LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN TAHUN 2015
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 0 2015 ©
1
KATA PENGANTAR Tahun 2015 merupakan awal dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Perdagangan. Mengutip salah satu petuah bijak, “Langkah pertama seringkali yang tersulit tetapi juga yang terpenting.” Maka keberhasilan pelaksanaan Renstra dan RPJMN pada tahun 2015 akan menentukan arah pembangunan nasional selama lima tahun ke depan. Kondisi pembangunan perdagangan tahun 2015 diwarnai oleh berbagai isu-isu seputar perekonomian global yang banyak memberi tantangan sekaligus peluang yang tentunya harus kita sikapi dan hadapi bersama. Pertama, konsentrasi pertumbuhan ekonomi dunia ke depan akan bergeser dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik. Kedua, harga komoditas primer secara umum diperkirakan menurun dan harga produk manufaktur mengalami tren yang meningkat. Ketiga, tren perdagangan global ke depan tidak hanya dipengaruhi oleh peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat. Keempat, semakin meningkatnya hambatan non-tarif di negara-negara tujuan ekspor dan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai pada akhir tahun 2015. Sementara itu, untuk mengatasi berbagai peraturan yang menjadi beban dan menghambat penguatan daya saing nasional, pemerintah pada bulan September 2015 telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang berisi Paket Deregulasi dan Debirokratisasi. Paket deregulasi dan debirokratisasi tidak hanya bertujuan semata-mata untuk menyederhanakan perijinan dan mempercepat waktu perijinan, yang lebih penting adalah menciptakan birokrat yang baik dan siap melayani rakyat. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan berperan penting untuk memastikan pelaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang mendukung peningkatan kelancaran arus barang dalam rangak ekspor, impor bahan baku khususnya industri dan distribusi barang di dalam negeri serta meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing. Ditengah pelemahan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor nasional, Paket Deregulasi dan Debirokratisasi diharapkan akan mampu menarik investasi yang pada akhirnya memotori pertumbuhan ekonomi nasional. Dilandasi oleh semangat untuk merebut pangsa pasar ekspor dan memperkuat pasar dalam negeri. Berbagai gebrakan dan inovasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 dijabarkan secara lugas dan mendalam pada Laporan Kinerja (Lapkin) Kementerian Perdagangan Tahun 2015. Lapkin Kemendag 2015 berisi perbandingan antara sasaran dan target, dengan capaian indikator kinerja dan keuangan sluruh unit kerja di Kementerian Perdagangan. Berbagai upaya yang dilakukan dan permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan program dan kegiatan-kegiatan Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 kemudian dievaluasi sebagai masukan atau umpan balik bagi pelaksanaan Renstra Perdagangan pada tahun-tahun selanjutnya. Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 telah disusun sesuai dengan amanat Peraturan Presiden RI Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Peraturan Menteri PAN dan RB RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan. Sebagai tindak lanjut atas peraturan-peraturan tersebut, telah dikeluarkan Surat 2
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794 Tahun 2015 pada tanggal 18 Agustus 2015 yang mengatur pelaksanaan dan penyusunan dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Kementerian Perdagangan. Sebagai penutup, segala hal yang termuat dalam laporan ini kiranya dapat memberi manfaat dalam pertimbangan dan keberlanjutan kebijakan pembangunan perdagangan nasional menuju bangsa yang semakin berdaya saing dan sejahtera.
Jakarta,
Februari 2016
MENTERI PERDAGANGAN R.I.
THOMAS TRIKASIH LEMBONG
3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2 DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 4 RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................................. 5 Bab 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 9 A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................... 9 B. PERAN STRATEGIS ORGANISASI ................................................................................................. 10 C. DINAMIKA PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2015 ............................................................. 11 D. PERKEMBANGAN ISU STRATEGIS PERDAGANGAN TAHUN 2015 .............................................. 13
Bab 2 PERENCANAAN KINERJA ................................................................................................ 15 A. SEKTOR PERDAGANGAN DALAM RPJMN 2015-2019................................................................. 15 B. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019................................................................................... 17 C. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUN 2015....................................................................... 25 D. PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015 ..................................................... 26
Bab 3 AKUNTABILITAS KINERJA.............................................................................................. 27 A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI.................................................................................................. 27 B. EVALUASI KINERJA ANGGARAN ............................................................................................... 139
Bab 4 PENUTUP ......................................................................................................................... 145 LAMPIRAN....................................................................................................................................... 147 1. Struktur Organisasi Kementerian Perdagangan Tahun 2015 .................................................. 147 2. Perjanjian Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2015 ............................................................. 148 3. Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015............... 151
4
RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan merupakan sarana pemantauan kinerja secara periodik berdasarkan dari realisasi indikator kinerja selama 1 (satu) tahun berjalan. Pada tahun 2015, secara keseluruhan terdapat 52 indikator kinerja dari 22 sasaran strategis kementerian yang diukur (lihat tabel dibawah). Dari keseluruhan 52 Indikator Kinerja (IK): sebanyak 30 IK telah dapat mencapai/melampaui target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja; 21 IK masih belum mencapai target; dan 1 IK lainnya masih belum dapat dilakukan perhitungan/penilaian. Dari 52 IK yang sudah dan belum mencapai target tersebut: 35 IK realisasinya sudah diatas 50 % dan 17 IK realisasinya masih dibawah 50 %. Berbagai kendala dan permasalahan yang muncul selama tahun 2015 perlu diselesaikan dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimalkan kinerja pada akhir tahun anggaran. Realisasi dan Capaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 NO
SASARAN STRATEGIS
1
Meningkatnya Pertumbuhan Ekspor Barang NonMigas yang Bernilai Tambah dan Jasa Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional
2
INDIKATOR KINERJA
Meningkatnya Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor
8,0
-9,77%
-122,13%
(2)
Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor (persen) Pertumbuhan Ekspor Jasa (persen)
44
45,2%
102,7%
12-14
-5,5%2
-42,2%
Persentase penanganan kasus dalam rangka pengamanan ekspor Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional Persentase Pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional
100%
100%
100%
70%
100%
143%
60%
76%
127%
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama (%) Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif (%) Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama (%)
5,9
-9,71%1
-164,6%
10,6
-7,67%1
72,4%
5,5
-8,88%
-161,5%
9,7
-15,2%
-156,7%
38,32
44,09
84,9%
(3) (4) (5)
(7) (8)
(10)
5
6
Menurunnya Hambatan Akses Pasar (Tarif dan Non Tarif)
Meningkatnya Promosi Citra Produk Ekspor (Nation Branding) Optimalnya Kinerja Kelembagaan Ekspor
CAPAIAN
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (persen)
(9)
4
REALISASI
(1)
(6)
3
TARGET
(11)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif (%) Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline tahun 2013 berdasarkan data WTO)
3
(12)
Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra (perbedaan dari baseline 2013)
9,05
9,31
(13)
Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal Preferensi
6%
37%
617%
(14)
Skor dimensi ekspor dalam Simon Anholt Nation Branding Index (NBI)
45-46
46,67
103,7%
(15)
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor (market intelligent dan market brief) oleh dunia usaha
500
593
118,6%
97,13%
5
NO
7
8
9
10
11
12
13
14
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya Efektivitas Pengelolaan Impor Meningkatnya Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Meningkatnya Konektivitas Distribusi dan Logistik Nasional
Meningkatnya Konsumsi Produk Dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional Meningkatnya Pemanfaatan Pasar Berjangka Komoditi, SRG dan Pasar Lelang
Memperkecil Kesenjangan Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Antar Daerah Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen, Standardisasi, Pengendalian Mutu, Tertib Ukur dan Pengawasan Barang/Jasa
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
(16)
Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan luar negeri
2
1
50%
(17)
Persentase UKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi eksportir baru Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap total impor
10%
10%
100%
7,0%
7,49%
93,5%
5,0%
3,14%
1
62,7%
(18)
(19)
Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor
(20)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
(21)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
(22)
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
(23)
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah direvitalisasi (%)
10%
n/a
n/a
(24)
Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional
92,3%
97%
(25)
Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi
2,0%
7,11%
355,5%
(26)
Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan
1,8%
-30,31%
-1683,9%
(27)
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
0,38%
-66,87%
-17597,4%
(28)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah
< 14.2%
14%
100%
(29)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu
< 9%
3,3%
100%
(30)
Indeks Keberdayaan Konsumen
37,00
34,17
92,35%
(31)
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
(32)
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan dalam negeri di daerah dengan Sistem Informasi
60%
49,6%
82,7%
50%
49,7%
98,4%
40 Kab/Kota
45 kab/kota
112,5%
(33)
15
Meningkatnya Pelayanan dan
(34)
1
105,1%
6
NO
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Kemudahan Berusaha Bidang PDN
16
17
Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha Bidang Daglu
Meningkatnya Dukungan Kinerja Layanan Publik
Meningkatnya Kompetensi dan Kinerja SDM Sektor Perdagangan
20
21
22
8,6%
110,5%
Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3 Hari
60%
(36)
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor (%)
65%
3,5% (44 dari 511 kab/kota) 71,8%
(37)
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
(38)
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan Online (persen) Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di Lingkungan Kemendag Persentase penyelesaian peraturan perundangundangan Rasio berita negatif semakin menurun
15%
170,6%
1137,2%
65%
78,3%
120,4%
95%
99,63%
104,9%
10%
0,12%
1,2%
(42)
Persentasi Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Informasi
> 60 %
82,92%
100%
(43)
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian secara elektronik
70%
70%
100%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
B
BB (73,30)
100%
(39) (40)
(45)
Meningkatnya Birokrasi yang Transparan, Akuntabel dan Bersih
CAPAIAN
(35)
(44)
19
REALISASI
Kementerian Perdagangan
(41)
18
TARGET
(46)
Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsi secara optimal Penilaian KemenPANRB terhadap kualitas akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
(47)
Keselarasan perencanaan dengan kinerja (Persentase program dan hasil yang dicapai)
90%
84,78%
94,2%
Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal
(48)
75%
81,41%
108%
78%
55,53%
71%
Meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi Perdagangan dan terkait perdagangan Meningkatnya Kualitas Kebijakan dan Regulasi Berbasis Kajian
(50)
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review Persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola
5%
7,7%
154%
(51)
Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
(52)
Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
(49)
Keterangan: 1 Data Realisasi Januari-Oktober 2015. 2 Realisasi sampai dengan Triwulan III Tahun 2015 (angka sementara). 3 Penghitungan menggunakan realisasi kinerja ekspor tahun 2014. Sumber Data: BPS & Kementerian Perdagangan
7
8
Bab 1
PENDAHULUAN
“Penyusunan laporan kinerja bertujuan untuk memantau kesesuaian orientasi pelaksanaan tugas dan fungsi dengan pencapaian visi-misi pemerintah, serta tujuan dan sasaran Kementerian Perdagangan.”
A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Laporan kinerja merupakan bentuk pertanggungjawaban akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada kementerian atas penggunaan anggaran. Penyusunan laporan kinerja merupakan suatu tahapan yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Penyelenggaraan SAKIP pada Kementerian Negara/Lembaga merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, pada bulan April 2014 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang merupakan perbaikan dari Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 mewajibkan setiap instansi pemerintah menyusun laporan kinerja dan laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan sesuai tugas dan fungsinya, termasuk pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis. Pertanggungjawaban dimaksud dilaporkan kepada pemberi mandat, pimpinan masing-masing instansi, lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan akhirnya disampaikan kepada Presiden. Sebagai tindak lanjut dari penetapan dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, tanggal 18 Agustus 2015 Kementerian Perdagangan telah menetapkan 9
Pedoman Penyusunan Dokumen SAKIP di lingkungan Kementerian Perdagangan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794 Tahun 2015 (merupakan revisi dari Kepmendag Nomor 1011 Tahun 2012). Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794 Tahun 2015 mengamanatkan kegiatan pemantauan dan pelaporan kinerja di lingkungan Kementerian Perdagangan diterapkan secara bertingkat mulai dari tingkat Unit Kerja Eselon II dan Satuan Kerja sampai dengan Kementerian, serta dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan dengan menyampaikan Laporan Kinerja Triwulanan dan melampirkan Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja. Laporan Kinerja Triwulanan disusun setiap tiga bulan dalam satu tahun anggaran, yaitu: triwulan I, triwulan II, dan triwulan III. Sementara pada akhir tahun anggaran Kementerian Perdagangan dan unitunit kerja di dalamnya menyusun Laporan Kinerja Tahunan. Penyusunan laporan kinerja bertujuan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja kementerian dalam satu tahun anggaran. Pelaporan atas capaian kinerja di lingkungan Kementerian Perdagangan telah dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan agar dapat diambil suatu tindakan perbaikan atau antisipasi apabila ditemukan adanya penyimpangan terhadap perencanaan kinerja. Pada akhirnya, proses pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan baik dan selaras dengan tujuan dan sasaran strategis Kementerian Perdagangan.
B. PERAN STRATEGIS ORGANISASI Peran strategis Kementerian Perdagangan dilandasi oleh semangat untuk meningkatkan peran perdagangan dalam tataran perekonomian nasional. Tugas, fungsi, dan kewenangan Kementerian Perdagangan disusun untuk senantiasa mengantisipasi dinamika perekonomian nasional dan global yang sedemikian cepat. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, peran strategis Kementerian Perdagangan dalam pembangunan perdagangan adalah membangun daya saing yang berkelanjutan di pasar domestik dan global. Membangun daya saing yang berkelanjutan diperlukan optimalisasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya dan kemampuan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kementerian Perdagangan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/MDAG/PER/8/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan. Struktur organisasi Kementerian Perdagangan telah dirancang untuk mengantisipasi dinamika perekonomian nasional dan internasional yang sedemikian cepat, serta mendukung reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Perdagangan. Adapun desain struktur organisasi Kementerian Perdagangan dapat dilihat pada Lampiran 1. 10
C. DINAMIKA PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2015 Globalisasi mendekatkan perekonomian antar negara di dunia sehingga perkembangan ekonomi suatu negara akan mempengaruhi perekonomian lainnya, terutama negara dengan pasar yang besar. Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan ekonomi nasional. Perekonomian dan pasar di negara-negara berkembang telah menjadi motor pendorong pertumbuhan dunia terutama setelah krisis keuangan global di tahun 2007-2008. Namun perkembangan terkini menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 terjadi penurunan pertumbuhan di beberapa negara berkembang. Pertumbuhan perekonomian dunia berada dibawah harapan di tahun 2015 dimana turun menjadi 2,4% dari 2,6% di tahun 2014. Perekonomian global menghadapi situasi dimana terjadi perlambatan pertumbuhan di pasar besar negara-negara berkembang yang diindikasikan dengan penurunan hargaharga komoditas, arus kapital dan perdagangan, serta terjadinya berbagai gejolak finansial. Harga minyak dunia selama tahun 2015 menurun drastis mencapai 35% karena kelebihan pasokan dari negara-negara OPEC. Penurunan harga tersebut diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2016 seiring dengan melonjaknya pasokan sebagai akibat dari pencabutan sanksi PBB terhadap Iran. Namun peningkatan pasokan ini tidak diiringi dengan penguatan dari sisi permintaan. Secara keseluruhan, sebagai negara yang importir neto, penurunan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi fiskal, neraca pembayaran maupun pertumbuhan ekonomi. Meskipun begitu, penurunan harga minyak dunia tetap harus diwaspadai mengingat lesunya kinerja sektor migas dikhawatirkan dapat merembet ke sektor industri lainnya. Dari dalam negeri, kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 secara umum cukup baik. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga berlaku pada Kuartal III tahun 2015 mencapai Rp 8.574,3 triliun. Disaat terjadi pelemahan pada perekonomian dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga (Juli-September) mencapai 4,73%, lebih tinggi dari periode yang sama setahun sebelumnya, yaitu 4,67%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 diperkirakan akan berada pada kisaran 4,7%. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2014 (y-on-y) didukung oleh kenaikan komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, Konsumsi LNPRT, Konsumsi Rumah Tangga, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto masing-masing sebesar 6,56 persen, 6,39 persen, 4,96 persen dan 4,62 persen. Beberapa komponen mengalami kontraksi, Ekspor (minus 0,69 persen), dan Impor (minus 6,11 persen). Target pertumbuhan ekonomi 5,1% ke depan akan dapat tercapai jika didukung antara lain oleh pulihnya kegiatan investasi, khususnya ditandai oleh peningkatan belanja sektor swasta dan peningkatan pengeluaran pemerintah 11
untuk pembangunan infrastruktur. Namun, kendala yang akan dihadapi masih sama dengan tahun 2015, seperti anjloknya harga komoditas dan melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah di tahun 2015 diantaranya ditujukan untuk meningkatkan iklim usaha dan mengurangi biaya dalam berbisnis. Hal ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk melanjutkan reformasi struktural bagi pertumbuhan, termasuk meninjau peran investasi dalam dan luar negeri, dan menilai manfaat dari pengaturan perdagangan regional. Paket ekonomi yang memuat fleksibilitas dalam praktik kerja juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi baru oleh swasta. Inflasi tahunan (yoy) pada 2015 mencapai 3,35%, tidak jauh dari target 3,3%. Sedangkan inflasi bulanan pada Desember mencapai 0,96%. Angka inflasi sepanjang 2015 menjadi yang terendah sejak 2010, dimana pada tahun 2010 sebesar 6,96%, 2013 sebesar 8,38%, 2014 sebesar 8,36%. Komoditas yang paling besar andilnya terhadap inflasi nasional di tahun 2015 adalah komoditas beras yang mencapai 0,31%, menyusul kemudian rokok kretek filter 0,16%, bawang merah 0,15%, dan daging ayam ras 0,15%. Kedepan diharapkan fokus pengendalian angka inflasi tidak hanya pada saat Lebaran saja tetapi juga pengendalian di akhir tahun. Depresiasi nilai tukar Rupiah terjadi seiring dengan tren depresiasi mata uang yang dialami oleh negara-negara lain, yang diantaranya disebabkan oleh faktor eksternal antara lain penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang negara-negara lain sejalan dengan perbaikan perekonomian AS serta kebijakan normalisasi moneter yang diambil oleh Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed. Rupiah terdepresiasi sebesar 0,49 persen terhadap dolar AS pada Desember 2015. Level tertinggi rata-rata nasional kurs tengah eceran Rupiah terhadap dolar AS terjadi pada minggu ketiga Desember 2015 yaitu Rp 14.013,19 per USD. Level terendah nilai tukar terhadap Dolar pada akhir Desember 2015 terjadi di Sulawesi Barat yaitu Rp 13.813,75. Sedangkan yang tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Utara sebesar Rp 13.487,00 per USD. Membaiknya posisi USD sedikit banyak dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang terus jatuh dan dikhawatirkan akan mempengaruhi harga-harga komoditi dunia. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada tahun 2015 mencapai US$ 150,3 miliar atau turun 14,6 persen dibanding tahun 2014, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$ 131,7 miliar atau menurun 9,8 persen. Ekspor nonmigas hasil industri pengolahan tahun 2015 turun sebesar 9,1 persen dibanding tahun 2014, dan ekspor hasil pertanian turun 2,5 persen. Adapun ekspor hasil tambang dan lainnya turun sebesar 15,1 persen. Sedangkan, nilai impor tahun 2015 secara kumulatif mencapai US$ 142,7 miliar atau turun 19,9 persen dibanding tahun 2014. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$ 24,6 miliar (turun 43,4 persen) dan nonmigas US$ 118,1 miliar (turun 12,3 persen). Nilai neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 0,2 miliar pada Desember 2015, dipicu oleh defisit sektor migas sebesar US$ 0,5 miliar. Namun secara akumulatif, nilai neraca perdagangan Januari – 12
Desember 2015 mengalami surplus US$ 7,5 miliar, didorong oleh surplus neraca sektor nonmigas sebesar US$ 13,6 miliar. Sementara itu, dilihat dari posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2015 tercatat sebesar US$ 105,9 miliar. Jika dibandingkan dengan posisi akhir November 2015 yang sebesar US$100,2 miliar, maka terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan cadangan devisa tersebut berasal dari penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah, penerimaan hasil ekspor migas, dan penerbitan global bonds Pemerintah yang cukup untuk menutupi kebutuhan devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa per akhir Desember 2015 dapat membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Cadangan devisa tersebut diharapkan mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
D. PERKEMBANGAN ISU STRATEGIS PERDAGANGAN TAHUN 2015 Pada tahun 2015, pemerintah telah mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi yang intinya ditujukan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional melalui perbaikan iklim usaha dan penghapusan hambatan dalam melakukan investasi di Indonesia. Untuk mendukung paket kebijakan pemerintah, Kementerian Perdagangan telah meluncurkan paket deregulasi dan debirokratisasi perijinan ekspor dan impor yang merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I (Paket September 2015). Paket deregulasi1 dan debirokratisasi2 diharapkan diharapkan menciptakan efisiensi supply chain sehingga akan menyelesaikan masalah kelangkaan barang di berbagai daerah, menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan inflasi, serta akan membuka peluang kerja yang lebih banyak. Selama ini beban regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama efisiensi perdagangan dalam memenuhi kebutuhan industri, konsumsi dan ekspor. Untuk ekspor saja terdapat 53 peraturan yang mencakup 2.278 jenis barang. Sedangkan untuk impor terdapat 79 peraturan yang mengatur 11.534 jenis barang sehingga sangat besar intervensi regulasi dan birokrasi dalam kelancarantransaksi perdagangan. Begitu banyak identitas sebagai pelaku ekspor maupun impor serta begitu beragam perizinan, rekomendasi, pemeriksaan, dan persyaratan dokumen yang diwajibkan untuk melakukan 1
Deregulasi adalah kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi atau meniadakan aturan administratif yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa.
2
Debirokratisasi adalah kebijakan pemerintah untuk mengurangi atau meniadakan peran institusi, kementerian lembaga atau unit-unit pemerintahan yang dinilai menghambat pergerakan terbitnya regulasi.
13
kegiatan ekspor-impor. Akibatnya kemampuan bersaing produk domestik di pasar global menjadi rendah, bukan semata dari faktor eksternal dan kapasitas sumber daya manusia melainkan beban regulasi dan birokrasi yang memperlambat perebutan peluang bisnis. Dalam kebijakan deregulasi dan debirokratisasi ini Pemerintah memangkas peraturan, menyederhanakan berbagai perijinan, dan mengurangi persyaratan yang tidak relevan serta menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan, yang selama ini ditetapkan oleh 15 kementerian/lembaga atau 18 unit penerbit perijinan. Untuk meningkatkan efisensi birokrasi dalam pelayanan perijinan telah diperkuat dengan sistem Indonesian National Single Window (INSW), suatu pelayanan loket elektronik tunggal dalam penyelesaian proses ekspor-impor yang menerapkan prinsip single submission, single processing, dan single synchronous decision making yang juga akan berlaku dalam kegiatan ekspor-impor di kawasan ASEAN. Deregulasi dan debirokratisasi ini tidak berhenti karena masih akan terus berlanjut sampai ke peraturan dan perijinan di tingkat daerah. Beberapa deregulasi yang telah dilakukan di bidang ekspor adalah kewajiban Laporan Surveyor (LS) pada ekspor (kayu, beras, prekursor nonfarmasi, migas, dan bahan bakar lain) dan penghilangan pemeriksaan ganda pada ekspor CPO, ekspor produk pertambangan hasil pengolahan dan pemurnian. Sedangkan di bidang impor, deregulasi dilakukan dengan melakukan penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (LS) pada impor besi/baja dan BPO, penghapusan rekomendasi (produk kehutanan, gula, TPT, STPP, besi/baja, barang berbasis sistem pendingin, beras, hortikultura, TPT batik dan motif batik, barang modal bukan baru, mesin multifungsi berwarna, garam industri), dan penyederhanaan persyaratan (TPT, cengkeh, mutiara). Kementerian Perdagangan juga melakukan penghilangan HS tertentu (produk kehutanan), kemudahan pengadaan bahan baku (limbah non-B3), penundaan pembatalan/penghapusan/pencabutan (ban, produk SNI wajib/SPB, label, cakram optik), revisi peraturan Angka Pengenal Importir, serta penghapusan Importir Tertentu (hortikultura dan produk tertentu).
14
Bab 2
PERENCANAAN KINERJA
“Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) terdiri dari satu kesatuan komponen yang terintegrasi antara satu dengan yang lain, yakni Perencanaan Strategis, Perencanaan Kinerja, Perjanjian Kinerja, Pengukuran Kinerja, serta Pelaporan dan Evaluasi Kinerja.”
A. SEKTOR PERDAGANGAN DALAM RPJMN 2015-2019 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dengan berpayung kepada UUD 1945. RPJMN 2015-2019 disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden terpilih, yaitu Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla. Untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun, pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan. Sedangkan, agenda satu tahun pertama dalam Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 dimaksudkan sebagai upaya membangun fondasi untuk melakukan akselerasi yang berkelanjutan pada tahun-tahun berikutnya, disamping melayani kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang tergolong mendesak. Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka VISI pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG. Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan pembangunan nasional periode 2015 – 2019 yaitu:
melalui
7
MISI
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berlandaskan negara hukum.
berkeseimbangan
dan
demokratis
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 15
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 7.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan (TRISAKTI), dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. 2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. 6.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Kementerian Perdagangan berperan penting dalam pencapaian Visi-Misi Pemerintah dan Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawacita), terutama dalam hal peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, melalui peningkatan ekspor produk nonmigas dan jasa yang bernilai tambah tinggi. Sasaran perdagangan luar negeri dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor barang dan jasa pada tahun 2015-2019 adalah: 1. Pertumbuhan ekspor produk nonmigas rata-rata sebesar 10,5 persen per tahun. 2. Rasio ekspor jasa terhadap PDB rata-rata sebesar 3,0 persen per tahun. 3. Peningkatan pangsa ekspor produk manufaktur menjadi sebesar 65 persen.
16
Selain berperan dalam peningkatan produktivitas dan daya saing, Kementerian Perdagangan
juga
berperan
dalam
penguatan
pasar
domestik
melalui
peningkatan efisiensi logistik dan distribusi nasional. Sasaran yang akan dicapai terkait perdagangan dalam negeri pada tahun 2015-2019 adalah: 1. Menurunkan rasio biaya logistik terhadap PDB sebesar 5,0 persen per tahun sehingga menjadi 19,2 persen di tahun 2019. 2. Menurunkan rata-rata dwelling time menjadi sebesar 3-4 hari. 3. Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antarwaktu di bawah 9 persen dan koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antarwilayah rata-rata di bawah 13,6 persen per tahun yang antara lain didukung melalui pembangunan dan / atau revitalisasi / rehabilitasi 5000 pasar rakyat / pasar tradisional
B. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019 merupakan dokumen dasar berisi paduan dari strategic management dan strategic thinking yang berfungsi sebagai petunjuk arah/kompas dalam melakukan perencanaan kebijakan pembangunan perdagangan selama periode 2015-2019 sebagai produk dari sistem pemerintahan yang berorientasi pada hasil dan proses sekaligus dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal yang saling berpengaruh. Renstra Kemendag 2015-2019 merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019 khususnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan di bidang perdagangan. Sesuai dengan Visi-Misi Pemerintah dan Agenda Prioritas Nasional (Nawacita), maka Kementerian Perdagangan telah menetapkan tujuan yang hendak dicapai dalam membangun sektor perdagangan periode 2015−2019, yaitu: 1. Peningkatan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa. 2. Peningkatan pengamanan perdagangan. 3. Peningkatan akses dan pangsa pasar internasional. 4. Pemantapan promosi ekspor dan nation branding. 5. Peningkatan efektivitas pengelolaan impor barang dan jasa. 6. Pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri 7. Peningkatan penggunaan dan perdagangan produk dalam negeri. 8. Optimalisasi/penguatan pasar berjangka komoditi, SRG dan pasar lelang. 9. Peningkatan kelancaran distribusi kebutuhan pokok dan barang penting.
dan
jaminan
pasokan
barang
17
10. Peningkatan perlindungan konsumen. 11. Peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha. 12. Peningkatan kualitas kinerja organisasi. 13. Peningkatan dukungan kinerja perdagangan. 14. Peningkatan kebijakan perdagangan yang harmonis dan berbasis kajian. Sasaran strategis merupakan indikator pencapaian tujuan Kementerian Perdagangan yang spesifik dan terukur sebagai acuan bagi seluruh pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Perdagangan. Sasaran yang ingin dicapai pada masing-masing tujuan sebagaimana telah dipaparkan di atas, secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut: Tujuan 1: Peningkatan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa Sasaran yang ingin dicapai: Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang non migas yang bernilai tambah dan jasa. Indikator kinerja meningkatnya pertumbuhan ekspor barang nonmigas yang bernilai tambah dan jasa yang digunakan adalah sebagi berikut: a. Pertumbuhan ekspor nonmigas target 2015 9.9%; b. Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor target 2015 47% ; dan c. Pertumbuhan ekspor jasa target 2015 13-16%. Tujuan 2: Peningkatan Pengamanan Perdagangan Sasaran yang ingin dicapai: Meningkatnya pengamanan perdagangan dan mendukung daya saing produk Indonesia baik internasional. Indikator yang digunakan meningkatnya pengamanan perdagangan dan sebagai berikut:
kebijakan nasional untuk di pasar domestik maupun untuk mengukur kinerja kebijakan nasional adalah
a. Persentase penanganan kasus dalam rangka pengamanan ekspor target 2015 100%; b. Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional target 2015 75%; dan c. Presentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional target 2015 62%. Tujuan 3:
Peningkatan Akses dan Pangsa Pasar Internasional
Sasaran yang ingin dicapai: 1. Meningkatnya diversifikasi pasar dan produk ekspor;
18
Hingga tahun 2013 pangsa pasar produk Indonesia di tujuan ekspor nontradisional (pasar prospektif) masih kalah dengan China, Malaysia, dan Thailand. Untuk peningkatan dan optimalisasi akses pasar diperlukan diversifikasi pasar dan produk ekspor. Indikator yang digunakan untuk mengukur meningkatnya diversifikasi pasar dan produk ekspor adalah: 1. Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama; 2. Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif; 3. Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama; 4. Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif; 2. Menurunnya hambatan akses pasar (tarif dan non tarif). Indikator yang digunakan untuk mengukur menurunnya hambatan akses pasar (tarif dan non tarif) adalah: 1. Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline tahun 2013 berdasarkan data WTO); 2. Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra (perbedaan dari baseline 2013); 3. Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal Preferensi (%). Tujuan 4: Pemantapan Promosi Ekspor dan Nation Branding Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam melakukan pemantapan promosi ekspor dan nation branding adalah: 1. Meningkatnya promosi citra produk ekspor (nation branding); Target peningkatan citra produk ekspor Indonesia menurut Nation Branding Index khususnya dimensi ekspor adalah skor pada kisaran 45-46 pada tahun 2015 dan terus meningkat sampai mencapai skor kisaran 49-50 pada tahun 2019 2. Optimalnya kinerja kelembagaan ekspor. Dalam mendukung peningkatan kinerja promosi diperlukan kelembagaan ekspor yang berkualitas. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja optimalnya kelembagaan ekspor adalah: 1. Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor (market intelligent dan market brief) oleh dunia usaha; 19
2. Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan luar negeri (unit); dan 3. Persentase PMKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi eksportir baru. Tujuan 5: Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Impor Barang dan Jasa Sasaran yang ingin dicapai: meningkatnya efektivitas pengelolaan impor. Pengelolaan Impor dalam rangka mencapai surplus neraca perdagangan memerlukan instrumen berupa kebijakan yang bertujuan menstabilkan ataupun menjaga neraca perdagangan serta dalam rangka menciptakan iklim perdagangan luar negeri dan dalam negeri yang kondusif. Tujuan 6: Pengintegrasian dan Perluasan Pasar Dalam Negeri Sasaran yang ingin dicapai: 1. Meningkatnya pertumbuhan PDB sektor perdagangan; Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya pertumbuhan PDB sektor perdagangan adalah pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor. Pertumbuhan PDB sektor perdagangan tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional yang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya adalah konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah. Oleh karena itu, meningkatnya daya beli masyarakat dan pengeluaran pemerintah dapat mendorong laju pertumbuhan konsumsi nasional sehingga memacu pertumbuhan perekonomian nasional. 2. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana distribusi dan logistik nasional. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya konektivitas distribusi dan logistik nasional adalah: 1. Jumlah Pasar Rakyat Tipe A; 2. Jumlah Pasar Rakyat Tipe B; 3. Jumlah Pusat Distribusi Regional (PDR); 4. Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah direvitalisasi.
Tujuan 7: Peningkatan Penggunaan dan Perdagangan Produk Dalam Negeri (PDN)
20
Sasaran yang ingin dicapai: meningkatnya konsumsi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional. Penetapan sasaran ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri sehingga pada akhirnya dapat turut serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk dalam negeri dapat membantu menguatkan daya saing dari produk nasional dan meningkatkan citra dari produk dalam negeri. Pada akhirnya, meningkatnya produksi dalam negeri, menguatnya daya saing produk nasional, dan meningkatnya citra dari produk dalam negeri dapat memberikan stimulus besar bagi lahirnya kemandirian ekonomi melalui keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi. Tujuan 8: Optimalisasi/Penguatan Pasar Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Sasaran yang ingin dicapai: meningkatnya pemanfaatan pasar berjangka komoditi, SRG, dan Pasar Lelang Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja dari pemanfaatan perdagangan berjangka komoditi, SRG, dan Pasar Lelang: 1. Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK); 2. Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan; 3. Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang. Tujuan 9: Peningkatan Kelancaran Distribusi dan Jaminan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam pengamanan ketersediaan dan kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting adalah: 1. Memperkecil Kesenjangan Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Antar Daerah; 2. Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting; dan 3. Meningkatnya Pengawasan Barang Beredar di Wilayah Perbatasan
Tujuan 10: Peningkatan Perlindungan Konsumen Sasaran yang ingin dicapai: 21
meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa. Penetapan dari sasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen sehingga meningkatkan kualitas barang/jasa di pasar dalam negeri. Kemudian, pemberdayaan konsumen yang semakin baik dapat dicerminkan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan edukasi konsumen yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, semakin cerdasnya konsumen serta ketersediaan infrastruktur dan lembaga perlindungan konsumen. Indikator yang digunakan sebagai ukuran kinerja meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa adalah: 1. Indeks Keberdayaan Konsumen 2. Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; 3. Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan; 4. Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku.
