Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Triwulan IV 2011
KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam karena dengan rahmat serta ridha-Nya penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Banten Triwulan IV 2011 dapat dipublikasikan. Buku Kajian Ekonomi Regional ini merupakan sebuah kajian komprehensif yang diterbitkan secara triwulanan yang berisi analisis, data dan informasi mengenai kondisi terkini perekonomian Banten maupun prospeknya di masa mendatang. Buku Kajian Ekonomi Regional ini mencakup kajian mengenai perkembangan makroekonomi regional Banten saat ini; perkembangan inflasi; perbankan dan sistem pembayaran; perkembangan keuangan daerah; perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan serta prospek perekonomian ke depan. Berdasarkan hasil asesmen pada triwulan IV 2011, perkembangan kinerja perekonomian Banten mengalami perlambatan meskipun tetap terjaga dalam level yang relatif cukup tinggi, yaitu dari sebesar 6,10% menjadi 5,11%. Namun demikian, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2011 mencapai angka 6,43%. Di sisi lain, perkembangan inflasi Banten masih terjaga pada level yang stabil rendah hingga akhir triwulan laporan yang didorong oleh semakin membaiknya kondisi pasokan
volatile foods dan masih terjaganya harga-harga yang ditetapkan oleh pemerintah dengan ditundanya kebijakan pengaturan BBM bersubsidi hingga triwulan laporan. Pada akhir triwulan IV 2011 inflasi Banten tercatat sebesar 3,45% (yoy). Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua pihak baik Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Pemerintah Daerah Provinsi di Banten,perusahaan/asosiasi di Provinsi Banten serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Kiranya kajian ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pengembangan perekonomian Provinsi Banten. Serang, 8 Februari 2012 TTD Andang Setyobudi Pemimpin
i Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
ii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif Halaman
v
Tabel Indikator Ekonomi Banten Bab I Perkembangan Makro Ekonomi Regional Sisi Permintaan Sisi Penawaran Boks 1. Upaya Meluruskan Benang Kusut Klaster Industri Petrokimia di Banten
Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman
viii 1 2 15 27
Bab II Perkembangan Inflasi Daerah Perkembangan Inflasi Banten Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Boks 2. Pemetaan Struktur Pasar dan Pola Distribusi Komoditas Strategis Penyumbang Banten 2011
Halaman Halaman Halaman Halaman
33 34 36 37
Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Perkembangan Intermediasi Bank Umum Perkembangan Intermediasi Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Perkembangan Sistem Pembayaran Boks 3. Penelitian Komoditas Produk Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM di Wilayah Banten Tahun 2011
Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman Halaman
41 41 62 63 64 65
Bab IV Keuangan Daerah Halaman Pendapatan Daerah Halaman Belanja Daerah Halaman
69 70 72
Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Halaman Ketenagakerjaan Halaman Kesejahteraan Masyarakat Halaman
75 75 76
Kajian Ekonomi Regional Banten
iii
Triwulan IV 2011
Bab VI Prospek Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Boks 4. Upaya KBI Serang dalam Mendorong Sektor Riil dan UMKM di Provinsi Banten
Halaman Halaman Halaman Halaman
79 79 84 85
Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian dan Survei Kantor Bank Indonesia Serang Jl. Yusuf Martadilaga No. 12 Serang – Banten Ph : 0254 – 223788 Fax : 0254 – 223875 email :
[email protected],
[email protected] atau
[email protected] Website : www.bi.go.id
iv
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kinerja perekonomian Banten pada Triwulan IV 2011 kembali mengalami perlambatan meskipun tetap terjaga dalam level yang relatif cukup tinggi, yaitu dari sebesar 6,10% (yoy) menjadi 5,11% (yoy). Namun demikian, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2011 mencapai angka 6,43% atau masih lebih baik dibandingkan dengan angka tahun 2010 sebesar 6,08%. Pada sisi permintaan, melambatnya kinerja ekspor komoditi utama Banten akibat belum pulihnya kondisi beberapa mitra dagang utama Banten dan melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah sebagai akibat belum optimalnya penyerapan anggaran pemerintah daerah di Wilayah Banten pada triwulan IV 2011 menjadi faktor utama menurunnya angka pertumbuhan ekonomi. Namun, tetap tingginya konsumsi domestik dan investasi mampu menopang angka pertumbuhan ekonomi di atas level 5%. Dari sisi sektoral, penurunan perlambatan ekonomi terjadi pada sektor industri, pertanian, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan persewaan dan jasa perusahaan. Menurunnya kinerja sektor utama terutama sektor industri sebagai dampak krisis global lanjutan berdampak menurunnya kinerja pada beberapa sektor lainnya di Banten. Sementara itu, secara tahunan (dari tahun 2010 ke 2011), hanya terdapat 2 sektor ekonomi yang mengalami penurunan sekaligus mengalami pertumbuhan ekonomi terendah sepanjang tahun 2011, yaitu sektor pertanian dan sektor LGA, sedangkan lainnya terutama sektor dominan Banten masih mengalami angka pertumbuhan ekonomi yang membaik. Inflasi Banten tetap terjaga di bawah inflasi nasional dan menunjukkan penurunan pada akhir triwulan IV 2011, kondisi inflasi Banten pada level yang rendah dan stabil tersebut disebabkan oleh relatif stabilnya harga komoditas bahan makanan (volatile foods) dan komoditas yang ditetapkan oleh pemerintah (administered prices). Inflasi Banten sebesar 3,45% (yoy ) pada akhir triwulan IV 2011 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,79% (yoy), merupakan level terendah sepanjang tahun 2011. Membaiknya kondisi cuaca dan iklim pada tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya menjadi pendorong membaiknya kondisi pasokan bahan makanan yang harganya relatif bergejolak pada triwulan IV 2011. Selain itu, ditundanya pemberlakuan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi oleh v Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Kegiatan intermediasi perbankan khsusunya bank umum di Banten belum terlihat optimal seiring melambatnya kinerja sektor keuangan maupun perekonomian Banten, sementara transaksi non tunai dalam sistem pembayaran di Banten pun menunjukkan sedikit penurunan kinerja pada triwulan IV 2011. Kondisi tersebut tercermin dari menurunnya pertumbuhan kredit dan rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) bank umum. Namun demikian, risiko kredit bank umum mengalami penurunan dari sebesar 2,53% pada triwulan III 2011 menjadi 1,9% pada triwulan laporan. Ekspansi kredit/pembiayaan BPR juga mengalami kinerja yang menurun. Sementara itu, pada aspek sistem pembayaran, penggunaan sistem pembayaran non tunai sebagai sarana dalam penyelesaian transaksi usaha baik melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) maupun kliring cenderung menurun pada triwulan IV 2011. Pemerintah Provinsi Banten berhasil merealisasikan pendapatannya dari yang kebijakan ditargetkan pada tahun 2011. Sebaliknya, belanja daerah hanya mendekati target optimal karena belum terealisasinya beberapa pengeluaran pada belanja barang dan jasa serta belanja modal untuk alat berat, program pendidikan dan kesehatan. Besarnya anggaran pengeluaran menyebabkan terjadinya defisit APBD pada tahun 2011 sekitar Rp 145,91 miliar. Secara akumulasi, pencapaian tahun 2011 terlihat lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2010. Namun dilihat dari pertumbuhan tahunan (growth) realisasi belanja APBD secara triwulanan, pencapaian realisasi APBD triwulan IV 2011 sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan III 2011. Kondisi ketenagakerjaan masyarakat pada triwulan IV 2011 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten pada pertengahan triwulan III 2011 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Banten mencapai 67,79% dan Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar 13,06%. Angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan pada triwulan laporan karena didukung oleh adanya investasi baru dan perluasan usaha besar maupun UMKM di berbagai sektor ekonomi. Perekonomian Banten pada triwulan I 2012 diprakirakan mengalami peningkatan secara moderat pada kisaran level pertumbuhan 5,50% - 6,00% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV 2011. Tertahannya laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan bersumber dari masih berlanjutnya dampak lanjutan krisis yang menyelimuti Eropa dan Amerika Serikat yang berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekspor Banten. Kondisi ketidakpastian global terindikasi dari banyaknya perkiraan dari lembaga keuangan dunia yang menurunkan angka vi Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
proyeksi ekonomi global terutama negara-negara maju yang merupakan mitra dagang daerah Banten. Secara keseluruhan proyeksi pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2012 hanya akan mencapai kisaran 6,00% - 6,50%. Adapun penopang pertumbuhan ekonomi Banten pada level kisaran 6,00% adalah tetap tingginya konsumsi domestik dan investasi di wilayah Banten. Sementara itu pada aspek inflasi, seiring potensi tingginya curah hujan pada awal triwulan I 2012 berpotensi mendorong tekanan inflsi dari komponen volatile foods. Tingginya konsumsi swasta domestik dan harga komoditas seperti emas berpotensi meningkatkan komponen inflasi inti. Sementara itu, administered prices pada triwulan mendatang belum berpotensi meningkat karena belum ada rencana penetapan oleh pemerintah triwulan mendatang. Inflasi Banten Triwulan I 2012 diprakiraan akan berada pada kisaran 3,89% ± 1 % (yoy) dan secara keseluruhan 2012 akan mencapai kisaran 4,35% ± 1 %.
vii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Banten Indikator
II
2010*) III
2011**) IV
I
II
III
IV
Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (% yoy)
5,87
6,06
6,31
6,84
6,41
6,57
5,11
&
6,29 8,93
6,36 8,56
6,68 9,74
7,73 10,10
3,72 9,11
8,78 9,55
3,45 6,25
&
3,38 11,07 6,97 8,43
3,35 12,39 7,39 9,70
4,02 12,82 7,82 9,46
4,45 6,06 8,44 10,06
3,84 5,17 9,50 11,14
4,10 2,86 10,28 9,75
2,09 4,20 9,28 9,63
&
11,98
12,17
12,93
12,61
12,94
11,62
10,96
&
7,48
5,83
5,77
7,49
7,36
8,22
6,01
6,70
5,11
1,03
7,65
6,67
7,05
8,58
Konsumsi Rumah Tangga N.A. N.A. N.A. 5,71 6,14 6,77 Konsumsi Pemerintah N.A. N.A. N.A. 12,78 15,18 14,28 PMTB N.A. N.A. N.A. 6,23 8,26 9,76 Ekspor N.A. N.A. N.A. 7,01 8,76 9,44 Impor N.A. N.A. N.A. 6,63 11,11 12,57 Ekspor Nilai Ekspor Non Migas 1.918,23 1.854,87 2.254,44 2.205,90 2.461,16 2.485,91 (USD Juta) Volume Ekspor Non 885,68 924,56 1.211,03 987,42 957,48 991,35 Migas (ribu ton) Impor Nilai Impor Non Migas 3.449,96 3.929,74 4.713,29 4.585,15 5.063,46 5.257,99 (USD Juta) Volume Impor Non 2.621,74 2.714,68 3.475,36 2.940,59 3.464,32 3.450,04 Migas (ribu ton) Indeks Harga Konsumen Kota Cilegon 121,59 123,65 125,90 126,28 125,86 127,05 Kota Serang 124,97 126,89 129,85 129,33 129,42 132,10 Kota Tangerang 120,96 123,94 125,72 126,39 127,22 129,44 Provinsi Banten 121,59 124,31 126,31 126,78 127,35 129,50 Laju Inflasi Tahunan (% yoy) Kota Cilegon 4,64 4,43 6,12 5,52 3,51 2,75 Kota Serang 4,80 3,69 6,18 5,43 3,56 4,11 Kota Tangerang 4,34 4,79 6,08 5,86 5,18 4,44 Provinsi Banten 4,44 4,59 6,10 5,76 4,73 4,18 Keterangan: *) angka sementara (Sumber: BPS Provinsi Banten) **) angka sangat sementara (Sumber: BPS Provinsi Banten) ***) Data Ekspor Tw IV 2011 merupakan angka sementara, gabungan Oktober – November 2011 (Sumber: Bank Indonesia)
5,68 0,64 11,90 11,22 16,75
Berdasarkan Sektor: Pertanian Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel Restoran Pengangkutan Komunikasi Keuangan, Persewaan Jasa Usaha Jasa-jasa
Berdasarkan Permintaan
1.520,41 550,82 3.867,61 2.019,43 128,86 133,46 130,47 130,68 2,35 2,78 3,78 3,45
viii Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Banten Indikator
2010 I
2011 III
II
III
IV
II
IV
42,79
40,08
51,65
54,39
62,53
66,26
70,16
13,58 9,95 19,27 32,65
14,17 7,83 18,09 34,66
17,69 10,25 23,71 39,45
17,70 10,79 25,90 42,42
20,97 12,30 29,26 45,43
22,55 12,91 30,80 49,20
25,10 14,49 30,57 51,95
11,21 19,08 2,36 72,91
12,17 20,08 2,41 71,89
13,24 23,43 2,79 81,70
14,06 25,14 3,22 79,83
15,67 26,10 3,66 83,82
16,50 28,64 4,06 92,12
16,95 30,46 4,54 112,22
32,19 22,79 17,93 76,30 3,00
31,94 24,64 15,30 86,47 2,84
35,54 27,99 18,18 76,39 2,34
34,02 27,92 17,88 78,00 2,38
36,49 28,70 18,63 72,65 2,58
39,19 31,83 21,10 74,25 2,53
47,06 37,78 27,38 74,04 1,90
0,61
0,58
0,71
0,68
0,63
0,70
0,70
851
933
996
986
987
1.047
1.032
Rata-rata Harian Nominal 7,12 6,65 7,58 8,92 Transaksi Rata-rata Harian Volume 340 283 339 365 Transaksi Keterangan: *) angka sementara posisi Desember 2011 (Sumber: Bank Indonesia)
8,37
9,15
9,80
349
350
384
Perbankan Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) Tabungan Giro Deposito Kredit (Rp Triliun) – Berdasarkan Lokasi Bank Modal Kerja Konsumsi Investasi Kredit (Rp Triliun) – Berdasarkan Lokasi Proyek Modal Kerja Konsumsi Investasi Loan to Deposit Ratio (%) NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran Transaksi RTGS (Rp Triliun) Rata-rata Harian Nominal Transaksi Rata-rata Harian Volume Transaksi
Transaksi Kliring (Rp Triliun)
ix Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
x Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB I PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL
Setelah kembali membaik selama 2 tahun terakhir, dampak ekonomi global mulai kembali memperlambat pertumbuhan ekonomi Banten terutama sejak dua triwulan terakhir di tahun 2011. Setelah mencapai titik tertinggi pada triwulan I 2011, pertumbuhan ekonomi Banten mengalami trend perlambatan meskipun tetap terjaga dalam level yang relatif cukup tinggi, yaitu dari sebesar 6,10% menjadi 5,11%. Dari sisi pengeluaran, trend pelemahan ekspor Banten terjadi karena menurunnya permintaan luar negeri terhadap produk manufaktur utama dari Banten dan menurunnya realisasi pengeluaran konsumsi pemerintah dan lembaga swasta nirlaba. Secara sektoral, perlambatan ekonomi periode ini dibandingkan triwulan sebelumnya disebabkan terutama oleh melambatnya kinerja sektor-sektor utama di Banten. Pertumbuhan ekonomi Banten tersebut sepanjang 3 triwulan terakhir berada di bawah angka pertumbuhan ekonomi nasional.
%
9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
Rp Triliun 7,93 6,72 5,52
I
6,11
6,28
II
III
6,37
IV
6,10
I
II
2010
III
5,11
24,50 24,00 23,50 23,00 22,50 22,00 21,50 21,00 20,50 20,00 19,50
% 7,00 6,00 5,00 4,00
6,3 6,0
6,1 5,8
6,1 4,5
6,1
6,5 6,4
5,9 5,8
4,7
3,00 2,00 1,00 0,00
IV
2011
PDRB Banten ADH Konstan (Rp Triliun) Pertumbuhan Ekonomi Banten (Y-O-Y) ADH Konstan Pertumbuhan Ekonomi Nasional ADH Konstan
Pertumbuhan Ekonomi Banten Pertumbuhan Ekonomi nasional
Grafik I.1. Laju Pertumbuhan PDB Nasional
Grafik I.2. Pertumbuhan Ekonomi Banten 5
dan PDRB Banten Triwulanan (yoy)
Tahun Terakhir
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Secara tahunan, kinerja perekonomian Banten selama 2 tahun terakhir menunjukkan peningkatan karena didorong oleh konsumsi domestik yang tinggi dan peningkatan investasi dan kinerja ekspor sektor utama Banten. Selain itu, upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan pemerintah termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten turut memacu perbaikan kinerja tersebut. Secara-rata-rata selama 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Banten berada pada level 5,8% dan mendekati angka rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,9%.
1 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
I.1. SISI PERMINTAAN Melambatnya kinerja ekspor komoditi utama Banten akibat belum pulihnya kondisi beberapa mitra dagang utama Banten dan melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah sebagai akibat belum optimalnya penyerapan anggaran pemerintah daerah di Wilayah Banten pada triwulan IV 2011 menjadi faktor utama menurunnya angka pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan/pengeluaran. Namun, tetap tingginya konsumsi domestik dan investasi mampu menopang angka pertumbuhan ekonomi di atas level 5%. Faktor utama yang mendorong perlambatan ekonomi dari sisi pengeluaran Banten terlihat dari beberapa promt indikator ekspor seperti melambatnya ekspor luar negeri pada industri bahan kimia, tekstil, kayu dan gabus, besi baja, dan kertas. Selain itu, angka pertumbuhan ekspor tersebut lebih rendah dari angka pertumbuhan impor (kondisi net ekspor defisit semakin tinggi). Ditambah dengan belum optimalnya realisasi belanja terutama belanja modal dan belanja program satuan kerja tertentu yang memiliki anggaran relatif besar dibandingkan satuan kerja lainnya menyebabkan pertumbuhan angka komponen konsumsi pemerintah turut melambat. Membaiknya angka komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto dan realisasi penanaman modal asing di Wilayah Banten serta peningkatan pendapatan riil masyarakat Banten yang diiringi dengan angka inflasi perkotaan dan pedesaan di Banten relatif rendah, menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan IV 2011 tetap berada pada level 5,11%. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2011 mencapai angka 6,43% atau masih lebih baik dibandingkan dengan angka tahun 2010 sebesar 6,08%. Tabel I.1. PDRB Banten Triwulan II 2011 Menurut Penggunaan Komponen Pengeluaran (%, yoy) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa PDRB
I 5,50 5,62 -5,72 10,45 -13,48 14,31 21,90 5,52
2010 II III 5,63 5,72 7,95 10,86 -7,46 0,94 9,50 5,90 10,96 14,05 13,02 9,53 18,02 11,16 6,11 6,28
2010 IV 4,74 11,92 13,68 4,77 22,17 11,00 13,14 6,37
5,39 9,14 1,08 7,55 8,22 11,86 15,72 6,08
I 4,73 13,05 12,46 5,01 29,19 10,61 9,93 7,93
2011 II III 4,93 5,32 10,39 8,13 13,81 12,89 7,01 8,74 18,55 -8,71 12,23 12,24 15,28 16,84 6,72 6,10
2011 IV 5,68 6,13 0,64 11,90 -0,12 11,22 16,75 5,11
5,17 9,31 9,04 8,23 7,88 11,59 14,84 6,43
Sumber: BPS Provinsi Banten (** angka sangat sementara)
1.1.1. Konsumsi Perlambatan
pertumbuhan
ekonomi
dari
sisi
pengeluaran
dapat
tertahan
oleh
pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tetap meningkat. Hal tersebut didorong oleh stabilitas harga yang relatif lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya dan adanya 2 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
peningkatan pendapatan masyarakat di Banten. Menurunnya realisasi pengeluaran pemerintah kemungkinan disebabkan oleh belum optimalnya realisasi sejumlah proyek pembangunan terutama terkait belanja modal pengadaan alat-alat berat/konstruksi untuk infrastruktur, pembangunan kantor dan pusat pemerintahan atau belanja program lainnya. Meningkatnya Upah Minimum Provinsi Banten sekitar 4,68% pada tahun 2011 dan adanya ekspektasi rencana kenaikan upah minimum kota dan kabupaten pada kisaran yang jauh lebih besar dari tahun 2011 berpotensi mendorong konsumsi masyarakat pada periode laporan. Sementara itu, inflasi di wilayah perkotaan dan pedesaan relatif terus menurun hingga di bawah 4% secara tahunan. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) terus meningkat cukup tinggi seiring membaiknya inflasi di Banten. 16,00 14,00 12,00 10,00 % yoy
8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00
1234567891011 21234567891011 21234567891011 212345678910
-4,00
2008
2009
Dev iasi
2010
Nasional
2011
Banten
Grafik I.3. Perkembangan Inflasi Tahunan Banten dan Nasional
108
8
106
7
104
6
102
5
% yoy
Indeks
Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI
100 98
NTP Banten
4 3
96
2
94
1
92
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
90 678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 112 2008
2009
2010
2011
2010
2011 Inflasi Pedesaan
Grafik I.4. Nilai Tukar Petani di Banten
Grafik I.5. Inflasi Tahunan Pedesaan di
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Banten Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Kondisi ini turut mendorong peningkatan daya beli dan konsumsi petani bahkan sepanjang tahun 2011. Peningkatan konsumsi juga tercermin dari meningkatnya pendapatan rata-rata PDRB per kapita dan pengeluaran per kapita sebulan di Banten pada tahun 2011dibandingkan 3 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
tahun 2010. PDRB per kapita di Banten saat ini telah mencapai Rp 8,62 juta per tahun atau USD 991,67. Bahkan tingkat pengeluaran rata-rata perkapita total dan untuk kebutuhan makanan termasuk tertinggi kedua setelah DKI Jakarta di Wilayah Jawa, yaitu sebesar Rp 693.987 per kapita sebulan untuk pengeluaran total dan Rp 328.623 untuk pengeluaran/konsumsi makanan. Tabel I.2. Perkembangan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Banten dan Provinsi Lain di Kawasan Jawa (dalam Rupiah) Provinsi DKI Jakarta Banten Jabar Jatim DIY Jateng
2010 Total Makanan 1.024.214 398.782 644.138 296.896 487.681 255.210 411.477 214.964 553.967 244.004 393.831 203.968
2011* Total Makanan 1.355.688 457.669 693.987 328.623 608.708 297.590 486.426 245.743 625.043 276.323 463.907 229.775
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia – BPS RI
Tabel I.3. Perkembangan PDRB Per Kapita Banten PDRB Per Kapita ADH Konstan 2000 Nilai (Rp) Indeks Peningkatan (%) Nilai (USD)
2010 2011 8.326.232,38 8.624.655,80 3,49 3,58 925,36 991,67
Sumber: BPS Prov. Banten
Kondisi upah minimum tenaga kerja yang terus membaik saat ini dan hingga ekspektasi di tahun berikutnya turut berperan dalam peningkatan konsumsi masyarakat di Banten. Upah minimum kota/kabupaten 2011 berada pada kisaran antara Rp 1.007.500 di Kabupaten Lebak (terendah) dan Rp 1.250.000 di Kota Tangerang (tertinggi) dengan kenaikan dari tahun sebelumnya pada kisaran antara 4,26% (di Kota Cilegon) hingga 10,74% (di Kota Tangerang Selatan). Rencana tahun 2012, kenaikan UMK diperkirakan antara 3,45% hingga 22, 86%. Tabel I.4. Kota/Kabupaten Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Selatan Kota Serang Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Banten
2008 958.782 971.400 953.850 927.500 840.000 842.000 953.850 927.500 837.000
Data Per kemba ngan Upa h M inimum Kota /Prov insi di Bant en UMP/UMK (Rp/bulan) Growth 2009 Growth 2010 Growth 2011 Growth 2012 (% yoy) (% yoy) (% yoy) (% yoy) 2009 2010 2011 2012 *) 1.064.500 1.130.000 1.250.000 1.529.150 11,03 6,15 10,62 22,33 1.099.000 1.174.000 1.224.000 1.347.000 13,14 6,82 4,26 10,05 1.055.000 1.125.000 1.245.800 1.529.150 10,60 6,64 10,74 22,74 1.030.000 1.050.000 1.156.000 1.231.000 11,05 1,94 10,10 6,49 918.950 964.500 1.015.000 1.050.000 9,40 4,96 5,24 3,45 918.000 959.500 1.007.500 1.047.800 9,03 4,52 5,00 4,00 1.055.000 1.125.000 1.243.000 1.527.150 10,60 6,64 10,49 22,86 1.030.000 1.101.000 1.189.600 1.410.000 11,05 6,89 8,05 18,53 917.500 955.300 1.000.000 1.042.000 9,62 4,12 4,68 4,20
UMK 2012 : Berd asarkan SK Gubernur Banten No. 561/Kep.886-Huk/2011 tanggal 21 November 2011 tentang Penetapan UMK Se-Provinsi Banten 2012 UMP 2012 : SK Gubernur No. 561/Kep.828-Huk/20 11 tanggal 28 Oktober 20 11 *) Data Sementara
4 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Potensi kesenjangan ekonomi dapat semakin besar karena kenaikan UMK terbesar terutama diberlakukan di Wilayah Utara Banten, sedangkan di Wilayah Selatan (terutama Kabupaten Lebak dan Pandeglang) rencana kenaikannya di bawah angka 5%, sebagai akibat wilayahnya yang cenderung agraris. Sementara itu, untuk wilayah industri terlihat kenaikannya relatif tinggi. Di satu sisi dapat turut meningkatkan pendapatan/kesejahteraan tenaga kerja, di sisi yang lain akan menjadi beban biaya bagi perusahaan. Kenaikan tersebut tentunya dapat saja dipenuhi oleh perusahaan sepanjang tingkat produktivitas tenaga kerja di Wilayah Banten semakin meningkat. Apabila sebaliknya terjadi, dikhawatirkan akan kontraproduktif dengan iklim investasi di Banten yang saat ini sedang membaik dan didukung oleh kondisi makro ekonomi nasional dalam status investment grade pada tahun 2012. Status investment grade akan mendorong investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia termasuk Banten yang memiliki banyak potensi keunggulan karena beberapa kondisi tertentu/variabel ekonomi yang telah semakin baik. Koordinasi yang baik perlu terus dilakukan antara serikat pekerja, perusahaan/asosiasi perusahaan (APINDO), dewan pengupahan dan pemerintah dalam menentukan format pengupahan yang adil dan win-win solution bagi semua pihak. Transparansi perusahaan kepada karyawan dengan diawasi oleh sinas terkait akan memberikan efek positif bagi kestabilan perekonomian di Banten dan Indonesia pada umumnya. Peningkatan konsumsi terlihat juga dari berbagai indikator hasil Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia Serang, tercermin antara lain dari meningkatnya indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama (durable goods) seperti pembelian perumahan, kendaraan, dan alat elektronik kebutuhan rumah tangga serta indeks rata-rata pendapatan per bulan untuk pengeluaran kebutuhan rumah tangga dan pembayaran cicilan.
