ANALISIS SIKAP TERHADAP MEREK INTI & PERSEPSI KONSUMEN DALAM MEMPENGARUHI MINAT BELI TERHADAP PERLUASAN MEREK (STUDI KASUS KFC COFFEE TERHADAP REMAJA DI JAKARTA)
CUT NISA AMALIA Program Studi S1 Ekstensi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Kata Kunci
Abstrak
Perluasan Merek
Perluasan merek merupaka salah satu strategi yang cukup
Sikap terhadap merek inti
populer dikalangan pemasar pada pasar global saat ini.
Persepsi kesesuaian
Penggunaan strategi ini bertujuan untuk meminimalisir
Minat beli
biaya dan resiko dari pembuatan sebuah produk baru. Dalam benak konsumen terdapat persepsi bahwa produk yang memiliki nama populer tidak akan mempertaruhkan reputasinya dengan membuat produk baru namun dengan kualitas yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Sikap terhadap merek inti dan persepsi kesesuaian konsumen dalam mempengaruhi minat beli terhadap perluasan merek. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode Structural Equation Model (SEM). Dengan variabel independen kesadaran
merek,preferensi
merek,
pengalaman
penggunaan, asosiasi merek, koneksi produk, citra merek inti, persepsi kesesuaian konsumen, sikap terhadap merek inti. dan untuk variabel dependennya yaitu Purchase Intention. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh sikap terhadap merek inti, dan persepsi kesesuaian konsumen terhadap minat beli pada perluasan merek.
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
1. Pendahuluan Bisnis fast food di Indonesia merupakan salah satu usaha yang bisa dibilang cukup popular dikalangan pelaku bisnis. Jumlah penduduk di Indonesia yang besar dengan pertumbuhan perkapita yang tergolong tinggi merupakan potensi yang sangat besar bagi industri makanan olahan, termasuk fast food. Ketersediaan makanan cepat saji semakin dibutuhkan sejalan dengan mobilitas masyarakat terutama di kawasan perkotaan yang dinamis. Banyak restoran fast food yang berhasil mengembangkan usahanya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk berbisnis pada restoran cepat saji cukup menjanjikan. Dari data yang didapatkan dari majalah SWA dapat kita lihat bahwa penjualan dan pertumbuhan industri restoran setiap tahunnya terus meningkat.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri restoran 2007-2011 Tahun
Penjualan (juta)
Pertumbuhan (%)
2007
220.660.000
-
2008
218.117.000
-1,15
2009
220.269.000
0,99
2010
238.992.000
8,50
2011
258.709.000
8,25
Sumber : Majalah SWA No 03/XXVII/2-6 Februari 2011 Meningkatnya persaingan ini membuat konsumen dihadapkan pada begitu banyak pilihan produk yang variatif di pasaran, sehingga konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih dan menetapkan produk mana yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Dari sekian banyak restoran cepat saji yang ada di Indonesia, yang saat ini mendominasi pangsa pasar yaitu Kentucky Fried Chicken (KFC). Restoran cepat saji asal Amerika Serikat ini berhasil mendominasi pangsa pasar hingga 45% dan disusul oleh Mc Donalds sebesar 25% (Sumber: PT. Fast Food Indonesia). Selama ini KFC dikenal sebagai restoran cepat saji yang menawarkan menu ayam goreng. Dengan tagline-nya yaitu “Jagonya Ayam”, KFC berhasil menjadi merek yang Top
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
of Mind untuk kategori restoran cepat saji. Riset tersebut dilakukan oleh Frontier Consulting Group pada tahun 2011 dan 2012.
