ANALISIS PENERAPAN PEDOMAN AKUNTANSI BPR PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT (STUDI KASUS : PT BPR AB) Fadhliansyah Sukmana, Dwi Martani Program Studi Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR) pada BPR Agritrans Batumarta (BPR AB) yang diberlakukan sejak 1 Januari 2011 mulai dari persiapan yang dilakukan oleh BPR AB sampai pada dampak yang terjadi ketika menerapkan PA BPR. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif laporan keuangan yang BPR AB pada tahun 2009-2013. Hasil penelitian menunjukan secara keseluruhan BPR AB telah menerapkan PA BPR dengan baik. BPR AB telah melakukan persiapan dengan baik untuk menghadapi implementasi PA BPR. Terkait dengan penerapan PA BPR, BPR AB belum sepenuhnya menerapkan PA BPR dikarenakan terdapat beberapa perlakuan akuntansi pada pos-pos tertentu yang belum menggunakan PA BPR, yaitu terdapat beberapa perbedaan yang terjadi dalam pengakuan, pengukuran, pencatatan serta penyajian setelah penerapan PA BPR pada provisi kredit yang diberikan, provisi pinjaman diterima serta pendapatan bunga yang akan diterima. BPR AB telah menyusun laporan bulanan sesuai dengan pedoman penyusunan laporan bulanan. Terdapat perbedaan antara penyusunan berdasarkan laporan bulanan dan PA BPR dalam perlakuan akuntansi atas PPAP kredit yang diberikan. Kata kunci
: PA BPR, Kredit, Laporan Keuangan BPR, provisi
The Analysis of Implementation Pedoman Akuntansi BPR at Bank Perkreditan Rakyat (Case Study: BPR Agritrans Batumarta) ABSTRACT This research is aimed to look at the implementation of the PA BPR at BPR AB applied since January 1, 2011 began from preparations made by BPR AB to the impacts that occur when applying PA BPR. The analytical techniques used is descriptive comparative analysis by analyzing financial statements that have been made by BPR AB in 2009-2013. These results indicate that overall BPR AB has been able to implement PA BPR well enough. BPR AB has been well prepared to face the PA BPR. Related with the implementation of the PA BPR, BPR AB is not fully implements PA BPR. There are a few differences that occur in the recognition, measurement, recording and presentation after the application of PA BPR in provision of loans, provision of lending received and interest income will be received. BPR AB has completes a monthly report in accordance with the guidelines for the preparation of monthly reports. There are differences between the preparation based on monthly reports and PA BPR in the accounting treatment of PPAP of loans. Keywords
: PA BPR, loans, financial statement of BPR, provision
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
PENDAHULUAN Masyarakat pada umumnya mengukur keberhasilan suatu perusahaan berdasarkan dari kinerjanya. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui laporan keuangan yang disajikan secara teratur setiap periode (Juliana dan Sulardi, 2003). Brigham dan Enhardt (2003) menyatakan bahwa informasi akuntasi mengenai kegiatan operasi perusahaan dan posisi keuangan perusahaan dapat diperoleh dari laporan keuangan. Akuntansi di Indonesia terus berkembang seiring dengan berkembangnya aktivitas perekonomian. Hal ini juga diikuti dengan perkembangan standar akuntansi yang berlaku. Sebagai jawaban atas terus berkembangnya sektor usaha mikro, kecil dan menengah maka pada tahun 2009 IAI mengesahkan SAK ETAP sebagai dasar perlakuan akuntansinya. SAK ETAP dapat diterapkan pada entitas yang memiliki akuntabilitas publik asalkan mendapatkan persetujuan oleh otoritas terkait. Dalam dunia perbankan, Bank Indonesia merupakan Bank sentral di Indonesia dan sebagai otoritas yang berwenang untuk membuat regulasi-regulasi tentang perbankan. Terkait dengan standar akuntansi perbankan, Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/37/DKBU menetapkan bahwa BPR menggunakan SAK ETAP sebagai standar akuntansinya. Sebagai tindak lanjut atas penetapan SAK ETAP sebagai standar akuntansi yang berlaku bagi BPR maka BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/14/DKBU menetapkan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (PA BPR) sebagai penjabaran atas SAK ETAP. BPR memiliki transaksi-transaksi khusus yang tidak diatur secara khusus dalam SAK ETAP. Pembentukan PA BPR bertujuan untuk memberikan acuan yang harus dipenuhi dalam penyusunan laporan keuangan BPR. PA BPR disusun mengacu pada SAK ETAP yang memberikan penjelasan berbagai petunjuk teknis dimana didalamnya terdapat penjelasan dan contoh-contoh perhitungan yang dapat mempermudah pemahaman terhadap SAK ETAP bagi BPR. Dengan adanya PA BPR maka akan menciptakan keseragaman dalam perlakuan akuntansi dan penyusunan laporan keuangannya sehingga meningkatkan daya banding laporan keuangan antar BPR. Dengan perkembangan BPR yang terus meningkat dan diiringi dengan perkembangan pedoman akuntansi yang berlaku bagi BPR maka perlu untuk melakukan analisis tentang penerapan PA BPR terhadap perlakuan akuntansi BPR. Terlebih lagi nilai dana yang dikelola oleh BPR terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga kebutuhan akan laporan keuangan yang valid dan dapat diandalkan akan semakin besar. Jika sebelumnya BPR menggunakan PSAK 31 tentang akuntansi perbankan dan mulai juni 2010 BPR menggunakan SAK ETAP
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Win 7 1/21/15 4:32 PM Comment [1]:
