LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2014
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nya laporan ini bisa diselesaikan pada waktunya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban yang memuat gambaran keberhasilan maupun kendala dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun 2014 yang melengkapi rangkaian pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilai kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan kinerja demi terwujudnya good governance di lingkungan Kementerian PU. Kinerja tersebut diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama sebagaimana telah menjadi kontrak dalam Perjanjian Kinerja dan Penetapan Kinerja tahun 2014. Sangat disadari bahwa dalam laporan ini masih akan dijumpai sejumlah kekurangan, namun demikian diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan dan umpan balik bagi jajaran Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja masing-masing satuan unit kerja di masa yang akan datang. Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan laporan kinerja ini.
Jakarta, 27 Februari 2015 MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
M. Basoeki Hadimoeljono
Kata Pengantar
(i)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Sumber Daya Aparatur Ketersediaan infrastruktur memegang peranan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Dengan hadirnya infrastruktur yang handal maka terwujudnya pemenuhan Hak Dasar Rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan hak-hak lainnya akan terdukung lebih optimal. Bahkan lebih jauh, mampu meningkatkan daya saing di dunia internasional. Berdasarkan pada:
Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun No. 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), sebagaimana telah digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentng Sistem AKIP, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP, sebagaimana telah digantikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah,
maka sudah menjadi kewajiban dan sebagai wujud pertanggungjawaban instansional yang menggambarkan tentang akuntabilitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu instansi pemerintah, dalam hal ini Kementerian PU. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian PU, maka diperlukan dasar acuan yang dapat digunakan sebagai landasan di dalam pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PU dalam hal ini dokumen Renstra (Rencana Strategis) yang mencakup rencana pembangunan jangka menengah yang disusun secara berkala (5 tahunan). Renstra memuat tujuan, sasaran, indikator dan target yang akan dicapai per tahun dalam kurun waktu 5 tahun termasuk penjabaran pendanaan yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan Kementerian PU selama kurun waku 5 tahun. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra, Kementerian PU memiliki tugas dan fungsi yang diberikan kepada jajaran terkait sebagaimana berikut: 1.1.1. Tugas dan Fungsi Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Adapun fungsi dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu: 1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum; 2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum; 3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum; PENDAHULUAN
Halaman 1 | 147
Berdasarkan gambar grafik tersebut diatas, terlihat bahwa hampir di semua tingkat jabatan, terutama pada tingkat eselon III, aparatur yang menjabat masih didominasi (60%) oleh pegawai dengan kelompok usia diatas 50 tahun dan pada tingkat eselon IV mencapai 36,41 %. Selain itu, terlihat bahwa pemangku jabatan eselon II dan III relatif kurang proporsional dan cenderung akan menyebabkan perubahan pejabat pada level tersebut menjadi lebih cepat dengan regenerasi yang cenderung lambat. Hal itu merupakan dampak kebijakan “zero growth” oleh Departemen Pekerjaan Umum pada masa lampau. Terjadinya kesenjangan (gap) usia pegawai yang menjadi pejabat menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi kedepan dalam rangka meminimalisir kesenjangan kapasitas dan kompetensi antara pejabat Eselon IV, Eselon III dan Eselon II. Dengan demikian, manajemen sumber daya aparatur di lingkungan Kementerian PU harus dapat dioptimalkan dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan mengatur penempatan pejabat secara dinamis namun terpola serta peningkatan kompetensi dan keahlian.
1.2. Aspek Strategis Organisasi Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian PU berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan, dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan kembali dalam rencana dan strategi berikutnya. 1.2.1. Peran Strategis Pembangunan nasional pada RPJMN dan rencana strategis 2010-2014 dihadapkan pada sejumlah sasaran dengan mengedepankan triple tracks strategy+, yaitu Pro Poor, Pro Growth, Pro Job, ditambah dengan Pro Green. Adapun pemetaan sasaran yang bersifat khusus infrastruktur dimana Kementerian PU memiliki peran strategis adalah sebagaimana berikut:
PENDAHULUAN
Halaman 7 | 147
Adapun peran lainnya mencakup pembinaan konstruksi, penelitian dan pengembangan. Seluruh peran tersebut kemudian didukung dengan pelaksanaan pengawasan dan dukungan manajemen organisasi.
1.2.2. Kondisi dan Tantangan Pembangunan Jangka Menengah Penyelenggaraan penataan ruang Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan hukum yang memayungi penyelenggaraan penataan ruang secara nasional dalam rangka mewujudkan ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk merealisasikan hal tersebut, tentunya memerlukan langkah-langkah sistematis dalam penyelenggaraan penataan ruang yang mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Hal itu didasari dengan pertimbangan:
ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menghadapi tantangan dan permasalahan terutama pada: Terletak pada kawasan yang cepat berkembang (pacific ocean rim dan indian ocean rim); Terletak pada kawasan pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik; Meningkatnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang terkait eksploitasi sumberdaya alam; dan Makin menurunnya kualitas permukiman, meningkatnya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan tingginya kesenjangan antar dan di dalam wilayah. penyelenggaraan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain pengaturan penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah. berkembangnya pemikiran dan kesadaran di tengah masyarakat untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menyentuh hal-hal yang terkait langsung dengan permasalahan kehidupan masyarakat, terutama dengan meningkatnya banjir dan longsor, kemacetan lalu lintas, bertambahnya perumahan kumuh, berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, kurang memadainya kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk, serta kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan.
Dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur mengenai pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, pelaksanaan perencanaan tata ruang, pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan kondisi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perhatian terhadap pelaksanaannya perlu untuk terus ditingkatkan melalui berbagai upaya yang mendorong terselenggaranya penataan ruang yang terpadu, serasi, selaras, seimbang, efisien, dan efektif sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kegiatan pembangunan sendiri saat ini masih lebih fokus pada perencanaan, sehingga terjadi inkonsistensi dengan pelaksanaan pemanfaatan
PENDAHULUAN
Halaman 9 | 147
baru. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta bangunan penampung air lainnya, pada kurun waktu 2010-2012, telah dilaksanakan pembangunan 11 waduk yang 2 diantaranya telah selesai dibangun, serta pembangunan 312 embung/situ/bangunan penampung lainnya. Upaya peningkatan kapasitas lainnya dilakukan dengan merehabilitasi 43 waduk dan 136 buah embung/situ, didukung oleh pengoperasian dan pemeliharaan sebanyak 411 buah waduk/embung/situ/bangunan penampung air lainnya, serta melakukan kegiatan konservasi pada 10 kawasan sumber air. Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan air baku, telah dilaksanakan pembangunan/p eningkatan sarana/ prasarana air baku dengan kapasitas 29,85 m3/dt, serta pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan kapasitas 13,02 m3/dt. Adapun pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan terkait dengan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi dan irigasi air tanah seluas 284.781 ha, serta jaringan reklamasi air rawa dan air tambak seluas 145.983 ha. Terkait dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA yang telah dibangun, OP dilaksanakan di 411 waduk/embung/situ/bangunan penampung lainnya dan juga sarana/prasarana lainnya seperti sarana/prasarana penyediaan air baku (15,16 m /detik), irigasi dan rawa, pengendali lahar/sedimen, pengendali banjir dan pengaman pantai. Walaupun demikian terdapat beberapa indikator pencapaian yang optimal, diantaranya luas layanan jaringan tata air tambak yang direhabilitasi yang baru mencapai progress 22% dari target 175.000 ha dan embung/situ yang selesai direhabilitasi baru tercapai 46% dari target 136 embung/ situ/ bangunan penampung air lainnya. Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pengelolaan sumber daya air adalah sebagai berikut:
Penurunan daya dukung SDA, baik untuk air permukaan maupun air tanah sebagai dampak dari laju deforestasi dan eksplorasi air tanah yang berlebihan yang telah menyebabkan land subsidence dan intrusi air asin/laut; Keseimbangan/neraca air antara jumlah kebutuhan air di berbagai sektor kehidupan dan potensi kelebihan sumber daya air yang berlimpah dimusim hujan selama 5 bulan; Laju alih fungsi lahan pertanian beririgasi yang rata-rata terjadi ±100.000 ha atau berkisar 1,4% per tahun; Pengelolaan resiko guna memperkecil kerugian yang diakibatkan oleh daya rusak air seperti banjir, lahar dingin, kekeringan, serta abrasi pantai dan pengaruh menurunnya kapasitas sumber air akibat sedimentasi; Dampak negatif perubahan iklim global, khususnya banjir, kekeringan dan kenaikan muka air laut; dan Kualitas SDM dalam pengelolaan SDA terpadu berbasis teknologi informasi; Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pencapaian target-target Renstra adalah: i) Operasi dan Pemeliharaan (OP) Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT), yang hingga tahun 2012 baru mencapai 20,93% target; ii) Rehabilitasi Jaringan Tata Air Tambak, yang hingga tahun 2012 baru mencapai 21,74% dari target; dan iii) Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pengamanan Pantai, yang hingga tahun 2012 baru mencapai 19,82% dari target.
PENDAHULUAN
Halaman 11 | 147
Mempertahankan perandan fungsi prasarana jaringan jalan sebagai pengungkit dan pengunci dalam pengembangan wilayah diantara berbagai gangguan bencana alam, maupun kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan, disamping juga memenuhi kebutuhanaksesibilitas kawasan produksi dan industri serta outlet; Mengantisipasi pertumbuhan prosentase kendaraan dibandingkan jalan yang telah mencapai 11:0,4 (pendekatan demand approach) yang terus akan mengalami peningkatan, terutama pada lintas utama dan wilayah perkotaan khususnya 8 (delapan) kota metropolitan; Meningkatkan keterpaduan sistem jaringan transportasi dan penyelenggaraan secara umum jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi dan otonomi daerah dan situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah dan meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan; Mengupayakan pengarusutamaan jender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jalan, baikdari segi akses, kontrol, partisipasi maupun manfaatnya; Mengantisipasi kompetisi global baik dari segi SDM maupun kesempatan expansi dengan meningkatkan daya kompetisi yang terukur dalam GCI (Global Competitiveness Index) dan LPI (Logistic Performance Index); Meningkatkan alternatif pembiayaan dan pola investasi jalan, salah satunya melalui pembentukan unit pengelola dana preservasi jalan sekaligus memperkenalkan insentif pemeliharaan jalan bagi Pemda; dan Mengupayakan penyelesaian masalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan dan/atau pelebaran jalan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah.
Pengembangan infrastruktur permukiman Dalam pelaksanaan penyelenggaraan program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman sebagian besar indikator kinerja utamanya telah melampaui sasaran yang telah ditetapkan. Namun apabila lebih jauh melihat indikator ouput penting dan beberapa output perlu mendapat perhatian khusus, karena masih jauh di bawah target capaian. Selain itu dalam hal pelayanan air minum dengan indikator Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum, target Renstra 2010-2014 adalah peningkatan kapasitas sampai dengan 8.099 l/dt, target ini ternyata diprediksi pada akhir tahun 2012 dapat dilampaui hingga 14.710 l/dt atau lebih besar 6.600 l/dt. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi kegiatan untuk meningkatkan capaian kinerja melalui alokasi dana APBN-P pada semester ke-2 tahun 2012. Keberhasilan pencapaian IKU ini juga diperoleh melalui pembangunan SPAM di 820 IKK selama 5 tahun, dengan capaian target sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 540 IKK sampai dengan akhir tahun 2012 atau sebesar 66% dari total target. Demikian halnya dengan sub bidang sanitasi, peningkatannya terjadi pada indikator peningkatan jumlah pelayanan sanitasi yang sudah mencapai 1.032 kawasan dari total target Renstra sebesar 517 kawasan. Namun di sisi lain jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan pelayanan sanitasi ini masih di bawah target yaitu 310 kabupaten/kota dari target Renstra 479 kabupaten/kota. Untuk pembinaan terhadap PDAM, Kementerian PU telah menyelesaikan pembinaan sebanyak 644 laporan dari target sebanyak 1.045 laporan. Pencapaian kinerja ini merupakan upaya keras
PENDAHULUAN
Halaman 13 | 147
Mendorong penerapan konsep gedung ramah lingkungan (green building) untuk mengendalikan penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca dalam kerangka mitigasi dan adaptasi terhadap isu pemanasan global; Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pemanfaatan ruang bagi permukiman; Menyelaraskan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah dan kecil mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional; Melanjutkan program pengembangan kawasan agropolitan; Pada akhir tahun 2014 diperkirakan lebih dari separuh penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan sebagai akibat laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun dan secara terus menerus telah melahirkan dynamic phenomenon of urbanization. Proses ini berakibat pada semakin besarnya suatu kawasan perkotaan, baik dalam hal jumlah penduduk maupun besaran wilayah. Luas kawasan permukiman kumuh yang meningkat, sementara di sisi lain, penanganan kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan dan perencanaan pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum mencapai sasaran yang diharapkan;
Pembinaan konstruksi Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola pemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 18 tahun 1999. Dalam konteks makro, pada tahun 2011 sektor konstruksi nasional menempati urutan ke-empat dari 9 sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 10,2% (Rp756,5 triliun). Sementara itu, tenaga kerja yang terserap berjumlah 6.339 juta orang (5,8% dari tenaga nasional), dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas harga berlaku). Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Dari target lima tahunan yang telah ditetapkan sebanyak 75.000 orang, hingga tahun 2011, pertumbuhan jumlah tenaga ahli dan tenaga terampil sektor konstruksi yang telah terlatih melalui dana APBN mencapai 6.702 orang dan di luar pencapaian APBN tersebut juga terdapat pencapaian outcome melalui dana non-APBN sebanyak 20.080 orang tenaga kerja, sehingga total SDM jasa konstruksi yang telah terlatih adalah 26.782 orang dari target 30.000 orang (15.000 orang per tahun). Berdasarkan data LPJK pada tahun 2011, jumlah badan usaha jasa konstruksi mencapai 162.853 badan usaha. Secara keseluruhan, populasi badan usaha jasa konstruksi didominasi badan usaha kualifikasi kecil, yaitu 89,97%, kualifikasi menengah 9,36%, dan kualifikasi besar hanya sebesar 0,67%. Komposisi jumlah badan usaha jasa konstruksi nasional ini menjadi salah satu penghambat terciptanya struktur usaha yang diamanatkan Undang-Undang Jasa Konstruksi. Usaha jasa konstruksi saat ini juga masih menghadapi berbagai permasalahan seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, masih sering terjadi kegagalan bangunan, kegagalan konstruksi dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar.
PENDAHULUAN
Halaman 15 | 147
Menghadapi AEC 2015 perlu terus didorong pelaku Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja konstruksi yang kompeten dan diakui secara internasional.
Penelitian dan pengembangan infrastruktur ke-PU-an Rencana pembangunan jangka panjang dan jangkah menengah nasional, serta peraturan perundangan lain di bidang IPTEK sebagai landasan operasional. RPJPN 2005–2025 memberi arahan dalam upaya menciptakan, menguasai dan memanfaatkan IPTEK dasar/terapan/sosial/humaniora hasil litbang; Peningkatan kemampuan dan Kapasitas IPTEK; Pengembangan sumber daya; sinergi kebijakan; agenda riset yang selaras pasar; dan mekanisme intermediasi; penguatan sistem inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis ilmu pengetahuan; 6 bidang fokus (pangan, energi, ICT , transportasi, pertahanan dan kesehatan). Dalam penyelenggaraannya, Kementerian PU memiliki peran sebagai the technostructure atau scientific backbone. Hal ini memiliki arti bahwa litbang dapat berfungsi untuk memberikan saran atau masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan kementerian. Sementara itu pencapaian outcome terkait Litbang PU hingga tahun 2011, Prosentase IPTEK yang masuk bursa teknologi sebesar 39,69%; Prosentase Teknologi Tepat Guna yang digunakan stakeholders sebesar 19.39%; Prosentase Penambahan SPM(K) yang diberlakukan Kementerian PU sebesar 33,96%; dan Prosesntase pelayanan teknis yang diterima stakeholder sebesar 16,92%. Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan diantaranya adalah sebagai berikut:
Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana; (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi; (iii) mengurangi kelangkaan air baku; (iv) memperbaiki kualitas air baku (aplikasi UU SDA); (v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman; (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU SDA, UU Sampah); dan (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah; Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain; Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi dan media informasi dalam proses pelaksanaannya; Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Depdiknas bukan oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth; Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak
PENDAHULUAN
Halaman 17 | 147
Tantangan yang dihadapi dalam dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya antara lain sebagai berikut:
Masih perlu dilakukan penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik melalui diklat struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis. Mendorong terlaksananya upaya perwujudan “good governance” dengan penguatan fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima; Dalam rangka Reformasi Birokrasi, dalam sistem manajemen kinerja ke depan, kinerja individu dan kelompok akan diselaraskan dengan kinerja organisasi/unit kerja. Dalam hal ini sistem manajemen kinerja pada level atau tingkatan Organisasi harus dapat diturunkan ke dalam sistem manajemen kinerja individu atau kelompok; Diperlukan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran, diantaranya melalui kerjasama serta partisipasi pengguna; Dengan telah terbitnya UU, PP, dan Peraturan Menteri terkait dengan pelaksanaan tata naskah dinas dan tata naskah dinas elektronik yang berdampak kepada perubahan peraturan-peraturan dibawahnya; Perlunya integrasi rencana, sinkronisasi program dan koordinasi sejak perencanaan, pemograman sampai dengan pemantauan dan evaluasi; Upaya mewujudkan perubahan manajemen SDM yang menuntut perkembangan pengembangan dan pengelolaan pola pikir pegawai; Perlunya peningkatan kualitas laporan keuangan dan pengelolaan barang milik/kekayaan negara agar memenuhi kaidah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); Perlunya peningkatan sinkronisasi dan harmonisasi penyusunan peraturan perundangundangan internal dan lintas sektor serta peningkatan koordinasi dan penyiapan dokumen dalam proses bantuan hukum; Penerapan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menuntut siapnya aturan dan mekanisme kerja yang baku dan mengikat bagi masing-masing Satminkal dalam penyediaan dan penyampaian informasi publik sebagai upaya peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat; dan Perkuatan dan pengamanan hak atas Barang Milik Negara (BMN), terutama tanah dan bangunan melalui sertifikasi dan MoU antara Menteri PU dan Kepala BPN. Diperlukan ketersediaan informasi yang cepat dan akurat melalui penerapan dan penggunaan tata naskah dinas elektronik (TNDE) dan sistem kearsipan elektronik (SKE) sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi serta perlunya peningkatan penatausahaan dan pengamanan fisik aset Sekretariat Jenderal. Tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta tata kelola sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi (Kepmen, Permen dan lainnya). Diperlukan upaya untuk melakukan inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN secara akurat, serta pengamanan dan pengelolaannya secara tertib.
