KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA MEI 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo
: Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur A.Yusnang
: Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan
: Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim
: Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi
: Analis / Manajer
Rivo Mandey
: Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot
: Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/ atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
i
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia VISI Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara VISI Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. MISI 1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi kebijakan. 2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank Indonesia. 3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
ii
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara Periode Mei 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait. Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Mei 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo Direktur
iii
Daftar Isi VISI DAN MISI BANK INDONESIA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAFTAR TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH PDRB – Jenis Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor-Impor PDRB – Kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor Konstruksi Transportasi Industri Pengolahan Box I. Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tumbuh Inklusif dan Berkualitas BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Evaluasi Realisasi Inflasi Arah Perkembangan Inflasi Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambaran Umum Perbankan Akses Keuangan Dan UMKM Ketahanan Korporasi Ketahanan Rumah Tangga BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai Pengelolaan Uang Tunai BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Kesejahteraan BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan Ekonomi Inflasi DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ii iii iv v vi vii 1 5 5 6 8 10 11 11 12 12 13 13 15 17 17 18 19 20 20 26 27 30 30 31 33 35 38 38 39 41 41 42 45 45 46 47
iv
Daftar Grafik Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan I 2017 Grafik 1.3. Kinerja Sektor Pertanian, Curah Hujan dan Nilai Tukar Petani Grafik 1.4. Kredit Konsumsi dan NPL Grafik 1.5. Tabungan dan Deposito Perseorangan Grafik 1.6. Nilai Tukar Petani Grafik 1.7. Penjualan Mobil dan Impor Barang Modal Grafik 1.8. Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi Grafik 1.9. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 1.10. Nilai Ekspor dan Harga CNO Grafik 1.11. Nilai Impor Grafik 1.12. Produksi Beras Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Grafik 1.14. Produksi Industri Pengolahan Kelapa Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Januari 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Februari 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Maret 2017 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.4. Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.9. Perkembangan Harga CNO dan Ekspor Minyak Nabati Sulawesi Utara Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%)
5 5 6 7 7 8 8 9 9 10 11 12 13 14 17 18 20 20 22 24 25 30 31 31 32 32 32 33 33 34 34 34 35 35 35 36 36 36 36 37 37 38 39 40 41
v
Daftar Tabel Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 1.5. Pangsa Lapangan Usaha Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tabel 3.1. Inflasi April 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan Tabel 6.7. Nilai Tukar Petani
6 6 6 11 11 17 18 18 19 18 19 26 41 42 42 42 42 43 44
vi
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR I. MAKRO NASIONAL TW I 4.71 A PDB Nasional (yoy) 6.38 B Inflasi Nasional (yoy) TW I II. MAKRO REGIONAL (0.40) A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 5. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 6. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 7. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 8. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 9. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 10. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 6.40 B PDRB Penggunaan - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) - Konsumsi Pemerintah 7.19 - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 - Perubahan Persediaan (72.36) - Ekspor Luar Negeri (3.15) - Impor Luar Negeri 1.64 - Net Ekspor Antardaerah (8.21) C PDRB Sektoral 6.40 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 Pertambangan dan Penggalian 12.40 Industri Pengolahan 4.57 Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 Konstruksi 7.12 Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 Transportasi dan Pergudangan 8.78 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 Informasi dan Komunikasi 8.20 Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 Real Estate 7.56 Jasa Perusahaan 8.14 Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 Jasa Pendidikan 2.62 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 Jasa lainnya 6.17 II. MONETER TW I Policy Rate (%)* 7.50 Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I 1. Ekspor (ribu USD) 217,525 2. Impor (ribu USD) 17,027 IV. PERBANKAN** TW I A. Jumlah Bank 46 1. Bank Umum 24 1.1. Bank Pemerintah 6 1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 3. Bank Syariah 4 B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 1. Bank Umum 292 1.1. Konvensional 276 1.2. Syariah 16 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 2.1. Konvensional 55 2.2. Syariah C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 1. Bank Umum (non syariah) 34,381 2. BPR 973 3. Bank Syariah 485 Keterangan : * Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016 ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
TW II 4.67 7.26 TW II 2.14 8.73 0.49 1.21 0.07 0.05 0.36 0.17 0.27 0.94 6.27 6.06 (1.55) 7.80 6.61 (77.23) (13.86) (25.08) (9.23) 6.27 4.43 8.35 3.67 4.35 8.29 7.53 5.49 7.99 7.50 9.23 2.58 7.14 8.26 9.24 5.81 9.35 7.42 TW II 7.50 13,313 TW II 237,181 10,714 TW II 46 24 6 18 18 4 350 295 279 16 55 55 37,037 35,566 977 494
2015 TW III 4.73 6.83 TW III 2.23 9.34 0.62 2.37 0.67 0.08 0.07 0.13 (0.28) 6.31 6.72 5.65 10.96 12.86 (62.90) (9.52) 3.54 8.49 6.31 2.83 7.48 0.83 2.99 (0.87) 11.25 5.44 7.06 9.10 8.75 10.26 7.21 8.40 8.74 9.69 9.16 8.77 TW III 7.50 13,854 TW III 185,865 8,916 TW III 46 24 6 18 18 4 345 290 275 15 55 55 38,383 36,932 983 468
TW IV 5.04 3.35 TW IV 5.56 5.56 1.74 5.93 0.79 0.40 0.38 0.30 0.35 0.29 5.57 6.69 9.75 13.00 12.37 22.94 (21.34) 16.45 7.27 5.57 0.66 5.30 1.80 (5.05) (4.90) 11.48 6.65 5.47 11.35 9.52 (3.32) 7.76 6.29 9.47 9.98 8.36 7.75 TW IV 7.50 13,726 TW IV 169,770 26,115 TW IV 46 24 6 18 18 4 342 289 275 14 55 55 37,196 35,721 1,004 470
TOTAL 4.79 3.35 TOTAL 5.56 5.56 1.74 5.93 0.79 0.40 0.38 0.30 0.35 0.29 6.12 6.44 0.25 9.94 9.08 (63.28) (11.70) (0.88) (1.38) 6.12 2.95 8.17 2.65 6.76 2.42 9.49 5.93 7.25 8.52 8.95 3.91 7.42 7.73 8.99 7.08 7.88 7.56 TOTAL 7.50 13,494 TOTAL 810,342 62,772 TOTAL 46 24 6 18 18 4 342 289 275 14 55 55 37,195 35,721 1,004 470
TW I 4.92 4.45 TW I (1.02) 4.91 (0.03) (2.51) 0.11 (0.18) 0.14 0.05 (1.50) 5.96 6.82 5.57 8.94 9.96 (136.10) (20.07) 16.01 (9.44) 5.96 0.90 3.56 2.68 8.10 0.17 9.88 6.53 7.83 11.56 8.24 12.41 7.00 6.36 8.07 7.98 7.10 7.34 TW I 6.75 13,527 TW I 206,702 36,186 TW I 46 28 6 18 18 4 340 285 272 13 55 55 39,637 38,135 1,069 433
TW II 5.18 3.45 TW II (0.71) 3.67 1.06 3.62 0.47 0.42 0.32 0.41 0.03 (0.18) 6.14 6.93 5.45 11.37 9.86 (35.44) (12.86) 126.75 (16.26) 6.14 2.11 0.81 (1.23) 30.18 1.44 9.86 7.91 8.47 8.49 8.94 21.09 6.90 6.36 8.76 7.48 6.82 7.87 TW II 6.50 13,317 TW II 248,194 49,050 TW II 46 28 6 18 18 4 340 285 273 12 55 55 40,521 39,033 1,058 430
2016 TW III 5.02 3.07 TW III (0.93) 2.28 (0.68) (3.56) 0.09 0.17 0.03 0.26 0.05 0.57 6.01 5.84 5.60 (1.50) 6.34 (34.43) (2.80) 18.79 (11.50) 6.01 4.08 0.81 1.82 27.07 6.31 6.23 7.23 9.94 17.80 9.86 14.82 7.31 6.86 1.47 1.34 9.89 9.94 TW III 4.75 12,998 TW III 181,715 11,057 TW III 47 29 6 19 18 4 342 287 274 13 55 55 40,593 39,085 1,100 408
TW IV 4.94 3.02 TW IV 0.35 0.35 (1.52) 1.69 0.46 0.96 0.52 0.21 0.14 1.91 6.49 5.52 2.67 (6.55) 1.62 (34.79) 53.37 (14.15) 12.41 6.49 5.72 3.85 1.45 2.43 4.47 5.76 4.76 10.14 13.69 9.03 28.36 7.03 9.16 2.03 7.87 8.80 9.23 TW IV 4.75 13,436 TW IV 212,142 27,976 TW IV 48 29 6 20 18 4 348 293 280 13 55 55 40,095 38,561 1,100 434
TOTAL 5.02 3.02 TOTAL 0.35 0.35 (1.52) 1.69 0.46 0.96 0.52 0.21 0.14 1.91 6.17 6.27 4.76 2.32 6.29 (55.37) 0.14 28.53 (7.48) 6.17 3.67 4.42 1.11 17.52 3.07 6.89 6.05 9.24 12.69 9.20 19.16 7.08 6.87 4.72 6.21 8.02 8.64 TOTAL 4.75 13,320 TOTAL 848,753 124,269 TOTAL 48 29 6 20 18 4 348 293 280 13 55 55 40,095 38,561 1,100 434
2017 TW I 5.01 3.61 TW I 2.51 3.93 0.23 0.62 (0.19) 0.36 0.20 0.92 0.06 (0.29) 6.43 4.28 6.24 2.72 4.61 (266.04) 16.83 (32.19) 11.85 6.43 5.38 9.45 6.53 2.22 1.82 5.45 5.41 7.61 5.94 9.40 7.67 8.87 8.34 3.89 5.80 8.71 9.12 TW I 4.75 13,348 TW I 228,415 37,411 TW I 48 29 6 20 18 4 349 294 281 13 55 55 41,820 40,253 1,131 437
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
vii
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR IV. PERBANKAN** D. Indikator Kinerja Bank Umum 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 1.1. Giro 1.2. Deposito 1.3. Tabungan 2. Kredit (Rp miliar) 2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi Jasa Keuangan & Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa Lainnya Lain-lain 2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 2.5. Non Performing Loan (NPL) - Nominal (Rp miliar) - Rasio (%) V. SISTEM PEMBAYARAN 1. Kas (Rp miliar) - Inflow - Outflow 2. Kliring - Volume Kliring (Lembar) - Nominal Kliring (Rp Miliar) - Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) - Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) - Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) - Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) Keterangan : ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
TW I
TW II
2015 TW III
TW IV
20,368 3,855 7,752 8,762 27,079
21,096 4,292 8,022 8,782 28,652
21,848 4,485 8,242 9,121 30,036
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
7,309 3,022 16,067
7,538 3,743 16,209
7,546 4,542 17,248
480 38 763 2 5 724 6,075 303 417 4 78 340 235 3 42 35 579 15,808 7,472 128.12
506 733 795 4 5 839 6,230 329 457 6 85 342 228 3 39 37 643 16,209 7,446 131.00
894 3.39 TW I
TW I
TW II
2016 TW III
TW IV
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,537 5,017 7,071 9,448 29,630
21,860 4,049 7,352 10,458 30,714
21,229 4,017 7,011 10,201 30,824
21,215 3,147 6,879 11,189 31,440
21,215 3,147 6,879 11,189 31,440
21,508 4,083 7,283 10,142 32,020
7,564 4,265 17,739
7,564 4,265 17,739
7,704 4,143 17,782
8,156 4,380 18,178
8,111 4,342 18,371
8,090 4,383 18,967
8,090 4,383 18,967
8,192 4,590 19,238
510 1,594 720 9 5 900 6,228 279 473 5 74 345 223 2 37 35 463 16,988 7,228 132.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
539 1,222 714 17 5 751 6,708 346 448 4 53 356 276 3 39 37 330 17,782 7,612 137.57
569 1,360 717 19 7 975 6,956 342 544 4 42 340 275 3 36 36 311 18,178 7,828 140.50
561 1,280 701 22 8 1,086 6,937 345 560 1 38 330 206 3 33 35 306 18,373 8,079 145.20
609 1,247 720 45 7 954 6,948 444 579 1 34 319 171 3 36 35 317 18,970 8,262 148.20
609 1,247 720 45 7 954 6,948 444 579 1 34 319 171 3 36 35 317 18,970 8,262 148.20
611 1,515 726 47 7 978 6,952 456 572 9 25 298 168 3 37 34 341 19,242 8,151 148.88
988 3.45 TW II
996 3.32 TW III
984 3.33 TW IV
984 3.33 TOTAL
1,072 3.62 TW I
1,142 3.72 TW II
1,186 3.85 TW III
1,070 3.40 TW IV
1,070 3.40 TOTAL
1,222 3.82 TW I
2,303 670
1,077 1,391
1,814 2,375
1,099 2,772
6,293 7,208
2,500 707
1,025 2,464
2,451 1,791
1,289 2,789
7,265 7,752
2,403 7,651
90,235 2,668 1,477 44 2.10 1.87
91,718 2,345 1,558 40 2.37 2.59
92,357 2,447 1,490 39 2.65 2.91
99,513 2,817 1,659 47 2.86 3.48
373,823 10,277 1,546 43 2.49 2.71
102,698 2,973 1,679 49 3.15 3.08
100,895 2,609 1,576 41 2.47 2.87
82,472 2,242 1,375 37 2.74 2.52
84,940 2,321 1,348 37 2.81 4.25
371,005 10,145 1,495 41 2.79 3.18
73,286 2,042 1,145 32 2.80 3.30
TOTAL
TOTAL
2017 TW I
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik
viii
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara tumbuh tinggi, meski sedikit melambat...
Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya...
Perkembangan Ekonomi Makro Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan I 2017 cukup tinggi yakni sebesar 6,43% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,49%). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara sepanjang 5 tahun terakhir, juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi. Berdasarkan sisi penggunaannya, konsumsi secara keseluruhan masih kuat terutama didukung konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT). Sementara itu, investasi jauh meningkat. Kinerja ekspor luar negeri tidak sekuat triwulan sebelumnya meskipun ekspor LN masih menjadi penopang utama pertumbuhan pada triwulan I 2017. Berdasarkan sisi sektoralnya, sektor pertanian dan konstruksi tumbuh tinggi meskipun sedikit melambat, sementara sektor perdagangan dan industri pengolahan tumbuh meningkat. Di sisi lain, sektor transportasi tumbuh melambat cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dalam kisaran 6,3–6,7% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 didorong oleh meningkatnya daya beli dan konsumsi masyarakat seiring dengan membaiknya sumber penghasilan dari sektor pertanian dan penerimaan Tunjangan Hari Raya (THR) dalam rangka perayaan hari raya Idul Fitri. Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi swasta juga diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Kinerja perdagangan luar negeri atau ekspor Sulawesi Utara akan didorong oleh perbaikan konsumsi negara mitra dagang dan membaiknya pasokan bahan baku industri.
Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya yang didorong oleh naiknya pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat. Meskipun anggaran pendapatan khususnya PAD meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan mengalami penurunan dibandingkan sejak tahun 2015. Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 27%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2015 dan triwulan I 2016. Dari sisi belanja, anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 juga meningkat dibanding tahun sebelumnya yang terutama didorong oleh peningkatan anggaran belanja non-modal. Sementara itu, belanja modal mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan, porsi belanja modal juga lebih kecil dibanding belanja non modal. Dalam hal penyerapannya, pada triwulan I 2017, anggaran belanja terealisasi sebesar 12,95%. Di sisi lain, alokasi APBN di Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan anggaran belanja sebesar 1,81%. Namun demikian, peningkatan hanya terjadi pada pos belanja pegawai, sedangkan belanja barang, belanja modal dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, penyerapan anggaran belanja APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 11,84% terutama didorong oleh realisasi belanja pegawai.
1
Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya...
Perkembangan Inflasi Daerah
Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 relatif masih terjaga...
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Secara bulanan di triwulan I 2017, angka Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Januari dan Februari mencatat inflasi yang cukup tinggi yakni berturut-turut sebesar 1,10% (mtm) dan 1,16% (mtm), kemudian menurun pada bulan Maret menjadi 0,23% (mtm). Pada triwulan I 2017, inflasi Sulawesi Utara tercatat sebesar 3,93% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (0,35%). Meski meningkat, inflasi Sulawesi Utara triwulan I 2017 berada di bawah target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan I 2017 disumbang oleh inflasi kelompok core sebesar 1,37%, kelompok VF sebesar 1,34%, dan kelompok AP sebesar 1,22%. Memasuki awal triwulan II 2017, IHK bulan April 2017 tercatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), namun secara tahunan tercatat sebesar 4,83% (yoy) yang meningkat dibandingkan bulan Maret 2017. Meski inflasi tahunan meningkat, namun masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, IHK bulanan April 2017 yang tercatat deflasi terutama disumbang oleh deflasi kelompok VF dan core. Sementara itu, kelompok AP mencatat inflasi pada bulan April 2017. Melihat realisasi inflasi April dan perkiraan inflasi pada Mei dan Juni, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan II 2017 sebesar 4,50% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (3,93% yoy). Naiknya inflasi tersebut secara bulanan terutama didorong oleh inflasi pada bulan Juni. Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Di awal tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level Meeting (HLM) perdana pada 25 Januari 2017 dengan agenda utama menyelaraskan upaya pengendalian inflasi tahun 2017. Selanjutnya, pada Februari 2017, upaya pengendalian inflasi semakin ditingkatkan baik di level Provinsi maupun Kab/Kota. Pada bulan Maret 2017, koordinasi pengendalian inflasi terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan rencana antisipasi terhadap risiko kenaikan harga volatile food menjelang Lebaran dan Natal serta Tahun Baru.
