KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
Keterangan Cover: Aktivitas perdagangan di salah satu pasar tradisional di Kota Kendari Fotografer: Dedy Prasetyo
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ini disusun setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara. Isi di dalamnya mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah kerjanya. Secara umum, kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh terakselerasi akibat adanya percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Sementara itu, tekanan inflasi mengalami penurunan terutama dari komponen volatile food dan administered prices. Berbagai upaya juga terus dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan inflasi. Dari sisi stabilitas keuangan daerah, sumber kerentanan pada sektor rumah tangga maupun korporasi masih terjaga di tengah kinerja institusi keuangan (perbankan) yang melambat. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung melalui survei dan liason maupun data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Kendari, 22 Februari 2017 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
Minot Purwahono
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Kata Pengantar
ii
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rencah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA 1.
2.
3.
4.
Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-Undang
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Kata Pengantar Visi Misi Bank Indonesia Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel Tabel Indikator Terpilih
i ii iii v viii Ix
RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.1. KONDISI UMUM 1.2. SISI PERMINTAAN 1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 1.2.2. Konsumsi Pemerintah 1.2.3. Investasi 1.2.4. Ekspor dan Impor 1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 1.3.3. Industri Pengolahan 1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 1.3.5. Konstruksi
1 5 7 8 10 11 12 14 17 18 20 22 23 25 27
BOKS 1. Peningkatan Daya Saing Komoditas Kakao Sulawesi Tenggara Melalui Program Klaster BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016 2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN PROVINSI 2.4. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN
31 33 33 33 35 37 38
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 3.1. KONDISI UMUM 3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 3.2. DISAGREGASI INFLASI 3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
39 41 41 43 45 46
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Daftar Isi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
iv BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 4.2.2. Kinerja Korporasi 4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 4.3.1. Aset Bank Umum 4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 4.3.4. Perbankan Syariah 4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat 4.4. AKSES KEUANGAN 4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
BOKS 2. Layanan Keuangan Digital (LKD) Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat kepada Layanan Bank
49 51 51 53 56 57 61 61 62 66 68 68 69 74 75 76 77 77 78 80
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 5.2.1. Aliran Uang Kartal 5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli
83 85 85 85 86 86 87 88
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. KETENAGAKERJAAN 6.2. KESEJAHTERAAN
95 97 98
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.1.1. Triwulan II 2017 7.1.1. Tahun 2017 7.1. PROSPEK INFLASI 7.2.1. Triwulan II 2017 7.2.1. Tahun 2017 Daftar Istilah Tim Penyusun
101 103 103 105 106 106 107
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016 Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.8 Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara Grafik 1.9 Pangsa Komoditas Ekspor Grafik 1.10 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Arus Muat Barang Grafik 1.13 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara Grafik 1.17 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.19 Kredit Industri Sulawesi Tenggara Grafik 1.20 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri Grafik 1.22 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
7 7
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target
33 33 35 35
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahunan Provinsi di Sulawesi Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Berdasarkan Kelompok Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Bedasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016 & Tracking Januari 2016
41 41 41 42
10 10 11 12 12 13 13 14 15 15 16 16 19 19 20 20 21 23 23 24 24 25
42
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Daftar Grafik
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
vi Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV 2016
43 43
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-Sulawesi Grafik 4.3 Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi Saat ini Grafik 4.4 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Mendatang Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu Grafik 4.6 Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan Mendaatang Berdasarkan Sektoral Grafik 4.7 Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang Grafik 4.8 Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi Grafik 4.9 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan Grafik 4.11 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank Grafik 4.13 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara Grafik 4.15 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.17 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara Grafik 4.19 Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara Grafik 4.21 NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.23 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis Grafik 4.25 NPL dan Suku Bunga KKB Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna Grafik 4.27 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.28 Komposisi Eskpor Sulawesi Tenggara Grafik 4.29 Harga Nikel Internasional Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Ushaa di Sulawesi Tenggara Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison Grafik 4.32 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.33 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Koorporasi Berdasarkan Sektoral Grafik 4.34 Perkiraan Beban Anggaran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang Grafik 4.35 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
51 51 52 52 52 52 53 53 53 53 55 55 56 56 57 57 57 57 58 58 58 58 59 59 60 60 61 61 62 62 63 65 65 65 66 66 67 67
67 67 68 68 68 68 69 69 71 71 74 74 74 74 75 75 76 76 77 77 77 77 78 78 79 79
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
85 85 85 85 86 86 86 86 87 87
Grafik 6.1 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha Grafik 6.2 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja Grafik 6.3 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.4 Kondisi Penduduk Mengganggur Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara
97 97 98 98 98 98 99
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi Grafik 4.41 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank Grafik 4.43 Perbandingakn Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.45 Perbandingakn Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi Grafik 4.55 Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.57 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan Grafik 4.61 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.63 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
viii
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku Usaha Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi Grafik 7.4 Perkiraan Kondisi Usaha Grafik 7.5 Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sulawesi Tenggara Grafik 7.6 Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sultra Grafik 7.7 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT Grafik 7.8 Perkiraan Investasi Pelaku Usaha Grafik 7.9 P Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional Grafik 7.11 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual
103 103 103 103 104 104 104 104 106 106 106 106
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Daftar Tabel Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
7 8 18
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten
34
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Tabel 4.3 Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulawesi Tenggara Tabel 4.4 Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulawesi Tenggara Tabel 4.5 Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan I 2016 Tabel 4.6 NPL Kredit Multiguna Tabel 4.7 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan
50
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
36 37 37
50 55 55 56 57 61 105 105
Indikator Terpilih PDRB DAN IHK Indikator Indeks Harga Konsumen - Kendari - Baubau Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Tenggara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik, Gas 5. Pengadaan Air 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar & Eceran, 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Jasa Keuangan 12. Real Estate 13. Jasa Perusahaan 14. Adm Pemerintahan, 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Jasa Lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar) 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Eksport Luar Negeri 7. Import Luar Negeri 8. Net Eksport Antar Daerah Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
2015 I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
114.65 121.39
115.67 123.88
118.00 124.87
118.06 126.70
120.18 126.94
120.72 128.20
121.65 129.58
121.68 128.87
7.81
7.35
7.24
2.27
4.75
3.49
3.28
2.69
3,993 3,687 1,069 9 36 1,953 2,066 754 99 395 382 302 37 938 833 175 258
4,265 3,806 1,128 10 36 2,291 2,254 782 104 412 375 310 39 996 834 180 267
4,342 4,114 1,092 9 35 2,500 2,262 824 106 432 403 314 39 1,023 852 180 273
4,359 3,800 1,151 11 36 2,793 2,307 863 114 446 426 307 40 1,066 931 187 282
4,433 3,415 1,161 10 39 2,144 2,191 825 106 447 437 303 40 964 932 191 279
4,508 3,948 1,189 10 38 2,480 2,394 880 113 450 456 314 42 1,077 941 188 292
4,580 3,867 1,241 10 40 2,719 2,632 956 115 468 459 300 42 1,033 975 195 290
4,749 4,188 1,244 10 39 2,930 2,564 936 119 485 473 327 43 1,035 945 193 299
8,425 177 2,202 6,483 153 856 988 (325) 16,984 5.8
8,582 181 2,627 7,117 152 932 945 (559) 18,088 7.2
8,883 196 2,784 7,661 111 712 1,000 (548) 18,802 7.0
9,027 208 3,159 8,705 (89) 714 1,504 (1,103) 19,118 7.5
8,989 189 2,308 7,227 (16) 431 764 (445) 17,918 5.5
9,167 194 2,926 7,892 127 656 1,210 (431) 19,320 6.8
9,419 203 2,817 8,195 161 691 1,040 (524) 19,922 6.0
9,483 211 2,941 8,936 116 1,165 1,598 (675) 20,580 7.6
x
Indikator Perbankan Total Asset (Rp miliar) - Bank Umum (Konvensional & Syariah) - BPR - Syariah Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) - Giro - Tabungan - Deposito Kredit Bank Umum* (Rp miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi NPL Bank Umum(%) LDR (%) Kredit UMKM (Rp miliar) NPL Kredit UMKM (%) Kas (Rp miliar)
- Inflow - Outflow - Net (Inflow - Outflow)
2015 I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
20,871 19,702 200 969 12,597 3,475 5,887 3,235 14,444 3,967 1,689 8,787 2.88 115 4,859 5.87
21,796 21,562 234 1,169 13,675 4,169 5,923 3,583 15,174 4,266 1,701 9,206 3.06 111 5,144 6.47
22,718 21,562 240 916 14,883 4,548 6,619 3,716 15,644 4,313 1,692 9,639 2.95 105 5,212 6.34
22,770 21,562 261 947 14,517 2,829 8,129 3,558 16,092 4,288 1,791 10,013 2.45 111 5,200 5.31
22,768 21,562 271 935 15,367 4,211 7,245 3,912 16,915 4,669 1,823 10,423 2.61 110 5,797 5.70
23,837 21,562 292 943 15,690 4,030 7,665 3,995 17,910 5,002 1,962 10,946 2.48 114 6,255 5.35
23,837 21,562 274 987 15,442 3,790 7,717 3,934 18,119 5,061 1,920 11,140 2.79 117 6,190 5.86
23,837 21,562 274 987 15,249 3,448 7,924 3,878 18,266 5,071 1,920 11,275 2.69 120 6,190 5.86
939 230 708
431 923 (492)
754 1,757 (1,003)
262 1,807 (1,545)
1,279 282 997
579 1,612 (1,033)
1,140 1,044 96
492 1,550 (1,058)
878 41
918 42
1,051 44
1,748 55
2,084 58
2,437 64
2,172 56
2,404 62
5,462 12,863
5,891 18,445
6,821 18,698
4,010 10,959
481 848
529 874
478 689
539 801
Kliring
- Volume (transaksi) - Nominal (Rp miliar) RTGS dari Perbankan Sultra
- Volume (transaksi) - Nominal (Rp miliar) *Lokasi Bank
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Ringkasan Eksekutif
GAMBARAN UMUM Pada Triwulan IV 2016 ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) tumbuh sebesar 7,6% (yoy) mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Akselerasi tersebut disebabkan oleh percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Sementara itu, inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai 2,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Penurunan inflasi tersebut terutama bersumber dari berkurangnya tekanan inflasi komponen volatile food dan administered prices. Di sisi lain, stabilitas keuangan daerah masih terjaga. Namun demikian dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama masih rentan terhadap pelemahan ekonomi global
2
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Tenggara menyebabkan terjadi akselerasi perekonomian Sultra
Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 7,0% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0%(yoy). Akselerasi tersebut disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan
pertambangan
dan
penggalian
serta
akselerasi
laju
pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju pertumbuhan. Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Inflasi Daerah Tekanan inflasi Sultra mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga komoditas bahan makanan dan angkutan udara
Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru. Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh
peningkatan kelompok
administered prices seiring adanya
penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA yang terjadi pada bulan Januari dan Maret
3
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga terutama dari ketahanan rumah tangga
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. Sementara itu, perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas terkendali. Keuangan Pemerintah
Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun untuk realisasi belanja mengalami penurunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2015. Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan. Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Sistem pembayaran non tunai mengalami peningkatan dan transaksi tunai terjadi net outflow
Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Stabilitas Keuangan Daerah
4
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.
Kondisi ketenagakerjaan belum mengalami perbaikan. Sementara tingkat kesejahteraan mengalami penurunan
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut. Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang menurun di periode laporan. Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan meningkat disertai dengan peningkatan tekanan inflasi
Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%. Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan mendatang. Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok
volatile food dan administered prices.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Bab 1
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 7,6% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh percepatan pertumbuhan yang terjadi pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan pertambangan dan penggalian serta akselerasi laju pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan penyebab utama terjadinya percepatan laju pertumbuhan. Namun demikian, pada triwulan I 2017 diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
2
7
Sulawesi
III - 2016 IV - 2016 Provinsi Sulawesi Selatan 6.8 7.6 Sulawesi Barat 5.7 7.5 Sulawesi Tenggara 6.0 7.6 Sulawesi Tengah 7.9 3.8 Gorontalo 7.0 7.0 Sulawesi Utara 6.0 6.5 PDRB 6.7 6.8
%, yoy 9,0%
Lainnya
8,0%
7,6%
Sultra 2015=6,9% Sultra 2014=6,3%
7,0%
Sultra 2016=6,5%
6,0%
Perdagangan
6,0%
5,0%
5,0% 4,9%
4,0%
Konstruksi
23,1 20,3 6,0 14,2 12,5
Pertanian
3,0% I
II
III
IV
I
2014 Pertumbuhan Ekonomi Sultra
Grafik 1.1
1
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
Industri Pengolahan
2016
Pertambangan
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara
Grafik 1.2
Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016
Angka pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pembulatan dari angka rilis BPS sebesar 7,64% (yoy).
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
8
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Perubahan Inventori Eksport Luar Negeri Import Luar Negeri Net Eksport Antar Daerah PDRB
2015 I
II
4.5 5.0 -11.0 -9.0 2.5 3.9 2.2 10.3 -275.0 -71.3 -40.3 27.8 -5.6 -15.0 -67.3 -10.3 5.8 7.2 Keterangan: Meningkat Melambat
Dalam % (yoy) PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
III 5.3 5.1 6.8 2.8 -79.2 -21.9 -39.1 -40.3 7.0
IV 5.6 5.5 4.3 2.5 -81.6 -27.9 -24.6 10.3 7.5
2015
2016 I
5.1 6.7 -2.5 6.6 4.5 4.8 4.3 11.5 -33.9 -110.5 -20.9 -49.7 -23.4 -22.7 -28.3 36.9 6.9 5.5
II
III
6.8 7.2 11.4 10.9 -16.5 -29.7 28.0 -22.8 6.8
6.0 3.2 1.2 7.0 44.3 -3.0 4.0 -4.3 6.0
2016 IV 5.1 6.1 1.5 4.5 -6.9 2.0 2.6 7.6 -230.1 18.1 63.2 -8.5 6.3 3.9 -38.8 -18.1 7.6 6.5
Rasio Tw III 2016 6.1 - 6.5 46.1 6.3 - 6.7 1.0 7.3 - 7.7 14.3 4.9 - 5.3 43.4 -44.9 - 45.3 0.6 105.5 - 105.9 5.7 55.6 - 56.0 7.8 14.1 - 14.5 (3.3)
Rasio = perbandingan terhadap total PDRB p= proyeksi KPw BI Sultra
2017 I
5.8 - 6.1
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
9
2
Stainless steel merupakan produk logam yang menggunakan nikel olahan (feronikel dan NPI) sebagai salah satu unsur bahan bakunya.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
10
%, yoy
185 180 175
170
Grafik 1.3
Tw III 2016
Konsumsi lainnya
Restoran dan Hotel
Transportasi dan Komunikasi
Kesehatan dan Pendidikan
Perumahan dan Perlengkapan Rumah Tangga
Pakaian dan Alas Kaki
165 Makanan dan Minuman, selain Restoran
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
160 155
147.3
150 145 I
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
2014 2015 2016 Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu
Tw IV 2016
Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga
II
Grafik 1.4
Indeks Pengeluaran Saat ini
IV
11 Rp Miliar 14 12 10 8 6 4
13.3%
2 -
I
II
III
IV
I
2014 Kredit Konsumsi
Grafik 1.5
II
III
IV
I
II
III
18% 17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 10%
IV
2015 2016 gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara
3
Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi. 4
Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
yoy
12.23 19%
Thousands
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
12
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 -
174 100% 80%
5.000
60%
4.000
40%
3.000
20%
2.000
0%
1.000
-4,87% -20% I
II
III
IV
2014 Konsumsi semen
Grafik 1.6
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2015 2016 Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara
yoy
Rp Miliar 6.000
160%
4.880,95 140%
-
I
II
III IV
2014 Kredit Investasi
Grafik 1.7
I
II
III IV
2015
I
120% 100% 80% 60% 34,5%40% 20% 0% -20% II III IV 2016
g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
13
140
Juta US$
yoy
Lainnya 528 0,7%
60%
40%
120
52.7% 20%
100
Perikanan 4.911 6,4%
76.53 0%
80
-20%
60
-40%
40
-60%
20
-80%
-
Feronikel 66.242 86,6%
-100% I
II
III
IV
I
II
III
2014 2015 Ekspor Sultra
Grafik 1.8
IV
I
II
III
Minyak Nilam 1.692 2,2%
Mete 1.550 2,0%
Aspal 556 0,7%
IV Kakao olah 1.054 1,4%
2016 g Ekspor Sultra
Nilai Ekspor Luar Negeri dari Sulawesi Tenggara
Grafik 1.9
Pangsa Komoditas Ekspor
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
14
66
40.6%
Grafik 1.10
Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
15
%,yoy
57%
-1% -21%
-28% -63%
-100%
-97% -100%
140,000
350%
120,000
300%
100,000
89,326200%
80,000
150%
60,000
100%
250%
50%
40,000
0%
-24.2% -50%
20,000 -
-100% I
II
III
IV
2014 Arus muat
Grafik 1.11
Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara
I
II
III
IV
I
II
III
2015 2016 g Arus muat (sb. Kanan)
Grafik 1.12 Arus Muat Barang
IV
16
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
72
450.000
60%
400.000
50% 343.319
350.000
21%
40%
300.000
30%
250.000
20%
200.000
10%
150.000
0%
100.000
-10%
-7,1% -20%
50.000
-
-30% I
II
III IV
2014 Arus bongkar
Grafik 1.13
Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara
I
II
III
IV
I
II
III IV
2015 2016 g Arus bongkar (sb. Kanan)
Grafik 1.14 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
17
18
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Lainnya PDRB
2015 I
II
(0.5) 9.4 18.2 5.2 3.0 1.7 6.7 5.6 6.8 3.6 8.3 4.0 7.7 7.6 14.4 6.8 5.5
(1.8) 12.0 11.0 5.7 8.1 11.9 10.0 7.1 6.4 6.6 2.1 5.5 10.7 9.9 11.8 7.1 5.9
5.7
7.2
Keterangan: Meningkat Melambat
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
III (3.8) 16.2 3.5 0.7 0.2 15.8 7.1 10.5 7.7 7.8 8.8 6.9 11.0 3.0 6.5 8.7 8.5 7.0
IV 6.8 7.4 0.4 4.5 0.3 19.5 6.0 6.8 10.5 7.6 11.5 2.8 11.6 1.7 0.8 3.3 8.3 7.5
I 10.7 (9.1) 8.7 8.2 13.3 11.0 7.2 12.2 7.7 13.7 14.5 0.4 10.0 3.3 11.2 9.2 8.5 5.5
2016 II 5.7 0.5 5.5 6.2 7.1 10.9 7.5 15.2 8.3 12.2 21.6 1.2 8.1 9.2 12.7 4.5 9.4 6.8
III 5.6 (9.0) 13.9 11.6 14.3 8.9 19.2 17.0 7.7 13.2 14.0 (8.8) 7.7 5.0 16.1 8.3 6.1 6.0
IVP 5.5 0.9 11.3 7.5 8.8 9.6 8.0 16.7 8.7 7.7 9.7 5.2 6.2 4.6 6.0 6.0 7.8 6.5
2017 IP 5.7 1.9 11.8 7.1 14.3 7.0 7.1 12.0 7.2 9.5 4.8 2.9 8.9 3.9 5.3 5.7 7.4 6.0
2017P 6,7 - 7,1 2,6 - 3,0 11,1 - 11,5 6,4 - 6,8 11,3 - 11,7 9,8 - 10,2 7,9 - 8,3 11,6 - 12,0 7,3 - 7,7 8,8 - 9,2 3,1 - 3,6 5,9 - 6,2 5,5 - 5,6 4,8 - 5,2 1,7 - 2,1 5,9 - 6,3 8,5 - 8,9 6,6 - 7,0
56
96,5%
700
yoy
Rp Miliar
70%
600
592,7460%
500
60,3% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20%
400 300 200
100 -
I
II
III IV
2014 Kredit Pertanian
Grafik 1.15
Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Grafik 1.16 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
19
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
20
250
yoy
Rp Miliar
Indeks
195.7
200 150
3.000
100%
2.381,75
2.500
80%
2.000
60% 78,6% 40%
1.500 20%
100
1.000
0%
500
50
-20%
-
0
-40% I
I
II
III
IV
I
2015
Grafik 1.17
Indeks Produksi Ore Nikel
II
III 2016
IV
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Kredit Pertambangan
Grafik 1.18 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
21
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 -
yoy
Rp Miliar
439,63140% 120% 100%
115,6%
80% 60% 40%
20% 0%
I
II
III IV
2014 Kredit Industri
Grafik 1.19
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
g Kredit Industri (sb. Kanan)
Kredit Industri Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
22
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
23
140
Volume (ribu ton)
yoy200.0%
120
150.0%
100
57.3% 100.0%
80
Juta USD
72
50.0%
58.90 0.0%
60 40
-50.0%
20
-100.0%
-
77
-150.0% II
III
IV
I
II
III
2015 Ekspor Sultra
Grafik 1.20
IV
I
II
III
IV
2016 g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Volume Ekspor Sulawesi Tenggara
Grafik 1.21 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
24 yoy
Rp Miliar
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
6.000
-24,2%
5.000
4.000
20%
3.000
15%
2.000
13,2%10%
1.000
-7,1%
5%
-
0% I
II
III
IV
2014 Kredit Perdagangan
Grafik 1.22
Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari
30%
4.881,26 25%
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
25
yoy
Rp Miliar
1.200
100%
1.000
80% 899,80
800
60%
600
40%
400
32,9%20%
200
0%
-
-20% I
II
III
IV
2014 Kredit Konstruksi
Grafik 1.24
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
26
BOKS 01.
PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS KAKAO SULAWESI TENGGARA MELALUI PROGRAM KLASTER
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia. Pada tahun 2015, luas area perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara mencapai 255.468 ha dengan jumlah produksi sebesar 135.932 ton. Meskipun demikian, pada tahun 2015 tersebut produksi kakao mengalami penurunan sebesar 36,3% dibandingkan dengan produksi pada tahun 2014. Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan komoditas kakao di Sulawesi Tenggara adalah keterbatasan sumber daya manusia. Petani kakao Indonesia secara umum memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk tanaman kakao. Mereka hanya mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat. Masalah lainnya adalah petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Selain itu, produktivitas kakao per hektar juga masih rendah karena sebagian besar tanaman kakao sudah berusia tua (rata-rata di atas 25 tahun), adanya hama sehingga biji kakao sebagian rusak dan sebagian petani menanam kurang sesuai dengan pola tanam (jarak) ideal tanaman kakao. Melihat hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Tenggara telah berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi dan UMKM termasuk untuk pengembangan kakao untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang pada akhirnya diharapkan dapat menopang perekonomian Sulawesi Tenggara dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Dalam pengembangan komoditas kakao, Bank Indonesia telah melakukan pembentukan klaster kakao sejak tahun 2011. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan program klaster Bank Indonesia fokus pada pengembangan komoditas unggulan daerah, ekspor dan komoditi penyumbang inflasi. Program klaster tersebut bertujuan mendorong peningkatan produksi dan daya saing petani terhadap rantai nilai usaha pertanian, pengembangan dan penguatan kelembagaan petani sebagai local champion dan kerjasama kemitraan. Klaster kakao berada di wilayah Kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan yang meliputi 5 desa, yaitu 2 desa Kabupaten Kolaka Timur dan 3 desa Kabupaten Konawe Selatan. Klaster tersebut merupakan program kerja klaster tahun 2014 sd. 2016. Disamping itu, terdapat klaster kakao 5 desa di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe dan Konawe Selatan yang telah berakhir masa programnya, namun tetap dilakukan pembinaan dan monitoring. No
LEM Sejahtera
Desa/Kecamatan
Kabupaten
1
Andomesinggo
Andomesinggo/Besulutu
Konawe
2
Penanggoosi
Penanggoosi/Lambandia
Kolaka Timur
3
Tinete
Tinete/Aere
Kolaka Timur
4
Iwoi Menggura
Iwoi Menggura/Aere
Kolaka Timur
5
Teteinea
Teteinea/Lalembuu
Konawe Selatan
6
Bou
Bou/Lambandia
Kolaka Timur
7
Ulundoro
Ulundoro/Aere
Kolaka Timur
8
Awalo
Awalo/Benua
Konawe Selatan
9
Puurema
Puurema/Lalembuu
Konawe Selatan
10
Kapuwila
Kapuwila/Lalembuu
Konawe Selatan
Waktu Pelaksanaan Program Kerja Tahun 2011 - 2013
Program Kerja Tahun 2013 - 2016
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
27
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
28
BOKS 01. Progress Aspek Kelembagaan
Partisipasi masyarakat (petani) terhadap keanggotaan dari 5 LEM Sejahtera lokasi klaster dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan dengan jumlah anggota mencapai 754 orang pada Desember 2016 atau tumbuh sebesar 68,30% dari jumlah 448 anggota pada Desember 2014. Pada umumnya LEM Sejahtera lokasi klaster telah menyelenggarakan unit usaha simpan pinjam. Hingga Desember 2016 total dana simpanan anggota LEM Sejahtera mencapai sebesar Rp519,3 Juta atau meningkat sebesar 42,27% dibandingkan total simpanan anggota pada tahun 2014. Untuk pengembangan usaha jual beli kakao, LEM Sejahtera di lokasi klaster pada tahun 2015 telah membangun kerjasama perdagangan dengan salah satu perusahaan pengolahan kakao di Sultra dengan target perdagangan sebesar 30.000 Ton/Tahun. Uji coba fermentasi dan uji mutu telah dilakukan pada akhir tahun 2015 dengan hasil uji klasifikasi memenuhi standar mutu A (cukup baik). Progress Aspek Produksi Total luas lahan perbaikan tanaman kakao tidak produktif hingga tahun 2016 mencapai seluas 2.214 hektar atau sekitar 73,14% dari total luas lahan kakao dengan rincian 965 hektar dilaksanakan pada tahun 2014, 857 hektar pada tahun 2015 dan 52 hektar di tahun 2016. Dari total luas lahan perbaikan tanaman tersebut di atas, terdapat seluas 2.162 hektar merupakan dukungan pemerintah melalui program gernas kakao dan seluas 97 hektar melalui pola swadaya dengan mereplikasi aspek teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan. Dari sisi produktivitas tanaman, terutama tanaman yang telah diperbaiki (rehabilitasi, peremajaan dan intesifikasi) selama kurun waktu 3 tahun secara umum menunjukan peningkatan dengan proyeksi produktivitas dari rata-rata 540 Kg/Ha/Thn pada 2014 menjadi 980 Kg/Ha/Thn pada tahun 2016 atau meningkat sebesar 70,37%. KPw. BI Prov. Sultra telah mengembangkan lahan percontohan budidaya tanaman kakao di masing-masing lokasi klaster dengan mereplikasi model PTPN 12 Jember Jawa Timur seluas 5 hektar. Hal ini untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya dalam rangka mendukung percepatan peningkatan jumlah dan mutu produksi. Hasil lahan percontohan adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar petani di lokasi klaster telah menerapkan metode pemeliharaan tanaman sesuai dengan lahan percontohan. b. Kondisi pertumbuhan tanaman, kesehatan dan proses pembuahan pada umumnya lebih baik dari sebelumnya. c. Pada umumnya petani di lokasi klaster telah menerapkan tata kelola kebun yang efisien dan efektif melalui pemangkasan bentuk pada tanaman yang telah direhabilitasi (sambung samping). d. Produktivitas tanaman kakao pada lahan percotohan seluruhnya telah memasuki usia tanaman menghasilkan (TM) minimal 18 bulan pemeliharaan dan umumnya mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi dengan produktivitas rata-rata mencapai 1,6 ton/hektar/tahun atau sekitar 196,4%. e. Tingkat serangan hama penyakit busuk buah relatif kecil f. Kondisi panen raya memiliki durasi waktu yang lebih panjang yaitu dimulai bulan April hingga bulan Agustus, bahkan tanaman kakao pada beberapa lahan percontohan masih melaksanakan panen pada bulan November - Desember.
