RENCANA PENGEMBANGAN
VIDEO
NA SIONAL
2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN VIDEO NASIONAL 2015-2019
:
i
Achmad Ghazali Muhammad Ilham Fauzi
PT. REPUBLIK SOLUSI
iv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
a RENCANA PENGEMBANGAN VIDEO NASIONAL 2015-2019
Tim Studi dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif: Penasihat Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Pengarah Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf Harry Waluyo, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan Penanggung Jawab Poppy Savitri, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain, dan IPTEK M. Iqbal Alamsjah, Direktur Pengembangan Kreatif Berbasis Media M. Juffry, Kasubdit Pengembangan Karya Kreatif Audio dan Video Tim Studi Achmad Ghazali Muhammad Ilham Fauzi ISBN 978-602-72387-6-3 Tim Desain Buku RURU Corps (www.rurucorps.com) Farly Putra Pratama Sari Kusmaranti Subagiyo Penerbit PT. Republik Solusi Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
v
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD): Diki Umbara Benny Kadarhariarto Krisna Murti Dennis Adishwara Sony Budi Sasono Yusuf Ismail Deny Setyawan Mahatma Putra Moch.Susanto Anto Motulz Sakti Marendra Upie Guava Muhammad Firdaus Dedih Nur Fajar Paksi Eric Wiradipoetra German Mintapradja Abie Besman Romi Ramdani Ika Ahyani Kurniawati Nuraziz Widayanto Hafiz Rancajale
vi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Kata Pengantar Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang digerakan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, di mana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Kita, secara bersama-sama telah meletakan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya pengembangan ekonomi kreatif diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup lebih baik. Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga memajukan aspek-aspek non-ekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial. Video, bersama fotografi dan film sebagai salah satu dari 15 subsektor di dalam industri kreatif. Merupakan sebuah aktivitas kreatif, berupa eksplorasi dan inovasi dalam cara merekam (capture) atau membuat gambar bergerak. Saat ini masih ada masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan industri video di Indonesia, termasuk di dalamnya jumlah dan kualitas orang kreatif yang masih belum optimal, ketersediaan sumber daya alam yang belum teridentifikasi dengan baik, keseimbangan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya budaya, minimnya ketersediaan pembiayaan bagi orang-orang kreatif yang masih kurang memadai, pemanfaatan pasar yang belum optimal, ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif, serta kelembagaan dan iklim usaha yang belum sempurna. Dalam upaya melakukan pengembangan industri video di Indonesia, diperlukan pemetaan terhadap ekosistem video yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance environment, dan pengarsipan. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple helix yaitu intelektual, pemerintah, dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas kreatif dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi dan jaringan yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis, dan komunitas. Keberhasilan ekonomi kreatif di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang menyeluruh dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data, informasi, telah dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua pemangku kepentingan baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif, dan komunitas video secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan secara rinci
vii
pemahaman mengenai industri video dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan industri video lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri video selama ini dapat diatasi sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, industri video dapat menjadi industri yang berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia. Salam Kreatif,
Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
viii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Daftar Isi Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
ix
Daftar Gambar
xi
Daftar Tabel
xii
Ringkasan Eksekutif
xiii
BAB 1 PERKEMBANGAN VIDEO DI INDONESIA
1
1.1 Definisi Dan Ruang Lingkup Video di Indonesia
2
1.1.1 Definisi Video
2
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Video
8
1.2 Sejarah dan Perkembangan Video
13
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Video Dunia
13
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Video Indonesia
15
BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI VIDEO INDONESIA
21
2.1 Ekosistem Subsektor Video
22
2.1.1 Definisi Ekosistem Video
22
2.1.2 Peta Ekosistem Pengembangan Video
23
2.2 Peta dan Ruang lingkup Industri Video
33
2.2.1 Peta Industri Video
33
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Video
35
2.2.3 Model Bisnis di Industri Video
37
BAB 3 KONDISI UMUM VIDEO DI INDONESIA
41
3.1 Kontribusi Ekonomi Video
42
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)
44
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan
45
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan
46
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga
47
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor
48
3.2 Kebijakan Pengembangan Video
49
ix
x
3.3 Struktur Pasar Video
50
3.4 Daya Saing Video
51
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Video
52
BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN VIDEO INDONESIA
59
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015–2019
60
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Video
61
4.2.1 Visi Pengembangan Video
62
4.2.2 Misi Pengembangan Video
63
4.2.3 Tujuan Pengembangan Video
63
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Video
64
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Video
66
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Video
69
BAB 5 PENUTUP
75
5.1 Kesimpulan
76
5.2 Saran
77
LAMPIRAN
79
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Daftar Gambar Gambar 1-1 Irisan Video dengan bidang lainnya.................................................................. 8 Gambar 1-2 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Video............................. 12 Gambar 1-3 Sejarah Perkembangan Video.............................................................................18 Gambar 2-1 Peta Ekosistem Industri Kreatif........................................................................ 22 Gambar 2-2 Peta Ekosistem Subsektor Video.........................................................................24 Gambar 2-3 Peta Industri Subsektor Video............................................................................34 Gambar 2-4 Klasifikasi Berdasarkan Model Bisnis Video.......................................................37 Gambar 2-5 Kilasifikasi Berdasarkan Sistem Kompensasi.......................................................37 Gambar 3-1 Diagram Nilai Tambah Bruto (NTB) Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi......................................................................................................44 Gambar 3-2 Diagram Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi..........................................................................................................................45 Gambar 3-3 Diagram Aktivitas Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi...............................................................................................................46 Gambar 3-4 Diagram Konsumsi Rumah Tangga Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi......................................................................................................47 Gambar 3-5 Neraca Perdagangan Ekspor Impor Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi..................................................................................................... 48 Gambar 3-6 Matrix Daya Saing Subsektor Video.................................................................. 51 Gambar 4-1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Video 2015–2019.................... 61
xi
Daftar Tabel Tabel 1-1 Ragam Dasar Karya Video..................................................................................... 10 Tabel 2-1 Institusi Model Bisnis Video.................................................................................. 38 Tabel 3-1 Kontribusi Ekonomi Film, Video, dan Fotografi.................................................... 42 Tabel 3-2 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Video....................................................52
xii
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Ringkasan Eksekutif Video merupakan bentuk pengembangan teknologi alat rekam gambar dari fotografi dan film. Maka dari itu, dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, video, film, dan fotografi tergabung dalam satu kesatuan subsektor dari 15 subsektor ekonomi kreatif yang ada di Indonesia. Kemajuan teknologi dan turunannya berpengaruh terhadap perkembangan subsektor video, film, dan fotografi. Begitu juga dengan teknologi video yang awalnya menggunakan konsep analog kemudian berubah menjadi konsep digital. Hal ini turut mengubah pemahaman akan video itu sendiri. Lebih jauh lagi, apabila dahulu video hanya dipahami sebagai media alat rekam, video saat ini sudah meluas maknanya karena fungsinya yang memiliki dampak lebih terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pemahaman secara komprehensif mengenai definisi dan ruang lingkup subsektor video agar kontribusinya dapat lebih fokus dan menghasilkan manfaat yang signifikan terhadap pembangunan industri dan ekonomi kreatif nasional. Berdasarkan pemahaman di atas, diperlukan sebuah kesepakatan definisi dari subsektor video yang teraktualisasi dengan konsep ekonomi kreatif. Hal tersebut juga sebagai respon terhadap perkembangan teknologi dan sifat media saat ini, yang erat kaitannya dengan perkembangan industri video. Oleh karena itu kelak kemudian akan melahirkan ruang lingkup dari subsektor video di Indonesia yang dijadikan fokus dalam pengembangan ekonomi kreatif ke depan. Sehingga diperlukan bingkai pemahaman yang menyeluruh dan mendalam mengenai industri kreatif, khususnya subsektor video. Caranya yaitu melakukan pemetaan terhadap kondisi ideal, yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan merupakan best practices dari negara-negara lain maupun hasil perenungan dari para ahli atau pelaku, sebagai bentuk pemahaman aktual terhadap kondisi industri video di Indonesia berikut dinamikanya saat ini. Pemahaman di atas akan memudahkan saat merencanakan suatu program pengembangan industri video Indonesia. Karena dari sana kita dapat melihat secara jelas potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi dalam usaha pengembangan industri video tanah air. Ekosistem video, yaitu sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif. Peranan ekonomi kreatif bagi Indonesia sudah semestinya mampu diukur secara kuantitatif sebagai indikator yang bersifat nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai keberadaan ekonomi kreatif yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk
xiii
ikut serta dalam memajukan Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk video. Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi ekonomi video, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung berdasarkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009. Namun berdasarkan perkembangan penelitian, KBLI tersebut belun terlalu mengakomodir keseluruhan industri ataupun praktik ekonomi dari subsektor video ini. sehingga banyak penilaian kontribusi ekonomi video pada data saat ini yang cenderung pesemis. Belum lagi pemahaman ruang lingkup industri yang belum merata dan masih banyak irisan definitive maupun praktik dengan bidang serupa, seperti fotografi dan film. Sehingga akurasi nilai PDB ini belum terlalu optimal penilaiannya. Visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan video pada periode 2015–2019 yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur yang dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Video Indonesia.
xiv
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
If you fail to plan, you are planning to fail.
“ Benjamin Franklin
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
KULINER 2015-2019
10
KERAJINAN 2015-2019
ARSITEKTUR 2015-2019
09
12 08
PERIKLANAN 2015-2019
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
17
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
SENI PERTUNJUKAN 2015-2019
SENI RUPA 2015-2019
TEKNOLOGI INFORMASI 2015-2019
TV & RADIO 2015-2019
VIDEO 2015-2019
PENERBITAN 2015-2019
16
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PENELITIAN & PENGEMBANGAN 2015-2019
15
18
MUSIK 2015-2019
PERFILMAN 2015-2019
14
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
11
ARSITEKTUR 2015-2019
06 05 04
“ KEKUATAN BARU INDONESIA MENUJU 2025
xv
xvi
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
BAB 1 Perkembangan Video di Indonesia
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
1
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Video di Indonesia Video merupakan pengembangan teknologi alat rekam gambar dari fotografi dan film. Oleh karena itu, video, film, dan fotografi dalam rencana pengembangan ekonomi kreatif Indonesia tergabung dalam satu kesatuan subsektor dari total 18 subsektor ekonomi kreatif Indonesia. Kemajuan teknologi dan turunannya berpengaruh terhadap perkembangan subsektor video, film, dan fotografi. Begitulah yang terjadi dengan dengan teknologi video, yang awalnya menggunakan konsep analog dan kemudian berubah menjadi digital. Kemajuan tersebut turut mengubah pemahaman video itu sendiri. Lebih jauh lagi, jika dahulu hanya dipahami sebagai media alat rekam, kini makna video sudah meluas karena fungsinya memiliki dampak lebih terhadap ekonomi, sosial, dan budaya. Maka, kita perlu memahami secara komprehensif definisi dan ruang lingkup subsektor video agar kontribusinya dapat lebih terfokus dan menghasilkan manfaat signifikan terhadap pembangunan industri dan ekonomi kreatif nasional.
1.1.1 Definisi Video Pada kurun 1970–an, muncul istilah “videography” atau yang biasa kita sebut dengan kata “videografi” ataupun “video”. Istilah itu diperkenalkan oleh Bob Kiger, seorang sarjana profesional fotografi lulusan Rochester Institute of Technology dengan predikat cum laude. Ia kemudian berkarier sebagai videografer profesional dan dikenal dengan inovasi dan pengembangan teknik-teknik pengambilan gambar video (Point of View Videography). Bob Kiger mengartikan videografi sebagai sebuah kegiatan produksi serupa film dengan menggunakan alat rekam gambar dan teknik pascaproduksi elektronik. Secara teknis, perbedaan antara film dan video terletak pada jenis media rekamnya. Film menggunakan alat rekam yang disebut “film stock” atau gulungan film, sedangkan video menggunakan “tape” (pita rekam elektronik). Pita elektronik tersebut merekam gambar diam berupa frame, dengan jumlah ratusan, ribuan, hingga jutaan. Frame tersebut dibaca dalam susunan yang teratur dengan kecepatan tertentu sehingga dapat menghasilkan gambar bergerak. Satuan gambar tersebut biasa juga dikenal dengan istilah Frame Rate, dalam hitungan frame per second (FPS). Seiring waktu, teknologi video terus disempurnakan dan terus berkembang. Teknologi yang lama tergantikan teknologi berikutnya. Pada 1975, Steven Sasson yang bekerja di Eastman Kodak Company berhasil menciptakan kamera digital pertama dengan menggunakan teknologi sensor Charge-Couple Device (CCD) sebagai pengganti film. Beberapa tahun berikutnya muncul teknologi Complementary Metal-Oxide Semiconductor (CMOS) yang memperbaiki beberapa keterbatasan teknologi sensor CCD. Kedua jenis sensor tersebut (CCD dan CMOS) masih digunakan hingga saat ini dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan teknologi tersebut, susunan gambar dapat dibaca dengan kecepatan tinggi, sehingga gerak yang ditampilkan semakin halus dan gambar diam pun terkesan hidup dan lebih nyata; semakin besar nilai FPS suatu video, semakin halus pergerakan gambar yang ditampilkan. Teknologi di atas dapat ditemukan pada jenis kamera Digital Single Lens Reflect (DSLR). Kamera-kamera jenis DSLR yang ada di pasaran saat ini tak hanya alat rekam gambar diam (foto), namun juga berkembang menjadi alat rekam gambar bergerak dengan kualitas tinggi. Kamera DSLR tersebut dapat memenuhi berbagai kebutuhan media presentasi gambar bergerak, mulai dari layar High Definition (HD) TV/LCD, hingga standar spesifikasi media untuk sinema layar lebar (bioskop).
2
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Foto Alat Rekam Gambar Kamera dengan Teknologi Terbarukan format 4K. Panasonic Lumix GH4 4K DSLR dan Blackmagic 4K. Sumber: http://www.videomaker.com/article/17333-new-gear-blackmagic-design-4k-production-camera-canoneos-rebel-t5-panasonic-lumix-gh4-4k-dslr
Kedua kamera di atas merupakan sebuah terobosan baru teknologi alat rekam gambar jenis kamera DSLR. Hadir dengan teknologi 4K, kamera ini dirancang untuk memenuhi standar spesifikasi baru media layar presentasi. Teknologi ini mampu mengakomodasi kebutuhan produksi sinema digital dan ultra HD resolution dalam ProRes 422 high quality (HQ) format.
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
3
Resolusi 4K merupakan resolusi di mana sisi horizontalnya mencapai (atau) mendekati 4000 pixel. Nama lain dari resolusi 4K adalah Ultra (HD). Angka 4000 inilah yang kemudian disingkat menjadi 4K.1
Jika dilihat dari skala produksinya, skala produksi video lebih kecil dibandingkan film. Produksi film banyak sekali memerhatikan berbagai macam aspek dalam pengambilan setiap adegannya. Film cenderung lebih kompleks, dengan teknik yang lebih rumit, dan memerlukan banyak peran individu dalam proses produksinya, sedangkan video biasanya dapat dilakukan tim yang lebih kecil, bahkan dapat dilakukan oleh satu orang saja, dengan konsep, peralatan, dan pengelolaan yang lebih sederhana. Video saat ini biasanya dikenal penggunaannya untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan tertentu yang bersifat pribadi dan cenderung sederhana misalnya, dokumentasi pernikahan, kelahiran, dan acara sekolah. Namun, sebenarnya media video dan teknik videografi juga berkembang untuk kepentingan yang lebih luas lagi, seperti untuk pembuatan profil perusahaan, iklan, video klip, serial televisi, liputan jurnalistik, hingga untuk kepentingan riset dan media seni rupa. (1) April, Sueswit. 2014. Apa Itu 4K? http://sueswit.net/2014/07/07/apa-itu-4k/ (diakses 26 Juli 2014)
4
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Dari beberapa definisi yang ada, video dipahami berdasarkan teknologi dan pengembangan media presentasi visual (broadcasting), seperti definisi dari beberapa sumber sebagai berikut: Oxford Dictionaries:2 “The recording, reproducing, or broadcasting of moving visual images−or−A recording of moving visual images made digitally or on videotape.” “Cara merekam, mereproduksi, atau menyiarkan suatu gambar bergerak atau cara merekam gambar bergerak secara digital atau dengan menggunakan pita video.” Meriam-Webster Encyclopedia:3 “A movie, television show, event, etc., that has been recorded onto a video cassette, DVD, etc., so that it can be watched on a television or computer screen.” “Sebuah sinema, acara televisi, peristiwa, dll., yang sudah direkam ke dalam video kaset, DVD, dll., yang dapat ditonton dari televisi atau layar komputer.” Business Dictionary.Com:4 “Visual multimedia source that combines a sequence of images to form a moving picture. The video transmits a signal to a screen and processes the order in which the screen captures should be shown. Videos usually have audio components that correspond with the pictures being shown on the screen.” “Sumber multimedia visual yang merupakan hasil kombinasi rangkaian gambar-gambar untuk suatu format gambar bergerak. Video mengirimkan sinyal ke layar dan kemudian memprosesnya untuk ditangkap dan ditampilkan di layar lainnya. Video biasanya memiliki komponen audio yang sesuai dengan gambar-gambar yang telah ditampilkan di layar.”
Pemahaman mengenai video berdasarkan basis teknologi (device) dan media broadcasting di atas masih tetap relevan. Namun, ada aspek lain yang sebenarnya memicu kemunculan video, yaitu fenomena sosial saat video hadir pertama kali. Keberadaan video memiliki makna berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat, video lahir dari reaksi terhadap kemapanan industri media massa yang besar, yakni industri pertelevisian (broadcasting industry). Reaksi tersebut berasal dari kejenuhan masyarakat akan penyeragaman tontonan dan sifat komunikasi satu arah dari media massa. Pada saat itu, publik membayangkan memiliki media sendiri yang mandiri.
(2) Dari www.oxfordictionaries.com. Tautan: http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/video. Terakhir diakses pada 18 September 2014. (3) Dari www.merriam-webster.com. Tautan: http://www.merriam-webster.com/dictionary/video. Terakhir diakses pada 18 September 2014. (4) Dari www.businessdictionary.com. Tautan: http://www.businessdictionary.com/definition/video. html#ixzz387ayHHdD. Terakhir diakses pada 18 September 2014. BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
5
Paradigma ini diperlukan dalam memahami video secara komprehensif, yaitu bahwa video bukan sekadar alat rekam gambar bergerak, melainkan juga alat yang memudahkan publik dalam menjangkau media yang dahulunya sangat terbatas. Dengan demikian, video sebenarnya juga merupakan antitesis terhadap privatisasi media massa. Video dapat mengubah karakter budaya masyarakat dalam bermedia. Ketika media massa hanya menempatkan publik sebagai penonton (objek), dengan kehadiran teknologi video, publik dapat mendudukkan dirinya sebagai pelaku (subjek). Di Indonesia, fenomena pemanfaatan video oleh masyarakat bisa kita lihat salah satunya di komunitas di Purbalingga, Jawa Tengah, yang menjadikan video sebagai “media warga”.
Purbalingga Merayakan Demokrasi dengan Video Di Purbalingga, ada sebuah komunitas masyarakat yang menjadikan video sebagai media baru dalam interaksi sosialnya. Masyarakat di sana, kemudian secara aktif membuat karya tontonan yang sesuai kebutuhan dan keinginan mereka sendiri. Video karya mereka dijadikan sebagai pembanding stasiun televisi mainstream, yang mereka anggap kurang dapat mengakomodasi sajian tontonan yang sesuai dengan harapan mereka. Komunitas video Purbalingga ini juga menjadikan video sebagai ajang media aspirasi sekaligus media pendidikan demokrasi di daerahnya. Seperti pada momen Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA), masyarakat di sana merekam para calon kepala daerahnya dalam sebuah karya video, untuk kemudian ditonton secara bersama seperti menonton “Layar Tancep”, untuk kemudian mereka simak biografi, visi-misi, dan program kerja masing-masing calon, sebelum pemilihan dilakukan. Hal ini tentu mustahil dilakukan oleh stasiun televisi mainstream.
Fungsi video yang bukan sekadar sebagai alat perekam gambar bergerak banyak terjadi di tanah air. Pada 1990–an, mulai bermunculan pegiat kesenian dan kebudayaan yang merintis penggunaan video sebagai media dalam berekspresi dan berkarya. Kondisi tersebut menunjukkan bagaimana video dapat berperan dalam bidang seni dan budaya sehingga mampu menghasilkan nilai tambah dalam sebuah karya seni. Peran video di dalam kesenian dapat dilihat dari inovasi dan eksplorasi pengambilan gambar, serta cara mempresentasikannya.
Video Art Sumber: http://ministryofartisticaffairs.com/blog/case-study-video-art-in-the-digital-era/
6
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat melahirkan media baru (new media) sebagai media presentasi dan distribusi karya video. Media baru ini kemudian menjadi wahana dalam kebudayaan visual, ketika video dapat dipresentasikan secara lebih eksploratif dan apresiatif.
Video dalam wacana media baru merupakan seni bahasa dalam media. Ia memiliki kebaruan dalam hal konten dan peralatan (device). Media baru sarat akan pengaruh dari teknologi informasi, banyak yang sudah umum ada di tengah masyarakat, seperti smartphone dengan beragam fitur dan aplikasinya. Video kemudian dapat berpameran di mana saja, termasuk “saku kemeja” kita. Sehingga dengan mobilitas smartphone tersebut, ruang tayang video pun menjadi semakin luas dan beragam. Bisa ditonton di mana saja, ditransferkan ke peralatan yang lain, dan sebagainya. Masih melalui smartphone, penggunanya bisa sebagai videografer juga sekaligus penonton, ia dapat merekam lalu kemudian bisa ia nikmati khusus secara pribadi. Khusus dalam memahami media baru, maka akhirnya media baru tersebut kemudian menjadi pemicu perubahan dan perkembangan dalam cara berpikir dan cara melihat terhadap realitas sosial yang baru. Akhirnya berpengaruh terhadap perilaku manusia dan tata nilai baru, serta posisi manusia di tengah dunia kontemporer yang diciptakan.5
Salah satu format media baru untuk karya video yang sudah akrab dengan keseharian kita adalah video sharing berbasis media sosial, seperti YouTube dan Vimeo. Dari media baru tersebut kita jadi banyak menyaksikan fenomena sosial yang tak kita perkirakan sebelumnya dapat terjadi di tengah-tengah kita. Maka, muncullah pesohor instan dari YouTube, atau lebih dikenal sebagai “artis YouTube”. Contoh kasus “artis YouTube” menggambarkan pengaruh media baru terhadap pola ekosistem konvensional pada proses kreasi, distribusi, dan presentasi sebuah karya kreatif video. Berdasarkan pemahaman di atas, referensi dari beberapa literatur, dan juga hasil focus group discussion (FGD), definisi video dalam pemahaman ekonomi kreatif Indonesia adalah:
“
Kegiatan kreatif berupa eksplorasi dan inovasi dalam cara merekam (capture) atau membuat gambar bergerak, yang ditampilkan melalui media presentasi, yang mampu memberikan karya gambar bergerak alternatif yang berdaya saing dan memberikan nilai tambah budaya, sosial, dan ekonomi.
“
Sumber: Focus Group Discussion subsektor Video, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mei—Juni 2014
Penjelasan kata kunci dalam definisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan kreatif adalah kumpulan kegiatan yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi untuk melahirkan gagasan dan konsep baru maupun pembaharuan dari konsep dan gagasan yang sudah ada sebelumnya. Dalam kegiatan penciptaan video, hal ini berarti kegiatan merekam atau membuat gambar bergerak yang dilakukan secara inovatif dan eksploratif baik dalam hal cara, konten, maupun media presentasinya. BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
7
2. Eksplorasi dan Inovasi adalah kegiatan untuk memperoleh hal baru dari berbagai situasi permasalahan, serta penemuan hal-hal baru, baik dari sesuatu yang sudah maupun belum ada. 3. Capture adalah proses perekaman gambar bergerak melalui media penyimpanan data seperti pita rekam elektronik, memory card/hardisk, CD/DVD, dan media rekam lainnya. 4. Gambar bergerak adalah objek yang dapat direkam maupun ditampilkan secara dinamis, yaitu susunan kumpulan gambar diam yang diolah untuk ditampilkan secara hidup dalam suatu karya kreatif video. 5. Media presentasi adalah sarana pertunjukan bagi khalayak untuk menonton suatu karya kreatif video. 6. Berdaya saing adalah kondisi saat orang kreatif (videografer) dan karya kreatif video yang ia hasilkan mampu berkompetisi secara adil, jujur, dan menjunjung tinggi etika. 7. Nilai tambah adalah keunggulan dan manfaat baru dari suatu karya kreatif video bagi penontonnya, misalnya untuk kepentingan ekspresi, edukasi, dan informasi.