Kondisi stabilitas keuangan daerah di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi ditopang oleh permintaan negara mitra dagang yang relatif stabil, peningkatan harga CNO dan perbaikan kondisi bahan baku meski pada level yang masih relatif terbatas untuk industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (di atas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Penurunan IKE sejalan dengan melambatnya pertumbuhan konsumsi RT pada triwulan I 2017 yang mengikuti pola historisnya. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan menunjukkan perbaikan. Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif disertai dengan akselerasi pertumbuhan kredit. DPK pada triwulan I 2017 tercatat tumbuh -0,14% (yoy) membaik dari -1,88% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Dari sisi pembiayaan, kredit tumbuh 8,06% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,32% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit ditengah pertumbuhan negatif DPK menyebabkan Rasio LDR menunjukkan peningkatan menjadi 2
148,8% dari 148,2% pada triwulan sebelumnya, namun demikian rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,82% yang menunjukkan menurunnya kualitas kredit yang disalurkan. Meski kredit secara agregat meningkat, penyaluran pembiayaan ke sektor UMKM masih relatif terbatas dimana pangsa kredit UMKM yang disalurkan hanya sebesar 25,4% dibandingkan pangsa unit usaha UMKM terhadap total unit usaha di Sulawesi Utara yang mencapai 98,67%. Laju pertumbuhan kredit UMKM tercatat mengalami perlambatan, dari yang semula tumbuh sebesar 9,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 7,08% pada triwulan I 2017. NPL Kredit UMKM yang telah melewati threshold (>5%) sebesar 5,87% diindikasi menjadi salah satu faktor yang membuat preferensi bank menyalurkan kreditnya ke sektor lain yang dinilai lebih aman. Disisi lain, indikator akses keuangan Sulawesi Utara secara keseluruhan terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Untuk mendorong peningkatan akses masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan jasa keuangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Bank Indonesia telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya diantaranya mendorong ekspansi agen LKD, sosialisasi dan edukasi akses keuangan, penciptaan aplikasi SIAPIK dan diseminasi penelitian KPJU. Pada triwulan I 2017, nilai nominal transaksi pembayaran baik non tunai maupun tunai menunjukkan penurunan...
Kondisi ketenagakerja an dan kesejahteraan masyarakat
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah di Sulawesi Utara dan Gorontalo Pada triwulan I 2017, nilai nominal transaksi pembayaran baik non tunai menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, adapun transaksi tunai mencatatkan net inflow sesuai dengan tren historisnya. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan penurunan sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017. Secara pertumbuhan, perlambatan transaksi SKNBI masih berlanjut yang merupakan dampak dari switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi Utara juga mengalami penurunan sejalan dengan meredanya permintaan masyarakat akan uang kartal disebabkan aktivitas perekonomian yang juga mulai mereda memasuki awal tahun. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah Bank Indonesia telah menyusun Roadmap Elektronifikasi untuk tahun 20172019 yang akan menjadi panduan dalam implementasi elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah Sulawesi Utara, melakukan pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis laporan berkala setiap bulan secara off-site serta pemeriksaan on-site, dan perumusan strategi penertiban KUPVA BB tidak berizin. Disamping itu, untuk mewujudkan ketersediaan Uang Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan kondisi yang layak edar, pada tahun Bank Indonesia berencana untuk membuka 3 (tiga) titik layanan kas titipan baru di Kab .Kep. Talaud, Kab. Kep. Sitaro, dan Kota Bitung.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan pada periode Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan 3
Sulawesi Utara meningkat...
angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan industri. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada data terakhir bulan September tahun 2016. Selain dampak dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK” 1 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Baik perekonomian maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017...
Prospek Perekonomian Daerah
1
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan msaih berada pada kisaran 6,3-6,7% (yoy), namun dengan kecenderungan mendekati batas atas sehingga diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan II 2017. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan seluruh komponen utama sisi penggunaan yakni konsumsi, investasi dan ekspor. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara bersumber dari 4 sektor utama yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan industri pengolahan, sedangkan sektor transportasi cenderung melambat. Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh sebesar 6,1-6,5% (yoy) dengan kecenderungan mendekati batas atas. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan II 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 4,7%-5,1% (yoy) pada triwulan III 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Juli dan Agustus, sedangkan pada bulan September diperkirakan mengalami deflasi. Namun demikian terdapat beberapa risiko yang berpotensi menyebabkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan.
Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)
4
Bab I. Perkembangan Ekonomi Makro Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan I 2017 cukup tinggi yakni sebesar 6,43% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,49%). Angka pertumbuhan ini berada di atas rata-rata pertumbuhan selama 5 tahun terakhir yakni sebesar 6,37% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,01% (yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi di Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara berada di bawah pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi triwulan I 2017 (6,87% yoy). Hanya Provinsi Sulawesi Tengah saja yang pertumbuhan ekonominya (3,91% yoy) berada di bawah pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan I 2017.
Grafik 1.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara % yoy 8
7
6
5
4 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
II
III IV
2016
I 2017
Sumber: BPS
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Sulawesi Triwulan I 2017 % yoy 8.39 7.52
7.38
7.27
6.87
6.43
5.01 3.91
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Gorontalo
Pulau Sulawesi
Sulawesi Utara
Nasional
Sulawesi Tengah
Sumber: BPS
Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dalam kisaran 6,3 – 6,7% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 didorong oleh meningkatnya daya beli dan konsumsi masyarakat seiring dengan membaiknya sumber penghasilan dari sektor pertanian dan penerimaan Tunjangan Hari Raya (THR) dalam rangka perayaan hari raya Idul Fitri. Sementara itu, konsumsi pemerintah dan investasi swasta juga diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017. Kinerja perdagangan luar negeri atau ekspor Sulawesi Utara akan didorong oleh perbaikan konsumsi negara mitra dagang dan membaiknya pasokan bahan baku industri.
1.1.
PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Berdasarkan sisi penggunaan, konsumsi secara keseluruhan masih kuat terutama didukung konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT). Sementara itu, investasi jauh meningkat. Kinerja ekspor luar negeri tidak sekuat triwulan sebelumnya meskipun ekspor LN masih menjadi penopang utama pertumbuhan pada triwulan I 2017. Setelah ekspor LN, kontribusi pertumbuhan berikutnya disumbang oleh konsumsi rumah Tangga (RT). Melihat pangsanya, struktur ekonomi Sulawesi Utara didominasi oleh konsumsi RT dan investasi.
5
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan (% yoy) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Perubahan Inventori Ekspor Impor Net Ekspor Antarprovinsi Total
2016 2015 2017 Total III IV Total I 6.37 5.96 5.52 6.27 4.28 0.25 5.60 2.67 4.76 6.24 9.94 (1.50) (6.55) 2.32 2.72 9.52 5.86 1.62 6.29 4.61 (63.28) (34.43) (34.79) (55.37) (266.04) (11.70) (2.80) 53.37 0.14 16.83 (0.88) 18.79 (14.15) 28.53 (32.19) (0.74) (12.10) 12.41 (7.48) 11.85 6.12 6.01 6.49 6.17 6.43
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.2. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan 2015 Total Konsumsi Rumah Tangga 3.05 Konsumsi LNPRT 0.01 Konsumsi Pemerintah 1.79 Investasi (PMTB) 3.52 Perubahan Inventori (0.02) Ekspor (1.82) Impor (0.03) Net Ekspor Antarprovinsi 0.13 Total 6.12 Sumber: Badan Pusat Statistik Jenis Penggunaan (%)
III 2.83 0.11 (0.27) 2.17 (0.01) (0.44) 0.49 2.12 6.01
2016 IV Total 2.57 3.00 0.05 0.10 (1.26) 0.40 0.64 2.33 (0.01) (0.01) 5.67 0.02 (0.55) 1.16 (1.72) 1.11 6.49 6.17
2017 I 2.15 0.13 0.49 1.69 0.02 2.34 (1.52) (1.92) 6.43
Tabel 1.3. Pangsa Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan (%) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Perubahan Inventori Ekspor Impor Net Ekspor Antarprovinsi
2015 Total 45.80 1.96 17.79 34.03 0.02 14.56 3.07 (11.09)
III 44.94 1.99 16.66 34.00 0.02 14.26 2.74 (9.13)
2016 IV 43.97 1.98 16.83 34.41 0.01 15.32 3.10 (9.43)
2017 Total I 45.33 46.49 2.00 2.11 17.32 17.17 34.16 32.79 0.01 0.01 14.40 16.38 3.68 3.08 (9.54) (11.88)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan II 2017, lima komponen utama pengeluaran diperkirakan tumbuh meningkat dibanding triwulan I 2017. Kinerja ekspor LN diperkirakan masih akan mencatat pertumbuhan tertinggi dan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017. 1.1.1. Konsumsi Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tumbuh meningkat yakni sebesar 3,94% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya (2,01%), terutama didukung oleh konsumsi pemerintah dan lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT). Namun, pertumbuhan tersebut masih jauh di bawah rata-rata pertumbuhan konsumsi selama 5 tahun terakhir yang tercatat sebesar 6,22% (yoy).
Berdasarkan penggunanya, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 mencatat pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi sejak triwulan III 2016 hingga triwulan I 2017. Adapun, pertumbuhan dan kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 merupakan yang terendah sepanjang rata-rata 5 tahun terakhir (6,05% yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2017 dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertanian tidak terlepas dari pengaruh tingginya curah hujan pada triwulan I 2017. Masa panen beras pada triwulan I 2017 tidak mampu memberikan dampak yang kuat bagi peningkatan daya beli dan konsumsi petani. Selain itu, harga jual beberapa komoditas pertanian seperti cengkih dan pala juga mengalami penurunan. Kondisi tersebut menyebabkan daya beli masyarakat cenderung melambat atau tidak sekuat triwulan sebelumnya. Grafik 1.3. Kinerja Sektor Pertanian dan Tingkat Curah Hujan % yoy
Kinerja Pertanian
Indeks
Curah Hujan (rhs)
7
600
6
500
5
400
4
300 3 200
2
100
1 0
0 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
I 2017
Sumber: BPS & BMKG
Selain menurunnya sumber pendapatan sendiri, penurunan konsumsi juga terkonfirmasi dari sumber lainnya yaitu perkembangan kredit konsumsi yang mengalami perlambatan. Kredit konsumsi tumbuh sebesar 6,79% (yoy) pada triwulan I 2017, melambat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yakni 7,38%. Perlambatan atau penurunan pertumbuhan kredit terjadi pada kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit 6
perlengkapan dan kredit multiguna. Sementara itu, hanya kredit pemilikan rumah (KPR) yang tumbuh meningkat sebagai dampak relaksasi aturan Loan To Value (LTV) pada Agustus 2016. Perlambatan kredit konsumsi juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kualitas kredit yang cenderung menurun. Rasio non performing loan (NPL) pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 2,56%, naik dari 2,33% pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan diskusi dengan kantor pusat beberapa perbankan umum, penyaluran kredit baru masih relatif sulit sehingga strategi perbankan dalam penyaluran kredit lebih menyasar nasabah existing, daripada mencari nasabah baru. Grafik 1.4. Kredit Konsumsi dan NPL % yoy
Kredit Konsumsi
%
NPL Kredit Konsumsi (rhs)
40
3.5
35
3.0
30
2.5
25
2.0
20 1.5
15
1.0
10
0.5
5 0
0.0 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I 2017
Grafik 1.5. Tabungan dan Deposito Perseorangan % yoy
Tabungan
Deposito
40 35 30 25 20
15 10 5 0
-5 -10
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I 2017
-15
Sumber: Bank Indonesia
Selain pendapatan yang terbatas, beberapa kebijakan dan perkembangan inflasi pun menjadi faktor penahan daya beli masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik 900 VA bagi pelanggan mampu, kenaikan cukai rokok, kenaikan biaya perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan sedikit kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Januari 2017. Faktor-faktor tersebut mendorong inflasi yang cukup tinggi pada triwulan I 2017 (3,93% yoy) dibanding dengan triwulan sebelumnya (0,35%), sehingga memengaruhi daya beli masyarakat.
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, perlambatan tabungan perseorangan dan penurunan deposito perseorangan semakin menyimpulkan perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh daya beli masyarakat yang melambat. Tabungan perseorangan triwulan I 2017 tumbuh 5,36% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya (6,62%). Sementara itu, deposito perseorangan terkontraksi sebesar 1,27% (yoy). Hal tersebut mengkonfirmasi terbatasnya pendapatan masyarakat pada triwulan I 2017 seiring dengan turunnya kinerja sektor pertanian. Adapun jumlah tabungan perseorangan pada triwulan I 2017 yaitu sebesar Rp9,21 triliun, dan jumlah deposito perseorangan sebesar Rp5,37 triliun.
Fenomena melambatnya konsumsi rumah tangga terkonfirmasi juga dari perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. Rata-rata NTP pada triwulan I 2017 sebesar 92,33, lebih rendah dari NTP pada triwulan sebelumnya (94,31). Secara tahunan, NTP pada triwulan I 2017 terkontraksi cukup dalam yakni sebesar 5,14% (yoy), lebih tinggi dari kontraksi pada triwulan sebelumnya (2,51%). Penurunan NTP disebabkan baik oleh penurunan indeks harga yang diterima petani maupun naiknya indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks harga yang diterima petani pada triwulan I 2017 sebesar 116,39, turun dari 117,04 pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani meningkat dari menjadi 126,06 pada triwulan I 2017 dari 124,11 pada triwulan sebelumnya. Secara tahunan, rata-rata indeks harga yang diterima petani triwulan I 2017 turun sebesar 2,91% (yoy), sedangkan rata-rata indeks harga yang 7
dibayar petani meningkat sebesar 2,35%. Sebagai informasi, sejak Agustus 2013 NTP Sulawesi Utara secara konsisten berada di bawah level sejahtera yaitu 100. Grafik 1.6. NTP Indeks
NTP
%
Growth (rhs)
102
2
100
1 0
98
-1
96
-2 94
-3
92
-4
90
-5
88
-6 I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
Sumber: BPS
Adapun hasil liaison dan beberapa indikator lainnya juga mencerminkan perlambatan pertumbuhan konsumsi RT. Berdasarkan hasil liaison kepada beberapa perusahaan yang mewakili sektor-sektor utama Sulawesi Utara, likert scale permintaan agregat mengalami perlambatan pertumbuhan. Selain itu, penjualan mobil salah satu pelaku usaha di Sulawesi Utara mengalami penurunan, setelah tumbuh meningkat pada triwulan sebelumnya. Dari data Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Manado, jumlah kendaraan bermotor di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebanyak 804.407 atau tumbuh sebesar 5,37% (yoy), melambat dari 5,93% pada triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan konsumsi RT tercermin juga dari impor barang konsumsi yang kembali terkontraksi yakni sebesar 99,81% (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya yakni 99,47%. Grafik 1.7. Penjualan Mobil dan Impor Barang Modal % yoy
Penjualan Mobil
% yoy
Impor Barang Modal (rhs)
40
3,800
30
3,300
20
2,800
10
2,300
0
-10
1,800 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II III IV 2015
I
II III IV 2016
I 2017
Memasuki triwulan II 2017, pengeluaran konsumsi diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan yang didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat terutama didorong oleh perayaan hari raya Idul Fitri, kemudian kinerja sektor pertanian seiring dengan membaiknya kondisi cuaca dan penyelenggaran beberapa kegiatan MICE seperti Paskah Nasional, Manado Easter Show, Pawai Obor/Taptu Isra’ Mi’Raj, Manado Cantante International Choir Festival dan Manado Investment Forum Sellers and Buyers, Festival Ramadhan dan Festival Takbiran. Laju konsumsi masih akan terpengaruh oleh lanjutan penyesuaian subsidi tarif listrik 900 VA, meskipun tidak sekuat triwulan I 2017. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat sesuai dengan pola pengeluaran pemerintah yang semakin meningkat memasuki triwulan II seiring dengan pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR).
1,300
-20
800
-30
300
-40
-200
Sumber: Pelaku Usaha & Dirjen Bea Cukai
Di sisi lain, total konsumsi didukung oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT. Peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya lebih disebabkan oleh kontraksi pada triwulan sebelumnya, sehingga pertumbuhan pada triwulan I 2017 tercatat lebih tinggi. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 tersebut masih lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, konsumsi LNPRT tumbuh meningkat didorong oleh penyelenggaraan Pilkada serentak dimana ada 2 daerah di Sulut yang melaksanakan yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Kepulauan Sangihe.
1.1.2. Investasi (PMTB) Investasi atau pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) tumbuh meningkat 8
cukup tinggi pada triwulan I 2017 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Investasi tumbuh sebesar 4,61% (yoy), lebih tinggi dari 1,62% pada triwulan sebelumnya. Namun, meningkatnya investasi pada triwulan I 2017 lebih disebabkan oleh pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang relatif rendah, sehingga angka pertumbuhan pada triwulan I 2017 tercatat lebih tinggi. Peningkatan pertumbuhan investasi tidak terlepas dari peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mendorong upaya perbaikan iklim investasi melalui regulasi dan perizinan. Selain itu, suku bunga kredit investasi yang menurun menjadi 11,5% pada triwulan I 2017 dari 11,7% pada triwulan sebelumnya juga menjadi salah satu faktor pendorong investasi. Hal tersebut tercermin dari kredit investasi yang tumbuh signifikan sebesar 24,20% (yoy), meningkat dari 7,80% pada triwulan sebelumnya. Adapun kredit investasi di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp5,45 triliun. Grafik 1.8. Kredit Investasi dan Suku Bunga Kredit Investasi % yoy
Kredit Investasi
%
Suku Bunga Kredit Investasi (rhs)
45
14.0
40
13.5
35 30
13.0
25
20
12.5
15
12.0
10
11.5
5 0
-5 -10
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I
11.0
2017 10.5
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan sektornya, investasi ditopang baik oleh sektor swasta, pemerintah maupun rumah tangga. Investasi swasta tumbuh tinggi pada triwulan I 2017 seiring dengan berlanjutnya pembangunan beberapa pusat perbelanjaan di Manado, pembangunan hotel dan rumah sakit serta perkantoran di Kabupaten Minahasa Utara serta pembangunan swasta lainnya. Di sisi pemerintah, meningkatnya investasi didukung oleh peningkatan konsumsi pemerintah khususnya realisasi belanja modal yang meningkat seiring dengan berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur.
