Triwulan IV-2007
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV - 2007
1 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahuwata»ala yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Banten yang secara rutin triwulanan dilakukan dapat diselesaikan. Buku kajian Ekonomi regional berisi potret perkembangan ekonomi dan perbankan di Banten yang di era otonomi daerah keberadaannya dirasakan semakin penting. Tujuan dari penyusunan buku laporan triwulanan ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholder tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Banten, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Banten. Cakupan kajian di dalam buku KER cukup luas, yaitu meliputi kajian perkembangan ekonomi regional, inflasi, perbankan, keuangan daerah, perkembangan kesejahteraan dan outlook perekonomian satu triwulan ke depan. Berdasarkan asesmen pada triwulan IV-2007, akselerasi pertumbuhan ekonomi Banten masih berlanjut, inflasi mengalami relatif stabil, fungsi intermediasi perbankan masih tumbuh relatif lambat namun kegiatan lembaga keuangan non bank menunjukkan perkembangan yang cukup tinggi. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat menunjukkan perbaikan, walaupun belum cukup signifikan. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas kajian buku ini. Untuk itu masukan dan terutama supply data terkini, serta kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini. Jakarta, 30 Januari 2008 BIRO KEBIJAKAN MONETER
Hendar 2 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman 5
BAB I. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
halaman 11
Sisi Permintaan
halaman 11
Sisi Penawaran
halaman 20
BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI BANTEN
halaman 31
Inflasi Banten triwulan IV-2007
halaman 31
Inflasi Berdasarkan Kelompok
halaman 32
Inflasi Berdasarkan Inflasi Inti dan Non Inti (y-o-y)
halaman 38
BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN KLIRING
halaman 43
Intermediasi Perbankan
halaman 43
Resiko Kredit Perbankan
halaman 49
Resiko Likuiditas Perbankan
halaman 51
Resiko Pasar
halaman 52
Kredit UMKM (Lokasi Proyek)
halaman 52
Transaksi Kliring
halaman 55
BAB IV. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
halaman 59
Ketenagakerjaan
halaman 59
Upah
halaman 63
Kemiskinan
halaman 64
Indeks Kesengsaraan
halaman 65
Indeks Pembangunan Manusia
halaman 66
Kesenjangan Ekonomi
halaman 68
3 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB V. KEUANGAN DAERAH
halaman 71
Perkembangan Realisasi APBD 2007
halaman 71
Arah pembangunan Banten
halaman 74
BAB VI. OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI
halaman 77
Pertumbuhan Ekonomi Banten Triwulan I-2008
halaman 77
Inflasi
halaman 85
BAB VII. KESIMPULAN DAN USULAN TINDAK LANJUT
halaman 91
LAMPIRAN
halaman 93
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8868, 381-8199 Fax. 021-386-4929, 345-2489 Email : BKM
[email protected] Web site : www.bi.go.id 4 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Ringkasan Eksekutif Beberapa indikator makro ekonomi regional di Banten menunjukkan perkembangan yang membaik walaupun tingkat inflasi relatif masih cukup tinggi tinggi. Perbaikan beberapa indikator tersebut makro antara lain tercermin pada angka pertumbuhan ekonomiΩ; perkembangan indikator kesejahteraan; dan perkembangan kegiatan bank masih menunjukkan trend yang membaik. Akseleresi pertumbuhan ekonomi di Banten berlanjut di triwulan IV 2007. Perekonomian tumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian kualitas pertumbuhan ekonomi belum seperti yang diharapkan karena pertumbuhan ekonomi lebih didorong oleh pertumbuhan konsumsi sementara investasi tumbuh relatif rendah. Hal ini juga tercermin di sisi penawaran, sektor yang tumbuh tinggi adalah sektor yang relatif padat modal sehingga penyerapan tenaga kerja terbatas dan kesenjangan pendapatan bahkan meningkat. Inflasi triwulanan masih cukup tinggi, namun demikian secara tahunan menurun antara lain karena lebih stabilnya inflasi inti, walaupun di sisi lain inflasi non inti masih menghadapi tekanan. Kegiatan di sektor keuangan, khususnya fungsi intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan dan kinerja yang masih membaik dan disertai dengan perkembangan yang membaik di sisi sistem pembayaran non tunai. Sementara itu beberapa indikator kesejahteraan mengalami perbaikanΩ; antara lain adalah pengangguran menurunΩ; kemiskinan menurunΩ; upah riil meningkat, walaupun untuk upah pekerja yang penghasilannya relatif subsistem peningkatannya relatif masih terbatasΩ; dan sejalan dengan perkembangan positif di atas maka indeks pembangunan manusia diperkirakan membaik.
Perkembangan Makro Regional Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV terutama didukung oleh peningkatan konsumsi masyarakat dan indikasi adanya perbaikan di investasi, sementara net ekspor impor diperkirakan tumbuh lambat. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2007 diperkirakan mencapai 6,2% (y-o-y), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Konsumsi meningkat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang membaik, khususnya untuk golongan menengah ke atas dan ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian yang semakin baik serta didukung oleh pembiayaan yang meningkat. Peningkatan konsumsi antara lain 5 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
didukung oleh data prompt, hasil survei, dan kenaikan upah. Beberapa prompt yang mendukung terutama adalah peningkatan konsumsi barang tahan lama, seperti pembelian mobil, motor, barang elektronik dan lainnya. Survei yang mengkonfirmasi adalah survei konsumen yang angka indeksnya meningkat. Sementara itu, kenaikan upah riil tercermin pada hasil survei Human Resources Development Club dan survei upah BPS. Investasi swasta diperkirakan meningkat, namun demikian investasi pemerintah daerah diperkirakan masih rendah rendah. Faktor yang mempengaruhi peningkatan investasi swasta adalah pertumbuhan ekonomi yang membaik sehingga insentif pasar (domestik) meningkat dan didukung oleh tingkat suku bunga yang cenderung menurun. Peningkatan investasi ditandai oleh peningkatan konsumsi semen, penjualan truk dan alat berat; dan peningkatan impor barang modal. Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi didukung oleh peningkatan kredit investasi, walaupun tumbuh relatif lambat dan peningkatan pembiayaan yang berasal dari dana internal perusahaan. Sementara itu, ekspor tumbuh walaupun melambat. Perdagangan luar negeri tumbuh melambat disebabkan oleh permintaan dunia yang hanya meningkat normal dan disisi lain kompetisi pasar meningkat. Sementara itu, impor baik dari negara lain maupun propinsi lain tumbuh meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik. Respon sari sisi penawaran terhadap peningkatan permintaan tercermin pada perkembangan beberapa sektor ekonomi utama utama. Sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi, bangunan dan jasa tumbuh membaik. Namun pertumbuhan tersebut kurang dipicu oleh pertumbuhan investasi dan kurang didukung oleh pertumbuhan di sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja cukup signifikan. Sektor industri pertumbuhannya relatif masih rendah, peningkatan permintaan domestik dan pasar ekspor yang relatif terbatas masih dapat dipenuhi dengan penggunaan kapasitas. Beberapa prompt yang mendukung peningkatan produksi antara lain adalah peningkatan indeks produksi beberapa kelompok industri yang berlokasi di Banten, seperti industri kimia, industri makanan-minuman, industri logam dasar dan mesin. Indikasi pertumbuhan di sektor industri yang belum terlalu pesat juga tercermin pada peningkatan indeks produksi beberapa industri utama di Banten, konsumsi listrik industri, dan impor bahan baku yang kesemuanya tumbuh masih dalam batas-batas yang relatif wajar.
6 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sektor perdagangan-hotel-restoran meningkat dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan masyarakat (konsumsi). Pertumbuhan di sektor perdagangan diindikasikan oleh beberapa prompt indikator seperti peningkatan arus bongkar muat di pelabuhan dan jumlah kapal yang bersandar di pelabuhan, serta peningkatan konsumsi listrik sektor bisnis seperti mal, pasar, toko dan pusat bisnis lainnya. Sementara itu sub sektor hotel dan restoran meningkat ditandai oleh peningkatan tingkat hunian hotel dan jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat. Dari sisi survei, peningkatan di sub sektor perdagangan tercermin pada indeks survei penjualan eceran yang trendnya meningkat. Selain itu, peningkatan di sektor perdagangan juga tercermin pada peningkatan pembiayaan perbankan di sektor ini. Sektor pengangkutan dan komunikasi sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan semakin bertambahnya fasilitas dan membaiknya pelayanan diperkirakan meningkat. Armada angkutan darat, laut dan jalur lintasan kereta api bertambah dan menjadi alternatif yang murah dan nyaman. Perkembangan ekonomi juga menyebabkan penggunaan pesawat udara oleh masyarakat juga meningkat. Sementara itu, trend peningkatan di sub sektor komunikasi masih tetap berlanjut, sebagaimana tercermin pada masih meningkatnya jumlah pelanggan telepon seluler.
Perkembangan Inflasi Regional Tekanan terhadap harga-harga di Banten pada triwulan IV 2007 masih relatif cukup tinggi, walaupun sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin pada angka inflasi yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2007 Inflasi di Banten sebesar 2,0% (q-tq), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,2% maupun triwulan yang sama tahun 2006 sebesar 2,5%. Secara tahunan inflasi di Banten pada akhir tahun 2007 adalah sebesar 6,3% (y-o-y) lebih rendah dibandingan dengan inflasi tahunan pada akhir bulan September 2007 (6,9%) dan akhir Desember 2006 (7,7%). Faktor yang mempengaruhi inflasi pada triwulan laporan antara lain adalah terganggunya pasokan pada beberapa komoditas kelompok bahan makanan; kenaikan harga pada beberapa komoditas administrice prices seperti rokok; dan kenaikan harga pada beberapa komoditas di kelompok pakaian, termasuk di dalamnya kenaikan harga emas sebagai dampak dari kenaikan harga emas di pasar internasional.
7 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Perkembangan Perbankan dan Pembayaran Non Tunai Perkembangan kegiatan usaha perbankan di Banten sampai dengan akhir bulan November 2007 menunjukkan perkembangan yang relatif beragam beragam. Kegiatan penghimpunan dana masyarakat relatif stagnan dan disisi lain penyaluran kredit oleh kantor bank yang berlokasi di Banten meningkat. Faktor yang mempengaruhi perlambatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) antara lain adalah penurunan outstanding deposito yang menurun searah dengan penurunan bunga SBI dan penurunan giro walaupun disisi lain tabungan meningkat. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi peningkatan outstanding kredit antara lain adalah perekonomian yang membaik sehingga kebutuhan pembiayaan konsumsi masyarakat dan dunia usaha meningkat. Dengan perkembangan tersebut maka rasio penyaluran kredit terhadap dana yang dihimpun bank (LDR) di Banten turun tipis dari 72,56% pada akhir September 2007 menjadi 71,41% pada akhir November 2007 namun masih di atas angka LDR Nasional 66,94%. Dalam triwulan laporan tersebut, performance kredit bank semakin membaik, sebagaimana tercermin pada penurunan NPLs Gross. Perkembangan performance kredit tersebut dipengaruhi antara lain oleh berlanjutnya langkah-langkah restrukturisasi kredit terhadap beberapa debitor dan penyaluran kredit yang lebih berhati-hati. Secara keseluruhan, resiko likuiditas dan resiko pasar masih dapat tertangani dengan baik. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Kualitas pertumbuhan ekonomi yang masih belum optimal berdampak pada masih lambatnya perbaikan beberapa indikator kesejahteraan masyarakat Banten pada tahun 2007. Indikator dimaksud antara lain adalah ketenagakerjaan, angka kemiskinan, upah/gaji, kesenjangan pendapatan (gini ratio), angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Angka pengangguran sedikit menunjukkan perbaikan, namun persentase penduduk miskin tahun 2007 masih lebih tinggi dari tahun 2005. Angka pengangguran di Banten turun 18,91% pada tahun 2006 menjadi 15,75% pada tahun 2007 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional (9,11%). Tingkat kemiskinan relatif turun tipis, yaitu 9,09% dari total jumlah penduduk walaupun lebih rendah dibandingkan dengan nasional (16,58%). Faktor yang mempengaruhi relatif lambatnya perbaikan indikator kesejahteraan antara lain adalah kinerja perekonomian Banten yang walaupun dari sisi kuantitas pertumbuhannya cukup tinggi, namun demikian dari 8 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
sisi kualitas masih belum optimal, yaitu pertumbuhan lebih didorong oleh konsumsi, sementara investasi tumbuh relatif lambat. Dari sisi sektoral hal ini juga tercermin pada lambatnya pertumbuhan di sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri. Hal ini berdampak pada peningkat kesenjangan pendapatan yang meningkat, yaitu dari 0,356 pada tahun 2005 menjadi 0,365 pada tahun 2007 (Maret). Sementara itu, indikator kesejahteraan yang lain, yaitu angka indeks kesengsaraan dan Indeks pembangunan relatif membaik. Faktor yang mempengaruhi perbaikan indeks kesengsaraan antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan di sisi lain inflasi relatif terjaga. Sementara itu, perbaikan indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh perekonomian yang membaik dan disisi lain alokasi anggaran untuk pendidikan dan jaminan sosial juga meningkat.
Perkembangan Keuangan Daerah Angka sementara realisasi APBD di Banten hingga triwulan III √ 2007 untuk pos penerimaan pencapaiannya cukup baik, namun demikian dari sisi pengeluaran relatif masih belum optimal. Realisasi penerimaan sampai dengan akhir tahun diperkirakan akan mendekati target, namun demikian pada pos belanja modal diperkirakan realisasinya akan lebih rendah karena sampai dengan akhir triwulan III 2007 baru mencapai 40% dari total anggaran. Penyebab utama realisasi belanja modal yang lambat diduga lebih terkait dengan permasalahan teknis pengeluaran anggaran. Secara keseluruhan, Banten masih mencatat surplus anggaran. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Pada triwulan I-2008 pertumbuhan ekonomi Banten diperkirakan masih berada pada level yang cukup tinggi, walaupun tumbuh melambat. Perekonomian diperkirakan tumbuh pada kisaran angka 5,7% + 1% (y-o-y), sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama dibandingkan triwulan sebelumnya disebabkan oleh relatif belum tingginya kegiatan ekonomi pada awal tahun. Sementara itu respon di sisi sektoral terhadap sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang tumbuh tinggi antara lain adalah sektor bangunan, perdagangan; dan pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, sektor industri diperkirakan tumbuh relatif terbatas. Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian adalah sektor keuangan, perdagangan dan industri. 9 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Inflasi regional Banten pada triwulan I-2008 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 2,2% (q-t-q) dan secara tahunan 6,6% (y-o-y). Peningkatan inflasi di triwulan I-2008 diperkirakan berasal dari adanya tekanan dari sisi penawaran yang terkait dengan gangguan distribusi dan kenaikan beberapa komoditi penting dalam kelompok bahan makanan dan makanan jadi.
10 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB I. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Pada triwulan IV 2007 pertumbuhan ekonomi Banten masih tetap berlanjut. Perekonomian diperkirakan tumbuh 6,2% (y-o-y), naik tipis dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2007 sebesar 6,1%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi dan mulai membaiknya investasi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi antara lain adalah daya beli masyarakat yang masih cukup baik, dukungan pembiayaan yang meningkat, dan ekspektasi positif konsumen. Investasi sedikit membaik terutama dipengaruhi oleh ekspektasi positif dunia usaha terhadap kondisi perekonomian, pasar domestik yang membaik, dan peran pemerintah yang semakin positif. Ekspor diperkirakan tumbuh relatif lebih tinggi, namun impor searah dengan peningkatan permintaan domestik tumbuh lebih cepat. Respon di sisi penawaran tercermin pada membaiknya pertumbuhan di beberapa sektor yaitu pertanian, bangunan, perdagangan, jasajasa, dan transportasi dan komunikasi. Sementara respon di sektor industri yang memberi kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB tumbuh relatif lambat, dengan tingkat pertumbuhan terendah selama tahun 2007. Untuk keseluruhan tahun 2007 perekonomian Banten diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 5,9%.
A. SISI PERMINTAAN Perekonomian Banten pada triwulan IV 2007 diperkirakan tumbuh sekitar 6,2%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, 6,1% (Tabel I. 1) 1). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari peningkatan konsumsi dan mulai membaiknya kegiatan investasi. Sementara itu, untuk kegiatan ekspor impor relatif berimbang sehingga sumbangan net ekspor impor terhadap pertumbuhan PDRB relatif rendah.
Tabel I. 1 Pertumbuhan Ekonomi Banten (% y-o-y)
Banten
Q3-2006
Q4-2006
2006
Q1-2007
Q1-2007 Q3-2007* Q4-2007*
2007*
Konsumsi
6,5
6,5
6,4
6,6
6,3
6,6
6,8
6,6
Investasi
4,3
4,4
4,5
4,8
4,9
5,0
5,3
5,0
Ekspor
8,2
8,3
7,8
7,4
7,6
8,3
8,4
8,0
Impor
9,2
9,3
8,7
8,0
7,9
8,8
8,9
8,4
PDRB
5,5
5,6
5,5
5,6
5,6
6,1
6,2
5,9
* perkiraan BI
11 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
1. Konsumsi Pada triwulan IV 2007, konsumsi Banten diperkirakan tumbuh 6,8%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 6,6%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan konsumsi antara lain adalah perbaikan daya beli masyarakat yang relatif masih baik, ekspektasi positif konsumen terhadap kondisi perekonomian, dan peningkatan dukungan pembiayaan baik dari bank maupun non bank. Peningkatan konsumsi didukung oleh indikator-indikator konsumsi seperti prompt indikator konsumsi beberapa barang tahan lama, hasil survei konsumen, survei penjualan eceran, informasi anekdotal dan pembiayaan konsumsi swasta yang trend-nya meningkat. Sementara itu, konsumsi pemerintah daerah hingga akhir bulan Desember diperkirakan realisasinya masih seperti pola tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi barang non makanan selain berupa peningkatan konsumsi barang tahan lama juga tercermin pada konsumsi non makanan yang lain. Prompt konsumsi barang tahan lama dimaksud antara lain tercermin pada peningkatan pendaftaran mobil dan motor yang tercatat di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda),
% 8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
%
% 200 g.PDRB Konsumsi Banten g.sedan,jeep,minibus,microbus (rhs)
150
7,5
100
7 6,5
50 0
g.PDRB Konsumsi Banten g.sepeda motor (rhs)
6 5,5 5
-50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
-100
4,5 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
2007
Grafik I.1 Pendaftaran Mobil di Banten
% (YoY)
g.PDRB Konsumsi Banten g.Penjualan Elektronik (rhs)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
2007
Grafik I.3 Pertumbuhan Penjualan Elektronik
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
2007
Grafik I.2 Pendaftaran Motor di Banten
%
% (YoY)
8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
%
8
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
%
7,5
g.PDRB Konsumsi Banten g.Semen Banten(rhs)
7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2005
2006
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60
2007
Grafik I.4 Konsumsi Semen Banten
12 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
%,y-o-y 8,00 7,00
%,y-o-y
g.PDRB Konsumsi Banten g.Kons Listrik RT (rhs)
6,00 5,00
30
8
25
7,5 7
20 15
4,00 3,00 2,00
10 5 0
1,00 0,00
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
-5
% (YoY)
% (YoY)
g.PDRB Konsumsi Banten g.Kons SOLAR (rhs)
6,5 6 5,5 5 4,5 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
2007
Grafik I.5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga
40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50
2007
Grafik I.6 Konsumsi BBM
peningkatan penjualan barang elektronik, peningkatan konsumsi semen, konsumsi BBM (dan peningkatan konsumsi listrik rumah tangga (Grafik I. 1 √ 6). Indikasi mulai membaiknya konsumsi juga tercermin pada perkembangan indeks survei konsumen dan indeks survei penjual eceran. Indeks keyakinan konsumen, indeks yang mencerminkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian saat ini walaupun relatif konstan, namun demikian pada komponen penghasilan relatif membaik. Sementara itu indeks survei penjualan eceran cenderung meningkat searah dengan meningkatnya angka penjualan eceran, terutama untuk produk-produk barang tahan lama (Grafik 1.7 √ 9). Dari sisi daya beli, beberapa indikator dan hasil survei menunjukkan bahwa daya beli masyarakat secara umum mengalami perbaikan. Selain tercermin pada peningkatan konsumsi barang non makanan kenaikan daya beli juga tercermin pada kenaikan upah buruh informal, kenaikan UMP, kenaikan NTP dan kenaikan
% 8 7,5
%
% 110 105
g.PDRB Konsumsi Banten Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) (rhs)
7 6,5 6 5,5
100 95 90 85
5 4,5 4
80 75 70
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
% 140 120 100 80 60 40 20
1
2
3
4
5
6
8
9
10 11 12
0
2007
2007
g.PDRB Konsumsi Banten (lhs) Penghasilan saat ini
Grafik I.7 Survei Konsumen √ BI
7
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama Ketersediaan lapangan kerja
Grafik I.8 Keyakinan Konsumen Saat ini
13 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
%
% 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60
8 7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
7,5 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3
%
250 200 150 100 50
g.PDRB Konsumsi Banten Indeks Penjualan Eceran (rhs)
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007 g.PDRB Konsumsi Banten (lhs) Ekspektasi Penghasilan
Indeks
2006
2007
Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
Grafik I.9 Ekspektasi Konsumen
Grafik I.10 Indeks Penjualan Eceran
gaji pada berbagai level jabatan. Survei Human Resources Development Club (HRD Club), kenaikan gaji manajerial mendekati angka 15% (Grafik 1.10 -14). Survei yang lain adalah survei konsumen yang menunjukkan bahwa penghasilan saat ini sebagian besar responden membaik.
%
20 g.PDRB Konsumsi Banten g.Upah Tani Jawa (rhs)
7,5
15
7 6,5
10
6
5
5,5
0
5 4,5 4
%
%
8
-5 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2005
2006
-10
2007
30 g.Konsumsi Banten g_NTP Jabar Banten (rhs)
10
6 5,5 5
0
4,5 4
-20
-10
2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 10 12
%
% g.PDRB Konsumsi Banten g.kredit konsumsi (rhs)
50 40
6,5
30
6 5,5
20
5 4,5
10 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2006
2007
Rp
60
2005
2005
-30
Grafik I.12 Pertumbuhan NTP Jabar-Banten
8 7,5 7
20
7 6,5
2004
Grafik I.11 Upah Buruh Tani
4
%
8 7,5
2007
Grafik I.13 Kredit Konsumsi Berdasar Lokasi Proyek
0
900.000 850.000 800.000 750.000 700.000 650.000 600.000 550.000 500.000 450.000 400.000
2004
2005
2006
2007
2008
UMP Banten (Rp) 515,000 585,000 661,613 746,500 837,000
Grafik I.14 Perkembangan UMP
14 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel I. 2 Strata Penghasilan Strata
Penghasilan
Banten
(Rp ribu)
(%)
A1
> 3.000
2
A2
2.000 - 3.000
5
B
1.500 - 2.000
11
C1
1.000 - 1.500
23
C2
700 - 1.000
32
D
500 - 700
7
E
< 500
11
Peningkatan konsumsi di triwulan IV 2007 juga tidak terlepas dari peningkatan dukungan pembiayaan bank yang trend-nya terus meningkat. Peningkatan daya beli masyarakat dan di sisi lain trend suku bunga yang turun mendorong bank dan lembaga pembiayaan lainnya meningkatkan alokasi untuk pembiayaan konsumen. Outstanding kredit konsumsi bank Banten pada bulan November tumbuh 25,44% (Grafik I.13), jauh lebih tinggi daripada periode yang sama tahun 2006.
2. Investasi Pada triwulan IV-2007, investasi diperkirakan tumbuh sebesar 5,3%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III 2007, (5,0%). Faktor yang mempengaruhi peningkatan investasi antara lain adalah membaiknya ekspektasi dunia usaha terhadap prospek perekonomian (pasar domestik yang menguat) dan juga keyakinan dunia usaha terhadap upaya-upaya Pemerintah dan Pemda dalam memperbaiki iklim berusaha. Upaya pemerintah tersebut antara lain tercermin pada pembukaan kantor pelayanan satu atap yang ditujukan untuk memberikan kemudahan penyelesaian ijin dunia usaha dan sekaligus upaya untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi. Peningkatan kegiatan investasi di triwulan IV-2007 kembali tercermin pada perkembangan beberapa data prompt investasi, hasil survei dan pembiayaan yang meningkat. Beberapa prompt indikator yang mendukung adanya peningkatan investasi antara lain adalah peningkatan konsumsi semen, peningkatan pendaftaran truk dan alat berat, dan peningkatan impor barang modal (Grafik I.15-20). Peningkatan konsumsi semen, peningkatan pendaftaran truk dan alat berat memberikan gambaran bahwa investasi, khususnya di sektor bangunan masih tumbuh cukup tinggi. Sementara itu, kenaikan impor barang modal, terutama mesin dan peralatannya memberikan gambaran bahwa investasi non bangunan, 15 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
sebagai bagian dari respon di sektor industri terhadap peningkatan konsumsi diperkirakan juga meningkat. Sementara itu, konsumsi listrik di sektor industri juga relatif tumbuh tinggi dibandingkan tahun lalu, meskipun pertumbuhan tersebut relatif stagnan selama 4 bulan terakhir.
