Triwulan I - 2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta Triwulan I - 2009
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
i
Triwulan I - 2009
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Jakarta Triwulan I 2009 ini dapat diselesaikan. Buku Kajian Ekonomi Regional berisi potret perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta yang di era otonomi daerah keberadaannya dirasakan semakin penting. Tujuan dari penyusunan buku laporan triwulanan ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholder Bank Indonesia tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Jakarta, dengan harapan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Jakarta. Cakupan kajian di dalam buku KER cukup luas, yaitu meliputi kajian perkembangan ekonomi, inflasi, perbankan, keuangan daerah,Ω dan outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada triwulan I 2009, secara umum pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya meskipun kinerja ekonomi Jakarta tersebut masih masih lebih baik dari daerah-daerah lainnya di Indonesia. Meskipun menurun, kinerja perbankan masih relatif stabil dan inflasi mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan suatu modal yang baik untuk pertumbuhan ekonomi Jakarta selanjutnya. Ke depan, kondisi pertumbuhan ekonomi Jakarta diperkirakan masih mengalami tekanan, imbas dari ketidakpastian perekonomian global yang masih berlanjut sehingga upaya-upaya untuk meminimilisasi dampak tersebut perlu mendapat prioritas.
ii
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas kajian buku ini. Untuk itu masukan dan terutama supplai data terkini, serta kritik dan saran yang membangun sangat kamiΩ harapkan. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini.
Jakarta, 5 Mei 2009 BIRO KEBIJAKAN MONETER
Hendar
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
iii
Triwulan I - 2009
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif .......vi Bab 1. Kondisi Makroekonomi Regional.......1 Sisi Permintaan.......1 Sisi Penawaran.......8 Boks 1. Composit Leading Indicator (CLI) PDRB DKI Jakarta.......16
Bab 2. Perkembangan Inflasi Jakarta.......19 Inflasi Berdasarkan Kelompok.......19 Inflasi Berdasarkan Inflasi Inti dan Non Inti.......22
Bab 3. Perkembangan Perbankan.......25 Intermediasi Perbankan.......25 Risiko Kredit Perbankan.......30 Kredit UMKM (Lokasi Proyek).......31
Bab 4. Perkembangan Sistem Pembayaran.......33 Transaksi RTGS.......33 Transaksi Kliring.......34 Transaksi Tunai.......35
Bab 6. Keuangan Daerah.......37 Realisasi Pendapatan APBD 2009.......38 Realisasi Belanja APBD 2009.......39
iv
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Bab 7. Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi.......41 Asumsi dan Skenario yang Digunakan.......41 Pertumbuhan Ekonomi.......42 Inflasi.......47 Faktor Risiko.......48
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8868, 381-8199 Fax. 021-386-4929, 345-2489 Email : BKM
[email protected] Web site : www.bi.go.id
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
v
Triwulan I - 2009
Ringkasan Eksekutif
Gejolak perekonomian global yang masih berlanjut mulai dirasakan dampaknya pada perekonomian DKI Jakarta selama triwulan I-2009. Perekonomian Jakarta pada triwulan ini tumbuh sebesar 5,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh tinggi yaitu sebesar 6,2% (yoy). Namun demikian, beberapa langkah yang diambil Pemerintah seperti percepatan realisasi stimulus fiskal APBD DKI Jakarta dan kenaikan gaji PNS serta adanya penyelenggaraan PEMILU diperkirakan mampu menahan perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam. Di sisi permintaan, perlambatan disebabkan oleh melemahnya konsumsi dan investasi. Kegiatan ekspor-impor di Jakarta pada triwulan I-2009 menunjukkan penurunan negatif net ekspor, yaitu dari -40,4% menjadi -28,1%. Di sisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi DKI Jakarta mulai tumbuh melambat diantaranya sektor industri, perdagangan, keuangan dan bangunan yang terimbas oleh dampak krisis keuangan global sehingga pertumbuhannya mulai melambat. Penurunan aktivitas ekonomi tersebut ternyata juga diikuti dengan penurunan pula aktivitas sistem pembayaran nontunai. Namun demikian, perkembangan kegiatan usaha perbankan di Jakarta masih relatif stabil. Sementara itu, di sisi harga-harga, tekanan inflasi pada triwulan ini tercatat 7,73% (y-o-y), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,11%. Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II-2009 diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran angka 5,1% - 5,5% (y-o-y). Perlambatan tersebut terutama bersumber dari melambatnya pertumbuhan konsumsi dan kegiatan ekspor-impor. Sementara tekanan inflasi masih relatif rendah seperti triwulan sebelumnya.
vi
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Perkembangan Makro Regional Pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta mengalami perlambatan seiring dengan masih terus memburuknya perekonomian global. Setelah tumbuh diatas 6% di empat triwulan pada tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2009 mencatat pertumbuhan sebesar 5,8%(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (6,2%). Perlambatan ekonomi Jakarta dikonfirmasi oleh indikator penuntun (leading indicator) maupun beberapa indikator dini (prompt indicator) . Di sisi permintaan, demand domestik dan eksternal telah menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Dari sisi domestik, pelemahan ini terutama didorong oleh sisi konsumsi dan investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor yang terpantau masih stabil sementara impor tumbuh melambat, sehingga negatif net ekspor menurun. Perkembangan kegiatan ekspor-impor tersebut belum berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan Jakarta disebabkan porsi ekspor-impor dalam pertumbuhan Jakarta yang relatif kecil. Di sisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi DKI Jakarta mulai tumbuh melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan. Beberapa sektor unggulan, seperti sektor industri, perdagangan, keuangan dan bangunan diperkirakan mulai terimbas oleh dampak krisis keuangan global sehingga pertumbuhannya mulai melambat. Salah satu faktor pendorong melambatnya pertumbuhan sektoral adalah melemahnya permintaan internasional dan permintaan domestik. Hanya beberapa sektor ekonomi yang pertumbuhannya melampaui triwulan sebelumnya yaitu sektor pertambangan, listrik dan pengangkutan.
Perkembangan Inflasi Regional Pada triwulan I 2009 tekanan IHK di DKI Jakarta menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan ini tercatat 7,73% (y-o-y), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,11%. Level inflasi tersebut telah jauh lebih rendah dari puncaknya pada bulan September 2008 yang mencapai 11,31% (yoy). Bahkan pada triwulan laporan terjadi deflasi (q-t-q) sebesar 0,13%, dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya (0,9%). Deflasi tersebut didorong oleh terjaganya pasokan kebutuhan pokok, harga BBM yang lebih rendah, ekspektasi inflasi yang membaik, serta daya beli yang
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
vii
Triwulan I - 2009
melambat. Terkendalinya tekanan inflasi juga didorong oleh perkembangan imported inflation yang menurun sejalan dengan harga komoditas internasional yang lebih rendah.
Perkembangan Perbankan Kinerja sektor perbankan terpantau masih relatif baik, meskipun tekanan terhadap sektor keuangan meningkat. Hal tersebut terlihat dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada triwulan I-20091 yang masih naik 23,0% (y-o-y). Namun seiring dengan perlambatan ekonomi, penyaluran kredit bank yang berlokasi di Jakarta, sedikit melambat menjadi 27,8% (y-o-y). Perkembangan dua hal tersebut berimplikasi terhadap kegiatan intermediasi perbankan di Jakarta yang mengalami penurunan pada akhir Februari 2009 menjadi 76,1% dibanding triwulan sebelumnya (77,7%). Tren risiko kredit sebagaimana tercermin pada angka NPLs Gross relatif masih terkendali. Dari sisi kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM), perkembangannya masih meningkat pada triwulan ini.
Perkembangan Sistem Pembayaran Perkembangan kegiatan sistem pembayaran nontunai di wilayah DKI Jakarta pada triwulan laporan menunjukkan penurunan, sedangkan untuk transaksi tunai relatif stabil. Faktor yang mempengaruhi penurunan transaksi pembayaran nontunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring, diperkirakan adalah aktifitas perekonomian yang sedikit melambat dan jumlah hari libur yang cukup banyak di triwulan laporan. Sementara kegiatan sistem pembayaran tunai relatif stabil dengan rasio temuan uang palsu yang relatif rendah.
Perkembangan Keuangan Daerah Angka realisasi APBD 2009 DKI Jakarta pada awal tahun relatif lebih tinggi daripada target yang direncanakan. Realisasi pendapatan mencapai Rp 3,496 triliun atau 16,9 % dari yang dianggarkan Rp 20,674 triliun. Realisasi belanja Rp 2,087 triliun atau 9,3 % dari total belanja. Realisasi tersebut lebih tinggi dari target yang dicanangkan 4-5 persen. Dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu, realisasi ini juga relatif lebih cepat. Faktor yang mendukung adalah 1 Per Februari
viii
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
relatif lebih cepatnya pengesahan APBD 2009 Jakarta yaitu pada bulan Januari, dibandingkan APBD 2008 yang terjadi pada bulan Maret.
Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Pada triwulan II-2009 diprakirakan imbas dari krisis keuangan global terhadap perekonomian DKI Jakarta masih berlanjut. Proyeksi perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2009 adalah pada kisaran angka 5,1% - 5,5% (y-o-y), relatif melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perlambatan tersebut utamanya masih bersumber dari penurunan konsumsi dan kinerja ekspor. Gejala perlambatan konsumsi diperkirakan akibat PHK yang masih terus berlanjut sehingga berpengaruh terhadap penurunan daya beli. Kegiatan ekspor dan impor tumbuh melambat dipengaruhi oleh permintaan dunia dan domestik yang melemah. Demikian pula perlambatan yang terjadi pada investasi swasta masih berlanjut, indikator penurunan utilisasi kapasitas usahanya akibat seiring permintaan yang menurun. Secara sektoral, sektor-sektor unggulan diperkirakan masih tumbuh melambat. Pada triwulan II-2009, laju inflasi regional Jakarta (q-t-q) diperkirakan masih tetap rendah seperti triwulan sebelumnya. Angka inflasi triwulanan diperkirakan mencapai 2,9+0,5% (q-t-q) dan secara tahunan sebesar 6,3+1% (y-o-y), sementara keseluruhan tahun 2009 diperkirakan sebesar 5,9+1%. Penurunan tekanan inflasi terutama berasal dari melemahnya permintaan dan ketersediaan pasokan barang. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal seiring dengan terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi barang, serta turunnya harga komoditas pangan internasional.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
ix
Triwulan I - 2009
halaman ini sengaja dikosongkan
x
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 1
Kondisi Makroekonomi Regional
Gejolak perekonomian global yang masih berlanjut mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta. Perekonomian Jakarta pada triwulan I-2009 tumbuh melambat (5,8%) dibandingkan triwulan sebelumnya (6,2%). Indikator penuntun (leading indicator) maupun dini (prompt indicator) secara umum mengkonfirmasi perlambatan ekonomi Jakarta. Di sisi permintaan, perlambatan disebabkan oleh melemahnya konsumsi dan investasi. Konsumsi melambat karena konsumsi untuk barang tahan lama menurun, seiring upaya efisiensi yang dilakukan masyarakat. Investasi melambat terutama dipengaruhi investasi swasta yang terindikasi terbatas, terlihat dari konsumsi semen dan utilisasi kapasitas yang menurun. Namun di tengah pelemahan permintaan dunia, kegiatan ekspor masih stabil, sedangkan impor terpantau melambat. Di sisi penawaran, walaupun sebagian besar sektor unggulan tumbuh melambat, namun sektor pengangkutan dan listrik tercatat masih meningkat.
