KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Peter Jacobs
: Kepala Perwakilan /Direktur
A.Yusnang
: Deputi Kepala Perwakilan /Deputi Direktur
Lukman Hakim
: Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan /Asisten Direktur
Zulham Effendi
: Analis Ekonomi /Manajer
Rivo Mandey
: Analis Ekonomi /Asisten Manajer
Donny Pratama
: Analis /Asisten Manajer
Iona H. Rombot
: Analis /Asisten Manajer
Khoirinnisa El K.
: Analis /Asisten Manajer
Hendro Sirait
: Pengawas Sistem Pembayaran /Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/
atau Silahkan mengirimkan surel ke:
[email protected] dengan subyek
KEKR
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2016 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait. Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Agustus 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
Peter Jacobs Direktur
ii
Daftar Isi KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
Sisi Lapangan Usaha Sisi Penggunaan/Permintaan
5 15
Box I. Kondisi dan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan di Suluttenggo
21
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
22
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
22
Pendapatan Daerah
23
Belanja Daerah
24
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
27
Perkembangan Inflasi
28
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi
33
Upaya Pengendalian Inflasi
37
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
38
Ketahanan Sektor Korporasi
38
Asesmen Sektor Rumah Tangga
44
Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan)
49
Akses Keuangan
51
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
55
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
55
Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
58
BAB VI KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
62
Perkembangan Ketenagakerjaan Sulawesi Utara
62
Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat
66
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
71
Prospek Ekonomi Makro
71
Prakiraan Inflasi
73
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
75
iii
Indikator Ekonomi dan Perbankan Provinsi Sulawesi Utara INDIKATOR I. MAKRO NASIONAL A PDB Nasional (yoy) B Inflasi Nasional (yoy) II. MAKRO REGIONAL A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2. Laju Inflasi (yoy) % 3. Laju Inflasi (mtm) % 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 6. Inflasi Sandang (mtm) % 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 9. Inflasi Transportasi (mtm) % B PDRB Penggunaan *** - Konsumsi Rumah Tangga - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga - Konsumsi Pemerintah - Pembentukan Modal Tetap Bruto - Perubahan Persediaan - Ekspor Luar Negeri - Impor Luar Negeri - Net Ekspor Antardaerah C PDRB Sektoral *** Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya II. MONETER Policy Rate (%) Kurs (Rp/USD - posisi akhir) III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI 1. Ekspor (ribu USD) 2. Impor (ribu USD) IV. PERBANKAN** A. Jumlah Bank 1. Bank Umum 1.1. Bank Pemerintah 1.2. Bank Swasta (non Syariah) 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 3. Bank Syariah B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 1. Bank Umum 1.1. Konvensional 1.2. Syariah 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2.1. Konvensional 2.2. Syariah C. Total Asset (Rp miliar) 1. Bank Umum (non syariah) 2. BPR 3. Bank Syariah Keterangan : * Angka sementara ** Berdasarkan lokasi bank pelapor ***Menggunakan tahun dasar 2010
TW I 4.71 6.38 TW I (0.40) 7.99 0.50 0.59 0.07 0.44 (0.12) 0.27 0.31 1.28 6.40 6.26 (11.86) 7.19 3.56 (72.36) (3.15) 1.64 (8.21) 6.40 4.27 12.40 4.57 31.93 8.15 7.12 6.09 8.78 5.62 8.20 6.79 7.56 8.14 8.37 2.62 4.46 6.17 TW I 7.50 13,084 TW I 274,100 18,790 TW I 46 24 6 18 18 4 347 292 276 16 55 55 35,839 34,381 973 485
2015 2016 TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 0.49 0.62 1.74 (0.03) 1.06 1.21 2.37 5.93 (2.51) 3.62 0.07 0.67 0.79 0.11 0.47 0.05 0.08 0.40 (0.18) 0.42 0.36 0.07 0.38 0.14 0.32 0.17 0.13 0.30 0.41 0.27 0.35 0.05 0.03 0.94 (0.28) 0.29 (1.50) (0.18) 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II 291,030 242,920 213,920 1,021,970 246,130 285,240 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II 46 46 46 46 46 46 24 24 24 24 28 28 6 6 6 6 6 6 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 4 4 4 4 4 4 350 345 342 342 340 295 290 289 289 285 285 279 275 275 275 272 273 16 15 14 14 13 12 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 494 468 470 470 433 430
iv
Indikator Ekonomi dan Perbankan Provinsi Sulawesi Utara INDIKATOR IV. PERBANKAN** D. Indikator Kinerja Bank Umum 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 1.1. Giro 1.2. Deposito 1.3. Tabungan 2. Kredit (Rp miliar) 2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi Jasa Keuangan & Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa Lainnya Lain-lain 2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 2.5. Non Performing Loan (NPL) - Nominal (Rp miliar) - Rasio (%) V. SISTEM PEMBAYARAN 1. Kas (Rp miliar) - Inflow - Outflow 2. Kliring - Volume Kliring (Lembar) - Nominal Kliring (Rp Miliar) - Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) - Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) - Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) - Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) Keterangan : * Angka sementara ** Berdasarkan lokasi bank pelapor ***Menggunakan tahun dasar 2010
TW I
TW II
2015 TW III
TW IV
20,368 3,855 7,752 8,762 27,079
21,096 4,292 8,022 8,782 28,652
21,848 4,485 8,242 9,121 30,036
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,537 5,017 7,071 9,448 29,630
21,860 4,049 7,352 10,458 30,714
7,309 3,022 16,067
7,538 3,743 16,209
7,546 4,542 17,248
7,564 4,265 17,739
7,564 4,265 17,739
7,704 4,143 17,782
8,156 4,380 18,178
480 38 763 2 5 724 6,075 303 417 4 78 340 235 3 42 35 579 15,808 7,472 128.12
506 733 795 4 5 839 6,230 329 457 6 85 342 228 3 39 37 643 16,209 7,446 131.00
510 1,594 720 9 5 900 6,228 279 473 5 74 345 223 2 37 35 463 16,988 7,228 132.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
539 1,222 714 17 5 751 6,708 346 448 4 53 356 276 3 39 37 330 17,782 7,612 137.57
569 1,360 717 19 7 975 6,956 342 544 4 42 340 275 3 36 36 311 18,178 7,828 140.50
894 3.39 TW I
988 3.45 TW II
996 3.32 TW III
984 3.33 TW IV
984 3.33 TOTAL
1,072 3.62 TW I
1,142 3.72 TW II
2,303 670
1,077 1,391
1,814 2,375
1,099 2,772
6,293 7,208
2,500 707
1,025 2,464
90,235 2,668 1,477 44 2.10 1.87
91,718 2,345 1,558 40 2.37 2.59
92,357 2,447 1,490 39 2.65 2.91
99,513 2,817 1,659 47 2.86 3.48
373,823 10,277 1,546 43 2.49 2.71
102,698 2,973 1,679 49 3.15 3.08
100,895 2,609 1,576 41 2.47 2.87
TOTAL
TW I
2016 TW II
v
RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 tercatat meningkat dibanding triwulan sebelumnya dan juga lebih baik dibandingkan dengan nasional (5,18% yoy). Berdasarkan
lapangan usahanya, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh
pertumbuhan 4 lapangan usaha utama Sulut yaitu usaha pertanian, konstruksi, perdagangan, dan transportasi. Sementara itu, lapangan usaha industri pengolahan mengalami penurunan pertumbuhan. Berdasarkan penggunaannya, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut. Sementara itu, investasi (PMTB) menunjukkan kinerja yang melambat. Memasuki triwulan III 2016, pertumbuhan ekonomi Sulut diperkirakan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan lapangan usaha utama Sulut yaitu pertanian, perdagangan, konstruksi, industri pengolahan dan transportasi. Faktor pendorongnya yaitu perbaikan produksi usaha pertanian seiring perbaikan iklim dan pelonggaran ketentuan perikanan, peningkatan konsumsi sejalan dengan adanya perayaan-perayaan, dan pelonggaran ketentuan Loan
To Value (LTV). Selain itu, kunjungan wisatawan China yang meningkat drastis pada triwulan III 2016. BAB II Keuangan Pemerintah Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (5,3%, yoy) maupun dari sisi belanja (21,25%, yoy). Realisasi pendapatan pada Triwulan II-2016 mencapai Rp1,415,886.03 juta atau sebesar 47,17% dari plafond anggaran. Nilai realisasi pendapatan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 50,92% dari plafond anggaran. Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan II-2016 mencapai Rp1.177.607,20 juta, atau 38,47% dari plafond anggaran. Nilai realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 33,42% dari plafond anggaran. BAB III Perkembangan Inflasi Daerah Memasuki pertengahan tahun 2016, tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Manado relatif mengalami penurunan sehingga tercatat semakin mendekati level nasional dan saat ini tercatat lebih rendah dari inflasi KTI. Inflasi Sulut pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan
1
triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,9% (yoy). Level inflasi triwulan laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi Sulut mencapai 8,73% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga pada kelompok administered prices seiring penurunan harga pada komoditas BBM dan Tarif Listrik. Di sisi lain, tekanan harga kelompok volatile food tercatat masih cukup tinggi di tengah stabilnya inflasi kelompok inti. Inflasi Sulut pada triwulan laporan berhasil berada pada level yang lebih rendah dibanding inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tercatat sebesar 3,94% (yoy). Namun, inflasi Sulut masih lebih tinggi dibanding inflasi Nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Secara bulanan, tekanan inflasi relatif meningkat terutama di akhir triwulan dipengaruhi masa persiapan jelang hari raya Idul Fitri. Pada triwulan III 2016, tekanan inflasi diperkirakan kembali melandai meskipun angka inflasi tercatat cukup tinggi di bulan Juli. Normalisasi harga pasca Lebaran khususnya untuk bahan makanan dan angkutan udara serta masuknya masa panen tabama menjadi faktor utama proyeksi penurunan harga di triwulan III 2016. BAB IV Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Meski eksposure kredit perbankan pada sektor korporasi hanya sebesar 17,8% dari total kredit di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan mengingat keterkaitan antar sektor yang cukup erat. Adapun kondisi rumah tangga pada triwulan laporan masih menunjukkan optimisme yang tinggi baik terhadap kondisi penghasilan,
pembelian
barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja, hal ini tercermin dari periode April Juni 2016 secara umum indeks pembentuk Indeks Kondisi Ekonomi, menujukkan tren peningkatan. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Dari sisi akses keuangan, laju pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan, dari yang semula tumbuh sebesar 2,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 2,93% (yoy) pasa triwulan laporan. Peningkatan penyaluran kredit UMKM dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit untuk lapangan usaha perdagangan dengan pangsa kredit terbesar (65,4%) yang semula tercatat tumbuh 4,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya, kini dapat tumbuh sebesar 6,6% (yoy). BAB V Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan PUR Pada triwulan laporan, pemusnahan uang layak edar melambat seiring dengan menurunnya inflow. Tercatat Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) pada triwulan laporan sebesar Rp0.66 triliun. Meski PTTB secara jumlah melambat, rasio PTTB terhadap
2
inflow meningkat signifikan sebesar 64% setelah pada triwulan sebelumnya mencatat perlambatan. Adapun perkembangan aliran keluar masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia masih mengikuti pola historisnya. Pada triwulan II 2016 aliran keluar masuk uang kartal menunjukkan net-outflow setelah pada triwulan sebelumnya mencatat net-inflow. Hal tersebut disebabkan oleh outflow yang meningkat signifikan pada triwulan laporan. Di sisi uang palsu, pada triwulan II 2016, peredaran uang palsu mulai mereda di wilayah Sulut-Gorontalo. Hal tersebut sejalan dengan upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia untuk menekan peredaran uang palsu di daerah melalui kegiatan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CCKUR). Sepanjang triwulan laporan, telah dilakukan 15 kali sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat seperti siswa SMA, mahasiswa, kasir perbankan dan ritel, pelaku usaha, Pemda, dan masyarakat umum. Sementara itu, perkembangan sistem pembayaran non-tunai masih mengikuti pola yang sama dengan historisnya. Pada triwulan II 2016 transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen SKNBI menunjukkan perlambatan dari triwulan sebelumnya baik dari sisi nominal transaksi maupun volume transaksi. BAB VI Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring dengan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh sebesar 0,34% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 0,47%. Tingkat pengangguran juga menunjukkan penurunan yang cukup besar yaitu -10,06%. Tenaga kerja banyak terserap di sektor perdagangan sebagai dampak dari pembukaan pusat pembelanjaan. Selain itu penyerapan tenaga kerja juga banyak terdapat di sektor konstruksi terutama perumahan. Kedua sektor tersebut menjadi pendorong utama penurunan tingkat pengangguran di Sulawesi Utara. Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian yang merupakan sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan tercermin dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga tercermin dari perbaikan jumlah masyarakat miskin dan indikator-indikator kesejahteraan lainnya secara umum. BAB VII Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 6,54-6,94% (yoy), yang mana lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I, II dan III 2016. Konsumsi yang lebih kuat pada tahun ini dibandingkan tahun lalu dalam rangka perayaan Hari Raya Keagamaan Natal dan Tahun Baru diindikasikan menjadi faktor utama
3
pendorong pertumbuhan tersebut. Adapun berdasarkan lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sulut utamanya akan ditopang oleh lapangan usaha perdagangan, dan didukung oleh lapangan usaha utama Sulut lainnya yaitu pertanian, konstruksi,
industri
pengolahan
dan
transportasi.
Sementara
berdasarkan
penggunaannya, pertumbuhan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring dengan peningkatan kinerja komponen lainnya antara lain konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Sulut pada triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh (5,57% yoy) memiliki base effect naiknya angka pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Secara tahunan, perekonomian Sulut pada tahun 2016 diprakirakan tumbuh meningkat dibanding tahun 2015. Ekonomi Sulut tahun 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,12
6,52% (yoy), meningkat dibanding
pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat sebesar 6,12% (yoy). Pertumbuhan tahun 2016 terutamanya akan ditopang oleh lapangan usaha pertanian yang didorong oleh perbaikan produksi tanaman pangan, perkebunan tahunan dan perikanan. Peningkatan lapangan usaha pertanian mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga dan peningkatan kinerja lapangan usaha baik sekunder maupun tersier. Peningkatan perekonomian terindikasi oleh optimisme rumah tangga/konsumen pada 6 bulan yang akan datang sebagaimana hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Di sisi inflasi, inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2016 diperkirakan masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional dan menurun dari tahun 2015 yang sebesar 5,56% (yoy). Inflasi Sulut pada tahun 2016 diperkirakan berada dalam rentang 3,55-3,95% (yoy). Terkendalinya inflasi pada 2016 terutama didorong oleh minimnya tekanan pada kelompok administered prices seiring harga minyak dunia yang masih rendah, optimisme peningkatan produksi pangan di paruh ke dua tahun 2016 serta semakin baiknya upaya pengendalian inflasi yang dilakukan. Meski demikian, beberapa risiko masih membayangi diantaranya yaitu: tekanan permintaan pada musim libur akhir tahun yang didorong perbaikan ekonomi secara umum, fenomena La Nina yang dapat mengganggu produksi bahan makanan, gangguan pada sisi distribusi serta faktor kebijakan pemerintah yang belum diperhitungkan khususnya yang terkait dengan penetapan tarif listrik maupun BBM.
4
BAB I. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian triwulan
Sulawesi
II 2016
Utara
pada
Grafik I.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulut vs Nasional
tercatat meningkat
dibanding triwulan sebelumnya dan juga lebih baik dibandingkan dengan nasional (5,18%
yoy).
