RENCANA PENGEMBANGAN
SENI RUPA NA SIONAL
2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN SENI RUPA NASIONAL 2015-2019
i
Mia Maria Asep Topan Dila Martina Ayu
PT. REPUBLIK SOLUSI
iv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN SENI RUPA NASIONAL 2015-2019
Tim Studi dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif: Penasihat Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Pengarah Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf Ahman Sya, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan Penanggung Jawab Mumus Muslim, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya Watie Moerany, Direktur Pengembangan Seni Rupa Yusuf Hartanto, Kasubdit Pengembangan Seni Rupa Terapan Tim Studi Mia Maria Asep Topan Dila Martina Ayu Tim Pengkaji Hafiz Rancajale Ade Darmawan Hendro Wiyanto ISBN 978-602-72367-9-0 Tim Desain RURU Corps (www.rurucorps.com) Sari Kusamaranti Subagiyo Farly Pratama Yosifinah Rachman Penerbit PT. Republik Solusi Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
v
Terima kasih Kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD) Tisna Sanjaya Mella Jaarsma Yoshi Fajar Ade Darmawan Heri Pemad Agung Hujatnikajennong Bre Redana FX Harsono Nyoman Visyasuri Utami Farah Wardani Wimo Ambala Bayang Hendro Wiyanto Tubagus Andre Gita Putri Damayana Bpk. Indra (Bappenas) Rifky Effendy Drs. Pustanto, MM (Dinas Kebudayaan) Melati Suryodarmo RURU Corps. Nindityo Adipurnomo Tim Indonesia Kreatif Suwarno Wisetrotomo Woto Wibowo Hafiz Rancajale Syafiatudina Amir Sidharta Siuli Tan (Singapore Art Museum) Leo Silitonga Seng Yu Jin (National Gallery of Singapore) Dedi Irianto Eko Nugroho Bambang Yustina Neni Amalia Wirjono Helen Silitonga Agung Kurniawan
vi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Kata Pengantar Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019 ini merupakan sebuah pemetaan dan rekonstruksi untuk mewujudkan visi pengembangan seni rupa yaitu industri seni rupa yang berkualitas hidup, berdaya saing, berwawasan, tersosialisasikan dan berkelanjutan. Di dalam buku ini terdapat standarisasi, analisa, pengukuran dan perencanaan untuk membantu mewujudkan masyarakat kreatif dengan kualitas hidup yang tinggi. Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif mulai diakui oleh berbagai negara di dunia, bahwa sektor ini dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian yang signifikan bagi negaranya. Indonesia juga melihat bahwa berbagai subsektor dalam ekonomi kreatif berpotensi untuk dikembangkan, termasuk di dalamnya adalah seni rupa. Sebagai bangsa kita memiliki modal yang cukup untuk bisa berkembang, dengan warisan budaya, sumber daya alam dan manusia yang telah tersedia. Sebagai langkah nyata dan komitmen pemerintah untuk mengembangkan Ekonomi Kreatif Indonesia, maka pemerintah telah membuat “Cetak Biru Ekonomi Kreatif” yang menghadirkan pemetaan mendalam tentang 18 Subsektor Ekonomi Kreatif 2015-2025. Pemetaan ini melibatkan ratusan pelaku kreatif dan masukkan langsung dari lapangan. Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019 ini akan memaparkan pemetaan ekosistem, pemetaan industri, perkembangan dan sejarah singkat seni rupa, kontribusi ekonomi, definisi pelaku analisa potensi dan permasalahan, dan rencana strategis pengembangan bagi subsektor seni rupa. Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia yang terdapat di dalam buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai : 1. Pemetaan untuk pemahaman yang menyeluruh tentang industri seni rupa dan aspek-aspek potensi untuk pengembangannya. 2. Pedoman operasional dan arah kebijakan bagi aparatur pemerintah yang bertanggungjawab terhadap pengembangan ekonomi kreatif. 3. Rujukan bagi instansi-instansi yang terkait untuk terjadinya sinergi dalam usaha pengembangan yang tepat sasaran. 4. Titik tolak untuk upaya pembangunan yang terpadu antarpelaku kreatif seni rupa yang didukung oleh pemerintahan. Akhir kata, Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019 ini diharapkan dapat menghadirkan optimisme baru dalam pembangunan karakter bangsa yang dikuatkan oleh seni, budaya dan kreativitas. Dengan adanya Rencana Pengembangan Seni Rupa 2015-2019 diharapkan pula adanya arahan yang jelas dan tepat sasaran mengenai pembangunan subsektor seni rupa sebagai bagian dari Ekonomi Kreatif Indonesia. Jakarta, September 2014 Salam Kreatif
Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif vii
Daftar Isi Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
viii
Daftar Gambar
xi
Daftar Tabel
xii
Ringkasan Eksekutif
xiii
BAB 1 PERKEMBANGAN SENI RUPA DI INDONESIA
1
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Seni Rupa Di Indonesia
2
1.1.1 Definisi Seni Rupa
2
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Seni Rupa
5
1.2 Sejarah dan Perkembangan Seni rupa
11
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Dunia
11
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Indonesia
16
BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI SENI RUPA INDONESIA
25
2.1 Ekosistem Seni Rupa
26
2.1.1 Definisi Ekosistem Seni Rupa
26
2.1.2 Peta Ekosistem Seni Rupa
26
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa
57
2.2.1 Peta Industri Seni Rupa
57
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Seni Rupa
63
2.2.3 Model Bisnis di Industri Seni Rupa
63
BAB 3 KONDISI UMUM SENI RUPA DI INDONESIA
69
3.1 Kontribusi Ekonomi Seni Rupa
70
viii
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)
72
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan
73
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan
74
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga
75
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor
76
3.2 Kebijakan Pengembangan Seni Rupa
80
3.2.1 Pengarsipan dan Konversi
80
3.2.2 Kepabeanan
81
3.2.3 Etika Tampilan – Pornografi
82
3.2.4 Pendidikan Seni
83
3.2.5 Hak Kekayaan Intelektual
84
3.2.6 Posisi Seni dalam Kebijakan Pariwisata
86
3.2.7 Insentif Pajak Perusahaan Swasta untuk Sumbangan Kesenian
86
3.2.8 Dewan Kesenian (dan Taman Budaya)
87
3.3 Struktur Pasar Seni Rupa
87
3.4 Daya Saing Seni Rupa
89
3.5 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Seni Rupa
90
3.5.1 Isu-isu strategis Seni Rupa
90
3.5.2 Prioritas Permasalahan
92
BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN SENI RUPA INDONESIA
101
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015–2019
102
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Seni Rupa
103
4.2.1 Visi Pengembangan Seni Rupa
104
4.2.2 Misi Pengembangan Seni Rupa
104
4.2.3 Tujuan Pengembangan Seni Rupa
105
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Seni Rupa
105
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Seni Rupa
107
4.4.1 Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Kreatif di Bidang Produksi, Manajemen, dan Pemasaran
107
4.4.2 Arah Kebijakan Pengembangan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Produksi dalam Negeri yang Berkelanjutan
108
4.4.3 Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas Lingkungan Pengembangan yang Berkelanjutan
108
ix
4.4.4 Pengembangan Fasilitas, Sistem Komunikasi dan Pemasaran Seni Rupa yang Memadai
109
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Seni Rupa
110
4.5.1 Meningkatnya Kuantitas dan Kualitas Orang Kreatif Dengan Pengetahuan Produksi, Pengembangan Wacana, Manajerial, dan Pemasaran
110
4.5.2 Meningkatnya Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Olahan yang Diproduksi Dalam Negeri Dengan Harga dan Kualitas yang Bersaing
110
4.5.3 Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas Alat Teknologi yang Dibarengi Dengan Meningkatnya Kemampuan SDM yang Mengolahnya
110
4.5.4 Terjadinya Sistem yang Mengatur Pendanaan yang Berkualitas dan Berkelanjutan bagi Produksi dan Lingkungan Pengembangan
110
4.5.5 Adanya Kelengkapan Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Proses Produksi dan Distribusi Produk Seni
111
4.5.6 Meningkatnya Apresiasi Terhadap Seni Rupa yang Ditentukan oleh Meningkatnya Penonton, Penulisan di Media Massa Baik di Forum Lokal dan Internasional
111
4.5.7 Adanya Program Pemerintah yang Aktif dan Tepat Sasaran untuk Pembentukan Pencitraan Nasional Seni Rupa
111
4.5.8 Aktivasi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Ruang Publik yang Mendukung Terjadinya Sosialisasi Seni Rupa
111
4.5.9 Meningkatnya Literasi Publik Terhadap Seni Rupa lewat Publikasi dan Pengajaran Berkualitas
111
4.5.10 Peningkatan Aktivasi Koleksi Baik oleh Sektor Swasta Maupun Pemerintahan 112 BAB 5 PENUTUP
115
5.1 Kesimpulan
116
5.2 Saran
116
LAMPIRAN
119
x
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Daftar Gambar Gambar 1 - 1 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Seni Rupa
10
Gambar 1 - 2 Perkembangan Seni Rupa Indonesia
22
Gambar 2-1 Peta Ekosistem Seni Rupa
28
Gambar 2-2 Proses Kreasi Seni Rupa
38
Gambar 2-3 Proses Produksi Seni Rupa
40
Gambar 2-4 Proses Distribusi Seni Rupa
42
Gambar 2-5 Proses Presentasi Rupa
45
Gambar 2-6 Apresiasi dalam Seni Rupa
54
Gambar 2-7 Peta Industri Seni Rupa
64
Gambar 2-8 Model Bisnis Perupa Individu
66
Gambar 2-9 Model Bisnis Organisasi Nonprofit
67
Gambar 3 - 1 Nilai Tambah Subsektor Seni Rupa
73
Gambar 3 - 2 Ketenagakerjaan Subsektor Seni Rupa
74
Gambar 3 - 3 Kontribusi Unit Usaha Subsektor Seni Rupa
75
Gambar 3 - 4 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor Seni Rupa
76
Gambar 3 - 5 Pertumbuhan Ekspor Subsektor Seni Rupa
79
Gambar 3 - 6 Daya Saing Subsektor Seni Rupa
90
Gambar 4 - 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Pengembangan Seni Rupa
103
xi
Daftar Tabel Tabel 2 - 1 Kelompok, Komunitas, dan Lembaga Seni Rupa yang Pernah Terbentuk hingga 2014
31
Tabel 2 - 2 Lembaga Pendidikan yang Memiliki Fokus Pendidikan Seni Rupa
36
Tabel 2 - 3 Galeri Seni Rupa
48
Tabel 2 - 4 Museum di Indonesia
56
Tabel 3 - 1 Kontribusi Ekonomi Subsektor Seni Rupa (2010-2013)
70
Tabel 3 - 2 Ekspor Ekonomi Kreatif Indonesia Tahun 2010-2013 (Juta Rupiah)
76
Tabel 3 - 3 Ekspor Seni Rupa (2010-2013)
77
Tabel 3 - 4 Data Penjualan Beberapa Karya Seni Rupa
80
Tabel 3 - 5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Seni Rupa
95
xii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Ringkasan Eksekutif Penerbitan buku ini merupakan salah satu upaya untuk mendampingi kelengkapan buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Pada buku Cetak Biru Seni Rupa ini, upaya penelaahan lebih jauh mengenai sektor seni rupa Indonesia dilakukan dengan hasil berupa paparan mengenai ekosistem seni rupa Indonesia, analisis potensi dan permasalahan, usulan rencana strategis, serta analisis kebijakan dalam bidang seni rupa yang berorientasi pada pengembangan industri dan ekosistem sektor seni rupa, khususnya dalam periode 2015-2019. Metode yang digunakan dalam penyusunan buku ini adalah studi literatur mengenai sejarah seni rupa Indonesia, wawancara mendalam (in-depth interview) dengan berbagai pelaku seni rupa Indonesia, dan grup diskusi terfokus (focus group discussion) bersama para pelaku dan pemangku kepentingan di bidang seni rupa, seperti para seniman, kurator, akademisi, peneliti, pemilik galeri seni rupa, pengelola balai lelang, dan tim dari kementrian terkait yang dapat mewakili suara dan aspirasi pemangku kepentingan secara umum, baik dari sisi pengembangan wacana, industri maupun pendidikannya. Hasil analisis dalam buku ini menunjukan adanya iklim yang sangat positif dalam perkembangan seni rupa Indonesia secara umum, terlepas dari peran pemerintah yang masih sangat minim dalam bidang ini. Beberapa potensi menunjukan kemampuan sektor seni rupa bisa memiliki daya saing yang sangat tinggi bukan hanya di wilayah nasional, tapi juga di dunia internasional. Selain bekerja sebagai individu, para pelaku di bidang seni rupa Indonesia banyak yang bergiat bersama kelompok-kelompok yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Dengan penguasaan teknologi dan jaringan yang mereka bangun secara mandiri, kiprah mereka dalam dunia seni rupa nasional dan internasional bisa dikatakan sangat baik. Salah satu permasalahan utama yang muncul dari hasil analisis dalam buku ini ialah mengenai pemerataan. Kegiatan seni rupa di Indonesia masih cenderung terpusat pada beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Bali. Selanjutnya, permasalahan lain muncul dari segi pendidikan dan dukungan dari pemerintah untuk kegiatan berkesenian para pelaku seni rupa di Indonesia. Jumlah perguruan tinggi atau sekolah seni rupa di Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia saat ini, dan utamanya mereka hanya terdapat di kota-kota besar saja. Kemudian, permasalahan pada regulasi pemerintah yang masih dinilai tidak berpihak pada pelaku. Isu utama pada regulasi ini terdapat pada hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan ekspor-impor, HAKI serta perlindungan hukum bagi para pelaku seni rupa. Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dalam penyusunan buku ini mengindikasikan tren yang positif. Dengan mempertimbangkan potensi permasalahan di sektor seni rupa, terdapat beberapa rujukan utama yang harus dilakukan dalam upaya pengembangan sektor seni rupa di periode lima tahun ke depan, yaitu fokus di bidang pengembangan SDM, sosialisasi, pembangunan infrastruktur, kebijakan bea dan cukai, dan dukungan pendanaan bagi Lingkungan Pengembangan. Tindak lanjut mengenai langkah-langkah kongkrit yang akan dilakukan sangat disarankan dengan melibatkan tim perumus profesional, para pelaku di sektor seni rupa, dan para pemangku kepentingan bersama Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAF) untuk mewujudkan Seni Rupa Indonesia berkualitas tinggi, berdaya saing, dan tersosialisasikan.
xiii
“
“
If you fail to plan, you are planning to fail.
xiv
Sumber: Benjamin Franklin
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB 1 Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Seni Rupa Di Indonesia Perkembangan seni rupa yang terjadi sangat pesat sejak awal 1900-an telah meluaskan definisi seni rupa dan melahirkan keragaman dalam pendekatan penciptaan karya. Interaksi antarpelaku dan usaha-usaha untuk menopang proses produksi, distribusi dan wacana perkembangan karya sudah menciptakan suatu sistem tersendiri yang tiap sektornya perlu ditelaah dan dijabarkan agar pemetaan atas ruang-ruang pengembangan seni rupa dapat dilakukan. Pemetaan tersebut sangat penting bagi pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Untuk melandasi pemetaan tersebut, perlu dicapai keseragaman paradigma seni rupa yang sesuai dengan perkembangan mutakhir.
S. Sudjojono, “Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro” (1979) Sumber: theedgegalerie.com
1.1.1 Definisi Seni Rupa Titik awal terjadinya seni berasal dari dorongan dalam diri manusia untuk berekspresi dan menciptakan sesuatu. Dorongan itu tumbuh dan berkembang menjadi praktik seni individual yang dalam perkembangannya mengambil isu, respon, maupun energi dari komunitas di sekelilingnya. Dilihat dari asal-muasal kata, “seni” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu“sani” yang berarti pelayanan, persembahan, dan pemujaan. Kata tersebut berkembang menjadi bahasa Melayu,“Seni”, yang kemudian digunakan dalam bahasa Indonesia. Kata “seni” juga digunakan dalam bahasa Malaysia dan Singapura. Pendapat lain menyatakan bahwa kata “seni” dalam bahasa Indonesia juga berasal dari kata “genie” dalam bahasa Belanda yang berarti “jenius”. Istilah“seni” kemudian diperluas menjadi “seni murni” untuk mendefinisikan bentuk seni yang termanifestasi dalam bentuk tertentu. Penggunaan istilah“seni murni” setara dengan penggunaan istilah “fine arts” atau istilah“beaux arts” yang penggunaannya pertama kali ditekankan di Perancis
2
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
saat Academie des Beaux Arts didirikan pada pertengahan abad ke-17. Istilah “seni murni” kemudian diperluas lagi menjadi “seni rupa” yang diartikan dari istilah bahasa Inggris,“visual art”.
Pameran Eko Nugroho di d’Art moderne de la Ville de Paris, 2012 Sumber: mam.paris.fr
Dalam istilah “seni rupa” terkandung penambahan keberagaman bentuk seni murni yang mulanya hanya berupa seni lukis dan seni patung. Seni Murni sendiri didefinisikan sebagai seni yang mengutamakan nilai-nilai keindahan dan konsep intelektual sebagai tujuan penciptaannya. Kini, dalam perkembangan mutakhir seni rupa Indonesia, konsep intelektual dan eksplorasi medium turut menjadi nilai-nilai mendasar suatu karya seni. Mengenai eksplorasi medium dan keberagaman bentuk yang dimaksud akan diterangkan pada bagian Ruang Lingkup Pengembangan Seni Rupa. Sementara itu, kurator seni rupa Jim Supangkat, dalam esainya “The ‘Seni’ Manifesto” yang ditulis pada 2009, mengungkapkan pentingnya istilah “kagunan” dalam bahasa Jawa untuk mendeskripsikan konsep seni rupa, yaitu sebagai produk kegiatan yang menggambarkan kehalusan jiwa manusia yang indah. Melihat perkembangan seni rupa, baik dari tujuan penciptaannya, dinamika sistemnya, maupun keberagaman penggunaan medium, maka dapat disimpulkan bahwa seni rupa adalah: cabang seni yang mengutamakan manifestasi ide atau konsep sang seniman menjadi bentuk yang menstimulasi indra penglihatan, yang dalam perkembangannya telah melampaui keterbatasan visual itu sendiri. Seni rupa telah lama membuka dirinya pada pengalaman pendengaran (audiotory), interaksi rabaan (tactile), dan stimulasi intelektual bagi pemirsanya. Semua pilihan medium dan metode ini berdasar pada suatu konsep intelektual sang penciptanya.1
(1) Sumber: Focus Group Discussion Subsektor Seni Rupa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Mei–Juni 2014).
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
3
Dasar dari penciptaan seni rupa mutakhir adalah ide atau konsep yang diwujudkan melalui suatu bahan yang dipilih sebagai sarana untuk menyampaikan ide maupun konsep tersebut. Bahan, material, alat, atau yang biasa disebut sebagai “medium” dalam dunia seni rupa, kini sangat beragam hingga melampaui wujud seni rupa era pramodern di Barat yang masih berupa patung dan lukisan. Wujud karya seni rupa mutakhir bukan hanya dibuat untuk menciptakan pengalaman visual yang kasat mata, melainkan juga untuk menciptakan pengalaman audio melalui pendengaran, misalnya dengan susunan suara yang sering disebut sound art; melalui pengalaman sentuhan atau rabaan melalui interaksi penonton terhadap karya; juga melalui stimulasi intelektual, ketika karya dirancang untuk membuat penonton berpikir ulang, terkadang sampai merespons untuk melengkapi karya tersebut. Dalam konteks ekonomi kreatif, industri seni rupa merupakan sistem yang berlandaskan intelektual serta pemahaman dan keahlian penciptaan nilai-nilai estetika. Sistem yang ditimbang, dikoordinasi dan didukung oleh teknologi tersebut dapat mendukung keberlanjutan perkembangan bangsa yang kreatif, memiliki pasar yang sehat, dan produksi yang berkualitas. Pemicu produktivitas sistem tersebut adalah hasrat berekspresi, berbagi ilmu pengetahuan, dan kerja kolektif. Hasrat berekspresi adalah pemicu paling awal dari kegiatan kesenian. Hasrat tersebut, yang merupakan dorongan yang hadir terus-menerus pada setiap individu, menjadi energi utama dari semua kerja kreatif. Hasrat itu lalu disalurkan secara spesifik dan sistematis dalam proses berbagi ilmu pengetahuan, melalui pengajaran mengenai teknis maupun elaborasi ide, baik secara formal maupun nonformal. Kerja kolektif merupakan aktivitas yang tepat untuk mendukung produktivitas pelaku seni karena memperlancar proses berbagi ilmu pengetahuan. Dalam kerja kolektif, terjadi proses diskusi, berlangsungmasukan (input) dan keluaran (output) untuk mengembangkan praktik berkesenian, dan terbentuk jejaring distribusi. Melalui kerja kolektif pula, seni memposisikan dirinya dalam masyarakat dengan menyerap, merespons, dan mengekpresikan situasi sosial dan budaya—tempat seni itu tumbuh dan berkembang. Dalam hampir semua kasus, seni rupa mutakhir turut menjadi proses investigasi maupun penelitian sosial—ia mengamati, menyimpulkan, dan kadang memecahkan masalah. Penggunaan kreativitas di dalam praktik bermasyarakat menandakan masyarakat yang sehat, sadar akan potensi diri, dan percaya pada kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, definisi seni rupa dalam konteks ekonomi kreatif adalah:
Penciptaan karya dan saling berbagi pengetahuan yang merupakan manifestasi intelektual dan keahlian kreatif, yang mendorong terjadinyaperkembangan budaya dan perkembangan industri dengan nilai ekonomi untuk keberlanjutan ekosistemnya.2
(2) Ibid.
4
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang merupakan karakteristik utama dari seni rupa itu sendiri, yaitu: 1. Penciptaan karya – proses perwujudan gagasan atau ide menjadi sebuah bentuk karya seni. Penciptaan karya adalah inti dan pusat dari seni rupa. 2. Saling berbagi pengetahuan – pengetahuan dan kajian seni rupa merupakan faktor penting untuk hadir bersama karya tersebut. Termasuk juga pengetahuan dan kajian tentang konteks sosial, budaya, dan politik di mana karya tersebut diciptakan. 3. Manifestasi intelektual – dasar dari penciptaan karya adalah perwujudan dari gagasan pikiran intelektual penciptanya. 4. Keahlian kreatif – perwujudan karya terjadi dengan penggunaan keahlian di bidang kreatif. 5. Mendorong perkembangan budaya–perkembangan seni rupa mendorong perkembangan budaya nasional melalui gagasan kreatif yang baru dan segar. Secara bersamaan, perkembangan seni rupa menunjukkan dan merekam kemajuan budaya nasional. 6. Perkembangan industri dengan nilai ekonomi untuk keberlanjutan ekosistem – perkembangan industri yang memberi timbal-balik ekonomi bagi pelaku dan sistemnya diperlukan untuk keberlanjutan ekosistem. Dalam seni rupa, sekalipun tujuan penciptaan karya bukanlah demi nilai ekonomi, timbal-balik ekonomi tetap dibutuhkan untuk menopang proses penciptaan karya tersebut.
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Seni Rupa Ruang lingkup seni rupa dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya adalah berdasarkan perkembangan budaya, akademis, dan produk yang dihasilkan. Berdasarkan perkembangan budaya, seni rupa di Indonesia dibedakan menjadi tiga bagian: 1. Seni Rupa Klasik adalah bentuk seni rupa yang memiliki pola estetika yang tetap, tidak berubah sejalan dengan waktu dan perkembangan budaya. Seni rupa klasik telah mencapai puncak kejayaannya di masa lalu, yang berarti tidak diantisipasi untuk kembali dan berkembang di masa kini. Dalam konteks Indonesia, puncak kejayaan seni rupa klasik Indonesia terjadi pada masa kerajaan-kerajaan Hindu–Buddha yang berjaya pada sekitar abad ke-4 sampai abad ke-17. Salah satu ciri fisik dari karya seni rupa klasik ialah memiliki warna-warna yang terbatas pada warna alam: tanah, daun, kayu, batu, gading, dsb. 2. Seni Rupa Tradisional adalah bentuk seni rupa yang mengikuti pola dan bentuk-bentuk tertentu berdasarkan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Seni rupa tradisional dilestarikan tanpa terjadi perubahan yang besar dalam teknik, konsep, bentuk estetika, dan filosofi simbolik, untuk menjaga eksistensi makna dan nilai tradisi yang diwariskan.
Seni rupa tradisional di Indonesia sangatlah beragam dan beberapa di antaranya terkait erat dengan seni rupa tradisional Melayu dan Peranakan di negara sekitar Nusantara lainnya, yaitu Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pada umumnya, seni rupa tradisional digunakan untuk keperluan upacara adat. Diletakkan dalam konteks Indonesia sebagai satu bangsa, seni rupa tradisional merupakan perwujudan keberagaman dari kelompok budaya tertentu.
Demi keberlanjutan dan perkembangan seni rupa tradisional, diperlukan perhatian khusus pada usaha-usaha perlindungan sebagai bagian dari pelestarian budaya, dan diharapkan adanya pembedahan dan pemetaan khusus bagi seni rupa tradisional. Selain itu, penerapan seni rupa tradisional dalam konteks industri kreatif banyak digunakan dalam seni terapan, yaitu seni kriya, yang bisa dipahami lebih detail dalam konteks pengembangan kerajinan tradisional.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
5
3. Seni Rupa Modern dan Seni Rupa Kontemporer. Sekalipun dalam praktiknya seni rupa di tanah air mengusung konsep dan estetika budaya Indonesia, terminologi dan konsep dasar seni rupa modern dan seni rupa kontemporer turut dipengaruhi oleh konsep seni rupa global. Seni rupa modern dalam konteks global berkembang sejak 1860 hingga awal 1970-an. Perubahan revolusioner dalam ilmu pengetahuan, industri, dan masyarakat pada masa itu memberikan pengaruh yang sangat kuat pada seni rupa yang kemudian menghasilkan formulasi baru mengenai teori-teori estetika, pengembangan teknik dan material baru, dan perubahan status para seniman. Seni rupa modern menantang pandangan sebelumnya, bahwa seni harus mengimitasi kenyataan, salah satunya melalui kemunculan aliran-aliran seperti kubisme dan surealisme yang merupakan dekonstruksi dari bentuk-bentuk nyata. Di Indonesia, karya-karya seni rupa modern yang mengusung gagasan tentang masyarakat modern, dimulai dari karyakarya PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Pada karya-karya PERSAGI, mulai terlihat pembentukan karakter seni berjiwa nasionalis. Dalam konteks global, keberadaan seni rupa kontemporer sudah dapat dideteksi sejak akhir 1940-an. Di Indonesia sendiri, seni rupa kontemporer mulai dipopulerkan oleh Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia pada 1970-an. Definisi mendasar seni rupa kontemporer adalah seni yang berkembang pada masa kini dan merupakan respons dan representasi dari situasi mutakhir sosial dan budaya.
Apa yang kami namakan ‘seni rupa modern Indonesia’ bukanlah lanjutan—dalam bentuk apa pun juga, jadi bukan transformasi—dari seni rupa tradisional, baik seni rupa tradisional salah satu, maupun semua kelompok etnis…. Seni rupa modern bukan lanjutan seni rupa tradisional. Namun tetap ia harus berangkat dari seni rupa yang sudah ada. —— Sanento Yuliman, “Kelahiran Seni Rupa Modern di Indonesia,” Dua Seni Rupa: Serpihan Tulisan Sanento Yuliman (Jakarta: Yayasan Kalam, 2001).
Dalam pembagian akademis di sekolah tinggi seni rupa Indonesia, Seni Rupa terbagi menjadi Seni Murni dan Seni Terapan. Seni Murni adalah seni rupa yang mengutamakan nilai estetika dibandingkan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan Seni Terapan menerangkan karya seni rupa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bertujuan melayani nilai fungsi tertentu di samping nilai seni yang dimilikinya. Sebagaimana halnya seni rupa klasik dan seni rupa tradisional Indonesia bukan berasal dari seni murni, seni rupa murni juga tidak lahir dan berkembang dari seni rupa klasik dan seni rupa tradisional, sekalipun ada kalanya mengadopsi bentuk-bentuk estetika seni rupa klasik dan seni rupa tradisional. Untuk pengembangan subsektor Seni Rupa, ruang lingkup Produk Seni yang perlu dikembangkan mencakup Karya Seni Rupa dan Produk Pengetahuan yang saling membutuhkan untuk menjadi
6
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
penggerak pertumbuhan seni rupa Indonesia. Karya seni rupa penting untuk dikembangkan bersamaan dengan kajian terhadapnya. Produk Pengetahuan bukan hanya mengelaborasi studi tentang karya, melainkan juga melakukan penelaahan tentang konteks sosial dan budaya dalam penciptaan karya seni rupa. Produk Seni dalam bentuk Karya Seni Rupa dapat dibedakan berdasarkan ruang lingkup bentuk dan ruang lingkup medium. Berdasarkan ruang lingkup bentuk: 1. Karya Dua Dimensi (2D). Karya yang memiliki dimensi panjang dan lebar, dan tidak memiliki dimensi kedalaman. 2. Karya Tiga Dimensi (3D). Karya yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan kedalaman, atau volume. 3. Ruang dan Waktu.Karya-karya berbasis ruang dan waktu. Karya berbasis ruang adalah karya yang menggunakan ruang sebagai salah satu unsur pembentuknya, antara lain adalah: seni rupa di ruang publik (publik art) dan seni lingkungan (enviromental art). Karya berbasis waktu adalah karya yang memiliki rentang waktu dalam proses presentasinya, misalnya seni performans (performance art), seni video (video art), dan seni interaktif (interactive art). Performance art harus dibedakan dari performing art (seni pertunjukan: tari, teater, musik, dll.). Berbeda dengan performing art, performance art terbebas dari berbagai struktur produksi yang biasa diterapkan dalam performing art, misalnya performance art bisa dihadirkan di luar panggung, diantara dan berinteraksi spontan dengan penonton, atau bahkan dihadirkan di ruang yang sangat privat, misalnya di studio atau ruang tidur seniman. Performance art dalam produksinya terbebas dari keharusan untuk memiliki plot, penyutradaraan, panggung, maupun koreografi. Terminologi performance art mulai ditekankan pada sekitar 1960, walaupun pada awal 1900an kelompok Futurist di Paris sudah menjalankan praktik performance art, yang menekankan penggunaan tubuh sebagai medium, dengan pengalaman atas tubuh sebagai tujuannya. Seiring dengan perkembangan media art, performance art menggunakan teknologi untuk proses produksi, distribusi, maupun pengarsipan. Performance art di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang pada 1970-an seiring dengan kemunculan Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia. Performance art dalam presentasinya kadang juga dilakukan untuk merespons suatu seni instalasi.
Berdasarkan ruang lingkup medium yang umum digunakan, maka produk karya seni dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Lukis. Teknik lukis umumnya menggunakan cat minyak, cat air, cat akrilik, tinta cina, dan eksperimentasi pigmen lainnya tidak terbatas. 2. Gambar. Teknik gambar umumnya menggunakan pensil, charcoal, konte, ballpoint, marker, dan sebagainya.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
7
3. Fotografi. Teknik fotografi adalah gambar yang diambil menggunakan kamera, karya fotografi bisa dicetak di berbagai bentuk datar untuk menciptakan karya dua dimensi, bisa juga dicetak di bentuk tiga dimensi atau bahkan dipresentasikan dalam bentuk digital tanpa melalui proses cetak. 4. Seni grafis. Teknik grafis adalah teknik cetak di permukaan datar. Teknik Grafis Indonesia sangatlah beragam dan boleh dibilang lebih kaya daripada yang digunakan di Barat, diantaranya yang sering digunakan adalah: teknik cukil kayu (woodcut), litografi (di atas batu), etsa (di atas metal), drypoint (umumnya di atas kaca atau metal), sablon, dan stensil.
Tisna Sanjaya, “Pesta Pencuri”, Etsa (1988) Sumber: universes-in-universe.org
5. Mural yaitu lukisan di dinding atau di bangunan, baik di ruang publik maupun pribadi. 6. Patung. Patung memiliki banyak medium: kayu, batu, resin, tembaga, dll. 7. Keramik. Keramik bisa berupa patung maupun bentuk lain, baik dengan menggunakan teknik cetak ataupun hand-sculpting. 8. Tekstil atau kain, yaitu karya seni yang menggunakan tekstil atau kain sebagai mediumnya. Bisa berupa karya dua dimensi yang diaplikasikan pada kain, atau penggunaan kain yang sudah jadi untuk membentuk karya tiga dimensi. 9. Seni Instalasi adalah bentuk seni yang menggunakan beberapa benda untuk menciptakan satu susunan karya. Benda itu bisa berupa objek temuan ( found object) atau benda yang khusus diciptakan untuk keperluan karya tersebut. Seni Instalasi juga bisa menggunakan suara, ruang, sinar, dan medium-medium media art. 8
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
10. Media Art mencakup bentuk seni rupa yang menggunakan teknologi dalam proses produksi, presentasi, dan distribusi karyanya. Media art juga mencakup seni yang berbasis waktu dan ruang. Media art juga disebut “seni media baru”. Kata “media” atau “media baru” sebenarnya merujuk pada perkembangan teknologi komunikasi. Bentuk seni rupa yang disebut sebagai media art diantaranya adalah video art, digital art, pixel art, sound art, scannography, dll. Scannography didefinisikan sebagai teknik menangkap gambar dengan menggunakan mesin scanner. Berbeda hasilnya dengan fotografi, gambar yang ditangkap dengan teknik scannography hampir tidak memiliki kedalaman ruang, dan jarak penjajaran antara benda tertekan hingga sedatar mungkin.