5 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
120,0
120
100,0
100
80,0 Indeks
80
60,0 40,0
60 40
20,0
20
0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008
2009
2010
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
1
2011
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2011
Grafik I.6. Indeks Ketepatan Waktu
Grafik I.7. Indeks Rata-rata Pendapatan per
Pembelian Barang Tahan Lama (Durable
Bulan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di
Goods) Banten
Banten.
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
140,0
160,0
120,0
140,0 120,0
100,0
100,0
80,0
80,0
60,0
60,0
40,0
40,0
20,0
20,0 0,0
0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008
2009
Indeks Keyakinan Konsumen
2010
2011
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008
2009
Indeks Kondisi Penghasilan Saat Ini
2010
2011
Indeks Kondisi Ketersediaan Lapangan Kerja
Grafik I.8. Indeks Keyakinan Konsumen dan
Grafik I.9. Indeks Kondisi Ketersediaan
Indeks Keyakinan terhadap Kondisi Ekonomi
Lapangan Kerja Saat Ini dan Indeks Kondisi
Saat Ini Banten
Penghasilan Saat Ini Banten
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Meningkatnya indeks keyakinan konsumen tercermin juga dari kenaikan angka indeks tersebut dari tahun 2010 yang berada dibawah angka 100 menjadi di atas 115 pada akhir tahun 2011. Bahkan angka indeks pada triwulan IV 2011 tersebut sedikit diatas periode triwulan III 2011. Yang cukup menggembirakan adalah indeks kondisi ketersediaan lapangan kerja yang telah menembus angka 100 yang berarti kepercayaan/keyakinan konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja dan membaiknya ekonomi/usaha pada saat ini terlihat semakin optimis. Pada komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan sebagai akibat belum optimalnya penyerapan belanja modal dan program yang dilakukan. Setidaknya, penyelenggaraan PILKADA Provinsi Banten pada tahun 2011 berpengaruh pada jalannya penyelesaian program pemerintah daerah. Rencana realisasi total belanja daerah Provinsi Banten pada triwulan IV 2011 sebesar Rp 4,05 triliun telah dapat direalisasikan sebesar Rp 3,9 6 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
triliun atau mencapai angka 96,38%. Belum optimalnya penyerapan lebih disebabkan oleh belum direalisasikannya sebagian belanja modal untuk pembelian alat-alat berat dan pembelian barang investasi pada program di Dinas Pendidikan dan Kesehatan. Tabel I.5. Perkembangan PDRB Per Kapita Banten Uraian APBD-Total Belanja Banten (Rp miliar) Realisasi Belanja APBD per Triwulan (Trw) % Realisasi Belanja per Trw Growth (yoy)
2011 2009 2010 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw IV* 2.366,62 2.366,62 2.525,07 2.525,07 2.511,27 2.511,27 2.511,27 2.981,77 3.485,30 3.485,30 3.485,30 4.047,76 136,57 720,43 755,27 808,55 293,86 594,40 669,41 1.289,67 338,15 618,70 1.189,16 1.755,39 5,77% 30,44% 29,91% 32,02% 11,70% 23,67% 26,66% 43,25% 9,70% 17,75% 34,12% 43,37% 115,18 -17,49 -11,37 59,50 15,07 4,09 77,64 36,11
Secara tahunan (yoy), pertumbuhan realisasi belanja triwulanan pada triwulan IV 2011 sebesar 36,11% masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan realisasi belanja pada triwulan III 2011. Pembangunan pusat pemerintahan di beberapa kota/kabupaten yang belum optimal juga menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan konsumsi pemeritah pada periode ini termasuk pengelolaan dana proyek dari pemerintah pusat atau provinsi kepada daerah di bawahnya. Tabel I.6. Perkembangan PDRB Per Kapita Banten Uraian APBD Banten Realisasi s.d. Triwulan Berjalan (Kumulatif) % Realisasi Pengeluaran (Kumulatif)
2009 2010 2011 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw IV* 2.366,62 2.366,62 2.525,07 2.525,07 2.511,27 2.511,27 2.511,27 2.981,77 3.485,30 3.485,30 3.485,30 4.047,76 136,57 857,00 1.612,27 2.420,82 293,86 890,30 1.556,48 2.847,34 338,15 956,85 2.146,01 3.901,40 5,77% 36,21% 63,85% 95,87% 11,70% 35,45% 61,98% 95,49% 9,70% 27,45% 61,57% 96,38%
1.1.2. Investasi Optimisme pelaku usaha terkait investasi di Banten semakin meningkat seiring meningkatnya potensi konsumsi domestik/nasional dan perkiraan pencapaian status
investment grade bagi Indonesia pada periode yang akan datang. Kinerja investasi diperkirakan meningkat tercermin dari meningkatnya angka pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto pada komponen PDRB Banten dari 8,74% pada triwulan III 20011 menjadi 11,90% pada periode laporan. Tingginya investasi pada periode laporan diperkirakan bersumber dari ekspansi bisnis pada sektor industri pengolahan, pengangkutan, perdagangan, hotel dan restoran serta konstruksi. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI terbaru, tercatat Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Banten pada tahun 2011 jauh melebihi tahun 2010. Jumlah realisasi PMA pada tahun 2011 mencapai 418 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 2,17 miliar, sementara itu tahun 2010 hanya sebanyak 280 proyek dengan nilai USD 1,54 miliar atau terdapat peningkatan sebanyak 138 proyek atau senilai USD 0,63 miliar. Di sisi lain, realisasi 7 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
investasi dalam negeri di Banten mengalami penurunan dari sebanyak 76 proyek pada tahun 2010 (Rp 5,85 triliun) menjadi sebanyak 38 proyek (senilai Rp 4,10 triliun). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investor yang berminat di Wilayah Banten cenderung berasal dari investor luar negeri. Ke depan, perbaikan proses kemudahan perijinan, kesiapan lahan industri dan infrastruktur serta promosi investasi tidak saja dilakukan untuk investor luar negeri tetapi juga perlu ditujukan bagi investor dalam negeri. Peningkatan investasi tercermin pula dari meningkatnya penggunaan semen di Banten terutama
untuk
konstruksi
usaha
manufaktur,
bangunan
dan
infrastruktur.
Penggunaan/konsumsi semen di wilayah Banten yang terus meningkat dan tumbuh lebih dari 40% (yoy), bahkan pertumbuhan pada awal triwulan IV mencapai lebih dari 120% (yoy) karena meningkatnya proyek pembangunan pabrik seperti pada sektor industri kimia dasar dan besi/logam, pembangunan properti residensial maupun komersial oleh pihak swasta maupun untuk penyelesaian pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Perluasan pembangunan pengembangan kawasan hunian ke arah wilayah Banten terutama Tangerang dan Serang mendorong peningkatan investasi baik infrastruktur, kebutuhan pemukiman dan hunian bisnis lainnya, meskipun secara nasional, indeks tendensi bisnisnya menunjukkan sedikit penurunan.
115
300
110
95 90
200
% yoy
% yoy
100
ribu ton
105
Indeks
140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
250 150 100 50
85
0 I
II
III IV
2008
I
II
III IV
2009
I
II
III IV
2010
I
II
III IV*
2011
Indeks Tendensi Bisnis
12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 112 2007
2008
2009
Konsumsi Semen (ton)
2010
2011
Growth (RHS)
Grafik I.10. Indeks Tendensi Bisnis Nasional
Grafik I.11. Perkembangan Konsumsi
Sumber: BPS RI
Semen Banten Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
8 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel I. 7 PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI BERDASARKAN LOKASI (PMDN) NO. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II 11 12 13 14 15 16 III 17 18 19 IV 20 21 22 23 V 24 25 26 27 28 29 VI 30 31 VII 32 33
2010 JAN - DES PROYEK (P) INVESTASI (I) 222 4.224,2 SUMATERA / Sumatera NANGGROE ACEH DARUSSALAM / Nanggroe Aceh Darussalam 5 40,9 SUMATERA UTARA / North Sumatera 41 662,7 SUMATERA BARAT / West Sumatera 11 73,8 R I A U / Riau 52 1.037,1 JAMBI / Jambi 17 223,3 SUMATERA SELATAN / South Sumatera 29 1.738,4 BENGKULU / Bengkulu 2 8,5 LAMPUNG / Lampung 32 272,3 BANGKA BELITUNG / Bangka Belitung 5 0,4 KEPULAUAN RIAU / Riau Islands 28 166,9 JAWA / Java 397 35.140,3 DKI JAKARTA / Jakarta Capital Territory 86 4.598,5 JAWA BARAT / West Java 103 15.799,8 JAWA TENGAH / Central Java 40 795,4 D.I YOGYAKARTA / Special Region of Yogyakarta 3 10 JAWA TIMUR / East Java 89 8.084,1 BANTEN / Banten 76 5.852,5 BALI & NUSA TENGGARA / Bali & Nusa Tenggara 39 2.119,3 B A L I / Bali 19 313,4 NUSA TENGGARA BARAT / West Nusa Tenggara 16 1.805,8 NUSA TENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara 4 0,1 KALIMANTAN / Kalimantan 149 14.575,6 KALIMANTAN BARAT / West Kalimantan 43 1.171,7 KALIMANTAN TENGAH / Central Kalimantan 34 3.507,7 KALIMANTAN SELATAN / South Kalimantan 26 2.015,0 KALIMANTAN TIMUR / East Kalimantan 46 7.881,3 SULAWESI / Sulawesi 58 4.337,6 SULAWESI UTARA / North Sulawesi 13 95,8 SULAWESI TENGAH / Central Sulawesi 7 153,6 SULAWESI SELATAN / South Sulawesi 23 3212,3 SULAWESI TENGGARA / South East Sulawesi 5 19,2 GORONTALO / Gorontalo 3 16,7 SULAWESI BARAT / West Sulawesi 7 840 MALUKU / Maluku 2 0 MALUKU / Maluku 1 0 MALUKU UTARA / North Maluku 1 0 PAPUA / Papua 8 229,3 PAPUA / Papua 7 178 IRIAN JAYA BARAT / West Irian 1 51,3 876 60.626,3 JUMLAH / T o t a l LOKASI / Location
Q1 P 54 2 16 0 4 2 11 1 8 1 9 111 7 41 23 0 31 9 11 7 3 1 46 21 6 7 12 23 1 5 10 3 2 2 0 0 0 5 4 1 250
2011
Q2 I 1.980,3 9,9 492,0 0 60,6 0,3 103,8 0 186,9 6,7 1.120,0 8.063,0 2.171,5 2.346,4 407,8 0 2,454,6 682,7 189,7 161,9 27,9 0 974,6 485,7 328,3 33,5 127,1 2.463,9 0 1.225,2 1.128,6 14,9 7,4 87,8 0,0 0 0 394,7 348,2 46,5 14.066,2
P 165 1 21 10 30 17 23 1 37 4 21 215 41 62 38 2 45 27 9 5 3 1 74 18 22 19 15 36 7 3 17 4 1 4 2 1 1 10 10 0 511
I 3.857,5 48,0 276,9 249,1 617,2 1.897,5 166,6 0 506,4 0 50,9 8.883,5 2.827,7 2.745,5 382,5 0 2.124,5 803,3 135,1 131,5 2,6 1,0 3.885,3 397,8 1.971,6 1.196,8 319,2 1163,8 6,1 12,0 981,3 29,2 4,4 130,9 13,6 0,1 13,5 1.008,5 1.008,5 0 18.947,4
Q3 P 50 6 6 10 5 5 9 0 3 1 5 152 20 48 29 18 37 0 4 1 3 0 76 23 24 10 10 30 2 5 18 3 1 1 2 1 1 4 1 3 318
Q4 I 2.235,9 7,8 32,7 727,2 127,9 103,6 552,7 0 0,0 1507,7 176,3 10.147,0 1.985,8 4.315,0 962,8 194,2 6892 0 11,7 0 11,7 0 3.980,3 468,2 936,5 763,1 763,1 2.859,2 9,6 1.383,0 1,181,6 15,0 0 0 0 0 0 0,6 0,6 0 18.946,80
P 123 8 39 7 17 6 13 0 13 1 19 205 21 50 9 5 61 2 11 2 4 1 38 9 12 7 10 8 1 1 4 1 1 0 2 1 1 10 7 3 397
I 8.260,6 193,7 871,4 5,0 6.56,9 133,4 245,8 0 131,2 0 23,3 10.082,7 2.271,5 1.787,3 84,8 1,6 2.419,2 2.618,4 20,2 0,1 0,2 0 4.627,1 52,3 139,6 124,9 4310,3 1.010,6 315,9 0 694,7 0 0 0 0 0 0 21,1 21,1 0 4.002,4
Sumber: BKPM
9 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel I.8 PENANAMAN MODAL ASING BERDASARKAN LOKASI (PMA) NO.
LOKASI / Location
I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II 11 12 13 14 15 16 III 17 18 19 IV 20 21 22 23 V 24 25 26 27 28 29 VI 30 31 VII 32 33
SUMATERA / Sumatera NANGGROE ACEH DARUSSALAM / Nanggroe Aceh Darussalam SUMATERA UTARA / North Sumatera SUMATERA BARAT / West Sumatera R I A U / Riau JAMBI / Jambi SUMATERA SELATAN / South Sumatera BENGKULU / Bengkulu LAMPUNG / Lampung BANGKA BELITUNG / Bangka Belitung KEPULAUAN RIAU / Riau Islands JAWA / Java DKI JAKARTA / Jakarta Capital Territory JAWA BARAT / West Java JAWA TENGAH / Central Java D.I YOGYAKARTA / Special Region of Yogyakarta JAWA TIMUR / East Java BANTEN / Banten BALI & NUSA TENGGARA / Bali & Nusa Tenggara B A L I / Bali NUSA TENGGARA BARAT / West Nusa Tenggara NUSA TENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara KALIMANTAN / Kalimantan KALIMANTAN BARAT / West Kalimantan KALIMANTAN TENGAH / Central Kalimantan KALIMANTAN SELATAN / South Kalimantan KALIMANTAN TIMUR / East Kalimantan SULAWESI / Sulawesi SULAWESI UTARA / North Sulawesi SULAWESI TENGAH / Central Sulawesi SULAWESI SELATAN / South Sulawesi SULAWESI TENGGARA / South East Sulawesi GORONTALO / Gorontalo SULAWESI BARAT / West Sulawesi MALUKU / Maluku MALUKU / Maluku MALUKU UTARA / North Maluku PAPUA / Papua PAPUA / Papua IRIAN JAYA BARAT / West Irian JUMLAH / T o t a l
2010 JAN - DES PROYEK INVESTASI 362 747,1 14 4,6 79 181,1 10 7,9 45 86,6 12 37,2 51 186,3 11 25,1 31 30,7 22 22 87 165,7 1.976 11.498,8 886 6.429,3 957 1.692,0 83 59,1 20 4,9 110 1.769,2 280 1.544,2 374 502,7 279 278,3 83 220,5 12 3,8 253 2.011,4 50 170,4 61 546,6 44 202,2 98 1.092,2 81 859,1 25 226,8 7 138,5 34 441,8 10 14,0 1 0,8 4 37,3 8 248,9 5 2,9 3 246,0 27 346,8 17 329,6 10 17,2 3.081 16.214,80
TRIWULAN 1 / Q 1 P I 129 690,2 5 1,0 23 242,5 3 0,4 11 15,8 7 3,8 22 363,2 5 10,7 7 5,0 11 26,4 35 21,2 503 2.430,1 183 850,7 180 1.123,8 26 25,3 4 0,7 32 207,0 78 222,7 134 164,2 100 131,3 27 30,8 7 2,1 85 640,5 18 297,3 27 167,5 13 115,6 27 60,1 31 111,3 6 90,0 3 0,2 12 15,3 5 4,4 3 0,0 2 1,4 5 2 3 2,0 2 0 15 357,3 9 350,6 6 6,7 902 4.395,70
TRIWULAN 2 / Q 2 P I 276 532,4 17 6 ,3 28 144,6 14 0 ,5 29 8 6,3 8 0 42 138,5 8 26,0 27 42,6 24 74,3 79 13,3 848 2.225,1 407 688,2 252 842,0 42 47,0 7 0,1 50 76,9 90 571,0 164 420,6 124 132,2 37 407,1 3 0,3 91 653,0 7 133,1 26 167,6 13 74,0 45 298,2 51 398,0 17 120,0 7 210,2 14 65,5 7 0,4 6 2,0 0 0 11 72,8 5 0,9 6 71,9 15 482,4 10 471,9 5 10,5 1.456 4.784,3
2011
TRIWULAN 3 / Q 3 P I 159 304,5 17 4,9 18 184,0 14 15,3 9 12,1 8 7,9 29 24,8 6 0,4 14 8,2 12 36,5 32 10,3 785 3.442,4 281 1.396,30 279 981,2 36 40,1 1 0,3 58 250,9 130 773,7 89 327,5 41 304,4 41 20,9 7 2,2 122 458,7 17 63,3 41 187,7 17 46,2 47 161,5 58 190,0 16 2,1 7 157,4 12 7,4 10 8,7 10 10,1 3 4,3 8 29,3 2 2,5 6 26,7 15 412,2 9 406,3 6 5,8 1.236 5.164,6
TRIWULAN 4 / Q 4 P I 192 5 49,5 71 0,3 59 1 82,6 17 6 ,7 17 98,1 18 7,7 27 30,8 5 5.9 9 23,7 10 8,8 23 174,9 784 4.226,9 277 1.888,9 250 892,4 34 62,6 10 1,4 93 777,3 120 604,3 159 40,4 101 33,2 47 6,3 11 0,9 90 166,6 15 26,9 14 20,8 8 36,3 53 82,6 36 15,9 7 8,1 4 2,5 15 1,4 9 3,5 1 0,4 0 0 13 37,4 8 6,2 5 31,2 26 93,2 15 83,2 11 10,0 1300 5.129,9
Sumber: BKPM
1.1.3. Ekspor – Impor 1 Menurunnya pertumbuhan ekspor yang lebih besar dari pada impor menyebabkan defisit perdagangan Banten terhadap luar negeri semakin membesar dan mencapai sekitar USD 1,25 miliar. Menurunnya ekspor disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor komoditas utama Banten seperti ekspor kimia dasar, besi/baja, tekstil, kertas dan kayu/gabus. Penurunan ekspor tersebut disebabkan kondisi pertumbuhan ekonomi dunia terutama negara mitra dagang Banten seperti negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Cina mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang memicu menurunnya permintaan barang dari Banten. Kondisi ini dikhawatirkan akan semakin memburuk pada tahun 2012 khususnya permintaan barang dari negara-negara Eropa. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jepang dan USA diperkirakan telah mulai pulih pada tahun 2012. 1
Data ekspor dan impor yang dijabarkan (angka sementara hingga November 2011) tidak termasuk data ekspor impor antar daerah.
10 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel I. 9 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia WEO (IMF) n-Jan'11
Sept'11
2010
2011
2012
2013
World output 3
5.0
4.00
4.00
Advanced economies United States
3.0 2.8
1.60 1.50
1.90 1.80
4.47 2.38 2.54
1.8 3.6 1.4 1.3 -0.1 4.3
1.60 2.70 1.70 0.60 0.80 -0.47
1.10 1.30 1.40 0.30 1.10 2.30
1.53 1.50 1.87 0.54 1.77 2.04
7.1
6.40
6.10
6.48
Euro area
Germany France Italy Spain
Japan Emerging and developing economies
Sumber: WEO-IMF
Permintaan pemotongan harga (discount) dari pihak importir di luar negeri mulai dirasakan oleh eksportir Banten seiring melemahnya permintaan di Negara-negara tersebut. Sebaliknya, harga produk di dalam negeri cenderung membaik karena tingginya faktor permintaan. Namun yang menjadi ancaman bagi industri manufaktur Banten terutama besi baja dan kimia dasar adalah masuknya komoditas yang sama ke pasar domestik karena harganya yang lebih murah sebagai akibat tidak terserapnya ekspor ke negara maju yang menjadi target utamanya. Tabel I.10. Perkembangan Ekspor dan Impor Banten Uraian Ekspor Impor
Nilai (USD ribu) Volume (Ribu Ton) Nilai (USD ribu) Volume (Ribu Ton)
Tw I 1.712.109 890 3.884.236 2.499
2010 Tw II Tw III 1.918.230 1.854.871 886 925 3.777.695 3.483.130 2.622 2.715
Tw IV 2.254.436 1.211 4.713.286 3.475
Tw I 2.205.904 987 4.585.147 2.941
2011 Tw II Tw III 2.461.159 2.485.908 957 991 5.063.459 5.257.994 3.464 3.450
Tw IV *) 1.520.414 551 3.867.607 2.019
Sumber: Bank Indonesia (* angka kumulatif sementara sampai dengan November 2011)
Nilai ekspor Banten pada triwulan IV 2011 masih mengalami peningkatan, tetapi berdasarkan volumenya telah mengalami penurunan yang signifikan pada periode laporan. Akibatnya pertumbuhan ekspor Banten kian melambat. Di sisi lain, nilai impornya secara bulanan semakin meningkat dan pertumbuhannya lebih tinggi dari pada ekspor Banten. Dampaknya, defisit transaksi perdagangan Banten dengan luar negeri semakin membesar dan mencapai angka sekitar USD 1,25 miliar pada bulan Desember 2011 saja, tetapi jika dikumulatifkan akan mencapai lebih dari USD 7,5 miliar. Pertumbuhan ekspor Banten pada akhir tahun 2011 ini mendekati posisi tahun 2009 sebagai dampak krisis global sejak tahun 2008. Kondisi ini diperkirakan dapat berulang karena krisis global mulai kembali bergejolak di akhir tahun 2010 yang dampaknya akan mulai dirasakan 1 tahun setelah krisis tersebut dimulai, seperti pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya. Upaya-upaya strategis perlu dilakukan sejak dari perencanaan bahan baku hingga target pasar 11 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
oleh industri di wilayah Banten. Namun langkah ini akan sulit dilakukan tanpa dukungan pihak pemerintah, kestabilan sistem keuangan dan iklim yang kondusif. 2.500 2.000 USD Juta
1.500 1.000 500 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
-500
2008
2009
2010
2011
-1.000 -1.500 Ekspor
Impor
Trade Balance
Grafik I.12. Perkembangan Neraca Perdagangan Banten
USD Juta
12345678910 11 212345678910 11 212345678910 11 212345678910 11 2008
2009
Nilai Ekspor
2010
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
50 40 30 20 10 (10) (20) (30) (40) (50)
% yoy
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
% yoy
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Ribu Ton
Sumber: Bank Indonesia
12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11
2011
2008
Growth (RHS)
2009
2010
Volume Ekspor
2011
Growth (RHS)
Grafik I.13. Ekspor Banten Berdasarkan Nilai
Grafik I.14. Ekspor Banten Berdasarkan
Sumber: Bank Indonesia
Volume Sumber: Bank Indonesia
Kejadian banyaknya perusahaan tekstil dan kimia dasar di Banten yang menutup usahanya pada
40
12
30
10
20 0
6
-10
4
-20
2
-30
-
-40 12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11 2008
2009
Volume Ekspor Tekstil
2010
2011
Growth (RHS)
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
50 40 30 20 10 (10) (20) (30) (40) (50)
% yoy
10
8
Ribu Ton
14
% yoy
Ribu Ton
tahun 2009 perlu dicermati agar tidak berulang pada tahun 2011 hingga di tahun mendatang.
12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11 2008
2009
Volume Ekspor
2010
2011
Growth (RHS)
Grafik I.15. Ekspor Tekstil Banten
Grafik I.16. Ekspor Barang dari Kayu dan
Berdasarkan Volume
Gabus Banten Berdasarkan Volume
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
12 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Perusahaan yang banyak menampung tenaga kerja di Banten antara lain pabrik tekstil, alas kaki dan industri makanan. Saat ini, dari grafik beberapa komoditas ekspor terlihat adanya penurunan pertumbuhan ekspor pada industri pengolah kayu dan gabus, tekstil, besi/bajadan produk kimia dasar. Ekspor industri mineral tidak mengandung logam termasuk salah satu
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
2.500
Harga Minyak WTI, USD/Barrel
2.000
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20
1.500
% yoy
Ribu Ton
industri yang masih meningkat ekspornya.