Berdasarkan
lapangan
usahanya, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh pertumbuhan 4 lapangan usaha utama Sulut yaitu usaha pertanian, konstruksi, perdagangan, dan transportasi. Sementara itu, lapangan usaha industri
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
pengolahan mengalami penurunan pertumbuhan. Berdasarkan penggunaannya, pertumbuhan ekonomi Sulut ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan perbaikan kinerja perdagangan Sulut. Sementara itu, investasi (PMTB) menunjukkan kinerja yang melambat. Memasuki triwulan III 2016, pertumbuhan ekonomi Sulut diperkirakan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan lapangan usaha utama Sulut yaitu pertanian, perdagangan, konstruksi, industri pengolahan dan transportasi. Faktor pendorongnya yaitu perbaikan produksi usaha pertanian seiring perbaikan iklim dan pelonggaran ketentuan perikanan, peningkatan konsumsi sejalan dengan adanya perayaan-perayaan, dan pelonggaran ketentuan Loan To Value (LTV). Selain itu, kunjungan wisatawan China yang meningkat drastis pada triwulan III 2016. SISI LAPANGAN USAHA Struktur ekonomi Sulut didominasi oleh 5 lapangan
usaha
Grafik I.2. Struktur Ekonomi Sulut
utama dengan total
pangsa sebesar 65% yaitu usaha pertanian (21%), perdagangan (12%), konstruksi (11%), transportasi (11%), dan industri pengolahan (9%). Selain 5 usaha utama tersebut, sektor administrasi pemerintahan memiliki pangsa sebesar 8% dan pangsa sisanya sebesar 27% tersebar pada 11 sektor lainnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulut, diolah
5
Tabel I.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha 2015
Sektor Ekonomi
2016
I
II
III
IV
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
0.90
2.33
4.02
0.66
Pertambangan dan Penggalian
3.56
7.80
7.77
Industri Pengolahan
2.68
3.19
3.48
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi
8.10
15.43
0.17
Total
I
II
2.95
1.39
2.11
5.30
8.17
3.56
0.81
1.80
2.65
2.68
(1.23)
4.47
(5.05)
6.76
7.74
30.18
2.34
0.27
(4.90)
2.42
0.17
1.44
9.88
10.00
10.28
11.48
9.49
9.10
9.86
6.53
7.78
7.49
6.65
5.93
6.53
7.91
7.83
7.90
7.34
5.47
7.25
7.83
8.47
11.56
8.36
7.79
11.35
8.52
11.41
8.49
8.24
6.50
7.33
9.52
8.95
8.24
8.94
12.41
1.57
3.14
(3.32)
3.91
12.51
21.09
Real Estate
7.00
8.51
8.47
7.76
7.42
7.00
6.90
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan
6.36
6.08
6.01
6.29
7.73
6.36
6.36
8.07
9.61
9.10
9.47
8.99
8.07
8.76
7.98
7.46
5.94
9.98
7.08
7.98
7.48
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7.10
3.81
3.90
8.36
7.88
7.10
6.82
Jasa lainnya
7.34
5.98
5.32
7.75
7.56
7.34
7.87
Jasa Keuangan dan Asuransi
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulut, diolah
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Lapangan usaha pertanian mengalami
Grafik I.3. Kinerja Lapangan Usaha Pertanian
peningkatan kinerja pada triwulan II 2016 dibandingkan
triwulan
I
2016.
Pertumbuhannya meningkat dari 1,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 2,11% (yoy) pada triwulan ini. Sebagai informasi, lapangan usaha pertanian Sulut didominasi
oleh
sub
lapangan
usaha
perikanan (35%), perkebunan tahunan (23%) dan tanaman pangan (16%), serta 6
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulut, diolah
sub lainnya (26%). Pada triwulan ini, ketiga sub lapangan usaha tersebut menjadi penopang utama meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian. Sub lapangan usaha perikanan tumbuh meningkat sebesar 5,85% (yoy) dari 4,36% (yoy) pada triwulan lalu. Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, peningkatan tersebut utamanya didorong oleh berakhirnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMENKP/2014 tentang Penghentian Sementara ( Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Aturan tersebut berakhir pada 31
6
Oktober 2015 sebagaimana tertuang dalam Permen KKP Nomor 10/PERMEN-KP/2015. Pelaku usaha perikanan menyatakan bahwa produksi pada triwulan II 2016 mengalami perbaikan, namun belum mencapai level normal yang tercermin dari data pasca moratorium seperti jumlah kapal yang beroperasi, penggunaan tenaga kerja, dan produksi masih berada di bawah level sebelum moratorium. Tabel I.2. Peraturan Kementerian Kelautan & Perikanan Terkait Moratorium & Transhipment PERATURAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Disiplin Pegawai Aparatur Sipil Negara Di Lingkungan Kementerian Kelautan Dan Perikanan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, Alih Muatan (Transhipment) Di Laut, Dan Penggunaan Nakhoda Dan Anak Buah Kapal (Abk) Asing Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 56/Permen-Kp/2014 Tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha
Permen No.56/Permen-KP/2014 Permen No.57/Permen-KP/2014
Permen No.58/Permen-KP/2014
Permen No.10/Permen-KP/2015 Perdirjen Perikanan Tangkap No.1/2016
TANGGAL DIBERLAKUKAN
STATUS SAAT INI
3 November 2014
Tidak Berlaku / Selesai
12 November 2014
Berlaku
17 November 2014
Berlaku
23 April 2015
Tidak Berlaku / Selesai
29 April 2015
Berlaku
PERIHAL
Penangkapan Ikan Dalam Satu Kesatuan Operasi
Sumber: Kementerian Kelautan & Perikanan
Tabel I.3. Dampak Peraturan Moratorium & Transhipment
DATA PERIKANAN
SEBELUM
SESUDAH
MORATORIUM & TRANSHIPMENT
MORATORIUM & TRANSHIPMENT
KAPAL YANG BEROPERASI (UNIT) TENAGA ABK (ORANG)
1,700 12,396
311 2,075
Sumber: Asosiasi Unit Pengolahan Ikan Bitung, diolah
Sementara itu, kinerja sub lapangan usaha perkebunan tahunan tercatat membaik pada triwulan II 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih tercatat kontraksi. Kinerjanya membaik dari -5,29% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -4,66% (yoy) pada triwulan ini. Sebagai informasi, komoditas utama perkebunan tahunan Sulut yaitu kelapa, pala dan cengkih. Pada triwulan ini, produksi kelapa
dan
pala
menjadi
Grafik I.4. Produksi Kelapa
pendorong
perbaikan kinerja perkebunan, sedangkan penurunan
produksi
cengkih
menjadi
penahan perbaikan kinerja perkebunan yang
lebih
perkembangan
tinggi.
Secara
komoditas
umum,
perkebunan
dipengaruhi oleh faktor cuaca. Dampak
base
effect
El
Nino
tahun
2015
menyebabkan pertumbuhan produksi pala
Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah
7
meningkat dan produksi kelapa membaik
Grafik I.5. Produksi Pala
pada triwulan ini. Sedangkan, produksi cengkih
mengalami
penurunan
pada
triwulan ini yang lebih disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi terjadi di daerah penghasil cengkih. Hal tersebut menyebabkan pengeringan / penjemuran cengkih
terganggu.
Produksi
cengkih
tercatat sebesar 8.188 ton pada triwulan ini, turun sebesar -31,34% (yoy) dari produksi
Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah
triwulan yang sama tahun lalu yaitu sebesar 11.925 ton. Adapun kontraksi sub lapangan usaha perkebunan tahunan sejalan dengan kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan, yang mana sebagian besar industri di Sulut berbahan baku kelapa. Sub lapangan usaha tanaman pangan juga tercatat mengalami peningkatan kinerja pada triwulan II 2016 sebesar 3,96% (yoy) dari 3,86% (yoy) pada triwulan sebelumnya . Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh base effect El Nino tahun 2015 yang berdampak pada rendahnya produksi tahun 2015. Selain itu, berbagai program Pemerintah juga menjadi penopang pertumbuhan usaha tanaman pangan seperti bantuan benih, alat dan mesin pertanian, penyaluran pupuk, pencetakan sawah baru, perbaikan dan pengembangan infrastruktur irigasi, serta program asuransi lahan sawah. Di sisi pembiayaan, eksposur perbankan pada
lapangan
usaha
Grafik I.6. Kredit Lapangan Usaha Pertanian
pertanian
mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kinerja usaha pertanian. Kredit total usaha pertanian (termasuk perikanan) tumbuh meningkat dari 7,55% (yoy)
menjadi
pertanian
(di
10,34% luar
(yoy).
perikanan)
Usaha tercatat
mengalami peningkatan kredit dari 19,47% (yoy) menjadi 23,52% (yoy) pada triwulan II
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia
2016. Sementara itu, kredit ke usaha perikanan juga tercatat mengalami perbaikan dari -8,04% (yoy) menjadi -7,31% (yoy). Namun demikian, pangsa kredit usaha pertanian masih relatif kecil yaitu sebesar 1,76% terhadap total kredit pada triwulan II 2016.
8
Memasuki triwulan III 2016, kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh meningkat yang didukung oleh perbaikan sub lapangan usaha perikanan, perkebunan dan tanaman pangan. Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh meningkat sebesar 4,43% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 2,11% (yoy). Seiring berjalannya waktu, peningkatan kinerja usaha perikanan didukung oleh membaiknya ketersediaan bahan baku dan permintaan ekspor yang terus meningkat. Perbaikan ketersediaan bahan baku didorong oleh kelancaran perizinan kapal dan implementasi Perdirjen Perikanan Tangkap No.1/2016 tentang Penangkapan Ikan Dalam Satu Kesatuan Operasi. Membaiknya usaha perikanan diperkirakan akan mendorong peningkatan investasi yang mana saat ini pelaku usaha masih bersikap wait & see. Dari sisi Pemerintah, berbagai program yang dilakukan menambah optimisme kinerja usaha perikanan, antara lain pemberian bantuan pengadaan kapal, perbaikan dan pengembangan pelabuhan, pelatihan dan bantuan sarana prasarana, serta penjajakan ekspansi pasar ke Serbia. Namun demikian, terdapat risiko dan tantangan dalam peningkatan kinerja usaha perikanan antara lain fenomena La Nina, kurangnya sosialisasi Perdirjen No.1/2016 kepada aparatur sipil negara di bidang kelautan dan perikanan, dan kendala perolehan izin pelabuhan sebagaimana PERMEN No.57/PERMEN-KP/2014. Di sisi usaha perkebunan tahunan, diperkirakan terjadi perbaikan kinerja pada triwulan III 2016. Selain didukung oleh peningkatan permintaan ekspor, base effect El Nino tahun 2015 juga masih akan berdampak positif pada angka pertumbuhan produksi kelapa dan pala. Selain itu, panen raya cengkih yang terjadi pada triwulan III 2016 juga menopang peningkatan kinerja usaha perkebunan. Bank Indonesia dan Pemerintah juga melaksanakan berbagai program untuk mendukung peningkatan produksi perkebunan seperti peremajaan melalui bantuan penyaluran bibit kelapa dan cengkih di berbagai kab/kota di Sulut. Namun demikian, kondisi cuaca yang diperkirakan terjadi La Nina dan meningkatnya alih fungsi lahan akan menjadi risiko dan tantangan dalam peningkatan kinerja usaha perkebunan. Sementara itu, usaha pertanian tanaman pangan juga diperkirakan akan tum buh meningkat pada triwulan III 2016. Peningkatan tersebut disebabkan oleh base effect rendahnya produksi pada triwulan yang sama tahun lalu, serta didukung juga oleh panen raya tahun ini yang akan terjadi pada triwulan III 2016 sebagaimana hasil liaison pada pelaku usaha beras. Berlanjutnya program dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah di bidang pertanian akan membantu peningkatan usaha tanaman pangan. Selain fenomena La Nina dan alih fungsi lahan yang marak terjadi, terdapat juga risiko lainnya yang berpotensi menyebabkan produksi pertanian tidak optimal, antara lain yaitu tidak serentaknya masa tanam sehingga berpotensi diserang hama dan
9
minat generasi muda yang mulai berkurang pada usaha pertanian serta sering terjadinya keterlambatan/kekosongan pupuk bersubsidi. Indikator lainnya juga mengindikasikan
Grafik I.7. Prakiraan Kegiatan Usaha Pertanian
adanya peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan III 2016. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, perkiraan realisasi kegiatan usaha dan harga jual mengalami peningkatan pada triwulan III 2016. Adapun peningkatan lapangan usaha pertanian akan mendorong ketersediaan bahan baku bagi usaha industri pengolahan
Sumber: SKDU, Bank Indonesia
yang akhirnya berdampak pada peningkatan ekspor. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja lapangan usaha perdagangan tumbuh meningkat pada triwulan II 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerjanya tumbuh 7,91% (yoy), meningkat dari 6,53% (yoy). Peningkatan usaha perdagangan didorong oleh tiga hal yaitu daya beli konsumen, kondisi bisnis, dan penawaran usaha perdagangan. Daya beli konsumen mengalami penguatan yang didorong oleh penerimaan tambahan pendapatan, peningkatan lapangan usaha primer, serta meningkatnya Upah Minimum Provinsi Sulut. Di sisi kondisi bisnis, penurunan suku bunga acuan atau BI rate, harga Bahan Bakar Minyak dan tarif angkutan umum menjadi faktor pendorong penguatan daya beli. Sementara itu, dari sisi penawaran, persiapan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masuknya musim liburan menjadi penarik konsumsi masyarakat. Pangsa usaha perdagangan di Sulut terdiri
Grafik I.8. Kendaraan Bermotor Roda 2 & 4 di Sulut
dari perdagangan besar dan eceran sebesar 60% serta perdagangan mobil dan sepeda motor sebesar 40%. Pada triwulan II 2016, kedua usaha tersebut mengalami peningkatan kinerja. Usaha perdagangan besar dan eceran tumbuh meningkat sebesar 7,79% (yoy) dari 7,36% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, usaha perdagangan mobil dan sepeda
Sumber: UPTD Samsat Manado, diolah
10
motor juga tumbuh meningkat sebesar 8,13%
(yoy)
dari
Meningkatnya
5,11%
perdagangan
Grafik I.9. Kredit Lapangan Usaha Perdagangan
(yoy). mobil
terkonfirmasi oleh data peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Sulut. Peningkatan lapangan
usaha
perdagangan
sejalan
dengan peningkatan usaha transportasi dan juga konsumsi rumah tangga. Di sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke lapangan usaha
perdagangan
mengalami
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia
peningkatan sejalan dengan peningkatan kinerja usaha perdagangan. Pangsa kredit perdagangan merupakan pangsa terbesar penyaluran kredit perbankan kepada lapangan usaha produktif yaitu sebesar 22,74% pada posisi Triwulan II 2016. Memasuki triwulan III 2016, kinerja usaha perdagangan
diperkirakan
Grafik I.10. Prakiraan Kegiatan Usaha Perdagangan
meningkat.
Peningkatan didorong oleh beberapa faktor antara lain perayaan Hari Raya Idul Fitri, di Sulut pada bulan Juli dan Agustus, perayaan Tomohon International Flower
Festival, dan mulainya tahun ajaran baru serta peningkatan signifikan turis dari China. Upaya
Pemerintah
dalam
mendorong
Sumber: SKDU, Bank Indonesia
perekonomian Sulut terlihat dari event pariwisata yang terus dilakukan dan digaungkan sebagaimana merupakan salah satu program prioritas pembangunan. Meningkatnya kinerja usaha perdagangan diindikasikan oleh hasil SKDU Bank Indonesia. Indikator prakiraan kegiatan usaha dan harga jual mengalami peningkatan pada triwulan III 2016. Lapangan Usaha Konstruksi Lapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat menjadi 9,86% (yoy) pada triwulan II 2016 dari 9,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulut dan investasi swasta. Pada triwulan ini, realisasi belanja modal tercatat sebesar 28,36%, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya (9,18%) dan realisasi triwulan yang sama tahun lalu (20,74%). Di sisi APBN Sulut, realisasi triwulan ini tercatat sebesar 14,16%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
11
6,46%. Secara akumulasi sampai dengan triwulan II 2016, realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulut mencapai 37,54%, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 27,97%. Sementara itu, realisasi belanja modal APBN Sulut sampai dengan triwulan II 2016 mencapai 20,47%. Di sisi swasta, pembangunan hunian baik horizontal maupun vertikal masih berlanjut sehingga menjadi salah satu pendorong peningkatan usaha konstruksi. Tabel I.4. Anggaran Belanja Modal dan Realisasinya
2015
DATA
I
APBN Anggaran Belanja Modal Realisasi Per Triwulan % Realisasi Per Triwulan Akumulasi Realisasi % Akumulasi Realisasi APBD Anggaran Belanja Modal Realisasi Per Triwulan % Realisasi Per Triwulan Akumulasi Realisasi % Akumulasi Realisasi
II
789,641 57,127 7.23% 57,127 7.23%
2016 III
789,641 163,745 20.74% 220,872 27.97%
789,641 168,727 21.37% 389,599 49.34%
IV
I II 2,939,130 3,010,144 189,811 426,332 6.46% 14.16% 189,811 616,143 6.46% 20.47% 789,641 744,468 744,468 367,678 68,349 211,136 46.56% 9.18% 28.36% 757,277 68,349 279,485 95.90% 9.18% 37.54%
Sumber: DJPBN Sulut & BPKBMD Sulut, diolah
Peningkatan
usaha
terkonfirmasi
oleh
penyaluran
kredit
konstruksi
Grafik I.11. Kredit Konstruksi
peningkatan
konstruksi.
