Triwulan IV-2008
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV - 2008
i Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahuwata»ala yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Jakarta yang secara rutin triwulanan dilakukan dapat diselesaikan. Buku Kajian Ekonomi Regional berisi potret perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta yang di era otonomi daerah keberadaannya dirasakan semakin penting. Tujuan dari penyusunan buku laporan triwulanan ini adalah untuk memberikan informasi kepada»stakeholder tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Jakarta. Cakupan kajian di dalam buku KER cukup luas, yaitu meliputi kajian perkembangan ekonomi regional, inflasi, perbankan, keuangan daerah,Ω perkembangan kesejahteraan dan outlook perekonomian satu triwulan ke depan. Berdasarkan asesmen pada triwulan IV-2008, pertumbuhan ekonomi Jakarta masih stabil, tekanan inflasi melemah, sementara fungsi intermediasi perbankan relatif stabil. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat mengalami perbaikan namun kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas kajian buku ini. Untuk itu masukan dan terutama supplai data terkini, serta kritik dan saran yang membangun sangat kamiΩ harapkan.Ω Selanjutnya, pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Jakarta, 28 Januari 2009 BIRO KEBIJAKAN MONETER
Hendar ii Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Daftar Isi
RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman v
BAB I. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
halaman 1
Sisi Permintaan
halaman 1
Sisi Penawaran
halaman 10
BOX I. POTENSI KERENTANAN EKONOMI DKI JAKARTA MENGHADAPI
halaman 22
KRISIS KEUANGAN GLOBAL BOX II. DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP SEKTOR RIIL
halaman 28
BOX III. PENGARUH PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS PADA
halaman 31
PEREKONOMIAN DAERAH BAB II. PERKEMBANGAN INFLASI JAKARTA
halaman 41
Inflasi Berdasarkan Kelompok
halaman 41
Inflasi Berdasarkan Inflasi Inti dan Non Inti
halaman 46
BOX IV. PROYEKSI INFLASI JAKARTA 2009
halaman 48
BAB III. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN PASAR KEUANGAN
halaman 51
Intermediasi Perbankan
halaman 52
Risiko Kredit Perbankan
halaman 57
Risiko Likuiditas Perbankan
halaman 59
Risiko Pasar
halaman 60
Kredit UMKM (Lokasi Proyek)
halaman 60
Pasar Keuangan
halaman 63
BAB IV. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 65
Transaksi RTGS
halaman 65
Transaksi Kliring
halaman 66
Transaksi Tunai
halaman 69
iii Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB V. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
halaman 71
Ketenagakerjaan
halaman 71
Upah
halaman 73
Kemiskinan
halaman 74
Indeks Kesengsaraan
halaman 75
Indeks Pembangunan Manusia
halaman 75
BAB VI. KEUANGAN DAERAH
halaman 77
Perkembangan Keuangan Daerah 2008
halaman 77
APBD 2009
halaman 80
BAB VII. OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI
halaman 83
Pertumbuhan Ekonomi
halaman 83
Inflasi
halaman 94
BAB VIII. KESIMPULAN DAN USULAN TINDAK LANJUT
halaman 97
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8868, 381-8199 Fax. 021-386-4929, 345-2489 Email : BKM
[email protected] Web site : www.bi.go.id iv Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Ringkasan Eksekutif Gejolak perekonomian global yang semakin dalam sudah mulai berdampak pada perekonomian nasional, namun belum sepenuhnya terjadi di perekonomian DKI Jakarta sampai dengan triwulan IV 2008. Beberapa indikator perekonomian nasional yang juga tercermin pada indikator perekonomian DKI Jakarta masih berkembang secara positif. Perekonomian DKI Jakarta diperkirakan tumbuh sebesar 6,1% (y-o-y), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2008. Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi bersumber dari peningkatan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi antara lain adalah daya beli masyarakat yang masih tinggi; peningkatan konsumsi pemerintah, ekpektasi masyarakat yang masih relatif positif; dan dukungan pembiayaan konsumen yang masih tinggi, walaupun pertumbuhannya mulai melambat. Investasi yang masih tumbuh dipengaruhi oleh meningkatnya belanja modal fiskal, baik APBN maupun APBD di Jakarta menjelang akhir tahun dan masih relatif tingginya konsumsi. Sedangkan kegiatan ekspor sejalan dengan pelemahan ekonomi dunia tumbuh agak melambat, dan impor seiring dengan permintaan domestik yang masih cukup kuat meningkat lebih tinggi. Di sisi penawaran, walaupun sebagian besar sektor unggulan tumbuh sedikit melambat namun tingginya pertumbuhan di sektor bangunan, listrik, dan komunikasi mampu memepertahankan pertumbuhan ekonomi tetap tinggi. Sementara itu, di sisi harga-harga, tekanan inflasi melemah, namun angka untuk keseluruhan tahun inflasi masih di level yang cukup tinggi. Membaiknya pertumbuhan di Jakarta telah memberikan dampak pada
v Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
perbaikan kesejahteraan walaupun dengan kualitas yang belum membaik secara signifikan. Sementara itu, kegiatan di sektor perbankan dan keuangan, termasuk di sistem pembayaran menunjukkan perkembangan dan kinerja yang stabil. Diproyeksikan pada triwulan I2009 krisis keuangan global mulai berimbas terhadap perekonomian DKI Jakarta.
Perkembangan Makro Regional Pada triwulan IV 2008 perekonomian DKI Jakarta relatif tumbuh masih tinggi 6,1% 6,1%. Sumber peningkatan pertumbuhan ini terutama pertumbuhan konsumsi dan investasi. Sementara itu, kegiatan ekspor sedikit melambat, dan disisi lain impor tumbuh masih tinggi. Di sisi penawaran, sektor industri, keuangan, perdagangan, dan pengangkutan dan komunikasi menjadi penyumbang pertumbuhan Jakarta. Di sisi permintaan, konsumsi dan investasi masih menjadi penyumbang pertumbuhan Jakarta. Konsumsi tumbuh 6,7%, relatif naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi konsumsi masih tumbuh tinggi antara lain adalah daya beli masyarakat yang masih cukup mendukung; peningkatan belanja konsumsi pemerintah; keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian yang baik; dan dukungan pembiayaan yang masih tinggi, walaupun melambat. Sementara itu, investasi tumbuh 9,1%, naik tipis dibandingkan triwulan III 2008 (8,9%). Faktor yang mempengaruhi investasi masih meningkat antara lain dipicu konsumsi domestik yang masih tinggi dan belanja modal pemerintah yang meningkat di akhir tahun. Walaupun secara keseluruhan perekonomian tumbuh masih cukup tinggi, namun sebagian besar sektor ekonomi tumbuh sedikit melambat melambat. Sektor ekonomi yang pertumbuhannya melampaui triwulan sebelumnya antara lain adalah sektor bangunan (8,2%) dan listrik (6,3%). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor bangunan antara lain adalah penyerapan belanja modal fiskal di Jakarta yang tinggi pada akhir tahun dan masih tingginya permintaan produk properti, khususnya properti residensial. Sektor unggulan yang lain, seperti sektor industri, perdagangan, keuangan dan komunikasi secara perlahan namun pasti mulai terimbas oleh dampak krisis keuangan global yang semakin parah dan sudah mulai vi Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
mengenai perekonomian nasional. Secara keseluruhan permintaan internasional dan permintaan nasional yang melemah mulai berdampak pada sektor-sektor unggulan di Jakarta.
Perkembangan Inflasi Regional Tekanan terhadap harga-harga di DKI Jakarta pada triwulan IV-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Inflasi pada triwulan laporan (q-t-q) sebesar 0,87%, turun tajam dibandingkan triwulan sebelumnya (2,54%). Secara tahunan inflasi di Jakarta mencapai 11,11% (y-o-y), sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,31%. Sumber inflasi di triwulan laporan adalah pada kelompok makanan jadi, perumahan dan sandang. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi inflasi adalah tekanan kenaikan konsumsi makanan jadi dan pakaian bersamaan dengan perayaan hari besar keagamaan dan tahun baru, dan kenaikan harga bahan bakar rumah tangga. Di sisi lain dampak lanjutan penurunan harga BBM pada bulan Desember 2008 belum ditransmisikan pada penurunan komoditas ataupun jasa yang lain. Perkembangan Perbankan dan Pasar Keuangan Perkembangan kegiatan usaha perbankan dan lembaga keuangan non bank di Jakarta sampai dengan akhir bulan November 2008 menunjukkan perkembangan yang relatif normal. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada triwulan IV (November) 2008 naik 14,2% (q-t-q). Sumber peningkatan penghimpunan dana masyarakat di bank antara lain adalah peningkatan simpanan perusahaan swasta dan deposan individual. Adapun faktor yang mempengaruhi antara lain adalah alternatif berinvestasi di perbankan menjadi lebih menarik dan aman dibandingkan dengan alternatif lainnya, seperti di pasar modal yang kinerjanya terganggu sebagai dampak krisis keuangan global, dan di sisi lain imbal hasil DPK, khususnya deposito naik. Sementara itu, penyaluran kredit bank yang berlokasi di Jakarta, di tengah-tengah kekhawatiran peningkat risiko dunia usaha, meningkat 13,4% (q-t-q). Dengan perkembangan tersebut rasio penyaluran kredit terhadap dana yang dihimpun bank (LDR) di Jakarta pada akhir November 82,0%, di atas angka LDR Nasional (77,6%). Tingginya LDR tersebut masih diikuti dengan performance kredit yang relatif baik, sebagaimana tercermin pada angka NPLs Gross yang rendah (3,8%). Dari sisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran di Jakarta tertinggi dibanding provinsi lainnya. Secara keseluruhan, risiko likuiditas dan risiko pasar perbankan di Jakarta masih dapat tertangani dengan baik. Sementara itu, kegiatan vii Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
usaha lembaga keuangan non bank, khususnya pembiayaan konsumen juga masih menunjukkan pertumbuhan, walaupun melambat. Sedangkan kegiatan di pasar modal terimbas oleh krisis keuangan global masih mengalami koreksi ke bawah.
Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan kegiatan sistem pembayaran non tunai di wilayah DKI Jakarta pada triwulan laporan relatif menurun, sedangkan untuk transaksi tunai terjadi peningkatan outflow outflow. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring sedikit menurun. Rata-rata harian nilai transaksi RTGS Rp 65,49 triliun dengan volume 20.854 transaksi dan kliring Rp 3,51 triliun dengan jumlah warkat kliring 213.995 warkat. Faktor yang mempengaruhi diperkirakan adalah aktifitas perekonomian yang sedikit melambat karena jumlah hari libur yang cukup banyak di triwulan laporan. Untuk kebutuhan uang tunai turun, sebagaimana tercermin pada penurunan arus net outflow menjadi rata-rata Rp 36,17 miliar per hari. Sementara itu, pada triwulan laporan, temuan uang palsu relatif rendah. Rasio temuan uang palsu terhadap uang kartal yang beredar 0,0000015%. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Beberapa indikator kesejahteraan di DKI Jakarta sampai dengan triwulan IV 2008 perbaikannya belum optimal, walaupun disisi lain ekonominya tumbuh tinggi tinggi. Indikator kesejahteraan tersebut antara lain adalah ketenagakerjaan, angka kemiskinan, upah/gaji, angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Meskipun angka pengangguran di DKI menurun, dari 12,57% pada tahun 2007 menjadi 12,16% pada tahun 2008 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional (8,39%). Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,6% menjadi 4,3%. Kualitas pertumbuhan ekonomi yang belum optimal diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masih relatif rendahnya perbaikan kedua indikator kesejahteraan dimaksud. Pertumbuhan lebih didukung oleh pertumbuhan konsumsi, dan disisi lain sektor yang tumbuh tinggi adalah sektor yang padat modal. Kesenjangan pendapatan sebagaimana tercermin pada peningkatan angka gini rasio walaupun tergolong rendah namun memburuk dari 0,269 pada tahun 2005 menjadi 0,336 pada 2007 (Maret). Demikian pula indikator-indikator kesejahteraan lain, seperti indeks kesengsaraan, walaupun angkanya menurun. viii Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Perkembangan Keuangan Daerah Seperti diperkirakan semula, angka realisasi sementara APBD DKI Jakarta tahun 2008 relatif rendah rendah. Realisasi pendapatan mencapai Rp 16,19 triliun atau 85,05% dari yang dianggarkan Rp 19,03 triliun. Realisasi belanja Rp 16,34 triliun atau 82,70% dari total belanja. Rendahnya realisasi penerimaan antara lain bersumber dari rendahnya realisasi dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Sementara itu, realisasi pengeluaran yang rendah antara lain disebabkan oleh berlarutnya pengesahan APBD dan juga penyesuaian APBD-P yang harus mengakomodir keluarnya Surat Edaran Sekretaris daerah April 2008 yang merespon terhadap terjadinya pemotongan anggaran pos-pos tertentu oleh DPRD. Faktor penyebab yang lain diperkirakan lebih terkait dengan permasalahan teknis pengeluaran anggaran dan permasalahan teknis pelaksanaan proyek di lapangan. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Krisis keuangan global diperkirakan mulai berimbas terhadap perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I-2009. Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I-2009 diproyeksikan tumbuh pada kisaran angka 5,5% ± 0,5% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perlambatan tersebut bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi, investasi dan kegiatan ekspor. Konsumsi menurun dipengaruhi oleh daya beli yang melemah dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian dengan tren yang turun, serta dukungan pembiayaan bank yang melambat seiring meningkatnya risiko. Investasi melambat sejalan dengan permintaan internasional dan domestik yang melemah. Kegiatan ekspor dan impor tumbuh melambat dipengaruhi oleh permintaan dunia dan domestik yang melemah. Secara sektoral beberapa sektor unggulan diperkirakan tumbuh melambat, mengikuti pelemahan pertumbuhan konsumsi, investasi, dan ekspor. Pada triwulan I-2009, laju inflasi regional Jakarta (q-t-q) diperkirakan kembali akan turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,3 ± 0,5% (q-t-q) dan secara tahunan 9,3 ± 1% (y-o-y). Angka inflasi dimungkinkan dapat lebih rendah apabila tarif angkutan turun yang diikuti penurunan harga komoditas. Penurunan inflasi di triwulan I2009 diperkirakan berasal dari menurunnya tekanan dari kelompok perumahan, transportasi dan makanan jadi. Sementara itu tekanan harga diperkirakan berasal dari kelompok bahan makanan. Secara umum, faktor positif yang dapat menjaga perkembangan harga relatif lebih terkendali : ix Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
1. Penurunan harga BBM internasional dan penurunan harga beberapa komoditas di pasar internasional, seperti BBM, kedelai, gandum dan CPO. 2. Penurunan harga premium, solar, dan tarif angkutan serta penurunan harga komoditas lainnya. 3. Ketersediaan stok barang kebutuhan pokok masih mencukupi. 4. Konsumsi masyarakat yang relatif normal, sehingga tekanan dari sisi permintaan berkurang. Walaupun laju inflasi diperkirakan melambat, namun demikian beberapa hal tetap harus diwaspadai. Hal tersebut antara lain adalah :Ω 1. Ketersediaan pasokan dan stok beras serta pasokan sayuran. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengkhawatirkan ketersediaan stok beras pada triwulan I-2009 antara lain karena perkiraan terlambatnya musim panen dari Jawa Barat mengingat sebanyak 60% beras di Pasar Induk Beras Cipinang berasal dari Jawa Barat. 2. Kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras mulai 1 Januari 2009. HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik 9,1 persen menjadi Rp 2.400 per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp 2.240 per kg. HPP gabah kering giling di penggilingan naik 7,2 persen menjadi Rp 3.000 per kg dari sebelumnya Rp 2.400 per kg. HPP beras naik 7 persen dari Rp 4.300 per kg menjadi Rp 4.600 per kg. 3. Pelemahan nilai tukar rupiah. 4. Potensi bencana banjir yang dapat mengganggu distribusi barang.
x Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB 1
Kondisi Makro Ekonomi Regional
Gejolak perekonomian global yang masih berlanjut sampai dengan triwulan IV-2008, belum berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian DKI. Perekonomian DKI Jakarta tumbuh masih relatif tinggi (6,1%). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi. Konsumsi meningkat didukung oleh daya beli masyarakat yang masih baik dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian yang masih positif. Investasi tetap meningkat terutama dipengaruhi meningkatnya belanja modal fiskal, baik APBN maupun APBD di Jakarta menjelang akhir tahun. Sementara kegiatan ekspor-impor berjalan normal, namun impor masih tumbuh tinggi seiring dengan permintaan domestik yang meningkat lebih tinggi. Sementara di sisi penawaran, walaupun sebagian besar sektor unggulan tumbuh sedikit melambat, namun tingginya pertumbuhan di sektor bangunan, listrik, dan komunikasi mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi Jakarta tetap tinggi.
A. SISI PERMINTAAN Perekonomian Jakarta pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,1%, atau sama dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (Tabel I.1) I.1). Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh sisi konsumsi dan investasi yang masih kuat. Demikian pula, kegiatan ekspor impor masih tumbuh relatif normal, walaupun impor tumbuh lebih tinggi sejalan dengan permintaan domestik yang masih cukup kuat. 1 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Jakarta (%, y-o-y) DKI
Q1-2008
Q2-2008
7,8 8,3 -24,3 6,3
6,1 8,6 -33,8 6,1
Konsumsi Investasi Net Ekspor PDRB
Q3-2008* Q4-2008*
6,4 8,9 -31,1 6,1
6,7 9,1 -34,1 6,1
Kontribusi Q4-2008
2008*
Kontribusi Pertumbuhan 2008
3,7 3,1 -0,7 6,1
6,7 8,7 -30,7 6,2
3,9 3,0 -0,7 6,2
* angka sementara Sumber : BPS, diolah
1. Konsumsi Pada triwulan IV-2008, konsumsi tumbuh 6,7%, naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,4%). Faktor yang mempengaruhi konsumsi masih meningkat antara lain adalah naiknya daya beli masyarakat dan masih cukup kuatnya dukungan pembiayaan lembaga keuangan non bank seperti pegadaian dan lembaga pembiayaan, disertai keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian yang masih positif. Dari sisi pemerintah, belanja konsumsi pemerintah (daerah dan pusat) juga meningkat sehingga turut berkontribusi pada peningkatan konsumsi pada triwulan laporan. Peningkatan konsumsi tersebut diperkirakan berasal dari peningkatan konsumsi makanan dan belanja yang sifatnya leisure, serta konsumsi pemerintah. Liburan panjang, baik lebaran, natal maupun tahun baru mendorong peningkatan konsumsi masyarakat terhadap produk-produk jasa yang sifatnya entertain dan leisure. Sementara itu, belanja barang yang sifatnya tahan lama justru turun, sebagaimana tercermin pada penurunan pembelian mobil dan barang elektronik, sedangkan
%, y-o-y
%, y-o-y
20
g.Upah Riil Jakarta
12 10
16
8
12
%, y-o-y
g.Konsumsi Jkt (lhs) g.Upah Buruh Bangunan g.Upah Potong Rambut g.Upah Pembantu Rumah Tangga
6 8
4
4 0
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12
2007
2008
Sumber : Apindo, diolah
Grafik I.1 Perkembangan UMP Riil
0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik I.2 Upah Buruh Informal
2 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pembelian kendaraan roda dua meningkat karena harga terjangkau, pasar masih tinggi dan dukungan pembiayaan non bank masih kuat. Pada triwulan laporan tersebut, daya beli masyarakat juga masih relatif baik, bahkan pada golongan Tabel I.2 Strata penghasilan Strata
Penghasilan (Rp Ribu)
Jakarta (%)
A1 A2 B C1 C2 D E
> 3.000 2.000 - 3.000 1.500 - 2.000 1.000 - 1.500 700 - 1.000 500 - 700 < 500
13 16 20 25 18 4 3
Sumber : AC Nielsen, 2007
%, y-o-y 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
%, y-o-y
100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 g.PDRB Konsumsi Jkt g.Sedan, Jeep, Minibus, B.Wagon, Delvan [baru] (rhs)
2006
2007
%, y-o-y 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
2008
%, y-o-y
9 8 7 6 g.PDRB Konsumsi Jkt g.Penjualan Elektronik (rhs) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
40 20 0 -20 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2007
-40
2008
Grafik I.4 Pendaftaran Motor di Jakarta
%, y-o-y
%, y-o-y
10
4
60
2006
Grafik I.3 Pendaftaran Mobil di Jakarta
5
80
Sumber : Dispenda Jakarta, diolah
Sumber : Dispenda Jakarta, diolah
11
%, y-o-y
g.PDRB Konsumsi Jkt g.Motor [baru] (rhs)
2007
2008
%, y-o-y
50
12
40 30
10
20
8
20
10 0
6
0 -20
80 60
g.PDRB Konsumsi Jkt g.indeks spe (rhs)
40
4
-10 -20
2
-30
0
-40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-60 -80
2008
Sumber : EMC, diolah
Grafik I.5 Pertumbuhan Penjualan Elektronik
Grafik I.6 Survei Penjualan Eceran - BI
3 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
65,2 72,82
Pakaian Perumahan
117,26
144,1
141,6 128,74 141,9 132,6
Pendidikan Transportasi 83,4 82,74
Kesehatan 56,0 59,87
Rekreasi 0
20
40
60
80
100
Q3-2008 Q4*-2008 120
140
160
Sumber : BPS, diolah
Grafik I.7 Indeks Konsumsi Komoditi Non Makanan
menengah bawah membaik sebagaimana tercermin pada kenaikan upah riil pekerja dan dukungan pembiayaan non bank juga meningkat. Naiknya upah pekerja tercermin dari perkembangan upah riil provinsi, upah riil buruh informal (Grafik I.1-2) dan adanya bonus akhir tahun dari perusahaan. Di sisi lain, kredit pegadaian juga meningkat 20%. Masih kuatnya konsumsi didukung oleh optimis konsumen terhadap kondisi perekonomian, walaupun di bulan Desember turun. Konsumen meyakini bahwa kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi kondisi 6 bulan yang akan datang masih akan membaik. Bahkan masyarakat berekspektasi bahwa kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang akan lebih baik dari kondisi saat ini, terutama ekspektasi terhadap penghasilan mereka. Meningkatnya konsumsi tidak sepenuhnya dibiayai oleh kredit konsumsi. Seiring tingginya suku bunga dan makin selektifnya bank dalam penyaluran kredit maka
%, y-o-y
Indeks
12 10 8 6 4 2 0
g.PDRB Konsumsi Jkt Indeks Keyakinan Konsumen (rhs) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Grafik I.8 Indeks Keyakinan Konsumen (SK-BI)
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50
%, y-o-y 12 10
Indeks
g.PDRB Konsumsi Jkt Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (rhs)
8 6 4 2 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
80 75 70 65 60 55 50 45 40
2008
Grafik I.9 Indeks Kondisi Saat Ini (SK-BI)
4 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y 12 10
Indeks
Indeks 130
g.PDRB Konsumsi Jkt Indeks Ekspektasi Konsumen (rhs)
120
8
110 100
6
90 80
4
70 60
2 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
50
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad Kondisi ekonomi 6 bulan yad 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2008
Grafik I.10 Indeks Ekspektasi Konsumen (SK-BI)
2007 2007
2008
Grafik I.11 Rincian Indeks Ekspektasi Konsumen (SK-BI)
penyaluran kredit konsumsi di Jakarta tumbuh terbatas. Kredit konsumsi hanya meningkat 25,5%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (29,8%). Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan lembaga keuangan nonbank masih meningkat, khususnya untuk pegadaian.
%, y-o-y 11 10
%, y-o-y
%, y-o-y
g.PDRB Konsumsi Jkt g.kredit konsumsi Jkt (rhs)
35
12
30
10
9
25
8 7
8
20 15
6
0
5 0
0
Grafik I.12 Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek
40 20
4 3
2008
80
4 2
2007
100 60
10
2006
120
6
5
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
%, y-o-y
g.PDRB Konsumsi Jkt (lhs) g.Total Pembiayaan g.Leasing g.Pembiayaan Konsumen
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-20
2008
Grafik I.13 Pembiayaan Lembaga Keuangan Non Bank
2. Investasi Investasi tumbuh 9,1%, meningkat dibandingkan triwulan III 2008 (8,9%). Faktor yang mempengaruhi investasi masih meningkat antara lain adalah realisasi belanja modal pemerintah (APBD dan APBN) yang melonjak di akhir tahun. Di sisi investasi swasta diperkirakan tumbuh pada level yang relatif tinggi, walaupun sedikit melambat. Realisasi belanja modal pemerintah daerah Jakarta meningkat pesat dari hanya sekitar 14% pada triwulan III-2008 menjadi 85%. Persentase realisasi belanja modal tersebut meningkat 3% dibandingkan realisasi belanja tahun sebelumnya yang sekitar 82%. Belanja modal Pemerintah daerah Jakarta terutama 5 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
ditujukan bagi pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan sarana dan prasarana kota yang rusak, pemeliharaan jalan siklus lima tahunan, pembangunan jalan tembus, jalan baru, dan peningkatan kapasitas jalan. Sementara itu realisasi belanja modal pemerintah pusat yang dibelanjakan di Jakarta diperkirakan cukup besar.
% 86 84 82 80 78 76 74 72 70 68
2005
2006
2007
%, y-o-y
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2008*
%, y-o-y g.PDRB Investasi Jkt g.Kons Semen Jkt(rhs)
80 60 40 20 0 -20 -40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
*data sementara
Grafik I.14 Realisasi Belanja Modal APBD
2007
-60
2008
Grafik I.15 Konsumsi Semen Jakarta
Investasi swasta, walaupun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, namun sedikit melambat. Di sisi investasi bangunan, indikasi bahwa investasi bangunan sedikit tumbuh melambat antara lain tercermin pada perlambatan pertumbuhan konsumsi semen sesuai dengan hasil Survei Penjualan Eceran yang terlihat menurun. Sementara itu, di sisi investasi non bangunan, sejalan dengan dampak krisis yang sudah mulai kuat dirasakan, telah mendorong sebagian dunia usaha untuk menahan ekspansi, bahkan sebagian mengurangi penggunaan kapasitas. Terbatasnya pertumbuhan investasi swasta tercermin pula dari impor barang modal seperti mesin, peralatan industri dan suku cadang yang arahnya melambat.