29
g. Pada umumnya lahan percontohan telah melaksanakan ujicoba sistem budidaya tumpang sari kakao – lada, dimana tanaman lada dibudidayakan pada tanaman pelindung (pohon gamal) dengan jarak tanam 6m x 6m. Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII
Dampak terjadinya perbaikan dan peningkatan produksi tanaman kakao pada lahan percontohan tersebut mendorong 114 petani di lokasi klaster melakukan ujicoba replikasi teknis budidaya tanaman kakao sesuai dengan petunjuk teknis yang diterapkan pada kebun/lahan percontohan. Untuk memacu percepatan dan efisiensi dalam proses replikasi dan pembelajaran petani sesuai dengan lahan percontohan, dibentuk kelompok kerja (pokja) pada masing-masing lokasi klaster. Kelompok kerja dimaksud bersifat gerakan sosial pemeliharaan kebun secara bergotong-royong dengan pendekatan arisan pemeliharaan kebun. Tabel Produktivitas Kebun/Lahan Percontohan Teknis Budidaya Kakao Model PTPN XII Oleh Pokja
Dampak lain dari keberhasilan perbaikan kondisi tanaman tidak produktif baik pada lahan demplot maupun pada lahan-lahan petani yang mereplikasi teknis budidaya sesuai dengan lahan percontohan, turut mendapat respon dan perhatian yang tinggi dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Prov. Sultra selaku mitra utama dalam program klaster kakao di Sultra. Bentuk respon dan perhatian tersebut diwujudkan melalui realisasi program Gernas Kakao yang relatif besar pada lokasi klaster di tahun 2015 dengan luasan sebanyak 1.177 hektar terdiri dari rehabilitasi 100 ha, peremajaan 240 hektar dan intensifikasi 837 hektar.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
BOKS 01.
30
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
BOKS 01.
Tanaman Kakao Hasil Intensifikasi
Program Pemberdayaan dan Pelatihan Teknis Anggota Klaster Kakao
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Bab 2
KONDISI FISKAL DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan anggaran tahun 2015. Pada akhir tahun 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 113,1%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 105,5%. Berbeda dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami penurunan dari 102,1% di tahun 2015 menjadi 94,4% di periode laporan. Sementara untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada tahun 2016 hanya mampu terealisasi sebesar 86,4%, setelah pada periode tahun sebelumnya tercatat sebesar 93,2%.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
28
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2016
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
meningkatkan
2016 meningkat dibandingkan tahun 2015.
infrastruktur di Sulawesi Tenggara. Sedangkan
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp
untuk anggaran belanja operasional pada tahun
2,47 triliun atau naik 9,7% dibanding tahun
2016 mencapai Rp1,68 triliun atau meningkat
2015. Begitu pula dengan anggaran belanja
sebesar 16,7% dibandingkan tahun lalu.
yang meningkat menjadi Rp 2,30 triliun atau naik sebesar 22,7%.
sejalan dengan upaya pemerintah daerah untuk kuantitas
dan
kualitas
Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran
Bahkan
pendapatan tersebut terjadi pada anggaran
anggaran tercatat lebih tinggi jika dibandingkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan
tahun sebelumnya. Defisit APBD tahun 2016
transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun
adalah sebesar Rp349,43 atau meningkat
2016 ditargetkan mencapai Rp638,18 miliar
sebanyak Rp84,34 miliar dibandingkan dengan
atau meningkat 20,9% jika dibandingkan tahun
periode sebelumnya yang tercatat sebesar
sebelumnya. Sementara untuk pendapatan
Rp306,09 miliar.
transfer pada tahun 2016 ditargetkan mencapai Rp1,83 triliun atau meningkat 5,5% dari tahun sebelumnya. Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan anggaran belanja pada tahun 2016 didorong oleh meningkatnya anggaran belanja modal maupun belanja operasi. Pada tahun 2016 anggaran belanja modal mencapai Rp832,42 miliar atau meningkat sebesar 40,5% jika 3.000
40
2.474 35
2.500
pada
APBD
tahun
2016,
defisit
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan Realisasi
pendapatan
Pemerintah
Provinsi
Sulawesi Tenggara terhadap anggaran yang disediakan pada tahun 2016 relatif lebih tinggi jika
dibandingkan
realisasi
pendapatan
pemerintah daerah di periode yang sama tahun
2.823 40
3.000
35
2.500
30 2.000
25
1.500
20
1.000
10
500
15
0 2010
2011
2012
Pendapatan
2013
2014
2015
25
17
1.500
2016
10 500
5
-
0 2010
Growth Pendapatan
Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara
2011
2012 Belanja
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1
20 15
1.000
10 5
-
30 2.000
2013
2014
2015
2016
Growth Belanja
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.2
Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
33
34
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara URAIAN
Anggaran
APBD 2014
APBD 2015
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
Anggaran
APBD 2016 Anggaran
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
2.136,55
2.178,20
101,95
2.342,79
2.471,39
105,49
2.474,02
2.798,17
113,10
PENDAPATAN ASLI DAERAH
570,19
555,24
97,38
539,90
667,08
123,56
638,18
744,75
116,70
Pendapatan Pajak Daerah
467,50
413,20
88,39
415,49
516,47
124,31
500,31
575,42
115,01
Hasil Retribusi Daerah
23,04
18,29
79,38
16,67
17,73
106,38
10,88
13,39
123,04
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan
24,00
23,32
97,15
23,45
22,65
96,60
23,45
24,27
103,49
Lain-lain PAD
55,65
100,43
180,47
84,30
110,23
130,76
103,54
131,68
127,18
PENDAPATAN TRANSFER
1.526,47
1.549,73
101,52
1.785,51
1.786,93
100,08
1.825,36
2.042,10
111,87
Transfer Pemerintah Pusat
1.212,20
1.236,02
101,96
1.383,88
1.383,85
100,00
1.820,36
2.037,10
111,91
Dana Bagi Hasil Pajak
60,04
62,48
104,06
66,42
47,46
71,46
58,87
60,57
102,87
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
39,77
61,15
153,76
54,64
73,57
134,64
34,53
37,09
107,40
Dana Alokasi Umum
1.053,64
1.053,64
100,00
1.176,42
1.176,42
100,00
983,24
1.200,63
122,11
Dana Alokasi Khusus
58,75
58,75
100,00
86,40
86,40
100,00
743,71
738,81
99,34
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
314,27
235,28
74,86
401,63
403,08
100,36
5,00
5,00
100,00
Dana Penyesuaian
PENDAPATAN
314,27
313,71
99,82
401,63
403,08
100,36
5,00
5,00
100,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
39,89
73,23
183,60
17,38
17,38
100,00
10,47
11,32
108,11
Pendapatan Hibah
39,89
39,89
100,00
17,38
17,38
100,00
10,47
11,32
108,11
Pendapatan Dana Darurat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pendapatan Lainnya
-
33,35
-
-
-
-
-
-
-
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
sebelumnya. Pendapatan Pemerintah Provinsi
tahun 2015. Penurunan ini mengindikasikan
Sulawesi
menurunnya kemandirian fiskal pemerintah
Tenggara
di
akhir
tahun
2016
terealisasi melebihi target yang yakni senilai
provinsi.
Rp2,79 triliun, atau sebesar 113,6% dari target
meningkat menjadi 72,8% pada tahun 2016
total pendapatan dalam APBD 2016. Angka
dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar
serapan tersebut tercatat lebih tinggi jika
56,0%.
dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 109,5% dari target dalam APBD tahun 2015 atau sebesar Rp2,47 triliun. Realisasi pendapatan pada tahun 2016 tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir yaitu sebesar 100,6%. Peningkatan realisasi tersebut disebabkan oleh adanya penurunan target pendapatan dalam APBD Perubahan 2016.
Sementara
itu,
pangsa
Daper
Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2016 tercatat mampu mencapai 111,9% dari total target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar Rp2,03 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun 2015, realisasi pendapatan hanya sebesar 103,8% dari total target pendapatan transfer tahun
2015
Berdasarkan pendapatan
atau
senilai
Rp1,38
komponennya, utama
pemerintah
triliun. sumber Sulawesi
Tenggara adalah berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa sebesar 58,9%
Sumber utama pendapatan daerah Sulawesi
dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi
Tenggara berasal dari pos Pendapatan Asli
Khusus/DAK (36,3%) dan Dana Bagi Hasil/DBH
Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper).
4,8%. Berbeda dengan pola historisnya yang
Pangsa
menurun
selalu stabil, realisasi DAU pada tahun 2016
menjadi 26,6% dari sebelumnya 27,0% pada
tercatat sebesar Rp1,2 triliun atau sebesar
PAD
Sulawesi
Tenggara
122,11%, meningkat dibandingkan dengan
pendapatan ini berasal dari badan usaha milik
tahun sebelumnya yang tercatat mencapai
daerah (BUMD) yang dimiliki oleh Pemerintah
100%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
Provinsi Sulawesi Tenggara.
adanya penurunan alokasi DAU pada APBD perubahan 2016 serta adanya pembayaran transfer dari pemerintah pusat yang sempat tertunda. Sementara
Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah
yang
Sah
tercatat
mengalami
peningakatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi pos ini tercatat sebesar 100%, meningkat
untuk
realisasi
PAD
Sulawesi
dibandingkan dengan periode yang sama pada
Tenggara pada tahun 2016 tercatat sebesar
tahun
Rp774,8
98,8%.
miliar
atau
mencapai
116,7%,
menurun dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mampu mencapai 129,1%.
sebelumnya
yang
Keseluruhan
hanya
pendapatan
mencapai tersebut
berasal dari pos hibah. 2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara berasal dari komponen pajak daerah, dengan peran 77,3% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (17,7%), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (3,3%) dan sisanya adalah retribusi daerah (1,8%).
Berbeda dengan kinerja di sisi pendapatan, penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Tenggara pada akhir 2016 juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi anggaran
tahun
2015.
Realisasi
belanja
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada Adapun pajak daerah yang dipungut oleh provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Sementara untuk realisasi hasil pengeloaan yang dipisahkan juga sudah mencapai 103,5% dari target. Pos
periode laporan mencapai 94,36% atau sebesar Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu merealisasikan
anggaran
sebesar
102,1%.
Menurunnya persentase realisasi ini terutama didorong oleh penghematan yang dilakukan Pemrov Sultra.
100%
100%
75%
75%
50%
50%
25%
25%
0%
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2015 Target
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 .
2016 Realisasi
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3
Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 . 2016 Target Realisasi Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.4
Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
35
36
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara APBD 2014 URAIAN
Anggaran
APBD 2015
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
Anggaran
APBD 2016
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
Anggaran
Realisasi (Miliar Rp)
Serap (%)
BELANJA
2.450,85
2.088,45
85,21
2.300,96
2.349,27
102,10
2.823,45
2.663,85
94,35
BELANJA OPERASI
1.453,54
1.331,74
91,62
1.445,49
1.448,44
100,20
1.686,18
1.627,61
96,53
Belanja Pegawai
576,08
517,03
89,75
593,62
546,98
92,14
624,16
592,46
94,92
Belanja Barang
406,15
362,83
89,33
313,54
374,40
119,41
406,27
384,02
94,52
Belanja Bunga
25,54
22,63
88,58
24,16
21,13
87,44
18,81
18,81
100,00
Belanja Hibah
326,75
324,56
99,33
412,99
419,57
101,59
582,64
579,24
99,42
Belanja Bantuan Keuangan
119,01
104,70
87,98
101,18
86,36
85,35
54,30
53,08
97,75
BELANJA MODAL
727,63
553,49
76,07
592,53
683,51
115,35
832,42
751,92
90,33
Belanja Tanah
42,35
26,00
61,39
21,81
32,08
147,10
14,30
11,84
82,79
Belanja Peralatan dan Mesin
49,46
38,40
77,64
51,72
52,58
101,66
64,34
59,86
93,03
Belanja Bangunan dan Gedung
198,61
160,07
80,59
185,48
160,15
86,35
293,89
268,98
91,52
Belanja Jalan, irigasi dan Jaringan
436,02
328,43
75,32
331,64
436,70
131,68
459,26
410,62
89,41
1,17
0,59
50,27
1,89
2,00
105,95
0,64
0,62
97,84
BELANJA TIDAK TERDUGA
20,00
-
-
38,03
-
-
15,46
-
-
Belanja Tak Terduga
20,00
-
-
38,03
-
-
15,46
-
-
TRANSFER
249,68
203,22
81,39
224,91
217,33
96,63
289,39
284,33
98,25
Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota
249,68
203,22
81,39
224,91
217,33
96,63
289,39
284,33
98,25
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Belanja Aset Tetap Lainnya
Bagi Hasil Pajak
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Penurunan tersebut terjadi pada realisasi belanja
Berdasarkan
operasional maupun belanja modal. Realisasi
Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja
belanja operasional mencapai 96,5% atau
keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi
sebesar Rp1,6 triliun. Rendahnya pencapaian
Tenggara selama triwulan IV 2016 relatif rendah
tersebut disebabkan oleh belum optimalnya
dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
realisasi belanja pegawai yang hanya mencapai
Pada
94,9%
keuangan Pemprov Sultra baru mencapai 91,5%
dan
belanja
barang
yang
hanya
mencapai 99,4%. Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang maksimal dengan tingkat realisasi sebesar 90,3% atau senilai Rp751,9 miliar. Kondisi tersebut jauh menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
data
akhir tahun
Lembaga
Kebijakan
2016, kondisi
realisasi
di bawah target 100%. Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru mencapai 90,7%, di bawah target yang selesai seluruhnya (100%). Namun pencapaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang hanya
mencapai
88,2%
untuk
realisasi
keuangan dan 79,6% untuk realisasi fisik.
dapat mencapai 115,4%. Penurunan tersebut
Sementara untuk proses pengadaan barang dan
disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja
jasa hingga akhir tahun 2016 tercatat bahwa
bangunan dan gedung yang mencapai 91,5%
dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 790
dan juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang
paket atau senilai Rp1,2 triliun, hanya sebanyak
hanya sebesar 89,4%. Pangsa kedua pos
70,0% yang berstatus provisional hand over
tersebut mencapai 90,4% dari total anggaran
(PHO) atau telah di lakukan serah terima.
belanja modal.
Sedangkan
yang
sedang
dalam
tahap
pelaksanaan mencapai 3,3%. Sementara untuk
sisanya 26,7% atau sebanyak 210 belum
tercatat sebesar Rp7,86 triliun atau 93,2% dari
dilakukan pengadaan.
APBN provinsi Sulawesi Tenggara 2015.
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
ANGGARAN APBN PROVINSI
tahun 2016 terutama didorong dari belanja
Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN tahun 2016 menyebabkan alokasi Anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 mengalami penurunan. Kebijakan ini dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang terjadi pada tahun 2016. Tercatat, terjadi penurunan anggaran APBN sebesar 19,8% dari sebelumnya Rp8,43 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp6,77 triliun di tahun 2016. Berdasarkan
jenisnya,
dianggarakan
sebesar
belanja Rp2,75
barang yakni sebesar 30,2% dari total belanja. Sementara itu, belanja modal memiliki peran 30,2% dari total realisasi belanja, diikuti oleh belanja pegawai (29,9%) dan belanja bantuan sosial (0,3%). Penurunan serapan APBN pada tahun 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis belanja kecuali belanja bantuan sosial. Jenis belanja yang mengalami penurunan terbesar terjadi pada belanja pegawai.
barang
triliun
atau
sebesar 40,6% dari total APBN Provinsi Sulawesi Tenggara 2016, diikuti oleh belanja modal sebesar Rp2,09 triliun (30,9%), belanja pegawai sebesar Rp1,91 triliun (28,2%) dan belanja bantuan sosial Rp18,13miliar (0,3%). Komposisi tersebut sedikit berbeda dibandingkan dengan periode tahun 2015 dimana pos belanja modal memiliki pangsa terbesar yakni 45,1%, diikuti
Realisasi belanja barang pada tahun 2016 sebesar Rp2,31 triliun atau 84,2% dari total yang dianggarkan dalam APBN 2016. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp2,3 atau 91,7% dari total anggaran belanja barang dalam APBN 2015.
Penurunan
tersebut
utamanya
dipengaruhi oleh adanya penundaan DAU yang terjadi di bulan September. Sementara itu, realisasi belanja modal pada
oleh belanja barang (31,0%) Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan mengalami penurunan. Pada akhir tahun 2016, realisasi APBN tercatat sebesar Rp 5,85 triliun, menurun dibandingkan tahun 2015 yang
tahun 2016 tercatat sebesar Rp1,77 atau 84,5% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,48 atau 91,7%. Penurunan
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN
Jenis Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial Total
Pagu 1.591,5 2.614,5 3.804,3 424,4 8.434,6
Tahun 2015 Realisasi % Realisasi 1.588,6 99,82 2.398,5 91,74 3.476,9 91,39 400,2 94,31 7.864,2 93,24
Pagu 1.907,1 2.749,9 2.091,0 18,1 6.766,1
Tahun 2016 Realisasi % Realisasi 1.748,6 91,69 2.314,9 84,18 1.766,2 84,47 17,3 95,13 5.847,0 86,42
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
37
38
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja 9 Kota/Kabupaten Kabupaten/Kota Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Pendapatan Lain-Lain Yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tak Terduga
tersebut
terjadi
Sultra Kendari Kolaka Kolaka Utara Konawe Konawe Selatan Konawe Utara 113,1 88,8 81,0 99,4 97,1 100,8 97,1 116,7 62,0 55,3 102,7 63,1 59,7 61,8 111,9 94,2 90,4 98,9 96,0 102,5 97,2 108,1 104,6 3,7 152,3 123,7 100,0 101,2 94,3 96,5 90,3 -
sejalan
88,4 89,0 87,5 4,2
78,7 83,2 69,8 -
dengan
Muna Muna Barat Wakatobi 97,4 99,2 99,8 80,4 204,8 99,6 98,2 97,3 99,8 100,0 -
95,5 77,7 89,9 92,9 91,2 86,7 92,7 96,3 93,0 88,4 97,1 91,7 94,7 93,2 94,3 53,3 94,3 89,9 90,5 80,0 92,2 98,5 96,5 70,0 - 25,0 0,7 Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
adanya
mencapai 100.8%. Capaian tinggi tersebut
penundaan beberapa proyek infrastruktur di
disebabkan oleh capaian realisasi anggaran
Sulawesi Tenggara akibat adanya penundaan
pendapatan transfer yang mencapai 102,5%.
transfer DAU oleh pemerintah pusat.
Sementara kabupaten dengan capaian realisasi
Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar Rp1,75 triliun atau sebesar 91,7%, menurun jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,58 triliun atau 99,8%.
anggaran terendah adalah Kab. Kolaka (81,0%), rendahnya capaian tersebut disebabkan oleh rendahnya capaian pendapatan transfer yang hanya sebesar 90,4%.
Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada
2.3.2. Realisasi Anggaran Belanja
akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 17,3 miliar
Sejalan dengan rendahnya realisasi anggaran
atau 95,1%. Persentase tersebut lebih baik
pendapatan,
dibandingkan tahun 2015 sebesar 94,4%,
(sembilan) Kota/Kabupaten juga masih belum
meskipun secara nominal masih lebih rendah
optimal. Hal ini terlihat dari masih terdapat
yakni senilai Rp400,2 miliar. Realisasi yang lebih
daerah yang realisasi belanja di bawah 80%
baik
yakni Kab Kolaka (78,7%) dan Kab Konawe
ini
salah
satunya
disebabkan
oleh
realisasi
anggaran
belanja
9
pengurangan pagu belanja sosial.
(77,7%).
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI
Sementara itu, hanya terdapat satu kabupaten
ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN
yakni kabupaten Kolaka Utara yang realisasi
2.3.1. Realisasi Anggaran Pendapatan Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi 9 (sembilan)
Kota/Kabupaten
di
Sulawesi
Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut lebih rendah daripada capaian realisasi pendapatan provinsi. Dari 9 (sembilan) daerah tidak terdapat Kota/Kabupaten
yang
realisasi
pendapatan
melebihi realisasi anggarannya melebihi provinsi. Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran tertinggi adalah Kab. Konawe Selatan yang
anggaran belanjanya lebih tinggi dari realisasi belanja provinsi Sulawesi Tenggara. Capaian realisasi pada akhir tahun 2016 Kab. Kolaka Utara mencapai 95,5%. Tingginya capaian realisasi anggaran belanja tersebut disebabkan oleh tingginya realisasi belanja operasional (97,1%).
Bab 3
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Sulawesi Tenggara pada Triwulan IV 2016 mengalami penurunan dari 3,28% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,69% (yoy). Penurunan laju inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau. Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah penurunan tekanan harga kelompok bahan pangan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan. Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu, dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama menjelang Hari Natal dan Tahun Baru.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
2
41 12%
3.1. KONDISI UMUM INFLASI
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan ( year on year )
8% 6% 4% 2%
Realisasi Triwulan IV 2016 Tingkat
inflasi
IHK
0%
provinsi
I
Sulawesi
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
Tenggara1 tercatat sebesar 2,69% (yoy) pada
Sulsel
Sulbar
Sultra
Triwulan IV 2016, menurun dibandingkan
Sulteng
Gorontalo
Sulut
(Grafik
3.1).
menurunnya
tekanan
Sumber
inflasi
utama
berasal
dari
penurunan harga kelompok bahan makanan dan
deflasi
yang
terjadi
pada
kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan. Penurunan tekanan inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh penurunan harga komoditas padi dan cabai rawit akibat adanya panen pada periode tersebut. Sedangkan untuk deflasi pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan disebabkan oleh deflasi tarif angkutan udara yang terjadi seiring adanya penambahan frekuensi dan pembukaan rute baru penerbangan dari dan menuju Baubau pada bulan November 2016. Sementara untuk
IV
Sulawesi
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,28%(yoy)
III
2016
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2
Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi
3.3). Hal tersebut membuat inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada di bawah tingkat inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,02% (yoy). Namun
demikian,
secara
spasial
wilayah
Sulawesi, inflasi tahunan Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode laporan berada di posisi kedua
tertinggi
setelah
Provinsi
Sulawesi
Selatan. Tingginya tekanan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh adanya based effect setelah pada tahun sebelumnya tercatat memiliki tekanan inflasi tahunan yang terendah (Grafik 3.2).
kelompok yang lain tercatat relative stabil (Grafik
15.00
0.15
0.30
0.50 0.23
-0.50
5.00 0.00
III
IV
I
2015
Sultra
II
III
IV
2016
Nasional
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1
Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara
Tw IV Transpor
2014
II
Pendidikan
I
Perumahan
IV
Makanan Jadi
III
Bahan Makanan
II
Kesehatan
Tw III
-5.00
Sandang
2.69%
0.50 0.00
-0.21
10.00
I
1
0.29
% yoy
3.02%
1.00
0.71
% andil
10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.3
Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok
Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
10%
% yoy
3.49%
10.00 5.00 0.00
-5.00
3.07% 2.45%
Baubau
10.00 5.00
2.69%
1.71% 0.94%
0.00
Tw III
Transpor
Pendidikan
Sandang
Makanan Jadi
Kesehatan
Tw IV
Perumahan
-5.00
3.42% 3.02% 2.90%
2.03%
% yoy
15.00
15.00
Kendari
Bahan Makanan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
42
Kendari
Baubau
Sultra
Tw IV 2016
Nasional
Jan-17
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.4
Dilihat
Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau Berdasarkan Kelompok
dari
kota
yang
menjadi
daerah
Kawasan Timur
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.5
sebesar
Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada Triwulan IV 2016 dan Tracking Januari 2017
9,72%
(yoy).