yang dijabarkan melalui PA BPR. Maka penelitian ini akan menganalisis dampak perusahaan dalam menerapkan PA BPR Siskayani (2013) melakukan penelitian pada salah satu BPR di Bali menyatakan bahwa terdapat penurunan nilai pada pendapatan provisi dan komisi kredit pada saat pemberlakuan SAK ETAP jika dibandingkan dengan saat menggunakan PSAK 31 tentang akuntansi perbankan. Wicaksono et al (2011) melakukan penelitian dengan mengkomparasi antara PSAK 31, SAK ETAP, dan PA BPR menyatakan bahwa reklasifikasi provisi yang sebelumnya merupakan kewajiban menjadi aktiva yang mengurangi kredit yang diberikan memperkecil aset pada laporan keuangan BPR. Mutmainah (2013) melakukan penelitian pada salah satu BPR di Salatiga menyatakan bahwa akibat penerapan PA BPR laba yang diakui oleh BPR menjadi lebih kecil karena pendapatan provisi harus diakui secara amortisasi. Bank Indonesia selaku bank sentral dan regulator dalam dunia perbankan di Indonesia sangat mementingkan transparansi laporan keuangan BPR. Untuk melihat transparansi laporan BPR secara berkala maka BI mengeluarkan regulasi SE 15/3/PBI/2013 terkait transparansi laporan keuangan BPR yang didalamnya terdapat kewajiban BPR untuk menyusun laporan bulanan dan melaporkannya kepada Bank Indonesia. Laporan bulanan oleh BPR disusun sebagai pengawasan BPR secara individual serta sebagai dasar Bank Indonesia dalam menyusun statistik perbankan untuk penyusunan kebijakan pengembangan BPR. SAK ETAP dan PA BPR merupakan acuan BPR dalam menyusun laporan keuangan, termasuk laporan bulanan. Dengan pentingnya laporan bulanan BPR maka penelitian juga ingin melihat penerapan laporan bulanan BPR khususnya terkait dengan aktivitas utama dari BPR yaitu penyaluran kredit yang diberikan yang akan dibandingkan dengan pelaporan dengan PA BPR. Berdasarkan uraian tersebut dan terkait dengan keterbatasan data yang dimiliki, maka rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persiapan penerapan PA BPR pada BPR AB? 2. Bagaimana perbedaan perlakuan akuntansi sebelum dan sesudah penerapan PA BPR yang terjadi pada BPR AB? 3. Bagaimana dampak yang terjadi di BPR AB setelah penerapan PA BPR? 4. Bagaimana pelaporan bulanan BPR di BPR AB? Tujuan dari penelitian pada BPR AB, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis persiapan penerapan dan PA BPR pada BPR AB 2. Menganalisis perbedaan perlakuan akuntansi yang terjadi pada BPR AB antara sebelum penerapan PA BPR dengan setelah penerapan PA BPR
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
3. Menganalisis dampak yang terjadi di BPR AB setelah penerapan PA BPR. 4. Menganalisis pelaporan bulanan BPR di BPR AB
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Bank & BPR Definisi bank menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BPR menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR merupakan bank yang fungsinya menerima simpanan dalam bentuk uang dan memberikan kredit jangka pendek untuk masyarakat pedesaan (Ariff et al, 1996). Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian. Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR (Manurung dan Rahardja, 2004): 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. Regulasi Terkait dengan BPR Sesuai dengan Regulasi Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat dipandang perlu untuk menetapkan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 bagi BPR dipandang tidak sesuai dengan karakteristik operasional BPR dan memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan manfaat yang
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
diperoleh, maka BPR memerlukan standar akuntansi keuangan yang sesuai sehingga diberlakukan SAK ETAP sebagai standar akuntansi keuangan bagi BPR. Melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/37/DKBU Bank Indonesia menetapkan bahwa BPR menggunakan SAK ETAP sebagai pedoman akuntansi yang digunakan oleh BPR. SE No. 12/14/DKBU berisi tentang penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat. Standar Akuntansi Keuangan Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) merupakan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi BPR dan Pedoman Akuntansi BPR (PA-BPR) merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari SAK ETAP sehingga penyusunan dan penyajian laporan keuangan BPR wajib berpedoman pada PA-BPR. Aturan ini berlaku pada tanggal 1 Juli 2010. Transparansi keuangan BPR merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Bank Indonesia. SE 15/3/PBI/2013 mengatur tentang transparansi kondisi keuangan BPR. Pada aturan ini secara jelas diatur mengenai jangka waktu pelaporan laporan keuangan kepada Bank Indonesia dan juga format yang digunakan oleh BPR, selain itu BPR dengan kriteria tertentu juga wajib menyusun laporan publikasi yang hasilnya harus dipublikasikan kepada masyarakat. Hal-hal Khusus terkait BPR Pendapatan Bunga yang Akan Diterima Pendapatan bunga yang akan diterima adalah pendapatan bunga dari kredit dengan kualitas lancar (performing) yang telah diakui sebagai pendapatan tetapi belum diterima pembayarannya. Termasuk juga bunga atas penempatan pada bank lain. Pembahasan teori tentang pendapatan bunga yang akan diterima dibahas lebih lanjut pada pembahasan pos kredit dan penempatan pada bank lain.. Kredit yang Diberikan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan peminjam-meminjam antara BPR dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika ditinjau dari penggunaannya, kredit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumsi. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kualitasnya maka kredit terdiri dari kredit performing yang merupakan kredit dengan kualitas lancar dan kredit non performing dengan kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Nilai buku awal kredit yang diberikan diakui sebesar pokok kredit dikurangi dengan nilai provisi serta ditambah biaya transaksi yang ditanggung oleh BPR. Provisi diamortisasi selama masa kredit secara garis lurus dan diakui sebagai penambah pendapatan bunga. Biaya transaksi dalam rangka pemberian kredit (yang ditanggung oleh BPR, jika ada) diamortisasi selama masa kredit secara garis lurus dan diakui sebagai pengurang pendapatan bunga. Amortisasi provisi dan biaya transaksi dilakukan tanpa melihat apakah kredit tersebut termasuk performing atau non performing. Dengan mempertimbangkan azas manfaat dan biaya bagi industri BPR maka provisi dan biaya transaksi untuk kredit dengan jangka waktu sampai dengan 1 bulan diakui sekaligus sebagai pendapatan bunga, kecuali kredit dengan jangka waktu sampai dengan 1 bulan yang jatuh temponya melewati tanggal neraca. Pendapatan bunga dari perjanjian kredit (bunga kontraktual) dengan kategori performing maka diakui secara akrual sedangkan untuk kredit dengan kategori non performing diakui secara kas. Penerimaan setoran dari debitur untuk kredit performing digunakan terlebih dahulu untuk melunasi piutang bunga. Sedangkan penerimaan setoran dari debitur untuk kredit non performing harus digunakan untuk melunasi tunggakan pokok dan jika terdapat kelebihan bayar maka diakui sebagai pelunasan tunggakan bunga. Pada saat kredit diklasifikasikan sebagai kredit non performing, maka BPR: 1. Membatalkan bunga kredit (bunga kontraktual) yang sudah diakui sebagai pendapatan namun belum dibayarkan oleh debitur 2. Bunga yang dibatalkan tersebut diakui sebagai tagihan kontinjensi (pendapatan bunga kredit dalam penyelesaian). Dalam penyajian dalam neraca, kredit disajikan sebesar nilai pokok/ baki debet dikurangi dengan provisi dan ditambahkan dengan biaya transaksi yang belom diamortisasi. Bunga kredit performing yang telah diakui sebagai pendapatan, tetapi belum diterima pembayarannya, disajikan dalam pos tersendiri sebagai pendapatan bunga yang akan diterima. Sedangkan untuk kredit non performing diakui sebagai tagihan kontijensi (pendapatan bunga kredit dalam penyelesaian). Pendapatan Bunga Pendapatan bunga adalah pendapatan yang diperoleh dari penanaman dana BPR pada aset produktif, dimana pendapatan bunga termasuk provisi dikurangi dengan biaya-biaya yang terkait langsung dengan penyaluran kredit yang ditanggung oleh BPR. Pendapatan bunga dapat diperoleh antara lain berasal dari kredit yang diberikan, penempatan pada bank lain, dan
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Sertifikat Bank Indonesia. Pendapatan bunga meliputi pendapatan bunga kontraktual serta amortisasi provisi, diskonto dan biaya transaksi yang terkait dengan aset produktif serta pendapatan bunga tangguhan. Beban Bunga Dalam kegiatan operasinya, BPR menghimpun dana masyarakat melalui produk simpanan. Bentuk-bentuk simpanan antara lain tabungan dan deposito. Beban bunga simpanan meliputi bunga kontraktual atas simpanan dan amortisasi biaya yang dapat diatribusikan secara langsung kepada simpanan tersebut. Kewajiban bunga deposito yang belum jatuh tempo disajikan dalam pos utang bunga. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu dengan metode kualitatif deskriptif, yaitu suatu metode penelitian dengan melakukan analisis data dan kemudian dilakukan deskripsi yang sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, dan hubungan antar kejadian yang diteliti dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, menyajikan serta menganalisis data dan informasi yang didapat mengenai penerapan pedoman akuntanis BPR pada Bank Agritrans Batumarta yang kemudian akan digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil pengamatan. Terdapat dua sumber data yang akan penulis dapatkan : 1. Data Primer Data primer yang digunakan diperoleh melalui kegiatan wawancara dan observasi. Wawancara yang akan dilakukan adalah mengenai persiapan yang dilakukan oleh perusahaan maupun informasi terkait penerapan pedoman akuntansi BPR.. 2. Data Sekunder Data ini akan penulis dapatkan dari Standart Operasional Prosedur (SOP) akuntansi pada perusahaan, Surat Keputusan dan Surat Edaran perusahaan, laporan keuangan dan juga laporan bulanan perusahaan. PEMBAHASAN DAN HASIL PERSIAPAN MANAJEMEN BPR AB Perubahan standar akuntansi yang digunakan oleh BPR membutuhkan kesiapan manajemen BPR AB. Kesiapan manajemen dapat diperoleh dengan peningkatan kemampuan
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
sumber daya manusia dari BPR AB. Pelatihan maupun sosialisasi sangat penting dan bermanfaat dalam peningkatan kemampuan sumber daya manusia BPR. BPR AB beroperasi di wilayah Sumatera Selatan yang berada dalam pengawasan Bank Indonesia Cabang Palembang. Setelah aturan terkait penggunaan PA BPR disahkan oleh Bank Indonesia, sosialisasi atas aturan tersebut terus dilakukan. BPR AB selaku pelaku industri perbankan juga mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia Cabang Palembang. Perubahan acuan dalam menyusun laporan keuangan BPR tentu akan mengubah standar operasional akuntansi BPR AB. Sejak diberlakukanya PA BPR, BPR AB telah dua kali melakukan perubahan modul standar akuntansi. Perubahan pertama kali dilakukan pada 17 Desember 2010 dimana perubahan ini menyesuaikan dengan Pedoman Akuntansi BPR yang digunakan untuk pelaporan BPR. Modul standar akuntansi tersebut efektif digunakan oleh BPR mulai 1 Januari 2011. Selain mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Cabang Palembang, BPR AB juga melakukan perubahan struktur pelaporan untuk meminimalisir kesalahan dalam pencatatan maupun pelaporan. Pada 28 Februari 2012 BPR AB membentuk unit Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang terdiri dari dua orang anggota. Salah satu fungsi SPI dalam BPR AB tersebut adalah memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebelum 28 Februari 2012 struktur pelaporan keuangan dimulai dari staf akuntansi yang menyusun laporan keuangan kemudian diperiksa oleh manager akuntansi dan operasional baru kemudian dilaporkan dan disahkan oleh direksi BPR AB. Setelah terbentuknya unit SPI maka dalam struktur pelaporan keuangan BPR AB, SPI dapat melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan BPR AB untuk memastikan bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan ketentuan perusahaan dan kemudian akan melaporkan hasil pemeriksaan kepada direksi BPR.
