KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013
Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia hingga akhir 2012 masih cukup tinggi diikuti oleh terkendalinya tekanan inflasi. Masih kuatnya pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh permintaan domestik sehingga berdampak positif bagi kinerja sektor utama di daerah seperti sektor industri di Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta, serta sektor pertanian di Kawasan Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di samping itu, penyaluran kredit perbankan yang masih tumbuh cukup tinggi di daerah turut berkontribusi pada kuatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi cenderung tertahan karena kinerja ekspor di seluruh kawasan yang belum menunjukkan perbaikan yang berarti akibat masih lemahnya permintaan dunia. Perkembangan terakhir bahkan mengindikasikan terdapat beberapa daerah yang mengalami perlambatan ekonomi yang cukup signifikan terkait menurunnya kinerja sektor pertambangan akibat rendahnya harga komoditas tambang di pasar global. Gambar 1: Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Triwulan IV-2012
*) Angka Estimasi Pertumbuhan PDRB dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI di masing-masing daerah
Untuk keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi nasional masih ditopang oleh kontribusi ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang tetap besar, disertai kontribusi ekonomi KTI mengalami peningkatan. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera yang cenderung melambat pada 2012 menyebabkan kontribusinya pada perekonomian nasional juga sedikit mengalami penurunan. Kontribusi ekonomi KTI yang meningkat didorong oleh menguatnya aktivitas domestik di kawasan ini. Dengan perkembangan tersebut, dalam sepuluh tahun terakhir, disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Indonesia cenderung mengecil dengan peran KTI yang relatif meningkat. Inflasi di berbagai daerah pada tahun 2012 dapat terjaga pada tingkat yang relatif rendah sehingga mendukung tercapainya sasaran inflasi nasional (4,5±1%). Pencapaian sasaran inflasi nasional tersebut didukung oleh perkembangan inflasi di berbagai kawasan yang terkendali. Kawasan Sumatera mencatat inflasi yang lebih rendah dari historisnya dan berada cukup jauh di bawah inflasi kawasan lainnya. Terjaganya inflasi didukung terkelolanya permintaan domestik selaras dengan kapasitas produksi, membaiknya ekspektasi inflasi dan terjaganya nilai tukar rupiah. Selain itu, inflasi yang rendah juga didukung oleh kecukupan pasokan pangan karena kenaikan produksi dan kelancaran distribusi, serta minimalnya kenaikan barang dan jasa yang dikendalikan Pemerintah. Dalam kaitan ini, koordinasi kebijakan yang semakin solid antara Bank Indonesia dengan Pemerintah, baik di tingkat Pusat dan Daerah khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI dan TPID), juga memiliki peran yang penting dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi 2012.
Kajian Ekonomi Regional
|1
Gambar 2: Peta Perkembangan Inflasi Volatile Food di Daerah dan Penyebaran TPID, Triwulan IV-2012
*) TPID di tingkat Provinsi telah terbentuk di seluruh (33) Provinsi
Prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada tahun 2013 diprakirakan membaik ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi di daerah pada tahun 2013 secara agregat diprakirakan berada di dalam kisaran 6,3-6,8%. Membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh pertumbuhan di KTI yang diprakirakan meningkat. Namun, prospek ekonomi juga masih disertai tantangan yang cukup berat baik dari eksternal maupun domestik. Di sisi eksternal, prospek pemulihan ekonomi global yang masih rentan dan dibayangi ketidakpastian, berpotensi memberikan tekanan pada kinerja ekspor daerah. Tantangan di sisi domestik antara lain terkait kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dan upah minimum provinsi (UMP) yang naik signifikan berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha dan inflasi, meskipun di sisi lain dapat memberikan jaminan yang lebih baik bagi kesejahteraan buruh. Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, perlu langkah-langkah kebijakan di daerah untuk memperkuat daya saing investasi, penyerapan pasar domestik dan inovasi produk, serta pengembangan pasar ekspor baru. Inflasi di berbagai daerah pada 2013 diprakirakan dapat terjaga di kisaran yang mendukung pada pencapaian sasaran inflasi nasional (4,5±1%). Prospek inflasi yang terkendali tersebut didukung oleh prakiraan peningkatan pasokan pangan dan terkelolanya permintaan sesuai dengan kapasitas perekonomian. Meskipun demikian, beberapa hal yang perlu dicermati antara lain terkait dampak kenaikan UMP pada harga-harga umum, harga energi dan beberapa rencana penerapan kebijakan harga barang dan jasa lainnya. Khusus untuk KTI, perkembangan harga bahan pangan yang cenderung terakselerasi pada akhir 2012 perlu dicermati lebih lanjut agar lebih terkendali pada tahun 2013. Menghadapi hal tersebut, langkah-langkah antisipasi yang terkoordinasi di daerah, khususnya melalui TPID di daerah, perlu terus diperkuat untuk menjaga stabilitas harga.
