengan pelestarian budaya bangsa, bahasa daerah, sastra dan sejarah
b a
Bertambahnya sejumlah karya kreatif penerbitan (berkaitan dengan budaya bangsa dan bahasa daerah yang mulai hilang) kembali dilestarikan
a
MISI 3: Mengembangkan lingkungan penerbitan yang kondusif yang mengarusutamaan kreativitas dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
MISI/TUJUAN/SASARAN
110
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
7
Penciptaan kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan ekonomi kreatif industri penerbitan
MISI/TUJUAN/SASARAN
Adanya sejumlah regulasi yang mendukung dan melindungi penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutu dan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas dan pemerintah dalam pengembangan penerbitan Indonesia secara berkelanjutan Meningkatnya jumlah karya kreatif penerbitan nasional yang dikonsumsi masyarakat Mengoptimalkan standarisasi karya-karya kreatif penerbitan seperti bahasa, etika penulisan, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) Meningkatnya intelektualitas dan gaya hidup berbudaya masyarakat melalui karya kreatif penerbitan Meningkatnya jumlah media baru yang digunakan untuk mengembangkan konten karya kreatif penerbitan Meningkatnya kerjasama berkaitan dengan penerjemahan karya kreatif , penerbitan event / konferensi / dalam fora internasional Meningkatnya jumlah kritikus karya kreatif penerbitan lokal Meningkatnya jumlah penghargaan kepada karya kreatif/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional Meningkatnya minat baca dan tulis masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan lokal Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan lokal
b c d e f g h i j k
Pertambahan kecepatan akses internet (MB/s) yang dapat digunakan untuk kemajuan penerbitan terkait penggunaan media daring.
c a
Meningkatnya persebaran akses jaringan internet yang memadai secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota yang menunjang karya kreatif penerbitan digital
b
INDIKASI STRATEGIS
Lampiran
111
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
Mendukung dan memfasilitasi kementerian pendidikan nasional untuk menerapkan kurikulum pendidikan softskill kepada sejumlah pendidikan formal dan nonformal di 10 provinsi berpotensi di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara dan Papua.
Penyediaan tenaga pendidik dan tutor berkompeten yang merata di 10 provinsi berpotensi di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara dan Papua.
Melakukan pemetaan potensi dan publikasi hasil pemetaan lembaga pendidikan nonformal dan komunitas serta stakeholder terkait pengembangan sdm kreatif penerbitan
1
2
3
Pemetaan dibutuhkan untuk melihat potensi dan peluang yang dimiliki penerbitan indonesia untuk menjawab tantangan membentuk SDM Kreatif Penerbitan
Bermitra dengan lembaga pendidikan formal, non formal dan komunitas untuk mengembangkan soft skill karya kreatif penerbitan dengan fokus materi IP Awareness, menulis kreatif dan penyuntingan
Memasukkan unsur-unsur soft skill di dalam rancangan kurikulum pendidikan dasar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan; Komunitas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan
x
x
x
x
x
x
SASARAN 1: Meningkatnya mutu pengelolaan Pendidikan Formal, Non-Formal dan Informal yang mendukung orang kreatif Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
SASARAN/RENCANA AKSI
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN PENERBITAN 2015-2019
x
x
2019
112
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Melaksanakan Kerjasama dengan Lembaga Pelatihan Non-Formal dan Komunitas dalam mengembangkan kualitas SDM penerbitan melalui pelatihan/workshop berkaitan pengembangan/penulisan konten kreatif (IP Awareness, Creative Thinking, Editing, Design dan Animation)
Ip awareness adalah kesadaran untuk mengelola hak cipta, creative thinking adalah metode atau cara penulisan konten melalui proses kreativitas
DESKRIPSI RENCANA AKSI Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Dirjen HKI, Institusi Pendidikan; Komunitas
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan sistem pembelajaran mengasah kreativitas yang merata di 10 provinsi berpotensi di Indonesia.
Penyediaan dan pengembangan sistem pembelajaran mengarusutamakan kreativitas dan IP Awareness di lembaga pendidikan nonformal terkait industri penerbitan di 10 provinsi berpotensi di Indonesia
1
2
Ip awareness adalah kesadaran untuk mengelola hak cipta
Bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dalam menyediakan saran danprasarana seperti buku berkualitas, teknologi pendukung dan revitalisasi perpusatakaan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Dirjen HKI, Institusi Pendidikan , Komunitas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Dirjen HKI, Institusi Pendidikan , Komunitas
x
x
x
x
x
x
x
2019
SASARAN 2: Mengoptimalkan penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang mengarusutamakan kreativitas SDM Penerbitan merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
4
SASARAN/RENCANA AKSI
Lampiran
113
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
Mempermudah pendistribusian bahan baku kertas dan tinta untuk menunjang ketersediaan bahan baku produksi penerbitan cetak
Menyediakan data dan informasi terkait sumber daya alam yang dapat digunakan untuk bahan baku penerbitan alternatif.