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Video Sebagaimana telah dibahas, video banyak beririsan dengan film dan fotografi, yakni sama-sama merupakan bidang dengan produk kreatif yang memiliki wilayah dan cakupan sangat luas. Berbagai bidang industri dapat beririsan dengan video seperti dipetakan dalam Gambar 1-1.
Gambar 1 - 1 Irisan Video dengan bidang lainnya E-Learning (Video Tutorial)
Iklan Televisi Iklan Luar Ruang (Megatron)
Biro Iklan
Sinetron FTV PROGRAM TV BERITA
Kartun Games
Pendidikan Animasi
Footage Video Video Stockshoot
VIDEO
TV
Video Klip
Sinema
Klien
Musik Seni
Profil Perusahaan Video Pernikahan Biografi
Publishing
Video Mapping Video Seni
Trailer/ Teaser Novel
Berdasarkan pemahaman sebelumnya bahwa video mengacu pada tradisi media, perkembangan video sangat dipengaruhi perkembangan teknologi media. Lahirnya media baru membuat praktik penciptaan karya kreatif video dilakukan dengan gaya baru, baik dalam mengekspresikan, mengapresiasi, membaca, dan memaknainya. Adapun karakter umum media baru adalah: 1. Alat (teknologi) medianya yang terbarukan; 2. Budaya literasi (ekspresi dan apresiasi) medianya yang terbarukan; 8
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
3. Berada dalam realitas sosial dan budaya yang terbarukan; 4. Bersifat masif dan viral; 5. Peran subjek menjadi lebih utama. Dari poin-poin di atas, kita dapat melihat transformasi suatu karya kreatif dengan memanfaatkan media baru, misalnya media-media tradisional dalam format pertunjukan (wayang, tari, dan pentas seni budaya lainnya) kini sudah dipresentasikan dalam ruang-ruang virtual kasat mata dengan bantuan teknologi seperti komputer, ponsel pintar, dan televisi digital. Sebagai contoh, kita dapat melihat tampilan sebuah pertunjukan wayang yang dikemas menggunakan teknologi dan efek-efek visual seperti Liquid-Crystal Display (LCD) proyektor, format animasi, yang didramatisasi dengan teknologi baru lainnya yang kemudian melahirkan genre pewayangan baru, yakni wayang virtual. Dari hal tersebut, kita dapat melihat seorang dalang menampilkan karya pertunjukan wayang dengan gaya baru, serta penonton yang menonton, memaknai, dan mengapresiasi dengan cara baru. Dari sini dapat disimpulkan bahwa media baru merupakan sebuah budaya media masyarakat modern beserta kenyataan sosial yang mengiringinya. Pengaruh media baru dalam penciptaan karya kreatif video sebagai media dan juga sebagai alat melahirkan pengalaman-pengalaman estetik baru, misalnya pengalaman yang dihasilkan melalui teknik video mapping yang saat ini banyak diminati, yakni sebuah metode baru dalam evolusi seni visual dengan memanfaatkan proyeksi yang ditembakkan ke bidang yang tidak umum–bukan layar dalam pengertian konvensional–seperti gedung, kendaraan, lantai, tubuh, dan sebagainya. Hasil proyeksi tersebut dipetakan menggunakan teknologi khusus sehingga tampak presisi. Dengan memasukkan animasi yang sesuai dengan objek, akan timbul ilusi 3D yang menarik. Kini masih banyak lagi perkembangan kreasi karya video dalam format media baru seperti video animasi, video hologram, video interaktif, dan sebagainya. Pengembangan karya video masih terus berjalan hingga saat ini, baik dalam teknik produksi maupun media presentasinya.
Proyeksi Video Mapping “New visual worlds Cones vs Rods” oleh Tony Oursler. (Foto: (c) Lisson Gallery/returned. Sumber: http://www.theguardian.com/artanddesign/jonathanjonesblog/2013/jan/23/video-art-in-the-vanguard)
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
9
Selain teknik produksi maupun media presentasinya, karya kreatif video dapat dikelompokkan berdasarkan ragam dasar (basic genre) dari video, seperti yang dilakukan Stanford University Libraries. Tabel 1 - 1 Ragam Dasar Karya Video5 3-D films/Video
Newsreels
Actualities (Motion pictures)
Puppet television programs
Adventure television programs
Quiz shows
Animated television programs
Reality television programs
Anti-war television programs
Rural comedies
Audience participation television programs
Rushes (Motion pictures)
Biographical television programs
Science fiction television programs
Christmas television programs
Science television programs
City symphonies (Motion pictures)
Soap operas (sinetron)
Comedy programs
Sound motion pictures
Cop shows
Sports videos
Detective and mystery television programs
Spy television programs
Documentary television programs
Stock footage
Educational television programs
Superhero television programs
Erotic videos
Talk shows
Ethnographic television programs
Television comedies (collections only)
Experimental videos
Television commercial films
Fantasy television programs
Television dance parties
Feminist motion pictures
Television mini-series
Game shows
Television musicals
Ghost television programs
Television pilot programs
Haunted house television programs
Television programs for people with visual disabilities
Historical television programs
Television programs for the hearing impaired
Horror television programs
Television programs, Public service
Hospital television programs
Television serials
Instructional television programs
Thrillers (Motion pictures, television, etc.)
Jungle television programs
Travelogues (Motion pictures, television, etc.)
Live television programs
Trick films
Lost television programs
True crime television programs
Low budget motion pictures
Unfinished motion pictures
(5) Sumber: https://lib.stanford.edu/metadata-department/filmvideo-genre-basic-list 10
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Low budget television programs
Variety shows (Television programs)
Made-for-TV movies FTV
Video art
Magazine format television programs
Video recordings for children
Motion picture remakes
Video recordings for the visually handicapped
Motion picture sequels
War television programs
Motion picture serials
Western television programs
Music videos
Wildlife television programs
Nature television programs
Wedding Video (ext)
Ekonomi kreatif merupakan era ketika produk budaya beserta pelakunya menjadi industri strategis. Nilai budaya yang terkandung dalam musik, drama, hiburan, maupun seni visual telah menjadi pemicu sekaligus poros kekuatan perekonomian masa kini dan masa depan. Dengan demikian, video dalam kerangka ekonomi kreatif bergantung pada subjek/kreator (videografer) sebagai tokoh sentral penggerak kreativitas dan perekonomiannya. Individulah yang menghasilkan ide dan inovasi dari daya imajinasi, kreativitas, dan pengetahuan yang ia miliki. Dari hasil berbagai literatur dan pendalaman hasil FGD, berikut ini adalah ruang lingkup video berdasarkan tujuan umumnya: 1. Video Komersial. Untuk keperluan penunjang bidang usaha maupun bidang industri kreatif lainnya yang sudah berkembang dan bersifat masif, contohnya adalah klip musik, iklan, sinetron/FTV, program televisi, industri film layar lebar, footage (stock shoot), company profile, penelitian, dan pendidikan. 2. Seni Video dan Media Baru. Karya video eksploratif dan inovatif yang sarat nilai seni, menggunakan teknologi baru, baik sebagai alat produksi maupun media presentasinya, misalnya web series (YouTube, Vimeo, atau Vines), video mapping, video animasi, video fashion show, seni video, video interaktif, dan video intermedia. 3. Video Dokumentasi. Untuk keperluan pendokumentasian ragam kegiatan yang awalnya berakar dari ilmu jurnalistik, misalnya biografi, jurnalisme warga, acara pernikahan, seremonial dan sejenisnya.
“
“
Lahirnya media baru membuat praktik penciptaan karya kreatif video dilakukan dengan gaya baru, baik dalam mengekspresikan, mengapresiasi, membaca, dan memaknainya.
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
11
Gambar 1 - 2 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Subsektor Video
12
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Model Bisnis Video dan Pengelolaannya Self Agency: Merupakan suatu istilah untuk jenis usaha kreatif video dengan pengelolaan oleh kelompok kecil, biasanya tidak lebih dari lima orang atau bahkan satu orang saja ( freelance). Sehingga cakupan produksinya pun cenderung sederhana seperti pada jasa video dokumentasi personal, seperti wedding video, ceremonial event, dan sejenisnya. Production House (creative studio): Merupakan kategori usaha kreatif video yang memiliki jumlah personil atau unit yang cukup besar dengan berbagai fungsi dan peran. Biasanya tidak sekadar memproduksi video saja, namun juga tergabung dengan jasa kreatif lainnya seperti film (sinema), fotografi hingga desain komunikasi visual (grafis). Video Stock Agency: Merupakan usaha kreatif yang menghimpun karya video berupa stock shoot (cuplikan) video, yang dijual sebagi foottage untuk melengkapi kebutuhan suatu karya gambar bergerak seperti pada video iklan maupun film (sinema). Di dalam negeri jenis usaha kreatif video dalam kategori video stock agency memang tidak berkembang secara khusus/mandiri, biasanya tergabung dalam satu kesatuan production house. Multichannel Network: Merupakan jenis usaha kreatif video yang berkembang dari fenomena media baru kekinian. Layaknya seperti sebuah talent agent, yaitu usaha yang menghimpun karya kreatif video berbasis media online untuk kemudian dikembangkan dan dibantu pemasarannya. Komunitas: Komunitas disini bukanlah sebuah model satu jenis usaha kreatif video, namun keberadaannya tidak dapat dikesampingkan, karena dalam ekosistem industri video komunitas berperan dalam proses nurturing berupa apresiasi dan edukasi hingga proses distribusi dan pengembangan pasar karya kreatif video.
1.2 Sejarah dan Perkembangan Video 1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Video Dunia Fotografi memberi dampak pada lahirnya gambar bergerak (motion pictures) yang kita kenal dengan sebutan film. Pada 1878, dengan menggunakan sejumlah kamera, seorang fotografer Inggris, Eadweard Muybridge, melakukan percobaan untuk merekam kuda yang berlari. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketika kuda berlari keempat kakinya secara bersamaan pernah tak menginjak tanah. Terinspirasi dari percobaan tersebut, pada 1880–an, seseorang berkebangsaan Prancis bernama Louis Le Prince berhasil membuat kamera pertama yang dapat merekam gambar bergerak. Sepuluh tahun setelah penemuan kamera film, seorang sinematografer berkebangsaan Inggris bernama Edward Raymond berhasil mengembangkan film berwarna dengan menggunakan tiga filter berwarna merah-hijau-biru. Pada 1927, film memasuki babak lain karena pada tahun tersebut untuk pertama kalinya sebuah film menggunakan sinkronisasi dialog dan nyanyian antara gambar dan alat perekam suara sehingga film mulai dapat dinikmati secara audio-visual. Pada 1941, tercatat keberadaan iklan televisi pertama dengan format film, dibuat untuk sebuah perusahaan jam tangan dengan merek Bulova dan ditayangkan selama 10 detik di stasiun televisi NBC. Iklan tersebut ditayangkan pada jeda siaran pertandingan bisbol antara The Brooklyn Dodgers dan Philadelphia Phillies. Video tersebut berupa visualisasi jam tangan Bulova yang
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
13
melintasi gambar peta Amerika Serikat beserta voice-over yang mengucapkan slogan perusahaan, “America runs on Bulova time! ” Setelah itu, teknologi video pertama kali ditemukan dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan penyempurnaan teknologi sistem siaran di stasiun televisi, yaitu sistem CRT Television (cathode ray tube). Charles Ginsburg adalah orang yang berperan dalam membidani lahirnya teknologi video pada saat ia memimpin tim penelitian di Ampex Corporation. Pada 1951, barulah alat perekam atau video tape pertama merekam gambar bergerak melalui kamera televisi yang dikonversi secara elektronik. Pada 1956, video recorder diluncurkan ke tengah masyarakat Amerika Serikat. Pada 1970–an, Steve Sasson memberikan sentuhan monumental pada teknologi kamera dengan menerapkan teknologi digital temuannya. Setelah itu, untuk pertama kalinya video menjadi populer pada 1972 dan mulai banyak digunakan dalam produksi serial televisi dan iklan komersial.
Steve Sasson dengan kamera digital pertamanya (spectrum) Sumber: http://inet.detik.com/read/ 2013/05/23/121126/2253881/1277/penemu-kamera-digital-bercerita-tentang-kejatuhan-kodak
Walaupun ketika itu penjualan video recorder tersebut kurang begitu berhasil, kejelian para investor untuk terus mengembangkan alat rekam gambar bergerak akhirnya membuahkan hasil, salah satunya adalah Sony. Perusahaan itu secara konsisten terus mengembangkan video recorder agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pasar. Sony memfokuskan pemasarannya pada keluarga. Jenis kamera video V8, 8Hi, Digital 8, VHS, dan pemutar video jenis Betamax adalah produk yang cukup populer bagi keluarga kelas menengah. Jenis kamera ini cukup lama beredar pada 1980–an. Pada akhir 1980–an, mulai ditemukan format-format penyimpanan (record) video melalui piringan cakram yang terus mengalami pengembangan, mulai dari Laser Disc (LD), Video Compact Disc (VCD), Digital Video Disc (DVD), dan BlueRay Disc.
14
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Saat ini, media presentasi video sudah memiliki standar kualitas tinggi, sehingga alat (device) video pun turut dikembangkan agar lebih canggih lagi. Tercatat pada 2013 teknologi untuk kamera rekam gambar dengan istilah 4k atau ultra HD mulai populer. Teknologi ini dikembangkan demi kebutuhan penyesuaian dengan spesifikasi layar televisi terbaru 4.000 pixel (4K). Sampai saat ini, teknologi kamera rekam dan layar (media) presentasi berbasis teknologi 4K masih terbilang jarang dan mahal. Namun, melihat fenomena percepatan perkembangan teknologi dalam satu dekade terakhir, tampaknya sifat kebaruan itu rata-rata hanya bertahan hingga dua tahun saja.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Video Indonesia Perkembangan video di Indonesia dimulai pada 24 Agustus 1962, yaitu saat TVRI (Televisi Republik Indonesia), stasiun televisi pertama pemerintah Indonesia berdiri dan mengudara. TVRI mendapat tugas sebagai alat sosialisasi dan komunikasi kebijakan pemerintah sekaligus pemersatu bangsa lewat jaringan informasinya yang masif. Peluncuran Satelit Palapa pada 8 Juli 1976 oleh roket milik Amerika Serikat memajukan perkembangan telekomunikasi Indonesia, hingga berpengaruhnya besar terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. TVRI yang semula bersiaran lokal pun dapat dinikmati di seluruh nusantara. Lahirnya TVRI berdampak pada pengembangan industri lainnya. TVRI cukup baik dalam mendukung perkembangan industri musik. Banyak program acara yang mengangkat khazanah musik Indonesia. Secara tidak langsung, hal ini menjadi pemicu kreativitas dalam video, yang memang menjadi salah satu elemen promosi (marketing) dalam pengembangan industri musik. TVRI benar-benar menjadi medium ampuh untuk mendongkrak popularitas para musisi pada saat itu dan secara otomatis mengembangkan industri musik tanah air.
Videoklip pertama Indonesia Ernie Djohan garapan Budi Scwarczkrone (TVRI) th 1972 menggunakan kamera Eclair 16 mm. Sumber: http://dennysakrie63.wordpress.com/2013/11/05/kapankahvideoklip-mulai-muncul-di-indonesia/
P a d a p a r u h e r a 19 7 0 - a n T V R I mulai bereksperimen menampilkan lagu dengan setting outdoor yang terlihat lebih natural. Boleh jadi ini merupakan embrio atau cikal bakal munculnya era video klip yang mulai marak di era 80-an hingga 90-an. Menurut Budi Schwarzkrone, yang saat itu menjabat sebagai pengarah acara di TVRI, video klip pertama yang muncul di TVRI adalah penampilan penyanyi Ernie Djohan di tahun 1972 dengan menggunakan kamera Éclair 16 mm. Tetapi yang bisa dianggap video klip utuh dengan memakai playback atau lipsynch adalah video klip kelompok Panbers di tahun 1974 dengan memakai kamera Arriflex 16 BL. 6
(6) Sumber: http://dennysakrie63.wordpress.com/2013/11/05/kapankah-videoklip-mulai-muncul-di-indonesia/
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
15
Periode awal 1980–an merupakan masa ketika masyarakat Indonesia mulai dibanjiri produkproduk video, mulai dari media aplikasi maupun alat (device) rekam video itu sendiri. Konsumsi masyarakat ketika itu cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin populernya sinema (film) serial gangster Hongkong, Bollywood India, dan karya-karya lokal seperti film horor Susana, atau grup komedi Warkop DKI. Selain di bioskop, semua karya itu juga didistribusikan lewat kaset video (Betamax dan VHS). Maka, muncullah model bisnis baru dalam industri video, yaitu bisnis pendukung penjualan dan penyewaan (rental) kaset video. Perkembangan industri video di atas selanjutnya memberikan pengaruh besar terhadap karakter sosial dan kultural masyarakat Indonesia. Kesadaran ini pun ada dalam benak pemerintah Orde Baru ketika itu, sehingga pemerintah mulai memberlakukan aturan sensor tampilan dan isi setiap produk visual yang akan ditonton masyarakat luas. Industri pertelevisian nasional terus berkembang setelah lahirnya stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), yang mengudara secara nasional sekitar 1992, disusul setahun kemudian oleh Surya Citra Televisi (SCTV). Periode itu merupakan fasefase monumental, saat karya video kreatif sebetulnya baru mulai dikenal masyarakat Indonesia. Semakin bertambahnya stasiun televisi swasta secara perlahan membuat kegiatan produksi karya video semakin bertambah. Pada masa ini, masyarakat kita mulai diperkenalkan dengan siaran seri drama sinema elektronik (sinetron), yang masih bersiaran hingga saat ini. Pada masa 1991–1994 inilah produksi materi berbasis teknologi video di tanah air meningkat hingga 50 persen dari periode sebelumnya. Pada era yang sama, industri video klip juga sangat dipengaruhi keberadaan stasiun paling populer di kalangan anak muda dunia, yaitu Music Television (MTV). Hal ini kemudian melahirkan sosok-sosok muda dalam penyutradaraan videoklip di tanah air. Sebut saja nama-nama seperti Rizal Mantovani hingga Dimas Djayadiningrat, Garin Nugroho, Ria Irawan, Jay Subiakto, dan lainnya. Mereka mulai unjuk kreasi dengan sederet video klip yang memiliki kreativitas modern dan berdaya saing. Teknologi video berkembang ke arah baru ketika media rekam digital ada dalam bentuk kepingan CD. Setelah Laser Disc yang memiliki ukuran besar seperti piringan hitam, muncul VCD (1997) dengan ukuran yang lebih kecil dan praktis dengan kualitas yang lebih baik, kemudian muncul DVD (2003), hingga paling akhir BlueRay (2006). Namun yang paling populer di tengah masyarakat hingga saat ini adalah kepingan VCD dan DVD. Pasalnya, media aplikasinya terjangkau oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah. Namun, cukup ironis ketika hal tersebut dipicu oleh tingginya produksi VCD dan DVD bajakan yang ada di tengah masyarakat. Walaupun aturan sudah ada, fungsi kontrol dan penindakannya masih lemah. Hal tersebut perlu dikaji tersendiri mengingat produksi dan konsumsi VCD dan DVD bajakan berkaitan dengan tingkat kesadaran dan apreasiasi publik yang masih lemah terhadap karya kreatif visual. Kemudian pada medio 1990–an, geliat seniman (seni rupa) tanah air mulai merambah media dan teknologi video sebagai sarana ekspresi seninya. Salah satu pelopornya ialah Krisna Murti, yang berfokus pada pengembangan seni rupa dan kajian media baru. Pada 2000–an, komunitas yang mengembangkan praktik video kreatif sebagai media sosial mulai marak. Dari segi bisnis, mulai lahir rumah-rumah produksi video kreatif berbasis media baru di beberapa kota.
16
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Pada 2003, festival OK. Video diadakan oleh organisasi seni rupa bernama ruangrupa. OK. Video merupakan festival video dua tahunan yang menjadi festival video internasional cukup besar di Asia. Ada kesadaran baru yang muncul terkait kebanggaan akan mitos “Go International”: kita seharusnya justru menjadi tuan rumah, kitalah yang mengundang orang dari mancanegara untuk datang ke Indonesia. Hal tersebut merupakan pemahaman yang perlu dicontoh dan menjadi kesadaran bersama, terutama bagi para pelaku ekonomi kreatif Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke–8 dalam konsumsi Internet tertinggi di dunia. Pada 2005, lahir situs web berbagi video berbasis media sosial. Hal ini kemudian memicu penciptaan karya video dan alternatif baru dalam pendistribusian karya kreatif video. Turut berkembang pula model bisnis baru dalam industri kreatif video seperti yang dilakukan multichannel network Layaria, yang aktif dalam pengembangan industri video kreatif tanah air. Di Bandung, lahir kelompok kreatif yang turut menyemarakkan industri kreatif subsektor video, yaitu Sumber: www.ruangrupa.org – Sembilan Matahari yang didirikan pada 2007 sebagai www.okvideofestival.org sebuah creative agency. Mereka dapat dikatakan sebagai salah satu pelaku yang berhasil mengembangkan video di tanah air, sesuai dengan definisi subsektor video dalam ekonomi kreatif Indonesia. Dengan genre seni video, mereka menjadi pionir dalam eksplorasi dan inovasi media presentasi video dengan teknik video mapping. Pangsa pasar mereka tak hanya klien kota-kota besar di Indonesia, tapi juga para klien mancanegara seperti Timur Tengah. Logo ruangrupa dan OK. Video Festival
Video memang belum memiliki sejarah panjang dan mapan seperti industri fotografi dan film yang membidaninya. Seperti halnya pemahaman publik mengenai jenis karya, untuk mengapresiasinya pun masih diperlukan pendidikan. Di sisi lain, pendidikan, peningkatan sumber daya manusia, dan keilmuan manajemen dan bisnis untuk mengembangkan industri ini perlu didukung baik melalui institusi pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Pasalnya, video sudah masuk pada tahap melepaskan diri dari industri induknya, yaitu film atau sinematografi. Layaknya industri animasi yang sama-sama menginduk ke industri perfilman, video pun kelak memiliki karakter industrinya sendiri yang khas, memiliki perkembangan dan pasarnya sendiri yang lebih spesifik. Pemahaman tersebut mengemuka dengan munculnya social media sharing berbasis video seperti YouTube, Vimeo, atau Vines; Juga video agency berbasis news (online) media/ networking channel, seperti Layaria dan malesbanget.com dari Indonesia atau Big Frame dan Maker Studio dari Amerika Serikat. Jadi, saat ini bukan berarti video sebagai medium kreatif tidak berkembang, melainkan lebih marak dan luas diberdayakan di berbagai jenis komunitas kreatif independen dan LSM, mulai dari dokumenter, video participatory, dan aktivisme dengan media video seperti yang dilakukan Engagemedia, Forum Lenteng, dan Yayasan Kampung Halaman.