PENDAHULUAN
Halaman 19 | 147
Isu yang juga sedang berkembang adalah terkait perlindungan terhadap lahan pertanian pangan yang ada saat ini agar dapat terus dijaga dan dipertahankan keberadaannya. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan diantaranya untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan serta menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan. Selain itu, arus globalisasi yang semakin kuat turut mempengaruhi perkembangan kota tak terkecuali kota-kota di Indonesia. Kota-kota di Indonesia mulai kehilangan identitas dan karakter yang menyebabkan terjadinya fenomena pembangunan kota yang cenderung homogen. Warisan sejarah ataupun budaya yang sebelumnya melekat dengan kehidupan kota mulai hilang seiring dengan berjalannya waktu. Tantangan bidang Penataan Ruang Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Percepatan penyelesaian penetapan RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota perlu terus didorong dalam rangka pemenuhan amanat UU Penataan Ruang yang mensyaratkan RTRW Provinsi telah diselesaikan pada tahun 2009 dan RTRW Kab/Kota telah diselesaikan pada tahun 2010. Hingga akhir tahun 2013, seluruh Provinsi dan Kabupaten telah mendapatkan persetujuan substansi, sedangkan jumlah Kota yang belum memperoleh persetujuan substansi sebanyak 3 Kota. Namu, adanya penetapan daerah otonomi baru pada tahun 2013 menambah daerah yang perlu dibina sebanyak 1 Provinsi dan 14 Kabupaten. Rencana Rinci yang merupakan pendetilan dari RTRWN perlu segera diselesaikan agar dapat segera dioperasionalisasikan mengingat muatan RTRWN sendiri akan melalui proses review 5 (lima) tahunan. Untuk RTR Pulau, masih terdapat 3 RTR Pulau masih dalam proses penetapan Perpres di Sekretariat Kabinet (Setkab). Sementara untuk RTR KSN, 6 RTR KSN masih belum disiapkan materi raperpresnya. Dalam rangka menekan tingkat pelanggaran pemanfaatan ruang, perlu dilakukan upaya pengendalian dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan ruang sesuai aturan yang tertuang dalam RTR secara gencar dan berkelanjutan. Salah satu perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif adalah aparatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pemerintah Daerah perlu terus dirangsang dan dibina dalam rangka penyediaan RTH baik Publik maupun Privat. Perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi perhatian bersama untuk terus didukung dan dilaksanakan oleh baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kota tidak hanya dipandang sebagai mesin ekonomi, tetapi juga menyimpan potensi yang dapat berwujud kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur, dan kawasan bersejarah yang bernilai pusaka yang dapat mengisi ruang kota. Salah satu instrumen yang kuat dalam sejarah perkotaan adalah pengaturan teritorial, ruang, dan bangunan berdasarkan konsepsi kosmografi serta kaidah-kaidah penataannya. Pembangunan masa depan secara berkelanjutan hendaknya mampu menyinambungkan berbagai peninggalan yang bernilai dan dinamika zaman secara terseleksi, termasuk menjadi alat dan modal dalam pengembangan budaya dan ekonomi kota.
PENDAHULUAN
Halaman 21 | 147
Masih kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan nasional dengan jalan daerah serta masih kurangnya pendanaan penanganan jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi (otonomi daerah); Situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah, dan meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan; Dalam hal investasi jalan tol, masih terdapat masalah pembebasan tanah, ketersediaan pendanaan yang masih terbatas, dan belum intensnya dukungan Pemerintah Daerah; Ketersediaan Material. Material Material Semen, Batu dan Pasir yang harus didatangkan dari luar daerah. Dalam waktu – waktu tertentu, material tersebut susah dicari di pasaran mengingat demand yang tinggi untuk keperluan proyek konstruksi lainnya; Kondisi Geografis. Medan yang cukup sulit dan lokasi pekerjaan yang cukup jauh sehingga memerlukan waktu dan peralatan khusus untuk mencapai lokasi proyek serta rawan longsor.
Pengembangan infrastruktur permukiman Pengembangan infrastruktur permukiman mencakup sektor air minum, sanitasi dan permukiman, serta ditambah dengan tugas penataan bangunan dan lingkungan. Adapun permasalahan yang meliputi pelaksanaan pengembangan infrastruktur permukiman diantaranya adalah sebagai berikut:
Kondisi akses air minum aman nasional pada tahun 2013 adalah 67,7% dengan rincian jaringan perpipaan sebesar 17,9% dan bukan jaringan perpipaan 48,8%, akses air minum aman di perkotaan sebesar 79,3% dan perdesaan 56,2%, masih terdapat idle capacity sebesar 37.900 liter/detik, keterbatasan air baku untuk air minum sebesar 128 m3/det. Komitmen pemda untuk pendanaan air minum (DDUB) hanya 0,04% dari total APBD (2012), selain itu masih terdapat 104 PDAM yang kurang sehat di 2013 (30%) dan 70 PDAM berstatus sakit (20%). Dalam hal kompetensi pengelola SPAM di daerah dimana terdapat kebutuhan peningkatan kompetensi pengelola SPAM di seluruh kab/kota mencapai 51.000 orang sementara Kapasitas Balai Teknis Air Minum dan Sanitasi ± 2.000 orang/tahun. Akses pelayanan pengelolaan sampah baru 79,80% (2013) dengan rincian di perkotaan sebesar 87% dan perdesaan sebesar 72,60%. Pada kawasan perkotaan, pengelolan sampah pada sumbernya sebesar 41% dan pengelolaan akhir sampah sebesar 46%. Pada kawasan perdesaan pengelolan sampah pada sumbernya sebesar 69,20% dan pengelolaan akhir sampah sebesar 3,40%. Masih rendahnya komitmen pemda dalam pengelolaan sampah yang ditunjukkan dengan besaran anggaran untuk penanganan sampah dibawah 5% dari jumlah anggaran APBD. Selain itu belum seluruh kab/kota memiliki kelembagaan pengelola sampah (regulator dan operator) Luas permukiman kumuh perkotaan seluas 37.407 Ha atau setara 3.286 kawasan, baru 215 kab/kota yang memiliki Surat Keputusan Walikota/Bupati tentang permukiman kumuh. Dalam hal penataan bangunan dan lingkungan baru 49% kab/kota memiliki perda BG dan masih minimnya BG yang memiliki IMB, 3,1% kab/kota yang baru memiliki SLF, -
PENDAHULUAN
Halaman 23 | 147
Pembinaan konstruksi Kondisi yang dihadapi dan menjadi permasalahan dalam melaksanakan program pembinaan konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:
Reformasi Birokrasi yang telah digariskan melalui Grand Design Nasional mempunyai Visi: “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis. Pemerintah Daerah Provinsi belum seluruhnya memiliki Peraturan Daerah tentang Pembinaan Jasa Konstruksi; Keterbatasan SDM pembinaan jasa konstruksi di Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan jasa konstruksi; Dinamika struktural Pemerintah Daerah yang masih belum memprioritaskan Jasa Konstruksi, sehingga kepentingan untuk pembinaan jasa konstruksi masih sebatas ada tidaknya alokasi dana pembinaan konstruksi ke Pemerintah Daerah; Jumlah petugas K3 maupun Ahli K3 yang masih rendah menjadi fokus perhatian pembinaan bidang SMK3; Belum adanya harmonisasi kebijakan antar instansi/kementerian terkait kebijakan investasi pembangunan infrastruktur; Infrastruktur transportasi di wilayah Indonesia bagian timur masih menjadi kendala utama bagi kelancaran logistic dan pasokan MPK yang mengakibatkan terjadinya distorsi harga yang relative tinggi; Belum adanya instrumen analisis dalam penyusunan kebijakan pengembangan sektor konstruksi; Industri dan investasi material dan peralatan masih terpusat di Pulau Jawa, sementara pekerjaan konstruksi tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dilain pihak, kebijakan investasi infrastruktur secara nasional akan lebih didominasi pengalokasian dana untuk Indonesia bagian timur, sehingga diperlukan penataan sistem MPK yang baik untuk terwujudnya konstruksi yang efektif dan efisien; masih terjadi ketimpangan pengelolaan sumber daya investasi di masing-masing wilayah, sehingga kualitas dan kuantitas pemberdayaan sumber daya investasi tidak merata; Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik belum diimplementasikan dengan baik di daerah; Belum tersampaikanya informasi penjadwalan fora perundingan liberalisasi industri konstruksi; Dalam pelaksanaan konstruksi yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) PU, pemakaian alat berat belum diwajibkan untuk didukung dengan sertifikasi kelayakannya, sehingga sulit untuk pendataan ketersediaan alat berat konstruksi beserta kondisinya;
Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut diatas, maka tantangan yang dihadapi pada tahun 2014 dalam pembinaan konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:
Belum optimalnya kapasitas dan kompetensi SDM Badan Pembinaan Konstruksi dalam pelaksanaan anggaran untuk mengimbangi kemungkinan peningkatan alokasi anggaran Program Pembinaan Konstruksi setiap tahunnya.
PENDAHULUAN
Halaman 25 | 147
Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana; (ii) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); dan (iii) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah; Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain; Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, asosiasi, dan media informasi dalam proses pelaksanaannya; Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Kemendiknas bukan oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth; Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman; Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang meliputi: (i) perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran; (ii) perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK; (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa; (iv) keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu diperbaiki; dan (v) pelaksanaan pengarusutamaan gender. Tantangan penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan pemukiman ke depan juga erat terkait dengan pembangunan berkelanjutan yang menjadi bagian dari 3 (tiga) pilar pembangunan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhann generasi masa depan. Dalam rangka pencapaian program 100-0-100 (100% pelayanan air minum – 0 % bebas permukiman kumuh dan 100% pelayan air limbah) diharapkan pelayanan air bersih pada tahun 2015 meningkat menjadi 84%, yaitu 93% di perkotaan dan 73 persen di perdesaan . Tantangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia ialah: bagaimana pembangunan fisik, sosial, dan ekonomi dilakukan tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan (menjaga kawasan dan lingkungan hunian agar tetap aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan). Memberikan Input kepada Direktorat Teknis, Pengembang dan Pemerintah Daerah untuk memperluas pemanfaatan IPTEK, misalnya dalam rangka (i) mengatasi backlog rumah, dan penyediaan fasos fasum bagi MBR, serta mempercepat rekonstruksi pasca bencana (RISHA, Rusun Prefabrikasi, rumah bambu, dll), (ii) peningkatan cakupan prasarana dasar dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman (PamSimas, Plumbing hemat air, Biofilter & Biority komunal), (iii) mengurangi risiko bencana (Cplus, teralis aman kebakaran, selimut api, RISHA, dll) , (iv) perkembangan permukiman akibat bangkitan lalu lintas (model : penataan kawasan permukiman), (v) keandalan bangunan gedung; Meningkatkan akses stakeholder terhadap informasi potensi dan ketersediaan bahan bangunan lokal termasuk teknik pemanfaatannya;
PENDAHULUAN
Halaman 27 | 147
pemeliharaannya menjadi sangat penting dalam upaya mempertahankannya, terutama dengan adanya predikat “Platinum”. Sejumlah tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2014 dalam dukungan manajemen dan sarana prasarana diantaranya adalah sebagaimana berikut:
Mendorong penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik melalui diklat struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan rencana stratejik, serta perlu lebih banyak melibatkan seluruh unsur dalam proses penyusunan rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk memenuhi kekurangan tenaga teknis. Mendorong terlaksananya upaya perwujudan “good governance” dengan penguatan fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima. Meningkatkan kualitas pelaksanaan dan pelaporan keuangan, serta pengelolaan Barang Milik Negara; Menyempurnakan sistem manajemen kinerja ke depan dalam rangka reformasi birokrasi, dimana kinerja individu dan kelompok harus diselaraskan dengan kinerja organisasi/unit kerja. Memberikan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran dengan didukung kerjasama serta partisipasi pengguna dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung. Menyesuaikan sejumlah perubahan menyusul terbitnya peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan tata naskah dinas, termasuk mengembangkan tata naskah dinas elektronik secara terintegrasi di lingkungan Kementerian PU. Meningkatkan tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta tata kelola sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi. Mendorong upaya-upaya dalam inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN secara akurat, serta pengamanan dan pengelolaannya secara tertib. Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi antar Satminkal yang lebih baik dalam penyampaian informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan citra positif Kementerian PU.
1.3. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014 adalah sebagaimana berikut: BAB 1
PENDAHULUAN Pada pendahuluan ini, diuraikan : Kementerian PU sebagai organisasi yang diberikan mandat melalui tugas dan fungsi, berikut dengan kewenangan yang diberikan. Termasuk didalamnya struktur organisasi yang terbentuk dan sumber daya aparatur yang menggerakkan organisasi. Aspek-aspek yang melingkupi organisasi, yaitu berupa peran strategisnya berdasarkan pada kondisi dan tantangan, baik pada jangka menengah maupun tahunan.
PENDAHULUAN
Halaman 29 | 147
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri PU Nomor 02/PRT/M/2010 dan sebagaimana telah diubah terkahir melalui Peraturan Menteri PU Nomor 20/PRT/M/2012 tentang Perubahan Kedua atas Permen PU Nomor 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014. Renstra tersebut merupakan bagian dari penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) dan RPJPN 2005-2025 sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Rencana Strategis yang di dalamnya mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU.
2.3.1. Visi dan Misi Visi Kementerian Pekerjaan Umum merupakan sebuah gambaran yang akan diupayakan terwujud pada tahun 2025, dimana infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang terbangun telah memenuhi kualifikasi teknis sesuai perkembangan dan kemajuan teknologi serta beroperasi secara optimal seiring dengan tuntutan kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mendukung visi tersebut Kementerian PU Tahun 2010-2014 juga menetapkan 7 (tujuh) misi. Adapun visi dan misi Kementerian PU sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman Yang Andal Untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025
Mewujudkan Penataan Ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan,meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penerapan: iptek, norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung Infrastruktur PU dan Permukiman. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Governance.
PERENCANAAN KINERJA
Halaman 31 | 147
Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PU Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar sub bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
•Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis Bidang Penataan Ruang.
•Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan. •Berkurangnya luas kawasan yang terkena dampak banjir. •Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan rawa. •Meningkatkan kapasitas jalan nasional. •Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah. •Meningkatnya kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan. •Meningkatnya kualitas kawasan permukiman dan penataan ruang. •Meningkatnya kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan dengan pola pemberdayaan masyarakat. •Meningkatnya kualitas pengaturan. pembinaan dan pengawasan pada pembangunan infrastruktur permukiman.
Meningkatkan kapasitas pengawasan, pengendalian pelaksanaan, dan akuntabilitas kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.
•Terwujudnya peningkatan kepatuhan dan akuntabilitas kinerja penyelenggara infrastruktur yang bebas KKN.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur, pembinaan konstruksi serta penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.
•Meningkatnya koordinasi, administrasi dan kualitas perencanaan, pengaturan, pengelolaan keuangan dan BMN. •Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) aparatur. •Meningkatnya kualitas prasarana, pengelolaan data, informasi dan komunikasi publik. •Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi di pusat dan daerah. •Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) siap pakai.
Sumber: Rencana Strategis Kementerian PU tahun 2010-2014
Seluruh sasaran strategis tersebut kemudian diturunkan sebagai mandat yang harus dicapai oleh Unit Organisasi Eselon I melalui program dan Unit Kerja Eselon II di bawahnya melalui kegiatan-kegiatan.
PERENCANAAN KINERJA
Halaman 33 | 147
terluar); dan (iii) program-program pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan pemberdayaan masyarakat. Dukungan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dilaksanakan melalui upaya-upaya: peningkatan ketahanan pangan, dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil, meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa, peningkatan investasi infrastruktur melalui KPS dan peningkatan pencapaian MDG’s. Sedangkan dukungan terhadap peningkatan kualitas lingkungan dilaksanakan melalui upaya-upaya: (i) penerapan prinsip-prinsip green construction dalam pelaksanaan seluruh pembangunan infrastruktur PU dan permukiman; (ii) mendorong pembangunan secara umum dan khususnya pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan penataan ruang; dan (iii) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global. Secara diagram, peran infrastruktur PU dan permukiman dalam pembangunan nasional dapat dilihat pada Gambar Selain kebijakan umum, Kementerian Pekerjaan Umum juga memiliki kebijakan operasional yang pelaksanaannya ditentukan berdasarkan skenario pembangunan yang dipilih dan dapat mengantisipasi berbagai isu dan lingkungan strategis yang berkembang. Berdasarkan tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi tersebut, serta dikaitkan dengan penganggaran, maka Kementerian PU menetapkan 9 (sembilan) program yang melekat pada eselon I dimana masingmasing Eselon I memiliki 1 (satu) program (kecuali Sekretariat Jenderal dengan 2 program). Seluruh program tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan yang melekat pada Unit Kerja Eselon II, Balai, dan Satuan Kerja. Adapun program tersebut sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Program penyelenggaraan penataan ruang (Direktorat Jenderal Penataan Ruang), Program pengelolaan sumber daya air (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air), Program penyelenggaraan jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga), Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman (Direktorat Jenderal Cipta Karya), Program pembinaan konstruksi (Badan Pembinaan Konstruksi), Program penelitian dan penembangan Kementerian PU (Badan Penelitian dan Pengembangan), Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Pekerjaan Umum (Inspektorat Jenderal), Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Pekerjaan Umum (Sekretariat Jenderal), dan Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum (Sekretariat Jenderal).
2.2. Perjanjian Kinerja tahun 2014 Penetapan Kinerja atau kini disebut dengan Perjanjian Kinerja adalah lembar/ dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan organisasi yang lebih tinggi kepada pimpinan organisasi yang lebih rendah atau biasa disebut juga sebagai kontrak kinerja.
