KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 2017” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Semarang, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TENGAH Ttd
Hamid Ponco Wibowo Direktur Eksekutif
Daftar Isi
Kata Pengantar
I
BAB I
Daftar Isi
ii
Daftar Suplemen
ii
Daftar Tabel
v
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Daftar Grafik
vi
Tabel Indikator Ringkasan Eksekutif
xiii 1
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan IV 2016 1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran 1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi 1.1.1.2. Pengeluaran Investasi 1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri 1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri 1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri 1.1.2. Net Ekspor Antardaerah 1.1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 1.1.3.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.1.3.2. Industri Pengolahan 1.1.3.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor 1.1.3.4. Lapangan Usaha Lainnya 1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I 2017 1.2.1. Tracking Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017 Sisi Penggunaan 1.2.2. Tracking Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017 Sisi Lapangan Usaha
ii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI
2017
BAB II
BAB III
KEUANGAN PEMERINTAH 2.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2016
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2016
3.1. Inflasi Secara Umum
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2016
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.3. APBD Tahun 2017
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
2.1.3. Anggaran Pendapatan Tahun 2017
& Tembakau
2.4. Anggaran Belanja Tahun 2017
3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 3.3. Disagregasi Inflasi 3.3.1. Kelompok Volatile Food 3.3.2. Kelompok Administered Prices 3.3.3. Kelompok Inti 3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah 3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap 3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto 3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus 3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta 3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang 3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal 3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan IV 2016 3.5.1. Inflasi Oktober 2016 3.5.2. Inflasi Triwulan IV 2016 3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
iii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI
2017 BAB IV
BAB V
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
Bank Indonesia (SKNBI)
4.1.1.1. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
Usaha Utama Jawa Tengah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK
BAB VI
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
6.1. Ketenagakerjaan
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
6.2. Pengangguran
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
6.3. Nilai Tukar Petani
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
6.4. Tingkat Kemiskinan
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
6.5. Pembangunan Manusia
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
6.6. Pemerataan Penduduk
RT) di Perbankan
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum 4.3. Perkembangan Perbankan Syariah 4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2017 7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran 7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 7.2. Prospek Inflasi Tahun 2017 7.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2017 7.2.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
iv
Tabel
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
7
yoy) Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
7
7
7
20
72
Kategori Tabel 4.3 Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
20
71
Berdasarkan Nilainya Tabel 4.2 Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per
Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
50
Keuangan Tabel 4.1 Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
menurut Pengeluaran (%, YOY) Tabel 1.5 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2016 – Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa
Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
50
2016 – Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut
Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV
74
Kepemilikan di Jawa Tengah Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
76
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
78
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 4.6 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
81
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar) 35
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan IV tahun 2015 & 2016
36
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan IV 2015 & 2016
39
Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan IV 2015 &
40
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah
21
101
102
2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 2.5 Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2016 dan 2017 41
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
(Rp Miliar)
2016 (juta orang)
103 103
Tabel 2.6 Anggaran Pendapatan Tahun 2017 (Rp Miliar)
42
Tabel 6.4 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 2.7 Anggaran Belanja Tahun 2017 (Rp Miliar)
43
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
48
Tabel 6.5 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
48
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
Tabel 3.3 Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
48
orang)
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
49
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
103
103
113
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2016 49
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 114
– Kelompok Bahan Makanan
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
118
v
Grafik
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
7
Grafik 1.19 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto 13
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,
7
Grafik 1.20 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB
dan Nasional Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa
Konstruksi, dan Konsumsi Semen 7
berdasarkan Provinsi Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Aliran Uang Kartal dan
8
13
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
13
Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU) 8
Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Pertumbuhan Ekonomi Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran
13
Grafik 1.23 Perkembangan Pertumbuhan Volume dan Nilai 14 Impor Barang Modal
8
Grafik 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
15
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
10
Grafik 1.25 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas
15
Grafik 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
10
Berdasarkan Komoditas
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
10
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
15
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
11
Grafik 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
15
Grafik 1.11 Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Saat 11
Grafik 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
16
Ini
Grafik 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
16
Grafik 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan
16
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Konsumsi dan
11
Pertumbuhan Ekonomi Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan
Negara Tujuan 11
Jenis Konsumsi
Grafik 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan
16
Negara Tujuan
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
12
Grafik 1.32 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika
Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
12
Serikat
Grafik 1.16 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah
12
Grafik 1.33 Penjualan Eceran Tiongkok
17
Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.34 Investasi Tiongkok
17
Grafik 1.17 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja 12
Grafik 1.35 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
17
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.36 Perkembangan Impor Jawa Tengah
18
Grafik 1.37 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa
18
Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
vi
12
Tengah
16
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI
2017
Grafik 1.38 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
18
Berdasarkan Jenis Pengeluaran Grafik 1.39 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
18
Grafik 1.56 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro
19
Grafik 1.57 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar
19
Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran
Grafik 1.42 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
19
dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grafik 1.43 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
19
Grafik 1.59 Pertumbuhan dan Kualitas Penyaluran Kredit pada
Berdasarkan Negara Asal
25
25
Sektor Perdagangan 19
Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.60 Hasil SKDU PHR dan Pertumbuhan PDRB
26
Perdagangan
Grafik 1.45 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
20
Grafik 1.61 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
21
Komoditas
Perikanan
26
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016 35 22
Jawa Tengah Grafik 1.48 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di
25
dan Sedang berdasarkan Sektor
Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
Grafik 1.47 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di
25
dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)
Penggunaan
Grafik 1.44 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah
24
Berdasarkan Skala Usaha
Berdasarkan Jenis Pengeluaran Grafik 1.40 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan 35 T.A. 2016
22
Jawa Tengah
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
36
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
36
Grafik 1.49 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
22
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2016 36
Grafik 1.50 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
22
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan
Grafik 1.51 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan
23
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan IV 2016
38 39
Grafik 1.52 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
23
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016
Grafik 1.53 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai &
24
Berdasarkan Jenis Belanja
Penggunaan Tenaga Kerja Industri Pengolahan (SKDU) Grafik 1.54 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (SKDU)
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016 24
37
39
Berdasarkan Jenis Belanja Grafik 2.10 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan
41
2010-2017 (Rp Miliar)
vii
Grafik
Grafik 2.11 Perkembangan Tahunan Anggaran
41
Pendapatan 2017 Grafik 2.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja
42
42
Komponen (%) Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan
53
Kenaikan Harga
2017 Grafik 2.13 Anggaran Belanja 2017 Berdasarkan
Grafik 3.15 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Grafik 3.16 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
53
Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti
53
Traded Grafik 3.18 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
47
54
Administered Prices Triwulan IV 2016
Nasional
Grafik 3.19 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa 47
Kelompok Administered Prices
Tengah
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016
54
54
Grafik 3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
47
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
54
Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
47
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
55
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah
48
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
55
2012-2016
Kelompok Tw IV 2016
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
48
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
51
2016
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
51
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
55
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok
51
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
56
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
56
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
56
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
56
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
57
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
57
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
58
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
58
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
58
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
58
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
59
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
59
Volatile Food 2011-2015 Tw IV 2016 Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
51
Volatile Food 2011-2015 Tw IV 2016 Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
52
Kelompok Volatile Food Grafik 3.12 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
52
Tahunan Kelompok Volatile Food Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
52
Inti Triwulan IV Grafik 3.14 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti
viii
52
55
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI
2017
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
62
Grafik 4.13 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang
62
Provinsi Jawa Tengah
Eceran
Grafik 4.14 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
69
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
104
Grafik 4.3 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan Grafik 4.4 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.5 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.6 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.7 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan
73
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.9 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
73
73
Jawa Tengah
78
di Provinsi Jawa Tengah 79
Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.24 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di 79
73
di Pulau Jawa Grafik 4.12 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi
di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.23 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.11 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.22 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.10 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
78
Grafik 4.21 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum 78
Bukan Perseorangan Jawa Tengah Grafik 4.8 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
77
Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.20 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan
71
77
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
71
77
Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
71
77
Sektor di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.17 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
71
76
Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.16 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan
70
76
Jawa Tengah Grafik 4.15 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
69
74
Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.25 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan
74
79
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.26 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
80
Syariah di Pulau Jawa
ix
Grafik
Grafik 4.27 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di
Grafik 4.42 Perkembangan Kredit kepada UMKM
85
Pulau Jawa
Grafik 4.43 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
85
Grafik 4.28 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan 80
Grafik 4.44 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar 85
Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Sektor
Grafik 4.29 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di
80
80
Pulau Jawa Grafik 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di
81
Grafik 4.46 Perkembangan Kredit kepada UMKM
81
Grafik 4.47 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
82
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran
Grafik 4.34 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan 82
Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
Jenis Penggunaan
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan 82
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Grafik 4.36 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan 82
Daerah Pengiriman
Sektor Ekonomi
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan 83
Grafik 4.38 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
83
90
90
90
91
Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Berdasarkan Sektor Ekonomi
89
Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Berdasarkan Jenis Penggunaan
89
Daerah Pengiriman
Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.37 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
86
BerdasarkanPenggunaan
Grafik 4.33 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR Jawa 82
Grafik 4.35 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah
86
BerdasarkanPenggunaan
Jawa Tengah Grafik 4.32 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
85
Berdasar Sektor
Jawa Tengah Grafik 4.31 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di
Grafik 4.45 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
91
Grafik 4.39 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
83
Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 4.40 Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM
84
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
92
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan
92
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa Grafik 4.41 Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
x
84
Uang Tidak Layak Edar
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI
2017
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
92
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan 92
Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
104
Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
93
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
105
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
93
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
105
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
105
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
106
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
106 107
Wisatawan Asing di Jawa Tengah Grafik 5.14 PangsaValuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA
93
Bukan Bank di Jawa Tengah Grafik 5.15Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
94
Grafik 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Grafik 5.16 Realisasi Jumlah Agen LKD dan Jumlah Transaksi
94
Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
melalui Agen LKD Grafik 6.1 Perkembangan NTP Subsektor Peternakan dalam 4
102
Tahun Terakhir Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Grafik 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
108
Grafik 6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan
109
Nasional 104
Grafik 6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah 109 Grafik 7.1 Proyeksi Inflasi Tahun 2017
116
xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH A. PDRB & Inflasi INDIKATOR
2014
2015 I
II
III
IV
5,54
5,22
5,02
6,10
2015
2016 I
II
5,08
5,71
III
IV
5,01
5,33
2016
Ekonomi Makro Regional *) Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
5,27
5,47
5,28
Berdasarkan Sektor - Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan - Pertambangan dan Penggalian
-0,95
4,05
7,48
4,26
6,98
5,60
-1,96
-0,02
3,02
8,75
2,13
6,66
1,13
1,30
5,40
4,16
3,05
21,59
16,53
17,30
19,65
18,73
- Industri Pengolahan
6,61
5,56
4,25
4,71
4,73
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
- Pengadaan Listrik dan Gas
6,50
0,23
0,17
0,30
9,33
2,43
9,12
8,72
5,78
6,80
7,57
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
3,45
1,96
3,13
-0,24
1,71
1,63
-2,61
1,39
4,56
5,46
2,17
- Konstruksi
4,38
4,19
5,30
7,08
7,35
6,00
6,04
7,46
7,61
6,40
6,88
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
4,79
2,91
2,98
2,01
8,06
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
- Transportasi dan Pergudangan
9,26
11,92
9,69
6,60
3,73
7,80
7,13
6,97
7,29
5,31
6,66
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum - Informasi dan Komunikasi
7,61
8,31
6,22
6,00
6,69
6,79
6,26
6,82
6,54
6,00
6,40
13,00
11,57
8,51
9,50
8,65
9,53
9,07
9,62
7,58
7,06
8,31
- Jasa Keuangan dan Asuransi
4,12
7,27
2,32
8,86
13,59
8,02
8,44
13,95
10,07
6,61
9,67
- Real Estate
7,19
6,72
7,02
8,75
7,81
7,59
7,64
6,39
5,89
7,29
6,80 10,62
- Jasa Perusahaan
7,97
8,92
8,72
9,10
7,28
8,49
10,92
10,81
10,06
10,72
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
0,78
3,97
7,85
6,23
3,37
5,31
4,22
5,23
-0,10
0,30
2,37
- Jasa Pendidikan
9,37
11,37
10,65
6,62
2,52
7,55
9,63
10,78
9,44
1,27
7,64
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - Jasa lainnya
11,37
8,97
4,07
6,25
7,15
6,61
10,48
14,00
10,46
5,00
9,86
8,50
8,34
-1,09
1,57
4,11
3,21
4,69
12,98
10,43
6,75
8,62
Berdasarkan Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga
4,31
4,51
4,28
4,28
4,74
4,45
4,75
4,80
4,36
4,41
4,57
- Konsumsi LNPRT
8,62
-9,66
-12,33
3,19
8,35
-3,04
8,73
9,17
3,47
1,60
5,61 -1,71
- Konsumsi Pemerintah
2,19
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
-12,53
-1,45
- PMTB
4,52
6,24
3,11
4,31
6,81
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
5,96
10,66
-3,05
-1,56
1,51
4,72
0,28
-0,28
-1,59
-10,48
3,13
-2,22
- Impor Luar Negeri
-7,29
-12,04
-7,53
-18,48
-25,77
-16,03
-26,76
-12,77
-18,81
2,59
-14,49
- Net Ekspor Antardaerah
-6,80
9,79
21,63
-3,58
-74,45
0,65
-34,48
-7,31
-0,26
59,79
-13,17
-22,63
-49,60
-20,99
-75,02
-988,66
-71,08
-0,39
-30,87
52,63
-34,57
11,14
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
6.097
1.547
1.642
1.484
1.533
6.206
1.579
1.689
1.382
1.603
6.253
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
2.776
585
774
797
702
2.858
780
789
734
686
2.989
- Ekspor Luar Negeri
- Perubahan Inventori Ekspor
Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
6.120
1.555
1.427
1.156
1.339
5.476
1.259
1.398
1.194
1.560
5.411
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
3.845
1.210
1.158
930
1.191
4.488
1.028
1.175
951
1.123
4.278
Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Tengah
118,60
117,65
119,18
120,42
121,84
121,84
122,60
122,70
123,69
124,71
124,71
Kota Purwokerto
117,36
116,48
117,88
119,00
120,32
120,32
121,31
121,36
121,81
123,23
123,23
Kota Surakarta
116,84
115,69
117,15
117,97
119,83
119,83
120,82
120,91
121,43
122,41
122,41
Kota Semarang
118,73
117,66
119,26
120,46
121,77
121,77
122,35
122,42
123,60
124,59
124,59
Kota Tegal
114,73
114,42
116,17
117,53
119,26
119,26
120,13
120,55
121,91
122,49
122,49
Kota Kudus
124,16
116,87
117,48
126,93
128,23
128,23
129,16
128,88
129,70
131,20
131,20
Kota Cilacap
121,18
120,74
121,85
123,42
124,37
124,37
125,32
125,79
126,96
127,81
127,81
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah
8,22
5,68
6,15
5,78
2,73
2,73
4,21
2,96
2,71
2,36
2,36
Kota Purwokerto
7,09
4,59
5,34
5,28
2,52
2,52
4,15
2,95
2,36
2,42
2,42
Kota Surakarta
8,01
5,07
5,75
5,27
2,56
2,56
4,43
3,21
2,93
2,15
2,15
Kota Semarang
8,53
6,04
6,34
5,88
2,56
2,56
3,99
2,65
2,61
2,32
2,32
Kota Tegal
7,40
5,27
6,63
6,23
3,95
3,95
4,99
3,77
3,73
2,71
2,71
Kota Kudus
8,59
5,42
6,17
6,58
3,28
3,28
4,83
3,33
2,18
2,32
2,32
Kota Cilacap
8,19
6,51
6,09
5,42
2,63
2,63
3,79
3,23
2,87
2,77
2,77
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
xiii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
xiv
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran INDIKATOR
2014
2015 I
II
III
IV
2015
2016 I
II
III
IV
2016
Perbankan **) Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
188,11
193,01
201,05
213,68
216,17
216,17
217,92
225,02
228,39
240,40
- Giro
24,83
30,53
33,56
34,55
29,69
29,69
33,75
31,14
32,90
30,25
30,25
- Tabungan
97,60
92,25
93,21
99,31
109,04
109,04
104,36
112,08
112,90
123,34
123,34
- Deposito
240,40
65,68
70,32
74,28
79,81
77,44
77,44
79,82
81,80
82,59
86,81
86,81
Kredit (Rp Triliun)
198,15
198,84
205,20
209,81
216,71
216,71
217,89
226,15
229,91
236,76
236,76
- Modal Kerja
125,63
106,38
106,81
111,00
112,60
115,80
115,80
115,89
120,94
122,87
125,63
- Konsumsi
29,06
28,76
29,70
31,54
34,31
34,31
35,49
36,68
37,85
39,82
39,82
- Investasi
62,71
63,27
64,49
65,67
66,60
66,60
66,51
68,53
69,20
71,30
71,30
105,33
102,97
102,06
98,19
100,25
100,25
99,99
100,50
100,67
98,49
98,49
2,23
2,47
2,90
2,96
3,02
3,02
3,22
3,43
3,26
2,84
2,84
III
IV
III
III
Loan to Deposit ratio (%) NPL Gross (%)
C. Sistem Pembayaran INDIKATOR
2014
2015 I
II
2015
2016 I
II
2016
Transaksi Kliring 567
551
559
596
721
607
853
947
800
819
855
14.459
13.963
14.053
14.179
16.254
14.612
18.817
19.694
18.545
19.085
19.035
-Inflow
62,32
18,18
14,91
25,55
12,59
71,23
18,75
12,45
26,63
14,67
72,49
-Outflow
39,11
5,58
12,62
16,95
11,69
46,84
7,00
23,06
10,88
12,03
52,98
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar) Transaksi Kas (Rp Triliun)
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
RINGKASAN UMUM
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Pada triwulan IV 2016, ekonomi Provinsi Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,33% (yoy). Capaian ini lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,01% (yoy), walaupun lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 6,10% (yoy). Tren peningkatan ini berbeda dengan perekonomian nasional dan kawasan Jawa tumbuh melambat. Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,94% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan 5,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,45% (yoy) setelah tumbuh 5,70% (yoy) pada triwulan III 2016. Ditinjau dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh komponen, kecuali pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Sementara itu pada sisi lapangan usaha, peningkatan terutama disumbang oleh lapangan usaha pertaniann, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor. Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, namun secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan capaian 2015. Pada tahun 2016, ekonomi Jawa Tengah tercatat tumbuh 5,28% (yoy), melemah dibandingkan pertumbuhan 5,47% (yoy) pada tahun 2015. Perlambatan tersebut terutama berasal dari penurunan pengeluaran konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri, serta net ekspor antardaerah. Sementara itu dari sisi lapangan usaha, perlambatan terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan serta lapangan usaha industri pengolahan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
01
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
02
Keuangan Pemerintah
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM
Persentase realisasi pendapatan dan belanja
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan
meningkat. Realisasi pendapatan sampai dengan
triwulan III 2016 sejalan dengan peningkatan kinerja
triwulan laporan sebesar 93,52% dari APBD 2016,
perekonomian. Dari sisi korporasi, penurunan tekanan
lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan
tersebut tercermin dari penyaluran dan kualitas kredit
triwulan IV 2015 yang sebesar 92,35%. Sementara itu,
perbankan pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa
realisasi belanja sampai triwulan IV 2016 sebesar
Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan
91,55% dari APBD 2016, lebih baik dibandingkan
laporan. Dari sisi rumah tangga (RT), penurunan
triwulan IV 2015 sebesar 90,89% dari APBD-P 2015.
tekanan tersebut tercermin dari peningkatan konsumsi dan kualitas kredit RT Jawa Tengah pada triwulan
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
laporan.
Dana Perimbangan (Daper) memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara keseluruhan. Sumber utama
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa Tengah
PAD berasal dari komponen pajak daerah Perbaikan ini
pada triwulan IV 2016 menunjukkan kinerja yang
terjadi sejalan dengan program bebas bea baliknama
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
(BBN) dan bebas denda pajak kendaraan bermotor
Pertumbuhan aset perbankan meningkat sejalan
pada akhir tahun 2016. Berdasarkan komponen Daper,
dengan peningkatan kinerja perekonomian. Demikian
sumber pendapatan utamanya berasal dari DAK.
pula dengan pertumbuhan DPK perbankan yang turut
Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya
meningkat dibandingkan triwulan lalu. Sedangkan
pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di
kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami
tahun 2016.
perlambatan baik terjadi pada kredit umum maupun kredit UMKM.
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan IV 2016, di tengah meningkatnya pertumbuhan
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
ekonomi1. Pada akhir triwulan IV 2016 inflasi tercatat
Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan IV
sebesar 2,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan
2016 dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy).
pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien,
Penurunan ini terutama didorong oleh pasokan
mudah diakses, serta melindungi konsumen. Aktivitas
komoditas volatile food yang terjaga, serta tingkat
sistem pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring
inflasi inti yang mengalami penurunan. Inflasi yang
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2016
terjadi juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional
tumbuh positif, baik secara volume maupun nominal.
yang sebesar 3,02% (yoy). Tren penurunan inflasi Jawa
Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di
Tengah ini terjadi sejak triwulan I 2016.
Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih
1.
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal
pengolahan dan lapangan usaha perdagangan besar
menunjukkan adanya penipisan net inflow dibanding
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
triwulan sebelumnya. Dari sisi transaksi valuta asing,
Sedangkan lapangan usaha utama lainnya yaitu
transaksi penukaran valuta asing mengalami perbaikan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
signifikan dibandingkan periode yang sama tahun
tumbuh lebih cepat.
sebelumnya yang tumbuh negatif. Peningkatan transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa Tengah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016 melambat dibandingkan triwulan III 2016. NTP pada triwulan pelaporan sebesar 99,35; atau mengalami perlambatan dibanding triwulan lalu yang mencapai 100.88 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 102,03. Perlambatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 sejalan dengan menurunnya penerimaan petani di tengah biaya produksi yang tinggi. Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 4.493 ribu jiwa atau menurun dibandingkan September 2015 yang berjumlah 4.506 ribu jiwa. Apabila dilihat secara persentase, tingkat kemiskinan Jawa Tengah sebesar 13,19% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, yang berarti menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 13,32%.
Prospek Perekonomian Daerah Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi di Jawa Te n g a h d i p e r k i r a k a n m e l a m b a t s e s u a i p o l a musimannya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 5,1%5,5% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan usaha, perlambatan berasal dari deselerasi kinerja lapangan usaha industri
Secara keseluruhan tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%. Perbaikan kinerja ekonomi ini didukung oleh kinerja negara mitra dagang utama melalui kegiatan ekspor, komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak. Sementara itu, inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. Faktor yang mendorong peningkatan inflasi adalah penyesuaian harga komoditas yang diatur pemerintah, meliputi kenaikan TTL dan biaya pengurusan STNK. Tekanan lainnya diperkirakan dari komoditas yang memiliki ketergantungan pada cuaca terkait potensi La Nina. Adapun tekanan dari sisi permintaan diperkirakan relatif terkendali. Secara keseluruhan, upaya pemerintah memperbaiki distribusi logistik dan menjaga ketersediaan pasokan diperkirakan mampu menjaga inflasi tetap terjaga. Sementara itu untuk keseluruhan tahun 2017 inflasi diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang utamanya ini berasal dari penyesuaian harga komoditas barang yang diatur pemerintah, terutama untuk kebijakan energi. Sementara untuk kelompok volatile food, masih meneruskan tren inflasi rendah pada tahun 2016 lalu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
03
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
04
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile food.
BAB
I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan IV 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2016 melambat. Ditinjau dari sisi pengeluaran, akselerasi pertumbuhan terutama disumbang oleh komponen konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh membaik. Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sehingga menahan laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor, mengalami peningkatan. Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan IV 20161 Pada triwulan IV 2016, ekonomi Provinsi Jawa
Pada kawasan Jawa, provinsi yang mengalami
Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,33% (yoy).
pertumbuhan meningkat pada triwulan laporan hanya
Capaian ini lebih tinggi dibandingkan triwulan
Provinsi Jawa Tengah dan Banten, sementara empat
sebelumnya yang sebesar 5,01% (yoy), walaupun lebih
provinsi lainnya mengalami perlambatan. Namun
rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang
demikian, dibandingkan provinsi lainnya di kawasan
sebesar 6,10% (yoy). Secara triwulanan, perekonomian
Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah menempati
Jawa Tengah mengalami kontraksi 2,37% (qtq), lebih
posisi kedua terendah, setelah DI Yogyakarta.
baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatatkan kontraksi 2,66% (qtq).
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa Tengah menyumbang 14,56% terhadap perekonomian
Berbeda dengan Jawa Tengah, perekonomian nasional
kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
dan kawasan Jawa tumbuh melambat. Pertumbuhan
periode sebelumnya. Perekonomian kawasan Jawa
ekonomi nasional tercatat sebesar 4,94% (yoy),
secara dominan disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta
melambat dari tingkat pertumbuhan 5,02% (yoy) pada
dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
triwulan sebelumnya; sementara perekonomian
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,45% (yoy) setelah tumbuh 5,70% (yoy) pada triwulan III 2016. 7
8 % 6
%, YOY
6
4 5
2 0
I
II
III
IV
I
II
2014
-2
III
IV
I
II
2015
III
IV
4
2016 3 I
-4
II
III
IV
I
2014 PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
IV
2015 JAWA
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
II
JATENG
I
II
III
IV
2016 NASIONAL Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
III 2016
IV 2016
29,16 %
29,77 %
DKI
25,31
22,32
14,85
6,92
1,50
%
%
%
%
%
24,95 %
JATIM
22,19
14,56
7,03
1,50
%
%
%
%
JABAR
JATENG
BANTEN
DIY Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
1.
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III tahun 2016 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara.
JAWA
III - 2016
IV - 2016
DKI
6,10
5,51
BANTEN
5,24
5,53
JABAR
5,97
5,45
JATENG
5,01
5,33
DIY
4,95
4,71
JATIM
5,62
5,48
JAWA
5,70
5,45
Sumber: BPS, diolah
07
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
08
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
100
%, YOY
%, YOY
7
80
%, YOY
%, YOY
80
60
60
6
6
50 40
40
5
30
20
5
20 4
10 0
0 I -20
7
70
II
III
IV
2014
INFLOW UANG KARTAL
I
II
III
IV
2015
PDRB - SKALA KANAN
I
II
III 2016
IV
-10
I
II
III
IV
I
II
2014
4
OUTFLOW UANG KARTAL
III
IV
I
2015
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II
III
IV
2016
3
PDRB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Aliran Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
pembayaran. Seiring dengan meningkatnya aktivitas
dibandingkan triwulan sebelumnya, namun secara
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016,
keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Jawa
kebutuhan akan uang kartal turut mengalami
Tengah lebih rendah dibandingkan capaian 2015. Pada
peningkatan. Hal tersebut tercermin dari aliran keluar
tahun 2016, ekonomi Jawa Tengah tercatat tumbuh
(outflow) uang kartal melalui Kantor Perwakilan BI di
5,28% (yoy), melemah dibandingkan pertumbuhan
Provinsi Jawa Tengah yang mengalami pertumbuhan
5,47% (yoy) pada tahun 2015. Perlambatan tersebut
2,92% (yoy) pada triwulan laporan, berbalik arah
terutama berasal dari penurunan pengeluaran
setelah turun 35,81% (yoy) pada triwulan III 2016.
konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri, serta net
Sejalan dengan hal tersebut, aliran masuk (inflow) uang
ekspor antardaerah. Sementara itu dari sisi lapangan
kartal juga mengalami peningkatan dari pertumbuhan
usaha, perlambatan terjadi pada lapangan usaha
4,22% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 16,57%
pertanian, kehutanan, dan perikanan serta lapangan
(yoy) pada triwulan laporan. Namun demikian,
usaha industri pengolahan. Walaupun melambat,
peningkatan tidak terjadi pada aktivitas pembayaran
tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun
nontunai. Pada triwulan IV 2016, nilai rata-rata
laporan masih lebih tinggi dibandingkan capaian
perputaran kliring harian mengalami perlambatan
nasional yang sebesar 5,02% (yoy).
walaupun masih mengalami pertumbuhan, yaitu menjadi 13,52% (yoy) dari 34,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
7 %, YOY 6 5
Ditinjau dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh komponen, kecuali pengeluaran konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Sementara itu pada sisi lapangan usaha, peningkatan terutama disumbang oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
4 3 2 1 0 2012
2013
2014 JATENG
2015
2016
NASIONAL
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Percepatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
laporan terjadi pada hampir seluruh komponen
Tengah pada tahun 2016 masih ditopang oleh
pengeluaran, kecuali pengeluaran konsumsi lembaga
konsumsi rumah tangga dengan pangsa 61,05%.
non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan investasi
juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar
yang merupakan komponen pengeluaran utama
30,54%. Lebih lanjut, pangsa ekspor luar negeri
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebesar 8,66%, dan pengeluaran konsumsi pemerintah
sebelumnya. Selain itu, komponen ekspor luar negeri
sebesar 8,05%. Selain itu, pangsa impor luar negeri,
dan net ekspor antar daerah pada triwulan IV 2016
sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa
mengalami pertumbuhan, berbalik arah setelah
Tengah, juga cukup besar, yaitu 14,57%. Komposisi ini
tumbuh negatif pada triwulan III 2016. Sementara itu
tidak banyak berubah dibandingkan tahun
komponen konsumsi pemerintah masih mencatatkan
sebelumnya.
penurunan, namun jauh membaik dibandingkan penurunan secara dalam pada triwulan sebelumnya. Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) 2015*
2014
KOMPONEN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
I
II
III
IV
2015*
2016** I
II
III
IV
2016**
570.433
149.648
152.026
159.354
159.262
620.289
162.333
164.045
170.083
170.265
666.726
KONSUMSI LNPRT
10.773
2.736
2.748
2.912
3.042
11.439
3.028
3.029
3.062
3.139
12.257
KONSUMSI PEMERINTAH
75.556
11.991
17.657
23.013
33.483
86.144
13.546
20.453
20.319
33.583
87.901
274.558
72.937
74.553
78.230
82.641
308.361
79.037
81.890
84.174
88.411
333.513
EKSPOR
84.542
22.130
24.308
22.692
23.684
92.813
23.522
25.036
20.890
25.157
94.606
IMPOR
220.421
48.715
51.556
48.453
42.528
191.252
35.286
43.478
37.358
43.010
159.132
NET EKSPOR ANTARDAERAH
99.974
25.649
20.377
18.281
6.083
70.389
12.151
13.966
16.982
3.566
46.664
PERUBAHAN INVENTORI
27.054
6.835
10.931
6.113
(10.212)
13.667
4.139
6.627
3.965
(5.235)
9.495
922.471
243.211
251.044
262.141
255.455
1.011.851
262.469
271.567
282.117
INVESTASI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
275.877 1.092.031
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) KOMPONEN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH INVESTASI
2015*
2014 I
II
III
IV
465.234
118.543
120.292
123.688
123.427
8.299
1.939
1.934
2.046
2.129
56.643
8.876
12.250
15.017
2015*
2016**
2016*
I
II
III
IV
485.951
124.171
126.063
129.082
128.866
8.047
2.109
2.111
2.116
2.163
8.499
22.601
58.744
9.165
13.166
13.135
22.273
57.739 245.916
508.182
220.773
55.555
56.439
58.684
61.400
232.079
58.521
60.317
61.937
65.141
EKSPOR
68.523
17.003
18.147
16.444
17.123
68.717
16.955
17.858
14.721
17.660
67.193
IMPOR
118.498
25.636
26.917
24.941
22.007
99.500
18.775
23.478
20.250
22.577
85.080
NET EKSPOR ANTARDAERAH
47.723
17.086
14.371
15.483
1.096
48.035
11.194
13.320
15.443
1.751
41.708
PERUBAHAN INVENTORI
16.261
2.658
4.454
1.234
-3.643
4.703
2.647
3.079
1.884
-2.383
5.227
764.959
196.024
200.969
207.656
202.126
806.775
205.987
212.435
218.068
212.894
849.384
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (%, yoy) KOMPONEN PENGELUARAN
2015*
2014 I
II
III
IV
2015*
2016** I
II
III
IV
2016*
KONSUMSI RUMAH TANGGA
4,31
4,51
4,28
4,28
4,74
4,45
4,75
4,80
4,36
4,41
KONSUMSI LNPRT
8,62
(9,66)
(12,33)
3,19
8,35
(3,04)
8,73
9,17
3,47
1,60
1,60
KONSUMSI PEMERINTAH
2,19
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
(12,53)
(1,45)
(1,45)
INVESTASI
4,41
4,52
6,24
3,11
4,31
6,81
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
6,09
EKSPOR
10,66
(3,05)
(1,56)
1,51
4,72
0,28
(0,28)
(1,59)
(10,48)
3,13
3,13
IMPOR
(7,29)
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(25,77)
(16,03)
(26,76)
(12,77)
(18,81)
2,59
2,59
NET EKSPOR ANTARDAERAH
(6,80)
9,79
21,63
(3,58)
(74,45)
0,65
(34,48)
(7,31)
(0,26)
59,79
59,79
(22,63)
(49,60)
(20,99)
(75,02)
(988,66)
(71,08)
(0,39)
(30,87)
52,63
(34,57)
(34,57)
5,27
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,33
PERUBAHAN INVENTORI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
09
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
10
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi mengalami peningkatan
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang
signifikan pada triwulan laporan. Peningkatan
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan
terutama berasal dari konsumsi rumah tangga dan
survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga
konsumsi pemerintah, sedangkan konsumsi lembaga
triwulan laporan sedikit membaik dibandingkan
nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT)
triwulan IV 2015, yang ditunjukkan oleh nilai Indeks
mengalami perlambatan.
Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV 2016 yang sebesar
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016 tumbuh 4,41% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,36% (yoy). Percepatan diperkirakan terjadi seiring dengan pola konsumsi
99,93; sedikit lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2015 yang sebesar 99,87. Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini terutama didukung oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga.
masyarakat pada akhir tahun, di mana terdapat banyak
Sejalan dengan hal tersebut, keyakinan konsumen
promosi menjelang liburan Natal dan Tahun Baru,
pada ekonomi saat ini juga tercermin dari Survei
sehingga masyarakat banyak mengalokasikan
Konsumen Bank Indonesia, di mana rata-rata Indeks
pendapatannya untuk melakukan konsumsi di triwulan
Kondisi Ekonomi (IKE) pada triwulan IV 2016 (118,2)
IV.
lebih tinggi dibandingkan rata-rata IKE periode yang
5
sama tahun sebelumnya (106,2). Peningkatan indeks
%
ini berasal dari komponen penghasilan konsumen, konsumsi barang kebutuhan tahan lama, serta ketersediaan lapangan kerja yang meningkat. 4
Lebih lanjut, kestabilan harga yang terjaga juga mendukung peningkatan kinerja konsumsi masyarakat. Pada triwulan IV 2016 Jawa Tengah 3
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
mencatatkan inflasi sebesar 2,36% (yoy), membaik
2016
dibandingkan inflasi triwulan III 2016 yang sebesar Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
2,71% (yoy).
