KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan II - 2011
Kantor Bank Indonesia Palembang
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Palembang, Agustus 2011 Ttd
Didy Laksmono R. Pemimpin
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
ii
Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
ix
DAFTAR SUPLEMEN
xiii
INDIKATOR EKONOMI
xv
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
7
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
13
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
21
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
22
1.5. Struktur Ekonomi
23
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
27
1.6.1. Perkembangan Ekspor
27
1.6.2. Perkembangan Impor
29
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
35
2.1. Inflasi Secara Umum
35
2.2. Inflasi Inflasi Sisi Penawaran
43
2.3. Inflasi Inflasi Sisi Permintaan
48
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
51
3.1. Kondisi Umum
51
3.2. Kelembagaan
52
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
52
BAB 2
BAB 3
iii
Daftar Isi
3.3.1. Penghimpunan DPK
52
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
53
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
54
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
54
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
56
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
56
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)
58
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
BAB 4
BAB 5
BAB 6
iv
59
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
59
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
60
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
61
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
61
3.7. Rentabilitas Perbankan
62
3.8. Kelonggaran Tarik
63
3.9. Risiko Likuiditas
63
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
64
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
65
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
67
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011
67
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
70
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
73
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
73
5.2. Perkembangan Perkasan
76
5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
77
5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
79
PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN
DAERAH
DAN 81
6.1. Tingkat Kemiskinan
81
6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin)
83
Daftar Isi
BAB 7
6.3. Nilai Tukar Petani
85
6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011
86
6.5. Indikator Kesejahteraan Konsumen
87
Masyarakat
Berdasarkan
Survei
6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan
88
6.5.2. Indikator Penghasilan
89
6.6. Ketenagakerjaan
89
6.7. Pengangguran
91
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
93
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
93
7.2. Inflasi
98
7.3. Perbankan
100
v
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
vi
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
8
Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
13
Tabel 1.3
Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan
15
Tabel 1.4
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%)
21
Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%)
23
Tabel 1.6
Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
26
Tabel 1.7
Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)
26
Tabel 1.8
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
27
Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
27
Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
29
Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
29
Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
54
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
55
Tabel 3.3
Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Tabel 1.2
Tabel 1.5
Tabel 1.9 Tabel 1.10 Tabel 1.11 Tabel 3.1
per 57
Tabel 3.4
Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011
62
Tabel 3.5
Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
64
Tabel 4.1
Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 (Rp Miliar)
68
Tabel 4.2
Realisasi Belanja Sumsel Triwulan II 2010 dan Triwulan II 2011 (Rp Miliar)
69
Tabel 5.1
Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan
75
Tabel 5.2
Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar)
76
Tabel 5.3
Pangsa Denominasi Uang dalam Inflow
78
Tabel 5.4
Pangsa Denominasi Uang dalam Outflow
78
Tabel 5.5
Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar)
80
vii
Daftar Tabel
Tabel 6.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011
81
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2011
82
Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2011
83
Tabel 6.4
Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan (dalam ton)
84
Tabel 6.5
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
86
Tabel 6.6
Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
86
Tabel 6.7
UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011
87
Tabel 6.8
Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
88
Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
88
Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
89
Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
89
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 - Februari 2011
90
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 - Februari 2011
91
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2010 - Februari 2011
92
Tabel 7.1
Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011
94
Tabel 7.2
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase)
96
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011
101
Tabel 6.2 Tabel 6.3
Tabel 6.9
Tabel 6.10 Tabel 6.11 Tabel 6.12 Tabel 6.13 Tabel 6.14
Tabel 7.3
viii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1
PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
7
Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Sumatera Selatan
8
Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
11
Grafik 1.4
Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumatera Selatan
12
Grafik 1.5
Perkembangan Lifting Gas Bumi Provinsi Sumatera Selatan
12
Grafik 1.6
PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
13
Andil Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011
14
Grafik 1.8
Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan
14
Grafik 1.9
Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan
14
Grafik 1.10
Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan
15
Grafik 1.11
Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan
18
Grafik 1.12
Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
18
Grafik 1.13
Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru di Sumatera Selatan
18
Grafik 1.14
Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional
19
Grafik 1.15
Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional
19
Grafik 1.16
Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional
20
Grafik 1.17
Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional
20
Grafik 1.18
Perkembangan Penumpang Angkutan Udara di Sumatera Selatan
20
Grafik 1.19
Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan
20
Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
21
Grafik 1.21
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
22
Grafik 1.22
Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan
22
Grafik 1.23
Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
23
Grafik 1.24
Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
26
Grafik 1.25
Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
28
Grafik 1.26
Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
28
Grafik 1.2 Grafik 1.3
Grafik 1.7
Grafik 1.20
ix
Daftar Grafik
Grafik 1.27
Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
28
Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Mar 11 - Mei 11
28
Grafik 1.29
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
30
Grafik 1.30
Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan
30
Grafik 1.31
Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
30
Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Mar 11 - Mei 11
30
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional
35
Grafik 2.2
Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional
35
Grafik 2.3
Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang
36
Grafik 2.4
Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
37
Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
37
Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011
37
Grafik 2.7
Disagregasi Inflasi Tahunan
38
Grafik 2.8
Disagregasi Inflasi Bulanan
38
Grafik 2.9
Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional
39
Grafik 2.10
Perkembangan Curah Hujan Bulanan
43
Grafik 2.11
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
43
Grafik 2.12
Penyaluran dan Stok Beras Bulog
45
Grafik 2.13
Konsumsi BBM Bersubsidi
45
Grafik 2.14
Andil Disagregasi Inflasi Tahunan
48
Grafik 2.15
Perkembangan Nilai Tukar Petani
48
Grafik 2.16
Perkembangan Output Gap dan Inflasi
49
Grafik 2.17
Perkembangan Keyakinan Konsumen
49
Grafik 3.1
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan
51
Grafik 3.2
Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
52
Grafik 3.3
Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan
53
Grafik 3.4
Komposisi DPK Perbankan Triwulan II 2011 di Provinsi Sumatera Selatan
53
Grafik 1.28
Grafik 1.32
Grafik 2.5 Grafik 2.6
x
Daftar Grafik
Grafik 3.5
Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011
55
Grafik 3.6
Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan
56
Grafik 3.7
Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2011
56
Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 Berdasarkan Wilayah
58
Grafik 3.9
Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
58
Grafik 3.10
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan
59
Grafik 3.11
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan
60
Grafik 3.12
Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
61
Grafik 3.13
Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan
61
Grafik 3.14
Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank
62
Grafik 3.15
Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2011
62
Grafik 3.16
Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan
63
Grafik 3.17
Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan
63
Grafik 3.18
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
66
Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
66
Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011
69
Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011
69
Grafik 4.3
Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan
70
Grafik 4.4
Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan
70
Grafik 4.5
Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan
71
Grafik 5.1
Perkembangan Kliring di Sumatera Selatan
73
Grafik 5.2
Perkembangan RTGS di Sumatera Selatan
74
Grafik 5.3
Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja
74
Grafik 5.4
Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring di Sumatera Selatan
75
Grafik 5.5
Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong di Sumatera Selatan
75
Grafik 5.6
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan 2010-2011
76
Grafik 5.7
Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang
77
Grafik 3.8
Grafik 3.19 Grafik 4.1 Grafik 4.2
xi
Daftar Grafik
Grafik 5.8
Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Inflow
79
Grafik 5.9
Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Outflow
79
Grafik 5.10
Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Inflow
79
Grafik 5.11
Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Outflow
79
Grafik 5.12
Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 20102011
80
Grafik 6.1
Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
84
Grafik 6.2
Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
85
Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
85
Grafik 6.4
Laju Kenaikan UMP dan dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011
87
Grafik 7.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
93
Grafik 7.2
Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
100
Grafik 7.3
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
100
Grafik 6.3
xii
Daftar Suplemen
DAFTAR SUPLEMEN Suplemen 1 Suplemen 2 Suplemen 3
Suplemen 4 Suplemen 5 Suplemen 6 Suplemen 7 Suplemen 8
WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA
9
PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU
16
CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL
24
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS
31
HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN
40
TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH
46
PERAN OUTPUT GAP SUMATERA MEMPENGARUHI INFLASI PALEMBANG
50
SELATAN
DALAM
PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA
102
xiii
Daftar Suplemen
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
xiv
Indikator Ekonomi
INDIKATOR EKONOMI A. Inflasi dan PDRB
xv
Indikator Ekonomi
B. Perbankan
xvi
Indikator Ekonomi
Lanjutan
C. Sistem Pembayaran
xvii
Indikator Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
xviii
II/11
RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan
Abstraksi Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2011 didominasi oleh percepatan kinerja sektor non primer. Pertumbuhan ekonomi meningkat, yang banyak didorong oleh kegiatan investasi dan kinerja sektor bangunan, sebagai implikasi dari kegiatan persiapan Sea Games. Realisasi pengeluaran pemerintah lebih cepat dibandingkan tahun lalu. Inflasi cenderung tetap karena terkendalinya tekanan sisi penawaran, walaupun terdapat tekanan pada sisi permintaan. Perbankan mengalami peningkatan kinerja, dengan penyaluran kredit yang lebih cepat pada sektor produktif, walaupun tingkat risiko sedikit meningkat. Perkembangan sistem pembayaran mengkonfirmasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Perkembangan perekonomian ini berimplikasi positif terhadap kesejahteraan masyarakat, sampai dengan level grass-root. Pada triwulan III 2011, pergeseran struktural perekonomian diperkirakan berlanjut. Permintaan domestik akan menopang pertumbuhan ekonomi pada saat perdagangan internasional mengalami koreksi. Konsumsi mengalami lonjakan pada saat Idul Fitri, sementara pengeluaran pemerintah dan investasi terdorong oleh penyelenggaraan Sea Games. Produksi komoditas yang membaik akibat iklim yang cenderung kondusif akan menyelamatkan sektor unggulan dari koreksi harga komoditas. Sektor tersier dan sekunder akan tumbuh lebih cepat dan menjadi primadona didorong oleh persiapan Sea Games. Inflasi secara bersamaan akan turun, dipengaruhi oleh tekanan inflasi sisi penawaran dan permintaan yang terkendali, namun secara musiman terdapat tekanan permintaan pada Idul Fitri. Faktor risiko akan muncul dari sisi inflasi inti. Perbankan akan tumbuh stabil, dengan penawaran kredit yang tumbuh lebih cepat dibanding permintaan kredit, sehingga berimplikasi pada penurunan suku bunga.
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 sebesar 6,0% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan sebelumnya, perekonomian tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi. Meningkatnya perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan. Secara sektoral, pertumbuhan tahunan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan. Pertumbuhan ekonomi sektor bangunan sebesar 13,4% (yoy) dengan andil terhadap laju pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%. Akselerasi pertumbuhan di sektor ini salah satunya didukung oleh pengerjaan proyek-proyek SEA Games XXVI. Selain itu, penyaluran kredit di sektor konstruksi dan perumahan mengalami pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai angka Rp5,27 triliun. Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 4,8%. Meskipun berandil tinggi, konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi. Net ekspor mengalami perkembangan yang baik secara tahunan. Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat meningkat sebesar 70,49% (yoy) sedangkan nilai impor menurun 5,30% (yoy). Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar didominasi oleh komoditas karet dengan negara tujuan utama Amerika Serikat. Penurunan nilai impor terkait dengan menurunnya impor mesinmesin yang digunakan dalam kegiatan sektor industri pengolahan. Pangsa negara asal impor terbesar didominasi oleh Cina. Inflasi Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia. Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 relatif stabil dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,13% (yoy). Tekanan inflasi tahunan tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Inflasi tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia pada laporan sebelumnya yang sebesar 4,72 ± 0,5%. Selain itu, inflasi Palembang pada triwulan II 2011 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 6,65% (yoy). Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok pendidikan. Kelompok 2
Ringkasan Eksekutif
bahan makanan juga mengalami penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30% pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin. Harga pangan di pasar internasional mengalami penurunan temporer. Berdasarkan Bloomberg, harga terigu, beras, dan kedelai secara umum mengalami penurunan pada triwulan II 2011 ini. Di sisi lain, Food Price Index mengalami peningkatan drastis sebesar 39% dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara global semakin melebar. Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun, utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada periode April-Juni 2011. Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods. Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling tinggi dibandingkan dua komponen lainnya. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya karena naiknya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan. Selain itu, estimasi mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan output gap pada triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II 2011. Pertumbuhan kredit cukup tinggi, dengan akselerasi yang lebih cepat pada sektor produktif. Penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan oleh penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan. Hal ini didukung oleh perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, yang secara rata-rata mengalami penurunan. Di sisi lain, risiko kredit sedikit meningkat walaupun NPL masih rendah.
3
Ringkasan Eksekutif
Peran fiskal cenderung lebih ekspansif pada perekonomian. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran. Realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01% atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja tidak langsung merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%. Perkembangan sistem pembayaran mengindikasikan peningkatan aktivitas ekonomi secara tahunan. Perputaran kliring di Sumsel pada menunjukkan penurunan dalam jumlah warkat maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perkembangan kliring tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan dan kegiatan perkasan mengalami peningkatan net outflow. Kesejahteraan masyarakat terindikasi mengalami perbaikan. Jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011 mengalami penurunan 3,81% (yoy). Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 14,24% dari jumlah penduduk Sumsel, atau mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan semakin cepat. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) akan berada pada kisaran 6,3 ± 1%, atau secara triwulanan (qtq) sebesar 4,2 ± 1%. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi. Produksi yang lebih baik dan penyelesaian proyek Sea Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas unggulan. Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis. Pengeluaran pemerintah dan investasi diperkirakan meningkat dipicu oleh persiapan Sea Games. Pengeluaran pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues 4
Ringkasan Eksekutif
maupun infrastruktur penunjang. Seiring dengan penyelenggaraan Sea Games, investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR. Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan permintaan komoditas unggulan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi. Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar. Berbeda dengan harga komoditas karet dan sawit yang diperkirakan menurun, permintaan batubara diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Secara konsisten, kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan menjadi primadona pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues Sea Games dan sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu, pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, relatif stabilnya kinerja sektor unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung percepatan pertumbuhan sektor PHR. Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 lebih dipengaruhi oleh tekanan yang sifatnya musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%. Inflasi secara triwulanan akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Tekanan inflasi dari sisi permintaan rendah. Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada harga komoditas internasional. Menurunnya tekanan inflasi dari sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana. Selain itu, Penurunan harga komoditas 5
Ringkasan Eksekutif
internasional secara umum menurunnya tekanan inflasi.
berdampak
cukup
besar
terhadap
Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,80,9%. Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun adalah sangat kecil ditinjau dari kondisi fiskal dan perkiraan koreksi harga minyak dunia. Tekanan inflasi dari sisi suplai diperkirakan terkendali. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010. Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011. Di samping itu, kondisi stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras. Terdapat faktor risiko inflasi yang berasal dari kenaikan harga emas dan ekspektasi inflasi. Harga emas sebagai save haven substitusi Dollar Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan terjadinya downgrading rating Amerika Serikat. Selain itu, ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen. Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio. Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih bersumber dari sisi permintaan. Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Selain itu, diperkirakan akan terjadi shifting dari sektor pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan yang juga didukung oleh penyelenggaraan Sea Games. Di sisi penawaran. Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011. 6
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB 1 •
Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 mencapai 6,0% (yoy) yang ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi.
•
Tingkat Keyakinan Konsumen terhadap kondisi perekonomian mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II 2011 sedikit meningkat menjadi 6,0%
(yoy)
dibandingkan kinerja
triwulan
sebelumnya
yang
mencetak
pertumbuhan sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan ini ditopang oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sektor bangunan terkait pembangunan infrastruktur SEA Games XXVI. Selain itu, kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya juga turut menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada tingkat yang moderat. Nilai Produk Domestik Regional Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 Rp Triliun 17.0 16.8 16.6 16.4 16.2 16.0 15.8 15.6 15.4 15.2
Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Persen
6.0
6.0 5.9
5.7
5.3
II
III 2010
Nominal PDRB
IV
I
II 2011
Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
6.2 6.0 5.8 5.6 5.4 5.2 5.0 4.8
Harga Konstan (ADHK) 2000 sebesar Rp16,8 triliun dengan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp45,4
triliun.
Meningkatnya
perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis
yang
perkembangan
masih yang
menunjukkan positif
seiring
tingginya harga komoditas unggulan seperti karet dan CPO di pasar dunia.
Namun demikian, survei tersebut juga menunjukkan terjadinya peningkatan biaya operasional terutama akibat peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di subsektor pengolahan karet menerapkan beberapa strategi untuk menekan komponen biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut diantaranya : (1) penggunaan bahan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering yang relatif lebih murah daripada penggunaan batu bara, (2) penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada saat beban puncak, dan (3) penggunaan alat penghemat listrik (Lihat Suplemen 1. Walaupun dibayangi Kenaikan Biaya Operasional, Kondisi Usaha Secara Umum Tetap Terjaga). Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 2010
Kinerja perekonomian triwulan II 2011 berdasarkan komponen sektoral
2011
Lapangan Usaha
II
III
IV
I
II
Pertanian
4.6
2.6
6.2
3.1
4.8
1.6
1.4
0.8
2.2
2.2
5.9
6.4
5.6
5.3
5.8
LGA
5.5
7.1
4.9
6.0
7.6
Bangunan
8.5
10.0
9.9
12.7
13.4
PHR
6.7
7.1
8.0
7.7
7.7
meningkat
cukup
13.9
15.0
12.2
12.0
10.0
dibandingkan
pencapaian
7.8
7.4
8.8
9.5
7.9
sebelumnya yang hanya 12,7% (yoy).
