STUDI EMPIRIS HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS DAN KOMITMEN KEORGANISASIAN DI KPP PRATAMA JAKARTA MENTENG SATU, KPP PRATAMA JAKARTA MENTENG DUA, DAN KPP PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA Athiah Listyowati Ayu Aprilianti, M.Si Program Studi S1 Ekstensi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Penelitian ini meneliti apakah ada hubungan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen keorganisasian, khususnya pada pegawai di organisasi sektor publik/instansi pemerintah, dengan pemberdayaan psikologis sebagai variabel mediasinya. Data diambil melalui survey, dengan metode Multi Leadership Questionaire, pemberdayaan psikologis dan Three Component Model kepada 106 orang pegawai dan dianalisis menggunakan uji regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan pemberdayaan psikologis. Begitu pula dengan kepemimpinan transformasional dengan komitmen keorganisasian. Namun pemberdayaan psikologis diketahui hanya memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen afektif, dan tidak memediasi hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen berkelanjutan maupun komitmen normatif. Kata kunci : kepemimpinan transformasional, pemberdayaan psikologis, komitmen keorganisasian 1. Latar Belakang Komitmen keorganisasian merupakan salah satu faktor penting yang mendukung tercapainya kesuksesan suatu organisasi. Kreitner dan Kinicki (2010) mendefinisikan komitmen keorganisasian sebagai refleksi sejauh mana seorang pegawai mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah organisasi dan berkomitmen pada tujuan organisasi. Sementara itu, Mowday, Steers dan Porter (1982) mendefinisikan bentuk komitmen keorganisasian sebagai ikatan emosional pegawai, identifikasi pegawai, dan keterlibatan pegawai pada sebuah organisasi (secara spesifik disebut komitmen afektif) (McShane dan Von Glinow, 2008, p.119). Bentuk lain dari komitmen keorganisasian juga dikembangkan oleh Meyer (1997), ia mendefinisikan komitmen keorganisasian sebagai keputusan untuk tetap berada di organisasi karena keputusan untuk keluar akan mengakibatkan kerugian yang besar, selanjutnya disebut komitmen berkelanjutan (McShane dan Von Glinow, 2008, p.119). Lebih jauh lagi, McShane dan Von Glinow (2008) menyatakan bahwa para pemimpin perlu memberi perhatian kepada komitmen keorganisasian karena hal tersebut dapat menjadi salah satu competitive advantage yang signifikan. Pegawai yang memiliki komitmen afektif tinggi lebih kecil kemungkinannya untuk keluar dari organisasi ataupun absen. Mereka juga diprediksi akan memiliki motivasi kerja dan organizational citizenship yang lebih tinggi,
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
yang artinya akan memberikan kinerja yang lebih tinggi pula (McShane dan Glinow, 2008; Kreitner dan Kinicki, 2010). Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengalaman kerja, karakteristik personal, dan faktor-faktor organisasi menjadi pemicu komitmen keorganisasian (Allen & Meyer, 1990, 1996; Eby, Freeman, Rush, Lance, 1999; Meyer & Allen, 1997 dalam Avolio et al, 2004). Mowday et al.(1982) dalam Avolio et al. (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor organisasi dan hal personal yang disebutsebut sebagai penentu utama atas tingkat komitmen keorganisasian seorang pegawai adalah kepemimpinan.
Secara
khusus,
banyak
penelitian
yang
menyatakan
bahwa
kepemimpinan
transformasional secara positif mempunyai hubungan dengan komitmen keorganisasian dalam berbagai jenis budaya dan tata kelola organisasi (Avolio et al, 2004; Bono & Judge, 2003; Dumdum et al., 2002; Koh, Steers, & Terborg, 1995; Lowe et al, 1996; Walumbwa & Lawler, 2003). Avolio, Bass, & Jung (1999) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai gaya pemimpin yang karismatik, inspirasional, merangsang intelektual, dan memberi perhatian kepada masing-masing individu (Raja et al, 2012). Avolio, Bass dan Jung juga menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai 4 dimensi penting yaitu, Inspirational Motivation,Idealized Influenc, Individualized Consideration dan Intellectual Stimulation (Ismail et al, 2011). Pemimpin mendorong individu untuk mengesampingkan kepentingan pribadi mereka demi tercapainya visi organisasi. Para pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dinilai memiliki kepercayaan tinggi kepada bawahannya. Para pemimpin ini memiliki seperangkat nilai-nilai yang kuat seperti kesetiaan, kepercayaan, dan perhatian terhadap karyawan secara pribadi. Hal-hal positif pemimpin inilah yang dinilai oleh para ahli dapat mempengaruhi komitmen keorganisasian para bawahannya. Yukl (1998), Avolio (1999) dan Bass (1999) menyatakan bahwa teori kepemimpinan transformasional menekankan peran pemberdayaan sebagai mekanisme utama dalam pembentukan komitmen keorganisasian (Avolio et al., 2004). Karakteristik pemimpin transformasional dinilai oleh Lowe et al.(1996) mampu mengubah aspirasi, kebutuhan, identitas, preferensi dan nilai-nilai pegawai menjadi sarana pencapaian potensi optimal mereka (Avolio et al., 2004). Selain itu, pemimpin transformasional melibatkan pegawai dalam proses merencanakan masa depan yang baik dan menginpirasi mereka untuk berkomitmen mencapai tujuan bersama. Salah satu penelitian tentang pemberdayaan psikologis terpopuler adalah penelitian yang dilakukan oleh Spreitzer (1995). Dalam jurnal Academy of Management Journal berjudul “Psychological Empowerment In The Workplace: Dimensions, Measurement, And Validation”, Spreitzer mendefinisikan pemberdayaan psikologis dikaitkan dengan konteks pemberdayaan di tempat kerja. Dalam penelitiannya
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
ini, Spreitzer menggunakan definisi awal pemberdayaan oleh Conger dan Kanungo (1988) yang kemudian dilengkapi oleh penelitian Thomas dan Velthouse (1990).