Kondisi
tersebut
perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi
disebabkan oleh adanya pembukaan rute
tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh
penerbangan baru dari Baubau- Kendari dan
penurunan yang terjadi baik di Kota Baubau
penambahan penerbangan Baubau-Makassar
maupun Kota Kendari. Inflasi di Kota Baubau
menjadi 3 (tiga) kali sehari.
jauh menurun dari 3,77% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 1,71% (yoy) pada Triwulan IV 2016. Sementara untuk inflasi di Kota Kendari mengalami penurunan dari 3,09% (yoy) menjadi 3,07% (yoy). Seperti
Hal sedikit berbeda terjadi di Kota Kendari, penurunan
tekanan
inflasi
tahunan
pada
triwulan IV hanya disebabkan oleh penurunan kelompok bahan makanan yang didorong oleh deflasi komoditas cabai rawit (dari 37,61%-yoy
halnya
inflasi
tahunan
Sulawesi
menjadi
-13,87%-yoy).
Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota
komoditas
Baubau
tersebut
juga
disebabkan
oleh
penurunan
angkutan mengalami
Sementara
udara
pada
peningkatan
untuk periode tekanan
tekanan kelompok bahan makanan dan deflasi
sehingga menahan laju penurunan yang terjadi.
kelompok
jasa
Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok
bahan
angkutan udara tersebut terjadi seiring adanya
makanan menurun dari 5,63% (yoy) menjadi
peningkatan permintaan akibat adanya Hari
2,14% akibat deflasi komoditas beras dan
Natal dan libur akhir tahun. Angkutan udara
bumbu-bumbuan. Sementara untuk kelompok
meningkat di triwulan IV sebesar 21,05% (yoy)
transport,
setelah sebelumnya 16,23% (yoy) (Grafik 3.4).
keuangan.
transport, Inflasi
komunikasi
pada
komunikasi
dan
kelompok
dan
jasa
keuangan
tercatat mengalami deflasi sebesar 3,51% (yoy), jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,73% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh deflasi tarif angkutan udara yang mencapai 3,26% (yoy), setelah sebelumnya tercatat inflasi
Tracking Triwulan I 2017 Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa terdapat penurunan tekanan pada awal triwulan 2017. Inflasi pada bulan Januari kembali menurun dan berada pada level 2,03% (yoy) (Grafik
3.5).
Penurunan
tersebut
terutama
43
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5
1.00
TW IV
%, mtm
0.50
0.13
0.12
0.59
0.42
0.00
Kendari
0.20
0.26
Baubau
-0.22
-0.50 -1.00
-1.50
(0.59)
-1.54
-2.00 1
2
3 2014
4
5
6
7 2015
8
9
10
11 12 2016
Okt-16
Nov-16
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.6
Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara
Des-16
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.7
Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan Kota Baubau Triwulan IV 2016
disebabkan oleh penurunan kelompok bahan
penyesuaian subsidi listrik pelanggan 900 VA
makanan akibat based effect setelah pada bulan
yang terjadi pada bulan Januari dan Maret
Januari 2016 terjadi kenaikan harga bahan
sehingga berpotensi mendorong peningkatan
makanan, terutama untuk komoditas ikan segar,
inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
sayur-sayuran
bahan bakar.
dan
bumbu-bumbuan
serta
komoditas beras seiring dengan berkurangnya pasokan dari sentra-sentra produksi maupun luar Sulawesi Tenggara. Sementara
untuk
kelompok
transport,
komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Januari 2017 tercatat mengalami peningkatan tekanan sehingga menahan laju penurunan. Peningkatan tersebut terjadi akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan STNK yang tercatat mengalami inflasi 107,01% (yoy) dan tarif pulsa ponsel sebesar 16,30% (yoy). Sedangkan untuk komoditas angkutan udara tercatat
masih
mengalami
deflasi
sebesar
8,57%(yoy) akibat deflasi yang terjadi di Kota Baubau. Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada akhir triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi daripada inflasi di Triwulan IV 2016. Salah satu risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir triwulan I 2017 menjadi lebih tinggi adalah tekanan
yang
terjadi
karena
terdapat
3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan ( month
to month)
Realisasi Triwulan IV 2016 Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi Tenggara selama Triwulan IV 2016 mengalami tren peningkatan. Dimulai dengan kondisi inflasi sebesar 0,20% (mtm) pada bulan Oktober, diikuti dengan terjadinya deflasi cukup dalam sebesar 0,59% (mtm) pada bulan November dan kembali terjadi inflasi pada bulan Desember sebesar 0,26% (mtm) (Grafik 3.6). Apabila dibandingkan dengan pola bulanannya selama tahun 2014-2015, inflasi yang terjadi pada Triwulan IV tersebut relatif lebih rendah. Penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan Oktober dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditas ikan segar seiring adanya penurunan pasokan akibat faktor cuaca, penyesuaian tarif tenaga listrik serta peningkatan tarif angkutan udara. Namun demikian mulai masuknya panen di beberapa sentra penghasil beras tercatat
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
%, mtm
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
44 mampu berdampak pada penurunan harga
Kondisi yang sama terjadi di Kota Kendari,pada
komoditas beras sehingga mampu menahan laju
awal triwulan IV, Kota Kendari mengalami inflasi
peningkatan inflasi.
sebesar 0,12% (mtm), lalu menurun dengan
Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di bulan November disebabkan oleh koreksi harga pada tarif angkutan udara dan komoditas bahan makanan.
Penurunan
harga
komoditas
tercatat deflasi sebesar 0,22% (mtm) di bulan November dan kembali mengalami meningkat di bulan
Desember
dengan
mencatat
inflasi
sebesar 0,13% (mtm).
angkutan udara tersebut disebabkan oleh
Tracking Triwulan I 2017
adanya pembukaan rute baru Baubau-Kendari
Mengawali triwulan I 2017, inflasi Sulawesi
dan
penerbangan
Tenggara pada Januari 2017 tercatat sebesar
Baubau-Makassar. Sementara untuk komoditas
0,76% (mtm). Kondisi tersebut berada di atas
bahan makanan disebabkan oleh penurunan
rata-rata pola bulanannya selama tahun 2014-
harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran
2016
seiring dengan faktor cuaca yang makin
peningkatan tekanan inflasi didorong oleh
kondusif sehingga tidak menggangu hasil
kelompok
bahan
tangkapan nelayan dan produksi komoditas
komoditas
ikan
holtikultura.
kelompok makanan jadi yakni pada komoditas
Selanjutnya terjadi peningkatan inflasi pada
rokok kretek serta kelompok transportasi dan
bulan Desember disebabkan oleh peningkatan
komunikasi yakni pada komoditas angkutan
tarif angkutan udara seiring dengan adanya
dalam kota dan tarif pulsa telepon selular. Di
peningkatan permintaan saat libur Natal dan
samping itu, kenaikan tarif tenaga listik dan
Tahun Baru. Sementara untuk komoditas bahan
biaya
makanan tercatat masih mengalami deflasi
memberikan kontribusi atas kenaikan inflasi di
walaupun mengalami peningkatan tekanan
periode Januari 2017 tersebut.
karena berkurangnya pasokan komoditas ikan
Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Februari
segar akibat faktor cuaca.
dan Maret, diperkirakan akan terjadi penurunan
Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju
laju inflasi pada bulan Februari namun kembali
inflasi yang terjadi di Kota Baubau selama
mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2017.
Triwulan IV 2016. Kota Baubau tercatat
Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada
mengalami inflasi sebesar 0,42% (mtm) di bulan
bulan
Oktober, lalu mengalami deflasi cukup dalam
disebabkan oleh koreksi harga pasca kenaikan
yang mencapai 1,54% (mtm) di bulan November
tarif perpanjangan STNK di bulan Januari serta
dan pada bulan Desember, kembali terjadi
terjaganya ketersediaan stok bahan makanan
peningkatan tekanan inflasi sebesar 0,59%
khususnya komoditas beras, bumbu-bumbuan
(mtm)(Grafik 3.7).
dan sayuran. Sementara untuk peningkatan
penambahan
frekuensi
(0,64%,
mtm).
makanan segar
perpanjangan
Februari
yang terjadi pada
Adapun
dan
STNK
mendatang
yakni
sumber pada
sayur-sayuran,
juga
turut
diperkirakan
bulan Maret diperkirakan
disebabkan oleh potensi kenaikan tarif tenaga
tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan
listrik akibat kebijakan penyesuaian subsidi listrik
pasokan baik dari sentra-sentra produksi di
pelanggan 900 VA.
Sulawesi Tenggara maupun dari luar seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur seiring telah
3.2. DISAGREGASI INFLASI2
masuknya musim panen komoditas tersebut di
Realisasi Triwulan IV 2016 Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi
akhir tahun 2016.
Tenggara pada Triwulan IV 2016 disebabkan
Hal
oleh penurunan pada seluruh komponen
Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh
disagregasi ( administered prices, volatile food
KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota
dan
kelompok
Kendari. Komoditas beras dan cabai rawit
administered prices terutama didorong oleh
menunjukkan adanya penurunan harga. Harga
deflasi yang terjadi pada tarif angkutan udara
komoditas beras kualitas medium dan kualitas
khususnya di kota Baubau. Pada akhir tahun
super di Pasar Mandonga pada triwulan IV
2016 tarif angkutan udara di Kota Baubau
mengalami penurunan sekitar Rp200,-/kg jika
tercatat mengalami deflasi sebesar 16,33%,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
sementara pada triwulan sebelumnya tercatat
Sedangkan komoditas cabai rawit di Pasar Kota
mengalami inflasi 9,72% (yoy). Deflasi tersebut
pada akhir Triwulan IV adalah Rp55.000,-/kg
disebabkan oleh adanya penambahan frekuensi
menurun jika dibandingkan pada triwulan IV
penerbangan Baubau-Makassar dari semula
yang tercatat sebesar Rp57.500,-/kg. Kondisi
sebanyak 2(dua) kali sehari menjadi 3(tiga) kali
tersebut juga sesuai dengan indeks perkiraan
sehari serta pembukaan rute baru Baubau-
pengeluaran konsumen di Sulawesi Tenggara
Kendari dengan frekuensi 1(satu) kali sehari di
pada Triwulan IV 2016 yang mengalami
bulan November 2016. Selain itu, tarif tenaga
penurunan pada kelompok bahan makanan.
listrik juga turut memberikan andil terhadap
(Grafik 3.9) .
penurunan
tercatat
Sejalan dengan komponen administered prices
menurun dari 3,01% (yoy) di triwulan III 2016
dan volatile food, perkembangan komponen
menjadi 2,18% (yoy) di triwulan IV 2016.
inflasi inti (core inflation) di Sulawesi Tenggara
Sementara untuk kelompok volatile food yang
juga mengalami penurunan. Komoditas inti yang
juga mengalami penurunan harga di Triwulan IV
mengalami
2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya,
makanan jadi dan sandang yang terjadi baik di
penurunan
penurunan
Kota Kendari maupun Kota Baubau. Komoditas
komoditas beras dan cabai rawit. Penurunan
sandang mengalami penurunan dari 4,70%
inflasi
inti).
yang
Penurunan
terjadi
disebabkan
dengan
oleh
tersebut sejalan
penurunan
dengan
adalah
hasil
Survei
komoditas
(yoy) di triwulan III menjadi 4,18% (yoy) di 2
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non-inti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
45
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
46 Triwulan IV seiring telah kembali normalnya
akibat adanya potensi kenaikan tarif listrik dan
permintaan masyarakat pasca adanya perayaan
penyesuaian kembali di bulan Maret terhadap
Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di triwulan
pelanggan 900 VA. Selain itu, kelompok volatile
sebelumnya.
food
Sementara
untuk
kelompok
juga
diperkirakan
akan
mengalami
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
peningkatan tekanan seiring dengan tingginya
mengalami penurunan dari 8,53% (yoy) menjadi
gelombang
8,08% (yoy) di triwulan IV 2016. Penurunan ini
mengganggu pasokan komoditas ikan segar.
merupakan efek lanjutan dari adanya penurunan harga bahan makanan.
laut
sehingga
berpotensi
Peningkatan tekanan inflasi pada periode mendatang juga terindikasi dari hasil Survei
Tracking Triwulan I 2017
Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI
Mengawali triwulan I 2017, inflasi tahunan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil SK
Sulawesi Tenggara mengalami penurunan akibat
diperoleh informasi bahwa indeks pengeluaran
adanya deflasi pada komponen volatile food.
konsumen di 3 bulan mendatang meningkat dari
Sementara untuk kelompok administered prices,
146,0 di Triwulan IV 2016 menjadi 170,2 di
dan inflasi inti tercatat mengalami peningkatan
triwulan I 2017. Sejalan dengan kondisi tersebut
sehingga menahan laju penurunan yang terjadi
indeks harga pada 3 bulan mendatang juga
di bulan Januari 2017.
meningkat menjadi 185,6 di triwulan I 2017
Deflasi kelompok volatile food yang terjadi pada bulan Januari 2017 terutama disumbang oleh komoditas
beras,
ikan
segar
(bandeng,
baronang, cakalang dan layang), sayur sayuran (bayam, terong panjang dan tomat sayur) dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai rawit) akibat terjaganya pasokan komoditas tersebut. Sebaliknya, kelompok administered
prices tercatat mengalami peningkatan tekanan akibat adanya peningkatan biaya perpanjangan
setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 172,0. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan pengeluaran kelompok bahan makanan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I 2017) dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan (174,0 di triwulan IV 2016 menjadi 187,3 di triwulan I 2017). 3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
STNK dan kebijakan serta kebijakan penyesuaian
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh
subsidi listrik pada pelanggan 900 VA.
pemerintah daerah bersama Bank Indonesia
Melihat perkembangan yang ada dan hasil
liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada
triwulan
I
2017
diperkirakan
akan
mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan tersebut utamanya masih disebabkan oleh peningkatan kelompok administered
prices
selama Triwulan IV 2016 difokuskan untuk melaksanakan pemantauan harga kebutuhan strategis di pasar serta menjaga ekspektasi masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis terutama di akhir tahun. Secara ringkas langkahlangkah pengendalian inflasi yang ditempuh adalah sebagai berikut:
47 - Keberadaan tol laut perlu disampaikan
antar TPID.
secara luas kepada masyarakat agar memberikan
Pada tanggal 28 November 2016 telah
untuk membangan komitmen bersama dalam
rangka
pengendalian
yang
relatif
masih
baru,
optimal
pasokan barang dari luar daerah. - Mendorong
peran
BUMD
sebagai
pelaksana kerjasama antar daerah untuk
harga
menjaga pasokan barang.
komoditas di kabupaten tersebut. Sebagai TPID
yang
termasuk untuk mendukung kelancaran
dilakukan Rapat Koordinasi TPID Kabupaten Buton Tengah. Rapat tersebut bertujuan
manfaat
fokus
Sementara itu dalam rapat TPID Kota
pertemuan dititikberatkan untuk membekali
Baubau yang diselenggarakan pada tanggal
para anggota TPID mengenai pentingnya
26 Januari 2017 telah dihasilkan beberapa
peran TPID dalam membantu meningkatkan
rekomendasi
kesejahteraan masyarakat, mekanisme kerja
stabilitas harga diantaranya :
TPID dan kewajiban dari TPID Kabupaten dalam hubungannya dengan TPID Provinsi
-
rangka
menjaga
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar
maupun TPI Nasional.
dalam
pihak
untuk
memastikan
kelancaran pasokan dan ketersediaan
Selanjutnya pada 23 Januari 2017 juga
barang termasuk dengan distributor/
diselenggarakan Rapat TPID Kabupaten
pedagang besar.
Wakatobi dengan membahas beberapa pokok
permasalahan
diantaranya
menyangkut tingginya biaya/upah bongkar barang
di
pelabuhan,
harga
dan
-
Mendorong peningkatan produktivitas tanaman bahan makanan.
2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat
ketersediaan BBM, evaluasi pemanfaatan tol
Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga
laut, tingginya ketergantungan Wakatobi
dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi
terhadap daerah lain sehingga rawan terjadi
masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan
gangguan
TPID
pasokan.
permasalahan
Menyikapi
tersebut
merekomendasikan
beberapa
mengarahkan
ekspektasi
forum
konsumen yakni dengan meningkatkan arus
hal
informasi melalui media massa. Informasi mengenai kecukupan stok barang dan
diantaranya : - Menyampaikan surat klarifikasi kepada Pertamina
untuk
mengenai
kuota/jumlah
pasokan BBM di wilayah Wakatobi dan jika diperlukan, TPID dapat memanggil Pertamina untuk memberikan penjelasan kepada pemerintah daerah.
aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui media massa untuk mencegah terjadinya
panic buying yang menyebabkan terjadinya pembelian berlebihan yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan barang di pasar. Pada triwulan IV 2016 telah dilakukan sidak kebeberapa pasar tradisional maupun pasar
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
48 modern dan kunjungan ke gudang Bulog
Sementara upaya peningkatan produksi
serta distributor kebutuhan pokok untuk
bahan pangan ditempuh melalui perluasan
memastikan
lahan
ketersediaan
kestabilan stok
harga
komoditas
dan
strategis
pertanian
pertanian
(sawah),
melalui
intensifikasi
penyelenggaraan
menjelang libur Natal dan Tahun Baru.
pelatihan, penyaluran pupuk bersubsidi,
Selain itu Tim Pengendalian Daerah (TPID)
sarana produksi, benih unggul dan aplikasi
Provinsi Sultra bekerjasama dengan PT.
teknologi baru. Upaya lain yang dilakukan
Pertamina
dalam meningkatkan kemandirian daerah
melakukan
operasi
pasar
terhadap komoditas LPG 3 kg mengantipasi
dalam
adanya
merah, cabe dan sayur-sayuran yakni melalui
peningkatan
harga
komoditas
tersebut di masyarakat.
Pengendalian Inflasi Sulawesi Tenggara. Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa kegiatan sebagai bentuk pelaksanaan Road Map TPID Sulawesi Tenggara yang telah dilakukan diantaranya yaitu monitoring dan
mengkomunikasikan
hasil
pemantauan kepada masyarakat melalui media massa (surat kabar, televisi) dengan tujuan menjaga ekspektasi masyarakat/ konsumen terutama pada moment-moment dimana
berpotensi
terjadi
lonjakan
permintaan (hari raya, akhir tahun, liburan). Upaya lain dalam menjaga ekspektasi masyarakat terhadap inflasi juga dilakukan dengan memutar iklan layanan masyarakat untuk berkonsumsi secara wajar. Dalam hal penguatan
kelembagaan
dan
sinergi
kerjasama antar pihak, kegiatan yang telah dilaksanakan kegiatan
yakni
capacity
Kota/Kabupaten,
kebutuhan
bawang
pengembangan KRPL (Kawasan Rumah
3. Perkembangan pelaksanaan Road Map
harga
memenuhi
menyelenggarakan building
bagi
TPID
menyelenggarakan
pertemuan antar TPID dalam forum Rakorda TPID dan HLM TPID Provinsi.
Pangan Lestari) yang diselenggarakan di 53 kelompok se Sulawesi Tenggara. Dalam rangka menjaga kelancaran pasokan, selama tahun 2016 juga telah dilakukan peningkatan Baubau,
kapasitas
Waonii,
pelabuhan
pembukaan
penyeberangan laut Amolengo yang
diharapkan
akan
di rute
Labuan
mendukung
kelancaran arus barang/orang antar daerah. Hal lain yang dilakukan dalam mendukung kelancaran distribusi barang yakni melalui rehab pasar di 9 lokasi yakni di Kota Kendari, Muna,
Kolaka,
Konawe
Kepulauan,
Bombana, Konawe Utara, Buton, Buton Tengah
dan
penyelesaian Distribusi
Buton
Selatan
pembangunan
Barang
Provinsi
serta
1
Pusat
yang
akan
difungsikan pada tahun 2017. Tak kalah pentingnya, TPID bersama pihak terkait pada tahun 2016 menyelenggarakan kegiatan pasar murah dan operasi pasar untuk komoditas strategis.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2016
Bab 4
STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan. Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik ditengah pelemahan ekonomi global dan mampu menopang ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara. Perekonomian yang melambat mempengaruhi kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit mengalami perlambatan. Sementara itu, risiko kredit menunjukkan peningkatan meskipun masih dalam batas terkendali.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
2
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
tangga masih berkontribusi besar terhadap
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
perekonomian
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
Secara tahunan konsumsi rumah tangga di
keuangan
tingkat
Sulawesi Tenggara tumbuh meningkat dari
pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat
5,1% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,1% (yoy)
konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh
di tahun 2016. Apabila dibandingkan dengan
rumah
tingkat
provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, peningkatan
pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat
pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif
konsumsi rumah tangga turut juga dipengaruhi
cukup
oleh kinerja perekonomian.
pertumbuhan rata-rata konsumsi se-Sulawesi
Pada triwulan IV 2016, kondisi perekonomian
(Grafik 4.2).
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan (lihat
Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga
Bab 1 ). Peningkatan tersebut hanya didorong
selama tahun 2016 tersebut turut meningkatkan
oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri,
optimisme rumah tangga dalam melakukan
sementara
seperti
kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari rata-rata
investasi
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama
Kondisi demikian
triwulan IV 2016 yang mencapai 139,9 dan terus
ternyata belum mampu meningkatkan aktivitas
bergerak dalam tren yang meningkat (Grafik 4.2).
tangga.
tangga
Secara
umum,
komponen
pengeluaran
adalah
lainnya
pemerintah
dan
mengalami perlambatan.
konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga pada periode tersebut tercatat hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya yang dapat tumbuh
sebesar
6,0%
(yoy)
4.1).
(Grafik
Meskipun melambat namun konsumsi rumah Pangsa thd PDRB (%)
%, yoy
60,0
8,0 7,0
6,0 55,0
6,0
5,1
5,0
50,0
4,0 47,3 46,1 3,0
45,0
2,0 1,0
40,0
0,0 I
II
III
IV
2014 Pangsa
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2015 2016 gKonsumsi RT (sb.kanan)
tinggi
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara
dengan
dan
telah
berada
di
atas
Faktor yang menyebabkan optimisme konsumen masih tinggi pada triwulan tersebut adalah adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke depan yang relatif meningkat. Hal tersebut didorong oleh perkiraan rumah tangga mendapatkan peningkatan pendapatan/ penghasilan pada %, yoy 7,0
Gorontalo
Sulut
6,5 6,0
Sultra
Sulteng SULAWESI Sulsel
5,5 5,0 Sulbar
4,5
2016
4,0
2015 3,5 45,0
% 50,0
55,0
60,0
65,0
Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.1
Tenggara
pangsa sebesar 46,1%.
Pertumbuhan Konsumsi RT
rumah
Sulawesi
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.2
Pertumbuhan Aktivitas Konsumsi Rumah Tangga Setahun se-Sulawesi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
51
indeks
indeks
180
200
Kenaikan harga BBM
Kenaikan harga BBM
160
162
162
80
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
60
2016
Ekspektasi Penghasilan
Ekspektasi Lapangan Kerja
Ekspektasi Kegiatan Usaha
Est. Apr 17
Est. Mei 17
Est. Jun 17
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
100%
Grafik 4.5
Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan 6 Bulan yang lalu
25
% kenaikan
max rata-rata min
20
15
10
10
15
10
10
10 10
5
10 7
5
10
13 0
4
0
Lainnya
80%
Perorangan
60%
Kesehatan
40%
Listrik
20%
Pertanian 25% 17% Pertambangan 0% Listrik 25% Konstruksi 0% 20% Perdagangan 46% 5% Transportasi 50% 25% Hotel Restoran 50% 17% Jasa Keuangan 50% Jasa Profesional 100% Persewaan 100% Pemerintahan 40% 2% Pendidikan 62% 4% Kesehatan 0% Kebudayaan 0% Lainnya 43% 5% Perorangan 100% Lebih baik Sama Lebih Buruk Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Ekspektasi Rumah Tangga Sultra Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Konstruksi
0%
Grafik 4.4
Pertambangan
Persepsi Rumah Tangga Sultra Terhadap Kondisi Saat Ini
Pertanian
Grafik 4.3
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Kebudayaan
2015
IKE (Keyakinan Konsumen) IKE (Kondisi Saat Ini) IEK (Ekspektasi Konsumen)
Pendidikan
2014
Persewaan
60
100
Pemerintahan
Penurunan harga BBM
Jasa Keuangan
Penurunan harga BBM Penurunan harga BBM
120
Jasa Profesional
80
174
140
Transportasi
100
160
Hotel Restoran
120
163
168 171
160 pesimis optimis
140
186
182
180
Perdagangan
200
pesimis optimis
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
52
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.6
Ekspektasi Peningkatan Gaji/Upah 6 bulan mendatang Berdasarkan Sektoral
rentang 6 bulan ke depan. Selain itu, ekspektasi
sektor
bahwa lapangan kerja yang tersedia semakin
kesehatan dan jasa kebudayaan. Bahkan semua
banyak juga memperkecil kerentanan sektor
responden yang bekerja di bidang transportasi
rumah tangga dalam sektor keuangan di
dan persewaan memiliki penghasilan yang lebih
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).
baik daripada 6 bulan sebelumnya. (Grafik 4.5).