1.000 500 0 -500 12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11 2008
2009
2010
Volume Ekspor Besi/Baja
I
2011
II
III
2009
Growth (RHS)
IV
I
WTI
II
III
IV
I
2010
II
III
IV
2011
Grafik I.17. Ekspor Besi/Baja Banten
Grafik I.18. Harga Minyak WTI Dunia
Berdasarkan Volume
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Ekspor luar negeri industri besi/baja Banten menurun lebih disebabkan seiring menurunnya pertumbuhan
ekonomi
dunia,
harga
komoditas
tersebut
cenderung
menurun
dan
meningkatnya harga minyak dunia yang menyebabkan biaya produksi semakin meningkat dan berdampak pada penurunan permintaan. Di sisi lain, penjualan di dalam negeri tetap memiliki prospek yang cerah seiring rencana pemerintah dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia yang banyak membutuhkan produk besi baja terutama pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan konstruksi lainnya untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah. Oleh karena itu, salah satu industri terbesar baja nasional di Banten terus melakukan ekspansi proyek pembangunan pabrik blast furnace yang akan segera direalisasikan setelah mendapat pembiayaan dari salah satu grup besar perbankan besar dunia pada tahun 2012. Selain itu, pembangunan pabrik baja baru yang akan berpatungan dengan perusahaan dari Korea diperkirakan akan menyerap 100.000 tenaga kerja pada tahun 2013. Pabrik baja tersebut akan memproduksi 3 juta ton slab per tahun dan plat baja sebanyak 1,5 juta ton per tahun untuk kebutuhan pasar dalam negeri dan sisanya untuk kebutuhan produksi pabrik baja patungan itu sendiri di Banten. Kapasitas produksi pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat di akhir tahun 2011 setelah beberapa proyek strategis terkait finalisasi revitalisasi fasilitas produksi Hot Strip Mill (HSM) yang telah selesai pada bulai Mei 2011. Peningkatan produksi diperkirakan menjadi 2,4 juta ton per tahun dari sebelumnya hanya 2 juta ton per tahun.
13 Kajian Ekonomi Regional Banten
90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
80 60 20 0
USD/ ton
40
% yoy
Ribu Ton
Triwulan IV 2011
-20 -40 -60 1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2008
2009
2010
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2011
Volume Ekspor Kertas dan Produk Kertas
2007
Growth (RHS)
2008
2009
2010
Harga Ekspor Kertas dan Produk Kertas
Grafik I.19. Ekspor Kertas dan Produk Kertas
Grafik I.20. Harga Ekspor Kertas dan
Banten Berdasarkan Volume
Produk Kertas Dunia
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
250
120 100 80
100
0
20 -20 50
-40 -60
-
-80 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011 2008
2009
250 200 150 100 50 0 -50 -100 -150
% yoy
40
% yoy
Ribu Ton
60 150
Ribu Ton
200
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011
2011
2010
2008
Grow th (RHS)
Volume Ekspor Produk Kimia
2009
2010
2011
Volume Ekspor Mineral Tidak Mengandung Logam Growth (RHS)
Grafik I.22. Ekspor Mineral Tidak
Berdasarkan Volume
Mengandung Logam Berdasarkan Volume
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
2.500 2.000
USD Juta
1.000 500 0 12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11 2008
2009
Nilai Impor
2010
2011 Growth (RHS)
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
150 100 50 0
% yoy
1.500
% yoy
160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60
Ribu Ton
Grafik I.21. Ekspor Produk Kimia Banten
-50 -100 12345678910 11212345678910 11 11212345678910 11212345678910 2008
2009
2010
Volume Impor
2011
Growth (RHS)
Grafik I.23. Impor Banten Berdasarkan Nilai
Grafik I.24. Impor Banten Berdasarkan
Sumber: Bank Indonesia
Volume Sumber: Bank Indonesia
Meskipun nilai impor terus meningkat, angka pertumbuhan impor Banten juga cenderung menurun seiring menurunnya ekspor luar negeri pada beberapa komoditas utama. 14 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Berdasarkan volumenya, terlihat bahwa impor Banten mulai menurun bahkan tumbuh negatif.
70
2.500
60
2.000
50
1.500 1.000
2009
2010
Volume Impor Barang Konsumsi
30 20
0
10
11212345678910 11212345678910 11212345678910 11 12345678910 2011
Growth (RHS)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 -100 -200
40
500 -500 2008
Ribu Ton
3.000
-
% yoy
45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
% yoy
Ribu Ton
Penurunan impor terjadi baik pada impor barang konsumsi maupun impor barang modal.
1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2008
2009
Volume Impor Barang Modal
2010
2011
Growth (RHS)
Grafik I.25 Impor Barang Konsumsi Banten
Grafik I.26. Impor Barang Modal Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.2. SISI PENAWARAN Secara sektoral triwulanan, penurunan perlambatan ekonomi terjadi pada sektor industri, pertanian, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan persewaan dan jasa perusahaan. Menurunnya kinerja sektor utama terutama sektor industri sebagai dampak krisis global lanjutan berdampak menurunnya kinerja pada beberapa sektor lainnya di Banten. Sementara itu, secara tahunan (dari tahun 2010 ke 2011), hanya terdapat 2 sektor ekonomi yang mengalami penurunan sekaligus mengalami pertumbuhan ekonomi terendah sepanjang tahun 2011, yaitu sektor pertanian dan sektor LGA, sedangkan lainnya terutama sektor dominan Banten masih mengalami angka pertumbuhan ekonomi yang membaik. Pada tahun 2011 ini, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi (11,94%) diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (9,51%) dan sektor jasa-jasa (7,89%). Tingginya pertumbuhan pada sektor tersebut dipicu oleh ekspansi pada sektor industri dan bangunan sebagai dampak pengembangan wilayah residensial dan industri di beberapa kawasan seperti Wilayah Tangerang, Serang dan Cilegon . Hanya saja pertumbuhan dan pengembangan wilayah tersebut belum dapat diimbangi oleh kecepatan pada sektor pengangkutan, meskipun pertumbuhannya pada periode laporan relatif tinggi. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada sektor pengangkutan agar tidak terjadi kepadatan lalu lintas di wilayah kota/kabupaten atau antar wilayah. Pembangunan jalan-jalan lingkar dan strategis (seperti jalur toll dan non toll) perlu segera dilakukan guna mendukung konektivitas antar wilayah dan mendukung sektor perdagangan hotel dan restoran serta jasa-jasa. 15 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel I.11. Pertumbuhan Ekonomi Banten Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor
2010 Tw II Tw III
Tw I
Tw IV*
2010*
Tw I*
2011 Arah tw IV '11 Arah tw IV '11 Arah 2011 thd 2011** thd tw III '11 thd tw IV '10 2010 Tw II** Tw III** Tw IV**
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
9,03
9,75
9,60
7,53
9,01
4,08
0,54
4,27
3,45
3,06
Pertambangan dan Penggalian
5,96
6,50
6,42
6,06
6,24
6,35
6,90
5,83
6,25
6,33
Industri Pengolahan
2,84
3,38
3,35
4,02
3,41
7,44
5,91
3,67
2,09
4,73
13,18
11,55
12,88
13,32
12,74
6,59
4,92
2,40
4,20
4,47
Konstruksi
6,68
9,01
8,58
7,98
8,08
7,80
8,95
8,86
9,28
8,75
Perdagangan, Hotel dan Restoran
8,31
8,33
9,60
9,36
8,88
8,74
8,86
10,69
9,63
9,51
Pengangkutan dan Komunikasi
9,09
11,20
12,04
12,94
11,37
13,29
12,38
11,31
10,96
11,94
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
7,46
7,08
5,38
5,71
6,38
7,51
7,38
7,70
6,01
7,14
Jasa-jasa
6,05
6,65
4,77
1,43
4,61
8,74
6,96
7,33
8,58
7,89
PDRB
5,52
6,11
6,28
6,37
6,08
7,93
6,72
6,10
5,11
6,43
Listrik, Gas dan Air Bersih
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah (* angka sementara, ** angka sangat sementara)
40,00 30,00
Saldo Bersih
20,00 10,00 0,00 T.I -10,00
T.II
T.III T.IV
2009
T.I
T.II
T.III T.IV
T.I
T.II
2010
T.III T.IV
2011
-20,00 -30,00 Realisasi Kegiatan Usaha Sektoral (Umum)
Grafik I.27. Realisasi Kegiatan Usaha Sektoral (Umum) Banten Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Saat ini, realisasi kegiatan dunia usaha dari hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan BI Serang menujukkan adanya penurunan kegiatan usaha. Hal ini tercermin dari menurunnya kapasitas utilisasi sektoral secara umum dan menurunnya kapasitas produksi normal berdasarkan pernyataan responden dunia usaha yang berada di wilayah Banten.
16 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Sektoral (Umum)
%
88 86 84 82 80 78 76 74 72 70
86,69
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
83,23 79 77,22
Tw I
79,57
78,39
78,3
%
76,6
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2010
Tw II
Tw III
Tw IV
Sektoral (umum) 74,87
47,83
26,2
Tw II
2011
84,63
55,55
32,29
Tw I
83,1
Tw III
Tw IV
Tw I
2010
23,69
Tw II
Tw III
Tw IV
2011
Grafik I.28. Kapasitas Utilisasi Sektoral
Grafik I.29. Kapasitas Produksi Normal
(Umum) Banten
Sektoral (Umum) Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
1.2.1. Sektor Industri Pengolahan Terkonfirmasi dari hasil SKDU, kapasitas utilisasi sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari 89,13% menjadi 81,08% seiring menurunnya permintaan barang industri dari luar negeri. Kondisi ini tercermin salah satunya dari kinerja laba bersih perusahaan petrokimia terbesar di Banten yang selama 9 bulan terakhir pada tahun 2011 menurun hingga 32,34%. Penurunan tersebut disebabkan kenaikan beban pokok sebagai dampak kenaikan harga minyak dunia dan biaya-biaya lainnya seperti katalis. Akibat kenaikan beban pokok tersebut, kapasitas utilisasinya pun turut berkurang. Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan pelat timah yang turut terkoreksi penjualannya akibat krisis di Eropa dan USA, sehingga menurunkan kapasitas utilisasinya. 80,00 60,00
Saldo Bersih
40,00 20,00 0,00 T.I -20,00
T.II
T.III T.IV
2009
T.I
T.II
T.III T.IV
2010
T.I
T.II
T.III T.IV
2011
-40,00 -60,00 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan
Grafik I.32. Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan Banten Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Sementara itu, proyeksi permintaan baja dunia yang dirilis oleh world steel association pada triwulan sebelumnya ternyata belum sesuai harapan. Permintaan baja dunia sedikit lebih rendah dari perkiraan awal karena belum membaiknya kondisi negara maju tersebut. 17 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Kondisi ini tercermin dari penurunan ekspor besi baja ke luar negeri dengan pertumbuhan pada kisaran 0%. Namun kinerja industri besi dan baja sedikit terbantu dengan adannya ekspansi proyek pembangunan kawasan pemukiman dan bisnis serta percepatan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dari dana APBN maupun APBD. Progresnya terlihat dari realisasi fisik seperti pembangunan pusat perdagangan, hotel dan restoran di Kota/Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan serta Serang, pelebaran jalan tol Cikupa, pembangunan jalan nasional di Cilegon-Kabupaten Serang dan pembangunan penambahan kapasitas pabrik di sekitar kawasan industri Cilegon, Kabupaten Serang dan Kota/Kabupaten Tangerang. Selain itu, sebagai akibat konsumsi baja nasional pada semester II 2011 diperkirakan mencapai 3,76 juta ton atau meningkat sekitar 27,5% dibandingkan semester II 2010. Tabel I.12. Proyeksi Permintaan Baja Dunia
Sumber: World Steel Association
Kapasitas utilisasi subsektor industri baja di Banten mulai menurun pada triwulan IV 2011 tercermin dari menurunnya pertumbuhan produksi baja Banten. 140
300 250 200
100
150
80
100 50
60
% yoy
Indeks (2007=100)
120
0
40
-50
20
-100
0
-150 12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 112 2007
2008
Angka Indeks Produksi Baja Banten
2009
2010
2011
Pertumbuhan Produksi Baja Banten (RHS)
Grafik I.35. Indikator Produksi Baja Banten Sumber: Produsen Baja Banten
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan bahwa kapasitas utilisasi industri logam dasar, besi dan baja pada triwulan IV 2011 berada pada kisaran 80% atau lebih rendah dibandingkan 18 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
periode sebelumnya yang mencapai kapasitas 100%. indeks produksi baja Banten juga terlihat menurun pada kisaran 90% dari sebelumnya pada kisaran 100%.
Industri Logam Dasar, Besi dan Baja 120 100
93,33
90
100
80
60
40
20
20
0
0 Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2010
Tw III
100
92,5
100
60
40
Tw II
87
80
80 %
Tw I
Industri Logam Dasar dan Besi Baja
120
100
83
80
80 %
100
Tw IV
33 3 Tw I
2011
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2010
Tw III
Tw IV
2011
Grafik I.33. Kapasitas Utilisasi Sub sektor
Grafik I.34. Kapasitas Produksi Normal Sub
Industri Logam Dasar Besi Baja Banten
sektor Industri Logam Dasar Besi Baja
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank
Banten
Indonesia
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Sub sektor industri kimia turut mengalami penurunan tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor hingga minus 45%, namun penurunan tersebut dapat ditopang dari tetap menguatnya permintaan domestik. Meskipun dari hasil SKDU, kapasitas utilisasi sub sektor industri kimia dan bahan dari karet sedikit mengalami kenaikan, pertumbuhan ekspor komoditas ini mengalami penurunan (seperti terlihat pada grafik I.21). Karakteristik Kontinuitas pabrik yang harus dijalankan pada industri kimia namun diiringi penurunan permintaan produk tersebut menyebabkan terjadinya penurunan marjin laba yang cukup signifikan antara 30-40%. Industri Kimia dan Barang dari Karet 100 90 80 70 60 50 % 40 30 20 10 0
92,5
86,5
94
88,75
91,67
92
77
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2010
Tw II
Tw III
Tw IV
2011
100 90 80 70 60 50 % 40 30 20 10 0
Industri Kimia dan Barang dari Karet 92
92,67
95
Tw III
Tw IV
68,25 51,5 41,5
41
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2010
Tw II
2011
Grafik I.36. Kapasitas Utilisasi Sub sektor
Grafik I.37. Kapasitas Produksi Normal Sub
Industri Kimia dan Barang dari Karet Banten
sektor Industri Kimia dan Barang dari Karet
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank
Banten
Indonesia
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
19 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Subsektor industri lainnya seperti industri tekstil dan barang-barang dari kayu dan gabus juga menunjukkan performa yang menurun. Ekspor produk tekstil dan barang-barang dari kayu dan gabus serta kertas mengalami penurunan hingga mencapai angka 40%.
1.2.2. Sektor Konstruksi Secara triwulanan, pertumbuhan sektor konstruksi relatif tinggi dan selalu di atas 7,5%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada triwulan IV yaitu sebesar 9,28%. Relatif strategisnya wilayah Banten, menyebabkan sektor bangunan tumbuh sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ditambah lagi yang letaknya berdekatan dengan pusat bisnis dan industri semakin mendorong percepatan pada sektor bangunan. Pengembang besar maupun sedang dan kecil terus melakukan ekspansinya di wilayah ini. Didukung oleh kemudahan memperoleh kredit perbankan yang suku bunganya relatif rendah baik bagi pengembang maupun kepada calon penghuni residensial, menjadi tidak mengherankan bahwa sektor bangunan manjadi sektor primadona yang diminati berbagai pelaku usaha. Selain itu, wilayah sekitar Tangerang memiliki alternatif akses yang lebih baik terutama adanya rencana Jakarta Outer Ring Road II yang menghubungkan beberapa wilayah perumahan secara mudah dan cepat antara wilayah tersebut dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jabodetabek). Meskipun suku bunga tertimbang kredit konsumsi sedikit meningkat dari 12,65% menjadi 12, 78%tidak menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan rumah baik untuk dihuni atau sebagai salah satu sarana investasi. 7.000
Rp Miliar
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 -
% yoy
160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
6.000
12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 112 2008
2009 Kredit Sektor Bangunan
2010
2011 Growth (RHS)
Grafik I.38. Kredit Sektor Konstruksi/Bangunan Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
20 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
14
Konsumsi 13,40 13,20 13,00
13,28 13,17
12
13,34
13,00
10
12,76
% 12,80
12,78 12,65
12,60
12,3 10,9 10,47
10,24
11,8 10,71 9,6
6 4 2
Suku Bunga Kredit Tertimbang
0
12,40
1
12,20
2
3
4
Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal s.d. Tipe 21
Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw IV IV 2010
11,98 10,78
8
%
12,95
12,09 10,91 10,58
Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe 22 s.d. 70 Rumah Tangga untuk Pemilikan Rumah Tinggal Tipe Diatas 70
2011
Grafik I.39. Suku Bunga Tertimbang Kredit
Grafik I.40. Suku Bunga Tertimbang Kredit
Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek di
Konsumsi untuk Pemilikan Rumah Tinggal
Banten
Posisi Triwulanan Pada Tahun 2011
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan tipenya, suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk tipe lebih besar terlihat lebih rendah dibandingkan tipe yang lebih kecil atau untuk rumah sangat sederhana. Faktor risiko masih sangat diperhatikan perbankan dalam menetapkan suku bunga KPR, karena risiko untuk memberikan kredit pada segmen kelas menengah terutama tipe di atas 70 m2 cenderung lebih rendah karena kestabilan pembayaran cicilannya relatif lebih baik. Begitu pula untuk Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) berdasarkan tipenya. Saat ini, permintaan masyarakat terhadap apartemen sudah semakin meningkat seiring semakin padatnya lalu lintas di perkotaan. 16,00 14,00 12,00 10,00 % 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
13,39 11,99 10,59
13,36 11,66 10,28
12,81 11,34 10,00
12,83 11,14 10,03
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2011 Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen s.d. Tipe 21 Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen Tipe 22 s.d. 70 Rumah Tangga untuk Pemilikan Flat atau Apartemen Tipe Diatas 70
Grafik I.41. Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi untuk Pemilikan Flat/Apartemen Posisi Triwulanan Pada tahun 2011 Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
Keberpihakan pemerintah kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan suku bunga yang rendah seharusnya terus dilakukan melalui program pemerintah berupa Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Namun belum sinkronnya kebijakan 21 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Kementerian
Perumahan
rakyat
dengan Perbankan
yang
mengikuti program
pemerintah seperti Bank tabungan Negara (BTN) menyebabkan target program pemerintah tersebut tidak tercapai, sehingga banyak pembangunan rumah sangat sederhana
(RSS) yang
terbengkalai dan belum
dihuni terutama
di wilayah
Kota/Kabupaten Tangerang dan Wilayah Serang. 1.2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran sedikit melambat walaupun tetap bertumbuh pada level yang tinggi yaitu sebesar 9,63% (yoy). Maraknya pembangunan perumahan dan pusat bisnis di sekitar Tangerang Selatan, Tangerang, Serang dan Cilegon diperkirakan menjadi salah satu faktor yang membantu menahan tingginya performa sektor tersebut walaupun relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hanya pembangunan di wilayah selatan Banten yang tidak tumbuh secara cepat. Belum selesainya realisasi pembangunan konektivitas ke wilayah selatan seperti pembangunan jalur kereta double track dan revitalisasi pembangunan rel dari utara ke selatan Banten terutama untuk angkutan barang dan penumpang menyebabkan lambatnya pembanguna pusat bisnis dan residensial di wilayah Pandeglang dan Lebak. Namun dengan rencana pemerintah pusat untuk menjadikan kawasan Maja di kabupaten lebak sebagai pusat hunian residensial penyangga kota di DKI Jakarta tentunya secara perlahan akan berdampak positif bagi pemngembangan wilayah tersebut. 60,00 40,00
Saldo Bersih
20,00 0,00 -20,00
T.I
T.II T.III T.IV 2009
T.I
T.II T.III T.IV
T.I
2010
T.II T.III T.IV 2011
-40,00 -60,00 -80,00 -100,00 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR
Grafik I.42. Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Banten Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Dari hasil survei SKDU-BI menunjukkan adanya peningkatan pada sektor ini menurut pernyataan dari para pelaku usaha pada sektor ini, namun angka saldo bersihnya terlihat masih di bawah angka 100% (belum optimis) yang menunjukkan bahwa meski ada peningkatan, tetapi belum seperti yang diharapkan. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor tidak lancarnya arus lalu lintas dan adanya gangguan distribusi di beberapa wilayah.
22 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
1.2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi sedikit menurun dari 11,31% menjadi 10,69% karena belum optimalnya perbaikan jalan
pada beberapa wilayah di Banten.
Tetap tingginya level pertumbuhan pada subsektor jasa pengangkutan tercermin dari meningkatnya pertumbuhan volume kendaraan yang menggunakan jasa tol Tangerang-Merak seiring membaiknya kondisi jalan tol tersebut. Namun untuk meningkatkan arus transportasi dan mengurangi kemacetan di sekitar wilayah tol, maka perlu dipikirkan oleh pemerintah daerah dan operator jalan tol membuka pintu akses dari/ke wilayah kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Semakin tingginya aktivitas industri khususnya di kawasan industri pada kedua wilayah tersebut termasuk di wilayah kabupaten Serang dan Cilegon membutuhkan langkah antisipasi cepat agar penanganannya tidak terkesan terlambat yang akan merugikan pengguna jalan tol itu sendiri maupun perekonomian secara keseluruhan. Saat ini jumlah kendaraan komersil yang melalui jalan tol ini mencapai angka sekitar 800.000 unit kendaraan per bulan. Dengan ekspansi yang dilakukan oleh beberapa pelaku industri diperkirakan akan
3.500
20
3.000
15
2.500
10
2.000
5
1.500
0
1.000
% y-o-y
Ribu Unit
ada penambahan arus kendaraan pada tahun-tahun mendatang.
-5
500 -
-10 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2009
2010
2011
Total Arus Kendaraan yang Menggunakan Tol Tangerang-Merak Growth (RHS)
Grafik I.43. Perkembangan Total Arus Kendaraan di Tol Tangerang-Merak
3.000
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2009
2010
400 350 300 250 200 150 100 50 0 -50
2.500
2011
Rp Miliar
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
2.000 1.500 1.000 500 12345678910 11212345678910 11212345678910 11212345678910 112 2008
Arus Kendaraan Komersial
Growth (RHS)
% yoy
1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
% y-o-y
Ribu Unit
Sumber: Pengelola Jalan Tol Tangerang-Merak
2009
Kredit Sektor Pengangkutan
2010
2011
Growth (RHS)
Grafik I.44. Perkembangan Arus Kendaraan
Grafik I.45. Kredit Sektor Pengangkutan
Komersial di Tol Tangerang-Merak
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Pengelola Jalan Tol Tangerang-Merak
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan pada sektor pengangkutan relatif melambat meskipun pada level yang cukup tinggi di atas 50%. Melambatnya kredit tersebut diperkirakan 23 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
disebabkan oleh adanya wacana kenaikan harga BBM yang akan mendorong peningkatan biaya-biaya dan mengurangi margin pada sektor ini.
1.2.5. Sektor-sektor Lainnya Penurunan pertumbuhan sektor pertanian (dalam arti luas) dibandingkan periode sebelumnya atau periode yang sama pada tahun sebelumnya sebabkan oleh faktor menurunnya luas panen padi, produktivitas dan produksi padi di Banten. Turunnya Luas panen padi pada tahun 2011 disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan pertanian dan adanya substitusi lahan untuk tanaman padi ke tanaman lainnya. Sementara itu, penurunan produktivitas padi sebesar -3,69% menyebabkan produksi padi Banten pada tahun 2011 mencapai 1.837.566 ton atau turun sebesar -4,09%. Penyebab menurunnya produktivitas padi diperkirakan oleh lambatnya bantuan bibit oleh pemerintah daerah, penggunaan pupuk yang kurang tepat (jumlah dan waktu) dan kurangnya tenaga pengawas/penyuluh lapangan serta faktor cuaca. Tabel I.13. Perkembangan Luas panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Banten Uraian Padi Saw ah Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) Padi Ladang Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton) Padi (Saw ah+Ladang) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)
Grow th 2009-2010 Grow th 2010-2011 % y oy % y oy
2009
2010
2011
332.776 52,32 1.740.952
368.009 52,06 1.915.996
366.515 50,14 1.837.566
10,59 -0,50 10,05
-0,41 -3,69 -4,09
33.362 32,39 108.056
38.402 34,39 132.051
22.475 29,24 65.717
15,11 6,17 22,21
-41,47 -14,98 -50,23
366.138 50,50 1.849.008
406.411 50,39 2.048.047
388.990 48,93 1.903.283
11,00 -0,22 10,76
-4,29 -2,90 -7,07
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Prov. Banten
Penurunan padi terjadi pada berbagai jenis lahan, baik padi sawah maupun padi ladang. Penurunan produktivitas tertinggi terjadi pada padi ladang yang umumnya merupakan sawah tadah hujan. Faktor cuaca sangat berpengaruh pada jenis padi ladang
tersebut.
Penurunan
produktivitas
mencapai
angka
-14,98%,
yang
menyebabkan hasil produksinya menurun sebesar -50,23%. Namun untungnya, sebagian besar sawah di Banten merupakan jenis padi sawah yang dialiri oleh irigasi teknis.
24 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
600,00
3.000
500,00
2.500
400,00
2.000
300,00
1.500
200,00
1.000
100,00
500
% y-o-y
Rp Miliar
3.500
-
-
(100,00) Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw III IV III IV* III IV 2008
2009 Kredit Sektor Pertanian
2010 Grow th (RHS)
Grafik I.48. Realisasi Kredit ke Sektor Pertanian Banten Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha – Bank Indonesia
Sementara itu, realisasi kredit ke sektor pertanian di banten mengalami sedikit peningkatan walaupun baru mencapai angka sekitar Rp 500 miliar. Belum tingginya perhatian perbankan dalam menyalurkan ke sektor pertanian tercermin dari relatif rendahnya penyaluran kredit program pemerintah yang berkaitan pada sektor pertanian ini. Sikap proaktif dari satuan kerja terkait pemerintah daerah dalam meyakinkan perbankan melalui program keberpihakannya kepada petani perlu sering dilakukan agar perbankan semakin mengenal dan memahami dunia pertanian di wilayah Banten serta dapat mengukur risiko bisnis pada sektor ini secara lebih baik, sehingga proses intermediasi pada sektor pertanian akan semakin meningkat dan tidak jalan ditempat. Berkembangnya sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran berdampak pada meningkatnya sektor jasa dunia usaha. Sektor ini mengalami peningkatan dari sebesar 7,33% (yoy) pada triwulan III 2011 menjadi sebesar 8,58 (yoy). Pesatnya pertumbuhan didorong oleh penyaluran kredit Pembiayaan pada sektor ini yang tercermin dari angka pertumbuhan kredit yang mencapai angka sekitar 26%. Pertumbuhan sektor ini sempat mengalami penurunan yang tajam pada triwulan I 2011. Seiring membaiknya beberapa sektor utama di Banten, jumlah penyaluran kredit ke sektor jasa dunia usaha meningkat dari sekitar Rp 3,5 triliun pada triwulan I 2011 menjadi lebih dari Rp 5,7 triliun. Jumlah penyaluran kredit tersebut pada periode laporan merupakan yang tertinggi sepanjang 3 tahun terakhir. Jasa dunia usaha yang tumbuh seperti jasa pengiriman/kurir, jasa kecantikan/kebugaran dan jasa dunia usaha lainnya. Berkembangnya jasa dunia usaha ini karena semakin bertumbuhnya pusat-pusat bisnis dan residensial di Wilayah Banten.