PERENCANAAN KINERJA
Halaman 35 | 147
Tabel 2.1 Penetapan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014 Sasaran Strategis
1
Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Indikator Kinerja Utama (IKU) Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) Kapasitas Tampung Sumber Air yang Dibangun/Ditingkatkan dan Dijaga/ Dipelihara (waduk, embung/situ)
2
3
4
5
6
Meningkatnya Keberlanjutan dan Ketersediaan Air untuk Memenuhi Berbagai Kebutuhan
Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir
Meningkatnya Kualitas Layanan Jalan Nasional dan Pengelolaan Jalan Daerah
Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan
Prosentase Pencapaian Penyelenggaraan Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik, Perkotaan dan Industri dibangun/ ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan dan operasi/ pemeliharaan)
Target
20.945.286.831.000
Program [2] Penyelenggaraan Jalan
43.042.219.166.000
Program [3] Pembinaan dan Infrastruktur
16.983.292.181.000
4.124.993,42 ha
(dioperasikan/dipelihara)
133.948.541,46 m3 (dibangun/ditingkatkan)
194.723.000 m3
(dioperasikan/dipelihara)
15 Wilayah Sungai 9 Wilayah Sungai 7,26 m3/detik
(dibangun/ditingkatkan)
46,68 m3/detik
(dioperasikan/dipelihara)
31.704,43 ha
(dibangun/ditingkatkan)
259.575,38 ha
(dioperasikan/dipelihara)
Tingkat Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Menuju 60% Kondisi Mantap
100 % 91,55 Milyar Kendaraan Kilometer
Panjang Peningkatan Struktur/ Pelebaran Jalan
4.631 Km
Panjang Jalan Baru yang Dibangun
1.047 Km
Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi
Program [1] Pengelolaan Sumber Daya Air
100.516,87 ha
94 %
Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum
Anggaran (Rp)
(dibangun/ditingkatkan)
Tingkat Kemantapan Jalan
Tingkat Penggunaan Jalan Nasional
Program
8.179 Liter/detik 308 IKK 712 Kawasan
Sasaran Strategis
7
Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang
8
Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat
9
Terwujudnya Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan dan Standarisasi Teknis Bidang Penataan Ruang
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Program
157 Kabupaten/Kota
Permukiman
Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina Kemampuannya
120 PDAM
Jumlah Rusunawa yang Dibangun
25 Twin Block
Jumlah Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan yang Direvitalisasi
55 Kawasan
Jumlah Kelurahan/Desa yang Ditingkatkan Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/Nelayan
15.723 Desa
Jumlah Rencana Tata Ruang dan Rencana Terpadu Program Pengembangan Infrastruktur Jangka Menengah Pulau/ Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional Jumlah Propinsi/Kabupaten/Kota yang Mendapat Pembinaan Penyelenggaraan Penataan Ruang
Anggaran (Rp)
6 RAPERPRES 36 RPI2JM 12 RR RTRW Kabupaten 11 RR RTRW Kota
Program [4] Penyelenggaraan Penataan Ruang
1.164.285.732.000
Program [5] Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian PU
528.927.606.000
8 Renja Satminkal 1.315 RKAKL Jumlah Dokumen Perencanaan dan Pemrograman (Jangka Menengah dan Tahunan) 10
Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)
1 RKP 1 Nota Keuangan 21 Dokumen Kajian Kebijakan
Penyusunan Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) dan Laporan Triwulan Jumlah Peraturan Perundang-Undangan Bidang PU dan Permukiman
1 Laporan Keuangan Kementerian 11 Dokumen Evaluasi 3 Laporan BMN Kementerian PU 20 Dokumen
Sasaran Strategis
11
Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Indikator Kinerja Utama (IKU) Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan Jumlah Pegawai yang Terlayani Administrasi Kepegawaian serta Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN)
12
Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik
Jumlah Layanan Informasi Publik Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara
13
14
Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Prosentase Menurunnya Tingkat Kebocoran dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU
15
Program
Anggaran (Rp)
Program [6] Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian PU
Rp 295.916.199.000
Program [7] Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian PU
Rp 105.604.248.000
Program [8] Pembinaan Konstruksi
Rp 354.908.734.000
Program [9] Penelitian dan Pengembangan
Rp 494.975.374.000
7.168 Pegawai 30.129 Pegawai 13 SOP 588 Peta Tematik 4.000 Orang 230 Buku 190 Temu Pers 37.623 m² 1 Unit Gedung 60 %
Prosentase Menurunnya Temuan Administratif dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU
50 %
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Terbina Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
4 Provinsi 56 Kabupaten/ Kota
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Jasa Konstruksi yang Terlatih
15.000 Orang
Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Target
1 Point Infrastructure GCI
Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa Teknologi Bidang PU
28,26 %
Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh menteri PU
30,00 %
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Prosentase Pelayanan Teknis yang Diterima Stakeholder
50,85 %
Prosentase Teknologi Tepat Guna yang Digunakan oleh Stakeholder
32,48 %
Sumber: Dokumen Penetapan Kinerja Menteri PU tahun 2014
Program
Anggaran (Rp)
BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. Capaian Kinerja Organisasi Seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) melalui unit-unit kerja di bawahnya perlu dijabarkan secara terukur, baik kuantitas maupun kualitasnya, untuk memperoleh gambaran pencapaian atas pelaksanaan masing-masing program dan kegiatan tersebut (kinerja). Secara umum, pengukuran kinerja Kementerian PU tahun 2014 masih mencerminkan capaian atas output dari kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan. Namun demikian, terpat pula sejumlah indikator kinerja yang sudah mencerminkan kinerja outcome. Adapun berdasarkan karakteristik tugas yang dilaksanakan Kementerian PU, capaian outcome baru dapat terlihat pada tahun-tahun berikutnya. Hal itu dapat terjadi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut: Rumusan indikator kinerja utama memang masih bersifat output langsung dari kegiatan dan belum dilakukan revisi terhadap Permen PU nomor 22 tahun 2010 tentang IKU di lingkungan Kementerian PU, Pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum sebagian diantaranya bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) serta hal-hal yang bersifat strategis nasional lainnya, Pelaksanaan pembangunan sejumlah infrastruktur pekerjaan umum berskala besar dilakukan secara tahun jamak atau multiyears, Target dan sasaran pembangunan infrastruktur pekerjaan umum sebagian besar dituangkan secara eksplisit berbentuk output dalam dokumen RPJMN. Oleh karena itu, dalam rangka mengukur kinerja manfaat maka dalam laporan ini disajikan pula sejumlah indikator secara langsung ataupun tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk meninjau pengaruh kinerja Kementerian PU.
3.1.1. Pengukuran Kinerja Tahun 2014 Pengukuran kinerja tahun 2014 ini adalah perbandingan antara hasil yang dicapai pada tahun 2014 dengan target yang tertuang di dalam dokumen PK tahun 2014 untuk masing-masing Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam rangka mewujudkan sasaran strategis Kementerian PU. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Penetapan IKU di Lingkungan Kementerian PU, terdapat 15 (lima belas) sasaran strategis dan 35 (tiga puluh lima) target IKU yang harus dicapai oleh Kementerian PU selama periode 20102014.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 41 | 147
Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2014 No 1
Sasaran Strategis Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Indikator Kinerja Utama Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara)
Satuan
Target
Realisasi
Hektar
100.516,87
98.362,23
4.124.993,42
4.071.740,40
(dibangun/ditingkatkan)
Hektar (dioperasikan/dipelihara)
2
3
Meningkatnya Keberlanjutan dan Ketersediaan Air untuk Memenuhi Berbagai Kebutuhan
Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir
Kapasitas Tampung Sumber Air yang Dibangun/ Ditingkatkan dan Dijaga/ Dipelihara (waduk, embung/situ) Prosentase Pencapaian Penyelenggaraan Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik, Perkotaan dan Industri dibangun/ ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan dan operasi/ pemeliharaan)
Meter3 (dibangun/ditingkatkan)
Meter3 (dioperasikan/dipelihara)
133.948.541,46 194.723.000
125.334.139,63 194.723.000,0 11,00
5
Meningkatnya Kualitas Layanan Jalan Nasional dan Pengelolaan Jalan Daerah
Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional
Tingkat Kemantapan Jalan Tingkat Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Menuju 60% Kondisi Mantap Tingkat Penggunaan Jalan Nasional Panjang Peningkatan Struktur/ Pelebaran Jalan Panjang Jalan Baru yang Dibangun
97,86 98,71 93,57 100,00
Wilayah Sungai
15
Wilayah Sungai
9
0,68
Meter3/detik
7,26
7,13
46,68
45,66
31.704,43
29.916,30
259.575,38
25.1217,05
%
94
93,95
99,94
%
100
100
100,00
Milyar kendaraan kilometer
91,55
97,56
106,56
Kilometer
4.631
4.132
89,22
Kilometer
1.047
960
91,69
(dibangun/ditingkatkan)
Meter3/detik (dioperasikan/dipelihara)
Hektar (dibangun/ditingkatkan)
Hektar (dioperasikan/dipelihara)
4
Capaian (%)
73,33 33,97 98,27 97,81 94,36 96,78
No 6
Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan
Indikator Kinerja Utama Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum
Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina Kemampuannya
7
8
9
10
Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat Terwujudnya Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan dan Standarisasi Teknis Bidang Penataan Ruang
Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)
Jumlah Rusunawa yang Dibangun Jumlah Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan yang Direvitalisasi Jumlah Kelurahan/Desa yang Ditingkatkan Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/Nelayan
Jumlah Rencana Tata Ruang dan Rencana Terpadu Program Pengembangan Infrastruktur Jangka Menengah Pulau/ Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional Jumlah Propinsi/Kabupaten/Kota yang Mendapat Pembinaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Jumlah Dokumen Perencanaan dan Pemrograman (Jangka Menengah dan Tahunan)
Capaian (%)
Satuan
Target
Realisasi
Liter/detik Ibu Kota Kecamatan (IKK) Kawasan Kabupaten/Kota
8.179
10.353
308
321
712 157
733 142
96,69
PDAM
120
119
99,17
Twin Block
25
25
100,00
Kawasan
55
54
98,18
Kelurahan/Desa
15.723
16.106
102,44
Raperpres
6
6
RPI2JM
36
36
RR RTRW Kabupaten
12
61
RR RTRW Kota
11
42
Renja Satminkal RKAKL RKP Nota Keuangan Dokumen Kajian Kebijakan
8 1.315 1 1
8 1.321 1 1
21
21
115,40
100,00
77,11
100,1
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama Penyusunan Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) dan Laporan Triwulan
11
12
13
14
Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik
Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Jumlah Peraturan Perundang-Undangan Bidang PU dan Permukiman Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan Jumlah Pegawai yang Terlayani Administrasi Kepegawaian serta Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN) Jumlah Layanan Informasi Publik Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara Prosentase Menurunnya Tingkat Kebocoran dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU Prosentase Menurunnya Temuan Administratif dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Terbina Sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Jasa Konstruksi yang Terlatih
Satuan
Target
Realisasi
Capaian (%)
Laporan Keuangan Kementerian Dokumen Evaluasi Laporan BMN
1
1
11 3
11 3
Dokumen
20
39
195,00
Pegawai
7.168
6.273
87,50
Pegawai
30.129
42.564
SOP
13
13
Peta Tematik Orang Buku Temu Pers meter² Unit Gedung
588 4.000 230 190 37.623 1
588 4.000 273 343 37.623 1
%
60
61,50%
102,50
%
50
54,75%
109,50
31
775,00
100,00
114,50
Provinsi
4
100,00 149,60 100,00
Kabupaten/ Kota
56
278
496,43
Orang
15.000
15.825
105,50
No
15
Sasaran Strategis
Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Sumber: Pengolahan Data 2014
Indikator Kinerja Utama Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa Teknologi Bidang PU Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh menteri PU Prosentase Pelayanan Teknis yang Diterima Stakeholder Prosentase Teknologi Tepat Guna yang Digunakan oleh Stakeholder
Satuan
Target
Realisasi
Capaian (%)
Point Infrastructure GCI
1
5
500,00
%
28,26
28,26
100,00
%
30,00
30,00
100,00
%
50,85
50,85
100,00
%
32,48
32,48
100,00
Terkait dengan permasalahan tender/lelang, penyedia jasa, dan pembebasan lahan, dan pengelolaan sumber daya aparatur telah didorong dengan upaya menerbitkan sejumlah peraturan sebagai berikut: - Percepatan pembebasan lahan: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 17/PRT/M/2014 tentang Peraturan Bersama Antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Badan Pertanahan Nasional Tentang Tata Cara Penyelesaian Pengusahaan Tanah Yang Berada Di Dalam Kawasan Hutan; (2) Peraturan Menteri PU Nomor 06/PRT/M/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dukungan Pemerintah Terhadap Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Yang Dibiayai Oleh Badan Usaha; - Kendala peralatan dalam proyek: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2014 tentang Jenis Dan Tata Cara Penggunaan Peralatan Konstruksi Di Kementerian Pekerjaan Umum; - Terkait pengembangan SDM: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 13/PRT/M/2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Aparatur Kementerian PU; dan (2) Peraturan Menteri PU Nomor 24/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Jasa Konstruksi; - Terkait dengan penyedia jasa: (1) Peraturan Menteri PU Nomor 19/PRT/M/2014 tentang Perubahan peraturan Menteri PU Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi; dan (2) Peraturan Menteri PU Nomor 10/PRT/M/2014 tentang Pedoman Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing; Terkait opini BPK-RI yang memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian PU tahun 2012, namun dengan Paragraf Penjelasan (PP) yaitu ”Pencatatan dan pelaporan persediaan per 31 Desember 2012 Tidak berdasarkan stock opname dan tidak. Terkait hal ini telah berhasil diperbaiki sehingga pada tahun 2013 meraih WTP murni dan diharapkan pada tahun 2014 dapat dipertahankan. Hal itu berhasil dilakukan dengan pelaksanaan: optimalisasi SDM dalam meningkatkan kualitas Laporan Keuangan dan BMN, serta penatausahaan dan pengelolaan BMN. Terkait dengan peningkatan penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan reformasi birokrasi yang memenuhi kaidah dan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian PU, sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan penyusunan sasaran program dan kegiatan dalam rencana kinerja tahunan. Terkait hal ini telah dilakukan sejumlah pengembangan pada sistem e-monitoring dan pengembangan sistem informasi pemantauan indikator kinerja secara berkala. Hal itu telah dapat meningkatkan nilai evaluasi SAKIP, namun belum signifikan. Selain itu, seiring dengan perubahan organisasi dan perubahan indikator kinerja pada tahun 2015-2019, maka diperlukan penyesuaian kembali. Terutama dengan terbitnya Perpres 29 tahun 2014 tentang SAKIP dan Permen PAN dan RB nomor 53 tahun 2014, serta perubahan nomenklatur dan struktur organisasi baru Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Adapun sejumlah tindak lanjut yang mencerminkan hasil evaluasi terhadap hasil LAKIP tahun 2013 lainnya yang ditindaklanjuti pada pelaksanaan kinerja tahun 2014 adalah sebagaimana tersirat dalam sejumlah uraian capaian kinerja.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 47 | 147
SASARAN STRATEGIS 1
Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 1 (satu) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa, baik yang dibangun/ditingkatkan maupun yang dioperasikan/dipelihara. Tabel 3.2 Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa Dibangun/ditingkatkan Dioperasikan/dipelihara
Realisasi
%
100.516,87 ha
98.362,23 ha
97,86
4.124.993,42 ha
4.071.740,40
98,71
Indikator kinerja ini diarahkan agar layanan jaringan irigasi dan rawa agar lebih optimal, terutama dalam aspek operasi dan pemeliharaan mengingat kegiatan operasi dan pemeliharaan tersebut ditujukan untuk menjaga infrastruktur jaringan irigasi dan rawa tetap terpelihara dan dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada tahun 2014, target luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dibangun/ditingkatkan adalah sebesar 98.362,23 ha dimana untuk realisasinya kurang dari target yang ditentukan sebesar 100.516,87 ha (97,86%). Sedangkan target luas cakupan layanan jaringan irigasi dan rawa yang dioperasikan/dipelihara adalah sebesar 4.124.993,42 ha dimana untuk realisasinya masih belum mencapai target yang ditentukan, yakni hanya sebesar 4.071.740,40 ha (98,71%). Diantara kendala dalam pelaksanaan indikator kinerja ini adalah terbatasnya jumlah sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan fisik di lapangan, terutama pada kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah.
Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014 Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis No 1.
Indikator Kinerja Outcome Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
Satuan
Target 2010-2014
2010
Capaian Tahunan 2011 2012 2013
2014
Hektar (dibangun/ 1.050.000 123.080 136.759 143.835 117.173 98.362 ditingkatkan) Hektar (dioperasikan/ 3.525.000 3.422.996 3.183.594 3.197.000 3.781.884 4.071.740 dipelihara) Sumber: Midterm Review Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014, LAKIP Kementerian PU tahun 2013.
Capaian 2010-2014 619.209
17.657.214
Pada pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi rawa dan jaringan pengairan lainnya terdapat 3 (tiga) kegiatan tidak tercapai terhadap target renstra yaitu Jaringan reklamasi rawa yang dibangun dan ditingkatkan, Jaringan irigasi air tanah yang terbangun, dan jaringan tata air
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 49 | 147
penting bagi perkembangan sektor pertanian, khususnya pertanian pangan dan sebagian mendukung sektor industri yang memerlukan air baku dalam jumlah besar. Selain itu mendukung pula penyediaan air baku untuk air minum pada sektor permukiman dan mendukung penyediaan air untuk pembangkit listrik tenaga air. Adapun indikator kinerja ini secara nasional diarahkan untuk dapat mendukung ketahanan pangan. Tabel 3.3 Nilai Tambah (Milyar Rp) Sektor Pertanian Pangan Tahun 2009-2013 (Harga Konstan Tahun 2000) Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014*
Nilai Tambah Pertanian Pangan 149.059 151.501 154.154 158.910 161.970 168.630
Pertumbuhan (%) 5,0 1,6 1,8 3,1 1,9 4,1
Konstribusi pada PDB (%) 6,84 6,55 6,25 6,07 5,85 5,81
Keterangan: *Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik
Posisi sektor pertanian pangan sendiri termasuk sangat penting bagi penyediaan pangan nasional dan sangat membutuhkan pengaturan dan penyediaan air untuk irigasi. Rata-rata pertumbuhan nilai tambah sektor pertanian pangan selama tahun 2009-2014 sekitar 2,9%. Nilai tambah sektor pertanian pangan tahun 2009 sekitar Rp. 149 triyun dan meningkat menjadi Rp. 168 trilyun tahun 2014. Walaupun mengalami pertumbuhan, kontribusi pada PDB menarik menurun. Penurunan ini adalah karena pertumbuhan sektor lain yang lebih cepat, sehingga pertumbuhan sektor pertanian pangan lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi. Lambatnya pertumbuhan sektor pangan berkaitan dengan kapasitas lahan yang secara alamiah terbatas masa panen serta alih fungsi lahan pertanian. Gambar 3.1 Nilai Tambah Sektor Pertanian Pangan dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun 2009-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dalam situasi yang sedemikian rupa, tanpa infrastruktur irigasi yang baik dan mencukupi maka pertumbuhan sektor pertanian pangan dapat mengalami penurunan yang sangat tajam. Karena itu peran sumber daya air ini sangat penting untuk mendukung strategi nasional ketahanan pangan Indonesia. AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 51 | 147
2) Prosentase pencapaian penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air terpadu oleh Balai-Balai SDA Upaya Penyelenggaraan Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai Wilayah Sungai dilakukan melalui penyusunan rencana dan pola pengelolaan SDA (Integrated Water Resources Management) dalam pengelolaan sumber daya air) yang mana tersebar di seluruh balai. Dari hasil pemantauan yang dilakukan terhadap prestasi capaian, diperoleh gambaran bahwa kinerja Penyelenggaraan Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA pada tahun 2014 hanya dapat diwujudkan setara 73,33% dari target 15 Balai Wilayah Sungai dan setara 33,97% dari target 2 Wilayah Sungai. Tabel 3.5 Penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu oleh Balai-Balai SDA Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu oleh Balai-Balai SDA Wilayah Sungai yang pola 15 WS 11 pengelolaannya selesai disusun Wilayah Sungai yang rencana 2 WS 0,68 pengelolaannya selesai disusun
% 73,33 33,97
3) Debit air layanan sarana/prasarana air baku untuk memenuhi kebutuhan domestik, Target debit air layanan sarana/prasarana air baku untuk kebutuhan domestik, perkotaan, dan industri pada tahun 2014 ini adalah sebesar 7,26 m3/detik untuk sarana/prasarana air baku yang dibangun/ditingkatkan dan dapat tercapai 7,13 m3/detik (98,27%). Sedangkan target untuk sarana/prasarana air baku yang dioperasikan/dipelihara adalah sebesar 46,68 m3/detik dan dapat tercapai 45,66 m3/detik (97,81%). Tabel 3.6 Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku Dibangun/ditingkatkan Dioperasikan/diperlihara
Realisasi
%
7,26
7,13
98,27
46,68
45,66
97,81
Secara umum, kebijakan pembangunan tampungan dan wadah air ke depan diarahkan bagi terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber-sumber air alami dan buatan serta peningkatan jumlah dan kapasitas sumber-sumber air buatan untuk meningkatkan kapasitas tampung per kapita, mendukung ketahanan pangan dengan peningkatan luas irigasi yang airnya terjamin dari waduk, dan dukungan bagi ketahanan energi melalui pembangunan/peningkatan bangunan air yang berpotensi untuk pengembangan PLTA. Selain itu beberapa kebijakan yang diperlukan lainnya adalah:
Percepatan pembangunan dan pengelolaan tampungan ar seperti waduk, embung maupun situ dan pembangunan tampungan-tampungan air skala kecil/menengah
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 53 | 147
kegiatan sarana dan prasarana pengendalian sedimen lahar yang direhabilitasi adalah 140 buah dan realisasi selama 5 tahun adalah 138 buah (kekurangan sebesar 2 buah) hal ini disebabkan oleh adanya pemotongan anggaran;
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 55 | 147
Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014 Tabel 3.9 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir tahun 2010-2014 No 1.
Indikator Kinerja Outcome Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir
Satuan
Target 2010-2014
2010
Capaian Tahunan 2011 2012 2013
2014
Capaian 2010-2014
Hektar 117 (dibangun/ 12.000 137.696 236.265 29.916 ditingkatkan) 83.372 30.940 Hektar (dioperasikan/ 7.140 476.392 27.519 251.217 1.209.085 dipelihara) Sumber: Midterm Review Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014, LAKIP Kementerian PU tahun 2013.