Berdasarkan
hasil Survei Konsumen yang
Sumber kerentanan yang berasal dari sisi
dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,
penghasilan rumah tangga diperkirakan masih
peningkatan penghasilan rumah tangga pada
dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil
triwulan IV 2016 dialami oleh 45% responden,
dari Survey Konsumen juga menunjukkan
sementara hanya 5% saja yang mengalami
bahwa
penurunan
penghasilan
mendapatkan
dan
penghasilan
pertambangan,
responden
masih
konstruksi,
jasa
memperkirakan
50%
masih
terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan
yang
sama
berikutnya.
Secara
aggregat,
responden
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan
memperkirakan akan terdapat penambahan
sektornya,
usaha
gaji/upah sebesar 8,8%. Secara sektoral, rumah
mengalami peningkatan penghasilan, kecuali
tangga yang bekerja pada sektor jasa profesional
hampir
seluruh
sektor
53
5 4 3 2 1 0
-1
Idul Fitri
indeks perubahan harga
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
inflasi %, qtq
indeks 210,0 200,0 190,0 180,0 170,0 160,0 150,0 140,0 130,0 120,0
220 200 180 160 140 120 100 80
-2 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2015 2016 2017 Ekspektasi Perubahan harga (moving 3 mo) Inflasi Sultra qtq
Est.Jan 17
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7
Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang
Est.Feb 17
Est.Mar 17
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.8
Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi
memiliki optimisme peningkatan penghasilan
Meskipun demikian, pada triwulan I 2017,
yang paling tinggi (15%), diikuti oleh pekerjaan
rumah tangga akan menghadapi tekanan harga
di bidang pendidikan (13%) (Grafik 4.6).
dari sisi administered prices dan bahan makanan
Sumber kerentanan keuangan rumah tangga lainnya adalah terkait dengan adanya potensi tekanan harga. Namun pada triwulan IV 2016, sumber kerentanan ini masih dalam level yang terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada periode tersebut mengalami penurunan (lihat
(Grafik 4.7). Adanya adjusment tarif listrik dan
kondisi cuaca diperkirakan akan mempengaruhi pasokan bahan makanan. Hal ini juga sudah diperkirakan
oleh
rumah
tangga
yang
memperkirakan inflasi akan meningkat pada bulan Februari 2017 (Grafik 4.8).
Bab 1 ). Sumber utama menurunnya tekanan
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
inflasi berasal dari penurunan harga kelompok
Secara umum, penggunaan keuangan rumah
bahan makanan dan deflasi yang terjadi pada
tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan
kelompok
konsumsi. Pada triwulan IV 2016, pengeluaran
transport,
komunikasi
dan
jasa
keuangan.
untuk konsumsi mengambil porsi sebesar
Tw III 2016
Tw IV 2016 61,1%
51,4% 20,1% 28,6%
Konsumsi
56,1% 20,1% 23,9%
Cicilan/Pinjaman
Tabungan
Pengeluaran/bulan
>Rp5 jt Rp4,1 - 5 jt
53,8%
Rp3,1 - 4 jt
55,7%
Rp2,1 - 3 jt
54,5%
18,7%
26,7%
Rp1 - 2 jt
55,2%
17,5%
27,3%
0%
20%
Konsumsi
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9
Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara
19,6% 19,3%
40%
Cicilan/Pinjaman
22,0%
22,5%
60%
24,1%
21,8%
80%
100%
Tabungan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.10 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
Pengeluaran/ bln
20%-30%
>30%
TMP
0-10%
10%-20%
20%-30%
>30%
Tabungan
10%-20%
Debt Service Ratio (DSR)
Tabel 4.2 Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/bulan Triwulan IV 2016
>0-10%
Pengeluaran/ bln
Tabel 4.1 Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan Triwulan IV 2016
Rp1 - 2 jt
1,7%
3,0%
1,7%
2,0%
12,0%
Rp1 - 2 jt
2,7%
3,0%
5,0%
7,0%
2,7%
Rp2,1 - 3 jt
5,0% 20,3%
5,7%
3,7%
15,3%
Rp2,1 - 3 jt
6,0%
13,0%
17,0%
10,7%
3,3%
Rp3,1 - 4 jt
2,0%
3,0%
4,3%
2,3%
6,7%
Rp3,1 - 4 jt
4,7%
5,3%
4,0%
3,7%
0,7%
Rp4,1 - 5 jt
1,0%
1,7%
1,0%
0,7%
0,7%
Rp4,1 - 5 jt
1,0%
2,3%
0,7%
1,0%
0,0%
>Rp5 jt
1,7%
2,7%
0,3%
0,7%
1,0%
>Rp5 jt
2,0%
3,0%
0,7%
0,3%
0,3%
11,3% 30,7% 13,0%
9,3%
35,7%
16,3%
26,7%
27,3%
22,7%
7,0%
Rp1 - 2 jt
1,0%
2%
-1%
Rp2,1 - 3 jt
2%
13%
3%
Rp3,1 - 4 jt
2%
1%
Rp4,1 - 5 jt
1%
1%
0%
2%
0%
6,3% 19,3%
3,7%
>Rp5 jt Total
-1,0% -13,3%
TMB
>30%
20%-30%
10%-20%
Perubahan Tabungan*
0-10%
TMP
Total
Pengeluaran/ bln
>30%
20%-30%
10%-20%
Perubahan DSR*
0-10%
Total
Pengeluaran/ bln
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
54
TMB
Rp1 - 2 jt
1,0%
-2,0%
-2,0%
-8,0%
-1,0%
0,3%
Rp2,1 - 3 jt
1,3%
6,7%
8,7%
4,0%
-1,7%
2%
-3% -10,3%
Rp3,1 - 4 jt
1,3%
3,7%
-3,3%
-7,0%
-3,7%
0%
-1%
-1,0%
Rp4,1 - 5 jt
0,0%
1,7%
-1,3%
0,3%
-1,3%
0%
0,3%
>Rp5 jt
1,3%
2,7%
0%
0,0%
-1,0%
5,0%
12,7%
1,7% -10,7%
-8,7%
0,0%
-5,3% -24,0%
TMP = Tidak Memiliki Pinjaman/Cicilan * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Total
TMB = Tidak Menabung * Perubahan triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan II 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
56,1%, lebih tinggi dibandingkan dengan
terdapat diferensiasi yang signifikan pada porsi
triwulan sebelumnya (Grafik 4.9). Hal tersebut
konsumsi berdasarkan tingkat pengeluaran.
dikompensasi dengan mengurangi dana rumah
Diferensiasi yang terlihat signifikan adalah pada
tangga yang ditabung dari 28,6% menjadi
porsi pengeluaran untuk cicilan/pinjaman. Porsi
23,9% dari keseluruhan penggunaan dana
pembayaran cicilan/pinjaman yang terbesar
rumah tangga. Pada periode tersebut pangsa
adalah pada rumah tangga yang memiliki
dana rumah tangga yang disisihkan untuk
pengeluaran antara Rp4 juta s.d Rp5 juta.
membayar cicilan hutang sebesar 20,1%, tidak
Sementara
mengalami perubahan dibandingkan dengan
pengeluaran di antara Rp1 juta s.d Rp2 juta,
periode sebelumnya.
relatif memiliki cicilan/pinjaman yang lebih
Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya, tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi dilakukan
oleh
kelompok
rumah
rumah
tangga
yang
memiliki
rendah dengan pangsa sebesar 17,5% (Grafik 4.10) .
tangga
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang,
berpendapatan tertinggi (dengan pengeluaran
maka terdapat penurunan risiko dari sisi kredit
>Rp5 juta). Meskipun demikian, terlihat tidak
karena secara agregat terjadi penurunan jumlah
cukup
berubah tidak signifikan
9,1% Rp3,1 - 4 jt
36,4%
-5,1%
23,1%
-11,8% 11,8% -6% -40,0% -20,0% 0,0% Pas-pasan
12,8% 11,8%
Rp2,1 - 3 jt Rp1 - 2 jt
20,0% 40,0% 60,0%
Tidak Cukup
Sangat cukup
>Rp5 jt
Pengeluaran/bln
20,0%
-20,0%
Rp4,1 - 5 jt
Pengeluaran/bln
>Rp5 jt
40,0%
Rp4,1 - 5 jt
-10,5%
-57,9%
Rp2,1 - 3 jt
-16,7%
-52,8%
Rp1 - 2 jt
% pangsa
-30,8%
-100,0%
5,3%
8,3%
-38,5% -50,0%
% pangsa
0,0%
50,0%
Berkurang Signifikan Rencana Berkurang Signifikan Percepatan Bertambah Signifikan Rencana
Lebih dari cukup
Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
-60,0%
Rp3,1 - 4 jt
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.11
-80,0%
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.12 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank
rumah tangga yang memiliki debt service ratio
mengganggu likuiditas institusi keuangan dari
lebih dari 30% (DSR>30%). Pada triwulan IV
sisi sumber dana.
2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% berkurang 5,3% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab NPL (non performing loan) (Tabel 4.1). Sementara itu, peningkatan konsumsi dan pendapatan rumah tangga juga mendorong aksesibilitas rumah tangga dalam memperoleh pinjaman. Pada periode tersebut, jumlah responden yang tidak
Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak 57,95%
responden
menyatakan
bahwa
pendapatan yang diterima masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan, bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan.
memiliki pinjaman berkurang sebesar 24,0%. Sementara itu jika dilihat berdasarkan tingkat Di sisi lain, penurunan dana rumah tangga yang disimpan sebagai tabungan terkonfirmasi oleh adanya penurunan sebesar 10,7% pada kategori rumah tangga yang menggunakan lebih dari 30% pendapatannya sebagai simpanan (Tabel 4.2). Meskipun demikian, terdapat penurunan
sebesar 8,7% dari rumah tangga yang tidak memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak rumah tangga yang memiliki simpanan pada institusi keuangan. Rumah tangga yang tidak dapat menabung berisiko pada stabilitas sistem keuangan karena dapat
pengeluaran/bulannya, rumah tangga yang dalam kondisi sangat cukup (masih terdapat sebagian untuk investasi dan rekreasi) dan lebih dari cukup (sebagian besar untuk investasi, berlibur dan membeli kebutuhan tersier) terjadi pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran antara Rp3,1 juta s.d Rp4 juta. Adapun pada rumah tangga dengan tingkat pengeluaran antara Rp4,1 juta s.d Rp5 juta terdapat cukup banyak responden dengan kondisi keuangan yang
pas-pasan
karena
pendapatan
yang
didapat hanya cukup untuk kebutuhan sehari-
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
55
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
56 hari dan membayar cicilan tanpa bisa menabung
tersebut
(Grafik 4.11).
perseorangan (korporasi dan pemerintah) yang
Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan juga akan semakin membaik karena beban cicilan/pinjaman semakin
yang
ringan.
diperkirakan
Rumah
akan
tangga
yang
dipengaruhi
oleh
DPK
bukan
mengalami penurunan sebesar 19,5% (yoy) sementara DPK perseorangan masih tumbuh sebesar 10,7% (yoy) meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 4.14) .
memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka
Preferensi rumah tangga dalam melakukan
pada 6 bulan mendatang akan berkurang
penempatan masih didominasi oleh fasilitas
sebanyak
tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan
69,3%.
Pengurangan
tersebut
sebagian besar karena sesuai dengan jadwal
perseorangan
pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil
Tenggara
yang karena adanya percepatan pelunasan.
dengan total keseluruhan DPK perseorangan.
Sementara
yang
Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito
memperkirakan posisi pinjaman akan sama
juga masih dominan dilakukan oleh nasabah
hanya
yang
perseorangan dengan porsi mencapai 24,4%
hanya
dan sisanya merupakan nasabah pemegang
itu
rumah
sebanyak
memperikirakan
25,6%, akan
tangga bahkan
bertambah
pada
perbankan
mencapai
72,0%
Sulawesi
dibandingkan
sebanyak 5,1% (Grafik 4.12).
rekening giro (Grafik 4.15).
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan
Dari sisi pertumbuhannya, perlambatan DPK
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana
perlambatan pada fasilitas tabungan. Pada
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
triwulan IV 2016, tabungan perseorangan hanya
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah
DPK perseorangan yang mencapai 77,9% dari
daripada sebelumnya yang dapat tumbuh
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara (Grafik
sebesar 17,1% (yoy). Sebaliknya, pertumbuhan
4.13). Penambahan pangsa DPK perseorangan
DPK
pangsa 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
39,5
perseorangan
60,0
23,6
88,0
83,7
3,3
3,3
33,3
22,1
disebabkan
perseorangan
oleh
dalam
adanya
bentuk
fasilitas
%, yoy
50,0 40,0
96,7
76,4
96,7
60,5
77,9 66,7
20,0
10,7
10,0
12,0 16,3 Deposito
Giro
Perseorangan
2,2
0,0
Tw III Tw IV Tw III Tw IV Tw III Tw IV Tw III Tw IV 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 Tabungan
Total
Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.13
30,0
Komposisi DPK Sulawesi Tenggara
-10,0
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
-20,0
IV
-19,5
-30,0 DPK Total
Perseorangan
Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.14 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara
pangsa
%, yoy
%
150,0
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
23,3 24,4
7,0
100,0
6,02 50,0
II
III
IV
2014 Giro
I
II
III
IV
I
II
2015 Tabungan Deposito
III
IV
-50,0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
II
III
3,0
IV
2016
Giro Deposito
Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara
I
2015
Tabungan Sk. Bg Deposito (sb.kanan)
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.15
4,0
-15,4 2014
2016
5,0
6,4
0,0
I
6,0
32,7
72,3 72,0
4,4 3,6
8,0
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.16 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
deposito tumbuh sebesar 32,7% (yoy), lebih
sedangkan sisanya digunakan untuk kegiatan
tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
produktif seperti untuk modal kerja dan investasi
tumbuh sebesar 18,1% (yoy) (Grafik 4.16).
dengan pangsa masing-masing sebesar 23,3% dan 8,4% (Grafik 4.18).
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga
Masih relatif besarnya pembiayaan aktivitas produktif menggunakan jalur perseorangan
Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di
menunjukkan bahwa banyak UMKM yang
Sulawesi
belum menggunakan badan usahanya dalam
Tenggara
mendominasi
realisasi
penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa
mendapatkan
kredit untuk perseorangan pada triwulan IV
perbankan. Pada periode laporan, nominal
2016 yang mencapai 77,5% dibandingkan
kredit modal kerja perseorangan yang diakses
keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk
oleh UMKM mencapai 94,7%, sementara pada
daerah ini (Grafik 4.17). Dari sisi penggunaannya,
kredit investasi mencapai 95,7% (Grafik 4.19).
sebagian besar kredit perseorangan tersebut
Penggabungan aktivitas keuangan usaha dan
digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar 68,3%,
rumah tangga terlihat masih banyak terjadi pada
pangsa
21,5
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
fasilitas
pembiayaan
Tw IV 2016 Multiguna
I
II
III
IV
2014 Perseorangan
I
II
III
IV
I
II
III
KKB
Alat RT
6,2 1,3
IV
2015 2016 Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.17
KPR
73,3 19,2
68,3 23,3 8,4
78,5
Lokasi Proyek
dari
Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
Konsumsi
Modal Kerja
Investasi
*Lokasi Proyek
Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah
Grafik 4.18 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
57
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
58 Nominal
Nominal
94,7% 5,3%
95,7% 4,3%
%, yoy
Rekening
Rekening
99,5% 0,5%
98,9% 1,1%
Tw IV 2016
Tw IV 2016
70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 -10,0 -20,0
17,9
13,6 9,4 2,1
I
UMKM
Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan Oleh UMKM
IV
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Kredit Perseorangan KPR Multiguna
Bukan UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.19
III
2014
KREDIT INVESTASI PERORANGAN
KREDIT MODAL KERJA PERORANGAN
II
Kredit Konsumsi KKB
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.20 Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
UMKM di Sulawesi Tenggara dan dapat
Dari
meningkatkan risiko pada kondisi keuangan
perseorangan tumbuh sebesar 13,6% (yoy) pada
rumah tangga.
triwulan IV 2016, lebih rendah daripada triwulan
Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai pangsa sebesar 73,3% dari keseluruhan kredit konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR) yang mencapai pangsa 19,2%. Sementara itu kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)
sisi
pertumbuhan
sebelumnya
yang
Perlambatan
kreditnya,
mencapai
kredit
kredit
15,1%
perseorangan
(yoy).
tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit konsumsi, termasuk kredit multiguna. Sementara itu, kredit kepemilikan
kendaraan
bermotor
sudah
menunjukkan perbaikan dan dapat tumbuh sebesar 9,4% (yoy) setelah sejak triwulan II 2015 selalu mengalami kontraksi (Grafik 4.20) .
dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga
kecil dengan pangsa masing-masing sebesar
kredit perseorangan menunjukkan arah yang
6,2% dan 1,3% (Grafik 4.18).
mengarah ke suku bunga yang lebih rendah. Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang
13,60 13,40 13,20 13,00 12,80 12,60 12,40 12,20 12,00 11,80 11,60 11,40
%, tertimbang
I
II
III
%, NPL
IV
I
II
III
2014 2015 Sk.Bunga K. RT NPL K. RT (sb.kanan)
IV
I
II
5,00 4,50 13,00 4,00 3,50 12,783,00 2,50 2,28 2,00 1,50 1,09 1,00 0,50 0,00 III IV
2016 Sk.Bunga K. Kons NPL K.Kons (sb.kanan)
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.21
NPL dan Suku Bunga Kredit Rumah Tangga & Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara
%, yoy
25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0 -10,0 -15,0 -20,0
15,6 9,0 2,1 -4,7 -17,0 I
II
III
IV
2015 KPR/KPA Tipe >70 pangsa
8
I
II
III
IV
2016
TIpe sd 21 Ruko
61 >T.21 - T.70
Tipe >21-70
15
19
>T.70
Ruko
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.22 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe
kredit perseorangan di Sulawesi Tenggara
umum. Hal ini tercermin dari melambatnya
mencapai 12,78% per tahun, sedikit lebih
kinerja sektor konstruksi (PDRB) pada triwulan IV
rendah daripada periode sebelumnya yang
2016 yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy)
mencapai 12,98%. Meskipun demikian, kondisi
dari sebelumnya 8,8% (yoy).
suku bunga kredit konsumsi perseorangan masih stabil dan bahkan lebih tinggi daripada suku
bunga
kredit
perseorangan
secara
keseluruhan, yaitu sebesar 13,00% per tahun (Grafik 4.21) .
Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan KPR didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit untuk membeli rumah tipe kecil (KPR s.d tipe 21) dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70). Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga masih
sampai 15,6% (yoy), sementara tipe sedang
menunjukkan
tekanan yang minimal. Hal ini
tumbuh sebesar 9,0% (yoy) pada triwulan IV
tercermin dari NPL kredit perseorangan yang
2016. Peningkatan tersebut salah satunya
berada pada level 2,28%. Bahkan NPL pada
dipengaruhi oleh kebijakan program subsidi
kredit konsumsi perseorangan hanya berada
perumahan rakyat (KPR bersubsidi) (Grafik 4.22).
pada level 1,09% (Grafik 4.21) .
Sebaliknya penyaluran KPR untuk tipe besar (> T.70) dan KP Ruko masih melanjutkan kontraksi
Kredit Kepemilikan Rumah Pada triwulan IV 2016, KPR di Sulawesi Tenggara mulai menunjukkan adanya peningkatan dan
bahkan lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
tumbuh sebesar 2,1% (yoy), sedikit lebih tinggi
Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
dalam
hanya tumbuh sebesar 1,1% (yoy) (Grafik 4.22).
pembayaran rumah masih terjaga meskipun
Meskipun sudah menunjukkan peningkatan,
tekanan
namun kondisi ini belum mampu menurunkan
sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, NPL gross
risiko pada pelaku usaha di bidang konstruksi
KPR mencapai 3,39%, lebih rendah dari
perumahan dan penjualan real estate secara
sebelumnya yang mencapai 3,98%. Risiko kredit
sk. bunga %
NPL % 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I
II
III 2015
KPR/KPA sd 21 KPR/KPA >70 KPR/KPA
IV
I
II
III
14,00 12,79 13,00 12,00 6,22 11,00 10,00 3,39 9,00 3,078,00 2,64 7,00 6,00 5,00 IV
2016 KPR/KPA >21-70 KP Ruko Sk. Bunga (sb.kanan)
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.23
NPL dan Suku Bunga KPR
melakukan lebih
%, yoy 120,0
100,0
pembayaran
tinggi
daripada
cicilan triwulan
pangsa kend.lain
Tw III 2017 Tw IV 2017
9,1
spd.motor
13,5
80,0 60,0 40,0 20,0
20,1
14,4
mobil
9,4
77,4
0,0 -20,0
-16,2
-40,0 Mobil
Spd. Motor Kend. Lain
KKB
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.24 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
59
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
60
%, sk.bunga
%, NPL 10,0
14,0 13,5
8,0
%, yoy
pangsa
80,0
2%
60,0
12,0
35,8
40,0 6,0
10,0 4,408,0
4,0
2,3
6,0 2,21 1,734,0
2,0 0,0 I
-2,0
II
III
IV
I
II
2015 KKB Spd. Motor sk.bunga (sb.kanan)
III
IV
2016 Mobil Kend. Lain
20,0
16,8
0,0
1,6
-20,0 I
II
2,0
NPL dan Suku Bunga KKB
IV
I
II
2015
0,0
III
-16,0 -19,0 IV
2016
Multiguna >Rp50jt - Rp100 jt >Rp500jt
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.25
III
75%
19%
Rp100jt - Rp500jt
5%
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.26 Pertumbuhan Multiguna
yang perlu mendapatkan perhatian dari institusi
dibiayai perbankan sekitar 837 unit (asumsi
keuangan adalah pada penyaluran KP Ruko yang
harga
masih melampaui threshold 5%.
Berdasarkan hasil liasion kepada salah satu
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 menunjukkan peningkatan setelah pada periode sebelumnya kontraksi.
Dilihat
dari
motor
Rp15
juta/unit).
dealer kendaraan bermotor, pola pembayaran
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
mengalami
sepeda
jenis
pembelian
kendaraan
didominasi
dengan
pembelian melalui lembaga pembiayaan (bank dan leasing) sebesar 70%, sisanya melakukan pembelian secara tunai. Dari
(mobil) mulai menunjukkan adanya perbaikan,
menunjukkan adanya peningkatan dari 1,64%
dan sudah dapat tumbuh positif sebesar 14,4%
menjadi 2,34% pada triwulan IV 2016 (Grafik
(yoy) setelah sebelumnya terkontraksi sebesar
4.25).
1,0% (yoy) (Grafik 4.24). Secara nominal terdapat
dipengaruhi oleh peningkatan risiko pada kredit
penambahan baki debet untuk pembiayaan
kepemilikan mobil dengan NPL sebesar 2,21%
pembelian mobil sebesar Rp18,3 miliar selama 1
dan kredit kepemilikan sepeda motor dengan
triwulan. Jika diasumsikan harga sebuah mobil
NPL sebesar 1,73%.
keluarga sebesar Rp250 juta/unit maka dalam 1 triwulan tersebut jumlah mobil yang dibeli melalui pembiayaan perbankan sekitar 73 unit. Sementara
itu,
pembiayaan
sisi
risiko
kredit,
Peningkatan
risiko
NPL
gross
kendaraan yang dibeli, kredit kendaraan roda 4
kredit
KKB
tersebut
Kredit Multiguna Besarnya
penggunaan
kredit
konsumsi
perseorangan secara multiguna menunjukkan
pembelian
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
kendaraan roda 2 (sepeda motor) masih
lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan
terkontraksi sebesar 16,2% (yoy) (Grafik 4.24).
untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor
Selama satu triwulan terjadi penurunan baki
maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi
debet sebesar Rp12,6 miliar, atau terjadi
karena pengajuan kredit multiguna relatif
penurunan jumlah sepeda motor baru yang
mudah dengan menggunakan jaminan/agunan
%, sk. bunga
%, NPL 6,00 5,00 4,00
3,00 2,00 1,00
0,00 I
II
III
IV
2015 Multiguna >Rp50jt - Rp100 jt >Rp500jt
I
II
III
Perikanan 4.911 6,4% Feronikel 66.242 86,6%
Mete 1.550 2,0%
2016 Rp100jt - Rp500jt Sk.bunga
NPL dan Suku Bunga Multiguna
Aspal 556 0,7%
Kakao olah 1.054 1,4%
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.27
Minyak Nilam 1.692 2,2%
Lainnya 528 0,7%
13,36 14,00 13,00 12,00 4,59 11,00 10,00 2,02 9,00 8,00 7,00 0,36 6,00 0,195,00 IV
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 4.28 Komposisi Ekspor Sulawesi Tenggara
yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu
pada pembiayaan dengan nominal di atas Rp500
penggunaan dana yang diterima dapat secara
juta namun NPL-nya masih dibawah threshold
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa eksposur
melakukan
seperti
keuangan rumah tangga masih berdampak
merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya
minimal pada institusi keuangan maupun pada
pendidikan,
sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.
aktivitas biaya
konsumsi pengobatan,
maupun
pembelian barang berharga/elektronik, dan bahkan dapat digunakan untuk modal usaha. Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh sebesar 16,8% (yoy), lebih rendah daripada periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 19,6% (yoy) (Grafik 4.26). Perlambatan tersebut disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar 35,8% (yoy). Sementara itu kredit multiguna
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara pada
triwulan
IV
2016
bersumber
dari
peningkatan kinerja usaha pertambangan dan penggalian dan usaha pertanian. Kondisi ini dapat menurunkan kerentanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara yang berasal dari sektor korporasi.
dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta
Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di
masih terkontraksi.