Tabel 1.3 Top Brand Index. Merek
2011
2012
KFC
56,8%
61,9%
Mc Donalds
20,3%
20,1%
Hoka-hoka bento
5,9%
4,3%
A&W
3,9%
3,6%
Sumber : Frontier Groups Untuk dapat bersaing di dalam pasar yang terus berkembang, setiap perusahaan harus berusaha untuk menciptakan keunggulan kompetitif (competitive advantage) agar mampu bertahan dan sekaligus mampu memenangkan persaingan dengan produk sejenis yang dimiliki oleh para pesaing. Ini terlihat dari semakin banyaknya inovasi
terus-menerus yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya untuk
mengembangkan produknya agar tidak tertinggal dengan pesaingnya. Hal tersebut disadari betul oleh PT Fastfood Indonesia Tbk sebagai pemilik tunggal waralaba KFC di Indonesia KFC Indonesia berkomitmen untuk melakukan pengembangan merek yang kontinu melalui strategi pemasaran yang inovatif agar dapat meningkatkan pendapatan dan terus bersaing dengan para kompetitor. Pembuatan produk baru yang inovatif memang sangat dibutuhkan bagi perusahaan Namun tentunya pembuatan produk baru memiliki resiko dan biaya yang cukup besar. Alasan itulah yang membuat beberapa perusahaan lebih memilih menggunakan strategi brand extension. Brand extension atau perluasan merek adalah strategi dimana perusahaan menggunakan brand yang sudah mapan untuk memperkenalkan produk baru (Kotler & Keller,2006:278). Strategi ini dinilai akan lebih efektif dan lebih efisien, dikarenakan konsumen cenderung menghindari resiko dalam membeli produk baru. Nama merek yang telah dikenal baik dan disukai akan membentuk harapan konsumen berkaitan dengan kemungkinan komposisi dan kinerja sebuah produk
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
baru didasarkan pada apa yang telah mereka ketahui tentang merek itu sendiri dan pada tingkat mana konsumen merasa informasi tersebut relevan dengan produk baru (Keller, 1998:456). Dalam benak konsumen terdapat persepsi bahwa produk yang
sudah baik dan memiliki nama populer tidak akan mempertaruhkan
reputasinya dengan membuat produk baru namun dengan kualitas yang buruk. Di tahun 2008, KFC menerapkan strategi brand extension dengan membuat gerai KFC Coffee yang pertama yaitu di Bali. Alasan KFC meluncurkan produk kopi yaitu karena munculnya tren minum kopi di cafe terutama bagi para remaja dan melihat adanya peluang bisnis yang menarik. Merek inti KFC
tetap ada
didalam perluasan mereknya, dengan harapan merek KFC yang sudah dikenal baik oleh konsumen dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap perluasan mereknya. Akan tetapi tidak selalu strategi perluasan merek akan sukses. Pada suatu kondisi dapat saja produk baru yang menggunakan strategi perluasan merek, gagal menarik minat beli konsumen. Berdasarkan latar belakang tersebutlah, peneliti ingin membahas mengenai “ANALISIS SIKAP TERHADAP MEREK INTI & PERSEPSI KESESUAIAN KONSUMEN DALAM MEMPENGARUHI MINAT BELI TERHADAP BRAND EXTENSION (STUDI KASUS KFC COFFEE TERHADAP ANAK MUDA DI JAKARTA).
2. Tinjauan Literatur 2.1 Merek Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, desain atau kombinasi semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari jasa atau barang pesaing (Philip Kotler : 1995). Menurut Kotler (1995:535), terdapat 4 strategi merek yang dapat digunakan yaitu perluasan lini (mengenalkan unit produk yang sama dengan tampilan baru), perluasan merek (meluncurkan suatu produk dalam kategori baru), multi merek (memperkenalkan merek tambahan untuk kategori produk yang sama), dan merek baru (meluncurkan produk dalam suatu kategori baru dan menggunakan merek baru untuk suatu kategori produk).
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Shwu-Ing Wu dan Chen-Lien Lo di dalam Jurnal “The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product”, dikatakan bahwa minat beli terhadap brand extension dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu core brand attitude (sikap terhadap merek inti) dan consumer perception fit (persepsi kesesuaian konsumen).
2.2 Sikap terhadap merek inti (core brand attitude) Wilkie (1986) and Keller (1993) menunjukan bahwa sikap konsumen terhadap merek inti terbentuk dari keseluruhan evaluasi konsumen terhadap merek inti dan membentuk dasar bagi perilaku konsumen terhadap merek tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa akumulasi dari core brand image (citra merek) dan pengalaman penggunaan produk merupakan penentu sikap terhadap merek inti (Carpenter and Nakamoto, 1989; Kardes and Kalynaram, 1992; Alpert and Kamins, 1995; Martinez and Chernatony, 2004; Ghen and Liu, 2004). 1. Citra Merek Inti (Core Brand Image) Core Brand Image adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek inti (Kotler 2002) .Banyak peneliti telah mengusulkan bahwa brand awareness dan brand preference adalah penemu utama dari Core Brand Image (Aaker and Keller, 1990 Smith and Park, 1992). Kesadaran merek dan preferensi merek akan mempengaruhi merek inti gambar dan secara positif berhubungan dengan inti-merek sikap. Menurut Odin (2001) preferensi merek merupakan sikap konsumen ketika dihadapkan pada situasi untuk memilih satu atau lebih merek dalam kategori produk yang sama. 2. Pengalaman Penggunaan (Use experience) Smith dan Park (1992) menyatakan bahwa ketika produk yang dikategorikan merupakan produk berpengalaman, konsumen cenderung menggunakan pengalaman mereka sebelumnya dari merek inti terhadap kualitas produk, perilaku pembelian aktual dan kepuasan setelah digunakan.