%
%
8 7,5
g.PDRB Investasi Banten g.Semen Banten(rhs)
7 6,5 6 5,5 5 4,5 4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2005
2006
% 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60
6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 4,8 4,6 4,4 4,2 4
0 -50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
% 250 200
g.Nilai Impor Barang Barang Modal (rhs)
6 5
150 100
4 3 2
50 0 -50
1 0
-100 -150
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2005
2006
%
8
g.PDRB Investasi Banten
7 6
0
4 3 2 1 0
-50 -100 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
Grafik I.17 Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal
%
40
g.PDRB Investasi Banten g.Kons Listrik Industri (rhs)
6 5
2007
Grafik I.19 Prompt Investasi Konsumsi Listrik Tangerang - Jakarta
%
%
8 7,5
100 g.PDRB Investasi Banten g.kredit investasi (rhs)
80
0
-20
5 4,5 4
1
2006
Grafik I.18 Pertumbuhan Impor Bahan Baku
0
3
3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007
60
4
0
2006
-150
7 6,5 6 5,5
20
2
100 50
2005
7
150
g.Nilai Impor Barang Bahan Baku (rhs)
5
2007
%
-100
2007
Grafik I.16 Pendaftaran Truk dan Alat Berat
% g.PDRB Investasi Banten
150
50
2007
%
200
100
Grafik I.15 Konsumsi Semen Banten
8 7
% g.PDRB Investasi Banten g.pickup dan truk (rhs)
40 20 -20 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2005
2006
-40
2007
Grafik I.20 Prompt Investasi Pertumbuhan Kredit Investasi
16 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi antara lain tercermin pada peningkatan outstanding kredit investasi, pembiayaan dari dana sendiri dan dari dana pemerintah. Pembiayaan investasi yang berasal dari bank tumbuh relatif lambat, kredit untuk membiayai investasi yang berlokasi di Banten hanya tumbuh 4,81% namun trend-nya meningkat. Pembiayaan investasi yang berasal dari dana perusahaan sendiri diperkirakan meningkat searah dengan mulai membaiknya kinerja perusahaan-perusahaan publik dan insentif di pasar domestik yang membaik. Sementara itu pembiayaan investasi yang berasal dari pemerintah menunjukkan realisasi yang belum optimal sampai akhir tahun, dan diperkirakan realisasi belanja modal APBD Pemerintah Propinsi Banten mencapai 90 %. Penyelesaian beberapa proyek infrastruktur di Banten bervariasi. Sebagian proyek dapat berjalan relatif lancar, namun sebagian lainnya relatif lambat, antara lain karena terkendala permasalahan teknis. Proyek-proyek yang mulai berjalan antara lain adalah penyelesaian proyek pembangunan PLTU Labuan. Sementara itu, proyek-proyek yang masih berkutat pada permasalahan teknis, antara ain adalah Pelabuhan Bojonegara dan beberapa rencana pembangunan proyek jalan tol. Dari sisi survei, perbaikan investasi tercermin dari membaiknya indeks ekspektasi dunia usaha terhadap kegiatan dunia usaha dan situasi bisnis. Indeks Saldo Bersih Tertimbang kedua komponen survey kegiatan dunia usaha tersebut menunjukkan trend yang meningkat, yang mencerminkan optimisme dunia usaha di triwulan IV 2007 meningkat. Survei lain yang mendukung adalah peningkatan penjualan bahan konstruksi survei penjualan eceran yang tren-nya terus meningkat.
Indeks SBT
Indeks SBT 60 45
40
35
30 20
25
10
15
0
Ekspektasi Situasi Bisnis Situasi Bisnis
55
Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Situasi Kegiatan Dunia Usaha
50
Q2
Q3
Q4
2005
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2006
Sumber : SKDU Jakarta
Grafik I.21 Kapasitas Utilisasi Banten
Q3
2007
Q4
5
Q2
Q3
Q4
2005
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2006
Q3
Q4
2007
Sumber : SKDU Jakarta
Grafik I.22 Ekspektasi Situasi Bisnis
17 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
3. Perdagangan Luar Negeri Ekspor Banten pada triwulan IV - 2007 diperkirakan tumbuh 8,4%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 8,3%. Faktor yang mempengaruhi ekspor hanya meningkat tipis terutama adalah permintaan luar negeri di tengah-tengah kompetisi yang meningkat hanya tumbuh terbatas, khususnya untuk produk-produk manufaktur. Faktor yang lain adalah keterbatasan industry untuk memacu produksi karena ketergantungan pada bahan baku impor yang tinggi dan harganya cenderung meningkat.
Juta USD
%, y-o-y
700 Banten g.Banten (rhs)
600
220 170
%, y-o-y 500 300
500 400
120
200
300
70
100 0
200 20
100 -
g.Tambang g.Manufaktur
400
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
-30
-100 -200
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2007
Grafik I.23 Perkembangan Nilai Ekspor
2005
2006
2007
Grafik I.24 Perkembangan Volume Ekspor Tertimbang
Dilihat dari kelompok komoditasnya, ekspor yang berasal dari Banten masih didominasi oleh ekspor produk manufaktur. Nilai ekspor produk manufaktur Banten mencapai 96% dari total nilai ekspor. Komoditi utama ekspor produk manufaktur antara lain adalah produk barang kimia, mesin dan perlengkapan transportasi, pakaian dan sepatu serta barang-barang manufaktur lainnya.
%
% 0,35
240 Chemical Proudct Manufactured Goods Machinary and Transport Eq. Clothing and Footwear
190 140
0,25 0,20
90
0,15
40
0,10
-10 -60
0,30
0,05 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
2007
Grafik I.25 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Banten
Food and Live Animals
Crude Materials, Animal & Vegetable Manufactured Misc. Manufactured Inedible Oils & Fats Goods Articles
Beverages And Mineral Tobacco Fuels,Lubricants etc
Chemical
Machinery & Transport eqp
Grafik I.26 Proporsi Komponen Ekspor
18 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Pertumbuhan ekspor yang relatif tinggi diiringi dengan peningkatan impor yang relatif tinggi pula. IImpor Banten di triwulan IV 2007 diperkirakan masih meningkat cukup tinggi 8,9%, naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 8,8%. Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan impor antara lain adalah permintaan domestik yang meningkat, terutama konsumsi. Peningkatan ini direspon melalui peningkatan produksi dengan menggunakan sector industry manufaktur melalui peningkatan produksi dengan menggunakan pada bahan baku yang kandungan impornya masih cukup tinggi.
1200
Juta USD
%, y-o-y Total Impor Banten g.Impor Total Banten (rhs)
1000 800 600 400 200 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
Grafik I.27 Nilai Impor Banten
2007
160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
% 800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100
g.Konsumsi g.Bahan Baku g.Barang Modal
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
2007
Grafik I.28 Perkembangan Volume Impor Tertimbang Banten
Komposisi impor, baik menurut nilai maupun volumenya, masih didominasi oleh impor bahan baku. Faktor yang mempengaruhi tingginya impor bahan baku terutama adalah tingginya ketergantungan penggunaan bahan baku impor di dalam proses produksi oleh sebagian besar industri di Indonesia. Akibatnya, kenaikan permintaan domestik (maupun ekspor) memberikan dampak pada peningkatan impor bahan baku. Pada beberapa kelompok industri, seperti di Industri kimia misalnya, ketergantungan pada impor bahan baku yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab terhambatnya ekspansi di kelompok industri ini 1Ω. Hal ini diperparah dengan kecenderungan harga bahan baku yang cenderung meningkat karena harga bahan mentah juga meningkat.
1 Guna menjaga pasokan bahan baku industri kimia, investor Jepang sudah diberikan penawaran untuk berinvestasi di Indonesia dengan pemberian insentif, namun demikian dengan pertimbangan ketersediaan dan kedekatan sumber bahan mentah maka investor untuk produk kimia tertentu (seperti PTA) cenderung lebih memilih berinvestasi ke negara yang menjadi sumber bahan mentah.
19 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Konsumsi 7,0% Barang Modal 41,2%
Barang Modal 1,4%
Konsumsi 0,1% Bahan Baku 98,5%
Bahan Baku 51,8%
Grafik I.29 Komposisi Nilai Impor Banten
Grafik I.30 Komposisi Volume Impor Tertimbang Banten
B. SISI PENAWARAN Perkembangan di sisi permintaan, terutama konsumsi direspon oleh beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, bangunan, perdagangan, jasa-jasa, dan transportasi dan komunikasi. Sementara itu, respon di sektor industri relatif lambat. Sektor ini merespon peningkatan permintaan dengan cara meningkatkan produksi melalui peningkatan penggunaan kapasitas dan hanya sebagian kecil menambah investasi. Sementara itu sektor listrik justru mengalami penurunan (-5,6%). Secara keseluruhan perekonomian di Triwulan IV - 2007 tumbuh cukup tinggi (6,2%) namun masih belum mencerminkan kualitas pertumbuhan yang diharapkan karena pertumbuhan kurang dipicu oleh pertumbuhan investasi dan dari sisi sektoral pertumbuhan kurang didukung oleh pertumbuhan pada sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara cukup signifikan. Tabel I. 3. Produk Domestik Regional Bruto Banten Banten
Q3-2006
Q4-2006
2006
Q1-2007
Q2-2007* Q3-2007** Q4-2007**
2007**
Pertanian
-9,9
-3,1
-2,1
-6,3
3,4
8,9
14,2
4,16
Pertambangan
-1,8
0,6
2,2
10,3
14,3
10,4
10,6
11,38
Industri
6,9
6,9
5,5
6,5
4,2
2,2
0,9
3,36
Bangunan
4,4
2,5
5,2
0,7
8,3
12,4
26,3
12,17
Perdagangan
10,7
4,9
7,3
11,1
10,7
13,4
13,6
12,26
Pengangkutan
9,5
12,9
11,2
7,1
6,1
6,0
8,8
7,01
Keuangan
5,6
8,6
7,3
13,1
12,2
12,1
11,2
12,12
Jasa-jasa
9,2
12,8
9,4
5,8
8,2
9,9
12,1
9,11
PDRB
5,5
5,6
5,5
5,6
5,6
6,1
6,2
5,87
* angka sementara
** angka sangat sementara
20 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
1. Pertanian Kinerja di sektor pertanian pada triwulan IV - 2007 diperkirakan tumbuh 14,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,9%. Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian antara lain adalah peningkatan luas areal tanaman padi da peningkatan produktifitas petani, serta dukungan cuaca yang relatif normal. Pada periode September √ Desember 2007, luas lahan tanam 66.500 Ha, naik dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun sebelumnya 60.900 Ha. Sementara itu produktifitas meningkat yang tercermin dari peningkatan hasil panen dari 257 ribu ton menjadi 436 ribu ton. Peningkatan produksi padi jauh melebihi peningkatan penambahan lahan. Kondisi ini diharapkan akan dapat membantu ketersediaan pasokan dan pada gilirannya kestabilan harga komoditas penting juga terjaga.
3.000 Luas Lahan (ratus ha) Produksi (ribu ton) g Produksi (%)
2.500 2.000 1.867 1.500 1.000
920
60,0
1.784 1.118
615 665 436
Jan-Apr Mei-Ags Sep-Des Jan-Apr Mei-Ags Sep-Des
2006
40,0
Lahan Panen/Produksi
20,0
Banten
1.095 829
575 609 257
500 0
Tabel I. 4 Perkiraan Produksi Padi Banten
80,0
0,0 -20,0 -40,0
2007
Sumber : BPS
Grafik I.31 Luas Lahan dan Produksi Beras Banten
Lahan Panen (Ha)
2004
2005
2006
348.414 367.687
364.721
374.755
Ladang
37.307
36.769
Sawah
327.414
337.986
Produksi (Ton) Ladang Sawah
32.374
2007*
30.850
316.040 336.837
1.812.495 1.861.776 1.751.468 1.879.766 107.676
105.739
91.828
89.095
1.704.819 1.756.037 1.659.640 1.790.671
Sumber : Departemen Pertanian, BPS *) Angka Ramalan III, Nopember 2007
2. Industri Pada triwulan IV 2007, sektor industri diperkirakan tumbuh 0,9% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan triwulan III-2007 sebesar 2,2%. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi relatif belum terlalu pesatnya pertumbuhan di sektor industri antara lain adalah kenaikan permintaan domestik yang masih terbatas dan dapat dipenuhi dengan meningkatkan penggunakan kapasitas yang sudah ada, dan di sisi lain pasar ekspor relatif tumbuh terbatas dan dalam kondisi yang kompetitif. Dengan kata lain, insentif pasar masih relatif terbatas. Faktor lain adalah relatif sedikitnya industri baru yang masuk, bahkan terdapat beberapa industri yang tutup atau relokasi.
21 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
%
%
8
g.PDRB Industri Banten g.Kons Listrik Industri (rhs)
7 6 5
% 100 80 60 40
4 3
4 3 2 1 0
20
2 1
0
0
-40
-20 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12
2006
8 7 6 5
% 0,2
g.PDRB Industri Banten g.Pelanggan Listrik Industri (rhs)
0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007
2006
Grafik I.32 Pertumbuhan Konsumsi Listrik Industri
-1,0
2007
Grafik I.33 Pertumbuhan Pelanggan Listrik Industri
%
%
8
g.PDRB Industri Banten g.M.Solar Industri(rhs)
7 6 5
150 100 50
4 3
0
2 1
-50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
-100
2007
Grafik I.34 Konsumsi BBM Industri
Pertumbuhan di sektor industri yang relatif masih terbatas didukung oleh perkembangan hasil survei dan beberapa prompt indikator. Hasil survei SKDU menunjukkan bahwa penggunaan kapasitas oleh Industri-industri berlokasi di Banten masih relatif rendah (67,7%) di bawah angka rata-rata nasional. Tabel I. 5 Penggunaan Kapasitas Banten Sektor
2005 3
2006 3
4
% 74
2007 1
2
Industri Pengolahan 70,0 65,0 69,3 71,1 A. Industri Non Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 90 50,0 68,5 2. Tekstil, Barang kulit dan alas kaki 55,5 66,7 50,0 75,0 72,7 3. Barang kayu dan hasil hutan lainnya 4. Kertas dan barang cetakan 85 5. Kimia dan barang dari karet 65,0 65,0 62,5 65,0 6. Semen dan barang galian bukan loga, 7. Logam dasar, besi dan baja 26 8. Alat angkutan, mesin dan peralatannya 60,0 60,0 60,0 55,0 9. Barang lainnya 100,0 100,0 100,0 100,0 Total Seluruh Sektor 62,4 70,0 65,0 69,3 71,1
3
72
67,7
70
Banten Nasional
68 41,5 70,4 80,0 100,0 68,3
66 64 62 60
3
4
2006 60,0
1
2
3
2007
Grafik I.35 Penggunaan Kapasitas Banten
67,7
22 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Indikasi pertumbuhan di sektor industri yang belum terlalu pesat juga tercermin pada peningkatan indeks produksi beberapa industri utama di Banten, konsumsi listrik industri yang relatif stagnan, perlambatan konsumsi solar industri dan impor bahan baku yang tumbuh masih dalam batas-batas yang relatif wajar wajar. Beberapa industri besar di Banten, seperti industri kimia, industri mesin, dan industri tekstil memperlihatkan bahwa indeks produksinya berada pada level yang cukup tinggi, namun demikian kenaikan produksinya masih dapat diatasi dengan memanfaatkan penggunaan kapasitas yang dimiliki. Kinerja industri di Banten khususnya industri alas kaki mengalami sedikit gangguan produksi, terutama terkait dengan masalah order yang dialami oleh PT. NASA dan HASI. Namun dari hasil pertemuan pada triwulan III √ 2007 Perusahaan sepatu asal Amerika Serikat , Nike Inc, akhirnya menyetujui permintaan manajemen Central Cipta Murdaya (CCM) Group untuk memperpanjang kontrak pemesanan (order) kepada PT Hardaya Aneka Shoes Industry (PT HASI) dan PT Naga Sakti Parama Shoes Industry (PT Nasa). Nike sepakat untuk memberi tambahan order 80 persen dari
IPI
%, y-o-y
IPI Kimia 80
350
60
300
250
40
250
200
20
200
150
0
150
100
-20
100
50
-40
50
-60
0
350 IPI Mesin g.IPI Mesin (rhs)
300
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2005
2006
%, y-o-y IPI Tekstil g.IPI Tekstil (rhs)
100 80 60 40 20 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2005
2006
80
40 20 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2006
-20
2007
Grafik I.37 Indeks Produksi Kimia
140 120
100
60
2005
2007
Grafik I.36 Indeks Produksi Mesin IPI
%, y-o-y
IPI Kimia g.IPI Kimia (rhs)
2007
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
Ribu metrik ton 100 80
% 300 250
Domestik (metrik ton) Ekspor (metrik ton) Pertumbuhan Produksi Baja HRC (%)
200 150 100 50
60 40 20 -
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2005
2006
0 (50) (100)
2007
Sumber : PT Krakatau Steel
Grafik I.38 Indeks Produksi Tekstil
Grafik I.39 Produksi Baja PT Krakatau
23 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
kapasitas produksi HASI dan Nasa saat ini selama 12 bulan ke depan. Sementara itu perkembangan pemakaian listrik dan BBM oleh industri di Jakarta Banten juga masih dalam batas-batas yang wajar. Walupun beberapa indikator menunjukkan dukungan terhadap perlambatan di sektor industri, namun demikian dari sisi pembiayaan, trend pembiayaan perbankan di sektor industri Banten justru meningkat. Oustanding kredit lokasi proyek yang disalurkan ke sektor industri Banten pada posisi akhir bulan Oktober 2007 Rp16,6 triliun, naik 33,6% (y-oy). Sementara itu risiko kredit di sektor industri yang tercermin pada besaran NPLs naik tipis, dari 7,8% menjadi 8,3%.
8 7 6 5 4 3 2 1 0
%
% g.Industri Banten
g.Kredit Industri (rhs)
60 40
Rp Triliun
% 12
250.000 200.000
Nominal Industri Pengolahan g.Industri Pengolahan (rhs)
10
20 0
150.000
-20
100.000
8 6 4
-40 -60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
2007
Grafik I.40 Kredit Lokasi Proyek Industri
-80
50.000 0
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910111 2 3 4 5 6 7 8 910
2005
2006
0
2007
Grafik I.41 NPLs Kredit Industri
3. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan hotel dan restoran pada triwulan IV 2007 diperkirakan tumbuh sebesar 13,6% (y-o-y), meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2007 sebesar 13,4%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan di sektor perdagangan adalah daya beli masyarakat yang membaik. Pertumbuhan yang terjadi di sektor perdagangan diindikasikan oleh beberapa prompt indikator seperti peningkatan arus bongkar muat di pelabuhan Banten, peningkatan konsumsi listrik sektor bisnis seperti mal, pasar, toko dan pusat bisnis lainnya, serta peningkatan penjualan pada beberapa komoditas barang tahan lama.
24 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
16 14 12 10 8 6 4 2 0
%
%
000 ton 30
1.600
20
1.400 1.200
g.PDRB Perdagangan Banten g.Kons Listrik Bisnis(%) (rhs)
1.000 800 600 400
10 0
3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
Banten
200 -
(10)
Q1
Q2 Q3
Q4
Q1 Q2
2005
2007
Grafik I.42 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
Q3
Q4 Q1
2006
Q2
Q3
2007
Grafik I.43 Arus Barang di Pelabuhan Banten
Arus lalu lintas barang dan jasa hingga triwulan III-2007 mengalami peningkatan pesat pesat. Peningkatan tersebut tercermin dari kumulasi arus bongkar muat serta kegiatan ekspor impor yang mencapai pertumbuhan hingga 70%, sebesar 1,4 juta ton. Sementara itu, kegiatan perdagangan di Banten semakin marak dengan pembangunan kawasan perniagaan oleh Pemkab Tangerang, seperti kawasan BSD City, kawasan Lippo Karawaci, Gading Serpong, Bintaro, Balaraja-Cikupa dan Ciputat yang merupakan pengembangan Jabodetabekpunjur.
Tabel I. 6 Pertumbuhan Arus Barang dan Jasa Pelabuhan
Satuan
Q1
Q2
2006
Q1-2007
Q2-2007
Q3-2007
108,87
Banten Bongkar
%
-14,69
-26,65
-24,69
-25,15
23,98
Muat
%
-16,98
-5,12
11,55
28,93
25,59
-29,35
Ekspor
%
6,49
-41,45
-46,25
76,47
-12,54
101,28
Impor
%
-44,76
79,10
-15,46
10,23
33,19
32,27
Sumber : PT Persero Pelabuhan Indonesia II
Sementara itu, indikator peningkatan di sub sektor hotel dan restoran antara lain tercermin pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanagera mancanagera. Jumlah wisman yang masuk melalui bandara Sukarno Hatta juga meningkat tajam namun demikian jumlah wisman yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok mengalami penurunan. Adapun faktor yang mempengaruhi kenaikan kinerja di sub sektor hotel dan restoran selain karena keamanan yang semakin kondusif di dalam negeri juga dipengaruhi oleh membaiknya perekonomian domestik. Sementara itu dari informasi anekdotal menyatakan bahwa pendapatan pariwisata yang berasal dari 25 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
42 obyek wisata, telah melampaui target awal. Hingga Nopember 2007 pendapatan mencapai Rp 6,89 miliar dari target Rp 5,62 miliar dengan jumlah pengunjung sebanyak 883 ribu orang (Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten).
16 14
%
% g.PDRB Perdagangan Banten g.kredit Perdagangan (rhs)
Ribu orang 60
1400
50
1200
12
40
10
30
8
20
6
10
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
0
2007
Grafik I.44 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
%
Pnpg Soeka Domestik Pnpg Soeka Internasional
g.Pnpg Soeka Domestik(rhs) g.Pnpg Soeka Int.(rhs)
1000
30 20
800
10
600
0
400
-10
200 0
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
-20
2007
Grafik I.45 Arus Penumpang di Bandara Soekarno Hatta
Dukungan di sisi pembiayaan pada sektor perdagangan, hotel dan restauran menunjukkan pertumbuhan tinggi dan perfomance kredit yang membaik. Outstanding kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini cukup melesat dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Pada posisi akhir November 2007, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 2,8 triliun, naik 41,9% (y-o-y). Sementara itu, perfomance kredit yang tercermin pada NPLs menunjukkan perbaikan (7,1%), lebih rendah dibandingkan dengan NPLs pada posisi yang sama tahun sebelumnya (9,7%).
4. Sektor Keuangan Perbaikan kinerja di sektor keuangan, persewaan dan jasa dunia usaha diperkirakan masih berlanjut. Sektor ini diperkirakan tumbuh 11,2% (y-o-y), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan III-2007 (12,1%). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor ini adalah membaiknya kinerja di sub sektor perbankan terkait dengan upaya aktif penyelesaian kredit bermasalah dan mulai membaiknya kegiatan intermediasi perbankan. Perbaikan kinerja lembaga keuangan antara lain tercermin pada penurunan NPLs dan peningkatan laba bank. Pertumbuhan pembiayaan bank cukup tinggi 21%(y-o-y).
26 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
% 14
% g.Keuangan Banten g.Kredit Banten (rhs)
12 10 8 6 4 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
300 250 200 150 100 50 0 -50 -100
Tabel I.7 Perkembangan Kegiatan Bank Uraian Banten
2006
2007 1
2
3
4*
DPK
Rp Miliar 27.317,3 26.299,0 26.537,0 27.172,7 27.713,0
Pertumbuhan
(% y-o-y)
25,9
16,4
10,4
10,4
5,5
Kredit Lokasi Bank Rp Miliar 17.956,9 18.585,0 19.712,0 19.715,4 19.791,5 Pertumbuhan
(% y-o-y)
31,6
19,2
27,4
25,5
21,0
Kredit Lokasi Proyek Rp Miliar 36.119,3 37.120,0 38.945,0 40.447,0 40.447,0
2007
Grafik I.46 Perkembangan Kredit di Banten
Pertumbuhan
(% y-o-y)
7,2
11,8
16,9
17,1
18,5
LDR NPL
%
65,7
70,7
74,3
72,6
71,4
%
4,4
4,5
4,4
4,3
4,2
*) s.d. November 2007
Perbaikan di sektor keuangan antara lain didukung oleh beberapa anekdotal informasi. Perbankan di Banten, mencatatkan pertumbuhan kredit yang tinggi hingga akhir tahun 2007, dengan kualitas pembiayaan yang membaik.
5. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sebesar 26,3% (y-o-y), meningkat dibandingkan dengan Triwulan III-2007 (12,4%). Faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan di sektor bangunan antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang membaik, suku bunga kredit yang menurun dan belanja modal pemerintah yang meningkat.
