KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei 2017” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Semarang, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TENGAH Ttd
Hamid Ponco Wibowo Direktur Eksekutif
Daftar Isi
Kata Pengantar
I
BAB I
Daftar Isi
ii
Daftar Suplemen
ii
Daftar Tabel
v
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Daftar Grafik
vi
Tabel Indikator Ringkasan Eksekutif
xiii 1
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
07
Triwulan I 2017 1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
08
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
09
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
12
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
14
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 19 SUPLEMEN 1
28
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR MODAL
Regional Triwulan II 2017
TRANSPORTASI TERINTEGRASI –
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
PEMBANGUNGAN JALUR KERETA API AKSES
2017 Sisi Pengeluaran
BANDARA ADI SOEMARMO SOLO
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II
SUPLEMEN 2
32
2017 Sisi Lapangan Usaha
63
BAB II
26 26 27
MEGA PROYEK PLTU JAWA TENGAH KAPASITAS 2 X 1.000 MW DI KABUPATEN BATANG SUPLEMEN 3 KEGIATAN PENGENDALIAN INFLASI DI WILAYAH
KEUANGAN PEMERINTAH
EKS KARESIDENAN BANYUMAS TAHUN 2017
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017
37
PANEN BAWANG DI KAB. PURBALINGGA
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
38
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017
40
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017
41
ii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
BAB III
BAB IV
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Secara Umum
45
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
47
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
69
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi
47
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
69
dan Jasa Keuangan
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
69
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas 47
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah
69
& Bahan Bakar
Triwulan IV 2016
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
48
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha 71
3.3. Disagregasi Inflasi
48
Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017
3.3.1. Kelompok Administered Prices
49
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
72
3.3.2. Kelompok Inti
50
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
72
3.3.3. Kelompok Volatile Food
60
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK RT) 72
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa
53
di Perbankan
Tengah
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
73
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
54
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
74
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
54
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
76
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
55
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
76
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
56
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
72
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
56
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
78
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
57
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
80
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 2017
58
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
81
3.5.1. Inflasi April 2017
58
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
82
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
59
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi 83
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
61
Jawa Tengah 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
86
iii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI 2017 BAB V
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
91
Bank Indonesia (SKNBI) 5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
93
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
95
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
96
BAB VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Ketenagakerjaan
99
6.2. Pengangguran
102
6.3. Nilai Tukar Petani
102
6.4. Tingkat Kemiskinan
104
6.5. Pembangunan Manusia
105
6.6. Pemerataan Penduduk
107
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
111
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran 111 7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan
112
Usaha
iv
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
114
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
114
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
115
Tabel
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%,
07
yoy) Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
09
09
09
20
Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
20
Lapangan Usaha (Rp Miliar) Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
74
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status
77
Kepemilikan di Jawa Tengah
Menurut Pengeluaran (%, yoy) Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori
Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah
73
Berdasarkan Nilainya
Pengeluaran (Rp Miliar) Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya
78
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya
80
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
83
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah
99
Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
21
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar) 37
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017
38
2017 (juta orang)
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
40
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 &
42
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
100
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja
101
101
101
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
46
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
46
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) 104
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
46
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September 105
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
47
2016 (Rupiah)
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi,
47
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers
106
Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
106
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
111
Komunikasi dan Jasa Keuangan Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan,
48
Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 113 48
Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017
116
Makanan
v
Grafik
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
07
1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri 12
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan
07
1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
Nasional 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan
Pertumbuhan PDRB Investasi 07
Provinsi 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan
1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan 13 Sektor Usaha (SKDU)
08
Pertumbuhan Ekonomi 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
13
1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil
13
Liaison) 08
Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
13
1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan
13
1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)
09
Pertumbuhan PDRB Investasi
1.7 Indeks Tendensi Konsumen
10
1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
14
1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
10
1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
14
1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan
10
Tujuan
Konsumsi Rumah Tangga 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis
10
Konsumsi
1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
15
1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
15
1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
15
1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
11
1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
15
1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
11
1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara
16
1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi 11
Tujuan
Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara 16
1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja
11
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Tujuan 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
16
1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok
16
1.35 Cadangan Devisa Tiongkok
16
1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
17
1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB Investasi 12
1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah
17
1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit 12
1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa
17
Investasi
Tengah
1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja
11
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
vi vi
12
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan
18
Jenis Pengeluaran 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
18
Berdasarkan Jenis Pengeluaran
1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB 25 Perdagangan
1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
18
1.60 IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok
1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
18
Komoditas
1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
19
1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU)
1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
19
Pertumbuhan PDRB Konstruksi
Berdasarkan Negara Asal 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan
24
19
Negara Asal
25
25
2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017
37
2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A.
37
2017
1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
19
2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
38
1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan
21
2.4 Realisasi Belanja Daerah
38
2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017
38
2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan
39
Perikanan 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa
21
Tengah 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa
Ekonomi Jawa Tengah 22
Tengah
2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017
40
2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
42
1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
22
Jenis Belanja
1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
22
2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan
1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
22
Jenis Belanja
1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
23
3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
45
1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
23
3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
45
1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur
23
3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
45
1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri
24
3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
45
3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016
46
3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
46
3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
49
3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
49
Pengolahan (Hasil SKDU) 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (SKDU)
24
42
vii
Grafik
3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok
49
3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
55
3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
55
3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
55
3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
55
3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
57
3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
57
3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
57
3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
57
3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
57
3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
57
3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
61
3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded 51
3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang
61
3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile
Eceran
Administered Prices Triwulan I 2017 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
50
Kelompok Administered Prices 3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti
51
Triwulan I 3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi
51
Tahunan, dan Inflasi Inti 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan
51
Harga 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
51
52
Food 2012-Tw I 2017 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile
52
Food 2012-Tw I 2017 3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan
69
4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa
69
Tengah 52
Kelompok Volatile Food 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi
4.1 Hasil SPE Jawa Tengah
4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah 70 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah 70
52
Tahunan Kelompok Volatile Food
4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa
70
Tengah
3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017
53
4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
70
3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
53
4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah
70
3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
53
4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
71
3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
53
4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
71
4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko
71
Tw I 2017 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
54
Sektor Pertanian
3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
54
4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko
3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
54
Sektor Industri Pengolahan
3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
54
viii
72
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risik Sektor
72
Perdagangan Besar dan Eceran 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
73
73
74
74
75
75
76
76
76
76
78
Provinsi Jawa Tengah
4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa
81
4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di
82
4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di
82
4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah
82
4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah di
82
4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan
83
Syariah di Pulau Jawa 78
Provinsi Jawa Tengah 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di
81
Pulau Jawa
Tengah 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di
4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di
di Pulau Jawa
Jawa Tengah 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa
81
Provinsi Jawa Tengah
Tengah 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi
4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di
Provinsi Jawa Tengah
Pulau Jawa 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa
80
Tengah
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di
4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di
Provinsi Jawa Tengah
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan
80
Provinsi Jawa Tengah
Beberapa Provinsi di Pulau Jawa 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan
4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
Provinsi Jawa Tengah
Perseorangan Jawa Tengah 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan
80
Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Bukan Perseorangan Jawa Tengah 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Perseorangan Jawa Tengah 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan
79
Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Bukan Perseorangan Jawa Tengah 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan
4.26 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan
79
4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
83
4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
84
4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
84
4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
84
ix
Grafik
4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa
85
Tengah 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis
5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring
92
dan IPR SPE dan SBT SKDU 85
5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah 92
Penggunaan
Pengiriman
4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan 85
5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah 92
Sektor Ekonomi
Pengiriman
4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor 85
5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet
Ekonomi
Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
85
Berdasarkan Jenis Penggunaan 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah
5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
93
93
Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah 85
Berdasarkan Sektor Ekonomi
5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang
93
Kartal Berdasarkan Wilayah
4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
86
5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
94
4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
86
5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang
94
4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan
86
Tidak Layak Edar
Nasional
5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
94 94
4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
87
5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan
4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
87
Pecahan
4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar
87
5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
95
5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan
95
Sektor 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
87
Berdasarkan Sektor 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan
5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA 95 87
Penggunaan 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Wisatawan Asing di Jawa Tengah
87
Bukan Bank di Jawa Tengah 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
96
5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
96
Berdasarkan Penggunaan
6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir
5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di 92
6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat 102
Jawa Tengah
Ini
x
100
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI 2017
6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan
102
Kegiatan Usaha yang Akan Datang 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
103
6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
103
6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
103
6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
103
6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
103
6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah
104
Tahun 2011-2016 (ribuan orang) 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
106
6.11 Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
107
6.12 Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
107
7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
115
xi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
xii
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH A. PDRB & Inflasi INDIKATOR
2014
2015
2016 I
II
5,08
5,71
III
IV
5,01
5,33
2016
2017 I
Ekonomi Makro Regional *) Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
5,27
5,47
5,28
5,20
Berdasarkan Sektor -0,95
5,60
-1,96
-0,02
3,02
8,75
2,13
9,42
- Pertambangan dan Penggalian
6,66
3,05
21,59
16,53
17,30
19,65
18,73
6,73
- Industri Pengolahan
6,61
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
4,11
- Pengadaan Listrik dan Gas
6,50
2,43
9,12
8,72
5,78
6,80
7,57
6,09
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
3,45
1,63
-2,61
1,39
4,56
5,46
2,17
7,19
- Konstruksi
4,38
6,00
6,04
7,46
7,61
6,40
6,88
4,70
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
4,79
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
5,19
- Transportasi dan Pergudangan
9,26
7,80
7,13
6,97
7,29
5,31
6,66
5,44
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
7,61
6,79
6,26
6,82
6,54
6,00
6,40
6,06
13,00
9,53
9,07
9,62
7,58
7,06
8,31
7,08
- Jasa Keuangan dan Asuransi
4,12
8,02
8,44
13,95
10,07
6,61
9,67
3,40
- Real Estate
7,19
7,59
7,64
6,39
5,89
7,29
6,80
6,68
- Jasa Perusahaan
7,97
8,49
10,92
10,81
10,06
10,72
10,62
8,08
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
0,78
5,31
4,22
5,23
-0,10
0,30
2,37
-0,05
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
- Informasi dan Komunikasi
- Jasa Pendidikan - Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial - Jasa lainnya
9,37
7,55
9,63
10,78
9,44
1,27
7,64
1,83
11,37
6,61
10,48
14,00
10,46
5,00
9,86
4,68
8,50
3,21
4,69
12,98
10,43
6,75
8,62
6,25
Berdasarkan Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga
4,31
4,45
4,75
4,80
4,36
4,41
4,57
4,59
- Konsumsi LNPRT
8,62
-3,04
8,73
9,17
3,47
1,60
5,61
3,24
- Konsumsi Pemerintah
2,19
3,71
3,26
7,48
-12,53
-1,45
-1,71
2,57
- PMTB
4,52
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
5,96
5,50
- Ekspor Luar Negeri
10,66
0,28
-0,28
-1,59
-10,48
3,13
-2,22
8,32
- Impor Luar Negeri
-7,29
-16,03
-26,76
-12,77
-18,81
2,59
-14,49
27,27
-6,80
0,65
-34,48
-7,31
-0,26
59,79
-13,17
39,77
-22,63
-71,08
-0,39
-30,87
52,63
-34,57
11,14
28,47
- Net Ekspor Antardaerah - Perubahan Inventori Ekspor - Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
6.097
6.206
1.579
1.689
1.382
1.603
6.253
1.717
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
2.776
2.858
780
789
734
686
2.989
685
Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
6.120
5.476
1.259
1.398
1.194
1.560
5.411
1.500
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
3.845
4.488
1.028
1.175
951
1.123
4.278
1.153
Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Tengah
118,60
121,84
122,60
122,70
123,69
124,71
124,71
126,65
Kota Purwokerto
117,36
120,32
121,31
121,36
121,81
123,23
123,23
125,22
Kota Surakarta
116,84
119,83
120,82
120,91
121,43
122,41
122,41
124,24
Kota Semarang
118,73
121,77
122,35
122,42
123,60
124,59
124,59
126,35
Kota Tegal
114,73
119,26
120,13
120,55
121,91
122,49
122,49
123,94
Kota Kudus
124,16
128,23
129,16
128,88
129,70
131,20
131,20
134,15
Kota Cilacap
121,18
124,37
125,32
125,79
126,96
127,81
127,81
130,59
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah
8,22
2,73
4,21
2,96
2,71
2,36
2,36
3,30
Kota Purwokerto
7,09
2,52
4,15
2,95
2,36
2,42
2,42
3,22
Kota Surakarta
8,01
2,56
4,43
3,21
2,93
2,15
2,15
2,93
Kota Semarang
8,53
2,56
3,99
2,65
2,61
2,32
2,32
3,27
Kota Tegal
7,40
3,95
4,99
3,77
3,73
2,71
2,71
3,17
Kota Kudus
8,59
3,28
4,83
3,33
2,18
2,32
2,32
3,86
Kota Cilacap
8,19
2,63
3,79
3,23
2,87
2,77
2,77
4,21
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran INDIKATOR
2014
2015
2016 I
II
III
IV
2016
2017 I
Perbankan **) Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
188,11
216,17
217,92
225,02
228,39
240,40
240,40
- Giro
24,83
29,69
33,75
31,14
32,90
30,25
30,25
35,81
- Tabungan
97,60
109,04
104,36
112,08
112,90
123,34
123,34
119,59
- Deposito
245,78
65,68
77,44
79,82
81,80
82,59
86,81
86,81
90,38
Kredit (Rp Triliun)
198,15
216,71
217,89
226,15
229,91
236,76
236,76
237,77
- Modal Kerja
106,38
115,80
115,89
120,94
122,87
125,63
125,63
125,47
- Konsumsi
29,06
34,31
35,49
36,68
37,85
39,82
39,82
40,23
- Investasi
62,71
66,60
66,51
68,53
69,20
71,30
71,30
72,08
105,33
100,25
99,99
100,50
100,67
98,49
98,49
96,74
2,23
3,02
3,22
3,43
3,26
2,84
2,84
3,06
I
II
III
IV
Loan to Deposit ratio (%) NPL Gross (%)
C. Sistem Pembayaran INDIKATOR
2014
2015
2016
2016
2017 I
Transaksi Kliring - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
567
607
853
947
800
819
855
770
14.459
14.612
18.817
19.694
18.545
19.085
19.035
18.555
Transaksi Kas (Rp Triliun) -Inflow
62,32
71,23
18,75
12,45
26,63
14,67
72,49
18,38
-Outflow
39,11
46,84
7,00
23,06
10,88
12,03
52,98
10,12
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
xiii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
02
RINGKASAN UMUM
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Pada triwulan I 2017, ekonomi Provinsi Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,20% (yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,33% (yoy). Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,08% (yoy). Tren perlambatan ini berbeda dengan perekonomian nasional dan Kawasan Jawa yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan 4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45% (yoy) pada triwulan IV 2016. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami peningkatan dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian. Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami peningkatan signifikan. Percepatan pertumbuhan utamanya didorong oleh kenaikan permintaan domestik pada periode Ramadhan dan Lebaran. Lebih lanjut, pada tahun ini
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM periode tersebut bergeser menjadi sepenuhnya berada
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
dalam triwulan II, sementara pada tahun lalu, minggu
triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan
terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh pada triwulan III.
triwulan III 2016 sejalan dengan perbaikan kinerja
Keuangan Pemerintah Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017 meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
perekonomian daerah pada periode tersebut. Indikatorindikator kinerja keuangan korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan kinerja korporasi.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47 triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah
menjadi Rp23,36 triliun atau naik 10,44%
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
Rp104 miliar.
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy); melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
Ditinjau dari serapan anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat, namun persentase realisasi belanja mengalami penurunan. Realisasi pendapatan
sebesar 13,32% (yoy). Sedangkan kredit perbankan pada triwulan laporan mengalami peningkatan baik terjadi pada kredit umum maupun kredit UMKM.
sampai dengan triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017, lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sementara itu, realisasi belanja sampai triwulan I 2017
Transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan I 2017
sebesar 10,04% dari APBD 2017, relatif lebih rendah
dapat berjalan lancar dengan dukungan sistem
dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
pembayaran tunai dan non tunai yang aman, efisien, mudah diakses, serta melindungi konsumen. Aktivitas
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada triwulan I 2017, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pada akhir triwulan I 2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi Jawa Tengah pada periode laporan
transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017. Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan IV 2016. Dari sisi transaksi valuta
tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di
asing, transaksi penukaran valuta asing mengalami
tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2017, inflasi
perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun
triwulanan tercatat sebesar 1,56% (qtq), meningkat
sebelumnya yang tumbuh negatif. Peningkatan
dibandingkan triwulan I 2016 yang mencatatkan inflasi
transaksi ini sejalan dengan meningkatnya kunjungan
sebesar 0,62% (qtq).
wisatawan asing ke Jawa Tengah.
03
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
04
RINGKASAN UMUM
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50;
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai
Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan
99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah
2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan,
diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy),
dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang
meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
dagang utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen pemerintah
8,75% (yoy).
untuk meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
(TPAK) pada triwulan laporan mengalami peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017. Lebih lanjut,
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik
TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak.
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 69,02%.
Prospek Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah diperkirakan mengalami deselerasi pada triwulan III 2017. Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau periode Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih
Sementara itu, Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal dari kelompok volatile food dan administered prices. Inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring normalisasi permintaan pasca Lebaran serta meningkatnya pasokan untuk komoditas bumbu-bumbuan. Sementara itu, inflasi administered prices diperkirakan menurun akibat tidak adanya lagi penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi selama tiga kali periode yang telah dilaksanakan hingga pertengahan tahun 2017. Sementara untuk kelompok volatile food, masih meneruskan tren inflasi rendah pada tahun 2016 lalu.
lambat, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut diproyeksikan masih berada pada kisaran
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada
yang tinggi, yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi
sasaran inflasi 2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi
pengeluaran, perlambatan terutama bersumber dari
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
pada sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dan
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
lapangan usaha perdagangan.
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile food.
BAB
I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan pertumbuhan terutama disumbang oleh penurunan kinerja komponen investasi dan peningkatan impor luar negeri. Sementara itu, konsumsi dan ekspor luar negeri mengalami peningkatan sehingga menahan perlambatan lebih dalam. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan didorong oleh lapangan usaha konstruksi, serta lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Adapun lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; serta lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor relatif stabil.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan I 20171 Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan ekonomi
Pada kawasan Jawa, perlambatan juga dialami oleh
sebesar 5,20% (yoy) pada triwulan I 2017. Kinerja
perekonomian Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara
perekonomian mengalami perlambatan dibandingkan
itu, provinsi lainnya di Kawasan Jawa, yakni DKI Jakarta,
triwulan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,33% (yoy).
Banten, dan DI Yogyakarta mengalami peningkatan
Meskipun demikian kinerja tersebut masih lebih baik
pertumbuhan. Dibandingkan provinsi lainnya di
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
Kawasan Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
sebesar 5,08% (yoy).
menempati posisi kedua terendah, di atas DI
Berbeda dengan Jawa Tengah, pada triwulan laporan,
Yogyakarta.
perekonomian nasional dan kawasan Jawa tumbuh
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tengah menyumbang 14,72% terhadap perekonomian
Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
5,01% (yoy), melambat dari tingkat pertumbuhan
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara
secara dominan disumbang oleh DKI Jakarta dan
p e re k o n o m i a n K a w a s a n J a w a m e n c a t a t k a n pertumbuhan 5,66% (yoy) setelah tumbuh 5,45%
Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%.
(yoy) pada triwulan IV 2016. 7
8 % 6
%, YOY
6
4 5
2 0
I
II
III
IV
I
2014
-2
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
I 2017
2016
4
3 -4
I
II
III
IV
I
II
2014 PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ)
JAWA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
III
IV
I
2015 JATENG
II
III
IV
2016
I 2017
NASIONAL Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
III 2016
IV 2016
29,16 %
29,77 %
DKI
25,31
22,32
14,85
6,92
1,50
%
%
%
%
%
24,95 %
JATIM
22,19
14,56
7,03
1,50
%
%
%
%
JABAR
JATENG
BANTEN
DIY Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi 1.
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I Tahun 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara.
JAWA
IV - 2016
I- 2017
DKI
5,51
6,48
BANTEN
5,53
5,90
JABAR
5,45
5,24
JATENG
5,33
5,20
DIY
4,71
5,12
JATIM
5,48
5,37
JAWA
5,45
5,66
Sumber: BPS, diolah
07
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
08
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
20
%, YOY
%, YOY
7
80
%, YOY
%, YOY
7
70
6 16
60
6
50
5
40
5
30
12 4
20
4
10
3
8 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
KREDIT PERBANKAN
II
III 2016
IV
I 2017
0 -10
I
PDRB - SKALA KANAN
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
II
III 2016
IV
I 2017
3
PDRB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
Sebaliknya, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas perbankan.
Tengah, yaitu industri pengolahan; dan pertanian justru
Seiring dengan melemahnya aktivitas ekonomi Jawa
mengalami peningkatan, sedangkan lapangan usaha
Tengah pada triwulan I 2017, kebutuhan akan
perdagangan mencatatkan kinerja pertumbuhan stabil.
pembiayaan turut melemah. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang tumbuh melambat
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
pada periode tersebut. Pada triwulan laporan,
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan di Jawa
Tengah pada triwulan I 2017 masih ditopang oleh
Tengah tercatat 11,84% (yoy), lebih rendah
konsumsi rumah tangga dengan pangsa 61,57%.
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi
12,62% (yoy). Lebih lanjut, perkembangan tersebut
juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar
juga tercermin pada aktivitas sistem pembayaran. Pada
29,88%. Lebih lanjut, peran ekspor luar negeri sebesar
triwulan I 2017, nilai rata-rata perputaran kliring harian
9,27%, dan konsumsi pemerintah sebesar 5,00%.
mengalami kontraksi 9,74% (yoy), berbalik arah
Selain itu, pangsa impor luar negeri, sebagai elemen
setelah tumbuh 13,52% (yoy) pada triwulan IV 2016.
pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga cukup besar, yaitu 16,32%. Komposisi ini tidak banyak
Ditinjau dari sisi pengeluaran, deselerasi terutama
berubah dibandingkan tahun sebelumnya.
berasal dari kinerja investasi seiring dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di awal tahun.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada periode
Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai komponen
laporan terutama berasal dari kinerja investasi seiring
pengurang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dengan realisasi proyek investasi yang belum optimal di
mengalami peningkatan dan turut menyebabkan
awal tahun. Selain itu, kinerja impor luar negeri sebagai
perlambatan ekonomi. Sementara itu, pertumbuhan
komponen pengurang PDRB mengalami peningkatan
konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat meningkat
dan turut menyebabkan perlambatan ekonomi.
sehingga dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Meningkatnya pertumbuhan impor didorong oleh masih kuatnya kinerja konsumsi dan lapangan usaha
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
industri.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) KOMPONEN PENGELUARAN
2014
KONSUMSI RUMAH TANGGA
570.433
2015*
2016**
2015*
I
II
III
IV
149.648
152.026
159.354
159.262
620.289
2016**
I
II
III
IV
162.333
164.045
170.083
170.265
666.726
2017** I 174.589
KONSUMSI LNPRT
10.773
2.736
2.748
2.912
3.042
11.439
3.028
3.029
3.062
3.139
12.257
3.201
KONSUMSI PEMERINTAH
75.556
11.991
17.657
23.013
33.483
86.144
13.546
20.453
20.319
33.583
87.901
14.192
INVESTASI
274.558
72.937
74.553
78.230
82.641
308.361
79.037
81.890
84.174
88.411
333.513
84.743
EKSPOR
84.542
22.130
24.308
22.692
23.684
92.813
23.522
25.036
20.890
25.157
94.606
26.277
IMPOR
220.421
48.715
51.556
48.453
42.528
191.252
35.286
43.478
37.358
43.010
159.132
46.274
NET EKSPOR ANTARDAERAH
99.974
25.649
20.377
18.281
6.083
70.389
12.151
13.966
16.982
3.566
46.664
20.963
PERUBAHAN INVENTORI
27.054
6.835
10.931
6.113
(10.212)
13.667
4.139
6.627
3.965
(5.235)
9.495
5.879
922.471
243.211
251.044
262.141
255.455
1.011.851
262.469
271.567
282.117
275.877 1.092.031
283.571
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) KOMPONEN PENGELUARAN
2014
KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT
2015* I
II
III
IV
465.234
118.543
120.292
123.688
123.427
2016**
2015*
I
II
III
IV
485.951
124.171
126.063
129.082
128.866
2016*
2017** I
508.182
129.872 2.177
8.299
1.939
1.934
2.046
2.129
8.047
2.109
2.111
2.116
2.163
8.499
56.643
8.876
12.250
15.017
22.601
58.744
9.165
13.166
13.135
22.273
57.739
9.400
220.773
55.555
56.439
58.684
61.400
232.079
58.521
60.317
61.937
65.141
245.916
61.741
EKSPOR
68.523
17.003
18.147
16.444
17.123
68.717
16.955
17.858
14.721
17.660
67.193
18.365
IMPOR
118.498
25.636
26.917
24.941
22.007
99.500
18.775
23.478
20.250
22.577
85.080
23.894
NET EKSPOR ANTARDAERAH
47.723
17.086
14.371
15.483
1.096
48.035
11.194
13.320
15.443
1.751
41.708
15.646
PERUBAHAN INVENTORI
16.261
2.658
4.454
1.234
-3.643
4.703
2.647
3.079
1.884
-2.383
5.227
3.401
764.959
196.024
200.969
207.656
202.126
806.775
205.987
212.435
218.068
212.894
849.384
216.707
KONSUMSI PEMERINTAH INVESTASI
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (%, yoy) KOMPONEN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
2015*
2014 I
2016**
2015*
II
III
IV
4,28
4,74
4,45
I 4,75
II
III
IV
4,80
4,36
4,41
4,31
4,51
4,28
KONSUMSI LNPRT
8,62
(9,66)
(12,33)
3,19
8,35
(3,04)
8,73
9,17
3,47
KONSUMSI PEMERINTAH
2,19
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
(12,53)
INVESTASI
4,52
6,24
3,11
4,31
6,81
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
2016*
2017** I
4,57
4,59
1,60
5,61
3,24
(1,45)
(1,71)
2,57
5,96
5,50
EKSPOR
10,66
(3,05)
(1,56)
1,51
4,72
0,28
(0,28)
(1,59)
(10,48)
3,13
(2,22)
8,32
IMPOR
(7,29)
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(25,77)
(16,03)
(26,76)
(12,77)
(18,81)
2,59
(14,49)
27,27
NET EKSPOR ANTARDAERAH PERUBAHAN INVENTORI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(6,80)
9,79
21,63
(3,58)
(74,45)
0,65
(34,48)
(7,31)
(0,26)
59,79
(13,17)
39,77
(22,63)
(49,60)
(20,99)
(75,02)
(988,66)
(71,08)
(0,39)
(30,87)
52,63
(34,57)
11,14
28,47
5,27
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
5,20
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Pertumbuhan konsumsi dan ekspor luar negeri tercatat
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tumbuh
meningkat sehingga dapat menahan perlambatan
4,59% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV
lebih dalam. Meningkatnya kinerja konsumsi didukung
2016 sebesar 4,41% (yoy). Peningkatan ini
oleh optimisme konsumen dan daya beli masyarakat
diindikasikan sejalan dengan mulai membaiknya
yang terjaga. Selanjutnya, ekspor luar negeri turut
perekonomian domestik sehingga dapat menjaga daya
mengalami peningkatan pertumbuhan seiring dengan
beli masyarakat.
mulai pulihnya perekonomian negara mitra dagang. 5
%
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang meningkat pada triwulan laporan. Lebih lanjut,
4
peningkatan terjadi pada seluruh jenis konsumsi, baik konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).
3 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
I 2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga (%yoy)
09
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
10
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
dapat tertahan sehingga kinerja konsumsi rumah
terkonfirmasi dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang
tangga tetap meningkat. Jawa Tengah mengalami
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan
inflasi 3,30% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi
survei tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga
dibandingkan inflasi 2,36% (yoy) pada triwulan
triwulan laporan membaik dibandingkan triwulan IV
sebelumnya.
2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I 2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan IV 2016 yang sebesar 99,93.
Adapun yang menahan keyakinan konsumen adalah pendapatan rumah tangga terindikasi mengalami penurunan, ditunjukkan oleh penurunan indeksnya dari 100,26 menjadi 98,33. Namun demikian,
Peningkatan kondisi ekonomi rumah tangga ini terutama bersumber oleh meningkatnya volume konsumsi barang dan jasa (dari 99,45 menjadi 108,29), baik dalam bentuk makanan maupun non makanan. Selain itu, pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi juga mengalami penurunan, atau dengan kata lain,
penurunan pendapatan ditengarai karena pada triwulan sebelumnya rumah tangga masih mendapatkan tambahan pendapatan dari bonus akhir tahun. Sementara penghasilan rutin justru mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) pada awal tahun.
masyarakat semakin optimis dengan terjaganya daya
Namun demikian, kinerja konsumsi yang meningkat ini
beli di tengah inflasi. Hal tersebut tercermin dari
belum tercermin dari kinerja kredit perbankan. Kredit
peningkatan indeksnya dari 99,67 menjadi 104,10.
konsumsi pada triwulan I 2017 tumbuh melambat
Dengan terjaganya keyakinan konsumen ini, dampak
dengan level 8,76% (yoy), dari 9,11% (yoy) pada
dari inflasi yang relatif tinggi pada triwulan I 2017 masih
triwulan IV 2016. Perlambatan terjadi pada Kredit
125
10
INDEKS
120
%, YOY
%, YOY
5
8
115 110
6
105
4
4
100 2
95 90
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
ITK PENDAPATAN RUMAH TANGGA
II III 2016
IV
0
I 2017
II
III
IV
I
%, YOY
5
II
2014
III
IV
I
II III 2016
2015 INFLASI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
I
-2
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen 13
I
IV
I 2017
3
PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan 25 %, YOY
%, YOY
100
12 11 10 9
20
80
15
60
10
40
5
20
4
8 7 6 5 4 I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
KREDIT KONSUMSI
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
3
PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
0
0 I -5
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
KKB PERALATAN RUMAH TANGGA
IV
I
II III 2016
KPR LAINNYA - SKALA KANAN
IV
I 2017
-20
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang
30 %
diselenggarakan 7 kabupaten/kota pada Februari 20
2017. Selain itu, berdasarkan hasil Focus Group 10
Discussion (FGD), perbaikan juga berasal dari semakin
-
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II III 2016
2015
IV
I 2017
meningkatnya aktivitas komunitas hobi. Lomba
(10)
komunitas hobi yang diselenggarakan di Jawa Tengah
(20)
juga turut mendorong kegiatan ekonomi kelompok Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.11 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT (%, yoy)
tersebut. Sementara itu, kegiatan dan bantuan sosial masih terbatas sesuai pola musiman pada awal tahun.
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari 4,18% (yoy) menjadi 2,16% (yoy); serta kredit untuk perlengkapan rumah tangga, yaitu dari 76,19% (yoy) menjadi 46,64%(yoy). Sementara itu, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan kredit konsumsi lainnya
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pun mengalami perbaikan pada triwulan I 2017. Setelah mengalami kontraksi 1,45% (yoy) pada triwulan IV 2016, konsumsi pemerintah tumbuh
2,57% (yoy) pada triwulan
laporan. Perbaikan diindikasikan berasal dari realisasi
mengalami peningkatan pertumbuhan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) di Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
Jawa Tengah, serta Anggaran Pendapatan Belanja
rumah tangga (LNPRT) pada triwulan I 2017 tumbuh
Daerah (APBD) pada level kabupaten/kota. Sementara
3,24% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
itu realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah cenderung lebih
triwulan IV 2016 yang tercatat 1,60% (yoy). Adapun
rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
peningkatan tersebut didorong oleh kegiatan
sebelumnya.
20
80
%, YOY
40 %, YOY
%, YOY
30
60 40
10
20
-20
-10
30
25
20
15
20
0
0
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II III 2016
2015
IV
I 2017
10 5
10
0
-40 -60
-5
0
I
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
-10
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
II
III
IV
2014
-80
-20
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL)
-10 -15
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
35
Grafik 1.13 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
120 %
25,000
100
%, YOY
RP MILIAR
60 50
20,000
80
40 15,000
60
30
40
10,000
20
5,000
0
20
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
REALISASI PENDAPATAN
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
REALISASI BELANJA Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
10
-
0
2011
2012
ANGGARAN BELANJA
2013
2014
2015
2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA - SKALA KANAN
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.15 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
11
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
12
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi Pada triwulan I 2017, investasi yang tercermin dari
Perlambatan kinerja ini diindikasikan bersumber dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh
investasi dalam bentuk bangunan. Kinerja investasi
sebesar 5,50% (yoy), melambat dari triwulan yang lalu
bangunan terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi
yang tumbuh 6,09% (yoy). Secara triwulanan, investasi
pada lapangan usaha konstruksi atau bangunan yang
tercatat turun 9,70% (qtq), lebih dalam dari penurunan
melambat menjadi 4,70% (yoy) pada triwulan laporan,
triwulan I 2016 yang sebesar 4,69% (qtq).
setelah tumbuh 6,40% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Pihak perbankan juga mengonfirmasi adanya
Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal,
pelemahan pertumbuhan investasi pada periode
perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada
laporan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan bank
investasi yang berasal dalam negeri, sementara
umum untuk kegiatan investasi di Jawa Tengah
pertumbuhan investasi dari pihak asing masih
mengalami perlambatan menjadi 15,54% (yoy), dari
mengalami peningkatan. Nilai penanaman modal
pertumbuhan 18,41% (yoy) pada triwulan IV 2016.
dalam negeri mengalami penurunan 5,74% (yoy),
Sementara itu, tren penurunan suku bunga kredit sejak
setelah tumbuh 178,53% (yoy) pada triwulan lalu.
tahun 2014 sudah mulai berbalik arah dan mengalami
Sementara itu, nilai penanaman modal asing
peningkatan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit
mengalami peningkatan pertumbuhan dari -5,08%
investasi triwulan I 2017 tercatat meningkat dari
(yoy) menjadi 144,05% (yoy).