PENYESUAIAN POS-POS TERKAIT Penyesuaian yang dilakukan oleh BPR AB salah satunya adalah terkait dengan kredit yang diberikan. Perubahan-perubahan yang harus dilakukan adalah terkait dengan provisi yang diterima oleh BPR AB sampai dengan pendapatan yang akan diterima oleh BPR AB. BPR AB mulai menerapkan PA BPR untuk penyusunan laporan keuangan 2011. Penyesuaian dilakukan pada saldo akhir pada laporan keuangan 2010. Terkait dengan pencatatan penerimaan atas pendapatan bunga kredit yang akan diterima baru dilakukan oleh BPR AB untuk saldo akhir pada laporan keuangan 2011. Hal tersebut dilakukan dikarenakan aturan
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
terkait pendapatan yang akan diterima baru diterapkan oleh BPR AB untuk laporan keuangan tahun 2012. Untuk provisi yang diterima perusahaan akan dilakukan penyesuaian atas saldo akhir 2010 sebagai berikut: Dr. Rupa-rupa pasiva
161.795.700
Cr. Pendapatan diterima dimuka
161.795.700
BPR AB mengklasifikasikan rupa-rupa pasiva kedalam pos pendapatan diterima dimuka sebagai bagian dari pengurang dalam komponen aset lancar. Kebijakan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Bab IV PA BPR bahwa rupa-rupa pasiva disesuaikan kepada pos kredit yang diberikan sebagai pengurang nilai nominal kredit. Perbedaan tersebut berpengaruh pada penyajian dalam laporan keuangan, namun tidak berpengaruh dalam perhitungan pembentukan PPAP dikarenakan dalam pembentukan PPAP yang digunakan adalah baki debet yang belum memperhitungkan provisi dan biaya transaksi yang belum diamortisasi. Setelah melakukan penyesuaian atas provisi yang belum diamortisasi, selanjutnya BPR AB melakukan penyesuaian atas provisi yang telah diamortisasi. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan jurnal berikut: Dr. Pendapatan operasional – Provisi dan komisi
119.831.300
Cr. Pendapatan bunga – provisi 119.831.300 Terkait dengan pendapatan bunga yang akan diterima oleh BPR AB maka dilakukan penyesuaian atas akun rupa-rupa aktiva pada saldo akhir 2011. Penyesuaian yang dilakukan melalui jurnal sebagai berikut: Dr. Pendapatan bunga yang akan diterima
879.167.830
Cr. Rupa-rupa aktiva 879.167.830 Reklasifikasi yang dilakukan di atas akan berpengaruh pada penyajian kembali laporan keuangan 2010 dan 2011. Untuk reklasifikasi atas provisi kredit yang belum diamortisasi akan berpengaruh pada penyajian kembali 2010 sedangkan untuk pendapatan bunga yang akan diterima akan berpengaruh pada penyajian kembali 2011. PERBEDAAN PERLAKUAN AKUNTANSI Provisi yang belum diamortisasi Sebelum laporan keuangan 2011, provisi yang belum diamortisasi disajikan dalam rupa-rupa pasiva bersamaan dengan Biaya bunga deposito yang masih harus dibayar, titipan
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
dividen, dan juga share holding. PA BPR seperti yang diatur dalam Bab IV PA BPR memasukan provisi yang belum diamortisasi sebagai salah satu komponen dalam aset lancar. Setelah penerapan PA BPR yang maka pendapatan provisi diterima dimuka reklasifikasi dari rupa-rupa pasiva ke kredit yang diberikan sebagai pengurang dari nilai kredit yang diberikan. PT BPR AB telah menerapkan PA BPR sejak tahun 2011. Namun memang terdapat sedikit perbedaan dengan PA BPR dalam menyajikan pendapatan provisi diterima dimuka dimana BPR AB didalam pos tersendiri di aktiva lancar BPR. Pada tahun 2011 BPR AB menyajikan provisi yang belum diamortisasi dalam pos pendapatan diterima dimuka yang merupakan bagian dari aset lancar BPR. Pencatatan yang dilakukan oleh BPR AB saat mengakui provisi yang diterima ketika BPR AB menyalurkan kredit akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Contoh transaksi dalam BPR AB Pokok kredit Provisi Jangka waktu Bunga
250,000,000 0,956% 36 Bulan 13,2%/tahun
Dr. Kredit yang diberikan Cr. Kas/Rekening (250.000.000 x (100% - 0,956%) Cr. Pendapatan diterima dimuka (250.000.000 x 0,956%)
250.000.000 247.610.000 2.390.000
Pendapatan diterima dimuka tersebut akan diamortisasi secara garis lurus sesuai dengan jangka waktu kredit yang diperjanjikan. Ketika pendapatan tersebut diamortisasi dan diakui sebagai pendapatan bunga maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Pendapatan diterima dimuka 66.388 (2.390.000 x 1/36) Cr. Pendapatan bunga 66.388 Pencatatan tersebut akan berbeda ketika BPR AB belum menerapkan PA BPR. Pencatatan yang dilakukan saat penarikan kredit adalah: Dr. Kredit yang diberikan Cr. Kas/Rekening (250.000.000 x (100% - 0,956%) Cr. Rupa-rupa pasiva (250.000.000 x 0,956%)
250.000.000 247.610.000 2.390.000
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Ketika BPR AB melakukan amortisasi atas provisi maka akan menghasilkan jurnal berikut: Dr. Rupa-rupa pasiva (2.390.000 x 1/36) Cr. Pendapatan bunga
66.388 66.388