A. SISI PERMINTAAN 1. Konsumsi Pada triwulan I-2009, konsumsi tumbuh 6,0%, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,4%). Perlambatan konsumsi tersebut diperkirakan berasal konsumsi rumah tangga yang melakukan efisiensi1. Penghematan yang 1 Hasil survei market research Ipsos (Februari 2009 ) : bahwa 70% ibu rumah tangga akan mengurangi atau menghemat pengeluarannya.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
1
Triwulan I - 2009
Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Jakarta (%, y-o-y) DKI
Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008*
2008*
Q1-2009*
Kontribusi Q1-2009
Konsumsi
7,8
6,1
6,4
6,4
6,7
6,0
3,6
Investasi
8,3
8,6
8,9
8,1
8,7
7,6
2,7
Ekspor
6,4
0,8
0,5
0,7
2,7
3,8
0,4
Impor
17,3
12,5
8,5
12,9
12,8
11,1
0,9
Net Ekspor
-24,3
-33,8
-29,3
-40,4
-30,7
-28,1
-0,5
6,3
6,1
6,1
6,2
6,2
5,8
5,9
PDRB * angka sementara Sumber : BPS, diolah
akan dilakukan disebabkan oleh turunnya pendapatan masyarakat dan menurunnya dukungan pembiayaan lembaga keuangan nonbank. Masyarakat melakukan pengurangan pos-pos tertentu (27%), mengurangi konsumsi (24%), berganti ke kemasan yang lebih kecil (19%), berganti merek yang lebih murah (13%), menunda pembelian (8%), dan berhenti mengkonsumsi (8%). Pos-pos pengeluaran yang cenderung dikurangi umumnya pengeluaran tersier. Indeks komoditi non makanan juga menunjukkan bahwa konsumsi untuk pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan dan rekreasi cenderung menurun2. Sementara dari sisi pemerintah, belanja konsumsi pemerintah (daerah dan pusat) diperkirakan masih minimal.
70,5 72,82
Pakaian
116,2 117,26 115,2 128,74 117,7 132,6
Perumahan Pendidikan Transportasi 82,7 82,74
Kesehatan 57,4 59,87
Rekreasi 0
20
40
60
80
100
Q1*-2009 Q4-2008 120 140 160
* data sementara Sumber : BPS, diolah
Grafik I.1 Konsumsi Komoditi Non Makanan
2 Survey BPS.
2
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Prompt indikator mengkonfirmasi perlambatan konsumsi di Jakarta. Konsumsi durable good (barang tahan lama) seperti pendaftaran mobil dan motor, penjualan elektronik3 terpantau menurun. Penurunan tersebut sejalan pula dengan hasil survei penjualan eceran yang menunjukkan penurunan pada penjualan obat, alat rumah tangga, bahan bakar dan makanan4.
%, y-o-y 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
%, y-o-y
%, y-o-y 100 80 60 40 20 0 -20
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-40 -60
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
2009
g.Obat-obatan g.Indeks Alat RT g.Bahan bakar g.Makanan
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
g.PDRB Konsumsi Jkt g.Sedan, Jeep, Minibus, B.Wagon, Delvan [baru] (rhs)
Grafik I.2 Pendaftaran Mobil di Jakarta
%, y-o-y
Grafik I.3 Survei Penjualan Eceran
%, y-o-y
11 10 9 8 7 6 g.PDRB Konsumsi Jkt g.Penjualan Elektronik (rhs)
5 4
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
%, y-o-y
%, y-o-y
50 40 30
12
20
8
20
10 0 -10
6
0 -20
-20 -30
2009
10
80 g.PDRB Konsumsi Jkt g.indeks spe (rhs)
60 40
4
-40 -60
2 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-80
2009
Sumber : EMC, diolah
Grafik I.4 Pertumbuhan Penjualan Elektronik
Grafik I.5 Survei Penjualan Eceran – BI
Namun demikian, melemahnya konsumsi yang lebih dalam masih tertahan oleh keyakinan konsumen yang masih optimis. Konsumen meyakini bahwa kondisi ekonomi saat ini masih belum membaik. Demikian pula ekspektasi kondisi 3 Electronic Marketing Club/EMC, bulan Februari 2009. 4 Survey Bank Indonesia, bulan Februari 2009.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
3
Triwulan I - 2009
ekonomi 6 bulan yang akan datang kurang lebih akan sama dengan kondisi saat ini.
Indeks
Indeks
120
160
100
60
140 120 100 80
40
60
80
Indeks Penghasilan saat ini 20 Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad Kondisi ekonomi 6 bulan yad (rhs)
40 20 0
2009
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
2009
Grafik I.7 Indeks Ekspektasi Konsumen (SK–BI)
Grafik I.6 Indeks Kondisi Saat Ini (SK–BI)
Konsumsi melemah seiring dukungan pembiayaan yang terbatas. Kredit konsumsi hanya meningkat 22,2%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (23,2%). Secara teknis faktor yang membatasinya adalah masih tingginya suku bunga dan bank yang semakin selektif dalam mengucurkan kredit. Demikian pula, pertumbuhan pembiayaan lembaga keuangan nonbank juga masih terpantau tumbuh terbatas (24,4% dari 27,4%).
%, y-o-y
%, y-o-y
%, y-o-y
11 10
35
12
30
10
9
25
8 7
20 15
6 5 4 3
g.PDRB Konsumsi Jkt g.kredit konsumsi Jkt (rhs) 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
6
g.Leasing g.Pembiayaan Konsumen
120 100 80 60 40
10
4
5
2
0
0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -20 2006 2007 2008 2009
2009
Grafik I.8 Perkembangan Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek
4
8
%, y-o-y
g.PDRB Konsumsi Jkt (lhs) g.Total Pembiayaan
20 0
Grafik I.9 Perkembangan Pembiayaan Lembaga Keuangan Nonbank
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
2. Investasi Investasi tumbuh 7,6%, melambat dibandingkan triwulan IV 2008 (8,1%). Sumber yang mempengaruhi perlambatan investasi antara lain adalah investasi swasta. Di sisi investasi bangunan, indikasi bahwa investasi bangunan sedikit tumbuh melambat antara lain tercermin pada perlambatan pertumbuhan konsumsi semen. Di sisi investasi non bangunan, suplai impor barang modal industri seperti mesin, peralatan industri dan suku cadang relatif menurun. Dari sisi ekspektasi, kalangan usaha menyatakan bahwa situasi usaha dan bisnis 6 bulan mendatang masih pesimis.
%, y-o-y 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%, y-o-y
g.PDRB Investasi Jkt g.Kons Semen Jkt(rhs)
%, y-o-y 80
10
60
9
40
2007
2008
150 100
7
50
-20
6
0
-40
5
-50
-60
4
0
2006
200
8
20
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
%, y-o-y
g.PDRB Investasi Jkt (lhs) g.Bahan konstruksi
2009
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-100
2009
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik I.11 Survei Penjualan Eceran
Grafik I.10 Konsumsi Semen Jakarta
90
Total Sektor
Total Industri Pengolahan
90
80 80
70 60
70
50 40 30
1
2
3 2007
4
1
2
3 2008
4
1* 2009
60
%, y-o-y %, y-o-y 10 g.PDRB Investasi Jkt 9 g.Volum Tertimbang 8 Impor Brg Modal (rhs) 7 6 5 4 3 2 1 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2006 2007 2008 2009
160 110 60 10 -40 -90
* data sementara
Grafik I.12 Utilisasi Kapasitas Industri
Grafik I.13 Impor Barang Modal
Sementara realisasi belanja investasi pemerintah daerah relatif lebih cepat dari target yang dicanangkan. Realisasi belanja pemerintah daerah Jakarta triwulan I mencapai 9,31 persen atau Rp 2,087 triliun, relatif lebih cepat dibandingkan
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
5
Triwulan I - 2009
target 4-5 persen. Belanja infrastruktur pemerintah daerah Jakarta pada tahun 2009 terutama akan ditujukan bagi pembangunan infrastruktur, banjir kanal timur (KBT), perbaikan jalan, pembangunan irigasi, pembangunan fly over.
%, y-o-y 250
60
200
50
150
40
100
30
50
20
0
10
-50
0
-100
-10
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2006
2007
2008
12
Indeks SBT Ekspektasi Situasi Bisnis Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1p
2009
g.Capital Goods (Except Transport Equipment) g.Transport Equipment, Passenger Motor Cars g.Transport Equipment, (Industrial)
2006
2007
2008
Sumber : SKDU Jakarta
Grafik I.15 Ekspektasi Kegiatan Usaha
Grafik I.14 Impor Barang Modal Utama
Dari sisi pembiayaan, kredit investasi perbankan maupun penerbitan IPO saham dan obligasi menurun. Pembiayaan investasi yang berasal dari dana perbankan yang berlokasi di Jakarta masih menunjukkan tren yang menurun 51,5% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (55,3%). Sementara itu, di sisi pembiayaan yang berasal dari pasar modal sampai dengan akhir bulan Maret 2009 hanya tercatat Initial Public Offering (IPO) obligasi baru, dari 1 emiten perusahaan financing sebesar Rp 900 miliar.
%, y-o-y 10 9
%, y-o-y
g.PDRB Investasi Jkt g.kredit investasi Jkt (rhs)
8 7 6 5 4 3 2 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2006 2007 2008 2009
Rp miliar 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20
Grafik I.16 Kredit Investasi Berdasarkan Lokasi Proyek
6
20000
Obligasi Saham Pasar Modal
16000 12000 8000 4000 0
1
2
3
4
5
6 7
8 9 10 11 12 1 2
2008
3
2008
Grafik I.17 IPO Saham dan Obligasi
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
3. Kegiatan Ekspor-Impor Kegiatan ekspor-impor di Jakarta pada triwulan I-2009 masih menunjukkan net ekspor yang negatif, yaitu dari -40,4% menjadi -28,1%. Namun demikian, negatifnya semakin kecil karena ekspor stabil sementara impor melambat. Ekspor5 yang masih stabil diperkirakan dari ekspor antar daerah yang masih positif, karena didorong oleh Jakarta sebagai hub perdagangan dari dan ke provinsi/daerah lain. Impor Jakarta tumbuh 11,1%, melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2008 (12,9%). Faktor utama yang mempengaruhi melemahnya pertumbuhan impor antara lain adalah industri dengan import content tinggi melemah. Ketergantungan terhadap bahan baku dan barang modal untuk kegiatan proses produksi yang menghasilkan barang konsumsi juga relatif tinggi. Pengaruh pelemahan impor diperkirakan akan saling berpengaruh terhadap kondisi konsumsi dan investasi di Jakarta. Namun demikian, impor yang cukup besar tersebut untuk kebutuhan bahan baku impor bagi industriindustri yang berlokasi di luar Jakarta yang diimpor melalui pelabuhan Jakarta, sehingga impor tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan impor Jakarta.
Juta USD 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
%, y-o-y
%, y-o-y 80 60 40 20 0 -20
Total Impor Jakarta g. Total impor Jkt (rhs) 1
2
3
4
5 6
7
8
9 10 11 12 1
2008
Grafik I.18 Nilai Impor Jakarta
2
-40
140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60
g.Barang Konsumsi g.Bahan Baku g.Barang Modal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 121 2
2009
2007
2008
2009
Grafik I.19 Perkembangan Volume Impor Jakarta
Ekspor untuk sementara masih tumbuh stabil, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa prompt indicator yang masih baik. Total ekspor terutama untuk kelompok pertanian masih sedikit meningkat. Namun demikian perlu diwaspadai untuk produk manufaktur Jakarta seperti komoditi barang kimia, 5 Ekspor pada PDRB mencakup ekspor ke luar negeri dan ekspor antar daerah.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
7
Triwulan I - 2009
mesin dan perlengkapan transportasi, pakaian, alas kaki dan barang-barang manufaktur lainnya.
Juta Kg
%, y-o-y
400 350
%, y-o-y 100
Total Ekspor g.Total Ekspor (rhs)
80
150
300
60
250
40
50
200 150
20
-
0
100 50 0
g.Manufaktur g.Pertanian
100
-20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2
2007
2008
-40
(50) (100)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2
2009
2007
2008
Grafik I.21 Perkembangan Volume Ekspor
Grafik I.20 Perkembangan Nilai Ekspor
%, y-o-y Pertanian Tambang 1,2% 0,0%
Manufaktur 98,8%
2009
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -500
%, y-o-y
200 150 100 50 0 -50
2
4
6
8
10 12 2
4
2007
6
2008
8 10 12 2
-100
2009
Non metalic minerals mfs (lhs) Ess. Oils & perfum materials Animal&Vegetable Oils & Fats (lhs) Misc. Food preparations Metalliferous ores&metal scr
Grafik I.22 Komposisi Ekspor Jakarta Berdasarkan Komoditi
Grafik I.23 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komponen Utama Manufaktur Jakarta
B. SISI PENAWARAN Sektor utama di DKI Jakarta mulai tumbuh melambat. Sektor industri, perdagangan, keuangan dan bangunan diperkirakan mulai terimbas oleh dampak krisis keuangan global sehingga pertumbuhannya mulai melambat. Salah satu faktor pendorongnya adalah melemahnya permintaan internasional dan permintaan domestik.