Tujuan 11: Peningkatan Iklim Usaha dan Kepastian Berusaha Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha bidang perdagangan dalam negeri adalah meningkatnya pelayanan dan kemudahan berusaha di bidang Perdagangan Dalam Negeri dan bidang Perdagangan Luar Negeri. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya kepastian dan kemudahan berusaha bidang perdagangan dalam negeri adalah: 1. Terintegrasinya layanan perizinan perdagangan di daerah dengan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan; 2. Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3 Hari. Tujuan 12: Peningkatan Kualitas Kinerja Organisasi Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan kualitas kinerja organisasi adalah: 1. Meningkatnya dukungan kinerja layanan publik; 2. Meningkatnya kinerja dan profesionalisme SDM sektor perdagangan; 3. Meningkatnya Birokrasi yang Transparan, Akuntabel, dan Bersih; dan 4. Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal 22
Tujuan 13: Peningkatan Dukungan Kinerja Perdagangan Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan dukungan kinerja sektor perdagangan adalah meningkatnya pemanfaatan data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan. Tujuan 14: Peningkatan Kebijakan Perdagangan yang Harmonis dan Berbasis Kajian Sasaran yang ingin dicapai: Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan dukungan kinerja sektor perdagangan adalah meningkatnya kualitas kebijakan dan regulasi berbasis kajian. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya kualitas kebijakan dan regulasi berbasis kajian adalah 1. Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan 2. Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I
23
Bagan 2-1. Keterkaitan Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan PerdaganganTahun 2015 – 2019
Arah kebijakan pembangunan Perdagangan Nasional ke depan secara konsisten akan mengacu kepada arah pembangunan dalam RPJMN 20152019. Arah ini merupakan pedoman dalam menyusun langkah-langkah strategis ke depan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Arah kebijakan perdagangan dapat dijabarkan menjadi 8 (delapan) pokok pikiran, yaitu: 1. Mengamankan Pangsa Ekspor di Pasar Utama. 2. Memperluas Pangsa Pasar Perdagangan Internasional.
Ekspor
di
Pasar
Prospektif
dan
Hub
3. Meningkatkan Diversifikasi Produk Ekspor. 4. Mengamankan Pasar Domestik Untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Nasional. 5. Meningkatkan Kontribusi Usaha Dagang Kecil Menengah (UDKM). 6. Meningkatkan Perlindungan Konsumen. 7. Meningkatkan Efesiensi Sistem Distribusi & Logistik. 8. Meningkatkan Fasilitasi dan Iklim Usaha Perdagangan. 24
Dalam rangka pencapaian visi-misi pemerintah, nawacita, tujuan, dan sasaran strategis Kementerian Perdagangan, dengan mempertimbangkan arah kebijakan dan strategi nasional serta arah kebijakan dan strategi Kementerian Perdagangan, maka ditetapkan program-program Kementerian Perdagangan, yaitu: (1) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perdagangan; (2) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan; (3) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan; (4) Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan; (5) Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri; (6) Peningkatan Perdagangan Luar Negeri; (7) Peningkatan Perlindungan Konsumen; (8) Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional; (9) Pengembangan Ekspor Nasional; dan (10) Peningkatan Perdagangan Berjangka Komoditi. Program merupakan penjabaran kebijakan Kementerian Perdagangan yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi masingmasing Unit Kerja Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan. Masingmasing program tersebut kemudian dijabarkan kedalam beberapa kegiatan yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Unit Kerja Eselon II/Satuan Kerja atau penugasan tertentu di Kementerian Perdagangan.
C. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUN 2015 Untuk mendanai pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Perdagangan, disusunlah Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang berisi rincian alokasi anggaran yang diperlukan dalam rangka pencapaian hasil (outcome) dan keluaran (output) yang terukur selama periode 1 (satu) tahun anggaran. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan mendapat alokasi anggaran, setelah revisi APBN-P, sebesar Rp3.532.078.978.000,- (Tiga triliun lima ratus tiga puluh dua milyar tujuh puluh delapan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) yang dituangkan dalam 10 program sebagai berikut: Tabel 2-1. Pagu Anggaran Kementerian Perdagangan T.A. 2015 Menurut Program
NO 1 2 3 4
PROGRAM
PAGU APBN-P
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perdagangan
501,527,174,000
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan
182,624,150,000
Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
43,534,462,000 64,183,701,000
25
NO
PROGRAM
5
Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri
6
Peningkatan Perdagangan Luar Negeri
7
Peningkatan Perlindungan Konsumen
8
Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional
9
Pengembangan Ekspor Nasional
10
Peningkatan Perdagangan Berjangka Komoditi JUMLAH
PAGU APBN-P 1,828,065,297,000 209,828,035,000 218,002,214,000
123,133,008,000 280,403,696,000 80,777,241,000 3,532,078,978,000
D. PERJANJIAN KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015 Perjanjian Kinerja Kementereian Perdagangan adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi (atasan) kepada pimpinan instansi yang lebih rendah (bawahan), atau kesepakatan antara pemberi dengan penerima wewenang/tanggung jawab, untuk melaksanakan kebijakan/program/ kegiatan dalam satu tahun anggaran sesuai dengan target indikator kinerja yang telah disepakati bersama dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi pada Rencana Strategis (Renstra). Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014, Kementerian Perdagangan diwajibkan menyusun perjanjian kinerja pada setiap tingkatannya, mulai dari: Kementerian, Unit Kerja Eselon I, Eselon II, dan Unit Kerja Mandiri (KPPI, KADI, BPKN, dan BSML), serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan bidang perdagangan. Dokumen Perjanjian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 menjadi dasar bagi pengukuran Indikator Kinerja (IK) dalam penyusunan Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015, dimana secara keseluruhan terdapat 52 Indikator Kinerja dari 22 Sasaran Strategis Kementerian Perdagangan. Adapun Pernyataan dan Lampiran Perjanjian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 2.
26
Bab 3
AKUNTABILITAS KINERJ A
“Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban Kementerian Perdagangan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan Program dan Kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan.”
A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Pengukuran tingkat capaian kinerja dalam Laporan Kinerja (Lapkin) Kementerian Perdagangan Tahun 2015 dilakukan dengan membandingkan antara target dengan realisasi dari masing-masing indikator kinerja selama periode tersebut. Hasil dari perbandingan tersebut merupakan persentase capaian target.
Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Pertumbuhan Ekspor Barang Non-Migas yang Bernilai Tambah dan Jasa No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian -122,13%
1
Pertumbuhan Ekspor Non Migas
8%
-9,77%
2
Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor
44%
80,91%
3
Pertumbuhan ekspor jasa
12,0%– 14,0%
-5,5%
2
1
183,9%
-42,2%
Keterangan: 1 Data Realisasi Januari-Oktober 2015. 2 Realisasi sampai dengan Triwulan III Tahun 2015 (angka sementara).
IK 1: Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Neraca perdagangan tahun 2015 kembali surplus, setelah mengalami defisit sejak tahun 2012. Neraca perdagangan Indonesia bulan Desember 2015 defisit USD 0,2 miliar yang terdiri dari defisit neraca migas sebesar USD 0,5 miliar dan surplus neraca non migas sebesar USD 0,3 miliar. Namun demikian, defisit neraca perdagangan bulan Desember 2015 jauh lebih kecil dibandingkan neraca bulan November yang tercatat USD 0,4 miliar. Neraca perdagangan tahun 2015 mengalami surplus USD 7,5 miliar, terdiri dari defisit perdagangan migas sebesar USD 6,1 miliar dan surplus perdagangan non 27
migas sebesar USD 13,6 miliar. India, AS, Pilipina, Belanda, dan Pakistan penyumbang surplus terbesar selama tahun 2015 yang jumlahnya mencapai USD 24,3 miliar. Sementara RRT, Thailand, Australia, Brazil, dan Argentina menyebabkan defisit terbesar yang jumlahnya mencapai USD 23,4 miliar. Bagan 3-1. Neraca Perdagangan Bulanan: Desember 2015 USD Miliar Non Migas
2.5
Migas
Total
2.0
1.4
1.5
1.1
1.0 1.0
0.6
0.7
0.5
0.5
0.5
1.0
1.0
0.3 -0.2
-
-0.4 (0.5) (1.0) (1.5)
Jan '15
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Kinerja ekspor bulan Desember 2015 meningkat 7,0% dibanding bulan sebelumnya (MoM) menjadi USD 11,5 miliar. Peningkatan tersebut dipicu oleh naiknya ekspor non migas sebesar 10,1%. Disisi lain, ekspor migas turun sebesar 13,2%. Secara kumulatif, nilai ekspor selama 2015 mencapai USD 150,3 miliar, turun 14,6% YoY. Penurunan ekspor selama 2015 dipicu oleh masih berlanjutnya penurunan harga minyak mentah dan gas di pasar dunia. Selain itu, masih melambatnya perekonomian global diperkirakan juga turut memicu pelemahan kinerja ekspor. Selama 2015, impor RRT turun 19,4%, Jepang turun 10,1%, Singapura turun 14,2%, Hongkong turun 25,9% dan Uni Emirat Arab turun 24,0%. Penurunan permintaan impor beberapa negara tersebut berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Tabel 3-1. Kinerja Ekspor dan Impor: Januari-Desember 2015
Februari 2015
Uraian Ekspor Total Migas
Impor
12,289.1 11,550.8
Nilai (USD Juta) Januari-Februari 2015 Selisih
Growth Februari 2015 MoM (%)
Selisih
Ekspor
Impor
Growth Jan-Feb 2015 YoY (%)
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
738.3
25,644.9
24,163.1
1,481.8
-8.0
-8.4
-11.9
-15.8
1,893.6
1,719.5
174.1
3,970.4
3,834.6
135.8
-8.8
-18.7
-24.1
-45.3
Minyak Mentah
745.1
487.5
257.6
1,344.7
1,094.4
250.3
24.2
-19.7
0.6
-44.4
Hasil Minyak
207.2
1,063.2
-856.0
419.0
2,426.5
-2,007.5
-2.1
-22.0
-27.0
-44.9
Gas
941.3
168.8
772.5
2,206.7
313.7
1,893.0
-25.6
16.5
-33.5
-50.9
10,395.5
9,831.3
564.2
21,674.5
20,328.5
1,346.0
-7.8
-6.3
-9.2
-6.3
Nonmigas
28
Perlambatan perekonomian global menyebabkan terjadinya penurunan ekspor non migas tahun 2015 di hampir seluruh pasar ekspor utama Indonesia, kecuali Vietnam dan Pilipina yang masing-masing tumbuh 12,3% dan 0,8% YoY. Ekspor non migas ke negara mitra dagang yang turun signifikan antara lain Hongkong turun 26,0%, Uni Emirat Arab turun 24,0%, RRT turun 19,4%, dan Australia turun 19,0%. Tabel 3-2. Perbandingan Kinerja Ekspor Negara-negara di Dunia: 2014-2015
AMERIKA SERIKAT REP.RAKYAT CINA JEPANG INDIA SINGAPURA MALAYSIA KOREA SELATAN THAILAND BELANDA VIETNAM PILIPINA JERMAN TAIWAN PAKISTAN AUSTRALIA HONGKONG UNI EMIRAT ARAB ITALIA INGGRIS SPANYOL
PERUBAHAN (USD JUTA)
USD JUTA
NEGARA Des 2014
Nov 2015
Des 2015
1,466.0 1,334.1 1,262.7 989.5 944.1 520.1 486.8 381.1 344.1 269.5 250.9 233.2 333.5 106.6 192.4 189.9 214.4 144.5 161.1 165.0
1,155.0 1,025.5 991.6 857.6 618.1 466.9 363.6 342.3 261.2 264.0 303.4 205.2 213.6 146.8 210.9 146.4 123.9 116.6 106.8 103.8
1,323.1 1,227.1 1,183.4 880.1 640.2 478.5 436.7 322.1 307.4 291.2 273.7 227.3 217.4 202.0 180.1 144.6 132.6 127.0 123.2 122.1
MoM 168.1 201.6 191.8 22.4 22.1 11.7 73.1 (20.2) 46.2 27.3 (29.7) 22.1 3.7 55.2 (30.8) (1.8) 8.7 10.4 16.4 18.3
YoY (142.9) (107.0) (79.3) (109.4) (303.9) (41.5) (50.1) (59.0) (36.7) 21.7 22.8 (5.9) (116.1) 95.5 (12.3) (45.3) (81.8) (17.5) (37.9) (42.9)
PERUBAHAN (%) MoM 14.6 19.7 19.3 2.6 3.6 2.5 20.1 (5.9) 17.7 10.3 (9.8) 10.8 1.8 37.6 (14.6) (1.3) 7.0 8.9 15.3 17.6
YoY (9.7) (8.0) (6.3) (11.1) (32.2) (8.0) (10.3) (15.5) (10.7) 8.1 9.1 (2.5) (34.8) 89.6 (6.4) (23.9) (38.2) (12.1) (23.6) (26.0)
Pertumbuhan ekspor diharapkan dapat meningkat seiring dengan dilaksanakan berbagai upaya peningkatan ekspor oleh pemerintah bersamasama dengan pelaku usaha. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor. Kementerian Perdagangan juga secara rutin melakukan pertemuan dengan instansi terkait di berbagai daerah dan di luar negeri untuk berkoordinasi dalam upaya pengembangan ekspor. Sebagai tambahan atas berbagai program Kementerian Perdagangan tersebut, pada tahun 2015, Pemerintah juga memberikan penugasan khusus kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menjalankan National Interest Account (NIA) guna mendorong ekspor, melalui pemberian insentif pembiayaan ekspor (dengan mekanisme penyertaan modal negara) bagi perusahaanperusahaan berskala kecil dan menengah dalam kegiatan ekspornya.
29
Diharapkan dengan pemberian fasilitas tersebut dapat ditingkatkan kinerja ekspor Indonesia di tengah situasi perlambatan ekonomi saat ini.
IK 2: Kontribusi Produk Manufaktur Terhadap Total Ekspor Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk yang bernilai tambah diukur dengan kontribusi ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor adalah sebesar 44 persen dan terus meningkat hingga mencapai 65 persen pada tahun 2019. Bagan 3-2. Ekspor Produk Manufaktur dan Total Ekspor Tahun 2014 dan 2015 (dalam ribu USD) 140,000,000 122,183,498 120,000,000 100,000,000
111,486,590 98,430,265 90,204,813
80,000,000 Ekspor produk manufaktur
60,000,000
Total Ekspor
40,000,000 20,000,000 2014
2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari – Oktober 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai US$90,20-miliar atau mengalami penurunan sebesar 8,36% dari periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$98,43-miliar. Penurunan ini disebabkan menurunnya permintaan akan produk manufaktur Indonesia di negara-negara tujuan ekspor Indonesia, antara lain Jepang (-13,77%), Australia (-21,12%), Singapura (-12,78%), Tiongkok (-11,36%), Turki (-22,91%), Hongkong (-24,27%), dan Uni Emirat Arab (-21,76%). Penurunan tersebut cukup memberikan pengaruh terhadap ekspor produk manufaktur Indonesia. Akan tetapi, optimisme terhadap peningkatan ekspor produk manufaktur didukung oleh peningkatan ekspor produk tersebut ke sejumlah negara, di antaranya Taiwan (17,55%), Arab Saudi (15,36%) dan Swiss (1064,73%).
30
Tabel 3-3. Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Negara Tujuan: Jan–Nov 2015
Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS (2015)
Dilihat dari kontribusi produk manufaktur terhadap produk primer dari total ekspor, pada periode Januari - Oktober 2015 telah mencapai 80,91% atau meningkat 0,35% dari periode yang sama pada tahun 2014 yang mencapai 80,56%. Hal ini sudah melebihi target kontribusi produk manufaktur terhadap produk primer yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 sebesar 44%. Sehingga persentase capaian kinerja untuk periode Januari – Oktober 2015 sebesar 183,88%. Jika ditelusuri selama beberapa tahun terakhir, yakni periode tahun 2010 2015, kontribusi
produk manufaktur terhadap total ekspor nonmigas
menunjukkan persentase yang fluktuatif. Dari periode tahun 2010 - 2013, kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor nonmigas berada di kisaran 75%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang konstan dan signifikan dari kontribusi ekspor produk manufaktur Indonesia terhadap produk primer dari total ekspor Indonesia ke dunia. Bagan 3-3. Kontribusi Produk Manufaktur terhadap Total Ekspor, 2010-2015
31
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Dalam upaya meningkatkan ekspor komoditas yang memiliki nilai tambah melalui proses hilirisasi, Kementerian Perdagangan mendorong para eksportir untuk terus meningkatkan nilai tambah dari produk yang akan diekspor melalui berbagai kegiatan pendampingan pengembangan produk dan desain produk. Tujuan dari peningkatan nilai tambah produk ekspor ini selain untuk meningkatkan nilai ekspor Indonesia, juga untuk menjadikan Indonesia semakin dikenal sebagai eksportir produk-produk manufaktur yang berkualitas baik, bukan hanya sebagai eksportir komoditas produk primer (raw material) yang tidak memerlukan proses pengolahan lebih lanjut. Konsep hilirisasi ini akan semakin meningkatkan produktivitas Indonesia karena akan memunculkan industri-industri baru yang akan banyak menyerap tenaga kerja terlatih.
IK 3: Pertumbuhan Ekspor Jasa Jasa dan sektor-sektor terkait jasa berpotensi mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mempercepat pencapaian visi pembangunan, mengingat jasa dan sektor-sektor terkait jasa memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian Indonesia. Dalam hal pertambahan nilai, jasa mempunyai kontribusi sebesar 45% terhadap PDB pada tahun 2000 dan meningkat cukup besar menjadi 55,1% terhadap PDB pada tahun 2013. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan pertumbuhan tahunan ekspor jasa adalah berkisar 12,0 – 14,0%. Pertumbuhan ekspor di sektor jasa sampai dengan kuartal III (JanuariSeptember) tahun 2015 mengalami penurunan 5,5%, dari US$ 17.305,08 juta pada tahun 2014 menjadi US$ 16.355,98 juta pada tahun 2015 atau setara dengan US$ 949,10 juta. 32
Penurunan ekspor jasa tersebut disebabkan masih terjadinya pelemahan ekonomi dunia dan belum adanya program-program pemerintah yang dapat meningkatkan efesiensi dan kinerja ekspor jasa. Namun demikian, di sisi lain, kita dapat melihat bahwa penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk nurse dan careworker di pasar Jepang dalam rangka kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), mengalami penigkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, total TKI Indonesia yang ditempatkan di pasar Jepang untuk Nurse dan Careworker sebanyak 278 orang TKI atau mengalami peningkatan sebesar 49% jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 187 orang TKI. Secara total dari tahun 2008 sampai tahun 2015, Indonesia telah menempatkan TKI untuk Nurse dan Caregiver sebanyak 1513 orang TKI, jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang ditempatkan oleh Filipina dan Vietnam, dengan total masing-masing sebanyak 967 dan 138 orang tenaga kerja. Selain itu, dalam kerangka kerja sama ASEAN, pada bulan April 2015, Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on the Movement of Natural Persons melalui Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2015. Dengan diratikasinya Agreement tersebut, maka diharapkan ekspor TKI (profesional) dapat meningkat yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekspor jasa.
33
Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional di Fora Internasional No 4
Indikator Kinerja Persentase penanganan kasus dalam rangka pengamanan ekspor
Target
Realisasi
% Capaian
100%
100%
100%
100%
143%
76%
127%
5
Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional
70%
6
Presentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional
60%
IK 4: Persentase Penanganan Kasus dalam rangka Pengamanan Ekspor Indikator kinerja pertama yang mendukung pencapaian sasaran: “Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional di Fora Internasional” adalah Persentase Penanganan Kasus dalam rangka Pengamanan Ekspor. Melalui penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi, dan safeguard diharapkan dapat menjaga daya saing dan mengamankan akses pasar ekspor produk Indonesia dengan terhindarnya produk Indonesia dari bea masuk tambahan akibat dari tuduhan tersebut. Selama Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menangani sebanyak 36 kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard dan berhasil menangani seluruh kasus tersebut dengan berbagai tahapan penanganannya. Secara rinci, 36 kasus tuduhan tersebut adalah 23 kasus tuduhan dumping, 3 kasus tuduhan subsidi, dan 10 kasus tuduhan safeguard. Secara grafik, jenis dan porsi kasus yang ditangani sepanjang tahun 2015 dapat ditampilkan sebagai berikut: Bagan 3-4. Jenis dan Porsi Kasus Tahun 2015
Dumping
Safeguard
Subsidi
34
Sebagaimana ditunjukkan pada Bagan 3-2 kasus dumping merupakan kasus yang paling banyak ditangani yaitu 23 buah kasus diikuti secara berturut – turut kasus safeguard sebanyak 10 buah dan kasus subsidi sebanyak 3 buah. Hasil terbaik yang ingin dicapai setelah rangkaian penanganan kasus adalah keputusan penghentian penyelidikan oleh pihak penuduh. Berikut kasuskasus yang dihentikan penyelidikannya sepanjang tahun 2015: 1.
Kasus tuduhan subsidi produk Certain Oil Country Tubular Goods oleh Kanada: Pada tanggal 2 April 2015 CITT telah mengeluarkan hasil akhir mengenai penyelidikan penilaian kerugian yang dialami industri domestik Kanada akibat impor OCTG yang dituduh mengandung subsidi. Berdasarkan hasil penyelidikan, volume impor OCTG yang mengandung subsidi adalah negligible sehingga CITT menghentikan penyelidikan terkait subsidi atas impor OCTG dari Indonesia.
2.
Kasus tuduhan dumping produk rod in coils oleh Australia : Pada tanggal 13 Mei 2015, pihak otoritas telah mengeluarkan hasil akhir penyelidikan atas kasus ini. PT. Gunung Raja Paksi dan eksportir lainnya dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 10,1% sementara importasi produk Rod in Coils dari PT. Ispat Indo tidak ditemukan adanya dumping (margin dumping -0,7%).
3.
Kasus tuduhan safeguard produk news print oleh Filipina : : Tanggal 5 Mei 2015 DTI Filipina telah menyampaikan notifikasi Definitive General Safeguard Measure on the Importations of Newsprint from Various Countries berupa pengenaan safeguard measure sebesar 980.00 Peso per MT untuk tahun pertama, 800.00 Peso per MT untuk tahun kedua, dan 640.00 Peso per MT untuk tahun ketiga. Selain itu, dalam Annex A disebutkan bahwa DTI Filipina memberikan pengecualian bagi Indonesia dikarenakan memenuhi aturan de minimis (tidak melebihi 3 (tiga) persen).
Sementara itu, terdapat pula keputusan untuk pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD)/Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas suatu produk oleh negara penuduh sepanjang tahun 2015 sebagaimana diuraikan berikut ini: 1.
Kasus Tuduhan Safeguard Produk Saturated Fatty Alcohols oleh India: DG Safeguard telah mengeluarkan Final Determination pada tanggal 13 Maret 2015 dengan besaran BMTP sebesar Tahun 1:20%; Tahun 2: 18%; Tahun3: 12 % Pemberlakuan selama 2 tahun 6 bulan ditambah dengan pengenaan provisional safeguard measure selama 200 hari sebelum pengenaan final determination.
2.
Kasus tuduhan dumping produk Polyethylene Terephthalate (PET) oleh Malaysia: Otoritas Malaysia telah mengeluarkan Final Determination dengan BMAD untuk Indonesia sebesar 2,87% s.d 7,21% TMT: 10 Maret 2015.
35
3.
Kasus tuduhan dumping produk Yarn of Man Made Staple Fibers oleh Turki: Pemerintah Turki mengeluarkan hasil final determination dengan besaran BMAD USD 48 – USD 240 per ton tertanggal 17 Desember 2014. Besaran BMAD tersebut sama dengan BMAD pada original investigation. Informasi ini baru diterima pada pertengahan Januari 2015.
4.
Kasus tuduhan dumping produk Certain Oil Country Tubular Goods oleh Kanada: Pada tanggal 2 April 2015 CITT telah mengeluarkan hasil akhir mengenai penyelidikan penilaian kerugian yang dialami industri domestik Kanada akibat impor OCTG yang dituduh dumping. Berdasarkan hasil penyelidikan, CITT memutuskan bahwa impor OCTG yang dijual dengan harga dumping dari negara-negara tertuduh terbukti memberikan ancaman kerugian bagi industri domestik Kanada. PT. Citra Tubindo dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 6,4% sementara perusahaan lainnya dikenakan BMAD sebesar 37,4%.
5.
Kasus tuduhan safeguard produk Saturated Fatty Alcohols oleh India, terkait dengan hal ini Pada tanggal 26 Mei 2015 WTO telah mempublikasikan notifikasi retaliasi yang diajukan Indonesia untuk kasus safeguard saturated fatty alcohols oleh India.
6.
Kasus tuduhan dumping produk Hot Rolled Coils (HRC) oleh Malaysia: MITI mengeluarkan surat pemberitahuan perihal penolakan terhadap pengajuan price undertaking yang diajukan oleh PT Krakatau Steel. menindaklanjuti hal tersebut Pemri melakukan konsultasi dengan ACWL adapun hasil konsultasi tersebut ACWL menjelaskan Indonesia tidak memiliki dasar apabila menggugat sikap MITI karena menolak permohonan price undertaking PT KS karena berdasarkan artikel 8.3 Otoritas negara penuduh bebas untuk menerima atau menolak permohonan price undertaking yang diajukan oleh eksportir.
7.
Kasus tuduhan dumping produk Yarn of Man Made Staple Fibers oleh Turki: Pada tanggal 17 April 2015 Otoritas Anti Dumping Turki telah mengeluarkan hasil Final Determination yang memutuskan untuk memperpanjang pengenaan Bea masuk Anti Dumping dengan besaran yang sama seperti pengenaan tarif sebelumnya yaitu USD 0/kg s.d. USD 0.40/ kg TMT 17 April 2015.
Sepanjang Tahun 2015, untuk kasus-kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard, negara yang paling banyak melakukan tuduhan adalah negara maju yaitu India dan Turki masing-masing sebanyak 7 (tujuh) kasus. Penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 3-4. Penanganan Tuduhan Dumping, Subsidi dan Safeguard Menurut Negara (2015)
36
No
Negara Penuduh
Produk
Jenis Tuduhan
1
India
2-Ethyl Hexanol
Dumping
2
India
Saturated Fatty Alcohols
Safeguard
3
India
Float Glass
Dumping
4
India
Plain Medium Density Fibre Board (MDF)
Dumping
5
India
Purified Terephthalic Acid (PTA)
Dumping
6
India
Hot Rolled Flat Products of Non Alloy and Other Alloy Steel in Coils of a Width of 600 mm or more
Safeguard
7
India
Viscose Staple Fibre Excluding Bamboo Vibre
Dumping
8
Turki
Polyester Textured Yarn (PTY)
Dumping
9
Turki
Yarn of Man Made Staple Fibers
Dumping
10
Turki
Printing and Writing Paper
Safeguard
11
Turki
Porcelain and Ceramic Kitchenware and Tableware
Safeguard
12
Turki
Ban Luar Sepeda Motor (Pneumatic tyres new of rubber for motorcycles) ; Ban Dalam Sepeda Motor (Inner tubes of rubber except bicycle or motor vehicle)
Dumping
13
Turki
Ban Luar Sepeda dan Ban Dalam Sepeda
Dumping
14
Turki
Stoppers, Lids of Glass
Dumping
15
USA
Hot Rolled Coils (HRC)
Dumping
16
USA
Certain Coated Paper (DS491)
17
USA
Certain Uncoated Paper
Dumping
18
USA
Certain Uncoated Paper
Subsidi
19
USA
Certain Oil Country Tubular Goods (OCTG)
20
Malaysia
Hot Rolled Plate (HRP)
Safeguard
21
Malaysia
Polyethylene Terephthalate/PET
Dumping
22
Malaysia
Cold Rolled Stainless Steel in Coils
Dumping
Dumping & Subsidi
Scope Rulling
37
No
Negara Penuduh
23
Malaysia
Hot Rolled Coils (HRC)
Safeguard
24
Uni Eropa
Fatty Alcohol
Dumping
25
Uni Eropa
Biodiesel
Dumping
26
Uni Eropa
Sodium Cyclamate
Dumping
27
Kanada
Certain Oil Country Tubular Goods
Subsidi
28
Kanada
Certain Oil Country Tubular Goods
Dumping
29
Filipina
Newsprint
Safeguard
30
Filipina
Galvanized Iron/GI and Prepainted Galvanized Iron/PPGI
Safeguards
31
Thailand
Flat Hot-Rolled Steel in Coils and not in Coils
Dumping
32
Australia
Rod in Coils
Dumping
33
Pakistan
Hydrogen Peroxyde
Dumping
34
Vietnam
Monosodium Glutamate (MSG)
Safeguard
35
Brasil
Porselen Perlengkapan Meja
India
Hot Rolled Flat Sheets and Plates (Excluding Hot Rolled Flat Products in Coil Form) of Alloy or NonAlloy Steel
36
Produk
Jenis Tuduhan
Anti Dumping Circumvention
Safeguard
IK 5: Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional Pengamanan kebijakan perdagangan melalui klarifikasi atas pertanyaan/tanggapan terkait kebijakan perdagangan R.I. di luar negeri, merupakan langkah Indonesia untuk dapat terhindar dari proses sengketa perdagangan yang mungkin diajukan oleh negara mitra dagang. Target yang ingin dicapai untuk indikator ini adalah 70% pada tahun 2015. Indikator didapatkan dari total yang dapat diklarifikasi dibagi total pertanyaan/tanggapan/keberatan terhadap kebijakan nasional terkait perdagangan yang masuk dari negara lain dikali seratus persen. Indikator ini menggambarkan kinerja diplomasi yang dapat mengamankan kepentingan nasional di fora internasional. Selama keberatan dimaksud tidak masuk ke Panel DSB WTO maka dianggap keberatan dari negara lain tersebut dapat diklarifikasi. 38
Sepanjang tahun 2015, terdapat (10) sepuluh pertanyaan/tanggapan yang diterima oleh Indonesia, dan Kementerian Perdagangan telah melakukan klarifikasi atas kebijakan nasional Indonesia terkait perdagangan yang dipertanyakan oleh negara anggota WTO terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. Dari total keseluruhan pertanyaan yang masuk tersebut, hingga akhir tahun 2015 seluruhnya dapat diklarifikasi atau diselesaikan, sehingga tidak dilanjutkan pada Dispute Settlement Body (DSB). Berdasarkan penjelesan di atas, maka realisasi persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional adalah sebesar 100% atau dengan persetase capaian sebesar 143%. Berikut adalah beberapa kebijakan dan penyelesaian isu yang masuk dan diklarifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2015, antara lain: 1. Permenperin No. 69/M-IND/PER/9/2014 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Industri Elektronika dan Informatika Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia dan Uni Eropa mempertanyakan kebijakan tersebut antara lain terkait dengan notifikasi draft regulasi, transparansi, time-frame bagi perusahaan untuk menyesuaikan produknya dengan kebijakan tersebut dan prosedur pengujian serta sertifikasi. Secara khusus, Uni Eropa juga meminta Pemerintah Indonesia untuk mengakui sertifikat uji yang diterbitkan oleh laboratorium di luar Indonesia yang menerapkan standar internasional. Pemerintah Indonesia memberikan tanggapan bahwa dalam proses pembuatan draft ini, Indonesia mempertimbangkan masukan dan concern dari semua stakeholder baik vendor domestik maupun asing dan melakukan konsultasi publik sebagai bentuk pelaksanaan prinsip transparansi, untuk memastikan bahwa regulasi ini telah sesuai dengan ketentuan WTO dan peraturan internasional. Kemudian berkaitan dengan penerapan standar, Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia mengadopsi standar teknologi yang di susun oleh lembaga standar yang memiliki reputasi internasional dan diakui secara luas oleh negara negara di dunia. 2. Permenkominfo No. 27 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution (Alat Telekomunikasi Berspektrum 4GLTE) AS meminta klarifikasi terkait kebijakan tersebut yang dinilai tumpang tindih antara Permenperin No. 69/M-IND/PER/9/2014 dan Rencana Permenkoninfo mengenai ketentuan nilai TKDN untuk produk smartphone 4G LTE (pada waktu itu peraturan ini belum diundangkan). Sedangkan EU meminta informasi terbaru atas perkembangan draft regulasi tersebut terutama terkait dengan standar dan menanyakan apakah hasil uji dari laboratorium di luar negeri diakui oleh Indonesia. 39
Menanggapi pertanyaan tersebut, Pemerintah Indonesia menyampaikan bahwa peraturan yang akan diberlakukan bersifat saling melengkapi dan tidak akan menyebabkan tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Pemerintah Indonesia juga menyampaikan bahwa Draft Permenkominfo pada saat ini masih dalam pembahasan serta konsultasi internal dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait dan bahwa sebagian besar isi dari draft regulasi tersebut mengatur tentang standar dan telah disesuaikan dengan standar internasional. Ketentuan terkait local content hanya diatur dalam 1-2 pasal. Dalam hal penyusunan draft regulasi, Indonesia berupaya agar prosesnya berlangsung secara transparan dan terbuka dengan melibatkan semua stakehoder yang terkait. Untuk keberterimaan hasil uji laboratorium yang berlokasi di luar negeri, Indonensia menyampaikan bahwa hasil uji yang dilakukan oleh laboratorium di luar negeri akan diakui apabila laboratorium tersebut menerapkan standar internasional. 3. Permentan No. 139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah R.I. beserta Perubahannya No. 02/Permentan/PD.410/1/2015 - G/TBT/N/IDN/98 Kanada dan Australia menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah R.I. akan berdampak terhadap ekspor produk daging ke Indonesia. Industri di Australia telah merasakan dampak akibat pemberlakuan regulasi tersebut, sementara itu, Kanada mempertanyakan bagaimana perlakuan terhadap produk yang berasal dari negara asal dibandingkan dengan produk domestik serta tujuan regulasi tersebut. Pemerintah Indonesia melakukan klarifikasi bahwa Peraturan ini bukan bertujuan untuk membatasi impor atau mengganggu perdagangan Indonesia dengan negara mitra dagang namun tujuan aturan ini adalah untuk melindungi kesehatan konsumen Indonesia dari resiko penyakit yang disebabkan oleh residu hormon yag terkandung dalam “jeroan”. Regulasi ini juga mewajibkan produk daging yang diekspor ke Indonesia merupakan produk halal dan diproduksi dengan sistem produksi yang halal. Dalam ketentuan ini juga dipersyaratkan bahwa petugas penyembelih adalah Muslim. Kemudian terkait dengan metode penyembelihan, persyaratan penyembelihan hewan secara manual yang diatur oleh Indonesia telah sesuai dengan Codex Alimentarius Commission CAC-GL 24-1997 Article 3.2 tentang Penyembelihan. 4. Indonesia telah melakukan klarifikasi kebijakan R.I. tekait ketentuan impor minerba dengan Jepang. Jepang menganggap bahwa kebijakan Indonesia dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba, merupakan hambatan perdagangan. Dalam UU tersebut Pemerintah R.I. mewajibkan setiap perusahaan mineral dan 40
tambang untuk mengolah dan memurnikan terlebih dahulu bahan mentah tambang dengan menggunakan sebuah fasilitas bernama smelter sebelum diekspor. Undang-Undang pertambangan mineral dan Batubara telah menegaskan bahwa tanpa memiliki smelter, industri pertambangan dalam negeri tidak bisa lagi mengekspor minerba mentah ke negara manapun Undang-Undang pertambangan mineral dan Batubara telah menegaskan bahwa tanpa memiliki smelter, industri pertambangan dalam negeri tidak bisa lagi mengekspor minerba mentah ke negara manapun. Jepang selama ini dikenal sebagai produsen stainless steel terbesar dunia dan sangat tergantung dengan import bahan mentah dari Indonesia. Jepang telah beberapa kali melakukan pertemuan bilateral dengan Indonesia untuk membahas terkait kebijakan dimaksud dan Indonesia memberikan klarifikasi dan menegaskan bahwa kebijakan dimaksud tidak ditujukan untuk melakukan hambatan perdagangan dan menyampaikan pandangan bahwa Indonesia tetap menjunjung tinggi dan menghormati ketentuanketentuan WTO yang ada. 5. Pengenaan Safeguard measures kepada RRT, Jepang, Taiwan, Malaysia dan Thailand untuk produk Steel Wire Rod. Indonesia dianggap melakukan proteksi ganda atas produk impor berupa safeguard duty dan kebijakan Larangan dan Batasan (Lartas). Pemerintah Indonesia terlah menanggapi bahwa penerapan safeguard measures tersebut sudah konsisten dengan ketentuan WTO dan regulasi domestik dan kebijakan Lartas untuk mengatur tata cara impor produk tersebut. Kementerian Perdagangan terus melakukan koordinasi intensif dengan kementerian terkait guna menyiapkan jawaban/tanggapan Pemerintah Indonesia, sehingga dalam proses klarifikasi tersebut di atas, Indonesia dapat memberikan jawaban/klarfikasi dan terhindar dari porses sengketa perdagangan yang diajukan olen negara mitra ke tingkat yang lebih tinggi atau Dispute Settlement Body (DSB).