Pendapatan yang akan diterima Sebelum penerapan PA BPR, pendapatan bunga atas kredit yang diberikan maupun dari antar bank aktiva yang telah diakui oleh BPR AB dan belum dibayarkan oleh debitur akan diakui pada pos rupa-rupa aktiva. PA BPR mengatur bahwa pendapatan bunga yang akan diterima BPR disajikan secara terpisah dalam aset lancar BPR. BPR AB telah menerapkan PA BPR sejak tahun 2011, namun terkait dengan penerapan dalam pengakuan dan penyajian pendapatan bunga yang akan diterima BPR AB baru menerapkannya pada tahun 2012. Mulai tahun 2012 ketika BPR AB mengakui pendapatan bunga yang akan diterima atas kredit yang diberikan maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Pendapatan yang akan diterima (250.000.000 x 13,2%/12) Cr. Pendapatan bunga (250.000.000 x 13,2%/12)
2.764.000 2.764.000
Ketika BPR AB menerima pembayaran bunga atas kredit yang diberikan maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Kas/rekening
2.764.000
Cr. Pendapatan yang akan diterima
2.764.000
Pencatatan tersebut berbeda dengan sebelumnya ketika BPR AB belum menerapkan aturan PA BPR terkait pengakuan pendapatan bunga yang akan diterima. Ketika BPR AB mengakui pendapatan bunga yang akan diterima maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Rupa-rupa aktiva
2.764.000
Cr. Pendapatan bunga
2.764.000
Ketika debitur melakukan pembayaran bunga tersebut maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Kas/rekening Cr. Rupa-rupa aktiva
2.764.000 2.764.000
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Pinjaman Diterima Setelah penerapan PA BPR, seharusnya pinjaman diterima diakui sebesar nilai nominal dikurangkan dengan provisi yang belum diamortisasi. Namun BPR AB belum sepenuhnya menerapkan PA BPR. Nilai pinjaman masih dinilai sebesar nilai nominal sedangkan provisi pinjaman yang belum diamortisasi menjadi bagian dalam rupa-rupa aktiva. Ketika BPR mendapatkan pinjaman yang diterima maka akan menghasilkan jurnal sebagai berikut: Dr. Kas (500.000.000 x 100% - 0,96%) Dr. Rupa-rupa aktiva (500.000.000 x 0,96%) Cr. Pinjaman diterima
495.200.000 4.800.000 500.000.000
Ketika BPR AB melakukan amortisasi atas provisi pinjaman tersebut maka akan menghasilkan jurnal berikut: Dr. Beban provisi pinjaman (4.800.000 x 1/12) Cr. Rupa-rupa aktiva
400.000 400.000
DAMPAK PENERAPAN PA BPR DAMPAK 2009-2011 Pada penyajian laporan keuangan tahun 2010, sebelum diterapkannya PA BPR, pengakuan provisi yang belum diamortisasi masih disajikan didalam pos rupa-rupa pasiva. Pada penyajian tahun 2010 nilai pendapatan diterima dimuka yang merupakan provisi yang belum diamortisasi masih nihil, sedangkan pada penyajian kembali laporan keuangan tahun 2010 pada tahun 2011 pendapatan diterima dimuka memiliki nilai sebesar Rp 161.795.000 yang berasal dari reklasifikasi atas rupa-rupa pasiva. Pendapatan diterima dimuka merupakan pengurang dalam aktiva BPR sehingga jumlah aktiva BPR AB pada tahun 2010 mengalami penurunan dari yang sebelumnya sebesar Rp 22.011.766.000 menjadi Rp 21.849.970.650 pada penyajian kembali laporan keuangan tahun 2010 pada tahun 2011. Penurunan pada sisi aktiva tersebut juga diikuti oleh penurunan pada pasiva BPR. Pada laporan keuangan tahun 2010 nilai dari pos rupa-rupa pasiva sebesar Rp 359.560.725 sedangkan pada penyajian kembali pada tahun 2011 rupa-rupa pasiva untuk tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp 161.795.700. Penurunan tersebut diakibatkan PT BPR AB melakukan perubahan atas penyajian kembali laporan keuangan 2010 pada tahun 2011.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Perubahan tersebut juga mengakibatkan jumlah pasiva perusahan menurun dari yang sebelumnya sebesar Rp 22.011.766.000 menjadi Rp 21.849.970.650 pada penyajian kembali laporan keuangan tahun 2010 pada tahun 2011. Tabel 1 Informasi keuangan terkait neraca 2009-2011 AKTIVA
Penyesuaian
Penyajian kembali 2010
2009
2010
267.862
489.744
489.744
980.294
3.954.577
2.742.799
2.742.799
3.612.070
11.183.238
17.241.969
17.241.969
36.132.388
-
-
(161.795)
(355.837)
(66.054)
(90.523)
(90.523)
(183.529)
Jumlah Aktiva Lancar
15.339.623
20.383.990
20.222.194
40.185.385
Jumlah Aktiva Tetap
459.731
750.685
750.685
790.788
2.486.329
824.195
824.195
1.536.682
-
52.895
52.985
-
18.285.684
22.011.766
21.849.970
42.512.855
448.539
833.830
833.830
1.436.005
2.249.681
5.418.230
5.418.230
9.956.770
5.278.500
7.229.000
7.229.000
12.316.500
5.320.506
4.192.801
4.192.801
13.212.250
533.210
359.560
161.795
197.765
292.767
13.830.438
18.033.423
161.795
17.871.627
37.214.294
4.455.246
2.978.343
3.978.343
5.298.561
18.285.684 22.011.766 161.795 21.849.970 Sumber: Laporan Keuangan BPR AB, diolah kembali
42.512.855
Dr
Cr
2011
Aktiva Lancar Kas Antar Bank Aktiva Kredit Yang Diberikan Pendapatan Diterima Dimuka Cadangan PPAP
Rupa-rupa Aktiva Aktiva Tak Berwujud Jumlah Aktiva
161.795
161.795
161.795
