Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Triwulan III 2010
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat serta ridha-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Banten Triwulan III 2010 dapat diselesaikan dan diterbitkan. Kajian Ekonomi Regional yang diterbitkan secara periodik setiap triwulan, merupakan salah satu perwujudan peranan Bank Indonesia Serang kepada stakeholders baik Kantor Pusat Bank Indonesia maupun stakeholders daerah dalam memberikan informasi maupun analisis terhadap kondisi terkini perekonomian Banten maupun prospeknya di masa mendatang. Buku Kajian Ekonomi Regional ini mencakup kajian mengenai perkembangan makroekonomi regional Banten saat ini; perkembangan inflasi; perbankan dan sistem pembayaran; perkembangan keuangan daerah; perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan serta outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada Triwulan III 2010, perkembangan kinerja perekonomian Banten secara umum semakin membaik dengan pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy). Sementara itu perkembangan inflasi Banten berada pada kondisi yang relatif masih terjaga pada level 4,59% (yoy), yang diperkirakan didorong cukup kuat oleh adanya peningkatan administered prices berupa kenaikan tarif dasar listrik. Kinerja perbankan relatif stabil walaupun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Diprakirakan kinerja perekonomian pada triwulan mendatang dapat lebih baik dibandingkan triwulan laporan yang merupakan dampak positif dari kinerja berbagai sektor saat ini dan prospeknya di periode ke depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua pihak baik Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Pemerintah Daerah Provinsi di Banten,perusahaan/asosiasi di Provinsi Banten serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Kiranya kajian ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pengembangan perekonomian Provinsi Banten. Serang, 9 November 2010
TTD
Andang Setyobudi Pemimpin i Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif Tabel Indikator Ekonomi Banten Bab I Kondisi Makro Ekonomi Regional Sisi Permintaan Sisi Penawaran
Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman
v ix 1 1 8
Bab II Perkembangan Inflasi Daerah Perkembangan Inflasi Banten Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Boks 1. Upaya Stabilisasi Harga di Wilayah Banten
Halaman Halaman Halaman Halaman
21 21 31 35
Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Perkembangan Intermediasi Bank Umum Perkembangan Intermediasi Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Intermediasi Perbankan Syariah Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Perkembangan Sistem Pembayaran Boks2. Pemberdayaan Sektor Riil Melalui Pengembangan UMKM Komoditas Bahan Makanan
Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman
39 40 47 47 49 49 51
Bab IV Keuangan Daerah Halaman 55 Pendapatan Daerah Halaman 55 Belanja Daerah Halaman 57
Bab V Kesejahteraan Masyarakat Halaman 59 Ketenagakerjaan Halaman 59 Kesejahteraan Masyarakat Halaman 62
iii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Bab VI Prospek Perekonomian Halaman Pertumbuhan Ekonomi Halaman Inflasi Halaman
65 65 73
Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian dan Survei Kantor Bank Indonesia Serang Jl. Yusuf Martadilaga No. 12 Serang – Banten Ph : 0254 – 223788 Fax : 0254 – 223875 email :
[email protected],
[email protected] atau
[email protected] Website : www.bi.go.id
iv Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
ii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
viii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB I PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL
Kinerja perekonomian Banten pada Triwulan III 2010 dicerminkan oleh terus membaiknya kinerja komponen sektoral maupun pengeluaran secara simultan hingga mengalami akselerasi pada level pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy). Tercatat pertumbuhan ekonomi Banten pada Triwulan III 2010 mencapai level 6,13% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,80% (yoy) atau tertinggi sepanjang Triwulan I 2008 hingga saat ini.
Membaiknya ekspektasi konsumen pada periode laporan mendorong tingkat konsumsi pada level yang kuat dengan kecenderungan meningkat, sementara itu ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi dan prospek perekonomian yang relatif baik diperkirakan berpengaruh cukup signifikan terhadap gairah investasi dan kinerja sektoral. Berdasarkan indikator survei kepada konsumen dan pelaku usaha di Banten maupun nasional, terindikasi adanya kecenderungan perbaikan persepsi pelaku ekonomi terhadap kondisi perekonomian saat ini. Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh International Monetary Fund pada World Economic Outlook 2010, pada tahun 2010 ekonomi dunia bertumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya khususnya negara-negara di kawasan ASEAN. Selain itu, tren penguatan nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010 diperkirakan juga berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia termasuk Banten.
1.1. SISI PERMINTAAN Relatif
tingginya
pertumbuhan
dari
sisi
permintaan
karena
ditopang
oleh
meningkatnya seluruh komponen, terutama konsumsi swasta dan pemerintah serta ekspor. Tingkat konsumsi swasta diperkirakan tumbuh kuat dengan tendensi meningkat, yang didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan, yang dibantu oleh pembiayaan perbankan yang relatif tinggi. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat tersebut juga dicerminkan oleh indikator-indikator survei. Membaiknya kinerja sektoral khususnya sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar PDRB Banten kemudian mendorong optimisme investor maupun calon investor untuk menanamkan modalnya di Banten. Sementara itu menguatnya permintaan internasional mampu mendorong kinerja ekspor luar negeri Banten yang lebih tinggi pada periode laporan.
1 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel I.1 Pertumbuhan PDRB Banten Sisi Permintaan (% yoy) No. 1. 2. 3. 4. 5.
2009 Tw III* Tw IV* 5,25 5,00 5,00 6,00 7,54 6,10 -1,42 0,61 -0,99 1,23 4,64 4,82
Uraian Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) Ekspor Impor PDRB
2009*
Tw I* 5,60 3,50 7,80 1,45 1,85 5,48
5,21 4,60 7,08 0,17 0,42 4,69
2010 Tw II* 5,80 3,87 7,92 1,85 1,82 5,80
Tw III* 5,95 5,10 7,96 2,10 1,85 6,13
Sumber: BPS Provinsi Banten, *) Perkiraan Bank Indonesia
1.1.1. Konsumsi Tingkat konsumsi masyarakat pada periode laporan diperkirakan tetap kuat dengan pertumbuhan yang meningkat pada perkiraan level 5,95% (yoy). Menguatnya daya beli masyarakat oleh meningkatnya pendapatan dari bonus dan tunjangan serta adanya stimuli peningkatan konsumsi seiring perayaan keagaaman diperkirakan menjadi faktor-faktor yang dapat meningkatkan laju konsumsi masyarakat Banten pada periode laporan. Sementara itu di pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten berada di atas level 100, yang mengindikasikan adanya penguatan daya beli dan konsumsi masyarakat pedesaan. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2010 Angsuran/Cicilan 6,20 8,30 6,90 6,60 9,10 9,50 15,8 9,50 8,00 Simpanan
12,1 15,3 16,0 13,8 16,3 14,5 18,9 16,7 14,3
Konsumsi
81,8 76,4 77,0 79,6 74,6 75,9 65,3 73,9 77,7
Grafik I.1. Perkembangan Perkiraan Tingkat Konsumsi, Simpanan dan Angsuran Masyarakat Banten Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
2 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
140,0
140,0
120,0
120,0
100,0
100,0 80,0
80,0
60,0
60,0
40,0
40,0
20,0
20,0
0,0
0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2008
2009
Indeks Keyakinan Konsumen
2010
2009
2010
Indeks Kondisi Penghasilan Saat Ini
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Kondisi Ketersediaan Lapangan Kerja
Grafik I.2. Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik I.3. Indeks Kondisi Penghasilan dan
dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Ketersediaan Lapangan Kerja Banten
Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Tabel I.1. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor Provinsi Banten NTP per Sub Sektor Pangan Hortikultura Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan NTP
2009 Tw III 92,94 105,90 106,27 108,61 98,64 98,77
Tw IV 95,80 104,79 104,53 107,41 96,78 99,67
Tw I 98,29 102,57 102,41 105,32 96,21 100,11
2010 Tw II 100,06 103,25 104,15 103,93 96,21 101,18
Tw III 100,81 108,73 102,16 107,24 98,38 103,09
Sumber: BPS Provinsi Banten
Dukungan pembiayaan dari perbankan maupun perusahaan multifinance diperkirakan akan tetap kuat dan mempengaruhi peningkatan konsumsi pada Triwulan III dan Triwulan IV 2010 khususnya melalui pembelian kendaraan bermotor jenis sepeda motor. Di samping itu, kemudahan persyaratan yang diberikan oleh ATPM/dealer mobil juga turut mendukung peningkatan pembelian kendaraan bermotor. Namun, kondisi gangguan cuaca, kenaikan Tarif Dasar Listrik, dan peningkatan permintaan musiman, diprakirakan akan meningkatkan laju inflasi di Triwulan III 2010 sehingga akan menahan peningkatan konsumsi yang seyogyanya dapat bertumbuh lebih tinggi.
3 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
150
90,0 80,0 70,0
100
60,0 50,0
50
% yoy
40,0 30,0 20,0
0 1 -50
10,0 0,0 1
3
5
7
9
11
2008
1
3
5
7
9
11
1
2009
3
5
7
9
2010
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2009
2
3
4
5
6
7
8
2010
-100 -150
Consumer Goods Not Elswhere Specified (Semi-Durable)
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama Consumer Goods Not Elswhere Specified (Non-Durable)
Grafik I.4. Perkembangan Impor Barang
Grafik I.5. Perkembangan Impor Barang
Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Semi
Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Tahan
Tahan Lama Banten
Lama Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Tetap kuatnya tingkat konsumsi masyarakat yang didukung oleh stimulus perayaan keagamaan juga tercermin dari tingginya penggunaan sarana angkutan air melalui pelabuhan Merak. Berdasarkan informasi, diperkirakan jumlah penumpang yang
menggunakan sarana
pengangkutan laut dari pelabuhan tersebut mencapai 150.000 orang, lebih tinggi dibandingkan dengan pada puncak arus mudik tahun sebelumnya dengan total sekitar 142.000 orang. Begitu pula dengan penggunaan moda angkutan darat kereta api, pada awal Ramadhan penjualan tiket kereta api di Stasiun Kota Serang dengan berbagai tujuan telah 100% terjual, lebih baik dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari langkah PT. Kereta Api yang telah menerapkan sistem pemesanan tiket online untuk tujuan luar kota yang direspon secara baik pula oleh masyarakat di Kota Serang.
1.1.2. Investasi Kinerja investasi Banten diperkirakan stabil dengan kecenderungan meningkat secara moderat pada periode laporan sebesar 7,96% (yoy). Salah satu produsen besar subsektor industri alas kaki dengan orientasi 100% ekspor, melakukan investasi perluasan senilai USD 21 juta pada Semester I 2010 yang merupakan nilai investasi tertinggi dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Adanya permasalahan terkait dengan ketenagakerjaan di negara lain, relatif rendahnya angka labour turn over di wilayah ini serta kondisi keamanan yang cukup kondusif meningkatkan potensi peningkatan investasi pada subsektor tersebut di Triwulan III 2010. Kondisi ini didukung oleh tingginya permintaan ekspor dari negara tujuan utama seperti USA. Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten pada bulan Juli dan Agustus 2010 sebesar USD 287,74 juta yaitu hampir mencapai 40% dibandingkan ekspor alas kaki semester I 2010 sebesar USD 763,56 juta. 4 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia Serang, diperoleh informasi tentang permintaan luar negeri yang membaik dan membuka peluang sub sektor industri alas kaki untuk melakukan ekspansi sehingga meningkatkan kinerja sub sektor industri alas kaki ke depan. Perusahaan sepatu dengan orientasi ekspor memprediksi bahwa permintaan di masa datang terus membaik, sehingga mendorong beberapa perusahaan sepatu untuk melakukan ekspansi dengan melakukan pembangunan pabrik baru di wilayah Provinsi Banten. Ekspansi tersebut memiliki nilai lebih dari USD 80 juta dan diperkirakan akan menyerap lebih dari 20.000 tenaga kerja. Sementara itu, investasi swasta dalam bentuk pembangunan properti komersial maupun residensial di Banten khususnya di Tangerang juga berkembang pesat. Kondisi perekonomian yang membaik dan tingkat suku bunga perbankan yang relatif stabil serta perolehan laba bersih yang bertumbuh tinggi pada berbagai pengembang besar di Banten mendukung keyakinan pelaku usaha dan investor untuk berekspansi serta meningkatkan investasi pada sektor properti.
40 30 20 10 -
2009
Volume Impor Barang Modal
7.000
50
6.000 5.000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
60
2010
40
4.000
30
3.000
20
2.000 1.000
10
0
-
-1.000 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
Growth (RHS)
% y-o-y
Ribu Ton
50
% y-o-y
800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200
60
Ribu Ton
70
2009
2010
Volume Impor Alat Transportasi untuk Industri
Growth (RHS)
Grafik I.6. Perkembangan Impor Barang
Grafik I.7. Perkembangan Impor Alat
Modal Banten
Transportasi untuk Industri
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Ekspor – Impor1 Tabel I.2. Perkembangan Ekspor dan Impor Banten Tahun 2010 Uraian Ekspor Impor
Nilai Volume Nilai Volume
Tw I 1.712.109.151 890.166.123 3.884.236.067 2.498.979.854
2010 Tw II 1.918.230.241 885.678.810 3.777.695.224 2.621.985.716
Tw III* 1.332.591.356 649.345.488 2.433.759.560 2.022.979.419
Sumber: Bank Indonesia (* Sampai dengan Agustus 2010)
1
Data ekspor dan impor merupakan angka sementara (hingga Agustus 2010)
5 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Kinerja ekspor terindikasi meningkat, khususnya pada produk-produk utama ekspor seperti alas kaki, tekstil dan besi/baja. Ekspor produk baja dari Banten sepanjang Triwulan III 2010 diperkirakan meningkat, seiring dengan tingginya kebutuhan baja internasional. Tercatat volume ekspor produk baja dari Banten sepanjang Juli dan Agustus 2010 meningkat sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejak bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri permintaan baja domestik cenderung stabil, namun kondisi pasar baja internasional menunjukkan tren yang meningkat. Sementara itu, harga baja di pasaran internasional diperkirakan akan meningkat hingga Triwulan IV 2010 karena meningkatnya permintaan baja dari China, kuatnya permintaan dari negara-negara Asia lainnya, serta mulai berkurangnya stok baja dunia. Kinerja ekspor utama Banten lainnya seperti kertas dan produk kertas, tekstil, pakaian jadi dan alas kaki cenderung bertumbuh meningkat, sementara produkproduk unggulan lainnya seperti logam tidak mengandung besi, dan mineral bukan logam
USD Juta
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
Nilai Ekspor
40,00 30,00 20,00 10,00 (10,00)
% y-o-y
800 700 600 500 400 300 200 100 0
% y-o-y
USD Juta
cenderung stabil.
(20,00) (30,00) (40,00) 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2010
2008
2009
2010
Volume Ekspor
Growth (RHS)
Growth (RHS)
Grafik I.8. Perkembangan Nilai Ekspor
Grafik I.9. Perkembangan Volume Ekspor
Banten
Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Tabel I.3. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Manufactured Goods) Uraian Kertas dan Produk Volume Kertas Growth Tekstil Volume Growth Besi/Baja Volume Growth Logam Tidak Volume Mengandung Besi Growth Mineral bukan Volume logam Growth
Jan-10 48.577.689 -30,34 10.717.517 25,71 16.125.224 -81,52 7.518.114 184,97 15.550.197 24,23
Feb-10
Mar-10
53.525.181 7,36 11.688.262 19,18 8.261.149 -58,16 6.984.034 84,81 15.744.711 97,51
51.419.965 9,21 12.646.114 25,64 17.747.640 -63,91 7.956.951 83,96 18.586.544 132,37
Apr-10 55.240.985 22,90 13.009.098 18,50 4.876.896 -43,73 7.600.449 45,90 21.063.502 104,87
Mei-10
Jun-10
51.475.868 6,19 11.491.609 7,57 7.373.542 31,01 7.716.708 29,32 19.818.902 94,47
47.293.624 -17,85 11.578.649 10,37 7.316.749 40,89 8.367.234 18,29 24.269.692 126,00
Jul-10 46.383.648 6,58 11.712.976 11,70 3.399.420 703,18 8.391.766 17,01 21.573.976 88,18
Agust-10 52.774.744 27,84 11.969.891 17,29 55.056.626 136,62 9.792.076 22,11 22.247.089 39,93
Sumber: Bank Indonesia
6 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel I.4. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Miscellanous Manufactured Articles) Uraian Furnitur Pakaian Jadi Alas Kaki
Jan-10
Volume Growth Volume Growth Volume Growth
5.417.620 8,51 2.980.881 8,54 8.419.483 41,01
Feb-10
Mar-10
Apr-10
Mei-10
5.228.275 14,61 2.884.538 0,69 6.807.355 18,83
5.422.386 11,44 2.765.231 5,39 6.928.695 38,15
4.386.873 2,84 2.763.647 6,22 8.858.967 38,18
3.929.706 -4,97 3.050.976 -8,09 8.920.657 24,29
Jun-10
Jul-10
4.222.831 -8,33 3.931.621 22,89 9.458.630 43,15
Agust-10
4.112.060 -9,29 3.842.569 12,07 8.963.996 74,46
4.117.264 -3,51 3.587.583 20,95 8.108.070 64,32
Sumber: Bank Indonesia
Di sisi lain, impor Banten cenderung stabil pada periode laporan. Dari Grafik I.10, secara umum pertumbuhan impor Banten terindikasi masih relatif stabil bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Impor barang modal yang masih cenderung melambat diperkirakan menahan laju impor barang yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tingginya persediaan pada periode sebelumnya oleh pelaku ekonomi/industri yang disebabkan oleh kondisi harga yang relatif rendah pada periode tersebut, sehingga pada triwulan laporan cenderung tidak melakukan atau mengurangi impor barang modal. 150
1.000
100
USD Juta
USD Juta
1.200
800
2009
0
400
-50
200 0
-100 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
50
600
2008
2010
Nilai Impor
% yoy
160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60
% yoy
2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
2009 Volume Impor
Growth (RHS)
2010 Growth
Grafik I.10. Perkembangan Nilai Impor
Grafik I.11. Perkembangan Volume Impor
Banten
Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
800 700 600
% yoy
500 400 300 200 100 0 -100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
-200 2008
2009
2010
Growth Volume Impor Banten Growth Volume Impor Barang Konsumsi Growth Volume Impor Barang Modal Growth Volume Impor Bahan Baku/Penolong
Grafik I.12. Perkembangan Impor Barang Konsumsi, Barang Modal dan Bahan Baku/Penolong Banten Sumber: Bank Indonesia
7 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
1.1.4. Konsumsi Pemerintah Realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan semakin baik dan terus mendekati targetnya dengan perkiraan mencapai sekitar 79,24% hingga akhir Triwulan III 2010. Belanja Pemerintah Provinsi Banten hingga semester I 2010 yang tercatat pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten mencapai sebesar Rp 888,26 miliar atau sebesar 35,37% terhadap total belanja tahun 2010. Dari prognosis APBD Banten tahun 2010 diproyeksikan realisasi belanja pemerintah provinsi Banten hingga akhir tahun 2010 sebesar Rp 2,50 triliun, belanja daerah hingga Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp 1,70 triliun atau sekitar 67,54% lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja daerah periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 63,85%. Realisasi belanja modal pemerintah Provinsi Banten yang pada tahun 2010 dapat mencapai 99,43% diperkirakan dapat membantu tingkat investasi Banten khususnya melalui pembangunan infrastruktur. Tabel I.5. Persentase Realisasi APBD Banten Uraian APBD Banten Realisasi per Triwulan Persentase realisasi
Tw I 2.366,62 136,57 5,77%
Tw II 2.366,62 720,43 30,44%
2009 Tw III Tw I - Tw III 2.525,07 2.525,07 755,27 1.612,27 29,91% 63,85%
Tw IV 2.525,07 808,55 32,02%
2009 2.525,07 2.420,82 95,87%
Tw I 2.511,27 293,86 11,70%
2010 Tw II Tw III* Tw I - Tw III* 2.511,27 2.511,27 2.511,27 594,40 807,78 1.696,04 23,67% 32,17% 67,54%
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten (angka Tw III 2010 merupakan perkiraan Bank Indonesia)
1.2. SISI PENAWARAN Pertumbuhan ekonomi terus berlanjut pada level yang tinggi sebesar 6,13% (yoy) seiring dengan meningkatnya kinerja sektoral secara umum di Banten. Berbagai sektor utama seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan beberapa sektor lainnya bertumbuh relatif tinggi pada Triwulan III 2010. Beberapa sektor ekonomi yang terindikasi sedikit melambat pun tetap tumbuh pada level yang tinggi, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Membaiknya perekonomian nasional yang diindikasikan dari membaiknya tendensi bisnis di Indonesia berimbas positif terhadap berbagai sektor di Banten. Tingginya laju perekonomian di Banten terlihat dari indeks perkembangan realisasi kegiatan usaha di Banten yang terus meningkat, meningkatnya gairah dan ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi bisnis, serta adanya ekspansi usaha khususnya di sektor industri pengolahan.