IK 6: Presentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional Selain itu meningkatnya pengamanan perdagangan dan kebijakan nasional diukur melalui nilai persentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional. Indikator ini diukur melalui survei dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan pada saat penyelenggaraan sosialisasi/edukasi publik yang dilaksanakan di beberapa daerah baik tingkat provinsi ataupun tingkat kota/kabupaten. Pada tahun 2015, persentase pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional ditargetkan sebesar 60%, dengan realisasi yang didapatkan pada sebesesar 76%. Persenatase tingkat pemahaman tersebut 41
mengalami peningkatan sebesar 23% jika dibandingkan dengan tahun 2014 dengan tingkat pemahaman sebesar 62%. Tingginya realisasi tersebut mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat atas hasil perundingan kerja sama perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan meningkatknya pemahaman tersebut, maka diharapkan masyarakat dapat mengambil manfaat dari hasil kerja sama perdagangan internasional tersebut. Namun, memang pelaksanaan sosialisasi/edukasi publik yang dilaksanakan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan belum bisa menjangkau seluruh kota/kabupaten yang ada diseluruh Indonesia, meningat keterbatasan SDM dan besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga memang belum bisa menggambarkan pemahaman seluruh masyarakat Indonesia. Penyebaran informasi terkait hasil perundingan kerja sama perdagangan internasional memang tidak hanya dilakukan melalui sosialisasi/edukasi publik, Kementerian Perdagangan c.q Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional juga secara berkala menyabarkan informasi melalui leaflet/brosur dan bulletin yang menginformasikan secara singkat tentang hasil dan perkembangan perundingan kerja sama perdagangan internasional. Selain itu, khusus menghadapi pemberlakuan Masyarkat Ekonom ASEAN pada 1 Januari 2016, Kementerian Perdagangan juga telah mendirikan ASEAN Economic Communtiy (AEC) Center yang diluncurkan pada tanggal 28 September 2015, dimana pembentukan AEC Center ini bertujuan untuk memberikan edukasi, konsultansi dan advokasi sebagai bentuk konkrit dari rencana dan aksi Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor No
Indikator Kinerja
Target
7
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama
5,5%
8
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif
9,7%
9
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama
5,9%
REALISASI*
% Capaian
-8,88%
-161,45
-15,20%
-156,70
-9,71%
-164,57
42
10
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif
7,67%
72,36
10,6%
Keterangan: * Data Realisasi Januari-Oktober 2015.
IK 7: Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama Pasar utama produk ekspor Indonesia terdiri dari negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang selama ini menjadi kontributor utama penyerapan produkproduk ekspor asal Indonesia. Strategi diversifikasi pasar yang mendorong pertumbuhan ekspor ke pasar-pasar yang merupakan pasar baru atau emerging market Indonesia tidak serta merta menurunkan upaya untuk terus mengisi pasar ekspor utama Indonesia dengan produk-produk Indonesia, namun lebih kepada upaya untuk mengurangi resiko terjadinya penurunan nilai dan volume ekspor Indonesia ketika pasar ekspor tradisional Indonesia dilanda krisis seperti beberapa tahun yang lalu. Bagan 3-5. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia ke Negara-Negara Pasar Utama 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari - Oktober 2015, nilai ekspor non migas Indonesia ke pasar utama tercatat sebesar US$ 78,39 miliar, mengalami penurunan sebesar 8,88% dari periode yang sama pada tahun 2014. Sementara apabila dilihat dari volume ekspor yang terjadi pada Januari - Oktober 2015, tercatat sebesar 327,03 juta ton (data BPS, diolah Ditjen PEN), mengalami penurunan sebesar 9,41% dari periode sebelumnya. Penurunan nilai ekspor terjadi hampir ke seluruh negara yang merupakan pasar utama Indonesia, di antaranya ekspor ke Amerika Serikat (-2,87%), Tiongkok (-20,10%), Jepang (-9,55%), Singapura (-12,27%) dan Thailand (-7,39%). Walaupun demikian, masih terdapat negara 43
yang menunjukkan peningkatan nilai ekspor pada periode Januari – Oktober 2015, yaitu Filipina (0,25%). Bagan 3-6. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Utama (%): Jan–Okt 2015 (yoy)
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga 2014, ekspor nonmigas Indonesia ke sejumlah negara yang merupakan pasar utama menunjukkan tren positif, walaupun dalam angka yang tidak terlalu signifikan. Tren tertinggi ditunjukkan oleh Filipina, Thailand, dan India, dengan masing-masing sebesar 4,85%, 4,24%, dan 4,20%. Sementara tren negatif ditunjukkan oleh Spanyol, Korea Selatan, dan Thailand dengan masing-masing nilai tren -6,40%, -6,01%, dan 5,73%. Bagan 3-7. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Utama: 2010-2014 (yoy)
44
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika dibandingkan dengan target pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama yang ditetapkan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 5,5%, dapat terlihat bahwa tingkat capaian pada periode Januari - Oktober tahun 2015 ini masih jauh dari harapan (-161,45%). Berdasarkan data dari tahun 2011 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara yang merupakan pasar utama ekspor Indonesia terus mengalami penurunan. Diharapkan, pada tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia ke pasar utama akan meningkat seiring dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 8: Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif Pasar prospektif produk ekspor Indonesia menjadi fokus utama dari strategi diversifikasi pasar ekspor Indonesia. Negara-negara yang masuk kategori emerging market diyakini mampu menopang pertumbuhan ekspor Indonesia ketika negara tradisional diterpa krisis ekonomi sekaligus sebagai upaya untuk melepaskan ketergantungan Indonesia atas negara-negara tujuan ekspor tradisional Indonesia serta untuk memperluas jangkauan pasar produk ekspor Indonesia. Kementerian Perdagangan telah menetapkan negara-negara yang merupakan pasar tujuan ekspor prospektif Indonesia, yaitu Taiwan, Australia, Arab Saudi, Persatuan Emirat Arab, Hongkong, Brazil, Mesir, Turki,
45
Rusia, Meksiko, Myanmar, Afrika Selatan, Nigeria, Ukraina, Kamboja, Argentina, Iran, Peru, dan Cile. Bagan 3-8. Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia ke Pasar Prospektif: 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Pada periode Januari – Oktober 2015, nilai ekspor non migas Indonesia ke pasar prospektif tercatat sebesar US$ 18,29 miliar, mengalami penurunan sebesar 15,20% dari periode yang sama pada tahun 2014. Sementara apabila dilihat dari volume ekspor yang terjadi pada Januari – Oktober 2015, tercatat sebesar 41,33 juta ton (data BPS), mengalami penurunan sebesar 9,97% dari periode sebelumnya. Penurunan nilai ekspor terjadi hampir di seluruh negara yang merupakan pasar prospektif, antara lain Taiwan (-2,20%), Australia (20,58%), Hongkong (-25,96%), Persatuan Emirat Arab (-21,26%), Brazil (23,14%), Turki (-20,97%), Meksiko (-2,85%) dan Afrika Selatan (-52,75%). Namun demikian, ekspor ke sejumlah negara prospektif menunjukkan peningkatan, diantaranya Arab Saudi (15,61%), Rusia (3,64%), Myanmar (6,56%), dan Kamboja (2,19%).
46
Bagan 3-9. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas ke Pasar Prospektif: Jan–Okt 2015 (yoy), dalam persen 15.61
-2.20
-11.86 -20.58
3.64
6.56 -2.85
2.19
1.16
-12.25 -21.26 -23.14 -25.96
-20.97
-17.71 -20.01
-27.48
-48.42 -52.75 Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika dibandingkan dengan target pertumbuhan ekspor nonmigas ke pasar prospektif yang ditetapkan pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 9,7%, dapat terlihat bahwa tingkat capaian pada Januari - Oktober tahun 2015 ini masih jauh dari harapan (-156,70%). Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga 2014, ekspor nonmigas Indonesia ke hampir seluruh negara yang merupakan pasar prospektif menunjukkan tren positif. Tren tertinggi ditunjukkan oleh Myanmar, Peru, dan Nigeria, dengan masing-masing sebesar 19,97%, 18,59%, dan 17,49%. Hanya 4 (empat) negara yang termasuk dalam kategori pasar prospektif yang menunjukkan tren negatif, yakni Iran, Ukraina, Argentina, dan Chile, dengan masing-masing nilai tren -13,22%, -4,75%, -3,90%, dan -3,78%.
47
Tren Nilai Ekspor 2010-2014 19.97 17.49 16.03 13.94 12.39 11.48
15.26 10.28
8.98 2.38
6.83
18.59
6.87
0.32
-3.78
-1.56
-3.90 -4.75
-13.22
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara yang merupakan pasar prospektif ekspor Indonesia cukup fluktuatif. Adapun tren yang ditunjukkan dari periode 2010 2014 secara keseluruhan sebesar 6,01% (periode tahun 2015 belum disertakan karena data belum selesai hingga Desember). Diharapkan, pada tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia ke pasar prospektif akan meningkat seiring dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 9: Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama Selain diversifikasi negara tujuan ekspor, Indonesia juga melakukan diversifikasi produk ekspor. Diversifikasi produk ekspor ditujukan untuk mengurangi ketergantungan ekspor Indonesia pada produk tertentu. Semakin banyak pilihan produk Indonesia yang diekspor, maka akan semakin kuat posisi Indonesia di kancah perdagangan internasional. Pada awal tahun 2014, Kementerian Perdagangan melakukan pengkajian ulang untuk mengelompokkan produk ekspor Indonesia ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu produk utama, produk prospektif, dan produk non migas lainnya. Produk yang masuk dalam kategori produk utama merupakan produk-produk yang memiliki nilai ekspor tertinggi dibandingkan produk lainnya, yaitu sawit (CPO dan turunannya), tekstil dan produk tekstil, 48
elektronik, karet dan produk karet, kayu dan produk kayu (pulp & furnitur), produk kimia, produk logam (metal), mesin-mesin, makanan olahan, dan otomotif. Pada tahun 2015, ditargetkan pertumbuhan ekspor non migas produk utama sebesar 5,9%. Adapun realisasi pada tahun 2015 (data Januari – Oktober 2015) menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas 10 (sepuluh) produk utama mencapai US$ 70,79 miliar atau turun sebesar 9,71% dan dengan tingkat capaian sebesar -164,57% dari target yang ditetapkan. Bagan 3-10. Nilai Ekspor Nonmigas Produk Utama Indonesia Tahun 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Penurunan nilai ekspor terjadi pada hampir seluruh jenis produk utama sebagaimana ditunjukkan pada gambar. Adapun penurunan tertinggi dicatatkan oleh produk kimia, karet dan produk karet, serta produk logam (metal), dengan masing masing nilai pertumbuhan sebesar -19,63%, -17,68%, dan -16,15%. Dari keseluruhan produk, hanya produk otomotif yang menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 9,06%.
49
Bagan 3-11. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama: Januari – Oktober 2015 (yoy), dalam persen
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga 2014, ekspor nonmigas Indonesia ke untuk sebagian besar produk yang termasuk dalam kategori produk utama menunjukkan tren positif. Tren tertinggi ditunjukkan oleh produk otomotif, makanan olahan, dan produk kimia, dengan masing-masing sebesar 17,15%, 12,72%, dan 7,66%. Hanya 3 (tiga) kelompok produk yang termasuk dalam kategori produk utama yang menunjukkan tren negatif, yakni karet dan produk karet, produk logam, serta produk elektronika, dengan masing-masing nilai tren sebesar --9,33%, -5,15%, dan -2,17%.
50
Bagan 3-12. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama Indonesia Periode 2010-2014 (yoy), dalam persen
Tren Nilai Ekspor 2010-2014 17.15 12.72 7.66 3.24
2.12
1.35 -2.17
5.73 -5.15
-9.33
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas Indonesia atas produk-produk yang masuk dalam kategori produk ekspor utama Indonesia cukup fluktuatif. Adapun tren yang ditunjukkan dari periode 2010 - 2014 secara keseluruhan sebesar 1,45% (periode tahun 2015 belum disertakan karena data belum selesai hingga Desember). Diharapkan, pada tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia untuk produkproduk yang termasuk dalam kategori produk utama akan meningkat seiring dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
IK 10: Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif Selain kategori ekspor utama, Kementerian Perdagangan juga menetapkan produk-produk yang dikategorikan dalam produk ekspor prospektif. Adapun produk yang masuk dalam kategori produk prospektif merupakan produk yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut dengan kontribusi ekspor cukup baik, yaitu alas kaki, perhiasan, plastik dan barang dari plastik, udang, ikan dan produk perikanan, kopi, kakao dan olahannya, kerajinan, rempah-rempah, dan kulit dan produk kulit. Produk prospektif memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena terdapatnya peluang yang muncul baik dari sisi pengembangan produk 51
maupun pengembangan pasarnya. Realisasi pada tahun 2015 (data Januari – Oktober 2015) menunjukkan bahwa nilai ekspor non migas untuk produk prospektif mencapai US$ 16,45 miliar atau menunjukkan peningkatan sebesar 7,67% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Bagan 3-13. Nilai Ekspor Nonmigas Produk Prospektif Indonesia: 2010 - 2015
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Target realisasi untuk tahun 2015 adalah 10,6%, dengan demikian tingkat capaian untuk periode Januari - Oktober 2015 sebesar 72,36% dari target yang telah ditetapkan. Peningkatan signfikan ditunjukkan oleh sejumlah kelompok produk, di antaranya perhiasan (meningkat 29,27%), kopi (meningkat 22,80%), dan rempah-rempah (meningkat 49,64%). Bagan 3-14. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk Prospektif Periode Januari – Oktober 2015 (yoy), dalam persen
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
52
Jika ditelusuri sejak beberapa tahun terakhir, yakni periode 2010 hingga 2014, ekspor nonmigas Indonesia untuk sebagian besar produk yang termasuk dalam kategori produk prospektif menunjukkan tren positif. Tren tertinggi ditunjukkan oleh produk perhiasan, komoditas udang, dan produk alas kaki, dengan masing-masing sebesar 26,87%, 16,85%, dan 12,17%. Hanya 1 (satu) kelompok produk yang termasuk dalam kategori produk prospektif yang menunjukkan tren negatif, yakni komoditi coklat (kakao), dengan nilai tren sebesar -7,28%. Bagan 3-15. Tren Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Produk-Produk Utama Indonesia Periode 2010-2014 (yoy), dalam persen 26.87
16.85 12.17
10.43 5.49
6.32
5.44
4.69
2.63 -7.28
Sumber: BPS (diolah Ditjen PEN, Kemendag)
Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas Indonesia atas produk-produk yang masuk dalam kategori produk ekspor prospektif Indonesia menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Adapun tren yang ditunjukkan dari periode 2010 - 2014 secara keseluruhan sebesar 10,40% (periode tahun 2015 belum disertakan karena data belum selesai hingga Desember). Diharapkan, pada tahun berikutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia untuk produk-produk yang termasuk dalam kategori produk prospektif akan meningkat seiring dengan berbagai program yang akan dilaksanakan untuk tahun-tahun selanjutnya. Program dan kegiatan Kementerian Perdagangan yang ditujukan untuk peningkatan ekspor antara lain program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.
Sasaran Strategis 4: Menurunnya Hambatan Akses Pasar (Tarif dan Non Tarif) 53
No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
11
Penurunan index Non - Tariff Measures 38,32
44,09
84,9%
Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra(perbedaan dari baseline 2013)
9,05
9,31
Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal Preferensi
6%
37%
(baseline tahun 2013 berdasarkan data WTO) 12
13
1
97,13%
617%
Keterangan: 1 Penghitungan menggunakan realisasi kinerja ekspor tahun 2014.
IK 11: Penurunan Non-Tariff Measures Index Pengukuran indikator Non Tariff Measure (NTM), umumnya suatu negara akan merujuk pada indikator yang digunakan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Adapun dalam situs resmi WTO, terdapat database khusus yang menghitung besaran NTM di setiap negara anggota yang dinamakan Integrated Trade Intelligence Portal (I-TIP). Dalam statistik tersebut, dapat terlihat perkembangan kebijakan NTM yang dikenakan oleh suatu negara terhadap barang yang diekspor oleh negara mitra dagang. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan penurunan nilai index NTM sebesar 38,32 dengan realisasi 44,09 atau dengan persentase capaian sebesar 84,94%. Capaian index NTM tersebut memang masih belum memenuhi target yang ditetapkan. Namun demikian, nilai index tersebut, masih lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai index tahun 2014, yaitu sebesar 58,06. Nilai index tersebut didapat dari observasi data kebijakan NTM yang diterapkan oleh lima negara mitra dagang utama yaitu Jepang, China, Amerika Serikat, India, dan Singapura yang merupakan tolak ukur keberhasilan penurunan NTM secara umum yang notabene merupakan lima besar negara pangsa ekspor Indonesia. Adapun jenis NTM yang diobservasi antara lain Anti dumping (ADP), Safeguards (SG), Sanitary and Phytosanitary (SPS) Emergency and Regular, Special Safeguard (SSG), Technical Barriers to Trade (TBT), Countervailing (CV). Status NTM yang diobservasi adalah NTM yang bersifat in force atau yang telah ditetapkan, dengan periode NTM per tahun selama 10 tahun.
54
Tabel 3-5. Perkembangan Kebijakan NTM in force per tahun Negara Mitra Dagang Utama Indonesia Periode 2002-2015 2002
China India Japan Singapore United States of America
2003
1
1
4
3
8
11
0
54
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
0
0 0 17 0
0 2 6 0
0 1 13 0
1 2 13 0
5 5 8 1
13 6 17 1
104 6 20 3
8 4 22 6
8 5 19 5
2 4 9 7
2 6 14 4
12 1 11 3
66
84
66
76
120
102
163
145
190
160
139
106
69
Sumber: WTO (DIolah oleh Ditjen PPI Kemendag, 2015)
Setelah memperoleh data tersebut, masing-masing total NTM untuk setiap negara dibobot berdasarkan pangsa pasar ekspor masing-masing negara. Pangsa pasar ekspor dihitung berdasarkan total nilai ekspor kelima negara. Selanjutnya, nilai terbobot lima negara dijumlahkan sehingga diperoleh total NTM terbobot dari kelima negara mitra. Sebagai upaya untuk dapat menurunkan nilai index NTM tersebut, Kementerian Perdagangan secara aktif berkoordinasi dengan seluruh stakeholders untuk menyiapkan posisi Indonesia terkait kebijakan-kebijakan negara mitra yang dapat menghambat akses pasar ekspor Indonesia yang kemudian disampaikan pada sidang-sidang di forum WTO maupun pada pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara bilateral.
IK12: Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra perbedaan dari baseline 2013 Dalam upaya meningkatkan peran perdagangan internasional bagi pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah melakukan berbagai kerja sama perdagangan internasional guna menurunkan hambatan tarif dan non tarif yang diharapkan dapat meningkatkan keunggulan komparatif produk nasional di pasar negara partner. Pencapaian penurunan tarif sebagai hasil kerja sama perdagangan internasional dapat diukur indikator rata-rata tarif sederhana maupun rata-rata tarif terbobot. Dalam rata-rata tarif sederhana, nampak bahwa penurunan tarif masingmasing produk dijumlahkan dan dibagi populasi. Ini artinya, upaya penurunan tarif impor di negara tujuan ekspor pada sektor yang tidak memiliki ekspor juga akan menurunkan rata-rata tarif sederhana sehingga penurunan tarif tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh domestik. Sementara itu, rata-rata tarif terbobot, memberikan bobot yang kecil pada sektor yang memiliki ekspor kecil dan memberikan bobot yang besar pada sektor yang memiliki ekspor besar. Artinya, penurunan tarif impor di negara tujuan ekspor pada sektor yang nilai ekspornya kecil tidak banyak berpengaruh terhadap pencapaian target penurunan tarif impor di negara partner,demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu indikator rata-rata tarif terbobot lebih baik digunakan sebagai indikator pencapaian penurunan tarif dalam kerja sama 55
perdagangan internasional. Hal ini dimaksudkan untuk meningkakan konsentrasi permintaan penurunan tarif di negara-negara dan di sektor-sektor yang masih memiliki hambatan tarif yang tinggi. Target tahunan penurunan rata-rata tarif terbobot didasarkan pada perkiraan proyeksi penyelesaian perundingan dengan negara partner, nilai ekspor ke negara tersebut dan proyeksi penurunan tarif impor yang diperoleh dari negara impor tersebut. Rata-rata penurunan tarif terbobot di negara mitra dihitung berdasarkan komitmen Jepang China, Korea, India, Australia, dan New Zealand terhadap Indonesia pada Perundingan ASEAN dengan Mitra Dialog.) Adapun besarnya target penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra selama periode 2015-2019 adalah sebesar 2,2. Lebih rinci, ditargetkan terjadi penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra dari 9,05 pada tahun 2015. Berdasarkan penjelasan di atas, pada tahun 2015, capaian indikator penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra sebesar 9,31 atau dengan persentase capaian sebesar 97,13%. Nilai tersebut memang masih belum mencapai target yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh menurunya kinerja ekspor Indonesia, dan Indonesia masih belum bisa menikmati konsesi penurunan tarif dalam kerangka ASEAN-Jepang CEP karena Indonesia belum menyelesaikan proses harmonisasi tarif. Namun demikian, berdasarkan hasil rapat koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan c.q Ditjen Bea dan Cukai akan melakukan harmonisasi tarif dimaksud, sehingga Indonesia dapat segera menikmati konsesi penurunan tarif untuk ekspor ke Jepang.
IK13: Pertumbuhan Nilai Ekspor yang Menggunakan SKA Preferensi Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi merupakan dokumen yang berfungsi sebagai persyaratan dalam memperoleh preferensi, yang disertakan pada barang ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas pembebasan sebagian atau seluruh bea masuk, yang diberikan oleh suatu negara/kelompok negara tertentu. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menetapkan pertumbuhan nilai eskpor yang menggunakan SKA Preferensi dengan target sebesar 6%. Selain bertujuan untuk mengukur kinerja Kementerian Perdagangan dalam rangka menurunkan hambatan perdagangan dalam hal ini penurunan tarif, penetapan indikator ini juga dapat melihat seberapa besar manfaat dari hasil perundingan kerja sama perdagangan internasional yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara mitra. Kerja sama FTA dalam kerangka regional yang melibatkan Indonesia baik di lingkup internal ASEAN maupun eksternal ASEAN (ASEAN+1), yaitu: ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang menggunakan SKA Form D; ASEANIndia FTA, yang menggunakan SKA Form AI; ASEAN-Korea FTA, yang 56
menggunakan SKA Form AK; ASEAN-Australia-New Zealand yang menggunakan SKA Form AANZ; dan ASEAN-China FTA yang menggunakan SKA Form E. Sedangkan dalam kerangka kerja sama bilateral, yaitu IndonesiaJapan EPA, yang menggunakan SKA Form IJEPA dan Indonesia-Pakistan PTA, yang menggunakan Form IP. Tabel 3-6. Realisasi Pertumbuhan Nilai Ekspor yang Menggunakan SKA Preferensi 2014 No
Jenis Form
1
FORM AANZ
Jumlah SKA 45.129
2.836.990.728,06
2
FORM AI
27.174
10.471.939.172,68
3
FORM AK
49.605
9.526.328.005,56
4
FORM D
151.914
16.615.784.883,25
5
FORM E
68.691
15.566.899.413,43
6
FORM IJEPA
71.192
7
FORM IP TOTAL
2015
Total FOB (USD)
Pertumbuh an Jumlah SKA
Pertumbuh an Nilai FOB
5.184.297.824
2.347.307.095,67
Total SKA 91.015
2%
-17%
13.625.310.922,52
57.681
24.097.250.095
12%
30%
12.374.209.401,28
99.467
21.900.537.407
1%
30%
154.281
18.761.946.686,62
306.195
35.377.731.570
2%
13%
69.973
33.018.706.539,16
138.664
48.585.605.953
2%
112%
9.921.314.797,25
71.632
9.482.976.040,30
142.824
19.404.290.838
1%
-4%
8.910
1.467.115.000,98
9.447
1.476.424.872,35
18.357
2.943.539.873
422.615
66.406.372.001
431.588
91.086.881.558
854.203
157.493.253.559
6% 2%
1% 37%
Nilai FOB (USD)
Jumlah SKA 45.886
TOTAL
30.507 49.862
Nilai FOB (USD)
Sumber: Ditjen Daglu, Kemendag.
Jika melihat pada tabel di atas, bahwa pada tahun 2015 terjadi peningkatan nilai ekspor yang menggunakan SKA Preferensi sebesar 37% atau dengan nilai sebesar US$ 91,086 juta jika dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2014 yang hanya sebesar US$ 66,046 juta. Jika mengacu pada target yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan yaitu sebesar 6%, maka realisasi capaian kinerja pertumbuhan nilai ekspor berdsarkan SKA Preferensi adalah sebesar 617%. Tingginya realisasi tersebut didukung dengan usaha Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para stakeholders untuk dapat memanfaatkan hasil FTA melalui berbagai forum, baik dalam bentuk sosialisasi maupun konsultasi publik.
57
Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Promosi Citra Produk Ekspor (Nation Branding) No 14
Indikator Kinerja Skor dimensi ekspor dalam Simon Anholt Nation Branding Index (NBI)
Target
Realisasi
% Capaian
45-46
46,67
103,7%
IK 14: Nation Branding Index (NBI) Citra suatu negara di dunia internasional biasanya diukur melalui peringkat suatu negara menurut Nation Branding Index (NBI) yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survey independen asing. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan c.q. Ditjen PEN mengambil hasil Nation Branding Index (NBI) yang disusun oleh Simon Anholt. Indeks tersebut merupakan hasil penggabungan dari sejumlah dimensi yang dianggap berpengaruh terhadap branding suatu negara, yakni pariwisata, ekspor, pemerintahan, investasi dan imigrasi, kebudayaan, dan masyarakat. Namun demikian, Kementerian Perdagangan hanya memfokuskan kegiatan nation branding pada dimensi ekspor. Pada tahun 2015, skor dimensi ekspor NBI Indonesia mencapai angka 46,67. Secara spesifik, skor dimensi ekspor ini merupakan akumulasi dari jawaban responden atas beberapa atribut yang terkait dengan persepsi masyarakat dunia terhadap ekspor Indonesia. Atribut tersebut antara lain berkaitan dengan kontribusi Indonesia terhadap inovasi di bidang ilmu pengetahuan, pengaruh negara asal (country of origin) terhadap keinginan masyarakat global untuk membeli suatu produk, dan derajat kreativitas suatu negara. Jika dibandingkan dengan skor dimensi ekspor tahun 2014, skor NBI dimensi ekspor tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,17 poin. Adapun skor dimensi ekspor NBI tahun 2014 adalah sebesar 46,5. Tingkat capaian yang ditunjukkan pada tahun 2015 dibandingkan dengan target yang ditetapkan adalah 103,7%. Walaupun menunjukkan peningkatan dari sisi skor, peringkat Indonesia pada dimensi ekspor di tahun 2015 mengalami penurunan sedikit dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat ke-39 dari 50 negara, sementara di tahun 2014 Indonesia menduduki posisi ke-38. Bagan 3-16. Nilai Dimensi Ekspor NBI Simon Anholt 2011 - 2015
58
Sumber: Simon Anholt NBI (Diolah Ditjen PEN Kemendag, 2015)
Mesir masih menjadi negara dengan opini paling baik untuk citra Indonesia (peringkat 30). Setelah Mesir, negara yang memberikan opini paling baik adalah Jepang yang diikuti oleh beberapa negara emerging market yaitu Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Rusia, India dan Meksiko. Di sisi berbeda, Kanada merupakan negara dengan penilaian terburuk bagi Indonesia, demikian pula dengan sejumlah negara lainnya RRT, Brasil, Polandia, Italia, dan Australia. Apabila dilihat dari atribut individual, Indonesia memiliki kinerja terbaik dari sisi “ilmu pengetahuan/sains”. Terkait atribut dimaksud, Indonesia diapresiasi secara baik oleh Mesir, Jepang, Afrika Selatan, dan Korea Selatan. Sementara itu dari atribut “reputasi sebagai negara kreatif”, negara-negara yang memberikan respon positif juga merupakan negara-negara yang memberikan nilai baik pada atribut “ilmu pengetahuan”. Pada survey yang dilakukan di tahun 2015, NBI Simon Anholt melibatkan 20 negara panel yang selanjutnya memberikan persepsi mereka terhadap 50 negara yang disurvey. Dua puluh negara tersebut adalah Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Swedia, Rusia, Polandia, Turki, Jepang, RRT, Korea Selatan, India, Australia, Argentina, Brazil, Meksiko, Mesir, dan Afrika Selatan. Di antara ke-20 negara tersebut, Mesir merupakan negara dengan opini paling baik untuk citra ekspor Indonesia, diikuti oleh India, Meksiko, dan Brazil. Sementara itu, negara yang memberikan respon paling buruk terhadap citra ekspor Indonesia adalah Jerman, Korea Selatan, dan Polandia. Untuk keseluruhan sub atribut pada dimensi ekspor, Indonesia menduduki peringkat yang bervariasi, yakni peringkat 37 untuk sub atribut reputasi atas ilmu pengetahuan dan teknologi, peringkat 39 pada sub atribut “reputasi dari pengalaman pembelian produk” dan sub atribut “reputasi sebagai negara kreatif”. Adapun untuk sub atribut “reputasi terhadap negara sebagai tempat untuk berbisnis dan berlibur”, “favorability”, dan “familiarity”, Indonesia memperoleh peringkat berturut-turut yakni peringkat 41, 42, dan 44. 59
Peringkat terbaik Indonesia ditunjukkan pada sub atribut “reputasi atas pengalaman pembelian produk dan hasil kunjungan website” dimana Indonesia meraih peringkat 34 dari 50 negara. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, untuk dimensi ekspor di tahun 2015, Indonesia masih berada di bawah negara-negara lain seperti Singapura (peringkat 22), Thailand (peringkat 32). Akan tetapi jika dibandingkan dengan perbaikan skor dimensi ekspor, peningkatan skor kedua negara tersebut pada tahun 2015 masih di bawah Indonesia. Untuk negaranegara Asia lainnya, Indonesia juga berada di bawah Jepang (peringkat 2), RRT (peringkat 12), Korea Selatan (peringkat 13), Taiwan (peringkat 24), dan India (peringkat 26). Sebagai upaya untuk membangun citra Indonesia di mata dunia, pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan c.q. Ditjen PEN telah melakukan sejumlah upaya, antara lain pembuatan materi iklan televisi (television commercial/TVC) untuk Nation Branding yang mengangkat mengenai kopi nusantara, pelaksanaan kegiatan Focus Group Discussion untuk membahas mengenai pengembangan konsep Nation Branding, serta partisipasi pada ajang internasional World Expo Milano (WEM) 2015. Gambar 3-1. Paviliun Indonesia pada World Expo Milano 2015
World Expo Milano (WEM) 2015 merupakan pameran universal non-komersial yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun. Expo sebelumnya diselenggarakan di Shanghai, RRT pada tahun 2010. WEM 2015 diselenggarakan selama 6 bulan dari 1 Mei hingga 31 Oktober 2015. Partisipasi Indonesia pada WEM 2015 diwakili oleh Koperasi Pelestari Budaya Indonesia (KPBN) pada Expo Milano 2015 dengan mengusung tema “The Stage of The World”. Desain Paviliun Indonesia menggunakan konsep Bubu dan Lumbung sesuai dengan tema WEM 2015 yaitu “Feeding the Planet: Energy for Life”, dan menempati areal seluas 1.175 m2. Desain Paviliun Indonesia termasuk sebagai salah satu dari “24 Most Impressive Designs” menurut kantor berita CNN. Paviliun Indonesia rata-rata dikunjungi sekitar 20.000 pengunjung selama bulan Agustus 2015. Pada 28 September s.d. 2 Oktober 2015, di Paviliun Indonesia juga dilaksanakan Indonesia Coffee Week yang terdiri dari serangkaian 60
kegiatan seperti coffee cupping, networking, dan free tasting. Paviliun Indonesia termasuk ke dalam 10 besar paviliun yang mendapat kunjungan tamu terbanyak dengan jumlah pengunjung lebih dari empat juta orang, atau paviliun ASEAN dengan kunjungan tamu terbanyak, mengalahkan Malaysia dan Thailand. Hingga akhir kegiatan, Paviliun Indonesia dikunjungi oleh sebanyak 4.012.228 pengunjung. Diharapkan melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tersebut, citra produk Indonesia di mata masyarakat dunia dari tahun ke tahun akan semakin baik, dan pada gilirannya akan meningkatkan ekspor Indonesia. Selain itu, sebagai amanat dari Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014, saat ini Kementerian Perdagangan sedang mempersiapkan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Kampanye Pencitraan Indonesia. Untuk lebih memaksimalkan pembangunan dan peningkatan citra Indonesia, perlu dipertimbangkan untuk melakukan mapping negara-negara/ kawasan yang menjadi sasaran pembangunan citra Indonesia sehingga kegiatan pencitraan lebih terfokus.