Target rencana strategis sendiri dalam mendukung indikator luas kawasan yang terlindung dari bahaya banjir, diantaranya adalah kegiatan sarana dan prasarana pengendalian banjir yang telah dibangun adalah 1.450 Km, namun dapat terealisasi selama 5 (lima) tahun adalah 1.448 Km (99,86%). Dengan demikian total panjang sarana pengendali banjir yang terbangun mencapai lebih dari 2.700 Km, meningkat 111,52% dari tahun 2009 sepanjang 1.322 Km. Namun demikian kemampuan Operasi dan Pemeliharaan hanya mencapai 41,84% dan untuk kemampuan rehabilitasi mencapai 12,53% dari total panjang pengendali banjir yang ada. Adapun untuk kinerja per tahun menunjukkan pencapaian yang bervariasi untuk masingmasing infrastruktur maupun untuk masing-masing kegiatan, bebarapa diantaranya tidak mencapai target, namun yang lainnya sesuai atau bahkan melampaui target yang telah ditetapkan di dalam Penetapan Kinerja (PK).
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 57 | 147
Menurunnya Nilai biaya transportasi untuk pengguna jalan, yaitu nilai Biaya Operasi Kendaraan (BOK); dan Meningkatnya pelayanan jalan seperti kenyamanan, keamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan.
Capaian tingkat kemantapan jalan tersebut didukung oleh: panjang jalan yang dipelihara secara berkala/rehabilitasi sepanjang 1.047 Km (target 1.102 Km), panjang jembatan yang dipelihara berkala/rehabilitasi sepanjang 18.196 meter (target 19.243 meter) dan panjang jembatan yang diganti sepanjang 5.053 meter (target 4.798 meter). Adapun hal-hal yang menyebabkan tidak tercapainya sejumlah target diantaranya adalah: gagal lelang akibat kurangnya penyedia jasa yang mendaftar dan gagal kontrak meskipun sudah tender berulang, serta pembatalan lelang karena Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2014 tanggal 19 Mei 2014 tentang langkah-langkah penghematan dan pemotongan belanja K/L. Secara keseluruhan kegiatan yang mendukung indikator sesuai dengan target yang direncanakan, pada awal pelaksanaan realisasinya tidak sesuai dengan target dikarenakan pekerjaan yang mendukung indikator ini bersifat kontraktual berupa pemeliharaan berkala jalan dan jembatan, sehingga baru sebagian ruas jalan yang dilaksanakan. Namun, pada tahap berikutnya hampir sebagian besar target yang direncanakan dapat tercapai meskipun tidak mencapai 100%, tetapi masuk dalam kategori memuaskan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan yang mendukung indikator kinerka ini adalah sebagai berikut:
Beberapa penyedia jasa mengalami kesulitan dan keterlambatan dalam pengadaan stok material, termasuk keterbatasan peralatan rekanan; Kurang adanya kesadaran dari penyedia jasa dalam menjaga produktifitas alat, apabila ada alat yang mengalami kerusakan, tidak ada alat cadangan untuk mengback-up alat yang rusak tersebut; Penyelesaian pekerjaan mengalami keterlambatan, sehingga membuat proyek minus dari jadwal yang direncanakan semula. Hal ini disebabkan kurangnya jumlah tenaga kerja di lapangan. Pada saat pelaksanaan terutama penanganan berkala akan mengganggu arus lalu lintas disekitar lokasi. Desain pekerjaan jalan yang kurang detail dan kadang masih memerlukan perbaikanperbaikan yang cukup memakan waktu, terutama untuk proses perubahan/perbaikan desain;
Upaya yang dilakukan dalam mengendalikan pelaksanaan kinerja atas berbagai kendala tersebut diatas, diantaranya:
Menambah produksi material sesuai dengan kebutuhan; Mendorong penyedia jasa untuk selalu memberikan pemeliharaan terhadap alat-alat yang digunakan serta mendorong penyedia jasa untuk membeli alat baru sebagai investasi dalam rangka investasi jangka panjang pekerjaan-pekerjaan berikutnya; Mengadakan SCM tingkat 1 dan mendorong penyedia jasa untuk segera menyelesaiakan pekerjaannya; Koordinasi dengan instansi penyelenggara jalan lainnya serta memberikan informasi mengenai jalur alternatif kepada pengguna jalan; dan
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 59 | 147
personil yang bersangkutan, bahkan bila diperlukan mengganti personil konsultan supervisi yang tidak memiliki kinerja baik sesuai rekomendasi dari kepala Satuan Kerja fisik. Penyampaian laporan yang tidak tepat waktu sehingga menyebabkan indikasi permasalahan yang terjadi di lapangan tidak diketahui secara cepat; Desain kompleks memerlukan waktu pembahasan dan penajaman terhadap pendetailan desain;
3) Tingkat penggunaan jalan nasional Tingkat Penggunaan Jalan Nasional merupakan jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan nasional setiap kilometer-nya dalam jangka waktu satu tahun. Pengukuran indakator kinerja ini diperoleh dari hasil dari survey LHR (lalu lintas harian rata-rata) yang dilakukan oleh P2JN. Kinerja tingkat penggunaan jalan nasional ini ditentukan melalui kegiatan pemeriksaan jalan secara rutin agar seluruh panjang jalan yang berada dalam tanggung jawab Kementerian PU berada dalam kondisi yang dapat melayani lalu lintas barang dan orang tanpa terputus sepanjang waktu. Tingkat penggunaan jalan nasional ini pada tahun 2014 capaiannya melebihi target yang telah ditetapkan yaitu 97,56 Milyar Kendaraan Kilometer terhadap target 91,55 Milyar Kendaraan Kilometer, dengan demikian tingkat capaiannya adalah 106,56%. Tabel 3.12 Jumlah Pengguna Jalan Nasional Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama
Target
Realisasi
%
Tingkat penggunaan jalan nasional
91,55 Milyar Kendaraan Kilometer
97,56 Milyar Kendaraan Kilometer
106,56
Capaian tingkat penggunaan jalan nasional pada tahun 2014 didukung oleh: pemeliharaan rutin jalan sepanjang 30.167 Km (target 30.192 Km) dan jembatan sepanjang 324.087 meter (target 325.997 meter). Capaian indikator ini selalu melebihi target yang ditetapkan, hal ini dikarenakan output yang mendukungnya adalah pemeliharaan jalan dan jembatan yang bersifat rutin, sehingga tidak diperlukan suatu persiapan khusus pada awal tahun. Kendala pada awal pelaksanaan adalah pada tahap mobilisasi, sehingga perlu didorong dengan koordinasi pada tingkat satuan kerja. Adapun beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanannya adalah terbatasnya alat pemeliharaan rutin (UPR) dan pendukung (workshop) dan Kondisi dan jumlah alat yang tersedia tidak sebanding dengan panjang jalan yang ditangani. Sementara yang terkait dengan jembatan, diantaranya:
Kurang lengkapnya data BMS sedikit banyak menyebabkan kesulitan dalam mengevaluasi kondisi jembatan sehingga, terkadang jembatan yang pada awalnya direncanakan hanya dipelihara secara rutin ternyata membutuhkan penanganan yang lebih serius. Kurangnya kesadaran pengguna jalan saat menggunakan jembatan yang ada menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya infrastruktur jembatan seperti railing jembatan, patung jembatan dan yang lainnya. Kurangnya ketersediaan peralatan rutin jembatan, mengingat perbaikan kerusakan yang secara umum ditangani menggunakan secara mekanis
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 61 | 147
Tabel 3.14 Nilai Tambah (milyar rupiah) Sektor Angkutan Jalan Tahun 2009-2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Nilai Tambah Angkutan Jalan 34.227 35.974 38.339 41.071 44.283 47.163
Pertumbuhan
Kontribusi
5,7 5,1 6,6 7,1 7,8 6,5
1,57 1,55 1,56 1,57 1,60 1,63
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pembangunan yang dilaksanakan Kementerian PU pada infrastruktur subbidang bina marga, yang meliputi penyediaan jalan dan jembatan secara langsung melalui pembangunan jalan nasional maupun pembinaan, pengaturan dan pengawasan pada jalan provinsi dan kabupaten/kota untuk menjadi urat nadi penting bagi perkembangan sektor angkutan jalan raya. Hasil pembangunan jalan dan jembatan tersebut dapat didekatkan dengan dampak pada pertumbuhan sektor transportasi jalan raya. Nilai tambah angkutan jalan raya pada tahun 2009 sebesar Rp. 34,2 trilyun. Rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 6,63% per tahun, sehingga pada tahun 2013 nilai tambah sektor transportasi jalan raya meningkat menjadi Rp. 47,2 trilyun. Pertumbuhan dalam 3 tahun terakhir bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Gambar 3.2 Nilai Tambah Sektor Angkutan Jalan Raya dan Kontribusi pada Ekonomi Nasional Tahun 2009-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, kontribusi dari sektor transportasi jalan raya terhadap ekonomi (PDB) menunjukkan kecenderungan yang semakin tinggi. Bila pada tahun 2009, kontribusi sekitar 1,57% meningkat menjadi 1,63% tahun 2013. Peran penting pertumbuhan sektor transportasi jalan raya tersebut sangat berkaitan dengan penyediaan berbagai kelas jalan raya menurut sebaran, kondisi dan kecukupannya. Semakin baik penyediaan infrastruktur jalan, maka potensi pertumbuhan sektor transportasi jalan juga meningkat.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 63 | 147
Tabel 3.16 Capaian Pembangunan Jalan Baru Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Panjang jalan baru yang dibangun
Target
Realisasi
1.047
960
Kilometer
Kilometer
% 91,69
Capaian indikator kinerja panjang jalan baru yang dibangun pada tahun 2014 mencapai 91,69% dari hasil realisasi 960 km terhadap target 1.047 km. Capaian tersebut didukung oleh: pembangunan jalan baru sepanjang 369 Km (target 400 Km), panjang jembatan yang dibangun baru sepanjang 7.751 meter (target 9.230 meter), pembangunan Flyover/underpass/ terowongan sepanjang 1.950 meter (target 3.091 meter), pembangunan/pelebaran jalan di kawasan strategis perbatasan dan wilayah terluar/terdepan sepanjang 570 Km (target 621 Km) jembatan 525 meter (target 625 meter), panjang jalan bebas hamatan sepanjang 11 Km (target 13 Km). Selain itu, mengingat pengusahaan jalan tol terkait dengan pihak lainnya, maka pelaksanaannya didukung dengan evaluasi penyiapan pengusahaan jalan tol dan data informasi jalan tol, pengaturan, penyiapan, pelayanan dan pengendalian pengusahaan jalan tol serta pengawasan dan pemantauan perjanjian pengusahaan jalan tol. Manfaat dari indikator kinerja ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Membuka keterisolasian pada daerah-daerah pemekaran, Pengembangan jaringan jalan untuk membuka akses transportasi, Kelancaran arus barang dan jasa, Mempersingkat waktu dan jarak tempuh., Mendukung konektifitas akses bandara udara ke Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan kawasan pariwisata, Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, karena dengan pembangunan jalan baru pasti selalu diikuti dengan muncul nya pusat - pusat perdagangan baru, Mengurangi kemacetan yang disebabkan kapasitas jalan tidak sebanding dengan volume kendaraan, dan Meningkatkan ketahanan dan pertahanan pada kawasan terluar Negara Indonesia.
Penyebab tidak tercapainya indikator kinerja ini adalah sebagai berikut:
Pemotongan dan penghematan anggaran sehingga menyebabkan berkurangnya target penanganan; Desain yang belum selesai sehingga kegiatan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya; Terjadinya gagal lelang, terutama pada paket Performance Based Contract (PBC) dan adanya Paket MYC yang diperpanjang sampai tahun 2015; Masalah pada paket-paket loan mulai dari proses lelangnya belum selesai, tahap penetapan pemenang, juga karena belum dapat dilelangkan, disebabkan dokumen NOL (Biding Document) belum disetujui oleh pihak pemberi loan. Pembebasan lahan untuk FO Kopo, FO Gaplek, FO Palur, Underpass Simpang Mandai, dan Underpass Sudirman yang belum terselesaikan.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 65 | 147
Tabel 3.17 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional Tahun 2010-2014 No 1.
2.
Indikator Kinerja Outcome Panjang Peningkatan Struktur/Pelebaran Jalan Jalan Baru yang Dibangun
Satuan
Target 2010-2014
2010
Capaian Tahunan 2011 2012 2013
2014
Capaian 2010-2014
Kilometer
19.371
2.808
3.292
4.676
4.134
4.132
19.042
Kilometer
1.860
320
394
1.321
1.046
960
4.041
Sumber: Laporan Kinerja DJBM tahun 2014
Peningkatan kapasitas jalan periode 2010-2014 diperkirakan akan mencapai sepanjang 19 ribu kilometer, pada jalan lintas lintas pulau dan penghubung lintas yaitu Lintas Pulau Sumatera (Lintas Timur, Tengah dan Barat) khusus lintas Timur Sumatera minimal lebar 7 m, Lintas Pulau Jawa (Lintas Pantura, Tengah, Selatan dan Pansela Jawa) khusus pada lintas Pantura Jawa lebar minimum 7 m dengan segmen Jakarta-Batas Propinsi Jawa Timur (Pantura) sudah mempunyi 4 lajur (2 x 7 m); kecuali Lasem – Bulu; Lintas Pulau Kalimantan (lintas Selatan, Tengah dan Utara) khusus lintas Selatan minimal lebar 6 m, Lintas Pulau Sulawesi (lintas Barat, Tengah dan Timur) khusus pada lintas Barat minimal lebar 6 m kecuali Makassar - Pare-pare telah memiliki lebar 2 x 7m (4 lajur), lintas Pulau Bali, NTB dan NTT, Lintas Maluku dan Maluku Utara dan 11 Ruas strategi Papua dan Papua Barat serta Kawasan Pegunungan Tengah Papua: Habema-Mugi, Kenyam-Mugi Dekai-Oksibil, termasuk didalamnya penanganan lokasi rawan kecelakaan dengan perbaikan geometrik jalan. Adapun Flyover yang dibangun antara lain : FO RawaBuaya (Jakarta), FO Pasar Gebang (Jawa Barat), FO Lippo Karawaci , Merak dan Balaraja(Banten), FO Kali Banteng (Semarang), FO Pasar Kembang (Jatim), FO Bukittinggi(Sumbar), Underpass Simpang Dewa Ruci (Bali), Jembatan Kelok Sembilan (Sumbar). Jalan tol yang telah beroperasi pada periode 2010-2014 diantaranya Jalan Tol Kanci–Pejagan sepanjang 35 Km mulai beroperasi tahun 2010, Jalan Tol JORR W1 sepanjang 9,85 Km mulai beroperasi 2010, Bogor Ring Road sepanjang 3.85 Km mulai beroperasi tahun 2011, Jalan tol Cinere Jagorawi sepanjang 3.50 Km mulai beroperasi tahun 2012, Jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa sepanjang 10 Km mulai beroperasi tahun 2013, JORR W2 Utara sepanjang 5.73 Km mulai beroperasi tahun 2013, Jalan tol Semarang –Solo Seksi II 11.95 Km mulai beroperasi tahun 2014. Proyek-proyek yang menjadi kegiatan monumental diantaranya adalah Jembatan Kelok 9 (sembilan), Sumatera Barat dan Tol Nusa Dua-Ngurah Ray-Benoa (Bali Mandara), Bali. Pembangunan jalan secara langsung juga memberikan kontribusi dalam peningkatan daya saing nasional. Daya saing nasional berdasarkan data Global Competitiveness Index/Report dari World Economic Forum, terus mengalami peningkatan dalam masa lima tahun terakhir. Bila tahun 2009-2010, Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133, maka pada tahun 2013-2014 berada pada ururan ke-38 dari 148 negara. Bahkan pada tahun 2014-2015 Indonesia berhasil naik ke peringkat 34 dari 144 negara. Namun, bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, peringkat Indonesia masih tergolong rendah.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 67 | 147
SASARAN STRATEGIS 6
Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu: 1) Peningkatan jumlah pelayanan air minum Dalam mendukung pencapaian strategis peningkatan pelayanan infrastruktur permukiman melalui peningkatan cakupan pelayanan SPAM di tahun 2014, Kementerian PU berkomitmen meningkatkan cakupan pelayanan SPAM sebesar 8.179 liter/detik dan pembangunan SPAM di 308 IKK. Hingga akhir tahun 2014, telah terealisasi 10.353 liter/detik (126,58%) dan 321 IKK (104,22%). Tabel 3.18 Capaian Peningkatan Pelayanan Air Minum Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum 8.179 Jumlah pelayanan air minum
Realisasi 10.353
Liter/Detik
Liter/Detik
308
321
Ibu Kota Kecamatan
Ibu Kota Kecamatan
% 126,58 115,40 104,22
Pada sub indikator cakupan pelayanan, output penting yang berkontribusi terhadap capaian outcome ini adalah SPAM di kawasan MBR, SPAM di Ibukota Kecamatan, SPAM Perdesaan serta SPAM di kawasan Khusus. Output SPAM di kawasan khusus merupakan bagian dari komitmen Kementerian PU dalam mendukung kementerian lain yang terkait untuk menyediakan sarana pendukung SPAM. Pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) sepanjang tahun 2014 telah terealisasi di 321 IKK, 490 Kawasan MBR, 1.979 desa dan 148 kawasan khusus. Terdapat perubahan target pembangunan SPAM Perdesaan yang sebelumnya 2.349 (PK Tahun 2014) menjadi 1.858, hal ini dikarenakan terdapat penghematan APBN sehingga target disesuaikan dengan kondisi yang ada. Secara keseluruhan realisasi output pelayanan air minum tahun 2014 telah tercapai diatas 100%. Pencapaian kinerja diatas 100 persen dikarenakan adanya kebijakan peningkatan alokasi anggaran melalui Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan SPAM (P4-SPAM). Pada pelaksanaan kegiatan di tahun 2014, terdapat kendala-kendala dan permasalahan yang dihadapi diantaranya yaitu:
Kualitas dokumen perencanaan (RISPAM, DED) yang belum memenuhi standar ketentuan PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Peraturan Menteri Pekerjaam Umum Nomor 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; Dalam hal pendanaan, belum dipenuhinya DDUB sesuai komitmen dalam dokumen RPIJM serta kurang akuratnya dalam pembuatan harga satuan sehingga terjadi harga penawaran terlalu rendah;
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 69 | 147
2) Peningkatan jumlah pelayanan sanitasi Dalam mendukung pencapaian strategis peningkatan pelayanan infrastruktur permukiman melalui peningkatan jumlah pelayanan sanitasi di tahun, Kementerian PU pada awal tahun 2014 berkomitmen meningkatkan cakupan pelayanan Sanitasi di 712 Kawasan dan 157 kab/kota. Pada akhir tahun 2014 telah terealisasi 733 kawasan (102,94%) dan 142 kab/kota (90,44%). Tabel 3.19 Capaian Peningkatan Pelayanan Sanitasi Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Capaian Peningkatan Pelayanan Sanitasi 712 Jumlah pelayanan sanitasi
Realisasi 733
Kawasan
Kawasan
157
142
Kab/Kota
Kab/Kota
% 102,94 96,69 90,44
Target tersebut sesuai dengan Penetapan Kinerja tahun 2014, namun adanya APBN-P telah merubah target-target output Sanitasi, pada infrastruktur air limbah offsite, dari rencana 6 kab/kota menjadi 5 kab/kota (tercapai 5 kab/kota, 100%). Infrastruktur air limbah onsite berubah dari 651 kawasan menjadi 699 kawasan (tercapai 684 kawasan, 97,85%). Untuk infrastruktur drainase perkotaan, target berubah dari 76 kab/kota menjadi 70 kab/kota (tercapai 68 kab/kota, 97,14%). Infrastruktur TPA, berubah dari 75 kab/kota menjadi 71 kab/kota (tercapai 69 kab/kota, 97,18%) dan untuk infrastruktur 3R, terjadi perubahan target dari 61 kawasan menjadi 58 kawasan (tercapai 49 kawasan, 84,48%). Dari sisi pencapaian outcome, peningkatan jumlah pelayanan sanitasi tahun 2014 telah mampu memberikan pelayanan air limbah sebanyak 519.000 jiwa yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan MGDs menjadi sebesar 59,71% (Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia, Bappenas 2014), pengurangan luasan genangan seluas 939 Ha dan peningkatan cakupan pelayanan persampahan sebanyak 2.278.000 jiwa. Walaupun secara umum pencapaian jumlah pelayanan sanitasi telah melebihi target, namun terdapat beberapa kegiatan yang tidak sesuai target diantaranya:
Pada output Air Limbah dengan sistem off-site ini target tidak tercapai dikarenakan penghematan (APBN-P) pada 1 paket kegiatan Ground Breaking Jakarta Sewerage di Satker PPLP Jabodetabek. Untuk sistem on-site terdapat 13 paket kegiatan yang dihemat diantaranya 1 paket kegiatan IPAL di Kota Bukittinggi yang putus kontrak karena pekerjaan fisik terkendala izin galian jalan dari Dinas Bina Marga yang masih belum terbit, 4 (empat) paket kegiatan Sanimas di provinsi Sumatera Selatan, Pembangunan IPAL skala kawasan Kota Gorontalo dan Pembangunan Sanimas Kab. Manggarai Barat dan Kab. Sumba Barat Provinsi NTT karena terkendala lahan dan penolakan dari masyarakat sehingga tidak dapat dilaksanakan. Pada output Infrastruktur Drainase Perkotaan target tidak tercapai dikarenakan penghematan (APBN-P) pada 6 (enam) paket kegiatan yaitu Kota Medan, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bangka, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Pemalang dan Kota Pontianak. Selain itu terdapat realisasi pekerjaan yang kurang dari target di provinsi Sumatera Barat terkait pembangunan Sistem Drainase Primer Kota Payakumbuh (Lanjutan II) disebabkan pekerjaan fisik terlambat karena sebelumnya terkendala
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 71 | 147
Terkait dengan permasalahan perencanaan dan penganggaran serta kesiapan lahan, di beberapa kegiatan telah ditandatangani MoU sebagai komitmen dari pemerintah daerah; Untuk permasalahan lelang, dilakukan koordinasi dengan ULP apabila terdapat kendalakendala dalam proses lelang; Kerjasama dengan kementerian/lembaga eksternal dan mengaktifkan pokja sanitasi yang telah terbentuk baik di provinsi maupun kab/kota; Dalam penyelenggaran program pemberdayaan masyarakat telah dilakukan kegiatan pelatihan-pelatihan untuk menambah kapasitas dan pengetahuan sumber daya manusia ditingkat masyarakat, tenaga fasilitator lapangan pendamping masyarakat dan juga pemerintah kabupaten/kota.