8 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel I.6. Pertumbuhan Ekonomi Banten Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
2009 Tw III Tw IV 3,91 3,45
Tw I 5,21
2010 Tw II 5,87
Tw III* 5,89
Ket ↑
11,37 1,64 4,56 8,73 7,22 10,02 11,93
5,78 1,95 5,52 3,54 7,99 11,16 9,57
6,26 2,06 12,67 5,87 8,23 11,82 8,08
8,93 2,49 11,07 6,97 8,43 11,98 7,60
8,56 2,60 12,39 7,39 9,70 12,17 6,99
↓ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ↓
5,42 4,64
5,08 4,82
6,22 5,48
6,70 5,80
5,11 6,13
↓ ↑
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan III 2010 merupakan angka sangat sementara
40,00
Indeks Tendensi Bisnis
30,00
115
20,00
Saldo Bersih
110 105 100 95
10,00 0,00 -10,00
90 85
-20,00 I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
III IV
I
T.I
T.II
T.III T.IV
T.I
2008
T.II
T.III
T.IV
2009
T.I
T.II
T.III
2010
II III*
-30,00 2006
2007
2008
2009
2010
Realisasi Kegiatan Usaha
Grafik I.13. Perkembangan Indeks
Grafik I.14. Perkembangan Realisasi
Tendensi Bisnis Nasional
Kegiatan Usaha
Sumber: BPS
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
1.2.1. Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Sektor pertanian meningkat secara moderat pada Triwulan III 2010 pada level 5,89% (yoy). Musim kemarau basah pada Triwulan III 2010 yang menyebabkan kondisi kecukupan air tanah menjadi memadai selayaknya dan mendorong peningkatan produksi padi di sentra-sentra produksi di Banten, sehingga dapat mencapai target pada tahun 2010 sebesar 2,03 juta ton. Gangguan berupa banjir dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya untuk sawah di wilayah Serang dan Lebak, diperkirakan tidak banyak mempengaruhi produksi padi pada triwulan laporan. Dalam rangka meminimalisasi gangguan OPT tersebut di masa datang, Pemerintah Kabupaten Lebak telah menghimbau kepada para petani untuk melakukan tanam secara serentak pada musim tanam ketiga tahun 2010.
9 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Berdasarkan data ARAM II 2010, produksi padi di wilayah Banten pada tahun 2010 dapat mencapai 1,89 juta kg Gabah Kering Giling, atau meningkat sekitar 2,52% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sasaran indikatif Pemerintah Provinsi Banten terhadap produksi padi mencapai 2,03 juta ton GKG pada tahun 2010. Target tersebut didukung oleh adanya musim kemarau basah dengan curah hujan yang diperkirakan masih tetap tinggi hingga bulan Agustus 2010 dan masuknya musim penghujan pada akhir Triwulan III 2010. Kondisi ini justru mendukung sektor tanaman bahan makanan terutama pertanian pada sawah tadah hujan di Banten. Selain itu, peningkatan produktivitas padi juga didukung oleh adanya program peningkatan produktivitas padi sawah dan padi ladang yang dilakukan melalui bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan cadangan benih nasional (CBN).
Tabel I.7. Perkiraan Awal Musim Hujan dan Sifat Hujan di Wilayah Banten Semester II 2010 No.
Daerah
1. Pandeglang bagian barat 2. Pandeglang bagian utara, Serang bagian Selatan 3. Lebak bagian barat, Pandeglang bagian timur 4. Serang bagian utara, Tengerang bagian utara, DKI Jakarta bagian utara, Bekasi bagian utara 5. Serang bagian tenggara, Tangerang bagian selatan
Luas Sawah Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha) 1.652,54 29.475,78
Awal Musim Hujan Antara
Sifat Hujan
Sep I – Sep III
AN
Sep II – Okt I
N
1.196,28
15.942,15
Sep II – Okt I
AN
2.039,35
22.758,85
Nov I – Nov III
AN
12.551,28
63.830,01
Sep III - Okt II
N
5.018,01
30.993,61
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ket: (AN: di Atas Normal, N: Normal)
Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan yang cenderung meningkat diperkirakan juga disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian Banten. Membaiknya kinerja sektor pertanian Banten khususnya subsektor tanaman pangan menyebabkan indeks NTP tanaman pangan semakin meningkat dan menunjukkan adanya peningkatan daya beli petani pada sektor tersebut.
Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agust-09 Sep-09 Okt-09 Nop-09 Des-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10
102 100 98 96 94 92 90 88 86 84
Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan
Grafik I.5. Perkembangan Indeks NTP Tanaman Pangan Banten Sumber: BPS Provinsi Banten
10 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel I.8. Indeks Nilai Tukar Petani per Subsektor 2009 Tw III Tw IV 92,94 95,80 105,9 104,79 106,27 104,53 108,61 107,41 98,64 96,78 98,77 99,67
NTP per Sub Sektor Pangan Hortikultura Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan NTP
2010 Tw II Juli Agustus 100,06 101,14 100,51 103,25 108,53 109,44 104,15 104,69 102,02 103,93 105,68 106,42 96,21 97,50 97,56 101,18 103,19 102,92
Tw I 98,29 102,57 102,41 105,32 96,21 100,11
Sumber: BPS Provinsi Banten
Sementara itu, kinerja subsektor pertanian hortikultura, peternakan dan perikanan cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor tanaman pangan pada Triwulan III 2010 sehingga menyebabkan peningkatan Nilai Tukar Petani subsektor tersebut. Meningkatnya kinerja subsektor hortikultura, peternakan dan perikanan diperkirakan dapat menopang sektor pertanian untuk tumbuh stabil dengan tendensi sedikit lebih baik dibandingkan dengan Triwulan II 2010.
1.2.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian bertumbuh pada level yang tinggi sebesar 8,56% (yoy) namun mengalami sedikit perlambatan. Faktor utama penyebabnya adalah melambatnya ekspor mineral bukan logam maupun logam tidak mengandung besi pada periode laporan. Pada Triwulan III 2010 terlihat adanya tren penurunan ekspor barang-barang galian. Terlihat pada grafik I.16, volume ekspor mineral tidak mengandung logam dan logam bukan besi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Bahkan pada ekspor logam bukan besi (non ferrous metal) terindikasi menurun sejak triwulan sebelumnya. Perlambatan pada sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan juga mempengaruhi perlambatan kebutuhan pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut. Pada posisi Agustus 2010, kredit perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebesar Rp 228,61 miliar dengan level pertumbuhan sebesar 47,26% (yoy) yang relatif melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 250
Rp Miliar
150 100 50 -
% y-o-y
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 (20,00) (40,00) (60,00) (80,00)
200
Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw IV IV III* 2008
2009
Kredit Sektor Pertambangan
2010 Growth (RHS)
Grafik I.16. Perkembangan Kredit untuk Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
11 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
% yoy
Ribu Ton
20 15 10 5 1
3
5
7
9 11 1
2008
3
5
7
9 11 1
3
2009
5
7
9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
200 150 100 % yoy
250 200 150 100 50 0 -50 -100 -150
25
Ribu Ton
30
50 0 -50 -100 1
3
2010
5
7
2008
9 11 1
3
5
7
9 11 1
2009
3
5
7
2010
Volume Ekspor Mineral Tidak Mengandung Logam Volume Ekspor Logam Non Besi
Growth (RHS)
Growth (RHS)
Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor
Grafik I.18. Perkembangan Volume Ekspor
Mineral Tidak Mengandung Logam
Logam Bukan Besi Banten
Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Sektor Industri Pengolahan Perkembangan
sektor
industri
pengolahan
terus
menunjukkan
kinerja
yang
meningkat. Pertumbuhan sektor tersebut pada Triwulan III 2010 berada pada level 2,60% (yoy). Kinerja berbagai perusahaan pada sektor industri pengolahan di Banten terindikasi terus membaik. Subsektor industri baja, kertas dan kimia yang merupakan industriindustri utama di Banten terindikasi meningkat, seiring dengan membaiknya perekonomian domestik tahun 2010 yang diproyeksikan dapat bertumbuh mencapai 6,6% (yoy) oleh IMF dan pertumbuhan ekonomi dunia yang dapat mencapai sekitar 4,6% (yoy) pada tahun 2010. Tabel I.9. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Maju di Dunia Area Dunia USA Eropa Jepang UK Canada Negara Maju Lainnya
2008 3,0 0,4 0,6 -1,2 0,5 0,5 1,7
2009 -0,6 -2,4 -4,1 -5,2 -4,9 -2,5 -1,2
Proyeksi 2010 2011 4,6 4,3 3,3 2,9 1,0 1,3 2,4 1,8 1,2 2,1 3,6 2,8 4,6 3,7
Sumber: World Economic Outlook Update July 2010, IMF
Meningkatnya permintaan domestik maupun internasional, serta ekspektasi pelaku usaha terhadap perekonomian mendatang diperkirakan dapat mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pada periode mendatang. Tren meningkatnya European Purchasing Manager Index pada Triwulan III 2010 juga mengindikasikan adanya ekspektasi yang semakin membaik terhadap kondisi bisnis global pada masa mendatang di Eropa. Kondisi tersebut memacu ekspor dari Indonesia termasuk Banten ke negara tujuan ekspor seperti Eropa khususnya untuk produk alas kaki, serta komoditas kertas dan produk kertas pada saat ini dan triwulan mendatang. 12 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Grafik I.19. European Purchasing Managers’ Index Sumber: Bloomberg 30
Industri Pengolahan
40,00 30,00
25
20,00
Saldo Bersih
40 20
20
10,00
15
(10,00)
10
(20,00) 5
0 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
-20 2009
2010
% y-o-y
Rp Triliun
60
(30,00)
-
(40,00) Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III*
-40
2008
2009
Kredit Sektor Industri Pengolahan
-60
2010 Growth (RHS)
Grafik I.20. Indeks Ekspektasi Kegiatan
Grafik I.21. Perkembangan Kredit untuk
Usaha Sektor Industri Pengolahan
Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan
Wilayah Banten 6 Bulan yang Akan
Lokasi Proyek di Banten
Datang
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Kinerja subsektor industri pengolahan utama seperti besi/baja, kimia, kertas terus menunjukkan perbaikan. Permintaan baja domestik sempat mengalami sedikit perlambatan pada bulan Ramadhan namun diperkirakan kembali stabil setelah perayaan Idul Fitri 1431 H. Kondisi ini akan terus meningkat hingga Triwulan IV 2010 seiring dengan kebutuhan yang tinggi untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur pemerintah dan swasta (seperti untuk kebutuhan industri otomotif dan suku cadang yang meningkat) serta permintaan dunia yang diproyeksikan terus meningkat hingga akhir tahun 2010. Permintaan besi dan baja nasional diproyeksikan dapat tumbuh sekitar 5%-10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana sekitar 55% terhadap total kebutuhan (sekitar 5 juta ton) dapat dipenuhi oleh pasar domestik dan sisanya (sekitar 4 juta ton) berasal dari impor.
13 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Angka Indeks Industri Baja 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 1
3
5
7
9 11 1
2008
3
5
7
9 11 1
2009
3
5
7
9
2010
Grafik I.22. Indeksasi Industri Besi dan Baja dari Banten Sumber: Produsen Baja Banten Sementara itu, meningkatnya harga bahan baku baja berupa bijih besi maupun scrap dan meningkatnya permintaan, diperkirakan akan mendorong harga baja dunia terus meningkat. Harga baja dunia pada awal tahun 2010 relatif rendah, tetapi pada bulan Maret-April 2010 terdorong meningkat seiring dengan asumsi perekonomian dunia yang membaik. Adanya sentimen negatif dari fenomena krisis di Eropa menekan kenaikan harga baja dunia pada MeiJuni 2010, baru pada sejak awal Triwulan III 2010 harga baja mulai kembali meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan oleh pemangkasan produksi baja oleh berbagai produsen di dunia dan meningkatnya permintaan, seperti permintaan baja China yang oleh World Steel
800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200
3.000 2.500
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
Volume Ekspor Besi/Baja
2010
Growth (RHS)
USD/ton
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
% yoy
Ribu Ton
diperkirakan Association dapat meningkat sekitar 10% pada tahun 2010.
2.000 1.500 1.000 500 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 2007
2008
2009
2010
Harga Ekspor Besi dan Baja
Grafik I.23. Perkembangan Ekspor Besi
Grafik I.24. Rata-rata Harga Ekspor Besi
dan Baja dari Banten
dan Baja dari Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu pada subsektor industri kimia, terdapat salah satu produsen kimia terbesar di Banten meningkatkan produksi bahan baku plastik mudah terurai dan ramah lingkungan [polyethylene degradable asrene-SF5008E) secara bertahap sesuai permintaan pasar. Untuk tahap awal, tingkat produksi produk yang baru diproduksi mulai Agustus 2010 tersebut hanya mencapai 2.500 hingga 3.000 per bulan. Kapasitas produksi terpasang mencapai kisaran 70.000 ton per tahun atau sekitar 6.000 ton per bulan, sehingga pada periode ke depan kapasitas produksi akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan bahan baku plastik ramah lingkungan saat ini sekitar 6.000 ton per bulan. 14 Kajian Ekonomi Regional Banten
160 140 120 100 80 60 40 20 -
80 60 40 20
% yoy
Ribu Ton
Triwulan III 2010
0 -20 -40 -60 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
Volume Ekspor Bahan Kimia
2010
Growth (RHS)
Grafik I.25. Perkembangan Ekspor Bahan Kimia dari Banten Sumber: Bank Indonesia
Meningkatnya permintaan kertas pada Semester I 2010 telah mendorong kenaikan harga bubur kertas baik serat pendek maupun serat panjang pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan permintaan dunia dan peningkatan harga pulp dan kertas hingga pertengahan tahun 2010 menjadi penyebab peningkatan penjualan dan laba bersih perusahaan. Diperkirakan pertumbuhan usaha dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sub sektor tersebut dapat mencapai 10%-20% hingga akhir tahun 2010. Salah satu produsen pulp dan kertas dengan skala besar di Banten akan meningkatkan kapasitas produksi pulp/bubur kertas menjadi sekitar 2,4 juta ton pada tahun 2010, dimana pada tahun sebelumnya hanya berkisar 2 juta ton per tahun. Pasokan bahan baku kayu yang mencukupi serta kondisi kapasitas mesin yang memadai diharapkan dapat mendukung pencapaian target tersebut. Dengan peningkatan produksi pulp tersebut, maka kapasitas produksi kertas dapat ditingkatkan dari sekitar 700.000 ton pada tahun 2009 menjadi sekitar 800.000 ton pada
80
Ribu Ton
60 50 40 30 20 10 1
3
5
7
2008
9 11 1
3
5
7
9 11 1
2009
Volume Ekspor Kertas dan Produk Kertas
3
5
% yoy
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
70
7
2010
Growth (RHS)
USD/ton
tahun 2010. 1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 2007
2008
2009
2010
Harga Ekspor Kertas dan Produk Kertas
Grafik I.26. Perkembangan Ekspor Kertas
Grafik I.27. Perkembangan Rata-rata Harga
dan Produk Kertas Banten
Ekspor Kertas dan Produk Kertas Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.2.4. Sektor Bangunan Kinerja sektor bangunan terlihat semakin meningkat pada periode laporan yang bertumbuh cukup tinggi sebesar 7,39% (yoy). Membaiknya ekspektasi pelaku dunia usaha terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat pada periode mendatang diperkirakan 15 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
mampu memberikan imbas positif yang signifikan terhadap kinerja sektor bangunan di Banten. Optimisme dari pengembang-pengembang besar yang direalisasikan melalui pembangunan berbagai properti komersial maupun residensial khususnya di wilayah Tangerang dan Serang diperkirakan akan terus terjaga positif hingga triwulan mendatang. Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit yang semakin membaik seiring dengan dipertahankannya BI Rate pada level 6,5% hingga September 2010 semakin memberikan kemudahan akses pembiayaan melalui kredit sehingga mendorong peningkatan minat masyarakat untuk membeli properti.
Tetap tingginya investasi dalam bentuk properti (yang relatif tidak mengalami penyusutan nilai) juga menjadi pendorong peningkatan sektor properti. Selama periode Semester I 2010, berbagai pengembang yang berlokasi di Banten berhasil membukukan laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2009. Tabel 1.10. Kinerja Beberapa Emiten Properti Semester I 2010 Emiten Alam Sutera Realty Summarecon Agung Bumi Serpong Damai Lippo Karawaci
Laba Bersih (Rp Miliar) 2009 2010 66,52 123,94 68,72 101,63 125,07 182,55 208,56 221,06
Growth (%) 86,32 47,89 45,96 5,99
Pendapatan (Rp Miliar) 2009 2010 232,86 396,77 255,24 677,63 535,63 606,91 284,86 292,27
Growth (%) 70,39 165,49 13,31 2,60
Margin Laba Bersih (%) 2009 2010 28,56 31,24 26,92 15,00 23,35 30,08 73,22 75,64
Sumber: Laporan Keuangan Emiten per Juni 2010, Bursa Efek Indonesia
50,00
150,00
40,00 30,00 20,00
50,00 0,00 T.I
T.II
T.III T.IV
T.I
T.II
T.III T.IV
T.I
T.II
T.III
-50,00 2008
2009
2010
-100,00
% yoy
Saldo Bersih
100,00
10,00 0,00 -10,00 -20,00 -30,00
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2009
Tw II
Tw III*
2010
-40,00 -50,00
-150,00
Konsumsi ruko dan rukan
Realisasi Kegiatan Usaha
Grafik I.28. Perkembangan Indeks
Grafik I.29. Perkembangan Indeks Realisasi
Realisasi Kegiatan Usaha di Banten
Kegiatan Usaha di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Indonesia
1.2.5. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan mengalami peningkatan kinerja yang cukup tinggi pada Triwulan III 2010 sebesar level 9,70% (yoy). Relatif kuatnya konsumsi pada Triwulan III 2010 diperkirakan memberikan dorongan positif terhadap kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adanya beberapa stimulus seperti peningkatan 16 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
pendapatan tahunan, besarnya Tunjangan Hari Raya pada tahun ini, pembelian barang tahan lama yang meningkat dan membaiknya outlook perekonomian nasional diperkirakan akan meningkatkan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu meningkatnya daya beli masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan diprediksi juga menjadi faktor yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan kinerja sektor ini. Perkembangan tingkat hunian hotel di Banten untuk triwulan laporan juga diperkirakan akan terus mengalami tren peningkatan seperti tahun sebelumnya. 60,00
62
61,14
60
40,00
58,54
58 Saldo Bersih
20,00
%
0,00 -20,00
T.I
T.II
T.III
T.IV
T.I
T.II
2008
-40,00
T.III
T.IV
T.I
2009
T.II
56,66
56 54
T.III
56,5
54,21 53,11
52 50
2010
48
-60,00
Tw I
Tw II
-80,00
Tw III
Tw IV
Tw I
2009
Tw II 2010
Realisasi Kegiatan Usaha Tingkat Hunian Hotel
Grafik I.30. Perkembangan Indeks
Grafik I.31. Perkembangan Tingkat Hunian
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor
Hotel di Banten
Perdagangan di Banten
Sumber: Survei Harga Properti Komersial, Bank
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank
Indonesia
Indonesia
Rp Triliun
1
3
5
7 2008
9
11
1
3
5
7
9
11
1
2009
3
5
7
9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 (5,00)
% y-o-y
90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw IV IV III*
9
2010
2008
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
2009
Kredit Sektor Perdagangan
2010 Growth (RHS)
Grafik I.32. Perkembangan Indeks
Grafik I.33. Perkembangan Kredit untuk
Ketepatan Waktu Pembelian Barang
Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi
Tahan Lama di Banten
Proyek di Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
1.2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi yang meningkat sebesar 12,17% (yoy) pada triwulan laporan diperkirakan didorong oleh peningkatan pembiayaan yang signifikan dari perbankan dan terus membaiknya sektor industri pengolahan. Pada pertengahan Triwulan III 2010 kredit yang diberikan untuk sektor pengangkutan tercatat 17 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
bertumbuh sangat tinggi sebesar 271,13% (yoy) dengan nominal Rp 1,39 triliun. Tingginya pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut diperkirakan mendorong peningkatan kinerja dari sektor pengangkutan dan komunikasi. Diperkirakan kredit perbankan tersebut juga dipergunakan untuk membiayai impor alat transportasi untuk kebutuhan non industri yang bertumbuh tinggi hingga pertengahan Triwulan III 2010. 1.600
300,00
1.400
250,00
1.200
200,00
1200,00
150,00
1000,00
100,00
600 400
50,00
200
-
-
800,00
% yoy
Rp Miliar
800
% y-o-y
1.000
Transport Equipment (Non Industrial)
(50,00)
600,00 400,00 200,00
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III*
0,00 -200,00
2008
2009
Kredit Sektor Pengangkutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2010 Growth (RHS)
2009
2010
Grafik I.34. Perkembangan Kredit untuk
Grafik I.35. Perkembangan Impor Alat
Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi
Transportasi (Non Industri) Banten
Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia 600,00 500,00
505,97
% yoy
400,00 349,10 300,00 Telephone Set
200,00 100,00 0,00
39,92
23,51 17,07 8,1713,34 5,55
Grafik I.36. Perkembangan Impor Telephone Set Banten Sumber: Bank Indonesia
1.2.7. Sektor-sektor Lainnya Sektor listrik, gas dan air diperkirakan bertumbuh cukup tinggi pada level 12,39% (yoy) pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 11,07% (yoy). Kinerja sektor listrik, gas dan air pada periode laporan yang terlihat meningkat didorong adanya pembiayan perbankan yang masih bertumbuh tinggi dan peningkatan kebutuhan impor barang-barang terkait kelistrikan, gas dan air hingga pertengahan Triwulan III 2010.