61
Sasaran Strategis 6: Optimalnya kinerja kelembagaan ekspor No 15
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
500
593
118,6%
2
1
50%
10%
10%
100%
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor (market intelligent dan market brief) oleh dunia usaha
16
Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan luar negeri
17
Persentase UMKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi eksportir baru
IK 15: Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor oleh dunia usaha Dalam era kemajuan teknologi dan liberalisasi perdagangan, informasi menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam perdagangan internasional. Informasi yang akurat dan komprehensif akan membantu para pelaku usaha Indonesia dalam merancang strategi untuk melakukan penetrasi maupun strategi memasarkan produknya di pasar tujuan ekspor, selaras dengan upaya menciptakan diversifikasi pasar dan produk ekspor. Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN terus berupaya memberikan informasi yang komprehensif dan akurat mengenai peluang-peluang maupun hambatan-hambatan ekspor baik di negara-negara tujuan ekspor utama maupun negara-negara tujuan ekspor prospektif melalui penyusunan kajian-kajian pasar. Pada tahun 2014, telah dilakukan penyusunan laporan ringkas pasar tujuan ekspor (market brief) dan laporan analisis pasar tujuan ekspor (market intelligence). Laporan Ringkas Pasar Tujuan Ekspor (market brief) merupakan informasi yang tertuang dalam laporan ringkas pasar tujuan ekspor ini adalah mengenai kondisi pasar tujuan ekspor serta potensi, segmentasi, peluang, selera & perilaku konsumen, peraturan ekspor – impor dan juga hambatanhambatan yang mungkin akan dihadapi para eksportir Indonesia dalam memasuki pasar tujuan ekspor tersebut. Pada tahun 2014, telah dilakukan penyusunan sebanyak 12 laporan ringkas pasar tujuan ekspor, antara lain untuk pasar Amerika Serikat, Chile, Argentina, Ukraina, Inggris, Rusia, Mesir, Persatuan Emirat Arab (PEA), Kenya, Australia, Filipina, dan India. Sementara itu, laporan analisis pasar tujuan ekspor (market intelligence) merupakan pengamatan langsung terhadap pasar produk potensial, segmen pasar, strategi pesaing, dengan melihat kondisi negara target pasar untuk melakukan kegiatan penetrasi pasar produk Indonesia. Pada tahun 2014, juga te;ah dilakukan sebanyak 12 kegiatan pengamatan pasar ke sejumlah negara sebagai berikut Bulgaria, Turki, Kolombia, Brazil, Rusia, Peru, Kazakhstan, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Persatuan Emirat Arab, Taiwan, dan Hongkong.
62
Informasi tersebut kemudian disampaikan kepada dunia usaha melalui berbagai media, termasuk melalui layanan online Membership Services. Selama tahun 2015, tercatat informasi pasar tersebut (market brief dan market intelligence) telah diunduh oleh 593 pelaku usaha. Realisasi ini menunjukkan tingkat capaian sebesar 118,6% dari target yang ditetapkan (500 pelaku usaha). Untuk indikator ini tidak dapat dilakukan dengan capaian tahun sebelumnya, mengingat perhitungan jumlah unduhan informasi pasar baru dilakukan pada tahun 2015.
IK 16: Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan luar negeri (unit) Sebagai salah satu upaya untuk mempromosikan produk ekspor Indonesia di pasar global, selain penggiatan promosi dagang, Kementerian Perdagangan c.q. Ditjen PEN juga merencanakan pendirian Windows to Remarkable Indonesia sebagai sarana untuk menampilkan dan memperkenalkan produk-produk berkualitas Indonesia di berbagai negara. Pada tahun 2015, telah dibuka fasilitas ini di Nanning, RRT. Windows to Remarkable Indonesia ini menampilkan berbagai jenis produk ekspor seperti furnitur dan produk makanan. Windows to Remarkable Indonesia berlokasi di China-ASEAN Plaza, Nanning, Republik Rakyat Tiongkok. Selain mempunyai lokasi yang strategis, China-ASEAN Plaza memiliki beberapa kelebihan, seperti terdaftar di berbagai online shop terkemuka RRT (Alibaba, dll) dan juga memiliki fasilitas registered mobile application shop. Kegiatan Windows to Remarkable Indonesia memberikan berbagai fasilitas kepada para peserta yang berpartisipasi, yaitu ruang pamer dengan luas total 472 m2, pengiriman sampel product, kegiatan one on one business matching, promosi melalui official website dan pencetakan brosur/booklet berisi profil peserta. Peserta yang berpartisipasi pada kegiatan ini berjumlah 36 (tiga puluh enam) perusahaan dari sektor furnitur, home decor, handicraft, makanan dan minuman, sarang burung walet, produk kecantikan dan spa, perhiasan, tekstil, dan sepatu. Windows to Remarkable Indonesia dibuka secara resmi pada tanggal 17 September 2015 dalam konsep galeri atau display only berbasis business to business. Capaian untuk indikator ini tidak dapat dibandingkan dengan capaian tahuntahun sebelumnya, mengingat indikator ini merupakan indikator/kegiatan baru sebagai hasil refocusing penganggaran Kementerian Perdagangan. Untuk tahun selanjutnya, akan dilaksanakan pembukaan beberapa kantor pusat distribusi, termasuk di antaranya House of Indonesia (HoI) di Bremen, Jerman. Adapun persiapan yang telah dilakukan di antaranya melaksanakan pertemuan dengan para pelaku usaha/eksportir calon peserta HoI, penyebaran informasi melalui sosialisasi ke daerah/provinsi di Indonesia, membangun situs web HoI dengan alamat www.hoi-germany.com, dan sebagainya. HoI Bremen akan berlokasi di Friederich Ebert Strasse, Lt. 1, 63
Gedung Der Lloyd Hof yang berada di tengah kota dan berdekatan dengan shopping mall Karstadt, C&A. Hingga saat ini, produk-produk yang siap untuk dipromosikan di HoI Bremen antara lain kopi, teh, rempah, gula kelapa, snack food, furnitur, produk spa, seasoning, handicraft dan interior decoration.
IK 17: Persentase eksportir baru
UMKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi
Sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas pelaku ekspor Indonesia, Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ekspor. Kegiatan pelatihan dan pendidikan ekspor yang diadakan melalui Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (BBPPEI) dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) bidang pelatihan yaitu Perdagangan Internasional, Pengembangan Produk, Pembiayaan dan Pembayaran Ekspor, Promosi/Komunikasi Ekspor, Strategi Pemasaran Ekspor, Manajemen Mutu dan Pemilihan Distributor. Kegiatan pendidikan dan pelatihan ekspor ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan kegiatan coaching program atau pendampingan pada eksportir maupun calon eksportir Indonesia. Peserta kegiatan ini adalah alumni dari kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh BBPPEI. Dalam program pendampingan tersebut, peserta diberikan pendampingan secara bertahap untuk kesiapan ekspor. Tahap awal atau tahap 1 yaitu tahap persiapan ekspor (0 – 3 bulan) merupakan pendampingan mengenai pembuatan perencanaan bisnis internasional. Tahap selanjutnya atau tahap 2 yaitu tahap pengembangan pasar (3 – 6 bulan) berupa pendampingan dalam menyusun strategi memasuki pasar ekspor. Kemudian pendampingan tahap akhir atau tahap 3 yaitu tahap memasuki pasar (6-12) berupa pembekalan keterampilan teknis untuk melakukan penetrasi pasar secara individu (mandiri). Dalam pendampingan tersebut, materi pendampingan antara lain berupa pembuatan analisis SWOT, strategi pemasaran, costing and pricing, serta pengembangan produk. Pada tahun 2014, sebanyak 120 peserta (perusahaan) mengikuti program pendampingan tersebut. Dari peserta program tersebut, sebanyak 20 peserta berhasil menjadi eksportir. Pada tahun 2015, ditargetkan terjadi peningkatan jumlah peserta pelatihan yang menjadi eksportir sebanyak 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 22 eksportir. Pada tahun 2015, jumlah peserta pelatihan yang menjadi eksportir sebanyak 22 eksportir. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebanyak 10% kenaikan jumlah eksportir baru, maka jumlah 22 eksportir baru menunjukkan capaian sebesar 100% (10% kenaikan setara dengan 22 eksportir baru). Adapun untuk kegiatan pelatihan, pada tahun 2015 telah dilaksanakan sebanyak 117 angkatan pelatihan dengan jumlah peserta sebanyak 4.055 peserta. Jika dibandingkan dengan capaian selama beberapa tahun terakhir, jumlah peserta 64
coaching program yang menjadi eksportir sebagaimana ditunjukkan pada grafik
menunjukkan
peningkatan
Bagan 3-17. Jumlah Eksportir Baru Peserta Coaching Program, 2012 - 2015
Sumber: Ditjen PEN - Kemendag
Sasaran Strategis 7: Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Impor No 18
Indikator Kinerja Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap total impor
Target
Realisasi
% Capaian
7%
7,49%
93,5%
IK 18: Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap total impor Nilai realisasi impor barang konsumsi yang dihitung berdasarkan pos tarif/HS 10 digit sampai dengan bulan November 2015, maka nilainya mencapai US$ 9,75 miliar atau memberikan kontribusi sebesar 7.49% dari keseluruan impor Indonesia. Persentase tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan target tahun 2015 sebesar 7%. Pada indikator kinerja ini, realisasi yang semakin rendah dibandingkan dengan target akan semakin baik sehingga dalam penghitungan tingkat capaian mempunyai hubungan berbanding terbalik antara target dan realisasi. Oleh sebab itu, realisasi indikator kinerja sebesar 7,49% menunjukkan bahwa indikator kinerja ini memiliki tingkat capaian sebesar 93,46% di bawah target. Jika dibandingkan dengan kontribusi pada tahun sebelumnya yakni mencapai 7.11% atau senilai US$ 12,67 miliar maka terjadi penurunan kontribusi impor barang konsumsi selama periode Tahun 2015. 65
Selama tahun 2015 dilakukan pengetatan impor produk yang sebelumnya mengalami kenaikan seperti telepon seluler, elektronika dan makanan sehingga dapat mendorong laju impor atas produk tersebut masing-masing sebesar 36,65%, 28,49% dan 4,14%. Namun demikian, secara keseluruhan target kontribusi impor sebesar 7% belum terpenuhi yang dikarenakan adanya peningkatan impor pada obat tradisional dan suplemen kesehatan, mainan anak dan alas kaki masing-masing sebesar 32,59%, 20,55% dan 10,41%. Bagan 3-18. Nilai Impor Produk Konsumsi Tahun 2014-2015 (Dalam US$ Juta)
Sumber: Laporan VPTI (diolah Ditjen Daglu, Kemendag)
Dalam pengelolaan impor barang-barang konsumsi, Kementerian Perdagangan melakukan beberapa langkah kebijakan dengan memperketat dan mengurangi alokasi impor beberapa komoditas yang termasuk dalam konsumsi masyarakat atau rumah tangga yakni elektronika, hortikultura, telepon seluler, obat herbal dan kosmetik. Selain itu, sebagai upaya mendorong peningkatan daya saing dan iklim berusaha, bebrapa produk konsumsi dilakukan pengaturan kembali dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi yakni untuk impor produk tertentu, produk hortikultura, TPT, dan TPT bermotif batik.
66
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan No 19
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
5,0%
3,14%
Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran,
2
% Capaian 62,7%
Bukan Mobil dan Sepeda Motor Keterangan: 2 Angka sangat sangat sementara (realisasi Januari-Oktober 2015).
IK 19: Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya pertumbuhan PDB sektor perdagangan adalah pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor. Pertumbuhan PDB sektor perdagangan tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional yang sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya adalah konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah. Oleh karena itu, meningkatnya daya beli masyarakat dan pengeluaran pemerintah dapat mendorong laju pertumbuhan konsumsi nasional sehingga memacu pertumbuhan perekonomian nasional. Sesuai dengan target yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019, pertumbuhan perekonomian nasional yang diukur melalui pertumbuhan PDB pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 5,0%. Ekspektasi pertumbuhan di atas ditunjang dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat yang mencapai 5,4% dan pengeluaran pemerintah sebesar 4,0%. Selanjutnya, pertumbuhan PDB nasional diproyeksikan akan mengalami peningkatan menjadi sebesar 8% pada tahun 2019. Hal ini ditopang dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat sebesar 5,9% dan pengeluaran pemerintah sebesar 6,2% pada tahun 2019. Mempertimbangkan hal-hal tersebut, seperti yang tercantum di dalam RPJMN 2015-2019 target pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor pada tahun 2015 adalah sebesar 5,0%. Sejak tahun 2011, pertumbuhan PDB sektor sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor cukup fluktuatif. Pertumbuhan PDB sub kategori ini pada tahun 2011 sebesar 11,5%, kemudian di tahun 2012, menurun cukup signifikan, yaitu hanya sebesar 5,7%. Kemudian pada tahun 2013, pertumbuhan PDB sektor perdagangan kembali menurun menjadi 3,4%. Sedangkan di tahun 2014, pertumbuhan PDB mengalami peningkatan menjadi 5,2%. Namun, pada tahun 2015 Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor mengalami perlambatan dibanding 67
tahun 2014. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, besaran PDB untuk sub kategori ini adalah Rp 730,3 miliar, atau tumbuh sekitar 3.1% dibandingkan dengan besaran PDB sampai dengan triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 708 miliar. Pertumbuhan PDB ini melambat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang tumbuh sebesar 5,2%. Bagan 3-19. Pertumbuhan PDB Sub-Kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor Tahun 2011 – 2015***
11.5%
5.7%
5.2% 3.4%
2011
2012
2013
3.1%
2014
2015
Keterangan: *** Angka sangat sangat sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
Realisasi pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor sampai dengan triwulan tiga tahun 2015 masih lebih rendah dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebesar 5%. Beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan PDB di tahun 2015, antara lain: 1) Belum mengklasifikan e-commerce ke dalam KBLI “Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos atau Internet” Di era globalisasi ini, perdagangan melalui sistem elektronik mengalami kemajuan yang sangat pesat. Transaksi e-commerce pada tahun 2015 mencapai nilai US$3,56 miliar. Pada KBLI tahun 2015, transaksi ecommerce untuk komoditi makanan, minuman, tembakau, kimia, kosmetik, tekstil, alas kaki, bahan perlengkapan rumah tangga, dan beberapa komoditi terkait lainnya diklasifikasikan ke dalam kategori “Portal Web” dan “Kegiatan Pemrograman Komputer”. Padahal, jika diteliti lebih lanjut, komoditi-komoditi tersebut seharusnya masuk ke dalam klasifikasi kategori “Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos atau Internet”. Belum terserapnya nilai transaksi e-commerce untuk komoditi-komoditi tersebut menyebabkan PDB pada kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor, tidak menggambarkan nilai yang sesungguhnya berada di lapangan.
68
2) Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS PDB mencerminkan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara. Nilai PDB berbanding lurus dengan daya saing ekonomi. Semakin melemah nilai rupiah maka semakin menurun PDB. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2015 yang menembus hingga Rp13.000 lebih per 1 US$, menyebabkan pengaruh ke berbagai bidang, tak terkecuali perdagangan. Pelemahan rupiah ini cukup memberatkan pelaku usaha, terutama yang menggunakan bahan baku impor karena biaya produksi menjadi meningkat. Peningkatan biaya produksi membuat produsen terpaksa meningkatkan harga jual barang sehingga konsumsi masyarakatpun menurun. 3) Penurunan konsumsi Pemerintah Konsumsi Pemerintah memiliki kontribusi terhadap besarnya PDB. Di tahun 2015, terjadi penurunan konsumsi Pemerintah akibat keterlambatan belanja. Keterlambatan ini disebabkan transisi anggaran dari Pemerintah sebelumnya kepada Pemerintah baru yang membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Umumnya belanja Pemerintah dimulai bulan Januari Februari. Namun karena transisi Pemerintah, kegiatan belanja ini mundur menjadi bulan Maret – April. Keterlambatan belanja Pemerintah ini menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran untuk konsumsi yang berimbas pada penurunan nilai PDB. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan PDB untuk sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor, Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Mengusulkan Revisi Perpres No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi dalam E-commerce Kementerian Perdagangan mengusulkan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) hanya dikelompokkan dalam KBLI 4791 bidang usaha “Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos atau Internet” yang terdiri dari: -
KBLI 47911 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Komoditi Makanan, Minuman, Tembakau, Kimia, Farmasi, Kosmetik, dan Alat Laboratorium;
-
KBLI 47912 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Komoditi Tekstil, Pakaian, Alas Kaki, dan Barang Keperluan Pribadi;
-
KBLI 47913 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Perlengkapan Rumah Tangga dan Perlengkapan Dapur;
Bahan
69
-
KBLI 47914 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Barang Campuran sebagaimana tersebut dalam 47911 s.d 47913;
-
KBLI 47919 Perdagangan Eceran Melalui Media untuk Berbagai Macam Barang Lainnya.
Selanjutnya, penggunaan KBLI 6312 “Portal Web” dan KBLI 62010 “Kegiatan Pemrograman Komputer” hanya untuk bidang usaha yang spesialisasinya adalah pembuatan portal web (email, chatting, akses ke berbagai sumber daya) dan pemrograman komputer saja (jasa konsultasi yang berkaitan dengan design dan pemrograman yang siap pakai), tidak digunakan sebagai klasifikasi usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, transaksi e-commerce pada tahun 2015 mencapai nilai US$3.56 miliar. Tiga produk paling populer dalam e-commerce adalah pakaian (67%), sepatu (20.2%), dan tas (20%). Jika produk-produk tersebut masuk ke dalam klasifikasi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, tentu saja nilai PDB untuk sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran Bukan Mobil dan Sepeda Motor akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya. b. Pengembangan Kelembagaan dan Usaha PDB merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu negara. Untuk meningkatkan PDB, maka digunakan salah satu strategi pembangunan yaitu melalui upaya pengembangan potensi. Salah satu bentuk pengembangan yang dapat dilakukan adalah pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang kemudian juga berpengaruh terhadap perekenomian secara nasional. Beberapa upaya Ditjen PDN untuk mengembangkan UKM di Indonesia, antara lain: 1) Pendampingan waralaba nasional Pendampingan untuk waralaba-waralaba di Indonesia dilakukan di tiga lokasi, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Denpasar dengan jumlah peserta 120 waralaba. Pendampingan ini dilakukan melalui pemberian materi untuk para peserta. Materi yang diberikan mengenai penyusunan perjanjian waralaba antara frachisor dan franchisee, pengelolaan keuangan melalui penyusunan laporan keuangan, dan kelayakan waralaba. 2) Fasilitasi UKM waralaba/potensial waralaba Fasilitasi UKM waralaba/potensial waralaba adalah dengan mengikuti pameran waralaba baik di dalam negeri maupun luar negeri. Fasilitasi 70
ini dilakukan dalam bentuk penyediaan booth/stand tanpa dipungut biaya pada pameran-pameran waralaba tingkat nasional maupun berskala internasional. Pameran waralaba di dalam negeri diadakan di Jakarta, Banjarmasin, Surabaya, dan Bandung. Jumlah peserta pameran ini mencapai 98 UKM. Untuk pameran waralaba di luar negeri diselenggarakan di Hongkong, Dubai, Manila, dan Taiwan. Beberapa UKM yang mengikuti pameran waralaba di luar negeri antara lain Bakmi Naga, Jojo Cup, Kaizen, D’Goen Cafe, Origamii, Royal Tea Roci, Nakamura Healing, Sour Sally, Macs Auto, Griya Farma, Bakso Cak To, Aussy Burger, Kedai Kebab Baba Rafi, Bebek Sari Rasa Pak Ndut H. Mahmudi. Beberapa UKM tersebut bahkan berhasil membuka cabang di luar negeri, seperti Kedai Kebab Baba Rafi yang telah berhasil membuka cabang di Manila, Srilanka, dan Belanda.
Sasaran Strategis 9: Meningkatnya konektivitas distribusi dan logistik nasional No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
20
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
21
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
22
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
23
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A
n/a
n/a
yang telah direvitalisasi
10 %
Target pembangunan pasar rakyat sesuai yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015-2019 adalah sebanyak 5000 pasar. Target pembangunan tersebut merupakan tugas bersama dari beberapa Kementerian/Lembaga, salah satunya adalah Kementerian Perdagangan.
IK 20: Jumlah Pasar Rakyat Tipe A Sebagai salah satu upaya untuk mencapai target dimaksud, selama periode 2015-2019 Kementerian Perdagangan memproyeksikan pembangunan pasar rakyat Tipe A sebanyak 67 – 100 pasar per tahun. Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan pembangunan pasar Rakyat Tipe A sebanyak 67 pasar. Dalam anggaran reguler ditetapkan 26 Pasar Rakyat Tipe A yang akan dibangun, penambahan anggaran melalui mekanisme APBNP-P menyebabkan penamban sebanyak 51 Pasar Rakyat 71
Tipe A. Sehingga total keseluruhan Pasar Rakyat Tipe A yang menjadi target untuk pembangunan pada tahun 2015 sebanyak 77 Pasar Rakyat. Realisasi pencapaian output pembangunan Pasar Rakyat Tipe A tahun 2015 yang sudah mencapai 100 % sebanyak 51 pasar rakyat. Realiasasi Fisik yang sudah lebih dari 85 % sebanyak 14 pasar rakyat, yang masih kurang dari 85 % sebanyak 2 pasar rakyat, yang tidak melaksanakan ada 7 pasar rakyat, serta yang belum konfirmasi ada sebanyak 3 pasar rakyat. Rendahnya pencapaian output dikarenakan terkendala oleh keterbatasan waktu, cuaca / kondisi alam,terkait lahan, lelang fisik sehingga tidak dapat dilaksanakan, serta force major atau bencana alam.
IK 21: Jumlah Pasar Rakyat Tipe B Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan pembangunan pasar Rakyat Tipe B sebanyak 70 pasar. Dalam anggaran reguler ditetapkan 13 Pasar Rakyat Tipe B yang akan dibangun, penambahan anggaran melalui mekanisme APBNP-P menyebabkan penamban sebanyak 94 Pasar Rakyat Tipe B. Sehingga total keseluruhan Pasar Rakyat Tipe A yang menjadi target untuk pembangunan pada tahun 2015 sebanyak 109 Pasar Rakyat. Realisasi pencapaian output pembangunan Pasar Rakyat Tipe B tahun 2015 yang sudah mencapai 100 % sebanyak 78 pasar rakyat. Realiasasi Fisik yang sudah lebih dari 85 % sebanyak 9 pasar rakyat, yang masih kurang dari 85 % sebanyak 5 pasar rakyat, yang tidak melaksanakan ada 10 pasar rakyat, serta yang belum konfirmasi ada sebanyak 7 pasar rakyat. Rendahnya pencapaian output dikarenakan terkendala oleh keterbatasan waktu, cuaca / kondisi alam,terkait lahan, lelang fisik sehingga tidak dapat dilaksanakan, serta force major atau bencana alam.
IK 22: Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun Adapun target Pusat Distribusi Regional yang dibangun adalah 2 unit per tahun. Dalam anggaran regular ditetapkan 2 Pusat Distribusi akan dibangun di Daerah Sumatera Seladan dan Kalimantan Selatan namun karena permasalahan waktu serta revisi DIPA yang terbit pada bulan Agustus, dan khususnya di Kalimantan Selatan terdapat kesalahan dalam menyusun RAB harga satuan tertinggi bahan materian sehingga anggaran pembangunan Pusat Distribus Regional dianggarkan pada tahun 2016.
IK 23: Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah direvitalisasi 72
Sementara itu, Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah direvitalisasi ditargetkan mengalami peningkatan 10 – 20% sepanjang periode 2015-2019. Bahwa sampai dengan ahir tahun 2015 data omzet masih dalam tahap pendataan, karena pihak ke 3 sebagai pemenang dalam pekerjaan ini kontrak nya baru di tanda tangani pada 1 Juli 2015 dan kegiatan nya baru dilakukan pada 1 Agustus 2015 maka pertumbuhan omzet pasar tersebut belum dapat diukur.
Sasaran Strategis 10: Meningkatnya Kontribusi Produk Dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional No 24
Indikator Kinerja Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional
Target
Realisasi
% Capaian
92,3%
97,4%***
104.5
Keterangan: *** Angka sangat sangat sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
IK 24: Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional Sasaran yang ingin dicapai dari peningkatan penggunaan dan perdagangan produk dalam negeri adalah meningkatnya konsumsi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional. Penetapan sasaran ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri sehingga pada akhirnya dapat turut serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk dalam negeri dapat membantu menguatkan daya saing dari produk nasional dan meningkatkan citra dari produk dalam negeri. Pada akhirnya, meningkatnya produksi dalam negeri, menguatnya daya saing produk nasional, dan meningkatnya citra dari produk dalam negeri dapat memberikan stimulus besar bagi lahirnya kemandirian ekonomi melalui keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya Konsumsi Produk Dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional adalah peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional. Indikator ini menggambarkan besarnya proporsi penggunaan produk dalam negeri terhadap konsumsi rumah tangga secara nasional. Selanjutnya, kontribusi produk dalam negeri dalam rumah tangga nasional itu sendiri basis perhitungannya berdasarkan pertumbuhan tingkat konsumsi barang dalam negeri terhadap PDB. Adapun target dari peningkatan kontribusi produk 73
dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional sepanjang tahun 20152019 adalah sebesar 92,3% - 93,1%. Persentase penggunaan barang produksi dalam negeri terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga sejak tahun 2011 relatif tinggi. Pada tahun 2011, rasionya adalah sebesar 96,8%. Rasio penggunaan produk dalam negeri meningkat di tahun 2012 namun tidak signifikan, yaitu sebesar 97,2%. Kemudian rasio ini kembali meningkat namun tidak begitu signifikan, yaitu sebesar 97,3%, dan pada tahun 2014 rasio ini mengalami penurunan, yaitu sebesar 97%. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan berhasil mencapai target perjanjian kinerja “Peningkatan Kontribusi Produk dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional”. Rasio penggunaan produk dalam negeri yang ditargetkan untuk tahun 2015 adalah 92.3%. Adapun realisasi sampai dengan September 2015 adalah sebesar 97.4%. Penggunaan produk dalam negeri untuk tahun 2015 pada triwulan III meningkat 0.4% dibandingkan tahun 2014. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, besarnya penggunaan produk dalam negeri adalah Rp 3,5 triliun, atau tumbuh sekitar 5,6% dibandingkan dengan penggunaan produk dalam negeri sampai dengan triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 3,3 triliun. Hal ini didukung oleh penurunan impor barang konsumsi. Berdasarkan data realisasi impor Indonesia bulan Januari – September 2015 dari BPS, terjadi penurunan impor barang konsumsi sebesar 15.2% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Kontraksi impor barang konsumsi terindikasi dari impor mobil penumpang yang menurun. Penurunan impor juga terjadi pada golongan barang lainnya, seperti barang baku penolong dan barang modal yang masingmasing mengalami penurunan sebesar 20.68% dan 11.17%. Dalam rangka meningkatkan kontribusi penggunaan produk dalam negeri, Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Fasilitasi UMKM: 1) Bimbingan teknis/workshop UMKM dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kapasitas pelaku usaha (Packaging, Pemasaran, Manajemen Keuangan) agar dapat memaksimalkan potensi pasar dalam negeri. 2) Pemberian bantuan sarana usaha perdagangan (tenda, gerobak dagang, coolbox, peralatan/mesin kemasan, perlengkapan pedagang jamu). Bantuan sarana ini diharapkan dapat membantu UMKM agar produknya mampu bersaing di pasar dalam negeri. b. Promosi: 1) Partisipasi pameran dalam negeri, yaitu upaya memperluas pemasaran produk UMKM dengan mengikutsertakan dalam pameran dalam negeri, 74
dimana dalam kurun waktu 2006-2014 Kemendag telah memfasilitasi + 1.793 UKM untuk mengikuti pameran dalam negeri. 2) Penyelenggaraan Pameran Pangan Nusa dan Pameran Produk Dalam Negeri Regional/Nasional 3) Pencanangan Hari Penggunaan Produk Dalam Negeri melalui berbagai event antara lain: Hari Sepatu Nasional, Gerakan Minum Jamu Nasional yang disertai dengan surat himbauan yang ditujukan pemerintah propinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia. 4) Kampanye 100% Cinta Indonesia yaitu suatu gerakan mengajak dan mengedukasi masyarakat untuk lebih mencintai, membeli dan menggunakan hasil karya Anak bangsa. 5) Sosialisasi dan iklan layanan masyarakat. Sosialisasi ini dilakukan melalui Media Elektronik (TV, Radio,LED), Media Cetak (Koran, Billboard, Majalah), dan Media Online tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan Pameran Produk Dalam Negeri pada Pusat Perbelanjaan Modern. Selain itu,, juga dilakukan kampanye P3DN melalui jalur pendidikan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan seluruh Indonesia serta Sosialisasi kepada pelaku Usaha untuk penggunaan label 100% Cinta Indonesia. c. Advokasi dan Peningkatan Kerjasama (Kemitraan) 1) Forum dagang/misi dagang lokal. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempertemukan antara UMKM dari berbagai propinsi dengan propinsi lain (penjual dan pembeli) yang pada gilirannyaproduk-produk unggulan dari satu daerah akan banyak beredar didaerah lain sehingga produk dalam negeri menguasai pasar di seluruh propinsi serta meningkatkan transaksi domestik.
75
Sasaran Strategis 11: Optimalisasi/Penguatan Pasar Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang No 25
Indikator Kinerja
Target
Pertumbuhan Volume Transaksi
2%
Perdagangan Berjangka Komoditi 26
Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang
1,8%
diterbitkan 27
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
0,38%
Realisasi
% Capaian
7,11%
355,5%
-30,31%
-1683,9%
-66,87%
-17597,4%
IK 25: Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2000, dimana hal ini ditandai dengan berdirinya PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan pada tahun 2009 berdiri PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) sehingga saat ini Indonesia memiliki 2 (dua) Bursa Berjangka. PBK diharapkan dapat meberikan peran yang strategis dalam perekonomian nasional Indonesia di era perdagangan bebas saat ini yaitu sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai (hedging) dan sarana pembentukan harga (price discovery) yang wajar dan transparan serta alternatif investasi bagi pelaku usaha. Pada Tahun 2015, Kementerian Perdagangan menetapkan target atas Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) adalah sebesar 2%, dan sampai dengan berakhirnya tahun 2015 realisasi atas indikator tersebut adalah sebesar 7,11% dengan tingkat capaian sebesar 355,5%. Realisasi tersebut diperoleh dengan membandingkan total volume transaksi PBK pada periode Tahun 2015 sebesar 6.590.530 lot dengan total volume transaksi PBK Tahun 2014 sebesar 6.153.009 lot. Tabel 3-7. Perkembangan Volume Transaksi PBK Periode 2013 – 2015 Jenis Kontrak
2013
2014
2015
Volume (lot)
Share (%)
Volume (lot)
+/- (%)
Share (%)
Volume (Lot)
+/- (%)
Share (%)
Multilateral
1.262.572
18,37
1.109.175
↓ -12,15
18,03
1.280.801
↑15,47
19,43
Bilateral (SPA)
5.611.426
81,63
5.043.834
↓ -10,11
81,97
5.309.729
↑ 5,27
80,57
Total
6.873.998
6.153.009
↓ -10,49
6.590.530
↑ 7,11
Sumber: PT BBJ dan PT BKDI (diolah Bappebti)
76
Peningkatan volume transaksi PBK di tahun 2015 jika dibandingkan dengan volume transaksi PBK pada tahun 2014 lebih dikarenakan telah membaiknya kondisi perekonomian baik di Indonesia maupun di global dimana pada tahun 2014 terjadi krisis ekonomi yang dialami oleh beberapa negara maju. Namun demikian jika dibandingkan dengan volume transaksi PBK pada tahun 2013, capaian pada tahun 2015 masih lebih rendah sebesar -4,12%. Selain capaian volume transaksi PBK yang menunjukkan kinerja positif di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 2014, capaian atas volume transaksi multilateral juga menunjukkan adanya pertumbuhan, yaitu sebesar 15,47%. Hal ini juga terlihat dari capaian transaksi multilateral di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 1,44%. Hal positif lainnya, adalah kontribusi (share) dari transaksi multilateral di tahun 2015 sebesar 19,43% yang menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan share di tahun 2014 sebesar 18,03% dan 2013 sebesar 18,37%. Namun demikian, kontribusi (share) dari transaksi bilateral (Sistem Perdagangan Alternatif/SPA) di tahun 2015 masih dominan, yaitu sebesar 80,57%. Hal ini dikarenakan: 1. Pemahaman pelaku usaha dalam transaksi multilateral masih kurang jika dibandingkan dengan transaksi bilateral (SPA), sehingga diperlukan edukasi secara berkelanjutan; 2. Masyarakat masih cenderung menyenangi transaksi bilateral dikarenakan lebih mudah proses transaksinya (tidak memerlukan proses tawar menawar); 3. Tidak semua Kontrak Berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka likuid, sehingga dibutuhkan adanya kajian/review atas beberapa kontrak tersebut ataupun penambahan beberapa Kontrak Berjangka baru; 4. Likuiditas transaksi multilateral masih rendah karena minimnya pengetahuan masyarakat dan nasabah. Disamping itu berlanjutnya tren penurunan harga komoditas akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS menjadi tantangan meningkatkan likuiditas transaksi komoditas di Bursa Berjangka; 5. Citra Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) buruk karena demo yang dilakukan nasabah yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha PBK diekspose oleh media massa nasional. Solusi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah: 1. Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku usaha melalui sosialisasi; 2. Peningkatan jumlah pelatihan teknis terhadap pelaku usaha PBK;
77
3. Peningkatan jumlah cakupan komoditi yang diperdagangkan di Bursa Berjangka; 4. Penengakan hukum terhadap pelaku usaha di bidang PBK; 5. Peningkatan literasi di bidang PBK melalui edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha, nasabah, masyarakat, aparat penegak hukum dan instansi terkait; 6. Mendorong penyempurnaan sistem perdagangan dan sistem pengawasan yang sesuai dengan standar internasional; 7. Kerjasama Internasional di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi. Kegiatan yang dilaksanakan dalam pada periode Tahun 2015 untuk mendukung pencapaian target adalah melalui pengawasan transaksi PBK. Dengan memperhatikan tingkat capaian Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi Tahun 2015 sebesar 7,11% dan melihat besaran target Tahun 2016 dan 2017 sebesar 4 dan 5 %, maka dapat dilihat bahwa capaian Tahun 2015 telah melampaui target jangka menengah yang telah ditetapkan di dalam Rencana Strategis (Renstra).