%, y-o-y 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%, y-o-y
%, y-o-y 160
g.PDRB Investasi Jkt g.Volum Tertimbang Impor Brg Modal (rhs)
110 60 10 -40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 121 2 4 6 8 10 12
2006
2007
Grafik I.16 Impor Barang Modal
2008
-90
300 250 200 150 100 50 0 -50 -100
Machinery & transport eqp Particels industries Road Vehicles Power generating General industrial mach.&eqp
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik I.17 Impor Barang Modal Utama Tertimbang
6 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y 10 9
%, y-o-y
g.PDRB Investasi Jkt (lhs) g.Bahan konstruksi
200 150
8
100
7
50
6
0
5
-50
4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-100
2008
Grafik I.18 Survei Penjualan Eceran
Grafik I.19 Unit Perkantoran Tersedia
Rp miliar 20.000 Obligasi Saham Pasar Modal
16.000 12.000 8.000 4.000 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2007
2008
Grafik I.20 Ekspektasi Kegiatan Usaha
Dari sisi pembiayaan, relatif masih tingginya peningkatan investasi juga didukung oleh pembiayaan kredit investasi perbankan. Pembiayaan investasi yang berasal dari dana perbankan yang berlokasi di Jakarta meningkat 57,96% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (52,9%). Sementara itu, di sisi
%, y-o-y 10 9 8
%, y-o-y
g.PDRB Investasi Jkt g.kredit investasi Jkt (rhs)
7 6 5 4 3 2
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20
2008
Grafik I. 21 Kredit Investasi Berdasarkan Lokasi Proyek
Rp miliar 20.000
Obligasi Saham Pasar Modal
16.000 12.000 8.000 4.000 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007
2008
Grafik I.22 IPO Saham dan Obligasi
7 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pembiayaan yang berasal dari pasar modal sampai dengan akhir bulan Desember 2008 belum tercatat Initial Public Offering (IPO) saham maupun obligasi baru.
3. Kegiatan Ekspor-Impor Kegiatan ekspor-impor di Jakarta pada triwulan IV-2008 masih menunjukkan net ekspor yang negatif, yaitu dari -31,1% menjadi -34,1%. Di satu sisi impor sejalan dengan permintaan domestik yang masih relatif tumbuh meningkat, sedangkan ekspor tumbuh lebih rendah. Impor Jakarta tumbuh 14,5%, naik dibandingkan dengan triwulan III 2008 (7,7%). Faktor utama yang mempengaruhi masih tingginya pertumbuhan impor antara lain adalah konsumsi dan investasi yang masih tumbuh tinggi. Di samping itu, ketergantungan terhadap bahan baku dan barang modal untuk kegiatan proses produksi yang menghasilkan barang konsumsi juga relatif tinggi. Bahkan kebutuhan bahan baku impor bagi industri-industri yang berlokasi di luar Jakarta sebagaian di impor melalui pelabuhan Jakarta. Di sisi perdagangan antar propinsi, Jakarta seperti kota besar lainnya merupakan pasar yang besar dan potensial serta menjadi hub perdagangan yang cukup besar dari provinsi/daerah lain.
Juta USD 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
%, y-o-y
%, y-o-y 80
Total Impor Jakarta g. Total impor Jkt (rhs)
60 40 20 0 -20
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
Grafik I. 23 Nilai Impor Jakarta
2007
-40
140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
g.Barang Modal g.Konsumsi g.Bahan Baku
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik I.24 Perkembangan Volume Impor
Impor dari luar negeri, baik di sisi nilai maupun volumenya masih didominasi oleh impor bahan baku. Faktor yang mempengaruhi tingginya impor bahan baku terutama adalah tingginya ketergantungan penggunaan bahan baku impor di dalam proses produksi oleh sebagian besar industri berada di Jakarta. Akibatnya, kenaikan permintaan domestik memberikan dampak pada peningkatan impor bahan baku dan barang modal. Dalam beberapa bulan terakhir, peningkatan impor 8 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
barang modal di Jakarta lebih disebabkan oleh peningkatan permintaan dari sektor transportasi dan komunikasi. Ekspor beberapa komoditas hasil manufaktur masih menunjukkan peningkatan. Meskipun krisis keuangan global mulai merambah ekonomi Indonesia, permintaan barang manufaktur dari Jakarta relatif belum terlalu dalam mengalami tekanan. Salah satu penyebabnya adalah order barang yang diekspor pada umumnya telah dilakukan kontrak di awal tahun untuk pengiriman barang dalam jangka waktu setahun. Nilai ekspor produk manufaktur Jakarta mencapai 90% dari total nilai ekspor Jakarta. Komoditi tersebut antara lain adalah produk barang kimia, mesin dan perlengkapan transportasi, pakaian, alas kaki dan barang-barang manufaktur lainnya. Dari sisi pasar, ekspor tersebut tersebar di negara Amerika, Asia dan Eropa. Asia menjadi pasar yang terbesar, dengan porsi 60%, selanjutnya diikuti pasar Eropa (14% - 20%).
Jutaan USD 1.000
%, y-o-y Total Ekspor g.Total Ekspor (rhs)
800
Juta Kg 80
400
60
350 300
40
600
20 400
0
200 0
-20 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
-40
%, y-o-y 100
Total Ekspor g.Total Ekspor (rhs)
80 60
250 200
40
150 100
0
50 0
20 -20
2006
2008
Grafik I. 25 Perkembangan Nilai Ekspor
2007
Tambang 0.0%
Manufaktur 99,2%
%, y-o-y
6000
250
5000
200
4000
150
3000
100
2000
50
1000
0 -50
0 -1000
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006 Non metalic minerals mfs (lhs) Metalliferous ores & metal scr Misc. Food preparations
Grafik I.27 Komposisi Ekspor Jakarta Berdasarkan Komoditi
2008
Grafik I.26 Perkembangan Volume Ekspor
%, y-o-y Pertanian 0.8%
-40
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2007
-100
2008
Animal&Vegetable Oils & Fats (lhs) Ess. Oils & perfum materials
Grafik I.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komponen Utama Jakarta
9 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
B. SISI PENAWARAN Walaupun secara keseluruhan perekonomian tumbuh masih cukup tinggi, namun sebagian besar sektor ekonomi tumbuh sedikit melambat. Sektor ekonomi yang pertumbuhannya melampaui triwulan sebelumnya adalah sektor bangunan, listrik, pertanian dan pertambangan. Sektor unggulan yang lain, seperti sektor industri, perdagangan, keuangan dan komunikasi secara perlahan namun pasti mulai terimbas oleh dampak krisis keuangan global yang semakin parah dan sudah mulai berdampak pada perekonomian nasional. Secara keseluruhan permintaan internasional dan permintaan nasional yang melemah mulai berpengaruh pada sektor-sektor unggulan di Jakarta. Tabel I.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Jakarta (%, y-o-y) DKI
Q1-2008
Q2-2008
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa PDRB
1,4 1,5 4,1 6,8 7,5 6,8 15,2 4,1 6,4 6,3
-0,3 0,9 4,0 7,0 7,6 6,2 14,9 4,1 6,0 6,1
Q3-2008* Q4-2008*
0,7 1,4 4,1 5,2 7,8 6,2 15,0 4,1 5,9 6,1
1,4 1,5 3,9 6,3 8,2 6,0 14,8 3,8 5,8 6,1
Kontribusi Q4-2008
2008*
Kontribusi Pertumbuhan 2008
0,0 0,0 0,7 0,0 0,8 1,3 1,4 1,1 0,7 6,1
0,8 1,3 4,0 6,3 7,8 6,3 15,0 4,0 6,0 6,2
0,0 0,0 0,6 0,1 0,9 1,3 1,3 1,2 0,8 6,2
* angka sementara Sumber : BPS, diolah
1. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan IV-2008 tumbuh sebesar 8,2%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2008 (7,8%). Peningkatan pertumbuhan pada sektor bangunan bersumber dari percepatan kegiatan pembangunan infrastruktur pemerintah memasuki triwulan IV dan di sisi lain sektor bangunan yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta juga masih cukup tinggi. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor bangunan antara lain adalah penyerapan stimulus fiskal daerah dalam bentuk belanja modal di Jakarta yang tinggi pada akhir tahun dan masih tingginya permintaan produk properti, khususnya properti residensial. 10 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Pembangunan beberapa proyek infrastruktur di Jakarta masih terus berlanjut. Proyek Banjir Kanal, realisasi lahan yang dibebaskan telah mencapai 58%, dengan perkembangan pembangunan mencapai 31% yang antara lain berupa pengerjaan galian dan pembangunan 1 jembatan dari rencana 25 jembatan. Rumah susun bersubsidi di Jakarta Timur dan Jakarta Utara telah terbangun 17 blok. Sementara itu, pembangunan beberapa proyek masih berlangsung diantaranya: pembangunan JORR 2, pembangunan beberapa taman di Jakarta Selatan dan restorasi stasiun Tanjung Priok. Di sisi lain, proyek infrastruktur yang dibiayai non APBD antara lain adalah proyek penambahan dan peninggian ruas tol Bandara Sukarno Hatta yang sudah memasuki tahapan uji coba jalur lalu-lintasnya. Kegiatan pembangunan gedung perkantoran, apartemen, properti komersial maupun hunian di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya masih berlanjut. Pembangunan gedung komersial dan hunian oleh pihak swasta terutama adalah pembangunan apartemen, pusat perkantoran, retail dan residensial. Beberapa
%, y-o-y
Ribuan meter2
%, y-o-y
8,5
80
g.PDRB Bangunan Jkt g.Semen Jkt(rhs)
8
40 20 0
7
-20 6,5 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2007
-60
55 50 45
III
I
II
III
IVp
2008
Sumber : CII, diolah
%, y-o-y
Grafik I. 30 Pembangunan Apartemen di Jakarta
%, y-o-y
Rp miliar 80 70
g.PDRB Bangunan Jkt g.kredit Bangunan (rhs)
60 50
7
40 30 20 10
6 5 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
IV
2007
Grafik I. 29 Konsumsi Semen Jakarta
4
60
2008
Sumber : CEIC, diolah
8
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
-40
2006
9
%, y-o-y
Unit Tersedia g.Unit Tersedia (rhs)
60
7,5
6
65
2007
2008
Grafik I. 31 Kredit Lokasi Proyek Sektor Bangunan
0
2.500
% Nominal NPL Bangunan Jakarta NPL Bangunan Jakarta (rhs)
2.000 1.500 1.000
14 12 10 8 6 4
500 0
16
2 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
0
2008
Grafik I. 32 NPLs Sektor Bangunan
11 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
proyek besar gedung perkantoran swasta yang diperkirakan selesai tahun 2008 antara lain adalah : City Tower, Boutique Office, Talavera, Grand Kebon Sirih, Arcadia Tower dan The Boulevard, Nirvana Boutique Residence, dan Essence Darmawangsa1. Meningkatnya kinerja sektor bangunan didukung oleh pembiayaan kredit yang meningkat. Outstanding kredit perbankan di sektor bangunan yang berlokasi di Jakarta pada posisi akhir November 2008 mencapai Rp 26,5 triliun, naik 45,4% (y-o-y). Sementara itu resiko kredit di sektor bangunan sebagaimana tercermin pada besaran NPLs relatif rendah dan masih dalam tren yang relatif menurun (2,6%).
2. Industri Pada triwulan IV-2008, sektor industri tumbuh sedikit melambat 3,9%, dibandingkan triwulan sebelumnya (4,1%). Faktor yang mempengaruhi pelemahan pertumbuhan di sektor industri antara lain adalah penurunan permintaan dunia dan permintaan nasional sebagai dampak dari krisis ekonomi global yang mendorong dunia usaha mengurangi volume produksi. Namun demikian, perlambatan pada sektor industri ini tidak separah dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lebih mengandalkan sektor perkebunan dan pertambangan. Hal ini disebabkan produk-produk di sektor industri, khususnya yang berorientasi ekspor harganya relatif stabil dan pasar juga lebih terdiversifikasin. Perlambatan di sektor industri terindikasi pada penurunan penggunaan energi dan turunnya indeks produksi beberapa industri. Konsumsi energi industri (BBM dan listrik) cenderung turun. Indeks produksi industri (total) juga turun. Secara individual indeks produksi industri yang turun adalah industi mesin dan industri makanan. Sementara itu indeks produksi industri tekstil masih cukup tinggi yang antara lain terkait dengan pemenuhan kontrak yang telah dilakukan di awal tahun. Beberapa anekdotal menyebutkan bahwa pada tahun 2009 prospek sebagian industri tekstil di Jakarta dan nasional pada umumnya, khususnya garmen masih mempunyai prospek yang baik, antara lain terkait dengan adanya pengalihan order dari RRC dan Vietnam yang pada saat ini sedang dihadapkan pada kenaikan biaya produksi. 1 data dari Collier Internasional Indonesia
12 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y
%, y-o-y
6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2
g.PDRB Industri Jkt g.Kons Listrik Industri (rhs)
4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
%, y-o-y
%, y-o-y
7
g.PDRB Industri Jkt g.Kons. BBM Industri (rhs)
6 5 4 3 2 1 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2008
2006
Sumber : PLN, diolah
%, y-o-y
Grafik I. 34 Konsumsi BBM Industri
%, y-o-y
Indeks
6
20
120
5
15
100
10
4
5
3
0
2
0
g.PDRB Industri Jkt g.Industrial Production Index(rhs) 1 2 34 5 6 7 8 91011121 23 4 5 6 7 8 91011121 2 34 5 6 7 8 9101112
2006
2007
20 10
60
0 -10
-5 -10
20
-15
0
-20 IPI Tekstil g.IPI Tekstil (rhs) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 23 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 78 9
2008
2006
2007
-30 -40
2008
Sumber : CEIC, diolah
%, y-o-y
Grafik I. 36 Indeks Produksi Tekstil
%, y-o-y
Indeks
6
20
120
5
15
100
10
4
5
3
0
2 g.PDRB Industri Jkt g.Industrial Production Index(rhs) 1 2 34 5 6 7 8 91011121 23 4 5 6 7 8 91011121 2 34 5 6 7 8 9101112
2006
40 30
Grafik I. 35 Indeks Produksi Industri
0
%, y-o-y
80
40
Sumber : CEIC, diolah
1
2008
Sumber : Pertamina, diolah
Grafik I. 33 Pemakaian Listrik Industri
1
2007
30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 -70 -80
2007
2008
Sumber : CEIC, diolah
Grafik I. 37 Indeks Produksi Mesin
%, y-o-y
40 30 20
80
10
60
0 -10
-5
40
-10
20
-15
0
-20 IPI Tekstil g.IPI Tekstil (rhs) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 23 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 78 9
2006
2007
-30 -40
2008
Sumber : CEIC, diolah
Grafik I. 38 Indeks Produksi Makanan
Meskipun risk profile sektor industri relatif tinggi, pembiayaan perbankan terhadap sektor ini masih meningkat. Peningkatan pembiayaan perbankan di sektor industri 13 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
masih sekitar 50,5%, dengan outstanding kredit lokasi proyek di sektor industri Jakarta pada posisi akhir bulan November mencapai Rp 83,6 triliun. Resiko kredit relatif turun meskipun masih di atas ambang aman sebagaimana tercermin pada NPLs (6,9%).
%, y-o-y 7 6
g.PDRB Industri Jkt g.kredit Industri (rhs)
5
60
25.000
50 40
20.000
30 20
4 3 2 1 0
Rp miliar
%, y-o-y
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Grafik I. 39 Kredit Lokasi Proyek Sektor Industri
10 0 -10 -20
% Nominal NPL Industri Jakarta NPL Industri Jakarta (rhs)
15.000 10.000 5.000 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2008
Grafik I. 40 NPLs Kredit Industri
3. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) pada triwulan IV-2008 tumbuh sebesar 6,0% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan triwulan III-2008 (6,2%). Melambatnya kinerja perdagangan, walaupun tidak signifikan, dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan lebih banyak dilakukan untuk konsumsi non barang, sejalan dengan libur panjang yang ada di triwulan laporan. Sementara itu, sektor hotel dan restoran tumbuh relatif normal. Secara keseluruhan keseluruhan, pertumbuhan subsektor perdagangan yang sedikit melambat berpengaruh pada perlambatan pada sektor perdagangan/hotel/restoran. Indikatorindikator yang mendukung perlambatan pertumbuhan di sektor perdagangan diantaranya arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok, konsumsi listrik sektor bisnis, pertumbuhan indeks penjualan eceran2. Di sisi lain, occupancy rate persewaan untuk sektor retail3 sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 88,75%. Sementara untuk pasar tradisional, sekitar 13,95% kios masih kosong4.
2 Survei Penjualan Eceran-BI 3 Survei oleh Collier International Indonesia 4 PD Pasar Jaya
14 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y 10
%, y-o-y
g.PDRB Perdagangan Jkt g.Brg Tnjg. Priok (rhs)
8 6 4 2 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
Ribu ton 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
3100
%, y-o-y 50 40 30 20
Unloaded Loaded g_unloaded (rhs) g_loaded (rhs)
2600 2100
10 1600 1100 600
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2006
2008
2007
0 -10 -20 -30
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik I. 41 Jumlah Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Priok (BPS)
%, y-o-y 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Grafik I. 42 Jumlah Arus Bongkar Muat Pelabuhan Tj. Priok (CEIC)
%, y-o-y
%, y-o-y g.PDRB Perdagangan Jkt g.Kons Listrik Bisnis (rhs)
30
10
%, y-o-y 60
g.PDRB Perdagangan Jkt g.SPE (rhs)
9
40
20 8 10
20
7 0
6 0
-20
5 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-10
4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2008
2006
2007
-40
2008
Sumber : PLN, diolah
Grafik I. 43 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
Grafik I. 44 Survei Penjualan Eceran
Subsektor hotel dan restoran diperkirakan memberikan kontribusi yang tidak terlalu tinggi terhadap pertumbuhan sektor perdagangan. Jumlah wisman yang masuk
Ribuan orang 170
Ribuan orang
Kedatangan di Empat Pintu Utama Jakarta Kedatangan di Tanjung Priok(rhs)
150
% 9 8 7
110
6
55
90
5
50
70
4
50
3 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2006
2007
2008
Sumber : CEIC
Grafik I. 45 Arus wisatawan mancanegara
2
Tingkat hunian hotel Jakarta Lama tinggal turis di Jakarta (rhs)
60
130
30
Hari
65
4 3 2 1
45 40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2006
2007
0
2008
Sumber : CEIC
Grafik I. 46 Tingkat Hunian Hotel di Jakarta
15 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
melalui bandara Sukarno Hatta dan menginap di Jakarta relatif normal. Libur panjang yang terjadi di triwulan IV 2008, diperkirakan justru mendorong penduduk Jakarta melakukan perjalanan ke luar provinsi. Sementara itu, dukungan pembiayaan perbankan ke sektor ini masih kuat dengan perfomance kredit yang baik. Outstanding kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini tumbuh tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada posisi akhir November 2008, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 75,7 triliun, naik 28,3% (y-o-y). Sementara itu, performance kredit yang tercermin pada NPLs tetap berada di level yang rendah (3,3%).
%, y-o-y
%
%, y-o-y 40
65
30
60
7
20
55
6
10
50
5
0
45
-10
40
9 8
g.PDRB Perdagangan Jkt g.kredit Perdagangan (rhs)
Hari Tingkat hunian hotel Jakarta Lama tinggal turis di Jakarta (rhs)
4 3 2
4
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
1
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2006
2007
0
2008
Sumber : CEIC
Grafik I. 47 Kredit Lokasi Proyek Sektor Perdagangan
Grafik I. 48 Perkembangan NPLs
4. Keuangan, Persewaan dan Jasa Pada triwulan laporan, sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh 3,8%, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,1%. Dampak krisis keuangan global secara langsung hanya sedikit berdampak pada sektor keuangan, antara lain karena rendahnya portofolio instrumen keuangan asing bermasalah yang dimiliki lembaga keuangan domestik. Dampak yang lebih dalam justru disebabkan oleh melemahnya kinerja di sektor riil yang melemah sebagai akibat krisis global yang pada gilirannya telah menyebabkan risk exposure di sektor riil dan juga daya beli masyarakat terganggu. Hal ini menyebabkan lembaga keuangan semakin meningkatkan kehati-hatian. Risiko tersebut antara lain direfleksikan oleh peningkatan suku bunga kredit dan juga persyaratan untuk memperoleh pembiayaan yang semakin ketat. Sementara itu, di subsektor persewaan dan jasa pada triwulan diperkirakan masih tumbuh moderat. Permintaan domestik yang masih kuat menyebabkan sewa 16 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Rp Triliun
%, y-o-y
20
Rp Triliun
Nilai Tambah Bank g.NTB (rhs)
16
120
160
80
140 120
12
40
8
0
4
-40
0
-80
1
2
3
4
1
2006
2
3
4
2007
1
2
3
100 80 60 40 20 0
%, y-o-y 50 40 30 20 10
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2008
2006
Grafik I. 49 Perkembangan NTB Bank di Jakarta
60
Total Pembiayaan g.Total Pembiayaan (rhs)
2007
0
2008
Grafik I. 50 Perkembangan Kegiatan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Tabel I.4 Perkembangan Kegiatan Bank 2008
U r a i an Jakarta
1
2
3
4*
717.000,7
765.022,5
785.919,1
840.976,1
DPK
Rp Miliar
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
15,7
15,8
15,2
20,5
Kredit Lokasi Bank
Rp Miliar
524.871,4
577.897,6
633.266,8
689.768,4
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
32,5
34,8
40,5
42,5
Kredit Lokasi Proyek
Rp Miliar
374.904,6
408.253,9
450.225,6
490.886,5
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
33,7
39,3
41,1
43,9
LDR
(%)
73,2
75,5
80,6
82,0
NPL
(%)
3,9
3,8
3,6
3,8
*) s.d. November 2008
5.500.000 5.000.000 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000
Supply Demand Occupancy Rate
2000 2002 2004 2006 2008p 2010p 2001 2003 2005 2007 2009p
100% 97% 94% 91% 88% 85% 82% 79% 76% 73% 70%
Source : Colliers International Indonesia - Research Department
Grafik I. 51 Tingkat Hunian dan Persediaan Perkantoran
% 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50
Apartment Non Service Apartment Service Average Occupancy Rate
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 3Q08 Source : Colliers International Indonesia - Research Department
Grafik I. 52 Tingkat Hunian Apartemen
17 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
untuk perkantoran, apartemen dan retail diperkirakan masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Persewaan gedung perkantoran meningkat 1% menjadi 89,6% sementara persewaan apartemen meningkat 2% menjadi 71,4%5.
5. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap tumbuh pada level yang tinggi (14,8%), meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan III-2008 (15%). Pertumbuhan yang tinggi diperkirakan terutama terjadi di subsektor komunikasi, tercermin dari jumlah pelanggan seluler yang tumbuh tinggi (diatas 50%). Peningkatan kapasitas oleh beberapa provider seluler yang diikuti dengan inovasi produk, serta tarif yang kompetitif mampu meningkatkan kinerja subsektor komunikasi.
Jumlah pelanggan (juta orang) 140
%, y-o-y
Cellular (telkomsel + Indosat + ProXL) g.Cellular (rhs)
120
70
12
60
10
100
50
80
40
60
30
40
20
20
10
2
0
0
0
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber : CEIC dan Pers Release
Grafik I. 53 Perkembangan Telepon Seluler
%, y-o-y
%, y-o-y 30 25 20
8
15
6
10
4
5 0 g.PDRB Transpor Bntn g.Pnpg KA Jabodetabek (rhs) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-5 -10
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik I. 54 Jumlah Penumpang KA Jabodetabek
Sementara itu, kinerja di subsektor pengangkutan turun cukup tinggi. Indikator yang mendukung terjadinya perlambatan di sub sektor ini antara lain adalah penurunan pertumbuhan konsumsi BBM transportasi dan penurunan jumlah penumpang di Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan di angkutan darat, jumlah penumpang kereta api Jabodetabek tumbuh relatif moderat. Dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor ini cukup tinggi dengan resiko kredit yang kecil kecil. Outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada sektor ini 5 Berdasarkan publikasi Collier International Indonesia,
18 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y
%, y-o-y
12
50
10
40 30
8
20
6
10
4
%, y-o-y 20
g.PDRB Transport Jkt g.Kons. BBM Transport (rhs)
16
10
12 0 8
0
2 0
%, y-o-y 20
g.PDRB Transpor Bntn g.Pnpg Soeka (rhs) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
-10 -20
-10
4 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2008
Sumber : BPS, diolah
2007
-20
2008
Sumber : Pertamina, diolah
Grafik I.55 Jumlah Penumpang Udara di Bandara Soekarno Hatta
Grafik I.56 Konsumsi BBM Sektor Transportasi Jakarta
per posisi akhir bulan November 2008 tercatat sebesar Rp 45,7 triliun, naik 104,7%. Peningkatan kredit ini diikuti dengan kualitas kredit yang semakin baik (NPLs sebesar 2,1%).
%, y-o-y
%, y-o-y
Rp miliar
16
140
15 14
120 100
2.000
13 12 11
80 60
1.500
40 20
1.000
10 9 8
g.PDRB Transport Jkt g.Kredit Transport (rhs) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
0 -20
2008
Grafik I.57 Kredit Lokasi Proyek Sektor Transportasi
2.500
% Nominal NPL Transport Jakarta NPL Transport Jakarta (rhs)
500 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
16 14 12 10 8 6 4 2 0
2008
Grafik I.58 NPLs Sektor Transportasi
6. Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor listrik tercatat tumbuh 6,3% (y-o-y), naik dibandingkan triwulan sebelumnya (5,2%) (5,2%). Relatif lancarnya pasokan bahan bakar ke beberapa PLTU dan relatif lancarnya proses produksi listrik mempengaruhi peningkatan pertumbuhan di sub sektor ini. Sementara itu, dari sisi penyediaan air bersih, seiring keberhasilan PD PAM Jaya dalam menekan jumlah kebocoran dan memperluas cakupan pelayanan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan sektor ini. 19 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%, y-o-y 350 300 250 200 150 100 50 0 -50 -100 -150
g.PDRB Listrik Jkt g.Kons. BBM Listrik (rhs)
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Sumber : Pertamina, diolah
Grafik I.59 Konsumsi BBM Sektor Listrik Jakarta-Tangerang
Pembiayaan perbankan kepada sektor ini walaupun jumlahnya relatif kecil namun meningkat tinggi yang diikuti dengan kualitas kredit yang membaik membaik. Kenaikan kredit antara lain terkait dengan peningkatan investasi di subsektor listrik dan air bersih, antara lain digunakan untuk penggantian pipa tua dan sambungan baru. Jumlah kredit di sektor ini naik 164,1% dengan outstanding kredit per November 2008 Rp 10,5 triliun. Kualitas kredit di sektor listrik relatif baik dengan NPLs sebesar 0,1 %.