Namun
demikian, pangsa kredit konstruksi terhadap total kredit hanya sebesar 3,78% pada posisi triwulan II 2016. Memasuki triwulan III 2016, lapangan usaha
konstruksi
diperkirakan
akan
tumbuh meningkat. Peningkatan usaha tersebut sesuai dengan siklusnya dimana relatif meningkat memasuki triwulan III atau
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia Grafik I.12. Prakiraan Kegiatan Usaha Konstruksi
mendekati akhir tahun. Peningkatan ini utamanya didorong oleh realisasi belanja modal
Pemerintah
yang
semakin
meningkat. Selain itu, rencana pelonggaran aturan Loan To Value Kredit Pemilikan Rumah
oleh
Bank
Indonesia
akan
membantu mendorong peningkatan usaha konstruksi.
Adapun
pembangunan
Sumber: SKDU, Bank Indonesia
12
infrastruktur yang terus digenjot oleh Pemerintah akan memberikan pengaruh positif pada peningkatan usaha konstruksi. Namun demikian, peningkatan usaha konstruksi sering terkendala masalah pembebasan lahan yang mana merupakan tantangan utama yang cukup sulit dalam penyelesaiannya. Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan
usaha
mengalami
industri
penurunan
pengolahan
kinerja
Grafik I.13. Harga CPO Dunia
pada
triwulan II 2016 sebesar -1,23% (yoy) dari 2,68% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja disebabkan baik oleh faktor internal maupun eksternal. Di sisi internal,
tingkat
produksi
perikanan
tangkap yang belum kembali pada level normal dan produksi kelapa yang masih tercatat kontraksi menyebabkan bahan baku untuk industri pengolahan berkurang. Pada
usaha
beberapa
pengolahan
pelaku
usaha
Sumber: World Bank, diolah Grafik I.14. Produksi Komoditas Olahan
perikanan, melakukan
pemenuhan bahan baku dari Jawa maupun impor dari luar negeri. Sementara itu, di sisi eksternal,
penurunan
usaha
industri
pengolahan disebabkan oleh penurunan harga komoditas dunia, khususnya kelapa sawit. Penurunan kinerja usaha industri pengolahan juga terkonfirmasi oleh data
Sumber: Pelaku Usaha, diolah
produksi pelaku usaha di bidang tersebut. Di sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke usaha industri pengolahan juga tercatat kontraksi pada triwulan II 2016 yaitu sebesar -5,05% (yoy) dengan pangsa kredit yang relatif kecil yaitu 3,01% terhadap total kredit. Penurunan kinerja usaha industri pengolahan sejalan dengan perlambatan kinerja angkutan laut.
13
Memasuki lapangan
triwulan usaha
diperkirakan
III
2016,
industri
kinerja
Grafik I.15. Prakiraan Kegiatan Usaha Industri
pengolahan
mengalami pertumbuhan
positif. Faktor utamanya yaitu peningkatan ketersediaan bahan baku baik perikanan maupun
perkebunan
seiring
dengan
penerapan sistem kesatuan penangkapan ikan dan perizinan kapal yang lebih cepat serta kondisi cuaca yang mendukung produksi
kelapa.
Selain
itu,
program
Sumber: SKDU, Bank Indonesia
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam peremajaan kelapa dan cengkih, penjajakan ekspansi pasar, dan pembangunan infrastruktur serta penelitian-penelitian cukup berpotensi untuk mendorong lapangan usaha ini. Hal tersebut memberikan optimisme kepada pelaku usaha dalam melakukan investasi ke depan. Berdasarkan hasil SKDU Bank Indonesia menunjukkan bahwa prakiraan kegiatan usaha industri pengolahan mengalami perbaikan pada triwulan III 2016 setelah tercatat kontraksi pada triwulan II 2016.
Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan Lapangan usaha transportasi tercatat tumbuh meningkat pada triwulan II 2016 sebes ar 8,47% (yoy) dari 7,83% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut bersumber dari meningkatnya kinerja angkutan darat dan udara, sedangkan angkutan laut melambat kinerjanya. Sebagai catatan, pangsa usaha transportasi di Sulut didominasi oleh angkutan darat (57%), serta angkutan udara (24%), angkutan laut (15%), dan pergudangan dan angkutan sungai (3%). Kinerja angkutan darat tumbuh meningkat dari 6,87% (yoy) menjadi 7,08% (yoy) yang didorong oleh mobilitas masyarakat dalam rangka persiapan merayakan Hari Raya Idul Fitri baik untuk memenuhi kebutuhan maupun aktivitas mudik antar kab/kota dan provinsi. Selain itu, faktor pendorong lainnya yaitu penurunan harga BBM pada awal triwulan II 2016 yang diikuti dengan penurunan harga angkutan umum.
14
Kinerja angkutan udara juga tumbuh
Grafik I.16. Arus Penumpang Bandara Sam Ratulangi
meningkat dari 16,58% (yoy) menjadi 21,21%
(yoy).
Peningkatan
tersebut
didorong oleh aktivitas mudik masyarakat ke luar Sulut dan mulainya musim liburan serta meningkatnya jumlah wisatawan khususnya dari China yang berkunjung ke Sulawesi Utara
pasca
Ratulangi
dibukanya
sebagai
salah
Pemeriksaan Imigrasi (TPI).
Bandara satu
Sam
Tempat
Sumber: PT Angkasa Pura I, diolah
Sementara itu, kinerja angkutan laut tercatat tumbuh melambat dari 3,73% (yoy) menjadi 2,71% (yoy). Hal ini sejalan dengan menurunnya produksi dan kinerja industri pengolahan pada triwulan II 2016 sehingga berdampak pada aktivitas kepelabuhanan. Pada triwulan II 2016, jumlah barang di terminal konvensional Pelabuhan Bitung tercatat mengalami penurunan dibanding triwulan yang sama tahun lalu, yaitu menurun sebesar -21,10% (yoy). Memasuki triwulan III 2016, kinerja usaha transportasi diperkirakan mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan kinerja angkutan laut dan meningkatnya kinerja angkutan darat serta udara. Peningkatan produksi industri pengolahan akan mendorong membaiknya kinerja angkutan laut. Sementara itu, Hari Raya Idul Fitri dan perayaan Pengucapan menjadi pendorong mobilitas masyarakat sehingga kinerja angkutan darat meningkat. Kinerja angkutan udara juga masih akan meningkat seiring dengan meningkatnya kedatangan wisatawan dari China. Adapun sampai dengan Juli 2016 tercatat ada sekitar 8.000 turis yang telah masuk di Manado. Di sisi lain, Pemerintah juga terus mendorong peningkatan ekonomi dengan pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan bandara, yang akan berdampak positif bagi usaha transportasi. Namun demikian, tantangan seperti turunnya pendapatan negara sehingga dilakukan penghematan dapat menyebabkan kinerja usaha transportasi tidak tumbuh setinggi yang diperkirakan. SISI PENGGUNAAN Berdasarkan penggunaannya, penguatan pertumbuhan ekonomi Sulut didorong oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan perbaikan kinerja perdagangan luar negeri. Di sisi lain, konsumsi pemerintah dan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) relatif melambat kinerjanya pada triwulan ini dibandingkan triwulan lalu.
15
Tabel I.5. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Penggunaan
2015
Komponen Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga
2016
I
II
III
IV
6.26
6.06
6.72
6.69
Total
I
II
6.44
6.82
6.93
(11.86)
(1.55)
5.65
9.75
0.25
5.57
5.45
Konsumsi Pemerintah
7.19
7.80
10.96
13.00
9.94
8.94
11.37
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
3.56
6.61
12.86
12.37
9.08
9.96
9.86
(72.36)
(77.23)
(62.90)
22.94
(63.28) (136.10)
(35.44)
(3.15)
(13.86)
(9.52)
(21.34)
(11.70)
(20.07)
(12.86)
1.64
(25.08)
3.54
16.45
(0.88)
16.01
126.75
(8.21)
(9.23)
8.49
7.27
(1.38)
(9.44)
(16.26)
Perubahan Persediaan Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antardaerah
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulut, diolah
Sebagai catatan, PDRB berdasarkan sisi penggunaan didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga dengan pangsa sebesar 48%, diikuti oleh investasi (pmtb) sebesar 33%, konsumsi pemerintah sebesar 18%, perdagangan luar negeri sebesar 17%, dan perdagangan antar daerah sebesar 9%, serta konsumsi lembaga non profit sebesar 2%. Melihat komposisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulut relatif bergantung pada konsumsi masyarakat, sehingga penting untuk menjaga sumber pendapatan masyarakat serta tingkat inflasi barang dan jasa. Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2016 mencatat pertumbuhan tertinggi sepanjang 5 tahun terakhir. Pertumbuhannya naik dari 6,82% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 6,93% (yoy) pada triwulan II 2016. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh meningkatnya konsumsi makanan dan minunuman non alkohol seiring dengan menyambutnya perayaan Hari Raya Idul Fitri. Peningkatan konsumsi yang didorong oleh penguatan daya beli konsumsi rumah tangga didukung oleh penerimaan tambahan pendapatan berupa Tunjangan Hari Raya (THR), peningkatan kinerja lapangan usaha primer yaitu naiknya produksi perikanan, perkebunan dan tanaman pangan, serta
Grafik I.17. Jumlah Pemakaian Listrik (MW)
peningkatan UMP Sulut pada awal tahun 2016
dari
Rp2.150.000
menjadi
Rp2.400.000 atau naik sebesar 11,63%. Besaran UMP ini merupakan tertinggi ketiga secara nasional atau berada di bawah DKI Jakarta dengan UMP Rp3.100.000 dan Papua dengan UMP Rp2.450.770. Faktor lainya
yang
mendorong
peningkatan
konsumsi yaitu penurunan harga BBM dan
Sumber: PT PLN Wil.Suluttenggo, diolah
16
tarif angkutan umum pada awal triwulan II
Grafik I.18. Kredit Usaha Perdagangan
2016 serta tingkat inflasi yang rendah dan terkendali. Persiapan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan masuknya musim liburan juga menjadi faktor pendorong peningkatan konsumsi
rumah
tangga.
Peningkatan
konsumsi rumah tangga terkonfirmasi oleh konsumsi listrik di Sulut yang meningkat pada triwulan ini dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi pembiayaan, penyaluran
Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia
kredit ke lapangan usaha perdagangan juga menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2016 dibanding triwulan sebelumnya. Memasuki triwulan III 2016, konsumsi rumah tangga diperkirakan terus meningkat . Peningkatan didorong oleh meningkatnya produksi pertanian. Di sisi lain, adanya beberapa perayaan menjadi pendorong konsumsi rumah tangga yaitu Hari Raya Idul Fitri pada awal Juli
Tomohon International Flower Festival, dan dimulainya tahun ajaran sekolah baru. Tak kalah pentingnya, kedatangan wisatawan China yang signifikan pada triwulan III 2016 dengan jumlah 8.000 wisatawan sampai dengan Juli 2016 menjadi pendorong konsumsi rumah tangga. Adapun Pemerintah terus berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja maupun mendorong tingkat inflasi ke level yang rendah. Konsumsi Pemerintah Sejalan dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah juga tercatat mengalami peningkatan kinerja. Pertumbuhannya meningkat dari 8,94% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 11,37% (yoy) pada triwulan II 2016. Hal tersebut didukung oleh realisasi belanja Pemerintah baik dalam APBN Sulut maupun APBD Provinsi Sulut. Bahkan, realisasi belanja APBD Sulut terpantau jauh lebih baik dibanding triwulan I 2016 dan juga lebih baik dibanding triwulan II 2015. Peningkatan realisasi terjadi baik pada belanja operasional & pegawai maupun belanja modal. Hal tersebut menunjukkan kinerja Pemerintah Daerah yang meningkat sebagai respon arahan Presiden untuk mempercepat realisasi belanja. Kinerja Pemerintah Daerah tersebut tercermin dari peningkatan pertumbuhan lapangan usaha administrasi pemerintahan dari 8,07% (yoy) menjadi 8,76% (yoy) pada triwulan II 2016.
17
Tabel I.6. Anggaran Belanja Pemerintah Sulut 2016 2015
DATA (Rp Juta)
I
II
2016 III
IV
APBN Anggaran Belanja Realisasi Per Triwulan % Realisasi Per Triwulan Akumulasi Realisasi
I
II
8,255,205
8,360,753
953,558
1,924,182
11.55%
23.01%
953,558
2,877,740
% Akumulasi Realisasi APBD Anggaran Belanja
11.55%
34.42%
2,906,338
2,906,338
2,906,338
2,906,338
3,060,767
3,060,767
Realisasi Per Triwulan
377,814
593,421
622,830
1,099,015
464,581
713,026
13.00%
20.42%
21.43%
37.81%
15.18%
23.30%
377,814
971,234
1,594,065
2,693,080
464,581
1,177,607
13.00%
33.42%
54.85%
92.66%
15.18%
38.47%
% Realisasi Per Triwulan Akumulasi Realisasi % Akumulasi Realisasi
Sumber: DJPBN & BPKBMD Sulut, diolah
Pada triwulan III 2016, realisasi belanja diperkirakan akan terus meningkat sesuai dengan siklusnya. Berlanjutnya pembangunan infrastruktur Pemerintah akan mendorong realisasi belanja modal dan belanja pegawai. Hal yang perlu diperhatikan yaitu masalah pembebasan lahan yang dapat menghambat pembangunan infrastruktur. Investasi Investasi masih tumbuh cukup tinggi, namun relatif sedikit melambat dari 9,96% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 9,86% (yoy) pada triwulan II 2016. Perlambatan utamanya disebabkan oleh melambatnya investasi dalam bentuk bangunan, sedangkan investasi dalam bentuk non-bangunan mengalami peningkatan pertumbuhan. Melambatnya investasi bangunan didorong oleh perlambatan investasi swasta. Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha masih bersikap wait & see dalam menentukan keputusan investasi seiring dengan pemulihan ekonomi. Sementara itu, investasi Pemerintah
Grafik I.19. Realisasi Belanja Modal APBD Sulut
menjadi penahan laju perlambatan pertumbuhan investasi. Hal tersebut tercermin dari realisasi belanja modal Pemerintah yang cukup baik. Realisasi belanja modal baik dalam APBN Sulut maupun APBD Provinsi Sulut tercatat meningkat
pada
triwulan
II
2016
dibanding triwulan I 2016 dan juga lebih tinggi dibanding triwulan II 2015.
Sumber: BPKBMD, diolah
18
Pada triwulan III 2016, investasi diperkirakan meningkat yang didorong oleh investasi swasta dan pemerintah. Investasi swasta oleh pelaku usaha akan meningkat seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi. Sedangkan Pemerintah terus berupaya mempercepat pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek pengadaan. Selain itu, Pemerintah juga melakukan perbaikan demi perbaikan iklim investasi khususnya terkait dengan perizinan usaha. Bentuk kerja nyata juga terlihat dari pengembangan Regional Investor Relation Unit Sulawesi Utara oleh Bank Indonesia. Instansi Pemerintah Daerah juga merencanakan membuat Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM). Namun demikian, tantangan utama dalam mendorong investasi yaitu koordinasi antar lembaga yang sering menciptakan tumpang tindih tugas/wewenang. Oleh karena itu, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulut sedang dipercepat untuk diterapkan. Ekspor
Impor
Kinerja perdagangan ekspor impor Sulut
Grafik I.20. Nilai Ekspor Sulut
pada triwulan II 2016 relatif membaik dibandingkan triwulan I 2016. Perbaikan kinerja didorong oleh ekspor yang membaik atau terkontraksi -12,86% (yoy), lebih baik dibanding
-20,07%
(yoy).
Hal
ini
terkonfirmasi dengan data nilai ekspor Sulut dan pertumbuhannya cenderung membaik pada triwulan II 2016 dibanding triwulan
sebelumnya.
Arus
barang
perdagangan luar negeri di pelabuhan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik I.21. Arus Barang Perdagangan Luar Negeri
Bitung juga tercatat mengalami kenaikan. Sebagai catatan, Sulawesi Adapun Sulut merupakan net importir. Pada triwulan III 2016, kinerja ekspor Sulut diperkirakan mengalami perbaikan yang didorong oleh peningkatan produksi pengolahan
dengan
dukungan
ketersediaan bahan baku. Sementara itu,
Sumber: PT Pelindo IV Bitung, diolah
impor baik dari luar negeri maupun provinsi lain diperkirakan masih akan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh perbaikan produksi pengolahan sehingga membutuhkan alat dan bahan pendukung. Selain itu, kebutuhan Hari Raya Idul Fitri pada awal triwulan III 2016 juga menjadi pendorong peningkatan impor. Baik Pemerintah maupun Bank Indonesia terus mendorong
19
peningkatan industrialisasi dan hilirisasi di Sulawesi Utara dalam rangka menambah produksi pengolahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mencapai hal tersebut, tantangan perolehan bahan baku masih menjadi isu hangat saat ini.