10,15% menjadi 10,34%. 10
10 %, YOY
%
8
5 6 4
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
2 0
(5)
I
II
III
IV
I
II
2014 PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
III
IV
I
II
2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
III
IV
2016
PDRB KONSTRUKSI
I 2017
PDRB INVESTASI
(10) Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
40 %, YOY
Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Konstruksi dan PDRB Investasi
%
35
14 13
30
800 700 600
12
25 20
11
15
10
10
500 400 300 200
9
5 -
8 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN
I
II
III 2016
IV
I 2017
KREDIT INVESTASI
100 0 -100
I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015 PMA
I
II
III
IV
2016
I 2017
PMDN Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
14
%, SBT
%, YOY
8
TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
3 %, SBT
7
12
6
10
5
8
2 1
4
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III 2016
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU)
IV
I 2017
PMTB - SKALA KANAN
JASA - JASA
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
III 2014
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
II
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
0 I
BANGUNAN
1
-
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
2
0 INDUSTRI PENGOLAHAN
2
PERTAMBANGAN
3
4
PERTANIAN
6
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU) 1,60 %, YOY 1,40 1,20 1,00
IV - 2016
I - 2017
0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 I
II
III
IV
I
II
2014 NAIK
TETAP
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
TURUN Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison)
Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
Pada sisi swasta, perlambatan investasi terkonfirmasi
Kegiatan investasi rutin tersebut tercermin dari kinerja
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), di mana
impor barang modal yang masih tinggi. Pada triwulan I
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi
2017, impor barang modal Jawa Tengah tercatat
triwulan I 2017 sebesar 9,58% (yoy) lebih rendah dari
tumbuh tinggi pada level 29,35% (yoy), meningkat
SBT triwulan IV 2016 yang sebesar 10,02% (yoy).
dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
Perlambatan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali
juga tinggi, yaitu 20,65% (yoy). Kegiatan impor ini
sektor perdagangan, hotel, dan restoran; listrik, gas,
salah satunya didukung oleh nilai tukar Rupiah yang
dan air bersih, serta pengangkutan dan komunikasi.
masih mengalami apresiasi sejak triwulan III 2016. Pada triwulan laporan, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
Hal tersebut juga tercermin pada hasil kegiatan liaison pada triwulan laporan. Sejumlah 59,18% responden mengkonfirmasi bahwa kegiatan investasi pada
mengalami apresiasi 1,32% (yoy), walaupun tidak setinggi apresiasi triwulan sebelumnya yang sebesar 3,80% (yoy).
triwulan berjalan relatif tetap, dan hanya 38,78% responden yang menyatakan terdapat peningkatan kegiatan investasi. Likert scale investasi triwulan I 2017 tercatat 0,67; menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,08. Kegiatan investasi yang dilakukan lebih banyak bersifat investasi rutin meliputi pemeliharaan dan peremajaan mesin rutin, peremajaan sarana prasarana, serta pengadaan perlengkapan
100 %, YOY 80 60 40 20 I (20)
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
I 2017
(40) (60) NILAI IMPOR BARANG MODAL
VOLUME IMPOR BARANG MODAL Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
operasional.
Grafik 1.24 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
13
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
14
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri Peningkatan terutama berasal dari ekspor produk
1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan I 2017 tumbuh
tekstil seperti pakaian jadi atau garmen (SITC 84).
8,32% (yoy), melanjutkan tren perbaikan dari triwulan
Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 17,89% (yoy)
IV 2016 yang mencatatkan pertumbuhan 3,13% (yoy).
meningkat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan
sebesar 8,80% (yoy). Ekspor komoditas ini secara
laporan tumbuh 3,99% (qtq) berbalik arah dari
konsisten mencatatkan pertumbuhan selama hampir 5
penurunan 0,98% (qtq) pada triwulan yang sama pada
tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan di
tahun sebelumnya.
beberapa periode. Industri ini merupakan industri yang
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode 65 & 84) dengan pangsa pada triwulan laporan mencapai 45,56%, serta kayu dan barang dari kayu (SITC kode 63 & 82) dengan pangsa 20,69%. Selain
bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor mendorong kinerja ekspor industri ini meningkat lebih tinggi.
kedua komoditas tersebut, ekspor permesinan dan alat transportasi (SITC kode 7), ekspor bahan makanan
Sebaliknya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
(SITC kode 0), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
kain tekstil (SITC 65) mengalami penurunan sebesar
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
13,28% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan lalu
masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini
yang sebesar 7,31% (yoy). Komoditas ini telah
relatif persisten selama beberapa tahun terakhir.
mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2015. Berdasarkan hasil kegiatan liaison yang dilakukan Bank
Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) menjadi pendorong
Indonesia, persaingan di pasar global, terutama pada
utama perbaikan ekspor Jawa Tengah pada triwulan
aspek harga, merupakan masalah utama dalam ekspor
laporan dengan tingkat pertumbuhan 8,22% (yoy),
komoditas tersebut. Dengan sifat industri tekstil
jauh lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan
(benang dan kain) yang bersifat padat modal, teknologi
sebelumnya yang tercatat sebesar 1,21% (yoy).
menjadi salah satu faktor utama dalam pembentukan
30
%, YOY
20
IV - 2016
45,56%
20,69%
5,07%
3,21%
6,61%
18,86%
I - 2017
43,24%
21,98%
6,65%
2,97%
7,01%
18,15%
10 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III 2016
(10)
IV
I 2017
(20) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN BULANAN (QTQ)
Grafik 1.25 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) APERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
BAHAN MAKANAN (SITC 0) LAINNYA
KIMIA (SITC 5)
Grafik 1.26 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
1,000
15
%, YOY
USD JUTA
200
%, YOY
JUTA TON
30 20
10 800
10 5
100 0
600 0
-5
400
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015 NILAI EKSPOR
II III 2016
IV
I 2017
-
-20 I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
VOLUME EKSPOR
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.28 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
Grafik 1.27 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT 500
-10
USD JUTA
%, YOY
20
300
%, YOY
JUTA TON
15 10 400
5
270
20 240
10
0 -5
300
-10
210
0
180
-10
-15 200
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
-20
40 30
-20
150
I
II III 2014
IV
I
VOLUME EKSPOR
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.29 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
Grafik 1.30 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
biaya produksi dan harga jual. Teknologi industri tekstil
Berdasarkan hasil kegiatan liaison, beberapa tantangan
di Indonesia, termasuk Jawa Tengah yang relatif
dalam ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu
tertinggal dibandingkan negara pesaing seperti
diantaranya yaitu pergeseran preferensi masyarakat
Tiongkok dan Vietnam menyebabkan turunnya daya
menjadi mebel minimalis dan produk masal dengan
saing komoditas dimaksud di pasar global.
harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk mebel outdoor, terdapat produk substitusi dengan material selain kayu
Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan 82) Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif stabil dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai, ekpor komoditas tersebut masih mencatatkan penurunan sebesar 0,99% (yoy), tidak jauh berbeda dibandingkan penurunan pada triwulan IV 2016 yang sebesar 1,01%
seperti logam yang berdaya tahan tinggi untuk di luar ruangan. Berdasarkan keterangan para pelaku usaha, ekspor mebel outdoor memiliki pangsa relatif signifikan di Jawa Tengah. Lebih lanjut, industri ini juga mengalami tantangan dalam pemenuhan bahan baku, serta tenaga kerja.
(yoy). Komoditas mebel masih mencatatkan penurunan namun telah mengalami perbaikan dibandingkan
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah
triwulan sebelumnya, yakni dari -11,52% (yoy) menjadi
untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami
-9,04% (yoy). Sementara itu, komoditas olahan kayu
perubahan signifikan dibandingkan periode
dan gabus (SITC 63) menunjukan pertumbuhan positif
sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan
sebesar 6,27% (yoy) namun melambat dibandingkan
pangsa masing-masing 26,72% dan 17,92%. Setelah
pertumbuhan 8,14% (yoy) pada triwulan IV 2016.
kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara
15
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
50
IV - 2016
27.86 %
15.47 %
12.84 %
9.90 %
7.61 %
26.33 %
%, YOY
40 30 20 10 0
I - 2017
29,93
17,63
11,93
8,17
7,24
25,09
%
%
%
%
%
%
USA
EROPA
ASEAN
LAINNYA
-10
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
-20
JEPANG TIONGKOK
-30 -40
Grafik 1.31 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS
TIONGKOK
EROPA
JEPANG
ASEAN
Grafik 1.32 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu Jepang (10,44%), Tiongkok (10,11%), dan ASEAN (7,34%). Pada triwulan laporan, perbaikan pertumbuhan ekspor khususnya terjadi dengan negara tujuan Amerika Serikat, Eropa, dan ASEAN. Sementara itu ekspor ke negara tujuan utama lainnya yaitu Tiongkok dan Jepang mengalami penurunan kinerja. Sumber : Fred, Bloomberg
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat yang merupakan
Grafik 1.33 Perkembangan Ketenagakerjaan Amerika Serikat
negara tujuan dengan pangsa terbesar tumbuh tinggi
perekonomian Eropa yang membaik pada sejak akhir
sebesar 21,78% (yoy) pada triwulan laporan, jauh
2016, khususnya pada konsumsi dan ekspor.
membaik dari pertumbuhan 9,37% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perbaikan ini seiring dengan membaiknya perekonomian negara tersebut, terutama pada kinerja konsumsi yang ditunjang oleh perbaikan kondisi
Sebaliknya, ekspor dengan mitra dagang Tiongkok mengalami kontraksi cukup dalam pada triwulan laporan, yakni sebesar 12,04% (yoy) setelah mengalami pertumbuhan 5,71% (yoy) pada triwulan IV
ketenagakerjaan dan penghasilan.
2016. Hal ini sejalan dengan perekonomian Tiongkok Selain itu, ekspor ke Eropa juga mencatatkan perbaikan
yang ditengarai masih melanjutkan tren pelemahan,
signifikan, yaitu dari pertumbuhan 1,91% (yoy) pada
yang tercermin dari rasio utang terhadap PDB yang
triwulan IV 2016 menjadi 7,00% (yoy) pada triwulan
terus meningkat, serta cadangan devisa yang semakin
laporan. Perbaikan ini juga sejalan dengan
menurun.
Sumber : Bloomberg
Sumber: BIS, Bloomberg, diolah
Grafik 1.34 Rasio Utang terhadap PDB Tiongkok
Grafik 1.35 Cadangan Devisa Tiongkok
Walaupun mengalami penurunan pangsa, impor
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri Kinerja impor luar negeri Jawa Tengah masih
komoditas migas di Jawa Tengah masih memiliki peran
melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan IV 2016. Pada
signifikan, terkait dengan kilang minyak PT Pertamina
triwulan laporan, pertumbuhan komponen ini tercatat
di Cilacap. Unit pengolahan ini memasok sekitar 34%
27,27% (yoy), melonjak tinggi dari pertumbuhan
kebutuhan BBM nasional, atau 60% kebutuhan BBM di
triwulan IV 2016 yang sebesar 2,59% (yoy). Tingginya
Pulau Jawa.
pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari kinerja impor triwulan I 2016 yang secara triwulanan mencatatkan
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
kontraksi dalam sebesar 14,68% (qtq), sementara pada
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
triwulan laporan terjadi pertumbuhan 3,99% (qtq).
terus mengalami penurunan secara nominal, dengan penurunan pada triwulan lalu adalah sebesar 11,43%
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
(yoy). Setelah penurunan selama lebih dari dua tahun,
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
pada triwulan I 2017, impor luar negeri mencatatkan
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
pertumbuhan tinggi sebesar 53,67% (yoy). Lonjakan ini
sebesar 44,47% dari total impor Jawa Tengah,
seiring dengan perbaikan harga minyak dunia hingga
sementara pangsa impor nonmigas sebesar 55,57%.
mencapai rata-rata sebesar USD51,70/barel pada
Pangsa impor komoditas migas menurun selama
periode tersebut dari sebelumnya dengan rata-rata
beberapa tahun terakhir didorong oleh penurunan
harga adalah sebesar USD49,16/barel.
harga minyak dunia. Sebelum tahun 2015, impor luar negeri Jawa Tengah lebih didominasi oleh komoditas
Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah
migas.
dapat dikatakan cukup produktif. Impor tersebut utamanya ditujukan untuk kegiatan produktif, yaitu
30
bahan baku dengan pangsa mencapai 68,18% dari
%
20
total impor nonmigas Jawa Tengah, dan impor barang
10
modal dengan pangsa 21,69%. Sementara itu, impor
-
I
II III 2014
(10)
IV
I
II
III
IV
I
II III 2016
2015
IV
I 2017
barang konsumsi hanya memiliki pangsa 10,13%. Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode
(20)
sebelumnya.
(30) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.36 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
4,500
60 %, YOY
USD JUTA
4,000
40
3,500 3,000
20
2,500 2,000
0 I
1,500 1,000
-20
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II III 2016
IV
I 2017
500 0
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015 MIGAS
I
II III 2016
IV
I 2017
NONMIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.37 Perkembangan Impor Jawa Tengah
-40 -60 NONMIGAS
MIGAS
TOTAL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.38 Pertumbuhan Tahunan Impor Nonmigas Jawa Tengah
17
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
18
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1,800
IV - 2016
22,72%
67,57%
USD JUTA
1,600
9,71%
1,400 1,200 1,000 800 600 400
I - 2017
68,18%
21,69%
BAHAN BAKU
200
10,13%
-
I
II III 2014
BARANG KONSUMSI
BARANG MODAL
Grafik 1.39 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
IV
I
II
III
IV
I
2015 BARANG KONSUMSI
BARANG MODAL
II III 2016
IV
I 2017
BAHAN BAKU
Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas
transportasi (SITC kode 7) tumbuh 26,29% (yoy) pada
terutama berasal dari impor bahan baku dan barang
triwulan laporan, meningkat dari pertumbuhan
modal. Sementara itu, impor barang konsumsi
25,92% (yoy) pada triwulan lalu.
mengalami perlambatan. Pertumbuhan impor bahan baku meningkat menjadi 17,01% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 12,96% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, impor barang konsumsi mengalami perlambatan, walaupun masih tumbuh dengan level
Peningkatan ditengarai merupakan dampak dari
yang tinggi. Impor kelompok komoditas ini tumbuh
membaiknya kinerja ekspor garmen atau pakaian jadi
13,93% (yoy), setelah tumbuh 28,69% (yoy) pada
yang memiliki kandungan bahan baku impor tinggi.
periode sebelumnya. Tingginya pertumbuhan impor
Impor bahan baku untuk komoditas tersebut,
barang konsumsi ini bergerak seiring dengan kinerja
khususnya benang dan kain (SITC 65) tercatat tumbuh
konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat, dan didukung
26,54% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari
dengan nilai tukar yang relatif terjaga.
triwulan sebelumnya 13,41% (yoy). Selain itu, impor bahan baku untuk industri makanan juga tercatat meningkat.
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa 36,52%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
Impor barang modal juga mengalami peningkatan
yaitu Amerika Serikat (10,36%), ASEAN (10,23%), dan
pertumbuhan, yaitu dari 20,65% (yoy) pada triwulan IV
Eropa (7,75%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
2016 menjadi 29,35% (yoy). Impor ini salah satunya
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan,
dalam bentuk mesin dalam rangka peremajaan atau
pertumbuhan impor meningkat pada impor dengan
penambahan mesin pabrik. Komoditas mesin dan alat
dari seluruh negara tujuan utama selain Tiongkok.
100 %, YOY
100 %, YOY
80
80
60
60
40
40
20
20
(20)
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
(40) (60)
(20)
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
(40) BARANG MODAL
BAHAN BAKU
BARANG KONSUMSI
Grafik 1.41 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
TPT (SITC 26 & 65)
BAHAN MAKANAN (SITC 0)
MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
1,800
USD JUTA
1,600 IV - 2016
42,93
6,62
8,87
7,22
%
%
%
%
34,37 %
1,400 1,200 1,000 800 600 400
I - 2017
36,52
10,36
%
7,75
10,23 %
%
%
35,14 %
200 -
TIONGKOK
AS
EROPA
ASEAN
LAINNYA
I
II III 2014
IV
I
AMERIKA SERIKAT
Grafik 1.43 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
II
III
IV
2015 ASEAN
TIONGKOK
I
II III 2016 EROPA
IV
I 2017
LAINNYA
Grafik 1.44 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Sementara itu, sejalan dengan musim panen yang
%, YOY
100 80
mencapai puncaknya pada triwulan I 2017, ekspor
60
antardaerah berupa komoditas bahan makanan
40
mencatatkan peningkatan. Provinsi Jawa Tengah
20 -
I
II III 2014
(20)
IV
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
merupakan salah satu lumbung pangan nasional sehingga pangsa komoditas bahan makanan dalam
(40) AMERIKA SERIKAT
ASEAN
TIONGKOK
EROPA
ekspor antardaerah cukup signifikan. Hal tersebut
Grafik 1.45 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
khususnya bagi komoditas beras, sementara komoditas
1.1.1.4. Net Ekspor Antardaerah Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh
hortikultura cenderung mengalami penurunan kinerja akibat tingginya curah hujan.
39,77% (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 59,79% (yoy). Perlambatan
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
diindikasikan berasal dari peningkatan impor
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari tiga
antardaerah, sementara ekspor antardaerah mengalami
lapangan usaha utama, yaitu industri pengolahan
peningkatan.
(34,95%); pertanian, kehutanan dan perikanan (14,68%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi
Meningkatnya impor antardaerah seiring dengan konsumsi Jawa Tengah yang masih kuat pada triwulan laporan. Selain itu, peningkatan juga ditengarai berasal
mobil-sepeda motor (13,63%). Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari periode sebelumnya.
dari industri yang melakukan pembelian bahan baku dari daerah lain dalam rangka kegiatan penambahan stok.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh lapangan
100
usaha konstruksi; serta pertambangan dan penggalian.
%
Perlambatan lapangan usaha pertambangan dan
50
-
penggalian merupakan akibat dari berakhirnya dampak I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
(50)
peningkatan kapasitas penggalian Blok Cepu pada tahun 2016. Selanjutnya, perlambatan lapangan usaha
(100) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.46 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
19
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
konstruksi sejalan dengan kinerja investasi yang belum optimal di awal tahun.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
20
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sementara itu, lapangan usaha utama Provinsi Jawa
domestik yang masih kuat maupun ekspor yang mulai
Tengah, meliputi industri pengolahan; dan pertanian
membaik. Selajutnya, peningkatan kinerja pertanian
justru mengalami peningkatan, sedangkan lapangan
didorong oleh meningkatnya hasil panen tanaman
usaha perdagangan tumbuh relatif stabil. Peningkatan
pangan, terutama padi.
kinerja industri pengolahan didukung oleh permintaan Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) 2015*
2014
KATEGORI PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
140.435
I
II
III
IV
38.363
41.499
45.207
32.132
2015* 157.202
2016** I
II
III
IV
38.818
43.020
47.548
34.976
2016** 164.362
2017** I 41.620
19.654
5.281
5.608
6.000
6.041
22.930
6.339
6.424
6.975
7.149
26.887
6.968
329.025
85.862
87.941
89.961
91.756
355.520
91.321
94.003
96.269
98.631
380.224
99.116
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
843
198
223
225
260
907
253
268
260
268
1.050
286
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
601
156
156
159
161
633
159
164
166
172
661
173
93.450
24.707
25.220
26.065
27.415
103.406
26.732
27.509
28.480
29.535
112.256
28.464
INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
124.943
31.810
33.001
34.937
35.206
134.953
35.547
35.991
36.659
38.025
146.222
38.638
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
27.668
7.544
7.692
8.168
8.417
31.820
8.139
8.089
8.721
9.010
33.958
9.133
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
27.788
7.417
7.666
7.838
8.048
30.968
8.401
8.671
8.830
8.877
34.778
9.104
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
28.403
7.434
7.475
7.735
7.868
30.511
8.080
8.163
8.310
8.523
33.075
9.037
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
25.535
6.978
6.839
7.291
7.739
28.846
7.803
7.994
8.225
8.573
32.596
8.446
REAL ESTATE
15.037
4.026
4.144
4.256
4.323
16.749
4.381
4.483
4.594
4.714
18.172
4.778
3.018
803
854
894
897
3.448
949
977
1.010
1.021
3.957
1.065
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
26.406
6.809
6.929
7.408
7.780
28.926
7.728
7.903
7.720
7.882
31.233
7.813
JASA PENDIDIKAN
38.446
10.089
10.271
10.300
11.329
41.989
11.482
11.493
11.787
11.860
46.623
12.109
7.538
2.041
2.062
2.065
2.236
8.404
2.283
2.307
2.341
2.386
9.317
2.440
13.681
3.693
3.464
3.632
3.847
14.637
4.054
4.109
4.221
4.276
16.659
4.384
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
922.471 243.211 251.044 262.141 255.455 1.011.851 262.469 271.567 282.117 275.877 1.092.031 283.571
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) KATEGORI PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
2015*
2014 107.793
I
II
III
IV
27.941
30.614
32.449
22.823
2015* 113.826
2016** I
II
III
IV
27.395
30.607
33.429
24.820
2016** 116.251
2017** I 29.975
15.567
3.738
3.924
4.196
4.183
16.041
4.545
4.572
4.922
5.006
19.045
4.851
271.527
69.374
70.461
71.683
73.058
284.576
72.143
73.840
74.684
75.560
296.227
75.107
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
866
209
225
225
229
888
228
245
238
245
955
241
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
568
146
145
142
144
577
143
147
148
152
590
153
76.682
19.580
19.858
20.462
21.386
81.286
20.763
21.339
22.020
22.754
86.875
21.739
INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
110.899
27.526
28.393
29.675
29.705
115.299
29.662
30.007
30.263
31.249
121.181
31.201
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
24.868
6.513
6.509
6.766
7.020
26.808
6.978
6.963
7.259
7.392
28.592
7.357
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
23.472
6.107
6.237
6.311
6.409
25.064
6.489
6.663
6.724
6.794
26.669
6.882
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
30.130
8.029
8.082
8.367
8.523
33.001
8.757
8.859
9.002
9.125
35.743
9.377
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
20.107
5.333
5.169
5.445
5.772
21.719
5.783
5.890
5.994
6.154
23.821
5.979
REAL ESTATE
13.777
3.569
3.678
3.768
3.807
14.822
3.842
3.913
3.990
4.084
15.829
4.099
2.527
662
680
700
700
2.741
734
753
770
775
3.032
794
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
21.076
5.439
5.451
5.614
5.690
22.195
5.668
5.736
5.608
5.707
22.720
5.666
JASA PENDIDIKAN
27.266
7.184
7.111
7.233
7.796
29.324
7.875
7.878
7.916
7.895
31.564
8.019
5.917
1.547
1.514
1.567
1.680
6.308
1.709
1.725
1.731
1.764
6.929
1.789
11.918
3.128
2.919
3.053
3.201
12.300
3.275
3.297
3.371
3.417
13.360
3.479
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
764.959
196.024 200.969 207.656 202.126
806.775 205.987 212.435 218.068 212.894
849.384 216.707
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) 2015*
2014
KATEGORI
I
II
III
IV
-0,95
4,05
7,48
4,26
6,98
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
6,66
1,13
1,30
5,40
INDUSTRI PENGOLAHAN
6,61
5,56
4,25
4,71
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
6,50
0,23
0,17
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
3,45
1,96
KONSTRUKSI
4,38
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
2016**
2015*
2016**
2017**
I
II
III
IV
5,60
-1,96
-0,02
3,02
8,75
2,13
9,42
4,16
3,05
21,59
16,53
17,30
19,65
18,73
6,73
4,73
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
4,11
0,30
9,33
2,43
9,12
8,72
5,78
6,80
7,57
6,09
3,13
-0,24
1,71
1,63
-2,61
1,39
4,56
5,46
2,17
7,19
4,19
5,30
7,08
7,35
6,00
6,04
7,46
7,61
6,40
6,88
4,70
4,79
2,91
2,98
2,01
8,06
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
5,19
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
9,26
11,92
9,69
6,60
3,73
7,80
7,13
6,97
7,29
5,31
6,66
5,44
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
7,61
8,31
6,22
6,00
6,69
6,79
6,26
6,82
6,54
6,00
6,40
6,06
13,00
11,57
8,51
9,50
8,65
9,53
9,07
9,62
7,58
7,06
8,31
7,08
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
4,12
7,27
2,32
8,86
13,59
8,02
8,44
13,95
10,07
6,61
9,67
3,40
REAL ESTATE
7,19
6,72
7,02
8,75
7,81
7,59
7,64
6,39
5,89
7,29
6,80
6,68
JASA PERUSAHAAN
7,97
8,92
8,72
9,10
7,28
8,49
10,92
10,81
10,06
10,72
10,62
8,08
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
0,78
3,97
7,85
6,23
3,37
5,31
4,22
5,23
-0,10
0,30
2,37
-0,05
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
I
9,37
11,37
10,65
6,62
2,52
7,55
9,63
10,78
9,44
1,27
7,64
1,83
11,37
8,97
4,07
6,25
7,15
6,61
10,48
14,00
10,46
5,00
9,86
4,68
JASA LAINNYA
8,50
8,34
-1,09
1,57
4,11
3,21
4,69
12,98
10,43
6,75
8,62
6,25
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
5,27
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
5,20
JASA PENDIDIKAN JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
Kinerja baik sektor pertanian pada triwulan I 2017
masih tumbuh tinggi di level 9,42% (yoy), setelah
utamanya didukung oleh anomali cuaca La Nina yang
mencatatkan pertumbuhan 8,75% (yoy) pada triwulan
terjadi pada semester II 2016. Tingginya curah hujan
sebelumnya. Secara triwulanan, lapangan usaha ini
pada periode tersebut diperkirakan dapat semakin
mengalami pertumbuhan 20,77% (qtq), sedikit lebih
mendorong kinerja pertanian khususnya untuk
tinggi dibandingkan capaian triwulan yang sama pada
tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Produksi padi
tahun sebelumnya (20,03%; qtq).
pada periode laporan mencatatkan pertumbuhan
Peningkatan aktivitas di sektor ini terkonfirmasi dari
sebesar 40,59% (yoy), relatif stabil pada level yang
pertumbuhan kredit sektor pertanian yang meningkat
tinggi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
menjadi 20,12% (yoy) pada triwulan I 2017 dari 9,65%
41,28% (yoy). Angka produksi ini juga terkonfirmasi
(yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini juga disertai dengan
dengan harga beras di pasar konsumen yang relatif
membaiknya kualitas kredit sektor tersebut yang
stabil, bahkan mengalami deflasi 3,69% (yoy) pada
tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan
akhir triwulan laporan.
(NPL) menjadi 9,16% pada triwulan laporan dari 10,17% pada triwulan IV 2016. 40
800.000 HEKTAR
30
700.000 600.000
20
500.000
10
400.000
-
I (10)
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
200.000 100.000
(20)
0
(30) (40)
300.000
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015 LUAS TANAM
I
II III 2016
IV
I 2017
LUAS PANEN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.48 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
21
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
22
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
60,00 %, YOY
5,000 RIBU TON
50,00
%, YOY
40 30
4,000
40,00
20 3,000
30,00
10 2,000
20,00 10,00
0
1,000
-10
I (10,00)
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II III 2016
IV
I 2017
-20
-
I
(20,00) PERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADI
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
PRODUKSI PADI
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANAN Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.49 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.50 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
Sebaliknya, La Nina menjadi penghambat kinerja
Sisi perbankan mengonfirmasi peningkatan kinerja
pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah
lapangan usaha ini. Pertumbuhan kredit perbankan di
hujan tinggi atau kelembaban tinggi seperti aneka
sektor industri pengolahan mengalami percepatan dari
bawang dan aneka cabai. Komoditas tersebut rentan
1,37% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,33%
rusak, atau bahkan gagal panen. Menurunnya produksi
(yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian,
komoditas ini tercermin dari harga di pasar yang
peningkatan pertumbuhan diiringi dengan penurunan
meningkat pesat. Inflasi bawang merah dan cabai rawit
kualitas kredit, walaupun masih berada di bawah level
melesat tinggi pada awal tahun, yaitu tercatat masing-
indikatif 5%. Rasio NPL kredit industri pengolahan naik
masing sebesar 7,72 (qtq) dan 19,30% (qtq). Namun
menjadi 4,57%; dari 3,81% pada triwulan lalu.
demikian, pangsa komoditas hortikultura relatif kecil dibandingkan komoditas padi, jagung, dan kedelai
Perbaikan kinerja pertumbuhan industri pengolahan
sehingga secara keseluruhan kinerja sektor ini tetap
ditengarai akibat masih kuatnya permintaan domestik,
mencatatkan peningkatan pada triwulan laporan.
serta peningkatan permintaan ekspor. Kinerja permintaan domestik yang masih baik ditunjukkan oleh
1.1.2.2. Industri Pengolahan
pertumbuhan ekonomi nasional yang cenderung
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
membaik menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan laporan,
meningkat dari 3,43% (yoy) pada triwulan IV 2016
dari 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara
menjadi 4,11% (yoy) pada triwulan I 2017. Secara
pada sisi global, kinerja ekspor sudah menunjukkan
triwulanan, lapangan usaha ini tercatat mengalami
peningkatan pertumbuhan, yakni dari 3,13% (yoy)
penurunan 0,06% (qtq), tidak sedalam penurunan
menjadi 8,32% (yoy).
pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,25% (qtq). 9
%
30
%, YOY
%
8
8 7
6
6
20
5
4
4 3
10 2
2 1 (1)
0
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
0
(2) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.51 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grafik 1.52 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
12
Selanjutnya, perbaikan ekonomi global mendorong
%, YOY
TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
10
kinerja industri dengan orientasi ekspor, yaitu industri
8
tekstil dan produk tekstil, serta industri kayu dan barang
6 4
dari kayu. Peningkatan kinerja tekstil dan produk tekstil
2 0 -2 -4
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
-6 INDUSTRI BESAR SEDANG
-8
INDSTRI MIKRO KECIL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.53 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
terutama terlihat pada skala besar dan sedang sebagai pelaku eksportir utama, sementara industri tekstil berskala mikro dan kecil lebih berorientasi domestik. Perbaikan kinerja industri kayu juga dialami oleh skala industri besar dan sedang, sementara industri furnitur
Masih kuatnya permintaan domestik mendorong
membaik pada skala industri mikro kecil. Hal ini juga
kinerja industri manufaktur di Jawa Tengah yang
dikonfirmasi dari hasil survei industri manufaktur besar
berorientasi domestik, khususnya industri makanan
sedang dan industri manufaktur mikro kecil yang
dan minuman. Selain itu, berdasarkan hasil FGD,
dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah.
terdapat indikasi bahwa industri tersebut juga sudah mulai melakukan kegiatan penambahan stok dalam
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa
rangka periode Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
pada triwulan II 2017. Turut menunjang perbaikan,
yang dilakukan Bank Indonesia, terindikasi adanya
tingginya produksi padi juga mendorong jenis industri
peningkatan utilitas kapasitas produksi. Penggunaan
ini, khususnya penggilingan padi. Perkembangan ini
kapasitas produksi industri pengolahan periode laporan
terkonfirmasi dari hasil survei industri besar dan sedang
tecatat 78,72%; meningkat dari 75,11% pada periode
(IBS) maupun industri mikro kecil (IMK) yang dilakukan
sebelumnya. Peningkatan terutama berasal dari
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
industri alat angkut, mesin, dan peralatannya; industri
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa industri
semen dan barang galian non logam; industri kertas
makanan mengalami perbaikan kinerja, khususnya
dan barang dari kertas; serta industri barang lainnya.
pada skala usaha mikro kecil. Sementara itu, industri
Sementara itu, penggunaan kapasitas produksi industri
minuman mengalami peningkatan signifikan, baik
utama Jawa Tengah, yaitu industri makanan, minuman,
pada skala usaha besar sedang maupun mikro kecil.
dan tembakau tercatat relatif stabil.
20 %, YOY
15 %, YOY
TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
15
TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
10
10 5
5
0
0 -5
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI INDUSTRI MAKANAN TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
-5
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI FURNITUR
-10 INDUSTRI BESAR SEDANG
INDSTRI MIKRO KECIL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.54 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
-10
INDUSTRI BESAR SEDANG
INDUSTRI MIKRO KECIL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.55 Pertumbuhan Industri Kayu dan Furnitur
23
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
24
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
82 % MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
80 TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
78 BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA
76 KERTAS DAN BARANG CETAKAN
74 PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
72 SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
70 LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
68 ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
66 I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
BARANG LAINNYA 0 Triwulan IV 2016
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Triwulan I 2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.56 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (Hasil SKDU)
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (SKDU)
10
6
lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
4
reparasi mobil-sepeda motor mengalami pertumbuhan
2
5,19% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan
-
pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,20% (yoy).
(2)
Secara triwulanan, lapangan usaha ini tercatat turun
(4)
0,15% (qtq), juga relatif stabil dibandingkan penurunan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 0,14% (qtq). Terjaganya pertumbuhan lapangan usaha ini ditopang oleh daya beli konsumen yang terjaga. Berdasarkan
%
8
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.58 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sementara itu, meningkatnya kinerja konsumsi ternyata belum dapat mendorong kinerja perdagangan besar dan eceran.
hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh
Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE),
Badan Pusat Statistik (BPS), kondisi ekonomi rumah
perlambatan kinerja perdagangan eceran tercermin
tangga triwulan laporan membaik dibandingkan
dari hasil penjualan yang indeksnya menurun ke level
triwulan IV 2016. Perkembangan tersebut ditunjukkan
175,9 dari 189,6 pada triwulan IV 2016. Penurunan
oleh nilai Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I
terjadi untuk semua kategori kecuali peralatan dan
2017 yang sebesar 102,05; lebih tinggi dari ITK triwulan
komunikasi di toko.
IV 2016 yang sebesar 99,93.