Sulawesi Tenggara yaitu usaha konstruksi, usaha
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko yang rendah. Pada triwulan IV 2016, NPL kredit multiguna hanya sebesar 0,36% dan NPL pada pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya sebesar 0,19% (Grafik 4.27). Adapun kredit multiguna dengan risiko kredit terbesar berada
perdagangan mengalami
dan
industri
perlambatan.
pengolahan
Beberapa
sektor
dominan yang mengalami perlambatan tersebut dapat menjadi sumber kerentanan sistem keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi Tenggara.
Perlambatan
kinerja
konstruksi
sebagai dampak dari melambatnya kegiatan investasi pemerintah dan swasta pada periode
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
61
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
62 tersebut berpengaruh kepada permintaan bahan
peralatan berat pertambangan, dan korporasi
bangunan
penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain
yang
berasal
dari
komoditas
pertambangan dan galian (batu, kerikil dan
berpengaruh
pasir).
peningkatan pada permintaan nikel olahan juga
Di sisi lain, masih bergantungnya ekspor Sulawesi Tenggara pada komoditas Feronikel menyebabkan terdapat kerentanan pada sektor industri pengolahan nikel. Meskipun demikian, kinerja
ekspor
perbaikan
feronikel
pada
yang
triwulan
IV
mengalami 2016
dapat
meminimalkan risiko default pada sektor-sektor
kepada
korporasi
lainnya,
berdampak pada potensi perbaikan kondisi ketenagakerjaan
dan
peningkatan
tingkat
penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan secara
langsung
maupun
tidak
langsung.
Bahkan secara tidak langsung, dampak dari kondisi ini akan dirasakan oleh korporasi penjualan ritel dan korporasi akomodasi (hotel).
pendukungnya. Pada periode tersebut, ekspor
4.2.2. Kinerja Korporasi
feronikel mencapai 86,6% dari keseluruhan
Omzet Penjualan
ekspor (Grafik 3.28). Harga nikel yang sudah
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi
mengalami rebound menunjukkan peningkatan
di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016,
permintaan dari negara tujuan ekspor terhadap
terdapat peningkatan omzet penjualan domestik
produk olahan nikel. Harga nikel pada triwulan
pada korporasi pertambangan nikel, aspal, ritel
IV
sebesar
dan akomodasi. Peningkatan omzet paling besar
USD10.778/metric ton, lebih tinggi daripada
dirasakan oleh korporasi tambang nikel dan ritel
harga pada triwulan sebelumnya yang hanya
dengan skala likert sebesar +3,0 (peningkatan
sebesar USD8.227/metric ton (Grafik 4.29).
berada di atas rata-rata normalnya) (Grafik 4.31).
Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel
Peningkatan
(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan
tambang
harga nikel yang mulai membaik, maka akan
peningkatan permintaan dari smelter mitra kerja
mengurangi risiko lanjutan pada korporasi
di luar provinsi, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah
pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa
dan Provinsi Banten. Hal tersebut seiring dengan
2016
secara
rata-rata
USD/metric ton
%, yoy
20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
40,0
yang
nikel
terjadi
pada
tersebut
didorong
saldo bersih
20,0
oleh
26,66%
30,00%
30,0
14,3
korporasi
16,69% 14,33%
20,00%
10,0
10.789
0,0
6,21%
10,00%
-10,0 -20,0
0,00%
-30,0 -40,0 -50,0 I
II
III
IV
2014 Harga Nikel
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2015 2016 Perubahan yoy (sb.kanan)
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 4.29
Harga Nikel Internasional
-10,00%
-12,80%
-20,00% I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.30 Kondisi Kegiatan Usaha di Sulawesi Tenggara
63
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Skala Likert
4,00 3,00 2,00 1,00 (1,00) (2,00) (3,00) (4,00)
Penjualan Domestik Pertanian
Penjualan Ekspor Perikanan
Kapasitas Persediaan Investasi Utilisasi Tambang-Nikel Tambang-Aspal
Biaya Industri
Harga Jual Ritel
Marjin
Akomodasi
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.31 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
peningkatan permintaan nikel olahan khususnya
datang dari Kementerian Pekerjaan Umum
dari Tiongkok. Di sisi lain, mulai berkuranganya
maupun dari kontraktor yang terafiliasi atau
pasokan ore nickel maupun nikel olahan dari
merupakan rekanan dari Kementerian Pekerjaan
Filipina turut memberikan dampak positif atas
Umum.
naiknya tingkat permintaan ore nickel terhadap
kebijakan mengenai penggunaan aspal buton
Indonesia sebagai salah satu negara produsen
untuk kebutuhan aspal nasional diharapkan
ore dan nikel olahan. Peningkatan tersebut juga
tingkat penjualan dapat lebih ditingkatkan lagi.
dipengaruhi
oleh
dikeluarkannya
kebijakan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terkait relaksasi/izin untuk melakukan penjualan ore
nickel antar daerah pada semester II 2015 yang lalu. Kebijakan tersebut dikeluarkan kepada beberapa pelaku usaha pertambangan yang telah berkomitmen dan sedang dalam proses pembangunan smelter sekaligus dalam rangka mendukung kondisi finansial perusahaan.
Di
samping
itu,
dengan
adanya
Peningkatan juga terjadi pada korporasi yang bergerak di sektor yang berhubungan langsung dengan aktivitas konsumsi rumah tangga seperti lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (PBE) ritel dan lapangan usaha akomodasi (perhotelan).
Pada
korporasi
perdagangan
kendaraan dan perdagangan ritel memiliki skala likert
penjualan
domestik
mencapai
+3,0
(peningkatan berada di atas rata-rata normal).
Peningkatan omzet penjualan domestik juga
Kinerja positif penjualan korporasi ritel tersebut
dirasakan oleh korporasi pertambangan aspal.
didorong oleh membaiknya daya beli seiring
Kondisi
tingginya
dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi. Dan
pembangunan
adanya promosi yang dilakukan untuk menarik
tersebut
kebutuhan
aspal
didorong untuk
oleh
infrastruktur jalan khususnya dari beberapa Daerah Otonomi Baru (DOB) pemekaran yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara seperti Kabupaten Muna, Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton Utara. Permintaan domestik secara umum
konsumen pada triwulan IV 2016. Sementara itu pada usaha perhotelan, skala likert
penjualan
domestik
mencapai
+2,0
(peningkatan berada pada rata-rata normal). Kondisi
tersebut
disumbangkan
oleh
peningkatan tamu pemerintahan dan bisnis
64
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
terkait
dengan
proyek
dari
umum,
dagangan dan biaya tenaga kerja. Kenaikan
sumbangan omzet penjualan korporasi hotel
biaya pengadaan barang dagangan yang paling
dari pemerintahan mencapai 40%, diikuti oleh
signifikan
tamu dari segmen corporate, dan umum
elektronik yakni berkisar 10%-20%, sementara
masing-masing sekitar 30%.
untuk komoditas bahan pangan/kebutuhan
infrastruktur
pembangunan
pemerintahan.
Secara
Kinerja penjualan yang masih menunjukkan adanya optimisme secara umum terlihat pula dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara. Pada
triwulan
IV
2016,
kegiatan
usaha
menunjukkan saldo bersih sebesar 14,33%. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan
komponen
berasal
biaya
dari
pengadaan
komoditas
barang
barang
pokok peningkatan antara 5%-10% sejalan dengan laju inflasi tahunan yang ada. Untuk biaya upah/tenaga kerja korporasi tersebut mengungkapkan terjadinya kenaikan, namun masih berada di level moderat. Adapun kenaikan biaya upah tersebut guna menyesuaikan dengan kenaikan tingkat UMR dari tahun ke tahun.
bahwa korporasi yang mengalami peningkatan
Marjin Keuntungan
permintaan lebih banyak daripada korporasi
Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau
yang mengalami penurunan permintaan (Grafik
margin keuntungan secara umum relatif stabil.
4.30).
Pada triwulan IV 2016, peningkatan margin
Biaya
hanya dialami oleh korporasi korporasi pertanian
Pada triwulan IV 2016, semua korporasi yang
dengan skala likert +2,00
dan korporasi
menyatakan
pertambangan nikel dengan skala likert +1,50.
produksi.
Sementara itu pada korporasi akomodasi/hotel
Peningkatan terbesar dialami oleh korporasi
mengalami penurunan marjin (skala likert -1,00)
pertanian dan korporasi perdagangan ritel
(Grafik 4.31).
dengan likert scale sebesar +1,80 (Grafik 4.31).
Peningkatan margin keuntungan yang terjadi
Peningkatan biaya pada korporasi pertanian
pada korporasi pertanian dilakukan dengan
(penggilingan
meningkatkan harga jual yang lebih besar
menjadi
responden
mengalami
liaison
peningkatan
beras)
biaya
disebabkan
karena
komponen biaya bahan baku yang bertambah.
daripada
Hal ini terjadi karena suplai gabah relatif rendah
dilakukan untuk meningkatkan investasi yang
seiring dengan adanya kemarau panjang pada
dilakukan oleh korporasi yaitu berupa perluasan
periode sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada
area gudang penyimpanan gabah dan beras. Ke
komponen biaya tenaga kerja pengolahan
depan, korporasi juga akan menambah mesin
sawah yang sebesar Rp3.000/orang/kuintal
pengering (dryer) untuk meningkatkan kapasitas
menjadi Rp4.000/orang/kuintal.
produksi.
Hal yang serupa juga dialami oleh korporasi
Sementara itu, peningkatan marjin yang dialami
perdagangan ritel. Peningkatan biaya berasal
oleh korporasi pertambangan nikel terjadi
peningkatan
biayanya.
Hal
ini
Tw III 2016
Tw IV 2016
12,5 87,5 20,8 79,2 24,0 76,0 25,0 75,0 31,3 3,1 65,6 45,5 54,5 60,0 40,0 7,7 69,2 23,1
Tambang
Pertanian Hotel Resto
37,4% 62,0% 0,6%
Transportasi
65,9% 33,5% 0,6%
Jasa jasa Perdagangan Konstruksi Industri
Baik
Cukup
0%
Buruk
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.32
Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara
20%
40%
60%
Baik
Cukup
Buruk
80%
100%
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.33 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral
seiring dengan adanya peningkatan harga nikel
kondisi likuiditas yang buruk relatif tidak
internasional.
marjin
berubah pada kisaran 0,6% (Grafik 4.28).
untuk
Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
tersebut,
Dengan
korporasi
penambahan
memiliki
dana
melanjutkan pembangunan smelter.
berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah korporasi yang bergerak di sektor pertambangan
Kondisi likuiditas keuangan korporasi Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas keuangan korporasi menunjukkan posisi yang baik. Pada triwulan IV 2016, pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai 65,9%,
lebih
tinggi
daripada
triwulan
sebelumnya yang hanya sebanyak 37,4% dari total responden korporasi di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.32). Selain itu pangsa korporasi dengan
dan penggalian. Jumlah korporasi yang memiliki likuiditas keuangan yang baik di sektor tersebut mencapai 87,5%. Sementara itu, korporasi pada sektor industri memiliki kondisi likuiditas baik yang paling rendah, yaitu hanya sebesar 23,1% dari
keseluruhan
responden
pada
sektor
tersebut. Pada triwulan tersebut hanya korporasi sektor industri dan sektor jasa-jasa yang memiliki kondisi likuiditas yang buruk (Grafik 4.33).
TETAP Pertanian
12,5 100,0
Industri
-50,0
18,60 37,50
Pertambangan 15,38
40,00
Konstruksi -10,0
30,30
Perdagangan
20,0 10,0
40,00
Hotel Restoran
41,67
Angkutan
Jasa
-14,3
Pangsa % -100,0
-50,0
Total
14,9
-6,4 0,0
Tambah Berat
50,0
100,0
150,0
22,58 27,65 Responden Sebagai Debitur Bank (%)
Tambah Ringan Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.34 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
65
66
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Beban Angsuran Hutang Korporasi Dari
sisi
kemampuan
tangga yang menjadi eksposur dominan kredit
membayar
hutang,
perbankan
di
Sulawesi
Tenggara
juga
korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum
dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,
masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi
terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan
ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
tenaga kerja.
Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2016 yang menunjukkan
bahwa
terdapat
78,7%
responden korporasi yang merasakan bahwa beban angsuran perbankan tetap seperti periode sebelumnya. Bahkan terdapat 14,9% korporasi yang
sedang
memiliki
kredit
perbankan
menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan
akan
semakin
ringan
terhadap
pendapatan perusahaan. Jumlah responden
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai Rp4,87 triliun, tumbuh sebesar 40,6% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 38,6% (yoy) (Grafik 4.36). Pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit rumah tangga (perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar 13,6% (yoy).
SKDU sebagai debitur perbankan bertambah dari 24,56% menjadi 27,65% dari keseluruhan
Peningkatan yang terjadi pada kredit korporasi tersebut bersumber dari peningkatan kredit
responden (Grafik 4.34).
investasi dapat tumbuh sebesar 55,4% (yoy), 4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eskposur kredit perbankan pada sektor ini hanya sebesar 21,5% dari total kredit di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Faktor tersebut terjadi karena kondisi keuangan sektor rumah
lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 42,3% (yoy). Karena pangsa kredit investasi mendominasi kredit korporasi sebesar 69,6% maka kondisi tersebut sangat mempengaruhi
kredit
korporasi
secara
keseluruhan. Sementara itu, kredit modal kerja korporasi hanya tumbuh sebesar 19,0% (yoy), lebih
rendah
daripada
sebelumnya
yang
mencapai 33,0% (yoy). %, yoy 100 80
55,4
60
30,0% 69,6% 0,4%
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
40
40,6
20
19,0
0
-20
Kredit Konsumsi
-40 -60
I
II
III
2014 Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.35
Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
IV
I
II
III
IV
I
2015 Kredit Modal Kerja
II
III
IV
2016 Kredit Investasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Korporasi
%, yoy 70,0
15%
66,6 TwIII 16
60,0
TwIV 16
%, NPL
58,6
53,1
risiko terkendali
50,0
10%
40,0 30,0
risiko terkendali
risiko meningkat
18,219,8
13,7
20,0
risiko meningkat
threshold
5%
10,0
0,0
pangsa (%)
Konstruksi
Perdagangan
Pertambangan
0% Konstruksi
13,2
36,2
39,7
TwIII 16 TwIV 16 Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.37
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan
Perdagangan Pertambangan Modal Kerja Korporasi
Grafik 4.38 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
Kredit Modal Kerja Korporasi
Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan
Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan
tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini
IV 2016 mencapai Rp1,46 triliun, tumbuh
terlihat dari NPL yang meningkat dari 3,87%
melambat sebesar 19,0% (yoy). Perlambatan
pada triwulan II 2016 menjadi 5,29% pada
yang terjadi disebabkan karena perlambatan
periode laporan (Grafik 4.38). Peningkatan
penyaluran kredit pada sektor konstruksi dan
tekanan risiko kredit tersebut berasal dari
sektor pertambangan. Kredit modal kerja pada
peningkatan risiko pada sektor perdagangan.
sektor konstruksi tumbuh sebesar 13,7% (yoy) (Grafik 4.37). Dari sisi pangsanya, kredit modal
kerja didominasi oleh kredit kepada sektor konstruksi
(pangsa
39,7%)
dan
sektor
perdagangan (pangsa 36,2%). Sementara itu, pangsa sektor pertambangan menempati posisi ke-3 dengan pangsa sebesar 13,2%.
Kredit Investasi Korporasi Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2016
mencapai
meningkat
Rp3,38
sebesar 55,4%
triliun,
tumbuh
(yoy).
Berbeda
dengan kredit modal kerja, pangsa terbesar kredit investasi korporasi berada pada sektor pertambangan dan penggalian (pangsa 65,3%). Diikuti oleh penyaluran kredit ke sektor
%, yoy 82,6 90,0 80,0 70,0 60,9 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 -10,0 Pertambangan pangsa (%)
TwIII 16
TwIV 16
63,0
5% 4%
21,4
16,1
3%
%, NPL
threshold risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
Tambang
Perhotelan
Pertanian
Investasi Korporasi
2%
-1,4
Perhotelan
1%
Pertanian 0%
65,3
7,8 6,5
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.39
6%
Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan
TwIII 16
TwIV 16
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
67
68
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
%, yoy
Rp triliun
30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0 -10,0 -15,0
25
Rp3,94
23,0424
triliun
15,0 23 13,1 22
Rp19,09
21
82,9% 17,1%
triliun
4,8 20 19 18 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
Aset Bank Pemerintah
2016
Aset Bank (sb.kanan) gAset Bank Pemerintah
gAset Total gAset Bank Swasta
Aset Bank Swasta
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.41
Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.42 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
perhotelan (pangsa 7,8%) dan sektor pertanian
2016, NPL kredit ini hanya sebesar 1,36% (Grafik
(pangsa 6,5%) (Grafik 4.39).
4.40).
Peningkatan
kredit
investasi
korporasi
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
pertambangan dan sektor pertanian. Pada
4.3.1. Aset Bank Umum
triwulan IV 2016, baki debet kredit di sektor
Aset bank umum yang berada di Sulawesi
pertambangan tumbuh sebesar 82,6% (yoy),
Tenggara pada triwulan IV 2016 mencapai
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
Rp23,04 triliun, atau tumbuh sebesar 13,1%
tumbuh sebesar 60,9% (yoy). Hal ini sejalan
(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut
dengan
sektor
lebih tinggi daripada periode sebelumnya yang
pertambangan yang meningkat terutama pada
mencapai 2,0% (yoy) (Grafik 4.41). Peningkatan
korporasi tambang aspal (Grafik 4.31).
tersebut didorong oleh penambahan aset bank
Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit
pemerintah dan bank swasta nasional. Secara
investasi korporasi masih memiliki risiko yang
umum
terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan IV
pemerintah
skala
likert
investasi
berdasarkan masih
pangsanya,
bank
mendominasi
industri
perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi %, yoy
%, yoy
19,2 Tw III 16
15,00
Tw IV 16
8,4
7,7
10,00
18
14,8716
25,0
13,1
9,4
Rp triliun
30,0
20,00
20,0 15,0
5,00
7,1
7,5
10,0 5,0
0,00
2,4
0,0
I
10,0 11,7
54,5
16,9 4,3 2,65
%, pangsa thd Sulawesi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.43
Perbandingan Pertumbuhan Aset Bank di Sulawesi
II
III
IV
2015 DPK (sb.kanan)
I
II
III
14 12 10 8 6 4 2 0
IV
2016 gDPK
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara
%, yoy
%, yoy TwIII 16 10,00
0,00
TwIV 16
5,8
5,00
1,9
5,1
2,3
2,5 -1,2
gDPK Giro gDPK Tabungan gDPK Deposito
60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 -10,0 -20,0
15,00
3,4
6,1
4,0
-10,1 I
-5,00
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
pangsa thd total DPK
10,4 11,2
58,1
14,8 3,1 2,4
17,1%
58,0%
24,9%
%, pangsa thd Sulawesi
GIRO
TABUNGAN
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.45
Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi
DEPOSITO
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK per Penempatan
aset mencapai 82,9%, sedangkan total bank
melambatnya DPK di Sulawesi Tenggara juga
swasta nasional hanya sebesar 17,1% dari total
berkontribusi
aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik
Sulawesi. Pada periode triwulan IV 2016, hanya
4.42).
ada 2 provinsi yang mengalami perlambatan
Dibandingkan dengan perbankan se-Sulawesi, peningkatan aset yang terjadi di Sulawesi
pada
perlambatan
DPK
se-
DPK, yaitu Sulawesi Selatan (pangsa 58,1%) dan Sulawesi Tenggara (pangsa 10,4%) (Grafik 4.45).
Tenggara merupakan yang paling tinggi, dan
Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi
pertumbuhannya menempati urutan kedua
Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari,
setelah Sulawesi Barat yang dapat tumbuh
Kota Baubau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah
sebesar 19,2% (yoy) pada triwulan IV 2016.
tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan
Namun secara nominal, aset perbankan Sulawesi
keuangan di Sulawesi Tenggara. Meskipun
Tenggara hanya sebesar 10% dari total aset
demikian, pertumbuhan DPK pada ketiga daerah
bank se-Sulawesi (Grafik 4.43).
tersebut relatif rendah, bahkan DPK di Kota Kendari
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 kembali mengalami
perlambatan
pertumbuhan
jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari 3,8% (yoy) di triwulan III menjadi 2,4% (yoy) di triwulan IV 2016 (Grafik 4.44). Dengan
terkontraksi
sebesar
0,8%
(yoy).
Adapun pertumbuhan DPK tertinggi berada di Kab. Konawe Selatan dengan DPK yang dapat tumbuh 30,9% (yoy), diikuti oleh Kab. Buton (18,7%, yoy) dan Kab. Buton (13,5%, yoy). Hal ini menunjukkan aktivitas perekonomian sudah semakin merata dan perbankan juga sudah aktif menjangkau daerah kabupaten (Tabel 4.2).
demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada
Tabungan
akhir tahun 2016 mencapai Rp14,87 triliun.
Perlambatan penyerapan DPK yang terjadi di
Dibandingkan dengan kinerja perbankan seSulawesi
dalam
menghimpun
DPK,
Sulawesi
Tenggara
disebabkan
oleh
perlambatan pertumbuhan tabungan. Pada triwulan IV 2016, tabungan hanya dapat
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
69
70
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
DPK
Kota/Kabupaten
Nominal
Pangsa thd Sultra
Pangsa
gDPK
Rekening %Nominal %Rekening
Giro
Kab. Buton 868,6 132.771 5,8% 8,1% Kab. Muna 1.337,6 156.334 9,0% 9,5% Kab. Kolaka 1.949,2 259.657 13,1% 15,8% Kab. Wakatobi 305,1 39.177 2,1% 2,4% Kab. Konawe 375,8 86.772 2,5% 5,3% Kab. Konawe Selatan 143,6 38.019 1,0% 2,3% Kab. Bombana 225,8 51.673 1,5% 3,1% Kab. Kolaka Utara 154,3 34.918 1,0% 2,1% Kab. Konawe Utara 8,4 878 0,1% 0,1% Kota Baubau 2.322,7 192.664 15,6% 11,7% Kota Kendari 7.181,1 648.386 48,3% 39,5% Sulawesi Tenggara 14.872,2 1.641.249 100,0% 100,0% Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
18,7% 13,5% 0,0% 5,2% 4,0% 30,9% -8,1% 1,0% 2,8% -0,8% 2,5%
Tabungan Deposito
14,4% 16,1% 17,3% 15,8% 13,1% 0,6% 0,5% 0,4% 85,5% 22,4% 17,3% 17,1%
71,0% 64,1% 60,1% 63,5% 75,3% 84,9% 87,3% 93,7% 11,9% 58,8% 51,2% 58,0%
14,6% 19,8% 22,6% 20,7% 11,6% 14,5% 12,2% 6,0% 2,5% 18,9% 31,6% 24,9%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
tumbuh sebesar 6,1% (yoy), lebih rendah
(pangsa 0,03%), namun nominalnya relatif
daripada triwulan sebelumnya yang dapat
besar mencapai 11,7% dari total nominal
tumbuh sebesar 16,6% (yoy). Jumlah tabungan
tabungan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.3).
masyarakat
di
Sulawesi
Tenggara
sampai
dengan waktu tersebut adalah sebesar Rp8,63 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang rekening
tabungan
adalah
nasabah
perseorangan sebesar 96,61%, diikuti oleh korporasi sebesar 2,96% dan sisanya adalah nasabah pemerintah.
Deposito Melambatnya penghimpunan deposito turut menyebabkan perlambatan DPK yang terjadi pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut deposito hanya tumbuh sebesar 4,0% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Jumlah
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar
penghimpunan
penabung
memiliki
tersebut mencapai Rp3,7 triliun. Adapun pangsa
tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah
terbesar pemilik deposito adalah nasabah
penabung mencapai 98,99% dari keseluruhan
perseorangan sebesar 76,39%, nasabah BUMN
rekening tabungan. Sementara itu penabung
sebesar
dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit
7,97%.
Tabel 4.3 Tabungan
di
Sulawesi
Tenggara
Tabungan Berdasarkan Nilainya Nominal (Rp miliar)
Rekening
% Nominal
% Rekening
Deposito Berdasarkan Nilainya
Tabungan
Nominal (Rp miliar)
Rekening
% Nominal
% Rekening 66,41%
0,94%
100Jt-500Jt
904
3.805
24,4%
27,27%
0,03%
500Jt -1 M
453
547
12,2%
3,92%
1.893
335
51,1%
2,40%
98,99%
100Jt-500Jt
2.699
15.106
31,3%
>1M
Tabel 4.4
sebesar
12,2%
52,8%
4,2%
pemerintah
9.265
1.589.110
538
dan
periode
451
4.558
360
10,26%
sampai
0-100 Jt
0-100 Jt
500Jt -1 M
deposito
1.010 496 11,7% 0,03% Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
>1M
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara
yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada
tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan
triwulan IV 2016, kredit perbankan tumbuh
deposito berdasarkan nilainya, terlihat bahwa
sebesar 13,5% (yoy) lebih rendah dibandingkan
rekening dengan nilai deposito di atas Rp1 miliar
dengan
hanya dimiliki oleh 2,4% deposan, namun porsi
tumbuh sebesar 15,8% (yoy). Secara nominal,
kepemilikan tersebut menguasai 51,1% dari
kredit
total deposito perbankan di Sulawesi Tenggara
dengan triwulan IV 2016 mencapai Rp18,3
(Tabel 4.4).
triliun (Grafik 4.46).