Kajian Ekonomi Regional
|2
A. Perkembangan Terkini Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia diperkirakan masih berada di tingkat yang cukup tinggi ditengah perlambatan ekonomi global yang masih berlanjut. Perekonomian Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta dengan karakteristik sektor utama yang serupa, pada triwulan IV 2012 diperkirakan tumbuh relatif stabil masing-masing di kisaran 6,6% dan 6,4%. Pertumbuhan ekonomi di dua kawasan ini terutama bersumber dari kinerja sektor industri yang masih cukup kuat sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Hal ini tercermin dari perkembangan volume impor bahan baku dan indeks produksi beberapa barang manufaktur yang cenderung meningkat. Masih kuatnya permintaan domestik terindikasi dari indeks perdagangan dan pertumbuhan kredit konsumsi di kawasan ini yang masih cukup tinggi. Meski demikian, melemahnya permintaan global berpengaruh pada perkembangan ekspor produk manufaktur dari Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang masih berada dalam tren yang menurun, terutama untuk produk tekstil dan bahan kimia. Kondisi ini menyebabkan Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta secara kumulatif mencatat net-impor yang semakin besar pada 2012 dibanding tiga tahun terakhir. Grafik 1. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur di Kawasan Jawa dan Jakarta
Grafik 2. Perkembangan Volume Impor Bahan Baku di Kawasan Jawa dan Jakarta
Grafik 3. Nilai Kumulatif Ekspor-Impor (Januari- November) Kawasan Jawa dan Jakarta
Grafik 4. Indeks Produksi Beberapa Barang Manufaktur
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan IV 2012 diperkirakan sekitar 5,4% (yoy) atau sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya (5,2%,yoy), sementara ekonomi Sumatera dalam periode yang sama diperkirakan tumbuh lebih lambat yakni menjadi sekitar 5,7% (yoy) dari sebelumnya 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi di kedua kawasan dengan karakteristik sektor penggerak ekonomi yang relatif sama, pada triwulan terakhir 2012 terutama bersumber dari peningkatan kinerja produksi sektor pertanian, khususnya perkebunan (sawit) dan tanaman bahan makanan (tabama). Masa panen sawit pada triwulan IV 2012 mencatat hasil produksi lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, terutama karena adanya tambahan produksi dari hasil peremajaan sawit disertai faktor cuaca yang kondusif. Selain itu, terdapat peningkatan produksi tabama yang cukup besar di beberapa daerah sentra produksi di Sumatera dan KTI sebagaimana Angka Ramalan II BPS. Sementara itu, kinerja ekspor crude palm oil (CPO) masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti karena rendahnya harga komoditas di pasar ekspor. Peningkatan produksi sawit dan CPO lebih banyak didorong oleh penyerapan pasar domestik yang masih kuat.