25 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
7.000
Rp Miliar
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 -
% yoy
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
6.000
12345678910 11212345678910 11212345678910 112123456789 2008
2009
Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha
2010
2011 Growth (RHS)
Grafik I.49. Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten Sumber: Bank Indonesia
26 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Boks I. UPAYA MELURUSKAN BENANG KUSUT KLASTER INDUSTRI PETROKIMIA DI BANTEN
Sulit melepaskan kaitan Provinsi Banten dengan industri Petrokimia yang saat ini berkembang pesat di provinsi paling barat di Pulau Jawa
ini. Dalam kenyataanya, industri petrokimia
berkembang dari tahun ke tahun. Sejak muncul secara alamiah pada tahun 1977, kemudian terjadi investasi besar-besaran baik industri hulu dan menengah tahun 1990 setelah adanya kebijakan “substitusi impor” . Banten merupakan daerah yang dilirik para investor untuk menanamkan modalnya di industri petrokimia tersebut, karena selain letaknya yang strategis, daerah lainnya relatif belum memiliki kesiapan untuk memfasilitasi tumbuhnya industri ini.
Hampir 80%
investasi
petrokimia
ditanamkan di Banten dengan nilai mencapai USD 15 miliar. Sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 1996 tumbuh secara pesat pabrik petrokimia seperti PT Chandra Asri, PT Tripolyta, PT Titan Petrokimia Nusantara, PT Dow Indonesia, PT Asahi Mas dan PT Polytama Propindo. Kendati sempat mengalami masa suram akibat krisis ekonomi yang mulai dirasakan pada tahun 1999 dan pada tahun 2007 yang menyebabkan tidak sedikit perusahaan mengalami kerugian, industri petrokimia kembali meningkatkan produksinya untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara tetangganya di ASEAN sejak krisis berangsur pulih. Pemerintahpun kemudian memasukkan Petrokimia menjadi salah satu industri unggulan dan menerapkan strategi pengembangan berdasarkan klaster industri. Di Banten, dibentuk klaster petrokimia berbasis olefin, di Bontang Kalimantan Timur dibentuk klaster petrokimia berbasis C1 dan di Tuban, Jawa Timur dibentuk klaster petrokimia berbasis Aromatik. Namun dalam perjalanannya, perkembangan industri petrokimia di Indonesia dihadapi berbagai permasalahan, utamanya ketergantungan impor bahan baku yang tinggi pada industri hulu, dan belum adanya kepastian kontinuitas supply bahan baku dalam jangka panjang bagi industri hulu nasional. Mengingat perannya yang sangat strategis, kepemilikan industri hulu tersebut sangat diminati oleh investor asing. Belum lagi masalah perkembangan industri hulu dan antara yang sangat lambat dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, Thailand, Singapura bahkan Negara di Timur Tengah (yang dulunya hanya mengekspor minyak mentah saja, namun saat ini telah mengembangakn industri petrokimia). Disisi lain, kita tidak menginginkan bangsa kita hanya menjadi negara pengimpor atau pedagang yang relatif sedikit memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional dibandingkan menjadi negara industri atau produsen. Ditambah lagi dengan data yang menunjukkan bahwa perkiraan kebutuhan terhadap output 27 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
industri petrokimia tersebut akan semakin tinggi dan belum mampu dipenuhi oleh produksi di dalam negeri. PERKIRAAN KAPASITAS DAN KEBUTUHAN Tahun 2011 NO
PRODUK
KAPASITAS
KEBUTUHAN
1
Crude Oil
950.000 BPD
1.050.000 BPD
2
BBM
45.000.000 KLPY
57.000.000 KLPY
3
Ethylene
600.000 TPY
1.200.000 TPY
4
Propylene
610.000 TPY
820.000 TPY
5
Paraxylene
750.000 TPY
1.000.000 TPY
6
Condensate
120.000 BPD
100.000 BPD
7
Naphtha
0 )*
1.700.000 TPY
)* Naphtha dipakai untuk proyek langit biru dan diexport; pabrik petro kimia olefin mengimport naphtha: 1,7 juta ton per tahun.
Proyeksi Kebutuhan Tahun 2015 NO
PRODUK
KEBUTUHAN TAHUN 2015
1
BBM
62,37 juta KL per tahun
2
Naphtha
7,71 juta ton per tahun
3
Ethylene
1,44 juta ton per tahun
4
Propylene
1,16 juta ton per tahun
5
Paraxylene
1,25 juta ton per tahun
Asumsi : a. b. c. d. e. f. g.
Kapasitas kilang minyak tahun 2010 : 1 juta BPD. Konsumsi BBM tahun 2010 : 56,7 juta KL per tahun. Pertumbuhan konsumsi BBM : 2 % ( konversi BBM ke gas, bio fuel dan batubara). Kapasitas pabrik olefin tahun 2010 : 600,000 ton ethylene per tahun. Pertumbuhan rata-rata industry olefin : 4 %. Kapasitas condensate splitter tahun 2010 : 100,000 BPD. Kapasitas pabrik aromatik tahun 2010 : 750,000 ton paraxylene per tahun.
Sumber: Suhatmiarso, VP PT. Chandra Asri Petrochemical, Tbk. (makalah Industri Petrokimia Banten)
Belum adanya kejelasan mengenai kebijakan dan implementasi kebijakan yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir menyebabkan keprihatinan tersendiri seiring tumbuhnya industri sejenis di negara lain dan menjadikan negara kita menjadi basis konsumen penjualan produk dari luar negeri tersebut. Karakteristik industri Petrokimia Indonesia seperti itu dapat berpotensi menurunkan daya saing dan margin industri petrokimia, bahkan beberapa industri telah melakukan konversi usaha dari perusahaan manufaktur ke perusahaan perdagangan untuk menghindari risiko usaha yang lebih tinggi . Keprihatinan itulah yang menggerakkan Bank Indonesia Serang untuk turut memfasilitasi penyelenggaraan Konferensi Nasional Klaster Industri Petrokimia (KIP) 2011 untuk meluruskan benang kusut yang terjadi diantara para pelaku yang terkait dengan pengembangan industri petrokimia khususnya olefin di Banten.
28 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Terjadinya krisis global tahun 2008, pemberlakuan C-AFTA serta Pasar Bebas ASEAN tahun 2015 semakin memberikan tantangan bagi perkembangan industri petrokimia. Meskipun Kementerian Perindustrian telah menyusun suatu kebijakan perkembangan klaster industri petrokimia, dan di Banten juga sudah dibentuk kelompok kerja klaster industri petrokimia, namun upaya tersebut belum optimal dalam mendukung perkembangan industri petrokimia. Konferensi Nasional setengah hari yang akan diselenggarakan pada tanggal 27 September 2011 ini akan dilaksanakan di Hotel Aston Paramount Serpong Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk meningkatkan koordinasi terkait perencanaan dan implementasi kebijakan sesuai dengan (road map) pengembangan klaster industri petrokimia sebagai salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian daerah dan nasional. Adapun tujuan lainnya yaitu untuk menemukan solusi yang tepat guna mengurai benang kusut berbagai permasalahan yang menyelimuti perkembangan klaster industri petrokimia di Indonesia. Konferensi nasional KIP juga bertujuan untuk menemukan gambaran yang jelas tentang arah kebijakan, dukungan pemerintah daerah maupun pusat dalam pengembangan klaster industri petrokimia serta dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat sebagai dasar pertimbangan melakukan investasi. Selain itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan dari semua pihak guna pengembangan klaster industry petrokimia dan kaitannya dengan pengembangan teknologi, pembiayaan, infrastruktur dan sumber daya manusia. Mengambil tema “Menuju Klaster Industri Petrokimia Yang Berdaya Saing Tinggi dalam Mendukung
Perekonomian
Nasional”,
maka
kehadiran
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan terutama para pelaku industri, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, asosiasi usaha industri, unsur legislatif, BUMN terkait, perbankan, akademisi, tersebut dari hulu hingga hilir, Pokja Klaster Industri Petrokimia dan lembaga terkait lainnya sangat diharapkan. Dalam acara tersebut, sambutan rencananya akan sampaikan oleh Gubernur Banten, Keynote Speakers oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Koordinator Perekonomian RI. Adapun narasumber yang
membahas perkembangan petrokimia dari Pemerintah Provinsi
Banten, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Asosiasi Petrokimia, Perwakilan Investor (Pertamina) dan Pelaku Industri Petrokimia (PT Chandra Asri) serta akademisi. Selain diskusi yang sangat intensif antar peserta, konferensi tersebut menghasilkan butir-butir kesimpulan sebagaimana dokumen seperti terlampir dibawah ini:
29 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
30 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
31 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
32 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Penurunan inflasi Banten menunjukkan kondisi yang membaik hingga akhir triwulan IV 2011 dan tetap berada di bawah level inflasi nasional. Pada akhir triwulan IV 2011, inflasi Banten berada pada level 3,45% (yoy) yang merupakan level terendah sejak awal tahun 2011. Secara kontinu inflasi yoy1 Banten menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan kondisi selalu berada di bawah level inflasi nasional sejak tahun 2010 hingga saat ini. Tercatat inflasi yoy nasional pada akhir triwulan IV 2011 sebesar 3,79% (yoy). Kondisi inflasi Banten pada level yang rendah didorong oleh relatif stabilnya kondisi pasokan komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan harga-harga komoditas yang ditetapkan oleh pemerintah (administered prices). Relatif membaiknya kondisi cuaca dan curah hujan pada tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya menjadi pendorong membaiknya kondisi pasokan bahan makanan khususnya yang harganya bergejolak pada triwulan IV 2011. Selain itu, ditundanya pemberlakuan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi oleh pemerintah juga menjadi faktor yang menahan kenaikan laju inflasi Banten maupun secara nasional. Koordinasi antara para pihak terkait dalam rangka stabilisasi harga dan pengendalian inflasi di daerah semakin baik dan diperkirakan turut mendukung pencapaian stabilisasi harga di wilayah Banten. Berbagai program yang telah dilaksanakan seperti identifikasi permasalahan dan koordinasi percepatan penyaluran raskin oleh pemerintah dan BULOG, penerapan program cadangan pangan pemerintah provinsi, diseminasi publik dalam rangka meredam ekspektasi peningkatan harga dan berbagai program/kegiatan lainnya diperkirakan memberikan dampak positif terhadap perbaikan kondisi inflasi Banten. Selain itu, penguatan kelembagaan forum/tim pengendalian inflasi daerah di wilayah kota penyumbang inflasi Banten juga terus dipercepat guna memperkuat upaya pengendalian inflasi dan stabilisasi harga di Banten di masa datang.
1
Inflasi yoy berarti level IHK bulan x tahun yt dibandingkan dengan bulan x tahun yt-1
33 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
2.1. Perkembangan Inflasi Banten Inflasi Banten tetap terjaga rendah pada triwulan IV 2011 sebesar 3,45% (yoy) membaik dibandingkan akhir triwulan sebelumnya sebesar 4,18% (yoy) yang tetap lebih rendah dibandingkan inflasi nasional. Inflasi Banten pada akhir triwulan IV 2011 terus membaik dan berada pada level terendah sejak awal tahun 2011 hingga saat ini yaitu sebesar 3,45% (yoy). Sejak awal tahun 2010 hingga periode laporan tren inflasi Banten menunjukkan perkembangan menggembirakan dengan level selalu berada di bawah inflasi nasional dan pergerakan yang searah. Inflasi nasional pada akhir triwulan IV 2011 tercatat sebesar 3,79% (yoy), sehingga deviasi inflasi Banten dengan inflasi nasional menjadi sebesar -0,39%.
12.00 10.00
% yoy
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 91011123 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 -2.00 Deviasi
2009
Nasional
2011 Banten
Grafik II.1. Perbandingan Inflasi yoy Banten dan Nasional Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI
2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Perubahan indeks harga tahunan secara umum di Banten pada triwulan IV 2011 terutama dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, listrik, gas dan air bersih. Membaiknya kondisi cuaca dan musim secara umum pada tahun 2011 yang mempengaruhi ketersediaan jumlah pasokan komoditas bahan makanan terutama yang harganya bergejolak (volatile) dan memiliki nilai konsumsi yang tinggi seperti beras, ikan segar, bumbu-bumbuan serta beberapa komoditas bahan makanan lainnya menjaga inflasi tahunan Banten pada triwulan laporan tidak setinggi triwulan sebelumnya. Di sisi lain, tetap tingginya kebutuhan akan tempat tinggal pada tahun ini menyebabkan terjadinya kenaikan biaya tempat tinggal dan biaya penyelenggaraan rumah tangga. Subkelompok tersebut kemudian menjadi pendorong tingginya sumbangan kelompok perumahan, air terhadap inflasi yoy Banten triwulan IV 2011 walaupun membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
34 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
5
12
4
10
4
8
3 3
%
%
6
2
4
Inflasi yoy Tw III '11
2
Andil Inflasi Tw III '11
2
Inflasi yoy Tw IV '11
1
Andil Inflasi Tw IV '11
1
0
0 -1
-2
Grafik II.2. Perbandingan Inflasi Tahunan
Grafik II.3. Perbandingan Andil Inflasi
Banten Triwulan III dan Triwulan IV 2011
Tahunan Banten Triwulan III dan Triwulan IV
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
2011 Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu, perubahan indeks harga secara triwulanan atau inflasi qtq Banten pada triwulan IV 2011 sebesar 0,91% terutama disebabkan oleh masih tingginya permintaan terhadap kelompok bahan makanan dan kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau. Kondisi tersebut tercermin dari tingginya perubahan indeks harga pada subkelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, buah-buahan dan tembakau. Tabel II.1. Perkembangan Inflasi Banten per Kelompok Barang/Jasa 2010 Kelompok Barang/Jasa Umum Bahan Makanan Makmin,Rokok dan Tbk Perum,Air,LGA dan BB Sandang Kesehatan Pend.Rekreasi dan OR Trans,Kom dan Jasa Keu.
2011
Tw III qtq 2.23 4.49 0.91 2.32 3.34 1.30 0.41 1.18
Tw IV
yoy 4.59 9.00 4.57 3.65 6.85 3.81 5.05 -0.31
qtq 1.61 3.39 0.54 1.28 2.68 1.982 2.83 -0.32
Tw I
yoy 6.10 14.10 3.76 4.41 8.37 5.30 3.64 1.10
qtq 0.37 -0.16 0.61 0.79 -0.77 1.52 1.01 0.10
Tw II
yoy 5.76 13.12 2.87 4.67 6.63 5.63 4.40 1.06
qtq 0.45 0.12 0.37 1.08 1.39 0.74 0.09 -0.15
yoy 4.73 8.00 2.46 5.58 6.75 5.66 4.40 0.80
Tw qtq 1.69 2.12 0.98 1.03 7.76 1.23 5.21 -0.38
III yoy 4.18 5.54 2.53 4.25 11.32 5.59 9.38 -0.75
Tw qtq 0.91 2.62 0.95 0.22 -1.29 0.47 0.07 0.45
IV yoy 3.45 4.76 2.95 3.16 7.02 4.03 6.44 0.02
Sumber: BPS Provinsi Banten
Trans, Kom dan Jasa Keu Andil Inflasi
Pend, Rekreasi dan Olahraga
Inflasi (qtq)
Kesehatan Sandang Perum, Air, LGA dan BB Makmin, Rokok dan Tbk Bahan Makanan Umum
-2
-1
0
1
2
3
%
Grafik II.4. Inflasi dan Andil Inflasi qtq Banten Triwulan IV 2011 Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
35 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota Tren inflasi tahunan ketiga kota, yaitu Serang, Tangerang dan Cilegon menurut perhitungan inflasi di Banten mengalami penurunan pada akhir tahun 2011. Inflasi di ketiga kota masih terjaga rendah dan stabil dengan tingkat inflasi terendah terjadi di Kota Cilegon sebesar 2,78% (yoy). Sementara itu laju inflasi di Kota Tangerang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kota lainnya yang banyak disumbang dari komponen inti akibat tarikan permintaan terkait semakin berkembangnya kondisi residensial dan pusat bisnis di Wilayah Tangerang dan sekitarnya. Selain itu, karena didukung oleh tingginya minat masyarakat yang bekerja/berusaha di wilayah DKI Jakarta yang umumya memiliki penghasilan relatif tinggi untuk bermukim di sekitar Wilayah Tangerang, baik di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan maupun Kabupaten Tangerang. Tabel II.2. Perkembangan Inflasi Wilayah Banten per Kota Inflasi yoy Banten Cilegon Serang Tangerang qtq Banten Cilegon Serang Tangerang ytd Banten Cilegon Serang Tangerang
2010 Tw I
Tw II
2011 Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
3.16 3.36 4.21 2.92
4.44 4.64 4.80 4.34
4.59 4.43 3.69 4.79
6.10 6.12 6.18 6.08
5.76 5.52 5.43 5.86
4.73 3.51 3.56 5.18
4.18 2.75 4.11 4.44
3.45 2.35 2.78 3.78
0.70 0.87 0.31 0.74
1.43 1.60 1.87 1.32
2.23 1.69 1.54 2.46
1.61 1.82 2.33 1.44
0.37 0.30 -0.40 0.53
0.45 -0.33 0.07 0.66
1.69 0.95 2.07 1.75
0.91 1.42 1.03 0.80
0.70 0.87 0.31 0.74
2.14 2.49 2.19 2.07
4.42 4.22 3.76 4.58
6.10 6.12 6.18 6.08
0.37 0.30 -0.40 0.53
0.82 -0.03 -0.33 1.19
2.52 0.91 1.73 2.96
3.45 2.35 2.78 3.78
Sumber: BPS Provinsi Banten
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Pada triwulan IV 2011, tekanan inflasi dari sisi tekanan permintaan masih tetap kuat, sementara dari sisi supply relatif melemah. Perkiraan meningkatnya konsumsi swasta pada periode laporan mendorong tingginya permintaan terhadap barang-barang dan kemudian terhadap peningkatan inflasi inti dan tercermin dari pergerakan dan andil inflasi inti. Sementara itu, tekanan dari sisi supply yaitu dari komoditas dengan harga bergejolak (volatile foods) dan
administered prices cenderung melemah pada periode laporan yang didukung oleh terjaganya pasokan dan stabilnya harga komoditas administered prices. Di sisi ekspektasi inflasi, berdasarkan hasil Survei Konsumen wilayah Banten, terindikasi adanya sedikit kecenderung peningkatan harga yang diekspektasikan masyarakat namun masih dalam taraf yang relatif stabil.
36 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Boks II. PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG BANTEN 2011
Inflasi secara sederhana dapat diartikan sebagai meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Jo. UU No. 3 tahun 2004 mengemban tugas mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap mata uang negara lain melalui penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Namun, kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia hanya dapat mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan agregat dan tidak dapat secara khusus ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan seperti adanya gejolak dari sisi supply, sedangkan inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran seperti kenaikan BBM, banjir, gagal panen dan gejolak
supply lainnya. Berdasarkan data historis, rata-rata inflasi IHK nasional dalam kurun waktu 25 tahun terakhir sebesar 11% (termasuk periode krisis 1997/1998) atau 8% dengan mengeluarkan periode krisis menunjukkan bahwa penurunan inflasi di Indonesia berjalan dengan sangat lambat. Di sisi lain, kondisi serupa juga terjadi di Banten. Rata-rata inflasi Banten sejak tahun 2003 hingga saat ini juga mencapai hampir 9% dan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Widihartanto dan Lestari (2010), inflasi Banten bersifat persisten dengan laju penurunan yang relatif lambat. Di sisi lain, kontribusi inflasi daerah terhadap nasional pun cukup berarti termasuk Banten. Dengan bobot sebesar 5,37% terhadap inflasi nasional, kenaikan inflasi Banten juga akan meningkatkan tekanan terhadap inflasi nasional. Oleh karena itu, eksplorasi dan pengenalan terhadap karakteristik inflasi dan pembentukan harga menjadi penting. Selain itu, berdasarkan hasil Focus Group Discussion dan pertemuan-pertemuan dalam rangka pengendalian inflasi di Banten, ditemukan permasalahan yaitu belum terpetakannya alur pasokan dan distribusi komoditas-komoditas yang memberikan kontribusi besar terhadap level maupun fluktuasi inflasi khususnya kelompok bahan makanan yang banyak dipasok dari daerah lain. Oleh sebab itu, penelitian dengan judul tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemetaan terhadap struktur pasar serta pola distribusi serta pembentukan harganya di masing-masing rantai distribusi, baik dari sisi produsen, pedagang besar maupun pengecer atas obyek penelitian yaitu komoditas yang bersifat strategis terhadap pembentukan inflasi Banten.