Sikap konsumen terhadap merek inti akan mempengaruhi niat mereka untuk membeli produk perluasan (Miller et al., 1971; Aeker and Keller, 1990; Faircloth et al., 2001; Nan, 2006). Flahery and Papps (2000) percaya bahwa sikap terhadap
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
merek inti-adalah faktor penting dalam menentukan ini niat beli terhadap perluasan merek.
2.3 Persepsi kesesuaian konsumen (Consumer perception fit). Persepsi kesesuaian konsumen
adalah kesamaan dan karakteristik tumpang
tindih antara merek inti dengan kategori diperpanjang (Aaker and Keller, 1990; Boush and Loken, 1991; Barone et al., 2000). Menurut Tauber (1988), persepsi kesesuaian konsumen mengacu pada konsistensi dirasakan dan kesamaan antara asli produk dan produk perluasan. Persepsi kesesuaian didasarkan pada beberapa hal, termasuk penggunaan, kondisi pengguna, manfaat fungsional dan status sosial (Aaker, 1991). Klink and Smith (2001) membagi persepsi kesesuaian menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Asosiasi merek (Brand association) Asosiasi merek adalah inti dari ekuitas merek dan membantu proses konsumen dalam mengingat informasi yang relevan dan membentuk
persepsi yang
sesuai terhadap produk perluasan (Aaker, 1991). Merek yang sudah memiliki asosiasi merek yang kuat akan lebih mudah dalam mengembangkan perluasan merek. Ketika asosiasi merek tidak berhubungan dengan produk, maka terdapat celah yang besar terhadap persepsi kesesuaian konsumen untuk perluasan. 2. Koneksi Produk (Product connection) Jika koneksi produk berasal dari atribut produk yang sama antara merek inti dan merek perluasan akan menghasilkan persepsi kesesuaian yang tinggi (Keller and Aaker, 1992). Tingkat koneksi yang besar secara langsung menyiratkan kemungkinan transfer lebih tinggi dari merek inti ke merek perluasan.
Ketika konsumen menganggap merek perluasan dan
merek inti
memiliki
kesesuaian, maka sikap mereka terhadap merek perluasan cenderung akan positif. Beberapa penelitian sebelumnya juga menjelaskan bahwa semakin tinggi persamaan antara merek inti dan merek perluasan, maka akan semakin tinggi pula
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
minat beli mereka terhadap merek perluasan (e.g., Boush et al. 1987; Aaker and Keller, 1999 Keller and Sood, 2003, 2004; Hansen and Hem, 2004). Persepsi kesesuaian konsumen adalah faktor penting dalam mempengaruhi minat beli terhadap merek perluasan (Tauber, 1988).
Iklan
secara terus-menerus selalu
mengkomunikasikan kepada konsumennya mengenai informasi seputar harga dan keunggulan produk. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan keterbatasan ruang, konsumen sering tidak dapat mengevaluasi informasi secara sempurna. Dengan demikian, beberapa petunjuk dari persepsi kesesuaian sangat diperlukan karena dapat membantu penentuan kualitas.
2.4 Minat Beli Minat beli yaitu sebuah perilaku konsumen dimana konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk (Kotler & Keller : 2003).
2.5 Remaja Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai sosial budaya setempat. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) mengatakan bahwa batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan bagi pihak KFC segmentasi remaja yang mereka jadikan primary target adalah mereka yang berusia 12 sampai dengan 23 tahun.