18 Kajian Ekonomi Regional Banten
250,00
5
200,00
4
150,00
3 100,00
2
Electricity, Gas, Steam and Hot Water 160 140 120 100
Unit
6
% y-o-y
Rp Triliun
Triwulan III 2010
50,00
1 -
60 40
-
20
Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw IV IV III* 2008
2009 Kredit Sektor LGA
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8
2010 Growth (RHS)
9 10 11 12 1 2 3 4
2009
5 6 7 8
2010
Grafik I.37. Perkembangan Kredit untuk
Grafik I.38. Perkembangan Impor Barang-
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
barang Kelistrikan, Gas dan Air Banten
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, sektor keuangan, persewaan relatif melambat pada Triwulan III 2010 pada level 6,99% (yoy). Pertumbuhan kredit untuk lokasi proyek di Banten yang relatif melambat pada level sekitar 25,23% (yoy) dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yang bertumbuh pada level 36,47% (yoy) diperkirakan memberikan efek perlambatan terhadap sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode laporan. Selain itu adanya indikasi over supply pada persewaan ruko-ruko dan pergudangan di beberapa kota/daerah industri juga menjadi salah satu penyebab perlambatan pada sektor ini.
Sektor jasa-jasa juga terlihat melambat pada level 5,11% (yoy) yang terindikasi dari menurunnya ekspektasi pelaku usaha akan kondisi usaha sektor jasa di triwulan laporan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, menunjukkan bahwa pada pelaku usaha banyak yang cenderung menahan ekspansi usahanya. Namun demikian, dukungan pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor jasa sosial kemasyarakatan yang tinggi dapat menahan perlambatan sektor jasa. Jasa-jasa
350,00
2.500
300,00
80
200,00
1.500
150,00
1.000
60 40
500
20
-
100,00 50,00 Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III*
0 -20
250,00
2.000
% y-o-y
100
Saldo Bersih
400,00
3.000 Rp Miliar
120
3.500
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
2008 2009
2010
2009
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
2010 Growth (RHS)
Grafik I.39 Perkembangan Kredit untuk
Grafik I.40 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Jasa Dunia Usaha Berdasarkan
Sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan
Lokasi Proyek di Banten
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
19 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
20 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Banten sebesar 4,59% (yoy) terlihat relatif terjaga dan berada di bawah level inflasi nasional sebesar 5,80% (yoy) pada Triwulan III 2010. Berdasarkan hasil disagregasi inflasi, tekanan inflasi dari kelompok volatile foods khususnya padi-padian dan bumbubumbuan serta kelompok administered price khususnya kenaikan tarif dasar listrik cukup besar dengan tendensi yang meningkat. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga cukup kuat karena membaiknya perekonomian yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
2.1. Perkembangan Inflasi Banten Dari Triwulan I 2010 hingga akhir Triwulan III 2010 perkembangan inflasi Banten cukup menggembirakan dengan level yang tetap berada di bawah level nasional bahkan dengan selisih/deviasi yang semakin besar. Inflasi tahunan Banten pada akhir Triwulan III 2010 berada pada level 4,59% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 5,80% (yoy), sehingga deviasinya menjadi sebesar -1,21%. Meskipun angka inflasi Banten masih berada pada koridor sasaran inflasi nasional pada kisaran 5%±1% (yoy), namun pada Triwulan III 2010 mulai terjadi peningkatan tekanan inflasi terutama disebabkan oleh adanya gejolak dari sisi supply. 16,00
12 11,01
9,73 9,19
10
14,00
5,63 4,445,32 4,59 3,20 3,16 3,35 3,213,122,752,992,86 3,71 3,50
6 4 2
10,00 % yoy
% y-o-y
12,00
8
8,00 6,00 4,00 2,00
0
0,00
1
2
3
8
9 10 11 12 1
2
3
2009
4
5
6
7
8
9
2010 Inflasi Banten
-2,00 -4,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2008 Deviasi
2009 Nasional
2010 Banten
Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Banten
Grafik II.2 Perbandingan Inflasi Banten dan
Sumber: BPS Provinsi Banten
Nasional Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI
Sementara itu, secara triwulanan terjadi kenaikan inflasi yang cukup signifikan pada Triwulan III 2010. Pada bulan September 2010 inflasi triwulanan Banten mencapai level 2,23% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya, yang mencapai 0,7% (qtq) di Triwulan I 2010 dan sebesar 1,43% (qtq) di Triwulan II 2010. Kelompok bahan 21 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
makanan, perumahan dan sandang adalah kelompok yang mengalami kenaikan harga relatif paling tinggi pada triwulan laporan. Tabel II.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan (% qtq) Banten per Kelompok Kelompok
Tw I '10
Tw II '10
Tw III '10
Umum
0,70
1,43
2,23
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi dan Komunikasi
0,70 1,48 0,54 0,84 1,21 0,28 0,13
4,88 0,78 0,21 1,28 0,72 0,10 0,10
4,49 0,91 2,32 3,34 1,30 0,41 1,18
Sumber: BPS Provinsi Banten
Inflasi bulanan Banten mengalami tren yang relatif menurun pada Triwulan III 2010 dengan level sebesar 0,34% (mtm) pada akhir triwulan laporan. Berbagai kelompok komoditas cenderung mengalami penurunan indeks harga kecuali kelompok sandang dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara itu, walaupun kenaikan indeks harga bulanan kelompok bahan makanan relatif tinggi pada level 0,60% (mtm) pada akhir Triwulan III 2010, namun angkanya relatif telah mulai menurun dibandingkan pada awal Triwulan II 2010. Salah satu penyebabnya adalah indeks subkelompok bumbu-bumbuan yang terus menurun hingga mengalami deflasi sebesar -4,38% (mtm) pada bulan September 2010 sempat mengalami kenaikan indeks harga sebesar 36,96% (mtm) pada bulan Juni 2010 yang disebabkan adanya gangguan pasokan. Tabel II.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (% mtm) Banten per Kelompok Kelompok
Juli '10
Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi dan Komunikasi
0,99 3,43 0,08 0,15 0,17 0,26 0,30 0,61
Agt '10 0,89 0,43 0,72 2,07 1,20 0,92 0,17 0,20
Sep '10 0,34 0,60 0,10 0,09 1,94 0,12 (0,05) 0,37
Sumber: BPS Provinsi Banten
2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Adanya shock dari sisi supply seperti yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada Triwulan III 2010, mendorong peningkatan kenaikan harga pada kelompok-kelompok dengan kontribusi besar terhadap inflasi Banten. Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga yang cukup tinggi sebesar 9,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010 dengan andil terbesar 22 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
terhadap inflasi sebesar 2,05%. Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami kenaikan indeks harga sebesar 3,65% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh adanya kenaikan administered price yaitu Tarif Dasar Listrik sejak bulan Juli 2010. Tabel II.3. Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi Tahunan (%) Banten per Kelompok Komoditas Banten 2009
2010
KELOMPOK Tw III Umum Bahan Makanan Makmin, Rokok dan Tbk Perum, Air, LGA dan BB Sandang Kesehatan Pend, Rekreasi dan Olahraga Trans, Kom dan Jasa Keu
Tw IV
3,11 2,58 10,11 2,93 7,90 8,17 3,53 -4,59
2,86 1,81 8,35 3,15 7,17 6,77 6,15 -4,29
Tw I
Tw II
3,16 1,16 5,73 3,30 5,21 5,08 5,87 1,30
Tw III
4,44 7,90 5,54 2,12 7,24 4,26 5,32 1,20
4,59 9,00 4,57 3,65 6,85 3,81 5,05 -0,31
Andil Tw III '10 4,59 2,05 0,89 0,87 0,34 0,16 0,33 -0,05
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga sebesar 9,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010 yang relatif lebih tinggi dibandingkan kedua triwulan sebelumnya. Bahkan pada bulan Juli 2010, kelompok tersebut mengalami kenaikan indeks harga sebesar 11,52% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga yang sangat signifikan sebesar 85,34% (yoy) pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun menuju akhir Triwulan III 2010, terlihat adanya penurunan tekanan inflasi dari sub kelompok tersebut yang didorong oleh mulai masuknya masa panen cabe. Sub kelompok padi-padian juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap inflasi Banten pada Triwulan III 2010. Tabel II.4. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Bahan Makanan Banten Sub Kelompok Bahan Makanan Padi-padian, Umbi-umbian Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
2009 Tw III Tw IV 2,58 1,81 -0,05 1,94 -3,04 4,49 1,95 -1,65 -6,75 -6,68 -2,73 -1,95 5,54 -10,37 9,55 -0,18 25,51 26,58 24,26 15,69 -13,38 -1,50 9,57 5,07
Tw I 1,16 3,59 0,36 -3,46 -6,90 -2,19 -5,79 0,40 22,46 7,77 -4,58 2,89
2010 Tw II 7,90 6,35 0,80 -1,83 2,76 0,97 6,79 3,62 20,57 67,97 -6,38 2,67
Tw III 9,00 16,03 8,85 -1,28 5,46 3,88 2,98 3,10 12,52 35,44 -4,33 1,96
Sumber: BPS Provinsi Banten
23 Kajian Ekonomi Regional Banten
% yoy
Triwulan III 2010
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
35,44 40 35 30 16,03 25 8,85 20 9,00 12,52 5,46 3,88 15 2,98 3,10 10 1,96 5 2,05 0,93 0,25 0,04 0,09 0,05 0,03 0,22 0,69 0,00 0 -5 -0,04 -0,07 -1,28 -10
85,34 67,97
57,55
35,44 21,61
21,49
20,74
26,57
-4,33
7,77
Bumbu-bumbuan
Inflasi (% yoy)
Andil Inflasi (%)
Grafik II.3 Perkembangan Kenaikan Indeks
Grafik II.4 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi
Harga Tahunan Sub Kelompok Bumbu-
per Sub Kelompok Bahan Makanan
bumbuan
Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami tren perlambatan kenaikan indeks harga dibandingkan dua triwulan sebelumnya terutama pada sub kelompok makanan jadi. Sumbangan kelompok ini terhadap inflasi Banten menempati posisi kedua tertinggi sekitar 0,89%. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta tingkat inflasi kelompok tersebut yang cukup tinggi pada periode laporan menyebabkan andilnya terhadap inflasi Banten menjadi tinggi pula. Sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol terlihat mengalami peningkatan tren kenaikan harga sejak awal tahun 2010. Adanya kenaikan tarif cukai rokok dan kenaikan harga tembakau diperkirakan menjadi pemicu meningkatnya harga rokok yang kemudian mendorong peningkatan indeks harga sub kelompok tersebut.
Tabel II.5. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Banten 2009
Sub Kelompok Makmin, rokok dan tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol
Tw III 10,11 10,59 11,23 7,49
Tw IV 8,35 8,01 8,48 9,01
Tw I 5,73 5,86 6,23 4,70
2010 Tw II 5,54 5,00 6,85 5,80
Tw III 4,57 3,56 5,36 6,71
Sumber: BPS Provinsi Banten
24 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
8,00 7,00 6,00 5,00 % 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
6,71 5,36 4,57 3,56
0,89
0,40
0,19
0,32
Makmin, rokok Makanan Jadi Minuman yang Tembakau dan dan tembakau Tidak Minuman Beralkohol Beralkohol Inflasi (% yoy)
Andil Inflasi (%)
Grafik II.5 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Pemberlakuan kenaikan tarif dasar listrik pada awal Triwulan III 2010 diperkirakan menjadi pemicu utama meningkatnya indeks harga kelompok perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar pada Triwulan III 2010. Perkiraan tersebut didasarkan pada kenaikan indeks harga sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang cukup signifikan pada Triwulan III 2010. Pada akhir Triwulan III 2010, kenaikan indeks harga tahunan sub kelompok tersebut mencapai kisaran 7,63% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga kelompok perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar yang berada pada level 3,65% (yoy). Sub kelompok bahan bakar dan penerangan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap inflasi Banten sekitar 0,51%. Selain itu, sub kelompok biaya tempat tinggal juga memberikan kontribusi yang besar pula terhadap kenaikan indeks harga kelompok perumahan dan inflasi Banten secara keseluruhan sekitar 0,25%. Adanya kenaikan harga bahan-bahan bangunan dan sewa rumah diperkirakan memberikan andil besar terhadap peningkatan tekanan kenaikan harga kelompok tersebut.
Tabel II.6. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Banten Sub Kelompok Perumahan, LGA dan Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga
2009 Tw III Tw IV 2,93 3,15 2,66 2,32 1,24 2,92 5,23 4,68 7,00 7,01
Tw I 3,30 2,36 3,70 4,25 6,00
2010 Tw II 2,12 2,29 1,64 2,31 3,05
Tw III 3,65 1,97 7,63 2,08 2,68
Sumber: BPS Provinsi Banten
25 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
9,00 8,00 7,00 6,00 % 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
7,63 3,65
0,07
0,04
Penyelenggaraan Rumahtangga
Perlengkapan Rumahtangga
Perumahan, LGA dan Bahan Bakar
Inflasi (% yoy)
2,68
2,08 0,51 Bahan Bakar, Penerangan dan Air
1,97 0,25 Biaya Tempat Tinggal
0,87
Andil Inflasi (%)
Grafik II.6 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Peningkatan harga emas diperkirakan menjadi penyumbang terbesar kenaikan indeks harga kelompok sandang pada periode laporan. Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok sandang mengalami perubahan indeks harga tahunan sebesar 6,85% (yoy). Tren peningkatan harga emas dunia sejak awal Triwulan II 2010 masih berlanjut hingga periode laporan. Naiknya harga emas dipicu pula perkiraan bahwa Bank Sentral USA akan menerapkan kebijakan pelonggaran moneter, yang berdampak pada meningkatnya harga emas. Kenaikan harga emas dunia tersebut menyebabkan kenaikan harga emas dalam negeri. Tabel II.7. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Sandang Banten 2009 Tw III Tw IV 7,90 7,17 13,15 13,10 3,74 3,77 4,11 4,28 9,76 6,75
Sub Kelompok Sandang Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain
Tw I 5,21 12,44 3,60 3,33 1,72
2010 Tw II 7,24 11,64 2,80 2,53 12,45
Tw III 6,85 6,83 3,35 3,10 14,85
Sumber: BPS Provinsi Banten
16,00 14,00 12,00 10,00 % 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
14,85
6,85
6,83 3,35
0,34
0,08
0,05
Sandang
Sandang Laki-laki
Sandang Wanita
Inflasi (% yoy)
3,10 0,03
0,18
Sandang Barang Anak-anak Pribadi dan Sandang Lain
Andil Inflasi (%)
Grafik II.7 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi
Grafik II.8 Perkembangan Harga Emas
per Sub Kelompok Sandang Banten
Dunia
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: www.goldprice.org
26 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok kesehatan menngalami perubahan indeks harga sebesar 3,81% (yoy) dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,16%. Tren penurunan indeks harga terjadi pada sub kelompok jasa kesehatan serta perawatan jasmani dan kosmetika, sementara perubahan indeks harga pada sub kelompok obat-obatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani cenderung meningkat. Adanya peningkatan tarif puskesmas, ongkos bidan dan obat-obatan dengan resep diperkirakan memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kenaikan indeks harga kelompok kesehatan. Tabel II.8. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Kesehatan Banten 2009
Sub Kelompok
Tw III
Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika
Tw IV
8,17 8,86 3,83 4,53 9,79
Tw I
6,77 8,36 0,17 6,39 8,23
5,08 9,33 -1,03 5,06 4,31
2010 Tw II
4,26 7,16 -1,17 3,54 4,28
Tw III
3,81 4,87 1,64 7,01 3,47
Sumber: BPS Provinsi Banten
7,01 4,87 3,81
3,47
Inflasi (% yoy)
0,02
0,06 Perawatan Jasmani dan Kosmetika
0,01
Jasa Perawatan Jasmani
0,07
Obat-obatan
0,16
Jasa Kesehatan
1,64
Kesehatan
8,00 7,00 6,00 5,00 % 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Andil Inflasi (%)
Grafik II.9 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Kesehatan Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami perubahan indeks harga sebesar 5,05% (yoy) yang cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,33%. Penurunan tren kenaikan indeks harga dari kelompok tersebut dipicu terutama oleh turunnya indeks harga sub kelompok rekreasi, terutama pada komoditas elektronik seperti VCD/DVD player, televisi berwarna, playstation, computer dan beberapa peralatan elektronik lain. Hal ini diperkirakan tidak terlepas dari meningkatnya impor barang-barang elektronik dari China dan menguatnya nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010.
27 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel II.9. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Banten
2009 Tw III Tw IV 3,53 6,15 2,03 6,52 8,96 6,87 6,91 7,87 3,44 2,19 8,25 3,86
Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Pendidikan Kursus-kursus / Pelatihan Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga
Tw I 5,87 6,52 9,68 8,07 0,90 -1,13
2010 Tw II 5,32 6,52 8,28 6,31 -0,26 0,15
Tw III 5,05 7,20 7,57 2,83 -0,91 1,89
Sumber: BPS Provinsi Banten
7,20
7,57
5,05 2,83
Inflasi (% yoy)
1,89
0,03
0,00 Olahraga
-0,01 -0,91 Rekreasi
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
0,03 Kursus-kursus / Pelatihan
0,27 Pendidikan
0,33 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 % 3,00 2,00 1,00 0,00 -1,00 -2,00
Andil Inflasi (%)
Grafik II.10 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Kelompok transportasi dan komunikasi secara umum mengalami perubahan indeks harga negatif sebesar -0,31% (yoy) dengan kontribusi sebesar -0,05% terhadap inflasi Banten pada triwulan laporan. Kondisi ini dipicu terutama oleh penurunan indeks harga pada sub kelompok transpor sebesar -1,32% (yoy) dan kelompok komunikasi dan pengiriman sebesar -0,40% (yoy). Tingginya impor telepon di Banten khususnya telepon seluler terutama dari China, turunnya harga bensin (pertamax) dan harga sepeda motor di Banten diperkirakan menjadi pendorong turunnya indeks harga kelompok transportasi dan komunikasi. Sementara itu tingginya perubahan indeks harga sub kelompok sarana dan penunjang transportasi sebesar 10,38% (yoy) menjadi penahan laju penurunan dari kelompok tersebut.