20
Boks I Kondisi dan Pembangunan Kelistrikan di Suluttenggo Kondisi suplai listrik di Sulut tercatat membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya seiring dengan pengembangan infrastruktur kelistrikan. Ke depan, beberapa rencana pembangunan pembangkit listrik akan terus menopang kebutuhan listrik di Sulut.
21
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (5,3%, yoy) maupun dari sisi belanja (21,25%, yoy). Realisasi pendapatan pada Triwulan II-2016 mencapai Rp1,415,886.03 juta atau sebesar 47,17% dari plafond anggaran. Nilai realisasi pendapatan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 50,92% dari plafond anggaran. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 68,61% dari total pendapatan. Rasio kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini diindikasikan dari besarnya porsi PAD terhadap total pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 36,67% di tahun 2015, menjadi 31,04% di tahun 2016. Sementara itu, realisasi belanja pada Triwulan II-2016 mencapai Rp1.177.607,20 juta, atau 38,47% dari plafond anggaran. Nilai realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 33,42% dari plafond anggaran. Dilihat dari perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka membangun ekomomi daerah. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dalam rangka melaksanakan pelayanan publik di daerah, instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan fiskal adalah melalui APBD. Tujuan utama dari APBD adalah sebagai pedoman oleh pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan pembangunan daerah. Pelaksanaan APBD juga diharapkan dapat menjadi mesin utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, APBD juga sebagai salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makroekonomi daerah yang diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber pendapatan daerah, besaran alokasi belanja untuk melaksanakan program / kegiatan, serta pembiayaan yang muncul apabila terjadi surplus atau defisit. Nilai RAPBD Provinsi Sulawesi Utara di tahun 2016 meningkat jika dibandingkan dengan nilai RAPBD periode tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan (17,68%, yoy) maupun dari sisi belanja (5,31%, yoy).
22
Tabel 2.1. Kinerja APBD Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan II 2014 - 2016
No
1
Realisasi APBD Triwulan II Realisasi APBD Triwulan II Realisasi APBD Triwulan II 2014 2015 2016 RAPBD 2014 (Rp RAPBD 2015 (Rp RAPBD 2016 (Rp Juta) Juta) Juta) Nominal (Rp Nominal (Rp Nominal % % % Juta) Juta) (Rp Juta)
Uraian
Pendapatan
2,380,357.00 1,011,548.00
42.50%
2,640,629.71 1,344,616.37
50.92%
3,001,754.65 1,415,886.03
47.17%
991,101.00
361,109.00
36.44%
1,089,288.36
493,011.53
45.26%
1,141,321.19
439,463.19
38.50%
1,100,693.00
515,746.00
46.86%
1,209,462.60
683,441.41
56.51%
1,855,433.46
971,422.84
52.36%
288,563.00
134,693.00
46.68%
341,878.75
168,163.43
49.19%
5,000.00
5,000.00
100.00%
Belanja
2,579,764.00
669,760.00
25.96%
2,906,338.37
971,234.36
33.42%
3,060,766.55 1,177,607.20
38.47%
Belanja Operasional + Transfer
1,988,185.00
597,422.00
30.05%
2,116,122.02
750,281.48
35.46%
2,306,298.65
897,622.37
38.92%
588,079.00
70,752.00
12.03%
789,641.35
220,871.88
27.97%
744,467.90
279,484.82
37.54%
3,500.00
1,586.00
45.31%
575.00
81.00
14.09%
10,000.00
500.00
5.00%
Pembiayaan Daerah
199,406.00
249,406.00
125.07%
265,708.66
290,708.66
109.41%
59,011.90
Penerimaan
249,406.00
249,406.00
100.00%
290,708.66
290,708.66
100.00%
84,011.90
Pengeluaran
50,000.00
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah 2
Belanja Modal Belanja Tidak Terduga 3
SiLPA Tahun Berkenan
25,000.00 591,194.00
25,000.00 664,090.68
238,278.83
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara (diolah)
2.1.1 Pendapatan Daerah Dari sisi pendapatan, nilai pagu anggaran RAPBD 2016 mencapai Rp3,00 triliun, dengan realisasi sebesar Rp1.415.886,03 juta sepanjang Triwulan II-2016 (47,17% ). Realisasi pendapatan pada periode laporan lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 50.92%. Terdapat dua sumber pendanaan utama dalam struktur APBD Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Berdasarkan proporsinya, Pemerintah Daerah masih memiliki ketergantungan terhadap Dana Perimbangan, yaitu sebesar 68,61% dari total pendapatan pada periode laporan. Rasio kemandirian daerah pada periode laporan menunjukan penurunan dibandingkan dengan kuartal I 2016. Hal ini diindikasikan dari besarnya porsi PAD terhadap total pendapatan yang mengalami penurunan, dari semula 71% di kuartal I tahun 2016, menjadi 68.61% pada kuartal II 2016. Tabel 2.2. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I 2014 - 2016
No
Uraian
PENDAPATAN 1 Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-lain Pendapatan yang Sah 2 Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus 3 Lain-lain Pendapatan yang Sah
APBD-P 2016 (Rp Juta) 3,001,754.65 1,141,321.19 980,941.99 56,729.20 45,000.00 58,650.00 1,855,433.46 121,662.13 1,065,545.20 668,226.13 5,000.00
Realisasi APBD Triwulan Realisasi APBD Triwulan I - 2016 II - 2016 Nominal Nominal (Rp % % (Rp Juta) Juta) 711,997.69 23.72% 1,415,886.03 47.17% 439,463.19 38.50% 206,511.73 18.09% 187,145.87 372,720.91 38.00% 19.08% 13,567.87 31,573.66 55.66% 23.92% 5,798.00 505,485.96 26,489.00 355,182.00 123,185.00
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
9.89% 27.24% 21.77% 33.33% 18.43%
35,168.62 971,422.84 52,351.47 621,568.01 297,503.36 5,000.00
59.96% 52.36% 43.03% 58.33% 44.52%
23
Berdasarkan proporsinya, sebagian besar Dana Perimbangan ditopang oleh Dana Alokasi Umum (63,99%), diikuti dengan Dana Alokasi Khusus (30,63%) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (5,39%). Dilihat dari perkembangannya dalam dua triwulan pertama tahun 2016, porsi realisasi Dana Alokasi Umum memiliki kecenderungan yang menurun dari 70,27% di triwulan I menjadi 63.99% di triwulan II tahun 2016. Grafik 2.1. Porsi Komponen Pembentuk Dana Perimbangan Pada Pendapatan Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I & 2 2016
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
2.1.2 Belanja Daerah Dari sisi belanja, nilai pagu anggaran APBD-P 2016 mencapai Rp3,06 triliun dengan nilai realisasi pada periode Triwulan I sebesar Rp464,58 juta (15,18%). Nilai realisasi belanja ini meningkat menjadi sebesar Rp1.177.607 juta (38.47%) pada triwulan II. Anggaran belanja daerah mencerminkan potret pemerintah daerah dalam menentukan skala prioritas yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Tabel 2.3. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I & 2
No
Uraian
BELANJA 1 Belanja Operasi Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan 2 Belanja Modal Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Bangunan dan Gedung Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya 3 Belanja Tak Terduga 4 Transfer
APBD-P 2016 (Rp Juta) 3,060,766.55 1,880,730.38 626,667.51 688,552.67 1,200.00 552,620.20 410.00 11,280.00 744,467.90 41,658.56 117,148.17 148,819.81 434,077.86 2,763.50 10,000.00
425,568.27
2016 (Klasifikasi Operasi-Modal)
Realisasi APBD Triwulan I 2016 Nominal (Rp % Juta) 464,577 15.18% 306,663 16.31% 124,401 19.85% 57,743.00 8.39%
Realisasi APBD Triwulan II 2016 Nominal % (Rp Juta) 1,177,607 38.47% 723,043 38.44% 283,194.33 45.19% 187,505.45 27.23%
124,519
22.53%
252,073.20 270.00
45.61% 65.85%
68,349 10,755 6,616 1,309 49,499 170
9.18% 25.82% 5.65% 0.88% 11.40% 6.15%
279,484.82 10,754.50 36,353.04 19,941.22 211,970.30 465.76 500
89,565.00
21.05%
174579.387
37.54% 25.82% 31.03% 13.40% 48.83% 16.85% 5.00% 41.02%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
24
Berdasarkan klasifikasi belanja operasi - modal, porsi realisasi belanja masih didominasi oleh Belanja Operasi (61.40%), diikuti dengan Belanja Modal (23.73%), dan Transfer (14.82%). Dilihat dari perkembangan selama tiga tahun terakhir, porsi belanja modal mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Utara yang mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan infrastruktur dalam rangka membangun ekonomi daerah. Grafik 2.2. Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I & 2 2016
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Selain klasifikasi operasi-modal di atas, kinerja belanja daerah juga dapat diklasifikasikan dengan metode langsung-tidak langsung. Belanja langsung adalah dana yang dibelanjakan karena adanya program dan kegiatan yang memiliki dampak langsung. Sedangkan belanja tidak langsung belanja yang tidak berkenaan atau tidak dipengaruhi secara langsung oleh program dan kegiatan yang dirancang oleh pemerintah daerah. Tabel 2.4. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara Periode Triwulan I & 2 2016 (Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)
No
Uraian
BELANJA 1 Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga 2 Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Surplus (Defisit)
APBD-P 2016 (Rp Juta) 3,060,766.55 1,595,459.58 594,381.10 1,200.00 552,620.20 410.00 425,568.27 11,280.00 10,000.00 1,465,306.98 32,286.41 688,552.67 744,467.90 (59,011.90)
Realisasi APBD Triwulan I 2016 Nominal % (Rp Juta) 464,581.23 15.18% 335,254.43 21.01% 121,170.48 20.39% 124,518.80 22.53% 89,565.15 21.05% 129,326.80 8.83% 3,235.21 10.02% 57,743.07 8.39% 68,348.52 9.18% 247,416.46
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Realisasi APBD Triwulan II 2016 Nominal % (Rp Juta) 1,177,107.20 38.46% 700,616.93 43.91% 273,694 46.05% 252,073 270 174,579
476,490.27 9,500 187,505 279,485 238,279
45.61% 65.85% 41.02%
32.52% 29.42% 27.23% 37.54%
25
Realisasi Belanja Tidak Langsung pada periode laporan tercatat sebesar Rp700.616,93 juta (43,91%), atau menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan triwulan I, yaitu sebesar Rp335.254,43 juta (21,01%). Sejalan dengan hal tersebut, realisasi Belanja Langsung juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp129.326,80 juta (8.83%) sepanjang Triwulan I menjadi Rp476.490,27 (32.52%) pada Triwulan II 2016. Grafik 2.3. Porsi Komponen Pembentuk Belanja Daerah Sulawesi Utara Periode Triwulan I & 2 2016 (Klasifikasi Langsung-Tidak Langsung)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPKBMD) Sulawesi Utara, diolah
Dilihat dari porsinya, realisasi belanja pada periode laporan didominasi oleh belanja tidak langsung (59.52%), diikuti dengan belanja langsung (40.48%). Perkembangan selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa porsi belanja tidak langsung memiliki kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya, program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara diarahkan agar memiliki dampak langsung terhadap pembangunan daerah.
26
BAB III. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Memasuki pertengahan tahun 2016, tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi
Kota
Manado
relatif
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan Kota Manado dan Nasional
mengalami
penurunan sehingga tercatat semakin mendekati level nasional dan saat ini tercatat lebih rendah dari inflasi KTI. Inflasi Sulut pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,9% (yoy). Level inflasi triwulan laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan
Sumber : BPS, diolah
periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi Sulut mencapai 8,73% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut terutama disebabkan oleh koreksi harga pada kelompok administered prices seiring penurunan harga pada komoditas BBM dan Tarif Listrik. Di sisi lain, tekanan harga kelompok volatile food tercatat masih cukup tinggi di tengah stabilnya inflasi kelompok inti. Inflasi Sulut pada triwulan laporan berhasil berada pada level yang lebih rendah dibanding inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tercatat sebesar 3,94% (yoy). Namun, inflasi Sulut masih lebih tinggi dibanding inflasi Nasional yang sebesar 3,45% (yoy). Secara bulanan, tekanan inflasi relatif meningkat terutama di akhir triwulan dipengaruhi masa persiapan jelang hari raya Idul Fitri. Pada triwulan III 2016, tekanan inflasi diperkirakan kembali melandai meskipun angka inflasi tercatat cukup tinggi di bulan Juli. Normalisasi harga pasca Lebaran khususnya untuk bahan makanan dan angkutan udara serta masuknya masa panen tabama menjadi faktor utama proyeksi penurunan harga di triwulan III 2016. Selama triwulan II 2016, koordinasi pengendalian inflasi terus ditingkatkan. Hasil pemetaan inflasi di 15 Kab/Kota Se-Sulut menjadi dasar rekomendasi pada beberapa rapat TPID khususnya yang ditujukan sebagai persiapan memasuki bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Koordinasi pengendalian harga antar instansi juga terus diperkuat. Operasi pasar terhadap beberapa komoditas seperti daging sapi, gula pasir, beras, bawang merah dan cabai rawit oleh Bulog, PPI, BI dan Disperindag berhasil membuat level harga relatif terjaga. Sementara itu, TPID Provinsi Sulut dan Kota Manado terus menginisiasi pembentukan Toko TPID di pasar strategis dan melakukan pencanangan Gerakan Rica Rumah sebagai langkah antisipasi tekanan permintaan cabai rawit di akhir tahun.
27
3.1
PERKEMBANGAN INFLASI
3.1.1 INFLASI TAHUNAN Sampai dengan triwulan II 2016, sumbangan terbesar pada inflasi tahunan Sulut masih disumbang oleh kelompok Bahan Makanan. Sementara itu, kelompok lain relatif mengalami inflasi yang cukup rendah. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan bahkan mengalami deflasi seiring penyesuaian tarif BBM yang berimbas pada koreksi harga Angkutan Dalam Kota.
Tabel 3.1 Andil Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
No
Kelompok
2014 Q1
Q2
2015 Q3
Q4
Q1
Q2
2016 Q3
Q4
Q1
Q2
1
Bahan Makanan
0.86
2.00
0.61
2.58
2.46
2.39
3.16
3.17
2.93
2.98
2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
0.45
0.39
0.58
0.77
0.86
0.88
0.90
0.81
0.55
0.62
3
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.28
2.24
1.97
3.13
2.48
2.38
1.98
0.64
-0.02
0.02
4
Sandang
0.16
0.22
0.13
0.14
0.12
0.14
0.16
0.12
0.14
0.11
5
Kesehatan
0.11
0.12
0.14
0.17
0.19
0.19
0.16
0.12
0.09
0.07
6
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0.12
0.16
0.16
0.17
0.17
0.15
0.30
0.24
0.23
0.21
7
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
1.71
1.13
0.42
2.72
1.71
2.60
2.68
0.46
0.97
-0.32
5.67
6.26
4.00
9.67
7.99
8.73
9.34
5.56
4.90
3.67
Umum Sumber : BPS, diolah
Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat masih cukup tinggi yaitu sebesar 13,43% (yoy) sehingga memberikan andil 2,98% terhadap tingkat inflasi tahunan Sulut. Inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut juga sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 13,13% (yoy). Tingginya inflasi kelompok Bahan Makanan tersebut dipengaruhi oleh naiknya harga beberapa komoditas strategis seperti beras, bawang merah dan tomat sayur di triwulan II 2016, khususnya pada masa persiapan memasuki bulan Ramadhan. Selain itu, tingginya level inflasi secara tahunan pada kelompok Bahan Makanan juga tidak terlepas dari pengaruh fenomena El-Nino pada tahun lalu yang menyebabkan kenaikkan harga yang cukup tinggi di periode Oktober dan Desember 2015. Kelompok lain yang tercatat memberi sumbangan cukup besar pada inflasi tahunan Sulut pada triwulan laporan adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 3,84% (yoy) sehingga memberi sumbangan sebesar 0,62% pada inflasi tahunan Sulut. Inflasi pada kelompok ini utamanya dipengaruhi peningkatan harga gula yang terjadi sejak Mei 2016 lalu akibat kelangkaan pasokan. Selain itu, kenaikkan harga minuman ringan yang terjadi pada periode Desember 2015 juga turut memberi andil yang cukup besar. Berdasarkan hasil survei dan liaison yang dilakukan Bank Indonesia, naiknya harga minuman ringan dipengaruhi oleh tingginya permintaan di akhir tahun 2015 dan ditutupnya salah satu pabrik minuman ringan terbesar di Sulawesi Utara sehingga terjadi penambahan biaya barang dari sisi distribusi.