Angki Purbandono, “Diamond Fish” Sumber: cemetiarthouse.com
11. Tubuh, misalnya dalam seni performans (performance art) dan seni interaktif (interactive art). Seni performans dan seni interaktif juga menggunakan teknologi media untuk dokumentasi dan distribusi. 12. Lingkungan, misalnya land art, ketika seniman membangun karya seninya menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan, misalnya tanah, batu, air, dll. Pada umumnya land art tidak bersifat permanen dan dibiarkan lebur dengan kondisi lingkungan. Dalam budaya seni kontemporer, ruang lingkup medium terus bertambah dan tidak terbatas. Produk seni dalam bentuk Produk Pengetahuan, meliputi: 1. Tulisan, dalam bentuk tulisan kuratorial, artikel di media massa, esai, dll. 2. Presentasi, dalam proses distribusi pengetahuan, metode presentasi digunakan misalnya dalam acara-acara seperti lokakarya, simposium, dll. BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
9
3. Proses dan hasil riset, termasuk proses penelitian dan hasilnya yang dituliskan dalam bentuk esai, pengarsipan, atau diwujudkan dalam bentuk karya seni. 4. Jasa yang menggunakan pengetahuan khusus, misalnya kuratorial, lighting designer, konsultan seni rupa, dll. 5. Program acara seni yang mengakomodasi terjadinya distribusi ilmu dan pengetahuan, misalnya festival seni, pameran, lokakarya, seni interaksi, dll. Pengelompokan seni rupa tersebut dapat dirangkum dalam diagram berikut ini. Gambar 1 - 1 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Seni Rupa SENI RUPA
BERDASARKAN LINGKUP BUDAYA
Seni Modern dan Seni Kontemporer
Seni Tradisional
BERDASARKAN LINGKUP AKADEMIS
BERDASARKAN LINGKUP PRODUK
Seni Terapan
2 Dimensi
Bentuk
Karya Seni
Seni Murni
3 Dimensi
Ruang dan Waktu
Medium
Seni Klasik
Lukis
Gambar Produk Pengetahuan
Keterangan: Ruang lingkup pengembangan Inspirasi bagi lingkungan pengembangan Tidak menjadi fokus pengembangan Kategori Ruang Lingkup
Tulisan
Fotografi
Presentasi
Seni Grafis
Riset
Mural
Jasa
Patung
Program
Keramik
Acara Seni
Tekstil
dll
Instalasi
Media Art
Tubuh
Lingkungan
Berdasarkan perkembangan dan pemahaman mengenai seni rupa itu sendiri, maka fokus pengembangan seni rupa dalam konteks ekonomi kreatif yang disarankan untuk dikembangkan pada periode 2015–2019 adalah seni rupa modern dan kontemporer yang berdasar pada
10
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
nilai-nilai seni murni dengan menyertakan seni rupa tradisional sebagai sektor yang menjadi inspirasi, sambil tidak menutup kemungkinan bagi bentuk perkembangan seni rupa tradisional agar dapat tersalurkan dalam ruang seni rupa modern dan kontemporer.
1.2 Sejarah dan Perkembangan Seni rupa 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Dunia Untuk memahami keterkaitan sejarah seni rupa Indonesia dengan seni rupa dunia, maka kita perlu melihat posisi regional Indonesia, yaitu Asia Tenggara. Sayangnya, saat membicarakan sejarah regional seni rupa Asia Tenggara, kita akan metemukan konflik spesifik: pembentukan Asia Tenggara sebagai wilayah regional adalah keputusan politik perdagangan, bukan karena kesatuan akar budaya yang sama. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pencatatan sejarah seni rupa Asia Tenggara tidak cukup komprehensif seperti pencatatan sejarah seni rupa Barat atau bahkan lebih minim daripada sejarah Asia Selatan sebagai satu lokasi regional. Maka, ketika kita membicarakan sejarah seni rupa dunia, acuan dan aliran yang sering digunakan sekaligus mendominasi adalah acuan seni rupa barat.
Patung Venus of Willendorf dari Austria Sumber: melissanemitz.wordpress.com
Jejak seni rupa dapat ditemukan mulaizaman Paleolitikum (zaman Batu sekitar 3000 SM), sejak patung Venus of Willendorf ditemukan di Austria. Jejak-jejak dari zaman Mesopotamia Kuno dan Mesir Kuno, berupa tulisan dan gambar-gambar di dinding gua yang menceritakan sejarah kepahlawanan, juga merupakan bagian dari periode awal sejarah seni rupa. Jejak yang sangat kaya ditemukan dari zaman Yunani Kuno (800 SM) dan Romawi Kuno (500 SM). Saat itu, teknik realisme yang berusaha mencapai kesempurnaan pada gambar-gambar para dewa sangat terlihat. Pada sekitar masa itu jejak sejarah Asia Selatan, Jepang, dan China pada 700 SM mulai ditemukan. Karya-karya seni yang berasal dari Asia memiliki karakteristik yang berbeda daripada yang berasal dari Barat. Spiritualisme mendominasi karya-karya dari Asia. Secara visual,
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
11
berbeda dengan yang dilakukan di Barat, kemewahan dekoratif mengalahkan usaha pencarian bentuk realisme. Jejak seni dari kerajaan Konstantinopel di Eropa juga merupakan bagian sejarah seni rupa yang penting untuk ditilik. Salah satunya adalah arsitektur Hagia Sophia yang menunjukkan kejayaan kerajaan Kristen Eropa, sebelum kerajaan tersebut jatuh ke tangan bangsa Turki yang kemudian mengubah fungsi Hagia Sophia, dari gereja menjadi masjid. Pada awal sejarah seni rupa, keberadaan arsitektur dan seni rupa kerap disandingkan. Kejayaan seni pada jaman tersebut berlanjut ke zaman Renaissance (1430–1550 M), pada masa kelahiran para maestro seperti Michaelangelo dan Leonardo Da Vinci.Pada masa itu, peran gereja dalam kerja komisi dan koleksi seni rupa sangatlah besar. Seni, sebagai alat propaganda gereja, terutama oleh Gereja Katolik di Roma, semakin kental dipraktikkan pada periode Baroque (1600–1700-an M), pada saat konflik antara Katolik dan Protestan memanas. Seniman-seniman seperti Caravaggio, Reubens, dan Rembrandt berkarya pada periode Baroque ini. Periode-periode seni berikutnya—romantisisme, realisme, dan Impresionisme (akhir 1800-an M)—lebih merayakan kebebasan individual, revolusi rakyat, dan isu sosial.
Lukisan karya Caravaggio berjudul Incredulity of Saint Thomas (1601) Sumber: legatumorilatina.it
Setelah Perang Dunia I, seni cenderung menuntut kebebasan bereksperimen melalui dekonstruksi bentuk visual dan persepsi. Pada era yang disebut Era Seni Modern ini, lahir gerakan-gerakan seperti Kubisme, Futurisme, Dadaisme, dan Surealisme. Karya Marcel Duchamp,Fountain (1917), yang merupakan objek temuan ( found object) berupa jamban yang dipajang sebagai karya seni, selain menjadi ikon perlawanan atas persepsi estetika pada masa itu juga merupakan revolusi seni konseptual. Filsuf dan seniman seperti Andre Breton,
12
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Picasso, Frida Kahlo, Henri Matisse menjadi ikon era itu. Karya Edvard Munch, The Scream, yang sempat menempati posisi sebagai karya termahal di dunia, juga diciptakan pada era itu. Pasca-Perang Dunia II, seni semakin membebaskan dirinya dari persepsi bentuk. Konsep dan bentuk dalam pop art, Fluxus, happening art, performance art, video art, land art, selain mengaburkan batasan seni dan publik, juga membebaskan seni dari keterbatasan bentuk dan mediumnya. Kecenderungan seni untuk terus merespons fenomena di sekelilingnya membuat seni kerap menantang seni sebelumnya. Postmodernism, atau pasca-modernisme, hadir sebagai respons atas seni modern dengan menolak persepsi tunggal, menjadikan seni sebagai ajang investigasi sosial, budaya, maupun politik. Dari pandangan itulah seni kontemporer lahir dan berkembang, memposisikan dirinya untuk mengikuti perkembangan dan perubahan terkini tanpa terbelenggu persepsi tunggal. Seniman-seniman pada era seni kontemporer, salah satunya adalah Cindy Sherman, Gerhard Richter, Marina Abramovic, dan Ai Wei Wei. Jika kita fokus pada perkembangan seni rupa Asia Tenggara sebagai lokasi regional Indonesia, maka dapat dilihat bahwa pengaruh kolonialisme dan keragaman budaya Hindu, Buddha, Muslim, China, Melayu, dan India turut membentuk akar budaya Asia Tenggara yang sporadis dan beragam. Selain itu, seni tradisi dan seni klasik banyak mengalami kepunahan.Penyebabnya, antara lain, karena medium-medium seni tradisi dan seni klasik kebanyakan berasal dari bahan yang mudah rusak.Kepunahan seni tradisi dan seni klasik juga terjadi karena tidak terkontrolnya arus arus perdagangan budaya pada zaman kolonial, yang menjadikan karya seni tradisi dan seni klasik sebagai benda dagangan yang eksotis. Ikon terpenting dan terbesar dari karya seni Nusantara adalah Candi Borobudur. Pada 2000-an, fokus dunia terhadap seni rupa mulai beralih ke Asia Tenggara, terutama setelah seni rupa China sempat menjadi primadona. Berbagai kajian dan pameran yang berfokus pada perkembangan seni rupa Asia Tenggara semakin banyak dilakukan. Pada saat ini, karya-karya seni rupa dari Indonesia dan Filipina yang memiliki komunitas seni rupa terbesar di Asia Tenggara tampak semakin menonjol. Seni rupa dari Vietnam dan Thailand pun berkembang dengan pesat di forum global. Sementara itu, Singapura menjadi negara yang memiliki infrastrukturpaling stabil di Asia Tenggara. Hal itu disebabkan oleh sistem sentralisasi yang didirikan pemerintahnya. Singapura mendirikan National Heritage Board yang mengayomi sejumlah museum, institusi, dan pusat konservasi yang berperan sangat aktif dalam program koleksi dan program publik mereka. Program publiknya berupa program edukasi, pameran, pemutaran video dan film, dan program-program lain yang melibatkan interaksi publik, termasuk program untuk anak-anak, pelajar, dan mahasiswa. Pada 2013, Guggenheim Museum of New York berinisiatif membuat pameran dan koleksi yang berfokus pada Asia Tenggara. Kuratornya, June Yap, yang berasal dari Singapura, memilih sejumlah karya-karya penting dari Asia Tenggara, di antaranya adalah karya Arin Sunaryo dan Reza Afisina dari Indonesia. Pada tahun yang sama, Singapore Art Museum memutuskan untuk berfokus pada Asia Tenggara melalui Singapore Biennale 2013 yang mereka adakan. Bienial bertajuk If The World Changed tersebut melibatkan 27 kurator Asia Tenggara dan 85 seniman asal Asia Tenggara dan dunia, yang berfokus pada isu-isu regional Asia Tenggara. Bienial, atau dalam istilah Inggrisnya Biennale, adalah pameran besar seni rupa yang diadakan setiap dua tahun sekali di suatu kota yang sama. Singapore Biennale 2013 melibatkan dua kurator dan sepuluh seniman asal Indonesia.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
13
Karya ruangrupa pada pameran 7th Asia Pacific Triennial of Contemporary Art (2013) Sumber: thejakartapost.com
Eko Prawoto, Wormhole, Instalasi bambu, Singapore Biennale 2013 Sumber: designboom.com
14
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Salah satu Biennale internasional di Asia Tenggara yang diadakan secara konsisten adalah Jakarta Biennale dan Biennale Jogja, keduanya diselenggarakan di Indonesia oleh pelaku seni Indonesia. Asia Tenggara juga memiliki dua festival seni rupa berskala internasional, diantaranya adalah Singapore Art Festival dan OK. Video – International Video Festival di Jakarta, Indonesia. Selain itu, pelaku seni Asia Tenggara banyak melakukan kajian dan pameran dalam skala yang lebih kecil, dengan tema-tema mengenai perkembangan seni Asia Tenggara, diantaranya adalah Riverscapes Influx, pameran mengenai ekologi dan perubahan budaya di sekitar sungai-sungai utama yang mendominasi Asia Tenggara. Proyek pameran keliling tersebut dikerjakan oleh enam kurator Asia Tenggara, salah satunya Ade Darmawan dari Indonesia, dan melibatkan 17 seniman. Pada 2014 diadakan pula Concept Context Contestation, sebuah pameran besar seni rupa kontemporer Asia Tenggara,yang dipamerkan pertama kali di Bangkok, sebelum dipamerkan di sejumlah negara lain. Tiga kurator yang terlibat dalam pameran ini adalah Iola Lenzi (Singapura), Agung Hujatnikajennong (Indonesia), dan Vipash Purichanont (Thailand). Pameran ini melibatkan 30 seniman dari delapan negara.
Jompet Kuswidananto, “Ghost Soldiers” Sumber: surfaceasiamag.com
Sejak pertengahan 2000-an, pasar seni rupa Asia Tenggara juga semakin berkembang pesat. Galeri-galeri di Asia Tenggara marak mewarnai art fair bergengsi di berbagai belahan dunia. Ada sejumlah art fair yang cukup besar di Asia Tenggara, salah satunya adalah Art Stage Singapore dan Affordable Art Fair di Singapura; ManilART di Filipina, dan ART|JOG di Yogyakarta, Indonesia. Pada 2010, Art Stage Singapore mengadakan Indonesian Pavilion yang berfokus sekaligus memberikan ruang khusus bagi karya-karya Indonesia. Paviliun khusus tersebut menunjukkan kuatnya potensi pasar seni rupa Indonesia di dunia internasional.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
15
Terkait dengan maraknya aktivitas seni rupa Asia Tenggara, museum dan galeri dunia yang mendominasi aktivitas koleksi seni rupa kontemporer Asia Tenggara adalah Singapore Art Museum, Queensland Art Gallery Australia, Mori Museum Tokyo, dan Fukuoka Asian Art Museum. Seni rupa global saat ini berkembang menuju bentuk-bentuk kolaborasi antarnegara, dengan Asia dan Asia Tenggara sebagai fokusnya. Banyaknya dukungan global yang berfokus pada Asia Tenggara tersebut menunjukkan adanya harapan besar bagi seni rupa Asia Tenggara untuk berkembang. Dukungan-dukungan tersebut biasanya berbentuk kolaborasi, pameran, pendanaan dari organisasi pendonor internasional; maupun pengembangan wacana berupa diskusi, riset, dan penulisan mengenai seni rupa Asia Tenggara.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Indonesia Jejak seni rupa Indonesia mulai terlihat sejak Raden Saleh kembali dari belajar seni rupa di Eropa untuk berkarya dan mengajar di Indonesia pada 1857. Sejak saat itu, seni rupa Indonesia mulai mendapat pengaruh dari seni rupa global. Seni Rupa Indonesia berkembang bersamaan dengan keberadaankebudayaan nasional Indonesia, yang dimulai dari pendirian Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara pada 1922. Pada masa itu, pendidikan mulai menunjukkan fokus pada pendidikan seni dan budaya. Muncul pula insiatifinisiatif yang dilakukan oleh pelaku kreatif dalam perkembangan seni rupa, salah satu yang pertama adalah komunitas Pita Maha di Bali. Komunitas ini didirikan oleh dua seniman Barat yang menetap di Bali, yaitu Walter Spies dan Rudolf Bonnet, bersama dengan dua seniman Bali, Cokorda Agung Sukawati dan Cokorda Raka Gde Sukowati.
Suasana Rapat Tahunan PERSAGI Sumber: alixbumiartyou.blogspot.com
16
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Pada 1938, S. Sudjojono dan Agus Djaja mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Sejak itulah seni rupa modern Indonesia mulai menunjukkan identitas nasional yang jelas. PERSAGI mengkritik seni rupa Indonesia sebelumnya yang mereka sebut sebagai Mooi Indie (Hindia Jelita), yaitu karya-karya yang semata-mata menggambarkan keindahan alam dan keharmonisan rakyat Indonesia, sebagai seni yang menjual eksotisme Indonesia dan tunduk pada pandangan kolonialisme. Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang mendirikan Pusat Kebudayaan bernama Kheimin Bunka Shidoso yang berfokus pada perkembangan seni budaya Indonesia demi agenda propaganda Jepang. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, seni lukis Indonesia berkembang pesat, salah satunya karena Kheimin Bunka mengadakan banyak pameran. Setelah Indonesia merdeka, sejak awal pemerintahan Presiden Sukarno hingga awal 1950, infrastruktur seni rupa, baik yang akademis maupun yang organik, mulai terbentuk. Pada 1947, didirikan cikal bakal Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 1950, didirikan Akademi Seni Rupa Indonesia (sekarang bernama Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta. Selain itu, sanggarsanggar seni rupa mulai bermunculan, di antaranya adalah Sanggar Bambu dan Sanggar Bumi Tarung. Pada 1975, terbentuk Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) sebagai reaksi dari peristiwa Desember Hitam setahun sebelumnya. Dalam peristiwa tersebut, sejumlah mahasiswa seni rupa di Indonesia memprotes penjurian Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (cikal-bakal Jakarta Biennale) yang mereka anggap membatasi perkembangan nilai-nilai seni rupaIndonesia. Tokoh-tokoh GSRBI di antaranya adalah Jim Supangkat, F.X. Harsono, dan Dede Eri Supria. Pada 1988, Galeri Seni Cemeti (kini Rumah Seni Cemeti atau Cemeti Art House) didirikan di Yogyakarta oleh Mella Jaarsma dan Nindityo Adipurnomo. Galeri Seni Cemeti mulai membawa seni rupa kontemporer Indonesia ke kancah internasional, diantaranya melalui pameran AWAS! Recent Art from Indonesia pada 1999 yang dipamerkan di berbagai negara di Eropa dan Asia. Cemeti turut mendirikan lembaga pengarsipan seni rupa Indonesia, yaitu Yayasan Seni Cemeti (sekarang Indonesian Visual Art Archive, disingkat IVAA). Sejak 1990-an, kehadiran komunitas seni di Indonesia semakin marak dan secara langsung mempercepat perkembangan seni rupa Indonesia, di antaranya adalah Kelompok Seni Rupa Jendela, yang didirikan pada 1997 dan secara signifikan berhasil menembus pasar global. Indonesian Visual Art Archive sebelumnya bernama Yayasan Rumah Seni Cemeti (YSC). YSC didirikan pada 1995 oleh Rumah Seni Cemeti sebagai lembaga arsip seni rupa Indonesia. Pada 2007, YSC berganti nama menjadi Indonesian Visual Art Archive (IVAA). Dipimpin oleh Farah Wardani, sejak 2008 IVAA menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga arsip di Indonesia melakukan digitalisasi arsip. Pada 2010, IVAA meresmikan situs arsip dalam jaringannya (online). IVAA juga aktif dalam mempublikasikan buku-buku seni rupa dan menyelenggarakan berbagai diskusi seni dan lokakarya untuk pelaku seni dan publik umum. Sampai akhir 2013, IVAA telah menyimpan dan memelihara arsip tentang 1.811 seniman, 92 komunitas seni rupa, dan 11.313 karya. Sampai 2014, IVAA merupakan salah satu lembaga pengarsipan seni rupa yang paling komprehensif di seluruh Asia Tenggara.
Pada akhir 1980-an sampai akhir 1990-an, sejumlah sekolah tinggi seni rupa didirikan, salah satunya adalah Sekolah Tinggi Seni Rupa Surakarta pada 1992 (STSI Surakarta, sekarang Institut Seni Indonesia Solo), Sekolah Tinggi Seni Bandung pada 1995, Sekolah Tinggi Seni Padang Panjang pada 1999. Pada saat itu pula bisnis galeri mulai marak bermunculan.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
17
Indonesian Visual Art Archive Sumber: kembarajiwaproject.blogspot.com
Pada periode pasca-reformasi 1998, semakin banyak komunitas seni dan ruang inisiatif seniman yang dibentuk, di antaranya Taring Padi, Kelompok Seni Rupa Jendela. Sejak 2000, muncul lebih banyak lagi komunitas-komunitas yang mengaktifkan roda seni rupa lokal dan membawanya menembus seni rupa global, baik melalui forum pengembangan maupun melalui forum pasar, di antaranya adalah ruangrupa (berdiri di Jakarta pada 2000), Komunitas Daging Tumbuh (berdiri di Yogyakarta pada 2000), komunitas seni fotografi Mes 56 (berdiri di Yogyakarta pada 2002), serta puluhan komunitas lain yang tumbuh dan berkembang dengan fokus pada berbagai medium dan kajian tertentu. Ruangrupa di Jakarta adalah salah satu organisasi yang dengan aktifberhasil memicu pertumbuhan komunitas-komunitas lain dan membentuk jaringan yang kuat baik di Jakarta maupun dalam tingkat nasional dan global. Ruangrupa adalah organisasi yang menyelenggarakan OK. Video— festival seni video dan media baru terbesar di Asia Tenggara yang masih terus diadakan setiap dua tahun sekali. Ruangrupa, seperti halnya Galeri Seni Cemeti dan Forum Lenteng, juga secara konsisten mengadakan berbagai program tahunan untuk memberi pelatihan profesional bagi publik, seperti lokakarya penulisan seni rupa (ruangrupa), Forum Kurator Muda (Cemeti) maupun sejumlah program pameran, residensi, dan kolaborasi. Komunitas seni rupa Indonesia memulai dirinya dengan sederhana, dari kesenangan berkumpul, budaya “guyub”, dan membicarakan kesamaan minat. Mereka umumnya memulai kesepakatan untuk berkumpul dan memberi ruang bagi satu sama lain, atau bagi komunitas lokal, dengan menggunakan ruangan rumah sendiri atau menggunakan modal yang diambil dari kantong anggotanya. Ruangan mereka digunakan untuk tempat diskusi, memamerkan karya, sekaligus sebagai ruang produksi. Inisiatif sederhana ini terbukti sudah mampu memberi energi yang sangat besar untuk menggerakkan roda sistem seni rupa Indonesia. Komunitas memberi identitas, rasa kebersamaan bagi anggotanya, pengalaman bekerja bersama, meningkatkan akses pengetahuan,
18
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
menjadi ruang diskusi dan berbagi pengetahuan, pekerjaan, penghasilan, dan akses jejaring profesional, baik lokal maupun internasional.
Ruang MES56, Komunitas Seni Fotografi Yogyakarta, Berdiri Tahun 2002 Sumber: orientationtrip2012.files.wordpress.com
Pada 2007–2008, terjadi ledakan (boom) seni rupa yaitu maraknya pasar seni rupa Indonesia. Mulai saat itu, galeri-galeri di Indonesia semakin sering berpartisipasi di forum-forum internasional yang bergengsi seperti Art Basel Miami, Art Basel Hong Kong, Art Dubai, dan Art Stage Singapore. Galeri-galeri luar negeri pun mulai memamerkan karya seni rupa Indonesia secara reguler. Para kurator dan seniman Indonesia juga semakin banyak yang diundang dan terlibat di dalam forum wacana internasional, seperti di Asia Pasific Triennale, Singapore Biennale, Gwangju Biennale, Venice Biennale, Sao Paolo Biennale, dan ratusan acara, simposium, dan lokakarya internasional. Salah satu titik perayaan seni rupa kontemporer Indonesia terjadi pada 2008, yaitu pada saat kurator Jim Supangkat mengadakan Pameran Besar Seni Rupa Indonesia: Manifesto di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, yang melibatkan 354 seniman Indonesia. Setelah ledakan seni rupa (art boom) 2007–2008 yang diikuti penurunan kemampuan ekonomi dunia, seni rupa Indonesia tetap konsisten terlibat dalam forum wacana maupun pasar seni rupa. Kehadiran pelaku seni dan karya seni Indonesia di bienial-bienial, trienial, festival, maupun acaraacara seni bergengsi lainnya justru semakin marak. Begitu pula kehadiran galeri Indonesia di art fair dunia. Produktivitas seniman terus berjalan, walau untuk periode 2011–2013, sangat minim usaha galeri-galeri di Indonesia untuk mengadakan pameran di dalam negeri. Sementara itu, ART|JOG merupakan program art fair yang sejak 2009 diadakan setiap tahun di Yogyakarta.ART|JOG menyajikan art fair yang tidak umum. Jika biasanya pada art fairlain karya seniman dipamerkan dengan representasi galeri tertentu, pada ART|JOG representasi seniman dilakukan oleh manajemen ART|JOG, begitu juga proses seleksi seniman juga dilakukan oleh kurator ART|JOG sendiri,
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
19
Liputan profil Melati Suryodarmo di New York Times, 2014. Sumber: nytimes.com
“Indonesian Character Meeting” oleh para street artist Indonesia Sumber: tututupai.blogspot.com
20
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Tim Studi melakukan pendataan peran serta pelaku seni rupa Indonesia pada forum internasional selama lima tahun terakhir (2009–2014). Sejauh penulisan dokumen ini, diperkirakan terkumpul sekitar 60% dari jumlah riil. Pelaku seni yang berpartisipasi di forum internasional ini mayoritas adalah seniman, kurator, dan galeri. Dari hasil pendataan tersebut, didapatkan bahwa rata-rata dalam satu tahun terjadi 144 keterlibatan pelaku seni Indonesia di forum-forum penting seni rupa internasional, yang dengan detail adalah sebagai berikut: •
Pada 2009, tercatat 77 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Australia, Belanda, Hong Kong, dan India.
•
Pada 2010, tercatat 136 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Singapura, Amerika Serikat, China, dan Korea Selatan.
•
Pada 2011, tercatat 182 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Singapura, Australia, Inggris, Jerman, dan Italia.
•
Pada 2012, tercatat 168 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Singapura, Australia, Jerman, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
•
Pada 2013, tercatat 163 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Singapura, Jerman, Amerika Serikat, dan Australia.
Pada 2014, sampai Juni 2014 (tidak penuh satu tahun) tercatat sebanyak 97 partisipasi pelaku seni. Negara pengundang yang mendominasi adalah Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Australia. Melihat situasi seni rupa Indonesia, sangat diharapkan terjadinya perkembangan seni rupa Indonesia yang stabil dan secara aktif mengarah pada partisipasi internasional. Sangat diharapkan terjadinya sosialisasi seni rupa di dalam negeri, demi terjadinya branding seni rupa nasional yang dibutuhkan untuk memperkuat keberadaannya di dalam forum internasional. Indonesia diharapkan juga semakin membuka diri bagi pelaku intenasional untuk masuk ke dalam lingkungan seni rupa Indonesia, baik melalui acara seni besar di dalam negeri maupun melalui kolaborasi-kolaborasi berskala kecil dan medium.
BAB 1: Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
21
Gambar 1 - 2 Perkembangan Seni Rupa Indonesia
22
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
2.1 Ekosistem Seni Rupa 2.1.1 Definisi Ekosistem Seni Rupa Kerja bersama adalah salah satu ciri khas masyarakat seni rupa Indonesia, terutama sejak awal masa terbentuknya identitas seni nasional. Keterkaitan satu sama lain, melalui diskusi dan saling respons di antara masyarakat seni rupa Indonesia itu kemudian membentuk suatu ekosistem seni rupa yang dinamis. Untuk memahaminya, diperlukan pemetaan atas ekosistem seni rupa dan industri kreatif lainnya. Pemahaman ini sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak. Pelaku seni, misalnya, membutuhkannya demi pengembangan diri; masyarakat membutuhkannya untuk melihat posisi seni di dalam masyarakat, dan pemerintah membutuhkannya untuk membentuk sistem yang dapat mendukung perkembangan budaya bangsa. Pemetaan ekosistem seni rupa mencakup proses-proses yang dibayangkan perlu terjadi dalam dunia seni rupa Indonesia yang ideal, penempatan posisi para pelaku utama dan pendukung dalam proses tersebut, dan kaitannya satu sama lain. Pemetaan ekosistem ini, selain menerangkan definisi atas proses, pelaku, dan ragam kegiatan seni rupa, juga menerangkan tentang dinamika dan hasil dari setiap proses tersebut. 1. Pemetaan atas ekosistem seni rupa dapat dibagi menjadi empat bagian: 2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment); 3. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain); 4. Pasar - Konsumen, Audiens, dan Customer (Market); 5. Apresiasi; 6. Konservasi (Conservation). Dalam pemetaan ekosistem seni rupa tersebut, lingkungan pengembangan diletakkan di awal sebagai wadah bagi proses-proses rantai nilai kreatif, pasar, dan konservasi.
2.1.2 Peta Ekosistem Seni Rupa A. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment) Dalam subsektor seni rupa, lingkungan pengembangan dibagi menjadi lingkungan pengembangan produksi dan lingkungan pengembangan pendidikan. Lingkungan pengembangan produksi adalah lingkungan yang mengayomi terciptanya sistem kerja dalam jaringan dan proses berbagi pengetahuan, yang membuka peluang kerja, dan sebagai tempat terjadinya pendidikan alternatif. Lingkungan tersebut membantu terjadinya perkembangan sumber daya manusia dan proses kreasi, produksi, presentasi, distribusi, apresiasi, dan pendidikan dalam ekosistem dan industri seni rupa. Berikut ini adalah faktor-faktor utama dalam lingkungan pengembangan. 1. Ruang Alternatif: komunitas, kelompok, atau organisasi seniman. Di dalamnya terjadi proses diskusi dan berbagi pengetahuan yang sering menjadi titik berangkat suatu proyek seni rupa, baik yang pada akhirnya diwujudkan menjadi produk karya maupun produk pengetahuan. Ruang-ruang ini bukan hanya menjadi ruang produksi karya seni rupa, ataupun hanya menjadi ruang pameran, melainkan juga menjadi ruang penciptaan pelaku kreatif (seniman, penulis, kurator, manajer seni rupa, dll.) lewat proses kerja lapangan, magang, maupun lewat residensi seniman dan lokakarya. Di Indonesia terdapat 93 komunitas, kelompok, dan organisasi seniman. 26
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
ruangrupa Jakarta-Salah Satu Ruang Alternatif Sumber: orientationtrip2012.wordpress.com
2. Lembaga riset, lembaga pengarsipan: di dalam dunia seni rupa, lembaga pengarsipan tak hanya berperan sebagai lembaga konservasi dan perekaman sejarah. Bersandingan dengan lembaga penelitian, lembaga pengarsipan menjadi bagian penting dari proses kreasi dan produksi, baik sebagai penyedia materi untuk pengembangan konsep maupun sebagai penyedia materi untuk hasil akhir. Salah satu contoh penyedia materi hasil akhir adalah ketika materi dari arsip tersebut diikutsertakan dalam hasil akhir produk karya seni rupa, misalnya menjadi bagian dalam objek-objek pada seni instalasi, atau digunakan sebagai teks dan gambar pada karya dua dimensi maupun karya seni berbasis ruang dan waktu. Perkembangan seni rupa saat ini menuntut seniman untuk melakukan penelitian dalam proses kreasi dan produksi. Hal tersebut menambah alasan kita untuk melihat peran lembaga penelitian dan pengarsipan sebagai bagian penting dari lingkungan pengembangan untuk kemajuan kreasi dan produksi seni rupa. Beberapa dari komunitas atau ruang alternatif seni rupa turut mengambil peran sebagai lembaga penelitian dengan fokus tertentu. Forum Lenteng misalnya, berfokus pada perkembangan media baru; Video Lab berfokus pada perkembangan seni video; Jatiwangi Art Factory yang berfokus pada perkembangan kreativitas masyarakat; Indonesian Street Art Database yang berfokus pada penelitian dan pengarsipan street art di Indonesia; dan Kunci Cultural Studies Center yang berfokus pada penelitian dan pengarsipan perkembangan budaya.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
27
Gambar 2 - 1 Peta Ekosistem Seni Rupa
Keterangan:
28
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
KUNCI Cultural Studies Center memantapkan posisinya dengan tidak mendeskripsikan dirinya dalam batasan disiplin-disiplin ilmu yang ada, tetapi terus berupaya berupaya meluaskan batasbatas tersebut. Keanggotaan kolektif ini bersifat terbuka dan sukarela, dan sejauh ini anggotaanggotanya menunjukkan ketertarikan bersama pada eksperimen kreatif dan penyelidikan spekulatif yang berfokus pada persinggungan antara teori dan praktik. Sejak didirikan pada 1999 di Yogyakarta, Indonesia, KUNCI berkecimpung dengan produksi dan berbagi pengetahuan kritis melalui publikasi media, perjumpaan lintas disiplin, riset-aksi, intervensi artistik dan pendidikan ugahari baik di dalam maupun antara ruang-ruang komunitas. Salah satu proyek riset yang dilakukan oleh kunci adalah Megamix Militia yang merupakan bagian dari proyek riset eksperimental berdurasi dua tahun berjudul “Konvergensi Media dan Teknologi di Indonesia: Sebuah Tinjauan Perspektif Budaya”. Proyek ini bertujuan untuk melakukan eskplorasi atas bagaimana budaya lokal mengapropriasi perkembangan media dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana praktik keseharian dari teknologi informasi menawarkan kemungkinan dan tantangan baru pada perubahan sosial budaya di Indonesia. Secara khusus, Megamix Militia didesain untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis seputar otentisitas, orisinalitas, kebaruan, serta melakukan eksperimen dan pencarian bentuk-bentuk alternatif produksi budaya dalam konteks perkembangan media dan teknologi yang berperan sebagai salah satu jalur utama produksi, persebaran, dan akumulasi produk pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber: www.kunci.or.id
Kantor KUNCI Cultural Studies, Yogyakarta Sumber: orientationtrip2012.wordpress.com
3. Masyarakat luas: masyarakat turut berperan sebagai lingkungan yang menginspirasi seni rupa. Selain itu, masyarakat juga berperan sebagai kolaborator dalam penciptaan seni rupa. Masyarakat terlibat dan berperan aktif dalam perwujudan acara maupun hasil dan keputusan sebuah proyek seni rupa. Peran masyarakat sebagai kolaborator itu terjadi,
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
29
misalnya, dalam beberapa proyek seni rupa yang dilakukan oleh Jatiwangi Art Factory dan juga dalam program-program Jakarta Biennale dan Biennale Jogja. Jatiwangi art Factory (JaF) adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada 2005 di Jatiwangi. JaF berfokus pada kajian kehidupan lokal perdesaan melalui kegiatan seni dan budaya seperti: festival, pertunjukan, pameran, residensi, diskusi, penyiaran radio, dan pendidikan; yang menggunakan berbagai medium seni rupa, dari video hingga keramik. JaF memiliki Program Festival Residensi, Festival Video Residensi dan Festival Musik Keramik dua tahunan yang mengundang seniman lintas disiplin dari berbagai negara untuk tinggal, berinteraksi, bekerja sama dengan warga desa, merasakan kehidupan masyarakat Jatiwangi, serta merumuskan dan membuat sesuatu yang kemudian dipresentasikan dan dikabarkan kepada semua orang di sana. Pada 2012, JaF menyelenggarakan Festival Musik Keramik yang dibuka oleh sekitar 1.500 warga dari 16 Desa se-Kecamatan Jatiwangi. Berlokasi di tanah bekas pabrik gula peninggalan kolonial Belanda yang menjadi memori kolektif warga Jatiwangi, dalam festival itu JaF memanfaatkan genteng menjadi alat musik. Melalui kegiatan tersebut dapat terlihat perwujudan nyata dari inspirasi seni tradisional terhadap praktik seni rupa kontemporer.
Jatiwangi Art Factory - Proyek Panen Energi oleh Irwan Ahmett 2014 Sumber: panenergi.wordpress.com
Seni rupa tradisional: peran seni rupa tradisional, dalam penerapannya pada seni rupa modern dan seni rupa kontemporer, sesuai yang dipetakan di sini, merupakan inspirasi bagi proses pengembangan dan proses produksi. Seni tradisional, berikut nilai-nilai yang diembannya, juga digunakan dalam seni rupa modern dan seni rupa kontemporer sebagai basis bagi diterapkannya nilai-nilai budaya.