1.1.2.4. Lapangan Usaha Lainnya Namun demikian, berdasarkan hasil FGD,
Walaupun ketiga ketiga lapangan usaha utama
pertumbuhan perdagangan besar dan eceran relatif
mengalami peningkatan atau stabil, terdapat
melambat, sementara penjualan mobil dan motor
perlambatan signifikan pada beberapa lapangan usaha
mengalami peningkatan kinerja. Perbaikan penjualan
lainnya, yaitu lapangan usaha pertambangan dan
mobil dan motor ditengarai karena peluncuran varian
penggalian; serta lapangan usaha konstruksi. Hal ini
atau tipe baru serta gencarnya promosi di awal tahun.
menahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
220
INDEKS
%, YOY
10,00
TRIWULAN IV 2016 TRIWULAN I 2017
500 INDEKS 400
200
8,00
180
6,00
160
4,00
140
2,00
300 200 100
III
IV
I
II III 2016
2015
INDEKS PENJUALAN RIIL
IV
I 2017
PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
SANDANG
BARANG LAINNYA
II
BARANG BUDAYA DAN REKREASI
I
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA LAINNYA
IV
PERALATAN DAN KOMUNIKASI DI TOKO
II III 2014
BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR
0,00
I
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
120
SUKU CADANG AKSESORIS
0
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.59 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.60 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas
sehingga mengalami perlambatan di tengah
Lebih lanjut, lapangan usaha konstruksi juga
peningkatan kinerja lapangan usaha utama.
mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya
Pada triwulan laporan, lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh 6,73% (yoy), melambat dalam setelah mencatatkan pertumbuhan tinggi, di atas 15% setiap triwulan selama tahun 2016. Tingginya pertumbuhan pada tahun lalu diakibatkan oleh peningkatan produksi Blok Cepu. Berdasarkan hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pembangunan Central Processing Plant (CPP) area Gundih Asset 4 PT Pertamina EP mencapai titik optimalnya pada Januari 2016 sehingga
kegiatan investasi bangunan. Pelemahan juga dikonfirmasi dari hasil SKDU. SBT kegiatan usaha sektor bangunan mengalami penurunan menjadi 1,42% pada triwulan I 2017 dari 1,50% pada triwulan IV 2016. Pada triwulan laporan, pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan lapangan usaha dengan tingkat pertumbuhan tertinggi, seperti yang telah di bahas pada subbab 1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Adapun lapangan usaha lainnya yang
produksi mengalami peningkatan sejak triwulan I 2016.
tumbuh dengan level yang tinggi adalah jasa
Pasokan gas dari CPP ini akan dialirkan untuk PLTGU
perusahaan, yaitu sebesar 8,08% (yoy). Tingginya laju
Tambak Lorok, Semarang. Setelah satu tahun, dampak
pertumbuhan tersebut didorong oleh kunjungan
peningkatan pertumbuhan ini sudah ternormalisasi
wisatawan, penyelenggaraan acara, yang mendorong
sehingga pertumbuhan kembali ke level semula.
usaha jasa persewaan, serta jasa pariwisata.
4 %, SBT
%, YOY
10
Sementara itu, di sisi lain, lapangan usaha administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib
8
mencatatkan kontraksi yaitu sebesar -0,05% (yoy). Hal
2 6
4 0 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
I 2017
tersebut sejalan dengan perlambatan belanja pegawai pemerintah. Walaupun konsumsi pemerintah mengalami perbaikan, konsumsi tersebut terutama
2
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (Hasil SKDU) Pertumbuhan PDRB Konstruksi
berupa pembelian barang, sementara belanja pegawai cenderung melambat.
25
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
26
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan II 2017
(SK) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
Sesuai pola musimannya pada periode Ramadhan dan
survei tersebut, optimisme konsumen terhadap kondisi
Lebaran, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
ekonomi baik saat ini maupun ke depan meningkat. Hal
diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Lebih
ini ditunjukkan oleh rata-rata Indeks Keyakinan
lanjut, periode Ramadhan dan Lebaran yang pada
Konsumen (IKK) pada triwulan II 2017 (s.d. Mei) yang
tahun lalu masih sebagian berada pada triwulan III,
meningkat menjadi 127,2 dari 125,7 pada triwulan I
bergeser sehingga pada tahun ini keseluruhan periode
2017.
Ramadhan dan Lebaran berada pada triwulan II. Berdasarkan sisi penggunaan, peningkatan terutama berasal dari konsumsi dan investasi. Sementara itu, berdasarkan lapangan usaha, peningkatan diprediksi berasal dari lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan seiring dengan peningkatan permintaan domestik dari Jawa Tengah maupun provinsi lain.
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Pengeluaran Pendorong utama akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 pada sisi pengeluaran adalah konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi pemerintah. Dengan pangsa lebih dari 60%, peningkatan pada jenis pengeluaran tersebut akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi secara s i g n i f i k a n . Tu r u t m e n u n j a n g p e n i n g k a t a n pertumbuhan ekonomi, kinerja investasi pun diprediksi mengalami peningkatan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 utamanya bersumber dari pola konsumsi masyarakat pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Pada periode tersebut, konsumsi makanan dan minuman, transportasi, komunikasi, juga wisata biasanya akan meningkat. Lebih lanjut, peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut didukung dengan pendapatan yang juga meningkat dengan penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) atau gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS.
Proyeksi tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen
Ramadhan dan Lebaran juga akan mendorong konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Pada periode tersebut, kegiatan lembaga masyarakat atau lembaga penyaluran zakat meningkat. Peningkatan tersebut juga diprediksi berasal dari kegiatan amal rumah tangga, pihak swasta lain, maupun pemerintah yang disalurkan melalui lembaga nonprofit. Pada sisi pemerintah, konsumsi pun diperkirakan tumbuh membaik. Secara keseluruhan tahun, APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 meningkat 10,44% dari APBDP 2016. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan peningkatan APBDP 2016 yang sebesar 7,76%. Pada triwulan laporan, pertumbuhan terutama berasal dari pos belanja pegawai, untuk penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kinerja investasi pun diprediksi meningkat pada triwulan II 2017. Optimisme peningkatan di sisi swasta tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, perkiraan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan investasi triwulan II 2017 tercatat sebesar 13,83%, lebih tinggi dibandingkan SBT kegiatan investasi triwulan I yang sebesar 9,58%. Peningkatan tersebut terutama berasal dari sektor pertanian; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Sementara itu, investasi yang berasal dari pemerintah
usaha telah memprediksi adanya peningkatan kegiatan
terutama dalam bentuk pembangunan Jalan Tol Trans
usaha industri pengolahan pada triwulan II 2017. Hal
Jawa dan perbaikan jalan, untuk beberapa ruas akan
tersebut tercermin dari perkiraan SBT yang sebesar
ditargetkan agar selesai pada musim mudik Lebaran
8,37%, meningkat dibandingkan SBT triwulan I 2017
pada akhir triwulan II 2017. Beberapa proyek
yang sebesar 2,36%.
infrastruktur pemerintah yang berjalan pada triwulan II 2017 antara lain: (i) Jalan Tol Pejagan – Pemalang; (ii) Pembangunan PLTU Batang; (iii) Pembangunan Pelabuhan Tanjung Emas dan TPKS; (iv) Bendungan Logung; (v) Pembangunan sarana pendukung Bandara Wirasaba (mis: jalan); (vi) Perbaikan jalan.
Peningkatan juga diprediksi terjadi pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Seiring dengan peningkatan permintaan domestik terutama pada saat Ramadhan dan Lebaran, kegiatan usaha perdagangan diperkirakan mengalami peningkatan. Pelaku usaha lapangan usaha ini pun memperkirakan adanya peningkatan kinerja. Hal tersebut tercermin dari hasil
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan II 2017 Sisi Lapangan Usaha
SKDU, di mana perkiraan SBT kegiatan usaha sektor
Ditinjau berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan
perdagangan, hotel, dan restoran triwulan II 2017
ekonomi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa
tercatat 11,46%; meningkat dari SBT triwulan I 2017
Tengah masih diproyeksikan mengalami pertumbuhan.
yang sebesar 4,67%.
Industri pengolahan dengan pangsa terbesar, di atas 30%, mengalami perbaikan kinerja dan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa
Adapun penahan akselerasi berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Seiring
Tengah secara keseluruhan. Selain itu, kinerja lapangan
dengan berakhirnya panen raya dan mulai masuknya
usaha perdagangan juga diproyeksi mencatatkan
musim tanam, khususnya untuk komoditas beras,
perbaikan seiring dengan meningkatnya kegiatan
produksi pada triwulan II 2017 diperkirakan mengalami
ekonomi pada periode Ramadhan dan Lebaran. Namun
perlambatan. Perlambatan juga mengingat tingginya
demikian, lapangan usaha pertanian diprediksi
produksi triwulan II 2016 yang lebih tinggi
mengalami perlambatan seiring dengan berakhirnya
dibandingkan rata-rata karena pergeseran musim
panen raya.
tanam sebagai dampak dari El Nino.
Seiring dengan meningkatnya permintaan dalam rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran, pertumbuhan industri pengolahan diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya berasal dari domestik, sementara permintaan ekspor masih belum cukup kuat. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, beberapa pelaku industri sudah mulai melakukan kegiatan building stock dalam rangka menghadapi peningkatan permintaan tersebut. Berdasarkan hasil SKDU, pelaku
27
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
28
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Pengembangan Infrastruktur Modal Transportasi Terintegrasi – Pembangungan Jalur Kereta Api Akses Bandara Adi Soemarmo Solo
Gambar 1. Launching “Solo Menuju Smart City 2018” Kota Surakarta memiliki visi dan misi untuk menjadikan
pada tiket angkutan umum yaitu Batik Solo Trans (BST)
“Solo Menuju Smart City 2018”. Untuk mewujudkan hal
sebagai salah satu wujud GNNT dalam moda transportasi
tersebut, Walikota Surakarta telah melakukan launching
di Kota Surakarta.
“Solo Menuju Smart City 2018” pada tanggal 21 November 2016 di area Car Free Day, Jl. Slamet Riyadi, Kota Surakarta.
Sejalan dengan program Intermoda Transportasi yang Terintegrasi dalam rangka mendukung Solo Menuju Smart City 2018, Kementerian Perhubungan juga akan
Untuk mendukung program tersebut, pada bulan
membangun jalur kereta api yang akan menghubungkan
Desember 2016 Menteri Perhubungan Republik
Bandara Adi Soemarmo di Boyolali dengan Stasiun
Indonesia juga telah melakukan peresmian Terminal
Kereta Api Solo Balapan di Surakarta.
Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi Terminal Tirtonadi – Stasiun Solo Balapan (Sky
Hal tersebut didukung oleh Bandara Adi Soemarmo Solo
Bridge).
yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai bandara “Hub” atau pusat lalu lintas udara dari dan ke
Pada kesempatan tersebut, Kantor Perwakilan Bank
kota-kota besar di Indonesia Timur maupun Barat
Indonesia Solo turut menyerahkan Program Sosial Bank
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Indonesia (PSBI) kepada Walikota Surakarta berupa eGate dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non
Pertama, Rute Penerbangan. Selain rute penerbangan
Tunai (GNNT) dan program “Solo Menuju Smart City
Solo – Jakarta, berbagai maskapai telah membuka rute
2018”. KPw BI Solo juga telah memfasilitasi
penerbangan baru dari Bandara Adi Soemarmo. Sejak
dinas/instansi terkait dalam reaktivasi elektronifikasi
tanggal 7 Mei 2016, Garuda Indonesia telah membuka
Gambar 2. Peresmian Terminal Tirtonadi dan Fasilitas Integrasi Moda Transportasi oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Gambar 3. Penyerahan PSBI E-Gate dan Pojok 3D dari Kepala KPw BI Solo kepada Walikota Surakarta
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I direct flight dari Solo menuju Jeddah dengan satu kali transit di Aceh untuk melakukan pengisian bahan bakar. Rute tersebut mendapat respon yang positif dari jamaah haji dan umrah terutama di Wilayah Jawa Tengah dan DIY. Selain itu, Lion Air juga telah mendeklarasikan Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan domestik dan internasional di Indonesia selain Bandara Soekarno Hatta. Untuk penerbangan domestik,
Gambar 4. Presiden RI dalam Acara Groundbreaking Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
masyarakat dapat melakukan penerbangan langsung dari Bandara Adi Soemarmo menuju Jakarta, Makassar, Lombok, Surabaya, Bandung, Batam, Palangkaraya,
Ketiga, Kapasitas Fisik Bandara. Bandara Adi Soemarmo
Banjarmasin, Balikpapan, Denpasar, dan Kupang. Pada
memiliki terminal seluas 13.000 m2, 10 (sepuluh)
tahun 2016, jumlah penerbangan dari dan ke Bandara
parking stand pesawat, dan landasan pacu/runway
Adi Soemarmo mencapai 15.597 penerbangan, yang
sepanjang 2.600 m. Untuk mengantisipasi penambahan
terdiri dari 236 penerbangan internasional dan 15.361
berbagai rute penerbangan dan lonjakan jumlah
penerbangan domestik. Kedua, Perkembangan Jumlah Penumpang. Dengan penambahan berbagai rute penerbangan dimaksud, penumpang yang datang maupun berangkat dari dan ke Bandara Adi Soemarmo mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2016, jumlah penumpang Bandara Adi Soemarmo meningkat signifikan yaitu sebesar 45,91% dibandingkan tahun 2015. Perkembangan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan peningkatan jumlah penumpang angkutan udara Provinsi Jawa Tengah (23,75%). Adapun rincian perkembangan jumlah penumpang Bandara Adi Soemarmo dan Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut :
penumpang, pada tahun 2017 akan dilakukan berbagai pengembangan seperti perluasan terminal menjadi 26.000 m2, penambahan parking stand pesawat menjadi 13 parking stand, serta perpanjangan runway menjadi 2.800-3.000 m. Mempertimbangkan tingginya potensi pengembangan Bandara Adi Soemarmo sebagai hub penerbangan domestik maupun internasional di Indonesia, diperlukan integrasi layanan transportasi dari dan ke bandara untuk memberikan akses yang mudah kepada masyarakat. Program pembangunan jalur kereta api akses Bandara Adi Soemarmo oleh Kementerian Perhubungan merupakan salah satu solusi integrasi antara angkutan
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara
*) Gabungan Bandara Ahmad Yani Semarang, Bandara Adi Soemarmo Boyolali, dan Bandara Tunggul Wulung Cilacap.
udara dengan perkeretaapian.
Gambar 5. Presiden RI bersama Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri Sekretaris Negara, dan Gubernur Jawa Tengah dalam groundbreaking Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
29
30
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I Pada tanggal 8 April 2017, Presiden RI telah melakukan
Pembangunan jalur kereta bandara diperkirakan
groundbreaking pembangunan
jalur kereta api yang
membutuhkan dana sebesar Rp500 miliar s.d. Rp1 triliun
akan menghubungkan Bandara Adi Soemarmo, Kab.
yang dibiayai dari APBN sebesar 70% dan konsorsium
Boyolali, dengan Stasiun Solo Balapan, Kota Surakarta.
sebesar 30%. BUMN yang tergabung dalam konsorsium
Panjang jalur kereta tersebut adalah 13,5 km dengan
tersebut yaitu PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api
memanfaatkan jalur existing sepanjang 3,5 km dan
Indonesia, dan PT. Pembangunan Perumahan, dengan
membuat jalur baru sepanjang 10 km. Peresmian
pembagian pekerjaan sesuai dengan ranah tugas
tersebut dihadiri oleh Menteri Perhubungan, Menteri
masing-masing BUMN. Pembangunan jalur kereta
BUMN, Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Jawa
bandara membutuhkan lahan seluas ±40 hektar.
Tengah, Kepala Daerah di Soloraya, dan Konsorsium
Sebagian besar lahan yang akan diambil alih untuk
Pembangunan.
pembangunan jalur tersebut adalah milik BUMN seperti PT. Angkasa Pura I, PT. Kereta Api Indonesia, PU Bina
Pembangunan kereta bandara merupakan hal penting untuk mendukung airport city, dengan strategi
Marga, dan TNI AU, sedangkan sekitar 20% adalah milik warga.
pengembangan Bandara Adi Soemarmo sebagai hub yang menjadi pusat penghubung kota-kota besar. Hal
Kereta yang akan digunakan adalah diesel multiple unit
tersebut dapat mengurangi kepadatan Jakarta sebagai
yang dibuat oleh PT. Inka Madiun. Terdapat empat
pusat penerbangan domestik dan internasional.
rangkaian kereta yang akan didatangkan dari PT. Inka
Pengembangan Bandara Adi Soemarmo diharapkan
dengan masing-masing rangkaian terdiri atas empat
mampu meningkatkan jumlah penumpang baik
kereta, dengan kapasitas 200 penumpang dalam satu
domestik maupun mancanegara karena bandara
rangkaian. Di awal pengoperasiannya, waktu antar
tersebut merupakan satu-satunya bandara di Jawa
keberangkatan kereta adalah 30 menit dengan waktu
Tengah-DIY saat ini yang bisa digunakan untuk
tempuh Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
pendaratan pesawat berukuran besar seperti Airbus 330.
selama 15 menit (menghemat waktu tempuh normal
Dengan demikian, hal ini diharapkan juga dapat
±30 menit dengan menggunakan mobil). Ke depannya,
memecah konsentrasi dan kepadatan penumpang di
apabila antusiasme dan permintaan masyarakat untuk
Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta agar beralih ke Bandara
menggunakan kereta tersebut tinggi, waktu antar
Adi Soemarmo Solo.
keberangkatan dapat dipercepat menjadi 15 menit sekali.
Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo akan menghasilkan integrasi berbagai moda transportasi
Terkait dengan pembangunan jalur kereta api tersebut,
sebagai berikut :
Presiden RI memberikan arahan sebagai berikut: - Pembangunan intermoda transportasi yang menghubungkan bandara, stasiun, dan terminal merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia, dengan memberikan kecepatan dan kemudahan penggunaan transportasi umum dari Bandara Adi Soemarmo menuju ke tengah Kota Surakarta hingga ke Yogyakarta.
Gambar 6. Integrasi Moda Transportasi Kota Surakarta
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I - Pembangunan jalur kereta api Bandara Adi Soemarmo
lagi, dengan adanya dukungan pembangunan berbagai
tersebut harus selesai pada tahun 2018, sesuai dengan
infrastruktur internal bandara seperti perluasan terminal,
target percepatan pembangunan infrastruktur secara
perpanjangan runway dan penambahan parking stand
nasional. Hal tersebut dalam rangka meningkatkan
pesawat, serta penambahan rute penerbangan sebagai
daya saing Indonesia terutama terhadap negara-
bandara hub dari dan ke berbagai kota di Wilayah
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan
Indonesia Timur dan Wilayah Indonesia Barat. Berbagai
Vietnam.
pengembangan tersebut diharapkan dapat
- Para pejabat daerah diharapkan mampu memberikan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
sosialisasi mengenai pentingnya pembangunan kereta
percepatan akses transportasi yang pada akhirnya
bandara kepada masyarakat, terutama bagi para
mampu mendorong perekonomian daerah. Selain itu,
pemilik lahan yang akan diambil alih untuk
KPwBI Solo akan bekerja sama dengan dinas/instansi
pembangunan jalur kereta api bandara maupun
terkait untuk mendorong perluasan implementasi
perluasan jalan menuju bandara yang masih sempit.
program elektronifikasi dalam integrasi moda transportasi umum, seperti BST, Terminal Bus Tirtonadi,
Dengan pembangunan jalur kereta tersebut, diharapkan
serta kereta Bandara Adi Soemarmo dalam rangka
jumlah penumpang angkutan udara yang melalui
pelaksanaan GNNT serta mewujudkan program “Solo
Bandara Adi Soemarmo semakin meningkat. Terlebih
Menuju Smart City 2018”.
Gambar 7. Prototype Kereta Api Bandara Adi Soemarmo
Gambar 8. Groundbreaking oleh Presiden RI
Gambar 9. Waktu Tempuh Perjalanan Bandara Adi Soemarmo – Stasiun Solo Balapan
31
32
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
Mega Proyek PLTU Jawa Tengah Kapasitas 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Kunjungan Presiden RI, Joko Widodo ke lokasi proyek PLTU Jawa Tengah tanggal 28 Agustus 2015 Upaya meningkatkan ketersediaan energi listrik bagi
Keuangan) sesuai Perpres 78/2010. PLTU Jawa Tengah
masyarakat, khususnya di Pulau Jawa terus dilakukan
akan dioperasikan dengan skema Build-Own-Operate-
oleh pemerintah, salah satunya melalui pembangunan
Transfer (BOOT) selama masa konsesi 25 tahun.
PLTU Jawa Tengah dengan kapasitas 2 x 1.000 MW yang berlokasi di Kabupaten Batang. Proyek PLTU Jawa Tengah dilaksanakan oleh PT. Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang merupakan konsorsium antara 3 perusahaan yaitu J-Power (Jepang), Adaro Power (Adaro Group) dan Itochu (Jepang). Kepemilikan modal eksisting adalah JPower dan Adaro Power masing-masing sebesar 34% dan Itochu sebesar 32%. Nilai proyek PLTU Jawa Tengah adalah sebesar USD 4,2 miliar atau setara dengan 55,95 triliun rupiah (dengan kurs tengah per 31 Mei 2017 sebesar Rp 13.321). Untuk pembiayaan proyek, 20% didanai dari ekuitas, sementara 80% sisanya diperoleh melalui pembiayaan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan 9 commercial lenders dari bank asing.
Sebagaimana ketentuan Pemerintah RI dan mengacu pada PPA (Power Purchase Agreement) sebagai Perjanjian KPS yang ditandatangani oleh PT PLN (Persero) dan BPI, PT PII telah menandatangani Perjanjian Penjaminan dengan BPI serta Perjanjian Regres dengan PT PLN (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) pada tanggal 6 Oktober 2011. Selain itu, PT BPI juga telah memiliki Technical Service Agreement dengan J-Power (perusahaan penyedia listrik seperti PLN di Jepang) yang juga merupakan salah satu anggota konsorsium. Untuk menunjang ketersediaan pasokan batubara, PT BPI telah menandatangani Perjanjian Pasokan Batubara dengan Adaro Indonesia dan Kaltim Prima Coal (KPC).
PLTU Jawa Tengah merupakan proyek infrastruktur
Sementara untuk pasokan peralatan dan jasa konstruksi
dengan skema PPP (Public Private Partnership) atau
untuk proyek didukung oleh Mitsubishi Hitachi Power
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) pertama yang
System (MHPS) untuk suplai Boiler Turbine Generator
berhasil diwujudkan dengan memperoleh fasilitas
(BTG). Kontraktor utama proyek PLTU Jawa Tengah
penjaminan bersama oleh Indonesia Infrastructure
adalah Sumitomo Corp yang didukung oleh berbagai
Guarantee Fund (IIGF) atau PT Penjaminan Infrastruktur
sub-kontraktor di antaranya MES, B&V, dan GE Grid
Indonesia (PT PII) dan Pemerintah RI (Kementerian
Solitons.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN II
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Tipikal Hasil Emisi CO2 Per Teknologi
Secara umum, proyek PLTU dibagi menjadi 2 area besar yaitu area power plant yang berlokasi di Ujungnegoro dan area gardu induk (switching station) di Kencana Rejo. Total luas area adalah 226 hektar, sementara jarak antara area power plant dan gardu induk adalah sekitar 5 km. Tata letak pembangkit adalah sebagai berikut : PLTU Jawa Tengah akan dioperasikan dengan menggunakan teknologi tercanggih Ultra-Super Critical (USC) dengan skala besar di Indonesia. Efisiensi panas
Ketentuan Standar Polutan
yang lebih tinggi oleh USC memungkinkan konsumsi batubara dan emisi CO2 yang lebih rendah. PLTU Jateng mencapai efisiensi 43%, di mana 7% lebih tinggi dari PLTU dengan teknologi subcritical (konsumsi batubara lebih rendah 517,000 t/tahun dan emisi CO2 lebih rendah 900,000 t-CO2 /tahun).
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
Perbandingan tingkat efisiensi dan teknologi JENIS TEKNOLOGI Ultra Super Critical (USC)
SUHU Main : 566°C or over
TEKANAN
LOKASI
Main : 24,9 Mpa (g) or over
PLTU Jawa Tengah (Batang)
Main : 24,1 Mpa (g) or over
PLTU Cirebon, PLTU Paiton Unit 3
Main : 22,1 Mpa (g) or less
PLTU Suralaya (PLN), PLTU Paiton Unit 1-2, 5 – 6, 7 – 8 dan 9,
Reheat : 593°C or over Super Critical (SC)
Main : 566°C or less Reheat : 566°C or less
Sub Critical (Sub-C)
Main : 540°C or less Reheat : 540°C or less
sumber : PT. Bhimasena Power Indonesia
PLTU Tanjung Jati B, PLTU Cilacap, PLTU Tuban, PLTU Pacitan
33
BAB
II
KEUANGAN PEMERINTAH Persentase realisasi pendapatan tercatat meningkat, meskipun belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami penurunan. Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah, Dana Alokasi Umum dan Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya Penurunan realisasi belanja berasal dari menurunnya belanja modal pada komponen belanja langsung. Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016, mengindikasikan adanya upaya perbaikan realisasi oleh pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian.
2.1. Realisasi APBD Triwulan I 2017 Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
Secara nominal, pada triwulan I 2017 realisasi
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
pendapatan meningkat sedangkan belanja pemerintah
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,47
mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
triliun atau naik 11,81% dibandingkan tahun 2016.
Realisasi pendapatan triwulan I 2017 tercatat sebesar
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
Rp5,19 triliun, meningkat Rp1,11 triliun dibandingkan
menjadi Rp23,36 triliun atau naik 10,44%
realisasi pendapatan periode yang sama tahun lalu yang
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
sebesar Rp4,08 triliun. Kondisi berbeda dialami pada
pada tahun 2017 sudah tidak terjadi defisit anggaran
realisasi belanja yang mengalami penurunan sebesar
seperti tahun sebelumnya dengan surplus sebesar
Rp276 miliar pada triwulan I 2017; dari triwulan
Rp104 miliar.
sebelumnya sebesar Rp2,66 triliun menjadi Rp2,35 triliun pada triwulan laporan.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran, persentase realisasi pendapatan meningkat,
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
namun persentase realisasi belanja mengalami
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp2,85
penurunan. Realisasi pendapatan sampai dengan
triliun pada triwulan I 2017. Surplus ini lebih tinggi
triwulan laporan sebesar 22,13% dari APBD 2017,
dibandingkan dengan triwulan I 2016 sebesar Rp1,46
lebih tinggi dibandingkan serapan pendapatan
triliun dan selama lima tahun terakhir (2012-2016)
triwulan I 2016 yang sebesar 18,54%. Sementara itu,
yang sebesar Rp2,1 triliun. Berdasarkan data historis
realisasi belanja sampai triwulan I 2017 sebesar 10,04%
lima tahun terakhir, kondisi surplus ini selalu terjadi di
dari APBD 2017, relatif lebih rendah dibandingkan
awal tahun. Meningkatnya surplus yang terjadi pada
triwulan I 2016 sebesar 11,69%.
awal tahun 2017 ini sejalan dengan persentase
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar) APBD-P 2016
URAIAN
Realisasi I - 2017
% Realisasi
PENDAPATAN
23.468
5.193
22,13%
PAD
11.967
2.320
19,39%
DANA PERIMBANGAN
11.415
2.848
24,95%
86
25
29,34%
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA BELANJA
23.364
2.346
10,04%
BELANJA TIDAK LANGSUNG
17.390
2.064
11,87%
5.973
282
4,72%
104
2.847
BELANJA LANGSUNG SURPLUS/DEFISIT Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
25,000
RP MILIAR
23.467
20.988
6.000
23.364
RP MILIAR
5.193
21.155 5.000
20,000
4.084 4.000
15,000 3.000
2.622
10,000
2.847 2.346
2.000
5,000
(167)
PENDAPATAN (5,000)
1.463
1.000
BELANJA T.A. 2015
104
SURPLUS (DEFISIT)
T.A. 2016 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017
-
PENDAPATAN
BELANJA IV 2015
SURPLUS (DEFISIT)
IV 2016 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017
37
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
38
KEUANGAN PEMERINTAH
25
25
RP TRILIUN
20
20
15
15
10
10
5
5
0
I
II
III
IV
I
II
2014 PENDAPATAN ASLI DAERAH
III
IV
I
2015 DANA PERIMBANGAN
II
III
IV
2016
I 2017
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
0
RP TRILIUN
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015 BELANJA LANGSUNG
II
III 2016
IV
I 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Daper), dan lain-lain
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Ditambah lagi,
pendapatan yang sah.
persentase realisasi belanja pada triwulan I 2017 yang lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi belanja selama lima tahun terakhir berkontribusi pada tingginya surplus di triwulan laporan. Realisasi belanja yang lebih rendah ini akibat kewajiban pembayaran pelaksanaan proyek pemerintah yang belum diajukan oleh vendor tidak dapat dibayarkan di triwulan awal
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah ( PA D ) d a n D a n a P e r i m b a n g a n ( D a p e r ) memengaruhi realisasi pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan daerah Jawa Tengah berasal dari kedua pos tersebut. Meskipun bertumbuh, namun pangsa PAD pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 44,67% atau
2017.
menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan I 2017
48,84%. Penurunan ini mengindikasikan menurunnya
Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
kemandirian fiskal Pemprov Jateng. Sementara itu,
sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 22,13%,
pangsa Daper meningkat menjadi 54,84% pada
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 dengan
triwulan I 2017 dari sebelumnya 51,44% pada triwulan
realisasi 18,54%. Peningkatan persentase serapan ini
I 2016. Peningkatan ini terutama berasal dari Dana
terjadi di seluruh komponen, baik Pendapatan Asli
Alokasi Umum (DAU), yang diberikan oleh pemerintah
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan I tahun 2016 & 2017 KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
I - 2016
I - 2017
PENDAPATAN ASLI DAERAH
14,32%
19,38%
PAJAK DAERAH
15,82%
19,50%
RETRIBUSI DAERAH
25,86%
23,03%
3,60%
23,49%
DANA PERIMBANGAN
25,77%
24,95%
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
20,62%
32,72%
DANA ALOKASI KHUSUS
33,33%
20,41%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
24,03%
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH
0,19%
DANA ALOKASI UMUM
HIBAH DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
7,99%
29,34%
21,25%
DANA INSENTIF DAERAH PENDAPATAN LAINNYA Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
pusat kepada Pemprov Jateng.
44,67% 54,84% 0,48% PAD DANA PERIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
50,00%
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan I 2017
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
daerah, dengan peran sebesar 85,45% dari total PAD
peningkatan realisasi menjadi 23,49% pada
dan lain-lain PAD yang sah (13,53%). Pada triwulan
triwulan I 2017 setelah sebelumnya terealisasi
laporan, realisasi pajak daerah terbilang tinggi sehingga
3,60% pada triwulan sama tahun 2016.
menyebabkan peningkatan pendapatan secara
Meningkatnya komponen ini ditengarai akibat hasil
keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
19,50%; lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun
kontribusi badan usaha yang meningkat lebih tinggi
2016 yang mencapai 15,82%. Perbaikan ini terjadi
dibandingkan tahun sebelumnya.
seiring peningkatan pajak jumlah kendaraan baru dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari hasil liaison Bank Indonesia terhadap perusahaan otomotif di Jawa Tengah yang menyatakan terjadi peningkatan penjualan mobil baru di triwulan awal tahun 2017. Berdasarkan perannya terhadap total pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor memang menjadi pemasukan utama pajak daerah, dengan peran masing-masing sekitar 35-40% di tiap tahunnya.
B e r d a s a r k a n k o m p o n e n D a p e r, s u m b e r pendapatan utamanya berasal dari DAK, dengan peran sebesar 48,29% dari total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU (40,18%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (11,13%). Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sama seperti tahun sebelumnya. Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar Rp1,38 triliun, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp1,29
Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
triliun. Sementara itu, realisasi DAU meningkat menjadi
terkumpul pada triwulan I 2017 mengalami
Rp1,14 triliun; lebih tinggi dibandingkan triwulan sama
perbaikan. Pajak daerah tumbuh 3,96% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,16% (yoy). Capaian pajak daerah ini juga sejalan dengan perekonomian yang tumbuh
tahun sebelumnya yang sebesar Rp620 miliar. Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun serapan DBH meningkat menjadi Rp322,67 miliar dari
membaik dibandingkan triwulan sama tahun 2016.
sebelumnya Rp190 miliar di triwulan I 2016. 40
%, YOY
%, YOY
35
7 6
30
5
25
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah tercatat mengalami kenaikan. Pada triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
4
29,34%; meningkat dibandingkan triwulan yang sama
20 3
di tahun 2016 sebesar 7,99%. Meningkatnya
15 2
10
komponen ini terutama berasal dari realisasi dana 1
5 -
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
2014 PENDAPATAN
III
2015 PAJAK DAERAH
IV
I
II
III
2016
IV
I 2017
insentif daerah yang sebesar Rp25,10 miliar, setelah sebelumnya tidak mengalami realisasi di triwulan I
PDRB - SKALA KANAN
2016. Dengan realisasi sebesar itu, persentase serapan
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
dana insentif daerah tercatat sebesar 50,00% dari total
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
anggaran 2017.
39
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
40
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan I 2017 Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan I 2016 & 2017
Pada triwulan I 2017, realisasi belanja Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp2,34 triliun dari total anggaran belanja 2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,62 triliun. Menurunnya realisasi ini terutama didorong oleh penurunan belanja langsung dari komponen belanja modal. Lebih jauh, belanja tidak langsung yang memiliki peranan dominan sebesar 87,98% dari total belanja, juga mengalami penurunan persentase realisasi.
URAIAN
I - 2016
I - 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNG
12,58%
11,87%
BELANJA PEGAWAI
16,46%
16,18%
BELANJA HIBAH
23,76%
17,66%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
0,00%
0,00%
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
4,87%
6,03%
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
0,00%
0,00%
BELANJA TIDAK TERDUGA
0,00%
6,03%
BELANJA LANGSUNG
9,45%
4,72%
BELANJA PEGAWAI
10,03%
7,71%
6,12%
4,95%
BELANJA MODAL
12,42%
3,47%
JUMLAH BELANJA
11,69%
10,04%
BELANJA BARANG DAN JASA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung
Sementara itu, komponen belanja bagi hasil
menurun pada triwulan laporan. Realisasi pada
kepada kabupaten/kota mengalami peningkatan
triwulan I 2017 sebesar 11,87%; lebih rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 12,58%.