28 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel II.10. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Transportasi dan Komunikasi Banten 2009
Sub Kelompok
Tw III -4,59 -8,23 0,71 19,17 0,14
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan
Tw IV -4,29 -6,68 0,28 5,01 0,14
Tw I 1,30 1,56 -0,30 4,04 0,14
2010 Tw II 1,20 1,39 -0,23 4,34 0,40
Tw III -0,31 -1,32 -0,40 10,38 0,00
Sumber: BPS Provinsi Banten
12,00 10,00 8,00 6,00 % 4,00 2,00 0,00 -2,00
10,38
Inflasi (% yoy)
0,000,00 Jasa Keuangan
-0,02 -0,40 Komunikasi Dan Pengiriman
Transpor
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
-0,16 -1,32
Sarana dan Penunjang Transpor
0,13 -0,05 -0,31
Andil Inflasi (%)
Grafik II.11 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota Inlasi Kota Tangerang cenderung mengalami tren yang meningkat hingga triwulan laporan, yang diperkirakan disebabkan terutama karena tekanan dari gejolak penawaran dan tetap tingginya permintaan. Inflasi Kota Tangerang pada akhir Triwulan III 2010 mencapai level 4,79% (yoy) terus meningkat dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya, dan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kota lainnya. Jika didisagregasikan, terlihat bahwa tekanan dari gejolak barang-barang yang bersifat volatile (volatile foods inflation) mencapai sekitar 2,00% (yoy) dengan tren yang meningkat. Tabel II.11. Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) per Kota Kota Cilegon Serang Tangerang Banten
2009 Tw III Tw IV 4,52 3,11 6,16 4,57 2,29 2,49 3,11 2,86
Tw I 3,36 4,21 2,92 3,16
2010 Tw II 4,64 4,80 4,34 4,44
Tw III 4,43 3,69 4,79 4,59
Sumber: BPS Provinsi Banten
29 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel II.12 Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi (%) per Kota Cilegon No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Kelompok
Inflasi % y-o-y 4.43 5.52 4.87 4.82 1.55 1.76 2.37 3.86
Umum Bahan Makanan Makmin, Rokok dan Tbk Perum, Air, LGA dan BB Sandang Kesehatan Pend, Rekreasi dan OR Trans, Kom dan Jasa Keu
Serang
Andil Inflasi
Inflasi
%
% y-o-y 3.69 6.90 4.65 2.10 4.13 2.35 1.21 0.68
4.43 1.42 1.06 1.01 0.08 0.08 0.16 0.62
Tangerang
Andil Inflasi
Inflasi
%
Andil Inflasi
% y-o-y 4.79 10.00 4.50 3.77 8.27 4.43 6.30 -1.21
3.69 1.64 1.02 0.44 0.30 0.11 0.08 0.11
% 4.79 2.22 0.75 1.01 0.41 0.20 0.43 -0.22
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Tekanan dari sisi penawaran tercermin khususnya dari kenaikan indeks harga bahan makanan yang mencapai 10,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010. Kenaikan indeks harga bahan makanan di Tangerang disebabkan oleh perubahan indeks harga yang cukup signifikan dari sub kelompok padi-padian, daging dan hasil-hasilnya, bumbu-bumbuan dan buah-buahan. Adanya perubahan tarif dasar listrik juga meningkatkan tekanan terhadap inflasi di Kota Tangerang walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan . 15.00 7.00 6.00
10.00
4.00
%
5.00
1.00
Sep-10
Volatile Foods
Adm. Price
Volatile Foods
Core
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
Adm. Price
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
Sep-09
Jul-09
-2.00
-10.00
Aug-09
0.00 -1.00
Jun-09
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Aug-09
-5.00
3.00 2.00
0.00 Jun-09
% yoy
5.00
Core
Grafik II.12 Perkembangan Inflasi per
Grafik II.13 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Tangerang
Kelompok Komponen Kota Tangerang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
14.00
Volatile Foods
Adm. Price
Core
Volatile Foods
Adm. Price
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
May-10
Apr-10
Mar-10
Feb-10
Jan-10
Dec-09
Nov-09
Sep-10
Aug-10
Jul-10
Jun-10
May-10
Apr-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Nov-09
Oct-09
Sep-09
Aug-09
Jul-09
Jun-09
0.00
Oct-09
2.00
Sep-09
4.00
Aug-09
6.00
Jul-09
8.00
%
% yoy
10.00
9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
Jun-09
12.00
Core
Grafik II.14 Perkembangan Inflasi per
Grafik II.15 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Serang
Kelompok Komponen Kota Serang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
30 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Di Kota Serang, tekanan yang berasal dari volatile foods juga masih cenderung besar pada akhir Triwulan III 2010 walaupun dengan tren yang menurun. Karakteristik inflasi di Kota Serang pada triwulan laporan serupa dengan yang terjadi di Kota Tangerang. Kelompok padi-padian, daging dan hasil-hasilnya serta kelompok bumbu-bumbuan juga mengalami perubahan indeks harga yang tinggi di atas level inflasi Kota Serang yang pada akhir Triwulan III 2010 sebesar 3,69% (yoy). Hal ini diperkirakan karena barang-barang yang dijual di Kota Serang sebagian besar berasal dari Pasar Induk di Tangerang sehingga gejolak supply yang terjadi di pasar induk tersebut kemudian menimbulkan dampak ikutan terhadap perubahan harga di Kota Serang. 12.00
6.00 5.00
8.00
4.00
6.00
3.00
%
4.00
Core
Volatile Foods
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
Adm. Price
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
Adm. Price
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
Sep-09
Jul-09
Aug-09
Jun-09
Volatile Foods
-1.00
Aug-09
0.00
0.00 -2.00
2.00 1.00
2.00
Jun-09
% yoy
10.00
Core
Grafik II.16 Perkembangan Inflasi per
Grafik II.17 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Cilegon
Kelompok Komponen Kota Cilegon
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu di Kota Cilegon, pengaruh tarikan permintaan (core inflation) terhadap inflasi di kota tersebut terindikasi cukup besar pada triwulan laporan. Sub kelompok yang termasuk dalam core inflation seperti sub kelompok kursus/pelatihan, barang pribadi dan sandang lain, ikan awetan dan bahan makanan lainnya merupakan beberapa sub kelompok yang mengalami perubahan indeks harga cukup tinggi pada Triwulan III 2010 dan diperkirakan berpengaruh cukup besar terhadap core inflation di kota tersebut. Meningkatnya pendapatan dengan adanya pemberian bonus pada awal Triwulan III 2010 oleh berbagai perusahaan swasta di Cilegon memberikan dorongan terhadap peningkatan permintaan di kota tersebut. Di sisi lain, masuknya awal tahun ajaran baru dan peningkatan harga emas dunia yang berpengaruh terhadap kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi dan sandang lain menjadi faktor pendorong dari sisi supply.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Tekanan inflasi pada akhir Triwulan III 2010 diperkirakan terutama disebabkan oleh tekanan dari volatile foods dan dari kenaikan administered price. Tekanan inflasi volatile foods terlihat meningkat signifikan menuju akhir Triwulan III 2010, sementara tekanan dari 31 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
inflasi inti (core inflation) relatif lebih stabil. Adanya gangguan cuaca yang kurang stabil menyebabkan pasokan bahan makanan relatif terganggu, sementara itu kenaikan tarif dasar listrik mulai Juli 2010 terlihat memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi Banten khususnya pada pertengahan Triwulan III 2010.
Harga bahan-bahan pokok khususnya pangan, daging-dagingan dan bumbu-bumbuan terindikasi meningkat pada periode laporan. Adanya serangan penyakit daun kuning ditambah dengan adanya faktor cuaca yang kurang mendukung dan mengakibatkan terjadinya gangguan pasokan cabai di tingkat nasional. Sementara itu, pasokan cabai di Provinsi Banten sebagian besar adalah dari Pasar Kramat Jati dan Pasar Tanah Tinggi yang berasal dari daerah Garut, Kediri dan Banyuwangi, sehingga ketika terjadi gejolak pasokan dari daerah pemasok langsung berimbas terhadap peningkatan harga cabai di Banten. Ketua Dewan Hortikultura Nasional pada pertemuan TPID menyatakan bahwa diperkirakan harga cabai mulai akan menurun terutama pada bulan November 2010 dengan masuknya musim panen sejak bulan Oktober 2010 dengan puncak panen pada bulan November 2010. Namun demikian perlu diwaspadai pula adanya potensi gangguan cuaca dengan curah hujan yang tinggi dan dapat mengakibatkan gagal panen dan banjir sehingga mempengaruhi kelancaran distribusi. Untuk membantu stabilisasi harga bahan-bahan kebutuhan pokok, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten telah mengadakan pasar murah di Serang pada tanggal 25 Agustus 2010 dengan berbagai komoditas bahan pokok seperti makanan dan minuman, gula pasir, mie instan, gula pasir dan lainnya. Sementara itu di Pandeglang, pasar murah diselenggarakan pada tanggal 2-3 September 2010. Disperindag Provinsi Banten juga telah melakukan inspeksi ke pasar-pasar untuk memantau tingkat keamanan barang-barang dalam kemasan, dan bidang peternakan untuk komoditas daging-dagingan.
14.00
7.00
12.00
6.00
10.00
5.00 4.00 3.00
Volatile Foods
Adm. Price
Core
Volatile Foods
Adm. Price
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
-2.00
-6.00
Sep-09
0.00 -1.00
Jul-09
Sep-10
Jul-10
Aug-10
Jun-10
Apr-10
May-10
Mar-10
Jan-10
Feb-10
Dec-09
Oct-09
Nov-09
-4.00
Sep-09
1.00
-2.00
Jul-09
2.00
0.00
Aug-09
2.00
Aug-09
4.00
Jun-09
%
6.00
Jun-09
% yoy
8.00
Core
Grafik II.18 Perkembangan Inflasi Banten
Grafik II.19 Andil Inflasi Banten per
per Komponen Inflasi
Kelompok Komponen
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
32 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tekanan dari inflasi inti terindikasi tetap kuat pada triwulan laporan dengan stance yang relatif masih stabil. Membaiknya perekonomian yang mendorong pergerakan berbagai sektor ekonomi serta stimulus peningkatan pendapatan masyarakat dari bonus khususnya dari sektor industri di Cilegon dan dorongan peningkatan konsumsi menjelang tahun ajaran baru meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dari khususnya pada bidang pendidikan, sandang dan biaya tempat tinggal. Sementara itu, tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal relatif masih terjaga. Tekanan eksternal yang meningkat terjadi dari peningkatan harga emas dunia. Namun demikian, membaiknya nilai tukar Rupiah hingga akhir Triwulan III 2010, dan tren perkembangan rata-rata harga barang impor juga terindikasi menurun menuju akhir Triwulan II 2010 membantu menahan gejolak inflasi yang bersumber dari faktor eksternal tersebut. 3,00
USD/Kg
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 2007
2008
2009
2010
Rata-rata Harga Barang Impor
Grafik II.20 Perkembangan Nilai Tukar
Grafik II.21 Perkembangan Rata-rata
Rupiah terhadap USD
Harga Barang Impor
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Ekspektasi masyarakat terhadap harga pun masih cenderung stabil, walaupun terindikasi akan mengalami peningkatan pada triwulan mendatang. Ekspektasi masyarakat yang tercermin dari indeks ekspektasi konsumen terhadap harga-harga tiga bulan mendatang yang terindikasi tidak berfluktuasi dan masih menunjukkan pergerakan level yang relatif stabil. 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 1
3
5
7 2008
9
11
1
3
5
7
9
11
2009
1
3
5
2010
Ekspektasi Harga 3 bulan yang akan datang
Grafik II.22 Indeks Ekspektasi terhadap Harga Tiga Bulan yang Akan Datang Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
33 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Faktor terakhir yang mempengaruhi inflasi pada Triwulan III 2010 adalah administered price. Tekanan inflasi dari kelompok administered prices cenderung meningkat yang disebabkan oleh penetapan kenaikan tarif dasar listrik oleh pemerintah. Penetapan kenaikan tarif dasar listrik sejak Juli 2010 oleh pemerintah, terlihat berimbas terhadap meningkatnya tekanan inflasi administered prices di ketiga kota.
2.50 2.00 1.50 1.00 Cilegon
0.50
Serang
% 0.00
Tangerang
-0.50 -1.00 -1.50 -2.00
Grafik II.23 Perkembangan Sumbangan Inflasi dari Kelompok Administered Price per Kota Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
34 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Boks I. UPAYA STABILISASI HARGA DI WILAYAH BANTEN
Inflasi dalam level yang rendah dan stabil dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi, sebaliknya kondisi inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Fenomena ini dapat ditinjau dari beberapa hal yaitu bahwa: 1.
Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan pendapatan riil dan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan masyarakat terutama yang miskin menjadi bertambah miskin.
2.
Inflasi yang tidak stabil dapat menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), sehingga menyulitkan agen-agen ekonomi untuk membuat keputusan baik dalam hal konsumsi, investasi, maupun produksi sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kinerja perekonomian.
3.
Level inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi negara lain menyebabkan tingkat bunga domestik riil menjadi relatif tidak kompetitif sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan tekanan terhadap Rupiah.
Sementara itu, inflasi di tingkat nasional merupakan bentukan dari inflasi daerah. Berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007, bobot inflasi Provinsi Banten terhadap inflasi nasional cukup besar mencapai 5,37%. Oleh karena itu, stabilisasi harga di tingkat daerah menjadi sangat penting.
Di sisi lain, Bank Indonesia yang mengemban tugas mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap mata uang negara lain, melalui kebijakan moneter hanya dapat mengelola tekanan harga yang berasal dari permintaan agregat relatif terhadap kondisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan seperti adanya gejolak dari sisi supply, sedangkan inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran seperti kenaikan BBM, banjir, gagal panen dan gejolak supply lainnya. Menimbang hal-hal tersebut, dan bahwa laju inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh segenap masyarakat, maka diperlukan koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah pusat dan daerah serta lembaga/institusi terkait lainnya dalam hal pengendalian inflasi. Tambahan pula, karakteristik inflasi di Indonesia cenderung rentan terhadap shock dari sisi supply. Dalam tataran teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim 35 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Sementara itu di daerah, Kantor-kantor Bank Indonesia bersama pemerintah daerah dan lembaga terkait membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Di Provinsi Banten, Bank Indonesia Serang bersama jajaran Pemerintah Provinsi Banten, Kepolisian Daerah Provinsi Banten dan beberapa lembaga lainnya telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Banten yang dikukuhkan oleh SK Gubernur No. 580.05/Kep.271-Huk/2009 tanggal 29 Mei 2009 tentang pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten. Hingga periode laporan, TPID Banten telah melaksanakan rapat-rapat bulanan dan triwulanan yang telah menghasilkan kesepakatan bersama yang direkomendasikan kepada kepala daerah provinsi serta kota dan kabupaten untuk dapat diperhatikan dan ditindaklanjuti. Salah satunya adalah mengenai tekanan harga komoditas pangan khususnya padi-padian yang menunjukkan peningkatan tekanan hingga akhir Triwulan III 2010. Dalam hal ini, Provinsi Banten sebagai salah satu lumbung padi nasional seyogyanya dapat menikmati stabilnya harga komoditas pangan pokok. Namun demikian pada kenyataannya justru sebaliknya, seperti harga beras di Kabupaten Lebak yang menjadi salah satu sentra produksi padi Banten justru terbilang tinggi. Tabel 1. Rata-rata Harga Beras di kota/kabupaten di wilayah Banten September 2010 Komoditas Satuan Kota Cilegon Kab. Serang Beras - IR Kw I - IR Kw II - IR Kw III
Kg Kg Kg
8.000 6.500 6.000
6.500 6.300 6.100
Kota Kab. Kab. Kota Kab. Lebak Kota Serang Tangerang Pandeglang Tangerang Tangerang Selatan 6.500 6.000 5.500
6.000 5.500 5.000
6.571 6.071 5.571
6.857 6.143 5.857
7.000 6.800 5.400
7.400 7.200 7.000
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten
Di sisi lain, BULOG yang melalui Keppres RI No. 50/1995 dapat mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya, sejak krisis ekonomi tahun 1997 kemudian dipersempit perannya, dimana harga pangan diserahkan kepada mekanisme pasar. Berdasarkan hasil dari pertemuan TPID Provinsi Banten dengan mengundang BULOG Sub Divre Serang, diharapkan bahwa dapat disusun suatu mekanisme agar terdapat suatu badan khusus yang dapat berperan sebagai stabilisator harga pangan, atau mungkin berupa peninjauan kembali dan pengembalian peran BULOG seperti sebelumnya. Selain itu, telah direkomendasikan pula beberapa hal terkait lainnya seperti pembangunan fasilitas pergudangan dengan standar nasional di daerah lumbung pangan sesuai skala prioritas secara terintegrasi dengan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung upaya stabilisasi harga pangan; revitalisasi jalur rel kereta api untuk angkutan penumpang dan 36 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
distribusi barang di Banten dan perumusan mekanisme koordinasi dengan TPID kota/kabupaten ataupun dengan TPID daerah lainnya dan nasional dalam upaya pengendalian harga yang terintegrasi. Sementara itu, sebagai upaya pengendalian harga di Kabupaten Pandeglang, secara khusus telah dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Pandeglang berdasarkan SK Bupati No. 900/Kep.163-Huk/2010 tanggal 31 Mei 2010 tentang Pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang.
37 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
38 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor UMKM relatif lebih baik dibandingkan dengan korporasi pada Triwulan III 2010. Kemudahan memperoleh sumber dana lebih murah dari pasar modal dan aliansi strategis dengan investor terutama dari luar negeri menyebabkan sektor korporasi belum menggunakan kredit perbankan secara optimal. Kondisi ini tercermin dari tingkat pertumbuhan kredit bank umum untuk lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 sebesar 25,23% (yoy) yang sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 36,47% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit UMKM meningkat dari 27,05% (yoy) menjadi 32,01% (yoy) pada triwulan laporan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh bank umum/BPR syariah dan BPR konvensional yang membaik membantu menahan laju perlambatan penyaluran pembiayaan perbankan yang lebih besar. Hal yang menggembirakan lainnya adalah meningkatnya penyaluran kredit program pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Penghimpunan dana pihak ketiga pada triwulan laporan pun mengalami sedikit perlambatan sebagai dampak penurunan suku bunga simpanan bank dan banyaknya alternatif penyimpanan dana melalui instrumen keuangan lainnya. Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya penghimpunan simpanan bank umum konvensional dalam bentuk giro. Kondisi flight to quality pada preferensi masyarakat terjadi dengan menanamkan dananya dalam bentuk deposito yang memberikan bunga/bagi hasil yang lebih baik maupun dalam bentuk instrumen keuangan lainnya seperti saham, danareksa dan obligasi. Selain itu, kemungkinan adanya self financing atau membiayai usaha sendiri banyak dilakukan perusahaan skala besar pada periode laporan.
Transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai kliring maupun RTGS terlihat meningkat pada Triwulan III 2010 yang dapat menjadi sinyal terus berkembangnya kegiatan perekonomian di Banten. Kebutuhan transaksi pelaku bisnis di Banten dalam jumlah yang relatif besar terlihat meningkat. Pertumbuhan yang pesat dalam sektor industri mendorong kebutuhan transaksi dengan nilai besar melalui RTGS semakin bertambah baik transaksi dengan pelaku bisnis dari luar wilayah maupun dari dalam wilayah Banten sendiri. Sementara itu penggunaan transaksi melalui kliring yang meningkat dapat menjadi satu indikasi lain adanya peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah di Banten. 39 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
3.1. PERKEMBANGAN INTERMEDIASI BANK UMUM Perkembangan intermediasi bank umum pada pertengahan Triwulan III 2010 masih berlangsung cukup baik walaupun mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK terindikasi sedikit melambat pada Triwulan III 2010 walaupun pertumbuhannya masih relatif tinggi pada level 38,78% (yoy). Di sisi lain, kredit yang disalurkan untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten juga mengalami sedikit deselerasi (perlambatan) walaupun tetap berada pada level yang cukup tinggi sebesar 25,23% (yoy) dan berada di atas rata-rata pertumbuhannya sepanjang tahun 2009-2010.
Tabel III.1 Perkembangan Beberapa Indikator Bank Umum di Provinsi Banten Uraian
Unit Nominal Pertumbuhan Nominal Pertumbuhan Nominal NPL Nominal Pertumbuhan
DPK Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek Rasio Kredit Non Lancar Berdasarkan Lokasi Proyek Kredit MKM Lokasi Proyek
Rp Triliun % yoy Rp Triliun % yoy Rp Triliun % Rp Triliun % yoy
2009 Tw III Tw IV 37,66 42,75 16,42 19,22 54,63 58,02 2,06 0,76 3,61 3,15 6,60 5,44 29,66 31,18 5,10 5,10
Tw I 44,42 23,43 60,39 6,05 2,02 3,35 33,79 17,13
2010 Tw II 51,25 45,04 75,70 36,47 2,09 2,76 36,64 27,05
Tw III* 50,78 38,78 68,65 25,23 2,22 3,23 38,73 32,01
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
3.1.1. Perkembangan Simpanan/Dana Pihak Ketiga Masyarakat Perlambatan dari pertumbuhan simpanan dalam bentuk giro yang cukup signifikan dibandingkan
dengan
akhir
triwulan
sebelumnya
mendorong
perlambatan
penyerapan simpanan secara umum. Dana yang dapat diserap masyarakat oleh bank umum di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 50,78 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 38,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan akhir triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan DPK sebesar 45,04% (yoy). Diperkirakan tren penurunan suku bunga kredit maupun simpanan bank umum pada Triwulan III 2010, mendorong preferensi masyarakat untuk menempatkan dana sesuai kebutuhan dalam bentuk giro dan mengubah portofolionya ke dalam bentuk deposito dengan bunga yang lebih besar yang tercermin dari peningkatan pertumbuhan deposito dari sebesar 49,56% (yoy) pada Triwulan II 201 menjadi sebesar 50,33% (yoy) pada triwulan laporan. Pelaku usaha cenderung menempatkan dananya dalam bentuk deposito guna tetap mendapatkan kemudahan bertransaksi seperti dengan menerbitkan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) dengan jaminan deposito tersebut.
Struktur simpanan dana masyarakat di bank umum masih cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek. Deposito masih memegang porsi terbesar terhadap total 40 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
simpanan dengan nominal Rp 23,22 triliun, namun sekitar 73% dari nilai tersebut merupakan deposito jangka pendek dengan tempo sekitar 1-6 bulan, sedangkan untuk penempatan dana jangka panjang masih terlihat rendah. Sementara itu sisanya sebesar Rp 27,55 triliun berada dalam bentuk tabungan dan giro yang juga berjangka waktu pendek. Tingginya konsentrasi DPK jangka pendek menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki risiko likuiditas yang cukup tinggi terutama jika kredit yang disalurkan didominasi oleh kredit dengan tenor yang lebih panjang dibandingkan dengan jangka waktu penempatan dana masyarakat.
Rp Triliun
40 30 20 10 -
25
23,28
20 15
Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
10
18,32
17,94 17,40 15,63 16,06 15,68 14,82 15,57 14,52 14,64 13,62 13,08 13,23 13,48 12,73 12,65 11,97 10,57 9,23 8,74 7,98 7,55 7,51 7,50 6,91 6,53 6,28
5 Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007
2008
2009
Tw II Tw III Tw IV Tw I
Tw II Tw III*
2010 2008
Nominal DPK
23,22
21,24
% yoy
50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 -
50
Rp Triliun
60
2009 Giro
Growth (RHS)
Tabungan
2010
Deposito
Grafik III.1 Perkembangan DPK Banten
Grafik III.2 Perkembangan DPK Banten per
Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
Jenis Simpanan
% yoy
Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 (10,00) (20,00)
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* 2008 Giro
2009 Tabungan
2010 Deposito
Grafik III.3 Pertumbuhan Tahunan DPK Banten per Jenis Simpanan Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
3.1.2. Perkembangan Penyaluran Kredit Penyaluran kredit oleh bank umum untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 68,65 triliun yang bertumbuh sebesar 25,23% (yoy) relatif melambat dibandingkan dengan akhir Triwulan II 2010 sebesar 36,47% (yoy). Namun, kondisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya sepanjang tahun 2010. Hal ini tercermin dari melambatnya kredit investasi 41 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
secara signifikan dari sebelumnya bertumbuh sebesar 73,29% (yoy) pada akhir triwulan sebelumnya menjadi sebesar 27,61% (yoy) pada periode laporan. Melambatnya pertumbuhan kredit investasi untuk keperluan pembangunan sektor listrik, gas dan air secara signifikan
35,00
60
30,00
50
25,00
40
20,00
30
15,00
20
10,00
10
5,00
0
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Rp Triliun
40,00
70
0,00 Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008
2009
Nominal Kredit
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00
% y-o-y
80
% yoy
Rp Triliun
menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit investasi secara keseluruhan.
20,00 10,00 0,00 Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III*
2010
2008
Growth (RHS)
2009
Nominal Kredit Investasi
2010
Growth (RHS)
Grafik III.5 Perkembangan Kredit Investasi
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
6
250
5
200
Rp Triliun
3 100
2 1
50
0
0 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2009
Kredit Investasi Sektor LGA
Tw I
Tw II
Tw III*
2010
Growth (RHS)
100,00
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
80,00 60,00
% yoy
150
% yoy
4
Rp Triliun
Grafik III.4 Perkembangan Kredit
40,00 20,00 0,00
-20,00 -40,00 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2009
Kredit Investasi Sektor Perdagangan
Tw II
Tw III*
2010
Growth (RHS)
Grafik III.6 Perkembangan Kredit Investasi
Grafik III.7 Perkembangan Kredit Investasi
Untuk Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
untuk Sektor Perdagangan Berdasarkan
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Namun demikian, penyaluran kredit investasi untuk sektor perdagangan terindikasi meningkat pada level pertumbuhan 82,27% (yoy), yang diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan sektor perdagangan pada periode laporan. Seperti dipaparkan dalam Gonarsjah, Isang (2000) dalam penelitiannya mengenai Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia dan Antisipasinya Menghadapi Era Abad Asia Pasifik, salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan kondisi pasca krisis ekonomi 1997/1998 adalah dengan meningkatkan kredit investasi ke sektor pertanian dan perdagangan khususnya untuk yang memiliki skala usaha kecil dan menengah di pedesaan. 42 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Pertumbuhan kredit modal kerja pun relatif mengalami sedikit perlambatan walaupun dengan besaran yang relatif kecil dibandingkan dengan kredit investasi. Penyaluran kredit modal kerja pada pertengahan Triwulan II 2010 adalah sebesar Rp 30,38 triliun yang bertumbuh sebesar 19,17% (yoy) atau sedikit menurun dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya sebesar 23,05% (yoy). Kredit modal kerja untuk sektor industri pengolahan yang merupakan sektor penyerap kredit terbesar relatif melambat karena perusahaan-perusahaan di sektor tersebut masih memiliki inventory bahan baku/penolong pada triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan impor bahan baku/penolong, sehingga kebutuhan pembiayaan modal kerja pun menjadi menurun.
25 20 15 10 5 0
2009
Nominal Kredit Modal Kerja
150
1.000
100
800
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008
1.200
2010
Growth (RHS)
50
600 0
400
% yoy
Rp Triliun
30
% y-o-y
35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00 -10.00 -15.00 -20.00
35
Ribu Ton
40
-50
200 -
-100 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2008
2009
Volume Impor Bahan Baku/Penolong
2010
Growth (RHS)
Grafik III.8 Perkembangan Kredit Modal
Grafik III.9 Perkembangan Impor Bahan
Kerja Berdasarkan Lokasi Proyek di
Baku/Penolong Banten
Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Kredit konsumsi pun terindikasi sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya namun tetap berada pada level yang relatif tinggi pada level 32,28% (yoy). Pada Triwulan III 2010 kredit konsumsi yang disalurkan untuk Banten tercatat sebesar Rp 23,94 triliun atau bertumbuh tetap tinggi namun sedikit melambat pada level 32,28% (yoy), karena pada periode sebelumnya bertumbuh sebesar 35,14% (yoy). Diperkirakan meningkatnya pendapatan masyarakat melalui pemberian tunjangan dalam rangka menyambut hari raya yang lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya membantu pembiayaan konsumsi secara mandiri sehingga kebutuhan pembiayaan konsumsi dari perbankan menjadi relatif melambat.
43 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
30
40.00 35.00
25
25.00
15
20.00 15.00
10
% y-o-y
Rp Triliun
30.00 20
10.00 5
5.00
0
0.00 Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008
2009
2010
Nominal Kredit Konsumsi
Growth (RHS)
Grafik III.10 Perkembangan Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Berdasarkan
sektor
ekonomi,
perkembangan
pembiayaan
dari
bank
umum
konvensional terindikasi melambat pada hampir seluruh sektor kecuali sektor pengangkutan dan sektor jasa sosial masyarakat. Kredit yang disalurkan untuk sektor pengangkutan terindikasi terus meningkat dengan pesat hingga mencapai level pertumbuhan sebesar 271,13% (yoy) pada periode laporan dengan nominal Rp 1,39 triliun. Terus meningkatnya tren pembiayaan untuk sektor tersebut menjadi satu indikasi akselerasi kinerja sektor tersebut hingga Triwulan III 2010 yang didukung oleh meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat akan moda pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan untuk sektor jasa sosial masyarakat juga terlihat meningkat signifikan mencapai level 336,53% (yoy) dengan nominal Rp 2,93 triliun dan memiliki porsi sebesar 4,26% terhadap total kredit, yang merupakan posisi tertinggi sejak kurun waktu 2007- Agustus 2010. 1.600
300,00
3.500
400,00
1.400
250,00
3.000
350,00
1.200
200,00
2.500
300,00
600 400
50,00
200
-
-
(50,00) Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008
2009
Kredit Sektor Pengangkutan
2010 Growth (RHS)
250,00
Rp Miliar
Rp Miliar
100,00
2.000
200,00
1.500
150,00
1.000
% y-o-y
150,00
800
% y-o-y
1.000
100,00
500
50,00
-
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008
2009
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
2010 Growth (RHS)
Grafik III.11 Perkembangan Kredit untuk
Grafik III.12 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi
Sektor Jasa Sosial Masyarakat
Proyek di Banten
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
44 Kajian Ekonomi Regional Banten
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 -
300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 (50,00) Tw I
Tw II
Tw III Tw IV
Pertanian 0,77%
% yoy
% yoy
Triwulan III 2010
Lain-lain 36,44%
Pertambangan 0,33%
Industri pengolahan 27,91%
Tw I Tw II* Tw III
2009
Jasa Sosial Masyarakat 4,26%
2010
Listrik,Gas dan Air Konstruksi 6,61% 3,91% Perdagangan 12,34%
Jasa Dunia Usaha Pengangkutan 5,39% 2,02%
Growth PDRB Sektor Pengangkutan Growth Kredit Sektor Pengangkutan (RHS)
Grafik III.13 Pertumbuhan PDRB Sektor
Grafik III.14 Pangsa Kredit untuk Sektor
Pengangkutan dan Kredit untuk Sektor
Jasa Sosial Masyarakat Agustus 2010
Pengangkutan Berdasarkan Lokasi Proyek
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Walaupun masih mengalami pertumbuhan yang negatif, namun perkembangan kredit untuk
industri
tekstil,
sandang
dan
kulit
terindikasi
terus
membaik
yang
mengindikasikan membaiknya subsektor tersebut. Kredit berdasarkan lokasi proyek di Banten yang disalurkan untuk subsektor industri tekstil, sandang dan kulit pada Triwulan III 2010 adalah sebesar Rp 3,05 triliun dengan level pertumbuhan sebesar -6,18% (yoy). Industri tekstil, sandang dan kulit yang menjadi penyerap kredit sektor industri terbesar kedua setelah industri kimia diperkirakan akan bertumbuh membaik yang diindikasikan dari meningkatnya kebutuhan pembiayaan dari perbankan untuk industri tersebut. Industri tekstil yang melemah dengan adanya guncangan pasar domestik akibat masuknya barang-barang impor terutama dari China dan melemahnya permintaan luar negeri sebagai dampak dari krisis keuangan dunia, diperkirakan akan kembali membaik pada periode laporan dengan didorong oleh tren
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
10,00 5,00 (5,00) (10,00) (15,00) (20,00) (25,00) (30,00) (35,00) (40,00) Tw I
Tw II
Tw III
2009
Tw IV
Tw I
Tw II
Industri makanan,minum an dan tembakau 7,50%
% yoy
Rp Triliun
membaiknya ekspor produk tersebut.
Lainnya 41,73%
2010
Growth (RHS)
Industri kayu dan hasil-hasil kayu 3,10% Industri bahan kertas(pulp),kert as, hsl2 kertas,percetak 7,93%
Tw III*
Kredit untuk Industri Tekstil, Sandang dan Kulit
Industri makanan ternak dan ikan 1,07% Industri tekstil,sandang dan kulit 15,90%
Industri pengolahan hsl2 tambang bukan logam, selain hsl2 m.bumi 2,63%
Industri pengolahan bahan kimia dan hasil kimia,hsl2 m.bumi 20,13%
Grafik III.15 Perkembangan Kredit untuk
Grafik III.16 Pangsa Kredit per Subsektor
Sub Sektor Industri Tekstil, Sandang dan
Industri Triwulan III 2010 Berdasarkan
Kulit Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Sumber: Bank Indonesia
45 Kajian Ekonomi Regional Banten
14
40
12
30
10
20 10
8
0
6
-10
4
-20
2
-30
-
% yoy
Ribu Ton
Triwulan III 2010
-40 1
3
5
7
9 11 1
2008
3
5
7
2009
Volume Ekspor Tekstil
9 11 1
3
5
7
2010
Growth (RHS)
Grafik III.17 Perkembangan Ekspor Tekstil Banten
45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 (10,00) (20,00)
% yoy
Rp Triliun
Sumber: Bank Indonesia
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw III IV III IV III* 2008 Nominal Kredit MKM
2009
Non MKM 43,58%
MKM 56,42%
2010 Growth Kredit MKM (RHS)
Growth Kredit Non MKM (RHS)
Grafik III.18 Perkembangan Kredit MKM
Grafik III.19 Pangsa Kredit MKM dan Non
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
MKM Triwulan III 2010 Berdasarkan Lokasi
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Proyek di Banten Agustus 2010 Sumber: Bank Indonesia
Terus meningkatnya preferensi perbankan untuk menyalurkan kredit MKM yang tercermin dari meningkatnya tren penyaluran kredit MKM diharapkan dapat membantu kinerja UMKM di Banten. Kredit yang disalurkan untuk MKM berlokasi proyek di Banten pada posisi pertengahan Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 38,73 triliun dengan pertumbuhan sebesar 32,01% (yoy) relatif tertinggi sepanjang tahun 2009-2010 atau naik dari periode sebelumnya. Dari 9 sektor ekonomi, penyaluran kredit MKM tercatat bertumbuh meningkat ke hampir seluruh sektor terutama sektor pertambangan dan sektor jasa sosial masyarakat, hanya kredit untuk sektor konstruksi dan jasa dunia usaha yang mengalami perlambatan. Diharapkan perkembangan yang baik ini dapat membantu pelaku UMKM dalam meningkatkan kinerja usahanya dan membantu mendorong perekonomian Banten secara umum.
46 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel III.2 Perkembangan Penyaluran Kredit MKM per Sektor Ekonomi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sektor Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik,Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain TOTAL
2009 Tw III Tw IV 165.828 173.129 66.086 69.662 3.394.683 3.416.430 32.763 38.617 629.042 650.486 4.846.319 5.091.541 192.381 225.100 1.655.367 1.736.934 378.871 445.640 18.302.214 19.331.312 29.663.554 31.178.851
Tw I 189.229 97.567 3.655.227 45.978 651.775 4.277.328 286.867 1.636.499 566.799 22.379.034 33.786.303
2010 Tw II 133.487 84.472 4.123.167 44.936 752.993 4.732.056 264.929 1.473.842 772.896 24.258.474 36.641.252
Tw III* 203.027 132.747 4.082.412 52.297 721.931 5.291.418 270.457 1.346.068 2.433.597 24.193.668 38.727.622
Growth Tw III '10* 20,63 110,80 19,67 85,14 10,04 9,96 36,07 -16,21 599,73 34,07 32,01
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT2 Perkembangan intermediasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada Triwulan III 2010 bertumbuh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Penyaluran kredit oleh BPR di Banten pada pertengahan Triwulan III 2010 mencapai Rp 627,07 miliar yang bertumbuh meningkat sebesar 17,09% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 12,55% (yoy). Sementara itu penghimpunan DPK mencapai Rp 449,39 miliar, atau sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan lalu pada level pertumbuhan 26,59% (yoy). Kondisi tersebut kemudian berdampak pada Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR di Provinsi Banten yang semakin meningkat dibandingkan triwulan lalu menjadi sebesar 139,54% pada triwulan laporan. Tabel III.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Provinsi Banten Indikator Jumlah bank (tidak termasuk kantor cabang) Total Aset (Rp Juta) Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) Kredit yang diberikan (Rp Juta) LDR (%)
Tw I 73 632.110 324.265 502.522 154,97
2009 Tw II Tw III 73 73 653.591 688.540 339.426 356.250 526.150 538.856 155,01 151,26
Tw IV 73 736.765 374.586 539.985 144,16
Tw I 74 777.128 420.734 550.073 130,74
2010 Tw II 73 813.846 442.812 592.204 133,74
Tw III 73 835.735 449.391 627.073 139,54
Sumber: Statistik Bank Perkreditan Rakyat Konvensional Bank Indonesia
3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH Perkembangan intermediasi bank umum syariah dan unit usaha syariah cenderung melambat pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total dana pihak ketiga yang dihimpun bank umum syariah dan unit usaha syariah pada triwulan 2
Bank Perkreditan dimaksud merupakan BPR konvensional, data pada Triwulan III 2010 merupakan posisi Agustus 2010
47 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
laporan mencapai Rp 2,82 triliun. Sementara itu pembiayaan yang diberikan mencapai Rp 1,83 triliun Percepatan pertumbuhan kredit terindikasi tidak setinggi pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga, sehingga berimbas pada Finance to Deposit Ratio (FDR) pada Triwulan III 2010 sebesar 64,83% sedikit lebih rendah dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar 72,31%. Perkembangan yang menggembirakan adalah rasio pembiayaan yang tidak lancar (Non Performing Finance/NPF) yang berada dalam koridor aman di bawah 5% dan membaik dibandingkan periode sebelumnya.