BAB 1: Perkembangan Video di Indonesia
17
Gambar 1 - 3 Sejarah Perkembangan Video
18
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
20
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
BAB 2 Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
BAB 2: BAB 2
21
2.1 Ekosistem Subsektor Video 2.1.1 Definisi Ekosistem Video Ekosistem dalam terjemahan bebas dipahami sebagai sebuah lingkungan (komunitas) dengan kesatuan unsur atau nilai yang saing terkait satu sama lainnya. Ekosistem dalam konteks ekonomi kreatif video ini, dapat juga dipahami sebagai sebuah lingkungan unsur atau nilai yang membentuk suatu kesatuan aktivitas bersifat kreatif, bernilai ekonomis, dan mengembangkan kebudayaan, yang dimulai dari proses pengaryaan hingga bentuk apresiasinya. Ekosistem yang akan digambarkan pada ekosistem video adalah sebuah model ideal dan aktual (best practice) untuk sebuah lingkungan ekonomi kreatif subsektor video. Ekosistem ini merupakan sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) yang mendukung terciptanya nilai kreatif pada industri video Indonesia. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini maka akan dibuat sebuah peta ekosistem yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu: a. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain), yang terdiri dari tahap kreasi, produksi, dan distribusi karya kreatif video; b. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment), yang terdiri dari ruang pengembangan melalui apresiasi dan aktivitas pendidikan bidang video; c. Pasar-Konsumen, Audiens, dan Customer (Market); d. Pengarsipan (Archiving). Keempat komponen di atas memiliki nilai dan perannya masing-masing, namun tetap saling terkait dengan membentuk sebuah pola atau siklus yang mebuat hubungan sebab akibat. Dengan memetakan empat komponen di atas dalam ekosistem industri kreatif video, diharapkan dapat melahirkan arah kebijakan dan program pengembangan yang sistematis dan tepat sasaran. Berikut skema yang merangkum empat komponen rantai nilai kreatif dalam subsektor video:
Gambar 2 - 1 Peta Ekosistem Industri Kreatif
22
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Berdasarkan penjelasan, ruang lingkup video sebagai salah satu subsektor ekonomi kreatif pada sub-bab sebelumnya, maka ekosistem yang akan dibangun memiliki fokus pada pengembangan nilai kreatif pada bentuk karya video yang sudah eksis, atau baru melalui pengembangan yang terdapat pada media baru.
2.1.2 Peta Ekosistem Pengembangan Video A. RANTAI NILAI KREATIF (CREATIVE VALUE CHAIN) A.1. PROSES KREASI Kreasi merupakan aktvitas praproduksi, dimana dipahami sebagai sebuah aktvitas yang dominan akan kerja ideasi (pencarian dan penciptaan ide), dibandingkan dengan aktivitas yang bersifat teknis. Brain-storming, mind-mapping, forced association, dan sinektik, merupakan beberapa metode-metode untuk pencarian ide.
AKTIVITAS UTAMA Aktivitas utama dalam proses kreasi meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut: (1) Pencarian Ide atau gagasan untuk sebuah karya kreatif video. Ide atau gagasan dapat muncul dari mana saja - mulai dari klien (pihak yang memesan jasa atau karya video), fenomena sosial (tren), novel, karya seni/kreatif lainnya, hingga dari pengalaman atau imajinasi sendiri. Semua itu bergantung pada tujuan pembuatan video itu sendiri. Dari ide kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis yakni (2) pembuatan sinopsis. Isi sinopsis yang masih bersifat abstrak (umum) lalu dituangkan ke dalam bentuk tulisan yang lebih sistematis, yaitu (3) pembuatan rancangan (treatment). Sinopsis yang dibuat sebelumnya sudah tertuang dalam konten yang tersusun (sequential). Dalam pembuatan rancangan, alur cerita dari awal hingga akhir sudah terbentuk ini kemudian dituangkan ke dalam format tulisan yang lebih rinci/detail dan teknis dengan adanya (4) pembuatan skenario, yang diturunkan menjadi rencana teknis (Breakdown Script). Pada tahap ini, konten yang sudah ditetapkan dalam sinopsis kemudian diuraikan dalam bentukbentuk treatment, ditambahkan dengan hal-hal yang cukup teknis, seperti script (penulisan dialog atau alur cerita, suara yang mengisi (voice over), imajinasi pergantian gambar (storyboard), dan sebagainya). Pada tahap ini juga menjadi proses pemahaman bersama untuk setiap peran yang bekerja dalam proses pembuatan karya kreatif video. Pada tahap terakhir, idealnya dilakukan (5) General Reherseal (GR), yaitu ‘cek & ricek’ agar segala sesuatunya sesuai dengan isi yang sudah dituangkan dalam tulisan rencana teknis pengaryaan. Seperti artist (aktor/aktris), persiapan perlengkapan, pengurusan perizinan, dan sebagainya.
PELAKU UTAMA PROSES KREASI DALAM PEMBUATAN KARYA VIDEO Pelaku utama dalam proses kreasi tergantung pada konteks atau cakupan produksi dari karya video yang akan dibuat. Hal ini berarti, suatu proses produksi memerlukan jumlah orang yang tidak sedikit dan tahapan kreasi ini biasanya dilakukan atau dibantu oleh seorang produser. Produser memiliki kewenangan dalam pematangan konsep/ide, memproyeksikan anggaran biaya, dan kebutuhan teknis maupun nonteknis lainnya, sehingga produser sangat berperan dan bertanggung jawab dalam semua tahapan proses produksi dari awal sampai akhir. Berbeda dengan proses produksi yang sederhana, adakalanya seorang produser juga merangkap sebagai seorang videografer. Hal ini menyebabkan, pelaku utama dalam proses kreasi adalah
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
23
Gambar 2 - 2 Peta Ekosistem Subsektor Video
Videografer Rumah Produksi
Produser/ Videografer
IDE: Brainstorming
Eksplorasi
Pendalaman
KONSEPTUALISASI: Sinopsis (Naskah)
Breakdown Script
Storyboard
ASOSIASI
Penjadwalan
PRA PRODUKSI:
MEDIA BARU
Stasiun Televisi (Broadcasting)
Sewa Alat
Syuting
Klien (Individu/ Perusahaan)
Kontrak Model
Merekam (Capture)
Biro Iklan
Perizinan
Editing
Rumah Produksi
PRODUKSI:
Presentasi (Display)
Video Stock Agency
Budgeting
Asosiasi Nurturance Environment Rantai Nilai Pelaku Utama Hasil Aktivitas Utama
Multi Channel Network
Penonton Televisi
Offline (New) Media
Penyuntingan Shooting List
Keterangan:
Online (New) Media
Syuting PASCA PRODUKSI:
DESAIN & PERENCANAAN: General Reherseal
ASOSIASI
Pengemasan
Penonton Event Publik
Ruang Publik Konsep/Naskah
Video
Video
KREASI
PRODUKSI
DISTRIBUSI
Pengumpulan
Rumah Produksi
AKSES PUBLIK
SPESIFIK Preservasi PENGARSIPAN
Komunitas, Pemerintah, Industri, Akademisi
Netizen Penonton Web Series
KONSUMEN
KONSUMSI
Restorasi
Penonton Video Seni Klien Perseorangan/ Perusahaan Video Footage Agency
ASOSIASI
NURTURANCE
Netizen
MASSAL
Galeri
Komunitas, Pemerintah, Industri
Biro Iklan
Pemerintah Literasi Umum
INDUSTRI PENDIDIKAN VIDEOGRAFI Formal
Nonformal
Informal
Ilmu Dasar
Teknis
Manajemen
SMK
Seminar
Internship
Seni
Lighting
Manajemen Bisnis
Perguruan Tinggi
Kursus
Internet Tutorial
Komunikasi
Teknologi (Engineering)
Pemasaran
Workshop
Community Sharing
Fotografi
Teknologi Informasi
Film/ Sinematografi
Audio/ Lighting Sound
Pengembangan SDM, Industri, Ilmu dan Teknologi Videografi
Literasi Khusus
24
Institusi Pendidikan
INDUSTRI PENDIDIKAN UMUM Festival, Penghargaan & Eksibisi
Sistem Pengontrol Konten Videografi
PASAR
OrangTua/ Komunitas Masyarakat/ Netizen
Literasi Videografi
Terintegrasi Dalam Kurikulum Pendidikan Nasional
Komunitas Videografi/ Netizen Penghargaan Pemerintah & Industri
Hak Cipta Kritik & Ulasan Videografi
PENDIDIKAN
Profesional
Pengamat Videografi Media Videografi APRESIASI Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
videografer (video artist/seniman video seni), produser, ataupun kedua-duanya secara bersamaan. Tidak menutup kemungkinan dalam proses kreasi ini terdapat andil dari klien, apabila video yang dibuat atas dasar permintaan seperti pada kategori video-video komersil seperti iklan, company profile, biografi, dan sebagainya.
A.2. PROSES PRODUKSI Tahap produksi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Dalam proses produksi atau pengaryaan, karya video ini pada intinya adalah proses syuting antara videografer dan perangkat (crew) produksi lainnya, bekerja untuk mengubah bahan tertulis (skenario/sinopsis/naskah/ide/konsep) ke dalam materi visual gambar bergerak dan biasanya juga dikombinasikan dengan materi audio sebagai pelengkap karya video. Perencanaan yang telah dibuat dengan matang di dalam tahap kreasi akan dieksekusi satu per satu. Namun pada tahap produksi ini, ada kalanya videografer melakukan modifikasi rencana atau eksperimen di tengah-tengah syuting, karena biasanya eksekusi yang dilakukan tidak semulus yang direncanakan. Faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi keberlangsungan produksi dan akan berbeda kasus atau problem permasalahan produksi, bergantung pada bentuk karya video dan media presentasinya. Seperti misalnya, bentuk video untuk kepentingan sinetron/ FTV dengan video mapping (seni). Tahap penyuntingan (editing) video-video (stock) hasil syuting merupakan tahap akhir dalam proses produksi. Video-video yang didapatkan dalam proses produksi kemudian dipilah, video yang digunakan sebagai master atau video utama, dan video yang akan digunakan sebagai video pelengkap. Setelah video diseleksi dan diurutkan sesuai dengan naskah, materi tayangan memiliki pesan komunikasi, dan menghasilkan proses pemaknaan oleh penontonnya. Sentuhan terakhir dalam proses penyuntingan adalah memperbaiki kualitas gambar apabila diperlukan. Tahap pascaproduksi bisa dilakukan oleh videografer, ataupun dapat dilakukan oleh orang lain yang berprofesi secara khusus sebagai editor video. Editor adalah tenaga kreatif yang memberi sentuhan akhir pada sebuah produksi video. Editor memiliki insting dalam mengkombinasikan cuplikan gambar-gambar bergerak, yang kemudian dikolaborasikan secara apik dengan audio, grafis, dan sebagainya. Proses produksi ini pun bisa berlaku sama pada format produksi video eksploratif seperti pada karya video seni. Walaupun tentu saja akan memiliki sentuhan dan instrumen yang berbeda dalam praktik produksinya seperti yang dilakukan oleh Sembilan Matahari, pionir video mapping di Indonesia.
Sembilan Matahari
Sembilan Matahari adalah sebuah creative studio berbasis di kota Bandung yang berdiri pada tahun 2007 dengan Adi Panuntun dan Sony Budi Sasono sebagai founder dan head creative. Saat ini, Sembilan Matahari didukung oleh sebuah tim yang masing-masing individunya memiliki latar belakang edukasi dan minat yang berbeda namun saling berbagi sebuah nilai kepercayaan yang sama untuk terus menerus menghasilkan karya seni dan berbagi hasil karya tersebut kepada khalayak umum. Sembilan Matahari merupakan pionir dalam eksplorasi video mapping di tanah air. Boleh dibilang sampai saat ini belum ada pesaing satu pun di Indonesia. Video mapping yaitu video metode baru yang menarik dalam evolusi seni visual.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
25
Dengan memanfaatkan proyeksi proyektor yang ditembakkan pada bidang yang tidak umum, seperti fasad gedung, kendaraan, lantai, dan lainnya. Hasil proyeksi tersebut dipetakan menggunakan teknologi khusus sehingga tampak presisi. Dengan memasukkan animasi yang sesuai dengan obyek yang sudah dipresisikan, maka akan timbul ilusi 3D yang menarik. Di samping video mapping, Sembilan Matahari juga mengembangkan metode eksploratif seni video dengan medium lainnya, seperti 3D Hologram. Karya yang diciptakan tidak hanya indah untuk dinikmati tapi juga harus memiliki makna bagi para penikmatnya. Sembilan Matahari memfokuskan diri dalam menyuguhkan “Designed Film” yaitu karya yang menggabungkan unsur kemajuan teknologi terkini dengan seni yang mampu mengikutsertakan rasa dan emosi dari para audiens. Tahun 2013 Sembilan Matahari mendapatkan penghargaan internasional, dalam perhelatan MAPPING FESTIVAL GENEVA Visual Audio & Deviant Electronics 9th Edition. Bukan hanya penghargaan saja yang bertaraf internasional, kini jaringan kliennya pun sudah meluas hingga negara-negara Timur Tengah. Sumber: http://www.infobdg.com/v2/blending-the-boundaries-a-video-mapping-documentary/
Pada era media baru, video dapat dibuat tanpa melewati tiga proses konvensional tahapan produksi. Hal ini dimungkinkan oleh meningkatnya aksesibilitas teknologi alat video dan penggunaan media baru. Sebagai contoh kasus, ada karya video yang tidak melakukan proses syuting. Video seperti ini hanya berupa kompilasi dan editing dari karya video yang sudah ada (reproduksi) yang kemudian ditampilkan sebagai sebuah karya video yang baru. Contoh lainnya, ada pula proses produksi sebuah karya video yang dilakukan oleh pelaku-pelaku utamanya namun tidak bertemu antara satu sama lain secara langsung. Misalnya, dalam naskah karya video yang bercerita (story telling), dibutuhkan pengambilan latar belakang tempat di dua negara berbeda. Proses syuting bisa dilakukan oleh dua videografer di dua negara tersebut. Hal ini tentu saja bisa dilakukan dengan teknologi informasi dan media yang ada saat ini. Aplikasi media daring seperti Dropbox dan aplikasi pengarsipan data lainnya memudahkan materi hasil syuting untuk dikirim lintas batas dan waktu. Pada tahap editing, akan timbul proses kolaborasi dari editor atau videografer antar kedua negara tersebut, walaupun masing-masing memiliki tingkat keterampilan produksi atau editing yang berbeda. Kolaborasi seperti ini dapat dijadikan sarana transfer pengetahuan dan kemampuan. Inilah realitas yang ada dalam sebuah rantai nilai produksi karya video saat ini. Adapun aktivitas pendukung dalam proses produksi, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan karya video tersebut secara hukum dan etika. Hal-hal hukum, seperti izin model (model release), izin properti (property release), hak cipta, serta hak kekayaan intelektual (HKI). HKI atau ‘copyright’, merupakan nilai fundamental dalam sebuah ekosistem industri dan ekonomi kreatif. Selain melindungi videografer dengan payung hukum formal sebagai pemiliki ide dan pencipta karya video, HKI juga memberikan hak pada videografer untuk mengelola karyanya sebagai sebuah produk bernilai ekonomi.
26
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
A.3. PROSES DISTRIBUSI Perkembangan teknologi informasi dan internet saat ini, telah mengubah secara radikal rantai nilai distribusi. Prinsip utama dalam lingkup industri kreatif, produk dan jasa lebih bersifat i-material. Pada satu dekade sebelumnya, model distribusi produk video hanya melalui stasiun televisi, rumah produksi, ataupun biro periklanan. Namun sekarang ini pada praktiknya, peta distribusi produk video sudah sangat terbuka luas dengan beragam alternatif. Oleh karena itu, seorang videografer bisa saja melakukan aktivitas distribusinya sendiri atau berhubungan langsung dengan pihak konsumen atau klien, yaitu dengan cara memangkas jalur distribusi konvensional. Pola distribusi saat ini sudah semakin efektif dan efisien. Distribusi berbasis media internet dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai peluang dan tantangan. Sebagai peluang, internet memungkinkan videografer untuk dapat leluasa mengembangkan pasar atau customer segment-nya secara mandiri tanpa harus berada di bawah struktur sebuah rumah produksi atau menunggu pesanan dari biro iklan dan stasiun televisi. Videografer bisa saja membuat sebuah kanal sendiri misalnya di media sosial video sharing YouTube. Dengan hal ini, seorang fotografer dapat memilih dan menyapa kelompok audiens-nya seusai target atau segmentasi yang tepat menurut diri sendiri.
“Layaria” Multi Channel Network
Beranjak dari kepedulian akan semangat komunitas, yang dibalut dengan visi dan misi yang kuat untuk pengembangan pengaryaan dan industri kreatif video. Layaria lahir sebagai sebuah entitas baru sebagai bagain dari ekosistem ekonomi kreatif subsektor video Indonesia. Layaria pada praktiknya berperan selain sebagai produser dan distributor karya video. Bahkan lebih jauh lagi, menjadi motivator pengembangan industri kreatif video tanah air. Hal tersebut menjadikan Layaria memiliki model bisnis yang cukup ‘atraktif’. Selain atas dasar modal inovasi dan kreativitas, model bisnis alternatif tersebut didukung oleh perkembangan teknologi informasi atau digital multimedia, sebagai ‘kanal’ untuk mengirimkan produk kepada pelanggan (customer segment)-nya.
“
“
Videografer harus menampilkan karyanya di situs video sharing YouTube, dengan syarat telah memiliki karya video yang berkesinambungan dalam satu tema/judul minimal enam episode. (Webseries–Layaria)
Layaria dapat diasosiasikan dengan talent agent atau management artist, yang berperan dalam mencari videografer dan seniman potensial beserta karyanya, untuk kemudian dikembangkan, dipromosikan (pemasaran), dan didistribusikan. “Layaria merupakan Multi Channel Network Youtube Pertama di Indonesia atau terkenal dengan sebutan “NETWORK” yang kini yang bergerak sebagai wadah bagi para kreator Youtube Indonesia untuk bersama-sama menciptakan, membangun, menciptakan atmosfir bisnis, dan mendistribusikan karyanya melalui online video streaming via Youtube.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
27
Layaria menawarkan kesempatan kepada setiap kreator-kreatornya untuk saling bekerja sama dalam mengembangkan (development), memproduksi (production), mempromosikan (promotion), mendistribusikan (distribution), serta menjual dan memasarkannya (sales & marketing) karya-karyanya. Tidak hanya itu, Layaria bertujuan untuk meningkatkan kualitas video kreator-kreator, meningkatkan kemampuan kreator – kreator baru online video Indonesia, serta menjadi jembatan antara brands dengan khalayak sesuai dengan target marketnya, melalui media online video.” Pada praktiknya, Layaria memiliki standardisasi sendiri untuk para videografer yang ingin bergabung. Videografer harus menampilkan karyanya di situs video sharing YouTube, dengan syarat telah memiliki karya video yang berkesenimbungan dalam satu tema/ judul minimal enam episode (webseries), target market jelas dan spesifik, dan kuat akan nilai-nilai atau konten lokal sesuai dengan daerah asal pembuatan karya video tersebut. Standardisasi ini dilakukan untuk mengerucutkan kelompok target pasar dengan isi dari karya videografi itu sendiri. Hal ini kemudian diakui sebagai sebuah differentiation dan positioning dengan bentuk media mainstream yang menjadi distributor karya video lainnya. Di mana keutamaannya di sini ialah sangat fokus terhadap target audiens atau kelompok pelanggan. Melalui program “Layaria Tancap”, Layaria menjalani tugasnya sebagai motivator dalam konteks edukatif. Program ini merupakan kegiatan nonton bareng layaknya layar tancap tradisional untuk karya-karya video yang terhimpun dalam Layaria. Selain sebagai ajang promosi Layaria, kegiatan ini juga bertujuan sebagai media edukasi publik atau bahkan para videografernya sendiri mengenai segala aspek dalam industri atau karya video, termasuk apresiasi dan pengarsipan yang berkaitan dengan regulasi Hak Kekayaan Intelektual, aspek ekonomi atau bisnis dalam industri video pada media sosial YouTube, dan isu-isu penting lainnya. Pola pendapatan dari bisnis model Layaria, memiliki beberapa saluran. Mulai dari penggunaan media YouTube, yaitu dalam bentuk profit sharing dari iklan yang ditampilkan per 1.000 penonton, ataupun iklan yang memang ditempelkan pada karya videonya itu sendiri secara langsung. Dengan demikian, Layaria disini dapat diasosiasikan sebagai sebuah perusahaan jasa periklanan yang menawarkan media dan karya video untuk para calon pengiklan. Saat ini, kemajuan teknologi informasi dan dunia maya/internet sangat mempengaruhi perkembangan sektor industri kreatif, terutama video yang sama-sama berbasis pada aspek teknologi. Oleh karena itu, perkembangan teknologi informasi dan teknologi pendukung lainnya perlu menjadi perhatian semua pihak yang berkepentingan. Di samping para pelaku video, pemerintah sebagai lembaga pengayom pun turut memiliki andil penting.
28
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Sebagai saluran distribusi berbasis media daring, Layaria memerlukan kekuatan, kapasitas, dan kecepatan jaringan internet yang mendukung untuk mempublikasikan karya-karya videonya. Sebagai catatan, kapasitas internet Indonesia masih berada di bawah negeri tetangga Malaysia. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan kerjasama lintas sektor, termasuk antar lembaga pemerintah. Artinya, bukan hanya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saja, Kementerian Komunikasi dan Informasi juga perlu memiliki semangat yang sama sesuai dengan koridor fungsi dan tugasnya masing-masing. Dalam bidang lainnya, ada pula Kementerian Hukum dan HAM yang harus mendukung dalam usaha penerapan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang optimal terhadap karya-karya video dalam negeri, di samping melakukan program edukasi kepada khalayak luas (audiens) di dalam negeri, yang memang belum teredukasi secara baik menangani hal tersebut.
B. LINGKUNGAN PENGEMBANGAN KREATIVITAS (NURTURANCE ENVIRONMENT) Pengembangan industri kreatif video harus dilakukan secara komprehensif. Dalam industri ini, terdapat banyak elemen yang saling berkaitan dan memberikan manfaat atau nilai tambah. Pengembangan ekosistem industri kreatif video tidak hanya berfokus pada konteks pendidikan formal saja, namun juga pada aktivisme industri video ini (nonformal). Selain pada institusi seperti perguruan tinggi, industri ini dapat terlihat dari praktik produksi dan apresiasi. Selain itu, latar belakang definisi dan ruang lingkup subsektor ekonomi kreatif video Indonesia merupakan acuan dalam menganalisis wilayah-wilayah pengembangan agar terarah dan memiliki fokus yang jelas. Jika mengacu pada hal tersebut, aktivisme pengembangan subsektor ekonomi kreatif video Indonesia memiliki tiga kategori pendekatan, sebagai berikut: (1) aktivisme komersial, yaitu praktik pengaryaan video dengan tujuan utama kapitalisasi (bisnis); (2) aktivisme eksperimental, yaitu praktik pengaryaan video yang berorientasi pada pengembangan bentuk (alat dan media) karya baru dan eksplorasi seni video; (3) aktivisme dokumenter, praktik pengaryaan yang berdasarkan pada nilai-nilai jurnalistik. Oleh karena itu, aktivisme pengembangan lingkungan kreatif subsektor video akan mengacu pada ketiga kategori tersebut.