PASIVA Kewajiban Lancar Kewajiban segera dibayar Tabungan Deposito Berjangka Antar Bank Pasiva Rupa-rupa pasiva Jumlah Kewajiban Lancar Jumlah Ekuitas Jumlah Pasiva
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
KREDIT YANG DIBERIKAN Nilai kredit yang diberikan disajikan dalam neraca BPR AB sebesar baki debet kredit. Sesuai dengan bab IV PA BPR seharusnya nilai kredit yang diberikan oleh BPR merupakan nilai baki debet dikurangi dengan provisi dan ditambahkan dengan biaya transaksi yang belum diamortisasi. Perbedaan perlakukan tersebut tentunya akan mengakibatkan perbedaan nilai kredit antara yang disajikan berdasarkan PA BPR dengan yang disajikan oleh BPR AB. Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.5 jika BPR AB melakukan penyajian sesuai dengan PA BPR maka nilai kredit yang diberikan pada penyajian kembali 2010 akan mengalami penurunan sebesar Rp 161.795.000 sehingga kenaikan kredit yang diberikan akan menurun dari yang sebelumnya sebesar 54% menjadi 52%. Pada tahun 2011 kenaikan kredit juga menurun dari 110% menjadi 108,5%. Demikian juga dengan proporsi kredit yang diberikan atas total aktiva BPR AB pada tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan dari yang sebelumnya 78,3% dan 84,5% dari total aktiva menjadi 78% dan 84,1% dari total aktiva. RUPA-RUPA PASIVA Didalam rupa-rupa pasiva BPR AB masih terdapat utang bunga atas deposito. Pada bab V PA BPR dijelaskan bahwa kewajiban BPR yang timbul dari pengakuan biaya bunga atas aktivitas yang terkait dengan fungsi BPR disajikan tersendiri dalam pos utang bunga. Jika BPR AB menerapkan penyajian utang bunga sesuai dengan PA BPR maka nilai rupa-rupa pasiva akan mengalami penurunan. Pada penyajian kembali tahun 2010 jika BPR AB menyajikan sesuai dengan PA BPR maka rupa-rupa pasiva akan menurun sebesar Rp 69.958.100 atau 35,4%. Pada tahun 2011 rupa-rupa pasiva akan menurun sebesar Rp. 155.248.330 atau 53%. Perubahan penyajian tersebut juga akan berdampak pada kenaikan pada penurunan rupa-rupa pasiva pada 2010 dan pada 2011 akan menyebabkan kenaikan pada rupa-rupa pasiva dari yang sebelumnya mengalami penurunan. Sebelumnya pada 2010 nilai rupa-rupa pasiva mengalami penurunan sebesar 32,5%, namun jika penyajian yang dilakukan sesuai dengan PA BPR (mengeluarkan utang bunga dan provisi yang belum diamortisasi) maka penurunan yang terjadi meningkat menjadi 76%. Pada awalnya terjadi penurunan ruparupa pasiva pada tahun 2011 sebesar 18,6%, namun jika penyajian yang dilakukan sesuai dengan PA BPR maka rupa-rupa pasiva akan mengalami peningkatan sebesar 7,6% jika dibandingkan dengan tahun 2010.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
PINJAMAN DITERIMA Sebelum penerapan PA BPR, pinjaman diterima disajikan sebesar nilai nominal. Setelah penerapan PA BPR maka pinjaman diterima disajikan sebesar pinjaman diterima dikurangi dengan provisi yang belum diamortisasi. Nilai pinjaman diterima menjadi lebih kecil saat menggunakan PA BPR. Dalam PA BPR penyajian pinjaman yang diterima dinilai sebesar pinjaman yang diterima dikurangkan dengan provisi dan yang belum diamortisasi. Jika menggunakan PA BPR peningkatan pinjaman diterima pada tahun 2010 menurun menjadi 5,2% dari yang sebelumnya sebesar 6,22%. Pada tahun 2011 jika menggunakan PA BPR maka pinjaman diterima meningkat sebesar 101,4% atau meningkat dari peningkatan dengan PA BPR sebesar 100,7%. Penyajian antar bank pasiva belum sepenuhnya sesuai dengan bab V PA BPR dimana penyajian antara simpanan pada bank lain dan pinjaman yang diterima disajikan secara terpisah. Terlebih lagi nilai pinjaman diterima BPR AB memiliki nilai yang material. DAMPAK 2011-2013 Dampak yang terjadi pada penyajian kembali neraca tahun 2011 pada tahun 2012 terletak pada pendapatan yang akan diterima. Pada tahun 2011 nilai dari pendapatan yang akan diterima masih nihil dikarenakan memang BPR AB belum menerapkan PA BPR terkait dengan penerimaan bunga yang akan diterima oleh BPR. Pendapatan bunga yang akan diterima oleh BPR masih menjadi komponen dari rupa-rupa aktiva dimana total rupa-rupa aktiva BPR AB pada tahun 2011 sebesar Rp 1.536.682.000. Pada penyajian kembali pada tahun 2012 terjadi perbedaan jumlah pada pendapatan yang akan diterima dimana jika pada penyajian tahun berjalan masih nihil maka pada penyajian kembali nilai dari pendapatan yang akan diterima sebesar Rp. 879.167.000. Perbedaan tersebut akibat dari reklasifikasi rupa-rupa aktiva pada pendapatan yang akan diterima. Akibat dari reklasifikasi tersebut menyebabkan perbedaan yang juga terjadi pada rupa-rupa aktiva dimana pada penyajian kembali tahun 2011 di tahun 2012 nilai dari rupa-rupa aktiva menurun menjadi Rp 657.513.000. Pada tahun 2011 nilai rupa-rupa aktiva memiliki tambahan komponen yang menambah nilai dari rupa-rupa aktiva yaitu provisi pinjaman diterima yang belum diamortisasi. Setelah penerapan PA BPR nilai rupa-rupa aktiva BPR mengalami beberapa perubahan penilaian. Nilai rupa-rupa aktiva menurun akibat dari reklasifikasi pendapatan bunga yang akan diterima namun nilai rupa-rupa aktiva akan bertambah dengan adanya provisi pinjaman diterima yang belum diamortisasi yang menjadi bagian dari rupa-rupa aktiva. Pada tahun 2011 setelah menerapkan PA BPR, rupa rupa aktiva menurun sebesar 44%