Tabel III.4. Perkembangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Provinsi Banten Indikator
Satuan
Aset Pembiayaan Dana Pihak Ketiga FDR NPF
Rp Miliar Rp Miliar Rp Miliar % %
2009 Tw III Tw IV 1.790 2.096 990 1.111 1.347 1.498 73,50 74,17 5,45 2,92
Tw I 2.476 1.244 1.726 72,07 3,00
2010 Tw II 2.694 1.507 2.084 72,31 3,40
Tw III 3.545 1.827 2.818 64,83 3,07
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Sementara itu, kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan peningkatan pada Triwulan III 2010 walaupun terdapat sedikit peningkatan risiko dengan meningkatnya rasio kredit non lancar. Perkembangan kegiatan intermediasi BPRS di Banten secara umum terlihat semakin baik. Pada triwulan laporan tercatat terjadi peningkatan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan simpanan yang mendorong naiknya Finance to Deposit Ratio (FDR) dari sebelumnya sebesar 104,52% pada Triwulan II 2010 menjadi sebesar 110,91% pada akhir Triwulan III 2010. Membaiknya kinerja pembiayaan BPR syariah pada triwulan ini sebaiknya tetap perlu diwaspadai mengingat terjadi pula penurunan kinerja pengembalian pembiayaan yang terindikasi dari tren meningkatnya NPF hingga mencapai besaran 10,59% pada periode laporan. BPRS di Banten dapat lebih memantau kelayakan calon debitur dalam proses pemberian pembiayaan dan progress pengembaliannya. Tabel III.5. Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Provinsi Banten Indikator
Satuan
Aset Pembiayaan Dana Pihak Ketiga FDR NPF
Rp Juta Rp Juta Rp Juta % %
2009 Tw III Tw IV 224.783 238.676 182.902 193.925 149.668 160.071 122,21 121,15 4,97 5,67
Tw I 250.440 204.840 176.178 116,27 5,52
2010 Tw II 257.011 190.011 181.791 104,52 8,81
Tw III 277.376 209.150 188.575 110,91 10,59
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
48 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
3.4. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat/KUR di Provinsi Banten pada pertengahan Triwulan III 2010 meningkat cukup signifikan. Nominal KUR yang disalurkan pada bulan Agustus 2010 adalah sebesar Rp 622,43 miliar (bertumbuh cukup signifikan sebesar 85,52% yoy) dengan jumlah debitur 49.717 debitur. Walaupun penyaluran KUR pada pertengahan Triwulan III 2010 relatif tidak sebaik akhir Triwulan II 2010 namun terlihat masih bertumbuh sangat tinggi, dengan pertumbuhan debitur baru yang lebih baik sebesar 43,50% (yoy). Sementara itu dari sisi bank penyalur, belum terdapat pergeseran struktural dari bank penyalur KUR di wilayah Banten. BRI (termasuk BRI mikro) masih menjadi penyalur dengan porsi terbesar pada Triwulan III 2010. Tabel III.6. Perkembangan KUR di Provinsi Banten per Bank Penyalur No.
Bank
1
Bank Mandiri
2
3 4 5 6 7 8
Uraian
Kredit (Rp Juta) Debitur (Rp Juta) Syariah Mandiri Kredit (Rp Juta) Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) BNI Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) Bank Bukopin Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) BRI Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) BRI Mikro Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) BTN Debitur (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) Bank Jabar Banten Debitur (Rp Juta) Kredit (Juta Rp.) TOTAL Debitur
2008 Tw IV 5.683 21 3.418 17 10.772 58 15.705 46 85.706 654 123.151 28.445 8.158 44 252.592 29.285
2009 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
6.483 23 3.151 17 14.397 69 15.305 45 95.155 706 129.000 30.297 7.814 58 271.306 31.215
6.803 24 2.530 18 15.272 72 21.512 581 97.397 718 134.000 31.611 12.919 117 290.433 33.141
6.803 24 2.789 23 15.607 71 16.955 49 94.334 702 145.157 33.354 60.575 424 342.220 34.647
6.803 24 2.508 21 21.312 90 17.455 50 87.563 658 156.968 35.727 65.673 541 358.282 37.111
Tw I
2010 Tw II
Tw III*
6.803 24 2.133 15 18.925 142 17.705 51 88.032 651 176.530 38.309 151.862 628 345 5 462.334 39.825
11.053 33 2.879 19 26.509 203 18.105 52 128.607 895 201.013 43.728 162.524 724 17.176 210 567.866 45.864
12.853 37 4.562 36 28.976 90 18.435 53 137.360 937 218.238 47.400 165.100 766 36.903 398 622.426 49.717
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, data Tw III ’10 merupakan angka sementara (posisi Agustus 2010)
3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi pembayaran non tunai menggunakan kliring terindikasi stabil cenderung meningkat pada periode laporan yang memberikan sinyal semakin tingginya perputaran usaha di Banten. Penggunaan kliring sebagai sarana dalam penyelesaian transaksi usaha terlihat meningkat pada Triwulan III 2010 baik secara nominal maupun volume. Pada keseluruhan Triwulan III 2010 penggunaan pembayaran non tunai melalui kliring tercatat sebanyak 61.445 lembar warkat yang meningkat sekitar 6,67% (yoy) dibandingkan triwulan dengan pertumbuhan 5,90% (yoy). Sementara itu nominal transaksi yang dihasilkan menggunakan piranti tersebut adalah sebesar Rp 1,40 triliun dengan level pertumbuhan sebesar 11,98% (yoy) yang bertumbuh stabil moderat dibandingkan triwulan lalu yang mencatatkan transaksi sebesar Rp 1,29 triliun dan pertumbuhan juga 11,98% (yoy).
49 Kajian Ekonomi Regional Banten
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2009
Tw II
Rp Miliar
16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4
1.600
25
1.400
20
1.200
15
1.000
10
800
5
600 400
0
200
-5
-
Tw III
-10 Tw I
Tw II
2010
Volume
% yoy
64 62 60 58 56 54 52 50 48 46
% yoy
Rp Miliar
Triwulan III 2010
Tw III
Tw IV
Tw I
2009
Growth (RHS)
Tw II
Tw III
2010
Nominal
Growth (RHS)
Grafik III.20 Perkembangan Transaksi
Grafik III.21 Perkembangan Transaksi
Kliring Berdasarkan Volume di Wilayah
Kliring Berdasarkan Nominal di Wilayah
Serang
Serang
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
Indonesia
Tabel III.7. Perkembangan Penggunaan RTGS di Wilayah Banten Periode Triwulan I 2009 Triwulan II 2009 Triwulan III 2009 Triwulan IV 2009 Triwulan I 2010 Triwulan II 2010 Triwulan III 2010
From Nominal Volume (Rp Miliar) 78.577 23.089 46.591 23.322 14.842 21.197 14.539 22.198 13.833 21.165 18.616 24.799 17.593 28.681
To Nominal Volume (Rp Miliar) 18.787 28.302 17.733 28.417 17.507 26.183 17.677 25.704 17.363 25.464 19.459 25.838 18.280 29.158
From - To Nominal Volume (Rp Miliar) 1.586 2.486 1.738 2.950 1.813 2.961 1.674 3.358 1.724 3.085 2.501 3.548 2.641 3.946
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank Indonesia, diolah
Membaiknya
kinerja
perekonomian tercermin pula
dari adanya
peningkatan
penggunaan transaksi non tunai dengan nilai besar melalui RTGS. Kegiatan penyelesaian transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) pada Triwulan III 2010 secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada Triwulan III 2010, jumlah aliran dana yang mengalir ke Banten adalah sebesar Rp 18,28 triliun atau rata-rata sebesar Rp 6,09 triliun per bulannya, lebih tinggi dibandingkan dengan aliran dana yang keluar dari wilayah Banten dengan rata-rata sebesar Rp 5,86 triliun per bulan atau sebesar Rp 17,59 triliun sepanjang Triwulan III 2010. Kondisi ini juga mengindikasikan semakin meningkatnya ekspor produk dari Banten ke luar wilayah Banten pada triwulan laporan.
50 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Boks 2. PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN UMKM PENGHASIL KOMODITAS BAHAN MAKANAN
Sumbangan inflasi dari kelompok bahan makanan yang tinggi di Provinsi Banten, menjadikan pasokan dan distribusi komoditas dalam kelompok tersebut membutuhkan perhatian khusus. Peningkatan kapasitas dan produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang menjadi produsen bahan makanan sangat penting. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencapai target tersebut, dan diharapkan usaha pemberdayaan kepada UMKM dimaksud akan membawa hasil tersedianya bahan makanan yang relatif murah di masyarakat secara berkesinambungan dan mampu memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar di luar Provinsi Banten. Upaya yang kemudian dilakukan oleh Bank Indonesia Serang adalah melakukan identifikasi terhadap beberapa jenis bahan makanan yang memiliki potensi usaha untuk dikembangkan, diantaranya adalah identifikasi terhadap budidaya ikan bandeng dan rumput laut beserta lembaga keuangan mikro/koperasi yang dapat mendukung budidaya tersebut di Provinsi Banten. Pemilihan jenis komoditas ini adalah karena ikan bandeng pernah menjadi komoditas unggulan yang khas dan menjadi primadona usaha budidaya masyarakat yaitu sate bandeng. Disamping itu, pemberdayaan UMKM ini akan sejalan dengan program minapolitan dari Pemerintah Daerah, sehingga Pemerintah Daerah pun dengan segera memberikan respon positif dan dukungannya terhadap upaya Bank Indonesia Serang. Disamping itu, pemberdayaan jenis komoditas ini juga mempertimbangkan kondisi yang ada pada saat ini yaitu, produksi ikan bandeng sedang mengalami penurunan, dimana penyebab utamanya adalah karena pencemaran lingkungan limbah tambak dan abrasi pantai serta minimnya pengetahuan pembudidaya akan teknis produksi yang baik. Sehingga perlu pembenahan lingkungan dan memperbaiki teknis produksi. Gayung bersambut dari Pemerintah Daerah, kegiatan identifikasi kemudian dilakukan Bank Indonesia Serang bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang. Pada tanggal 5 Oktober 2010 kunjungan dilakukan ke beberapa tempat yaitu lokasi budidaya bandeng desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen Kota Serang, Koperasi Pondok Pesantren 51 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
(Kompontren) Bina Karya Serang, Kecamatan Pontang Kabupaten Serang, dan Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Dari hasil kunjungan diketahui bahwa kebutuhan masyarakat pembudidaya saat ini diantaranya adalah minimnya fasilitas dan pengetahuan untuk mempraktekan teknis produksi dengan sistem polikultur antara bandeng dengan rumput laut gracillaria Sp, dan masyarakat mulai sadar dan mengetahui akan pentingnya hutan mangrove guna mencegah abrasi di pantai dan pulau di dekat lokasi budidaya. Sehingga Bank Indonesia Serang akan menindaklanjuti dengan mengupayakan pemberian bantuan untuk pelatihan, fasilitasi penanaman pohon bakau, pemberian bibit ikan bandeng dan bibit rumput laut.
Model budidaya polikultur menjadi pilihan masyarakat, karena terdapat hubungan simbiosis mutualisme antara ikan bandeng dan rumput laut, dimana rumput laut dapat menyediakan banyak sumber makanan untuk ikan bandeng, disamping itu nelayan dapat menikmati hasil produksi dari dua komoditi tersebut dalam satu lahan yang sama. Namun masih terdapat kendala pada proses produksi yang sederhana dan minimnya fasilitas pengolahan produk pasca panen, yaitu hasil produksi masih belum dapat bertahan lama dan dikemas menarik untuk dipasarkan. Kendala juga terdapat pada mahalnya harga bibit bandeng dan rumput laut. Saat ini pasokan bibit ikan bandeng masih didatangkan dari Pulau Bali adapun bibit lokal jumlah produksinya masih minim untuk memenuhi semua permintaan di Provinsi Banten. Namun demikian, masyarakat terlihat tetap bersemangat melakukan budidaya ikan bandeng dan rumput laut ini. Bahkan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang masyarakat menciptakan industri rumahan untuk mengolah rumput laut, karena diketahui bahwa banyak manfaat dari rumput laut untuk berbagai jenis produk, yaitu makanan agar-agar, mie dan manisan, produk kosmetik, kapsul, pengencer susu, bir dan sabun.
Disamping hal tersebut, Bank Indonesia Serang juga berupaya untuk mengembangkan kompetensi para pelaku UMKM dan Sumber Daya Manusia di jajaran dinas/instansi di provinsi Banten melalui berbagai pelatihan, pada triwulan 3 tahun 2010 ini Bank Indonesia Serang telah turut aktif sebagai narasumber pada kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh dinas atau instansi terkait di wilayah Provinsi Banten.
Diantaranya adalah narasumber pada acara Pelatihan kepada BPR LPK Serang yang diselenggarakan oleh Biro Perekonomian Setda Provinsi Banten, Pelatihan Manajemen Dasar Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan PUAP dan pelatihan UPK dalam rangka 52 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Provinsi Banten Tahun 2010.
53 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
54 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Banten pada Triwulan III 2010 diperkirakan mengalami akselerasi dibandingkan dengan realisasi hingga triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah hingga September 2010 mencapai sekitar Rp 2,06 triliun dengan capaian 86,51% dari targetnya di tahun 2010 sebesar Rp 2,38 triliun. Diperkirakan perolehan pendapatan daerah Banten tahun 2010 akan melampaui targetnya dengan proyeksi sebesar Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85%.
Sementara itu pada komponen belanja daerah, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Banten pada Triwulan III 2010 juga lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja periode yang sama tahun sebelumnya. Pagu belanja daerah Provinsi Banten tahun 2010 sebesar Rp 2,51 triliun. Diperkirakan realisasi belanja daerah hingga Triwulan III 2010 dapat mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari pagu belanja tahun 2010. Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan III 2009 yang hanya mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut.
Tabel IV.1 Ringkasan APBD dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010 (dalam Rp Juta) Uraian Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
APBD 2009 2.307.104 1.539.769 763.836 3.500 2.525.068 1.235.698 1.289.370
Realisasi s.d Tw III 2009 Nominal Persentase 1.173.123 50,85 1.173.123 76,19 1.612.273 63,85 751.628 60,83 860.645 66,75
APBD 2010 2.377.317 1.607.549 766.176 3.593 2.511.267 1.146.904 1.364.363
Realisasi s.d Tw III 2010* Nominal Persentase 2.056.695 86,51 1.453.541 90,42 599.760 78,28 3.395 94,49 1.696.043 67,54 802.786 70,00 893.257 65,47
Prognosis 2010 Nominal Persentase 2.611.464 109,85 1.784.508 111,01 822.852 107,40 4.104 114,25 2.503.822 99,70 1.146.991 100,01 1.356.830 99,45
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010 merupakan perkiraan Bank Indonesia)
4.1. Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan hingga tahun 2010 diproyeksikan akan melampaui target, sementara itu pada Triwulan III 2010 pendapatan daerah diperkirakan telah mencapai sekitar 86,51% dari targetnya. Target pendapatan Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 2,38 triliun, sementara itu nominal realisasi perolehan pendapatan daerah pada Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp 2,06 triliun dengan capaian 86,51% yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2009 dengan capaian masing-masing sebesar 60,71% dan 50,85% dari targetnya. 55 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Berdasarkan prognosis APBD Banten tahun 2010, pendapatan daerah Provinsi Banten diproyeksikan dapat mencapai nominal Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85% dari targetnya di tahun 2010, lebih tinggi daripada pencapaian tahun sebelumnya sebesar 105,59%. Tingginya angka proyeksi tersebut didorong terutama oleh tingginya pencapaian komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana perolehan PAD hingga Semester I 2010 telah mencapai 58,97% dari target, dan diperkirakan hingga akhir Triwulan III 2010 dapat mencapai kisaran 86,51% dengan nominal Rp 2,06 Triliun.
Perolehan komponen pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PAD Banten dengan target sebesar Rp 1,54 triliun pada tahun 2010 diperkirakan dapat mencapai 89,63% dari target tersebut. Upaya pemerintah daerah Provinsi Banten untuk meningkatkan perolehan pajak sebagai komponen penting sumber pembiayaan pembangunan daerah terus ditingkatkan dari tahun-tahun sebelumnya. Pembukaan Sistem administrasi satu atap (Samsat) Induk Balaraja pada awal tahun 2010 untuk membantu mempermudah pengurusan dan penyelesaian perpajakan kendaraan bermotor dan pajak lainnya dengan cakupan pelayanan Kecamatan Balaraja, Jayanti, Sukamulya, Sindang jaya, Cikupa, Tigaraksa, Solear, Cisoka, Kresek, Kronjo, Gunung kaler, Pasar Kemis, Kemeri dan Mekar baru. Pembangunan samsat tersebut terbukti sangat membantu masyarakat di wilayah tersebut, yang sebelumnya harus mengurus perpajakan kendaraan di daerah Cikokol. Selain itu, pemerintah daerah Provinsi Banten melalui Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPKAD) juga berencana menyelenggarakan stand samsat on-line pada acara Banten Expo 2010 pada bulan Oktober 2010 dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Provinsi Banten. Diharapkan dengan upaya-upaya tersebut dapat memberikan kemudahan dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sehingga dapat mendorong pencapaian pendapatan daerah sesuai yang diharapkan. Tabel IV.2 Perkiraan Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010 (dalam Rp Juta) Uraian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang sah
APBD 2010
Realisasi s.d Tw III 2010* Nominal Persentase
Prognosis 2010 Nominal Persentase
1.607.549 1.541.500 2.949
1.453.541 1.381.680 2.220
90,42 89,63 75,28
1.784.508 1.706.500 2.933
111,01 110,70 99,46
29.500
37.432 32.209
126,89 95,86
37.486 37.589
127,07 111,87
33.600
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010 merupakan perkiraan Bank Indonesia)
56 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
4.2. Belanja Daerah Pencapaian pendapatan daerah yang tinggi kemudian membantu peningkatan realisasi belanja daerah hingga periode laporan. Realisasi belanja daerah Provinsi Banten hingga triwulan laporan diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari pagu belanja tahun 2010. Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan III 2009 yang hanya mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut. Kondisi tersebut diperkirakan didorong terutama oleh komponen belanja modal yang hingga Triwulan III 2010 mencapai sekitar 83% dari pagunya (pagu belanja modal tahun 2010 mencapai Rp 716,16 miliar). Belanja modal pemerintah Provinsi Banten hingga periode laporan yang semakin meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya diharapkan dapat mempercepat pembangunan di Banten khususnya pembangunan infrastruktur. Harapan masyarakat yang ditujukan kepada pemerintah daerah Provinsi Banten juga dapat mempercepat pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan provinsi di wilayah Banten Selatan seyogyanya perlu menjadi prioritas.
Dukungan tersebut sangat dibutuhkan mengingat kondisi infrastruktur yang baik dapat menjadi inhibitor tekanan inflasi di daerah tersebut. Contohnya adalah ruas jalan/jembatan provinsi di Rangkasbitung – Cikande, Cipanas – Warung Banten; dan Malingping – Saketi di Kabupaten Lebak, Cipanas – Citorek; Citorek – Warung Banten serta beberapa ruas jalan lain di wilayah Banten Utara dan Selatan yang mengalami kerusakan. Ruas-ruas jalan tersebut telah dimasukkan ke dalam paket pembangunan di tahun 2010 oleh Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten. Hal yang harus diperhatikan adalah percepatan pembangunannya dan optimalisasi pelaksanaan pembangunannya. Pengawasan terhadap pembangunannya secara maksimal sangat diharapkan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari pembangunan jalan yang bersifat asal-asalan sehingga kualitasnya menjadi rendah dan mudah rusak kembali. Pemerintah Kabupaten Pandeglang akan segera memperbaiki ruas jalan sekitar 16,7 Km jalan kabupaten melalui dana APBD perubahan 2010. Dana senilai Rp 12 miliar tersebut selain untuk pemeliharaan jalan oleh Bidang Bina Marga sebesar Rp 8,6 miliar, juga akan digunakan untuk membangun irigasi sebesar Rp 4,8 miliar. Ruas jalan yang akan diperbaiki diantaranya adalah ruas jalan Perdana – Turus, Cibungur – Patia dan Cikole – Banjar. Sementara irigasi yang akan diperbaiki diantaranya Cilalaki di Kecamatan Cadasari, Cisumber di Kecamatan Pandeglang, Citomo di Kecamatan Kaduhejo dan Cipining di Kecamatan Kaduhejo.