Jasa-jasa
8.4
5.8
7.6
8.1
5.3
Akselerasi pertumbuhan di sektor ini
Total PDRB
5.7
5.3
6.0
5.9
6.0
salah
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
Pengangkutan & Komunikasi Keuangan Persewaan & Js. Perusahaan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
ditandai
dengan
tahunan
tertinggi
pertumbuhan pada
sektor
bangunan dengan andil terhadap laju pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%. Kinerja
sektor
satunya
bangunan signifikan triwulan
didukung
oleh
pengerjaan proyek-proyek terkait SEA
Games XXVI. Seiring
dengan
geliat
pembangunan
proyek SEA Games, penyaluran kredit di sektor konstruksi
dan
perumahan
pun
mengalami
pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai angka Rp5,27 triliun. Hasil konfirmasi melalui survei dunia usaha juga menunjukkan bahwa pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH)
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Sumatera Selatan Rp Triliun 5,40 5,20 5,00 4,80 4,60 4,40 4,20 4,00 II
III
IV
I
2010
masih
cukup
menjanjikan
dengan
masih
banyaknya pengembang yang menggarap proyek RSH
tersebut.
Ketentuan
pemerintah
II 2011
Nominal Kredit
Sumber : Bank Indonesia
yang
mengijinkan RSH dapat dijual dengan harga sampai dengan Rp70 juta pun menjadi insentif tersendiri bagi para pengembang.
8
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 1
WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA *)
Perkembangan dunia usaha secara umum masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan Sumsel seperti karet dan CPO di pasar dunia. Selain itu, faktor cuaca yang lebih bersahabat turut menopang peningkatan produksi subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sehingga mampu meningkatkan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan. Permintaan domestik menunjukkan peningkatan terutama pada subsektor perkebunan, industri pengolahan, listrik, perumahan, perdagangan, perhotelan, dan jasa. Tingginya permintaan di subsektor perdagangan terjadi khususnya pada perdagangan ritel seperti barang kebutuhan rumah tangga seiring dengan tingginya tingkat persaingan di pasar modern yang ditunjukkan dan semakin banyaknya minimarket baru di tempat-tempat strategis. Walaupun salah satu negara tujuan ekspor yaitu Jepang dilanda bencana tsunami pada beberapa bulan yang lalu, permintaan luar negeri tercatat masih cukup tinggi. Peningkatan ekspor terutama terjadi pada komoditas karet yang ditopang oleh tingginya harga di pasar internasional dengan negara tujuan ekspor ke Amerika, China, dan Eropa. Di sisi investasi, pelaku usaha melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang melalui penambahan atau penggantian mesin baru, pembangunan pabrik baru, pembangunan gudang, dan penambahan fasilitas layanan untuk meningkatkan kapasitas terpasang dan penjualan. Untuk menunjang investasi yang dilakukan, para pelaku usaha cukup banyak merekrut karyawan baru sehingga jumlah tenaga kerja relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Penambahan jumlah tenaga kerja terutama terjadi pada subsektor perhotelan. Selain itu, seiring dengan peningkatan kapasitas utilisasi, subsektor perkebunan pun menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 10-20%. Meskipun demikian, pada beberapa pelaku usaha terjadi pengurangan tenaga kerja karena pensiun atau kebijakan pengurangan tenaga kerja untuk menekan biaya operasional. Biaya operasional mengalami peningkatan terutama karena peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di subsektor pengolahan karet memiliki strategi tersendiri dengan menekan komponen biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut adalah: a. Penggunaan bahan bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering yang relatif lebih murah daripada penggunaan batu bara. b. Penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada saat beban puncak. c. Penggunaan alat penghemat listrik. *) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
9
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tingginya biaya produksi dan distribusi membuat beberapa pelaku usaha menaikkan harga jual atau tarif layanan. Terkait dengan penyelenggaraan SEA Games XXVI yang akan berlangsung pada bulan November 2011 di Sumatera Selatan, pelaku usaha di bidang jasa perhotelah berencana untuk menaikkan tarif bagi tamu individu pada kisaran 10-30%. Tarif jasa persewaan juga meningkat pada kisaran yang bervariasi tergantung pada tonase. Kenaikan harga juga terjadi di sektor bangunan, diantaranya yaitu naiknya harga jual rumah. Penguatan nilai mata uang Rupiah cukup menekan margin pelaku usaha yang produknya ditujukan untuk pasar luar negeri. Namun demikian, kondisi tersebut tidak sampai mengganggu kinerja ekspor secara keseluruhan. Hal yang bertolak belakang terjadi pada pelaku usaha yang memiliki impor content yang tinggi, menguatnya nilai Rupiah sangat membantu mereka karena mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Terkait dengan pembiayaan, sebagian besar pelaku usaha membiayai kegiatan operasionalnya secara internal atau dari perusahaan induk. Hanya beberapa pelaku usaha yang menggunakan dana perbankan. Beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi pelaku usaha adalah lambannya penurunan tingkat suku bunga pinjaman perbankan dibandingkan dengan penurunan tingkat suku bunga bank sentral. Hal tersebut menyebabkan spread antara suku bunga acuan bank sentral dan suku bunga pinjaman masih tinggi. Selain itu, mayoritas pelaku usaha berharap agar tingkat suku bunga pinjaman tidak mengalami kenaikan karena akan berdampak pada penurunan konsumsi secara umum.
10
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 10,0% (yoy). Seperti kondisi periode sebelumnya, kinerja subsektor komunikasi masih memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, kondisi cuaca yang relatif lebih baik telah mendorong aktivitas perekonomian di subsektor pengangkutan sehingga mengalami peningkatan kinerja tahunan. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 7,9% (yoy). Tingginya kinerja sektor keuangan tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan Daerah). Seiring dengan pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami pertumbuhan sebesar 7,7% (yoy). Hasil survei bisnis menunjukkan tingkat permintaan di subsektor perdagangan ritel terutama barang untuk kebutuhan rumah tangga masih cukup baik. Sementara itu, subsektor perhotelan menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari sisi pendapatan seiring peningkatan tingkat hunian. Grafik 1.3 Pertumbuhan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air Bersih (LGA) tumbuh sebesar 7,6% (yoy),
%,yoy
%, yoy
mengalami akselerasi pertumbuhan yang cukup besar dibanding kinerja triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 6,0% (yoy).
Hal
tersebut
salah
satunya
disebabkan meningkatnya penjualan air bersih dari sebesar 10,80% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 12,46% (yoy). Selain
itu,
hasil
survei
dunia
usaha
menunjukkan kebutuhan kebutuhan listrik
13.0 12.5 12.0 11.5 11.0 10.5 10.0
30 25 20 15 10 5 II
III 2010
IV
I
II 2011
Pertumbuhan Penjualan Air Bersih Pertumbuhan Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)
Sumber : PT. PDAM Tirta Musi, diolah
di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang masih cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya. Rasio elektrifikasi di wilayah Sumatera Selatan pada saat ini berada pada kisaran 50%.
11
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa masing-masing tumbuh sebesar 5,8% (yoy) dan 5,3% (yoy). Tetap positifnya kinerja sektor industri pengolahan secara umum masih didorong oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif dan relatif tingginya harga komoditas unggulan di pasar internasional. Sementara itu, permintaan terhadap jasa angkutan, jasa layanan periklanan, dan jasa logistik mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan aktivitas perdagangan dan aktivitas perekonomian yang dilakukan perusahaan maupun individu. Sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8% (yoy) atau mengalami akselerasi dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang sebesar 3,0% (yoy). Selain dipengaruhi kondisi cuaca yang semakin kondusif, membaiknya kinerja sektor pertanian juga tidak terlepas dari peran aktif Pemerintah Daerah yang sangat berkepentingan dalam menjaga ketahanan pangan, khususnya dalam mencapai target produksi beras. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 2,2% (yoy). Dari subsektor pertambangan migas diperoleh informasi bahwa lifting minyak mengalami penurunan sebesar 36,92% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 2,73% (yoy). Sementara itu, lifting gas bumi turun sebesar 34,00% (yoy) atau mengalami penurunan kinerja dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 1,66% (yoy). Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumatera Selatan Juta Barel
MMBTU
7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
160 140 120 100 80 60 40 20 0
6.47
6.22
6.05
5.96 4.08
II
III 2010
IV
I
II 2011
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
12
Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi Provinsi Sumatera Selatan
142.63
146.22 140.57
138.12 94.14
II
III 2010
IV
I
II 2011
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami pertumbuhan sebesar 4,2% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik
Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mengalami
Rp Triliun
pertumbuhan
sebesar 0,1% (qtq). Penyebab utama membaiknya pertumbuhan ekonomi secara
triwulanan
meningkatnya pertanian, perkebunan kondusifnya
adalah
kinerja
sektor
terutama
subsektor
seiring
semakin
kondisi
cuaca
Persen 4.2
17.0 16.8 16.6 16.4 16.2 16.0 15.8 15.6 15.4 15.2
3.6
5.5
6 4 2
0.1
(2)
(3.7)
(4) (6)
II
III
I
IV
2010 Nominal PDRB
pada
II 2011
Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
masa panen. Kinerja perekonomian triwulanan pada triwulan II 2011 ditandai dengan pertumbuhan positif di seluruh sektor ekonomi. Kondisi cuaca yang semakin kondusif dengan curah hujan yang relatif rendah dan terjaganya harga komoditas pada level yang tetap tinggi menjadi kunci utama membaiknya perekonomian Sumatera Selatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 2010
2011
Lapangan Usaha II
III
IV
I
II
5.5
15.2
(18.1)
0.4
10.6
2.0
1.6
(1.8)
0.3
2.2
4.6
3.2
0.7
(1.0)
2.9
LGA
2.6
3.3
(0.4)
0.3
4.2
Bangunan
4.8
5.2
2.4
(0.2)
5.4
PHR
3.0
5.7
(1.1)
0.1
3.1
2.6
4.4
2.5
1.0
1.9
0.1
2.2
3.2
1.6
0.7
Jasa-jasa
3.9
0.3
1.5
0.7
2.7
Total PDRB
3.6
5.5
(3.7)
0.1
4.2
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
13
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Dari segi pangsa, sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang Grafik 1.7 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011
PDRB yang paling besar dengan pangsa sebesar 21,4%. Kontribusi sektor tersebut mengalami
penurunan
setelah
pada
21.4%
19.4%
triwulan sebelumnya tercatat memberikan
8. 7%
17.1%
sumbangan sebesar 21,8%. Sektor pertanian tercatat sebagai
yakni
triwulanan
sebesar
10,6%
paling (qtq).
0.5%
PERTANIAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNI KASI KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA
tinggi Kondisi
tersebut jauh lebih baik dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya
8.5%
6.0%
sektor ekonomi yang mencatat kinerja pertumbuhan
14.1%
4.4%
yang
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 0,4% (qtq). Curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak negatif terhadap produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang terlihat dari berkurangnya luas panen padi sebagaimana data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Selatan. Bertolak belakang dengan kinerja subsektor tabama, kinerja subsektor perkebunan justru mengalami peningkatan seiring masa panen yang terjadi terutama pada tanaman kelapa sawit. Namun demikian, panen yang terjadi berakibat negatif terhadap harga Tandan Buah Segar (TBS) yang terus mengalami penurunan di tingkat petani. Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan
mili meter
hari
300 250
14.11 12.16
12.66
11.78
11.71
200 150
1,800
12 10 8
1,400
50
6 4 2
0
0
100
II
III
IV
2010
I
II
Rp/Kg
16 14
% 4 0.28
1,600
50 38.68 40 25.12
1,200 1,000 800
20
13.10
600
10
400 200
30
0
(6.81)
0
-10 II
III 2010
2011
IV
I
II 2011
Rata-rata Curah Hujan Rata-rata Hari Hujan (Aksis Kanan)
Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten
14
Harga TBS
Pertumbuhan Tahunan (yoy) - Aksis Kanan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Selatan
Kinerja sektor bangunan tumbuh sebesar
5,4%
(qtq)
atau
mengalami
perbaikan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya
yang
terkontraksi
sebesar
0,2% (qtq). Penyelesaian venue-venue yang akan digunakan pada kegiatan SEA Games XXVI telah memberikan andil yang sangat besar terhadap akselerasi kinerja sektor bangunan. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari data Asosiasi Semen Indonesia yang
Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan Ribu Ton 360 350 340 330 320 310 300 290 280 270
Persen 25
21.40
20 15
8.40
10 5
10.02
-
(2.23)
(5)
(4.49)
(10) II
III
IV
I
2010
Jumlah (ton)
II 2011
Pertumbuhan (qtq)
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
menunjukkan terjadinya peningkatan penjualan semen sebesar 8,4% (qtq). Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) tumbuh sebesar 4,2% (qtq), mengalami perbaikan dibanding kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,3% (qtq). Pertumbuhan sektor LGA terutama disebabkan meningkatnya kinerja subsektor air bersih dan tingginya pemakaian listrik pada periode laporan yang diperkirakan mencapai 711,76 Juta KWH.
15
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 2
PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU
Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (Southeast Asian Games) atau biasa disingkat SEA Games XXVI sebentar akan diselenggarakan di Indonesia. Gelaran pesta olahraga tersebut tepatnya akan dibuka secara resmi pada tanggal 11 November 2011 dan ditutup pada tanggal 25 November 2011 dengan tempat penyelenggaraan di dua kota, yaitu Palembang dan Jakarta. Sebagai salah satu tuan rumah, Kota Palembang terus berbenah menyelesaikan proyek-proyek pembangunan dan renovasi gedung/venue serta sarana penunjang lainnya. Hal yang cukup berat mengingat selain menjadi tempat penyelenggaraan pesta pembukaan dan penutupan, Kota Palembang juga menjadi tempat gelaran pertandingan 22 cabang olahraga. Kedua puluh dua cabang olahraga tersebut adalah : baseball, biliar, snooker, tinju, sepak bola, senam, sepak takraw, menembak, softball, tenis, soft tenis, voli, voli pantai, angkat besi, gulat, catur, fin swimming, petanque, ski air, bridge, sepatu roda, dan panjat tebing. Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan sarana dan prasarana SEA Games XXVI diperkirakan mencapai Rp2,2 triliun yang bersumber dari dana APBN, APBD, dan pihak ketiga (lihat Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI di Kota Palembang). Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI di Kota Palembang
Sumber Dana
Jumlah
Swasta (CSR, Investasi, BOT, Hibah)
Rp. 1.582.407 juta
APBN (Kemenpora, Kementerian PU)
Rp. 560.000 juta
APBD (Renovasi/Rehabilitasi)
Rp. 98.939 juta
Total
Rp. 2.187.346 juta Sumber : Paparan Gubernur Sumatera Selatan
Sejak ditetapkan menjadi tuan rumah utama penyelenggaraan SEA Games oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Terbatas Pembahasan SEA Games XXVI pada tanggal 20 Juli 2010, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terus melakukan pembenahan beberapa venue bekas tempat penyelenggaraan PON XVI tahun 2004 dan juga membangun beberapa venue baru untuk menyukseskan hajatan SEA Games XXVI. *) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
16
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, setidaknya terdapat 29 proyek utama dalam kaitan menyukseskan penyelenggaraan SEA Games XXVI di Kota Palembang. Berdasarkan Laporan Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011 per tanggal 29 Juli 2011 diketahui bahwa secara umum penyelesaian proyek-proyek tersebut mengalami keterlambatan dengan rata-rata keterlambatan sebesar 15,62%. Beberapa hal yang menjadi kendala diantaranya : (1) masalah cuaca, (2) sulitnya mencari bahan baku bangunan, dan (3) masalah keterlambatan pencairan dana APBN untuk SEA Games XXVI. Sejak November 2010 curah hujan yang cukup tinggi hampir setiap hari terjadi wilayah Jakabaring yang merupakan pusat penyelenggaraan SEA Games XXVI. Hal ini tentunya memperlambat proses pembangunan. Masalah lainnya adalah sulitnya mencari bahan baku bangunan yang mayoritas didatangkan dari Pulau Jawa sering terhambat oleh gelombang tinggi di Selat Sunda. Sementara itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah keterlambatan cairnya dana APBN untuk biaya pembangunan venues SEA Games XXVI. Tabel 2. Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengambil beberapa langkah antisipasi dan penyempurnaan serta berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Pusat sehingga tetap optimis bahwa proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan tepat waktu.
17
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.12 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Grafik 1.11 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan Juta
Juta
760 740 720 700 680 660 640 620
2.95 2.90 2.85 2.80 2.75 2.70 2.65 2.60
2.91 *
*) estimasi
*
711.76
II
III
IV
I
2010
Juta
Ribu Orang
15.0
510 500 490 480 470 460 450 440 430 420 410
14.5 14.0 13.5 13.0 12.5 12.0
II
II
III
2011
II 2011
Penjualan Air Bersih (M3) Jumlah Pela nggan (Aksis Kanan)
Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan
sektor
I
2010
Pemakaian Listrik (KWH) Pelanggan (Aksis Kanan)
Kinerja
IV
Sumber : PT. PLN WS2JB, diolah
Perdagangan,
Hotel,
dan
pertumbuhan Grafik 1.13 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru di Sumatera Selatan
Restoran sebesar
(PHR)
mengalami
3,1% (qtq)
yang
diperkirakan sebagai dampak meningkatnya konsumsi di subsektor perdagangan besar &
unit
unit
6,000
80,000
eceran. Kondisi yang sama terjadi pada
5,000
70,000 60,000
tingkat hunian hotel yang juga diperkirakan
4,000
50,000
3,000
40,000 30,000
2,000
20,000 1,000
10,000 -
II
III
IV
2010 TRUK
MOBIL
I
II 2011
MOTOR (Axis Kanan)
Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan
mengalami
peningkatan
dibandingkan
triwulan sebelumnya. Namun demikian, data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi
Sumatera
Selatan
menunjukkan
terjadinya penurunan pendaftaran mobil dan motor baru masing-masing sebesar 31,57% dan 29,64% (qtq).
Kinerja sektor industri pengolahan meningkat sebesar 2,9% (qtq), mengalami perbaikan kinerja dibandingkan triwulan
sebelumnya
yang
mengalami kontraksi
pertumbuhan triwulanan sebesar 1,0% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, banyaknya pelaku usaha di sektor industri pengolahan menyebabkan tingginya tingkat persaingan usaha yang pada gilirannya mengakibatkan ketersediaan bahan baku menjadi terbatas.