125 %
10
120
%, YOY
%, YOY
5
8
115 110
6
105
4
4
100 2
95
0
90 I
II
III
IV
I
2014 ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
Grafik 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I -2
II
III
IV
2014
I
II
III
IV
I
2015 INFLASI
II
III
IV
3
2016
PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
140 INDEKS
INDEKS
135
120
120
110
OPTIMIS
125 115 110 105 95 90 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
II 2016
III
IV
PESIMIS
100
OPTIMIS
130
130
100
PESIMIS
140
90 80 70 I
II
III
IV
I
II
2014
IV
I
II
III
IV
2016
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA KONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMA
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) PENGHASILAN SAAT INI
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
III 2015
Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Kinerja konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari
rumah tangga Jawa Tengah terutama dalam bentuk
kredit konsumsi pada triwulan IV 2016 yang mengalami
makanan dan minuman bukan restoran menguasai
pertumbuhan 9,11% (yoy), meningkat dari
pangsa hingga 41,46%. Setelah itu, konsumsi
pertumbuhan triwulan III 2016 sebesar 8,12% (yoy).
transportasi, komunikasi, dan rekreasi; konsumsi
Peningkatan pertumbuhan kredit berasal dari Kredit
perumahan, perabot, pemeliharaan RT; serta konsumsi
Kepemilikan Rumah (KPR), yaitu dari 4,98% (yoy) pada
restoran dan hotel juga memberikan kontribusi
triwulan sebelumnya menjadi 5,19% (yoy) pada
signifikan yaitu masing-masing sebesar 20,67%;
triwulan laporan. Sementara itu kredit kendaraan bermotor (KKB) mengalami pertumbuhan 4,18% (yoy) pada triwulan IV 2016, berbalik arah dari penurunan 2,11% (yoy) pada triwulan III 2016 dan menjadi sumber utama perbaikan kinerja penyaluran kredit konsumsi. Pembelian peralatan rumah tangga sebagai komponen
15,70%; dan 10,41%. Pada tahun 2016, keempat komponen utama pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan, kecuali untuk konsumsi perumahan, perabot, dan pemeliharaan rumah tangga.
Kredit konsumsi lainnya juga mengalami peningkatan
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan kredit
tangga (LNPRT) pada triwulan IV 2016 tumbuh 1,60%
multiguna lainnya relatif stabil.
(yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan
Lebih lanjut, secara keseluruhan tahun 2016,
triwulan sebelumnya yang tercatat 3,47% (yoy).
pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami
Apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016,
peningkatan menjadi 4,57% (yoy), dari pertumbuhan
kegiatan organisasi masyarakat dan yayasan pada
4,45% (yoy) pada tahun 2015. Beberapa pelonggaran
triwulan akhir 2016 ini lebih rendah, karena pada
kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dan
triwulan III 2016 terdapat peningkatan aktivitas sosial
keterjangkauan harga yang terjaga membantu
oleh LNPRT yaitu perayaan Idul Fitri di bulan Juli 2016
penguatan konsumsi pada tahun 2016. Konsumsi
dan Idul Adha di bulan September 2016.
13
%, YOY
%, YOY
5
25 %, YOY
%, YOY
100
12 11 10 9
20
80
15
60
10
40
5
20
4
8 7 6 5 4
3 I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015 KREDIT KONSUMSI
II
III
PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
0
0
IV
2016
I -5
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II
2015 KKB PERALATAN RUMAH TANGGA
III 2016
KPR LAINNYA - SKALA KANAN
IV -20
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
11
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
12
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
20
30 %
80
%, YOY
60
20
40
10
20
10
0
0
-20
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
-10
2016
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
(10)
-60 -80
-20 PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
(20)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
40 %, YOY
%, YOY
35 30
30
25
20
15
20
10
120 % 100 80 60 40
5
10
0 -5
0 I
II
III 2014
-10
-40
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL)
20 0 I
-10
II
III
IV
I
II
2013
-15
III
IV
REALISASI PENDAPATAN
III
IV
REALISASI BELANJA Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.17 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Pada triwulan laporan, pertumbuhan konsumsi
25,000
pemerintah masih mengalami kontraksi namun tidak
20,000
sedalam triwulan sebelumnya, yaitu dari -12,53% (yoy)
II 2015
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.16 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
I
2014
%, YOY
RP MILIAR
60 50 40
15,000
menjadi -1,45% (yoy). Secara triwulanan, komponen
30 10,000 20
pengeluaran ini tumbuh 69,57% (qtq) pada triwulan laporan, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 50,51% (qtq).
5,000
10
-
0 2011
2012
ANGGARAN BELANJA
2013
2014
2015
2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD),
Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun ini tidak mencapai target yaitu hanya
Dengan belum optimalnya kinerja pada semester II,
sebesar 93,52%. Sementara itu, realisasi pendapatan
pengeluaran konsumsi pemerintah secara keseluruhan
pada triwulan IV secara rata-rata historis 5 tahun
tahun 2016 mengalami kontraksi, sebesar 1,71% (yoy).
terakhir adalah sebesar 102,4%. Hal tersebut menjadi
Berdasarkan data historis lima tahun terakhir, kontraksi
salah satu faktor yang menghambat realisasi belanja
konsumsi pemerintah baru dialami Jawa Tengah pada
pemerintah daerah, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa
periode ini.
Tengah melakukan pemotongan anggaran belanja pada APBD-P 2016, yaitu sebesar Rp1,27 triliun.
P a d a s i s i s w a s t a , t e rd a p a t i n v e s t a s i b e r u p a
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi Pada triwulan IV 2016, investasi yang tercermin dari
pembangunan pabrik, atau pembelian mesin.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
Peningkatan tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia
sebesar 6,09% (yoy), mengalami akselerasi dari
Usaha (SKDU), di mana Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
triwulan yang lalu yang tumbuh 5,54% (yoy). Secara
kegiatan investasi triwulan IV 2016 sebesar 10,02% (yoy)
triwulanan, investasi tercatat tumbuh 5,17% (qtq),
lebih tinggi dari SBT triwulan III 2016 yang sebesar
lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III 2015 yang
8,98% (yoy). Perkiraan kinerja investasi tersebut
sebesar 4,63% (qtq). Peningkatan kinerja ini
terutama berasal dari pertanian, industri pengolahan,
diindikasikan terjadi pada investasi dalam bentuk
serta bangunan.
nonbangunan, sementara investasi dalam bentuk Sementara itu berdasarkan hasil liaison triwulan laporan,
bangunan mengalami perlambatan.
kegiatan investasi triwulan laporan mengalami Kinerja investasi bangunan terkonfirmasi dari
pertumbuhan dengan tingkat yang relatif stabil dari
pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha
triwulan sebelumnya. Perkembangan tersebut tercermin
konstruksi atau bangunan yang melambat menjadi
dari nilai likert scale yang stabil pada level 1,08. Investasi
6,40% (yoy), dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang dilakukan pelaku usaha, sebagian besar
yang sebesar 7,61% (yoy). Perlambatan ini
merupakan investasi nonbangunan seperti
terkonfirmasi pada konsumsi semen triwulan laporan
pemeliharaan dan penggantian mesin, penambahan
yang tumbuh 2,23% (yoy), melambat dari konsumsi
mesin, dan peremajaan kendaraan. Adapun investasi
triwulan III 2016 yang tumbuh sebesar 10,71% (yoy).
bangunan yang dilakukan antara lain pembuatan screen house, pembangunan pabrik, gudang, maupun gedung.
8
15
%
%, YOY
6 10
4 2
5 I
II
III
IV
I
II
2013
(2)
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
0 I
(4)
II
III
IV
I
II
2014
(6)
IV
I
II
III
IV
2016
-5 PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
PDRB INVESTASI
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PDRB KONSTRUKSI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.19 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
14
III 2015
%, SBT
KONSUMSI SEMEN
Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.20 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen
%, YOY
12
12 10
10
TRIWULAN III 2016 TRIWULAN IV 2016
3 %, SBT 2
8 1
8 6
I
II
III
IV
I
2015 SBT REALISASI INVESTASI (SKDU)
II
III
IV
2016 PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
JASA - JASA
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
IV
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
III 2014
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
II
BANGUNAN
0 I
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
-
INDUSTRI PENGOLAHAN
2
2
0 PERTAMBANGAN
4
4
PERTANIAN
6
13
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
14
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan
100 %, YOY 80
laporan tumbuh 19,97% (qtq) berbalik arah dan
60
meningkat tajam setelah mencatatkan penurunan
40 20
17,57% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
I
(20)
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
(40)
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode
(60) NILAI IMPOR BARANG MODAL
VOLUME IMPOR BARANG MODAL Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.23 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan mencapai 43,24%, serta kayu dan barang dari kayu (SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 21,98%. Selain
Membaiknya kinerja investasi nonbangunan juga
kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat
terlihat dari impor barang modal yang secara nominal
transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan
tumbuh 20,65% (yoy) pada triwulan laporan, berbalik
(SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
arah setelah mengalami penurunan 7,58% (yoy) pada
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
periode sebelumnya. Sementara itu, secara volume,
masing di bawah 10%. Komposisi ini relatif persisten
impor barang modal masih menunjukkan
d a r i p e r i o d e k e p e r i o d e . B e rd a s a r k a n j e n i s
pertumbuhan positif yaitu sebesar 5,69% (yoy),
komoditasnya, perbaikan pesat kegiatan ekspor Jawa
walaupun melambat dibandingkan pertumbuhan
Tengah pada triwulan IV 2016 ini dialami oleh seluruh
volume triwulan III 2016 yang sebesar 11,80% (yoy).
komoditas utama.
Selanjutnya, investasi Jawa Tengah selama 2016
Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) Jawa Tengah
mencatatkan percepatan pertumbuhan dibandingkan
mengalami pertumbuhan 1,21% (yoy), berbalik arah
capaian 2015, yaitu menjadi 5,96% (yoy) dari 5,12%
dari triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan
(yoy). Peningkatan ini utamanya dalam bentuk
1,07% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari ekspor
nonbangunan yang membaik signifikan, yaitu dari
produk tekstil seperti pakaian jadi atau garmen (SITC
kontraksi 4,26% (yoy) menjadi tumbuh 0,08% (yoy).
84). Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 8,80%
Sementara itu, investasi bangunan masih tumbuh
(yoy) meningkat dari pertumbuhan periode
dengan level yang tinggi, yaitu 6,96% (yoy), relatif
sebelumnya yang sebesar 2,01% (yoy). Ekspor
stabil dengan pertumbuhan pada 2015 yang sebesar
komoditas ini mencatatkan pertumbuhan selama
6,90% (yoy). Komitmen pemerintah dalam
hampir 5 tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan
pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan tol,
di beberapa periode. Industri ini merupakan industri
bendungan, dan sebagainya turut mendukung tingkat
yang bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan
pertumbuhan investasi bangunan ini.
harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri 1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan IV 2016
kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor
tumbuh 3,13% (yoy), berbalik arah setelah mengalami
mendorong kinerja ekspor industri ini meningkat lebih
penurunan selama tiga triwulan dengan penurunan
tinggi.
pada triwulan III 2016 sebesar 10,48% (yoy).
yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan
30
%, YOY
20
III - 2016
47,26
21,90
5,89
3,08
4,77
17,09
IV - 2016
43,24
21,98
6,65
2,97
7,01
18,15
10 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
(10) (20) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) TPT (SITC 65,APERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) 84)
PERTUMBUHAN BULANAN (QTQ)
BAHAN MAKANAN (SITC 0) LAINNYA
KIMIA (SITC 5)
Grafik 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
Grafik 1.25 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
Sebaliknya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
namun lebih baik dibandingkan triwulan III 2016 yang
kain tekstil (SITC 65) mengalami penurunan sebesar
tercatat menurun sebesar 15,05% (yoy). Komoditas
13,28% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan
mebel masih mencatatkan penurunan namun telah
sebelumnya yang sebesar 7,31% (yoy). Komoditas ini
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
sudah mengalami penurunan sejak pertengahan tahun
sebelumnya, yaitu dari -15,63% (yoy) menjadi -11,52%
2015.
(yoy). Kondisi perbaikan ini juga dijumpai pada komoditas olahan kayu dan gabus (SITC 63) dengan
Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan Bank Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada
tumbuh sebesar 8,14% (yoy) setelah mengalami penurunan 14,64% (yoy) pada triwulan III 2016.
aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil
Berdasarkan hasil liaison, beberapa tantangan dalam
(benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi
ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu
menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan
diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat
biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil
menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan
di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif
harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor,
tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti
terdapat produk substitusi dengan material selain kayu
Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya
seperti logam yang berdaya tahan tinggi untuk di luar
saing komoditas dimaksud di pasar global.
ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha, ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan
Ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan 82)
di Jawa Tengah.
Jawa Tengah pada triwulan laporan mengalami perbaikan dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor komoditas tersebut menurun 1,01% (yoy),
1,000
%, YOY
USD JUTA
15
500
%, YOY
JUTA TON
25 20
10
15 400
800
10
5
5 0
300
600 0
-5 -10
-5
400 I
II
III
IV
2014
I
II
III 2015
NILAI EKSPOR
IV
I
II
III 2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
IV
200
-15 I
II
III
IV
2014
I
II
III
IV
2015 NILAI EKSPOR
I
II
III 2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
IV
15
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
500
USD JUTA
20
%, YOY
300
%, YOY
JUTA TON
15 10 400
5
270 240
0 -5
300
-10
210 180
-15 200
-20 I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
II
2015
III
150
IV
I
2016
II
III
IV
I
II
2014
28.10 %
7.45 %
11.77 %
9.48 %
I
II
III
IV
2016
Grafik 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
50
III - 2016
IV
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
VOLUME EKSPOR
Grafik 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
III 2015
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20
16.78 %
26.43 %
%, YOY
40 30 20 10 0
IV - 2016
27.86
7.61
USA
ASEAN
%
%
12.84 %
9.90 %
15.47
26.33
EROPA
LAINNYA
%
-10
I
II
III
IV
2014
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
%
-20
JEPANG TIONGKOK
-30 -40
Grafik 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS
TIONGKOK
EROPA
JEPANG
ASEAN
Grafik 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami perubahan signifikan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa masing-masing 27,86% dan 15,47%. Setelah kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang (12,84%), Tiongkok
Sumber : Fred, The Fed St. Luis
Grafik 1.32 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
(9,90%), dan ASEAN (7,61%). Pada triwulan laporan, perbaikan pertumbuhan ekspor terjadi pada seluruh
Selain itu, ekspor ke Tiongkok juga mencatatkan
negara tujuan utama.
perbaikan signifikan, yaitu dari penurunan 26,58% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi tumbuh 5,71%
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan dengan pangsa terbesar tumbuh 9,37% (yoy) pada triwulan laporan, berbalik arah dari penurunan 6,74% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perbaikan ini seiring dengan membaiknya perekonomian negara tersebut, yang didukung oleh peningkatan konsumsi dan perbaikan kondisi ketenagakerjaan.
(yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan ini didukung oleh perekonomian Tiongkok yang juga membaik, tercermin dari peningkatan penjualan eceran dan investasi swasta.
17
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sumber : Bloomberg
Sumber : Fred, Sumber The: Fed Bloomberg St. Luis
Grafik 1.32 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
Grafik 1.32 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
Lebih lanjut, pertumbuhan ekspor tertinggi pada
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
periode laporan tercatat dengan negara tujuan Jepang,
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
yaitu sebesar 28,05% (yoy), meningkat pesat dari
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
pertumbuhan 9,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
sebesar 38,45% dari total impor Jawa Tengah,
Ekspor ke Eropa juga mencatatkan perbaikan walaupun
sementara pangsa impor nonmigas sebesar 61,55%.
tidak signifikan dibandingkan tiga negara tujuan utama
Pangsa impor komoditas migas menurun selama
sebelumnya, yaitu dari -1,91% (yoy) menjadi 1,91%
beberapa tahun terakhir didorong oleh penurunan
(yoy). Sementara itu, ekspor ke ASEAN masih
harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar
mengalami penurunan, yaitu sebesar 15,01% (yoy),
negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas
namun membaik dibandingkan triwulan III 2016 yang
migas.
penurunan sebesar 17,50% (yoy). Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor Secara total selama tahun 2016, ekspor luar negeri
komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran
terkontraksi sebesar 2,22% (yoy). Kinerja ekspor secara
signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina
tahunan ini mengalami deselerasi sejak tahun 2014.
di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok 34%
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di
penurunan kinerja ekspor terutama diakibatkan oleh
Pulau Jawa.
faktor persaingan yang semakin ketat, terutama untuk produk kayu & mebel dan tekstil yang merupakan
30
ekspor utama Jawa Tengah.
20
%
10
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri Setelah mengalami penurunan selama hampir 3 tahun terakhir, dengan periode penurunan terakhir yaitu pada triwulan III 2016 sebesar 18,81% (yoy), impor luar negeri pada triwulan IV 2016 mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 2,59% (yoy). Secara triwulanan, impor luar negeri tumbuh 11,49% (qtq), berlawanan arah dengan penurunan 11,76% (yoy) pada triwulan IV 2015.
I (10)
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
(20) (30) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.35 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
18
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
4,500 USD JUTA
40 %, YOY
4,000
30
3,500
20
3,000
10
2,500 2,000
0
1,500 1,000 500 0
I
II
-10
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
-20 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 MIGAS
III
IV
2016
-30 -40
NONMIGAS
NONMIGAS
MIGAS
TOTAL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.36 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grafik 1.37 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa Tengah
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
Peningkatan tersebut ditengarai merupakan dampak
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
dari meningkatnya kinerja ekspor komoditas tekstil dan
terus mengalami penurunan secara nominal. Pada
produk tekstil (SITC kode 26 & 65). Impor komoditas
triwulan IV 2016, penurunan impor komoditas migas
tersebut tercatat tumbuh 31,11% (yoy) pada triwulan
tercatat 11,43% (yoy), menurun dibandingkan triwulan
laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya 3,01%
III 2016 sebesar 35,50% (yoy).
(yoy). Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil
Lebih lanjut, di sisi lain pada komoditas nonmigas, impor Jawa Tengah terutama berupa impor bahan baku
Jawa Tengah yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi.
dengan pangsa mencapai 67,57% dari total impor nonmigas Jawa Tengah. Sementara impor barang
Selain itu, impor barang modal juga mengalami
modal memberikan pangsa 22,72%, dan impor barang
peningkatan pertumbuhan, yaitu dari -7,58% (yoy)
konsumsi memberikan pangsa 9,71%. Komposisi ini
pada triwulan III 2016 menjadi 20,65% (yoy). Hal ini
tidak banyak berubah dari periode sebelumnya.
seiring dengan perbaikan kinerja investasi, terutama nonbangunan. Impor ini salah satunya dalam bentuk
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas terutama berasal dari impor bahan baku dan barang modal. Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami perlambatan. Pertumbuhan impor bahan baku meningkat dari 3,80% (yoy) pada triwulan III 2016
mesin dalam rangka peremajaan atau penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat transportasi (SITC kode 7) tumbuh 25,92% (yoy) pada triwulan laporan, berbalik arah dari penurunan 5,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
menjadi 12,96% (yoy) pada triwulan laporan.
1,800
III - 2016
66,75%
22,15%
11,08%
USD JUTA
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400
IV - 2016
67,57%
22,72%
9,71%
200 -
I
II
III
IV
I
2014
BAHAN BAKU
BARANG MODAL
BARANG KONSUMSI
Grafik 1.38 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
II
III
IV
I
2015 BARANG KONSUMSI
BARANG MODAL
II
III 2016
BAHAN BAKU
Grafik 1.39 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
IV
100 %, YOY
100 %, YOY
80
80
60
60
40
40
20
20
-
I
(20)
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
(40) (60)
I
II III 2013
(20)
2016
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
(40) BARANG MODAL
BAHAN BAKU
(60)
BARANG KONSUMSI
Grafik 1.40 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
TPT (SITC 26 & 65)
BAHAN MAKANAN (SITC 0)
MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
1,800
USD JUTA
1,600 III - 2016
8,49 %
9,89 %
42,15 %
7,06 %
32,41 %
1,400 1,200 1,000 800 600
IV - 2016
400
7,22 %
8,87 %
42,93 %
6,62 %
34,37 %
200 I
USA
ASEAN
TIONGKOK
EROPA
II
III
IV
I
perlambatan, walaupun masih tumbuh dengan level
III
IV
I
II
2015
AMERIKA SERIKAT
Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami
II
2014
LAINNYA
Grafik 1.42 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
ASEAN
III
IV
2016
CHINA
EROPA
LAINNYA
Grafik 1.43 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal 100
%, YOY
80 60
yang tinggi. Impor kelompok komoditas ini tumbuh 28,69% (yoy), setelah tumbuh 30,69% (yoy) pada periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi ini bergerak seiring dengan kinerja konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat, dan didukung
40 20 I (20)
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
(40) AMERIKA SERIKAT
ASEAN
TIONGKOK
EROPA
dengan nilai tukar yang relatif terjaga.
Grafik 1.44 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
1.1.2. Net Ekspor Antardaerah
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa
Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh
42,93%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
59,79% (yoy), berbalik arah setelah mengalami
yaitu ASEAN (8,87%), Amerika Serikat (7,22%), dan
penurunan 0,26% (yoy) pada triwulan III 2016. Salah
Eropa (6,62%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
satu faktor pendorong kinerja ini adalah komoditas
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan, pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan dari seluruh negara tujuan utama di atas.
migas Jateng yang meningkat seiring dengan telah beroperasinya Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) pada pengilangan minyak Cilacap. Penerapan teknologi baru tersebut ditengarai mampu
Impor luar negeri Jawa Tengah secara keseluruhan
meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, terdapat
tahun 2016 masih melanjutkan tren kontraksi sejak
peningkatan produksi migas di Blok Cepu, Kabupaten
2014. Pada tahun laporan, impor luar negeri tercatat turun 14,49% (yoy), namun lebih baik dibandingkan penurunan 16,03% (yoy) pada 2015.
19
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Blora. Selanjutnya, peningkatan konsumsi masyarakat tersebut diperkirakan dapat mendorong permintaan domestik dari daerah lain akan produk ekspor Jawa Tengah.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
20
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Selain itu, faktor pendorong kinerja ekspor antardaerah 100
%
berasal dari komoditas bahan makanan. Provinsi Jawa 50
Tengah sebagai salah satu lumbung pangan nasional mengalami surplus komoditas bahan makanan yang
-
didukung kinerja lapangan usaha pertanian yang
(50)
I
II
III
IV
I
II
2013
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
(100) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
tersebut khususnya berupa komoditas beras.
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.45 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
1.1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) 2015*
2014
KATEGORI
I
II
III
IV
140.435
38.363
41.499
45.207
32.132
19.654
5.281
5.608
6.000
6.041
329.025
85.862
87.941
89.961
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
843
198
223
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
601
156
156
93.450
24.707
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
2015*
2016**
2016*
I
II
III
IV
157.202
38.818
43.020
47.548
34.976
22.930
6.339
6.424
6.975
7.149
26.887
91.756
355.520
91.321
94.003
96.269
98.631
380.224
225
260
907
253
268
260
268
1.050
159
161
633
159
164
166
172
661
25.220
26.065
27.415
103.406
26.732
27.509
28.480
29.535
112.256
164.362
124.943
31.810
33.001
34.937
35.206
134.953
35.547
35.991
36.659
38.025
146.222
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
27.668
7.544
7.692
8.168
8.417
31.820
8.139
8.089
8.721
9.010
33.958
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
27.788
7.417
7.666
7.838
8.048
30.968
8.401
8.671
8.830
8.877
34.778
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
28.403
7.434
7.475
7.735
7.868
30.511
8.080
8.163
8.310
8.523
33.075
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
25.535
6.978
6.839
7.291
7.739
28.846
7.803
7.994
8.225
8.573
32.596
REAL ESTATE
15.037
4.026
4.144
4.256
4.323
16.749
4.381
4.483
4.594
4.714
18.172
3.018
803
854
894
897
3.448
949
977
1.010
1.021
3.957
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
26.406
6.809
6.929
7.408
7.780
28.926
7.728
7.903
7.720
7.882
31.233
JASA PENDIDIKAN
38.446
10.089
10.271
10.300
11.329
41.989
11.482
11.493
11.787
11.860
46.623
7.538
2.041
2.062
2.065
2.236
8.404
2.283
2.307
2.341
2.386
9.317
13.681
3.693
3.464
3.632
3.847
14.637
4.054
4.109
4.221
4.276
16.659
243.211 251.044
262.141
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
922.471
255.455 1.011.851 262.469 271.567 282.117 275.877 1.092.031
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) KATEGORI
2015*
2014 I
II
III
IV
107.793
27.941
30.614
32.449
22.823
15.567
3.738
3.924
4.196
4.183
271.527
69.374
70.461
71.683
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
866
209
225
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
568
146
145
76.682
19.580
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
2015*
2016**
2016*
I
II
III
IV
113.826
27.395
30.607
33.429
24.820
16.041
4.545
4.572
4.922
5.006
19.045
73.058
284.576
72.143
73.840
74.684
75.560
296.227
225
229
888
228
245
238
245
955
142
144
577
143
147
148
152
590
19.858
20.462
21.386
81.286
20.763
21.339
22.020
22.754
86.875
116.251
110.899
27.526
28.393
29.675
29.705
115.299
29.662
30.007
30.263
31.249
121.181
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
24.868
6.513
6.509
6.766
7.020
26.808
6.978
6.963
7.259
7.392
28.592
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
23.472
6.107
6.237
6.311
6.409
25.064
6.489
6.663
6.724
6.794
26.669
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
30.130
8.029
8.082
8.367
8.523
33.001
8.757
8.859
9.002
9.125
35.743
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
20.107
5.333
5.169
5.445
5.772
21.719
5.783
5.890
5.994
6.154
23.821
REAL ESTATE
13.777
3.569
3.678
3.768
3.807
14.822
3.842
3.913
3.990
4.084
15.829
2.527
662
680
700
700
2.741
734
753
770
775
3.032
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
21.076
5.439
5.451
5.614
5.690
22.195
5.668
5.736
5.608
5.707
22.720
JASA PENDIDIKAN
27.266
7.184
7.111
7.233
7.796
29.324
7.875
7.878
7.916
7.895
31.564
5.917
1.547
1.514
1.567
1.680
6.308
1.709
1.725
1.731
1.764
6.929
11.918
3.128
2.919
3.053
3.201
12.300
3.275
3.297
3.371
3.417
13.360
196.024 200.969
207.656
202.126
806.775 205.987 212.435 218.068 212.894
849.384
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
764.959
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) KATEGORI PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
2015*
2014 I
II
III
IV
2015*
2016** I
II
III
2016*
IV
-0,95
4,05
7,48
4,26
6,98
5,60
-1,96
-0,02
3,02
8,75
2,13
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
6,66
1,13
1,30
5,40
4,16
3,05
21,59
16,53
17,30
19,65
18,73
INDUSTRI PENGOLAHAN
6,61
5,56
4,25
4,71
4,73
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
6,50
0,23
0,17
0,30
9,33
2,43
9,12
8,72
5,78
6,80
7,57
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
3,45
1,96
3,13
-0,24
1,71
1,63
-2,61
1,39
4,56
5,46
2,17
KONSTRUKSI
4,38
4,19
5,30
7,08
7,35
6,00
6,04
7,46
7,61
6,40
6,88
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
4,79
2,91
2,98
2,01
8,06
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
9,26
11,92
9,69
6,60
3,73
7,80
7,13
6,97
7,29
5,31
6,66
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
7,61
8,31
6,22
6,00
6,69
6,79
6,26
6,82
6,54
6,00
6,40
13,00
11,57
8,51
9,50
8,65
9,53
9,07
9,62
7,58
7,06
8,31
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
4,12
7,27
2,32
8,86
13,59
8,02
8,44
13,95
10,07
6,61
9,67
REAL ESTATE
7,19
6,72
7,02
8,75
7,81
7,59
7,64
6,39
5,89
7,29
6,80
JASA PERUSAHAAN
7,97
8,92
8,72
9,10
7,28
8,49
10,92
10,81
10,06
10,72
10,62
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
0,78
3,97
7,85
6,23
3,37
5,31
4,22
5,23
-0,10
0,30
2,37
JASA PENDIDIKAN
9,37
11,37
10,65
6,62
2,52
7,55
9,63
10,78
9,44
1,27
7,64
11,37
8,97
4,07
6,25
7,15
6,61
10,48
14,00
10,46
5,00
9,86
JASA LAINNYA
8,50
8,34
-1,09
1,57
4,11
3,21
4,69
12,98
10,43
6,75
8,62
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
5,27
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perekonomian Jawa Tengah tahun 2016 masih bersumber dari tiga lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan (34,82%); pertanian, kehutanan dan perikanan (15,05%); dan perdagangan besareceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,89%). Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari periode sebelumnya.
40 %,YOY 30 20 10 -
I (10)
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
(20) (30) (40)
PERTUMBUHAN TAHUNAN
PERTUMBUHAN BULANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada triwulan IV 2016, kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan lapangan
Peningkatan aktivitas di sektor ini terkonfirmasi dari
usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
pertumbuhan kredit sektor pertanian yang meningkat
sepeda motor, mengalami peningkatan. Sementara itu,
dari 8,11% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi 9,65%
lapangan usaha industri pengolahan tercatat melambat
(yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini juga disertai dengan
dibandingkan triwulan III 2016.
membaiknya kualitas kredit sektor tersebut yang tercermin dari penurunan Non Performing Loan (NPL)
1.1.3.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami perbaikan dan menjadi pendorong utama
dari 11,40% pada triwulan III 2016 menjadi 10,17% pada triwulan laporan.
percepatan pertumbuhan ekonomi triwulan laporan.
Kinerja yang baik sektor pertanian pada triwulan IV
Setelah mengalami pertumbuhan 3,02% (yoy) pada
2016 utamanya didukung oleh anomali cuaca La Nina
triwulan III 2016 lalu, pada triwulan IV 2016 mengalami
yang terjadi sejak triwulan III 2016. Tingginya curah
pertumbuhan meningkat sebesar 8,75% (yoy). Secara
hujan pada periode tersebut diperkirakan dapat
triwulanan, sektor ini mengalami penurunan 25,75%
semakin mendorong kinerja pertanian khususnya
(qtq), namun tidak sedalam penurunan triwulan IV
untuk tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Produksi
2015 yang sebesar 29,67% (qtq).
padi pada periode laporan mencatatkan pertumbuhan tinggi sebesar 50,16% (yoy), meningkat tajam dari
21
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
22
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
800.000
60,00 %, YOY
HEKTAR
700.000
50,00
600.000
40,00
500.000 30,00
400.000 300.000
20,00
200.000
10,00
100.000
I
0 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 LUAS TANAM
III
IV
2016
II
(10,00)
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
(20,00)
LUAS PANEN
PERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADI
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.47 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.48 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah
capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 2,13%
Secara total 2016, lapangan usaha pertanian,
(yoy). Angka produksi ini juga terkonfirmasi dengan
kehutanan, dan perikanan tercatat tumbuh pada level
harga beras di pasar konsumen yang relatif stabil,
2,13% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
bahkan mengalami deflasi 2,92% (yoy) pada akhir
pertumbuhan 2015 yang sebesar 5,60% (yoy).
tahun.
Penurunan kinerja ini terutama terjadi pada periode semester pertama di mana terjadi penurunan produksi
Sebaliknya, La Nina menjadi penghambat kinerja
sebagai akibat dari El Nino yang pada akhir 2015.
pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah hujan tinggi atau kelembaban tinggi seperti aneka
1.1.3.2. Industri Pengolahan
bawang dan aneka cabai. Komoditas tersebut rentan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
rusak, atau bahkan gagal panen. Menurunnya produksi
melambat dari 4,19% (yoy) pada triwulan III 2016
komoditas ini tercermin dari harga di pasar yang
menjadi 3,43% (yoy) pada triwulan laporan. Secara
meningkat pesat. Inflasi bawang merah dan cabai
triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami
merah pada akhir tahun masing-masing tercatat
pertumbuhan 1,17% (qtq), lebih lambat dari
21,38% (yoy), dan 50,36% (yoy). Namun demikian,
pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya
p a n g s a k o m o d i t a s h o r t i k u l t u r a re l a t i f k e c i l
sebesar 1,92% (qtq).
dibandingkan komoditas padi, jagung dan kedelai sehingga secara keseluruhan kinerja sektor ini tetap mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan. 5,000 RIBU TON
%, YOY
60 50
4,000
40
3,000 2,000 1,000 II
III
IV
2014 PRODUKSI PADI
I
II
III
IV
I
2015
II
III
5 4
10
3
0
2
-10
1
IV
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANAN Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.49 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
7
20
2016
%
6
30
-20 I
9 8
(1)
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
(2) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.50 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Perlambatan lapangan usaha ini ditengarai akibat
dari 5,28% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 1,37%
melemahnya permintaan domestik, khususnya dari luar
(yoy) pada triwulan IV 2016. Kualitas kredit juga
provinsi. Melemahnya permintaan domestik
mencerminkan perlambatan kinerja tersebut. Pada
diindikasikan oleh pertumbuhan ekonomi nasional
triwulan IV 2016, industri pengolahan mencatatkan
maupun kawasan Jawa yang melambat pada triwulan
rasio Non Performing Loan (NPL) 3,81% dan berada di
laporan, yaitu masing-masing dari 5,01% (yoy) dan
bawah batas aman yang sebesar 5%, serta rasio NPL
5,70% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 4,94%
triwulan III yang sebesar 5,59%.
(yoy) dan 5,45% (yoy). Sementara itu, permintaan dari dalam provinsi sendiri maupun permintaan luar negeri masih cukup kuat.
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya
Perkembangan tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison
penurunan penggunaan kapasitas produksi dan tenaga
yang juga menunjukkan adanya sedikit perlambatan
kerja. Penggunaan kapasitas produksi industri
pada triwulan laporan. Likert scale penjualan domestik
pengolahan turun dibandingkatan periode
mengalami penurunan menjadi 0,21 dari 1,78 pada
sebelumnya, yaitu dari 75,74% menjadi 75,11%.
triwulan III 2016. Sementara itu, likert scale untuk
Subsektor industri pengolahan dengan orientasi
penjualan ekspor tercatat stabil di level 0,67. Hal ini juga
domestik mengalami penurunan utilitas, diantaranya
sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
subsektor semen dan barang galian non logam (turun
(SKDU) yang mengindikasikan adanya perlambatan
5%); diikuti subsektor kertas dan barang cetakan
kegiatan usaha pada triwulan laporan, terlihat dari
(turun 2,59%); dan subsektor makanan, minuman &
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha industri pengolahan yang sebesar 4,52%, sedikit lebih rendah
tembakau (turun 1,89%). Sementara itu, subsektor industri dengan orientasi ekspor masih menunjukkan peningkatan kapasitas terpakai, diantaranya pupuk,
dibandingkan 4,69%, pada triwulan III 2016.
kimia & barang dari karet; tekstil, barang kulit & alas Sisi perbankan mengonfirmasi perlambatan kinerja
kaki; serta barang kayu & hasil hutan lainnya dengan
industri pengolahan. Pertumbuhan kredit perbankan di
peningkatan masing-masing sebesar 4,55%; 2,01%;
sektor industri pengolahan mengalami perlambatan
dan 1,01%.