28
Di sisi lain, kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercatat sebagai penahan laju inflasi Sulut di triwulan laporan. Kelompok ini tercatat mengalami deflasi 1,94% (yoy) sehingga memberi andil -0,32% pada inflasi tahunan Sulut. Masih rendahnya harga minyak dunia yang berimbas pada penyesuaian harga BBM di bulan April 2016, yang dilanjutkan oleh penyesuaian tarif angkutan dalam kota khususnya di Manado, menjadi salah satu penyebab utama terjadinya deflasi pada kelompok ini. Selain itu, koreksi tarif listrik pada periode April-Mei 2016 turut memberikan pengaruh pada terjadinya deflasi di kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Apabila dilihat dari komoditasnya, sumbangan terbesar pada inflasi tahunan Sulut tercatat berasal dari komoditas Beras dan Tomat Sayur. Naiknya harga beras khususnya di Kota Manado besar dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang terjadi di 2015. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan terutama dari luar Sulut terkendala karena produksi yang terbatas. Berdasarkan hasil pemetaan inflasi Kota Manado 2016, preferensi masyarakat Manado yang lebih menyukai beras dari luar Sulut membuat kendala produksi di daerah lain seperti Sulawesi Selatan atau Jawa Timur menjadi sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga di Manado. Sementara, komoditas yang menahan laju inflasi mayoritas terdiri dari kelompok ikan-ikanan dan kelompok barang yang diatur oleh pemerintah seperti bensin, tarif listrik dan angkutan dalam kota. Melihat perkembangan terkini, inflasi tahunan Sulut pada triwulan III 2016 diperkirakan lebih rendah dibanding triwulan laporan. Meskipun terjadi inflasi cukup tinggi di Juli 2016 akibat pengaruh hari raya keagamaan, namun pergerakan harga diperkirakan kembali normal memasuki Agustus dan September. Terlebih, inflasi Juli terutama didorong oleh naiknya harga komoditas Angkutan Udara yang cenderung bersifat temporer. Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Manado Tw II 2016 KOMODITAS BERAS TOMAT SAYUR KANGKUNG PISANG DAUN BAWANG GULA PASIR BAWANG MERAH MINUMAN RINGAN BAWANG PUTIH MINYAK GORENG SELAR/TUDE LEMON EKOR KUNING ANGKUTAN DALAM KOTA TARIP LISTRIK SENG BIJI NANGKA / KUNIRAN CABAI RAWIT TINDARUNG BENSIN
Sumber : BPS, diolah
Inflasi/Deflasi (%) Inflasi 18.46 63.75 77.00 43.44 108.26 20.70 17.35 20.33 50.04 11.78 Deflasi -18.03 -13.84 -20.43 -1.32 -2.17 -11.16 -29.07 -11.85 -14.52 -11.81
Grafik 3.2 Inflasi & Sumbangan per Kelompok Juni 2016
Andil (%) 0.89 0.87 0.27 0.22 0.21 0.18 0.14 0.13 0.13 0.12 -0.03 -0.03 -0.05 -0.07 -0.08 -0.09 -0.11 -0.12 -0.13 -0.28
Sumber : BPS, diolah
29
3.1.2 INFLASI TRIWULANAN (qtq) Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulut cenderung menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,31% (qtq) atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi 1,02% (qtq). Terjadinya inflasi secara triwulanan besar dipengaruhi oleh kelompok Bahan Makanan. Kondisi ini terjadi karena pada periode triwulan I 2016, kelompok Bahan Makanan mencatatkan deflasi cukup dalam akibat normalisasi pasca lonjakan permintaan di akhir tahun 2015. Memasuki triwulan II 2016, harga beberapa bahan makanan strategis khususnya Tomat Sayur, Bawang Merah dan Beras mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi sehingga mendorong terjadinya inflasi secara triwulanan pada kelompok tersebut. Tabel 3.3 Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No
Kelompok
2014 Q1
Q2
2015 Q3
Q4
Q1
Q2
2016 Q3
Q4
Q1
Q2
1
Bahan Makanan
-2.19
1.28
-0.51
13.15
-2.31
0.92
2.80
12.39
-2.98
1.19
2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
1.21
0.26
1.41
1.62
1.73
0.42
1.48
1.32
0.14
0.86
3
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
4.22
0.31
1.43
4.64
1.83
0.05
0.11
0.23
-0.43
0.15
4
Sandang
0.97
0.90
-0.03
0.65
0.64
1.07
0.43
0.03
1.07
0.44
5
Kesehatan
0.56
1.23
1.28
1.03
1.03
1.17
0.46
0.43
0.12
0.61
6
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0.31
0.66
0.38
1.07
0.37
0.36
2.54
0.48
0.10
0.08
7
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
0.82
1.69
-0.37
15.10
-4.72
6.84
0.17
0.78
-1.60
-1.28
Umum
1.15
0.82
0.56
6.95
-0.40
1.51
1.13
3.25
-1.02
0.31
Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, kelompok yang juga menunjukkan peningkatan inflasi cukup tinggi secara triwulanan adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Kelompok tersebut tercatat mengalami peningkatan dari 0,14% (qtq) di triwulan lalu menjadi 0,86% (qtq) pada triwulan laporan.
3.1.3 INFLASI BULANAN (mtm)
Grafik 3.3 Laju Inflasi Kota Manado (mtm)
Secara bulanan, inflasi Sulut yang diwakili Kota Manado mengalami koreksi di awal triwulan laporan namun meningkat di bulanbulan selanjutnya terutama di akhir triwulan seiring masuknya bulan puasa. Pada awal triwulan, masuknya panen raya tabama dan melimpahnya produksi cabai rawit serta koreksi harga BBM bersubsidi dan angkutan
Sumber : BPS, diolah
dalam kota mendorong terjadinya deflasi cukup dalam. Selanjutnya, inflasi relatif minimal pada bulan Mei seiring persediaan bahan makanan yang cukup terjaga. Pada akhir triwulan laporan,
30
inflasi yang cukup tinggi terutama dipengaruhi lonjakan yang sangat tinggi pada harga tomat sayur di tengah tekanan permintaan yang cukup tinggi seiring masuknya bulan Ramadhan.
APRIL 2016
Pada April 2016, tren deflasi di Kota Manado masih berlanjut. Inflasi pada
Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Manado Bulan April 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
April tercatat sebesar -0,87% (mtm) atau terjadi deflasi yang lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan
angka inflasi
-0,03%
(mtm). Terjadinya deflasi yang cukup dalam pada April 2016 dipengaruhi oleh terkoreksinya harga pada komdoditas strategis seperti beras dan cabai rawit
Sumber : BPS, diolah
seiring masuknya periode panen raya. Di sisi lain, tingkat permintaan masyarakat juga relatif belum kuat pada periode tersebut. Selanjutnya, penyesuaian harga BBM oleh pemerintah yang diikuti penyesuaian tarif angkutan dalam kota juga turut menjadi faktor pendorong terjadinya deflasi di bulan April 2016. Di sisi lain, beberapa komoditas seperti bawang merah, gula pasir dan minyak goreng tercatat mengalami inflasi sehingga menjadi faktor penahan terjadinya deflasi yang lebih dalam. Berdasarkan hasil survey dan liaison kepada para pedagang, peningkatan harga minyak goreng dipengaruhi oleh tingkat harga internasional. Sementara, peningkatan harga bawang merah disebabkan oleh pasokan yang terbatas dari daerah penghasil di Sulawesi Selatan maupun NTB. Pada bulan April kesulitan pasokan gula pasir sudah mulai terjadi sehingga menyebabkan kenaikkan harga meskipun relatif terbatas. Secara kelompok, sebagaimana perkembangan dari sisi komoditas, deflasi pada April terutama dipengaruhi oleh penurunan indeks harga pada kelompok bahan makanan dan transportasi yang masing-masing memberi andil -0,61% dan -0,24% pada tingkat inflasi Sulut. Sementara itu, kelompok lain tercatat mengalami pergerakan harga yang relatif minimal.
MEI 2016
Tren deflasi bulanan Sulut terhenti pada bulan Mei 2016. Pada bulan ini, Sulut tercatat mengalami inflasi sebesar 0,14% (mtm). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada kelompok volatile food dan administered prices, di tengah relatif stabilnya tekanan inflasi inti. Peningkatan harga hampir terjadi pada seluruh kelompok, terkecuali kelompok sandang dan perumahan yang menjadi penahan terjadinya inflasi yang lebih dalam. Deflasi pada kelompok
31
perumahan dipengaruhi oleh kembali terkoreksinya tarif listrik serta masih
Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Manado Mei 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
rendahnya harga bahan bangunan seperti semen dan seng. Di sisi lain, kelompok sandang juga tercatat mengalami deflasi terbatas secara bulanan akibat turunnya harga
emas
perhiasan
mengikuti
perkembangan harga internasional. Faktor pendorong tekanan inflasi pada Mei, muncul dari komoditas cabai rawit,
Sumber : BPS, diolah
angkutan udara, cakalang/sisik, gula pasir dan tomat sayur. Naiknya harga cabai rawit dan tomat sayur dipengaruhi oleh kondisi cuaca serta periode pasca panen yang menyebabkan stok relatif berkurang sehingga menyebabkan peningkatan harga meski pada level yang terbatas. Sementara itu, kelangkaan yang masih terjadi untuk komoditas gula pasir juga menyebabkan harga terus bergerak naik dari bulan sebelumnya. Libur panjang pada periode awal Mei juga turut memberi pengaruh kepada laju inflasi. Kondisi tersebut mendorong peningkatan demand pada komoditas angkutan udara sehingga harga cenderung bergerak naik.
JUNI 2016
Pada Juni 2016, inflasi Kota Manado meningkat cukup
tinggi dan
tercatat
Grafik 3.6 Inflasi dan Andil Kota Manado Juni 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
sebesar 1,06% (mtm) seiring masuknya bulan Ramadhan. Level inflasi bulanan tersebut
tercatat
sedikit
lebih
tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi tercatat sebesar 1,03% (mtm). Namun demikian, secara umum inflasi Juni 2016 yang dapat dikategorikan tercatat
sebagai
masih
relatif
inflasi lebih
lebaran stabil
Sumber : BPS, diolah
dibandingkan pola historisnya. Inflasi lebaran Sulut dalam 5 tahun ke belakang secara rata-rata mencatatkan angka inflasi mencapai 1,62% (mtm). Kelompok bahan makanan tercatat sebagai penyumbang utama inflasi Sulut pada Juni. Kondisi tersebut utamanya dipicu oleh lonjakan harga tomat sayur yang sangat signifikan. Berdasarkan hasil liaison dan wawancara dengan para pedagang, kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal
32
yaitu : (1) Kondisi cuaca yang kurang mendukung sejak pertengahan Mei (2) Meningkatnya permintaan dari luar Sulut dan (3) Berkurangnya petani yang menanam tomat akibat rendahnya harga pasaran tomat pada periode Februari hingga Mei. Meski demikian, koreksi harga pada komoditas strategis lainnya seperti cabai rawit dan bawang merah berhasil meminimalisir dampak dari lonjakan harga tomat sayur pada tingkat inflasi Sulut. Kondisi tersebut sekaligus menunjukkan keberhasilan TPID dalam menjagga harga cabai rawit (rica) maupun bawang merah yang menjadi fokus pengendalian harga di tahun 2016. 3.2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, level inflasi tahunan Kota Manado yang lebih rendah pada triwulan II 2016, utamanya dipengaruhi oleh koreksi harga pada kelompok
administered prices seiring penyesuaian harga BBM dan harga angkutan dalam kota pada April 2016. Kondisi tesebut membuat kelompok administered prices mencatatkan andil negatif pada level inflasi tahunan Sulut. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok volatile food maupun kelompok inti tercatat sedikit meningkat seiring perbaikan kondisi perekonomian secara umum. 3.2.1 FAKTOR FUNDAMENTAL Sejalan dengan membaiknya perekonomian Sulut, memasuki pertengahan tahun 2016 tekanan dari sisi permintaan mulai meningkat terutama di penghujung triwulan seiring masuknya bulan Ramadhan. Kondisi tersebut tercermin dari naiknya indeks keyakinan konsumen, peningkatan indeks penjualan rill dan lickert scale penjualan domestik. Tekanan permintaan domestik juga diperkuat oleh naiknya penghasilan masyarakat yang salah satunya dipengaruhi penyaluran gaji ke 13 dan 14 PNS yang jatuh pada triwulan laporan. Di sisi supply, peningkatan permintaan belum mampu sepenuhnya direspons oleh pelaku usaha utamanya pada lapangan usaha pertanian. Kondisi tersebut menyebabkan harga bahan makanan cenderung meningkat pada triwulan laporan.
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Secara umum, tekanan permintaan memaskuki triwulan II 2016 relatif meningkat terutama pada akhir triwulan seiring masuknya bulan puasa. Kondisi tersebut tercermin dari lickert scale penjualan domestik yang merupakan hasi dari liaison Bank Indoensia kepada beberapa perusahaan besar di Sulawesi Utara. Lickert scale penjualan domestik yang menggambarkan realisasi penjualan, tercatat meningkat menjadi 0,29 di triwulan Iaporan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 0. Peningkatan penjualan domestik juga terkonfirmasi dari naiknya pertumbuhan PDRB untuk konsumsi rumah tangga meskipun dalam level terbatas. Naiknya penghasilan masyarakat seiring perbaikan ekonomi di berbagai sektor, dan pembagian gaji ke 13 dan 14 PNS menjadi faktor utama pendorong tekanan permintaan di triwulan laporan. Hal tersebut
33
terkonfirmasi dari naiknya Indeks Keyakinan Konsumen di triwulan II 2016 dari 134,92 di triwulan sebelumnya menjadi 140,83 di triwulan laporan yang dipengaruhi naiknya indeks penghasilan masyarakat saat ini. Di sisi lain, realisasi kegiatan usaha pada triwulan II cenderung menurun. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasi Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia di Sulawesi Utara mencatatkan angka negatif atau mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, didorong oleh melemahnya realisasi kegiatan usaha pada lapangan usaha pertanian. Kondisi tersebut menyebabkan harga bahan makanan cenderung meningkat di triwulan laporan, akibat belum mampunya pelaku usaha dalam merespon peningkatan permintaan. Pada triwulan III, tekanan permintaan diperkirakan tetap meningkat meskipun terbatas dipengaruhi hari raya besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Pengucapan. Namun, prakiraan panen raya tabama pada triwulan III 2016 membuat tekanan tersebut dapat diantisipasi. Inflasi Juli yang sebesar 0,84% (mtm) relatif dipengaruhi oleh faktor seasonal khususnya angkutan udara, sehingga pada bulan berikutnya tekanan inflasi diperkirakan mengalami penurunan. Secara tahunan, inflasi Sulut pada triwulan III 2016 diperkirakan relatif menurun sehingga berada di kisaran 3,1%-3,5% (yoy. Grafik 3.7 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen & Indeks Penjualan Riil
Sumber : Survei Konsumen & Survei Penjualan Eceran, KPwBI Sulut
Grafik 3.8 Perkembangan Realisasi Kegiatan Usaha & Lickert Penjualan Domestik
Sumber : SKDU & Liaison, KPw BI Sulut
Ekspektasi Inflasi Grafik 3.9 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Sumber : Survei Konsumen, KPw BI Sulut
Grafik 3.10 Perkembangan Indeks Ekspektasi PedagangTerhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Sumber : Survei Penjualan Eceran, KPw BI Sulut
34
Berdasarkan hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran di Kota Manado, ekspektasi masyarakat maupun pedagang terhadap tingkat inflasi menunjukkan arah yang menurun di terutapa pada periode triwulan III 2016. Kondisi tersebut relatif sesuai dengan pola historisnya periode tersebut merupakan periode normalisasi harga pasca hari raya sekaligus masa panen raya. Namun demikian, ekspektasi masyarakat maupun pedagang tersebut cenderung meningkat memasuki akhir tahun 2016. 3.2.2 NON FUNDAMENTAL Grafik 3.11 Sumbangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah.
Grafik 3.12 Pergerakan Inflasi Bulanan Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah.