Mereka mendefinisikan
pemberdayaan secara luas sebagai motivasi kerja yang dimanifestasikan dalam 4 dimensi yang merefleksikan orientasi seseorang terhadap perannya di tempat kerja : meaning, competence, selfdetermination dan impact. Pemimpin transformasional menstimulasi pemberdayaan psikologis pegawai dengan memberi pemahaman tentang arti dari pekerjaan mereka (meaning), pekerjaan yang menantang (competence), otonomi sesuai karakter pekerjaan (self-determination) dan memperlihatkan betapa besar dampak pekerjaan mereka pada keberhasilan organisasi (impact). 2. Landasan Teori Dan Tinjauan Pustaka 2.1. Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan merupakan komoditas yang sangat dicari dan sangat dihargai (Northouse, 2010). Kepemimpinan sendiri telah mendapat perhatian dari para peneliti di seluruh dunia. Review dari pelbagai penelitian terkait kepemimpinan menunjukkan bahwa ada berbagai pendekatan teori yang berbeda-beda untuk menjelaskan kompleksitas dari proses kepemimpinan. Fleishman et al. (1991) menyatakan bahwa selama 60 tahun terkahir ada 65 sistem klasifikasi yang berbeda telah dikembangkan untuk mendefinisikan dimensi kepemimpinan (Northouse, 2010). Dixon (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional telah menjadi gaya kepemimpinan populer pada berbagai macam organisasi. Lebih jauh lagi, Dixon juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan ini disimpulkan oleh Bass, Avolio, Jung dan Berson (2003) sebagai prediktor atas kinerja organisasi. Keane dan Gebert (2009) menemukan potensi kepemimpinan transformasional untuk mengelola bawahan yang secara demografis maupun secara kognitif berbeda-beda menjadi tim yang solid. Keane dan Gebert juga mencatat banyaknya literatur yang mendokumentasikan hasil penelitian tentang pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap motivasi bawahan, kepuasan, dan kinerja –bahkan beberapa literatur juga menunjukkan keunggulan kepemimpinan transformasional dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan laissez-faire. Yukl (2010) menyatakan bahwa teori kepemimpinan transformasional dipengaruhi secara kuat oleh Burns (1978), akan tetapi ada penelitian yang lebih empiris daripada penelitian lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bass (1985, 1990). Inti dari teori kepemimpinan transformasional oleh Burns adalah pembagian gaya kepemimpinan menjadi dua, yaitu kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
Seorang pemimpin transformasional menurut Bass (1985) dalam Northouse (2010)
mengubah dan memotivasi pengikut dengan (1) membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil kerja, (2) mendorong mereka untuk mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi, dan (3) mengaktifkan higher-order need (kebutuhan untuk berperforma lebih tinggi). Pemimpin
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
transformasional “mendorong bawahannya untuk menjaga nilai-nilai moral dan bertindak demi kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi” (Brown dan Trevino, 2006 dalam Carson, 2011). Sebaliknya, pemimpin transaksional menurut Kreitner dan Kinicki, fokus pada kejelasan peran dan tugas bawahan serta pemberian imbalan atau hukuman sesuai dengan kinerja bawahan. Kepemimpinan transaksional dicirikan dengan 2 perilaku : imbalan tambahan dan active managament-by exception. Lebih jauh, kepimpinan transaksional meliputi aktivitas manajerial dalam rangka menentukan tujuan, memonitoring kemajuan dibandingkan tujuan pencapaian dan memberi imbalan atau menghukum bawahan sesuai tingkat pencapaian mereka. Dapat disimpulkan, gaya kepemimpinan ini menggunakan motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan produktivitas bawahan. Kepemimpinan transformasional mempunyai 4 dimensi di mana dimensi pertama dari gaya kepemimpinan ini yaitu motivasi inspiratif (Inspirational Motivation). Inspirasi yang memotivasi muncul dari sikap pemimpin yang membuat visi masa depan yang menarik, penggunaan argumen yang melibatkan emosi dan sikap yang menunjukkan optimisme dan antusiasme. Dimensi kedua dari kepemimpinan ini adalah idealized influence. Pemimpin yang menunjukkan pengaruh ideal dirasakan oleh bawahannya sebagai individu yang mempunyai integritas tinggi, yang membimbing mereka dengan sikap yang etis dan bermoral, dan dirasakan sebagai role model. Dimensi ketiga yaitu intellectual stimulation adalah perilaku pemimpin transformasional seperti dorongan pemimpin kepada bawahan untuk mencari solusi yang kreatif dan inovatif atas permasalahan organisasi. Sedangkan dimensi keempat adalah individualized consideration. Coaching dan mentoring adalah inti dari dimensi ini. Pemimpin menunjukkan perilaku bahwa mereka menghargai setiap individu dan menyampaikan nasihat yang berfokus pada kebutuhan pengembangan diri masing-masing bawahan, baik secara pribadi maupun profesional. 