Memberikan dana hibah penelitian terkait bahan baku produksi penerbitan berbasis sumber daya lokal.
2
3
4
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Dirjen Pajak
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
1
Mengembangkan konten karya kreatif penerbitan yang dapat menjadi identitas budaya bangsa Indonesia.
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
x
x
SASARAN 4: Menyediakan data dan informasi sumber daya budaya yang akurat dan terpercaya dan dapat diakses secara mudah dan cepat untuk mengembangkan konten kreatif penerbitan
Mengusulkan kebijakan perpajakan mengenai harga bahan baku khususnya kertas dan tinta untuk produktivitas penerbitan cetak
1
SASARAN 3: Mendukung penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan dengan menggunakan sumber daya alam Indonesia (yang terbarukan)
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2019
114
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Menyediakan sistem, data dan informasi berbasis riset budaya yang dapat diakses oleh orang kreatif penerbitan untuk pengembangan konten kreatif berbasis budaya
3
cukup jelas
cukup jelas
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
PENANGGUNGJAWAB
Melakukan pemetaan potensi wirausaha kreatif penerbitan Indonesia
Mengadakan event/kompetisi untuk menyaring wirausaha kreatif
Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif penerbitan lokal
Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif di tingkat lokal, nasional, dan global
1
2
3
4
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan
SASARAN 5: Meningkatnya wirausaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing , bertumbuh dan berkelanjutan
Meningkatkan karya kreatif penerbitan yang berbasis penelitian,bermutu, berbudaya, dan berdaya saing internasional.
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2015
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
x
x
x
x
2019
Lampiran
115
Perbaikan KBLI untuk ruang lingkup produk dan jasa terkait industri penerbitan
3
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri KUKM
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri KUKM
Memfasilitasi penelitian dan pengembangan konten karya kreatif penerbitan Indonesia berbasis budaya bangsa.
Melakukan pemetaan potensi keberadaaan karya kreatif penerbitan yang potensial dan berkualitas
Mengadakan event/kompetisi untuk menyaring karya kreatif penerbitan yang berkualitas
1
2
3
Memfasilitasi penelitian penerbitan untuk menghasilkan penciptaan karya kreatif penerbitan Indonesia;
Mengadakan ajang kompetisi untuk menambah keanekaragaman karya teknologi informasi;
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Desain, Budaya dan Sejarah
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Budaya dan Ssejarah
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Budaya dan Sejarah
SASARAN 7: Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal berbasis budaya bangsa
cukup jelas
cukup jelas
x
Meningkatkan kolaborasi dan kemitraan unit usaha penerbitan lokal di Indonesia
2
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri KUKM
x
cukup jelas
Melakukan pemetaan potensi keberadaaan usaha kreatif penerbitan di Indonesia
2015
1
PENANGGUNGJAWAB
DESKRIPSI RENCANA AKSI
SASARAN 6: Meningkatnya usaha kreatif penerbitan lokal yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
x
2018
x
x
2019
116
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
Penyediaan subsidi pembiayaan untuk penelitian berkaitan dengan karya kreatif bermuatan budaya, kenegaraan, bahasa daerah dan sejarah bangsa
2
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Budaya dan Sejarah
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
Mengadakan pameran Internasional untuk mempromosikan karya kreatif penerbitan nasional kepada dunia
Memfasilitasi keikutsertaan karya penerbitan Indonesia yang berkualitas untuk mengikuti pameran di dalam negeri maupun luar negeri
Membangun portal sebagai sarana promosi dan sistem informasi pasar karya kreatif di dalam negeri dan luar negeri yang dapat diakses dengan mudah dan informasinya didistribusikan dengan baik
1
2
3
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Luar Negeri; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
SASARAN 9: Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kreatif penerbitan nasional dan internasional
Penyediaan subsidi pembiayaan untuk produktivitas karya kreatif penerbitan berbasis budaya bangsa, bahasa daerah, sejarah dan sastra klasik
1
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2017
TAHUN
SASARAN 8: Menyediakan pembiayaan penelitian dan pelestarian karya kreatif penerbitan berkaitan dengan budaya bangsa, sastra dan sejarah
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
2018
x
x
x
x
2019
Lampiran
117
Proaktif mendukung pemasaran dan keberlangsungan karya kreatif penerbitan lokal di pasar domestik
5
cukup jelas
cukup jelas
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika; Institusi Pendidikan
PENANGGUNGJAWAB
2015
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
Menyediakan jalur distribusi alternatif untuk meningkatkan keterjangkauan logistik dan transportasi karya kreatif penerbitan yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; dan provinsi
Memberikan fasilitas teknologi pendukung untuk menyebarkan karya kreatif di bidang penerbitan
Perluasan jaringan internet untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan digital yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota; dan provinsi