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
komponen tersebut sebesar 6,03%, lebih tinggi
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,87%.
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
Dilihat secara nominal, belanja bagi hasil kepada
masing-masing peran sebesar 38,29%; 29,78%, dan
kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan, yakni
16,32% dari total belanja tidak langsung.
dari Rp261 miliar menjadi Rp265 miliar.
Pada triwulan I 2017, belanja hibah tercatat
Adapun belanja pegawai tercatat mengalami
sebesar Rp873,22 miliar atau 17,66% dari total
penurunan persentase realisasi, yakni sebesar
anggaran, lebih rendah dibandingkan triwulan I
16,18%; menurun dibandingkan periode sama tahun
2016 yang sebesar Rp1,273 triliun atau 23,76%.
sebelumnya yang sebesar 16,46%. Penyesuaian
Penurunan ini terjadi di tengah tertahannya realisasi
nomenklatur di awal tahun diperkirakan memengaruhi
Pemprov Jateng pada awal tahun 2017 yang ditengarai
serapan realisasi untuk perjalanan dinas dan kegiatan
sebagai dampak adanya perubahan struktur
sehingga tidak terserap sesuai target. Namun demikian,
nomenklatur pada dinas-dinas di Provinsi Jateng.
secara nominal, terjadi peningkatan realisasi menjadi Rp925,42 miliar, dari sebelumnya yang sebesar Rp483,36 miliar. Serupa dengan belanja tidak langsung, pada
12,02% 87,98%
komponen belanja langsung persentase realisasi mengalami penurunan. Penyerapan belanja langsung tercatat 4,72%; relatif turun dibandingkan BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan I 2017
triwulan I 2016 yang sebesar 9,45%. Apabila ditinjau secara pos pengeluarannya, realisasi belanja modal
yang memiliki peran 42,39% dari total belanja
B e rd a s a r k a n j e n i s n y a , b e l a n j a p e g a w a i
langsung ini mengalami penurunan persentase
dianggarkan sebesar Rp14,35 triliun atau 40,91%
realisasi. Meskipun mengalami peningkatan secara
dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti
nominal, belanja barang dan jasa serta belanja
oleh belanja barang sebesar Rp11,02 triliun (31,41%),
pegawai, yang masing-masing memiliki peran sebesar
belanja modal sebesar Rp9,47 triliun (26,96%), dan
51,91% dan 5,70% terhadap belanja langsung,
belanja bantuan sosial Rp240 miliar (0,68%).
mengalami penurunan persentase realisasi pada triwulan laporan.
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan relatif mengalami peningkatan. Pada triwulan I
Realisasi belanja modal pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp64,17 miliar, atau terserap 3,47% dari total anggaran. Persentase ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terserap sebesar Rp 391 miliar atau 12,42%.
2017, realisasi APBN tercatat sebesar Rp4,89 triliun atau 13,93% dari total anggaran 2017, meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar Rp4,38 triliun atau 13,09% dari APBN Provinsi Jawa Tengah 2016.
Penurunan ini terjadi akibat perubahan nomenklatur sehingga mengakibatkan realisasi belanja modal lebih
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada
lambat dibandingkan tahun sebelumnya.
triwulan I 2017 meningkat akibat komponen
Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp179,05 miliar, atau terserap 4,95% dari total anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan dibandingkan persentase realisasi tahun lalu sebesar 6,12%. Penurunan juga terjadi pada pos belanja pegawai. Realisasi belanja pegawai tercatat terserap 7,71% dari total anggaran. Angka ini menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar 10,03% dari total anggaran.
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2017 APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 mengalami peningkatan di tengah upaya pemerintah untuk mengakselerasi perekonomian melalui belanja fiskal. Meskipun demikian, hal ini dilakukan dengan tetap mengupayakan defisit
belanja barang yang mengalami peningkatan. Belanja barang ini memiliki peran 28,11% dari total realisasi belanja. Kenaikan juga terjadi untuk belanja modal (pangsa 15,56%) dan belanja bantuan sosial (0,18%). Namun demikian, terjadi penurunan persentase serapan pada komponen belanja pegawai (56,15%) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja pegawai pada triwulan I 2017 sebesar Rp2,74 triliun atau 19,12% dari total APBN 2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 21,43% dari total APBN 2016, sebesar Rp2,78 triliun. Penurunan persentase realisasi ini ditengarai merupakan upaya penghematan pemerintah di tengah risiko penerimaan pajak yang menurun pada tahun berjalan.
anggaran di tingkat nasional tetap berada pada level yang terjaga, yakni di bawah 3%. Tercatat, terjadi
Sementara itu, belanja barang pada triwulan
kenaikan anggaran APBN sebesar 4,81%; dari
laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun atau
sebelumnya Rp33,48 triliun pada tahun 2016 menjadi
12,46% dari total anggaran, lebih tinggi
Rp35,09 triliun di triwulan laporan.
dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang
41
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
42
40,91% 31,41% 26,99% 0,68%
56,15% 28,11% 15,56% 0,18% BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan I 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar) JENIS
I 2016
I 2017
PAGU
REALISASI
%REALISASI
PAGU
REALISASI
BELANJA PEGAWAI
12.982
2.783
21,43%
14.353
2.744
19,12%
BELANJA BARANG
11.561
1.017
8,80%
11.022
1.374
12,46%
BELANJA MODAL
8.693
579,50
6,67%
9.471
760,21
8,03%
240
2,30
0,96%
240
8,93
3,72%
33.475
4.382
13,09%
35.087
4.887
13,93%
BELANJA BANTUAN SOSIAL TOTAL
%REALISASI
Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
sebesar Rp1,01 triliun atau 8,80%. Persentase realisasi
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
belanja barang ini meningkat di tengah perbaikan
laporan tercatat sebesar Rp8,93 miliar atau 3,72%
serapan yang dilakukan oleh Pemerintah di awal tahun.
dari total anggaran. Angka ini lebih tinggi
Belanja modal tercatat sebesar Rp760,21 miliar atau terealisasi sebesar 8,03%; lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja modal triwulan I 2016 yang sebesar Rp579,50 miliar atau 6,67%. Peningkatan ini juga sejalan dengan realisasi pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur, khususnya untuk proyek pembangunan jalan yang mengalami percepatan yang ditargetkan dapat selesai sebelum hari raya Idul Fitri.
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan I 2016 yang sebesar Rp2,30 miliar atau 0,96%. Realisasi bansos ini sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu di tengah upaya revitalisasi beberapa daerah, termasuk Magelang, yang terkena musibah banjir di awal tahun 2017. Selain itu, beberapa program untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan berimplikasi pada serapan realisasi bansos yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
BAB
III
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Pada triwulan I 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi tahunan terutama didorong oleh kelompok dan inti. Pada triwulan II 2017, inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan penyesuaian harga pada kelompok
serta meningkatnya permintaan komoditas pangan
seiring Ramadhan dan Idul Fitri. Namun demikian, inflasi diperkirakan masih berada pada target sasaran inflasi 4±1%.
3.1. Inflasi Secara Umum Inflasi Jawa Tengah tercatat meningkat pada
Walaupun mengalami peningkatan, inflasi Jawa
triwulan I 2017, di tengah melambatnya
Tengah masih relatif terkendali. Laju inflasi Jawa
2
Pada akhir triwulan I
Tengah masih lebih rendah dibandingkan inflasi
2017 inflasi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,30%
nasional yang tercatat sebesar 3,61% (yoy), maupun
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
inflasi Kawasan Jawa yang sebesar 3,47% (yoy).
yang sebesar 2,36% (yoy). Secara triwulanan, inflasi
Dibandingkan dengan provinsi tetangga di Kawasan
Jawa Tengah pada periode laporan tercatat lebih tinggi
Jawa, Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan
dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi pada
Pada triwulan I 2017, inflasi triwulanan tercatat sebesar
Jawa Timur dengan nilai 3,84% (yoy). Terjaganya inflasi
1,56% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan I 2016
Jawa Tengah ini terutama didukung oleh adanya
yang mencatatkan inflasi sebesar 0,62% (qtq).
kebijakan pengendalian inflasi di daerah, terutama
pertumbuhan ekonomi .
untuk pasokan bahan pangan strategis. 10
%
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
8
KESEHATAN
6
SANDANG PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
4
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
2
BAHAN MAKANAN UMUM
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
-2 JATENG (YOY)
JATENG (QTQ)
NAS (YOY)
%
-3,00 -2,00 -1,00 TW I 2016
NAS (QTQ)
TW I 2017
0,00
1,80
3,00
4,00
5,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah 9,00
%,MTM
1,60
2,00
RATA-RATA TW I 2012-2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
1,00
%,YTD
8,00
1,40
7,00
1,20 6,00
1,00 0,80
5,00
0,60
4,00
0,40
3,00
0,20
2,00
0,00
1,00
-0,20
0,00
-0,40 JANUARI 2017 JABAR
FEBRUARI 2017 BANTEN
JATENG
DIY
JATIM
MARET 2017 DKI
JAWA
I - 2015 JABAR
I - 2016 BANTEN
JATENG
DIY
I - 2017 JATIM
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.3 Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
DKI
JAWA + DKI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.4 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
45
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
46
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
4
%, MTM
9.0 %, YOY 8.0
3
CURAH HUJAN TINGGI
EKSPEKTASI MULAI NAIK
KENAIKAN BBM
%, MTM 2.5
PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL TAHAP AKHIR 2013 BENCANA BANJIR
7.0
KENAIKAN TTL U/P1, I3, R3, I4, B2, B3
KENAIKAN TDL DAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM, GEJOLAK PANGAN RAMADHAN
6.0
2
Tw I 2017 Kenaikan komoditas adm. prices, meliputi biaya dministrasi STNK, TTL serta kenaikan aneka cabai seiring musim penghujan
5.0
1.0 0.5
EL-NINO
0.0
4.0
1
-0.5
3.0 2.0
0 JAN
FEB
MAR
APR
-1
MEI
JUN
JUL
AGUST
SEP
OKT
NOV
DES
2.0 1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2014 2015 2016 2017
YOY
7,9 7,5 7,0 7,1 7,4 7,2 5,0 4,3 5,0 5,0 6,1 8,2 6,7 5,7 5,6 5,9 6,2 6,1 6,3 6,1 5,7 5,2 4,0 2,7 3,5 3,9 4,2 3,5 3,1 2,9 3,0 2,4 2,7 2,8 3,1 2,3 3,0 3,8 3,3
MTM
0,9 0,3 0,2 -0, 0,2 0,7 0,7 0,4 0,2 0,5 1,3 2,2 -0, -0, 0,1 0,1 0,5 0,6 0,9 0,2 -0, -0, 0,2 0,9 0,4 -0, 0,3 -0, 0,1 0,4 1,0 -0, 0,0 0,0 0,5 0,2 1,1 0,5 -0,
-1.0
(SKALA KANAN)
2017
2012
2013
2014
2015
2016
RATA-RATA 2011-2016 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2016
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan JANUARI Komoditas
FEBRUARI Andil (%)
MARET
Komoditas
Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
BIAYA PERPANJANGAN STNK
0,34
TARIP LISTRIK
0,14
TARIP LISTRIK
0,06
TARIP PULSA PONSEL
0,18
BAWANG MERAH
0,08
TUKANG BUKAN MANDOR
0,02
TARIP LISTRIK
0,14
CABAI RAWIT
0,08
ROKOK KRETEK FILTER
0,02
CABAI RAWIT
0,13
TARIP PULSA PONSEL
0,04
BATU BATA
0,02
BENSIN
0,12
TUKANG BUKAN MANDOR
0,04
BENSIN
0,02
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan JANUARI Komoditas
FEBRUARI Andil (%)
MARET
Komoditas
Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
Bawang Merah
-0,06
DAGING AYAM RAS
-0,05
CABAI RAWIT
-0,12
Telur Ayam Ras
-0,04
TELUR AYAM RAS
-0,04
CABAI MERAH
-0,08
Cabai Merah
-0,03
CABAI MERAH
-0,03
BERAS
-0,05
Semen
-0,01
BERAS
-0,03
TARIP PULSA PONSEL
-0,03
Tomat Sayur
-0,01
ANGKUTAN UDARA
-0,03
BAWANG PUTIH
-0,03
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Berdasarkan disagregasi inflasi 3, peningkatan laju
dengan triwulan IV 2016. Kota Semarang sebagai
inflasi tahunan pada triwulan I 2017 terutama
kota dengan bobot terbesar (±51%) mengalami
berasal dari kelompok administered prices akibat
peningkatan inflasi dari 2,32% (yoy) menjadi 3,27%
dari penyesuaian harga dan tarif oleh pemerintah.
(yoy). Adapun inflasi tertinggi terjadi di Cilacap dengan
Selain itu, kelompok inti juga mengalami kenaikan
besaran 4,21% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi
inflasi yang didorong oleh peningkatan beberapa harga
di Surakarta dengan nilai 2,93% (yoy). Seiring dengan
pada awal tahun, meliputi kenaikan Upah Minimum
peningkatan inflasi, disparitas inflasi tahunan kota-kota
Regional (UMR) dan tarif pulsa. Sementara itu, inflasi
di Jawa Tengah pun relatif meningkat dibandingkan
kelompok volatile food tercatat menurun seiring petani
triwulan sebelumnya, yaitu dari 0,62% menjadi 1,28%. Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
memasuki musim panen pada awal triwulan tahun 2017.
No.
KOTA
INFLASI TW IV 2016 (%,YOY)
INFLASI TW I 2017 (%,YOY)
1.
SURAKARTA
2,15
2,15
2.
KUDUS
2,71
2,32
pantauan inflasi di Jawa Tengah, seluruh kota
3.
SEMARANG
2,42
2,32
4.
PURWOKERTO
2,32
2,42
pantauan pada triwulan I 2017 mengalami
5.
TEGAL
2,32
2,71
6.
CILACAP
2,77
2,77
Apabila dilihat berdasarkan 6 (enam) kota
peningkatan inflasi tahunan dibandingkan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok 2015
2014
KOMODITAS
III
IV
I
II
2016
2017
III
IV
I
II
III
IV
I
UMUM
5,00
8,22
5,69
6,15
5,78
2,73
4,21
2,95
2,72
2,36
3.30
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
5,18
1.93
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,61
5,85
5,38
6,21
5,71
4,93
5,27
5,00
4,41
3,60
3.30
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
6,68
8,09
7,32
5,91
4,61
2,27
1,32
1,05
1,43
1,53
3.92
SANDANG
1,87
2,62
2,84
3,13
3,26
2,38
1,95
1,79
1,57
0,96
1.18
KESEHATAN
3,87
4,54
4,43
4,34
3,73
3,40
3,07
2,82
2,81
2,50
3.50
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
6,12
6,62
6,21
6,04
5,17
4,31
4,42
4,43
3,34
3,10
2.83
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
2,58
11,46
4,39
6,38
6,39
-2,30
1,37
-2,71
-2,25
-1,61
4.95
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ditinjau berdasarkan kelompok, peningkatan
penunjang transpor serta subkelompok komunikasi
inflasi pada triwulan I 2017 disumbang oleh
dan pengiriman. Subkelompok sarana dan penunjang
kelompok tranportasi, komunikasi, & jasa
transpor mencatatkan inflasi 22,37% (yoy), melonjak
keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik,
tajam dari sebelumnya 1,66% (yoy) pada triwulan IV
gas & bahan bakar. Kenaikan ini didorong oleh
2016. Kenaikan kelompok ini terutama diakibatkan oleh meningkatnya biaya administrasi perpanjangan
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan biaya
STNK di awal tahun 2017. Sementara itu, subkelompok
sarana pendukung transportasi, tarif pulsa ponsel, serta
komunikasi dan pengiriman meningkat menjadi 8,84%
tarif listrik untuk golongan masyarakat mampu pada
(yoy) dari sebelumnya 2,49% (yoy). Kenaikan ini
triwulan laporan. Sementara itu, terjadi penurunan
terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel
inflasi untuk kelompok bahan makanan. Penurunan ini
seiring dengan kebijakan operator telekomunikasi
sejalan dengan pola musiman di triwulan awal, di mana
untuk meningkatkan biaya operasional pada tahun ini.
sebagian besar komoditas pangan mengalami masa
Adapun subkelompok transpor juga menunjukkan
panen.
peningkatan inflasi, terutama disebabkan oleh tarif angkutan udara yang meningkat seiring beberapa libur
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
akhir pekan panjang yang jatuh di bulan Maret 2017.
Pada triwulan I 2017, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
inflasi, setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan
pada triwulan IV 2016. Kelompok ini mengalami
bakar ini mengalami peningkatan pada triwulan I 2017.
inflasi 4,95% pada triwulan I 2017, dari sebelumnya
Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 3,92% pada
deflasi 1,61% pada triwulan IV 2016. Peningkatan
triwulan laporan dari 1,53% (yoy) pada triwulan IV
inflasi tertinggi berasal dari subkelompok sarana dan
2016. Kenaikan ini terutama berasal dari subkelompok
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan KOMODITAS TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
2015
2014 III
IV
2,58
11,46
I 4,39
II 6,38
2016 III
IV
I
6,39
-2,30
1,37
II
2017 III
IV
I
-2,71
-2,25
-1.61
4.95 1.03
3,72
17,01
5,78
8,83
8,91
-3,88
1,79
-4,41
-3,94
-3.54
-0,08
-0,03
-0,18
-0,14
-0,19
-0,39
-0,30
-0,35
0,61
2.49
8.84
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
2,29
2,74
4,22
4,04
3,59
3,80
1,86
2,02
1,93
1.66
22.37
JASA KEUANGAN
0,00
14,79
14,78
14,78
14,78
0,00
2,28
2,28
2,28
2.27
0.00
TRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
47
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
48
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 2015
2014
KOMODITAS
III
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR
IV
6.68
I
8.09
II
7.33
2016
2017
III
IV
I
II
III
IV
I
5.91
4.61
2.27
1.31
1.05
1.44
1.53
3.92
5.59
6.41
4.94
3.08
2.63
1.20
1.16
1.54
1.74
1.63
2.42
11.16
15.31
15.36
14.38
9.83
3.63
0.36
-1.42
-0.08
0.83
8.22
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
4.01
3.77
3.62
3.18
3.11
3.03
2.24
2.34
1.94
1.03
1.03
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
4.61
4.37
4.88
4.27
4.10
3.89
3.40
3.06
2.72
2.68
3.49
BIAYA TEMPAT TINGGAL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
bahan bakar, penerangan, dan air. Penyesuaian Tarif
Subkelompok ini mencatatkan inflasi 6,29% (yoy),
Tenaga Listrik untuk pelanggan non-subsidi menjadi
turun jauh lebih rendah dibandingkan triwulan
komoditas utama yang menyumbangkan inflasi dari
sebelumnya yang sebesar 32,24%(yoy). Komoditas
subkelompok ini. Kenaikan bertahap golongan tarif R-
bumbu-bumbuan yang mengalami panen di awal
1 / 9 0 0 VA k h u s u s m a s y a r a k a t m a m p u t e l a h
triwulan adalah cabai rawit, cabai merah, beras, dan
diberlakukan setiap 2 bulan selama tiga periode, yakni
komoditas hasil ternak seperti daging ayam ras dan
pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017.
telur ayam ras.
Pada triwulan I 2017, sub kelompok ini mencatatkan lonjakan inflasi menjadi sebesar 8,22% (yoy), dari
3.3. Disagregasi Inflasi
triwulan lalu yang sebesar 0,83% (yoy).
Berdasarkan disagregasi, peningkatan inflasi terjadi pada kelompok administered prices dan
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
inti. Inflasi kelompok administered prices meningkat
Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
dari -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi
mengalami penurunan pada triwulan laporan.
4,39% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan
Inflasi kelompok bahan makanan mengalami
inflasi kelompok inti yang mengalami peningkatan
penurunan dalam dari sebelumnya 5,18% (yoy) pada
inflasi menjadi 3,44% (yoy), dari sebelumnya 2,23%
triwulan IV 2016 menjadi 1,93% (yoy) pada triwulan I
(yoy). Sementara itu, kelompok volatile food
2017. Penurunan inflasi kelompok ini utamanya terjadi
mencatatkan penurunan inflasi, yakni dari sebelumnya
pada subkelompok bumbu-bumbuan seiring dengan
5,35% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,99%
meningkatnya pasokan di tengah musim panen.
(yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan– Kelompok Bahan Makanan KOMODITAS
2015
2014 III
IV
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
5,18
1.93
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
5,95
12,19
13,75
9,14
13,47
6,55
-0,29
4,60
-0,71
-2,13
-2.69
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
3,09
1,50
-0,20
-1,63
-2,13
6,54
6,08
4,84
2,71
1,23
-0.07
IKAN SEGAR
6,92
8,98
6,55
8,02
11,51
9,95
9,14
8,39
3,78
4,29
2.29
IKAN DIAWETKAN
4,17
7,67
4,33
7,47
7,51
4,59
4,40
2,69
1,40
2,90
3.17
10,59
11,9
7,72
5,14
4,12
4,70
3,07
0,84
-0,73
-1,35
-0.46 8.55
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA SAYUR-SAYURAN
8,43
14,34
1,74
9,02
8,96
13,51
17,16
17,96
7,44
3,60
KACANG – KACANGAN
4,31
3,12
3,17
3,28
5,05
5,00
4,72
4,10
3,20
2,37
3.51
BUAH – BUAHAN
6,48
2,52
3,12
4,21
4,40
9,03
13,27
12,02
7,59
2,29
-2.70
BUMBU – BUMBUAN
-13,10
41,38
4,82
38,87
33,80
-8,09
55,33
14,65
37,51
32,24
6.29
LEMAK DAN MINYAK
10,69
3,13
-2,04
-3,12
-2,64
-5,93
2,56
12,40
14,94
19,45
14.63
7,67
7,90
7,88
8,30
7,40
6,18
5,00
5,28
2,23
2,05
3.04
BAHAN MAKANAN LAINNYA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
18
%, YOY
8
%, MTM
16
6
14 12
4
10
2
8 6
0
4
-2
2
-4
0 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III 2016
IV
I 2017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2014
CORE
VF
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
2015 CORE
AP
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016 VF
2017
AP
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.3.1. Kelompok Administered Prices Kelompok administered prices mengalami
dengan rata-rata 12,26 persen. Kemenkeu dalam 10
peningkatan inflasi pada triwulan I 2017. Inflasi
tahun terakhir mengurangi jumlah pabrik rokok dari
tercatat sebesar 4,39% (yoy), meningkat
4.669 pabrik menjadi 754 pabrik pada 2016.
dari
sebelumnya -0,29% (yoy) pada triwulan IV 2016. Meningkatnya inflasi ini terutama disebabkan oleh penyesuaian subsidi Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900 VA untuk golongan mampu. Kenaikan tarif tersebut dilakukan setiap dua bulan sekali yaitu pada 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017. Pencabutan subsidi listrik tersebut didasari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (Permen ESDM) Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero). Peraturan tersebut mengatur penerapan tarif nonsubsidi bagi rumah tangga daya 900 VA yang mampu secara ekonomi. Berdasarkan Permen ESDM tersebut, tarif listrik golongan pelanggan RTM 900 VA akan menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017. Kemudian, akan menjadi Rp 1.034/kWh pada 1 Maret
Secara tahunan, inflasi kelompok administered prices yang meningkat ini berasal dari subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air serta subkelompok transportasi. Hal ini terutama terjadi akibat inflasi yang berasal dari kenaikan TTL akibat penyesuaian tarif pelanggan non-subsidi 900 VA. Sementara itu kenaikan harga BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax, Pertalite, dan Dextile mengalami penyesuaian dan naik sebesar Rp300 per liter per 5 Januari 2017. Kenaikan harga bensin, terutama Pertamax dan Pertalite kembali terjadi pada Maret 2017 seiring harga minyak dunia yang terus meningkat mengikuti tren perkembangan harga minyak dunia yang sedang berlangsung.
2017 dan 1 Mei 2017 tarifnya berubah lagi menjadi Rp 1.352/kWh.
4,00
%, QTQ
3,26
3,00
Kenaikan rokok kretek filter juga terjadi akibat kenaikan cukai di awal tahun. Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 147/PMK.010/2016. Dalam kebijakan baru tersebut, ditetapkan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen di tahun 2017. Selain kenaikan tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE)
2,00
1,67 0,85
1,00
1,05
0,00 -1,00
49
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
-0,26
-1,37
-2,00 -3,00
-3,47
-4,00 RATA-RATA 2012-2016
TW I 2012
TW I 2013
TW I 2014
TW I 2015
TW I 2016
TW I 2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
50
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
25
sebesar 3,70% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi
%, YOY
20
pada subkelompok nontraded. Ditinjau dari
15
komoditasnya, terjadi inflasi untuk komoditas batu
10
bata dan tukang bukan mandor seiring meningkatnya
5
kegiatan pembangunan infrastruktur serta kenaikan
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL
IV
I
II III 2015
IV
I
BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
II III 2016
IV
I 2017
Upah Menengah Kota (UMK) di awal tahun.
TRANSPOR
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi triwulanan juga mencatatkan peningkatan
Grafik 3.10 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
dibandingkan triwulan IV 2016 dan periode yang
Secara triwulanan, terjadi peningkatan inflasi
sama tahun sebelumnya. Inflasi kelompok inti
pada kelompok administered prices. Pada
meningkat menjadi 1,82% (qtq), lebih tinggi
triwulan I 2017, kelompok ini mengalami inflasi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,27%
sebesar 3,26% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan
(qtq) dan triwulan I 2016 yang sebesar 0,63% (qtq).
triwulan I 2016 yang mencatatkan deflasi 1,37% (qtq).
Inflasi inti triwulanan ini juga lebih tinggi dibandingkan
Inflasi yang terjadi pada kelompok ini juga lebih tinggi
historis lima tahun terakhir yang sebesar 0,85% (qtq).
dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar -0,26% (qtq). Kenaikan ini terjadi akibat penyesuaian harga TTL nonsubsidi serta kenaikan harga rokok kretek filter.
Meningkatnya tekanan inflasi di kelompok inti terkonfirmasi oleh tren output gap yang positif. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga
Selain itu, pada awal triwulan, terjadi kenaikan inflasi
tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan
yang bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan
yang signifikan. Pada triwulan I 2017, output gap
STNK dan harga bensin. Berdasarkan Peraturan
tercatat positif, sejalan dengan inflasi yang tinggi.
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan
Output gap yang positif ini juga menjadi salah satu
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
indikator meningkatnya permintaan masyarakat,
yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik
sebagaimana yang terjadi pada konsumsi rumah
Indonesia, terdapat kenaikan biaya beberapa
tangga dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
penerbitan atau perpanjangan yang termasuk ke dalam
Namun demikian, inflasi tercatat relatif terkendali di
PNBP, termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat
tengah kegiatan pengendalian inflasi di Jawa Tengah
Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik
yang semakin baik sehingga mampu meredam potensi
Kendaraan Bermotor (BPKB), dan beberapa surat atau
kenaikan inflasi.
perizinan lainnya. Peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 sejalan dengan
3.3.2. Kelompok Inti
ekspektasi harga 3 dan 6 bulan ke depan oleh
Inflasi inti mengalami peningkatan menjadi
masyarakat berdasarkan hasil Survei Konsumen. Pada
3,44% (yoy), dari 2,23% (yoy) pada triwulan IV 2016.
periode sebelumnya, konsumen memandang bahwa
Berdasarkan historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih
harga secara keseluruhan akan meningkat pada
rendah dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang
triwulan laporan.
2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00
%, QTQ
8,0
1,82
1,26
%,YOY
3,0
%,YOY
7,0
2,0
6,0
1,0
5,0 0,95
0,85 0,66
0,0
4,0
0,74
0,63
-1,0
3,0
-2,0
2,0
-3,0
1,0
-4,0
0,0 RATA-RATA 2012-2016
TW I 2012
TW I 2013
TW I 2014
TW I 2015
TW I 2016
I
TW I 2017
II III 2013
IV
PERTUMBUHAN PDRB
I
II III 2014
IV
I
OUTPUT GAP-SKALA KANAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
INFLASI INTI NON TRADED
IV
I 2017
INFLASI TRADED
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan I
Grafik 3.12 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155 150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2014
2015
2016
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2014
2015 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
2016
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Grafik 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun
2,17% (yoy) menjadi 3,83% (yoy). Peningkatan
pada triwulan I 2017, meskipun terjadi
tersebut terjadi di tengah adanya pelemahan kurs
peningkatan inflasi inti secara keseluruhan.
Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017,
Menurunnya tekanan imported inflation tercermin dari
rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar
kelompok inti traded yang lebih rendah dibandingkan
Rp13.348 atau melemah 0,75% (qtq) dibandingkan
dengan triwulan IV 2016. Inflasi inti traded turun dari
triwulan lalu yang sebesar Rp13.249 4.
2,45% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), sedangkan inflasi inti non-traded relatif meningkat dari sebelumnya
3.3.3. Kelompok Volatile Food Inflasi tahunan volatile food mengalami
% QTQ
5 % YOY
2
4.5 1,5
4
penurunan pada periode triwulan I 2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,35% (yoy)
3.5 1
3
dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 8,26%
2.5 0,5
2 1.5
0
1 0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
QTQ (SKALA KANAN)
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
0.5 -0,5
YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
(yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas bahan pangan, terutama komoditas aneka cabai dan beras seiring memasuki musim panen di awal triwulan, sesuai dengan pola musiman tahunan. Selain itu, meningkatnya pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras di triwulan I 2017 mampu menekan terjadinya inflasi yang lebih tinggi.
4.
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI
51
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Penurunan harga cabai rawit Jawa Tengah pada akhir
Jawa Tengah pada bulan Februari dan Maret 2017
triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan stok yang
tercatat sebesar 3.656.501 ton, meningkat signifikan
berada di pasaran. Peningkatan tersebut terutama
dibandingkan produksi bulan Desember 2016 dan
didorong oleh meningkatnya produksi di sentra-sentra
Januari 2017 yang sebesar 1.083.712 ton.
cabai rawit utama, seperti Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Rembang. Adapun total produksi cabai rawit Jawa Tengah pada bulan Maret 2017 tercatat sebesar 11.177 ton, meningkat sebesar 11,36% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10.021 ton. Selain peningkatan produksi, penurunan curah hujan Jawa Tengah di bulan ini menyebabkan tingkat hasil panen yang hilang pada komoditas cabai rawit semakin kecil, dengan demikian jumlah yang dapat
Inflasi triwulanan mencatatkan penurunan, dari sebelumnya inflasi 2,62% (qtq) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,66% (qtq) pada triwulan I 2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 2,48% (qtq). Penurunan inflasi ini terjadi di hampir seluruh subkelompok, terutama untuk subkelompok padi-padian, subkelompok daging, dan subkelompok bumbu-bumbuan. Penurunan harga komoditas-komoditas volatile food tersebut terutama
dijual oleh petani juga semakin banyak.
disebabkan oleh peningkatan stok sejalan dengan Penurunan harga beras sejalan dengan peningkatan
mulai masuknya musim panen yang juga didukung oleh
stok akibat panen yang terjadi pada bulan Februari dan
penurunan curah hujan sehingga hasil panen
Maret di beberapa sentra penghasil, seperti Demak,
cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak.
Sragen, dan Pemalang. Adapun total produksi beras 11,00
%, QTQ
8,00 %, MTM
8,82
9,00 6,00
7,00
4,00
5,00
2,00
2,48
3,00
2,62
2,41 1,39
0,00
1,00
-2,00
-1,00
-4,00
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
2017
2012
2013
AGUST
SEP
OKT
NOV
-0,66 -2,84
-3,00
DES
RATA-RATA 2012-2016
-6,00 2014
2015
TW I 2012
TW I 2013
TW I 2014
TW I 2015
TW I 2016
TW I 2017
2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017
25,00
120
%, YOY
%, YOY
100
20,00
80
15,00
60 10,00
40
5,00
I -5,00
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
0 I
-20
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
20
0,.00
I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
52
-40 PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA IKAN SEGAR
DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYA TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
SAYUR-SAYURAN BUAH-BUAHAN
KACANG-KACANGAN BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam
Secara umum, empat dari enam kota yang
kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor,
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan
komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kelompok
peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi
tersebut terpantau tinggi di Kota Tegal, diikuti oleh Kota
di Kota Kudus, dari sebelumnya 2,32% (yoy) pada
Semarang. Kenaikan ini terutama didorong oleh
triwulan IV 2016 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan I
peningkatan tarif pulsa ponsel serta kenaikan harga
2017. Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Cilacap,
bensin dan tarif angkuran udara. Selain itu, kelompok
meningkat dari sebelumnya 2,77% (yoy) menjadi
yang menyumbangkan inflasi lainnya adalah kelompok perumahan, air, dan listrik seiring dengan penyesuaian
4,21% (yoy).
TTL untuk pelanggan nonsubsidi. Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,28%. Sementara pada triwulan IV 2016, selisih tersebut
B e rd a s a r k a n d i s a g re g a s i n y a , i n f l a s i t a h u n a n administered prices yang lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Cilacap, dan Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan
sebesar 0,62%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
Semarang. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok
yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat
volatile food yang berada di atas inflasi Jawa Tengah
inflasi masing-masing sebesar 4,21% (yoy) dan 3,86%
hanya dijumpai di Kota Kudus dan Purwokerto. Adapun
(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota
inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah
Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% (yoy).
dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang.