IK 26: Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan Sejak diterbitkannya Undang-Undang No 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian diubah dengan UU No 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 9 Tahun 2006, maka pelaksanaan Sistem Resi Gudang (SRG) telah resmi dipergunakan sebagai salah satu instrumen bagi para pelaku usaha khususnya petani/kelompok tani dalam melakukan penyimpanan barang dalam rangka tunda jual dan perolehan kredit dari Bank. Tabel 3-8. Perkembangan Nilai Transaksi SRG Tahun 2013 – 2015 +/- (%)
Tahun
Nilai (Rp)
2013
108.948.556.100
2014
116.416.391.200
↑ 6,85
2015
81.135.514.490
↓ -30,32
Sumber: Bappebti Kemendag
Pada Tahun 2015, Kemendag telah menetapkan target atas pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan adalah sebesar 1,8%, dan dalam perjalanannya sampai dengan akhir Desember Tahun 2015 realisasi atas target dimaksud adalah sebesar -30,31% atau tidak memenuhi target, dimana nilai Resi Gudang yang diterbitkan di tahun 2015 adalah sebesar Rp 81.135.514.490,00 78
lebih rendah dari nilai Resi Gudang yang diterbitkan pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 116.416.391.200,00. Belum tercapainya target atas indikator di atas dikarenakan adanya beberapa kendala ataupun hambatan di lapangan, yaitu: 1. Harga gabah di tingkat petani pada periode tersebut cukup tinggi sehingga petani tidak melakukan tunda jual melalui SRG; 2. Terhentinya operasionalisasi gudang SRG di beberapa daerah yang selama ini aktif dalam penerbitan SRG karena keterbatasan SDM Pengelola Gudang. Upaya/tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai target adalah: 1. Melakukan kerjasama dengan stakeholder terkait seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Pemda, Kementerian Pertanian, BI, BULOG, Perpadi dalam peningkatan pemanfaatan SRG; 2. Melakukan sosialiasi, edukasi dan asistensi teknis kepada petani, poktan, gapoktan, koperasi, UKM dan pelaku usaha lainnya di daerah; 3. Melibatkan peran aktif penyuluh lapangan dalam membantu petani memanfaatkan SRG; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan gudang-gudang yang telah tersedia (Pemda, BULOG, Koperasi, dan Swasta lainnya) sebagai gudang SRG; 5. Penyiapan calon pengelola gudang di daerah dengan pola pendampingan yang dibiayai melalui APBN; 6. Penyempurnaan Peraturan di bidang Sistem Resi Gudang. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada Tahun 2015 untuk mendukung pencapaian target indikator tersebut adalah: 1. Asistensi Sistem Resi Gudang; 2. Penguatan kelembagaan SRG; 3. Pengawasan kelembagaan SRG; 4. Evaluasi pelaksanaan SRG; 5. Pemantauan Pelaksanaan Subsidi SRG. Dengan memperhatikan realisasi atas indikator nilai Resi Gudang yang diterbitkan di tahun 2015 sebesar -30,31%, maka dibutuhkan komitmen dan koordinasi yang baik dari seluruh stakeholder dalam proses pencapaian kinerja yang ditetapkan untuk tahun 2016 adalah Pertumbuhan Nilai Resi Gudang sebesar 2%.
79
Ik 27: Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang Pelaksanaan Pasar Lelang Forward di Indonesia didasari oleh Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 650/MPP/Kep/10/2004 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pasar Lelang dengan Penyerahan Kemudian (Forward) Komoditi Agro yang kemudian di atur kembali dalam UndangUndang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pelaksanaan Pasar Lelang bertujuan untuk memperpendek mata rantai perdagangan dan terciptanya transparansi harga atas komoditi serta diharapkan dapat meminimalisir disparitas harga komoditi antar pulau. Kementerian Perdagangan pada Tahun 2015 telah menetapkan target atas indikator Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang sebesar 0,38% dan realisasi atas indikator ini adalah sebesar -66,87% atau belum memenuhi target yang ditetapkan. Hal ini ditunjukkan dari Nilai Transaksi di Pasar Lelang pada Tahun 2015 adalah sebesar Rp240.464.569.850,00 dan bila dibandingkan dengan nilai transaksi Pasar Lelang pada Tahun 2014 sebesar Rp725.807.684.000, maka nilai transaksi di pasar lelang pada Tahun 2015 mengalami penurunan sebesar -66,87%. Tabel 3-9. Perkembangan Nilai Transaksi PLK Tahun 2013 – 2015 Tahun
Nilai (Rp)
2013
1.069.107.975.300
2014
725.807.684.000
2015
240.464.569.850
+/- (%)
↓ -32,11
↓ -66,87
Sumber: Bappebti Kemendag
Belum tercapainya realisasi atas target yang telah ditetapkan disebabkan oleh beberapa masalah yang dihadapi, seperti: 1. Penyelenggaraan pasar lelang tahun 2015 mulai efektif dilakukan pada bulan April 2015 karena menunggu revisi RKAKL Dana Dekonsentrasi; 2. Penyelenggaraan Pasar Lelang di daerah yang telah melakukan revitalisasi yang masih rendah, dikarenakan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Penyelenggara Lelang (swasta). 3. Dengan hanya mentransaksikan komoditi unggulan serta menyeleksi peserta di daerah yang telah melakukan revitalisasi pasar lelang menjadi salah satu faktor menurunnya nilai transaksi pasar lelang. Upaya/tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai target adalah: 80
1. Sinergi anggaran dinas dan swasta dalam penyelenggaraan pasar lelang yang dilakukan oleh 5 daerah yang telah melaksanakan revitalisasi pasar lelang (penyelenggara PLK swasta); 2. Melakukan sosialiasi, edukasi dan asistensi teknis kepada stakeholder pasar lelang; 3. Mendorong 5 pihak penyelenggara Pasar Lelang Swasta untuk mencari sponsor dalam mendukung Penyelenggaraan Pasar Lelang. 4. Melakukan konsolidasi penyelenggaraan pasar lelang dengan stakeholder pasar lelang di daerah (Dinas yang membidangi perdagangan, pelaku usaha, perbankan, dan instansi terkait) 5. Penyempurnaan Peraturan di bidang Pasar Lelang Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2015 untuk mendukung pencapaian target indikator tersebut adalah: 1. Pembinaan dan Evaluasi Pasar Lelang; 2. Pengolahan Data Transaksi Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang Dengan memperhatikan realisasi atas Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang selama Tahun 2015 adalah sebesar -66,31%, maka upaya atau tindak lanjut yang telah ditetapkan dalam rangka mengatasi masalah yang ada di 2015 harus dilakukan dengan baik dan harus didukung oleh seluruh stakeholder sehingga target Tahun 2016 dan 2017 sebesar 0,4% dan 0,5% dapat tercapai.
81
Sasaran Strategis 12: Memperkecil Kesenjangan Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Antar Daerah No 28
Indikator Kinerja Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah
Target
Realisasi
% Capaian
< 14.2%
14%
100%
IK 28: Memperkecil kesenjangan harga barang kebutuhan pokok adalah Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja memperkecil kesenjangan harga barang kebutuhan pokok adalah Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah. Pada tahun 2015, target dari koefisien variasi dimaksud sesuai dengan RPJMN 2015-2019 adalah kurang dari 14,2%. Hal ini dapat diartikan bahwa pada tahun 2015 perbedaan harga suatu komoditi di suatu daerah terhadap harga rata-rata nasional adalah kurang dari 14.2%. Selanjutnya, pada tahun 2019 diproyeksikan bahwa target dari koefisien dimaksud menurun hingga kurang dari 13%. Hal ini dapat diartikan bahwa pada tahun 2019 perbedaan harga suatu komoditi di suatu daerah terhadap harga rata-rata nasional adalah kurang dari 13%. Indikator ini menggambarkan kondisi perbedaan harga barang kebutuhan pokok di seluruh daerah. Adapun barang kebutuhan pokok yang akan yang menjadi target untuk pengukuran sasaran memperkecil kesenjangan harga barang kebutuhan pokok antar daerah dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok terdiri dari 10 (sepuluh) komoditi barang kebutuhan pokok yaitu: (1) beras; (2) gula; (3) minyak goreng; (4) terigu; (5) kedelai; (6) jagung; (7) susu; (8) daging sapi; (9) daging ayam; (10) telur ayam. Secara daerah adalah 14,2%. 14,3%,
umum, sejak tahun 2011 sampai 2014, KV harga bahan pokok antar selalu mengalami peningkatan. Tahun 2011, KV harga bahan pokok 13,7%. Kemudian di tahun 2012 meningkat cukup signifikan sebesar Pada tahun 2013, KV harga bahan pokok antar daerah adalah sebesar dan pada tahun 2014 menjadi 14,5%.
82
Sesuai Perjanjian Kinerja Ditjen PDN tahun 2015, KV antar wilayah ditargetkan berada di bawah 14.2%. Adapun realisasi KV antar wilayah di Tabel 3-10. Tabel Koefisien Variasi Harga Antar Provinsi
tahun 2015 berada di angka 14%. Persentase capaian terhadap target kontrak kinerja pada tahun 2015 sebesar 14% menurun dibandingkan persentase capaian tahun 2014 yang sebesar 14.5%. Penurunan persentase KV antar wilayah ini menunjukkan turunnya disparitas harga antar daerah untuk barang kebutuhan pokok. Penurunan disparitas harga mengindikasikan distribusi barang kebutuhan pokok di tahun 2015 semakin baik dibandingkan tahun sebelumnya dan diharapkan kesenjangan daya beli masyarakat di satu daerah dengan daerah lain semakin kecil. Dengan kata lain, pasar kebutuhan barang pokok diharapkan semakin efisien.
Sumber: BPPP Kemendag (2015)
Jika melihat KV masing-masing komoditi, pada tahun 2015, nilai KV untuk komoditi jagung, kedelai, dan telur ayam masih berada di atas 14.2%. Berdasarkan pemantauan harga di ibu kota Provinsi, beberapa daerah yang mengalami tingkat harga jagung yang cukup tinggi adalah Jakarta, Tanjung Pinang, Jayapura, dan Banten, sedangkan harga terendah terjadi di Mataram, Yogyakarta, Semarang, dan Palu. Kemudian untuk komoditi kedelai, wilayah yang harganya relatif tinggi adalah Jayapura dan Manokwari dengan harga tertinggi Rp15.000/kg di Jayapura. Disparitas harga untuk komoditi kedelai ini disebabkan masalah distribusi karena lokasinya yang berada di wilayah Indonesia Timur, sedangkan mayoritas sentra produksi kedelai berada di wilayah Indonesia Barat, khususnya Pulau Jawa. Selanjutnya untuk komoditi telur ayam, terjadi fluktuasi harga yang berbedabeda pada tiap wilayah. Harga telur ayam ras yang paling stabil terdapat di 83
kota Gorontalo, sedangkan harga telur ayam ras yang paling berfluktuasi terdapat di kota Pontianak. Dalam rangka menurunkan koefisien variasi harga barang pokok antar wilayah, Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Pemantauan Harga dan Pengawasan 1)
Melakukan pemantauan harga harian di 33 propinsi di 165 pasar, dan dipublikasikan melalui website: ews.kemendag.go.id
2)
Melakukan pemantauan kondisi harga dan pasokan langsung ke pasar tradisional (Pasar Klender, Pasar Santa, Pasar Meruya – DKI Jakarta, Pasar Sentral – Gorontalo, Pasar Johar - Semarang) maupun ke pasar induk (Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Induk Tanah Tinggi – Tangerang dan Pasar Induk Cibitung - Bekasi).
3)
Melakukan pengawasan langsung/sidak ke gudang barang kebutuhan pokok dengan target awal wilayah Jabodetabek dalam rangka antisipasi aksi spekulasi para pelaku distribusi yang mengambil keuntungan secara sepihak. Objek pengawasan antara lain: -
Tanda Daftar Gudang (TDG).
-
Stok Barang Kebutuhan Pokok yang disimpan di gudang.
-
Pasokan keluar masuk barang di gudang.
-
Waktu pengiriman order barang.
b. Peningkatan Distribusi Barang Pokok 1) Melakukan kerjasama dengan Kemenhub dan Asosiasi Perusahaan Logistik untuk peningkatan efisiensi logistik & distribusi, dengan kesepakatan: Kemendag: - Mengatur pelaku usaha distribusi terdaftar harus menggunakan truck yang dilengkapi sistem tracking dan tracing. - Mendorong optimalisasi penggunaan gudang di sekitar pelabuhan. Kemenhub: - Mewajibkan dan menyediakan alat tracking dan tracing untuk angkutan truk. - Memproses subsidi angkutan barang (PT. PELNI, Jakarta Lyoid dan DAMRI).
84
- Memanfaatkan kapal perintis angkutan laut sebagai gerai berjalan (toko maritim atau apung). - Mendorong storage.
perusahaan
angkutan kontainer menyiapkan
open
- Mendorong INSA untuk berpartisipasi mengembangkan pelayaran di wilayah tengah dan timur Indonesia dan ALFI berpartisipasi mengembangkan distribution center di sentra produksi. 2)
Mengirimkan surat kepada Gubernur seluruh Indonesia No.584/MDAG/SD/7/2015 untuk mengintensifkan pemantauan stok, pasokan dan harga barang kebutuhan pokok guna memastikan kecukupan stok serta kelancaran distribusi khususnya di sentra-sentra utama produksi dan gudang yang ada di wilayah kerja masing-masing.
3)
Bekerjasama dengan BIN dan POLRI untuk pengamanan distribusi dan pencegahan aksi spekulasi melalui penundaan pengeluaran beras dari tempat penyimpanan/gudang.
4)
Melakukan fasilitasi kemitraan pelaku usaha sapi/daging sapi di 8 provinsi sentra produksi dan sudah terealisasi di 3 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Kegiatan ini dihadiri oleh K/L terkait (Kemenko Perekonomian, Kementan, Dinas Perdagangan, dan Dinas Peternakan Daerah), pelaku usaha sapi/daging sapi di sentra konsumsi (asosiasi feedlotter, importir, distributor, dan industri penguna daging sapi), serta pelaku usaha sapi/daging sapi di sentra produksi (peternak, kelompok peternak, koperasi peternak, RPH, dan pedagang ternak). Kegiatan ini bertujuan untuk membangun jaringan bisnis/pemasaran antara pelaku usaha daging sapi di provinsi sentra produksi dengan provinsi sentra konsumsi serta mengembangkan koordinasi daerah sentra ternak dengan daerah konsumen untuk menjamin kelancaran distribusi pasokan sapi/daging sapi. Bentuk kegiatan: - Pemaparan yang dilakukan oleh pelaku usaha dan peternak/kelompok ternak/koperasi ternak/RPH terkait kondisi peternakan/industri pengolahan yang dimiliki dan kondisi yang diharapkan dari mitranya. - Peninjauan peternakan/kelompok ternak/koperasi ternak. - Penandatangan MoU kerjasama antara peternak/kelompok ternak/koperasi/RPH.
5)
pelaku
usaha
dan
Mendukung terselenggaranya Tol Laut untuk distribusi barang kebutuhan pokok di pulau-pulau terluar yang diluncurkan Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan pada 4 November 2015 di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini merupakan tindak lanjut dari Gerai 85
Maritim yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada 19 Juni 2015. c. Penetapan Kebijakan 1)
Menetapkan Perpres 71 tahun 2015 tentang Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting serta pengaturan pengendaliannya. Isi dari Perpres ini menetapkan barang kebutuhan pokok dan barang penting serta upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menjaga ketersediaan barang tersebut di seluruh wilayah NKRI dalam jumlah yang cukup, harga yang stabil, dan terjangkau.
2)
Melakukan deregulasi peraturan perdagangan antarpulau komoditi gula dalam rangka memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha gula dan mengurangi hambatan distribusi gula antarpulau melalui penyederhanaan proses perizinan, melalui Permendag No. 74/MDAG/PER/9/2015 tentang Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi. Pokok-pokok pengaturan Permendag dimaksud sebagai berikut: - Menghilangkan pengaturan terhadap perdagangan gula kristal putih antar pulau (tidak ada pengaturan SPPGAP dan PGAPT). - Pengaturan perdagangan antarpulau hanya berlaku untuk Gula Kristal Rafinasi. - Pelaku usaha yang dapat mengantarpulaukan GKR hanya produsen GKR. - Menghilangkan persyaratan rekomendasi dari Perindustrian dalam pendistribusian GKR antarpulau.
Kementerian
- Persyaratan perdagangan antarpulau GKR adalah permohonan dari Produsen GKR dan bukti permintaan dari industri pengguna. - Surat Persetujuan Perdagangan Antarpulau GKR (SPPAGKR) berlaku selama 2 bulan dan dapat diperpanjang untuk 1 bulan berikutnya. - Produsen dilarang menyalurkan GKR melalui distributor kecuali dalam kondisi tertentu yaitu meningkatnya permintaan kebutuhan GKR dari IKM atau keperluan lainnya dalam rangka hari besar keagamaan nasional, di daerah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian/Kementerian Koperasi dan disetujui oleh Menteri Perdagangan. - Sanksi terhadap Produsen GKR yang melanggar ketentuan akan diberikan teguran tertulis, pencabutan SPPAGKR sampai dengan Pembekuan Surat Persetujuan Impor.
86
Sasaran Strategis 13: Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
29
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu
< 9%
3,3%
100%
IK 29: Menurunnya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu Sasaran kedua dari peningkatan kelancaran distribusi dan jaminan pasokan barang kebutuhan pokok adalah stabilisasi harga barang kebutuhan pokok. Sasaran ini menggambarkan bahwa harga komoditi barang kebutuhan pokok secara nasional dalam satu tahun tidak mengalami fluktuasi harga yang ekstrim. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja stabilisasi harga barang kebutuhan pokok adalah menurunnya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu. Target dari koefisien dimaksud sepanjang tahun 2015-2019 sesuai dengan target dari RPJMN 2015-2019 adalah kurang dari 9%. Adapun komoditi barang kebutuhan pokok dan barang penting yang menjadi target pengukuran indikator sasaran ini adalah 10 (sepuluh) komoditi barang kebutuhan pokok sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Secara umum, sejak tahun 2011 sampai tahun 2014, KV harga bahan pokok antar waktu selalu berada di bawah target RPJMN 2015 – 2019 sebesar 9%. Dari tahun 2011 sampai tahun 2013, KV harga bahan pokok antar waktu selalu meningkat dari 3,5% s.d 4%, kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan di tahun 2014 menjadi 2,7%. Di tahun 2015 ini, Kementerian Perdagangan berhasil mempertahankan dan mengendalikan stabilitas harga barang kebutuhan pokok. Hal ini tercermin pada realisasi koefisien variasi yang berada di bawah target 9%, yaitu sebesar 3.3%. Semakin kecil nilai koefisien variasi mengindikasikan bahwa disparitas harga barang pokok dari bulan Januari hingga bulan Desember 2015 relatif kecil. Adapun nilai koefisien variasi ini meningkat 22.2% dibandingkan tahun 2014. Persentase capaian KV harga antar wilayah pada tahun 2015 sebesar 3.3% meningkat dibandingkan persentase capaian tahun 2014 yang sebesar 2.7%. Peningkakan persentase koefisien variasi ini mengindikasikan bahwa harga barang pokok pada tahun 2014 lebih stabil daripada tahun 2015. Namun meskipun meningkat, persentase koefisien variasi tahun 2015 masih berada dalam batas wajar di bawah 9%.
87
Tabel 3-11. Capaian Koefisien Variasi Barang Kebutuhan Pokok 2010 - 2015
Sumber: BPPP Kemendag (2015)
Berdasarkan Tabel 9 di atas, pada tahun 2015 komoditi dengan koefisien variasi tertinggi adalah daging ayam, kemudian disusul dengan telur ayam. KV yang tinggi ini mengindikasikan bahwa harga daging ayam dan telur ayam di tahun 2015 belum terlalu stabil jika dibandingkan harga komoditi lainnya. Kenaikan harga daging ayam dan telur disebabkan oleh kenaikan harga jagung sebagai pakan ternak dan peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Meskipun demikian, harga daging ayam masih berada di rentang harga referensi daging ayam (Rp28.000/kg – Rp31.000/kg). Selain itu, diperkirakan kenaikan harga daging ayam terjadi seiring penurunan pasokan dari peternak ke pedagang sejak pekan V Oktober 2015. Penurunan pasokan ini sejalan dengan kesepakatan antara Pemerintah dan pengusaha untuk mengurangi produksi DOC dengan target sebanyak 6 juta ekor. Dalam rangka menurunkan koefisien variasi harga barang pokok antar waktu, Ditjen PDN melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Melaksanakan Pasar Murah 1) Pasar murah minyak goreng berkerjasama dengan swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR) ± 20.000 liter di Jawa Tengah, Jakarta dan Banten. 2) Memberikan penugasan terhadap PT. PPI untuk melakukan operasi pasar dengan melaksanakan pasar murah produk gula kristal putih pada harga jual maksimum Rp. 11.500,-/kg yang dilaksanakan di 88 titik di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun dan Surakarta. 3) Menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan Operasi Pasar Beras melalui surat No 944/M-DAG/SD/11/2015 tanggal 13 November 2015 untuk mengantisipasi perkembangan harga beras di tingkat konsumen yang cenderung meningkat, selama periode November - Desember 2015, 88
Perum Bulog telah merealisasikan Operasi Pasar CBP sebanyak 21,3 juta ton dan Pasar Murah Komersial Beras sebanyak 31,2 juta ton. b. Melakukan Pemantauan Harga dan Stok 1) Melakukan pemantauan bekerjasama dengan Dinas Perdagangan Propinsi dan Perum Bulog untuk memonitor perkembangan harga dan ketersediaan stok beras di pasar dan di gudang-gudang Divre Bulog di seluruh Indonesia. 2) Menginstruksikan kepada Dinas Perdagangan Propinsi melalui surat Dirjen PDN Nomor 96/PDN/SD/4/2015 tanggal 17 April 2015 untuk melakukan pemantauan pasokan/stok indikatif gula di tingkat eceran (pasar tradisional dan pasar modern) di daerah masing-masing untuk mengantisipasi kenaikan harga gula. 3) Melakukan evaluasi data bulanan cabe bekerjasama dengan Kementan, Dinas Pertanian daerah, serta asosiasi petani cabe dengan tujuan memperbaiki pola tanam cabe yang selama ini tidak stabil yang berakibat pada flukutatifnya produksi dan harga cabe setiap bulannya. Tindak lanjut hasil evaluasi : - Akan dikembangkan sistem proyeksi harga cabe yang akurat untuk periode 3 bulan ke depan, berdasarkan data jumlah dan umur tanam cabe real. Dengan mendapat informasi proyeksi harga yang akurat, petani bisa menyesuaikan jadwal penanaman cabe agar menghindari panen saat harga jatuh. - Saat ini sistem tersebut sudah berjalan, namun sumber data dan penggunaannya masih terbatas pada anggota AACI (Asosiasi Agribisnis Cabe Indonesia). Apabila sistem berhasil dikembangkan, diharapkan bisa diaplikasikan dalam skala yang lebih luas. - Akan dilakukan pertemuan lanjutan setiap bulannya dalam rangka pengembangan sistem proyeksi harga dimaksud. 4) Melakukan serangkaian kegiatan monitoring dan evaluasi pasokan sapi dan daging sapi khususnya untuk Provinsi DKI Jakarta dalam rangka menghadapi Bulan Puasa dan Lebaran 2015 di 5 daerah sentra produksi sapi yaitu Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 5) Membentuk Posko Pemantauan Harga Barang Kebutuhan Pokok tanggal 16 Juli s/d 21 Juli 2015. Selama pelaksanaan Posko, tidak diterima adanya laporan gangguan distribusi barang kebutuhan pokok dari masyarakat. c. Melaksanakan Kerja Sama dengan Pihak Lain
89
1) Menginstruksikan kepada asosiasi pelaku usaha barang kebutuhan pokok (produsen, distributor, grosir, agen dan importir) serta Pengelola Pasar (Surat No.33/M-DAG/01/2015 tanggal 16 Januari 2015), agar anggota atau jaringan asosiasi barang kebutuhan pokok untuk segera dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan secara proporsional harga jual barang sampai tingkat konsumen. Kementerian perdagangan akan terus mencermati respon para pelaku usaha atas instruksi dimaksud. 2) Dalam rangka mendukung penguatan pengadaan Gabah/Beras Oleh BULOG, telah diminta kepada Dirjen Tanaman Pangan Kementan untuk terus meng-update ketersediaan data dan kebutuhan gabah/beras 2015 melalui Surat No. 101/PDN/SD/4/2015 tanggal 10 April 2015. 3) Telah mengirimkan surat kepada para pelaku usaha gula No.490/MDAG/SD/6/2015, yang intinya meminta pelaku usaha untuk menjaga harga sampai ke tingkat konsumen akhir. Hal ini berdampak kepada harga gula di pasar eceran selama puasa cenderung stabil di kisaran Rp.13.050/kg, bahkan dalam seminggu terakhir mengalami penurunan dari Rp.13.080/kg menjadi Rp.13.020/kg. 4) Telah mengirimkan surat kepada para pelaku usaha sapi No.513/MDAG/SD/6/2015 untuk menjaga dan membantu mengawal harga jual daging sapi di tingkat konsumen akhir selama Bulan Puasa dan Lebaran 2015. Dampak positif kepada stabilnya harga daging sapi selama puasa di kisaran Rp.106.800/kg, meskipun pada H-2 Lebaran mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.116.000/kg, namun per 24 Juli 2015 harga kembali turun menjadi Rp.108.800/kg. 5) Dalam rangka menangani penurunan harga livebird di tingkat peternak, telah dilakukan pertemuan dengan instansi Pemerintah dan asosiasi terkait (16 September 2015). Penyebab utama turunnya harga adalah melimpahnya pasokan livebird dengan ukuran di atas 2 kg/ekor (umur di atas 45 hari) akibat dari tidak adanya chick-in selama libur Lebaran 2015. Untuk itu akan dilakukan segera langkah-langkah normalisasi harga daging ayam. 6) Menteri Perdagangan melalui Surat No.708/M-DAG/SD/08/2015 tanggal 26 Agustus 2015 Kemendag menugaskan Perum BULOG untuk stabilisasi harga barang kebutuhan pokok di luar beras yaitu daging sapi, kedelai, jagung, minyak goreng, tepung terigu, daging ayam, bawang merah dan cabai. d. Memberikan Fasilitasi: Melakukan pilot project dalam bentuk fasilitasi dan pemberian bantuan serta pendampingan bagi petani di bidang pengolahan pasca panen cabe untuk teknologi pengolahan hasil panen di 10 sentra berkerjasama dengan Kementan serta Kemenkop dan UKM. 90
Sasaran Strategis 14: Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen, Standardisasi, Pengendalian Mutu, Tertib Ukur dan Pengawasan Barang/Jasa No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
37
34,17
92,35%
30
Indeks Keberdayaan Konsumen
31
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
32
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan
60%
49,6%
82,7%
33
Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku
50%
49,7%
98,4%
Ik 30: Indeks Keberdayaan Konsumen Terdapat dua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen yaitu perlindungan konsumen secara preventif dan represif. Upaya preventif dalam perlindungan konsumen adalah perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa, sedangkan upaya represif yaitu perlindungan ketika konsumen telah mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Upaya represif telah dilakukan dengan menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen serta tersedianya lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang dapat diakses untuk mengadukan kerugian yang dialami. Sementara itu upaya perlindungan konsumen secara preventif dalam kenyataannya masih belum sesuai dengan harapan dimana masih terdapat konsumen yang belum mampu menggunakan hak dan kewajibannya sebagai konsumen untuk menentukan pilihan terbaik bagi diri dan lingkungannya sehingga retan akan kerugian. Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif, maka pemerintah perlu menumbuhkan keberdayaan konsumen. Indikator yang mengambarkan terwujudnya kondisi keberdayaan konsumen tersebut diukur melalui nilai Indeks Keberdayaan Konsumen. Indeks Keberdayaan Konsumen dinilai dapat mengukur tingkat keberdayaan konsumen maupun peningkatan pemberdayaan konsumen karena tingkat keberdayaan konsumen dapat dijadikan dasar untuk mengambil tindakan yang harus diambil untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui berbagai upaya edukasi kepada konsumen sebagai langkah preventif terhadap ekses negatif. Definisi operasional Indeks Keberdayaan Konsumen adalah perspektif kesadaran, pemahaman dan kemampuan diukur melalui tiga dimensi dalam interaksi pasar yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Dimensi 91
pra pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu pencarian informasi dan pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen. Dimensi saat pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu pemilihan dan preferensi barang/jasa serta perilaku pembelian. Dimensi pasca pembelian diukur dengan dua indikator, yaitu kecenderungan untuk bicara dan perilaku komplain. Pada Tahun 2015, telah dilakukan riset dalam rangka pengukuran Indeks Keberdayaan Konsumen di kota-kota besar pada 13 Provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Barat, Maluku, NTT, Papua). Provinsi-provinsi ini dipilih dengan pertimbangan dapat merepresentasikan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia baik secara demografi, ekonomi dan pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis indeks keberdayaan konsumen, menganalisis perbedaan indeks keberdayaan konsumen dan merumuskan strategi peningkatan keberdayaan konsumen di Indonesia. Tabel 3-12. Hasil Penelitian Indeks Keberdayaan Konsumen Tahun 2015 No.
Provinsi
Indeks
Pulau
Indeks
Sumatera
35,26
Jawa
38,39
Kalimantan
26,82
Sulawesi
33,60
1
Sumatera Utara
38,56
2
Riau
36,42
3
Lampung
30,79
4
Jawa Barat
34,98
5
DKI Jakarta
43,22
6
Jawa Tengah
36,62
7
Jawa Timur
38,74
8
Kalimatan Barat
26,82
9
Sulawesi Selatan
36,02
10
Sulawesi Utara
31,19
11
NTT
32,34
Nusa Tenggara
32,34
12
Maluku
33,85
Maluku
33,85
13
Papua
24,61
Papua
24,61
Rata-rata nasional
34,17
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diketahui bahwa Indeks keberdayaan konsumen (IKK) di yang diteliti masih rendah yaitu bernilai 39,14 atau berada dalam tingkat kategori Paham (Tabel 4). Urutan indeks keberdayaan konsumen yang diteliti dari nilai tertinggi adalah Jakarta yang paling berdaya (43,22) dan yang paling rendah (tidak berdaya) adalah Papua (24,61). Secara Umum, dimensi yang paling rendah adalah perilaku komplain yang artinya 92
masyarakat masih kurang berdaya melakukan komplain apabila merasa dirugikan. Tabel 3-13. Penjelasan nilai Indeks Keberdayaan Konsumen
No.
Tingkat Kategori
IKK
Deskripsi Taksonomi Bloom
1
Sadar
< 20
Mengenali hak dan kewajiban dasar sebagai konsumen
2
Paham
20,01 – 40
Memahami hak dan kewajiban konsumen untuk melindungi dirinya
3
Mampu
40,01 – 60
Mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya
4
Kritis
60,01 – 80
Berperan aktif memperjuangkan hak dan melaksanakan kewajibannya serta mengutamakan produk dalam negeri
5
Berdaya
> 80,01
Memiliki nasionalisme tinggi dalam berinteraksi dengan pasar dan memperjuangkan kepentingankonsumen
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 2,83 poin di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja pemberdayaan konsumen harus ditingkatkan lebih baik lagi. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir, namun analisis tersebut tidak dapat dilakukan karena indikator ini merupakan indikator baru ditetapkan pada Tahun 2015 sehingga tidak ada data pada tahun-tahun sebelumnya. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, untuk mencapai target Tahun 2016 yaitu 40 maka perlu mengupayakan terobosan-terobosan pemberdayaan konsumen sehingga indeks bisa meningkat 6 poin. Jika dapat diusahakan kenaikan indeks sebesar 5 poin tiap tahun maka pada Tahun 2019 akan dicapai indeks sebesar 54,17 yaitu 4,17 poin melebihi target akhir tahun jangka menengah yaitu 50 pada Tahun 2019. Namun demikian, apabila realisasi kinerja tahun ini dibandingkan dengan standar nasional/internasional, akan didapati bahwa IKK Indonesia masih jauh dengan indeks tertinggi di Eropa, yakni Norwegia mencapai 61,63 bahkan jika dibandingkan dengan indeks negara terendah adalah Rumania sekitar 37,83, IKK Indonesia masih sedikit lebih rendah.
93
Tabel 3-14. Perbandingan Indeks Keberdayaan Konsumen di Uni Eropa
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di Eropa, negara dengan indeks tertinggi yakni Norwegia mencapai 61,63 sedangkan negara dengan indeks terendah adalah Rumania yaitu 37,83. Indeks tersebut secara statistik dibagi menjadi tiga golongan. Jika indeks kurang dari 33 persen dianggap kurang, 33-66 persen dianggap sedang, dan di atas 66 persen dianggap baik. Memperhatikan bahwa indikator IKK pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena riset baru dilakukan di kota-kota besar belum mencakup baik wilayah urban maupun rural seperti wilayah Kalimantan, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu target yang ditetapkan juga tergolong mudah dicapai karena setara dengan indeks terendah di Eropa sehingga relatif mudah dicapai.
IK 31: Persentase konsistensi barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan
94
Barang yang akan beredar di pasar dalam negeri dan telah memiliki Surat Persetujuan Penggunaan Tanda (SPPT-SNI) baik produk impor ataupun produksi dalam negeri diwajibkan memiliki mutu yang tetap konsisten sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan. Akan tetapi, berdasarkan pengawasan yang dilakukan sebelumnya, masih diperoleh hasil bahwa produk yang sudah terdaftar memiliki mutu produk yang tidak sesuai dengan standar walaupun telah memperoleh SPPT SNI. Uji petik ketertelusuran mutu barang dilakukan dalam rangka monitoring kesesuaian mutu barang, sehingga dapat diketahui barang mana saja yang aman untuk dikonsumsi masyarakat. Salah satu keberhasilan dalam upaya perlindungan konsumen diantaranya akan tercapai apabila hasil uji petik yang dilakukan terbukti masih sesuai dengan ketentuan SNI. Oleh karena itu, penerbitan NPB menjadi instrumen yang penting untuk melindungi konsumen atas konsumsi barang yang beredar di pasar. Kondisi tersebut diukur melalui indikator Persentase Konsistensi Mutu Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan, yaitu dengan perbandingan antara jumlah barang impor ber-SNI yang sesuai ketentuan dibagi dengan jumlah contoh uji petik kemudian dikalikan angka 100%. Semakin tinggi persentase menggambarkan semakin tingginya konsistensi mutu barang impor sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Selama Tahun 2015, telah dilakukan pengambilan contoh pada kegiatan uji petik ketertelusuran mutu barang sebanyak 89 merk produk (lampu hemat energi, setrika, kipas angin, saklar, tusuk kontak dan kotak kontak serta korek api, pupuk (NPK, TSP, ZA, Fosfat Alam, NPK Padat), ban dalam truk dan bus, serta ban sepeda motor dari gudang importir di Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bekasi dan Banten) dan semua barang sudah diserahkan kepada Balai Pengujian Mutu Barang untuk dilakukan pengujian. Tabel 3-15. Hasil Pelaksanaan Uji Petik Tahun 2015
No.
Jenis barang
Jumlah barang
1
Triwulan I
18 merek
2
Triwulan II
48 merek
3
Triwulan III
23 merek
4
Triwulan IV
0 merek
Total
89 merek
Setelah dilakukan pengujian, diketahui bahwa 55 merek telah sesuai dengan ketentuan/standar yang berlaku, 26 merk tidak sesuai SNI, dan 8 merek masih dalam proses pengujian di laboratorium BPMB sehingga persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku 61,80%.
95
Persamaan 3-1. Hasil Penghitungan Persentase Konsistensi Barang Beredar
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih tinggi 12% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan baik. Pada Tahun 2014 persentase konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan tercatat kurang dari 50% sedangkan Tahun 2015 yaitu 62%. Hal ini menunjukkan ada peningkatan kinerja pengawasan mutu produk impor dan kepatuhan importir. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 sudah melebihi target Tahun 2018 yaitu 60%. Jika kinerja tahun depan bisa sebagus tahun ini maka dimungkinkan realisasi tahun depan bisa melebihi target Tahun 2019. Indikator kinerja ini bisa dibandingkan dengan kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang melakukan pengukuran kinerja serupa. Dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN maka Badan POM mengukur persentase kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat). Pada Tahun 2014, hasil pengujian laboratorium terhadap 28.459 sampel kosmetik menunjukkan bahwa kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat) adalah sebesar 98,72% atau naik sebesar 0,68% dibandingkan Tahun 2010 (98,04%). Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja Kementerian Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Badan POM. Bagan 3-20. Profil kosmetik yang memenuhi syarat Tahun 2010-2014
Sumber: Laporan Kinerja Badan POM Tahun 2014
96
Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data perbandingan produk yang diuji petik dengan total produk impor yang masuk ke dalam negeri sehingga belum terlihat seberapa besar cakupan kinerja dalam skala nasional. Selain itu, juga belum terlihat besar peningkatan dari tahun ke tahun (persen peningkatan). Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal mendukung keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena dukungan laboratorium dan tenaga penguji mutu barang yang memadai.