30
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Berdasarkan pendataan tim perumus, tercatat 113 kelompok, komunitas, dan lembaga seni rupa yang pernah terbentuk dengan status aktif dan nonaktif pada 2014. Sejumlah komunitas dan lembaga ini secara langsung telah mengaktifkan lingkungan pengembangan produksi bagi dunia seni rupa Indonesia. Tabel 2 - 1 Kelompok, Komunitas, dan Lembaga Seni Rupa yang Pernah Terbentuk hingga 2014
Nama
Lokasi
Tahun Berdiri
Fokus
Status 2014
Jakarta Selatan
2005
Komik
Aktif
Yogyakarta
2011
Seni rupa
Aktif
Jakarta
2007
Air Brush
Aktif
Yogyakarta
1997
Komik
-
Jakarta
2009
Street Art
Aktif
Yogyakarta
1994
Sosial Kontemporer
-
1
Akademi Samali
2
Ace House Collective
3
Airbrush Indonesia art community
4
Apotik Komik
5
Artcoholic
6
Babaran Segara Gunung
7
Bengkel Qomik Solo
Solo
2004
Komik
-
8
BSD Art Movement
Tangerang
2010
Seni rupa
Aktif
9
Buton Kultur 21
Bandung
2006
Seni rupa
Tidak aktif
10
Carterpaper
Jakarta
2006
Seni rupa
-
11
Clarion Alley Mural Project
YogyakartaSan Francisco
2003
Pertukaran proyek seni rupa.
-
12
Collective Two
-
-
Seni rupa
-
13
Comical Brothers
Yogyakarta
-
Medium kardus
-
14
Common Room
Bandung
2003
Seni media baru
Tidak aktif
15
Cut and Rescue
Jakarta
2011
Seni rupa
Tidak aktif
16
Dagadu
Yogyakarta
Merchandise
Aktif
17
Dewan Kesenian Jakarta
Jakarta
1968
Institusi Seni
Aktif
18
DGTMB
Yogyakarta
2000
Komik dan Merchandise
Aktif
19
Djagad Art House
Bali
2009
Seni rupa, esai
20
Forum Lenteng
Jakarta
2003
Audiovisual media
Aktif
21
Gabungan Pelukis Indonesia
Jakarta
1948
Seni rupa
Tidak aktif
22
Garden of The Blind
Yogyakarta
Seni media baru
Tidak aktif
23
Gardu House
Jakarta
2010
Street Art
Aktif
24
Garis
-
1995
Seni rupa, esai
-
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
31
Nama
32
Lokasi
Tahun Berdiri
Fokus
Status 2014
Yogyakarta
1999
Seni rupa
Aktif
Jakarta
2006
Seni grafis
-
25
Gelaran Budaya
26
Grafisosial
27
House of Natural Fiber
Yogyakarta
1999
Seni media baru
Aktif
28
IKAISYO
Yogyakarta
1982
Seni lukis
-
29
indieguerillas
Yogyakarta
1999
Seni rupa
Aktif
30
IPWI
Jakarta
1985
Seni lukis
-
31
ISAD
Jakarta
2011
Street Art
Aktif
32
Jatiwangi Art Factory
Jatiwangi
2005
Seni dan masyarakat
Aktif
33
Karang Taruna Krida Wahana
Yogyakarta
1999
Seni dan lingkungan
-
34
Keimin Bunka Shidoso
Jakarta
1943
Seni rupa
Tidak aktif
35
Kelas Pagi
Jakarta
2006
Fotografi
Aktif
36
Kelompok Cling
Yogyakarta
1992
Seni rupa
-
37
Kelompok Delivery Order
Seni rupa
-
38
Kelompok Idu Geni
Yogyakarta
2007
Seni rupa
-
39
Kelompok Kaweruh
1992
Seni rupa
-
40
Kelompok Ktok Project Semarang
Semarang
2006
Seni dan masyarakat
Aktif
41
Kelompok Lankisau
Yogyakarta
1992
Experimental Art
-
42
Kelompok lima
Bandung
1930
Seni Lukis
Tidak aktif
43
Kelompok Peduli Lingkungan (Keliling)
Jakarta
-
Masyarakat
-
44
Kelompok Perupa AntarKota
Yogyakarta
-
Seni rupa
-
45
Kelompok Sembilan
-
Seni rupa
-
46
Kelompok Seni Muara
Yogyakarta
-
Seni rupa
-
47
Kelompok Seni Rupa Bermain
Surabaya
-
Seni rupa
-
48
Kelompok Seni Rupa Jendela
Yogyakarta
1996
Seni rupa
Aktif
49
Kelompok SEPI
Yogyakarta
1998
Seni rupa
-
50
Kelompok Tanda Tanah
Yogyakarta
Seni rupa
-
51
Kemang 104
Jakarta
1992
Seni rupa
-
52
KMTA ATA YKPN Yogyakarta
Yogyakarta
-
-
-
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Nama
Lokasi
Tahun Berdiri
Fokus
Status 2014
Yogyakarta
2009
Seni grafis
-
-
-
Seni rupa
-
53
Koloni Cetak
54
Komunitas Gurat JAC
55
Komunitas pensil Kertas
Bandung
-
Seni rupa
-
56
Komunitas Perupa Kota Tua (KOTA)
Jakarta
2012
Seni rupa
Aktif
57
Komunitas Pojok
Denpasar, Bali
2003
Seni jalanan, mural dsb
-
58
Komunitas REGOL Jogja
Yogyakarta
2006
Majalah
-
59
Komunitas Salihara
Jakarta
2008
Seni dan pertunjukan
Aktif
60
Komunitas Seni Belanak
Padang
2003
Seni rupa
-
61
Komunitas Seni Sakato
Yogyakarta
1995
Seni rupa
-
62
Komunitas Seni Seringgit
Yogyakarta
-
Seni rupa
-
63
LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat)
Indonesia
1950
Seni rupa
Tidak Aktif
64
Lembaga Kebudajaan Indonesia
Indonesia
1950
Seni rupa
Tidak Aktif
65
Maranatha Art Project
Bandung
-
Seni rupa
Aktif
66
MES 56
Yogyakarta
2002
Seni rupa
Aktif
67
Militansi Seni Rupa Soboman 219
Yogyakarta
-
Seni rupa
-
68
Mulyakarya
Yogyakarta
2007
Komik
69
Paguyuban Kartunis Yogyakarta (Pakyo)
Yogyakarta
-
Kartunis
-
70
Paguyuban Kartunis Yogyakarta (Pakyo)
Yogyakarta
-
Seni rupa
-
71
Parallabs
Bandung
2011
Seni rupa
-
72
Payung Teduh
Medan
1995
Seni rupa, esai
-
73
Pelukis Muda Indonesia
Yogyakarta
1947
Seni lukis
Tidak Aktif
74
Pelukis Rakyat
Yogyakarta
1947
Seni rupa
Tidak Aktif
75
Perempuan Eksperimen (Perek)
Yogyakarta
Seni rupa
-
76
Performance Klub
Yogyakarta
2003
Performance Art
-
77
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia)
Jakarta
1938
Seni rupa
Tidak Aktif
78
PIPA (Kepripadian Apa)
Yogyakarta
1977
Seni rupa
-
79
Pisang Seger
Yogyakarta
2001
Seni grafis
-
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
33
Nama
Lokasi
Tahun Berdiri
Fokus
Status 2014
Jakarta
1943
Seni rupa
Tidak Aktif
Batu, Malang
1983
Seni rupa
-
Yogyakarta
-
Fotografi
-
80
POETERA (Poesat Tenaga Rakjat)
81
Pondok Seni Batu
82
Radio Kabel
83
Rewind Art Community
Jakarta
2001
Performance Art
Aktif
84
ruangrupa
Jakarta
2000
Seni rupa
Aktif
85
Rumah Budaya Nusantara
Banten
Budaya
-
86
Rumah proses
Bandung
2002
Seni rupa
-
87
Samar Mesem
Bantul
2008
Seni rupa
Tidak Aktif
88
Sanggar Anak Akar
Jakarta
1994
Seni dan masyarakat
-
89
Sanggar Bambu
Yogyakarta
1959
Seni rupa
Aktif
90
Sanggar Bumi Tarung
Yogyakarta
1961
Seni rupa
-
91
Sanggar Dewata Indonesia
Yogyakarta
1970
Seni rupa
-
92
Sanggar Jidor Porah
Wonosobo
2003
Seni rupa
-
93
Sanggar Sangkerta
1991
Seni rupa
-
94
Sanggar Seniman Merdeka
Yogyakarta
-
Seni rupa
Tidak Aktif
95
Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB)
Indonesia
1979
Seni rupa, gerakan
-
96
Seniman Masjarakat
Yogyakarta
1945
Seni rupa
Tidak Aktif
97
Seniman Tanggap Perubahan
Yogyakarta
-
Seni rupa
Tidak Aktif
98
SERRUM
Jakarta
2006
Seni rupa
Aktif
99
Sharing Movement
Solo
1993
Seni rupa, gerakan
-
100
SIM ( Seniman Indonesia Muda )
Yogyakarta
1945
Seni rupa
Tidak Aktif
101
Sisir Tanah
Yogyakarta
2012
Sastra dan musik
-
102
Slilit Gabah
Yogyakarta
-
-
103
Soboman 666
Yogyakarta
1999
Seni rupa
Tidak Aktif
104
Studio Grafis Minggiran
Yogyakarta
2001
Seni grafis
Aktif
105
Tanda 99
Yogyakarta
1999
Seni rupa
-
106
Tangan Reget
Yogyakarta
2007
Seni grafis
Tidak Aktif
107
Taring Padi
Yogyakarta
1998
Seni rupa perlawanan
-
34
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Nama
Lokasi
Tahun Berdiri
Fokus
Status 2014
108
Teater Satu
Bandar Lampung
1996
Teater
-
109
Tembok Bomber
Indonesia
2006
Street Art
Aktif
110
Tromarama
Bandung
2006
Video dan instalasi
Aktif
111
Trotoart
Jakarta
-
Seni dan masyarakat
Aktif
112
Tumor Ganas
Yogyakarta
2001
Seni grafis
-
113
Waroeng Kaos
Yogyakarta
2001
Merchandise
-
Lingkungan pengembangan pendidikan adalah lingkungan yang berfokus pada penciptaan pekerja profesional seni rupa. Berbeda dengan lingkungan pengembangan produksi, lingkungan pengembangan pendidikan memberikan pengetahuan sejarah, wacana, dan teknis, tanpa terlibat secara langsung dengan proses-proses dalam rantai nilai kreatif. Lingkungan pengembangan dibagi menjadi dua bagian. 1. Lingkungan pendidikan formal: lingkungan pendidikan yang sistematis, berjenjang, dan mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Lingkungan pendidikan formal diakui sebagai institusi resmi oleh pemerintah. Pendidikan formal mencakup pendidikan dasar dan menengah umum, sampai pendidikan tinggi umum dan pendidikan tinggi senirupa, baik swasta maupun negeri. Pendidikan formal secara ideal mencakup pengajaran dalam hal keahlian teknis, sejarah, manajemen seni, kuratorial, pengembangan wacana.
Suasaan Kelas Studio di FSRD ITB Sumber: www.senirupa.itb.ac.id
Tercatat 14 sekolah tinggi, dan 19 sekolah menengah kejuruan yang merupakan lembaga pendidikan formal di Indonesia yang memiliki fokus pada pendidikan seni rupa.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
35
Tabel 2 - 2 Lembaga Pendidikan yang Memiliki Fokus Pendidikan Seni Rupa
No
36
Nama
Lokasi
1
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Bandung
2
Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung (ITB)
Bandung
3
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Jakarta
4
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
Bali
5
Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang
Sumatera Barat
6
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta
Yogyakarta
7
Universitas Kristen Maranatha
Bandung
8
Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Jakarta
9
Universitas Negeri Makassar (UNM)
Makasar
10
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Semarang
11
Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
Surabaya
12
Universitas PGRI Adi Buana (UNIPA)
Surabaya
13
Universitas Sebelas Maret
Solo
14
Lembaga Pendidikan Seni Nusantara
Jakarta
15
Erudio School of Art (ESOA)
Jakarta
16
SMK Negeri 8 Surakarta
Surakarta
17
SMK Kesenian
Jakarta
18
SMSR Jogja
Yogyakarta
19
SMSR Negeri Denpasar (SMK Negeri 1 Sukawati)
Bali
20
SMK Seni Ukir Tangeb
Bali
21
SMKN 10 Bandung
Bandung
22
SMKN 4 Padang
Padang
23
SMK Negeri 1 Kasihan
Yogyakarta
24
SMK Negeri 5 Kota Yogyakarta
Yogyakarta
25
SMK Negeri 9
Solo
26
FPBS UPI
Bandung
27
SMKN 58 Jakarta
Jakarta
28
SMK Pakungwati Cirebon
Cirebon
29
SMK Putera Nusantara Majalengka
Majalengka
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
No
Nama
Lokasi
30
SMKN 6 Jakarta
Jakarta
31
SMKN 7 Palembang
Palembang
32
SMKN 1 Sukasada
Bali
33
SMK N 9 SMKI
Surabaya
34
SMK N 11 SMSR
Surabaya
35
SMK Negeri 3 Kasihan
Yogyakarta
36
SMK Ubud ( SMSR )
Bali
2. Lingkungan pendidikan nonformal: lingkungan pendidikan dengan sistem pendidikan yang tidak sistematis, tidak selalu berjenjang, dan umumnya merupakan produk dari inisiatif masyarakat. Dalam dunia seni rupa, pendidikan nonformal memberikan pengetahuan teori maupun teknis, pelatihan, pengembangan, dan proses produksi bagi pesertanya melalui ruang alternatif kelompok dan komunitas seniman. Dalam pendidikan nonformal, pelaku seni mempelajari keahlian-keahlian praktis dan teknis, sejarah, pemetaan jaringan kerja, pemahaman konteks maupun studi sosial, manajamen seni, pengembangan wacana. Dalam pendidikan nonformal, pelaku seni juga mendapatkan kesempatan memperluas jaringan kerja samanya, mengembangkan sense of identity dan sense of belonging, dan terlibat secara langsung dengan komunitas yang mendukung terjadinya studi sosial dan studi spesifik tentang permasalahan dan wacana lokal dimana komunitas tersebut berada.
Definisi Sektor atau Pelaku yang terlibat dalam Lingkungan Pengembangan. •
Seni rupa tradisional: seperti yang sudah diterangkan dalam definisi seni rupa Indonesia, seni tradisional dalam lingkungan pengembangan berfungsi sebagai inspirasi baik bagi penerapan nilai-nilai budaya, maupun untuk digunakan sebagai elemen estetika dalam karya seniman.
•
Kelompok, organisasi, maupun komunitas seniman: Kelompok seniman adalah sejumlah seniman yang berkarya bersama, baik berkolaborasi membuat sebuah karya maupun proyek seni maupun berkarya secara individual untuk dipamerkan dalam pameran bersama. Organisasi seniman adalah sekelompok seniman yang bekerja bersama dan memiliki struktur organisasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan program publik yang mereka miliki. Dalam perkembangannya, organisasi seniman disebut juga sebagai artists’ initiatives yang memiliki peran ganda; selain berkarya secara individu maupun kelompok, mereka juga bekerja mewujudkan berbagai kegiatan seni, seperti pameran, festival, pasar seni, lokakarya, diskusi, hingga pendidikan seni untuk publik luas. Umumnya, mereka juga menciptakan ruang alternatif yang terbuka untuk proses-proses pameran, pendidikan, diskusi dan ruang berkumpul. Dalam kegiatan artistiknya, artist’s initiative cenderung menggunakan pendekatan interdisiplin dan berperan kuat dalam pembentukan jaringan dengan pelaku-pelaku maupun dengan komunitas sosial di luar ranah seni rupa. Sementara itu, kelompok seniman yang keberadaannya bersifat terbuka dan jumlahnya memiliki potensi untuk terus bertambah tanpa sifat keanggotaan yang formal disebut
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
37
sebagai komunitas seni rupa, yaitu kelompok atau kumpulan orang yang meminati dan berkecimpung dalam bidang seni rupa. •
Lembaga pengarsipan: lembaga yang menyimpan dan melakukan pendataan dokumen tertulis, terekam, baik berupa suara maupun gambar (foto, film, dll.). Arsip dirawat dan disimpan oleh suatu lembaga dalam media cetak, hingga elektronik, untuk digunakan oleh publik umum atau pengguna terbatas sebagai basis penelitian.
•
Lembaga penelitian: lembaga yang berfokus pada pengkajian ulang serta perunutan dan pengumpulan data tentang topik-topik yang digunakan sebagai basis pendukung atau sebagai pemicu bagi proses produksi karya seni dan produksi pengetahuan.
•
Masyarakat: publik umum sebagai sumber pertumbuhan dan perkembangan seni.
•
Akademisi: merupakan orang yang memiliki pendidikan tinggi di bidang akademik. Pengabdiannya pada profesinya diwujudkan dalam bentuk penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis.
B. Rantai Nilai Kreatif B.1. Proses Kreasi Gambar 2 - 2 Proses Kreasi Seni Rupa
38
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Awal dari rantai nilai kreatif adalah proses kreasi yang didorong oleh insting manusia untuk merespons, berekspresi, dan menciptakan, disebut sebagai proses kreasi, yaitu ketika suatu ide diciptakan dan dirumuskan menjadi suatu konsep untuk menjadi acuan dasar penciptaan karya seni. Ide berasal dari pemikiran dan respons-respons individual terhadap isu-isu yang dihadapi. Ide ini kemudian ditelaah dan dikembangkan menjadi susunan pemikiran yang lebih sistematis untuk penciptaan rencana kerja. Pelaku utama dalam proses kreasi adalah: 1. Seniman, 2. Kurator, 3. Kelompok seniman atau organisasi seniman, 4. Manajer seni. Proses penciptaan dapat terjadi secara terpisah. Seniman dan kelompok seniman dapat melakukan proses kreasinya sendiri atau melalui dialog dengan kurator. Umumnya kelompok seniman berfokus pada program acara seni rupa yang bersifat edukatif dan mengacu pada usaha pengembangan wacana seni rupa, yang dalam pengelolaannya membutuhkan peran manajer seni. Proses kreasi yang tercipta melalui seniman individual atau kelompok seniman adalah konsep untuk produk karya seni. Proses kreasi yang tercipta melalui kurator adalah produk konsep pameran yang lalu direspons dengan proses kreasi produk oleh seniman. Proses kreasi yang tercipta melalui manajemen seni adalah program acara seni rupa. Program acara manajemen seni bisa berupa acara yang bersifat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, maupun program acara yang bersifat untuk pengembangan wacana. Produk lain-lain yang terjadi di dalam proses kreasi adalah program acara seni rupa, produk konsep penelitian, yang akan berkembang menjadi produk pengetahuan.
Definisi Pelaku Dalam Proses kreasi •
Seniman yang juga dikenal dengan sebutan perupa, adalah seseorang yang menghasilkan atau membuat karya seni dalam ruang lingkup konsep, bentuk, dan medium, maupun pengembangannya.
•
Kurator adalah individu yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menilai kualitas karya seni dan menjadi mediator antara karya seniman dengan masyarakat luas. Secara mendasar tugas seorang kurator adalah: −− Memproduksi gagasan kuratorial untuk sebuah pameran; −− Pelaksanaan suatu pameran seni rupa; −− Membangun wacana representasi seni yang dipamerkan. Dalam proses kreasi dan produksi, umumnya kurator menjadi sparring-partner dalam diskusi pengembangan konsep karya dengan seniman. Kurator juga bertugas memproduksi tulisan kuratorial sebagai jembatan pemahaman karya seni dengan penonton. Kurator juga bertugas untuk memetakan dan membantu mengembangkan seniman-seniman muda atau baru. Kurator dalam konteks industri seni rupa yang lebih luas bisa juga berperan sebagai seseorang yang menangani pekerjaan yang berhubungan dengan memelihara, memperhatikan,
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
39
menjaga, membenahi, sampai menyuguhkan kembali suatu artefak atau objek. Kerja kurasi memerlukan pengetahuan kuratorial berupa pemahaman akan benda-benda yang dipamerkan, termasuk posisinya dalam konteks sejarah. •
Kelompok seniman: sudah dijelaskan di lingkungan pengembangan.
•
Manajemen seni: secara umum definisinya adalah bentuk usaha yang menjalankan fungsi manajerial, mencakup manajemen acara seni, manajemen keuangan, distribusi, promosi, pemasaran, pendataan karya, dan proses penjualan karya dari seniman-seniman yang berada di bawah manajemennya. Manajemen seni bisa juga digunakan untuk mendefinisikan manajemen acara seni yang tidak mengurus proses penjualan dan berfokus pada sistem pengembangan wacana seni rupa, misalnya Yayasan Biennale Jogja, yaitu yayasan yang mengatur acara seni dua tahunan Biennale Jogja di kota Yogyakarta.
B.2. Proses Produksi Gambar 2 - 3 Proses Produksi Seni Rupa
40
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Proses produksi adalah proses ketika ide atau konsep diwujudkan ke dalam bentuk final, baik berupa karya seni melalui medium karya seni pilihan seniman atau berupa acara seni yang dikelola oleh penyelenggara acara. Pelaku dalam proses produksi ada dua, yaitu pelaku utama: seniman, kelompok seniman, kurator, periset, manajer seni; dan pelaku pendukung, yaitu artisan, teknisi, lembaga pengarsipan, editor, maupun penerjemah. Melihat keragaman jenis produk seni rupa, proses atau dinamika dalam proses produksi pun sangat beragam—tidak ada jalur ataupun batasan tertentu. Dalam penciptaan produk karya seni, seniman atau kelompok seniman bisa melaksanakan proses produksi dengan atau tanpa bantuan dari pelaku pendukung. Dialog dengan kurator kadang juga diteruskan di dalam proses produksi. Sedangkan untuk proses perwujudan produk pengetahuan, misalnya tulisan, kurator atau penulis dibantu dengan adanya akses ke lembaga pengarsipan, peran peneliti, dan juga dialog dengan komunitas seni dan masyarakat. Pelaksanaan proses produksi ini bisa terjadi di ruang kerja pelaku utama (studio atau kantor), atau secara langsung di lokasi presentasi, misalnya untuk karya-karya instalasi dan performance art, dan presentasi di ruang publik.
Definisi Pelaku dalam proses produksi •
Kelompok seniman: sudah dijelaskan di lingkungan pengembangan.
•
Kurator dan seniman: sudah didefinisikan di proses kreasi.
•
Artisan: orang yang membantu seniman dalam hal teknis yang berkaitan dengan keahlian di bidang seni rupa untuk merealisasikan ide kreatifnya dalam sebuah karya seni. Artisan memiliki kemampuan teknis penciptaan produk karya seni rupa, namun dorongan produksinya terbatas pada permintaan bantuan dari sang perupa.
•
Teknisi: orang yang ahli dalam hal teknis, tanpa harus memiliki keahlian teknis seni rupa. Umumnya seorang teknisi tidak terlibat secara mendalam dengan pengertian ide atau konsep kreatif seniman. Sebagai contoh ialah teknisi pencetak patung dalam teknik cetak tiga dimensi.
•
Asisten periset: individu yang bertugas membantu periset mengumpulkan data, penulisan, dan segala hal teknis maupun administratif dalam proses riset yang sedang dilakukan. Umumnya asisten periset adalah periset muda atau mahasiswa sekolah seni.
•
Asisten kurator: individu yang bertugas membantu periset dalam pengumpulan data, komunikasi dengan seniman, dan segala hal teknis maupun administratif dalam proses kuratorial yang sedang dilakukan. Umumnya, asisten kurator adalah fresh graduate sekolah tinggi seni rupa yang berminat pada bidang kuratorial.
•
Editor: individu yang melakukan proses penyuntingan tulisan, baik artikel maupun buku atau katalog. Editor untuk bidang penulisan seni rupa secara ideal haruslah orang yang mengerti terminologi seni rupa dan praktik seni rupa secara umum. Editor juga dapat berperan lebih jauh dalam pembuatan konsep publikasi secara khusus untuk acara seni tertentu.
•
Penerjemah: individu yang melakukan proses penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain apabila diperlukan. Penerjemah untuk penulisan seni rupa secara ideal haruslah orang yang mengerti terminologi dan praktik seni rupa secara umum.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
41
B.3. Proses Distribusi Gambar 2 - 4 Proses Distribusi Seni Rupa
Proses distribusi adalah proses penyaluran karya menuju satu, atau lebih, ajang presentasi dengan tujuan memberikan kesempatan kepada publik yang lebih luas untuk melihat atau mengenal karya tersebut. Hasil atau output dari proses distribusi ini adalah manajemen penyaluran produk seni rupa. Dari produser (pelaku utama di proses produksi), produk karya seni ditimbang dan dipilih untuk dimasukkan ke dalam sistem distribusi melalui agen-agen (pelaku utama proses distribusi), dengan sistem yang diterangkan di bawah ini. Distribusi karya dibedakan lewat dua jenis sistem manajemen: 1. Sistem distribusi not-for-profit, yaitu kegiatan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian yang ditujukan untuk menyalurkan produk seni rupa ke presentasi not-for-profit. Not-for-profit adalah kegiatan atau usaha-usaha yang tidak bertujuan untuk mendapatkan margin keuntungan nilai ekonomi dari produk yang didistribusikan. Contoh dari distrbusi not-for-profit adalah: 42
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
−− Kurator menyalurkan karya atau seniman yang dipilih untuk dipresentasikan di museum atau bienial atau festival. −− Kelompok seniman menyalurkan karya maupun produk pengetahuan ke ruang publik, misalnya seniman yang menciptakan grafiti di ruang publik atau melakukan gerakan kreatif untuk menyuarakan isu-isu tertentu. Berbeda dan Merdeka 100% adalah sebuah gerakan sosial budaya yang dilakukan secara sukarela dan mandiri di berbagai daerah di Indonesia. Dipicu oleh berbagai konflik SARA yang terjadi di Indonesia, gerakan ini bertujuan untuk mengingatkan semua orang agar tetap menghargai dan memberi ruang bagi perbedaan dan untuk tetap berusaha menjadi orang-orang yang merdeka 100%. Gerakan ini digagas oleh sekelompok seniman street art yang tergabung dalam Respecta Street Art Gallery yang merupakan sebuah galeri online yang dibentuk pada2010 oleh beberapa seniman street art yang mempunyai visi yang sama. Ajakan untuk terlibat dalam gerakan ini disebarkan oleh berbagai komunitas street art melalui media online dan media sosial seperti website, Facebook, Blog, dan Twitter. Gerakan ini didukung oleh para seniman street art dari berbagai kota di Indonesia. Dalam gerakan ini, mereka membuat mural dan grafiti, menempel poster dan stiker, serta melakukan berbagai kegiatan artistik lainnya di ruang kota mereka masing-masing secara bersamaan pada 13 Februari 2011. Semua kegiatan itu bersifat terbuka dan dapat dilakukan oleh semua orang, termasuk mereka yang bukan seniman, di mana pun dan dengan caranya masing-masing. Gerakan ini berlanjut pada 17 April 2011 dan setiap orang bebas untuk mengirimkan dokumentasi dari kegiatan artistik yang telah dilakukannya ke situs web Berbeda dan Merdeka 100%. Berbagai seniman yang terlibat gerakan ini berasal dari berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya di Indonesia, termasuk Singapura.
2. Sistem distribusi for-profit, yaitu kegiatan yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian untuk menyalurkan produk seni rupa ke presentasi for-profit. Tujuan for-profit adalah menghasilkan margin keuntungan nilai ekonomi dari suatu produk seni rupa, contoh: −− Galeri menyalurkan karya ke art fair, −− Art dealer menyalurkan karya ke balai lelang.
Art Basel Hongkong Sumber: world.time.com
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
43
Catatan: distribusi dan presentasi not-for-profit penting untuk menjadi faktor penentu bagi standar kualitas, berdasarkan sifat distribusinya yang membebaskan proses penciptaan karya dari intervensi konsumen maupun dorongan ekonomi. Permintaan berdasarkan selera pasar sering menjadi monoton dan tidak mendorong terjadinya kreativitas yang maksimal. Dalam proses not-for-profit, pelaku seni berfokus pada penciptaan dan pengembangan karya, yang pada akhirnya juga menentukan standar legitimasi pasar.Maksud dari berfokus pada pengembangan merujuk pada inovasi kreatif—baik teknis, eksplorasi medium, dan pengembangan wacana—yang dilakukan seniman. Proses distribusi dan presentasi not-for-profit umumnya mendapat dukungan biaya dari lembaga donor, sumbangan pribadi, maupun dari kantong pelaku seni sendiri.
Pelaku-pelaku utama dalam proses distribusi adalah: 1. Sistem distribusi not-for-profit: kurator, kelompok dan organisasi seniman, lembaga seni rupa. 2. Sistem distribusi for-profit: galeri, manajemen seni, individual art dealer. 3. Pelaku pendukung: event organizer, kolaborator, networker.
Definisi Pelaku dalam proses distribusi
44
•
Kurator: dalam proses distribusi berperan untuk memilih karya untuk dipresentasikan ke ruang-ruang presentasi. Dalam praktik idealnya, pameran di galeri sebaiknya terjadi melalui proses pelaksanaan yang utuh, dalam arti bahwa pameran disiapkan berdasarkan konep tertentu dalam tenggat waktu tertentu. Pelaksanaan ini umumnya didampingi kurator. Galeri juga berperan dalam melakukan promosi dan pemasaran yang pantas. Galeri memiliki tujuan ideal sebagai tempat apresiasi karya seni rupa sekaligus menjadi tempat penjualan karya. Galeri kadang juga berperan ganda sebagai pihak manajemen bagi seniman, atau artists’ management.
•
Individual art dealer: penjual karya seni yang tidak mengkaitkan dirinya dengan manajemen seni yang lebih besar atau berada dalam institusi tertentu. Individual art dealer umumnya berinteraksi langsung dengan pembeli, bekerja sesuai dengan permintaan pembeli, dan mendapatkan pasokan karya langsung dari seniman, dari kolektor lain, atau dari galeri yang memiliki karya yang menjadi permintaan pasar.
•
Event organizer: orang atau sekelompok pekerja yang memikirkan dan merencanakan strategi produksi acara seni, proyek seni, dll. Beberapa contoh kegiatan yang dilakukan antara lain merancang kerangka waktu, menyusun proposal, dan mempersiapkan acara dari praproduksi sampai pascaproduksi.
•
Kolaborator: orang yang melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam kegiatan seni. Kerja kolaborasi bisa dilakukan oleh dua atau lebih kolaborator dan bisa dilakukan secara lintas negara.
•
Networker: orang yang membentuk jaringan-jaringan kesenian. Jaringan yang terbentuk biasanya antarindividu atau kelompok seni dan antar-lembaga kesenian. Kerja jejaring sangat membantu para pelaku kesenian melakukan kerja kolaborasi dan kerjasama lintas disiplin.
•
Artist’s initiative, komunitas seni rupa, kelompok seniman: sudah dijelaskan di lingkungan pengembangan.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
B.4. Proses Presentasi Gambar 2 - 5 Proses Presentasi Seni Rupa
Tujuan penciptaan karya seni adalah untuk mendorong suatu ekspresi dan opini kepada publik. Karya seni dan produk pengetahuan pada umumnya ditujukan untuk menjadi konsumsi masyarakat seluas-luasnya. Untuk memenuhi tujuan ini, rantai terakhir dari proses rantai nilai kreatif adalah proses presentasi. Proses presentasi, selain penting untuk eksposur karya dan produk pengetahuan kepada publik, juga merupakan proses yang sangat penting untuk memicu pengembangan wacana karya, merekam posisinya dalam konteks sejarah, juga untuk memicu terjadinya proses jual-beli. Selain seniman sendiri masih memegang kendali mengenai bagaimana karyanya hendak dipresentasikan, sebuah proses presentasi melibatkan banyak pihak. Proses presentasi karya seni biasanya juga melibatkan keahlian kurator untuk proses pemilihan, penulisan, display karya, dan komunikasi kepada penonton, juga dibantu oleh manajemen yang mengatur sistem dan ruang presentasi. Peran pelaku pendukung seperti tim display, lighting designer, pihak pemasaran dan public relation, juga tidak kalah penting dalam proses ini.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
45
Proses presentasi produk pengetahuan bisa melibatkan manajemen seni, komunitas, atau institusi seni seperti museum, lembaga pengarsipan, organisasi seni rupa, misalnya untuk program workshop, simposium, maupun artist-talk. Proses presentasi produk pengetahuan juga didukung oleh penerbit dan percetakan. Sebagai terusan dari proses distribusi, proses presentasi juga dibagi menjadi dua sistem yang sama: 1. Presentasi not-for-profit, yaitu sistem saat karya atau produk pengetahuan dipresentasikan tanpa bersamaan dengan sistem penjualan. Sistem ini didirikan dengan tujuan untuk menghasilkan respons bagi pengembangan wacana dan standarisasi kualitas yang terbebas dari provokasi nilai ekonomi. Nilai-nilai yang dicari dari memberlakukan sistem ini adalah nilai kreativitas murni dan nilai inovasi, dengan tujuan mendorong peningkatan standarisasi kualitas kreatif dan inovatif, yang pada akhirnya juga memengaruhi kualitas produk yang dijual di sektor for profit. Dalam sistem presentasi not-for-profit tetap bisa terjadi interaksi ekonomi, misalnya berupa gaji atau fee bagi orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan, baik bagi pelaku utama maupun pelaku pendukung. Dalam beberapa acara presentasi, juga diberikan artist-fee dan production fee, yaitu bayaran untuk berpartisipasi dan bujet untuk menutup ongkos produksi karya, termasuk biaya harian dan biaya pengiriman karya. Proses presentasi not-for-profit dalam skala medium dan besar juga bisa memengaruhi bisnis-bisnis di sekitar tempat acara, misalnya hotel dan rumah makan di sekitarnya. Secara langsung, acara seni yang dihargai oleh masyarakat seni rupa internasional, misalnya seperti bienial dan art fair, memengaruhi sektor pariwisata dalam negeri. Presentasi nonkomersial dapat terjadi melalui berbagai bentuk presentasi seperti bienial, trienial, pameran, presentasi di ruang publik, maupun acara-acara seni dan ajang penghargaan. Pelaku-pelaku utama dalam presentasi not-for-profit sangatlah beragam, di antaranya: seniman, kurator, direktur artistik, direktur museum, komunitas atau organisasi seni, juri, dll. Artistic director umumnya diperlukan dalam acara-acara besar seni rupa yang melibatkan puluhan seniman dan menggunakan beberapa lokasi pameran, misalnya seperti yang umumnya terjadi dalam sebuah bienial. 2. Presentasi for-profit, yaitu sistem presentasi karya atau produk pengetahuan yang dipresentasikan dengan sistem penjualan untuk menghasilkan keuntungan ekonomi. Sistem ini juga merespons perkembangan pasar dan rencana bisnis seni rupa. Ada banyak sistem penjualan di dalam proses ini, di antaranya: −− Sistem pameran atau galeri (karya seni rupa): karya-karya dikumpulkan dan dipamerkan di galeri atau ruang pamer lainnya, dan karya seni dijual melalui pihak penyelenggara. Pihak penyelenggara bisa merupakan galeri atau manajemen seni. Umumnya dalam sistem ini karya berasal langsung dari seniman, dan idealnya melalui proses kuratorial dan diiringi oleh tulisan kuratorial. −− Sistem Lelang: sistem penjualan saat penjual menentukan harga minimun dan calon pembeli memberikan penawaran tertinggi. Sistem ini memprovokasi kenaikan harga,
46
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
namun harga yang terjadi di dalam lelang belum tentu bisa dianggap sebagai harga pasar umum dari sang seniman. −− Sistem Art Fair: sejumlah galeri dikumpulkan dalam acara tahunan di satu ruang atau gedung tertentu untuk berpameran dan menjual karya-karya seni. Lewat art fair penonton bisa mendapatkan variasi hasil karya seni yang beragam dan mendapat ide tentang tren pasar saat itu. Indonesia memiliki dua art fair yang tergolong besar, yaitu Bazaar Art Jakarta dan ART|JOG. ART|JOG memiliki ciri khas yang lain dari art fair pada umumnya, yaitu representasi dipegang bukan oleh sekumpulan galeri, tetapi oleh satu manajemen, yaitu Heri Pemad Art Management. −− Sistem retail (produk pengetahuan): produk pengetahuan (buku, katalog, dsb.) dijual secara satuan melalui gerai-gerai buku ataupun toko seni rupa. Presentasi for-profit ini terjadi di ruang-ruang: galeri, art fair, balai lelang, dan ruang pamer umum. Berdasarkan data yang dikumpulkan tim perumus, di Indonesia terdapat terdapat lima balai lelang, yaitu: Masterpiece, Borobudur, Larasati, 33 Auction House, dan SidhArta Auctioneer yang berasal dari Indonesia, serta dua representasi dari balai lelang internasional yaitu Christie’s dan Sotheby’s.