18
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Meningkatnya pasokan karet dunia dan sedikit menurunnya permintaan karet dunia telah menyebabkan penurunan rata-rata harga karet di pasar internasional menjadi USD544,83 cent/kg atau turun sebesar 1,07% (qtq) dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD550,75 cent/kg. Sementara itu, rata-rata harga CPO dunia tercatat sebesar USD1.109,68/metrik ton atau mengalami penurunan sebesar 7,92% dibandingkan dengan harga rata-rata pada triwulan sebelumnya. Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional
USD cent/kg
600 550 500 450 400 350 300 250 200 150
USD/Metrik Ton
550.75
544.83
434.67 371.00
370.28
II
III
IV
2010
I
1,300 1,200 1,100 1,000 900 800 700 600 500 400 300
1,205.14 1,051.37 838.57 781.46
II
II
1,109.68
III
IV
I
2010
2011
II 2011
Sumber : Bloomberg
Sumber : Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukung perekonomian tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,7% (qtq). Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencatatkan pertumbuhan triwulanan sebesar 0,7% (qtq). Meningkatnya permintaan dunia terhadap minyak bumi berpengaruh positif terhadap
kinerja
sektor
pertambangan
dan penggalian
peningkatan pertumbuhan triwulanan sebesar
sehingga
mengalami
2,2% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD102,52/barrel atau mengalami peningkatan sebesar 9,14% (qtq). Sementara itu, batubara yang merupakan alternatif sumber energi pun mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di level USD78,73/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 2,15% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
19
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.17 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional
Grafik 1.16 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional
Harga Minyak WTI, U SD/Barrel
USD/M etrik Ton 90 77.08
80
67.95
70
78.73
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20
70.94
62.90
60 50 40 30 20 10 0 II
III
IV
I
102.52 93.93
II
II
2010
85.10
76.01
78.13
III
2011
IV
I
2010
Sumber: Bloomberg
II 2011
Sumber: Bloomberg
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 1,9% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan torehan kinerja pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0% (qtq). Meningkatnya jumlah pengguna dan barang yang dimuat pada subsektor pengangkutan laut menjadi salah satu indikator yang menunjukkan kondisi tersebut. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara di Sumatera Selatan Ribu Orang
Ribu Orang
620 600 580 560 540 520 500 480 460
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 II
III 2010
IV
I
II 2011
Penumpang Domestik (aksis kiri) Penumpang Internasional (aksis kanan)
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
Juta Ton
Ribu Orang
2
120 100 80
1
60 40 20
-
II
III
IV
2010
I
II 2011
Arus Penumpang (Aksis Kiri) Arus Barang Bongkar Arus Barang Muat
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor ekonomi yang mencatat kinerja pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,7% (qtq). Kinerja tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 1,6% (qtq). 20
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 4,8%. Kegiatan ekspor mengalami peningkatan sebesar 13,2% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 19,2% (yoy). Sementara itu, impor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan tahunan sebesar 12,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 15,7% (yoy). Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)
2010
Penggunaan
2011
II
III
IV
I
II
5.7
4.1
6.1
6.4
6.4
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
(14.6)
(7.0)
1.1
0.8
1.2
3. Konsumsi Pemerintah
(3.0)
1.3
16.1
17.3
10.7
1. Konsumsi Rumah Tangga
4. Investasi
7.7
8.8
7.1
8.9
12.8
5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor Barang dan Jasa
21.0 14.3
23.8 17.7
8.4 12.9
19.2 15.7
13.2 12.5
TOTAL
5.7
5.3
6.0
5.9
6.0
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi
secara
umum
mengalami
perlambatan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi.
rumah
tangga
meningkat
sebesar 6,4% (yoy). Konsumsi lembaga swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,2% (yoy) atau
mengalami
peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,8% (yoy), sedangkan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 10,7% (yoy). Sementara itu, investasi tercatat tumbuh sebesar 12,8% (yoy),
120
Indeks Optimis
konsumsi
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Pesimis
Berdasarkan komponen konsumsi,
100 80
97.44
106.00
100.78 92.22
88.33
60 40 20 0 II
III 2010
IV
I
II 2011
Sumber : Survei Konsumen KBI Palembang
mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,9% (yoy).
21
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi adalah investasi dan ekspor dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (qtq). Tingginya pertumbuhan ekspor diperkirakan terkait dengan peningkatan ekspor batubara. Sementara itu, tingginya investasi diyakini terkait erat dengan penyelesaian proyek-proyek SEA Games XXVI.
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Impor tercatat tumbuh sebesar 4,3% (qtq) atau mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 2,1% (qtq) Tingginya
pertumbuhan
impor
diperkirakan terkait erat dengan nilai tukar rupiah yang terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai
Sumber : Bank Indonesia, diolah
mata uang rupiah dalam kurun waktu satu tahun terakhir rata-rata sebesar 1,48% setiap triwulannya. Konsumsi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,6% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan Kilo Liter
Kilo Liter 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
250 200 150 100 50 II
III
IV
I
sebesar
Membaiknya
kinerja
konsumsi
terutama
2,7%
(qtq).
triwulanan
sisi
disebabkan
meningkatnya konsumsi pemerintah hingga sebesar
5,4%
(qtq).
Kondisi
tersebut
diyakini sebagai dampak siklikal penyerapan belanja APBD selama semester berjalan.
II
Kinerja konsumsi rumah tangga dan swasta 2010 Premium
2011 Solar
M. Tanah (Aksis Kanan)
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
nirlaba mencatatkan peningkatan masingmasing sebesar 2,2% (qtq). Kondisi tersebut mengalami
peningkatan
dibandingkan
kinerja triwulan sebelumnya yang masing-masing hanya sebesar 0,0% (qtq) dan -1,2% (qtq).
22
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%) 2010
Penggunaan
2011
II
III
IV
I
II
1.1
3.1
0.9
0.0
2.2
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
0.5
2.2
(2.0)
(1.2)
2.2
3. Konsumsi Pemerintah
11.7
9.9
18.5
(19.4)
5.4
4. Investasi
1.2
3.9
3.6
(0.0)
4.8
5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor Barang dan Jasa
11.2 9.0
0.8 2.8
4.3 2.8
2.1 2.1
5.4 4.3
3.6
5.5
(3.7)
0.1
4.2
1. Konsumsi Rumah Tangga
TOTAL
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 40,0%. Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor pertambangan dan penggalian dari sebesar 22,1% menjadi 23,7%. Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
sekunder
sedikit
mengalami penurunan dibandingkan tahun
Persen 45 40
Sektor
38.6 39.2
37.3
38.7 40.0
35
sebelumnya, yakni menjadi sebesar 30,3%. 30.4 30.3 31.1 30.8 30.3
30
31.0 30.5 31.6 30.5 29.7
25
Pangsa
subsektor
mengalami
20 15
tahun
10 5
sektor
peningkatan
sebelumnya
bangunan dibandingkan
menjadi
7,0%,
sedangkan subsektor industri pengolahan
0 Sektor Primer
2010 II
Sektor Sekunder
2010 III
2010 IV
Sektor Tersier
2011 I
2011 II
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
mengalami penurunan menjadi sebesar 22,8%. Sementara itu subsektor LGA relatif tidak mengalami perubahan.
Pangsa sektor tersier mengalami penurunan yakni menjadi 29,7%. Pada sektor ini hanya subsektor PHR yang mengalami peningkatan pangsa yakni dari 12,4% menjadi 12,5%, sedangkan pangsa subsektor lainnya mengalami penurunan. Pangsa subsektor pengangkutan, subsektor keuangan, dan subsektor jasa-jasa masing-masing turun menjadi 4,2%, 3,4%, dan 9,6%.
23
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 3 CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL*)
Dengan kontribusi 27% dari total penerimaan negara, sektor Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) masih memegang peranan penting bagi pembangunan perekonomian nasional, baik melalui sisi fiskal, moneter maupun sektor riil. Sektor migas memberikan kontribusi sebesar Rp185 triliun (78%), adapun sektor pertambangan umum sebesar Rp52 triliun (22%). Selain itu, sektor ESDM juga sangat berperan dalam menjamin sumber pasokan bahan bakar dan bahan baku (energi dan minerba) guna kelancaran pembangunan secara nasional. Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, pengembangan dan pemberdayaan sektor ESDM mendapat porsi cukup besar yang terindikasi oleh penetapan Koridor Sumatera, Kalimantan, dan Papua-Maluku sebagai basis pengembangan ESDM. Koridor Sumatera yang ditetapkan sebagai ”Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional” memiliki potensi yang baik dari segi geografis maupun geologis. Sumatera memiliki kedekatan dengan banyak negara-negara di daratan Asia, sehingga memiliki keunggulan komparatif yang sangat tinggi dalam perdagangan dengan negara Asia yang harus dimanfaatkan dan diwujudkan dalam bentuk keunggulan kompetitif melalui transformasi ekonomi. Selain itu, Sumatera memiliki beragam jenis energi yang paling lengkap dibandingkan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Beberapa diantaranya yaitu potensi migas, batubara, Coal Bed Methane (CBM) dan bio fuel terbesar. Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan bahwa produksi timah di Indonesa hanya diproduksi di Sumatera, tepatnya di Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan pengekspor timah terbesar di dunia. Tabel 1. Potensi Sumber Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera
*) Merupakan angka resources recoverable Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Cadangan minyak bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 4,8 miliar barel atau 61,5% dari total cadangan nasional sebesar 7,8 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekitar 574 ribu barel/hari maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 23 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru). Produksi minyak di wilayah Sumatera saat ini mendominasi 60% produksi minyak nasional. *) Paparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Rapat Koordinasi Forum Gubernur Se-Wilayah Sumatera
24
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Cadangan gas bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 79,10 TCF atau sekitar 50% dari total cadangan nasional sebesar 157 TCF. Dengan tingkat produksi sekitar 3.194 MMSCFD maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 68 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru). Dengan kekayaan alam yang dimiliki, wilayah Sumatera dan khususnya Sumatera Selatan dapat berperan strategis menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional sesuai amanat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Namun demikian terdapat beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam optimalisasi kekayaan ESDM Sumatera, yaitu : masalah infrastruktur dan tenaga listrik. Khusus untuk masalah listrik, saat ini telah disetujui rancangan pengembangan ketenagalistrikan di Sumatera ditujukan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 68,7% pada 2010 menjadi 83,3% pada 2014. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah pemadaman bergilir dan meningkatkan kualitas tegangan. Terdapat 10 proyek 10.000 MW tahap I di Sumatera dengan total kapasitas 1.325 MW, dimana 3 proyek diantaranya direncanakan COD pada tahun 2011 yaitu: PLTU Kep. Riau – Tjg. Balai Karimun (2x7 MW), PLTU 3 Babel–Bangka (2 x 30 MW), dan PLTU Lampung– Tarahan Baru (2x100 MW). Sementara itu, dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II, di Sumatera direncanakan dibangun 7 proyek PLTU dengan kapasitas 540 MW, 12 PLTP dengan kapasitas 1.767 MW dan 2 PLTA dengan kapasitas 204 MW.
25
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen tersebut mengalami penurunan menjadi 73,8% dibandingkan pangsa periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 75,1%. Meningkatnya pangsa ekspor yang relatif tinggi berpengaruh cukup signifikan terhadap
peningkatan pangsa komponen eksternal
menjadi 2,4%, lebih
tinggi
dibandingkan pangsa pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,7%. Sebagai konsekuensinya, komponen internal mengalami penurunan pangsa dibandingkan kondisi tahun sebelumnya yakni menjadi 98,0%. Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) P ersen 40.0 39.0 38.0 37.0 36.0 35.0 34.0 33.0 32.0 31.0 30.0
Persen 38.9 37.5
5.5
37.9 36.9 35.9 34.9
35.8
6.0
38.3
5.0 35.9
3.0
33.5
2.4
1.7 1.0
1.0
1.0
III
IV
I
II 2011
Ekspor
26
2.0
0.0 II
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
4.0
Impor
Net Ekspor (Aksis Ka nan)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 1.6.1. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat sebesar USD1.270,55 juta, meningkat sebesar 70,49% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD745,25 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 10,87% (qtq) dari sebesar USD1.145,99 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 88,40%. Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
Nilai ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat sebesar USD2.085,42 juta atau meningkat sebesar 106,27% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.011,00 juta. Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan volume, ekspor pada periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar 1.451,38 ribu ton, meningkat sebesar 156,14% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 566,63 ribu ton. Sementara dibandingkan triwulan sebelumnya, mengalami peningkatan sebesar 13,19% (qtq) dari sebesar 1.282,28 ribu ton.
27
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Mar 11-Mei 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Volume ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat sebesar 2.306,91 ribu ton atau meningkat sebesar 175,07% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 838,67 ribu ton. Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Amerika Serikat pada triwulan ini tercatat paling tinggi dengan pangsa sebesar 28,23%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 29,81%. Sementara itu pangsa ekspor ke Cina mengalami penurunan dari sebesar 15,95% pada triwulan sebelumnya menjadi 14,81%.
28
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6.2. Perkembangan Impor Nilai impor periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar USD123,04 juta, turun sebesar 5,30% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD119,03 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor sebesar 3,37% (qtq) dari sebesar USD119,03 juta. Penurunan nilai impor secara triwulanan terkait dengan menurunnya impor mesin-mesin yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor industri pengolahan. Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Nilai impor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat sebesar USD209,76 juta, meningkat sebesar 25,46% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD167,19 juta. Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 141,29 ribu ton atau meningkat sebesar 21,08% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 116,69 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,63% (qtq) dari sebesar 112,46 ribu ton.
29
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Mar 11-Mei 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini didominasi Cina yakni sebesar 21,56%, kemudian disusul oleh Malaysia dengan pangsa sebesar 15,57%, dan Amerika Serikat dengan pangsa sebesar 6,07%. Sementara itu, pangsa negara asal impor terbesar selama tahun 2011 hingga Mei 2011 adalah Cina dengan pangsa sebesar 30,00%.
30
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 4
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan II 2011 Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan II 2011 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 120,26, meningkat dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 126,72. Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) turun ke level 106,53 dari sebelumnya yang sebesar 117,00. Sementara itu, rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turun dari 136,45 pada triwulan sebelumnya menjadi 133,98. Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Tahun 2010 - 2011
Optimis
160 140 120
Pesimis
100 80 60 40 20 ‐ 4
5
6
7
8
9
10
11
12
2010
1
2
3
4
5
6
2011
IKK
IKESI
IEK
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
31
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Beberapa hal yang menjadi perhatian utama konsumen Palembang antara lain: ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu konsumsi (lihat grafik 2). Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010 - 2011
Optimis
180
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
160
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad
140 120
Ketersediaan lapangan kerja saat ini
100 80
Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Pesimis
60 40 20 0 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2010
Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lama Kondisi ekonomi 6 bulan yad
2011
II. Keyakinan Konsumen Secara umum IKK selama periode laporan mengalami tren penurunan. Pada bulan April tercatat sebesar 122,98, dengan IKESI dan IEK masing-masing 112,33 dan 133,63. Pada bulan Mei mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar 122,22 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 107,23 dan 137,20. Sementara itu, IKK pada bulan Juni turun drastis ke level 115,57 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 100,03 dan 131,10. 2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan relatif tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 46,33%. Sementara responden yang menyatakan lebih baik sebanyak 38,56%. 2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja Dari sisi ketersediaan lapangan kerja, 40,56% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu lebih dari seperempat jumlah responden yakni mencapai 33,44% berpendapat bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Namun demikian, optimisme responden terhadap ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan mendatang relatif tinggi. Sebanyak 39,78% responden berkeyakinan bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang akan lebih baik.
32
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan Sebanyak 47,33% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka saat ini sama jika dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hanya sekitar 7,00% responden yang berkeyakinan bahwa peghasilannya lebih buruk. Seiring dengan optimisme penerimaan bonus di akhir tahun, mayoritas responden atau sebesar 55,22% berkeyakinan bahwa penghasilan mereka pada 6 bulan mendatang akan lebih baik. 2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari 82,44% responden yang berpendapat bahwa harga-harga akan naik. Bahkan sebanyak 24,00% responden berkeyakinan bahwa harga pada 3 bulan mendatang akan naik secara signifikan.
III. Profil Responden 3.1 Profil Responden Bulan April 2011 Profil responden pada bulan April 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan April 2011
33
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
3.2 Profil Responden Bulan Mei 2011 Profil responden pada bulan Mei 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Mei 2011
3.3 Profil Responden Bulan Juni 2011 Profil responden pada bulan Juni 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Juni 2011
34
BAB 2 • •
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
Inflasi stabil di kisaran yang relatif rendah, yang didukung oleh iklim yang lebih kondusif. Walaupun terdapat beberapa permasalahan, namun tekanan inflasi baik dari sisi permintaan maupun penawaran terkendali.
2.1. Inflasi Secara Umum Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), atau relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 5,13% (yoy). Tekanan inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Lebih rendahnya capaian inflasi tersebut dipengaruhi oleh deflasi yang cukup besar pada periode panen, meskipun pada bulan Juni inflasi sudah kembali menunjukkan kecenderungan peningkatan. Capaian inflasi pada triwulan II 2011 sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia pada laporan sebelumnya yang memperkirakan inflasi akan bergerak pada kisaran 4,72 ± 0,5% dan sudah dalam setahun ini inflasi Palembang lebih rendah dibandingkan angka nasional yang mencapai 5,54% (yoy) pada Juni ini. Secara bulanan pada akhir triwulan II, inflasi kota Palembang pada bulan Juni 2011 tercatat sebesar 0,65% (mtm), meningkat jauh dibandingkan bulan Maret 2011 dimana terjadi deflasi sebesar 0,77% (mtm). Namun demikian, angka inflasi tersebut masih lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,95% (mtm). Rendahnya inflasi Juni disebabkan oleh kondisi iklim pada tahun ini yang relatif lebih kondusif bagi produksi dan distribusi pangan dibandingkan tahun lalu. Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.3 Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Kota Palembang saat ini telah melewati masa panen raya, sehingga inflasi bulanan sudah terlihat meningkat kembali pada bulan Mei dan Juni 2011. Namun, terkendalinya inflasi baik dari sisi penawaran maupun permintaan yang tercermin oleh tidak adanya shock di kedua sisi menyebabkan inflasi tahunan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok pendidikan yaitu masing-masing sebesar 8,79% dan 4,59% (yoy). Sebaliknya, inflasi yang cukup rendah terjadi pada kelompok transportasi, yaitu sebesar 1,59% (yoy). Bila dibandingkan dengan triwulan I 2011, perubahan inflasi tahunan pada masingmasing kelompok barang dan jasa bervariasi. Kelompok bahan makanan mengalami penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30% pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin khususnya yang dilakukan selama periode Maret 2011 sampai dengan Juni 2011. Selain bahan makanan, kelompok yang mengalami perlambatan inflasi tahunan adalah kelompok sandang. Di sisi lain, subkelompok makanan jadi, pendidikan dan kesehatan mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan I 2011.