3. Metodologi Penelitian Dalam tahap awal penelitian ini peneliti melakukan riset eksploratif,dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan, wawasan, pengetahuan, ide, gagasan sebagai upaya untuk merumuskan dan mendefinisikan, menyusun hipotesis, serta dapat dilanjukan dengan riset lanjutan lain. Riset eksploratif di dapatkan berdasarkan data sekunder (jurnal, artikel, situs website dan majalah). Di tahap berikutnya, peneliti menggunakan riset deskripif (kuantitatif)., yaitu satu jenis riset yang mempunyai tujuan utama menguraikan sesuatu-biasanya karakteristik atau
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
fungsi pasar. Penelitian ini dilakukan satu kali dalam satu periode (single cross sectional design) Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer, teknik yang digunakan adalah pengisian kuesioner. Kuesioner adalah teknik terstruktur untuk memperoleh data yang terdiri dari serangkaian pertanyaan, tertulis, verbal, yang dijawab oleh responden (Malhotra, 2005). Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan desain pertanyaan terstruktur dengan menggunakan skala likert. Kuesioner yang peneliti gunakan merupakan replikasi kuesioner dari jurnal “The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product” oleh Shwu-Ing Wu dan Chen-Lien Lo. Jumlah indikator yang ada dalam kuesioner tersebut yaitu 32. Kuesioner tersebut diisi sendiri oleh responden (selfadministrative questionnaire). Dalam tahap awal penelitian, peneliti melakukan pretesting sebelum pengambilan data primer, dengan tujuan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya masalah dalam proses penelitian. Pretesting adalah pengujian kuesioner pada sejumlah kecil sampel responden agar dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat muncul dalam pengisisan kuesioner (Malhotra, 2007). Sedangkan untuk memperoleh data sekunder peneliti mendapatkannya melalui jurnal, artikel, situs website, majalah dan referensi lainnya yang dapat mendukung pelaksanaan dan keberhasilan dalam melakukan penelitian ini. Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian adalah Nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sample dimana peneliti tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur dari populasi untuk dipilih menjadi sample. Untuk penelitian kali ini secara khusus peneliti akan mengambil metode judgemental
sampling, yaitu suatu teknik penentuan sampel dimana peneliti
memilih sampel berdasarkan penelitian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud peneliti, mengingat dalam penelitian kali ini responden yang diinginkan memiliki segmentasi usia. Penentuan jumlah sample yang representatif menurut Hair dkk, dalam Ferdinand, 2003 adalah tergantung pada jumlah indikator dikalikan 5. Dikarenakan jumlah indikator yang ada yaitu sebanyak 32, maka jumlah sample yang diperoleh sebanyak 160 responden.
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
Penulis menggunakan model penelitian yang dibuat oleh Shwu-Ing Wu dan Chen-Lien Lo dalam jurnal “The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product” pada tahun 2007. Berdasarkan penelitian tersebut maka model penelitian yang digunakan yaitu:
Brand awarenes
H1 Core brand image
Brand preference H2
H3 Core Brand attitude
H5
Use experience
Brand association
H4 Purchase intention toward extended product
H6 Consumer perceptional
H8
fit Product connection
H7
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji deskriptif, uji reliabilitas, uji validitas dan SEM (Structuran Equation Model). Uji deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk
menganalisis
data dengan cara
menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah diperoleh sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan atau generalisasi (Sudiyono,2003). Dalam penelitian ini digunakan Microsoft Excel untuk menganalisis uji deskriptif.
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi dan realibilitas pertanyaan yeng terdapat dalam kuesioner dengan melihat nilai cronbachs alpha sebesar 0,6 maka pertanyaan-pertanyaan tersebut konsisten dan relevan terhadap variabel serta reliable (Malhotra, 2010). Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena alat ukur tersebut sudah baik. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat keabsahan suatu alat ukur (Freddy Rangkuti, 2009) Validitas menyatakan sejauh mana suatu alat atau instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun, 1995). Sebuah alat ukur dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. SEM adalah metode yang mampu menunjukkan keterkaitan secara simultan antar variabel-variabel indikator (yang teramati secara langsung) dengan variabelvariabel laten (yang tidak tercermati). SEM memiliki dua jenis model yaitu model struktural dan model pengukuran. Model pengukuran memodelkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Hubungan tersebut bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi. Analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA) yaitu dengan melakukan uji kecocokan model pengukuran (melihat nilai Goodness of Fit) dan evaluasi kecocokan model pengukuran (validity dan reliability). Model berikutnya yaitu model struktural. Model struktural merupakan gambaran konseptual mengenai hubungan antar konstruk yang memiliki persamaan struktural dan biasanya digambarkan dengan diagram visual. Dalam model struktural ini dilakukan uji kecocokan keseluruhan model (melihat nilai Goodness of Fit) dan analisa hubungan kausal (melihat nilai t-value dan R2..