Edwin’s Gallery Jakarta Sumber: edwinsgallery.com
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
47
Terdapat 74 galeri yang tersebar di Jawa, Bali, dan Sumatera berdasarkan data yang dikerjakan oleh tim perumus. Tabel 2 - 3 Galeri Seni Rupa
Nama
48
Lokasi
Tahun
Status
1
Galeri Nasional Indonesia
Jakarta
1999
Aktif
2
Andi’s Gallery
Jakarta
1990
Aktif
3
Ark Gallery
Yogyakarta
2007
Aktif
4
Art Season Gallery
Singapura, Beijing, dan Jakarta
2001
Aktif
5
Artsphere Gallery
Jakarta
2006
Aktif
6
Asbestos Art Space
Bandung
2002
7
Biasa Art Space
Seminyak dan Jakarta
2005
Aktif
8
Brush Brothers
Bandung
2014
Aktif
9
Cemeti Art House
Yogyakarta
1988
Aktif
10
CG Art space
Jakarta
2008
Aktif
11
Ciputra Artpreneur Centre
Jakarta
2014
Aktif
12
Common Room
Bandung
2001
Aktif
13
CP Artspace
Jakarta
-
-
14
D Gallery
Jakarta
2000
Aktif
15
Darga Gallery
Sanur, Bali
-
-
16
Dialogue Artspace
Jakarta
2010
Aktif
17
Duta Fine Art
Jakarta
-
18
Edwin’s Gallery
Jakarta
1984
Aktif
19
Emmitan CA Gallery
Surabaya
-
Aktif
20
Fang Gallery
Jakarta
-
Aktif
21
Galeri Apik
Jakarta
2009
Aktif
22
Galeri Canna
Jakarta
2001
Aktif
23
Galeri Cemara 6
Jakarta
1993
Aktif
24
Galeri Hadiprana
Jakarta
1961
Aktif
25
Galeri Mon Décor
Jakarta
1983
Aktif
26
Galeri Nadi
Jakarta
2000
Aktif
27
Galeri Salihara
Jakarta
2008
Aktif
28
Galeri Semarang
Semarang
2001
Aktif
29
Galeri Seni Tong Sampah
Medan
1990
Tidak aktif
30
Galeri Tondi
Medan
2006
Tidak aktif
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Nama
Lokasi
Tahun
Status
31
Galleri 678
Jakarta
1999
-
32
Gallery Cipta II and III
Jakarta
-
Aktif
33
Garis Artspace
Jakarta
2011
Aktif
34
GO Art Space
Surabaya
2011
Aktif
35
Green Artspace
Jakarta
2010
Aktif
36
Hanna Artspace
Ubud, Bali
2008
37
Jakarta Contemporary Artspace
Jakarta
2014
Aktif
38
Jogja Contemporary
Yogyakarta
2011
Aktif
39
Kedai Kebun Forum
Yogyakarta
1996
Aktif
40
Kendra Gallery
Denpasar
2008
Aktif
41
Kersan Art Studio
Yogyakarta
2009
Aktif
42
Koong Gallery
Jakarta
-
Aktif
43
Krack Studio
Yogyakarta
2013
Aktif
44
Langgeng Gallery
Magelang
2002
Aktif
45
Lawangwangi Creative Space
Bandung
2010
Aktif
46
Linda Gallery
Jakarta
1990
-
47
Linggar Seni Galeri
Jakarta
2008
-
48
Lontar Gallery
Jakarta
1996
Aktif
49
Maha Art Gallery
Sanur, Bali
2008
Aktif
50
OFCA International Sarang Building
Yogyakarta
2004
Aktif
51
Padi Art Ground
Bandung
-
-
52
Philo Artspace
Jakarta
2005
Aktif
53
Platform3
Bandung
2009
Aktif
54
Puri Art Gallery
Malang
2001
-
55
Redpoint Gallery
Bandung
1995
-
56
ROH Projectatau Gallery Rachel
Jakarta
2012
Aktif
57
RURUGallery
Jakarta
2000
Aktif
58
Rumah Seni Embun
Medan
2013
Aktif
59
S.14
Bandung
2008
Aktif
60
Sangkring Art Space
Yogyakarta
2007
Aktif
61
Selasar Sunaryo Art Space
Bandung
1998
Aktif
62
Sika Gallery
Ubud, Bali
1996
Aktif
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
49
Nama
Lokasi
Tahun
Status
63
Soemardja Gallery
Bandung
1993
Aktif
64
Srisasanti Arthouse
Jakarta dan Yogyakarta
-
Aktif
65
Syang Art Space
Magelang
2009
Aktif
66
Taksu Bali
Bali-Sing_KL
1989
Aktif
67
Taman Budaya Yogyakarta
Yogyakarta
2001
Aktif
68
Tembi Contemporary
Yogyakarta
-
Aktif
69
Tony Raka Gallery
Ubud, Bali
1968
Aktif
70
Umahseni
Jakarta
2007
Aktif
71
Vanessa Art Link
Jakarta
2009
Aktif
72
Vivi Yip Art room
Jakarta
2008
Aktif
73
Waga Studio&Gallery
Jakarta
2014
Aktif
74
Zola Zolu Gallery
Jakarta dan Bandung
1998
Aktif
Definisi Pelaku atau Event Dalam Proses Presentasi
50
•
Dalam proses presentasi, seorang kurator bertugas menentukan dan menghasilkan bentuk presentasi yang terbaik untuk karya yang dipamerkan.
•
Direktur artistik (artistic director): dalam seni rupa, direktur artistik adalah individu yang bertugas menyusun dan mengembangkan suatu acara seni. Direktur artistik bertugas mengatur penerapan rencana acara dan presentasi dari acara tersebut. Bekerja sama dengan kurator, direktur artistik juga ikut berperan serta dalam mengkaji pemilihan karya seni atau perupa yang berpartisipasi di acara tersebut. Umumnya direktur artistik diperlukan untuk acara seni yang berskala besar.
•
Bienial atau Biennale: sebuah peristiwa seni dalam skala yang besar, diadakan setiap dua tahun sekali. Dalam konteks seni rupa bienial berperan menjadi acara penting untuk mendefinisikan standardisasi kualitas pencapaian seni rupa yang terjadi dalam periode dua tahun tersebut. Peristiwa serupa dengan jarak waktu yang berbeda juga diselenggarakan dengan istilah trienial (acara tiga tahunan).
•
Festival: berasal dari kata festivalis atau festivus dan festum dalam bahasa Latin yang berarti “pesta.” Istilah “festival” bisa diartikan sebagai sebuah perayaan, pameran, dan pertunjukan yang bertujuan menggalang kebersamaan, kadang tanpa kuratorial atau seleksi yang sangat ketat.
•
Art Fair: acara di mana sejumlah galeri diseleksi dan dikumpulkan untuk menjual karya-karya koleksinya dalam tenggang waktu tertentu, di ruang atau gedung yang sama. Tujuan utama Art Fair adalah mewadahi proses jual-beli agar konsumen memiliki variasi pilihan yang luas.
•
Museum: institusi yang bertugas untuk menyimpan benda-benda bersejarah. Sebagai tempat publik umum mengakses pendidikan, museum seni rupa harus menyimpan karya-karya seni yang menjadi representasi atau penanda dalam sejarah seni rupa. Selain menyimpan, museum sebagai institusi juga bertugas mengkurasi, merawat, memelihara, merestorasi, dan memamerkan karya sebagai akses bagi publik yang lebih luas. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Museum secara ideal harus memiliki sistem kurasi yang up to date, sistem pengarsipan, penelitian, konservasi dan restorasi yang memadai, juga program publik yang aktif. Dari segi pengelolaannya, jenis museum bisa dibedakan menjadi dua. −− Museum publik yang dikelola oleh pemerintah dan terbuka bagi masyarakat umum. Museum publik memiliki sistem kurasi yang lebih luas dan mencakup semua aspek sejarah bangsa atau regional. −− Museum privat yang dimiliki oleh indivindu tertentu atau sebuah perusahaan, bisa terbuka untuk penonton umum atau penonton terbatas. Museum privat cenderung memiliki kurasi yang lebih spesifik sesuai dengan kecenderungan selera individu atau korporasi yang mengelolanya.
Art Stage Singapore Sumber: artstagesingapore
•
Program publik: program yang ditujukan untuk interaksi publik luas dan diselenggarakan di ruang-ruang publik. Umumnya menjadi bagian dari rangkaian acara seni berskala besar seperti festival atau bienial.
•
Persentasi proyek seni rupa: merupakan salah satu model persentasi karya selain melalui pameran. Persentasi ini dilakukan untuk menjelaskan keseluruhan proses karya proyek seni rupayang biasanya dilanjutkan dengan diskusi.
•
Balai lelang: agen yang menjual karya dari penjual ke pembeli dengan menggunakan metode lelang. Secara ideal, balai lelang mendapatkan supply dari art dealer (individual art dealer, galeri) dan kolektor yang ingin melepas karyanya. Proses lelang memprovokasi kenaikan harga karya. Harga suatu karya bisa melambung tinggi, atau sebaliknya, harga dipatok di harga yang terlalu rendah untuk memancing pembeli namun harga karya tersebut kemudian tidak naik sesuai dengan perkiraan. Maka dari itu, hasil harga final dari penjualan di balai lelang tidak boleh dijadikan sebagai acuan harga pasar. Di dalam balai lelang juga dikenal individu yang bertitel ‘specialist’. Specialist adalah individu
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
51
yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk mengenali dan menilai kategori seni tertentu. Spesialist misalnya bisa berfokus pada era tertentu, seniman tertentu, atau medium tertentu. Specialist bertugas untuk menganalisa autentisitas dari suatu karya, posisinya dalam sejarah, dan juga posisi nilai ekonominya di pasar. Sering peran specialist tertukar dengan terminologi ‘kurator’. •
Juri: individu yang memiliki pengalaman dan kualifikasi yang cukup untuk menentukan kriteria-kriteria dan menilai serta memilih peserta yang dianggap unggul dalam suatu acara kompetitif.
•
Penerbit: sebagai pelaku pendukung; institusi yang mengatur penerbitan dan distribusi dari karya tulis.
•
Percetakan: sebagai pelaku pendukung; perusahaan yang memberikan jasa mencetak ke bentuk hard copy.
C. PASAR Pasar dalam seni rupa pada umumnya adalah terminologi untuk menyebut suatu sistem yang berperan sebagai wadah transaksi dengan margin keuntungan. Di dalam pemetaan ini yang dimaksud pasar adalah konsumen, penonton, dan pembeli, yang mewadahi interaksi dengan margin keuntungan maupun interaksi tanpa margin keuntungan nilai ekonomi. Pasar di sini adalah respons dari proses presentasi yang menciptakan terjadinya penonton, dengan tujuan untuk memicu terjadinya apresiasi. Konsumen adalah orang-orang yang mengkonsumi seni rupa, dalam arti mereka menonton, menikmati, membaca dan mengalami seni rupa, baik secara aktif dengan datang ke acara seni rupa, membeli buku seni rupa, atau menikmati seni rupa lewat situs online, maupun yang secara pasif terekspos pada pengalaman seni rupa, misalnya melihat seni rupa publik yang ada di ruangruang publik tanpa sengaja, maupun kebetulan membaca liputan seni di media massa. Penonton adalah orang-orang yang dengan aktif mencari dan menonton hasil karya seni rupa dan mengkonsumsi produk pengetahuannya, baik lewat pameran maupun situs-situs online. Penonton dibagi menjadi dua: 1. Penonton umum: publik secara umum yang memiliki niat hanya sebagai penikmat. 2. Penonton ahli: individu-individu yang memiliki pengetahuan di bidang seni rupa dan keahlian untuk menyediakan fasilitas pengkajian lewat medium yang berbeda-beda, di antaranya: akademisi, kritikus seni, wartawan, periset, institusi seni, dll. Pembeli adalah orang-orang yang membayar untuk memiliki atau menonton acara seni rupa dan produk pengetahuannya. Pembeli bisa berupa orang-orang yang membeli untuk keperluan tertentu, misalnya untuk mengisi rumah, atau pembeli yang secara intensif mengoleksi karya seni rupa, yaitu yang disebut kolektor. Kolektor di Indonesia boleh dibilang aktif dan protektif terhadap seni rupa Indonesia, dalam arti mereka secara sadar berfokus pada pengkoleksian karya-karya dalam negeri. Beberapa kolektor aktif di Indonesia bahkan membangun museum berdasarkan koleksinya. Pembeli juga bisa berupa orang-orang yang membeli produk pengetahuan seni rupa, misalnya buku-buku seni rupa, orang-orang yang membeli artist-merchandise, dan perusahaan yang menggunakan jasa seni rupa, misalnya media massa yang menggunakan ilustrasi, atau perusahaan yang menggunakan produk dan jasa pelaku seni rupa pada usaha promosinya. Contoh perusahaan
52
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
yang menggunakan produk dan jasa seni rupa dalam usaha promosinya adalah Sampoerna yang secara berkelanjutan mengadakan acara-acara seni rupa, dan juga perusahaan kue Genji Pie yang mengadakan acara promosi pada 2014 dengan cara membangun pop-up store dan melibatkan sejumlah seniman mural untuk toko tersebut. Definisi pelaku dan aktivitas pasar. •
Kolektor: individu yang secara aktif, sistematis dan berkelanjutan melakukan kegiatan koleksi karya seni rupa. Kolektor untuk membangun koleksi yang baik, juga dituntut untuk membekali dirinya dengan pengetahuan seni rupa yang progresif.
•
Artist-merchandising: produk di mana karya seni perupa diaplikasikan ke bentuk-bentuk yang memiliki fungsi guna yang umum, misalnya ke kaos atau cangkir dan tas.
Gardu House Jakarta - Ruang Alternatif yang Mengembangkan Industri Artists’ Merchandise Sumber: 3.bp.blogspot.com
•
Ilustrasi media massa: gambar yang dihasilkan untuk mengilustrasikan komunikasi tulisan di media massa. Gambar ilustrasi dihasilkan berdasarkan tulisan atau konsep yang ingin disampaikan oleh media massa.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
53
D. APRESIASI Gambar 2 - 6 Apresiasi dalam Seni Rupa
Apresiasi adalah respons langsung dari kegiatan presentasi yang berlanjut dengan respons dari kegiatan menonton. Dalam proses apresiasi terjadi reaksi dan pengkajian dari karya yang dipamerkan. Apresiasi dan hasil-hasilnya digunakan oleh lingkungan pengembangan sebagai data untuk studi, dan berfungsi sebagai berikut. −− Acuan untuk menilai pandangan dan pemahaman publik tentang praktik seni rupa. −− Media pengkajian ulang standardisasi kualitas. −− Media pengkajian ulang perkembangan teknologi dan wacana. −− Media penelitian untuk perumusan sistem pendidikan. −− Pengembangan wacana kritik seni dan budaya. −− Pengembangan wacana pasar . −− Pengembangan konservasi, dsb. Bentuk apresiasi dibedakan menjadi dua jenis. 1. Apresiasi pasif: penonton sebagai penikmat pasif, maksudnya reaksi penonton dalam grup ini tidak disumbangkan kembali ke pelaku seni dalam bentuk tulisan, diskusi, ulasan atau pengoleksian. 2. Apresiasi aktif: individu atau institusi yang memberi respons yang menghasilkan kegiatankegiatan: −− Pengembangan wacana kritik seni: berupa kritik seni, ulasan, penelitian, dan pemberian penghargaan (award). Pengembangan wacana kritik seni dilakukan umumnya oleh kurator, kritikus seni, akademisi, seniman, kelompok seni, lembaga penelitian, lembaga pengarsipan, dan institusi pendidikan. −− Kegiatan koleksi publik: karya seni dikoleksi oleh lembaga-lembaga pemerintahan, museum publik, dan institusi-institusi yang terbuka bagi publik umum. −− Kegiatan koleksi privat: karya seni dikoleksi untuk pribadi, museum privat, maupun perusahaan di mana akses untuk publik terbatas. Kegiatan-kegiatan apresiasi ini berfungsi sebagai pemicu perkembangan substansi seni rupa.
54
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
KONSERVASI Proses penyimpanan, pemeliharaan, pendataan, pengarsipan terhadap produk karya seni, acara seni, dan distribusi produk pengetahuan dan wacana-wacana yang menyertainya disebut sebagai proses konservasi. Hasil konservasi ditujukan untuk publik demi merawat sejarah dan mendukung perkembangan budaya. Konservasi adalah sektor krusial untuk terjadinya: −− Pengembangan wacana; −− Pengembanagan proses kreasi dan produksi; −− Pelestarian sejarah. −− Pendidikan publik. −− Pembentukan minat pada sektor. Pelaku utama dalam proses konservasi adalah museum(baik privat maupun publik), lembaga penelitian, lembaga pengarsipan,sejarawan seni, periset, dan konservator. Seperti yang sudah diterangkan di dalam lingkungan pengembangan produksi, lembaga pengarsipan khusus seni rupa yang aktif dan ekstensif saat ini adalah Indonesian Visual Art Archive (IVAA). IVAA lahir dan tumbuh dari inisiatif pelaku seni, dibiayai secara mayoritas oleh lembaga-lembaga donor luar negeri dan usaha-usaha penggalangan dana dari manajemen IVAA sendiri. Insitusi-intistusi lain yang mengadakan kegiatan pengarsipan juga termasuk perpustakaan dan lembaga arsip negara, perguruan tinggi, Dewan Kesenian Jakarta, dan institusi-institusi seni rupa seperti Selasar Sunaryo, dan organisasi-organisasi seniman yang lain. Museum publik (dibangun dan dikelola pemerintah) secara ideal harus aktif mengoleksi karyakarya seni dan produk pengetahuan sesuai dengan perkembangan seni rupa demi terwujudnya ruang-ruang yang membangun pengertian, kebanggaan bangsa akan budayanya, dan pembentukan pencitraan nasional. Museum publik juga harus secara aktif menjalankan program-program untuk distribusi pengetahuan kepada masyarakat umum, berupa tur museum, lokakarya, program kegiatan untuk anak-anak dan dewasa, dsb. Museum privat di Indonesia aktif dalam kegiatan koleksi seni rupa modern dan kontemporer. Museum-museum ini telah memberikan dampak yang positif dan signifikan dalam usaha-usaha pelestarian karya anak bangsa. Keterbatasan museum privat adalah kurasi yang spesifik sesuai selera individu kolektor atau institusi yang mendirikannya. Di sini dirasakan pentingnya aktivasi dan revitalisasi kegiatan koleksi museum publik—sebagai institusi negara ia wajib memenuhi kelengkapan koleksi yang netral dan mencakup seluruh perkembangan seni rupa Indonesia.
OHD Museum Magelang, Jawa Tengah - Museum Privat Sumber: ohdmuseum.com
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
55
Tercatat ada 25 museum seni rupa, yang tersebar hanya di Jawa dan Bali. Lima di antaranya merupakan museum publik. Tabel 2 - 4 Museum di Indonesia
Nama
Kota
Tahun
Status
Status
Museum Seni Rupa dan Keramik
Jakarta
1976
Publik
Aktif
Bentara Budaya Jakarta
Jakarta
1985
Publik
Aktif
Museum Pelita Harapan
Tangerang
1993
Privat
Aktif
Gedung Kesenian Jakarta
Jakarta
1987
Publik
Aktif
Galeri Nasional Indonesia
Jakarta
1999
Publik
Aktif
Museum Basoeki Abdullah
Jakarta
1998
Privat
Aktif
Affandi Museum
Yogyakarta
1974
Privat
Aktif
Museum Barli
Bandung
1992
Privat
Aktif
The Agung Rai Museum Of Art
Bali
1996
Privat
Aktif
The Blanco Reinassance Museum
Bali
1998
Privat
Aktif
Le Mayeur Museum
Bali
Privat
Aktif
Neka Art Museum
Bali
1982
Privat
Aktif
Puri Lukisan Museum
Bali
1958
Privat
Aktif
Museum Rudana
Bali
1995
Privat
Aktif
Griya Seni Popo Iskandar
Bandung
1979
Privat
Aktif
Nu Art Sculpture Park
Bandung
2000
Privat
Aktif
Lawangwangi Creative Space
Bandung
2010
Privat
Aktif
Selasar Sunaryo Art Space
Bandung
1998
Privat
Aktif
OHD Museum
Magelang
1970
Privat
Aktif
Nyoman Gunarsa Museum
Yogyakarta
1990
Privat
Aktif
Art:1 New Museum
Jakarta
2011
Privat
Aktif
Akili Museum of Art
Jakarta
2006
Privat
Aktif
Yuz Art Museum
Jakarta
2008
Privat
Aktif
Ciputra Art Museum
Jakarta
2014
Privat
Aktif
Jogja National Museum
Yogyakarta
2005
Publik
Aktif
56
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Definisi Pelaku: •
Sejarawan seni: Individu yang berfokus untuk meneliti, mengkaji ulang, dan menuliskan fakta-fakta dan kesimpulan tentang sejarah seni di masa yang telah lewat.
•
Konservator: individu yang memiliki pendidikan dan keahlian khusus untuk merawat dan merenovasi karya seni.
•
Periset seni: seseorang yang melakukan penelitian di bidang seni secara sistematis, kritis dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru atau melakukan penafsiran yang lebih baik.
•
Lembaga pengarsipan: sudah didefinisikan di lingkungan pengembangan produksi.
•
Museum privat dan museum publik: telah dijelaskan di proses presentasi.
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa 2.2.1 Peta Industri Seni Rupa Industri seni rupa adalah sistem yang mencakup interaksi antar pelaku dan produk (hasil karya) dari pelaku, beserta semua kegiatan yang terjadi di antaranya. Tujuan dari industri seni rupa adalah untuk menjadi sistem di mana produk diciptakan, diwujudkan, didistribusikan, direspons, dan dikembangkan untuk produksi berkelanjutan yang progresif. Pemetaan industri di sini menerangkan kegiatan-kegiatan dalam industri, peran pelaku, perputaran karya, bahan, dan jasa. Pemetaan industri penting untuk dilakukan untuk melihat perputaran karya, bahan, dan jasa tersebut, dan bagaimana interaksi ekonomi terjadi di antaranya. Termasuk menjelaskan hubungan pengadaan bahan dan jasa (supply) dari industri-industri terkait ke pelaku industri utama (backward linkage) dan permintaan produk dan jasa (demand) dari industri-industri terkait ke pelaku industri utama (forward linkage).
A. Proses Kreasi Dalam proses kreasi, ide dituangkan dan disusun untuk membangun konsep dan rencana kerja. Konsep dan rencana kerja disini termasuk untuk penciptaan karya seni rupa, penelitian dan tulisan, dan juga program acara seni rupa. Perencanaan metode kerja, metode riset, pertimbangan pemilihan bahan dan alat juga terjadi di sini. • •
Pelaku utama: seniman, kelompok seniman, kurator, manajemen seni. Pelaku dan sistem pendukung: lembaga pengarsipan, lembaga penelitian, komunitas seni, masyarakat, seni tradisional, penjual bahan dan alat, transportasi, internet dan jasa telekomunikasi.
B. Proses Produksi Di sini terjadi proses perwujudan ide atau konsep dan rencana kerja, proses manipulasi dan pengembangan materi untuk menjadi produk final Karya Seni dan Produk Pengetahuan. Dalam proses produksi karya seni, seniman sebagai pelaku utama kadang melibatkan peran artisan dan teknisi, pada saat yang bersamaan juga berdiskusi dengan kurator. Sementara proses produksi pengetahuan umumnya melibatkan peneliti, komunitas atau masyarakat, dan lembaga pengarsipan.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
57
OUTPUT: produk karya seni dan produk pengetahuan. •
Pelaku utama: seniman, kelompok atau organisasi seniman, kurator, manajemen seni.
•
Pelaku pendukung: artisan, teknisi, peneliti, lembaga arsip, manajemen seni, komunitas atau masyarakat; penjual bahan dan alat,transportasi, Internet dan jasa telekomunikasi. Juga dibutuhkan ruang kerja atau studio, yang di dalamnya mencakup pelaku pendukung yang membangun ruang kerja tersebut.
Studio Eko Nugroho, Yogyakarta Sumber: universes-in-universe.org
C. Proses Distribusi Distribusi disini adalah proses manajemen penyebaran suatu produk karya seni dan produk pengetahuan untuk konsumsi yang lebih luas. Distribusi mencakup pemilihan seniman dan karya seni untuk diikutsertakan dalam acara tertentu (presentasi) dan pemasaran produk pengetahuan. Seperti halnya di dalam pemetaan ekosistem, proses distribusi dibagi menjadi dua, yaitu distribusi dengan tujuan untuk presentasi not-for-profit dan distribusi untuk presentasi for-profit. •
Pelaku-pelaku utama: manajemen seni, kurator, kelompok seniman atau organisasi seniman, galeri, individual art dealer, lembaga seni rupa.
•
Pelaku pendukung adalah: event organizer, kolaborator, networker.
Lewat proses distribusi ini jugalah terjadi pemasaran ke industri paralel. Industri paralel mencakup bentuk-bentuk usaha:
58
•
Penjualan karya seni yang tidak melalui rentetan proses lengkap yang tercakup di Pemetaan Industri Utama, termasuk di dalamnya kios pasar seni, proses jual-beli dilakukan langsung oleh seniman tanpa ada seleksi dari pihak lain maupun wacana yang menyertainya.
•
Artist merchandise: pengaplikasian karya seni ke dalam benda-benda pakai, seperti ilustrasi di kaos, gelas, tas, dsb. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
•
Kafe galeri: bentuk usaha yang menjadikan makanan dan minuman sebagai usaha utamanya, dan pameran serta penjualan karya seni sebagai usaha pelengkapnya. Tren kafe galeri sangat marak terjadi pada 1990-an, namun sulit mencapai display karya seni yang ideal dalam metode seperti ini. Maka pada akhirnya bentuk kafe galeri cenderung berfokus pada karya-karya dekoratif atau karya dua dimensi yang mudah disesuaikan dengan bentuk ruang kafe. Umumnya kafe galeri tidak menggunakan metode kuratorial profesional. −− Manajemen kreatif: manajemen yang menjual jasanya untuk koordinasi dan penciptaan ide promosi kreatif yang berkaitan dengan praktik-praktik seni rupa (bukan desain dan periklanan). −− Jasa aktivitas seni dan kerajinan untuk anak-anak, produk jasa ini adalah penyediaan fasilitas ruang, bahan, dan bimbingan untuk anak-anak sampai remaja dalam hal aktivitas seni dan kerajinan. Misalnya les lukis, atau aktivitas liburan dan ekstrakurikuler. Bentuk jasa ini kadang diterapkan di sekolah-sekolah sebagai aktivitas setelah kelas formal, atau di ruang publik seperti di mal, toko buku, dan kadang di ruang-ruang milik penyedia jasa. Beberapa contoh dari bentuk usaha ini adalah: Kutakatik Art & Craft, Museum Layang-Layang, Kelas Seni Hadiprana, Global Art, dan aktivitasaktivitas di Taman Budaya Sentul.
Di antara berbagai bentuk usaha yang kami data, ada beberapa nama yang menonjol, seperti Gardu House, DGTMB, RURU Corps dan Kutakatik Art & Craft Class. Gardu House dan DGTMB merupakan bentuk usaha artist merchandise, RURU Corps adalah sebuah agensi komunikasi visual yang terbentuk dari gabungan tiga organisasi yang berada di Jakarta, yaitu rungrupa, Forum Lenteng dan SERRUM sedangkan Kutakatik Art & Craft merupakan bentuk usaha workshop seni rupa dan kerajinan untuk anak-anak. Bentuk usaha paralel berkembang dan mempunyai massa sendiri yang cukup loyal seperti Gardu House, tempatnya selalu dipenuhi oleh remaja dan para seniman street art lokal yang ingin belanja atau sekadar nongkrong. Gardu House merupakan sebuah ruang pamer dan toko merchandise yang didirikan oleh para seniman street art yang juga tergabung dalam Artcoholic pada 2010 di Jakarta. Anggota Artcoholic yaitu YEAH!, Break13, Bujangan Urban, Fine, Koma, Rest, Sid Vizeus dan Toxicologie membuat sebuah wadah bagi para seniman street art untuk saling mengenal, berkolaborasi dalam sebuah proyek, dan pameran bersama dengan semangat untuk memajukan street art di Indonesia. Toko merchandise shop yang ada di Gardu House menjual berbagai produk yang dihasilkan oleh berbagai seniman street art, seperti kaos, sweater, topi, stiker, dan karya seni, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan street art untuk dipasarkan ke publik. Pada 2013, omset Gardu House bisa mencapai lebih dari Rp 300 juta, dengan profit sekitar 100 jutaan. Omset tersebut mereka putarkan kembali untuk menambah modal produksi barang. Setiap tiga bulan produksi mereka mencapai 350-500 buah, kebanyakan produk yang dihasilkan adalah kaos bergambar. Artist merchandise yang dihasilkan oleh Gardu House hanya di jual lewat toko dan media online seperti Blog, Twitter, Facebook dan Instagram pribadi mereka. Dengan media online dan proyek kolaborasi antarnegara membuat produk mereka mulai dikenal hingga luar negeri di kawasan ASEAN seperti Singapura dan Thailand.
C. Proses Presentasi Salah satu tujuan utama dari penciptaan seni rupa berada di aktivitas presentasi, ketika karya dihadirkan untuk publik dan mendapat resposn. Proses presentasi menjadi tujuan dari prosesproses sebelumnya. Melihat eksposur seni rupa Indonesia di forum global yang meningkat dengan BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
59
pesat selama dekade terakhir, maka penting untuk menganalisis dua bentuk presentasi: •
Lingkup lokal ,yaitu presentasi yang terletak di dalam negeri dan mendapatkan respons dari mayoritas masyarakat lokal. Bentuk presentasi meliputi pameran di galeri dalam negeri, seni publik di ruang publik, proyek interaktif, balai lelang dalam negeri,
•
Lingkup internasional, yaitu presentasi yang menghadirkan mayoritas penonton, pembeli, dan ulasan-ulasan, baik dari dalam maupun luar negeri. Presentasi lingkup internasional bisa terjadi di dua lokasi. −− Lokasi dalam negeri, di antaranya adalah acara-acara seni seperti Biennale Jogja, Jakarta Biennale, ART|JOG, OK. Video Festival, Bazaar Art Jakarta, dan banyak pameran atau workshop yang melibatkan seniman internasional dan mendapat respons dari masyarakat seni rupa internasional. −− Lokasi luar negeri: keikutsertaan seniman, galeri, dan kurator Indonesia dalam acaraacara penting di luar negeri seperti Asia Pacific Triennale, Singapore Biennale, Sao Paolo Biennale, Shanghai Biennale, Art Basel Hong Kong, Art Stage Singapore, Guggenheim, Singapore Art Museum, museum-museum di Eropa, balai lelang lokal dan internasional yang mengadakan lelang di luar negeri, dan pameran-pameran regional dan internasional lainnya.
Pameran Prila Tania, Bandung Sumber: fukuoka-now.com
Seperti sudah dijelaskan di dalam pemetaan ekosistem, proses presentasi dibagi menjadi presentasi not-for-profit dan presentasi for-profit, dengan tujuan yang berbeda, tetapi keduanya merujuk ke perkembangan habitat seni rupa secara holistik. Dalam proses presentasi not-for-profit walau meraih margin keuntungan nilai ekonomi bukan menjadi tujuan utamanya, jenis presentasi ini mampu menciptakan pasar abstrak, yaitu transaksi tidak terjadi langsung di waktu dan ruang presentasi, tetapi memicu terjadinya permintaan (demand) terhadap karya dan seniman yang dipamerkan. •
60
Pelaku-pelaku dalam industri utama di proses presentasi adalah galeri, kurator, seniman, manajemen seni, direktur artistik, direktur museum, komunitas atau organisasi seni, juri.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
•
Pelaku-pelaku di industri pendukung adalah tim display, penerbit, percetakan specialist, penyedia ruang presentasi, vendor konsumsi makanan, manajemen kreatif, artist’s merchandising.
•
Bentuk-bentuk ruang presentasi diantaranya adalah galeri, Art Fair, balai lelang, ruang pamer umum, festival, museum, ruang publik.