5
12
%,YOY
%, YOY
10
4,21 3,86
4
8 3,61
3,22
3,27
3,30
3,17
2,93
3
6 4 2 0
2 CILACAP
PURWOKERTO INFLASI KOTA
KUDUS
SURAKARTA
INFLASI JAWA TENGAH
SEMARANG
I
TEGAL
II III 2013
IV
CILACAP
INFLASI NASIONAL
I
II III 2014
IV
PURWOKERTO
I
KUDUS
II III 2015 SURAKARTA
I
II III 2016
SEMARANG
IV
I 2017
TEGAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017 6
IV
%, YOY
10,00 %, YOY
5 8,00 4 6,00 3 4,00 2 2,00
1
0,00
0 CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA II - 2016
SEMARANG III - 2016
TEGAL IV - 2016
I - 2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
BAHAN MAKANAN
MAKANAN PERUMAHAN, JADI,ROKOK AIR, LISTRIK
CILACAP
PURWOKERTO
SANDANG
KUDUS
KESEHATAN
SURAKARTA
SEMARANG
PENDIDIKAN
TRANSPOR
TEGAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017
53
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
%, QTQ
AP JATENG
5
4,39% CI JATENG
4
0,31
3,44%
3
0,31 0,48 0,99
1,12
1,37 0,08
1
0,23
0,39
0,94
1,35
1,58 1,56
2
6
1,97
3
7 %, YOY
2,62
2,95
4
3,52
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
0,09
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
54
VF JATENG
1,99%
2 1 0
0 CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
-1 CORE
VF
CORE
AP
VF
AP
-2 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan
dan jeruk seiring dengan memasuki musim panen di
administered prices mengalami peningkatan inflasi
awal tahun.
dibandingkan triwulan IV 2016. Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi.
Sementara itu, kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,51%
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan.
(yoy) atau 3,92% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik
sebelumnya sebesar 1,22% (yoy) atau 1,56% (qtq)
menjadi 4,75% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan IV
pada triwulan IV 2016. Peningkatan ini terjadi seiring
2016. Kenaikan juga terjadi untuk inflasi triwulanan
dengan kenaikan TTL dan tarif parkir di Kota Cilacap.
yang meningkat menjadi 3,92% (qtq) dari sebelumnya1,56% (qtq). Komoditas yang mendorong
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
peningkatan inflasi kelompok ini adalah kenaikan tarif
Peningkatan inflasi Kota Purwokerto terutama
tukang bukan mandor.
didorong oleh kelompok inti dan administered prices. Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan
Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,35% (yoy) atau -
penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
0,96%(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,51% (yoy) atau 1,58%(qtq). Inflasi ini
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
menurun di tengah meningkatnya pasokan aneka cabai
kenaikan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan 5,00
14,00 %, YOY
%,QTQ
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
8,00
1,00
6,00
-1,00
4,00
-2,00
0,00
-3,00
2,00
-4,00 -5,00
0,00 I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016 CORE
I 2017 VF
I
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
II
CORE
I 2017 VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
5,00
12,00 %, YOY
%,QTQ
4,00 10,00
3,00 2,00
8,00
1,00 0,00
6,00
-1,00 4,00
-2,00 -3,00
2,00
-4,00 -5,00
0,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016 CORE
I 2017 VF
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
AP
CORE
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I 2017 VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
ini naik menjadi 2,60% (yoy) dari sebelumnya 1,42%
atau 0,14% (qtq) pada triwulan I 2017, dari
(yoy) pada triwulan IV 2016. Demikian pula halnya
sebelumnya 6,32% (yoy) atau 2,95% pada triwulan IV
dengan inflasi triwulanan yang mencatatkan kenaikan
2016. Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya
menjadi 1,56% (qtq) dari sebelumnya 0,39% (qtq)
pasokan aneka cabai dan jeruk.
pada triwulan IV 2016. Kenaikan pada kelompok ini terutama berasal dari meningkatnya harga bahan bangunan yakni genteng.
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus Kota Kudus mengalami peningkatan inflasi tahunan
Inflasi tahunan administered prices juga mengalami
untuk seluruh kelompok, dengan peningkatan
peningkatan pada triwulan I 2017. Inflasi administered
tertinggi pada kelompok administered prices. Secara
prices tercatat sebesar 4,63% (yoy) atau 3,68% (qtq),
triwulanan, inflasi terjadi untuk komoditas inti dan
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
administered prices, sementara volatile food
0,77% (yoy) atau 1,35% (qtq). Peningkatan inflasi
mencatatkan deflasi.
kelompok administered prices di Purwokerto ini Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan I 2017 naik
didorong oleh kenaikan harga TTL.
menjadi 3,81% (yoy) lebih tinggi dari triwulan Sementara itu, secara tahunan kelompok volatile food
sebelumnya sebesar 2,92% (yoy). Inflasi triwulanan
kota Purwokerto menunjukkan penurunan inflasi. Kota
kelompok inti juga meningkat pada triwulan I 2017
Purwokerto mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy)
yang sebesar 1,71% (qtq), naik dari sebelumnya yang
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
%, QTQ
2,00
8,00
1,00
6,00 0,00
4,00
-1,00
2,00 0,00
-2,00
-2,00
-3,00
-4,00
-4,00 I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016 CORE
I 2017 VF
I
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
55
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
CORE
I 2017 VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
56
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
sebesar 0,23% (qtq) pada triwulan IV 2016. Kenaikan
Inflasi tahunan kelompok administered prices juga
inflasi ini didorong oleh meningkatnya harga batu bata
meningkat menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan laporan,
di tengah musim penghujan dan meningkatnya
dari sebelumnya 0,02% (yoy) pada triwulan IV 2016.
permintaan.
Sementara itu, inflasi triwulanan menunjukkan kenaikan inflasi menjadi 3,07% (qtq) dari sebelumnya
Inflasi tahunan kelompok administered prices mencatatkan inflasi 3,31% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang
1,37% (qtq). Kenaikan harga tarif angkutan udara, TTL, dan rokok kretek filter menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pada kelompok ini.
sebesar -0,97% (yoy). Hal serupa terjadi pada inflasi triwulanan yang mengalami peningkatan. Pada
Sementara itu, inflasi tahunan volatile food mengalami
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
penurunan pada triwulan laporan. Inflasi volatile food
sebesar 3,29% (qtq), setelah sebelumnya inflasi sebesar
tercatat sebesar 1,95% (yoy) atau -0,32% (qtq), lebih
0,94% (qtq). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh
rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 4,20%
kenaikan harga rokok kretek filter dan TTL.
(yoy) atau 2,62% (qtq). Penurunan pada kelompok ini terutama didorong oleh meningkatnya pasokan aneka
Inflasi tahunan volatile food meningkat pada triwulan I
cabai dan bawang putih.
2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 4,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
3,86% (yoy). Kenaikan inflasi pada kelompok ini
Serupa dengan Kota Surakarta, Kota Semarang juga
terutama disumbang oleh kenaikan harga sayur-
mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I 2017.
sayuran, meliputi kangkung dan bayam. Namun
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan terjadi pada
demikian, inflasi triwulanan mengalami penurunan
kelompok inti dan administered prices.
menjadi 2,62% (qtq) dari 3,52% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta Kota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I 2017 jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Kenaikan inflasi terjadi pada kelompok inti dan administered prices, sementara kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi pada triwulan laporan.
Inflasi tahunan kelompok inti meningkat pada triwulan I 2017 menjadi 3,52% (yoy) dari 2,15% (yoy) pada triwulan IV 2016. Adapun inflasi triwulanan mencatatkan peningkatan menjadi 1,88% (qtq) dari 0,31% (qtq) pada triwulan lalu. Peningkatan kelompok ini didorong oleh kenaikan tarif upah tukang bukan mandor dan harga batu bata. Begitu pula dengan inflasi tahunan kelompok administered prices yang mengalami peningkatan
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
menjadi inflasi 4,19% (yoy) pada triwulan I 2017 dari
pada triwulan I 2017 menjadi 2,75% (yoy) dari 2,20%
sebelumnya deflasi 0,87% (yoy) pada triwulan IV. Inflasi
(yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara itu, inflasi
triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada
triwulanan juga memiliki pola yang sama yaitu
triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi
mengalami kenaikan menjadi 1,59% (qtq) dari 0,08%
sebesar 2,95% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan
(qtq) pada triwulan lalu. Kenaikan kelompok ini berasal
inflasi 1,12% (qtq). Peningkatan kelompok ini terutama
dari meningkatnya tarif upah tukang bukan mandor.
berasal dari kenaikan TTL dan harga rokok kretek filter.
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal Sementara itu, inflasi tahunan volatile food pada
Serupa dengan Surakarta dan Semarang, Kota Tegal
triwulan I 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih
juga mengalami peningkatan inflasi pada triwulan I
rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 6,13%
2017. Peningkatan inflasi ini terjadi pada kelompok inti
(yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini didorong
dan administered prices.
oleh masuknya musim panen raya untuk sejumlah komoditas bumbu-bumbuan, yaitu aneka cabai, bawang merah, bawang putih, serta komoditas beras. 6,00
14,00 %, YOY
%, QTQ
12,00 4,00
10,00 8,00
2,00
6,00 0,00
4,00 2,00
-2,00
0,00 -2,00
-4,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
-6,00 CORE
VF
AP
CORE
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
%, QTQ
2,00
8,00
1,00
6,00 0,00
4,00
-1,00
2,00 0,00
-2,00
-2,00
-3,00
-4,00
-4,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016 CORE
I 2017 VF
I
II
III
IV
I
II
2015
III
AP
CORE
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
IV
2016
I 2017 VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
14,00 %, YOY
5,00
12,00
4,00
10,00
3,00
8,00
2,00
6,00
1,00
4,00
0,00
2,00
-1,00
0,00
-2,00
%, QTQ
-3,00
-2,00 I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016 CORE
I
I 2017 VF
III 2015
IV
I
II
III
IV
I 2017
CORE
VF
2016
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
II
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
57
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
58
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
Inflasi yang terjadi di bulan April 2017, terutama
pada triwulan I 2017, yakni sebesar 3,39% (yoy), lebih
disumbangkan oleh kelompok administered
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang 2,80%
prices. Sementara itu, kelompok inti mengalami inflasi,
(yoy). Inflasi triwulanan kelompok inti juga meningkat
namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
menjadi 1,13% (qtq) pada triwulan laporan, lebih
Sedangkan kelompok volatile food justru mengalami
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
deflasi.
0,31% (qtq). Ditinjau berdasar komoditas, peningkatan inflasi terutama dipengaruhi oleh biaya
Kelompok administered prices Jawa Tengah pada
pemeliharaan/service, nasi dengan lauk, dan harga
April 2017 mencatatkan inflasi sebesar 1,48%
komoditas pasir yang meningkat.
(mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 0,58% (mtm), dan
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami peningkatan menjadi 6,36% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya 2,02% (yoy) pada triwulan IV 2016. Inflasi triwulanan juga
berlawanan arah dengan rata-rata historisnya yang sebesar -0,16%. Kenaikan kelompok AP terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik, angkutan udara, bensin, dan rokok.
mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 3,85% (qtq),
Inflasi tarif listrik bulan laporan tercatat sebesar 7,40%
setelah sebelumnya inflasi sebesar 0,99% (qtq).
(mtm), mencatatkan rekor tertinggi dalam lima tahun
Meningkatnya inflasi ini terutama berasal dari kenaikan
terakhir, dan menjadi penyumbang utama inflasi April
TTL.
2017 dengan besar sumbangan 0,27%. Kenaikan ini
Sementara itu, inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017, yang tercatat sebesar -0,98% (yoy) atau -1,53% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan
merupakan penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi sebesar 30%.
sebelumnya yang sebesar 3,14% (yoy) atau 0,48%
Selanjutnya, kenaikan tarif angkutan udara yang
(qtq). Penurunan inflasi ini didorong oleh penurunan
disebabkan oleh meningkatnya permintaan akibat
harga beras, aneka cabai, dan bawang merah.
banyaknya hari libur akhir pekan yang panjang (long weekend) pada April 2017 juga menjadi salah satu dari
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan II 2017 3.5.1. Inflasi April 2017
penyumbang utama inflasi periode April 2017.
P a d a A p r i l 2 0 1 7 P r o v i n s i J a w a Te n g a h
Selain itu, harga bensin dan rokok juga mengalami
mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,15%
kenaikan, walaupun tidak sebesar dua komoditas
(mtm), berbalik arah setelah bulan sebelumnya
sebelumnya. Inflasi bensin pada bulan April didorong
mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm), serta
oleh kenaikan harga bahan bakar khusus (BBK) seperti
rata-rata historisnya yang sebesar -0,10% (mtm).
Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan
Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan
Pertamina Dex masing-masing sebesar Rp100/liter.
inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Dengan
Sementara kenaikan harga rokok disebabkan oleh
perkembangan ini, inflasi Jawa Tengah sampai dengan
kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% per tahun.
April 2017 tercatat 1,71% (ytd), dan secara tahunan tercatat 3,93% (yoy).
Tekanan inflasi kelompok inti pada April 2017
sebelumnya 1,99% (yoy) pada Maret 2017 menjadi
tercatat 0,03% (mtm), lebih rendah dibandingkan
1,96% (yoy) pada April 2017. Adapun komoditas yang
bulan sebelumnya (0,14%; mtm), maupun rata-rata
menjadi penyumbang deflasi pada kelompok ini adalah
capaian April selama lima tahun terakhir (0,19%, mtm).
bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan minyak
Penurunan inflasi terjadi pada kelompok inti non-
goreng.
traded, sementara kelompok traded mengalami deflasi pada April 2017.
Komoditas bawang merah memberikan sumbangan deflasi sebesar 0,17%. Penurunan harga ini disebabkan
Kelompok inti traded mengalami deflasi sebesar 0,11%
oleh meningkatnya pasokan bawang merah di tengah
(mtm) pada bulan laporan, berbalik arah dari capaian
keberhasilan oleh penanaman di luar musim tanam.
Februari 2017 yang mengalami inflasi sebesar 0,15%
Selain itu, berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang
(mtm) dan rata-rata historisnya yang sebesar 0,19%
Merah Indonesia (ABMI), terdapat indikasi adanya
(mtm). Penurunan harga pada kelompok tersebut
pasokan bawang merah yang masuk dari India dan
terutama didorong oleh komoditas gula pasir.
Tiongkok, sehingga meningkatkan pasokan komoditas
Penurunan harga komoditas gula tersebut sejalan
pada bulan April 2017.
dengan penguatan Rupiah sebesar 0,30% (mtm) dan penurunan harga komoditas gula dunia. Selain itu, beberapa sentra gula utama Jawa Tengah seperti Blora juga sudah mulai memasuki masa penggilingan.
Komoditas cabai rawit dan cabai merah juga mencatatkan deflasi dengan sumbangan sebesar 0,09% dan -0,05%. Menurunnya harga aneka cabai ini didorong oleh meningkatnya pasokan di beberapa
Sejalan dengan kelompok traded, inflasi pada
sentra penghasil, meliputi Magelang, Wonosobo, dan
kelompok inti non-traded pun tercatat relatif rendah
Temanggung. Komoditas lain yang mengalami deflasi
pada bulan laporan, yaitu sebesar 0,08% (mtm),
yaitu minyak goreng dengan sumbangan -0,01%
menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang
seiring dengan penurunan harga Crude Palm Oil
sebesar 0,14% (mtm), maupun rata-rata historis yang
(CPO)di pasar global.
sebesar 0,09% (mtm). Semen menjadi penyumbang utama penurunan inflasi pada kelompok ini. Sementara itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masih mendorong inflasi upah tukang bukan mandor, walaupun tidak setinggi kenaikan pada Januari maupun Februari.
Sementara itu, komoditas bawang putih dan daging ayam ras berperan dalam menahan laju deflasi menjadi lebih dalam. Kenaikan harga bawang putih dan daging ayam ras disebabkan peningkatan permintaan menjelang bulan puasa di tengah terbatasnya pasokan.
Inflasi kelompok volatile food pada April 2017
3.5.2. Inflasi Triwulan II 2017
melanjutkan deflasi dari bulan sebelumnya.
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2017
Kelompok ini mencatatkan deflasi 1,09% (mtm) pada
diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan I
bulan laporan, tidak sedalam dibandingkan Maret 2017
2016. Faktor yang mendorong peningkatan inflasi
dengan deflasi 1,57% (mtm) dan rata-rata lima tahun
adalah penyesuaian TTL 900 VA untuk golongan
terakhir yang mencatatkan deflasi 1,25% (mtm).
mampu, serta berkurangnya pasokan dari komoditas
Secara tahunan, inflasi
pangan di tengah memasuki musim tanam. Adapun
tercatat relatif stabil, dari
59
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
60
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
tekanan dari sisi permintaan diperkirakan meningkat di
ketersediaan beras di gudang Bulog hingga saat ini
tengah Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini kemudian
mencapai 269.593 ton. Stok ini mampu memenuhi
mendorong terjadinya peningkatan inflasi baik dari sisi
kebutuhan hingga tujuh bulan ke depan. Tekanan
penawaran maupun dari sisi permintaan. Namun
inflasi pada triwulan II 2017 mendatang juga relatif
demikian, pemerintah senantiasa berupaya
tertahan seiring dengan upaya pemerintah yang
memperbaiki distribusi logistik dan menjaga
menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk
ketersediaan pasokan selama bulan Ramadhan
komoditas untuk komoditas pangan, yakni gula pasir,
sehingga diperkirakan inflasi triwulan II 2017
minyak goreng, dan daging sapi. Berdasarkan
diperkirakan masih berada pada rentang atas sasaran
kebijakan pemerintah tersebut HET gula pasir
inflasi nasional yang sebesar 4±1%.
ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram, minyak goreng dalam kemasan sederhana Rp 11.000 per liter,
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
dan daging beku Rp 80.000 per kilogram.
kelompok administered prices diperkirakan meningkat. Kenaikan ini diperkirakan didorong oleh
Inflasi kelompok inti juga diperkirakan
penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900VA.
mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan
Penyesuaian TTL golongan tarif R-1/900 VA khusus
meningkatnya permintaan masyarakat, meliputi
masyarakat mampu akan diberlakukan secara bertahap
komoditas sandang, kendaraan bermotor, dan
setiap 2 bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan
makanan/minuman jadi. Sementara itu, terdapat
1 Mei 2017. Selain itu, tarif berbagai angkutan;
dampak lanjut penyesuaian tarif listrik terhadap
meliputi angkutan udara, antarkota, dan dalam kota,
kenaikan sewa dan kontrak rumah. Adapun percepatan
serta tarif kereta api, diperkirakan meningkat seiring
infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah
tingginya permintaan untuk mudik Lebaran. Namun
jelang Ramadhan diperkirakan berpotensi
demikian, kebijakan pemerintah untuk tidak
menyebabkan peningkatan permintaan untuk bahan
menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar hingga
bangunan.
Juni 2017 dan penundaan kebijakan distribusi tertutup LPG 3 kg diperkirakan mampu menahan inflasi agar tidak lebih tinggi.
Lebih jauh, peningkatan inflasi inti tercermin dari ekspektasi harga di tingkat pedagang. Hasil Survei Konsumen menunjukkan adanya peningkatan
Inflasi tahunan volatile food diperkirakan
ekspektasi harga 6 bulan mendatang. Begitu pula
meningkat. Secara pasokan, penurunan ini sejalan
dengan Survei Pedagang Eceran yang juga
dengan memasukinya masa tanam beras dan beberapa
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga
komoditas hortikultura, seperti aneka cabai pada
untuk 3 bulan yang akan datang. Meningkatnya
triwulan kedua sesuai dengan pola historisnya. Lebih
ekspektasi ini turut mengkonfirmasi pola historis
jauh, dari sisi permintaan, kebutuhan akan komoditas
meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan dan Idul
pangan diperkirakan akan meningkat, terutama untuk
Fitri.
komoditas hasil peternakan dan hortikultura. Namun demikian, Perum Bulog Divisi Regional Jawa Tengah memastikan kebutuhan beras untuk bulan puasa dan Lebaran di wilayah Jateng aman. Pada akhir April 2017,
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155
130
150 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 2013
2014 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2015
2016
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
61
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 2013
2014 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2015
2016
2017
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan
d. Dalam rangka meningkatkan prosentase informasi
pasokan bahan pangan strategis, TPID Provinsi
pasokan melalui penambahan jumlah
Jawa Tengah telah menyelenggarakan berbagai
petani/peternak penginput di SiHaTi Data Produksi,
kegiatan sampai dengan April 2017, antara lain sbb:
TPID Jateng menyelenggarakan capacity building
a. Telah dilaksanakan Rakorwil TPID se-Jawa Tengah
cara input SiHaTi Data Produksi bagi 56 Gapoktan di
pada tanggal 3 April 2017. Rakorwil dipimpin
15 Kabupaten/Kota daerah sentra pada tanggal 20
langsung oleh Gubernur Jawa Tengah. Fokus tema
April 2017. Sebagai pilot project, komoditas yang di
yang dibahas dalam acara tersebut adalah
input ke dalam aplikasi SiHaTi Data Produksi adalah
Optimalisasi Peran BUMD dalam mendukung
aneka cabai, bawang merah, bawang putih, dan
ketahanan pangan dan stabilitas harga. BUMD
daging sapi.
Jawa Tengah didorong untuk lebih berperan aktif
e. Evaluasi Input pada aplikasi SiHaTi data Produksi
dalam mendukung ketahanan pangan Jawa
yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2017.
Tengah.
Peserta dari kegiatan dimaksud adalah 56
b. Melaksanakan Survey Evaluasi Pengendalian Inflasi.
petani/peternak yang berasal dari 15 Kab/Kota
Dalam rangka menilai efektifitas pengendalian
sentra serta OPD terkait. Evaluasi input
inflasi, TPID Prov. Jawa Tengah melaksanakan survey
dilaksanakan sebagai tindak lanjut competency
kegiatan pengendalian inflasi kepada TPID di 35
building input data kepada para petani dan
Kab/Kota se-Jawa Tengah.
peternak. Kegiatan ini bermanfaat bagi petani dan
c. Koordinasi dalam rangka Pengembangan SiHaTi
peternak apabila mengalami kesulitan dalam
Data Produksi dengan melaksanakan rapat
melakukan input sekaligus dalam rangka menjaga
koordinasi bersama dengan Dinas/OPD terkait
kualitas input data.
(Dinas Pertanian dan Perkebunan serta Dinas
f. Perbaikan Aplikasi SiHaTi Data Produksi. Walaupun
Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Jawa
aplikasi dimaksud telah ada dan digunakan oleh
Tengah). Selain dengan OPD, koordinasi juga
petani dan peternak, namun pengembangan dan
dilaksanakan dengan petani dan peternak dari
perbaikan aplikasi terus dilakukan dalam rangka
daerah sentra.
menyediakan aplikasi yang lebih berdayaguna dan user friendly.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
62
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
g. Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Idul Fitri
Kedua, SiHaTi Mobile Application atau yang
2017, telah dilakukan penyusunan materi Iklan
sering disebut SiHaTi Gen.II Ketiga, aplikasi
Layanan Masyarakat (ILM). Terdapat 2 jenis materi
SiHaT i Masyarakat yang memungkinkan
ILM yaitu : ILM Bijak Berbelanja bagi konsumen dan
masyarakat luas untuk memantau
bijak dalam berdagang (tidak menimbun barang)
perkembangan harga di pasar-pasar utama di 35
bagi pedagang. Rencananya ILM akan disampaikan
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Aplikasi ini
di 3 (tiga) radio mulai H-7 Ramadhan dan H+7 Idul
dapat diunduh di playstore android secara gratis.
Fitri. h. A p l i k a s i S i H a T i M a s y a r a k a t t e l a h s e l e s a i
c. Beberapa manfaat utama yang diperoleh dari SiHaTi Gen.III yang merupakan penggabungan
dikembangkan oleh KPw BI Prov. Jateng, dalam
dari ketiga aplikasi tersebut:
rangka sosialisasi telah dilaksanakan penyusunan
i . Bagi pemerintah
materi sosialisasi aplikasi SiHaTi Masyarakat melalui radio. i. Grand Launching SiHaTi Generasi III a. Setelah sukses dengan Sistem Informasi Harga
- Memantau perkembangan data produksi (pasokan) riil dan perkiraan pasokan yang dimiliki oleh petani/peternak di daerah sentra secara real time.
dan Produksi Komoditi Generasi II (SiHaTi Gen.II)
- Mendukung pengambilan keputusan
yang memungkinkan Pejabat Daerah
terkait ketahanan pangan, misal: insiasi
memperoleh early warning kenaikan harga, serta
kerjasama perdagangan antar daerah.
b e r k o o rd i n a s i s e c a r a v i r t u a l , s e h i n g g a
ii. Bagi Produsen (Petani/Peternak)
mempercepat dalam pengambilan keputusan,
Sebagai acuan dalam menentukan rencana
TPID Provinsi Jawa Tengah kembali dengan
tanam. Pengaturan pola tanam akan
inovasi baru yaitu SiHaTi Gen.III. Inovasi ini di-
meminimalkan harga jatuh saat panen raya
launching langsung oleh Gubernur Jawa Tengah
dan meminimalkan lonjakan harga ketika
bersama dengan Sekretaris Daerah serta Kepala
terjadi kelangkaan produksi.
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
iii Bagi Konsumen (Masyarakat).
pada tanggal 28 April 2017. b. SiHaTi Gen.III merupakan integrasi antara 3 (tiga) aplikasi yaitu pertama, SiHaTi Data Produksi yang merupakan aplikasi berbasis android yang memungkinkan petani atau peternak di daerah sentra untuk mencatatkan informasi terkait produksi (meliputi: jumlah dan perkiraan panen, harga jual, serta kendala yang dihadapi). Sebagai tahap awal, pilot project SiHaTi Data Produksi mencakup 56 Gapoktan yang tersebar di 15 Kabupaten/Kota sentra komoditas cabai, bawang merah, bawang putih, dan daging sapi.
Mengelola ekspektasi positif di masyarakat karena adanya transparansi harga dan pasokan.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Kegiatan Pengendalian Inflasi di Wilayah Eks Karesidenan Banyumas tahun 2017 Panen Bawang di Kab. Purbalingga
SUPLEMEN III
Pada tanggal 29 Mei 2017 Pemerintah Kab. Purbalingga
Pantau harga Pasar Bobotsari dengan Bupati Purbalingga
yang juga dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Dalam rangka memantau pergerakan harga komoditas
Purwokerto melakukan panen perdana Bawang Merah
strategis di Bulan Ramadhan, Senin 29 Mei 2017, Bank
di lahan uji coba Kelompok Bangkit Lestari Desa
Indonesia Purwokerto bersama Bupati Kab. Purbalingga
Pekuncen, Kec. Bobotsari Kab. Purbalingga. Berdasarkan
beserta SKPD terkait melakukan sidak di pasar Bobotsari
hasil perhitungan ubinan dalam satu hektar dapat
Kab. Purbalinggga. Pasar Bobotsari merupakan salah
menghasilkan bawang 29,4 ton. Jika harga bawang
satu pasar penyangga yang berada di wilayah Kab.
Rp17 ribu per kg, hasil kotor yang didapat mencapai
Purbalingga bagian utara. Berdasarkan pantauan harga
Rp499,8 juta dengan biaya produksi Rp110 juta/ha.
komoditas strategis, seperti bawang merah, bawang
Keberhasilan pada lahan uji coba tersebut diperkirakan
putih, daging ayam dan daging sapi mengalami kenaikan
karena tipologi iklim dan cuaca Desa Pekuncen sangat
namun masih dalam batas terkendali.
cocok dengan varietas yang ditanam. Bahkan bawang merah dengan jenis Bima tersebut hasil produksinya melebihi yang ada di Kab. Brebes kemungkinan dikarenakan struktur tanahnya masih subur dan belum jenuh oleh bahan kimia pupuk atau pestisida. Dengan hasil yang cukup memuaskan tersebut, ke depan Pemkab Kab. Purbalingga berencana mengembangkan luas lahan dengan meluncurkan program “Bamer Bangga” (Bawang merah Purbalingga).
Dalam upaya mengendalikan harga selama bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri Pemerintah Kab. Purbalingga dan Bank Indonesia Purwokerto yang melalui Tim TPID melakukan langkah-langkah strategis
63
64
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN III
yaitu dengan merencanakan sidak di beberapa pasar,
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga
melakukan operasi pasar, koordinasi lintas organisasi
Bentuk kegiatan dalam program tersebut yaitu Pelatihan
perangkat daerah, serta menginformasikan harga
Budidya cabai di media Polibag dilaksanakan pada
barang strategis. Upaya yang telah dilakukan Pemda
kegiatan Jambore IMP (Institusi Masyarakat Pedesaaan)
Kab. Purbalingga telah mengantisipasi lonjakan harga
pada tanggal 29-30 Maret 2017, pengadaan bibit cabai
cabai melalui gerakan “Macan Manis” Gerakan Mama
sebanyak 3000 polibag dan festival Si BaBe (Intensifikasi
Cantik Menanam Cengis yaitu gerakan menanam cabai
Bawang dan Cabe). Peserta pelatihan diikuti oleh kader
sebanyak 20.000 polibag oleh Ibu-ibu PKK. Selain itu,
desa (PKK) se wilayah Kab. Banyumas, apartur desa se-
selama bulan Ramadhan Pemda Kab. Purbalingga
Kecamatan Baturraden dan penyuluh KB se-Kab.
merencanakan 3 kali pasar murah di tiga kecamatan
Banyumas.
berbeda, yaitu pada tanggal 3,6 dan 8 Juni 2017.
Tujuan program ini antara lain mendukung upaya
Tanam Metode Hazton
pengendalian inflasi melalui peningkatan ketersediaan
Dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian
pasokan dan mengurangi demand terhadap komoditas
padi di Kab. Banyumas, pada Bulan Mei 2017 KPw Bank
tersebut di pasar; memberikan pemahaman mengenai
Indonesia Purwokerto kembali merealisasikan anggaran
pemanfaatan cabai segar menjadi produk olahan yang
untuk demfarm penanaman padi Hazton. Anggaran
bernilai jual dan mampu meningkatkan kapasitas
tersebut dialokasikan di Kelompok Tani Kalimanggis I
ekonomi rumah tangga; meningkatkan pemberdayaan
Desa Pekuncen, Kec. Pekuncen Kab. Banyumas untuk
perempuan, khususnya PKK, dalam upaya menjaga
areal seluas 5 Ha serta di Pondok Pesantren At-taujieh Al
kestabilan harga melalui konsumsi produk olahan dan
Islamy Kec. Kebasen Kab. Banyumas untuk lahan seluas 6
potensi peningkatan penghasilan rumah tangga melalui
Ha. Kegiatan sebar benih telah dilakukan pada
pengembangan industri pengolahan skala rumah
pertengahan bulan Mei dan diperkirakan dapat dipanen
tangga.
pada bulan September 2017.
Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring di tempat pembenihan Desa Dawuhan Wetan Kec. Kedungbanteng Kab. Banyumas. Dari hasil pemantauan tanaman cabai sebagian besar telah berbuah pertama dan siap didistribusikan kepada PKK di Kab. Banyumas.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN III
Monitoring Program Swadaya Pangan Rumah Tangga Dalam rangka mengelola ekspetasi masyarakat terhadap
Progres Kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabai di Kab. Cilacap Pada tanggal 24 Mei 2017 dilakukan monitoring
harga komoditas pangan strategis, Bank Indonesia
terhadap kegiatan Lomba dan Gerakan Menanam Cabai
Purwokerto berpartisipasi pada kegiatan pasar Murah di
di Kab. Cilacap. Dari hasil monitoring tersebut umur
4 Kabupaten. Selama bulan Ramadhan tersebut, Bank
tanaman cabai tidak seragam. Di beberapa desa
Indonesia berpartisipasi pada 7 Kegiatan pasar Murah
tanaman cabai sudah mulai berbuah, namun sebagian
dengan menyediakan total 2.400 paket sembako yang
masih bunga. Hal tersebut dikarenakan pada saat
terdiri dari gula, minyak, terigu dan biskuit. Selain itu
pembibitan banyak yang gagal dikarenakan dari hasil
KPw Bank Indonesia Purwokerto juga mengajak Sub
pantauan tersebut telah diputuskan untuk jadwal
BMPD Jateng-Banyumas untuk ikut berpartisipasi dalam
penjurian lomba akan diundur yang semula dimulai pada
kegiatan pasar murah tersebut dengan menyediakan
tanggal 29 Mei 2017-3 Juni 2017, menjadi tanggal 8-15
jumlah paket yang sama yaitu 2.400 paket.
Juni 2017.
65
66
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN III
Progres Budidaya Cabai Di Lapas Purwokerto Pemeliharaan cabai di media polibag di lingkungan lapas telah memasuki usia panen, sebagian besar tanaman telah berbuah. Selanjutnya, pada bulan Mei 2017 telah direalisasikan anggaran penanaman cabe dengan media mulsa (media tanah) untuk 3.500 batang diarea Lapas Purwokerto.
BAB
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Tekanan terhadap stabilitas keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan I 2017 menurun sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian. Menurunnya kerentanan sektor korporasi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercermin dari membaiknya beberapa indikator kinerja utama korporasi. Namun demikian pada triwulan I 2017, kinerja perbankan Jawa Tengah mengalami perlambatan sejalan dengan siklus perlambatan perekonomian pada awal tahun.
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
2016). Selain itu, tren perlambatan pertumbuhan
triwulan IV 2016 mengalami penurunan
ekonomi Tiongkok juga berpotensi memberikan
dibandingkan triwulan III 2016 sejalan dengan
tekanan tambahan bagi korporasi Jawa Tengah.
perbaikan kinerja perekonomian daerah pada periode
Namun demikian, di tengah tekanan perekonomian
tersebut. Indikator-indikator kinerja keuangan
global yang meningkat, korporasi Jawa Tengah berhasil
korporasi Jawa Tengah mengkonfirmasi penurunan
mencatatkan kinerja yang meningkat di triwulan IV
tekanan tersebut yang tercermin pada peningkatan
2016. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan
kinerja korporasi.
Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang menunjukkan rata-rata penjualan riil yang meningkat
Sementara itu, kinerja perbankan Jawa Tengah pada
dibandingkan triwulan sebelumnya.
triwulan I 2017 mengalami perlambatan setelah mengalami peningkatan pada triwulan IV 2016. Sesuai dengan pola musiman kinerja perekonomian daerah
4.1.1.2. Kinerja dan Penilaian Risiko Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016
kembali melambat pada awal tahun. Pada triwulan I
Kinerja korporasi pada triwulan IV 2016 mengalami
2017, salah satu indikator utama kinerja perbankan
peningkatan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yaitu aset tercatat tumbuh sebesar 13,04% (yoy);
yang meningkat. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil Survei
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
Penjualan Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank
sebesar 13,32% (yoy).