8
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Tabel I.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Jakarta (%, y-o-y) DKI
Q1-2008
Q2-2008
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa
1,4 1,5 4,1 6,8 7,5 6,8 15,2 4,1 6,4
-0,3 0,9 4,0 7,0 7,6 6,2 14,9 4,1 6,0
0,7 -0,3 3,9 5,6 7,8 6,2 15,0 4,2 6,0
PDRB
6,3
6,1
6,1
2008*
Q1-2009*
Kontribusi Q1-2009
1,4 0,0 3,6 5,9 7,8 5,8 14,8 4,8 5,9
0,8 1,3 4,0 6,3 7,8 6,3 15,0 4,0 6,0
1,4 0,4 2,3 6,5 6,9 5,4 15,4 4,4 5,8
0,0 0,0 0,4 0,0 0,7 1,2 1,5 1,3 0,7
6,2
6,2
5,8
5,8
Q3-2008 Q4-2008*
* angka sementara Sumber : BPS, diolah
1. Industri Pada triwulan I-2009, sektor industri tumbuh melambat 2,3%, dibandingkan triwulan sebelumnya (3,6%). Perlambatan di sektor industri terindikasi pada penurunan penggunaan energi dan turunnya indeks produksi beberapa industri. Konsumsi energi industri (BBM dan listrik) cenderung turun. Indeks produksi industri secara total juga turun. Secara individual indeks produksi industri yang turun adalah industi tekstil (TPT) dan mesin. Sementara itu indeks produksi industri makanan masih tumbuh meskipun relatif terbatas. Upaya pemerintah untuk membantu industri terutama TPT adalah keringanan biaya masuk bagi industri dengan local content tertentu. Pelemahan sektor industri telah
%, y-o-y
%, y-o-y
6
g.PDRB Industri Jkt g.Kons Listrik Industri (rhs)
5 4 3 2 1 0
3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
Sumber : PLN, diolah
Grafik I.24 Pemakaian Listrik Industri
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
2009
%, y-o-y 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
7 6
%, y-o-y
g.PDRB Industri Jkt g.Kons. BBM Industri (rhs)
5
200 150 100
4
50
3 0
2
-50
1
0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -100 2006 2007 2008 2009 Sumber : Pertamina, diolah
Grafik I.25 Konsumsi BBM Industri
9
Triwulan I - 2009
%, y-o-y
%, y-o-y
6
20
5
15 10
4
5 3
0
2
-5
1
g.PDRB Industri Jkt g.Industrial Production Index(rhs)
-10
0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -15 2006 2007 2008 2009 Sumber : CEIC, diolah
Grafik I.26 Indeks Produksi Industri
mendorong langkah efisiensi industri dengan mengurangi jumlah tenaga kerja sebanyak 17.150 orang (24 April 2009). Pembiayaan perbankan terhadap sektor industri sedikit menurun dengan risk profile sektor industri yang masih relatif tinggi. Pelemahan pembiayaan perbankan di sektor industri menjadi sekitar 35,5%, menurun dibandingkan posisi triwulan IV-2008 yang mampu mencapai 37,6%. Pelemahan tersebut menimbulkan pula tren resiko kredit yang cenderung naik masih di atas ambang aman NPLs (7,2%).
2. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 6,9%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV-2008 (7,8%). Perlambatan pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan bersumber dari melambatnya pembangunan properti oleh swasta, khususnya properti residensial akibat melemahnya permintaan. Proyek yang berjalan pada triwulan ini hanya merupakan penyelesaian proyek lama yang belum kelar. Bahkan beberapa perusahaan multinasional menyatakan melakukan penundaaan ekspansi pada tahun 2009. Sementara beberapa kegiatan pembangunan infrastruktur pemerintah di DKI Jakarta masih terus berlanjut dan beberapa proyek telah selesai, diantaranya perbaikan 86 jalan 158 jalan rusak, penggalian dan pembangunan jembatan Proyek Banjir Kanal Timur. Melemahnya kinerja sektor bangunan diikuti pembiayaan perbankan yang menurun. Posisi kredit perbankan di sektor bangunan yang berlokasi di
10
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
%, y-o-y
Ribuan meter 2
%, y-o-y
8,5
80 40
7,5
%, y-o-y
Unit Tersedia g.Unit Tersedia (rhs)
60
8
60
20 0
7
-20 6,5 6
65
g.PDRB Bangunan Jkt g.Semen Jkt(rhs)
2007
2008
50
-40
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
55
-60
45
2009
Sumber : CEIC, diolah
III
IV
I
2007
II
III
IVp
2008
Ip
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
2009
Sumber : CII, diolah
Grafik I.28 Pembangunan Apartemen di Jakarta
Grafik I.27 Konsumsi Semen Jakarta
Jakarta pada posisi akhir Februari 2009 mencapai Rp 25,1 triliun, melambat menjadi naik 31,2% (y-o-y) dibandingkan triwulan sebelumnya (35,4%). Sementara itu, risiko kredit (NPLs) sektor bangunan dalam tren yang relatif meningkat (5,2%).
3. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 5,4% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2008 (5,8%). Melambatnya kinerja perdagangan, dipengaruhi oleh kecenderungan terbatasnya konsumsi masyarakat. Perlambatan sektor perdagangan/hotel/ restoran dikonfirmasi dengan beberapa prompt indikator dan hasil survei,
%, y-o-y 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%, y-o-y
%, y-o-y 30 20 10 0
g.PDRB Perdagangan Jkt g.Kons Listrik Bisnis (rhs) 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
Sumber : PLN, diolah
Grafik I.29 Survei Penjualan Eceran
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
2009
-10
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
%, y-o-y g.PDRB Perdagangan Jkt g.Kons Listrik Bisnis (rhs)
30 20 10 0
3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-10
2009
Sumber : PLN, diolah
Grafik I.30 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
11
Triwulan I - 2009
%, y-o-y
%, y-o-y
10 8 6 4 2 0
g.PDRB Perdagangan Jkt g.Brg Tnjg. Priok (rhs) 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik I.31 Jumlah Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Priok (BPS)
diantaranya pertumbuhan indeks penjualan eceran6 dan konsumsi listrik sektor bisnis. Di sisi lain, occupancy rate persewaan untuk sektor retail 7 sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan perdagangan dapat tertahan seiring masih kuatnya arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok. Subsektor hotel dan restoran diperkirakan tumbuh relatif stabil. Jumlah wisman yang masuk melalui bandara Sukarno Hatta dan Tanjung Priok relatif normal. Tingkat hunian hotel terlihat agak menurun, beberapa libur panjang yang terjadi di triwulan I 2009 tujuan wisatawan justru dilakukan ke luar Jakarta.
Ribuan orang 170
Ribuan orang
Kedatangan di Empat Pintu Utama Jakarta Kedatangan di Tanjung Priok(rhs)
150
% 9 8 7
110
6
55
90
5
50
70
4
50
3 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
Sumber : CEIC
Grafik I.32 Arus wisatawan mancanegara
2009
2
Tingkat hunian hotel Jakarta Lama tinggal turis di Jakarta (rhs)
60
130
30
Hari
65
4 3 2 1
45 40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
0
2009
Sumber : CEIC
Grafik I.33 Tingkat Hunian Hotel di Jakarta
6 Survei Penjualan Eceran-BI. 7 Survei oleh Collier International Indonesia.
12
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Sementara itu, dukungan pembiayaan perbankan ke sektor ini masih kuat dengan perfomance kredit yang baik. Posisi kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini masih tumbuh tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada posisi akhir Februari 2009, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp 72,9 triliun, naik 24,7% (y-o-y). Sementara itu, performance kredit yang tercermin pada NPLs tetap berada di level yang rendah (3,5%).
4. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap tumbuh pada level yang tinggi (15,4%), dan sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2008 (14,8%). Subsektor komunikasi masih tumbuh meningkat, tercermin dari jumlah pelanggan seluler yang masih tumbuh di atas 50%. Peningkatan tersebut terkait peningkatan kapasitas oleh beberapa provider seluler yang diikuti dengan inovasi produk, serta tarif yang kompetitif mampu meningkatkan kinerja subsektor komunikasi. Demikian pula kinerja di subsektor pengangkutan masih cukup tinggi. Indikator yang mendukung terjadinya meningkatnya pertumbuhan sub sektor ini antara lain adalah jumlah penumpang transportasi kereta maupun pesawat di DKI Jakarta. Dengan pembukaan jalur baru busway koridor VIII diperkirakan akan memberikan efek kepada pertumbuhan sektor ini. Jumlah penumpang busway terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 menjadi 38,8 juta penumpang (tiga koridor), 2007 naik menjadi 61,4 juta penumpang, dan 2008 menjadi 74,6 juta penumpang (tujuh koridor). Sejak Januari hingga 15 Maret 2009, jumlah penumpang sudah mencapai 15,5 juta orang.
Jumlah pelanggan (juta orang) 140
%, y-o-y 70
Cellular (telkomsel + Indosat+ProXL) g.Cellular (rhs)
120
60
100
50
80
40
60
30
40
20
20
10
0
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber : CEIC dan Pers Release
Grafik I.34 Perkembangan Telepon Seluler
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
0
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
%, y-o-y
%, y-o-y
g.PDRB Transport Jkt g.Pnpg KA Jabodetabek (rhs)
30 25 20 15 10 5
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
0 -5 -10
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik I.35 Jumlah Penumpang KA Jabodetabek
13
Triwulan I - 2009
%, y-o-y 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
%, y-o-y
g.PDRB Transport Jkt
g.Pnpg Soeka (rhs)
50 40 30 20 10 0 -10
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2007
2008
-20
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik I.36 Jumlah Penumpang Udara di Bandara Soekarno Hatta
Dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor pengangkutan masih cukup tinggi dengan risiko kredit yang cukup kecil. Posisi kredit yang disalurkan perbankan pada sektor ini per posisi akhir bulan Februari 2009 tercatat sebesar Rp 45,7 triliun, naik 59,5% (y-o-y). Peningkatan kredit ini diikuti dengan kualitas kredit yang masih baik (NPLs sebesar 3,1%).
5. Keuangan, Persewaan dan Jasa Pada triwulan laporan, sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh 4,4%, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (4,8%). Dampak krisis keuangan global secara langsung diperkirakan hanya sedikit berdampak pada sektor keuangan, antara lain karena rendahnya portofolio instrumen keuangan asing bermasalah yang dimiliki lembaga keuangan domestik. Dampak yang lebih
Tabel I.3 Perkembangan Kegiatan Bank Uraian Jakarta
DPK Pertumbuhan Kredit Lokasi Bank Pertumbuhan Kredit Lokasi Proyek Pertumbuhan LDR NPL
2008 1
2
2009 3
4
1*
Rp Miliar 717.000,7 765.022,5 785.919,1 868.802,7 881.884,8 (%, y-o-y) 15,7 15,8 15,2 15,6 23,0 Rp Miliar 524.871,4 577.897,6 633.266,8 674.870,4 670.748,2 (%, y-o-y) 32,5 34,8 40,5 33,0 27,8 Rp Miliar 374.904,6 408.253,9 450.225,6 483.947,8 479.266,6 (%, y-o-y) 33,7 39,3 41,1 48,8 32,5 (%) 73,2 75,5 80,6 77,7 76,1 (%) 3,9 3,8 3,6 3,8 4,3
*) s.d. Februari 2009
14
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Rp Triliun 160 140 120 100
%, y-o-y
Rp Triliun 60
Total Pembiayaan g.Total Pembiayaan (rhs)
50 40
80
30
60 40
20
20 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
12 8 4
0
0
Grafik I.37 Perkembangan Kegiatan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Nilai Tambah Bank g.NTB (rhs)
16
10
2009
%, y-o-y
20
1
2
3
4
1
2006
2
3
2007
4
1
2
3
4
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
2008
Grafik I.38 Perkembangan NTB Bank di Jakarta
dalam justru disebabkan oleh melemahnya kinerja di sektor riil yang melemah sebagai akibat krisis global yang pada gilirannya telah menyebabkan risk exposure di sektor riil dan juga daya beli masyarakat terganggu. Sehingga pertumbuhan kredit melemah disertai kenaikan NPL. Hal ini menyebabkan lembaga keuangan semakin meningkatkan kehati-hatian. Sementara itu, di subsektor persewaan dan jasa pada triwulan diperkirakan masih tumbuh moderat. Melemahnya kegiatan usaha diperkirakan menyebabkan sewa untuk perkantoran, apartemen dan retail masih mengalami pertumbuhan yang moderat. Tingkat hunian (occupancy rate) persewaan gedung perkantoran relatif stabil di sekitar 90%8.