3) Jumlah Pemda/PDAM yang dibina kemampuannya Upaya peningkatan jumlah layanan air minum selain dilakukan melalui pengembangan SPAM juga dilakukan melalui pembinaan kemampuan pemerintah daerah/PDAM. Pada awal tahun 2014, ditetapkan target pembinaan pemda/PDAM dilakukan pada 120 PDAM dan pada akhir tahun 2014 memenuhi target sebesar 119 PDAM (99,17%). Tidak maksimalnya pencapaian target outcome ini di tahun 2014 dikarenakan terjadinya revisi anggaran. Tabel 3.20 Capaian Pembinaan Kemampuan Pemda/PDAM Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama
Target
Realisasi
%
Capaian Pembinaan Kemampuan Pemda/PDAM
120 PDAM
119 PDAM
99,17
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tren pencapaian outcome ini cenderung fluktuatif dari pembinaan Pemda/PDAM sebanyak 102 ditahun 2010 menurun menjadi 87 tahun 2011 kemudian meningkat lagi menjadi 124 tahun 2012 dan 119 ditahun 2014.. Bertambahnya daerah pemekaran menjadikan jumlah PDAM meningkat karena setiap kabupaten/kota menginginkan memiliki PDAM sendiri. Hal ini mengakibatkan banyak sekali berdiri PDAM baru. Namun demikian, berdirinya PDAM ini rupanya tidak diimbangi oleh kapasitas SDM maupun manajemen pengelolaannya termasuk dukungan penganggaran daerah sehingga berakibat banyak PDAM baru yang masuk dalam kategori sakit. Selain kendala SDM dan manajemen, penyehatan PDAM juga menjadi proses yang menyulitkan ketika tarif menjadi isu politik di daerah. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, beberapa tindakan telah dilakukan di antaranya:
Evaluasi kinerja penyelenggara SPAM PDAM hanya dilakukan terhadap PDAM yang telah diaudit kinerjanya oleh BPKP, oleh karena itu akan dilakukan MoU dengan BPKP untuk menambah data PDAM yang diaudit. Meningkatkan komunikasi dengan Pemda dan PDAM melalui peningkatan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan PERPAMSI. Pendampingan terhadap PDAM dalam mereview proposal pinjaman perbankan serta membantu dalam melengkapi dokumen persyaratan pinjaman perbankan.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 73 | 147
Berdasarkan grafik tersebut diatas, indikator kinerja peningkatan jumlah pelayanan sanitasi tidak berbanding lurus secara signifikan terhadap akses sanitasi layak, dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa terdapat faktor lain yang ikut memberikan kontribusi secara signifikan terhadap peningkatan akses sanitasi layak. Pembangunan Bidang Pemukiman yang meliputi penyediaan air minum, penyehatan lingkungan permukiman dan bangunan yang disediakan secara langsung melalui pembangunan oleh pemerintah pusat maupun pembinaan, pengaturan dan pengawasan pada pemerintah daerah merupakan bagian penting peningkatan kualitas hidup penduduk. Perbaikan permukiman ini merupakan bagian penting untuk pengurangan permukiman kumuh. Gambar 3.7 Perkembangan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Tahun 2009-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Indikator kualitas hidup terpenting dalam pembangunan adalah angka harapan hidup (life expectancy). Angka harapan hidup mencerminkan kualitas hidup masyarakat, akibat menurunnya berbagai penyakit yang menyerang. Angka harapan hidup dipengaruhi oleh banyak hal, seperti perilaku individu/ masyarakat, pelayanan kesehatan, genetis dan faktor lingkungannya. Lingkungan permukiman yang baik adalah salah satu faktor dominan yang menentukan kualitas kesehatan masyarakat, karena Angka Harapan Hidup juga akan meningkat. Angka Harapan Hidup penduduk Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan 70,4 tahun, atau tumbuh rata-rata 0,31 per-tahun dari tahun 2009. Pertumbuhan angka harapan hidup ini biasanya memang lambat karena perubahannya yang bersifat mendasar. Perbaikan infrastruktur permukiman yang masif dapat menjadi faktor penguat peningkatan angka harapan hidup.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 77 | 147
Tabel 3.24 Capaian Revitalisasi Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan Indikator Kinerja Utama Jumlah kawasan permukiman dan penataan bangunan yang direvitalisasi
Target
Realisasi
55
54
Kawasan
Kawasan
% 98,18
Salah satu isu yang mengemuka dalam hal penataan bangunan adalah terkait Perda Bangunan Gedung (BG), dimana Perda BG merupakan ujung tombak dalam pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib dan andal sesuai fungsinya Pengaturan Perda Bangunan Gedung sangat penting karena dalam kenyataannya masih banyak ditemui permasalahan penataan bangunan dan lingkungan. Hingga saat ini, dari 503 kab/kota, baru 251 kab/kota yang telah memiliki Perda BG (49%), 166 kab/kota telah memiliki Ranperda BG dan 86 kab/kota belum memiliki Ranperda BG 5 Upaya yang dilakukan dalam mendorong terealisasinya Perda BG di tahun 2014 diantaranya adalah melalui fasilitasi penyusunan Ranperda BG di 39 kab/kota yang diarahkan untuk mewujudkan peraturan daerah tentang bangunan gedung yang mengadopsi muatan lokal untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan BG, baik secara administratif maupun teknis.
Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014 Tabel 3.25 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Tahun 2010-2014 Indikator Kinerja Target Satuan Outcome 2010-2014 1. Jumlah rusunawa Twin Block 250 yang dibangun Unit 24.750 2. Jumlah kawasan permukiman dan Kawasan 1.355 penataan bangunan yang direvitalisasi Sumber: Laporan Kinerja DJCK tahun 2014
No
2010 40 3.957 137
Capaian Tahunan 2011 2012 2013 78 48 67 6.577 4.396 6.633 322
411
437
2014 25 2.501
Capaian 2010-2014 250 24.915
54
1.330
Pencapaian sasaran “meningkatnya kualitas permukiman dan penataan ruang” ditandai dengan indikator terbangunnya rusunawa dan terevitalisasinya kawasan permukiman dan penataan bangunan. Adapun capaian terhadap sasaran strategis ini pada tahun 2010-2014, 1 (satu) indikator dapat memenuhi bahkan melampaui target Rencana Strategis, yaitu rusunawa yang dibangun. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di atas, capaian sasaran pembangunan rusunawa terhadap target renstra sebesar 250 TB telah tercapai sebesar 250 TB (akumulasi dari tahun 2010-2014) atau tercapai 100%,. Sedangkan kegiatan revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan masih terdapat kekurangan (gap) sebanyak 25 kawasan, yaitu tercapai 1.330 dari target renstra 1.589 kawasan (akumulasi dari tahun 2010-2014).
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 79 | 147
Beberapa kendala yang terjadi selama pelaksanaan tahun 2014 terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah:
Pada P2KP, 1] kinerja dana bergulir masih rendah dimana hanya 30% dana bergulir yang berjalan baik, 2] tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan hanya 8 % diatas indikator minimal program (indicator minimal 40%, capaian 48%), 3] masih terdapat pergantian pendamping masyarakat di kelurahan (fasilitator kelurahan) tahun 2014 sebesar 11 persen, dimana pergantian ini menyebabkan terjadinya kekosongan pendampingan di lapangan selama beberapa saat, 4] pemeliharaan hasil pembangunan infrastruktur masih belum optimal untuk menjamin infrastruktur, 5] masih sedikit pemerintah kab/kota yang siap untuk alih kelola program; Untuk kegiatan PPIP, kendala disebabkan adanya revisi DIPA dan revisi SK Satker yang mempengaruhi proses mobilisasi fasilitator. Terhadap kendala-kendala tersebut, telah dilakukan pendampingan dan pengawalan penuh terkait Revisi DIPA dan Revisi SK Satker serta percepatan mobilisasi Fasilitator.
Pada program P2KP, selama tahun 2014, penerima manfaat program ini adalah sebanyak 2.745.528 jiwa masyarakat miskin.
Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014 Tabel 3.27 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2010-2014 No
Indikator Kinerja Outcome Jumlah kelurahan/ desa yang ditingkatkan infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan.
Satuan
Target 2010-2014
2010
Kel/ Desa
36.985
14.848
Capaian Tahunan 2011 2012 2013
16.792
16.517
27.569
Capaian 2014
2010-2014
16.106
59.036
Sumber: Laporan Kinerja DJCK tahun 2014
Karena secara kuantitatif target Renstra tersebut telah tercapai maka perlu dilakukan review terhadap capaian output ini, yaitu Pembangunan Infrastruktur Perdesaan/kumuh/nelayan dengan pola pemberdayaan yang hingga saat ini masih menjadi prioritas pembangunan untuk dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat perdesaan/perkotaan. Pada rencana pembangunan jangka menengah selanjutnya, keberlanjutan kegiatan ini akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan nasional serta tercapainya perbaikan sasaran perbaikan tingkat kemiskinan secara nasional yang akan dievaluasi pada akhir 2014.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 81 | 147
Tabel 3.29 Penetapan Perpres RTR KSN dan Pulau/Kepulauan Tahun 2014
1. 2. 3. 4.
RTR KSN Kawasan Borobudur dan sekitarnya (Perpres Nomor 54 Tahun 2014) Kawasan TN Gunung Merapi (Perpres Nomor 70 Tahun 2014) KSN Danau Toba (Perpres Nomor 81 Tahun 2014) Kawasan Perbatasan Negara (KPN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Perpres Nomor 179 Tahun 2014)
1. 2. 3.
RTR Pulau/Kepulauan Kepulauan Nusa Tenggara (Perpres Nomor 56 Tahun 2014) Pulau Papua (Perpres Nomor 57 Tahun 2014) Kepulauan Maluku (Perpres Nomor 77 Tahun 2014)
Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014
Adapun untuk 36 RPI2JM Pulau/Kepulauan dan KSN sebagai wujud operasionalisasi dari RTR Pulau/Kepulauan dan KSN tersebut, terdiri dari 30 RPI2JM KSN Non Perkotaan dan 6 KSN Perkotaan yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.30 Capaian Penetapan RPI2JM 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
RPI2JM Pulau/Kepulauan Cekungan Bandung 4. Sarbagita Gerbangkertasusila 5. Mebidangro Jabodetabekpunjur 6. Mamminasata RPI2JM Kawasan Strategis Nasional Taman Nasional Ujung Kulon 16. Perbatasan Sabang Kawasan Gunung Rinjani 17. Perbatasan Pacangsanak Heart of Borneo 18. KAPET Banda Aceh Darussalam Kasaba 19. KAPET Bima DAS Tondano 20. KAPET Mbay Kawasan Toraja 21. KAPET Khatulistiwa Taman Nasional Komodo 22. KAPET DAS KAKAB Kawasan Candi Prambanan 23. KAPET Batulicin Selat Sunda 24. KAPET Sasamba Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Raja Ampat 25. KAPET Manado – Bitung Kawasan Timika 26. KAPET Palapas Kawasan Sorowako 27. KAPET Pare-Pare Perbatasan Aceh – Sumut 28. KAPET Bang Sejahtera Perbatasan Sulut – Gorontalo – Sulteng 29. KAPET Seram Perbatasan Riau – Kepri 30. KAPET Biak
Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014
Capaian indikator kinerja tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang mendukungnya melalui capaian indikator kinerja output. Adapun, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Ruang Nasional memberikan kontribusi melalui 3 (tiga) indikator kinerja output yakni: laporan kegiatan penguatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan dan penyusunan RPIIJM pulau, kepulauan, dan KSN non perkotaan (30 RPI2JM dan 36 Laporan); penyusunan dokumen kajian review RTRWN, materi teknis, laporan fasilitasi legalisasi, dan Raperpres Pulau, Kepulauan, dan KSN non perkotaan (6 Raperpres, 6 Materi Teknis, 1 Kajian, dan 16 Laporan); dan materi teknis dan dokumen NSPK nasional (5 NSPK dan 4 Materi Teknis NSPK), KSN yang ditingkatkan kapasitas dan kualitas penataan ruang serta kelembagaan KSN perkotaannya (6
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 83 | 147
Tabel 3.32 Capaian Persetujuan Suibstansi Rencana Rinci RTRW Kabupaten/Kota Kabupaten 1. 2. 3. 4. 5. 6.
BWP Kota Sumenep Kawasan Perkotaan Sungai Liat – Kabupaten Bangka Kawasan Perbatasan Kab. Bengkulu Tengah - Kota Bengkulu Kawasan Strategis Provinsi Rawa Pening – Prov. Jawa Tengah Kawasan Strategis Provinsi Bregasmalang – Prov. Jawa Tengah Kawasan Perkotaan Parigi – Kabupaten Parigi Moutong
1. 2. 3. 4.
Kota Kota Serang Kota Yogyakarta Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Medan
Sumber: Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2014
Adapun dari 6 rencana rinci RTRW Kabupaten yang belum memenuhi target persetujuan substansi, 1 rencana rinci masih dalam proses penyempurnaan materi muatan teknis, 3 rencana rinci masih dalam proses untuk dibahas dalam forum BKPRN, serta 2 rencana rinci masih dalam tahap pembahasan forum BKPRN. Kemudian, 8 rencana rinci RTRW Kota yang belum memperoleh persetujuan substansi, masih dalam proses pembahasan pada forum BKPRN. Upaya yang dilakukan oleh Kementerian PU dalam mendorong pencapaian target persetujuan substansi rencana rinci RTRW dilakukan melalui pembinaan yang intensif oleh direktorat teknis dengan melaksanakan bimbingan teknis. Hal tersebut dimaksudkan untuk membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi di daerah menyangkut kurangnya koordinasi antar sektor di daerah dalam penyusunan persetujuan substansi rencana rinci RTRW dan kurangnya kesiapan pemda dalam menghadapi prosedur persetujuan substansi yang relatif panjang. Upaya pembinaan penyelenggaraan penataan ruang terhadap provinsi/ kabupaten/kota dilaksanakan dengan memperhatikan amanat Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Terkait hal tersebut, Kementerian PU pada tahun 2014 sebagaimana tahuntahun sebelumnya melakukan pembinaan/pendampingan secara komprehensif terhadap Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka persetujuan substansi dan penyelesaian Perda RTRW. Capaian indikator kinerja pada tahun 2013-2014 Tabel 3.33 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Bidang Penataan Ruang No
Indikator Kinerja
1.
Jumlah rencana tata ruang dan rencana terpadu program pengembangan infrastruktur jangka menengah, Pulau/Kepulauan & KSN Jumlah Provinsi/ Kabupaten/Kota yang mendapat pembinaan penyelenggaraan penataan ruang Jumlah Kota/Kabupaten yang memenuhi SPM
2.
3.