37 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Pada tahap awal, survei dilakukan kepada produsen/pedagang dengan mengacu pada daftar nama yang telah disediakan oleh Bank Indonesia Serang. Kemudian, responden awal tersebut diwawancara secara acak. Selanjutnya dari hasil wawancara tersebut dilakukan teknik purposive
random sampling. Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak mengetahui secara jelas besar populasi dari penelitian sehingga penelitian ini menggunakan informasi dari lokasi pasar yang cukup besar kemudian meminta untuk menunjukan sampel berikutnya. Apabila persentase komposisi produsen tidak terpenuhi/tidak ada maka dialihkan kepada distributor penjual produk produsen. Proses pemilihan komoditas strategis tersebut dilakuan melalui tiga metode yaitu: a. Melalui penghitungan andil inflasi rata-rata terbesar untuk mempertimbangkan sumbangan secara keseluruhan yaitu inflasi maupun deflasi yang terjadi menggunakan data Survei Biaya Hidup (SBH) 2002; b. Melalui penghitungan andil inflasi absolut rata-rata terbesar untuk menekankan pada volatilitas inflasi komoditas dengan tetap memperhitungkan besarnya sumbangan terhadap perhitungan inflasi menggunakan data Survei Biaya Hidup (SBH) 2002. Penggunaan pendekatan data SBH 2002 pada metode pertama dan kedua didasarkan pada aspek ketersediaan data, dimana data nilai konsumsi per komoditas sejak pemberlakuan penghitungan inflasi menggunakan SBH 2007 pada Juni 2008 hingga akhir tahun 2010 tidak tersedia. Kota yang menjadi target perhitungan inflasi Banten pun masih mencakup Kota Serang/Cilegon; c. Nilai konsumsi (bobot) terbesar untuk menambahkan aspek keterkinian data dengan menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) 2007. Dari hasil sortasi melalui kombinasi metode tersebut di atas dan juga dengan judgment peneliti maka diperoleh 15 komoditas utama yang menjadi obyek penelitian inflasi sebagai berikut: Tabel III.1. 15 Komoditas Strategis Terpilih Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Komoditas Beras Daging Ayam Ras Minyak Goreng Tempe Mie Kering Instant Gula Pasir Jeruk Daging Sapi Telur Ayam Ras Cabe Merah Ikan Kembung Bawang Merah Tahu Mentah Udang Basah Ayam Hidup
Bobot NK (%) SBH 2002 SBH 2007 6,57 5,04 2,24 1,48 1,95 1,44 0,84 0,73 0,84 0,66 0,78 0,53 0,82 0,52 0,54 0,51 1,11 0,47 0,59 0,42 0,68 0,40 0,64 0,31 0,64 0,31 0,53 0,23 0,53 0,12
38 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Kemudian, dalam proses survei berikutnya, ditetapkan pangsa responden yang akan disurvei berdasarkan jenis pekerjaannya, yakni produsen, pedagang pengumpul, grosir, pedagang eceran di pasar tradisional dan modern. Total target responden yang disurvei adalah sebanyak 300 responden. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Sebagian besar komoditas strategis mengalami asimetrik harga yang cenderung positif dan mengalami kekakuan penurunan harga (downward price rigidity). Khusus komoditas pertanian (dalam arti luas) cenderung lebih mengalami fluktuasi harga yang besar. 2. Komoditas olahan industri seperti tahu mentah dan tempe ternyata juga mengalami asimetrik harga positif dan cenderung kaku di Banten karena harga jualnya sangat dipengaruhi oleh pasokan bahan baku yang banyak berasal dari impor. 3. Tingkat kompetisi dan keterkaitan antar pelaku pada masing-masing komoditas relatif bervariasi. Sementara itu, struktur pasar terkonsentrasi pada pedagang besar dan grosir. 4. Pelaku dengan asimetrik harga terbesar di Banten terjadi pada pengecer di pasar tradisional dan pasar modern. 5. Jalur distribusi yang relatif panjang terjadi pada komoditas cabe merah, bawang merah, jeruk dan beras, sedangkan yang relatif lebih pendek terjadi pada komoditas tempe, tahu, ikan kembung dan mie kering instan. Bahkan seringkali terjadi perdagangan antara daerah karena adanya asimetrik harga dan ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan pasokan komoditas setelah memperhitungkan biaya distribusi dan biaya lainnya. 6. Penyebab terjadinya (determinan) asimetrik harga terutama disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi dan ketersediaan pasokan/penguasaan informasi pasar oleh pelaku pedagang tertentu. 7. Margin tertinggi secara relatif terjadi pada level pengecer di pasar tradisional. 8. Kecenderungan permintaan terhadap mie kering instan saat ini semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah dan referensi penduduk dalam mengkonsumsi komoditas ini. Namun, karena pasokan bahan baku berupa gandum sangat tergantung dari impor, maka perlu diwaspadai karena jika preferensi konsumen semakin meningkat dalam mengkonsumsi produk tersebut, komoditas tersebut cenderung mengalami kekakuan penurunan harga yang mendorong inflasi Banten, mengingat bobotnya cukup besar yaitu sebesar 0,66%. 9. Hambatan distribusi terindikasi masih cukup banyak di Banten, terutama masalah cuaca dan infrastruktur jalan yang kurang dan bahkan tidak memadai khususnya di wilayah sentra pertanian Banten di wilayah Selatan. 10. Berdasarkan hasil survei tertangkap informasi bahwa nilai tukar Rupiah terhadap USD cukup berpengaruh terhadap harga jual, khususnya komoditas dengan bahan baku impor. Responden mengharapkan nilai tukar Rupiah yang ideal yaitu sekitar Rp 8.500 per USD. 39 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Rekomendasi Kebijakan 1. Percepatan konektivitas antar daerah antara lain melalui pembangunan maupun pemeliharaan infrastruktur jalan, pemberian insentif bagi pelaku usaha di bidang jasa angkutan umum yang melayani sentra produksi ke pasar atau tetap mempertahankan transportasi perintis di wilayah yang jauh dari pusat perkotaan seperti di wilayah Banten bagian Selatan, mempercepat waktu arus penyebrangan antar wilayah/pulau untuk memperkecil hambatan distribusi. 2. Mengingat cuaca menjadi salah satu faktor utama yang menghambat distribusi, maka diperlukan adanya suatu kajian khusus untuk membantu produsen pertanian (dalam arti luas) untuk tetap menjaga produksinya yang dikondisikan secara khusus sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi cuaca yang kurang menguntungkan, seperti sosialisasi dan implementasi resi gudang kepada petani yang dikelola secara profesional. Pengelola bisa dilakukan oleh BUMD atau pihak lainnya dengan dasar pro kepada kepentingan para petani. 3. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, dapat terus dilakukan upaya peningkatan produktivitas dan pengembangan program pangan strategis serta menjaga ketersediaan lahan pertanian melalui konsistensi penataan tata ruang wilayah. 4. Mengingat preferensi terhadap mie instant yang tinggi dengan kondisi bahan bakunya yang berasal dari impor dan dipengaruhi harga internasional, maka sangat dibutuhkan suatu pengembangan dan kerjasama dengan industri manufaktur untuk mengembangkan mie instant yang berbahan dasar non terigu dan lebih diarahkan pada bahan pangan lokal yang banyak terdapat di Banten. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan diversifikasi pangan Banten. 5. Untuk meningkatkan akses terhadap harga dan mengurangi asimetri informasi antar pelaku di setiap rantai pemasaran komoditas maka dibutuhkan suatu sistem informasi harga yang akurat, reliable, tepat waktu dan terpelihara secara baik dalam jangka panjang, yang disusun bersama oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan pemerintah daerah lainnya/lembaga vertikal terkait atau pemerintah pusat dengan provider telekomunikasi yang mudah diakses oleh masyarakat, misalnya melalui telepon genggam atau internet. 6. Perlu kerja sama penanganan inflasi komoditas strategis antar daerah mengingat stabilisasi harga di Banten tidak bisa dilakukan secara parsial kedaerahan mengingat adanya keterkaitan yang tinggi dalam pasokan/distribusi barang antar daerah, antara lain penciptaan kerja sama pengelola/himpunan pedagang pasar induk atau pasar di wilayah Banten dengan beberapa pemasok dari luar daerah Banten. Selain itu, hasil penelitian ini selanjutnya akan dielaborasi dengan hasil penelitian sejenis dari daerah lain untuk menemukan linkage dari pola arus pasokan barang dan jasa serta pembentukan harga sekaligus masalah hambatan distribusinya. 40 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Ekspansi perbankan di Banten pada triwulan IV 2011 diikuti pula oleh kualitas kredit yang membaik, namun proses intermediasi perbankan belum terlihat optimal seiring melambatnya kinerja sektor keuangan maupun perekonomian Banten. Kondisi tersebut tercermin dari menurunnya rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) bank umum dari sebesar 74,25% pada triwulan III 2011 menjadi sebesar 74,05% pada triwulan laporan. Namun demikian, risiko kredit bank umum mengalami penurunan dari sebesar 2,53% pada triwulan III 2011 menjadi 1,9% pada triwulan laporan. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat dan perbankan syariah juga mengalami kinerja yang menurun. Kondisi ini diperkirakan dapat menahan perlambatan kinerja sektor keuangan secara umum. Melambatnya kinerja perbankan juga diindikasikan dari melambatnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), meskipun tetap tumbuh pada level yang tinggi. Penyaluran KUR hingga akhir triwulan IV 2011 masih menunjukkan perkembangan yang signifikan. Nominal KUR yang disalurkan posisi Desember 2011 mencapai Rp 1,3 triliun dengan level pertumbuhan sedikit melambat menjadi 63,13% (yoy) dari periode sebelumnya sebesar 92,97%. Tidak mudahnya mencari calon debitur KUR yang layak dan sudah semakin banyaknya debitur yang “naik kelas” atau
masuk dalam
katagori kredit retail (komersil) menyebabkan angka
pertumbuhan menjadi melambat. Berdasarkan volumenya, transaksi non tunai dalam sistem pembayaran di Banten pun menunjukkan sedikit penurunan kinerja pada triwulan IV 2011, Kondisi tersebut terindikasi dari menurunnya pertumbuhan volume pembayaran yang dilakukan melalui kliring maupun RTGS.
3.1. PERKEMBANGAN INTERMEDIASI BANK UMUM Kegiatan intermediasi bank umum masih cenderung stagnan pada triwulan IV 2011 yang tercermin dari menurunnya rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio ) dari sebesar 74,25% menjadi 74,05% pada periode laporan. Kinerja penyaluran kredit oleh bank umum pada periode laporan melambat dengan level pertumbuhan sebesar 31,68% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya mencapai pertumbuhan yang relatif tinggi sebesar 41 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
41,95% (yoy). Selain itu, penghimpunan simpanan/dana pihak ketiga juga melambat hingga berada pada level 35,84% (yoy) dengan nominal Rp 70,16 triliun. Namun demikian, terjadi penurunan risiko kredit yang ditunjukkan oleh penurunan rasio kredit non lancar (Non
Performing Loan) dari 2,53% menjadi sebesar 1,9%. Tabel III.1. Indikator Bank Umum yang Berlokasi di Wilayah Banten Uraian DPK Kredit Berdasarkan Lokasi Bank di Provinsi Banten Loan to Deposit Ratio Rasio Kredit Non Lancar Berdasarkan Lokasi Bank di Provinsi Banten Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Provinsi Banten *)
Unit Nominal Growth Nominal Growth Rasio
Rp. Juta % (yoy) Rp. Juta % (yoy) %
NPL % Nominal Rp. Juta Growth % (yoy)
2010 2011 Tw IV Tw I Tw II Tw III 51.650.352 54.385.339 62.527.893 66.259.872 20,83 47,42 46,11 65,31 39.453.382 42.418.187 45.426.766 49.198.175 39,64 31,76 39,12 41,95 76,39 78,00 72,65 74,25
Tw IV 70.164.327 35,84 51.951.404 31,68 74,04
2,34 2,38 2,58 2,53 1,90 81.704.949 79.827.825 83.819.998 92.119.713 112.219.927 40,8 38,15 14,97 28,14 37,35
Sumber: Bank Indonesia
3.1.1. Perkembangan Simpanan/Dana Pihak Ketiga (DPK) Masyarakat Penghimpunan Dana Pihak Ketiga oleh bank umum di wilayah Banten melambat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan bertambahnya luasan kantor bank di Banten dan iklim persaingan antar bank yang semakin tinggi. Dana yang dapat diserap masyarakat oleh bank umum di Banten pada triwulan IV 2011 tercatat sebesar Rp 70,16 triliun atau bertumbuh sebesar 35,84% (yoy). Angka tersebut lebih rendah daripada triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 65,31% (yoy). Pertumbuhan pada semua jenis dana simpanan relatif melambat pada periode laporan. Giro bertumbuh sebesar 41,32% (yoy),
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
35
2009
2010
23,71
25
Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2008
29,26
30
2011
Rp Triliun
80 70 60 50 40 30 20 10 -
% yoy
Rp Triliun
tabungan bertumbuh sebesar 41,94% (yoy) dan deposito bertumbuh sebesar 28,93% (yoy).
20 15 10
30,80 30,57
25,90
25,11
20,97
19,27
22,55
18,0917,69 17,70 17,94 16,06 17,03 15,5714,52 15,63 14,49 13,48 14,82 13,62 13,58 14,17 12,51 12,30 12,91 10,25 10,79 9,95 8,74 7,83 7,55 7,51 7,35 6,28
5 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2009
Nominal DPK
Growth (RHS)
2010 Giro
Tabungan
2011
Deposito
Grafik III.1. Perkembangan Dana Pihak
Grafik III.2. Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Ketiga Bank Umum di Banten
di Banten per Komponen
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
42 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Giro 20,65%
Deposito 43,57%
Tabungan 35,78%
Grafik III.3. Porsi Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Banten Triwulan IV 2011 Sumber: Bank Indonesia
Tabel III.2. Perkembangan Simpanan/Dana Pihak Ketiga Bank Umum Wilayah Banten per Komponen 2010 Tw IV
Komponen Giro Nominal (Rp. Juta) Pertumbuhan (% yoy) Pangsa (%) Tabungan Nominal (Rp. Juta) Pertumbuhan (% yoy) Pangsa (%) Deposito Nominal (Rp. Juta) Pertumbuhan (% yoy) Pangsa (%) TOTAL Pertumbuhan (% yoy)
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
10.252.215 17,24 19,85
10.786.234 46,78 19,83
12.299.304 23,61 19,67
12.912.530 64,95 19,49
14.488.422 41,32 20,65
17.687.567 10,15 34,24
17.701.104 41,49 32,55
20.965.476 54,41 33,53
22.551.507 59,19 34,03
25.106.143 41,94 35,78
23.710.570 25.898.001 29.263.113 30.795.835 30.569.762 32,13 52,05 51,88 70,26 28,93 45,91 47,62 46,80 46,48 43,57 51.650.352 54.385.339 62.527.893 66.259.872 70.164.327 20,83 47,42 46,11 65,31 35,84
Sumber: Bank Indonesia
Hingga saat ini, belum terjadi perubahan struktur penghimpunan dana masyarakat di Bank. Dalam kondisi tingkat suku bunga yang relatif rendah dibandingkan beberapa periode sebelumnya, jenis simpanan deposito masih memegang pangsa tertinggi (43,57%) terhadap total dana pihak ketiga pada triwulan laporan. Dengan besaran nominal sebesar Rp. 30,57 triliun, jenis simpanan deposito bertumbuh sebesar 28,93% pada periode laporan. Tingkat suku bunga deposito yang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis/komponen lainnya menyebabkan nasabah lebih menyukai deposito dibandingkan dengan jenis simpanan lainnya seperti tabungan dan giro.
43 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.3. Perkembangan Deposito Bank Umum Wilayah Banten berdasarkan Jangka Waktu (dalam Rp Juta) Jangka Waktu Deposito
2010
2011
<=1 BULAN
Tw IV 14.889.366
Tw I 19.251.092
Tw II 18.736.856
Tw III 19.401.869
Tw IV 17.545.144
<=3 BULAN
5.902.161
5.620.039
7.088.001
7.587.106
9.374.657
<=6 BULAN
1.924.078
2.097.959
2.290.327
2.578.350
2.184.223
<=12 BULAN
791.939
875.384
1.017.100
1.073.057
1.112.806
<=18 BULAN
76.859
94.434
109.172
133.510
311.746
<=24 BULAN
34.776
17.519
14.105
14.664
30.440
<=36 BULAN
1.117
1.122
1.408
1.032
512
90.274
8.914
6.144
6.246
10.234
>36 BULAN TOTAL
23.710.570 27.966.463 29.263.113 30.795.835 30.569.762
Sumber: Bank Indonesia
Jenis deposito berjangka 1 bulan masih sangat diminati masyarakat pada triwulan laporan. Jangka waktu deposito berjangka yang cukup beragam dari 1 bulan hingga lebih dari 36 bulan menyebabkan preferensi masyarakat pun meningkat terhadap komponen tersebut. Deposito 1 bulan merupakan jenis deposito yang paling diminati masyarakat dengan kemudahan yang diberikan yaitu jangka waktu yang relatif pendek namun dengan suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan komponen tabungan, sehigga lebih memberikan keleluasan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. 3.1.2. Perkembangan Penyaluran Kredit Provinsi Banten Peningkatan ekspansi kedit bank umum di Banten didorong oleh meningkatnya aktivitas dan ekspansi bisnis yang terjadi di wilayah ini. Nominal kredit yang disalurkan bank umum berdasarkan lokasi bank di Banten pada triwulan IV 2011 tercatat sebesar Rp. 51,95 triliun atau bertumbuh sebesar 31,68% (yoy). Peningkatan kredit tertinggi terjadi pada jenis penggunaan investasi dengan pertumbuhan yang mencapai 62,98% (yoy). Sektor perdagangan dan jasa dunia usaha merupakan dua sektor yang menjadi target penyaluran kredit investasi terbesar dari bank umum yang berlokasi di Banten. Pada sektor perdagangan, perdagangan eceran dan perdagangan dalam negeri merupakan jenis perdagangan yang menggunakan kredit investasi relatif besar dibandingkan dengan jenis perdagangan lainnya. Sementara pada sektor jasa dunia usaha, persewaan mesin konstruksi dan persewaan alat transportasi air turut menjadi sektor usaha pengguna kredit investasi dengan nilai relatif besar dibandingkan dengan jenis jasa dunia usaha lainnya. Di sisi lain, kredit lainnya seperti kredit modal kerja juga bertumbuh tinggi pada periode laporan sebesar 35,52% (yoy) terutama kredit modal kerja untuk jenis usaha perdagangan eceran. Kondisi ini seiring dengan tetap tingginya pertumbuhan ekonomi pada sektor perdagangan meskipun angkanya terindikasi sedikit melambat. 44 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.4. Kredit Bank Umum di Banten per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) 2010 Tw IV 13.238.768 2.787.390 23.427.225 39.453.382
Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi TOTAL
2011 Tw II Tw III 15.666.237 16.495.251 3.658.298 4.059.367 26.102.231 28.643.556 45.426.766 49.198.175
Tw I 14.062.178 3.217.077 25.138.932 42.418.187
Pangsa Growth Tw IV Tw IV-11 (% yoy) Tw IV-11 (% yoy) 16.950.554 32,63 28,04 4.542.767 8,74 62,98 30.458.084 58,63 30,01 51.951.404 100 31,68
Sumber: Bank Indonesia
60
Rp Triliun
40 30 20 10 0
Modal Kerja 32,63%
% yoy
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
50
Konsumsi 58,63% Investasi 8,74%
Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2008
2009
2010
Total Kredit
2011
Growth (RHS)
Grafik III.4. Perkembangan Kredit Bank
Grafik III.5. Porsi Kredit Bank Umum di
Umum di Banten
Banten per Jenis Penggunaan
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
1.000
1.400
70
1.200
60
1.000
50 40 30
400
20
200
10
-
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
400 350 300 250 200 150 100 50 0 -50
800 600 400 200 1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
2011
2011
Nominal Kredit
7
% yoy
600
% yoy
Rp Miliar
800
80
Rp Miliar
1.200
Nominal Kredit
Growth (RHS)
Growth (RHS)
Grafik III.6 Kredit Investasi Untuk Sektor
Grafik III.7. Kredit Investasi Untuk Sektor
Perdagangan Bank Umum di Banten
Jasa Dunia Usaha Bank Umum di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Di sisi lain, tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi di Banten tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang lebih besar dibandingkan dengan jenis kredit produktif seiring meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan perumahan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Tingginya kebutuhan kredit di wilayah Tangerang kemudian memicu peningkatan kebutuhan pembiayaan berupa kredit konsumsi perbankan.
45 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.5. Kredit Bank Umum di Banten per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010 Tw IV
Tw I
Tw II
2011
Tw III
Tw IV
Growth Pangsa Tw IV-11 (%) Tw IV-11 (% yoy)
Pertanian
97.994
102.144
112.285
145.171
260.366
0,50
165,70
Pertambangan
91.312
89.553
236.529
267.023
306.343
0,59
235,49
4.173.234
3.717.918
4.227.316
4.602.183
5.067.827
9,75
21,44
26.984
26.161
16.944
68.032
159.293
0,31
490,32
Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi
1.350.866
1.389.263
1.584.496
1.597.006
1.700.280
3,27
25,87
Perdagangan
4.044.223
5.021.054
5.341.538
5.737.373
6.125.710
11,79
51,47
Pengangkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat
169.556
199.183
218.962
263.157
294.762
0,57
73,84
4.532.262
4.375.914
5.009.748
5.343.859
5.308.080
10,22
17,12 28,82
1.108.815
1.194.988
1.240.077
1.363.791
1.428.357
2,75
Lain-lain
23.858.137
26.302.009
27.438.873
29.810.579
31.300.386
60,25
31,19
BANTEN
39.453.382
42.418.187
45.426.766
49.198.175
51.951.404
100,00
31,68
Sumber: Bank Indonesia
Pertanian 0,50%
Pertambangan Industri Listrik,Gas 0,59% pengolahan dan Air 9,75% 0,31% Bangunan 3,27% Perdagangan 11,79%
Lain-lain 60,25% Pengangkutan 0,57% Jasa Dunia Jasa Sosial Usaha 10,22% Masyarakat 2,75%
Grafik III.8. Porsi Kredit Bank Umum di Banten per Sektor Ekonomi Sumber: Bank Indonesia
Perkembangan kredit untuk sektor listrik, gas dan air bersih terlihat meningkat signifikan sejalan dengan adanya rencana pengembangan jaringan PDAM di wilayah Kota Tangerang . Kredit untuk sektor listrik, gas dan air bersih bertumbuh signifikan hingga mencapai level 490,32% (yoy). Namun tren pertumbuhan yang meningkat tersebut tidak mampu mendorong peningkatan porsi kredit untuk sektor listrik, gas dan air bersih yang hanya 0,31% pada triwulan IV 2011. Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor pertambangan, meskipun memiliki pangsa yang relatif kecil, pertumbuhan kreditnya mencapai level 235,49%. Sementara itu, dengan pangsa kredit yang relatif besar, pertumbuhan kredit pada sektor perdagangan juga mampu mencapai pertumbuhan secara signifikan hingga sebesar 51,47%. Semakin meningkatnya pertumbuhan pembangunan perumahan di Banten mendorong sektor lainnya terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran semakin tinggi. Sayangnya, kondisi ini hanya terjadi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan tidak terjadi secara merata di beberapa daerah lainnya seperti di wilayah Banten selatan.
46 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
3.1.3.
Perkembangan Penyaluran Kredit per Kota/Kabupaten
Pada triwulan IV 2011 bank umum di Kota Tangerang masih menjadi penyalur kredit terbesar dengan pangsa mencapai 55,11%. Belum ada perubahan struktural komposisi penyaluran kredit oleh bank umum di seluruh kota/kabupaten di Banten. Selain Kota Tangerang sebagai penyalur terbesar, bank-bank umum di Kabupaten Tangerang juga menjadi penyalur kedua terbesar dengan pangsa sekitar 22,83% terhadap total kredit. Sementara itu, masih relatif rendahnya jumlah kantor bank di wilayah Lebak dan Pandeglang menyebabkan kontribusi kredit yang diberikan pun masih cenderung rendah dengan pangsa sekitar 1%-2% terhadap total kredit. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan perbaikan serta perluasan pembangunan infrastruktur perlu segera dilakukan agar perbankan terdorong untuk menambah jaringan kantornya di wilayah tersebut, sehingga pemerataan pembangunan dan pembangunan yang berkualitas dapat menjadi keniscayaan. Tabel III.6. Kredit Bank Umum di Banten per Kota/Kabupaten (dalam Rp Juta) Kota/Kabupaten Kab. Lebak Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kab. Pandeglang Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kab. Serang Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kab. Tangerang Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kota Cilegon Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kota Tangerang Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Kota Serang Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Banten
2010 Tw IV
Tw I
Tw II
2011 Tw III
Tw IV
381.334 0,97
404.936 0,95
405.550 0,89
406.302 0,83
403.695 0,78
849.356 2,15
869.970 2,05
901.688 1,98
903.489 1,84
891.005 1,72
1.396.739 3,54
1.528.290 3,60
1.711.245 3,77
1.826.325 3,71
1.975.855 3,80
5.986.026 15,17
8.722.736 20,56
9.432.212 10.540.517 11.861.649 20,76 21,42 22,83
3.233.509 8,20
3.297.361 7,77
3.536.173 7,78
3.847.077 7,82
4.135.100 7,96
24.017.687 24.375.303 25.843.362 27.749.256 28.632.868 60,88 57,46 56,89 56,40 55,11 3.588.730 3.219.591 3.596.536 3.925.210 4.051.231 9,10 7,59 7,92 7,98 7,80 39.453.382 42.418.187 45.426.766 49.198.175 51.951.404
Sumber: Bank Indonesia
A. Kabupaten Tangerang Hingga akhir triwulan IV 2011, belum terjadi perubahan struktur secara signifikan pada penyaluran kredit di daerah ini, dengan porsi terbesar tetap pada kredit konsumsi. Pangsa kredit konsumsi hingga akhir triwulan IV 2011 tetap yang tertinggi sebesar 57,98%. Sementara itu, pangsa kredit modal kerja mengalami sedikit penurunan hingga ke kisaran 33% dan kredit investasi relatif stabil pada kisaran 8% terhadap total kredit di Kabupaten Tangerang. 47 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.7. Kredit Bank Umum di Kabupaten Tangerang per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
1.616.620 27,01
1.601.525 26,27
3.608.224 38,25
3.598.150 34,14
3.944.062 33,25
586.104 9,79
630.080 10,33
812.428 8,61
861.413 8,17
1.039.931 8,77
3.783.302 63,20 5.986.026
3.865.568 63,40 6.097.173
5.011.560 53,13 9.432.212
6.080.954 57,69 10.540.517
6.877.657 57,98 11.861.649
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, selain sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa dunia usaha menjadi sektor yang semakin diminati dalam penyaluran kredit di Kabupaten Tangerang pada triwulan IV 2011. Di sektor industri pengolahan, pada periode laporan kredit tersebut banyak diserap oleh industri coklat dan kembang gula; industri furnitur; industri pakaian jadi dan perlengkapannya; industri plastik dan industri peralatan rumah tangga. Sementara itu pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah tersebut pada periode laporan banyak diserap oleh jenis perdagangan eceran keliling; perdagangan besar tekstil, pakaian jadi dan kulit dan penjualan mobil.
48 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.8. Kredit Bank Umum di Kabupaten Tangerang per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
47.311
49.713
50.434
80.737
66.073
0,79
0,57
0,53
0,77
0,56
12.674
14.168
13.742
16.168
25.961
0,21
0,16
0,15
0,15
0,22
569.416
693.232
822.234
830.379
1.038.932
9,51
7,95
8,72
7,88
8,76
2.880
2.106
676
1.728
5.669
0,05
0,02
0,01
0,02
0,05
268.230
339.504
422.844
418.648
465.759
4,48
3,89
4,48
3,97
3,93
821.034
1.837.284
1.873.715
1.929.958
2.265.348
13,72
21,06
19,87
18,31
19,10
52.053
88.188
88.553
102.999
111.081
0,87
1,01
0,94
0,98
0,94
175.705
117.431
120.236
150.745
197.703
2,94
1,35
1,27
1,43
1,67
225.064
229.210
234.279
240.047
293.536
3,76
2,63
2,48
2,28
2,47
3.811.660
5.351.899
5.805.500
6.769.109
7.391.587
63,68
61,36
61,55
64,22
62,32
5.986.026
8.722.736
9.432.212
10.540.517
11.861.649
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
B. Kabupaten Serang Pada triwulan IV 2011 terlihat bahwa preferensi penyaluran kredit oleh bank umum di Kabupaten Serang tetap relatif tinggi dalam bentuk kredit konsumsi dan belum mengarah ke sektor industri yang merupakan salah satu basis ekonomi daerah tersebut. Sebagian besar kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di wilayah Kabupaten Serang adalah dalam bentuk kredit konsumsi untuk kebutuhan kepemilikan rumah terutama tipe 22 m2 s.d. 70 m2 dan kebutuhan konsumsi lainnya. Sementara itu kredit modal kerja banyak disalurkan untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan atau sektor jasa dunia usaha khususnya subsektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan.