Sementara itu, sektor rumah tangga juga melakukan investasi yakni pembangunan rumah yang tercermin pada peningkatan pertumbuhan KPR. KPR di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 9,08% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,20%. Peningkatan KPR dipengaruhi oleh relaksasi aturan LTV sejak Agustus 2016. Adapun total KPR pada triwulan I 2017 di Sulawesi Utara sebesar Rp4,34 triliun. Grafik 1.9. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) % yoy 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I 2017
Sumber: Bank Indonesia
Memasuki triwulan II 2017, investasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat. Peningkatan tersebut ditopang oleh upaya perbaikan iklim investasi yang terus dilakukan oleh Pemerintah melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), layanan investasi 3 jam, dan Kemudahan Layanan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK) serta berbagai kebijakan atau paket ekonomi Pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi. Berdasarkan sektornya, peningkatan investasi diperkirakan didorong oleh ketiga sektor yakni swasta, pemerintah dan rumah tangga. Dari sektor swasta, berlanjutnya pembangunan gedunggedung pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran dan gedung lainnya. Dari sektor pemerintah, berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur pada tahun 2017 seiring dengan semakin baiknya realisasi belanja Pemerintah Daerah. Sementara itu di sisi rumah tangga, pelonggaran LTV pada Agustus 2016 semakin memberikan dampak positif pada triwulan II 2017 sehingga mendorong permintaan KPR yang pada akhirnya mendorong investasi dalam konstruksi perumahan.
9
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Grafik 1.10. Nilai Ekspor dan Harga CNO % yoy
Kinerja ekspor Sulawesi Utara kembali mencatat pertumbuhan positif dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017. Ekspor tumbuh sebesar 16,83% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 53,37%. Namun, pertumbuhan tersebut cukup baik mengingat sepanjang triwulan I 2015 hingga triwulan III 2016, ekspor Sulawesi Utara selalu mencatat kontraksi. Berdasarkan data Dirjen Bea Cukai, nilai ekspor Sulawesi Utara triwulan I 2017 tumbuh sebesar 13,03% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya (44,08%). Adapun nilai ekspor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebesar USD228,41 juta. Berdasarkan komoditasnya, ekspor Sulawesi Utara triwulan I 2017 didominasi oleh minyak nabati dengan pangsa 79% yang bernilai USD181,24 juta dan ikan serta ikan olahan sebesar 11% yang bernilai USD26,06 juta. Pertumbuhan ekspor minyak nabati dan ikan juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang menyebabkan total eskpor melambat. Berdasarkan negara tujuannya, Amerika Serikat masih merupakan tujuan utama ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa 34% yang bernilai USD76,65 juta. Sejalan dengan perlambatan total ekspor, ekspor ke Amerika tumbuh melambat dari 16,35% (yoy) menjadi 14,89% pada triwulan I 2017. Sementara itu, harga komoditas dunia khususnya harga coconut oil (CNO) yang merupakan ekspor utama Sulawesi Utara, cenderung melambat pada triwulan I 2017. Rata-rata harga CNO tercatat sebesar USD1.701/MT pada triwulan I 2017, tumbuh sebesar 33,63% (yoy), namun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 38,34%. Perlambatan pertumbuhan harga tersebut menjadi salah satu faktor penahan laju ekspor Sulawesi Utara.
Growth Nilai Ekspor
Growth Harga CNO
80 60
40 20
0 I -20
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
I 2017
-40 Sumber: Dirjen Bea Cukai & World Bank
Di sisi lain, impor Sulawesi Utara kembali tercatat kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor terkontraksi sebesar 32,19% (yoy), lebih dalam dari kontraksi 14,15% pada triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut terkonfirmasi dari nilai impor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 turun sebesar 93,70% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga turun sebesar 64,51%. Nilai impor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebesar USD37,41 juta. Berdasarkan kategorinya, nilai impor barang modal, bahan baku penolong dan barang konsumsi mengalami penurunan. Nilai impor barang modal turun sebesar 88% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya (-46%). Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I 2017. Sementara itu, nilai impor bahan baku pendukung juga menurun yakni sebesar 93% (yoy), lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang menurun 12%. Penurunan impor bahan baku pendukung sejalan dengan perkembangan ekspor yang mengalami perlambatan. Di sisi lain, perlambatan konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari impor barang konsumsi yang mengalami kontraksi sebesar 100% (yoy), yang lebih dalam dari triwulan sebelumnya (-99,47%). Adapun nilai impor ketiga jenis barang tersebut pada triwulan I 2017 masing-masing sebesar USD25,59 juta, USD11,60 juta dan USD188 ribu. Dengan kata lain, impor Sulawesi Utara didominasi oleh barang modal dengan pangsa sebesar 68,40%, kemudian bahan baku
10
pendukung sebesar 31,02%, dan barang konsumsi sebesar 0,50%.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha Komponen Pengeluaran
Grafik 1.11. Nilai Impor % yoy 1,200
% yoy
Total Impor
Impor Capital Goods (rhs)
Impor Intermediate Goods (rhs)
Impor Consumption Goods (rhs)
7,000 6,000
1,000
5,000
800
4,000
600
3,000 400
2,000
200
1,000
0 I -200
II III IV
I
2012
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
I
II III IV
2016
I
2017
0 -1,000
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya TOTAL
2016 2017 I II III IV TOTAL I 1,65 2,65 4,29 5,72 3,67 5,38 4,26 4,91 4,71 3,85 4,42 9,45 2,50 -1,25 1,80 1,45 1,11 6,53 11,60 32,83 28,56 2,43 17,52 2,22 0,17 1,44 6,31 4,47 3,07 1,82 8,39 8,26 5,61 5,76 6,89 5,45 6,44 7,15 6,07 4,76 6,05 5,41 7,92 8,59 10,11 10,14 9,24 7,61 11,14 8,51 16,83 13,69 12,69 5,94 8,86 9,06 9,80 9,03 9,20 9,40 12,67 21,19 14,75 28,36 19,16 7,67 6,97 6,94 7,37 7,03 7,08 8,87 4,79 6,36 6,86 9,16 6,87 8,34 8,07 8,26 1,73 2,03 4,72 3,89 7,98 7,48 2,01 7,87 6,21 5,80 7,10 6,82 9,23 8,80 8,02 8,71 7,34 7,87 9,94 9,23 8,64 9,12 5,97 6,15 6,02 6,49 6,17 6,43
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Dirjen Bea Cukai
Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat, sementara kinerja impor membaik meskipun masih tercatat kontraksi. Ekspor diperkirakan didorong oleh meningkatnya permintaan dari mitra dagang seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi dunia. Disamping itu, pasokan bahan baku bagi industri pengolahan juga diperkirakan membaik serta harga komoditas yang juga membaik akan mendorong peningkatan ekspor pada triwulan II 2017. Sementara itu, impor juga diperkirakan meningkat sebagai dampak peningkatan aktivitas konstruksi, peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga seiring dengan perayaan hari raya Idul Fitri. 1.2.
PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan I 2017 dipengaruhi kinerja sektor-sektor utama. Sektor pertanian dan konstruksi tumbuh tinggi meskipun sedikit melambat, sementara sektor perdagangan dan industri pengolahan tumbuh meningkat. Di sisi lain, sektor transportasi tumbuh melambat cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan kontribusinya, sektor pertanian masih menjadi penopang utama perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa mencapai 21%. Setelah pertanian, sektor perdagangan menjadi penopang ekonomi Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian, ada sektor transportasi dan konstruksi yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 11% terhadap perekonomian Sulawesi Utara. Sementara itu, sektor industri pengolahan memiliki pangsa sebesar 10%. Tabel 1.5. Pangsa Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya TOTAL
I 21,1 4,84 9,4 0,09 0,14 11,1 12,4 11,1 2,2 3,85 4,15 3,53 0,09 8,1 2,93 3,48 1,54 100
2016 (%) 2017 (%) II III IV TOTAL I 22 22,2 21,5 21,71 20,86 4,87 4,86 4,72 4,82 4,97 8,99 8,82 8,83 8,99 9,57 0,09 0,09 0,08 0,09 0,10 0,13 0,13 0,12 0,13 0,13 11,3 11,3 11,8 11,39 10,99 12,1 11,9 12,1 12,11 12,29 10,8 11,2 11,1 11,03 11,26 2,13 2,35 2,31 2,25 2,16 3,8 3,9 3,9 3,87 4,07 3,98 3,87 3,89 3,97 4,24 3,5 3,45 3,4 3,47 3,54 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 8,25 8,07 8,57 8,26 7,78 2,93 2,85 2,59 2,81 2,85 3,52 3,45 3,53 3,49 3,53 1,55 1,53 1,53 1,53 1,58 100 100 100 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan kinerja sektorsektor utama Sulawesi Utara. 1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2017 melambat dipengaruhi kondisi cuaca. Curah hujan yang sangat tinggi memengaruhi kinerja sektor pertanian. Penurunan kinerja subsektor pertanian tanaman pangan tercermin dari pertambahan luas panen yang tidak disertai 11
dengan peningkatan produksi. Luas panen pada triwulan I 2017 sebesar 36.438 Ha dengan produksi 178.441 ton dibandingkan luas panen pada triwulan sebelumnya 30.932 Ha dengan produksi 551.718 ton. Penurunan produksi tersebut juga disebabkan oleh gagal panennya puluhan hektar sawah di Kabupaten Minahasa Selatan akibat banjir yang disebabkan jebolnya salah satu bendungan. Berdasarkan hasil liaison kepada perusahaan yang bergerak dibidang perikanan tangkap juga mengkonfirmasi penurunan produksi dampak dari kondisi cuaca ekstrim selama awal triwulan menyebabkan beberapa kapal sulit melaut. Disamping itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari akademisi bidang perikanan, penurunan produksi pada triwulan laporan disektor perikanan tangkap salah satunya disebabkan oleh periode migrasi Ikan Cakalang yang merupakan Familia Scombridae dan mempunyai karakteristik berpindah tempat secara periodik. Disisi lain, kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi tidak begitu berdampak pada tanaman perkebunan. Dari hasil liaison kepada eksportir pala dan petani kelapa mengungkapkan produksi pada triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring dampak fenomena El Nino pada tahun 2015 yang sudah berlalu. Grafik 1.12. Produksi Beras Produksi Beras (ton)
260000
Pertumbuhan Produksi Beras sb. Kanan 0,4
240000 220000
0,2
200000 0
180000 160000
-0,2
140000 -0,4 120000 100000
-0,6 I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III 2016
IV
I 2017
Sumber: Dinas Pertanian Sulawesi Utara
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, lapangan usaha pertanian diperkirakan akan meningkat pada triwulan II 2017. Peningkatan tersebut didorong oleh pertanian tanaman pangan yang mulai memasuki masa panen pada bulan Mei, serta perbaikan kondisi cuaca
yang akan meningkatkan kinerja perikanan tangkap. 1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan pada triwulan I 2017 tumbuh meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah. Peningkatan konsumsi LNPRT seiring dengan pelaksanaan Pilkada pada 2 (dua) daerah yaitu Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Peningkatan aktivitas perdagangan tercermin juga dari pertumbuhan kredit konsumsi. Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori perdagangan diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juni 2017. Perkiraan peningkatan diindikasi oleh hasil Survei Konsumen dimana Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dari 111 poin menjadi 112 poin. Selain itu, suku bunga acuan yang tetap dipertahankan pada stance pelonggaran moneter diperkirakan akan mendorong peningkatan kredit konsumsi. 1.2.3. Konstruksi Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2017 tumbuh tinggi meski melambat dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut terutama didorong oleh dimulainya pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata berupa beberapa hotel dan resort oleh swasta serta pembangunan akses jalan ke sejumlah titik pariwisata di Sulawesi Utara seiring dengan masuknya anggaran tahun 2017. Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori konstruksi diperkirakan akan meningkat meskipun cenderung terbatas. Peningkatan didorong oleh kelanjutan pembangunan proyek infrastruktur oleh pemerintah. Kinerja konstruksi juga didukung oleh kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan suku bunga acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang saat ini masih tetap dipertahankan pada level 12
4,75% atau dengan stance pelonggaran moneter, yang diperkirakan akan memengaruhi suku bunga kredit investasi. Disamping itu dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial yaitu aturan mengenai down payment atau Loan to Value (LTV) kredit kepemilikan rumah pada Agustus 2016 akan menopang pertumbuhan kinerja konstruksi. Untuk membantu mendorong kinerja konstruksi, masalah pembebasan lahan yang sering menjadi kendala dalam pembangunan perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. 1.2.4. Transportasi Kinerja sektor transportasi pada triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut didorong oleh menurunnya aktivitas perdagangan di Sulawesi Utara yang tercermin dari perlambatan kinerja ekspor Sulawesi Utara. Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi dari penurunan total volume perdagangan barang pada triwulan I 2017 dari pelabuhan Bitung sebesar 293,746 ton atau tumbuh negatif 46,5% (yoy), terkontraksi semakin dalam dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 12,81% (yoy) dengan volume perdagangan yang mencapai 433.500 ton. Perlambatan kinerja sektor transportasi juga didorong oleh perlambatan transportasi udara, dimana perkembangan penumpang pesawat udara hanya tumbuh 3,9% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,9 (yoy). Grafik 1.13. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung 1.200.000
0,00%
1.000.000
-10,00%
800.000
-20,00%
600.000
-30,00%
400.000
-40,00%
200.000
-50,00%
-
-60,00% I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
II
III
2015
2016
Total Barang (Ton)
Growth (rhs)
IV
I
jumlah pengguna angkutan udara utamanya jelang hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juni. Dari sisi transportasi laut, peningkatan ekspor didorong oleh peningkatan permintaan negara mitra dagang diperkirakan menyebabkan aktivitas bongkar muat di pelabuhan mengalami peningkatan. 1.2.5. Industri Pengolahan Pada triwulan I 2017, kinerja industri pengolahan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh meningkatnya industri makanan dan minuman. Adapun industri makanan dan minuman merupakan industri terbesar dengan pangsa sebesar 85% terhadap total output industri pengolahan. Pada triwulan I 2017 industri tersebut tumbuh meningkat sebagai dampak dari peningkatan produksi perkebunan yakni kelapa, cengkih dan pala yang merupakan base effect dari El Nino pada tahun 2015. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan kepada salah satu pelaku usaha di industri pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa supply bahan baku komoditas perkebunan mengalami perbaikan sehingga mendorong peningkatan kapasitas utilisasi perusahaan. Pada perusahaan industri pengolahan ikan diperoleh informasi relaksasi kebijakan transhipment juga mendorong kinerja industri pengolahan ikan meski masih belum mencapai titik balik ke kondisi normalnya (sebelum pemberlakuan moratorium transhipment). Di samping itu beberapa perusahaan mengambil kebijakan untuk melakukan impor bahan baku dari Pulau Jawa, yaitu Muara Baru (Jakarta), Banyuwangi dan Surabaya pada periode laporan untuk menjaga kapasitas produksi dan memenuhi kebutuhan permintaan mitra dagang yang cenderung meningkat. Kebijakan ini diambil dikarenakan cuaca ekstrim yang mengganggu pasokan bahan baku lokal.
2017
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung
Memasuki triwulan II 2017, kinerja kategori transportasi diperkirakan tumbuh meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan peningkatan 13
Grafik 1.14. Produksi Industri Pengolahan Kelapa yoy 200%
150% 100% 50% 0%
I
II
-50%
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
-100% Sumber: Pelaku Usaha
Memasuki triwulan II 2017, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan masih didorong oleh membaiknya pasokan bahan baku Industri pengolahan yang berasal dari produksi
komoditas perkebunan dan perikanan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca. Disisi lain, untuk mendorong kategori pertanian khususnya perkebunan, pemerintah terus berupaya melalui peremajaan kelapa dan cengkih. Untuk tahun 2017 pemerintah telah menyiapkan 532.500 bibit untuk komoditas perkebunan dengan total anggaran senilai Rp5,24 miliar berasal dari APBD dan APBN. Di samping itu ekspansi pasar dunia juga terus diupayakan melalui keikutsertaan dalam berbagai event berskala internasional serta inisiasi Bank Indonesia atas pembentukan unit khusus lintas instansi untuk mendorong investasi yang telah berpayung hukum Surat Keputusan Gubernur No. 145 Tahun 2017 tentang Regional Investor Relation Unit (RIRU).
14
Box I. Ekonomi Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Tumbuh Inklusif dan Berkualitas A pa k a h P e r t u m b u h a n E ko n o m i S u l u t 2 0 1 6 I n k l u s i f & B e r k u a l i ta s ? Ekonomi Sulut 2016 tumbuh 6,17% (yoy) Pertumbuhan berkualitas & inklusif tidak semata-mata dilihat dari tingginya angka pertumbuhan secara prosentase. Tapi, seberapa besar pertumbuhan mampu menyerap tenaga kerja & menurunkan tingkat kemiskinan.
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran terserap
PE Sulut 2016 Inklusif & Berkualitas
Sejalan dengan komposisi TK sektoral, status pekerjaan informal meningkat
Kemiskinan turun dari 8,98% menjadi 8,20% TPT turun dari 7,82% menjadi 6,12%
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Produktivitas meningkat
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan rendah meningkat
1. Penyerapan TK tahun 2016 (90 ribu orang) lebih tinggi dibanding penambahan angkatan kerja tahun tersebut (75 ribu orang). Sehingga ada penyerapan 15 ribu pengangguran atau sebesar 17% dari jumlah pengangguran pada tahun 2015 (92 ribu orang). 2. Rata-rata penyerapan TK setiap 1% pertumbuhan ekonomi dari tahun 2010-2016 sebesar 5 ribu TK. Khusus tahun 2016, 1% pertumbuhan ekonomi menyerap sebesar 14 ribu TK, lebih tinggi dari rata-rata 2010-2016. Berdasarkan status pekerjaan, TK informal meningkat tinggi, sementara TK formal relatif sama. Peningkatan TK informal sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian dari 2,55% (yoy) tahun 2015 menjadi 3,67% tahun 2016. Sementara itu, TK formal relatif stagnan sejalan dengan pertumbuhan sektor industri dan perdagangan. Sektor industri 2016 tumbuh 1,1% (yoy), melambat lebih dalam dari 2,69% pada 2015. Sektor perdagangan 2016 tumbuh 6,05%, cenderung stagnan dibandingkan 2015 sebesar 6,0%. Status Pekerjaan (dalam ribu orang) Formal Informal
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran terserap
Sejalan dengan komposisi TK sektoral, status pekerjaan informal meningkat
Feb-16 471.06 626.85
Produktivitas meningkat
Jumlah % Jumlah Peningkatan Peningkatan 471.33 0.27 0.06% 710.58 83.73 13.36%
Feb-17
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan rendah meningkat
15
1. Peningkatan TK sejalan dengan peningkatan produktivitas. 2. Berdasarkan sektor utama, peningkatan produktivitas ditopang oleh sektor konstruksi dan transportasi, sedangkan produktivitas di sektor pertanian, dan industri mengalami penurunan. Peningkatan sektor konstruksi dan transportasi merupakan dampak dari program pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan mendorong pariwisata (charter flight dari Tiongkok). Sementara itu, penurunan produktivitas pada sektor pertanian tidak terlepas dari skill petani yang rendah dan kurangnya mekanisasi. Pada sektor industri, penurunan produktivitas disebabkan oleh kapasitas produksi yang belum kembali ke level normal seiring dengan penyesuaian terhadap relaksasi aturan di bidang perikanan.