AKUNTABILITAS KINERJA
2013 32 Raperpres (29 KSN non Perkotaan, 3 KSN Perkotaan) 30 RPI2JM (7 Pulau, 19 KSN non Perkotaan, 4 KSN Perkotaan)
Realisasi %
2014
%
100
6 Raperpres 36 RPI2JM
100
22 RTRW Kab 18 RTRW Kota
80,20
12 RR RTRW Kab 12 RR RTRW Kota
77,11
Kota SPM: 4 Kota Kabupaten SPM: 18 Kab
99,70
Kota SPM: 2 Kota Kabupaten SPM: 39 Kab
98,36
Halaman 85 | 147
subtansi dan ditetapkan menjadi Perda. Dengan demikian, target pembinaan RTRW Prov/Kab/Kota sebagaimana tercantum dalam Renstra 2010-2014 telah terpenuhi seluruhnya (33 Provinsi, 397 Kabupaten, dan 93 Kota). Maksud pelaksanaan penataan ruang secara umum dilakukan dalam untuk mengatur pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan. Diantara upayanya adalah penyeimbangan jumlah dan berbagai kegiatan penduduk di antara wilayah-wilayah yang nasional. Kesimbangan ini kegiatan ruang ini dapat diukur pada berbagai indikator, diantaranya adalah keseimbangan atau kesejahteraan penduduk diberbagai wilayah dan kegiatan ekonominya. Kesimbangan ruang dihitung dengan menggunakan koefisien variasi. Semakin kecil koefisien variasi menunjukkan semakin seimbang kegiatan antar wilayah. Hasil keseimbangan ruang antar wilayah yang dilihat dari indikator Indeks Pembangunan Manusia, dari tahun 2009-2013. Jurang (gap) tingkat kesejahteraan penduduk antar wilayah di Indonesia semakin mengecil, yang dapat dilihat dari koefisien variasi yang pada tahun 2009 sebesar 3,03% semakin menurun menjadi 2,75%. Wilayah-wilayah yang tingkat kesejahteraan relatif rendah seperti Bali dan Nusa Tenggara mengalami peningkatan kesejahteraan yang relatif cepat bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tabel 3.34 Keseimbangan Tingkat Kesejahteraan Penduduk dan Keseimbangan Kegiatan Ekonomi Antar Wilayah Wilayah Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-NT Maluku-Papua Nasional Koefisien Variasi (%)
Keseimbangan Tingkat Kesejahteraan Penduduk
Keseimbangan Kegiatan Ekonomi Antar Wilayah
2009
2010
2011
2012
2013
73,0 72,9 71,9 71,0 67,6 68,2 71,8
73,4 73,4 72,3 71,5 68,2 68,6 72,3
73,9 73,8 72,8 72,0 68,9 69,1 72,8
74,3 74,3 73,4 72,5 69,6 69,6 73,3
74,8 372.621 396.971 424.231 453.318 481.759 74,8 1.254.083 1.334.260 1.424.517 1.520.481 1.615.488 74,1 135.024 146.381 159.444 172.955 182.713 73,0 98.004 106.084 114.674 124.666 134.519 70,2 58.086 61.502 63.543 66.093 69.951 70,1 35.377 35.584 35.441 36.723 40.911 73,8 1.953.196 2.080.782 2.221.850 2.374.236 2.525.342
3,03 2,93 2,85 2,78 2,75
2009
132,0
2010
131,8
2011
131,8
2012
131,7
2013
131,5
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selanjutnya hasil keseimbangan ruang dapat dilihat dari sebaran kegiatan ekonomi di Indonesia. Walaupun secara faktual kegiatan ekonomi nasional masih terpusat di P. Jawa, yaitu sekitar 64%, namun walaupun lambat, telah terjadi penyebaran kegiatan ekonomi antar wilayah yang semakin seimbang. Hal tersebut ditunjukkan dengan koefisien variasi yang mengecil.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 87 | 147
SASARAN STRATEGIS 10
Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu: 1) Jumlah dokumen perencanaan dan pemrograman (jangka menengah dan tahunan) Dokumen perencanaan dan pemrograman, baik jangka menengah maupun tahunan, memiliki target sebagaimana yang tertera dalam PK tahun 2014 yaitu 8 Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Administrasi Pangkal (Satminkal), 1.315 Rencana Kerja dan Anggaran (RKAKL), 1 Rencana Kerja Pemerintah (RKP), 1 Nota Keuangan, dan 21 kajian kebijakan. Adapun realisasinya berdasarkan pengukuran kinerja pada tahun 2014, diperoleh hasil 8 Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Administrasi Pangkal (Satminkal), 1.321 Rencana Kerja dan Anggaran (RKAKL), 1 Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dan 1 Nota Keuangan. Dengan kata lain, kinerja dari jumlah dokumen perencanaan dan pemrograman tersebut pada tahun 2014 ini mencapai 100,10% dari target yang telah ditetapkan. Tabel 3.35 Capaian Jumlah Dokumen Perencanaan dan Pemrograman Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Jumlah dokumen perencanaan dan pemrograman (jangka menengah dan tahunan) Renja Satminkal 8 8 RKAKL 1.315 1.321 RKP 1 1 Nota Keuangan 1 1 Kajian Kebijakan 21 21
%
100,10
Capaian indikator kinerja ini pada dasarnya adalah tingkat kinerja 100%, namun disebabkan oleh penambahan unit yang menyusun RKAKL sehingga capaiannya seolah-olah dengan kinerja yang melampaui target. Seluruh sub-indikator yang ada pada indikator kinerja ini merupakan indikator setingkat diatas output, terkecuali pada kajian kebijakan. Rencana kerja (Renja K/L) Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014 yang disusun pada awal semester satu tahun 2014 merupakan hasil penajaman program jangka menengah yang tercantum di dalam Renstra 2010-2014, serta RPJMN khususnya bidang infrastruktur. Sasaran dalam LAKIP ini adalah tersusunnya 1 satu buku Renja Kementerian Pekerjaan Umum 2014. Adapun secara rinci Renja tersebut berisi rincian kegiatan masing-masing unit organisasi, beserta target dan sasarannya. Beberapa kegiatan bernilai kinerja merah karena beberapa kendala seperti: 1) terdapat kegiatan yang pagu anggarannya masih diblokir, 2) pelaksanaan kegiatan kontraktual yang masih belum dapat dilakukan, 3) pelaksanaan kegiatan tertunda karena siklus perencanaan nasional yang agak mundur dari jadwal yang telah ditetapkan, 4) adanya perubahan kebijakan,
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 89 | 147
Dalam pelaksanaannya, penyusunan laporan keuangan kementerian memerlukan data-data pengelolaan keuangan dari seluruh satuan kerja (Satker) di lingkungan Kementerian PU yang tertuang dalam laporan keuangan dari masing-masing Satker. Laporan keuangan Satker yang berkualitas dan memenuhi persyaratan akan sangat mempengaruhi kualitas laporan pada tingkat di atasnya, termasuk Laporan Keuangan Kementerian yang disusun memiliki peran untuk ikut meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM penatausahaan keuangan melalui kegiatan pembinaan, pelatihan, sosialisasi, bimbingan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, permasalahan dan tantangan yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah :
Penyelesaian temuan BPK RI dan pencegahan temuan berulang; Diperlukannya peningkatan kinerja satuan kerja untuk mempertahankan opini WTP terhadap Laporan Keuangan Kementerian PU; Diperlukannya penyusunan berbagai kebijakan dan peraturan untuk mengakomodir kekosongan kebijakan akuntansi, terutama yang bersifat spesifik Kementerian PU; Diperlukannya pengembangan sistem terhadap aplikasi Simak BMN, mengingat aplikasi ini belum memadai untuk memenuhi database BMN.
Pada tahun 2014, Kementerian PU berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit atas Laporan Keuangan tahun 2013. Ini merupakan suatu prestasi yang cukup luar biasa dan telah lama dinantikan. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan di Kementerian PU dibandingkan periode-periode sebelumnya. Artinya kegiatan Biro Keuangan dan Pusat Pengelolaan BMN dengan memberikan pembinaan, pendampingan dan fasilitasi penatausahaan dan pelaporan memberikan hasil yang baik. Diharapkan opini WTP tersebut dapat dipertahankan atas Laporan Keuangan tahun 2014. Pada Dokumen Evaluasi dan Fasilitasi yang paling utama adalah: i) telah terlaksananya fasilitasi penyusunan LAKIP Eselon II di lingkungan Sekretariat Jenderal dan LAKIP Eselon I di lingkungan Kementerian PU, dan ii) tersusunnya LAKIP Kementerian PU dan LAKIP Sekretariat Jenderal tahun 2014. Adapun hasil evaluasi SAKIP dari Kementerian PAN dan RB atas Kementerian PU yaitu peningkatan penilaian dari 73,34 (predikat B+ atas SAKIP 2012, tahun 2013) menjadi 73,36 (predikat B+ atas SAKIP 2013, tahun 2014). Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kinerja ini diantaranya adalah:
Proses pengajuan dokumen pertanggungjawaban penggantian penggunaan anggaran tidak langsung dilaksanakan begitu kegiatan selesai. Ini terjadi karena padatnya jadwal pelaksanaan kegiatan dan kurangnya jumlah SDM yang kompeten untuk mengerjakannya. Pengaruh penerapan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) oleh Kementerian Keuangan. Sistem baru ini menyebabkan adanya perubahan mekanisme teknis pelaksanaan pengajuan dan pencairan SPM/SP2D di KPPN, dan diperlukan penyesuaian di internal Biro Keuangan untuk pengaplikasiannya. Akibatnya pencairan SPM/SP2D membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adanya perubahan prioritas pelaksanaan kegiatan yang mengakibatkan perubahan jadwal pelaksanaan. Hal ini harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan pembaruan kebijakan oleh Kementerian Keuangan, khususnya dengan penerapan SPAN, SILABI
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 91 | 147
perundang-undangan dari pihak terkait dalam penyusunan produk hukum yang merupakan luncuran di luar apa yang sudah ditargetkan (tetap diperlukan otorisasi dari Biro Hukum) sehingga semakin menambah jumlah pencapaian kinerja. Adapun rekapitulasi peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan pada Tahun 2014 tersebut adalah 7 Peraturan Pemerintah, 7 Peraturan Presiden, dan 25 Peraturan Menteri. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kinerja Biro Hukum Tahun Anggaran 2014, secara umum terkait dengan fungsi koordinasi yang kurang berjalan secara optimal. Sehingga dibutuhkan peningkatan jejaring (networking) antar unit kerja di Kementerian Pekerjaan Umum maupun pihak eksternal yang mempunyai hubungan kerja dengan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Biro Hukum. Secara khusus terkait dengan turunnya capaian Penetapan Rumah Negara, perlu dilakukan peningkatan pemahaman terkait pengusulan penetapan dan pengalihan rumah negara melalui bimbingan teknis kepada unit kerja terkait, serta meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait kepastian hukum dalam persetujuan pengalihan hak rumah negara. Capaian indikator kinerja pada tahun 2010-2014 Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja terhadap Sasaran Strategis Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) tahun 2010-2014 No 1.
2.
3.
Indikator Kinerja Outcome
Jumlah Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan, BMN, dan Laporan Triwulanan
Jumlah Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan, BMN, dan Laporan Triwulanan
Jumlah peraturan perundangundangan bidang PU dan permukiman
Satuan Renja RKAKL RKP Nota Keuangan Renstra Kementerian Kajian Kebijakan Laporan Keuangan Laporan BMN Laporan Triwulan LAKIP Kementerian Evaluasi LAKIP Pedoman Sistem Perencanaan Dokumen Evaluasi Dokumen Hukum
Target 2010-2014
2010
Capaian Tahunan 2011 2012 2013
2014
Capaian 2010-2014
40 1.022 5
8 1.127 1
8 1.022 1
8 1.022 1
8 1.415 1
8 1.321 1
40 5.907 5
5
1
1
1
1
1
5
3
1
1
1
-
-
3
76
3
23
23
17
21
87
5
1
1
1
1
1
5
15
3
3
3
3
3
15
20
4
4
4
4
4
20
5
1
1
1
1
1
5
8
8
8
8
8
8
40
15
3
2
3
-
-
-
32
6
4
8
6
11
35
119
20
20
25
25
39
129
Sumber: Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal tahun 2014
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 93 | 147
Tabel 3.41 Capaian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan SDM Aparatur Indikator Kinerja Utama
Target
Realisasi
Jumlah pegawai yang terlayani administrasi kepegawaian
30.129
42.564
Pegawai
Pegawai
Jumlah tata laksana SOP yang disusun
13 SOP
13 SOP
% 114,50
Beberapa kegiatan pencapaian targetnya yang belum maksimal terutama untuk kegiatan Pembinaan awal karier disebabkan karena mundurnya hasil tes CPNS Formasi Tahun 2014. Pemicunya adalah, tumpang tindih pelaksanaan pemberkasan Tes Pegawai Honorer dan Pelaksanaan tes CPNS Tahun 2014. Hal lain yang menjadi kendala adalah perubahan struktur organisasi Kementerian Pekerjaan Umum yang bergabung dengan Kementerian Perumahan Rakyat. Secara tugas, fungsi dan kinerja berpengaruh terhadap hasil capaian di akhir tahun 2014 Adapun beberapa upaya antisipatif yang dilaksanakan, antara lain :
Melakukan rapat koordinasi antar bagian sebagai laporan tengah semester sekaligus evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan setiap 6 bulan berjalan dan Melakukan forum group discussion (FGD) untuk memaksimalkan jalur koordinasi antar unit organisasi dan pemegang kewenangan. Mendesak untuk memetakan pegawai ke dalam beberapa kelompok sehingga dapat diltentukan pengembangan pegawai yang dibutuhkan, diperlukan komitmen dari pimpinan untuk memfasilitasi pegawai yang menjadi binaannya dalam mengikuti kegiatan pengembangan yang telah ditetapkan. Melakukan komunikasi intensif dengan Tim Khusus dan unit kerja lain yang terkait dengan pekerjaan, konsep Pola Karir terus disebarluaskan kepada pihak terkait, terutama dengan pejabat yang membidangi kepegawaian seluruh Unit Organisasi, melibatkan pihak luar untuk memperoleh kondisi terkini yang dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki konsep Pola Karir Kementerian Pekerjaan Umum. Mempercepat alur proses administrasi kepegawaian dengan memfokuskan terhadap pendistribusian Surat Kenaikan Pangkat agar cepat sampai di unit organisasi. Mengembalikan sistem koordinasi dengan metode kualitatif person to person untuk memperoleh hasil yang lebih efektif dan efisien, dengan melihat pengalaman bulan bulan sebelumnya tidak tercapaianya aspek koordinasi. Mempersiapkan rancangan design Master Plan Pengembangan SDM Kementerian Pekerjaan Umum, untuk mengantisipasi isu - isu dan permasalahan yang mengganggu kelangsungan bidang Ke-PU-an.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 97 | 147
SASARAN STRATEGIS 12
Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 3 (tiga) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu: 1) Jumlah peta profil infrastruktur dan jaringan Local Area Network (LAN) Penyusunan peta profil infrastruktur dan jaringan LAN pada tahun 2014 memiliki 2 (dua) target, yaitu 588 peta tematik dan 4.000 orang yang terhubung dengan jaringan koneksi LAN dan dapat tercapai 100%. Tabel 3.43 Capaian Penyusunan Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan LAN Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Jumlah peta profil infrastruktur Jumlah orang yang terlayani jaringan LAN
Target
Realisasi
588
588
Peta Tematik
Peta Tematik
4.000
4.000
Orang
Orang
%
100,00
Pada indikator yang terkait dengan sasaran strategis dan indikator kinerja ini, Kementerian PU mendapatkan FutureGove Awards tahun 2014 (penghargaan inovasi sektor publik berskala internasional), dimana layanan PU-Net VPS diumumkan menjadi juara pada kategori data center. Layanan PU-Net VPS sendiri adalah penyediaan server kepada unit kerja di lingkungan Kementerian PU secara virtual dalam waktu yang cepat untuk efisiensi biaya investasi perangkat keras, kemudahan backup-recovery, deployment-maintenance, serta sejalan dengan konsep Green IT. Dalam pelaksanaan kinerja atas indikator ini masih dijumpai beberapa hambatan diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM), hal ini diakibatkan oleh jumlah pegawai terkait yang memasuki masa pensiun sebanyak 15%. Hambatan dalam melaksanakan kegiatan yang mendukung indikator ini bersifat administratif yaitu terkait dengan penerapan sistem SPAN oleh Kementerian Keuangan yang menyebabkan sulitnya realisasi keuangan. Selain itu, penghematan APBNP menyebabkan pelaksanaan beberapa kegiatan tertunda karena dana kegiatan tersebut dicadangkan sebagai penghematan.
2) Jumlah layanan informasi publik Sekretariat Jenderal melalui Pusat Komunikasi Publik (Puskompu) melaksanakan pelayanan infromasi publik guna mendukung penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Ada 2 (dua) target yang diukur dalam pelayanan informasi publik tersebut, yaitu pelaksanaan temu pers sebanyak 190 kali dan penyusunan buku sejumlah 230 buah. Hal ini sebagaimana telah ditetapkan dalam PK tahun 2014. Adapun realisasinya, dicapai sejumlah 343 temu pers dan 273 buku.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 99 | 147
ke-6 Keterbukaan Informasi Publik Kategori Kementerian Tahun 2014 dari Komisi Informasi Pusat 3) Luas bangunan gedung kantor Kementerian PU yang ditingkatkan dan dipelihara Peningkatan dan pemeliharaan gedung kantor Kementerian PU dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal melalui Biro Umum dan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) berupa pemeliharaan rutin bangunan gedung di lingkungan Kementerian PU. Pada tahun 2014, sebagaimana dituangkan dalam PK, ditargetkan dapat menangani gedung perkantoran seluas 37.623 m2 (oleh Biro Umum) dan pembangunan 1 (satu) unit gedung (oleh BPKLN). Tabel 3.45 Capaian Luas Bangunan Gedung Kantor yang Ditingkatkan dan Dipelihara Indikator Kinerja Utama Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang ditingkatkan dan dipelihara
Target
Realisasi
37.623 m²
37.623 m²
1 Unit Gedung
1 Unit Gedung
% 100,00
Pelaksanaan indikator kinerja ini selain dapat memenuhi target yang telah ditetapkan, bahkan mendapatkan apresiasi dari pihak eksternal, diantaranya adalah sebagai berikut:
Meraih penghargaan pada ASEAN Best Practises Energy Efficient Building Awards yang diadakan di Laos, sebagai First Winner untuk kategori New & Existing Building pada bulan September 2014 dan penghargaan pada malam Penghargaan Energi Efisiensi Nasional 2014 sebagai Pemenang II untuk kategori Penghematan Energi dan Air pada Pemerintah Pusat dan Daerah yang diadakan pada bulan November 2014. Selain itu gedung utama menerima penghargaan menerima penghargaan pada malam Penghargaan Energi Efisiensi Nasional 2014 sebagai Pemenang II untuk kategori Penghematan Energi dan Air pada Pemerintah Pusat dan Daerah yang diadakan pada bulan November 2014. Diberikan Tanda Penghargaan Kepada Pemenang Lomba Antar Instansi Kementerian/Lembaga dan Masyarakat Dalam Rangka Peringatan Hari Kesehatan Nasional Ke 50 Tahun 2014 sebagai Pemenang III Penilaian Toilet Publik di Kantor Pusat/Utama Kementerian dan Lembaga.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 101 | 147
SASARAN STRATEGIS 13
Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Capaian kinerja sasaran strategis ini mengukur kinerja dalam bentuk menghasilkan penurunan kebocoran dalam perencanaan, pengadaan dan pelaksanaan anggaran serta semakin meningkatnya tertib administrasi (3E dan 2K) dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU. Sasaran Strategis ini diukur dengan 2 (dua) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu: 1) Prosentase menurunnya tingkat kebocoran dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU Proses perhitungan keberhasilan IKU ini dilakukan melalui total perhitungan atau akumulatif kebocoran di akhir tahun. Berdasarkan pengukuran kinerja yang dilakukan pada akhir tahun 2014, realisasi kinerja mencapai 61,50% atau lebih tinggi dari target 60% yang telah ditetapkan sebelumnya. Tabel 3.47 Capaian Penurunan Tingkat Kebocoran Pembangunan Infrastruktur Indikator Kinerja Utama Prosentase menurunnya tingkat kebocoran dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU
Target
Realisasi
%
60%
61,50%
102,50
Dengan berkurangnya tingkat kebocoran dalam pembangunan infrastruktur, maka Inspektorat Jenderal telah berhasil menyelematkan anggaran keuangan negara atas anggaran yang diberikan kepada Kementerian PU sehingga mendukung terserapnya anggaran secara efektif dan efisien. Hal ini juga menunjukkan pengaruh dari pengawasan dan sistim pengendalian intern yang semakin efektif baik dan berkesinambungan, baik yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal maupun oleh satuan kerja (auditi) itu sendiri.
2) Prosentase menurunnya temuan administratif dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU Temuan administratif adalah temuan yang terkait dengan pelaksanaan ketertiban dokumen/administrasi, baik administrasi fisik maupun keuangan yang tidak dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan data pengukuran kinerja, diperoleh capaian kinerja IKU temuan administratif dalam pembangunan infrastruktur sebesar 54,75% dari target sebesar 50% yang telah ditetapkan sebelumnya.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 103 | 147
No
2.