%
%
30
60 g.PDRB Bangunan Banten g.Semen Banten (rhs)
30
40
25
20
20
20
15
0
15
10
-20
10
5
-40
5
0
-60
0
25
7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
Grafik I.47 Konsumsi Semen
2007
%
% 70 g.PDRB Bangunan Banten g.kredit Bangunan (rhs)
60 50 40 30 20 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
0
2007
Grafik I.48 Pertumbuhan Sektor Bangunan dan Pertumbuhan Kredit Bangunan
27 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Dari sisi pembiayaan, trend pembiayaan perbankan di sektor Bangunan yang berlokasi di Banten meningkat dan dibarengi dengan resiko yang menurun. Oustanding kredit di sektor bangunan pada posisi November 2007 Rp 464 miliar, naik 19,6% (y-o-y). Sementara itu resiko kredit di sektor bangunan sebagaimana tercermin pada besaran NPLs relatif rendah 3,4%. Di luar sumber pembiayaan yang berasal dari bank, pembiayaan di sektor ini sebagian besar dari dana sendiri, dana yang dihimpun di pasar modal dan selain itu juga berasal dari APBD dan APBN. Dari informasi anekdotal diketahui bahwa permintaan batu bata meningkat tajam. Peningkatan permintaan batu bata dapat mencapai 150% tiap bulan. Sementara itu, harga batu bata juga tercatat meningkat 50% dari sebelumnya Rp 1 juta per seribu menjadi Rp 1,5 juta per seribu.
6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pada triwulan IV-2007, sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh tinggi yakni sebesar 8,8% (y-o-y), naik dibandingkan dengan triwulan III-2007 sebesar 6,0%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sub sektor komunikasi tinggi antara lain adalah perilaku masyarakat yang sudah memasukkan sarana komunikasi sebagai kebutuhan pokok (gaya hidup), dan di sisi lain inovasi layanan serta persaingan ketat di bisnis seluler telah menyebabkan biaya turun dan mampu menjadikan harga lebih menarik dan terjangkau. Sementara itu, di sub sektor transportasi peningkatan terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan mobilitas meningkat dan di sisi lain penyedia sarana transportasi juga meningkat. Indikasi peningkatan di sektor ini antara lain tercermin pada perkembangan beberapa prompt indikator di sektor ini ini. Prompt indikator sub sektor transportasi yang meningkat antara lain adalah peningkatan jumlah penumpang kereta api Jabotabek, penumpang kapal laut dan pesawat udara. Jumlah penumpang penyeberangan selat Sunda meningkat dengan adanya tambahan armada kapal Ro Ro yang melayani angkutan penyeberangan Merak Bakaheuni sehingga keseluruhan berjumlah 24 Kapal. Peningkatan di sub sektor transportasi juga terindikasi dari peningkatan konsumsi BBM. Jenis BBM yang terbesar di konsumsi adalah Solar (190.614 KL) dan premium (76.945 KL). Konsumsi Solar untuk transportasi meningkat dari 131.396 KL pada bulan September 2006 menjadi 190.614 KL pada bulan September 2007. 28 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Ribu orang 1400
%
Pnpg Soeka Domestik Pnpg Soeka Internasional g.Pnpg Soeka Domestik(rhs) g.Pnpg Soeka Int.(rhs)
1200 1000
% 40 30 20
800
10
600
0
400 200
-10
0
-20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
10
5 0 -5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
% 60
12
50
10
40
8
30
6
20
4
10
6 4
0
2
0
-10
0
2006
2007
Grafik I.51 Perkembangan Kredit Sektor Transportasi
% g.PDRB Transpor Banten g.M.Solar Transport (rhs)
8
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
-10
2007
Grafik I.50 Jumlah Penumpang KA Jabodetabek
% g.PDRB Transpor Banten g.Kredit Transpor (rhs)
20 10
2007
%
25 15
2006
Grafik I.49 Jumlah Penumpang Udara di Bandara Sukarno Hatta
12
% g.PDRB Transport Jkt g.Pnpg KA Jabodetabek (rhs)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50
2007
Grafik I.52 Konsumsi BBM Sektor Transportasi Banten
7. Listrik Kinerja sektor listrik diperkirakan tumbuh sebesar -5,6% (y-o-y), menurun dibandingkan dengan triwulan III-2007 sebesar 1,8%. Faktor yang mengganggu pertumbuhan sektor listrik antara lain adalah bencana alam seperti angin puting beliung yang terjadi beberapa kali di Bulan Juli √ Agustus. Bencana tersebut menyebabkan kerusakan pada Gardu Induk (GI) Serang, GI Rangkas Bitung dan GI Menes yang berperan sebagai penghantar listrik 70.000 volt sehingga aliran listrik di beberapa wilayah di Banten terganggu.
29 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
%
%
15
25 g.PDRB Listrik Banten g.Kons Listrik (rhs)
15
%
% g.PDRB Listrik Banten g.M.Solar Listrik (rhs)
500 400
20
10
5
15
5
300
10
0
10
0
200
-5
5
-5
100
-10
0
-10
-15
-5
-15
3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
2007
Grafik I.53 Penjualan Listrik Jakarta dan Tangerang
-100
2007
Grafik I.54 Konsumsi BBM Sektor Listrik Jakarta dan Tangerang
8. Sektor Jasa-Jasa Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh sebesar 12,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2007 sebesar 9,9%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan di sektor ini terutama adalah peningkatan daya beli searah dengan membaiknya kondisi perekonomian dan didukung oleh situasi keamanan yang kondusif. Hal tersebut diperkirakan mampu menarik konsumen untuk membelanjakan sebagian penghasilannya di jasa-jasa hiburan, seperti bioskop, diskotik, griya pijat dan lainnya. Sementara itu, seiring dengan keterbatasan perekonomian untuk menyerap tenaga kerja, maka jasa-jasa rumah tangga maupun perseorangan yang sifatnya lebih cenderung informal diperkirakan meningkat. Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan pada sektor jasa menunjukkan tren yang meningkat.
Unit
%
200 160
Restoran dan Rumah Makan Hotel Tempat Wisata
120 80 40 0 Pandeglang Lebak Tangerang Serang
Kota Kota Tangerang Cilegon
Grafik I.55 Jumlah Tempat Wisata di Banten
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
% g.PDRB Jasa Banten g.Kredit Jasa-jasa (rhs)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10
2007
Grafik I.56 Pembiayaan Sektor Jasa
30 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI BANTEN Tekanan terhadap harga-harga di Banten pada triwulan IV 2007 masih relatif cukup tinggi, walaupun sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin pada angka inflasi yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2007 Inflasi di Banten sebesar 2,0% (q-tq), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,2% maupun triwulan yang sama tahun 2006 sebesar 2,5%. Secara tahunan inflasi di Banten pada akhir tahun 2007 adalah sebesar 6,3% (y-o-y) lebih rendah dibandingan dengan inflasi tahunan pada akhir bulan September 2007 (6,9%) dan akhir Desember 2006 (7,7%). Faktor yang mempengaruhi inflasi pada triwulan laporan antara lain adalah terganggunya pasokan pada beberapa komoditas kelompok bahan makanan; kenaikan harga pada beberapa komoditas administrice prices seperti rokok; dan kenaikan harga pada beberapa komoditas di kelompok pakaian, termasuk di dalamnya kenaikan harga emas sebagai dampak dari kenaikan harga emas di pasar internasional.
A. INFLASI BANTEN TRIWULAN IV-2007 Kestabilan harga di Banten pada triwulan IV-2007 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Dari sisi permintaan, dorongan inflasi relatif rendah karena konsumsi relatif stabil, namun dari sisi penawaran terjadi gangguan pasokan pada beberapa komoditas penting, terutama beberapa komoditas di kelompok bahan makanan sehingga menyebabkan inflasi di di triwulan IV-2007 masih relatif tinggi (2,0%, q-t-q) q-t-q), walaupun lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,2% maupun triwulan yang sama tahun 2006 sebesar 2,5%. Sementara itu, dihitung secara tahunan inflasi di Banten pada akhir tahun 2007 adalah sebesar 6,3% (y-o-y) lebih rendah dibandingan dengan inflasi tahunan pada akhir bulan September 2007 (6,9%) dan akhir Desember 2006 (7,7%). Inflasi triwulan IV-2007 ini merupakan inflasi terendah kedua selama tahun 2007 baik dihitung secara triwulanan (q-t-q) maupun tahunan (y-o-y). Dibandingkan dengan angka inflasi nasional, kestabilan harga di Banten relatif lebih baik namun dibandingkan dengan provinsi tetangganya yaitu Jakarta dan Jabar angka inflasinya masih lebih tinggi. Secara triwulanan inflasi di Banten pada triwulan IV-2007 merupakan inflasi tertinggi dibandingkan dengan inflasi provinsi 31 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
tetangganya yaitu Jakarta (1,6%) dan Jawa Barat (1,8%). Demikian pula secara tahunan inflasi di Banten masih lebih tinggi dibandingkan Jakarta (6,0%) dan Jabar (5,3%). Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan tekanan inflasi di Banten pada triwulan IV-2007 antara lain adalah : - Terganggunya pasokan pada beberapa komoditas kelompok bahan makanan - Kenaikan harga pada beberapa komoditas administrice prices seperti rokok kretek filter - Kenaikan harga pada beberapa komoditas di kelompok pakaian, termasuk di dalamnya kenaikan harga emas sebagai dampak dari kenaikan harga emas di pasar internasional
% (Y-O-Y)
% (q-t-q) 20
4
16
3
12
2 8
1 0 Nasional Banten Jakarta Jabar
4 III-2006 IV-2006 1,2 2,4 1,8 2,5 1,2 2,1 1,3 1,9
I-2007 1,9 2,0 1,9 1,1
II-2007 0,2 -1,0 0,5 -0,3
III-2007 IV-2007* 2,3 2,1 3,2 2,0 1,8 1,6 2,5 1,8
0 Nasional Banten Jakarta Jabar
2005 17,1 16,1 16,1 19,6
2006 6,6 7,7 6,0 5,3
I-2007 6,5 7,3 5,7 4,9
II-2007 5,8 5,6 6,0 5,1
III-2007 IV-2007 6,6 7,0 6,3 6,9 6,0 6,5 5,3 5,3
Sumber : BPS
Sumber : BPS
Grafik II.1 Inflasi Banten (q-t-q)
Grafik II.2 Inflasi Banten (y-o-y)
B. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK 1. Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kenaikan harga tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok bahan makanan (4,4%) diikuti oleh pakaian (2,4%) dan kesehatan (2,1%). Kenaikan tertinggi pada kelompok bahan makanan terjadi pada komoditi kol (180,4%), bawang merah (150,67%), kacang panjang (78,2%) kemiri (64,19%), tomat sayur (45,83%), cabe rawit (39,85%) dan beras yang memiliki bobot tinggi mengalami inflasi (6,43%). Pada kelompok pakaian, kenaikan tertinggi terjadi
32 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
pada harga gaun, celana pendek, kaos kaki dan mukenah sebesar 10-25%. Sementara itu harga emas perhiasan yang mengalami kenaikan sebesar 9%. Kenaikan tertinggi pada kelompok kesehatan terjadi pada ongkos cukur rambut pria sebesar 17%. Sumbangan terhadap inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan (1,4%), makanan jadi (0,3%), dan pakaian (0,2%). Sumbangan tersebut dihitung dari kenakan harga dikali dengan bobot nilai konsumsi dari bahan makanan makanan (31,9%), makanan jadi (17,3%) dan pakaian (6,7%). Sumbangan kelompok bahan makanan terutama berasal dari komoditi bawang merah, beras, kacang dan kol. Sumbangan kelompok makanan jadi terutama berasal dari komoditi bubur, kue rokok dan biskuit. Sementara itu sumbangan kelompok pakaian terutama berasal dari komoditi emas, kaus kaki, gaun dan sandal. Kelompok dengan bobot nilai konsumsi tinggi belum tentu memberikan sumbangan terhadap inflasi. Kelompok perumahan yang memiliki bobot sebesar 23,7% dikarenakan hanya mengalami kenaikan 0,1% sehingga tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap inflasi. Sebaliknya kelompok pakaian meskipun hanya memiliki bobot sebesar 3,1% namun dengan kenaikan harga yang cukup tinggi (2,4%) memberikan sumbangan yang relatif lebih tinggi (0,2%).
% (q-t-q)
10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 IHK Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi
Q4-2006 2,5 6,0 2,7 0,2 1,3 1,0 0,0 -0,2
Q1-2007 2,0 2,9 1,0 0,8 2,9 2,6 8,0 0,1
Q2-2007 -1,0 -4,3 1,7 0,1 0,8 0,4 0,2 0,6
Q3-2007 3,2 5,6 6,3 0,2 1,2 0,7 3,1 0,0
Q4-2007 2,0 4,4 1,5 0,1 2,4 2,1 0,3 0,2
Sumber : BPS
Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok
33 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel II.1 Komoditi dengan Kenaikan Harga Tertinggi Kelompok
Inflasi (%)
Komoditi QtQ
Bahan Makanan
Makanan Jadi
YoY
Bobot (%)
Kol Putih/Kubis
175,70
180,93
0,16
Bawang Merah
121,55
150,67
1,00
Kacang Panjang
97,37
78,20
0,37
Kemiri
82,93
64,19
0,21
Tomat Sayur
39,35
45,83
0,29
Kue Basah
12,13
12,13
0,20
Bubur
29,72
11,62
0,62
Ice Cream
26,63
10,33
0,14
Kue Kering Berminyak
22,23
10,11
0,45
Biskuit
9,60
8,84
0,36
Perumahan
Mesin Cuci
21,54
3,78
0,16
Pakaian
Kaos Kaki
25,31
25,31
0,07
Celana Pendek
13,59
13,59
0,07
Gaun
13,13
13,13
0,11
Mukena
14,87
11,08
0,09
Kesehatan
Ongkos Jahit
11,81
9,25
0,11
Tarip Gunting Rambut Pria
16,95
16,95
0,09
Obat Gosok
12,09
8,42
0,08
Pasta Gigi
10,25
6,37
0,33
Sabun Mandi
8,99
6,20
0,28 0,05
Pembersih/Penyegar
5,10
4,40
Pendidikan
Bimbingan Belajar
24,34
24,63
0,05
Transportasi
Ban Luar Mobil
8,56
6,89
0,08
Sumber : BPS, diolah
4,0 3,0 2,0
2,0 1,4
1,0 0,3
0,0
IHK
0,0
0,2
0,1
0,0
0,0
Makanan jadi Pakaian Pendidikan Bhn Perumahan Kesehatan Transportasi Makanan
Grafik II.4 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok
34 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel II. 2 Komoditi dengan Kontribusi Inflasi Tertinggi Kelompok Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan Pakaian
Kesehatan Pendidikan Transportasi
Inflasi (%)
Komoditi Bawang Merah Beras Kacang Panjang Kol Putih/Kubis Kemiri Bubur Kue Kering Berminyak Rokok Kretek Filter Biskuit Kue Basah Mesin Cuci Emas Perhiasan Kaos Kaki Gaun Sandal Kulit Mukena Pasta Gigi Bimbingan Belajar Bensin
QtQ
YoY
1,51 0,50 0,29 0,28 0,13 0,07 0,05 0,03 0,03 0,02 0,01 0,11 0,02 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,02
150,67 6,43 78,20 180,93 64,19 11,62 10,11 1,14 8,84 12,13 3,78 8,91 25,31 13,13 5,30 11,08 6,37 24,63 1,50
Bobot (%) 1,00 7,73 0,37 0,16 0,21 0,62 0,45 2,81 0,36 0,20 0,16 1,23 0,07 0,11 0,23 0,09 0,33 0,05 1,53
Sumber : BPS, diolah
Komoditi beras sebagai komoditi dengan bobot tertinggi (24%) dalam kelompok bahan makanan sempat mengalami tekanan karena terjadinya gangguan pasokan. Pasokan beras yang pada bulan Mei lalu mencapai puncaknya, pada triwulan IV2007 mengalami penurunan. Pada bulan November dan Desember, pasokan beras domestik menurun akibat adanya gangguan distribusi yaitu kerusakan jalan khususnya pada jalur Cileles √ Gunung Kencana. Sementara itu, Jika dilihat dari produksi padi lokal, pada periode September √ Desember 2007 produksi padi mencapai 436 ribu ton, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006 yang hanya mencapai 257 ribu ton. Dengan jumlah produksi tersebut seharusnya pasokan beras di Banten dapat lebih tinggi, namun demikian hujan dan banjir yang datang di penghujung tahun 2007 menyebabkan beras yang dihasilkan di Kabupatan Pandeglang dan Lebak belum secara optimal dihasilkan karena keterbatasan waktu untuk mengolah gabah menjadi gabah kering dan padi. Walaupun demikian pasokan beras ke Banten masih relatif stabil karena adanya campur tangan pemerintah dengan menambah supply beras di pasar. Harga
35 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
beras di Banten pada triwulan IV-2007 cukup terkendali yaitu rata-rata Rp 4.150,meskipun pada bulan Desember sempat mencapai lebih dari Rp 5.000,-. Dalam triwulan laporan harga beras mengalami kenaikan yang cukup rendah yaitu sebesar 6,4% (q-t-q)..
Ribu Ton
6000
200 Banten IR-I
5000
Produksi Beras Kebutuhan Beras
160
4000
120
3000
80
2000
40
1000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2007
0
4
5
Grafik II.5 Perkembangan Harga Beras
8
9
10
11
12
Tabel II. 4 Tabel Stok Beras Swadaya Banten
Periode Tanam
2005
2006
2007
No.
Bulan
Januari - April
947,1
920,1
828,8
Mei - Agustus
545,5
574,8
614,5
Sept - Des
369,2
256,6
436,4
Total
1.862
1.751
1.880
7 8 9 10 11 12
Juli Ags Sept Okt November Desember
Sumber : BPS Banten, Nov. 2007
Luas Panen Produksi Padi 20.253 19.231 10.516 15.250 8.653 3.488
Pasokan Beras
103.088 97.886 53.526 82.341 46.723 18.585
58.384 55.438 30.315 46.634 26.462 10.888
Biro Perekonomian Prop Banten
Tabel II. 5 Harga Beras di Beberapa Pasar Tradisional Tangerang
Tabel II. 6 Perkembangan Beberapa Jenis Harga Sembako di Banten
Harga (Rp) Kenaikan Nov 07 Des 07 %
1
Beras 64-11
3.500
5.000
42,9
2
Minyak Goreng
8.000
10.000
25,0
3
Terigu
4
Cabe Keriting
5 6
3.500
5.000
42,9
10.000
11.000
10,0
Kentang
4.000
5.000
25,0
Bawang Merah
7.000
14.000
100,0
Sumber : Harian Tangerang Tribun
7
Grafik II.6 Produksi Swadaya dan Kebutuhan Beras di Banten
Tabel II. 3 Produksi Beras Banten
Komoditi
6
Sumber : Biro Perekonomian Prop Banten
Komoditas Beras Daging Ayam Daging Sapi Telur Ayam Ras Cabe Merah Cabe Rawit Minyak Goreng Gula Pasir Minyak Tanah
Rata-rata Rata-rata III-2007 IV-2007 4.704 16.809 48.989 10.407 12.645 12.000 8.065 6.604 2.448
5.099 16.151 50.000 11.000 15.139 7.293 7.947 6.645 2.448
% 8,4 -3,9 2,1 5,7 19,7 -39,2 -1,5 0,6 0,0
Sumber : Biro Adm Perekonomian Propinsi Banten
36 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Pada triwulan IV-2007, rata-rata harga bahan makanan selain beras di Banten cukup terkendali, kecuali untuk tepung terigu dan minyak goreng di bulan Desember 2007. Harga tepung terigu dan minyak goreng di kota Serang pada bulan Desember 2007 masing-masing sempat menyentuh angka Rp 7.500 per kg dan Rp 12.000 per liter. Secara-rata-rata, harga minyak goreng dan terigu pada bulan tersebut meningkat masing-masing 25% dan 43%. Kenaikan harga kedua komoditi ini membawa dampak pada kenaikan beberapa komoditas kelompok makanan jadi, terutama komoditas yang menggunakan kedua bahan baku tersebut. Harga roti tawar meningkat 30%, kue-kue 26% dan mie 4%. Untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kestabilan harga, di Banten akan dibentuk suatu Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Fungsi ini selama ini dipegang oleh seksi ketahanan pangan yang berada di bawah Biro Perekonomian Propinsi Banten. Di kelompok perumahan terjadi kenaikan pada harga batu bata sementara harga kayu relatif stabil. Turunnya hujan menyebabkan produksi batu bata produksinya menurun. Di tengah-tengah permintaan yang tetap tinggi maka harga batu bata meningkat hingga 50%. Sementara itu harga kayu tetap stabil karena stok komoditi tersebut cukup banyak.