36
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Secara bulanan, kenaikan harga kelompok bahan makanan sudah mulai melonjak kembali mulai bulan Mei 2011, yang berlanjut pada bulan Juni 2011, yaitu masing-masing sebesar 1,94% dan 1,92% (mtm), setelah sebelumnya mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut pada saat panen raya. Perkembangan yang sama juga diikuti oleh beberapa kelompok lainnya, yakni kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok sandang pada periode April – Juni 2011. Selain itu, terdapat juga kenaikan kelompok kesehatan dan kelompok pendidikan secara bersamaan pada bulan April 2011. Sejak awal 2010 hingga Maret 2011, inflasi tahunan yang paling tinggi terjadi pada komponen volatile foods. Namun demikian, selisih inflasi volatile foods terhadap komponen
37
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
yang lain menipis dibandingkan periode sebelumnya. Core inflation dan inflasi komponen administered prices masih terbilang stabil, walaupun sedikit mengalami peningkatan. Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa tekanan inflasi pada triwulan II 2011 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation, diikuti dengan komponen volatile foods, ditinjau dari andil inflasi bulanan kedua komponen ini yang cukup tinggi sepanjang April sampai dengan Juni 2011. Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Sama halnya dengan perkembangan harga domestik, harga beberapa komoditas pangan (terigu, beras, dan kedelai) di pasar internasional secara umum mengalami penurunan pada triwulan II 2011 ini. Menurut Bloomberg, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan II 2011 mengalami penurunan dari USD 477,71/metrik ton menjadi USD 412,28/metrik ton, atau turun sebesar 13,70% (qtq). Harga beras secara tahunan menurun sebesar 3,08% (yoy). Sementara itu harga terigu dan harga kedelai mengalami penurunan dari USD 7,60/bushel menjadi USD 7,38/bushel dan dari USD 13,58/bushel menjadi USD 12,77/bushel, atau masing-masing turun cukup tajam sebesar 2,85% (qtq) dan 5,91% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan kedelai masing-masing sebesar 95,33% dan 36,15% (yoy). Adapun harga emas mengalami peningkatan sebesar 2,27% (qtq) dari USD 1.386,35/oz menjadi USD 1.417,77/oz. Peningkatan harga emas secara tahunan mencapai 18,71% (yoy). Di sisi lain, Food Price Index yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Association (FAO), menunjukkan bahwa harga pangan relatif sama pada Juni 2011 dan Maret 2011. Food Price Index pada bulan Juni 2011 juga mengalami peningkatan drastis sebesar 39%
38
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara global sebenarnya semakin melebar. Grafik 2.9 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional Perkembangan Harga Terigu
Perkembangan Harga Beras
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Emas
Perkembangan Harga Kedelai
Sumber : Bloomberg, diolah
Sumber : Bloomberg, diolah
39
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 5
HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang memperlihatkan tendensi terjadinya tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 3,34% pada triwulan II 2011 dibandingkan posisi triwulan I 2011. Kemudian, pada minggu I Agustus 2011, harga-harga sudah naik 3,74% dibandingkan triwulan II 2011. Grafik 1. Pergerakan Harga Bulanan Berdasarkan SPH
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 2. Inflasi SPH dan Inflasi BPS
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
40
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Sesuai dengan disagregasi inflasi berdasarkan kelompok core, volatile foods, dan administered prices, memperlihatkan bahwa harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan II 2011 ini secara umum masih mengalami penurunan. Walaupun demikian, volatilitas harga kelompok tersebut secara mingguan cukup tinggi, yaitu dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Selain itu, komponen core inflation juga mengalami fluktuasi harga yang cenderung tinggi, dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Sementara itu, pergerakan perubahan harga kelompok administered prices secara mingguan terbilang sangat rendah, yaitu antara 0 sampai dengan 1%.
Grafik 3. Pergerakan Harga Beras
*Minggu I Agustus 2011
Grafik 4. Pergerakan Harga Minyak Goreng
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 5. Pergerakan Harga Daging Ayam
Grafik 6. Pergerakan Harga Cabe Merah
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
Pola pergerakan harga beberapa komoditas secara umum sedikit menurun secara triwulanan. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami penurunan sebesar 42,5% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq), harga beras mengalami tendensi
41
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
penurunan sebesar 1,1% (qtq), sedangkan minyak goreng mengalami penurunan harga sebesar 3,3% (qtq). Di sisi lain, gula, daging ayam dan daging sapi mengalami peningkatan harga masing-masing sebesar 1,1%, 1,5% dan 0,3%. Sampai dengan Minggu I Agustus, volatile foods mengalami peningkatan harga sebesar 2,41% dibandingkan triwulan II 2011. Pada periode tersebut, harga beras, daging ayam, dan daging sapi naik masing-masing sebesar 4,2%, 6,7% dan 4,2%. Grafik 7. Pergerakan Harga Daging Sapi
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang Grafik 9. Pergerakan Harga Gula
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 8. Pergerakan Harga Mie
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang Grafik 10. Pergerakan Harga Emas Perhiasan
*Minggu I Agustus 2011 Sumber : SPH KBI Palembang
Berbeda halnya dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation cenderung meningkat. Harga emas mengalami peningkatan sebesar 7,7% (qtq), sementara harga nasi dan harga mie cenderung tetap. Sampai dengan Minggu I Agustus, core inflation mengalami peningkatan harga sebesar 4,58% dibandingkan triwulan II 2011.
42
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
2.2. Tekanan Inflasi Sisi Penawaran Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun dibandingkan tahun sebelumnya utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif untuk produksi maupun distribusi pangan. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada periode April-Juni 2011, walaupun sempat berfluktuasi cukup tinggi pada awal April. Selain itu, data Australian Bureau of Meteorology mengindikasikan bahwa la nina telah berakhir dan temperatur di wilayah pasifik telah kembali normal. Hal ini berimplikasi pada membaiknya produksi pangan secara global, setidaknya jika dibandingkan tahun sebelumnya. Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, inflasi bahan makanan turun drastis dari 11,72% pada triwulan I 2011 menjadi 9,30% (yoy) pada triwulan II 2011. Sementara itu, inflasi volatile foods menurun dari 11,88% pada triwulan I 2011 menjadi 9,12% (yoy) pada triwulan II 2011. Grafik 2.10 Perkembangan Rata-Rata Curah Hujan
Sumber: BMKG
Grafik 2.11 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Sumber: Survei Konsumen, BI
Di sisi ekspektasi inflasi, hasil Survei Konsumen di Kota Palembang mengindikasikan bahwa ekspektasi inflasi cenderung tinggi. Hal tersebut tercermin dari indeks net balance perkiraan harga 3 bulan dan 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini yang bernilai di atas 100, walaupun relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tingginya ekspektasi inflasi konsumen dipengaruhi oleh pengaruh hari raya keagamaan/hari besar lainnya,
43
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
penurunan/pencabutan subsidi pemerintah, serta menurunnya ketersediaan barang dan jasa. Tekanan dari faktor ekspektasi inflasi juga dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi inti seiring dengan kenaikan pendapatan. Perkembangan nilai tukar Rupiah mengurangi tekanan inflasi. Nilai tukar Rupiah yang cenderung masih terapresiasi terhadap Dollar AS dibandingkan awal tahun diperkirakan telah mengurangi imported inflation yang antara lain terjadi melalui penurunan biaya pembelian bahan baku impor. Pada Desember 2010, nilai tukar Rupiah bergerak di kisaran Rp9.000, kemudian terapresiasi secara gradual hingga bergerak di kisaran Rp8.500 pada bulan Juni 2011. Permasalahan belum mencukupinya kualitas infrastruktur masih memberikan kerentanan di sisi suplai. Pada jalan yang menghubungkan Palembang dan beberapa kabupaten/kota lainnya di Sumatera Selatan, seringkali terjadi kemacetan yang membuat waktu tempuh menjadi bertambah sampai 50% sehingga membuat kenaikan biaya dan mengurangi efisiensi dalam perekonomian secara umum. Hal ini ke depan berpotensi membuat kenaikan tarif angkutan. Kemacetan antara lain terjadi karena kondisi jalan yang mengalami kerusakan. Kerusakan jalan tersebut salah satunya diperparah oleh penggunaan jalan untuk pengangkutan batubara karena rendahnya kapasitas sarana transportasi khusus batubara. Di lain pihak, pihak pemerintah tidak dapat secara terus-menerus menjaga kondisi jalan karena anggaran pemeliharaan yang sangat terbatas. Dua hal ini menunjukkan pentingnya peningkatan anggaran dan percepatan belanja untuk infrastruktur secara signifikan. Selain itu, terjadi kelangkaan BBM di beberapa Kabupaten, di antaranya Musi Rawas, Lubuklinggau dan Ogan Ilir. Kelangkaan terjadi terutama disebabkan oleh peningkatan konsumsi BBM dan kepanikan masyarakat atas ketidakjelasan pembatasan BBM bersubsidi pada beberapa waktu lalu. Peningkatan konsumsi terjadi karena jumlah kendaraan bermotor yang meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan yang tinggi di sektor pertanian, serta masih tingginya kebutuhan BBM untuk genset. Kondisi ini akan menyebabkan efisiensi pemakaian kendaraan, dan menyebabkan aktivitas perekonomian berlangsung tidak optimal. Di sisi suplai pangan, terdapat permasalahan yaitu penyerapan beras petani yang dilakukan oleh Bulog tidak sesuai dengan yang ditargetkan. Permasalahan tersebut dapat
44
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
terjadi karena harga pembelian pemerintah (HPP) yang masih lebih rendah dibandingkan harga di tingkat petani. Meskipun demikian, penyaluran beras yang dilakukan Bulog terbilang cukup baik, yaitu sekitar 25 ribu ton untuk periode April – Juni 2011 (termasuk operasi pasar dan Raskin). Kurangnya penyerapan beras Bulog dibandingkan targetnya akan lebih berimplikasi pada stok beras. Stok beras di Bulog pada bulan Juni 2011 adalah sekitar 40 ribu ton, mengalami penurunan 40% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yaitu sekitar 67 ribu ton. Selain itu, berdasarkan data dari Disperindagkop Kota Palembang, stok beras di kota palembang khususnya masih relatif aman karena persediaan di distributor mencapai 20 ribu ton. Kenaikan harga beras sendiri disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah terjadinya gagal panen di daerah lain sehingga beras asal Sumsel dikirim ke daerah lain. Kondisi pasokan beras secara inter regional Sumbagsel terjaga. Kondisi stok beras di Bulog Divre Lampung dan Bulog Divre Bengkulu setara dengan 3-4 bulan penyaluran, sama dengan kondisi stok di Bulog Divre Sumsel. Selain itu, berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II 2011, produksi beras wilayah Sumbagsel di tahun 2011 ini akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 2.12 Penyaluran dan Stok Beras Bulog
Grafik 2.13 Konsumsi BBM Bersubsidi
Sumber: PT. Pertamina UPMS II Sumber: Perum Bulog Divre Sumsel
45
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 6 TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH
Beras merupakan salah satu komoditas yang paling menentukan dalam perkembangan inflasi, yang tidak lain disebabkan oleh bobotnya yang besar di dalam keranjang konsumsi. Suplai beras mempunyai sifat musiman yang sangat kuat yang bergantung pada masa panen. Karena itu, suplai beras akan tinggi pada bulan Maret-April setiap tahun, yakni pada periode panen raya beras di Sumatera Selatan. Sesuai dengan hukum ekonomi, harga suatu barang akan tinggi saat terjadi excess demand, dan sebaliknya, harga turun pada saat terjadi excess supply. Karena itu, harga beras akan turun jauh pada saat panen raya, yang biasanya diikuti dengan terjadinya deflasi dalam perekonomian. Sebaliknya, harga beras akan naik dan memberikan tekanan serius pada inflasi di saat pasokan beras turun. Sesuai dengan fungsinya, Bulog berperan dalam stabilisasi harga beras dengan membeli beras di saat suplai beras melimpah, dan menyalurkannya kembali di saat harga beras tinggi, yakni saat suplai beras berkurang. Peran Bulog ini cukup signifikan dalam mempengaruhi inflasi bahan makanan, yang ditunjukkan oleh korelasi antara stok beras di Bulog Divre Sumsel dan inflasi bahan makanan tahunan yang mencapai -0,7.
Grafik 1. Perkembangan Stok Beras dan Inflasi Bahan Makanan
Sumber: Bulog Divre Sumsel dan BPS
Data 30 bulan terakhir menunjukkan bahwa stok beras di Bulog mengalami penurunan yang robust, bila faktor musiman dihilangkan. Rata-rata stok beras bulanan di Bulog mencapai 57 ribu ton pada 2009, menurun 31% menjadi 39 ribu ton pada 2010. Hal ini tentu akan mengurangi kemampuan Bulog untuk melakukan stabilitasi harga beras dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan estimasi proyeksi logaritmik, rata-rata stok beras bulanan di Bulog akan turun kembali menjadi sekitar 18 ribu ton pada 2011, dan menjadi 14 ribu ton pada 2012. Angka tersebut sudah sangat dekat dengan rata-rata penyaluran beras bulanan di Bulog yang sebesar 10 ribu ton (jumlah operasi pasar dan Raskin). Dengan kata lain, kemampuan stok tersebut hanya ekuivalen untuk sekitar 1-2 bulan penyaluran. Dalam kondisi seperti ini, terdapat potensi dikuranginya jumlah beras yang akan disalurkan ke pasar.
46
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 1. Perkembangan Stok Beras: Aktual dan Proyeksi sampai 2012
Sumber: Bulog dan Estimasi BI
Grafik 2. Proyeksi Stok Beras: Seasonal Adjusted (SA) dan Tren Jangka Panjang (NR)
Sumber: Estimasi BI
Bila proyeksi baseline tersebut terealisasi, kemampuan Bulog dalam mempengaruhi harga beras akan berkurang pada tahun 2011 dan 2012. Proyeksi baseline, adalah perkiraan kondisi yang terjadi tanpa adanya shock yang signifikan. Karena itu, kondisi ini dapat dicegah dengan adanya perubahan kebijakan, antara lain dengan peningkatan harga pembelian pemerintah untuk beras dan menyesuaikan jenis beras yang disalurkan dengan jenis beras yang dominan beredar di pasar. Di sisi lain, perlu diupayakan pengawalan terhadap pencapaian target produksi komoditas pangan dan mengeliminir faktor-faktor negatif yang dapat mengganggu pencapaian target. Terkait hal tersebut, diperlukan pemantauan terhadap ketersediaan saprodi dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau, serta memastikan kesiapan sistem irigasi dan antisipasi organisme pengganggu tanaman.
47
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
2.3. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi tersebut utamanya disebabkan oleh adanya tingginya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan, antara lain karet dan sawit. Harga komoditas karet di pasar internasional meningkat 47,14% (yoy), sedangkan harga komoditas CPO di pasar internasional meningkat 42,00% (yoy). Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling tinggi dibandingkan dua komponen lainnya, menggantikan posisi volatile foods yang sebelumnya mendominasi. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok grass-root, kenaikan pendapatan tersebut dapat dicerminkan oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kenaikan harga komoditas unggulan yang tajam sejak tahun lalu, walaupun pada beberapa bulan terakhir cenderung konstan atau terkoreksi. Selain itu, terjadi kenaikan upah tukang bukan mandor yang berkontribusi cukup besar pada inflasi Mei 2011. Grafik 2.14 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani Indeks
112 110 108 106 104 102 100 6
7
8
9
10
11
12
1
2010
2
3
4
5
6
2011 Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
Secara teoretis, tekanan inflasi dari sisi permintaan secara langsung digambarkan oleh output gap, yakni selisih antara output aktual dan output potensial. (Lihat Suplemen 6. Peran Output Gap Sumatera Selatan dalam Mempengaruhi Inflasi Palembang). Hasil
48
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
estimasi mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan output gap pada triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II 2011. Selain itu, output gap saat ini mengalami peningkatan kembali. Grafik 2.16 Perkembangan Output Gap dan Inflasi
Grafik 2.17 Perkembangan Keyakinan Konsumen
Sumber: BPS, Estimasi Peneliti BI
Sumber: Survei Konsumen BI Palembang
Optimisme konsumen tetap terjaga walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2011, seiring dengan terkoreksinya harga komoditas unggulan. Konsumen yang terbilang optimis akan senantiasa melakukan konsumsi sehingga akan memberikan tekanan inflasi dari sisi permintaan. Tekanan inflasi kelompok inti berasal dari komoditas non-food khususnya emas terus meningkat. Di pasar internasional, harga emas juga mengalami peningkatan yang robust seiring dengan ketidakjelasan prospek ekonomi AS, mengingat emas dipandang dapat mensubstitusi Dollar AS sebagai save haven. Secara bulanan emas memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar.