5.000.000 4.500.000 4.000.000
Supply Demand Ocupancy Rate
95% 90%
3.500.000 3.000.000
85%
2.500.000
80%
2.000.000 1.500.000
75%
1.000.000
2000 2002 2004 2006 2008 2010p 2001 2003 2005 2007 2009p 2011p
70%
Sumber : Colliers International Indonesia - Research Departement
Grafik I.39 Tingkat Hunian dan Persediaan Perkantoran
8 Berdasarkan publikasi Collier International Indonesia.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
15
Triwulan I - 2009
boks 1 Composit Leading Indicator (CLI) PDRB DKI Jakarta
Leading indicator (indikator penuntun) mempunyai fungsi yang berbeda dengan model makro (ekonometri) jangka panjang maupun model proyeksi jangka pendek. Leading indicator digunakan untuk mengidentifikasi suatu siklus perekonomian apakah berada dalam fase kontraksi maupun ekspansi dan juga menentukan titik balik arah fase dalam perekonomian. Pergerakan bulanan leading indikator sendiri dapat berbeda dengan series acuannya. Hal ini dimungkinkan selama pergerakan leading indikator dan series acuan berada pada fase yang sama. Selama belum terdapat titik balik maka perbedaan pergerakan tersebut dapat diabaikan. Metodologi yang digunakan adalah metode growth cycle yang dikembangkan oleh the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Metode pendekatan ≈growth cycle∆ atau ≈deviation from trend∆ menyatakan bahwa fase kontraksi maupun ekspansi dinyatakan dengan penurunan atau peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tidak harus melihat pada nilai absolutnya. Metode ini mengacu pada metode dasar dari business cycle yang dikembangkan oleh National Bureau of Economic Research (NBER). Secara garis besar, tahapan yang harus dilalui dalam metode ini meliputi: (1) penentuan series acuan; (2) penentuan titik balik series acuan; (3) pemilihan komponen pembentuk CLI; dan (4) pembentukan dan pemilihan CLI. Kajian ini akan membahas tentang CLI (Composite Leading Indicators) PDRB DKI Jakarta. Acuan (reference series) yang akan dikaji untuk sementara adalah PDRB DKI Jakarta. Sebelum
16
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
menentukan titik balik series acuan, dilakukan prosedur awal yakni membersihkan data dari unsur musiman dan trend, menggunakan metode PAT (Phase Average Trend). Setelah itu, baru dilakukan penentuan titik balik menggunakan metode Bry-Boschan Routine9. Terlihat bahwa siklus pertumbuhan DKI Jakarta yang terjadi bergerak dalam rentang waktu lebih dari satu tahun (sekitar 27 bulan). Artinya, secara rata-rata, siklus pertumbuhan DKI Jakarta akan bergerak dari titik puncak (peak) menuju lembah (trough) dan kembali ke titik puncak lagi dalam periode 27 bulan.
Tabel 1 Kandidat Pembentuk CLI Pertumbuhan PDRB Jakarta
Period
Median lead (+) at Cross turning points (TP) correlation Peak Trough All TP
1 2 3
All Series g.ipi g.kredit konsumsi
g.nilai impor bahan baku 4 g.nilai impor barang modal 5 g.penjualan mobil 6 g.nilai tukar 7 g.real exchange rate 8 g.nilai RTGS 9 g.survei penjualan eceran 10 g.nilai ekspor total
Time Lines
Keterangan
Coef.
2002M1 - 2008M11 32 2002M1 - 2008M12 31
28 25
30 27
0,241 0,706
2002M1 - 2008M12
2
-1
-1
0,608
2002M1 - 2008M12 36
27
35
0,461
2002M1 - 2008M12 3 2002M1 - 2009M1 14 2002M1 - 2009M1 14 2002M1 - 2008M12 23 2002M1 - 2008M12 7
-1 -5 -1 16 1
-1 5 7 16 1
0,360 0,622 0,558 0,450 0,412
2002M1 - 2008M12 11
7
7
0,767
lag 3 bulan indeks produksi industri lag 2 bulan nilai kredit konsumsi Jakarta lag 1 bulan nilai impor bahan baku Jakarta lag 1 bulan nilai impor bahan modal Jakarta lag 1 bulan penjualan mobil Jakarta lag 1 bulan nilai tukar Rp / USD lag 1 bulan real exchange rate lag 1 bulan nilai RTGS Jakarta lag 2 bulan indeks survei penjualan eceran Jakarta lag 1 bulan nilai ekspor Jakarta
Pemilihan komponen pembentuk CLI dari kandidat beberapa variabel yang secara ekonomi berkaitan dengan pertumbuhan Jakarta. Terdapat 10 (sepuluh) variabel yang telah diuji dan pantas menjadi kandidat pembentuk komposit tersebut (Tabel 1). 9 Lihat OECD Composite Leading Indicators ≈OECD System Of Composite Leading Indicators∆ pada http:// www.oecd.org/dataoecd/26/39/41629509.pdf (November 2008).
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
17
Triwulan I - 2009
Selanjutnya disusun CLI yang memberikan hasil terbaik (grafik 1), dengan hasil yang mampu mendeteksi siklus pertumbuhan PDRB Jakarta hingga sekitar 4 bulan ke depan (tabel 2).
Tabel 2 Karakteristik CLI PDRB DKI Jakarta Median lead (+) at turning points (TP) Peak
Trough
All TP
31,0
30,0
31,0
CLI
Standard deviation
Cross correlation
0,6
Lead (+)
Coef.
4
0,833
pdrb (Reference Series) and Cli 103 103 102 102 101 101 100 100 99 99 98
pdrb CLI
contraction phase
Composit indicators : ipi, kredit konsumsi, impor bahan baku, impor barang modal, rtgs, survei penjualan eceran, ekspor total 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4
2004
2005
2006
2007
2008 2009
Grafik 1 Komposit Leading Indikator PDRB DKI Jakarta
Dengan menggunakan CLI tersebut, pertumbuhan ekonomi Jakarta masih dalam siklus perlambatan. Siklus pertumbuhan menurut metode Bry-Boschan, phase perlambatan pertumbuhan PDRB DKI Jakarta telah terjadi mulai triwulan II 2007 dan masih berlangsung hingga triwulan I-2009 dan diperkirakan pula pada triwulan II-2009 masih juga belum memperlihatkan tanda-tanda ekspansi (Grafik 1).
18
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 2
Perkembangan Inflasi Jakarta
Pada triwulan I 2009 tekanan IHK di DKI Jakarta menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada triwulan ini tercatat 7,73% (y-o-y), menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,11%. Level inflasi tersebut telah jauh lebih rendah dari puncaknya pada bulan September 2008 yang mencapai 11,31% (yoy). Bahkan pada triwulan laporan terjadi deflasi (q-t-q) sebesar 0,13%, dibandingkan triwulan sebelumnya (0,9%). Penurunan inflasi tersebut didorong oleh terjaganya pasokan kebutuhan pokok, harga BBM yang lebih rendah, ekspektasi inflasi yang membaik, serta daya beli yang melambat. Terkendalinya tekanan inflasi juga didorong oleh perkembangan imported inflation yang menurun sejalan dengan harga komoditas internasional yang lebih rendah.
A. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK Penurunan tekanan inflasi DKI Jakarta pada triwulan I-2009 dibandingkan triwulan sebelumnya bersumber pada semua kelompok barang barang. Pada triwulan I 2009 harga BBM yang masih disubsidi (premium, solar) turun sekitar 15 %. Bahkan BBM dengan harga keekonomian (Pertamax, Minyak tanah) turun hampir 20%. Dampak lanjutan berupa penurunan tarif angkutan pada Februari 2009 yang mencapai 10 %. Penurunan tarif angkutan tersebut diikuti pula oleh penurunan tekanan kelompok inflasi lainnya (makanan dan bahan makanan), walaupun suplai barang ke DKI Jakarta disokong oleh
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
19
Triwulan I - 2009
daerah lain, misalnya beras (75 % dari Jawa Barat seperti Karawang dan Cirebon1).
%, y-o-y
(y-o-y,%) 20 15 10 5 0 Bhn Makanan Mknn jadi Perumahan Pakaian Kesehatan Pendidikan Transportasi IHK
Transports
15,7
Q1
Q2 Q3 2007
Q4
Q1
Q2 Q3 2008
Q4
11,87 12,67 12,68 11,40 11,84 15,20 18,79 15,48 3,70 3,88 4,19 5,36 9,85 9,89 10,78 12,91 5,73 6,22 7,08 4,81 6,08 8,16 13,19 14,84 4,96 3,67 5,13 8,15 13,07 13,00 10,04 8,56 4,60 2,89 3,11 3,99 5,71 5,60 6,56 7,31 6,99 6,47 9,03 9,09 8,91 7,58 5,37 5,56 0,51 0,68 0,97 0,93 1,42 8,08 8,39 6,20 5,67 5,85 6,52 6,04 7,66 9,96 11,31 11,11
Q1p 2009
0,14
6,4
Penddkn
0,20
3,6
Kesehatan
0,17
5,9
Pakaian
30,6
Permhn
16,3
Mknn jadi
21,5
Bhn Makanan
100,0
SHARE : IHK
0,47 3,56 1,58 2,26 7,73
0
10,54 9,71 11,64 7,94 4,70 3,16 0,86 7,73
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sumber : BPS, diolah
Grafik II.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang (y-o-y)
Grafik II.2 Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang Dalam Inflasi (y-o-y)
Pada triwulan ini, tercatat terjadi deflasi 0,13 % (mtm). Deflasi dapat terjadi karena dipicu oleh penurunan administered price harga BBM sekitar 10 %, yang diikuti deflasi 5,70% di kelompok transportasi. Kelompok inflasi lain yang tercatat adalah perumahan dengan deflasi sebesar 0,02%. Penyumbang terbesar deflasi tersebut berasal dari biaya bahan bakar seperti minyak tanah yang turun lebih dari 10%.
%(q-t-q) 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8
15,7 6,4
Bhn Makanan Perumahan Kesehatan Transportasi
Mknn jadi Pakaian Pendidikan IHK
2006
2007
2008
Transport Pendidikan
0,00
Kesehatan
0,01
3,6 5,9 30,6 16,3
Makanan jadi
21,5
Bhn Makanan
100,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
-0,90
Pakaian Perumahan
SHARE : IHK
0,24 -0,02 0,37 0,26 -0,13
-1,00 -0,80 -0,60 -0,40 -0,20 0,00 0,20 0,40 0,60
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik II.3 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Grafik II.4 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Kelompok
1 Data Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
20
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Secara umum, pasokan dan distribusi komoditi penting di Jakarta relatif lancar. Pasokan beras ke PIBC sedikit meningkat dari rata-rata 1,9 ribu ton per hari menjadi 2,4 ribu ton. Pasokan yang meningkat disebabkan ada daerah yang telah masuk musim panen (Jawa Barat). Sementara, seiring cuaca yang kurang baik, komoditas sayuran mengalami penurunan pasokan, dari 42 ribu ton per bulan (triwulan IV-2008) menjadi 36 ribu ton. Demikian pula, pasokan buahbuahan juga menurun, dari sekitar 33 ribu ton per bulan menjadi 23 ribu ton. Namun demikian, penurunan tersebut masih wajar, karena mekanisme distribusi memungkinkan pasokan langsung ke pasar-pasar di Jakarta, tanpa melalui pasar induk2.
ton 2,500 2,000 1,500 1,000 Pasokan Harian Pengeluaran Harian Stok Harian (rhs)
500 0
Rp
ribuan ton
3,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2007
2008
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
ton
6600
3600
6000
3000
5400
2400
4800
1800
4200
1200
3600 3000
600
Harga Beras Rata-rata Pasokan Harian (rhs) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2009
2007
2008
0
2009
Sumber : Departemen Perdagangan
Grafik II.5 Pemasukan dan Pengeluaran Beras di DKI
ribu ton 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Grafik II.6 Harga dan Pasokan Beras di PIBC
ribu ton
Rp/kg 25000 20000 15000 10000 5000
Pasokan Sayur Rata-rata Harga Sayur (rhs)
0
1 2 3 4 5 6 7 8 910 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 910 1112 1 2 3
2007
2008
2009
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.7 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Sayur
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rp/kg
7500 7000 6500 6000 5500
Pasokan Buah Rata-rata Harga Buah (rhs) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2007
5000
2008
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.8 Perkembangan Rata-rata Pasokan dan Harga Buah
2 Kecenderungan hampir terjadi pada semua pasar induk seperti Pasar Induk Sayur dan buah Kramat Jati, Pasar Induk Daging Dharma Jaya, Pasar Induk Beras Cipinang, dari hasil diskusi Tim Ketahanan Pangan Pemprov DKI Jakarta.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
21
Triwulan I - 2009
Rp 32000 27000 22000
Gula pasir Minyak goreng curah Ayam Boiler/Potong Tepung terigu Telur ayam ras
17000 12000 7000 2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2007
2008
2009
Sumber : Biro Adms Perekonomian Jakarta
Grafik II.9 Perkembangan Harga Sembako
Harga komoditas bahan makanan lainnya menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Harga daging, ikan dan telur masih pada level yang tinggi meskipun stabil. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga ketiga komoditas di atas masih pada level yang tinggi, antara lain adalah kenaikan biaya input dan khusus di sektor perikanan juga dipengaruhi oleh terganggunya pasokan akibat cuaca yang kurang baik. Sementara komoditas minyak goreng curah, tepung terigu dan gula pasir terpantau stabil.