B.1. PENDIDIKAN Pendidikan memiliki fungsi sebagai media belajar dan mengajar video dalam bentuk teori dan praktik, serta sebagai laboratorium pengembangan. Ditemukannya inovasi alat (device), media presentasi, konten dan teknik-teknik terbaru dalam seni video, menumbuhkan kategori-kategori (genre) baru video. Dalam institusi formal nasional, studi video sudah mulai ada di tingkat pendidikan menengah yaitu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK yang memberikan pendidikan di bidang video biasanya adalah SMK yang memiliki jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), Penyiaran TV, atau Multimedia. Selain diajarkan mengenai pengoperasian kamera, para siswa juga diajarkan tahapan-tahapan dalam memproduksi video, sampai dengan pascaproduksi dengan menggunakan perangkat lunak pada komputer. Berbeda dengan pendidikan formal video di perguruan tinggi, video biasanya tergabung ke dalam jurusan perfilman (sinematografi), broadcasting (televisi), dan sejenisnya. Beberapa perguruan
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
29
tinggi yang membuka jurusan tersebut di Indonesia diantaranya adalah Institut Kesenian Jakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Sekolah Tinggi Seni Bandung, International Design School Jakarta, SAE Institute Jakarta, STMIK Amikom Yogyakarta, AKINDO Yogyakarta, STIKOM Interstudi Jakarta, ATKI Indosiar Jakarta, FIKOM Universitas Padjadjarab Bandung, FIKOM Universitas Dr.Moestopo Jakarta, dan FIKOM Universitas Atmajaya Yogyakarta. Peranan pemerintah cukup besar, sebagai yang membentuk kebijakan kurikulum, dan akademisi maupun praktisi sebagai tenaga pengajar. Pendidikan nonformal, dapat dilakukan di beberapa tempat dalam format kursus ataupun melalui komunitas, seperti Dapur Film Community (oleh Hanung Bramantyo, dkk.), Ruang Rupa, Forum Lenteng, Reload Film Center (oleh Rudi Soedjarwo), International Design School Jakarta, Diklat TVRI Jakarta, Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail Jakarta, atau di Broadcast Center Universitas Indonesia Jakarta, Layaria, Storylab Bandung, dan sebagainya. Jalur pendidikan informal juga tidak kalah penting. Proses belajar secara otodidak dapat dilakukan melalui magang pada sebuah perusahaan ataupun bisnis jasa video. Peranan kalangan profesional dan pelaku bisnis dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pendidikan video ini cukup dominan, dibandingkan dengan peran entitas lainnya yang sudah cukup berperan melalui pendidikan formal. Dengan kehadiran media baru menjadi alternatif sarana untuk belajar otodidak melalui media online. Salah satu media pembelajaran video di internet yang cukup baik adalah www.creativelive. com. Di situs ini, kita dapat mengikuti kelas-kelas online secara gratis yang menghadirkan instruktur-instruktur berkelas yang ada di industri video Amerika. Namun, kelas online samacam ini belum ada di Indonesia. Untuk mendukung kompetensi para calon pelaku industri video di Indonesia, dibutuhkan adanya materi-materi studi video yang komprehensif. Tiga bidang utama yang perlu diajarkan dalam proses studi ini adalah 1) pengetahuan teknis tentang video, 2) pengetahuan dasar penunjang/ pendukung ilmu video, serta 3) pengetahuan di bidang manajemen atau bisnis untuk industri video, serta tambahan kombinasi dengan bidang keilmuan lainnya seperti jurnalistik dan seni rupa. Pengetahuan di bidang manajemen dan softskill (kemampuan interaksi dengan orang lain) juga diperlukan dalam industri video. Pengetahuan manajemen dibutuhkan untuk mengatur bisnis video yang dijalankan oleh seorang videografer. Seorang videografer tidak hanya dituntut untuk mampu membuat video, tetapi juga harus mampu mengatur jadwal, keuangan, sumber daya, serta berinteraksi dengan orang lain. Beragam kemampuan tersebut diperlukan karena videografer akan bertemu dengan banyak pihak seperti pelanggan atau klien, model, rekan kerja, dan sebagainya.
B.2. APRESIASI Di dalam siklus rantai nilai ekosistem subsektor ekonomi kreatif video, apresiasi merupakan bagian dari lingkungan pengembangan (nurturance environment). Apresiasi merupakan bentuk penghargaan dan literasi dari penonton (audiens) dan proses pengembangan bagi orang kreatif kreator video (videografer) karena dalam apresiasi biasanya akan timbul feedback atau kritik yang konstruktif. Aspek penting mengenai hak kekayaan intelektual (HKI) karya video juga merupakan bentuk apreasiasi yang bersifat legal formal.
30
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Literasi video merupakan kemampuan untuk memahami dan menilai karya video, yang juga berfungsi sebagai bentuk kontrol mengenai isi dari karya video sehingga layak dipertontonkan kepada khalayak luas atau kelompok spesifik. Individu maupun lembaga formal ataupun non formal ikut berperan serta dalam literasi video. Literasi ini dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: Literasi Spesifik, yaitu para profesional, baik individu maupun dalam wadah asosiasi; dan Literasi Umum, yaitu lembaga pendidikan formal yang secara khusus mendalami atau mengkaji bidang video. Dalam konteks apresiasi sebagai bentuk penghargaan dan literasi, karya video di tingkat nasional maupun internasional, di antaranya: •
“OK.Video” Ruang Rupa Jakarta, merupakan salah satu divisi dari Ruang Rupa, sebuah organisasi seni rupa kontemporer yang didirikan pada 2000 oleh sekelompok seniman di Jakarta yang giat mendorong kemajuan gagasan seni rupa dalam konteks urban dan lingkup luas kebudayaan melalui pameran, festival, laboratorium seni rupa, lokakarya, penelitian, serta penerbitan buku, majalah, dan jurnal. Selain menyelenggarakan festival video dua tahunan “OK. Video” – Jakarta International Video Festival, divisi ini juga mengadakan lokakarya, produksi, pendataan, pendokumentasian, dan distribusi karya video Indonesia.
•
Layaria Tancap, adalah webseries yang ditampilkan dalam format tradisional pertunjukan layar tancap. Sebuah ajang pentas (festival) videografer lokal, dengan konten lokal yang kuat.
•
Video Musik Indonesia, merupakan ajang penganugerahan video klip musik terbaik Indonesia.
•
AVA Digital Awards. Penghargaan ini diberikan kepada insan kreatif dan profesional yang bertanggungjawab terhadap perencanaan, konsep, pengarahan (direction), desain, dan produksi komunikasi digital. Kategori penghargaan meliputi kampanye digital, produksi audio dan video, pengembangan website, interaksi media sosial, dan pemasaran mobile. AVA Digital Awards diselenggarakan dan dijurikan oleh Association of Marketing and Communication Professionals (AMCP). Ajang ini mulai diadakan di tahun 1994 dan masih berlangsung hingga sekarang.
•
Videographer Awards. Ajang ini merupakan penghargaan di tingkat internasional yang diselenggarakan oleh para profesional di bidang komunikasi untuk mengapresiasi bakatbakat individu dan perusahaan di bidang produksi video. Saat ini, Videographer Awards telah berlangsung hingga tahun ke–17.
•
Telly Awards. Ajang ini memberi apresiasi terhadap produksi video dan film-film terbaik, web komersial yang inovatif, dan program serta iklan TV baik lokal maupun regional. Misi yang diusung adalah untuk memperkuat komunitas seni visual dengan cara menginspirasi, promosi, dan mendukung kreativitas. Telly Awards ke–34 di tahun 2013 yang lalu telah berhasil mengumpulkan 12.000 karya yang berasal dari 50 negara bagian dan lima benua.
•
Music Video Productions Association Awards. Ajang ini ditujukan untuk mengapresiasi karya-karya video musik yang diproduksi oleh anggota-anggota dari MVPA. Kategori yang diperebutkan cukup banyak yaitu 29 kategori.
Dalam industri video nasional, apresiasi baik berupa penghargaan (awards) kepada pelaku kreatif (kreator video/videografer) maupun penghargaan secara materil, masih dinilai lemah. Dalam konteks ini, peranan sebuah asosiasi profesi menjadi medium daya tawar dalam sebuah
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
31
ekosistem industri – terutama diperlukan pada saat videografer Indonesia harus berhadapan dengan videografer mancanegara. Keberadaan asosiasi berperan sebagai benteng pertahanan dalam sebuah persaingan industri di dalam lingkup ekonomi makro nasional maupun global.
C. PASAR (MARKET) Masyarakat Indonesia sudah tercatat masuk dalam kategori tiga besar konsumsi internet di dunia. Kultur masyarakat yang kurang dalam budaya membaca dan lebih gemar terhadap produk visual mengakibatkan terjadinya gap antara permintaan dan ketersediaan pada pasar dalam negeri. Saat ini, industri video tanah air masih bergantung pada industri penyerap mainstream seperti industri periklanan dan stasiun televisi. Sedangkan kesadaran terhadap kehadiran media baru atau media daring sebagai kanal alternatif untuk distribusi dan pemasaran oleh para pelaku bisnis video masih sangatlah minim dan belum optimal. Sama halnya dengan fotografi, video memiliki serapan pasar yang sangat luas dikarenakan sifat produk akhirnya yang dapat kontekstual dengan beragam bidang industri lain. Dalam hal ini, kelompok pasar yang ada menjadi terbagi dua kategori umum berdasarkan media presentasinya, yaitu: (1) pasar spesifik (khusus), merupakan karya video yang ditujukan untuk kelompok penonton yang tersegmentasi secara sempit, misalnya penonton genre video seni. Penonton kategori ini biasanya memiliki latar belakang yang sama dengan referensi pengetahuan tertentu dalam menginterpretasi suatu karya seni video – yang cenderung eksploratif dan sulit untuk dinikmati atau dimaknai oleh khalayak awam; dan (2) pasar massal (masif), merupakan kelompok pasar acak yang bersifat umum, dan biasanya mengikuti karakter dari media presentasi yang bersifat masif, seperti pada media massa broadcasting stasiun televisi.
D. PENGARSIPAN (ARCHIVING) Salah satu indikator negara maju ialah memiliki aktivitas literasi yang baik seperti “pengarsipan”. Perngarsipan merupakan usaha menyimpan dan mengelola kumpulan dokumentasi, yang memiliki siklus sebagai berikut: (1) pengumpulan, yaitu aktivitas menginvetarisasi menyusun dan mengamankannya; (2) restorasi, yaitu aktivitas mengelola dan memperbaiki ataupun mengulang dokumentasi, yang akan menjadi materi arsip; (3) preservasi, merupakan aktivitas mempersiapkan materi arsip yang sudah siap, hasil dari proses restorasi dokumen, untuk kemudian dilakukan pengarsipan, ataupun justru untuk digunakan kembali sesuai kebutuhan; (4) akses publik, aktivitas publik dalam memanfaatkan materi arsip hasil olah restorasi dokumentasi, yang disiapkan untuk digunakan kembali sebelum kemudian diarsipkan kembali. Akses publik tidak berlaku tetap atau menjadi keharusan karena ada juga sifat arsip yang rahasia, atau tidak dapat diakses oleh publik. Lembaga pemerintah yang melakukan pengarsipan adalah Arsip Nasional Republik Indonesia. Selain itu, museum-museum kekinian juga turut memajang arsipnya melalui bentuk karya video, dengan tujuan bukan hanya sekedar menyimpan, namun juga sebagai media presentasi aset-aset museum. Bentuk karya video ini dapat dikolaborasikan dengan perangkat multimedia interaktif lainnya. Oleh karena itu, video dapat berlaku pula sebagai alat cara pengarsipan. Kemajuan teknologi informasi dan digitalisasi, turut mempengaruhi usaha pengarsipan kekinian. Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan cara. Karya-karya video kini dapat disimpan baik dalam bentuk fisik, seperti cakram (CD/DVD/ BlueRay), hard disk, ataupun chip memory card – yang biasa menyatu dengan perangkat kamera
32
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
video. Media daring merupakan alternatif media baru dalam hal pengarsipan. Seorang videografer dapat menjadikan video sebagai media penyimpan, seperti halnya promo karya. Dengan adanya video daring, publik dapat mengakses secara leluasa. Hal ini menjadikan empat siklus pengarsipan yang sebelumnya diutarakan, dapat dilakukan dalam satu media dan satu waktu secara bersamaan. Banyak jasa penyedia media daring yang khusus menyediakan jasa pengarsipan virtual, seperti halnya Dropbox. Ataupun dapat pula melalui layanan-layanan video sharing berbasis sosial media yang ada di internet, seperti YouTube, Vimeo, Vines, Instagram dan lain-lain. Dinamika umum yang terjadi pada subsektor video adalah sebagai berikut: •
Minimnya festival membuat jasa videografer tidak terapresiasi dengan baik.
•
Tidak tersedia atau masih minimnya ruang tayang alternatif yang memadai bagi masyarakat untuk mengakses karya/produk video.
•
Distribusi online menjadi alternatif akan tetapi lambannya jaringan dan infrastruktur teknologi pendukung lainnya menjadi kendala tersendiri.
•
Pasar besar bagi videografer adalah media. Namun demikian, kebijakan media yang tidak seragam dalam pemberian upah ataupun standar kompensasi yang digunakan, sering menjadi kendala.
•
Masih belum optimalnya peran asosiasi nasional menyebabkan jasa videografer dinilai sangat rendah oleh pasar meski permintaannya sangat tinggi.
•
Program-program pengarsipan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang belum jelas orentasinya dan publikasi cara pemanfaatannya kepada publik yang lemah. Sehingga diperlukan pengarsipan yang terkelola dengan baik, dapat dikerjasamakan dengan asosiasi, dan jelas bagaimana cara publik mengaksesnya.
•
Youtube dan media sosial video sharing lainnya melahirkan model bisnis tersendiri yang baru dalam proses produksi video.
•
Pemanfaatan videografer daerah untuk kepentingan efisiensi ongkos produksi liputan konten daerah dapat menjadi pertimbangan bagi industri stasiun televisi nasional.
•
Belum siapnya videografer daerah dalam standarisasi broadcasting yang sering tidak match dalam memproduksi konten. Namun demikian, potensinya yang besar memerlukan perhatian khusus dalam hal peningkatan sumber daya potensi di daerah.
•
Video mapping dan video seni eksploratif lainnya masih berupa sajian tontonan gratis. Belum ditemukan formula bisnis yang tepat untuk dikomersialisasikan untuk kategori pasar umum. Sedangkan potensi untuk itu bisa saja dilakukan, layaknya ajang pentas sebuah seni pertunjukan atau bahkan seperti sinema (bioskop).
2.2 Peta dan Ruang lingkup Industri Video 2.2.1 Peta Industri Video Pemetaan industri video dilakukan dengan menghubungkan industri utama (videografi), dengan industri pendukung yang memberikan suplai (supply) ke pelaku industri utama (backward linkage), dan pelaku industri yang memberikan permintaan (demand) oleh pelaku industri utama (forward linkage) dalam rantai nilai ekosistem video.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
33
Pemetaan ini tidak dilakukan secara menyeluruh dan hanya mengambil beberapa contoh dari aktivitas yang terjadi dalam industri video yang terkait dengan beberapa industri video lain. Hal ini disebabkan karena industri video memiliki cakupan yang sangat luas dan kontekstual. Hampir semua kategori industri dapat saja dihubungkan secara langsung maupun tidak langsung dengan industri video. Penyederhanaan yang dilakukan dalam pemetaan pada proses ini dan dilakukan untuk memudahkan keterkaitan antar sektor industri.
INDUSTRI UTAMA
INDUSTRI PENDUKUNG FORWARD LINKAGE
Gambar 2 - 3 Peta Industri Subsektor Video
Industri Periklanan & Film
Industri Periklanan & Film
Industri Media: -Stasiun TV -Media Online
Industri Media: -Stasiun TV -Media Online
Perseorangan dan Semua Industri yang Membutuhkan Jasa Videografi
Perseorangan dan Semua Industri yang Membutuhkan Jasa Videografi
Pra-Produksi & Produksi
Pasca Produksi
Videografer
Videografer
Editing Video
Videografer
Rumah Produksi
Rumah Produksi
Pengemasan
Rumah Produksi Agen Stok Video
INDUSTRI PENDUKUNG BACKWARD LINKAGE
Industri Pendidikan Videografi
Jasa Transportasi
Industri IT
Industri New Media
Agen Model
Industri Percetakan/ Rekaman
Industri Percetakan/ Rekaman
Jasa Tata Rias & Rambut
Industri Audio/ Musik
Industri IT
PH Special Effect
Industri Peralatan Elektronik
PH Sound Engineering
Merchandising
Jasa Penyewaan Tata Lampu Industri Mode Industri IT Industri Peralatan Video KREASI
34
PRODUKSI
DISTRIBUSI
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Video Di dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, yang termasuk ke dalam ruang lingkup subsektor video antara lain: 1. Kelompok 18202, yaitu reproduksi media rekaman film dan video; 2. Kelompok 59111, yaitu produksi film, video dan program televisi oleh Pemerintah; 3. Kelompok 59112, yaitu produksi film, video dan program televisi oleh swasta; 4. Kelompok 59121, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh Pemerintah; 5. Kelompok 59122, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh swasta; 6. Kelompok 59131, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh Pemerintah; 7. Kelompok 59132, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh swasta; 8. Kelompok 74909, yaitu jasa profesional, ilmiah dan teknik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. Kelompok ini mencakup usaha jasa profesional, ilmiah dan teknik lainnnya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti jasa konsultasi ilmu pertanian (agronomist), konsultasi lingkungan, konsultasi teknik lain dan kegiatan konsultan selain konsultan arsitek, teknik dan manajemen. Kelompok ini juga mencakup kegiatan yang dilakukan oleh agen atau perwakilan atas nama perorangan yang biasa terlibatkan dalam pembuatan gambar bergerak, produksi teater atau hiburan lainnya atau atraksi olahraga dan penempatan buku, permainan (sandiwara, musik dan lain-lain), hasil seni, fotografi dan lain-lain, dengan publisher, produser dan lain-lain; 9. Kelompok 85420, yaitu jasa pendidikan kebudayaan. Kelompok ini mencakup pengajaran seni, drama, dan musik. Kegiatan pada kelompok ini dapat disebut dengan sekolah, studio, kelas, dan lain-lain. Kegiatan ini, menyediakan pengajaran yang diatur secara formal, terutama untuk hobi, rekreasi atau untuk tujuan pengembangan diri, tetapi pengajaran tersebut tidak ditujukan untuk mendapatkan ijazah profesional, sarjana muda atau gelar sarjana. Kelompok ini mencakup kegiatan guru piano dan pengajaran musik lainnya, pengajaran seni, pengajaran dansa dan studio dansa, sekolah drama (bukan akademis), sekolah seni rupa (bukan akademis), sekolah seni pertunjukan (bukan akademis), sekolah fotografi (bukan yang bersifat komersial) dan lain-lain; 10. Kegiatan 9499, yaitu kegiatan organisasi keanggotaan lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain. Subgolongan ini mencakup perkumpulan atau asosiasi untuk pencarian kegiatan kebudayaan atau rekreasi atau hobi seperti kelas foto. Kesepuluh kelompok ini secara garis besar telah mewakili ruang lingkup subsektor video di Indonesia untuk saat ini. Namun begitu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut guna menyempurnakan ruang lingkup dari subsektor ini. Untuk itu, akan ditinjau ruang lingkup subsektor video yang diterapkan oleh PBB melalui UNDP (United Nations Development Programme) dan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), serta Pemerintahan UK. Laporan dari PBB dipilih karena penelitiannya mencakup banyak negara, yaitu beberapa dari negara-negara anggotanya, sehingga hasil publikasinya diharapkan dapat diadaptasi dengan baik oleh Indonesia. Laporan dari DCMS (Department for Culture, Media, and Sport) UK dipilih karena bentuk industri kreatif Indonesia secara umum diadaptasi dari sana.
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
35
Di dalam Creative Industries Mapping Document 2001 yang dipublikasikan oleh DCMS UK, bidang video termasuk ke dalam subsektor film, video, dan fotografi. Aktivitas utama dalam subsektor ini adalah penulisan naskah, produksi, distribusi, dan pertunjukan. Aktivitas yang berkaitan dengan subsektor film dan video di antaranya: music soundtrack, promosi, set design building, katering, manufaktur perangkat/peralatan, rental video, fotografi, pencahayaan, sound recording, desain kostum, penjualan hak distribusi film dan video, penyimpanan dan pengiriman film dan tape, videos on demand, distribusi film digital, film websites, pascaproduksi dan special effects, permainan komputer, multimedia, dan media digital. Industri-industri yang terkait dengan subsektor ini antara lain: televisi, produksi film TV, musik, penerbitan, periklanan, media digital, pertunjukan seni, merchandising, dan pelatihan. Pemetaan ruang lingkup subsektor film, video dan fotografi menurut Standard Industrial Classification untuk industri kreatif di UK meliputi: (1) reproduksi rekaman video; (2) kegiatankegiatan fotografi; (3) kegiatan produksi film dan gambar bergerak; (4) kegiatan pascaproduksi gambar bergerak, video, dan televisi; (5) kegiatan distribusi gambar bergerak dan video; dan (6) kegiatan proyeksi/pertunjukan gambar bergerak. Dari kedua contoh pengelompokan ruang lingkup di atas, model yang dikeluarkan oleh PBB dalam Creative Economy Report 2010 lebih mendekati dengan tujuan pengelompokan ruang lingkup industri kreatif Indonesia subsektor video dan fotografi karena telah memisahkan bidang video dengan perfilman. Sedangkan model dari DCMS UK masih menyatukan bidang video dengan perfilman. Ruang lingkup fotografi saat ini sudah cukup jelas dapat diterjemahkan oleh KBLI 2009, namun tidak untuk ruang lingkup video. Pada KBLI 2009, bidang video masih tidak terpisahkan dengan film. Untuk itu, perlu untuk mendefinisikan ruang lingkup video dan mencoba mengambil pendekatan ruang lingkup video dari ruang lingkup fotografi dan film. Ruang lingkup video adalah perluasan dari ruang lingkup fotografi dari bentuk hasil karyanya, dan penyempitan ruang lingkup film dari sisi skala produksi, tujuan produksi, serta distribusinya. Penyempitan ruang lingkup film yang termasuk ke dalam bidang video adalah sebagai berikut:
36
•
Skala produksi. Video umumnya hanya melibatkan individu (yaitu sebagai videografer) atau tim kecil yang bertugas untuk membantu proses syuting. Jika produksi video sudah melibatkan sutradara, penulis naskah, sinematografer, tata cahaya yang kompleks, desainer, dan lain-lain, maka itu bukanlah ranah video, melainkan perfilman.
•
Tujuan produksi. Video dibuat dengan beragam tujuan, diantaranya: (1) mendokumentasikan ragam kegiatan yang memiliki unsur jurnalistik untuk ragam kebutuhan seperti pernikahan, event, biografi, dan video dokumentasi lainnya; (2) membuat karya dengan tujuan komersial atau publikasi dan penyebaran informasi baik itu oleh individu, perusahaan, atau organisasi seperti sinetron, video profil perusahaan, video tutorial, video stok (footage), video iklan dan sebagainya (3) membuat karya seni dengan bentuk dan medium akhir karya seni berupa video, seperti video mapping, video animasi, video musik, video seni panggung, dan video seni lainnya.
•
Distribusi video dalam video dapat bersifat terbatas (hanya ditujukan kepada pemakai jasa), seperti rumah produksi, stasiun televisi, dan biro iklan; atau dapat juga bersifat terbuka untuk publik.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
2.2.3 Model Bisnis di Industri Video Pasar industri video secara umum memang sudah terbentuk dan tumbuh dengan baik, walaupun rata-rata masyarakat cenderung lebih mengenal jasa video yang diasosiakan hanya dengan pendokumentasian video untuk suatu event personal, seperti momen pernikahan, dan acara seremonial lainnya. Namun demikian, apabila kita melihat peta ekosistem dan industri dari video, selain diserap oleh industri mainstream seperti stasiun televisi dan periklanan, sebetulnya masih sangat luas untuk digali potensi ekonominya. Banyak keterkaitan dengan sektor industri lainya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Apalagi berkenaan lagi-lagi dengan perkembangan industri Teknologi Informasi. Melalui media daring model bisnis untuk video, dapat dikreasikan dengan lebih leluasa untuk meningkatkan nilai ekonominya. Model bisnis yang berkembang dalam industri video, berkaitan klasifikasi berdasarkan tujuan umumnya, seperti yang telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya. Tentu saja model bisnis video yang dijelaskan di sini, akan mengacu pada pengaryaan video yang bersifat profesional karena bersifat industri. Maka dapat disimpulkan, model bisnis video ke dalam pendekatan empat kategori umum berikut ini. Gambar 2 - 4 Klasifikasi Berdasarkan Model Bisnis Video
Dari gambar pengkategorian model bisnis (Gambar 2-4), diperoleh sistem kompensasi (salary) untuk masing-masing kategori model bisnis video tersebut. Gambar 2 - 5 Klasifikasi Berdasarkan Sistem Kompensasi
BAB 2: Ekosistem dan Ruang Lingkup Industri Video Indonesia
37
Tabel 2 - 1 Institusi Model Bisnis Video
RANTAI NILAI KREASI
INSTITUSI MODEL BISNIS Self Agency.
PRODUKSI
Rumah Produksi, Self Agency.
DISTRIBUSI
Rumah Produksi – Stasiun Televisi, Multi Channel Network, Biro Iklan, Video Stock Agency.
SELF AGENCY Dalam kategori Self Agency, dimaksudkan untuk jasa video yang dilakukan oleh kelompok kecil orang dalam bentuk tim. Biasanya terdiri dari dua sampai dengan lima orang saja. Namun, ada pula yang melakukannya hanya dengan seorang diri sebagai pekerja jasa video lepas (freelance). Masyarakat secara umum mengenal kategori model bisnis ini, dalam bentuk jasa wedding videography, dan jasa dokumentasi ceremonial event lainnya. Kecenderungan umum, biasanya jasa video ceremonial event ini tergabung dalam satu paket dengan jasa fotografi. Pemasaran untuk kategori model bisnis video ini sering bertumpu pada kepercayaan (trust), yang kemudian akan berlanjut pada pola pemasaran World of Mouth Effect. Sedangkan pola kompensasi yang didapatkan, kebanyakan menawarkan berdasarkan paket produk (product oriented). Namun demikian, ada pula yang memberikan atau menambahkan harga atas dasar waktu (time based), karena proses pengerjaan yang memakan waktu mulai dari tahapan praproduksi, produksi, dan pascaproduksi (editing).