57 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Tabel IV.3 Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Banten Triwulan III 2009 dan Perkiraan Triwulan III Tahun 2010 (dalam Rp Juta) Realisasi s.d. Tw III '09
Anggaran 2009 (p)
Uraian Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil kepada Kab/Kota Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Kab/Kota, Pemerintah Desa dan Parpol
2.525.067,96 1.235.697,51 324.521,80 70.691,48 48.262,50 589.988,12 197.233,60
Nominal 1.612.272,90 751.627,65 219.145,08 20.519,00 39.685,35 345.278,22 125.000,00
Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
5.000,00 1.289.370,45 111.621,60 484.630,47 693.118,39
2.000,00 860.645,25 62.791,69 287.861,79 509.991,77
Realisasi s.d. Tw III '10*
Anggaran 2010
Persentase 63,85 60,83 67,53 29,03 82,23 58,52 63,38
40,00 66,75 56,25 59,40 73,58
Prognosis 2010
2.511,27 1.146,90 353,76 69,71 32,03 601,61 79,80
Nominal 1.696,04 802,79 236,59 49,82 25,30 416,79 69,29
Persentase 67,54 70,00 66,88 71,47 78,99 69,28 86,82
Nominal 2.503,82 1.146,99 353,85 69,71 32,03 601,61 79,80
Persentase 99,70 100,01 100,02 100,00 100,00 100,00 100,00
10,00 1.364,36 108,06 540,14 716,16
5,00 893,26 71,91 345,94 475,40
50,00 65,47 66,55 64,05 66,38
10,00 1.356,83 107,98 536,78 712,08
100,00 99,45 99,92 99,38 99,43
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010 merupakan perkiraan Bank Indonesia)
Tabel IV.4 Daftar Paket Pembangunan Jalan Provinsi Tahun 2010 KEBUTUHAN NO
Kekurangan (Rp) Panjang
1
2
Alokasi 2010
KEGIATAN/TOLOK UKUR Effektif (Km)
Biaya
Keterangan
Biaya (Rp)
Pembangunan Jalan Wil. Utara - Cikande - Rangkasbitung
20.22 Km
60,660,000,000
5.00
Km
14,328,161,000
46,331,839,000
- Mauk - Teluk Naga
8.00 Km
24,000,000,000
3.10
Km
7,300,772,000
16,699,228,000
- Citeras - Tigaraksa
11.00 Km
33,000,000,000
1.00
Km
2,511,512,500
30,488,487,500
- Ciruas - Pontang
11.00 Km
17,600,000,000
4.20
km
4,137,947,000
13,462,053,000
- Palima - Pasang Teneng
23.00 Km
39,100,000,000
2.00
km
2,524,261,000
36,575,739,000
- Jl. Pajajaran (Ciputat)
2.00
km
2,361,847,000
- Bundaran Palima
1.00
lok
973,303,000
- Median Jalan Ciputat - Serpong
1.28
Km
500,000,000
Pelebaran Bundaran dan Landscape Selesai
Pembangunan Jalan Wil. Selatan - Saketi - Simpang
17.50 Km
63,000,000,000
3.00
Km
6,000,000,000
7.40 Km
11,100,000,000
3.00
Km
4,450,000,000
6,650,000,000
- Munjul - Panimbang
11.70 Km
19,890,000,000
4.50
Km
7,438,955,700
12,451,044,300
- Munjul - Cikaludan
13.60 Km
20,400,000,000
4.00
Km
6,000,000,000
14,400,000,000
- Cipanas - Warung Banten
33.80 Km
57,460,000,000
6.00
Km
10,000,000,000
47,460,000,000
- Tanjung Lesung - Sumur
25.40 Km
66,500,000,000
10.00
Km
5,000,000,000
61,500,000,000
3.50
Km
5,100,000,000
- Mengger - Mandalawangi - Caringin
- Picung - Munjul
57,000,000,000
Selesai
Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten
Tabel IV.5 Daftar Paket Pembangunan Jembatan Provinsi Tahun 2010 KEBUTUHAN NO
Kekurangan (Rp) Keterangan Bentang
3
Alokasi 2010
KEGIATAN/TOLOK UKUR Biaya
Effektif (Km)
Biaya (Rp)
Pembangunan Jembatan -
Pembangunan Jembatan Ciberang (Cipanas - Citorek) Tahap I
-
60.00
m
3,000,000,000
Pembangunan Jembatan Cisiih (Cibaliung Sumur), Tahap II
25.00
m
2,000,000,000
Selesai
-
Pembangunan Jembatan Cipaeh (Panimbang - Munjul), Tahap II
15.00
m
1,000,000,000
Selesai
-
Peninggian Jembatan Angke Hasyim Ashari, Tahap II
15.00
m
3,000,000,000
Selesai
25.00 15.00
m m
2,690,366,000 1,500,000,000
Selesai Selesai
20.00
m
1,000,000,000
- Pembangunan Jembatan Cisangu - Pembangunan Jembatan Cijaralang -
Pelebaran Jembatan Pengairan Krangon ( Parigi - Sukamanah )
60.00 m
7,000,000,000
4,000,000,000
Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten
58 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Berdasarkan indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan, kondisi ketenagakerjaan masyarakat Banten dinilai relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat pengangguran Banten pada Februari 2010 berada pada level 14,13% yang relatif membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Diperkirakan kondisi ini masih relatif stabil hingga periode laporan yang didorong oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian yang dapat mendorong perluasan kesempatan kerja.
Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya tercermin dari persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 menunjukkan sinyal yang semakin membaik. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, persentase penduduk miskin Banten pada tahun 2010 adalah sebesar 7,16% yang relatif membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan relatif rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi tetangganya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Tingkat Upah Minimum Provinsi dan pendapatan buruh/karyawan per bulan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah tersebut membantu sebagian besar masyarakat Banten dapat mempertahankan standar hidupnya lebih tinggi daripada standar garis kemiskinan.
Namun demikian, masih terdapat kondisi yang perlu diwaspadai sehubungan dengan kesenjangan sosial yang masih tinggi. Hal ini tercermin dari rasio gini yang masih relatif tinggi, bahkan dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Jawa dan Bali. Pertumbuhan ekonomi Banten yang relatif tinggi dengan tren yang meningkat belum dapat dinikmati seutuhnya oleh seluruh masyarakat Banten. Oleh karena itu, seyogyanya programprogram peningkatan kesempatan pendidikan baik formal maupun non formal dan pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan.
5.1. KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan Banten diperkirakan relatif stabil hingga periode laporan. Pada posisi Februari 2010, tercatat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Banten sebesar 64,04% dengan tingkat pengangguran sebesar 14,13% yang relatif membaik dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.
59 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten yang relatif pesat dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di wilayah Jawa-Bali sebesar 1,86% pada tahun 2009 menuju tahun 2010, jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Banten pun meningkat. Pada Februari 2010 tercatat jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Provinsi Banten mencapai 6,94 juta jiwa, bertumbuh sekitar 2,46% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan kondisi perekonomian Banten yang terindikasi terus meningkat, diperkirakan kondisi tersebut masih stabil hingga periode laporan dengan kecenderungan yang membaik, yang dipicu oleh membaiknya kinerja sektoral. Tabel V.1. Perkembangan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Provinsi Banten Menurut Kegiatan Uraian
Agust-08
1. Penduduk 15+ 2. Angkatan Kerja - Bekerja - Penganggur 3. Bukan Angkatan Kerja 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Feb-09
6.674.895,00 4.325.455,00 3.668.895,00 656.560,00 2.349.440,00 64,80 15,20
Agust-09
6.770.781,00 4.456.720,00 3.792.825,00 663.895,00 2.314.061,00 65,80 14,90
6.836.418,00 4.357.240,00 3.704.778,00 652.462,00 2.479.178,00 63,74 14,97
Feb-10 6.937.308,00 4.442.543,00 3.814.715,00 627.828,00 2.494.765,00 64,04 14,13
Sumber: BPS Provinsi Banten
2,00
16
1,80
14
%
1,60 1,40
DKI Jakarta
10
Jawa Barat
8 6
1,20
% yoy
12
1,00 0,80
Jawa Tengah
0,60
DIY
0,20
0,40 -
4
Jawa Timur
2
Banten
0 Februari
Agustus 2009
Februari
Bali
2010
2008
2009
2010
DKI Jakarta
0,90
0,84
Jawa Barat
1,46
1,43
1,40
Banten
1,90
1,88
1,86
0,78
Jawa Tengah
0,76
0,73
0,70
DIY
0,99
0,96
0,93
Jawa Timur
0,54
0,52
0,49
Bali
1,04
1,00
0,95
Grafik V.1 Perkembangan Tingkat
Grafik V.2 Perkembangan Pertumbuhan
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi
Jumlah Penduduk Provinsi Banten dan
Banten dan Provinsi Lainnya di wilayah
Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali
Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS, diolah
BPS
Berdasarkan sektor/lapangan pekerjaan utama, sektor perdagangan/rumah makan dan akomodasi serta sektor industri pengolahan masih mendominasi keseluruhan penyerapan tenaga kerja di Banten dengan pangsa mencapai 48,44% terhadap total penduduk bekerja di Banten. Kondisi yang patut diperhatikan adalah sektor pertanian yang 60 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar ketiga di Banten mengalami tren penurunan penyerapan tenaga kerja hingga tahun 2010. Perkembangan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi bentuk lain baik untuk pemukiman maupun pengusahaan sektor lain diperkirakan menjadi salah satu alasan menurunnya penyerapan tenaga kerja sektor tersebut. Pemerintah daerah di wilayah Banten diharapkan dapat mengatur secara lebih baik mengenai alih fungsi lahan lebih diperhatikan dan diatur, agar lahan-lahan pertanian tidak seluruhnya diubah menjadi bangunan-bangunan khususnya untuk keperluan pembangunan perumahan atau usaha non pertanian sehingga sektor pertanian yang strategis dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar dapat lebih dikedepankan. Selain itu, perlu juga koordinasi yang lebih baik dalam pembuatan peraturan daerah terkait hal tersebut antara pemerintah pusat, provinsi dan
kota/kabupaten,
sehingga
tidak
terjadi
tumpang
tindih
kebijakan
di
tataran
perizinan/operasional.
Tabel V.2. Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 2008 Agustus 813.003 705.831 170.628 979.925 348.296 613.795 37.507
Sektor Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Listrik dan pertambangan
2009 Februari Agustus 776.419 745.268 798.998 843.718 158.994 162.550 1.021.531 969.287 350.603 327.001 645.874 614.479 40.406 42.475
2010 Februari 717.535 863.269 153.951 984.513 354.764 707.542 33.231
Sumber: BPS Provinsi Banten
Keuangan dan Jasa Perusahaan 18,55%
Listrik dan pertambanga n 0,87% Pertanian 18,81%
Transportasi 9,30% Industri 22,63%
Perdagangan 25,81%
Konstruksi 4,04%
Grafik V.3. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Banten per Sektor Ekonomi Februari 2010 Sumber: BPS Provinsi Banten
Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah masalah penyediaan kualitas pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan penyedia lapangan kerja, dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran Banten yang relatif masih lebih tinggi dibandingkan dengan 61 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
provinsi-provinsi tetangganya. Berdasarkan data Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, angka partisipasi sekolah penduduk Banten usia 16-18 tahun yaitu sebesar 49,96% pada tahun 2009 relatif rendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah tetangganya di Jawa dan Bali. Fenomena ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Banten masih berada pada level yang relatif rendah, sehingga tenaga-tenaga kerja yang terserap khususnya oleh sektor industri sebagian besar bukan merupakan tenaga kerja terdidik/ahli. Untuk mengatasi gap/kesenjangan antara kualifikasi perusahaan dengan kondisi tenaga kerja di Banten, diperlukan koordinasi antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan menengah dan tinggi, kontribusi swasta maupun LSM terkait untuk membentuk suatu program yang terintegrasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Banten sesuai dengan kualifikasi kebutuhan penyedia lapangan kerja. 120 100
DKI Jakarta
80
Jawa Barat %
60
Banten Jawa Tengah
40
DIY
20
Jawa Timur 0 7 - 12
13 - 15
16 - 18
Bali
2009
Grafik V.4. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali Tahun 2009 Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 – BPS
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya dicerminkan oleh persentase jumlah penduduk miskin diperkirakan stabil dengan kecenderungan membaik pada periode laporan. Pada posisi Februari 2010 persentase jumlah penduduk miskin di Banten adalah sebesar 7,16% lebih rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi tetangganya di wilayah Jawa – Bali kecuali DKI Jakarta dan Bali. Penetapan Upah Minimum Provinsi Banten dan rata-rata pendapatan buruh/pegawai yang relatif tinggi membantu menjaga pendapatan masyarakat Banten pada taraf yang cukup untuk mempertahankan standar hidupnya pada level di atas garis kemiskinan.
62 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
20
2500
18 2000
16
DKI Jakarta Jawa Barat
12 %
Jawa Tengah
10
DKI Jakarta Rp Ribu
14
1500
Jawa Timur
6 4
Banten
2
Bali
Banten
1000
DI Yogyakarta
8
Jawa Barat
Jawa Tengah DIY
500
Jawa Timur 0 Februari
Agustus
Februari
Bali
0 2009
2009
2010
2010
Grafik V.6. Perkembangan Rata-rata
Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Banten
Pendapatan Buruh/Karyawan/Pegawai per
dan Provinsi Lainnya di wilayah Jawa –
Bulan Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya
Bali
di wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
BPS
Rp Ribu
Grafik V.5. Perkembangan Persentase
1.400
0,4
1.200
0,35
DKI Jakarta
1.000
Jabar 800
Jateng
600
DIY Jatim
400
Banten 200
Bali
-
0,3
DKI Jakarta
0,25
Jawa Barat Banten
0,2
Jawa Tengah 0,15
DIY
0,1
Jawa Timur Bali
0,05 0
2008
2009
2010
2007
2008
2009
Grafik V.7. Perkembangan Upah
Grafik V.8. Perkembangan Gini Ratio
Minimum Provinsi (UMP) Banten dan
Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya di
Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali
wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
BPS
Permasalahan
mendasar
yang
perlu
diperhatikan
adalah
kesenjangan
sosial
masyarakat yang masih relatif tinggi. Berdasarkan angka gini ratio1 Provinsi Banten pada tahun 2009 sebesar 0,37 yang merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta.
Indeks Pembangunan
Manusia Provinsi Banten pun masih relatif rendah sebesar 69,70 pada tahun 2009 sementara provinsi lainnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan lainnya di wilayah Pulau Jawa dan
1
Angka Gini Ratio yang semakin tinggi menunjukkan kondisi kesenjangan pendapatan antara lapisan penduduk yang semakin meningkat
63 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Bali telah mencapai level di atas 70. Fakta ini memperkuat saran pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan daya beli masyarakat Banten. Terkait dengan proses peningkatan daya beli masyarakat yang juga dipengaruhi oleh kondisi inflasi, penguatan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah di wilayah Banten sangat dibutuhkan, termasuk pula di daerah Banten Selatan seperti di daerah Pandeglang dan Lebak yang memiliki IPM relatif rendah dibandingkan kota/kabupaten lainnya (sebesar 66,74 untuk daerah Lebak dan 67,39 untuk daerah Pandeglang pada tahun 2007). Pembentukan TPID Kabupaten Pandeglang yang telah disahkan melalui SK Bupati No. 900/Kep.163-Huk/2010 pada tanggal 31 Mei 2010 perihal Pembentukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat membantu proses stabilisasi harga di wilayah tersebut.
64 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Banten pada Triwulan IV 2010 diprakirakan akan bertumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada kisaran 6,25% - 6,30% (yoy). Kondisi perekonomian dunia dan nasional hingga saat ini yang terindikasi masih terus membaik hingga akhir tahun 2010 dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Banten dengan perbaikan kinerja pada sisi sektoral dan sisi pengeluaran. Dampaknya secara simultan diprakirakan akan mendorong peningkatan perekonomian Banten di masa mendatang. Realisasi belanja khususnya belanja modal pemerintah daerah yang tinggi diharapkan dapat memberikan dorongan yang lebih baik terhadap pembangunan perekonomian.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian, inflasi Banten pada Triwulan IV 2010 pun diproyeksikan meningkat pada kisaran 5,23% (yoy) baik tekanan dari sisi supply maupun
demand.
Meningkatnya
permintaan
masyarakat
merupakan
imbas
dari
meningkatnya konsumsi baik karena membaiknya perekonomian dan tingkat penghasilan maupun dari meningkatnya ekspektasi harga pada saat menjelang hari raya keagamaan. Sementara itu dari sisi supply, kenaikan Tarif Dasar Listrik dan menurunnya pasokan berbagai komoditas khususnya yang tergolong volatile foods dengan adanya gangguan cuaca dan terjadinya bencana alam di berbagai daerah diperkirakan menjadi sumber potensi kenaikan inflasi pada periode mendatang. Di sisi lain, tren penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010 diharapkan membantu menahan potensi peningkatan inflasi yang bersumber dari eksternal. Pada sisi ekspektasi terhadap harga, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekspektasi pelaku usaha cenderung masih berada pada koridor sasaran inflasi nasional sebesar 5%-6% (yoy) yang mengindikasikan bahwa kebijakan Inflation Targetting Framework (ITF) Bank Indonesia tetap sesuai target yang ditetapkan pada awal tahun 2010.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 6.1.1. Sisi Permintaan/Pengeluaran Kondisi perekonomian dunia yang diprediksi terus membaik hingga akhir tahun 2010 dan
perekonomian
diprakirakan
akan
nasional
yang
mendukung
stabil
kinerja
dengan
kecenderungan
perekonomian
Banten
meningkat
pada
triwulan
mendatang. Berdasarkan World Economic Outlook yang diterbitkan oleh International Monetary Fund, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 dapat mencapai 65 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
4,8% (yoy), sementara negara-negara di kawasan ASEAN dapat bertumbuh lebih tinggi pada level 6,6% (yoy). Sementara itu, Bank Indonesia dalam sambutan Gubernur Bank Indonesia pada acara Indonesia Investment Forum yakin bahwa prospek perekonomian Indonesia di masa mendatang akan berada pada kondisi yang baik. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 dapat mencapai kisaran level 5,5% - 6,0% (yoy) dan terus meningkat menuju tahun 2011 sebesar 6,0% - 6,5% (yoy). Hutang luar negeri Indonesia baik publik maupun swasta masih dalam kondisi yang stabil dengan total USD 186,9 miliar. Tabel VI.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Negara Maju dan ASEAN Area
2009
Dunia USA Eropa Jepang UK Canada Negara Maju Lainnya ASEAN
-0,6 -2,6 -4,1 -5,2 -4,9 -2,5 -1,2 1,7
Proyeksi 2010 2011 4,8 4,3 2,6 2,3 1,7 1,5 2,8 1,5 1,7 2,0 3,1 2,7 5,4 3,7 6,6 5,4
Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund
Konsumsi diprakirakan tumbuh kuat dengan tendensi yang meningkat hingga penghujung tahun 2010. Kondisi perekonomian yang terus membaik dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2010 pada kisaran 6% (yoy) diharapkan dapat mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat pada level yang stabil. Hal ini didukung pula dengan kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil pada level yang rendah. Sementara itu di pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten relatif terus tinggi di atas level 100, yang mengindikasikan adanya penguatan daya beli dan konsumsi masyarakat pedesaan. Tabel VI.2. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Banten NTP per Sub Sektor Pangan Hortikultura Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan NTP
2009 Tw III Tw IV 92,94 95,8 105,9 104,79 106,27 104,53 108,61 107,41 98,64 96,78 98,77 99,67
Tw I 98,29 102,57 102,41 105,32 96,21 100,11
2010 Tw II Tw III Oktober 100,06 100,81 100,87 103,25 108,73 107,37 104,15 102,16 101,86 103,93 107,24 106,68 96,21 98,38 97,60 101,18 103,09 102,70
Sumber: BPS Provinsi Banten
66 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
160,0
180,0 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 -
140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910 2008
2009
2008
2010
2009
2010
Ekspektasi Ekonomi 6 Bulan yang Akan Datang
Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik VI.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik VI.2. Indeks Ekspektasi Ekonomi 6
Wilayah Banten
Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Indikator Survei Konsumen juga mengkonfirmasi perkiraan tetap kuatnya konsumsi pada triwulan mendatang. Ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan terliha semakin optimis, seperti juga keyakinan terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan yang terus meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh Indeks ekspektasi konsumen yang menunjukkan tren peningkatan dan menjadi suatu cerminan optimisme terhadap tingkat konsumsi swasta mendatang. Beban pinjaman terhadap pendapatan yang diprakirakan akan menurun juga menjadi indikasi lain meningkatnya konsumsi di masa datang. Peningkatan pendapatan di masa datang seiring dengan rencana peningkatan upah minimum provinsi maupun dari perkiraan peningkatan penyerapan tenaga kerja (dari Indeks ekspektasi terhadap penghasilan dan kondisi ketenagakerjaan) menjadi indikasi lain yang memperkuat
Saldo Bersih
perkiraan peningkatan konsumsi tersebut. 160,0
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910
2010 Perkiraan Beban Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6 Bulan yang Akan Datang
2008
2009
2010
Ekspektasi ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan yang Akan Datang Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang Akan Datang
Grafik VI. 3. Indeks Perkiraan Beban
Grafik VI. 4. Indeks Ekspektasi Ketersediaan
Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6
Kerja dan Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan
Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten
yang Akan Datang Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Investasi diperkirakan stabil dengan tren meningkat pada Triwulan IV 2010. Tingkat investasi Banten pada Triwulan IV 2010 yang diperkirakan meningkat didukung oleh penawaran 67 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
saham perdana PT. Krakatau Steel pada November 2010 ditambah dengan adanya aliran investasi asing dengan dimulainya proyek pembangunan pabrik baja patungan antara PT. Krakatau Steel dengan Pohang Iron and Steel Company (Posco) yang total investasi awal sekitar USD 3 miliar.