2. Inflasi Tahunan (y-o-y) Dilihat secara tahunan, inflasi (y-o-y) Banten pada bulan Desember 2007 mencapai 6,3%, turun dibandingkan angka inflasi (y-o-y) di bulan September 2007 (6,9%). Tekanan harga tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan, makanan jadi dan bahan makanan. Kenaikan harga pada kelompok pendidikan bersumber dari tingginya kenaikan biaya pendidikan TK, SD √ SMU pada triwulan II-2007. Kenaikan harga kelompok makanan jadi bersumber dari kenaikan bahan makanan yang terjadi sejak triwulan III-2007. Sementara itu kenaikan pada kelompok bahan makanan bersumber dari tingginya kenaikan harga pada triwulan I-2007. Secara tahunan, sumbangan terhadap inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan (2,7%), makanan jadi (1,9%) dan pakaian (0,51%) (0,51%). Sumbangan tersebut dihitung dari kenaikan harga dikali dengan bobot nilai konsumsi dari bahan makanan (31,9%), makanan jadi (17,3%) dan pakaian (6,7%). Kelompok pendidikan, meskipun mengalami kenaikan harga tertinggi tetapi karena bobotnya rendah (4,3%) maka kelompok tersebut bukan merupakan penyumbang utama inflasi. Demikian pula kelompok perumahan yang meskipun memiliki bobotnya 37 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
cukup tinggi (23,7%), namun karena tidak mengalami kenaikan harga maka kelompok tersebut juga bukan merupakan penyumbang utama bagi inflasi di Banten triwulan ini. Sementara itu, dilihat dari komoditas individual maka minyak goreng merupakan komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap inflasi. Minyak goreng yang mengalami inflasi 31.90% memberikan kontribusi sebesar 0,684%. Sementara itu, bawang merah yang mengalami inflasi tertinggi (121.55%) memberikan kontribusi terhadap inflasi 0,3585%. 20 besar komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap inflasi 2007 dapat dilihat di tabel II. 6. Tabel II. 7 20 Komoditas Yang Berkontribusi Terbesar Terhadap Inflasi Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Komoditas Minyak goreng Bawang Merah Akademi/PT Tempe Rokok Kretek Filter Mie Nasi Emas perhiasan Kacang Panjang Rokok Kretek
Inflasi (%) Kontribusi (%) No. 31.90 121.55 37.90 19.34 12.03 13.86 17.95 22.39 97.37 8.10
0.684 0.585 0.394 0.337 0.320 0.316 0.269 0.239 0.196 0.183
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Komoditas Ayam Hidup Telur Ayam Ras Bubur Pisang Kol Putih Mie Kering Instan Jeruk Kemiri Kue Kering berminyak Tomat Sayur
Inflasi (%) 20.27 17.76 29.72 26.2 175.7 17.04 14.73 82.82 22.23 39.35
Kontribusi (%) 0.164 0.152 0.151 0.121 0.106 0.103 0.102 0.100 0.088 0.086
C. INFLASI BERDASARKAN INFLASI INTI DAN NON INTI (Y-O-Y) Penurunan inflasi IHK pada triwulan IV-2007 (6,3%, y-o-y) dibandingan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya (6,9%, y-o-y) bersumber dari penurunan inflasi inti (6,8%) dan non inti (5,8%) (5,8%). Pada triwulan sebelumnya, inflasi inti tercatat sebesar 7,2% (y-o-y) sedangkan inflasi non inti 6,6%. Dengan kondisi tersebut maka inflasi inti memberikan kontribusi 3,4% sedangkan inflasi non inti sebesar 2,9% terhdapa inflasi. Menurunnya inflasi inti tersebut menunjukkan permintaan masyarakat relatif stabil dan tidak cukup kuat untuk mendorong inflasi. Peningkatan inflasi sebagian besar lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, yaitu lebih banyak disebabkan oleh gangguan di sisi penawaran baik berupa gangguan distribusi, kenaikan biaya produksi ataupun kenaikan harga komoditas yang diimpor. Hal ini antara lain tercermin tercermin pada kenaikan harga beberapa komoditi seperti 38 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
roti tawar, roti manis, kue-kue, tahu dan tempe lebih disebabkan oleh meningkatnya harga bahan baku yaitu minyak goreng, tepung terigu dan kedelai. Harga minyak goreng dan beberapa komoditas bahan makanan meningkat disebabkan oleh adanya gangguan pasokan. Sementara itu peningkatan harga kedelai dan terigu disebabkan oleh kenaikan harga impor, dan untuk harga emas perhiasan dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga komoditas emas di pasar internasional. Penurunan inflasi non inti yang terjadi di triwulan IV 2007 antara lain disebabkan oleh relatif lebih stabilnya harga volatile food dan di sisi lain kenaikan administered price relatif terbatas. Dalam triwulan laporan, walaupun beberapa komoditi seperti bawang merah, cabe, tahu dan tempe di bulan Oktober sempat mengalami kenaikan lebih dari 30%, namun kenaikan harga sebagian besar sayur mayur secara umum masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu harga minyak goreng (curah) walaupun
(%) yoy
Kontribusi (%) 20
37 IHK Banten 6,3 Inflasi Inti 6,8 Inflasi Non Inti 5,8
32 27 22
Inflasi Non Inti 2,89 Inflasi Inti 3,42
15 10
17 12
5
7 2
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2005
2006
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2007
2005
Grafik II.7 Inflasi Inti dan Non Inti
8 6
% 40
Emas Perhiasan Mie Gula Pasir Ayam Goreng
30 20
4
Beras Daging ayam ras Minyak goreng Telur ayam ras
10
2
0
0
-10
-2 -4
2007
Grafik II.8 Sumbangan Inflasi inti dan Non Inti
% 10
2006
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006
-20
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2006
2007
Sumber : SPH
Grafik II.9 Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Dalam Inflasi Inti
2007
Sumber : SPH
Grafik II.10 Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Dalam Inflasi Non Inti
39 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
sempat menyentuh harga Rp 10.000 per kg, maka dengan operasi pasar telah berhasil dinormalisasi pada kisaran harga Rp 7.500 per kg. Peran pemerintah untuk pengendalian harga beberapa komoditas penting di kelompok ini cukup berperan dan memiliki dampak yang relatif cukup cepat, terutama dalam kapsitasnya sebagai stabilisator. Sementara itu, harga pada beberapa komoditas yang diatur (administered price) secara keseluruhan kenaikannya relatif terbatas terbatas. Harga BBM bersubsidi tidak mengalami peningkatan, namun demikian dengan adanya program konversi minyak tanah ke gas sempat membawa dampak pada kelangkaan minyak tanah sehingga mendorong harga meningkat walaupun kenaikannya semakin menurun. Jika pada triwulan sebelumnya di tingkat pedagang eceran terjadi kenaikan harga hingga sebesar 50% di atas harga normal Rp 3.500 per liter, pada triwulan ini hanya terjadi peningkatan sebesar rata-rata 5% di atas harga normal namun pengaruh terhadap inflasi relatif rendah. Pada triwulan ini administered price yang mengalami kenaikan harga adalah rokok kretek filter. Sementara itu, tarif air minum, angkutan dan tarif tol tidak mengalami kenaikan. Tabel II. 8 Tarif Kapal Ro Ro Jenis Penumpang Dewasa Anak-anak Kendaraan Gol I Gol II Gol III Gol IV (Mobil Pribadi) Gol IV (Mobil Pengangkut Barang) Gol V (Penumpang) Gol V (Barang) Gol VI (Penumpang) Gol VI (Barang) Gol VII Gol VIII
Tabel II. 9 Jumlah Pelanggan Air Minum
Q4-2007 Q1-2008* 9.000 5.000 16.000 23.000 70.000 165.000
10.000 5.500 17.000 27.000 72.000 180.000
Jumlah Jumlah Pelanggan Penduduk
(%) 11,1 10,0 6,3 17,4 2,9 9,1
Banten PDAM Kab Lebak
8.371
1.015.600
0,8
PDAM Kab Pandegelang
6.766
1.023.991
0,7
PDAM Kab Serang
17.730
1.660.227
1,1
PDAM Kab Tangerang
80.922
3.203.788
2,5
PDAM Kota Tangerang Total
155.000 332.000 242.000 522.000 343.000 610.000 810.000
165.000 350.000 290.000 585.000 405.000 640.000 950.000
6,5 5,4 19,8 12,1 18,1 4,9 17,3
%
3.516
1.384.937
0,3
117.305
8.288.543
1,4
Sumber : Perpamsi. Juli 2007
Sumber : ASDP * berlaku 1 Jan 2008 berdasarkan Permenhub. No.KM.62 thn. 2007, KD-70/OP404/ASDP-2007
40 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel II. 10 Perilaku Barang Berdasarkan Inti Dan Non Inti Banten IV-2007
Kelompok Inflasi Inti
Meningkat MAKANAN JADI : roti, kue basah, BAHAN MAKANAN : mie telor, tauge, telur ayam kmpg, terigu, kecap, daging ayam kampung, ayam hidupkeju mie telor, ayam hidup, keju, PENDIDIKAN : Alat tulis (penghapus, pulpen, buku gambar), PERUMAHAN : neon, sprey, PAKAIAN : emas, blus, kemeja,bahan batik, sarung, KESEHATAN: vitamin, obat flu.
Menurun
BAHAN MAKANAN : alpukat, daun bwg, kcg hijau, MAKANAN JADI : gula pasir, bir, PERUMAHAN : semen, kayu lapis, KESEHATAN : shampo
Kelompok Volatile Food
Bawang Merah, Kubis, CABE, kelapa, tomat, tahu, tempe
Petai, emping, pepaya, daging ayam ras, ketimun, semangka
Kelompok Administered Price
Angkutan Udara, kereta api, Rokok kretek, angkutan antar kota, BENSIN.
Minyak Tanah
Tarif air minum dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan yang berarti berarti. Di beberpa kota di Banten terjadi kenaikan pada beberapa administered price, namun demikian kenaikan tersebut tidak membawa dampak yang signifikan. Kenaikan tarif air minum di beberapa kota di Banten diperkirakan tidak terpantau dalam perhitungan inflasi karena survei hanya dilakukan di kota Serang dan Cilegon. Beberapa PDAM yang menaikkan tarif dimaksud adalah di PDAM Tangerang yang naik 30% dan PDAM Pandegelang yang meningkat 66% dari tarif semula. Sementara itu, Tarif Angkutan Penyeberangan Kapal Ro Ro mengalami untuk sementara tidak berubah, namun telah diumumkan untuk naik pada awal tahun 2008. Tarif angkutan umum antar kota antar propinsi (AKAP) tidak mengalami kenaikan. Tarif angkutan laut dalam negreri tidak mengalami perubahan mengingat baru saja mengalami kenaikan sebesar 30% pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini tidak terjadi kenaikan tarif tol mengingat pada triwulan sebelumnya pemerintah telah menaikan tarif tol Jakarta Tangerang, Tol dalam Kota dan Tol Jagorawi dengan kenaikan rata-rata sebesar 20,82%. Sementara itu rencana penghapusan biaya tambahan (surcharge) dalam terminal handling charge (THC) sebesar US$ 25 sampai US$ 40 per kontainer diperkirakan akan terealisasi awal tahun 2008. Selama ini biaya terminal terdiri dari container handling charge dan surcharge yang keseluruhannya sebesar US$ 90 sampai US$145.
41 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
halaman ini sengaja dikosongkan
42 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN1 DAN KLIRING Perkembangan kegiatan usaha perbankan di Banten sampai dengan akhir bulan November 2007 menunjukkan perkembangan yang relatif beragam beragam. Kegiatan penghimpunan dana masyarakat relatif stagnan dan disisi lain penyaluran kredit oleh kantor bank yang berlokasi di Banten meningkat. Faktor yang mempengaruhi perlambatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) antara lain adalah penurunan outstanding deposito yang menurun searah dengan penurunan bunga SBI dan penurunan giro walaupun disisi lain tabungan meningkat. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi peningkatan outstanding kredit antara lain adalah perekonomian yang membaik sehingga kebutuhan pembiayaan konsumsi masyarakat dan dunia usaha meningkat. Dengan perkembangan tersebut maka rasio penyaluran kredit terhadap dana yang dihimpun bank (LDR) di Banten turun tipis dari 72,56% pada akhir September 2007 menjadi 71,41% pada akhir November 2007 namun masih di atas angka LDR Nasional 66,94%. Dalam triwulan laporan tersebut, performance kredit bank semakin membaik, sebagaimana tercermin pada penurunan NPLs Gross. Perkembangan performance kredit tersebut dipengaruhi antara lain oleh berlanjutnya langkah-langkah restrukturisasi kredit terhadap beberapa debitor dan penyaluran kredit yang lebih berhati-hati. Secara keseluruhan, resiko likuiditas dan resiko pasar masih dapat tertangani dengan baik.
A. INTERMEDIASI PERBANKAN Penghimpunan dana perbankan (DPK) melambat namun di sisi lain penyaluran kredit perbankan Banten sampai dengan akhir November 2007 masih menunjukkan pertumbuhan yang positif Faktor yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan DPK adalah terjadinya perlambatan pertumbuhan penghimpunan Deposito searah dengan imbal hasil yang semakin turun dan penurunan giro. Selain itu juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya outlet berinvestasi di instrumen finansial lain. Sedangkan untuk tabungan yang sebagian besar dimiliki deposan individual masih tumbuh cukup tinggi. Sementara itu, di sisi penyaluran kredit menunjukkan pola perkembangan yang berbeda. pertumbuhan penyaluran kredit masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan 1 Data yang disajikan dan dianalisis adalah data yang didasarkan pada kegiatan kantor bank yang berlokasi di wilayah Banten, bukan data menurut kriteria lokasi proyek. Fokusnya adalah untuk mengetahui perkembangan kegiatan kantor bank yang berlokasi di Banten, termasuk resiko-resiko yang dihadapi bank di Banten. Sumber data berasal dari Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan.
43 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
penyaluran kredit adalah perbaikan ekonomi yang berdampak pada peningkatan kebutuhan pembiayaan dunia usaha dan pembiayaan konsumen. Tabel III. 1 Beberapa Indikator Perbankan Banten 2006
Uraian Banten
DPK Pertumbuhan Kredit Lokasi Bank Pertumbuhan LDR NPL
Rp Miliar (%, y-o-y) Rp Miliar (%, y-o-y) (%) (%)
2007
3
4
1
2
3
4*
27,587.0 35.29 15,714.6 22.46 56.96 4.20
28,780.0 32.6 17,956.9 31.6 62.39 4.4
28,321.0 25.4 18,586.0 19.2 65.63 4.5
26,537.0 10.4 19,712.0 27.4 74.28 4.4
27,172.7 (1.5) 19,715.4 25.5 72.56 4.3
27,713.8 (0.0) 19,791.5 21.0 71.41 4.2
*) s.d. November 2007
1. Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan di Banten di triwulan IV (s.d. November) relatif tumbuh lambat, dan trend pertumbuhan tahunan akselerasinya melambat (Grafik III. 1 dan 2) 2). Secara triwulanan penghimpunan DPK tumbuh sedikit lebih rendah (1,4%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (2,4%). Dengan perkembangan ini maka pertumbuhan penghimpunan DPK s.d. November 2007 mencapai -3,7% (y-to-d) dan secara tahunan (y-o-y) stagnan (0,0%), namun mebaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-1,5%, y-o-y). Peningkatan penghimpunan yang relatif rendah di triwulan IV terjadi karena relatif rendahnya peningkatan penghimpunan dana dalam bentuk deposito dan Giro, bahkan tumbuh negatif.
Triliun Rp
%
35,0
nominal(lhs) g(y-t-d)
30,0
g(q-t-q) g(y-o-y)
100
20,0
80
25,0
15,0
20,0
10,0
15,0
5,0
10,0
0,0
5,0
-5,0
0,0
1
2
3
4
1
2005
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4*
%, y-o-y
25,0
-10,0
Giro Tabungan Deposito
60 40 20 0 -20
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2005
2006
2007
Posisi s.d. bulan November 2007
Grafik III.1 Perkembangan DPK Banten
Grafik III.2 Perkembangan Komponen DPK Banten
44 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Secara tahunan (y-o-y), peningkatan penghimpunan dana terutama terjadi pada simpanan jenis tabungan, sementara itu simpanan dalam bentuk deposito dan giro pertumbuhannya negatif. Peningkatan tabungan yang moderat (13,6%, yo-y) dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat yang meningkat dan kemungkinan adanya shifting dari skim simpanan yang lain. Tabungan menjadi alternatif antara lain dikarenakan alasan fleksibilitas dan kemudahan-kemudahan yang dimilikinya, seperti adanya fasilitas ATM dengan pelayanan elektronis yang melekat didalamnya. Sementara simpanan deposito dan giro tumbuh lambat. Pertumbuhan DPK deposito yang relatif lambat (-8,8%, y-o-y) diduga antara lain dipengaruhi oleh imbal hasil yang cenderung menurun sejalan dengan penurunan bunga SBI dan juga outlet investasi di pasar keuangan yang semakin beragam, seperti pasar modal, reksadana, insurance linked, dan lainnya (Grafik III. 2). Sementara itu, penurunan giro (-2,5%, y-o-y) antara lain berasal dari penurunan giro milik lembaga keuangan lainya dan dimungkinkan juga belanja pemerintah yang meningkat. Pertumbuhan deposito yang lambat berdampak pada perubahan struktur atau komposisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Banten (Grafik III. 3-4) 3-4). Walaupun deposito pada posisi November 2007 tetap menjadi komponen DPK dengan porsi yang tertinggi, namun demikian porsi deposito terhadap DPK semakin turun dan disisi lain porsi tabungan meningkat mendekati porsi deposito. Simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp 9,8 triliun (35,2%), diikuti tabungan Rp 9,7 triliun (35,0%) dan giro Rp 8,3 triliun (29,8%). Pada posisi November 2006, porsi deposito (38,63%), tabungan (30,79%) dan giro (30,52%). Sementara itu, berdasarkan kepemilikannya, 70% DPK perbankan di Banten dimiliki oleh nasabah individul, 19,8% dimiliki oleh perusahaan bukan lembaga keuangan swasta. Sementara dana milik pemerintah daerah di perbankan 6,4%.
35 30 25
Triliun Rp
Triliun Rp 30
Deposito Tabungan Giro
25 20
20
15
15 10
10
5
5
-
Sektor Swasta Lainnya BU Bukan Keu. Milik Swasta BU Bukan Keu. Milik Negara Pemerintah Daerah Lemb. Keu. Lainnya:
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004
2005
2006
2007
Grafik III.3 Komposisi DPK Bank Umum Banten
0
11 12
2006
1
2
2007
3
4
5
6
7
8
9
10 11
2007
Grafik III.4 Kepemilikan DPK Bank Umum dan BPR Banten
45 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Layanan perbankan yang semakin membaik menjadikan bank tetap menarik dan menjadi alternatif bagi para nasabah untuk menyimpan dananya di bank, walaupun disisi lain dihadapkan pada imbal hasil (bunga) yang cenderung menurun. Hal ini tidak terlepas dari fungsi bank yang tidak saja terbatas pada kegiatan intermediasi, melainkan juga semakin inovatifnya perbankan dalam memberikan pelayanan jasa perbankan yang lain, seperti SMS banking, Internet banking, dan produk jasa lainnya (fee based income). Pelayanan inovatif tersebut memudahkan nasabah untuk melakukan tansaksi secara lebih cepat dan aman dengan layanan yang sifatnya pribadi.
2.Penyaluran Kredit Penurunan suku bunga SBI secara bertahap mulai direspon dengan penurunan suku bunga perbankan sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan penyaluran kredit kredit. Penyaluran kredit oleh perbankan di Banten selama triwulan IV-2007 diperkirakan tumbuh relatif rendah namun pertumbuhan secara tahunan dan yto-date cukup tinggi. Pertumbuhan kredit secara triwulanan (q-to-q), untuk Tw IV- s.d November adalah 0,4%; year to date (y-t-d) 21,0%, dan secara tahunan (y-o-y) menunjukkan trend yang membaik, 10,3% (Grafik III. 5). Peningkatan oustanding kredit di triwulan IV dipengaruhi oleh peningkatan permintaan kredit oleh individu (konsumsi) yang terefleksikan pada peningkatan kredit sektor lainlain dan peningkatan permintaan kredit oleh dunia usaha, terutama usaha di luar sektor industri. Sementara itu, penyaluran kredit di sektor industri tumbuh relatif lambat antara lain dikarenakan ekspansi usaha di sektor ini relatif tumbuh rendah dan disisi lain kapasitas utilisasinya relatif masih memadai/mencukupi untuk mengkover peningkatan permintaan. Faktor lainnya adalah adanya pelunasan
Rp triliun
%
25,0 Total (LHS) Q-to-Q
20,0
Y-o-Y Y-to-date
15,0 10,0 5,0 0,0
1
2
3
2005
4
1
2
3
2006
4
1
2
3
4*
2007
Grafik III.5 Perkembangan Kredit Banten
80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 (10,0)
16 14 12 10 8
Triliun Rp
%
Konsumsi gKonsumsi (y-o-y, rhs) gKonsumsi (y-to-d, rhs)
6 4 2 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10
2007
Grafik III.6 Perk. Kredit Konsumsi
46 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
hutang yang cukup tinggi di sektor ini oleh beberapa debitur utama bank. Selain itu, bank juga lebih berhati-hati untuk menyalurkan kredit di sektor industri. Dilihat dari jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan oleh kantor bank di Banten sebagian besar masih disalurkan pada kredit konsumsi (Grafik III. 6) 6). Outstanding Kredit konsumsi per November 2007 sebesar Rp 12,7 triliun (64,4%), diikuti oleh kredit modal kerja Rp 4,3 triliun (21,7%) dan kredit konsumsi Rp 2,8 triliun (13,9%) (Grafik III.7). Besarnya porsi kredit konsumsi yang disalurkan oleh perbankan di Banten tersebut tidak terlepas dari pengaruh batas kewenangan untuk memutus besarnya kredit dan juga pasar kredit perbankan di Banten yang lebih di dominasi oleh MKM. Secara sektoral hal ini dikonfirmasi oleh tingginya kredit yang disalurkan oleh perbankan di sektor lain-lain (64,4%) dan sektor perdagangan (14,16%). Sementara itu untuk kredit investasi, porsi kredit yang disalurkan oleh perbankan di Banten relatif rendah salah satu alasannya adalah jenis kredit ini pada umumnya bernilai nominal besar, berjangka waktu panjang dan relatif beresiko sehingga kewenangan memutusnya dilakukan oleh Kantor Pusat.
Triliun Rp
%
6 5
Modal Kerja g.Modal Kerja (y-o-y, rhs) g.Modal Kerja (y-to-d, rhs)
4 3 2 1 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006
2007
Grafik III.7 Perkembangan Kredit Modal Kerja
Triliun rupiah 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10
%
5 4
Investasi gInvestasi (y-o-y, rhs) gInvestasi (y-to-d, rhs)
3 2 1 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006
80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10
2007
Grafik III.8 Perkembangan Kredit Investasi
Searah dengan perkembangan kredit di sisi penggunaan, secara sektoral kredit yang disalurkan oleh perbankan di Banten lebih terkonsentrasi di sektor lain-lain (konsumsi) dan sektor perdagangan perdagangan. Kedua sektor tersebut, yaitu sektor lainlain (Rp 12,7 triliun) dan sektor perdagangan (Rp 2,8 triliun) secara bersamasama memiliki porsi kredit sebesar 78,6% dari total kredit (Rp 19,8 triliun), dan selanjutnya diikuti sektor industri Rp 2,01 triliun (10,5%) dan sektor jasa dunia usaha Rp 1,3 triliun (6,8%). Hampir semua sektor, kecuali di sektor pertanian, pertumbuhan (y-o-y) outstanding kreditnya positif (Grafik III. 9 √10). Peningkatan 47 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
penyaluran kredit ini terutama dipengaruhi oleh aktifitas ekonomi yang mulai berjalan normal, setelah dalam waktu yang cukup panjang perekonomian (dunia usaha) dihadapkan pada keharusan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap shock kenaikan harga BBM Oktober 2005. Perekonomian yang membaik telah menyebabkan kebutuhan pembiayaan, terutama pembiayaan konsumen meningkat.
%, y-o-y
%, y-o-y 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0
Industri Perdagangan Jasa DU Lain-Lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006
140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 -20,0 -40,0
Pertambangan Konstruksi Pengk, perg, kom Pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007
Grafik III.9 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi (1)
2006
2007
Grafik III.10 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi (2)
Perkembangan kegiatan intermediasi perbankan di triwulan IV 2007, berdampak relatif rendah terhadap pergerakan Rasio Pinjaman terhadap DPK (LDR) (LDR). LDR Perbankan di Banten mengalami sedikit penurunan, yaitu dari 72,56% pada akhir triwulan III 2007 menjadi 71,41% pada akhir bulan November 2007 (Grafik III.11 - 12). Walaupun LDR relatif melambat, namun demikian ke depan dengan mulai kembali normalnya kegiatan ekonomi akhir-akhir ini diharapkan LDR akan kembali membaik.
75 70
%
200 Jakarta Banten
160
65
120
60
80
55
40
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006
2007
Grafik III.11 LDR Perbankan Jakarta dan Banten
0
% Jakarta Banten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006
2007
Grafik III.12 LDR Kredit Lokasi Proyek Jakarta Banten
48 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sementara itu, LDR dengan menggunakan kredit berdasarkan lokasi proyek2Ω menunjukan angka rasio LDR Banten yang lebih tinggi (Grafik III. 12). Jumlah kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Banten pada posisi akhir Oktober 2007 adalah Rp. 41,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Banten pada posisi yang sama Rp 19,7 triliun. Artinya, terdapat kredit sebesar Rp 21,4 triliun yang berasal dari perbankan di luar Banten digunakan untuk membiayai proyek yang berlokasi di Banten. Pada posisi bulan Oktober, penghitungan LDR dengan menggunakan jumlah kredit berdasarkan lokasi proyek di Banten 149,02%.
B. RESIKO KREDIT PERBANKAN Stabilitas makro ekonomi yang relatif terjaga namun disisi lain kinerja di sektor mikro yang masih belum bergerak secara cukup optimal menyebabkan kualitas pertumbuhan ekonomi belum maksimal. Insentif untuk mendorong agar sektor riil bergerak perlu diberikan, baik yang berasal dari Bank Indonesia maupun Pemerintah. Bank Indonesia, untuk memacu perkembangan di sektor riil secara berhati-hati memberikan sinyal pelonggaran kebijakan di Sektor moneter. Hal ini tercermin dari kebijakan Bank Indonesia yang secara bertahap menurunkan BI rate sejak bulan Mei 2006. Secara mikro, untuk memacu fungsi intermediasi Bank Indonesia juga melonggarkan beberapa ketentuan perbankan dengan harapan dapat mendorong perbankan lebih ekspansif. Namun demikian, disebabkan oleh akselerasi pertumbuhan perekonomian yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan dengan kualitas pertumbuhan ekonomi yang belum sesuai dengan yang diinginkan berdampak pada kegiatan intermediasi yang walaupun meningkat namun akselerasinya masih perlu ditingkatkan. Dalam triwulan laporan tersebut, resiko kredit perbankan secara agregat menurun. Salah satu indikator penurunan tingkat resiko tercermin pada NPLs gross bank yang mulai membaik3 dan masih dalam batas aman rasio Non Performing Loan, yaitu di bawah 5%. Bedasarkan tolok ukur ini maka NPL gross perbankan di Banten per November 2007 relatif rendah, yaitu sebesar 4,15% (Grafik III.13).
2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan di suatu daerah atau wilayah tertentu, tempat dimana lokasi proyek yang dibiayai kredit tersebut berada tanpa memperhatikan asal daerah/wilayah kantor bank yang membiayai. 3 NPLs pada beberapa Bank besar menurun yang dipengaruhi oleh keberhasilan restrukturisasi dan pelunasan hutang oleh sebagian debitur besar.