%, y-o-y 8 7
%, y-o-y g.PDRB Listrik Jkt g.kredit Listrik (rhs)
200 150
6 5
100
4
50
3 2
0
1 0
-50 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Grafik I.60 Kredit Lokasi Proyek Sektor Listrik
-100
Rp miliar 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
% Nominal NPL Listrik Jakarta NPL Listrik Jakarta (rhs)
1 2 3 4 5 6 7 8 910111 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2006
2007
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2008
Grafik I.61 NPLs Sektor Listrik
7. Sektor Jasa-Jasa Pertumbuhan sektor jasa-jasa pada triwulan IV-2008 sebesar 5,8%, sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,9%) (5,9%). Melambatnya sektor jasa antara lain disebabkan terdapatnya pembatasan-pembatasan hiburan malam di DKI menghadapi perayaan hari besar keagamaan, nuansa perekonomian yang 20 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
melambat menyebabkan masyarakat lebih menahan diri dan sebagian penduduk Jakarta menghabiskan libur panjangnya di luar kota. Lokasi rekreasi di Jakarta yang mengalami pertumbuhan namun relatif terbatas diantaranya : Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kebun Binatang Ragunan dan Ancol. Sementara berdasarkan hiburan live music, selama triwulan IV 2008 sedikitnya terdapat 4 artis mancanegara dan 2 festival musik yang melakukan konser di Jakarta.
%, y-o-y 8 7
%, y-o-y g.PDRB Listrik Jkt g.kredit Listrik (rhs)
200 150
6 5
100
4
50
3 2
0
1 0
-50 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Grafik I.62 Kredit Lokasi Proyek Sektor Jasa
-100
Rp miliar 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
% Nominal NPL Listrik Jakarta NPL Listrik Jakarta (rhs)
1 2 3 4 5 6 7 8 910111 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2006
2007
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2008
Grafik I.63 NPLs Sektor Jasa
Di sisi pembiayaan, kredit sektor jasa masih tumbuh tinggi dengan resiko kredit yang membaik membaik. Outstanding kredit di sektor ini hingga November 2008 mencapai Rp 110,3 triliun atau tumbuh sekitar 26,8 % (y-o-y). Kualitas kredit sektor ini relatif baik, dengan NPLs kredit selalu di bawah batas aman (<5%).
21 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Boks I
Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis keuangan global. Krisis global telah berimbas terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Imbas tersebut akhir-akhir ini semakin dirasakan baik melalui pasar barang dan pasar uang (pasar modal dan perbankan). Di pasar barang, indikasinya terlihat dari adanya pembatalan kontrak ekspor, penundaan pengiriman barang dan kelancaran pembayaran yang sebagian terganggu, khususnya dalam rangka ekspor. Kondisi ini diperparah dengan harga komoditas yang turun, sehingga mempengaruhi nilai ekspor dan disisi lain menjadi potensi masuknya barang impor dengan harga yang relatif murah ke pasar domestik. Di pasar modal, IHSG mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi awal tahun. Sementara itu, pembiayaan ekspor-impor melalui perbankan terganggu terkait dengan memburuknya kepercayaan, terutama terhadap bank-bank internasional yang berskala besar. Namun demikian, untuk kegiatan pembiayaan domestik masih relatif aman, walaupun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. Ekspor yang terganggu, harga komoditas yang turun, sistem pembayaran yang terganggu, dan kinerja di pasar modal yang terkoreksi menurun akan dapat mengganggu perkembangan di sektor riil. Di sisi lain, rentetan dari perlambatan tersebut pada gilirannya menurunkan pula pendapatan pelaku ekonomi yang bermuara pada tekanan daya beli sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan domestic demand. Di samping itu, sudah mulai muncul kekhawatiran bahwa PHK, khususnya pada sektor industri yang berorientasi ekspor, akan meningkat dalam periode ke depan. Di sisi daerah, perekonomian daerah akan menghadapi problem yang sama namun dengan tingkat pengaruh yang bervariasi terhadap ekonomi di masing-masing daerah. Perbedaan pengaruh dari krisis ekonomi global 1 Catatan Analisis
22 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap ekonomi daerah tergantung pada struktur dari ekonomi masingmasing daerah. Daerah yang memiliki tingkat ketergantungan ekspor yang relatif besar diperkirakan akan menghadapi implikasi yang lebih kuat dibandingkan daerah yang lebih didukung oleh domestik demand . Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional, perekonomian provinsi di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi-Maluku-Papua memiliki tingkat ketergantungan terhadap ekspor yang relatif besar yaitu antara 22,6% sd. 27,4%, dimana 70,3% s.d 72,2%2 dari ekspor tersebut ditujukan ke luar negeri. Sementara itu, propinsi yang sektor keuangannya menjadi salah satu leading ekonomi akan mengalami tekanan yang kuat, khususnya dengan tergerusnya nilai kapitalisasi di pasar modal dan kemungkinan tekanan di subsektor perbankan. Tabel 1 Struktur Ekonomi Daerah ditinjau dari sisi Permintaan Persentase
Konsumsi
PMTB
Net Ekspor
Porsi di dalam Net Ekspor Ekspor
Sumatera Jakarta Jabalnustra Kali-Sulampua
59,6 57,5 73,9 52,7
19,3 33,9 19,0 19,5
22,6 14,8 5,2 27,4
Impor
53,3 69,1 49,5 71,0
46,7 30,9 50,5 29
Sumber : BPS Daerah (diolah)
Struktur Ekonomi DKI Jakarta Jakarta, sebagai barometer perekonomian nasional, memiliki karakteristik ekonomi yang relatif berbeda dibandingkan daerah lainnya. Struktur ekonomi Jakarta dari sisi permintaan lebih didominasi oleh konsumsi dengan porsi mencapai 57,5% (Tabel 1). Adapun struktur konsumsi di Jakarta lebih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 80%. Apabila dikaitkan dengan jenis barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Jakarta, maka sekitar 55% barang yang dikonsumsi merupakan barang non makanan (durables goods ), sedangkan 45% merupakan barang makanan dan minuman. 2 Pengertian ekspor daerah adalah merupakan ekspor ke luar negeri, tidak termasuk ekspor antar daerah.
23 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tingginya peran konsumsi di DKI didukung oleh tingginya jumlah penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Jumlah masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp. 3 juta mencapai 74% dari total penduduk Jakarta3 (Tabel 2). Dengan jumlah penduduk berpenghasilan strata menengah ke atas yang besar tersebut, maka kemampuan untuk membeli barang-barang tahan lama relatif tinggi. Berdasarkan hasil kajian4, terdapat dua jenis barang durables yang relatif signifikan terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga di Jakarta, yaitu konsumsi kendaraan bermotor roda empat dan barang elektronik, serta barang kebutuhan konsumsi lainnya (eceran). Kecenderungan pertumbuhan konsumsi masyarakat strata atas dan menengah di Jakarta terefleksi pula dari pertumbuhan konsumsi kendaraan bermotor roda empat, barang elektronik, dan penjualan eceran barang lainnya. Akibat krisis, terindikasi bahwa kedua prompt indikator dan hasil survei penjualan eceran5 memasuki triwulan IV 2008 menunjukkan tanda-tanda perlambatan pertumbuhan. Tabel 2 Strata Penghasilan di Jakarta Strata
Pengeluaran (Rp ribu)
Penghasilan (Rp ribu)
Jakarta (%)
A1 A2 B C1 C2 D E
> 3.000 2.000 - 3.000 1.500 - 2.000 1.000 - 1.500 700 - 1.000 500 - 700 < 500
> 9.000 6.000 - 9.000 4.500 - 6.000 3.000 - 4.500 2.100 - 3.000 1.500 - 2.100 < 1.500
13 16 20 25 18 4 3
Sumber : AC Nielsen, 2007
Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Jakarta dipengaruhi oleh sektor keuangan, sektor perdagangan/hotel/restoran, dan sektor industri pengolahan. Porsi sektor keuangan dalam mempengaruhi ekonomi Jakarta mencapai 29,6%, dimana subsektor perbankan dan subsektor keuangan non 3 Survei AC Nielsen, 2007. Susenas BPS Jakarta juga menyatakan : terdapat kecenderungan bahwa semakin kaya sebuah rumah tangga, pengeluaran untuk non makanan semakin meningkat 4 Uji korelasi antara pertumbuhan mobil baru dan pertumbuhan penjualan elektronik dengan pertumbuhan konsumsi menghasilkan korelasi yang positif yaitu masing-masing 0,64 dan 0,69, Bank Indonesia. 5 Bank Indonesia melakukan survei penjualan eceran secara rutin
24 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
bank memiliki porsi relatif besar di dalam sektor keuangan yaitu masingmasing sebesar 56,0% dan 44,0%. Sektor perdagangan/hotel/ restoran memberikan peranan dalam struktur ekonomi Jakarta sebesar 21,7%, di mana subsektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dari sektor tersebut. Sementara itu, sektor industri memberikan peranan sebesar 16,9% dengan subsektor industri yang terbesar adalah industri alat angkut, mesin dan peralatannya dan sub sektor industri pupuk dan kimia. Terkait dengan sektor industri di Jakarta, output yang dihasilkan oleh sektor industri di Jakarta diperuntukkan bagi ekspor rata-rata sebesar 23,9%, sehingga perlambatan demand dunia akan berdampak pula bagi sektor industri. Di Sektor keuangan, koreksi besar di pasar modal dan mulai melambatnya kinerja perbankan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Tabel 3 Struktur Ekonomi Daerah Jakarta dari sisi Penawaran Lapangan Usaha 1 Pertanian 2 Pertambangan dan penggalian 3 Industri Pengolahan Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Bangunan 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Bank Jasa Perusahaan Sewa Bangunan 9 Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto
Share (%) 0,09 0,28 16,88 10,09 2,09 0,66 10,09 21,70 16,74 3,92 9,22 29,60 16,57 5,93 4,34 11,49 100,00
Pembiayaan Perbankan untuk Ekonomi Jakarta Untuk menganalisis dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi Jakarta maka diperlukan analisis peranan pembiayaan perbankan terhadap ekonomi Jakarta. Fokus dari analisis pembiayaan diarahkan pada peranan perbankan
25 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
terhadap konsumsi rumah tangga dan pembiayaan kredit sektor-sektor yang berperanan besar terhadap ekonomi Jakarta. Konsumsi rumah tangga di Jakarta lebih didominasi oleh pembiayaan sendiri (self-financing) yang berasal dari gaji ataupun pendapatan lainnya (bunga, capital gain, warisan, dll). Sementara peranan pembiayaan kredit konsumsi terhadap konsumsi rumah tangga di Jakarta relatif rendah, yaitu sebesar 7,1%. Di sisi sektoral, sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan memiliki ketergantungan yang relatif besar terhadap pembiayaan dari sektor keuangan (kredit bank, obligasi, penerbitan saham di pasar modal), dengan tingkat ketergantungan masingmasing sebesar 24,8% dan 55%6. Dengan kondisi ini, maka konsumsi rumah tangga penduduk Jakarta sangat rentan terhadap perubahan self financing, sedangkan sektor utama di Jakarta lebih rentan terhadap perkembangan sektor keuangan. Tabel 4 Struktur Pembiayaan Sektor Industri dan Perdagangan Persentase Pinjaman
Self Financing
Industri Pengolahan Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet
53,2 57,7
46,8 42,3
Perdagangan, Hotel dan Restoran Perdagangan
24,8
75,2
Sumber : Neraca Perusahaan dan Anekdotal info
Implikasi Ke depan Masih berlanjutnya krisis keuangan global perlu mendapatkan perhatian mengingat potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta relatif masih signifikan, dimana. Pertama, menurunnya pendapatan pada kelompok masyarakat atas dan menengah yang diikuti oleh ketatnya penyaluran kredit konsumsi akan mempengaruhi daya beli sehingga pertumbuhan konsumsi dapat terhambat. Selain itu, penurunan pendapatan masyarakat dikhawatirkan dapat mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit yang berdampak pada meningkatnya net performing loan (NPL). Kedua, Krisis di 6 Informasi beberapa Perusahaan yang Go Public, 2008
26 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pasar keuangan global yang belum jelas titik terangnya akan memunculkan ketidakpastian di pasar keuangan dan memperlemah kondisi sektor keuangan. Ketiga, berlanjutnya perlambatan permintaan dunia yang diikuti dengan penurunan harga komoditas internasional akan dapat mempengaruhi kinerja sektor industri pengolahan, terutama yang berorientasi ekspor. Kondisi ini dapat menjadi semakin parah mengingat risk profile sektor industri yang tinggi dengan Non Performing Loan sebesar 6,5%, tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Keempat, dalam jangka panjang, berlanjutnya pelemahan ekonomi dunia akan mempengaruhi arus investasi yang masuk ke Jakarta. Dengan memperhatikan potensi risiko yang dihadapi ekonomi Jakarta, diharapkan terdapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah DKI Jakarta guna mereduksi dampak yang dihadapi, melalui : 1. Salah satu faktor yang dapat menghambat perlambatan daya beli adalah turunnya laju inflasi sehingga upaya pengendalian inflasi daerah semakin penting. 2. Pemda beserta pengusaha menyusun kenaikan upah pada level yang memungkinkan perusahaan masih dapat bertahan, namun tetap membantu daya beli pekerja terhadap tekanan inflasi. 3. Pemda mempercepat dan meningkatkan realisasi belanja, khususnya belanja modal dalam rangka men-stimulus ekonomi daerah. 4. Kebijakan jangka pendek bagi industri misalnya kebijakan insentif bagi sektor industri yang berorientasi ekspor dan sektor perdagangan berupa penundaan/reduksi pajak. Kebijakan jangka menengah melalui pengetatan masuknya impor ilegal ke Indonesia khususnya barang konsumsi. Kebijakan jangka panjang adalah mencari alternatif pasar ekspor dan mengurangi impor barang konsumsi dengan meningkatkan kontain domestik. 5. Pemda dapat mengakselerasi kebijakan iklim investasi yang lebih kondusif.
27 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Boks II
Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil7 Penurunan kegiatan usaha dan kapasitas produksi dikhawatirkan akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Mayoritas responden menyatakan pada tahun 2009 penggunaan tenaga kerja relatif tetap. Tingkat suku bunga pinjaman rupiah dari perbankan dalam negeri yang diperkirakan tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan berada pada rata-rata sebesar 12% dengan range 9-16%.
Krisis keuangan global yang berdampak terhadap kondisi perekonomian global semula diperkirakan tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Namun, pada awal triwulan IV-2008 dampak krisis mulai dirasakan oleh dunia usaha dengan ditandai oleh melemahnya permintaan akan produk-produk ekspor, menurunnya beberapa harga komoditas internasional, ditambah dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD. Sebagai dampak lanjutan dari memburuknya kondisi dunia usaha, beberapa perusahaan telah dan berencana melakukan pemutusan hubungan kerja antara lain pada industri tekstil, industri baja, industri pulp & paper, industri elektronik, industri otomotif, dan industri plastik. Untuk memperoleh gambaran mengenai dampak krisis ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dilakukan Survei Khusus Sektor Rill (SKSR) dengan topik ≈Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Sektor Riil∆ terhadap 80 perusahaan yang berada pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel, & restoran dan transportasi & komunikasi. Berdasarkan hasil survei dapat diperoleh informasi sebagai berikut:
7 Hasil Survei Khusus Sektor Riil-BI. Survei Khusus Sektor Riil (SKSR) merupakan survei yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sektor riil (usaha) sehubungan dengan perkembangan indikator ekonomi terkini. Responden merupakan perusahaan yang dipilih secara purposive sampling dan survei dilakukan melalui metode wawancara melalui telepon. Hasil survei diolah dan disajikan dengan metode saldo bersih (SB), rata-rata sederhana dan pooling system.
28 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Kondisi Usaha Indikasi memburuknya kondisi usaha pada akhir tahun 2008 diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2009. Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih (SB) sebesar -16,25% (33,75% menyatakan meningkat dan 50,00% menyatakan menurun) yang berarti pengusaha merasa pesimis terhadap kondisi usaha pada tahun 2009. Secara rata-rata kegiatan usaha pada 80 perusahaan tersebut diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 6,24% dibandingkan tahun sebelumnya. Khusus bagi perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, kegiatan usaha pada 2009 juga diperkirakan akan mengalami kontraksi dengan nilai SB sebesar -20,75%. Secara rata-rata nilai kontraksi tersebut sebesar 7,51%.
Kapasitas Produksi Perkiraan menurunnya kegiatan usaha tersebut sejalan dengan perkiraan penurunan kapasitas utilisasi (SB -14,89%). Kapasitas utilisasi diperkirakan akan menurun 5,68% dari 76,43% di tahun 2008 menjadi 70,75% di tahun 2009. Tenaga Kerja Mayoritas responden (72,16%) menyatakan pada tahun 2009 penggunaan tenaga kerja relatif tetap dibandingkan tahun 2008. Sementara itu, persentase responden yang memperkirakan penggunaan tenaga kerja akan mengalami penurunan sama dengan yang memperkirakan peningkatan penggunaan tenaga kerja pada tahun 2009 yaitu sebesar 13,92%. Kondisi Keuangan Dari sebanyak 80 perusahaan, setengahnya memiliki pinjaman dari perbankan dalam negeri untuk menjalankan kegiatan usahanya. Adapun tingkat suku bunga pinjaman rupiah dari perbankan dalam negeri yang diperkirakan tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan berada pada rata-rata sebesar 12% dengan range 9-16%. Khusus untuk perusahaan yang memperkirakan kondisi usaha pada tahun 2009 akan mengalami kontraksi (50% dari total responden), sebanyak 45% memiliki pinjaman dari perbankan dalam negeri.
29 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Pelemahan Nilai Tukar Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD ditengah melemahnya mata uang negara lainnya ternyata tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan eksportir. Hal ini dinyatakan oleh 58,20% responden. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden antara lain peningkatan harga bahan baku impor, penurunan volume penjualan dan permintaan pembeli untuk menurunkan harga. Sementara 23,88% responden menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD menguntungkan perusahaan, dan sisanya (20,62%) menyatakan tidak ada pengaruh. Profil Responden
5,00%
2,50% 1,25%
Pertanian
27,36%
26,25%
7,50%
57,50%
domestik
16,22%
Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan
3,4%
Bangunan
5,7%
Perdagangan,Hotel & Restoran
25,00%
ekspor 41-60% ekspor 61-80% 12,16%
Grafik 1 Sebaran Responden Menurut Sektor Ekonomi
6,25%
ekspor 21-40%
11,15%
Transportasi & Komunikasi
ekspor 1-20%
ekspor 81-100%
Grafik 2 Sebaran Responden Berdasarkan Orientasi Penjualan
3,75% DKI Jakarta & Banten 61,25% Bali Jawa Sulawesi Utara
3,75%
Sumatera 12,16%
Grafik 3 Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Survei
30 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Boks III
Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah8 LATAR BELAKANG Berlanjutnya krisis keuangan global yang berepisentrum di Amerika Serikat telah merambat ke berbagai sendi perekonomian negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Setelah sampai dengan triwulan III 2008 perekonomian tumbuh tinggi, maka memasuki triwulan IV perekonomian Indonesia yang didominasi oleh sektor tradable mulai tertekan dengan anjoknya harga komoditas akibat melemahnya permintaan di pasar dunia. Penurunan kinerja perekonomian Indonesia, terutama terjadi di daerahdaerah yang berbasis ekspor. Secara mikro, menurunnya permintaan pada beberapa produk komoditas primer dan produk industri yang diekspor mengancam penurunan penggunaan kapasitas dan akan mendorong dunia usaha melakukan efesiensi yang salah satunya dilakukan melalui pengurangan jumlah jam kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja. Implikasi selanjutnya adalah terganggu daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi pembiayaan, berlanjutnya krisis keuangan global berpotensi menurunkan kinerja dan kualitas pembiayaan kredit di daerah. Di sisi harga, perkembangan inflasi daerah 2008 juga dipengaruhi oleh dinamika perkembangan ekonomi global. Kenaikan harga komoditas yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir9 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan inflasi di hampir semua wilayah di Indonesia. Tekanan inflasi yang lebih tinggi terutama terjadi di daerah yang perekonomiannya cukup dominan disupport oleh produk komoditas berbasis primer yang memperoleh wind profit dari tingginya harga komoditas, struktur konsumsinya lebih di dominasi makanan, dan memiliki ketergantungan pasokan bahan pangan dari daerah lain. Namun memasuki 8 Catatan Analisis 9 Kenaikan harga komoditas dunia menurut IMF dalam publikasi World Economic Outlook, Oktober 2008 disebabkan oleh (1) pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi, (2) terbatasnya inventory dan tingkat kapasitas produksi yang pada gilirannya menyebabkan (3) supply inellasticity dalam merespon permintaan dalam jangka pendek (4) ekspektasi yang lebih dipengaruhi sentimen dan investor behavior sehingga dalam jangka pendek menyebabkan fluktuasi harga berlebihan.
31 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
triwulan IV-2008, seiring dengan anjloknya harga komoditas dunia, hargaharga di dalam negeri terkoreksi secara signifikan sehingga tekanan inflasi pada akhir Tw-IV menurun.
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH TERKINI Periode awal 2008 s.d triwulan III-2008 Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai mempengaruhi perekonomian daerah secara signifikan terutama pada sektor yang tradable. Kenaikan harga berbagai komoditas primer di pasar dunia telah memberikan berkah tersendiri pada meningkatnya perekonomian di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang struktur ekonominya didominasi oleh hasil-hasil pertambangan (batu bara, timah, tembaga) dan perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, dan coklat). Peningkatan harga komoditas tersebut telah menyebabkan pendapatan dan daya beli masyarakat terdongkrak sehingga konsumsi di daerahpun meningkat. Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan signifikan terhadap perekonomian daerah, diantaranya adalah komoditas minyak kelapa sawit10, karet alam11, dan batubara12: Pertumbuhan ekonomi daerah yang pesat terutama terjadi di zona Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, zona Kalimantan dan Zona Sulawesi dengan rata-rata pertumbuhan triwulanan hingga triwulan III-2008 masing-masing 6,4%, 5,8%, 6,3 6,9%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di 6,3%, dan 6,9% Sumatera dan Kali-Sulampua telah mendorong terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah (Gambar 1 - 3 : Peta Deviasi gPDRB Tw I - III 2008). Terdapat hubungan yang relatif simetris antara peningkatan harga komoditas primer tersebut dengan pertumbuhan PDRB di masing-masing wilayah (Sulawesi, Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatra). Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua turut pula memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa terutama pada sektor industri dan sektor perdagangan. 10 Harga CPO pada tahun 2007 naik hingga 75% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada Maret 2008 yaitu naik hingga 218% dari harga rata-rata tahun 2006. Kenaikan harga CPO ini mendorong terjadinya perluasan lahan kelapa sawit dari 4,2 juta ha menjadi 5,5 juta ha di Sumatera, dan menjadikan Sumatera sebagai wilayah pengekspor sawit terbesar di Indonesia (90,1%) pada tahun 2007. 11 Produksi karet alam pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand. 12 Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor batu bara terbesar di dunia.
32 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Deviasi gPDRB dg gPDB √ Tw I-08
Deviasi gPDRB dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Q1-08 gKredit,% NPL, %
gPDB Tw I-08: 6,0%
Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua 32,9 40,8 7,6 22,0 21,5 27,0 21,7 28,8 31,9 3,4 2,6 2,5 3,7 3,5 3,4 3,0 3,1 7,0
Deviasi gPDRB dg gPDB √ Tw II-08
Deviasi gPDRB dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Q2-08 gKredit,% NPL, %
gPDB Tw II-08: 6,4%
Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua 40,0 47,7 12,7 25,9 27,8 33,3 26,6 35,6 36,3 3,2 2,4 2,6 3,5 3,2 3,1 2,4 3,3 6,2
Gambar 1
Gambar 2 Deviasi gPDRB dg gPDB √ Tw III-08
Deviasi gPDRB dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Q3-08 gKredit,% NPL, %
gPDB Tw III-08: 6,1%
Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua 35,2 33,9 38,3 29,2 29,7 30,6 30,1 37,1 36,0 3,1 2,1 2,7 3,3 2,9 3,0 2,2 2,9 5,2
Gambar 3 Gambar 1 - 3 Deviasi Perkembangan PDRB Tw I - III 2008
Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw I-08
Deviasi Inflasi dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Inflasi Nasional (yoy) Tw I-08: 7,1%
Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw II-08
Deviasi Inflasi dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Inflasi Nasional (yoy) Tw II-08: 11,0%
Gambar 5
Gambar 4
Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw III-08
Deviasi Inflasi dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Inflasi Nasional (yoy) Tw III-08: 12,1%
Gambar 6 Gambar 4 - 6 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw I - III 2008
33 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
2,0 1,5 1,0 0,5
Dispersi Inflasi (Std.Dev) Dispersi gPDRB (Std.Dev.)