4. Analisa Hasil Pada tahap awal peneliti melakukan Pretest terhadap 30 responden yang berada di Jakarta. Untuk pretest ini, peneliti mengolahnya dengan software SPSS 17 for Windows untuk melakukan uji reliabilitas dan uji validitas. Dari hasil yang di dapatkan seluruh variabel memiliki nilai Cronbach's Alpha lebih dari 0,6. Sehingga
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
dapat kita simpulkan bahwa semua variabel laten tersebut Reliable.Dan untuk uji validitas dilihat dari nilai KMO, berdasarkan hasil yang didapat menunjukkan bahwa seluruh variabel mempunyai nilai KMO di atas 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan Tahap selanjutnya peneliti kembali menyebarkan kuesioner kepada remaja di Jakarta dan berhasil mendapatkan 180 responden. Mayoritas responden adalah wanita yaitu sebanyak 118 responden (65.5%) dan 62 responden pria (34.5%). Usia responden mayoritas berkisar 12-15 tahun yaitu sebanyak 51 responden (28.3%), untuk yang berusia 16 -19 tahun terdapat 98 responden (54,44%) dan yang berusia 20-23 tahun terdapat 31 responden (17,2%). Dari 180 responden yang diteliti terdapat 115 responden yang berprofesi sebagai pelajar (63.9%), 56 responden yang berprofesi sebagai mahasiswa (31.1%), 9 responden yang berprofesi sebagai karyawan swasta (5%). responden yang memiliki pengeluaran total kurang dari 1.000.000 sebanyak 107 responden (59,5%), pengeluaran 1.000.000 - 2.000.000 sebanyak 40 (22,2%) responden, dan pengeluaran lebih dari 2.000.000-3.000.000 sebanyak 13 responden (7,2%) dan responden dengan pengeluaran lebih dari 3.000.000 sebanyak 20 responden (11,1%). Dari hasil yang di dapatkan, mayoritas responden memiliki pengeluaran yang tidak lebih dari 1.000.000, hal ini sesuai dengan kondisi responden yang mayoritas adalah pelajar dan mahasiswa. Untuk mengukur apakah hipotesa tersebut ditolak atau diterima dapat menggunakan analisa hubungan kausal. Untuk melakukan analisis ini yang perlu kita lakukan adalah melihat nilai pada Path Diagram untuk diagram T-values dan Standardized Solution. Nilai t yang < 1,96 ditampilkan dengan warna merah dan menunjukkan bahwa angka estimasi terkait adalah tidak signifikan. Berdasarkan hasil output Lisrel untuk variabel Brand Awareness terhadap Core Brand Image nilai-t yaitu 3.39 (lebih besar dari 1.96) ini menunjukan adanya pengaruh antara brand awareness dengan core brand image. Sedangkan nilai standardized solution variabel Brand Awareness mempunyai pengaruh terhadap variabel Core brand image sebesar 0.46. Untuk variabel
Brand Preference
terhadap Core Brand Image nilai-t yaitu 4.34 (lebih besar dari 1.96) ini
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
menunjukan adanya pengaruh antara Brand preference dengan core brand image. Sedangkan nilai standardized solution variabel Brand Preference mempunyai pengaruh terhadap variabel Core brand image sebesar 0.62. Untuk Core Brand Image terhadap Core Brand Attitude nilai-t yaitu 4.70 (lebih besar dari 1.96) ini menunjukan adanya pengaruh antara Core Brand Image dengan Core brand Attitude . Sedangkan nilai standardized solution variabel Core Brand Image mempunyai pengaruh terhadap variabel Core brand Attitude sebesar 0.49. Untuk variabel Use Experience terhadap Core Brand Attitude nilai-t yaitu 3.60 (lebih besar dari 1.96) ini menunjukan adanya pengaruh antara Use Experience dengan Core brand Attitude . Sedangkan nilai standardized solution variabel Use Experience mempunyai pengaruh terhadap variabel Core brand Attitude sebesar 0.34. Untuk variabel Core Brand Attitude terhadap Purchase Intention nilai-t yaitu 1.60 (kurang dari 1.96) ini menunjukan tidak adanya pengaruh antara Core brand Attitude dengan Purchase Intention. Sedangkan nilai standardized solution untuk variabel Core Brand Attitude sebesar 0,16, hal ini menunjukka bahwa Core Brand Attitude mempunyai pengaruh terhadap variabel Purchase Intention sebesar 0.16. Untuk variabel Brand Association terhadap Consumer Perception Fit nilai-t yaitu 3.21 (lebih besar