IK 32: Persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat preventif seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun juga perlu didukung dengan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/MDAG/PER/5/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa barang dan atau jasa yang diperdagangkan, memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain: 1. SNI Wajib, 2. Penyertaan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi dalam Bahasa Indonesia (MKG), 3. Penggunaan label dalam bahasa Indonesia, 4. Pelaksanaan distribusi, dan 5. Perdagangan bidang jasa. Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai dengan ketentuan diharapkan dapat merefleksi peningkatan perlindungan konsumen sekaligus menjadi tolok ukur dalam menilai peningkatan kinerja pengawasan barang beredar dan jasa. Dengan semakin tinggi capaian indikator kinerja tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pengawasan barang beredar dan jasa semakin meningkat dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perlindungan konsumen di Indonesia. Capaian indikator kinerja Persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi yang sesuai diukur dengan membandingkan jumlah produk yang diawasi yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku terhadap jumlah total produk yang diawasi. Selama Tahun 2015, jumlah barang beredar yang telah diawasi dengan parameter ketentuan SNI Wajib, buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi, label berbahasa Indonesia, dan distribusi adalah sebanyak 500 produk. 97
Tabel 3-16. Daftar barang yang diawasi Tahun 2015 No.
Jenis barang
Jml
1
Triwulan I
107
2
Triwulan II
172
3
Triwulan III
162
4
Triwulan IV
89
Total
500
Dari jumlah tersebut, sebanyak 211 barang telah sesuai ketentuan, 249 barang tidak sesuai ketentuan, dan 40 barang masih dalam proses uji laboratorium. Jadi, persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan 49,60%. Persamaan 3-2. Hasil Penghitungan Persentase Barang Beredar
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 10,40% di bawah angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini belum sebaik yang diharapkan. Pada Tahun 2014 persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan tercatat 36,11% sedangkan Tahun 2015 49,60%. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan kinerja pengawasan barang beredar dan kepatuhan pelaku usaha. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 masih jauh dari angka target Tahun 2019 yaitu 75%. Perlu upaya lebih keras untuk mengejar target pada tahun-tahun kedepan, meningkatkan realisasi paling tidak sebesar 5% per tahun. Indikator ini bisa dibandingkan dengan kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang melakukan pengukuran kinerja serupa. Dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN maka Badan POM mengukur persentase kosmetik yang aman, bermanfaat, dan bermutu (memenuhi syarat). Pada Tahun 2014, hasil pengujian laboratorium terhadap 15.418 sampel obat menunjukkan bahwa obat yang aman,berkhasiat, dan bermutu (memenuhi syarat) adalah sebesar 99,20%, atau naik sebanyak 4,98% dibandingkan Tahun 2010 (94,22%). Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja Kementerian Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Badan POM.
98
Bagan 3-21. Profil obat yang memenuhi syarat Tahun 2010-2014
Sumber: Laporan Kinerja Badan POM Tahun 2014
Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data perbandingan produk yang diawasi dengan total potensi barang beredar di pasar sehingga belum terlihat seberapa besar cakupan kinerja dalam skala nasional. Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa kendala yang menghambat kegagalan kinerja pada indikator ini antara lain karena jumlah dan kualitas SDM pengawas yang belum memadai dan perlu ditingkatkan lagi mengingat beban kerja yang demikian besar.
IK 33: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan. Perdagangan yang adil tercermin pada kondisi dimana konsumen memperoleh haknya secara penuh sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami kerugian atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu tertentu melalui proses tera dan tera ulang. Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya. Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya 99
perlindungan konsumen semakin baik pula. Adapun data jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Survei Sucofindo Tahun 2011 adalah 68.552.441 unit. Tabel 3-17. Daftar rincian UTTP yang bertanda tera sah Tahun 2015
No.
Rincian
2010
2011
2012
2013
590.777
1.179.357
1.123.933
2.363.108
4.717.429
4.495.730
1.
Meter listrik
2.
Meter air
3.
UTTP yang ditera-tera ulang selama Tahun 2015 Total UTTP
2014
Jumlah
1.242.591
823.139
4.959.797
4.602.221
3.809.887
19.988.375 9.122.520 34.070.692
Realisasi UTTP yang ditera-tera ulang pada periode Tahun 2015 adalah sebesar unit sedangkan jumlah meter listrik dan meter air yang ditera Tahun 2010-2014 dan masih bertanda tera sah adalah 24.948.172 unit. Maka persentase UTTP bertanda tera sah 49,70% (target tercapai 98,41%). Persamaan 3-3. Hasil Penghitungan Persentase UTTP Bertanda Tera Sah
Jika dibandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini, maka angka realisasi lebih rendah 0,3% di atas angka target yang ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja yang diukur dengan indikator ini telah dilaksanakan dengan cukup baik meskipun target tidak tercapai. Perbandingan berikutnya, yaitu membandingkan antara capaian kinerja kinerja tahun ini dengan tahun lalu atau beberapa tahun terakhir. Pada Tahun 2014 persentase UTTP bertanda tera sah tercatat 51,65% sedangkan Tahun 2015 adalah 49,70%. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan kinerja. Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka realisasi Tahun 2015 masih jauh dari target Tahun 2019 yaitu 70%. Indikator ini bisa dibandingkan dengan kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan) yang melakukan pengukuran indikator kinerja persentase produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat. Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 33 Provinsi. Secara nasional target
100
indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar tercapai dengan realisasi indikator kinerja sebesar 95.86%. Tabel 3-18. Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu, dan Manfaat
Sumber: LAK Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tahun 2014
Apabila kinerja dua instansi ini dibandingkan, maka kinerja Kementerian Perdagangan masih tertinggal jauh dari kinerja Kementerian Kesehatan. Salah satu kekurangan pada indikator ini adalah tidak menampilkan data mutakhir potensi UTPP nasional sehingga data yang digunakan masih mengacu Tahun 2011 padahal pertumbuhan UTTP nasional terus terjadi tiap tahun. Memperhatikan bahwa indikator ini pada Tahun 2015 merupakan indikator tahun pertama, dapat dikatakan sebagai awal yang cukup baik. Beberapa hal menghambat keberhasilan kinerja pada indikator ini antara lain karena jumlah dan kualitas SDM petugas pengawas metrologi legal yang terbatas.
101
Sasaran Strategis 15: Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha Bidang PDN No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
34
Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan dalam negeri di daerah dengan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan
40 kab/kota
45 kab/kota
112,5%
35
Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3 Hari
60%
3,5%* (44 dari 511 kab/kota)
8,6%
Keterangan: * Data realisasi hingga Triwulan III Tahun 2015.
Ik 34: Terintegrasinya layanan perizinan perdagangan di daerah dengan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan Selama periode 2015-2019, ditargetkan jumlah kabupaten/kota yang memberikan pelayanan perizinan perdagangan dalam negeri yang terintegrasi secara online dengan Kementerian Perdagangan mengalami peningkatan mulai dari 40 kabupaten/kota pada tahun 2015 hingga menjadi 200 kabupaten/kota pada tahun 2019. Pada tahun 2013 Kementerian Perdagangan telah membangun aplikasi Sistem Informasi Perusahaan Online (SIPO) yang dapat menghimpun data-data SIUP, TDP, STPW dan IUTM secara online dari kantor-kantor instansi penerbit tingkat kabupaten/kota (PTSP) untuk disimpan secara terpusat di database Kementerian Perdagangan. Pembangunan SIPO dimaksudkan untuk menyediakan data dan informasi tentang usaha dan perusahaan di tingkat nasional secara cepat dan akurat bersumber dari penerbitan SIUP, TDP, STPW dan IUTM serta untuk memberikan kemudahan bagi instansi penerbit dalam menyampaikan pelaporannya. Hingga tahun 2014, SIPO telah diimplementasikan di 15 (lima belas) kabupaten/kota dan pada tahun 2015 sudah diimplementasikan di 45 (empat puluh lima) kabupaten/kota. Implementasi SIPO pada tahun 2015 dilakukan di 45 instansi penerbit SIUP dan TDP di wilayah jawa, diprioritaskan bagi daerah yang memilih menggunakan aplikasi SIPO yang dibangun Pusat yaitu aplikasi SIPO dengan metode web form. Metode Web Form, yaitu sistem yang dibangun Direktorat Bina Usaha Perdagangan, disebut aplikasi Sistem Informasi Perusahaan Online (SIPO) yang berbasis web dengan alamat : http://sipo.kemendag.go.id. Dengan solusi ini, daerah melakukan penerbitan dan pengolahan data melalui web SIPO. Solusi Web Form dapat dipilih apabila daerah tidak memiliki sistem (aplikasi komputer) sebelumnya atau apabila daerah ingin meninggalkan sistem yang dimiliki sebelumnya dan mau beralih ke aplikasi SIPO.
102
Implementasi yang telah berjalan hingga saat ini tentunya tidak selalu berjalan baik. Terkadang ada beberapa persoalan yang menyebabkan terhentinya aliran data penerbitan SIUP, TDP, STPW, dan IUTM. Salah satu persoalan yang terjadi adanya pelimpahan wewenang penerbitan yang sebelumnya berada di Dinas yang terkait Perdagangan menjadi di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagaimana Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Hal-hal tersebut perlu diselesaikan dengan segera agar aliran data yang bersumber dari aplikasi SIPO dapat diteruskan.Di sisi lain pihak PTSP sebagai penerbit SIUP, TDP, STPW, dan IUTM masih belum memahami secara baik kebijakankebijakan yang terkait penerbitan SIUP, TDP, STPW, dan IUTM. Berdasarkan indikator tersebut maka Direktorat Bina Usaha Perdagangan dalam hal ini yang menangani terkait perizinan perdagangan mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Di Bidang Usaha Perdagangan. Kegiatan ini diselenggarakan dan dihadiri para pejabat dari Dinas teknis yang membidangi bidang Perdagangan dan Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di wilayah, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Identifikasi Implementasi SIPO bertujuan untuk menyatukan persepsi diantara para pejabat daerah khususnya pejabat penerbit SIUP, TDP, STPW dan IUTM tentang pentingnya data pelaporan penerbitan tersebut tidak hanya bagi Kementerian/Lembaga saja tetapi bagi kepentingan umum yang lebih luas sekaligus memberikan pemahaman tentang SIPO dan pemakaian aplikasi SIPO kepada daerah yang telah terimplementasi SIPO. Dalam rangka mengemban fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap usaha perdagangan sehingga dapat terciptanya perusahaan yang jujur, transparan dan berdaya saing tinggi, diperlukan ketersediaan data dan informasi tentang (TDP usaha dan perusahaan yang bersumber antara lain dari penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan), Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) dan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) dan melalui pembangunan Sistem Informasi Perusahaan Online (SIPO) dimaksudkan untuk menghimpun data dan informasi tentang usaha dan perusahaan yang bersumber SIUP, TDP, STPW dan IUTM secara online, cepat dan akurat serta memberikan kemudahan bagi instansi penerbit dalam mengoptimalkan pelaporannya. Dengan tersedianya data secara nasional melalui Implementasi SIPO diharapkan juga dapat memberikan gambaran secara lebih detil tentang struktur usaha di Indonesia dan dapat sebagai bahan rumusan kebijakan secara nasional.
IK 35: Persentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3 Hari Persentase kabupaten/kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari 60% pada tahun 2015 hingga menjadi 100% pada tahun 2019. 103
Persentase kabupaten/kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari 60% pada tahun 2015 hingga menjadi 100% pada tahun 2019. Sampai dengan triwulan III tahun 2015, telah ada 44 kabupaten/kota yang diidentifikasi telah menerbitkan SIUP dan TDP dalam jangka waktu paling lama 3. Kendala pada penerbitan SIUP/TDP maksimal 3 hari terdapat pada pengumpulan data, Penyebab tidak diperolehnya data tersebut disebabkan keengganan dari kab/kota untuk menyerahkan data waktu pada waktu pelaku usaha/masyarakat menyerahkan dokumen pendaftaran SIUP dan TDP ke instansi terkait di kabupaten/kota. Kendala lain yang diperoleh dalam memperoleh data waktu penerbitan SIUP dan TDP adalah terjadinya pemisahan kewenangan penerbitan antar instansi di beberapa kab/kota. Misalkan saja ada kab/kota yang menyerahkan kewenangan penerbitan SIUP di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berada Sekretariat Daerah, sedangkan kewenangan penerbitan TDP berada di bawah Dinas teknis yang membidangi perdagangan. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, maka pengukuran IK 35 belum dapat mencapai target. Perlu upaya lain, misalkan melalui perbaikan metodologi pengumpulan data dan perubahan cara komunikasi supaya kab/kota dapat memberikan data secara lengkap waktu penerbitan SIUP dan TDP.
104
Sasaran Strategis 16: Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha di Bidang Perdagangan Luar Negeri No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
36
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor (%)
65%
71,8%
110,5%
37
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
38
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan Online (persen)
15%
170,6%
1137,2%
Ik 36: Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor Selama periode 2015-2019, ditargetkan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor mengalami peningkatan mulai dari 65% pada tahun 2015 hingga menjadi 73% SKA pada tahun 2019. Pada Tahun 2015, diperoleh rasio nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) Preferensi dan Non-Preferensi terhadap total ekspor adalah sebesar 71,81%. Hal ini didapat dari perhitungan data nilai ekspor yang menggunakan SKA Preferensi dan Non-Preferensi yaitu sebesar USD 107.896.351.353 milyar dibandingkan terhadap nilai total ekspor Indonesia sebesar USD 150.252.000.000 milyar untuk periode Januari S.D Desember 2015.
Ik 37: Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA Sementara itu, waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA ditargetkan mengalami peningkatan mulai dari 75% pada tahun 2015 hingga menjadi 95% pada tahun 2019. Pada Tahun 2015 jumlah perizinan ekspor dan impor yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri sebanyak 21.163 perizinan. Dari total perizinan tersebut, sebanyak 8.549 perizinan di antaranya diproses di Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan Satu (UPTP-I) Kementerian Perdagangan Gedung Utama Lt.2. Sebanyak 12.634 lainnya perizinan diproses di Unit Teknis (9.900 perizinan diterbitkan oleh Direktorat Impor, 1.567 perizinan diterbitkan oleh Dit.Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan serta 1.167 perizinan diterbitkan oleh Dit. Ekspor Produk Industri dan Pertambangan). Dari total 21.163 perizinan yang diterbitkan Tahun 2015, jumlah perizinan ekspor dan impor yang proses penerbitannya memenuhi janji layanan sesuai Permendag 53/2014 adalah sebanyak 12.827 perizinan. Dengan demikian, 105
realisasi pada tahun 2015 sebesar 60,55% dari target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75%, sehingga capaian untuk indikator kinerja ini sebesar 80,8%. Belum tercapainya target ini dikarenakan banyaknya revisi regulasi yang dilakukan dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi yang telah ditargetkan pada Kemendag guna memenuhi Paket Ekonomi Tahap I yang telah ditetapkan oleh Presiden, sehingga kesibukan tersebut menyita waktu yang tidak sedikit. Dari 12.827 perizinan yang memenuhi SLA, sebanyak 4.655 perizinan diproses di UPTP I Kemendag, sementara sisanya diproses oleh Unit Teknis (5.636 perizinan diproses Dit.Impor, 1.537 perizinan diproses Dektanhut dan 999 perizinan diproses di Dekintam). Hal ini dapat dilihat pada lampiran rekap SLA. Terkait dengan pengiriman rekomendasi dari Kementerian Teknis, pada tahun 2015 hanya Rekomendasi dari Kementerian Pertanian (RIPH) yang telah terintegrasi dengan sistem perizinan online INATRADE. Sehingga untuk rekomendasi dari K/L lain masih diperlukan hard copy asli yang disampaikan langsung dari pelaku usaha ke Kemendag untuk diproses lebih lanjut. Direncanakan kedepannya seluruh rekomendasi yang diterbitkan oleh Kementerian Teknis akan terkirim ke sistem INSW, dimana nantinya akan digunakan oleh Kementerian penerbit perijinan final, dengan cara menarik data rekomendasi tersebut dari sistem INSW. Adapun kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung pencapaian IK 5, sehingga dapat meningkatkan pelayanan yang berakibat semakin bertambahnya penyelesaian perizinan yang sesuai dengan SLA, adalah sebagai berikut: 1. Penunjang Operasional Sistem Perizinan Ekspor dan Impor Secara Elektronik [Inatrade dan UPP], kegiatan ini merupakan dukungan terhadap operasional penerbitan perizinan dari sarana dan prasarana UPTP I; 2. Peningkatan Kemampuan Petugas UPP dan Pemroses Inatrade, merupakan peningkatan knowledge bagi petugas UPTP I dan pemroses, berupa update regulasi dan perkembangan system INATRADE.
IK 38: Persentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan Online Presentase pengguna Sistem Perijinan Online pada periode yang sama diharapkan mengalami peningkatan dari 15% pada tahun 2015 menjadi 35% pada tahun 2019. Pada Tahun 2014 jumlah pemilik Hak Akses INATRADE ialah 6.780 perusahaan sedangkan pada Tahun 2015, jumlah pemilik Hak Akses bertambah sebanyak 6.723 perusahaan. Dengan demikian, total jumlah
106
pemilik Hak Akses INATRADE sampai bulan Desember 2015 adalah 13.503 perusahaan Jumlah pengguna hak akses pada 2014 adalah 850 perusahaan sedangkan jumlah pengguna hak akses pada Tahun 2015 sebanyak 9.666 perusahaan. Dengan demikian pada Tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah pengguna hak akses sebesar 1.137,2% dibandingkan dengan data di akhir Tahun 2014. Hal ini berarti dengan realisasi indikator kinerja sebesar 170,6% menunjukkan bahwa indikator kinerja ini memiliki tingkat capaian sebesar 1.137,2% melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 15%. Peningkatan jumlah pemilik hak akses dan pengguna hak akses pada Tahun 2015 merupakan efek dari implementasi Permendag No. 53/MDAG/PER/9/2014 tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan yang dilakukan sejak tanggal 2 Desember 2014. Dengan semakin meningkatnya jumlah perizinan yang harus diajukan secara online, maka pelaku usahapun wajib memiliki Hak Akses untuk dapat mengajukan perizinan di Kementerian Perdagangan. Gambar 3-2. Sosialisasi tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP) Dalam Rangka Perijinan Mandatory Online di Bali (3/09/2015)
Kegiatan yang telah dilakukan pada tahun 2015 untuk mencapai IK 6 dengan melaksanakan Bimbingan Teknis Sistem dan Aplikasi Inatrade Bagi Pejabat dan Pelaku Usaha di 3 daerah, dan Sosialisasi Permendag Nomor 53/MDAG/PER/9/2014 Tentang Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP) Dalam Rangka PerizinanMandatory Online di 5 daerah.
107
Sasaran Strategis 17: Meningkatnya Dukungan Kinerja Layanan Publik No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
39
Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di Lingkungan Kemendag
65%
78,3%
120,4%
40
Persentase penyelesaian peraturan perundang-undangan
95%
99,63%
104,9%
41
Rasio berita negatif semakin menurun
10%
0,12%
1,2%
42
Persentase tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan informasi
> 60 %
82,92%
100%
Ik 39: Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di lingkungan Kemendag Untuk mendukung kinerja layanan publik dibutuhkam peningkatan kualitas dan kuantitas jangkauan pelayanan kepada masyarakat, antara lain melalui pengadaan peralatan, tanah, gedung, dan sarana penunjang perdagangan lainnya. Penyelenggaraan ketersediaan sarana dan prasarana dilakukan secara bertahap dan ditargetkan pada tahun 2015 sarana dan prasarana untuk mendukung pelayanan publik sudah tersedia sebesar 65% dan meningkat sampai dengan 85% pada tahun 2019. Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah mengangkat Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai tolak ukur pertama dalam melakukan pelayanan, dikarenakan ULP telah melayani hampir seluruh unit di lingkungan Kementerian Perdagangan dalam melaksanakan layanan pengadaan barang/jasa pemerintah secara online. Kementerian Perdagangan telah melakukan survey kepuasan internal stakeholders terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Instrumen survey didesain untuk mendapatkan gambaran terhadap kepuasan stakeholders terhadap pelayanan pengadaan barang/jasa. Rincian skor masing-masing unsur
yang disurvey pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah berikut. Tabel 3-19. Rincian Skor untuk Masing-masing Unsur Pelayanan
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Unsur Pelayanan Prosedur Waktu Pelayanan Biaya Kualitas Pelayanan Kompetensi Pelaksana Perilaku Pelaksana Standar Pelayanan Mekanisme pengaduan
∑ SKOR 2,98 2,91 4,00 3,02 3,09 3,07 3,00 3,00 108
Untuk mengetahui nilai indeks pelayanan ULP Kemendag dihitung sebagai berikut: (2,98 x 0,13) + (2,91 x 0,13) + (4,00 x 0,13) + (3,02 x 0,13) + (3,09 x 0,13) + (3,07 x 0,13) + (3,00 x 0,13) + (3,00 x 0,13) = 3,258. Hasil suvey didapati bahwa tingkat kepuasan pelanggan internal terhadap layanan pengadaan barang/jasa mencapai 3,258 (Skala 4,0). Dengan demikian nilai indeks unit pelayanan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Nilai Indeks setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar = 3,258 x 25 = 81,46. b. Mutu pelayanan A. c. Kinerja unit pelayanan termasuk dalam kategori “Sangat Baik”.
IK 40: Persentase penyelesaian peraturan perundang-undangan Kementerian Perdagangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mendukung kinerja layanan publik adalah dengan menyelesaikan peraturan perundang-undangan sektor perdagangan. Target penyelesaian peraturan perundang-undangan pada periode 2014 sampai dengan 2019 adalah sebesar 95% setiap tahunnya. Capaian indikator kinerja ini terlihat dari jumlah peraturan perundangundangan yang telah disusun/dirumuskan/ditelaah/dievaluasi dan dilakukan legal drafting sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Adapun target indikator kinerja pada Tahun 2015 adalah 95% dan realisasinya sebesar 99,63% atau sebanyak 1.367 Peraturan/Keputusan Menteri Perdagangan dengan rincian sebagai berikut :
Jumlah Peraturan Menteri Perdagangan sebanyak 122.
Jumlah Keputusan Menteri Perdagangan sebanyak 1.245.
IK 41: Penurunan rasio berita negatif Kinerja meningkatnya dukungan kinerja layanan publik diukur juga dengan rasio berita negatif yang semakin menurun. Tahun 2015 Kementerian Perdagangan menargetkan persentase penurunan rasio berita negatif adalah sebesar 10% dan pada tahun 2019 sebesar 5%. Pada tahun 2015, rasio berita negatif semakin menurun melebihi target yang diharapkan yang semula ditargetkan 10% menjadi 0.12%. Berita yang diperoleh melalui media cetak dan media online dianalisis dan dikategorikan menjadi berita positif, netral, negatif, dan waspada. Untuk sentimen positif, dinilai atau diperoleh dari isi beritanya yang berisikan positif 109
atau baik secara keseluruhan. Untuk sentimen netral isi beritanya itu berimbang antara bersifat positif dan bersifat negatif dalam satu berita, bisa juga berita yang isinya hanya berupa seputar informasi saja. Untuk waspada beritanya bersifat mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendag dan perlu penanganan segera. Untuk sentimen negatif, biasanya isi berita itu keseluruhannya menghujat atau mencemarkan dan bukan kritikan yang membangun. Adapun perincian kategori berita pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 3-20. Rincian Kategori Berita Periode Januari - Desember 2015
No
Kategori Berita
1
Positif
6.764
2
Netral
5.641
3
Waspada
2.768
4
Negatif Total
Jumlah Berita
18 15.191
Persamaan 3-4. Hasil Perhitungan Rasio Berita Negatif Tahun 2015
Dari sejumlah pemberitaan yang ada terdapat beberapa pemberitaan yang menjadi sorotan publik terhadap kebijakan – kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah diantaranya sebagai berikut dibawah ini: 1.
Impor Sapi
Pemberitaan positif mengenai pemerintah membuka peluang impor dengan negara-negara produksi sapi yang besar seperti Australia dan Selandia Baru demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemberitaan netral mengenai Persatuan Peternak Sapi Kerbau Indonesia meminta pemerintah mengkaji kembali ketersediaan populasi sapi di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan daging sapi bagi masyarakat. 2.
Paket Ekonomi
Pemberitaan positif mengenai pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi dalam upaya memperkuat perekonomian di tanah air. Pemberitaan netral para pelaku pasar menanti langkah konkret dan realisasi dari
110
kebijakan-kebijakan paket ekonomi tersebut, dan meminta tidak ada lagi penundaan. 3.
Impor Garam
Pemberitaan netral mengenai revisi atas impor garam akan selesai akhir Agustus ini. Salah satu perbaikan paling mendasar dalam beleid itu, ialah soal definisi garam industri dan konsumsi. Importir diharapkan tidak mengimpor garam melebihi kebutuhan di dalam negeri karena hal tersebut menyengsarakan petani garam nasional. Pemberitaan waspada mengenai para petani garam menuntut pemerintah untuk menyetop impor garam yang dinilai merugikan para petani di dalam negeri. Sekjen Komisi Garam Pamekasan berharap pemerintah segera mencabut izin impor garam, terutama pada saat panen. Tingginya impor garam menurutnya membuat harga garam rakyat jatuh. 4.
Stok Beras
Pemberitaan positif mengenai pemerintah mengklaim stok beras hingga akhir tahun cukup aman. Pemberitaan netral mengenai pemerintah berupaya tidak melakukan impor beras meskipun dampak fenomena El-Nino yang berakibat kemarau panjang menurunkan produksi pangan nasional. 5.
Dwelling Time
Pemberitaan positif mengenai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli membentuk satuan tugas (satgas) untuk mempercepat waktu bongkar muat barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok. Pemberitaan netral mengenai pemecahan masalah waktu tunggu bongkar muat (Dwelling Time) masih menunggu Keputusan Presiden untuk menunjuk Otoritas Pelabuhan sebagai pusat koordinator seluruh kegiatan pelabuhan. 6.
Harga Daging Sapi
Pemberitaan netral mengenai Menteri Pertanian menghimbau para perusahaan penggemukan sapi (feedloter) melepas stoknya agar tak ada kelangkaan daging sapi di pasar. Pemberitaan waspada mengenai pasca Lebaran Idul Fitri, harga daging sapi di pasar-pasar tradisional di Jakarta belum juga turun. Harga daging sapi dipatok para pedagang Rp 130.000/kg. harga daging sapi yang masih tinggi tersebut karena harga dari RPH juga tak kunjung turun setelah lebaran. 7.
Harga Daging Ayam
Pemberitaan netral mengenai harga ayam hidup terlihat sedikit menurun di beberapa daerah. Hal itu tampak pada harga broiler (ayam pedaging) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat terus mengalami penurunan meski tipis. Diprediksi harga mulai normal kembali lantaran stok ayam kembali pulih. Pemberitaan waspada tingginya harga ayam di pasar tradisional di
111
Jabodetabek sehingga membuat para pedagang ayam potong di beberapa wilayah melakukan aksi mogok berjualan. 8.
Peraturan Minol
Pemberitaan netral mengenai Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia usaha meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana deregulasi peraturan di sektor minuman beralkohol yang digagas pemerintah belum lama ini. Pemberitaan waspada mengenai Aliansi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia mengkhawatirkan aturan jual minuman alkohol apabila diserahkan kepada pemerintah daerah justru menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. 9.
Impor Beras
Pemberitaan netral mengenai para petani memberikan beberapa syarat dalam impor beras kepada pemerintah. Pertama, meminta agar impor beras dilakukan hanya oleh Perum Bulog, tidak dibuka untuk swasta. Kedua, beras yang diimpor oleh Bulog tersebut tidak boleh digelontorkan langsung ke pasar. Pemberitaan waspada mengenai Para petani kecewa dengan peraturan Presiden yang mengizinkan impor beras. Peraturan tersebut dinilai merugikan petani dan menjadi penghambat produktifitas para petani. 10. Kerjasama TPP Pemberitaan positif mengenai pemerintah memandang Kemitraan TransPasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP) bermanfaat untuk mendorong reformasi ekonomi Indonesia. Pemberitaan netral mengenai pemerintah harus berhati-hati dan berhitung dengan cermat untuk bergabung dalam blok dagang Trans Pasific Partnership mengingat Vietnam memiliki kesamaan produk dengan Indonesia. 11. Kebijakan Perdagangan Pemberitaan positif mengenai BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen. Menteri Perdagangan menyambut baik pertumbuhan ekonomi pada kuartal III ini. Pemberitaan netral Paket kebijakan ekonomi yg dikeluarkan pemerintah masih mendasar, belum menyentuh akar permasalahan. 12. MEA 2015 Pemberitaan positif mengenai pemerintah yakin sektor industri siap menghadapi MEA 2015. Karena Indonesia memiliki potensi paling besar, baik sebagai pasar terbesar karena jumlah konsumsi yang besar dan juga dari segi penyedia sumber daya manusia (SDM). Pemberitaan netral mengenai ketika menghadapi MEA pada 2016 nanti, Indonesia harus memperkuat basis produksi di Indonesia. 13. Stok Beras 112
Pemberitaan positif mengenai Kementerian Pertanian memprediksi stok beras yang ada sekarang aman dan mencukupi hingga akhir tahun. Pemberitaan netral mengenai melihat dampak El Nino Menteri Pertanian terus memantau panen sekaligus tanam padi di berbagai wilayah Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Kalimantan. 14. Pameran TEI 2015 Pemberitaan positif mengenai Kementerian Perdagangan menyatakan Trade Expo Indonesia (TEI) ke-30 pada 21-25 Oktober 2015 menargetkan total transaksi kurang lebih sebesar 1,4 miliar dolar Amerika Serikat. 15. KTT APEC 2015 Pemberitaan positif mengenai Negara-negara Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC membentuk kesepakatan bidang perdagangan jasa. 16. Harga Beras Pemberitaan netral mengenai kenaikan beras dipicu akibat dampak musim kemarau.Pemerintah harus segera merespons dengan melakukan intervensi sehingga kenaikan dapat ditekan. Pemberitaan waspada mengenai kecenderungan kenaikan harga beras yang terjadi saat ini lebih disebabkan karena ketidakmampuan pemerintah untuk menangani masalah logistik pada komoditas tersebut. 17. KTT ASEAN 2015 Pemberitaan positif mengenai KTT ASEAN melangsungkan pendeklarasian ASEAN Community atau Masyarakat ASEAN. Deklarasi MEA menjadi satu dari dua momen spesial yang akan berlangsung dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur. 18. Laporan BPS Pemberitaan positif mengenai Badan Pusat Statistik menyatakan terjadi surplus neraca perdagangan. Surplus perdagangan memberikan sumbangan besar bagi pertumbuhan ekonomi. Pemberitaan netral mengenai penurunan impor yang tajam menandakan ekonomi masih lesu karena produksi lambat.