Platform 3 Bandung, Ruang Presentasi yang Diinisiasi oleh Tiga Seniman dan Tiga Kurator Sumber: infoplatform3.files.wordpress.com
D. Pasar Pasar yang dipetakan di dalam pemetaan industri seni rupa terdiri atas konsumen, penonton, dan pembeli. Aktivitas yang bisa terjadi adalah pengoleksian karya seni rupa maupun produk pengetahuannya. Aktivitas pengoleksian karya seni rupa kadang bisa terjadi ketika karya sudah dipresentasikan ataupun melalui karya-karya commissioned work; seniman didanai untuk membuat suatu karya yang pasti akan dibeli—keputusan ini berdasarkan kepercayaan kepada seniman atau kurator dan agen lain yang menjadi perantara. Commissioned work bisa merupakan presentasi notfor-profit, seperti karya-karya untuk bienial (seniman menerima artist’s fee dan ongkos produksi), atau karya-karya site-specific (misalnya untuk suatu gedung tertentu; seniman menerima margin keuntungan selain ongkos produksi). Aktivitas utama yang terjadi di pasar pemetaan industri ini adalah konsumsi aktif, yaitu karya seni rupa dan produk pengetahuan dibeli dan dikoleksi untuk alasan apapun. Pelaku pembeli umumnya adalah institusi pendidikan, institusi lain, korporasi, kolektor privat, pemerintah, masyarakat umum. Pelaku penyedia adalah galeri, balai lelang, seniman, manajemen seni, art dealer, museum, lembaga pengarsipan, manajemen seni not-for-profit, organisasi seniman. Industri pendukung di dalam pasar adalah lembaga-lembaga konservasi, riset, data, media massa. Konsumen lain adalah juga termasuk penonton umum dan penonton ahli seperti akademisi, kritikus seni, media massa, periset, institusi seni—konsumsi mereka kemudian berkembang menjadi materi di lingkungan pengembangan. BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
61
DGTMB Shop, Yogyakarta - Toko Merchandise Komunitas Daging Tumbuh Sumber: 3.bp.blogspot.com
DGTMB Shop, Yogyakarta - Toko Merchandise Komunitas Daging Tumbuh Sumber: media.viva.co.id
62
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Pemetaan industri yang dilakukan disini mencakup perputaran produk, bahan, alat, dan jasa terkait dengan proses kreasi, produksi, distribusi dan presentasi dan konsumsi seni rupa, dan dampak terkait terhadap industri-industri pendukung dan industri paralel. Pemetaan Industri mencakup empat jalur industri: −− Industri utama: aktivitas perputaran karya seni dan produk pengetahuan terjadi. Karya seni dan produk pengetahuan di industri utama adalah seperti yang dijelaskan di ruang lingkup definisi seni rupa (ruang lingkup perkembangan, bentuk, medium, dan akademis). −− Industri pendukung penawaran (supply): hubungan pengadaan bahan dan jasa dari industri-industri terkait ke pelaku industri utama. −− Industri pendukung permintaan (demand),menjelaskan permintaan produk dan jasa dari industri-industri terkait ke pelaku industri utama −− Industri paralel: industri yang bukan merupakan industri utama, tapi hadir dan berkembang lewat individu-individu, ide, kreasi dan konsep, dan menciptakan subindustri dan subpasar di peta industri. Industri paralel belum tentu secara langsung mendukung industri utama, tetapi didukung dan hadir dari keberadaan industri pertama. Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) Ekonomi Kreatif 2009, seni rupa diklasifikasikan di dalam Pasar Seni dan Barang Antik, dengan definisi:
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik, dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa, dan lukisan. Klasifikasi 2009 ini dideskripsikan dengan kategori-kategori gabungan antara seni rupa dan barang antik, berikut yang terkait dengan seni rupa sendiri: • • •
Kode 47883: Perdagangan Eceran Kaki Lima dan Los Pasar Lukisan. Kode 47785: Perdagangan Eceran Lukisan. Kode 91021: Museum yang Dikelola Pemerintah.
Lewat penjelasan KBLI 2009 ini ditemukan banyak kesenjangan pengertian praktik seni rupa Indonesia, hal ini menunjukkan kebutuhan yang sangat tinggi untuk revisi KBLI Seni Rupa dan kategori-kategorinya.
2.2.3 Model Bisnis di Industri Seni Rupa Model bisnis diterapkan sebagai usaha-usaha keberlanjutan untuk mendukung produktivitas dan pemasaran individu atau komunitas yang dimaksud. Model bisnis menerangkan jalur perputaran modal, pemasukan (income) dan output oleh seniman, organisasi, institusi yang berpraktik dalam
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
63
Gambar 2 - 7 Peta Industri Subsektor Seni Rupa
64
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
dunia seni rupa sebagai sistem untuk pembiayaan karya dan keberlanjutannya. Model bisnis di dalam seni rupa sangatlah beragam, maka diambil dua contoh, yaitu: perupa individu dan organisasi not-for-profit.
Modal Modal adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan produksi, distribusi, dan presentasi. Modal menjadi faktor yang penting untuk dibahas dan dimasukkan ke dalam rantai ekonomi, selain merupakan faktor krusial untuk pembiayaan produksi, juga berdasarkan sumbernya yang berbeda dari kebanyakan industri kreatif lain. Modal yang dihibahkan berupa commision atau funding atau endownment bisa menjadi ukuran akan tingginya apresiasi dan usaha-usaha untuk mengembangkan, melestarikan dan merekam kemajuan sosial budaya suatu bangsa. Industri pendukung: organisasi seni, manajemen seni, organisasi manajemen funding. Sumber pendanaan: −− modal pribadi (termasuk pinjaman pribadi), −− funding organizations: not-for-profit organizations mendapatkan funding tahunan dengan mengajukan rencana program tahunan mereka, −− Selain itu, funding juga bisa didapatkan dengan melalui proposal individual projects Organisasi-organisasi internasional yang aktif membantu pendanaan, salah satunya adalah HIVOS, FORD Foundation, dll., sedangkan organisasi lokal seperti Yayasan Kelola. −− filantropi: individual funding inititation, −− manajemen seni, −− pinjaman galeri, −− pemerintah Republik Indonesia, −− kolaborasi.
Model bisnis perupa individu Seniman individu mendapatkan modal dari sumber dana pribadi, manajemen seni atau pinjaman dari galeri. Modal diolah oleh seniman menjadi output berupa karya atau merchandise (kaos, buku, poster, emblem, komik, stiker, dll.). Hasil dari output disalurkan kepada konsumen lewat distributor, seperti studio seniman, art dealer, galeri, balai lelang dan toko. Konsumsi dari output akan memberikan hasil berupa dana untuk distributor dan seniman; dana ini dapat menjadi tambahan modal dan pendapatan bagi seniman. Pendapatan lain bagi seniman juga bisa didapatkan melalui grant sponsor(korporasi), adalah suatu bentuk pendanaan untuk seniman dari korporasi pemerintah ataupun organisasi swasta dengan tujuan yang spesifik, dana yang didapatkan bisa digunakan untuk menambah modal atau pendapatan pribadi.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
65
Gambar 2 - 8 Model Bisnis Perupa Individu
Model bisnis organisasi nonprofit Model bisnis organisasi nonprofit ini mengambil contoh dari ruangrupa, yaitu sebuah artists’ initiative di Jakarta yang berdiri pada 2000, dan masih aktif hingga saat ini. Ruangrupa mempunyai berbagai divisi, yaitu RURU Gallery, ArtLab, OK. Video, Jakarta 32oC, Jurnal Karbon, Jarak Pandang, RURU Shop, RURU Radio, dan RURU Corps. Modal pembentukan organisasi didapatkan melalui dana pribadi anggota dan funding organization. Pendapatan lain berasal dari invidual grant dan sponsor (korporasi), yang membantu untuk mendanai operasional dan berbagai output ruangrupa. Modal dan pendapatan digunakan untuk menjalankan berbagai output berbasis program dari divisi yang ada di ruangrupa, seperti festival video internasional yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh divisi OK. Video, pameran dan workshop oleh Jakarta 32oC yang diadakan setiap dua tahun sekali, program Gerobak Bioskop oleh ArtLab, program pameran rutin dari RURU Gallery, program Jalan Tikus dari RURU Radio, dan tulisan serta penelitian yang dihasilkan Jurnal Karbon dan Jarak Pandang. Pendapatan lain berasal dari invidual grant dan sponsor (korporasi), yang membantu untuk mendanai operasional dan berbagai output ruangrupa.
66
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Gambar 2 - 9 Model Bisnis Organisasi Nonprofit
Modal dan pendapatan digunakan untuk menjalankan berbagai output berbasis program dari divisi yang ada di ruangrupa, seperti festival video internasional yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali oleh divisi OK. Video, pameran dan workshop oleh Jakarta 32oC yang diadakan setiap dua tahun sekali, program Gerobak Bioskop oleh ArtLab, program pameran rutin dari RURU Gallery, program Jalan Tikus dari RURU Radio, dan tulisan serta penelitian yang dihasilkan Jurnal Karbon dan Jarak Pandang. Ruangrupa juga mempunyai beberapa output yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan dana, seperti Holy Market yaitu pasar kaget barang-barang artistik yang murah meriah yang diadakan setiap tahun menjelang hari raya lebaran, divisi RURU Radio yang membuka kemungkinan untuk memasang iklan berbayar di radio dan situs web, juga penjualan merchandise yang dilakukan oleh RURU Shop. Berbagai output dari ruangrupa diapresiasi oleh konsumen, baik secara finansial, maupun edukasi dan hiburan. Berbagai demand produk dan jasa dari konsumen, membuat ruangrupa akhirnya membuat divisi baru yang berorientasi komersial, yaitu RURU Shop dan RURU Corps yang diharapkan dapat membantu pendanaan modal organisasi ini di masa depan.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Seni Rupa Indonesia
67
BAB 3 Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
3.1 Kontribusi Ekonomi Seni Rupa Sampai akhir tahun 2014, penilaian kontribusi ekonomi seni rupa dilihat berdasarkan data kontribusi ekonomi seni rupa yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data BPS ini ditemukan kejanggalan besar dalam jumlah kontribusi ekonomi tersebut. Jumlah kontribusi ekonomi seni rupa didata jauh di bawah perkiraan keadaan yang terjadi di lapangan. Diperkirakan bahwa rendahnya perhitungan ini disebabkan karena ruang lingkup Klasifikasi Baku Lapangan Industri yang digunakan sebagai acuan BPS juga jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan dinamika di lapangan. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan pemetaan yang lebih akurat untuk mendapatkan gambaran kontribusi Seni Rupa terhadap perekonomian Indonesia, dan diperlukan perombakan KBLI Seni Rupa. Secara umum, kontribusi ekonomi Seni Rupa terhadap perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 3-1. Tabel 3 - 1 Kontribusi Ekonomi Subsektor Seni Rupa (2010-2013)
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
1. BERBASIS PRODUK DOMESTIK BRUTO a
Nilai Tambah Subsektor (ADHB)*
Miliar Rupiah
1,372.15
1,559.54
1,737.36
2,001.32
1,667.59
b
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Ekonomi Kreatif (ADHB)*
Persen
0.29
0.30
0.30
0.31
0.30
c
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor Terhadap Total PDB (ADHB)*
Persen
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
d
Pertumbuhan Nilai Tambah Subsektor (ADHK)**
Persen
-
6.84
2.74
4.07
4.55
2. BERBASIS KETENAGAKERJAAN a
Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Orang
14,956
15,163
15,237
15,269
15,156
b
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
c
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Nasional
Persen
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
70
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
INDIKATOR
SATUAN
d
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Persen
e
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor
Ribu Rupiah/ Pekerja Pertahun
2010
2011
2012
2013
RATARATA
-
1.39
0.49
0.21
0.70
91,748
102,853
114,020
131,067
109,922.11
3. BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN a
Jumlah Perusahaan Subsektor
Perusahaan
4,990
5,062
5,147
5,242
5,110
b
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Jumlah Perusahaan Ekonomi Kreatif
Persen
0.09
0.09
0.10
0.10
0.10
c
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Total Usaha
Persen
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
d
Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen
-
1.44
1.68
1.84
1.65
e
Nilai Ekspor Subsektor
Juta Rupiah
9,951.00
10,727.20
10,989.58
11,405.43
10,768.30
f
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
g
Kontribusi Ekspor Subsektor Terhadap Total Ekspor
Persen
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001
h
Pertumbuhan Ekspor Subsektor
Persen
-
7.80
2.45
3.78
4.68
1,096,039.31
1,220,319.26
1,393,520.13
1,161,229.17
4. BERBASIS KONSUMSI RUMAH TANGGA a
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Subsektor
Juta Rupiah
935,038.00
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
71
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATARATA
b
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor terhadap Konsumsi Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.15
0.15
0.16
0.16
0.15
c
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga
Persen
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
d
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Persen
-
17.22
11.34
14.19
14.25
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atau Produk Domestik Bruto diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor) Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri. Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi: PDB = sewa + upah + bunga + laba Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja,bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktik menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
72
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
PDB merupakan salah satu indikator untuk melihat kontribusi ekonomi industri kreatif. Salah satu unit dari industri kreatif adalah Seni Rupa yang turut menambah nilai PDB. Untuk melihat kontribusi ekonomi industri kreatif berbasis nilai PDB, kita perlu memperhatikan faktor-faktor di bawah ini : −−
Nilai Tambah Bruto Industri Kreatif
−−
Persentase Terhadap PDB
−−
Pertumbuhan Tahunan Nilai Tambah Bruto3 Gambar 3 - 1 Nilai Subsektor Seni Rupa Terhadap Total PDB Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber Data: Badan Pusat Statistik
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan Perhitungan berbasis Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Demikian pengertian Ketenagakerjaan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Ketenagakerjaan merupakan salah satu indikator untuk melihat kontribusi ekonomi industri kreatif. Faktor-faktor yang harus kita perhatikan adalah : −− Jumlah Tenaga Kerja −− Persentase Jumlah Tenaga kerja −− Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja −− Produktivitas Tenaga Kerja4
(3) www.id.wikipedia.org/wiki/Produk_domestik_bruto & www.industrikreatif-depdag.blogspot.com/2007/10/studimapping-industri-kreatif.html (4) www.industrikreatif-depdag.blogspot.com/2007/10/studi-mapping-industri-kreatif.html & www.kemenegpdt. go.id/artikel/85/ketenagakerjaan-dan-daerah-tertinggal BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
73
Gambar 3 - 2 Kontribusi Subsektor Seni Rupa Terhadap Total Tenaga Kerja Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber Data: Badan Pusat Statistik
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai berikut:
Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Kelompok unit industri kreatif yang terdaftar adalah: periklanan; arsitektur; seni rupa; kerajinan; desain; mode; video, film dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukkan; penerbitan dan percetakan; teknologi dan informasi; televisi dan radio; riset dan pengembangan; dan kulinerMenurut Badan Pusat statistik di tahun 2013 lalu, terdapat 56.007.862 unit jumlah usaha di Indonesia. Jumlah unit usaha tersebut meningkat 0,89% dibandingkan dengan jumlah 55.510.746 unit pada tahun 2012. Khusus sektor ekonomi kreatif, terjadi pertumbuhan sebesar 0,41% dimana dari angka 5.398.162 unit di tahun 2012 meningkat menjadi 5.420.165 unit pada tahun 2013.5 Dalam konteks seni rupa, unit usaha ini bisa berupa: galeri, manajemen seni, produsen artists’ merchandise, dll.
(5) Sumber : www.gov.indonesiakreatif.net/research/kontribusi-ekonomi-kreatif-terhadap-tenaga-kerja-di-indonesia-2010-2013/industrikreatif-depdag.blogspot.com/2007/10/studi-mapping-industri-kreatif.html 74
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Gambar 3 - 3 Kontribusi Subsektor Seni Rupa Terhadap Total Unit Usaha Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber Data: Badan Pusat Statistik
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga Rumah tangga merupakan konsumen atau pemakai barang dan jasa sekaligus juga pemilik faktorfaktor produksi tenaga kerja, lahan, modal dan kewirausahaan. Rumah tangga menjual atau mengelola faktor-faktor produksi tersebut untuk memperoleh balas jasa. Balas jasa atau imbalan tersebut adalah upah, sewa, bunga dividen, dan laba yang merupakan komponen penerimaan atau pendapatan rumah tangga Faktor-faktor yang memengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah faktor ekonomi dan minat pada seni rupa Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu : 1. Pendapatan Rumah Tangga (Household Income), Kekayaan Rumah Tangga (Household Wealth), Tingkat Bunga (Interest Rate), Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The Future) 2. Faktor Demografi yaitu jumlah Penduduk, Komposisi Penduduk 3. Faktor-faktor Non Ekonomi. Faktor-faktor nonekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Semakin tinggi tingkat konsumsi rumah tangga maka akan semakin tinggi nilai PDB kita. Badan Pusat Statistik melansir bahwa Indonesia pada tahun 2013 lalu telah menghasilkan nilai konsumsi rumah tangga sebesar 5.047.085.707,2 juta rupiah. Nilai ini merupakan peningkatan sebesar 12,25% dimana pada tahun 2012 di kategori yang sama, angka yang diperoleh adalah 4.496.373.431,3 juta rupiah.6
(6) Sumber : www.freewebs.com/nana-sudiana/teori_konsumsi_investasi.doc http: //ntt.bps.go.id/index.php/sosialdan-kependudukan/pengeluaran-dan-konsumsi.html?lang=id#konsep-dan-definisi BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
75
Gambar 3 - 4 Kontribusi Subsektor Seni Rupa Terhadap Total Konsumen Rumah Tangga Ekonomi Kreatif (2013)
Sumber Data: BPS
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor Nilai Ekspor adalah nilai yang didapat berdasarkan perhitungan karya seni rupa yang dijual ke luar negeri. Data ekspor yang dipublikasikan oleh BPS jauh lebih rendah dari nilai ekspor yang terjadi di lapangan. Sebagai perbandngan yang mendukung kesimpulan bahwa data tersebut lebih rendah dari seharusnya, juga bisa dilihat data Nilai Ekspor Seni Rupa 2013 yang dibuat oleh UN ComTrade (The United Nations Commodity Trade Statistics Database), di mana terlihat bahwa nilai yang terdata senilai Rp1.057.967.888.400,- yaitu sekitar 9 kali lipat dari Nilai Ekspor yang terdata oleh BPS, yaitu Rp11.405.400.000,Melihat jauhnya perbedaan nilai-nilai ekspor antara pendataan CommTrade dan BPS, maka disimpulkan bahwa data Ekspor Seni Rupa yang didapat dari BPS bukanlah data yang representatif untuk menilai Kontribusi ekspor subsektor Seni Rupa. Tabel 3 - 2 Ekspor Ekonomi Kreatif Indonesia Tahun 2010-2013 (Juta Rupiah)
SEKTOR
76
URAIAN
2010
2011
2012
2013*
1
Periklanan
16,728.0
17,629.5
18,889.3
19,932.2
2
Arsitektur
88,549.0
93,285.6
99,792.0
104,258.7
3
Seni Rupa
9,951.0
10,727.2
10,989.6
11,405.4
4
Kerajinan
15,539,776.5
17,773,447.0
20,176,373.9
21,723,601.0
5
Desain
1,484,368.6
1,551,788.6
1,611,491.5
1,612,590.7
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
6
Mode
62,470,814.2
67,896,022.7
70,120,777.1
76,788,615.1
7
Film, Video, dan Fotografi
595,839.0
596,302.4
612,306.3
639,438.5
8
Permainan Interaktif
568,808.4
572,056.2
588,034.5
593,039.6
9
Musik
899,558.7
909,294.5
913,803.0
934,236.7
10
Seni Pertunjukan
251,059.0
252,880.8
253,521.7
259,318.5
11
Penerbitan & Percetakan
1,669,121.4
1,707,399.6
1,750,281.5
1,755,826.3
12
Teknologi Informasi
1,021,332.0
1,066,255.9
1,107,831.9
1,125,528.4
13
Radio dan Televisi
1,335,320.0
1,378,471.6
1,447,760.2
1,509,450.1
14
Riset dan Pengembangan
70,528.0
71,355.8
73,299.0
74,665.6
15
Kuliner
10,681,281.0
11,293,246.7
11,359,651.2
11,816,125.0
96,703,034.8
105,190,164.0
110,144,802.7
118,968,031.8
Ekspor Non Ekonomi Kreatif
1,487,970,765.2
1,850,630,836.0
1,889,235,127.3
1,960,973,294.2
Total Ekspor Indonesia
1,584,673,800.0
1,955,821,000.0
1,999,379,930.0
2,079,941,326.0
Ekspor Ekonomi Kreatif
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3 - 3 Ekspor Seni Rupa (2010-2013)
INDONESIA: EXPORT VALUE OF CREATIVE GOODS (US$000- thousand usd) HS 2002
DESKRIPSI
KLASIFIKASI DALAM BUKU EKONOMI KREATIF
2010
2011
2012
2013
9
Carpets
Kerajinan
28,111.61
35,601.06
34,208.82
38,810.57
10
Celebration
Seni Pertunjukkan
8,340.46
7,713.65
8,475.63
7,671.68
11
Other
Kerajinan
111,416.23
98,516.49
92,727.52
41,211.98
12
Paperware
Kerajinan
1,987.72
90.45
36.67
166.31
13
Wickerware
Kerajinan
34,135.44
47,206.68
74,838.27
72,385.13
14
Yarn
Kerajinan
60,221.04
54,220.86
64,481.51
90,691.07
15
Film
Video, Film, Fotografi
1.36
51.58
63.73
355.08
16
CD, DVD, Tapes
Video, Film, Fotografi
2,937.20
4,925.62
944.80
289.45
17
Architecture
Arsitektur
188.56
122.34
6.93
12.01
18
Fashion
Fesyen
183,083.47
214,434.67
250,866.73
251,209.84
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
77
HS 2002
DESKRIPSI
KLASIFIKASI DALAM BUKU EKONOMI KREATIF
2010
2011
2012
2013
19
Glassware
Desain
31,974.24
27,512.77
30,937.79
26,442.71
20
Interior
Desain
1,509,800.50
1,269,549.88
1,356,329.25
1,350,987.63
21
Jewellery
Desain
233,759.31
284,183.28
171,327.30
192,234.13
22
Toys
Desain
290,581.31
273,696.13
347,871.66
429,557.88
24
Video Games
Permainan Interaktif
4,123.24
7,517.67
5,168.17
4,307.83
25
Musical Instruments
Pasar Seni dan Barang Antik
395,450.44
459,599.78
483,323.09
478,478.03
26
Printed Music
Musik
4.78
0.11
5.46
0.08
27
Books
Penerbitan dan Percetakan
35,939.81
24,662.73
17,174.28
22,043.30
28
Newspaper
Penerbitan dan Percetakan
103,731.08
103,777.02
110,017.84
108,457.60
29
Other Printed Matter
Penerbitan dan Percetakan
8,571.64
10,428.71
10,058.53
9,215.24
30
Antiques
Pasar Seni dan Barang Antik
14.60
0.43
0.31
0.34
31
Paintings
Pasar Seni dan Barang Antik
9,698.90
12,461.14
13,049.30
13,985.85
32
Photography
Video, Film, Fotografi
1,150.56
1,053.34
1,668.86
1,298.83
33
Sculpture
Pasar Seni dan Barang Antik
71,911.63
69,324.89
79,333.53
93,501.36
3.127.135.126
3.006.651.267
3.152.915.982
3.233.313.916
TOTAL Sumber: COMTRADE
Diperkirakan bahwa rendahnya perhitungan ini disebabkan karena ruang lingkup Klasifikasi Baku Lapangan Industri yang digunakan sebagai acuan BPS juga jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan dinamika di lapangan. 78
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Gambar 3 - 5 Pertumbuhan Ekspor Subsektor Seni Rupa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tim Studi mengadakan pendataan cepat untuk mengumpulkan kemungkinan nilai ekspor yang datanya tersedia secara terbuka, yaitu data lelang karya Indonesia di acara-acara lelang luar negeri, sebagai acuan kemungkinan nilai ekspor. Namun pendataan lelang ini tidak bisa sepenuhnya didefinisikan sebagai nilai ekspor karena ada kemungkinan, walau tidak terlalu besar, bahwa karya seni rupa Indonesia yang disuplai ke balai-balai lelang ini sebagian merupakan karya dari luar negeri, yang mana menjadikan karya tersebut bukan sebagai benda ekspor negara Indonesia. Namun data lelang ini bisa juga untuk menjadi acuan penilaian seberapa tinggi permintaan pasar atas karya-karya seni rupa Indonesia melalui Balai Lelang. Perlu dipertimbangkan juga bahwa jalur ekspor karya seni rupa Indonesia bukan hanya melalui Balai Lelang, tapi juga bisa melalui: 1. Galeri Indonesia yang menjual langsung ke luar negeri 2. Karya seni rupa Indonesia yang dipamerkan oleh Galeri luar negeri 3. Penjualan secara langsung dari seniman kepada pembeli di luar negeri. 4. Penjualan yang terjadi karena acara-acara seni lainnya di luar negeri, selain karena pameran di galeri atau lewat balai lelang. 5. Penjualan kepada museum-museum luar negeri. Selama ini, dalam perhitungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, seni rupa dinilai berdasarkan kontribusi ekonomi seperti yang dijabarkan di bab ini. Perhitungan dilakukan berdasarkan data dari BPS. Maka perumus menganjurkan untuk metode pendataan dan perhitungan kontribusi ekonomi untuk dievaluasi dan diubah dengan sistem yang bisa menarik data yang lebih riil dari lapangan.
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
79
Tabel 3 - 4 Data penjualan Beberapa Karya Seni Rupa
TANGGAL
BALAI LELANG
NEGARA
JUDUL LELANG
HASIL TOTAL DALAM RUPIAH
25-May-03
Larasati
Hong Kong
United Auctioneers 2013 Modern & Contemporary Art Spring Auction
Rp 8,168,469,273
4-Aug-13
Borobudur
Singapore
Asian Contemporary & Modern Art and Fine Jewellery
Rp 18,297,464,616
1-Sep-13
33 Auction
Singapore
Modern and Contemporary Asian Art Evening Sale
Rp 20,952,508,968
6-Oct-13
Sotheby’s
Hong Kong
Modern and Contemporary Southeast Asian
Rp 60,771,377,788
13-Oct-13
Masterpiece
Malaysia
Fine Art Auction
Rp 2,528,976,210
3-Nov-13
Larasati
Malaysia
Henry Butcher Malaysian & Southeast Asian Art Auction
TOTAL
Rp 862,460,954
Rp 111,581,257,809
Kategori-kategori lapangan usaha harus dievaluasi dan disesuaikan berdasarkan pemetaan yang sudah dilakukan disini. Sedangkan data-data dan acuan perhitungan di bawah ini bisa menjadi masukkan bagi pelaku industri seni rupa untuk melihat cara penilaian secara ekonomi terhadap seni rupa.
3.2 Kebijakan Pengembangan Seni Rupa Analisis kebijakan seni rupa berikut disusun berdasarkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan sektor seni rupa dan telah diberlakukan di Indonesia. Pembagian kategori analisis disusun berdasarkan 8 isu kebijakan yang dihadapi dunia seni rupa saat ini. Analisis dilakukan dengan menjelaskan penafsiran mengenai Perundang-undangan yang telah berlaku, baik kekurangan dan kelebihannya, serta implementasinya di lapangan. Beberapa rekomendasi juga diajukan berdasarkan penelaahan isi peraturan perundangan tersebut, dengan kondisi yang terjadi di seni rupa Indonesia saat ini.
3.2.1 Pengarsipan dan Konversi Undang-undang No. 43 atau 2009 Tentang Kearsipan BAB 1 Pasal 1 No.17 Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi. BAB I Pasal 1 No.24 Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya.
80
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB III Bagian Kesatu Pasal 6 No.1 Penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional. BAB III Bagian Keenam Pasal 30 Ayat 2 huruf b Pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui penyelenggaraan, pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan; Undang-undang No. 11 atau 2010 Tentang Cagar Budaya BAB I Pasal 1 No.12 Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Undang-undang No. 5 atau 1992 Tentang Cagar Budaya Analisis: Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa salah satu tujuan pengarsipan adalah untuk menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang, ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa. Dalam Bagian Kesebelas bagian Pendanaan, yaitu pasal 38 dan 39 kurang dijelaskan mengenai pendanaan keberlangsungan lembaga arsip yang telah terbentuk. Klasifikasi bidang kearsipan dalam hal ini masih membedakan antara arsip Daerah dan arsip Nasional, belum merujuk pada arsip bidang tertentu seperti arsip seni rupa dan bidang seni lainnya. Kekurangan pada implementasi penyelenggaraan kearsipan terwujud dalam tidak maksimalnya peran pemerintah maupun ANRI dalam membentuk jaringan arsip nasional. Dalam kasus di bidang seni rupa, sistem yang dibangun saat ini berdasarkan kerja inisiatif kelompok yang kemudian mendapatkan dukungan dari lembaga hibah luar negeri. Dengan melihat potensi yang sangat besar di sektor seni rupa, penguatan dalam pengarsipan adalah hal yang sangat mendasar demi menjaga kelangsungan hasil pengetahuan dan pemikiran para pelaku seni rupa saat ini dan yang terdahulu. Jika melihat penjelasan dalan Undang-undang tersebut, dengan implemetasi yang maksimal dalam hal penyelenggaraan, pendanaan dan pendidikan pengarsipan, bukan tidak mungkin budaya pengarsipan seni rupa di Indonesia akan semakin kuat. Dalam analisa hasil penelitian “Kajian Kerangka Hukum Untuk Kegiatan Kesenian dan Kebudayaan” yang dilakukan oleh PSHK menyebutkan bahwa, UU No. 5 atau 1992 tidak memberikan acuan bagi pemerintah dalam melakukan perlindungan dan pelestariannya secara baik. Undang-undang ini telah menempatkan pemerintah dalam posisi sebagai regulator dan operator. Posisi ini rentan pada lemahnya implementasi undang-undang.
3.2.2 Kepabeanan Undang-undang No.17 atau 2006 Tentang Perubahan atas UU No.10 atau 1995 Tentang Kepabeanan Bagian Kelima, Pasal 25 No.1 huruf d, e dan f. Pembebasan bea masuk diberikan atas impor: d. Barang kiriman hadiah atau hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam; e. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam; f. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
81
Penjelasan: Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan kebudayaan yaitu barang yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara. Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian terkait. Analisis: Pada dasarnya, Undang Undang ini mengisyaratkan bahwa barang keperluan kebudayaan mendapatkan pembebasan bea masuk, dengan rekomendasi dari kementrian terkait. Permasalahan di lapangan ialah, tidak adanya parameter yang jelas mengenai definisi barang kebudayaan yang meningkatkan hubungan antarnegara. Selain itu, kegiatan pameran seni rupa yang dilaksanakan dengan sifat nonkomersial mendapatkan perlakuan yang sama dengan barang yang bersifat komersil lainnya. Regulasi yang jelas mengenai ini, serta peran aktif kementrian terkait sudah seharusnya bisa menjembatani masalah tersebut. Hal ini diharapkan bisa mengurangi tindakan sewenang-wenang aparat pabean yang menetapkan aturan berbelit-belit hingga pemerasan. Ketidakjelasan posisi sektor seni rupa dalam wilayah kementerian semakin mempersulit akses para perupa maupun penyelenggara pameran berskala internasional dalam urusan kepabeanan.
3.2.3 Etika Tampilan – Pornografi Undang-undang No.44 atau 2008 Tentang Pornografi BAB I Pasal 1 Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. BAB II Larangan dan Pembatasan Pasal 4 No.1 Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. Kekerasan seksual; c. Masturbasi atau onani; d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. Alat kelamin; atau f. Pornografi anak. Penjelasan Pasal 3 Perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur berdasarkan undangundang yang berlaku.
82
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Pasal 6 Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya. Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau di lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga yang dimaksud. Analisis: Disahkannya Undang Undang Pornografi menimbulkan kontroversi dikalangan pelaku seni terutama berkaitan dengan isu kebebasan berekspresi. Dalam Undang Undang ini, definisi pornografi tidak dijelaskan dengan jelas, seperti ada kata “tampilan yang mengesakan telanjang” yang sangat relatif tanpa ukuran yang jelas. Selain itu, kalimat “yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat” juga menimbulkan tafsir yang membingungkan karena definisi norma kesusilaan di masyarakat sendiri tidak tertuliskan dengan jelas. Pada Pasal 3 bagian Penjelasan disebutkan bahwa perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku. Mengenai ini, sangat disayangkan bahwa Undang Undang yang dimaksud masih tidak jelas, dan perlindungan itu hanya terbatas pada “seni dan budaya yang termasuk cagar budaya”. Itu berarti, benda seni yang termasuk kategori cagar budaya ialah: berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa (UU No.11 atau 2010). Dalam melihat dinamika seni rupa saat ini, tentu undang undang pornografi ini sangat bertentangan dengan kebebasan berekspresi yang menjadi nafas setiap insan kreatif di tanah air. Salah satu kasus yang sempat mencuat dalam dunia seni rupa berkaitan dengan isu pornografi ini ialah instalasi “Pink Swing Park” karya Agus Suwage dan Davy Linggar pada CP Biennale 2005 di Museum Bank Mandiri. Karya ini mendapatkan kecaman dari sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama, dan terpaksa harus diturunkan ketika pameran masih berlangsung. Padahal muatan karya tersebut masih bisa diperdebatkan apakah termasuk pornografi atau tidak. Sangat disayangkan bahwasanya tidak ada ketegasan dari aparat dan pemerintah dalam menyikapi kesewenang-wenangan sekelompok orang tertentu yang mencederai kebebasan berekspresi masyarakat.
3.2.4 Pendidikan Seni •
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 39 atau 1984 (39 atau 1984) - Tentang Pendirian Institut Seni Indonesia Yogyakarta
•
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 21 atau 1992 - Tentang Pendirian Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta
•
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 59 atau 1995 - Tentang Pendirian Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung
•
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 56 atau 1999 - Tentang Pendirian Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padang Panjang
•
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 atau 2003 - Tentang Pendirian Institut Seni Indonesia Denpasar
•
Undang-undang No.20 atau 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
83
•
Undang-undang No.12 atau 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
•
Peraturan Pemerintah No.60 atau 1999 Tentang Pendidikan Tinggi
Analisis: Empat dari lima Keputusan Presiden di atas memiliki tujuan yang sama mengenai pendirian sekolah tinggi seni, yaitu untuk mengembangkan kebudayaan daerah sebagai bagian kebudayaan nasional. Satu di antaranya ialah sebagai penggabungan beberapa perguruan tinggi seni di Yogyakarta menjadi ISI Yogyakarta. Keempat Perpres tersebut tidak menjelaskan secara tajam mengenai arah dan tujuan setiap sekolah tinggi seni tersebut dalam menyikapi kemajuan berpikir dan berekspresi di bidang kesenian. Kecenderungan yang terjadi kemudian ialah hanya pelestarian budaya tradisi, bukan berusaha mengkaji atau mengembangkan budaya baru yang relevan dengan konteks saat ini. Selebihnya, mengenai pendidikan seni di Indonesia, tidak ada penetapan yang lebih mendalam. Beberapa Undang Undang mengenai pendidikan atau pendidikan tinggi hanya menyebutkan seni dan budaya sebagai klasifikasi baku penyelenggaraan pendidikan, seperti terdapat dalam UU No.20 atau 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No.12 atau 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, dan Peraturan Pemerintah No.60 atau 1999 Tentang Pendidikan Tinggi.