I n d o n e s i a P ro v i n s i J a w a Te n g a h y a n g j u g a menunjukkan peningkatan kegiatan usaha
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2016 4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Ketidakpastian perekonomian global yang didorong oleh kebijakan perekonomian pemerintahan
dibandingkan triwulan III 2016. Berdasarkan hasil SPE tersebut, pencapaian Indeks Penjualan Riil (IPR) mengalami peningkatan menjadi 189,64 pada triwulan IV 2016 dari 187,17 pada triwulan III 2016.
baru Amerika Serikat (AS) yang cenderung protektif
Meski kinerja korporasi meningkat di triwulan IV 2016,
berpotensi memberikan dampak signifikan bagi kinerja
penyerapan tenaga kerja korporasi pada pada triwulan
korporasi Jawa Tengah mengingat AS masih
laporan cenderung menurun. Hal tersebut tercermin
merupakan negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah
dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penggunaan tenaga
dengan pangsa sebesar 27,46% (keseluruhan tahun
kerja pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor
205
12,0
200
10,0
195
8,0
%SBT
6,0
190
4,0
185
2,0
180
0,0
175
-2,0
170
-4,0
165
-6,0 -8,0
160 I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
INDEKS PENJUALAN RIIL
Grafik 4.1 Hasil SPE Jawa Tengah
IV
I
II
III 2016
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
*) Angka perkiraan
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
69
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
70
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
2016 dari 0,16 di triwulan III 2016. Meskipun asset
6%
turnover mengalami peningkatan, inventory turnover 8
5% 4%
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil sejak triwulan
3%
II 2016, yakni sebesar 0,18.
2% 1% 0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 ROA
III
IV
2016
Meskipun kinerja perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan, Debt Equity
ROE
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
Ratio (DER) sebagai salah satu indikator ketahanan korporasi dalam jangka panjang (solvabilitas)
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan menjadi 1,18 pada triwulan IV
triwulan III 2016 yang sedikit menurun menjadi sebesar
2016 dari 1,15 pada triwulan sebelumnya. Sementara
0,26% dari 0,48% pada periode sebelumnya.
itu, rasio Total Aset/Total Liabilitas (TA/TL) korporasi
Indikator kinerja keuangan korporasi 6 yang tercermin dari Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
Jawa Tengah cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 1,85 pada triwulan IV 2016.
yang juga turut mengalami peningkatan. ROA dan ROE
Meskipun mengalami peningkatan kinerja keuangan,
korporasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 masing-
beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar utang
masing tercatat sebesar 2,61% dan 5,68%, meningkat
pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 1,55%
dibandingkan triwulan III 2016. Rasio beban utang
dan 3,33%. Hal tersebut juga sejalan dengan indikator
korporasi (debt service ratio) korporasi Jawa Tengah
7
asset turnover yang naik menjadi 0,20 di triwulan IV
pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 3,71; meningkat
30%
22%
25%
20%
20%
18%
15%
16%
10%
14%
5%
12% 10%
0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
ASSET TURNOVER
III
IV
2016
INVENTORY TURNOVER
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
2,4
1,3
2,3
1,2
2,2
1,1
2,1
1,0
2,0 1,9
0,9
1,8
0,8
1,7 1,6
0,7
1,5
0,6 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
TA/TL
I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
DER
Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.6 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
Grafik 4.7 Perkembangan DER Jawa Tengah 6. Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah menggunakan data 3 korporasi terbuka di Jawa Tengah. 7. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan. 8. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
0 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015 DSR
I
II
III
IV
I
II
2016
III
IV
dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 9
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
CURRENT RATIO
ICR
Grafik 4.8 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
lapangan usaha ini juga disertai dengan perbaikan
0,44 . Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan
kualitas kreditnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga juga
indikator kualitas kredit pada lapangan usaha pertanian
cenderung menurun pada triwulan IV 2016. Rasio
tercatat sebesar 9,93% pada triwulan I 2017 atau
Interest Coverage Ratio (ICR) menunjukkan penurunan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
menjadi sebesar 1,60 pada triwulan IV 2016 dari 2,88
sebesar 11,26%.
10
pada triwulan III 2016.
Sebagaimana kondisi pada lapangan usaha pertanian,
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan I 2017 Tren pertumbuhan di awal tahun yang melambat mampu ditahan oleh
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan yang meningkat pada triwulan I 2017 juga diiringi oleh peningkatan penyaluran kredit sektor industri pengolahan. Pada triwulan laporan, lapangan
kinerja lapangan usaha
usaha industri pengolahan tumbuh meningkat menjadi
utama agar tidak melambat lebih dalam. Hal
4,11% (yoy) dari 3,43% (yoy) di triwulan IV 2016.
tersebut juga didukung oleh fungsi intermediasi
Sejalan dengan hal tersebut, kredit sektor industri
perbankan pada lapangan-lapangan usaha utama Jawa
pengolahan pada triwulan laporan juga mengalami
Tengah yang mengalami peningkatan pada triwulan I
peningkatan menjadi 4,33% (yoy) dari 1,37% (yoy) di
2017. Sementara itu, kualitas kredit pada lapangan-
triwulan sebelumnya. Sementara itu, kualitas kredit
lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan
sektor tersebut mengalami penurunan di triwulan I
laporan menunjukkan perkembangan yang beragam.
2017. NPL sektor industri pengolahan pada triwulan
Peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan I 2017 disertai dengan peningkatan
laporan tercatat sebesar 4,57% atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 3,81%.
pertumbuhan kredit sektor pertanian. Pada triwulan
40%
laporan, lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar
30%
9,42% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya
20%
10%
10%
6%
yang sebesar 8,75% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor
16%
YOY
14% 12%
8%
pertanian pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan menjadi 23,75% (yoy) dari 12,99% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja pada
4%
0% I
-10%
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NPL SEKTOR PERTANIAN - SKALA KANAN
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Pertanian 9 . DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDA 10. ICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
71
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
I 2% 2017 0%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
72
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
30%
6%
YOY
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
5%
40% YOY
4%
30%
3% 20% 2% 10%
0%
1%
1%
5%
0% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
0%
0%
I 2017
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN - SKALA KANAN
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan
dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
besar dan eceran cenderung stabil pada triwulan I
triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 125,70; lebih
2017. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha
rendah dibandingkan rata-rata IKK triwulan
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
sebelumnya yang tercatat sebesar 126,99. Hal ini juga
tercatat sebesar 5,19% (yoy), cenderung stabil
sejalan dengan perlambatan kredit konsumsi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,20%
Tengah yang tercatat sebesar 8,76% (yoy) pada
(yoy). Kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
triwulan I 2017, lebih rendah dibandingkan triwulan
triwulan I 2017 tumbuh melambat menjadi sebesar
sebelumnya yang sebesar 9,11% (yoy).
14,70% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar
11
Jawa
20,60% (yoy). Sementara itu, meskipun masih dalam
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/ Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
batas toleransi yang diperkenankan, kualitas kredit di
Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan I
sektor ini mengalami pemburukan dengan tingkat NPL
2017 meningkat dibandingkan triwulan IV 2016.
sebesar 3,80% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
sebelumnya yang sebesar 3,32%.
11,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan I 2017
lalu yang tercatat sebesar 11,03% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi pangsa DPK perbankan. Meski demikian, pangsa DPK
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
RT pada triwulan I 2017 mengalami penurunan
Kerentanan pada sektor rumah tangga di triwulan I
dibandingkan triwulan IV 2016 menjadi 71,57% dari
2017 cenderung meningkat sejalan dengan
sebesar 75,23%.
perlambatan kinerja perekonomian. Perlambatan tersebut sejalan dengan pola musiman pertumbuhan ekonomi yang kembali ternormalisasi setelah
Peningkatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan I 2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
mengalami peningkatan di akhir tahun. Hasil Survei
pada seluruh komponen. Pada triwulan laporan,
Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
deposito RT pada triwulan laporan tercatat mengalami
Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa optimisme
pertumbuhan sebesar 9,17% (yoy) atau meningkat dari
konsumen terhadap kondisi ekonomi Jawa Tengah
triwulan IV 2016 yang sebesar 8,30% (yoy).
pada triwulan I 2017 cenderung menurun
Pertumbuhan tabungan RT pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan IV 2016. Hal tersebut tercermin
tercatat sebesar 14,14% (yoy) atau meningkat 11.
Berdasarkan lokasi proyek
30
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
%, YOY
25 20 15 10 5 0
I
II III 2013
IV
I TOTAL
II III 2014
IV
I
DPK PERSEORANGAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
DPK NON PERSEORANGAN
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PERSEORANGAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
NON PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
penyaluran kredit RT pada triwulan laporan
PENGELOMPOKAN NOMINAL TABUNGAN
PANGSA NOMINAL
PANGSA DEPOSAN
0 - 100
48,70%
99,26%
100 - 500
27,08%
0,67%
5,90%
0,04%
18,33%
0,03%
500 - 1 M >1 M
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 2016. Pertumbuhan kredit RT pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 8,76% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,21% (yoy). Sementara itu, giro RT masih mengalami kontraksi meskipun tidak sedalam triwulan sebelumnya. Pertumbuhan giro RT pada triwulan I 2017 tercatat sebesar -0,03% (yoy) atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,52% (yoy). Sejalan dengan pola historisnya, preferensi RT dalam menyimpan uangnya masih didominasi oleh tabungan dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 64,45% dan 32,36% pada triwulan I 2017.
9,11% (yoy). Perlambatan tersebut tertutama didorong oleh perlambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Pada triwulan laporan, pertumbuhan KPR tercatat sebesar 4,27% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan KKB tercatat sebesar 1,26% (yoy) pada triwulan I 2017 atau melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,18% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, pangsa kredit RT masih didominasi oleh Kredit Multiguna yang kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan
Sejalan dengan pola historisnya, ditinjau berdasarkan
Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
kelompok nilainya, terlihat bahwa ketergantungan
Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
p e r b a n k a n J a w a Te n g a h t e r h a d a p d e p o s a n
sebesar 26,42% sementara KPR dan KKB masing-
perseorangan dengan nilai besar masih tinggi pada
masing tercatat sebesar 24,04% dan 11,53%.
triwulan I 2017. Hal tersebut tercermin dari 0,03% deposan perseorangan dengan nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar menguasai hingga 18,33% tabungan perseorangan di Jawa Tengah.
73
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan I 2017, kualitas kredit RT Jawa Tengah di triwulan laporan juga cenderung memburuk untuk sebagian besar kategori kredit RT. Pemburukan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
kualitas kredit tersebut tercermin dari peningkatan
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan
rasio NPL yang utamanya terjadi pada kelompok KPR
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I 2017,
Tipe 21, KPA Tipe 21, dan KPR Tipe di atas 70.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
74
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
50
200
%, YOY
100% 90%
40
150
80% 70%
30
100
50% 40%
20
50
30% 20%
10
0
10% 0%
0 I -10
60%
II III 2013 TOTAL
IV
I KPR
II III 2014 KKB
IV
I
II III 2015
PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN
IV
I
II III 2016
MULTIGUNA
IV
I
I -50 2017
II III 2013
LAINNYA
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
IV
KPR
I
KKB
II III 2014
IV
I
II III 2015
PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN
IV
I
MULTIGUNA
II III 2016
IV
I 2017
LAINNYA
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori 2015
KATEGORI RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
1,61%
1,75%
1,89%
1,50%
1,95%
2,08%
2,56%
2,23%
2,68%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
2,32%
2,43%
2,41%
1,85%
1,91%
1,83%
1,85%
1,52%
1,70%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
3,03%
3,01%
3,11%
2,78%
2,76%
2,83%
2,98%
2,50%
2,97%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
0,63%
0,51%
0,56%
0,11%
0,29%
5,31%
1,92%
0,04%
1,63%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
2,61%
2,23%
2,74%
3,23%
3,50%
2,27%
2,04%
3,00%
2,43%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
5,84%
12,91% 12,99% 10,80% 6,73%
4,64%
6,81%
3,94%
3,37%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
4,19%
4,36%
3,77%
3,95%
4,33%
4,59%
4,37%
3,34%
4,29%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
0,67%
0,77%
0,83%
0,75%
0,73%
0,63%
0,78%
0,77%
0,75%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
1,88%
1,94%
1,91%
1,82%
1,88%
2,38%
2,17%
1,89%
1,92%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
1,52%
1,13%
0,61%
0,95%
1,16%
0,70%
1,04%
1,80%
1,30%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
0,55%
0,54%
0,67%
1,96%
2,27%
2,10%
2,23%
0,40%
0,37%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
1,54%
1,47%
1,98%
2,31%
6,75%
6,48%
2,59%
1,76%
1,09%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
1,02%
0,97%
0,43%
0,14%
0,23%
0,27%
0,90%
0,31%
0,95%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
8,06%
11,63% 9,08%
7,45%
5,52%
2,08%
2,97%
3,09%
4,29%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
4,19%
1,50%
1,66%
1,28%
1,10%
1,05%
1,02%
0,85%
2,22%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
1,05%
1,16%
1,15%
0,99%
1,04%
1,04%
1,05%
1,02%
0,85%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
1,46%
1,20%
1,23%
1,17%
0,91%
0,85%
0,75%
0,56%
0,57%
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
0,44%
0,48%
0,47%
0,47%
0,53%
0,51%
0,55%
0,47%
0,51%
4.2. Kondisi Umum Perbankan12 Jawa Tengah Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa
2017. Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat
Tengah di triwulan I 2017, indikator utama kinerja
mengalami pertumbuhan sebesar 13,04% (yoy) pada
perbankan di Jawa Tengah menunjukkan kinerja
triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
yang melambat dibandingkan triwulan IV 2016.
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 13,32% (yoy).
Pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
Total aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I
triwulan I 2017 melambat dibandingkan triwulan IV
2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun. Meski
2016. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset,
melambat, laju pertumbuhan aset perbankan Jawa
pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga
Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih
melambat dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu,
tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau
laju pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I
Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa
2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan melambat pada triwulan I 12. Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank
10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada
Tengah mengalami pertumbuhan melambat pada
indikator aset, pertumbuhan DPK perbankan
triwulan I 2017. Total aset perbankan Jawa Tengah
Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 13,04%
pertumbuhan yang meningkat. Pada triwulan I
(yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
2017, DPK tumbuh sebesar 12,78% (yoy) atau
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
13,32% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah
tercatat sebesar 11,21% (yoy). Posisi DPK pada triwulan
pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp331,54 triliun.
laporan tercatat sebesar Rp245,78 triliun. Komposisi
Meski melambat, laju pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat masih lebih tinggi dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pencapaian pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan aset nasional yang tercatat sebesar 10,39% (yoy) pada triwulan laporan.
DPK Jawa Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (48,66%), diikuti oleh deposito (36,77%) dan giro (14,57%). Dibandingkan nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.916,67 triliun atau tumbuh sebesar 10,02% (yoy) pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara tahunan tumbuh lebih
Sejalan dengan pertumbuhan aset yang
tinggi. Dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa,
melambat, fungsi intermediasi perbankan Jawa
pertumbuhan DPK Jawa Tengah pada triwulan I 2017
Tengah yang tercermin melalui penyaluran kredit
juga cenderung masih lebih tinggi.
juga mengalami perlambatan dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan Jawa Tengah tumbuh 9,12% (yoy), melambat
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 mengalami
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat
9,25% (yoy). Total kredit perbankan Jawa Tengah pada
sebesar 96,74%, menurun dari triwulan IV 2016 yang
triwulan ini tercatat sebesar Rp237,77 triliun.
tercatat sebesar 98,48%. Meskipun mengalami
Pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah pada
penurunan pada triwulan laporan, angka LDR
triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan
perbankan Jawa Tengah tersebut masih lebih tinggi
pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar
dibandingkan LDR nasional yang tercatat sebesar
9,26% (yoy). Namun demikian, laju pertumbuhan
89,55%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah pada
kredit perbankan Jawa Tengah masih tercatat cukup
triwulan I 2017 juga merupakan yang tertinggi di Pulau
tinggi bila dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Jawa. 30
25 %, YOY
%, YOY
25
20
20 15 15 10 10 5
5 0
0 I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV BANTEN
I
II III 2016 DKI JAKARTA
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
IV
I 2017
NASIONAL
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
IV
I 2017
NASIONAL
75
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
76
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
30
120
%, YOY
25
100
20
80
15
60
10
40
5
20
0
0 I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014
IV
JAWA TIMUR
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
I
II III 2016 DKI JAKARTA
BANTEN
IV
I 2017
NASIONAL
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa 350
%
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II III 2014
IV
JAWA TIMUR
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
I
BANTEN
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
I 2017
NASIONAL
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa %, YOY 107
25 %, YOY
RP TRILIUN
300
105
20 250
103 15
200
101 150
10
99
100 5
50 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 ASET
IV
I DPK
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
0
97
I
II III 2013
IV
II III 2014 ASET
KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
I
IV DPK
I KREDIT
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
95
LDR - SKALA KANAN
Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum 4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Sejalan dengan perlambatan kinerja perbankan
kas turun menjadi 666 dan 99 kantor, dari sebelumnya
Jawa Tengah di triwulan I 2017, jumlah jaringan
671 dan 107 kantor di triwulan IV 2016. Sedangkan,
kantor bank umum di Jawa Tengah pada periode
jumlah kantor cabang bank swasta nasional bertambah
yang sama juga mengalami penurunan
sebanyak 2 kantor menjadi 188 kantor pada triwulan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
laporan.
laporan, jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah 3.303 kantor atau menurun dibandingkan
Berbeda dengan bank pemerintah daerah dan bank
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 3.318
swasta nasional, jumlah kantor kelompok bank
kantor. Penurunan tersebut terjadi pada kelompok
pemerintah serta bank asing dan campuran mengalami
bank pemerintah daerah dan bank swasta nasional.
peningkatan pada triwulan I 2017. Pada bank
Pada kelompok bank pemerintah daerah, penurunan
pemerintah, peningkatan jumlah kantor terjadi pada
jumlah terutama terjadi pada kantor cabang pembantu
kantor cabang, kantor cabang pembantu13, dan kantor
yang turun menjadi 340 dari sebelumnya 359 kantor
kas. Pada bank asing dan campuran, peningkatan
pada triwulan IV 2016. Pada kelompok bank swasta
jumlah kantor terjadi pada kantor cabang dan kantor
nasional, jumlah kantor cabang pembantu dan kantor
cabang pembantu.
13. Termasuk BRI Unit
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah 2015
KETERANGAN
I
II
2016 III
IV
I
II
2017 III
IV
I
BANK KONVENSIONAL JUMLAH BANK UMUM
54
54
54
54
54
54
54
55
1
1
1
1
1
1
1
1
1
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
3,357
3,342
3,342
3,333
3,341
3,340
3.346
3.318
3.303
BANK PEMERINTAH
1,938
1,916
1,940
1,941
1,944
1,944
1.946
1.974
1.983
-
-
-
-
-
-
-
-
-
80
80
80
80
80
80
80
89
92 1.666
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
KANTOR PUSAT KANTOR CABANG KANTOR CABANG PEMBANTU
1)
55
1,619
1,629
1,652
1,652
1,654
1,654
1.654
1.664
KANTOR KAS
239
207
208
209
210
210
212
221
225
BANK PEMERINTAH DAERAH
306
312
311
313
322
324
324
359
340
KANTOR PUSAT
1
1
1
1
1
1
1
1
1
44
45
45
45
45
45
45
49
49
KANTOR CABANG PEMBANTU
117
119
119
120
122
122
122
149
130
KANTOR KAS
145
147
146
147
154
156
156
160
160
1,092
1,093
1,070
1,058
1,054
1,051
1.055
964
953
-
-
-
-
-
-
-
-
-
KANTOR CABANG
195
194
194
193
197
197
198
186
188
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR CABANG
BANK SWASTA NASIONAL KANTOR PUSAT
813
812
790
774
765
756
765
671
666
KANTOR KAS
84
87
86
91
92
98
92
107
99
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
21
21
21
21
21
21
21
21
27
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14
14
14
14
14
14
14
14
19
KANTOR CABANG PEMBANTU
6
6
7
7
7
7
7
7
8
KANTOR KAS
1
1
-
-
-
-
-
-
-
KANTOR PUSAT KANTOR CABANG
1) Termasuk BRI UNIT
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah
2017 didorong oleh peningkatan pertumbuhan
pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,23%
seluruh komponennya. Peningkatan pertumbuhan
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2016
DPK tersebut didorong oleh seluruh komponennya,
yang sebesar 12,09% (yoy). Peningkatan
yaitu tabungan, deposito, dan giro.
pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan deposito penduduk
Komponen DPK yang berupa tabungan pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 14,60% (yoy) dari 13,11% (yoy) pada triwulan IV 2016. Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan tabungan penduduk perseorangan yang tumbuh sebesar 14,13% (yoy) dari 13,22% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
perseorangan yang tumbuh sebesar 9,19% (yoy) dari 8,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan deposito penduduk perseorangan tersebut memberikan dorongan yang cukup besar kepada pertumbuhan deposito secara keseluruhan sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 62,93% dari keseluruhan deposito perbankan Jawa Tengah.
tabungan penduduk perseorangan tersebut memberikan dorongan yang besar kepada
Pertumbuhan giro perbankan Jawa Tengah pada
pertumbuhan tabungan secara keseluruhan sejalan
triwulan I 2017 tercatat sebesar 6,12% (yoy) atau
dengan dominasinya yang signifikan terhadap
meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV
keseluruhan tabungan perbankan Jawa Tengah, yakni
2016
62,93% dari keseluruhan tabungan perbankan Jawa
Peningkatan pertumbuhan giro Jawa Tengah tersebut
Tengah.
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan
yang tercatat sebesar 1,92% (yoy).
77
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
78
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
250 RP TRILIUN
35 %, YOY 30
200
25
150
20 15
100
10
50 0
5 0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 GIRO
IV
I
TABUNGAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
DEPOSITO
I -5
II III 2013
IV
I
II III 2014 DPK
IV
I
DEPOSITO
II III 2015 TABUNGAN
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
GIRO
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
giro penduduk bukan lembaga keuangan yang tercatat
11,98% (yoy), meningkat dari triwulan lalu yang
sebesar 18,10% (yoy) dari 5,79% (yoy) pada triwulan
tumbuh sebesar 11,04% (yoy).
lalu. Pangsa giro penduduk bukan lembaga keuangan terhadap keseluruhan giro di Jawa Tengah tercatat sebesar 36,51% pada triwulan laporan.
Sejalan dengan sektor swasta, pertumbuhan DPK sektor pemerintah juga mengalami peningkatan pada triwulan I 2017 meskipun masih berada
Sejalan dengan pola historisnya, sebagian besar
dalam tren kontraksi sebagaimana triwulan lalu.
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan
DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan
porsi sebesar 99,45%. Nasabah sektor swasta tercatat
sebesar -3,89% (yoy) pada triwulan I 2017, atau
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
penduduk yaitu dengan komposisi 88,74%.
tercatat sebesar -18,75% (yoy). Peningkatan ini sejalan
Sementara, nasabah sektor pemerintah tercatat
dengan pola musiman realisasi belanja pemerintah
sebesar 11,26% terhadap keseluruhan DPK kelompok
yang cenderung melambat di awal tahun.
penduduk.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 terutama didorong oleh golongan nasabah penduduk sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah penduduk sektor swasta tumbuh sebesar 14,79% (yoy), atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09% penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 43,84% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
tercatat sebesar 14,03% (yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh DPK penduduk perseorangan,
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
yang memiliki pangsa terbesar sebesar 71,23% dari
Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar
mengalami perlambatan pada triwulan I 2017. Kredit perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya DPK
Nominal DPK (Rp Miliar)
Jumlah Rekening
Persentase Nominal
Persentase Rekening
0 - 100
67,464
26,342,058
27.45%
98.86%
100 - 500
52,499
255,740
21.36%
0.96%
500 - 1 M
18,067
24,114
7.35%
0.09%
>1 M
107,754
22,901
43.84%
0.09%
TOTAL
245,783
26,644,813
100.00%
100.00%
pertumbuhan sebesar 9,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 9,25% (yoy). Laju pertumbuhan kredit tersebut juga lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 9,26% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
dengan pangsanya yang cukup besar yakni 19,30%.
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
Sektor pertanian juga mengalami perlambatan
laporan masih didominasi oleh sektor
pertumbuhan kredit pada triwulan laporan meskipun
Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa
tidak terlalu signifikan. Pertumbuhan kredit sektor
33,08% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,
pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar
yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit
11,55% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV
signifikan sebesar 19,30%. Sementara itu, sektor
2016 yang sebesar 11,58% (yoy). Sementara,
pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,91% dari
peningkatan laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah
total kredit meskipun sektor tersebut merupakan
untuk sektor perdagangan besar dan eceran cukup
penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah.
menahan tren perlambatan pertumbuhan kredit di triwulan laporan. Laju pertumbuhan kredit sektor
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan,
perdagangan meningkat menjadi 8,29% (yoy) pada
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan, dari 8,23% (yoy) pada triwulan
triwulan I 2017 masih didominasi oleh kredit
sebelumnya.
modal kerja dengan pangsa 52,77%. Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
D i t i n j a u b e rd a s a r k a n j e n i s p e n g g u n a a n ,
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada
sebesar 30,31% dan 16,92% dari total kredit.
triwulan I 2017 didorong oleh kredit investasi dan kredit modal kerja. Kredit investasi pada triwulan
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
laporan tumbuh sebesar 13,34% (yoy), atau melambat
kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
didorong oleh sektor industri pengolahan. Laju
sebesar 16,07% (yoy). Kredit modal kerja juga
pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan
mengalami perlambatan menjadi sebesar 8,27% (yoy)
melambat menjadi sebesar 6,42% (yoy) pada triwulan I
atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang
2017, setelah sebelumnya tumbuh 10,98% (yoy) pada
sebesar 8,49% (yoy). Sedangkan, kredit konsumsi pada
triwulan IV 2016. Perlambatan tersebut cukup
triwulan laporan tumbuh sebesar 8,36% (yoy),
signifikan mendorong perlambatan penyaluran kredit
meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar
perbankan Jawa Tengah secara keseluruhan, sejalan
7,07% (yoy).
90
100 %, YOY
RP TRILIUN
80 80
70 60
60
50 40
40
30 20
20
10 -
0 I
II III 2013
IV
PERTANIAN
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
I
-20
II III 2013
IV
PERTANIAN
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
79
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
80
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
140
50 %, YOY
RP TRILIUN
120
40 100
30
80 60
20
40
10
20
0
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 MODAL KERJA
IV
I
INVESTASI
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
KONSUMSI
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
MODAL KERJA
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
I
II III 2015
INVESTASI
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
KONSUMSI
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
data triwulan I 2017, mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 Miliar merupakan golongan debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.
52,77% 16,92% 30,31%
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 49,11% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar 45,96% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata. Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
Suku bunga simpanan perbankan secara umum mengalami mengalami penurunan pada triwulan I 2017 kecuali untuk kategori giro. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 6,02% dari 6,05% pada triwulan IV 2016. Sementara itu, suku bunga tabungan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,33%; menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,34%. Sedangkan suku bunga giro mengalami peningkatan menjadi 2,51% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,09%.
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal tersebut terlihat
suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017 juga
dari 0,66% debitur di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai 45,96% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah. Berdasarkan Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya Jumlah Rekening
Persentase Rekening
KREDIT
Nominal Kredit (Miliar Rp)
0 - 100
60.084
3.076.146
25,27%
88,89%
100 - 500
56.690
341.891
23,84%
9,88%
500 - 1 M
11.722
19.863
4,93%
0,57%
>1 M
109.275
22.745
45,96%
0,66%
TOTAL
237.771
3.460.645
100,00%
100,00%
Persentase Nominal
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaan. Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan ini tercatat sebesar 11,49%; atau menurun dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 11,58%. Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,29%; atau menurun dibandingkan triwulan lalu
3,5
% 9
%
14 %
3 8
2,5
13
2 7
1,5
12
1
6
0,5 0
5 I
II III 2013
IV
I
GITO
II III 2014
IV
TABUNGAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
DEPOSITO - SKALA KANAN
11
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 MODAL KERJA
IV
I
II III 2015
INVESTASI
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
KONSUMSI
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
yang tercatat sebesar 11,49%. Sejalan dengan kredit
triwulan IV 2016, yakni menjadi sebesar 11,97% dari
modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit
12,12%. Suku bunga kredit sektor industri pengolahan
konsumsi pada triwulan laporan juga mengalami
juga mengalami penurunan pada triwulan laporan
penurunan menjadi 12,80% dari 12,92% pada
menjadi sebesar 10,44% dari 10,48% pada triwulan
triwulan sebelumnya.
lalu. Sedangkan suku bunga kredit sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,81% atau
Secara umum, tren penurunan suku bunga ini
relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
diperkirakan akan berlanjut sejalan dengan penguatan kerangka kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru,
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan
Sejalan dengan perlambatan kinerja
menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai
perekonomian, kualitas kredit Jawa Tengah pada
suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter
triwulan I 2017 mengalami penurunan
yang baru tersebut sudah sudah berlaku sejak tanggal
dibandingkan triwulan sebelumnya. Non
19 Agustus 2016.
Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan laporan
Berdasarkan sektor ekonomi, penurunan suku
tercatat sebesar 3,06% atau meningkat dibandingkan
bunga kredit Jawa Tengah pada triwulan I 2017
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 2,84%. Angka
terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga
tersebut juga lebih tinggi dibandingkan NPL nasional
kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada
yang tercatat sebesar 3,02% pada triwulan laporan.
triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan
Penurunan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi pada seluruh
16 % 15
jenis penggunaannya. Rasio NPL kredit modal kerja
14
pada triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan
13 12
menjadi 3,98% dari 3,81% di triwulan IV 2016 . Rasio
11
NPL kredit investasi juga meningkat menjadi 3,58% dari
10
2,99% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan
9 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
I
II III 2015
IV
I
INDUSTRI PENGOLAHAN
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
II III 2016 PERTANIAN
IV
I 2017
81
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
kredit modal kerja dan kredit investasi, rasio NPL kredit konsumsi juga tercatat mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,16% dari 1,04% pada triwulan lalu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
82
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
6
6
%
5
5
4
4
3
3
2
2
1
I
II III 2013
IV
NPL KREDIT TOTAL
I
II III 2014
PERTANIAN
IV
I
II III 2015
INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
%
1
I
II III 2013
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
IV
NPL TOTAL
I
II III 2014
IV
NPL KREDIT INVESTASI
I
II III 2015
IV
I
NPL KREDIT MODAL KERJA
II III 2016
IV
I 2017
NPL KREDIT KONSUMSI
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas
Laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan I 2017
Tengah mengalami peningkatan pada triwulan I
terutama didorong oleh sektor industri pengolahan
2017. Pada triwulan laporan, DPK perbankan syariah
serta perdagangan besar dan eceran. NPL sektor
Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan
27,05% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan
tercatat sebesar 4,21%; atau meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 23,38% (yoy). Dibandingkan
lalu yang sebesar 3,87%. NPL sektor industri
provinsi lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan DPK
pengolahan juga mengalami kenaikan dari 3,64%
perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
pada triwulan IV 2016 menjadi 3,87% pada triwulan I
merupakan yang tertinggi.
2017. Meski pertumbuhan DPK meningkat di triwulan I 2017, pertumbuhan pembiayaan perbankan
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan
Indikator kinerja industri perbankan syariah
melambat menjadi sebesar 12,81% (yoy) dari
P r o v i n s i J a w a Te n g a h m e n u n j u k k a n
16,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Angka
perkembangan yang bervariasi pada triwulan I
t e r s e b u t j u g a c e n d e r u n g l e b i h re n d a h b i l a
2017. Pertumbuhan aset perbankan syariah di
dibandingkan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa.
triwulan I 2017 mencatatkan perlambatan menjadi
Dalam periode yang sama, laju pertumbuhan
21,51% (yoy) dari sebesar 34,89% (yoy) pada
pembiayaan syariah di Provinsi Banten tercatat sebesar
triwulan IV 2016. Meski melambat, angka tersebut
13,20% (yoy) sementara DKI Jakarta sebesar 14,65%
masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset
(yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
perbankan syariah nasional yang sebesar 20,81% (yoy).
Tengah pada triwulan laporan juga tercatat lebih
50
60
%, YOY
%, YOY
50
40
40
30
30 20
20 10
10
0 I
-10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
I 2017
NASIONAL
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0 I
-10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
BANTEN
IV
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
NASIONAL
Grafik 4.36 Perbandingan Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
I 2017
70
160
%, YOY
%
140
60
120
50
100 40
80 30
60
20
40
10
20 0
0
I -10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
I 2017
I
II III 2013
JAWA TENGAH
NASIONAL
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014 JAWA TIMUR
IV
I
II III 2015
DI YOGYAKARTA
IV
BANTEN
I
II III 2016
DKI JAKARTA
IV
I 2017
NASIONAL
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah KETERANGAN
2015 I
2016
II
III
IV
I
II
2017 III
IV
I
BANK SYARIAH BANK UMUM 10
10
10
10
10
10
10
10
10
169
169
169
169
152
152
153
152
152
32
35
35
35
36
36
36
33
33
JUMLAH BANK
25
25
25
25
26
26
26
26
26
JUMLAH KANTOR
25
25
25
25
26
26
26
26
26
JUMLAH BANK JUMLAH KANTOR UNIT USAHA SYARIAH JUMLAH KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
rendah dibandingkan laju pertumbuhan pembiayaan
Kualitas pembiayaan syariah Jawa Tengah pada
perbankan syariah nasional yang sebesar 17,31% (yoy).
triwulan I 2017 menurun dibandingkan triwulan IV 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja
Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan I 2017
perekonomian Jawa Tengah. Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah pada triwulan
mengalami peningkatan ke level 99,54% dari
laporan tercatat sebesar 3,08% atau lebih tinggi
97,93% di triwulan IV 2016. Apabila dibandingkan
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 2,21%.
provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, FDR perbankan
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan tersebut
syariah Jawa Tengah tersebut tergolong tinggi. FDR
terutama didorong oleh NPF pembiayaan modal kerja
Provinsi DI Yogyakarta tercatat sebesar 66,58%; DKI
sebesar 4,00% pada triwulan I 2017 atau meningkat
Jakarta 72,27%; dan Banten 89,07%. FDR perbankan
dari 2,46% pada triwulan IV 2016. Berdasarkan sektor
syariah Jawa Tengah pada triwulan laporan juga lebih
ekonomi, peningkatan NPF terutama didorong oleh
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar
sektor perdagangan besar dan eceran dengan NPF
87,92%.
sebesar 8,23% pada triwulan I 2017 atau meningkat dari 4,50% pada triwulan IV 2016.