2.2. Pemberdayaan Psikologis Menurut Conger dan Kanungo (1988), Dainty et al.(2002), Ozaralli (2003) dan Bordin et al. (2007) pemberdayaan pegawai dapat menyebabkan peningkatan baik kinerja individu maupun organisasi (Baird dan Wang, 2009). Senada dengan pernyataan tersebut, Gomez dan Rosen (2001) dalam menyebutkan pentingnya mempertahankan pemberdayaan pegawai untuk inovasi dan efektivitas organisasi (Baird dan Wang, 2009). Meyerson dan Kline (2008) menyatakan bahwa konsep pendekatan psikologis yang paling banyak digunakan adalah konsep Spreitzer (1995), yang kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1997, dan tahun 1999. Spreitzer (1995) menggunakan definisi pemberdayaan yang diajukan oleh Conger dan Kanungo (1988), serta Thomas dan Velthouse (1990), mereka mendefinisikan pemberdayaan secara luas sebagai peningkatan motivasi intrinsik tugas yang dimanifestasikan dalam empat sifat kognitif yang
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
merefleksikan orientasi individu terhadap peran kerja mereka : meaning, competence, self determination dan impact. Meaning berarti kesesuaian antara tugas pekerjaan dan keyakinan seseorang, nilai-nilai, dan perilakunya (Brief & Nord, 1990; Hackman & Oldam, 1980; Spreitzer, 1995). Gist (1987) menyatakan bahwa Competence berarti keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik (Spreitzer, 1995). Bell & Staw (1989) dan Spector (1986) mendefinisikan self-determination sebagai perasaan memiliki kontrol atas pekerjaannya, dalam hal ini termasuk pengambilan keputusan mengenai metode, kecepatan dan upaya dalam menyelesaikan tugas (Spreitzer, 1995). Selanjutnya, Ashfort (1989) mendifinisikan impact adalah tingkatan dimana seseorang untuk dapat mempengaruhi strategi, administratif, atau hasil kerja di kantor (Spreitzer, 1995). Dalam hal ini, impact berbeda dengan locus of control . Impact dipengaruhi oleh konteks kerja sedangkan locus of control adalah karakter personal yang bertahan sepanjang situasi (Wolfe & Robertshaw, 1982; Spreitzer, 1995). 2.3. Komitmen Keorganisasian Oleh Robbins dan Judge (2011), komitmen keorganisasian didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang pegawai mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tertentu dan tujuan organisasi tersebut, serta ingin tetap menjadi anggota organisasi tersebut. Senada dengan Robbins dan Judge, Kreitner dan Kinicki (2010) menyatakan bahwa komitmen keorganisasian merefleksikan sejauh mana seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan komitmennya terhadap tujuan organisasi. Komitmen keorganisasian dibagi menjadi tiga dimensi berbeda. Allen, Meyer dan Smith (1993) menyatakan bahwa pembedaan dimensi tersebut berdasarkan penelitian tentang komitmen keorganisasian yang dilakukan oleh Allen dan Meyer (1991). Allen dan Meyer, berdasarkan studi literatur, mendefinisikan komitmen dalam 3 tema yang berbeda, yaitu komitmen sebagai ikatan emosional dengan organisasi, komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika keluar dari organisasi, dan komitmen sebagai kewajiban untuk tetap berada di organisasi. Kemudian ketiganya disebut sebagai komitmen afektif, berkelanjutan dan normatif. Allen dan Meyer menyatakan bahwa sifat psikologis dari ketiga komitmen tersebut berbeda pula. Seseorang dengan komitmen afektif tinggi tetap berada di suatu organisasi karena mereka memang menginginkannya, mereka yang memiliki komitmen berkelanjutan tinggi tetap bekerja di sana karena memerlukan, dan mereka yang memiliki komitmen normatif tinggi tetap tinggal karena mereka merasa harus melakukannya. Model yang dibuat oleh Allen dan Meyer ini memungkinkan adanya perbedaan tingkat komitmen pada masing-masing dimensi komitmen tersebut. Hal ini diduga oleh Allen dan Meyer dipengaruhi oleh pengalaman yang berbeda. Untuk itu, ketiganya pun menghasilkan implikasi yang berbeda terhadap perilaku dalam bekerja.