3.2.5 Hak Kekayaan Intelektual Undang-undang Tentang Hak Cipta tahun 2014 BAB I Pasal 1 angka 1 Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudakan dalan bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 2 Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengahsilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Pasal 1 angka 3 Ciptaan adalah setiap hasil atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Pasal 1 angka 5 Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak ekslusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. BAB II Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaskud dalam pasal 3 huruf a merupakan hak ekslusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pasal 10 Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Pasal 16 ayat 3 Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia 84
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB III Pasal 26 Pembatasan Perlindungan a. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; b. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan c. Untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. BAB IX Masa Berlaku Hak Ekonomi Pasal 58 ayat 1 a. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; c. Alat peraga yang dibuat untuk untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama, drama musikal, f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar. ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, patung, atau kolase; g. Karya arsitektur; h. Peta; dan i. Karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Analisis: Undang-undang Tentang Hak Cipta yang disahkan pada tahun 2014 ini merupakan pengganti dari Undang-undang No.19 Tahun 2002 (UU 19/2002) tentang Hak Cipta yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-undang yang baru. Beberapa perubahan terjadi dalam Undang-undang ini, salah satunya mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam UU 19/2002 Pasal 29 ayat (1) disebutkan selama masa hidup pencipta dan 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia, sedangkan dalam Undang-undang Hak Cipta yang baru, masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi. Pada Pasal 57 ayat (1) UU Tentang Hak Cipta, hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berangsung hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dalam Undang-undang baru ini, terdapat poin menarik ketika pada Pasal 10 terdapat larangan bagi pengelola perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
85
Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Dengan pidana atas pelanggaran tersebut yaitu denda paling banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dijelaskan pada Pasal 114. Undang-undang baru ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadinya jual putus (sold flat) pada karya tulis, lagu dan musik yang dijual atau dialihkan hak ekonominya akan berlaih lagi kepada pencipta setelah jangka waktu 25 tahun, seperti tercantum dalam Pasal 18 dan 30. Beberapa pengecualian juga jelas tercantum dalam Undang-undang ini selama penggandaan Ciptaan atau produk Hak Terkait digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan yang semakin baik ini, perlu juga dilakukan implementasi yang serius berkaitan dengannya. Berkaca pada peristiwa sebelumnya di dunia seni rupa, seorang pemalsu lukisan Nyoman Gunarsa (seniman asal Bali) divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar pada 2007 silam. Alasan dibebaskannya terdakwa pemalsu lukisan tersebut ialah karena Majelis Hakim menganggap gugatan Nyoman Gunarsa tersebut lemah, dan lukisan asli Nyoman Gunarsa belum didaftarkan menjadi Hak Kekayaan Intelektual, sehingga pada kasus tersebut dianggap tidak terjadi pelanggaran terhadap Undangundang Hak Cipta No.19 atau 2002. Padahal, dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No.19 atau 2002 tersebut disebutkan bahwa Hak Cipta tersebut timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan.
3.2.6 Posisi Seni dalam Kebijakan Pariwisata Undang-Undang No. 10 atau 2009 Tentang Kepariwisataan Keputusan Presiden No. 22 atau 2011 Tentang Badan Promosi Pariwisata Indonesia Analisis: Baik dalam Undang-undang Kepartiwisataan maupun Keputusan Presiden Tentang Badan Promosi Pariwisata Indonesia, isu yang banyak dibahas ialah mengenai kelembagaan Kepariwisataan. Promosi citra nasional sangat ditekankan dalam keduanya. Meskipun pada implementasinya, terutama di sektor seni rupa masih sangat sedikit upaya pemerintah untuk melakukan promosi ke masyarakat luas. Kecenderungan pemerintah masih melihat kebudayaan tradisional sebagai potensi utama yang citranya terus diangkat, tak terkecuali di seni rupa. Seni rupa Indonesia yang sering diangkat citranya tidak pernah menyentuh ranah seni rupa kontemporer yang justru benrkembang sangat pesat baik dalam skala nasional mapun global. Adanya peningkatan sosialisasi pemerintah untuk pencitraan nasional di sektor seni rupa, akan semakin memunculkan potensi seni rupa baik di tingkat nasional ataupun global.
3.2.7 Insentif Pajak Perusahaan Swasta untuk Sumbangan Kesenian Undang-undang No. 11 atau 2010 Tentang Cagar Budaya BAB IV Pasal 22 No.2 Insentif berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan dan atau atau pajak penghasilan dapat diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah kepada pemilik Cagar Budaya yang telah melakukan perlindungan Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah No.93 atau 2010 Tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
86
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Peraturan Menteri Keuangan No. 76 atau Pmk.03 atau 2011 Tentang Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Analisis: Dalam Undang-undang No. 11 atau 2010 Tentang Cagar Budaya, pengurangan pajak bumi dan bangunan atau pajak penghasilan memberikan makna positif dalam pengembangan potensi kebudayaan di Indonesia. Namun, dalam kaitannya dengan sumbangan dari Wajib Pajak Peraturan Pemerintah masih belum memasukan sumbangan untuk sektor seni budaya dalam kategorinya. Menurut hasil laporan penelitian PSHK tentang Kajian Kerangka Hukum Untuk Kegiatan Kesenian dan Kebudayaan, alasan pemerintah untuk menolak memasukkan komponen tersebut, karena proses perumusan undang undang yang telah selesai dan tinggal menunggu penetapan. Adanya Peraturan Pemerintah yang menambahkan pemberlakuan insentif pada sektor seni dan budaya akan sangat membantu keberlangsungan komunitas-komunitas seni yang selama ini terus bertahan dengan berbagai cara.
3.2.8 Dewan Kesenian (dan Taman Budaya) Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5A atau 1993 Tentang Pembentukan Dewan Kesenian dan Pembangunan Gedung Kesenian Analisis: Peraturan mengenai pembentukan Dewan Kesenian di Indonesia masih kurang kuat, karena masih berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri. Peningkatan Instruksi Mendagri menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri atau bahkan Peraturan Presiden akan lebih memperkuat landasan Undang-undang yang menaungi Dewan Kesenian di seluruh daerah di Indonesia. Keberadaan Dewan Kesenian dan Taman Budaya di setiap daerah sangat vital, terutama dalam memberikan ruang kepada para pelaku seni di wilayahnya. Sayangnya, dalam FDG di sektor seni rupa dijelaskan bahwa sarana dan ruang yang telah ada tidak didukung dengan program pengembangan yang baik. Rekomendasi terpenting adalah revitalisasi taman budaya di setiap daerah, yang akan berdampak pada pemerataan dan desentralisasi kegiatan kesenian, khususnya seni rupa di Indonesia yang masih terpusat di pulau Jawa dan Bali.
3.3 Struktur Pasar Seni Rupa Struktur Pasar Seni Rupa mencakup struktur yang mendukung pemasaran Produk Pengetahuan, dan pemasaran Produk Karya Seni. Industri Utama: Perputaran pasar Produk Pengetahuan terjadi diantara Individu Pelaku Seni, Komunitas atau Kelompok Seni, sektor-sektor riset dan pengembangan, Museum, Institusi Pendidikan, dan event-event yang mengikutsertakan program workshop seni rupa, simposium, dsb. Produk Pengetahuan seni rupa Indonesia sudah tersebar baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam setahun puluhan pelaku seni, baik kurator, seniman, periset, diundang dan dibiayai institusi internasional untuk membagikan ilmu dan jasanya.
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
87
Produk karya seni umumnya dipasarkan lewat galeri, balai lelang, Kelompok Seni, Art Dealer, ruang publik. Tercatat sebanyak 93 kelompok seniman (Indonesian Visual Art Archive 2013) yang mendorong terjadinya distribusi produk, jasa, dan penyediaan lapangan kerja. Balai Lelang didominasi oleh dua balai lelang internasional yaitu Christie’s dan Sotheby’s. Sedangkan balai lelang lokal didominasi oleh Larasati, Borobudur, Masterpiece, Sidharta, 33 auction. Suplai balai lelang didominasi oleh individual art dealer, galerist, dan kolektor yang ingin menjual karya yang sudah dibelinya. Galeri dan ruang pamer seni rupa yang aktif masih tersentralisasi di Jawa dan Bali, baik ruang untuk industri utama maupun untuk industri paralel. Tercatat 46 galeri komersil yang terletak di Jakarta, Yogya, Semarang, Surabaya, Bali, Bandung (Indonesian Visual Art Archive 2014). Pelaku-pelaku galeri memperpanjang cakupannya dengan mendirikan ruang dan menjalankan pameran di luar negeri, termasuk melalui keikutsertaan di Art Fair. Beberapa galeri luar negeri secara konsisten dan regular menampilkan karya-karya seniman Indonesia, terutama galeri Eropa dan Singapura. Produk yang ditawarkan dari pasar seni rupa adalah: ide atau konsep kreatif yang dimanifestasikan dalam bentuk dan teknis yang kreatif, dengan ciri-ciri estetika yang khas. Bentuk permintaan adalah karya kreatif yang eksklusif dan merupakan manifestasi keahlian teknis estetika dan intelektual dari penciptanya. Produk Seni lukis mendominasi pasar seni rupa, walau seni video dan fotografi mulai dikoleksi. Dorongan dari sektor pengembangan mengenai seni media baru sudah terjadi dengan gencar, namun gap kesatuan pehamaman yang besar antara sektor pengembangan dan sektor komersil menjadikan sempitnya jalur pemasaran untuk karya media baru. Isu-isu lemahnya perlindungan HAKI juga menjadi penghambat bagi kegiatan koleksi seni media yang sifatnya bisa digandakan. Dalam Struktur pasar Industri Paralel, pelaku seni bisa menjadi penjual produknya tanpa perantara atau melalui toko merchandise, gallery shop, museum shop,community shop, kios barang seni, online shop. Produk seni rupa banyak diserap oleh industri penerbitan dan properti, dalam struktur Industri Pendukung Permintaan. Sedangkan dalam Industri Pendukung Suplai seni rupa banyak menyerap industri-industri yang beraneka ragam. Terjadinya pasar atau sistem interaksi ekonomi di pasar seni rupa tidak semata-mata hanya terbatas pada proses jual beli karya yang konkret, yaitu berupa produk karya seni, tapi sering juga tercipta suatu interaksi ekonomi yang lebih luas lewat proyek-proyek yang bersifat lebih abstrak, dan juga lewat kegiatan-kegiatan terkait yang terjadi dari proses suplai dan demand dalam pelaksanaan kegiatan seni rupa.
88
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Struktur pasar seni rupa mencakup sistem jual beli yang terjadi secara konkret, di mana ruang dan produk hadir secara kasat mata dan transaksi terjadi di ruang tersebut, maupun secara abstrak, di mana penjualan terjadi tanpa kehadiran produk yang kasat mata. Pasar abstrak ini bisa terjadi dengan karya-karya ‘commissioned work’ misalnya, di mana institusi memberikan kepercayaan kepada seniman untuk menciptakan karya seni baru berdasarkan pertimbangan konsep yang disetujui semata. Atau bisa juga melalui proses online, yang umumnya terjadi hanya melalui balai lelang, yang mana penilaian value karya berdasarkan kredibiltas karya dan seniman yang sudah diketahui dan dipercayai oleh calon pembeli. Pasar Persaingan Sempurna di mana harga pasar terjadi dengan pertimbangan pertimbanagn sejarah dan kredibilitas karya dan seniman sebagai pelaku, di mana tidak terjadi provokasi untuk melambungkan harga jual lebih dari harga pasar normal. Pasar Persaingan Tidak Sempurna, terjadi di Balai Lelang, di mana terjadi provokasi terencana dan tidak terencana untuk membentuk harga jual on-off dari karya seni tertentu, yang bisa walau tidak seharusnya memprovokasi harga pasar normal dari karya-karya lain seniman tersebut.
3.4 Daya Saing Seni Rupa Reputasi yang telah dibangun oleh para pelaku kreatif seni rupa di kancah lokal, regional, maupun global telah memberikan daya saing yang cukup tinggi bagi industri seni rupa. Bila dilihat dari penilaian Daya Saing, Sektor Seni Rupa memiliki potensi daya saing yang paling besar dalam Industri Kreatif Indonesia, dengan nilai total 7,7. Peran Komunitas untuk berjejaring berhasil membuka jalan bagi seni rupa Indonesia untuk bersaing di kancah global melalui forum-forum penting seperti Biennale, Art Fair, dan forum-forum diskusi seni rupa. Posisi industri seni rupa Indonesia yang cukup kuat, terutama di lingkup regional Asia Tenggara. Pada dasarnya, pasar lokal cukup protektif pada karya bangsanya sendiri dan secara sadar mendominasi koleksinya dengan karya-karya Indonesia. Perhatian dunia yang teralih ke Asia Tenggara saat ini menjadikan Indonesia salah satu primadona baru di dalam lingkup karya-karya Asia Tenggara. Sayangnya perkembangan yang menjanjikan ini tidak diiringi dengan pemahaman pemerintah maupun masyarakat mengenai perkembangan seni rupa Indonesia saat ini. Perubahan paradigma sudah seharusnya terjadi dengan lebih melihat seni rupa pada perkembangan terkininya. Potensi sumber daya kreatif yang begitu besar di sektor ini perlu terus didorong untuk seluas-luasnya disosialisasikan kepada semua lapisan masyarakat. Dengan begitu, diharapkan dapat terciptanya national branding seni rupa yang didukung secara terpadu oleh pelaku seni dan pemerintah. Pada matriks daya saing seni rupa, nilai terendah terletak pada pilar Sumber Daya Pendukung, terutama di bidang pengadaan dan pengolahan bahan baku dalam negeri. Titik lemah berikutnya terletak pada Infrastruktur dan Teknologi, yaitu pada pengadaan alat-alat pendukung produksi dan penguasaan teknologi yang sudah ada, serta jaringan telekomunikasi (Internet). Sebagai Sumber Daya Pendukung Budaya, peran komunitas dan lembaga konservasi sangat penting sebagai fasilitas proses produksi, alat sosialisasi dan branding. Lembaga arsip telah tersedia dan terorganisir dengan sangat baik, namun sampai saat ini tidak menerima dukungan dari pemerintah. Keberadaan lembaga arsip sangatlah penting untuk: penyimpanan sejarah, materi pendidikan, fasilitasi riset dan pengembangan, serta pendukung materi konsep produksi.
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
89
Gambar 3 - 6 Daya Saing Subsektor Seni Rupa
Hal yang paling penting untuk didorong demi peningkatan daya saing subsektor seni rupa saat ini adalah sosialisasi dan peningkatan literasi seni rupa. Kondisi pembentukan citra budaya bangsa sangatlah lemah, dan terancam dari potensi keberlanjutan, salah satunya karena kepasifan museum-museum negara dalam mengoleksi dan mempresentasikan bukti-bukti perkembangan budaya bangsa. Desentralisasi di bidang pendidikan dan arus informasi juga perlu dilakukan, dimana selama ini terfokus pada Pulau Jawa dan Bali. Revitalisasi taman-taman budaya yang tersebar di setiap provinsi di seluruh Indonesia bisa membantu penyebaran perkembangan seni Indonesia. Kebijakan terprogram dalam hal pembiayaan penelitian, pengembangan produksi dan pemasaran akan meningkatkan iklim industri yang lebih kondusifuntuk peningkatan daya saing subsektor seni rupa.
3.5 Potensi dan Permasalahan dalam Pengembangan Seni Rupa 3.5.1 Isu-isu strategis Seni Rupa Dalam pemetaan perkembangan seni rupa, ditemukan beberapa poin isu strategis yang harus dijabarkan sebagai acuan untuk menentukan strategi pengembangan subsektor seni rupa. Isu-Isu ini dikelompokan dalam beberapa bagian.
A. SUMBER DAYA KREATIF Faktor pertama dan terpenting dari terjadinya industri kreatif adalah pelaku yang berproduksi dengan dorongan intuisi, intelektual, dan keahlian yang terlatih. Sumber Daya Kreatif yang dimaksud di sini mencakup individu yang sedang, atau akan bekerja di dalam industri seni, maupun individu yang sedang dan akan bekerja di sektor pendukung. Untuk keberlangsungan industri kreatif yang sehat, produktif dan berkelanjutan, diperlukan terjadinya penciptaan Sumber Daya Kreatif dengan kualitas, etos kerja, keragaman keahliandan wawasan yang baik, melalui cara-cara:
90
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
−− Pendidikan, Formal dan Non Formal. Pendidikan teknis, manajerial, dan pengembangan wacana. −− Lingkungan Pengembangan: Lembaga riset dan pengarsipan. Komunitas atau Kelompok Seni Rupa. −− Desentralisasi ruang pendidikan. Selama ini ruang pendidikan seni rupa, baik lembaga pendidikan formal maupun komunitas, penyebarannya kurang merata, berpusat pada pulau Jawa dan Bali dengan dominasi sekitar 90%.
B. SUMBER DAYA PENDUKUNG Untuk mendukung produktivitas pelaku seni rupa, dibutuhkan sumber daya pendukung, baik yang sifatnya merupakan kebutuhan pokok untuk berkreasi, sumber daya yang menginspirasi, ataupun yang sifatnya mendukung kelancaran sistem kerja. Sumber daya pendukung itu adalah: •
Bahan: Ketersediaan bahan yang berkualitas dan berdaya saing.
•
Alat dan Teknologi: ketersediaan alat dan teknologi yang disertai dengan keahlian SDM untuk menggunakan atau mengolahnya.
•
Sumber Daya Budaya: masyarakat, komunitas, literasi seni dan budaya.
C. PEMBIAYAAN Pembiayaan, terutama bagi Lingkungan Pengembangan, masih merupakan permasalahan yang harus diprioritaskan. Selama ini organisasi-organisasi not-for-profit, seperti komunitas dan lembaga pengarsipan, yang berperan sangat penting bagi Lingkungan Pengembangan, menggantungkan sebagian besar akses pembiayaannya pada lembaga funding luar negeri. Begitu juga platformplatform not-for-profit, yang berperan penting untuk standardisasi pengembangan wacana, harus menggantungkan diri pada sponsor swasta atau dana dari luar negeri. Platform penting seperti Biennale mendapatkan sebagian dananya dari pemerintah daerah, misalnya Jakarta Biennale melalui Dewan Kesenian Jakarta, namun di banyak kasus, dana yang diberikan sangatlah minim, bahkan untuk mendapatkan 10% dari biaya produksi harus melewati perjuangan dan birokrasi yang sulit. Dibutuhkan pembenahan di lembaga funding, akses kepada funding, dan manajemen funding yang ada. Dibutuhkan juga pelatihan di bidang manajemen modal pribadi.
D. INFRASTRUKTUR Infrastruktur seni rupa selama ini bergantung pada infrastruktur organik inisiasi pelaku kreatif yang membentuk komunitas, organisasi pendukung, dan berjejaring untuk distribusi dan sosialisasi. Fasilitasi Lingkungan Pengembangan yang berkualitas dan berkelanjutan menjadi isu yang krusial untuk dianalisa dan dicari solusi-solusi permasalahannya untuk keberlangsungan substansi seni rupa. Isu-isu mengenai bangunan dan lembaga yang membentuk infrastruktur seperti museum, lembaga pengarsipan, lembaga riset, dan institusi pendidikan menjadi isu yang penting untuk menentukan strategi pembangungan.
E. SOSIALISASI DAN PEMASARAN Isu yang perlu diketengahkan adalah sistem komunikasi distribusi informasi untuk perluasan penonton atau konsumen atau pasar baik lokal maupun luar negeri. Metode sosialiasi dan pemasaran yang didukung oleh kebijakan, program dan fasilitas pemerintah juga menjadi isu utama. BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
91
Literasi untuk penajaman pengertian masyarakat tentang seni rupa menjadi isu yang sangat penting dan berkaitan dengan strategi di bidang pendidikan, media massa, dan manajerial. Juga desentralisasi arus informasi dan pusat-pusat kegiatan yang saat ini aktivitasnya berpusat di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Perlu ditelaah juga forum presentasi sebagai forum pemasaran dan sosialisasi. Fokus pada presentasi-presentasi berskala internasional yang bertempat di dalam negeri, sebagai alat untuk membawa devisa negara, maupun perluasan interaksi ekonomi bagi industri pendukung. Sebagai pertimbangan: •
Presentasi skala internasional yang bertempat di dalam negeri, memberikan kesempatan: −− Perluasan penonton global −− Perluasan peluang pasar −− Memperbesar jaringan kerja −− Kesempatan menilik ulang standardisasi manifestasi konsep dan estetika −− Penerapan pendidikan manajemen seni −− Pendapatan (gaji) −− Pelatihan masyarakat lokal (melalui program publik, contohnya: workshop, program magang)
•
Presentasi skala internasional yang bertempat di luar negeri, memberikan kesempatan: −− Exposure penonton global −− Memperluas peluang pasar −− Memperbesar jaringan kerja −− Penerapan pendidikan manajemen seni
F. KELEMBAGAAN Dalam isu kelembagaan perlu ditilik hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah maupun asosiasi. Isu yang paling sering muncul adalah isu bea dan cukai. •
Kualitas ruang dan tenaga kerja di institusi pendidikan
•
Aktivasi dan manajemen ruang publik yang mendukung pengembangan, penelitian,pengarsipan, dan apresiasi, disertai oleh SDM dengan keahlian manajemen dan konservasi.
•
Lembaga dan Institusi yang mengatur dan mengawasi penerapan kode etik.
3.5.2 Prioritas Permasalahan A. MENGOPTIMALKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Termasuk di dalamnya adalah pembenahan sistem pendidikan dan pemerataan kuantitas dan kualitas pendidikan seni di Indonesia yang saat ini berpusat di Jawa-Bali. Potensi Sumber Daya Kreatif Seni Rupa Indonesia tergolong cukup besar dilihat dari reputasi yang sudah terbentuk di forum regional dan global, dan juga dari kuantitas seniman, namun kuantitas seniman ini tidak diimbangi dengan jumlah pelaku kreatif yang menekuni aspek manajerial, promosi, dan penulisan.
92
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Keahlian Manajerial yang dibutuhkan diantaranya adalah manajerial praktik seniman, termasuk didalamnya keahlian self-management yang sebaiknya dimiliki oleh setiap pekerja seni, manajerial acara seni, manajerial galeri komersil, manajerial organisasi nonprofit, dan manajerial bisnis seni rupa secara lebih luas. Keahlian di bidang promosi termasuk: keahlian self-promotion bagi setiap pekerja seni, pemahaman pemetaan industri seni rupa bagi setiap pekerja seni, promosi pelaku kreatif individual, promosi event lokal, promosi event internasional, pencitraan (branding) seniman individual, pencitraan komunitas, pencitraan lembaga konservasi, dan pencitraan seni rupa nasional. Sedangkan aspek penulisan yang perlu dikembangkan adalah: 1. Kuratorial, yang mencakup bukan hanya keahlian penulisan, tetapi juga riset, presentasi, manajerial, exhibition, conceptual thinking, komunikasi. 2. Kritik seni. 3. Riset dan penulisan pengembangan seni rupa. 4. Penulisan jurnalisme seni rupa.
B. DUKUNGAN PADA LINGKUNGAN PENGEMBANGAN Sistem pembiayaan yang paling dibutuhkan adalah pembiayaan bagi Lingkungan Pengembangan Produksi, di antaranya komunitas, lembaga pengarsipan, dan acara-acara seni yang membangun pencitraan nasional. Sebagai contoh dari permasalahn yang sangat penting untuk segera ditangani adalah keberlanjutan komunitas beserta program-program yang mereka bentuk sebagai pelayanan publik. Peran komunitas seperti yang sudah diterangkan di Bab 1 penting dalam pembentukan dan pengembangan individu kreatif, pembentukan citra budaya bangsa, dan wadah pengembangan produksi, yang paling dibutuhkan adalah sistem pembiayaan infrastruktur komunitas. Komunitas membutuhkan ruang fisik untuk mewadahi setiap kegiatannya. Permasalahan nyata yang dialami di aspek ini adalah ketiadaan fasilitas pembiayaan yang berkompromi dengan arus pembiayaan komunitas. Sampai tahun 2014, komunitas kita masih bergantung pada pembiayaan dari luar negeri dan usaha-usaha dari industri paralel komunitas tersebut, funding dan penghasilan dari komunitas oleh lembaga keuangan tidak dilihat sebagai penghasilan usaha kecil atau menengah, walau pada umumnya komunitas mampu menghasilkan pendapatan yang sama dengan usaha kecil dan menengah. Klasifikasi ini yang akhirnya menyulitkan approval dari sistem kredit untuk pembiayaan infrastruktur komunitas. Ketiadaan kebijakan sistem kredit ini menyebabkan komunitas tidak dimampukan untuk mendapatkan hak milik ruang, akibatnya terus terlibat di sistem penyewaan ruang yang merupakan liability. Hal ini melemahkan usaha investasi dan usaha kemandirian komunitas. Sangat penting untuk diadakannya kebijakan bagi sistem pembiayaan komunitas, dukungan terhadap klasifikasi bagi komunitas dan organisasi seni yang memudahkan mereka untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dari lembaga keuangan.
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
93
C. KONSERVASI DAN PENGARSIPAN Lembaga pengarsipan dan museum menjadi faktor paling penting dalam proses konservasi dan pengarsipan. Proses konservasi dan pengarsipan selain sebagai penyimpanan sejarah juga penting untuk dipresentasikan ke publik sebagai alat indikator kemajuan budaya bangsa, pengenalan budaya bangsa, dan untuk membangun kebanggaan akan citra nasional seni dan budaya bangsa. Terdata saat ini Indonesia memiliki 6 museum publik bagi seni rupa, dan 20 museum privat. Satu lembaga pengarsipan seni rupa yang terbesar adalah inisiasi privat, bersama dengan sejumlah lembaga pengarsipan dan lembaga riset dengan skala lebih kecil yang terkait di dalam ruang alternatif dan institusi pendidikan. Melihat angka itu terlihat dominasi yang jelas dari para pelaku privat dalam usaha konservasi pengarsipan, semua tanpa campur tangan dari pemerintah. Museum publik seni rupa Indonesia dalam aktivitas koleksinya sangatlah pasif terutama dalam koleksi seni kontemporer. Begitu juga dalam usahanya untuk menunjukkan koleksinya bagi masyarakat luas.
D. SOSIALIASI SENI RUPA DAN DUKUNGAN PEMERINTAH UNTUK MEMBENTUK PEMBANGUNAN CITRA SENI BUDAYA NASIONAL Reputasi dan kekhas-an karya yang ditawarkan seni rupa Indonesia telah membangun permintan dari pasar lokal dan internasional. Seperti yang telah diungkapkan di penjelasan Daya Saing Industri Seni Rupa Indonesia, sayangnya permintaan ini tidak terdukung secara terpadu antara pelaku seni dan pemerintah. Diperlukan pembangunan ikon-ikon dan citra seni rupa nasional melalui promosi, fasilitas ruang publik, dan lembaga konservasi. Citra seni ini berbarengan harus dibangun menargetkan pada perluasan penonton lokal dan internasional.
E. KEBIJAKAN BEA CUKAI DAN KEBIJAKAN DUKUNGAN LUAR NEGERI Arus keluar masuk produk dan pelaku seni rupa ke luar negeri bertambah dengan pesat sejak tahun 2007. Ditemukan permasalahan mengenai perlakuan bea dan cukai terhadap karya seni Indonesia yang masuk kembali ke Indonesia. Misalnya saat seniman kita diundang memamerkan karyanya di luar negeri, setelah pameran selesai dan karya dikembalikan ke Indonesia, karya tersebut mengalami masalah dalam proses bea dan cukai, di mana bisa terjadi seniman harus membayar puluhan juta untuk mengeluarkan karya tersebut dari pihak custom dan membawa pulang. Situasi seperti ini sangat mengorbankan seniman yang sudah mewakili Indonesia sebagai duta budaya di luar negeri, dan juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap nilai produk seni bangsa sendiri. Diperlukan kebijakan dan dukungan pemerintah yang spesifik untuk masalah ini.
F. POTENSI SUMBER DAYA PRODUKSI : BAHAN, ALAT DAN TEKNOLOGI DAN SDM YANG BELUM OPTIMAL Indonesia kaya akan bahan baku, namun diperlukan pengembangan dan pengolahan bahan baku ini menjadi materi medium yang siap pakai untuk produksi karya seni rupa. Sebagai contoh adalah bahan baku untuk medium keramik, Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar untuk diolah menjadi bahan dasar medium keramik, namun sayangnya teknologi pengolahan itu belum dikembangkan di Indonesia, dan seniman keramik Indonesia terpaksa masih mengimpor mayoritas dari bahan baku tersebut. Hal ini juga terjadi dengan medium-medium lain, di mana minimnya bahan baku buatan dalam negeri yang berkualitas dengan harga yang bersaing. Alat-alat teknologi seperti printer yang bisa mencetak dengan ukuran besar, dan tenaga manusia yang menguasai teknologi tersebut juga belum ada di Indonesia, akibatnya seniman Indonesia harus mengirimkan karyanya keluar negeri untuk dicetak dalam ukuran dan kualitas tertentu, menyebabkan ongkos produksi menjadi mahal.
94
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Tabel 3 - 5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Seni Rupa
NO.
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
1. SUMBER DAYA KREATIF 1
Banyaknya komunitas inisiatif menyediakan pendidikan nonformal, sekitar 30 perguruan tinggi yg mengajarkan seni rupa
1
Penyebaran masih berpusat di Jawa-Bali
2
Kombinasi antara pendidikan formal dan nonformal yang meningkatkan kualitas dan variasi jenis pengetahuan
2
Sarana dan tenaga pengajar masih berpusat di Jawa-Bali. Kurangnya tenaga pengajar dengan kualifikasi yg sesuai. Kurikulum pendidikan kuratorial baru dijalankan di satu perguruan tinggi
3
Didorongnya pengembangan kreativitas dan variasi teknis+medium di Lingkungan Pengembangan
3
Ketidakmampuan pasar untuk menerima variasi kreativitas dan teknis+medium. Kurangnya pendidikan teknis media baru
4
Adanya pelatihan manajerial lewat kerja nyata di komunitas-komunitas
4
Pendidikan untuk pemahaman pemetaan industri dan manajerial yang kurang
5
Banyaknya peluang beasiswa pendidikan formal dan pelatihan di luar negeri
5
Pelaku seni rupa indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain
6
Cukup banyaknya jumlah seniman dan lulusan sekolah seni
6
Terlalu sedikit tenaga kerja yang memiliki skill di bidang manajerial, konservasi, dan kurasi.
7
Literasi dan kesadaran akan hukum dan caracara perlindungan diri melalui kontrak dsb masih minim
2. SUMBER DAYA PENDUKUNG 1
Bahan baku dasar tersedia
1
Ketiadaan usaha pengolahan bahan baku dasar, misalnya keramik dan kain kanvas. Masih sangat menggunakan bahan-bahan impor
2
Inisiasi swasta yang mulai diaktifkan, adanya Indonesian Visual Art Archive (IVAA)
2
Belum ada usaha-usaha signifikan di bidang perlindungan (identifikasi, dokumentasi, rehabilitasi, revitalisasi, archiving) di bidang perlindungan sumber daya alam bahan baku seni rupa
3
Inisiasi pelaku yang selalu akif dalam pengembangan dan pelestarian sumber daya budaya lewat riset pribadi atau kelompok, dan pendirian lembaga riset inisiasi pelaku kreatif
3
Ketidakjelasan usaha pemerintah untuk memberikan usaha-usaha perlindungan seni dan budaya sesuai dengan perkembangan kini: a) museum publik yang tidak aktif, b) tidak ada museum publik yang mengoleksi karya kontemporer, c) tidak ada dukungan pada lembaga pengarsipan inisiasi pelaku kreatif
4
Program museum yang tidak aktif, baik dalam aktivitas koleksi maupun program pameran dan workshop untuk publik
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
95
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
NO.
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman) 5
Tidak adanya usaha pemerintah yang signifikan untuk distribusi pengetahuan seni dan budaya yang progresif kepada masyarakat luas.
6
Tidak adanya usaha terpadu dari pemerintah bersama dengan pelaku kreatif untuk penciptaan citra nasional
3. INDUSTRI 1
Inisiasi pelaku semakin aktif baik di dalam maupun luar negeri.
1
Manajemen pemasaran yang masih kurang
2
Semakin aktif dan meningkat, baik jejaring dalam negeri maupun global— terdata ada peningkatan keterlibatan seni rupa Indonesia yang melonjak tinggi di forum internasional selama 5 tahun terakhir
2
Minimnya dukungan pemerintah untuk pemasaran, sosialisasi dan dukungan bagi pelaku seni rupa Indonesia di luar negeri
3
Banyaknya komunitas yang produktif
3
Minimnya kesadaran pemerintah dan masyarakat dalam negeri tentang peran seni rupa sebagai duta budaya Indonesia
4
Hubungan kepada penggunaan jasa dan produk seniman dan jejaringnya mulai berjalan dengan baik
4
Komunitas yang terekspos di pemetaan keseluruhan masih terpusat di Jawa-Bali.
5
Kreativitas tinggi, penciptaan model usaha yang unik dan baru
5
Regulasi dan etika industri yang kurang jelas.
6
Beragam, baik dalam jenis usaha, medium, dan konsep
6
Kurangnya pemahaman dan kemampuan untuk branding
7
Kesadaran cukup tinggi akan kreativitas, konten dan penampilan karya yang baik
7
Kurangnya pengembangan dan penguasaan teknis di medium-medium tertentu
8
Kualitas finishing dan packaging yang maish harus ditingkatkan.
4. PEMBIAYAAN 1
Adanya peluang pembiayaan dari pemerintahan, dan dari sektor swasta dalam negeri
1
Regulasi pembiayaan infrastruktur bagi organisasi dan komunitas seni, di perspektif lembaga keuangan, masih dalam posisi lemah.
2
Adanya peluang pembiayaan dari luar negeri
2
Metode pembiayaan pemerintah yang tidak terprogram secara jelas
3
Harus bersaing dengan negara-negara lain
4
Minimnya penyebaran pengetahuan tentang akses dan cara-cara mendapatkan pembiayaan ini
1
Tidak adanya usaha terpadu dari pemerintah untuk bersama-dengan pelaku kreatif untuk menciptakan promosi terprogram dan membangun citra nasional seni rupa Indonesia
5. PEMASARAN 1
96
Komunitas seni rupa dan galerigaleri yang sangat aktif dengan usaha distribusi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
NO.
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
2
Konsumen global yang semakin meningkat bagi seni rupa Indonesia
2
Infrastruktur dalam negeri yang rentan, menyebabkan dominasi negara-negara dengan infrastruktur yang lebih kuat
3
Inisiasi swasta dan inisiasi dari pihak luar negeri yang aktif, misalnya undangan dan fasilitas-fasilitas dari museum, organisasi Biennale, dan manajemen Art Fair yang sangat baik
3
95% masih inisiasi privat dan internasional, baik institusi maupun pelaku seni.
4
Tingginya demand dari konsumen global; komunitas dan inisiasi individu yang aktif di bidang ini
4
Praktik bea & cukai di lapangan yang tidak jelas regulasi dan etikanya
5
Semua masih inisiasi pelaku seni dengan keterbatasan managerial skill dan branding skill; minimnya dukungan dan fasilitasi dan representasi dari pemerintah
6. INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI 1
Membantu penyebaran aktivitas ke luar Jawa-Bali, dan ke forum internasional
1
Internet dengan bandwidth yang lemah, logistik yang terbatas, regulasi yang tidak masuk akal
2
Adanya museum, galeri nasional dan taman budaya
2
Aktivasi program koleksi dan program untuk publik yang harus dibenahi.