0,0 Q1
Q2
Q3
2007
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2008
Grafik 1 Dispersi Pertumbuhan dan Inflasi antar Daerah
Disisi pembiayaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua yang bersumber dari sektor tradable juga didukung oleh peningkatan pembiayaan kredit kredit. Di wilayah Sumatera, penyaluran kredit ke sektor pertanian yang juga sebagai penyerap kredit terbesar, pada paruh pertama 2008 rata-rata tumbuh sebesar 36,1%. Sementara di wilayah KaliSulampua, penyaluran kredit ke sektor pertambangan rata-rata tumbuh 35,1%. Sebagian besar penyaluran kredit di kedua wilayah ini bersifat produktif, yaitu kredit modal kerja yang memiliki porsi 49,3% dari total oustanding kredit di Sumatera dan 41,4% di Kali-Sulampua. Di sisi lain, membaiknya pendapatan penduduk di kedua wilayah tersebut telah memacu penyaluran kredit konsumsi meningkat cukup tinggi, yaitu mengalami pertumbuhan 35,7% di Sumatera dan 36,5% di Kali-Sulampua. Sementara itu, pesatnya ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua juga berdampak pada sektor industri dan perdagangan di Jawa sehingga kredit di kedua sektor tersebut di Jawa meningkat. Pertumbuhan kredit sektor industri dan perdagangan di Jawa tumbuh masing-masing sebesar 37,2% dan 30,2%. Sampai dengan triwulan III 2008, peningkatan kredit di seluruh daerah diikuti oleh kualitas kredit yang masih baik, sebagaimana tercermin dari NPL yang rendah di semua wilayah bahkan lebih rendah dibanding periode akhir tahun 2007. Di sisi inflasi, perkembangan harga komoditas di pasar dunia yang meningkat cukup tinggi turut pula meningkatkan tekanan inflasi di daerah. Kenaikan harga berbagai komoditas di pasar internasional, khususnya harga komoditas
34 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
yang termasuk di dalam kelompok makanan, seperti kedelai, minyak goreng dan gandum menjadi salah satu faktor yang cukup kuat mendorong tekanan inflasi daerah, terutama di daerah yang pola konsumsinya lebih didominasi oleh kelompok makanan dan juga daerah-daerah yang memiliki ketergantungan pada pasokan dari daerah lain yang ongkos transportasinyapun meningkat. Hal ini terutama terlihat dari meningkatnya laju inflasi di wilayah luar Jawa dengan deviasi positif yang melebar terhadap inflasi nasional (Gamba 4 - 6 : Deviasi Inflasi Tw I sd. III 2008). Kota-kota di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Selatan dan Irian Jaya deviasianya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal.
Periode Triwulan IV-2008 Memasuki triwulan ke IV 2008, perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada anjloknya harga komoditas mulai memberikan dampak terhadap perekonomian di berbagai daerah. Di wilayah Sumatera dan sebagian KaliSulampua penurunan permintaan ekspor - berupa penundaan pengiriman dan pembatalan sepihak kontrak ekspor - hasil-hasil perkebunan mulai terjadi. Di sisi lain, harga CPO di pasar dunia yang turun tajam hingga mencapai 70% (pertengahan November 2008)13 langsung berimbas pada turunnya harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani menjadi Rp300/ Kg14. Wilayah Sumatera dan sebagian Kali-Sulampua merupakan wilayah yang paling terkena dampak turunnya harga CPO dan turunnya volume ekspor, yang selanjutnya menekan daya beli masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh turunnya indeks Nilai Tukar Petani di kedua wilayah ini. Melambatnya ekspor di kedua wilayah telah menjadi faktor pemicu melambatnya ekonomi pada beberpa sektor unggulan, seperti pertanian, pertambangan dan perdagangan. Perlambatan ekonomi ini juga menyebabkan deviasi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah dimaksud terhadap pertumbuhan nasional kembali melebar (1,5%, deviasi negatif) dan perekonomian tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (lihat peta dibawah).
13 Terhadap harga tertingginya pada Maret 2008 14 Harga TBS tertinggi sebelumnya mencapai rerata Rp 1.800/Kg
35 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Semakin dalamnya krisis keuangan global berimbas pula pada perkembangan ekonomi daerah yang berbasis industri manufaktur yang export-oriented. Di wilayah Jabalnustra, permintaan ekspor berbagai produk industri manufaktur mulai terindikasi mengalami penurunan dengan berkurangnya pesanan dan pembatalan sepihak pembeli di luar negeri. Permintaan dari dalam negeri juga sedikit mengalami tekanan searah dengan tertekannya perekonomian di luar Jawa. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya penggunaan kapasitas dan mendorong perusahaan melakukan berbagai upaya efisiensi yang antara lain dilakukan dengan cara melakukan pengurangan jam kerja maupun jumlah tenaga kerja.
Deviasi gPDRB dg gPDB √ Tw IV-08
Deviasi gPDRB dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5) - (0,6) (0,5) - 0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
gPDB Tw IV-08: 5,7%
Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua Q4-08* B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gKredit,% 31,2 30,7 35,2 32,4 31,2 32,7 30,1 37,4 34,4 3,2 2,2 2,7 3,6 2,8 2,9 2,2 3,2 5,4 NPL, % * November 2008
Gambar 7 Deviasi Perkembangan PDRB Tw IV 2008
Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw IV-08
Deviasi Inflasi dg Nasional lebih dari (1,5) (1,5)-(0,6) (0,5)-0,5 0,6 - 1,5 lebih dari 1,5
Inflasi Nasional (yoy) Tw IV-08: 11,1%
Gambar 8 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw IV 2008
Perekonomian yang melambat, walaupun tidak signifikan diikuti oleh perlambatan pertumbuhan kredit di daerah. Di sebagian besar daerah, kredit tumbuh namun mulai melambat karena potensi resiko meningkat yang antara lain tercermin pada peningkatan nilai nominal NPLs. NPL secara nominal yang meningkat dari Rp40,687 milyar pada Juni 2008 menjadi Rp45,831 milyar pada November 2008. Kenaikan NPL tersebut terutama terjadi pada penyaluran kredit pada sektor-sektor yang mulai melambat pertumbuhannya, seperti : pertanian, perdagangan, perindustrian dan sektor lain-lain (konsumsi). Di sisi inflasi, menurunnya harga komoditas di pasar dunia berperan dalam memperlemah tekanan inflasi di daerah. Inflasi di daerah secara umum turun, namun mengingat tingkat ketergantungan luar Jawa terhadap supply barang
36 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
dari Jawa, maka perlambatan inflasi di daerah relatif tidak terlalu kuat (Lihat Grafik Perkembangan Inflasi dan Kontribusi Makanan per Wilayah). Inflasi di luar Jawa, secara rata-rata masih di atas angka inflasi nasional, namun deviasi inflasi di daerah-daerah yang sebelumnya mengalami booming ekonomi karena kenaikan harga komoditas, terhadap inflasi nasional secara umum turun (wilayah Kalimantan dan Sulawesi), walaupun cenderung tidak sesimetris sebagaimana dampak terhadap PDRB. Di wilayah Irian Jaya deviasi inflasinya terhadap angka inflasi nasional cenderung tetap di level yang tinggi. faktor ketergantungan pasokan barang dari Jawa diduga merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan mempengaruhi inflasi. Sementara itu, inflasi di pulau Jawa secara umum di bawah angka rata-rata inflasi nasional.
POTENSI RISIKO EKONOMI DAERAH KE DEPAN Krisis keuangan global yang semakin berimbas pada melambatnya perekonomian daerah akan dapat menyebabkan terjadinya kembali divergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah. Wilayah Sumatera dan KaliSulampua yang pada saat terjadinya kenaikan harga komoditas mampu mengejar pertumbuhan ekonomi daerah di Jawa akan menghadapi potensi risiko perlambatan ekonomi yang lebih besar. Sementara itu, ekonomi Jawa yang menopang perekonomian di kedua wilayah tersebut, melalui penyerapan input produksi industri manufaktur, secara perlahan-lahan mulai terimbas perlambatan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua, meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini mengingat struktur ekonomi di Jawa masih bertumpu pada domestic demand dari wilayah Jawa itu sendiri. Namun demikian, dampak melemahnya permintaan dunia pada ekspor hasil industri pengolahan dan mulai terbatasnya domestic demand akibat tertekannya daya beli akan dapat melemahkan perekonomian Jawa. Sementara itu, di sisi harga-harga masih menurunnya harga komoditas internasional akan memberikan sumbangan positif terhadap melemahnya tekanan inflasi di daerah daerah. Penurunan inflasi juga akan dipengaruhi oleh penurunan harga BBM bersubsidi dan dampak lanjutannya, dan di sisi lain daya beli masyarakat relatif melemah. Namun demikian, potensi terhadap tekanan inflasi tetap harus diwaspadai, seperti gangguan pasokan karena musim pada komoditas
37 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
pangan, pelemahan nilai tukar dan ekkspektasi masyarakat terhadap inflasi. Sedangkan, di sisi pembiayaan, meningkatnya risiko kredit terutama di sektorsektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat peningkatan nilai nominal mulai terindikasi di berbagai daerah.
KESIMPULAN 1. Perkembangan harga komoditas dunia memberikan dampak yang cukup signifikan pada perekonomian daerah, khususnya pada daerah-daerah yang berbasis komoditas (tradable), seperti Sumatera dan Kalimantan. Terdapat hubungan yang cenderung simetris antara peningkatan harga komoditas dengan peningkatan PDRB yang juga memberikan dampak kearah konvergensi pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sula terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, seiring dengan penurunan permintaan dunia yang juga berakibat turunnya harga komoditas telah menyebabkan pertumbuhan PDRB di wilayah-wilayah dimaksud terkoreksi, potensi risiko perlambatan ekonomi cukup besar dan konvergensi meningkat. 2. Imbas krisis keuangan global juga berdampak negatif pada daerah berbasis sektor industri expor-oriented, dimana terdapat upaya efisiensi produksi sebagai akibat dari menurunnya permintaan luar negeri. Penurunan produksi berdampak pada penurunan penggunaan kapasitas yang berpotensi terjadinya pengurangan jam kerja dan peningkatan PHK. 3. Di sisi harga, fluktuasi harga komoditas di pasar dunia mempengaruhi tingkat inflasi terutama pada daerah-daerah yang memiliki tingkat komposisi konsumsi makanan yang besar. Tekanan Inflasi di daerah-daerah luar Jawa cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan di Jawa, terutama disebabkan Oleh tingginya ketergantungan pasokan dari Jawa. Secara umum kenaikan harga komoditas telah menyebabkan deviasi inflasi kota-kota di luar Jawa terhadap angka inflasi nasional meningkat, atau lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Sementara itu penurunan harga komoditas, secara umum hanya berdampak pada semakin kecilnya deviasi angka inflasi, kecuali di Irian Jaya yang deviasi inflasi cenderung tetap tinggi.
38 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
4. Sementara itu di sisi pembiayaan, risiko kredit terutama di sektor-sektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat potensi penurunan kualitas kredit mulai terindikasi diberbagai daerah, sebagaimana tercermin dari peningkatan nilai NPLs.
IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Untuk mengurangi dampak negatif pengaruh fluktuasi harga komoditas di pasar dunia pada perkembangan perekonomian daerah, maka untuk ke depan perlu dilakukan upaya-upaya : - Peningkatkan produktifitas perlu diintensifkan dibandingkan dengan upaya-upaya penambahan lahan baru. - Peningkatkan diversivikasi produk perkebunan (pertanian) - Peningkatkan nilai tambah produksi, seperti pengembangan produksi turunan CPO. - Perlunya kebijakan yang dapat menyangga dan menstabilkan harga, khususnya di tingkat petani yang antara lain dilakukan dalam bentuk upaya menjaga keseimbangan pasokan. Peran asosiasi disini perlu ditingkatkan. 2. Disisi harga-harga, upaya-upaya meningkatkan produksi dan pasokan, khususnya bahan makanan di daerah perlu ditingkatkan. Swasembada kebutuhan pokok perlu menjadi prioritas daerah. Dengan mulai terbatasnya domestic demand seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat, dalam jangka pendek peran fiskal untuk menstimulasi perekonomian dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting. Terlebih dengan potensi meningkatnya pengangguran akibat meningktanya ancaman PHK. Untuk itu, berbagai kendala dalam merealisasikan anggaran pemerintah perlu diminimalisasi dan jadwal realisasi dapat lebih terarah dengan tetap memperhatikan siklus perekonomian daerah setempat.
39 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
halaman ini sengaja dikosongkan
40 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB 2
Perkembangan Inflasi Jakarta Tekanan terhadap harga-harga di DKI Jakarta pada triwulan IV-2008 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan laporan (q-t-q) sebesar 0,87%, turun tajam dibandingkan triwulan sebelumnya (2,54%). Namun, Secara tahunan inflasi di Jakarta mencapai 11,11% (y-o-y), sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,31%. Sumber inflasi di triwulan laporan adalah pada kelompok makanan jadi, perumahan dan sandang. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi inflasi adalah tekanan kenaikan konsumsi makanan jadi dan pakaian bersamaan dengan perayaan hari besar keagamaan dan tahun baru, dan kenaikan harga bahan bakar rumah tangga. Di sisi lain dampak lanjutan penurunan harga BBM pada bulan Desember 2008 belum ditransmisikan pada penurunan komoditas ataupun jasa yang lain.
A. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK 1. Inflasi Triwulanan (q-t-q) Kenaikan harga tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok makanan jadi (0,54%) diikuti oleh perumahan (0,48%) dan sandang (0,20%). Kenaikan tertinggi di kelompok makanan jadi terutama terjadi pada sub kelompok makanan jadi dan sembako yang disebabkan karena adanya kenaikan konsumsi seiring perayaan hari besar keagamaan dan menjelang tutup tahun. Sementara pada kelompok perumahan, kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok bahan bakar, seiring dengan kenaikan gas yang sempat terganggu distribusinya dan di sisi lain harga minyak tanah juga naik searah dengan naiknya permintaan sementara pasokan dibatasi. Kenaikan harga gas rumah tangga (12 kg dan 3 kg) relatif tinggi, mencapai 20% 41 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
di tingkat eceran. Penyebab gangguan pasokan antara lain adalah adanya perawatan rutin (overhaul) stasiun pengisian elpiji oleh pertamina yang kurang dapat diantisipasi dengan baik. Sementara itu kenaikan harga di kelompok sandang dipengaruhi oleh masuknya perayaan hari besar dan tahun baru.
8 6
Bhn Makanan Perumahan Kesehatan Transportasi
Mknn jadi Pakaian Pendidikan IHK
4 2 0 -2 -4
Q1 Q2 Q3
2006
Q4 Q1
Q2 Q3
2007
Q4 Q1 Q2
Q3 Q4
100,0 21,5 16,3 30,6 5,9 3,6 6,4 15,7
%(q-t-q) 12 10
Penddkn
-0,11 0,00
Kesehatan
0,00
Transports
0,07
Pakaian
0,05
Permhn
0,41
Mknn jadi -0,11
Bhn Makanan
0,87
SHARE : IHK -0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik II. 1 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Grafik II. 2 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok
2. Inflasi Tahunan (y-o-y) Secara tahunan, inflasi DKI Jakarta pada triwulan IV-2008 sedikit menurun (11,11%) dibandingkan triwulan sebelumnya (11,31%). Tekanan harga tertinggi terjadi pada kelompok perumahan, bahan makanan dan makanan jadi. Kenaikan pada kelompok perumahan bersumber dari kenaikan harga bahan bakar dan biaya tempat tinggal. Kenaikan harga dipengaruhi antara lain oleh kenaikan harga gas karena sempat langkanya pasokan gas untuk rumah tangga selama bulan Desember 2008. Kenaikan pada kelompok bahan makanan bersumber dari tingginya kenaikan harga daging dan ikan segar. Harga daging sapi meningkat terkait dengan kenaikan harga pembelian daging impor dan juga biaya pakan yang meningkat, sementara untuk harga ikan segar disamping biaya meningkat juga terkait dengan kelancaran pasokan (cuaca) dan distribusinya. Sementara itu, kenaikan pada kelompok makanan jadi bersumber dari naiknya harga-harga komoditas dunia yang mendorong kenaikan biaya input dan pada periode-periode tertentu tekanan permintaan pada kelompok komoditas ini juga meningkat. Memasuki triwulan IV 2008, walaupun harga-harga komoditas cenderung turun, namun penurunannya masih belum kembali ke level awal. Sejak diterapkannya SBH 2007, inflasi Jakarta cenderung meningkat. Salah satu sumber penyebabnya adalah bobot inflasi non makanan di DKI yang meningkat 42 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Jakarta (y-o-y,%)
25 20
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2006
2007
Bhn Makanan SHARE : IHK 0
2
4
11,20
0
Mknn jadi
3,52
5
Pakaian Permhn
2,17
10
Penddkn Kesehatan
4,15
15
Transports 0,35 0,23 0,54
30
Mknn jadi Pakaian Pendidikan IHK
100,0 21,5 16,3 30,6 5,9 3,6 6,4 15,7
%, y-o-y Bhn Makanan Perumahan Kesehatan Transportasi
1,17
35
6
8
10
12
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang (y-o-y)
Grafik II.4 Kontribusi Per Kelompok Barang Dalam Inflasi (y-o-y)
Tabel II.1 Sub Kelompok dengan Kontribusi Kenaikan Harga (Y-o-Y) Tertinggi Kenaikan Harga Y-o-Y Q3-2008
UMUM BAHAN MAKANAN Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU Makanan Jadi Tembakau dan Minuman Beralkohol PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB Bahan Bakar, Penerangan dan Air Biaya Tempat Tinggal SANDANG Barang Pribadi dan Sandang Lain Sandang Laki-laki KESEHATAN Perawatan Jasmani dan Kosmetika Jasa Kesehatan PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Pendidikan Rekreasi TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K Transpor Komunikasi Dan Pengiriman
11,31 18,79 26,64 19,59 10,78 15,69 4,27 13,19 44,28 4,33 10,04 24,48 9,15 6,56 10,07 5,71 5,37 7,36 1,08 8,39 3,45 -10,25
Q4-2008
Kontribusi
11,11 15,48 19,80 28,68 12,91 15,34 8,78 14,84 58,64 5,10 8,56 13,53 6,83 7,31 10,61 5,77 5,56 7,36 5,89 6,20 0,00 0,00
11,11 3,32 0,60 0,57 2,10 1,61 0,25 4,54 4,46 0,89 0,51 0,28 0,11 0,26 0,19 0,06 0,36 0,29 0,09 0,98 0,00 0,00
dari 62,82% menjadi 71,37%. Dalam tiga triwulan terakhir inflasi di DKI Jakarta tercatat (q-t-q) 4,3%; 2,5% dan 0,87% sementara angka inflasi nasional pada periode waktu yang sama berturut-turut adalah 4,01%; 2,88% dan 0,54%. Secara tahunan (yoy), inflasi di Jakarta selama 2008 berturut-turut setiap triwulan adalah 7,66%; 9,96%; 11,31% dan 11,11%. 43 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
3. Pantauan Terhadap Harga Komoditas Bahan Makanan Penyumbang Utama Inflasi Jakarta Komoditi beras sebagai komoditi dengan bobot tertinggi dalam kelompok bahan makanan, harganya cukup stabil meskipun pasokan sedikit menurun. Pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) pada triwulan IV 2008 relatif menurun dari rata-rata 2.319 ton per hari menjadi 1.920 ton per hari. Turunnya pasokan disebabkan belum masuknya musim panen dan sentra-sentra produksi padi pada saat ini sedang musim tanam. Walaupun pasokan menurun, namun harga beras relatif stabil seiring stok beras yang cukup stabil.
Ton
Ribuan Ton
Rp
3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 Pasokan Harian Pengeluaran Harian Stok Harian (rhs)
500 0
2
4
6
8
10 12 2
4
6
2007
8
10 12
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
6600
Ton 3600
Harga Beras Rata-rata Pasokan Harian (rhs)
6000
3000
5400
2400
4800
1800
4200
1200
3600
600
3000
2
4
6
8 10 12 2
4
6
2007
2008
8 10 12
0
2008
Sumber : Departemen Perdagangan
Grafik II.5 Pemasukan dan Pengeluaran Beras di DKI
Grafik II.6 Harga dan Pasokan Beras di PIBC
Dalam triwulan laporan beberapa harga komoditas di kelompok bahan makanan di luar beras yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan menurun. Pasokan sayur-sayuran ke Pasar Induk Kramat Jati pada triwulan IV 2008 relatif normal, yaitu mencapai rata-rata 35 ribu ton per bulan. Meningkatnya pasokan sayuran telah berdampak
Ribu Ton 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rp/kg Pasokan Sayur Rata-rata Harga Sayur (rhs)
1
3
5
7
9
11 1
3
2007
5
7
9
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
11
2008
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.7 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Sayur
Ribu ton 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rp/kg
Pasokan Buah Rata-rata Harga Buah (rhs) 1
3
5
7
9
11
1
3
2007
5
7
9
11
7200 7000 6800 6600 6400 6200 6000 5800 5600 5400 5200
2008
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.8 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Buah
44 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Rp 32000 27000 22000
Gula pasir Minyak goreng curah Ayam Boiler/Potong
Tepung terigu Telur ayam ras
17000 12000 7000 2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007
2008
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.9 Perkembangan Harga Sembako
menurunkan harga sayur-sayuran. Rata-rata harga sayuran terpantau menurun hingga 40%. Sementara itu, pasokan buah-buahan ke Pasar Induk Kramat Jati di triwulan IV 2008 juga relatif stabil, rata-rata mencapai 38 ribu ton per bulan sehingga menyebabkan harga buah-buahan rata-rata turun sebesar 4,0%. Harga komoditas bahan makanan lainnya menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Di satu sisi harga daging, ikan dan telur menunjukkan trend yang Tabel II.2 Sub Kelompok dengan Kontribusi Kenaikan Harga (Q-t-Q) Tertinggi Kenaikan Harga Q-t-Q UMUM BAHAN MAKANAN Ikan Segar Bumbu - bumbuan MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU Tembakau dan Minuman Beralkohol Makanan Jadi PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB Bahan Bakar, Penerangan dan Air Biaya Tempat Tinggal SANDANG Barang Pribadi dan Sandang Lain Sandang Laki-laki KESEHATAN Perawatan Jasmani dan Kosmetika Obat-obatan PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA K Sarana dan Penunjang Transpor Komunikasi Dan Pengiriman
Q3-2008
Q4-2008
Kontribusi
2,54 5,82 12,18 -4,22 1,10 0,00 1,12 5,49 17,29 0,92 -0,74 -3,82 4,50 1,62 1,76 4,37 2,47 0,06 0,00 0,37 0,09 0,00
0,87 0,58 8,65 7,51 3,31 8,39 2,26 1,58 4,31 0,60 3,33 7,00 0,11 1,09 1,97 2,50 0,07 0,51 0,04 -2,76 1,14 0,00
0,87 0,13 0,17 0,13 0,54 0,24 0,24 0,48 0,33 0,10 0,20 0,15 0,00 0,04 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 -0,43 0,01 0,00
Sumber : BPS, diolah
45 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
meningkat, namun di sisi lain harga minyak goreng curah, tepung terigu dan gula pasir turun. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga ketiga komoditas di atas, antara lain adalah kenaikan biaya input dan khusus di sektor perikanan juga dipengaruhi oleh terganggunya pasokan akibat cuaca yang kurang mendukung. Di sisi lain permintaan tinggi. Namun, mengingat harga daging, ikan dan telur sudah berada pada level yang tinggi, maka kenaikan harga ketiga komoditas dimaksud relatif terbatas, apalagi ditengah-tengah konsumsi masyrakat yang cenderung melemah.
B. INFLASI BERDASARKAN INFLASI INTI DAN NON INTI1 Sedikit menurunnya inflasi IHK pada triwulan IV-2008 diperkirakan lebih bersumber dari turunnya inflasi non inti, sedangkan inflasi inti masih meningkat. Perkembangan harga untuk komoditas volatile seperti sayur-sayuran dan padipadian relatif menurun. Harga komoditas lainnya, seperti minyak goreng, gandum, kedelai dan gula pasir juga mengalami penurunan seiring penurunan harga di level internasional. Penurunan ini juga berdampak lanjut pada harga komoditas turunannya. Sementara di kelompok administered, penurunan harga premium oleh Pemerintah pada bulan Desember 2008 rata-rata sebesar 16,7% belum diikuti penurunan administered prices angkutan sampai dengan akhir triwulan laporan. Di sisi inflasi inti, komoditas yang masuk dalam keranjang inflasi inti pada triwulan IV 2008 diperkirakan sedikit mengalami tekanan. Faktor yang menyebabkan
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
%, m-t-m
%, m-t-m Daging sapi Beras
Cabe merah Minyak goreng
1 234 123 412 34 123 451 234 12 3412 34 123 4123 41 23 4123 412 34
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Sumber : data mingguan SPH, diolah
Grafik II.10 Perkembangan Harga Sembako Mingguan (SPH-BI)
6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
%, m-t-m Nasi Emas Perhiasan (rhs)
Gula Pasir Tempe (rhs)
50 40 30 20 10 0 -10
1234123412341234512341234123412341234123412341234 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des
-20
Sumber : data mingguan SPH, diolah
Grafik II.11 Perkembangan Harga Sembako Mingguan (SPH-BI)
1 Dengan diberlakukannya SBH 2007 dan keterbatasan memperoleh data yang detail (per komoditas) dari instansi yang berwewenang, maka penghitungan inflasi inti dan non inti dihentikan sejak bulan Mei 2008.
46 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
kenaikan adalah faktor musiman (perayaan hari besar keagamaan dan menjelang akhir tahun) dan sebagian kenaikan juga dipengaruhi oleh dampak lanjutan kenaikan harga administered yang sempat terganggu pasokannya. Komoditaskomoditas yang tergolong inti dan mengalami kenaikan harga terutama adalah komoditas yang masuk di kelompok sandang dan makanan jadi. Tabel II.3 Tarif Parkir Tarif Lama
Golongan I (sedan dan jeep) 1 Jam pertama 1 Jam berikutnya
Rp 1.500 Rp 1.500
Golongan II (bus-dan truk)
Rp 3.000 Rp 1.500
Tarif Lama
1 Jam pertama 1 Jam berikutnya
Rp 1.500 Rp 1.500
Golongan III (sepeda motor)
Tarif Baru* Rp 3.000 Rp 3.000
Tarif Lama Rp 500 Rp 500
1 Jam pertama 1 Jam berikutnya
Tarif Baru*
Tarif Baru* Rp 750 Rp 750
Sumber : *) Pergub No. 86 - 2006
Tabel II.4 Harga BBM di Jakarta Jenis Premium Pertamax Plus Pertamax Pertamax Dex Minyak Tanah Minyak Solar
Harga (Rp)
Perubahan (%)
Tw III 08
Tw IV 08
Tw II - III 08
6.000 8.700 8.450 10.300 9.483 5.500
5.000 6.850 6.500 8.100 6.400 4.800
0.0 -15.5 -15.5 -18.9 22.6 0.0
Tw III - IV 08 -16.7 -21.3 -23.1 -21.4 -32.5 -12.7
Sumber : Pertamina
Sementara itu, disisi administered price, pada triwulan IV relatif tidak ada kebijakan untuk menaikkan harga. Seiring harga minyak mentah dunia yang turun ke level $40 per barrel dari triwulan sebelumnya yang mencapai lebih dari $100 per barrel mendorong penurunan harga BBM non subsidi seperti Pertamax, rata-rata mencapai 20%. Pemerintah, pada bulan Desember bahkan menurunkan harga premium dari Rp 6.000 per liter menjadi Rp 5.500. Namun demikian, respon harga komoditas lain terhadap penurunan harga ini relatif lambat dan pada akhir triwulan IV 2008 dipastikan masih minim2. Pada triwulan laporan tersebut bahkan harga gas sempat naik, karena terganggunya pasokan. 2 Terdapat kecenderungan respon harga barang lain terkait dengan penurunan harga BBM relati rigid untuk turun ataupun memiliki lag yang lebih panjang responnya dibandingkan dengan respon kalau harga naik.