49 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
24 20
Triliun rupiah
%
Banten NPL Banten (rhs)
6 5
16
4
12
3
8
2
4
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2005
2006
Grafik III.13 NPLs Perbankan Banten
2007
0
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
% Modal Kerja Investasi Konsumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006
2007
Grafik III.14 NPLs Jenis Penggunaan
Walaupun outstanding kredit investasi jauh di bawah outstanding kredit konsumsi dan modal kerja, namun NPLs kredit investasi masih relatif lebih tinggi. NPLs kredit investasi perbankan di Banten per November 2007 adalah 6,74% dari outstanding kredit Rp 2,8 triliun, diikuti oleh kredit modal kerja dengan NPLs 5,98% dari outstanding kredit Rp 4,3 triliun, dan NPLs konsumsi relatif rendah 2,98% dari oustanding kredit Rp 12,7 triliun (Grafik III. 14). Lebih tingginya NPLs redit investasi yang berjangka waktu cukup panjang antara lain dipengaruhi oleh relatif lebih sensitifnya usaha yang dibiayai terhadap shock perekonomian dan sangat dipengaruhi oleh daya saing dari produk terhadap kompetitor, terutama di kelompok manufaktur sehingga resikonya dinilai relatif lebih tinggi. NPLs kredit modal kerja menunjukkan kecenderungan yang menurun yang antara lain dipengaruhi oleh membaiknya cash flow dunia usaha. Sementara itu NPLs kredit konsumsi relatif stagnan pada level yang rendah. Terjaganya NPLs kredit konsumsi antara lain disebabkan oleh jaminan pembayaran pada kredit ini lebih terjaga, baik dalam bentuk jaminan natura maupun jaminan (kepastian) pembayaran yang berasal dari penghasilan debitur. Sejalan dengan penurunan NPLs kredit menurut jenis penggunaan, resiko kredit sektoral juga mengalami penurunan, terutama di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan (Grafik III. 15√16) 15√16). Pada poisisi bulan November 2007, NPLs kredit perbankan di sektor industri dan sektor perdagangan masing-masing tercatat sebesar 7,2% dan 7,1%, turun dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya sebelumnya masing-masing 10,6% dan 9,7%. Sementara itu, NPLs di sektor lain-lain hanya 3,0%%. Tingginya NPLs di sektor industri antara lain disebabkan oleh karena sektor ini relatif rentan terhadap shock dan dihadapkan pada kompetisi yang semakin ketat di pasar. Dalam kondisi tertentu industri dipaksa 50 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
14 12 10
%
25,0 Industri Pengolahan Perdag, Rest, dan Hotel Jasa Dunia Usaha Lain-Lain
8
20,0 15,0
% Pert., Perb., & Alat Pert.n Pertambangan Konstruksi Pengkt, Pergud., dan Kom.
10,0
6
5,0
4 2
0,0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2006 2007
-5,0
Grafik III.15 NPLs Sektor Ekonomi (1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2006
2007
Grafik III.16 NPLs Sektor Ekonomi (2)
untuk lebih memanage produksi dan jika diperlukan bahkan sebagian juga menekan margin. Namun demikian, melalui upaya-upaya produktif oleh perbankan, maka beberapa debitur bermasalah dapat melunasi hutang sehingga dapat menekan NPls.
C. RESIKO LIKUIDITAS PERBANKAN Resiko likuiditas lebih terkait dengan kemampuan bank di dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo tempo. Pengelolaan likuiditas yang baik dan benar sangat diperlukan karena jika tidak akan dihadapkan pada resiko-resiko yang akan berdampak pada kontinyuitas usaha bank sebagai lembaga pengelola resiko. Resiko likuiditas adalah suatu ketidakmampuan untuk mengakomodasi jatuh tempo kewajiban dan penarikan serta pembiayaan pertumbuhan aktiva dan untuk memenuhi kewajiban pada tingkat harga pasar yang layak. Dari sisi pemenuhan kewajiban terhadap dana pihak ketiga, maka komposisi dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun perbankan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator besar kecilnya resiko likuiditas yang ditanggung oleh perbankan. Melihat struktur dana pihak ketiga perbankan di Jakarta, maka strukur dana jangka pendek cukup besar, baik dalam bentuk giro maupun deposito. Kondisi ini menyebabkan perbankan relatif berhati-hati dalam meningkatkan aktiva berupa kredit, dan kredit yang disalurkan lebih didominasi pada kredit modal kerja yang berjangka waktu pendek. Kredit konsumsi juga meningkat karena dianggap lebih aman. Sementara itu kredit investasi pertumbuhannya relatif lambat karena sifatnya yang jangka panjang dan eksposure risk yang lebih besar dan potensi kemungkinan mismatch. Kehati-hatian Bank juga tercermin pada LDR yang tumbuh relatif lambat dan disisi lain asset bank dalam bentuk SBI cukup tinggi. Secara keseluruhan dengan melihat perilaku 51 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
bank dalam mengelola asset sekarang ini, maka kondisi likuiditas perbankan dipandang relatif masih terjaga.
D. RESIKO PASAR Sebagai lembaga intermediasi salah satu resiko yang juga dihadapi bank adalah resiko pasar pasar. Resiko pasar adalah fluktuasi nilai asset yang disebabkan oleh perubahan harga-harga pasar dan yields. Bagi bank resiko itu terutama tercermin pada suku bunga dan sebagian pada nilai tukar. Untuk suku bunga, perbankan diuntungkan oleh relatif fleksibelnya suku bunga DPK, sementara suku bunga kredit relatif rigid untuk turun namun fleksibel untuk naik. Kondisi ini menyebabkan spread bunga masih cukup terjaga, walaupun bank tetap berhati-hati menyalurkan kreditnya. Kondisi lainnya adalah tingkat suku bunga SBI yang masih lebih tinggi dibandingkan suku bunga DPK sehingga menjadi alternatif investasi yang aman bagi perbankan untuk mengalokasikan kelebihan likuiditasnya. Dengan pola yang masih seperti ini, maka fluktuasi tingkat bunga secara keseluruhan masih dapat dihadapi oleh perbankan dengan resiko terbesar hanya berupa kemungkinan turunnya keuntungan, dengan catatan pengelolaan bank tetap benar. Sementara itu resiko yang terkait dengan nilai tukar, pada saat ini relatif lebih terukur. Beberapa ketentuan perbankan, seperti pembatasan exposure valas (PDN) dan aturan yang ketat bagi bank melakukan pinjaman luar negeri mengurangi resiko fluktuasi nilai tukar yang akan dihadapi oleh perbankan. Selain itu, dukungan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga nilai tukar juga mampu mengurangi tekanan resiko yang berasal dari pergerakan nilai tukar.
E. KREDIT UMKM (LOKASI PROYEK) Outstanding kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) di Banten meningkat cukup tinggi, dan pertumbuhannya melampaui pertumbuhan kredit UMKM Nasional Nasional. Outstanding kredit UMKM di Banten pada akhir bulan November 2007 tumbuh 27,23% (y-o-y) menjadi Rp 21,3 triliun (Grafik II. 17 - 18). Dengan perkembangan kredit tersebut, porsi kredit MKM di Banten dibandingkan dengan kredit MKM Nasional relatif tidak berubah, yaitu pada kisaran angka 4,0% - 5,0% dari total MKM nasional yang memiliki outstanding Rp 510,7 triliun. Sementara itu proporsi kredit MKM di banten terhadap total kredit yang disalurkan di Banten (lokasi proyek) 50%-51%, cukup tinggi.
52 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Rp triliun
600
35
UMKM Nasional UMKM Banten
500
% (y-o-y)
30
400
25
300 20
200
15
100 -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2006
10
g Total Kredit Banten g Kredit UMKM Banten
1
2
3
4
2007
5
6
7
8
9
10
11
2007
Grafik III.17 Proporsi Kredit UMKM
Grafik III.18 Pertumbuhan Kredit
Dari sisi level, kredit MKM di Jakarta memiliki outstanding yang tertinggi (pangsa 22,0%) (Tabel III.2). Kredit MKM di Jakarta pada posisi akhir bulan November 2007 sebesar Rp 110,8 triliun, menyusul kemudian adalah Jawa Barat (Rp79,5 triliun), Jawa Timur (Rp 61,7 triliun), dan Jawa Tengah (Rp 50,4 triliun). Tingginya outstanding MKM di Jakarta adalah merupakan fenomena yang normal, terutama mengingat Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi di Indonesia menjadi daya tarik pelaku ekonomi pada berbagai ukuran (size) untuk beraktifitas di Jakarta. Tabel III. 2 Outstanding Kredit MKM Lokasi Proyek 10 Propinsi Terbesar (miliar rupiah) Nov 2006
Uraian
Tw I 2007
Tw II 2007
Tw III 2007
Nov 2007
Pangsa
Pertumb. Pertumb. (y-o-y) y-to-date
1. DKI Jakarta
92,329.9 96,860.4
99,434.0 104,145.5 110,792.1
21.7%
20.0%
13.0%
2. Jawa Barat
66,067.7 68,634.0
73,143.4
79,471.2
15.6%
20.3%
18.1%
77,688.7
3. Jawa Timur
51,012.9 52,708.5
56,554.3
60,464.4
61,650.0
12.1%
20.9%
18.0%
4. Jawa Tengah
41,887.1 43,510.5
46,088.2
49,586.3
50,427.3
9.9%
20.4%
18.3%
5. Sumatera Utara
21,297.2 21,782.3
23,551.4
25,389.6
26,190.7
5.1%
23.0%
21.3%
6. Banten
17,207.0 17,911.4
19,260.3
21,254.6
21,773.2
4.3%
26.5%
24.5%
7. Riau a
14,459.8 15,231.5
16,696.5
18,044.2
18,585.8
3.6%
28.5%
25.2%
8. Sulawesi Selatan
b
9. Bali 10.Kalimantan Timur Total 10 Propinsi
14,213.7 15,147.3
16,483.2
17,653.4
18,251.5
3.6%
28.4%
25.2%
10,678.9 11,069.6
11,680.0
12,098.4
12,437.9
2.4%
16.5%
15.2%
9,884.9
10,522.0
10,935.2
2.1%
22.8%
20.5%
338,058.2 352,165.1 372,776.1 396,847.1 410,515.1
80.4%
8,903.8
9,309.6
21.4%
17.8%
97,445.9 100,138.5
27.6%
26.2%
Total Kredit MKM Nasional 416,534.7 434,317.2 462,690.7 494,293.0 510,653.5
22.6%
19.3%
Propinsi Lainnya
78,476.5 82,152.1
89,914.6
a Termasuk Kepulauan Riau/Riau Islands included. b Termasuk Sulawesi Barat/West Sulawesi included.
53 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Ekspansi bersih penyaluran kredit MKM di Banten pada periode Januari s.d. November 2007 termasuk di dalam sepuluh daerah yang mengalami ekspansi MKM terbesar. Selama periode bulan Januari s.d November 2007 ekspansi kredit MKM di Banten mencapai Rp 4,3 triliun dan menduduki rangking yang keenam (Tabel III. 3). Ekspansi kredit MKM tersebut jumlahnya melampaui jumlah ekspansi selama tahun 2006 (Rp 1,6 triliun) dan nilai ekspansinya memiliki pangsa 5,2% dari total ekspansi MKM di Indonesia periode Januari-November 2007 yang totalnya sebesar Rp 82,7 triliun. Faktor yang mempengaruhi besarnya ekspansi kredit MKM di Banten antara lain adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dan perkembangan UMKM yang membaik yang didukung oleh komitmen serius pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha MKM. Tabel III. 3 Ekspansi Kredit MKM Lokasi Proyek 10 Propinsi Terbesar (miliar rupiah) Net Ekspansi
Okt-Nov Akumulasi 2006 2006
Pangsa
Tw I 2007
Tw II 2007
Tw III 2007
Okt-Nov Akumulasi 2007 2007
Pangsa Share
1. DKI Jakarta
2,523.1 12,750.2
22.0% -1,200.6
2,573.5
4,711.6
6,646.6 12,731.1
15.4%
2. Jawa Barat
1,142.9
8,244.6
14.2%
1,314.2
4,509.4
4,545.3
1,793.5 12,162.5
14.7%
3. Jawa Timur
790.4
6,072.7
10.5%
457.8
3,845.8
3,910.2
1,184.8
9,398.5
11.4%
4. Jawa Tengah
807.2
5,649.5
9.7%
901.5
2,577.7
3,498.1
840.0
7,817.3
9.5%
5. Sumatera Utara
334.4
2,734.3
4.7%
197.8
1,769.2
1,838.2
800.4
4,605.6
5.6%
6. Banten
443.4
1,610.8
2.8%
421.6
1,348.9
1,994.3
526.0
4,290.8
5.2%
7. Riau b
448.0
2,874.1
5.0%
381.2
1,465.0
1,347.7
541.8
3,735.8
4.5%
8. Sulawesi Selatan a
360.8
2,348.3
4.0%
566.0
1,335.9
1,170.2
584.8
3,656.9
4.4%
9. Lampung
221.7
1,583.1
2.7%
520.6
695.4
619.7
112.6
1,948.3
2.4%
10. Sumatera Barat
103.5
1,059.4
1.8%
448.9
735.4
448.8
261.8
1,894.9
2.3%
Total 10 Propinsi
4,652.3 32,176.9
55.5%
5,209.7 18,282.7 19,372.3
6,645.8 49,510.5
59.9%
Propinsi Lainnya
3,870.7 25,840.7
44.5%
1,111.2 10,090.9 12,229.9
9,714.8 33,146.7
40.1%
Net Ekspansi Kredit MKM 8,523.0 58,017.6
100.0%
6,320.9 28,373.5 31,602.2 16,360.6 82,657.2
100.0%
a Termasuk Sulawesi Barat b Termasuk propinsi Kepulauan Riau
Dari sisi kinerja, kredit MKM cukup baik, sebagaimana tercermin pada kinerja di level nasional dan lebih baik dari kinerja kredit non MKM MKM. Kinerja kredit MKM dengan menggunakan NPLs sebagai ukuran kinerjanya, per akhir November 2007 semakin membaik dengan NPLs gross MKM 4,2% dan Net-nya 1,86% dari total MKM, turun dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya. NPLs gross MKM tersebut masih di bawah angka NPLs gross non MKM yang tercatat 5,37% namun di atas NPLs net nya 1,12%. Faktor yang mempengaruhi angka NPLs di sektor 54 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
MKM relatif rendah antara lain adalah resiko di sektor ini yang relatif lebih terukur, MKM lebih kuat dalam menghadapi shock, dan komitmen dari pelaku MKM dalam pengembalian kredit cukup tinggi.
F. TRANSAKSI KLIRING Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penyelesaian rata-rata transaksi harian melalui kliring di Serang menunjukkan peningkatan jumlah nominal yang cukup tinggi namun jumlah warkat kliring turun (Tabel III. 4) 4). Rata-rata harian nilai nominal transaksi kliring di triwulan IV 2007 Rp 16.9 triliun, meningkat sebesar 26,0% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 13,4 triliun). Sementara itu, ratarata harian jumlah warkat kliring turun (0,77%) menjadi 810 lembar warkat. Peningkatan transaksi nominal kliring antara lain diduga berasal dari transaksi APBD sejalan dengan berakhirnya TA 2008, dan juga tidak terlepas dari perkembangan ekonomi yang membaik sehingga transaksi non tunai meningkat. Tabel III. 4 Rata-rata Harian Transaksi Kliring Volume 2006
2007
1
758
Nominal (jutaan rupiah) 10.327
2
1.429
10.724
3
797
12.627
4
1.165
13.506
1
583
9.956
2
831
14.101
3
816
13.386
4
810
16.872
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Miliar rupiah
Ratusan lembar
Nominal Banten Vol (rhs)
25 20 15 10 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2006
0
2007
Grafik III.19 Rata-rata Harian Transaksi Kliring
Ke depan penyelesaian transaksi melalui kliring di serang diperkirakan akan meningkat meningkat. Faktor yang mempengaruhi, selain perekonomian yang membaik juga dipengaruhi oleh akan hadirnya Bank Indonesia di Serang sehingga diharapkan sistem pembayaran non tunai akan maju beberapa langkah ke depan. Kehadiran Bank akan memungkinkan diimplementasi kannya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan diterapkannya daftar hitam nasional. Coverage SKNBI pada saat ini sudah mencakup lebih dari 95% nilai transaksi kliring per hari. Dengan SKNBI tersebut penyelesaian kliring dapat dilaksanakan dengan lebih baik, terutama dilihat dari sisi kecepatan dan keakuratan pembayaran. Selain itu risiko kegagalan 55 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
settlement akan dapat dikurangi. Selain itu, dengan hadirnya Bank Indonesia di Serang akan lebih memungkinakan penyelesaian transaksi dengan RTGS dapat dilayani melalui Bank Indonesia Serang. Peningkatan pelayanan transaksi non tunai tersebut diharapkan dapat menjadi isu positif bagi dunia usaha dan meningkatkan aktifitas dunia usaha ke Banten. Secara makro pergerakan ekonomi Banten diharapkan akan lebih terakselerasi. Melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), keuntungan yang diperoleh cukup luas. Masyarakat, perbankan dan perekonomian secara makro memperoleh keuntungan dimaksud. Bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia yang melakukan penyelesaian transaksi melalui kliring nantinya dapat melakukan transaksi transfer dana pada hari yang sama sepanjang sistem internal bank peserta sudah sepenuhnya terhubung ( fully online). Bagi perbankan, SKNBI akan menciptakan efisiensi biaya pencetakan dan handling warkat, efisiensi SDM dan peralatan penunjang lainnya. Pengintegrasian juga akan meningkatkan efesiensi pengelolaan likuiditas bank karena bank cukup memonitor satu posisi transaksi kliring secara nasional. Secara makro, transmisi arus dana melalui SKNBI secara real time dan otomatis akan mempercepat peredaran kembali uang (velocity of money) sehingga mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat, dan pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kualitas kliring di Serang pada triwulan III-2007 relatif belum optimal karena prosentase tolakan dan warkat kliring masih tinggi dan di atas angka-rata-rata nasional (Tabel IV. 5). Persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total Tabel III. 5 Rata-rata Harian Penarikan Cek/BG Kosong Penarikan Cek/BG Kosong Nominal (juta Rupiah)
2006
2007
Volume (lembar)
Kliring Total Nominal (juta Rupiah)
Persentase
Volume (lembar)
Nominal (%)
Volume (%)
1
146
9
10.327
758
1,41
1,21
2
170
8
10.724
1.429
1,59
0,54
3
123
9
12.627
797
0,98
1,10
4
269
8
13.506
1.165
1,99
0,73
1
180
7
9.956
583
1,80
1,23
2
466
7
14.101
831
3,30
0,87
3
99
6
13.386
816
0,74
0,69
4
204
7
16.872
810
1,21
0,88
56 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
rata-rata harian kliring, baik dari sisi jumlah warkat maupun nilai transaksi relatif tinggi. Presentasi rata-rata harian nilai nominal dan volume cek dan BG yang ditolak pada triwulan IV 2007 masing-masing adalah 1,21% dan 0,88%. Terkait dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kliring, Bank Indonesia memberlakukan penerbitan daftar hitam nasional penarik Cek dan/atau bilyet giro kosong kosong. Latar belakang dari dikeluarkannya ketentuan ini adalah mengingat bahwa penggunaan instrumen cek dan/atau bilyet giro sebagai alat pembayaran di Indonesia masih diminati, namun disisi lain masih terdapat praktik penarikan cek dan/atau bilyet giro kosong yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Sementara itu penerapan sanksi daftar hitam penarik cek dan/atau bilyet giro kosong serta pemberlakuannya cakupan wilayah kliring lokal belum cukup efektif menurunkan tingkat pencairan cek dan/atau bilyet giro kosong sehingga perlu diterapkan prinsip self assesment agar penatausahaan daftar hitam dapat dilakukan dengan lebih akurat. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi dan menjaga kepercayaan masyarakat atas penarikan cek dan/atau bilyet kosong, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No 8/29/PBI2006 tentang daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong yang berlaku efektif per 1 Juli 2007.
57 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
halaman ini sengaja dikosongkan
58 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB IV. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kualitas pertumbuhan ekonomi yang masih belum optimal berdampak pada masih lambatnya perbaikan beberapa indikator kesejahteraan masyarakat Banten pada tahun 2007. Indikator dimaksud antara lain adalah ketenagakerjaan, angka kemiskinan, upah/gaji, kesenjangan pendapatan (gini ratio), angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Angka pengangguran sedikit menunjukkan perbaikan, namun persentase penduduk miskin tahun 2007 masih lebih tinggi dari tahun 2005. Angka pengangguran di Banten turun 18,91% pada tahun 2006 menjadi 15,75% pada tahun 2007 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional (9,11%). Tingkat kemiskinan relatif turun tipis, yaitu 9,09% dari total jumlah penduduk walaupun lebih rendah dibandingkan dengan nasional (16,58%). Faktor yang mempengaruhi relatif lambatnya perbaikan indikator kesejahteraan antara lain adalah kinerja perekonomian Banten yang walaupun dari sisi kuantitas pertumbuhannya cukup tinggi, namun demikian dari sisi kualitas masih belum optimal, yaitu pertumbuhan lebih didorong oleh konsumsi, sementara investasi tumbuh relatif lambat. Dari sisi sektoral hal ini juga tercermin pada lambatnya pertumbuhan di sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri. Hal ini berdampak pada peningkat kesenjangan pendapatan yang meningkat, yaitu dari 0,356 pada tahun 2005 menjadi 0,365 pada tahun 2007 (Maret). Sementara itu, indikator kesejahteraan yang lain, yaitu angka indeks kesengsaraan dan Indeks pembangunan relatif membaik. Faktor yang mempengaruhi perbaikan indeks kesengsaraan antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan di sisi lain inflasi relatif terjaga. Sementara itu, perbaikan indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh perekonomian yang membaik dan disisi lain alokasi anggaran untuk pendidikan dan jaminan sosial juga meningkat.
A. KETENAGAKERJAAN Jumlah angkatan kerja di Banten menunjukkan peningkatan yang relatif rendah dan disisi lain penyerapan tenaga kerja meningkat sedikit lebih tinggi sehingga tingkat pengangguran terbuka sedikit menurun (Grafik V. 1). Pada posisi Agustus 2007 jumlah angkatan kerja di Banten mencapai 4,02 juta jiwa, sedikit meningkat dibanding kondisi Agustus 2006 sebanyak 3,98 juta jiwa. Di sisi lain penyerapan 59 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
tenaga kerja meningkat dari 3,34 juta jiwa mejadi 3,38 juta jiwa. Kombinasi perkembangan dua hal yang positif ini menyebabkan tingkat pengangguran terbuka turun tipis, dari 16,1% pada posisi Agustus 2006 menjadi 15,8% pada posisi Agustus 2007.
Ribu 5.000
(%) Angkatan Kerja
Bekerja
Menganggur
4.000 3.000 2.000 1.000 -
2005
2006
2007
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Banten Sumatera Bali dan NT Sulawesi Nasional
2005
DKI Jawa Kalimantan Papua
Ags
Ags
2006
2007
Sumber BPS
Grafik IV.1 Angkatan Kerja dan Jumlah Penduduk Bekerja
Grafik IV.2 Tingkat Angka Pengangguran Terbuka
Walaupun secara gradual prosentase angka pengangguran menurun, namun demikian angka pengangguran di propinsi Banten (15,8%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran nasional (9,11%) (Grafik V. 2.). faktor yang mempengaruhi tingginya angka persentase pengangguran antara lain adalah pertumbuhan dan kualitas pertumbuhan ekonomi Banten yang belum optimal, berkurangnya minat penduduk yang bekerja disektor pertanian, dan kualitas SDM yang masih terbatas. Pertumbuhan ekonomi Banten masih memiliki potensi untuk dipacu, terutama di komponen investasi. Pertumbuhan ekonomi yang kurang dipacu oleh pertumbuhan investasi memiliki dampak pada penyerapan tenaga kerja yang terbatas. Dari sisi sektoral, sektor pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi secara gradual mulai ditinggalkan oleh pencari kerja karena dianggap kurang mampu memberikan imbalan yang cukup disamping faktor lainnya, seperti luas lahan yang semakin berkurang dan juga kepemilikan lahan petani yang relatif kecil. Sementara itu penyerapan tenaga kerja di sektor industri relatif terbatas karena pertumbuhan di sektor ini dipengaruhi oleh terbatasnya insentif pasar dan juga kompetisi yang meningkat terhitung lambat. Faktor lain yang cukup mengganggu di sektor ketenagakerjaan adalah kualitas SDM di Propinsi Banten yang masih kurang kompetitif. Beberapa indikator mengkonfirmasi kondisi ini seperti, masih tingginya angkatan kerja yang 60 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
berpendidikan SMP ke bawah, terdapat mismatch ketrampilan yang dibutuhkan antara pencari tenaga kerja dengan lapangan kerja yang dibuka dan budaya masyarakat yang belum berorientasi kepada daya saing dan produktivitas. Ke depan peningkatan kualitas dan ketrampilan angkatan kerja di Banten perlu terus dipacu, antara lain untuk mengantisipasi target pada tahun 2007, dimana diharapkan sektor industri mampu menyerap 100.000 tenaga kerja baru. Berdasarkan informasi terbaru dari media massa, disebutkan bahwa Kabupaten Serang merupakan kantong migran terbesar setelah Kabupaten Banyuwangi dan Kota Malang, dengan jumlah warga yang menjadi TKI di luar negeri diperkirakan mencapai 10 ribu orang.