1
2
3
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika;Menteri PU
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika;Menteri PU
Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika;Menteri PU
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
SASARAN 10: Menyediakan infrastruktur logistik dan jaringan internet yang memadai dan kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan pasar bagi industri penerbitan secara merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota
Mengadakan festival nasional dan internasinal berkala untuk mempertemukan karya kreatif penerbitan nasional dan internasional
4
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2019
118
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Peningkatan persebaran dan kecepatan internet di Indonesia secara bertahap
cukup jelas
DESKRIPSI RENCANA AKSI Menteri Perdagangan; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Komunikasi dan Informatika;Menteri PU
PENANGGUNGJAWAB x
2015 x
2016 x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
1
Harmonisasi kebijakan perbukuan (Undang-Undang Perbukuan)
x
melakukan diskusi publik rancangan perbaikan Undang-undang perbukuan melakukan proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi terhadap Undang-undang perbukuan melakukan sosialisasi Undang-undang perbukuan
x
x
x
x
melakukan koordinasi lintas sektor untuk menyusun perbaikan Undangundang perbukuan
x
x
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Kementerian Pendidikan, Kementerian Perdagangan; Kemenkumham
Melakukan kajian terhadap substansi Undang-undang perbukuan
Membentuk panitia pembahasan terhadap substansi Undang-undang perbukuan
x
x
x
x
SASARAN 11: Menciptakan regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatan mutu dan penyebaran orang kreatif, wirausaha kreatif dan usaha kreatif penerbitan Indonesia
4
SASARAN/RENCANA AKSI
Lampiran
119
2
Harmonisasi kebijakan tata niaga produk penerbitan (isu buku cetak dan digital, isu keberpihakan pada industri penerbitan lokal, pengembangan konten lokal, perluasan pasar bagi penerbit lokal)
SASARAN/RENCANA AKSI
x
melakukan diskusi publik rancangan regulasi tata niaga melakukan proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi terhadap regulasi tata niaga melakukan sosialisasi peraturan regulasi tata niaga
x
melakukan koordinasi lintas sektor untuk menyusun regulasi tata niaga
x
2015
x
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Kemenkumham
PENANGGUNGJAWAB
melakukan kajian terhadap substansi regulasi tata niaga
Membentuk panitia pembahasan terhadap substansi regulasi tata niaga
DESKRIPSI RENCANA AKSI
x
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
120
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
3
Harmonisasi kebijakan pembiayaan bagi industri penerbitan lokal
SASARAN/RENCANA AKSI
x
melakukan diskusi publik rancangan regulasi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal melakukan proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi terhadap regulasi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal melakukan sosialisasi peraturan regulasi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal
x
melakukan koordinasi lintas sektor untuk menyusun regulasi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal
x
2015
x
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Kemenkumham
PENANGGUNGJAWAB
melakukan kajian terhadap substansi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal
Membentuk panitia pembahasan terhadap substansi regulasi pembiayaan bagi industri penerbitan lokal
DESKRIPSI RENCANA AKSI
x
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
Lampiran
121
Harmonisasi kebijakan fasilitasi insentif bagi industri penerbitan lokal
x
x
melakukan koordinasi lintas sektor untuk menyusun regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal melakukan diskusi publik rancangan regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal melakukan proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi terhadap regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal melakukan sosialisasi peraturan regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal
x
2015
x
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Kemenkumham
PENANGGUNGJAWAB
melakukan kajian terhadap substansi regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal
Membentuk panitia pembahasan terhadap substansi regulasi insentif bagi industri penerbitan lokal
DESKRIPSI RENCANA AKSI
1
Membangun portal subsektor industri kreatif penerbitan sebagai sarana pendataan potensi lembaga pendidikan, industri dan komunitas yang mendukung kegiatan ekosistem penerbitan
Cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;Segala elemen pemerintah; Komunitas; Asosiasi Profesi
x
SASARAN 12: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan penerbitan Indonesia secara berkelanjutan
4
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
2018
x
2019
122
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Mendukung kegiatan dan pembentukan asosiasi keprofesian penerbitan untuk berjejaring di tingkat lokal, nasional, maupun global
3
Cukup jelas
Cukup jelas
DESKRIPSI RENCANA AKSI
segala elemen pemerintah; Komunitas; Asosiasi Profesi
segala elemen pemerintah; Komunitas; Asosiasi Profesi
PENANGGUNGJAWAB
Mendorong tersedianya karya kareatif penerbitan yang berkualitas dan terjangkau untuk meningkatkan minat baca dan tulis masyarakat serta penyediaan karya kreatif penerbitan nasional di institusiinstitusi pendidikan.