Investasi di subsektor industri alas kaki pun diperkirakan akan meningkat. Dari hasil liaison terhadap produsen terbesar alas kaki di Banten memperkirakan realisasi investasi pada tahun 2011 bahkan hingga tahun 2012 akan terus meningkat seiring tingginya permintaan produk alas kaki berlisensi dari pemegang merek di Eropa dan USA. Sementara itu proses perizinan di Indonesia yang dinilai para calon investor dari Hongkong, Taiwan, Korea Selatan yang lebih mudah serta peraturan yang saat ini relatif cukup kondusif meningkatkan potensi peningkatan investasi pada subsektor tersebut di triwulan mendatang. Kondisi ini didukung oleh tingginya permintaan ekspor produk tersebut dari negara tujuan utama seperti USA. Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten sepanjang Semester I 2010 mencapai USD 763,56 juta dan sebesar USD 287,74 juta sepanjang bulan Juli – Agustus 2010.
Terkait dengan hal tersebut, hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah adalah masalah dukungan iklim investasi yang memadai. Penyediaan infrastruktur yang memadai seperti pembangunan dan pemeliharaan ruas jalan nasional, provinsi maupun kota yang menjadi prasarana utama pendukung gairah investasi, pelabuhan internasional yang terintegrasi dan efisien, penyediaan tenaga listrik yang memadai, pemberantasan pungutan-pungutan liar, pelayanan izin investasi yang cepat sesuai prosedur dan penelaahan terhadap peraturan-peraturan daerah yang dapat mendorong minat calon investor dengan tetap memperhatikan road map pembangunan jangka panjang di Banten khususnya terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri, bangunan dan sektor lainnya.
Realisasi konsumsi/belanja pemerintah daerah pada akhir tahun 2010 diperkirakan akan mendekati target yang diperkirakan didorong terutama oleh realisasi belanja modal. Hingga akhir Triwulan III 2010 realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Banten diperkirakan dapat mencapai dari pagu anggarannya di tahun 2010 (nilai pagu anggaran belanja pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2010 adalah Rp 2,51 triliun yang diperkirakan dapat meningkat dengan adanya APBD perubahan). Pencapaian yang cukup baik hingga akhir Triwulan III 2010 terindikasi didorong oleh realisasi belanja modal yang tinggi mencapai sekitar 83% dari pagunya di tahun 2010 dengan nilai pagu Rp 716,6 miliar. Berdasarkan prognosis APBD tahun 2010, realisasi belanja modal pemerintah daerah dapat mencapai 99,43% dari 68 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
target belanja, dan realisasi belanja daerah keseluruhan diharapkan minimal mencapai 99,70% dari anggaran belanja tahun 2010. Tabel VI.3. Persentase Realisasi dan Target Belanja APBD Provinsi Banten Tahun 2010 Uraian Persentase
Realisasi
s.d. Tw I ‘10 Belanja
APBD
Provinsi Banten (%)
s.d Tw II
s.d Tw III
s.d. Tw IV
‘10
‘10*
‘10*
35,37
67,54
99,70
11,70
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Provinsi Banten serta Biro Administrasi dan Pembangunan Provinsi Banten (persentase Tw II* merupakan perkiraan dan Tw IV ’10 merupakan target realisasi berdasarkan prognosis APBD Provinsi Banten 2010)
Proyeksi terhadap kondisi perdagangan dunia pada tahun 2010 yang kuat, diprakirakan dapat membentuk ekspektasi pelaku usaha yang kemudian mendorong kinerja ekspor dan impor Banten. IMF dalam World Economic Outlook 2010 memprakirakan bahwa volume perdagangan dunia akan meningkat pesat hingga akhir tahun 2010 setelah melambat cukup signifikan pada tahun 2009. Tren peningkatan tersebut dapat memberikan dorongan positif terhadap kinerja perdagangan internasional Banten. Dari sektor industri pengolahan, sumber peningkatan diprakirakan terutama berasal dari sub sektor industri baja, kimia dan alas kaki. Berdasarkan informasi dari World Steel Association, permintaan baja dunia sepanjang tahun 2010 dapat meningkat sekitar 11% selaras dengan pemulihan ekonomi global. Begitu pula dengan permintaan baja di ASEAN yang diperkirakan meningkat sebesar 12% dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun 2010, dan sebesar 8% pada tahun 2011 dengan tren harga yang juga meningkat. Berdasarkan liaison prakiraan meningkatnya kinerja subsektor industri alas kaki khususnya di wilayah Tangerang dengan orientasi ekspor yang tinggi juga akan mendorong peningkatan kinerja ekspor Banten pada periode mendatang. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan kebutuhan bahan baku, penolong dan barang modal yang selama ini berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, banyak diperoleh dari impor. Tabel VI.4. Proyeksi Volume Perdagangan Dunia Items World Trade Volume Imports Advanced Economies Emerging and Developing Economies Exports Advanced Economies Emerging and Developing Economies
2008
2009
2010
2011
2,9
-11,0
11,4
7,0
0,4
-12,7
10,1
5,2
9,0
-8,2
14,3
9,9
1,9
-12,4
11,0
6,0
4,6
-7,8
11,9
9,1
Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund
69 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
6.1.2. Sisi Penawaran/Sektoral Ekspektasi positif dari para pelaku usaha di berbagai sektor dan permintaan domestik maupun internasional yang tinggi diprakirakan akan memberikan dampak positif pada kinerja sektoral perekonomian Banten pada triwulan mendatang. Tendensi bisnis nasional dan Banten yang cenderung menguat hingga triwulan laporan, diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan mendatang. Sektor industri pengolahan sebagai sektor utama di Banten diperkirakan bertumbuh tinggi hingga triwulan mendatang dan menjadi penopang kuat pertumbuhan ekonomi Banten mendatang. Sementara itu sektor pertanian diperkirakan relatif melambat dengan perkiraan masuknya musim tanam pada Triwulan IV 2010, begitu pula dengan sektor pertambangan, sektor keuangan dan jasa. Tabel VI.5. Pertumbuhan Ekonomi Banten per Sektor Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
2009 Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2010 Tw III*
Tw IV**
3,91
3,45
5,21
5,87
5,89
5,10 - 5,15
11,37 1,64 4,56 8,73 7,22 10,02
5,78 1,95 5,52 3,54 7,99 11,16
6,26 2,06 12,67 5,87 8,23 11,82
8,93 2,49 11,07 6,97 8,43 11,98
8,56 2,60 12,39 7,39 9,70 12,17
8,24 - 8,29 2,74 - 2,78 11,95 - 12,05 6,90 - 6,95 9,72 - 9,77 12,35 - 12,42
11,93
9,57
8,08
7,60
6,99
7,00 - 7,15
5,42 4,64
5,08 4,82
6,22 5,48
6,70 5,80
5,11 6,13
6,85 - 6,90 6,25 - 6,30
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan prakiraan Bank Indonesia
6.1.2.1. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan dipoyeksikan bertumbuh meningkat pada kisaran level 2,74% - 2,78% (yoy) pada Triwulan IV 2010. Kinerja subsektor industri baja, kimia, kertas dan alas kaki di Banten sejak triwulan sebelumnya diperkirakan akan terus memberikan dampak positif terhadap perkembangannya hingga saat ini. Rencana merger PT. Chandra Asri dengan PT. Tri Polyta pada tahun 2011 telah memberikan dampak positif terhadap harga saham dan kapitalisasi pasar dari Barito Pacific Group. Sementara itu pada industri pakaian, menjelang akhir tahun 2010, kinerja industri pakaian jadi pun terlihat semakin membaik. Membaiknya perekonomian nasional mendorong peningkatan permintaan termasuk komoditas pakaian jadi, khususnya saat menjelang pertandingan persahabatan Indonesia dengan negara lain seperti Uruguay pada awal Oktober 2010 menyambut perayaan Natal 2010 dan Tahun Baru 2011. Pesanan pakaian jenis kaus, kemeja dan jeans meningkat cukup pesat, dan diperkirakan keuntungan yang diperoleh dapat meningkat lebih dari 50% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. 70 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Pada subsektor industri baja, PT. Krakatau Steel diperkirakan dapat meraih dana segar sekitar Rp 2,52 triliun hingga Rp 3,63 Triliun pada Initial Public Offering (IPO) sahamnya yang diselenggarakan pada awal bulan November 2010. PT. Krakatau Steel tercatat akan menjual sekitar 3,15 miliar lembar saham baru atau sekitar 20% dari modal disetor perusahaan dengan kisaran harga Rp 800 – Rp 1.150 per lembar saham. Diperkirakan saham dari perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para pemodal mengingat perseroan tersebut merupakan produsen dari 96% baja nasional sehingga memiliki pangsa pasar yang kuat dengan tren pendapatan yang baik. Tercatat pendapatan PT. Krakatau Steel meningkat dari sebesar Rp 7,8 triliun pada Semester I 2009 menjadi sebesar Rp 9 triliun, walaupun mengalami sedikit penurunan laba bersih. Di samping itu, dari hasil IP tersebut akan langsung digunakan untuk meningkatkan kapasitas utilisasinya sejak Triwulan IV 2010 hingga tahun berikutnya.
Tingkat konsumsi masyarakat yang diproyeksikan tetap kuat pada triwulan mendatang, diprakirakan akan mendorong kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, peningkatan kinerja investasi, ekspor-impor maupun percepatan realisasi belanja pemerintah diprakirakan akan memberikan dampak positif terutama terhadap peningkatan kinerja sektor industri pengolahan; sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan. Kondisi tersebut perlu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dan pusat melalui perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur agar tercipta sinergitas pembangunan secara berkelanjutan. 6.1.2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan bertumbuh meningkat secara moderat pada triwulan mendatang sebesar 9,72%-9,77%. Meningkatnya perkiraan konsumsi pada Triwulan IV 2010 diprediksi dapat memberikan dorongan positif terhadap kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu tetap kuatnya daya beli masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan karena adanya peningkatan produksi padi akibat adanya curah hujan yang cukup dan luas tanam yang meningkat diprediksi dapat mendorong tingkat konsumsi dan meningkatkan kinerja sektor ini. Peningkatan kinerja sektor perdagangan diperkirakan distimuli pula oleh lebih meningkatnya transakasi ekonomi karena adanya perayaan keagamaan Idul Adha, Natal dan Tahun baru 2011 dan ekspektasi meningkatnya umpah minimum regional sertatren laju pertumbuhan kredit konsumsi yang bertumbuh kuat..
71 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Rp Triliun
25 24 24 23 23 22 22 21 21 20 20 19
16 15,5 15 14,5 14
%
13,5 13 12,5 12 1
2
3
4
5
6
7
8
2010 Nominal Kredit Konsumsi Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi
Grafik VI.5. Perkembangan Nominal dan Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
6.1.2.3. Sektor Pertanian Pada Triwulan IV 2010 pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan sedikit tertahan pada kisaran 5,10% - 5,15% (yoy). Berakhirnya musim panen raya padi dan masuknya musim tanam pada Triwulan IV 2010 diperkirakan akan menahan laju pertumbuhan sektor pertanian pada periode tersebut. Diperkirakan pada akhir tahun 2010 pertumbuhan sektor pertanian Banten dapat berada pada kisaran 5,50% - 5,55% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 4,31% (yoy).
Perkiraan tingginya curah hujan pada bulan Oktober-November 2010 mendorong para petani di Kabupaten Lebak sebagai salah satu sentra produksi padi Banten telah mulai mempersiapkan lahan dan melakukan penanaman sejak awal Oktober 2010. Diperkirakan musim panen padi dapat berlangsung pada bulan Desember 2010.
Tingginya perkiraan pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya didasarkan salah satunya pada perkiraan panen padi Kabupaten Lebak dengan target sebesar 442.454 ton Gabah Kering Panen (GKP) padi sawah dan 24.414 ton GKP. Dari target tersebut, hingga September 2010 telah tercapai sebanyak 528.868 ton GKP atau telah terjadi surplus sekitar 13,28%. Peningkatan produksi padi di kabupaten tersebut terjadi karena adanya program ketahanan pangan, seperti bantuan alat-alat pertanian, perbaikan sarana irigasi, bantuan benih unggul dan pembinaan/pelatihan melalui sekolah lapang terpadu. Selain itu, pasokan pupuk relatif stabil dan terdapat bantuan peningkatan permodalan yang disalurkan melalui gapoktan. Pada tahun 2009, produksi padi Kabupaten Lebak juga mengalami surplus dengan produksi sebesar 518.299 dengan target tahun 2009 sebesar 449.950 ton.
72 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Pandeglang, produksi Gabah Kering Giling Kabupaten Pandeglang pada tahun 2009 sebesar 645 ribu ton, dan pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Pandeglang menargetkan produksi 677.250 ton GKG, dan hingga Agustus 2010 telah terealisasi sekitar 90%.
Tabel VI.6. ARAM III Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Provinsi Banten No.
Komoditas
Tahun 2007
2008
2009
2010
1.
Padi
1.816.146 1.818.166 1.849.008 2.048.152
2.
Jagung
20.723
20.169
27.083
29.410
3.
Kedelai
2.620
6.452
15.887
12.806
4.
Kacang Hijau*
2.343
1.908
1.911
1.384
5.
Ubi Kayu*
117.549
115.591
105.622
93.783
6.
Ubi Jalar*
33.693
33.792
34.550
37.073
Sumber: BPS Provinsi Banten (* merupakan perkiraan Distanak Banten)
Tabel VI.7. Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 No.
Daerah
Awal Musim Sifat Hujan Hujan Antara Sep I – Sep III AN
1. Pandeglang bagian barat 2. Pandeglang bagian utara, Serang Sep II – Okt I bagian Selatan 3. Lebak bagian barat, Pandeglang Sep II – Okt I bagian timur 4. Serang bagian utara, Tengerang bagian utara, DKI Jakarta bagian Nov I – Nov III utara, Bekasi bagian utara 5. Serang bagian tenggara, Tangerang Sep III - Okt II bagian selatan
Luas Sawah Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha) 1.652,54 29.475,78
N
1.196,28
15.942,15
AN
2.039,35
22.758,85
AN
12.551,28
63.830,01
N
5.018,01
30.993,61
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
6.2. INFLASI Inflasi tahunan Banten diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan baik dari sisi demand maupun supply, namun masih pada koridor target inflasi nasional pada kisaran level 5,23% (yoy). Peningkatan administered price berupa kenaikan tarif listrik dan puskesmas pada , Provinsi Banten diperkirakan berimbas cukup signifikan baik pada kelompok perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar maupun kelompok lainnya seperti sandang. Sementara itu kondisi cuaca yang kurang stabil, menyebabkan barang-barang dalam kategori volatile foods mengalami fluktuasi harga yang cukup kuat terutama pada komoditas yang bersifat mudah rusak (perishable) pada sub kelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan yang 73 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
dipasok dari luar Banten. Dari sisi eksternal, relatif terjaganya nilai tukar Rupiah terhadap USD diperkirakan mampu menahan gejolak inflasi baik dari ekspektasi masyarakat maupun inflasi barang-barang impor. Tabel VI.8. Perkiraan Inflasi Banten Tahun 2010 Inflasi % y-o-y
2010 Tw I 3,16
Tw II 4,44
Tw III 4,59
Tw IV* 5,23
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan proyeksi Bank Indonesia
Perkiraan konsumsi yang terus menguat dan adanya gangguan cuaca dan kondisi terjadinya bencana alam
di beberapa daerah diperkirakan dapat menimbulkan
tekanan terhadap inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Tetap tingginya perkiraan konsumsi masyarakat pada Triwulan IV 2010 tersebut didorong oleh membaiknya perekonomian, peningkatan pendapatan melalui pemberian bonus akhir tahun dan dukungan kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil rendah. Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga Mingguan di Kota Serang, hingga pertengahan Oktober 2010 sub kelompok daging-dagingan cenderung mengalami penurunan harga, sementara harga sub kelompok sayur-sayuran cenderung meningkat. Sub kelompok bumbu-bumbuan komoditas cabe merah cenderung mengalami penurunan harga sekitar 19% (mtm) dengan kondisi telah mulai memasuki masa panen dan diperkirakan akan mengalami panen puncak pada November 2010, sementara itu bawang merah cenderung mengalami peningkatan harga sekitar 36% (mtm) karena adanya curah hujan yang tinggi. Bencana alam yang menimpa beberapa daerah di Indonesia seperti yang terjadi di Pulau Jawa dengan meletusnya gunung berapi diperkirakan dapat berpotensi terhadap tekanan inflasi dengan adanya gangguan pasokan dan distribusi dari daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang merupakan beberapa daerah penyangga bahan pangan Banten.
Di sisi lain, tekanan eksternal dan ekspektasi masyarakat diperkirakan masih relatif terjaga. Tekanan inflasi barang impor pada Triwulan IV 2010 diperkirakan masih relatif stabil yang didukung oleh terus menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD, dan stabilnya rata-rata harga barang impor. Namun demikian, kecenderungan kenaikan harga minyak dunia perlu diwaspadai dapat menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha diperoleh indikasi bahwa secara umum pelaku usaha masih berekspektasi tingkat inflasi Banten akan berada pada kisaran level 5% - 6% (yoy). Hal ini cukup menggembirakan, karena Inflation Targetting Framework yang diterapkan Bank Indonesia cukup berhasil mengarahkan ekspektasi masyarakat pada target inflasi tahunan yang diharapkan. 74 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan III 2010
3,00
USD/Kg
2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2007
2008
2009
2010
Rata-rata Harga Barang Impor
Grafik VI. 6. Perkembangan Rata-rata Harga
Grafik VI. 7. Perkembangan Nilai Tukar
Impor Banten
Rupiah terhadap USD
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
diatas 15 persen
160
2 persen 4 persen
140 120
8 persen 5 persen
7 persen
USD/barrel
10 persen
100 80 60
oil Price
40 20 Jul-2010
Okt-2010
Jan-2010
Apr-2010
Jul-2009
Okt-2009
Jan-2009
Apr-2009
Jul-2008
Okt-2008
Jan-2008
0 Apr-2008
6 persen
Grafik VI.8. Ekspektasi Inflasi Pelaku Usaha
Grafik VI. 9. Perkembangan Harga Minyak
di Banten
Dunia
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Sumber: US Energy Information Administration
Indonesia
75 Kajian Ekonomi Regional Banten