Sejalan dengan peningkatan TK informal, TK dengan jam kerja di bawah 35 jam seminggu juga mengalami peningkatan yang signifikan, sedangkan TK dengan jam kerja di atas 35 jam seminggu mengalami penurunan.
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran terserap
Sejalan dengan komposisi TK sektoral, status pekerjaan informal meningkat
Produktivitas meningkat
Sektor Utama (dalam Rp) Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi
Produktivitas 2015 62,389,932 150,998,703 111,948,543 44,131,645 103,972,888
Jumlah Jam Kerja per Minggu (dalam ribu orang) 1-34 35+
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Produktivitas 2016 58,953,256 100,374,510 132,702,384 44,269,194 128,937,704
Feb-16
% Perubahan -5.5% -33.5% 18.5% 0.3% 24.0%
Feb-17 % Perubahan
300.96 489.47
361.87 458.17
20.24% -6.39%
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan rendah meningkat
Peningkatan jumlah TK di sektor informal khususnya pertanian terkonfirmasi juga dengan peningkatan TK yang berpendidikan rendah (SD dan SMP) yang cukup tinggi, sedangkan TK dengan kualitas tinggi (universitas) mengalami penurunan TK. Pendidikan Tertinggi yang % Feb-16 Feb-17 Perubahan Ditamatkan Perubahan (dalam ribu orang) SD Kebawah 397.7 468.39 70.69 17.8% SMP 200.05 234.5 34.45 17.2% SMA 247.41 226.73 -20.68 -8.4% SMK 97.03 126.07 29.04 29.9% Diploma 21.14 33.36 12.22 57.8% Universitas 128.05 92.86 -35.19 -27.5%
Angkatan kerja baru & sebagian pengangguran terserap
Sejalan dengan komposisi TK sektoral, status pekerjaan informal meningkat
Produktivitas meningkat
Jam kerja meningkat, khususnya pekerjaan informal
Sejalan dengan itu, tenaga kerja berpendidikan rendah meningkat
Kesimpulan Ekonomi Sulut 2016 tumbuh secara inklusif dan berkualitas, tercermin dari penurunan pengangguran dan kemiskinan Produktivitas di sektor pertanian mengalami penurunan, sehingga pemerintah perlu meningkatkan skill dari petani dan mendorong intensifikasi baik lewat mesin atau bibit unggul. Saat ini pemerintah hanya fokus meningkatkan produksi, namun kurang memerhatikan produktivitas. Perlu berkoordinasi dengan KKP atau DKP untuk membahas perkembangan relaksasi di sektor perikanan. Di sektor perkebunan, perlu ditingkatkan peremajaan mengingat kondisi tanaman kelapa yang kebanyakan sudah tua dan tidak produktif. Hal ini bermanfaat untuk mendorong ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan.
Memerhatikan jumlah TK Sulut yang masih didominasi oleh sektor pertanian atau pekerja dengan pendidikan rendah, maka seharusnya pemerintah memprioritaskan pembangunan pada pertanian (dengan kata lain pembangunan industri dan jasa tidak diutamakan dulu). Hal ini guna memenuhi gap antara ketersediaan TK dan ketersediaan lapangan kerja. Di samping itu, pemerintah mendorong peningkatan rata-rata lama sekolah sehingga memperbaiki struktur TK pada tahun-tahun kedepan.
16
Bab II. Keuangan Pemerintah 2.1.
Grafik 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara
PENDAPATAN APBD PROVINSI SULAWESI UTARA
Anggaran Pendapatan
Rp Juta
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp3,56 triliun, naik 22,30% (yoy) atau sebesar Rp 648 miliar dari Rp2,91 triliun pada tahun 2016. Kenaikan tersebut lebih tinggi dari kenaikan tahun 2016 yang hanya sebesar 10,12% (yoy). Kenaikan APBD tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan transfer sebesar 26,29% (yoy) menjadi Rp2,43 triliun dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 9,90% (yoy) menjadi Rp1,08 triliun. Tabel 2.1. Perkembangan Anggaran Pendapatan APBD Sulawesi Utara Uraian (Rp Juta) Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Lain-lain Pendapatan yang Sah
2015 2,640,630 1,089,288 1,209,463 341,879
Anggaran 2016 2,907,882 979,354 1,923,528 5,000
Growth 2017 2016 2017 3,556,373 10% 22% 1,076,342 -10% 10% 2,429,191 59% 26% 50,840 -99% 917%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi Sulawesi Utara
Meskipun anggaran pendapatan meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2017 rendah, bahkan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016 (33,68%) dan tahun 2015 (41,25%). Porsi PAD Sulawesi Utara tahun 2017 hanya sebesar 30% dari total anggaran pendapatan, menurun dari 34% pada tahun 2016 dan 41% pada tahun 2015. Sedangkan pendapatan transfer atau dana perimbangan berada di level 70%, naik dari 66% pada tahun 2016. Rasio tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi Utara masih rendah tingkat kemandirian fiskalnya atau masih bergantung pada transfer dari pemerintah pusat.
Anggaran PAD
Rasio Kemandirian (rhs)
%
4,000,000
45
3,500,000
40 35
3,000,000
30
2,500,000
25 2,000,000 20 1,500,000
15
1,000,000
10
500,000
5
0
0 2013
2014
2015
2016
2017
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran pendapatan Sulawesi Utara cukup baik yakni sebesar 27%, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2015 dan triwulan I 2016. Pada triwulan I 2015 realisasi anggaran pendapatan sebesar 25% dan pada triwulan I 2016 sebesar 24%. Adapun nominal realisasi pendapatan pada triwulan I 2017 sebesar Rp945 miliar. Realisasi tersebut didorong oleh realisasi seluruh sumber pendapatan baik PAD maupun transfer serta pendapatan lain yang sah. Pos yang mencatat realisasi tertinggi yaitu dana bagi hasil bukan pajak (SDA) sebesar 57,34% dan pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar 56,69%. Cukup baiknya realisasi DBH bukan pajak salah satunya didorong oleh membaiknya jumlah produksi lapangan usaha perikanan seiring dengan adaptasi atau penyesuaian terhadap pelonggaran aturan transhipment.
17
Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Utara Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah Pusat Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Hibah
Triwulan I 2017 (Rp juta) Anggaran Realisasi % Realisasi 3,556,373 945,536 26.59% 1,076,342 275,500 25.60% 908,801 220,575 24.27% 73,936 16,509 22.33% 55,100
31,235
56.69%
38,505 2,429,191 2,429,191 91,681 6,612 1,340,353 990,544 50,840 50,840
7,181 644,616 644,616 35,736 3,791 446,784 158,304 25,420 25,420
18.65% 26.54% 26.54% 38.98% 57.34% 33.33% 15.98% 50.00% 50.00%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi Sulawesi Utara
Ke depan, pemerintah daerah perlu meningkatkan tingkat kemandirian pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi pada pos-pos PAD khususnya yang belum terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya yaitu bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal mendorong ketertiban pembayaran pajak khususnya pajak kendaraan bermotor.
20%. Postur tersebut cenderung tidak lebih baik dibandingkan tahun 2016 dimana postur belanja non modal sebesar 72% dan belanja modal sebesar 28%. Dari postur tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat ruang peningkatan lebih baik dalam rangka pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Adapun anggaran belanja non-modal tahun 2017 sebesar Rp2,87 triliun dan belanja nonmodal sebesar Rp697 miliar. Dalam postur belanja modal, anggaran belanja dialokasikan pada belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar 33,38%, belanja bangunan dan gedung sebesar 30,68%, belanja peralatan dan mesin 22,16%, belanja tanah 13,60% dan belanja aset tetap lainnya 0,18%. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada pos belanja jalan, irigasi dan jaringan yang menurun dari tahun lalu sebesar 56% terhadap total belanja modal. Grafik 2.2. Perkembangan Anggaran Belanja Modal Rp juta
Total Belanja
Belanja Modal
Postur Belanja Modal (rhs) %
4,000,000
2.2.
BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI UTARA
30
3,500,000
25
3,000,000
20
2,500,000 2,000,000
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2017 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016. Anggaran belanja tumbuh 20% (yoy) pada tahun 2017 sehingga total anggaran belanja mencapai Rp3,57 triliun, lebih tinggi Rp588 miliar dari Rp2,98 triliun pada tahun 2016. Namun demikian, peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan belanja operasional yang tumbuh 33,46% (yoy), sedangkan belanja modal mengalami penurunan sebesar 16,06 (yoy). Tabel 2.3. Perkembangan Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Uraian Belanja Belanja Operasional Belanja Modal Belanja Tidak Terduga
Anggaran (Rp juta) 2015 2016 2017 2,906,338 2,983,466 3,572,343 2,116,122 2,150,997 2,870,778 789,641 830,468 697,065 575 2,000 4,500
Growth 2016 2017 2.65% 19.74% 1.65% 33.46% 5.17% -16.06% 247.83% 125.00%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Provinsi Sulawesi Utara
Berdasarkan postur belanjanya, anggaran belanja non modal tahun 2017 mencapai 80% dan anggaran belanja modal hanya sebesar
15
1,500,000
10
1,000,000 5
500,000 0
0 2013
2014
2015
2016
2017
Sumber: BPKAD Provinsi Sulawesi Utara
Pada triwulan I 2017, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 12,95%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2016 (15,18%) dan triwulan I 2015 (13,00%). Adapun realisasi belanja triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp462 miliar. Berdasarkan posnya, belanja non modal terealisasi sebesar 14,26%, lebih rendah dari triwulan I 2016 sebesar 17,18%. Sementara itu, belanja modal terealisasi sebesar 7,51%, juga lebih rendah dari triwulan I 2015 sebesar 9,18%. Pada pos belanja modal, realisasi belanja tanah triwulan I 2017 masih tercatat 0% atau belum ada realisasi. Hal tersebut mengingatkan tentang kendala-kendala dalam pembangunan proyek 18
di Sulawesi Utara yaitu masalah pembebasan lahan. Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Belanja Belanja Operasi Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan Belanja Modal Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Bangunan dan Gedung Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya Belanja Tidak Terduga Belanja Tidak Terduga Transfer Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa
Triwulan I 2017 (Rp juta) Anggaran Realisasi % Realisasi 3,572,342,497 462,720,702 12.95% 2,507,057,426 348,386,629 13.90% 1,204,217,053 202,506,862 16.82% 725,701,873 67,240,787 9.27% 1,300,000 0.00% 522,738,500 78,638,980 15.04% 500,000 0.00% 52,600,000 0.00% 697,064,708 52,350,018 7.51% 94,787,166 0.00% 154,473,375 3,784,037 2.45% 213,891,064 4,699,514 2.20% 232,689,103 43,838,267 18.84% 1,224,000 28,200 2.30% 4,500,000 1,000,000 22.22% 4,500,000 1,000,000 22.22% 363,720,363 60,984,055 16.77% 363,720,363 60,984,055 16.77%
2.3.
ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI UTARA
Alokasi APBN di Sulawesi Utara pada tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 1,81% (yoy), namun peningkatan hanya terjadi pada pos belanja pegawai, sedangkan pos belanja barang, modal dan bansos mengalami penurunan. Sejalan dengan itu, perkembangan porsi hanya terjadi pada pos belanja pegawai, sedangkan pos belanja lainnya mengalami penurunan porsi. Namun demikian, porsi pos belanja modal tahun 2017 yang sebesar 34% masih berada di atas pos belanja pegawai yang tercatat sebesar 30%.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk mendorong realisasi belanja modal pada tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup penting mengingat berbagai pembangunan proyek infrastruktur yang semakin masif pada tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur strategis yang sementara dan akan dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub port dan infrastruktur lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek dan monitoring pencapaian target realisasi dapat menjadi pendorong peningkatan realisasi belanja modal. Bagi pemerintah kabupaten kota, diperlukan strategi agar penyaluran anggaran DAK tidak terkendala karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang dibagi ke beberapa kelas.
Tabel 2.5. Postur Alokasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Pagu Tahun Pagu Tahun 2016 2017 (Rp juta) (Rp juta) Belanja Pegawai 2,351,792 2,719,717 Belanja Barang 3,289,410 3,174,034 Belanja Modal 3,191,655 3,101,191 Belanja Bantuan Sosial 14,718 12,796 Total 8,847,575 9,007,738 Jenis Belanja
Postur Postur 2016 2017 26.58% 30.19% 37.18% 35.24% 36.07% 34.43% 0.17% 0.14% 100% 100%
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara – Prov Sulawesi Utara
Pada triwulan I 2017, penyerapan alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara tercatat sebesar 11,84%. Realisasi total belanja tersebut terutama didorong oleh realisasi belanja pegawai sebesar 17,65%. Namun demikian, realisasi belanja modal dan belanja barang berada di bawah realisasi total belanja. Belanja modal tercatat memiliki realisasi sebesar 8,13%, sementara belanja barang tercatat memiliki realisasi sebesar 10,52%. Tabel 2.6. Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Utara Triwulan I 2017 Jenis Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial Total
Pagu Tahun 2017 (Rp juta) 2,719,717 3,174,034 3,101,191 12,796 9,007,738
Realisasi Tw I % Realisasi 2017 Tw I 2017 (Rp juta) 480,147 17.65% 333,971 10.52% 252,120 8.13% 139 1.08% 1,066,377 11.84%
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
19
Bab III. Perkembangan Inflasi Daerah 3.1.
EVALUASI REALISASI TRIWULAN I 2017
Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Januari 2017 Berdasarkan Disagregasi
INFLASI
Inflasi (mtm)
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm) Secara bulanan, angka Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Januari dan Februari mencatat inflasi yang cukup tinggi yakni berturut-turut sebesar 1,10% (mtm) dan 1,16% (mtm), kemudian menurun pada bulan Maret menjadi 0,23% (mtm). Grafik 3.1. Inflasi Bulanan mtm
Total
Volatile Food
Administered Prices (rhs)
mtm
Core (rhs)
20%
7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1% -2% -3%
15% 10% 5% 0%
-5% -10% -15% 1
3
5
7
9
11
1
3
5
2014
7 2015
9
11
1
3
5
7 2016
9
11
1
3
2017
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Januari 2017
Pada Januari 2017, (IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang cukup tinggi yakni sebesar 1,10% (mtm), meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi 1,52%. Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut disumbang oleh inflasi ketiga kelompok disagregasi yakni administered prices2 (AP) sebesar 0,50%, volatile food3 (VF) sebesar 0,35% dan core4 sebesar 0,25%. Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bulan Januari selama 5 tahun terakhir.
2
Kelompok administered prices (AP) merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 3 Kelompok volatile food (VF) merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.
Core
Andil
1.10%
Total 0.42%
2.45%
Administered Prices 1.76%
Volatile Food
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Tingginya inflasi pada bulan Januari 2017 terutama dipengaruhi oleh kelompok AP yang mencatat inflasi sebesar 2,45% (mtm). Meningkatnya tekanan inflasi kelompok AP terjadi seiring dengan adanya peningkatan tarif yang diatur oleh Pemerintah. Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan tekanan inflasi bulanan kelompok administered prices (AP) disebabkan baik oleh subkelompok AP energi (dari 0,18% menjadi 3,03% mtm) maupun AP non energi (dari 0,63% menjadi 2,01%). Dari sub kelompok energi, andil inflasi terbesar diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini didorong oleh kebijakan Pemerintah menaikkan tarif listrik untuk pelanggan 900VA dari Rp605 menjadi Rp791/kWh per 1 Januari 2017. Adapun pangsa pemakaian listrik pada golongan ini sebesar 38% dari total seluruh golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74% tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai 0,24%. Selain itu, kembali dinaikkannya harga BBM Non Subsidi yaitu Pertamax dan Pertamax 4
Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
20
Plus masing-masing Rp300/liter atau sebesar 4% mendorong inflasi komoditas bensin sebesar 1,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,03%. Dinaikkannya harga BBM dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak dunia yang juga mengalami kenaikan. Dari sub kelompok non energi, andil inflasi terbesar diberikan oleh biaya perpanjangan STNK dan angkutan udara. Terhitung per 1 Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan bermotor (STNK) sebesar 100% (dari Rp50.000 menjadi Rp100.000) untuk kendaraan roda dua dan 167% (dari Rp75.000 menjadi Rp200.000) untuk kendaraan roda empat. Adapun pangsa kendaraan roda dua di Sulawesi Utara mencapai 68% sementara roda empat mencapai 32%. Hal ini mendorong inflasi pada biaya perpanjangan STNK sebesar 111,99% (mtm) dan memberikan sumbangan inflasi bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu, masih berlanjutnya peak season mobilitas pengguna transportasi udara mendorong inflasi pada angkutan udara sebesar 5,89% (mtm) dan memberikan sumbangan inflasi bulanan sebesar 0,09%. Kelompok VF juga menjadi penyumbang inflasi pada bulan Januari 2017. Kelompok VF mencatat inflasi sebesar 1,76% (mtm), meningkat dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi 9,48%. Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis dimana umumnya kelompok pangan mengalami penurunan harga atau mencatat deflasi di awal tahun sebagai dampak kembali normalnya permintaan masyarakat setelah perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru. Inflasi kelompok VF bersumber dari komoditas cabai rawit yang pasokannya terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada bulan Januari. Sejalan dengan itu, curah hujan yang tinggi juga menyebabkan pasokan komoditas tomat sayur terganggu sehingga mengalami inflasi. Tingginya inflasi kedua komoditas ini juga dipengaruhi oleh faktor base effect kedua komoditas tersebut yang mencatat deflasi pada bulan sebelumnya.