Tabel IV. 1 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor di Banten Jumlah Tenaga Kerja
Lapangan
2005 Pertanian Pertambangan Industri Listrik Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa Total
2006
2007
19.651 22.543 20.836 2.953 9.410 8.697 698.782 556.086 557.538 9.072 12.733 12.766 174.426 162.717 163.142 1.391.304 1.404.854 1.408.523 326.539 295.724 297.476 172.938 233.238 234.620 769.666 834.494 839.439 3.565.331 3.531.799 3.543.039
Share (%)
Status Pekerjaan
2005 2006 2007 0,6 0,1 19,6 0,3 4,9 39,0 9,2 4,9 21,6 100,0
0,6 0,6 0,3 0,2 15,7 15,7 0,4 0,4 4,6 4,6 39,8 39,8 8,4 8,4 6,6 6,6 23,6 23,7 100,0 100,0
Sumber: BPS, Sakernas, Februari 2006
Lapangan
2005 Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD SLP SLA Diploma Universitas
2006
121.654 61.627 253.585 296.071 962.297 1.009.837 758.766 805.391 1.069.035 965.817 46.739 38.476 102.760 83.800 3.314.836 3.261.019
Sumber: BPS, Sakernas, Februari 2006
Agt. 2006
Agt. 2007
Formal 1. Berusaha di bantu buruh tetap
101.353
105.946
1.369.944
1.355.357
1. Berusaha sendiri
735.200
859.086
2. Berusaha dibantu buruh
490.387
485.370
3. Pekerja bebas
332.127
291.445
4. Pekerja tak di bayar
309.794
286.457
2. Buruh/Karyawan Informal
tidak tetap
Sumber: BPS
Tabel IV. 3 Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Pendidikan di Banten Jumlah
Tabel IV. 2 Tenaga Kerja berdasarkan Status Pekerjaan di Banten
Tabel IV. 4 Ketenaga Kerjaan Kabupaten/Kota Kab/Kota
Share (%) 2005 3,7 7,7 29,0 22,9 32,3 1,4 3,1 100,0
2006 1,9 9,1 31,0 24,7 29,6 1,2 2,6 100,0
Angk. Kerja
Bekerja
TPT
TPAK
Pandeglang
458.120
412.219
10,0
64,8
Lebak
512.576
449.252
12,4
66,9
1.516.178
1.282.821
15,4
62,1
Serang
694.771
575.751
17,1
58,9
Kota Tangerang
683.291
543.704
20,4
58,2
151.487
119.914
20,8
59,4
4.016.423
3.383.661
15,8
61,6
Tangerang
Kota Cilegon Banten Sumber: BPS
61 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sementara itu, dilihat per kabupaten/kota, prosentase pengangguran yang tinggi lebih tinggi di kota-kota yang menjadi pusat kegiatan industri. Prosentase pengangguran tinggi ada di kota Cilegon(20,8%), Tangerang (20,4%) dan Kabupaten Serang (17,1%). Sementara di Kabupaten yang lebih mengandalkan sektor pertanian, pengangguran relatif lebih rendah, yaitu Pandeglang (10,0%) dan Lebak (12,4%). Tingginya angka prosentase pengangguran di kota/kabupaten yang menjadi pusat kegiatan industri merupakan fenomena yang cukup menarik untuk di telaah, perlu didalami penyebab tingginya prosentase angka pengangguran dimaksud, apakah dikarenakan banyak industri yang tutup, urbanisasi, mismatch SDM, ataupun faktor penyebab lainnya. Sementara itu, fenomena besarnya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian di Wilayah Selatan perlu dicermati Pemda dengan lebih meningkatkan infrastruktur pendukung dan pembinaan sehingga nilai tambah dan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Ke depan, angka pengangguran di Banten diperkirakan masih turun namun akselerasinya akan sangat tergantung antara lain kepada keberpihakan Pemerintah Daerah Daerah. Faktor utama yang mempengaruhi perbaikan dimaksud adalah perekonomian yang membaik walaupun sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja tumbuh relatif terbatas terutama karena masih terbatasnya pertumbuhan investasi. Sementara itu, disisi sektoral, sektor ekonomi yang tumbuh tinggi adalah sektor yang relatif padat modal seperti sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi, dan sektor keuangan. Sedangkan sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja tinggi, seperti sektor pertanian dan khususnya sektor industri tumbuh terbatas. Penyerapan tenaga kerja akan dapat diakselerasi, jika Pemerintah Daerah mampu memanfaatkan momentum perekonomian baik makro maupun regional yang relatif positif akhir-akhir ini. Hal yang dapat dilakukan Pemda diantaranya adalah lebih memperbaiki iklim investasi; mengoptimalkan potensipotensi keunggulan kompetitif, seperti lokasi geografis yang strategis dan dekat dengat pusat pemerintahan dan ekonomi Indonesia; menjalin kerjasama dengan Pemda DKI untuk menampung industri yang sudah tidak layak beroperasi di DKI ke kawasan-kawasan industri yang berlokasi di Banten yang dalam hal ini Pemda bekerjasama dengan Pengelola kawasan industri harus mampu menjamin kebutuhan industri di kawasan, seperti akses ke dan dari kawasan industri, keamanan, dan menjamin minimnya biaya tinggi; fokus pada upaya perbaikan kesejahteraan publik dengan tetap memperhatikan konsistensi tata ruang yang tertata dan seimbang.
62 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
B. UPAH Secara agregat upah yang diterima tenaga kerja meningkat, namun peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja level menengah ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi. survei Human Resources Development Club (HRD Club) yang menunjukkan kenaikan gaji manajerial di sektor formal pada berbagai level jabatan mendekati angka 15. Kenaikan gaji tersebut umumnya mulai dibayarkan di triwulan II 2007. Survei yang lain adalah survei konsumen yang menunjukkan bahwa penghasilan saat ini sebagian besar responden membaik. Sementara itu, untuk golongan masyarakat berpenghasilan relatif subsistem kenaikan pendapatannya relatif kurang dapat secara cukup signifikan mampu mendorong peningkatan konsumsi. Hal ini tercermin pada peningkatan upah buruh informal, Upah Minimum Propinsi (UMP), yang kurang cukup kuat mengimbangi kenaikan harga-harga. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan pada berbagai level pekerjaan kurang memberikan dampak pada pengurangan disparitas pendapatan. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan pada berbagai level pekerjaan kurang memberikan dampak pada pengurangan disparitas pendapatan, sebagaimana tercermin pada angka gini ratio 2007 (0,365) yang meningkat dibandingkan tahun 2005 (0,356). Ke depan, disamping upaya untuk menjaga kestabilan harga dioptimalkan, kebijakan pengupahan ada baiknya lebih diarahkan pada upaya untuk dapat mengerem disparitas yang semakin membesar. Kebijakan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui pengaturan peningkatan gaji yang lebih rendah untuk level yang lebih tinggi namun disisi lain kenaikan upah pada low level tetap dalam batas-batas normal dan mampu meredam ekspektasi terhadap inflasi. Tabel IV. 5 Gini Ratio
(%) 30 25
2006
20 15 10 5 0
Pesuruh
Provinsi
2007
Klerek
Manajemen Manajemen Manajemen Keseluruhan Yunior Menengah Senior
Grafik IV.3 Kenaikan Gaji HRD Club
1 2 3 4 5 6 7 8 9
DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jogyakarta Jawa Timur Sumatera Utara Sulawesi Selatan Nasional
2002 0,322 0,330 0,289 0,284 0,367 0,311 0,268 0,301 0,329
2005 0,269 0,356 0,336 0,306 0,415 0,356 0,303 0,353 0,363
2007 0,336 0,365 0,344 0,326 0,366 0,337 0,305 0,37 0,364
Sumber: BPS
63 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
C. KEMISKINAN Presentase jumlah penduduk miskin di Banten (9,07%) masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan presentase jumlah penduduk miskin nasional, 16,58% (Grafik V. 4.). Namun demikian, apabila dilihat per-individual propinsi, maka presentase jumlah penduduk miskin di Propinsi Banten masih relatif tinggi, walaupun secara gradual kondisinya membaik.. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Banten, maka pada tahun 2007 jumlah keluarga miskin di Banten mencapai 9,07 % dari total penduduk Banten, sementara itu di Jakarta presentase penduduk miskin hanya 4,67% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta. Prosentase penduduk miskin di Banten di tahun 2007 turun setelah sempat meningkat pada tahun 2006. Penurunan ini searah dengan penurunan jumlah penduduk miskin nasional yang turun dari 39,30 juta jiwa (17,75%) pada tahun 2006 menjadi 37,17 juta jiwa (16,58%) pada tahun 2007. Faktor utama yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun adalah perekonomian yang membaik sejalan dengan berkurangnya dampak kenaikan BBM Oktober 2005. Tabel IV. 6 Strata Penghasilan
(%) 20
10
0
2003
2004
2005
2006
2007*
DKI
3.42
3.18
4.27
4.30
4.19
Banten Nasional
9.6 17.42
8.6 16.7
8.86 15.97
17.75
9.07 16.58
Sumber : BPS
Grafik IV.4 Angka Penduduk Miskin
Strata
Penghasilan (Ribu Rp)
Jakarta %
Botabek %
A1
> 3.000
13
2
A2
2.000-3.000
16
5
B
1.500 - 2.000
20
11
C1
1.000 -1.500
25
23
C2
700 - 1.000
18
32
D
500 - 700
4
17
E
< 500
3
11
Sumber : AC Nielsen, 2007
Dilihat berdasarkan lokasinya, jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada posisi bulan Maret 2007 mencapai 486.800 jiwa (54,94%), dan penduduk miskin diperkotaan 399.300 jiwa. Sementara itu dilihat dari sisi indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan relatif stabil yaitu masing-masing pada angka 1,42 dan 0,35. Indkes yang stabil memberikan indikasi bahwa ratarata pengeluaran penduduk miskin cenderung tetap terhadap garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin juga tetap. 64 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Walaupun tingkat kemiskinan menurun, permasalahan kemiskinan di propinsi Banten perlu mendapat perhatian yang ekstra, karena kalau tidak ditangani secara serius dapat mengarah pada kemiskinan struktural. Hal ini mengingat bahwa salah satu faktor mendasar yang menyebabkan kemiskinan di Banten cukup tinggi adalah rendahnya pendidikan sebagian masyarakat di Banten yang juga berpengaruh pada terbatasnya ketrampilan, sumber daya alam (endowment) yang relatif terbatas dan budaya masyarakat yang belum mengedepankan produktivitas dan daya saing. Beberapa indikator menunjukkan bahwa faktor pendidikan masih perlu dicermati antara lain adalah tingginya jumlah anak putus sekolah, yaitu pada akhir tahun ajaran 2005/2006 mencapai 9.087 siswa, dan masih tingginya jumlah penduduk yang buta huruf, yaitu mencapai 500.000 orang lebih. Terbatasnya pendidikan yang dicapai berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang rendah pula, sehingga pada giliranya angkatan kerja yang ada menghadapi kendala dalam memasuki pasar tenaga kerja karena terdapat gap kompetensi. Ke depan, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari Pemda Banten untuk mengubah paradigma masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan perlunya peningkatan keterampilan tanpa mengubah secara drastis budaya yang ada, terutama di era yang kompetitif ini. Kondisi ini mutlak diperlukan mengingat kondisi riil di Banten, yaitu perekonomian lebih didominasi oleh sektor industri yang membutuhkan tenaga kerja relatif trampil. Untuk mengurangi kemiskinan Pemerintah Daerah Banten telah menggulirkan program Nasional Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada tahap awal Pemda Banten mengucurkan beberapa program pengentasan kemiskinan, diantaranya dilakukan dalam bentuk bantuan bagi masyarakat miskin yang dikemas dalam kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tanggal 14 Juni 2007. Langkah riil yang dilakukan berupa pengalokasian dana APBD bagi penanggulangan kemiskinan di Provinsi Banten sebesar ± Rp 120 Milyar. Bantuan diberikan kepada 76 kecamatan dan 150 desa se-Provinsi Banten ( ± Rp 3 milyar perkecamatan) dengan harapan mampu mengatasi kesenjangan kemiskinan yang terjadi sebesar 80%.
D. INDEKS KESENGSARAAN Sejalan dengan penurunan pengangguran dan inflasi yang relatif terkendali, angka misery index (indeks kesengsaraan) menunjukkan perbaikan (Grafik V. 4) 4). Misery index dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat pengangguran 65 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
terbuka dengan tingkat inflasi. Angka Indeks ini pertama kali dikenalkan oleh Arthur Okun. Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Kombinasi dari meningkatnya inflasi dan bertambahnya angka pengangguran akan berdampak pada memburuknya kinerja ekonomi yang tercermin dari meningkatnya misery index. Berdasarkan indikator misery indeks, kondisi kesejahteraan masyarakat di keseluruhan tahun 2007 diperkirakan membaik, yaitu dengan agka indeks yang lebih rendah dibandingkan tahun 2007 (Grafik V.5). Perbaikan indeks ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat dan disisi lain upaya pemerintah untuk mengendalikan inflasi cukup memberikan hasil. Tabel IV. 7 Pengeluaran Penduduk Miskin
35
(Persen)
Keterangan Kebutuhan dasar Makanan Beras Telur, Daging & Susu Kebutuhan lainnya Kebutuhan dasar bukan Makanan Perumahan Listrik Pendidikan Transportasi Kebutuhan lainnya Total
Kota
Desa
15,5 4,44 49
22,0 3,36 46,35
7,37 4,06 1,73 2,58 15,32 100
8,05 2,35 1,02 1,58 15,29 100
Banten
30
Zona
25 20 15 10 5 -
Q1
Q2
Q3
2006
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2007
Grafik IV.5 Indeks Kesengsaraan
Sumber : BPS, diolah
E. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah gabungan dari nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktorfaktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif tertentu1Ω (Grafik V. 6 √ 7). Indeks ini dapat digunakan untuk membandingkan human development antara satu negara dengan negara lainnya ataupun membandingkan human development 1 Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: 1. Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, 3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.
66 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
antara satu propinsi dengan propinsi lain di dalam satu wilayah negara. Terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks di atas 0,800, IPM sedang dengan batas angka IPM 0,500 √ 0,799, dan IPM rendah dengan nilai di bawah 0,500. Angka IPM Indonesia dan kebanyakan propinsi di Indonesia pada saat ini masuk dalam kategori IPM sedang. Khusus untuk di Banten, data terakhir menunjukkan bahwa IPM Propinsi Banten lebih rendah dibandingkan dengan IPM Propinsi Jakarta dan juga IPM Propinsi lain, terutama di Jawa. Sementara itu berdasarkan release terakhir dari UNDP, IPM Indonesia pada tahun 2007 adalah 0,728 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya 0,711. Peringkat IPM Indonesia sedikit membaik, yaitu meningkat menjadi rangking 108 (sebelumnya 108), namun demikian IPM Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan IPM negara tetangga, yaitu Malaysia (0,811), Thailand (0,781), Filipina (0,771), dan Vietnam (0,733).
69,3
77,0
68,6 67,9
76,0
67,2 66,5
75,0
65,8 74,0
65,1 2002
2003
2004
2005*
2002
2003
2004
2005*
Sumber: BPS
Grafik IV.6 IPM Provinsi DKI Jakarta
Grafik IV.7 IPM Provinsi Banten
Indeks pembangunan manusia di Propinsi Banten berdasarkan data terakhir menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang sedang. IPM Propinsi Banten meningkat tipis dari 0,681 pada tahun 2004 menjadi 0,690 pada tahun 2005. Dengan memperhatikan perkembangan angka harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks daya beli, diperkirakan indeks pembangunan manusia tahun 2007 searah dengan perekonomian yang bertumbuh dan meningkatnya alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial mengalami perbaikan, walaupun peningkatannya terkait dengan kapasitas yang ada masih terbatas.
67 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
F. KESENJANGAN EKONOMI Kesenjangan ekonomi wilayah Propinsi Banten relatif masih tinggi yang tercermin pada tingginya kesenjangan angka pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita antar kabupaten/kota. Kesenjangan pendapatan per kapita antara kabupaten/kota yang tertinggi dan terendah di Banten pada tahun 2006 hampir mencapai 9 kali lipat. Pendapatan per kapita yang tertinggi adalah Kota Cilegon (Rp 43,7 juta) dan yang terendah Kabupaten Lebak (Rp 4,8 juta). Kemudian dari sisi pertumbuhan ekonomi, beberapa kabupaten jika tidak diberikan perhatian dan pembenahan yang lebih intensif akan sulit untuk mengimbangi pertumbuhan yang telah dicapai oleh beberapa daerah kota yang pertumbuhannya tinggi, dan bahkan akan semakin tertinggal. Pertumbuhan di daerah kota setiap tahun dapat mencapai 10%, sementara pertumbuhan di beberapa kabupaten (terutama di selatan) masih berkisar 3-4%. Untuk mengurangi disparitas perekonomian, maka pembangunan di kabupaten yang tertinggal perlu diakselerasi, antara lain melalui peningkatan dan perbaikan di bidang infrastruktur, pendidikan terutama di kabupaten/kota di wilayah Banten sebelah selatan. Pada saat yang bersamaan Pemda-pemda dimaksud juga diharuskan mampu menciptakan iklim investasi yang mendukung dengan tetap mempertimbangkan potensi dan kearifan lokal. Tabel IV. 8 Kesenjangan Ekonomi di Banten Banten Pendeglang Lebak Tangerang Serang Kota Tangerang Kota Cilegon
Pendpt/kap (juta)
Growth (%)
5,1 4,8 8,6 6,9 23,9 43,7
3,9 3,1 3,3 4,1 10,3 4,4
Tabel IV. 9 Kondisi Infrastruktur di Banten
Pandeglang Lebak Kabupaten Tangerang Serang Kota
Tangerang Cilegon
Rasio Panjang Jalan/Luas
Listrik (%)
0.39 0.38 0.65 0.69
4.8 4.8 15.1 3.1
1.51 3.91
4.3 7.6
Ketersediaan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia (pendidikan) mempengaruhi kesenjangan yang terjadi di Banten. Infrastruktur yang memadai di Propinsi Banten sebelah utara seperti Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang memungkinkan sektor industri dan perdagangan tumbuh dengan laju cukup tinggi. Sementara di Propinsi Banten sebelah selatan seperti di Kabupaten Lebak dan Pandeglang masih mengandalkan sektor pertanian yang tumbuh relatif rendah karena masih belum optimalnya perhatian pada sektor ini dan relatif lemahnya dukungan infrastruktur. Sementara itu, dari sisi pendidikan 68 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
sebagian besar penduduk Pandeglang dan Lebak berpendidikan SD/sederajat dengan akses sarana umum yang lebih terbatas.
% 40,0
Kota Cilegon 15,2%
Kota Tangerang 35,3%
30,0
Pandegelang 5,3% Lebak 5,2%
20,0 10,0
Tangerang 26,3%
Serang 12,7%
0,0 <SD SD Sederajat SLTP SLTA Diploma/Sarjana
Grafik IV.8 Share Kota/ Kabupaten terhadap PDRB Propinsi Banten
160 120
Lebak Tangerang Serang
27,3 35,4 9,4 5,2 1,7
16,7 22,0 16,0 18,5 7,1
26,2 30,6 12,2 8,3 1,4
Kota Kota Tangerang Cilegon
9,1 17,2 15,8 33,0 6,5
14,0 16,9 17,4 27,7 5,7
% 100
Jumlah RS Jumlah Puskesmas Jumlah Pasar (Unit) Restoran dan Rumah Makan (Unit) Hotel (Unit) Tempat Wisata (Unit)
80
40
40
20 Pandeglang Lebak
Tangerang Serang
Grafik IV.10 Fasilitas Publik
Sawah Hutan/ Kebun Bukan Pertanian
60
80
0
28,9 33,5 8,8 4,8 1,1
Grafik IV.9 Persentase Tingkat Pendidikan di Propinsi Banten
Unit 200
Pandeglang
Kota Kota Tangerang Cilegon
0 Pandeglang Lebak
Tangerang Serang
Kota Kota Tangerang Cilegon
Grafik IV.11 Pemanfaatan Lahan di Banten
69 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
halaman ini sengaja dikosongkan
70 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB V. KEUANGAN DAERAH Angka sementara realisasi APBD di Banten hingga triwulan III √ 2007 untuk pos penerimaan pencapaiannya cukup baik, namun demikian dari sisi pengeluaran relatif masih belum optimal. Realisasi penerimaan sampai dengan akhir tahun diperkirakan akan mendekati target, namun demikian pada pos belanja modal diperkirakan realisasinya akan lebih rendah karena sampai dengan akhir triwulan III 2007 baru mencapai 40% dari total anggaran. Penyebab utama realisasi belanja modal yang lambat diduga lebih terkait dengan permasalahan teknis pengeluaran anggaran. Secara keseluruhan, Banten masih mencatat surplus anggaran.
A. PERKEMBANGAN REALISASI APBD 2007 Perkembangan realisasi APBD Banten sampai dengan triwulan III 2007 sedikit mengalami perbedaan dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Disatu sisi, presentase realisasi penerimaan mengalami peningkatan dan disisi lain presentase realisasi pengeluaran turun. Realisasi pada pos penerimaan telah mencapai 73,2% naik tipis dibandingkan pada periode yang sama tahun 2006 (72,7%). Sementara itu, pada pos belanja realisasinya baru 46,1%, menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2006 (52,8%). Presentase angka realisasi APBD di Banten relatif lebih tinggi daripada di DKI Jakarta. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya diduga adalah relatif cepatnya pengesahan RAPBD 2007, yaitu diselesaikan pada Desember 2006. faktor lain adalah penyusunan RAPBD Banten relatif konservatif. Tabel V. 1 APBD Banten dan Realisasi Hingga Triwulan III 2006 dan Triwulan III 2007* (Miliar Rupiah) Uraian (Rp Triliun) Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Berusahaan Milik Daerah Lain-lain Pendapatan Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak SDA Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus
Anggaran Realisasi 2006 Tw III 2006
%
Anggaran 2007 (Prb)
Realisasi Tw III 2007*
%
1.125,6 1.094,5 2,0 13,4 15,8 480,1 234,8
818,7 778,4 1,8 13,2 25,3 334,8 130,4
72,7 71,1 91,7 98,8 160,0 69,7 55,5
1.306,9 1.263,4 2,6 17,7 23,3 590,7 260,4
956,3 914,2 2,2 17,8 22,1 444,7 169,2
73,2 72,4 85,7 100,8 95,2 75,3 65,0
245,3 -
204,4 -
83,3 -
330,3 -
275,5 -
83,4 -
71 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel V. 1 APBD Banten dan Realisasi Hingga Triwulan III 2006 dan Triwulan III 2007* (Miliar Rupiah) (lanjutan) Uraian (Rp Triliun) Lain-lain Penerimaan yang Sah Total Pendapatan Daerah Belanja Belanja Administrasi dan Ops Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Perjalanan Dinas Belanja Pemeliharaan Belanja Lain-lain Belanja Modal Belanja Bantuan Keuangan & Bagi Hasil Belanja Tidak Tersangka Total Belanja Daerah Surplus ( defisit )
Anggaran Realisasi 2006 Tw III 2006 1,0 1.607,5 701,3 145,5 439,3 40,9 75,6 396,7 842,7 14,6 1.955,3 (347,8)
3,6 1.158,0 373,8 94,1 202,3 25,2 52,2 195,5 462,0 0,9 1.032,2 125,8
% 355,0 72,0 53,3 64,6 46,1 61,7 69,0 49,3 54,8 6,3 52,8
Anggaran 2007 (Prb) 2,2 1.899,73 828,6 384,9 369,5 74,2 443,2 751,8 6,3 2.029,8 -130,1
Realisasi Tw III 2007* 1,7 1.402,76 376,6 193,6 157,1 25,9 195,0 363,0 0,2 934,9 467,9
% 80,5 73,8 45,5 50,3 42,5 34,9 44,0 48,3 2,7 46,1
Sumber : Biro Keuangan Pemprop Banten * Angka realisasi hingga September 2007
a. Realisasi Pendapatan Realisasi pos pendapatan APBD Banten hingga triwulan III 2007 telah mencapai Rp 1.402,76 miliar (73,8%) (Tabel VI. 4). Penerimaan tertinggi berasal dari PAD berupa pajak daerah yang mencapai Rp 914,2 miliar dan diikuti oleh penerimaan dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp 275,5 miliar. Faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan pajak cukup tinggi terutama adalah perkembangan ekonomi yang cukup baik di tahun 2007, antara lain tercermin pada pendaftaran mobil baru di provinsi Banten yang meningkat disamping itu juga dipengaruhi oleh penyusunan target pencapaian anggaran yang relatif lebih realistis. Sementara itu, penerimaan dana alokasi umum mampu melampaui target antara lain disebabkan oleh pengesahaan APBD Banten yang cukup cepat, sehingga pencairan DAU dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Secara keseluruhan, peran PAD dalam penerimaan daerah masih dominan dan memiliki kecenderungan untuk meningkat. Pada tahun 2007 proporsi PAD di dalam komponen penerimaan APBD Banten mencapai 69,13%, atau dua kali lipat lebih dibandingkan dengan dana perimbangan (28,58%). Porsi terbesar PAD terutama berasal dari Pajak daerah. Upaya-upaya untuk meningkatkan realisasi penerimaan pajak terus dilakukan, terutama pajak yang berasal dari pajak kendaraan bermotor. Salah satu langkah yang dilakukan antara lain adalah kerjasama Pemda Banten 72 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
dengan BUMN (PT Pos ) menggaet wajib pajak pemilik kendaraan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan di daerah Pandeglang bagian Selatan (12 kecamatan). Kerjasama tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kantor poskantor pos terdekat sebagai loket-loket pembayaran pajak kendaraan bermotor.