49
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 7 PERAN OUTPUT GAP SUMATERA SELATAN DALAM MEMPENGARUHI INFLASI PALEMBANG
Output gap merupakan kesenjangan antara output aktual dan output potensial dalam perekonomian. Output gap yang positif mengindikasikan perkembangan permintaan agregat yang melebihi penawaran agregat, yang kemudian akan memicu inflasi. Karenanya, output gap yang positif juga dikenal dengan inflationary gap. Sebaliknya, output gap yang negatif akan cenderung memicu deflasi. Dengan mengingat Okun’s Law, output gap yang terjadi juga merefleksikan pengangguran siklikal yang terjadi pada perekonomian. Pengangguran siklikal adalah selisih antara pengangguran aktual dan tingkat pengangguran natural (NAIRU) di dalam perekonomian. Semakin rendah pengangguran siklikal, maka output gap yang terjadi akan semakin tinggi. Dalam memperkirakan output gap, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengestimasi PDRB harga konstan dengan penyesuaian musiman (seasonally adjusted) dengan menggunakan metode X12-ARIMA yang sering dipergunakan oleh US Census Bureau. Kemudian, PDRB yang telah dinetralkan faktor musimannya tersebut diproses dengan menggunakan Hodrick-Prescott Filter. Namun metode ini mempunyai kekurangan antara lain disinyalir cenderung overshooting pada saat boom, dan cenderung undervalue pada saat krisis. Grafik 1. Output Gap dan Inflasi
Output gap Sumatera Selatan hasil estimasi terlihat berkorelasi kuat dengan inflasi tahunan Palembang 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Korelasi output gap periode t-1 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,70, korelasi output gap periode t-2 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,83, dan korelasi output gap periode t-3 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,73.
Sumber: BPS dan Estimasi BI
Korelasi yang kuat tersebut juga terlihat dari pergerakan dua indikator tersebut pada grafik 1, dimana pergerakan inflasi tahunan mengikuti output gap beberapa 1-3 periode sesudahnya, kecuali saat terjadi shock yang besar pada administered prices, yaitu pada periode tahun 2005-2006.
50
BAB 3 • •
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan 58,42% (yoy) mendorong akselerasi penyaluran kredit kepada la pangan usaha. NPL sedikit naik dari 1,87% menjadi 2,29%, disum bang utamanya ole h sektor perdagangan seiring koreksi harga komoditas unggulan.
3.1. Kondisi Umum Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Sela tan (Sumsel) pada triwulan II
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredi t Perban kan Provinsi Sumat era Selat an
2011 (data hingga Mei 2011) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit/pembiayaan
mengala mi
peningkatan
yang diiringi dengan kecenderungan penurunan suku bunga. Secara triwulanan
(qtq)
total aset
perbankan Sumsel tumbuh sebesar 3,98% menjadi Rp56,85 triliun dan secara tahunan
* Posisi Mei 2011
meningkat 26,22% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 25,48% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp36,56 triliun menjadi Rp45,88 triliun, dan secara triwulanan tercatat meningkat sebesar 4,57% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengala mi peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat mengalami peningkatan sebesar 24,85% dari Rp20,74 triliun menjadi sebesar Rp25,89 triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengala mi peningkatan sebesar 5,57%. Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih rendah dari pertumbuhan penyaluran pembiayaan/kredit secara triw ulanan telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) triwulan II menjadi 85,79% dari sebelumnya 84,21% di triwulan I.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.2. Kelembagaan Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel sampai dengan triwulan II 2011 berjumlah 57
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumat era Selat an
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 550 kantor yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, Cabang
Bank
Umum
65 Kantor
Konvensional,
12
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 7 Kantor Cabang BPR/S, 325 Kantor Cabang Pembantu
Bank
Umum
Konvensional, 44
*Posisi Mei 2011
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
serta 63 Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas Bank Syariah dan 5 Kantor Kas BPR.
Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 523 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 3.3.1 Penghimpunan DPK Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK mengalami peningkatan sebesar 25,48%. Simpanan berjangka/deposito mengalami peningkatan paling pesat, yait u dari Rp14,31 triliun menjadi Rp19,67 triliun atau meningkat sebesar 37,47%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 28,98% menjadi Rp18,90 triliun. Sementara itu, giro tercatat menurun dari Rp7,60 triliun menjadi sebesar Rp7,31 triliun atau sebesar 3,84%. Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar 4,57% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito, simpanan tabungan dan giro masing-masing sebesar 5,83%, 3,93% dan 2,93%. Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK, simpanan deposito tercatat memilik i pangsa terbesar yaitu sebesar 42,87%. Sementara itu simpanan tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,20% dan 15,93%.
52
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumat era Selat an
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan II 2011 di Provinsi Sumat era Selat an
* Posisi Mei 2011
*Posisi Mei 2011
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan perkembangan penghimpunan DPK berdasarkan 13 kabupaten/kota, DPK di Kabupaten Banyuasin digabungkan ke DPK Kabupaten Musi Banyuasin, sedangkan DPK di Kabupaten Lahat digabungkan ke DPK Kota Pagar Alam. Berdasarkan laju pertumbuhan secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Ogan Komering Ulu Timur tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 86,48% atau dengan pangsa pertumbuhan tahunan sebesar 0,82%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 15,19%. Pada periode ini, Empat Lawang merupakan satu-satunya wilayah yang mengalami pertumbuhan kredit negatif secara tahunan, yaitu menurun sebesar 9,80%. Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai kabupaten/kota secara umum pada periode ini cukup tinggi. Wilayah Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir tercatat sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni masingmasing naik sebesar 12,56% dan 12,45%. Tidak terdapat satu pun wilayah yang mencatat penurunan DPK dibandingkan triw ulan sebelumnya. DPK Kota Palembang tercatat berkontribusi terbesar sebagai pendorong pertumbuhan DPK secara triwulanan yaitu dengan andil sebesar 2,25%, diikuti dengan Muara Enim dan Musi Banyuasin dengan andil masing-masing sebesar 0,68% dan 0,52%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 64,70% dari total DPK
53
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Sumatera Selatan, diikuti oleh Muara Enim dan Musi Banyuasin yaitu masing-masing sebesar 12,72% dan 5,27%. Sementara itu, wilayah yang mempunyai pangsa terkecil adalah Musi Rawas dengan pangsa sebesar 0,16%.
Tabel 3. 1 Pertumbuhan DPK Perban kan p er K abupaten/ Kota di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta)
2010 Kabupaten/Kota
II
2011
III
IV
I
II*
Kab. Musi Banyuasin
1,795,384
1,803,372
1,666,455
2,202,474
2,420,171
Kab. Ogan Komering Ulu Kab. Muara Enim
1,166,979 4,551,634
1,202,715 4,774,547
1,336,804 4,882,373
1,489,224 5,539,522
1,594,925 5,835,868
Kab. Musi Rawas
44,019
52,044
66,728
65,631
73,876
Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
545,288 166,711
513,551 190,915
406,380 164,747
562,338 212,969
620,506 224,878
Kab. Ogan Komering Ulu Timur Kab. Ogan Ilir
232,120 149,082
232,044 123,757
250,204 156,944
392,796 225,637
432,860 253,729
Kab. Empat Lawang
135,434
124,716
62,493
115,740
122,164
24,041,850 1,467,913
25,651,349 1,465,239
28,594,050 1,451,707
28,686,338 1,651,282
29,685,772 1,775,026
Kota Prabumulih Kota Pagar Alam
1,205,031 1,062,856
1,288,579 1,123,496
1,347,872 1,173,236
1,482,956 1,248,691
1,512,083 1,329,119
Sumatera Selatan
36,564,301
38,546,324
41,559,992
43,875,597
45,880,977
Kota Palembang Kota Lubuklinggau
*Posisi Mei 2011
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 30,96% dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 tril iun. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa listrik, gas, dan air dan kredit sektor industri pengolahan masing-masing sebesar 99,47% dan 58,42%. Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan ole h penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, yaitu sebesar 7,01%. Sementara itu, penyaluran kredit di sektor pertania n, peternakan, kehutanan & perikanan memberikan andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara triwulanan.
54
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 2010
Sektor
2011
II 18,247,235
III 19,858,960
IV 20,825,598
I 22,231,120
II* 23,856,263
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan dan Penggalian
4,264,192
4,743,961
4,615,843
4,223,898
4,615,892
518,410
587,749
589,332
640,709
593,572
Industri Pengolahan
3,013,446
3,281,127
4,104,449
4,434,686
4,774,040
Lapangan Usa ha
Listrik, Gas dan Air Bersih
284,303
637,027
624,922
590,563
567,103
Konstruksi
1,601,000
1,638,450
1,501,290
1,530,199
1,714,671
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5,279,461
6,292,423
6,481,349
6,622,945
6,842,997
463,654
375,393
372,121
442,048
559,398
527,656
695,900
1,117,779
808,936
819,292
2,295,113
1,606,930
1,418,512
2,937,136
3,369,299
11,807,676
12,652,426
12,238,269
14,714,745
15,503,040
2,667,146 2,751
2,623,963 3,640
2,786,533 4,873
2,954,349 5,695
3,088,285 6,594
264,402
333,612
390,878
428,388
463,354
1,431,090
1,614,156
1,605,481
2,011,940
2,234,954
7,442,287 30,054,911
8,077,056 32,511,385
7,450,503 33,063,866
9,314,373 36,945,864
9,709,853 39,359,303
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Bukan Lapangan Usaha Rumah Tinggal Flat dan Apartemen Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan) Kendaraan Bermotor Lainnya Total Pinjaman *Posisi Mei 2011
Pertumbuhan penggunaan kredit
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektor al Provinsi Sumatera Selatan Triwul an I I 2011
perbankan pada kelompok yang tidak termasuk lapangan usaha (konsumsi) lebih kecil dibandingkan yang disalurkan pada sektor produksi.
Pertumbuhan
kredit yang tertinggi secara tahunan dicapai oleh kredit untuk flat dan apartemen serta kredit untuk ruko dan rukan, yaitu masing-masing
sebesar
139,69% dan 75,25%. Sementara itu, kredit kendaraan 56,17%.
bermotor
tumbuh *Posisi Mei 2011
55
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervaria si dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit investasi mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp5,37 triliun menjadi Rp7,35 triliun atau 36,75%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 31,48% dan kredit modal kerja meningkat 28,07% (yoy). Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk investasi mengalami tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar 12,66%. Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 5,09%, sedangkan kredit konsumsi tercatat meningkat sebesar 5,36%. Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwul an II 2011
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sum atera Sel atan
*Posisi Mei 2011
*Posisi Mei 2011
Berdasarkan je nis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi ole h kredit modal kerja yakni sebesar 41,95%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar 39,39%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,66%. Jika diperhatikan pula data triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit penurunan pada proporsi kredit modal kerja dari sebelumnya sebesar 42,53%.
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan perkembangan penyaluran kredit berdasarkan 15 kabupaten/kota. Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Banyuasin merupakan wilayah dengan pertumbuhan kredit tahunan (yoy) tertinggi yaitu sebesar 81,23%, diik uti oleh wilayah Musi Banyuasin dan
56
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Pagar Alam yaitu masing-masing sebesar 55,55% dan 51,44%. Wilayah Palembang, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wila yah yang berkontribusi paling signifikan dalam penyaluran kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing sebesar 16,42%, 5,03% dan 2,72%.
Wilayah
Tabel 3. 3 Perkembang an Penyaluran K redit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta) 2010 II
III
IV
2011
I
II*
Kab. Musi Banyuasin
2,289, 151
2,968, 083
2,601, 474
3,252, 876
3,560, 874
Kab. Ogan Komering Ulu
1,613, 709
1,716, 621
1,785, 652
2,126, 189
2,349, 198
Kab. Muara E nim
1,805, 130
1,886, 641
1,795, 061
2,081, 055
2,118, 347
Kab. Lahat
720,918
743,878
688,390
844,532
889,987
Kab. Musi Rawas
766,553
841,437
717,543
902,040
1,009, 014
2,206, 060
2,246, 651
2,215, 769
2,300, 032
2,498, 186
452,026
498,367
540,384
780,523
819,209
Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ba nyuasin Kab. Ogan Komeing Ulu Selatan
196,441
210,307
213,907
240,653
268,273
Kab. Ogan Komeing Ulu Timur
368,016
390,110
406,036
450,253
490,092
Kab. Ogan Ilir
278,812
273,492
285,745
299,512
306,055
79, 270
91, 596
92, 054
104,103
114,184
Kab. Empat Lawang Kota Palembang
16, 810,504
18, 061,677
19, 225,490
20, 639,760
21, 794,136
Kota Lubuklinggau
1,130, 351
1,146, 571
1,148, 454
1,381, 331
1,484, 589
Kota Prabumulih
1,066, 585
1,121, 427
1,065, 379
1,154, 849
1,246, 172
Kota Pagar Alam
271,384
314,527
282,531
388,158
410,988
30, 054,911
32, 511,385
33, 063,866
36, 945,864
39, 359,303
Sumatera Selatan *Posisi Mei 2011
Pada pertumbuhan secara triw ulanan, wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah dengan pertumbuhan kredit paling cepat, yaitu sebesar 11,86%, yang diikuti oleh Ogan Komering Ulu Selatan dan Komering Ulu yaitu masing-masing sebesar 11,48% dan 10,49%. Pada triwulan ini, tidak ada satu wilayah pun yang mengalami pertumbuhan penyaluran kredit negatif. Menurut kontribusinya terhadap pertumbuhan kredit triwulanan Sumatera Selatan, wila yah Palembang dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 3,10% dan 0,86%.
57
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Sel atan Triwul an II 2011 Berdasarkan Wil ayah
*Posisi Mei 2011
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 55,37%. Kemudia n disusul oleh Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,05% dan 6,35%.
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) Realisasi
kredit
Mikro,
Kecil,
dan
Grafik 3.9 Penyaluran Kredi t MKM Menurut Plafond Kredit
Menengah (MKM) pada triwulan ini secara
tahunan
tercatat mengalami
peningkatan dari posisi yang
sama
tahun sebelumnya, yakni meningkat sebesar 24,85% (yoy) dari Rp20,79 triliun menjadi sebesar Rp25,89 triliun. Secara triwulanan, realisasi kredit MKM meningkat cukup drastis, yaitu sebesar 5,57% (qtq). *Posisi Mei 2011
58
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 14,85%, sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d. Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 35,33%, dan 16,58%. Secara triwulanan (qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil masingmasing meningkat sebesar 3,46% dan 7,05%, sedangkan penyaluran kredit menengah masih meningkat sebesar 4,78%. Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar 50,53% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah, kemudian disusul oleh kredit mikro dan kredit menengah yang masing-masing mempunyai pangsa sebesar 25,14% dan 24,32%.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada triwulan II 2011 mengalami penurunan. Penurunan bunga simpanan secara lebih landai dibandingkan penurunan suku bunga pinjaman mempersempit spread suku bunga kredit perbankan. 3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu 1 bulan, 3 bula n, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Suku bunga simpanan mengalami penurunan
setelah
meningkat
pada
Grafik 3.10 Perkembang an Suku Bunga Si mpanan Sumatera Sel atan
beberapa periode terakhir. Rata-rata suku bunga simpanan tercatat sebesar 7,19%, menurun dibandingkan dengan tingkat suku bunga simpanan pada triwula n sebelumnya (qtq) yang tercatat sebesar 7,30%, dan juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), yang sebesar 7,22%.
*Posisi Mei 2011
59
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang bervariasi. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis simpanan dengan jangka waktu 6 bulan, yait u sebesar 0,21%. Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,42%. Sedangkan suku bunga simpanan yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 24 bulan yakni sebesar 7,00%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengala mi penurunan baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), maupun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq). Rata-rata
tingkat
suku
bunga
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman Sumatera Sel atan
pinjaman tercatat sebesar 14,63%, menurun apabila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman pada triwulan sebelumnya (qtq)
yang
sebesar
15,62%.
dibandingkan dengan
tahun
(yoy)
sebesar
yang
tercatat
maupun
sebelumnya 15,08%.
Berdasarkan penggunaan, suku bunga kredit yang tertinggi pada triwulan II 2011 adalah suku bunga kredit konsumsi, yaitu sebesar 17,10%.
Sementara itu kredit investasi *Posisi Mei 2011
tercatat sebagai kredit dengan suku bunga terendah, yakni sebesar 13,35%.
Meskipun merupakan yang terendah, suku bunga kredit investasi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 13,26% menjadi 13,35%.
60
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga Spread Grafik 3.12 Perkembang an Spr ead Suku Bunga Sumat era Selat an
suku
bunga
bank
umum
konvensional, yaitu selisih antara suku bunga
kredit
simpanan
dan
suku
perbankan
bunga tercatat
mengalami penurunan pada triwulan II 2011 menjadi 7,43% dibandingkan triwulan
sebelumnya
yang
sebesar
8,32%. Selain itu, angka tersebut lebih rendah *Posisi Mei 2011
dibandingkan
tahun
sebelumnya yang sebesar 7,85%.
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Grafik 3.13 Perkembang an NPL Perban kan Sumat era Selat an
Tingkat Non-Performing gross
Loan (NPL)
bank umum Sumatera Selatan
pada triwulan II 2011 sebesar 2,32%, meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya yang sebesar 1,99%, dan dibandingkan
triwulan
sebelumnya
yang sebesar 1,96%. Sementara itu, NPL
net
(sudah
memperhitungkan
PPAP) posisi triwulan II 2011 tercatat sebesar *Posisi Mei 2011
0,98%,
sedikit
meningkat
apabila dibandingkan tingkat NPL net triwulan sebelumnya.