RUMAH PRODUKSI/ CREATIVE STUDIO Seorang videografer yang berada dalam sebuah rumah produksi, dimaksudkan untuk mengkategorikan jasa video dalam kesatuan unit yang cenderung lebih besar. Karena kebutuhan produksi karya video yang berasal dari rumah produksi, biasanya akan lebih kompleks atau rumit proses pengerjaannya. Seperti produksi video klip yang dipesan oleh industri musik, iklan televisi oleh biro iklan, ataupun program televisi seperti sinetron untuk stasiun televisi.
VIDEO STOCK AGENCY Bentuk bisnis video yang dilakukan dalam kategori ini ialah, mengelola dan menghimpun karya video berupa stock shoot saja (video stock). Pelanggan kategori ini berasal dari agensi film atau biro iklan, yang bertujuan untuk kepentingan penunjang karya film atau iklan. Biasanya cuplikan video pendek ini akan menjadi footage melengkapi karya film atau iklan tersebut. Sehingga jika melihat pola bisnis seperti pada paragraf sebelumnya, maka klasifikasi kompensasinya bisa saja merangkum semua klasifikasi berdasarkan sistem kompensasi.
MULTICHANNEL NETWORK Bentuk perusahaan atau bisnis karya video “Layaria” merupakan best practice dari model bisnis ini. Model bisnis ini berkembang akibat dari kemunculan media baru. Praktiknya ialah menghimpun karya video untuk kemudian dikembangkan lebih baik, mengelola proses distribusinya dan membantu pemasarannya. Untuk media presentasinya itu sendiri merupakan video sharing seperti YouTube. Bentuk kompensasinya bisa dikategorikan Product Oriented. Karena perusahaan ini berbasis media daring, maka bagi hasil keuntungan diberikan atas dasar jumlah penonton (subscribe) untuk karya video yang ditampilkan.
38
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
40
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
BAB 3 Kondisi Umum Video di Indonesia
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
41
3.1 Kontribusi Ekonomi Video Industri video di tanah air belum semapan film dan fotografi, namun cenderung melebur secara bersamaan dengan keduanya karena memang ada pada wilayah kerja dan karya akhir yang sama. Maka, seperti diungkapkan sebelumnya, terjadi kesulitan dalam mengukur aspek ekonominya. Memang pada realitasnya banyak sekali irisan dalam ruang lingkup produk visual dan gambar bergerak. Video ada dalam sinema, industri periklanan, animasi, jurnalistik, dan sebagainya. Diperlukan kriteria yang tegas dan jelas, yang mengacu pada ruang lingkup dan praktik video secara definitif dalam kerangka ekonomi kreatif Indonesia, agar dapat dihitung secara benar nilai ekonomis industri kreatifnya apabila bersifat tunggal. Video tergabung dengan film dan fotografi dalam 15 subsektor lainnya, yang terbagi dalam dua kelompok wilayah kerja struktural di dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf), di mana subsektor video berada di bawah Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain, dan Iptek, sedangkan film dan fotografi berada di bawah Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya. Perkembangan video Indonesia memberikan dampak ekonomi yang semakin besar pada negara, baik secara langsung maupun tidak. Hal ini menyebabkan penghitungan kontribusi ekonomi dalam industri video dinilai cukup penting. Tujuan penghitungan ini adalah untuk melihat seberapa besar potensi yang dimiliki industri video, sehingga dapat terus dikembangkan. Kontribusi ekonomi dilihat pada empat aspek yaitu, berbasis produk domestik bruto (PDB); berbasis ketenagakerjaan; berbasis aktivitas perusahaan; dan berbasis konsumsi rumah tangga. Namun hingga saat ini penghitungan kontribusi ekonomi industri video masih digabungkan dalam subsektor film, video, dan fotografi seperti yang tampak pada Tabel 3-1. Tabel 3 - 1 Kontribusi Ekonomi Film, Video, dan Fotografi INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
1. BERBASIS PRODUK DOMESTIK BRUTO a
Nilai Tambah Subsektor (ADHB)*
Miliar Rupiah
5,587.71
6,466.84
7,399.80
8,401.44
6,963.95
b
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor terhadap Ekonomi Kreatif (ADHB)*
Persen
1.18
1.23
1.28
1.31
1.25
c
Kontribusi Nilai Tambah Subsektor terhadap Total PDB (ADHB)*
Persen
0.09
0.09
0.09
0.09
0.09
d
Pertumbuhan Nilai Tambah Subsektor (ADHK)**
Persen
-
7.74
6.82
6.27
6.94
56,937
60,006
62,495
63,755
60,798
2. BERBASIS KETENAGAKERJAAN a
Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
42
Orang
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
b
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.50
0.51
0.53
0.54
0.52
c
Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Ketenagakerjaan Nasional
Persen
0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
d
Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Subsektor
Persen
-
5.39
4.15
2.02
3.85
e
Produktivitas Tenaga Kerja Subsektor
Ribu Rupiah/ Pekerja Pertahun
50,819
52,159
53,787
56,211
53,244
27,239
28,155
28,992
29,785
28,543
0.52
0.53
0.54
0.55
0.53
0.05
0.05
0.05
0.05
3. BERBASIS AKTIVITAS PERUSAHAAN a
Jumlah Perusahaan Subsektor
Perusahaan
b
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Jumlah Perusahaan Ekonomi Kreatif
Persen
c
Kontribusi Jumlah Perusahaan terhadap Total Usaha
Persen
d
Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen
-
3.36
2.97
2.74
3.02
e
Nilai Ekspor Subsektor
Juta Rupiah
595,839.00
596,302.39
612,306.27
639,438.51
610,971.54
f
Kontribusi Ekspor Subsektor terhadap Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.62
0.57
0.56
0.54
0.57
g
Kontribusi Ekspor Subsektor terhadap Total Ekspor
Persen
0.04
0.03
0.03
0.03
0.03
h
Pertumbuhan Ekspor Subsektor
Persen
0.08
2.68
4.43
2.40
1,052,832.32
1,173,625.13
1,331,063.50
1,116,959.49
-
4. BERBASIS KONSUMSI RUMAH TANGGA a
Nilai Konsumsi Rumah Tangga Subsektor
Juta Rupiah
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
910,317.00
43
INDIKATOR
SATUAN
2010
2011
2012
2013
RATA-RATA
b
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Subsektor terhadap Konsumsi Sektor Ekonomi Kreatif
Persen
0.14
0.15
0.15
0.15
0.15
c
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga
Persen
0.02
0.03
0.03
0.03
0.03
d
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Persen
-
15.66
11.47
13.41
13.51
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB) Gambar 3 - 1 Diagram Nilai Tambah Bruto (NTB) Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
44
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, kelompok industri kreatif dalam basis MDI, kontribusi terhadap ekonominya boleh dibilang cukup baik. Dalam Produk Domestik Bruto sejauh ini kelompok industri fesyen, penerbitan dan percetakan, serta desain yang masing-masing memiliki rata-rata NTB ADHK sebesar 57.687,4 miliar rupiah, 18.586,1 miliar rupiah, dan 9.747,8 miliar rupiah. Subsektor video sendiri seperti yang tertera dalam Gambar 3.1, bersama subsektor film dan fotografi menyumbang 1% untuk kontribusinya terhadap PDB industri kreatif pada 2013. Namun perhitungan ini masih mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLBI) yang dirasa masih terbatas dalam ruang lingkup definisi maupun praktik subsektor industri kreatifnya, utamanya video. Sampai saat ini belum ada data yang sangat spesifik menghitung kontribusi ekonomi subsektor video. Adapun penjelasan mengenai data statistik yang didapat mengacu pada pemahaman umum tentang suatu industri, yaitu perhitungan produk akhir yang sudah sampai ke tangan konsumen. Namun, sebetulnya, seperti yang kita ketahui sebelumnya, bidang video itu sendiri cenderung memiliki nilai yang cukup lumayan yang tidak terhitung dengan baik nilai ekonominya karena cakupan kerjanya yang luas, utamanya dalam aspek jasa. Misalkan saja jasa pembuatan video komersial, seperti iklan televisi, video company profile, rumah produksi, dan sebagainya. Jadi, angka yang tertera pada data statistik yang ada saat ini belum mampu menghitung secara jelas kontribusi ekonomi subsektor video secara spesifik. Atau, dengan kata lain, angka yang tertera pada data statistik yang ada saat ini masih perkiraan kasar. Di masa depan, untuk mengkuantifikasi kontribusi ekonomi industri kreatif yang berbasis jasa, termasuk subsektor video, diperlukan metode atau formula yang tepat.
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan Gambar 3-2 : Diagram Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
45
Subsektor film, video, dan fotografi menyerap tenaga kerja sebesar 0,54% yakni sejumlah 63.755 orang, dengan laju pertumbuhan per tahun semenjak 2010–2013 3,85%. Angka tersebut sangat kecil apabila kita mengacu pada serapan ketenagakerjaan dalam industri kreatif, bahkan sangat jauh apabila mengacu pada lingkup ketenagakerjaan secara umum tingkat nasional. Ini bisa saja disebabkan oleh perhitungan para pelaku industri subsektor ini sebagai jasa atau profesi perorangan, seperti filmmaker, videografer, dan fotografer. Akan tetapi angka yang tertera di sini pun terbilang masih sangat kasar, mengingat pada kenyataannya cakupan industri film, video, dan fotografi ini memiliki irisan yang cukup banyak, utamanya dengan subsektor industri kreatif lainnya.
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan Gambar 3-3 : Diagram Aktivitas Perusahaan Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi. KONTRIBUSI TERHADAP TOTAL UNIT USAHA INDUSTRI KREATIF (2013) Riset & Pengembangan, 0.04% Arsitektur, 0.07% Periklanan, 0.05% Seni Rupa, 0.10% Desain, 0.52% Kerajinan, 19.86% Kuliner, 56.07%
Mode, 20.44%
Film, Video, & Fotografi, 0.55% Permainan Interaktif, 0.14% Musik, 0.30% Seni Pertunjukan, 0.45%
JUMLAH UNIT USAHA (2013)
29.785 RATA-RATA PERTUMBUHAN UNIT
Penerbitan & Percetakan, 1.02% Teknologi Informasi, 0.16% Radio & Televisi, 0.23%
USAHA (2010-2013)
3,02% Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
Pengelompokan menjadi satu subsektor antara film, video, dan fotografi di satu sisi merepresentasikan pelaku bisnis yang secara umum menjadi penyedia jasa dan produk ketiga bidang tersebut. Bahkan ada juga yang menyatukannya sekaligus dengan jasa atau produk animasi dan desain komunikasi visual (grafis). Selama rentang waktu tahun 2010–2013 jumlah perusahaan di subsektor ini terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 3,02%. Hal ini sekaligus menjadi indikasi daya serap pasar yang turut meningkat. Tercatat pada 2013 jumlah unit usaha subsektor ini sejumlah 29.785.
46
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga Gambar 3-4 : Diagram Konsumsi Rumah Tangga Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi
. Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah
Berdasarkan gambar di atas konsumsi untuk subsektor ini memberikan kontribusi ekonomi sebesar 13,5 % atau sejumlah Rp1,33 triliun per tahun pada 2013. Urutannya ke-14 dari 15 subsektor ekonomi kreatif lainnya. Rata-rata pertumbuhannya terhadap pengembangan konsumsi ekonomi kreatif secara keseluruhan adalah 0,15%. Dalam konteks konsumsi rumah tangga ini pun sama dengan hasil data sebelumnya, angka yang ada adalah perkiraan akibat keterbatasan ruang lingkup industri dalam KLBI yang ada saat ini.
“
“
Sampai saat ini belum ada data yang spesifik menghitung kontribusi ekonomi subsektor video
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
47
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor Gambar 3-5 : Neraca Perdagangan Ekspor Impor Ekonomi Kreatif Indonesia Subsektor Film, Video, dan Fotografi.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Ekonomi kreatif dianggap memiliki fungsi dan cara baru dalam mengembangkan peran dan posisi suatu negara di kancah global. Ekonomi kreatif juga sering dikaitkan dengan istilah softpower, yang memiliki arti aktivitas ekspor untuk sesuatu yang bersifat imaterial. Hal ini berarti sejauh mana suatu negara dapat “menularkan” kebudayaan beserta aktivitas penyertanya terhadap negara lainnya tanpa pemaksaan. Maka, bentuk-bentuk softpower bisa menjadi alat pemasaran yang efektif dan efisien untuk suatu negara. Tentu ini bukan berarti tidak ada transaksi material yang dipertukarkan/diperjualbelikan. Sebaliknya, saat tujuan softpower ini berhasil, secara otomatis saat terjadi sebuah transaksi ekonomi calon konsumen sudah pada kondisi pengetahuan brand awareness yang baik. Kita tengok bagaimana industri musik Korea dan Jepang berhasil menginvasi pasar dalam negeri bahkan dunia. Isitilah K-Pop maupun K-Movie menjadi begitu akrab di kalangan masyarakat kita saat ini. Segala sesuatu yang berbau Korea pun dikonsumsi. Apa yang dilakukan Korea merupakan kerja sistematis yang terintegrasi di dalam negeri; bukan hanya gerakan industri musiknya saja, melainkan juga semua bidang atau subsektor industri dalam negeri yang bersatu padu membangun pasar dunia, dengan softpower produk budaya dan kreativitas yang menjadi ujung tombak mereka dalam menembus pasar mancanegara.
48
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Berdasarkan Gambar 3.5 terlihat jelas perbedaan yang cukup tinggi dalam persentase antara pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia. Rata-rata setiap tahunnya praktik impor dalam subsektor ini tumbuh 16,3% sedangkan ekspor 2,4%. Hal ini memang beralasan dengan realitas yang ada saat ini, utamanya dalam produk gambar bergerak seperti film (sinema) dan video. Produk impor subsektor ini lebih banyak terlihat dibandingkan dengan produk ekspor kita. Namun, sesungguhnya geliat ekspor pada subsektor ini beberapa tahun belakangan sudah menunjukan sinyal yang positif. Apalagi dengan kehadiran format media baru seperti yang telah diulas sebelumnya, di mana akses distribusi sudah menjadi begitu murah dan mudah. Di masa depan, aktivitas ekspor subsektor ini harus kita usahakan berkembang secara lebih signifikan.
3.2 Kebijakan Pengembangan Video Dinamika dalam usaha mengembangkan subsektor video tidak terlepas dari sisi kebijakan (peraturan), yang juga memiliki andil untuk hal tersebut. Analisis kebijakan yang perlu ditinjau atau dikembangkan dalam subsektor video ini akan diklasifikasikan mengacu pada pemahaman rantai nilai ekosistem subsektor video yang telah dipaparkan sebelumnya, dan juga resume dari hasil FGD yang sudah dilakukan.
A. KEBIJAKAN KEPROFESIAN (VIDEOGRAFER) Diperlukan perlindungan keprofesian untuk videografer, sebagai bentuk peningkatan apresiasi pasar atau publik terhadap daya tawar dari jasa seorang videografer (pengarya video). Salah satu tindakan riilnya di sini, yaitu pemerintah dapat mendorong asosiasi keprofesiaan di bidang video ini untuk membuat sertifikasi yang memiliki kekuatan daya tawar terhadap industri penyerap. Khususnya saat ini ialah apabila videografer lokal harus bersaing dengan videografer asing yang turut memasarkan jasa atau profesinya di Indonesia.
B. KEBIJAKAN AKSES TEKNOLOGI Dengan adanya fenomena media baru sebagai jalur distibusi karya video terhadap pasar, maka penguatan teknologi pendukung menjadi substansial. Tujuannya adalah penguatan akses teknologi itu sendiri, di mana diperlukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga pemerintah lainnya, misalkan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Harus ada regulasi yang dapat menjamin kebutuhan pengembangan industri agar dapat dipenuhi oleh pihak-pihak terkait.
C. KEBIJAKAN INDUSTRI/BISNIS Pemerintah harus mengupayakan diri untuk mampu mengatasi hal-hal yang menjadi hambatan para videografer dalam konteks industri/bisnis. Dalam hal ini, pemerintah dapat berperan sebagai perangsang pasar dengan menciptakan hubungan antara industri/bisnis yang memerlukan jasa atau produk video. Misalnya, pemerintah dapat menyediakan sentra data nasional (data base) potensi video tanah air, yang dapat memberikan akses bagi para pengguna jasa dan produk video untuk memilih sesuai kebutuhannya.
D. KEBIJAKAN DISTRIBUSI/PEMASARAN (RUANG TAYANG) Diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan media distribusi dalam negeri, seperti memperbanyak ruang tayang di daerah-daerah potensial. Distribusi dalam bentuk ruang tayang itu sendiri dapat bermanfaat dalam dua hal. Pertama, berfungsi dalam nurturing process, dan kedua sebagai infrastruktur jaringan pemasaran di mana para videografer dengan produknya dapat bertemu dengan pengguna jasa dan produk video dalam satu medium khusus.
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
49
E. KEBIJAKAN PENDIDIKAN Perlunya kebijakan terkait upaya aktualisasi kurikulum video pada intitusi pendidikan kita. Apalagi industri video kian hari kian luas cakupannya dan semakin dinamis.
F. KEBIJAKAN ISI (CONTENT) Berlimpahnya sumber daya isi (content) dalam negeri untuk materi karya video, baik bersumber dari warisan budaya Nusantara, maupun fenomena-fenomena sosial di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini. Harus pula dipahami bersama bahwa produk atau karya video mampu menjadi alat propaganda atau investasi aset tidak tampak negara, untuk banyak kepentingan melalui karya video, misal saja untuk mendukung industri pariwisata. Maka, sudah sepatutnya pemerintah memberikan bantuan ataupun regulasi yang memudahkan dan menjamin para videografer mulai dari mendapatkan izin, jaminan, dan perlindungan dari “pungutan liar”, dan sebagainya, minimal selama produsen video tersebut menggunakan materi sumber daya lokal dalam negeri. Adapun sasaran utama dalam konteks pengembangan kebijakan dari subsektor video ini, ialah terciptanya iklim industri kondusif dalam negeri, misalnya agar videografer lokal mampu menghadapi arena pasar bebas ASEAN 2015 dan konteks global lainnya melalui kerja kolaboratif antar pemerintah, asosiasi profesi, dunia pendidikan, dan komunitas. Membenahi regulasi, sekaligus meningkatkan kesadaran pemangku kebijakan, utamanya berkaitan dengan HAKI dan bantuan pengembangan pemasaran pelaku industri dalam negeri, agar mampu berdaya saing di kancah global.
3.3 Struktur Pasar Video Dalam konteks persaingan pasar industri video berada dalam pasar sempurna, di mana kompetitor cukup banyak, produk/jasa bersifat homogen, pasar cukup sensitif dengan penawaran harga, dan mudah untuk masuk dan keluar dari pasar. Kondisi pasar sempurna seperti ini memiliki konsekuensi terhadap apresiasi pasar terhadap harga, karena posisi tawar konsumen yang cukup kuat. Apalagi konsumen dalam negeri sendiri cenderung kurang apresiatif terhadap jasa ataupun produk video. Di masa depan dibutuhkan daya inovasi dan kreativitas dari para produsen produk dan jasa video yang cukup kuat. Seperti halnya dalam bentuk jasa video komersial, di mana industri-industri besar dan mapan (mainstream) seperti biro periklanan yang kerap kali menggunakan produk video. Mereka rupanya lebih percaya diri dengan menggunakan jasa videografer ataupun produk video yang berasal dari luar negeri seperti Singapura dan Thailand. Ironisnya, banyak perusahaan maupun individu jasa video memposisikan perusahaan mereka di Singapura untuk menangkap klien dari Indonesia. Pada kenyataannya, dari segi infrastruktur dan ekosistem, industri video tanah air memang masih perlu mendapat perhatian khusus dari semua pemangku kepentingan. Pada praktiknya, payung organisasi/perusahaan bisnis untuk subsektor video biasanya beririsan atau tergabung dengan bidang film (sinema), audio, animasi, ataupun bidang kreatif lainnya. Jarang sekali penyedia jasa video secara spesifik membatasi wilayah produk dan jasa bisnisnya untuk video saja. Jadi, untuk menghitung berapa banyak jumlah pelaku usaha video, dan seberapa jauh kontribusi ekonominya, diperlukan penghitungan detail yang mengacu pada ruang lingkup industri secara definitif, agar tidak bias dengan bidang dan jasa produk serupa lainnya. Rata-rata umumnya penyedia jasa dan produk video di Indonesia berada dalam bentuk model bisnis rumah
50
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
produksi (PH) atau creative agency, dan ini pun hanya terkonsetrasi di kota-kota besar dengan tingkat permintaannya yang tinggi. Adapun pola persaingan bisnis dalam industri video memiliki kekhasannya tersendiri di mana antar pelaku dalam industrinya cukup cair, persaingan tidak terlalu tajam, dan bahkan bersifat seperti layaknya pola hubungan dalam sebuah komunitas. Namun pola hubungan seperti ini terkadang tidak menjadikan hubungan antar pelaku industri video solid, terutama saat berhadapan dengan kelompok pelanggan atau klien, misalnya yang tercakup dalam industri penyerap produk dan jasa video paling besar dalam negeri, yaitu industri broadcasting (TV) dan periklanan. Namun, sayangnya, justru kedua bidang tersebut kurang memiliki daya konstruktif terhadap industri video, khususnya dalam hal standardisasi kelayakan kompensasi pendapatan, sampai dengan ruang kreativitas videografer yang ditumpulkan. Misalnya saja, saat ini mekanisme kompensasi bulanan yang diterapkan oleh biro iklan layaknya pegawai regular, dan kurang baiknya standard kualitas yang diminta oleh stasiun televis. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh sifat pragmatis untuk semata-mata mencari keuntungan. Maka, para pemangku kepentingan industri video tanah air, harus memiliki semangat bersama berupa idealisme, visi, dan misi untuk saling menumbuhkembangkan dalam ekosistem industri video ini.
3.4 Daya Saing Video Dari Gambar 3.6 kita dapat melihat salah satu variabel daya saing subsektor video yang paling lemah, yaitu aspek pembiayaan dan kelembagaan (nilai 2,5 dan 2,6). Dari segi pembiayaan memang terdapat hambatan karena belum ada institusi keuangan formal seperti bank yang mau menjamin investasi (pinjaman) dengan jaminan sebuah produk kreatif. Kalaupun ada, pembiayaan bergantung pada kategori ruang lingkup tujuan umumnya video-nya. Pembuatan video komersial atau dokumenter tidak akan terlalu kesulitan untuk mencari sumber pendanaan, karena ada permintaan dari klien. Namun, untuk video seni dan media baru, selain bersumber dari donatur (funding) juga membutuhkan modal awal yang bersumber dari pendanaan secara mandiri (self-funding). Gambar 3-6 : Matrix Daya Saing Subsektor Video
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
51
Aspek kelembagaan sendiri masih lemah karena kurangnya regulasi yang mampu mendukung keberlangsungan aktivitas pencipaan video. Di antaranya, lemahnya perlindungan HKI, perlindungan profesi dari asosiasi dan lembaga pemerintah yang menaunginya, kebijakan pembiayaan, dan juga kemudahan proses produksi seperti perizinan dan jumlah ruang tayang di lokasi umum, merupakan kendala utama yang ada dalam aspek kelembagaan. Aspek pemasaran memiliki nilai serupa dengan infrastruktur teknologi dan sumber pendukung (nilai, 3). Pada praktiknya, ketiga aspek ini memang berkaitan, apalagi industri video di era media baru ini yang sangat bertumpu kepada kesiapan infrastruktur teknologi informasi di mana distribusi dan pemasaran (marketing) berbasis web aplikasi video sharing seperti YouTube atau Vimeo. Kecepatan dan kuota Internet nasional menjadi keluhan yang sering terungkap dari para praktisi dalam industri video ini. Aspek sumber daya kreatif dan industri memiliki nilai yang paling baik dalam perannya membantu daya saing subsektor video ini (nilai, 4,05 dan 4,1). Kedua aspek ini pun sama-sama berkaitan. Sumber daya kreatif (orang kreatif) dalam negeri cukup mampu bersaing secara global, bahkan sudah banyak karya video Indonesia diakui dan diserap oleh industri mancanegara. Akibatnya, banyak unit usaha dan wirausahawan kreatif video bermunculan dengan berbagai macam kompetensi dan ragam karya yang semakin inovatif dan eksploratif, seperti lahirnya tren video mapping dan web series di tanah air, yang kemudian turut merangsang pengembangan pasar video itu sendiri.