10
%, YOY
%, SBT
9
30
%, YOY
%
8
8
6 20
6
7 4
4 10
2 0
0
0
I -2
2
5
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
I
IV 3
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
II
III
IV
I
II
2014 PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.51 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan
Grafik 1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
23
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
24
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
84 %
1
%,SBT
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
82
0,5
80
0
78
-0,5
76
-1
TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
74
-1,5
72
-2
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA KERTAS DAN BARANG CETAKAN PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
70
-2,5 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
BARANG LAINNYA
2016 0
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
III - 2016
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
IV - 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.53 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai & Penggunaan Tenaga Kerja Industri Pengolahan (SKDU)
Grafik 1.54 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (SKDU)
Masih baiknya kinerja industri tekstil dan produk tekstil
Pada industri manufaktur skala mikro dan kecil,
tercermin dari nilai impor bahan baku yang
penurunan kinerja terutama terjadi pada industri
mencatatkan pertumbuhan tinggi. Sebagaimana yang
makanan sebagai salah satu industri utama Jawa
telah dijelaskan sebelumnya, pertumbuhan impor
Tengah. Industri makanan skala mikro dan kecil
bahan baku meningkat pesat, terutama pada bahan
mengalami penurunan yang semakin dalam pada
baku tekstil seperti serat tekstil, benang dan kain (SITC
triwulan laporan, yaitu dari 4,84% (yoy), menjadi
kode 26 & 65).
6,87% (yoy). Sementara itu, perbaikan terjadi pada industri pengolahan tembakau, yaitu dari penurunan
Berdasarkan skalanya, pelemahan terjadi baik pada industri mikro dan kecil, maupun industri besar dan
11,61% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi tumbuh positif sebesar 20,70% (yoy) pada triwulan laporan.
sedang. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan produksi industri manufaktur yang disurvei oleh Badan
Lebih lanjut, pada industri manufaktur besar dan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Hasil survei
sedang, perlambatan utamanya terjadi pada industri
tersebut menunjukkan bahwa produksi industri
kimia serta industri tekstil, sementara industri makanan
manufaktur mikro dan kecil maupun besar dan sedang
dan minuman, industri pengolahan tembakau, serta
mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,12%
industri pakaian jadi mengalami perbaikan.
(yoy) dan 2,27% (yoy), setelah tumbuh sebesar 2,66% Selama tahun 2016, pertumbuhan industri pengolahan
(yoy) dan 2,82% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
tercatat 4,09% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 4,81% (yoy) pada tahun sebelumnya.
10 %, YOY
Perlambatan kinerja terutama didorong oleh industri
8 6
makanan dan minuman, dari 9,45% (yoy) menjadi
4
6,22% (yoy); industri furnitur, dari 7,18% (yoy) menjadi
2
3,30% (yoy); industri pengolahan tembakau, dari
0 I -2
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
-4 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR & SEDANG PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO & KECIL Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.55 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Berdasarkan Skala Usaha
1,75% (yoy) menjadi 0,91% (yoy); serta industri kimia, dari 4,16% (yoy) menjadi 2,69% (yoy).
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI INDUSTRI KAYU
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI BAHAN KIMIA INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI FARMASI INDUSTRI KARET
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI FURNITUR
-30 III - 2016
-20
-10
0
10
20
-20
30
IV - 2016
III - 2016
-15
-5
-10
5
0
10
15
20
IV - 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.56 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%,YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.57 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%,YOY)
1.1.3.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
Sejalan dengan itu, kualitas kredit pada sektor
lapangan usaha Perdagangan Besar-Eceran dan
perdagangan juga mengalami peningkatan yang
Reparasi Mobil-Sepeda Motor mengalami peningkatan
dicerminkan oleh indeks NPL sektor perdagangan
dari 1,98% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 5,20%
tercatat mengalami perbaikan yaitu dari 3,64%
(yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan pada triwulan
menjadi 3,32%.
laporan tercatat 3,26% (qtq), jauh lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV tahun sebelumnya yang sebesar 0,10% (qtq). Percepatan terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di mana SBT kegiatan usaha lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran meningkat menjadi 8,19%, dari 7,07%
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, khususnya konsumsi, kinerja perdagangan diperkirakan turut mengalami peningkatan. Sesuai pola musimannya, pada hari raya Natal dan Tahun Baru, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat. Beberapa pelaku usaha melakukan trik promosi atau
pada triwulan III 2016.
diskon dengan memanfaatkan pola musiman ini untuk Penyaluran kredit di lapangan usaha ini juga mengalami
menarik lebih banyak pembeli.
pertumbuhan yang meningkat yaitu sebesar 20,48% (yoy), dari 15,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya. 10
35 %, YOY
%
%
4
8 25
6
3 4 15 2 5
I (2)
II
III
IV
I
II
2014 PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
2 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN
(4) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
25
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.59 Pertumbuhan dan Kualitas Penyaluran Kredit pada Sektor Perdagangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
10 %, SBT
%, YOY
10
TRIWULAN III 2016 TRIWULAN IV 2016
350 INDEKS 300
8
8
6
6
4
4
2
2
250 200 150 100
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHR PENGGUNAAN TENAGA KERJA
SANDANG
II
BARANG LAINNYA
I
BARANG BUDAYA DAN REKREASI
2014
IV
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA LAINNYA
III
PERALATAN DAN KOMUNIKASI DI TOKO
II
BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR
0 I
0 MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
0
50
SUKU CADANG AKSESORIS
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
26
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.60 Hasil SKDU PHR dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.61 Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE), peningkatan kinerja perdagangan tercermin dari hasil
1.1.3.4. Lapangan Usaha Lainnya Selain ketiga lapangan usaha di atas, lapangan usaha
penjualan yang bergerak dengan tren meningkat sejak
dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada tahun
Agustus 2016. Indeks Penjualan Riil (IPR) secara rata-
2016 adalah lapangan usaha pertambangan dan
rata triwulan IV 2016 tercatat 189,6 meningkat dari
penggalian (18,73%, yoy), jasa perusahaan (10,62%,
rata-rata IPR triwulan III 2016 (187,2). Peningkatan terjadi pada kategori makanan dan minuman; peralatan dan komunikasi; perlengkapan rumah tangga; dan barang budaya dan rekreasi.
yoy), jasa kegiatan dan kegiatan sosial (9,86%, yoy). Tingginya pertumbuhan lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan dampak dari peningkatan produksi Blok Cepu. Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) pembangunan Central
Peningkatan kinerja perdagangan ini tidak lepas dari
Processing Plant (CPP) area Gundih Asset 4 PT
terjaganya daya beli masyarakat. Berdasarkan hasil
Pertamina EP mencapai titik optimalnya pada Januari
survei konsumen, keyakinan konsumen pada kondisi
2016 sehingga produksi mengalami peningkatan sejak
ekonomi saat ini yang tercermin dari indeks kondisi
triwulan I 2016. Pasokan gas dari CPP ini akan dialirkan
ekonomi saat ini (IKE) pada triwulan IV 2016 secara
untuk PLTGU Tambak Lorok, Semarang. Begitu pula
rata-rata tercatat sebesar 118,2; lebih tinggi
dengan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial
dibandingkan rata-rata IKE triwulan III 2016 yang
mengalami pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar
sebesar 115,8.
9,86%, yang utamanya disumbang oleh Jasa Kesehatan. Subkelompok ini tumbuh tinggi seiring
Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran lebih
tindakan preventif dalam kesehatan.
tinggi dibandingkan capaian 2015. Pada tahun laporan, lapangan usaha ini mencatatkan pertumbuhan 5,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertubuhan tahun 2015 yang sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada perdagangan besar dan eceran selain kendaraan bermotor, sementara perdagangan mobil, motor, dan reparasinya mengalami perlambatan.
Sementara itu, jasa perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi karena meningkatnya jasa event organizer di tengah maraknya event/hajatan, khususnya pada akhir triwulan 2016. Adapun lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan negatif adalah administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, yaitu sebesar -2,94% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan menurun tajamnya kinerja konsumsi pemerintah.
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I 2017 Sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
di Jawa Tengah diperkirakan melambat pada
meningkat pada triwulan I 2017. Dikarenakan
triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
realisasi pendapatan yang tidak mencapai target,
periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 5,1%-
pemerintah melakukan pemotongan anggaran pada
5,5% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan
akhir 2016 sehingga pertumbuhan konsumsi
bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
pemerintah mengalami kontraksi pada periode
Sementara pada sisi lapangan usaha, perlambatan
tersebut. Pada 2017, pendapatan pemerintah
berasal dari melambatnya lapangan usaha industri
diperkirakan sudah membaik sehingga kinerja
pengolahan dan lapangan usaha perdagangan besar
konsumsi pemerintah juga dapat tumbuh lebih tinggi.
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sedangkan lapangan usaha utama lainnya yaitu
Konsumsi LNPRT diperkirakan tumbuh lebih tinggi
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan berjalan. Hal ini terutama dipicu oleh
tumbuh lebih cepat.
kegiatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan dilaksanakan oleh 7 kabupaten/kota di Jawa
1.2.1. Tracking Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017 Sisi Penggunaan Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada Februari 2017. Namun demikian, komponen ini tidak memiliki porsi signifikan sehingga konsumsi secara keseluruhan masih mencatatkan perlambatan pada triwulan I 2017.
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih
perlambatan pada triwulan I 2017. Perlambatan ini
lambat pada triwulan I 2017. Perlambatan
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
diprakirakan sesuai dengan pola musiman di mana
rumah tangga, sementara konsumsi lembaga nonprofit
beberapa proyek infrastruktur dan investasi belum
yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan konsumsi
berjalan optimal pada awal tahun. Namun demikian,
pemerintah diperkirakan tumbuh lebih tinggi.
perlambatan diproyeksikan tidak terlalu dalam mempertimbangkan masih banyaknya proyek
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat pada triwulan I 2017 seiring dengan
pembangunan multiyears baik oleh pemerintah maupun pelaku swasta.
normalisasi pada awal tahun. Perlambatan ini terindikasi dari hasil survei konsumen yang dilakukan
Beberapa pembangunan infrastruktur multiyears yang
Bank Indonesia, di mana Indeks Keyakinan Konsumen
sedang berlangsung di Jawa Tengah antara lain Tol
(IKK) tercatat 123,2 pada awal triwulan 2017, sedikit
Trans Jawa, PLTU Batang, dan Bandara Wirasaba.
menurun dari rata-rata IKK triwulan IV 2016 yang
Sementara itu, pada sisi swasta, paket kebijakan
sebesar 126,99. Walaupun melambat, nilai IKK yang
ekonomi pemerintah, terutama dalam hal peningkatan
secara konsisten berada di atas level 100 menunjukkan
kemudahan berusaha, diperkirakan dapat lebih
masih kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
mendorong investasi.
27
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
28
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
padi pada periode selanjutnya. Namun demikian, La
perbaikan pada triwulan I 2017. Sampai dengan
Nina juga membawa risiko serangan hama yang dapat
akhir 2016, perekonomian dunia sudah mulai
menyebabkan turunnya kualitas hasil pertanian atau
menunjukkan perbaikan. Hal tersebut juga sudah
bahkan gagal panen. Dampak La Nina ini sudah
berdampak pada permintaan ekspor Jawa Tengah yang
dirasakan pada triwulan IV 2016, dan diperkirakan
sudah meningkat pada triwulan IV 2016. Seiring
masih berlanjut hingga triwulan I 2017.
dengan semakin membaiknya perekonomian global, ekspor luar negeri Jawa Tengah diperkirakan masih melanjutkan tren peningkatan pada triwulan I 2017. Lebih lanjut, berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), beberapa pelaku ekspor sudah mendapat pesanan dan rencana produksi untuk awal tahun 2017.
Pada lapangan usaha industri pengolahan, pertumbuhan diprediksi melambat seiring dengan normalisasi permintaan domestik pada awal tahun. Normalisasi permintaan ini sejalan dengan pola musimannya, di mana konsumsi masyarakat cenderung melambat setelah hari raya pada akhir tahun dan berhentinya program-program
1.2.2. Tracking Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017 Sisi Lapangan Usaha
promosi.
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
Selanjutnya, sejalan dengan perlambatan konsumsi
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
rumah tangga serta kegiatan ekonomi secara
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
keseluruhan, kinerja lapangan usaha perdagangan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
juga diperkirakan tumbuh melambat. Melemahnya
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan I
kinerja perdagangan juga seiring dengan risiko
2017, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
kenaikan harga atau inflasi pada triwulan ini yang
usaha industri pengolahan, dan lapangan usaha
diperkirakan relatif tinggi. Inflasi Januari 2017 tercatat
perdagangan besar dan eceran, sementara lapangan
sebesar 1,16% (mtm); atau 3,06% (yoy), meningkat
usaha pertanian diprediksi mengalami perbaikan.
tajam dibandingkan inflasi Desember 2016 yang
Pertumbuhan pada lapangan usaha pertanian
sebesar 0,21% (mtm); atau 2,36% (yoy).
diperkirakan meningkat seiring dengan anomali
Namun demikian, pelaku usaha tetap memandang
cuaca kemarau basah atau La Nina pada akhir 2016.
optimis kinerja lapangan usaha perdagangan ke depan
Tambahan curah hujan pada musim kemarau ini
dapat tetap terjaga. Hal tersebut dikonfirmasi dari nilai
diharapkan dapat meningkatkan luas tanam pada
indeks ekspektasi penjualan yang secara konsisten
triwulan tersebut dan panen hasil pertanian terutama
berada di atas level 100.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SOLO GREAT SALE 2017 DORONG PEREKONOMIAN DI MASA LOW SEASON
SUPLEMEN I
Wilayah Soloraya, khususnya Kota Surakarta memiliki
masa low season terutama dalam sektor perdagangan,
sektor perdagangan, perhotelan, restoran dan pariwisata
sektor perhotelan, dan pariwisata. Untuk itu, untuk
sebagai sektor utama yang menjadi penopang
mendorong perekonomian di Kota Surakarta di masa-
perekonomian. Data yang dirilis oleh BPS Kota Surakarta
masa low season tersebut tetap berlangsung dengan
menunjukkan bahwa sektor perdagangan besar dan
baik, Pemerintah Kota Surakarta kembali
eceran serta sektor akomodasi dan makan minum
menyelenggarakan event tahunan, yaitu Solo Great Sale
menempati posisi teratas dalam pangsa sektor ekonomi
(SGS) Tahun 2017 yang merupakan SGS yang ketiga
terbesar di Kota Surakarta, atau mencapai 28,33% dari
kalinya. Event ini diselenggarakan selama satu bulan
total PDRB ADHB Tahun 2015. Pangsa tersebut tercatat
penuh yaitu pada bulan Februari 2017 dan diresmikan
lebih tinggi dibandingkan pangsa sektor yang sama di
secara langsung langsung oleh Bapak Arief Yahya selaku
Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 17,40% terhadap
Menteri Pariwisata pada tanggal 16 Januari 2017 lalu di
total PDRB Jawa Tengah Tahun 2015. Melihat data
Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata di
tersebut, fenomena yang terjadi pada sektor
Jakarta. Pasca peresmian oleh Menteri Pariwisata,
perdagangan serta sektor akomodasi dan makan minum dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi perekonomian Kota Surakarta pada umumnya.
Pemerintah Kota Surakarta juga melakukan peresmian SGS 2017 oleh Gubernur Jawa Tengah dan Walikota Surakarta, yang diikuti pula oleh KADIN, stakeholder lainnya, peserta SGS 2017 dan masyarakat Kota
Sebagaimana diketahui bersama, awal tahun terutama
Surakarta pada tanggal 29 Januari 2017 di area Car Free
bulan Februari secara pola historis merupakan masa-
Day Kota Surakarta.
Tabel Pangsa Sektor Perdagangan serta Sektor Akomodasi dan Makan Minum Tahun 2015 PDRB ADHB TAHUN 2015 (RP JUTA)
KOTA SURAKARTA
WILAYAH SOLORAYA
PROVINSI JAWA TENGAH
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
7,893,738.82
32,204,103.69
115,299,085.85
AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
2,015,814.83
6,765,917.79
25,064,275.14
SEKTOR PHR
9,909,553.65
38,970,021.48
140,363,360.99
34,982,374.09
189,907,447.83
806,775,362.19
28.33%
20.52%
17.40%
TOTAL PDRB ADHB TAHUN 2015 PANGSA SEKTOR PHR Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
29
30
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Dengan adanya dukungan dari Kementerian Pariwisata,
SGS 2017 yang bertemakan Ceria Bersama Pesona
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, stakeholder lainnya,
Belanja Kota Budaya ini berlaku di semua pusat
dan masyarakat pada umumya, diharapkan terjadi
perdagangan dan perbelanjaan, hotel dan restoran,
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, baik dari sisi
pertokoan, serta outlet bisnis lainnya yang ada di Kota
jumlah transaksi, jumlah peserta, serta jumlah wisatawan
Surakarta. Dalam event ini, ditargetkan adanya
yang datang ke Kota Surakarta dan sekitarnya.
kunjungan wisatawan sebanyak 250.000 orang, dengan tingkat hunian hotel sebanyak 150.000 orang.
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat terlihat bahwa penyelenggaraan SGS terus mengalami
Pemerintah Kota Surakarta optimis bahwa target-target
peningkatan baik dari sisi peserta maupun omset
dalam SGS 2017 dapat terlampaui, dengan adanya
transaksi penjualan selama periode SGS berlangsung.
berbagai event pendukung di Kota Surakarta dan faktor
Pada tahun 2017, target peserta maupun nominal
pendukung sebagai berikut :
transaksi juga mengalami peningkatan yang relatif besar.
Event Pendukung
Faktor Pendukung :
1. Solo Imlek Festival (Chinese Traditional & Culinary and
1. Diskon Pajak Hotel dan Restoran 30% bagi peserta
Flying Lampion) 2. Haul Habib Ali Bin Muhammad al Habsyi 3. Grebeg (Sudiro Sedekah bumi, grebeg dan kembang api)
SGS 2017. 2. Dibukanya berbagai rute penerbangan domestik dari / ke Bandara Adi Sumarmo oleh Maskapai Lion Air yang menjadikan Solo sebagai hub penerbangan di
4. Festifal Jenang
Indonesia, sehingga mempermudah wisatawan
5. Hari Jadi Kota Solo
domestik untuk datang ke Kota Surakarta dan
6. Pameran Produk UMKM 7. Solo Fashion Paradise
mengikuti SGS 2017. 3. Dibukanya rute penerbangan Solo - Kuala Lumpur
8. Otomotive & Real Estate Expo
oleh Maskapai Air Asia mulai tanggal 17 Januari 2017
9. Solo Karnaval
sehingga dapat mempermudah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Surakarta untuk mengikuti SGS 2017.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I 4. Promosi SGS didukung oleh kementerian Pariwisata melalui peluncuran SGS di Jakarta dan difasilitasi dalam acaa ASEAN Tourism Forum pada tanggal 1620 Januari 2017 di Singapura. 5. Panitia SGS bekerjasama dengan PT. KAI untuk memasang sejumlah spanduk di stasiun besar di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Jogja, dan Surabaya, serta akan dipromosikan dalam Airline Magazine di maskapai Garuda Indonesia dan Lion Air. 6. Adanya konsep Harmony by Contrast sebagai perpaduan antara pasar modern dan pasar tradisional sebagai keunggulan Kota Solo, yaitu melibatkan pedagang pasar tradisional di empat atau lima pasar di Kota Surakarta sehingga event ini dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Konsep Harmony by Contrast merupakan terobosan
Untuk memeriahkan keterlibatan pasar tradisional, KPw
yang baru dilakukan pada SGS tahun 2017, di mana KPw
BI Solo bersama penyelenggara SGS 2017 mengadakan
BI Solo menginisiasi keterlibatan pasar tradisional
Lomba Pasar Tradisional, dengan aspek penilaian dari sisi
sebagai peserta SGS 2017. Pada kesempatan ini,
kondisi kebersihan pasar, kreativitas dan semarak pasar,
terdapat 12 (dua belas) pasar tradisional di Kota
serta ketertiban dan kegotongroyongan. Dengan
Surakarta yang turut serta dalam SGS 2017 dan menjadi
penyelenggaraan lomba pasar tradisional tersebut,
peserta Lomba Pasar Tradisional yaitu Pasar Gedhe, Legi,
pengelola pasar diharapkan dapat mewujudkan
Gading, Kadipolo, Jongke, Harjodaksino, Klewer, Tanggul, Singosaren, Nusukan, Gilingan, dan Nongko.
lingkungan pasar yang kondusif dan nyaman untuk para pedagang, dan khususnya kepada konsumen pasar.
Untuk memeriahkan keterlibatan pasar tradisional, KPw
Pengelolaan pasar tradisional yang baik menjadi salah
BI Solo bersama penyelenggara SGS 2017 mengadakan
satu aspek utama dalam perekonomian di Kota
Lomba Pasar Tradisional, dengan aspek penilaian dari sisi
Surakarta, mengingat pasar tradisional merupakan
kondisi kebersihan pasar, kreativitas dan semarak pasar,
merupakan salah satu ikon budaya dan pusat kegiatan
serta ketertiban dan kegotongroyongan. Dengan
ekonomi di Kota Surakarta.
penyelenggaraan lomba pasar tradisional tersebut, pengelola pasar diharapkan dapat mewujudkan
Keterlibatan pasar tradisional dalam penyelenggaraan
lingkungan pasar yang kondusif dan nyaman untuk para
SGS 2017 diharapkan dapat lebih menggairahkan
pedagang, dan khususnya kepada konsumen pasar.
perekonomian masyarakat karena jangkauan atau
Pengelolaan pasar tradisional yang baik menjadi salah
cakupan masyarakat yang merasakan manfaat adanya
satu aspek utama dalam perekonomian di Kota
pesta diskon di Kota Surakarta menjadi lebih luas, tidak
Surakarta, mengingat pasar tradisional merupakan salah
hanya terbatas pada masyarakat kelas menengah ke atas
satu ikon budaya dan pusat kegiatan ekonomi di Kota
yang berbelanja di toko atau pusat perbelanjaan
Surakarta.
modern.
31
32
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Dampak SGS terhadap Perekonomian Surakarta
Sumber: BPS, diolah
Grafik Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Kota Surakarta
Berdasarkan perkembangan data terakhir, tingkat hunian kamar hotel di Kota Surakarta menunjukkan perkembangan yang baik pada bulan Februari, terutama semenjak diselenggarakannya event SGS mulai tahun 2015. Pada tahun 2014, tingkat hunian kamar Kota Surakarta di bulan Februari mengalami penurunan dibandingkan bulan Januari. Namun demikian, pada tahun 2015 dan tahun 2016, tingkat hunian kamar hotel pada bulan Februari berhasil mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa penyelenggaraan SGS sedikit banyak memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kinerja pada sektor PHR di Kota Surakarta. Selain itu, event SGS juga telah menjadi inspirasi bagi PHRI, di mana PHRI akan menggagas kegiatan yang serupa dengan SGS dalam skala nasional yang akan dikemas dalam program Visit Indonesia 2018. Dilihat dari pangsanya, sektor PHR merupakan sektor ekonomi terbesar di Kota Surakarta, dengan pangsa sektor tersebut mencapai 28,33%. Penyelenggaraan program SGS yang ketiga ini diharapkan dapat mendorong kinerja sektor utama tersebut untuk tetap tumbuh dengan optimal meski di bulan low season. Pada akhirnya, peningkatan kinerja pada sektor PHR diharapkan dapat mendorong perekonomian kota secara keseluruhan.
BAB
II
KEUANGAN PEMERINTAH Persentase realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 meningkat. Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah dan Dana Alokasi Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Peningkatan realisasi belanja berasal dari belanja hibah yang meningkat di tengah fokus Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan inklusif. Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015, terutama dipengaruhi oleh upaya pemangkasan anggaran untuk menjaga defisit fiskal secara nasional.
2.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2016 Postur APDB² Provinsi Jawa Tengah pada 2016
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2015.
pemerintah sampai triwulan IV 2016 mengalami
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp21 triliun
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
atau naik 15,18% dibandingkan tahun 2015. Begitu
pendapatan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp19,63
pula dengan anggaran belanja yang meningkat
triliun, meningkat 16,64% dibandingkan realisasi
menjadi Rp21,16 triliun atau naik 7,76% dibandingkan
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, defisit
Rp16,83 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
anggaran pada tahun 2016 mengalami penurunan,
meningkat sebesar 8,54% pada triwulan IV 2016; dari
dari sebelumnya defisit Rp1,41 triliun menjadi sebesar
sebelumnya Rp17,84 triliun menjadi Rp19,37 triliun pada triwulan laporan.
Rp167 miliar.
Pemerintah Provinsi
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp 261 miliar
persentase realisasi pendapatan dan belanja
pada triwulan IV 2016. Surplus ini lebih tinggi
mengalami peningkatan. Realisasi pendapatan
dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang justru
sampai dengan triwulan laporan sebesar 93,52% dari
mengalami defisit sebesar Rp1,02 miliar. Berdasarkan
APBD 2016, lebih tinggi dibandingkan serapan
data historis lima tahun terakhir, kondisi surplus selalu
pendapatan triwulan IV 2015 yang sebesar 92,35%.
terjadi di akhir tahun, kecuali pada tahun 2015. Kondisi
Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan IV 2016
surplus yang terjadi pada tahun 2016 sejalan dengan
sebesar 91,55% dari APBD 2016, lebih baik
peningkatan pendapatan (16,64%) yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 90,89% dari
dibandingkan peningkatan belanja (8,54%).
APBD-P 2015. Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar) APBD-P 2016
URAIAN
Realisasi IV - 2016
% Realisasi
PENDAPATAN
20.988
19.629
93,52%
PAD
12.768
11.538
90,37%
8.151
8.017
98,36%
69
73
105,30%
DANA PERIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA BELANJA
21.155
19.368
91,55%
BELANJA TIDAK LANGSUNG
15.200
13.728
90,31%
BELANJA LANGSUNG
5.955
5.640
94,72%
SURPLUS/DEFISIT
(167)
261
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
25,000
25.000
RP MILIAR
20.988 20,000
18.223
19.632
16.828 15.000
10,000
10.000
5,000
5.000
(1.409) (167)
-
(5,000)
BELANJA T.A. 2015
SURPLUS (DEFISIT)
T.A. 2016 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016 1.
19.629
20.000
15,000
PENDAPATAN
RP MILIAR
21.155
APBD Provinsi Jawa Tengah memberikan kontribusi sebesar 23% terhadap keseluruhan APBD total di Jawa Tengah, termasuk Kab/Kota seluruh Jawa Tengah. Sementara itu, APBD Kab/Kota di Jawa Tengah memberikan kontribusi yang dominan, yakni sebesar 77% dari total APBD.
17.843
19.368
(1.015)
PENDAPATAN
BELANJA IV 2015
261
SURPLUS (DEFISIT)
IV 2016 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016
35
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
36
KEUANGAN PEMERINTAH
18
25
RP TRILIUN
RP TRILIUN
16 20
14 12
15
10 8
10
6 4
5
2 0
I
II
III 2012
IV
I
II III 2013
PENDAPATAN ASLI DAERAH
IV
I
II III 2014
IV
I
DANA PERIMBANGAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
0
I
II
III 2012
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
IV
I
II III 2013
IV
BELANJA LANGSUNG
I
II III 2014
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
IV
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2016 Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
atau menurun dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar
sampai dengan triwulan IV 2016 sebesar 93,52%
64,80%. Penurunan ini mengindikasikan menurunnya
dari APBD-P 2016, lebih tinggi dibandingkan
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
dengan triwulan IV 2015 yang sebesar 92,35%.
pangsa Daper meningkat menjadi 40,84% pada
Namun demikian, realisasi di triwulan ini masih lebih
triwulan IV 2016 dari sebelumnya 13,41% pada
rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi
triwulan IV 2015. Peningkatan ini terutama berasal dari
pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar
Dana Alokasi Khusus (DAK), yakni untuk pengeluaran
102,35%. Peningkatan persentase serapan ini terjadi di
di bidang pendidikan sejalan dengan peningkatan
seluruh komponen, baik Pendapatan Asli Daerah (PAD),
kewenangan Pemprov Jateng.
Dana Perimbangan (Daper), dan lain-lain pendapatan yang sah. Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah
58,78% 40,84% 0,37%
( PA D ) d a n D a n a P e r i m b a n g a n ( D a p e r ) memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua
PAD DANA PERIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
pos tersebut. Meskipun bertumbuh, namun pangsa PAD pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 58,78%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2016
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2015 & 2016 KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
IV - 2015
IV - 2016
PENDAPATAN ASLI DAERAH
90,36%
90,37%
PAJAK DAERAH
86,48%
88,56% 105,29%
RETRIBUSI DAERAH
103,18%
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
100,11%
98,95%
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
122,34%
101,37%
DANA PERIMBANGAN
92,01%
98,36%
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
74,40%
97,53%
DANA ALOKASI UMUM
100,00%
100,00%
DANA ALOKASI KHUSUS
100,00%
97,93%
99,05%
105,30%
100,21%
112,05%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH HIBAH
99,03%
-
DANA INSENTIF DAERAH
100,00%
100,00%
PENDAPATAN LAINNYA
100,26%
-
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
99,05% pada triwulan sama tahun 2015.
daerah, dengan peran sebesar 83,83% dari total PAD,
Meningkatnya komponen ini ditengarai akibat hasil
diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (12,36%), dan hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
kontribusi badan usaha yang meningkat lebih tinggi
(2,95%). Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah
dibandingkan tahun sebelumnya.
terbilang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 88,56%; lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun lalu yang mencapai 86,48%. Perbaikan ini terjadi seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini juga sejalan dengan program bebas bea balik nama (BBN) dan bebas denda pajak kendaraan bermotor pada akhir tahun 2016, di mana masyarakat mendapatkan keringanan penghapusan
B e r d a s a r k a n k o m p o n e n D a p e r, s u m b e r pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan peran sebesar 65,65% dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU (23,20%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (11,15%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tahun 2016. Adapun alokasi pemberian BOS di tahun 2016 ialah sebesar Rp5,22 triliun. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar Rp5,26 triliun, meningkat pesat dibandingkan
denda pajak, namun pajak terutang tetap dibayarkan.
triwulan IV 2015 yang sebelumnya hanya sebesar Rp58 Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
miliar. Sementara itu, persentase serapan DBH
terkumpul pada triwulan IV 2016 mengalami
meningkat menjadi 97,53%, dari sebelumnya 74,40%
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 29,84% (yoy), lebih
di triwulan IV 2015. Adapun realisasi DAU tercatat stabil
tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 1,67%
dengan realisasi sebesar 100% sesuai dengan pola
(yoy). Hal ini juga sejalan dengan perekonomian yang
historisnya.
tumbuh membaik pada triwulan laporan. Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan.
peningkatan realisasi menjadi 105,30% pada
Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
triwulan IV 2016 setelah sebelumnya terealisasi
105,30%; meningkat dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2015 sebesar 99,05%. Meningkatnya
70
%, YOY
%, YOY
60 50
7
komponen ini terutama berasal dari realisasi dana hibah
7
yang meningkat menjadi 112,05% dari sebelumnya
6
40
100,21% pada triwulan IV 2015. Sementara itu, tidak
6 30 5
20 10 -
I
II
III 2012
IV
I
II III 2013
PENDAPATAN
IV
I
II III 2014
PAJAK DAERAH
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
terdapatnya realisasi pendapatan Dana Penyesuaian
5
dan Otonomi Khusus di triwulan laporan menahan
4
peningkatan secara keseluruhan. Adapun pendapatan Dana Intensif Daerah terealisasi seluruhnya sebesar
PDRB - SKALA KANAN
100,00%; sama dengan periode sebelumnya. Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
37
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
38
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2016
Komponen belanja bagi hasil kepada
Pada triwulan IV 2016, realisasi belanja Provinsi
kabupaten/kota mengalami penurunan
Jawa Tengah sebesar 91,55% dari total anggaran
dibandingkan triwulan yang sama tahun
belanja 2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
dengan persentase realisasi periode yang sama tahun
komponen tersebut sebesar 80,32%, lebih rendah
sebelumnya sebesar 90,89%. Meningkatnya realisasi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 84,00%.
ini terutama didorong oleh peningkatan belanja tidak
Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada
langsung yang memiliki peran dominan, yakni sebesar
kabupaten/kota ini juga menurun, yakni dari Rp4,13
70,88%.
triliun menjadi Rp4,01 triliun.
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
Begitu pula dengan belanja pegawai yang
meningkat pada triwulan laporan. Realisasi pada
tercatat lebih rendah, yakni sebesar 93,29%,
triwulan IV 2016 sebesar 90,31%; lebih tinggi
menurun dibandingkan periode sama tahun
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 89,98%.
sebelumnya yang sebesar 95,07%. Penurunan
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
persentase ini terjadi sebagai imbas dari penghematan
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
anggaran di tahun laporan, di mana perjalanan dinas
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
dan rapat relatif dibatasi. Namun demikian, secara
masing-masing peran sebesar 38,29%, 29,78%, dan
nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi Rp2,24
16,32% dari total belanja tidak langsung.
triliun, dari sebelumnya yang sebesar Rp2,19 triliun.
Pada triwulan IV 2016, belanja hibah tercatat
Sementara itu, pada komponen belanja langsung,
sebesar Rp5,26 triliun atau 98,88% dari total
persentase realisasi mengalami kenaikan.
anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
Penyerapan belanja langsung tercatat 94,72%, relatif
2015 yang sebesar Rp3,75 triliun atau 96,01%.
naik dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar
Peningkatan ini ditengah upaya mendorong
93,05%. Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya,
pembangunan yang inklusif dan meningkatkan
realisasi belanja modal yang memiliki peran 48,05%
kesejahteraan masyarakat yang dilakukan oleh
dari total belanja langsung ini mengalami peningkatan
Pemprov Jateng, seperti bantuan sarana prasarana
realisasi. Sementara itu, belanja barang dan jasa serta
pertanian dan pembangunan infrastruktur desa. Hal ini
belanja pegawai, yang masing-masing memiliki peran
sejalan dengan penurunan tingkat kemiskinan Jawa
sebesar 46,10% dan 5,85% terhadap belanja
Tengah, terutama di kawasan perdesaan.
langsung, mengalami penurunan persentase realisasi pada triwulan laporan. Realisasi belanja modal pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp2,71 triliun, atau terserap 93,49% dari total anggaran. Persentase ini
29,12% 70,88%
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terserap sebesar Rp2,31 triliun atau 87,98%. Peningkatan ini sejalan dengan upaya percepatan BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan III 2016
realisasi belanja infrastruktur yang dicanangkan oleh Pemprov Jateng semenjak tahun 2015.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan IV 2015 & 2016 URAIAN
IV - 2015
IV - 2016
BELANJA TIDAK LANGSUNG
89,98%
90,31%
BELANJA PEGAWAI
95,07%
93,29%
BELANJA HIBAH
96,01%
98,88%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
91,04%
87,71%
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
84,00%
80,32%
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
84,41%
91,16%
BELANJA TIDAK TERDUGA
36,05%
10,62%
BELANJA LANGSUNG
93,05%
94,72%
BELANJA PEGAWAI
94,98%
94,18%
BELANJA BARANG DAN JASA
97,40%
96,11%
BELANJA MODAL
87,98%
93,49%
JUMLAH BELANJA
90,89%
91,55%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa
B e rd a s a r k a n j e n i s n y a , b e l a n j a p e g a w a i
sebesar Rp2,6 triliun, atau terserap 96,11% dari
dianggarkan sebesar Rp13,64 triliun atau 40,96%
total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2016, diikuti
dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp2,82
oleh belanja barang sebesar Rp11,56 triliun (34,72%),
triliun atau terserap sebesar 97,40%. Penurunan juga
belanja modal sebesar Rp7,86 triliun (23,61%), dan
terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja
belanja bantuan sosial Rp238 miliar (0,72%).
pegawai tercatat terserap 94,18% dari total anggaran. Angka ini sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang sebesar 94,98% dari total
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, realisasi APBN tercatat sebesar Rp30,09 triliun atau
anggaran.