47 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Boks IV
Proyeksi Inflasi Jakarta 20091 Tugas Bank Indonesia sesuai dengan UU No.3/2004 tentang Bank Indonesia mengamanatkan untuk memelihara stabilitas nilai rupiah, melalui pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Seiring amanat undang-undang tersebut, BI mengimplementasikan inflation targeting framework. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan. Mulai Juli 2005 konsisten dengan penerapan ITF, Bank Indonesia menggunakan suku bunga sebagai reference rate dalam pengendalian moneter. BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi yang rendah dan stabil menjadi prasyarat mendasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan masyarakat secara berkelanjutan Secara umum, inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus. Untuk menghitung angka inflasi, BPS Tabel 1 Perbandingan SBH 2007 dengan SBH 2002 No. 1
2
3
Perbedaan Cakupan Kota a. Ibukota Provinsi b. Kabupaten/Kota Paket Komoditas a. Jumlah komoditas b. Komoditas per kota Pasar a. Tradisional b. Modern
SBH 2002
SBH 2007
45 30 15
66 33 33
744 283 - 397
774 290-450
120 97
153 98
Sumber : BPS 1 Catatan Analisis. Proyeksi menggunakan model struktural sederhana dengan asumsi ekspektasi inflasi, nilai tukar dan output gap akan yang membaik pada tahun 2009.
48 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
melakukan Survei Biaya Hidup (SBH) di kota-kota terpilih yang dapat merefleksikan konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Pada SBH 2007, cakupan komoditas maupun daerah yang disurvei menjadi lebih besar. Bobot inflasi di daerah (di luar DKI) menjadi semakin besar, yaitu dari sebelumnya 73% menjadi 78%. Porsi kota Jakarta dalam membentuk inflasi nasional menurun menjadi 22% dari semula 27%. Walaupun porsi inflasi di Jakarta dalam pembentukan inflasi nasional turun, namun tetap perlu mendapatkan perhatian. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakanginya, antara lain : 1. Bobot Jakarta masih yang terbesar diantara 66 kota. 2. Kota Jakarta menjadi referensi bagi perkembangan inflasi di beberapa daerah mengingat Jakarta merupakan salah satu sentra distribusi barang kebutuhan pokok. 3. Karakteristik inflasi daerah yang berbeda-beda perlu dilakukan pendekatan yang berbeda dalam pengendaliannya. 4. Pergerakan inflasi Jakarta apabila diplot dengan inflasi nasional memiliki pergerakan yang relatif sama (Grafik 1). Berdasarkan pertimbangan di atas, dipandang penting untuk melakukan analisis dan proyeksi inflasi di daerah sehingga dapat mendukung target inflasi Nasional yang rendah dan stabil.
90
%, y-o-y
80
INFLASI NASIONAL INFLASI JAKARTA
70 60 50 40 30 20 10 0 -10
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Grafik 1 Perbandingan Inflasi Jakarta
49 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0
0,0
Surakarta Batam Sampit Tegal Pekanbaru Surabaya Banda Aceh Gorontalo Manado Denpasar Pematang Siantar Kupang Sumenep Yogyakarta Medan Palu Kediri Mamuju Malang Semarang Pontianak Sibolga Probolinggo Bandung Palembang Tangerang Jakarta Bekasi Jember Sukabumu Ternate Makassar Ambon Padang Banjarmasin Jambi Tasikmalaya Balikpapan Jayapura Purwokerto Singkawang Tanjung Pinang Lhokseumawe Depok Mataram Palangkaraya Padang Samarinda Parepare Cilegon Serang Bengkulu Dumai Bima Madiun Cilegon Bogor Watampone Kendari Bandar Lampung Palopo Pangkal Pinang Tarakan Maumere Manokwari Sorong
2,0
Grafik 2 Perkembangan Inflasi Terkini
Proyeksi Inflasi Jakarta 2009 Pada tahun 2009, laju inflasi di Jakarta diperkirakan akan cenderung menurun. Berdasarkan hasil model proyeksi, inflasi Jakarta pada akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 5,9 + 1 %. Adapun beberapa asumsi yang dipergunakan di dalam model adalah sbb: 1. Ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh inflasi sebelumnya2. 2. Nilai tukar rupiah diperkirakan memiliki trend terapresiasi terhadap dollar. 3. Pertumbuhan ekonomi Jakarta 2009 masih di bawah output potensial.
2 Chapter 3, Is Inflation Back? Commodity Prices and Inflation, World Economic Outlook, October 2008.
50 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB 3
Perkembangan Perbankan dan Pasar Keuangan1
Perkembangan kegiatan usaha perbankan dan lembaga keuangan non bank di Jakarta sampai dengan akhir bulan November 2008 menunjukkan perkembangan yang relatif normal. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada triwulan IV (November) 2008 naik 14,2% (q-t-q). Sumber peningkatan penghimpunan dana masyarakat di bank antara lain adalah peningkatan simpanan perusahaan swasta dan deposan individual. Adapun faktor yang mempengaruhi antara lain adalah alternatif berinvestasi di perbankan menjadi lebih menarik dan aman dibandingkan dengan alternatif lainnya, seperti di pasar modal yang kinerjanya terganggu sebagai dampak krisis keuangan global, dan di sisi lain imbal hasil DPK, khususnya deposito naik. Sementara itu, penyaluran kredit bank yang berlokasi di Jakarta, di tengah-tengah kekhawatiran peningkatan risiko dunia usaha, masih naik sebesar 13,4% (q-t-q. Dengan perkembangan tersebut rasio penyaluran kredit terhadap dana yang dihimpun bank (LDR) di Jakarta pada akhir November sebesar 82,0% masih di atas angka LDR Nasional (77,6%). Tingginya LDR tersebut masih diikuti dengan performance kredit yang relatif baik, sebagaimana tercermin pada angka NPLs Gross yang rendah (3,8%).
1 Data yang disajikan dan dianalisis adalah data yang didasarkan pada kegiatan kantor bank yang berlokasi di wilayah Jakarta, bukan data menurut kriteria lokasi proyek. Fokusnya adalah untuk mengetahui perkembangan kegiatan kantor bank yang berlokasi di Jakarta, termasuk risiko yang dihadapi bank di Jakarta. Sumber data berasal dari Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan.
51 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Dari sisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran di Jakarta tertinggi dibanding provinsi lainnya. Secara keseluruhan, risiko likuiditas dan risiko pasar perbankan di Jakarta masih dapat tertangani dengan baik. Sementara itu, kegiatan usaha lembaga keuangan non bank, khususnya pembiayaan konsumen juga masih menunjukkan pertumbuhan, walaupun melambat. Sedangkan kegiatan di pasar modal terimbas oleh krisis keuangan global masih mengalami koreksi ke bawah.
A. INTERMEDIASI PERBANKAN Penghimpunan dana (DPK) dan penyaluran kredit di perbankan Jakarta sampai dengan posisi akhir November 2008 meningkat dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Peningkatan DPK terjadi pada komponen giro, tabungan, maupun deposito. Adapun faktor yang mempengaruhi antara lain adalah alternatif berinvestasi di perbankan menjadi lebih menarik dan aman dibandingkan dengan alternatif lainnya, seperti di pasar modal yang kinerjanya terganggu sebagai dampak krisis keuangan global dan di sisi lain imbal hasil DPK, khususnya deposito naik. Sementara itu, kredit masih meningkat cukup tinggi. Faktor yang mempengaruhi antara lain adalah masih kondusifnya perkembangan beberapa sektor ekonomi seperti, sektor konstruksi, listrik dan juga sektor industri, serta di sisi lain tingkat suku bunga dianggap masih kompetitif. Outstanding kredit ketiga sektor tersebut trennya masih meningkat, dan di sektor lainnya peningkatan kredit masih tetap di level yang tinggi. Tabel III. 1 Beberapa Indikator Perbankan Jakarta 2008
U r a i an Jakarta
DPK Pertumbuhan Kredit Lokasi Bank Pertumbuhan Kredit Lokasi Proyek Pertumbuhan LDR NPL
Rp Miliar (%, y-o-y) Rp Miliar (%, y-o-y) Rp Miliar (%, y-o-y) (%) (%)
1
2
3
4*
717.000,7 15,7 524.871,4 32,5 374.904,6 33,7 73,2 3,9
765.022,5 15,8 577.897,6 34,8 408.253,9 39,3 75,5 3,8
785.919,1 15,2 633.266,8 40,5 450.225,6 41,1 80,6 3,6
840.976,1 20,5 689.768,4 42,5 490.886,5 43,9 82,0 3,8
*) s.d. November 2008
52 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
1. Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan di Jakarta sampai dengan November 2008 meningkat cukup tinggi. Secara triwulanan (q-t-q) penghimpunan DPK meningkat (14,2%, November), naik dibandingkan dengan peningkatan triwulan sebelumnya (2,7%). Dengan perkembangan ini maka pertumbuhan penghimpunan DPK sampai dengan November 2008 meningkat 11,9% (y-t-d) dan secara tahunan (y-o-y) tumbuh 20,5%.
Rp Triliun 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Total (lhs) g(y-t-d)
%, y-o-y
% g(q-t-q) g(y-o-y)
25
40
20
30
15
20
10 5 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III.1 Perkembangan DPK Jakarta
10 0
-5
-10
-10
-20
Giro Tabungan Deposito 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III.2 Perkembangan Komponen DPK Jakarta
Peningkatan penghimpunan DPK (q-t-q) bersumber dari kenaikan seluruh komponen DPK. Pada posisi November 2008 Peningkatan terbesar terjadi pada giro (19,1%) menjadi Rp 232,4 trilun, sementara outstanding tabungan dan deposito meningkat berturut-turut 4,6% (Rp 133,1 triliun) dan 14,7% (Rp 475,4 triliun). Peningkatan giro dan deposito yang tinggi terutama bersumber dari peningkatan dana milik perusahaan swasta non lembaga keuangan dan dana deposan individual. Sementara DPK yang berasal dari Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD terpantau menurun. Struktur atau komposisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan di DKI Jakarta relatif tidak berubah, deposito tetap memiliki porsi tertinggi (Grafik III. 3-4). Simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp 475,4 triliun (56,8%), diikuti giro Rp 232,4 triliun (27,6%) dan tabungan Rp 133,1 triliun (15,8%). Faktor yang mempengaruhi tingginya porsi deposito di dalam komposisi DPK antara lain dikarenakan sebagian deposan masih menganggap deposito masih menguntungkan dan aman. Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi global yang meningkat, dorongan masyarakat untuk menyimpan dananya ke perbankan juga semakin meningkat. Sementara itu, aktivitas bisnis yang masih tinggi di Jakarta 53 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
berpengaruh pada tingginya porsi simpanan dalam bentuk giro yang melampaui porsi simpanan dalam bentuk tabungan. Sementara itu, berdasarkan kepemilikannya sebesar 49,0% DPK perbankan di Jakarta dimiliki oleh nasabah dari sektor swasta (terutama nasabah individual), 36,5% dimiliki oleh perusahaan bukan lembaga keuangan swasta. Sementara dana milik BUMN/BUMD sebesar 4,6% dan dana milik pemerintah daerah di bawah 1,0%.
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Rp Triliun
Rp Triliun Deposito Tabungan Giro
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
2008
Sektor Swasta Lainnya BU Bukan-Keuangan Milik Swasta BU Bukan Keuangan Milik Negara
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007
Grafik III.3 Komposisi DPK Bank Umum Jakarta
Pemerintah Daerah Lembaga Keuangan Lainnya:
2008
Grafik III.4 Kepemilikan DPK Bank di Jakarta
2. Penyaluran Kredit Pertumbuhan penyaluran kredit oleh perbankan Jakarta terpantau masih meningkat. Pada triwulan laporan pertumbuhan kredit mencapai 13,4% (q-t-q, November). Peningkatan yang tinggi terjadi pada kredit modal kerja dan investasi, sementara kredit konsumsi tren pertumbuhannya melambat. Peningkatan outstanding kredit modal kerja dan investasi pada November 2008 masing-masing secara triwulanan tumbuh 15,1% dan 15,7%, dan kredit konsumsi hanya tumbuh
Triliun Rupiah 800 700 600 500
% 50
Total kredit (sisi kiri) y-o-y q-t-q y-t-d
40 30
400 300 200 100
20
0
-10
10 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III.5 Perkembangan Kredit Jakarta
Triliun Rupiah 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
% 50
Modal Kerja (sisi kiri) g.Modal Kerja (y-o-y) g.Modal Kerja (y-to-d)
40 30 20 10 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
-10
2008
Grafik III.6 Perkembangan Kredit Modal Kerja
54 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Triliun Rupiah 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
% 60
Investasi (sisi kiri) g.Investasi (y-o-y) g.Investasi (y-to-d)
50 40 30 20 10 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III.7 Perkembangan Kredit Investasi
-10
Triliun Rupiah 160 140 120 100 80 60 40 20 0
%
Konsumsi (sisi kiri) gKonsumsi (y-o-y) gKonsumsi (y-to-d)
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10
2008
Grafik III.8 Perkembangan Kredit Konsumsi
6,24% melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 10,4%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kredit modal kerja dan investasi adalah aktifitas dunia usaha yang masih tinggi di triwulan IV 2008. Kebutuhan modal kerja, khususnya di sektor perdagangan dan jasa dunia usaha juga masih tinggi. Sementara untuk kredit investasi antara lain disalurkan di sektor industri dan listrik, gas dan air minum yang peningkatan kreditnya cukup signifikan. Untuk kredit konsumsi pertumbuhannya relatif melambat, antara lain terkait dengan kehatian-hatian bank yang meningkat, terutama terkait dengan keyakinan bank atas kemampuan nasabah individual non bisnis. Berdasarkan komposisinya, kredit modal kerja masih mendominasi kredit perbankan di Jakarta Jakarta. Outstanding kredit modal kerja per November 2008 sebesar Rp 386,5 triliun (56,0%), diikuti oleh kredit investasi Rp166,5 triliun (24,1%) dan kredit konsumsi Rp136,8triliun (19,8%). Tingginya kredit modal kerja dan kredit investasi yang disalurkan oleh perbankan di DKI Jakarta tersebut tidak terlepas dari pengaruh DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan bisnis, perdagangan dan jasa terbesar di Indonesia. Transaksi ekonomi yang tinggi membutuhkan likuiditas yang tinggi yang diantaranya dipenuhi dengan kredit modal kerja. Sementara itu, dilihat dari jumlahnya, penyaluran kredit di Jakarta yang besar tidak terlepas dari banyaknya kantor pusat bank dan perusahaan yang berlokasi di Jakarta. Pengajuan kredit dalam jumlah yang besar maupun keputusannya pada umumnya di lakukan di kantor pusat, walaupun mungkin proyeknya berlokasi di luar Jakarta. Secara sektoral kredit yang disalurkan oleh perbankan di Jakarta terkonsentrasi di sektor industri, lain-lain, perdagangan dan jasa dunia usaha usaha. Outstanding kredit di sektor industri sampai dengan bulan November 2008 Rp172,8 triliun (25,1%), sektor lain-lain Rp136,9 triliun (19,8%), sektor jasa dunia usaha Rp112,8 triliun 55 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
(16,4%) dan sektor perdagangan Rp96,6 triliun (14,0%). Kredit di masing-masing sektor tersebut, tumbuh di atas 20% (y-o-y). Dengan peningkatan tertinggi pada kredit di sektor listrik, gas dan air minum (153,8%); sektor perdagangan (91,0%); sektor jasa dunia usaha sebesar 50,3%; dan sektor industri (44,4%). Tingginya outstanding kredit yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha tersebut menunjukkan bahwa arah pembiayaan kredit bank untuk mendukung perekonomian berada sudah pada jalur yang benar, yaitu mampu memberikan multiplier effect yang lebih ketimbang kredit disalurkan untuk membiayai konsumsi.
%, y-o-y
%, y-o-y
120 100
70 60 50
Industri Perdagangan Jasa DU
80
40
60
30 20
40 20
10
0 -20
0 -10
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III. 9 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi Utama
-40
Jasa Sosial/Masyarakat Konstruksi Pengk, perg, kom
2 4 6
8 10 12 2 4
2006
6 8 10 12 2 4 6
2007
8 10
2008
Grafik III. 10 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi
Dengan perkembangan di atas, rasio pinjaman terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) meningkat cukup tinggi. Pertumbuhan kredit tahunan yang lebih tinggi daripada penghimpunan DPK berimplikasi pada peningkatan LDR perbankan di Jakarta dari 80,6% menjadi 82,0% (Grafik III.11). Hal ini mencerminkan aktifitas intermediasi perbankan di Jakarta sampai dengan akhir November membaik, walaupun di tengah-tengah gejolak finansial global yang secara cukup dalam melanda institusi keuangan di negara-negara lain. Peningkatan penyaluran kredit juga membuktikan bahwa kepercayaan bank terhadap kondisi perekonomian dan khususnya terhadap kemampuan nasabah untuk melakukan pelunasan masih tinggi, walaupun dalam beberapa bulan terakhir tren pertumbuhannya sedikit melambat. Sementara itu, LDR dengan menggunakan kredit berdasarkan lokasi proyek2 menunjukan angka rasio LDR yang lebih rendah (Grafik III. 12). Pada posisi akhir bulan November 2008, penghitungan LDR dengan menggunakan jumlah kredit 2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan di suatu daerah atau wilayah tertentu, tempat dimana lokasi proyek yang dibiayai kredit tersebut berada tanpa memperhatikan asal daerah/wilayah kantor bank yang membiayai.
56 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
85 80
%
100
Jakarta Nasional
80
% Jakarta Nasional
75 70
60
65
40
60 20
55 50
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III. 11 LDR Kredit Lokasi Bank
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III. 12 LDR Kredit Lokasi Proyek
berdasarkan lokasi proyek di Jakarta adalah 58,4%, naik dibandingkan dengan posisi triwulan III 2008 (57,3%). Jumlah kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Jakarta pada posisi akhir November 2008 adalah Rp 490,9 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di DKI pada posisi yang sama sebesar Rp 689,8 triliun. Artinya, sebanyak Rp 198,9 triliun kredit yang disalurkan oleh perbankan di Jakarta digunakan untuk membiayai proyek yang berlokasi di luar Jakarta.
B. RISIKO KREDIT PERBANKAN Sampai dengan triwulan laporan, risiko kredit perbankan secara agregat masih relatif rendah, namun ke depan potensinya diperkirakan meningkat. Sampai dengan posisi akhir November, risiko kredit relatif rendah yang tercermin pada NPLs gross bank yang cukup rendah3 dan masih dalam batas aman rasio NPLs masih di bawah 5%. Berdasarkan tolok ukur ini maka NPLs gross perbankan di DKI Jakarta sampai dengan November 2008 masih relatif rendah sebesar 3,8% (Grafik III.13). Rendahnya NPLs tersebut bersumber dari relatif baiknya performance semua kredit. Intensifnya penagihan dan restrukturisasi kredit bermasalah, serta konsistensi dalam penilaian kelayakan kredit termasuk implementasi manajemen risiko mampu mendorong kinerja kredit cukup baik. Menurut jenis penggunaannya, NPLs semua skim kredit rata-rata berada di bawah batas aman yang diatur. NPLs kredit modal kerja, investasi dan konsumsi perbankan di Jakarta per November 2008 berturut-turut adalah 3,4%, 4,4% dan 4,4% dengan 3 NPLs pada beberapa Bank besar menurun yang dipengaruhi oleh keberhasilan restrukturisasi dan pelunasan hutang oleh sebagian debitur besar.
57 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
40 35
Rp Triliun
30 25 20 15 10 5 0
% Nominal Non Performing Loan Jakarta Non Performing Loan (%) (rhs)
12 10 8 6 4 2
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
0
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
% Konsumsi Modal Kerja Investasi
1 3
2008
5 7
9 11 1 3
2006
Grafik III.13 NPLs Perbankan Jakarta
5 7
9 11 1
3 5
2007
7 9 11
2008
Grafik III.14 NPLs Jenis Penggunaan
tren yang stabil dalam batas rendah (Grafik III.14). Sementara itu, secara sektoral NPLs di semua sektor, kecuali di sektor industri pengolahan relatif rendah (Grafik III.15-16). Tingginya NPLs di sektor industri (6,9%) antara lain disebabkan oleh risk profile di sektor ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Risiko tersebut antara lain adalah sifat kredit yang lebih berjangka waktu panjang; kinerja di sektor industri juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar, antara lain pasar yang kompetitif dan perkembangan permintaan pasarnya sendiri. Ke depan, NPLs di sektor industri ini memiliki potensi untuk meningkat yang antara lain disebabkan oleh pelemahan ekonomi global. Pelemahan ini dikhawatirkan akan mengurangi pasar produk hasil industri nasional, artinya kegiatan produksi dapat saja turun dan pada gilirannya akan dapat mengganggu cash flow dunia usaha, termasuk mengurangi kemampuannya dalam membayar hutang. Kekhawatiran terhadap potensi peningkatan NPLs ke depan juga dapat saja terjadi pada kredit di sektor-sektor unggulan yang lain. Sektor-sektor ekonomi yang
20
% Jasa Dunia Usaha Lain-Lain Industri Pengolahan Perdg, Rest, dan Hotel
15 10 5 0 -5
1 3
5 7
2006
9 11 1 3 5 7
2007
9 11 1 3 5
7 9 11
2008
Grafik III.15 NPLs Sektor Ekonomi Utama
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
% Konstruksi Peng., Pergd., dan Kom. Pert., Perb., & Alat Pert. Pertambangan
1 3 5
7 9 11 1 3
2006
5 7
9 11 1
2007
3 5
7 9 11
2008
Grafik III.16 NPLs Sektor Ekonomi
58 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
berorentiasi ekspor dan di luar sektor industri, seperti sub sektor perkebunan potensi peningkatan NPLs-nya perlu diwaspadai. Hal ini sejalan dengan perlambatan perkonomian global yang diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2009. Potensi risiko di sektor ini pada gilirannya juga akan merambat ke potensi peningkatan NPLs di sektor lainnya, seperti sektor lain-lain (konsumsi), perdagangan dan jasa dunia usaha.
C. RISIKO LIKUIDITAS PERBANKAN Risiko likuiditas bank4 di triwulan IV secara umum masih minim, walaupun beberapa bank yang skalanya relatif kecil sempat mengalami gangguan (segmented). Pengelolaan likuiditas bank, yaitu kemampuan bank di dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo merupakan hal yang penting di dalam pengelolaan kegiatan bank sehingga risiko likuiditas dapat diminimalisasi. Sampai dengan akhir November 2008, posisi likuiditas perbakan relatif aman, dana likuid bank yang antara lain berupa kas maupun surat berharga yang likuid seperti SBI secara umum masih memadai. Likuiditas bank bahkan cenderung membaik antara lain dengan adanya pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) baik rupiah maupun valas. Pengelolaan likuiditas yang baik dan benar memungkinkan dihidarinya risiko-risiko yang dapat mengganggu kinerja bank, maupun kemungkinan munculnya risiko sistemik jika skalanya besar. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, risiko likuiditas perbankan di Jakarta masih relatif kecil. Hal ini antara lain dapat dilihat dari komposisi antara pasiva dan aktiva. Struktur dana pihak ketiga perbankan di Jakarta (pasiva) memiliki outstanding dana jangka pendek yang cukup besar, baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito jangka pendek. Kondisi ini menyebabkan perbankan relatif berhati-hati di dalam meningkatkan aktiva kreditnya, dan kredit yang disalurkan lebih didominasi pada kredit modal kerja yang berjangka waktu pendek. Kredit konsumsi outstanding-nya juga cukup tinggi karena dianggap lebih aman, dan risikonya lebih terukur. Sementara itu kredit investasi outstandingnya relatif lebih rendah karena sifatnya yang jangka panjang, exposure risk yang lebih besar dan jika tidak berhati-hati dapat berpotensi menimbulkan mismatch. Kehatihatian Bank juga tercermin pada LDR yang tumbuh relatif terjaga, rasio kecukupan modal (CAR) yang relatif masih tinggi dan di sisi lain aset bank yang likuid (termasuk dalam bentuk SBI) masih cukup tinggi. Secara keseluruhan, memperhatikan perilaku 4 Risiko likuiditas adalah suatu ketidakmampuan bank untuk mengakomodasi jatuh tempo kewajiban dan penarikan serta pembiayaan pertumbuhan aktiva dan untuk memenuhi kewajiban pada tingkat harga pasar yang layak.
59 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
bank di dalam mengelola aset, perbankan dipandang masih tetap beroperasi di dalam koridor asas-asas kehati-hatian dan kondisi likuiditas perbankan terjaga.