Kajian Ekonomi Regional
|3
Peningkatan kinerja ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera cenderung tertahan oleh terbatasnya kinerja sektor pertambangan di kedua kawasan tersebut. Hal ini terutama terjadi di Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Timur yang mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, terbatasnya kinerja sektor pertambangan juga dipengaruhi oleh kendala teknis di beberapa lokasi tambang utama serta adanya langkah perusahaan yang sementara waktu lebih fokus pada pengembangan lokasi tambang baru. Meski demikian, masih kuatnya aktivitas domestik disertai kembali normalnya kegiatan penambangan di Papua yang sempat terhenti selama beberapa waktu pada 2011, kinerja ekonomi KTI pada 2012 dapat tumbuh sedikit lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini mendorong membaiknya kontribusi KTI dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, kinerja Kawasan Sumatera untuk keseluruhan tahun diperkirakan melambat karena pengaruh melemahnya kinerja ekspor. Grafik 5. Perkembangan Volume Ekspor SDA di Kawasan Sumatera dan KTI
Masih kuatnya perekonomian di daerah juga ditopang oleh pertumbuhan kredit perbankan yang cukup tinggi di seluruh kawasan. Hingga awal triwulan IV 2012, pertumbuhan kredit perbankan di Kawasan Jawa dan Jakarta masing-masing tumbuh 24,7% dan 21,2% (yoy) yang terutama didorong oleh peningkatan kredit modal kerja dan tetap kuatnya kredit konsumsi. Di lihat secara sektoral, peningkatan kredit di Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta terutama terjadi pada sektor industri dan sektor perdagangan. Di KTI dan Kawasan Sumatera, kredit perbankan tumbuh masing-masing sebesar 25,2% (yoy) dan 23,3% (yoy). Peningkatan kredit di KTI terutama didorong oleh kredit konsumsi dan secara sektoral terutama kepada sektor perdagangan dan sektor industri. Sementara itu, peningkatan kredit di Kawasan Sumatera terutama pada jenis modal kerja dan secara sektoral peningkatan kredit di terutama terjadi di sektor perdagangan dan sektor pertanian. Grafik 7. Perkembangan Inflasi Kawasan
Grafik 6. Perkembangan Produksi Batu Bara
Grafik 8. Disagregasi Inflasi Kawasan
Inflasi IHK di berbagai daerah selama 2012 tercatat terjaga pada level yang cukup rendah sehingga mendukung tercapainya sasaran inflasi nasional (4,5±1%). Pencapaian sasaran inflasi nasional tersebut didukung oleh perkembangan inflasi di berbagai kawasan yang terkendali. Sumatera mencatat inflasi yang lebih rendah dari historisnya dan berada cukup jauh dibawah inflasi kawasan lainnya. Terjaganya inflasi didukung terkelolanya permintaan selaras kapasitas produksi, terjaganya ekspektasi inflasi dan nilai tukar. Selain itu, inflasi yang rendah juga didorong oleh pasokan pangan yang memadai karena produksi yang lebih baik dan Kajian Ekonomi Regional
|4
lancarnya distribusi, serta minimalnya kenaikan barang dan jasa yang dikendalikan Pemerintah. Dalam kaitan ini, koordinasi kebijakan yang semakin solid antara Bank Indonesia dengan Pemerintah, baik di tingkat Pusat dan Daerah khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI dan TPID), turut berperan penting dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi.
B. Prospek Perekonomian Daerah
Prospek pertumbuhan ekonomi daerah pada 2013 secara umum membaik. Prospek ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta didukung kuatnya permintaan domestik dan perbaikan kinerja ekspor manufaktur. Meningkatnya volume impor bahan baku mengindikasikan optimisme pelaku usaha terhadap masih akan kuatnya permintaan domestik. Selain itu, permintaan ekspor diperkirakan membaik seiring dengan pemulihan ekonomi global. Meski demikian, prospek perbaikan kinerja ekspor manufaktur diperkirakan masih rentan dipengaruhi ketidakpastian dinamika pemulihan global. Beberapa faktor risiko lainnya yang akan membayangi prospek ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta antara lain terkait dengan dampak implementasi kenaikan harga energi untuk industri dan implikasi dari penerapan UMP yang naik signifikan.
Ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera diprakirakan mulai kembali mengalami peningkatan pada paruh kedua 2013 didukung terutama oleh perbaikan kinerja ekspor. Hal ini sejalan dengan indikasi pemulihan ekonomi global walaupun masih disertai tingginya ketidakpastian. Permintaan ekspor yang membaik berdampak pada peningkatan kinerja produksi di sektor pertambangan dan perkebunan di dua kawasan ini. Disamping itu, peningkatan produksi tambang didukung oleh adanya perluasan lahan tambang (tembaga) yang dilakukan selama tahun 2012. Langkah pemerintah untuk mendorong akselerasi implementasi proyek-proyek terkait MP3EI di luar Jawa pada 2013 diperkirakan dapat mendorong peningkatan kinerja ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera lebih lanjut.