Volatile Food Tekanan inflasi kelompok volatile food tercatat masih berada pada level yang cukup tinggi di triwulan II 2016. Tingkat inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 13,48% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 13,09% (yoy). Angka inflasi triwulan laporan juga tercatat masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi volatile food berada di level 11,01% (yoy). Secara bulanan, inflasi kelompok ini melonjak terutama di akhir triwulan (Juni) seiring masuknya bulan puasa dan lonjakan harga tomat sayur. Masih tingginya level inflasi tahunan kelompok volatile food besar dipengaruhi oleh melonjaknya harga pada periode Oktober dan Desember 2015 yang masih masuk kedalam perhitungan secara tahunan. Kondisi tersebut relatif sejalan dengan yang terjadi pada kelompok bahan makanan. Memasuki triwulan III 2016, tekanan pada kelompok ini diperkirakan masih cukup tinggi utamanya di awal triwulan dipengaruhi perayaan hari raya Idul Fitri dan Pengucapan. Namun, dengan memperhatikan pergerakan harga hingga pertengahan Agustus 2016, normalisasi harga pasca hari raya dan mulai menurunnya harga tomat sayur dan bawang merah membuat tekanan inflasi kelompok ini relatif terbatas, terlebih dengan masuknya masa panen tabama di triwulan III 2016. Di sisi lain, proyeksi stok beras di Sulawesi Utara sampai dengan periode triwulan III masih relatif aman dengan ketahanan rata-rata di atas 4,1 bulan.
35
Grafik 3.13 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Kota Manado
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Prov. Sulut
Grafik 3.14 Perkembangan Stok Beras di Sulawesi Utara
Sumber : Bulog Divre Sulut & Gorontalo
Administered Prices Kelompok Administered Prices tercatat sebagai sumber utama penurunan inflasi Sulut secara tahunan pada triwulan laporan. Pada triwulan II 2016, kelompok ini menccatatkan deflasi 0,92% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 5,23% (yoy). Kondisi ini didorong oleh pengaruh penyesuaian harga BBM bersubsidi oleh pemerintah pada April 2016 yang kemudiaan diikuti oleh penyesuaian harga angkutan dalam kota. Beberapa kali penyesuaian tarif listrik maupun BBM Non Subsidi juga turut memberikan pengaruh terhadap pergerakan inflasi kelompok ini. Memasuki triwulan III 2016, tekanan inflasi pada kelompok ini khususnya secara bulanan diperkirakan melandai dipengaruhi koreksi harga angkutan udara pasca periode high season di Juni-Juli 2016. Faktor risiko terhadap kelompok Administered Prices relatif rendah mengingat pergerakan harga minyak dunia yang masih berada di level bawah.
Core Inflation Secara tahunan, laju inflasi kelompok inti pada pertengahan tahun tercatat sedikit meningkat seiring perbaikan ekonomi yang tengah berlangsung. Kelompok inti tercatat mengalami inflasi sebesar 1.71% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,62% (yoy). Secara umum, pergerakan inflasi inti masih dipengaruhi oleh naiknya kelompok core traded khusunya gula pasir seiring masih terbatasnya stok yang tersedia. Selain itu, peningkatan faktor ketidakpastian pada perekonomian global juga menyebabkan terjadinya kenaikkan harga emas dunia yang memiliki imbas pada naiknya harga emas lokal. Peningkatan tekanan pada kelompok inti juga dipengaruhi oleh tekanan permintaan yang meningkat jelang perayaan hari besar keagamaan di triwulan laporan. Namun demikian, penurunan harga pada kelompok core non traded seperti komoditas tindarung dan beberapa komoditas ikan dan sayuran lainnya berhasil menjadi faktor penahan laju inflasi inti. Memasuki triwulan III 2016, tekanan pada kelompok inti
36
diperkirakan relatif stabil meskipun terdapat beberapa risiko khususnya yang bersifat eksternal seperti pergerakan harga emas. 3.3
UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Berbagai upaya pengendalian inflasi bersama TPID provinsi dan kab/kota pada triwulan laporan difokuskan dalam menghadapi tekanan jelang masuknya bulan Puasa dan hari raya Idul Fitri serta Pengucapan. Sinkronisasi dan sinergi pelaksaanaan operasi pasar maupun sidak pasar menjadi agenda utama pembahasan pengendalian inflasi di triwulan laporan. HLM TPID khususnya di Kota Manado te sebagai salah satu bentuk optimalisasi kegiatan operasi pasar. Penguatan sinergtas antar instansi seperti SKPD, BI, Bulog, PPI, Pertamina sampai Hiswana Migas juga terus dilaksanakan khususnya mengenai pelaksanaan operasi pasar yang lebih efektif. Di sisi lain, sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun, peningkatan produksi cabai rawit melalui Gerakan Rica Rumah (GRR) telah dimulai diawali dengan sosialisasi kepada Ibu Rumah Tangga di daerah Minahasa. Selanjutnya, pada Agustus 2016, Launching Perdana Gerakan Rica Rumah telah dilakukan bersama di Manado bersama TPID Provinsi Sulut dan TPID Kota Manado dengan agenda sosialisasi dari konsultan pertanian dan pembagian ribuan bibit cabai rawit kepada masyarakat. Dilaksanakannya kegiatan tersebut pada periode Juli-Agustus 2016, ditujukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan cabai rawit yang selalu terjadi pada akhir tahun. KPw BI Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan laporan juga telah menyelesaikan pemetaan inflasi di 15 Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Hasil pemetaan tersebut telah dipergunakan sebagai bahan rapat TPID di masing-masing Kab/Kota pada triwulan II 2016, sehingga pembahasan pada rapat dapat lebih fokus untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada masing-masing daerah. Hasil pemetaan tersebut juga akan dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan Road Map TPID Sulut sehingga arah pengendalian inflasi menjadi lebih konkrit dan terarah. Upaya pengendalian inflasi sampai dengan pertengahan tahun 2016 dinilai telah berjalan dengan baik. Hal ini tercermin dari relatif stabilnya harga-harga komoditas strategis seperti beras, daging, cabai rawit maupun bawang merah serta angka inflasi Sulut yang secara year to date sampai dengan Juli 2016 masih tercatat sangat rendah yaitu 0,13 (ytd). Kondisi ini tidak terlepas dari semakin baiknya sinergitas antar instansi dalam upaya pengendalian harga khususnya dalam forum TPID baik di level Provinsi maupun Kab/Kota. Ke depan, TPID juga terus mendorong terwujudnya pembangunan Pasar Provinsi (dikelola oleh BUMD) yang akan memberi dampak signifikan bagi pengendalian harga ke depan. Upaya lain berupa komunikasi ekspektasi akan terus diupayakan oleh seluruh TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
37
BAB IV. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.1. KETAHANAN SEKTOR KORPORASI 4.1.1 Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Peningkatan perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 utamanya bersumber dari membaiknya kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan dan konstruksi sebagai tiga lapangan usaha utama pembentuk ekonomi Sulut. Namun demikian, ditengah perbaikan lapangan usaha tersebut, Industri Pengolahan mencatatkan pertumbuhan negatif. Penurunan kinerja lapangan usaha industri disebabkan baik oleh faktor internal maupun eksternal. Industri pengolahan ikan sebagai salah satu industri pengolahan terbesar di Sulut mencatatkan kinerja membaik setelah dalam beberapa waktu cukup terkontraksi, namun demikian perbaikan tersebut masih cukup jauh dari level normal. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku bisnis di industri pengolahan (liaison), diketahui bahwa nelayan lokal sebagai tumpuan pemasok bahan baku untuk industri perikanan setelah adanya larangan kapal eks asing melaut, hanya dapat memasok bahan baku dengan jumlah yang sangat minim yang kemudian berdampak pada produktivitas industri pengolahan ikan. Sejak pemberlakuan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait penggunaan kapal eks asing dan larangan transhipment pada November 2014, setidaknya 28 unit pengolahan dan pabrik ikan tidak lagi beroprasi yang meningkatkan kerentanan terhadap ketahanan sektor korporasi khususnya industri pengolahan. Permasalahan bahan baku juga terjadi pada industri pengolahan kelapa, dimana produksi bahan baku yang masih tercatat kontraksi akibat dari minimnya peremajaan kelapa serta dampak El Nino tahun 2015 membuat kinerja industri pengolahan kelapa pada periode laporan melambat. Hal tersebut diatas kemudian menambah kerentanan terhadap korporasi lainnya yang terkait seperti korporasi penyedia jasa angkutan. Grafik 4.1.2 Kinerja Ekspor Perikanan Sulawesi Utara
Grafik 4.1.1 Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Pakan Ternak; 5,5%
50
Lainnya; 4,1%
40,0% Nilai Ekspor (Juta Dollar)
Kopi, Teh, Coklat & Rempah; 3,0%
Growth yoy -sb. Kanan
40
20,0%
30
0,0%
20
-20,0%
10
-40,0%
Emas ; 13,1%
Ikan; 10,9% Minyak & Lemak Nabati; 63,4%
0
I
II
III 2014
Sumber: SITC, diolah
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
-60,0%
2016
Sumber: SITC, diolah
38
Di sisi lain, kinerja ekspor juga turut menujukkan perbaikan meski masih tercatat kontraksi. Perbaikan kinerja tersebut terjadi pada ekspor komoditas-komoditas utama Sulawesi Utara kecuali komoditas emas. Minyak (termasuk CPO) dan Lemak Nabati sebagai komoditas yang mendominasi kinerja ekspor Sulawesi Utara tumbuh positif sebesar 6%
meski sempat
terkontraksi pada periode sebelumnya. Ditengah perbaikan tersebut, ekspor emas sebagai komoditas ekspor dengan pangsa terbesar kedua mencatatkan kontraksi yang semakin dalam dari -23,9% (yoy) pada periode sebelumnya, kini terkontraksi sebesar -29,5% (yoy) ditengah permintaan pasar yang cenderung meningkat, tercermin dari harga rata-rata emas pada triwulan II 2016 yang meningkat dari USD 1182 /Oz pada triwulan sebelumnya menjadi USD 1258/Oz pada triwulan laporan sehingga pelemahan tersebut terkonfirmasi bukan karena faktor eksternal. Dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara pada lapangan usaha pertambangan emas, diketahui bahwa menurunnya produksi emas disebabkan oleh faktor internal yakni kadar emas pada beberapa site tambang yang semakin menurun sehingga penurunan kinerja ekspor emas kedepan diindikasi akan terus berlanjut. Hal tersebut dapat menambah risiko lanjutan pada korporasi penyedia peralatan berat abang, serta korporasi penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Grafik 4.1.3 Harga Emas Internasional ($/Oz)
1800
0,1
1600 0,05
1400 1200
0
1000 800
-0,05
600 400
-0,1
200 0
-0,15
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014 Harga Emas
IV
I
II
III
2015
IV
I
II 2016
Perubahan Harga
Sumber: Golds Comdty, diolah
Penurunan kinerja korporasi tambang emas maupun lapangan usaha industri pengolahan disamping memberikan dampak pada korporasi lainnya yang terkait, juga berdampak pada kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang bersangkutan yang selanjutnya juga dapat berdampak pada bertambahnya kerentanan pada sektor rumah tangga. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bitung menyatakan, hingga akhir tahun 2015 setidaknya sebanyak 8.000 karyawan industri pengolahan ikan telah dirumahkan.
39
4.1.2 Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang membaik, hasil liaison
Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara dengan perusahaan pada lapangan usaha utama Sulawesi Utara mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan II 2016 membaik, yang tercermin dari Lickert Scale (LS) penjualan domestik maupun ekspor yang menunjukkan perbaikan, yang pada triwulan I 2016 LS keduanya tercatat kontraksi, pada triwulan laporan telah mencatatkan LS positif baik domestik dan ekspor masing-masing pada angka 0,29 dan 1,25. Grafik 4.1.4 Lickert Scale Kegiatan Usaha
3
2
1
0 Q1 -1
Q2
Q3
Q4
2014
Q1
Q2
Q3
Q4
2015
Q1
Q2 2016
-2
-3
-4
Penjualan Domestik
Penjualan Ekspor
Sumber: Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara
Disisi lain, dari segi prospek kinerja korporasi yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara mencatatkan prospek positif, dimana kegiatan usaha pada triwulan mendatang diprakirakan akan meningkat dengan SBT sebesar 11,37%, peningkatan tersebut disumbangkan oleh prospek peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi sejalan dengan makin gencarnya realisasi proyek pemerintah pada triwulan laporan dan triwulan mendatang serta prospek peningkatan lapangan usaha Perdagangan, Hotel dan restoran sejalan dengan makin maraknya promosi pariwisata Sulawesi Utara, utamanya pasca pembukaan rute internasional, Manado-Tiongkok pada awal Juli 2016.
Kapasitas Utilisasi Utilisasi kapasitas produksi pada triwulan laporan meningkat seiring dengan meningkatnya agregat penjualan domestik disertai perbaikan kinerja ekspor. Hal tersebut tercermin dari LS ratarata kapasitas utilisasi seluruh kontak berada pada level 67% meningkat dari periode sebelumnya yang hanya berada pada level 50,6%. Indikasi penurunan juga terkonfirmasi dari perkembangan likert scale kapasitas utilisasi yang tercatat 0,22 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi pada level -1,37
40
Grafik 4.1.5 SBT Kapasitas Produksi (SKDU) vs LS Kapasitas Utilisasi 120,00
1
100,00
0,5
80,00
0
60,00
-0,5
40,00
-1
20,00 -
-1,5 Q1
Q2
Q3
Q4
2014 SBT Kapasitas Produksi
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*
2015 LS Kapasitas Utilisasi (sb.kanan)
Sumber: Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara
Biaya-biaya Secara umum, komponen biaya pada lapangan usaha di Sulawesi Utara yang diwakili oleh kontak liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara meningkat pada triwulan laporan. Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh kenaikan biaya bahan baku, ditengah minimnya ketersediaan bahan baku baik dari sektor pertanian subsektor perkebunan imbas dari fenomena El Nino. Biaya bahan baku dari sektor perikanan untuk industri pengolahan ikan juga meningkat disebabkan peralihan supplier yang sebelumnya berasal dari Bitung Sulut kini dipasok dari luar Sulut. Kenaikan UMP yang mencatatkan Sulut sebagai UMP tertinggi ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Papua juga masih menjadi faktor naiknya biaya untuk biaya tenaga kerja, 75% kontak menyatakan adanya kenaikan komponen biaya tenaga kerja utamanya untuk industri pengolahan yang sebagian besar tenaga kerjanya merupakan tenaga kerja borongan. Disamping itu kontak yang merupakan eksportir sebagian besar mengeluhkan peningkatan biaya freight dan pengurusan dokumen ekspor. Secara umum struktur biaya masih didominasi oleh biaya bahan baku yang mencapai 51%, dan sisanya terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya energi dan biaya lain-lain (termasuk pengurusan dokumen ekspor)
Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Secara umum, dari hasil SKDU kondisi keuangan korporasi dari sisi likuiditas menunjukkan posisi yang lebih likuid. Pada triwulan II 2016 pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik sebesar 14% menurun jika dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 50%. Namun demikian, jika pada periode sebelumnya masih terdapat 13% korporasi dengan kondisi likuiditas buruk, kini pada periode laporan tidak tercatat adanya korporasi yang kondisi likuiditasnya buruk. Dengan kata lain, kondisi likuiditas korporasi terkonsentrasi di level yang cukup, dari semula
41
buruk membaik kelevel cukup, namun beberapa korporasi yang semula kondisi likuiditasnya baik menurun ke kondisi cukup. Hal ini dapat menjadi salah satu sumber kerentanan korporasi mengingat kondisi perekonomian domestik masih belum sepenuhnya pulih meski sudah tercatat membaik. Kondisi likuiditas pada kondisi yang cukup sangat rentan untuk terkonversi ke kondisi likuiditas buruk jika terdapat shock yang tidak terduga. Grafik 4.1.6 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Utara Buruk 0%
Buruk 13%
Baik 14%
Tw I 2016
Tw II 2016
Baik 50%
Cukup 37%
Cukup 86%
Sumber: SKDU Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara
4.1.3 Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Meski eksposure kredit perbankan pada sektor korporasi hanya sebesar 17,8% dari total kredit di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan mengingat keterkaitan antar sektor yang cukup erat. Keterkaitan tersebut utamanya terhadap sektor rumah tangga, yang menjadi eksposur dominan kredit perbankan Sulawesi Utara yang dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi. Grafik 4.1.8 Pertumbuhan Kredit Korporasi
Grafik 4.1.7 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
200,0%
800,0%
2,98%
700,0% 150,0%
48,80%
48,23%
600,0% 500,0%
100,0%
400,0% 300,0%
50,0%
200,0% 100,0%
0,0% I -50,0%
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
II
III
IV
2014
I
II
III
IV
2015
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
I
II 2016
0,0% -100,0%
Kredit Konsumsi -sb. Kanan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Utara pada triwulan I 2016 mencapai Rp 5,3 Trilliun tumbuh sebesar 22,73% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 41,2% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit korporasi utamanya disalurkan
42
untuk jenis kredit investasi (48,8%) dan modal kerja (48,23%), dan hanya sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi (2,98%). Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi utamanya disebabkan oleh melambatnya kredit investasi yang pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 107,47% (yoy) kini hanya tumbuh sebesar 34,47% (yoy). Disisi lain kredit modal kerja mencatatkan peningkatan pertumbuhan, yakni menjadi sebesar 14,54% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 8,18% (yoy). Namun demikian, ekspansi kredit modal kerja masih belum dapat mengimbangi perlambatan kredit investasi sehingga secara umum kredit korporasi masih melambat.
Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit modal kerja Tw II 2016 mencapai Rp2,5 Triliun bertambah sebesar Rp299 Miliar dibandingkan dengan baki debet pada triwulan sebelumnya. Peningkatan kredit modal kerja korporasi tersebut didorong peningkatan kredit lapangan usaha yang mendominasi penyaluran kredit modal kerja korporasi yaitu lapangan usaha perdagangan (pangsa 56%) tercatat tumbuh stabil menjadi sebesar 30% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya serta lapangan usaha konstruksi (pangsa 18,4%) yang sebelumnya mencatatkan kontraksi kini tumbuh positif sebesar 5,2% (yoy).Disisi lain, lapangan usaha industri pengolahan sebagai lapangan usaha terbesar ketiga penerima pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi (pangsa 10,79%) masih mencatatkan kontraksi yang semakin dalam, menjadi sebesar 30% (yoy) dari sebelumnya terkontraksi sebesar 26,5% (yoy). Lapangan usaha industri pengolahan yang masih didominasi oleh sub lapangan usaha industri pengolahan ikan yang belum pulih sepenuhnya pasca perlambatan kinerja sejak akhir tahun 2014 diindikasi menjadi salah satu faktor penyebab terkontraksinya kredit modal kerja lapangan usaha industri pengolahan.
5,2%
29,9%
28,0%
Grafik 4.1.7 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Tw II '16
-30,0%
Tw I '16
INDUSTRI PENGOLAHAN
-26,5%
KONSTRUKSI
-17,9%
PERDAGANGAN
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit Investasi Korporasi Berbeda dengan kredit modal kerja, lapangan usaha yang mendominasi penyaluran kredit investasi di Sulawesi Utara adalah lapangan usaha pertambangan (pangsa 51,1%), diikuti
43
penyaluran ke lapangan usaha konstruksi (pangsa 12,89%) dan lapangan usaha real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan (9,92%). Perlambatan pertumbuhan yang cukup dalam pada kredit investasi korporasi utamanya disebabkan oleh base effect kredit pertambangan yang mulai disalurkan pada triwulan II 2015 lalu untuk pengolahan biji besi dengan nominal yang cukup besar, sehingga pada kurun waktu satu tahun kebelakang kredit investasi korporasi mencatatkan pertumbuhan yang pesat. Pada triwulan I 2016 tercatat tumbuh sebesar 7405% (yoy), pada triwulan II 2016 hanya tumbuh sebesar 85% (yoy). 4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Rumah tangga dalam sistem keuangan memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan sebagai penerima pendanaan dari institusi keuangan. Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan kondisi pembiayaan/kredit rumah tangga. Grafik 4.2.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara 51,00%
7,50
50,00%
7,00
49,00%
6,50
48,00%
6,00
47,00% 5,50
46,00%
5,00
45,00%
4,50
44,00% 43,00%
4,00
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014 Pangsa
II
III
2015
IV
I
II
2016
gKonsumsi RT
Sumber: BPS Sulawesi Utara, diolah
Pada triwulan II 2016, kondisi perekonomian Sulawesi Utara yang mengalami perbaikan salah satunya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 6,93% (yoy) meningkat dari 6,82% (yoy) pada periode sebelumnya. Namun demikian, pada periode tersebut pangsa konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara mengalami penurunan kini hanya sebesar 48,1% dari sebelumnya mendominasi dengan pangsa sebesar 50,3%. Penurunan share tersebut merupakan base effect dari faktor seasonal setiap triwulan I dimana pangsa konsumsi RT selalalu tinggi pasca perayaan Natal dan Tahun Baru, dan kemudian kembali menurun pada periode setelahnya.
44
Grafik 4.2.2 Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara
200
180
140
120
OPTIMIS
160
80
60
PESIMIS
100
Juni Mei April Maret Feb Jan Des Nov Okt Sep Agt Juli Juni Mei Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul Jun May Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul June May Apr Mar Feb Jan
2013
2014
Indeks Keyakinan Konsumen
2015
Kondisi Ekonomi Saat Ini
2016
Ekspektasi Konsumen
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut, diolah
Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan semakin optimisnya rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan II 2016 yang mencapai 134,1. Rencana pemerintah mengesahkan kebijakan pengampunan pajak/tax Amnesty pada awal triwulan III 2016 meningkatkan optimisme rumah tangga akan kondisi ekonomi yang akan semakin membaik kedepannya, sehingga Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dapat mencapai level 141,3 meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 119,7. Grafik 4.2.3 Persepsi Rumah Tangga Sulut terhadap Ekonomi saat ini
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Penghasilan Saat Ini
April
Mei
Pembelian Barang Tahan Ketersediaan Lap. Kerja Lama
Juni
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut, diolah
Grafik 4.2.4 Persepsi Rumah Tangga Sulut terhadap Ekonomi 6 bulan mendatang
Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi Penghasilan
Apr
Mei
Ekspektasi Ekonomi
Jun
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut, diolah
Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 masih memiliki optimisme yang tinggi baik terhadap kondisi penghasilan, pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja, hal ini tercermin dari periode April
Juni 2016 secara umum indeks pembentuk IKE, menujukkan
tren peningkatan. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Peningkatan tersebut diikuti oleh peningkatan Indeks Penghasilan Saat Ini, seiring dengan membaiknya lapangan usaha pertanian sebagai lapangan usaha penyerap tenaga kerja terbesar masyarakat Sulawesi
45
Uara. Lapangan usaha pertanian tercatat tumbuh sebesar 2,11% (yoy) pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya hanya mampu tumbuh sebesar 1,39% (yoy). Grafik 4.2.4 Ekspektasi Perubahan Harga Rumah Tangga 3 & 6 bulan Mendatang
210,00 200,00
5
4
190,00
3
180,00
2 170,00
1 160,00
0
150,00
-1
140,00
Ekspektasi harga 3 bulan y.a.d.
Ekspektasi harga 6 bulan y.a.d.
Inflasi Bulanan (mtm) -2
130,00
Jan
Mar
May
Jul
Sep
Nov
Jan
Mar
2014
Mei
Juli
Sep
Nov
2015
Jan
Mar
Mei
2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut, diolah
Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berlangsung di masa yang akan datang. Hal ini tercermin dari ekspektasi rumah tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang yang terus mengalami peningkatan, dimana Indeks Ekspektasi Konsumen akan kondisi ekonomi mendatang mencapai 141,3. Ke depan, sektor RT masih memperkirakan adanya risiko yang berasal dari kenaikan harga yang
terindikasi dari peningkatan Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 bulan
mendatang. Pada triwulan III 2016, rumah tangga akan dihadapkan pada perayaan hari raya Idul Fitri dan Pengucapan, dimana secara historis tekanan harga bahan pangan dan makanan pada bulan tersebut relatif tinggi jika pemerintah tidak melakukan intervensi. Tekanan kenaikan harga pada 6 bulan mendatang (Desember 2016) juga diperkirakan meningkat sebagai dampak siklus tahunan yaitu tingginya permintaan menjelang hari Natal dan Tahun Baru. 200
Grafik 4.2.5 Ekspektasi Perubahan Harga 3 bulan Mendatang Berdasarkan Kooditi
160
120
80
40
0
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan & Bahan Bakar
Apr
Sandang
Mei
Kesehatan
Transpotasi & Komunikasi
Juni
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut, diolah
4.2.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Pada triwulan II 2016 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseorangan tercatat mengalami peningkatan, yaitu sebesar 11,08 (yoy), tumbuh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 5,91% (yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah tangga tercatat masih mendominasi DPK yang berada di perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa yang mencapai 75,6% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan tersebut
46
mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 71,3%, demikian pula jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2015 yang pangsanya hanya sebesar 68%. Grafik 4.2.7 Komposisi DPK Sulawesi Utara
Grafik 4.2.6 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara
100%
100,0% 80%
80,0%
60%
60,0%
40%
40,0%
20%
20,0%
0%
0,0%
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
Tw I 2016
II
Tw II 2016
Tw I 2016
Tabungan
2016
Tw II 2016
Tw II 2016
Giro
Bukan Perseorangan
Perseorangan
Tw I 2016
Deposito Perseorangan
Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga dalam melakukan penempatan dana masih didominasi pada fasilitas tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar 93,3% dan 82% pada triwulan II 2016. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan meningkat hampir dua kali lipat dibanding triwulan sebelumnya dari 8,83% (yoy) menjadi 16,99% (yoy) dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 yang hanya sebesar 3,05% (yoy). Sementara deposito tercatat tumbuh positif sebesar 4,48% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar -0,11% (yoy). Grafik 4.2.8 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
I -10,00%
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
g.Tabungan
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
g.Deposito
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.2.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan II 2016 mencapai Rp18,17 triliun, tumbuh 10,27% (yoy) atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,69% (yoy). Sementara itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total kredit yang disalurkan masih mendominasi, yaitu sebesar 59,2% meski menurun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 60,01%. Penerimaan tambahan pendapatan, peningkatan lapangan
47
usaha primer, serta meningkatnya Upah Minimum Provinsi Sulut menjadi faktor-faktor yang mendorong meningkatnya daya beli masyarakat. Grafik 4.2.9 Komposisi Kredit Konsumsi
KPR 21,98%
KKB 1,25%
Perlengkapan 0,68% Multiguna 76,09%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh Multiguna (76,09%), diikuti KPR (21,98%), KKB (1,25%) dan Perlengkapan (0,68%). Pertumbuhan terjadi hampir di seluruh jenis penggunaan kredit, kecuali kredit multiguna yang tercatat tumbuh sedikit melambat. Kredit perlengkapan mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 226,86% (yoy). KKB juga tercatat tumbuh sebesar 5,90% (yoy), yang sebelumnya hanya tumbuh sebesar 3,99% (yoy), hal ini juga terkonfirmas melalui data peningkatan jumlah kendaraan bermotor Sulut (pada Bab I). KPR tumbuh stabil sebesar 9,06% (yoy) dari 9,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Ditengah pertumbuhan tersebut, kredit multiguna tumbuh sedikit melambat menjadi 10,05% (yoy) dari sebelumnya dapat tumbuh 10,80% (yoy). Grafik 4.2.10 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan 200%
Total Kredit RT
KPR
KKB
Multiguna
Perlengkapan (sb.kanan)
1800% 1600%
150%
1400% 1200%
100%
1000% 800%
50%
600% 400%
0%
200% I
-50%
II III IV 2011
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV
I
2014
II III IV
I
II
2015
2016
0%
-200%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah tangga pada triwulan laporan menunjukkan penurunan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari peningkatan rasio NPL dari 2,57% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,72% pada triwulan laporan. Penurunan kualitas kredit terjadi pada seluruh jenis kredit KPR dan Multiguna sebagai dua komponen kredit konsumsi terbesar. Tekanan tersebut masih relatif minimal, dimana NPL
48
konsumsi secara agregat masih dibawah threshold 5%. Meskipun NPL RT masih jauh di bawah threshold namun tetap perlu dicermati mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik
yang
dapat
memengaruhi kemampuan
membayar
sektor RT
atas
semua
kewajibannya, terutama pada perbankan 4.3 ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) 4.3.1 Jaringan Kantor dan Aset Pada triwulan II 2016, terdapat pembukaan 1 (satu) kantor bank umum konvensional yang beroprasi di wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank umum menjadi 47 dengan 286 jaringan kantor sedangkan BPR masih sama dengan periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan 55 jaringan kantor. Total Aset perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II 2016 tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski secara nominal asset mengalami peningkatan, namun laju pertumbuhan asset perbankan hanya tumbuh sebesar 6,55% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,62% (yoy). Perlambatan pertumbuhan aset terjadi pada kelompok Bank Persero menjadi sebesar 15% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 19,18%, kelompok bank swasta nasional yang juga melambat menjadi 5,59% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 6,32% (yoy) serta terkontraksi semakin dalamnya Bank Asing & Campuran. Disisi lain, pertumbuhan aset Bank Perintah Daerah tercatat meningkat menjadi sebesar 9,63% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh sebesar 3,63% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan aset Bank Pemerintah Daerah tersebut belum mampu menopang pertumbuhan aset perbankan Sulut secara keseluruhan ditengah perlambatan aset kelompok bank lainnya. Grafik 4.3.1 Pertumbuhan Aset Perbankan
Total Aset
Bank Persero
Bank Campuran
Bank Pemerintah daerah
Bank Swasta Nasional
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
49
4.3.2 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) DPK tumbuh melambat sebesar 3,62% (yoy) dimana pada bulan sebelumnya mampu tumbuh sebesar 5,94% (yoy). Perlambatan DPK utamanya disebabkan oleh terkontraksinya pertumbuhan komponen Giro, yang sebelumnya tumbuh 17,98% (yoy) pada triwulan laporan tercatat tumbuh -5,66% (yoy). Pertumbuhan negatif tersebut secara umum disebabkan oleh dua hal yaitu Percepatan penyerapan anggaran pemerintah untuk menghindari saldo mengendap melalui realisasi proyek pemerintah yang digenjot pada akhir triwulan II; dan Perayaan hari raya Idul Fitri ditahun ini yang jatuh pada awal bulan Juli, sehingga penarikan rekening Giro dilakukan untuk pembayaran tunjangan hari raya (THR) pegawai dilakukan pada akhir triwulan II, yaitu bulan Juni. Hal ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan DPK Pemerintah Daerah yang mengalami pertumbuhan negatif hingga -20,92% (yoy). Perlambatan DPK juga turut disebabkan oleh melambatnya komponen Deposito yang salah satunya disebabkan oleh penyesuan suku bunga deposito perbankan dampak dari penurunan BI Rate yang terjadi sejak awal tahun 2016.Disisi lain, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana komponen Tabungan mengalami perlambatan menjelang hari raya Idul Fitri, pada periode ini Tabungan merupakan satu-satunya komponen DPK yang tercatat tumbuh positif menjadi 19,09%(yoy) dibandingkan bulan sebelumnya hanya tumbuh 11,93% (yoy). Dimulainya musim panen cengkeh dan tanaman perkebunan lainnya di awal bulan Juni mendrong masyarakat menyimpan kelebihan dananya dalam bentuk tabungan, disisi lain transfer dana THR pada rekening pegawai juga mendorong meningkatnya tabungan. Berdasarkan bentuknya, DPK masih didominasi oleh tabungan dengan pangsa 47%, diikuti oleh deposito dan giro yang masingmasing 33% dan 18%. Grafik 4.3.2 PerkembangaN indikator Utama Bank Umum 30%
160%
YoY
LDR-sb.kanan
Aset
DPK
Kredit
BI-Rate 140%
25%
120% 20%
100%
15%
80% 60%
10%
40% 5%
20%
0%
0% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
50
KREDIT Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan tercatat tumbuh sebesar menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,25% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 59,18% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara. Sementara itu, kredit produktif yakni modal kerja dan investasi sebesar 26,56% dan 14,26%. Berdasarkan penggunaannya, perlambatan kredit secara keseluruhan disebabkan oleh melambatnya kredit investasi dan konsumsi relatif yang pada periode ini hanya tumbuh masingmasing sebesar 15% (yoy) dan 10,32% (yoy) yang sebelumnya mampu tumbuh masing-maisng 37,12% (yoy) dan 10,67% (yoy). Disisi lain kredit modal kerja tercatat mengalami peningkatan menjadi sebesar 6,34% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh 5,41% (yoy) namun demikian peningkatan tersebut belum mampu menahan perlambatan pertumbuhan kredit yang terjadi pada dua jening penggunaan lainnya. Berdasarkan lapangan usaha, adapun usaha pengadaan listrik, gas dan produksi es mengalami peningkatan pertumbuhan kredit tertinggi. Lapangan usaha tersebut tumbuh 388,54% (yoy), yang penyaluran kreditnya dialokasikan untuk salah satu proyek di Kota Bitung.