Indikator Kinerja Outcome Satuan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU Prosentase menurunnya temuan administratif dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU
Target 2010-2014
80%
Capaian Tahunan 2012 2013 2014
52,89%
95,42% 54,75%
Capaian 2010-2014
109,50
Berdasarkan perbandingan dari tahun anggaran 2012-2014 dapat dilihat terdapat tren penurunan dalam arti bahwa pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan belum sepenuhnya berhasil untuk menurunkan tingkat kebocoran dalam pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PU. Hal ini perlu diperhatikan mengingat alokasi APBN yang diberikan negara kepada Kementerian PU setiap tahun cenderung bertambah besar, sementara terjadi kondisi kekurangan sumber daya manusia/aparatur di Inspektorat Jenderal dalam melakukan audit. sehingga dalam pelaksanaannya dilakukan dengan sampling ruang lingkup audit karena belum mampu menangani ruang lingkup audit yang lebih luas. Ditambah lagi kurangnya kesempatan bagi para auditor untuk melakukan pengembangan wawasan, pengetahuan, dan kemampuan secara berkala dan berkesinambungan pada dasarnya berguna dalam melaksanakan tugas– tugas untuk membina, mengawasi/memeriksa, mendampingi, dan reviu. Pada dasarnya masalah keterbatasan auditor telah diminimalisir melalui program pengembangan SDM melalui kerjasama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta analisa jabatan yang komprehensif disertai pemetaan pegawai secara proporsional. Selain itu dilakukan pula pemanfaatan tenaga fungsional dan kerjasama dengan Litbang dalam rangka pemeriksaan keteknikan/pengujian mutu konstruksi. Dalam pelaksanaan pengawasan yang menunjang sasaran strategis ini, target penuntasan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2014 yang diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sebesar 70% dengan realisasi 71,39%. Dari total 1869 temuan (status per 14 Januari 2015), terdapat 194 temuan yang terlambat pada tahun 2014 dimana terdapat penurunan pada triwulan 1 sampai dengan 3 dan pada triwulan 4 mengalami sedikit kenaikan pada penuntasan temuan LHP. Adapun Realisasi penuntasan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2013, berdasarkan waktu yang ditetapkan (2 bulan) mengalami penurunan yang drastis menjadi 24,58% jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2012 sebesar 70,28%. Namun dengan melakukan pemantauan yang teratur, mengirimkan surat teguran, dan rekonsiliasi secara berkelanjutan, realisasi tahun 2014 melampaui target dan bahkan melampaui prestasi pada tahun 2012.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 105 | 147
stakeholder terkait, seperti mendelegasikan pelatihan melalui mekanisme Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah (Binjakonda) maupun dengan melibatkan asosiasi profesi dan badan usaha, serta dengan memperkenalkan sistem pelatihan on site melalui Mobile Training Unit (MTU).
3) Tingkat daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global Terkait dengan indikator kinerja ini, sesuai Memorandum Kepala Badan Pembinaan Konstruksi kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum nomor 25/MD/Kk/2013 tanggal 19 Februari 2013 perihal Hasil Review Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum terkait Badan Pembinaan Konstruksi. Indikator Kinerja Utama (IKU) Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi Nasional Dalam Skala Global atau Global Competitive Index (GCI), diperoleh melalui jumlah Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang go international setiap tahunnya. Sebagai upaya mendorong BUJKN untuk go international, Kementerian PU melakukan kegiatankegiatan terkait dengan 1) pengembangan pasar konstruksi luar negeri, berupa: market intelligence, seminar, pemberian penghargaan kepada badan usaha lokal yang bekerja diluar negeri, serta fasilitasi pameran diluar negeri bagi badan usaha lokal; dan 2) pembinaan liberalisasi jasa konstruksi, berupa: sosialisasi liberalisasi perdagangan jasa konstruksi, dan partisipasi dalam perundingan liberalisasi perdagangan jasa konstruksi. Pada tahun 2014, keberhasilan peningkatan daya saing industri konstruksi nasional diukur dengan jumlah minimal 1 BUJKN yang go international untuk 1 poin GCI. Berdasarkan penelusuran data oleh Bidang Pasar dan Daya Saing diperoleh bahwa setidaknya ada 5 BUJKN yang go international pada periode proyek kerja tahun 2013-2014. Tabel 3.53 Capaian Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama
Target
Realisasi
%
Tingkat daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global
1 Point Infrastructure GCI
5 Point Infrastructure GCI
500,00
Pada tahun 2014, poin GCI pilar infrastruktur Indonesia ditargetkan mengalami kenaikan sebesar 1 poin atau berdasarkan baseline 2010 berada di peringkat 77, sehingga pencapaian ranking di poin 56 merupakan lonjakan tinggi yang banyak disebabkan oleh kontinuitas kenaikan anggaran untuk sektor infrastruktur yang semakin meningkat selama 1 (satu) dekade terakhir.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 107 | 147
Dukungan Pemerintah Daerah, Kementerian Sektoral lainnya, Asosiasi Profesi, dan para stakeholder terhadap pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi bagi tenaga kerja konstruksi sangat minim. Banyak para stakeholder yang belum menempatkan isu pembinaan tenaga kerja konstruksi sebagai program prioritas; Lembaga pelatihan swasta yang mengkhususkan dirinya untuk membina atau meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi belum banyak tumbuh; Pelaku industri konstruksi belum banyak memberikan perhatian untuk investasi sumber daya manusia di bidang konstruksi baik tenaga ahli maupun terampil.
Melihat hasil capaian tingkat daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global, maka dapat disimpulkan bahwa 5 BUJKN tersebut telah menyumbang angka kenaikan 5 poin GCI pada TA 2014. Sedangkan berdasarkan laporan yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF), pada periode 2014 – 2015, Indonesia mengalami kenaikan peringkat pada pilar infrastruktur sebesar 5 (lima) tingkat. Peningkatan daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global berdasarkan poin GCI untuk pilar infrastruktur (basic requirements) dihitung mulai tahun 2010 – 2011 sebagai baseline (rank : 82). Apabila dibandingkan dengan hasil capaian pada 2013 – 2014, di periode 2014 – 2015 ini rank untuk pilar infrastruktur (basic requirements) naik sebesar 5 (lima) poin setelah sebelumnya mengalami kenaikan sampai 17 (tujuh belas) poin. Pembinaan kontruksi yang dilakukan Kementerian Pekerjaan terhadap berbagai jenis konstruksi baik yang dilakukan oleh badan usaha maupun masyarakat. Termasuk diantaranya adalah sertifikasi tenaga ahli dan tenaga madya bidang konstruksi. Pembinaan bidang konstruksi berkontribusi pada pertumbuhan sektor konstruksi. Dampak lebih lagi adalah sektor ini dapat menjadi faktor pendukung pertumbuhan ekonomi secara umum dalam bentuk infrastruktur pembangunan. Tabel 3.55 Nilai Tambah (Milyar Rp) Sektor Konstruksi Tahun 2009-2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai Sektor Konstruksi 140.268 150.022 159.123 170.885 182.118
Pertumbuhan (%) 7,07 6,95 6,07 7,39 6,57
Kontribusi pada PDB (%) 6,44 6,48 6,46 6,52 6,57
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai tambah sektor konstruksi tahun 2009 sekitar Rp. 140,3 trilyun. Rata-rata meningkat 6,81% pertahun, sehingga tahun 2013 menjadi sekitar Rp. 182 trilyun. Rata-rata kontribusi sektor konstruksi pada PDB sebesar 6,49%. Pertumbuhan sektor konstruksi saat ini tergolong tinggi melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi.
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 109 | 147
SASARAN STRATEGIS 15
Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Capaian kinerja sasaran strategis ini diukur dengan 4 (empat) Indikator Kinerja Utama sebagai tolok ukur keberhasilannya, yaitu: 1) Prosentase IPTEK yang masuk bursa teknologi bidang PU IPTEK dikatakan siap pakai apabila temuan penelitian telah berkembang menjadi konsepkonsep teknologi yang diperlukan oleh pembangunan dan masyarakat penggunanya. Oleh karena itu, IKU penyelenggaraan IPTEK yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) ditekankan pada prosentase IPTEK yang masuk dalam bursa teknologi bidang PU. Tabel 3.56 Capaian Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Prosentase IPTEK yang masuk bursa teknologi bidang PU
Target
Realisasi
%
28,26%
28,26%
100
Pada tahun 2014, target prosentase IPTEK yang masuk bursa teknologi bidang PU ditetapkan dalam PK sebesar 28,26% dan dapat tercapai sepenuhnya (100%).
2) Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU Indikator prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU ini berupa buku laporan penyelenggaraan rapat panitia teknis dalam rangka menyiapkan bahan untuk penetapan usulan konsep teknologi terkait dengan kelayakan untuk menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau pedoman teknis, prosiding yang berisi SPMK yang didiseminasikan, maupun buku-buku laporan penyelenggaraan sosialisasi. Pada tahun 2014, target prosentasi penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU adalah sebesar 30% dan dapat tercapai sepenuhnya (100%). Tabel 3.57 Capaian Penambahan SPMK Tahun 2014 Indikator Kinerja Utama Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU
Target
Realisasi
%
30%
30%
100
Usulan SNI yang telah diterima untuk ditetapkan, diajukan ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk memperoleh nomor registrasi. Sedangkan usulan pedoman teknis yang telah diterima untuk ditetapkan, selanjutnya diajukan untuk dilegalkan menjadi penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri di lingkungan Kementerian PU atau yang diajukan ke BSN
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 111 | 147
Kegiatan Pemetaan Zonasi Terkendalanya oleh cuaca yang belum normal, sehingga penundaan survey lapangan Kegiatan Pemanfaatan air sungai dengan teknologi PATH terkendala karena Masih diblokirnna anggaran untuk pengadaan bahan konstruksi dan juga Kondisi banjir Kali Lungge yang mempengaruhi penjadwalan konstruksi. Untuk pengadaan peralatan penunjang operasional terkendala karena Lelang Ulang dikarenakan tidak ada penyedia jasa yang memasukkan penawaran. Maka dilakukan kembali proses pelelangan pengadaan turbin dan pompa dan menjadwal ulang konstruksi dan segera melaksankan nya. Kendala yang dialami pada kegiatan Pengadaan Sarana dan prasarana Litbang TA 2014 hingga disusunnya laporan ini adalah terjadinya kenaikan harga barang yang cukup signifikan dibandingkan dengan pada saat pengajuan anggaran pada tahun 2013, sehingga spesifikasi barang yang diinginkan juga harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia Untuk kegiatan Reservoir Bawah Tanah disebabkan karena akses ke prototipe biaya operaional besar dan waktu inspeksi yang terbatas, maka dilakukan penyempurnaan naskah ilmiah dengan workshop. Untuk kegiatan penerbitan jurnal terkendala karena Kegiatan Pengumpulan naskah, Seleksi naskah, Rapat Dewan Direksi, Sunting Akhir, dan Finalisasi Bahan sampai bulan Juni belum dilaksanakan. Maka, dilanjutkan Kegiatan Pengumpulan naskah, Seleksi naskah, Rapat Dewan Direksi, Sunting Akhir, dan Finalisasi Bahan agar Jurnal dapat terbit 2 kali dalam satu tahun anggaran yaitu sebanyak 300 eksemplar. Reservoir Bawah Tanah terkendala karena jumlah titik pantau dan titik uji terbatas, dikarenakan pengujian lapangan di daerah aluvial sangat sulit dilakukan kecuali dengan uji sumuran. Untuk itu diupayakan mendapatkan citra landsat tahun 2010 agar bisa digabung tahun 2014. Optimasi Kapasitas Tampung Bangunan Sabo Pasca Erupsi Merapi 2010 terkendala karena tidak diperoleh data citra satelit LIDAR sebelum erupsi 2010 untuk perhitungan volume sedimen di DAS Woro, sudah melakukan permohonan data ke Pusdata Kementerian PU, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Kegunungapian (PVMBG) serta Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG). Pengembangan Teknologi untuk Efisiensi Irigasi terkendala karena Proses pemrograman sistem elektromekanis mengalami keterlambatan karena dibutuhkan waku lebih lama dari waktu yang sudah direncanakan. Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan dan Daur Ulang Mendukung Pengelolaan DAS Berkelanjutan terkendala karena Sulitnya komunikasi dengan narasumber, Padatnya jadwal narasumber dan data hasil laboratorium terlambat karena keterbatasan SDM dan alat penyaringan contoh sedimen terbatas. Pengembangan Rancangan NSPM (K) Bidang Lingkungan Keairan terkendala karena keterbatasan berkomunikasi dengan Narasumber terkait output kegiatan, Pedoman penyusunan Naskah Akademis atau Naskah Ilmiah sebagai penunjang penyusunan R-0 yang dianggap belum baku dan Penyampaian informasi kepada narasumber terkait pelaksanaan workshop dan naskah R-0 yang akan di koreksi tidak sesuai dengan jadwal yang di rencanakan sehingga harus dilakukan penjadwalan ulang. Penerapan Teknologi Pengolahan Air Baku Di Kawasan Perbatasan terkendala karena Lokasi yang cukup jauh, Cuaca di lokasi yang tidak menentu, pengadaan bahan material
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 113 | 147
3.1.3. Capaian Kinerja Terhadap Perencanaan Jangka Menengah Sejalan dengan penggambaran pencapaian kinerja Kementerian PU tahun 2014 terhadap target PK yang ditetapkan, evaluasi pencapaian kinerja terhadap target Renstra dan RPJMN 20102014 juga begitu penting untuk mengetahui seberapa besar pencapaian yang telah dilakukan hingga tahun kelima ini. Berikut ini dijelaskan capaian kinerja Kementerian PU dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dibandingkan dengan target RPJMN. Adapun mandat pelaksanaan RPJMN yang secara tegas ditentukan targetnya dan harus dipenuhi oleh Kementerian PU mencakup bidang infrastruktur pekerjaan umum (subbidang sumber daya air, subbidang bina marga, dan subbidang cipta karya) dan bidang penataan ruang. 3.1.3.1 Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum Subbidang Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air oleh Kementerian PU sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 mencakup dukungan pendayagunaan air dalam rangka ketahanan pangan, konservasi dan penyediaan air baku dalam rangka ketahanan air, dan pengurangan luas kawasan yang terkena dampak banjir. Tabel 3.61 Capaian Kementerian PU pada Subbidang Sumber Daya Air terhadap Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Operasi/ Pemeliharaan
Rehabilitasi
Pembangunan/ Peningkatan
No
Indikator
Satuan
Target RPJMN Renstra
Capaian 2010-2014
Gap RPJMN
Renstra
Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya Hektar Jaringan irigasi 129.380 425.000 426.235 +296.855 +1.235 Hektar Jaringan reklamasi rawa 10.000 225.000 202.386 +192.386 -22.614 Hektar Jaringan irigasi air tanah 70 sumur air 12.000 7.380 tanah
Jaringan tata air tambak Jaringan irigasi Jaringan rawa Jaringan irigasi air tanah
Hektar
Jaringan tata air tambak Jaringan irigasi Jaringan reklamasi rawa Jaringan irigasi air tanah
Hektar
Jaringan tata air tambak
Hektar
Hektar Hektar Hektar
Hektar Hektar Hektar
1.000 38.000 1.340.000 1.700.000 450.000 625.000 1.875 sumur/ 38.000 37.500 Ha 175.000 60.000 2.315.000 2.315.000 1.200.000 1.100.000 2.192 sumur/ 43.840 43.840 Ha 72.000
31.706 1.999.853 654.837 42.131 83.060 2.429.377 1.184.667 43.480 154.597
+659.853 +299.853 +204.837 +29.837
-91.940
+23.060
+114.377 -15.333
+84.667
+82.597
Pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ serta bangunan penampung air lainnya Waduk Waduk yang dibangun 11 selesai 21 waduk 21 waduk dilaksanakan dilaksanakan 1 dalam 8 selesai (11 selesai) peaksanaan Embung/situ/bangunan 158 730 1.074 +916 +344 Buah penampung air lainnya yang dibangun Waduk Waduk yang direhabilitasi 29 91 81 +52 -10
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 115 | 147
Untuk meningkatkan ketersediaan dan menjaga kelestarian air, sampai dengan tahun 2014 telah diselesaikan pembangunan 11 waduk yaitu waduk Gonggang (selesai tahun 2011), Rajui (2012), Marangkayu (2013), Payaseunara (2013), Jatigede (2014), Jatibarang (2014), Pandanduri (2014), Bajulmati (2014), Titab (2014), Diponegoro (2014) dan waduk Nipah (2014). Penyelesaian 11 waduk tersebut telah jauh melampaui target di dalam RPJMN maupun di dalam Renstra. Demikian halnya dengan waduk yang saat ini sedang dilaksanakan sebanyak 28 buah. Pencapaian ini telah menambah jumlah waduk yang berfungsi penuh di Indonesia dari 284 buah pada tahun 2009 menjadi 287 buah pada tahun 2014. Adapun untuk embung/situ dan bangunan penampung air lainnya telah dibangun sebanyak 1.074 buah yang juga jauh melampaui terget yang ditetapkan di dalam RPJMN maupun di dalam Renstra. Dengan demikian sampai akhir tahun 2014 jumlah embung/situ/bangunan penampung air lainnya akan mencapai 1.962 buah, meningkat tajam dari tahun 2009 sebanyak 887 buah. Untuk rehabilitasi waduk telah dilaksanakan sebanyak 82 buah yang juga melampaui target RPJMN, namun tidak mencapai target Renstra sebanyak 91 buah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala antara lain kesulitan di dalam mobilitas alat yang akan digunakan dan faktor kerusakan yang menghambat pelaksanaan kegiatan rehabilitasi.Sedangkan untuk rehabilitasi embung/situ dan bangunan penampung air lainnya telah melampuai target RPJMN maupun target Renstra yaitu sebanyak 317 buah telah berhasil direhabilitasi.
Subbidang Bina Marga (Jalan dan Jembatan) Penanganan jalan dan jembatan oleh Kementerian PU sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 mencakup pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan termasuk pembinaannya, serta fasilitasi jalan bebas hambatan dan perkotaan. Adapun capaian pada tahun 2014 terhadap target RPJMN selama lima tahun, maka terdapat gap yang menjadi kekurangan pada jumlah jalan yang dipreservasi sepanjang 3.377,82 Km, jumlah jalan yang ditingkatkan kapasitasnya (pelebaran) sepanjang 328 Km, dan jumlah jalan tol yang dibangun sepanjang 74,76 Km. Secara umum tidak tercapainya hal itu disebabkan oleh permasalahan dan ketidakpastian pembebasan lahan serta perubahan alokasi anggaran yang disebabkan oleh pemotongan/penghematan atau perubahan prioritas. Tabel 3.62 Capaian Kementerian PU pada Subbidang Bina Marga terhadap Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional No 1.
Substansi Inti/ Kegiatan Prioritas
Indikator
Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional Terjaganya kualitas jalan dan Jumlah jalan yang dipreservasi jembatan sepanjang 171.695 sepanjang: Km 171.695 Km Jumlah jembatan yang dipreservasi sepanjang: 602.944,40 meter Meningkatnya kapasitas dan Jumlah jalan yang ditingkatkan kualitas jalan sepanjang kapasitasnya (pelebaran)
AKUNTABILITAS KINERJA
Total Capaian 2010-2014
Gap
168.318,03
-3.377,82
1.301.203.13
+698.258,75
19.042,87
-328
Halaman 117 | 147
No.
Indikator
Satuan
6.
Peningkatan infrastruktur permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan
Kelurahan/ desa
Target RPJMN Renstra 30.787
36.361
Capaian 2010-2014 59.036
Gap s.d 2014 RPJMN Renstra +28.249
+22.675
Sumber: Laporan Kinerja DJCK tahun 2014
Jika dibandingkan dengan Renstra ataupun RPJMN, 6 (enam) indikator kinerja telah terealisasi dengan sangat memuaskan, yaitu diatas 100%. Apabila dibandingkan dengan target RPJMN, capaian indikator kinerja pembangunan rusunawa sampai dengan tahun 2014 telah mencapai 92,59% (-20 TB) dan revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan telah mencapai 108,31% (+102 kawasan). Tidak maksimalnya pencapaian RPJMN untuk pembangunan rusunawa, dikarenakan adanya keterbatasan anggaran untuk memenuhi target outputnya. Pada awalnya selisih Rusunawa tersebut akan dipenuhi melalui sisa lelang tahun 2014. Pencapaian sasaran peningkatan infrastruktur permukiman telah mencapai 162,36% terhadap target Rencana Strategis dan 181,76% (59.036 desa dari target 30.787 desa) terhadap RPJMN.