5
Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%. Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah seiring dengan masih terjaganya pasokan paska panen dari daerah produsen. Andil komoditas bawang merah terhadap inflasi bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%. Sementara itu, pergerakan harga komoditas beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau sejak November 2016. Hal ini seiring dengan membaiknya produksi dalam Sulawesi Utara tahun 2016 setelah tahun 2015 yang dilanda El Nino. Selain itu, stabilnya komoditas beras didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar daerah (Sulawesi Tengah). Sementara itu, kelompok core mencatat inflasi sebesar 0,42% (mtm), menurun dari inflasi pada bulan sebelumnya (0,73%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core disebabkan oleh inflasi core non traded yang meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi 0,46% pada bulan Januari. Sementara itu, inflasi core traded tercatat menurun dari 1,31% (mtm) menjadi 0,37%. Peningkatan inflasi core non traded didorong oleh peningkatan harga komoditas mie dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya harga mie merupakan dampak dari kebijakan salah satu produsen mie instan nasional5 yang menaikan harga jual mie instan sebesar Rp100 per bungkus pada tanggal 17 Januari 2017. Kenaikan tersebut tidak berhubungan dengan harga bahan baku tepung saat ini, namun merupakan kenaikan rutin setiap tahun sebagai strategi untuk menjaga marjin perusahaan. Sementara itu, kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi setelah adanya kompetisi harga pada periode sebelumnya. Kenaikan tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut dari bulan sebelumnya. Adapun andil inflasi komoditas mie dan tarif pulsa ponsel terhadap keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
21
berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi lain, inflasi core traded disebabkan oleh peningkatan inflasi seng yang memberikan andil terhadap total inflasi bulanan Januari 2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng seiring dengan tren positif harga seng dunia pada tahun 2016. Peningkatan harga seng dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar seng dunia dimana akibat penutupan tambang-tambang besar6 dan pertambangan yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton stok gula pasir7 dan kegiatan pasar murah serta Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah Daerah. Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah sepanjang Januari 2017 menahan gejolak pada kelompok core traded. Rupiah terapresiasi sebesar 0,44% (mtm) pada bulan Januari 2017. •
Februari 2017
Pada Februari 2017, IHK Sulawesi Utara kembali mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,16% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya (1,10%). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut disumbang oleh inflasi kelompok VF (0,85%), kemudian diikuti oleh kelompok AP (0,19%) dan core (0,12%). Kondisi tersebut sangat berbeda dengan tren historis dimana umumnya IHK Sulawesi Utara mencatat deflasi pada bulan Februari sebagai dampak normalisasi harga seiring kembali normalnya permintaan masyarakat setelah perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.
6
Glencore dan Nyrstar
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil Februari 2017 Berdasarkan Disagregasi Inflasi (mtm)
Andil
Total
Core
Administered Prices
Volatile Food 0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
4.5%
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Tekanan inflasi kelompok VF meningkat signifikan sehingga mencatat inflasi sebesar 4,28% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya (1,76%). Kelompok ini menjadi penyumbang utama inflasi di bulan Februari 2017. Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis selama bulan Februari tahun 20142016 dimana kelompok VF selalu mengalami penurunan harga atau mencatat deflasi. Inflasi kelompok VF terutama bersumber dari komoditas tomat sayur yang pasokannya terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada bulan Februari. Berdasarkan data BMKG Stasiun Klimatologi Minahasa Utara, curah hujan pada bulan Februari 2017 sebesar 424,5 mm, yang tergolong sangat tinggi. Tingkat curah hujan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Februari 2016 yang tercatat 153,5 mm dan lebih tinggi dari ratarata tahun 2016 sebesar 269,02 mm. Curah hujan yang tinggi tersebut juga menyebabkan terganggunya pasokan komoditas cabai rawit sehingga mengalami inflasi. Pada bulan Februari 2017 komoditas tomat sayur dan cabai rawit secara berturut-turut mencatat inflasi sebesar 50% (mtm) dan 7,13% (mtm). Dengan kenaikan tersebut, andil tomat sayur dan cabai rawit terhadap inflasi bulanan Februari 2017 secara berturut-turut sebesar 0,88% dan 0,08%. Sementara itu, komoditas bawang merah juga tercatat mengalami inflasi namun dalam tingkat yang relatif kecil yakni sebesar 0,80% (mtm) dengan andil sebesar 0,01%. Adapun pergerakan harga komoditas beras stabil hingga bulan Februari 2017,
7
Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulut
22
melanjutkan tren stabilnya sejak bulan November 2016. Hal tersebut seiring dengan membaiknya produksi dalam Sulawesi Utara sejak semester II 2016 setelah dilanda El Nino dari 2015 hingga pertengahan 2016. Pada bulan Februari 2017, pasokan beras juga terjaga seiring dengan panen di beberapa sentra produksi beras di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Sementara itu, inflasi kelompok AP mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Inflasi kelompok tersebut pada bulan Februari 2017 tercatat sebesar 0,90% (mtm), menurun dari 2,45% pada bulan sebelumnya. Inflasi kelompok AP terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok AP energi dengan andil sebesar 0,13%, sementara kelompok AP non-energi memberikan andil sebesar 0,05%. Sub kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar 1,45% (mtm), dengan sumbangan oleh kenaikan tarif listrik. Kenaikan tarif listrik tersebut disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan pra bayar daya 900 VA nonsubsidi yang mulai diberlakukan pada bulan Januari 2017. Tarif listrik tersebut mencatat inflasi sebesar 3,29% (mtm) dengan andil pada bulan Februari sebesar 0,13%. Di sisi lain, sub kelompok AP non energi mencatat inflasi sebesar 0,47% (mtm), dengan andil bulanan terbesar disumbang oleh rokok putih. Harga rokok naik didorong oleh kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran. Rokok putih mencatat inflasi sebesar 4,16% (mtm) dengan andil bulan Februari sebesar 0,04%. Sementara itu, pada periode yang sama, tarif angkutan udara mencatatkan inflasi yang cukup rendah. Tekanan inflasi kelompok core pada bulan Februari 2017 relatif rendah dan terkendali. Kelompok core mengalami inflasi bulanan sebesar 0,20% (mtm), menurun dibanding bulan sebelumnya (0,42%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core bulan Februari 2017 terutama didorong oleh inflasi core non traded yang tercatat sebesar 0,23% (mtm). Sementara itu, inflasi core traded tercatat sebesar 0,16% (mtm). Peningkatan inflasi core non traded
didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel. Kenaikan tersebut dikarenakan operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi setelah adanya kompetisi harga pada periode sebelumnya. Sebagai informasi, kenaikan tarif pulsa ponsel ini berlanjut dari sejak bulan Desember 2016. Adapun inflasi tarif pulsa ponsel pada bulan Februari 2017 sebesar 3,99% (mtm) dengan andil terhadap keseluruhan inflasi bulan Februari 2017 yaitu 0,06%. Sementara itu, inflasi core traded terutama disebabkan oleh peningkatan inflasi seng. Peningkatan inflasi seng seiring dengan tren positif harga seng dunia pada tahun 2016, sehingga menyebabkan kenaikan harga seng tertinggi sepanjang tahun berjalan. Peningkatan harga seng dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar seng dunia dimana akibat penutupan tambang-tambang besar dan pertambangan yang terbengkalai di China. Selain seng, inflasi core traded juga disebabkan oleh inflasi emas perhiasan yang harganya meningkat seiring dengan naiknya harga emas dunia. Adapun inflasi seng dan emas pada bulan Februari 2017 secara berturut-turut sebesar 3,57% (mtm) dan 2,91% (mtm), dengan andil masing-masing sebesar 0,03% dan 0,02% terhadap inflasi bulanan Februari 2017. Di sisi lain, laju inflasi kelompok core traded tertahan oleh deflasi yang terjadi pada harga gula pasir. Penurunan harga gula pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton stok gula pasir dan kegiatan pasar murah. Gula pasir tercatat deflasi sebesar 3,69% (mtm), dengan andil deflasi sebesar 0,03% terhadap inflasi bulan Februari 2017. Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah sepanjang Februari 2017 menahan gejolak pada kelompok core traded. Rupiah terapresiasi sebesar 0,17% (mtm) pada bulan Februari 2017. •
Maret 2017
Pada Maret 2017, tekanan inflasi cenderung menurun dibandingkan bulan Januari dan Februari 2017. IHK Sulawesi Utara mencatat inflasi yang relatif rendah sebesar 0,23% (mtm). Berdasarkan disagregasinya, kelompok 23
VF memberikan andil sebesar 0,16%, kelompok AP sebesar 0,06% dan kelompok core sebesar 0,01%. Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Maret 2017 Berdasarkan Disagregasi Inflasi (mtm)
Andil
Total
Core
Administered Prices
Volatile Food 0.0%
0.1%
0.2%
0.3%
0.4%
0.5%
0.6%
0.7%
0.8%
0.9%
pada 2 minggu terakhir. Khusus komoditas tomat sayur, harga masih tetap tinggi. Berdasarkan SPH, rata-rata harga tomat pada 2 minggu pertama sebesar Rp15.563/kg, meningkat menjadi Rp16.163/kg pada 2 minggu terakhir. Di sisi lain, komoditas beras mencatat deflasi yang cukup dalam sehingga menahan laju inflasi pada Maret 2017. Deflasi komoditas beras didorong oleh panen raya di hampir seluruh daerah penghasil beras di Sulawesi Utara pada bulan Februari dan Maret 2017.
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Inflasi kelompok VF berlanjut di bulan Maret, namun tekanan inflasinya sebesar 0,79% (mtm), lebih rendah baik dibandingkan bulan sebelumnya (4,28%). Kelompok ini merupakan penyumbang utama inflasi di bulan Maret 2017. Meningkatnya inflasi kelompok tersebut terutama bersumber dari komoditas strategis Sulawesi Utara yaitu Barito (Bawang, Cabai Rawit, Tomat) seiring dengan masih tingginya harga rata-rata komoditas tersebut pada bulan Maret 2017. Tingginya harga terjadi pada 2 minggu pertama bulan Maret 2017 sebagai dampak masih tingginya curah hujan yang mengganggu produksi dan pasokan. Sementara itu, pada 2 minggu terakhir, harga cenderung mulai mengalami penurunan seiring dengan turunnya tingkat curah hujan. Namun demikian, secara rata-rata bulanan, harga pada Maret 2017 masih lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan harga memasuki minggu ketiga bulan Maret 2017 terjadi pada komoditas bawang merah dan cabai rawit. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, ratarata harga bawang merah pada 2 minggu pertama sebesar Rp45.650/kg, kemudian menurun hingga Rp42.725/kg pada 2 minggu terakhir di bulan Maret. Harga bawang merah yang masih tinggi disebabkan oleh keterbatasan pasokan dari daerah sentra produksi sebagai dampak tingginya curah hujan. Sementara itu, rata-rata harga cabai rawit pada 2 minggu pertama sebesar Rp115.100/kg, menurun menjadi Rp97.275/kg
Kelompok AP pada Maret 2017 juga mencatat inflasi namun dengan tekanan yang relatif rendah. Inflasi AP bulan Maret 2017 sebesar 0,27% (mtm), lebih rendah baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya (0,90%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi kelompok AP terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok AP energi yang memberikan andil sebesar 0,06% terhadap inflasi kelompok AP bulan Maret. Sementara itu, kelompok AP non-energi relatif stabil. Sub kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar 0,62% (mtm) dengan andil tertinggi dari tarif listrik sebesar 0,05% dan bensin 0,01%. Inflasi tarif listrik bulan Maret disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik tahap dua pelanggan paska bayar daya 900 VA non subsidi. Kemudian, inflasi bensin pada bulan Maret didorong oleh kenaikan harga bahan bakar (BBK) seperti Pertalite dan Pertamax. Harga Pertalite mengalami kenaikan Rp50/liter sedangkan Pertamax mengalami kenaikan sebesar Rp100/liter yang dimulai sejak tanggal 21 Maret 2017. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok core atau inti pada bulan Maret 2017 relatif minimal. Inflasi kelompok core bulan Maret 2017 sebesar 0,02% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya (0,20%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi kelompok core terutama didorong oleh inflasi core non traded dengan andil sebesar 0,01% terhadap inflasi kelompok core bulan Maret. Sementara itu, kelompok core traded relatif stabil. Sub kelompok core non traded mencatat inflasi sebesar 0,03% 24
(mtm) pada Maret 2017, menurun dibandingkan bulan sebelumnya (0,23%). Komoditas penyumbang inflasi core non traded adalah upah pembantu rumah tangga dengan andil sebesar 0,06% terhadap inflasi bulanan Maret 2017. Di sisi lain, kenaikan inflasi kelompok core non traded lebih lanjut tertahan karena deflasi tarif pulsa ponsel setelah mengalami peningkatan sejak bulan Desember 2016. Turunnya tarif pulsa ponsel disebabkan persaingan harga oleh beberapa provider untuk menarik konsumen. Sementara itu, inflasi core traded mencatat deflasi sebesar 0,01% (mtm) pada Maret 2017, setelah mencatat inflasi pada bulan sebelumnya (0,16%). Komoditas penyumbang deflasi kelompok ini yaitu air kemasan, seng, gula pasir, dan cakalang asap. Turunnya harga gula pasir didorong oleh ketersediaan ribuan ton stok gula pasir. Adapun deflasi yang lebih dalam tertahan oleh beberapa kebutuhan rumah tangga dan emas perhiasan yang harganya naik sebagai dampak kenaikan harga komoditas emas internasional. 3.1.2. Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,93% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (0,35%). Meski meningkat, inflasi Sulawesi Utara triwulan I 2017 berada di bawah target inflasi tahun 2017 yakni 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan I 2017 disumbang oleh inflasi kelompok core sebesar 1,37%, kelompok VF sebesar 1,34%, dan kelompok AP sebesar 1,22%. Grafik 3.5. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi yoy
Andil Core
Andil Administered Prices
Andil Volatile Food
Inflasi Total
12% 10%
8% 6% 4% 2% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2014 Sumber BPS & Bank Indonesia
2015
2016
2017
Kelompok core pada triwulan I 2017 mencatat inflasi yang relatif rendah yakni sebesar 2,30% (yoy), namun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (1,25%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core disebabkan oleh inflasi core traded yang tercatat inflasi sebesar 3,42% (yoy) dengan sumbangan terhadap inflasi core sebesar 0,86%. Komoditas utama penyumbang inflasi pada sub kelompok core traded yaitu lemon dan jeruk nipis seiring dengan kurangnya pasokan. Di sisi sub kelompok core non-traded, inflasi tercatat sebesar 1,48% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,51% terhadap total inflasi kelompok core. Tarif pulsa ponsel merupakan komoditas utama penyumbang inflasi pada sub kelompok core non-traded dikarenakan operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi setelah adanya kompetisi harga pada periode sebelumnya. Sementara itu, kelompok VF tercatat mengalami inflasi sebesar 6,66% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-2,48%). Inflasi kelompok VF terutama bersumber dari komoditas tomat sayur yang memberikan andil terhadap inflasi sebesar 2,15%. Inflasi tomat secara tahunan tercatat sangat tinggi yaitu sebesar 202,47% (yoy), meningkat tinggi dibandingkan 6,03% pada triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi tomat sayur disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sepanjang triwulan I 2017 yang mengganggu produksi tomat di Kabupaten Minahasa. Komoditas lain yang menyumbang inflasi yaitu cakalang, cabai merah, minyak goreng, bawang merah dan bawang putih. Inflasi kelompok AP tercatat sebesar 6,01% (yoy), meningkat dari 0,56% pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok AP disebabkan baik oleh sub kelompok AP non energi maupun energi. Sub kelompok AP non energi mencatat inflasi sebesar 5,36% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,62% terhadap inflasi AP. Adapun komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi pada sub kelompok 25
tersebut yaitu angkutan udara. Tingginya mobilitas pengguna transportasi udara baik dari domestik maupun mancanegara dalam merayakan Tahun Baru, liburan dan perayaan Imlek mendorong inflasi pada angkutan udara sebesar 46,56% (yoy). Kenaikan biaya perpanjangan STNK pada awal tahun 2017 memberikan andil inflasi terbesar kedua setelah angkutan udara. Di sisi lain, sub kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar 6,86% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,61% terhadap total inflasi AP. Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi yaitu tarif listrik yang tercatat inflasi sebesar 16,43% (yoy) sebagai dampak penyesuaian subsidi tarif tenaga listrik 900 VA bagi pelanggan mampu. Selain itu, bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang inflasi pada kelompok AP energi, sedangkan harga bensin mengalami penurunan atau tercatat deflasi. 3.2.