Giro
Dibandingkan dengan kinerja perbankan se-
Sementara itu, giro masih terkontraksi sebesar
Sulawesi
10,1% (yoy). Terkontraksinya giro disebabkan
melambatnya kredit perbankan di Sulawesi
karena penurunan giro yang dimiliki oleh
Tenggara juga dialami oleh sebagian besar
korporasi 19,25% (yoy) dan perseorangan
provinsi lainnya. Pada periode triwulan IV 2016,
sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu giro yang
dari 6 provinsi hanya ada 1 provinsi yang
dimiliki oleh pemerintah sudah dapat tumbuh
mengalami peningkatan kredit, yaitu Sulawesi
positif sebesar 1,0% (yoy), setelah sebelumnya
Utara (Grafik 4.47).
mengalami penurunan sebesar 21,8% (yoy). Adapun pangsa terbesar pemilik deposito adalah nasabah pemerintah sebesar 47,3%, nasabah korporasi sebesar 36,4% dan perseorangan sebesar 16,3%.
kinerja
periode
perbankan
Secara
yang
dalam
spasial,
sebelumnya disalurkan
menyalurkan
penyaluran
yang sampai
kredit,
kredit
masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa sebesar 60,3% dari seluruh penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan
4.3.3. Penyaluran Kredit
kredit di Kota Kendari berada di bawah rata-rata
Seiring dengan kinerja penghimpunan dana
pertumbuhan
kredit
yang
Pertumbuhan
kredit
mengalami
perlambatan,
fungsi
penyaluran kredit perbankan oleh bank umum %, yoy
Rp triliun
25,0
15,0
30,00 %,
20
25,00
13,515
20,00
12,6
10,0 5,0
7,2
0,0
18
-5,0 I
II
III
2015
Kredit (sb.kanan) gKr.Investasi gKredit
IV
I
II
III
berada
di
yoy Tw III 16
Tw IV 16
23,6
15,00
10
10,00
5
5,00
0
0,00
13,5
10,8
9,5 6,3
7,5
9,7
IV
2016
gKr.Modal Kerja gKr.Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.47
tertinggi
Tenggara.
Kabupaten Buton Utara sebesar 29,1% (yoy),
25
18,3
20,0
Sulawesi
Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara
9,4 11,9
54,6
16,2 5,0 2,9
%, pangsa thd Sulawesi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
71
72
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 4.5 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
Kota/Kabupaten
DPK Pangsa thd Sultra Nominal Rekening %Nominal %Rekening
Kab. Buton
104
1.138
Kab. Muna
1.282
Kab. Kolaka
2.465
Kab. Wakatobi
gKredit
K.MK
Pangsa K.INV
K.KONS
0,6%
0,5%
25,2%
6,5%
0,0%
93,5%
24.705
7,0%
11,0%
20,5%
27,0%
3,6%
69,4%
36.909
13,5%
16,5%
21,8%
37,6%
5,7%
56,7%
152
1.933
0,8%
0,9%
16,2%
3,3%
0,0%
96,7%
Kab. Konawe
450
3.251
2,5%
1,4%
3,8%
0,5%
0,4%
99,1%
Kab. Konawe Selatan
388
3.000
2,1%
1,3%
-5,3%
2,0%
0,3%
97,7%
Kab. Bombana
228
2.056
1,2%
0,9%
24,7%
1,0%
0,6%
98,4%
Kab. Kolaka Utara
203
1.986
1,1%
0,9%
17,1%
2,7%
0,4%
96,9%
Kab. Buton Utara
118
1.294
0,6%
0,6%
29,1%
3,3%
1,6%
95,1%
Kab. Konawe Utara
194
1.387
1,1%
0,6%
-24,4%
1,3%
0,5%
98,2%
Kota Baubau
1.664
26.078
9,1%
11,6%
16,4%
28,6%
7,2%
64,2%
Kota Kendari
11.018
120.515
60,3%
53,7%
12,3%
29,8%
14,6%
55,6%
Sulawesi Tenggara 18.266 224.252 100,0% 100,0% 13,5% 27,8% 10,5% Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
61,7%
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
diikuti oleh penyaluran di Kab. Bombana yang
kredit pada triwulan IV 2016. Pada periode
tumbuh sebesar 24,1% (yoy).
tersebut, kredit konsumsi hanya tumbuh sebesar
Sementara itu, terdapat perbankan di tingkat kabupaten yang tidak menyalurkan kredit
12,6% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh sebesar 15,6% (yoy).
investasi seperti di Kab. Buton dan Kab.
Sedangkan untuk kredit investasi tercatat
Wakatobi.
sebesar Rp1,92 triliun dan tumbuh sebesar 7,2%
Meskipun
demikian,
terdapat
penyaluran kredit yang diperuntukkan bagi
(yoy),
kedua kabupaten tersebut berasal dari daerah
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
13,4% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja
investasi di suatu daerah belum sepenuhnya
tercatat sebesar Rp5,1 triliun, terakselerasi
didukung oleh perbankan di daerah tersebut.
sebesar
Dengan demikian perlu adanya penambahan
tumbuh sebesar 17,3% (yoy).
kewenangan bagi kantor cabang di daerah dalam melakukan penyaluran kredit investasi di daerah yang sedang berkembang.
lebih
rendah
18,3%
dibandingkan
(yoy), setelah
dengan
sebelumnya
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
terutama
Perlambatan penyaluran kredit yang terjadi pada
penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang
triwulan IV 2016 dari sisi jenis penggunaan
merupakan penyaluran kredit produktif (kredit
disebabkan oleh melambatnya penyaluran kredit
modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa
konsumsi dan kredit investasi yang mendominasi
terbesar. Pada triwulan IV 2016, kredit ke sektor
kredit di Sulawesi Tenggara. Pangsa kredit
perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di
konsumsi mencapai 61,7% dari total penyaluran
Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar
disebabkan
karena
melambatnya
73
Nominal (Rp miliar)
Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Gas Air Konstruksi Perdagangan Transportasi-Pergudangan Akomodasi Makan Minum Informasi Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Sosial Jasa Lainnya Kredit Produktif
gKredit (%, yoy) % Nominal
3.256 385 3.228 66 29 4.267 48.101 1.167 4.616 32 70 965 961 4 235 233 2.297 69.910
Tw III 2016
4,7% 0,6% 4,6% 0,1% 0,0% 6,1% 68,8% 1,7% 6,6% 0,0% 0,1% 1,4% 1,4% 0,0% 0,3% 0,3% 3,3% 100%
NPL (%)
Tw IV 2016
76,7 -17,1 67,4 82,5 -2,8 -4,3 16,1 34,1 18,0 -26,5 45,4 -10,2 34,6 -87,5 -16,7 12,3 -5,4 15,8
62,8 -24,0 73,4 162,8 -1,3 3,9 13,9 22,7 4,6 -24,8 16,6 -0,4 35,9 -84,0 -7,8 -4,5 -2,8 13,5
1,8 3,8 4,1 0,0 3,4 10,0 5,4 6,9 4,3 0,4 0,0 7,5 3,2 0,0 2,5 0,3 6,6 5,4
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performance Loans
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
13,9% (yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang
mengalami penurunan. Nilai LDR yang lebih dari
tumbuh sebesar 16,1% (yoy). Kredit produktif
100
yang melambat juga dialami pada penyaluran ke
pembiayaan
sektor akomodasi makan minum dan sektor
Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.
pertanian. Meskipun demikian, kredit ke sektor
Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
pertanian masih dapat tumbuh tinggi sebesar
kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor
62,8% (yoy). Sementara itu, kredit produktif
bank yang sama di daerah lain) sebesar 1,97%
lainnya
(qtq) pada triwulan IV 2016.
ke
sektor
konstruksi,
industri
pengolahan, dan jasa lainnya menunjukkan adanya peningkatan sehingga masih dapat menahan perlambatan yang terjadi.
intermediasi
menunjukkan
bahwa
perekonomian
di
kapasitas Sulawesi
Non Performing Loans (NPL) Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh bank umum yang ada di Sulawesi Tenggara masih
Loan to Deposit Ratio (LDR) Kondisi
juga
berada pada batas yang aman. Hal ini terlihat yang
dari indikator Non Performance Loans (NPL)
diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit
Gross pada triwulan IV 2016 yang hanya sebesar
Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada
2,93%,
triwulan IV 2016 LDR bank umum di Sulawesi
sebelumnya yang mencapai 2,79% (Grafik 4.50).
Tenggara
Pada
mencapai
perbankan
122,9%,
lebih
tinggi
lebih
periode
tinggi tersebut
daripada penyaluran
periode kredit
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat
investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu
sebesar 117,3% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi
dengan NPL sebesar 7,88%. Sementara itu
karena selama 1 triwulan tersebut terdapat
kredit modal kerja juga masih memiliki NPL
penambahan penyaluran kredit sementara DPK
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Tabel 4.6 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2016
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
74
LDR (%)
Rp triliun
122,9
125 120 115
117,3 114,7111,0105,1110,9110,1114,1
110 105
100 95
I
II
III
IV
I
II
2015
III
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
%, NPL
535,1 7,88
6,0
4,93
4,0
2,93
200
2,0
1,19
100
0,0 II
III
IV
I
II
2015 Nominal NPL (sb.kanan) NPL K.MK NPL K.Kons
LDR
Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara
300
0 I
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.49
500 400
IV
Kredit (sb.kanan)
600
8,0
2016
DPK (sb.kanan)
Rp miliar
10,0
III
IV
2016 NPL NPL K.Inv
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara
relatif tinggi meskipun masih berada dalam
rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko
batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,93%. Di sisi
kredit.
lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar
4.3.3. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara
1,19%. Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari Dari sisi NPL sektoral,
NPL pada sektor
kemampuan mendapatkan pendapatan dari aset
perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran
yang dimiliki dan kemampuan untuk melakukan
kredit terbesar mencapai 5,4% dan berada di
efisiensi biaya. Pada triwulan IV 2016, kondisi
atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada
rentabilitas bank umum di Sulawesi Tenggara
kredit konstruksi juga mencapai 10,0%. Hal
relatif berada dalam kondisi yang baik. Hal ini
tersebut menyebabkan NPL kredit produktif
diindikasikan dengan tingkat Net Interest Margin
masih berada di atas threshold 5%. Meskipun
(NIM) yang relatif stabil berada pada level 9,90%
demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor
(Grafik 4.51). Relatif stabilnya NIM tersebut terjadi
pertanian dan industri pengolahan masih relatif
karena terdapat peningkatan pendapatan bunga sebesar 5,6% (yoy), sementara beban bunga
%
% 70%
12,00%
10,5
%
% 10,23 9,96
10
61,87% 60%
11,00% 9,5
10,00%
9
9,90% 9,00%
8,5 8
50%
8,00%
I
II
III IV
2014 BOPO
I
II
III IV
I
II
III IV
2015 2016 Net Interest Margin (Sb. Kanan)
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.51
Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
Spread Suku Bunga BI 7 DRR (sb.kanan)
IV
I
II
III
8,00 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 6,25 6,00 5,75 5,50 5,25 5,00 4,75 4,50 4,25 4,00
IV
2016 BI Rate (sb.kanan)
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum
hanya naik sebesar 1,2% (yoy). Kondisi tersebut
di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang
juga terjadi karena spread suku bunga (selisih
sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan
antara bunga kredit dengan bunga DPK) di
penyaluran pembiayaan. Pada triwulan IV 2016,
Sulawesi
pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,7% dari
Tenggara
relatif
membesar
dari
sebelumnya pada kisaran 9,8% menjadi 10,2%
total
(Grafik 4.52).
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
Selain itu, kondisi rentabilitas bank umum juga masih
terjaga
terlihat
dari
BOPO
(Biaya
realisasi
kredit
oleh
bank
umum.
hanya sebesar 4,4% dari seluruh DPK se Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53).
Operasional per Pendapatan Operasional) yang
Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan
relatif stabil. Pada triwulan IV 2016, BOPO
syariah di Pulau Sulawesi, maka perkembangan
perbankan
aset
di
Sulawesi
Tenggara
sebesar
bank
syariah
di
arah
Sulawesi yang
Tenggara
61,87%, sedikit lebih tinggi daripada periode
menunjukkan
sebelumnya yang mencapai 61,56% (Grafik
Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi
4.51). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka
Tenggara mencapai 9,1% (yoy), lebih tinggi
rentabilitas bank semakin baik karena bank
daripada rata-rata pertumbuhan aset bank
dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya.
syariah se-Sulawesi yang terkontraksi sebesar
Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka
2,1% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara
bank semakin tidak efisien dalam menjalankan
itu, pangsa aset bank syariah di Sulawesi
kegiatan operasionalnya.
Tenggara yang mencapai 4,5% sudah berada di
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah hanya memiliki aset sebesar Rp1,03 triliun, atau sebesar 4,5% dari keseluruhan aset bank umum
Sulawesi Tenggara yang hanya sebesar 4,3%. Meskipun demikian, pangsa aset bank syariah yang terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai 5,3% terhadap keseluruhan aset perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.54).
%, yoy Rp1,03
4,5% triliun
Pembiayaan
4,7%
10,00 miliar DPK
Rp657,1 miliar
9,1 Tw III 16 Tw IV 16
Rp859,5
4,4%
5,00
Sulteng
1,9
0,00
-10,00
Sulsel
-2,1
-2,1
SULAWESI
-3,7
-6,8
-7,7
Bank Syariah
SULTRA
Sulbar
-5,00
Bank Konvensional
baik.
atas rata-rata pangsa aset bank syariah di
4.3.4. Perbankan Syariah
Aset
lebih
Gorontalo
Sulut
-15,00 0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.53
Pangsa Perbankan Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
75
76
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Sampai dengan triwulan IV 2016, penyaluran pembiayaan syariah sudah dapat tumbuh positif setelah sebelumnya mengalami kontraksi sejak triwulan
III
2015. Pada periode tersebut
pembiayaan syariah tumbuh sebesar 5,8% (yoy) dengan baki debet sebesar Rp859,5 miliar (Grafik 4.55).
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan IV 2016, kinerja BPR tetap tumbuh tinggi terutama untuk penyaluran kredit dan peningkatan aset. Aset BPR tumbuh sebesar 18,4%
(yoy),
lebih
tinggi
dari
periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 14,0% (yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai
Sebaliknya, penghimpunan DPK perbankan
Rp308,9 miliar (Grafik 4.55). Peningkatan aset
syariah
Pada
BPR di Sulawesi Tenggara juga diikuti oleh
periode tersebut jumlah DPK bank syariah
peningkatan kinerja penyaluran kredit yang
mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar 5,4%
dapat tumbuh sebesar 30,3% (yoy), meningkat
(yoy), lebih rendah dibandingkan sebelumnya
dari sebelumnya hanya tumbuh 23,2% (yoy)
yang dapat tumbuh sebesar 11,1% (yoy).
dengan nominal kredit sebesar Rp228,8 miliar.
menunjukkan
perlambatan.
Perlambatan tersebut disebabkan karena terjadi pelambatan pada penempatan DPK fasilitas serupa deposito yang tumbuh sebesar 5,1% (yoy) dan tabungan sebesar 5,9% (yoy). Meskipun demikian, terjadi peningkatan DPK pada fasilitas tabungan syariah yang tumbuh sebesar
3,0%
(yoy)
setelah
sebelumnya
terkontraksi sebesar 7,6% (yoy).
Sementara
itu,
penghimpunan
masyarakat
dana
mengalami
dari
kontraksi.
Penghimpunan DPK turun 3,1% (yoy) atau tercatat sebesar Rp119,0 miliar, padahal periode sebelumnya dapat tumbuh sebesar 7,6% (yoy). Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan IV 2016 mencapai 192,3 yang berarti kredit yang disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
institusi keuangan lainnya. Dengan demikian
tersebut mulai terjaga. Hal ini terlihat dari NPF
risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan
(Non
risiko
Performance
Financing)
yang
mulai
menurun dari 6,11% menjadi 4,96%.
%, yoy
%, NPL
70,0
7
60,0
4,96
0,0
-5,0 -10,0 -15,0 I
II
gDPK
Grafik 4.55
III
IV
I
II
III
keuangan
lainnya.
%, yoy
8
5,86 5,45
5,0
institusi
Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih
15,0 10,0
pada
50,0 40,0
4
30,0
3
20,0
2
10,0
1
0,0
0
-10,0
IV
2015 2016 gPembiayaan NPF (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Perkembangan DPK dan Pembiayaan Syariah
30,3 18,4
I
II
III
IV
I
2015
gDPK BPR
II
III
IV
-3,1
2016
gKredit BPR
gAset BPR
Sumber: LBBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.56 Perkembangan BPR di Sulawesi Tenggara
relatif tinggi yaitu sebesar 10,65%, di atas
tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha
threshold 5%. Meskipun demikian, risiko
kecil sebesar 45,1% dan usaha mikro dengan
tersebut relatif turun dari periode sebelumnya
pangsa sebesar 30,3%. Sedangkan untuk usaha
dengan NPL sebesar 12,25%.
menengah memiliki pangsa sebesar 24,6% dari total kredit UMKM (Grafik 4.57).
4.4. AKSES KEUANGAN
Meskipun kredit perbankan secara umum
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM Pada triwulan IV 2016, kredit yang diterima oleh UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek) mencapai Rp6,13 triliun. Secara pangsa mencapai 26,9% dibandingkan total kredit di Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM1
mengalami
perlambatan,
namun
laju
pertumbuhan kredit UMKM tercatat stabil pada kisaran 10,3% (yoy). Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan pada kredit usaha kecil sebesar 13,5% (yoy), sementara itu kredit usaha
%, yoy
60
Non UMKM
50
73,1% Usaha
24,6% Menengah UMKM
26,9% Rp6,13 triliun
Usaha
45,1% Kecil
40 30 20
17,9
10
13,5
10,3
0
-2,3
-10 -20
Usaha
I
30,3% Mikro
II
Mikro
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.57
%, 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 -10,0 -20,0
Pangsa Kredit UMKM
yoy
I
II
III
IV
2016 Kecil
Menengah
UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
%, NPL 15,0
37,2
14,0
13,5
6,3
IV
Grafik 4.58 Pertumbuhan Kredit UMKM
48,8
Tw III 16 Tw IV 16
III
2015
-2,0
22,1 10,0
4,5
6,0
5,0
theshold
-7,5
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.59
1
Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral
Industri
Tw IV 16
Transportasi
Tw III 16
Pertanian
5,4% 3,5% 6,2% 4,1%
Konstruksi
69,6% pangsa
Perdagangan
0,0
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.60 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan
Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
77
78
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Baki Debet
25.000
Akomodasi Mamin; 4,9% Industri Pengolahan; 4,4%
20.000
Jasa masyarakat; 3,8%
Nasabah
450 (Rp miliar)
392,1
400 350 300 250
30.000
15.000
200 150
10.000
9.289
100 50 0
Pertanian; 1,3%
Perdagangan; 80,8%
Perikanan; 1,0%
5.000
Transportasi; 1,6%
0
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV Lainnya; 0,8%
2016
KUR Rekening (sb.kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.61
Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara
Jasa usaha; 1,3%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.62 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara
mikro melambat dan kredit usaha menengah
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan
masih terkontraksi (Grafik 4.58).
KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2016,
Secara sektoral, stabilnya pertumbuhan kredit UMKM
dipengaruhi
oleh
melambatnya
penyaluran kredit di sektor perdagangan namun disisi lain kredit ke sektor pertanian tumbuh cukup tinggi. Penyaluran kredit ke sektor perdagangan dengan pangsa kredit terbesar (69,6%) yang semula tercatat mampu tumbuh sebesar 14,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya, namun pada triwulan IV 2016 hanya tumbuh sebesar 6,3%(yoy). Sementara itu, penyaluran kredit
UMKM
kepada
sektor
pertanian,
mengalami peningkatan dari sebelumnya hanya tumbuh 13,5% (yoy), menjadi 37,2% (yoy)
terdapat peningkatan penyaluran kredit tersebut kepada UMKM. Sampai dengan triwulan IV 2016, baki debet KUR di Sulawesi Tenggara mencapai Rp392,1 miliar dengan jumlah debitur aktif mencapai 9.282 usaha (Grafik 4.60). Salah satu kebijakan yang mendorong peningkatan adalah penurunan suku bunga dari 12% efektif per tahun menjadi 9% efektif. Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada usaha di sektor perdagangan mencapai 80,8%. Sementara itu penyaluran pada produksi primer seperti ke pertanian dan perikanan masih rendah.
(Grafik 4.59).
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit UMKM mulai terkendali namun masih berada sedikit di atas threshold 5%. Pada triwulan IV 2016 NPL kredit UMKM mencapai 5,36%, mengalami penurunan dari sebelumnya yang tercatat
sebesar
5,86%.
Kondisi
tersebut
dipengaruhi oleh penurunan tingkat risiko kredit pada hampir semua sektor (Grafik 4.60).
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara terutama
dari
sisi
penghimpunan
dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat sebesar 134,6% (Grafik 4.63).
%
nasabah (ribu) 1.641 1.800
160 150
134,6
133,7 130,6 125,1 133,1 118,0 126,9 120 115,5
140
130
110 100 I
II
III
IV
I
II
2015
III
1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
% 25 20
18,1 18,4
250 240
224 10
230
220
5
210
0
200
IV
I
II
2016
III
IV
I
2015
Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja
260
15
Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Grafik 4.63
nasabah (ribu)
21,3 22,0 21,0 22,0 19,7 20,0
II
III
IV
2016
Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Grafik 4.64 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw
terutama
BI
dari
sisi
penghimpunan
dana
Provinsi
Sulawesi
berupaya
memfasilitasi
berbagai
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
memberikan
kredit. Rasio yang lebih besar dari 100%
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan
menunjukkan
penduduk
untuk memberikan informasi mengenai produk
angkatan kerja di Sulawesi Tenggara yang
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan
memiliki rekening simpanan lebih dari satu.
kesadaran masyarakat pada umumnya untuk
Selain
menabung
itu
bahwa
rasio
mengindikasikan
terdapat
lebih adanya
dari
100%
penduduk
juga
dan
Tenggara
dan
melakukan
pengelolaan
bukan
keuangan. Dalam rangka mendukung upaya
angkatan kerja yang juga memiliki rekening
tersebut, pada bulan Oktober dan November
seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.
2016,
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara menjadi
juga 18,4%
menunjukkan (Grafik
peningkatan
4.64).
Meskipun
demikian, rasio tersebut masih rendah karena pada 2 triwulan sebelumnya rasio dapat mencapai 22,0. Masih rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa yang akan datang. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan
dan
mendorong
pertumbuhan
telah
dilakukan
kegiatan
edukasi
keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
79
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
80
BOKS 02.
LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD) UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS MASYARAKAT KEPADA LAYANAN BANK
Menjawab tantangan kemudahan dan ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah Indonesia, Bank Indonesia telah melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang diluncurkan pada bulan Mei 2013. Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5 provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji coba dimaksud adalah untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan provider, bentuk model bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Branchless banking ini terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan telepon genggam, serta kerjasama dengan unit lokal atau agen. Selanjutnya dari kajian di berbagai negara, disadari bahwa perbankan tidak dapat melakukan kegiatan branchless banking dengan efisien secara sendiri, namun dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain, terutama perusahaan telekomunikasi. Selain itu, tujuan semula yang hanya berupaya untuk memperluas akses keuangan, kini semakin berkembang menjadi upaya peningkatan aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka branchless banking diperluas menjadi Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat unbanked dan underbanked. Gambar 1. Skema Layanan Keuangan Digital
81
Perkembangan LKD di Sulawesi Tenggara juga menunjukkan arah yang positif. Sampai dengan bulan Januari 2017, tercatat sudah ada sebanyak 1.106 LKD di Sulawesi Tenggara, yang merupakan partner dari 3 bank yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, dan Bank BNI. Gambar 2. Jumlah LKD pe Kabupaten/Kota per Januari 2017 362
260
251
76
58
39
38 11
Kota Bau- Kab. Bau Kolaka
Kota Kab. Muna Kendari
Kab. Buton
Kab. Wakatobi
Kab. Kolaka Utara
Kab. Konawe Selatan
9
2
Kab. Kab. Konawe Bombana
Sejalan dengan penetapan Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi wisata nasional, diperlukan peningkatan jumlah agen LKD (Layanan Keuangan Digital) di kabupaten tersebut. Melalui program tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan Kabupaten Wakatobi menjadi destinasi wisata nasional bahkan dunia, terutama dalam hal kemudahan bertransaksi keuangan, sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan akses keuangan dan optimalisasi Layanan Keuangan Digital di Kabupaten Wakatobi. Implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Tenggara akan terus dikembangkan. Saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Bank Rakyat Indonesia akan mengembangkan dan mengimplementasikan bantuan sosial melalui pemanfaatan Layanan Keuangan Digital. Penyaluran tersebut akan dilakukan secara non tunai dalam 1 (satu) akun pada satu kartu kombo.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
BOKS 02.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Bab 5
SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Pada triwulan IV 2016, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui sistem kliring dan RTGS di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan IV 2016 terjadi net outflow uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
2
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
ribu transaksi menjadi sebesar 62,1 ribu
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring
perputaran kliring mencapai Rp38 miliar/hari
Transaksi
dengan
Sistem
pembayaran
Kliring
(SKNBI)
transaksi (Grafik 5.2) . Pada triwulan IV 2016,
non-tunai
Nasional
mengalami
Bank
melalui Indonesia
peningkatan
pada
triwulan IV 2016, baik dari sisi volume maupun nominalnya. Peningkatan tersebut sejalan
dengan
akselerasi
pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di Sulawesi Tenggara pada periode tersebut. Nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp2,4 triliun atau tumbuh 37,5%
(yoy)
5.1) ,
(Grafik
lebih
tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
jumlah
transaksi
mencapai
986
kepatuhan
juga
transaksi/hari (Grafik 5.3) . Sementara untuk
tingkat
menunjukkan
adanya
diindikasikan
dari
perbaikan.