Perubahan NPL gross pada periode triwulan II 2011 secara umum bervariasi pada setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah meningkat dari 1,96% menjadi 2,60%. Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) mengala mi penurunan NPL dari 1,64% menja di 1,54%. Sementara itu, NPL pada BPR mengalami penurunan dari 6,85% menjadi 5,74%. Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih bersumber dari sektor perdagangan yakni sebesar 35,22%, namun telah menurun dari triwulan sebelumnya yang
61
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
mencapai 37,81%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar 5,03% dan sektor konstruksi tercatat menyumbang NPL sebesar 7,70%. Berubahnya proporsi NPL di sektor– sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung pada faktor musiman permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum berbeda pada masingmasing sektor. Grafik 3.14 Perkembang an NPL m enurut K elompok B ank
Grafik 3.15 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwul an II 2011
*Posisi Mei 2011 *Posisi Mei 2011
3.7. Rentabilitas Perbankan Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 1,52%, lebih rendah dibandingkan BPR yang mencapai 2,04% namun masih lebih tinggi dibandingkan BUSN yang mencapai 1,28%. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bank Pemerintah sebesar 91,40%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 82,53% dan 70,73%.
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011 No
Angka Rasio* Bank BUSN Pemerintah
Indikator
1
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
2
Return on Asset (ROA)
3
Keuntungan (dalam Rp juta)
BPR
91.40
82.53
70.73
1.52
1.28
2.04
593,106
208,880
14,965
* Posisi Mei 2011
62
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.8. Kelonggaran Tarik Dari Laporan Bank Umum (LBU) di wilayah
Grafik 3.16 Perkembang an Undisbursed Loan Perban kan Sumat era Selat an
KBI Palembang diperoleh informasi bahwa undisbursed loan (kredit yang belum ditarik oleh debitur) pada triwulan II 2011 tercatat sebesar Rp2,26 triliun atau 7,34% dari plafon kredit yang disetujui oleh perbankan, meningkat
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,90 triliun atau 7,48%, dan juga meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,10 triliun atau *Posisi Mei 2011
7,16%.
3.9. Risiko Likuiditas Grafik 3.17 Perkembang an Risiko Li kuidit as Perban kan Sumat era Selat an
Likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2011 tergolong cukup likuid dengan besaran angka rasio likuiditas sebesar 1
78,96% .
Rasio
tersebut
tercatat
menurun jika dibandingkan dengan rasio likuiditas
triwulan
sebelumnya
yang
tercatat sebesar 81,55%. Menurunnya rasio likuiditas merupakan dampak dari kenaikan aktiva lik uid < 1 bulan sebesar *Posisi Mei 2011
5,25% (qtq) menjadi sebesar Rp34,50 triliun yang disertai dengan peningkatan pasiva likuid < 1 bulan secara lebih tinggi, yait u
sebesar
20,55% (qtq) menjadi
sebesar Rp43,70 triliun. 1
Diperoleh me lalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan 63
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah Perkembangan bank umum Syaria h dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang baik. Total aset pada triwulan II 2011 (hingga akhir Mei 2011) tercatat sebesar Rp2.564,2 m iliar, meningkat sebesar 47,56% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.737,7 miliar, dan juga meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengala mi peningkatan sebesar 12,78%. Tabel 3. 5 Perkembangan Bank Umum Syari ah di Sumat era Selat an (Rp Juta)
2010
INDIKATOR
2011
II
III
IV
I
II*
Total Aset
1,737,731
2,008,655
2,160,856
2,273,600
2,564,206
Dana Pihak Ketiga
1,156,153
1,294,504
1,454,274
1,492,833
1,787,473
1. Simpanan Wadiah
130,473
159,938
197,031
185,015
200,525
- Giro Wadiah
75,080
94,874
119,916
101,282
114,832
- Tabungan Wadiah
55,393
65,064
77,115
83,733
85,693
1,025,680
1,134,566
1,257,243
1,307,818
1,586,948
- Tabungan Mudharabah
433,700
447,822
491,594
529,852
559,494
- Deposito Mudharabah
591,980
686,744
765,649
777,966
1,027,454
1,356,821
1,453,330
1,565,633
1,711,983
1,814,680
869,120
929,506
1,000,731
1,078,102
1,150,892
- Piutang Istishna
1,753
1,881
1,797
469
458
- Piutang Qardh
85,373
91,414
114,773
166,785
174,747
- Pembiayaan Mudharabah
213,776
228,497
236,958
244,094
256,120
- Pembiayaan Musyarakah
185,764
200,212
209,192
219,828
229,502
Aktiva Ijarah
1035
1820
2182
2705
2961
Non Performing Financing
1.34
2.70
2.00
2.15
1.90
2. Dana Investasi tidak terikat
Komposisi Pembiayaan - Piutang Murabahah
*) Posisi Mei 2011
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.787,5 miliar, meningkat sebesar 54,61% (yoy) dan meningkat sebesar 19,74% (qtq). Dana investasi tidak terikat mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 88,78% atau sebesar Rp1.586,9 miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp559,5 miliar (pangsa 31,30% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp1.027,5 miliar (pangsa 57,48% dari total DPK).
64
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Penyaluran pembiayaan juga mengala mi peningkatan secara tahunan, yait u sebesar 33,74% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 6,00% (qtq). Dari total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.814,7 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar 63,42% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar Rp 256,1 miliar atau memiliki pangsa sebesar 14,11% dan pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp229,5 miliar atau memiliki pangsa sebesar 12,65%. Sementara it u, piutang qardh, piutang istishna dan aktiva ijarah pangsanya masih relatif kecil yakni masing-masing sebesar 9,63%, 0,03% dan 0,16%. Secara triwula nan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit Ratio (FDR) meningkat dari sebesar 114,68% pada triwulan sebelumnya menjadi 101,52%. Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 2,15% menja di 1,90%. Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat NPF lebih tinggi, namun secara besaran masih terbilang rendah. 3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkredit an Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan perkembangan kinerja . Total aset BPR meningkat sebesar 25,12% (yoy) atau 4,92% (qtq). Peningkatan DPK juga terjadi walaupun lebih lambat, yakni sebesar 16,47% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 1,09% (qtq). Penyaluran kredit mengalami peningkatan cukup pesat sebesar 7,42% (qtq), dan secara tahunan
juga
menunjukkan
peningkatan
sebesar
27,04% (yoy). Dengan
perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR meningkat dibandingkan triw ulan sebelumnya dari 95,92% menjadi 101,92%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari 6,15% menjadi 5,16%. Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR menurun dibandingkan triwula n
sebelumnya,
yait u
dari 43,53%
menjadi 40,85%,
yang
menunjukkan sedikit menurunnya kondisi likuiditas pada BPR. Namun demikian, rasio likuiditas tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 38,67%.
65
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.18 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredi t Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi Mei 2011
66
Grafik 3.19 Perkembang an Rasio Li kuiditas Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi Mei 2011
BAB 4 • •
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi pendapatan dan belanja daerah triwulan II 2011 lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tarif PPh Pasal 21 untuk PNS Golongan III merupakan penyebab utama rendahnya penerimaan PPh Pasal 21 sehingga mengakibatkan turunnya penerimaan pajak selama triwulan II 2011.
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011 Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar Rp1.797,77 m iliar atau mencapai 52,33% dari total anggaran yang sebesar Rp3.435,48 miliar. Sementara total realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran sebesar Rp3.565,89 miliar. Realisasi pendapatan maupun belanja dalam kurun waktu berjalan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh Lain-lain Pendapatan yang Sah yakni sebesar Rp36,06 miliar atau mencapai 305,85% dengan kontribusi sebesar 2,01% dari total realisasi pendapatan. Adapun realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan sala h satu indikator kemandirian suatu daerah tercatat sebesar 54,40% dengan nominal mencapai Rp850,59 m iliar. Pangsa realisasi PAD terhadap realisasi total pendapatan APBD mencapai 47,31%. Kom ponen PAD yang mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yakni Rp791,23 miliar atau dengan realisasi sebesar 57,09% dari anggaran. Realisasi Hasil Retribusi Daerah mencapai 27,37% dengan nominal sebesar Rp5,19 miliar dan realisasi Lain-lain PAD yang sah mencapai Rp36,93 miliar atau 43,05% dari target anggaran. Sementara itu, realisasi Dana Perimbangan tercatat Rp911,12 miliar dengan sumbangan paling tinggi dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yakni sebesar Rp524,13 miliar. Pada komponen belanja , realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01% atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar Rp221,60 milia r yang merupakan komponen belanja tidak
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%. Sementara itu, realisasi belanja hibah terealisasi sebesar Rp167,54 m iliar atau mencapai 56,26% dan komponen bela nja tidak langsung yang belum terealisasi sama sekali adalah belanja subsidi.
Tabel 4. 1 Realisasi APBD Sumsel Triwul an II 2011 (Rp Mili ar)
Komponen PENDAPATAN DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli D aerah yang Sah DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Pendapatan Dana Alokasi Umum Pendapatan Dana Alokasi Khusus LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Dana Tunjangan Pendidikan Jumlah Pendapatan BELANJA DAERAH Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa Belanja Bantuan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanj a JUMLAH SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Pengeluaran Pembiayaan Daerah Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pemberian Pinjaman Daerah JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN NETTO SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERK ENAAN (SILPA)
Anggaran
Realisasi s.d. Tri wulan II 2011
Persentase Realisasi (%)
1,563.70 1,385.85 18. 95 73. 14 85. 77 1,859.99 1,315.62 512. 08 32. 29 11.79 11. 79 0.00 0.00 3,435.48
850.59 791.23 5.19 17.25 36.93 911.12 524.13 377.31 9.69 36.06 35.89 0.00 0.17 1, 797.77
(713.11) (594.62) (13.76) (55.88) (48.84) (948.87) (791.50) (134.78) (22.60) 24.27 24.10 0.00 0.17 (1,637.71)
54.40 57.09 27.37 23.59 43.05 48.99 39.84 73.68 30.00 305.85 304.42 0.00 0.00 52.33
1,756.13 519. 32 1.30 297. 82 54. 94
597.33 221.60 0.00 167.54 15.31
(1,158.79) (297.72) (1.30) (130.27) (39.63)
34.01 42.67 0.00 56.26 27.87
400. 00
127.10
(272.90)
31.77
477. 75
65.26
(412.49)
13.66
5.00 1,809.76 170. 14 596. 00 1,043.62 3,565.89
0.52 386.17 16.92 107.35 261.90 983.50
(4.48) (1,423.59) (153.22) (488.65) (781.72) (2,582.39)
10.39 21.34 9.94 18.01 25.10 27.58
(130.40) 130.40 151.34 151. 34 20.94 20. 00 0.94 20.94 130.40
814.27 371.37 391.37 391.37 20.00 20.00 0.00 20.00 371.37
944.67 240.97 240.03 240.03 (0.94) 0.00 (0.94) (0.94) 240.97
(0.00)
1, 185.64
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
68
Bertambah/ Berkurang
1,185.64
(624.43) 284.79 258.60 258.60 95.51 100.00 0.00 95.51 284.79
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Tabel 4. 2 Realisasi B elanj a Sumsel Tr iwulan II 2010 d an Tri wulan I I 2011 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Realisasi komponen belanja la ngsung tercatat sebesar Rp386,17 miliar atau hanya 21,34% dari anggaran. Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan pencapaian periode tahun sebelumnya yang sebesar 19,98%. Realisasi belanja modal pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp261,90 miliar yang merupakan tingkat realisasi paling t inggi yakni sebesar 25,10%. Sementara itu, realisasi barang dan jasa sebesar Rp107,35 miliar atau mencapai 18,01%. Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adalah belanja pegawai yakni sebesar 9,94% dari anggaran dengan nominal Rp16,92 m ilia r.
Grafik 4.1 Perbanding an Komponen Sisi Pendapat an Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011
0.3 4%
2.0 1%
54.14%
50.68%
100% 80% 60%
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengelu aran Realisasi APBD Sumsel Triwul an II 2011
100% 80%
50.75%
39.26%
60%
40%
45.52%
47.31%
20%
40%
49.25%
60.74%
20%
0% Anggaran
PA D
Dana P erimba nga n
R eali sasi
Lain-lain PA Dya ng S ah
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan
0% Anggaran Belanj a Tidak Lan gsung
Realisasi B el anj a Langs ung
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
69
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan Data yang diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan bahwa penerimaan pajak Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2011 mengalami penurunan sebesar 10,51% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang disebabkan berkurangnya penerimaan PPh Pasal 21 sebagai akibat turunnya tarif PPh Pasal 21 untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III dari sebesar 15% menjadi 5% yang berlaku efektif sejak bulan Februari 2011. Penurunan penerimaan PPh Pasal 21 telah menekan penerimaan pajak sebesar 12,22%. Sementara itu, belum optimalnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memberikan andil yang signifikan terhadap penurunan kinerja secara tahunan. Penerimaan PPh Orang Pribadi sebesar Rp6,67 miliar atau turun sebesar 71,89% (yoy). Kondisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kinerja triw ulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 14,47% (yoy). Kondisi yang cukup menggembirakan terjadi pada kinerja penerimaan PPh Pasal 21 yang mengalami peningkatan secara tahunan dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya. Penerimaan PPh Pasal 21 meningkat sebesar 7,30% (yoy) menjadi sebesar Rp231,76 milia r, lebih baik dibandingkan pencapaia n tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar 4,78% (yoy).
Grafik 4.4 Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi Sumatera Sel atan Sumatera Sel atan Rp Miliar Rp Miliar Perse n Perse n 25 400 300 40 350 35 250 20 300 30 250 200 15 200 25 150 150 20 10 100 15 50 100 10 5 (50) 50 5 (100) II III IV I II II III IV I II 2010
2011
2010
2011
PP h Ora ng Pribadi Pe rtumbuhan P Ph Ora ng Pribadi (Ak sis Ka nan)
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
70
P Ph Pa sal 21
Pertumbuhan PP h Pa sal 21
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Sementara itu, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada triwulan II 2011 adalah sebesar Rp18,04 m ilia r atau turun sebesar 95,72% (yoy). Kondisi tersebut lebih rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 4,98% (yoy). Penyebab rendahnya penerimaan PBB diyakini sebagai dampak masih belum optimalnya setoran masyarakat pada triwulan laporan mengingat batas waktu pembayaran PBB adalah pada bulan September. Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB Sumatera Sel atan Rp Miliar 900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
Pe rse n 1,200 1,000 800 600 400 200 (200) II
III 2010 PBB
IV
I
II 2011
P ertumbuhan PBB
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
71
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
72
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5 •
Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat temporer seiring menurunnya jumlah hari kerja pada triwulan laporan.
•
Penggunaan uang kertas denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 153,35% (qtq).
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) Grafik 5.1 Perkembang an Kli ring di Sumat era Selat an
Perkembangan kliring dapat ditunjukkan oleh jumlah warkat maupun nominal kliring. Perkembangan kliring di Sumsel pada triwulan II 2011 menunjukkan penurunan
dalam
jumlah
warkat
maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya, peningkatan
namun dibandingkan
mengalami dengan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Ri bu Lemb ar
Rp Triliun
250
9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
200 150 100 50 0 II
III
IV
I
II
Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan
laporan
sebanyak
202.471
le mbar
dengan
nominal
sebesar
2 010
Lembar (Aksis Kanan)
2011
No minal
Rp7,91 triliun. Jumlah warkat secara tahunan meningkat sebesar 7,59% (yoy), sedangkan berdasarkan nominal meningkat sebesar 24,87% (yoy) dari sebesar Rp6,34 triliun. Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan secara tahunan maupun triwulanan masing-masing sebesar 12,68% (yoy) dan 6,92 % (qtq). Sementara itu, volume (transaksi) net RTGS tercatat mengalami peningkatan secara tahunan, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, volume net RTGS naik 11,71% (yoy) sedangkan dibandingkan triwula n sebelumnya turun 1,37% (qtq) menjadi Rp8,02 triliun.
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Grafik 5.2 Perkembang an RTGS d i Sum ater a Sel atan
Rp Miliar
Ribu Lembar 45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
3 0,0 00 2 5,0 00 2 0,0 00 1 5,0 00 1 0,0 00 5, 000 II
III
IV
I
201 0
II 20 11
Nilai RTG S dari S umsel Nilai RTG S ke Sumse l Nilai RTG S Ne t V olume RTGS dari Sumse l (Aksis K anan) V olume RTGS ke Sum sel ( Ak sis Ka nan) V olume RTGS Net ( Ak sis K anan)
Dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi penurunan jumlah warkat kliring sebesar 14,08% (qtq) dari sebanyak 235.658 lembar, sedangkan berdasarkan nominal turun sebesar 2,16% (qtq) dari sebesar Rp8,09 triliun. Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan Grafik 5.3 Perkembang an Perputar an Kli ring dan Hari K erj a Rp Miliar 14 0
Hari Kerja 63
12 0 10 0 80 60
triwulan
sebelumnya
diperkirakan
bersifat
temporer seiring dengan menurunnya jumlah hari kerja pada triwulan laporan yang tercatat
62
sebanyak
60
61
dibandingkan
hari triwulan
atau
lebih
sedikit
sebelumnya
yang
mencapai 62 hari kerja.
40
60
Secara
20 0
59 II
III
IV
2 0 10 Perp utaran Klirin g/Hari
I
II 20 1 1 Hari Kerja
proporsional
dibandingkan
dengan jumlah hari kerjanya, perputaran kliring harian pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp131,86
miliar
1,10%
(qtq)
atau
meningkat
dibandingkan
sebesar triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar Rp130,43 milia r/hari. Seiring dengan penurunan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan bilyet gir o kosong juga mengalami penurunan. Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 2.434 lembar dengan nominal sebesar Rp78,61 miliar.