D. RISIKO PASAR Risiko lain yang juga dihadapi bank adalah risiko pasar. Risiko pasar adalah fluktuasi nilai aset yang disebabkan oleh perubahan harga-harga pasar dan yields. Bagi bank risiko itu terutama tercermin pada suku bunga dan sebagian pada nilai tukar. Untuk suku bunga, perbankan diuntungkan oleh relatif fleksibelnya suku bunga DPK, sementara suku bunga kredit relatif rigid untuk turun namun fleksibel untuk naik. Kondisi ini menyebabkan spread bunga masih cukup terjaga, namun bank tetap berhati-hati menyalurkan kreditnya. Kondisi lainnya adalah tingkat suku bunga SBI yang masih lebih tinggi dibandingkan suku bunga DPK sehingga menjadi alternatif investasi yang aman bagi perbankan untuk mengalokasikan kelebihan likuiditasnya. Dengan pola yang masih seperti ini, maka fluktuasi tingkat bunga secara keseluruhan masih dapat dihadapi oleh perbankan dengan risiko terbesar hanya berupa kemungkinan turunnya keuntungan (dengan catatan pengelolaan bank tetap benar). Risiko yang terkait dengan nilai tukar yang dihadapi perbankan, pada saat ini relatif masih aman, walaupun nilai tukar rupiah mengalami tekanan. Ketentuanketentuan perbankan yang relatif ketat, seperti pembatasan exposure valas (Posisi Devisa Netto) dan aturan yang ketat bagi bank dalam melakukan pinjaman luar negeri mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar yang akan dihadapi oleh perbankan. Selain itu, dukungan Bank Indonesia dan pemerintah untuk menjaga nilai tukar juga mampu mengurangi tekanan risiko yang berasal dari pergerakan nilai tukar. Namun demikian, kondisi eksternal akhir-akhir ini yang relatif kurang kondusif, yaitu krisis finansial global perlu untuk diwaspadai. Penarikan dana asing di pasar keuangan, penurunan kinerja ekspor, dan berkuranganya pasokan valas dapat saja terjadi, dan dikhawatirkan dapat memberi tekanan pada nilai tukar rupiah. Untuk menambah pasokan, Bank Indonesia bahkan sudah melonggarkan kebijakan GWM.
E. KREDIT UMKM (LOKASI PROYEK) Outstanding kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) di Bank Umum di Jakarta tumbuh tinggi. Outstanding kredit UMKM di Jakarta hingga akhir bulan November
60 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
2008 tumbuh 24,5% (y-o-y) menjadi Rp 137,4 triliun (Grafik III.5). Secara nominal jumlah MKM yang disalurkan di Jakarta besar, namun demikian proporsi kredit MKM di DKI Jakarta terhadap total kredit yang disalurkan di Jakarta hanya 21,8%, relatif lebih rendah dibandingkan dengan proporsi kredit MKM di provinsi lain. Penyebabnya antara lain : pertama, kondisi riil Jakarta sebagai pusat kegiatan bisnis nasional sehingga jumlah kredit bank dalam nominal besar lebih didominasi oleh debitur korporat, kedua adalah ketidaktahuan MKM tentang adanya fasilitas kredit5. Selain itu, juga disebabkan karena sebagian MKM belum membutuhkan kredit karena kapasitas ekspansi terbatas.
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Rp Triliun
Rp Ribu Triliun
UMKM Jakarta 21,8% UMKM Nasional(rhs)
700 600 500 400 300 200 100
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
Grafik III.17 Proporsi Kredit UMKM
-
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
%, y-o-y g Kredit UMKM Jakarta 24,4% g Total Kredit Jakarta 42,5%
1 3
5 7 9 11 1 3
2006
5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2007
2008
Grafik III.18 Pertumbuhan Kredit
Outstanding kredit MKM6 di Jakarta tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain (Tabel III.2). Kredit MKM di Jakarta sampai dengan akhir bulan November 2008 sebesar Rp 137,9 triliun (21,0%), menyusul kemudian adalah Jawa Barat (15,4%), Jawa Timur (11,6%), dan Jawa Tengah (9,5%). Tingginya outstanding MKM di Jakarta adalah merupakan fenomena yang normal, terutama mengingat Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi di Indonesia menjadi daya tarik pelaku ekonomi pada berbagai ukuran (size) untuk beraktifitas di Jakarta. Sementara itu, dari sisi ekspansi bersih penyaluran kredit MKM di Jakarta pada triwulan laporan (s.d November 2008) relatif rendah (tabel III.4). III.4).Selama periode Oktober dan November 2008 ekspansi kredit MKM di Jakarta mencapai Rp 2,1 5 Berdasarkan penelitian Bank Indonesia dengan SEM Institute terhadap 255 orang responden, hanya 54,7% UMKM yang mengetahui adanya fasilitas kredit. Dari persentase tersebut hanya 33,5% yang pernah mengajukan kredit. Sementara itu, faktor penghambat akses UMKM untuk mendapatkan kredit adalah faktor prosedur (43,9%), persyaratan berat (43,6%), jaminan (43,4%), bunga tinggi (38,1%) dan keharusan membuat studi kelayakan (35,2%). Di dalam survei tersebut sebanyak 28,2% menyatakan tidak membutuhkan kredit. 6 Termasuk kredit UMKM oleh BPR, BPRS dan Bank Syariah namun tidak termasuk kartu kredit
61 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tabel III.2 Outstanding Kredit MKM Lokasi Proyek 10 Propinsi Terbesar (miliar rupiah)
Baki Debet/Outstanding 1. DKI Jakarta/DKI Jakarta 2. Jawa Barat/West Java 3. Jawa Timur/East Java 4. Jawa Tengah/Central Java 5. Sumatera Utara/North Sumatra 6. Banten/Banten 7. Sulawesi Selatan/South Sulawesi 8. Riau/Riau 9. Bali/Bali 10. Sumatera Selatan/South Sumatera Total 10 Propinsi/Total of 10 Provinces Propinsi Lainnya/Other Provinces Total Kredit MKM Nasional/Total of National's MSM Credits
Tw IV/Qrt IV Pangsa/ 2007 Share 115.329,2 81.399,7 63.511,4 51.538,7 26.545,4 21.973,7 17.363,3 12.401,2 12.884,8 10.441,3 413.388,9 110.785,6
22,0% 15,5% 12,1% 9,8% 5,1% 4,2% 3,3% 2,4% 2,5% 2,0% 78,9%
524.174,5
Nop/Nov Pangsa/ 2008 Share 137.859,5 101.170,4 76.603,3 62.752,8 34.751,4 29.440,5 22.339,2 17.058,9 16.052,9 14.305,2 512.334,1 145.346,3
Pertumbuhan/ Growth Nop 07 - Nop 08
Pertumbuhan/ Growth Des 07 - Nop 08
24,4% 27,3% 24,3% 24,3% 32,7% 35,2% 29,9% 39,0% 28,7% 40,0% 27,3% 34,2%
19,5% 24,3% 20,6% 21,8% 30,9% 34,0% 28,7% 37,6% 24,6% 37,0% 23,9% 31,2%
28,7%
25,5%
21,0% 15,4% 11,6% 9,5% 5,3% 4,5% 3,4% 2,6% 2,4% 2,2% 77,9%
657.680,4
triliun, turun dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun sebelumnya (Rp 6,6 triliun), namun secara akumulasi meningkat (Rp22,5 triliun, y-t-d)) dibandingkan tahun sebelumnya (Rp12,7 triliiun). Net ekspansi kredit UMKM di Jakarta tersebut termasuk tertinggi dibandingkan di provinsi lainnya. Pendorong tingginya ekspansi kredit MKM di Jakarta antara lain adalah kinerja perbankan di Jakarta yang relatif baik, intensnya program pembiayaan UMKM oleh pemerintah, usaha kecil dan mikro, walaupun peningkatan kredit konsumsi tersebut di dalamnya sebagian memasukkan kredit konsumsi. Tabel III.3 Ekspansi Kredit MKM Lokasi Proyek 10 Propinsi Terbesar (miliar rupiah)
Net Ekspansi/Net Expansion 1. DKI Jakarta/DKI Jakarta 2. Jawa Barat/West Java 3. Jawa Timur/East Java 4. Jawa Tengah/Central Java 5. Sumatra Utara/North Sumatra 6. Banten/Banten 7. Sulawesi Selatan/South Sulawesi 8. Riau/Riau 9. Sumatra Selatan/South Sumatra 10. Bali/Bali Total 10 Propinsi/Total of 10 Provinces Propinsi Lainnya/Other Provinces Net Ekspansi Kredit MKM / Net Expansion of MSM Credits
Okt+Nop Akumulasi/ Pangsa/ Tw IV/Qrt IV Akumulasi/ Pangsa/ Tw III/Qrt III Okt+Nop Akumulasi/ Pangsa/ 2007 Accumulation Share 2008 Accumulation Share 2007 Accumulation Share 2008 Nop/Nov 2007 2007 2008 6.645,5 1.789,3 1.183,5 911,8 803,5 527,8 579,6 361,7 117,9 372,7 13.293,3 3.274,3
12.730,0 12.158,2 9.397,2 7.889,1 4.608,7 4.292,7 2.620,0 2.577,0 1.848,0 1.670,1 59.791,0 23.073,2
15,4% 14,7% 11,3% 9,5% 5,6% 5,2% 3,2% 3,1% 2,2% 2,0% 56,8% 27,8%
11.183,7 3.711,1 3.047,7 1.952,4 1.155,8 719,1 741,5 486,7 344,4 786,5 24.129,0 5.752,5
17.268,2 14.080,0 11.261,4 8.929,8 4.960,9 4.484,0 2.782,0 2.702,1 2.074,5 2.083,9 53.358,5 42.819,7
18,0% 14,6% 11,7% 9,3% 5,2% 4,7% 2,9% 2,8% 2,2% 2,2% 55,5% 44,5%
12.073,6 6.490,1 4.182,0 3.355,0 2.545,8 2.926,4 1.455,4 1.326,8 1.330,5 1.065,0 36.750,5 10.705,1
2.120,4 1.220,1 647,1 460,2 472,4 984,0 504,2 131,8 186,1 273,5 6.999,8 2.999,5
22.530,3 19.770,7 13.091,2 11.214,0 8.206,0 7.466,8 4.975,9 4.657,7 3.864,3 3.168,1 98.945,0 34.560,9
16,9% 14,8% 9,8% 8,4% 6,1% 5,6% 3,7% 3,5% 2,9% 2,4% 74,1% 25,9%
16.567,5
82.864,2
84,6%
29.881,5
96.178,2
100,0%
47.455,7
9.999,3
133.505,9
100,0%
62 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Di sisi penggunaan, sebagian besar kredit MKM digunakan untuk konsumsi dan modal kerja, sementara untuk investasi relatif rendah. Dengan menggunakan angka MKM nasional, kredit MKM konsumsi memiliki porsi 51,8%, modal kerja 39,6%, dan investasi hanya 8,6% dari total outstanding Rp 657,7 triliun. Sementara itu, di sisi sektoral tingginya kredit konsumsi tercermin pada tingginya outstanding MKM pada sektor lain-lain (52,3%) dan untuk modal kerja tercermin pada tingginya outstanding kredit di sektor perdagangan (25,1%). Dengan menggunakan kinerja kredit MKM Nasional sebagai indikasi, kinerja MKM cukup baik baik. Pada posisi November 2008 NPLsgross MKM 3,5%, relatif turun dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya. NPLs gross MKM tersebut membaik seiring dengan membaiknya angka NPLs gross non MKM yang tercatat 3,2%. Faktor yang mempengaruhi angka NPLs di sektor MKM relatif rendah antara lain adalah risiko di sektor ini relatif lebih terukur, MKM relatif lebih kuat dalam menghadapi shock dan komitmen dari pelaku MKM dalam pengembalian kredit cukup tinggi.
F. PASAR KEUANGAN Pertumbuhan pembiayaan yang berasal dari beberapa lembaga keuangan di luar bank masih tinggi namun tidak sepesat perbankan (Grafik II.19 - 22). Pertumbuhan pembiayaan yang berasal dari lembaga keuangan non bank, kecuali kartu kredit, trennya masih meningkat. Outstanding pembiayaan melalui leasing, sampai dengan akhir Oktober 2008 mencapai Rp 48,5 triliun, pembiayaan konsumen mencapai Rp 85,6 triliun, sementara kartu kredit hanya sebesar Rp 1,2 triliun. Penurunan kinerja terjadi di pasar modal, pembiayaan yang berasal dari Initial Public Offering (IPO) saham pada triwulan IV 2008 tercatat masih nihil.
20.000
Rp Miliar
160 Obligasi Saham Pasar Modal
16.000 12.000
140
Rp Triliun Total Pembiayaan Leasing
Cons. Financing Credit Card (rhs)
120 100 80
8.000
60
4.000
40 20
0
Rp Triliun
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007
2008
Grafik III.19 Perolehan Dana Pasar Modal
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10
2006
2007
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
2008
Grafik III.20 Pembiayaan Konsumen Lembaga Keuangan Non Bank
63 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
100
%, y-o-y
80 60 40 20 0 -20 -40 -60
g.Total Pembiayaan g.Credit Card
g.Leasing g.Pemb. Kons.
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4
2006
6 8 10
2007
2008
Sumber : CEIC
Grafik III.21 Pertumbuhan Pembiayaan Konsumen Lembaga Keuangan Non Bank
Penurunan kinerja di pasar modal terhitung cukup dalam. IHSG yang pada posisi bulan Desember 2007 mencapai 2745,8 turun menjadi 1355,4 pada akhir bulan Desember 2008. Penurunan ini berdampak pada turunnya nilai kapitalisasi pasar dari Rp 1.988,3 triliun menjadi Rp 1.076,5 triliun. Perlambatan kinerja pasar modal dalam beberapa bulan terakhir tersebut dipengaruhi oleh perlambatan kinerja pasar keuangan dunia sebagai rentetan dari dampak gejolak di sektor keuangan di Amerika. Hampir seluruh bursa regional mengalami tekanan sehingga indeksnya terkoreksi.
2500 2000
Rp Triliun
%, y-o-y
Kapitalisasi gKapitalisasi (rhs)
1500 1000
3000
80 60 40 20
2500
0 -20 -40
500 0
100
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
2008
Grafik III.22 Kapitalisasi Pasar Modal
-60
Indeks
%, y-o-y
Indeks IHSG g.Indeks IHSG (rhs)
2000 1500 1000 500 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12
2006
2007
100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
2008
Grafik III.23 Indeks IHSG
64 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB 4
Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan kegiatan sistem pembayaran non tunai di wilayah DKI Jakarta pada triwulan laporan relatif menurun, sedangkan untuk transaksi tunai terjadi peningkatan outflow. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring sedikit menurun. Faktor yang mempengaruhi diperkirakan adalah aktifitas perekonomian yang sedikit melambat karena jumlah hari libur yang cukup banyak di triwulan laporan. Untuk kebutuhan uang tunai turun, sebagaimana tercermin pada penurunan arus net outflow menjadi Rp 36,17 miliar per hari. Sementara itu, pada triwulan laporan, temuan uang palsu relatif rendah. Rasio temuan uang palsu terhadap uang kartal yang beredar 0,0000015%.
A. TRANSAKSI RTGS Nilai transaksi dengan menggunakan sarana RTGS turun, namun volumenya meningkat1 (Tabel IV.1). Nilai transaksi RTGS dalam triwulan laporan mencapai Rp 65,49 triliun per hari dan dari sisi volume sebanyak 20.854 transaksi per hari. Walaupun nilai transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya turun, namun secara volume transaksi yang menggunakan RTGS masih tinggi. Penggunaan RTGS masih 1 Penggunaan RTGS yang tinggi menunjukkan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap alternatif sistem pembayaran non tunai ini. Dengan RTGS penyelesaian transaksi dapat dilakukan seketika dan resiko settlement-nya kecil. Faktor yang lain adalah adanya ketentuan yang mewajibkan bahwa transaksi non tunai dengan jumlah minimal tertentu wajib dilaksanakan dengan menggunakan RTGS.
65 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
mendominasi pembayaran non tunai yang nilai nominalnya mencapai lebih dari 95% dari total nilai transaksi non tunai. Sumber tingginya volume maupun nilai nominal transaksi antara lain berasal dari transaksi pengelolaan moneter, transaksi antar nasabah dan transaksi di pasar uang antar bank (PUAB). Berdasarkan data yang terekam, proporsi penggunaan sistem RTGS paling banyak dilakukan oleh nasabah bank. Tabel IV. 1 Transaksi RTGS Harian 2007 Q1
Q2
2008 Q3
Q1
Q4
Q2
Q3
Q4
RTGS (Rp Miliar) Dari Jakarta ke Jakarta(f-t) ke Luar Jakarta(f) Ke Jakarta dari Luar Jakarta(t)
77.568 42.669 17.399 25.270 34.899 34.899
93.101 51.755 20.803 30.952 41.346 41.346
95.038 53.560 21.123 32.437 41.478 41.478
97.597 54.358 21.472 32.886 43.239 43.239
106.742 59.795 23.358 36.437 46.947 46.947
83.953 47.093 18.120 28.973 36.860 36.860
82.046 47.594 17.434 30.160 34.452 34.452
65.490 39.080 13.637 25.443 26.409 26.409
RTGS (Volume) Dari Jakarta ke Jakarta(f-t) ke Luar Jakarta(f) Ke Jakarta dari Luar Jakarta(t)
18.251 9.180 3.299 5.881 9.072 9.072
20.412 10.259 3.676 6.582 10.153 10.153
21.278 10.635 3.742 6.893 10.643 10.643
23.696 11.963 4.115 7.848 11.733 11.733
25.170 12.180 4.155 8.025 12.990 12.990
22.797 11.071 3.656 7.414 11.727 11.727
20.761 11.678 3.667 8.011 9.083 9.083
20.854 11.914 3.708 8.206 8.940 8.940
Rp triliun 120 110
%, q-t-q
Nilai RTGS
g.RTGS nilai (rhs)
100 90 80 70 60 50 40
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2006
2007
2008
Grafik IV. 1 Transaksi Nilai RTGS Harian
25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
30
Ribuan transaksi
%, q-t-q
RTGS (Volume)
g.RTGS Volume (rhs)
25 20 15 10 5 -
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2006
2007
25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
2008
Grafik IV. 2 Transaksi Volume RTGS Harian
B. TRANSAKSI KLIRING Penyelesaian rata-rata harian transaksi melalui kliring di Jakarta pada triwulan IV 2008 sedikit menurun (Tabel IV.2). Rata-rata harian nilai nominal transaksi kliring di triwulan laporan Rp 3,51 triliun, sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 3,65 triliun). Disisi lain, rata-rata harian jumlah warkat kliring 66 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
213.995 warkat, turun dibandingkan triwulan sebelumnya 225.148 warkat. Faktor yang mempengaruhi penurunan nilai maupun jumlah warkat transaksi tersebut antara lain adalah penurunan aktifitas ekonomi di trriwulan laporan yang antara sejalan dengan jumlah hari libur yang cukup panjang. Namun demikian, ke depan seiring dengan semakin luasnya wilayah yang terhubung dengan sistem kliring nasional2 dan juga karena diberlakukannya daftar hitam nasional dan upaya Bank Indonesia untuk mendorong masyarakat lebih banyak melakukan transaksi non tunai (less cash society/LCS), maka transaksi non tunai melalui kliring dipastikan meningkat. Coverage Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada saat ini sudah mencakup lebih dari 95% nilai transaksi kliring per hari. Tabel IV. 2 Rata-rata Harian Transaksi Kliring Triwulan 2006
2008
Miliar rupiah
%,q-t-q
g.Nilai (rhs)
Nominal (jutaan rupiah)
149.564 177.479 176.950 188.975 158.162 189.459 196.663 198.518 198.919 217.356 225.148 213.995
2.235.169 1.953.718 2.586.290 2.780.473 2.105.110 2.759.094 2.998.294 3.094.510 3.173.572 3.498.543 3.647.637 3.510.452
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2007
4.000
Volume
Nilai Kliring Harian
40
250
3.500
30
3.000
20
2.500
10
150
2.000
-
100
1.500
(10)
1.000
(20)
500
2
3
2006
4
1
2
3
4
1
2007
2
3
2008
Grafik IV. 3 Transaksi Nilai Kliring Harian
4
(30)
Ribuan transaksi
%,q-t-q
Volume Kliring Harian
g.Volume (rhs)
200
50 -
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
3
4
25 20 15 10 5 (5) (10) (15) (20)
2008
Grafik IV. 4 Transaksi Volume Kliring Harian
2 Coverage SKNBI pada saat ini sudah mencakup lebih dari 95% nilai transaksi kliring per hari.
67 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Sementara itu, dari sisi kualitas kliring di Jakarta, pada triwulan IV 2008 relatif baik (Tabel IV. 3). Persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total rata-rata harian kliring, baik dari sisi jumlah warkat maupun nilai transaksi relatif rendah. Persentase rata-rata harian nilai nominal dan volume cek dan BG yang ditolak masing-masing adalah 0,58% dan 0,32%, relatif hampir sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Terkait dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kliring, Bank Indonesia memberlakukan penerbitan daftar hitam nasional penarik cek dan atau bilyet giro kosong. Latar belakang dari dikeluarkannya ketentuan ini adalah mengingat bahwa penggunaan instrumen cek dan atau bilyet giro sebagai alat pembayaran di Indonesia masih diminati, namun di sisi lain masih terdapat praktik penarikan cek dan atau bilyet giro kosong yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Sementara itu penerapan sanksi daftar hitam penarik cek dan atau bilyet giro kosong serta pemberlakuannya cakupan wilayah kliring lokal belum cukup efektif menurunkan tingkat pencairan cek dan atau bilyet giro kosong sehingga perlu diterapkan prinsip self assesment agar penatausahaan daftar hitam dapat dilakukan dengan lebih akurat. Oleh karena itu, dalam rangka melindungi dan menjaga kepercayaan masyarakat atas penarikan cek dan/atau bilyet kosong, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No 8/29/ PBI/2006 tentang daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong yang berlaku efektif per 1 Juli 2007. Tabel IV. 3 Rata-rata Harian Penarikan Cek/BG Kosong Penarikan Cek/BG Kosong Triwulan
2006
2007
2008
Kliring Total
Nominal (juta Rupiah)
Volume (lembar)
Nominal (juta Rupiah)
1
11.818
585
2.235.169
2
14.772
658
1.953.718
3
13.232
657
4
15.126
722
1
14.193
2 3
Persentase
Volume (lembar)
Nominal (%)
Volume (%)
149.564
0,53
0,39
177.479
0,76
0,37
2.586.290
176.950
0,51
0,37
2.780.473
188.975
0,54
0,38
642
2.105.110
158.162
0,67
0,41
12.368
605
2.759.094
189.459
0,45
0,32
14.479
480
2.998.294
196.663
0,48
0,24
4
12.926
537
3.094.510
198.518
0,42
0,27
1
14.943
514
3.173.572
198.919
0,47
0,26
2
15.424
513
3.498.543
217.356
0,44
0,24
3
20.185
587
3.647.637
225.148
0,55
0,26
4
20.233
677
3.510.452
213.995
0,58
0,32
68 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Ke depan, Bank Indonesia bersama dengan perbankan menghendaki meningkatnya penggunaan transaksi non tunai dan selalu mendorong masyarakat untuk lebih banyak melakukan transaksi non tunai (less cash society/LCS) yang lebih efisien dan aman. Peningkatan penggunaan transaksi non tunai dapat juga dijadikan sebagai cerminan kemajuan suatu daerah ataupun negara, terutama dalam hal menilai efisiensi dan intensitas aktifitas perekonomian. Sementara itu, dari sisi Bank Indonesia, dengan meningkatnya penggunaan transaksi non tunai, maka biaya pencetakan uang dan biaya logistik pengedaran uang dapat ditekan.
C. TRANSAKSI TUNAI Perkembangan transaksi tunai antara perbankan dan Bank Indonesia terutama transaksi inflow pada triwulan laporan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi inflow, setoran yang dilakukan bank meningkat antara lain bersember dari meningkatnya jumlah uang tidak layak edar yang disetorkan ke Bank Indonesia, sejalan dengan kembalinya sebagian uang ke Bank Indonesia setelah pada triwulan lalu terjadi aliran outflow yang tinggi. Dari sisi outflow, terpantau sedikit menurun mendekati pola normal musiman. Permintaan uang tunai melambat sejalan dengan berakhirnya perayaan hari besar keagamaan terbesar, Idul Fitri 2008. Dengan perkembangan di atas net outflow di triwulan laporan relatif menurun. Rata-rata harian uang yang masuk ke Bank Indonesia pada triwulan IV 2008 sebesar Rp 224,82 miliar, dan pada saat yang bersamaan rata-rata harian uang yang keluar sebesar Rp 260,98 miliar, sehingga secara harian rata-rata terjadi net outflow sebesar Rp 36,17 miliar.
Rp Milliar/hari 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Rp Milliar/hari 50
Inflow Outflow
(50) (100) (150) (200) (250)
1
2
3
2006
4
1
2
3
4
2007
1
2
3
4
2008
Grafik IV. 5 Rata-rata Harian Arus Uang Tunai BI Jakarta
(300)
Net Inflow 1
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
3
4
2008
Grafik IV. 6 Net Arus Uang Tunai BI Jakarta
69 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Sementara itu, temuan uang palsu relatif rendah sebagaimana tercermin pada rendahnya rasio temuan uang palsu terhadap uang kertas yang diedarkan diedarkan. Ratarata rasio temuan uang palsu terhadap uang yang diedarkan selama triwulan IV 2008 (s.d. November 2008) relatif rendah sebanyak 0,0000015, relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (0,0000018). Di Kantor Pusat Bank Indonesia, rata-rata temuan uang palsu selama triwulan IV 2008 mencapai 31,18% dari total temuan uang palsu nasional, sedikit naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (29,61%). Sedangkan, dilihat per Kantor Koordinator Bank Indonesia, temuan uang palsu yang cukup besar adalah di Kantor Koordinator Bank Indonesia Semarang dan Surabaya.