Hal
menurunnya
ini
jumlah
penarikan cek dan BG kosong. Pada periode tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong menurun dari 819 ribu lembar menjadi 803 lembar (Grafik 5.4) . 5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS
tercatat sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, dari
Transaksi pembayaran non-tunai nominal
sisi
besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross
jumlah
transaksi
juga
mengalami
peningkatan dari semula tercatat sebanyak 56,1
%, yoy
Rp miliar 3,000 2,500 2,000 1,500
1,000 500
I
II
III
IV
I
II
2014 Nominal (Rp miliar)
III
2015
IV
I
II
180 2,404160 140 120 100 80 60 40 37 20 0 -20 III IV
Settlement (BI-RTGS) pada triwulan IV juga %, yoy
Transaksi 70
62
60
60
14
50
0 -20
-40
20
-60
10
-80
-
-100 I
II
III
IV
I
2014 Lembar (ribu)
II
III
38
40
1,000
35
986
30 25
800
IV
I
II
III
IV
2015 2016 Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.2
Transaksi 1,200
Rp miliar 45
20
30
2016 Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
40
40
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1
80
Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara Transaksi 1,400
Rp miliar 70 60
1,200
50
1,000
40
800
30
600
20
400
10
200
600
20
15
400
10
200
5
-
0 I
II
III
IV
2014 Nominal/hari
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
-
0 I
2016 Transaksi/hari(sb.kanan)
Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara
III
IV
2014 Nominal/hari
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3
II
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016 Transaksi/hari(sb.kanan)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.4
Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
85
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
86 Rp Miliar 1,000 848 900 800 700 600 500 400 300 200 100 I
874
Transaksi 550 540 530 520 510 500 490 481 480 470 460 450 440 I
801 689
II
III
IV
539
529
478
II
2016
III
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5
Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
mengalami
IV
2016
peningkatan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6
Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
dibandingkan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
dengan triwulan sebelumnya, baik dari nilai
hanya tercatat sebesar Rp688,7 miliar (Grafik
transaksi
transaksi.
5.5). Sementara untuk volume transaksi, pada
Disamping itu, transaksi sampai dengan triwulan
triwulan IV 2016 tercatat mencapai 539
IV tahun 2016 tersebut juga jauh lebih tinggi
transaksi, meningkat dibandingkan dengan
dibandingkan
triwulan III 2016 yang hanya sebesar 478
maupun
Tingginya
volume
dengan
transaksi
tahun
sebelumnya.
pembayaran
BI-RTGS
transaksi (Grafik 5.6).
tersebut sejalan dengan adanya akselerasi ekonomi yang terjadi pada periode laporan. Selain itu, adanya kebijakan baru dari Bank Indonesia yang menurunkan batas minimal transaksi juga turut menyebabkan peningkatan transaksi.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Kartal Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 memiliki pola yang sama dengan periode tahun-tahun sebelumnya yang terjadi net-
outflow. Net-outflow berarti suatu kondisi
Pada triwulan IV 2016, nilai traksaksi BI-RTGS
dimana lebih banyak uang yang keluar
dari perbankan Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp801,1 miliar, mengalami peningkatan
dibandingkan dengan uang yang masuk dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut
3,000
200
Rp Miliar 1,500
2,500
150
1,000
2,000
100
500
%, yoy
Rp Miliar
88
1,500 1,000
50 -
(14)
500 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I II
2013
2014
2015
Inflow g Inflow (sb. Kanan)
(500) (1,000)
(100)
(1,500)
2016
96
-
(50)
III IV
net inflow
(2,000) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Outflow g Outflow (sb. Kanan)
2011
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 5.7
Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara
(1,058)
net outflow
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.8
Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara
87
300
350
250
300
200
250
150
200
100
150
50
83
100 50
(67.5)
0 I
II
III
IV
I
2014 Nominal UTLE
II
III
IV
I
II
III
30,1 69,9
(50)
(100)
IV
2015 2016 g Nominal UTLE (sb.Kanan)
Pecahan 100.000
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 5.9
Pecahan 50.000
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
dikarenakan pada periode laporan terdapat
Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan
peluncuran uang rupiah tahun emisi 2016
terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak
sehingga permintaan masyarakat akan uang
edar dengan mengajak perbankan yang ada di
baru tersebut mengalami peningkatan.
Sulawesi Tenggara. Sementara itu Kantor
Pada triwulan IV 2016 terdapat aliran inflow atau masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp 492,2 miliar, jauh menurun dibandingkan
periode
sebelumnya
yang
mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara itu untuk aliran outflow atau keluar dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada periode tersebut mencapai
Rp1,55
triliun,
meningkat
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga tetap berupaya secara langsung menyediakan
uang
layak
edar
dengan
melakukan kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit dijangkau. Selama bulan Oktober hingga Desember 2016, kegiatan kas keliling telah
yang
dilakukan sebanyak 24 (dua puluh empat) kali,
mencapai Rp1,04 triliun. Karena jumlah outflow
dengan rincian 8 (delapan) kali di Kota Kendari
masih lebih besar daripada inflow-nya maka
dan 16 (enam belas) kali di Luar Kota Kendari.
pada triwulan IV 2016 terjadi net-outflow
Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut
sebesar Rp1,06 triliun (Grafik 5.8) . Kondisi net-
dilakukan
outflow yang terjadi tersebut disebabkan karena
Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten
pada
Bombana,
dibandingkan
awal
periode
triwulan
sebelumnya
terjadi
peningkatan
di
Kabupaten
Kabupaten
Konawe
Kolaka,
Selatan,
Kabupaten
kebutuhan uang kartal di masyarakat di akhir
Konawe, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe
tahun serta peningkatan permintaan masyarakat
Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten
terhadap uang rupiah baru tahun emisi 2016.
Wakatobi.
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga
ketersediaan
di
melakukan distribusi uang ke daerah Kota
masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015,
Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka
uang
layak
edar
(ULE)
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
%, yoy
Rp, Miliar 400
88
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan bekerjasama dengan salah satu bank umum yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang diterima masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank Indonesia
juga
secara
berkala
melakukan
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). 5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan IV 2016. Selama triwulan IV 2016, telah ditemukan uang tidak asli sebanyak 83 lembar, meningkat dibandingkan dengan penemuan pada triwulan III sebanyak 48 lembar. Temuan uang tidak asli selama triwulan IV 2016 didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,sebanyak 58 lembar dan sisanya pecahan uang Rp100.000,- sebanyak 25 lembar. Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Selama triwulan IV 2016 kegiatan tersebut telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Konawe.
BOKS 03.
SOSIALISASI UANG RUPIAH BARU TAHUN EMISI 2016 DAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NKRI
Pada tanggal 19 Desember 2016 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara, Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 di Bank Indonesia, Jakarta. Peresmian tersebut sekaligus menandai berlakunya 11 pecahan uang rupiah baru yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam untuk selanjutnya diedarkan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang Rupiah Kertas TE 2016 terdiri dari pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000 dan Rp1.000. Sementara untuk uang Rupiah logam TE 2016 terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan Rp100. Sejalan dengan semangat bela negara, Uang Rupiah TE 2016 menampilkan dua belas gambar pahlawan nasional sebagai gambar utama di bagian depan uang Rupiah. Pencantuman gambar pahlawan tersebut merupakan bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia. Selain itu, semangat kepahlawanan dan nilai-nilai patriotisme para pahlawan nasional diharapkan dapat menjadi teladan, khususnya bagi generasi muda Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya, dan kekayaan alam Indonesia, uang Rupiah juga menampilkan gambar keragaman budaya dan alam Indonesia dalam bentuk tarian nusantara dan pemandangan alam dari berbagai daerah. Keragaman dan keunikan alam dan budaya yang ditampilkan dalam uang Rupiah diharapkan dapat semakin membangkitkan kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Peluncuran dan Pengedaran Uang Rupiah TE 2016 merupakan pelaksanaan amanat UndangUndang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), dimana salah satu ciri umum Rupiah yakni pencantuman frasa “NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA” dan adanya tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam prosesnya persiapan pengeluaran uang Rupiah TE 2016 telah dikoordinasikan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah. Melalui Keputusan Presiden No.31 Tahun 2016 tanggal 5 September 2016 Pemerintah menetapkan Gambar Pahlawan Nasional Sebagai Gambar Utama Pada Bagian Depan Uang Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keputusan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan desain gambar uang yang dikonsultasikan diantaranya dengan Kementerian Sosial RI, Badan Arsip Nasional, ahli sejarah, akademisi, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga para pahlawan. Terdapat beberapa kriteria pemilihan gambar pahlawan pada uang rupiah yaitu: belum pernah digunakan dalam uang Rupiah (kecuali proklamator), keterwakilan daerah, keterwakilan gender, dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Keterwakilan berbagai daerah di NKRI dalam gambar Uang Rupiah TE 2016 sangat terasa dengan adanya pahlawan nasional dari wilayah paling timur Indonesia yakni Frans Kaisiepo – Papua, wilayah paling barat (Tjut Meutia – Aceh), wilayah utara (Sam Ratulangi – Sulawesi Utara) dan wilayah paling selatan (Herman Johanes – Rote, NTT), tidak hanya itu keterwakilan daerah juga tercermin pada gambar tarian dan pemandangan alam pada sisi belakang uang. Sementara keterwakilan gender ditandai dengan adanya gambar pahlawan wanita yaitu Tjut Meutia.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FERBRUARI 2017
89
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
90
BOKS 03. Selain perubahan pada gambar pahlawan, dalam Uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan penguatan unsur pengaman uang untuk memitigasi risiko pemalsuan uang dan memudahkan masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Penguatan unsur pengaman dilakukan dengan memasang pengaman berupa colour shifting, rainbow feature, latent image, ultraviolet (UV) feature, blind code dan rectoverso. Colour shifting adalah unsur pengaman berupa warna pada bidang tertentu yang akan berubah warna jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Rainbow feature adalah unsur pengaman yang akan memunculkan gambar tersembunyi multiwarna berupa angka nominal jika dilihat dari sudut tertentu. Sementara pengaman berupa latent image yakni gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan dan angka nominal pada bagian belakang yang akan terlihat dari sudut tertentu. Adapun penguatan UV feature yang hanya terlihat jika menggunakan alat bantu UV dilakukan dengan penambahan ornamen batik dan gambar satwa khas Indonesia yang akan terlihat dibawah sinar UV. Sementara itu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mengenali uang rupiah asli, pada uang rupiah emisi baru juga dilakukan perubahan desain rectoverso. Rectoverso sendiri merupakan unsur pengaman yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar akan terlihat seperti ornamen yang tidak beraturan jika dilihat di bagian depan atau belakang saja, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Pada uang rupiah rectoverso akan membentuk logo BI secara sempurna jika diterawangkan ke arah cahaya. Penggunaan rectoverso berupa logo BI sebagai unsur pengaman pada uang rupiah sudah dilakukan sejak tahun 2000 dan terus mengalami perubahan pada setiap tahun penerbitan. Pemilihan desain rectoverso berupa logo Bank Indonesia (BI) pada uang rupiah TE 2016 semata-mata dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan untuk menghindari pemalsuan, bukan dimaksudkan untuk memuat logo/simbol-simbol tertentu. Penggunaan rectoverso sebagai pengaman pada Uang Rupiah bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengenali uang rupiah baru dengan cara yang sederhana (diterawang). Meski demikian sejauh ini unsur pengaman rectoverso masih sulit untuk dipalsukan/ditiru. Selain Rupiah, Rectoverso juga digunakan pada mata uang di negara-negara lain seperti Euro, Thailand Baht, Poundsterling, dan Korea Won. Unsur pengaman uang rupiah lainnya yang juga mengalami perubahan adalah kode tertentu yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat penyandang tuna netra (blind code). Jika pada emisi sebelumnya blind code menggunakan desain berupa gambar persegi panjang, lingkaran dan segitiga yang akan terasa kasar bila diraba, maka pada Uang Rupiah TE 2016 kode tuna netra (blind code) yang dipergunakan berupa pasangan garis yang akan terasa kasar bila diraba dan terdapat pada kedua sisi pinggir uang. Pembedaan blind code yang digunakan pada setiap pecahan tidak lagi dalam perbedaan bentuk namun dalam jumlah pasangan garis yang dicantumkan. Pada uang pecahan Rp100.000,- TE 2016 blind code yang digunakan adalah 1 pasangan garis, sementara pada uang pecahan Rp50.000,- TE 2016 berupa 2 pasangan garis, dan seterusnya bertambah 1 pasang garis untuk setiap pecahan uang yang lebih kecil dibawahnya.
BOKS 03. Dalam upaya lebih mengenalkan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 hingga akhir Januari 2017 KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara telah melaksanakan kegiatan Sosialisasai kepada masyarakat secara intensif, antara lain kepada para pengusaha melalui temu responden survei SKDU, kepada masyarakat Wakatobi (daerah yang terdapat pada sisi belakang uang Rp10.000,-), kepada kelompok petani rumput laut binaan KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara serta kepada masyarakat luas melalui RRI Kendari dan TVRI Sultra. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, upaya lain yang ditempuh yakni dengan memasang iklan di surat kabar serta adlibs yang diputar melalui RRI Kendari. Kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 di Kabupaten Wakatobi mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat setempat, karena daerahnya secara khusus diabadikan dalam uang pecahan Rp10.000,-. Bupati Wakatobi H. Arhawi, SE dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan terima kasih karena secara tidak langsung daerah Wakatobi dipromosikan ke seluruh masyarakat Indonesia. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengenal Wakatobi, dirinya berharap akan semakin banyak pula wisatawan yang berkunjung ke daerahnya. Selain Wakatobi, destinasi wisata lain yang dicantumkan dalam gambar Uang Rupiah TE 2016 adalah TN Komodo, Gunung Bromo, Derawan, Raja Ampat, Ngarai Sihanok, dan Banda Neira. Selain memperkenalkan desain Uang Rupiah TE 2016, dalam setiap kesempatan sosialisasi juga disampaikan mengenai cara memperlakukan uang yang benar agar uang yang diedarkan memiliki masa edar yang lebih lama dan meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam memperlakukan uang diantaranya yakni dengan tidak melipat, tidak mensteples/melobangi, tidak dibasahi, dan tidak mencoret-coret uang yang dipegang. Meski telah dikeluarkan Uang Rupiah baru Tahun Emisi 2016, uang rupiah tahun emisi sebelumnya dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran sepanjang belum dicabut dari peredaran. Khusus untuk wilayah Sulawesi Tenggara, sampai dengan akhir bulan Januari 2017, jumlah Uang Rupiah TE 2016 yang telah diedarkan oleh KPw Bank Indonesia Sulawesi Tenggara berjumlah Rp27,06 miliar. Pengedaran uang rupiah TE 2016 tersebut dilakukan baik melalui kegiatan layanan penukaran di loket kantor, layanan kas keliling maupun kas titipan luar kota yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun bekerjasama dengan perbankan.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
91
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
92
BOKS 03. Kewajiban Menggunakan Rupiah Presiden RI Joko Widodo pada acara peluncuran Uang Rupiah TE 2016 tanggal 19 Desember 2016, mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk selalu menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri dan Menjaga wibawa Rupiah dengan TIDAK menyebar isu/gosip yang tidak benar tentang Rupiah, serta menyimpan Rupiah dalam tabungan. Arahan presiden tersebut sekaligus sebagai bentuk penegasan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Selain itu Rupiah juga merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian, menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI termasuk di daerah terpencil dan daerah terluar Indonesia. Untuk mendukung penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, dalam setiap kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi perihal kewajiban penggunaan uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat baik melalui jalur pendidikan (sekolah, guru, kampus), media massa, pelaku usaha (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Cabang Kendari), dll. Selain sosialisasi upaya lain yang dilakukan dalam mengkampanyekan kewajiban penggunaan rupiah yakni dengan pemasangan banner di lokasilokasi strategis seperti bandara, hotel/penginapan, kantor imigrasi, dan pusat perbelanjaan. Sosialisasi menjadi cara yang efektif untuk memberikan informasi yang benar seputar desain dan penggunaan uang rupiah seperti isu simbol palu arit pada uang rupiah, desain rupiah yang mirip mata uang negara lain, pencetakan yang melebihi kebutuhan, dan tidak dicetak oleh Peruri. Menanggapi isu-isu tersebut dalam setiap kesempatan Bank Indonesia selaku pihak yang diberikan mandat untuk mengedarkan rupiah menegaskan bahwa semua isu tersebut tidak benar. Ke depan, kegiatan Sosialisasi Uang Rupiah TE 2016 dan Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah NKRI kepada masyarakat Sulawesi Tenggara akan terus dilakukan di seluruh daerah, sehingga Rupiah semakin berdaulat.
BOKS 04.
ALIRAN TRANSAKSI KLIRING KREDIT DARI DAN KE SULAWESI TENGGARA
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU BI), menyebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI. SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp.100 juta. Selama tahun 2016, kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara mencapai Rp5,7 triliun. Kliring kredit merupakan aktivitas transfer dana dari pengirim dana ke penerima dana. Hal ini berbeda dengan kliring debet yang merupakan pencairan cek atau bilyet giro. Dari kliring kredit yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, sebesar 75,8% dana ditransfer ke luar Sultra dan hanya 24,2% yang merupakan transfer pada rekening bank di Sulawesi Tenggara. Secara nominal besarnya dana yang keluar dari perbankan Sultra selama periode tahun 2016 mencapai Rp4,3 triliun Sementara itu kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara dari daerah lainnya tercatat sebesar Rp1,3 triliun, sehingga terdapat net outflow sebesar Rp3,03 triliun. Grafik 1. Aliran Kliring Kredit Dari-Ke Sulawesi Tenggara Tahun 2016
Sulawesi
Sumatra
Kalimantan Rp13,6 M
Maluku Papua
Net-outflow
Sultra
Net-inflow
DKI Jakarta Jawa Balinustra
Dilihat secara kawasannya, kliring kredit yang ditransfer ke luar Sulawesi Tenggara paling besar ditujukan ke DKI Jakarta sebesar Rp2,59 triliun atau sebesar 45,1%. Dana dari DKI Jakarta juga merupakan yang paling besar dari seluruh kliring kredit yang masuk ke Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar 78,2% atau senilai Rp1,02 triliun. Besarnya aliran dana keluar-masuk antara Sulawesi Tenggara dengan DKI Jakarta karena terdapat aktivitas perdagangan dan keuangan yang cukup tinggi. Selain itu, beberapa korporasi Sultra merupakan cabang dari perusahaan di Jakarta sehingga dapat terjadi pengiriman hasil usaha ke kantor pusatnya.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
93
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
94
BOKS 04. Selain itu, daerah yang mendapatkan aliran dari kliring kredit terbesar berikutnya adalah ke kawasan Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kliring kredit ke daerah tersebut lebih banyak bersifat net-outflow, hal ini terutama karena masih banyaknya barang dan jasa yang dipasok dari luar Sulawesi Tenggara. Hal ini juga diperlihatkan dari PDRB net ekspor antar daerah yang selalu bernilai negatif. Pada tahun 2016, PDRB ekspor antar provinsi dari Sultra mencapai Rp4,14 triliun sementara impor antar provinsi ke Sultra lebih besar hingga mencapai Rp6,22 triliun.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Bab 6
KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan meskipun terjadi akselerasi ekonomi pada periode tersebut. Sementara untuk kondisi kesejahteraan pada periode tersebut mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang menurun di periode laporan.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
2
6.1. KETENAGAKERJAAN
relatif tidak mengalami perubahan. Tenaga kerja
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara
pada kedua sektor tersebut memiliki pangsa
pada triwulan IV 2016 diindikasikan belum
sebesar 45,6% dari total tenaga kerja di
mengalami perbaikan yang signifikan meskipun
Sulawesi Tenggara. Meskipun demikian terdapat
terjadi
beberapa sektor yang masih dapat menyerap
akselerasi
ekonomi
pada
periode
tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu
tenaga
daerah tergantung pada penawaran lapangan
pertambangan (Grafik 6.1) . Beberapa alasan
pekerjaan (labor demand) dan angkatan kerja
pelaku usaha melakukan penambahan tenaga
yang tersedia (labor supply). Masih belum
kerja adalah 1) Terdapat tambahan investasi
adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang
mesin/peralatan, 2) perluasan usaha/menambah
signifikan pada triwulan IV 2016 tercermin dari
cabang
peningkatan kondisi labor demand yang masih
musiman.
relatif kecil.
diperkirakan kondisi tenaga kerja di Sulawesi
Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan
kerja
seperti
perusahaan,
sektor
3)
Berdasarkan
jasa
terdapat kondisi
dan
faktor tersebut
Tenggara berada pada trend yang meningkat.
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI
Sebaliknya, rumah tangga sebagai penyedia
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum
tenaga kerja melihat bahwa terjadi penurunan
pelaku usaha masih memiliki jumlah tenaga
penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV 2016.
kerja yang sama sejak awal tahun 2016 (85,9%
Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)
responden). Sementara itu yang melakukan
yang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi
penambahan tenaga kerja sebanyak 10,0%
Tenggara. Indeks ketersediaan lapangan kerja
responden, lebih banyak daripada responden
menurun dari 94,0 di triwulan III 2016 menjadi
yang melakukan pengurangan tenaga kerja
88,1 di triwulan IV 2016. (Grafik 6.2) .
(4,1%).
Pengganguran
Dari hasil survei tersebut juga didapatkan tenaga
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
kerja di sektor usaha konstruksi dan pertanian
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa
Transport
8,3%
Tambang
25,0%
Pertanian
145
91,7%
2,3%
97,7%
Perdagangan 12,1%
78,8%
Konstruksi
135
75,0%
125
9,1% 115
100,0%
Jasa
19,4%
Industri
7,7%
71,0%
9,7%
84,6%
Akomodasi 8,0%
7,7%
105
88
95
92,0% 85
0% Meningkat
20% Tetap
40%
60%
80%
100%
% pangsa responden
I
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.1
Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha
II
III
2014
Menurun
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.2
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
97
98
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
orang (ribu)
1.220 1.166
1.250 1.200
1.126 1.075 1.037
1.150 1.100
1.112 1.054
1.050
63
60
40
48
46
50
37
46
42
34 24
30
997
1.000
orang (ribu) 70
20 10
950
-
900 Feb
Aug
Feb
2013
Aug
Feb
2014
Aug
Feb
2015
Aug
Feb
Aug
Feb
2013
2016
Aug
Feb
2014
Sumber: BPS Sultra, diolah
Grafik 6.3
Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara
Aug
2015
Feb
Aug
2016
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4
Kondisi Penduduk Menganggur
pengganguran terbuka pada bulan Agustus
2016 adalah kelompok orang yang bekerja
2016 (rilis bulan November 2016) adalah
sebagai buruh/karyawan. Sementara itu jumlah
sebanyak 34,1 ribu jiwa. Sedangkan untuk
tenaga kerja yang bekerja pada sektor formal
angkatan kerja adalah sebanyak 1,25 juta jiwa.
hanya sebesar 383,8 ribu jiwa atau 31,5% dari
Kondisi
total penduduk bekerja di Sulawesi
tersebut
menyebabkan
tingkat
penggangguran terbuka pada bulan agustus 2016
adalah
sebesar
2,72%,
menglami
perbaikan jika dibandingkan periode survei sebelumnya yakni februari 2016 yang tercatat sebesar 3,78%.
6.2. KESEJAHTERAAN
Penghasilan Petani (NTP) Berbeda dengan kondisi perekonomian yang mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan Sulawesi
Tenggara
terindikasi
mengalami
Pangsa terbesar pekerjaan di Sulawesi Tenggara
penurunan pada triwulan IV 2016. Hal ini terlihat
adalah di sektor pertanian (38,9%), diikuti
dari penurunan indeks penghasilan masyarakat
sektor perdagangan dan rumah makan (20,0%)
dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode
dan sektor jasa (18,5%). Sementara untuk jenis
tersebut jika dibandingkan dengan periode
pekerjaan yang dominan pada bulan Agustus
sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator
150 148
Indeks
111,6 113,4 106,7 106,9 104,7 99,9 89,8 88,9 91,4 92,1 100,4 98,9
Perikanan
146
Peternakan
144 142
140
140 138
Perkebunan Rakyat
Hortikultura
136 134
Tanaman Pangan
132
Total
130 I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
-
2016
50,0 NTP Tw III
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.5
Indeks Penghasilan Konsumen
100,0
150,0
NTP Tw IV
Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.6
Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
kemampuan tukar produk pertanian untuk
Penghasilan Umum
keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh
Namun demikian, untuk tingkat konsumen
karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk
terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya
yang tercermin dari peningkatan penghasilan
yang bekerja di sektor pertanian.
masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei
Pada triwulan IV 2016, NTP Sulawesi Tenggara tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 98,9 atau menurun dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang tercatat lebih dari 100 yakni sebesar 100,4 (Grafik 6.4) . Penurunan tersebut terutama
Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi
Tenggara
yang
menunjukkan
peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK) dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0 pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3) .
disebabkan oleh penurunan NTP yang terjadi
Kemiskinan
pada subsektor tanaman perkebunan rakyat,
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
dari 104,7 pada triwulan III 2016 menjadi 99,9
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk
di triwulan IV 2016 seiring dengan telah
miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan
berlalunya
pada
Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa
triwulan III 2016. Selain itu, sumber penurunan
atau sebesar 12,8% dari total penduduk
juga berasal dari subsektor Holtikultura dari 89,8
Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5) . Jumlah tersebut
menjadi 88,9. Selain kedua subsektor tersebut,
menurun jika dibandingkan dengan data pada
masih terdapat subsektor dengan NTP di bawah
bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak
100 yaitu subsektor tanaman pangan. Hal ini
12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.
menunjukkan bahwa total pendapatan yang
Perbaikan
diterima oleh para petani pada subsektor
pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
mengalami
total pengeluaran untuk memproduksi hasil
kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis
usahanya. NTP subsektor tanaman pangan di
kemiskinan juga mengalami peningkatan karena
triwulan IV 2016 adalah sebesar 99,9.
inflasi.
ribu jiwa
400
panen
komoditas
kakao
%
274
350
14 14
200
13
150
13 13
100 12
50
53,18
0
12
Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Penduduk Miskin Desa Penduduk Miskin Kota Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7
Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara.
terjadi
penurunan.