Mengoptimalkan standarisasi karya-karya kreatif penerbitan seperti bahasa, etika penulisan, EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
Mengelola konten karya kreatif penerbitan yang berkualitas untuk dialihmediakan ke subsektor ekonomi kreatif lain
1
2
3
cukup jelas
Cukup jelas
Cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan
menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan
menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan Nasional; Institusi Pendidikan
SASARAN 13:Tercapainya kreativitas penerbitan sebagai paradigma pembangunan dan dalam kehidupan masyarakat
Membentuk Dewan Penerbitan sebagai lembaga penghubung antar pemangku kepentingan dalam industri penerbitan Indonesia
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2015
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
Lampiran
123
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB
Mengoptimalkan fungsi kedutaan besar RI di luar negeri sebagai Market Intelligence untuk mempromosikan karya penerbitan Indonesia ke kalangan internasional
Mengoptimalkan penyediaan ruang ekspresi dan fasilitasi kegiatan pameran karya kreatif penerbitan melalui pemanfaatan berbagai media untuk promosi strategis yang mendukung sektor pariwisata dan ekonomi kreatif
2
3
cukup jelas
cukup jelas
cukup jelas
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri Luar Negeri
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri Luar Negeri
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Perdagangan; Menteri Luar Negeri
2015
x
x
x
2016
1
Memberikan penghargaan bagi karya, wirausaha maupun usaha kreatif dalam bidang penerbitan yang berskala nasional
Pendaftaran dan sosialisasi penghargaan; Penjurian karya kreatif; Publikasi dan kegiatan lanjutan dari penghargaan seperti networking;
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Dirjen HKI; Menteri Perdagangan;
SASARAN 15: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif penerbitan lokal di tingkat nasional dan internasional
Memfasilitasi akses pasar nasional dan global agar industri penerbitan semakin semakin bertumbuh, merata di seluruh Indonesia dan berdaya saing global
1
SASARAN 14: Meningkatnya posisi, kontribusi, kemandirian serta kepemimpinan penerbitan Indonesia dalam fora internasional
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
2019
124
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019
Memberikan fasilitas untuk pameran karya penerbitan di tingkat internasional
3
Fasilitas yang dapat diberikan antara lain adalah ruang publik, pusat kreatifitas, inkubator teknologi, dan sebagainya
Dengan makin banyaknya karya kreatif penerbitan Indonesia dipamerkan ke ajang internasional maka diharapkan adanya kesempatan karya kreatif penerbitan Indonesia dapat Go Internasional
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Perdagangan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Luar Negeri; Menteri Perdagangan
PENANGGUNGJAWAB
x
2015
x
2016
Sosialisasi dan penyebaran informasi terkait potensi dan kualitas karya kreatif penerbitan lokal
Menjalin kerjasama dengan komunitas di bidang penerbitan untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap karya penerbitan lokal
1
2
Dengan makin banyaknya tulisan dan ulasan mengenai karya kreatif penerbitan Indonesia diharapkan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap karya kreatif penerbitan
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa karya kreatif penerbitan Indonesia memiliki kualitas yang tidak kalah dibandingkan karya kreatif manca negara, sehingga mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat akan karya penerbitan luar negeri
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;Segala elemen pemerintah; Komunitas; Asosiasi Profesi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;Segala elemen pemerintah; Komunitas; Asosiasi Profesi
x
x
2017
TAHUN
SASARAN 16: Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang dihasilkan melalui karya kreatif penerbitan
Mengadakan dan mengikutsertakan festival ataupun ajang penghargaan bagi pelaku industri penerbitan secara berkala di tingkat nasional dan internasional
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2018
x
x
2019
128
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Penerbitan Nasional 2015-2019