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
dibandingkan dengan jika tidak menerapkan PA BPR. Pada tahun 2012 penurunan rupa-rupa aktiva akibat penerapan PA BPR sebesar 41,88% jika dibandingkan tanpa penerapan PA BPR. Penurunan yang terjadi pada tahun 2013 sama seperti pada tahun 2012 yaitu sebesar 41,88%. Faktor utama terjadinya penurunan rupa-rupa aktiva setelah penerapan PA BPR adalah pendapatan bunga yang akan diterima yang tidak diakui lagi sebagai rupa-rupa aktiva. Tabel 2 Informasi keuangan terkait neraca 2011-2013 Penyesuaian AKTIVA
2011
Penyajian kembali 2011
2012
2013
980.294
1.486.744
1.248.508
879.167
1.280.601
647.846
3.612.070
3.612.070
5.222.619
20.290.300
Kredit Yang Diberikan
36.132.388
36.132.388
51.725.435
61.764.823
Pendapatan Diterima Dimuka
(355.837)
(355.837)
(496.346)
(602.377)
Cadangan PPAP
Dr
Cr
Aktiva Lancar Kas Pendapatan yang akan diterima Antar Bank Aktiva
980.294 -
879.167
(183.529)
(183.529)
(267.856)
(335.432)
Jumlah Aktiva Lancar
40.185.385
40.185.385
58.951.197
83.013.668
Jumlah Aktiva Tetap
790.788
790.788
960.101
864.496
657.513
779.536
768.797
-
-
-
42.512.855 42.512.855 60.690.836 Sumber: Laporan Keuangan BPR AB, diolah kembali
84.646.962
Rupa-rupa Aktiva Aktiva Tak Berwujud Jumlah Aktiva
1.536.682 -
879.167
PENGARUH TERHADAP RASIO DAN PERBANDINGAN DENGAN INDUSTRI Nilai CAR BPR AB pada tahun 2011 dan 2012 telah dipengaruhi oleh kenaikan ruparupa aktiva yang berasal dari nilai provisi pinjaman diterima yang belum diamortisasi. Untuk menghitung CAR maka kita harus menghitung aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) dimana salah satu komponen dalam menghitung ATMR adalah rupa-rupa aktiva. Pada pembahasan sebelumnya kita telah melihat bahwa salah satu dampak dari penerapan BPR AB adalah perubahan komponen dalam rupa-rupa aktiva. Pada tahun 2011 jika provisi pinjaman diterima yang belum diamortisasi tidak termasuk dalam rupa-rupa aktiva makan nilai rupa-
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
rupa aktiva menjadi Rp 6.121.269.120 atau menurun sebesar Rp 42.896.380 sedangkan pada tahun 2012 rupa-rupa aktiva menjadi Rp 23.993.411.320 atau menurun Rp 198.862.740. Pada tahun 2011 nilai CAR BPR AB jika tanpa PA BPR akan mengalami kenaikan sebesar 0,02% dari yang sebelumnya 12,13% menjadi 12,15%. Pada tahun 2012 nilai CAR BPR AB jika tanpa PA BPR akan mengalami kenaikan sebesar 0,5% dari yang sebelumnya 11.8% menjadi 11,85%. Selain berpengaruh pada CAR BPR AB, penerapan PA BPR juga berpengaruh pada nilai ROA dari BPR AB. Sama seperti CAR, salah satu unsur utama dalam perhitungan ROA adalah nilai aset BPR. Penerapan PA BPR berpengaruh pada provisi yang belum diamortisasi pada kredit yang diberikan serta provisi yang belum diamortisasi pada pinjaman diterima. Jika nilai atas provisi pinjaman diterima menambah nilai aset BPR maka provisi atas kredit yang diberikan akan mengurangi nilai aset BPR. Penurunan aset mempengaruhi ROA BPR AB yang menurun sebesar 0,07%. Pada tahun 2012 saat BPR AB menerapkan PA BPR maka rata-rata aset BPR AB menurun sebesar Rp 305.212.803 jika dibandingkan jika BPR AB tidak menerapkan PA BPR. Penurunan tersebut mengakibatkan penurunan nilai ROA BPR AB sebesar 0,06%. Tabel 3 CAR & ROA CAR Tahun
Sesuai PA
Tanpa PA
BPR
BPR
2011
12,13%
12,15%
2012
11,85%
11,8%
ROA Sesuai PA
Tanpa PA
BPR
BPR
28,68%
9,42%
9,49%
3,32%
27,55%
9,96%
10.02%
3,46%
Industri
Industri
Sumber: Laporan pengawasan perbankan 2012 dan laporan keuangan BPR AB, diolah kembali
Perbedaan yang terjadi antara Laporan Bulanan BPR dan PA BPR terjadi ketika terdapat penurunan kualitas kredit yang terjadi pada debitur. Ketika kualitas kredit debitur menurun maka perhitungan pembentukan terhadap debitur maka akan berubah. Pada BPR AB terdapat debitur yang mengalami penurunan kualitas kredit dari performing menjadi non performing dengan nilai pokok kredit sebesar Rp 144.000.000. Saat debitur tersebut masuk dalam kategori performing maka pembentukan PPAP sebesar 0,5% dari nilai pokok kredit sehingga nilai PPAP yang terbentuk sebesar Rp 720.000. Ketika debitur tersebut mengalami penurunan kualitas menjadi kurang lancar maka pembentukan PPAP sebesar 10% dari nilai pokok kredit dikurangi dengan nilai agunan yang diperhitungkan.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
Tabel 4 Perhitungan PPAP pada Laporan Bulanan Kualitas