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
3. Metodologi Penelitian Studi penelitian ini akan dilakukan di KPP Pratama Jakarta Menteng Satu, KPP Pratama Jakarta Menteng Dua dan KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pelaksana dan fungsional di kantor tersebut berjumlah 189 orang. Responden penelitian ini berjumlah 106 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah Convenience Sampling yang termasuk dalam Nonprobality Sampling dengan tetap menjaga proporsi sesuai dengan jumlah pegawai di masing-masing kantor. Penelitian ini mengukur tiga variabel, yaitu kepemimpinan transformasional, komitmen keorganisasian dan pemberdayaan psikologis. Variabel kepemimpinan transformasional diukur dengan Multifactor Leadership Questionaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Bass dan Avolio (1991). Alat ukur variabel komitmen keorganisasian yaitu Three-Component Model (TCM) oleh Allen dan Meyer (1990). Selanjutnya variabel pemberdayaan psikologis diukur dengan Psychological Empowerment Questionaire yang dikembangkan oleh Spreitzer (1995). Semua alat ukur di atas menggunakan skala Likert, di mana responden diminta memberi tanda silang (x) pada kolom yang merepresentasikan skala Likert. Skala Likert dalam alat ukur ini terdiri dari angka 1 s.d. 6 yang merpresentasikan sejauh mana persetujuan seseorang dengan pernyataan yang diberikan dalam alat ukur. Model penelitian ini secara lengkap adalah sebagai berikut. Idealized Influence
Individual Consideratio n
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Kepemimpinan Transformasional
Komitmen Keorganisasian
Bass & Avolio (1991)
Allen & Meyer (2001)
Continuence Commitment
Variabel Mediator
Intellectual Stimulation
Pemberdayaan Psikologis
Inspirational Motivation
Normative Commitment
Spreitzer (1995)
Meaning
Competence
Impact
Sumber : Ismail et al. (2011)
Affective Commitment
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Selfconsideration
Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan melalui analisis faktor dengan kriteria validitas sebagai berikut.
Tabel Daftar Kriteria Alat Ukur Uji Validitas Ukuran
Nilai disyaratkan
Kaiser-Mayer-Olkin Test (KMO)
Nilai KMO di atas 0,6
KMO adalah statistik yang mengindikasikan proporsi variansi
menyatakan bahwa factor
dalam variabel yang merupakan variansi umum, yaitu variansi
analysis dapat digunakan
yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam penelitian Barlett’s Test of Sperichity (BTS)
Diisyaratkan dengan nilai
BTS adalah angka yang mengindikasikan bahwa matriks
signifikansi
korelasi adalah matriks identitas
0.05
Factor Loading of Component Matrix
Nilai factor loading lebih
Angka yang menunjukkan korelasi antara variabel asli dan
dari atau sama dengan
faktor, kunci untuk memahami kondisi normal faktor tertentu
0.55
kurang
dari
Sumber : Hair, 1995
Sedangkan uji realibilitas dengan Alpha Cronbach (Hair et al, 1995). Alat ukur dinilai realiabel jika Alpha Cronbach yang dihasilkan minimum 0,6. Keseluruhan dimensi variabel komitmen keorganisasian, pemberdayaan psikologis dan kepemimpinan transformasional menunjukkan angka lulus uji validitas maupun realibilitas. Untuk itu, data yang ada siap untuk dilakukan pengolahan dan analisis lanjutan.
Tabel Hasil Uji Validitas dan Uji Realibilitas Variabel Ukuran
Hasil
Kaiser-Mayer-Olkin Test (KMO) Barlett’s Test of Sperichity (BTS) Total Variance Factor Loading Component Matrix Cronbach Alpha Pernyataan awal
of
TL
PE AC
CC
NC
0.95
0.809
0.748
0.674
0.722
Sig 0.000
Sig 0.000
Sig 0.000
Sig 0.000
Sig 0.000
67.38%
47,609%
52.295%
48.875%
47.599%
0.724 - 0.915
0.580 s.d. 0.836
0.616 s.d. 0.772
0.567 s.d. 0.764
0.969
0.593 s.d. 0.768 0.834
0.813
0.784
0.708
1 s.d. 20
1 s.d. 10
1 s.d. 8
1 s.d. 8
1 s.d. 8
4,6
2, 4
1, 4
1, 7, 8
Pernyataan yang dibuang 1,3,11 Sumber : Data primer yang diolah
OC
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan analisis regresi linier dan analisis multiple regression. Analisis regresi linier untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen. Sedangkan analisis multiple regression bertujuan untuk menguji hubungan antara sebuah variabel dependen dengan beberapa variabel independen (Hair, 1995). Metode yang digunakan adalah causal step yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986). 1.
Hubungan variabel kepemimpinan transformasional dengan variabel pemberdayaan psikologis H1: Ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis
2.
Hubungan variabel kepemimpinan transformasional dengan variabel komitmen keorganisasian (afektif, berkelanjutan, dan normatif)
3.