49 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.9. Kredit Bank Umum di Kabupaten Serang per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
332.181 23,78
415.437 27,18
500.532 29,25
426.599 23,36
452.504 22,90
203.233 14,55
173.176 11,33
189.796 11,09
266.614 14,60
285.193 14,43
861.325 61,67 1.396.739
939.677 61,49 1.528.290
1.020.917 59,66 1.711.245
1.133.111 62,04 1.826.325
1.238.158 62,66 1.975.855
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, terlihat pula bahwa selain untuk sektor lain-lain yang umumnya digunakan untuk kebutuhan konsumsi, penyaluran kredit untuk sektor jasa dunia usaha dan perdagangan, hotel dan restoran merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Selanjutnya adalah sektor jasa konstruksi sejalan dengan karakteristik bisnis di Kota Serang. Tabel III.10. Kredit Bank Umum di Kabupaten Serang per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010
2011
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
1.406
1.374
1.263
1.069
3.543
0,10
0,09
0,07
0,06
0,18
5.359
3.074
2.386
7.126
10.260
0,38
0,20
0,14
0,39
0,52
24.924
25.242
21.789
21.435
23.459
1,78
1,65
1,27
1,17
1,19
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
535
507
587
592
326
0,04
0,03
0,03
0,03
0,02
97.393
108.586
151.365
164.588
142.753
6,97
7,11
8,85
9,01
7,22
188.819
216.841
244.698
224.653
247.471
13,52
14,19
14,30
12,30
12,52
2.056
1.560
1.561
1.715
1.925
0,15
0,10
0,09
0,09
0,10
200.123
215.839
245.986
253.128
282.825
14,33
14,12
14,37
13,86
14,31
14.785
15.583
20.667
18.908
25.135
1,06
1,02
1,21
1,04
1,27
861.339
939.685
1.020.942
1.133.111
1.238.158
61,67
61,49
59,66
62,04
62,66
1.396.739
1.528.290
1.711.245
1.826.325
1.975.855
Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
50 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran belum terdapat perubahan struktural subsektor yang memperoleh kredit terbesar bahwa subsektor perdagangan impor, perdagangan eceran makanan dan minuman, penjualan mobil, perdagangan eceran bahan konstruksi serta perdagangan eceran perlengkapan rumah tangga dan perlengkapan dapur adalah penerima kredit utama pada sektor perdagangan dari bank umum di wilayah Kabupaten Serang. C. Kabupaten Pandeglang Di Kabupaten Pandeglang, jenis kredit konsumsi dan kredit modal kerja mendominasi hampir keseluruhan total kredit yang disalurkan. Di wilayah tersebut, penggunaan kredit konsumsi sebagian besar adalah untuk keperluan pemilikan rumah tinggal s.d. tipe 21 dan untuk keperluan konsumsi lainnya. Sementara itu kredit modal kerja dengan pangsa sebesar 45,92% pada triwulan IV 2011 disalurkan terutama pada sektor pertanian dengan konsentrasi pada jenis pertanian padi. Selain itu, sektor produktif lainnya yang memperoleh kredit modal kerja cukup besar yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran khususnya untuk usaha perdagangan eceran keliling dan sektor industri pengolahan pada usaha daur ulang bukan logam. Kondisi tersebut masih sesuai dengan kondisi ekonomi wilayah ini yang didominasi sektor pertanian dan perdagangan. Tabel III.11. Kredit Bank Umum di Kabupaten Pandeglang per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
372.052 43,80
381.942 43,90
378.604 41,99
384.657 42,57
409.161 45,92
3.245 0,38
3.575 0,41
2.588 0,29
3.403 0,38
2.637 0,30
474.059 55,81 849.356
484.452 55,69 869.970
520.496 57,72 901.688
515.429 57,05 903.489
479.207 53,78 891.005
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi sektor ekonomi, penyaluran kredit pada sektor produktif terutama pada sektor pertanian, sekitar 71,24% kredit yang disalurkan di wilayah tersebut masih didominasi untuk kepentingan konsumtif. Namun jika dilihat penyaluran kredit untuk sektor produktif, sektor pertanian merupakan sektor yang memperoleh kredit terbesar di wilayah tersebut dengan pangsa sekitar 13,59% disusul dengan kredit pada sektor perdagangan dengan pangsa sekitar 13,38%. Belum banyaknya investasi disektor manufaktur atau sektor lainnya menyebabkan variasi kredit hanya terkonsentrasi pada sektor pertanian dan perdagangan. 51 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.12. Kredit Bank Umum di Kabupaten Pandeglang per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010
2011
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
4.074
3.100
2.183
1.963
121.074
0,48
0,36
0,24
0,22
13,59
Pertambangan Nominal (Rp Juta)
-
-
-
-
2
Pangsa (%)
-
-
-
-
0,00
1.861
1.545
1.731
435
968
0,22
0,18
0,19
0,05
0,11
Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta)
-
-
-
-
-
Pangsa (%)
-
-
-
-
-
Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
130
97
39
105
87
0,02
0,01
0,00
0,01
0,01
276.535
260.275
237.065
243.055
119.193
32,56
29,92
26,29
26,90
13,38
Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta)
-
-
-
-
-
Pangsa (%)
-
-
-
-
-
Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta)
-
-
-
9.128
13.990
Pangsa (%)
-
-
-
1,01
1,57
Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
682
641
485
833
921
0,08
0,07
0,05
0,09
0,10
566.074
604.312
660.185
647.970
634.768
66,65
69,46
73,22
71,72
71,24
849.356
869.970
901.688
903.489
891.005
Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
D. Kabupaten Lebak Jika di wilayah lain kredit konsumsi mendominasi porsi penyaluran kredit, di Kabupaten Lebak kredit modal kerja menjadi jenis kredit dengan porsi penyaluran terbesar. Dengan total kredit yang disalurkan bank umum di Kabupaten Lebak pada periode laporan sebesar Rp 403,7 miliar, 66,37% dari total kredit tersebut merupakan jenis kredit modal kerja dengan nominal sebesar Rp 267,93 miliar.
52 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.13. Kredit Bank Umum di Kabupaten Lebak per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
237.309 62,23
251.839 62,19
249.641 61,56
257.944 63,49
267.933 66,37
1.307 0,34
1.197 0,30
1.229 0,30
1.181 0,29
1.073 0,27
142.718 37,43 381.334
151.900 37,51 404.936
154.679 38,14 405.550
147.176 36,22 406.302
134.688 33,36 403.695
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan tujuan utama penyaluran kredit produktif oleh bank umum di wilayah Kabupaten Lebak. Pangsa kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap total kredit yang disalurkan bank umum di wilayah Kabupaten Lebak mencapai 50,72%. Sementara itu, pada sektor lainnya seperti sektor pertanian dan konstruksi terlihat masih cukup rendah. Hal ini perlu mendapat prioritas tersendiri bagi pemda Lebak dan perbankan untuk saling bersinergi agar para pelaku usaha di sektor usaha tersebut yang belum bankable dapat dibantu/dibina menjadi bankable dan dapat memperoleh pembiayaan perbankan dalam meningkatkan kapasitas usahanya, mengingat potensi bisnis di wilayah ini cukup prospektif ditinjau dari segi demografis dan keunggulan lainnya.
53 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.14. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum di Kabupaten Lebak per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010 Tw IV
Tw I
Tw II
2011
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
1.505
1.491
156
2.658
7.481
0,39
0,37
0,04
0,65
1,85
1.199
1.236
1.457
-
63
0,31
0,31
0,36
-
0,02
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
70
59
44
3.108
5.224
0,02
0,01
0,01
0,76
1,29
Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta)
-
-
-
-
-
Pangsa (%)
-
-
-
-
-
4.064
3.718
3.517
5.860
10.683
1,07
0,92
0,87
1,44
2,65
146.202
134.078
121.602
130.400
204.757
38,34
33,11
29,98
32,09
50,72
1.996
1.997
1.996
1.984
2.020
0,52
0,49
0,49
0,49
0,50
Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta)
-
-
-
350
418
Pangsa (%)
-
-
-
0,09
0,10
Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
225
165
-
2.456
23.032
0,06
0,04
-
0,60
5,71
226.074
262.190
276.779
259.485
150.018
59,29
64,75
68,25
63,87
37,16
381.334
404.936
405.550
406.302
403.695
Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
E. Kota Cilegon Struktur perekonomian Kota Cilegon yang sebagian besar ditopang dari sektor industri pengolahan teridentifikasi mendorong tingginya kebutuhan pembiayaan modal kerja. Berdasarkan jenis penggunaannya, konsentrasi/pangsa kredit bank umum di wilayah Cilegon untuk kredit modal kerja sekitar 57% dan total kredit bank umum di kota tersebut. Industri logam dasar dan besi baja merupakan jenis industri yang mernyerap kredit modal kerja terbesar dari bank umum di Kota Cilegon. Dapat diperkirakan bahwa klaster industri logam terjadi di wilayah ini secara mandiri.
54 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.15. Kredit Bank Umum di Kota Cilegon per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2.051.760 63,45
2.024.342 61,39
2.193.969 62,04
2.273.568 59,10
2.350.239 56,84
267.802 8,28
240.300 7,29
250.174 7,07
411.993 10,71
515.312 12,46
913.947 28,26 3.233.509
1.032.719 31,32 3.297.361
1.092.030 30,88 3.536.173
1.161.516 30,19 3.847.077
1.269.550 30,70 4.135.100
Sumber: Bank Indonesia
Sektor produktif yang menjadi tujuan utama penyaluran kredit di Kota Cilegon antara lain sektor industri pengolahan, jasa dan perdagangan. Pada sektor industri pengolahan, sebagian besar kredit yang disalurkan adalah dalam bentuk kredit modal kerja yang banyak diserap oleh industri logam dasar besi baja, sementara itu pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa penunjang perantara keuangan adalah perusahaan jasa yang banyak menyerap kredit dari bank umum di wilayah tersebut. Sementara itu pada sektor perdagangan, perdagangan eceran keliling adalah salah satu jenis perdagangan yang memperoleh kredit terbesar seiring tumbuhnya perekonomian yang semakin baik di Cilegon
55 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.16. Kredit Bank Umum di Kota Cilegon per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
3.314
3.273
3.464
3.375
4.201
0,10
0,10
0,10
0,09
0,10
17.451
13.805
20.718
12.083
20.717
0,54
0,42
0,59
0,31
0,50
1.050.100
968.389
1.002.250
1.110.183
1.142.506
32,48
29,37
28,34
28,86
27,63
6.696
6.234
6.107
56.886
147.794
0,21
0,19
0,17
1,48
3,57
146.287
107.565
135.151
151.756
170.492
4,52
3,26
3,82
3,94
4,12
398.416
427.886
445.073
517.687
559.792
12,32
12,98
12,59
13,46
13,54
32.440
31.989
52.219
79.768
84.040
1,00
0,97
1,48
2,07
2,03
459.700
469.992
511.658
488.116
475.783
14,22
14,25
14,47
12,69
11,51
81.382
94.597
94.119
147.338
153.995
2,52
2,87
2,66
3,83
3,72
1.037.722
1.173.631
1.265.414
1.279.886
1.375.780
32,09
35,59
35,78
33,27
33,27
3.233.509
3.297.361
3.536.173
3.847.077
4.135.100
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
F. Kota Tangerang Sebagian besar penyaluran kredit oleh bank umum di Kota Tangerang disalurkan untuk penggunaan konsumsi karena wilayah ini merupakan salah satu kota penyangga Jakarta yang berfungsi sebagai pusat hunian dengan jumlah penduduk yang besar. Proporsi kredit konsumsi atau kredit sektor lain-lain menduduki peringkat tertinggi terhadap total kredit dari bank umum di Kota Tangerang karena sebagian besar pekerjaan masyarakat di wilayah ini adalah sebagai profesional dan pegawai/ pekerja. Selain itu, angka pertumbuhan penduduknya relatif cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya di Banten. Sementara itu jika dilihat per sektor ekonomi, selain sektor lain-lain (konsumsi), sektor jasa dunia usaha dan sektor perdagangan adalah sektor-sektor yang memiliki proporsi kredit tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
56 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.17. Kredit Bank Umum di Kota Tangerang per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) 2010 Tw IV
Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
6.547.315 27,26
5.954.245 24,43
6.804.433 26,33
7.362.102 26,53
7.315.594 25,55
1.419.473 5,91
1.777.680 7,29
2.076.224 8,03
2.185.148 7,87
2.339.482 8,17
16.050.899 66,83 24.017.687
16.643.378 68,28 24.375.303
16.962.705 65,64 25.843.362
18.202.006 65,59 27.749.256
18.977.792 66,28 28.632.868
Sumber: Bank Indonesia
Tabel III.18. Kredit Bank Umum di Kota Tangerang per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2011
2010 Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
28.772
31.745
41.636
37.617
39.868
0,12
0,13
0,16
0,14
0,14
51.036
49.603
190.751
224.369
241.363
0,21
0,20
0,74
0,81
0,84
1.369.107
1.275.877
1.417.178
1.423.222
1.677.514
5,70
5,23
5,48
5,13
5,86
11.322
10.685
1.257
551
5.393
0,05
0,04
0,00
0,00
0,02
736.309
732.033
750.636
746.487
810.027
3,07
3,00
2,90
2,69
2,83
1.392.883
1.353.190
1.604.503
1.850.862
1.739.525
5,80
5,55
6,21
6,67
6,08
57.002
52.076
52.239
55.825
74.743
0,24
0,21
0,20
0,20
0,26
3.629.955
3.503.443
4.056.598
4.369.626
4.245.503
15,11
14,37
15,70
15,75
14,83
644.724
722.093
764.821
837.468
820.132
2,68
2,96
2,96
3,02
2,86
16.096.577
16.644.557
16.963.743
18.203.229
18.978.800
67,02
68,28
65,64
65,60
66,28
24.017.687
24.375.303
25.843.362
27.749.256
28.632.868
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
G. Kota Serang Struktur kredit Kota Serang memiliki kemiripan dengan Kota Cilegon dimana kredit yang disalurkan terutama adalah untuk tujuan modal kerja dan konsumsi, sementara jika dilihat 57 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
per sektor ekonomi, pada periode laporan kredit tersebut disalurkan terutama untuk sektor industri pengolahan dan perdagangan. Pangsa kredit modal kerja di Kota Serang adalah sekitar 52%-58% yang diikuti oleh kredit konsumsi dengan pangsa sekitar 33%-38%. Sementara itu berdasarkan sektor ekonominya, kredit yang disalurkan tersebut banyak diserap oleh sektor industri pengolahan terutama industri logam dasar besi baja dan industri plastik serta oleh sektor perdagangan khususnya perdagangan eceran keliling. Artinya telah banyak tumbuh industri industri kecil di wilayah ini untuk menyangga wilayah industri cilegon karena letaknya yang berdekatan. Tabel III.19. Kredit Bank Umum di Kota Serang per Jenis Penggunaan (dalam Rp Juta) Jenis Penggunaan Modal Kerja Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Investasi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konsumsi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2.081.531 58,00
1.681.162 52,22
1.930.834 53,69
2.192.232 55,85
2.211.060 54,58
306.225 8,53
291.724 9,06
325.859 9,06
329.614 8,40
359.139 8,86
1.200.974 33,47 3.588.730
1.246.706 38,72 3.219.591
1.339.843 37,25 3.596.536
1.403.364 35,75 3.925.210
1.481.032 36,56 4.051.231
Sumber: Bank Indonesia
58 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.20. Kredit Bank Umum di Kota Serang per Sektor Ekonomi (dalam Rp Juta) Sektor
2010 Tw IV
2011 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertanian Nominal (Rp Juta) Pangsa (%)
11.611
11.447
13.149
17.751
18.126
0,32
0,36
0,37
0,45
0,45
3.594
7.667
7.476
7.278
7.976
0,10
0,24
0,21
0,19
0,20
1.157.755
753.573
962.089
1.213.421
1.179.224
32,26
23,41
26,75
30,91
29,11
5.551
6.629
8.316
8.275
112
0,15
0,21
0,23
0,21
0,00
98.453
97.760
120.944
109.563
100.479
2,74
3,04
3,36
2,79
2,48
820.334
791.500
814.882
840.759
989.624
22,86
24,58
22,66
21,42
24,43
24.009
23.374
22.393
20.865
20.953
0,67
0,73
0,62
0,53
0,52
66.779
69.209
75.271
72.767
91.857
1,86
2,15
2,09
1,85
2,27
141.952
132.698
125.706
116.742
111.606
3,96
4,12
3,50
2,97
2,75
1.258.691
1.325.734
1.446.310
1.517.789
1.531.275
35,07
41,18
40,21
38,67
37,80
3.588.730
3.219.591
3.596.536
3.925.210
4.051.231
Pertambangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Industri Pengolahan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Listrik, Gas dan Air Bersih Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Konstruksi Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Perdagangan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Pengangkutan Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Dunia Usaha Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Jasa Sosial Masyarakat Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) Lain-lain Nominal (Rp Juta) Pangsa (%) TOTAL
Sumber: Bank Indonesia
3.1.4. Risiko Kredit Menurunnya rasio kredit non lancar (NPL) di Banten pada triwulan IV 2011 terjadi pada seluruh komponen jenis penggunaan. Risiko kredit bank umum di wilayah Banten mengalami penurunan, hal ini ditunjukkan dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross yang menurun pada triwulan laporan. Tercatat rasio NPL bank umum konvensional di Banten pada periode laporan adalah sebesar 1,90% lebih rendah dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya sebesar 2,53% dan masih dalam kondisi yang relatif baik karena terjaga dalam koridor batas aman 5%.
59 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
4,00 3,50 3,00
3,71 2,99
3,20
3,083,10 3,00
2,84 2,34
2,50
2,51 2,58 2,53 1,90
% 2,00 1,50
NPL
1,00 0,50 0,00 Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw III IV III IV III IV 2009
2010
2011
Grafik III.9. Rasio Kredit Non Lancar (NPL) Bank Umum di Banten Sumber: Bank Indonesia
Tabel III.21. Rasio Kredit Non Lancar (NPL) Bank Umum di Banten per Jenis Penggunaan (%)
Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Total
2010 2011 Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2,98 3,50 3,53 3,46 2,58 3,99 3,12 2,76 2,80 1,32 1,79 1,88 1,99 1,96 1,61 2,34 2,38 2,58 2,53 1,90
Sumber: Bank Indonesia
3.2. PERKEMBANGAN INTERMEDIASI BANK PERKREDITAN RAKYAT Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat pada triwulan IV 2011 cenderung stagnan yang tercermin dari menurunnya rasio LDR dari 143,49% menjadi 136,96% pada periode laporan. Kinerja penyaluran kredit pada periode laporan melambat dengan level pertumbuhan sebesar 29% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya mencapai pertumbuhan sebesar 35,16% (yoy). Namun demikian, terjadi penurunan risiko kredit yang ditunjukkan oleh penurunan rasio kredit non lancar (Non Performing Loan) dari 12,54% menjadi sebesar 10,75%.
60 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Tabel III.22. Indikator Umum Bank Perkreditan Rakyat 2011
2010
Indikator
Tw IV
Jumlah bank (tidak termasuk kantor cabang) Total Aset (Rp Juta)
Tw I
Tw II
Growth (% yoy)
Tw III
Tw IV
Tw III
Tw IV
72
72
71
70
70
-4,11
-2,78
906.743
944.965
993.282
951.485
1.055.518
11,97
16,41
Dana Pihak Ketiga (Rp Juta)
508.934
544.774
552.783
592.307
656.536
27,03
29,00
Kredit yang Diberikan (Rp. Juta)
697.045
735.993
794.259
849.920
899.208
35,16
29,00
LDR (%)
136,96
135,13
143,68
143,49
136,96
-
-
NPL (%)
11,96
12,72
12,34
12,54
10,75
-
-
Sumber: Bank Indonesia
3.3. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) Penyaluran Kredit Usaha Rakyat/KUR di Provinsi Banten hingga akhir triwulan IV 2011 melambat namun tetap menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Nominal KUR yang disalurkan pada bulan Desember 2011 adalah sebesar Rp 1,3 triliun (bertumbuh sebesar 63,13% yoy) dengan jumlah debitur 84.833 debitur dari periode sebelumnnya sebanyak 81.505 debitur. Baik dari sisi nominal kredit maupun jumlah debitur, penyaluran KUR di Banten bertumbuh pada level yang sangat tinggi walaupun pertumbuhannya melambat dibandingkan triwulan III 2011. Dari 9 bank penyalur KUR di Banten, pertumbuhan yang sangat pesat dan agresif dialami oleh Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri dan Bank Jabar Banten. Tabel III.23. Perkembangan KUR di Provinsi Banten Berdasarkan Bank Penyalur No.
Bank
1
Bank Mandiri
Uraian Kredit (Rp Juta) Debitur
2
Syariah Mandiri
Kredit (Rp Juta) Debitur
3 4 5 6 7 8 9
BNI Bank Bukopin BRI BRI Mikro BTN Bank Jabar Banten Bank DKI TOTAL
Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur Kredit (Rp Juta) Debitur
2010
2011
Tw IV
Tw I
Tw II
Growth (% yoy) Tw III
Tw IV
Tw III
Tw IV
34.326
35.739
54.230
87.716
100.286
506,91
192,16
593
128
488
1.519
1.549
3.604,88
161,21
7.636
9.958
15.154
20.525
21.849
305,52
186,12
52
73
123
176
234
375,68
350,00
54.072
66.219
82.454
95.485
113.318
208,46
109,57
266
301
347
377
420
158,04
57,71
18.435
18.772
20.412
20.412
20.412
10,72
10,72
53
55
57
57
57
7,55
7,55
157.442
165.155
177.137
179.742
188.368
28,45
19,64
1.047
1.097
1.142
1.154
1.191
21,35
13,75
275.918
332.762
389.109
427.918
465.232
91,50
68,61
56.216
63.312
70.174
75.064
79.649
54,75
41,68
177.427
184.799
203.620
230.364
261.293
38,48
47,27
861
923
1.085
1.300
1.535
67,74
78,28
82.528
114.979
145.563
171.741
192.534
299,50
133,30
906
1.314
1.667
1.836
2.086
297,40
130,24
Kredit (Rp Juta)
-
-
3.183
4.233
4.685
-
-
Debitur
-
-
19
22
26
-
-
807.784
928.383
1.090.863
1.238.137
1.317.755
92,97
63,13
59.994
67.203
75.102
81.505
84.883
59,90
41,49
Kredit (Juta Rp.) Debitur
Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian RI
61 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
3.4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi pembayaran non tunai secara umum belum menunjukkan peningkatan yang signifikan seiring dengan relatif melambatnya kinerja perekonomian Banten. Penggunaan kliring sebagai sarana dalam penyelesaian transaksi usaha relatif stabil pada triwulan IV 2011 walaupun dengan pertumbuhan yang masih cukup tinggi, sementara penggunaan sistem pembayaran non tunai Real Gross Settlement (RTGS) masih cenderung melambat yang memberikan gambaran masih tertahannya pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan
70
20
60
15
50
10 5
Rp Miliar
25
40 30
0
20
-5
10
-10
-
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw III IV III IV III IV 2009
2010 Nominal
16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw Tw I Tw II Tw III Tw IV IV IV
2011
2009
Growth (RHS)
2010 Volume
2011
Growth (RHS)
Grafik III.11. Perkembangan Transaksi
Kliring di Wilayah Banten Berdasarkan
Kliring di Wilayah Banten Berdasarkan
Nominal
Volume
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
35.000
Rp Miliar
25.000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2010
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15
30.000 20.000 15.000 10.000 5.000 -
% yoy
80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100
% yoy
Rp Miliar
Grafik III.10. Perkembangan Transaksi
40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 -
% yoy
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 -
% yoy
Rp Miliar
laporan.