90,36%, menurun dibandingkan triwulan IV 2015
2.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2016 APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016
yang sebesar Rp32,61 triliun atau 90,82% dari APBN Provinsi Jawa Tengah 2015.
mengalami penurunan sejalan dengan
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
penghematan anggaran yang dilakukan oleh
triwulan IV 2016 terutama didorong oleh peran
Pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menekan defisit
komponen belanja pegawai, yakni sebesar
anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level
44,25% dari total belanja. Sementara itu, belanja
yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi
barang memiliki peran 32,67% dari total realisasi
penurunan anggaran APBN sebesar 7,25%; dari
belanja, diikuti oleh belanja modal (22,33%), dan
sebelumnya Rp35,91 triliun pada tahun 2015 menjadi
belanja bantuan sosial (0,76%). Penurunan serapan
Rp33,30 triliun di triwulan laporan.
APBN pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode
44,25% 32,67% 22,33% 0,76%
40,96% 34,72% 23,61% 0,72% BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016 Berdasarkan Jenis Belanja
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016 Berdasarkan Jenis Belanja
39
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
40
KEUANGAN PEMERINTAH
yang sama tahun sebelumnya terjadi pada seluruh jenis
anggaran yang menyebabkan pemerintah melakukan
belanja kecuali pada belanja bantuan sosial yang
penghematan, khususnya untuk proyek pembangunan
mengalami peningkatan.
yang sudah dianggarkan namun belum terealisasi di tahun laporan.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan IV 2016 sebesar Rp13,31 triliun atau 97,60% dari total APBN
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan IV
laporan tercatat sebesar Rp229 miliar atau 95,95%
2015 yang sebesar 98,21% dari total APBN 2015,
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
meskipun secara nominal tumbuh lebih tinggi dari
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan IV
sebelumnya Rp12,70 triliun. Penurunan persentase
2015 85,39%, meskipun secara nominal lebih rendah
realisasi ini disebabkan oleh adanya pemotongan
yaitu sebesar Rp1,52 triliun. Peningkatan ini terutama
anggaran terutama untuk penghematan belanja
disebabkan oleh pengurangan pagu belanja bantuan
pegawai yang dapat ditekan, seperti perjalanan dinas
sosial. Selain itu, penurunan ini pada tahun 2016 ini
dan rapat.
dikarenakan Jawa Tengah mengalami kejadian bencana alam yang relatif ringan sehingga tidak membutuhkan
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
realisasi bantuan sosial yang cukup besar. Hal ini
laporan tercatat sebesar Rp9,83 triliun atau
berbeda dengan tahun 2015, di mana Jawa Tengah
85,03% dari total anggaran, sedikit lebih rendah
mengalami beberapa bencana besar, seperti banjir dan
dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang
tanah longsor yang mendorong realisasi belanja
sebesar 85,44%; meskipun secara nominal lebih tinggi
bantuan sosial dalam jumlah besar.
dari sebelumnya yaitu sebesar Rp9,64 triliun. Persentase realisasi belanja barang ini menurun akibat
2.3. APBD Tahun 2017
penghematan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
rangka mengurangi defisit anggaran yang berlebihan.
2017 meningkat relatif tinggi dibandingkan tahun
Namun demikian, penurunan ini tidak terlalu dalam
2016. Dari sisi pendapatan, anggaran pendapatan
mengingat terjadi peningkatan nominal kebutuhan
2017 tercatat sebesar Rp23,47 triliun atau meningkat
kementerian/lembaga pada tahun laporan.
sebesar 6,54% dari anggaran tahun 2016. Sementara itu, dari sisi belanja, anggaran belanja 2017 tercatat
Belanja modal tercatat sebesar Rp6,72 triliun atau
sebesar Rp23,36 triliun atau meningkat 4,18% dari
85,47%; lebih rendah dibandingkan realisasi
anggaran belanja tahun 2016. Pada tahun 2017,
belanja modal triwulan IV 2015 yang sebesar
belanja ini mengalami peningkatan sejalan dengan
Rp8,75 triliun atau 88,27%. Penurunan ini
pencanangan tahun infrastruktur pariwisata dan
diperkirakan disebabkan oleh adanya pemotongan
program penanggulangan kemiskinan.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan IV 2015 & 2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar) JENIS
IV 2015
IV 2016
PAGU
REALISASI
%REALISASI
PAGU
REALISASI
BELANJA PEGAWAI
12.936
12.704
98,21%
13.642
13.314
%REALISASI 97,60%
BELANJA BARANG
11.280
9.638
85,44%
11.561
9.830
85,03%
BELANJA MODAL
9.912
8.749
88,27%
7.861
6.719
85,47%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1.777
1.517
85,39%
238
229
95,95%
35.905
32.609
90,82%
33.302
30.092
90,36%
TOTAL Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
DAU mengalami peningkatan sebesar 98,33%;
Tabel 2.5. Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2016 dan 2017 (Rp Miliar) APBD 2016
URAIAN
APBD 2017
PENDAPATAN
22.026
23.468
BELANJA
22.426
23.364
(400)
104
-
-
SURPLUS / DEFISIT SILPA
dari sebelumnya Rp1,86 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp3,69 triliun pada anggaran tahun 2017. Hal ini terjadi akibat pelimpahan kewenangan mengelola SMA/SMK, dari pemerintah kota/kabupaten
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
ke pemerintah provinsi, sehingga 30000
menyebabkan
bantuan DAU dari pemerintah pusat mengalami
RP MILIAR
25000
peningkatan. Saat ini, terdapat pelimpahan status guru
20000
dan tenaga pendidik PNS/honorer dari kabupaten/kota
15000
sebanyak 38.278 orang yang pada tahun 2017 akan
10000
menjadi tanggungan Pemprov Jateng.
5000 0 2010
2011
2012
2013
ANGGARAN BELANJA
2014
2015
2016
2017
ANGGARAN PENDAPATAN
Grafik 2.10 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan 2010-2017 (Rp Miliar)
Selanjutnya, DAK juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 25,42% dibanding tahun sebelumnya. DAK dari sektor non-fisik berkontribusi signifikan, yaitu mencapai lebih dari 95%
Secara historis, APBD Provinsi Jawa Tengah selalu
dari total DAK. Peningkatan pertumbuhan ini juga
mencatatkan defisit semenjak tahun 2010. Namun
sejalan dengan pelimpahan kewenangan di bidang
berbeda dengan APBD tahun 2017 yang mencatatkan
pendidikan yang saat ini semakin besar.
surplus sebesar Rp104 miliar, lebih baik dibandingkan dengan anggaran tahun 2016 yang mengalami defisit
Adapun pos pemasukan utama lainnya, yakni
Rp400 miliar.
anggaran PAD mengalami penurunan pada tahun 2017. Anggaran PAD tahun 2017 tercatat sebesar
2.1.3. Anggaran Pendapatan Tahun 2017 Anggaran pendapatan tahun 2017 secara nominal mengalami peningkatan. Meskipun demikian, terjadi perlambatan pertumbuhan dibanding dengan tahun 2016 dari 20,87% (yoy) menjadi 6,54% (yoy) di tahun 2017.
Rp 11,97 triliun, atau menurun sebesar 13,35% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2016. Penurunan pos ini terutama berasal dari target pajak daerah yang lebih realistis semenjak awal tahun. Meskipun demikian komponen retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta
Anggaran pendapatan tahun 2017 meningkat
PAD lainnya tumbuh meningkat terbatas, sehingga
didorong oleh meningkatnya Daper. Kontributor
mampu menahan penurunan PAD menjadi lebih dalam.
terbesar dari peningkatan anggaran Daper ini ialah dari DAU yang meningkat sebesar 98,33%, lalu DAK yang
25000
meningkat mencapai 25,42%. Anggaran Dana
20000
Perimbangan mengalami peningkatan yang cukup
15000
40,00
signifikan jika dibandingkan dengan tahun
10000
30,00
sebelumnya, yang mencapai angka 40,01%. Secara
5000
keseluruhan, Pemprov Jawa Tengah menganggarkan
0
RP MILIAR
2017.
70,00 60,00 50,00
20,00 10,00 2011
Dana Perimbangan sebesar Rp11,42 triliun pada tahun
% YOY
2012
2013
2014
ANGGARAN BELANJA
2015
2016
2017
ANGGARAN-YOY
Grafik 2.11 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan 2017
41
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
42
Tabel 2.6 Anggaran Pendapatan Tahun 2017 (Rp Miliar) KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
APBD 2016
APBD 2017
PENDAPATAN ASLI DAERAH
22.026
23.468
6.54%
PAJAK DAERAH
13.811
11.967
-13.35%
RETRIBUSI DAERAH
12.054
10.167
-15.66%
97
100
3.31%
361
364
0.86%
DANA PERIMBANGAN
1.299
1.337
2.88%
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
8.153
11.415
40.01%
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH
DANA ALOKASI UMUM
PERTUMBUHAN (%)
919
986
7.31%
DANA ALOKASI KHUSUS
1.860
3.689
98.33%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
5.374
6.740
25.42%
HIBAH
62
86
37.01%
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
23
35
50.47%
DANA INSENTIF DAERAH
39
PENDAPATAN LAINNYA
50
JUMLAH PENDAPATAN Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sementara itu, anggaran pos transfer pemerintah
anggaran belanja dari 14,24% (yoy) pada tahun 2016
pusat dan lainnya mengalami peningkatan
menjadi 4,18% (yoy) di tahun 2017.
menjadi Rp86 miliar dari sebelumnya Rp62 miliar, atau naik 37,01% (yoy), Kenaikan ini utamanya berasal dari komponen dana hibah yang meningkat.
Ditinjau dari pangsanya, terjadi peningkatan pangsa dari belanja tidak langsung pada tahun anggaran 2017. Anggaran belanja tidak langsung
2.3. APBD Tahun 2017
meningkat menjadi Rp 17,39 triliun atau naik sebesar
Anggaran belanja tahun 2017 meningkat sebesar
8,42% dibandingkan anggaran tahun 2016.
4,18% dibanding tahun 2016, menjadi Rp23,36
Peningkatan anggaran belanja tidak langsung ini
triliun. Peningkatan ini sejalan dengan kebijakan
utamanya didorong oleh meningkatnya komponen
umum penyusunan APBD 2017 yang dititikberatkan
belanja pegawai dan belanja bantuan sosial. Belanja
pada lima program prioritas, yakni ketahanan pangan
pegawai meningkat seiring dengan meningkatnya
dan energi, percepatan penanggulangan kemiskinan
kewenangan Pemprov Jateng untuk tenaga pendidik
dan pengangguran, serta sinkronisasi kembali
yang sebelumnya menjadi kewenangan
kebijakan pemerintah pusat dan daerah seiring dengan
kabupaten/kota. Sementara itu, belanja bantuan sosial
diterbitkannya UU No. 23/2014 tentang Pemerintah
meningkat ditengarai oleh fokus pembangunan daerah
Daerah dan PP No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah.
di tahun 2017 yang lebih inklusif dan berfokus
Meskipun tumbuh, terjadi perlambatan pertumbuhan
mengurangi kemiskinan. %, THD TOTAL BELANJA
25000
RP MILIAR
% YOY
70,00 60,00
20000
100%
33%
26%
28%
28%
30%
28%
25%
67%
74%
72%
72%
70%
72%
75%
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
80%
50,00 15000
40,00
10000
30,00
60% 40%
20,00 5000
10,00 -
0 2011
2012
2013
2014
ANGGARAN BELANJA
2015
2016
2017
ANGGARAN-YOY Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja 2017
20% 0% BELANJA LANGSUNG
BELANJA TIDAK LANGSUNG Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.13 Anggaran Belanja 2017 Berdasarkan Komponen (%)
Tabel 2.7 Anggaran Belanja Tahun 2017 (Rp Miliar) KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
APBD 2016
APBD 2017
BELANJA
22.426
23.364
BELANJA TIDAK LANGSUNG
16.039
17.390
8,42%
- BELANJA PEGAWAI
2.936
5.720
94,84%
- BELANJA HIBAH
5.359
4.945
-7,74%
42
248
496,14%
- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
5.357
4.452
-16,89%
- BELANJA BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA
2.299
2.005
-12,79%
47
20
-57,14%
6.387
5.973
-6,48%
376
504
33,93%
- BELANJA BARANG DAN JASA
2.863
3.619
26,40%
- BELANJA MODAL
3.148
1.850
-41,21%
- BELANJA BANTUAN SOSIAL
- BELANJA TIDAK TERDUGA BELANJA LANGSUNG - BELANJA PEGAWAI
PERTUMBUHAN (%) 4,18%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lebih jauh, anggaran belanja langsung
utamanya didorong oleh belanja modal yang
mengalami penurunan. Anggaran belanja langsung
mengalami penurunan cukup signifikan hingga
menurun menjadi Rp5,97 triliun, atau turun sebesar
41,21%. Penurunan ini dilakukan untuk menjaga agar
6,48% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini
anggaran belanja tetap sehat dan realistis.
43
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
BAB
III
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi tahunan triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2016. Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok
dan inti.
Pada triwulan I 2017, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan penyesuaian harga pada kelompok pada target sasaran inflasi 4±1%.
. Namun demikian, inflasi diperkirakan masih berada
3.1. Inflasi Secara Umum Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
tahun sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, inflasi
IV 2016, di tengah meningkatnya pertumbuhan
triwulanan tercatat sebesar 0,82% (qtq), lebih rendah
ekonomi³. Pada akhir triwulan IV 2016 inflasi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencatatkan
tercatat sebesar 2,36% (yoy), lebih rendah
inflasi sebesar 1,18% (qtq).
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,72% (yoy). Penurunan ini terutama didorong oleh pasokan komoditas volatile food yang terjaga, serta tingkat inflasi inti yang mengalami penurunan. Inflasi yang terjadi juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy). Tren penurunan
Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Provinsi Jawa Tengah pada periode laporan berada di posisi kedua terendah setelah Provinsi DIY (2,29%). Inflasi tahunan ini juga lebih rendah dibandingkan angka inflasi tahunan Kawasan Jawa (2,59%). Terjaganya inflasi Jawa Tengah yang rendah
inflasi Jawa Tengah terjadi sejak triwulan I 2016.
terutama didukung oleh adanya kebijakan Inflasi triwulanan pada periode laporan tercatat
pengendalian inflasi di daerah, terutama untuk
lebih rendah dibandingkan periode yang sama di
pasokan bahan pangan strategis.
10
%
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
8
KESEHATAN
6
SANDANG PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
4
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
2
BAHAN MAKANAN UMUM
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
0,00
-2 JATENG (YOY)
JATENG (QTQ)
NAS (YOY)
TW IV 2015
NAS (QTQ)
%
0,50
1,00
TW IV 2016
1,50
0,70
2,50
3,00
3,50
RATA - RATA TW IV 2011 - 2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
2,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
3,00
%,MTM
%,YTD
0,60 0,50
2,00
0,40 0,30
1,00
0,20 0,10 0,00
0,00 OKTOBER 2016
NOVEMBER 2016
DESEMBER 2016
IV - 2014
IV - 2015
IV - 2016
-0,10 JABAR
BANTEN
JATENG
DIY
JATIM
DKI
JAWA
JABAR
BANTEN
JATENG
DIY
JATIM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
3.
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
DKI
JAWA + DKI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
47
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
48
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
4
%, MTM
9.0 %, YOY
KENAIKAN BBM
EKSPEKTASI MULAI NAIK
CURAH HUJAN TINGGI
8.0
3
%, MTM
PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL TAHAP AKHIR 2013 BENCANA BANJIR
KENAIKAN TTL U/P1, I3, R3, I4, B2, B3
7.0
KENAIKAN TDL DAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM, GEJOLAK PANGAN RAMADHAN
6.0
2
Tw IV 2016 Inflasi terkendali meskipun ada kenaikan permintaan telur ayam, cabai rawit, serta kenaikan harga BBM non subsidi
5.0
EL-NINO
0
-0.5 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
1
2
3
2014
JAN
FEB
MAR
-1
APR
MEI
JUN
JUL
AGUST
SEP
OKT
NOV
DES
0.5 0.0
3.0 2.0
2.0 1.5 1.0
4.0
1
2.5
4
5
6
7
8
9 10 11 12
1
2
3
2015
4
5
6
7
8
9
10 11 12
-1.0
2016
YOY
7,96 7,57 7,08 7,15 7,47 7,26 5,03 4,36 5,00 5,01 6,19 8,22 6,79 5,76 5,69 5,99 6,28 6,15 6,37 6,18 5,78 5,20 4,02 2,73 3,58 3,98 4,21 3,56 3,17 2,95 3,04 2,46 2,72 2,81 3,15 2,36
MTM
0,99 0,33 0,24 -0,1 0,23 0,74 0,71 0,46 0,22 0,52 1,36 2,25 -0,3 -0,6 0,16 0,17 0,51 0,61 0,92 0,29 -0,1 -0,0 0,22 0,99 0,48 -0,2 0,39 -0,4 0,13 0,41 1,00 -0,2 0,09 0,05 0,56 0,21
(SKALA KANAN)
RATA-RATA 2011-2015
2012
2013
2014
2015
2016 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan OKTOBER Komoditas
NOVEMBER Andil (%)
DESEMBER
Komoditas
Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
CABAI MERAH
0,12
BAWANG MERAH
0,18
TELUR AYAM RAS
0,11
TARIP LISTRIK
0,05
CABAI MERAH
0,14
CABAI RAWIT
0,10
CABAI RAWIT
0,03
CABAI RAWIT
0,08
BENSIN
0,04
SOTO
0,03
TARIP PULSA PONSEL
0,05
TARIP PULSA PONSEL
0,04
KANGKUNG
0,02
BAWANG PUTIH
0,03
KOL PUTIH/KUBIS
0,02
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan OKTOBER Komoditas
NOVEMBER Andil (%)
DESEMBER
Komoditas
Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
BAWANG MERAH
-0,11
TELUR AYAM RAS
-0,02
CABAI MERAH
-0,15
TARIP PULSA PONSEL
-0,03
KENTANG
-0,02
BAWANG MERAH
-0,15
TELUR AYAM RAS
-0,02
APEL
-0,02
EMAS PERHIASAN
-0,02
KENTANG
-0,02
GULA PASIR
-0,01
SEMEN
-0,01
MINYAK GORENG
-0,02
DAGING AYAM RAS
-0,01
APEL
-0,01
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Berdasarkan disagregasi inflasi 4, penurunan
penyumbang inflasi terbesar di Jawa Tengah, yakni
inflasi tahunan pada triwulan IV 2016 terutama
sekitar 51%, mengalami penurunan inflasi tahunan
berasal dari kelompok volatile food dan inti.
menjadi 2,32% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang
Penurunan inflasi pada kelompok volatile food
sebesar 2,61% (yoy). Sementara itu, penurunan inflasi
terutama disebabkan oleh terjadinya panen di
terbesar terjadi di Kota Tegal, dari sebelumnya 3,73%
b e b e r a p a s e n t r a p ro d u k s i u n t u k k o m o d i t a s
(yoy) menjadi 2,71% (yoy). Pada triwulan IV 2016, Kota
hortikultura, yaitu cabai merah dan bawang merah.
Surakarta menjadi kota dengan inflasi terendah,
Sementara itu, inflasi kelompok inti mengalami
sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap (Tabel
penurunan didorong oleh menurunnya harga emas
3.3).
perhiasan dan harga bahan baku bangunan.
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah INFLASI III 2016 (%, YOY)
INFLASI IV 2016 (%, YOY)
SURAKARTA
2,93
2,15
KUDUS
2,18
2,32
SEMARANG
2,61
2,32
penurunan inflasi tahunan dibandingkan dengan
4.
PURWOKERTO
2,36
2,42
5.
TEGAL
3,73
2,71
triwulan III 2016. Kota Semarang dengan bobot
6.
CILACAP
2,87
2,77
Apabila dilihat berdasarkan 6 (enam) kota
No.
pantauan inflasi di Jawa Tengah, sebagian besar
1. 2. 3.
kota pantauan pada triwulan IV mengalami
KOTA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah 4.
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
Tengah juga relatif menurun dibandingkan
Inflasi kelompok bahan makanan mengalami
triwulan sebelumnya. Disparitas inflasi kota tertinggi
penurunan dari sebelumnya 6,53% (yoy) pada triwulan
dan terendah triwulan IV 2016 sebesar 0,62%,
III 2016 menjadi 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2016.
sedangkan perbedaan inflasi kota tertinggi dan
Penurunan inflasi kelompok ini utamanya terjadi pada
terendah pada triwulan lalu sebesar 1,55%.
subkelompok buah-buahan, bumbu-bumbuan, dan sayur-sayuran. Subkelompok buah-buahan dan
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
bumbu-bumbuan masing-masing mencatatkan inflasi
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, penurunan
2,29% (yoy) dan 32,24% (yoy), atau lebih rendah
inflasi pada triwulan IV 2016 disumbangkan oleh
dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-
kelompok bahan makanan dan kelompok
masing sebesar 7,59%(yoy) dan 37,51% (yoy). Penurunan harga ini didorong oleh bertambahnya
makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau.
pasokan seiring dengan meningkatnya kuantitas hasil
Meskipun kedua kelompok tersebut mencatatkan
panen yang didukung oleh tingginya intensitas hujan di
inflasi tertinggi di Jawa Tengah, namun tingkat inflasi
tengah La Nina. Selain itu, komoditas bawang merah
keduanya tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan
dan cabai merah juga mengalami peningkatan pasokan
sebelumnya. Lebih rendahnya inflasi di triwulan laporan
di beberapa sentra produksi. Terjaganya pasokan beras
didorong oleh terjaganya pasokan bahan makanan dan
juga mendorong terjadinya deflasi pada subkelompok
stabilnya harga bahan makanan & minuman di tengah
padi-padian. Fenomena La Nina yang terjadi pada
meningkatnya permintaan pada akhir tahun.
triwulan laporan menyebabkan sebagian sawah di
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
Jawa Tengah masih dapat berproduksi meskipun secara
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
siklus alami telah memasuki musim kemarau.
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok 2015
2014
KOMODITAS
III
IV
I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
UMUM
5,00
8,22
5,69
6,15
5,78
2,73
4,21
2,95
2,72
2,36
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
5,18
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,61
5,85
5,38
6,21
5,71
4,93
5,27
5,00
4,41
3,60
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
6,68
8,09
7,32
5,91
4,61
2,27
1,32
1,05
1,43
1,53
SANDANG
1,87
2,62
2,84
3,13
3,26
2,38
1,95
1,79
1,57
0,96
KESEHATAN
3,87
4,54
4,43
4,34
3,73
3,40
3,07
2,82
2,81
2,50
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
6,12
6,62
6,21
6,04
5,17
4,31
4,42
4,43
3,34
3,10
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
2,58
11,46
4,39
6,38
6,39
-2,30
1,37
-2,71
-2,25
-1,61
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan (%, yoy) KOMODITAS
2015
2014 III
IV
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
5,18
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
5,95
12,19
13,75
9,14
13,47
6,55
-0,29
4,60
-0,71
-2,13
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
3,09
1,50
-0,20
-1,63
-2,13
6,54
6,08
4,84
2,71
1,23
IKAN SEGAR
6,92
8,98
6,55
8,02
11,51
9,95
9,14
8,39
3,78
4,29
IKAN DIAWETKAN
4,17
7,67
4,33
7,47
7,51
4,59
4,40
2,69
1,40
2,90
10,59
11,9
7,72
5,14
4,12
4,70
3,07
0,84
-0,73
-1,35
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA SAYUR-SAYURAN
8,43
14,34
1,74
9,02
8,96
13,51
17,16
17,96
7,44
3,60
KACANG – KACANGAN
4,31
3,12
3,17
3,28
5,05
5,00
4,72
4,10
3,20
2,37
BUAH – BUAHAN
6,48
2,52
3,12
4,21
4,40
9,03
13,27
12,02
7,59
2,29
BUMBU – BUMBUAN
-13,10
41,38
4,82
38,87
33,80
-8,09
55,33
14,65
37,51
32,24
LEMAK DAN MINYAK
10,69
3,13
-2,04
-3,12
-2,64
-5,93
2,56
12,40
14,94
19,45
7,67
7,90
7,88
8,30
7,40
6,18
5,00
5,28
2,23
2,05
BAHAN MAKANAN LAINNYA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
49
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
50
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
transpor. Sementara subkelompok komunikasi dan
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
pengiriman mencatatkan inflasi sebesar 2,49% (yoy),
Inflasi tahunan kelompok ini mencatatkan penurunan
meningkat dari sebelumnya inflasi sebesar 0,61% (yoy).
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada
Ditinjau dari komoditasnya, inflasi yang terjadi pada
triwulan IV 2016, inflasi tercatat sebesar 3,60% (yoy),
subkelompok komunikasi dan pengiriman dipengaruhi
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar
oleh kenaikan tarif pulsa ponsel pada triwulan laporan.
4,41% (yoy). Penurunan pada kelompok ini terjadi
Selain itu, penurunan deflasi pada kelompok transpor,
pada seluruh subkelompok, dengan penurunan
komunikasi dan jasa keuangan juga dipengaruhi oleh
tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan
inflasi yang terjadi pada subkelompok transpor. Hal ini
minuman beralkohol yang sebesar 8,15% (yoy) dari
terutama disebabkan oleh kenaikan harga bensin
sebelumnya 10,69% (yoy). Hal ini terlihat dari
nonsubsidi pada akhir tahun 2016.Meskipun demikian,
komoditas rokok kretek dan rokok kretek filter yang
beberapa tarif angkutan, meliputi angkutan antarkota,
mengalami penurunan inflasi dibandingkan triwulan
angkutan udara, dan tarif kereta api, mencatatkan
sebelumnya. Sementara itu, komoditas gula pasir turut
deflasi pada triwulan laporan.
mendorong terjadinya penurunan inflasi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol.
3.3. Disagregasi Inflasi
Penurunan harga gula pasir ini terjadi karena relatif
Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi
stabilnya pasokan dan terdapat penurunan harga jual di
terjadi pada kelompok volatile food dan inti. Inflasi
tingkat supplier.
kelompok volatile food menurun dari sebesar 6,85% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 5,35% (yoy) pada
3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pada triwulan IV 2016, kelompok transportasi,
triwulan laporan. Begitu pula dengan inflasi kelompok
komunikasi, dan jasa keuangan masih mencatatkan
(yoy), dari sebelumnya 2,42% (yoy). Sementara itu,
deflasi meskipun tidak sedalam triwulan sebelumnya.
kelompok administered prices mencatatkan deflasi
Kelompok ini mengalami deflasi 1,61% pada triwulan
yang tidak sedalam periode sebelumnya, yakni -0,46%
IV 2016, dari sebelumnya deflasi 2,25% pada triwulan
(yoy) pada triwulan III 2016, meningkat menjadi
III 2016. Deflasi kelompok ini terutama didorong
-0,29% (yoy) pada triwulan laporan.
inti yang mengalami penurunan inflasi menjadi 2,23%
penurunan harga yang terjadi pada subkelompok
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy) 2015
2014
KOMODITAS
III
IV
I
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,61
5,85
5,38
MAKANAN JADI
5,53
5,62
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
3,08
3,52
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
9,10
9,54
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
6,21
5,71
4,93
5,27
5,00
4,41
3,60
4,67
4,85
4,40
2,85
2,98
2,83
2,33
2,08
3,96
6,79
6,13
5,72
6,13
7,19
6,20
4,64
10,76
11,61
10,97
12,97
13,25
11,21
10,69
8,15
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan - Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%, yoy) KOMODITAS TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
2015
2014 III
IV
I
2,58
11,46
4,39
II 6,38
2016 III
IV
6,39
-2,30
I
II
III
IV
1,37
-2,71
-2,25
-1,61
3,72
17,01
5,78
8,83
8,91
-3,88
1,79
-4,41
-3,94
-3,54
-0,08
-0,03
-0,18
-0,14
-0,19
-0,39
-0,30
-0,35
0,61
2,49
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
2,29
2,74
4,22
4,04
3,59
3,80
1,86
2,02
1,93
1,66
JASA KEUANGAN
0,00
14,79
14,78
14,78
14,78
0,00
2,28
2,28
2,28
2,28
TRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
18
%, YOY
8 %, MTM
16 14
6
12 10
4
8 6
2
4 2
0
0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-2 CI
VF
2014
2015 CI
AP
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
2016 AP
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.3.1. Kelompok Volatile Food Inflasi tahunan volatile food mengalami
prognosa produksi 595.840 kuintal, setelah
penurunan pada periode triwulan IV 2016. Inflasi
sebelumnya mencatatkan produksi 86.240 kuintal
volatile food tercatat sebesar 5,35% (yoy), lebih rendah
pada November 2016.
dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 6,85% (yoy) dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 7,26% (yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas bumbu-bumbuan, terutama komoditas cabai merah dan bawang merah seiring meningkatnya panen di akhir tahun. Selain itu, meningkatnya panen sayur-sayuran di tengah musim penghujan dapat menekan terjadinya inflasi yang lebih
Inflasi triwulanan mencatatkan peningkatan, dari sebelumnya inflasi 0,61% (qtq) pada triwulan III 2016 menjadi inflasi 2,18% (qtq) pada triwulan IV 2016. Meskipun mengalami inflasi, angka ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang sebesar 3,63% (qtq). Peningkatan inflasi ini terjadi pada subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya serta padipadian. Meningkatnya harga telur ayam ras ini
tinggi.
disebabkan oleh meningkatnya permintaan di akhir cabai merah mengalami penurunan harga sejalan
tahun, sehingga pedagang meningkatkan margin
dengan panen yang terjadi di beberapa sentra
keuntungan pada triwulan laporan. Sementara itu,
penghasil, seperti Magelang, Temanggung, dan
terjadi sedikit kenaikan harga beras di tengah
Wonosobo. Panen di Desember 2016 juga terjadi untuk
penurunan produksi memasuki musim tanam,
komoditas bawang merah. Berdasarkan informasi dari
meskipun secara keseluruhan produksi beras masih
Dinas Pertanian, pada bulan Desember 2016 terjadi
relatif terjaga.
panen bawang merah siklus kedua di Brebes, dengan
9,00
%, QTQ
7,54
8,00 %, MTM 7,00
6,00 5,00
4,00 2,00
3,00
0,00
1,00
-2,00 -4,00
3,63
2,93 2,21
2,18 0,72
0,56
-1,00 JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGUST
SEP
OKT
NOV
DES -3,00
-6,00 RATA-RATA 2011-2015
2012
2013
2014
2015
RATA-RATA 2011-2015
IV - 2011
IV - 2012
IV - 2013
IV - 2014
IV - 2015
IV - 2016
2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan IV 2016
51
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan IV 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
52
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
25,00
120
%, YOY
%, YOY
100
20,00
80
15,00
60 10,00
40
5,00
20 0
0,.00 I -5,00
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I
-20
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
-40 PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA IKAN SEGAR
SAYUR-SAYURAN BUAH-BUAHAN
DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYA TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
KACANG-KACANGAN BUMBU-BUMBUAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.12 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Inti
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti
Inflasi inti mengalami penurunan menjadi 2,23%
terkonfirmasi oleh tren output gap yang negatif.
(yoy), dari 2,42% (yoy) pada triwulan III 2016.
Output gap positif biasanya ditandai dengan
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
sebesar 3,76% (yoy). Penurunan ini terutama terjadi
yang signifikan. Pada triwulan III 2016, output gap
pada subkelompok traded. Ditinjau dari komoditasnya,
tercatat negatif, berlawanan dengan inflasi yang
terjadi deflasi untuk komoditas semen serta komoditas
rendah. Hal ini ditengarai sebagai hasil kegiatan
emas perhiasan sejalan dengan penurunan harga emas
pengendalian inflasi di Jawa Tengah yang semakin baik
internasional.
sehingga mampu meredam potensi kenaikan inflasi.
Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan
Penurunan inflasi pada triwulan IV 2016 sejalan
dibandingkan triwulan III 2016 dan periode yang
dengan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan ke depan
sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti turun
oleh masyarakat berdasarkan hasil Survei
menjadi 0,27% (qtq), lebih rendah dibandingkan
Konsumen. Melalui Survei Pedagang Eceran
triwulan III 2016 yang sebesar 0,67% (qtq) dan triwulan
penurunan inflasi pada triwulan IV 2016 juga sejalan
IV 2015 yang sebesar 0,45% (qtq). Inflasi inti
dengan ekspektasi harga pedagang untuk 3 bulan
triwulanan ini juga lebih rendah dibandingkan historis
mendatang.
lima tahun terakhir yang sebesar 0,67%% (qtq).
3,00
2,39
2,50 2,00 1,50
1,33
%
8,0 %,YOY
%, QTQ
1,48
1,35
1,19
2,0
6,0
1,0
5,0
0,0
4,0
-1,0
3,0
0,93
1,00
0,67
-2,0
2,0
0,27
0,50
-3,0
1,0
-4,0
0,0
0,00 RATA-RATA 2011-2015
I III -2011
III -2012
III - 2013
III -2014
III -2015
III- 2016
IV- 2016
II III 2013
IV
PERTUMBUHAN PDRB Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IV
3,0
7,0
I
II III 2014
IV
I
OUTPUT GAP-SKALA KANAN
II III 2015
IV
I
INFLASI INTI NON TRADED
II III 2016
IV
INFLASI TRADED
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 3.14 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155 150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2014
2015
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2016
130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2014
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
2015 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Grafik 3.15 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
2016
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.16 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
3.3.3. Kelompok Administered Prices
pada triwulan IV 2016, meskipun terjadi
Kelompok administered prices mengalami
pelemahan pada nilai tukar Rupiah. Menurunnya
penurunan deflasi pada triwulan IV 2016. Deflasi
tekanan imported inflation tercermin dari kelompok inti
yang terjadi sebesar 0,29% (yoy), dari sebelumnya
traded yang lebih rendah dibandingkan dengan
deflasi 0,46% (yoy) pada triwulan III 2016. Deflasi yang
triwulan III 2016. Inflasi inti traded turun dari 3,23%
lebih rendah pada periode ini didorong oleh kenaikan
(yoy) menjadi 2,45% (yoy), sedangkan inflasi inti non-
harga bensin nonsubsidi, seperti Pertamax, Pertamax
traded relatif stabil dari sebelumnya 2,18% (yoy)
Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite dan
menjadi 2,17%(yoy). Penurunan tersebut terjadi di
Pertalite sebesar Rp 300 per liter seiring peningkatan
tengah adanya pelemahan kurs Rupiah pada triwulan
harga minyak mentah dunia. Selain itu, kenaikan harga
laporan. Pada triwulan IV 2016, rata-rata nilai tukar
minyak dunia dan pelemahan nilai tukar juga
Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp13.249 atau
berdampak pada kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL)
melemah 0,87% dibandingkan triwulan lalu yang
pengguna rumah tangga yang meningkat di akhir tahun 2016. Pada Desember 2016, terjadi kenaikan TTL
5
sebesar Rp13.136.
pengguna rumah tangga yang meningkat 0,75% atau % QTQ
5 % YOY
2
4.5
1.8
4
1.6
3.5
1.4
3
1.2
2
0.8
1.5
0.6
1
0.4
0.5
0.2 0
0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
QTQ (SKALA KANAN)
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
5.
naik 10,92/kWh. Meskipun demikian, beberapa tarif angkutan mencatatkan penurunan harga sehingga menyebabkan kelompok ini mencatatkan deflasi.