H 2:
Ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan komitmen afektif
H 3:
Ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan komitmen berkelanjutan
H 4:
Ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dan komitmen normatif
Hubungan variabel kepemimpinan transformasional dengan variabel komitmen keorganisasian dimediasi oleh pemberdayaan psikologis H 5:
Pemberdayaan psikologis memediasi hubungan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen afektif
H 6:
Pemberdayaan psikologis memediasi hubungan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen berkelanjutan
H 7:
Pemberdayaan psikologis memediasi hubungan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen normatif
4. Analisis dan Pembahasan Berdasarkan 106 kuesioner yang valid, diperoleh gambaran mengenai karakteristik responden penelitian ini. Karakteristik responden ini dilihat dari data demografi berupa jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan terakhir, jabatan dan lama bekerja. Berdasarkan tabel berikut, diketahui bahwa mayoritas responden adalah laki-laki dengan jumlah 73 orang ( 68,87%) dari total 106 responden. Selanjutnya berdasarkan jabatan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden menjabat sebagai pelaksana (51.9%), disusul jabatan account representative (39.6%) dan jabatan fungsional (8.5 %). Selanjutnya, berdasarkan pendidikan, mayoritas responden menamatkan pendidikan hingga S1/D4, dengan persentase 59.4%. Berdasarkan masa kerjanya, mayoritas responden bekerja dalam rentang waktu 5-15 tahun, dengan persentase 50%. Berdasarkan penilaian responden, diperoleh gambaran bahwa pemimpin di KPP-KPP di atas telah mengimplementasikan gaya kepemimpinan transformasional. Hasil tersebut dapat disimpulkan dari nilai
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
mean untuk variabel ini sebesar 4,8. Selanjutnya, secara keseluruhan, data dari 106 responden menunjukkan mean variabel pemberdayaan psikologis sebesar 5.01. Artinya, tingkat pemberdayaan psikologis responden masuk pada kategori tinggi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa responden merasakan kompetensinya mendukung penyelesaian pekerjaannnya, pekerjaan mereka berarti dan memiliki dampak pada keberhasilan kantor selain itu mereka juga memiliki otonomi dalam hal penyelesaian pekerjaannya sehari-hari. Selanjutnya dari sisi komitmen, tingkat komitmen afektif responden tergolong tinggi, sedangkan komitmen berkelanjutan dan normatif tergolong sedang. Skor ini menandakan bahwa pegawai memiliki rasa ada kedekatan emosi dengan DJP, namun dari segi loyalitas masih tergolong sedang. Meski mereka merasa DJP memiliki arti dalam kehidupan mereka, namun masih ada pegawai yang rela keluar dari DJP apabila keuntungan di luar sana lebih besar dari apa yang ia dapatkan di DJP. Untuk dapat melengkapi tahapan analisis variabel mediasi, perlu dilakukan pula uji regresi antara variabel mediasi terhadap variabel dependen, yaitu pemberdayaan psikologis terhadap komitmen keorganisasian. Menurut Baron dan Kenny (1986), untuk menguji mediasi, seorang peneliti harus mencari persamaan regresi variabel-variabel berikut.
1. Meregresikan variabel mediator terhadap variabel bebas. 2. Meregresikan variabel terikat terhadap variabel bebas. 3. Meregresikan variabel terikat terhadap variabel bebas dan variabel mediator Kemudian koefisien regresi ketiganya dicatat. Regresi yang dilakukan tidak perlu menggunakan stepwise maupun hierarchical. Atau pun penghitungan korelasi parsial atau semiparsial. Masih menurut Baron dan Kenny, uji mediasi dapat dilakukan, jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Pada persamaan regresi pertama, variabel terikat berpengaruh terhadap variabel mediator. 2. Pada persamaan regresi kedua, variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. 3. Pada persamaan regresi ketiga, variabel mediator berpengaruh pada variabel terikat. Setelah ketiganya memenuhi syarat, maka selanjutnya peneliti harus memastikan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat di persamaan tiga lebih kecil dari pengaruhnya di persamaan dua. Perfect mediation terjadi jika variabel bebas sama sekali tidak memiliki pengaruh ketika variabel mediasi mengontrol persamaan regresi.
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Tabel Hubungan Kepemimpinan Transformasional, Pemberdayaan Psikologis dan Komitmen Keorganisasian Independen Dependen Var. Notasi R2 β Standard Sig. Var. Hubungan Error Kepemimpinan Komitmen Afektif A1 0.101 0.360 0.105 0.000* Transformasional Kepemimpinan Komitmen Berkelanjutan A2 0.052 0.281 0.118 0.019* Transformasional Kepemimpinan Komitmen Normatif A3 0.188 0.530 0.108 0.000* Transformasional Kepemimpinan Pemberdayaan B 0.440 0.497 0.055 0.000* Transformasional Psikologis Pemberdayaan Psikologis Komitmen Afektif C1 0.165 0.614 0.135 0.000* Pemberdayaan Psikologis Komitmen Berkelanjutan C2 0.021 0.237 0.160 0.142* Pemberdayaan Psikologis Komitmen Normatif C3 0.111 0.543 0.151 0.000* Kepemimpinan Komitmen Afektif A 1’ 0.170 0.098 0.136 0.474* Transformasional, Pemberdayaan Psikologis 0.527 0.181 0.004* Kepemimpinan Komitmen Berkelanjutan A 2’ 0.052 0.292 0.158 0.068* Transformasional, Pemberdayaan Psikologis 0.022 0.211 0.918* Kepemimpinan Komitmen Normatif A 3’ 0.192 0.464 0.145 0.002* Transformasional, Pemberdayaan Psikologis 0.132 0.193 0.495* Sumber : Data primer yang diolah *)Signifikan pada p<0.05