3.1.3.2 Bidang Penataan Ruang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 merupakan dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan nasional selama 5 (lima) tahun. Dokumen tersebut melingkupi berbagai area pembangunan termasuk didalamnya bidang penyelenggaraan penataan ruang dan bidang pembangunan perkotaan. Ditjen Penataan Ruang memiliki andil terhadap pencapaian target RPJMN 2010-2014 terutama untuk bidang penyelenggaraan penataan ruang dan pembangunan perkotaan. Dalam RPJMN 2010-2014, bidang penyelenggaraan penataan ruang memiliki 4 (empat) fokus prioritas yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4.
Penyesuaian peraturan perundangan sesuai amanat Undang-Undang Penataan Ruang; Peningkatan kualitas produk rencana tata ruang; Sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang; Peningkatan kesesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang.
Tabel 3.64 Capaian Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang RPJMN II (2010-2014) No I. 1. a.
2. a.
Fokus Prioritas/ Kegiatan Prioritas/Indikator
Target 2010-2014
Realisasi s.d 2014
Keterangan
Penyesuaian Peraturan Perundangan sesuai amanat Undang-Undang Penataan Ruang Penyiapan dan Penetapan Materi Peraturan Perundang-undangan dan NSPK Bidang Meningkatnya (Presentase) 60 NSPK 55 NSPK Backlog yang tidak dapat Penyelesaian PP Sesuai Amanat (91,67%) terpenuhi sebanyak 5 NSPK UU 26/2007 (8,33%) Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional Termasuk Melakukan Koordinasi dan Fasilitasi Proses Penetapan Dokumen-dokumen yang dihasilkan Meningkatnya Penyelesaian 7 RTR Pulau 7 RTR Pulau (100%) 1. Pencapaian Perpres RTR Perpres sesuai Amanat UU dan dan Pulau: seluruhnya telah
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 119 | 147
No
Fokus Prioritas/ Kegiatan Prioritas/Indikator
Target 2010-2014
Realisasi s.d 2014
Keterangan
2. a.
Pengembangan kapasitas dan pelembagaan penyelenggaraan penataan ruang Jumlah kegiatan bidang 29 29 Dilaksanakan melalui penataan ruang yang kegiatan Kegiatan penyelenggaraan diklat dan dilaksanakan (100%) peningkatan kapasitas kelembagaan, serta pembentukan jabfung penata ruang
III. 1.
Sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang Perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional termasuk melakukan koordinasi dan fasiltasi proses penetapan dokumen-dokumen yang dihasilkan Jumlah rencana tata ruang yang 33 32 Dilaksanakan melalui telah disinkronkan program Provinsi Provinsi di luar DKI penyelenggaraan kegiatan pembangunannya Jakarta SKPD Dekonsentrasi bidang (97%) penataan ruang di 32 provinsi. Untuk prov DKI Jakarta langsung ditangani oleh pusat Peningkatan kesesuaian pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang Pembinaan PPNS bidang Penataan Ruang Jumlah (orang) PPNS yang 500 600 orang Jumlah PPNS yang dilatih dibina orang (120%) hingga 2012 berjumlah 347 orang dan pada tahun 2013 jumlah PPNS yang dilatih berjumlah 96 orang. Pada tahun 2014, jumlah PPNS yang berhasil dibina sebanyak 157 orang. Perumusan Kebijakan, Program dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri serta Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Jumlah kegiatan evaluasi kinerja 40 40 Pelaksanaan kegiatan hingga pnyelenggaraan penataan ruang kegiatan Kegiatan tahun 2014: (100%) Penyusunan dokumen Renstra 2010-2014, (10 keg) Penyelenggaraan koordinasi penyusunan program tahunan, (10 keg) Administrasi kegiatan hibah LN, (10 keg) Penyiapan dokumen LAKIP dan PKPD, (10 keg)
a.
IV 1. a.
2. a.
Sumber: Laporan Kinerja DJPR tahun 2014
Capaian fokus prioritas penyesuaian peraturan perundangan sesuai amanat Undang-Undang Penataan Ruang sampai dengan tahun 2014 tercermin dari kinerja kegiatan prioritas penyiapan dan penetapan materi peraturan perundang-undangan dan NSPK Bidang sebanyak 55 NSPK (91,67%); perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional termasuk melakukan koordinasi dan fasilitasi proses penetapan dokumen-dokumen yang dihasilkan sebanyak 7 RTR Pulau (100%) dan 15 Perpres KSN (21,74%); fasilitasi penyusunan substansi raperda RTRW dan rencana rincinya melalui kegiatan Konsultan Manajemen Regional (KMR) sebanyak 26 KMR (2011), dan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) 6 KMW (2012).
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 121 | 147
Rp74,52 triliun. Kemudian, dengan adanya Luncuran/Pengurangan PHLN, Tambahan PNBP & Tambahan Tunjangan Kinerja Rp1,98 triliun, maka pagu DIPA akhir APBN-P tahun 2014 Kementerian PU adalah sebesar Rp76,50 triliun. Tabel 3.65 Kronologis Perubahan Alokasi Anggaran Kementerian PU tahun 2014 (dalam jutaan rupiah) PERUBAHAN ANGGARAN (Sesuai Surat Menteri Keuangan No. S-347/MK.02/2014 tanggal 14 Juni 2014 Perihal Perubahan Pagu Anggaran Belanja dlm APBN-P TA.2014) NO.
1
UNIT /PROGRAM
2
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 1 SEKRETARIAT JENDERAL Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian PU Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian PU INSPEKTORAT JENDERAL 2 (Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian PU) DITJEN PENATAAN RUANG 3 (Program Penyelenggaraan Penataan Ruang) DITJEN BINA MARGA 4 (Program Penyelenggaraan Jalan)
APBN 2014
3
Pemotongan Anggaran
4
REVISI RKA/KL (Perubahan Sumber Dana) Luncuran PNPM
PHLN
5
6
TOTAL PERUBAHAN ANGGARAN 7 ( 4+5+6)
NON APBN-P Luncuran/Pe ngurangan ALOKASI AKHIR PHLN, APBN-P 2014 Tambahan (Status, 31-12 2014) ALOKASI PNBP & RAPBN -P 2014 Tambahan Tukin 8 ( 3+8)
9
10 ( 8 + 9 )
84.148.109
(9.786.581)
6.080
154.636
(9.625.864)
74.522.245
1.979.333
76.501.578
824.844
(10.628)
-
-
(10.628)
814.216
825.536
1.639.751
452.228
(4.742)
-
-
(4.742)
447.486
825.536
1.273.021
372.616
(5.886)
-
-
(5.886)
366.730
-
366.730
105.604
(20.000)
-
-
(20.000)
85.604
-
85.604
1.219.105
(244.036)
-
-
(244.036)
975.069
-
975.069
43.042.219
(3.898.995)
-
150.720
(3.748.275)
39.293.945
972.538
40.266.483
DITJEN CIPTA KARYA 5 (Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman)
16.983.292
(2.874.377)
6.080
3.916
(2.864.381)
14.118.911
464.567
14.583.478
DITJEN SUMBER DAYA AIR (Program Pengelolaan Sumber Daya Air)
21.123.160
(2.717.947)
-
-
(2.717.947)
18.405.214
(275.778)
18.129.436
BALITBANG 7 (Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum)
494.975
(11.212)
-
-
(11.212)
483.764
4.492
488.256
354.909
(9.386)
-
-
(9.386)
345.523
(12.023)
333.500
6
9
BP. KONSTRUKSI (Program Pembinaan Konstruksi)
Sumber: Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Alokasi tersebut sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2013), namun demikian tetap menjadi salah satu kementerian dengan alokasi APBN terbesar diantara seluruh Kementerian/Lembaga. Kementerian PU telah mengembangkan sistem e-Monitoring yang dapat dipergunakan sebagai salah satu instrumen pengendalian kinerja dengan pendekatan keuangan yang dapat diandalkan. Oleh karena itu, realisasi anggaran dalam Laporan Kinerja Kementerian ini memanfaatkan data dan informasi yang berasal dari sistem tersebut, namun mengingat laporan yang sebenarnya harus disinkronkan dengan laporan keuangan, maka masih dapat dimungkinkan terjadinya sedikit perbedaan yang dapat ditemukan. Adapun berdasarkan sistem tersebut, pelaksanaan atau kinerja anggaran selama tahun 2014 apabila dibandingkan antara rencana dengan realisasinya (kurva-S) adalah sebagaimana berikut:
AKUNTABILITAS KINERJA
Halaman 123 | 147
BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Urusan di bidang pekerjaan umum tersebut mencakup pengelolaan sumber daya air, penanganan jalan dan jembatan, dan pengembangan infrastruktur permukiman, serta ditambah dengan penyelenggaraan penataan ruang, penyelenggaraan konstruksi. Dalam pelaksanaannya didukung dengan pengawasan internal, dukungan manajemen serta penelitian dan pengembangan. Pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian PU adalah dalam upaya mencapai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategis Kementerian 2010-2014. Laporan Kinerja Kementerian PU tahun 2014 menyajikan berbagai keberhasilan maupun kendala dalam upaya mencapai sasaran strategis pada tahun anggaran 2014. Sasaran strategis itu sendiri tercermin dalam Indikator Kinerja Utama Kementerian PU yang menjadi gambaran kinerja Kementerian secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya, berbagai kendala dan tantangan telah dilalui dan diatasi, sehingga sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan dapat dituntaskan. Hal itu sesuai dengan motto Kementerian PU, yaitu: “Bekerja Keras, Bergerak Cepat dan Bertindak Tepat” dan tercermin dari sebagian besar indikator kinerja yang dapat memenuhi target, walaupun masih terdapat juga sejumlah indikator kinerja yang belum optimal pencapaiannya. Adapun yang patut menjadi catatan penting adalah bahwa Indikator Kinerja Utama Kementerian PU –walaupun terdapat pula beberapa indikator kinerja yang sudah mencerminkan outcome– dalam mencapai sasaran strategisnya secara umum masih cenderung pada output yang dihasilkan. Hal tersebut mengakibatkan bahwa kinerja Kementerian sangat dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan melalui anggaran yang dialokasikan, sehingga kinerja organisasi secara utuh terhadap sasaran strategis belum terlihat secara nyata. Diharapkan dengan tersusunnya Laporan Kinerja ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat secara transparan dan akuntabel kepada seluruh pihak yang berkepentingan, (terutama terkait perencanaan kedepan) sehingga kemudian dapat memberikan feedback untuk peningkatan kinerja berikutnya.
4.2. Rekomendasi Berdasarkan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan kinerja Kementerian PU tahun 20102014 secara umum dan khususnya pada tahun 2014, maka terdapat beberapa hal yang membutuhkan perhatian dalam rangka peningkatan kinerja kedepan, yaitu: Perhatian dan langkah tindak yang diperlukan kedepan secara umum Kementerian PUPR
Merubah atau memperbaiki rumusan Indikator Kinerja Utama atau Indikator Kinerja Sasaran Strategis, terutama dengan terjadinya perubahan struktur organisasi akibat
PENUTUP
Halaman 127 | 147
Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) dan pedoman kendali mutu audit, serta pelibatan/partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan Agung dan Kepolisian) dalam penanganan tindak lanjut hasil pengawasan yang terkait dengan tindak pidana korupsi maupun dalam penanganan pengaduan masyarakat., serta dengan aparat pengawasan fungsional lainnya (BPKP dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk menghindari pemeriksaan yang berulang-ulang dalam satu objek pemeriksaan.
Perhatian dan langkah tindak yang diperlukan kedepan secara khusus bidang infrastruktur pekerjaan umum
Standar Operasional Prosedur untuk tiap-tiap jenis pekerjaan perlu disusun dan disahkan untuk mengikat tanggung jawab sehingga dapat diperoleh kinerja yang lebih baik. Pembatalan pembatalan Undang-Undang Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan judicial review, sehingga pengaturan terkait dikembalikan pada UU no 11/1974 tentang Pengairan. Beberapa kegiatan multiyears terkendala lambatnya izin yang dikeluarkan. Hal ini perlu diantisipasi sehingga seluruh kegiatan dapat dilaksanakan tepat waktu. Selain itu, koordinasi dalam satu BBWS/BWS yang terdiri dari beberapa satker perlu ditingkatkan agar seluruh pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Mengantisipasi sejumlah penyebab kerusakan dini pada infrastruktur jalan. Dimana menurut hasil kajian pada tahun 2011 kerusakan secara umum adalah: i) untuk perkerasan lunak: diakibatkan oleh: overload (47%), pemeliharaan (20%), kualitas konstruksi (15%), faktor desain dan lainnya (18%); dan ii) untuk perkerasan kaku, diakibatkan oleh: overload (38%); kualitas konstruksi (29%); pemeliharaan (5%); faktor desain dan lainnya (29%). Khusus untuk Jalur Pantai Utara dan Lintas Timur, berdasarkan hasil survey WIM (Weight In Motion) didapatkan bahwa kelebihan muatan di Pantura dan Jalintim berkisar antara 10% s/d 100% dengan rata-rata 60% dari beban standar. Hal tersebut mengakibatkan umur rencana jalan yang semula 10 tahun mengalami penurunan signifikan menjadi 1,1 tahun; Meningkatkan kerjasama yang lebih baik dengan pemerintah daerah dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang bagian-bagian jalan serta tata ruang sepanjang jalan nasional. Hal ini terutama terkait dengan hambatan samping di jalan nasional yang masih tinggi, seperti masih banyaknya jalan atau bahkan persil (bidang tanah dengan batas tertentu) yang mengakses langsung ke jalan nasional. Selain itu masih banyaknya kegiatan lokal yang tumbuh di sepanjang jalan nasional, sehingga menyebabkan kecepatan tempuh di jalan nasional tidak sesuai dengan rencana; Menyempurnakan konsep intermoda dalam angkutan penumpang dan barang di Indonesia, dimana menurut kajian Sistem Logistik Nasional (Sislognas) oleh Pusat Pengkajian Logistik dan Sistem Rantai Pasok Institut Teknologi Bandung bahwa sektor jalan masih mempunyai sharing berkisar 84,13% untuk pengangkutan penumpang dan 90,34% untuk pengangkutan barang. Fasilitasi penguatan kelembagaan stakeholder di daerah (pemerintah daerah dan masyarakat) dalam penerimaan ataupun pemanfaatan infrastruktur terbangun,
PENUTUP
Halaman 129 | 147
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Halaman 131 | 147
Tabel Rencana Kinerja Tahun 2014 No
Sasaran Strategis
1
Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa
2
Meningkatnya Keberlanjutan dan Ketersediaan Air untuk Memenuhi Berbagai Kebutuhan
Indikator Kinerja Utama Luas Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) Kapasitas Tampung Sumber Air yang Dibangun/ Ditingkatkan dan Dijaga/ Dipelihara Prosentase Pencapaian Penyelenggaraan Pengelolaan SDA Terpadu oleh Balai-Balai SDA
3
Berkurangnya Luas Kawasan yang Terkena Dampak Banjir
4
Meningkatnya Kualitas Layanan Jalan Nasional dan Pengelolaan Jalan Daerah
Debit Air Layanan Sarana/Prasarana Air Baku untuk Memenuhi Kebutuhan Domestik, Perkotaan dan Industri dibangun/ ditingkatkan dan dioperasikan/dipelihara) Luas Kawasan yang Terlindung dari Bahaya Banjir (dibangun/ditingkatkan dan operasi/ pemeliharaan) Tingkat Kemantapan Jalan Tingkat Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Menuju 60% Kondisi Mantap Tingkat Penggunaan Jalan Nasional
5
6
Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi Permukiman Perkotaan
Panjang Peningkatan Struktur/ Pelebaran Jalan Panjang Jalan Baru yang Dibangun Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum Peningkatan Jumlah Pelayanan Sanitasi Jumlah Pemda/PDAM yang Dibina Kemampuannya
7
8
Meningkatnya Kualitas Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Meningkatnya Kualitas Infrastruktur Permukiman Perdesaan/Kumuh/ Nelayan dengan Pola Pemberdayaan Masyarakat
Jumlah Rusunawa yang Dibangun
Target 137.486,68 ha (dibangun/ditingkatkan) 3.458.840 ha (dioperasikan/dipelihara) 133.948.541,46 m3 (dibangun/ditingkatkan) 194.723.000 m3 (dioperasikan/dipelihara) 15 Wilayah Sungai 9 Wilayah Sungai 16,43 m3/detik (dibangun/ditingkatkan) 44,75 m3/detik (dioperasikan/dipelihara) 22.096 ha (dibangun/ditingkatkan) 200.000 ha (dioperasikan/dipelihara) 94 % 100 % 91,55 Milyar Kendaraan Kilometer 4.459 Km 129 Km 8.179 Liter/detik 308 IKK 66 Kawasan 45 Kabupaten/Kota 42 PDAM 30 Twin Block
Jumlah Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan yang Direvitalisasi
55 Kawasan
Jumlah Kelurahan/Desa yang Ditingkatkan Infrastruktur Permukiman Perdesaan/ Kumuh/Nelayan
10.000 Desa
No
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
9
Terwujudnya Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan dan Standarisasi Teknis Bidang Penataan Ruang
Jumlah Rencana Tata Ruang dan Rencana Terpadu Program Pengembangan Infrastruktur Jangka Menengah Pulau/ Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional Jumlah Propinsi/Kabupaten/ Kota yang Mendapat Pembinaan Penyelenggaraan Penataan Ruang
10
Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN)
Jumlah Dokumen Perencanaan dan Pemrograman (Jangka Menengah dan Tahunan)
Penyusunan Dokumen Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) dan Laporan Triwulan
11
12
Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, Informasi dan Komunikasi Publik
Jumlah Peraturan PerundangUndangan Bidang PU dan Permukiman Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang Mendapat Pendidikan dan Pelatihan Jumlah Pegawai yang Terlayani Administrasi Kepegawaian serta Jumlah Tata Laksana Standar Operasional Prosedur (SOP) yang Disusun Jumlah Peta Profil Infrastruktur dan Jaringan Local Area Network (LAN) Jumlah Layanan Informasi Publik
13
14
Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa Konstruksi Pusat dan Daerah
Luas Bangunan Gedung Kantor Kementerian PU yang Ditingkatkan dan Dipelihara Prosentase Menurunnya Tingkat Kebocoran dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU Prosentase Menurunnya Temuan Administratif dalam Pembangunan Infrastruktur di Lingkungan Kementerian PU Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Terbina Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Jumlah Sumber Daya Manusia
Target 7 RAPERPRES 14 RPI2JM 12 RR RTRW Kabupaten 11 RR RTRW Kota 8 Renja Satminkal 1.315 RKAKL 1 RKP 1 Nota Keuangan 21 Dokumen Kajian Kebijakan 1 Laporan Keuangan Kementerian 11 Dokumen Evaluasi 3 Laporan BMN Kementerian PU 20 Dokumen 7.168 Pegawai 30.129 Pegawai 13 SOP 588 Peta Tematik 4.000 Orang 230 Buku 190 Temu Pers 37.623 m² 1 Unit Gedung 60 %
50 %
4 Provinsi 56 Kabupaten/ Kota 15.000 Orang
No
15
Sasaran Strategis
Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai
Indikator Kinerja Utama (SDM) Jasa Konstruksi yang Terlatih Tingkat Daya Saing Industri Konstruksi Nasional dalam Skala Global Prosentase IPTEK yang Masuk Bursa Teknologi Bidang PU Prosentase penambahan SPMK yang diberlakukan oleh Menteri PU Prosentase Pelayanan Teknis yang Diterima Stakeholder Prosentase Teknologi Tepat Guna yang Digunakan oleh Stakeholder
Target
1 Point Infrastructure GCI 28,26 % 30,00 % 50,85 % 32,48 %