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Video Dalam usaha pengembangan subsektor video, perlu terlebih dahulu dipahami aspek potensi dan permasalahan yang kelak menjadi kerangka kerja sistematis pengembangan subsektor video ke depan. Identifikasi potensi dan permasalahan subsektor video akan mengacu pada tujuh pilar pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, yang akan diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 3 - 2
NO
52
Potensi dan Permasalahan Pengembangan Video PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
POTENSI
1
SUMBER DAYA KREATIF
1
Antusiasme masyarakat terutama di daerah (selain kota besar) yang tinggi, dalam basis komunitas video yang mendukung “nurturing environment” video cukup baik untuk pengembangan ekosistem dan industri video secara keseluruhan.
1
Belum terjadinya pemerataan untuk “nurturing environment”, utamanya di daerah-daerah kota kecil, pedesaan, atau wilayah terpencil.
2
Serapan industri pendukung yang cukup banyak. Dan yang paling besar ada pada industri broadcasting (stasiun televisi) dan periklanan.
2
Lemahnya pengetahuan pihak terkait mengenai penyusunan kurikulum tingkat nasional yang formal untuk pengembangan lembaga pendidikan video.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
NO
POTENSI
3
Sudah mulai tumbuh dan banyak videografer Indonesia yang berkarya di kancah global, khususnya dalam kategori video seni.
2
SUMBER DAYA PENDUKUNG
1
Budaya masyarakat Indonesia yang cenderung akrab dengan budaya visual memberikan peluang untuk pengembangan pasar video dalam negeri.
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman) 3
Pendidikan yang menitikberatkan pada nilai kreatifitas dalam karya video belum menjadi orientasi para kurikulum yang ada saat ini, namun masih pada batas memenuhi kebutuhan pasar/ industri.
4
Praktisi belum dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kurikulum.
5
Praktisi belum dilibatkan secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
6
Program beasiswa nasional oleh pemerintah maupun lembaga donor lainnya, yang ada dan tersebar saat ini, masih sedikit sekali yang mengakomodir bidang seni, utamanya video.
7
Pemahaman mengenai konsep media baru (new media) yang masih sedikit di kalangan videografer. Para pelaku video terbatas eksplorasi dan kreatifitasnya, karena terbatas pada saluran media konvensional yang bersifat pabrikasi.
8
Ruang eksplorasi kreatifitas proses ideasi dan berkarya masih terbatas, akibat serapan industri yang kurang sehat
9
Daya tawar yang lemah terhadap industri pelanggan seperti stasiun televisi dan biro iklan, misalkan, untuk pemenuhan sinetron yang terlalu didominasi oleh kepentingan keuntungan, yang dilakukan dengan menurunkan biaya produksi sehingga mengorbankan kulitas kreasi videografernya.
10
Lemahnya perlindungan dalam negeri terhadap videografer dalam negeri saat bersaing dengan videografer luar negeri.
1
Aktivitas pengarsipan yang masih lemah akibat budaya literasi masyarakat kita yang masih rendah.
2
Belum adanya asosiasi profesi, ataupun sejenisnya, yang memiliki peran sebagai analisator mengenai tren perkembangan industri, pasar, teknologi, dan media baru sebagai perangsang ide kreasi videografer.
3
Pemanfaatan arsip dirasa masih kurang maksimal dilakukan oleh para praktisi maupun publik secara umum. Ini pun akibat lemahnya usaha untuk melakukan pengarsipan itu sendiri.
53
NO 3
INDUSTRI
1
Karakter kreatif dan eksploratif (usaha pengembangan) sudah ada pada diri para videografer Indonesia.
1
Dinamika dalam industri video berkaitan dengan pesatnya perkembangan teknologi pendukung, dan media pencitra (display)-nya. Harus diimbangi dengan daya inovasi dan kreatifitas yang cepat pula dari para produsen video itu sendiri.
2
Dengan kemunculan teknologi pendukung media baru, dan perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. Memungkinkan kolaborasi karya video secara global.
2
Pemerataan sebaran pengguna jasa dan produk video yang selama ini masih terpusat di ibukota. Namun potensi daerah juga harus dimanfaatkan khususnya apabila audiens dari karya video tersebut bersifat lokal.
3
Media baru mampu mengubah peta ekosistem dan peta industri, yang sekaligus menjadi potensi dan tantangan untuk mengembangkan praktik ekonomi bidang video.
3
Kolaborasi masih lemah. Daya tawar videografer dengan industri yang menyerap masih belum seimbang.
4
Beragam dan semaraknya konten lokal yang berbasis pada produk budaya maupun pariwisata nusantara sebagai bahan baku ide/konsep karya video.
5
Indonesia memiliki lingkungan yang mendukung untuk meciptakan karya kreatif, sehingga secara kualitas karya video Indonesia mampu bersaing dalam lingkup global, utamanya di wilayah Asia.
4
PEMBIAYAAN
1
Crowd-funding dan jenis pembiyaan sejenisnya merupakan pola sumber pendanaan yang mulai berkembang dalam pembiayaan sebuah karya kreatif video.
1
Masih sangat jarang institusi keuangan resmi seperti Bank, yang mau meminjamkan uang ataupun berinvestasi untuk sebuah karya video.
2
Pengembangan pendapatan dari sebuah karya video dapat dikolaborasikan dengan produk jual lainnya seperti merchandising dan sejenisnya.
5
PEMASARAN
1
Produk video mampu memiliki irisan dengan banyak bidang atau industri lainnya. Di masa depan produk video kelak menjadi elemen utama sebuah industri, khususnya dalam aspek pemasaran dan media informasi pendukung industri.
1
Masih kurangnya ruang tayang, utamanya di daerah selain kota besar. Padahal peminatnya cukup tinggi.
2
Kemunculan media baru berbasis teknologi informasi dan media online dapat memperluas potensi pasar. Salah satunya dimotivasi oleh tingkat konsumsi dalam negeri media itu yang cukup tinggi.
54
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
POTENSI
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
NO
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
POTENSI
6
INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI
1
Akses untuk teknologi pendukung atau alat penyerta produksi video di dalam negeri sudah sangat memadai.
7
KELEMBAGAAN
1
1
Jaringan infrastruktur pendukung, utamanya kuota dan kecepatan internet dalam negeri yang menghambat proses kreasi, produksi, dan distribusi untuk media baru yang berbasiskan jaringan media tersebut.
Mulai tumbuh dan semaraknya aktivitas produksi video di level komunitas, di masyarakat daerah selain kota besar.
1
Bentuk apreasi masyarakat masih lemah dalam konteks literasi video media baru.
2
Banyak potensi daerah yang terangkat, seperti bidang pariwisata akibat penyertaan dalam sebuah karya video.
2
Perlidungan terhadap profesi videografer, khususnya dalam hal penghargaan atau dalam bentuk kompensasi harus memiliki standar kelayakan yang mendukung upaya pengembangan subsektor video yang sehat.
3
Pemanfaatan video sebagai media publik, untuk pendidikan demokrasi sudah mulai digunakan oleh masyrakat di daerah.
3
Apresiasi dalam bentuk penghargaan terhadap pekerja video masih minim, baik itu oleh konsumen individu maupun industri mapan seperti stasiun televise dan biro iklan, yang ada malah dekonstruktif terhadap ekosistem dan industri video itu sendiri.
4
Meningkatnya tren/isu nasionalisme, dan basis kedaerahan (konten lokal).
4
Peralatan pendukung produksi video yang masih impor, masuk dalam kategori pajak barang mewah, sehingga masih menjadi hambatan dalam proses produksi yang menjadi mahal.
5
Diperlukan wadah asosiasi yang berafiliasi dengan institusi pemerintahan dengan tujuan perlindungan terhadap videografer dalam negeri, dalam menyambut pasar terbuka Asean (AFTA). Usaha ini dapat ditempuh dengan bentuk sertifikasi Internasional.
6
Perlunya asosiasi industri pelaku utama video untuk memperkuat daya tawar videografer dengan pengguna jasanya; ancaman industri yang bersifat pabrikasi, seperti biro periklanan dan stasiun televisi dengan cara menyamaratakan pola kompensasi untuk videografer dengan standarisasi kompensasi yang tidak tepat dan layak.
7
Perlunya asosiasi industri pelaku utama video untuk memperkuat daya tawar videografer dengan pengguna jasanya; ancaman industri yang bersifat pabrikasi, seperti biro periklanan dan stasiun televisi dengan cara menyamaratakan pola kompensasi untuk videografer dengan standardisasi kompensasi yang tidak tepat dan layak.
BAB 3: Kondisi Umum Video di Indonesia
55
NO
56
PERMASALAHAN (Tantangan, Hambatan, Kelemahan, Ancaman)
POTENSI 8
Belum menjadi fokus utama pihak-pihak yang berkepentingan dalan usaha pengarsipan utamanya jenis media baru berbasis teknologi informasi, kaitannya dengan HAKI diperlukan kesepakatan dan kesepahaman bersama.
9
Belum berjalannya hubungan quadrohelix (pemerintah, akademisi, industri, dan komunitas).
10
Perlunya penguatan kelembagaan asosiasi profesi video nasional terpusat yang didukung penuh oleh pemerintah, seperti AIVI (Asosiasi Industri Video Indonesia), atau IMPAS (Indonesia Motion Picture and Audio Association).
11
Belum adanya regulasi yang memudahkan kemudahan perizinan ruang atau fasilitas publik sebagai elemen karya video.
12
Minimnya dukungan pemerintah terhadap delegasi videografer Indonesia dalam festival dan acara internasional.
13
Masih minimnya festival maupun even sejenis sebagai media apresiasi dan pengembangan karya kreatif video secara nasional.
14
Edukasi yang masih lemah dalam hal pemanfaatan produk dan jasa video kepada publik lebih luas lagi.
15
Kurangnya informasi mengenai mekanisme pengurusan HKI kepada para videografer.
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
58
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
BAB 4 Rencana Pengembangan Video Indonesia
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
59
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015–2019 Arahan RPJPN 2005–2025, pembangunan nasional tahap ketiga (2015–2019) adalah ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat Pembangunan periode 2015–2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat, dan kawasan timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable). Tema pembangunan dalam RPJMN 2015–2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang, maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah: 1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi kemiskinan yang didukung oleh struktur ekonomi dan ketahanan ekonomi yang kuat; 2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai wilayah Indonesia secara adil dan merata; 3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah dan perusahaan yang benar dan baik; 4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari. Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015–2019 terdapat enam agenda pembangunan, yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4) Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan. Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Memantapkan pengembangan ekonomi kreatif yang dimaksud adalah memperkuat landasan kelembagaan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku kebijakan. Landasan yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan daya saing nasional dengan memanfaatkan iptek dan kreativitas serta kedinamisan masyarakat untuk berinovasi, dan menciptakan solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk menciptakan industri kreatif yang berdaya saing, beragam, dan berkelanjutan.
60
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015–2019 bertujuan untuk menciptakan ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai dan berkualitas, peningkatan kualitas pengembangan dan pemanfaatan bahan baku lokal yang ramah lingkungan dan kompetitif, industri kreatif yang bertumbuh, akses dan skema pembiayaan yang sesuai bagi wirausaha kreatif lokal, pasar yang makin beragam dan pangsa pasar yang makin besar, peningkatan akses terhadap teknologi yang sesuai dan kompetitif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya kreatif lokal.
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Video Visi, misi, tujuan dan sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan Video pada periode 2015–2019 yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur. Secara umum, kerangka strategis pengembangan video pada periode 2015–2019 dapat dilihat pada Gambar 4-1.
VISI
“Menjadikan karya video sebagai media dan alat kebudayaan juga penggerak kewirausahaan masyarakat Indonesia yang kreatif dan berdaya saing”
MISI
Gambar 4 - 1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Video 2015–2019
Mengoptimalkan pemanfaatan video sebagi media dan alat konservasi untuk kreasi sumber daya alam dan produk budaya Indonesia.
TUJUAN
1
2
Peningkatan daya saing dan kreativitas videografer di daerahdaerah potensial pengembangan ekonomi kreatif
Mengembangkan industri kreatif video Indonesia yang kolaboratif dan terintegrasi agar berdaya saing internasional 3
Peningkatan kesadaran komunitas masyarakat dan Pemerintah Daerahnya dalam pemanfaatan video sebagai alat dan media komunikasi untuk pembangunan daerah
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
Peningkatan daya saing, kedinamisan, dan keragaman industri video di daerah yang berpotensi
Mengembangkan kekuatan hubungan antar pemangku kepentingan dalam pengembangan ekosistem ekonomi kreatif video 4
Peningkatan kualitas infrastruktur pemasaran karya video di tingkat lokal, nasional, dan internasional
5
Peningkatan kualitas akses terhadap teknologi yang dibutuhkan oleh industri video
6
Peningkatan kuantitas dan kualitas komunitas dan asosiasi video di daerah secara terintegrasi secara nasional
61
SASARAN STRATEGIS
1
2
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan
Meningkatnya kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap problem daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif
3
Terciptanya sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video
4
Meningkatnya usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional
5
Meningkatnya keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi
6
Meningkatnya daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri, dan penetrasi pasar luar negeri
7
Tercapainya pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik, dan teknologi pendukung industri video di daerahdaerah potensi yang mudah di akses dan kompetitif
8
Terciptanya regulasi nasional yang mendukung pengarus utamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah
9
Terciptanya promosi parawisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video
10
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video
4.2.1 Visi Pengembangan Video Mengacu pada perkembangan ekonomi dan industri kreatif bidang video di Indonesia saat ini, tantangan yang mungkin dihadapi, serta dengan memperhitungkan daya saing serta potensi yang dimiliki dan juga arahan strategis pembangunan nasional dan juga pengembangan ekonomi kreatif periode 2015–2019, maka visi pengembangan video selama periode 2015–2019 adalah:
Menjadikan karya video sebagai media dan alat kebudayaan juga penggerak kewirausahaan masyarakat Indonesia yang kreatif dan berdaya saing
62
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Karya video sebagai media dan alat kebudayaan, maksud dari ini adalah karya-karya kreatif video yang mampu menjadi alternatif media untuk mengembangkan aktivitas dan produk kebudayaan masyarakat saat ini, maupun produk-produk budaya terdahulu (tradisi) untuk di kreasikan secara kreatif dengan format baru, dalam media pengaryaan video sebagai usaha konservasi nilai-nilai kerarifan lokal yang turut pula menampilkan bentang alam Indonesia dalam bingkai visualnya. Karya video sebagai penggerak kewirausahaan masyarakat Indonesia yang kreatif dan berdaya saing, gagasan ini selaras dengan pemahaman visi sebelumnya, di mana kemudian aktivitas kebudayaan yang ditampilkan melalui media video tersebut, mampu untuk merangsang kewirausahaan masyarakat, baik itu karya langsung dari video itu sendiri sebagai produk usaha kreatif, maupun karya kreatif video tersebut sebagai media pengembangan pasar (pemasaran) agar produk atau jasa usahanya memiliki nilai tambah kreativitas dan berdaya saing.
4.2.2 Misi Pengembangan Video Visi pengembangan video akan diwujudkan melalui tiga misi utama, sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan pemanfaatan video sebagi media dan alat konservasi untuk kreasi sumber daya alam dan produk budaya Indonesia. Misi ini bermuara pada konsep dasarnya yaitu: a. Mengembangkan SDM kreatif bidang video, maksudnya yaitu (1) Pengembangan SDM kreatif bidang video yang berkualitas di daerah-daerah potensi secara merata, dan turut serta mengembangkan rantai nilai kreatif yang menyertainya. (2) Peningkatan dan pemerataan lembaga pendidikan tinggi di daerah-daerah potensi, juga bentukbentuk nurturing lainnya; b. SDM kreatif bidang video yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya budaya dan bentang alam Indonesia, dalam proses maupun konten karya kreatif videonya. 2. Mengembangkan industri kreatif video Indonesia yang kolaboratif dan terintegrasi agar berdaya saing internasioal. Ini memiliki arti yaitu usaha berupa pengarusutamaan program, utamanya oleh pemberi kebijakan untuk mendorong tumbuh kembangnya orang, wirausaha, dan usaha kreatif serta meningkatnya kualitas maupun kuantitas karya video yang berdasaing di pasar global. 3. Mengembangkan kekuatan hubungan antar pemangku kepentingan dalam pengembangan ekosistem ekonomi kreatif video. Misi ini memiliki arti berupa usaha bersama yang bertumpu pada kekuatan hubungan antar pemangku kepentingan. Hal ini meliputi bentuk-bentuk kerja kolaboratif yang saling teritegrasi antar pemangku kepentingan, demi terwujudnya infrastruktur pendukung yang mendukung pengembangan industri dan ekonomi kreatif bidang video, seperti peningkatan inrastruktur teknologi pendukung, regulasi bantuan keuangan hingga perizinan, bantuan pengembangan pasar, mendorong kelembagaan asosiasi profesi, dan sebagainya yang bersifat konstruktif terhadap usaha pengembangan ekosistem industri kreatif subsektor video.
4.2.3 Tujuan Pengembangan Video Dalam rencana program pengembangan subsektor video ini terdapat enam tujuan yang ingin dicapai berdasarkan tiga misi utama yang diemban untuk mencapai visi yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
63
1. Peningkatan daya saing dan kreativitas videografer di daerah-daerah potensial pengembangan ekonomi kreatif. Artinya adalah fenomena media baru dan kemudahan akses teknologi media video saat ini, turut pula merangsang produktifitas videografer di daerah-daerah. Situasi tersebut tentunya harus direspon secara positif, misalnya dari aspek pendidikan yang ditingkatkan mutunya, ataupun optimalisasi asosiasi profesi yang fokus terhadap upaya pengembangan SDM di daerah potensi tersebut. 2. Peningkatan kesadaran komunitas masyarakat dan Pemerintah Daerahnya dalam pemanfaatan video sebagai alat dan media komunikasi untuk pembangunan daerah. Artinya adalah kemudahan distribusi informasi yang tidak terbatas dengan adanya perkembangan pada bidang teknologi informasi dan internet, sebaran karya video sebagai media dan karya kreatif yang mampu meraih ketertarikan dan kesadaran audiens secara efektif ini, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan PEMDA sebagai medium komunikasi warganya, ataupun juga kepentingan daerah lainnya, seperti promosi pariwisata dan usaha menarik investor untuk pengembangan kesejahteraan daerah. 3. Peningkatan daya saing, kedinamisan, dan keragaman industri video di daerah yang berpotensi. Artinya adalah masih dalam upaya pemerataan kemampuan dan kualitas SDM bidang video di daerah potensial, agal timbul karya orisinil dan otentik yang kontennya bersumber material lokal daerah setempat. Sehingga muncul keberagaman karya secara nasional, semakin dinamis dalam perkembangannya dan kelak akan memiliki daya saing secara global. 4. Peningkatan kualitas infrastruktur pemasaran karya video di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Artinya adalah semakin banyaknya media presentasi karya kreatif video, berupa ruang tayang baik dalam bentuk statis maupun dinamis seperti event festival yang terintegrasi mulai dari level lokal di daerah potensi nasional hingga manca negara. 5. Peningkatan kualitas akses terhadap teknologi yang dibutuhkan oleh industri video. Artinya adalah fasilitas dan kemajuan teknologi yang mendukung aspek distribusi ataupun pemasaran dari karya kreatif video. Seperti halnya kecepatan dan kuota internet, pengembangan media persentasi di ruang-ruang publik yang berbasis pada teknologi, dan sebagainya. 6. Peningkatan kuantitas dan kualitas komunitas dan asosiasi video di daerah secara terintegrasi secara nasional. Artinya adalah, ruang-ruang nurturing baik dalam konteks pendidikan formal, informal, dan non-formal, juga aktivitas pengarsipan dan apresiasi untuk bidang video yang dikelola dan dimanfaatkan secara optimal.
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Video Untuk mencapai tujuan pengembangan video maka terdapat 10 sasaran strategis yang dapat diindikasikan oleh 28 indikasi strategis. Sasaran dan indikasi strategis pengembangan video meliputi: 1. Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya perkembangan kualitas dan kuantitas pada institusi pendidikan formal video. Utamanya tingkat pergguran tingga di daerah-daerah potensi. b. Adanya kurikulum dan metode pendidikan video yang teraktualisasi dengan kebutuhan industri penyerap, dan perkembangan tren global. c. Adanya program pemberdayaan lembaga pendidikan non formal dan informal oleh Pemerintah Daerah yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya.
64
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
d. Adanya pemanfaatan potensi media video sebagai media pendidikan institusi pendidikan formal untuk pengembangan daya kreativitas siswa didik dan alat belajar mengajar. 2. Meningkatnya kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap problem daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya program pembinaan dan pengembangan komunitas video di daerah-daerah potensi di bawah Asosiasi profesi Nasional dan Pemerintah Pusat maupun Daerah. b. Jumlah videografer daerah potensi meningkat. c. Adanya penggunaan jasa videografer lokal oleh Pemerintah Daerah setempat. d. Adanya karya video lokal hasil dari program kolaboratif antara videografer lokal dengan Pemerintah Daerah setempat untuk pemanfaatan media video berbasis potensi lokal. 3. Terciptanya sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional, yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi profesi nasional dan Pemerintah Pusat. b. Produktivitas karya video kreatif di daerah potensi dan secara nasional meningkat. 4. Meningkatnya usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya penggunaan jasa videografer lokal, utamanya oleh institusi Pemerintah Daerah. b. Adanya penggunaan media video sebagai salah satu ruang interaksi sosial masyarakat di daerah potensi. c. Adanya informasi pada media publik, dan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu yang berkaitan dengan HKI. 5. Meningkatnya keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya peta sumber daya budaya dan potensi industri pariwisata daerah yang dapat dimanfaatkan produktivitas karya video secara nasional. b. Adanya kebijakan khusus yang berpihak pada videografer lokal dan membatasi videografer asing yang bekerja di Indonesia. c. Adanya program pembinaan dan pengembangan oleh asosiasi profesi nasional untuk pengembangan sumber daya orang kreatif videografer di daerah-daerah potensi. d. Adanya karya terbaik video nasional dalam ajang fetival atau eksibisi video bertaraf internasional. 6. Meningkatnya daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri, dan penetrasi pasar luar negeri, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini. b. Adanya kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional. c. Adanya program pemanfaatan oleh Pemerintah Daerah, terhadap jasa dan karya videografer daerah untuk pengembangan sektor pariwisata daerah.
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
65
d. Membuat program festival video tahunan di daerah-daerah potensi yang terintegrasi secara nasional. 7. Tercapainya pembangunan infrastruktur fisik maupun non fisik, dan teknologi pendukung industri video di daerah-daerah potensi yang mudah di akses dan kompetitif, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya kebijakan mengenai subsidi pajak barang mewah atas peralatan, perangkat lunak dan teknologi produksi video lainnya. Utamanya bagi videografer bersertifikasi dari asosiasi nasional yang bernaung di bawah pemerintah. b. Adanya kebijakan kemudahan pemanfaatan ruang publik untuk eksplorasi karya video. c. Adanya kebijakan memperbanyak ruang tayang di daerah yang berkaitan dengan kepentingan umum. 8. Terciptanya regulasi nasional yang mendukung pengarus utamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya kemudahan dan bantuan dari Pemerintah Daerah untuk karya video yang menampilkan potensi daerah. b. Adanya investasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk pengembangan industri kreatif video di daerah potensi. 9. Terciptanya promosi parawisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya program/event rutin penyelenggaraan didaerah potensi yang bertujuan sebagai medium nurturing, pengembangan industri kreatif video. 10. Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video, dengan indikasi sebagai berikut: a. Adanya penghargaan (awarding) bagi orang, karya, wirausaha, atau usaha videografer lokal.