Sementara itu, prospek perkembangan inflasi IHK 2013 di berbagai daerah diperkirakan masih akan terjaga pada kisaran sasaran inflasi nasional, yakni 4,5%±1%. Beberapa faktor yang diperkirakan dapat memengaruhi inflasi tetap berada di kisaran sasarannya antara lain terkait dengan prospek harga komoditas global yang masih akan rendah, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta prospek peningkatan produksi bahan pangan. Kementerian Pertanian memprakirakan kenaikan produksi padi sekitar 4,5% pada tahun 2013. Namun, sejumlah faktor risiko terutama terkait harga energi dan rencana penerapan kebijakan harga barang dan jasa lainnya (cukai rokok, tarif tol, dll.) berpotensi meningkatkan tekanan inflasi. Selain itu, perkembangan harga bahan pangan di KTI yang cenderung terakselerasi sejak paruh kedua 2012, serta potensi gangguan terhadap kelancaran distribusi terutama karena kendala cuaca perlu dicermati lebih lanjut. Menghadapi hal tersebut, diperlukan langkahlangkah antisipasi yang terkoordinasi guna menjaga ekspektasi inflasi masyarakat, dan upaya terpadu terkait pembenahan sistem logistik nasional dalam rangka mempertahankan stabilitas harga.
Risiko tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan UMP yang signifikan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dampak kenaikan upah minimum terhadap kenaikan harga jual cenderung terjadi di industri alat angkutan dan mesin, industri makanan dan minuman, serta industri tekstil dan alas kaki. Meski demikian, hasil survei juga mengindikasikan terdapat sejumlah perusahaan yang akan menempuh penyesuaian strategi bisnis dan melakukan efisiensi untuk meminimalkan dampak kenaikan UMP. Hal lain yang perlu dicermati terkait kenaikan upah yaitu meningkatnya disparitas upah minimum antar daerah yang berpotensi mendorong migrasi penduduk dan beralihnya tenaga kerja di sektor primer ke sektor tersier yang tingkat upahnya lebih tinggi.
Kajian Ekonomi Regional
|5
C. Isu Khusus: Desentralisasi Fiskal dan Resiliensi Ekonomi
Selama satu dekade terakhir penerapan otonomi daerah, transfer pemerintah pusat ke daerah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Transfer ke daerah, khususnya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), memiliki peran yang semakin besar pada anggaran belanja daerah (APBD). Namun, dalam periode yang sama terlihat bahwa peningkatan DAU lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada 2011, secara rata-rata alokasi belanja pegawai di daerah mencapai 44% dari APBD. Di beberapa daerah tertentu bahkan belanja pegawai memiliki alokasi yang sangat besar terhadap keseluruhan belanja (hampir mencapai 60%). Dibandingkan dengan PDRB, pangsa belanja pegawai menunjukkan peningkatan di seluruh wilayah. Sebaliknya, pangsa belanja modal dalam PDRB relatif rendah dan tidak banyak mengalami perubahan yang berarti, bahkan di sebagian besar wilayah justru cenderung menurun.
Besarnya alokasi DAU dan belanja pegawai memiliki hubungan yang positif dengan kenaikan pendapatan perkapita walaupun dengan angka korelasi yang kecil. Hal ini ditunjukkan oleh pola sebaran alokasi DAU yang terkonsentrasi di sejumlah daerah yang memiliki pangsa alokasi belanja pegawai yang besar, namun tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan per-kapita di daerah tersebut. Bahkan terdapat daerah yang menerima alokasi DAU cukup besar namun relatif tidak mengalami kenaikan pendapatan per-kapita.