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
2011
2010
2011
Nominal
Volume
Nominal
Volume
Growth Nominal (RHS)
Growth Volume (RHS)
Growth Nominal (RHS)
Growth Volume (RHS)
Grafik III.12. Perkembangan Transaksi RTGS
Grafik III.13. Perkembangan Transaksi RTGS
(From) Wilayah Banten
(To) Wilayah Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
62 Kajian Ekonomi Regional Banten
5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
120 100 80 60 40
% yoy
Rp Miliar
Triwulan IV 2011
20 0 -20 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 2010
2011
Nominal
Volume
Growth Nominal (RHS)
Growth Volume (RHS)
Grafik III.14. Perkembangan Transaksi RTGS (From-To) Wilayah Banten Sumber: Bank Indonesia
63 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Boks 2. PENELITIAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN UMKM DI WILAYAH BANTEN TAHUN 2011 Dalam rangka pelaksanaan bantuan teknis penelitian, pada tahun 2011, Bank Indonesia Serang melaksanakan Penelitian KPJu Unggulan UMKM, yaitu penelitian base line survey (BLS). Keberadaan BLS ini, akan memberikan data dan informasi yang bermanfaat kepada
stakeholder, baik kepada pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luar yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM. Penelitian KPJu Unggulan ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi kepada stakeholders tentang potensi suatu daerah, khususnya mengenai komoditi/ produk/jenis usaha yang potensial yang menjadi unggulan daerah untuk dikembangkan. KPJu Unggulan UMKM Tahun 2012 merupakan kelanjutan dari penelitian KPJu Unggulan UMKM tahun 2006 yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia pada saat Kantor Bank Indonesia Serang belum berdiri. Kemudian dengan pertimbangan Data KPJu Unggulan yang ada sudah out of date (usang), perubahan wilayah yang mendasar dari sisi wilayah administrasi pemerintahan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah, baik ditingkat kecamatan maupun tinggat kabupaten, dan perubahan dan pergeseran para pejabat dan pemangku kepentingan di masing-masing daerah, yang menyebabkan telah terjadinya perbedaan dalam cara pandang dan arah kebijakan daerah yang dapat mempengaruhi pergeseran komoditas, produk dan jenis usaha unggulan di masing-masing daerah, maka informasi KPJu Unggulan diperbaharui setiap 5 (lima) tahun sekali. Pada Penelitian KPJu unggulan 2011 digunakan 134 kecamatan sampel, dan 8 Kabupaten/Kota. Metode analisis penelitian yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE),
Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Metode Borda, serta metode analisis Bayes untuk menilai KPJu Unggulan Lintas Sektor. Dari hasil FGD dan analisis penelitian KPJu Unggulan Tahun 2011 ini diperoleh hasil bahwa suatu komoditas/produk/ jenis usaha di katakan unggulan manakala KPJu tersebut mampu menciptakan dan menyerap lapangan kerja yang cukup banyak. Hasil analisis menunjukkan bahwa KPJu Unggulan per sektor tingkat provinsi, dimana rangking pertamanya adalah; komoditas padi sawah untuk subsektor tanaman pangan; komoditas cabe besar untuk subsektor Sayuran; komoditas Pisang untuk subsektor Buah-buahan; komoditas kelapa dalam untuk subsektor usaha perkebunan; ayam ras pedaging untuk subsektor usaha 64 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
peternakan; budidaya ikan kolam untuk subsektor perikanan; komoditas jahe untuk subsektor biofarmaka; usaha keripik singkong untuk subsektor industri; komoditas beras untuk untuk subsektor perdagangan; usaha reparasi kendaraan bermotor untuk subsektor jasa-jasa; dan usaha angkutan bermotor untuk penumpang untuk subsektor angkutan. Adapun urutan KPJu Unggulan Persektor/Subsektor di Kabupaten /Kota di Provinsi Banten adalah sebagaimana tabel berikut ini : KPJu Unggulan per Sektor/Subsektor di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2011 Subsektor Ekonomi 1. Tanaman Pangan 2. Sayuran
Banten
Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Lebak
Wilayah Provinsi/Kabupaten/Koa Kota Kabupaten Kabupaten Tangerang Serang Tangerang
Kota Cilegon
Padi Sawah
Padi Sawah
Padi Sawah
Padi Sawah
Padi Sawah
Kedelai
Padi Sawah
Padi Sawah
Padi Sawah
Cabe Besar
Cabe Besar
-
Kopi
Kelapa Dalam
-
Mangga
Pisang
Cabe Besar Kelapa Dalam Pisang
Tomat
Kelapa Dalam
Sawo
-
Palem
Anggrek
Anggrek
Anggrek
Anggrek
Kerbau
Ayam Ras Pedaging
Sapi Potong
Budidaya Ikan Tambak
Penangkapan Perairan Umum
Budidaya Ikan Kolam
Cabe Besar
Melinjo
Melinjo
3. Perkebunan
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
4. Buah-buahan 5. Tanaman Hias
Pisang
Pisang
Durian
Kangkung Kelapa Dalam Mangga
Mawar
Soka
Anggrek
Soka
6. Peternakan
Ayam Ras Pedaging
Kerbau
Ayam Ras Pedaging
Sapi Potong
Kambing
Ayam Ras Pedaging
7. Perikanan
Budidaya Ikan Kolam
Budidaya Ikan Sawah
Budidaya Ikan Kolam
Budidaya Ikan Karamba
Budidaya Ikan Sawah
Budidaya Ikan Kolam
8. Biofarmaka
Jahe
Lempuyang
Jahe
Laos
Laos
Kunyit
Emping & Ceplis Beras
Keripik Singkong Beras
Anyaman Bambu Sayuran
Kursus Bahasa inggris
Reparasi Elektronika
Pakaian Jadi/Konveksi Pakaian Jadi Reparasi Kendaraan Bermotor
Angkutan Bermotor Untuk Penumpang
Angkutan Bermotor u/Penumpang
Sendal & Sepatu Restoran Reparasi Kendaraan Bermotor Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Kumis Kucing Emping & Ceplis Restoran Kursus Bahasa inggris
Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Angkutan Bermotor Unt Barang
9. Industri
Keripik Singkong
10.Perdagangan
Beras Reparasi Kendaraan Bermotor
11.Jasa-jasa
12.Angkutan
Kota Tangsel
Kota Serang
Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Photo Studio Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Jahe Keripik Singkong Beras
Pakaian Jadi/Konveksi Beras
Reparasi Elektronika
Kursus Komputer
Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Angkutan Bermotor Unt Penumpang
Sumber: Penelitian, KPJu Unggulan Tahun 2011 Selanjutnya Dengan KPJu unggulan lintas sektor pada urutan 10 (sepuluh) besarnya yaitu; beras (perdagangan), pakaian jadi/konveksi (industri), restoran (perdagangan), sayuran (perdagangan), padi sawah (tanaman pangan), keripik singkong (industri), buah-buahan (perdagangan), emping dan ceplis (industri), sandal dan sepatu (industri) dan anggrek (tanaman hias). Dimana 10 (sepuluh) besar pada KPJu unggulan lintas sektor sebagian besar didominasi oleh subsektor perdagangan, yaitu sebanyak 4 (empat) KPJu unggulan, diikuti oleh sektor industri sebanyak 4 (empat) KPJu, dan masing-masing 1 (satu) KPJu unggulan dari subsektor tanaman pangan dan tanaman hias.
65 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Rekapitulasi Urutan Pertama KPJu Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Banten Tahun 2011 No.
Wilayah
Sektor/Sub-Sektor
KPJu Unggulan
1.
Banten
Perdagangan
Beras
2.
Kabupaten Pandeglang
Tanaman Pangan
Padi Sawah
3.
Kabupatel Lebak
Perdagangan
Beras
4.
Kabupaten Tangerang
Industri
Sendal & Sepatu
5.
Kabupaten Serang
Perdagangan
Sayuran
6.
Kota Tangerang
Industri
Pakaian Jadi/Konveksi
7.
Kota Cilegon
Perdagangan
Restoran
8.
Kota Serang
Perdagangan
Beras
9
Kota Tangerang Selatan
Perdagangan
Beras
Sumber: Penelitian, KPJu Unggulan Tahun 2011 Jika dikerucutkan lebih kecil lagi dalam urutan 5 (lima) besar, maka sektor perdagangan sangat mendominasi dalam KPJu unggulan lintas sektor pada tahun 2011. Sedangkan 5 (lima) KPJu unggulan Lintas Sektor di Provinsi Banten yaitu perdagangan beras, industri pakaian jadi/konveksi, perdagangan restoran, perdagangan sayuran, dan tanaman pangan padi sawah. Dalam rangka mengembangkan Komoditi, Produk, atau Jenis Usaha Unggulan yang telah teridentifikasi di atas, rekomendasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1.
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan lebih mengintegrasikan kebijakan dan program pembinaan /pembangunan yang sektoral maupun lintas sektoral terhadap pengembangan KPJu terpilih.
2.
Pada setiap KPJu Unggulan perlu dilakukan Penyusunan Lending Model sehingga lebih meningkatkan minat calon investor/pelaku usaha untuk mengembangkan usaha KPJu Unggulan ke depan.
66 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
3.
UMKM pada bisnis KPJu Unggulan memerlukan peningkatan akses kepada sumber pembiayaan sehingga secara spesifik lembaga perbankan seyogyanya dapat memberikan perhatian khusus untuk pembiayaan usaha KPJu Unggulan terpilih.
4.
Pada wilayah sentra produksi KPJu Unggulan memerlukan perbaikan dan peningkatan infrastruktur dan sarana transportasi.
5.
Untuk mendukung KPJu Unggulan perdagangan, seperti beras, sayuran dan buah-buahan, dan pakaian jadi maka kebijakan dan program pembinaan/ pembangunan seyogyanya bersifat lintas sektoral.
6.
Pengembangan
UMKM
pada
usaha
KPJu
Unggulan
perlu
dilakukan
dengan
Pengembangan dan Pendekatan Klaster, untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah, seperti klaster pada pengembangan budidaya kambing di Juhut Pandeglang. 7.
Khusus untuk KPJu Unggulan pada sektor usaha pengolahan (industri ukm) seperti Keripik Singkong, Emping, Emping dan Ceplis, tahu dan produk pangan lainnya, diperlukan peningkatan intensitas kegiatan untuk meningkatkan mutu kemasan, sanitasi dan hygiene proses produksi, serta fasilitasi untuk memperoleh sertifikasi produk (SNI, HACCP) untuk memperluas akses pasar ekspor. Sedangkan untuk usaha pengolahan Pakaian Jadi, Anyaman bambu, Sepatu dan Sandal, dan Meubel Kayu diperlukan kegiatan pelatihan dan pemagangan untuk meningkatkan desain dan finishing produk.
8.
Khusus untuk KPJu Unggulan Budidaya Padi Sawah, Pemerintah Provinsi
dan
Kabupaten/Kota perlu membangun dan meningkatkan sarana irigasi, serta merevitalisasi kelembagaan penyuluhan pertanian dan kelembagaan petani. 9.
Khusus untuk KPJu Unggulan Perdagangan Restoran, perlu dikembangkan suatu Pusat Promosi dan Pemasaran, khususnya pusat data tentang lokasi dan informasi jenis menumenu kuliner yang ditawarkan secara lebih spesifik dengan tema-tema tertentu dan bernuansa menu daerah, sehingga memiliki ciri khas dan memudahkan akses bagi konsumen.
67 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
68 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Pemerintah Provinsi Banten berhasil merealisasikan pendapatannya dari yang kebijakan ditargetkan pada tahun 2011. Sebaliknya, belanja daerah hanya mendekati target optimal karena belum terealisasinya beberapa pengeluaran pada belanja barang dan jasa serta belanja modal untuk alat berat, program pendidikan dan kesehatan. Besarnya anggaran pengeluaran menyebabkan terjadinya defisit APBD pada tahun 2011 sekitar Rp 145,91 miliar. Secara akumulasi, pencapaian tahun 2011 terlihat lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2010. Namun dilihat dari pertumbuhan tahunan (growth) realisasi belanja APBD secara triwulanan, pencapaian realisasi APBD triwulan IV 2011 sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan III 2011. Tabel IV.1. Perbandingan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Banten Antara Tahun 2010 dengan Tahun 2011 (dalam Rp Juta) Uraian Pendapatan Daerah Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Surplus/ defisit
APBD 2010 2.377.317 1.607.549 766.176 3.593 2.511.267 1.146.904 1.364.363 -133.950
Realisasi 2010 Nominal % 2.334.915 98,22 1.720.672 107,04 610.478 79,68 3.765 104,79 1.556.484 61,98 770.570 67,19 785.914 57,60 778.431 -581,14
Realisasi 2011* Nominal % 3.755.489 106,47 2.895.444 108,33 849.490 100,96 10.554 80,25 3.901.396 96,38 2.083.169 97,64 1.818.227 94,98 -145.907 28,03
APBD 2011 3.527.316 2.672.749 841.416 13.151 4.047.765 2.133.438 1.914.327 -520.448
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten
2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
% yoy
Rp Miliar
*Data bersifat sementara
Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw Tw I II III IV I II III IV I II III* IV* 2009
2010
Realisasi Belanja APBD per Triw ulan (Trw )
2011 Grow th (y oy )
Grafik IV.1. Grafik Pertumbuhan dan Realisasi Belanja APBD Triwulanan Provinsi Banten Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten, data masih bersifat sementara.
69 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Agar tidak terjadi defisit pada tahun yang akan datang, perlu ditingkatkan target penerimaan jauh lebih tinggi dibandingkan periode ini mengingat semakin pesatnya potensi pajak daerah dari meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan pajak daerah lainnya terkait tingginya investasi di wilayah Banten. Upaya tersebut antara lain dengan memberikan kemudahan pelayanan pengurusan pajak daerah tersebut dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah. Contohnya dengan terus mengembangkan fasilitas on line untuk pajak kendaraan bermotor baik secara mobile maupun menambah lokasi pelayanan yang mudah dijangkau. Penambahan tenaga PNS diprioritaskan antara lain untuk mempercepat dan meningkatkan pelayanan daerah dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah. Realisasi penerimaan daerah pada 2011 telah mencapai 106,47% dari yang ditargetkan pada awal tahun. Tingginya perolehan pajak daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah pada triwulan IV 2011 mendorong perolehan penerimaan daerah periode tersebut menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010.Kondisi ini juga dipicu oleh meningkatnya jumlah kendaraan bermotor baik kendaraan pribadi maupun komersil di wilayah Banten. 4.1. Pendapatan Daerah Tabel IV.2. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Banten Triwulan IV 2011 Dibandingkan dengan Realisasi Tahun 2011 URAIAN
JUMLAH ANGGARAN
REALISASI TRIWULAN IV
REALISASI S/ D TRIWULAN IV
%
1
2
3
4
5 = 3/ 4
PENDAPATAN DAERAH
3.527.316.555.823
1.004.713.214.636
3.755.489.389.424
26,75%
PENDAPATAN ASLI DAERAH
2.617.749.200.000
770.789.340.876
2.895.444.614.036
26,62%
DANA PERIMBANGAN
841.416.055.823
227.811.513.241
849.490.704.012
26,82%
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
13.151.300.000
6.112.360.519
10.554.071.367
57,91%
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH
3.527.316.555.823
1.004.713.214.636
3.755.489.389.424
26,75%
BELANJA DAERAH
4.407.764.845.678
1.755.385.932.860
3.901.396.618.181
44,99%
BELANJA TIDAK LANGSUNG
2.133.437.613.010
735.404.691.687
2.083.169.406.403
35,30%
BELANJA LANGSUNG
1.914.327.214.668
1.019.981.241.173
1.818.227.211.778
56,10%
JUMLAH BELANJA DAERAH
4.047.764.845.678
1.755.385.932.860
3.901.396.618.181
44,99%
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten
Kecenderungannya realiasi pendapatan banyak dicapai pada triwulan IV, hal ini terlihat dari realisasi pada triwulan laporan yang angkanya lebih dari 25%. Bahkan Lain-lain Pendapatan yang Sah mencapai angka realisasi 57,91%. Pendapatan terbesar seperti dari PAD dan Dana 70 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Perimbangan terlihat merata sepanjang triwulan dengan capaian di sekitar 26%. Secara umum, dari sisi pendapatan, kinerja dinas terkait sudah cukup memadai dalam perencanaanya. Penyumbang tertinggi pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) dengan rasio terhadap total pendapatan daerah sebesar 77,10%, sedangkan rasio dana perimbangan hanya mencapai 22,62%, sisanya 0,28% bersumber dari pendapatan lainnya yang sah. Provinsi banten termasuk salah satu provinsi yang memiliki kemandirian fiskal yang cukup baik. Hal tersebut tercermin dari rasio komponen pendapatan terhadap total pendapatan daerah. Namun untuk daerah kota/kabupaten di Wilayah Banten belum semuanya yang memiliki kemandirian fiskal karena potensi sumber pendapatan daeranya relatif minim. Realisasi perolehan pajak daerah Provinsi Banten cukup tinggi dan mencapai angka Rp 2,77 triliun atau sekitar 106,49% dari target awal sebesar Rp 2,60 triliun. Hal tersebut bersumber dari pencapaian perolehan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Peningkatan pendapatan masyarakat, berkembangnya investasi/bisnis dan didukung iklim bisnis dan
politik
yang
kondusif mendorong
panjang/durable good
masyarakat berani membeli barang
jangka
termasuk kendaraan bermotor. Peningkatan pembelian tersebut
diperkirakan mendorong peningkatan atau pencapaian pendapatan daerah Banten.
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 11,87% Lain-lain PAD yang Sah 3,11% Hasil Pengelolaan Kekayaan Retribusi Daerah yang Daerah Dipisahkan 0,00% 1,29%
DAK 0,16%
Pendapatan Hibah 0,15%
DAU 15,90%
Pajak Daerah 95,64%
Grafik IV.2. Komposisi Unsur Pendapatan Daerah Provinsi Banten tahun 2011 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten
71 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
4.2. Belanja Daerah Realisasi belanja terlihat baru banyak terserap pada triwulan IV 2011 karena realisasi pada hampir semua komponen belanja daerah pada triwulan laporan melebihi pencapaian 35% dari. Kondisi tersebut sangat terlihat pada realisasi belanja langsung yang baru direalisasikan pada akhir tahun sekitar 56,10% yang dapat menyebabkan terhambatnya kelancaran program yang terkait dengan kesejahteraan/peningkatan kualitas hidup masyarakat. Masih belum terencananya program secara optimal menyebabkan realisasi anggaran tidak terdistribusi merata dengan baik. Sepanjang 3 tahun terakhir, persentase realisasi APBD pertahun di atas angka 95%. Pencapaian yang relatif lebih baik terjadi pada tahun 2010, dimana distribusi realisasinya relatif lebih merata dibandingkan dengan kondisi tahun lainnya. Hal tersebut turut berkontribusi pada pencapaian angka pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dan 2011 (lihat grafik I.2). Sementara itu, rasio belanja langsung mencapai angka 46,60% atau lebih rendah dari pada belanja tidak langsung (yang sebagian besar digunakan untuk biaya rutin gaji dan pembelanjaan pegawai) sebesar 53,40%. Angka rasio ini ke depan diharapkan lebih berimbang atau bahkan terbalik agar terlihat efek efisiensi biaya dikaitkan dengan hasil kinerja perangkat daerah yang dapat dicerminkan dari membaiknya angka pertumbuhan
Rp Miliar
ekonomi atau data indikator ekonomi atau kesejahteraan sosial lainnya.
4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0
120% 95,49%
95,87%
80%
63,85% 36,21% 5,77%
96,38%100%
61,98% 35,45% 11,70%
61,57%
60% 40%
27,45% 9,70%
20% 0%
Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw Tw I Tw II Tw Tw III IV III IV III* IV* 2009
2010
2011
Realisasi s.d. Triw ulan Berjalan (Kumulatif) % Realisasi Pengeluaran (Kumulatif)
Grafik IV.3. Realisasi dan Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Banten per Triwulan tahun 2009 - 2011 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten
72 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Pada tahun 2012, terlihat adanya RAPBD yang terus meningkat meskipiun kenaikannya bersifat moderat dibandingkan tahun 2011. Kabupaten Tangerang memiliki rencana APBD tertinggi dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Banten yaitu sebesar Rp 2,38 triliun, diikuti kota terdekatnya yaitu Kota Tangerang dengan anggaran sebesar Rp 2,30 triliun. Sebaliknya, rencana anggaran terkecil di Provinsi Banten yaitu Kota Serang sebesar Rp 0,52 triliun dan Kota Cilegon sebesar Rp 0,91 triliun. Total RAPBD Banten di luar pembiayaan proyek atau bantuan pemerintahan yang lebih tinggi mencapai Rp 14,90 triliun. Tabel IV.3. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Banten Triwulan IV 2011 Dibandingkan dengan Realisasi Tahun 2011
Total RAPBD (Sisi Pendapatan) Banten 2012 (Rp triliun) * Provinsi Banten 3,87 Kota Cilegon 0,91 Kabupaten Lebak 1,19 Kabupaten Pandeglang 1,18 Kota Serang 0,52 Kabupaten Serang 1,20 Kota Tangerang Selatan 1,36 Kota Tangerang 2,30 Kabupaten Tangerang 2,38 Total Banten 14,90 Sumber: Diperoleh dari berbagai media * Data sementara
Sikap proaktif pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan dan program peningkatan kesejahteraan rakyat dikaitkan dengan program nasional dalam penganggarannya diharapkan dapat menambah besarnya dana bagi pembangunan daerah di Banten, sepanjang hasilnya baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi saat ini, masih sangat banyak kantung-kantung kemiskinan dan daerah tertinggal di Banten terutama di wilayah Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang. Ketiga wilayah ini memiliki kesamaan karakteristik pada angka pertumbuhan ekonominya yang senantiasa berada di bawah angka pertumbuhan provinsi atau dengan daerah lainnya.
73 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
74 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan masyarakat pada triwulan IV 2011 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten pada pertengahan triwulan III 2011 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Banten mencapai 67,79% dan Tingkat Pengangguran Terbuka sebesar 13,06%. Angka tersebut menunjukkan adanya perbaikan pada triwulan laporan karena didukung oleh adanya investasi baru dan perluasan usaha besar maupun UMKM di berbagai sektor ekonomi. Sementara itu dari berbagai indikator, tingkat kesejahteraan masyarakat tahun 2011 diperkirakan turut meningkat. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat berupa tingkat upah/pendapatan di Banten menunjukkan adanya peningkatan. Begitu pula dengan persentase jumlah penduduk miskin di Banten yang pada bulan September 2011 tercatat sebesar 6,26% atau mengalami perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 7,16%. Indeks kesengsaraan yang menurun juga menunjukkan adanya perbaikan kesejahteraan karena didorong oleh rendah dan stabilnya inflasi serta tingkat pengangguran yang menurun. Indikator lainnya, yaitu indeks Nilai Tukar Petani (NTP) Banten turut menunjukkan adanya peningkatan daya beli petani. Meningkatnya kondisi perekonomian mampu mendorong peningkatan berbagai indikator kesejahteraan lainnya seperti pengeluaran rata-rata per kapita sebulan, angka melek huruf dan angka partisipasi sekolah.
5.1. KETENAGAKERJAAN Meningkatnya perekonomian Banten pada tahun 2011 diperkirakan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kondisi ketenagakerjaan Banten pada periode yang sama. Pada triwulan IV 2011 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Banten tercatat sebesar 67,79% sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya, sementara itu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah sebesar 13,06% yang merupakan level pengangguran terendah sejak tahun 2008. Tingginya pertumbuhan investasi baru maupun perluasan baik usaha besar maupun UMKM di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan berbagai sektor lainnya yang menguat diperkirakan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Banten.
75 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
15.5
15.18
15 14.5
%
69
14.90 14.97
67
14.16
14.15
68.03 67.79
68
14
13.68
13.5
65.80
66
% 65
13.50 13.06
13
TPT
64.4
64.8
64.74
65.34
63.74
64
TPAK
63
12.5
62 61
12 Feb
Agt
Feb
2008
Agt
2009
Feb
Agt
Feb
2010
Agt
2011
Feb
Agt
2008
Feb
Agt
2009
Feb
Agt
2010
Feb
Agt
2011
Grafik V.1. Perkembangan Tingkat
Grafik V.2. Perkembangan Tingkat Partisipasi
Pengangguran Terbuka Banten
Angkatan Kerja Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.2.1. Tingkat Upah/Pendapatan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kota (UMK) di Banten pada tahun 2012 meningkat dengan kisaran 3%-22% dari tahun 2011. Upah Minimum Provinsi Banten tahun pada tahun 2012 meningkat 4,2% dibanding tahun 2011 menjadi Rp 1.042.000,-. Sementara itu tingkat upah tertinggi berada di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 1.529.150,- per bulan sedangkan UMK terendah adalah di Kabupaten Lebak Lebak sebesar Rp 1.047.800,- per bulan. Tabel V.1. Upah Minimum Provinsi dan Kota/Kabupaten di Banten Kota/Kabupaten Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Selatan Kota Serang Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Banten
2008 958,782 971,400 953,850 927,500 840,000 842,000 953,850 927,500 837,000
UMP/UMK (Rp/bulan) 2009 2010 2011 1,064,500 1,130,000 1,250,000 1,099,000 1,174,000 1,224,000 1,055,000 1,125,000 1,245,800 1,030,000 1,050,000 1,156,000 918,950 964,500 1,015,000 918,000 959,500 1,007,500 1,055,000 1,125,000 1,243,000 1,030,000 1,101,000 1,189,600 917,500 955,300 1,000,000
2012 *) 1,529,150 1,347,000 1,529,150 1,231,000 1,050,000 1,047,800 1,527,150 1,410,000 1,042,000
Growth 2011 (% yoy) 10.62 4.26 10.74 10.10 5.24 5.00 10.49 8.05 4.68
Growth 2012 (% yoy) 22.33 10.05 22.74 6.49 3.45 4.00 22.86 18.53 4.20
Sumber: Pemda Provinsi Banten (UMK 2012 : Berdasarkan SK Gubernur Banten No. 561/Kep.886Huk/2011 tanggal 21 November 2011 tentang Penetapan UMK Se-Provinsi Banten 2012, UMP 2012 : Berdasarkan SK Gubernur No. 561/Kep.828-Huk/2011 tanggal 28 Oktober 2011)
5.2.2. Kemiskinan Kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari perkembangan jumlah penduduk miskin di Banten yang menurun diperkirakan dapat semakin membaik seiring semakin membaiknya perekonomian pada tahun 2011. Persentase penduduk miskin Banten pada periode survei 76 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
September 2011 menurun dan mencapai 6,26%. Angka tersebut lebih baik dibandingkan dengan angka tahun-tahun sebelumnya, dan diperkirakan semakin membaik dengan kondisi perekonomian Banten yang terus menguat. Perkembangan yang menggembirakan dari indikator ini ditunjukkan pula dari kondisi persentase jumlah penduduk miskin di Banten yang relatif rendah dibandingkan dengan nasional secara keseluruhan maupun berbagai provinsi lainnya di kawasan Jawa, kecuali DKI Jakarta.
17.23 16.68 17.72 16.83 16.56 15.26 16.21 16.04 13.85
11.96 11.27 10.57
7.64 7.16 6.26
2009
2010
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
3.64 3.62 3.48
Banten
14.15 13.33 12.36
Nasional
%
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2011
Grafik V.3. Perbandingan Persentase Jumlah Penduduk Miskin Nasional dan Provinsi di Kawasan Jawa Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia – BPS RI
5.2.3. Indeks Kesengsaraan Menurunnya angka indeks kesengsaraan juga mencerminkan relatif membaiknya kesejahteraan masyarakat Banten secara umum. Indeks kesengsaraan yang merupakan gabungan dari persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dengan tingkat inflasi, mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran dan tingkat inflasi yang tinggi akan menciptakan biaya sosial dan ekonomi. Dengan perkembangan TPT Banten pada triwulan IV 2011 sebesar 13,06% dan tingkat inflasi pada akhir triwulan IV 2011 sebesar 3,45% (yoy), maka akan terjadi penurunan angka indeks kesengsaraan. Hal ini menjadi satu indikasi lain membaiknya kondisi kesejahteraan masyarakat Banten pada periode laporan.
77 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
21.00 19.78
20.00 18.6
19.00 18.00
19.26
18.27
18.23
17.32
17.24 16.51
17.00 16.00 15.00 14.00 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV*
2011
2010 Indeks Kesengsaraan
Grafik V.4. Indeks Kesengsaraan Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
5.2.4. Nilai Tukar Petani Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) petani Banten terus meningkat dan menunjukkan adanya peningkatan daya beli dan kesejahteraan petani di Banten. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, NTP petani Banten secara berangsur-angsur menunjukkan adanya perkembangan positif dengan tren yang terus meningkat. indeks NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima terhadap indeks harga yang harus dibayar petani menunjukkan kondisi daya tukar petani dalam perekonomian. Semakin tinggi angka indeks NTP, menunjukkan bahwa kemampuan atau daya beli petani pun semakin meningkat yang dapat menjadi cerminan meningkatnya kesejahteraan petani secara umum. Peningkatan NTP tersebut disebabkan harga jual petani yang baik dan diikuti dengan hasil produksi petani yang cukup moderat. Perbaikan sarana irigasi dan gencarnya program-program pemerintah daerah lainnya di sektor pertaniat terlihat turut menopang keberhasilan petani.