%
% 80,00
25,00
70,00 60,00
20,00
50,00 40,00
15,00
30,00 20,00
10,00
10,00 0,00 Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
5,00
2004
2005
2006
2007
56,36%
67,02%
69,52%
69,13%
42,67%
32,68%
42,67%
28,58%
Gambar V.1 Porsi PAD dan Dana Perimbangan dalam Penerimaan Daerah
0,00 Belanja Pegawai, Kantor, Pemeliharaan dll Belanja Modal
2004
2005
2006
2007
13,33%
9,27%
12,63%
18,53%
19,47%
19,72%
15,27%
20,74%
Gambar V.2 Porsi Belanja Pegawai dan Modal dalam Belanja Daerah
b. Realisasi Belanja Realisasi belanja APBD Banten sampai dengan triwulan III 2007 telah mencapai 46,1%, turun dibandingkan dengan realisasi pada periode waktu yang sama tahun 2006 (52,8%). Realisasi yang tertinggi belanja APBD 2007 berasal dari belanja pegawai, dan diikuti oleh pos dana bagi hasil1Ω dan bantuan keuangan yang menunjukkan keseriusan Pemerintah Provinsi Banten untuk mengembangkan daerah kabupaten/kota secara merata. Sementara itu, walaupun pengesahan RAPBD telah dilakukan pada akhir tahun 2006, namun demikian ternyata hal tersebut belum cukup mendorong realisasi belanja modal APBD. Realisasi belanja modal hingga triwulan III 2007 baru mencapai 44%, dan jauh lebih kecil dari realisasi pada periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya (49,3%). Pada triwulan IV 2007, realisasi belanja modal diharapkan dapat lebih meningkat dan dapat teralisasi sesuai dengan rencana semula. Porsi belanja modal di dalam belanja daerah tahun 2007 meningkat menjadi 20,53%, naik dibandingkan dengan porsi pada tahun sebelumnya (15,27%). 1 Belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota merupakan belanja konsekuensi logis dari penerimaan pajak daerah (30% dari realisasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan bermotor (BBNKB), 70 % dari realisasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Industri, dan 70% dari realisasi Pajak Air Permukaan (AP) dan Pajak Air Bawah Tanah (ABT).
73 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Secara keseluruhan, realisasi APBD Banten 2007 masih mencatatkan surplus sebesar Rp 467,9 miliar. Surplus ini timbul sebagai implikasi dari relatif tingginya realisasi pos pendapatan (73,8%), sementara pada pos belanja masih relatif kecil (46,1%). Realisasi pendapatan yang relatif besar dimungkinkan, yaitu seiring dengan perkembangan perekonomian Banten yang semakin membaik, namun demikian disisi belanja realisasinya agak tersendat. Salah satu dugaan penyebab tersendatnya pos belanja adalah terkait dengan terdapatnya kendala teknis pencairan anggaran.
B. ARAH PEMBANGUNAN BANTEN Pemerintah Propinsi Banten dalam perencanaan pembangunan daerah menyusun RPJMD 2007-2012 sebagai arahan untu mencapai tujuan pembangunan secara terukur. RPJMD merupakan penjabaran dari visi2Ω, misi3Ω dan program Kepala Daerah serta sebagai rujukan dalam penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah), RAPBD, Penyusunan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) Kepala Daerah dan tolok ukur kinerja Kepala Daerah.
Prioritas Program Pembangunan Arah kebijakan pembangunan daerah Propinsi Banten berdasarkan Visi, Misi dan Strategi daerah dijabarkan dalam 9 (sembilan) prioritas pembangunan daerah daerah. Prioritas pembangunan tersebut ditetapkan sebagai berikut (a) Pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian (tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, kelautan dan pariwisata), (b) Penataan ulang struktur industri yang berdaya saing dengan prioritas penggunaan bahan baku lokal unggulan, (c) Peningkatan akses, mutu, relevansi dan tata kelola pelayanan pendidikan, (d) Pengembangan Bridging Programme (kesetaraan/ jembatan penghubung) antara dunia pendidikan dengan dunia usaha, (e) Peningkatan promosi, pelayanan kesehatan dan pengembangan usaha kesehatan berbasis masyarakat, (f) Pengembangan kapasitas kelembagaan sosial-ekonomi berbasis masyarakat, (g) Restrukturisasi, refungsionalisasi dan revitalisasi lembaga-lembaga pemerintahan, kemasyarakatan, adat sebagai wahana kearah terwujudnya 2 Visi pembangunan Propinsi Banten adalah ≈Rakyat Banten Sejahtera∆. 3 Misi pembangunan Propinsi Banten 2007-2012 adalah (a) melakukan revitalisasi dan refungsionalisasi lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan, (b) meningkatkan peran aktif dan menggalang semangat kebersamaan, solidaritas dan kemitraan seluruh komponen pelaku pembangunan, (c) memperkuat struktur ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha agribisnis dan memperluas kesempatan kerja, (d) meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat Banten, (e) menjadikan masyarakat Banten yang bersandar pada moralitas agama dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia, (f) mengembangkan dan menataulang hubungan antar industri dengan orientasi pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi, penggunaan bahan baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha, (g) merevitalisasi kawasan dan antar kawasan dengan dukungan infrastruktur yang memadai melalui pengembangan ∆Tiga Pintu Keluar Masuk Wilayah Banten∆
74 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Entrepreneurial Goverment (Pemerintah yang Berjiwa Kewirausahaan), (h) Pengembangan wilayah produktif (wilayah pertumbuhan ekonomi tinggi) dengan infrastruktur yang memadai, (i) Pengembangan kawasan dan wilayah strategis melalui pola multigates system (3 pintu keluar-masuk wilayah Banten). Prioritas pembangunan yang dicanangkan diatas cukup strategis dan dengan tetap mempertimbangkan unsur kearifan lokal. Prioritas pembangunan betul-betul mempertimbangkan kekurangan dan potensi ekonomi daerah. Secara sektoral, pendekatan pembangunan berupaya mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki dan pada saat yang bersamaan penguatan kelembagaan ditingkatkan sehingga lebih efisien dan efektif. Selain itu, Pemda juga melakukan upaya perbaikan SDM sehingga lebih link dan sesuai dengan kebutuhan. Sektor Pertanian yang menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat, khususnya di wilayah propinsi Banten bagian selatan betul-betul diperhatikan melalui langkah-langkah nyata dalam bentuk alokasi anggaran dalam batas-batas kemampuan. Di sektor industri yang menyumbang hampir separoh dari jumlah PDRB juga menjadi perhatian untuk ditingkatkan daya saingnya. Prioritas pembangunan yang terfokus dan terarah tersebut diharapkan akan dapat dicapai mengingat infrastruktur cukup mendukung. Infrastruktur dimaksud diantaranya adalah Bandara Udara Internasional SoekarnoHatta, Pelabuhan Merak, Jalan Bebas Hambatan Jakarta - Merak, Jaringan Jalan Kereta Api Jakarta - Rankasbitung - Merak dan yang direncanakan selesai dibangun pada tahun 2009 adalah Pelabuhan Bojonegara. Pasokan tenaga listrik juga cukup besar, seperti jaringan distribusi interkoneksi Jawa - Bali dengan salah satu pembangkit utamanya berada di Suralaya, Cilegon. Selain itu juga terdapat pembangkit yang juga dijual untuk publik yang dimiliki oleh PT. Krakatau Daya Listrik (KDL), anak perusahaan dari PT. Krakatau Steel (KS) dan juga pembangkit listrk lainnya. Kemudian untuk menjaga kelangsungan sumber energi dan pasokan BBM dan gas bumi di Banten, Gubernur Banten pada tanggal 20 Juni menjalin kerjasama dengan Pertamina dengan tujuan meningkatkan kinerja pelayanan, pengembangan, dan pemanfaatan usaha migas bagi industri dan masyarakat di Provinsi Banten. Untuk pengembangan di sektor Industri, pada saat ini di Banten juga telah tersedia 19 (sembilan belas) Kawasan Industri yang tersebar di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon (Tabel. VI. 3). Pemerintah Daerah masih akan memperluas kawasan industri hingga mencapai 8.003 Ha. Di tahun 2007 ini sebagian besar masih dalam tahap pembebasan lahan, dan dari data yang sudah ada, terdapat lahan seluas 2.495 Ha yang masih dalam tahap pembebasan dan 920 Ha lahan yang telah dibebaskan (BKPMD Banten). 75 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel V. 2 Kawasan Industri di Banten No
Nama Kawasan Industri
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Modern Cikande Sri Agung Utama Raya Langgeng Sahabat Industrial Estate Kawasan Industri & Perdagangan Cikupamas Kawasan Industri Terpadu MGM Nikomas Gemilang Industrial Estate Petrochemical Industrial Estate Pancapuri Pancatama Industrial Estate Samada Perdana Industrial Estate Saur Industrial Estate West Tangerang industrial Estate Cikupa Cikupa Mas Bumi Serpong Damai Taman Tekno Balaraja Industrial Park CCM Balaraja Industrial Estate Graha Balaraja Sentra Produksi & Distribusi asar Kemis Industrial Estate Jababeka Cilegon Industrial Estate Krakatau Industrial Estate Cilegon
Serang Serang Serang Serang Serang Serang Serang Serang Serang Serang Serang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Cilegon
Rencana 1.100 250 500 250 662 165 500 100 150 250 500 250 200 300 300 76 100 1.800 550
Tahap Lahan Yang Pembebasan Dibebaskan 700 170 40 100 n/a 89 n/a 12 n/a 200 150 250 160 n/a 21 53 100 n/a 450
500 50 n/a n/a n/a n/a n/a n/a 250 120 n/a n/a n/a n/a n/a n/a
Sumber : BKPMD Banten
Sementara itu dalam rangka meningkatkan kelancaran hubungan ekonomi Banten dengan Sumatera, Pemda Banten dan Pemda Propinsi Lampung telah menandatangani Nota kesepahaman (MoU) yang ditanda tangani pada tanggal 10 Agustus 2007 untuk membangun Jembatan Selat Sunda (JSS). JSS nantinya akan menghubungkan kedua propinsi, yang sebelumnya hanya mengandalkan penyeberangan melalui kapal laut dari Pelabuhan Merak (Banten) dari dan ke Pelabuhan Bakauheni (Lampung). Proyek tersebut juga didukung oleh pemerintah propinsi di Jawa dan Sumatera, serta mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat. Rencananya, pembangunan proyek akan mulai dilaksanakan pada tahun 2010.
76 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB VI. OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI A. PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN I-2008 Pada triwulan I-2008 pertumbuhan ekonomi Banten diperkirakan masih berada pada level yang cukup tinggi, walaupun tumbuh melambat. Perekonomian diperkirakan tumbuh pada kisaran angka 5,7% + 1% (y-o-y), sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama dibandingkan triwulan sebelumnya disebabkan oleh relatif belum tingginya kegiatan ekonomi pada awal tahun. Sementara itu respon di sisi sektoral terhadap sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang tumbuh tinggi antara lain adalah sektor bangunan, perdagangan; dan pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, sektor industri diperkirakan tumbuh relatif terbatas. Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian adalah sektor keuangan, perdagangan dan industri.
1. Sisi Permintaan Konsumsi dan investasi diperkirakan masih tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan di kedua komponen permintaan domestik ini terutama dipengaruhi oleh masih relatif membaiknya perekonomian dan ekspektasi konsumen maupun dunia usaha yang relatif semakin membaik. Sementara itu kegiatan ekspor dipengaruhi oleh permintaan dunia yang relatif melemah diperkirakan tumbuh rendah dan impor dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi dan produksi diperkirakan tumbuh lebih tinggi. Tabel VI. 1 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Banten
Q1-2007
Q2-2007*
Q3-2007*
Q4-2007*
Q1-2008*
Konsumsi Investasi Ekspor Impor
6,6 4,8 7,4 8,0
6,3 4,9 7,6 7,9
6,6 5,0 8,3 8,8
6,8 5,3 8,4 8,9
6,3 5,1 7,4 7,8
PDRB
5,6
5,6
6,1
6,2
5,7
* proyeksi Bank Indonesia
77 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Konsumsi pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sebesar. Konsumsi pada + 1 (y-o-y), sedikit meningkat triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 6,3% 6,3%+ dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Kondisi tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti prompt, hasil survei, dan informasi anekdotal yang menunjukkan bahwa konsumsi diperkirakan masih pada level yang cukup tinggi. Beberapa prompt menunjukkan bahwa prosentase kenaikan konsumsi pada beberapa komoditas masih menunjukkan pertumbuhan yang positif, termasuk didalam trend penjualan apartemen yang masih terus meningkat pada tahun mendatang. Sementara itu, hasil dari beberapa survei menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi masih cukup tinggi. Indeks ekspektasi konsumen dan indeks tendensi konsumen masih pada level yang cukup baik. Indeks ekspektasi konsumen menunjukkan bahwa pada triwulan I-2008 konsumsi masih cukup tinggi dengan komponen yang meningkat pada kondisi lapangan kerja, penghasilan maupun kondisi ekonomi. Sementara itu indeks tendensi konsumen oleh BPS masih berada pada level sekitar 102,6 yang mencerminkan bahwa kondisi perekonomian berada pada fase yang relatif baik.
125
160
120
140
115
120
110
100
105
80
100 95
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
60
Ekspektasi Konsumen 6 bulan yad
40
11
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
2007
2007
Grafik VI.1 Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik VI.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
130 120 109,48
110 100 90
102,58 Indeks Tendensi Konsumen BPS
III IV I
2003
II III IV I
2004
II III IV I
2005
II III IV I
II III IV
2006
2007
Sumber : BPS
Grafik VI.3 Indeks Tendensi Konsumen
78 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Investasi pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 5,1% + 1%. Kondisi tersebut terkait dengan semakin membaiknya perekonomian nasional dan ekspektasi positif dunia usaha terhadap prospek perekonomian, serta tingkat suku bunga yang sudah mulai turun. Sementara itu investasi pemerintah pada triwulan I-2008 diperkirakan meningkat sejalan dengan pelaksanaan proyek-proyek pemerintah khususnya proyek multiyears yang telah dimulai pada tahun-tahun sebelumnya, antara lain proyek Pembangunan Pelabuhan Interenational Bojonegara, Proyek Kota Baru Tangerang, Proyek Jalan Tol Serpong Balaraja (Seraja) dan Pembangunan Pelabuhan Indonesia II di Ciwandan. Sementara itu, beberapa investor asing sudah menyatakan kesediaannya untuk menanamkan modalnya di Banten, diantaranya adalah investor kilang minyak dari Iran dan Produsen Kendaraan dari Perancis. Walaupun peningkatan investasi masih relatif terbatas, namun demikian di tahun 2008 investasi diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, khususnya investasi bangunan bangunan. Pada triwulan I-2008 di Banten terdapat beberapa proyek yang sedang diselesaikan, antara lain Komplek Green Office BSD City dan Serpong Town Square di Serpong serta Bellanova Country Mall di Tangerang. Sementara itu investasi dalam bentuk mesin dan peralatannya, peningkatannya relatif masih terbatas yang antara lain disebabkan oleh masih relatif belum optimalnya pertumbuhan pasar domestik dan luar negeri. Kenaikan permintaan oleh sebagian besar industri masih direspon melalui peningkatan penggunaan kapasitas. Pada tahun 2008, investasi diperkirakan akan dapat dipacu lebih tinggi dengan kehadiran beberapa produk Peraturan Pemerintah yang mendukung peningkatan investasi, seperti : (1). UU Penanaman modal (Mei 2007) yang memberi kemudahan pada investor, fasilitas pembebasan dan keringanan pajak dll. (2). Inpres No. 6/2006 tentang paket kebijakan perbaikan iklim investasi yang mengeluarkan wewenang bagi pemda untuk mengeluarkan ijin investasi penanaman modal bagi PMDN. (3). Peraturan Presiden 4/2006 tentang Penataaan dan Pembinaan Pasar Modern dan Toko Modern yang memberikan peluang kepada investor asing untuk masuk ke bisnis eceran dan lokal. (4). PP No. 1/2007 tanggal 4 Januari 2007 tentang pemberian insentif bagi usaha baru maupun perluasan usaha yang dilakukan pada 15 kelompok industri. 79 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
(5). Pemerintah Kabupaten Serang sejak tahun 2007 memberikan perlakuan khusus kepada para investor yang menanamkan usahanya di Kabupaten Serang berupa dispensasi pembayaran pajak daerah 1 √ 2 tahun. (6). Pada tahun 2008 pemerintah melalui kementrian koordinator bidang perekonomian berencana mengeluarkan paket kebijakan baru rencana tindak yang merupakan kelanjutan dari inpres No. 6 tahun 2007. (7). Akan disusun Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) dari Pemerintah pusat untuk Banten mengenai Free Trade Zone (FTZ), mengingat Banten sebelumnya diperuntukkan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK). Sementara itu hambatan investasi dapat muncul dari ketentuan antara lain Perbup Pandeglang No 1/2007 yang melarang truk tronton untuk melintas di wilayah Pandeglang, menyebabkan saluran distribusi hasil-hasil alam dari Pandegelang dan Lebak menuju ke Serang terganggu. Selain itu, pelarangan tersebut juga menyebabkan rusaknya ruas jalur alternatif Cileles √ Gunung Kencana, Kepmendagri No 24 tahun 2006 yang mengharuskan pemda menyediakan layanan satu atap bagi pengurusan investasi. Meskipun pelaksanaannya paling lambat bulan Juli 2007, namun ketentuan ini belum ditindak lanjuti oleh pemda di propinsi Banten karena kekurang siapan sumber daya manusia. Selain itu penerapannya dikhawatirkan akan mempengaruhi pendapatan daerah dari sektor perijinan. Ekspor pada triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 7,4% + 1%. Relatif lambatnya pertumbuhan ekspor Banten dipengaruhi oleh pasar internasional yang relatif tumbuh terbatas, sementara pasar dalam negeri yang walaupun membaik namun belum tumbuh cukup signifikan. Sementara itu, impor di triwulan I-2008 diperkirakan tumbuh lebih baik dengan laju pertumbuhan sebesar 7,8% + 1% 1%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan impor, baik impor yang berasal dari propinsi lain (domestik) maupun impor dalam rangka perdagangan internasional terutama adalah perkembangan perekonomian nasional, baik di sisi konsumsi maupun produksi. Arus ekspor impor tahun 2008 diperkirakan akan meningkat dengan selesainya pembangunan dua pelabuhan di Banten yaitu pelabuhan Mas Indah Kiat dan Pelabuhan PT Pelindo II Ciwandan untuk memenuhi kebutuhan bongkar muat kapal yang terus meningkat. Selain di Ciwandan di Cilegon juga tengah mulai dibangun Pelabuhan Kubangsari seluas 66 Ha, yang diharapkan dapat melayani arus bongkar muat kapal yang tidak terserap di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. 80 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
2. Sisi Penawaran Respon di sisi sektoral terhadap peningkatan di sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama. Sektor-sektor ekonomi yang tumbuh tinggi antara lain adalah sektor pertambangan, bangunan, perdagangan dan keuangan. Sementara itu sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian yaitu sektor Industri, perdagangan dan keuangan. Sektor Pertanian diperkirakan tumbuh sebesar -2,2% + 1%. Dalam hal ini, meskipun ratusan ha areal sawah di awal tahun sempat mengalami gagal panen akibat banjir dan jebolnya bendungan, antara lain Bendungan Cidongdong di Kabupaten Lebak kecamatan Sajira dan Kecamatan Cipanas, namun karena secara prosentase jumlahnya relatif kecil sehingga diperkirakan tidak menyebabkan penurunan produksi padi propinsi Banten secara signifikan. Tabel VI. 2 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Banten
Q1-2007
Q2-2007*
Q3-2007**
Q4-2007**
Q1-2008p
Pertanian
-6,3
3,4
8,9
14,2
-2,2
Pertambangan
10,3
14,3
10,4
10,6
11,4
Industri
6,5
4,2
2,2
0,9
3,4
Listrik
-7,0
-6,1
1,8
-5,6
2,3
Bangunan
0,7
8,3
12,4
26,3
11,9
Perdagangan
11,1
10,7
13,4
13,6
12,2
Pengangkutan
7,1
6,1
6,0
8,8
9,1
Keuangan
13,1
12,2
12,1
11,2
10,6
Jasa-jasa
5,8
8,2
9,9
12,1
9,0
PDRB
5,6
5,6
6,1
6,2
5,7
p proyeksi BI
Sektor industri diperkirakan tumbuh relatif konstan dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 3,4% + 1%. Sub sektor yang diperkirakan memacu pertumbuhan adalah industri elektronik, tekstil, kimia dan industri alas kaki. Peningkatan industri elektronik antara lain didorong oleh pembangunan pabrik beberapa industri elektronik, seperti LG di Tangerang yang sebagian besar produksinya ditujukan untuk pasar ekspor. Sementara itu, kinerja industri alas kaki di Banten yang sempat terganggu karena masalah order yang dialami oleh PT. NASA dan HASI sudah dapat diatasi dengan diperpanjangnya order hingga Februari 2008 oleh perusahaan induk yang memesan alas kaki tersebut. Beberpa industri alas kaki yang tutup juga sudah dilirik investor untuk di operasikan kembali. 81 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sektor industri sebenarnya dapat lebih di pacu jika kendala-kendala untuk berinvestasi dapat dikurangi dikurangi. Kendala tersebut dapat berkaitan dengan iklim investasi dan juga rantai produksi diperbaiki. Sebagai contoh kasus, pembangunan pabrik baja oleh PT Essar Indonesia yang merupakan anak perusahaan Essar Steel Ltd India ditunda karena menunggu iklim investasi sektor baja yang saat ini dianggap belum kondusif, termasuk kepastian supply bahan baku bijih besi dari Kalimantan. Khusus di sektor industri makanan dan minuman diperkirakan di tahun 2008 akan dihadapkan pada persoalan naiknya harga bahan baku. Kenaikan harga kedelai dan tepung terigu diperkirakan akan memukul industri makanan kecil seperti tahu, tempe, kecap, roti dan komoditas lain yang banyak menggunakan kedua bahan baku tersebut. Sebanyak 90% industri tersebut adalah industri UKM yang pengelolaan cash flownya relatif masih sederhana dan terbatas sehingga berpotensi untuk menimbulkan permasalahan yang serius. Tabel VI. 3 Pembangunan Infrastruktur di Banten Jenis Infrastruktur
Transportasi Massal Bangunan Publik
Lokasi
Keterangan
Pelabuhan Ciwandan Pelabuhan Kubang Sari Dermaga Margagiri Dermaga Kubangsari Bendungan Cidongdong Bend. Ciliman - Cilemer Tol Seraja Jalur Lingkar Selatan (JLS) KA Rangkas - Labuhan KA Rangkas - Anyer
Pelindo II Cilegon Serang Cilegon Kab Lebak Kab Pandegelang Serpong Balaraja
Gd. Pusat Pemerintahan Sport Center
Serang Pandegelang
56 km 76 km
Sumber : Berbagai Media, diolah
Sektor Bangunan diperkirakan meningkat sebesar 11,9% + 1% 1%. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan pertumbuhan yang terjadi di sub sektor perumahan, properti komersial dan infrastruktur termasuk beberapa pembangunan megaproyek. Beberapa proyek infrastruktur yang akan dibangun antara lain pembangunan tanggul dan bendungan Cidongdong di Lebak, Ciliman dan Cilemer di Pandegelang; pembangunan pelabuhan Mas Indah Kiat dan Pelabuhan PT Pelindo II Ciwandan, Pelabuhan Kubangsari Cilegon, dan dermaga Penyeberangan Margagiri.. Dermaga Margagiri senilai Rp 20 miliar diperkirakan akan selesai tahun 82 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
2008 dan diharapkan dapat mengurangi kepadatan dermaga Merak yang selama ini merupakan satu-satunya dermaga yang melayani penyeberangan pulau Jawa ke Sumatera. Proyek-proyek lain yang akan dibangun antar lain adalah pembangunan Sport Center senilai Rp 100 milyar yang dibiayai oleh APBD Pandeglang, pembangunan Mal tepatnya di lokasi eks terminal kota Rangkasbitung, pembangunan Overpass Kebon Nanas dengan anggaran APBD senilai Rp 30 miliar. Selain itu akan dibangun sebuah mega proyek Jalan Tol Seraja (Serpong Balaraja) sepanjang 37 km yang melintasi BSD, Cisauk, Legok, Cisoka dan Tigaraksa.