Dengan memperhatikan isi tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel kepemimpinan transformasional mempunyai hubungan positif dengan komitmen afektif, berkelanjutan maupun normatif. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis H2, H3 dan H4 diterima. Hasil uji regresi juga menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kepemimpinan transformasional dengan pemberdayaan psikologis. Kesimpulan tersebut didasarkan pada nilai β = 0.497, di mana menurut Hasan (2010) nilai tersebut menunjukkan kategori hubungan yang cukup berarti (0.4 < β < 0.7). Berdasarkan nilai R2, variabel kepemimpinan transformasional mampu menjelaskan 44% tingkat pemberdayaan psikologis, sedangkan 56% sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hubungan kedua variabel signifikan dengan angka p value 0.000<0.05. Dengan hasil ini diketahui syarat kedua untuk causal step method oleh Baron dan Kenny (1986) telah terpenuhi. Dan terbukti pula hipotesis H1, ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan pemberdayaan psikologis. Berdasarkan penghitungan persamaan regresi sebelumnya diketahui bahwa, hanya variabel kepemimpinan transformasional, pemberdayaan psikologis dan komitmen afektif yang dapat memenuhi ketiga syarat untuk dilakukan uji mediasi Baron dan Kenny. Sedangkan hasil regresi ketiga, yaitu regresi untuk variabel kepemimpinan transformasional, pemberdayaan psikologis serta komitmen berkelanjutan dan regresi untuk variabel kepemimpinan transformasional, permberdayaan psikologis dan komitmen normatif tidak dapat dilanjutkan analisis mediasinya karena tidak memenuhi syarat adanya hubungan
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
antara variabel mediator dengan variabel terikat (p value tidak signifikan). Maka, dapat disimpulkan H6 dan H7 ditolak. Dari tabel, diketahui bahwa kepemimpinan transformasional dan komitmen afektif memiliki hubungan yang positif dan signifikan, pengaruhnya sebesar 0.360. Selanjutnya, diteliti hubungan keduanya apabila dimasukan pengaruh variabel mediator pemberdayaan psikologis.
Pemberdayaan Psikologis
B = 0.497*
C 1= 0.614*
Komitmen Afektif
Kepemimpinan Transformasional
A1’ = 0.098
Gambar Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Afektif dimediasi oleh Pemberdayaan Psikologis Sumber : Data Primer yang Diolah *signifikan pada p value <0.05
Dari pembahasan di atas, pada penelitian ini diketahui bahwa : 1. Variabel bebas (kepemimpinan transformasional) signifikan mempengaruhi variabel mediator (pemberdayaan psikologis), dan memiliki koefisien regresi B = 0.497 2. Variabel bebas (kepemimpinan transformasional) signifikan mempengaruhi variabel terikat (Komitmen Afektif), dan memiliki koefisien regresi A = 0.396 3. Variabel mediator (pemberdayaan psikologis) signifikan mempengaruhi variabel terikat (komitmen afektif), dan memiliki koefisien regresi C1 = 0.614 4. Koefisien regresi (A1’) senilai 0.098 < koefisien regresi A1 senilai 0.360 artinya terjadi mediasi. Pada penelitian ini koefisien regresi (A1’) tidak signifikan (p value 0.474 > 0.05), temuan ini oleh Baron dan Kenny disebut sebagai perfect mediation, yaitu ketika variabel bebas menjadi tidak mempunyai pengaruh ketika variabel mediator diperkenalkan. Berdasarkan hal-hal yang disyaratkan oleh Baron dan Kenny (1986), keseluruhan syarat tersebut telah terpenuhi. Maka terbukti bahwa pemberdayaan psikologis memediasi secara penuh hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen afektif. Hasil pengujian ini menunjukkan dukungan terhadap hipotesis alternatif H5. 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil survey, para pimpinan KPP Pratama Jakarta Menteng Satu, KPP Pratama Jakarta Menteng Dua dan KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua telah mengimplementasikan teori
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Kepemimpinan Transformasional oleh Bass dan Avolio (1993). Pegawai pajak mempunyai persepsi yang tinggi terhadap pemberdayaan psikologis di tempat kerja. Seluruh dimensi pemberdayaan psikologis oleh Spreitzer (1995) dirasakan oleh pegawai pajak.Dari tiga dimensi Komitmen keorganisasian oleh Allen dan Meyer (1991), komitmen tertinggi ada pada Komitmen Afektif (mean = 4.7, kategori tinggi), Komitmen Normatif (mean = 4.07, kategori sedang) di posisi kedua, sedangkan Komitmen Berkelanjutan (mean = 4.05, kategori sedang) di posisi terakhir. Kepemimpinan Transformasional terbukti mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap Pemberdayaan Psikologis pegawai pajak di KPP Pratama Jakarta Menteng Satu, KPP Pratama Jakarta Menteng Dua dan KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua. Kepemimpinan Transformasional juga terbukti mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap seluruh dimensi Komitmen keorganisasian pegawai pajak. Pemberdayaan psikologis adalah perfect mediator hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Afektif pegawai di KPP Pratama Jakarta Menteng Satu, KPP Pratama Jakarta Menteng Dua dan KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua. Namun pemberdayaan psikologis tidak memediasi hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Berkelanjutan serta Komitmen Normatif dan tidak mempunyai hubungan dengan Komitmen Berkelanjutan maupun Komitmen Normatif pegawai. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan
mengingat sampel yang
awalnya ingin peneliti peroleh dari Simple Random Sampling akhirnya harus menggunakan Convenience Sampling namun berdasarkan proporsi populasi pada masing-masing unit. Sehingga kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk organisasi lain di luar objek penelitian. Selain itu, jumlah responden seharusnya dapat ditambah. Penelitian berikutnya diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih banyak responden dan menggunakan metode probability sampling. Selain itu, untuk memperkaya hasil penelitian dapat dilakukan wawancara kepada responden dan atasan langsung. Dari sisi atasan yang dinilai juga dapat dilakukan penelitian lanjutan, misal kepada pimpinan tertinggi suatu kantor, bukan pada atasan langsung. Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan yang menarik antara dimensi-dimensi pemberdayaan psikologis dengan dimensi-dimensi komitmen keorganisasian. Dengan meneliti lebih detil lagi, penelitian selanjutnya dapat lebih menangkap gejala pengaruh pemberdayaan psikologis terhadap komitmen keorganisasian di mana dalam penelitian ini hanya ditemukan hubungan antara pemberdayaan psikologis dan komitmen afektif. Penelitian ini menemukan pemberdayaan psikologis sebagai perfect mediator antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen keorganisasian. Namun demikian, peneliti selanjutnya masih dapat