dari 1.96) ini menunjukan adanya pengaruh antara Brand Association dengan Consumer Perception Fit. Sedangkan nilai standardized solution untuk variabel Brand Association sebesar 0,36 hal ini menunjukkan bahwa Brand Association mempunyai pengaruh terhadap variabel Consumer Perception Fit sebesar 0.31. Untuk variabel Product Connection terhadap Consumer Perception Fit nilai-t yaitu 3.66 (lebih besar dari 1.96) ini menunjukan adanya pengaruh antara Product connection dengan Consumer Perception Fit. Sedangkan nilai standardized solution variabel Product connection mempunyai pengaruh terhadap variabel Consumer Perception Fit sebesar 0.37. Untuk variabel Consumer Perception Fit terhadap Purchase Intention nilai-t yaitu 0.78 (lebih kecil dari 1.96) ini menunjukan tidak adanya pengaruh antara Consumer Perception Fit dengan Purchase intention terhadap extended product. Sedangkan nilai standardized solution variabel Consumer Perception Fit mempunyai pengaruh terhadap variabel Purchase intention terhadap extended product sebesar 0.07
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh antara variabel Brand Awareness dengan Core Brand Image. Brand awareness. 2. Terdapat pengaruh yang cukup kuat antara variabel Brand Preference dengan Core Brand Image. 3. Terdapat pengaruh yang sangat kuat antara variabel Core Brand Image dengan Core Brand Attitude. 4. Terdapat pengaruh yang cukup kuat antara variabel Use Experience dengan Core Brand Attitude. 5. Tidak adanya pengaruh antara Core Brand Attitude dengan Purchase Intention. 6. Terdapat pengaruh yang poitif antara Brand Association dengan Consumer Perception Fit 7. Terdapat pengaruh yang positif antara Product Connection dengan Consumer Perception Fit. 8. Tidak adanya pengaruh antara Consumer Perception Fit dengan Purchase Intention. 5.2 Saran Untuk meningkatkan minat beli konsumen terhadap produk KFC Coffee, maka saran yang dapat diberikan kepada PT. Fastfood Indonesia Tbk selaku pemegang waralaba KFC Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan harus mengevaluasi persepsi kesesuaian yang terbentuk dibenak konsumen. Persepsi kesesuaian ini dipengaruhi oleh Brand Association dan Product Connection. Selama ini asosiasi merek (Brand Association) yang terbentuk dari KFC ialah restoran spesialisasi menu ayam goreng, hal tersebutlah yang akhirnya tertransfer kepada perluasan mereknya. Oleh karena itu pihak KFC Coffee harus membentuk sebuah asosiasi merek yang baru yang
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
sesuai dengan karakteristik produknya. Untuk memunculkan asosiasi unggulan pada merek yang baru sebaiknya perusahaan menerapkan strategi iklan nonkomperatif, yaitu membuat iklan yang khusus menjelaskan keunggulan produk yang ditawarkan tersebut. Iklan yang positif secara signifikan dapat meningkatkan aksesibilitas, transfer
atribut merek dan mempengaruhi
keseluruhan sikap terhadap perluasan merek (Lee, 1995) 2. Selain itu KFC juga harus meningkatkan koneksi produk (Product Connection) antara KFC dengan KFC Coffee. Menurut David Aaker dan Barone et al. (2000), ketika merek inti dan perluasan mereknya merupakan kategori “far extensions” maka penggunaan kombinasi dari kedua produk dianggap perlu. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk pihak KFC agar melakukan strategi bundling product KFC dengan KFC Coffee. Misalnya pembelian paket KFC akan mendapatkan secangkir kopi atau donut dari KFC Coffee agar tercipta trial product oleh konsumen. 3. Perusahaan juga harus meningkatkan sikap terhadap merek inti KFC agar dapat mempengaruhi minat beli konsumen terhadap perluasan mereknya. Caranya yaitu dengan meningkatkan awareness terhadap merek KFC melalui media iklan. David Aaker (1991) mengatakan perusahaan yang menggunakan strategi perluasan merek dapat menggunakan media komunikasi iklan baik untuk merek inti dan juga perluasan mereknya. Iklan tersebut tentunya dengan pendekatan (approach) atau tampilan (appeal) yang berbeda sehingga dapat diingat oleh target audience.