IK-42: Persentase Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Informasi Survei Tingkat Kepuasan Masyarakat dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun . Survei I (Januari-Juni 2015) telah dijawab oleh 280 responden. Survei ke II (Juli - Desember) telah dijawab oleh 203 responden. Dari hasil survey tersebut mencakup aspek-aspek yang kami sampaikan pada tabel dibawah ini:
113
Tabel 3-21. Aspek Penilaian Dalam Survei Tingkat Kepuasan Masyarakat, 2015 NO 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
ASPEK
PERIODE I
PERIODE II
RATA-RATA
Kemudahan Persyaratan Permohonan Informasi Publik
66.19%
74.35%
70,27%
Kesopanan dan Keramahan Petugas Pelayanan
89.38%
90.41%
89,89%
Kejelasan Informasi yang Diberikan Petugas Pelayanan
76.56%
83.34%
79,95%
82.56%
87.43%
84.99%
Waktu yang Dibutuhkan Untuk Mendapatkan Informasi
89.15%
90.05%
89.6%
Keadilan untuk Mendapatkan Pelayanan Informasi
82.56%
84.81%
83.68%
75.2%
79.06%
77.13%
Ketepatan Pelaksanaan Terhadap Jadwal Pelayanan
68.6%
72.25%
70.42%
Kenyamanan Fasilitas Ruang Tunggu
88.14%
89.3%
88.72%
Tampilan Website Kementerian Perdagangan
88.93%
88.77%
88.85%
Kecepatan Akses Website Kemendag
77.47%
77.54%
77.50%
Kepuasan Masyarakat berdasarkan sistem pelayanan
80.4%
88.59%
84.49%
Kesesuaian maklumat pelayanan informasi
90.8%
94.02%
92.41%
81.23%
84.61%
82.92%
Kesesuaian Persyaratan Pelayanan Informasi dengan Jenis Pelayanannya
Kewajaran Biaya Fotokopi
TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN
114
Sasaran Strategis 18: Meningkatkan Kinerja dan Profesionalisme SDM Kementerian Perdagangan No 43
44 45
Indikator Kinerja Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian secara elektronik Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsi secara optimal
Target
Realisasi
% Capaian
69%
70%
101%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
IK 43: Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian secara elektronik Target meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, dan pelayanan kepegawaian secara elektronik pada tahun 2015 adalah 69 persen. Realisasi Kementerian Perdagangan sampai dengan akhir tahun 2015 telah melewati target, yaitu sebesar 70 persen. Persentase tersebut diperoleh dari realisasi rata-rata tiga indikator, yaitu: kesesuaian penerapan SOP dengan tugas dan fungsi (30%), meningkatnya pelayanan kepegawaian (86%), dan optimalisasi sistem informasi kepegawaian (96%). Penjabaran dari masing-masing indikator dan kegiatan-kegiatan yang mendukung indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kesesuaian penerapan SOP dengan tugas dan fungsi (30%) Dalam rangka pencapaian target tahun 2015, Kementerian Perdagangan akan melaksanakan kegiatan review bisnis proses, audit sistem dan prosedur kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan. Implementasi, monitoring dan evaluasi SOP ini dilakukan untuk menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan, dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, monitoring dan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana penerapan SOP, bagaimana SOP bisa memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Perdagangan, dan bagaimana penilaian SOP itu sendiri apakah perlu ada perubahan dan penambahan. Kegiatan ini menjadi masukan bagi Kementerian Perdagangan untuk langkah mendatang. Review Bisnis Proses Kementerian Perdagangan memiliki 2018 SOP Mikro yang tersebar di seluruh unit Eselon II, dan akan dilakukan audit terhadap SOP Mikro tersebut. Tahun 2015 – 2019 akan dilakukan audit terhadap 1000 SOP Mikro terlebih dahulu. Tahun 2015 ini, rencananya akan dilakukan audit terhadap 30% dari target tersebut, yaitu sebanyak 300 SOP Mikro yang ada di lingkungan Kementerian Perdagangan. 115
Bisnis Proses Kementerian Perdagangan terdiri atas 15 Proses yang meliputi 6 Proses Utama, 6 Proses pendukung, 3 proses terkait dengan sumber daya dan pengawasan. Bagan 3-22. Bisnis Proses Kementerian Perdagangan
Revisi SOP Makro Telah dilakukan revisi dan pembahasannya dengan unit-unit terkait terhadap SOP Makro MOT-01.04.CFM.01.SOP.01 tentang Penyusunan Peraturan/Keputusan Menteri Perdagangan. Sesuai dengan arahan Menteri Perdagangan, dalam SOP Makro tersebut perlu dilibatkan Pelaku Usaha dalam melakukan pembahasan penyusunan Peraturan/Keputusan Menteri Perdagangan. Audit SOP Makro dan Mikro Pada Bulan Februari 2015, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian telah meyampaikan Nota Dinas kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal terkait Audit Compliance SOP Makro Kementerian Perdagangan serta telah dilakukan koordinasi dengan Sekretariat Inspektorat Jenderal terkait 116
Pelaksanaan Audit SOP Makro di lingkungan Kementerian Perdagangan. Dari hasil koordinasi disepakati bahwa pelaksanaan Audit SOP Makro tahun 2015 ini tetap akan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Perdagangan. Sebagai persiapan dari pelaksanaan Audit Sistem dan Prosedur Kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan, telah dilakukan pelatihan Audit SOP pada tanggal 12 – 13 Maret 2015 dengan pengajar Dr. Martinus Tukiran, ST., MT., Konsultan Penyusunan SOP yang diikuti oleh Perwakilan masingmasing Sekretariat Direktorat Jenderal dan Perwakilan dari masing-masing Biro dan Pusat di lingkungan Sekretariat Jenderal. Tujuan pelatihan ini untuk menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan para pegawai Kementerian Perdagangan dengan Panduan ISO 19011:2011 tentang Auditing Management Systems. Hal ini penting karena proses audit operasional internal memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan proses audit pada umumnya. Gambar 3-3. Pelatihan Audit SOP
Pelaksanaan Audit SOP Mikro dilakukan di lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional yang dilakukan pada Tanggal 22-26 Juni 2015. Audit SOP ini mengambil Sampling sebanyak 346 SOP Mikro, yang terdiri dari 178 SOP Mikro di lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan 168 SOP Mikro di lingkungan Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional. SOP Mikro ini terdiri atas SOP Mikro Teknis maupun SOP Mikro Administrasi. Ruang Lingkup Audit SOP ini mencakup Proses Kerja yang ada pada Unit Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktorat 117
Pengembangan Ekspor Nasional. Dari Audit SOP Mikro tersebut didapatkan Temuan sebanyak 38 yang terdapat pada Unit Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan 4 Temuan didapatkan pada Unit Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional. Rincian temuan adalah sebagai berikut: Tabel 3-22. Jumlah Temuan SOP yang Tidak Sesuai dalam Audit SOP Mikro Tahun 2015
Unit Eselon I Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional
Jumlah Temuan ( SOP )
Unit Eselon II Sekretariat Direktorat Perdagangan Dalam Negeri
Jenderal
22
Dit. Logistik dan Sarana Distribusi
4
Dit. Bina Usaha Perdagangan
4
Dit. Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri
3
Dit. Bahan Pokok dan Barang Strategis
5
Dit. Pengembangan Produk Ekspor
2
Dit. Pengembangan Promosi dan Citra
2
Sumber: Setjen Kemendag
Selanjutnya dilakukan kegiatan tindak lanjut atas temuan SOP yang tidak sesuai dalam Audit SOP Mikro Tahun 2015 di lingkungan Kementerian Perdagangan. Sampai akhir Tahun 2015 seluruh SOP telah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Capaian ini mendukung 30% dari capaian Meningkatnya efisiensi, dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan Tugas dan Fungsi dan Pelayanan Kepegawaian secara elektronik. 2. Meningkatnya Pelayanan Kepegawaian Terdapat dua kegiatan yang mendukung meningkatnya pelayanan kepegawaian yaitu kegiatan pemberhentian dan pemensiuanan pegawai serta administrasi kepegawaian yang meliputi mutasi, kenaikan pangkat, pengambilan sumpah PNS dan Jabatan serta SK Fungsional. Capaian kegiatan meningkatnya pelayanan kepegawaian mendukung 86% capaian Meningkatnya efisiensi, dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan Tugas dan Fungsi dan Pelayanan Kepegawaian secara elektronik. Administrasi pemberhentian dan pemensiunan Kementerian Perdagangan telah melaksanakan seluruh administrasi pemberhentian dan pemensiunan sebanyak 72 pegawai dengan rincian sebagai berikut: Pengunduran Diri CPNS (2 pegawai); Pensiun (63); dan Pensiun Dini (7). 118
Kementerian Perdagangan telah melaksanakan kegiatan sosialisasi prosedur pemberhentian dan pemensiunan PNS di lingkungan Kementerian Perdagangan di Jakarta pada hari kamis, 16 April 2015 di Auditorium 3 Kementerian Perdagangan dan dilaksanakan di Bandung pada Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemetrologian pada bulan Desember 2015. Kementerian Perdagangan juga telah melaksanakan pembekalan purna tugas gelombang 1 dan 2. Gelombang 1 dilaksanakan pada tanggal 18-19 Mei 2015 dengan jumlah peserta 36 pegawai dan gelombang 2 pada tanggal 6 sampai 7 oktober 2015 dengan jumlah peserta sebanyak 35 pegawai yang dilaksanakan di Ruang Rapat Flamboyan, dan hari kedua kunjungan lapangan ke Mega Mendung Puncak Bogor. Pelaksanaan Sistem Kenaikan Pangkat Tepat Waktu Pada Tahun 2015 telah dilaksanakan proses kenaikan pangkat tepat waktu di lingkungan Kementerian Perdagangan yang meliputi koordinasi, pemrosesan dan penyampaian SK Kenaikan pangkat kepada unit terkait di lingkungan Kementerian Perdagangan. Pelaksanaan Kenaikan Pangkat dilakukan 2 periode yaitu periode 1 April 2015 dan 1 Oktober 2015. Total Jumlah yang di proses kenaikan pangkatnya adalah 479 pegawai. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diproses kenaikan pangkat periode 1 April 2015 sebanyak 281 pegawai. Sedangkan, jumlah
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diproses kenaikan pangkat periode 1 Oktober 2015 sebanyak 198 pegawai. Pelaksanaan pengambilan sumpah jabatan Pada tahun 2015, telah dilaksanakan tiga kali upacara pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan pejabat di lingkungan Kementerian Perdagangan oleh Menteri Perdagangan, yaitu: a. Pada tanggal 20 Maret 2015, dilaksanakan pengambilan sumpah jabatan sebanyak 195 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon III, IV dan Pejabat Fungsional. b. Pada tanggal 3 Agustus 2015, dilaksanakan Pengambilan Sumpah Jabatan sebanyak 16 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon II, III, dan IV. c. Pada tanggal 23 Desember 2015, dilaksanakan Pengambilan Sumpah Jabatan sebanyak 12 pegawai untuk Pejabat Struktural Eselon I dan II.
119
Gambar 3-4. Pelaksanaan Pengambilan Sumpah Jabatan oleh Menteri Perdagangan, tanggal 20 Maret 2015
Pelaksanaan pengambilan sumpah PNS Pengambilan sumpah PNS telah dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2015. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perdagangan yang diambil Sumpah/Janji PNS oleh Sekretaris Jenderal adalah sebanyak 204 pegawai. Sekretariat Jenderal juga telah melaksanakan mutasi PNS sebanyak 10 pegawai dan pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan fungsional sebanyak 35 pegawai. Gambar 3-5. Pelaksanaan Pengambilan Sumpah PNS oleh Sekjen Kemendag, tanggal 15 Mei 2015
3. Optimalisasi Sistem Informasi Kepegawaian (SIPEG) Sampai dengan akhir tahun 2015, telah dilaksanakan kegiatan yang menunjang kinerja optimalisasi sistem informasi kepegawaian yang meliputi pembangunan sistem aplikasi (30%) dan updating data kepegawaian (66%). Capaian pada triwulan III sebesar 96% dengan rincian sebagai berikut : 1.
Pembangunan Sistem Apilkasi Sistem aplikasi yang ditargetkan adalah 3 sistem untuk Tahun 2015. Sampai dengan triwulan IV ini telah terealisasi 3 sistem aplikasi yaitu aplikasi Analisa Beban Kerja Pegawai, Aplikasi Manajemen Jabatan, 120
dan Disaster Recovery System Database SIPEG. Capaian kegiatan ini 30% mendukung capaian optimalisasi sistem informasi kepegawaian. Gambar 3-6. Tampilan Depan Sistem Aplikasi Manajemen Jabatan
2. Updating Data Kepegawaian Pada triwulan II tahun 2015, telah dilakukan pemutakhiran data terhadap 2896 pegawai dari total 2950 pegawai di lingkungan Kementerian Perdagangan. Capaian kegiatan ini 66% mendukung optimalisasi sistem informasi kepegawaian.
IK 44: Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi Upaya meningkatkan kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi, dimulai dengan penyusunan formasi pegawai, pelaksanaan orientasi bagi CPNS, pelaksanaan program pengembangan pegawai baik diklat gelar dan non gelar, seleksi pejabat 121
(pejabat tinggi dan pejabat perwakilan perdagangan di luar negeri), pembinaan terhadap para pejabat fungsional, serta monitoring dan penilaian terhadap kinerja pegawai. Dari kegiatan dimaksud, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja sampai dengan akhir Tahun 2015 terkait peningkatan kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag telah mencapai 44.8%. Adapun perkembangan capaian kinerja sampai dengan akhir tahun 2015 sebagai berikut: 1. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Sampai dengan akhir tahun 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian tidak melaksanakan diklat gelar dan non gelar. Capaian manajemen pendidikan dan pelatihan pegawai masih sama dengan capaian triwulan III. Capaian dalam presentasi adalah 8,75 % dari target 297 pegawai. 2. Pelaksanaan beasiswa S2/S3 Sampai dengan akhir tahun 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian telah melaksanakan seleksi beasiswa program S2 dan S3 dan diperoleh 14 orang pegawai yang berhak menerima beasiswa S2/S3. Dengan rekapitulasi sebagai berikut : Tabel 3-23. Rekapitulasi Pegawai Beasiswa S2/S3 Tahun 2015
Jenjang Pendidikan S2 S3
Beasiswa (pegawai) Dalam Negeri Luar Negeri ITB UGM UI RRT Hongaria 4 4 2 3 1
Target pegawai menerima beasiswa S2/S3 Tahun 2015 adalah 50 orang pegawai. Pada tahun 2015 ini terdapat 10 pegawai yang telah diterima beasiswa di dalam negeri dan 3 pegawai diterima diluar negeri tepatnya di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Capaian triwulan II adalah 1 pegawai yg diterima beasiswa di Hongaria, jadi total penerima beasiswa S2/S3 sampai dengan akhir tahun 2015 adalah 14 pegawai. Presentase capaian penerima beasiswa sebesar 28% dari target. 3. Pembekalan Ujian Dinas Pada triwulan III ini, pelaksanaan ujian dinas Tk. I dan penyesuaian ijazah dilaksanakan di Badan Kepegawaian Negara pada bulan Juli 2015. Pegawai yang mengikuti Ujian Dinas Tk.I sebanyak 4 (empat) pegawai sedangkan peserta yang mengikuti menyesuaian Ijazah Tahun 2015 sebanyak 7 (tujuh) pegawai. Kementerian Perdagangan masih menunggu hasil dari ujian dinas Tk. I dan penyesuaian ijazah dari BKN. 4. Pelaksanaan Seleksi Pejabat
122
Pada triwulan II 2015, Biro Organisasi dan Kepegawaian telah melaksanakan seleksi pejabat Perwakilan Perdagangan di Luar Negeri sebanyak 18 posisi telah terisi. Pada bulan desember tahun 2015 Biro Organisasi dan Kepegawaian telah melaksanakan seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama sebanyak 12 posisi telah terisi. 5. Pelaksanaan Orientasi CPNS Pelaksanaan Orientasi CPNS tahun 2015 telah selesai dilaksanakan pada bulan Maret 2015 (triwulan pertama). Capaian ini bernilai 6.5% mendukung tersedianya pegawai yang kompeten dan profesional sesuai dengan kebutuhan organisasi. 6. Pembinaan dan Pengembangan Pejabat Fungsional Kegiatan pembinaan dan pengembangan pejabat fungsional yang telah dilaksanakan oleh Biro Organisasi dan Kepegawaian sampai dengan semester keempat 2015 antara lain: a. Monitoring dan Evaluasi Pejabat Fungsional : 1) Melakukan pembaharuan dan verifikasi data pejabat fungsional yang ada di Kementerian Perdagangan. Jumlah pejabat fungsional yang ada di Kementerian Perdagangan sebanyak 686 dan sudah ada 343 pegawai yang mengirimkan pembaharuan data (50%); 2) Telah melakukan Temu Teknis dengan perwakilan pejabat fungsional di lingkungan Kementerian Perdagangan, 100 %; 3) Menyusun Pedoman Pembinaan Jabatan Fungsional, yang saat ini sedang dilakukan pembahasan dengan Biro Hukum dengan masih memberikan waktu bagi unit Pembina untuk memberikan masukan. (80%) b. Pembinaan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian: 1) Melaksanakan Forum Analis Kepegawaian. Forum Analis Kepegawaian sudah dilaksanakan 2 (dua) kali untuk memenuhi target pelaksanaan sebesar 3 (tiga) kali yang sebelumnya telah dilaksanakan di triwulan III, 100 %. 2) Pelaksanaan Pra-sidang oleh Sekretariat Tim Penilai Instansi Angka Kredit Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian, 100%. 3) Pelaksanaan sidang oleh Tim Penilai Instansi Angka Kredit Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian, 100 % c. Workshop Karya Tulis Ilmiah : Telah melaksanakan Karya Tulis Ilmiah sebanyak 2 (dua) kali dari 2 (kali) yang akan direncanakan, 100 %; 7. Penilaian Prestasi Kinerja 123
Biro Organiasi dan kepegawaian telah mendorong terlaksananya penilaian perilaku kerja pada para pegawai Kementerian Perdagangan yang dipekerjakan/diperbantukan dan ditugaskan sebagai perwakilan di Luar Negeri/Lembaga Internasional dengan diterbitkannya Nota Dinas Biro Organisasi dan Kepegawaian nomor 1619/SJ-DAG.2/ND/8/2015 pada tanggal 24 Agustus 2015. Capaian realisasi SKP Kementerian Perdagangan pada akhir tahun 2015 telah berhasil 100%. SKP yang bernilai 76 keatas sejumlah 97% sedangkan bagi pegawai yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku itupun tidak sampai mencapai 3%.
IK 45: Meningkatkan Kinerja Organisasi sesuai tugas dan fungsi secara optimal Sampai dengan akhir tahun 2015 ini Capaian Meningkatnya kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsi secara optimal telah memperoleh persentase sebesar 49 % (104% dari target). Capaian itu didukung dengan 2 kegiatan yaitu sebagai berikut : 1. Penataan Organisasi Penataan organisasi di tingkat Eselon I lingkungan Kementerian Perdagangan telah tercapai 100 % dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga telah menyetujui perubahan nomenklatur dan penambahan unit kerja Eselon III dan IV pada Kementerian Perdagangan sesuai dengan Surat Nomor B/3801/M.PAN-RB/11/2015 tanggal 27 November 2015. Dalam menyesuaikan perubahan tersebut maka telah disusun Draft Peraturan Menteri Perdagangan tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan dan saat ini sedang dikoreksi oleh Biro Hukum. 2. Analisa dan evaluasi jabatan di lingkungan kementerian Perdagangan Telah dilakukan penyusunan dokumen analisa dan evaluasi jabatan terhadap 160 jabatan di lingkungan kementerian perdagangan yang terdiri atas 4 jabatan fungsional pengujimutu barang dengan surap menpan no B/3771/m.panrb/11/2015, 9 jabatan fungsional tertentu dengan surap persetujuan menpan nomor B/3772/m.panrb/11/2015, 57 dokumen informasi jabatan struktural pada unit Bappebti, dan 16 dokumen informasi jabatan struktural pada unit biro keuangan dan 74 jabatan lainnya. Selain itu, telah dilaksanakan rapat koordinasi terkait standardisasi jabatan di lingkungan Balai di lingkungan Kementerian Perdagangan. Rapat koordinasi dilakukan pada tanggal 17 - 19 Desember 2015 di Bandung dengan peserta perwakilan dari keempat BSML. Adapun hasil dari kegiatan tersebut adalah dikeluarkannya berita acara terkait 124
standardisasi jabatan di lingkungan balai, baik pada unit ketatausahaan maupun unit teknis serta pengisian uraian tugas pada Balai-balai.
Sasaran Strategis 19: Meningkatnya Birokrasi yang Transparan, Akuntabel dan Bersih No
Indikator Kinerja
46
Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
47
Keselarasan perencanaan dengan kinerja (Persentase program dan hasil yang dicapai)
Target
Realisasi
% Capaian
B
BB (73,30)
100%
90%
84,78%
94,2%
IK 46: Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan Meningkatnya birokrasi yang transparan, akuntabel dan bersih dapat diukur melalui nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB) terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan. Setiap tahun Kementerian PAN-RB melakukan evaluasi atas pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) di seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Nilai hasi evaluasi tersebut menunjukkan tingkat akuntabilitas atau pertanggungjawaban atas hasil (outcome) terhadap penggunaan anggaran dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (result oriented government). Semakin baik hasil evaluasi yang diperoleh instansi pemerintah, menunjukkan semakin baik tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta semakin baik kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi di instansi tersebut. Dalam Renstra Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2019 telah ditetapkan bahwa Penilaian Kementerian PAN-RB terhadap akuntabilitas kinerja Kemendag ditargetkan untuk dapat mempertahankan predikat B (Baik) dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Pada bulan Desember 2015, Kementerian PAN dan RB telah merilis Laporan Hasil Evaluasi akuntbilitas kinerja seluruh Kementerian/Lembaga dan Provinsi. Dari hasil evaluasi tersebut, nilai rata-rata untuk kementerian/lembaga meningkat, dari 64,70 pada tahun 2014 menjadi 65,82 pada tahun 2015. Sementara itu, Kementerian Perdagangan secara keseluruhan berhasil memperoleh nilai 73,30 atau predikat BB. Dengan nilai tersebut Kementerian Perdagangan menduduki peringkat 14 dari 86 Kementerian/Lembaga yang dinilai akuntabilitas kinerjanya. Hal ini telah melampaui target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015 dan Renstra Kementerian Perdagangan 2015-2019. Sejak tahun 2011 hasil evaluasi pelaksanaan SAKIP di lingkungan Kementerian Perdagangan telah 125
memperoleh predikat B (Baik). Selain itu, nilai SAKIP Kementerian Perdagangan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Dengan perkembangan kinerja yang baik selama ini, diharapkan pada akhir tahun 2019 Kementerian Perdagangan tidak hanya mempertahankan predikat nilai B untuk hasil evaluasi SAKIP tetapi juga mampu mencapai nilai 75 atau predikat A (Sangat Baik). Tabel 3-24. Perbandingan Nilai SAKIP Kementerian Perdagangan, 2010 – 2015
Uraian Nilai Hasil Evaluasi Tingkat Akuntabilitas Kinerja Target Renstra 20152019 % Capaian Kinerja
2010
2011
2012
2013
2014
2015
62,45
66,72
69,26
72,06
73,16
73,30
CC
B
B
B+
B+
BB
CC
B
B
B
B
B
100%
100%
100%
100%
100%
100%
Dalam rangka menjamin kualitas penyelenggaraan SAKIP di lingkungan Kementerian Perdagangan, pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan telah melaksanakan beberapa kegiatan pendukung, diantaranya adalah: penyusunan Rencana Strategis Tahun 2015-2019 (di tingkat Kementerian Perdagangan dan seluruh unit eselon I); penyusunan Rencana Kerja dan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 (pada tingkat Kementerian hingga unit eselon II); dan penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2014 (pada tingkat Kementerian hingga unit eselon II). Selain itu, Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Kementerian Perdagangan c.q. Inspektorat Jenderal telah melakukan evaluasi atas implementasi SAKIP pada seluruh unit kerja di lingkungan Kemendag dan reviu atas Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan sebelum disampaikan kepada Presiden RI c.q. Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Untuk menjaga konsistensi pelaksanaan SAKIP di lingkungan Kementerian Perdagangan, telah diterbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang Pedoman Penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Penmerintah di Lingkungan Kementerian Perdagangan dan Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 13.2/IJDAG/KEP/08/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi atas Implementasi SAKIP di Lingkungan kementerian Perdagangan.
IK 47: Keselarasan Perencanaan dengan Kinerja (Persentase Program dan Hasil yang Dicapai) Keselarasan perencanaan dengan kinerja diukur dengan persentase program dan hasil yang dicapai, dengan target yang ditetapkan di dalam Renstra sebesar 90% setiap tahunnya mulai tahun 2015 sampai dengan 2019. 126
Persentase tersebut dinilai dari realisasi keluaran (output) untuk setiap program dan kegiatan di seluruh unit di lingkungan Kementerian Perdagangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga mengatur metode pengukuran kinerja program dan anggaran yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu: aspek implementasi, aspek manfaat, dan aspek konteks. Pengukuruan aspek implementasi anggaran merupakan reformulasi dari berbagai komponen, yaitu: penyerapan anggaran, konsistensi pencairan, capaian output, dan efisiensi penggunaan anggaran.3 Pada tahun 2015, hasil evaluasi kinerja RKA Kementerian Perdagangan dilihat dari aspek implementasi mencapai 84,78%. Dengan demikian capaian IK-47 masih dibawah target yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja dan Renstra, dengan persentase capaian sebesar 94,2%. Sedangkan, hasil evaluasi kinerja anggaran untuk masing-masing unit eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan adalah sebagai berikut: Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya kementerian Perdagangan sebesar 92,93%; Program Peningkatan Sarana Perdagangan sebesar 77,65%;
dan
Prasarana
Aparatur
Kementerian
Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri sebesar 77,14%; Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri sebesar 85,30%; Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional sebesar 87,05%; Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 88,51%; Program Pengembangan Ekspor Nasional sebesar 86,82%; Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi sebesar 80,02%; Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan Perdagangan 89,15%;
sebesar
Program Peningkatan Pelindungan Konsumen sebesar 84,65%.
3
Penjelasan lebih rinci mengenai ketiga aspek ini dapat dilihat pada subbab 3b tentang Evaluasi Kinerja Anggaran.
127
Sasaran Strategis 20: Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
48
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit
75%
76,96%
102,61%
49
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan
78%
98,49%
126,27%
peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review
IK 48: Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit Dalam rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi di lingkungan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perdagangan melalui Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Kementerian Perdagangan telah melakukan pengawasan intern terhadap pelaksanaan kinerja/program/kegiatan pada seluruh Unit Kerja yang berada di bawah Menteri Perdagangan. Kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan meliputi Audit, Reviu, Pemantauan, Evaluasi dan Kegiatan Pengawasan Lainnya. Pengawasan intern tersebut dilaksanakan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah melakukan audit terhadap Unit Kerja dilingkungan Kementerian Perdagangan, Satuan Kerja Pelaksana Dana Dekonsentrasi Bidang Perdagangan di Tingkat Provinsi, Satuan Kerja Pelaksana pembangunan pasar yang dibiayai melalui Dana Tugas Pembantuan Kementerian perdagangan pada tingkat Kabupaten/Kota. Tabel 3-25. Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Audit Tahun Audit
Jumlah Rekomendasi
TL Selesai
Persentase TL selesai
2005
923
862
93,39%
2006
904
807
89,29%
2007
1291
1197
92,67%
2008
1298
1104
85,04%
2009
1058
869
82,17%
2010
584
497
85,14%
2011
911
808
88,70%
2012
1201
915
76,17%
2013
743
512
68,93%
2014
1121
605
53,97%
2015
974
295
30,33%
Total
11.009
8.472
76,96%
Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan
128
Audit yang dilakukan Kementerian Perdagangan ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, kenadalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagang telah melakukan audit terhadap 237 auditan dan menghasilkan 974 rekomendasi. Rekomendasi tersebut lebih sedikit 147 rekomendasi jika dibandingkan tahun 2014 yaitu 1.121 rekomendasi. Hal tersebut dikarenakan Unit Kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan telah lebih menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Rekomendasi hasil audit Kementerian Perdagangan sampai dengan tahun 2015 adalah 11.009 (sebelas ribu sembilan) rekomendasi dan telah ditindaklanjuti sejumlah 76,96% atau 8.472 rekomendasi. Persentase tersebut lebih rendah jika dibandingkan tahun 2014, dimana pada tahun 2014 persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit hanya 82%. Bagan 3-23. Perkembangan Rekomendasi dan Tindak Lanjut Sepanjang Tahun 2014 - 2015 83% 82%
82%
81% 80%
79%
79% 78% 77%
77%
77% 76%
76% 75% 74% 73% Tahun 2014
TW I 2015
TW II 2015
TW III 2015
TW IV 2015
Sumber: Inspektorat Jenderal
Temuan hasil audit Kementerian Perdagangan terdiri dari temuan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan, kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan temuan ketidakefektifan, ketidakefisien serta ketidakekonomisan. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Target tersebut ditetapkan karena 75% rekomendasi hasil audit merupakan rekomendasi yang bersifat strategis yaitu dalam rangka peningkatan kinerja organisasi dan terkait keuangan negara sedangkan 25% rekomendasi bersifat administrasi, untuk itu 75% tindak lanjut rekomendasi menjadi prioritas Kementerian Perdagangan.
129
Apabila melihat target diatas, maka Kementerian Perdagangan telah berhasil melampaui taget tersebut. Pada tahun 2015, persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit sebesar 76,96% atau 8.472 rekomendari yang telah ditindaklanjuti dari 11.009 rekomendasi hasil audit. Bagan 3-24. Perubahan Paradigma APIP di Kementerian Perdagangan
Keberhasilan Kementerian Perdagangan melampui target kinerja “persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit” dikarenakan berubahnya APIP Kementerian perdagangan, yang sebelumnya cenderung berperan sebagai watch dog menjadi konsultan (consulting) dan sebagai penjamin (assurance) sehingga pengawasan tidak hanya dilakukan melalui audit namun juga berfungsi sebagai katalisator dan konsultan yang dapat mendorong peningkatan kinerja organisasi dan kualitas pengelolaan keuangan negara. Pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, tetapi juga dalam tahapan perencanaan dan penganggaran sehingga tercipta preventive action sebelum terjadinya pelanggaran dan ketidaksesuaian.
IK 49: Persentase kesesuaian RKA dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review (Itjen) Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah terbatasnya ruang gerak kapasitas fiskal sebagai akibat dari terbatasnya sumber pendanaan sehingga menambah kompleksitas pemilihan prioritas pembangunan nasional. Untuk menjawab tantangan tersebut, diterapkan kebijakan penganggaran dengan meningkatkan kualitas belanja (Quality of Spending). Sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas belanja, Kementerian Perdagangan telah melakukan reviu atas Rencana Kerja dan anggaran. Reviu tersebut laksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Kementerian Perdagangan. 130
Tujuan Reviu RKA oleh APIP adalah untuk memberi keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan dan keabsahan, bahwa informasi dalam RKA sesuai dengan RKP, Renja K/L dan Pagu Anggaran serta kesesuaian dengan standar biaya dan kaidah-kaidah penganggaran lainnya serta telah dilengkapi dengan dokumen pendukung RKA. Untuk mencapai tujuan tersebut, apabila reviu menemukan kelemahan dan/atau kesalahan dalam penyusunan RKA, maka pereviu berkewajiban untuk menyampaikan kepada unit penyusun anggaran untuk segera dilakukan perbaikan/penyesuaian. Dengan demikian, secara garis besar dapat dikatakan bahwa adanya keterlibatan APIP dalam meneliti RKA adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan K/L dan menjamin kepatuhan terhadap kaidah-kaidah penganggaran sebagai quality assurance. Bagan 3-25. Alur Pikir Fungsi APIP Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008
Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review merupakan alat untuk mengukur seberapa jauh Unit Kerja di Lingkungan Kementerian Perdagangan yang patuh terhadap ketentuan terkait penyusunan RKA. Pada tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menargetkan 78% RKA yang disusun telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perencanaan anggaran berdasarkan hasil reviu APIP. Sampai dengan Desember 2015, persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review sebesar 98,49%. Sehingga capaian kinerja ini adalah 126,27%. Capaian kinerja tersebut belum bisa dibandingkan dengan tahun sebelumnya dikarenakan pada tahun 2014 belum dijadikan indikator kinerja Kementerian Perdagangan.
131
Sasaran Strategis 21: Meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi Perdagangan dan terkait perdagangan No 50
Indikator Kinerja Persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola
Target
Realisasi
% Capaian
5%
7,7%
154%
IK 50: persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pasal 88-92, Kementerian Perdagangan berkewajiban menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan (SIP) yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian. Agar SIP dapat dimanfaatkan untuk mendukung kinerja sektor perdagangan, khususnya dalam proses penyusunan kebijakan dan pengendalian perdagangan sebagaimana diatur dalam UU tersebut, maka ditetapkan indikator untuk sasaran meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi Perdagangan dan terkait perdagangan yaitu persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola. Kementerian Perdagangan menargetkan persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola pada tahun 2015 adalah sebesar 5% dan terus meningkat hingga mencapai 25% pada tahun 2019. Tahun 2015, Kementerian Perdagangan menargetkan terjadi peningkatan jumlah data/informasi sebesar 5% dari 26 jenis data/informasi yang telah dikelola sebelumnya pada tahun 2014. Peningkatan ini terjadi pada kegiatan Penyediaan Data Digital yaitu meningkat dari 7 jenis data menjadi 9 jenis data/informasi. Adapun rincian data/informasi yang dikelola pada tahun 2014 dan target data/informasi yang akan dikelola pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 3-26. Jenis data/informasi yang dikelola Tahun 2014 dan 2015
No
Keterangan
1. 2. 3.
Kerjasama Pengumpulan Data dengan BPS Pengolahan Data Laporan Atdag Rekonsiliasi Data Impor dan Tarif Bea Masuk Indonesia ke WTO Kerjasama Pengelolaan Data dengan Daerah Pengelolaan Pelayanan Data dan Informasi Perdagangan Penyediaan Data Digital TOTAL
4. 5. 6.
Realisasi 2014
Target 2015
4 1 1
4 1 1
1 12
1 12
7 26
9 28 132
Sampai dengan akhir Desember 2015, dari 26 jenis data/informasi yang dikelola pada tahun sebelumnya, telah ada penambahan 2 jenis data/informasi yang telah dikelola. Dengan demikian terdapat penambahan jumlah jenis data/informasi yang dikelola sebesar 7,7%.
Sasaran Strategis 22: Meningkatnya Kualitas Kebijakan dan Regulasi Berbasis Kajian No
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
% Capaian
51
Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
52
Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
IK 51: Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan Di tengah dinamika sektor perdagangan yang semakin kompleks, Kementerian Perdagangan sebagai regulator dituntut untuk dapat mengeluarkan kebijakan yang solutif, antisipatif, artikulatif dan responsif. Agar suatu kebijakan dapat memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan adanya kajian atau analisis. Sebuah kajian, dalam spektrum yang lebih luas dari hanya sebuah produk akademis, mampu menampilkan dan bahkan memprediksi perkembangan suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Apabila digunakan dalam suatu proses penyusunan kebijakan publik, kajian akan mampu menampilkan alternatif solusi, dampak penerapan, interaksi berbagai faktor dan efektivitas suatu kebijakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penyusunan dan penetapan kebijakan di sektor perdagangan, Kementerian Perdagangan akan memanfaatkan hasil kajian (research based policy) baik yang dilakukan secara internal maupun eksternal. Kementerian Perdagangan menargetkan persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan pada tahun 2015 adalah sebesar 20% dan meningkat hingga mencapai 40% pada tahun 2019. Pada tahun 2015 ini, Kementerian Perdagangan menargetkan persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan pada tahun 2015 adalah sebesar 20% dari total jumlah kajian/analisis yang dilakukan pada tahun berjalan, yaitu sebanyak 62 kajian/analisis. Sampai dengan akhir tahun 2015, telah terdapat 67 (enam puluh tujuh) hasil kajian yang telah diserahkan kepada para pembuat kebijakan baik di lingkungan internal 133
maupun eksternal Kementerian Perdagangan untuk dijadikan dasar/pertimbangan dalam penyusunan kebijakan. Artinya, sampai dengan akhir periode triwulan keempat ini pencapaian pada IKU ini telah 540 persen. Adapun judul kajian dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Upaya peningkatan Ekspor UKM Melalui Trading House;
2.
Analisis Pola Harga Tahunan Daging Ayam;
3.
Upaya Peningkatan Pelaksanaan Perlindungan Konsumen di Indonesia;
4.
Penetapan Harga Khusus Barang Kebutuhan Pokok (Permendag);
5.
Kemungkinan Penjualan Mekanisme Lelang;
6.
Kriteria PG untuk Memperoleh Fasilitas Raw Sugar Guna Memenuhi Idle Capacity;
7.
Harga Patokan Petani (HPP) Gula Tahun 2015;
8.
Besaran Harga Beli Petani (HBP) Kedelai;
9.