108 106 104
Indeks
102 100 98 NTP Banten
96 94 92 90 67891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2 2008
2009
2010
2011
Grafik V.5. Perkembangan Nilai Tukar Petani Banten Sumber: BPS Provinsi Banten
78 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Banten pada triwulan I 2012 diprakirakan mengalami peningkatan secara moderat pada kisaran level pertumbuhan 5,50% - 6,00% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV 2011. Tertahannya laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan bersumber dari masih berlanjutnya dampak lanjutan krisis yang menyelimuti Eropa dan Amerika Serikat yang berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekspor Banten. Kondisi ketidakpastian global terindikasi dari banyaknya perkiraan dari lembaga keuangan dunia yang menurunkan angka proyeksi ekonomi global terutama negara-negara maju yang merupakan mitra dagang daerah Banten. Secara keseluruhan proyeksi pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2012 hanya akan mencapai kisaran 6,00% - 6,50%. Adapun penopang pertumbuhan ekonomi Banten pada level kisaran 6,00% adalah tetap tingginya konsumsi domestik dan investasi di wilayah Banten.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 6.1.1. Sisi Permintaan Tetap tingginya konsumsi pada triwulan mendatang tercermin dari optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan penghasilan pada enam bulan yang akan dating. Ekspektasi masyarakat (dari sisi konsumen) terhadap perekonomian dan membaiknya penghasilan Banten untuk 1 hingga 2 triwulan mendatang relatif baik dan terjaga, namun optimisme keyakinan terhadap ketersediaan lapangan kerja sedikit berkurang, hal ini akan berdampak pada tertahannya laju angka pertumbuhan ekonomi ke depan. Kondisi yang baik tersebut diprakirakan menjadi faktor pendorong tetap tingginya tingkat konsumsi swasta. 180 160 140 Indeks
120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008
2009
2010
2011
Ekspektasi ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan y ang Akan Datang Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan y ang Akan Datang
Grafik VI.1. Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja dan Penghasilan 6 Bulan Yang Akan Datang
79 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
I ndeks Ekspekt asi Konsumen
180,0
Ekspekt asi Ekonomi 6 Bul an y ang Akan Dat ang
160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2008
2009
2010
2011
Grafik VI.2. Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja dan Penghasilan 6 Bulan Yang Akan Datang
Potensi meningkatnya pendapatan gaji atau upah pada tahun 2012 maupun tetap tingginya ekspansi pembiayaan perbankan/lembaga keuangan baik untuk pembiayaan konsumtif maupun produktif akan turut mempertahankan angka pertumbuhan komponen konsumsi pada level yang tinggi. Meningkatnya Upah Minimum Provinsi maupun kota/kabupaten tahun 2012 yang relatif lebih besar dibandingkan tahun 2011 memberikan harapan yang baik bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan riil. Kondisi harga ke depan diperkirakan masih stabil karena belum pastinya penetapan rencana pembatasan subsidi BBM oleh pemerintah setidaknya sampai dengan triwulan I 2012. Kenaikan UMK berkisar antara 3,45% hingga 22,85%, sementara inflasi akan berada di bawah kisaran 5 % pada akhir tahun 2012, sehingga secara-rata-rata masih akan ada peningkatan pendapatan riil masyarakat pada tahun 2012. Tabel VI.1. Kota/Kabupaten Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Selatan Kota Serang Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Banten
2008 958.782 971.400 953.850 927.500 840.000 842.000 953.850 927.500 837.000
Data Per kemba ngan Upa h M inimum Kota /Prov insi di Bant en UMP/UMK (Rp/bulan) Growth 2009 Growth 2010 Growth 2011 Growth 2012 (% yoy) (% yoy) (% yoy) (% yoy) 2009 2010 2011 2012 *) 1.064.500 1.130.000 1.250.000 1.529.150 11,03 6,15 10,62 22,33 1.099.000 1.174.000 1.224.000 1.347.000 13,14 6,82 4,26 10,05 1.055.000 1.125.000 1.245.800 1.529.150 10,60 6,64 10,74 22,74 1.030.000 1.050.000 1.156.000 1.231.000 11,05 1,94 10,10 6,49 918.950 964.500 1.015.000 1.050.000 9,40 4,96 5,24 3,45 918.000 959.500 1.007.500 1.047.800 9,03 4,52 5,00 4,00 1.055.000 1.125.000 1.243.000 1.527.150 10,60 6,64 10,49 22,86 1.030.000 1.101.000 1.189.600 1.410.000 11,05 6,89 8,05 18,53 917.500 955.300 1.000.000 1.042.000 9,62 4,12 4,68 4,20
UMK 2012 : Berd asarkan SK Gubernur Banten No. 561/Kep.886-Huk/2011 tanggal 21 November 2011 tentang Penetapan UMK Se-Provinsi Banten 2012 UMP 2012 : SK Gubernur No. 561/Kep.828-Huk/20 11 tanggal 28 Oktober 20 11 *) Data Sementara
Sumber: Pemerintah Provinsi Banten
Dari komponen PDRB konsumsi pemerintah, diperkirakan akan terjadi peningkatan APBD pada tahun 2012 pada setiap kota atau kabupaten pada kisaran 10%. Pada grafik IV.3 80 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
terlihat bahwa total anggaran pemerintah kota/kabupaten dan provinsi di Banten akan berkisar sekitar Rp 14,9 triliun (tidak termasuk pembiayaan dari pemerintah yang lebih tinggi). Namun pada umumnya realisasi pada triwulan I secara historis relatif kecil dengan kisaran antara 5% hingga 12% dari total APBD. Dengan meningkatnya status investasi Indonesia ke dalam “Investment Grade” pada tahun 2012 berpotensi pada semakin membaiknya perkiraan realisasi investasi di Banten yang memiliki letak strategis dan keunggulan komparatif dari daerah lainnya. Banten saat ini termasuk 5 daerah terbesar yang sangat diminati investor terutama investor asing. Pada tahun 2011, kinerja ekspor relatif menurun, namun dengan banyaknya investasi peningkatan kapasitas produksi industri di Banten dan harapan membaiknya ekonomi di negara mitra dagang Banten, ekspor pada triwulan I 2012 dan keseluruhan 2012 akan cenderung stabil dan kembali meningkat.
6.1.2. Sisi Penawaran Kontribusi sektor industri, pengangkutan dan pertanian Banten diprakirakan dapat menopang peningkatan perekonomian Banten secara moderat pada triwulan I 2012. Meningkatnya prakiraan kinerja berbagai sektor ekonomi pada triwulan mendatang khususnya sektor-sektor utama menjadi faktor yang mendorong laju pertumbuhan ekonomi Banten pada kisaran 5,50% - 6,00% (yoy). Namun, sedikit perlambatan diprakirakan terjadi pada beberapa sektor pertambangan dan penggalian, bangunan, PHR dan jasa-jasa. salah satunya adalah sektor pertanian karena berakhirnya masa panen padi dan masuknya masa tanam. Perlambatan juga diprakirakan dapat terjadi pada sektor jasa yang diindikasikan dari menurunnya perkiraan kegiatan usaha sektor tersebut triwulan mendatang. Tabel VI.2. Pertumbuhan Ekonomi Banten Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor
2011 2011**) Tw I** Tw II** Tw III** Tw IV**)
2012 Tw I r)
2012 r)
3,00 - 3,50
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
4,08
0,54
4,27
3,45
3,06
3,50 - 4,00
Pertambangan dan Penggalian
6,35
6,90
5,83
6,25
6,33
5,90 - 6,10
6,00 - 6,50
Industri Pengolahan
7,44
5,91
3,67
2,09
4,73
2,50 - 3,00
4,00 - 4,50
Listrik, Gas dan Air Bersih
6,59
4,92
2,40
4,20
4,47
6,00 - 6,50
4,00 - 4,50
Bangunan
7,80
8,95
8,86
9,28
8,75
8,00 - 8,50
8,50 - 9,00
9,51
8,50 - 9,00
8,74
8,86
10,69
9,63
13,29
12,38
11,31
10,96
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
7,51
7,38
7,70
6,01
7,14
7,50 - 8,00
6,60 - 7,10
Jasa-jasa
8,74
6,96
7,33
8,58
7,89
7,50 - 8,00
7,50 - 8,00
PDRB
7,93
6,72
6,10
5,11
6,43
5,50 - 6,00
6,00 - 6,50
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
11,94 10,80 - 11,30
Arah tw I '12 thd tw IV '11
Arah 2012 thd 2011
8,50 - 9,00 11,00 - 11,50
81 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Investasi akan banyak terealisasi pada sektor di sekitar wilayah industri seperti Cilegon, Kabupaten/Kota Tangerang, dan Kabupaten Serang serta investasi pada sektor bangunan pada wilayah yang hampir sama. Pada triwulan I 2012 perusahaan besi baja terbesar di Banten akan memperoleh dana pinjaman sekitar Rp 4 triliun untuk pembangunan pabrik baja bertanur tinggi (blast furnace) berkapasitas 1,2 juta ton pertahun dan modernisasi fasilitas pembuatan baja serta proses pembangunan kerjasama dengan perusahaan dari Korea Selatan. Disamping itu, perusahaan pabrik ban kendaraan bermotor di Banten pada tahun 2012 akan menaikkan penjualan ban untuk kendaraan roda dua sekitar 19% dari target tahun 2011 atau sebanyak 25 juta unit ban seiring meningkatnya prediksi pertumbuhan penjualan kendaraan roda dua sekitar 20%.Saat ini, perusahaan tersebut masih akan mampu mempertahankan pangsa pasar roda dua di Indonesia/domestik sebesar 50%. Tabel VI.3. Proyeksi Perekonomian Dunia
Sumber: World Economic Outlook, September 2011 – International Monetary Fund
Di sektor bangunan, salah satu pengembang besar di Tangerang Selatan berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 800 miliar pada triwulan I 2012 untuk membiayai akuisisi lahan di Serpong, Pasar Kemis Tangerang dan Bali, namun pelaksanaan proyeknya akan dilakukan pada triwulan berikutnya. Adapun total dana yang dibutuhkan untuk akuisisi lahan mencapai Rp 2 triliun. Kekurangan dana akan ditutupi dari dana di pasar modal. Selain itu, pada pertengahan 2012, juga akan dibangun proyek senilai Rp 1,5 triliun untuk membangun gedung 82 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
convention center di Wilayah Tangerang Selatan. Investasi pada sektor bangunan yang menyangkut industri adalah rencana penyiapan anggaran oleh industri petrokimia terbesar di Banten sebesar USD 90 juta untuk keperluan ekspansi produksi di tahun 2012 guna penyelesaian pabrik Butadiene dan Butene-1 seiring antisipasi terhadap perkiraan membaiknya ekonomi dunia pada tahun yang akan datang. Seiring dengan meningkatnya kinerja sektor lainnya, performa sektor pendukung seperti sektor pengangkutan dan komunikasi pun diperkirakan cenderung meningkat pada triwulan I 2012. Prakiraan tersebut didorong oleh telah selesainya perbaikan jalan di Tol Tangerang-Merak yang merupakan salah satu jalur pengangkutan utama di wilayah Banten dan sedikit perbaikan yang bersifat minor. Selain itu, meningkatnya kinerja sektoral maupun konsumsi juga mendorong peningkatan kebutuhan jasa transportasi dan komunikasi dan mendorong kinerja sektor tersebut yang diindikasikan salah satunya dari meningkatnya indeks proyeksi kegiatan usaha sektor pengangkutan dan komunikasi. Selain itu, upaya untuk kelancaran penyebrangan di Merak-Bakauhuni telah dilakukan upaya penambahan 3 kapal penyebrangan dan peningkatan arus penyebrangan. Pada sektor pertanian, panen padi pada akhir triwulan I 2012 tidak akan sebesar triwulan yang sama pada tahun 2011 karena potensi banjir pada awal triulan I 2012. Perkiraan banjir akan terjadi pada daerah daerah yang dilalui sungai-sungai besar di Banten dan telah menjadi langganan banjir pada tahun tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan I 2011 akan sedikit di atas triwulan sebelumnya karena di beberapa daerah akan terdapat panen terutama Lebak, Pandeglang dan sebagian kabupaten Tangerang dan Serang.
Grafik VI.3. Peta Prakiraan Daerah Potensi Banjir Januari 2012 Provinsi Banten
Sumber: BMKG RI
83 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
6.2. Prakiraan Inflasi Seiring potensi tingginya curah hujan pada awal triwulan I 2012 berpotensi mendorong tekanan inflsi dari komponen volatile foods. Tingginya konsumsi swasta domestik dan harga komoditas seperti emas berpotensi meningkatkan komponen inflasi inti. Sementara itu, administered prices pada triwulan mendatang belum berpotensi meningkat karena belum ada rencana penetapan oleh pemerintah triwulan mendatang.
Inflasi Banten
Triwulan I 2012 diprakiraan akan berada pada kisaran 3,89% ± 1 % (yoy) dan secara keseluruhan 2012 akan mencapai kisaran 4,35% ± 1 %. Pada triwulan I 2011, diprakirakan terdapat peningkatan tekanan dari komponen volatile foods dengan adanya kecenderungan penurunan pasokan bahan makanan dan kegagalan panen di daerah sentra beras di luar Banten dan sebagian kecil wilayah di Banten. Selain itu, potensi kenaikan harga kelompok makanan dan minuman serta kelompok kesehatan sebagai dampak cuaca yang kurang baik bagi kesehatan. Adanya rencana kenaikan TDL dan tarif tol juga dapat berpotensi pada inflasi administered, namun tampaknya belum akan diberlakukan pada triwulan I 2012. Tabel VI.4. Perkiraan Inflasi Bulanan (mtm) dan Tahunan (y oy ) Banten Tahun 2012 Bulan ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 inflasi mtm 0,80 0,40 -0,45 0,10 0,20 0,40 0,75 0,95 0,35 0,20 0,22 0,35 Inflasi yoy 3,41 3,51 3,89 3,95 4,06 4,11 4,25 4,11 4,49 4,59 4,42 4,35
Sumber: BPS, diolah dan merupakan hasil perkiraan Bank Indonesia Serang Dari hasil survei konsumen, terlihat bahwa ekspektasi masyarakat memperkirakan kondisi harga-harga pada 3 bulan yang akan datang relatif stabil pada tingkat harga yang tidak jauh berbeda dengan kondisi pada triwulan IV 2011. 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112 2008
2009
2010
2011
Ekspekt asi Har ga 3 bul an y ang akan dat ang
Grafik VI.3. Indeks Ekspektasi harga 3 Bulan Yang Akan datang
Sumber: Bank Indonesia Serang, diolah Perkembangan harga komoditas seperti emas dan minyak dunia cenderung volatile karena adanya ketidakpastian ekonomi global yang terjadi juga berpengaruh terhadap adanya 84 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
peningkatan preferensi agen ekonomi untuk mengalihkan asetnya dalam bentuk yang lebih aman seperti emas. Perkembangan tersebut kemudian dapat mendorong tekanan inflasi eksternal (imported inflation) cenderung meningkat, namun harga emas pada 3 bulan yang akan datang cenderung stabil pada kisaran harga tertentu seiring upaya pemulihan yang dilakukan oleh negera-negara Uni Eropa, sehingga sumber tekanan inflasi inti akan rendah.
USD/pound 2.000,00 1.800,00 1.600,00 1.400,00
1.671,26 1.574,62 1.616,68 1.764,00 1.739,43 1.771,92 1.638,95 1.528,62
1.512,55 1.361,021.375,121.422,91 1.485,41
1.200,00 1.000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 0,00 1
2
3
4
5
6
7
8
2011
9
10
11
12
1* 2012
Grafik VI.4. Perkembangan Harga Emas Dunia 6 Bulan Terakhir *) perkiraan
Sumber: goldprice.org
Inflasi pada triwulan I tahun 2012 di masing-masing kota penyumbang inflasi Banten diprakirakan juga berada dalam kisaran inflasi Banten 3,89%±1% (yoy). Kemungkinan inflasi tertinggi di antara 3 kota di Banten tersebut akan terjadi di Kota Tangerang seiring tingginya konsumsi di daerah tersebut.
85 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
Boks 3. UPAYA KBI SERANG DALAM MENDORONG SEKTOR RIIL DAN UMKM DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2011 Dalam rangka meningkatkan kiprah nyata dalam perekonomian Banten dan sesuai dengan tugas pokok yang diemban, KBI Serang telah melakukan serangkaian kegiatan terkait upaya meningkatkan pemberdayaan sektor riil dan UMKM di Banten pada tahun 2011, antara lain yaitu: A. Memfasilitasi Pengembangan komoditi melalui pola Klaster 1. Pengembangan Klaster Cabai Nasional di Provinsi Banten Bank Indonesia Serang terpilih oleh Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia menjadi salah satu Kantor Bank Indonesia (KBI) yang melaksanakan program pengembangan klaster cabai nasional. Untuk itu, telah ditandatangani MoU dengan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten tanggal 21 Maret 2011 tentang pengembangan Klaster Cabai Banten. Sebagai langkah tindaklanjut, telah dilaksanakan Training of Trainers (ToT) Pertanian Organik bagi Tenaga Pendamping/Penyuluh Pertanian se Provinsi Banten di Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Bogor, serta Sekolah Lapang Good Agriculture Practise dan Temu Lapang bagi petani dua tempat sentra cabai yaitu Desa Sukarame Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang dan Kelurahan Kadomas Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang. Disamping itu, Bank Indonesia Serang bersama Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten telah memfasilitasi pembentukan Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) korwil Banten dan Asosiasi Pedagang Sayur Asal Banten (APSABA) pada tanggal 11 Agustus 2011. Pembentukan organisasi tersebut sangat penting dalam mengkoordinasikan dan menyediakan informasi budidaya cabai terutama waktu tanam yang tepat kepada petani cabai sehingga stabilitas harga jual cabai diharapkan dapat terjaga. 2. Pengembangan Klaster Ternak Domba terpadu Juhut Kabupaten Pandeglang Bank Indonesia Serang juga mengembangkan klaster lokal yaitu Klaster Ternak Domba Terpadu di Juhut Pandeglang bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Pandeglang (cq. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pandeglang) dengan ditandatanganinya MoU pada tanggal 19 Juli 2011. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2011 ini berupa bantuan teknis (bantek) pelatihan LKM-A dan pemberian BSR berupa sarana/prasarana pengembangan klaster (rumah kompos, rumah biogas dan gedung sekretariat LKM-A serta prasarananya) yang telah diresmikan oleh Bupati Pandeglang pada tanggal 15 Desember 2011 yang lalu.
86 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
B. Penyediaan Informasi hasil Survei/Penelitian 1. Penelitian KPJu Unggulan UMKM Tahun 2011 Penelitian KPJu Unggulan merupakan program kerja Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU). Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi tentang Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di suatu kabupaten/kota/provinsi dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Sebagai pelaksana penelitian Bank Indonesia Serang menunjuk Lembaga Penelitian Universitas Tirtayasa (Untirta) Banten 2. Survei Database Profil UMKM di Provinsi Banten Dalam rangka penyediaan informasi di website Bank Indonesia tentang UMKM yang potensial dibiayai perbankan di Provinsi Banten, dan inisiasi program kerja DKBU, Bank Indonesia Serang bekerjasama dengan ABDSI Korwil Banten melaksanakan survei database profil UMKM yang berlangsung pada bulan Juli – Desember 2011. 3. Penelitian Pola Pembiayaan Usaha Kecil Budidaya Cabe Merah Sebagai salah satu upaya untuk melengkapi pengembangan klaster cabe di Provinsi Banten, dilaksanakan Analisis Pola Pembiayaan Usaha Kecil Budidaya Cabai dengan pola pergiliran dengan komoditi lain. Analisis ini diperlukan bagi petani pemula juga bagi pihak Accoun Officer bank untuk membantu menganalisa pembiayaan budidaya cabai dengan pola pergiliran dengan komoditi lain. C. Penyediaan Informasi melalui penyelenggaraan Bazaar 1. Penyelenggaraan Banten Banking Expo (BBE) 2011 Untuk meningkatkan intermediasi perbankan syariah di Provinsi Banten dan diseminasi informasi kepada masyarakat khususnya UMKM, dilaksanakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang produk jasa perbankan dan untuk mempertemukan UMKM binaan dinas/lembaga melalui pameran Produk perbankan dan UMKM serta kegiatan edukasi kepada masyarakat. Event yang bertemakan “Perbankan Peduli UMKM, Lingkungan dan Kearifan Lokal” ini terselenggara atas kerjasama antara Bank Indonesia Serang dengan BMPD (Badan Musyawarah Perbankan Daerah) Serang dan BMPD Cilegon. Kegiatan yang terdiri atas kegiatan roadshow perbankan, pameran, dan aneka lomba ini dilaksanakan pada tanggal 20 – 22 September 2011 bertempat di halaman Rumah Dinas Walikota Cilegon. Stakeholder kegiatan adalah Perbankan, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten, Dinas Perindustrian Provinsi Banten, Pemerintah Daerah Kota Cilegon, UMKM di Provinsi Banten, akademisi (mahasiswa dan pelajar), dan masyarakat kota Cilegon. 2. Penyelenggaraan Sharia Banking Expo pada Banten Expo (BBE) 2011 Dalam rangka meningkatkan peran perbankan syariah di Provinsi Banten Kegiatan expo yang bertemakan “Sharia Banking Fiesta” ini terdiri dari sosialisasi perbankan syariah dan pameran. Kegiatan yang dilaksanakan untuk memeriahkan HUT Provinsi Banten ini terselenggara atas kerjasama antara Bank Indonesia Serang dengan 7 bank syariah di wilayah Serang dan Cilegon yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat, BJB Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BNI Syariah dan Mega Syariah, pada tanggal 30 September – 87 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
4 Oktober 2011 bertempat di alun-alun Kota Serang. Pada kesempatan ini stand Bank Indonesia Serang beserta perbankan syariah memperoleh gelar juara ke-2 stand terbaik kategori umum. D. Bantuan Teknis Pelatihan 1. Pelatihan kepada Tenaga Pendamping UMKM se-Provinsi Banten Sebagai upaya meningkatkan kapasitas dan pengetahuan tenaga pendamping UMKM di Provinsi Banten tentang etika pendamping, survey lapangan kepada UMKM dan manajemen keuangan, dilaksanakan kegiatan pelatihan Kepada Tenaga Pendamping UMKM se-Provinsi Banten pada tanggal 6 – 8 Juni 2011 di Hotel Wisata Baru, Serang. Kegiatan yang merupakan kerjasama Bank Indonesia Serang dengan Dinkop dan UMKM, Disperindag Provinsi Banten ABDSI Korwil Banten dan Pinbuk Banten, berhasil merekrut para tenaga Pendamping UMKM yang berkomitmen dan kompeten. Selanjutnya Bank Indonesia Serang melakukan kerjasama dengan ABDSI Korwil Banten sebagai asosiasi yang mewadahi para tenaga pendamping UMKM tersebut untuk melaksanakan kegiatan penyediaan database profil UMKM Provinsi Banten. 2. Pelatihan Akuntansi Dasar kepada para Pendamping UMKM Dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pendamping UMKM, tentang akuntansi, utamanya untuk kepentingan pendampingan dan pembuatan laporan keuangan UMKM. Diselenggarakan kegiatan pelatihan Akuntansi Dasar pada tanggal 7 – 8 September 2011 di Balai Pelatihan Disperindag Provinsi Banten, Ciwaru - Serang. Kegiatan yang merupakan kerjasama Bank Indonesia Serang dengan Dinkop dan UMKM, Disperindag Provinsi Banten ABDSI Korwil Banten dan Pinbuk Banten, diikuti oleh 20 tenaga pendamping UMKM pada tanggal 7 – 8 September 2011. E. Meningkatkan Koordinasi dan Membangun Komitmen dengan Stakeholder 1. MoU dengan stakeholder tentang Forum Bangkit Banten Sehubungan dengan fakumnya Satgasda Pemberdayaan KKMB di Provinsi Banten, maka pada tanggal 8 Juni 2011 BI menggagas pencanangan gerakan “Bangkit Banten” atau Pengembangan Inkubasi Bisnis Terpadu Banten dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia Serang, DiskopUMKM Provinsi Banten, Disperindag Provinsi Banten, Bank BJB, Pinbuk Banten, UPT Pem Kota Cilegon, Politeknik Piksi Input Serang dan Asosiasi Bussiness Development Services Indonesia Korwil Banten. Salah satu programnya dan telah dilaksanakan pada tahun 2011 adalah Pembinaan KKMB/Tenaga Pendamping UMKM/Penyuluh Lapangan yang berada di Dinas/Instansi, LSM maupun pihak lainnya.
88 Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan IV 2011
2. MoU dengan BPN Kab. Serang tentang Peningkatan Akses Reform Sebagaimana diketahui bahwa sertifikat adalah hal yang selalu menjadi masalah dalam pengajuan kredit/pembiayaan oleh UMKM ke perbankan terkait syarat collateral. Mengingat BPN merupakan lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan sertifikat maka telah dilaksanakan MoU antara Bank Indonesia Serang dengan BPN Kab. Serang pada tanggal 16 November 2011 tentang Peningkatan Akses Reform meliputi kegiatan: - Peningkatan akses UMKM yang telah dan akan memperoleh sertifikat dari BPN melalui program Proyek Nasional (Prona), Ajudikasi, pensertifikatan UKM kerjasama BPN dengan Dinas terkait kepada perbankan; - Legalisasi Aset (sertifikasi) tanah milik UMKM binaan BI; - Legalisasi jaminan tanah di perbankan yang berada di wilayah Kabupaten serang yang belum berupa sertifikat; 3. MoU dengan BPTP Banten tentang Pengembangan Kawasan Pertanian Provinsi Banten Inovasi teknologi pertanian sangat diperlukan dalam pengembangan klaster cabai dan klaster ternak domba yang dibina Bank Indonesia serang, untuk itu perlu kerjasama dengan lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakan Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian Provinsi Banten. Sehubungan dengan itu pada tanggal 17 November 2011 telah dilaksanakan penandatangan nota kesepahaman dengan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten tentang Kerjasama Pengembangan Kawasan Pertanian Provinsi Banten.
89 Kajian Ekonomi Regional Banten