B. INFLASI BERDASARKAN INFLASI INTI DAN NON INTI3 Menurunnya tekanan inflasi IHK pada triwulan I-2009 diperkirakan lebih bersumber dari turunnya inflasi non inti, sedangkan inflasi inti relatif stabil. Disisi administered price, penurunan harga BBM (premium, solar) turun sekitar 15%. Bahkan BBM dengan harga keekonomian (Pertamax, Minyak tanah) turun hampir 20%. Harga bahan bakar yang diatur lainnya seperti elpiji relatif masih tetap. Sementara itu, kenaikan kenaikan tarif cukai rokok per 1 Februari 2009 relatif tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi administered. Perkembangan harga untuk komoditas volatile seperti sayur-sayuran dan padipadian sedikit meningkat. Sementara harga komoditas lainnya, seperti minyak goreng, gandum, kedelai dan gula pasir stabil, seiring harga komoditas internasional yang lebih rendah.
3 Dengan diberlakukannya SBH 2007 dan keterbatasan memperoleh data yang detail (per komoditas) dari instansi yang berwewenang, maka penghitungan inflasi inti dan non inti dihentikan sejak bulan Mei 2008. Dengan keterbatasan tersebut, pembahasan inflasi inti dan non inti masih menggunakan kriteria sesuai SBH 2002.
22
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Tabel II.1 Harga BBM di Jakarta Jenis Premium Pertamax Plus Pertamax Pertamax Dex Minyak Tanah Minyak Solar
Harga (Rp) Tw IV 08 5.000 6.850 6.500 8.100 6.400 4.800
Perubahan (%)
Tw I 09 4.500 6.300 5.600 5.800 5.681 4.500
Tw III - IV 08 -16,7 -21,3 -23,1 -21,4 -32,5 -12,7
Tw IV 08 - I 09 -10,0 -8,0 -13,8 -28,4 -11,2 -6,3
Sumber : Pertamina
Di sisi inflasi inti, komoditas yang masuk dalam keranjang inflasi inti pada triwulan I-2009 diperkirakan relatif stabil. Komoditas-komoditas yang tergolong inti dan mengalami kenaikan harga terutama adalah komoditas yang masuk di kelompok sandang dan makanan jadi. Tekanan terutama berasal dari sandang yang sedikit meningkat, karena adanya sedikit naiknya harga emas perhiasan. Perkembangan tersebut didorong oleh ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang membaik disertai dengan daya beli yang melemah.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
23
Triwulan I - 2009
halaman ini sengaja dikosongkan
24
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 3
Perkembangan Perbankan1
Meskipun tekanan terhadap sektor keuangan meningkat namun kinerja sektor perbankan masih relatif baik. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada triwulan I-2009 (Februari) naik 23,0% (y-o-y). Namun seiring dengan perlambatan ekonomi, penyaluran kredit bank yang berlokasi di Jakarta, melambat menjadi 27,8% (y-o-y). Dengan perkembangan tersebut kegiatan intermediasi perbankan di Jakarta mengalami penurunan menjadi 76,1% dibanding triwulan sebelumnya (77,7%). Tren risiko kredit sebagaimana tercermin pada angka NPLs Gross relatif masih terkendali. Dari sisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) penyaluran di Jakarta masih tertinggi dibanding provinsi lainnya, dan pertumbuhannya masih meningkat pada triwulan ini.
A. INTERMEDIASI PERBANKAN Kegiatan intermediasi perbankan yang tercermin dalam Loan to deposit ratio (LDR) berdasarkan lokasi bank di Jakarta sedikit menurun dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut dipicu oleh akselerasi peningkatan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih besar daripada kredit. Peningkatan DPK terjadi pada semua komponen (giro, tabungan dan deposito). Sementara itu, kredit justru sedikit melambat. Faktor yang mempengaruhi 1 Data yang disajikan dan dianalisis adalah data yang didasarkan pada kegiatan kantor bank yang berlokasi di wilayah Jakarta, bukan data menurut kriteria lokasi proyek. Fokusnya adalah untuk mengetahui perkembangan kegiatan kantor bank yang berlokasi di Jakarta, termasuk risiko yang dihadapi bank di Jakarta. Sumber data berasal dari Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
25
Triwulan I - 2009
antara lain adalah dari permintaan kredit masyarakat yang melemah sementara dari sisi perbankan suku bunga kredit relatif masih tinggi.
Tabel III.1 Beberapa Indikator Perbankan Jakarta 2008
Uraian Jakarta
DPK Pertumbuhan Kredit Lokasi Bank Pertumbuhan Kredit Lokasi Proyek Pertumbuhan LDR NPL
1
2
2009 3
4
1*
Rp Miliar 717.000,7 765.022,5 785.919,1 868.802,7 881.884,8 (%, y-o-y) 15,7 15,8 15,2 15,6 23,0 Rp Miliar 524.871,4 577.897,6 633.266,8 674.870,4 670.748,2 (%, y-o-y) 32,5 34,8 40,5 33,0 27,8 Rp Miliar 374.904,6 408.253,9 450.225,6 483.947,8 479.266,6 (%, y-o-y) 33,7 39,3 41,1 48,8 32,5 (%) 73,2 75,5 80,6 77,7 76,1 (%) 3,9 3,8 3,6 3,8 4,3
*) s.d. Februari 2009
Kredit yang disalurkan ada pula yang ditujukan untuk proyek di Luar Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan oleh LDR dengan menggunakan kredit berdasarkan lokasi proyek2 yang menunjukan angka rasio LDR yang lebih rendah (Grafik III.2). Pada posisi akhir bulan Februari 2009, penghitungan LDR dengan menggunakan jumlah kredit berdasarkan lokasi proyek di Jakarta adalah 54,3%, turun dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2008 (55,7%). Jumlah kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Jakarta pada posisi akhir
% 85 80
% 100
Jakarta Nasional
80
Jakarta Nasional
75 70
60
65
40
60
20
55 50
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
Grafik III.1 LDR Kredit Lokasi Bank
2009
0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
Grafik III.2 LDR Kredit Lokasi Proyek
2 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan di suatu daerah atau wilayah tertentu, tempat dimana lokasi proyek yang dibiayai kredit tersebut berada tanpa memperhatikan asal daerah/wilayah kantor bank yang membiayai.
26
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Februari 2009 adalah Rp 479,3 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Jakarta pada posisi yang sama sebesar Rp 670,7 triliun. Artinya, sebanyak Rp 191,5 triliun kredit yang disalurkan oleh perbankan di Jakarta digunakan untuk membiayai proyek yang berlokasi di luar Jakarta.
1. Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan di Jakarta sampai dengan Februari 2009 sedikit meningkat. Secara tahunan (y-o-y) penghimpunan DPK meningkat (21,4%), dibandingkan dengan peningkatan triwulan sebelumnya (15,6%). Dengan perkembangan ini pertumbuhan penghimpunan DPK secara akumulatif sampai dengan Februari 2009 meningkat 1,5% (y-t-d).
Rp triliun 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Total (lhs) g(y-o-y)
% g(y-t-d)
%, y-o-y 25
40
20
30
15
20
10
10
5 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
Grafik III.3 Perkembangan DPK Jakarta
2009
0
-5
-10
-10
-20
Giro Tabungan Deposito 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
Grafik III.4 Perkembangan Komponen DPK Jakarta
Peningkatan penghimpunan DPK bersumber dari kenaikan seluruh komponen DPK. Pada posisi Februari 2009 peningkatan terbesar terjadi pada deposito (25,4%) sementara giro dan tabungan masing-masing (19,1%) dan 10,8%. Peningkatan deposito dan giro yang tinggi terutama bersumber dari peningkatan dana milik perusahaan swasta non lembaga keuangan, dana deposan individual dan BUMN/BUMD. Sementara DPK yang berasal dari Pemerintah Daerah terpantau menurun. Struktur atau komposisi dana pihak ketiga (DPK) perbankan di DKI Jakarta relatif tidak berubah, deposito tetap memiliki porsi tertinggi. Simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp 512,4 triliun (58,1%), diikuti giro Rp 233,2 triliun (26,4%) dan tabungan Rp 136,3 triliun (15,5%). Faktor yang
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
27
Triwulan I - 2009
mempengaruhi tingginya porsi deposito di dalam komposisi DPK antara lain dikarenakan sebagian deposan masih menganggap deposito masih menguntungkan dan aman. Sementara itu, berdasarkan kepemilikannya sebesar 50,2% DPK perbankan di Jakarta dimiliki oleh nasabah dari sektor swasta (terutama nasabah individual), 34,9% dimiliki oleh perusahaan bukan lembaga keuangan swasta.
Rp Triliun 1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Rp triliun
Deposito Tabungan Giro
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2
2007
2008
Sektor Swasta Lainnya BU Bukan-Keuangan Milik Swasta BU Bukan Keuangan Milik Negara
Grafik III.5 Komposisi DPK Bank Umum Jakarta
2009
Pemerintah Daerah Lembaga Keuangan Lainnya
Grafik III.6 Kepemilikan DPK Bank di Jakarta
2. Penyaluran Kredit Pertumbuhan penyaluran kredit oleh perbankan Jakarta terpantau sedikit melambat. Pada triwulan laporan (Februari 2009) pertumbuhan kredit mencapai 27,8% (y-o-y). Peningkatan terjadi pada kredit investasi (dari 45,6% menjadi 45,8%) dan kredit modal kerja dari 28,4% menjadi 29,1%. Sementara kredit konsumsi, cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan dari 31,7% menjadi 26,9%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kredit modal kerja adalah kebutuhan modal kerja, khususnya di sektor perdagangan dan pengangkutan masih tinggi. Sementara untuk kredit investasi antara lain disalurkan di sektor industri dan listrik, gas dan air minum yang peningkatan kreditnya cukup signifikan. Untuk kredit konsumsi, pertumbuhannya relatif melambat, antara lain terkait dengan kehatian-hatian bank yang meningkat, terutama terkait dengan keyakinan bank atas kemampuan nasabah individual non bisnis. Sementara dari sisi nasabah, permintaan kredit juga menunjukkan penurunan, didorong kegiatan bisnis yang masih melemah.