Dengan iklan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan sikap konsumen terhadap merek dan pada akhirnya akan mempengaruhi minat beli mereka kepada perluasan mereknya. 4. Preferensi merek juga harus diperhatikan untuk dapat meningkatkan sikap konsumen terhadap merek inti, hal yang perlu dilakukan oleh pihak KFC adalah terus berinovasi mengeluarkan menu-menu baru yang berkualitas, seta diperlukan identifikasi dan diferensiasi merek. Hal tersebut juga harus dilakukan bagi perluasan mereknya, ini bertujuan agar merek tersebut menjadi acuan dalam kategori produk sejenis. 5. Selain itu sikap terhadap merek inti juga akan terbentuk dengan adanya pengalamaan penggunaan yang positif. Untuk itu peneliti juga menyarankan
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
kepada pihak KFC untuk terus meningkatkan service quality baik dari segi produk maupun pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Misalnya seperti memastikan seluruh gerai KFC dan KFC Coffee dalam kondisi yang bersih dan nyaman, memastikan bahwa seluruh produk yang dijual dalam kualitas yang baik, memberikan program kepada loyal customer, rutin melakukan training kepada seluruh staff KFC agar dapat memberikan pelayanan yang prima. 6. Peneliti juga menyarankan kepada pihak KFC Coffee untuk melebarkan pasar tidak hanya terbatas anak muda, namun kepada pasar yang lebih luas termasuk di dalamnya adalah para konsumen KFC yang mayoritas adalah keluarga. Hal ini didasarkan pada pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat penyebaran kuesioner yang melihat bahwa cukup banyak pengunjung yang bukan dari segmen remaja yang membeli produk KFC Coffee. Referensi Aaker, David.A. (1997). Manajemen Ekuitas Merek. Spektrum Mitra Utama Brata, Aulia Dani. “Perluasan Merek terhadap Citra Merek pada produk Pepsodent. Jurnal Bisnis & Akuntansi. Bilson, Simamora (2004). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Keller, Kevin ., & Kotler, Philip. Marketing Management, 12th Edition. New Jersey : Prantice Hall, Inc. Kotler, Philip. (1995). Manajemen Pemasaran “Analisis, perencanaan, implementas dan pengendalian”, (Ancella Anitawati Hermawan, S MBA.). Salemba Empat, Jakarta. Maholtra, Marsha K. (2009) Riset Pemasaran – Pendekatan Terapan, edisi keempat. PT Indeks.
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.
NN (2009, July 6) . Cepat Saji Eksis di Ibukota. SWA Online, diakses tanggal 12 Agustus dar http://swa.co.id/listed-articles/cepat-saji-eksis-di-ibu-kota NN (2011). Pertumbuhan Industri Restoran.
Majalah SWA03/XXVII/2-6 Februari
2011 Rahayu, Eva Martha., & Angraeni, Wini. ( 2011, February 2). KFC: Melejit Lewat Life Style. SWA Online diakses tanggal 12 Agustus 2012 dari http://swa.co.id/sajianutama/kfc-melejit-lewat-life-style Rangkuti, Freddy (2004). The Power of brands – Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Merek plus Analisis Kasus dengan SPSS, Gramedia Pustaka Utama (GPU) Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. (2000). Consumer Behavior (7th ed.). Wisconsin: Prentice Hall. Sugiarsono, Joko (2011, 22 Agustus). Berbagi Ilmu ala Raksasa Resto Cepat Saji. Swa Online,
diakses
tanggal
15
Agustus
2012
dari
http://swa.co.id/technology/berbagi-ilmu-ala-raksasa-resto-cepat-saji Sutisna (2002). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT Remaja Rosadakarya, Bandung. Wijanto, Setyo Hari.(2008). Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8. Yogyakarta: Graha ilmu. Wu, Shwu-Ing. & Lo, Chen-Lien (2007), “The influence of core-brand attitude and consumer perception on purchase intention towards extended product”. Journal of Marketing, 174-194. Yulistiawati, Uli (2009). “Brand Extension & customer perceived value”. Jurnal Bisnis& Manajemen, 87-104.
Analisis sikap..., Cut Nisa Amalia, FE UI, 2013.