4.4 Arah Kebijakan Pengembangan Video Arah pengembangan bidang video dijabarkan berdasarkan tujuan pengembangan video itu sendiri, yang meliputi 6 tujuan utama, yaitu: (1) Terciptanya videografer yang kreatif dan berdaya saing di daerah-daerah potensial pengembangan ekonomi kreatif; (2) Terciptanya kesadaran komunitas masyarakat berikut Pemerintah Daerahnya dalam pemanfaatan video sebagai alat dan media komunikasi untuk pembangunan daerah; (3) Terwujudnya industri video di daerah potensi yang kreatif, beragam, dinamis dan berdaya saing; (4) Terciptanya infrastruktur yang mendukung distribusi pemasaran karya video secara lokal, nasional, dan internasional; (5) Terciptanya infrastruktur teknologi pendukung industri video yang mudah di akses dan kompetitif; dan (6) Terciptanya komunitas/asosiasi video di daerah yang terintegrasi secara nasional; 1. Arah kebijakan : Penciptaan Videografer yang Kreatif dan Berdaya Saing di Daerahdaerah Potensial Pengembangan Ekonomi Kreatif Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengembangan ekonomi kreatif merupakan urusan sentral. Hal ini juga berlaku pada subsektor video. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh ruang nurturing dan pendidikan yang memadai secara kualitas dan kuantitas.
66
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan. Arahnya ialah memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal daerah-daerah di Indonesia yang memiliki potensi untuk berkembangnya ekonomi kreatif. Karena bidang video itu sendiri dapat menjadi media bantu untuk hal tersebut. Penyelarasan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan pasar dan tren global. Agar karya kreatif video tersebut dapat berkembang secara ekonomis, tentu saja dibutuhkan metode dan kurikulum yang tepat dengan kebutuhan pasar. Sehingga perlunya perbaikan kurikulum video utamanya di tingkat perguruan tinggi yang lebih banyak diserap industri,dan mendukung dan memberdayakan ruang-rang nurturing, utamanya dalam ruang komunitas di daerah-daerah potensi oleh Pemerintah Daerah setempat. 2. Arah kebijakan : Peningkatan Kesadaran Komunitas Masyarakat dan Pemerintah Daerahnya dalam Pemanfaatan Video sebagai Alat dan Media Komunikasi untuk Pembangunan Daerah Perlunya pengarus utamaan untuk memajukan ekonomi dan industri kreatif di daerah potensi termasuk subsektor video, melalui kebijakan dan program strategis oleh Pemerintah Daerah setempat. Hal ini kelak akan bermanfaat bagi daerah itu sendiri karena dapat menjadi media dan alat yang efektif sebagai media komunikasi warga dengan pemerintahnya, sekaligus presentasi potensi daerha tersebut kepada daerah lain ataupun bahkan manca negara melaui distribusi informasi yang mengunakan karya kreatif video sebagai alat dan medianya. Hal di atas turut pula kemudian dapat mendorong lahirnya videografer di daerah-daerah potensi yang dinamis, professional, dan menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional maupun internasional. Lebih jauh lagi saat masyarakat dan pemerintahnya sadar mengenai potensi dan manfaat dari sebuah karya kreatif video ini, akan turut pula meningkatkan kesadaran dalam hal apresiasi terhadap videografer itu sendiri. Sehingga keberpihakan pemerintah dalam hal perlindungan baik karya maupun videografer itu sendiri akan tercapai melalui kebijakan-kebijakan yang konstruktif. 3. Arah kebijakan : Peningkatan Daya Saing, Kedinamisan, dan Keragaman Industri Video di Daerah yang Berpotensi Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif bidang video di daerah potensi. Gagasan tersebut harus merupakan kerja kolaboratif utamanya oleh pemerintah dan asosiasi profesi. Karena kesinambungan visi dari praktisi itu harus pula mendapatkan dukungan dari regulator agar terjadi akselerasi pencapaian tujuan pengembangan bidan video ke depan. Seperti pada bentuk harmonisasi-regulasi sebagai berikut: (1) Pendidikan dan apresiasi; (2) Pemanfataan dan (3) pengembangan SDB; (4) Penciptaan nilai kreatif dan industri kreatif beserta industri pendukunganya; (5) Pembiayaan; (6) Perluasan pasar; (7) Infrastruktur; dan (8) HKI. Hal di atas juga memberikan penekanan terhadap usaha-usaha yang memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif, antar wirausaha kreatif bidang video di daerah potensi. Perlunya program-program yang mampu memfasilitasi kebutuhan tersebut. Misal
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
67
saja dengan mengadakan ajang festival industri video, ataupun melalui pengembangan ruang-ruang tayang di daerah-daerah potensi oleh pemerintah setempat. 4. Arah kebijakan : Peningkatan Kualitas Infrastruktur Pemasaran Karya Video di Tingkat Lokal, Nasional, dan Internasional Usaha pengembangan industri kreatif juga membutuhkan investasi atau modal untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Adanya jaminan ketersediaan, kesesuaian, jangkauan harga dan biaya, sebaran dan penetrasi, kemudian performansi, infrastruktur telematikajaringan internet (infrastruktur logistik dan energi) dan sebagainya, merupakan hal-hal yang membutuhkan investasi yang dapat menjadi pemicu pengembangan ekonomi kreatif termasuk subsektor video, utamanya dalam konteks penguatan distribusi dan pemasaran. Oleh karena itu aspek kebijakan juga tidak bisa dikesampingkan, karena semua hal di atas memerlukan izin dan ketersediaan biaya yang memadai. Sehingga campur tangan pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan. Di sisi lain kebijakan tersebut juga salah satunya adalah keberpihakan pada wirausaha video kreatif lokal. Seperti dengan membuat aturan pengaturan kebijakan pengutamaan penggunaan jasa lokal pihak ke tiga oleh Pemerintah Daerah misalnya. 5. Arah kebijakan : Peningkatan Kualitas Akses terhadap Teknologi yang Dibutuhkan oleh Industri Video Terkadang yang menjadi faktor kegagalan program-program Pemerintah, adalah permasalahan komunikasi terhadap publik sebagai objek. Dalam hal ini akses publik terhadap terhadap fasilitas teknologi harus dapat diketahui dengan baik dan mudah untuk diakses agar kemudian melahirkan kompetisi yang adil antar semua pengarya, usaha, dan wirausaha video kreatif. Kemudahan askes terhadap teknologi selai faktor komunikasi di atas, juga perlu didorong pengembangan basis-basis teknologi di daerah potensi yang mendukung pengembangan industri kreatif video itu sendiri. 6. Arah kebijakan : Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Komunitas dan Asosiasi Video di Daerah Secara Terintegrasi Secara Nasional Semangat dan usaha bersama oleh insan ekonomi kreatif termasuk dalam subsektor video, akan membuat percepatan dalam mencapai tujuan pengembangan dari ekonomi dan industri kreatif video itu sendiri. Sehingga program-program yang melahirkan atau sinergi, koordinasi, dan kolaborasi antar-aktor (media, intelektual, bisnis, komunitas, dan Pemerintah) dan orang kreatif dalam pengembangan industri kreatif video daerah dan nasional, itu perlu dijadikan basis dari setiap rencana ataupun program kerja pengembangan ekonomi dan industri kreatif video. Hal di atas akan lebih baik beranjak dari skala lokal di daerah-daerah potensi. Kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi penunjang karya kreatif video yang berbasis potensi daerah, dapat menjadi salah satu tema di dalam program pengembangan bidang video di daerah yang teritegrasi secara nasional ke depannya. Sehingga secara nasional akan muncul keragaman karya produk video berbasis potensi dan isu lokal, yang berdaya saing secara nasional bahkan global.
68
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Namun usaha di atas tersebut agar dapat berjalan secara terukur dan terarah, diperlukan dorongan untuk pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan industri kreatif video di daerah-daerah potensi terlebih dahulu.
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Video Strategi pengembangan video merupakan pendekatan pelaksanaan perencanaan, dan rencana aksi dalam kurun waktu tertentu. a. Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Pendidikan yang Mendukung Penciptaan dan Penyebaran Videografer di Daerah Secara Berkelanjutan Peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan, memiliki empat strategi utama yang dapat diindikasikan oleh empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Mengembangkan kualitas dan kuantitas institusi pendidikan formal video. Utamanya tingkat pergguran tinggi di daerah-daerah potensi. Rencana Aksi: Melakukan pemetaan daerah potensi untuk pengembangan pendidikan seraya memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan video perguruan tinggi. 2. Strategi 2: Memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan video yang teraktualisasi dengan kebutuhan industri penyerap, dan perkembangan tren global. Rencana Aksi: Mengevaluasi dan menganalisa orientasi kurikulum pendidikan yang sesuai dengan perkembangan industri penyerap dan trend pasar global. 3. Strategi 3: Memberdayakan lembaga pendidikan nonformal dan informal oleh Pemerintah Daerah yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya. Rencana Aksi: Melakukan pemetaan dan pemanfaatan lembaga pendidikan nonformal dan informal di daerah potensi untuk kepentingan pengemangan industri kreaatif di daerah tersebut. 4. Strategi 4: Membuat program pemanfaatan potensi media video sebagai media pendidikan institusi pendidikan formal untuk pengembangan daya kreativitas siswa didik dan alat belajar mengajar. Rencana Aksi: Melakukan pengembangan metode pemanfaatan media video sebagai perangsang kreativitas siswa didik dan alat belajar mengajar. b. Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Individu Serta Peran Serta Komunitas Video di Daerah Potensi terhadap Problem Daerahnya Melalui Pengaryaan Video yang Kreatif
Peningkatan kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap problem daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif, memiliki empat strategi utama yang dicapai melalui empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Pembinaan dan pengembangan komunitas video di daerah-daerah potensi di bawah Asosiasi Nasional dan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Rencana Aksi: Memetakan kemudian memberikan pembinaan simpul-simpul komunitas yang aktif dalam pengaryaan karya kreatif video di daerah potensi. 2. Strategi 2: Melakukan program usaha peningkatan jumlah videografer di daerah potensi. Rencana Aksi: Melakukan workshop, seminar dan eksibisi traveling ke daerah-daerah potensi.
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
69
3. Strategi 3: Melakukan usaha apresiasi berupa pengakuan keberdaan profesi videografer daerah, dalam bentuk penggunaan jasanya oleh Pemerintah Daerah setempat. Recana Aksi: Memetakan dan mengembangkan videografer (orang kreatif, wirausaha kreatif, dan usaha kreatif video) di daerah potensi oleh PEMDA setempat. 4. Strategi 4: Membuat program kolaboratif dengan Pemerintah Daerah setempat untuk pemanfaatan media video berbasis potensi lokal. Rencana Aksi: Inventarisasi potensi daerah dan pengaryaan menjadi karya kreatif video untuk publikasi dan pemasaran. c. Penciptaan Sentra Data Nasional Mengenai Ruang Lingkup dan Infrastruktur Industri Kreatif Video Penciptaan sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video, memiliki dua strategi utama yang dapat dicapai oleh dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional, yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi nasional dan Pemerintah Pusat. Rencana Aksi: Memetakan potensi nasional industri kreatif video baik yang langsung seperti para orang kreatif (videografer), wirausaha dan usaha kreatif video, dan juga potensi pendukung seperti infrastruktur, perizinan, keuangan dan sebagainya dibuat dalam media yang terintegrasi dan mudah diakses. 2. Strategi 2: Membuat program yang merangsang produktivitas karya video kreatif di daerah potensi dan dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitasnya secara nasional. Rencana Aksi: Membuat program pengembangan sumber daya di daerah potensi, melalui workshop, seminar, ajang perlobaan, ataupun proyek pengaryaan karya video secara nasional. d. Peningkatan Usaha dan Wirausahawan Industri Kreatif Video di Daerah-daerah Potensi Bertaraf Internasional Peningkatan usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional, memiliki tiga strategi utama yang dapat dicapai oleh tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat program yang berusaha melakukan peningkatan penggunaan jasa videografer lokal. Utamanya oleh institusi Pemerintah Daerah. Rencana Aksi: Memetakan kebutuhan daerah yang bebrbasis media, dan melakukan penawaran (tender) pada pelaku kratif video lokal. 2. Strategi 2: Melakukan optimalisasi penggunaan media video sebagai salah satu ruang interaksi sosial masyarakat di daerah potensi. Rencana Aksi: Mengoptimalkan media video sebagai media komunikasi publik di daerah potensi. 3. Strategi 3: Membuat progam publikasi mengenai informasi dan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu yang berkaitan dengan HKI. Rencana Aksi: Membuat media publikasi nasional yang saling terintegrasi dan aktual mengenai seluk beluk HKI. e. Peningkatan Keragaman Kualitas Video Kreatif Lokal Daerah Potensi Peningkatan keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi, memiliki empat strategi utama yang dapat dicapai oleh empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat pemetaan sumber daya budaya dan potensi industri pariwisata daerah yang dapat dimanfaatkan produktivitas karya video. Rencana Aksi: Memetakan potensi pariwisata daerah baik landscape maupun produk-produk tradisi dan budaya di daerah potensi.
70
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
2. Strategi 2: Membuat kebijakan khusus yang berpihak pada videografer lokal dan membatasi videografer asing yang bekerja di Indonesia. Rencana Aksi: Membuat regulasi mengenai perlindungan para pekerja, usaha, dan wirausaha kreatif video dari para pekerja, usaha, dan wirausaha kreatif video asing. 3. Strategi 3: Membuat program pembinaan dan pengembangan oleh asosiasi profesi nasional untuk pengembangan sumber daya orang kreatif videografer di daerahdaerah potensi. Rencana Aksi: Membuat program workshop, eksibisi dan seminar travelling nasional. 4. Strategi 4: Keikutsertaan karya terbaik dari ajang festival atau eksibisi daerah potensi dan nasional, dalam ajang fetival atau eksibisi video bertaraf internasional. Rencana Aksi: Membuat program pengembangan sumber daya di daerah potensi, melalui keikutsertaan dalam ajang kreatif pengaryaan video dalam event bertaraf internasional. f. Peningkatan Daya Serap Pasar Terhadap Karya Video Dalam Negeri dan Penetrasi Pasar Luar Negeri Peningkatan daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri dan penetrasi pasar luar negeri, memiliki empat strategi utama yang dapat dicapai oleh empat rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat program peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini. Rencana Aksi: Membuat program peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini. 2. Strategi 2: Membuat kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional. Rencana Aksi: Membuat regulasi yang memprioritaskan jasa atau pekerja video dalam negeri untuk semua pihak yang membutuhkan karya kratif video. 3. Strategi 3: Membuat program pemanfaatan oleh Pemerintah Daerah, terhadap jasa dan karya videografer daerah untuk pengembangan sektor pariwisata daerah. Rencana Aksi: Membuat program pengembangan media ruang tayang karya kreatif video untuk publik lebih luas lagi di daerah-daerah potensi. 4. Strategi 4: Membuat program festival video tahunan di daerah-daerah potensi yang terintegrasi secara nasional. Rencana Aksi: Membuat sebuah program berupa festival nasional sebagai ajang apreasiasi dan pengembangan industri kreatif video di daerah-daerah potensi yang teritegrasi secara nasional. g. Pencapaian Pembangunan Infrastruktur Fisik maupun Non Fisik, dan Teknologi Pendukung Industri Video di Daerah-Daerah Potensi yang Mudah Diakses dan Kompetitif Pencapaian pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik, dan teknologi pendukung industri video di daerah-daerah potensi yang mudah di akses dan kompetitif, memiliki tiga strategi utama yang dapat dicapai oleh tiga rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat kebijakan mengenai subsidi pajak barang mewah atas peralatan, perangkat lunak dan teknologi produksi video lainnya. Utamanya bagi videografer bersertifikasi dari asosiasi nasional yang bernaung di bawah Pemerintah Pusat.
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
71
Rencana Aksi: Membuat regulasi yang memberikan kebijakan keringanan harga untuk peralatan pendukung (impor) produksi karya kreatif video. 2. Strategi 2: Membuat kebijakan kemudahan pemanfaatan ruang publik untuk eksplorasi karya video. Rencana Aksi: Membuat peraturan daerah dalam pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan pengembangan industri dan ekonomi kreatif di daerah potensi, ataupun lokasi strategis. 3. Strategi 3: Membuat kebijakan memperbanyak ruang tayang di daerah yang berkaitan dengan kepentingan umum. Rencana Aksi: Membuat program pengembangan jumlah ruang tayang untuk karya kreatif video sebagai medium apresiasi dan edukasi publik terhadap karya kreatif video. h. Penciptaan Regulasi Nasional yang Mendukung Pengarusutamaan Industri Kreatif Termasuk Video dalam Kebijakan Pengembangan Daerah Penciptaan regulasi nasional yang mendukung pengarusutamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah, memiliki dua strategi utama yang dapat dicapai oleh dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat kemudahan dan bantuan dari Pemerintah Daerah untuk karya video yang menampilkan potensi daerah. Rencana Aksi: Mempuat program kerjasama dengan pelaku orang kreatif (videografer), usaha dan wirausaha kreatif video lokal di daerah potensi, dalam bentuk bantuan dan dukungan kemudahan perizinan pembiayaan dan sebagainya apabila mengandung muatan lokal (promosi) daerah setempat. 2. Strategi 2: Membuat program investasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk pengembangan industri kreatif video di daerah potensi. Rencana Aksi: Membuat program kolaboratif yang memanfaatkan media video dalam pengembangan daerah secara kreatif. i. Penciptaan Promosi Parawisata dan Kebudayaan di Daerah Potensi Berbasis Karya Kreatif Video
Penciptaan promosi parawisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video, memiliki satu strategi utama yang dapat dicapai oleh dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat program/event rutin penyelenggaraan di daerah potensi yang bertujuan sebagai medium nurturing, pengembangan industri kreatif video. Rencana Aksi: Menyelengrakan events daerah yang melibatkan pemanfaatan karya video kreatif dalam setiap kegiatannya, baik sebagai media maupun konten utama kegiatan.
j. Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video, memiliki satu strategi utama yang dapat dicapai oleh dua rencana aksi, sebagai berikut: 1. Strategi 1: Membuat penghargaan (awarding) bagi orang, karya, wirausaha, atau usaha videografer lokal. Rencana Aksi: Membuat program berupa eksibis dan ajang penghargaan untuk para praktisi industri dan ekonomi kretif daerah potensi termasuk subsektor video secara berkala.
72
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
74
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
BAB 5 Penutup
BAB 5: Penutup
75
5.1 Kesimpulan Dalam penyusunan rencana aksi jangka menengah video 2015-2019, video di definisikan sebagai: “Kegiatan kreatif berupa eksplorasi dan inovasi dalam cara merekam (capture) atau membuat gambar bergerak, yang ditampilkan melalui media presentasi, yang mampu memberikan karya gambar bergerak alternatif yang berdaya saing dan memberikan nilai tambah budaya, sosial, dan ekonomi”. Definisi tersebut merupakan hasil elaborasi dari proses analisis yang meliputi: kajian pustaka, wawancara mendalam, dan focus group discussion, yang melibatkan para narasumber yang mewakili pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, pelaku industri, komunitas/asosiasi, dan kalangan intelektual. Secara umum ruang lingkup pengembangan video meliputi video komersial, seni video dan media baru, dan video dokumentasi. Video komersial adalah video untuk keperluan penunjang bidang usaha maupun bidang industri kreatif lainnya yang sudah berkembang dan bersifat masif, contohnya adalah klip musik, iklan, sinetron/FTV, program televisi, industri film layar lebar, footage (stock shoot), company profile, penelitian, dan pendidikan. Video seni adalah karya video eksploratif dan inovatif yang sarat nilai seni, menggunakan teknologi baru, baik sebagai alat produksi maupun media presentasinya, misalnya web series (YouTube, Vimeo, atau Vines), video mapping, video animasi, video fashion show, seni video, video interaktif, dan video intermedia. Video komersial adalah untuk keperluan pendokumentasian ragam kegiatan yang awalnya berakar dari ilmu jurnalistik, misalnya biografi, jurnalisme warga, acara pernikahan, seremonial dan sejenisnya. Perkembangan video di Indonesia dimulai tahun 1962 saat TVRI (Televisi Republik Indonesia), stasiun televisi pertama pemerintah Indonesia, berdiri dan mengudara. TVRI mendapat tugas sebagai alat sosialisasi dan komunikasi kebijakan pemerintah sekaligus pemersatu bangsa lewat jaringan informasinya yang massif. Maraknya subsektor video dapat dilihat periode awal 1980an merupakan masa ketika masyarakat Indonesia mulai dibanjiri produk-produk video, mulai dari media aplikasi maupun alat (device) rekam video itu sendiri. Konsumsi masyarakat ketika itu cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin populernya sinema (film) serial gangster Hongkong, Bollywood India, dan karya-karya lokal seperti film horor Susana atau grup komedi Warkop DKI. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-8 dalam konsumsi Internet tertinggi di dunia. Pada 2005, lahir situs web berbagi video berbasis media sosial. Hal ini kemudian memicu penciptaan karya video dan alternatif baru dalam pendistribusian karya kreatif video. Turut berkembang pula model bisnis baru dalam industri kreatif video seperti yang dilakukan multichannel network Layaria, yang aktif dalam pengembangan industri video kreatif tanah air. Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem Video yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar, dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif video adalah terdiri dari tahap kreasi, produksi dan distribusi karya kreatif video. Lingkungan pengembangan video adalah yang terdiri dari ruang pengembangan melalui apresiasi dan aktivitas pendidikan bidang video. Pasar di dalam subsektor video adalah pasar spesifik khusus dan pasar masal (massif). Lembaga pemerintah yang melakukan pengarsipan adalah Arsip Nasional Republik Indonesia. Selain itu, museum-museum kekinian juga turut memajang arsipnya melalui bentuk karya video, dengan tujuan bukan hanya sekedar menyimpan, namun juga sebagai media presentasi aset-aset museum. Bentuk karya video ini
76
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
dapat dikolaborasikan dengan perangkat multimedia interaktif lainnya. Oleh karena itu, video dapat berlaku pula sebagai alat cara pengarsipan. Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor video dapat dilihat dari peta industri yang menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage) dan ke arah hilir ( forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor video diantaranya adalah industri pendidikan videografi, jasa transportasi, agen model, jasa tata rias dan rambut, production house special effect, jasa penyewaan tata lampu, industri mode, industri IT, industri peralatan video, industri percetakan/rekaman, industri audio/musik, industri media baru, industri peralatan elektronik, dan merchandising. Forward linkage di dalam subsektor video diantaranya adalah industri periklanan dan film, dan industri media. Selain digunakan dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor video, rantai nilai kreatif juga digunakan dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi di subsektor video, yaitu self agency, video stock agency, rumah produksi, dan multichannel network. Kontribusi ekonomi subsektor video dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di tahun 2013, subsektor video memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 1% terhadap total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 6.94%. Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor video memberikan kontribusi sebesar 3.85% terhadap total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013 sebesar 0.54%. Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di subsektor video dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah Menjadikan karya video sebagai media dan alat kebudayaan juga penggerak kewirausahaan masyarakat Indonesia yang kreatif dan berdaya saing.
5.2 Saran Pengembangan subsektor video dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada program-program: •
Memberdayakan lembaga pendidikan non formal dan informal oleh pemerintah daerah. Yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya.
•
Pembinaan dan pengembangan komunitas video didaerah-daerah potensi dibawah Asosiasi Nasional dan pemerintah pusat maupun daerah
•
Membuat pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional, yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi nasional dan pemerintah pusat
•
Pengembangan kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional, dan pemerintah
•
Pengembangan kebijakan keberpihakan dan insentif terhadap penggunaan jasa videografer lokal oleh swasta
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor video, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian, dan memutakhirkan data kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif.
BAB 5: Penutup
77
78
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
LAMPIRAN
BAB 4: Rencana Pengembangan Video Indonesia
79
80
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
ARAH KEBIJAKAN
STRATEGI PENGEMBANGAN
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan
b
a
Menyelaraskan aspek pendidikan (keilmuan) video dengan kebutuhan pasar kekinian.
Mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lembaga pendidikan (formal dan nonformal) oleh pemerintah dan swasta di daerah yang memiliki potensi ekonomi kreatif di bidang video
Memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan video yang teraktualisasi dengan kebutuhan industri penyerap, dan perkembangan tren global Memberdayakan lembaga pendidikan nonformal dan informal oleh Pemerintah Daerah yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya Membuat program pemanfaatan potensi media video sebagai media pendidikan institusi pendidikan formal untuk pengembangan daya kreatifitas siswa didik dan alat belajar mengajar
3
4
Mengembangkan kualitas dan kuantitas institusi pendidikan formal video. Utamanya tingkat perguruan tinggi di daerah-daerah potensi
2
1
2.1
Meningkatnya kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap permasalahan daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif
a
Mendorong lahirnya videografer kreatif yang dinamis dan profesional yang menjunjung tinggi kode etik profesi di tingkat nasional dan internasional
1
Pembinaan dan pengembangan komunitas video di daerah-daerah potensi di bawah Asosiasi Nasional dan Pemerintah Pusat maupun Daerah
2. Peningkatan kesadaran komunitas masyarakat dan pemerintah daerahnya dalam pemanfaatan video sebagai alat dan media komunikasi untuk pembangunan daerah
1.1
1. Peningkatan daya saing dan kreativitas videografer di daerah-daerah potensial pengembangan ekonomi kreatif
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan video sebagai media dan alat konservasi untuk kreasi sumber daya alam dan produk budaya Indonesia.
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN VIDEO
LAMPIRAN
81
b
Perlindungan kerja terhadap tenaga kerja kreatif video Indonesia di dalam dan luar negeri
ARAH KEBIJAKAN
Melakukan program usaha peningkatan jumlah videografer di daerah potensi Melakukan usaha apresiasi berupa pengakuan keberadaan profesi videografer daerah, dalam bentuk penggunaan jasanya oleh Pemerintah Daerah setempat Membuat program kolaboratif dengan Pemerintah Daerah setempat untuk pemanfaatan media video berbasis potensi lokal
2 3
4
STRATEGI PENGEMBANGAN
Terciptanya sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video
Meningkatnya usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional
3.1
3.2
Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha kreatif bidang video di daerah Harmonisasi-regulasi (menciptakan) dalam hal : 1. Pendidikan dan apresiasi 2. Pemanfaatan dan pengembangan SDB 3. Penciptaan nilai kreatif dan industri kreatif beserta industri pendukunganya 4. Pembiayaan 5. Perluasan pasar 6. Infrastruktur 7. HKI
b
Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan profesionalisme (skill-knowledge-attitude) wirausaha kreatif bidang video di daerah
a
a
Melakukan optimalisasi penggunaan media video sebagai salah satu ruang interaksi sosial masyarakat di daerah potensi Membuat progam publikasi mengenai informasi dan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu yang berkaitan dengan HKI
2 3
Membuat program yang berusaha melakukan peningkatan penggunaan jasa videografer lokal. Utamanya oleh institusi Pemerintah Daerah
Membuat program yang merangsang produktivitas karya video kreatif di daerah potensi dan dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitasnya secara nasional
2
1
Membuat pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional, yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi nasional dan Pemerintah Pusat
1
3. Peningkatan daya saing, kedinamisan, dan keragaman industri video di daerah yang berpotensi
Misi 2: Mengembangkan industri kreatif video Indonesia yang kolaboratif dan terintegrasi agar berdaya saing internasional
MISI/TUJUAN/SASARAN
82
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Meningkatnya keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi
a
Merangsang tumbuh kembangnya para videografer daerah potensi dengan kebijakan yang melahirkan bantuan riil
ARAH KEBIJAKAN
Membuat pemetaan sumber daya budaya dan potensi industri pariwisata daerah yang dapat dimanfaatkan produktivitas karya video Membuat kebijakan khusus yang berpihak pada videografer lokal dan membatasi videografer asing yang bekerja di Indonesia Membuat program pembinaan dan pengembangan oleh asosiasi profesi nasional untuk pengembangan sumber daya orang kreatif videografer di daerah-daerah potensi Keikutsertaan karya terbaik dari ajang festival atau eksibisi daerah potensi dan nasional, dalam ajang festival atau eksibisi video bertaraf internasional
1 2 3
4
STRATEGI PENGEMBANGAN
4.1
Meningkatnya daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri, dan penetrasi pasar luar negeri
Menjamin ketersediaan, kesesuaian, jangkauan harga/ biaya, sebaran/penetrasi, dan performansi, infrastruktur telematika-jaringan internet; dan infrastruktur logistik dan energi Mengatur kebijakan pengutamaan penggunaan jasa lokal pihak ke tiga oleh Pemerintah Daerah
a
b
Membuat kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional Membuat program pemanfaatan oleh Pemerintah Daerah, terhadap jasa dan karya videografer daerah untuk pengembangan sektor pariwisata daerah Membuat program festival video tahunan di daerah-daerah potensi yang terintegrasi secara nasional
3
4
Membuat program peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini
2
1
4. Peningkatan kualitas infrastruktur pemasaran karya video di tingkat lokal, nasional, dan internasional
Misi 3: Mengembangkan kekuatan hubungan antarpemangku kepentingan dalam pengembangan ekosistem ekonomi kreatif video
3.3
MISI/TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
83
ARAH KEBIJAKAN
Tercapainya pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik, dan teknologi pendukung industri video di daerah-daerah potensi yang mudah diakses dan kompetitif
Memfasilitasi akses terhadap teknologi secara mudah dan kompetitif
Mendorong pengembangan basis-basis pengembangan teknologi di daerah potensi yang mendukung pengembangan industri kreatif video
a
b
Membuat kebijakan memperbanyak ruang tayang di daerah yang berkaitan dengan kepentingan umum
Membuat kebijakan kemudahan pemanfaatan ruang publik untuk eksplorasi karya video
2 3
Membuat kebijakan mengenai subsidi pajak barang mewah atas peralatan, perangkat lunak dan teknologi produksi video lainnya. Utamanya bagi videografer bersertifikasi dari asosiasi nasional yang bernaung di bawah pemerintah pusat
1
STRATEGI PENGEMBANGAN
Terciptanya regulasi nasional yang mendukung pengarusutamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah
Terciptanya promosi pariwisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video
6.1
6.2
Meningkatnya ragam karya produk video berbasis potensi dan isu lokal
Meningkatkan kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam melakukan pengembangan teknologi penunjang karya kreatif video yang berbasis potensi daerah
b
a
Meningkatkan sinergi, koordinasi, dan kolaborasi antar-aktor (media, intelektual, bisnis, komunitas, dan Pemerintah) dan orang kreatif dalam pengembangan industri kreatif video daerah dan nasional
a
1
2
1
Membuat program/event rutin penyelenggaraan di daerah potensi yang bertujuan sebagai pembinaan dan pengembangan industri kreatif video
Membuat program investasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk pengembangan industri kreatif video di daerah potensi
Membuat kemudahan dan bantuan dari Pemerintah Daerah untuk karya video yang menampilkan potensi daerah
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas komunitas dan asosiasi video di daerah yang terintegrasi secara nasional
5.1
5. Peningkatan kualitas akses terhadap teknologi yang dibutuhkan oleh industri video
MISI/TUJUAN/SASARAN
84
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
6.3
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video
MISI/TUJUAN/SASARAN
a
Mengembangkan, memfasilitasi pembentukan, dan peningkatan kualitas organisasi atau wadah yang dapat mempercepat pengembangan industri kreatif video
ARAH KEBIJAKAN
1
Membuat penghargaan (awarding) bagi orang, karya, wirausaha, atau usaha videografer lokal
STRATEGI PENGEMBANGAN
LAMPIRAN
85
INDIKASI STRATEGIS
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan
Adanya perkembangan kualitas dan kuantitas pada institusi pendidikan formal video, utamanya tingkat perguruan tinggi di daerah-daerah potensi Adanya kurikulum dan metode pendidikan video yang teraktualisasi dengan kebutuhan industri penyerap dan perkembangan tren global Adanya program pemberdayaan lembaga pendidikan nonformal dan informal oleh Pemerintah Daerah yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya Adanya pemanfaatan potensi media video sebagai media pendidikan institusi pendidikan formal untuk pengembangan daya kreatifitas siswa didik dan alat belajar mengajar
a b c d
Meningkatnya kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap problem daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif
Adanya program pembinaan dan pengembangan komunitas video di daerah-daerah potensi di bawah Asosiasi profesi Nasional dan Pemerintah Pusat maupun Daerah Jumlah videografer daerah potensi meningkat Adanya penggunaan jasa videografer lokal oleh Pemerintah Daerah setempat Adanya karya video lokal hasil dari program kolaboratif antara videografer lokal dengan Pemerintah Daerah setempat untuk pemanfaatan media video berbasis potensi lokal
a b c d
3.1
Terciptanya sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video
Adanya pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional, yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi profesi nasional dan Pemerintah Pusat Produktivitas karya video kreatif di daerah potensi dan secara nasional meningkat
a b
3. Terwujudnya industri video di daerah potensi yang kreatif, beragam, dinamis, dan berdaya saing
MISI 2: Mengembangkan industri kreatif video Indonesia yang kolaboratif dan terintegrasi agar berdaya saing internasional
2.1
2. Terciptanya kesadaran komunitas masyarakat berikut Pemerintah Daerahnya dalam pemanfaatan video sebagai alat dan media komunikasi untuk pembangunan daerah
1.1
1. Terciptanya videografer yang kreatif dan berdaya saing di daerah-daerah potensial pengembangan ekonomi kreatif.
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan video sebagai media dan alat konservasi untuk kreasi sumber daya alam dan produk budaya Indonesia
MISI/TUJUAN/SASARAN
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN VIDEO
86
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Meningkatnya keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi
3.3
Adanya kebijakan khusus yang berpihak pada videografer lokal dan membatasi videografer asing yang bekerja di Indonesia Adanya program pembinaan dan pengembangan oleh asosiasi profesi nasional untuk pengembangan sumber daya orang kreatif videografer di daerah-daerah potensi Adanya karya terbaik video nasional dalam ajang festival atau eksibisi video bertaraf internasional
b c d
Adanya informasi pada media publik, dan kemudahan dalam mengakses segala sesuatu yang berkaitan dengan HKI
c
Adanya peta sumber daya budaya dan potensi industri pariwisata daerah yang dapat dimanfaatkan produktivitas karya video secara nasional
Adanya penggunaan media video sebagai salah satu ruang interaksi sosial masyarakat di daerah potensi
b
a.
Adanya penggunaan jasa videografer lokal, utamanya oleh institusi Pemerintah Daerah
a
INDIKASI STRATEGIS
4.1
Meningkatnya daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri, dan penetrasi pasar luar negeri
Adanya peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini Adanya kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional Adanya program pemanfaatan oleh Pemerintah Daerah, terhadap jasa dan karya videografer daerah untuk pengembangan sektor pariwisata daerah Membuat program festival video tahunan di daerah-daerah potensi yang terintegrasi secara nasional
a b c d
4. Terciptanya infrastruktur yang mendukung distribusi pemasaran karya video secara lokal, nasional, dan internasional
Misi 3: Mengembangkan kekuatan hubungan antarpemangku kepentingan dalam pengembangan ekosistem ekonomi kreatif video
Meningkatnya usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional
3.2
MISI/TUJUAN/SASARAN
LAMPIRAN
87
Tercapainya pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik, dan teknologi pendukung industri video di daerah-daerah potensi yang mudah di akses dan kompetitif
Adanya kebijakan mengenai subsidi pajak barang mewah atas peralatan, perangkat lunak, dan teknologi produksi video lainnya, utamanya bagi videografer bersertifikasi dari asosiasi nasional yang bernaung di bawah Pemerintah Adanya kebijakan kemudahan pemanfaatan ruang publik untuk eksplorasi karya video Adanya kebijakan memperbanyak ruang tayang di daerah yang berkaitan dengan kepentingan umum
b c
Terciptanya regulasi nasional yang mendukung pengarusutamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah
Terciptanya promosi pariwisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video
Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video
6.1
6.2
6.3
INDIKASI STRATEGIS
a
a
Adanya penghargaan (awarding) bagi orang, karya, wirausaha, atau usaha videografer lokal
Adanya program/event rutin penyelenggaraan di daerah potensi yang bertujuan sebagai pembinaan dan pengembangan industri kreatif video
Adanya investasi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk pengembangan industri kreatif video di daerah potensi
b a
Adanya kemudahan dan bantuan dari pemerintah daerah untuk karya video yang menampilkan potensi daerah
a
6. Terciptanya komunitas/asosiasi video di daerah yang terintegrasi secara nasional
5.1
5. Terciptanya infrastruktur teknologi pendukung industri video yang mudah di akses dan kompetitif
MISI/TUJUAN/SASARAN
88
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
2016
2017
TAHUN 2018
Memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan video yang teraktualisasi dengan kebutuhan industri penyerap, dan perkembangan tren global
Memberdayakan lembaga pendidikan nonformal dan informal oleh Pemerintah Daerah yang berkolaborasi dengan sektor industri kreatif lainnya
Membuat program pemanfaatan potensi media video sebagai media pendidikan institusi pendidikan formal untuk pengembangan daya kreativitas siswa didik dan alat belajar mengajar
2
3
4
Melakukan pengembangan metode pemanfaatan media video sebagai perangsang kreativitas siswa didik dan alat belajar mengajar
Melakukan pemetaan dan pemanfaatan lembaga pendidikan non formal dan informal di daerah potensi untuk kepentingan pengemangan industri kreatif di daerah tersebut
Mengevaluasi dan menganalisa orientasi kurikulum pendidikan yang sesuai dengan perkembangan industri penyerap dan trend pasar global
Melakukan pemetaan daerah potensi untuk pengembangan pendidikan seraya memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan video perguruan tinggi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi keprofesian
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi keprofesian
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Asosiasi keprofesian
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2019
1
Pembinaan dan pengembangan komunitas video di daerah-daerah potensi di bawah Asosiasi Nasional dan Pemerintah Pusat maupun Daerah
Memetakan kemudian memberikan pembinaan simpul-simpul komunitas yang aktif dalam pengaryaan karya kreatif video di daerah potensi
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
x
x
x
SASARAN 2: Meningkatnya kuantitas dan kualitas individu serta peran serta komunitas video di daerah potensi terhadap problem daerahnya melalui pengaryaan video yang kreatif
Mengembangkan kualitas dan kuantitas institusi pendidikan formal video, utamanya tingkat pergguran tingga di daerah-daerah potensi
1
SASARAN 1: Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan dan penyebaran videografer di daerah secara berkelanjutan
SASARAN/RENCANA AKSI
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN VIDEO 2015-2019
LAMPIRAN
89
Melakukan usaha apresiasi berupa pengakuan keberdaan profesi videografer daerah, dalam bentuk penggunaan jasanya oleh Pemerintah Daerah setempat
Membuat program kolaboratif dengan Pemerintah Daerah setempat untuk pemanfaatan media video berbasis potensi lokal
Membuat program yang merangsang produktivitas karya video kreatif di daerah potensi dan dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitasnya secara nasional
3
4
5
Membuat program pengembangan sumber daya di daerah potensi, melalui workshop, seminar, ajang perlombaan, ataupun proyek pengaryaan karya video secara nasional
Inventarisasi potensi daerah dan pengaryaan menjadi karya kreatif video untuk publikasi dna pemasaran
Memetakan dan mengembangkan videografer (orang kreatif, wirausaha kreatif, dan usaha kreatif video) di daerah potensi oleh PEMDA setempat
Melakukan workshop, seminar dan eksibisi traveling ke daerah-daerah potensi
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
PENANGGUNGJAWAB
1
Membuat pemetaan dan database sumber daya dan potensi video nasional yang terintegrasi dikelola oleh asosiasi nasional dan pemerintah pusat
Memetakan potensi nasional industri kreatif video baik yang langsung seperti para orang kreatif (videografer), wirausaha dan usaha kreatif video, dan juga potensi pendukung sperti infrastruktur, perizinan, keuangan dan sebagainya. Dibuat dalam media yang terintegrasi dan mudah diakses
Kementerian PAREKRAF, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
SASARAN 3: Terciptanya sentra data nasional mengenai ruang lingkup dan infrastruktur industri kreatif video
Melakukan program usaha peningkatan jumlah videografer di daerah potensi
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
2015
x
x
2016
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
x
x
2019
90
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
DESKRIPSI RENCANA AKSI
PENANGGUNGJAWAB 2015
Melakukan optimalisasi penggunaan media video sebagai salah satu ruang interaksi sosial masyarakat di daerah potensi
Membuat progam publikasi mengenai informasi HKI
2
3
Membuat media publikasi nasional yang saling terintegrasi dan aktual mengenai seluk beluk HKI
Mengoptimalkan media video sebagai media komunikasi publik di daerah potensi
Memetakan kebutuhan daerah yang berbasis media, dan melakukan penawaran (tender) pada pelaku kreatif video lokal
Membuat pemetaan sumber daya budaya dan potensi industri pariwisata daerah yang dapat dimanfaatkan produktivitas karya video
Membuat kebijakan khusus yang berpihak pada videografer lokal dan membatasi videografer asing yang bekerja di Indonesia
Membuat program pembinaan dan pengembangan oleh asosiasi profesi nasional untuk pengembangan sumber daya orang kreatif videografer di daerah-daerah potensi
1
2
3
Membuat program workshop, eksibisi dan seminar traveling nasional
Membuat regulasi mengenai perlindungan para pekerja, usaha, dan wirausaha kreatif video dari para pekerja, usaha, dan wirausaha kreatif video asing
Memetakan potensi pariwisata daerah baik landscape maupun produkproduk tradisi dan budaya di daerah potensi
SASARAN 5: Meningkatnya keragaman kualitas video kreatif lokal daerah potensi
Membuat program yang berusaha melakukan peningkatan penggunaan jasa videografer lokal, utamanya oleh institusi Pemerintah Daerah
1
Kementerian PAREKRAF, PEMDA dan Asosiasi Profesi
Kementerian PAREKRAF dan MENHUNKAM, MENAKERTRANS
Kementerian PAREKRAF dan PEMDA
Kementerian PAREKRAF, MENHUNKAM, dan MEKOMINFO
PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
PEMDA, Komunitas, dan Asosiasi Profesi
SASARAN 4: Meningkatnya usaha dan wirausahawan industri kreatif video di daerah-daerah potensi bertaraf internasional
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
x
2016
x
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
x
2019
LAMPIRAN
91
Keikutsertaan karya terbaik dari ajang festival atau eksibisi daerah potensi dan nasional dalam ajang fetival atau eksibisi video bertaraf internasional
Membuat program pengembangan sumber daya di daerah potensi, melalui keikutsertaan dalam ajang kreatif pengaryaan video dalam event bertaraf internasional
DESKRIPSI RENCANA AKSI Kementerian PAREKRAF, dan Asosiasi Profesi
PENANGGUNGJAWAB
Membuat program pemanfaatan oleh Pemerintah Daerah, terhadap jasa dan karya videografer daerah untuk pengembangan sektor pariwisata daerah
Membuat program festival video tahunan di daerah-daerah potensi yang terintegrasi secara nasional
3
4
Membuat sebuah program berupa festival nasional sebagai ajang apreasiasi dan pengembangan industri kreatif video di daerahdaerah potensi yang teritegrasi secara nasional
Membuat program pengembangan media ruang tayang karya kreatif video untuk publik lebih luas lagi di daerah-daerah potensi
Membuat program pemutakhiran infrastruktur teknologi pendukung pengaryaan, distribusi, dan pemasaran karya kreatif video
Kementerian PAREKRAF, Asosiasi Profesi dan komunitas
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, MENKOMINFO , Asosiasi Profesi dan komunitas
Kementerian PAREKRAF, BAPENAS, MENKOMINFO dan Asosiasi Profesi
2015
x
x
2016
x
x
x
2017
TAHUN
x
x
x
2018
x
x
2019
1
Membuat kebijakan mengenai subsidi pajak barang mewah atas peralatan, perangkat lunak dan teknologi produksi video lainnya. Utamanya bagi videografer bersertifikasi dari asosiasi nasional yang bernaung di bawah pemerintah pusat
Membuat regulasi yang memberikan kebijakan keringanan harga untuk peralatan pendukung (impor) produksi karya kreatif video
Kementerian Perdagangan, KEMENHUNKAM, dan Kementerian PAREKRAF
x
SASARAN 7: Tercapainya pembangunan infrastruktur fisik maupun nonfisik, dan teknologi pendukung industri video di daerah-daerah potensi yang mudah di akses dan kompetitif
Membuat program peningkatan kuota dan kecepatan internet nasional, karena menjadi basis distribusi video saat ini
1
SASARAN 6: Meningkatnya daya serap pasar terhadap karya video dalam negeri dan penetrasi pasar luar negeri
4
SASARAN/RENCANA AKSI
92
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019
Membuat kebijakan memperbanyak ruang tayang di daerah yang berkaitan dengan kepentingan umum
3
Membuat program pengembangan jumlah ruang tayang untuk karya kreatif video sebagai medium apresiasi dan edukasi publik terhadap karya kreatif video
Membuat peraturan daerah dalam pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan pengembangan industri dan ekonomi kreatif di daerah potensi, ataupun lokasi strategis
DESKRIPSI RENCANA AKSI
Kementerian PAREKRAF, KEMENDIKBUD, MEKOMINFO, dan PEMDA
Kementerian PAREKRAF, PEMDA, dan KEPOLISIAN
PENANGGUNGJAWAB 2015 x
2016
x
2017
TAHUN
x
2018
Pengembangan kebijakan pembiayaan dan kemudahan bagi videografer yang mengangkat potensi daerah
Pengembangan kebijakan insentif bagi investasi di daerah untuk pengembangan industri kreatif video
Pengembangan kebijakan terkait pengutamaan penggunaan jasa videografer lokal oleh agensi atau rumah produksi, biro iklan, dan stasiun televisi nasional, dan pemerintah
1
2
3
Membuat regulasi yang memprioritaskan jasa atau pekerja video dalam negeri untuk semua pihak yang membutuhkan karya kratif video
Membuat program kolaboratif yang memanfaatkan media video dalam pengembangan daerah secara kreatif
Mempuat program kerjasama dengan pelaku orang kreatif (videografer), usaha dan wirausaha kreatif video lokal di daerah potensi, dalam bentuk bantuan dan dukungan kemudahan perizinan pembiayaan dan sebagainya apabila mengandung muatan lokal (promosi) daerah setempat
Kementerian PAREKRAF, MENHUMKAM, MENKOMINFO dan Asosiasi Profesi
PEMDA, dunia usaha, institusi pendidikan, komunitas dan media massa
PEMDA dan komunitas
x
x
x
x
SASARAN 8: Terciptanya regulasi nasional yang mendukung pengarus utamaan industri kreatif termasuk video dalam kebijakan pengembangan daerah
Membuat kebijakan kemudahan pemanfaatan ruang publik untuk eksplorasi karya video
2
SASARAN/RENCANA AKSI
x
x
2019
LAMPIRAN
93
Pengembangan kebijakan keberpihakan dan insentif terhadap penggunaan jasa videografer lokal oleh swasta
Membuat regulasi yang memprioritaskan jasa atau pekerja video dalam negeri untuk semua pihak yang membutuhkan karya kratif video
DESKRIPSI RENCANA AKSI Kementerian PAREKRAF, MENHUMKAM, MENKOMINFO dan Asosiasi Profesi
PENANGGUNGJAWAB
Membuat program/event rutin penyelenggaraan di daerah potensi yang bertujuan sebagai medium nurturing, pengembangan industri kreatif video
Menyelengrakan events daerah yang melibatkan pemanfaatan karya video kreatif dalam setiap kegiatannya, baik sebagai media maupun konten utama kegiatan
PEMDA dan Komunitas
x
2015
1
Membuat penghargaan (awarding) bagi orang, karya, wirausaha, atau usaha videografer lokal
Membuat program berupa eksibisi dan ajang penghargaan untuk para praktisi industri dan ekonomi kreatif daerah potensi termasuk subsektor video secara berkala
PEMDA
SASARAN 10: Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal melalui media karya video
1
SASARAN 9: Terciptanya promosi parawisata dan kebudayaan di daerah potensi berbasis karya kreatif video
4
SASARAN/RENCANA AKSI
x
2016
x
x
2017
TAHUN
x
x
2018
x
x
2019
348
Ekonomi Kreatif: Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019
96
Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Video Nasional 2015-2019