Gambar VI.1 Proyek Pelabuhan Int»l Bojonegara
Pembangunan megaproyek yang masih berlangsung pada tahun 2008 dan bersifat multiyears antara lain : 1. Proyek Pelabuhan International Bojonegara 2. Proyek Kota Baru Tangerang 3. Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) 29 km. 4. Proyek Jalan Tol Serpong Balaraja (Seraja) 5. Proyek Kilang Banten, Bojonegara Pembangunan Pelabuhan International Bojonegara telah memasuki tahap pembangunan sarana dan infrastrukturnya yang dibiayai dengan APBN dan APBD. Di tahun 2008 akan dilakukan proses tender pembangunan pelabuhan kepada para investor. Proyek tender juga akan dilakukan terhadap investor yang akan membangun proyek Jalan Tol Serpong Balaraja. Peran pemerintah daerah dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk penyediaan lahan. 83 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran diperkirakan tumbuh sebesar 12,2% + 1%. Pertumbuhan ini terjadi baik di sub sektor perdagangan besar maupun perdagangan kecil.. Indikasi peningkatan antara lain adalah terjadinya peningkatan arus perdagangan besar dan perdagangan eceran. Arus bongkat muat yang terus meningkat di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, sebagian ditampung oleh dua pelabuhan di Banten yaitu pelabuhan Mas Indah Kiat dan Pelabuhan PT Pelindo II Ciwandan. Sementara itu, selain perluasan Pelabuhan Pelindo II di Ciwandan seluas 6 Ha, di Cilegon juga tengah mulai dibangun Pelabuhan Kubangsari seluas 66 Ha, yang diharapkan dapat melayani arus bongkar muat kapal yang tidak terserap di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Sektor listrik diperkirakan tumbuh sebesar 2,3% + 1%. Dari sisi permintaan, terdapat peningkatan permintaan listrik khususnya di Banten, antara lain tercermin pada penurunan jumlah keluarga yang belum teraliri listrik dari 762.000 KK tahun 2006 menjadi 756.700 KK tahun 2007. Untuk menggalakkan jumlah pelanggan listrik, PLN Unit Pengelola Jaringan (UPJ) Rangkasbitung menerapkan program Sapoe Bayar Hurung (Sarung) atau program sehari bayar listrik menyala. Ke depan pasokan listrik di Banten dipastikan akan semakin meningkat. Tiga proyek pembangunan PLTU dalam rangka program listrik pemerintah (10.000 MW) dibangun di Banten, yaitu PLTU Labuhan (600 MW), PLTU Suralaya (600 MW), PLTU Teluk Naga (900 MW) yang diperkirakan selesai 2010. Selain itu, juga tengah dibangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya unit VIII dengan kapasitas 630 MW di Merak. Upaya pemerintah untuk membangun dan mengoperasikan PLTU perlu diapresiasi, namun demikian pemerintah perlu memikirkan juga ketersedian pasokan batu bara karena PLTU Suralaya yang pada saat ini sudah beroperasi masih mengalami kekurangan pasokan batubara sekitar 1 √ 2 juta ton dari total kebutuhannya sebesar 13 juta ton per tahun. Penyedian pasokan listrik di Banten juga dilakukan oleh Swasta, diantaranya adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara oleh PT Polychem Indonesia Tbk. Dua dari tiga pembangkit tersebut berada di Banten yaitu di Merak (30 MW) dan di Tangerang (7 MW). Sementara itu, terkait dengan program pemerintah untuk membagikan 51 juta unit lampu hemat energy (LHE), maka PLN Distribusi Tangerang memperoleh jatah untuk membagikan lampu hemat energi kepada pelanggan yang berhak menerimanya sebanyak 2,5 dari 3,3 juta pelanggan.
84 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Sektor Pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tumbuh, 9,1% + 1% 1%. Di sub sektor transportasi, peningkatan antara lain berasal dari komponen angkutan udara yang meningkat sejalan dengan adanya tambahan route penerbangan, tambahan jumlah armada kapal Ro Ro yang melayani angkutan penyeberangan Merak Bakaheuni dan beroperasinya dermaga Ketapang Margagiri. Transportasi kereta api meningkat sejalan dengan adanya tambahan trayek kereta Ciujung Serpong. Sementara itu, di tahun ini arus transportasi barang dan manusia dipastikan semakin lancar dengan sudah dioperasionalkannya jalan lingkar selatan (JLS) sepanjang 31 km (Rp 81 miliar) dari Serpong menuju ibukota kabupaten Tangerang di Tigaraksa, dan juga semakin banyaknya pembangunan infrastruktur jalan di propinsi Banten. Saat ini pemerintah sedang mengupayakan pembangunan jalur ganda KA Serpong √ Rangkasbitung. Dalam jangka panjang, pemerintah pusat akan menghidupkan kembali jalur KA sepanjang 132 km dari Jakarta menuju pelabuhan Bojonegara. Jalur yang akan dioperasikan lagi meliputi jalur Rangkasbitung-PandegelangLabuhan sepanjang 56 km dan Rangkasbitung-Anyer sepanjang 76 km. Pertumbuhan di sub sektor komunikasi diperkirakan masih cukup tinggi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan di sub sektor ini adalah kebutuhan sarana komunikasi yang sudah mengarah menjadi kebutuhan primer dan disisi lain operator telekomunikasi relatif kompetitif dan inovatif sehingga mampu menekan biaya.
B. INFLASI Inflasi regional Banten pada triwulan I-2008 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 2,2% (q-t-q) dan secara tahunan 6,6% (y-o-y). Peningkatan inflasi di triwulan I-2008 diperkirakan berasal dari adanya tekanan dari sisi penawaran yang terkait dengan gangguan distribusi dan kenaikan beberapa komoditi penting dalam kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Dalam rangka pengendalian inflasi, beberapa hal tetap harus diwaspadai. Hal tersebut antara lain adalah menyangkut ketersediaan pasokan beras dan komoditas bahan makanan yang lainnya, serta peningkatan harga pada barang yang harganya diatur oleh pemerintah. Ketersedian stok beras di Banten perlu untuk dicermati antara lain terkait dengan musim hujan dan banjir yang dapat mengganggu panen.
85 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
(q-t-q %)
40
20 16
(y-o-y%)
30
12 20 8 10
4
0
0 Q1-2007 Q2-2007 Q3-2007 Q4-2007 Q1-2008 IHK Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi
2,0 2,9 1,0 0,8 2,9 2,6 8,0 0,1 Sumber : BPS, dan proyeksi
-1,0 -4,3 1,7 0,1 0,8 0,4 0,2 0,6
3,2 5,6 6,3 0,2 1,2 0,7 3,1 0,0
2,0 4,4 1,5 0,1 2,4 2,1 0,3 0,2
2,2 3,2 1,1 0,9 3,3 3,0 9,0 0,1
IHK Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi
Q4-2006 Q1-2007 Q2-2007 Q3-2007 Q4-2007 Q1-2008* 7,7 7,3 6,9 6,3 6,6 5.4 12,5 8,5 10,2 4,2 4,6 6.0 5,6 3,7 12,2 17,8 17,9 5.5 4,8 5,8 1,3 2,5 2,6 2.2 5,1 8,0 6,3 24,1 24,5 5.8 3,6 3,9 4,8 31,7 32,1 4.6 24,3 33,4 11,6 -7,2 -6,3 32.8 0,8 0,5 0,6 -6,9 -6,9 0.5
Sumber : BPS, dan proyeksi
Grafik VI.4 Outlook Inflasi (q-t-q)
Grafik VI.5 Outlook Inflasi (y-o-y) Ribu ton
3.000
200 Luas Lahan (ratus ha) Produksi (ribu ton)
2.500 2.000 1.867 1.500 1.000
920
1.784 1.118 898 575
500 0
609 320
Produksi Beras Kebutuhan Beras
160 120
1.095 571
80 665 349
Jan-Apr Mei-Ags Sep-Des
Jan-Apr Mei-Ags Sep-Des
2006
2007
Sumber : BPS Banten
Grafik VI.6 Luas Tanam dan Panen Padi Banten
40 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2007 Sumber : Biro Perekonomian Prop Banten
Grafik VI.7 Produksi Beras dan kebutuhan Beras Banten
Produksi beras di Banten pada musim tanam September √ Desember harus diwaspadai mengingat jumlahnya diperkirakan di bawah kebutuhan konsumsi masyarakat. Selain itu, ketersediaan pasokan kelompok bahan makanan yang lain, seperti tempe, tahu, kol, bawang merah, cabe rawit dan lainnya perlu dicermati ketersediaan pasokannya. Beberapa hal yang patut untuk dijadikan pertimbangan dalam rangka pengendalian harga di triwulan I 2008 antara lain adalah : 1. Hujan dan perkiraan terjadinya banjir di awal tahun 2008 merendam ribuan hektar areal sawah di Jateng dan Jatim, yang menjadi daerah pemasok sebagian beras ke Banten dikawatirkan dapat mengganggu pasokan beras di banten. 86 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Selain itu, hujan yang terjadi juga mempengaruhi tanaman di kelompok bahan makanan yang sensitif terhadap hujan tumbuh tidak optimal sehingga panen dan pasokan terganggu. 2. Kenaikan harga tepung terigu dan kedelai diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya harga tahu, tempe dan kecap sekitar 20 √ 40%. Sebenarnya kelangkaan kacang kedele dapat diatasi karena 80% dari kebutuhan kacang kedela dapat disediakan oleh petani lokal antara lain yang berpusat di Panimbang dan Sobang (Kab. Labuhan). Namun usaha ini belum dilakukan mengingat adanya permainan pedagang yang menyebarkan isu bahwa kedele impor memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan kedele lokal. 3. Kenaikan harga baja dunia sebesar 16% diperkirakan akan membawa dampak pada kenaikan harga baja produksi PT Krakatau Steel. Sebagai akibatnya maka akan terjadi kenaikan harga pada beberapa barang perumahan yang merupakan produk hilir baja seperti profil konstruksi, mur, paku, dan kawat. Menghadapi kondisi meningkatnya permintaan baja domestik sekita 10%, PT Krakatau Steel akan menurunkan jumlah ekspornya sebesar 3-5% sehingga menjadi tinggal 13-15% dari total produksi bajanya. 4. Kenaikan harga minyak tanah terkait dengan program konversi energi perlu diwaspadai. Program konversi minyak tanah ke gas baru diterapkan di kota Tangerang, pada triwulan ini akan diterapkan di Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Kewaspadaan tersebut perlu ditingkatkan, mengingat program konversi energi di Banten berjalan lambat, yaitu baru terealisasi sebanyak 50 ribu dari target sebanyak 900 ribu unit. 5. Beberapa komoditas yang harganya di atur oleh pemerintah dan diperkirakan akan dinaikkan tarifnya diantaranya adalah Kenaikan Tarif Angkutan Penyeberangan Sungah Ferry (Kapal RoRo)-sebesar 15 % yang akan berlaku mulai 1 Januari 2008, berdaarkan Permen No OP 404/ ASDP -2007 tanggal 6 Desember 2007. Kenaikan ini akan mempengaruhi biaya transportasi barangbarang yang diangkut dengan menggunakan kapal RoRo.
87 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel VI. 4 Perkembangan Harga Rata-Rata Beberapa Komoditas Makanan Komoditas Beras
Daging Ayam Daging Sapi Telur Ayam Ras Cabe Merah Cabe Rawit Minyak Goreng Gula Pasir
Minyak Tanah
Kualitas C4 II (Biasa) C4 I (Super) C4 III Rojolele Munjul/Muncul Pandan Wangi Tanpa Jeroan Kualitas Bistik Kualitas Biasa Besar Cabe Merah TW Cabe Merah Kriting Segar Eceran Tanpa Merek Impor Lokal Tepung Terigu Eceran
Satuan kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg Liter kg kg kg Liter
Rata-rata III-2007
Rata-rata IV-2007
4.704 5.042 4.311 4.983 4.619 5.835 16.809 48.989 46.475 10.407 12.645 12.312 12.000 8.065 6.604 6.370 5.709 2.448
5.099 5.393 4.623 5.359 5.017 6.064 16.151 50.000 46.475 11.000 15.139 15.989 7.293 7.947 6.645 6.284 6.500 2.448
(%)
Januari
8,40 6,96 7,24 7,55 8,62 3,92 -3,91 2,06 0,00 5,70 19,72 29,87 -39,23 -1,46 0,62 -1,35 13,86 0,00
5.274 5.225 4.880 5.486 5.294 6.504 15.979 49.324 45.821 12.164 12.776 12.064 5.971 8.164 6.645 6.284 6.932 2.448
Sumber : Biro Adms Perekonomian Propinsi Banten
Tabel VI. 5 Tarif Kapal Ro Ro Jenis Penumpang Dewasa Anak-anak Kendaraan Gol I Gol II Gol III Gol IV (Mobil Pribadi) Gol IV (Mobil Pengangkut Barang) Gol V (Penumpang) Gol V (Barang) Gol VI (Penumpang) Gol VI (Barang) Gol VII Gol VIII
Q4-2007
Q1-2008*
(%)
9.000 5.000
10.000 5.500
11,1 10,0
16.000 23.000 70.000 165.000 155.000 332.000 242.000 522.000 343.000 610.000 810.000
17.000 27.000 72.000 180.000 165.000 350.000 290.000 585.000 405.000 640.000 950.000
6,3 17,4 2,9 9,1 6,5 5,4 19,8 12,1 18,1 4,9 17,3
Sumber : ASDP *berlaku 1 Jan 2008 berdasarkan Permenhub. No.KM.62 thn. 2007, KD-70/OP404/ASDP-2007
88 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel VI. 6 Jumlah Pelanggan Air Minum Jumlah Pelanggan Banten PDAM Kab Lebak PDAM Kab Pandegelang PDAM Kab Serang PDAM Kab Tangerang PDAM Kota Tangerang Total
Jumlah Penduduk
(%)
8.371 6.766 17.730 80.922 3.516
1.015.600 1.023.991 1.660.227 3.203.788 1.384.937
0,8 0,7 1,1 2,5 0,3
117.305
8.288.543
1,4
Sumber : Perpamsi, Juli 2007
Dari sisi core inflation, terdapat beberapa hal yang patut diwaspadai, antara lain adalah potensi peningkatan tekanan inflasi yang berasal dari kenaikan gaji karyawan dan kenaikan UMP. Gaji karyawan pada berbagai level di Banten pada tahun 2008 diperkirakan akan meningkat 10% -15%. Sementara itu, UMP di Banten diperkirakan meningkat menjadi Rp 837.000 per bulan, lebih rendah dibandingkan UMP Jakarta namun lebih tinggi dibandingkan dengan UMP Jawa Barat dan Jawa Timur. Kenaikan pendapatan tersebut berpotensi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, namun demikian yang juga penting untuk diwaspadai adalah kemungkinan produsen untuk menaikkan harga jual sejalan dengan kenaikan biaya tenaga kerja.
Rp / bulan 1.800.000 1.500.000 1.200.000 900.000 600.000
Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur 900.560 746.500 516.840 448.500
972.605 837.000 568.193 506.500
300.000 2007
2008
Grafik VI.8 Tingkat UMP di Beberapa Provinsi
89 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
halaman ini sengaja dikosongkan
90 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
BAB VII. KESIMPULAN DAN USULAN TINDAK LANJUT
Berdasarkan kajian ekonomi regional di atas, beberapa kesimpulan yang dapat diambil antara lain adalah : 1. Ekpansi perekonomian Provinsi Banten pada triwulan IV 2007 masih berlanjut walaupun untuk keseluruhan tahun masih berada di bagian bawah kisaran sasaran yang ditetapkan (6,4%). Membaiknya daya beli masyarakat, khususnya golongan menengah keatas disertai peningkatan dukungan pembiayaan di sektor keuangan merupakan faktor penggerak berlajutnya ekspansi ekonomi. 2. Investasi yang masih tumbuh terbatas (5,0%) menyebabkan pengangguran dan jumlah kemiskinan belum dapat berkurang secara signifikan. Sektor ekonomi yang tumbuh tinggi adalah sektor yang padat modal. Kondisi kedua hal tersebut menyebabkan kualitas pertumbuhan belum optimal dan turut berkontribusi terhadap peningkatan kesenjangan pendapatan (gini ratio). 3. Oleh karena itu, tantangan pembangunan ekonomi di Banten terutama terletak pada upaya peningkatan peran investasi, terutama disektor tradable guna menggerakan pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas, disamping meningkatkan level pertumbuhan yang masih di bawah sasaran. 4. Laju inflasi masih relatif terkendali (6,3%, y-o-y), namun masih memiliki peluang untuk ditekan. 5. Tantangan ekonomi di 2008 relatif berat, diantaranya adalah faktor yang berasal dari eksternal, antara lain berupa kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan ekonomi Amerika dapat berdampak buruk terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi.
Usulan tindak lanjut : 1. Daya saing Banten harus ditingkatkan untuk menarik minat investasi yang lebih tinggi. 2. Banten harus mampu memanfaatkan kedekatannya dengan ibukota negara. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menjalin kerjasama yang lebih erat di bidang-bidang tertentu dengan Pemerintah propinsi DKI Jakata. Di bidang 91 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
investasi, Pemerintah Banten dapat memanfaatkan Jakarta sebagai salah satu pintu gerbang investasi di Banten. Selain itu, Banten ada baiknya juga melakukan pendekatan kepada industri yang dinilai sudah tidak layak beroperasi di Jakarta untuk direlokasi ke Banten. Di bidang perhubungan dan transportasi perlu dilakukan koordinasi yang erat sehingga kelancaran arus manusia dan barang diantara kedua propinsi dapat berjalan lancar. Di bidang perdagangan Banten harus mampu memanfaatkan potensi pasar yang besar di Jakarta. 3. Pemda Banten sudah pada waktunya memikirkan pembangunan rusunawa dan pada saat yang bersamaan mendisiplinkan penggunaan tata ruang. Ada baiknya rusunawa di bangun di kota-kota yang padat penduduknya atau di wilayah yang dekat dengan kawasan industri. Percepatan pembangunan rusunawa yang terjangkau akan dapat membantu upaya pengendalian harga di kelompok perumahan yang kontribusi inflasinya cukup tinggi. 4. Membentuk ≈forum pengendalian harga daerah∆ yang melibatkan beberapa instansi terkait dengan tugas menjaga kecukupan dan kelancaran distribusi kebutuhan pokok dalam rangka mengendalikan tekanan kenaikan harga pada kelompok volatile food.
92 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
LAMPIRAN
Tabel lampiran 1. Indikator Makro Terpilih Propinsi Banten Indikator Banten
Satuan
Periode
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Per Kapita* Pertumbuhan Ekonomi
Rp Trilyun Rp Trilyun Rp Juta (%)
Inflasi Atas dasar y-o-y Atas dasar q-t-q Atas dasar y-t-d
(Des - Des) (Sep - Des) (Jan-Des)
(%) (%) (%)
Pengangguran Jumlah Penganggur Angka Pengangguran
orang (%)
Kemiskinan Jumlah Pdd miskin Angka Kemiskinan
orang (%)
2006
2007*
97,87 61,32 10,8 5,5
100,90 64,81 11,7 5,6
Sep-06
Sep-07
7,67 2,53 7,7
6,31 1,98 6,3
Feb-206
Sep-07
641.355 16,1
632.762 15,8
Jul-05
Mar-07
830.500 8,9
886.100 9,1
Sumber : BPS dan *Proyeksi BI
Tabel lampiran 2. Produk Domestik Regional Bruto Banten Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Sektor
2004
2005
2006
2007*
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa
6.530.642,1 79.474,4 36.972.196,9 3.737.228,5 1.898.331,4 12.605.813,7 5.889.081,5 2.329.052,1 3.671.963,8
7.219.036,2 88.457,2 42.098.680,3 4.119.407,4 2.306.353,9 14.499.930,6 7.257.845,0 2.782.823,5 4.249.754,4
7.604.853,8 95.648,6 48.642.336,7 4.137.473,8 2.828.380,8 17.081.607,5 9.182.131,3 3.278.935,9 5.015.905,0
8.290.105,1 114.003,7 51.655.786,7 3.953.159,6 3.057.889,8 20.437.560,2 9.900.578,8 3.792.381,0 5.660.488,7
PDB
73.713.784,4
84.622.288,5
97.867.273,4
100.899.404,7
Sumber : BPS
*) proyeksi BI
93 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel lampiran 3. Produk Domestik Regional Bruto Banten Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa PDB Sumber : BPS
2004
2005
2006
2007*
4.930.266,8 56.557,6 27.749.175,8 2.416.794,0 1.443.158,8 9.830.054,8 4.540.508,6 1.557.896,6 2.355.993,5 54.880.406,5
5.061.650,4 59.286,0 28.975.547,1 2.567.049,9 1.580.487,7 10.699.437,6 4.910.855,7 1.744.477,3 2.508.156,4 58.106.948,2
5.005.861,6 61.508,9 30.548.566,6 2.510.895,1 1.662.420,2 11.478.134,2 5.417.133,6 1.888.037,8 2.744.950,6 61.317.508,7
5.081.895,9 69.260,5 31.866.188,8 2.400.278,5 1.781.100,5 12.778.928,8 5.761.308,0 2.124.590,1 2.970.579,6 64.812.059,1
*) proyeksi BI
Tabel lampiran 4. Indeks Harga Konsumen Provinsi Banten IHK
Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 Mei-05 Jun-05 Jul-05 Ags-05 Sep-05 Okt-05 Nov-05 Des-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 Mei-06 Jun-06 Jul-06 Ags-06 Sep-06 Okt-06 Nov-06 Des-06
119,78 119,58 122,75 122,79 122,96 124,58 125,61 126,22 126,67 135,38 136,74 136,79 139,47 140,59 139,91 140,60 140,66 141,12 141,31 143,03 143,64 144,35 144,58 147,28
Bahan Makanan 119,49 118,79 118,82 117,88 118,01 118,84 121,59 122,33 122,68 131 133,56 133,58 140,66 142,64 139,87 138,56 138,17 139,55 139,84 140,93 141,73 143,05 144,08 150,24
Makanan Perumahan Pakaian Jadi 116,16 116,35 117,67 117,71 118,03 120,9 120,92 121,53 122,09 122,92 125,38 125,9 127,60 129,20 129,43 129,27 129,35 129,42 129,42 129,50 129,46 129,50 129,88 132,96
129,93 129,85 130 130,94 131,12 134,53 134,72 134,71 135,1 145,94 146,22 145,75 145,64 145,67 146,11 150,89 150,79 150,67 150,88 151,69 152,34 152,84 152,48 152,70
114,14 114,08 114,52 114,97 115,16 115,38 116,6 117,16 118,15 119,08 119,37 120,07 120,22 120,18 120,91 121,83 123,67 123,69 124,37 124,75 124,56 124,89 125,71 126,17
Kesehatan Pendidikan Transportasi
111,67 111,77 113,22 113,32 113,46 113,95 114,01 114,03 114,69 115,53 114,69 114,74 116,25 116,67 116,65 116,98 117,03 117,17 117,27 117,32 117,72 117,96 118,93 118,88
125,49 125,49 129,18 129,25 129,47 129,4 129,28 134,06 134,06 135,49 135,84 135,77 136,07 136,82 136,93 137,03 137,34 137,45 137,69 163,57 168,65 168,65 168,40 168,73
110,68 110,73 135,04 135,86 135,9 136,06 136,02 136,09 136,55 166,9 166,9 166,85 166,87 168,03 168,22 168,25 168,56 168,66 168,56 168,61 168,52 169,72 168,03 68,25
94 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV-2007
Tabel lampiran 4. Indeks Harga Konsumen Provinsi Banten (lanjutan) IHK
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Ags-07 Sep-07 Okt-07 Nov-07 Des-07
148,41 149,87 150,19 148,54 148,02 148,73 150,41 152,39 153,53 154,71 155,08 156,57
Bahan Makanan 151,54 154,32 154,55 148,44 146,64 147,91 151,66 156,10 156,15 158,38 159,40 162,95
Makanan Perumahan Pakaian Jadi 133,44 133,63 134,24 135,34 135,43 136,56 138,62 140,02 145,23 145,76 146,19 147,39
153,29 153,66 153,86 153,99 153,91 154,03 154,08 154,21 154,39 154,40 154,42 154,49
127,89 129,43 129,84 130,49 130,27 130,86 131,12 131,39 132,46 134,76 135,35 135,70
Kesehatan Pendidikan Transportasi
120,59 120,90 122,00 122,16 122,56 122,52 122,61 123,00 123,33 124,51 124,99 125,88
175,14 182,09 182,29 182,29 182,42 182,58 183,30 188,17 188,17 188,29 188,25 188,71
168,39 168,40 168,47 168,91 169,44 169,52 169,57 169,59 169,60 170,81 169,80 169,96
Sumber : BPS
95 Kajian Ekonomi Regional Banten