Lancar
Kurang Lancar
Nilai pokok kredit
144.000.000
144.000.000
Agunan
234.000.000
234.000.000
0,5%
10%
720
-
% PPAP PPAP yang dibentuk
Sumber: Laporan Bulanan BPR AB, diolah kembali
Jika kita mengikuti perhitungan dan pencatatan pada Laporan Bulanan BPR maka ketika debitur mengalami penurunan kualitas kredit dan nilai agunan melebihi dari nilai pokok kredit maka PPAP debitur akan menjadi nihil. Hal ini mengakibatkan penyisihan yang sebelumnya telah dibentuk ketika debitur tersebut memiliki kualitas lancar harus dibalik dan diakui sebagai pendapatan atas pemulihan aset produktif. Berbeda dengan Laporan Bulanan BPR, pada PA BPR tidak mengatur tentang jurnal balik atas penyisihan akibat dari penurunan kualitas kredit tersebut. Ketika kredit yang diberikan mengalami penurunan kualitas dan agunan masih melebihi dari nilai pokok kredit maka PPAP menjadi nihil namun tidak membalik PPAP yang telah dibentuk sebelumnya. KESIMPULAN Dalam mempersiapkan diri menghadapi penerapan SAK ETAP dan PA BPR, BPR AB telah mempersiapkan diri dengan baik. Dari penelitian yang telah dilakukan terlihat beberapa perbedaan dan dampak dari pelaporan yang dilakukan oleh BPR AB setelah penerapan PA BPR yaitu, provisi yang belum diamortisasi, pendapatan yang akan diteriima, penyajian kembali 2010 pada tahun 2011, penyajian kembali 2011 pada tahun 2012, pinjaman diterima, Cash Adequacy Ratio (CAR) & Return On Asset (ROA). Perbedaan antara laporan bulanan dengan PA BPR terletak pada pembentukan PPAP ketika terdapat debitur yang mengalami penurunan kualitas dengan agunan yang melebihi nilai tunggakan SARAN Saran akan diberikan kepada BPR AB berdasarkan hasil penelitian sebagai salah satu pertimbangan untuk dapat menerapkan PA BPR dengan lebih baik lagi. Saran juga akan diberikan kepada Bank Indonesia selaku regulator dalam dunia perbankan. Saran untuk BPR AB:
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
1. Melakukan penerapan PA BPR secara bertahap untuk pos-pos yang belum menerapkan PA BPR agar laporan keuangan yang dihasilkan semakin sesuai dengan PA BPR. 2. Selalu memantau perkembangann terkini terkait dengan regulasi-regulasi perbankan yang terus berkembang sehingga tidak terlambat dalam penerapannya Saran untuk regulator: 1. Melakukan sosialisasi secara terus menerus atas perubahan-perubahan dan perkembangan dalam regulasi perbankan khususnya BPR. 2. Melakukan pemeriksaan secara teliti kepada seluruh BPR yang ada agar menghindari kesalahan-kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan BPR. 3. Melakukan
pelatihan-pelatihan
kepada
para
BPR
untuk
meningkatkan
kemampuan BPR dalam menghasilkan laporan keuangan yang baik.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014
DAFTAR REFERENSI Ariff, Faisal, dan Rekan, 1996. Bank, Strategi dan Operasional, Cetakan Pertama, PenerbitPT. Eresco, Bandung A. Abdurrahman,1993, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta Bank Indonesia. 2010. Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta. Tim Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat. Bank Indonesia. 2010. Sosialisasi Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta. Bank Indonesia. Bank Indonesia. 2013. Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta. Departemen Kredit, BPR , dan UKM. Bank Indonesia. 2013. Laporan Pengawasan Perbankan 2012. Jakarta. Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Brigham, Eugene, F dan Michael C, Enhardt., 2003, Financial Management Theory and Practice 11th Edition, Thomson and SouthWestern. Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Manurung, Mandala, dan Pratama Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta. Martono dan Agus Harjito. 2010. Manajemen Keuangan(Edisi 3). Ekonisia. Yogyakarta Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006, Tahun 2006, tentang Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, 2006. Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No. 15/3/PBI/2013, Tahun 2013, tentang transparansi Bank Perkreditan Rakyat, 2013. Bank Indonesia.. Siskayani, GAK. 2013. Pengaruh pendapatan provisi dan komisi kredit sesudah implementasi sak etap terhadap laporan keuangan PT. bpr bali dananiaga denpasar. Denpasar. Universitas Udayana. Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/14/DKBU, tahun 2010, perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan, 2010. Bank Indonesia. Undang-Undang No. 10 , Tahun 1998, tentang Perbankan, 1998. Departemen Keuangan Republik Indonesia Wicaksono, SB,. Jati, AW,. & Suprapti, E,. 2011. Kajian atas Standar Pelaporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat: Komparasi antara PSAK No. 31, SAK ETAP. Dan Pedoman Akuntansi BPR. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Analisis penerapan pedoman ..., Fadhliansyah Sukmana, FE UI, 2014