1
2.5
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI
53
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Secara triwulanan, terjadi penurunan inflasi pada kelompok administered prices. Pada triwulan IV 2016, kelompok ini mengalami inflasi sebesar 1,16% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang mencatatkan deflasi 1,35% (qtq). Kenaikan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
54
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
9,00
25
%, QTQ
%, YOY
7,71
8,00
20
7,00 6,00
15
5,00 10
4,00
2,63
3,00 2,00
2,09 1,35
1,28
1,35
0,72
1,00
5
1,16 0
I
0,00 RATA-RATA 2011-2015
III -2011
III -2012
III - 2013
III -2014
III -2015
III- 2016
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
IV- 2016 TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL
BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
TRANSPOR
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.18 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2016
Grafik 3.19 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
yang terjadi akibat lebih tingginya harga tarif angkutan
triwulan III 2016 menjadi 2,71% (yoy) pada triwulan IV
pada triwulan sebelumnya, seiring dengan perayaan
2016, meski masih berada di level yang tinggi.
Idul Adha yang jatuh pada triwulan III 2016. Meskipun demikian, inflasi yang terjadi pada kelompok ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir
Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah menurun pada triwulan laporan. Pada triwulan IV 2016, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki
yang sebesar 2,54% (qtq).
inflasi tertinggi dan terendah sebesar 0,62%. Secara tahunan, deflasi kelompok administered
Sementara pada triwulan III 2016, selisih tersebut
prices yang tidak sedalam periode sebelumnya ini
sebesar 1,55%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
b e r a s a l d a r i s u b k e l o m p o k b a h a n b a k a r,
yang kemudian diikuti oleh Kota Tegal dengan tingkat
penerangan, dan air serta subkelompok
inflasi masing-masing sebesar 2,77% (yoy) dan 2,71%
transportasi. Hal ini terjadi akibat inflasi yang berasal
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
dari kenaikan bensin dan TTL pada triwulan laporan.
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,15% (yoy)
Meskipun demikian, beberapa tarif angkutan darat
(Grafik 2.29).
masih mencatatkan deflasi. Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
kota mengalami inflasi untuk kelompok bahan
Secara umum, empat dari enam kota yang
makanan. Inflasi kelompok bahan makanan tertinggi
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan
berada di Kota Purwokerto, diikuti oleh Kota
penurunan inflasi. Penurunan inflasi terbesar terjadi
Semarang. Inflasi kelompok ini terjadi di tengah
di Kota Tegal, dari sebelumnya 3,73% (yoy) pada
penurunan produksi hortikultura, seperti cabai rawit.
5
12
%,YOY
%, YOY
10 8
4
6 3,02 3
2,77
2,71 2,42
2,32 2,15
2,36 2,32
4 2 0
2 CILACAP
PURWOKERTO INFLASI KOTA
KUDUS
SURAKARTA
INFLASI JAWA TENGAH
SEMARANG
TEGAL
INFLASI NASIONAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan IV 2016
I
II III 2013 CILACAP
IV
I
II III 2014
PURWOKERTO
IV KUDUS
I
II III 2015 SURAKARTA
IV
I
SEMARANG
II III 2016
IV
TEGAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
6
4,99 3,77
3,99
4,43
8
%, YOY
6
2,65
3
3,21
3,33
4,15 2,95
3,79 3,23
4
4,83
%, YOY
5
4
2 2
1 0
0 CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG II - 2016
I - 2016
BAHAN MAKANAN
TEGAL III - 2016
MAKANAN PERUMAHAN, JADI,ROKOK AIR, LISTRIK
SANDANG
KESEHATAN
CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
VF JATENG
6
5,35%
5
1,97
4 3
CI JATENG
2,23%
2
0,48
0,31
0,31
0,99
1,12
1,37 0,08
0,94
1,35
0,23
0,09
1
TEGAL
7
0,39
1,58
1,56
2
SEMARANG
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
8 %, YOY
2,62
3
TRANSPOR
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2016
3,52
%, QTQ
2,95
4
PENDIDIKAN
-2
IV - 2016
1
0
AP JATENG
-0,29%
0 CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
-1 CI
VF
AP
CILACAP
PURWOKERTO
-2
KUDUS CI
SURAKARTA VF
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
SEMARANG
TEGAL
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
Selain itu, terjadi peningkatan permintaan perayaan
menjadi 2,67% (yoy) dari 2,96% (yoy) pada triwulan III
Hari Raya Besar Keagamaan dan liburan akhir tahun
2016. Salah satu yang mendorong penurunan inflasi
untuk komoditas telur ayam ras.
kelompok ini adalah penurunan harga semen, emas perhiasan, dan minyak goreng.
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan volatile food Kota Purwokerto dan Semarang tercatat lebih
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan IV
tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah. Sementara
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,51% (yoy),
itu, inflasi tahunan kelompok administered prices yang
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar
berada di bawah inflasi Jawa Tengah hanya dijumpai di
5,28% (yoy). Inflasi ini menurun seiring dengan
Kota Kudus dan Semarang. Adapun inflasi inti yang
meningkatnya pasokan bawang merah dan cabai
tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota
merah.
Tegal, Kudus, dan Cilacap. Sementara itu, kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 1,22%
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan volatile
(yoy) pada triwulan IV 2016 dari sebelumnya sebesar
food mengalami penurunan inflasi dibandingkan
0,09% (yoy) pada triwulan III 2016. Inflasi triwulanan di
triwulan III 2016. Sementara itu, kelompok
Kota Cilacap mencatatkan inflasi sebesar 1,56% (qtq),
administered prices mencatatkan peningkatan inflasi
setelah sebelumnya pada triwulan III 2016 sebesar
dibandingkan triwulan sebelumnya.
1,17% (qtq). Peningkatan ini terjadi seiring dengan
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini turun
55
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
kenaikan harga bensin dan TTL yang terjadi di akhir tahun 2016.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
56
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%,QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
2015 CI
VF
III
IV
2016
AP
CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto Peningkatan inflasi Purwokerto terutama didorong oleh
1,35% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan III
kelompok inti dan administered prices. Sementara itu,
2016 sebesar 0,71% (yoy) atau 0,67% (qtq).
kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi
Peningkatan inflasi kelompok administered prices di
tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Purwokerto ini didorong oleh kenaikan harga bensin dan TTL.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan
Sementara itu, secara tahunan kelompok volatile food
ini naik menjadi 1,42% (yoy) dari sebelumnya 1,31%
kota Purwokerto menunjukkan penurunan inflasi. Kota
(yoy) pada triwulan III 2016. Demikian pula halnya
Purwokerto mengalami inflasi sebesar 6,32% (yoy)
dengan inflasi triwulanan yang mencatatkan kenaikan
pada triwulan IV 2016 dari sebelumnya 6,57% (yoy)
menjadi 0,39% (qtq) dari sebelumnya 0,27% (qtq)
pada triwulan III 2016. Penurunan ini disebabkan oleh
pada triwulan III 2016. Kenaikan pada kelompok ini
meningkatnya pasokan bawang merah, cabai merah,
terutama berasal dari meningkatnya harga bahan
sayur-sayuran. Sementara itu, secara triwulanan, inflasi Kota Purwokerto mengalami peningkatan
bangunan, meliputi pasir dan batu.
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini Inflasi tahunan administered prices mengalami
mencatatkan inflasi sebesar 2.95% (qtq) lebih tinggi
peningkatan pada triwulan IV 2016. Inflasi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
administered prices tercatat sebesar 0,77% (yoy) atau
0,38% (qtq).
12,00 %, YOY
4,00
%,QTQ
3,00
10,00
2,00 8,00
1,00
6,00
0,00 -1,00
4,00
-2,00 2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
I
2016 VF
III
IV
I
II
III
IV
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
II 2015
CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
penurunan pada triwulan IV 2016 menjadi 0,23% (qtq)
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi pada
dari sebelumnya yang sebesar 1,05% (qtq) pada
kelompok administered prices dan kelompok volatile
triwulan III 2016. Penurunan inflasi ini didorong oleh
food, sementara itu kelompok inti mengalami
turunnya harga komoditas emas perhiasan dan barang
penurunan inflasi pada triwulan IV 2016 dibandingkan
elektronik, meliputi laptop, AC, dan televisi berwarna.
dengan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan kelompok administered prices
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta Kota Surakarta mengalami penurunan inflasi pada
mencatatkan deflasi 0,97% (yoy) pada triwulan IV
triwulan IV 2016 jika dibandingkan dengan triwulan III
2016, tidak sedalam deflasi sebelumnya yang sebesar
2016. Penurunan inflasi terjadi pada kelompok volatile
1,38% (yoy) pada triwulan III 2016. Hal serupa terjadi
food dan inti, sementara kelompok administered prices
pada inflasi triwulanan yang mengalami peningkatan.
mencatatkan peningkatan inflasi pada triwulan
Pada triwulan berjalan, kelompok ini mencatatkan
laporan.
inflasi sebesar 0,94% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,41% (qtq). Kenaikan ini terutama disebabkan
Inflasi tahunan volatile food mengalami penurunan pada triwulan IV 2016. Inflasi volatile food tercatat
oleh kenaikan harga bensin.
sebesar 4,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan Inflasi tahunan volatile food naik pada triwulan IV 2016.
triwulan lalu sebesar 6,78% (yoy). Penurunan pada
Inflasi volatile food tercatat sebesar 3,86% (yoy), lebih
kelompok ini terutama didorong oleh naiknya harga
tinggi dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 3,48%
komoditas, seperti cabai merah, bawang merah, buah-
(yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini terutama
buahan, dan sayur-sayuran.
disumbang oleh kenaikan harga telur ayam ras, cabai Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan
rawit, dan melon.
pada triwulan IV 2016 turun menjadi 2,20% (yoy) dari Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
2,86% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara itu,
mengalami penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti
inflasi triwulanan juga memiliki pola yang sama yaitu
pada triwulan IV 2016 turun menjadi 2,92% (yoy) lebih
mengalami penurunan menjadi 0,08% (qtq) dari
rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 3,03% (yoy).
0,44% (qtq) pada triwulan lalu.
Inflasi triwulanan kelompok inti juga mengalami 14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%, QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
2016 VF
III
IV
I
II
III
IV
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
II 2015
CI
CI
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
57
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
58
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
14,00 %, YOY
6,00 %, QTQ
12,00 4,00
10,00 8,00
2,00 6,00 4,00
0,00
2,00 -2,00
0,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
2016
II
CI
VF
III
IV
I
II
2015
-4,00
III
IV
2016
AP
CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
Adapun inflasi tahunan kelompok administered prices
masuknya musim panen raya untuk sejumlah
mengalami peningkatan menjadi 0,02% (yoy) pada
komoditas bumbu-bumbuan, yaitu cabai merah dan
triwulan IV 2016, dari sebelumnya deflasi 0,49% (yoy)
bawang merah, serta buah-buahan dan sayur-sayuran.
pada triwulan III 2016. Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan kenaikan inflasi dari sebelumnya 0,94% (qtq) menjadi 1,37% (qtq). Kenaikan harga bensin nonsubsidi menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pada kelompok ini.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan pada triwulan IV 2016 menjadi 2,15% (yoy) dari 2,22% (yoy) pada triwulan III 2016. Adapun inflasi triwulanan mencatatkan penurunan menjadi 0,31% (qtq) dari sebelumnya 0,70% (qtq) pada triwulan lalu.
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang Serupa dengan Surakarta, Kota Semarang juga
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered
mengalami penurunan inflasi pada triwulan IV 2016
prices mengalami penurunan deflasi 0,87% (yoy) pada
Berdasarkan disagregasinya, seluruh kelompok
triwulan IV 2016 dari sebelumnya deflasi sebesar
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
0,85% (yoy) pada triwulan III 2016. Inflasi triwulanan juga mengalami penurunan. Pada triwulan laporan,
triwulan sebelumnya.
kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 1,12% (qtq), Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan IV
setelah sebelumnya sebesar 1,63% (qtq). Penurunan
2016 tercatat sebesar 6,13% (yoy), lebih rendah
inflasi kelompok ini terutama berasal dari penurunan
dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 7,47% (yoy).
harga emas perhiasan yang sejalan dengan penurunan
Penurunan inflasi pada kelompok ini didorong oleh
harga emas internasional.
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%, QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
2016 VF
III
IV
I
II
III
IV
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
II 2015
CI
CI
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal Serupa dengan Surakarta dan Semarang, Kota Tegal
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017
mengalami penurunan inflasi pada triwulan IV 2016,
3.5.1. Inflasi Januari 2017 Secara bulanan, pada Januari 2017 Provinsi Jawa
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2016.
Tengah mengalami inflasi sebesar 1,16% (mtm)
Penurunan inflasi terjadi pada seluruh kelompok.
lebih tinggi dari inflasi Desember 2016 sebesar
Inflasi volatile food menurun pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,14% (yoy) atau 0,48% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 6,81% (yoy) atau 0,91% (qtq). Perbaikan ini didorong oleh penurunan harga komoditas bawang merah, cabai
0,21% (mtm). Capaian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,53% (mtm). Dengan pencapaian ini, inflasi tahunan Jawa Tengah menjadi sebesar 3,06%. Secara bulanan, capaian inflasi Jawa Tengah ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 0,97%
merah, dan salak.
(mtm). Namun demikian, secara tahunan pencapaian Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan
inflasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan
pada triwulan IV 2016 turun menjadi 2,80% (yoy), lebih
nasional yang sebesar 3,49% (yoy).
rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang 3,29% (yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga mengalami
Inflasi yang terjadi di bulan Januari 2017 terutama
penurunan menjadi 0,31% (qtq) pada triwulan IV 2016
berasal dari kelompok administered prices dan
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
kelompok inti. Hal ini sejalan dengan kenaikan
sebesar 0,85% (qtq). Ditinjau dari komoditasnya,
beberapa komoditas yang diatur pemerintah dan
penurunan inflasi terutama dipengaruhi oleh turunnya
kenaikan UMK di awal tahun. Sementara itu, inflasi
harga komoditas emas perhiasan dan semen.
kelompok volatile food berada pada tingkat yang relatif terjaga.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami penurunan menjadi 2,02% (yoy)
Kelompok administered prices Jawa Tengah pada
pada triwulan IV 2016 dari sebelumnya 2,36% (yoy)
Januari 2017 mencatatkan inflasi sebesar 1,63%
pada triwulan III 2016. Inflasi triwulanan juga
(mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan
mengalami penurunan. Pada triwulan laporan,
sebelumnya yang sebesar 0,48% (mtm), maupun
kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 0,99% (qtq),
dibandingkan rata-rata historis inflasi administered
setelah sebelumnya sebesar 2,25% (qtq).
prices pada Januari selama lima tahun terakhir yang
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
8,00
1,00
6,00
0,00
4,00
-1,00
2,00
-2,00
%, QTQ
-3,00
0,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
I
IV CI
VF
III
IV
I
II
III
IV
2016 CI
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
II 2015
2016
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
59
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
60
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
tercatat 0,14% (mtm). Inflasi kelompok administered
Selain itu, terdapat penyesuaian tarif atau upah pada
prices terutama bersumber dari kenaikan biaya
awal tahun seperti tukang bukan mandor, tarif rumah
perpanjangan STNK, tarif listrik, dan harga bensin.
sakit, serta sewa rumah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
Inflasi pada kelompok inti traded salah satunya
2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
disumbang oleh kenaikan harga emas perhiasan seiring
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada
meningkatnya harga komoditas emas global yang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, terdapat
mencapai 3,65%. Selain itu, terdapat kenaikan harga
kenaikan biaya beberapa penerbitan atau
mobil pada awal tahun. Adapun penahan kenaikan
perpanjangan yang termasuk ke dalam PNBP, termasuk
inflasi lebih tinggi pada kelompok ini adalah harga
Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor
semen.
Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan beberapa surat atau perizinan lainnya.
Inflasi kelompok volatile food pada Januari 2017 cenderung berada pada tingkat yang terjaga.
Inflasi Tenaga Tarif Listrik (TTL) berasal dari kenaikan
Kelompok ini pada Januari 2017 mencatatkan
tarif tenaga listrik pada Desember 2016 sebesar 0,75%
inflasi sebesar 0,52 (mtm) atau 3,73% (yoy), lebih
atau naik Rp10,92/kWh yang baru dirasakan oleh
tinggi dibandingkan bulan lalu yang sebesar
pelanggan pascabayar. Selain itu, seiring dengan
0,24% (mtm) atau 5,35% (yoy). Inflasi pada
kebijakan pemerintah meyalurkan subsidi tepat
kelompok volatile food ini lebih rendah dibandingkan
sasaran, terdapat kenaikan tarif secara bertahap bagi
rata-rata historis lima tahun terakhir yang sebesar
pelanggan rumah tangga mampu 900 VA. Kenaikan
1,77% (mtm) atau 7,38% (yoy). Adapun komoditas
tarif tersebut dilakukan setiap dua bulan sekali, yaitu
yang menjadi penyumbang inflasi utama pada
pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017.
kelompok ini adalah cabai rawit. Meningkatnya harga
Adapun yang menahan inflasi lebih tinggi pada
cabai rawit ini disebabkan oleh tingginya harga lelang
komoditas ini adalah penurunan tarif pada Januari
di berbagai sentra cabai oleh pembeli dari DKI Jakarta,
2017 sebesar 0,37% atau Rp5,44/kWh yang dirasakan
sehingga harga cabai rawit di tingkat petani Jawa
oleh pelanggan prabayar.
Tengah juga menjadi tinggi.
Seiring dengan perkembangan harga minyak dunia,
Di sisi lain, komoditas bawang merah, telur ayam ras,
harga BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax, Pertalite, dan
dan cabai merah menahan laju inflasi kelompok volatile
Dextile mengalami penyesuaian dan naik sebesar
food. Penurunan harga tersebut sejalan dengan masih
Rp300 per liter per 5 Januari 2017.
melimpahnya pasokan yang berasal dari siklus kedua panen bawang merah yang terjadi pada bulan
Tekanan inflasi kelompok inti pada Januari 2017
Desember 2016 lalu. Selanjutnya, penurunan telur
tercatat 1,26% (mtm), lebih tinggi dibandingkan
ayam ras sejalan dengan normalisasi harga setelah
bulan sebelumnya (0,12%; mtm) maupun rata-
mengalami peningkatan di akhir tahun. Sementara itu,
rata lima tahun terakhir (0,39%; mtm). Kenaikan
berbeda dengan komoditas cabai rawit,
inflasi terjadi baik pada kelompok inti non-traded
cabai merah menyumbangkan deflasi sejalan dengan
maupun traded. Inflasi pada kelompok inti non-traded
panen yang terjadi di beberapa sentra penghasil,
terutama berasal dari komoditas tarif pulsa ponsel.
seperti Magelang, Temanggung, dan Wonosobo.
komoditas
3.5.2. Inflasi Triwulan I 2017 Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2017
eceran rokok di pasar melalui Peraturan Menteri
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan
Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang
IV 2016. Faktor yang mendorong peningkatan inflasi
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan
adalah penyesuaian harga komoditas yang diatur
Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil
pemerintah, meliputi kenaikan TTL dan biaya
Tembakau.
pengurusan STNK. Tekanan lainnya diperkirakan dari komoditas yang memiliki ketergantungan pada cuaca terkait potensi La Nina. Adapun tekanan dari sisi permintaan diperkirakan relatif terkendali. Secara keseluruhan, upaya pemerintah memperbaiki distribusi logistik dan menjaga ketersediaan pasokan diperkirakan mampu menjaga inflasi tetap terjaga. Inflasi triwulan I 2017 diperkirakan masih berada pada rentang sasaran 4±1%. Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan kelompok administered prices diperkirakan meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA dan penyesuaian biaya administrasi pembuatan STNK Mobil dan Motor. Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan pada 1 Juli 2017. Adapun biaya pembuatan STNK Motor naik sebesar Rp50.000 atau naik 100%, sementara biaya pembuatan STNK mobil naik sebesar Rp125.000 atau naik 167%. Seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, terjadi kenaikan bahan bakar nonsubsidi per 5 Januari 2016, yakni BBM Umum jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo,
Inflasi tahunan volatile food diperkirakan menurun. Penurunan ini sejalan dengan memasukinya masa panen beras pada triwulan awal sesuai dengan pola historis. Selain itu, pada tahun 2017 diperkirakan terjadi panen hortikultura, terutama untuk komoditas cabai di beberapa sentra daerah penghasil. Selain itu, upaya yang dilakukan pemerintah terkait pembangunan infrastruktur pertanian dan pembagian alat pertanian-mesin pertanian menjadi salah satu faktor pemicu peningkatan produksi pangan. Lebih jauh, inflasi kelompok inti diperkirakan sedikit menurun. Penurunan ini sejalan dengan menurunnya harga emas internasional. Selain itu, penurunan juga berasal dari terjaganya harga komoditas minyak goreng di tengah penundaan k e w a j i b a n m i n y a k g o re n g d a l a m k e m a s a n . Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 9 tahun 2016 tentang Minyak Goreng Kemasan, mulai 1 April 2017 seluruh minyak goreng di pasar harus dijual dalam kemasan. Namun demikian, Kementerian Perdagangan akan melonggarkan aturan wajib kemasan dengan syarat produsen minyak goreng besar harus menggandeng pengusaha kecil dalam pengemasan produk.
Pertamina Dex, Dexlite dan Pertalite sebesar Rp 300 per liter. Namun demikian, penundaan kebijakan kenaikan
Selanjutnya, penurunan inflasi inti tercermin dari
harga dan distribusi tertutup LPG 3 kg diperkirakan
ekspektasi harga di tingkat pedagang. Hasil Survei
mampu menahan inflasi agar tidak lebih tinggi. Selain
Pedagang Eceran (SPE) juga menunjukkan adanya
itu, terdapat kenaikan harga rokok seiring kebijakan
peningkatan ekspektasi harga untuk 3 dan 6 bulan
pemerintah yang menaikkan cukai semenjak awal
yang akan datang. Hal ini juga sejalan dengan
tahun 2017. Pemerintah akan menaikkan tarif cukai
normalisasi permintaan di awal triwulan 2017, setelah
rokok rata-rata 10,54%, dan meningkatkan harga jual
meningkat pada akhir tahun 2016.
61
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
62
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155 150
130 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2014
2015 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2016
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2014
2015 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2016
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan
rupiah) dengan subsidi yang diberikan untuk setiap
kestabilan harga serta mengelola ekspektasi
paket adalah sebesar Rp.35.700,- (tiga puluh lima
masyarakat, TPID Provinsi Jawa Tengah telah
ribu tujuh ratus rupiah).
menyelenggarakan berbagai kegiatan sepanjang tahun 2016, antara lain sbb: a. Pasar Murah
b. Kampung Cabai Inovatif
Seluruh bantuan bibit cabai dalam polybag pada
Berdasarkan pantauan harga di SiHaTi, harga
program Kampung Cabai Inovatif telah berhasil
bawang merah, cabai rawit merah dan telur ayam
disalurkan ke 35 kab/kota se-Jawa Tengah bekerja
ras terpantau meningkat di SiHaTi. Menindaklanjuti
sama dengan PKK Provinsi Jawa Tengah dan PKK
hasil pantauan tersebut, TPID Provinsi Jawa Tengah
seluruh Kota/Kabupten se Jawa Tengah. Kegiatan ini
secara aktif melaksanakan berbagai program
juga sejalan dengan instruksi Presiden dalam
pengendalian inflasi diantaranya adalah pelaksanaan
Rakornas TPID 2015 terkait dengan kegiatan
pasar murah. Selama Desember, Pasar Murah
pemanfaatan lahan pekarangan.
dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali serentak di 3 (tiga) lokasi yaitu pada tanggal 5 Desember 2016 di
c. Pengembangan aplikasi “SiHaTi Data Produksi”
Kelurahan Gayamsari, Kelurahan Bulustalan, dan
yang berbasis android dan iOS
Kelurahan Peterongan, serta pada tanggal 19
Aplikasi ini dikembangkan untuk mempermudah
Desember 2016 di Pasar Gayamsari, Pasar Bulu dan
petani dan peternak dalam melakukan pencatatan
Pasar Peterongan. Pasar murah juga dilaksanakan
jumlah panen dan perkiraan panen komoditas
menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN)
pangan strategis yang dimiliki. Informasi dari aplikasi
seperti ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, TPID
ini akan muncul di SiHaTi mobile app yang dimiliki
Provinsi Jawa Tengah menggelar pasar murah di
oleh Kepala Daerah dan anggota TPID se-Jawa
Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang,
Tengah. Selain bermanfaat bagi petani dan
Kota Semarang. Dalam kegiatan ini disediakan
pedagang, informasi pasokan ini juga membantu
sebanyak 5.000 paket, yang terdiri dari 2,5kg beras
TPID Jawa Tengah dalam merumuskan kebijakan
medium, 1kg gula pasir, 1 lt minyak goreng dan 5
menjaga ketersediaan pasokan pangan, sebagai
bungkus mie instan senilai Rp.60.700,- (enam puluh
contoh: inisiasi kerjasama perdagangan antar
ribu tujuh ratus rupiah). Namun, masyarakat hanya
daerah. Komoditas yang menjadi pilot project adalah
membeli senilai Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu
cabai, bawang merah, dan daging sapi.
d. Pengembangan aplikasi “SiHaTi Masyarakat”
f. Iklan Layanan Masyarakat (ILM) dan SMS
berbasis android dan iOS
Broadcast untuk mengarahkan ekspektasi
Tujuan dikembangkannya aplikasi ini adalah dalam
harga masyarakat
rangka mengurangi asymmetric information tingkat
Assymetric information terkait harga dan pasokan
harga di masyarakat. Aplikasi yang nantinya dapat
menimbulkan spekulasi masyarakat untuk belanja
diunduh oleh masyarakat secara gratis melalui play
berlebihan. Mempertimbangkan hal tersebut, TPID
store (android) dan apple store (iOS) tersebut
melakukan penyiaran ILM secara intensif pada bulan
menampilkan informasi harga di seluruh pasar utama
Mei-Juni (menjelang Hari Raya Idul Fitri). ILM
di 35 Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah.
disiarkan di 3 (tiga) radio yang memiliki coverage area yang luas (meliputi beberapa kota). Tidak hanya
e. Pengembangan website SiHaTi agar lebih user
mengingatkan konsumen agar berbelanja sesuai
friendly
kebutuhan, himbauan moral ILM juga menyasar para
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa dengan
pedagang agar tidak menimbun barang dan
lebih mudah mengakses informasi harga komoditas
memainkan harga. Selain ILM, TPID melakukan
pangan strategis dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa
inovasi dalam pengelolaan ekspektasi yaitu melalui
Tengah.
program SMS Broadcast. SMS Broadcast terbagi menjadi 2 (dua) yaitu SMS Broadcast Info Harga dan
f. Sidak Pasar
Bijak Belanja. SMS Broadcast Info Harga akan
Kenaikan harga beberapa bahan pangan strategis
diterima oleh masyarakat yang berada di sekitar
seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai
Pasar Johar dan Pasar Peterongan (pasar besar di
rawit merah, baik yang disebabkan karena faktor
Kota Semarang). Masyarakat akan menerima
musiman maupun menjelang Hari Besar Keagamaan
informasi harga terkini dari 12 komoditas pangan
Nasional (HBKN) telah mendorong TPID Provinsi Jawa
strategis yang dijual di pasar tersebut. Sedangkan
Tengah untuk turun langsung ke pasar melakukan
SMS Broadcast Bijak Belanja dilaksanakan pada bulan
kegiatan sidak. Sidak menjelang Hari Raya Idul Fitri
Ramadhan. Masyarakat yang melintasi kawasan
dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Tengah
Simpang Lima Kota Semarang (kawasan tengah
dengan mengunjungi beberapa lokasi yaitu pasar-
kota) akan mendapatkan SMS himbauan agar
pasar besar di Kota Semarang, gudang Badan Urusan
berbelanja sesuai kebutuhan (Bijak Berbelanja).
Logistik (BULOG), gudang PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), serta Rumah Pemotongan Unggas (RPU). Sidak insidentil lainnya juga dilaksanakan pada bulan Januari karena adanya kenaikan harga daging ayam ras, cabe rawit merah, dan bawang putih.
63
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
64
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN II
EFISIENSI RANTAI PERDAGANGAN BAWANG MERAH KABUPATEN BREBES
Pilot project hilirisasi dilaksanakan sebagai salah satu
Terdapat 2 (dua) alternatif hilirisasi yang dapat
upaya tindak lanjut pengembangan Klaster Bawang
dikembangkan, yaitu hilirisasi skala menengah
Merah Kab. Brebes yang telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal sejak tahun 2012. Selama ini, pengembangan klaster dinilai baru menghasilkan impact yang sifatnya lokal. Selain itu, pengaruh terhadap stabilitas harga juga belum sepenuhnya optimal. Tujuan yang ingin dicapai utamanya adalah peningkatan skala klaster melalui peningkatan nilai tambah dan perbaikan mata rantai. Peningkatan nilai tambah dilakukan melalui produksi produk turunan seperti bawang pasta, bawang iris basah, bawang iris kering, dan tepung bawang. Selain itu, proses panen dan pascapanen sesuai EYD yang
(agroindustri) dan hilirisasi skala kecil (industri rumahan). Konsep agroindustri dapat diterapkan pada klaster yang sudah kuat dilihat dari jumlah hasil produksi dan kelembagaan ekonomi petani. Klaster Bawang Merah Brebes yang terdiri dari 6 (enam) kelompok dan 2 (dua) Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan total anggota sekitar 900 orang dan produksi berkisar 2.500 – 3.000 ton per tahun dipandang memiliki potensi untuk dikembangkan melalui agroindustri. Di samping kelembagaan yang sudah relatif solid, klaster juga didukung dengan keberadaan learning center bawang
dilakukan sendiri oleh petani juga berpotensi
merah yang dirintis oleh Kelompok Mekar Jaya.
meningkatkan nilai tambah. Selama ini sebagian besar
Sementara untuk pengembangan hilirisasi skala kecil
petani melakukan penjualan secara tebas dan tidak
perlu dilakukan penguatan kapasitas usaha dan
melakukan proses panen. Akibatnya petani hampir tidak
kelembagaan/kelompok terlebih dahulu untuk
pernah menikmati marjin keuntungan yang signifikan
kemudian melakukan pengembangan di segi
sehingga tingkat kesejahteraan juga cenderung stagnan.
industrialisasi.
oloS IB nalikawreP rotnaK helo nususiD *
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN II
Sumber : DPUM, diolah
Secara umum, pengembangan hilirisasi di Brebes dimulai
model bisnis kepada stakeholders yang meliputi anggota
dengan merintis pembentukan Badan Usaha Milik Petani
klaster, pemerintah daerah, dan pelaku usaha. Kegiatan
(BUMP) yang akan membawahi seluruh anggota klaster.
FGD ini kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan
Selama ini meski proses pendampingan klaster dilakukan
rintisan BUMP oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan
secara terpadu, untuk beberapa proyek kemitraan
Pangan Kab. Brebes. Dalam upaya mendukung
maupun pembiayaan masih dilakukan secara terpisah
pengembangan hilirisasi, Balai Besar Penelitian dan
per kelompok. Adanya BUMP akan memberikan
Pengembangan Paska Panen Pertanian memberikan
kemudahan dalam fasilitasi pemasaran dan pembiayaan
bantuan peralatan penunjang produksi produk olahan
karena telah ada legal status yang mecakup seluruh
seperti bawang pasta dan bawang iris kepada klaster. Uji
anggota klaster secara kolektif. BUMP akan diarahkan
coba pembuatan produk-produk tersebut telah
sebagai badan hukum koperasi atau PT yang nantinya
dilakukan, namun saat ini masih dalam kapasitas
akan bermitra dengan perusahaan penghela/swasta, atau selain itu dapat pula berhubungan secara langsung dengan pasar. BUMP utamanya berperan sebagai penghasil komoditas, usaha pengolahan berbagai produk turunan dan kegiatan pascapanen, serta fasilitasi akses pembiayaan. Selanjutnya perusahaan penghela akan berperan sebagai off-taker atau pembeli komoditas (avalis), pembeli produk olahan, atau usaha pengolahan skala besar.
terbatas dalam upaya penjajakan pasar. Secara umum, potensi margin dari produk-produk olahan juga relatif baik sehingga diharapkan dapat mendukung peningkatan kesejahteraan petani. Sepanjang tahun 2017, kegiatan akan difokuskan pada pendampingan BUMP untuk membentuk koperasi/PT, peningkatan kapasitas produksi dan varians produk olahan melalui bantuan peralatan yang memadai, pemberian bantuan teknis pelatihan, penjajakan kemitraan dengan
Inisiasi hilirisasi di Brebes telah dilaksanakan sejak tahun
perusahaan yang memiliki potensi sebagai avalis, serta
2016 diawali dengan penyelenggaraan kegiatan Focus
perluasan pasar meliputi pedagang besar, pasar grosir,
Group Discussion (FGD) untuk memaparkan konsep
pasar ritel, industri (non avalis), dan e-commerce.
65
BAB
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 menurun sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian. Dari sisi korporasi, penyaluran dan kualitas kredit perbankan pada lapangan usaha utama Jawa Tengah mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Dari sisi rumah rangga (RT), penyaluran dan kualitas kredit RT mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016.
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan
triwulan IV 2016 mengalami penurunan sejalan dengan
menjadi 20,60% (yoy) dari 15,80% (yoy) di triwulan
peningkatan kinerja perekonomian. Dari sisi korporasi,
sebelumnya. Peningkatan kinerja lapangan usaha
penurunan tekanan tersebut tercermin dari penyaluran
perdagangan besar dan eceran juga sejalan dengan
dan kualitas kredit perbankan pada lapangan-lapangan
peningkatan kualitas kredit sektor tersebut. Indikator
usaha utama Jawa Tengah yang mengalami
kerentanan yang ditunjukkan oleh angka non
peningkatan pada triwulan laporan. Dari sisi rumah
performing loan (NPL) pada sektor perdagangan besar
tangga (RT), penurunan tekanan tersebut tercermin
dan eceran di triwulan laporan tercatat sebesar 3,32%
dari peningkatan konsumsi dan kualitas kredit RT Jawa
atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
Tengah pada triwulan laporan.
sebesar 3,64%. Peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
triwulan IV 2016 juga disertai dengan peningkatan
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Fungsi intermediasi perbankan pada lapangan-
laporan, lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar
lapangan usaha utama Jawa Tengah mengalami
8,75% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya
peningkatan pada triwulan IV 2016 sejalan
yang sebesar 3,02% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor
dengan kinerja perekonomian yang membaik.
pertanian pada triwulan laporan juga mengalami
Kualitas kredit pada lapangan-lapangan usaha utama
peningkatan menjadi 12,99% (yoy) dari 8,83% (yoy) di
Jawa Tengah pada triwulan laporan juga cenderung
triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja pada
mengalami peningkatan.
lapangan usaha ini juga disertai dengan peningkatan
pertumbuhan kredit sektor pertanian. Pada triwulan
kualitas kreditnya. NPL lapangan usaha pertanian pada Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 11,26% atau
eceran yang meningkat pada triwulan IV 2016 sejalan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
dengan peningkatan penyaluran kredit sektor
sebesar 12,52%.
perdagangan besar dan eceran. Pada triwulan laporan, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
Sementara itu, perlambatan kinerja lapangan usaha
tumbuh meningkat menjadi 5,20% (yoy) dari 1,98%
industri pengolahan juga sejalan dengan perlambatan
(yoy) di triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal
pertumbuhan kreditnya. Pertumbuhan ekonomi
tersebut, kredit sektor perdagangan besar dan eceran
lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan IV
5%
40%
4%
30%
40%
16% 14%
30%
12%
3% 20%
20%
10%
10%
6%
2% 10%
1% 0%
0% I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
8%
I
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
II
III 2014
2016
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
4%
0%
IV -10%
IV
I
II
III 2015
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
IV
I
II
III 2016
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
IV
2% 0%
69
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
70
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Hal tersebut tercermin dari rata-rata Indeks Keyakinan
30%
6%
25%
5%
Konsumen (IKK) triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
20%
4%
126,99; lebih tinggi dibandingkan rata-rata IKK
15%
3%
10%
2%
5%
1%
0%
0%
I
II
III
IV
I
II
2014
III 2015
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
IV
I
II
III
IV
2016 PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Grafik 4.3 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
2016 tercatat sebesar 3,43% (yoy), melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 4,19% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, kredit sektor industri pengolahan pada triwulan IV 2016 tumbuh melambat menjadi sebesar 1,37% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,28% (yoy).