Pada triwulan I 2017, jumlah jaringan kantor perbankan syariah Jawa Tengah tidak mengalami
83
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
perubahan dibandingkan triwulan IV 2016. Pada
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
triwulan laporan, jumlah dan komposisi kantor
Kinerja BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan
perbankan syariah yang ada di Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan I 2017 sejalan dengan
tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan
pertumbuhan ekonomi yang juga melambat.
lalu.
Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada triwulan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
84
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
18
24 %,YOY
%,YOY
17
22
16
20
15
18
14 16
13
14
12 11
12
10
10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
laporan tercatat sebesar 11,29% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 12,93% (yoy). Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset
42,16% 57,84%
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 juga mengalami perlambatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
laporan tercatat tumbuh sebesar 11,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat
sebesar 16,26% (yoy) pada triwulan laporan atau
sebesar 13,85% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tersebut terutama didorong oleh komponen deposito
sebesar 13,33% (yoy). Kredit investasi BPR Jawa Tengah
dan tabungan. Deposito BPR Jawa Tengah tumbuh
tumbuh sebesar 25,88% (yoy), meningkat dari 21,07%
melambat menjadi sebesar 9,55% (yoy) pada triwulan
(yoy) pada triwulan lalu. Sedangkan kredit konsumsi
laporan atau melambat dari triwulan lalu yang sebesar
BPR Jawa Tengah mengalami perlambatan menjadi
12,23% (yoy). Tabungan BPR Jawa Tengah juga
sebesar 7,32% (yoy) dan 8,64% (yoy) di triwulan lalu.
tumbuh melambat menjadi sebesar 13,91% (yoy) dari 16,05% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
Berbeda dengan aset dan DPK BPR Jawa Tengah,
pada triwulan I 2017 terutama disumbang oleh kredit
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada
sektor industri pengolahan serta perdagangan besar
triwulan I 2017 tercatat mengalami peningkatan.
dan eceran. Kredit sektor industri pengolahan tumbuh
Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan
meningkat menjadi sebesar 31,43% (yoy) di triwulan
laporan adalah sebesar 13,17% (yoy), meningkat
laporan dari 12,41% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar
sektor perdagangan besar dan eceran juga mengalami
11,83% (yoy).
peningkatan menjadi sebesar 15,66% (yoy) dari 12,73% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan I
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada
2017 terutama didorong oleh kredit modal kerja dan
triwulan I 2017, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah
investasi. Kredit modal kerja BPR Jawa Tengah tumbuh
juga mengalami penurunan di triwulan laporan.
30
%,YOY
20
56,80% 5,42% 37,78%
10
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
30
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
%,YOY
20
20 0
7,91% 1,54% 33,72% 3,41% 2,22% 51,21%
10 -20
0 I
-10
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN RUMAH TANGGA JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA LAINNYA
-40 PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
Hal tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa
investasi juga tercatat mengalami peningkatan di
Tengah yang mengalami peningkatan pada
triwulan I 2017 menjadi sebesar 5,54% dari triwulan
triwulan I 2017. NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar
sebelumnya yang sebesar 5,26%. NPL kredit konsumsi
7,06% pada triwulan laporan atau meningkat
juga meningkat menjadi sebesar 3,67% dari triwulan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
lalu yang sebesar 3,18%.
6,07%.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan NPL
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terutama
BPR Jawa Tengah pada triwulan I 2017 terjadi
didorong oleh peningkatan NPL sektor
pada seluruh komponen. NPL kredit modal kerja BPR
perdagangan besar dan eceran dan pertanian. NPL
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar
kredit sektor perdagangan besar dan eceran tercatat
9,45%; meningkat dari triwulan IV 2016 yang sebesar
sebesar 9,14% pada triwulan laporan atau meningkat
8,12%. Sejalan dengan kredit modal kerja, NPL kredit
dari triwulan IV 2016 yang sebesar 8,36%. NPL kredit
12%
12%
10%
10%
8%
8%
6%
6%
4%
4%
2%
2% 0%
0% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH NPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
85
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
IV
I
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
NPL INDUSTRI PENGOLAHAN NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
86
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
120%
Berdasarkan lapangan usahanya, pertumbuhan
115%
kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I 2017
110%
terutama didorong oleh kinerja sektor industri
105% 100%
p e n g o l a h a n . K re d i t U M K M s e k t o r i n d u s t r i
95%
pengolahan tercatat tumbuh sebesar 34,70% (yoy)
90% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
pada triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,51%.
LDR BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
Sementara itu kredit UMKM sektor pertanian,
sektor pertanian tercatat sebesar 9,40% pada triwulan
kehutanan dan perikanan serta perdagangan besar dan
laporan atau meningkat dari triwulan sebelumnya yang
eceran tercatat mengalami perlambatan pada triwulan
tercatat sebesar 7,70%.
laporan menjadi sebesar 17,90% (yoy) dan 9,49% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah
sebelumnya sebesar 19,05% (yoy) dan 15,04% (yoy).
pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2016. FDR BPR Jawa
Risiko kredit UMKM pada triwulan I 2017
Tengah tercatat sebesar 102,47 % pada triwulan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
laporan atau meningkat dibandingkan triwulan
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
sebelumnya yang sebesar 99,67%.
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa Tengah pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
tercatat sebesar 3,35% atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,01%. Angka ini lebih kecil dibandingkan NPL kredit UMKM nasional triwulan I 2017 yang sebesar 4,12%.
40,43%, mengalami peningkatan dibandingkan
Peningkatan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan IV 2016 sebesar 39,46%. Sedangkan secara
triwulan I 2017 terutama didorong oleh peningkatan
tahunan, kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 12,97% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,40% (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit UMKM
NPL sektor pertanian dan perdagangan besar dan eceran yang merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,48%,
nasional triwulan I 2017 yang sebesar 9,41% (yoy). 30
6%
25
5%
20
4%
15
3%
10
2%
5
1%
0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
JAWA TENGAH
Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
I
II III 2016
IV
I 2017
0%
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
NASIONAL
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
JAWA TENGAH
Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Jawa Tengah dan Nasional
100 RP TRILIUN 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 I
%, YOY
30
4
%
RP TRILIUN
4,0
3 20
2
3,5
10
1
0
II III 2013
IV
I
II III 2014
KREDIT UMKM
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
0
I 2017
I
II III 2013
IV
PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
I
II III 2014
IV
I
NOMINAL NPL KREDIT UMKM
II III 2015
IV
I
II III 2016
Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
170
6
%, YOY
I 2017
3,0
PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
140
IV
%, YOY
5
110
4
80
3
50
2 20 -10
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
I
II III 2014
IV
I
INDUSTRI PENGOLAHAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
1
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I 2017
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Sektor
Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,06%.
Namun, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah tersebut
Sementara itu, NPL sektor pertanian dan sektor industri
berada di atas pangsa nasional yang hanya tercatat
tercatat sebesar 2,84%, meningkat dibandingkan
sebesar 18,77%. Penyaluran kredit UMKM di Jawa
triwulan lalu yang tercatat sebesar 2,74%. Sedangkan
Te n g a h m a y o r i t a s d i t u j u k a n k e p a d a s e k t o r
NPL sektor industri pengolahan pada triwulan laporan
perdagangan besar dan eceran (61,39%), diikuti sektor
tercatat sebesar 3,34%, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,51%.
industri pengolahan (13,17%), dan sektor pertanian (6,74%). Berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam skim
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit
kredit modal kerja dengan porsi 79,78% dari total
UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit
kredit yang diberikan kepada UMKM. Sementara itu,
yang diberikan pada triwulan I 2017 meningkat
kredit yang disalurkan ke dalam skim kredit investasi
menjadi 40,43%, dari sebelumnya sebesar 39,46%.
sebesar 20,22%.
%, YOY
90 RP TRILIUN 80
60
70
%,YOY
RP TRILIUN
5
40
60 50
30
40
20
30
2
4
1
3
10
20 0
10 0
3
50
-10 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
KREDIT MODAL KERJA UMKM KREDIT INVESTASI UMKM
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS) PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
I 2017
I
-1
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM NOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHS PERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
87
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
88
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan I
disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada
2017 mengalami penurunan untuk setiap jenis
triwulan I 2017 turun menjadi sebesar 10,97%
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,84%.
triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,28%, meningkat
Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 9,32% (yoy), laju kredit modal kerja sektor
sebesar 3,01%. Sementara itu, NPL kredit investasi
UMKM Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan
UMKM Jawa Tengah naik menjadi sebesar 3,63%, dari
yang lebih tinggi pada triwulan ini. Sementara itu, laju
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,00%.
kredit investasi UMKM Jawa Tengah pada triwulan laporan menunjukan kondisi yang melambat. Laju kredit investasi UMKM triwulan I 2017 secara nominal meningkat, namun secara pangsa tercatat sebesar 21,59% (yoy), atau turun cukup signifikan dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 32,57% (yoy).
BAB
V
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Aktivitas transaksi keuangan masyarakat di Jawa Tengah baik secara tunai maupun non tunai dapat terselenggara dengan baik, meskipun mengalami pertumbuhan yang melambat. Penyelesaian transaksi keuangan non tunai melalui SKNBI tertahan seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi pada triwulan I 2017. Pengelolaan uang Rupiah mencatatkan peningkatan net inflow dibandingkan triwulan sebelumnya.
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
Kliring Nasional Bank Indonesia. Dengan adanya
Jawa Tengah, laju pertumbuhan penyelesaian transaksi
peraturan tersebut, nilai nominal transfer dana melalui
melalui SKNBI tertahan pada triwulan I 2017. Volume
SKNBI pada 16 November 2015 hingga 30 Juni 2016
pembayaran non tunai selama triwulan pelaporan
tidak dibatasi nilai nominalnya. Sementara transfer
tercatat sebesar 1.150.393 Data Keuangan Elektronik
dana melalui RTGS pada periode yang sama memiliki
(DKE) atau lebih rendah dibandingkan triwulan
batas nilai nominal transfer dana di atas Rp500 juta per
sebelumnya sebesar 1.202.339 DKE. Pertumbuhan
transaksi.
penyelesaian volume transaksi kliring mengalami perlambatan sebesar 0,22% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,28% (yoy). Nilai nominal perputaran kliring tumbuh negatif sebesar 8,26% (yoy), berbalik arah setelah mencatat pertumbuhan sebesar 19,20% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Rata-rata harian jumlah transaksi yang dikliringkan pada triwulan I 2017 sebanyak 18.555 transaksi per hari, lebih rendah 2,78% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 19.085 transaksi per hari. Sejalan dengan penurunan volume transaksi, nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI tumbuh negatif sebesar 5,90% (qtq). Rata-rata nilai transaksi pada
Pertumbuhan triwulan perputaran kliring Jawa Tengah
periode pelaporan sebesar Rp770,25 miliar per hari
mengalami kontraksi sebesar 4,32% (qtq) setelah
atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
mengalami peningkatan 8,06% pada triwulan IV 2016
sebesar Rp818,59 miliar per hari.
(qtq). Nilai transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 7,40% (qtq) seiring dengan tertahannya
Pertumbuhan tahunan rata-rata harian perputaran
pertumbuhan volume transaksi kliring. Jumlah nilai
kliring pada triwulan I 2017 menunjukkan
transaksi pada triwulan I 2017 sebesar Rp47,76 triliun,
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebelumnya, baik secara volume maupun nilai
sebesar Rp51,57 triliun.
transaksi. Pada triwulan laporan volume penyelesaian transaksi tumbuh negatif sebesar 1,40% (yoy), lebih
Aktivitas transaksi kliring mulai menunjukkan transaksi
rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang
yang mendekati pola historis setelah meningkat pasca
tumbuh sebesar 17,41% (yoy). Sedangkan dari sisi
implementasi SKNBI Generasi II. Pada triwulan I 2017,
nominal, pertumbuhan tahunan rata-rata harian
aktivitas kliring meningkat 17,70% (qtq) atau
perputaran kliring tercatat tumbuh negatif 9,74%
memproses 1.147.860 DKE dengan nilai Rp52,05
(yoy), berbalik arah dibandingkan pertumbuhan pada
triliun. Nominal transaksi kliring meningkat 20,32%
triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 13,52% (yoy).
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan aktivitas kliring yang signifikan pada triwulan I 2017
Perlambatan aktivitas penyelesaian transaksi melalui
didorong oleh implementasi Surat Edaran Bank
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
Indonesia No. 17/35/DPSP tanggal 13 November 2015
Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
perihal Batas Nilai Transfer Dana Melalui Sistem Bank
Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya
Indonesia - Real Time Gross Settlement dan Sistem
ditunjukkan dengan menurunnya indikator rata-rata
91
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
1,000
RP MILIAR
RIBU TRANSAKSI
20
18 800
75,0 %, YOY
INDEKS
250
60,0
200
45,0
150
30,0
100
15,0
50
16
400
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NOMINAL SKNBI
IV
I
II III IV 2015
I
II III 2016
IV
I 2017
14
12
,0 I
II III 2012
-15,0
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III IV 2015
I
II III 2016
IV
I 2017
600
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
VOLUME - SKALA KANAN
(50)
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan
perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah
Eceran (SPE). Pada triwulan I 2017, IPR tercatat sebesar
Purwokerto, Kudus, dan Tegal. Sementara kota-kota
175,89 lebih rendah 13,71 poin dibandingkan triwulan
yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar
sebelumnya sebesar 189,60 serta menurun 0,23 poin
adalah Purwokerto, Kudus, dan Pekalongan.
dibandingkan triwulan I 2016. Pertumbuhan ini juga dikonfirmasi oleh dunia usaha yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang berada pada level 14,24% setelah pada triwulan sebelumnya SBT sebesar 19,46%.
Perputaran kliring di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring debit penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet giro (BG). Jumlah rata-rata harian penarikan cek dan BG kosong pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi volume dan nominal dibandingkan triwulan
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
sebelumnya. Rata-rata cek dan BG kosong yang
Semarang dan Solo sebagai pusat perekonomian di
dikliringkan per hari pada triwulan laporan sebanyak
Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
207 warkat per hari atau lebih tinggi 2,39% (qtq) dari
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
triwulan sebelumnya sebanyak 199 warkat per hari.
masing-masing sebesar 43,46% dan 41,51%. Daerah
Sejalan dengan peningkatan volume penarikan cek dan
kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa
BG kosong, nilai penarikan cek dan BG kosong
transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa
meningkat 5,20% (qtq) menjadi Rp9,01 miliar per hari
volume sebesar 24,20% dan 27,68% dari sisi nominal.
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp8,43
Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa
miliar per hari.
1.400
70.000 60.000
1.000
50.000
800
40.000
600
30.000
400
20.000
200
10.000
I
II III 2012 SEMARANG
IV
I SOLO
II III 2013
IV
PURWOKERTO
I
II III 2014 TEGAL
IV KUDUS
I
II III 2015
IV
PEKALONGAN
I
II III 2016
LAINNYA
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
IV
RP MILIAR
-
I
II III 2012
IV
SEMARANG
I SOLO
II III 2013
IV
PURWOKERTO
I
II III 2014
IV
I
TEGAL
KUDUS
II III 2015
IV
PEKALONGAN
I
II III 2016 LAINNYA
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
IV
I 2017
RIBU TRANSAKSI
1.200
I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
92
30,0 RP MILIAR
LEMBAR
25,0
360
320
tumbuh negatif sebesar 6,78% (yoy) dengan nilai sebesar Rp11,74 triliun. Posisi inflow di Jawa Tengah menunjukkan penurunan sebesar 1,95% (yoy) pada
20,0 280 15,0 240
10,0
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NOMINAL
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
I 2017
5,0 IV
200
triwulan laporan. Sementara perkembangan tahunan posisi outflow tumbuh 44,55% (yoy). Jika dilihat secara spasial, pola aliran uang kartal melalui Bank Indonesia Semarang, Solo, dan Purwokerto
VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
menunjukkan pola net inflow, sedangkan Tegal mencatatkan net outflow pada triwulan I 2017. Net
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
inflow tertinggi terdapat di Semarang mengingat peran
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
Tengah dengan peran lapangan usaha industri dan
peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
perdagangan yang dominan.
sebelumnya. Posisi net inflow meningkat 213,36% (qtq) menjadi Rp8,26 triliun pada triwulan laporan dari
Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas untuk
triwulan sebelumnya sebesar Rp2,63 triliun.
memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat
Pergerakan uang kartal ini sesuai dengan pola
dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
historisnya yang mencatatkan aliran uang masuk yang
sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
signifikan di awal tahun. Uang kartal masuk ke Bank
Layanan ini selain dilaksanakan di kantor Bank
Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan sebesar
Indonesia, namun juga dilaksanakan di luar kantor
25,33% (qtq) dari Rp14,66 triliun menjadi Rp18,38
sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada
triliun. Sedangkan aliran uang kartal keluar dari Bank
masyarakat. Layanan kas di luar kantor atau yang
Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)
disebut dengan kas keliling rutin dilakukan di dalam
mengalami penurunan 15,91% (qtq) dari Rp12,03
kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau daerah terpencil. Pada triwulan I 2017, kegiatan kas keliling
triliun menjadi Rp10,11 triliun.
dilaksanakan sebanyak 50 kali. Selama kegiatan kas Pertumbuhan tahunan net inflow mencatat
keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan
pertumbuhan negatif sebesar 29,61% (yoy) apabila
uang Rupiah sebesar Rp62,65 miliar yang dilayani oleh
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
seluruh kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah 8
30 RP TRILIUN 25
RP TRILIUN
6
20 4
15 10
-
(1)
(5)
(20)
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
INFLOW
IV
I
OUTFLOW
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NET INFLOW/(OUTFLOW)
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
IV
I 2017
(10) (15)
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
(3) (5) SEMARANG
SOLO
PURWOKERTO
TEGAL
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
IV
I 2017
2
5
93
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
94
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
70
KALI
RP MILIAR
60
80
9
70
8
60
50
50
40
40
30
30
20
20
2 1 -
III
IV
I
II
III
IV
I
2015 NOMINAL KAS KELILING
II
III
IV
2016
I 2017
20
3
0 2014
30
4
10 II
40
5
0
60 50
7 6
10 I
RASIO (%)
RP TRILIUN
10 I
II
III
IV
I
II
2014
FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
III
IV
I
2015 PEMUSNAHAN
II
III 2016
IV
I 2017
% PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
ini meningkat 8,19% (qtq) dibandingkan triwulan IV
Sepanjang triwulan I 2017, jumlah uang palsu yang
2016 serta meningkat hingga 86,97% (yoy)
ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 5.626 lembar.
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Jumlah ini mengalami penurunan 27,15%
Kas keliling dapat melayani penukaran uang kepecahan
dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan
yang lebih kecil maupun menukarkan uang Rupiah
temuan uang palsu sebanyak 7.723 lembar. Sebagai
lusuh menjadi uang Rupiah Layak Edar.
pusat perekonomian Jawa Tengah, mayoritas uang palsu ditemukan di Semarang (46,34%).Sementara
Sebagai upaya mendorong clean money policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 41,39% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada di level 39,74%. Peningkatan pemusnahan
pangsa penemuan uang palsu di kota lain adalah Solo (24,74%), Tegal (18,08%), dan Purwokerto (10,84%). Secara nominal, uang palsu yang paling banyak ditemukan dalam pecahan Rp100.000 sebanyak 3.338 lembar (59,33%), diikuti oleh pecahan Rp50.000 sebanyak 2.140 lembar (38,04%). Sedangkan uang palsu dalam pecahan lainnya memiliki pangsa masingmasing pecahan kurang dari 2%. Penemuan tersebut antara lain berasal dari klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia (95,18%), hasil setoran bank (2,29%), serta setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,47%), serta klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,05%).
uang Rupiah ini seiring dengan peningkatan inflow pada triwulan I 2017.
3.000
LEMBAR
2.500 2.000 1.500
59,33%
38,04%
1,16%
1,48%
1.000 500 -
SEMARANG
SOLO 100,000
50,000
PURWOKERTO 20,000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
TEGAL 100.000
50.000
20.000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
Bank mencapai Rp334,69 miliar atau meningkat 4,95% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp318,89 miliar. Sementara transaksi 2,47%
93,35%
0,01%
2,29%
penjualan mengalami penurunan sebesar 2,67% (qtq) menjadi Rp312,44 miliar dari Rp321,01 miliar pada triwulan sebelumnya.
KLARIFIKASI BANK
MASYARAKAT
SETORAN BANK
KLARIFIKASI MASYARAKAT
Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan
Grafik 5.11 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
penjualan mencatat pertumbuhan positif masingmasing sebesar 12,36% (yoy) dan 1,12% (yoy). Secara
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
keseluruhan transaksi penukaran valuta asing
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan
mengalami peningkatan sebesar 6,64% (yoy) atau
nilai Rupiah serta menjaga kelangsungan ekonomi,
mengalami perbaikan dibandingkan periode yang
dibutuhkan dukungan pasar keuangan termasuk pasar
sama tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar
valuta asing domestik. Di Jawa Tengah terdapat 28
1,55% (yoy). Peningkatan transaksi ini sejalan dengan
penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa
(KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin dari Bank
Tengah sebesar 40,85% (yoy). Wisatawan asing yang
Indonesia. Dari jumlah tersebut, 53,58% (15 KUPVA)
berkunjung ke Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad
terdapat di wilayah kerja KPwBI Provinsi Jawa Tengah,
Yani – Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo
masing-masing 5 KUPVA di wilayah KPwBI Solo dan
pada triwulan laporan tercatat sebesar 7.317
Purwokerto (17,85%) dan 3 KUPVA di wilayah KPwBI
kunjungan, lebih tinggi dibandingkan periode yang
Tegal (10,72%).
sama tahun lalu sebesar 5.195 kunjungan.
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
mencapai Rp647,13 miliar atau mengalami perbaikan
pada triwulan I 2017 (40,36%) yang diikuti oleh Dolar
sebesar 1,13% (qtq) dibandingkan triwulan
Singapura (SGD, 19,57%), Euro (EUR, 7,09%), Ringgit
sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 2,20% (qtq).
Malaysia (MYR, 6,49%), dan Yen Jepang (JPY, 5,17%).
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
Penggunaan USD masih mendominasi transaksi di Jawa
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
Tengah seiring dengan peran USD sebagai mata uang
%, YOY
RP MILIAR
120
internasional. 750
80
450
40
450
300
0
300
150
(40)
150
(80)
-
-
I
II III 2012
PEMBELIAN
IV
I
PENJUALAN
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III IV 2015
PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN
I
II III 2016
IV
I 2017
600
600
KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
RP MILIAR
I
II III 2012
IV
I
II III 2013 USD
IV
SGD
I MYR
II III 2014 EUR
IV
I JPY
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
LAINNYA
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
I 2017
750
95
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
96
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan dan
masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat di
memberikan pembinaan kepada KUPVA serta
daerah terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
melakukan upaya persuasif kepada KUPVA yang belum
perbankan melalui penyelenggaraan Layanan
berizin agar dapat memperoleh izin selambat-
Keuangan Digital (LKD).
lambatnya tanggal 7 April 2017. Hal tersebut dilakukan
Hingga periode pelaporan, terdapat 17.923 agen LKD
agar dapat mendukung pembentukan iklim sistem
mitra perbankan di Jawa Tengah. Jumlah ini meningkat
pembayaran yang aman, lancar, efisien, serta melindungi konsumen. Penyempurnaan peraturan mengenai penyelenggaraan KUPVA BB diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.18/20/PBI/2016 dan Surat Edaran No.18/42/DKSP perihal Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
5.4. Perkembangan Akses Keuangan Jaringan kantor bank umum masih terpusat di kota-
91,00% (qtq) dibandingkan jumlah agen LKD pada triwulan IV 2016 sebesar 9.384 agen LKD. Seiring dengan peningkatan signifikan pada jumlah agen LKD, nilai transaksi yang dilayani oleh agen LKD meningkat 6,57% (qtq) menjadi sebesar Rp3,21 triliun. Dari sisi volume transaksi, jumlah transaksi yang dilakukan oleh nasabah melalui agen LKD mencapai 2.966.151 transaksi, mengalami penurunan 16,67% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
kota dengan aktivitas perekonomian yang tinggi di
Peningkatan jumlah agen dan nilai transaksi pada
Jawa Tengah. Kota Semarang menjadi kota yang paling
triwulan I 2017 merupakan bentuk komitmen
banyak dilayani perbankan dengan pangsa jaringan
perbankan dalam mendukung penyaluran program-
kantor perbankan sebesar 26,70% terhadap total
program bantuan pemerintah. Transaksi melalui agen
jaringan kantor perbankan di Jawa Tengah, disusul Kota
LKD mitra perbankan dapat memberikan kesempatan
Solo dengan pangsa 13,61%. Sementara pangsa
yang lebih besar kepada masyarakat dalam
jaringan kantor bank di kota lainnya kurang dari 10%.
mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan
Seiring dengan terbentuknya Strategi Nasional
biaya terjangkau. Saat ini masyarakat yang
Keuangan Inklusif melalui Perpres No. 82 Tahun 2016
mendapatkan bantuan sosial berupa Program Keluarga
pada 1 September 2016, Bank Indonesia mendorong
Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
perluasan jangkauan layanan keuangan pada
dapat memanfaatkan bantuan tersebut di agen LKD.
20.000 KOTA SEMARANG KOTA SOLO KAB. BANYUMAS KOTA TEGAL KOTA MAGELANG KAB. CILACAP KOTA PEKALONGAN KAB. KUDUS LAINNYA
27% 14% 7% 7% 4% 4% 3% 4% 30%
RP MILIAR
JUMLAH AGEN
1.400 1.200
15.000
1.000 800
10.000 600 400
5.000
200 0
0
1
2
3
4
5
JUMLAH AGEN LKD
Grafik 5.15 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
6
7
8
9
10
JUMLAH TRANSAKSI AGEN LKD
Grafik 5.16 Realitas Jumlah Agen LKD
11
12
BAB
VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan I 2017 relatif membaik, tercermin dari membaiknya indikator ketenagakerjaan dan berkurangnya kemiskinan. Namun demikian, Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami perlambatan. Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Februari 2017 mengalami perbaikan, tercermin dari meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya persentase pengangguran. Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, NTP pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
6.1. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia produktif sebagai
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
angkatan kerja relatif stabil pada triwulan
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat
Februari 2017 tercatat sebesar 70,20% meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar
sebelumnya, yaitu dari 17,91 juta orang menjadi
69,89%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat masih
sebanyak 18,20 juta orang atau tumbuh 1,62% (yoy).
lebih baik dibandingkan dengan nasional yang tercatat
Meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja ini lebih
sebesar 69,02%.
baik dibandingkan dengan Februari 2016 yang Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak
mengalami perlambatan, mengindikasikan
mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih
berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
tersebut.
kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah
mengalami penurunan jumlah pekerja. Pada Februari
penduduk yang bekerja pada Februari 2017
2017, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja
sebanyak 17,44 juta orang atau 96% dari total
sebanyak 4,97 juta orang atau 28,50% dari total
angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 1,63%
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini
dari periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak
menurun dibandingkan Februari 2016 yang
17,16 juta orang. Sementara itu, sisanya sebesar 4%
mencatatkan tenaga kerja di sektor Pertanian sebanyak
atau 0,76 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang
5,16 juta orang atau 30,07% dari total penduduk
tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak
bekerja.
berbeda jauh dengan nasional, di mana 95% angkatan Jumlah penduduk yang bekerja di lapangan usaha
kerja tergolong bekerja sementara 5% merupakan
pertanian mengalami penurunan sebesar 0,19 juta
pengangguran.
orang atau 3,68% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja,
menurunnya kesejahteraan petani yang tercermin dari
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
penurunan Nilai Tukar Petani (NTP), terutama untuk
triwulan laporan juga mengalami peningkatan
subsektor tanaman pangan dan hortikultura. Imbal
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
hasil yang rendah di sektor pertanian menyebabkan
lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk beralih ke lapangan usaha lainnya yang
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
memberikan pendapatan lebih baik.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) 2013
STATUS PEKERJAN UTAMA ANGKATAN KERJA BEKERJA
2014
2015
2016
2017
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
17,46
17,52
17,72
17,55
18,29
17,30
17,91
17,31
18,20
16,5
16,47
16,75
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
17,44
0,96
1,05
0,97
1
0,97
0,86
0,75
0,8
0,76
70,46
70,42
70,93
69,68
72,19
67,86
69,89
67,15
70,20
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
5,50
5,99
5,45
5,68
5,31
4,99
4,20
4,63
4,15
PEKERJA TIDAK PENUH
4,73
5,21
4,85
4,9
4,91
4,51
4,97
4,22
4,73
1,9
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
1,03
2,83
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
3,7
PENGANGGURAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
SETENGAH PENGANGGUR PARUH WAKTU *Data diolah dari Sakernas 2013-2017 Sumber : BPS Jawa Tengah
99
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
100
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) 2015
STATUS PEKERJAN UTAMA
Februari
2016 Agustus
Februari
2016 Agustus
Februari
PERTANIAN
5,39
4,71
5,16
5,07
INDUSTRI
3,33
3,27
3,22
3,25
4,97 3,6
KONSTRUKSI
1,34
1,53
1,28
1,43
1,25
PERDAGANGAN
4,01
3,8
4,11
3,71
4,12
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
0,49
0,55
0,55
0,55
0,55 0,39
KEUANGAN
0,31
0,34
0,3
0,3
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
2,29
2,07
2,39
2,04
2,4
LAINNYA**
0,17
0,16
0,15
2,44
0,16
TOTAL
17,33
16,43
17,16
16,51
17,44
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017 ** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan Sumber : BPS Jawa Tengah
Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan menempati
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
posisi kedua dengan menyerap 4,12 juta orang atau
mencapai 6,05 juta orang, lebih tinggi dibandingkan
23,62% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
dengan Februari 2016 yang sebesar 5,89 juta orang.
Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan
Meningkatnya jumlah tenaga kerja ini sejalan dengan
pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 0,24%. Adapun
fakta bahwa terjadi peningkatan migrasi pekerja ke
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
sektor industri pengolahan. Lebih jauh, peningkatan ini
ketiga dengan menyerap 3,6 juta orang atau 20,64% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Jumlah pekerja lapangan usaha industri pengolahan ini tumbuh 11,80% (yoy), berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan usaha pertanian yang mengalami penurunan jumlah pekerja. Kondisi ini mengindikasikan adanya fenomena migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di sektor pertanian, saat ini berpindah ke sektor industri pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di sektor pertanian yang berhubungan erat dengan faktor
juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Pada Februari 2017, jumlah pekerja sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,64 juta orang atau 38,10% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat sebesar 6,43 juta orang. Hal serupa dijumpai pada jumlah pekerja di sektor informal yang turut mengalami peningkatan. Pada Februari 2017 pekerja informal tercatat sebanyak 10,79 juta orang, atau meningkat
musim.
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2017
sebanyak 10,72 juta orang.
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan dibandingkan dengan
104
periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja
102
berwaktu penuh Jawa Tengah per Februari 2017
100 98
tercatat sebanyak 12,71 juta orang atau meningkat
96
dibandingkan dengan Februari 2016 yang tercatat
94 92
sebanyak 12,19 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan
90
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 yang
88 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015 TOTAL
I
II
III
IV
2016 HORTIKULTURA
I 2017
tumbuh 5,20% (yoy), lebih baik dibandingkan periode
TANAMAN PANGAN
Grafik 6.1 Perkembangan NTP dalam 5 Tahun Terakhir
yang sama pada tahun 2016 yang sebesar 5,08%.
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2017 (juta orang) 2013*
STATUS PEKERJAN UTAMA
2014
2015
2016
2017
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
BERUSAHA SENDIRI
2,81
2,66
2,82
2,86
3,03
2,68
2,86
2,63
3,07
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
2,93
3,34
2,93
3,19
3,02
2,93
3,35
3,09
3,23
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
0,57
0,54
0,62
0,64
0,57
0,58
0,54
0,50
0,59
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
5,43
5,15
5,74
5,25
6,09
5,71
5,89
5,75
6,05
PEKERJA BEBAS DI PERTANIAN
2,48
2,02
2,29
2,18
0,92
0,79
0,85
0,86
0,92
1,34
1,54
1,34
1,43
1,14
BEKERJA BEBAS DI NON PERTANIAN PEKERJA TAK DIBAYAR
2,29
2,76
2,36
2,43
2,37
2,19
2,32
2,25
2,43
TOTAL
16,51
16,47
16,76
16,55
17,34
16,42
17,15
16,51
17,43
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) 2013
PENDUDUK YANG BEKERJA
2014
Februari
PEKERJA TIDAK PENUH SETENGAH PENGANGGUR
Februari
2015 Agustus
Februari
2016 Agustus
Februari
2017 Agustus
Februari
5,21
4,85
4,90
4,91
4,51
4,97
4,22
4,73
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
1,03
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
3,7
PEKERJA PENUH
11,26
11,90
11,65
12,41
11,92
12,19
12,29
12,71
TOTAL
16,47
16,75
16,55
17,32
16,43
17,16
16,51
17,44
PEKERJA PARUH WAKTU
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
SMA Umum dan SMA Kejuruan yang masing-masing
laporan yang tercatat sebesar 72,88% merupakan
meningkat menjadi 1,97 juta orang dan 1,85 juta
pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu
orang; lebih baik dibandingkan periode sama tahun
penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas
sebelumnya yang sebesar 1,90 juta orang dan 1,64 juta
per minggu. Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu
orang. Peningkatan juga terjadi untuk pekerja dengan
tidak penuh mengalami penurunan, yaitu dari 4,97 juta
latar belakang Universitas dengan jumlah 1,12 juta
menjadi 4,73 juta orang pada periode yang sama.
orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar belakang pendidikan SMP ke atas yang meningkat. Jumlah penduduk yang bekerja dengan
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa Tengah.
tingkat pendidikan SMP pada Februari 2017 tercatat sebanyak 3,47 orang atau meningkat dibandingkan
Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan
Februari 2016 yang tercatat sebanyak 3,28 juta orang.
tingkat pendidikan SD ke bawah pada Februari 2017
Begitu pula dengan pekerja dengan latar belakang
tercatat sebanyak 8,69 juta orang atau menurun
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) 2015
2016
2016
PENDIDIKAN Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
SD KE BAWAH
9,39
8,61
8,92
8,44
8,69
SMP
3,15
3,16
3,28
3,29
3,47
SMA UMUM
1,94
1,91
1,9
1,78
1,97
SMA KEJURUAN
1,51
1,49
1,64
1,71
1,85
DI/II/III DAN UNIVERSITAS
0,35
0,36
0,36
0,35
0,35
UNIVERSITAS
0,98
0,91
1,06
0,93
1,12
TOTAL
17,32
16,44
17,16
16,5
17,45
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebanyak 8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah mengalami penurunan.