ARAH PERKEMBANGAN TRIWULAN II 2017
INFLASI
Memasuki awal triwulan II 2017, IHK bulan April 2017 tercatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), namun secara tahunan tercatat sebesar 4,83% (yoy) yang meningkat dibandingkan bulan Maret 2017. Meski inflasi tahunan meningkat, namun masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 yakni 4±1% (yoy). Tabel 3.1. Inflasi April 2017 Indikator Total Volatile Food Administered Prices Core Core Traded Core Non-Traded AP Energi AP Non-Energi
mtm Inflasi -0.02% -0.78% 0.98% -0.10% -0.21% -0.02% 2.24% 0.00%
yoy Andil -0.02% -0.16% 0.20% -0.06% -0.05% -0.01% 0.20% 0.00%
Inflasi 4.83% 8.84% 8.65% 2.22% 3.38% 1.38% 12.07% 6.08%
Andil 4.83% 1.74% 1.75% 1.33% 0.85% 0.48% 1.05% 0.70%
Sumber: BPS & Bank Indonesia
Berdasarkan disagregasinya, IHK bulanan April 2017 yang tercatat deflasi terutama disumbang oleh deflasi kelompok VF dan core. Sementara itu, kelompok AP mencatat inflasi pada bulan April 2017. Kelompok VF mencatat deflasi pada April 2017 setelah selama 3 bulan sebelumnya
mencatat inflasi. Deflasi kelompok VF tercatat sebesar 0,78% (mtm). Deflasi kelompok VF terutama bersumber dari komoditas strategis Sulawesi Utara yaitu cabai rawit dan bawang merah serta beras seiring dengan tersedianya pasokan dan panen raya yang terjadi di daerah sentra produksi. Tekanan harga pada komoditas cabai rawit dan bawang merah pada April 2017 mulai mereda seiring dengan membaiknya pasokan di tengah level permintaan yang relatif normal dan kondisi cuaca yang cukup kondusif. Adapun pada triwulan I 2017, komoditas-komoditas tersebut tercatat mengalami kenaikan harga. Berdasarkan SPH, rata-rata harga cabai rawit mulai turun sejak minggu pertama April 2017 dan rata-rata harga bawang merah mulai turun sejak minggu kedua April 2017. Rata-rata harga cabai rawit pada April 2017 sebesar Rp66 ribu, menurun dari Rp106 ribu pada bulan sebelumnya. Sementara itu, rata-rata harga bawang merah pada April 2017 sebesar Rp41 ribu, menurun dari Rp44 ribu pada bulan sebelumnya. Sementara itu, komoditas beras kembali mencatat deflasi seiring dengan masih tersedianya stok atau pasokan beras paska panen pada bulan Februari dan Maret 2017. Di sisi lain, komoditas tomat sayur, terus mengalami kenaikan harga sepanjang tahun 2017. Tomat kembali menjadi komoditas utama yang mencatat inflasi pada bulan April 2017. Kondisi ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan TPID mengingat tomat merupakan komoditas strategis Sulawesi Utara yang memiliki andil dalam pergerakan inflasi. Kelompok core pada bulan April 2017 mencatat deflasi sebesar 0,10% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 0,02%. Berdasarkan sub kelompoknya, kedua sub kelompok core mengalami deflasi. Deflasi kelompok core terutama disebabkan oleh deflasi core traded dengan andil sebesar 0,05% terhadap deflasi kelompok core bulan April. Sub kelompok core non traded yang juga tercatat deflasi memberikan andil sebesar 0,01%. Deflasi sub kelompok core traded pada April 2017 tercatat 26
sebesar 0,21% (mtm) dengan komoditas penyumbang deflasi kelompok ini yaitu jeruk nipis, lemon, pasta gigi, gula pasir dan cakalang asap. Turunnya harga gula pasir terjadi seiring menguatnya Rupiah dan turunnya harga gula dunia. Di sisi lain, deflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan indeks harga seng seiring dengan meningkatnya harga komoditas seng internasional. Sementara itu, deflasi sub kelompok core non traded pada April 2017 tercatat sebesar 0,02% (mtm), setelah sepanjang 3 bulan sebelumnya masih tercatat inflasi. Komoditas penyumbang deflasi core non traded adalah tindarung dengan andil sebesar 0,03% terhadap inflasi bulanan April 2017. Di sisi lain, tarif pulsa ponsel kembali mengalami kenaikan indeks harga setelah pada bulan sebelumnya sempat turun. Berbeda dengan 2 kelompok disagregasi di atas, IHK kelompok AP April 2017 mencatat inflasi. Inflasi AP bulan April 2017 tercatat sebesar 0,98% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya (0,27%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi kelompok AP terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok AP energi yang memberikan andil sebesar 0,20% terhadap inflasi kelompok AP bulan April. Sementara itu, kelompok AP non energi relatif stabil. Sub kelompok AP energi mencatat inflasi sebesar 2,24% (mtm) dengan andil tertinggi disumbang oleh tarif listrik sebesar 0,20%. Inflasi listrik bulan April disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk pelanggan pra bayar daya 900 VA nonsubsidi. Melihat realisasi inflasi April dan perkiraan inflasi pada Mei dan Juni, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan II 2017 sebesar 4,50% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (3,93% yoy). Naiknya inflasi tersebut secara bulanan didorong oleh inflasi pada bulan Juni. Pada bulan Mei, IHK diperkirakan mencatat inflasi yang relatif minimal, bahkan berdasarkan perkembangan harga pada SPH terkini, IHK bulan Mei membuka peluang mencatat deflasi seiring
dengan normalisasi harga komoditas bumbubumbuan yang meningkat pada bulan-bulan sebelumnya. Sementara itu, pada bulan Juni, IHK diperkirakan mencatat inflasi yang cukup tinggi sebagai dampak tingginya konsumsi menyambut perayaan hari raya Idul Fitri. Adapun dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, realisasi inflasi pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada 4,50% (yoy). 3.3.
PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Di awal tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level Meeting (HLM) perdana pada 25 Januari 2017 dengan agenda utama menyelaraskan upaya pengendalian inflasi tahun 2017. Dalam pertemuan tersebut, seluruh anggota TPID Sulawesi Utara berkomitmen untuk menjalankan program pengendalian inflasi 2017 mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara yang telah disusun sebelumnya. Beberapa program utama pengendalian inflasi 2017 antara lain adalah peningkatan produksi bahan pangan melalui penyediaan benih pertanian dan holtikultura, mencanangkan Gerakan Barito (Batanang Rica & Tomat) yang merupakan kelanjutan dari Gerakan Rica Rumah (GRR), memperluas peran Bulog dalam stabilisasi harga, meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kepolisian, perencanaan Operasi Pasar dan Sidak Pasar terintegrasi, serta optimalisasi penggunaan PIHPS. Selanjutnya, pada Februari 2017, upaya pengendalian inflasi semakin ditingkatkan baik di level Provinsi maupun Kab/Kota. Agenda utama pengendalian inflasi pada Februari 2017 adalah perumusan dan pemantapan program kerja pengendalian inflasi tahun 2017 yang mengacu pada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara yang telah disusun pada tahun 2016. Fokus pengendalian inflasi pada tahun 2017 ditujukan pada pengendalian harga 6 komoditas utama volatile food yaitu beras, 27
cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, cakalang (mewakili ikan tangkap) dan minyak goreng. Sementara itu, di sisi administered prices upaya koordinasi pengendalian inflasi difokuskan pada 4 komoditas utama yaitu angkutan dalam kota, angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik. Di sisi inflasi core, upaya menjaga ekspektasi masyarakat dilakukan melalui diseminasi dan strategi komunikasi yang efektif dan koordinatif. Berbagai terobosan juga akan dilakukan oleh TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota untuk menjawab tantangan inflasi komoditas pangan strategis. Terobosan tersebut berupa pemantauan harga secara terintegrasi dan intensif dengan command center Pemerintah Kota Manado, menggalakan Urban Farming melalui Gerakan Barito, ASN Menanam, serta berbagai upaya diversifikasi pangan sebagai bentuk pengendalian dari sisi demand dalam jangka menengah panjang. Pada bulan Maret 2017, koordinasi pengendalian inflasi terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan rencana antisipasi terhadap risiko kenaikan harga volatile food menjelang Lebaran dan Natal serta Tahun Baru. Dalam bulan ini, beberapa rapat koordinasi telah dilaksanakan untuk menetapkan langkah pengendalian inflasi pada tahun 2017 melalui penetapan program kerja TPID Sulawesi Utara 2017 yang mengacu pada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara 2016-2019. Program kerja TPID Sulawesi Utara 2017 telah disetujui dan ditandatangani langsung oleh Ketua TPID Provinsi pada 2 Maret 2017 dalam HLM TPID bersama seluruh SKPD terkait. TPID Sulawesi Utara juga telah berkomitmen untuk memperkuat kerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memonitor tata niaga perdagangan komoditas strategis di Sulawesi Utara. Rapat TPID Sulut bersama KPPU Sulawesi Utara telah
dilaksanakan pada 31 Maret 2017, dengan agenda utama melakukan sinkronisasi program kerja pengendalian inflasi antara KPPU dan TPID Sulut, serta menetapkan beberapa rencana kegiatan bersama. Memasuki triwulan II 2017, kegiatan pengendalian inflasi difokuskan pada peningkatan kapasitas anggota TPID Sulawesi Utara, serta langkah-langkah nyata dalam menghadapi risiko tekanan harga jelang masuknya bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya pengucapan. Pada 27-28 April 2017, Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan TPID Provinsi menyelenggarakan kegiatan Capacity Building dan Rapat Koordinasi bersama seluruh perwakilan TPID Kab/Kota yang langsung dipimpin oleh Gubernur Sulawesi Utara. Kegiatan Capacity Building sendiri menghadirkan perwakilan dari Pokjanas TPID, BPS Sulawesi Utara, KPPU dan TPID Provinsi Gorontalo sebagai narasumber untuk semakin memperkuat pemahaman anggota TPID Se-Sulawesi utara mengenai inflasi, upaya pengendaliannya dan mekanisme pelaporan kegiatannya. Sementara, pada rapat koordinasi, fokus pembahasan adalah pada sisi penguatan data, mekanisme koordinasi, dan persiapan TPID kab/kota menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri, yang dilanjutkan dengan sidak pasar, baik pada pasar retail maupun modern terkait dengan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) 3 komoditas bersama KPPU. Selain itu, pada April 2017, BI bersama dengan Pemerintah Kota Manado dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah mencanangkan gerakan Barito (Batanang Rica & Tomat) sebagai bentuk nyata pengendalian inflasi melalui gerakan menanam baik oleh masyarakat maupun ASN. Dalam kesempatan tersebut telah disalurkan bantuan bibit kepada masyarakat untuk tahap pertama sebesar 35 ribu bibit cabai rawit dan tomat yang merupakan hasil kerjasama antara BI dan Pemerintah Kota Manado. Kegiatan tersebut mendapat dukungan penuh dari Walikota Manado beserta jajarannya yang langsung 28
menhadiri acara pencanangan Gerakan Barito pada 5 April 2017 di Kecamatan Singkil, Kota Manado. Kegiatan tersebut juga disertai dengan acara penanaman secara simbolis yang dilakukan oleh seluruh jajaran Forkopimda Kota Manado. Selanjutnya, gerakan Barito akan terus diperluas dengan proses monitoring dan pembinaan yang terintegrasi. Gerakan Barito juga diharapkan akan menjadi role model bagi kegiatan menanam sejenis yang juga akan dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Utara. Sementara, pada Mei hingga Juni 2017, upaya pengendalian inflasi akan difokuskan pada pengendalian
harga jelang Idul Fitri dan hari raya pengucapan, melalui berbagai kegiatan Sidak Pasar dan Operasi Pasar terintegrasi, serta upaya-upaya komunikasi ekspektasi bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Keseluruhan upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mendukung pencapaian target inflasi Sulut 2017 yang diproyeksikan sebesar 4±1%.
29
Bab IV. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4.1.
GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.2. Dana Pihak Ketiga (DPK)
4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset Pada triwulan I 2017, terdapat pembukaan 1 jaringan kantor bank umum konvensional yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank umum sebanyak 30 dengan 294 jaringan kantor sedangkan BPR masih sama dengan periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan 55 jaringan kantor. Total aset perbankan umum di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan aset terjadi pada seluruh kelompok Bank, kecuali Bank Swasta Nasional. Aset Bank Persero yang memiliki jumlah aset terbesar tercatat tumbuh 10,5% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 11,35% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada kelompok Bank Pemerintah Daerah yang hanya tumbuh 1,18% (yoy), dimana pada periode sebelumnya dapat tumbuh 7,44% (yoy). Disisi lain, kontraksi pada kelompok Bank Asing & Campuran masih berlanjut, pada triwulan I 2017 terkontraksi 35,46% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya telah terkontraksi 21,63% (yoy). Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Total Aset
Bank Persero
Bank Campuran
Bank Pemerintah daerah
Bank Swasta Nasional
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
Tekanan terhadap pertumbuhan DPK mereda meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. DPK pada triwulan I 2016 tercatat tumbuh -0,14% (yoy) membaik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi 1,88% (yoy). Membaiknya pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh pertumbuhan tabungan sebagai komponen terbesar pembentuk DPK Sulawesi Utara disertai dengan meredanya tekanan pada komponen Giro meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Disisi lain, komponen Deposito tercatat tumbuh melambat dibandingkan periode sebelumnya. Seiring dengan berakhirnya perayaan awal tahun, masyarakat kembali menempatkan dananya ke perbankan, khususnya pada tabungan yang dapat diambil sewaktu-waktu. Hal ini mendorong tumbuhnya komponen tabungan pada triwulan I 2017 sebesar 7,34% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 5,94% (yoy). Perbaikan pada komponen giro (tumbuh -18,62% yoy, triwulan sebelumnya -29,05% yoy) didorong oleh giro swasta kelompok lembaga non keuangan atau korporasi, yang merupakan normalisasi dari penarikan giro pada akhir tahun untuk pembayaran tunjangan hari raya/akhir tahun. Tekanan terhadap giro pemerintah juga mereda seiring dengan transfer anggaran dari pemerintah pusat pada triwulan I 2017. Disisi lain perlambatan deposito yang tumbuh sebesar 2,99% (yoy) dari 6,07% (yoy) pada triwulan sebelumnya diindikasi disebabkan oleh tren penurunan suku bunga deposito.
I
2016
Sumber: Bank Indonesia
30
4.1.3. Kredit Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit terakselerasi sebesar 8,06% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,32% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor yang tergolong konsumtif. Hal ini tercermin dari pangsa kredit konsumsi (KK) yang mencapai 60% dari total kredit yang disalurkan pada triwulan I 2017. Sementara itu, kredit produktif yakni modal kerja dan investasi sebesar 25,5% dan 14,3%. Berdasarkan penggunaannya, peningkatan kredit disumbang oleh pertumbuhan positif KK sebesar 8,19% (yoy), dibandingkan periode sebelumnya sebesar 6,92% (yoy). Pertumbuhan KK utamanya didorong oleh tumbuhnya jenis kredit Multiguna yang mendominasi penyaluran KK (pangsa sebesar 75,7%). Penyaluran Kredit Investasi (KI) juga menunjukkan peningkatan, pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 10,78% (yoy) dari 2,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Disisi lain, perlambatan pada Kredit Modal Kerja (KMK) masih berlanjut, hanya tumbuh sebesar 6,32% (yoy) dari sebelumnya 6,94% (yoy). Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan 30%
YoY
160% LDR-sb.kanan
Aset
dpk
Kredit
25%
140%
20%
120%
15%
100%
10%
80%
5%
60%
0%
40% I
-5%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
-10%
2017 20% 0%
pertumbuhan negatif DPK. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada triwulan I 2017 tidak diikuti oleh perbaikan kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,82% pada triwulan I 2017 dari sebelumnya 3,40%. 4.2.
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit usaha yang dominan terhadap total unit usaha, serta sebagai sektor yang juga turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, sebagai salah satu aktor yang cukup penting dalam perekonomian domestik maupun nasional, UMKM sering kali masih terkendala dalam memperoleh pembiayaan. Pada triwulan I 2017, laju pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat mengalami perlambatan, dari yang semula tumbuh sebesar 9,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 7,08% pada triwulan I 2017. Ditengah perlambatan tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari naiknya rasio NPL kredit UMKM mengalami penurunan. Pada triwulan I 2017, NPL Kredit UMKM tercatat sebesar 5,87%, dibanding periode sebelumnya mencapai 5,48%. Meski mengalami peningkatan, NPL Kredit UMKM masih berada dibawah ambang threshold 5%. Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM 50%
Growth UMKM (yoy)
Porsi UMKM
NPL UMKM (sb.kanan)
6%
40%
Sumber: Bank Indonesia
5%
30%
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator LDR menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2017 menjadi 148,8% dari 148,2% pada triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh meningkatnya penyaluran kredit ditengah
7%
4% 20% 3% 10%
2%
0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I -10%
2011
2012
2013
2014
2015
1%
2016 2017 0%
Sumber: Bank Indonesia
Pangsa kredit UMKM di triwulan I 2017 mengalami peningkatan, yakni menjadi 31
sebesar 26,13%, jika dibandingkan pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar 25,4%. Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar berada di Kota Manado sebesar 62,3%, diikuti Kota Bitung sebesar 10,2% dan Kota Kotamobagu sebesar 10,0%. Meski demikian, dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah, Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya terus meningkat dan telah melewati threshold yaitu sebesar 7,8% pada triwulan I 2017 meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 7,3%. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya NPL lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan sebagai lapangan usaha penerima kredit UMKM terbesar. Di samping itu, Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan NPL tertinggi dibandingkan 15 kab/kota lainnya untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow Timur tercatat mencapai 38,5% pada triwulan I 2017 yang disebabkan oleh peningkatan NPL pada lapangan usaha perdagangan.
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk Indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan penurunan, dimana pada data terakhir yaitu periode Februari 2017 rasio tersebut tercatat sebesar 150,7%. Rasio yang telah melampaui angka 100% mengindikasikan setengah dari jumlah angkatan kerja memiliki lebih dari satu rekening (dengan asumsi seluruh angkatan kerja masing-masing memiliki 1 rekening tabungan). Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja 157,09%
148,37%
137,88%
26,13%
73,87% Non-UMKM
UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara 7,86%
Manado
0,83%
10,29%
Minahasa Kotamoagu
10,00%
Bitung 62,32% 8,47%
140,37%
Agt
Feb
150,77%
128,87%
Feb
Agt
Feb
2014
Grafik 4.4. Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit
143,62%
2015
Agt 2016
Feb 2017
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara juga menunjukkan sedikit penurunan menjadi 23,2% di bulan Februari 2017. Masih cukup rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan belum membutuhkan maupun secara administratif dan non administratif belum dapat melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut juga menunjukkan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa mendatang.
Kep. Sangihe Kab.Kota Lainnya
Sumber: Bank Indonesia
32
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja 30,00% 25,93% 25,00%
25,59% 23,68%
23,24%
24,10%
24,28%
Feb
Agt
23,22%
20,00%
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% Feb
Agt 2014
Feb
Agt 2015
2016
Feb 2017
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan dan Pengembangan UMKM Untuk mendorong peningkatan akses masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan jasa keuangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Bank Indonesia telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah sebagai berikut: Memperluas implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) melalui dorongan kepada bank penyelenggara LKD di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen LKD di tiap-tiap daerah. Melakukan sosialisasi dan edukasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada berbagai kesempatan dan kepada beragam stakeholders. Pada bulan Januari hingga April 2017 telah dilakukan kampanye GNNT di Kotamobagu dan Manado. Melakukan sosialisasi dan fasilitasi penggunaan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) kepada UMKM Sulut. Hal ini dilatarbelakangi oleh kelemahan UMKM dalam memahami syarat administratif pembiayaan perbankan. Pada bulan Maret 2017, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Manado digelar sosialisasi dan memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan IUMK. IUMK merupakan salah satu kelengkapan administrasi UMKM untuk memperoleh fasilitas pembiayaan diperbankan. Sosiliasi tersebut juga dirangkaikan dengan sosialisasi KUR dari bank penyalur.