Tabel 1. Pangsa Belanja Daerah terhadap PDRB Pangsa thdp PDRB,%
Kawasan/Wilayah Sumatera
Belanja Daerah 2001
Belanja Brg & Jasa
2011
2001
2011
Belanja Pegawai 2001
2011
Belanja Modal 2001
2011
6,71
9,70
1,39
3,12
2,79
4,30
2,53
2,29
Ba g Uta ra
6,72
11,48
1,21
3,91
3,07
5,20
2,44
2,38
Ba g Tenga h
6,41
7,88
1,44
2,52
2,11
3,34
2,86
2,02
Ba g Sel a ta n
7,20
11,05
1,57
3,34
3,55
5,05
2,09
2,66
DKI Jakarta
2,60
2,84
1,01
1,03
0,76
0,99
0,83
0,82
Jawa
5,19
6,54
1,11
2,27
2,72
3,27
1,36
1,00
Ba g. Ba ra t
4,37
5,84
1,11
2,19
2,06
2,69
1,20
0,97
Ba g. Tenga h
7,35
8,65
1,59
2,66
4,27
4,86
1,50
1,13
Ba g. Ti mur
4,78
6,06
0,82
2,12
2,51
2,97
1,46
0,96
10,19
16,49
2,52
5,40
4,10
6,82
3,56
4,27
14,51
19,57
3,17
5,97
6,74
10,04
4,61
3,56
7,52
11,14
2,16
3,74
2,14
3,98
3,22
3,43
12,19
22,94
2,76
7,55
5,83
9,63
3,60
5,76
KTI Ba l nus tra Ka l i ma nta n Sul a mpua
Sumber: Kementerian Keuangan dan BPS (data diolah)
Analisis perkembangan terkini ekonomi daerah ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 4 Januari 2013 di Jakarta. Pertemuan dilakukan setiap triwulannya untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai masukan penting dalam perumusan kebijakan moneter di Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional
|6
LAMPIRAN INDIKATOR PILIHAN EKONOMI REGIONAL Kawasan/Wilayah
2009
2011
2010
Tw I
Tw II
2012
Tw III
Tw IV
Total
Tw I
Tw II
Tw III *
Tw IV f
Total
Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy)1 SUMATERA
3,5
5,6
5,9
6,1
6,0
6,0
6,0
5,9
5,8
5,9
5,7
5,8
Sumatera Bag. Utara
2,5
5,5
6,2
6,5
6,4
6,0
6,3
6,1
6,1
5,9
6,0
6,0
Sumatera Bag. Tengah
3,6
5,4
5,6
5,5
5,5
5,5
5,4
5,5
5,3
5,8
5,4
5,6
Sumatera Bag. Selatan
4,4
5,8
6,1
6,8
6,3
7,0
6,5
6,3
6,1
6,0
5,8
6,1
JAKARTA
5,0
6,5
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,4
6,7
6,4
6,4
6,5
JAWA
4,7
6,2
7,1
6,6
6,6
6,7
6,6
6,6
6,7
6,6
6,5
6,6
Jawa Bag. Barat
4,3
6,1
7,5
6,2
6,4
6,3
6,5
6,3
6,4
6,2
6,1
6,3
Jawa Bag. Tengah
5,1
5,7
6,3
6,1
6,1
6,6
6,0
6,1
6,3
6,2
6,3
6,3
Jawa Bag. Timur
5,0
6,7
7,2
7,3
7,1
7,1
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,1
8,0
6,2
5,7
5,8
5,6
4,7
5,5
7,1
7,0
5,2
5,4
6,0
Balnustra
6,3
5,8
3,3
3,0
3,6
2,9
3,2
3,3
5,2
3,3
4,8
4,1
Kalimantan
3,4
5,4
4,2
4,5
5,1
5,8
4,9
6,1
5,6
4,2
3,7
4,9
Sulampua
8,9
7,3
8,8
8,8
7,2
4,2
7,1
9,9
9,6
7,4
7,8
8,1
KTI
Kawasan/Wilayah Inflasi (%, yoy)
2009
2010
2011 Mar
Jun
2012 Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2
SUMATERA
2,4
7,8
7,5
5,5
6,1
4,0
3,8
5,0
3,4
3,5
Sumatera Bag. Utara
2,7
7,8
7,3
5,0
6,9
3,6
3,8
5,4
2,8
3,5
Sumatera Bag. Tengah
1,9
7,8
7,5
5,0
6,0
4,2
3,7
5,1
3,7
3,3
Sumatera Bag. Selatan
2,8
7,9
7,7
6,6
5,5
4,0
3,7
4,4
3,6
3,7
JAKARTA
2,3
6,2
6,0
5,4
4,6
4,0
4,1
4,1
4,0
4,5
JAWA
2,7
6,7
6,4
5,1
3,9
3,4
3,6
4,3
4,6
4,2
Jawa Bag. Barat
2,3
6,5
6,0
4,7
3,5
3,2
3,4
4,1
4,8
4,0
Jawa Bag. Tengah
3,3
7,0
6,3
4,9
3,7
2,9
3,5
4,5
4,4
4,2
Jawa Bag. Timur
3,4
7,1
7,4
6,3
4,9
4,3
4,0
4,6
4,5
4,5
3,9
7,6
7,1
6,9
4,6
4,2
4,9
5,0
5,1
5,2
Balnustra
4,4
9,0
8,0
6,7
5,0
4,8
5,7
5,8
5,2
4,6
Kalimantan
3,9
8,1
7,7
7,5
6,0
5,3
5,9
5,6
5,3
5,8
Sulampua
3,7
6,4
6,2
6,4
3,3
2,9
3,7
4,2
4,8
5,0
KTI
* Angka sangat sementara f Proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi 1
Sumber: BPS (data diolah).
2
Sumber: BPS (data diolah).
Kajian Ekonomi Regional