101
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
102
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.2. Pengangguran 140
160
INDEKS
INDEKS
150
130
140 120
130
OPTIMIS
110
120 110
100
PESIMIS
90 80
OPTIMIS
100
PESIMIS
90 80 70
70 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015 PENGHASILAN
II
III 2016
IV
I 2017
I
II
III
IV
I
2014
III
IV
2015 PENGHASILAN
LAPANGAN KERJA
II
LAPANGAN KERJA
I
II
III
IV
2016
I 2017
KEGIATAN USAHA
Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Angka pengangguran mengalami peningkatan
Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut
pada Februari 2017 dibandingkan periode yang
sejalan dengan peningkatan keyakinan
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
konsumen terhadap kondisi penghasilan dan
pada Februari 2017 tercatat sebanyak 0,76 juta orang,
lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang akan
lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2016 yang
datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
berjumlah 0,75 juta orang. Berdasarkan data tersebut,
penghasilan yang meningkat menjadi 146,2 dari
Provinsi Jawa Tengah menyumbang 10,84% dari total
sebelumnya 144,00 pada triwulan IV 2016. Begitu pula
angka pengangguran nasional.
dengan ekspektasi lapangan kerja yang meningkat menjadi 133,2 dari sebelumnya 120,00. Hal ini
Sementara itu, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami peningkatan, yaitu dari 4,20% pada
mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan di triwulan mendatang diperkirakan relatif membaik dibandingkan triwulan laporan.
Februari 2016 menjadi 4,15% pada Februari 2017. TPT 5
Jawa Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka
6.3. Nilai Tukar Petani
TPT nasional yang sebesar 5,33%. Salah satu faktor
Pada triwulan I 2017, petani di Jawa Tengah masih
yang turut mendorong penurunan jumlah
mengalami defisit, bahkan lebih dalam
pengangguran di Jawa Tengah adalah meningkatnya
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
lapangan pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa
ekonomi Triwulan I 2017 yang lebih baik dibandingkan
Tengah yang berada di bawah batas 100, dan
periode yang sama tahun sebelumnya.
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV
Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah triwulan I 2017 lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016, tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi lapangan kerja saat ini.
2016. NTP pada triwulan laporan tercatat sebesar 97,50; lebih rendah dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,35. Penurunan NTP ini terjadi di tengah pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan yang relatif meningkat. Lapangan usaha ini mencatatkan
5.
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
50000
INDEKS
PDRB (RP MILIAR)
103 102
45000
101 100
40000
99 35000
98 97
30000
96 95
25000 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
NTP
III
IV
2016
I
124,27 pada triwulan laporan. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh musim panen yang menurunkan harga komoditas pertanian. Penurunan terutama terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar 2,25%, dari 120,41 pada triwulan IV 2016 menjadi 117,70 pada triwulan laporan. Selain itu, subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor
2017
peternakan juga mengalami penurunan penerimaan.
PDRB KATEGORI PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Adapun subsektor yang mengalami peningkatan
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
penerimaan adalah subsektor hortikultura dan perbaikan pertumbuhan menjadi 9,42% (yoy), lebih
subsektor perikanan.
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh Sebaliknya, pengeluaran petani, yang digambarkan
8,75% (yoy).
oleh indeks yang dibayarkan petani meningkat 0,94%; Penurunan NTP Jawa Tengah pada triwulan I 2017
dari sebelumnya 126,27 menjadi 127,46 pada triwulan
didorong oleh menurunnya penerimaan petani
I 2017. Data historis menunjukkan bahwa indeks yang
yang diiringi dengan peningkatan pengeluaran.
dibayar petani mengalami tren peningkatan secara
Penerimaan yang menurun tercermin dari indeks yang
persisten. Peningkatan pengeluaran terjadi pada
diterima petani menurun 0,94%; dari 125,45 menjadi
seluruh subsektor. Lebih lanjut, kenaikan terjadi baik
130
115
INDEKS
INDEKS
125 110 120 105
115 110
100
105 95
100 95 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (It)
IV
I
II III 2015
IV
I
INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
II III 2016
IV
I 2017
90 I
II
III
IV
I
II
2014 TOTAL
NILAI TUKAR PETANI
III
IV
I
II
2015
III
HORTIKULTURA PETERNAKAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
150
I 2017
TANAMAN PANGAN PERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
IV
2016
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
INDEKS
140
140
INDEKS
130
130 120 120 110
110
100
100 90
90 I
II
III
IV
I
2014 TOTAL
II
III
IV
I
2015 HORTIKULTURA PERIKANAN
TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
II
III
IV
2016
I 2017
PETERNAKAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
I
II
III
IV
2014 TOTAL
I
II
III
IV
I
2015 HORTIKULTURA PERIKANAN
TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
II
III
IV
2016
I 2017
PETERNAKAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
103
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
104
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) SUBSEKTOR
I - 2015
II - 2015
III - 2015
IV - 2015
I - 2016
II - 2016
III - 2016
IV - 2016
TANAMAN PANGAN
106,68
97,5
103,73
106,24
101,17
99.83
99,22
98,17
94,61
HORTIKULTURA
102,91
102,83
104,49
107,76
107,43
106.84
109,76
107,99
107,66
I - 2017
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
103,71
105,4
106,87
108,6
107,97
111.07
114,32
119,03
114,35
PETERNAKAN
109,24
109,08
113,60
109,88
109,64
110.44
113,32
109,00
107,62
PERIKANAN
103,92
106,17
109,31
109,46
111,26
112.06
111,87
112,7
113,06
TOTAL
104,99
103,09
107,00
107,95
106,05
106.16
107,85
106,78
104,44
Sumber : BPS Jawa Tengah
pada pengeluaran petani untuk konsumsi, maupun
4.506 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
untuk Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal
mengalami penurunan secara persentase menjadi
(BPPM). Walaupun harga bahan makanan cenderung
13,19% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah, atau
menurun, pengeluaran konsumsi lainnya khususnya
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
untuk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;
yaitu 13,32% dari jumlah penduduk.
serta untuk perumahan mengalami peningkatan. Sementara itu, pengeluaran untuk BPPM meningkat untuk seluruh jenis komponen biaya maupun barang modal.
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.716 ribu jiwa pada September 2015 menjadi 2.614 ribu jiwa
Kemampuan produksi petani pada periode
pada September 2016. Berlawanan dengan hal
l a p o r a n t e rc a t a t m e n g a l a m i p e n u r u n a n .
tersebut, jumlah penduduk miskin yang ada di
Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai
perkotaan mengalami peningkatan bila dibandingkan
Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) 6 pada
dengan periode yang sama tahun lalu, dari 1.790 ribu
triwulan I 2017 menurun menjadi 104,44 dari 106,78
jiwa pada September 2015 menjadi 1.879 ribu pada
pada triwulan IV 2016. Perlambatan NTUP pada
September 2016.
triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat dan subsektor tanaman pangan yang turun masing-masing menjadi 114,35 dan 94,61 pada triwulan I 2017 dari 119,03 dan 98,17 pada triwulan IV 2016. Adapun subsektor yang mengalami peningkatan kemampuan produksi adalah subsektor perikanan.
Penurunan angka kemiskinan pada September 2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila dibandingkan dengan periode September 2015, 6.000 RIBU ORANG
%
17
5.000
15
4.000
6.4. Tingkat Kemiskinan
13 3.000 11
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2.000
2016 mengalami penurunan dibandingkan
1.000
dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat
0
kemiskinan Jawa Tengah per September 2016 sebanyak 4.493 ribu jiwa atau menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 6.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
19
9 7 5 2011
MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15 MAR-16 SEP-16
DESA (%) - SKALA KANAN
KOTA DESA KOTA+DESA KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2016 (ribuan orang)
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah. 2011 - September 2016 (Rupiah) GARIS KEMISKINAN
Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014
2010
2011
1. KOTA
205.606
222.430
234.799
245.817
254.801
268.397 279.036
Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Sep 2015 286.014
299.011
308.163
215.269
322.799
2. DESA
179.982
198.814
211.823
223.622
235.202
256.368 267.991
277.802
296.864
310.295
319.188
322.489
3. KOTA & DESA
192.435
209.611
222.327
233.769
244.161
261.881 273.056
281.750
297.851
309.314
317.348
322.748
Sumber : BPS, diolah
jumlah penduduk miskin di pedesaan turun sebesar
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
3,76% atau setara dengan 102 ribu orang. Hal ini
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
sejalan dengan Pemprov Jateng yang diturunkan
tahunan sebesar 4,75% dari Rp308,163 per
melalui empat strategi, yakni i) mengurangi beban
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
pengeluaran masyarakat miskin; ii) meningkatkan
Rp322.799 per kapita/bulan pada September 2016.
pendapatan melalui pemberdayaan ekonomi; iii)
Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
mengembangkan UMKM, dan iv) sinergitas kebijakan
juga mengalami kenaikan sebesar 3,93%, dari
antar instansi dengan optimalisasi pragram atau
Rp310,295 per kapita/bulan pada September 2015
anggaran. Sementara di perkotaan, jumlah penduduk
menjadi Rp322,489 per kapita/bulan pada September
miskin naik sebesar 5% atau setara dengan 89 ribu
2016. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada
desa meningkat 4,34% dari Rp309,314 per
September 2016 mencapai 2.614 ribu jiwa sedangkan
kapita/bulan pada September 2015 menjadi
di perkotaan mencapai 1.879 ribu jiwa.
Rp322,748 per kapita/bulan pada September 2016.
Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penduduk miskin. Penduduk yang memiliki
penurunan dibandingkan dengan periode yang
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk
pada September 2016 sebanyak 27,76 juta jiwa, lebih
miskin. Namun demikian kesejahteraan masyarakat
rendah dibandingkan September 2015 yang sebesar
pada triwulan laporan meningkat, sehingga
28,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di tingkat
pengeluaran per kapita masyarakat mampu tumbuh
nasional ini mengalami penurunan sebesar 750 ribu
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis
jiwa atau turun 2,63%. Secara keseluruhan, Provinsi
kemiskinan.
Jawa Tengah pada triwulan laporan berkontribusi pada 16,19% dari total penduduk miskin nasional,
6.5. Pembangunan Manusia8
meningkat dibandingkan kontribusi pada bulan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah
September 2015 yang sebesar 15,80%.
mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat sebesar 69,98,
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.7
meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
69,49. Dengan perkembangan tersebut, status
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
termasuk dalam kategori sedang (nilai IPM 60 – 70).
7.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
8.
Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut: a.Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) b.Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) c.Standar Hidup: PNB per kapita
105
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.8. Perbandingan IPM Provinsi Peers 70
INDEKS
IPM
PROVINSI
69
2015
2016
70,27
70,96
PERTUMBUHAN IPM (%, YOY)
68
BANTEN
67
DKI JAKARTA
78,99
79,60
0,77
JAWA BARAT
69,50
70,05
0,79
69,98
70,18
69,55
69,49
68,90
68,78
68,31
68,02
67,70
67,21
65
67,09
66
66,64
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
106
0,98
JAWA TENGAH
69,49
69,98
0,71
DI YOGYAKARTA
77,59
78,38
1,02
JAWA TIMUR
68,95
69,74
1,15
NASIONAL
69,55
70,18
0,91
64
2011
2012
2013 JAWA TENGAH
2014
2015
2016
NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Capaian Jawa Tengah ini tercatat masih lebih rendah
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
dibandingkan dengan nasional yang sudah
seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun
mencatatkan status pembangunan manusia kategori
standar hidup.
tinggi (nilai IPM 70 – 80), dengan nilai IPM 70,18; meningkat dibandingkan IPM tahun 2015 yang sebesar
Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi
69,55.
(nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status Dibandingkan dengan provinsi se-Kawasan Jawa, IPM
pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 – 80); 17
Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah
kabupaten/kota memiliki status pembangunan
setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status
manusia sedang (nilai IPM 60 – 70); dan tidak ada yang
pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta,
memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai
dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai
IPM < 60).
IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada kategori sedang, bersama dengan Jawa Barat, dan Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun 2016. Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah
Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota Surakarta. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara.
merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di Kawasan Jawa. Tabel 6.9. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen KOMPONEN
SATUAN
TAHUN 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
KESEHATAN ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
TAHUN
72,73
72,91
73,09
73,28
73,88
73,96
74,02
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
TAHUN
11,09
11,18
11,39
11,89
12,17
12,38
12,45
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
TAHUN
6,71
6,74
6,77
6,8
6,93
7,03
7,15
0
Rp8.992
Rp9.296
Rp9.497
Rp9.618
Rp9.640
Rp9.930
10.153
66,08
66,64
6721
68,02
68,78
69,49
69,86
0,84
0,86
1,21
1,12
1,04
0,71
PENGETAHUAN
STANDAR HIDUP LAYAK PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN IPM PERTUMBUHAN IPM
%
107
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
6.6. Pemerataan Penduduk Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
rendah dibandingkan koefisien Gini nasional yang
Jawa Tengah pada September 2016 mengalami
sebesar 0,39. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
dibandingkan dengan nasional.
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan. Pada September 2016, koefisien Gini perkotaaan Jawa
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan Pada September 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
perdesaan yang sebesar 0,31. Tingkat ketimpangan
tercatat sebesar 0,36; lebih rendah dibandingkan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
tingkat nasional. Koefisien Gini perkotaan nasional
ini mengindikasikan tidak ada peningkatan
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
yang sebesar 0,32.
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih 0,42
INDEKS
0,44
0,42
0,42
0,40
SEPTEMBER2015 MARET 2016 SEPTEMBER 2016
INDEKS
0,41 0,41
0,40 0,40
0,38
0,38
0,38 0,38
0,36 0,36
0,34
0,34
0,34
0,33 0,33
0,32
0,32
0,32
0,30
0,32
0,31
0,30
2010
2011
2012
2013
JAWA TENGAH
2014
2015
2016
PERKOTAAN
PERDESAAN
JAWA TENGAH
NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
PERKOTAAN
PERDESAAN
NASIONAL Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
BAB
VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami perlambatan diiringi inflasi yang meningkat.
7.1. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017 P e r t u m b u h a n e k o n o m i d i J a w a Te n g a h diperkirakan melambat pada triwulan III 2017. Perlambatan ini merupakan normalisasi setelah peningkatan tinggi pada triwulan II 2017, atau periode
membaik seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak. Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat diperkirakan berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Ramadhan dan Lebaran. Walaupun lebih lambat, diproyeksikan masih berada pada kisaran yang tinggi,
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
yaitu 5,2%-5,6% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran,
Konsumsi diperkirakan masih menjadi sumber
perlambatan terutama bersumber dari konsumsi rumah
utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Lebih
tangga dan investasi. Sementara pada sisi lapangan
rinci, konsumsi tersebut terutama berasal dari konsumsi
usaha, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
rumah tangga dengan pangsa mencapai 60% dari total
usaha industri pengolahan dan lapangan usaha
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sementara itu,
perdagangan.
konsumsi pemerintah memberikan sumbangan sekitar
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah periode tersebut
8%, sedangkan konsumsi lembaga non profit yang Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,28%. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang
melayani rumah tangga (LNPRT) hanya memiliki peran di bawah 2%. Pada triwulan III 2017, konsumsi dari sisi swasta, yaitu rumah tangga dan LNPRT mengalami perlambatan, seiring dengan normalisasi pasca periode Ramadhan dan Lebaran. Sebaliknya, konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan signifikan.
utama Jawa Tengah diperkirakan meningkatkan kegiatan usaha, khususnya ekspor. Komitmen
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
pemerintah untuk meningkatkan kemudahan investasi
sedikit melambat pada triwulan III 2017. Ramadhan
dan berusaha di Indonesia, serta komitmen dalam
dan Lebaran yang semakin bergeser menjadi salah satu
pembangunan infrastruktur diperkirakan mendukung
faktor utama perlambatan komponen ini. Pada tahun
percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017.
2016, minggu terakhir Ramadhan dan Lebaran jatuh
Lebih lanjut, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan
pada triwulan III, sementara pada tahun laporan,
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan 2015*
PENGELUARAN I KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT
4,51
2016**
2017p
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
I
4,28
4,28
4,74
4,45
4,75
4,80
4,36
4,41
4,57
4,59
3,19
8,35
(3,04)
8,73
9,17
3,47
1,60
5,61
3,24
KONSUMSI PEMERINTAH
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
(12,53)
(1,45)
(1,71)
2,57
PMTB
6,24
3,11
4,31
6,81
5,12
5,34
6,87
5,54
6,09
5,96
5,50
EKSPOR LUAR NEGERI
(3,05)
(1,56)
1,51
4,72
0,28
(0,28)
(1,59)
(10,48)
3,13
(2,22)
8,32
IMPOR LUAR NEGERI
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(25,77)
(16,03)
(26,76)
(12,77)
(18,81)
2,59
(14,49)
27,27
NET EKSPOR ANTARDAERAH
9,79
21,63
(3,58)
(74,45)
0,65
(34,48)
(7,31)
(0,26)
59,79
(13,17)
39,77
PDRB
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
5,20
(9,66) (12,33)
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
IIp
IIIp
TOTALp
111
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
112
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
keseluruhan bulan Ramadhan dan Lebaran terdapat
meningkat dibandingkan realisasi pada tahun 2016
pada triwulan II. Dengan demikian, konsumsi terutama
yang mencapai Rp38 triliun. Selain itu, dari sisi
rumah tangga akan bergeser sehingga terjadi
pemerintah, percepatan pembangunan infrastruktur
perlambatan pada triwulan III 2017. Namun demikian,
diperkirakan masih terus berlanjut. Beberapa proyek
konsumsi diproyeksikan masih dapat tumbuh pada
infrastruktur tersebut diantaranya: (i) Jalan Tol Trans
level yang cukup tinggi didukung oleh daya beli
Jawa, (ii) Double track rel kereta api, (iii) pengembangan
masyarakat yang terjaga. Optimisme masyarakat akan
Pelabuhan Tanjung Emas, (iv) pengembangan Bandara
kondisi ekonomi ke depan terlihat dari hasil survei
Ahmad Yani, (v) beberapa infrastruktur energi
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
penunjang industri.
indeks ekspektasi konsumen terus berada di atas level 100.
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan III 2017. Seiring dengan membaiknya
Serupa dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi
perekonomian global, ekspor luar negeri diharapkan
LNPRT juga diperkirakan melambat pada triwulan III
mengalami pertumbuhan. Perekonomian Amerika
2017 sehubungan dengan pergeseran masa Ramadhan
Serikat diperkirakan mengalami perbaikan, terutama
dan Lebaran. Kegiatan sosial yang tahun lalu lebih
berasal dari konsumsi yang didukung oleh kondisi
banyak dilakukan pada triwulan III, akan bergeser ke
ketenagakerjaan yang membaik. Selain itu, kondisi
triwulan II pada tahun 2017. Namun, perlambatan
ekonomi mitra dagang utama lainnya seperti Eropa
komponen ini tidak memberikan dampak signifikan
juga berpotensi membaik, terutama pada kinerja
secara langsung mengingat pangsanya yang tidak
konsumsi dan ekspor. Lebih lanjut, berdasarkan hasil
mencapai 2%.
kegiatan liaison yang dilakukan Bank Indonesia,
Berlawanan dengan konsumsi swasta di atas, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan melonjak tinggi pada triwulan III 2017. Hal ini berkaitan
permintaan akan produk furnitur cenderung lebih tinggi pada semester II.
dengan pendapatan pemerintah yang lebih baik
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016,
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
pendapatan pemerintah terutama yang berasal dari
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pajak mengalami penurunan sehingga pemerintah
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
melakukan penghematan atau pemotongan anggaran
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
belanja. Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2016
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan III
mengalami kontraksi dalam sebesar 12,53% (yoy).
2017, perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
Selanjutnya, kinerja investasi diperkirakan masih meneruskan tren peningkatan pertumbuhan pada
pada seluruh lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan; pertanian; serta perdagangan.
triwulan III 2017. Dinas Penanaman Modal dan
Lapangan usaha industri pengolahan diproyeksikan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah pada
menargetkan investasi baru yang masuk secara
triwulan III 2017 seiring dengan normalisasi permintaan
keseluruhan tahun 2017 sebesar Rp41 triliun,
domestik pasca periode Ramadhan dan Lebaran.
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 2015*
PENGELUARAN I
2016**
2017p
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
TOTAL
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
4,05
7,48
4,26
6,98
5,60
(1,96)
(0,02)
3,02
8,75
2,13
9,42
INDUSTRI PENGOLAHAN
5,56
4,25
4,71
4,73
4,81
3,99
4,80
4,19
3,43
4,09
4,11
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
2,91
2,98
2,01
8,06
3,97
7,76
5,68
1,98
5,20
5,10
5,19
PDRB
5,54
5,22
5,02
6,10
5,47
5,08
5,71
5,01
5,33
5,28
5,20
I
II
TOTAL
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
Lebih lanjut, perlambatan permintaan domestik juga
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
diperkirakan berdampak pada pertumbuhan lapangan
iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum
usaha perdagangan besar dan eceran.
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang kompetitif juga menjadi faktor pendukung.
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi tumbuh melambat pada triwulan III 2017. Berdasarkan
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD),
pemerintah juga diharapkan sudah mulai memberikan
komoditas beras sebagai penyumbang utama lapangan
dampak positif terhadap ekonomi Jawa Tengah.
usaha pertanian sedang dalam masa tanam pada
Tambahan dana yang masuk ke Indonesia diharapkan
periode tersebut. Selain itu, komoditas bawang merah
dapat menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
pun dalam masa tanam. Adapun komoditas yang
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
mengalami panen pada triwulan III yaitu aneka cabai.
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
pemerintah lebih tinggi.
tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Peningkatan
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan,
2017 antara lain tingkat inflasi yang dapat menahan
pertanian, dan perdagangan. Sejalan dengan
daya beli masyarakat. Inflasi pada tahun 2017
perbaikan ekonomi global dan domestik, permintaan
diperkirakan meningkat, terutama didorong oleh
terhadap hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan
kelompok administered prices, seiring dengan tren
mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan
kinerja lapangan usaha perdagangan, serta industri
energi.
pengolahan. Kondisi cuaca diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2015-2016 di mana terjadi El Nino dan La Nina sehingga dapat lebih kondusif bagi lapangan usaha pertanian.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dan proyek infrastruktur. Pada tahun 2016, realisasi proyek
Komitmen pemerintah untuk pembangunan
pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat dari
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
sebesar 93,49%, lebih tinggi dari capaian tahun
peningkatan kinerja investasi dan industri dan berujung
sebelumnya yang sebesar 87,98%. Namun, adanya
pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi
pemotongan anggaran pemerintah menyebabkan
113
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
114
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
belanja operasional menurun. kondisi ini menjadi faktor
Menurunnya inflasi pada triwulan III 2017 juga
risiko pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun
didukung oleh pasokan beras yang diperkirakan masih
2017.
terjaga. Bulog Divre Jawa Tengah menyatakan optimis penyerapan beras mampu mencapai 602 ribu ton
Adapun risiko dari eksternal adalah berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok, serta tingginya persaingan di pasar global dengan negara yang memiliki produk ekspor serupa. Selain itu, dengan pergantian pemerintahan Amerika Serikat, kebijakan ekonomi negara tersebut dapat mengalami perubahan
hingga akhir tahun 2017, mengingat serapan yang baik pada tahun lalu. Sebelumnya, pada tahun 2016 lalu realisasi serapan beras 597.738 ton atau tercapai sekitar 117,38% dari target 505 ribu ton. Pencapaian beras tersebut membuat Jawa Tengah menjadi satu dari tujuh daerah yang surplus di Indonesia.
sehingga berdampak pada perekonomian Jawa Tengah, baik terkait pasar keuangan, nilai tukar,
Sementara itu, inflasi kelompok administered
maupun perdagangan.
prices relatif menurun seiring dengan tidak adanya lagi kenaikan tarif listrik untuk golongan
7.2. Prospek Inflasi Triwulan III 2017 dan Tahun 2017
reformasi kebijakan energi Pemerintah di tahun
7.1.1. Perkiraan Inflasi Triwulan III 2017
2017. Kenaikan TTL 900 VA nonsubsidi disesuaikan
Inflasi triwulan III 2017 diperkirakan menurun
sebanyak tiga periode, di mana kenaikan terakhir
dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
berlangsung pada Mei 2017. Risiko peningkatan juga
ini terjadi di seluruh kelompok, terutama berasal
tertahan akibat kebijakan energi pemerintah yang
dari kelompok volatile food dan administered
menunda penyaluran subsidi elpiji 3 kg dengan
prices. Inflasi volatile food diperkirakan menurun
menggunakan uang elektronik pada tahun 2018
seiring normalisasi permintaan pasca Lebaran serta
mendatang.
mampu yang menjadi salah satu bagian upaya
meningkatnya pasokan untuk komoditas bumbubumbuan. Sementara itu, inflasi administered prices diperkirakan menurun akibat tidak adanya lagi penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi selama tiga
Meskipun demikian, masih terdapat potensi risiko kenaikan dari komoditas energi lainnya pada triwulan III 2017, yakni rencana kebijakan penyesuaian BBM satu
kali periode yang telah dilaksanakan hingga
harga. Adapun risiko yang menahan penurunan inflasi
pertengahan tahun 2017.
lebih dalam lainnya berasal dari kenaikan tarif angkutan udara dan kereta api seiring perayaan Idul Adha dan
Laju inflasi kelompok volatile food diperkirakan
Tahun Baru Islam pada September 2017.
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 didorong oleh normalisasi harga usai perayaan
Adapun inflasi kelompok inti diperkirakan
Lebaran serta meningkatnya pasokan bumbu-
menurun pada level moderat di tengah
bumbuan terutama komoditas bawang merah.
normalisasi permintaan pasca Lebaran. Hal ini
Berdasarkan informasi dari Asosiasi Bawang Merah
sejalan dengan ekspektasi harga konsumen dan
Indonesia (ABMI) Kabupaten Brebes, komoditas
produsen pada 6 bulan mendatang yang menunjukkan
bawang merah akan mengalami panen pada Agustus-
penurunan. Inflasi untuk komoditas makanan jadi dan
September 2017 sesuai dengan pola musimannya.
sandang diperkirakan menurun usai Lebaran. Lebih
jauh, meredanya tekanan ekonomi eksternal dan
2017, yaitu 4±1% (yoy). Koordinasi kebijakan
prospek positif dari berlanjutnya perbaikan ekonomi
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian
domestik, mengakibatkan nilai tukar rupiah
inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam
diperkirakan cenderung stabil pada triwulan III 2017.
menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
Potensi membaiknya nilai tukar ini selanjutnya
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
menurunkan tekanan inflasi untuk kelompok inflasi inti
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko
traded.
moderat kenaikan harga volatile food.
Namun demikian, penurunan inflasi ini tertahan akibat
Peningkatan inflasi komoditas administered
tekanan harga yang diperkirakan berasal dari kenaikan
prices juga sejalan dengan kenaikan harga minyak
biaya pendidikan sesuai dengan pola musimannya di
dunia. Pada akhir tahun 2017, U.S. Energy Information
triwulan ketiga. Selain itu, tekanan inflasi diperkirakan
Administration (EIA) memproyeksikan harga minyak
juga diprediksi berasal dari kenaikan harga bahan
mentah West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD
bangunan, meliputi semen, batu bata, pasir, dan besi
52,54 per barel, meingkat dibandingkan dengan rata-
beton. Hal ini sejalan dengan upaya akselerasi
rata harga pada tahun 2016 yang sebesar USD 43,33
p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r, t e r u t a m a
per barel. Peningkatan harga minyak mentah ini
pembangunan/perbaikan infrastruktur jalan.
selanjutnya akan berimplikasi pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta kenaikan Tarif Tenaga
7.1.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017
Listrik (TTL). Selain itu, kebijakan pemerintah untuk
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017
memulai pencabutan subsidi listrik untuk 18,7 juta
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
pelanggan 900 VA sejak 1 Januari 2017 bertahap
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
selama tiga periode ini juga meningkatkan inflasi dari
kelompok administered prices, seiring dengan tren
kelompok administered prices.
kenaikan harga minyak dunia dan reformasi kebijakan energi. Kenaikan juga diperkirakan terjadi untuk kelompok core di tengah membaiknya daya beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile food diperkirakan relatif terjaga seiring dengan produksi panen padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih
Pada kelompok inti, meningkatnya daya beli masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan inflasi. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli masyarakat. Dari sisi domestik, upaya pembangunan
baik dibandingkan tahun lalu. 9
Peningkatan inflasi di tahun 2017 berasal dari
%, YOY
8 7
penyesuaian harga komoditas barang yang diatur
6
pemerintah, terutama untuk kebijakan energi.
5
Sementara untuk kelompok volatile food, rendahnya
3
inflasi pada tahun 2016 lalu, diperkirakan akan terus berlanjut seiring meningkatnya produksi dan membaiknya upaya pengendalian inflasi. Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada sasaran inflasi
4
2 1 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I
IIp IIIp 2017
IVp
p) Angka perkiraan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
Grafik 7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
115
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
116
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
infrastruktur dan konstruksi sektor swasta diperkirakan
hujan yang lebih tinggi mampu menurunkan kualitas
akan mendorong kenaikan harga semen dan bahan
cabai serta menyebabkan gagal panen. Untuk
baku bangunan lainnya. Selanjutnya, kenaikan harga
mengatasinya, pemerintah senantiasa berupaya untuk
yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan
membenahi distibusi logistik pangan. Salah satu
ekonomi global. Meskipun telah mengalami revisi
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi
pertumbuhan, berdasarkan data IMF, pertumbuhan
Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes. Sebagai
ekonomi dunia diperkirakan masih akan tumbuh
penghasil bawang merah terbesar nasional, Brebes
membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan
akan dijadikan gudang produksi bawang merah
Jepang yang merupakan mitra dagang utama Provinsi
nasional.
Jawa Tengah. Untuk komoditas lainnya, saat ini Bank Indonesia Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan sedikit
sedang mengembangkan klaster bawang putih di
meningkat pada level moderat dibandingkan tahun
delapan kabupaten. Delapan klaster tersebut
2016. Meskipun demikian, inflasi kelompok ini relatif
diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 ton tiap
terjaga dan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya di
satu kali masa tanam. Jumlah tersebut diproyeksikan
tengah terjaganya pasokan komoditas strategis yang
dapat memenuhi kebutuhan bawang putih di Jawa
diriingi dengan upaya pengendalian inflasi. Pemerintah
Tengah dan menambah pasokan nasional, sehingga
memastikan pangan di Indonesia dalam kondisi aman
diharapkan mampu meredam inflasi komoditas
hingga 2017 yang akan datang. Selain itu, curah hujan
bawang putih, yang mayoritas masih impor dari
akhir 2016 hingga pertengahan 2017 relatif tinggi
Tiongkok dan India.
sehingga menunjang produksi petani, di tengah Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
meningkatnya frekuensi masa panen.
komoditas pangan strategis, Bank Indonesia bersama Meskipun demikian, tekanan inflasi yang perlu
TPID Provinsi Jawa Tengah sudah mempersiapkan
diwaspadai berasal dari komoditas hortikultura,
berbagai program pengendalian inflasi di tahun 2017.
meliputi aneka cabai dan bawang merah. Intensitas Tabel 7.3. Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017 KELOMPOK
RISIKO
FAKTOR RISIKO TAHUN 2017 - Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan mendorong penurunan produksi hortikultura - Keberlanjutan dari program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti program 1000 embung dan
Volatile Food
RENDAH
bantuan alat mesin pertanian (alsintan) - Kondisi hasil pertanian yang surplus - Optimalisasi pembenahan distribusi logistik pertanian - Kenaikan TTL di tengah penyesuaian tarif listrik 900 VA nonsubsidi
Administered Price
TINGGI
- Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia - Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan - Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai. - Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Core Inflation
MODERAT
- Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta - Dampak lanjutan dari kenaikan TTL, seperti sewa rumah - Kenaikan harga emas internasional
Beberapa hal yang dilakukan adalah penggunaan SiHaTi mobile app Gen III yang mensinergikan informasi pasokan pangan hulu-hilir, kebijakan pasar murah, operasi pasar, dan sidak lapangan ketika terjadi gejolak harga di masyarakat. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat tetap menjaga inflasi Jawa Tengah tahun 2017 di level yang terkendali.
117
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Daftar Istilah Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
(IKK)
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
(IHK)
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
(PAD)
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
Manusia
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah . Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Andil Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Bobot Inflasi
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
119
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
DAFTAR ISTILAH
PDRB Atas Dasar Harga
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
Berlaku
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
PDRB Atas Dasar Harga
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
Konstan
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
Resiko (ATMR)
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(CAR)
(ATMR).
Financing to Deposit Ratio
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
(FDR)
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
120 DAFTAR ISTILAH
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Loans/Financing (NPLs/Ls) Penyisihan Penghapusan
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
Aktiva Produktif (PPAP)
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
Loans/Financing (NPLs/Fs)
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
(NPLs) – NET
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
Time Gross Settlement (BI
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
RTGS)
pembayaran dan penerimaan pembayaran.