3
Pengetahuan pelaku seni akan keberadaan teknologi ini sebagai medium produksi
3
Alat yang tersedia di dalam negeri sangat minimum. Pelatihan teknis yang tidak tersedia di dalam negeri masih mengandalkan produk impor
4
Sumber daya manusia untuk mengendalikan dan mengembangkan masih terbatas
7. KELEMBAGAAN 1
Adanya undang-undang HKI
1
Penyebaran pendidikan berkualitas di luar Jawa-Bali, dan kurikulum yang belum lengkap
2
Komunitas, intelektual dan pasar berkembang secara paralel.
2
Belum ada regulasi yang jelas untuk pengembangan sumber daya
3
Inisiasi pelaku (privat) yang tinggi dan semakin bertambah banyak
3
Regulasi pembiayaan infrastruktur bagi organisasi dan komunitas seni, di perspektif lembaga keuangan, masih dalam posisi lemah.
4
Inisiasi pelaku kreatif yang aktif
4
Belum diketahui adanya regulasi yang signifikan tentang perluasan pasar kreatif
5
Inisiasi pelaku (privat) yang tinggi dan semakin bertambah banyak
5
Regulasi dan praktik bea cukai di lapangan sering menghambat proses perluasan pasar internasional
6
Apresiasi luar negeri yang cukup tinggi, terutama di Asia Tenggara
6
Minimnya pengetahuan pelaku tentang regulasi ini, dan lambatnya proses pendaftaran hak cipta.
BAB 3: Kondisi Umum Seni Rupa di Indonesia
97
NO.
98
POTENSI (Peluang dan Kekuatan)
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman) 7
Minimnya apresiasi dan pemahaman pemerintah akan potensi dan prestasi sektor seni rupa. Gap pemahaman antara perkembangan di sektor komunitas dan intelektual dengan pemahaman sektor pasar
8
Tata kelola lembaga yang masih minim
9
Minimnya dukungan dan fasilitasi pemerintah yang terpadu dan terprogram
10
Penggunaan dan pengelolalaan ruang publik yang jauh dari maksimal
12
Kurangnya skill sosialisasi dan pemahaman media massa tentang seni rupa
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB 4 Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015–2019 Arahan RPJPN 2005–2025, pembangunan nasional tahap ketiga (2015–2019) adalah ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Pembangunan periode 2015–2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable). Tema pembangunan dalam RPJMN 2015–2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang, maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah: 1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi kemiskinan yang didukung oleh struktur dan ketahanan ekonomi yang kuat. 2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai wilayah Indonesia secara adil dan merata. 3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah dan perusahaan yang benar dan baik. 4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari. Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015–2019 terdapat enam agenda pembangunan nasional, yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4) Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan. Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Memantapkan pengembangan ekonomi kreatif yang dimaksud adalah memperkuat landasan kelembagaan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan. Landasan yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan daya saing nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kreativitas serta kedinamisan masyarakat untuk berinovasi, dan menciptakan solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk menciptakan industri kreatif yang berdaya saing, beragam, dan berkelanjutan.
102
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015–2019 bertujuan untuk menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal.
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Seni Rupa Untuk menentukan arah dan strategi pengembangan seni rupa maka visi, misi, dan tujuan pengembangannya harus didefinisikan sebagai kerangka strategis yang dijabarkan menjadi rencana aksi pengembangan yang lebih detail di periode jangka menengah 2015–2019. Keterkaitan visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis pengembangan seni rupa di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4-1
VISI
1. Mengoptimalkan pengembangan Sumber Daya Manusia dan Produksi
2. Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif yang menitikberatkan pada peran Lingkungan Pengembangan yang aktif, kaya dan berkelanjutan demi terciptanya perkembangan produksi yang berkualitas.
Memaksimalkan komunikasi dan sosialisasi seni rupa.
1. Terciptanya sumber daya kreatif, berkualitas, dan berdaya saing di bidang produksi, manajemen, dan pemasaran
3. Terciptanya Lingkungan Pengembangan yang berkelanjutan dengan fasilitas dan materi yang cukup untuk terjadinya pengembangan pengetahuan dan keahlian para pelaku.
4. Terbentuknyas fasilitas, sistem komunikasi dan pemasaran seni rupa yg memadai untuk perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
TUJUAN
Industri Seni Rupa yang berdaya saing, berwawasan, memasyarakat, yang mendorong penciptaan kualitas hidup masyarakat seni rupa secara berkelanjutan
MISI
Gambar 4 - 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Pengembangan Seni Rupa
SASARAN STRATEGIS
2.Berkembangnya sumber daya produksi dalam negeri yang berkualitas, berdaya saing, & berkelanjutan. 1. Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif dengan pengetahuan produksi, pengembangan wacana, manajerial, dan pemasaran.
5. Terjadinya perkembangan jumlah materi literasi berkualitas 6. Terciptanya perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
4. Terjadinya sistem yang mengatur pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi Produksi dan Lingkungan Pengembangan
BAB 4: Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
8. Meningkatnya literasi publik terhadap seni rupa lewat publikasi dan pengajaran berkualitas 9. Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang mendukung terjadinya sosialisasi seni rupa
103
SASARAN STRATEGIS
2. Meningkatnya pengadaan bahan baku dan bahan olahan yang diproduksi dalam negeri dengan harga dan kualitas yang bersaing.
5. adanya kelengkapan kebijakan pemerintah yang mendukung proses produksi dan distribusi produk seni
8. Meningkatnya literasi publik terhadap seni rupa lewat publikasi dan pengajaran berkualitas 9. Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang mendukung terjadinya sosialisasi seni rupa
3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas alat teknologi dan SDM yang mengolahnya
10. peningkatan aktifitas koleksi baik oleh sektor swasta maupun pemerintahan
4.2.1 Visi Pengembangan Seni Rupa Berdasarkan identifikasi definisi, ekosistem, kondisi perkembangan dan fungsi seni rupa yang dibahas dalam diskusi dengan narasumber, maka disimpulkan visi seni rupa dalam konteks ekonomi kreatif adalah sebagai berikut:
Industri Seni Rupa yang berdaya saing, berwawasan, memasyarakat, yang mendorong penciptaan kualitas hidup masyarakat seni rupa secara berkelanjutan. 1. Berkualitas hidup: kondisi masyarakat seni rupa yang kreatif, aktif, dinamis. 2. Berdaya Saing: masyarakat seni rupa yang mampu menghasilkan produk karya seni dan karya pengetahuan yang berkualitas, yang didukung dengan profesionalisme dan etika kerja yang mampu bersaing di tingkat lokal dan internasional. 3. Berwawasan: masyarakat seni rupa yang dalam praktik keseniannya mengikuti, memahami, dan merespon perkembangan sosial dan budaya. 4. Memasyarakat: terjadinya komunikasi, pemahaman, keterlibatan, dan apresiasi publik yang luas dengan masyarakat seni rupa, karya seni, dan karya pengetahuannya, baik di tingkat lokal maupun internasional. 5. Berkelanjutan: terwujudnya kemampuan untuk terus hidup dengan aktif, dinamis, dan sejahtera, dan menghasilkan harmonisasi nilai pengembangan wacana, nilai sosial budaya dan nilai ekonomi.
4.2.2 Misi Pengembangan Seni Rupa Berdasarkan visi pengembangan seni rupa Indonesia 2015–2019 ini kemudian dirumuskan misi pengembangannya. Misi pengembangan seni rupa ini diharapkan dapat menjadi usaha pewujudan dari visi pengembangan. Misi pengembangan seni rupa Indonesia 2015–2019 dibagi menjadi tiga misi utama dan dijelaskan di bawah ini. 1. Mengoptimalkan pengembangan sumber daya manusia dan produksi. 2. Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif yang menitikberatkan pada peran Lingkungan Pengembangan yang aktif, kaya dan berkelanjutan demi terciptanya perkembangan produksi yang berkualitas. 3. Memaksimalkan komunikasi dan sosialisasi seni rupa. 104
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
4.2.3 Tujuan Pengembangan Seni Rupa Dalam usaha untuk mewujudkan pengembangan seni rupa Indonesia, visi dan misi pengembangan dalam jangka waktu 2015–2019 kemudian diturunkan lagi menjadi tujuan dan sasaran pengembangan. Berdasarkan tiga misi utama, tujuan pengembangan seni rupa Indonesia dalan jangka waktu 2015–2019 diturunkan menjadi enam tujuan sebagai berikut: 1. Terciptanya sumber daya kreatif, berkualitas, dan berdaya saing di bidang produksi, manajemen, dan pemasaran. 2. Berkembangnya sumber daya produksi dalam negeri yang berkualitas, berdaya saing, & berkelanjutan. 3. Terciptanya Lingkungan Pengembangan yang berkelanjutan dengan fasilitas dan materi yang cukup untuk terjadinya pengembangan pengetahuan dan keahlian para pelaku. 4. Terbentuknyas fasilitas, sistem komunikasi dan pemasaran seni rupa yg memadai untuk perluasan konsumen di forum lokal dan internasional. 5. Terjadinya perkembangan jumlah materi literasi berkualitas. 6. Terciptanya perluasan konsumen di forum lokal dan internasional.
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Seni Rupa Berdasarkan enam tujuan pengembangan seni rupa, dirumuskanlah sepuluh sasaran pengembangan. Dari sepuluh sasaran pengembangan seni rupa, dirumuskan lagi 31 indikasi strategis. Berikut ini adalah sasaran pengembangan seni rupa Indonesia dalam jangka waktu 2015–2019 yang dijelaskan melalui beberapa indikasi strategis pengembangan seni rupa. 1. Meningkatnya kualitas dan kuantitas orang kreatif dengan pengetahuan menyeluruh tentang wacana pengembangan, produksi, manajerial dan pemasaran. Sasaran ini diindikasikan oleh: a. Banyaknya pelaku kreatif seni rupa yang fasih dalam hal self-management dan selfpromotion; b. Terciptanya ahli-ahli di bidang manajerial dan pemasaran yang berdasar pada kepentingan pengembangan; c. Meningkatnya jumlah pelaku dengan kesadaran tinggi akan quality controlproduk seninya sendiri; d. Meningkatnya kualitas dan penyebaran kurikulum seni di sekolah-sekolah baik tingkat dasar, menengah, maupun di tingkat sekolah tinggi; e. Terjadinya aktivasi komunitas seni dan pendidikan seni formal dan nonformal di luar Jawa dan Bali; f. Meningkatnya jumlah pekerja seni (termasuk artisan dan teknisi) dengan kemampuan menggunakan teknologi yang tersedia semaksimal mungkin; g. Adanya manajemen-manajemen seni yang profesional dan berkelanjutan dengan pemahaman menyeluruh tentang ekosistem seni rupa h. Adanya sistem beasiswa untuk pelajar seni rupa. 2. Meningkatnya bahan baku dan bahan olahan yang diproduksi di dalam negeri dengan kualitas dan harga yang bersaing. Sasaran ini diindikasikan oleh: a. Meningkatnya jumlah produksi bahan-bahan untuk karya seni dua dimensi di dalam negeri yang berkualitas dengan harga bersaing; BAB 4: Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
105
b. Meningkatnya kualitas dan kuantitas bahan dasar tiga dimensi yang diolah di dalam negeri, dengan harga yang stabil. 3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas alat teknologi yang dibarengi dengan meningkatnya kemampuan SDM yang mengolahnya. Sasaran ini diindikasikan oleh tersedianya teknologi yang sesuai, tepat guna, terjangkau dan berkualitas sebagai alat produksi karya seni rupa. a. Berkembangnya kualitas teknologi pendukung; b. Adanya alat-alat teknologi yang canggih dan berkualitas sebagai alat produksi, dengan harga bersaing. 4. Terjadinya sistem yang mengatur pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi produksi dan lingkungan pengembangan. Sasaran ini diindikasikan oleh: a. Tersedianya dana dukungan pemerintah yang dikelola secara transparan akuntabel dan diperuntukkan bagi komunitas-komunitas seni rupa yang kredibel, lembagalembaga riset dan pengarsipan; b. Tersebarnya pendidikan seni rupa ke seluruh Indonesia; c. Tersebarnya ruang seni rupa di seluruh Indonesia. 5. Adanya kelengkapan kebijakan pemerintah yang mendukung proses produksi dan distribusi produk seni a. Kebijakan pemerintah yang mendukung pendanaan produksi seni rupa dengan kriteria untuk kepentingan lingkungan pengembangan, misalnya: project riset, project yang membangun citra nasional di mata internasional. Kebijakan ini bisa berupa pendanaan langsung dari pemerintah atau kebijakan yang meringankan sistem pendanaan dari lembaga keuangan; b. Kebijakan pemerintah di bidang bea dan cukai, yaitu pembebasan bea dan cukai untuk karya-karya seni rupa yang berpameran di luar negeri, maupun pembebasan bea masuk untuk karya luar negeri yang berpameran di Indonesia dalam presentasi not-for-profit. 6. Meningkatnya apresiasi seni rupa yang ditentukan oleh jumlah penonton, jumlah pembeli, penulisan di media massa, baik di forum lokal maupun internasional a. Adanya dukungan pemerintah di bidang produksi dan promosi untuk acara-acara seni rupa internasional produksi dalam negeri; b. Adanya dukungan pemerintah di bidang produksi dan promosi untuk acara-acara seni rupa yang mendorong inovasi kreatif dan pengembangan substansi; c. Adanya pusat informasi terpadu untuk penyebaran pengetahuan umum dan sosialisasi event seni rupa. Hal ini bisa dilakukan dengan pengadaan buku panduan informasi kegiatan, aktivasi promosi di ruang publik, aktivasi promosi di media massa, aktivasi promosi melalui konsulat-konsulat Indonesia di luar negeri. 7. Adanya program pemerintah yang aktif dan tepat sasaran untuk pembentukan pencitraan nasional seni rupa. a. Adanya program pemerintah yang berlanjut untuk mendukung acara-acara seni di dalam negeri yang membangun citra seni rupa nasional di mata masyarakat lokal dan internasional; b. Adanya sistem pengumpulan data, penulisan, dan penyampaian ke publik lokal dan internasional tentang pencapaian seni rupa Indonesia. 106
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
8. Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang memasyarakatkan seni rupa a. Aktivasi program-program di ruang publik, seperti Taman Budaya dan Museum; b. Meningkatnya aktivitas koleksi seni rupa Indonesia oleh museum pemerintah; c. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pameran koleksi museum pemerintah dan museum privat; d. Revitalisasi Manajemen dan Kuratorial Galeri Nasional - perombakan terhadap birokrasi manajerial dan kuratorial yang tidak representatif dalam menciptakan citra nasional seni rupa. 9. Meningkatnya literasi publik terhadap seni rupa lewat publikasi dan pengajaran yang berkualitas a. Tersedianya publikasi produk pengetahuan berupa buku; b. Meningkatnya jumlah penulis seni rupa di bidang riset dan pengembangan; c. Meningkatnya jumlah jurnalis yang berfokus pada penulisan tentang seni rupa di media massa; d. Adanya pusat informasi terpadu untuk penyebaran pengetahuan umum dan sosialisasi event seni rupa. 10. Meningkatnya aktivitas koleksi baik oleh sektor swasta maupun pemerintah a. Meningkatnya aktivitas koleksi seni rupa Indonesia oleh museum pemerintah; b. Bertambahnya jumlah konsumen, penonton, dan pembeli produk-produk seni rupa; c. Adanya manajemen-manajemen seni yang profesional dan berkelanjutan dengan pemahaman menyeluruh tentang ekosistem seni rupa.
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Seni Rupa Arah kebijakan pengembangan seni rupa menunjukkan saran-saran pembangunan secara mendetil, yang bisa dilihat juga dari lampiran RPJM Seni Rupa yang terdapat di akhir dokumen ini. Arah kebijakan ini dikembangkan berdasarkan tujuan pengembangan seni rupa Indonesia dalam periode 2015–2019. Tujuan pengembangan ini meliputi enam tujuan utama, yaitu: (1) Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya kreatif (pelaku seni rupa) di bidang produksi, manajemen, dan pemasaran; (2) Pengembangan kualitas dan daya saing sumber daya produksi dalam negeri yang berkelanjutan; (3) Peningkatan kualitas Lingkungan Pengembangan yang berkelanjutan dengan fasilitas dan materi yang cukup untuk terjadinya pengembangan pengetahuan dan keahlian para pelaku; (4) Pengembangan fasilitas, sistem komunikasi dan pemasaran seni rupa yg memadai; (5) Pengembangan jumlah materi literasi berkualitas; dan (6) Perluasan konsumen di forum lokal dan internasional.
4.4.1 Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas Dan Daya Saing Sumber Daya Kreatif Di Bidang Produksi, Manajemen, Dan Pemasaran Sebagai usaha peningkatan daya saing, diperlukan peningkatan kualitas sumber daya kreatif (pelaku seni rupa), baik di bidang kemampuan produksi, manajerial, dan distribusi. Bidang produksi menyangkut pelaku-pelaku yang sudah dijelaskan di pemetaan ekosistem, diantaranya yaitu: seniman, kurator, penulis, dll. Sementara kualitas manajerial perlu ditingkatkan baik untuk manajerial pribadi, maupun manajerial yang mengatur sistem yang lebih luas.
BAB 4: Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
107
Memberikan akses pendidikan ke jenjang lebih tinggi dan seluas-luasnya. •
Mendirikan pendidikan tinggi seni rupa lebih banyak lagi di luar Jawa-Bali
•
Memberikan sistem dan pendanaan yang mendukung pendidikan nonformal
•
Memberikan fasilitas beasiswa
Memberikan akses ke variasi keahlian di bidang seni rupa •
Revisi kurikulum di sekolah tinggi seni rupa, terutama tambahan mengenai teknis pengolahan medium, manajerial, penggunaan teknologi multi media, dan kuratorial
•
Mengadakan fasilitas pendanaan untuk pendidikan nonformal
Dukungan terhadap komunitas, lembaga pengarsipan dan penelitian •
Mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan untuk pembangunan infrastruktur lembaga-lembaga ini
•
Mengadakan kebijakan dan program untuk mendukung sistem dan pendanaan program sistem lembaga-lembaga ini
Dukungan kepada program pendidikan nonformal, yaitu program magang, workshop dan residensi bagi pelaku seni rupa Indonesia, baik seniman, penulis, manajer, kurator, dsb, pada program dalam maupun luar negeri •
Dukungan pada pembiayaan, proses pembuatan visa, dan promosi
Dukungan terhadap fasilitas pendidikan non-formal •
Mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan untuk pembangunan infrastruktur komunitas dan organisasi seni rupa
4.4.2 Arah Kebijakan Pengembangan Kualitas Dan Daya Saing Sumber Daya Produksi Dalam Negeri Yang Berkelanjutan Mengembangkan bahan baku dan bahan olahan lokal yang kompetitif dan berkualitas •
Mengadakan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku dalam negeri
•
Mengadakan pengembangan industri pengolahan material medium seni rupa dalam negeri
Mengembangkan teknologi dan tenaga ahli dalam negeri •
Mengadakan penelitian dan pengembangan industri teknologi dalam negeri
•
Pengadaan kurikulum dan dukungan untuk pendidikan nonformal untuk mempelajari teknis penggunaan teknologi multi media
4.4.3 Arah Kebijakan Peningkatan Kualitas Lingkungan Pengembangan yang berkelanjutan Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan kompetitif
108
•
Mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan produksi dan program Lingkungan Pengembangan Produksi
•
Menciptakan dan mengembangkan lembaga pembiayaan yang mendukung laju perkembangan industri kreatifKebijakan mengenai sistem pembiayaan bagi proses produksi seni rupa
•
Menciptakan sistem yang meringankan proses simpan-pinjam di lembaga keuangan
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Kebijakan terkaitan dukungan pada penyelenggaraan acara-acara seni rupa di dalam negeri untuk pembentukan citra nasional seni rupa •
Mengadakan sistem promosi yang terprogram
•
Mengadakan sistem pendanaan yang terprogram
Kebijakan mengenai dukungan terhadap pelaku seni sebagai duta budaya di luar negeri •
Dukungan dari konsulat Indonesia di negara terkait, yang mendukung promosi dan fasilitasi pelaku
Kebijakan terkait bea cukai • Pembebasan bea dan cukai untuk barang seni rupa Indonesia yang dikirim untuk berpameran di luar negeri • Pembebasan bea dan cukai untuk barang seni rupa Indonesia yang dikirim kembali ke dalam negeri dari berpameran di luar negeri
4.4.4 Pengembangan Fasilitas, Sistem Komunikasi dan Pemasaran Seni Rupa Yang Memadai Aktivasi penulisan seni rupa di media-media massa •
Adanya kolom seni rupa dan jurnalis-jurnalis yang 'up to date' dengan perkembangan seni rupa di setiap surat kabar dan majalah, baik cetak maupun online
Pembelajaran tentang pengetahuan umum seni rupa bagi penulis, ekonom, dan masyarakat umum. •
Adanya pembelajaran tentang ekosistem dan perkembangan seni rupa di kurikulum sekolah menengah ke atas atau di ranah edukasi lain
Meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi dagang, networking di dalam dan luar negeri-mengadakan program-program promosi yang aktif dan tepat sasaran •
Mengadakan program-program promosi event-event seni rupa yang sudah ada secara konsisten, seperti : Biennale, Festival, dan Art Fair, yang ditujukan pada penonton lokal dan internasional, baik melalui billboard di ruang publik, media cetak, media TV, dll
•
Adanya buku panduan informasi kegiatan seni rupa
•
Adanya program pengarsipan, penulisan, dan sosialisasi tentang prestasi dan pencapaian seni rupa untuk diberitakan pada masyarakat lokal dan internasional
Mengaktifkan ruang-ruang publik dan museum •
Mengadakan program pameran, workshop, tur untuk publik secara aktif dan berkala (minimum 2 bulan sekali di setiap museum
Aktivasi Taman Budaya •
Revitalisasi gedung, manajemen, dan pengadaan program yang aktif untuk publik umum
Aktivasi Museum Seni Rupa •
Revitalisasi gedung dan manajemen museum,
•
Aktivasi kegiatan koleksi karya seni rupa, pengadaan program pameran dan pendidikan yang aktif untuk akses publik umum
•
Pengadaan program pameran dan pendidikan yang aktif untuk akses publik umum
BAB 4: Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
109
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Seni Rupa Strategi dan Rencana Aksi disini berisi anjuran fokus pengembangan untuk subsektor seni rupa. Lampiran Rencana Aksi Jangka Menengah Seni Rupa di akhir buku cetak biru ini juga menunjukkan kementerian/lembaga serta pemangku kepentingan terkait yang bertanggung jawab untuk menjalankan rencana aksi ini.
4.5.1 Meningkatnya Kuantitas dan Kualitas Orang Kreatif dengan Pengetahuan Produksi, Pengembangan Wacana, Manajerial, dan Pemasaran 1. Menerapkan pembelajaran tentang industri yang menyeluruh, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pembelajaran tentang industri yang menyeluruh meliputi pendidikan tentang: teknis produksi, penulisan dan kuratorial, penggunaan teknologi multi media, pemahaman pemetaan industri, manajerial, teknik promosi, dan kemampuan quality control yang mampu bersaing dengan kualitas internasional. 2. Penyebaran pendidikan seni di luar jawa dan bali. Sekolah dasar, menengah dan sekolah tinggi, mencakup pendidikan teknis produksi, penulisan, dan manajerial.
4.5.2 Meningkatnya Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Olahan yang Diproduksi Dalam Negeri Dengan Harga dan Kualitas yang Bersaing 1. Pengembangan riset dan teknologi pengolahan bahan baku, misalnya pengolahan bahan dasar keramik menjadi medium siap pakai. 2. Pengembangan industri penciptaan bahan-bahan medium utama karya seni, bahan-bahan dua dimensi dan tiga dimensi, seperti alat-alat lukis, resin, keramik, dll.
4.5.3 Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas Alat Teknologi yang Dibarengi Dengan Meningkatnya Kemampuan SDM yang Mengolahnya 1. Pengembangan teknologi dalam negeri yang digunakan untuk medium produksi karya seni, misalnya: pengembangan piranti lunak dan alat cetak. 2. Keringanan bea cukai untuk barang-barang teknologi pendukung produksi yang diimpor dari dalam negeri, misalnya: printer, piranti lunak, kamera, komputer, dll. 3. Pengembangan infrastruktur teknologi pendukung, misalnya : internet yang cepat.
4.5.4 Terjadinya Sistem yang Mengatur Pendanaan yang Berkualitas dan Berkelanjutan bagi Produksi dan Lingkungan Pengembangan 1. Anggaran pendanaan terprogram dari pemerintahan untuk riset, termasuk di dalamnya: riset untuk proses produksi maupun riset untuk konservasi dan pengarsipan. 2. Anggaran pendanaan terprogram dari pemerintahan untuk acara seni yang mendorong pengembangan, sosialisasi dan pembentukan citra nasional seni rupa, baik di mata lokal maupun internasional. Event-event seperti: Jakarta Biennale, Jogja Biennal, OK Video Festival, Art Jog, dan event-event lainnya yang sudah teruji konsistensinya, diperlukan anggaran terprogram selama jangka waktu tertentu atau tak terbatas, untuk mendorong keberlanjutannya. 3. Anggaran pendanaan terprogram untuk perngarsipan dan konversi data. Anggaran yang terpogram untuk lembaga pengarsipan seni rupa yang sudah teruji konsistensi dan kualitasnya dalam usaha konservasi maupun dukungan pada proses produksi. 4. Anggaran pendanaan terprogram untuk mendorong terjadinya kreativitas yang baru dan beragam. Anggaran terprogram untuk mendukung program produksi yang menunjukkan kebaruan ide dan keunikan kreativitas. 110
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
4.5.5 Adanya Kelengkapan Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Proses Produksi dan Distribusi Produk Seni 1. Kebijakan-kebijakan yang mengatur bea keluar dan masuk, kebijakan yang meringankan proses keluar dan masuk karya seni Indonesia. 2. P rogram pemasaran lokal dan internasional, hal ini bisa dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan pasar dunia, dan menargetkan program pemasarannya ke daerahdaerah dan target market lokal dan internasional.
4.5.6 Meningkatnya Apresiasi Terhadap Seni Rupa yang Ditentukan oleh Meningkatnya Penonton, Penulisan di Media Massa Baik di Forum Lokal dan Internasional 1. Online Directory, dibuatnya online directory sebagai pusat informasi terpadu tentang berita seni, informasi acara seni, dan pengetahuan umum, sebagai alat promosi yang lengkap. 2.
Program promosi yang konsisten dan reguler, diperlukan dukungan dari pemerintah, media massa dan ahli komunikasi untuk proses sosialisasi seni.
4.5.7 Adanya Program Pemerintah yang Aktif dan Tepat Sasaran untuk Pembentukan Pencitraan Nasional Seni Rupa. Demi perluasan penonton dan pembentukan pencitraan nasional seni rupa sangatlah penting untuk pemerintah, bersama pelaku kompeten, untuk merancang program yang meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi pemasaran, networking dan sosialisasi di dalam dan luar negeri 1. Mengadakan program-program promosi event-event seni rupa yang sudah ada secara konsisten, seperti : Biennale, Festival, dan Art Fair, yang ditujukan pada penonton lokal dan internasional, baik melalui billboard di ruang publik, media cetak, media TV, dll. 2. Adanya buku panduan informasi kegiatan seni rupa. 3. A danya program pengarsipan, penulisan, dan sosialisasi tentang prestasi dan pencapaian seni rupa untuk diberitakan pada masyarakat lokal dan internasional.
4.5.8 Aktivasi Lembaga-lembaga Pemerintah dan Ruang Publik yang Mendukung Terjadinya Sosialisasi Seni Rupa 1. Aktivasi koleksi dan program museum dan Galeri Nasional. Pembenahan pengarsipan dan kuratorial koleksi museum-museum seni rupa pemerintah. Pembenahan program dan kuratorial pameran di Galeri Nasional. Mengaktifkan pameran-pameran dan program publik yang memberi informasi tentang sejarah dan perkembangan seni rupa kepada publik umum. 2. Aktivasi taman budaya revitalisasi Taman Budaya yang sudah ada di seluruh penjuru Indonesia baik bentuk fisik maupun secara manajerial, untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang kondusif untuk aktifitas publik dan pengembangan komunitas.
4.5.9 Meningkatnya Literasi Publik Terhadap Senirupa lewat Publikasi dan Pengajaran Berkualitas 1. P rogram pembelajaran penulisan seni rupa, mencakup penulis seni, kurator, dan jurnalis. Program riset, penulisan, dan publikasi buku buku sejarah seni rupa, mencakup sejarah dan perkembangan seni rupa Indonesia dari awal terbentuknya identitas budaya nasional hingga era kontemporer.
BAB 4: Rencana Pengembangan Seni Rupa Indonesia
111
4.5.10 Peningkatan Aktivitas Koleksi Baik oleh Sektor Swasta Maupun Pemerintahan 1. M engaktifkan kegiatan koleksi secara berstruktur dan berkala. Diaktifkannya kegiatan koleksi karya seni modern dan kontemporer, maupun karya seni rupa tradisional, dengan kuratorial yang mencakup semua jenis karya sebagai referensi perkembangan seni rupa Indonesia. 2. A kses publik ke museum privat. Beberapa museum privat di Indonesia memiliki koleksi yang cukup ekstensif, namun sayangnya akses publik untuk melihat karya-karya di museum privat sangatlah terbatas, museum `dibuka untuk pengunjung umum di hanya di saat-saat tertentu. Info tentang karya dan kurasi dari museum tersebut juga umumnya sangat minim.
112
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
BAB 5 Penutup
5.1 Kesimpulan Sebagai lingkungan seni rupa yang relatif cukup muda, apabila dibandingkan dengan negaranegara lain, seni rupa Indonesia sudah berhasil menunjukkan ciri khas dan posisi yang semakin kuat dan menarik di mata lingkungan seni rupa dunia. Di dalam negeri, komunitas dan individu pelaku seni rupa telah berhasil menciptakan infrastruktur organik yang bukan hanya menjadi wadah untuk pembelajaran dan pengembangan inovasi seni rupa, tetapi juga membentuk jaringan berarti yang mampu memposisikan seni rupa Indonesia di ranah internasional. Seni rupa Indonesia memegang posisi yang sangat penting dalam seni rupa Asia Tenggara, baik dalam sektor perkembangan wacana Asia Tenggara maupun dalam sektor pasar. Asia Tenggara memiliki tiga biennale yang diakui oleh dunia, dua diantaranya berada di Indonesia, yaitu Jakarta Biennale dan Bienal Jogja. OK Video Festival juga berkembang menjadi festival video art internasional terbesar di Asia Tenggara. Sementara Art Jog yang diselenggarakan setiap tahun di kota Yogyakarta telah memberikan bentuk art fair seni rupa yang unik dan menarik. Semua event besar yang secara konsisten telah dilakukan selama lebih dari lima tahun itu adalah inisiasi dan usaha murni dari komunitas dan pelaku individu seni rupa Indonesia. Komunitas seni Indonesia juga berhasil membangun pengarsipan seni rupa yang ekstensif, terstruktur dan tepat guna. Lembaga pengarsipan ini dibangun semata lewat inisiasi para individual dan dengan pendanaan di kantong pelaku atau lembaga pendanaan dari luar negeri. Dari sini bisa disimpulkan bahwa lingkungan seni rupa Indonesia mampu berkembang pesat secara mandiri memiliki kualitas SDM yang penuh potensi, dan kualitas pengembangan wacana yang cukup baik. Namun kemandirian ini sebenarnya menunjukkan permasalahan, yaitu tidak adanya dukungan yang berarti dari pemerintahan. Ketidakaktifan infrastruktur dari pemerintah menghalangi pendekatan antara seni rupa dengan penonton umum. Minimnya struktur kurikulum seni rupa di sekolah dasar dan menengah menciptakan masyarakat dengan pemahaman minim atau tidak ada sama sekali ttg sejarah, perkembangan dan ekosistem seni rupa. Begitu juga hanya dengan kepasifan infrastruktur seperti museum dan taman budaya. Hal ini menghalagi sosialisasi dan perkembangan jumlah penonton seni rupa, serta menghalangi pengertian dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap seni-budayanya sendiri. Dalam konteks ekonomi kreatif, penilaian seni rupa melalui penghitungan kontribusi ekonomi juga menunjukkan pemahaman fungsi seni rupa yang kurang. Di luar terjadinya transaksi produk (karya dan pengetahuan), seni rupa dan juga kegiatan kreatif lainnya memberikan nilai kultural bagi masyarakat. Sistem penilaian bagi subsektor kreatif berbasis seni budaya harus dikaji ulang dan dimasukkan pertimbangan nilai non-nominal yang dihasilkan bagi perkembangan budaya bangsa.
5.2 Saran Dukungan dan pembangunan Lingkungan Pengembangan adalah kebutuhan yang mendasar untuk terjadinya keberlanjutan ekonomi kreatif yang kuat. Lingkungan Pengembangan yang terdiri dari Komunitas/Ruang Alternatif, Lembaga Riset, dan Pendidikan Formal menjadi inkubator dimana kreativitas, inovasi, skill dan karakter pelaku berkembang.
116
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Secara detil arahan dan saran sudah dijelaskan di Bab 4. Di bawah ini adalah rangkuman berdasarkan urutan kepentingannya yang disarankan oleh tim studi: 1. Lingkungan Pengembangan: a. Pendanaan infrastruktur dan program Komunitas, b. Pengadaan program-program riset dan pendanaanya, c. Pendanaan infrastruktur lembaga pengarsipan yang sudah dibangun dengan baik oleh pelaku. d. Pembenahan kurikulum seni rupa di sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi. 2. Sosialisasi dan Komunikasi: a. Program promosi yang berkelanjutan dan terus dibenahi selama 5-25 tahun mendatang. b. Pembangunan citra nasional seni rupa seperti yang sudah dijelaskan secara rinci di Bab 4. 3. Pembangunan Infrastruktur: a. Revitalisasi Galeri Nasional, museum, dan Taman Budaya 4. Pengembangan Sumber Daya Pendukung: a. Program riset dan pengembangan industri material dan alat seni rupa b. Pembenahan infratsruktur telekomunikasi. 5. Kelembagaan: a. Pembenahan kebijakan bea-cukai. b. Perombakan Klasifikasi Baku Lapangan Industri Seni Rupa 2009. KBLI berikutnya disarankan untuk disusun berdasarkan informasi dari Cetak Biru ini dan diskusi fokus dengan pelaku-pelaku lapangan yang benar-benar memiliki pengalaman ekstensif. Dalam proses pelaksanaan saran-saran di atas, komunikasi intensif antara lembaga terkait seni rupa dengan pelaku kompeten dari berbagai sektor seni rupa harus terus dilanjutkan dan dibina, demi terjadinya perubahan yang tepat sasaran.