Mengembangkan aplikasi teknologi informasi SIAPIK – Sistem Administrasi Pencatatan Keuangan. Aplikasi SIAPIK dapat diunduh pada smartphone tanpa dipungut biaya, aplikasi ini mempermudah UMKM dalam melakukan pembukuan. Sosialisasi mengenai penggunaan SIAPIK kepada UMKM se-Sulawesi Utara dan kalangan perbankan telah dilaksanakan pada bulan Maret dan Mei 2017. Menyelesaikan dan mendiseminasi penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM kepada stakeholder terkait pada Januari 2017. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemerintah daerah dan perbankan untuk mendapatkan preferensi komoditas unggulan dan potensial untuk dikembangkan maupun untuk dibiayai. 4.3.
KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Salah satu sumber kerentanan sektor korporasi khususnya Industri Pengolahan di Sulawesi Utara adalah melemahnya permintaan global/mitra dagang. Pada triwulan I 2017, Amerika Serikat (AS) masih menjadi Negara tujuan utama ekspor Sulawesi Utara (pangsa 31,6%) sehingga kinerja perekonomian AS dapat menjadi sumber kerentanan sektor korporasi Sulawesi Utara. Pada triwulan I 2017 kinerja ekonomi AS masih tercatat membaik didukung oleh konsumsi yang solid. Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Lainnya; 14,30% Amerika Serikat; 31,69%
Jepang; 8,75%
Belanda; 18,42% Korea Selatan; 11,27%
Tiongkok; 15,56%
Sumber: SITC, diolah
33
Pergerakan harga minyak dunia juga menjadi sumber kerentanan korporasi dikarenakan komoditas lemak/minyak nabati komposisi ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa cukup dominan dalam komposisi ekspor Sulawesi Utara. Pada triwulan I 2017 rata-rata harga Coconut Oil (CNO) menunjukkan peningkatan secara nominal sejalan dengan arah kinerja ekspor minyak nabati Sulawesi Utara yang didominasi oleh CNO. Meski, secara pertumbuhan tahunan, CNO dan ekspor mengalami perlambatan pertumbuhan. Grafik 4.9. Perkembangan Harga Minyak dan Ekspor Minyak Nabati Sulawesi Utara 300.000.000
1800 1600
250.000.000
1400
200.000.000
1200 1000
150.000.000
800
100.000.000
600 400
50.000.000
200
0
0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
Ekspor Minyak Nabati
IV
I
II
III
2016
IV
I 2017
Harga CNO sb. Kanan
Sumber: World Bank dan Cognos Bank Indonesia
4.3.2. Kinerja Korporasi Kegiatan Usaha Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia dengan perusahaan pada lapangan usaha utama di Sulawesi Utara, mengindikasikan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan I 2017 jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan berakhirnya peak season konsumsi masyarakat pada akhir triwulan IV 2016 serta semakin ketatnya persaingan bisnis di sector industri pengolahan membuat kinerja dunia usaha pada awal tahun melambat, hal ini tercermin dari lickert scale (LS) kegiatan usaha domestik (Tw IV 2016 1,7; Tw I 2017 0,75) maupun ekspor (TW IV 2016 0,33; Tw I 2017 1) yang turun dari angka triwulan sebelumnya.
Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha 3
2
1
0 Q1 -1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
Q3
Q4
Q1
Q2
2015
Q3
Q4
Q1
2016
-2
-3
-4
LS Penjualan Domestik
LS Penjualan Ekspor
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Meski demikian, prospek kinerja korporasi yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia masih menjanjikan, dimana kegiatan usaha pada triwulan mendatang diperkirakan akan tumbuh meningkat dengan SBT sebesar 8,34% dari triwulan I 2017 6,14%. Peningkatan tersebut diperkirakan disumbangkan oleh peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan konstruksi sejalan dengan rencana dimulainya pembangunan beberapa proyek pemerintah maupun swasta untuk infrastruktur pariwisata pada triwulan mendatang. 4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Eksposur kredit perbankan pada sektor korporasi meningkat dari 16% pada triwulan IV 2016 menjadi 27,4% pada triwulan I 2017. Oleh karenanya, kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu untuk diwaspadai agar stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan tetap terjaga mengingat eratnya keterkaitan antar sektor. Keterkaitan sektor korporasi terhadap sektor rumah tangga dalam hal penyerapan tenaga kerja yang kemudian berpengaruh terhadap penghasilan. Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 0,18%
31,44%
68,38%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
34
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi 250,0%
750,0% 650,0%
200,0%
550,0%
150,0%
450,0% 350,0%
100,0%
250,0%
50,0%
150,0%
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan
50,0% III
IV
2014 Kredit Modal Kerja
I
II
III
IV
I
2015 Kredit Investasi
II
III
2016
IV
I
-50,0%
2017
-150,0%
Tw IV 2016
Kredit Konsumsi -sb. Kanan
9,60%
24,60% KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.
KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Sebagai penyedia dana dan sebagai penerima pendanaan dari institusi keuangan, sektor rumah tangga memiliki peran yang penting dalam sistem keuangan. Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan kondisi pembiayaan / kredit rumah tangga. Sejalan dengan pola historisnya, konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan. Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara 200 180
140 120
OPTIMIS
160
100 80 60
Mar Feb Jan Des Nov Okt Sep Agt Juli Juni Mei April Maret Feb Jan Des Nov Okt Sep Agt Juli Juni Mei Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul Jun May Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul June May Apr Mar Feb Jan
Posisi KMK triwulan I 2017 mencapai Rp3,2 triliun meningkat sebesar Rp775 miliar secara nominal, jika dibandingkan dengan baki debet pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan KMK korporasi tersebut didorong oleh akselerasi pertumbuhan kredit lapangan usaha yang mendominasi penyaluran KMK korporasi, yaitu lapangan usaha konstruksi (pangsa 15,09%) yang tercatat tumbuh meningkat menjadi sebesar 50,2 (yoy) pada triwulan I 2017, dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 24,6% (yoy). Pertumbuhan juga terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan sebagai lapangan usaha terbesar ketiga penerima pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi (pangsa 9,16%) yang pertumbuhannya (9,6% yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (0,4% yoy). Disisi lain, perlambatan terjadi pada lapangan usaha perdagangan besar dan
INDUSTRI PENGOLAHAN
PESIMIS
Kredit Modal Kerja Korporasi
0,47%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 mencapai Rp10,3 triliun, meningkat sebesar 115,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 7,61% (yoy). Akselerasi tersebut didorong oleh realisasi KI yang tumbuh sebesar 196,8% (yoy) dimana pada sebelumnya mencatatkan kontraksi 0,8% (yoy) disertai dengan peningkatan KMK yang juga tumbuh 44,1% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya 8,2% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit korporasi terutama disalurkan dalam bentuk kredit investasi sebesar 68%, kredit modal kerja sebesar 31% dan kredit konsumsi sebesar 0,18%.
Tw I 2017
7,13%
II
50,27%
I
14,58%
0,0% -50,0%
eceran yang mendominasi penyaluran KMK korporasi yang tumbuh 7,13% (yoy) dari triwulan sebelumnya 14,5% (yoy).
2013 Indeks Keyakinan Konsumen
2014
2015 Kondisi Ekonomi Saat Ini
2016 Ekspektasi Konsumen
2017 Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Meski demikian, tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi masih menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen 35
(IKK) selama triwulan I 2017 yang berada pada level 127,9 meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang berada pada level 116,1. Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi saat ini
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Penghasilan Saat Ini
Jan
Pembelian Barang Tahan Ketersediaan Lap. Kerja Lama
Feb
Maret
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Harga 6 bulan kedepan 210
7,00%
200
6,00%
190
5,00%
180
4,00%
170
3,00%
160
2,00%
150
1,00%
140
0,00%
130
-1,00%
120
peningkatan Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan mendatang. 4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Pada triwulan I 2017 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami peningkatan, tumbuh sebesar 7,56% (yoy), dibandingkan periode sebelumnya 7,09% (yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah tangga masih mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa yang mencapai 78% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan tersebut relatif menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya (83,3%), namun masih meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2016 dengan yang sebesar 72,4%. Adapun preferensi rumah tangga pada triwulan IV dalam melakukan penempatan dana masih didominasi pada produk tabungan (57%) dan deposito (33%).
-2,00% Jan Mar May
Jul
Sep Nov
Jan Mar May
2015 Inflasi (semester) - 2nd axis
Jul
2016
Sep Nov
Jan Mar May
Jul
2017
Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Optimisme Rumah tangga juga masih menunjukkan peningkatan baik terhadap kondisi penghasilan, pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari indeks pembentuk Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE), sepanjang JanuariMaret 2017 masih berada diatas titik optimis (>100). Sejalan dengan hal tersebut, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2017 yang diikuti dengan peningkatan Indeks Penghasilan Saat Ini.
Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara 100,0%
80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 Perseorangan
III
IV
2016
I 2017
Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 50,00%
g.Tabungan
g.Deposito
40,00%
30,00%
20,00%
Optimisme tersebut diperkirakan akan terus meningkatkan pada pada waktu mendatang, tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang yang meningkat (126,3) dibandingkan rata-rata periode sebelumnya (114,6). Ke depan, sektor rumah tangga masih dihadapkan pada risiko yang berasal dari kenaikan harga. Hal ini terindikasi dari
10,00%
0,00%
II -10,00%
III IV
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I 2017
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Tangga
Sektor Rumah
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan I 2017 mencapai Rp19,9 triliun, 36
tumbuh 11,9% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,92% (yoy). Sementara itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total kredit yang disalurkan masih dominan yaitu 60%.
Perlengkapan (65% yoy pada triwulan ini dari 71,1% yoy di triwulan sebelumnya). Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Total Kredit RT KKB Perlengkapan (sb.kanan)
80%
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
70%
KPR Multiguna
250% 200%
60% 50%
150%
40%
100%
30%
KPR 21,80%
50%
20%
0%
10%
KKB 1,21% Perlengkapan 0,83% Multiguna 76,17%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh Kredit Multiguna (76,1%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah (21,8%), Kredit Kendaraan Bermotor (1,21%) dan Kredit Perlengkapan (0,83%). Kredit RT jenis multiguna sebagai jenis kredit terbesar tercatat tumbuh sebesar 12% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 6,4% (yoy). Relaksasi ketentuan mengenai Loan To Value pada tahun 2016 mulai berdampak pada penyaluran KPR, dimana pada periode ini KPR tumbuh 10,51% (yoy) dari 7,47% (yoy) triwulan sebelumnya. Peningkatan juga terjadi pada KKB yang tumbuh 8,07% (yoy) dari 3,42% (yoy) di triwulan IV 2016. Disisi lain, perlambatan pertumbuhan terjadi pada Kredit
0% -10% -20%
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
-30%
II
III
2016
IV
I 2017
-50% -100% -150%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah tangga pada triwulan I 2017 menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio maupun nominal NPL. Rasio NPL periode sebelumnya 2,26% naik menjadi 2,41% pada triwulan I 2017. Sementara nominal NPL tercatat menurun dari Rp428 miliar menjadi Rp479 miliar. Penurunan kualitas kredit terjadi pada seluruh jenis kredit RT kecuali kredit perlengkapan. Namun demikian, tekanan tersebut masih relatif rendah, dimana NPL konsumsi secara agregat berada pada level 2,41% atau masih dibawah threshold 5%.
37
Bab V. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 5.1.
PENYELENGGARAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan I 2017, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp2,42 triliun. Angka tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,86 triliun seiring dengan normalisasi aktivitas perekonomian pasca berakhirnya momentum pergantian tahun pada triwulan IV 2016 sesuai dengan tren historisnya. Secara pertumbuhan, transaksi kliring kembali mengalami penurunan yaitu terkontraksi sebesar 15,7% (yoy) pada triwulan I 2017 emakin dalam dari triwulan IV 2016 yang terkontraksi sebesar 12,4% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh pemberlakuan ketentuan atas caping SKNBI menjadi Rp100 juta sejak 1 Juli 2016, dimana pada triwulan IV 2015 sempat berlaku caping Rp500 juta serta adanya ketentuan batas nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS adalah di atas Rp 100 juta. Ketentuan tersebut menyebabkan penggunaan SKNBI pada triwulan IV 2015 tumbuh meningkat kemudian mengalami penurunan memasuki pertengahan tahun 2016 sehingga terjadi switching preferensi masyarakat untuk menggunakan BI-RTGS sebagai media transaksi. Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan transaksi kliring melalui SKNBI mengalami penurunan.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI 4.000
50%
3.500
40%
3.000
30%
2.500
20%
2.000
10%
1.500
0%
1.000
-10%
500
-20%
-
-30% I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014 Nilai Transaksi (Rp Triliun)
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
I
2016 Pertumbuhan (yoy) (rhs)
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia terus melakukan upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5 Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan pemantauan pada Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD). Guna meningkatkan penggunaan LKD di Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya memperluas implementasi LKD melalui dorongan kepada BRI, Bank Mandiri dan BNI yang merupakan bank penyelenggara LKD di Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi agen LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung upaya tersebut, Bank Indonesia juga melakukan mediasi perbankan dan pihak penyedia jaringan. Selanjutnya, dalam rangka mendorong elektronifikasi, Bank Indonesia telah menyusun Roadmap Elektronifikasi untuk tahun 2017-2019 yang akan menjadi panduan dalam implementasi elektronifikasi transaksi keuangan di wilayah Sulawesi Utara. Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai kesempatan dan kepada beragam 38
stakeholders. Pada bulan Januari 2017, sosialisasi GNNT dilakukan di Kotamobagu kepada pemerintah kabupaten, masyarakat dan pelajar. Di bulan Februari, Bank Indonesia Sulawesi Utara menyelenggarakan edukasi keuangan di Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan Kabupaten terluar dibagian utara Indonesia. Bank Indonesia juga telah menyempurnakan ketentuan Bilyet Giro melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/41/PBI/2016 tanggal 21 November 2016 yang akan berlaku mulai tanggal 1 April 2017. Untuk memastikan ketentuan tersebut dapat dipahami oleh perbankan dan masyarakat Sulawesi Utara, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi kepada perbankan dan publikasi di media massa sepanjang bulan Maret 2017. Di sisi dukungan pada kelancaran sistem kliring, Bank Indonesia melakukan pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis laporan berkala setiap bulan secara off-site serta pemeriksaan on-site. Pada triwulan I 2017 pemantauan langsung dilakukan di KPWD Kep. Sangihe. Di Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari Bank Negara Indonesia (BNI) di Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di Bitung. Dukungan pada kelancaran sistem kliring dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi terkait Daftar Hitam Nasional dan peraturan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Gen II kepada peserta kliring lokal Manado pada November 2016. Pada bulan Januari 2017, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi penyampaian ketentuan Bilyet Giro dan ketentuan lainnya kepada peserta kliring. Rencana yang akan dilakukan sepanjang semester I 2017 ini yaitu pemeriksaan on-site seluruh KPWD (Bitung, Kotamobagu, Provinsi Gorontalo dan Tahuna).
KUPVA BB untuk kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, judi online, dan kejahatan lainnya, Bank Indonesia juga telah menerbitkan PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016. Dalam PBI tersebut diatur bahwa setiap penyelenggara KUPVA BB yang tidak memperoleh wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terhadap penyelenggara KUPVA BB yang belum memperoleh izin Bank Indonesia diwajibkan untuk menutup kegiatan usaha dan mengajukan izin kepada Bank Indonesia. Terkait hal tersebut, sepanjang bulan Februari 2017 telah dilakukan beberapa sosialisasi kepada Kantor Cabang KUPVA BB yang berkantor pusat diluar Sulawesi Utara, PHRI, ASITA, serta koordinasi dengan Polda, BNN dan Dinas Pariwisata untuk perumusan strategi penertiban. Berdasarkan hasil market intelegence dan koordinasi dengan instansi / pihak terkait, hingga saat ini belum ditemukan adanya KUPVA BB yang tidak berizin di Sulawesi Utara. 5.2.