28
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Triliun rupiah 800
%
Total kredit (sisi kiri) y-o-y y-t-d
700 600 500 400 300 200 100 0
2
4
6
8
10 12 2
2007
4
6
8
2008
10 12 2
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5
Triliun rupiah 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
2009
Triliun Rupiah 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
% 50 40 20 10 0
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2008
2009
Grafik III.9 Perkembangan Kredit Investasi
20 10 0 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2007
2008
Triliun Rupiah 60
30
2007
40
-10
2009
Grafik III.8 Perkembangan Kredit Modal Kerja
Investasi (sisi kiri) g.Investasi (y-o-y) g.Investasi (y-to-d)
2006
50
30
2006
Grafik III.7 Perkembangan Kredit Jakarta
%
Modal Kerja (sisi kiri) g.Modal Kerja (y-o-y) g.Modal Kerja (y-to-d)
-10
160 140 120 100 80 60 40 20 0
%
Konsumsi (sisi kiri) gKonsumsi (y-o-y) gKonsumsi (y-to-d)
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10
2009
Grafik III.10 Perkembangan Kredit Konsumsi
Secara sektoral kredit yang disalurkan oleh perbankan di Jakarta terkonsentrasi di sektor industri, lain-lain, perdagangan dan jasa dunia usaha usaha. Posisi kredit di sektor industri sampai dengan bulan Februari 2009 Rp 167,2 triliun (24,9%), sektor lain-lain Rp136,5 triliun (20,4%), sektor jasa dunia usaha Rp108,6 triliun (16,2%) dan sektor perdagangan Rp91,3 triliun (13,6%). Kredit di masingmasing sektor tersebut, tumbuh di atas 20% (y-o-y). Dengan peningkatan tertinggi pada kredit di sektor listrik, gas dan air minum (134,0%); sektor transpor (55,1%); sektor jasa dunia usaha (38,0%); sektor industri (34,8%); dan sektor perdagangan (21,2%). Tingginya outstanding kredit yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha tersebut menunjukkan bahwa arah pembiayaan kredit bank untuk mendukung perekonomian masih pada jalur yang benar, yaitu mampu memberikan multiplier effect yang lebih ketimbang kredit disalurkan untuk membiayai konsumsi.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
29
Triwulan I - 2009
%, y-o-y 70 60 50
%, y-o-y 120
Industri Perdagangan Jasa DU
40
60
30 20
40 20 0
10 0 -10
Jasa Sosial/Masyarakat Konstruksi Pengk, perg, kom
100 80
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
-20 -40
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2009
Grafik III.11 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi Utama
2007
2008
2009
Grafik III.12 Perkembangan Kredit Sektor Ekonomi
B. RISIKO KREDIT PERBANKAN Sampai dengan triwulan laporan, tren risiko kredit perbankan relatif terkendali. Sampai dengan posisi akhir Februari 2009, risiko kredit relatif rendah yang tercermin pada NPLs gross bank yang sedikit meningkat namun masih dalam batas aman rasio NPLs (di bawah 5%). Peningkatan NPL terjadi pada sektor bangunan, terutama karena peningkatan kredit bermasalah untuk KPR di atas tipe 70 dan KPR ruko/rukan.
Rp triliun 40
% Nominal Non Performing Loan Jakarta Non Performing Loan (%) (rhs)
35 30
10 8
25
6
20 15
4
10
2
5 0
% 12
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
Grafik III.13 NPLs Perbankan Jakarta
2009
0
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
Konsumsi Modal Kerja Investasi
batas NPL
2 4 6 8 10
2006
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2007
2008
2009
Grafik III.14 NPLs Jenis Penggunaan
Menurut jenis penggunaan dan sektoral, NPLs semua skim kredit trennya meningkat meskipun secara umum masih berada di bawah batas aman yang diatur. NPLs kredit modal kerja, investasi dan konsumsi perbankan di Jakarta per Februari 2009 berturut-turut adalah 4,0%, 4,9% dan 4,5%. Secara sektoral
30
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
NPLs di sektor industri dan bangunan telah melewati ambang batas yang diperkenankan. Tingginya NPLs di sektor industri (7,2%) antara lain disebabkan olehrisk profile di sektor ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.
%
%
20
Jasa Dunia Usaha Lain-Lain Industri Pengolahan Perdg, Rest, dan Hotel
15 10 5
batas NPL
0 -5
2 4 6 8 10
2006
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2007
2008
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Konstruksi Peng., Pergd., dan Kom. Pert., Perb., & Alat Pert. Pertambangan
batas NPL
1 2 3 4 5 6 7 8 910111 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2
2006
2009
Grafik III.15 NPLs Sektor Ekonomi Utama
2007
2008
2009
Grafik III.16 NPLs Sektor Ekonomi
C. KREDIT UMKM (LOKASI PROYEK) Di tengah pelemahan ekonomi, posisi kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) di Bank Umum di Jakarta masih sedikit meningkat (20,6%). Posisi kredit UMKM di Jakarta hingga akhir bulan Februari 2009 meningkat menjadi Rp 133 triliun. Secara jumlah nominal, posisi kredit MKM3 di Jakarta tersebut masih tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Kredit MKM di Jakarta sampai dengan akhir
Rp triliun 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Rp ribu triliun
%, y-o-y 700
UMKM Jakarta 21,2% UMKM Nasional (rhs)
600 500 400 300 200 100
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
Grafik III.17 Proporsi Kredit UMKM
2009
-
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
g Kredit UMKM Jakarta g Total Kredit Jakarta
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
Grafik III.18 Pertumbuhan Kredit
3 Termasuk kredit UMKM oleh BPR, BPRS dan Bank Syariah namun tidak termasuk kartu kredit.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
31
Triwulan I - 2009
bulan Februari 2009 sebesar Rp 133 triliun (22,4%), menyusul kemudian adalah Jawa Barat (15,5%), Jawa Timur (11,8%), dan Jawa Tengah (9,6%). Di sisi penggunaan, sebagian besar kredit MKM digunakan untuk konsumsi dan modal kerja, sementara untuk investasi relatif rendah. Dengan menggunakan angka MKM nasional, kredit MKM konsumsi memiliki porsi 52,7%, modal kerja 38,7%, dan investasi hanya 8,6% dari total outstanding Rp 655,8 triliun. Sementara itu, di sisi sektoral tingginya kredit konsumsi tercermin pada tingginya outstanding MKM pada sektor lain-lain (53,3%) dan untuk modal kerja tercermin pada tingginya outstanding kredit di sektor perdagangan (24,8%). Dengan menggunakan kinerja kredit MKM Nasional sebagai indikasi, NPLs kredit MKM menunjukkan tren yang meningkat meningkat. Pada posisi November 2008 NPLs gross MKM 3,7%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulantriwulan sebelumnya. NPLs gross MKM tersebut meningkat seiring dengan meningkatnya angka NPLs gross non MKM yang tercatat 3,8%.
32
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 4
Perkembangan Sistem Pembayaran
Perkembangan kegiatan sistem pembayaran nontunai di wilayah DKI Jakarta pada triwulan laporan relatif menurun, sedangkan untuk transaksi tunai relatif stabil. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, transaksi pembayaran nontunai dengan menggunakan sarana BI Real Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring sedikit menurun. Faktor yang mempengaruhi diperkirakan adalah aktifitas perekonomian yang sedikit melambat dan jumlah hari libur yang cukup banyak di triwulan laporan. Sementara kegiatan sistem pembayaran tunai relatif stabil dengan rasio temuan uang palsu yang relatif rendah.
A. TRANSAKSI RTGS Rata-rata volume maupun nilai transaksi dengan menggunakan sarana RTGS turun (Tabel IV.1). Nilai transaksi RTGS dalam triwulan laporan mencapai Rp 59,09 triliun per hari dan dari sisi volume sebanyak 18.947 transaksi per hari. Walaupun nilai dan volume transaksi dibandingkan triwulan sebelumnya turun, namun penggunaan RTGS masih mendominasi pembayaran nontunai yang nilai nominalnya mencapai lebih dari 95% dari total nilai transaksi nontunai. Sumber tingginya volume maupun nilai nominal transaksi antara lain berasal dari (1) transaksi pengelolaan moneter, (2) transaksi antar nasabah, dan (3) transaksi di pasar uang antar bank (PUAB). Berdasarkan data yang terekam, proporsi penggunaan sistem RTGS paling banyak dilakukan oleh nasabah bank.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
33
Triwulan I - 2009
Tabel IV.1 Transaksi RTGS Harian 2007
2009
2008
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
RTGS (Rp Miliar) Dari Jakarta ke Jakarta (f-t) ke Luar Jakarta (f) Ke Jakarta dari Luar Jakarta (t)
77.568 42.669 17.399 25.270 34.899 34.899
93.101 51.755 20.803 30.952 41.346 41.346
95.038 53.560 21.123 32.437 41.478 41.478
97.597 54.358 21.472 32.886 43.239 43.239
106.742 59.795 23.358 36.437 46.947 46.947
83.953 47.093 18.120 28.973 36.860 36.860
82.046 47.594 17.434 30.160 34.452 34.452
65.490 39.080 13.637 25.443 26.409 26.409
59.093 35.302 11.985 23.316 23.791 23.791
RTGS (Volume) Dari Jakarta ke Jakarta (f-t) ke Luar Jakarta (f) Ke Jakarta dari Luar Jakarta (t)
18.251 9.180 3.299 5.881 9.072 9.072
20.412 10.259 3.676 6.582 10.153 10.153
21.278 10.635 3.742 6.893 10.643 10.643
23.696 11.963 4.115 7.848 11.733 11.733
25.170 12.180 4.155 8.025 12.990 12.990
22.797 20.761 20.854 18.947 11.071 11.678 11.914 10.606 3.656 3.667 3.708 3.215 7.414 8.011 8.206 7.391 11.727 9.083 8.940 8.341 11.727 9.083 8.940 8.341
B. TRANSAKSI KLIRING Penyelesaian rata-rata harian transaksi melalui kliring di Jakarta pada triwulan I 2009 sedikit menurun (Tabel IV.2). Rata-rata harian nilai nominal transaksi kliring di triwulan laporan Rp 2,99 triliun, sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 3,51 triliun). Demikian pula rata-rata harian jumlah warkat kliring turun menjadi 190.947 warkat dibandingkan triwulan
Tabel IV.2 Rata-rata Harian Transaksi Kliring Triwulan 2006
2007
2008
2009
34
Volume 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
149.564 177.479 176.950 188.975 158.162 189.459 196.663 198.518 198.919 217.356 225.148 213.995 190.947
Nominal (miliar rupiah) 2.235 1.954 2.586 2.780 2.105 2.759 2.998 3.095 3.174 3.499 3.648 3.510 2.994
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
sebelumnya 213.995 warkat. Faktor yang mempengaruhi penurunan nilai maupun jumlah warkat transaksi tersebut antara lain adalah penurunan aktivitas ekonomi di triwulan laporan yang sejalan dengan jumlah hari libur yang cukup panjang. Sementara itu, dari sisi kualitas kliring di Jakarta, pada triwulan I 2009 relatif baik (Tabel IV. 3). Persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total rata-rata harian kliring, baik dari sisi jumlah warkat maupun nilai transaksi relatif rendah. Persentase rata-rata harian nilai nominal dan volume cek dan BG yang ditolak masing-masing adalah 0,64% dan 0,33%, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Terkait dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kliring, Bank Indonesia memberlakukan penerbitan daftar hitam nasional penarik cek dan atau bilyet giro kosong.
C. TRANSAKSI TUNAI Perkembangan transaksi tunai relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi inflow, setoran yang dilakukan bank meningkat antara lain bersumber dari jumlah uang tidak layak edar yang disetorkan ke Bank Indonesia. Dari sisi outflow diperkirakan terjadi penurunan, dengan adanya beberapa hari libur pada triwulan I 2009.
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Rp Milliar/hari
Rp Milliar/hari
Inflow Outflow
1
2
3
2006
4
1
2
3
4
2007
1
2
3
2008
4
1*
2009
Grafik IV.1 Rata-rata Harian Arus Uang Tunai BI Jakarta
150 100 50 (50) (100) (150) (200) (250) (300)
Net Inflow
1
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
3
4
2008
1*
2009
Grafik IV.2 Net Arus Uang Tunai BI Jakarta
Sementara itu, temuan uang palsu relatif rendah sebagaimana tercermin pada rendahnya rasio temuan uang palsu terhadap uang kertas yang diedarkan diedarkan. Rata-rata rasio temuan uang palsu terhadap uang yang diedarkan selama triwulan I 2009 (s.d. Februari) relatif rendah sebanyak 0,0000018, relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (0,0000015).