BAB 5: Penutup
117
LAMPIRAN
120
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
1.1
Meningkatnya kualitas dan kuantitas Orang Kreatif dengan pengetahuan menyeluruh tentang wacana, produksi, manajerial dan pemasaran
Memberikan akses ke variasi keahlian di bidang seni rupa
Dukungan terhadap komunitas, lembaga pengarsipan dan penelitian
Dukungan kepada program pendidikan nonformal, yaitu program magang, workshop dan residensi bagi pelaku seni rupa Indonesia, baik seniman, penulis, manajer, kurator, dsb, pada program dalam maupun luar negeri Dukungan terhadap fasilitas pendidikan nonformal
c
d
e
Memberikan akses pendidikan ke jenjang lebih tinggi dan seluasluasnya
b
a
9
Mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan untuk pembangunan infrastruktur komunitas dan organisasi seni rupa
Dukungan pada pembiayaan, proses pembuatan visa, dan promosi
Mengadakan kebijakan dan program untuk mendukung sistem dan pendanaan program lembaga-lembaga ini
7 8
Mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan untuk pembangunan infrastruktur lembaga-lembaga ini
6
Mengadakan fasilitas pendanaan untuk pendidikan nonformal
5
Memberikan fasilitas beasiswa
3
Revisi kurikulum di sekolah tinggi seni rupa, terutama tambahan mengenai teknis pengolahan medium, manajerial, penggunaan teknologi multi media, dan kuratorial
Memberikan sistem dan pendanaan yang mendukung pendidikan non-formal
2
4
Mendirikan pendidikan tinggi seni rupa lebih banyak lagi di luar Jawa-Bali
1
1. Terciptanya sumber daya kreatif, berkualitas, dan berdaya saing di bidang produksi, manajemen, dan pemasaran
MISI 1: Mengoptimalkan pengembangan sumber daya manusia dan produksi
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SENI RUPA
Lampiran
121
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI
Meningkatnya kualitas dan kuantitas alat teknologi yang dibarengi dengan meningkatnya kemampuan SDM yang mengolahnya
2.2
a
a
Mengembangkan teknologi dan tenaga ahli dalam negeri
Mengembangkan bahan baku dan bahan olahan lokal yang kompetitif dan berkualitas
Mengadakan penelitian dan pengembangan industri teknologi dalam negeri Pengadaan kurikulum untuk mempelajari teknis penggunaan teknologi multi media
2
Mengadakan pengembangan industri pengolahan material medium seni rupa dalam negeri
2 1
Mengadakan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku dalam negeri
1
Terjadinya sistem yang mengatur pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi Produksi dan Lingkungan Pengembangan
Adanya kelengkapan kebijakan pemerintah yang mendukung proses produksi dan distribusi produk seni
3.1
3.2
Kebijakan mengenai sistem pembiayaan bagi proses produksi seni rupa Kebijakan terkaitan dukungan pada penyelenggaraan acara-acara seni rupa di dalam negeri untuk pembentukan citra nasional seni rupa Kebijakan mengenai dukungan terhadap pelaku seni sebagai duta budaya di luar negeri
b
c
Mengembangkan alternatif pembiayaan yang sesuai, dapat diakses dengan mudah, dan kompetitif
a
a
Dukungan dari konsulat Indonesia di negara terkait, yang mendukung promosi dan fasilitasi pelaku seni Indonesia.
Mengadakan sistem pendanaan yang terprogram
3
4
Mengadakan sistem promosi yang terporgram
2
Menciptakan sistem yang meringankan proses simpanpinjam di lembaga keuangan
Menciptakan dan mengembangkan lembaga pembiayaan yang mendukung laju perkembangan industri kreatif
2 1
mengadakan kebijakan mengenai sistem pendanaan produksi dan program Lingkungan Pengembangan Produksi
1
3. Terciptanya lingkungan pengembangan yang berkelanjutan dengan fasilitas dan materi yang cukup untuk terjadinya pengembangan pengetahuan dan keahlian para pelaku
Misi 2 : Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif yang menitikberatkan pada peran lingkungan pengembangan yang aktif, kaya dan berkelanjutan demi terciptanya perkembangan produksi yang berkualitas
Meningkatnya bahan baku dan bahan olahan yang diproduksi di dalam negeri dengan kualitas dan harga yang bersaing
2.1
2. Berkembangnya sumber daya produksi dalam negeri yang berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan
MISI/TUJUAN/SASARAN
122
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
d
Kebijakan terkait bea cukai
ARAH KEBIJAKAN
Pembebasan bea dan cukai untuk barang seni rupa Indonesia yang dikirim untuk berpameran di luar negeri Pembebasan bea dan cukai untuk barang seni rupa Indonesia yang dikirim kembali ke dalam negeri dari berpameran di luar negeri
5 6
STRATEGI
Meningkatnya apresiasi terhadap seni rupa yang ditentukan oleh jumlah penonton, penulisan di media massa, baik di forum lokal maupun internasional
Adanya program pemerintah yang aktif dan tepat sasaran untuk pembentukan pencitraan nasional seni rupa.
4.1
4.2
Meningkatkan kualitas branding, promosi, pameran, festival, misi pemasaran, networking dan sosialisasi di dalam dan luar negeri
Pembelajaran tentang pengetahuan umum seni rupa bagi penulis, ekonom, dan masyarakat umum.
b
a
Aktivasi penulisan seni rupa di mediamedia massa
a
Mengadakan program-program promosi event-event seni rupa yang sudah ada secara konsisten, seperti : Biennale, Festival, dan Art Fair, yang ditujukan pada penonton lokal dan internasional, baik melalui billboard di ruang publik, media cetak, media TV, dll Adanya buku panduan informasi kegiatan seni rupa Adanya program pengarsipan, penulisan, dan sosialisasi tentang prestasi dan pencapaian seni rupa untuk diberitakan pada masyarakat lokal dan internasional
2 3
Adanya pembelajaran tentang ekosistem dan perkembangan seni rupa di kurikulum sekolah menengah ke atas atau di ranah edukasi lain
Adanya kolom seni rupa dan jurnalis-jurnalis yang ‘up to date’ dengan perkembangan seni rupa di setiap surat kabar dan majalah, baik cetak maupun online
1
2
1
4. Terbentuknya fasilitas, sistem komunikasi dan pemasaran seni rupa yang memadai untuk perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
Misi 3: Memaksimalkan komunikasi dan sosialisasi seni rupa
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
123
Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang mendukung terjadinya sosialisasi seni rupa
Mengaktifkan ruang-ruang publik dan museum Aktivasi Taman Budaya Revitalisasi Galeri Nasional
a
b c
ARAH KEBIJAKAN
Meningkatnya literasi publik tentang seni rupa lewat publikasi berkualitas.
a
Menargetkan terjadinya publikasi berkualitas tentang sejarah, profil, kajian karya, dan kajian pengembangan seni rupa
6.1
Peningkatan aktivitas koleksi baik oleh sektor swasta maupun pemerintahan
Aktivasi kegiatan koleksi secara berstruktur dan berkala Akses publik ke museum privat
a
b
2
1
Pengaturan akses publik untuk bisa mengunjungi museum privat.
Melibatkan kurator-kurator dan manajer-manajer seni dengan kualifikasi dan pengalaman yang baik untuk menggiatkan aktivitas koleksi
Pendanaan inisiasi pelaku kreatif untuk riset, penulisan, dan penerbitan materi literasi
2
Pengadaan program pameran dan pendidikan yang aktif dan lebih terstruktur, bukan sekedar menerima tawaran mengisi pameran dari pihak lain.
5
Inisiasi project riset, penulisan dan penerbitan materi literasi (buku sejarah, dokumentasi, kajian karya, kajian perkembangan seni rupa, profil seni rupa,dll)
Aktivasi kegiatan koleksi karya seni rupa
4
1
Revitalisasi gedung, manajemen, dan program kuratorial Galeri Nasional
Revitalisasi gedung, manajemen, dan pengadaan program yang aktif untuk publik umum
Mengadakan program pameran, workshop, tur untuk publik secara aktif dan berkala (minimum 2 bulan sekali di setiap museum
STRATEGI
3
2
1
6. Terciptanya perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
5.1
5. Terjadinya perkembangan jumlah materi literasi berkualitas
4.3
MISI/TUJUAN/SASARAN
124
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
INDIKASI STRATEGIS
Meningkatnya kualitas dan kuantitas Orang Kreatif dengan pengetahuan menyeluruh tentang wacana pengembangan, produksi, manajerial dan pemasaran
Banyaknya pelaku kreatif seni rupa yang fasih dalam hal self-management dan selfpromotion Terciptanya ahli-ahli di bidang manajerial dan pemasaran yang berdasar pada kepentingaan pengembangan Meningkatnya jumlah pelaku dengan kesadaran tinggi akan quality control produk seninya sendiri Meningkatnya kualitas dan penyebaran kurikulum seni di sekolah-sekolah baik tingkat dasar, menengah, maupun di tingkat sekolah tinggi Aktivasi komunitas seni dan pendidikan seni formal dan nonformal di luar Jawa dan Bali Meningkatnya jumlah pekerja seni (termasuk artisan dan teknisi) dengan kemampuan menggunakan teknologi yang tersedia semaksimal mungkin Adanya manajemen-manajemen seni yang profesional dan berkelanjutan dengan pemahaman menyeluruh tentang ekosistem seni rupa Adanya sistem beasiswa untuk pelajar seni rupa
a b c d e f g h
2.1
Meningkatnya bahan baku dan bahan olahan yang diproduksi di dalam negeri dengan kualitas dan harga yang bersaing
Meningkatnya jumlah produksi bahan-bahan untuk karya seni dua dimensi di dalam negeri yang berkualitas dengan harga bersaing Meningkatnya kualitas dan kuantitas bahan dasar tiga dimensi yang diolah di dalam negeri, dengan harga yang stabil
a b
2. Berkembangnya sumber daya produksi dalam negeri yang berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan
1.1
1. Terciptanya sumber daya kreatif, berkualitas, dan berdaya saing di bidang produksi, manajemen, dan pemasaran
MISI 1: Mengoptimalkan pengembangan sumber daya manusia dan produksi
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN SENI RUPA
Lampiran
125
Meningkatnya kualitas dan kuantitas alat teknologi yang dibarengi dengan meningkatnya kemampuan SDM yang mengolahnya
Berkembangnya kualitas teknologi pendukung Adanya alat-alat teknologi yang canggih dan berkualitas sebagai alat produksi, dengan harga bersaing
a b
INDIKASI STRATEGIS
Adanya kelengkapan kebijakan pemerintah yang mendukung proses produksi dan distribusi produk seni
3.2
Kebijakan pemerintah di bidang bea dan cukai
b
Tersebarnya ruang seni rupa di seluruh Indonesia
c
Kebijakan pemerintah yang mendukung pendanaan produksi seni rupa dengan kriteria untuk kepentingan lingkungan pengembangan, misalnya: project riset, project yang membangun citra nasional di mata internasional.
Tersebarnya pendidikan seni rupa ke seluruh Indonesia
b
a
Tersedianya dana dukungan pemerintah yang dikelola secara transparan akuntabel, diperuntukkan bagi komunitas-komunitas seni rupa yang kredibel, lembagalembaga riset dan pengarsipan
a
4.1
Meningkatnya apresiasi seni rupa yang ditentukan oleh jumlah penonton, jumlah pembeli, penulisan di media massa, baik di forum lokal maupun internasional
Adanya dukungan pemerintah di bidang produksi dan promosi untuk acara-acara seni rupa internasional produksi dalam negeri. Adanya dukungan pemerintah di bidang produksi dan promosi untuk acara-acara seni rupa yang mendorong inovasi kreatif dan pengembangan substansi Adanya pusat informasi terpadu untuk penyebaran pengetahuan umum dan sosialisasi event seni rupa.
a b c
4. Terbentuknyas fasilitas, sistem komunikasi dan pemasaran seni rupa yang memadai untuk perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
MISI 3: Memaksimalkan komunikasi dan sosialisasi seni rupa
Terjadinya sistem yang mengatur pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi Produksi dan Lingkungan Pengembangan
3.1
3. Terciptanya lingkungan pengembangan yang berkelanjutan dengan fasilitas dan materi yang cukup untuk terjadinya pengembangan pengetahuan dan keahlian para pelaku.
MISI 2: Mengembangkan lingkungan industri yang kondusif yang menitikberatkan pada peran lingkungan pengembangan yang aktif, kaya dan berkelanjutan demi terciptanya perkembangan produksi yang bekualitas.
2.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
126
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang mendukung terjadinya sosialisasi seni rupa
4.3
Aktivasi program-program di ruang publik, seperti Taman Budaya dan Museum Meningkatnya aktivitas koleksi seni rupa Indonesia oleh museum pemerintah. Meningkatnya kualitas dan kuantitas pameran koleksi museum pemerintah dan museum privat. Revitalisasi Manajemen dan Kuratorial Galeri Nasional
b c d
Adanya sistem pengumpulan data, penulisan, dan penyampaian ke publik lokal dan internasional tentang pencapaian seni rupa Indonesia
b a
Adanya program pemerintah yang berlanjut untuk mendukung acara-acara seni di dalam negeri yang membangun citra seni rupa nasional di mata masyarakat lokal dan internasional.
Meningkatnya literasi publik tentang seni rupa lewat publikasi berkualitas.
Publikasi produk pengetahuan berupa buku Meningkatnya jumlah penulis seni rupa di bidang riset dan pengembangan Meningkatnya jumlah jurnalis yang berfokus pada penulisan tentang seni rupa di media massa
a b c
6.1
Meningkatnya aktivitas koleksi baik oleh sektor swasta maupun pemerintahan
Meningkatnya aktivitas koleksi seni rupa Indonesia oleh museum pemerintah. Bertambahnya jumlah konsumen, penonton, dan pembeli produk-produk seni rupa Adanya manajemen-manajemen seni yang profesional dan berkelanjutan dengan pemahaman menyeluruh tentang ekosistem seni rupa
a b c
6. Terciptanya perluasan konsumen di forum lokal dan internasional
5.1
INDIKASI STRATEGIS a
5. Terjadinya perkembangan jumlah materi literasi berkualitas
Adanya program pemerintah yang aktif dan tepat sasaran untuk pembentukan pencitraan nasional senirupa.
4.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
Lampiran
127
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNG JAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
1
Menerapkan pembelajaran tentang industri yang menyeluruh, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal
Pembelajaran tentang industri yang menyeluruh meliputi pendidikan tentang: teknnis produksi, penulisan dan kuratorial, penggunaan teknologi multimedia, pemahaman pemetaan industri, manajerial, teknik promosi, dan kemampuan quality control yang mampu bersaing dengan kualitas internasional
Seluruh Indonesia dengan fokus desentralisasi dari JawaBali
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pendidikan; sekolah tinggi Seni Rupa, komunitas
1) Dukungan pada sektor pendidikan nonformal, terutama di bidang manajerial, kuratorial, penulisan, pemetaan; 2) Aktivasi program bea siswa seni rupa
Dukungan pada sektor pendidikan nonformal, terutama di bidang manajerial, kuratorial, penulisan, pemetaan
Kurikulum kuratorial dan penulisan seni rupa di semua perguruan tinggi seni rupa
Dukungan terhadap pendidikan nonformal yg berkelanjutan dan kelengkapan kurikulum di perguruan tinggi seni rupa
SASARAN 1: Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif dengan pengetahuan produksi, pengembangan wacana, manajerial, dan pemasaran.
SASARAN/RENCANA AKSI
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN SENI RUPA 2015-2019
Dukungan terhadap pendidikan nonformal yg berkelanjutan dan kelengkapan kurikulum di perguruan tinggi seni rupa
2019
128
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Penyebaran pendidikan seni di luar Jawa dan Bali
Sekolah dasar, menengah dan sekolah tinggi, mencakup pendidikan teknis produksi, penulisan, dan manajerial
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia dengan fokus desentralisasi dari JawaBali
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pendidikan
PENANGGUNG JAWAB 1) Revitalisasi kurikulum seni rupa di pendidikan dasar dan menengah; 2) Dukungan pendanaan infrastruktur dan aktivasi komunitas dan pendidikan nonformal di luar Jawa-Bali
2015 Aktivasi kurikulum seni rupa di sekolah dasar/ menengah di seluruh Indonesia, yg mencakup pendidikan teknis, sejarah dan perkembangan seni rupa
2016 1) Pendirian sekolah tinggi seni rupa dengan penyebaran menyeluruh di Indonesia Tengah; 2) Dukungan pendanaan infrastruktur dan aktivasi komunitas dan pendidikan nonformal di seluruh Indonesia
2017
TAHUN
1) Pendirian sekolah tinggi seni rupa dengan penyebaran menyeluruh di Indonesia Timur; 2) Dukungan pendanaan infrastruktur dan aktivasi komunitas dan pendidikan nonformal di luar JawaBali
2018
1
Pengembangan riset dan teknologi pengolahan bahan baku
Misalnya pengolahan bahan dasar keramik menjadi medium siap pakai
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan riset dan teknologi, serta perindustrian
Riset dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku
Riset dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku
Riset dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku
Riset dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku
SASARAN 2: Meningkatnya pengadaan bahan baku dan bahan olahan yang diproduksi dalam negeri dengan harga dan kualitas yang bersaing
2
SASARAN/RENCANA AKSI
Riset dan pengembangan teknologi pengolahan bahan baku
1) Pendirian sekolah tinggi seni rupa dengan penyebaran menyeluruh di seluruh Indonesia; 2) Dukungan pendanaan infrastruktur dan aktivasi komunitas dan pendidikan nonformal di seluruh Indonesia
2019
Lampiran
129
Pengembangan industri penciptaan bahanbahan medium utama karya seni
Bahan-bahan dua dimensi dan tiga dimensi, seperti alat-alat lukis, resin, keramik, dll
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan riset dan teknologi, serta perindustrian
PENANGGUNG JAWAB Pengembangan industri penciptaan material dan teknologi untuk produksi karya seni
2015 Pengembangan industri penciptaan material dan teknologi untuk produksi karya seni
2016 Pengembangan industri penciptaan material dan teknologi untuk produksi karya seni
2017
TAHUN
Pengembangan teknologi dalam negeri yang digunakan untuk medium produksi karya seni
Keringanan bea cukai untuk barang-barang teknologi pendukung produksi yang diimpor dari dalam negeri
1
2
Misalnya printer, piranti lunak, kamera, komputer, dll.
Misalnya pengembangan piranti lunak dan alat cetak
Seluruh Indonesia
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan riset dan teknologi; perindustrian, dan keuangan
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan riset dan teknologi, serta perindustrian Pembenahan regulasi dan praktek lapangan di bidang bea dan cukai
Riset dan pengembangan teknologi alat-alat multimedia
Keringanan bea dan cukai bagi produk alat-alat multimedia dan medium produksi kreatif lainnya
Riset dan pengembangan teknologi alat-alat multimedia
Keringanan bea dan cukai bagi produk alat-alat multimedia dan medium produksi kreatif lainnya
Pengembangan industri dan sumber daya manusia di bidang alat-alat multimedia
2018 Pengembangan industri penciptaan material dan teknologi untuk produksi karya seni
Keringanan bea dan cukai bagi produk alat-alat multimedia dan medium produksi kreatif lainnya
Pengembangan industri dan sumber daya manusia di bidang alat-alat multimedia
SASARAN 3: Meningkatnya kualitas dan kuantitas alat teknologi yang dibarengi dengan meningkatnya kemampuan SDM yang mengolahnya
2
SASARAN/RENCANA AKSI
Keringanan bea dan cukai bagi produk alat-alat multimedia dan medium produksi kreatif lainnya
Pengembangan industri dan sumber daya manusia di bidang alat-alat multimedia
Pengembangan industri penciptaan material dan teknologi untuk produksi karya seni
2019
130
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Pengembangan infrastruktur teknologi pendukung
Internet yang cepat
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan telekomunikasi
PENANGGUNG JAWAB Pembentukan infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas di seluruh Indonesia
2015 Pembentukan infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas di seluruh Indonesia
2016 Pembentukan infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas di seluruh Indonesia
2017
TAHUN
Pembentukan infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas di seluruh Indonesia
2018
1
Anggaran pendanaan terprogram dari pemerintahan untuk riset
Termasuk di dalamnya: riset untuk proses produksi maupun riset untuk konservasi dan pengarsipan
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif, dan kebudayaan
Dukungan pendanaan infrastruktur dan pendanaan program bagi lembaga riset seni rupa yang sudah ada
Inisiasi program riset yang berkualitas untuk kajian dan pelestarian sejarah seni rupa Indonesia
1) Inisiasi program riset yang berkualitas untuk kajian perkembangan seni rupa Indonesia; 2) Sosialisasi hasil riset yang sudah ada
1) Inisiasi program riset yang berkualitas untuk kajian perkembangan seni rupa Indonesia; 2) Sosialisasi hasil riset yang sudah ada
SASARAN 4: Terjadinya sistem yang mengatur pendanaan yang berkualitas dan berkelanjutan bagi produksi dan lingkungan pengembangan
3
SASARAN/RENCANA AKSI
Sosialisasi hasil riset ke masyarakat luas lewat program pendidikan formal, program pameran, workshop, dan program publik lainnya
Pembentukan infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas di seluruh Indonesia
2019
Lampiran
131
Anggaran pendanaan terprogram dari pemerintahan untuk acara seni yang mendorong pengembangan dan sosialisasi seni rupa baik di mata lokal maupun internasional
Anggaran pendanaan terprogram untuk pengarsipan
2
3
SASARAN/RENCANA AKSI
Anggaran yang terprogram untuk lembaga pengarsipan seni rupa yang sudah teruji konsistensi dan kualitasnya dalam usaha konservasi maupun dukungan pada proses produksi
Event-event seperti: Biennale, OK Video Festival, Art Jog, dan event-event lainnya yang sudah teruji konsistensinya, diperlukan anggaran terprogram selama jangka waktu tertentu atau tak terbatas, untuk mendorong keberlanjutannya
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Seluruh Indonesia
Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif, dan kebudayaan
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif, dan kebudayaan
PENANGGUNG JAWAB
Dukungan pendanaan program dan fasilitas pembangunan infrastruktur bagi lembaga pengarsipan seni rupa yang sudah ada dan sudah teruji konsistensi serta kualitasnya
Dukungan terprogram untuk promosi, pendanaan program, pengembangan, dan fasilitas infrastruktur (ruang pamer, gedung, museum, ruang publik, dsb) bagi acara seni rupa yang dimaksud
2015
1) Program sosialisasi pengarsipan ke masyarakat luas; 2) Dukungan untuk pembentukan arsip baru yang menyimpan data-data perkembangan seni rupa yang kini
Dukungan terprogram untuk promosi, pendanaan program, pengembangan, dan fasilitas infrastruktur (ruang pamer, gedung, museum, ruang publik, dsb) bagi acara seni rupa yang dimaksud
2016
Program sosialisasi pengarsipan ke masyarakat internasional
Dukungan terprogram untuk promosi, pendanaan program, pengembangan, dan fasilitas infrastruktur (ruang pamer, gedung, museum, ruang publik, dsb) bagi acara seni rupa yang dimaksud
2017
TAHUN
Melanjutkan rencana aksi tahun 20152017
Dukungan terprogram untuk promosi, pendanaan program, pengembangan, dan fasilitas infrastruktur (ruang pamer, gedung, museum, ruang publik, dsb) bagi acara seni rupa yang dimaksud
2018
Melanjutkan rencana aksi tahun 20152017
Dukungan terprogram untuk promosi, pendanaan program, pengembangan, dan fasilitas infrastruktur (ruang pamer, gedung, museum, ruang publik, dsb) bagi acara seni rupa yang dimaksud
2019
132
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Anggaran pendanaan terprogram untuk mendorong terjadinya kreativitas yang baru dan beragam
Anggaran terprogram untuk mendukung program produksi yang menunjukkan kebaruan ide dan keunikan kreativitas
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan Ekonomi Kreatif
PENANGGUNG JAWAB 1) Program dukungan pendanaan terhadap produksi karya kreatif; 2) Program penghargaan seni rupa
2015 1) Program dukungan pendanaan terhadap produksi karya kreatif; 2) Program penghargaan seni rupa
2016 1) Program dukungan pendanaan terhadap produksi karya kreatif; 2) Program penghargaan seni rupa
2017
TAHUN
1) Program dukungan pendanaan terhadap produksi karya kreatif 2) Program penghargaan seni rupa
2018
1
Kebijakankebijakan yang mengatur bea keluar dan masuk
Kebijakan yang meringankan proses keluar dan masuk karya seni Indonesia.
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan perdagangan dan bea cukai
1) Ditiadakannya bea dan cukai bagi karya seni rupa Indonesia yang keluar dan masuk dengan tujuan untuk berpameran di forum luar negeri; 2) Pembenahan regulasi dan praktek lapangan di bidang bea dan cukai
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
SASARAN 5: Adanya kelengkapan kebijakan pemerintah yang mendukung proses produksi dan distribusi produk seni
4
SASARAN/RENCANA AKSI
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
1) Program dukungan pendanaan terhadap produksi karya kreatif; 2) Program penghargaan seni rupa
2019
Lampiran
133
Program pemasaran lokal dan internasional
Penyebaran informasi di billboard dan media massa dalam negeri serta aktivasi individu-individu ahli pemasaran untuk bergerak di bidang seni rupa.
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia dan luar negeri
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif, pendidikan dan kebudayan; serta kedutaankedutaan Indonesia di luar negeri
PENANGGUNG JAWAB Melakukan pemetaan pasar seni rupa global, dan menentukan target program pemasaran lokal dan internasional.
2015 Mengaktifkan program pemasaran di titik-titik target pemasaran seni rupa
2016 Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2017
TAHUN
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2018
1
Online Directory
Dibuatnya online directory sebagai pusat informasi terpadu tentang berita seni, informasi acara seni, dan pengetahuan umum, sebagai alat promosi yang lengkap. Online
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif
Pembentukan pusat informasi seni dan budaya yang terpadu melalui situs online, yaitu informasi tentang acara seni, pendidikan seni, profil pelaku, kajian karya, kajian pengembangan, untuk publik umum
Melanjutkan aktivitas situs online directory dengan menyajikan informasiinformasi untuk pemasaran maupun pendidikan
Melanjutkan aktivitas situs online directory dengan menyajikan informasiinformasi untuk pemasaran maupun pendidikan
Melanjutkan aktivitas situs online directory dengan menyajikan informasiinformasi untuk pemasaran maupun pendidikan
2019 Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
Melanjutkan aktivitas situs online directory dengan menyajikan informasiinformasi untuk pemasaran maupun pendidikan
SASARAN 6: Meningkatnya apresiasi terhadap seni rupa yang ditentukan oleh meningkatnya penonton, penulisan di media massa baik di forum lokal dan internasional
2
SASARAN/RENCANA AKSI
134
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
2
Program promosi yang konsisten dan reguler
SASARAN/RENCANA AKSI
Diperlukan dukungan dari pemerintah, media massa dan ahli komunikasi untuk proses sosialisasi seni
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan ekonomi kreatif dan pendidikan, bekerja sama dengan media massa, ahli komunikasi dan pelaku seni rupa
PENANGGUNG JAWAB Perancangan program promosi dan menentukan mediummedium promosi yang tepat baik di forum lokal maupun internasional. Menggunakan peran kedutaan Indonesia untuk mengenalkan seni rupa Indonesia di luar negeri. Menjalin hubungan dengan media massa dan organisasi budaya negara-negara lain
2015 Eksekusi dari program yang dirancang di dalam dan luar negeri
2016 Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
2017
TAHUN
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
2018
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
2019
Lampiran
135
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNG JAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
Koordinasi publikasi dan promosi tentang seni rupa Indonesia
Publikasi tentang prestasi seni rupa Indonesia
1
2
Pengakuan dari pemerintah yang disertai penulisan di media massa tentang keterlibatan dan prestasi pelaku seni Indonesia di forum-forum Internasional.
Mencakup: publikasi dan promosi produk, pelaku seni, dan event seni produksi dalam negeri
Seluruh Indonesia dan internasional
Seluruh Indonesia dan internasional
Media massa, Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan kebudayaan, ekonomi kreatif; penulis seni rupa, dan lembaga arsip
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pariwisata, ekonomi kreatif, dan kebudayaan
Aktivasi penulisan laporan kegiatan dan prestasi seni rupa Indonesia di forum lokal maupun Internasional
1) Pelatihan penulis seni rupa, baik di bidang kajian, kritik, maupun review jurnalisme; 2) Pelatihan manajerial promosi yang aktif dan agresif secara terencana Program penghargaan bagi prestasiprestasi seni rupa
1) Diaktifkannya penulisan tentang seni rupa di setiap media massa; 2) Penerapan manajerial promosi
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
SASARAN 7: Adanya program pemerintah yang aktif dan tepat sasaran untuk pembentukan pencitraan nasional seni rupa.
SASARAN/RENCANA AKSI
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
Kelanjutan dari program tahun sebelumnya
2019
136
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
Publikasi online seni rupa
Publikasi online seni rupa tentang prestasi, penghargaan, keikutsertaan pelaku seni dan event-event seni rupa Indonesia
DESKRIPSI RENCANA AKSI Online
FOKUS WILAYAH Media massa, Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan kebudayaan, ekonomi kreatif; penulis seni rupa, dan lembaga arsip
PENANGGUNG JAWAB Merancang dan mendirikan pusat publikasi online seni rupa serta merancang penetrasi informasi ke media publikasi online yang sudah ada
2015 Diaktifkannya program pengarsipan, penulisan, dan sosialisasi tentang prestasi dan pencapaian seni rupa untuk diberitakan pada masyarakat lokal dan internasional
2016 Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2017
TAHUN
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2018
1
Aktivasi koleksi dan program museum dan Galeri Nasional
Pembenahan pengarsipan dan kuratorial koleksi museummuseum seni rupa pemerintah. Pembenahan program dan kuratorial pameran di Galeri Nasional. Mengaktifkan pameranpameran dan program publik yang memberi
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan kebudayaan
Revitalisasi museum, baik bentuk fisik maupun secara manajerial, untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang kondusif untuk aktivitas konservasi dan pendidikan publik
1) Aktivasi kegiatan koleksi karya seni rupa di museummuseum; 2) Aktivasi program publik di museum
Mendirikan Museum Kontemporer Seni Rupa Indonesia
1) Aktivasi kegiatan koleksi karya seni rupa di museummuseum; 2) Aktivasi program publik di museum,baik pameran maupun workshop.
SASARAN 8: Aktivasi lembaga-lembaga pemerintah dan ruang publik yang mendukung terjadinya sosialisasi seni rupa
3
SASARAN/RENCANA AKSI
Sosialisasi dan promosi karya seni rupa Indonesia melalui programprogram museum yang membentuk citra nasional
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2019
Lampiran
137
2
Aktivasi Taman Budaya
SASARAN/RENCANA AKSI
Aktivasi taman budaya revitalisasi Taman Budaya yang sudah ada di seluruh penjuru Indonesia baik bentuk fisik maupun secara manajerial, untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang kondusif untuk aktifitas publik dan pengembangan komunitas
informasi tentang sejarah dan perkembangan seni rupa kepada publik umum
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan kebudayaan
PENANGGUNG JAWAB
Revitalisasi Taman Budaya yang sudah ada di seluruh penjuru Indonesia baik bentuk fisik maupun secara manajerial, untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang kondusif untuk aktivitas publik dan pengembangan komunitas
2015
Aktivasi program-program publik dan pengayoman komunitas
2016
Aktivasi programprogram publik dan pengayoman komunitas
2017
TAHUN
Aktivasi programprogram publik dan pengayoman komunitas
2018
Aktivasi programprogram publik dan pengayoman komunitas
2019
138
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNG JAWAB 2015
2016
1
Program pembelajaran penulisan seni rupa
Mencakup penulis seni, kurator, dan jurnalis
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pendidikan; Komunitas, Media Massa
1) Dukungan pada pendidikan nonformal di bidang penulisan dan kuratorial; 2) Adanya kolom seni rupa di setiap media massa utama, baik media cetak maupun online
1) Adanya pendidikan kuratorial dan penulisan seni rupa di kurikulum setiap perguruan tinggi seni rupa; 2) Adanya pendidikan kajian seni rupa dan budaya di fakultas ilmu komunikasi dan jurnalisme
SASARAN 9: Meningkatnya literasi publik terhadap seni rupa lewat publikasi dan pengajaran berkualitas
SASARAN/RENCANA AKSI
1) Diaadakanya kolom seni rupa di setiap media massa utama, baik media cetak maupun online
2017
TAHUN
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2018
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2019
Lampiran
139
2
Program riset, penulisan, dan publikasi buku buku sejarah seni rupa
SASARAN/RENCANA AKSI
Mencakup sejarah dan perkembangan seni rupa Indonesia dari awal terbentuknya identitas budaya nasional hingga era kontemporer
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pendidikan dan kebudayaan; Komunitas, Media Massa
PENANGGUNG JAWAB Inisiasi dan pendanaan program penulisan dan publikasi bukubuku seni rupa. Buku sejarah, buku kajian pengembangan, buku kajian karya, dan buku tentang profil seni rupa Indonesia
2015 1) Penerbitan dan pemasaran buku-buku seni rupa. 2) Mencanangkan program wajib baca buku seni rupa di sekolahsekolah, minimum dua buku di setiap angkatan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi
2016 1) Sosialisasi buku, pengarsipan dan perpustakaan seni rupa Indonesia
2017
TAHUN
Melanjutkan program rencana aksi dari tahun 2015-2017
2018
Melanjutkan program rencana aksi dari tahun 2015-2017
2019
140
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Seni Rupa Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
FOKUS WILAYAH
PENANGGUNG JAWAB 2015
1
Aktivasi koleksi museum pemerintah
Aktivasi kegiatan koleksi karya seni modern dan kontemporer, maupun karya seni rupa tradisional, dengan kuratorial yang mencakup semua jenis karya sebagai referensi perkembangan seni rupa Indonesia
Seluruh Indonesia
Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan kebudayaan
Revitasisasi manajemen. Pendataan ulang koleksi museummuseum seni rupa Indonesia. Melibatkan kuratorkurator yang berpengalaman untuk mengaktifkan proses mengkoleksi karya seni rupa modern dan kontemporer
Sasaran 10: Peningkatan aktivitas koleksi baik oleh sektor swasta maupun pemerintahan
SASARAN/RENCANA AKSI
Membangun/ menambah koleksi seni rupa modern dan kontemporer, baik produk karya seni maupun produk pengetahuan
2016
Memamerkan koleksi dan mengadakan programprogram publik secara terus-menerus
2017
TAHUN
Membenahi program publik, aktivitas koleksi, dan pengarsipan.
2018
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2019
Lampiran
141
2
Akses publik untuk museum privat
SASARAN/RENCANA AKSI
Memperluas akses ke museummuseum ini, baik dari segi memanjangkan jam buka untuk umum, mengatur biaya masuk yang terjangkau, maupun menyampaikan informasi ke publik mengenai keberadaan museummuseum ini.
DESKRIPSI RENCANA AKSI Seluruh Indonesia
FOKUS WILAYAH Pemilik Museum Privat, Kementerian/ Lembaga yang membidangi urusan pariwisata
PENANGGUNG JAWAB Membuka museum untuk publik umum di jadwal-jadwal tertentu. Membangun informasi publik tentang koleksi di museum privat.
2015 Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2016 Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2017
TAHUN
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2018
Kelanjutan/ pengulangan dari program tahun sebelumnya
2019
348
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019