%
Lembar
100
0,0000080 Rasio Uang Palsu Thd Uang Diedarkan
0,0000070 0,0000060 0,0000050
80 60
0,0000040 40
0,0000030 0,0000020
20
Di Luar KPBI KPBI
0,0000010 0,0000000
0 1
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
3
4*
2008
* s.d. November 2008
Grafik IV. 7 Rasio Temuan Uang Palsu Terhadap Uang Diedarkan
1
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
3
4*
2008
* s.d. November 2008
Grafik IV. 8 Persentasi Uang Palsu di DKI terhadap Total Uang Palsu
70 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
BAB 5
Kesejahteraan Masyarakat Beberapa indikator kesejahteraan di DKI Jakarta sampai dengan triwulan IV 2008 perbaikannya belum optimal, walaupun disisi lain ekonominya tumbuh tinggi. Indikator kesejahteraan tersebut antara lain adalah ketenagakerjaan, angka kemiskinan, upah/gaji, angka indeks kesengsaraan (misery indeks) dan kualitas hidup sebagaimana tercermin pada indeks pembangunan manusia (IPM). Meskipun angka pengangguran di DKI menurun, dari 12,57% pada tahun 2007 menjadi 12,16% pada tahun 2008 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional (8,39%). Persentase tingkat kemiskinan sedikit mengalami perbaikan, yaitu turun dari 4,6% menjadi 4,3%. Kualitas pertumbuhan ekonomi yang belum optimal diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masih relatif rendahnya perbaikan kedua indikator kesejahteraan dimaksud. Pertumbuhan lebih didukung oleh pertumbuhan konsumsi, dan disisi lain sektor yang tumbuh tinggi adalah sektor yang padat modal. Kesenjangan pendapatan sebagaimana tercermin pada peningkatan angka gini rasio walaupun tergolong rendah namun memburuk dari 0,269 pada tahun 2005 menjadi 0,336 pada 2007 (Maret). Demikian pula indikator-indikator kesejahteraan lain, seperti indeks kesengsaraan, walaupun angkanya menurun.
A. KETENAGAKERJAAN Berdasarkan data Agustus 2008, jumlah angkatan kerja dan jumlah orang yang bekerja di DKI Jakarta meningkat yang disertai dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka (Grafik V.1). Pada posisi Agustus 2008 jumlah angkatan kerja di DKI Jakarta mencapai 4,77 juta jiwa, meningkat dibandingkan dengan 71 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
kondisi Agustus 2007 (4,40 juta jiwa). Penyerapan tenaga kerja meningkat cukup tinggi, dari 3,84 juta jiwa menjadi 4,19 juta jiwa. Kombinasi perkembangan dua hal yang positif ini menyebabkan tingkat pengangguran terbuka turun, dari 12,57% pada posisi Agustus 2007 menjadi 12,16% pada posisi Agustus 2008.
Ribuan orang 6.000 5.000
Ribuan orang
Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran (rhs)
4.000 3.000 2.000 1.000 -
Agust
2006
Agust
2007
Agust
2008
600 580 560 540 520 500 480 460 440 420 400
%
15 13 11 9 7 5 3 DKI Jakarta Sumatera Jawa Bali dan NT Kallimantan Sulawesi Papua Nasional
2006 14,3 11,8 10,6 6,4 8,3 10,7 8,6 10,3
2007 12,6 12,6 10,4 5,5 7,9 9,9 8,7 9,1
2008 12,16 8,00 9,19 4,36 6,76 7,90 5,18 8,39
Sumber : BPS (Posisi Agustus)
Grafik V.1 Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja
Grafik V.2 Angka Pengangguran Terbuka
Sementara itu, walaupun angka persentase pengangguran di Jakarta turun, namun demikian masih lebih tinggi dibandingkan persentase angka pengangguran nasional (8,39%) (Grafik V.2). Tingginya tingkat pengangguran di Jakarta antara lain disebabkan oleh : (1). Karakteristik perekonomian di Jakarta yang didominasi oleh sektor-sektor ekonomi yang padat modal dan teknologi sehingga penyerapan tenaga kerjanya terbatas, (2). Dugaan bahwa meskipun sebagian dari masyarakat Jakarta tidak memiliki pekerjaan, namun demikian sebagian dari masyarakat tersebut memiliki dan mengelola asset yang mampu menghasilkan uang, dan sebagian yang lain memperoleh subsidi dari anggota keluarga yang lain (dependensi), (3). Ketersediaan lapangan kerja formal tumbuh terbatas padahal rata-rata struktur tenaga kerja 70%-nya merupakan tenaga kerja formal, (4). Tingginya migrasi dan urbanisasi dari daerah lain. Pada triwulan-triwulan mendatang perkembangan ketenaga-kerjaan di Jakarta diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih berat berat. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah : perkiraan pertumbuhan ekonomi yang melambat sebagai dampak krisis ekonomi global, sektor ekonomi yang tumbuh 72 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tabel V. 1 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan di Jakarta Lapangan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD SLP SLA Diploma Universitas Total
Gini Ratio 0,40 0,35
Share (%) 2005 2006 0,1 2,8 14,3 17,8 53,6 5,3 6,1
0,1 2,4 14,8 16,4 54,1 5,6 6,5
100,0
100,0
Sumber : BPS
0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 DKI Jakarta Jawa Timur
2005 0,27 0,36
2007 0,34 0,34
Jawa Barat
0,34
0,34
Banten
0,36
0,37
INDONESIA
0,36
0,36
Sumber : BPS
Grafik V. 3 Angka Gini Ratio
tinggi terutama adalah sektor-sektor yang padat modal, dan pertumbuhan serta migrasi penduduk.
B. UPAH Upah yang diterima tenaga kerja pada di awal tahun umumnya meningkat, namun demikian peningkatan upah terutama lebih dirasakan oleh pekerja pada level menengah ke atas karena base salary-nya relatif sudah tinggi. Survei Human Resources Development Club (HRD Club) menunjukkan bahwa kenaikan gaji manajerial di sektor formal pada berbagai level jabatan mendekati angka 15%. Sementara itu, untuk golongan masyarakat berpenghasilan relatif subsisten kenaikan pendapatannya relatif kurang dapat secara signifikan mendorong peningkatan konsumsi terlebih jika harga bahan makanan melonjak tinggi. Hal ini tercermin pada struktur pengeluaran masyarakat miskin yang dominan untuk makanan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan pendapatan pada berbagai level pekerjaan kurang memberikan dampak pada pengurangan disparitas pendapatan, sebagaimana tercermin pada angka gini ratio 2007 (0,336) yang meningkat dibandingkan tahun 2005 (0,269). Ke depan, disamping upaya menjaga kestabilan harga dioptimalkan, kebijakan pengupahan ada baiknya lebih diarahkan pada upaya untuk dapat mengerem disparitas yang semakin membesar. Kebijakan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui pengaturan peningkatan gaji yang lebih rendah untuk level yang lebih tinggi namun di sisi lain kenaikan upah pada low level dapat lebih tinggi namun tetap dalam batas-batas normal dan mampu meredam 73 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
ekspektasi terhadap inflasi. Ekspose lebih dititikberatkan pada peningkatan gaji yang lebih rendah yang akan dapat mempengaruhi ekspektasi lebih positif.
C. KEMISKINAN1 Persentase penduduk miskin di Jakarta menurun, dan lebih rendah dibandingkan dengan presentase jumlah penduduk miskin nasional (Grafik V. 3.). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jakarta, pada tahun 2008 persentase penduduk miskin di DKI Jakarta hanya 4,3% dari total jumlah penduduk DKI Jakarta. Persentase penduduk miskin tersebut turun setelah sempat meningkat pada tahun 2007 (4,6%). Penurunan ini searah dengan penurunan jumlah penduduk miskin nasional yang turun dari 37,2 juta jiwa (16,6%) pada tahun 2007 menjadi 34,9 juta jiwa (15,4%) pada tahun 2008. Faktor utama yang menyebabkan tingkat kemiskinan menurun adalah perekonomian yang membaik. Selain itu juga dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk mengurangi kemiskinan (pro poor) melalui pelaksanaan program-program yang terkait dengan jaring pengaman sosial, seperti pemberian beras rakyat miskin (raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT) penyaluran kredit yang diarahkan pada usaha kecil (KUR), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan lain-lain. Upaya lain untuk menjaga agar kemiskinan tidak melonjak adalah pentingnya awareness semua pihak untuk menjaga level harga makanan. Dilihat dari struktur pengeluarannya, porsi pengeluaran masyarakat miskin untuk makan lebih besar Tabel V. 2 Pengeluaran Penduduk Miskin Keterangan Kebutuhan dasar Makanan Beras Telur, Daging & Susu Kebutuhan lainnya Kebutuhan dasar bukan Makanan Perumahan Listrik Pendidikan Transportasi Kebutuhan lainnya Total Sumber :BPS, diolah
Tabel V. 3 Strata Pengeluaran
Kota (%) Desa(%) 15,5 4,44 49
22,0 3,36 46,35
7,37 4,06 1,73 2,58 15,32 100
8,05 2,35 1,02 1,58 15,29 100
Golongan Termiskin (1) 2 3 4 5 6 7 8 9 Terkaya (10)
Pengeluaran Pengeluaran untuk untuk makan (%) non makan (%) 56 53 51 49 48 46 45 43 38 25
44 47 49 51 52 54 55 57 62 75
Sumber : Susenas BPS Jakarta, 2004 diolah
1 Data yang digunakan adalah data BPS. Sementara itu berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jumlah kemiskinan mencapai 70 ribu keluarga atau 640 ribu jiwa. Meningkat dari tahun sebelumnya 560 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin terbanyak bermukim di Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
74 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
% 35
30 Jakarta
30
Nasional
25
25 20
20 15
15
10
10
5 0 DKI Jakarta Banten Jawa Sumatera Bali dan NT Kallimantan Sulawesi Maluku/Papua Nasional
5 2005 3,6 8,9 14,2 16,4 20,3 10,7 19,3 21,6 16,7
2007 4,6 9,1 15,9 15,7 19,7 10,1 19,3 30,8 16,6
2008 4,3 8,2 13,6 14,4 18,5 8,9 17,6 28,3 15,4
-
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2006
Q2 Q3 Q4
Q1 Q2 Q3 Q4
2007
2008
Sumber : BPS, diolah
Grafik V.4 Angka Penduduk Miskin
Grafik V.5 Indeks Kesengsaraan
dibandingkan masyarakat kaya. Mayarakat paling miskin bahkan separuh pendapatannya hanya untuk makanan. Oleh karena menjaga agar inflasi rendah, khususnya harga pada kelombok bahan dan makanan jadi penting untuk tetap dapat mempertahankan daya beli masyarakat miskin.
D. INDEKS KESENGSARAAN Dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang masih cukup tinggi angka indeks kesengsaraan di Jakarta masih cukup tinggi (Grafik V.5) V.5). Indeks kesengsaraan yang dihitung dengan cara menjumlahkan persentase tingkat pengangguran terbuka dengan tingkat inflasi pertama kali dikenalkan oleh Arthur Okun. Indeks ini mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat inflasi yang memburuk akan menciptakan biaya sosial dan ekonomi suatu negara. Berdasarkan indikator indeks kesengsaraan, kondisi kesejahteraan masyarakat pada triwulan IV 2008 diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan laju inflasi yang cukup menurun.
E. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Angka indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia menunjukkan perbaikan, walaupun belum terlalu signifikan. IPM merupakan gabungan dari nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya di sebuah negara atau wilayah administratif 75 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
tertentu2 (Grafik V. 5 √ 6). Terdapat tiga kriteria IPM, yaitu IPM tinggi dengan angka indeks di atas 0,800, IPM sedang dengan batas angka IPM 0,500 √ 0,799, dan IPM rendah dengan nilai di bawah 0,500. Angka IPM Indonesia dan kebanyakan provinsi di Indonesia pada saat ini masuk dalam kategori IPM sedang. Sementara itu berdasarkan release terakhir dari UNDP, IPM Indonesia pada tahun 2007 adalah 0,728 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya 0,711. Peringkat IPM Indonesia pada rangking 107 dari 177 negara, namun demikian ranking Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga, yaitu Malaysia berada diperingkat 63, Thailand 78 dan Singapore 25. Indeks ini dapat digunakan untuk membandingkan human development antara satu negara dengan negara lainnya ataupun membandingkan human development antara satu provinsi ataupun kota dengan provinsi ataupun lain di dalam satu wilayah negara.
80 76 72 68 64 60 1999
2002
2004
2005
2006*
Sumber : BPS
Grafik V.6 IPM Provinsi DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta, IPM-nya menunjukkan adanya perbaikan, walaupun masih tetap dalam kategori sedang sedang. Data terakhir menunjukkan bahwa IPM Provinsi Jakarta lebih baik dibandingkan dengan IPM Provinsi Banten dan juga IPM Provinsi lain di Indonesia. IPM Provinsi DKI Jakarta meningkat tipis dari 0,761 pada tahun 2005 menjadi 0,762 pada tahun 2006. Dengan memperhatikan perkembangan angka harapan hidup, indeks pendidikan dan indeks daya beli, maka pada tahun 2008, IPM DKI Jakarta diperkirakan membaik. Hal ini searah dengan perekonomian yang bertumbuh dan meningkatnya alokasi belanja untuk jaring pengaman sosial mengalami perbaikan, walaupun peningkatannya terkait dengan kapasitas yang ada masih terbatas. 2 Indeks ini dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada laporan tahunannya. Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yakni: 1. Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, 2. Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan satu per tiga, 3. Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.
76 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
|
BAB 6
Keuangan Daerah Angka realisasi APBD DKI Jakarta sampai dengan akhir tahun 2008 sudah cukup baik meskipun masih belum mencapai rencana yang dianggarkan pada awal tahun. Realisasi penerimaan mencapai Rp 16,19 triliun atau 85,05% dari yang dianggarkan Rp 19,03 triliun, dengan sumber utama penerimaan berasal dari dana perimbangan dan pendapatan lain-lain. Realisasi belanja Rp 16,64 triliun atau 82,70% dari total belanja. Sumber utama belanja berasal dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta bantuan keuangan. Realisasi belanja yang tercatat lebih rendah dari realisasi penerimaan diperkirakan lebih terkait dengan permasalahan teknis pengeluaran anggaran dan permasalahan teknis pelaksanaan proyek di lapangan.
A. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 2008 Seperti diperkirakan semula, angka realisasi APBD DKI Jakarta tahun 2008 sekitar 80%. Realisasi belanja APBD DKI Jakarta sampai dengan triwulan IV mencapai 82,7%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (86,8%). Peran APBD 2008 sebagai stimulus fiskal, terutama yang berasal dari belanja modal sekitar 63%.
| Kajian Ekonomi Regional Jakarta
77
| Triwulan IV-2008 Tabel VI.1 APBD DKI Jakarta dan Realisasi (Miliar Rupiah) Anggaran Perubahan 2007
Uraian (Rp Miliar)
Realisasi 2007
%
Anggaran Perubahan 2008
Realisasi 2008
%
Anggaran 2009
P e n d a p a t a n Pendapatan Asli Daerah
10,290.6
9,143.1 88.8 10,381.5 10,010.5
96.43 11,134.5
Pajak Daerah
8,334.3
7,202.5 86.4
100.19 9,397.0
Retribusi Daerah
625.6 668.3
106.8 363.6
383.0
105.34
384.6
Laba Perusahaan Milik Daerah
139.4 144.0
103.4 171.0
160.6
93.94
180.0
Lain‐Lain Pendapatan
1,191.4
1,128.2 94.7
1,362.7
966.4
70.92 1,172.9
Dana Perimbangan
7,572.1
7,254.0 95.8
8,523.9 6,143.1
72.07 9,540.0
Lain‐Lain Penerimaan Yang Sah
796.8
653.1 82.0
126.4
26.42
Total Pendapatan Daerah
18,659.6 17,050.2 91.4 19,031.9 16,186.9
85.05 20,674.5
Belanja Administrasi dan Ops
13,807.5 12,611.6 91.3 15,108.5 13,428.3
88.88
Belanja Pegawai
7,422.5
92.55 6,191.2
8,484.3 8,500.4
33.4
‐
B e l a n j a
7,060.2 95.1
8,416.6 7,789.3
na
Belanja Barang dan Jasa
5,086.2
4,395.0 86.4
6,499.5 5,447.3
83.81
na
Belanja Lain‐lain
‐
‐
192.4
191.7
99.63
na
Belanja Modal
6,126.0
4,634.6 75.7 4,557.0 2,869.9
62.98
na
Belanja Bantuan Keuangan
679.1 670.7 98.8 369.3
89.61
na
Belanja Tidak Tersangka
23.5 5.1 21.8 82.6 8.1 9.78
na
Total Belanja Daerah
20,636.1 17,922.0 86.8 20,117.4 16,637.2
Surplus (Defisit)
(1,976.5) (4,029.9) 203.9 (1,085.5) (450.3) 41.48
‐
330.9
82.70 22,293.2 (1,618.7)
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan Daerah
a. Realisasi Pendapatan APBD 2008 Angka realisasi sementara pendapatan APBD 2008 mencapai Rp 16,19 triliun (85,05%), sediit lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya (Tabel VI.1). Realisasi pendapatan daerah ini terutama bersumber dari realisasi dana perimbangan Rp 6,14 triliun (72,07%) dan Pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) (93,43%) terutama pada laba perusahaan milik daerah dan pendapatan lain-lain yang masing-masing mencapai 93,94% dan 70,92%. Realisasi dana perimbangan yang sedikit menurun antara lain disebabkan oleh DAU DKI Jakarta sudah 1
tidak dialokasikan lagi . Sementara itu, pencapaian realisasi penerimaan pajak daerah sebagai komponen penerimaan terbesar mencapai target, terutama
yang
berasal
dari
pajak
kendaraan
bermotor.
Data
menunjukkan bahwa penjualan kendaraan bermotor di DKI Jakarta 1 Proporsi PAD yang relatif lebih tinggi menjadikan Jakarta dianggap relatif mandiri dalam hal anggaran (Grafik VI.1). Dalam Peraturan Presiden (perpres) No 110 tahun 2007 tanggal 6 Desember 2007 tidak dicantumkan berapa DAU yang diterima Provinsi DKI Jakarta. DKI Jakarta dianggap telah mampu memenuhi kebutuhan fiskalnya. Sesuai dengan UU No.33/2004 tentang Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka mulai tahun 2008 DAU dialokasikan dalam formula murni (non hold harmless). Konsekuensinya, daerah yang memiliki kapasitas fiskal lebih, mendapatkan DAU yang lebih kecil dari tahun sebelumnya atau tidak memperoleh sama sekali. Dana tersebut untuk selanjutnya dialihkan ke daerah miskin (balancing). Namun untuk tahun 2008 Pemprov DKI memperoleh dana penyesuaian DAU sebesar 25% dari total DAU 2007. Selain itu, APBD 2008 juga mengalami penambahan pendapatan daerah sebesar Rp 96,90 miliar dari Pemerintah Pusat yang terdiri atas hibah untuk PT MRT Rp63 miliar dan bantuan Tunjangan Pendidikan senilai Rp 33,90 miliar.
78 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
|
Triwulan IV-2008
| masih meningkat cukup tinggi. Selain itu, Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Pendapatan Daerah berusaha mengoptimalkan potensi pajak daerah, disamping melalui upaya intensifikasi juga akan dilakukan melalui peningkatan tarif pajak kendaran bermotor. %
% 80
Proporsi Pendapatan
75 Pendapatan Asli Daerah
Proporsi Pendapatan Belanja Administrasi dan Ops Belanja Modal
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
70
Dana Perimbangan 60
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
60 50
45
40 30
30 20
15
10 0
0 2005
2006
2007
2008
2005
2009
2006
2007
2008
Grafik VI.2 Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Modal dalam Belanja Daerah
Grafik VI.1 Proporsi PAD dan dana Perimbangan dalam Penerimaan Daerah
b. Realisasi Belanja APBD 2008 Realisasi belanja daerah sementara sampai dengan akhir tahun 2008
mencapai
Rp
16,64
triliun
(82,70%),
lebih
rendah
dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya sekitar 86,8%. Realisasi belanja APBD tersebut bersumber dari pos belanja administrasi operasional maupun belanja modal. Pada pos belanja rutin, realisasi mencapai Rp 13,43 triliun (88,9%). Realisasi belanja barang dan jasa mencapai Rp 5,47 (83,8%) dan belanja pegawai Rp 7,79 triliun (92,6%). Di sisi belanja modal, realisasinya masih belum optimal. Dari jumlah yang dianggarkan Rp 4,56 triliun baru terealisir Rp 2,87 triliun (62,98%). Secara keseluruhan, di luar belanja pegawai, realisasi APBD yang rendah tersebut antara lain dipengaruhi oleh keterlambatan pengesahan RAPBD. Permasalahan yang lain lebih terkait dengan masalah teknis pengeluaran anggaran dan kendala-kendala teknis pelaksanaan proyek di lapangan, antara lain terkait dengan permasalahan pembebasan lahan beberapa proyek pembangunan infrastruktur.
| Kajian Ekonomi Regional Jakarta
79
| Triwulan IV-2008 B. APBD 2009 Penyusunan APBD DKI Jakarta tahun 2009 sudah diselesaikan oleh Pemprov
DKI
Jakarta.
APBD
tersebut
sudah
dievaluasi
oleh
Departemen Dalam Negri dan telah mendapat persetujuan dari DPRD DKI (SK Ketua DPRD No. 1 tahun 2009 tanggal 6 Januari). Secara keseluruhan jumlah APBD yang dianggarkan disisi penerimaan sebesar Rp 20,67 triliun dan disisi pengeluaran Rp 22,29 triliun sehingga terdapat defisit yang harus di biayai sebesar Rp 1,62 triliun (7,8%). Dari sisi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp 11,13 triliun dan dana perimbangan Rp 9,54 triliun. Target pendapatan asli daerah tersebut meningkat sebesar Rp 1,1 trilun (11,23%) dibandingkan realisasi pada tahun 2008 sebesar Rp 10,01 triliun. Diperkirakan pencapaian target PAD tersebut akan cukup berat mengingat
kondisi
perekonomian
yang
pada
saat
ini
sedang
menghadapi tekanan sejalan dengan melemahnya kinerja perekonomian dunia maupun domestik yang tercermin pula pada
perlambatan
pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta. Penerimaan yang berasal dari Pajak Daerah diperkirakan akan menghadapi tantangan yang paling berat 2
walaupun upaya-upaya peningkatan pajak dilakukan , antara lain karena adanya koreksi penjualan kendaraan bermotor yang diperkirakan turun di tahun 2009. Oleh karena itu perlu di gali sumber-sumber penerimaan baru tanpa mengganggu aktifitas ekonomi, seperti identifikasi ulang bumi dan bangunan sebagai dasar pengenaan PBB yang lebih tinggi, mengoptimalkan penerimaan BPHTB yang pengelolaannya sudah diserahkan ke daerah dengan cara meminimalisir kebocoran ataupun menindak tegas praktek-praktek tidak sehat (moral hazzard). Sementara itu pada pos dana perimbangan, kondisi perekonomian nasional terkini juga akan memberi dampak pada potensi lebih rendahnya penerimaan pemerintah pusat yang juga akan berdampak pada penerimaan dana perimbangan APBD DKI Jakarta.
2 Upaya-upya meningkatkan pendapatan pajak daerah antara lain melalui penerapan one line system untuk meningkatkan Pajak Hotel, Hiburan dan restoran ataupun sumber PAD lainnya; meminta BPKP melakukan audit hasil penghitungan penjualan BBM; Retrukturisasi pengelolaan perpakiran dan tidak memberikan subsidi; intensifikasi pajak/retribusi; ekstensifikasi Pajak/retribusi (Nota Kesepakatan atraa Pemprov DKI Jakarta dengan DPRD Provinsi Jakarta No. 17 tahun 2008, No. 1231/-1.713 tanggal 28 Oktober 2008.
80 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
|
Triwulan IV-2008
| Di sisi pengeluaran, belanja APDB dialokasikan pada Belanja Pegawai; Belanja Telepon, Air dan Listrik; Belanja Program 3
Dedicated; dan Prioritas SPKD . Bidang-bidang yang memperoleh anggaran terbesar antara lain adalah bidang pendidikan Rp 5,27 triliun; pekerjaan umum Rp 3,94 triliun; lingkungan hidup Rp 1,57 triliun dan perhubungan Rp 1,08 triliun. Terkait dengan tantangan yang dihadapi di sisi penerimaan, maka disisi belanja diperkirakan akan juga terkena dampaknya. Namun demikian, apabila realsisasi dapat sesuai dengan anggaran maka APBD DKI Jakarta akan lebih memberikan stimulus terhadap perekonomian DKI Jakarta.
3 Belaja pegawai terdiri dari gaji pegawai dan tunjangan PNS; Belanja TAL merupakan belanja untuk biaya pemakaian telepon, air dan listrik; belanja multiyears, merupakan komitmen Pemprov dan DPRD untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasana kota, yang telah ditetapkan sebagai kegiatan tahun jamak berdasarkan persetujuan DPRD dan Keputusan Gubernur tentang tahun jamak. Belanja untuk program dedicated, merupakan prioritas Gubernur dalam merespon kebutuhan masyrakat yang mendesak, berdampak luas, bersifat monumental dan lintas sektor; belanja Prioritas SKPD merupakan belanja dala bentuk kegiatan yang menjadi prioritas masing-masing SKPD sebagai penjabaran target kinerja 2009.
| Kajian Ekonomi Regional Jakarta
81
| Triwulan IV-2008
halaman ini sengaja dikosongkan
82 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
|
Triwulan IV-2008
BAB 7
Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan melambat pada kisaran 5,5% + 0,5% (y-o-y). Perlambatan tersebut bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi, investasi dan kegiatan ekspor. Sementara dari sisi kenaikan harga, secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,3+0,5% (q-t-q) dan secara tahunan 9,3+1% (y-o-y). Angka inflasi dimungkinkan dapat lebih rendah apabila tarif angkutan turun yang diikuti penurunan harga komoditas.