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
35
Triwulan I - 2009
halaman ini sengaja dikosongkan
36
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 5
Keuangan Daerah
Realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta hingga triwulan I 2009 menunjukkan perbaikan, baik dari target yang direncanakan maupun dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari angka realisasi APBD DKI Jakarta yang relatif lebih tinggi daripada target yang direncanakan. Realisasi pendapatan mencapai Rp 3,496 triliun atau 16,9 % dari yang dianggarkan Rp 20,674 triliun. Sementara realisasi belanja mencapai Rp 2,087 triliun atau 9,3 % dari total belanja. Dibandingkan target, realisasi belanja tersebut lebih tinggi dari target yang dicanangkan 5 %. Demikian pula dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu, realisasi ini juga relatif lebih cepat. Faktor yang mendukung adalah relatif lebih cepatnya pengesahan APBD 2009 Jakarta, dibandingkan APBD 20081.
APBD DKI Jakarta 2009 sudah disetujui, dengan proporsi belanja modal yang sedikit mengalami peningkatan peningkatan. APBD tersebut sudah dievaluasi oleh Departemen Dalam Negeri dan telah mendapat persetujuan dari DPRD DKI (SK Ketua DPRD No. 1 tahun 2009 tanggal 6 Januari) dan kemudian telah disyahkan pada tanggal 8 Januari 2009. Secara keseluruhan jumlah APBD yang dianggarkan disisi penerimaan sebesar Rp 20,67 triliun dan disisi pengeluaran Rp 22,42 triliun sehingga terdapat defisit yang harus dibiayai sebesar Rp 1,75 triliun. Secara proporsi, dari sisi pendapatan relatif sama, sementara dari sisi belanja, proporsi belanja modal terlihat ada sedikit peningkatan. 1 Pengesahan APBD dilaksanakan dengan Perda No. 2/2008 pada tanggal 18 Maret 2008. Sementara pengesahan APBD 2009 dilakukan dengan Perda No.1/2009 tanggal 8 Januari 2009.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
37
Triwulan I - 2009
% 90 75
% 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
60 45 30 15 0 2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
Grafik V.1 Proporsi PAD dan dana Perimbangan dalam Penerimaan Daerah
Belanja Administrasi dan Ops Belanja Modal
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah
Grafik V.2 Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Modal dalam Belanja Daerah
A. REALISASI PENDAPATAN APBD 2009 Angka realisasi sementara pendapatan APBD 2009 mencapai Rp 3,496 triliun (16,9%) lebih rendah dari target 25% (Tabel VI.1). Tidak tercapainya target tersebut karena terdapat dua pajak yang mengalami penurunan, yaitu pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan pajak penerangan jalan. Sebagai implikasinya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 19,05% atau Rp 2,121 triliun. Penurunan pendapatan daerah dibantu oleh retribusi daerah yang mengalami peningkatan pada triwulan I 2009 yaitu Rp 91,941 miliar, sementara tahun lalu Rp 73,121 miliar. Ditambah dengan PAD lain-lain mencapai Rp 131,971 miliar lebih tinggi hampir dua kali lipat dari periode sama tahun lalu sebesar Rp Rp 70,485 miliar karena upaya Pemprov mengoptimalisasikan pemanfaatan aset daerah. Untuk sementara dana perimbangan telah mencapai 13,03% atau Rp 1,243 triliun. Pemprov memprediksi akibat krisis global akan terjadi potensi pengurangan pendapatan sebesar Rp 1,3 triliun pada triwulan II. Beberapan nfaktor yang ditengarai menjadi penyebab penurunan tersebut adalah pertama, pajak listrik menurun dan dana perimbangan kemungkinan menurun karena pajak perolehan atas hak tanah menurun akibat transaksi jual beli tanah berkurang. Kedua, Pph 21 atau pajak penghasilan perorangan menurun karena banyak tenaga kerja terkena PHK dan pengurangan gaji. Ketiga, penghapusan retribusi kir dan emplasement/retribusi terminal yang diberlakukan mulai Februari, diprediksi akan berdampak pada berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 7,3 miliar.
38
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Tabel V.1 APBD DKI Jakarta dan Realisasi (Miliar Rupiah) Uraian (Rp Miliar)
Anggaran Realisasi Perubahan Juni 2008* 2008
Anggaran Realisasi 2009 Maret 2009
%
%
Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Total Pendapatan Daerah
10.381,5 8.380,0 18.791,5
4.764,2 1.668,1 6.432,3
45,9 19,9 34,2
11.134,5 9.540,0 20.674,5
2.121,0 1.243,0 3.496,0
19,0 13,0 16,9
Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Total Belanja Daerah
6.392,1 14.131,2 20.523,3
2.080,0 2.440,0 4.520,0
32,5 17,3 22,0
6.742,2 15.397,3 22.139,5
1.249,0 824,9 2.087,0
18,5 5,4 9,4
1.731,8
-
-
1.746,0
4.433,0
253,9
Total Pembiayaan
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah *Realisasi APBD per Maret 2008 masih nihil karena pengesahan APBD 2008 baru dilakukan bulan Maret 2008
B. REALISASI BELANJA APBD 2009 Realisasi belanja daerah sementara menunjukkan kinerja yang baik mencapai Rp 2,1 triliun (9,3%) terutama berasal dari belanja tidak langsung2. Belanja tidak langsung yang sudah terserap mencapai 18,54% atau Rp 1,3 triliun dari alokasi Rp 6,7 triliun, sementara belanja langsung terserap 5,36% atau Rp 824,9 milar dari total anggaran Rp 15,4 triliun. Realisasi belanja tidak langsung untuk beberapa prioritas kegiatan pembangunan, antara lain biaya perbaikan jalan, pembayaran subsidi tunjangan kesehatan masyarakat melalui program kartu keluarga miskin, dan subsidi untuk biaya operasional pendidikan (BOP), serta memenuhi kenaikan gaji 15 persen. Pemprov DKI terus melakukan upaya percepatan penyerapan belanja APBD 2009, dengan beragam program percepatan. Pertama, untuk mengoptimalkan penyerapan APBD 2009, Pemprov DKI membaginya dalam empat tahapan. Keempat tahap itu terbagi dalam empat triwulan yaitu triwulan I merupakan masa persiapan dengan proyeksi target 4-5 persen, triwulan II dan III masa pelaksanaan dengan target penyerapan 70 persen, serta triwulan IV masa akhir dengan target penyerapan 25 persen. Strategi yang dilakukan adalah kegiatan harus dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan. Selanjutnya setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib melaksanakan e-tender. 2 Belanja tidak langsung adalah belanja yang eksistensinya tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya kegiatan yang direncanakan (terprogram). Dianggarkan setiap bulan dalam Satu tahun (bukan untuk setiap program/kegiatan yang diusulkan) oleh Satuan Kerja.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
39
Triwulan I - 2009
halaman ini sengaja dikosongkan
40
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
bab 6
Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi
Imbas dari krisis keuangan global terhadap perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II-2009 diperkirakan masih berlanjut. Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2009 diproyeksikan tumbuh pada kisaran angka 5,1% - 5,5% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perlambatan tersebut utamanya masih disebabkan oleh penurunan konsumsi dan kinerja ekspor. Konsumsi diperkirakan akan terus mengalami penurunan akibat daya beli yang melemah akibat PHK yang masih terus berlanjut. Sementara itu, investasi, ekspor dan impor diperkirakan tumbuh melambat. Peranan pemerintah dalam stimulus belanja investasi menjadi kunci untuk menahan perlambatan investasi yang lebih dalam. Di sisi sektoral, sektor-sektor unggulan diperkirakan masih tumbuh melambat. Pada triwulan II-2009, laju inflasi regional Jakarta (q-t-q) diperkirakan masih tetap rendah seperti triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 2,9+0,5% (q-t-q) dan secara tahunan 6,3+1% (y-o-y), sementara keseluruhan tahun 2009 diperkirakan sebesar 5,9+1%.
A. ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional dan Domestik Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2009 diproyeksikan masih mengalami kontraksi yang berdampak kepada perekonomian domestik. Proyeksi
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
41
Triwulan I - 2009
perekonomian dunia 2009 diprakirakan melambat cukup tajam menjadi -1,0% sampai dengan -0,5%. Dengan pertumbuhan ekonomi negara berkembang diprakirakan melambat menjadi pada kisaran 1,5% sd. 2,5% seiring tertekannya permintaan domestik dan anjloknya kinerja eksternal khususnya di Asia. Melemahnya perekonomian global memicu menurunnya aktivitas perdagangan dunia sehingga volume perdagangan dunia akan mengalami kontraksi di tahun 20091. Transmisi kontraksi tersebut terhadap Indonesia utamanya berasal dari menurunnya pendapatan ekspor, karena turunnya aktivitas perekonomian mitra dagang. Dari sisi produksi, merosotnya permintaan eksternal akan memukul kinerja berbagai sektor perekonomian melalui penurunan sektor tradable yang pada gilirannya memaksa pelaku usaha untuk melakukan berbagai efisiensi atau menahan ekspansi pada tahun 2009. Dengan perkembangan tersebut, PDRB Jakarta pada 2009 diproyeksikan akan tumbuh melambat. Sementara itu, dengan kasus PHK pada awal triwulan II 2009 yang masih cenderung meningkat2, menimbulkan kekhawatiran terhadap semakinlemahnya perekonomian Jakarta yang didominasi oleh konsumsi.
Skenario Kebijakan Fiskal Target Pemprov untuk percepatan realisasi anggaran belanja akan membantu mengerem laju perlambatan ekonomi Jakarta. Target yang dicanangkan untuk penyerapan anggaran pada triwulan II dan III adalah 70 persen diharapkan menjadi stimulus pembangunan Jakarta. Di sisi pendapatan, terdapat potensi pengurangan pendapatan sebesar Rp 1,3 triliun pada triwulan II 2009, dapat berfungsi sebagai stimulus fiskal bagi beberapa sektor, seperti sektor transportasi (penghapusan retribusi kir) dan sektor industri (penurunan pajak listrik).
B. PERTUMBUHAN EKONOMI 1. Sisi Permintaan Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan II-2009 diproyeksikan masih melambat dalam kisaran 5,1-5,5%, dan secara keseluruhan PDRB Jakarta pada tahun 2009 diproyeksikan tumbuh sekitar 4,0-4,5%. Composit leading
1 IMF, World Bank dan World Trade Organization (WTO). 2 Berdasarkan pers release Depnakertrans pada 13 Maret 2009 jumlah PHK telah mencapai 16.650 orang dan hingga 24 April 2009 terjadi peningkatan PHK menjadi 17.150 orang.
42
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
indicator (CLI) pada triwulan II 2009 (grafik VI.1) menunjukkan arah pertumbuhan PDRB masih menurun hingga. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama dipengaruhi permintaan domestik terutama daya beli yang melemah. Sementara itu di sisi eksternal, ekspor DKI Jakarta diperkirakan masih melambat.