74
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Jumlah warkat cek/BG kosong menurun 29,92% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang sebanyak 3.473 lembar, sedangkan dari sisi nominal turun 30,77% (qtq) dari Rp113,54 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 9,85% (yoy) sementara jumlah warkat tercatat mengala mi penurunan sebesar 17,04% (yoy). Tabel 5. 1 Perputar an Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sum atera Sel atan
2010
Keterangan
2011
II
III
IV
I
II
1. Lembar Warkat
2,934
3,090
3,551
3,473
2,434
2. Nominal (Rp Miliar)
87.19
83.35
115.55
113.54
78.61
Grafik 5.4 Perkembang an Bulanan Jumlah Perputar an K liring di Sumat era Selat an
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bil yet Giro Kosong di Sumatera Sel atan
Lembar
Rp Miliar 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50
5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2010
Rp Miliar
Lembar
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2011
2010
2011
Rata-rata Nominal Kliring/Hari Rata-rata Jumlah Warkat Kliring/Hari (Aksis Kanan)
Warkat (Aksis Kanan)
Nominal
Aktivitas kliring bulanan paling tinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan Mei 2011 dengan jumlah warkat sebanyak 68.555 lembar dan nominal sebesar Rp2,65 triliun atau dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp132,35 miliar dan rata-rata jumlah warkat kliring/hari mencapai 3.428 lembar.
75
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.2. Perkembangan Perkasan Kegiatan perkasan pada triwulan laporan mencatat inflow sebesar Rp1,21 triliun atau turun 18,55% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,49 triliun. Sementara iu, dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya terjadi peningkatan inflow sebesar 20,55% (qtq) dari Rp1,00 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp3,09 triliun, naik sebesar 23,69% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan naik sebesar 49,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow selama triwulan berjalan sebesar Rp1,89 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp1,01 triliun. Adapun kondisi netoutflow pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp1,07 triliun.
Tabel 5. 2 Kegiatan Perkasan di Sumat era Selat an (Rp Miliar) 2010
Keterangan Inflow Outflow Net Inflow (Net Outflow)
2011
II
III
IV
I
II
1,487.84
2,508.09
1,747.9 3
1,001. 56
1,207.37
2,501.95
2,444.08
3,512.1 8
2,067. 75
3,094.67
( 1,014.11)
64.02
(1,764.25 )
(1,066. 19)
( 1,887.30)
Melalui kegiatan perkasan, dilakukan pula penarikan uang lusuh
Grafik 5.6 Perkembang an Keg iat an Perkasan di Sumat era Sel atan 2010-2011
di KBI Palembang sebagai wujud dari clean money policy Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar. Uang lusuh yang
ditarik
tercatat
menurun
sebesar 19,42% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya,
dibandingkan
tahun
sedangkan sebelumnya
turun sebesar 67,17% (yoy) dari sebesar Rp476,52 miliar.
76
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami penurunan dari sebesar 19,38% pada triwulan sebelumnya menjadi 12,96%. Secara nominal, uang lusuh yang dit arik dan dimusnahkan pada triwulan laporan mencapai Rp156,44 m iliar. Grafik 5.7 Perkembang an Penari kan Uang Lusuh oleh KBI Pal embang R p M i liar 600
P ers en 35 30
500
25
400
20
300
15
200
10
100
5 -
II
I II
IV
I
2010
II 2011
N ila i
% th d In flo w
5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi Aliran perkasan sela ma periode laporan didominasi oleh denominasi Rp100.000,00, hal tersebut terjadi pada inflow maupun outflow. Inflow uang kertas didominasi denominasi Rp100.000,00 yakni sebesar Rp657,60 miliar atau mencapai 54,51%, kemudian diikuti denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp448,08 m iliar atau 37,14%. Kedua denominasi tersebut pun mendominasi aliran uang ke luar (outflow) yakni masing-masing tercatat sebesar 72,50% dan 24,83%. Sementara itu, denominasi Rp500,00 mendominasi inflow uang logam yakni sebesar 67,36%, sedangkan outflow didominasi denominasi Rp1.000,00 yang mencapai sebesar 83,82%. Penggunaan denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut terlihat dari peningkatan yang mencapai 66,87% (yoy). Bahkan apabila
dibandingkan
dengan
triwulan
sebelumnya
tercatat
mengalami
peningkatan yang signifikan yakni sebesar 153,35% (qtq).
77
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Tabel 5. 3 Pangsa Denomin asi Uang dal am Inf low
Tabel 5. 4 Pangsa Denomin asi Uang dal am Outf low
78
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Pada penggunaan mata uang logam, preferensi masyarakat terhadap denominasi Rp1.000,00 tercatat meningkat sebesar 49,06% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sangat signifikan. Adapun peningkatan penggunaan uang logam yang paling tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya adalah denominasi Rp100,00 yakni sebesar 70,18% (qtq). Grafik 5.8 Perkembang an Denominasi Uang Kert as dalam Inflow
Grafik 5.9 Perkembang an Denominasi Uang Kert as dalam Outflow
Grafik 5.10 Perkembang an Denominasi Uang Logam dal am Inflow
Grafik 5.11 Perkembang an Denominasi Uang Logam dal am Outflow
5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia menyelenggarakan
kegiatan kas
titipan
di
Kota
Lubuk
Linggau. Pertimbangan
penyelenggaraan kas tit ipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.
79
5. Perkembangan Sistem Pembayaran
Tabel 5. 5 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Mili ar)
K eterangan
2009
2010
2010 II
III
2011 IV
I
II
Inflow
1,095.19 1,119.30
235.59 318. 01
253. 32
279. 05
155.32
Outflow
1,157.85 1,410.79
437.42 318. 98
369. 78
221. 72
213.96
(116. 46)
57.34
(58.65)
Net Inflow ( Net Outflow)
(62.67)
(291.49)
(201.83)
(0.97)
Nilai outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp213,96 miliar, turun sebesar 3,50% (qtq) dibandingkan triw ulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas inflow tercatat sebesar Rp155,32 miliar, turun sebesar 44,34% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Dengan membandingkan angka outflow dan inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp58,65 miliar. Grafik 5.12 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2010-2011
80
BAB 6 • •
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan mengalami penurunan sebesar 4,52% (yoy) menjadi 1,05 juta jiwa pada Susenas Maret 2011. Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya rata-rata NTP sebesar 2,29% (qtq) menjadi 110,91.
6.1. Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 1.074,81 ribu jiwa atau 14,24% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 4,52% atau sebesar 50,92 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2010) yang tercatat sebesar 1.125,73 ribu jiwa. Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011 Tahun 1993 1996 1999 2002 2003 2004 Januari 2005 Januari 2006 Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
Jumlah Penduduk Miskin (ribuan) 901,9 1.017,0 1.481,9 1.434,1 1.397,3 1.379,3 1.429,0 1.446,9 1.331,8 1.249,61 1.167,87 1.125,73 1.074,81
Persentase 15,73 17,04 23,87 22,49 21,54 20,92 21,01 20,99 19,15 17,73 16,28 15,47 14,24
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2011 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari 17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2011, jumlah penduduk miskin relatif terus mengalami penurunan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan pada Susenas Maret 2011 tercatat sebanyak 1,07 juta jiwa atau mencapai 14,24% dari total penduduk Sumatera Selatan. Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 4,52% dibandingkan tahun sebelumnya atau sebanyak 50,92 ribu jiwa. Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni sebesar 6,59% dari Rp221.687,00 per kapita/bulan menjadi Rp236.298,00 per kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 6,47% dari Rp258.304,00 per kapita/bulan menjadi Rp275.006,00 per kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan sebesar 8,14% pada periode yang sama, dari Rp198.572,00 per kapita/bulan menjadi Rp214.727,00 per kapita/bulan. Tabel 6.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2011 Garis Kemiskinan
Jumlah Penduduk
(Rp/Kapita/Bulan)
Miskin
Perkotaan Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
229.552 247.661 258.304 275.006
517,70 470,03 471,22 409,15
18,87 16,93 16,73 15,15
Perdesaan Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
175.556 190.109 198.572 214.727
734,91 697,85 654,50 665,66
17,01 15,87 14,67 13,73
Kota+Desa Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
196.452 212.381 221.687 236.298
1.249,61 1.167,87 1.125,73 1.074,81
17,73 16,28 15,47 14,24
Daerah/Tahun
Persentase
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Peranan komoditi makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan bukan makanan terlihat mengalami sedikit penurunan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar
82
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
77,00%, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 77,08%. Garis kemiskinan makanan makanan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar Rp181.940,00/kapita/bulan, dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp54.357,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2010 yang mencatat Rp170.875,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan makanan dan Rp50.813,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan makanan. Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2011 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Total
Makanan
Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
181.415 188.781 199.953
66.246 69.523 75.053
247.661 258.304 275.006
Perdesaan Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
152.681 159.571 171.903
37.427 39.001 42.824
190.109 198.572 214.727
Kota+Desa Maret 2009 Maret 2010 Maret 2011
163.801 170.875 181.940
48.580 50.813 54.357
212.381 221.687 236.298
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Penyaluran RASKIN berawal dari Surat Perintah Alokasi (SPA) dari Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada
Perum
BULOG
dalam
hal
ini
kepada
Kadivre/
Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu RASKIN (tonase dan jumlah Rumah Tangga Sasaran - RTS) dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/ Kelurahan. Pada
83
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
waktu beras akan didistribusikan ke Titik Distribusi, Perum BULOG berdasarkan SPA menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO) beras untuk masing-masing Kecamatan atau Desa/ Kelurahan kepada Satker RASKIN. Satker RASKIN mengambil beras di gudang Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras RASKIN kepada
Pelaksana
Distribusi
RASKIN
di
Titik
Distribusi.
Di
Titik
Distribusi,
penyerahan/penjualan beras kepada RTS-PM (Penerima Manfaat) RASKIN dilakukan oleh salah satu dari tiga (3) Pelaksana Distribusi RASKIN yaitu Kelompok Kerja (Pokja), atau Warung Desa (Wardes) atau Kelompok Masyarakat (Pokmas). Di Titik Distribusi inilah terjadi transaksi secara tunai dari RTS - PM RASKIN ke Pelaksana Distribusi. Data Perum Bulog Divre Sumsel menunjukkan penyaluran RASKIN pada periode laporan tercatat sebanyak 25.031 ton atau naik sebesar 3,47% (qtq) dibandingkan penyaluran pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, dibandingkan kondisi yang sama pada tahun sebelumnya justru mengalami penurunan sebesar 8,83% (yoy). Menurunnya penyaluran RASKIN dibanding tahun sebelumnya dapat dijadikan salah satu indikator pendukung semakin berkurangnya penduduk miskin di Sumatera Selatan. Tabel 6.4 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan (dalam ton)
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
Sementara
itu,
dalam
kaitan
Grafik 6.1 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
menjaga
ketahan pangan, jumlah stok beras yang dimiliki Perum Bulog pada triwulan II 2011 tercatat sebanyak 81.750 ton atau mengalami peningkatan sebesar 9,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah
tersebut
diperkirakan
cukup
untuk
memenuhi kebutuhan RASKIN selama 10 bulan ke depan dengan asumsi rata-rata kebutuhan RASKIN per bulan sebesar 8.333 ton.
84
Ribu Ton 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 ‐ II
III 2010
IV
I
II 2011
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.3. Nilai Tukar Petani Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah
satu
indikator
masyarakat,
kesejahteraan
khususnya
petani.
Perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Rata-rata NTP pada triwulan II 2011
Indeks
Indeks
112
135 130 125 120 115 110 105 100 95 90
110 108 106 104 102 100
tercatat sebesar 110,91, meningkat
6
sebesar 2,29% (qtq) dibandingkan periode triwulan sebelumnya
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2010 Indeks Diterima Petani
yang
memiliki rata-rata NTP sebesar 108,43.
4
5
6
2011 Indeks Dibayar Petani
Nilai Tukar Petani (RHS)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya indeks harga yang diterima petani menjadi jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 137,17 menjadi 139,76 atau sebesar 1,89% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) dari 126,52 menjadi 126,01. Grafik 6.3 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia USD
Indeks
1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
120 118 116 114 112 110 108 106 104 102 100 II
III 2010
IV
I
II 2011
Harga CPO Dunia Harga Karet Dunia Nilai Tukar Petani (Aksis Kanan)
Rata-rata
Indeks
Konsumsi
Rumah Tangga Petani turun sebesar 0,54%
(qtq)
dibanding
triwulan
sebelumnya dari 128,91 menjadi 128,22. Indeks
konsumsi
yang
mengalami
penurunan paling tajam terjadi pada komponen bahan makanan yang turun sebesar 2,01% (qtq), sementara indeks konsumsi yang meningkat paling tinggi terjadi pada komponen sandang yakni sebesar 1,59% (qtq).
85
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Tabel 6.5 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari sebesar 119,78 pada triwulan sebelumnya menjadi 119,89. Peningkatan biaya produksi yang paling tinggi terjadi pada biaya bibit, sementara biaya obat & pupuk justru mengalami penurunan. Tabel 6.6 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun 2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan, pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00. Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang memiliki UMP paling tinggi, sektor bangunan juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83% dibandingkan UMP tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami
86
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
peningkatan UMP paling rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta sektor perdagangan besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%. Tabel 6.7 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan
Kesejahteraan masyarakat (kaum pekerja pada khususnya) relatif meningkat setiap tahunnya yang terindikasi dari lebih tingginya rata-rata kenaikan UMP dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang mencapai 13,05% (yoy) dibandingkan dengan rata-rata inflasi yang sebesar 7,13% (yoy). Grafik 6.4 Laju Kenaikan UMP dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011 %, yo y 14 ,0 0
1 2 ,24 11 ,0 0
12 ,0 0 10 ,0 0 8,0 0
9 ,60
1 2,5 0
1 3 ,0 0
1 1 ,15
8 ,2 0
6 ,02
6 ,2 0
2 0 10
2011
6,0 0 4,0 0 2,0 0 1,8 5
2 00 7
2008
20 0 9
K en aikan U M P
In flasi
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan BPS Provinsi Sumatera Selatan , diolah
6.5. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya ada 2 (dua) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.
87
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan Mayoritas responden Survei Konsumen di Kota Palembang berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2011 relatif sama dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari 40,56% responden yang berpendapat demikian. Tabel 6.8 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Sementara itu, jumlah responden yang berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang akan membaik sebanyak 39,78% atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 40,22. Hal tersebut tercermin seiring dengan menurunnya keyakinan responden terhadap kondisi ekonomi pada 6 bulan yang akan datang yang juga mengalami penurunan. Tabel 6.9 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
88
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.5.2. Indikator Penghasilan Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 47,33% menyatakan bahwa penghasilan mereka pada periode laporan tidak berbeda dibandingkan dengan kondisi 6 bulan sebelumnya. Tabel 6.10 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan datang ketika sebagian besar responden yakni sebanyak 55,22% optimis bahwa akan terjadi kenaikan pendapatan seiring penerimaan bonus akhir tahun terutama bagi yang berpenghasilan antara Rp1 juta – Rp2 juta. .
Tabel 6.11 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
6.6. Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan di Sumsel ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Februari 2011 mencapai 3.760.226 orang, bertambah 141.049 orang atau 3,90% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2010 yang tercatat
89
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
sebesar 3.619.177 orang. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat sebesar 3.532.142 orang, bertambah 150.083 orang atau sebesar 4,44% (yoy) jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya. Tabel 6.12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor ekonomi pada Februari 2011 relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor pertanian merupakan sektor ekonomi utama di Sumsel dan mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor pertanian pada Februari 2011 mengalami penurunan dibanding beberapa semester sebelumnya menjadi sebesar 55,80%. Jumlah tenaga kerja pada sektor pertambangan dan sektor industri mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan semester sebelumnya. Jumlah tenaga kerja pada kedua sektor tersebut tercatat meningkat masing-masing sebesar 53,07% dan 60,31%. Terbatasnya lahan pertanian yang disertai dengan berubahnya pola hidup seiring tingkat pendidikan yang semakin maju diyakini menjadi pendorong utama terjadinya transformasi struktur ketenagakerjaan.
90
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi, yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Februari 2011 lebih dari 70% tenaga kerja Sumatera Selatan bekerja pada kegiatan informal. Tabel 6.13 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
6.7. Pengangguran Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011 mengalami penurunan sebanyak 9.034 orang atau 3,81% dibandingkan dengan posisi bulan Februari 2010. Bahkan apabila dibandingkan dengan posisi bulan Agustus 2010 tercatat mengalami penurunan sebanyak 15.767 orang atau sebesar 6,47% yang diperkirakan sebagai dampak dari meningkatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada periode survei.
91
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Tabel 6.14 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2010 – Februari 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Membaiknya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2011 menjadi 6,07% dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2010 yang sebesar 6,55%
maupun
dibandingkan posisi periode semester sebelumnya yang sebesar 6,65%. Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan.
92
BAB 7 • • •
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat tanpa disertai oleh peningkatan inflasi Produksi komoditas unggulan yang lebih baik dan penyelesaian proyek SEA Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas. Inflasi menurun karena kondisi iklim yang lebih baik, namun secara musiman terjadi tekanan inflasi cukup besar saat Idul Fitri.
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi. Investasi diperkirakan meningkat, baik dari pemerintah maupun swasta, yang didorong oleh penyelesaian proyek-proyek infrastruktur terutama yang terkait dengan persiapan Sea Games ke XXVI di Palembang. Selain itu, konsumsi masyarakat juga diperkirakan meningkat seiring adanya momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1432 H. Di sisi lain, faktor risiko akan muncul karena adanya tren koreksi harga komoditas unggulan, khususnya karet dan CPO, baik di pasar internasional maupun pasar domestik. Percepatan
pertumbuhan
ekonomi
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
Sumatera Selatan triwulan III 2011 juga disebabkan oleh faktor teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi ekonomi terkini dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan III 2011 akan berada pada kisaran 6,3 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,2 ± 1%.
Sumber: BPS, estimasi BI *Hasil proyeksi KBI Palembang
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,7% (qtq,sa).