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
melakukan penelitian untuk mencari kemungkinan adanya variabel mediator lain. Beberapa penelitian sebelumnya menemukan variabel lain sebagai mediator kedua variabel tersebut, misalnya job satisfaction. 6. Referensi Avolio, B. J., Zhu, W., Koh, W., & Bhatia, P. (2004). Transformational leadership and organizational commitment: Mediating role of psychological empowerment and moderating role of structural distance. Journal
of
Organizational
Behavior, 25(8),
951-968.
Retrieved
from http://search.proquest.com/docview/224879573?accountid=17242 Ariefyanto, M. Irwan. “Distribusi Kekayaan dari Daerah Pertambangan”. Republika.co.id, 3 Juni 2013. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/06/03/mno6bn-distribusi-kekayaan-daridaerah-pertambangan Baird, K., & Wang, H. (2010). Employee empowerment: Extent of adoption and influential factors. Personnel Review, 39(5), 574-599. doi:http://dx.doi.org/10.1108/00483481011064154 Barlow, J. Roehrich, J.K. and Wright, S. (2010).De facto privatisation or a renewed role for the EU? Paying for Europe’s healthcare infrastructure in a recession. Journal of the Royal Society of Medicine. 103:51-55. Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator–mediator variable distinction in social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6), 1173-1182. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173 Bozlagan, Recep; Dogan, Mahmut & Daoudov, Murat (2010). Organizational Commitment And Case Study On The Union Of Municipalities Of Marmara. Regional and Sectoral Economic Studies Vol. 10-2. PROQUEST Bratadharma, Angga. “Penerimaan Pajak 2012 Tidak Mencapai Target”. Infobanknews,7 Januari 2013. 16 Juni 2013 http://www.infobanknews.com/2013/01/penerimaaan-pajak-2012-tidak-mencapaitarget/ Chalofsky, Neal E. 2010. Meaningful Workplaces. John-Wiley & Sons, Inc.San Fransisco Cooper, Donald R. & Schindler, Pamela S. Metode Riset Bisnis. Vol.1. Media Global Edukasi. Jakarta. 2006 Carson, M. A. (2011). Antecedents of effective leadership: The relationships between social skills, transformational leadership, leader effectiveness, and trust in the leader. (Order No. 3457870, The University of North Carolina at Charlotte).ProQuest Dissertations and Theses, , 133. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/873950959?accountid=17242. (prod.academic_MSTAR_873950959). DJP. Penerimaan Pajak Tahun Berjalan. http://pajak.go.id/content/penerimaan-pajak-2012
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
E. Seibert, Scott et al. 2011. Antecedents and Consequences of Psychological and Team Empowerment in Organizations : A Meta Analytic Review. Journal of Applied Psychology. USA Eisenbeiss, S. A., van Knippenberg, D., & Boerner, S. (2008). Transformational leadership and team innovation: Integrating team climate principles. Journal of Applied Psychology, 93(6), 1438-1446. doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0012716 Ekawanti, Wahyumi. 2010. Organisasi Sektor Publik. Universitas Budi Luhur Freeborough, Robert E. 2012.Exploring The affect of Transformational Leadership on Nonprofit Leadership Engagement and Commitment. UMI Dissertation Publishing. USA Fullam, Charlene et al.1998. The Triad of Empowerment : Leadership, Environment, and Professional Traits. Nursing Economics. Greasley, K., Bryman, A., Dainty, A., Price, A., Naismith, N., & Soetanto, R. (2008). Understanding empowerment from an employee perspective. Team Performance Management, 14(1), 39-55. doi:http://dx.doi.org/10.1108/13527590810860195 Hair, Joseph F et al.1995. Multivariate Data Analysis: 5th Edition. New Jersey : Prentice Hall International Inc Herold, D. M., Fedor, D. B., Caldwell, S., & Liu, Y. (2008). The effects of transformational and change leadership on employees' commitment to a change: A multilevel study. Journal of Applied Psychology, 93(2), 346-357. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.93.2.346 Hasan, I (2010). Analisis Data Penelitian Statistik. Jakarta : Bumi Aksara Hida, Ramdhania.”Dirjen Pajak Ngaku Kekurangan Pegawai”. Detik, 14 Januari 2013. 16 Juni 2013. http://finance.detik.com/read/2013/01/14/201127/2142005/4/dirjen-pajak-ngaku-kekuranganpegawai Hoang, T. G. (2012). Reconceptualizing organizational commitment using the theory of reasoned action: Testing antecedents of multiple organizational behaviors. Portland State University). ProQuest Dissertations and Theses, , 230. http://search.proquest.com/docview/1008913685?accountid=17242. (1008913685). Indriantoro, N & Supomo, B (2012). Metode Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen (1st ed). Yogyakarta : BPFE Ismail et al. 2011. Empirical Study of The Relationship Between Transformational Leadership, Empowerment and Organizational Commitment. Business and Economics Research Journal Volume 2 Number 1. Malaysia Istman, MP. “Gamawan : Indonesia Kekurangan PNS”. Tempo, 29 April 2013. 16 Juni 2013. http://www.tempo.co/read/news/
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Karim, Faisal dan Rehman, Omar. 2012. Impact of Job Satisfaction, Perceived Organizational Justice and Employee Empowerment on Organizational Commitment in Semi Government Organizations of Pakistan. Journal of Business Studies Quarterly Kark, R., Shamir, B., & Chen, G. (2003). The two faces of transformational leadership: Empowerment and
dependency.Journal
of
Applied
Psychology,
88(2),
246-255.