Tabel VI.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi DKI
Q1-2008
Q2-2008
Q3-2008
Q4-2008*
2008*
Q1-2009* Q2-2009p
2009p
Konsumsi Investasi Ekspor Impor
7,8 8,3 6,4 17,3
6,1 8,6 0,8 12,5
6,4 8,9 0,5 8,5
6,4 8,1 0,7 12,9
6,7 8,7 2,7 12,8
6,0 7,6 3,8 11,1
5,0-5,4 7,0-8,0 1,0-1,5 7,0-7,9
4,4-5,0 6,0-6,8 1,0-2,0 7,5-8,5
PDRB
6,3
6,1
6,1
6,2
6,2
5,8
5,1-5,5
4,0-4,5
* angka sementara p proyeksi BI
indeks
103
103
kontraksi
kontraksi
fase kontraksi
102
102
101
101
100
100
99 98 97
99 pdrb CLI (impor bahan baku, pendaftaran mobil baru, rtgs, ekspor total) 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 111 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 111 3 5 7
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Grafik VI.1 Composit Leading Indicator PDRB Jakarta
98 97
fase kontraksi
konsumsi CLI (IPI, LKBB, impor bahan baku, ekspor total) 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6
2004
2005
2006
2007
2008 2009
Grafik VI.2 Composit Leading Indicator Konsumsi
Konsumsi diproyeksikan akan kembali melambat dengan laju pertumbuhan sebesar sekitar 5,0-5,4% (y-o-y), turun dibandingkan dengan triwulan I-2009 (6,0%). Perlambatan pertumbuhan konsumsi dapat dilihat dari CLI, beberapa prompt indikator, beberapa hasil survei, dan informasi anekdotal. Hingga triwulan kedepan, arah pertumbuhan CLI masih menunjukkan tren yang menurun (grafik VI.2). Demikian pula prompt indikator penjualan beberapa barang tahan lama tren pertumbuhannya terus menurun seperti pendaftaran mobil baru, yang dikonfirmasi dengan penurunan survei penjualan eceran, serta
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
43
Triwulan I - 2009
konsumsi energi rumah tangga (BBM rumah tangga) menunjukkan hal yang sama. Namun demikian, masih terdapat beberapa hal positif seperti pertama, hasil survei konsumen BI terhadap ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap kondisi ekonomi 6 bulan akan datang yang masih menunjukkan optimisme masyarakat dan kedua, realisasi kenaikan gaji PNS sebesar 15%. Investasi diproyeksikan tumbuh terbatas pada triwulan II-2009, dengan laju pertumbuhan 7,0-8,0%. Dari sisi investasi swasta diperkirakan memang terjadi penurunan ekspansi usaha. Kebutuhan untuk ekspansi usaha seperti konsumsi semen, konsumsi listrik dan impor barang modal terindikasi menurun. Demikian pula penggunaan kapasitas terpakai mengalami penurunan yang dipicu oleh turunnya order luar negeri terhadap industri manufaktur Jakarta berorientasi ekspor. Masih berjalannya proyek infrastruktur di Jakarta diperkirakan akan menahan terus melambatnya pertumbuhan investasi. Ekspor pada triwulan II-2009 diproyeksikan melambat, dengan laju pertumbuhan 1,0-1,5%, dibandingkan periode sebelumnya (3,8%). Perlambatan pertumbuhan ekspor DKI Jakarta dipengaruhi oleh permintaan dunia yang menurun seiring proyeksi ekonomi dunia yang belum membaik. Sementara itu pasar dalam negeri belum cukup kuat menyerap produk ekspor tersebut sejalan dengan daya beli yang melemah. Sementara itu, impor di triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 7,0-7,9%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (11,1%). Faktor yang mempengaruhi perlambatan impor tersebut, (i) untuk impor yang berasal dari provinsi lain (domestik) dipengaruhi oleh permintaan/konsumsi DKI yang masih tumbuh tinggi, (ii) sementara impor dari perdagangan internasional, melambat sejalan dengan melambatnya ekspor manufaktur Jakarta. Hal tersebut disebabkan profil manufaktur berorientasi ekspor didominasi oleh tingginya kandungan komponen impor.
2. Sisi Penawaran Respon di sisi sektoral terhadap perkembangan di sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama. Sektor-sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pertumbuhannya hampir semuanya melambat. Meskipun demikian, diproyeksikan beberapa sektor masih akan mencatat pertumbuhan yang tinggi, seperti sektor transportasi dan komunikasi, sektor perdagangan dan sektor bangunan.
44
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
Tabel VI.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi DKI
Q1-2008
Q2-2008
Q3-2008
Q4-2008*
2008*
Q1-2009* Q2-2009p
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa
1,4 1,5 4,1 6,8 7,5 6,8 15,2 4,1 6,4
-0,3 0,9 4,0 7,0 7,6 6,2 14,9 4,1 6,0
0,7 -0,3 3,9 5,6 7,8 6,2 15,0 4,2 6,0
1,4 0,0 3,6 5,9 7,8 5,8 14,8 4,8 5,9
0,8 1,3 4,0 6,3 7,8 6,3 15,0 4,0 6,0
1,4 0,4 2,3 6,5 6,9 5,4 15,4 4,4 5,8
PDRB
6,3
6,1
6,1
6,2
6,2
5,8
2009p
0,4-0,5 0,4-1,0 0,3-04 0,4-1,2 1,5-2,0 2,3-3,0 4,5-5,8 3,8-4,3 5,5-6,0 4,5-5 5,0-5,4 4,6-5,2 14,0-14,5 9,7-11,0 3,8-4,4 2,7-3,0 4,9-5,4 4,0-4,4 5,1-5,5
4,0-4,5
* angka sangat sementara p proyeksi BI
Sektor Industri Pertumbuhan di sektor industri diproyeksikan melambat dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 1,5-2,0%. Indikasi perlambatan antara lain tercermin dari penurunan kapasitas terpakai terutama pada industri kertas, logam dan alat angkut. Demikian pula dengan tren penurunan konsumsi energi industri (BBM dan listrik). Di sisi lain, industri akan melakukan berbagai efisiensi dengan melakukan rasionalisasi jumlah pekerja yang mencapai 17.150 orang3.
Sektor Bangunan Sektor Bangunan diproyeksikan tumbuh melambat (5,0-6,0%), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya (6,9%). Perkiraan perlambatan tersebut terjadi seiring dengan melemahnya permintaan sebagai akibat daya beli menurun. Beberapa pengembang menyatakan unit yang tersedia masih mencukupi untuk memasok permintaan masyarakat. Supply apartemen terutama untuk service unit untuk tahun 2009 diperkirakan akan sedikit stagnan dibandingkan perkembangan di tahun 20084. Sementara itu, beberapa proyek infrastruktur yang akan terus berlangsung, diantaranya: a. Banjir Kanal Timur. Pada triwulan II 2009 akan dilanjutkan untuk pembayaran pembebasan lahan untuk untuk 117 bidang tanah di Jakarta Utara, 98 bidang tanah di Jakarta Timur. 3 pers release Depnakertrans 24 April 2009. 4 Berdasarkan publikasi Colier Internasional.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
45
Triwulan I - 2009
b. Jalan Tol. Pembangunan JORR 2 yang melintas Bandara Sukarno HattaTanjung Priok sepanjang 122,6 km sudah mulai dilaksanakan. Proyek dengan nilai sekitar Rp 5 triliun dimulai tahun 2008 dan diperkirakan selesai tahun 2010, diantaranya Bandara - Kunciran (15,2 km), Kunciran- Serpong (11,2 km), dan Serpong - Cinere (10,1 km). c. Rehabilitasi Infrastruktur. Hingga awal triwulan II 2009 perbaikan jalan rusak di Jakarta telah mencapai 85 persen atau sekitar 729.9 ribu meter persegi, sedangkan sisa 15 persen. Di sisi lain, perbaikan tanggul Waduk Pluit saat ini tengah dilakukan pengeringan dengan menambal menggunakan batu kali.
Sektor Perdagangan Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran diproyeksikan tumbuh terbatas 5,05,4%, dibandingkan periode sebelumnya (5,4%). Terbatasnya pertumbuhan sektor ini diperkirakan terjadi karena daya beli masyarakat yang melemah sehingga pedagang memilih berhati-hati dan wait and see sebelum merencanakan ekspansi usaha. Supermarket kelas atas juga menyatakan tidak akan ada ekspansi usaha pada tahun 2009. Pedagang memilih untuk melakukan efisiensi misalnya memangkas biaya sewa5.
ribu m2
% 100 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80
4.000 Unit Tersedia Occupation Rate (rhs)
3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 IV
I
II
2006
III
2007
IV
I
II
III
IV
2008
I
IIp
2009
Sumber : CII, diolah
Grafik VI.3 Perkembangan Persewaan untuk Retail Sector
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan diperkirakan masih akan tumbuh tinggi meskipun melambat (14,0-14,5%) dibandingkan dengan pertumbuhan periode 5 Outlook dari Colier Internasional Indonesia.
46
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
sebelumnya (15,4%). Di sub sektor pengangkutan, masih tingginya pertumbuhan berasal antara lain dari komponen angkutan udara dan darat. Kinerja angkutan udara meningkat sejalan dengan adanya tambahan route penerbangan dari Jakarta, tambahan jumlah armada dengan harga tiket yang relatif bersaing, serta dibukanya terminal ketiga pada Bandara Soekarno-Hatta. Kinerja angkutan darat meningkat didorong oleh pembukaan jalur baru kereta api dan busway. Kereta api dari Jakarta mendapat tambahan 5 trayek baru KA Jabotabek jurusan Jakarta Bekasi, dan penambahan trayek baru KA Ciujung Semi Express. Selain itu, jalur dalam kota Stasiun Kereta Api Tanjungpriok telah dioperasikan kembali pada 13 April 2009 yang melayani KA tujuan Cikampek dan KA lokal ekonomi AC jurusan Tanjung Priok-Bekasi. Bus trans Jakarta juga telah menambah jalur yang dilayani dengan beroperasinya koridor VIII mulai 21 Februari 2009. Pengelola menargetkan jumlah penumpang busway naik sekitar 20 persen tahun ini.
Sektor Keuangan dan Persewaan Sektor keuangan dan persewaan diproyeksikan tumbuh terbatas menjadi 3,84,4% dari sebelumnya 4,4%. Indikasinya antara lain tercermin pada mulai terbatasnya pertumbuhan pembiayaan dan pemakaian ruang sewa kantor.
% 5.000.000 4.500.000 4.000.000
Supply Demand Occupancy Rate
95%
60
90%
50 40
3.500.000
g.Modal Kerja (y-o-y) g.Investasi (y-o-y) gKonsumsi (y-o-y)
85%
30
3.000.000 80%
2.500.000 2.000.000
10
70%
0
1.500.000 1.000.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009P 2010P 2011P
20
75%
2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2
2006
2007
2008
2009
Sumber : Colliers International Indonesia - Research Department
Grafik VI.4 Perkembangan Office Sector
Grafik VI.5 Perkembangan Kredit Bank
C. INFLASI Pada triwulan II-2009, laju inflasi regional Jakarta (q-t-q) diperkirakan masih tetap rendah seperti triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 2,9+0,5% (q-t-q) dan secara tahunan 6,3+1% (y-o-y).
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
47
Triwulan I - 2009
Penurunan tekanan inflasi terutama diperkirakan berasal dari inflasi administered, karena rencana penurunan beberapa tarif di Jakarta, diantaranya air minum. Selain itu turunnya inflasi juga berasal dari turunnya harga-harga komoditas dan melemahnya permintaan. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal seiring dengan terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi barang. Tekanan inflasi dari kelompok inti di sepanjang 2009 diproyeksikan cenderung menurun seiring dengan terjaganya ekspektaksi inflasi dan masih lemahnya konsumsi.
Outlook Jakarta 12 Outlook, y-o-y (%) Outlook q-t-q (%)
10 8 6 4 2 0 -2
Q1
Q2
Q3
2007
Q4
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2p
2009
Sumber : BPS, diolah
Grafik VI.6 Outlook Inflasi
D. FAKTOR RISIKO Terkait dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2009, yaitu pada 4,0-4,5%, terdapat beberapa risiko yang dapat membawa proyeksi mengarah pada batas bawah yaitu, pertama tidak tercapainya target percepatan realisasi belanja APBD. Percepatan APBD telah memberikan efek positif terhadap terjadinya akselerasi pertumbuhan ekonomi di Jakarta, kedua gangguan pada pelaksanaan Pemilu. Kegagalan pelaksanaan Pemilu akan menyebabkan persepsi negatif terutama dari investor asing mengingat Jakarta merupakan barometer keamanan dan ekonomi nasional, dan ketiga kasus PHK yang meningkat secara fantastis yang terutama terjadi pada industri-industri yang sebagian besar sangat bergantung pada kondisi pasar luar negeri. Di sisi harga, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat membawa inflasi dapat lebih tinggi dari yang diprakirakan yaitu, pertama memburuknya faktor cuaca yang dapat mengganggu kelancaran pasokan dan stok beras serta pasokan
48
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
Triwulan I - 2009
sayuran. Mulai triwulan II 2009 beberapa daerah pemasok bahan makanan ke Jakarta akan memasuki panen raya, namun diikuti masih berlanjutnya hujan dan gelombang laut besar. Kondisi akan dapat mempengaruhi pasokan bahan makanan ke Jakarta, kedua kebijakan Pemda untuk meningkatkan PAD melalui kenaikan tarif dan retribusi daerah yang pada gilirannya dapat membebani harga barang. Dan ketiga, pelemahan nilai tukar rupiah. Beberapa komoditas masih tergantung dari produk impor seperti bawang putih (China), sapi (Australia) dan apel (China, AS).
Kajian Ekonomi Regional Jakarta
49