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 125,30. 4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga / Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 meningkat dibandingkan triwulan III 2016. DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 11,03% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 9,89% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi pangsa DPK perbankan. Pangsa DPK RT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan III
2016 dari sebesar 72,49% menjadi 75,23%. Berdasarkan komponennya, peningkatan DPK RT
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kerentanan pada sektor rumah tangga cenderung
peningkatan deposito RT dan tabungan RT. Pada
berkurang sejalan dengan peningkatan kinerja
triwulan laporan, deposito RT pada triwulan laporan
perekonomian. Konsumsi rumah tangga pada triwulan
tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,30% (yoy)
IV 2016 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
atau meningkat dari triwulan III 2016 sebesar 4,40%
4,41% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2016
(yoy). Pertumbuhan tabungan RT pada triwulan laporan
yang tercatat sebesar 4,36% (yoy). Peningkatan
tercatat sebesar 13,21% (yoy) atau meningkat
tersebut sejalan dengan pola musiman peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
konsumsi di akhir tahun. Libur Natal dan Tahun Baru
13,14% (yoy). Sementara itu, giro RT mengalami
serta libur anak sekolah ditengarai menjadi faktor
penurunan pertumbuhan pada triwulan laporan
pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah
menjadi sebesar -1,52% (yoy) setelah pada triwulan
tangga di akhir tahun. Hal ini juga sejalan dengan
lalu tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Sejalan dengan pola
peningkatan kredit konsumsi 6 Jawa Tengah yang
historisnya, preferensi RT dalam menyimpan uangnya
tercatat sebesar 9,11% (yoy) pada triwulan IV 2016,
masih didominasi oleh tabungan dan deposito dengan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
porsi masing-masing sebesar 64,68% dan 31,82%
sebesar 8,12% (yoy). Survei Konsumen (SK) Kantor
pada triwulan IV 2016.
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah juga menunjukkan bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh
30
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
%, YOY
25 20 15 10 5 0
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 TOTAL
DPK PERSEORANGAN
III
IV
PANGSA NOMINAL
I
II III 2014
91,29%
100 - 500
0,23%
7,17%
0,51%
0,45%
97,27%
1,10%
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NON PERSEORANGAN
Grafik 4.5 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
sebesar 8,12% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan penyaluran Kredit
PANGSA DEPOSAN
1,99%
>1 M
IV
PERSEORANGAN
0 - 100 500 - 1 M
II III 2013
DPK NON PERSEORANGAN
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya PENGELOMPOKAN NOMINAL TABUNGAN
I
2016
Grafik 4.4 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pada triwulan laporan, pertumbuhan Kredit Multiguna tercatat sebesar 5,94% (yoy), meningkat dibandingkan
Bila ditinjau berdasarkan kelompok nilainya, terlihat
triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,70% (yoy).
bahwa ketergantungan perbankan Jawa Tengah
Pertumbuhan KPR tercatat sebesar 5,19% (yoy) pada
terhadap deposan perseorangan dengan nilai besar
triwulan laporan atau meningkat dibandingkan
masih tinggi pada triwulan IV 2016. Hal tersebut
triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,98% (yoy). Sesuai
tercermin dari 1,10% deposan perseorangan dengan
dengan pola historisnya, pangsa kredit RT masih
nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar yang menguasai
didominasi oleh Kredit Multiguna yang kemudian
97,27% tabungan perseorangan di Jawa Tengah.
diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK RT, penyaluran kredit RT pada triwulan IV 2016
sebesar 25,97% sementara Kredit Pemilikan Rumah tercatat sebesar 24,37%.
juga mengalami peningkatan dibandingkan
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit RT pada
Jawa Tengah di triwulan IV 2016, rasio NPL kredit RT
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 9,11% (yoy) atau
Jawa Tengah di triwulan laporan juga cenderung
meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat
menurun untuk sebagian besar kategori kredit RT.
50
200
%, YOY
100% 90%
40
150
80% 70%
30
100 50
50% 30% 20%
10
0
10% 0%
0
I -10
60% 40%
20
II III 2013
IV
TOTAL
I KPR
II III 2014 KKB
IV
I
II III 2015
PERLENGKAPAN RT - RHS
IV
MULTIGUNA
I
II III 2016
IV
LAINNYA
Grafik 4.6 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan 6. Berdasarkan lokasi proyek Bukan Perseorangan Jawa Tengah
-50
71
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
I
II III 2013
IV KPR
I KKB
II III 2014
IV
I
PERLENGKAPAN RT - RHS
II III 2015 MULTIGUNA
IV
I
LAINNYA
Grafik 4.7 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
II III 2016
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
72
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori 2015
KATEGORI RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1,61%
1,75%
1,89%
1,50%
1,95%
2,08%
2,56%
2,23%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
2,32%
2,43%
2,41%
1,85%
1,91%
1,83%
1,85%
1,52%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
3,03%
3,01%
3,11%
2,78%
2,76%
2,83%
2,98%
2,50%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
0,63%
0,51%
0,56%
0,11%
0,29%
5,31%
1,92%
0,04%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
2,61%
2,23%
2,74%
3,23%
3,50%
2,27%
2,04%
3,00%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
5,84%
12,91%
12,99%
10,80% 6,73%
4,64%
6,81%
3,94%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
4,19%
4,36%
4,37%
3,34%
3,77%
3,95%
4,33%
4,29%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
0,67%
0,77%
0,83%
0,75%
0,73%
0,63%
0,78%
0,77%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
1,88%
1,94%
1,91%
1,82%
1,88%
2,38%
2,17%
1,89%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
1,52%
1,13%
0,61%
0,95%
1,16%
0,70%
1,04%
1,80%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
0,55%
0,54%
0,67%
1,96%
2,27%
2,10%
2,23%
0,40%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
1,54%
1,47%
1,98%
2,31%
6,75%
6,48%
2,59%
1,76%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
1,02%
0,97%
0,43%
0,14%
0,23%
0,27%
0,90%
0,31%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
8,06%
11,63%
9,08%
7,45%
5,52%
2,08%
2,97%
3,09%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
4,19%
1,50%
2,22%
1,66%
1,28%
1,10%
1,05%
1,02%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
1,05%
1,16%
1,15%
0,99%
1,04%
1,04%
1,05%
1,02%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
1,46%
1,20%
1,23%
1,17%
0,91%
0,85%
0,75%
0,56%
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
0,44%
0,48%
0,47%
0,47%
0,53%
0,51%
0,55%
0,47%
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
7
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
Tengah pada triwulan IV 2016 menunjukkan
masih lebih tinggi. Pencapaian pertumbuhan aset
kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan
perbankan Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan Jawa
dibandingkan angka pertumbuhan aset nasional yang
Te n g a h p a d a t r i w u l a n I V 2 0 1 6 m e n i n g k a t
tercatat sebesar 9,92% (yoy) pada triwulan laporan.
dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian. Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah juga meningkat dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu, laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan pertumbuhan aset yang meningkat, pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2016, DPK tumbuh sebesar 11,21% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 6,89% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp240,40 triliun. Komposisi
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima
Te n g a h m e n g a l a m i p e r t u m b u h a n y a n g
tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
meningkat pada triwulan IV 2016. Total aset
(51,30%), diikuti oleh deposito (36,11%) dan giro
perbankan Jawa Tengah tercatat mengalami
(12,58%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang
pertumbuhan sebesar 13,32% (yoy) pada triwulan
sebesar Rp4.836,76 triliun atau tumbuh sebesar 9,60%
laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu
(yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK di Jawa
yang tercatat sebesar 8,82% (yoy). Total aset bank
Tengah secara tahunan tumbuh lebih tinggi.
umum di Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercatat
Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
sebesar Rp319,52 triliun. Dibandingkan beberapa
pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan aset
juga cenderung masih lebih tinggi.
7.
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank
30
25 %, YOY
%, YOY
25
20
20 15 15 10 10 5
5 0
0
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
NASIONAL
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
I
II III 2016
DKI JAKARTA
BANTEN
IV
NASIONAL
Grafik 4.8 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.9 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah yang
perbaikan pada triwulan laporan. Pada triwulan IV
tercermin melalui penyaluran kredit mengalami
2016, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
2,84% atau menurun dibandingkan NPL Jawa Tengah
Pada triwulan IV 2016, kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,26%.
tumbuh 9,25% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah tersebut juga lebih
sebelumnya yang tercatat sebesar 9,58% (yoy). Total
rendah dibandingkan nasional yang sebesar 2,91%.
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp236,76 triliun. Meskipun mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 7,85% (yoy). Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga masih tercatat cukup
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 98,48%, menurun dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 100,67%. Meskipun mengalami penurunan pada triwulan laporan, angka LDR perbankan Jawa Tengah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan LDR nasional yang tercatat sebesar
tinggi.
91,25%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah pada Meskipun penyaluran kredit melambat, kualitas
triwulan IV 2016 juga merupakan yang tertinggi di
kredit perbankan Jawa Tengah mengalami
Pulau Jawa.
30
120
25
100
20
80
15
60
10
40
5
20
0
%
0
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
NASIONAL
Grafik 4.10 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
I JAWA TENGAH
73
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
II III 2013
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II III 2015 BANTEN
IV
I
II III 2016
DKI JAKARTA
Grafik 4.11 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
IV
NASIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
74
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
350
% 107
25 %
RP TRILIUN
300
105
20
250
103
200
15
150
10
101 99
100 5
50 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 ASET
IV
I DPK
II III 2015
IV
I
II III 2016
97
0
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 ASET
KREDIT
Grafik 4.12 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
DPK
IV
I
KREDIT
II
III 2015
IV
I
II 2016
95
III
LDR - SKALA KANAN
Grafik 4.13 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
Berbeda dengan bank swasta nasional, jumlah kantor
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Jumlah jaringan kantor bank umum di Jawa
kelompok bank pemerintah mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Peningkatan tersebut terjadi
Te n g a h p a d a t r i w u l a n I V 2 0 1 6 m e n u r u n
pada kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
kantor kas yang berturut-turut menjadi 89, 1664, 221
laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah
kantor dari 80, 1652, dan 208 kantor pada triwulan III
berjumlah 3.318 kantor atau menurun dibandingkan
2016. Peningkatan jumlah kantor juga terjadi pada
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 3.342
kelompok bank pemerintah daerah. Jumlah kantor bank
kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok
pemerintah daerah mengalami peningkatan menjadi
bank swasta nasional. Pada kelompok bank swasta
359 kantor dari 311 kantor. Peningkatan tersebut terjadi
nasional, jumlah kantor cabang dan kantor cabang
pada kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan
pembantu turun menjadi 186 dan 671 kantor, dari
kantor kas yang masing-masing mengalami kenaikan
sebelumnya 194 dan 790 kantor pada triwulan IIII
menjadi 49, 149, 160 dari sebelumnya 45, 119, 146
2016. Sementara itu, jumlah kantor kas bank swasta
pada triwulan lalu. Sementara itu, Bank Asing & Bank
nasional naik sebanyak 21 kantor menjadi 107 kantor
Campuran tidak mengalami perubahan jumlah maupun
pada triwulan laporan.
komposisi kantor pada triwulan laporan.
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah 2015
2014
KETERANGAN
I
II
III
IV
I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
BANK KONVENSIONAL JUMLAH BANK UMUM
53
54
53
53
54
54
54
54
54
54
54
55
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
3,759
3,535
3,504
3,479
3,357
3,342
3,342
3,333
3,341
3,340
3.342
BANK PEMERINTAH
2,258
2,049
2,043
2,052
1,938
1,916
1,940
1,941
1,944
1,944
1.940
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
89
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
KANTOR PUSAT KANTOR CABANG KANTOR CABANG PEMBANTU
1)
1.974
1,872
1,759
1,779
1,784
1,619
1,629
1,652
1,652
1,654
1,654
1.652
1.664
KANTOR KAS
306
210
184
188
239
207
208
209
210
210
208
221
BANK PEMERINTAH DAERAH
287
294
297
305
306
312
311
313
322
324
311
359
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
42
43
43
44
44
45
45
45
45
45
45
49
KANTOR CABANG PEMBANTU
106
107
110
114
117
119
119
120
122
122
119
149
KANTOR KAS
138
143
143
146
145
147
146
147
154
156
146
160
1,192
1,171
1,143
1,101
1,092
1,093
1,070
1,058
1,054
1,051
1.070
964
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
KANTOR CABANG
185
199
190
192
195
194
194
193
197
197
194
186
KANTOR CABANG PEMBANTU
868
865
863
828
813
812
790
774
765
756
790
671
KANTOR KAS
138
106
90
81
84
87
86
91
92
98
86
107
22
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
KANTOR CABANG PEMBANTU
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
KANTOR KAS
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
-
KANTOR PUSAT KANTOR CABANG
BANK SWASTA NASIONAL KANTOR PUSAT
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN KANTOR PUSAT KANTOR CABANG
1) Termasuk BRI UNIT
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan IV
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
sebesar 99,96%. Nasabah sektor swasta tercatat
deposito dan giro. Pertumbuhan deposito pada
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
triwulan laporan tercatat sebesar 12,10% (yoy),
penduduk yaitu dengan komposisi 93,72%; sedangkan
meningkat signifikan dibandingkan triwulan
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 6,24%
sebelumnya yang sebesar 3,49% (yoy). Peningkatan
terhadap keseluruhan DPK kelompok penduduk.
pertumbuhan deposito Jawa Tengah terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan deposito
Berdasarkan kepemilikan, peningkatan
penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 8,31%
pertumbuhan DPK pada triwulan IV 2016
(yoy) dari 4,42% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
terutama didorong oleh golongan nasabah sektor
Peningkatan deposito penduduk perseorangan
swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah sektor
tersebut memberikan dorongan yang cukup besar
swasta tumbuh sebesar 14,03% (yoy), atau meningkat
kepada pertumbuhan deposito secara keseluruhan
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,76%
sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 66,25%
(yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK
dari keseluruhan deposito perbankan Jawa Tengah.
perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar 75,20% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut
Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada
tumbuh sebesar 11,04% (yoy), meningkat dari triwulan
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 1,89% (yoy) atau
sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,90% (yoy).
meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -4,77% (yoy).
DPK sektor pemerintah mengalami penurunan
Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah tersebut
yang lebih dalam pada triwulan IV 2016. DPK sektor
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan
pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar
giro pemerintah daerah yang tercatat sebesar 1,62%
-18,75% (yoy) pada triwulan IV 2016, atau menurun
(yoy) setelah terkontraksi sebesar 20,10% (yoy) pada
lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang
triwulan lalu. Pangsa giro pemerintah daerah terhadap
tercatat sebesar -9,75% (yoy). Penurunan ini sejalan
keseluruhan giro di Jawa Tengah tercatat sebesar
dengan pola musiman realisasi belanja pemerintah
16,66% pada triwulan IV 2016. Pangsa giro terhadap
yang cenderung meningkat signifikan di akhir tahun.
keseluruhan DPK tercatat sebesar 12,58%.
Adapun beberapa proyek besar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang sedang berjalan saat ini diantaranya
Komponen tabungan tercatat mengalami
pengembangan dan perbaikan jalan seperti Jalan
pertumbuhan yang melambat pada triwulan IV
Nusantara, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Sukoharjo –
2016 menjadi sebesar 13,11% (yoy) dari 13,68%
Nguter, Jalan Ngadirojo – Biting Wonogiri, Jalan
(yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan tersebut
Mataram – Tegal, pembangunan Dam Gunungrowo,
terjadi pada hampir seluruh komponen tabungan.
pembangunan serapan air Jurangjero Blora, normalisasi
Sementara itu, peningkatan pertumbuhan tabungan
Sungai Cilopadang, dan berbagai proyek lainnya.
perseorangan pada triwulan laporan cukup menahan perlambatan tabungan di triwulan IV 2016. Pangsa tabungan terhadap total DPK Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 51,31%.
75
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
76
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
250 RP TRILIUN
35 %, YOY 30
200
25
150
20 15
100
10
50 0
5 0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 GIRO
IV
I
TABUNGAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
DEPOSITO
Jumlah Rekening
Persentase Nominal
Persentase Rekening
0 - 100
68.591
24.846.055
28,53%
98,78%
100 - 500
53.540
258.905
22,27%
1,03%
500 - 1 M
18.945
25.249
7,88%
0,10%
>1 M
99.324
23.617
41,32%
0,09%
240.399
25.153.826
100,00%
100,00%
TOTAL
II III 2013
IV
I
II III 2014 DEPOSITO
IV
I
II III 2015
TABUNGAN
IV
I
II III 2016
IV
GIRO
Grafik 4.15 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya Nominal DPK (Rp Miliar)
-5
DPK
Grafik 4.14 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
DPK
I
IV
signifikan sebesar 19,78%. Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,84% dari total kredit meskipun sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah. Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya,
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih
triwulan laporan masih didominasi oleh kredit
cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
modal kerja dengan pangsa 53,18%. Sementara itu,
berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09%
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi
sebesar 30,53% dan 16,29% dari total kredit.
kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 41,32% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
Penyaluran kredit modal kerja perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 didominasi oleh sektor
4.2.1.3. Penyaluran Kredit Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
debitur perseorangan yang memegang pangsa
mengalami perlambatan pada triwulan IV 2016.
33,33% terhadap keseluruhan kredit modal kerja
Kredit perbankan pada triwulan IV tercatat mengalami
perbankan Jawa Tengah. Sementara untuk penyaluran
pertumbuhan sebesar 9,25% (yoy), lebih rendah
kredit investasi perbankan Jawa Tengah didominasi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
oleh sektor industri pengolahan dengan golongan
sebesar 9,58% (yoy). Meski demikian, laju
debitur bukan lembaga keuangan yang memiliki
pertumbuhan kredit tersebut masih lebih tinggi
pangsa sebesar 19,79% terhadap keseluruhan kredit
dibandingkan laju pertumbuhan kredit nasional yang
investasi perbankan Jawa Tengah.
perdagangan besar dan eceran dengan golongan
tercatat sebesar 7,85% (yoy). Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
terutama didorong oleh sektor perdagangan
laporan masih didominasi oleh sektor
besar dan eceran. Laju pertumbuhan kredit sektor
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
perdagangan melambat menjadi sebesar 8,23% (yoy)
32,80% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
pada triwulan IV 2016, setelah sebelumnya tumbuh
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
10,76% (yoy). Perlambatan tersebut cukup signifikan
90
100 %, YOY
RP TRILIUN
80 80
70 60
60
50 40
40
30 20
20
10 -
0 I
II III 2013
IV
PERTANIAN
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I -20
II III 2013
IV
PERTANIAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
I
II III 2014
IV
I
INDUSTRI PENGOLAHAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.16 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.17 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
mendorong perlambatan penyaluran kredit perbankan
7,07% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan dengan
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (yoy).
pangsanya yang besar yakni 32,80%. Sementara itu, laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah untuk sektor industri pengolahan meningkat menjadi 10,98% (yoy) pada triwulan laporan, dari 10,07% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016 menjadi sebesar 11,58% (yoy) dibandingkan triwulan III
Berdasarkan pengelompokkan nilainya, dapat terlihat bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,69% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar 46,32% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
2016 yang tercatat sebesar 10,49% (yoy).
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata. Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya,
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
triwulan IV 2016 didorong oleh kredit investasi
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
dan kredit modal kerja. Kredit investasi pada triwulan
nominal kredit di atas 1 M. Hal tersebut terlihat dari
laporan tumbuh sebesar 16,07% (yoy), atau melambat
0,66% debitur di atas 1 M memiliki pangsa nominal
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
kredit hingga mencapai 46,32% dari keseluruhan
sebesar 19,99% (yoy). Kredit modal kerja juga
nominal kredit Jawa Tengah.
mengalami perlambatan menjadi sebesar 8,49% (yoy)
triwulan IV 2016, mayoritas debitur kredit di atas Rp 1
atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
M merupakan golongan debitur sektor swasta bukan
yang sebesar 9,12% (yoy). Sementara itu, kredit
lembaga keuangan.
Berdasarkan data
konsumsi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 140
50 %, YOY
RP TRILIUN
120
40 100
30
80 60
20
40
10
20 0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV
I
INVESTASI
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
KONSUMSI
Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
0
I
77
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
II III 2013
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV INVESTASI
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
KONSUMSI
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
III
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
78
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaannya.
53,06% 16,82% 30,12%
Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,58%; atau menurun dibandingkan MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 4.20 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,03%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,49%; atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,67%.
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya Jumlah Rekening
Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi,
Persentase Rekening
KREDIT
Nominal Kredit (Miliar Rp)
0 - 100
59.660
3.044.169
25,20%
88,92%
100 - 500
55.614
336.698
23,49%
9,83%
500 - 1 M
11.824
19.968
4,99%
0,58%
Persentase Nominal
>1 M
109.658
22.678
46,32%
0,66%
TOTAL
236.756
3.423.513
100,00%
100,00%
suku bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,92% dari 13,09% pada triwulan lalu. Secara umum, tren penurunan suku bunga ini
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan di bank umum mengalami
diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan
mengalami penurunan pada triwulan IV 2016.
kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia
Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito
dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru,
mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi
yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan
6,05% dari 6,46% pada triwulan sebelumnya.
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
Penurunan tersebut terjadi pada seluruh tenor, kecuali
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
untuk tenor 18-36 bulan. Sejalan dengan deposito,
yang baru tersebut sudah mulai berlaku efektif per
suku bunga tabungan juga menurun dibandingkan
tanggal 19 Agustus 2016.
triwulan sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,34%; menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,43%. Suku bunga giro juga mengalami penurunan menjadi 2,09% pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku bunga perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan
lalu yang sebesar 2,49%.
dibandingkan triwulan III 2016, yakni menjadi sebesar Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
12,12% dari 12,43%. Suku bunga kredit sektor industri
suku bunga pinjaman pada triwulan IV 2016 juga
pengolahan juga mengalami penurunan pada triwulan
3,5
% 9
%
14 %
3 8
2,5
13
2 7
1,5
12
1
6
0,5 0 I
II III 2013
IV
I GITO
II III 2014 TABUNGAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
DEPOSITO - SKALA KANAN
Grafik 4.21 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
IV
5
11
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 MODAL KERJA
IV
I
INVESTASI
II III 2015
IV
I
II III 2016
KONSUMSI
Grafik 4.22Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
IV
Rasio NPL kredit investasi juga menurun menjadi 2,99%
16 % 15
dari 4,49% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan
14
kredit modal kerja dan kredit investasi, rasio NPL kredit
13
konsumsi juga tercatat mengalami penurunan menjadi
12 11
sebesar 1,04% dari 1,17% pada triwulan sebelumnya.
10 9 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
I
II III 2015
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2016
IV
PERTANIAN
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada
Grafik 4.23 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
triwulan IV 2016 terutama didorong oleh sektor
laporan menjadi sebesar 10,48% dari 10,99% pada
industri pengolahan serta perdagangan besar dan
triwulan lalu. Suku bunga kredit sektor pertanian pada
eceran. NPL sektor industri pengolahan mengalami
triwulan laporan tercatat sebesar 10,81%, atau
penurunan dari 5,01% pada triwulan III 2016 menjadi
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
3,64% pada triwulan IV 2016. NPL sektor perdagangan
tercatat sebesar 10,95%.
besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,87%; atau menurun dari triwulan lalu yang
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
sebesar 3,94%.
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
Sejalan dengan peningkatan kinerja perbankan
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
Jawa Tengah pada umumnya, kinerja industri
pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,84% atau
perbankan syariah Provinsi Jawa Tengah pada
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
triwulan IV 2016 juga menunjukkan peningkatan
tercatat sebesar 3,26%. Pencapaian tersebut juga lebih
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
baik dibandingkan NPL nasional yang tercatat sebesar
aset perbankan syariah di triwulan IV 2016
2,91% pada triwulan IV 2016.
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat menjadi
Peningkatan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 terjadi pada seluruh jenis penggunaannya. Rasio NPL kredit modal kerja pada triwulan IV 2016 tercatat mengalami penurunan
34,89% (yoy) dari sebesar 15,16% (yoy) pada triwulan III 2016. Pencapaian tersebut tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan syariah nasional yang tercatat sebesar 21,13% (yoy).
menjadi 3,81% dari 4,05% di triwulan sebelumnya.
6
6
%
5
5
4
4
3
3
2
2
1
I
II III 2013 NPL KREDIT TOTAL
IV
I
PERTANIAN
II III 2014
IV
I
INDUSTRI PENGOLAHAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.24 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
IV
1
%
I
II III 2013 NPL TOTAL
IV
I
II III 2014
NPL KREDIT INVESTASI
IV
I
II III 2015
IV
NPL KREDIT MODAL KERJA
I
II III 2016
IV
NPL KREDIT KONSUMSI
Grafik 4.25 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
79
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
80
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
50
%, YOY
60
%, YOY
50
40
40
30
30 20
20 10
10
0 I -10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II III 2015 BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II III 2016
IV
0 I
II III 2013
-10
JAWA TENGAH
NASIONAL
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
BANTEN
IV
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
NASIONAL
Grafik 4.26 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Grafik 4.27 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju
Laju pertumbuhan pembiayaan syariah di Provinsi Jawa
pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
Timur tercatat sebesar 6,25% (yoy), Jawa Barat sebesar
Tengah juga mengalami peningkatan pada
6,66% (yoy), Banten sebesar 11,82% (yoy), dan DKI
triwulan IV 2016. Pada triwulan laporan, DPK
Jakarta sebesar 14,14% (yoy). Namun demikian,
perbankan syariah Jawa Tengah mencatatkan
p e n c a p a i a n t e r s e b u t t e rc a t a t l e b i h re n d a h
pertumbuhan sebesar 23,38% (yoy); atau meningkat
dibandingkan laju pertumbuhan pembiayaan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
perbankan syariah nasional yang sebesar 16,40% (yoy).
15,09% (yoy). Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 merupakan yang
Pertumbuhan DPK yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pembiayaan menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
tertinggi.
syariah Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 Berbeda dengan penyaluran kredit perbankan
mengalami penurunan ke level 97,93% dari
Jawa Tengah secara umum yang mengalami
110,95% di triwulan III 2016. Meski mengalami
perlambatan pada triwulan IV 2016, pertumbuhan
penurunan, FDR perbankan syariah Jawa Tengah
pembiayaan perbankan syariah pada triwulan
dibandingkan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa
laporan meningkat menjadi sebesar 16,01% (yoy)
masih tergolong tinggi. FDR Provinsi DI Yogyakarta
dari 14,90% (yoy) pada triwulan sebelumnya
tercatat sebesar 69,59%; DKI Jakarta 75,53%; dan
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK.
Banten 95,41%. FDR perbankan syariah Jawa Tengah
Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju
pada triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pembiayaan syariah Provinsi Jawa
nasional yang tercatat sebesar 89,17%.
Tengah pada triwulan laporan masih tergolong tinggi.
70
160
%, YOY
%, YOY
140
60
120
50
100 40
80 30
60
20
40
10
20 0
0
I -10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II III 2015 BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
Grafik 4.28 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
II III 2016 NASIONAL
IV
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II III 2015 BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II III 2016 NASIONAL
Grafik 4.29 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
IV
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah 2014
KETERANGAN
I
II
2015 III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
III
IV
BANK SYARIAH BANK UMUM 8
9
9
9
9
9
10
10
10
10
10
10
158
160
165
167
167
175
178
154
169
169
169
152
51
59
61
62
62
60
58
53
32
35
35
33
JUMLAH BANK
23
24
24
24
24
24
24
25
25
25
25
25
JUMLAH KANTOR
23
24
24
24
24
24
24
25
25
25
25
25
JUMLAH BANK JUMLAH KANTOR UNIT USAHA SYARIAH JUMLAH KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
Pada triwulan IV 2016, jumlah jaringan kantor
Tengah pada triwulan IV 2016 juga mengalami
perbankan syariah Jawa Tengah menurun
perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
dibandingkan triwulan III 2016. Pada triwulan
laporan tercatat tumbuh sebesar 13,85% (yoy), lebih
laporan, terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 152
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Jumlah
tercatat sebesar 16,36% (yoy). Perlambatan
jaringan kantor tersebut menurun dibandingkan
pertumbuhan tersebut didorong oleh komponen
triwulan lalu yang tercatat sebanyak 169 kantor. Unit
deposito dan tabungan. Deposito BPR Jawa Tengah
Usaha Syariah pada triwulan laporan tercatat sebanyak
tumbuh melambat menjadi sebesar 12,23% (yoy) pada
33 unit, menurun dari triwulan lalu yang tercatat
triwulan laporan atau melambat dari triwulan lalu yang
sebanyak 35 kantor. Sementara itu, jumlah maupun
sebesar 14,82% (yoy). Tabungan BPR Jawa Tengah juga
komposisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang
tumbuh melambat menjadi sebesar 16,05% (yoy) dari
ada di Jawa Tengah cenderung tidak mengalami
18,54% (yoy) pada triwulan lalu. Secara umum,
perubahan.
komposisi DPK BPR Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
berupa tabungan (56,70%) yang diikuti oleh deposito (43,30%).
Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 12,93% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan
Berbeda dengan aset dan DPK BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 tercatat mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat
sebelumnya yang tercatat sebesar 14,05% (yoy).
sebesar 11,83% (yoy), meningkat dibandingkan Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,78%
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
(yoy).
18
24 %,YOY
%,YOY
17
22
16
20
15
18
14 16
13
14
12 11
12
10
10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
81
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
IV
PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.31 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
82
modal kerja (56,70%) yang diikuti oleh kredit konsumsi (38,60%) dan kredit investasi (5,14%). Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya,
43,30% 56,70%
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
meningkat menjadi sebesar 12,73% (yoy) dari 10,22%
PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.32 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
(yoy) pada triwulan lalu. Komposisi penyaluran kredit
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 terjadi pada seluruh komponennya. Kredit modal kerja BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 13,33% (yoy) pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,91% (yoy). Kredit konsumsi BPR Jawa
BPR Jawa Tengah berdasarkan sektor ekonomi pada triwulan laporan masih relatif sama dengan tren 5 tahun terakhir. Adapun sektor ekonomi yang mendominasi penyaluran kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan adalah sektor perdagangan besar dan eceran (33,55%) serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan (7,90%).
Tengah tumbuh sebesar 8,64% (yoy), meningkat dari
NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 menurun
6,97% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara kredit
dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan
investasi BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 21,07%
peningkatan kinerja perekonomian. Pada triwulan
(yoy), meningkat dari 20,31% (yoy) pada triwulan lalu.
laporan, NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar 6,07%
Komposisi kredit BPR Jawa Tengah berdasarkan jenis
atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
penggunaan relatif sama dalam kurun waktu lima
sebesar 7,14%.
tahun terakhir, dengan porsi terbesar berupa kredit
30
%,YOY
20
56.26% 5.14% 38.60%
10
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
Grafik 4.33 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah 30
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.34 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
%,YOY
20
10
0 I -10
II III 2013
IV
I
II III 2014
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)
Grafik 4.35 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
7,94% 1,37% 33,55% 3,92% 2,20% 51,01%
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN RUMAH TANGGA JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA LAINNYA
Grafik 4.36 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
12%
12%
10%
10%
8%
8%
6%
6%
4%
4%
2%
2% 0%
0% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH NPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NPL INDUSTRI PENGOLAHAN NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.37 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.38 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan NPL BPR
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah
Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 terjadi pada seluruh
pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan
komponennnya. NPL kredit modal kerja BPR Jawa
dibandingkan triwulan III 2016. FDR BPR Jawa
Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,12%;
Tengah tercatat sebesar 99,67 % pada triwulan laporan
menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar
atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
9,56%. Demikian pula dengan NPL kredit investasi yang
sebesar 101,14%.
tercatat sebesar 5,26%; menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,00%. NPL kredit konsumsi juga tercatat mengalami penurunan sebesar 3,18%; dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,75%.
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit perbankan secara umum, penyaluran kredit
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan NPL BPR
UMKM Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV
Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 terutama didorong
2016 juga melambat dibandingkan triwulan III
oleh perlambatan NPL sektor pertanian dan industri
2016. Pertumbuhan kredit UMKM Provinsi Jawa
pengolahan. NPL kredit sektor pertanian tercatat
Tengah tercatat sebesar 15,40% (yoy) di triwulan
sebesar 7,94% pada triwulan laporan atau menurun
laporan, atau melambat dibandingkan pertumbuhan
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,10%. NPL
triwulan sebelumnya sebesar 13,02% (yoy). Meskipun
kredit sektor industri pengolahan tercatat sebesar
mengalami perlambatan, pencapaian ini lebih tinggi
1,37% pada triwulan laporan atau melambat dari
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,49%.
nasional triwulan IV 2016 yang sebesar 8,41% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau
120% 115%
Jawa, pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah
110%
tersebut relatif tinggi. Pertumbuhan kredit UMKM
105%
Provinsi Jawa Timur pada triwulan ini tercatat sebesar
100%
12,08% (yoy); Jawa Barat 12,45% (yoy); DI Yogyakarta
95% 90% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
LDR BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.39 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
IV
I
II III 2016
IV
83
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
9,29% (yoy); DKI Jakarta 1,94% (yoy), dan Banten 20,46% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
84
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
Penurunan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
triwulan IV 2016 terutama didorong oleh penurunan
terutama didorong oleh kinerja sektor pertanian.
NPL sektor perdagangan besar dan eceran yang
Kredit UMKM sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar
merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit
14% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL kredit UMKM
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan
sebesar 14,82%. Sementara itu pertumbuhan kredit
l a p o r a n t e rc a t a t s e b e s a r 3 , 0 6 % , m e n u r u n
UMKM sektor industri pengolahan dan perdagangan
dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,53%. Sementara
besar dan eceran juga mengalami peningkatan pada
itu, NPL sektor pertanian dan sektor industri
triwulan laporan menjadi sebesar 21,51% (yoy) atau
pengolahan juga mengalami penurunan di triwulan
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
laporan yang tercatat sebesar 2,74%, menurun
sebesar 19,92% (yoy). Sedangkan, pertumbuhan kredit
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
UMKM sektor perdagangan besar dan eceran tercatat
3,83%. NPL sektor industri pengolahan pada triwulan
sebesar 15,04 % (yoy) atau meningkat dibandingkan
l a p o r a n t e rc a t a t s e b e s a r 3 , 5 1 % , m e n u r u n
dengan triwulan sebelumnya sebesar 12,80% (yoy).