doi:http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.88.2.246 Kearney, E., & Gebert, D. (2009). Managing diversity and enhancing team outcomes: The promise of transformational
leadership. Journal
of
Applied
Psychology, 94(1),
77-89.
doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0013077 Kirkman, B. L., & Rosen, B. (1999). Beyond self-management: Antecedents and consequences of team empowerment.
Academy
of
Management
Journal,
42(1),
58-74.
Retrieved
from
http://search.proquest.com/docview/199786653?accountid=17242 Kreitner, Robert & Kinicki, Angelo. 2010. Organizational Behaviour 9th Ed. New York : Mc Graw Hill International Inc. Kusuma, Hendra. “Kekurangan Pegawai Alasan Pajak Tak Capai Target”. Okezone, 1 Maret 2013. 16 Juni 2013. http://economy.okezone.com/read/2013/03/01/20/769353/kekurangan-pegawai-alasanpajak-tak-capai-target Malhotra, N.K.2010. Marketing Research : An applied orientation 6th Ed. Ney Jersey : Prentice Hall Mayall, William T. 2008. Assessing National Defense University Presidents Againts the Intellectual Stimulation Components of Bass’s Transformational Leadership Model. Proquest LLC. USA. McShane, Steven L. & Von Glinow, Mary Ann. 2008. Organizational Behaviour 4th Ed. New York : McGraw Hill International Inc. Meyerson, S. L., & Theresa J.B. Kline. (2008). Psychological and environmental empowerment: Antecedents and consequences. Leadership & Organization Development Journal, 29(5), 444460. doi:http://dx.doi.org/10.1108/01437730810887049 Meyer, J. P., Allen, N. J., & Smith, C. A. (1993). Commitment to organizations and occupations: Extension and test of a three-component conceptualization. Journal of Applied Psychology, 78(4), 538-551. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0021-9010.78.4.538 Northouse, Peter G. 2010. Leadership 5th Edition. USA : Sage Publication Inc. Raja, Senthamil A. & Palinachamy. 2010. Leadership Style and Its Impact on Organizational Commitment. The Journal of Commerce. Pakistan Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A.2011. Organizational Behaviour 14th Ed. England : Pearson Education Limited
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013
Sarwar, A., & Khalid, A. (2011). Impact of employee empowerment on employee's job satisfaction and commitment with the organization. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3(2),
664-683.
Retrieved
from
http://search.proquest.com/docview/878741556?accountid=17242 Sasiadek, S. M. (2006). Individual influence factors that impact employee empowerment: A multicase study. Capella University). ProQuest Dissertations and Theses, , 106-106 p. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/304909165?accountid=17242. (304909165) Sekaran, Uma. 2009. Metode Penelitian untuk Bisnis Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat Spreitzer, Gretchen M (1995). Psychological Empowerment in The Workplace : Dimensions, Measurement
and
Validation.
Academy
of
Management
Journal,
38,
1441-1465.
http://webuser.bus.umich.edu/spreitze/Psychempowerment.pdf Tanriverdi, H. (2008). Workers' job satisfaction and organizational commitment: Mediator variable relationships of organizational commitment factors. Journal of American Academy of Business, Cambridge, 14(1),
152-163.
Retrieved
from http://search.proquest.com/docview/222871751?accountid=17242 Wibisono, Dermawan.2002. Riset Bisnis Panduan Bagi Praktisi dan Akademisi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Yukl, Gary. 2010. Organizational Behaviour. New York : McGraw Hill International Inc. Zeffane, Rachid dan Zarooni, Hana.2012. Empowerment, Trust and Commitment : The Moderating Role of Work-Unit Centrality. Internal Journal of Management. Uni Emirates Arab. Zikmund, William G. 2003. Business Research Method, 7th Edition. Badan South Western Cengage Learning. Ohio
Studi Empiris..., Athiah Listyowati, FE UI, 2013