PENGELOLAAN UANG TUNAI
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia pada triwulan I 2017 masih mengikuti pola historisnya yaitu menunjukkan adanya peningkatan net-inflow pada setiap awal tahun. Permintaan masyarakat akan uang kartal sejalan dengan aktivitas perekonomian yang juga mulai mereda, tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang tercatat net-inflow sebesar Rp1,6 triliun, berkebalikan dengan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat net outflow (lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia) Rp1,5 triliun. Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) 3
2 1
(1)
Untuk mendukung industri Pariwisata, khususnya kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang lebih sehat dan mencegah risiko pemanfaatan
(2) (3)
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015 Inflow
Outflow
IV
I
II
III
2016
IV
I 2017
Netflow
Sumber: Bank Indonesia
39
Seiring dengan kebijakan clean money policy, kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan I 2017, sejalan dengan meningkatnya aliran uang kartal yang masuk ke kas Bank Indonesia, jumlah UTLE yang dimusnahkan juga mengalami peningkatan mencapai Rp1,00 Triliun dengan rasio terhadap inflow sebesar 42%. Jumlah pemusnahan tersebut lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 354,1 Miliar dengan rasio terhadap inflow 27,4%. Untuk mewujudkan ketersediaan Uang Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan kondisi yang layak edar, pada tahun ini Bank Indonesia berencana untuk membuka 3 (tiga) titik layanan kas titipan baru di Kab. Kep. Talaud, Kab. Kep. Sitaro, dan Kota Bitung. Pembukaan layanan kas titipan baru dinilai sangat dibutuhkan dalam mendukung transaksi ekonomi masyarakat melalui penyediaan kebutuhan Uang Rupiah yang layak edar dan menjaga kedaulatan Rupiah di NKRI. Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia juga telah mengoptimalkan layanan kas keliling, yang tidak hanya menjangkau pusat bisnis modern, namun juga hingga ke pasar tradisional di tingkat Kecamatan di setiap Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang triwulan I 2017, telah menyelenggarakan 56 kegiatan kas keliling yang menjangkau beberapa Kab/Kota yaitu Kota Manado, Kota Kotamobagu, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, dan Kab. Bolaang Mongondow Timur yang juga dirangkaikan dengan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian Uang Rupiah untuk memitigasi risiko peredaran uang palsu di Sulawesi Utara. Bank Indonesia juga menyelenggarakan pelayanan jasa kas titipan dalam rangka penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di Tahuna Kep. Sangihe (Bank Mandiri), 2 kali di
Provinsi Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di Kotamobagu (Bank Sulutgo). Sementara itu, penarikan kas titipan dilakukan juga sebanyak 6 kali dengan rincian yang sama dengan dropping. Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo pada triwulan I 2017 sebanyak 103 lembar, meningkat dari triwulan IV 2016 yang tercatat hanya sebanyak 23 lembar. Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan I 2017, temuan tersebut terdiri dari 79 lembar pecahan Rp 100 ribu dan 10 lembar pecahan Rp 50 ribu. Adapun pemberantasan uang palsu terus dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui penguatan koordinasi bersama aparat penegak hukum melalui penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Bank Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya sebagai penegak hukum. Selain itu, untuk meningkatkan kehatihatian masyarakat, Bank Indonesia menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi sepanjang triwulan I 2017 melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CCKUR) kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah perbankan, Pemerintah Daerah, pelajar dan pegawai internal. Bank Indonesia juga terus memperkuat strategi komunikasi terkait kewajiban penggunaan Uang Rupiah dalam bertransaksi di wilayah NKRI. Seiring dengan pengeluaran dan pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, Bank Indonesia Sulawesi Utara melakukan sosialisasi uang Rupiah TE 2016 disepanjang triwulan I 2017 hingga ke wilayah perbatasan. Grafik 5.3. Perkembangan Temuan UPAL 228
219 214 149
124 69 64
79
67
67 58
I
II
III
2013
23
18 IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
103
95
84
34 I
II
III
2016
IV
I 2017
Sumber: Bank Indonesia
40
Bab VI. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6.1.
KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan pada periode Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 6,18%. Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Pada periode Februari 2017, peningkatan jumlah angkatan kerja meningkat sebesar 75 ribu jiwa. Jumlah yang meningkat tersebut dapat terserap oleh lapangan kerja dimana jumlah penduduk yang bekerja bertambah sebesar 91 ribu jiwa. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja mendorong jumlah pengangguran berkurang hingga 15 ribu jiwa dibandingkan periode Februari 2016. Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa) Keadaan Ketenagakerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17 Penduduk 15 thn ke atas Angkatan kerja Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%)
1,781 1,180 1,078 103 66.24 8.69
1,779 1,184 1,091 93 66.55 7.82
1,833 1,259 1,182 77 68.78 6.12
Growth Growth Feb 2016 Feb 2017 -0.1% 3.0% 0.3% 6.4% 1.2% 8.3% -9.7% -17.2%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Februari (%) 10,46 9,19
8,69
8,42 7,5
7,82
7,26
6,12
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha tersebut tumbuh 57,7% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 11,6%. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara lapangan usaha industri pengolahan meningkat kinerjanya seiring dengan masih tingginya kinerja sektor pertanian. Perbaikan cuaca yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El Nino (data BMKG), serta dukungan program pemerintah melalui penyaluran bibit/benih, pencetakan sawah dan bantuan alsintan turut mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang pada Februari 2016 terkontraksi 14,5% (yoy) kini dapat tumbuh 16,5% (yoy). Penyerapan tenaga kerja juga didukung oleh lapangan usaha jasa kemasyarakatan dan perdagangan yang meningkat kinerjanya sebagai dampak peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara. Dilihat dari pertumbuhannya, penyerapan tenaga kerja pada sektor industri mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 57,7% yoy, sejalan dengan pemulihan kinerja industri pengolahan khususnya pengolahan ikan paska relaksasi ketentuan mengenai transhipment. Hingga Februari 2017, struktur lapangan pekerjaan secara sektoral tidak mengalami perubahan dari periode sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja masih terkonsentrasi di sektor pertanian, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan secara berurutan dengan pangsa masing-masing sebesar 33,34%, 24,77% dan 19,14%.
2017
Sumber: Badan Pusat Statistik
41
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (ribu orang) Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya
Feb-15
Feb-16
371,6 51,2 67,1 249,1 97,1 33,6 190,0 18,1
317,8 57,1 94,0 255,6 93,2 23,6 220,6 29,3
Feb-17 370,2 90,1 86,3 275,0 86,0 24,6 212,5 37,3
Growth Growth Pangsa Feb-16 Feb-17 Feb-17 -14,5% 16,5% 33,34% 11,6% 57,7% 8,11% 40,2% -8,3% 7,77% 2,6% 7,6% 24,77% -4,0% -7,8% 7,74% -29,6% 4,0% 2,21% 16,1% -3,7% 19,14% 62,0% 27,3% 3,36%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di lapangan usaha pertanian, pekerjaan informal menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja (TK) secara signifikan dan masih mendominasi jenis lapangan pekerjaan di Sulawesi Utara. Berdasarkan status pekerjaan, TK informal meningkat tinggi, sementara TK formal relatif sama sejalan dengan pertumbuhan sektor industri dan perdagangan. Sektor industri pada 2016 tumbuh 1,1% (yoy), melambat lebih dalam dari 2,69% pada 2015. Sektor perdagangan 2016 tumbuh 6,05%, cenderung stagnan dibandingkan 2015 sebesar 6,0%. Senada dengan hal itu, pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja keluarga/tak dibayar yang merupakan karakteristik lapangan usaha pertanian juga mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam tersebut meningkat 77,5% (yoy) dari 14 ribu jiwa menjadi 25 ribu jiwa pada Februari 2017. Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama (ribu orang) Status Pekerjaan Formal Informal
Feb-15
Feb-16
416,40 661,30
471,10 620,30
Growth Growth Pangsa Feb-17 Feb-16 Feb-17 Feb-17 471,30 13,14% 0,04% 39,88% 710,60 -6,20% 14,56% 60,12%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh peningkatan tenaga kerja berdasarkan pendidikannya. Tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah yang merupakan karakteristik dari lapangan usaha pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Februari
2016 yang hanya tumbuh 3,7%. Peningkatan tersebut mendorong jumlah tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah bertambah sebanyak 70 ribu jiwa menjadi 468 ribu jiwa pada Februari 2017. Adapun tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah memiliki pangsa 42% dari total seluruh tenaga kerja di Sulawesi Utara. Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (ribu orang) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah SMP SMA SMK Diploma I/II/III Universitas
Feb-15
Feb-16
Feb-17
383,5 218,8 224,4 119,3 23,8 107,9
397,7 206,5 229,3 90,5 24,1 103,6
468,4 234,5 226,7 126,1 33,4 92,9
Growth Growth Pangsa Feb-16 Feb-17 Feb-17 3,7% 17,8% 42,2% -5,6% 13,6% 21,1% 2,2% -1,1% 20,4% -24,2% 39,3% 11,4% 1,3% 38,5% 3,0% -3,9% -10,4% 8,4%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang tercermin dari penurunan TPT terjadi di seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT penduduk dengan pendidikan SD ke bawah dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah, sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan Universitas merupakan yang tertinggi. Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Sumber: Badan Pusat Statistik
6.2.
2015 Feb 3,95 6,70 9,17 16,05 7,08 11,59
2016 Feb 2,72 5,63 9,76 9,62 4,03 10,26
KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara secara umum mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan indikator-indikator kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut antara lain upah, tingkat kemiskinan, dan Nilai Tukar Petani. Pada tahun 2017, upah minimum provinsi (UMP) meningkat sehingga mendorong kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara. Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun 2017 ditetapkan pemerintah daerah sebesar 42
Rp 2.598.000, meningkat sebesar 8,25% (yoy) dari UMP tahun 2016 yakni Rp 2.400.000. Berdasarkan spasialnya, UMP Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan Papua). Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan yang mengalami penurunan. Pada posisi September 2016 (data terakhir), tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,20%, menurun dari posisi September 2015 (8,98%). Garis kemiskinan total termasuk makanan dan non-makanan pada September 2016 sebesar Rp 318.984/kapita/bulan, meningkat dari Rp 307.104 pada September 2015. Meskipun garis kemiskinan meningkat, namun tingkat kemiskinan mengalami penurunan, sehingga diindikasikan pendapatan meningkat lebih tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan. Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih kuat yang tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1,539 pada September 2015 menjadi 1,377 pada September 2016. Namun demikian, menurut daerahnya, kenaikan daya beli hanya terjadi pada penduduk di pedesaan, sementara daya beli penduduk di perkotaan mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,634 menjadi 0,791. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi yang mengalami perlambatan pada tahun 2016. Perbaikan tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh lapisan masyarakat tercermin dari Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan, dari 0,443 menjadi 0,336. Namun sama halnya dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan, perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan, sedangkan ketimpangan meningkat di daerah perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertanian meningkat dimana lapangan usaha tersebut terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain
dampak dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi harga bahan pangan yang terkendali dan program pemerintah daerah “ODSK” Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbukti efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila dibandingkan dengan nasional dan provinsi lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah, di bawah Sulawesi Selatan (9,24%) dan nasional (10,70%), sedangkan tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi Gorontalo dengan tingkat 17,63%. Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas
Feb-16 3.95 6.70 9.17 16.05 7.08 6.20
Feb-17 2.72 5.63 9.76 9.62 4.03 10.26
Sumber: Badan Pusat Statistik
Disisi lain, indikator kesejahteraan petani yang tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami penurunan. NTP mengalami penurunan pertumbuhan dari -2,91% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -5,1% pada triwulan I 2017. NTP 2015 tercatat sebesar 96,48 kemudian mengalami sedikit penurunan menjadi 96,28 pada 2016 dan memasuki triwulan I 2017 kembali turun ke angka 92,33. Penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya indeks dibayar petani disertai dengan penurunan indeks diterima petani. Peningkatan indeks dibayar petani utamnya disebabkan oleh meningkatnya kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga petani, yaitu bahan makanan dampak dari inflasi yang terjadi sepanjang triwulan I 2017. Memperhatikan tingkat kesejahteraan petani yang masih berada di bawah batas minimum sejahtera, pemerintah perlu terus mendorong berbagai upaya peningkatan lapangan usaha pertanian untuk mendorong peningkatan indeks diterima petani, disertai dengan upaya pengendalian harga bersama Tim Pengendali 43
Inflasi Daerah untuk menjaga terhadap indeks dibayar petani.
tekanan
Tabel 6.7. Nilai Tukar Petani Rincian
2016
2017
qtq
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Indeks Diterima Petani
119,87
119,31
119,30
117,04
116,39
Indeks Dibayar Petani
123,16
123,09
123,88
124,11
126,06
1,58%
127,58
127,50
128,37
128,54
130,98
1,90%
Bahan Makanan
139,01
138,62
139,14
138,53
142,72
3,03%
Makanan Jadi
119,38
120,70
123,45
124,84
126,32
1,19%
Perumahan
119,05
119,31
119,52
119,99
120,96
0,81%
Sandang
111,51
112,09
112,56
113,55
115,11
1,38%
Kesehatan
114,61
115,94
116,92
117,85
119,41
1,33%
Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga
106,90
107,17
107,55
107,70
108,10
0,37%
Transportasi dan Komunikasi
128,05
125,50
126,38
126,71
127,30
0,47%
111,13
111,21
111,80
112,19
112,92
0,64%
Bibit
110,74
110,42
110,67
111,09
111,14
Obat-obatan & Pupuk
108,31
108,55
108,67
108,68
109,25
0,53%
Sewa Lahan, Pajak & Lainnya
108,14
108,60
108,73
108,83
108,79
-0,04%
Transportasi
125,70
120,83
120,90
121,23
122,21
0,81%
Penambahan Barang Modal
107,97
108,45
109,38
109,96
110,12
0,14%
Upah Buruh Tani
112,20
113,62
114,62
115,56
117,20
1,42%
97,33
96,92
96,56
94,31
92,33
-2,10%
107,87
107,28
106,90
104,32
103,08
-1,19%
Konsumsi Rumah Tangga
BPPBM
Nilai Tukar Petani (indeks) Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks)
-0,56%
0,04%
Sumber: Badan Pusat Statistik
44
Bab VII. Prospek Perekonomian Daerah 7.1.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2017 diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan perkiraan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan masih berada pada kisaran 6,3-6,7% (yoy) pada triwulan III 2017, namun dengan kecenderungan mendekati batas atas sehingga diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan pertumbuhan triwulan II 2017. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan seluruh komponen utama sisi penggunaan yakni konsumsi, investasi dan ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian, penerimaan gaji ke-13 bagi ASN dan penyelenggaran beberapa festival pariwisata pada bulan September 2017. Konsumsi pemerintah meningkat sesuai dengan polanya. Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan meningkat didukung oleh realisasi belanja modal pemerintah dan investasi swasta berupa pembangunan gedung perbelanjaan. Di sisi lain, ekspor Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan membaiknya pasokan bahan baku pertanian dan permintaan negara mitra dagang. Pembukaan rute kapal RoRo dari Bitung ke Davao diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi apabila transportasi ini berjalan dengan baik. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara bersumber dari 4 sektor utama yakni pertanian, perdagangan, konstruksi dan industri pengolahan, sedangkan sektor transportasi relatif melambat disebabkan
faktor base effect. Sektor pertanian didukung oleh perbaikan cuaca di tengah masuknya masa panen tanaman pangan pada triwulan III 2017. Selain itu, penyesuaian sektor perikanan terhadap relaksasi aturan transhipment juga menjadi faktor pendorong. Sektor perdagangan didukung oleh aktivitas MICE pada triwulan III 2017. Sektor konstruksi meningkat seiring dengan peningkatan investasi dan realisasi belanja modal pemerintah. Sementara itu, sektor industri tumbuh meningkat seiring dengan membaiknya pasokan dari sektor pertanian. Di sisi lain, sektor transportasi cenderung melambat dipengaruhi base effect tingginya pertumbuhan pada triwulan II 2017. Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,16,5% (yoy) dengan kecenderungan mendekati batas atas. Konsumsi rumah tangga tumbuh kuat seiring dengan meningkatnya daya beli dampak peningkatan UMP dan peningkatan penghasilan dari perbaikan sektor pertanian dan industri. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga didukung oleh maraknya penyelenggaraan MICE di Sulawesi Utara pada tahun 2017. Konsumsi pemerintah meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan pada tahun 2017 dan tidak adanya pemotongan / penundaan transfer dari Pemerintah Pusat. Senada dengan itu, investasi juga diperkirakan meningkat terindikasi dari berbagai pembangunan gedung perbelanjaan dan infrastruktur strategis. Peningkatan investasi tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang baik khususnya dalam hal perizinan. Bank Indonesia 45
juga turut mendorong investasi melalui pengembangan Regional Investor Relation Unit (RIRU) yang merupakan alat promosi potensi investasi di Sulawesi Utara. Sementara itu, kinerja ekspor akan meningkat sebagai dampak peningkatan permintaan negara mitra dagang dan membaiknya pasokan bahan baku industri serta dukungan perkembangan harga komoditas internasional yang diperkirakan meningkat pada tahun 2017. Di samping itu, peningkatan wisatawan mancanegara khususnya dari Tiongkok juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017. Pembukaan rute kapal RoRo Bitung – Davao dan pembukaan beberapa rute penerbangan dapat mendorong ekspor dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017. Di tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal tetap perlu mendapat perhatian. Dari sisi eksternal yaitu potensi meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate (FFR) untuk kedua kali pada tahun 2017 yang dapat berpengaruh pada jumlah Foreign Direct Investment yang masuk ke Sulawesi Utara. Dari sisi internal, potensi terjadinya La Nina pada akhir tahun 2017 dan masalah pembebasan lahan yang sering terjadi pada lokasi pembangunan infrastruktur dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Risiko dari sisi intermediary juga berpotensi terjadi yakni terbatasnya pertumbuhan kredit seiring dengan peningkatan kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit ke debitur baru di tengah NPL yang cenderung meningkat. 7.2.
INFLASI
Pada triwulan III 2017, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan II 2017,
namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi triwulan III 2017 secara tahunan diperkirakan sebesar 4,7-5,1% (yoy) dengan kecenderungan mendekati batas bawah proyeksi. Secara bulanan, inflasi terjadi pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan bulan September diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan Juli 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan mengalami inflasi sebesar 0,3% (mtm). Inflasi tersebut disebabkan oleh masih berlanjutnya konsumsi dalam rangka perayaan hari raya Idul Fitri pada akhir Juni 2017. Harga beras diperkirakan meningkat mengingat pada bulan Juli masih dalam masa tanam beras sehingga stok beras terbatas. Angkutan udara pada bulan Juli juga masih cukup tinggi seiring dengan mobilitas pengguna angkutan udara yang berlanjut hingga awal bulan Juli 2017. Pada bulan Agustus, IHK diperkirakan mengalami tekanan inflasi yang relatif minimal atau sebesar 0,2% (mtm). Inflasi tersebut lebih disebabkan oleh stok beras yang berpontesi menurun sehingga mendorong harga beras naik. Pada bulan September, IHK diperkiraakn tercatat deflasi sebesar 0,7% (mtm) sebagai dampak normalnya permintaan di tengah pasokan yang memadai. Sepanjang tahun 2017, terdapat beberapa faktor risiko inflasi yang harus diwaspadai antara lain: (i) dampak perbaikan ekonomi pada peningkatan permintaan yang tidak sepenuhnya dapat direspon; (ii) potensi tekanan imported inflation seiring meningkatnya ketidakpastian global yang memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii) tidak optimalnya upaya penguatan infrastruktur pangan, serta (iv) rencana kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun 2017.
46
Daftar Istilah dan Singkatan PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm
month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq
quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy
year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian ratarata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
47
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang Rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat di bank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah pada sistem moneter.
NIM
Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibilitas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM
Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartal yang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
48