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,64%.
Risiko kredit UMKM pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
yang diberikan pada triwulan IV 2016 menurun
tercatat sebesar 3.01% atau lebih rendah dari
menjadi 39,46%, dari sebelumnya sebesar 39,93%.
triwulan sebelumnya sebesar 3,55%. Angka ini
Namun, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah tersebut
lebih kecil dibandingkan NPL kredit UMKM nasional
berada di atas pangsa nasional yang hanya tercatat
triwulan IV 2016 yang sebesar 4,15%. Dibandingkan
sebesar 19,42%. Sejalan dengan tren 5 tahun terakhir,
dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa, NPL
penyaluran kredit UMKM di Jawa Tengah mayoritas
kredit UMKM Jawa Tengah tersebut juga relatif lebih
ditujukan kepada sektor perdagangan besar dan eceran
baik. NPL kredit UMKM Provinsi Jawa Barat pada
(62,64%), diikuti sektor industri pengolahan (11,20%),
triwulan ini tercatat sebesar 4,79%; DKI Jakarta 4,06%;
dan sektor pertanian (6,37%).
Banten 3,51%; Jawa Timur 3,21%; dan DI Yogyakarta 3,23%. 35%
7%
30%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
5%
1%
0% -5%
0% I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
NASIONAL
Grafik 4.40 Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
Grafik 4.41 Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
IV
NASIONAL
100 RP TRILIUN 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 I II III 2013
%, YOY
30
4
%
RP TRILIUN
4,0
3 20
2
3,5
10
1
0
IV
I
II III 2014
KREDIT UMKM
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
0
IV
I
II III 2013
IV
PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
I
II III 2014
IV
NOMINAL NPL KREDIT UMKM
I
II III 2015
IV
I
Grafik 4.43 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
170
6
140
IV
3,0
PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
Grafik 4.42 Perkembangan Kredit kepada UMKM %, YOY
II III 2016
%, YOY
5
110
4
80
3
50
2 20 -10
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
IV
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
1
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.44Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Grafik 4.45 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
Berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan
di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam skim
IV 2016 mengalami penurunan untuk setiap jenis
kredit modal kerja dengan porsi 80,26% dari total
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu,
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,01%, menurun
kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit investasi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 19,74%. Komposisi tersebut masih relatif sama
sebesar 3,48%. Sementara itu, NPL kredit investasi
dengan tren 5 tahun terakhir.
UMKM Jawa Tengah menurut menjadi sebesar 3,00%,
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada triwulan IV 2016 meningkat sebesar 11,84% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,56%. Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang sebesar 9,20% (yoy), laju kredit modal kerja sektor UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sementara itu, laju kredit investasi UMKM Jawa Tengah pada triwulan laporan menunjukan kondisi yang positif. Laju kredit investasi UMKM triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 32,57% (yoy), meningkat dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 30,37% (yoy). Pertumbuhan kredit investasi UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 6,35% (yoy).
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,85%.
85
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
86
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
%, YOY
80 RP TRILIUN 70 60
3
%,YOY
RP TRILIUN
5
40
50
30
40
2
4
1
3
20
30
10
20
0
10 0
60 50
-10 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
KREDIT MODAL KERJA UMKM KREDIT INVESTASI UMKM
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS) PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.46 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
II III 2016
I
IV
-1
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM NOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHS PERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.47 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
IV
BAB
V
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien, mudah diakses, serta melindungi konsumen. Perkembangan transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tumbuh positif seiring dengan meningkatnya transaksi pada akhir tahun. Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai bentuk pelaksanaan amanat UU No.7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia telah melakukan pengeluarandanpengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi 2016.
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui Sistem
sebelumnya yang tercatat sebesar 18.545 transaksi per
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan
hari. Sejalan dengan volume transaksi, nilai transaksi
IV 2016 tumbuh positif, baik secara volume maupun
yang diproses melalui SKNBI juga tumbuh positif
nominal. Selama triwulan IV 2016 volume transaksi
sebesar 2,35% (qtq). Rata-rata nilai transaksi pada
kliring yang diselesaikan melalui SKNBI sebesar
periode pelaporan sebesar Rp818,59 miliar per hari
1.202.339 Data Keuangan Elektronik (DKE).
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
Pertumbuhan transaksi kliring pada triwulan pelaporan
sebesar Rp799,77 miliar per hari.
secara volume dan nominal mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar masing-masing 23,28% (yoy) dan 19,20% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 7,29% (yoy) dan 16,04% (yoy). Sejalan dengan peningkatan volume transaksi kliring, penyelesaian nilai transaksi kliring pada periode pelaporan tercatat sebesar Rp51,57 triliun atau lebih tinggi dibandingkan nilai transaksi pada
Pertumbuhan tahunan rata-rata perputaran kliring harian pada triwulan IV 2016 menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume maupun nilai transaksi. Pada triwulan laporan volume penyelesaian transaksi tumbuh sebesar 17,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2016 yang tumbuh sebesar 30,79% (yoy). Pertumbuhan tersebut
triwulan IV 2015 sebesar Rp43,27 triliun.
mengalami perbaikan dibandingkan pertumbuhan Secara triwulanan, perputaran transaksi kliring
pada triwulan IV 2015 yang tumbuh 14,44% (yoy).
menunjukkan tren yang membaik. Volume perputaran
Sedangkan dari sisi nominal, penggunaan sistem
kliring pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 8,06%
pembayaran non tunai tercatat tumbuh 13,52% (yoy),
(qtq), berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada
yang tercatat kontraksi sebesar 10,32% (qtq). Nilai
triwulan III 2016 dan triwulan IV 2015 yang masing-
nominal perputaran kliring juga mencatat
masing tumbuh sebesar 34,30% (yoy)dan 23,77%
pertumbuhan positif sebesar 7,47% (qtq) setelah
(yoy).
mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan III 2016 sebesar 19,58% (qtq).
Peningkatan aktivitas penyelesaian transaksi melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Rata-rata harian jumlah transaksi yang dikliringkan
Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
pada triwulan IV 2016 sebanyak 19.085 transaksi per
Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya
hari, lebih tinggi 2,91% (qtq) dibandingkan triwulan
ditunjukkan dengan peningkatan indikator rata-rata
1,000
RP MILIAR
RIBU TRANSAKSI
20
18 800
75,0 %, YOY
INDEKS
250
60,0
200
45,0
150
30,0
100
15,0
50
16 600
14
400
12 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
NOMINAL SKNBI
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
,0
IV
I -15,0
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan SBT SKDU
IV
(50)
89
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
90
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
1.400
70.000
RIBU TRANSAKSI
1.200
60.000
1.000
50.000
800
40.000
600
30.000
400
20.000
200
10.000
RP MILIAR
-
I
II III 2012
IV
SEMARANG
I SOLO
II III 2013
IV
I
PURWOKERTO
II III 2014 TEGAL
IV
I
KUDUS
II III 2015
PEKALONGAN
IV
I
II III 2016
IV
I
II III 2012
IV
SEMARANG
LAINNYA
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
I SOLO
II III 2013
IV
PURWOKERTO
I
II III 2014 TEGAL
IV KUDUS
I
II III 2015 PEKALONGAN
IV
I
II III 2016
IV
LAINNYA
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan
Eceran (SPE). Pada triwulan IV 2016, IPR tercatat sebesar
laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debet
189,60 lebih tinggi 2,43 poin dibandingkan triwulan
penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro
sebelumnya sebesar 187,17 serta meningkat 4,87 poin
(BG). Sementara itu jumlah rata-rata harian penarikan
dibandingkan triwulan IV 2015. Pertumbuhan ini juga
cek dan BG kosong pada triwulan laporan mengalami
dikonfirmasi oleh dunia usaha yang tercermin dari
penurunan dari sisi volume dan nominal dibandingkan
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan
triwulan sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong
Dunia Usaha (SKDU) yang berada pada level 19,46%.
yang dikliringkan per hari pada triwulan laporan sebanyak 199 warkat per hari atau lebih rendah 5,33%
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota Semarang dan Solo sebagai pusat perekonomian di Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu masing-masing sebesar 44,73% dan 42,80%. Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa
(qtq) dari triwulan sebelumnya sebanyak 210 warkat per hari. Sejalan dengan penurunan penarikan cek dan BG kosong, nilai penarikan cek dan BG kosong menurun 65,14% (qtq) menjadi Rp8,43 miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp24,18 miliar per hari.
transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa volume sebesar 24,10% dan 27,79% dari sisi nominal. Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah
Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di
Purwokerto, Kudus, dan Tegal. Sementara kota-kota
Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih
yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar
mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal
adalah Purwokerto, Kudus, dan Pekalongan.
menunjukkan adanya penipisan net inflow dibanding triwulan sebelumnya. Posisi net inflow menurun
30,0
RP MILIAR
LEMBAR
25,0
360
signifikan sebesar 83,24% (qtq) dari Rp15,74 triliun
320
pada triwulan III 2016 menjadi Rp2,63 triliun pada
280
triwulan IV 2016. Uang kartal masuk ke Bank Indonesia
240
(inflow) menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar
20,0 15,0 10,0
200
5,0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
NOMINAL
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
I
II III 2016
IV
44,91% (qtq) dari Rp26,62 triliun menjadi Rp14,67 triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
meningkat 10,54% (qtq) dari Rp10,88 triliun menjadi
outflow dalam beberapa tahun terakhir. Pola net inflow
Rp12,01 triliun. Penipisan net inflow pada triwulan
yang terjadi di Semarang dan Solo dipengaruhi adanya
laporan tidak terlepas dari pola siklikal pada akhir
aliran uang kartal yang masuk dari wilayah lainnya,
tahun. Pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan
mengingat kedua daerah tersebut merupakan pusat
kebutuhan uang kartal masyarakat terkait dengan
kegiatan industri dan perdagangan di Jawa Tengah.
persiapan Natal dan Tahun Baru, keperluan belanja pemerintah, serta realisasi investasi, sehingga pada
Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
periode tersebut terjadi kenaikan outflow.
pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi Secara tahunan, posisi inflow di Jawa Tengah
layak edar, Bank Indonesia aktif melakukan pelayanan
menunjukkan peningkatan dari tumbuh sebesar
kas. Layanan kas dilakukan di dalam kantor Bank
4,22% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi sebesar
Indonesia dan di luar kantor, sehingga dapat
16,57% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Layanan
perkembangan tahunan posisi outflow tumbuh 2,92%
kas di luar kantor atau yang disebut dengan kas keliling
(yoy), berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya
rutin dilakukan di dalam kota lokasi Bank Indonesia
yang tumbuh negatif sebesar 35,81% (yoy). Dengan
serta menjangkau daerah terpencil. Pada triwulan IV
demikian, posisi net inflow pada triwulan IV 2016
2016, kegiatan kas keliling dilaksanakan sebanyak 67
mengalami pertumbuhan positif sebesar 195,00%
kali, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
(yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang
sebanyak 54 kali. Selama kegiatan kas keliling di
tumbuh sebesar 83,18% (yoy). Pola historis Jawa
triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan uang
Tengah yang mencatatkan net inflow tidak terlepas dari
Rupiah sebesar Rp57,91 miliar yang dilayani oleh
karakteristik Jawa Tengah sebagai basis produksi dan
seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah
perdagangan. Dengan karakteristik tersebut, aliran
ini meningkat 139,72% (yoy) dibandingkan periode
uang kartal dari daerah lain masuk ke dalam sistem
yang sama tahun sebelumnya serta tumbuh positif
perbankan di Jawa Tengah, yang selanjutnya disetorkan
94,42% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Kas
kembali ke kantor-kantor Bank Indonesia di Jawa
keliling dapat melayani penukaran uang kepecahan
Tengah sehinga mendorong posisi net inflow di Jawa
yang lebih kecil maupun menukarkan uang Rupiah
Tengah yang relatif tinggi.
lusuh menjadi uang Rupiah Layak Edar.
Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui
Peningkatan signifikan frekuensi dan nominal kas
Bank Indonesia Semarang dan Solo selalu
keliling pada triwulan IV 2016 ini juga merupakan salah
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Purwokerto
satu upaya Bank Indonesia untuk mengedarkan uang
dan Tegal beberapa kali cenderung mencatatkan net
Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 sebagai pelaksanaan 8
30 RP TRILIUN
RP TRILIUN
25
6
20 15
4
10 5
2
(5)
(1)
(10) (15) (20)
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
INFLOW
IV
I
OUTFLOW
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NET INFLOW/(OUTFLOW)
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
IV
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
(3) SEMARANG
SOLO
PURWOKERTO
TEGAL
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
IV
91
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
92
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
70
60
60
50
50
40
40 30 30 20
20 10
10
0
0
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
II
2015 NOMINAL KAS KELILING
III
IV
2016
9 RP TRILIUN
RASIO (%)
8 7
40
6 5
30
4
20
3 2
10
1 --
60 50
I
II III 2012
FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
IV
I
II III 2013
IV
PEMUSNAHAN
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
-
% PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
amanat UU Mata Uang. Pada 19 Desember 2016
Sepanjang 2016, jumlah uang palsu yang ditemukan di
Presiden Republik Indonesia meresmikan pengeluaran
Jawa Tengah sebanyak 25.948 lembar. Jumlah ini
dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah
mengalami kenaikan 10,25% dibandingkan tahun lalu
Tahun Emisi (TE) 2016 yang terdiri dari 7 (tujuh) pecahan
dengan temuan uang palsu sebanyak 23.535 lembar.
uang Rupiah kertas dan dan 4 (empat) pecahan uang
Sebagai pusat perekonomian Jawa Tengah, mayoritas
Rupiah logam. Uang Rupiah kertas terdiri dari pecahan
uang palsu ditemukan di Semarang (45,49%).
Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000,
Sementara pangsa penemuan uang palsu di kota lain
Rp2.000 dan Rp1.000. Sementara itu, uang Rupiah
adalah Solo (28,38%), Tegal (13,91%), dan Purwokerto
logam terdiri dari pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan
(12,21%). Secara nominal, uang palsu yang paling
Rp100.
banyak ditemukan dalam pecahan Rp100.000
Sebagai upaya mendorong clean money policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
sebanyak 13.758 lembar (53,02%), diikuti oleh pecahan Rp50.000 sebanyak 11.609 lembar (44,74%). Sedangkan uang palsu dalam pecahan lainnya memiliki
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
pangsa masing-masing pecahan kurang dari 2%.
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
Penemuan tersebut antara lain berasal dari klarifikasi
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
perbankan ke Bank Indonesia (93,35%), hasil setoran
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
bank (2,97%), serta setoran masyarakat melalui loket
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
penukaran (2,49%), temuan kepolisian (1,18%), serta
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,01%).
di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 39,74% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada di level 31,31%. 12.000 LEMBAR 10.000 8.000 6.000
53,02%
44,74%
1,07%
1,17%
4.000 2.000 SEMARANG
SOLO 100,000
50,000
PURWOKERTO 20,000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
TEGAL 100.000
50.000
20.000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
tahun baru. Wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada triwulan 1,18%
93,35%
2,97%
2,49%
laporan tercatat sebesar 6.397 kunjungan, lebih tinggi
0,01%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5.954 kunjungan. KLARIFIKASI BANK
KEPOLISIAN
SETORAN BANK
MASYARAKAT
KLARIFIKASI MASYARAKAT
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
Bank mencapai Rp318,89 miliar atau menurun 2,34%
Terdapat 28 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
Rp326,55 miliar. Transaksi penjualan juga mengalami
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin
penurunan sebesar 2,05% (qtq) menjadi Rp321,01
dari Bank Indonesia di Jawa Tengah. Dari jumlah
miliar dari Rp327,72 miliar pada triwulan sebelumnya.
tersebut, 53,58% (15 KUPVA) terdapat di wilayah kerja
Secara tahunan, transaksi pembelian dan penjualan
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, masing-masing 5 KUPVA
mencatat pertumbuhan positif masing-masing sebesar
di wilayah KPwBI Solo dan Purwokerto (17,85%) dan 3
15,09% (yoy) dan 14,57% (yoy).
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
KUPVA di wilayah KPwBI Tegal (10,72%). Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
pada triwulan IV 2016 (41,72%) yang diikuti oleh Dolar
mencapai Rp639,89 miliar atau tumbuh negatif sebesar
Singapura (SGD, 22,11%), Yen Jepang (JPY, 6,51%),
2,20% (qtq), mengalami perbaikan dibandingkan
Euro (EUR, 6,21%), dan Ringgit Malaysia (MYR,
triwulan sebelumnya yang kontraksi 5,16% (qtq).
5,83%). Penggunaan USD masih mendominasi
Secara tahunan, transaksi penukaran valuta asing
transaksi di Jawa Tengah seiring dengan peran USD
mengalami peningkatan sebesar 14,83% (yoy) atau
sebagai mata uang internasional.
mengalami perbaikan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh negatif
Penyempurnaan ketentuan tentang KUPVA melalui
sebesar 18,58% (yoy). Peningkatan transaksi ini sejalan
penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
dengan meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke
18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran
Jawa Tengah sebesar 15,14% (yoy) pada libur Natal dan
Valuta Asing Bukan Bank tanggal 3 Oktober 2016
750
120
750
600
80
600
450
40
450
300
0
300
150
(40)
150
(80)
-
-
%, YOY
RP MILIAR
I
II III 2012
PEMBELIAN
IV
I
PENJUALAN
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
RP MILIAR
I
II III 2012
IV
I USD
II III 2013 SGD
IV
I MYR
II III 2014 EUR
IV JPY
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
LAINNYA
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
IV
93
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
94
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih
Hingga periode pelaporan, terdapat 9.384 agen LKD
jelas dalam penyelenggaraan KUPVA oleh lembaga
mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat
bukan bank, meningkatkan tata kelola yang baik, serta
58,73% dibandingkan jumlah agen LKD pada akhir
mendorong perkembangan industri KUPVA menjadi
2015 sebesar 5.912 agen LKD. Kenaikan signifikan
lebih sehat dan efisien. Bank Indonesia aktif melakukan
pada jumlah agen LKD juga diikuti dengan kenaikan
pengawasan dan memberikan pembinaan kepada
volume dan nilai transaksi yang dilayani oleh agen LKD.
KUPVA serta melakukan upaya persuasif kepada
Pada triwulan IV 2016 tercatat 1,27 juta transaksi
KUPVA yang belum berizin agar dapat memperoleh izin
dengan nilai 1.038,66 miliar telah dilayani oleh agen
selambat-lambatnya tanggal 7 April 2017. Kedua hal
LKD. Jumlah ini mengalami kenaikan dibanding periode
tersebut dilakukan agar dapat mendukung
triwulan sebelumnya dengan kenaikan volume dan nilai
pembentukan iklim sistem pembayaran yang aman,
masing-masing sebesar 39,47% dan 25,91%. Seiring
lancar, efisien, serta melindungi konsumen.
dengan diterbitkannya Peraturan Bank Inodnesia Nomor 18/17/PBI/2016 tanggal 29 Agustus 2016
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Sebaran jaringan kantor bank umum masih terpusat di
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang
kota-kota dengan aktivitas perekonomian yang tinggi
Elektronik (Electronic Money), penyelenggara LKD yang
di Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang
semula terbatas pada Bank Umum BUKU 4 akan
paling banyak dilayani perbankan dengan pangsa
menjadi lebih luas karena Bank Umum BUKU 3 dan BPD
jaringan kantor perbankan sebesar 26,47% terhadap
dengan BUKU 1 dan 2 dapat mengajukan menjadi
total jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul
Penyelenggara LKD. Dengan kebijakan Bank Indonesia
Kota Solo dengan pangsa 13,72%. Sementara pangsa
tersebut serta dengan adanya program-program
jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%.
bantuan pemerintah yang penyalurannya melalui agen
Bank Indonesia mendorong perluasan jangkauan
LKD mendorong perbankan untuk dapat memberikan
layanan keuangan hingga ke daerah terpencil yang
kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat
belum dilayani jaringan kantor perbankan melalui
dalam mendapatkan layanan keuangan dengan aman
penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD).
dan biaya terjangkau melalui agen LKD mitra perbankan.
10.000 KOTA SEMARANG KOTA SOLO KAB. BANYUMAS KOTA TEGAL KOTA MAGELANG KAB. CILACAP KOTA PEKALONGAN KAB. KUDUS LAINNYA KAB. SUKOHARJO KAB. KEBUMEN KAB. SEMARANG
25% 13% 7% 7% 4% 4% 3% 3% 29% 2% 2% 1%
RP MILIAR
JUMLAH AGEN
1.000
8.000
800
6.000
600 4.000 400 2.000
200
0
0 1
2
3
4
5
JUMLAH AGEN LKD
Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
1.200
6
7
8
9
10
JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD
Grafik 5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
11
12
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PERAN UANG ELEKTRONIK DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM BANYUMAS SMART CITY
SUPLEMEN III
Smart City sebagai sebuah konsep pengelolaan suatu
tujuan untuk mendapatkan arah kebijakan
kota yang bertumpu pada pemanfaatan Teknologi
pembangunan smart economy, serta mendapatkan
Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup konsep
model implementasi smart economy.
sensing (mendeteksi), understanding (memahami), dan acting (melakukan aksi) terhadap kehidupan di suatu wilayah pemerintahan, kebijakan, orang dan semua yang terlibat di dalamnya secara saling terkait. Dengan konsep Smart City ini merupakan saat yang tepat bagi pemerintah kota maupun kabupaten untuk mulai mengadopsi dan meningkatkan inovasi-inovasi dalam bidang TIK untuk meningkatkan taraf layanan yang dapat diberikan kepada masyarakat. Dalam memaksimalkan potensi kota yang dimiliki melalui konsep smart city dapat menjadi tahap awal
Pengumpulan data untuk kajian ini, didapatkan melalui data primer dan sekunder, dengan menggunakan perpaduan metode kuantatif dan kualitatif, yang dilanjutkan dengan membuat daftar potensi dan langkah-langkah pengembangan smart economy Banyumas, kemudian diakhiri dengan penyusunan roadmap dan model implementasi smart economy. Dalam mendapatkan data yang valid, kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui; kuesioner, wawancara, kajian dokumen, kajian regulasi dan tinjauan fisik.
dalam meningkatkan potensi ekonomi di Kabupaten
Berdasarkan hasil penilaian smart economy melalui
Banyumas. Namun untuk mencapai ini diperlukan
analisis data sekunder Kabupaten Banyumas, diperoleh
persiapan dan acuan yang baik. Langkah awal untuk
hasil bahwa level kematangan economi kabupaten
membangun Kabupaten dengan ekonomi cerdas
berada pada posisi scattered dengan nilai 40. Hal ini
tersebut, salah satu hal yang harus dipersiapkan oleh
diperoleh melalui perhitungan terhadap empat
Kabupaten Banyumas adalah perencanaan yang matang
komponen utama ekonomi yaitu pusat bisnis,
yang dapat dijadikan sebagai panduan makro dalam
pendidikan, industri dan sumber daya yang didukung
penentuan kebijakan dan strategi daerah pada tingkat
oleh tiga komponen pendukung yaitu layanan TIK, tata
yang ditetapkan disesuaikan dengan arah
kelola dan sumber daya manusia sebagai enabler. Kondisi
pengembangan dan kebijakan perencanaan pada
pusat ekonomi Kabupaten Banyumas cukup baik jika
tingkat yang lebih luas. Oleh karena itu, kajian
dibanding dengan kondisi umum ekonomi di Jawa
pengembangan smart economy dilakukan dengan
Tengah. Kondisi ini didukung oleh ketercukupinya
Gambar Metodologi Penelitian Smart City
Grak Kondisi Infrastruktur Penunjang Program Banyumas Smart City
95
96
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
SUPLEMEN III keberadaan pasar dan kemudahan akses terhadap
diperhatikan terutama adalah digitalisasi dan integrasi
kebutuhan pokok yang disediakan pasar. Selain itu,
data. Kemudian sensor atau pengawasan dan
tingginya kondisi ekonomi Kabupaten Banyumas juga
pengambilan solusi secara cerdas terhadap masing-
dipengaruhi oleh beberapa sektor seperti kondisi
masing bidang.
keuangan Kabupaten, peningkatan ekspor yang berasal dari kayu dan minyak serta pencapaian pendapatan daerah yang berasal dari pajak melampaui target yang telah ditentukan. Kondisi Sumber Daya Manusia Kabupaten Banyumas cukup baik. Hal ini didukung dengan keberadaan sekolah dan rasio guru yang sangat
Menurut hasil analisa ANP, E-payment adalah top priority alternative untuk pengembangan smart economy di Banyumas. Pada dasarnya, penggunaan e-payment mampu memberikan kenyamanan untuk masyarakat Banyumas, Karena fiturnya yang hanya memerlukan
mencukupi. Selain itu, peningkatan ekonomi juga
informasi akun untuk melakukan suatu transaksi;
didukung oleh penyediaan sumber daya alam yang
memasukan username dan password. Disamping itu,
diperoleh dari hasil pertanian, peternakan dan
penggunaan e-payment juga akan menguntungkan bagi
perikanan.
pelaku bisnis, Karena biaya akan semakin rendah dan efficient dengan tidak perlunya postage.
Sedangkan berdasarkan hasil survey masyarakat, dilakukan juga pemetaan terhadap 5 prioritas
Dampak ekonomi yang terjadi terhahap implementasi
penanganan kota terkait Pengembangan Implementasi
smart economy meliputi faktor eksternal dan internal
Smart City di Kabupaten Banyumas, yaitu:
seperti; politik, ekonomi, sosial, lingkungan, dan
1. Lowongan pekerjaan baru
teknologi, serta daya Tarik persaingan ekonomi di
2. Peningkatan ekonomi
kabupaten Banyumas untuk menuju ekonomi yang
3. Pengembaangan ekonomi makro dan mikro
cerdas.
4. Transportasi publik yang bersih dan lebih baik 5. Masyarakat mempunyai kemampuan baru
Berdasarkan hasil analisis ANP dikembangkan roadmap sebagai modal dalam pengembangan Smart Economy
Secara umum kondisi ekonomi di Kabupaten Banyumas
Banyumas. Seperti telah disampaikan sebelumnya
berada pada posisi scaterred dengan nilai 55,94. Untuk
roadmap utama dari smart economy ini berisikan inisiatif
mencapai posisi ideal ada beberapa hal yang harus
– inisiatif yang didapat dari hasil analisis dan FGD yang
Gambar Struktur ANP untuk menentukan Pengembangan Smart Economy di Banyumas
Tabel Hasil Analisis ANP
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
SUPLEMEN III dilakukan dengan para stakeholder di kabupaten
yang masih awam terhadap penggunaan transaksi
Banyumas. Berdasarkan inisiatif tersebut dilakukan
nontunai. Pemilihan warna yang cerah dan berwarna
analisis ANP untuk menenetukan prioritas dan tingkat
pada logo siNona menunjukkan sebuah semangat baru,
kepentingan dari inisiatif. Sehingga didapatlah 10
mencerminkan keberagaman masyarakat Banyumas,
initiatif utama dengan intiatif tertinggi adalah
dan mudah diingat secara visual. Keseluruhan rangkaian
pengembangan smart payment yang diikuti oleh
kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan untuk
pengembangan infrastruktur. Lebih detail roadmap
mewujudkan inklusifitas keuangan masyarakat dan Less
dapat dilihat pada gambar dibawah.
Cash Society di Kab. Banyumas serta merupakan satu langkah untuk menuju Banyumas Smart City.
Bank Indonesia Purwokerto beserta Perbankan dan Pemerintah Kabupaten Banyumas juga secara langsung mengejawantahkan hasil kajian tersebut dengan menjadikan bulan Oktober-Desember 2016 sebagai momentum untuk menuju smart economy-smart city Banyumas dengan meluncurkan Kegiatan Festival siNona (Transaksi Non Tunai) yang merupakan rangkaian kegiatan sosialisasi dan edukasi non tunai serta elektronifikasi transaksi di Banyumas. Pemilihan kata siNona yang merupakan kependekan kata dari Transaksi Non Tunai adalah semata-mata untuk memberikan impresi awal yang menarik bagi masyarakat
Gambar Roadmap Smart Economy Secara Umum
97
BAB
VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 relatif membaik, tercermin dari menurunnya pengangguran dan berkurangnya kemiskinan. Namun demikian, indikator Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan. Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Agustus 2016 sedikit mengalami perbaikan, tercermin dari menurunnya persentase pengangguran di tengah stabilnya jumlah penduduk angkatan kerja. Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, NTP pada triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
6.1. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
Sementara itu, terdapat tantangan
meningkat, mencerminkan potensi ketersediaan
ketenagakerjaan yang dihadapi Jawa Tengah
tenaga kerja pada Agustus 2016 yang meningkat
seiring dengan meningkatnya penduduk bukan
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada
angkatan kerja. Kelompok ini mengalami
Agustus 2016 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
peningkatan 3,42%; dari sebelumnya 8,19 juta orang
sebesar 25,78 juta orang, atau meningkat 1,14%
pada Agustus 2015 menjadi 8,47 juta orang pada
dibandingkan dengan Agustus 2015 yang berjumlah
Agustus 2016.
25,49 juta orang. Kondisi ini mencerminkan besarnya potensi tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal
Meskipun demikian, peningkatan penduduk bukan
kuantitas penduduk usia produktif.
angkatan kerja ini masih lebih rendah dibandingkan Agustus 2015 dan Februari 2016 yang masing-masing
Jumlah penduduk usia produktif yang menjadi
mencatatatkan pertumbuhan 7,20% dan 9,50%.
angkatan kerja relatif stabil pada triwulan
Peningkatan ini mengindikasikan adanya fenomena
laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat sebesar
meningkatnya pengangguran sukarela, atau
0,06% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan
sebelumnya, yaitu dari 17,30 juta orang menjadi
sebagaimana tercermin pada data jumlah penduduk
sebanyak 17,31 juta orang. Pertumbuhan yang
usia 15 tahun ke atas yang bekerja dengan latar
cenderung stabil ini lebih baik dibandingkan dengan
belakang pendidikan menengah per Agustus 2016
penurunan pertumbuhan angkatan kerja pada Agustus
mengalami peningkatan. Jumlah penduduk yang
2015 dan Februari 2016, yang mengindikasikan berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode sebelumnya.
bersekolah ini meningkat sejalan dengan tren peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah yang terus terjadi dalam beberapa tahun
Jumlah penduduk yang bekerja meningkat, dengan jumlah pengangguran yang terus menurun. Pada Agustus 2016, penduduk bekerja tercatat sebesar 16,51 juta, meningkat 0,43% dibandingkan Agustus 2015 yang sebesar 16,44 juta. Adapun jumlah pengangguran sebesar 800 ribu, turun 6,98% dari sebelumnya sebesar 860 ribu pada periode yang sama tahun lalu.
terakhir. Sejalan dengan itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan juga mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) 2013
STATUS PEKERJAN UTAMA ANGKATAN KERJA BEKERJA PENGANGGURAN BUKAN ANGKATAN KERJA
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
17,46
17,52
17,72
17,55
18,29
17,30
17,91
Agustus 17,31
16,5
16,47
16,75
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
0,96
1,05
0,97
1
0,97
0,86
0,75
0,8
7,32
7,36
7,26
7,64
7,05
8,19
7,72
8,47
PENDUDUK USIA KERJA
24,78
24,88
24,98
25,19
25,34
25,49
25,63
25,78
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
70,46
70,42
70,93
69,68
72,19
67,86
69,89
67,15
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
5,50
5,99
5,45
5,68
5,31
4,99
4,20
4,63
PEKERJA TIDAK PENUH
4,73
5,21
4,85
4,9
4,91
4,51
4,97
4,22
SETENGAH PENGANGGUR PARUH WAKTU *Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Jawa Tengah
1,9
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
2,83
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
101
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN 102 KESEJAHTERAAN
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja di Jawa Tengah Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang) 2013
STATUS PEKERJAN UTAMA
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
PERTANIAN
5,05
5,17
5,19
5,17
5,39
4,71
5,16
5,07
INDUSTRI
3,31
3,11
3,31
3,17
3,33
3,27
3,22
3,25
Agustus
PERDAGANGAN
3,76
3,69
3,72
3,72
4,01
3,80
4,11
3,71
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
2,14
2,51
2,15
2,19
2,28
2,08
2,39
2,04
LAINNYA**
2,19
1,99
2,38
2,3
2,31
2,58
2,28
2,44
TOTAL
16,45
16,47
16,75
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 ** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan Sumber : BPS Jawa Tengah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
lebih fleksibel dan tidak memerlukan pendidikan yang
TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2016 tercatat sebesar
tinggi. Hal ini tercermin dari latar belakang pendidikan
67,15%, turun dibandingkan Agustus 2015 yang
SD yang mendominasi, yakni sebesar 51,12% dari total
tercatat sebesar 67,86%. Namun demikian, TPAK Jawa
angkatan kerja di Jawa Tengah. Ditinjau dari
Tengah ini masih lebih baik dibandingkan dengan
subkategorinya, peningkatan ini diperkirakan berasal
nasional yang tercatat sebesar 66,34%.
dari adanya persepsi tingginya kesejahteraan petani di beberapa sektor tercermin dari NTP subsektor
Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
peternakan, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan yang hampir selalu di atas 100 dalam 4 tahun terakhir.
kerja di Jawa Tengah. Pada Agustus 2016, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 5,07
Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan menempati
juta orang atau 30,71% dari total penduduk yang
posisi kedua dengan menyerap 3,71 juta orang atau
bekerja di Jawa Tengah. Angka ini meningkat
22,47% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
dibandingkan Agustus 2015 yang mencatatkan tenaga
Sementara lapangan usaha industri pengolahan
kerja di sektor Pertanian, yakni sebanyak 4,71 juta
menempati posisi ketiga dengan menyerap 3,25 juta
orang atau 28,65% dari total penduduk bekerja.
orang atau 19,69% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian mengalami peningkatan yang cukup
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2016
signifikan, yakni sebesar 7,64% dibandingkan dengan
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
periode yang sama di tahun lalu. Berdasarkan hasil
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Jawa Tengah
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
2015, pertanian banyak menyerap tenaga kerja karena
mencapai 5,74 juta orang, atau bertambah 0,03 juta orang dibandingkan dengan posisi Agustus 2015 yang
112 INDEKS
mencapai 5,71 juta orang. Apabila jumlah kelompok
110
tersebut ditambahkan dengan kelompok berusaha
108 106
dibantu buruh tetap akan membentuk proksi pekerja
104
sektor formal. Data pada bulan Agustus 2016 mencatat
102 100
jumlah pekerja sektor formal Jawa Tengah sebanyak
98 96 I
II III 2013
IV
I
PETERNAKAN
II III 2014
IV
I
II III 2015
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
IV
I
II
III
IV
2016 PERIKANAN
Grafik 6.1 Perkembangan NTP Subsektor Peternakan dalam 4 Tahun Terakhir
6,24 juta orang atau menurun 0,79% dibandingkan posisi Agustus 2015 sebanyak 6,29 juta orang. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya orang yang berusaha
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (juta orang) 2013
STATUS PEKERJAN UTAMA
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
1, BERUSAHA SENDIRI
2,81
2,66
2,82
2,86
3,03
2,68
2,86
2,63
2, BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
2,93
3,34
2,93
3,19
3,01
2,94
3,35
3,09
3, BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
0,57
0,54
0,62
0,64
0,57
0,58
0,54
0,50
4, BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
5,43
5,15
5,74
5,25
6,09
5,71
5,89
5,74
5, PEKERJA BEBAS
2,48
2,02
2,29
2,18
2,25
2,34
2,2
2,3
6, PEKERJA TAK DIBAYAR
2,29
2,76
2,36
2,43
2,37
2,19
2,32
2,25
16,51
16,47
16,76
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
TOTAL
Agustus
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) PENDUDUK YANG BEKERJA PEKERJA TIDAK PENUH SETENGAH PENGANGGUR
2013 Februari
2014 Februari
2015 Agustus
2016 Agustus
Februari
Februari
Agustus
5,21
4,85
4,90
4,91
4,51
4,97
4,22
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
PEKERJA PENUH
11,26
11,90
11,65
12,41
11,92
12,19
12,29
TOTAL
16,47
16,75
16,55
17,32
16,43
17,16
16,51
PEKERJA PARUH WAKTU
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
dibantu buruh tetap dari 0,58 juta orang menjadi 0,50
Perbaikan terjadi pada penduduk yang bekerja dengan
juta orang. Apabila dibandingkan dengan total yang
latar belakang SMP ke atas. Jumlah penduduk yang
bekerja, jumlah pekerja sektor formal di Jateng pada
bekerja dengan tingkat pendidikan SMP ke atas pada
Agustus 2016 sebesar 37,80% atau menurun
Agustus 2016 tercatat sebanyak 8,07 juta orang atau
dibandingkan posisi Agustus 2015 sebesar 38,26%.
meningkat dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat
Sebaliknya jumlah pekerja sektor informal di Jateng
sebanyak 7,83 juta orang. Sementara itu, jumlah
tercatat sebanyak 10,27 juta (62,20%) dari total orang
penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan SD
yang bekerja atau meningkat dibandingkan Agustus
ke bawah pada Agustus 2016 tercatat sebanyak 8,44
2015 sebanyak 10,15 juta orang (61,73%).
juta orang atau menurun dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat sebanyak 8,61 juta orang. Hal ini
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
menandakan bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
dengan ketrampilan yang lebih tinggi di Jawa Tengah
periode yang sama tahun lalu. Hal ini sejalan dengan
pada tahun 2016 telah mengalami peningkatan. Hal ini
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2016 yang
diharapkan dapat semakin memperbaiki kualitas
tumbuh 5,33% (yoy), lebih rendah dibandingkan
tenaga kerja di Jawa Tengah dan memenuhi
periode yang sama pada tahun 2015 yang sebesar
permintaan tenaga kerja pada industri pengolahan
6,10% (yoy), jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa
mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren relokasi
Tengah per Agustus 2016 tercatat sebanyak 12,29 juta
industri padat karya dari Jawa Barat dan Banten menuju
orang atau meningkat dibandingkan dengan Agustus
Jawa Tengah, seiring masih rendahnya upah pekerja di
2015 yang tercatat sebanyak 11,92 juta orang (Tabel
wilayah ini.