Garis
kemiskinan
pada
Perbaikan
daerah kondisi
meningkat
dari
Rp277.288/kapita/bulan di bulan Maret 2016 15
300
250
tersebut
menjadi
Rp282.161/kapita/bulan
di
bulan
September 2016. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8% atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2 ribu jiwa berada di daerah perkotaan. Konsentrasi jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi tantangan pembangunan ekonomi dan wilayah oleh
pemangku
kepentingan
khususnya
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
99
100
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
pemerintah daerah, mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi Tenggara yang dominan berada di daerah pedesaan khususnya di sektor primer yaitu sektor pertanian namun hasilnya belum secara optimal mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan secara lebih luas.
Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi Tenggara mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari adanya penurunan gini ratio dari 0,402 di bulan Maret 2016 menjadi 0,388 di bullan September. Semakin rendah nilai gini
ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah yang semikin rendah. Berdasarkan daerah tempat tinggal, penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk daerah perkotaan pada bulan September 2016 tercatat sebesar 0,395 ssetelah pada periode Maret 2016 adalah sebesar 0,407. Sementara untuk daerah pedesaan menurun dari 0,367 di bulan Maret 2016 menjadi 0,352 di bulan September.
Bab 7
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Pada triwulan II 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan mengalami peningkatan dan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hal ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan dapat tumbuh sebesar 6,6% - 7,0%. Percepatan tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan penggalian serta konstruksi masih merupakan faktor pendorong laju percepatan perekonomian di periode triwulan mendatang. Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan II 2017 diperkirakan akan dominan dipengaruhi oleh peningkatan harga pada kelompok volatile food dan administered prices.
FEBRUARI 2017
2
103 7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
konsumen (Grafik 7.1) maupun dari sisi pelaku usaha (Grafik 7.2).
7.1.1. Triwulan II 2017 Dengan didasarkan pada beberapa indikator
Dari sisi penawaran, para pelaku usaha di
liaison,
lapangan usaha pertanian, konstruksi dan
pendukung,
hasil
survei
dan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
perdagangan
triwulan II 2017 diprakirakan berada pada
peningkatan kegiatan usaha pada triwulan II
kisaran
2017,
6,2%
-
6,6%
(yoy),
mengalami
memperkirakan
dibandingkan
akan
dengan
terjadi triwulan
peningkatan jika dibandingkan periode triwulan
sebelumnya(Grafik 7.4).Hal ini sesuai dengan hasil
IV 2016 yang diperkirakan akan mengalami
liaison
pertumbuhan sebesar 6,0% (yoy).
memperkirakan bahwa terdapat peningkatan
Perkiraan
peningkatan
yang
terjadi
pada
triwulan II 2017 tersebut sesuai dengan arah
kepada
pelaku
usaha
yang
omzet penjualan pada triwulan tersebut(Grafik 7.3).
perkiraan kegiatan usaha yang diungkapkan
Peningkatan kinerja yang terjadi pada lapangan
oleh para pelaku perekonomian, baik dari sisi
usaha
pertanian
didorong
oleh
adanya
peningkatan target luas tanam padi dan jagung SBT
%, yoy
160,0
9,0 8,0
150,0
25,0%
SBT
20,0%
7,0
140,0
6,0
15,0%
5,0
130,0
4,0
120,0
3,0
10,0% 5,0%
2,0
110,0
Perkiraan Kegiatan Usaha gPDRB Sultra (Sb. Kanan)
100,0 I
II
III
IV
I
II
2015
III
1,0 0,0 IV
2016
I
II
0,0% I -5,0%
3,0
Realisasi Usaha
2017
Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen
2,0 1,0 (1,0) (2,0) II
III
2015
Grafik 7.3
IV
I
II
III
IV
I
II
10,00% 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00%
2016 2017 LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor LS Ekspektasi Penjualan Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi
IV
I
II
III
IV
2016
I
II 2017
Estimasi usaha (mov 3 tw)
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.2
skala likert
I
III
2015
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 7.1
II
Perkiraan Kondisi Usaha Dari Sisi Pelaku Usaha
Est.Tw I 2017
Est.Tw II 2017
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.4
Perkiraan Kondisi Usaha
FEBRUARI 2017
104 pada tahun 2017. Sesuai hasil Focus Group
dengan masa pengadaan proyek infrastruktur
Discussion (FGD) dengan Dinas Pertanian dan
APBD Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebagian
Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, pada
besar mulai berjalan di bulan Maret 2017. Dari
tahun 2017 terdapat penambahan target tanam
24 proyek dengan nominal pengerjaan di atas
padi sebesar 16,17% dan tanaman jagung
Rp5 miliar, terdapat 11 proyek yang dimulai
sebesar 75,57%. Selain itu, kinerja dari sub
pada bulan Maret 2017
lapangan peternakan juga diperkirakan akan
dengan skema kurva S untuk pengerjaan proyek,
mengalami peningkatan seiring dengan adanya
maka diperkirakan pada bulan Juni 2017 terjadi
program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)
aktivitas pada korporasi konstruksi sebesar 86,2
untuk meningkatkan populasi sapi di Sulawesi
miliar yang hanya berasal dari proyek APBD Prov.
Tenggara.
Sultra(Grafik 7.6).
Peningkatan pada lapangan usaha konstruksi
Sedangkan dari sisi permintaan, peningkatan
diperkirakan akan terjadi pada triwulan II 2017,
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
sejalan dengan mulai dilakukannya pekerjaan
II
proyek-proyek pemerintah. Hal ini sejalan
aktivitas konsumsi, investasi dan ekspor.
Jalan Konsel Area Parkir Al Alam Jembatan Akses Al Alam Jalan Kendari Jalan Akses Masjid Al Alam Jalan Saranani Jalan Ambaipua-Motaha Gedung Kantor Jalan Konawe Gedung Kantor Diknas Jalan Muna-Buteng Gedung RS Jalan Wanci-Matahora Masjid Al Alam Rehab Tugu MTQ PLTS Konawe Jembatan S.Ambolili PLTS Muna Barat PLTS Muna Barat Jembatan S. Wanggu Jalan Kendari-Konsel Jalan Kendari-Konsel Gedung Kantor Dinas Pelabuhan Kendari
0
1
2
3
Rp7,3 M Rp7,3 M Rp10,7 M Rp5,8 M Rp8,0 M Rp10,0 M Rp29,2 M
Rp9,5 M
Rp5,8 M Rp11,0 M Rp26,0 M Rp10,3 M Rp5,5 M
Rp99,2 M
Rp9,8 M Rp5,3 M Rp5,3 M Rp6,5 M Rp9,6 M Rp11,5 M Rp20,0 M Rp20,0 M Rp7,8 M Rp15,0 M
4
5
6
7
8
9
periode pengerjaan
2017
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 -
disumbangkan
11
79,6 66,2 49,0
24,5
21,8
10,4 7,2
8,7
4
5
6
7
Tw II 2017
8
Grafik 7.5
SBT
8,0
7,0 6,0
140,0
11
2,5
Perkiraan Realisasi Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sultra %, yoy 14,0
Likert Scale
12,0
2,0
10,0 1,5
8,0
4,0
1,0
6,0
3,0
0,5
5,0
130,0 120,0
4,0
2,0
2,0
110,0
Perkiraan Penghasilan gKonsumsi PDRB (Sb. Kanan)
100,0 I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
1,0
-
0,0 I
0,0 IV
I
2017
Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
2015 2016 2017 LS Ekspektasi Investasi Pertumbuhan Investasi PDRB (sb.kanan) Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
II
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.7
12
Tw IV 2017
Sumber: Sirup LKPP, diolah
Grafik 7.6
%, yoy
150,0
10
2,5
Ket: Perkiraan menggunakan pengeluaran skema Kurva S
Periode Pengerjaan Proyek Infrastruktur APBD Prov. Sulawesi Tenggara
160,0
9
Tw III 2017
Sumber: Sirup LKPP, diolah Ket: Paket pembangunan APBD Prov. Sultra nominal >Rp5 miliar
peningkatan
86,2
Tw I 2017
12
oleh
Sesuai
Rp miliar
3
10
(Grafik 7.5) .
Grafik 7.8
Perkiraan Investasi Pelaku Usaha
105 Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2016
Lapangan Usaha
IV 9,0 10,2 8,1 4,9 11,1 8,5 7,6
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan PDRB
2017 P
I 5,7 1,9 11,8 7,0 7,1 11,6 6,0
IIP 5,6 - 6,0 1,9 - 2,1 9,3 - 9,7 9,7 - 10,1 8,4 - 8,8 12,8 - 13,2 6,2 - 6,6
2017P
2016 7,7 0,1 8,9 7,7 10,0 11,6 6,5
6,7 - 7,1 3,1 - 3,5 11,1 - 11,5 10,4 - 10,8 7,9 - 8,3 11,6 - 12,0 6,6 - 7,0
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2016
Komponen Pengeluaran
IV 5,1 -6,9 2,6 63,2 6,3 -38,8 7,6
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Eksport Luar Negeri Import Luar Negeri Net Eksport Antar Daerah PDRB
2017 IP IIP 6,3 6,4 - 6,8 7,5 11,8 - 12,2 5,1 7,8 - 8,2 105,7 73,2 - 73,6 58,8 16,1 - 16,5 14,3 145,3 - 145,7 6,0 6,2 - 6,6
2017P
2016
6,1 6,3 - 6,7 2,0 9,6 - 10,0 7,6 8,6 - 9,0 -8,5 105,6 - 106,0 3,9 54,7 - 55,1 -18,1 45,1 - 45,5 6,5 6,6 - 7,0
Peningkatan konsumsi rumah tangga pada
Dari
periode tersebut sejalan dengan perkiraan
diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor
penghasilan yang diperkirakan meningkat oleh
terutama pada komoditas ore nickel. Pada awal
para responden Survei Konsumen (Grafik 7.7). Hal
tahun
ini
adanya
kebijakan untuk memperbolehkan ekspor ore
peningkatan UMP tahun 2017. Pada tahun
nickel kadar dibawah 1,7% dengan beberapa
2017,
Tenggara
persyaratan tertentu. Kondisi ini akan disikapi
ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar
oleh beberapa korporasi pertambangan nikel
8,25% dari UMP tahun sebelumnya.
yang sudah atau sedang membangun smelter
Sementara itu, aktivitas investasi pada triwulan II
untuk melakukan penjualan ore nickel tersebut.
salah
satunya
UMP
didorong
Provinsi
oleh
Sulawesi
2017 diperkirakan meningkat, baik dari sisi investasi pemerintah maupun investasi pelaku usaha. Peningkatan investasi pelaku usaha dicerminkan dari likert scale ekspektasi investasi yang meningkat pada triwulan tersebut (Grafik 7.8).
Beberapa korporasi masih melanjutkan
kegiatan
pembangunan
smelter
nikel,
penambahan gudang, dan penambahan mesin.
sisi
ekspor,
2017,
pada
triwulan
pemerintah
II
2017
mengeluarkan
7.1.2. Tahun 2017 Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara
pada
tahun
2017
diprakirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan pertumbuhan pada periode 2016 yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy).Perkembangan
FEBRUARI 2017
106
8,0
%, yoy
US$/kg
US$/mt
7,0 6,0
18000
3500
16000
3000
14000
5,0
2500
12000
4,0
10000
2000
3,0
8000
1500
2,0
6000
1000
4000
1,0
500
2000 0,0
2013
2014
Sultra
2015
2016
Indonesia (OECD)
0
2017
Dunia (OECD)
Nickel
Sumber: OECD (June 2016), diolah
Grafik 7.9
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia
perekonomian di Sultra tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja
lapangan
usaha
pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Kakao (sb.kanan)
Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
7.2. PROSPEK INFLASI
7.2.1. Triwulan II 2017 Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017 mendatang diperkirakan akan berada pada tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan inflasi pada akhir triwulan I 2017. Inflasi pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,2% s.d 4,6% (yoy).
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama,
0 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
(2)
peningkatan
konsumsi
rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) Peningkatan ekspor komoditas utama.
Kondisi ini juga searah dengan perkiraan konsumen
sesuai
dengan
hasil
Survei
Konsumen. Konsumen memperkirakan akan terjadi peningkatan harga pada triwulan II 2017, lebih tinggi daripada periode sebelumnya (Grafik 7.11).
Hal ini didorong oleh adanya peningkatan
konsumsi masyarakat pada bulan Mei dan Juni 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100
SBT
I
%, yoy
9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
II
III
IV
2015
Perkiraan Harga 6 bln Inflasi (sb.kanan)
I
II
III
2016
IV
I
II 2017
Perkiraan Harga 3 bln
Sumber: SK KPw BI Sultra diolah
Grafik 7.11
Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen
Likert Scale
2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 (0,5) (1,0) (1,5)
I
II
III
IV
2015 LS Harga Jual
I
II
III
IV
2016
I
II
2017
LS Eks. Harga Jual
Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.12 Perkiraan Peningkatan Harga Jual
107 seiring dengan adanya bulan Ramadhan dan hari
antar daerah dalam rangka penyediaan
raya Idul Fitri 1438 H.
pasokan dan distribusi bahan pangan
Kondisi peningkatan tekanan harga dari sisi produsen juga terjadi seiring dengan indikator ekspektasi harga jual sesuai hasil Liaison. Pada triwulan
mendatang,
menaikkan
korporasi
harga
berencana
jualnya
untuk
mempertahankan margin korporasi. Salah satu tekanan kenaikan biaya produksi adalah dari biaya bahan baku dan tenaga kerja (Grafik 7.12).
diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu, terbangunnya jalan dan pelabuhan yang memadai diperkirakan akan meningkatkan jumlah dan memperlancar arus barang di Sultra.
administered
2. Tekanan inflasi meningkat.
price
Peningkatan kelompok administered price di Sultra banyak dipengaruhi oleh pengaturan
7.2.2. Tahun 2017
subsidi, terutama pada listrik dan BBM. Hal
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
ini untuk lebih meningkatkan kapasitas
2017 mendatang diperkirakan akan meningkat
keuangan negara.
namun masih berada pada sasaran inflasi nasional yang sebesar 4% + 1%. Meskipun demikian, kondisi supply demand yang terjadi di Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih tinggi dan berada pada kisaran batas atas sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan tekanan administered prices terkait dengan kebijakan energi.
3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh faktor
domestik
dan
faktor
eksternal.
Permintaan domestik diperkirakan masih tinggi
seiring
dengan
peningkatan
penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya pertambangan dan harga nikel dunia yang sudah berangsur membaik menyebabkan tingkat penghasilan masyarakat juga akan
1. Tekanan inflasi volatile foods menurun
meningkat.
Kondisi
tersebut
akan
Kinerja produksi bahan pangan di Sultra
mendorong terciptanya lapangan kerja baru
pada
dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah
tahun
meningkat pasokan
2017
dan bahan
diperkirakan
membantu makanan
akan
tersedianya baik
serelia
maupun dari komoditi ikan dan unggas. Program kerja peningkatan bahan pangan sebagai
salah
satu
program
Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja
tersebut.
terbentuknya
Di TPID
sisi
lain, dengan di
seluruh
Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi
maupun negara lain.
FEBRUARI 2017
108 Tabel 7.3Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017
Faktor Risiko Volatile Food
a. Pasokan:
•
Tingginya curah hujan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan
•
Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.
•
Peningkatan pasokan komoditas aneka cabai akibat mulai masuknya panen.
Potensi Dampak thdp Inflasi IHK
LOW
b. Distribusi:
Adm. Prices
•
Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara.
•
Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.
• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.
Medium
• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.
• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.
Core
• Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.
• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah. • Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.
LOW
97
BOKS 05.
DAMPAK RELAKSASI EKSPOR ORE NIKEL <1,7% (LOW GRADE) TERHADAP PEREKONOMIAN SULTRA
Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui sebagai salah satu provinsi penghasil nikel terbesar di Indonesia. Berdasarkan data dari Disperindag Prov. Sultra, cadangan potensi nikel di Sulawesi Tenggara diperkirakan dapat mencapai hingga 90 miliar WMT yang tersebar di beberapa Kabupaten Di Sulawesi Tenggara yakni Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten Buton. Pada tahun 2013 bahkan terdapat sekitar 400 IUP di Sulawesi Tenggara yang melakukan kegiatan ekspor ore nikel ke beberapa negara khususnya Tiongkok. Kondisi tersebut memberikan kontribusi positif terhadap tingginya pertumbuhan ekonomi Sultra yang ditopang oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan, khususnya selama periode tahun 2008 s/d tahun 2013. Gambar 1. Potensi Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara
Kolaka Utara • Luas Potensi 80rb ha • Potensi Produksi 2,8 miliar WMT
Konawe • Luas Potensi 61rb ha • Potensi Produksi 1,7 miliar WMT
Nikel
Nikel Nikel
Konawe Utara & Selatan • Luas Potensi 85rb ha • Potensi Produksi 50 miliar WMT
Nikel
Kolaka • Luas Potensi 57rb ha • Potensi Produksi 12 miliar WMT Tambang Nikel • Luas Potensi 5rb ha • Potensi Produksi 1,7 miliar WMT
Nikel
Sejak diberlakukannya UU Minerba No.4 Tahun 2009 pada 12 Januari Tahun 2014, aktivitas pertambangan di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan signifikan yang turut berdampak pada terkontraksinya kinerja ekspor komoditas pertambangan di Sulawesi Tenggara. Dari total 400 IUP yang sebelumnya terdaftar di Sulawesi Tenggara, hanya sedikit yang bertahan dan mulai membangun smelter untuk mengolah nikel menjadi NPI (Nikel Pig Iron). Sampai dengan saat ini, terdapat 5 industri pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara, yakni PT. Antam Tbk, PT. Ifishdeco, PT. CMMI, PT. MMI dan PT. Virtue Dragon. Disamping itu, berdasarkan info dari dinas terkait, saat ini diketahui terdapat sekitar 30 perusahaan yang mengajukan izin pembuatan smelter.
FEBRUARI 2017
98
BOKS 05. Sejalan dengan hal itu, pemberlakuan UU Minerba No.4 Tahun 2009 mulai tahun 2014 turut memberikan dampak signifikan atas melambatnya perkembangan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Sultra yang sebelumnya berada di kisaran 8%-15% (yoy), mengalami perlambatan yang cukup signifikan dan berada di kisaran 5%-6% (yoy). Lebih lanjut, kondisi tersebut diperburuk dengan turut menurunnya harga nikel dunia yang menggambarkan penurunan demand dan perekonomian secara global, dari sebelumnya berada di kisaran USD13 ribu s/d USD 14 ribu per MT nikel, turun menjadi sekitar USD9 ribu per MT nikel. Gambar 2. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel
Pemberlakukan UU Minerba No.4 tahun 2009
Nilai Ekspor (Juta US$) 300
Harga Nikel Int (US$/WMT) 30.000
250
Filipina Menutup 2 Tambang masalah 25.000 lingkungan
200
20.000
150
15.000
100
10.000
50
R2 = 0,68
5.000
Korelasi antara ekspor Feni sultra dengan harga I II III IV I II III IV nikel internasional 2011
2012
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
gPDRB Sultra (%, yoy)
gTambang (%, yoy)
16,00
60,00
14,00
50,00
12,00
40,00
10,00
30,00
8,00
20,00
gPDRB
6,00
10,00
4,00 2,00
0,00
R2
= 0,77
gTambang (rhs) Korelasi antara pertumbuhan sektor tambang 0,00 II III IV I II ekonomi III IV I IISultra III IV I II III IV I II III dengan Ipertumbuhan 2011
2012
2013
2014
2015
-10,00 -20,00 IV I
II III IV 2016
Meski demikian, Pemerintah saat ini telah mengeluarkan ketentuan terbaru yang mengatur mengenai relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yakni PP No.1 Tahun 2017, Permen ESDM No.5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017 pada tanggal 11 Januari 2017. Kebijakan ini secara umum mengatur pembukaan keran ekspor untuk komoditas ore nickel dengan kadar <1,7% (low grade). Lebih lanjut, ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa setiap pelaku usaha yang akan melakukan ekspor mineral mentah, wajib telah atau sedang
99
BOKS 05. membangun smelter. Dengan mengacu kepada ketentuan dimaksud, maka setiap pelaku usaha yang saat ini sedang atau telah memiliki smelter dapat melakukan ekspor ore. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan kepada beberapa pelaku usaha tambang dan industri olahan nikel di Sulawesi Tenggara, para pelaku usaha memberikan respon positif atas dikeluarkannya kebijakan tersebut dan berharap agar implementasi dari kebijakan tersebut dapat segera dijalankan. Mereka mengungkapkan bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut dapat mendukung kondisi finansial perusahaan yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian pembangunan smelter. Senada dengan hal tersebut, salah satu responden liaison mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha industri olahan nikel di dalam negeri, membutuhkan biji nikel dengan kadar >1,8% (medium to high grade) untuk kebutuhan produksi nikel olahannya, sehingga pihaknya menegaskan bahwa biji nikel dengan kadar <1,7% (low grade) merupakan cadangan yang tidak terpakai karena relatif tidak mendukung dan tidak efisien untuk digunakan dalam proses pengolahan nikel, Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut diyakini tidak akan mempengaruhi perkembangan proses hilirisasi nikel yang saat ini sudah berjalan, khususnya di Sulawesi Tenggara. Disamping itu, dengan dikeluarkannya izin ekspor atas komoditas dimaksud, maka efisiensi biaya ekploitasi/penggalian dapat lebih ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan beban biaya yang semula secara penuh timbul dan diperhitungkan hanya kepada biji nikel high grade saja, kedepannya dapat diproporsikan kepada nikel kadar rendah yang ikut tergali sebelum kemudian dlakukan penjualan/ekspor. Gambar 3. Pergerakan PDRB Sultra, Sektor Pertambangan, Nilai ekspor nikel dan harga nikel
Permen ESDM No.5 tahun 2017
PP No.1 tahun 2017 11 Januari 2017
11 Januari 2017
Perubahan Keempat Atas PP Peningkatan Nilai Tambah Mineral No.23/2010 Melalui Kegiatan Pengolahan dan Tentang Pelaksanaan Kegiatan Pemurnian di Dalam Negeri Usaha Pertambangan Mineral Dan Bab V Batubara
Pasal 112C Pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan pertambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu
Pemanfaatan Mineral Logam dg Kriteria Tertentu • •
•
Nikel dengan kadar <1,7% Harus memanfaatkan sekurang-kurangnya 30% dari total kapasitas input fasilitas pengolahan nikel dimiliki Penjualan ke LN dibatasi jumlahnya dan jangka watu selama 5 tahun
Ketentuan tersebut masih akan ditambah dengan ketentuan perubahan Bea Keluar Ekspor yang diisukan naik dari 5% menjadi 10% dan ketentuan teknis lainnya
Permen ESDM No.6 tahun 2017
11 Januari 2017
Tata cara dan persyaratan pemberian rekomendasi pelaksanaan penjualan mineral ke luar negeri hasil pengolahan dan pemurnian Persyaratan untuk Nikel: - Nikel kadar <1,7% - Wajib memperoleh Rekomendasi - Surat pernyataan keabsahan dokumen - Pakta integritas untuk melakukan pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri - Sertifikat CNC - ROA atau COA produk mineral logam - Pelunasan PNBP - Rencana pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri - Rencana kerja dan anggaran biaya - Rencana penjualan LN
Lebih lanjut, menanggapi rencana implementasi kebijakan tersebut, para pelaku usaha mengungkapkan komitmen dan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam melakukan penjualan ekspor ore nickel kadar <1,7% (low grade) sambil terus melanjutkan penyelesaian pembangunan smelter. Korporasi juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat
FEBRUARI 2017
100
BOKS 05. senantiasa melakukan pengawasan secara ketat atas diberlakukannya ketentuan dimaksud sehingga tidak menimbulkan potensi risiko di kemudian hari. Dengan mengacu kepada kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sultra di waktu yang akan datang diperkirakan dapat bertambah sebesar 0,4% s/d 1,4% dari pertumbuhan ekonomi baselinenya. Kondisi tersebut baru memperhitungkan peningkatan kinerja ekspor yang diperkirakan akan tumbuh signifikan dengan kisaran 75% s/d 120% (yoy).
Daftar Istilah Administered price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan di suatu bank.
Faktor Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaanpenawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Feronikel
Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30% Ni dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless
steel Imported inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1---100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2017
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1---100.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti
Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu waktu tertentu.
Migas
Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
NPI
Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total keseluruhan kreditnya
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk
Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih
Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .
Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
SBT
PENANGGUNG JAWAB Minot Purwahono
([email protected])
KOORDINATOR PENYUSUN Harisuddin
([email protected])
TIM PENULIS Daniel Agus Prasetyo
([email protected]) Argo Hadianto
([email protected])
KONTRIBUTOR Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan Unit Pengelolaan Uang Rupiah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN I 2016
Tim Penyusun