1
Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011 Aspek Kegiatan Usaha (umum)
Pertumbuhan
Moderat
Volume produksi
Meningkat
Nilai penjualan
Moderat
Kapasitas produksi
Tenaga kerja
Volume pesanan
Meningkat
Keterangan Ekspektasi Faktor musiman komoditas unggulan, persiapan SEA Games Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman
Penurunan harga komoditas unggulan
Moderat
Penurunan harga komoditas unggulan
Moderat
Investasi melambat setelah naik cukup tinggi pada triwulan sebelumnya
Meningkat
Adanya investasi kembali mendekati Sea Games
Menurun
penurunan harga komoditas jangka pendek
Meningkat
Faktor musiman, produksi yang lebih baik
Meningkat
Masih tingginya permintaan dari pasar domestik
Moderat
Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Menurun
Menurun
Kondisi keuangan
Meningkat
Situasi bisnis
Perlambatan permintaan secara jangka pendek, khususnya pada komoditas unggulan Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman
Ekspektasi triwulan mendatang
Meningkat
Harga jual komoditas unggulan
Akses kredit
Penyebab Pertumbuhan
Moderat
Moderat
Membaiknya produksi
Meningkat
Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek
Moderat
Adanya koreksi harga komoditas dapat memperlambat peningkatan konsumsi
Meningkat
Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang Baiknya prospek di sektor sekunder dan tersier terkait persiapan SEA Games Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek, terkait penurunan permintaan komoditas Faktor musiman komoditas unggulan dan prospek pengembangan bisnis di pasar domestik terkait SEA Games
Sumber: SKDU KBI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2011 dan analisis yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan 1
Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
94
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
mengalami peningkatan pada triwulan III 2011, lebih cepat dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, kapasitas produksi, kondisi keuangan maupun akses kredit. Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Seperti yang terjadi pada tahun 2009 dimana dampak krisis finansial global masih terasa, lonjakan konsumsi tetap terjadi pada Idul Fitri, yang mengindikasikan pada momen tersebut konsumsi tidak sensitif terhadap perubahan penghasilan. Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis. Penurunan keyakinan konsumen ini disumbang baik oleh keyakinan konsumen atas kondisi saat ini maupun masa depan. Konsumen utamanya memandang pesimis atas ketersediaan lapangan kerja, baik untuk saat ini maupun masa depan. Hal ini juga diiringi dengan penurunan ketepatan pembelian durable goods. Di sisi lain, pengeluaran pemerintah diperkirakan akan meningkat. Pengeluaran pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues maupun infrastruktur penunjang. Pada posisi akhir Juni 2011, realisasi pembangunan beberapa venues masih kurang dari rencananya, yang umumnya mempunyai deviasi 0-30% dari target. Sehingga, diperkirakan akan terjadi percepatan pembangunan mengingat seluruh fasilitas tersebut ditargetkan untuk selesai pada September 2011. Investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR. Hal ini merupakan fenomena yang dipicu oleh penyelenggaraan Sea Games. Sampai dengan saat ini, terdapat beberapa proyek swasta, antara lain berupa hotel dan pusat perbelanjaan yang sudah dibangun, atau dalam proses pembangunan. Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan permintaan komoditas unggulan, walaupun produksi sedikit membaik karena kondisi iklim yang lebih baik. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. IMF kembali melakukan revisi ke bawah atas
95
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2011, yaitu dari 4,5% menjadi 4,3%. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan menurun masing-masing dari 2,8% menjadi 2,5%. Sementara itu, World Bank pada Juni 2011 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura dan Malaysia untuk tahun 2011 masing-masing sebesar 5,0% dan 4,8%, lebih rendah dari yang diproyeksikan oleh IMF pada April 2011 yaitu masing-masing sebesar 5,2% menjadi 5,5%. Terjadinya gempa di Jepang membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut juga menurun dari 1,4% menjadi -0,7%. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina dan India, tidak mengalami perubahan proyeksi, yaitu tetap dengan tingkat pertumbuhan 9,6% dan 8,2%. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro dan Kanada direvisi ke atas dari 1,6% menjadi 2,0% dan dari 2,8% menjadi 2,9%. Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) Negara
Proyeksi
1
Ekspor Sumsel
2011
2
2011
AS
25,56
2,8
2.5
Euro
14,72
1,6
2.0
Cina
19,51
9,6
9,6
India
4,11
8,2
8,2
Jepang
6,37
1,4
-0.7
Malaysia
4,08
5,5
4,8*
Singapura
3,74
5,2
5,0*
Kanada
3,49
2,8
2.9
3
1
Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2010 sampai dengan Mei 2011, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook, April 2011 3 IMF, World Economic Outlook Update, July 2011 *World Bank, Global Economic Prospects, June 2011
Selanjutnya, juga berdasarkan IMF, pertumbuhan volume perdagangan dunia akan menurun dari 12,4% pada 2010 menjadi 8,2% pada 2011. Impor baik dari negara maju maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan, masing-masing dari 11,6% dan 13,7% pada 2010 menjadi 6,0% dan 12,1% pada tahun 2011. Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, yang utamanya dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Hal ini akan turut menurunkan permintaan barang input yang berasal dari negara berkembang,
96
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, yang pada umumnya juga mulai menerapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan akan stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar. Sensitivitas terhadap harga komoditas primer merupakan kekuatan sekaligus kelemahan perekonomian Sumsel. Penurunan harga komoditas di pasar internasional, seperti pada triwulan II 2011, akan diikuti oleh penurunan harga komoditas tersebut di tingkat produsen, yang salah satunya dapat berimplikasi pada penurunan Nilai Tukar Petani (NTP). Harga karet dan sawit diperkirakan turun pada triwulan III 2011. Harga karet masih akan mengalami fase penurunan sebagai konsekuensi naiknya harga komoditas tersebut secara masif pada tahun 2010. Permintaan dunia dan ekspansi otomotif dunia diperkirakan turun seiring dengan rentannya kondisi ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Jepang. Di samping itu, harga minyak internasional, yang selama ini berkorelasi kuat dengan karet, juga diperkirakan menurun sampai dengan sekitar USD 70 per barrel pada Desember 2011 (versi Financial Forecast Center). Di sisi lain, seperti yang diperkirakan sejak akhir tahun 2010, akan terjadi penurunan harga CPO pada semester kedua tahun 2011. Produksi komoditas perkebunan diperkirakan akan mengalami percepatan. Pada periode triwulan III 2010, produksi komoditas unggulan tidak optimal karena adanya anomali iklim, sedangkan pada periode triwulan III 2011, iklim diperkirakan jauh lebih kondusif bagi kegiatan produksi komoditas perkebunan. Dengan mengasumsikan kondisi iklim yang relatif sama pada triwulan II 2010 dan triwulan II 2011, akan terjadi pengaruh teknikal (base effect) yang cukup besar pada triwulan III 2011, sehingga pertumbuhan produksi akan mengalami percepatan. Berbeda dengan kinerja komoditas karet dan sawit, permintaan batubara diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Terlepas dari perkiraan pertumbuhan ekonomi India dan China yang tidak direvisi ke bawah (tetap di 9,6% dan 8,2%), permintaan domestik atas batubara Sumatera Selatan, khususnya untuk memenuhi ekspansi kelistrikan di Jawa, akan tetap kuat. Hal ini juga didukung oleh ekspansi kapasitas pengangkutan batubara, meskipun diperkirakan penyelesaiannya akan terlambat sampai dengan bulan September 2011. Selain itu, pada beberapa bulan terakhir harga batubara
97
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
masih cenderung stabil di level USD70 per metrik ton, di saat harga komoditas unggulan lainnya menurun. Kondisi ini akan berimplikasi lebih lanjut pada kinerja industri pengolahan, dan juga sektor perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun harga penjualan diperkirakan akan
mengalami penurunan. Selain itu,
peningkatan investasi yang terjadi pada awal tahun 2011 juga mengindikasikan peningkatan kapasitas produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan akan tumbuh sangat baik pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues dan sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu, pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Relatif stabilnya kinerja sektor unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung percepatan pertumbuhan sektor PHR.
7.2. Inflasi Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 bersifat musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%. Secara musiman, inflasi akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, permintaan atas beberapa jenis barang, seperti bahan makanan dan sandang, akan mengalami peningkatan signifikan menjelang Idul Fitri. Peningkatan permintaan tersebut juga bersifat inelastis terhadap pendapatan, seperti halnya yang terjadi pada tahun 2009 lalu. Inflasi tahunan turun lebih disebabkan karena adanya faktor teknikal tahun dasar. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010. Pada triwulan III 2011, efek tersebut diprediksi tidak berulang dan tidak berdampak pada kenaikan harga-harga secara abnormal. Sehingga, inflasi tahunan pada triwulan III 2011 seolah melambat. Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada 98
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
harga komoditas internasional. Hasil Survei Konsumen menunjukkan adanya penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan. Hal ini terkait dengan kecenderungan menurunnya beberapa indikator, antara lain harga TBS dan juga harga komoditas di pasar internasional, seperti karet dan sawit. Menurunnya tekanan inflasi dari sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana (lihat Suplemen 8. Proyeksi Inflasi dengan Menggunakan Kurva Phillips Sederhana). Penurunan harga komoditas internasional secara umum berdampak cukup besar terhadap menurunnya tekanan inflasi. Selain disebabkan oleh harganya yang sudah cenderung bullish, koreksi harga komoditas juga terjadi karena iklim yang lebih kondusif dibandingkan tahun sebelumnya dan menyebabkan produksi komoditas perkebunan dunia lebih baik. Kemudian, prospek perekonomian negara maju yang semakin rentan akan menurunkan ekspektasi peningkatan permintaan ke depan, khususnya bagi komoditas yang merupakan bahan bakar dan bahan baku industri. Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,8-0,9%, jauh lebih tinggi dibandingkan first-round effect-nya sebesar 0,3%. Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun adalah sangat kecil. Pemerintah sudah melakukan revisi APBN dan menaikkan anggaran subsidi untuk BBM dan listrik. Selain itu, terdapat kecenderungan penurunan harga minyak dunia seiring munculnya kekhawatiran dunia atas prospek perekonomian Amerika Serikat. Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan, Financial Forecast Center memperkirakan harga minyak WTI akan turun terus sampai dengan Februari 2012. Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011, berdasarkan perkiraan BMKG. Hal ini dapat meningkatkan kualitas produksi dan memperlancar distribusi, khususnya untuk komoditas bahan makanan. Tekanan pada inflasi inti diprediksi akan meningkat secara musiman. Kenaikan inflasi core akan terjadi seiring naiknya barang-barang sandang, dan transportasi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, harga emas sebagai save haven substitusi Dollar Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar
99
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan terjadinya downgrading rating Amerika Serikat. Stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras. Stok beras Bulog pada posisi Juli 2011 mencapai 40 ribu ton, yang kurang lebih setara dengan sekitar 4-5 lima bulan penyaluran. Selain itu, berdasarkan informasi dari Disperindag Kota, stok beras di distributor juga setara dengan 4 bulan penyaluran. Dalam mengantisipasi kenaikan harga menjelang Idul Fitri, Bulog dan Disperindag Kota siap untuk melakukan operasi pasar. Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan dan proyeksi KBI Palembang
Grafik 7.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Sumber: Survei Konsumen KBI Palembang
Faktor risiko masih muncul dari sisi ekspektasi. Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Mayoritas responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga pada 3 bulan, 6 bulan, maupun 12 bulan ke depan. Ekspektasi atas peningkatan inflasi ini relatif lebih signifikan dibandingkan 3 bulan sebelumnya.
7.3. Perbankan Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio. Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih bersumber
dari
permintaan.
Diperkirakan
akan
terjadi
shifting
dari
sektor
pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan. Hal ini juga didukung oleh penyelenggaraan Sea Games. 100
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Terkait penyaluran kredit, diperkirakan tidak terjadi masalah di sisi penawaran. Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011. Pada triwulan III 2011, akan terjadi risiko capital outflow walaupun hanya bersifat temporer, yang dipengaruhi oleh sentimen global yang rentan karena penurunan rating surat utang jangka panjang Amerika Serikat. Namun secara jangka panjang, fundamental ekonomi Indonesia yang baik, yang salah satunya diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan inflasi yang cenderung menurun menuju tercapainya target tahun 2011. Selain itu, interest rate differential Indonesia cukup tinggi dibarengi dengan potensi dinaikkannya rating obligasi negara menjadi investment grade. Hal ini akan membuat Indonesia akan tetap menarik sebagai tempat berinvestasi. Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat menjadi alasan tambahan bagi perbankan untuk mulai menurunkan suku bunga kreditnya. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan II 2011 akan stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4% ± 1% (qtq). Sementara itu, tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi akan sedikit mengalami peningkatan. Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011 Indikator
Prediksi
Ekspor
Menurun
Impor
Stabil
Pertumbuhan
Meningkat
Inflasi
Menurun
Pengangguran
Menurun
Faktor Penyebab Permintaan dunia cenderung turun, namun terdapat perbaikan dari sisi produksi komoditas. Apresiasi nilai tukar Potensi peningkatan investasi, penurunan optimisme konsumen dan penurunan harga komoditas. Efek tahun dasar, kondisi iklim yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya Menurunnya harga komoditas, namun terdapat kesempatan kerja yang muncul secara musiman, dan aktivitas ekonomi domestik yang meningkat menjelang Sea Games.
Investasi
Meningkat
Penyelenggaraan Sea Games
Konsumsi domestik
Meningkat
Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Kredit perbankan
Stabil
Adanya capital inflow, namun permintaan kredit diprediksi menurun
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
101
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Suplemen 8 PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA Mengacu pada Suplemen 7: Peran Output Gap Sumatera Selatan terhadap Inflasi Palembang, output gap berkorelasi tinggi dengan data inflasi 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Output gap, merupakan kesenjangan output dari output potensial. Output gap merupakan salah satu elemen dari formulasi phillips curve standar, yang sering digunakan sebagai representasi penawaran agregat:
Dimana adalah inflasi pada periode t, adalah output gap, yang diukur melalui persentase selisih output aktual dan potensial terhadap output potensial. Kemudian, v adalah elemen supply shock. Meskipun persamaan di atas tidak menggunakan intercept, namun beberapa penelitian seperti Roberts (1995) mengasumsikan adanya intercept. Sebagai pengembangan dari Phillips curve, terdapat expectation-augmented Phillips curve, yang berbentuk sebagai berikut:
Dimana adalah ekspektasi inflasi. Variabel ini seringkali digantikan dengan inflasi satu periode sebelumnya, , dengan mengasumsikan bahwa ekspektasi adalah adaptif. Berdasarkan model matematis tersebut, dikembangkan spesifikasi model ekonometrika sebagai berikut: Phillips Curve dengan Tren: ,
Expectation-Augmented Phillips Curve: ,
Dimana c adalah intercept, D adalah variabel dummy kenaikan BBM tahun 2005, dan T adalah tren waktu.t menunjukkan periode, i menunjukkan lag yang digunakan, k menunjukkan lag minimum, dan n menunjukkan lag maksimum, sehingga 0. k dan i ditentukan berdasarkan signifikansi parameter dengan alternatif lag pertama hingga lag ketiga. Metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Squares (OLS) dengan menggunakan beberapa data, yaitu PDRB Sumatera Selatan harga konstan yang nilainya disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted), data inflasi tahunan Kota Palembang, dan variabel dummy yang bernilai 1 ketika terjadi efek abnormal kenaikan harga BBM di
102
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
tahun 2005, serta 0 jika lainnya. Output potensial diperoleh melalui proses Hodrick-Prescott (HP) Filter dengan data PDRB Seasonally Adjusted.
Tabel 1. Parameter Hasil Estimasi OLS Model
Phillips Curve dengan Tren
EAPC
Lag Output Gap
1-3
1
2
3
1
c
15.00
14.48
14.34
13.75
3.55
1.41
3.11
2.06
1.61 3.65
1.62
3.18
D
11.01
9.89
11.09
10.76
T
-0.22
-0.21
-0.21
-0.19
5.89
0.57 R2
0.85
0.72
0.79
0.74
0,74
DW*
1.11
1.14
1.55
1.15
1.43
AIC
4.25
4.81
4.55
4.74
4.76
*Untuk Expectation-Augmented Phillips Curve (EAPC), uji autokorelasi yang ditampilkan adalah F-stat dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Sumber: Estimasi Peneliti
Hasil tersebut memperkuat indikasi bahwa output gap yang terjadi akan berpengaruh terhadap inflasi 1 sampai dengan 3 periode ke depan. Kemudian, pengaruh kenaikan harga BBM yang drastis seperti pada tahun 2005 sangat besar terhadap kenaikan inflasi. Selain itu, temuan lainnya adalah bahwa inflasi Palembang jangka panjang telah mengalami penurunan, dengan kecenderungan penurunan inflasi jangka panjang sekitar 0,2% per triwulan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang sangat baik dalam hal terkendalinya inflasi Palembang dari waktu ke waktu. Model terbaik dari 5 alternatif estimasi adalah model phillips curve dengan tren yang menggunakan lag kedua output gap, hal ini ditinjau dari nilai adjusted R2 yang tinggi, statistik DW yang mendekati 2, dan nilai AIC terkecil. Hasil proyeksi dari model tersebut adalah penurunan inflasi tahunan pada triwulan III 2011 sebesar 0,1% dibandingkan triwulan II 2011. Mengingat inflasi pada triwulan II 2011 adalah 5,10%, maka model tersebut memperkirakan inflasi sebesar 5,00% pada triwulan III 2011. Hal tersebut lebih tinggi sebesar 0,13% dari proyeksi triwulan III 2011 yang dipaparkan sebelumnya sebesar 4,87%.
103
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Grafik 1. Nilai Residual, Actual, dan Fitted dari Model Phillips Curve dengan Lag 2 25 20 15 10
6 4
5
2
0
0 -2 -4 -6 2002
2003
2004
2005 Residual
2006
2007 Ac tual
2008
2009
2010
2011
Fitted
Referensi Roberts, John M. (1995), “New Keynesian Economics and the Phillips Curve”, Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 27, No. 4, Part 1, pp. 975-984. Phillips, A. W. (1958). "The Relationship between Unemployment and the Rate of Change of Money Wages in the United Kingdom 1861-1957". Economica, New Series, Vol. 25, No. 100, pp. 283-299
104
DAFTAR ISTILAH Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas Omzet
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
Ekspor Impor
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya. Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masingmasing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).