Masukan Terhadap Usulan Deregulasi Kementerian Perdagangan Terkait Gula;
Gula Petani dan/atau
Gula PTPN Tanpa
10. Usulan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Beras Tahun 2015; 11. Perkiraan Harga Bahan Pangan Pokok Pada Bulan Mei-Juli 2015; 12. Arah Pengembangan Pasar Rakyat; 13. Gambaran Perdagangan di Kawasan Perbatasan Entikong; 14. Dampak Harga Pembelian Pemerintah Beras, Harga Patokan Petani Gula, dan Harga Energi Terhadap Inflasi dan Kemiskinan 15. Analisis Efektifitas Operasi Pasar Beras; 16. Hasil Policy Dialogue Series Revitalisasi Pasar Rakyat; 17. Hasil Policy Dialogue Series Pengembangan Jasa Pergudangan Dalam Meningkatkan Daya Saing Sistem Logistik di Indonesia; 18. Analisis kondisi sektor industri Serat Polyester (PSF), Benang Filament (PFY), dan Purified Terepthalat Acid (PTA); 19. Analisis Revitalisasi Angkutan Khusus Pelabuhan Tanjung Priok; 20. Analisis Kebijakan Impor Ban; 21. Analisis Ekspor Sarang Burung Walet dan Susu; 22. Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia-Brunei Darussalam; 134
23. Analisis Impor Pakaian Bekas; 24. Analisis Upaya Penerapan Skema Imbal Dagang Dalam Rangka Meningkatkan Ekspor ke Rusia Untuk Mendukung Pencapaian Target Ekspor; 25. Strategi Melipat-tigakan Ekspor dalam Lima Tahun Ke depan; 26. Analissi Penguatan Industri dan Perdagangan Elektronik; 27. Analisis Implikasi pemberlakuakn PPN untuk produk Pertanian dan Kehutanan; 28. Analisis kinerja perdagangan LN komprehensif dalam menyikapi kondisi perdagangan global dan nasional; 29. Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Produk Besi Baja Nasional; 30. Analisis Evaluasi Kebijakan Impor Produk Tertentu; 31. Analisis Tata Niaga Impor Nitro Cellulose (NC); 32. Analisis membaiknya perekonomian Italia terhadap Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia ke Italia; 33. Analisis Penurunan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia; 34. Analisis Barang yang Dibatasi dan Dilarang Impornya; 35. Analisis Kebijakan Larangan Rokok Elektrik; 36. Analisis Potensi Ekspor Indonesia ke Kawasan Timur Tengah; 37. Analisis Potensi Ekspor Indonesia ke Kawasan Afrika; 38. Proyeksi Ekspor Non Migas Hingga Akhir 2015; 39. Role of Goverment in Trade Financing to Enhance Export of non Oil and Gas; 40. Effective Rate of Protection (ERP) Analysis for Indonesia; 41. Peran Trading House dalam Mendorong Kinerja Ekspor Indonesia; 42. Analisis Penentuan Produk Impor Yang Akan Dikenakan Retalisasi : Studi Kasus Safeguards India Terhadap Produk Impor Saturated Fatty Alcohol Asal Indonesia; 43. Analisis Pemetaan Produk Ekspor; 44. Analisis Perubahan Bea Keluar Biji Kakao Menjadi Fixed 15%; 45. Analisis Usulan Penurunan Tarif Bea Masuk Impor Komponen Pesawat Terbang;
135
46. Analisis Usulan Larangan Ekspor Tepung Ikan; 47. Hasil Pengkajian terhadap usulan penghapusan pos tarif ex1207.99.40.00 pada Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2012; 48. Analisis Usulan Pengenaan Bea Keluar Atas Ekspor Mete Gelondong 49. Review of Deregulation Policy to Enhance Industry Competitiveness: Sosialisasi Permendag Terkait Kebijakan Ekonomi Tahap I; 50. Outlook Perdagangan Indonesia Tahun 2016; 51. Analisis Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Selatan Selatan; 52. Kajian Efektivitas Kebijakan Impor Produk Pangan Dalam Rangka Stabilitas Harga; 53. Optimalisasi Kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA); 54. Usulan Penentuan Negara Mitra Prioritas, Produk Prioritas dan Strategi Kerjasama Perdagangan Internasional; 55. Peningkatan Ekspor Melalui Preferential Trade Agreement (PTA) IndonesiaTunisia; 56. Posisi dan Potensi Indonesia dalam Global Value Chain (GVC) di Kawasan RCEP; 57. Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Afrika; 58. Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Timur Tengah; 59. Biaya dan Manfaat Keikutsertaan Indonesia Dalam Asia Pacific Free Trade Agreement (FTA-AP); 60. Usulan Posisi Runding Perdagangan Jasa Indonesia pada Perundingan ACFTA; 61. Liberalisasi Jasa Pariwisata Indonesia dan Dampaknya Pada Foreign Direct Investment; 62. AnalisisKesiapan Indonesia dalam Penerapan Safeguard Measures dalam Perdagangan Jasa Internasional; 63. Usulan Posisi Runding Indonesia Untuk Negosiasi Sensitive Product di Konferensi Tingkat Menteri X; 64. Usulan Untuk Meningkatkan Akses Pasar Ekspor Produk CPO Indonesia ke Amerika Serikat; 65. Usulan Posisi Runding Indonesia Mengenai Post Bali Work Program WTO;
136
66. Joint Study Group (JSG) Indonesia – Nigeria; 67. Hasil Policy Dialogue Series ASEAN Sevices Integration Post -2015: Opportunities and Challenges for Indonesia.
IK 51: Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I Sektor perdagangan tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor lainnya seperti pertanian, pertambangan, perhubungan, dan lain sebagainya. Sistem pemerintahan dengan salah satu otonomi daerah sebagai salah satu fitur utamanya turut menambah kompleksitas interaksi antar kebijakan, khususnya atara Pusat dan Daerah. Untuk mendukung efektivitas implementasi kebijakan pada masing-masing sektor maupun tingkat pemerintahan, maka kebijakan yang ada maupun yang akan dikeluarkan harus dapat berinteraksi dengan harmonis. Kementerian Perdagangan menargetkan persentase rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I pada tahun 2015 adalah sebesar 10% dan terus meningkat hingga mencapai 30% pada tahun 2019. Sampai dengan akhir Tahun 2015, Kementerian Perdagangan telah menyelenggarakan lima kali diseminasi hasil-hasil pengkajian dan pengembangan kebijakan perdagangan sebagai berikut: 1.
Diseminasi di kota Makassar pada tanggal 23 April 2015 dengan judul kajian (a) Pengembangan Kinerja Logistik (Kasus Baja); dan (b) Analisis Dampak Kebijakan Restriksi Negara Mitra Dagang Terhadap Pencapaian Target Ekspor Non Migas Indonesia 2014.
2.
Diseminasi di Kota Medan pada tanggal 28 Mei 2015 dengan judul kajian (a) Analisis Kebijakan Impor Ikan dan Produk Perikanan; dan (b) Analisis Pengembangan Sektor Jasa Ritel Dalam Rangka Pemanfaatan ASEAN Framework Agreement in Services (AFAS).
3.
Diseminasi di kota Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2015 dengan judul kajian (a) Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja Timah Indonesia; dan (b) Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan.
4.
Diseminasi di kota Jakarta pada tanggal 30 September 2015 dengan judul kajian (a) Kebijakan Perdagangan dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015; dan (b) Analisis Pengembangan Sektor Jasa Ritel Dalam Rangka Pemanfaatan ASEAN Framework Agreement in Services (AFAS).
5.
Diseminasi di Kota Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2015 dengan judul kajian (a) Analisis Kebijakan Impor Ikan dan Produk Perikanan; dan (b) 137
Analisis Dampak kebijakan Restriksi Negara Mitra Dagang Terhadap Pencapaian Target Ekspor Non Migas Tahun 2014.
Dari lima diseminasi hasil kajian yang telah dilaksanakan, terdapat 10 kajian yang telah disampaikan ke K/L/D/I. Selain melalui diseminasi, hasil kajian juga disampaikan melalui publikasi, baik publikasi yang diterbitkan oleh BP2KP ataupun yang diterbitkankan oleh instansi lainnya. Tiga hasil kajian yang telah diterbitkan dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan adalah 1.
Analisis Moda Entri Penyedia Jasa Ritel Indonesia ke ASEAN: Studi Kasus Pada Alfamart diterbitkan dalam BILP Vol.9, No.1, Bulan Juli 2015. Penulis: M. Fawaiq (Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional).
2.
Analisis Hubungan Harga Timah BKDI dan LME Serta Kebijakan Ekspor Terhadap Kinerja Ekspor Timah Indonesia diterbitkan dalam BILP Vol.9, No.2, Bulan Desember 2015. Penulis: Hasni (Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri).
3.
Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Singapura Terhadap Ekspor Rokok Indonesia diterbitkan dalam BILP Vol.9, No.2, Bulan Desember 2015. Penulis: Aditya P. Alhayat (Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri)
Dengan demikian, dari total 62 kajian/analisis yang dilakukan pada tahun 2015, hasil kajian yang telah disampaikan kepada K/L/D/I adalah sebanyak 13 hasil kajian atau sebesar 19,4%.
138
B. EVALUASI KINERJA ANGGARAN Peraturan Meteri Keuangan Nomor 249 tahun 2011 tentang pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran kementerian /lembaga merupakan bentuk evaluasi kinerja dalam rangka pelaksanaan fungsi akutabilitas dan fungsi peningkatan kualitas. Fungsi akuntabilitas bertujuan untuk membuktikan dan mempertanggungjawabkan secara profesional kepada masyarakat atas penggunaan anggaran yang dikelola Kementerian/Lembaga bersangkutan bagi kepentingan masyarakat, sedangkan fungsi peningkatan kualitas bertujuan untuk mempelajari faktorfaktor yang menjadi pendukung atau kendala atas pelaksanaan RKA-K/L sebelumnya sebagai bahan penyusunan dan pelaksanaan RKA-K/L serta upaya peningkatan kinerja di tahun-tahun berikutnya. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249 tahun 2011 mengatur evaluasi kinerja anggaran terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu: Aspek Implementasi, Aspek Manfaat, dan Aspek Konteks. K/L melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan RKA-K/L paling sedikit terdiri Keluaran, capaian Hasil, tingkat efisiensi, konsistensi antara peratas tingkat perencanaan dan implementasi, dan realisasi penyerapan anggaran. Evaluasi Kinerja atas Aspek Implementasi dilakukan dalam rangka menghasilkan informasi Kinerja mengenai pelaksanaan Kegiatan dan pencapaian keluaran. Dalam mengevaluasi aspke Implementasi ada 4(empat) indikator yang di ukur yaitu penyerapan anggaran,konsistensi antara perencanaan dan Implementasi, pencapaian keluaran dan efesiensi dalam penggunaan anggaran. Evaluasi Kinerja atas Aspek Manfaat di lakukan dalam rangka menghasilkan informasi seberapa jauh penggunaan anggaran di gunakan dan manfaatnya terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan atau pemangku kepentingan sebagai penerima manfaat atas Keluaran yang telah di capai, Indikator yang di ukur dalam aspek manfaat adalah capaian terhadap indikator kinerja utama. Sedangkan evaluasi kinerja aspek konteks dilakukan dalam rangka menghasilkan informasi mengenai relevansi masukan, kegiatan, keluaran dan hasil dengan dinamika perkembangan keadaan termasuk kebijakan pemerintah. Evaluasi Kinerja ini diharapakan dapat menghasilkan analisis mengenai hubungan sebab akibat atas hasil pengukuran dan penilaian untuk setiap indikator yang di evaluasi, analisi mengenai keterbatasan yang di hadapi dalam menjalankan setiap proses evaluasi kinerja, analisis perubahan hasil pengukuran dan penilaian dibandingkan dengan hasil evaluasi kinerja pada dan tahun sebelumnya serta mengidentifikasi faktor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan kegiatan, pencapaian keluaran dan hasil.
139
Pada tahun 2015 Kementerian Perdagangan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 3.530.078.978.000,00- (Tiga triliun lima ratus tiga puluh milyar tujuh puluh delapan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) yang dituangkan dalam 10 program kemudian setelah direvisi melalui APBNP menjadi Rp. 3.532.078.978.000,00 terbagi ke dalam sembilan Unit Eselon I: Unit Sekertariat Jenderal 684 M, Unit Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri 1.828 M, Unit Direktorat Jenderal Perdangan Luar Negeri 209 M, Unit Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional 123 M, Inspektorat Jenderal 43 M, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional 280 M, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 80 M, Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan 64 M, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen 218 M, jika dilihat dari jenis belanja anggaran Kementerian Perdagangan terbagi dalam, Belanja Pegawai 439 M, Belanja Barang 1.403 T dan Belanja Modal 1.688 M. Aspek implementasi dilakukan dalam rangka memberikan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan dan capaian keluaran Indikator, adapun yang diukur dalam Aspek Implementasi adalah : 1. Aspek Penyerapan anggaran; 2. Aspek Konsistensi antara perencanaan dan implementasi; 3. Aspek Pencapaian keluaran; 4. Aspek Efisiensi. Nilai kinerja aspek implementasi diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara nilai hasil pengukuran capaian kinerja setiap indikator aspek implementasi dengan masing-masing bobot dari indikator kinerja yang diukur tersebut. Bobot Kinerja Aspek Implementasi (WI) sebesar 33,3% , terdiri atas: 1. 2. 3. 4.
Bobot Bobot Bobot Bobot
Penyerapan Anggaran (WP) =9,7% Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi (WK)=18,2%) Pencapaian Keluaran (WPK) =43,5% Efisiensi (WE) =28,6%
a.
Penyerapan Anggaran Hasil pengukuran terkait dengan penyerapan anggaran tingkat kementerian Pada tahun 2015 dengan anggaran Rp3.532.078.978.000,realisasi anggaran sampai dengan akhir tahun 2015 adalah sebesar Rp3.079.058.501.949,- atau 87,17 %. Realisasi anggaran per program adalah sebagai berikut: Program dukungan managemen dan pelaksanaan teknis lainnya Kementerian Perdagangan 84,00 %; Program Peningkatan Sarana dan prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan 97,70%; Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri 86,19 %; Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri 83,58 %; Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional 93,34%; Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan 90,48%; Program Pengembangan Ekpor Nasional 91,03%; Program Peningkatan 140
Efesiensi Pasar Komoditi 83,11%; Program Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan 87,42%; dan Program Peningkatan perlindungan Konsumen 89,69% (Lampiran 3). Bagan 3-26. Kinerja Penyerapan Anggaran Menurut Program Tahun 2015 RENCANA REVISI
REALISASI
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
JAN
FEB
MAR
RENCANA REVISI 1.38
4.49
8.77 14.06 19.49 26.11 35.74 45.84 57.08 66.98 78.84 100.00
REALISASI
2.09
4.50
0.49
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
7.53 10.75 14.04 19.26 23.52 31.28 40.89 53.27 87.17
Dari keseluruhan pagu APBN-P Kementerian Perdagangan T.A. 2015 sebesar Rp3.532.078.978.000,- dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga jenis belanja, yaitu: Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal. Kinerja realisasi anggaran menurut jenis belanja dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 3-27. Data realisasi Anggaran Kemendag 2015 Per Belanja
JENIS BELANJA 51.BELANJA PEGAWAI
PAGU
REALISASI
%
439,728,809,000
393,850,298,193
89.57
52.BELANJA BARANG
1,403,829,675,000
1,219,688,004,726
86.88
53.BELANJA MODAL
1,688,520,494,000
1,465,544,209,330
86.79
3,532,078,978,000
3,079,082,512,249
87.17
JUMLAH
b. Konsistensi Perencanaan dan Implementasi Pengukuran Konsistensi di maksudkan adalah untuk mengukur konsistensi ketepatan waktu penyerapan anggaran dengan rencana yang telah di buat setiap bulan. Hasil pengukuran konsistensi antara perencanaan dan implementasi tingkat Kementerian Perdagangan sebesar 69.80 % dan Program di lingkungan Kementerian Perdagangan adalah sebagai berikut:
Konsistensi Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya kementerian perdagangan sebesar 85,31 %;
Konsistensi Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 26,24%; 141
Konsistensi Program Pengembangan terhadap perencanaan sebesar 27.32%;
Konsistensi Program Peningkatan Perdagangan Luar Negeri terhadap perencanaan sebesar 72,54%;
Konsistensi Program Peningkatan Kerjasama Internasional terhadap perencanaan sebesar 93,61%;
Konsistensi Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Perdagangan terhadap perencanaan sebesar 86,11
Konsistensi Program Pengembangan Ekspor Nasional perencanaan sebesar 87,82%;
Konsistensi Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi terhadap perencanaan sebesar 62,95%;
Konsistensi Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan Perdagangan terhadap perencanaan sebesar 82,84%;
Konsistensi Program Peningkatan Pelindungan Konsumen perencanaan sebesar 73,23%.
Perdagangan Dalam Negeri
Perdagangan
terhadap
terhadap
Bagan 3-27. Kinerja Konsistensi Anggaran Menurut Program Tahun 2015
BULAN
RENCANA PENCAIRAN
REALISASI PENCAIRAN
% REALISASI
KONSISTENSI
JAN
48,650,802,000.00
17,296,283,208.00
0.49
35.55
FEB
158,761,256,000.00
73,929,903,908.00
2.09
46.57
MAR
309,603,261,000.00
159,083,235,629.00
4.50
51.38
APR
496,533,617,000.00
265,809,196,751.00
7.53
53.53
MAY
688,480,775,000.00
379,773,581,584.00
10.75
55.16
JUN
922,349,764,000.00
495,898,968,264.00
14.04
53.76
JUL
1,262,540,323,000.00
680,257,278,751.00
19.26
53.88
AUG
1,618,935,212,000.00
830,759,034,552.00
23.52
51.32
SEP
2,015,991,801,000.00
1,104,751,130,061.00
31.28
54.80
OCT
2,365,629,576,000.00
1,444,273,699,874.00
40.89
61.05
NOV
2,784,539,043,000.00
1,881,381,268,349.00
53.27
67.57
DEC
3,532,078,978,000.00
3,079,058,501,949.00
87.17
87.17
NILAI KONSISTENSI TAHUN 2015
55.98
142
c. Capaian Keluaran (Output) Capaian Keluaran Output Kinerja Anggaran Kementerian sebesar 93.69% sedangkan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan adalah sebagai berikut :
Capaian Keluaran Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya kementerian Perdagangan sebesar 95.69%;
Capaian Keluaran Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 80.00%;
Capaian Keluaran Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri sebesar 94.92%;
Capaian Keluaran Program Peningkatan Perdagangan Luar sebesar 95.56%;
Capaian Keluaran Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional sebesar 93.17%;
Capaian Keluaran Pengawasan dan Peningkatan Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 96.35%;
Capaian Keluaran Program Pengembangan Ekspor Nasional sebesar 96.93%;
Capaian Keluaran Program Peningkatan Efesiensi Pasar Komoditi sebesar 92.05%;
Capaian Keluaran Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan Perdagangan sebesar 93.42%;
Capaian Keluaran sebesar 98.65%.
Program
Peningkatan
Negeri
Akuntabilitas
Pelindungan
Konsumen
d. Efisiensi Penggunaan Anggaran Pengukuran terkait tingkat Efisiensi untuk Tingkat Kementerian sebesar 79.97% dan Unit Eselon Ia di lingkungan Kementerian Perdagangan diperoleh dengan formulasi Tingkat Efisiensi yang sudah ditentukan dalam PMK No 249 Tahun 2011.Tingkat efesensi adalah sebagai berikut: Tingkat Efesiensi Program Dukungan managemen dan tugas teknis lainnya kementerian Perdagangan sebesar 96.60%; Tingkat Efesiensi Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 100.00%; Tingkat Efesiensi Program Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri sebesar 78.73 %; Tingkat Efesiensi Program peningkatan sebesar 78.40 %;
Perdagangan Luar
Negeri
143
Tingkat Efesiensi Program peningkatan Internasional sebesar 71.45 %;
Kerjasama
Perdagangan
Tingkat Efesiensi Program Pengawasan dan peningkatan Aparatur Kementerian Perdagangan sebesar 77.45%; Tingkat Efesiensi Program Pengembangan Ekspor Nasional 69.38%; Tingkat Efesiensi sebesar 71.55 %;
Program
Peningkatan
Efesiensi
Pasar
sebesar Komoditi
Tingkat Efesiensi Program Pengkajian dan Pengembangan kebijakan Perdagangan sebesar 87.25%;
Tingkat Efesiensi Program Peningkatan Pelindungan Konsumen sebesar 68.90%.
Berdasarkan nilai-nilai diatas, kemudian dilakukan pengukuran terhadap kinerja masing-masing aspek implementasi sesuai pembobotan yang telah ditetapkan. Sehingga, nilai aspek implementasi di Kementerian Perdagangan secara keseluruhan mencapai 84,78% (metode perhitungan dan penjabarannya dapat dilihat pada Lampiran). Bagan 3-28. HASIL EVALUASI KINERJA ANGGARAN TAHUN 2015, BERDASARKAN ASPEK IMPLEMENTASI
100
93.67 87.17
90
79.97
80
69.8
70 60 50
40.75
40 22.87
30 20
8.46
12.70
10 0 penyerapan
konsistensi penilaian
capaian output
efesiensi
pengukuran
144
Bab 4
PENUTUP
Secara umum, pencapaian target dalam Perjanjian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 secara umum telah memenuhi target yang ditetapkan. Namun demikian, terdapat beberapa target yang belum tercapai secara optimal baik dalam persiapan maupun pelaksanaannya. Sebagai dampak atas dilakukannya efisiensi/penghematan anggaran Kementerian Perdagangan pada Triwulan II/2015, terdapat beberapa kegiatan yang belum dapat terlaksana pada tahun ini dan akan dilaksanakan pada periode selanjutnya ataupun akan direvisi sesuai dengan perkembangan prioritas kinerja unit organisasi. Adapun beberapa kendala teknis yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan rencana aksi selama tahun 2015 adalah sebagai berikut: (1) Prosedur administrasi pencairan anggaran yang terkendala oleh penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kasus seperti ini banyak dijumpai pada realisasi anggaran dana dekonsentrasi; (2) adanya kendala eksternal khususnya kerjasama atau hubungan dengan institusi pemerintah terkait lainnya dalam mendukung penyelesaian rencana aksi Kemendag. Contohnya lembaga KPK yang menyelenggarakan penilaian PIAK pada tahun ini sedang melakukan pembaharuan metode penilaian sehingga kegiatan penilaian ini belum dapat terlaksana pada tahun ini, dan (3) kendala Sumber Daya Manusia dan pembagian tugas yang sedang mengalami proses evaluasi terutama masa reformasi birokrasi dan percobaan masa remunerasi Kementerian Perdagangan. Hal ini berdampak pada masa resistensi tugas dan fungsi pekerjaan yang baru. Kerja sama antar unit organisasi dilingkungan internal Kementerian Perdagangan dan antar instansi pemerintah lainnya adalah salah satu kunci keberhasilan dalam menyelenggarakan kinerja yang optimal. Oleh karena itu, hal ini perlu menjadi nilai-nilai organisasi yang bertumbuh dan berkembang. Demikian Laporan Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 ini disusun sebagai instrumen pelaporan kinerja dan harapannya dapat dipergunakan dengan baik untuk evaluasi dan perbaikan kinerja pada periode-periode mendatang.
145
146
LAMPIRAN 1. Struktur Organisasi Kementerian Perdagangan Tahun 2015
147
2. Perjanjian Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2015
148
149
150
3. Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja Kementerian Perdagangan Tahun 2015 NO
SASARAN STRATEGIS
1
Meningkatnya Pertumbuhan Ekspor Barang NonMigas yang Bernilai Tambah dan Jasa Meningkatnya Pengamanan Perdagangan dan Kebijakan Nasional
2
INDIKATOR KINERJA (1) (2) (3) (4) (5) (6)
3
Meningkatnya Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor
(7) (8) (9) (10)
4
5
6
Menurunnya Hambatan Akses Pasar (Tarif dan Non Tarif)
Meningkatnya Promosi Citra Produk Ekspor (Nation Branding) Optimalnya Kinerja Kelembagaan Ekspor
(11)
8
9
10
Meningkatnya Konsumsi Produk Dalam Negeri dalam Konsumsi Rumah Tangga Nasional
CAPAIAN
8,0
-9,77%
-122,13%
44
80,91%
1
12-14
-5,5%2
-42,2%
Persentase penanganan kasus dalam rangka pengamanan ekspor Persentase pengamanan kebijakan nasional di fora internasional Persentase Pemahaman terhadap hasil kerja sama perdagangan internasional
100%
100%
100%
70%
100%
143%
60%
76%
127%
Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) utama (%) Pertumbuhan ekspor non migas produk (komoditi) prospektif (%) Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar utama (%)
5,9
-9,71%1
-164,6%
10,6
-7,67%1
72,4%
5,5
-8,88%
-161,5%
9,7
-15,2%
-156,7%
38,32
44,09
84,9%
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (persen) Kontribusi produk manufaktur terhadap total ekspor (persen) Pertumbuhan Ekspor Jasa (persen)
Pertumbuhan ekspor non migas ke pasar prospektif (%) Penurunan index Non - Tariff Measures (baseline tahun 2013 berdasarkan data WTO)
183,9%
3
Penurunan rata-rata terbobot tarif di negara mitra (perbedaan dari baseline 2013)
9,05
9,31
(13)
Pertumbuhan nilai ekspor yang menggunakan Surat Keterangan Asal Preferensi
6%
37%
617%
(14)
Skor dimensi ekspor dalam Simon Anholt Nation Branding Index (NBI)
45-46
46,67
103,7%
(15)
Peningkatan pemanfaatan laporan pasar ekspor (market intelligent dan market brief) oleh dunia usaha Pendirian Lembaga/Kantor Perwakilan/Pusat Promosi di dalam dan luar negeri
500
593
118,6%
2
1
50%
Persentase UKM peserta pelatihan ekspor yang menjadi eksportir baru Penurunan pangsa impor barang konsumsi terhadap total impor
10%
10%
100%
7,0%
7,49%
93,5%
5,0%
3,14%
1
62,7%
(17)
Meningkatnya Efektivitas Pengelolaan Impor Meningkatnya Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan Meningkatnya Konektivitas Distribusi dan Logistik Nasional
REALISASI
(12)
(16)
7
TARGET
(18)
97,13%
(19)
Pertumbuhan PDB sub kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor
(20)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe A
67
51
76,1%
(21)
Jumlah Pasar Rakyat Tipe B
70
78
111,4%
(22)
Jumlah Pusat Distribusi Regional yang dibangun
2
0
0%
(23)
Pertumbuhan omzet pedagang pasar rakyat Tipe A yang telah direvitalisasi (%)
10%
n/a
n/a
(24)
Peningkatan kontribusi produk dalam negeri dalam konsumsi rumah tangga nasional
92,3%
97%
1
105,1%
151
NO 11
12
13
14
15
16
17
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
2,0%
7,11%
355,5%
(26)
Pertumbuhan Volume Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi Pertumbuhan Nilai Resi Gudang yang diterbitkan
1,8%
-30,31%
-1683,9%
0,38%
-66,87%
-17597,4%
Meningkatnya Pemanfaatan Pasar Berjangka Komoditi, SRG dan Pasar Lelang
(25)
(27)
Pertumbuhan Nilai Transaksi di Pasar Lelang
Memperkecil Kesenjangan Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Antar Daerah Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Meningkatnya Pemberdayaan Konsumen, Standardisasi, Pengendalian Mutu, Tertib Ukur dan Pengawasan Barang/Jasa
(28)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah
< 14.2%
14%
100%
(29)
Koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu
< 9%
3,3%
100%
(30)
Indeks Keberdayaan Konsumen
37,00
34,17
92,35%
(31)
Persentase barang impor ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku
50%
61,8%
123,6%
(32)
60%
49,6%
82,7%
50%
49,7%
98,4%
Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha Bidang PDN
(34)
Persentase barang beredar diawasi yang sesuai ketentuan Persentase alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang bertanda tera sah yang berlaku Terintegrasinya layanan perijinan perdagangan dalam negeri di daerah dengan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan Prosentase Kab/Kota yang dapat menerbitkan SIUP TDP maksimal 3 Hari
40 Kab/Kota
45 kab/kota
112,5%
60%
8,6%
Meningkatnya Pelayanan dan Kemudahan Berusaha Bidang Daglu
(36)
Peningkatan rasio nilai ekspor yang menggunakan SKA preferensi dan Non Preferensi terhadap total ekspor (%)
65%
3,5% (44 dari 511 kab/kota) 71,8%
110,5%
(37)
Persentase Waktu Penyelesaian Perijinan Ekspor dan Impor Sesuai dengan SLA
75%
60,55%
80,8%
(38)
Presentase Peningkatan pengguna Sistem Perijinan Online (persen) Persentase ketersediaan sarana dan prasarana di Lingkungan Kemendag Persentase penyelesaian peraturan perundangundangan Rasio berita negatif semakin menurun
15%
170,6%
1137,2%
65%
78,3%
120,4%
95%
99,63%
104,9%
10%
0,12%
1,2%
(42)
Persentasi Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Informasi
> 60 %
82,92%
100%
(43)
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penerapan prosedur operasional tetap (SOP) sesuai dengan tugas dan fungsi, serta pelayanan kepegawaian secara elektronik
70%
70%
100%
46%
44.8%
97%
47%
49%
104%
B
BB (73,30)
100%
Meningkatnya Dukungan Kinerja Layanan Publik
(33)
(35)
(39) (40) (41)
18
Meningkatnya Kompetensi dan Kinerja SDM Sektor Perdagangan
(44)
(45)
19
Meningkatnya Birokrasi yang Transparan,
(46)
Meningkatnya kinerja dan profesionalisme pegawai Kemendag sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan organisasi Meningkatkan kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsi secara optimal Penilaian KemenPANRB terhadap kualitas akuntabilitas kinerja Kementerian Perdagangan
152
NO
20
21
22
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
TARGET
REALISASI
CAPAIAN
Akuntabel dan Bersih
(47)
Keselarasan perencanaan dengan kinerja (Persentase program dan hasil yang dicapai)
90%
84,78%
94,2%
Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Internal
(48)
75%
81,41%
108%
78%
55,53%
71%
Meningkatnya pemanfaatan Data/Informasi Perdagangan dan terkait perdagangan Meningkatnya Kualitas Kebijakan dan Regulasi Berbasis Kajian
(50)
Persentase tindak lanjut penyelesaian rekomendasi hasil audit Persentase kesesuaian Rencana Kerja Anggaran dengan peraturan yang berlaku berdasarkan hasil review Persentase jenis data/informasi perdagangan dan terkait perdagangan yang dikelola
5%
7,7%
154%
(51)
Persentase hasil kajian yang digunakan dalam rangka penyusunan kebijakan
20%
108,1%
540,3%
(52)
Persentase Rekomendasi/masukan kebijakan yang disampaikan ke K/L/D/I
10%
19,4%
194%
(49)
153
NO
NAMA PROGRAM
1
PROGRAM DUKUNGAN MANAGEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERDAGANGAN PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR KEMENTERIAN PERDAGANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI PROGRAM PENINGKATAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI PROGRAM PENINGKATAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL PROGRAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN APARATUR KEMENTERIAN PERDAGANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL PROGRAM PENINGKATAN EFESIENSI PASAR KOMODITI PROGRAM PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
2
3 4 5 6
7 8 9
10
JUMLAH
PAGU 2015 APBN
REALISASI
%
501,527,174,000
421,304,422,234
84.00
182,624,150,000
178,429,653,384
97.70
1,828,065,297,000
1,575,619,669,506
86.19
209,828,035,000
175,378,738,796
83.58
123,133,008,000
114,931,620,188
93.34
43,534,462,000
39,389,050,221
90.48
280,403,696,000
255,259,533,840
91.03
80,777,241,000
67,131,927,393
83.11
64,183,701,000
56,106,640,750
87.42
218,002,214,000
195,531,255,937
89.69
3,532,078,978,000
3,079,082,512,249
87.17
154
4.
Rumus Penilaian dan Pengukuran Kinerja Anggaran Berdasarkan Aspek Implementasi
Pengukuran Penyerapan Anggaran (P), untuk menilai seberapa besar anggaran yang telah digunakan untuk membiayai kegiatan. Pengukuran Penyerapan Anggaran diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Dimana : P : Penyerapan Anggaran
RA
: Realisasi anggaran
PA
: Pagu Anggaran
Pengukuran Konsistensi (K), untuk mengukur konsistensi ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan yang direpresentasikan dengan ketepatan waktu penyerapan anggaran setiap bulan. Pengukuran Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut:
∑
{
∑ ∑
}
Dimana :
K
: Konsistensi antara Perencanaan dan Implementasi
RA
: Realisasi Anggaran
RPD
: Rencana Penarikan Dana
N
: Jumlah Bulan
Pengukuran Pencapaian Keluaran (PK), mengukur produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilaksanakan. Pengukuran Pencapaian Keluaran diperoleh dengan formula sebagai berikut :
∑ ∑
{
}
155
Dimana :
PK
: Pencapaian Keluaran
RVK
: Realisasi Volume Keluaran
TVK
: Target Volume Keluaran
n
: Jumlah Jenis Keluaran
RKKi
: Realisasi Indikator Kinerja ke-i
TKKi
: Target Indikator Kinerja ke-i
M
: Jumlah Indikator Keluaran
Pengukuran tingkat efisiensi (NE), mengukur efisiensi pemanfaatan sumber dana (anggaran) dalam menghasilkan suatu produk barang/ jasa). Pengukuran Efisiensi diperoleh dengan formula sebagai berikut :
∑
{
⁄ ⁄
}
Dimana : PK
: Pencapaian Keluaran
RAK
: Realisasi Anggaran per Keluaran
PAK
: Pagu Anggaran per Keluaran
RVK
: Realisasi Volume Keluaran
TVK
: Target Volume Keluaran
n
: Jumlah Jenis Keluaran
{
}
Dimana : E
: Efisiensi
NE
: Nilai Efisiensi
156
5.
Hasil Penilaian Kinerja Anggaran Kemendag Berdasarkan Aspek Implementasi NILAI EFISIENSI
NO
NAMA PROGRAM
REALISASI
KONSISTENSI
KELUARAN
EFISIENSI
1
PROGRAM DUKUNGAN MANAGEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN
84.00
85.31
95.69
18.64
96.60
2
PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR
97.70
26.24
80.00
20.00
100.00
2
PROGRAM PENGEMBANGAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI
86.19
27.32
94.92
11.49
78.73
3
PROGRAM PENINGKATAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
83.58
72.54
95.56
11.36
78.40
4
PROGRAM PENINGKATAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
93.34
93.61
93.17
8.58
71.45
PROGRAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN APARATUR KEMENTERIAN PERDAGANGAN
90.48
86.11
96.35
10.98
77.45
6
PROGRAM PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL
91.03
87.82
96.93
7.75
69.38
7
PROGRAM PENINGKATAN EFISIENSI PASAR KOMODITI
83.11
62.95
92.05
8.62
71.55
8
PROGRAM PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
87.42
82.84
93.42
14.90
87.25
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
89.69
73.23
98.65
7.56
68.90
87.17
69.80
93.67
11.99
79.97
5
9
JUMLAH
157
6.
Hasil Pengukuran Kinerja Anggaran Kemendag Berdasarkan Aspek Implementasi
NO
NAMA PROGRAM
REAL ISASI
KONSI STENSI
KELU ARAN
EFISI ENSI
9,7
18,2
43,5
28,6
TOTAL
KET
100,00/3 3.3
1 PROGRAM DUKUNGAN MANAGEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA
8.15
15.53
41.63
27.63
92.93
9.48
4.78
34.80
28.60
77.65
8.36
4.97
41.29
22.52
77.14
8.11
13.20
41.57
22.42
85.30
9.05
17.04
40.53
20.43
87.05
8.78
15.67
41.91
22.15
88.51
8.83
15.98
42.16
19.84
86.82
8.06
11.46
40.04
20.46
80.02
8.48
15.08
40.64
24.95
89.15
8.70
13.33
42.91
19.71
84.65
8.46
12.70
40.75
22.87
84.78
2 PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR
2 PROGRAM PENGEMBANGAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI
3 PROGRAM PENINGKATAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
4 PROGRAM PENINGKATAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
5 PROGRAM PENGAWASAN DAN PENINGKATAN APARATUR
6 PROGRAM PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL
7 PROGRAM PENINGKATAN EFESIENSI PASAR KOMODITI
8 PROGRAM PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
9 PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
JUMLAH
158