A. PERTUMBUHAN EKONOMI Krisis keuangan global diperkirakan mulai berimbas terhadap perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I-2009. Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I 2009 diproyeksikan tumbuh pada kisaran angka 5,5% + 0,5% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perlambatan tersebut bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi, investasi dan kegiatan ekspor. Konsumsi menurun dipengaruhi oleh daya beli yang melemah dan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian dengan tren yang turun, serta dukungan pembiayaan bank yang melambat seiring meningkatnya risiko. Investasi melambat sejalan dengan permintaan internasional dan domestik yang melemah. Kegiatan ekspor dan impor tumbuh melambat dipengaruhi oleh permintaan dunia dan domestik yang melemah. Secara sektoral beberapa sektor unggulan diperkirakan tumbuh melambat, mengikuti pelemahan pertumbuhan konsumsi, investasi, dan ekspor. 83 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
1. Sisi Permintaan Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan I-2009 diperkirakan melambat. Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik terutama dipengaruhi oleh daya beli yang melemah, ekpektasi kondisi perekonomian yang trennya melemah, serta melambatnya pertumbuhan pembiayaan kredit perbankan. Di sisi eksternal krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia diperkirakan cukup berdampak pada ekspor DKI Jakarta. Sedangkan impor sejalan dengan perlambatan permintaan domestik tumbuh melambat. Tabel VII.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
DKI
Q1-2008
Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB
7,8 8,3 6,4 17,3 6,3
Q2-2008 Q3-2008* Q4-2008*
6,1 8,6 0,8 12,5 6,1
6,4 8,9 -0,6 7,7 6,1
6,7 9,1 4,5 14,5 6,1
Kontribusi Kontribusi Q1- Kontribusi 2008* Pertumbuhan Q4-2008 2009p Q1-2009 2008 3,7 3,1 0,4 -1,0 6,1
6,7 8,7 2,7 12,8 6,2
3,9 3,0 0,2 -0,9 6,2
5,8 7,4 2,0 9,8 5,7
3,5 2,7 0,2 -0,7 5,7
* angka sementara p proyeksi BI
Konsumsi diproyeksikan akan sedikit melambat dengan laju pertumbuhan sebesar 5,8% (y-o-y), turun dibandingkan dengan triwulan IV-2008 (6,7%). Perlambatan pertumbuhan konsumsi dapat dilihat dari beberapa prompt indikator, hasil survei dan informasi anekdotal. Hasil survei konsumen BI dan BPS menunjukkan indikasi konsumsi melemah. Sementara itu, penjualan beberapa barang tahan lama tren pertumbuhannya terus menurun, seperti penjualan kendaraan bermotor dan
12
%, y-o-y
Indeks
%, y-o-y 130 120
10
110
8 6
100 90
4
80
2
70 60
0
g.PDRB Konsumsi Jakarta Indeks Ekspektasi Konsumen (rhs) 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
2009
50
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
%, y-o-y 100 80
g.PDRB Konsumsi Jkt g.Sedan, Jeep, Minibus, B.Wagon, Delvan [baru] (rhs)
60 40 20 0 -20 -40
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-60
2009
Sumber : Dispenda Jakarta
Grafik VII.1 Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik VII.2 Pendaftaran Mobil Baru
84 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y 12
Indeks ITK
10
110
70.000
% 85
Unit Tersedia Unit Terjual Take Up Rate
60.000
80
105
8 6 4
100
50.000
75
95
40.000
70
30.000
65
90
2 0
Unit 115
g.PDRB Konsumsi Jakarta Indeks ITK
85 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV* Ip
2005
2006
2007
2008 2009
* angka sementara p angka perkiraan
Grafik VII.3 Indeks Tendensi Konsumen
80
20.000
IV
I
II
2006 2007
III
IV
2007
I
II
III
IVp
2008
Ip
60
2009
Sumber : CII, diolah
Grafik VII.4 Prospek Penjualan Apartemen
produk elektronik. Informasi anekdotal dari beberapa asosiasi juga menyatakan bahwa penjualan di tahun 2009 akan menurun. Investasi diproyeksikan melambat pada triwulan I-2009, dengan laju pertumbuhan 7,4%, turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,1%). Namun demikian perlambatan di triwulan I 2009 diperkirakan belum terlalu dalam. Pembangunan proyek pemerintah dan swasta masih banyak yang berjalan 1. Faktor yang menyebabkan perlambatan lebih terkait dengan kecenderungan pasar domestik dan internasional yang relatif tertekan. Ekspor pada triwulan I-2009 diperkirakan melambat, dengan laju pertumbuhan 2,0%, sedikit turun dibandingkan periode sebelumnya (4,5%). Perlambatan pertumbuhan ekspor DKI Jakarta dipengaruhi oleh permintaan dunia yang menurun. Sementara itu pasar dalam negeri belum cukup kuat sejalan dengan daya beli yang terganggu. Sementara itu, impor di triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh lebih rendah 9,8%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (14,5%). Faktor yang mempengaruhi impor masih tumbuh tinggi : untuk impor yang berasal dari provinsi lain (domestik) 1 PT Jasa Marga pada tahun 2009 akan membangun 5 proyek jalan tol diantaranya yang di Jakarta adalah JORR 2 antara Serpong-Bandara 25 km, yang diharapkan pada awal 2009 pembebasan lahan bisa dilaksanakan sehingga pembangunan fisik konstruksi pertengahan tahun 2009, kemudian West 2 (W2) yang sekarang ini bekerjasama dengan pemda DKI untuk pembebasan lahan, mulai proses tender. Pembangunan Trade Mall Seasons City di Jl Jembatan Besi, Jakarta Barat, yang diperkirakan selesai Maret 2009. Sementara investasi pemerintah daerah diantaranya berupa proyek busway (pengadaan armada). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan bahwa pengoperasian busway koridor VIII (LebakbulusHarmoni) dilakukan Februari 2009. Sedangkan untuk koridor IX dan X dioperasikan pertengahan 2009. Namun untuk sementara, pengoperasian busway koridor VIII dilakukan setengah rute. Selain itu, akan dibangun pula Pluit City Terminal yaitu sebuah stasiun lengkap dengan jalur kereta yang langsung menuju Bandara Soekarno-Hatta. Sementara insentif investasi yang berasal dari APBD akan lebih dipercepat dan proses pelelangan akan segera dimulai pada bulan April 2009. Sementara itu proyek yang terkait dengan investasi non bangunan adalah pengadaan mesin-mesin dan peralatan yang diperkirakan pertumbuhannya relatif lambat.
85 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
dipengaruhi oleh permintaan/konsumsi DKI yang masih tumbuh tinggi. Sementara, impor dalam rangka perdagangan internasional dipengaruhi oleh tingginya komponen impor dalam kegiatan penciptaan nilai tambah di beberapa sektor unggulan yang ada di DKI, seperti sektor transportasi dan komunikasi, sektor bangunan dan sektor industri.
2. Sisi Penawaran Respon di sisi sektoral terhadap perkembangan di sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama. Sektor-sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pertumbuhannya hampir semuanya melambat. Meskipun demikian, beberapa sektor masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, seperti sektor transportasi dan komunikasi, sektor perdagangan dan sektor bangunan. Tabel VII.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
DKI Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa PDRB
Q1-2008 Q2-2008* Q3-2008* Q4-2008* 1,4 1,5 4,1 6,8 7,5 6,8 15,2 4,1 6,4 6,3
-0,3 0,9 4,0 7,0 7,6 6,2 14,9 4,1 6,0 6,1
0,7 1,4 4,1 5,2 7,8 6,2 15,0 4,1 5,9 6,1
1,4 1,5 3,9 6,3 8,2 6,0 14,8 3,8 5,8 6,1
Kontribusi Kontribusi Q1- Kontribusi 2008* Pertumbuhan Q4-2008 2009p Q1-2009 2008 0,0 0,0 0,7 0,0 0,8 1,3 1,4 1,1 0,7 6,1
0,8 1,3 4,0 6,3 7,8 6,3 15,0 4,0 6,0 6,2
0,0 0,0 0,6 0,1 0,9 1,3 1,3 1,2 0,8 6,2
1,0 1,5 3,9 4,8 7,0 6,1 13,5 3,8 4,9 5,7
0,0 0,0 0,6 0,0 0,7 1,3 1,3 1,1 0,6 5,7
* angka sangat sementara p proyeksi BI
Sektor Industri Pertumbuhan di sektor industri diperkirakan melambat dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 3,9%, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 4,0%. Perlambatan terjadi pada hampir di semua sub sektor industri. Ditengarai industri masih melakukan berbagai efisiensi dengan mengurangi produksi, seiring berkurangnya order dari dalam dan luar negeri. Indikasi tersebut antara lain tercermin dari konsumsi energi industri yang menunjukkan tren penurunan. 86 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
%, y-o-y
%, y-o-y
7
g.PDRB Industri Jakarta g.Kons. BBM Industri (rhs)
6 5 4 3 2 1 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
Sumber : Pertamina, diolah
Grafik VII.5 Konsumsi BBM Industri
2009
30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 -70 -80
6 5,5
%, y-o-y
%, y-o-y g.PDRB Industri Jakarta g.Kons Listrik Industri (rhs)
5 4,5 4 3,5 3 2,5 2
3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2006
2007
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
2008
Sumber : PLN, diolah
Grafik VII.6 Konsumsi Listrik Industri
Sektor Bangunan Sektor Bangunan diproyeksikan tumbuh melambat (7,0%), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (7,8%). Perkiraan perlambatan tersebut terjadi seiring dengan melemahnya permintaan sebagai akibat daya beli menurun. Beberapa pengembang menyatakan unit yang tersedia masih mencukupi untuk memasok permintaan masyarakat. Walaupun sektor bangunan relatif mengalami tekanan, namun pembangunan beberapa proyek properti dan infrastruktur masih terus berjalan. Dari sisi pemerintah prioritas pembangunan pada tahun 2009 akan difokuskan kepada pembangunan Banjir Kanal Timur, normalisasi sungai utama dan anak sungai, pembangunan tanggul yang akan mulai dikerjakan pada bulan Januari, perbaikan sarana dan prasarana kota yang rusak akan direalisasikan awal tahun, pemeliharaan jalan siklus lima tahunan, pembangunan jalan tembus, jalan baru, dan peningkatan kapasitas jalan yang sejajar dengan koridor bus trans-Jakarta dan operasional busway koridor VII-X.
a. Banjir Kanal Timur Proyek Banjir Kanal Timur masih menyelesaikan proses pembebasan tanah dan mempercepat proses pengerukan serta pembangunan beberapa jembatan. Proses pembangunan BKT telah mencapai sekitar 31 persen. Diantaranya pembebasan bidang tanah mencapai 58 persen, proses penggalian mencapai sekitar 60 persen dan pengerjaan 25 jembatan dengan 1 jembatan yang telah selesai. Pemda Jakarta Timur sendiri telah membentuk lima satuan tugas (satgas) yang membantu tugas Panitia Pengadaan Tanah (P2T) untuk mempercepat proyek BKT terealisasi. 87 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
b. Busway Tahap yang sedang berlangsung adalah pengadaan armada. Untuk operasional busway koridor VIII-X diprediksi membutuhkan 206 armada. Koridor VIII butuh 45 unit (pengadaannya melalui lelang). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan bahwa pengoperasian busway koridor VIII (Lebakbulus-Harmoni) dilakukan Februari 2009. Koridor VIII yang akan dioperasikan akan melayani rute Lebakbulus-Harmoni. Di koridor tersebut terdapat 17 unit halte dengan jarak tempuh 26 kilometer. Koridor IX butuh 97 unit armada terdiri dari 41 unit pengadaannya melalui lelang dan 56 unit lainnya melalui konsorsium.Sedangkan di koridor IX dengan rute Pinangranti-Pluit terdapat 24 unit halte dengan jarak tempuh sekitar 29,9 kilometer. Koridor X dibutuhkan 64 unit, terdiri dari 27 unit yang pengadaannya melalui lelang dan 37 unit lainnya dari konsorsium. Pada koridor X rute Cililitan-Tanjungpriok terdapat 15 halte dengan jarak tempuh 19 kilometer.
c. Jalan Tol Pembangunan JORR 2 yang melintas Bandara Sukarno Hatta - Tanjung Priok sepanjang 122,6 km sudah mulai dilaksanakan. Proyek dengan nilai sekitar Rp 5 triliun dimulai tahun 2008 dan diperkirakan selesai tahun 2010, terdiri dari : 1. Bandara - Kunciran 15,2 km 2. Kunciran - Serpong 11,2 km 3. Serpong - Cinere 10,1 km 4. Cinere - Jagorawi 14,6 km, Jagorawi - Cibitung 25,4km 5. Cibitung - Cilincing 33,9 km. Tol tersebut memungkinkan pengendara dari luar kota menuju ke Bandara Sukarno Hatta tidak harus melewati tol dalam kota. Pada awal tahun 2009 pembebasan lahan akan mulai dilaksanakan sehingga pembangunan fisik konstruksi dapat dilaksanakan pertengahan tahun 2009. Proyek ini sebagian besar akan dibiayai PT Jakarta Tol Road Development (JTD) dengan anggaran sebesar 23 trilyun dan diperkirakan selesai 2010. Proyek yang lain adalah West 2 (W2) yang proses tendernya sudah dimulai.
88 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
d. Rehabilitasi Infrastruktur Sedikitnya 211.344 m2 jalan rusak di Jakarta akan segera diperbaiki. Pemda DKI menyiapkan dana Rp 40 miliar untuk perbaikan jalan tersebut. Prioritas pertama, perbaikan jalan dilakukan antara lain di sebagian Jl. Pondok Labu, Jl.Fatmawati, Jl. Panglima Polim, Jl. Sudirman, Jl. Thamrin, Jl. Gajahmada. Jl. Gelora Senayan, Jl. Raya Kebonsirih, Jl. Rasuna Said, Jl. Supomo, Jl. Saharjo, Jl. Raya Bogor, Jl. Bekasi Raya, Jl. Daanmogot, dan Jl. Ciputat Raya. Fasilitas lain yang diusulkan direhabilitasi adalah 60 gedung sekolah di Jakarta Timur.
e. Mass Rapid Transportation Pembangunan MRT yang menyerap biaya total Rp 8,3 (pinjaman JICA), telah dimulai pada akhir tahun 2008. Proses pengucuran pinjaman tahap II akan dilakukan pada bulan Maret 2009 mendatang yaitu sebesar 450 juta dolar AS. MRT diharapkan dapat beroperasi tahun 2014 yang pembangunannya dilaksanakan dalam 2 tahap : Tahap 1 Jalur Lebak Bulus - Dukuh Atas yang terdiri dari : a. Jalur di atas tanah : Lebak Bulus - Senayan (11,2 km) b. Jalur di bawah tanah : Senayan - Dukuh Atas (3,1 km) Tahap 2 Jalur Dukuh Atas - Kota a. Jalur bawah tanah Dukuh Atas - Harmoni b. Jalur di atas kali Ciliwung Harmoni - Kota
f. Infrastruktur Transportasi Pemda Jakarta sangat menaruh perhatian terhadap pembangunan Monorail. Diharapkan proyek yang sebagian besar sahamnya (52,0%) dimiliki oleh BUMD Jakarta Propertindo dapat mengurangi kemacetan. Saat ini, proses administrasi pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Konsorsium Bank DKI dan beberapa bank swasta telah dilakukan. Rencananya Monorail akan memiliki 2 lintasan yaitu : 1. Jalur hijau (green line) melalui Kp melayu, Casablanca, Tanah Abang, H. Sabeni, Jatibaru, Cideng Roxi (14,3 km) 89 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
2. Jalur biru (blue line) melalui HR Rasuna Said, Gatot Subroto, Sudirman, Senayan, Kompleks DPR/MPR, S Parman, Kiapang-Pejompongan, Dukuh Atas. Sementara itu, pembangunan KA Bandara pada saat ini masih dalam tahap studi kelayakan. Proyek yang semula diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 2,2 triliun ternyata meningkat menjadi sebesar Rp 3,8 triliun. Proyek ini akan dikerjakan oleh PT Railink yang dimiliki oleh PT KA 40% dan PT Angkasa Pura II sebesar 60%. Proyek ini diharapkan dapat dikerjakan pada bulan Juni 2009. Sejalan dengan proyek tersebut, Pemda akan melakukan pembangunan Pluit City Terminal yaitu stasiun kereta di kawasan Pluit yang akan dimulai tahun 2009.
g. Apartemen, Kantor dan Pusat Belanja Pada tahun 2009 beberapa apartemen, perkantoran dan retail akan dibangun oleh pihak swasta. Pembangunan apartemen direncanakan berlangsung dalam proyek multiyears (2009-2011) akan menambah pasokan menjadi 134.600 unit. Pasar yang dibidik adalah strata bawah 41%, sementara menengah ke bawah 31%. Pembangunan gedung perkantoran sepertinya masih menunggu perkembangan perekonomian, dan hanya akan menawarkan suplai akhir tahun 2008 yang sekitar 3,93 juta m2. Pembangunan pusat retail diproyeksikan akan meningkat hampir 100% menjadi sekitar 466.804 m2. Sekitar 42% pusat retail berupa strata title. Sementara itu Pemda akan menata kawasan Blok M menjadi pusat kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa, serta hiburan yang terintegrasi.
160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
2000 2002 2004 2006 3Q08 2009(p) 2011(p) 2001 2003 2005 2007 2008(p) 2010(p)
Source: Colliers International Indonesia-Research Department
Grafik VII.7 Proyeksi Pembangunan Apartemen di Jakarta
90 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Tabel VII.3 Pembangunan Properti oleh Swasta di DKI Jakarta Jenis Office Sector
Retail Sector
Lokasi CBD CBD CBD CBD CBD CBD CBD CBD Outside CBD Outside CBD Outside CBD Latumenten Pulomas Gajah Mada Pluit Selatan Raya Koja Glodok Sultan Iskandar Muda Senen Grogol Satrio
Nama The Energy Rasuna Epicentrum Cyber 2 Prudential Tower The Plaza Menara Palma Menara DEA 2 UOB Plaza Menara 165 Menara MTH KEM Tower Season City Pulomas Place Grand Paragon Emporium Pluit Koja Trade Mall Galeria Glodok Shopping Mall Gandaria Pusat Grosir Senen Jaya Central Park Mall Kuningan City
Sumber : CII, diolah
Sektor Perdagangan Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran diproyeksikan tumbuh 6,1%, sedikit melemah dibandingkan periode sebelumnya (6,2%). Perlambatan terjadi karena daya beli masyarakat yang melemah. Indikasi perlambatan antara lain tercermin pada penurunan penjualan barang tahan lama, penurunan pertumbuhan indeks penjualan eceran. Selain itu data menunjukkan bahwa sebanyak 13,95 persen dari 102.264 total kios yang ada di 151 pasar tradisional kosong2. Pedagang memilih berhati-hati dan wait and see sebelum merencanakan ekspansi usaha. Supermarket kelas atas juga menyatakan tidak akan ada ekspansi usaha pada tahun 20093. 2 PD Pasar Jaya 3 Outlook dari Colier Internasional Indonesia
91 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Ribu m2
%
4.000 Unit Tersedia Occupation Rate (rhs)
3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000
IV
I
2006
II
III
IV
I
2007
II
IIIp
IV
100 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80
2008
Sumber : CII, diolah
Grafik VII.8 Perkembangan Retail Sector di DKI Jakarta
Tabel VII.4 Pasar Tradisional dan Pasar Modern di DKI Jakarta Pasar Tradisional Nama Lokasi Jumlah Jakarta Pusat Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Utara
Total Pasar Tradisional
39 33 28 27 24
151
Pasar Modern Nama
Jenis
Jumlah
Hypermart
Super Alfa Giant Makro Hypermart Hero Superindo
35 12 15 15 90 38
Super Market
Matahari Supermarket Matahari Alfa Gudang Rabat Ramayana Bazar
67 83 35 35
Mini Market
Ramayana Dept Store Indomart Alfamart Startmart
38 758 425 38
Total Pasar Modern
1684
Sumber : Informasi Anekdotal
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan diperkirakan masih akan tumbuh tinggi meskipun tumbuh melambat (13,5%) dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (15,0%). Di sub sektor transportasi, masih tingginya pertumbuhan di sub sektor ini antara lain berasal dari komponen angkutan udara dan kereta api. Kinerja angkutan udara meningkat sejalan dengan adanya tambahan route penerbangan dari Jakarta dan tambahan jumlah armada oleh beberapa perusahaan penerbangan. 92 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
Kinerja angkutan kereta api meningkat sejalan dengan adanya tambahan 5 trayek baru KA Jabotabek jurusan Jakarta Bekasi, dan penambahan trayek baru KA Ciujung Semi Express dalam jalur ganda jurusan Jakarta Serpong. Kereta api Ekonomi AC Jakarta Bogor yang telah diluncurkan sejak bulan Februari 2008, mendapat tanggapan yang sangat baik dari masyarakat sehingga akan meningkatkan pelayanan kepada pekerja komuter yang tinggal di daerah penyangga Jakarta (Debotabek). Untuk jalur dalam kota Stasiun Kereta Api Tanjungpriok rencananya akan dioperasikan kembali pada awal April 2009. Ditambah dengan beroperasinya busway koridor VIII pada Februari 2009. Ditambah dengan konsistensi Pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan jalur busway, antara lain dengan dipasangnya portal otomatis. Sub sektor komunikasi dipastikan juga masih meningkat cukup tinggi. Faktor yang mempengaruhi peningkatan sub sektor ini adalah kebutuhan sarana komunikasi yang sudah mengarah menjadi kebutuhan primer dan disisi lain operator telekomunikasi relatif kompetitif dan inovatif sehingga mampu menekan biaya.
Sektor Keuangan dan Persewaan Sektor keuangan dan persewaan diproyeksikan akan sedikit melambat menjadi 4,9% dari sebelumnya 6,0%. Sektor ini diproyeksikan akan tumbuh melambat seiring dengan melemahnya perekonomian. Indikasinya antara lain tercermin pada mulai melambatnya pertumbuhan pembiayaan, pemakaian ruang sewa kantor yang terindikasi menurun.
Ribuan m2 4.500 Unit Terpakai Unit Tersedia
4.000 3.500 3.000 2.500 2.000
I
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
Ip
2009
Sumber : CII, diolah
Grafik VII.9 Perkembangan Office Sector di DKI Jakarta
93 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
B. INFLASI Pada triwulan I-2009, laju inflasi regional Jakarta (q-t-q) diperkirakan kembali akan turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,3+0,5% (q-t-q) dan secara tahunan 9,3+1% (y-o-y). Angka inflasi dimungkinkan dapat lebih rendah apabila tarif angkutan turun yang diikuti penurunan harga komoditas. Penurunan inflasi di triwulan I-2009 diperkirakan berasal dari menurunnya tekanan dari kelompok perumahan, transportasi dan makanan jadi. Sementara itu tekanan harga diperkirakan berasal dari kelompok bahan makanan. Secara umum, faktor positif yang dapat menjaga perkembangan harga relatif lebih terkendali : 1. Penurunan harga BBM internasional dan penurunan harga beberapa komoditas di pasar internasional, seperti BBM, kedelai, gadum dan CPO. 2. Penurunan harga premium, solar, dan tarif angkutan serta penurunan harga komoditas lainnya. 3. Ketersediaan stok barang kebutuhan pokok masih mencukupi. 4. Konsumsi masyarakat yang relatif normal, sehingga tekanan dari sisi permintaan berkurang.
q-t-q, %
y-o-y, %
12
20 Bhn Makanan Perumahan Kesehatan Transportasi
10 8 6
Mknn jadi Pakaian Pendidikan IHK
Bhn Makanan Perumahan Kesehatan Transportasi
15
4 2
10
0
5
Mknn jadi Pakaian Pendidikan IHK
-2 -4
Q1
Q2
Q3
Q4
2008
Q1
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik VII.10 Outlook Inflasi (q-t-q)
0
Q1
Q2
Q3
2007
Q4
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1p
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik VII.11 Outlook Inflasi (y-o-y)
Walaupun laju inflasi diperkirakan melambat, namun demikian beberapa hal tetap harus diwaspadai. Hal tersebut antara lain adalah: 1. Ketersediaan pasokan dan stok beras serta pasokan sayuran. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta4 mengkhawatirkan ketersediaan stok beras pada triwulan I-2009 4 Hasil Focus Group Discussion Tim Ketahanan Pangan DKI Jakarta
94 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
antara lain karena perkiraan terlambatnya musim panen dari Jawa Barat mengingat sebanyak 60% beras di Pasar Induk Beras Cipinang berasal dari Jawa Barat. 2. Kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras mulai 1 Januari 2009. HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik 9,1 persen menjadi Rp 2.400 per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp 2.240 per kg. HPP gabah kering giling di penggilingan naik 7,2 persen menjadi Rp 3.000 per kg dari sebelumnya Rp 2.400 per kg. HPP beras naik 7 persen dari Rp 4.300 per kg menjadi Rp 4.600 per kg. 3. Pelemahan nilai tukar rupiah. 4. Potensi bencana banjir yang dapat mengganggu distribusi barang. Namun demikian, khusus kekhawatiran terhadap ketersediaan pasokan dan stok beras agak sedikit berkurang mengingat stok beras Bulog relatif aman. Stok beras Bulog mencapai 1 hingga 1,5 juta ton di Gudang dan di masyarakat ada sekitar 6 juta ton, sementara kebutuhan per bulan 2,5 juta ton dan rata-rata yang dikeluarkan Bulog per bulan hanya 300.000 ton.
%, m-t-m 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
%, m-t-m Daging sapi Beras
Cabe merah Minyak goreng
1234 123412341234 512341234123 412341234123 412341234512 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan
2008
2009
Sumber : data mingguan SPH, diolah
Grafik VII.12 Perkembangan Harga Rata-Rata Komoditas Makanan (SPH-BI)
6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
%, m-t-m Nasi Emas Perhiasan (rhs)
50
Gula Pasir Tempe (rhs)
40 30 20 10 0 -10
1234123412341234512 34123 4123 41234 1234123412341234512 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan
2008
-20
2009
Sumber : data mingguan SPH, diolah
Grafik VII.13 Perkembangan Harga Rata-Rata Komoditas Makanan (SPH-BI)
Dari sisi administered price, diperkirakan tekanan relatif lemah. Harga beberapa komoditas diperkirakan turun sejalan dengan turunnya harga premium dan solar. Tarif angkutan umum diusulkan oleh Pemerintah Daerah untuk diturunkan ratarata sebesar 10,33 persen. Sementara itu, beberapa barang yang harganya diatur pemerintah yang diusulkan untuk dinaikkan pada tahun 2009 antara lain adalah: (1) Usulan PT PAM Lyonaisse Jaya (Palyja) dan PT Thames Pam Jaya (TPJ) untuk 95 Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan IV-2008
menaikan tarif air minum sebesar 22,7%, (2) Kenaikan tarif parkir secara progresif yang rencananya akan dilakukan pada beberapa kawasan yang terancam kemacetan lalu lintas atau dinamakan sistem rayon. Usulan yang sedang dibahas, kenaikannya hampir mencapai dua kali lipat tarif yang sekarang berlaku. Kenaikan kedua komoditas tersebut diperkirakan dampaknya relatif kecil mengingat bobot nilai konsumsinya dalam keranjang inflasi kecil.
96 Kajian Ekonomi Regional Jakarta