6.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode laporan sebesar 74,43% merupakan pekerja
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) 2014*
2015*
2016
berwaktu penuh (full time worker), yaitu penduduk
PENDIDIKAN
yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per
SD ke Bawah
9,13
8,98
9,39
8,61
8,92
8,44
SMP
3,16
3,12
3,15
3,16
3,28
3,29
minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,51 juta menjadi 4,22 juta orang pada periode yang sama.
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
SMA
3,37
3,30
3,45
3,4
3,54
3,5
DI/II/III dan Universitas
1,09
1,15
1,33
1,27
1,42
1,28
Total
16,75
16,55
17,32
16.44
17,16
16,51
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
103
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN 104 KESEJAHTERAAN
6.2. Pengangguran 140
160
INDEKS
INDEKS
150
130
140 120
130
OPTIMIS
110
120 110
100
PESIMIS
90 80
OPTIMIS
100
PESIMIS
90 80 70
70 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 PENGHASILAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PENGHASILAN
LAPANGAN KERJA
IV
I
II
III
IV
2015
LAPANGAN KERJA
I
II 2016
III
KEGIATAN USAHA
Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Angka pengangguran mengalami penurunan
Konsumen memandang kondisi lapangan kerja
pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang
pada periode saat ini lebih baik dibandingkan
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
periode 6 bulan yang akan datang. Hal ini terlihat
pada Agustus 2016 tercatat sebanyak 0,8 juta orang,
dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
lebih rendah 6,98% dibandingkan dengan Agustus
yang meningkat menjadi 120 dari sebelumnya 99,60.
2015 yang berjumlah 0,86 juta orang. Berdasarkan
Begitu pula penghasilan konsumen yang diprediksikan
data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang
akan membaik, yakni dari periode saat ini yang sebesar
11,38% dari total angka pengangguran nasional.
128,1 meningkat menjadi 144,0 dalam indeks ekspektasi penghasilan dalam 6 bulan yang akan
Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat
datang.
Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 4,99% pada Agustus 2015 menjadi 4,63% di Agustus 2016. TPT Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka
6.3. Nilai Tukar Petani
8
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016
TPT nasional yang sebesar 5,61%. Salah satu faktor
melambat dibandingkan triwulan III 2016. NTP
yang turut mendorong penurunan jumlah
pada triwulan laporan sebesar 99,35; atau mengalami
pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan laporan
perlambatan dibanding triwulan lalu yang mencapai
adalah peningkatan jumlah penduduk yang masuk
100.88 dan periode yang sama tahun sebelumnya
dalam kategori bukan angkatan kerja.
sebesar 102,03. Hal ini terjadi meskipun pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen
pada triwulan laporan mengalami perbaikan. Lapangan
yang terkait dengan tenaga kerja. Konsumen
usaha ini mencatatkan perbaikan pertumbuhan
memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah
menjadi 8,75% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2016 lebih baik dibandingkan triwulan III
triwulan III 2016 yang tumbuh 3,02% (yoy).
2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi lapangan usaha. Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut sejalan dengan peningkatan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi penghasilan saat ini.
8. NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yg dibayar petani. Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
50000
INDEKS
PDRB (RP MILIAR)
103 102
45000
101 100
40000
99 35000
98 97
30000
96 95
25000 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN)
IV
I
II III 2016
IV
mendapatkan margin yang rendah akibat harga ditentukan oleh pengepul. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bank Indonesia “Dinamika dan Persistensi Inflasi” yang dilakukan pada tahun 2016. Berdasarkan studi tersebut, lonjakan harga jual yang paling besar terjadi di tingkat pengepul. Rendahnya daya tawar petani terhadap pengepul ini berimplikasi pada
PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
penerimaan petani di Jawa Tengah sebagai produsen. Di sisi lain, tingkat inflasi pedesaan pun lebih tinggi
Perlambatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 didorong oleh penurunan indeks yang diterima petani di tengah peningkatan indeks
dibandingkan perkotaan, sehingga turut mendorong kenaikan angka indeks dibayar petani dan menekan kesejahteraan petani.
yang dibayarkan petani. Indeks yang diterima petani
Indeks yang diterima petani pada triwulan IV 2016
menurun 0,1%; dari 125,57 menjadi 125,45 pada
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016.
triwulan laporan. Sementara itu, indeks yang
Secara umum, indeks yang diterima petani menurun,
dibayarkan petani meningkat 1,44%; dari sebelumnya
dengan penurunan paling besar pada subsektor
124,48 menjadi 126,27 pada triwulan IV 2016.
peternakan yang turun 2,81% dari 126,45 pada
Perlambatan NTP ini sejalan dengan menurunnya
triwulan III 2016 menjadi 122,90 pada triwulan
penerimaan petani di tengah biaya produksi yang
laporan. Perlambatan pada triwulan IV 2016 juga
tinggi. Kenaikan harga komoditas pangan ini terjadi
terjadi pada subsektor hortikultura dan tanaman
akibat semakin berkurangnya pasokan di tengah
pangan yang masing-masing menurun sebesar 0,66%
musim tanam untuk beberapa komoditas hortikultura
dan 0,08% dibandingkan triwulan lalu. Berlawanan
dan beras. Selain itu, meningkatnya harga telur ayam
dengan hal tersebut, terjadi peningkatan indeks yang
ras di akhir tahun berimplikasi terhadap menurunnya
diterima pada subsektor tanaman perkebunan rakyat
permintaan sehingga mengakibatkan menurunnya NTP
dan perikanan. Indeks yang diterima pada subsektor
subsektor peternakan.
tanaman perkebunan rakyat yang naik sebesar 4,67% seiring dengan permintaan tembakau yang relatif baik.
Lebih lanjut, penurunan indeks yang diterima petani ini
Adapun indeks yang diterima pada subsektor
sejalan dengan fenomena rantai distribusi pertanian
perikanan naik sebesar 1,13%, dari sebelumnya
yang panjang. Saat ini, sebagian besar petani hanya
126,49 menjadi 127,92.
130
115
INDEKS
INDEKS
125 110 120 105
115 110
100
105 95
100 95 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (It)
IV
I
II III 2015
IV
INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
I
II
III 2016
IV
NILAI TUKAR PETANI
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
90 I
II III 2013 TOTAL
IV
I
II III 2014
IV
I
HORTIKULTURA PETERNAKAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
II III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
TANAMAN PANGAN PERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
105
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN 106 KESEJAHTERAAN
170
INDEKS
130
INDEKS
125
150
120
130
110
110
100
90
90
115
105
95 I
II III 2013 TOTAL
IV
I
II III 2014
HORTIKULTURA PERIKANAN
IV
I
II III 2015
IV
TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
I
II
III 2016
I
IV
PETERNAKAN
II III 2013
IV
I
II III 2014
TOTAL PETERNAKAN
IV
I
II III 2015
HORTIKULTURA PERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
IV
I
II
III 2016
IV
TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah
Sementara itu, indeks yang dibayar petani pada
menjadi 106,78 dari sebelumnya 107,85 pada triwulan
triwulan IV 2016 meningkat dibandingkan
III 2016. Perlambatan NTUP pada triwulan laporan
triwulan lalu. Indeks yang dibayar petani meningkat
terutama didorong oleh subsektor peternakan yang
dengan kenaikan tertinggi berada pada subsektor
turun sebesar 3,81% pada triwulan laporan menjadi
perikanan yang naik 1,60% atau menjadi 125,43 dari
109,00 dari sebelumnya 113,32.
sebelumnya 123,45 pada triwulan lalu. Pada triwulan laporan, indeks yang dibayar petani mengalami
6.4. Tingkat Kemiskinan
kenaikan pada seluruh subsektor. Data historis
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
menunjukkan bahwa indeks yang dibayar petani
2016 mengalami penurunan dibandingkan
mengalami tren peningkatan secara persisten,
dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah
mengindikasikan adanya kenaikan biaya kebutuhan
penduduk miskin tercatat sebanyak 4.493 ribu jiwa
rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi
atau menurun dibandingkan September 2015 yang
rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses
berjumlah 4.506 ribu jiwa. Apabila dilihat secara
produksi pertanian. Ketergantungan pada musim,
persentase, tingkat kemiskinan Jawa Tengah sebesar
menyebabkan fluktuasi kemampuan produksi petani.
13,19% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, yang
Hal ini pun turut memengaruhi tingkat kesejahteraan
berarti menurun dibandingkan periode yang sama
petani sebagaimana tercermin dari angka NTP.
tahun lalu yaitu 13,32%.
Kemampuan produksi petani pada periode
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
laporan tercatat mengalami perlambatan.
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai
penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.716
9
Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
ribu jiwa pada September 2015 menjadi 2.614 ribu jiwa
triwulan IV 2016 mengalami perlambatan, yakni
pada September 2016. Namun demikian, jumlah
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) SUBSEKTOR
I - 2015
II - 2015
III - 2015
IV - 2015
I - 2016
II - 2016
III - 2016
IV - 2016
%Perubahan
TANAMAN PANGAN
106,68
97,5
103,73
106,24
101,17
99.83
99,22
98,17
-1,06
HORTIKULTURA
102,91
102,83
104,49
107,76
107,43
106.84
109,76
107,99
-1,61
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
103,71
105,4
106,87
108,6
107,97
111.07
114,32
119,03
4,12
PETERNAKAN
109,24
109,08
113,60
109,88
109,64
110.44
113,32
109,00
-3,81
PERIKANAN
103,92
106,17
109,31
109,46
111,26
112.06
111,87
112,7
0,74
TOTAL
104,99
103,09
107,00
107,95
106,05
106.16
107,85
106,78
-0,99
Sumber : BPS Jawa Tengah
9. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
6.000 RIBU ORANG
%
19 17
5.000
15
4.000
13 3.000 11 2.000
9
1.000
jiwa atau turun 2,63%. Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada 16,19% dari total penduduk miskin nasional, meningkat dibandingkan kontribusi pada bulan September 2015 yang sebesar 15,80%.
7
MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15 MAR-16 SEP-16
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan 10.
KOTA DESA KOTA+DESA KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
5
0 2011
DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
Grafik 6.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
peningkatan, dari 1.790 ribu jiwa pada September
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
2015 menjadi 1.879 ribu pada September 2016.
tahunan sebesar 4,75% dari Rp308,163 per kapita/bulan pada September 2015 menjadi
Penurunan angka kemiskinan pada September
Rp322.799 per kapita/bulan pada September 2016.
2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
juga mengalami kenaikan sebesar 3,93%, dari
dibandingkan dengan periode September 2015,
Rp310,295 per kapita/bulan pada September 2015
jumlah penduduk miskin di pedesaan turun sebesar
menjadi Rp322,489 per kapita/bulan pada September
3,76% atau setara dengan 102 ribu orang. Sementara
2016. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
di perkotaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 5%
desa meningkat 4,34% dari Rp309,314 per
atau setara dengan 89 ribu orang. Jumlah penduduk
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
miskin di pedesaan pada September 2016 mencapai
Rp322,748 per kapita/bulan pada September 2016.
2.614 ribu jiwa sedangkan di perkotaan mencapai Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah
1.879 ribu jiwa.
penduduk miskin. Penduduk yang memiliki Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk
penurunan dibandingkan dengan periode yang
miskin. Secara keseluruhan, kesejahteraan masyarakat
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
pada triwulan laporan meningkat, sehingga
pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa, lebih
pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh
rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis
28,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat
kemiskinan.
nasional ini mengalami penurunan sebesar 750 ribu Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - Maret 2016 (Rupiah) GARIS KEMISKINAN
Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014
2010
2011
1. Kota
205,606
222.430
234.799
245.817
254.801
268.397 279.036
Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Sep 2015 286.014
299,011
308,163
215,269
322,799
2. Desa
179,982
198.814
211.823
223.622
235.202
256.368 267.991
277.802
296,864
310,295
319,188
322,489
3. Kota & Desa
192,435
209.611
222.327
233.769
244.161
261.881 273.056
281.750
297,851
309,314
317,348
322,748
Sumber : BPS, diolah
10. BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
107
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.5. Pembangunan Manusia
a. Kesehatan
INDEKS
65
69.55
68.90
68.78
68.31
68.02
67.70
67.21
67.09
66.53
67
66.64
68
66
: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH, tahun)
69
69.49
70
66.08
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN 108 KESEJAHTERAAN
b. Pendidikan
: i) Harapan Lama Sekolah (HLS, tahun) dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS, tahun)
c. Standar Hidup : Pengeluaran per kapita disesuaikan (ribu rupiah/orang/tahun)
64
2010
2011
2012 JAWA TENGAH
2013
2014
2015
NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
seluruh komponen, baik kesehatan, pendidikan,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah
maupun standar hidup. Pada tahun 2015, peningkatan
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
terbesar terpantau pada komponen pengeluaran
tahun 2015, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,49,
perkapita yang naik 3,01%, dari sebelumnya Rp9,64
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
juta pada tahun 2014 menjadi Rp9,93 juta pada tahun
68,78. Angka IPM Jawa Tengah ini tercatat lebih rendah
2015. Kualitas pendidikan juga meningkat, terpantau
dibandingkan dengan IPM nasional. Data IPM nasional
dari HLS dan RLS yang masing-masing naik 1,73% dan
pada
1,44%. Adapun komponen kesehatan mengalami
tahun 2015 sebesar 69,55; meningkat dari
periode sebelumnya, yaitu sebesar 68,90.
peningkatan kualitas yang tercermin dari AHH yang
Data IPM mengacu pada indeks yang dihitung dengan menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun
naik0,11%; dari sebelumnya 73,88 pada tahun 2014 menjadi 73,96 pada tahun 2015.
2010. Terdapat satu komponen tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi pendidikan, yakni
6.6. Pemerataan Penduduk
harapan lama sekolah. Sementara itu, komponen yang
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di Jawa
diperhitungkan pada dimensi standar hidup diubah
Tengah pada Maret 2016 mengalami penurunan. Hal
menjadi Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita, dari
ini tercermin dari koefisien Gini yang mengukur
sebelumnya Produk Domestik (PDB) per kapita. Metode
ketimpangan distribusi pendapatan melalui
agregasi indeks juga mengalami perubahan dari rata-
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
rata hitung pada IPM standar perhitungan tahun 2000
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
menjadi rata-rata ukur/geometrik pada IPM standar
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
perhitungan tahun 2010.
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Dengan demikian, komponen pada IPM standar perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri dari: Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015) KOMPONEN
SATUAN
TAHUN 2013
2014
2015
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
TAHUN
72,73
72,91
73,09
73,28
73,88
73,96
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
TAHUN
11,09
11,18
11,39
11,89
12,17
12,38
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
TAHUN
6,71
6,74
6,77
6,8
6,93
7,03
0
Rp8.992
Rp9.296
Rp9.497
Rp9.618
Rp9.640
Rp9.930
66,08
66,64
6721
68,02
68,78
69,49
0,84
0,86
1,21
1,12
1,04
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN IPM PERTUMBUHAN IPM
%
2010
2011
2012
0,42
INDEKS
0,44
SEPTEMBER2015 MARET 2016 SEPTEMBER 2016
INDEKS
0,42
0,40
0,40
0,38
0,38 0,36 0,36 0,34
0,34
0,32
0,32
0,30
0,30
2010
2011
2012
2013 JAWA TENGAH
2014
MAR-15
SEP-15
MAR-16
PERKOTAAN
PERDESAAN
JAWA TENGAH
NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
PERKOTAAN
PERDESAAN
NASIONAL Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
Pada Maret 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
tercatat sebesar 0,36; lebih rendah dibandingkan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
Pada Maret 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
ini mengindikasikan tidak ada peningkatan
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,31. Tingkat ketimpangan
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang
tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional
sebesar 0,39. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
yang sebesar 0,32.
dibandingkan dengan nasional.
109
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
BAB
VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II 2017 diperkirakan mengalami peningkatan diiringi inflasi yang sedikit meningkat namun tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ditinjau dari segi pengeluaran, percepatan berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha perdagangan, sementara pertumbuhan lapangan usaha pertanian mengalami perbaikan. Inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016, di tengah penyesuaian harga kelompok administered prices. Meskipun demikian, inflasi masih pada rentang target nasional. Terkendalinya inflasi pada seiring komitmen pemerintah memperbaiki distribusi logistik seiring terjaganya pasokan komoditas strategis.
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2017 P e r t u m b u h a n e k o n o m i d i J a w a Te n g a h
masyarakat dan pelonggaran kebijakan yang dilakukan
diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017.
Bank Indonesia diperkirakan berdampak pada
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut
peningkatan kinerja konsumsi.
diproyeksikan berada di kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Peningkatan ini sesuai dengan pola musiman saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Ditinjau dari sisi pengeluaran,
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
peningkatan terutama bersumber dari konsumsi rumah
Konsumsi diperkirakan masih menjadi sumber
tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan
utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah,
usaha, peningkatan diperkirakan terjadi pada lapangan
dengan pangsa di atas 60%. Secara keseluruhan,
usaha industri pengolahan dan lapangan usaha
konsumsi diperkirakan akan mengalami peningkatan
perdagangan, sementara pertumbuhan lapangan
pada triwulan II 2017. Peningkatan ini diproyeksikan
usaha pertanian mengalami perbaikan.
terjadi pada seluruh pengeluaran konsumsi, yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga nonprofit
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
yang melayani rumah tangga (LNPRT), dan konsumsi
Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan
pemerintah.
meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
meningkat signifikan pada triwulan II 2017 seiring
rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
dengan pola konsumsi masyarakat pada periode
pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%.
Ramadhan dan Idul Fitri. Kondisi perekonomian yang
Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang
terus meningkat juga akan mengangkat daya beli
utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
masyarakat. Optimisme masyarakat akan kondisi
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen
ekonomi ke depan terlihat dari hasil survei konsumen
pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi
yang dilakukan Bank Indonesia, di mana indeks
dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
ekspektasi konsumen terus berada di atas level 100.
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017.
Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi pemerintah
Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan
diperkirakan lebih tinggi pada triwulan II 2017.
membaik seiring dengan mulai membaiknya
Peningkatan tersebut terutama berasal dari belanja
penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli
pegawai berupa gaji ke-13 dan gaji ke-14 Pegawai
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan 2015*
PENGELUARAN I KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH PMTB
2016**
2017p
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
4,51
4,28
4,28
4,74
4,45
4,75
4,80
4,36
4,41
4,57
(9,66)
(12,33)
3,19
8,35
(3,04)
8,73
9,17
3,47
1,60
5,61
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
(12,53)
(1,45)
(1,71)
6,24
3,11
4,31
6,81
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
5,96
EKSPOR LUAR NEGERI
(3,05)
(1,56)
1,51
4,72
0,28
(0,28)
(1,59)
(10,48)
3,13
(2,22)
IMPOR LUAR NEGERI
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(25,77)
(16,03)
(26,76)
(12,77)
(18,81)
2,59
(14,49)
NET EKSPOR ANTARDAERAH
9,79
21,63
(3,58)
(74,45)
0,65
(34,48)
(7,31)
(0,26)
59,79
(13,17)
PDRB
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I
II
TOTAL
113
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
114
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Negeri Sipil (PNS). Hal ini juga diharapkan dapat
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
memberikan dampak tidak langsung terhadap
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
konsumsi rumah tangga. Selain itu, konsumsi LNPRT
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan II
juga diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan
2017, peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
mendatang. Hal ini terutama dipicu oleh kegiatan sosial
pada lapangan usaha industri pengolahan, dan
yang meningkat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri.
lapangan usaha perdagangan. Sementara itu, lapangan usaha pertanian diproyeksikan mengalami
Investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada
perlambatan.
triwulan II 2017. Lelang proyek infrastruktur pemerintah yang telah dimulai lebih awal diharapkan
Lapangan usaha industri pengolahan diproyeksikan
d a p a t m e m p e rc e p a t re a l i s a s i p e m b a n g u n a n
mengalami pertumbuhan yang meningkat pada
infrastruktur pemerintah. Selain itu, mendekati musim
triwulan II 2017 seiring dengan peningkatan
mudik Lebaran, pemerintah akan banyak melakukan
permintaan domestik menjelang Idul Fitri. Beberapa
perbaikan dan pembangunan jalan. Lebih lanjut,
pelaku industri juga diprediksi melakukan building
investasi pihak swasta pun diperkirakan mengalami
stock pada awal triwulan dalam rangka mengantisipasi
peningkatan. Beberapa peningkatan layanan perizinan
peningkatan permintaan tersebut. Selanjutnya,
investasi oleh pemerintah dapat mendorong
peningkatan permintaan domestik juga diperkirakan
percepatan realisasi investasi swasta.
berdampak pada pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih lambat pada triwulan II 2017. Seiring dengan
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi
membaiknya perekonomian global, ekspor luar negeri
tumbuh melambat seiring dengan mulai berakhirnya
diharapkan mengalami pertumbuhan. Namun,
masa panen. Walaupun masih terdapat panen raya
terdapat risiko berupa ketidakpastian di pasar global,
pada triwulan II 2017, namun pertumbuhan
terutama terkait dengan kebijakan Presiden Amerika
diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017
Serikat yang baru. Kebijakan Amerika Serikat mengenai
di mana terdapat peningkatan produksi akibat La Nina
perdagangan internasional cenderung bersifat
pada akhir tahun 2016.
protektif. Mengingat besarnya pangsa Amerika Serikat dalam ekspor luar negeri Jawa Tengah (±27%),
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah tahun
kebijakan tersebut dapat menahan pertumbuhan
2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
ekspor sehingga tidak setinggi triwulan sebelumnya.
tahun 2016. Peningkatan pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan.
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
Sejalan dengan perbaikan ekonomi global dan
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
domestik, permintaan terhadap hasil produksi Jawa
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 2015*
PENGELUARAN I
2016**
2017p
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
4,05
7,48
4,26
6,98
5,60
(1,96)
(0,02)
3,02
8,75
2,13
INDUSTRI PENGOLAHAN
4,71
4,73
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
5,56
4,25
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
2,91
2,98
2,01
8,06
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
PDRB
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
I
II
TOTAL
Tengah diperkirakan mengalami peningkatan yang
infrastruktur. Pada tahun 2016, realisasi proyek
mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha
pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat dari
perdagangan, serta industri pengolahan. Kondisi cuaca
realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2015-2016
sebesar 93,49%, lebih tinggi dari capaian tahun
di mana terjadi El Nino dan La Nina sehingga dapat lebih
sebelumnya yang sebesar 87,98%. Namun demikian,
kondusif bagi lapangan usaha pertanian.
akibat dari pemotongan anggaran, konsumsi pemerintah pada semester II 2016 mengalami kontraksi
Komitmen pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong peningkatan kinerja investasi dan industri dan berujung
dan menahan pertumbuhan ekonomi. Pada 2017, walaupun pendapatan dan belanja pemerintah diperkirakan lebih baik, pemerintah diharapkan tetap memberikan perhatian lebih pada realisasi anggaran.
pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi dan usaha, sertaUpah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang kompetitif juga menjadi faktor pendukung.
7.2. Prospek Inflasi Tahun 2017 7.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan II 2017 Inflasi triwulan II 2017 diperkirakan meningkat. Peningkatan ini terutama berasal dari kelompok
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
volatile food dan administered prices di tengah
pemerintah juga diharapkan sudah mulai memberikan
Ramadhan dan Idul Fitri. Inflasi volatile food
dampak positif terhadap ekonomi Jawa Tengah.
diperkirakan terjadi seiring meningkatnya permintaan
Tambahan dana yang masuk ke Indonesia diharapkan
jelang hari raya Idul Fitri. Sementara itu, inflasi
dapat menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
administered prices meningkat seiring dengan tren
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
kenaikan harga minyak dunia dan kebijakan reformasi
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
energi Pemerintah.
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal pemerintah lebih tinggi.
Semakin meningkatnya permintaan masyarakat terkait tradisi masyarakat dan persiapan di bulan
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
Ramadhan dan Idul Fitri mendorong peningkatan
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
laju inflasi di kelompok volatile food, terutama
2017 antara lain risiko berlanjutnya perlambatan
untuk komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras.
ekonomi Tiongkok, serta tingginya persaingan di pasar
Beberapa komoditas pangan lainnya juga berpotensi
global dengan negara yang memiliki produk ekspor
mengalami peningkatan harga, meliputi minyak
serupa. Selain itu, dengan pergantian pemerintahan
goreng, dan komoditas sayur-sayuran. Sementara itu,
Amerika Serikat, kebijakan ekonomi negara tersebut
faktor penahan inflasi terutama berasal dari komoditas
dapat mengalami perubahan sehingga berdampak
beras yang memiliki pasokan terjaga. Perum Bulog
pada perekonomian Jawa Tengah, baik terkait pasar
Divre Jateng mencatat stok beras di Jawa Tengah masih
keuangan, nilai tukar, maupun perdagangan.
mampu untuk memenuhi kebutuhan hingga Juli 2017. Tekanan inflasi dari komoditas cabai merah dan cabai
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk
rawit diperkirakan menurun seiring panen yang terjadi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
di beberapa sentra di Jawa Tengah, seperti Kab. Brebes,
kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dan proyek
Magelang, dan Temanggung.
115
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
116
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Faktor utama yang diperkirakan mendorong inflasi
Potensi membaiknya nilai tukar ini selanjutnya
kelompok administered prices adalah upaya reformasi
menurunkan tekanan inflasi untuk kelompok inflasi inti
kebijakan energi Pemerintah, meliputi kebijakan
traded.
distribusi tertutup untuk elpiji 3kg, penyesuaian tarif listrik 900 VA pada bulan Mei 2017, serta kebijakan BBM satu harga. Lebih lanjut, terdapat potensi kenaikan harga BBM di tengah tren kenaikan harga minyak mentah dunia. Seiring dengan momen Ramadhan dan Idul Fitri, terdapat potensi kenaikan berbagai macam tarif angkutan (antara lain angkutan udara, angkutan antarkota, dan tarif kereta api) akibat meningkatnya arus mudik Lebaran.
7.2.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017 Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan meningkat. Faktor utama yang diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari kelompok administered prices, seiring dengan tren kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan energi. Selain itu, terdapat kenaikan untuk kelompok core di tengah membaiknya daya beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food diperkirakan relatif
Selain itu, komoditas rokok kretek dan rokok kretek
terjaga seiring dengan produksi panen padi dan
filter diperkirakan meningkat secara bertahap seiring
h o r t i k u l t u r a y a n g d i p ro y e k s i k a n l e b i h b a i k
kenaikan cukai rokok di awal tahun. Pemerintah telah
dibandingkan tahun 2016.
menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 10,54 persen, dan meningkatkan harga jual eceran rokok di pasar melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017 ini juga diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Peningkatan ini berasal dari penyesuaian harga komoditas barang yang diatur pemerintah, terutama untuk kebijakan energi. Sementara untuk kelompok volatile food, rendahnya inflasi pada tahun 2016 lalu, diperkirakan akan terus berlanjut seiring
Adapun kelompok inti diperkirakan meningkat
meningkatnya produksi dan membaiknya upaya
secara moderat di tengah membaiknya daya beli
pengendalian inflasi. Ke depan, inflasi akan tetap
masyarakat. Hal ini sejalan dengan ekspektasi harga
diarahkan berada pada sasaran inflasi 2017, yaitu
konsumen 6 bulan mendatang yang menunjukkan
4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank
peningkatan. Komoditas makanan jadi dan sandang
Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus
diperkirakan meningkat memasuki Lebaran.
diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko
Meningkatnya inflasi kelompok inti diperkirakan juga
terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan
berasal dari kenaikan harga bahan bangunan, meliputi semen, batu bata, pasir, dan besi beton. Hal ini sejalan dengan upaya akselerasi pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan/perbaikan infrastruktur jalan yang menjadi jalur mudik dan jalan penunjang wisata. Lebih jauh, meredanya tekanan ekonomi eksternal dan
9
%, YOY
8 7 6 5 4 3 2
prospek positif dari berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai tukar rupiah diperkirakan cenderung stabil pada triwulan II 2017.
1 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I
IIp IVp 2017
p) Angka perkiraan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh
Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan sedikit
Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile
meningkat pada level moderat dibandingkan tahun
food.
2016. Meskipun demikian, inflasi kelompok ini relatif terjaga dan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya di
Pendorong utama inflasi diperkirakan berasal dari komoditas administered prices. Pada akhir tahun 2017, U.S. Energy Information Administration (EIA) memproyeksikan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD 52,50 per barel, tidak jauh berbeda dengan rata-rata harga pada Desember 2016 yang sebesar USD 51,97 per barel. Peningkatan
tengah terjaganya pasokan komoditas strategis yang diriingi dengan upaya pengendalian inflasi. Pemerintah memastikan pangan di Indonesia dalam kondisi aman hingga 2017 yang akan datang. Selain itu, curah hujan akhir 2016 hingga pertengahan 2017 relatif tinggi sehingga menunjang produksi petani, di tengah meningkatnya frekuensi masa panen.
harga minyak mentah ini selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta
Meskipun demikian, tekanan inflasi yang perlu
kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Selain itu, kebijakan
diwaspadai berasal dari komoditas hortikultura,
pemerintah untuk memulai pencabutan subsidi listrik
meliputi aneka cabai dan bawang merah. Intensitas
untuk 18,7 juta pelanggan 900 VA sejak 1 Januari 2017
hujan yang lebih tinggi mampu menurunkan kualitas
bertahap selama tiga periode ini diperkirakan akan
cabai serta menyebabkan gagal panen. Untuk
meningkatkan inflasi dari kelompok administered
mengatasinya, pemerintah senantiasa berupaya untuk
prices. Kenaikan harga juga diperkirakan terjadi
membenahi distibusi logistik pangan Salah satu
dengan rencana distribusi tertutup dan kenaikan harga
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi
elpiji 3 kg.
Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai penghasil bawang merah terbesar nasional, Brebes
Pada kelompok inti, meningkatnya daya beli masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan inflasi.
akan dijadikan gudang produksi bawang merah nasional.
Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli
Untuk komoditas lainnya, Bank Indonesia tengah
masyarakat. Dari sisi domestik, upaya pembangunan
mengembangkan klaster bawang putih di delapan
infrastruktur dan konstruksi sektor swasta diperkirakan
kabupaten. Hal ini diharapkan mampu meredam inflasi
akan mendorong kenaikan harga semen dan bahan
komoditas bawang putih yang mayoritas masih impor
baku bangunan lainnya. Selanjutnya, kenaikan harga
dari Tiongkok dan India. Delapan klaster tersebut
yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan
diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 ton tiap
ekonomi global. Meskipun telah mengalami revisi
satu kali masa tanam. Jumlah tersebut dirasa cukup
pertumbuhan, berdasarkan data IMF, pertumbuhan
untuk memenuhi kebutuhan bawang putih di Jawa
ekonomi dunia diperkirakan masih akan tumbuh
Tengah.
membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi Jawa Tengah.
117
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
118
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017 KELOMPOK
RISIKO
FAKTOR RISIKO TAHUN 2017 - Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan mendorong penurunan produksi hortikultura
Volatile Food
- Keberlanjutan dari program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti program 1000 embung dan bantuan alat mesin RENDAH
pertanian (alsintan) - Kondisi hasil pertanian yang surplus - Optimalisasi pembenahan distribusi logistik pertanian
Administered Price
- Kenaikan TTL di tengah penyesuaian tarif listrik 900 VA TINGGI
- Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia - Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan - Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai. - Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Core Inflation MODERAT
- Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta - Dampak lanjutan dari kenaikan TTL, seperti sewa rumah - Kenaikan harga emas internasional
Daftar Istilah Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
(IKK)
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
(IHK)
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
(PAD)
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
Manusia
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah . Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Andil Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Bobot Inflasi
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
Berlaku
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
120 DAFTAR ISTILAH
PDRB Atas Dasar Harga
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
Konstan
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
Resiko (ATMR)
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(CAR)
(ATMR).
Financing to Deposit Ratio
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
(FDR)
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
Aktiva Produktif (PPAP)
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
Loans/Financing (NPLs/Fs)
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
(NPLs) – NET
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
Time Gross Settlement (BI
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
RTGS)
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
121
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
DAFTAR ISTILAH