Loan to Deposit Ratio (LDR) & Non Performing Loan (NPL) Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator LDR menunjukkan sedikit penurunan pada bulan Triwulan II 2016 menjadi 140,50% dari 137,57% pada triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan DPK di tengah stabilnya pertumbuhan kredit. Di sisi kualitas kredit yang tercermin dari indikator rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,72% dari sebelumnya 3,62% yang mencerminkan menurunnya kualitas kredit pada periode laporan. Meski rasio tersebut masih dibawah threshold 5%, namun peningkatan rasio NPL perlu terus menjadi perhatian. 4.4 AKSES KEUANGAN 4.4.1 Perkembangan Pembiayaan UMKM Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit usaha yang mendominasi dari total unit usaha yang ada serta sebagai sektor yang juga turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, sebagai salah satu aktor yang cukup penting dalam perekonomian domestik maupun nasional, UMKM sering kali masih terkendala dalam memperoleh pembiayaan.
51
Grafik 4.4.1 Perkembangan Kinerja Kredit UMKM 50%
Growth UMKM (yoy)
Porsi UMKM
NPL UMKM (sb.kanan)
7% 6%
40%
5%
30%
4% 20% 3% 10%
2%
0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II -10%
2011
2012
2013
2014
2015
2016
1% 0%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan II 2016, laju pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat mengalami peningkatan, dari yang semula tumbuh sebesar 2,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 2,93% (yoy) pasa triwulan laporan. Peningkatan penyaluran kredit UMKM dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit untuk lapangan usaha perdagangan dengan pangsa kredit terbesar (65,4%) yang semula tercatat tumbuh 4,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya, kini dapat tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Namun demikian, perlambatan penyaluran kredit tercatat pada beberapa lapangan usaha lainnya diantaranya lapangan usaha penyedia jasa akomodasi hanya tumbuh 11,9% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya dapat tumbuh 18,4% (yoy), dan lapangan usaha industri pengolahan yang pada periode laporan terkontraksi -1% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 1,5% (yoy). Meski demikian, share lapangan usaha perdagangan yang mendominasi penyaluran pembiayaan kepada UMKM dapat menopang pertumbuhan kredit UMKM, meski beberapa sektor lainnya mengalami perlambatan. Peningkatan kredit UMKM turut disertai dengan membaiknya ketahanan kategori UMKM, yang tercermin dari perbaikan kualitas kredit. Hal tersebut tercermin dari rasio NPL kredit UMKM yang membaik menjadi 6,07%, dibanding periode sebelumnya yang mencapai 6,47%. Perbaikan tersebut disebabkan oleh turunnya rasio NPL lapangan usaha dengan pangsa terbesar penerima kredit UMKM yaitu perdagangan, akomodasi dan transportasi, industri pengolahan dan pertanian.
52
Grafik 4.4.2 Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit
Grafik 4.3.3 Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit
6,27%
UMKM 25,49% Rp 7,8 triliun
Kab/Kota Lainnya
10,16%
6,50% 7,54%
5,25%
Minahasa Kep. Sangihe Manado
Non UMKM 74,51% Rp 22,8 Triliun
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kotamobagu 64,28%
Bitung
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Meski tidak signifikan, pangsa kredit UMKM di periode laporan tercatat mengalami penurunan, yakni sebesar 25,49%, jika dibandingkan pangsa pada periode sebelumnya sebesar 25,69%. Pangsa tersebut. Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar berada di Kota Manado sebesar 64,28%, diikuti Kab. Minahasa sebesar 7,54% dan Kota Kotamobagu sebesar 6,5%. Meski demikian, dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah, Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah mendekati threshold yaitu sebesar 4,35% pada triwulan laporan meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,28%. DIsamping itu, Kab. Minahasa tenggara mencatatkan NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit bermasalah kab. Minahasa Tenggara tercatat mencapai 29,66% pada periode laporan yang perlu menjadi perhatian bersama. 4.4.2 Akses keuangan Penduduk Indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sama halnya dari sisi kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara masih menujukkan tren peningkatan, dimana pada data terakhir yaitu periode Februari 2016 rasio tersebut tercatat sesar 93,42%. Rasio yang belum mencapai 100% menunjukkan belum seluruh angkatan kerja Sulawesi Utara memiliki rekening simpanan di Bank.
53
Grafik 4.3.5 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Grafik 4.3.4 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 91,19%
84,25%
Feb
4.
89,01%
83,20%
Agt
2013
Feb
Agt
88,01%
85,37%
Feb
2014
Agt
2015
93,42%
14,89%
Feb
2016
Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Feb
2013
15,30%
15,37%
Agt
Feb
15,56%
15,69%
Agt
Feb
2014
15,68%
Agt
16,04%
Feb
2015
2016
Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara menunjukkan sedikit peningkatan menjadi 16,04% di bulan Februari 2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan belum membutuhkan maupun secara administratif dan non-administratif belum dapat melengkapi persyaratan yang ada untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut juga menunjukkan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa mendatang. 4.4.3 Upaya Peningkatan Akses Keuangan Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam beberapa kurun waktu terakhir Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah sebagai berikut : Kerjasama bersama lembaga keagamaan di Sulut dalam rangka perluasan Akses Keuangan yakni Keuskupan, Sinode GMIM, Muhammadiyah, Nahadatul Ulama, GMIMB dan Gereja Pentakosta dan Bethel serta Persatuan Pedagang Muslim (Parmusi).Kerjasama ini dilakukan dalam sistem sharing risk antara lembaga keagamaan yang merekomendasikan jemaatnya dengan lembaga pembiayaan. Penyediaan informasi berupa Kajian Identifikasi Potensi implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Utara yang dilakukan di 3 Kabupaten Kepulauan yakni Kab. Kep. Sitaro, Kab. Kep. Sangihe dan Kab. Kep. Talaud.
Penyelenggaraan edukasi keuangan yang dilakukan secara berkelanjutan setiap triwulan. Pada triwulan II 2016, edukasi keuangan telah sebanyak 2 (dua) kali pada bulan Juni 2016 yang diadakan di Kota Manado, dengan target peserta kasir perbankan, spbu dan supermarket serta masyarakat umum dan pelaku usaha.
54
BAB V. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar dalam jumlah dan nominal pecahan yang cukup. Dalam rangka penerapan clean money policy di daerah KPw Bank Indonesia Prov Sulut melakukan kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran untuk selanjutnya disortir dan diganti dengan uang layak edar (ULE). Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Selanjutnya, pada triwulan laporan, pemusnahan uang layak edar melambat seiring dengan menurunnya inflow (grafik 5.1). Tercatat Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) pada triwulan laporan sebesar Rp0.66 triliun. Meski PTTB secara jumlah melambat, rasio PTTB terhadap inflow meningkat signifikan sebesar 64% setelah pada triwulan sebelumnya mencatat perlambatan. Inflow
Rp Triliun 4
PTTB
%
Rasio PTTB terhadap Inflow (%) - sk kanan
70
60 3
50 40
2 30 20
1
10 0
0 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
2016
Sumber : KPwBI Prov. Sulut Grafik 5.1 Perkembangan penarikan dan PTTB (Pemberian Tanda Tidak Berharga)
55
Dalam penerapannya, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara terus berupaya melakukan berbagai hal untuk menjaga ketersediaan uang layak edar di masyarakat. Beberapa hal yang telah dilakukan diluar daripada setoran dan bayaran di loket BI yaitu kegiatan kas keliling yang bertujuan untuk meningkatkan soil level uang yang beredar di masyarakat. Kas keliling dilakukan di daerah pusat aktivitas perekonomian masyarakat hingga daerah yang cukup terpencil. Tercatat selama periode triwulan II 2016, KPw Bank Indonesia Prov Sulut telah melakukan kegiatan penukaran dan kas keliling total sebanyak 38 kali. Pada bulan April, dilakukan kas keliling sebanyak 13 kali yang bertempat di Kantor BI Lama, Pasar (Tomohon, Tuminting, Karombasan), Kab Minahasa Tenggara, Bitung, dan Kep. Talaud dengan total realisasi sebesar Rp5.21 miliar. Selanjutnya di bulan Mei dilakukan 14 kali kas keliling yang bertempat di Kantor BI Lama, Pasar (Tuminting, Karombasan, Paal 2, Paniki), Amurang, dan Boltim. 5.1.2 Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran keluar masuk uang kartal dari masyarakat ke kas Bank Indonesia masih mengikuti pola historisnya. Pada triwulan II 2016 aliran keluar masuk uang kartal menunjukkan net-outflow setelah pada triwulan sebelumnya mencatat net-inflow. Hal tersebut disebabkan oleh outflow yang meningkat signifikan pada triwulan laporan. Meningkatnya outflow atau arus keluar kas ke Bank Indonesia merupakan imbas dari tingginya inflow pada triwulan sebelumnya. Tercatat total outflow pada triwulan laporan sebesar Rp2.46 triliun, meningkat sebesar 248% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sedangkan total inflow tercatat sebesar Rp1.02 triliun, melambat sebesar 59% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan, net-outflow menunjukkan peningkatan. Tercatat posisi net-outflow pada triwulan II tahun 2015 sebesar Rp0.31 triliun, meningkat sebesar 358.70% (yoy) menjadi Rp1.44 triliun. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan pada outflow (77.21% (yoy)) jauh lebih tinggi dari inflow yang tercatat melambat sebesar 4.83% (yoy).
56
Inflow
Outflow
Netflow
3,00 2,00
1,79
1,63
1,55
1,36
1,00 (0,43)
(1,00)
(0,17) (0,16)
(0,22)
(1,55)
(2,00)
(0,31)
(0,56)
(1,57)
-1,44
(1,67)
(3,00) (4,00)
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014
III 2015
IV
I
II 2016
Grafik 5.2 Posisi net inflow dan net outflow
5.1.3 Perkembangan Uang Palsu Setelah terjadi peningkatan jumlah peredaran uang palsu pada triwulan I 2016, akhirnya pada triwulan II 2016, peredaran uang palsu mulai mereda di wilayah Sulut-Gorontalo. Tercatat pada triwulan laporan total uang palsu yang ditemukan sebanyak 18 lembar uang palsu. Temuan tersebut menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 205 lembar. Hal tersebut sejalan dengan upaya yang telah dilakukan Bank Indonesia untuk menekan peredaran uang palsu di daerah melalui kegiatan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CCKUR). Sepanjang triwulan laporan, telah dilakukan 15 kali sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat seperti siswa SMA, mahasiswa, kasir perbankan dan ritel, pelaku usaha, Pemda, dan masyarakat umum. Berdasarkan jenis pecahannya, mayoritas temuan uang palsu adalah jenis pecahan besar. Tercatat untuk triwulan laporan, pecahan Rp100.000,- sebanyak 9 lembar dan pecahan Rp50.000,- sebanyak 9 lembar. Temuan uang palsu tersebut antara lain berasal dari setoran bank, setoran masyarakat ke bank melalui loket penukaran, kas titipan Bank Indonesia, kas keliling serta temuan yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Sepanjang triwulan II 2016, mayoritas temuan uang palsu berasal dari Kota Manado (61%), Kotamobagu (28%), dan Minahasa (11%).
57
WILAYAH
SULUT-GTO
PECAHAN
TAHUN EMISI
100.000 100.000 100.000 50.000 50.000 20.000 20.000 10.000 10.000 5.000 5.000
2014 2004 1999 2005 1999 2004 1998 2005 1998 2001 1992
2016 APR
MEI 8 1 -
JUNI 4 -
1 4 -
Tabel 5.1 Temuan Uang Palsu di Sulut-Gorontalo TW II 2016
Manado
Minahasa
Kotamobagu
28%
11%
61%
Tabel 5.3 Temuan Uang Palsu di Sulut-Gorontalo berdasarkan lokasi (triwulan II 2016)
5.2
Perkembangan Sistem Pembayaran Non-Tunai
Perkembangan perekonomian yang semakin pesat menuntut ketersediaan layanan pembayaran yang tepat, handal, dan aman yang mendukung aktivitas perekonomian dari masyarakat. Sistem pembayaran non-tunai menjadi alternatif utama bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien dan aman. Sistem pembayaran non-tunai yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov Sulawesi Utara adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) untuk transaksi retail value dan Real Time
Gross Settlement (RTGS) untuk transaksi yang bersifat high value. SKNBI memfasilitasi transaksi pembayaran non-tunai masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga yaitu cek, bilyet giro, nota debet, dan warkat debit lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.
58
5.2.1 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Perkembangan sistem pembayaran non-tunai masih mengikuti pola yang sama dengan historisnya. Pada triwulan II 2016 transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen SKNBI menunjukkan perlambatan dari triwulan sebelumnya baik dari sisi nominal transaksi maupun volume transaksi. Pada triwulan laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI secara nominal tercatat sebesar Rp2.60 triliun atau melambat sebesar 12.25% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan, volume transaksi tercatat sebanyak 100.895 Data Keuangan Elektronik (DKE) atau melambat sebesar 1.76% (qtq). Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp40.77 miliar per hari atau melambat sebesar 16.14% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp48.62 miliar per hari. Sejalan dengan melambatnya nilai rata-rata transaksi harian, rata-rata volume transaksi harian juga terpantau melambat. Tercatat rata-rata volume transaksi harian sebanyak 1.576 DKE per hari, melambat sebesar 6.09% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang tercatata sebesar 1.679 DKE per hari. Secara tahunan volume DKE yang ditransaksikan melalui SKNBI pada triwulan laporan menunjukkan perlambatan sebesar 7.34% (yoy) dari tahun sebelumnya yang mencatatat volume DKE sebanyak 108.887 (yoy). Sejalan, nilai transaksi DKE menunjukkan perlambatan sebesar 6.18% (yoy) dari tahun sebelumnya yang mencatat total nilai transaksi sebesar Rp2.78 triliun. Sementara itu, persentase jumlah penolakan cek dan BG pada triwulan laporan mengalami perlambatan seiring dengan menurunnya nilai dan volume transaksi kliring DKE. Tercatat persentase nilai tolakan kliring pada triwulan laporan sebesar 2.87%, menurun dari triwulan sebelumnya yang yang tercatat sebesar 3.08%. Sejalan, jumlah volume tolakan mencatat penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3.15% menjadi 2.47%.
59
Nilai 3,0
Ribu Lembar
Volume (Sk Kanan)
140
Rp Triliun
Persentase Nilai Tolakan 4
Persentase Volume Tolakan
%
120
2,5
100
2,0
3
80
2
1,5 60 1,0
40
0,5
1
20
0,0
0 I
II
III
IV
I
2013
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
Sumber : KPw BI Prov. Sulut
Grafik 5.4 Perkembangan Kliring SulutGo
0 I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II 2016
Sumber : KPw BI Prov. Sulut
Grafik 5.5 Pergerakan prosentase tolakan
Disamping itu, dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang aman, lancar, efisien, Bank Indonesia menyelenggarakan jasa sistem pembayaran yang bersifat ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang telah disempurnakan dengan implementasi SKNBI Generasi II pada Juni 2015. Dalam SKNBI Generasi II tersebut, seluruh proses dilaksanakan secara terpusat/sentralisasi kecuali kegiatan Pertukaran Warkat Debit (PWD) dilakukan secara desentralisasi di wilayah kliring. Di wilayah kerja KPw Bank Indonesia Prov Sulut, terdapat 5 Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD) yaitu 1 KPWD yang diselenggarakan Bank Indonesia yang bertempat di Manado, 4 KPWD selain Bank Indonesia yang bertempat di Bitung, Kotamobagu, Tahuna dan Gorontalo. Selanjutnya, dalam rangka menjaga kelancaran dan mengetahui potensi risiko dalam penyelenggaraan pertukaran warkat debit, serta memastikan kepatuhan KPWD terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal, Bank Indonesia melakukan pemantauan kepatuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemantauan kepatuhan KPWD selain BI secara tidak langsung dilakukan setiap bulan melalui analisis laporan berkala yang disampaikan KPWD selain BI kepada KPw BI Prov Sulut. Sedangkan untuk pemantauan langsung, diadakan on site visit kepada KPWD selain BI untuk melakukan klarifikasi atau konfirmasi. Sepanjang triwulan II 2016, telah dilakukan 1 kali pemantauan langsung kepada KPWD selain BI di Tahuna.
60
Di lain sisi, untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di daerah, KPw Bank Indonesia Prov Sulut telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong penggunaan non tunai oleh masyarakat dan Pemda. Beberapa hal yang telah dilakukan terkait peningkatan penggunaan non tunai adalah dengan melakukan sosialisasi program elektronifikasi dan keuangan inklusif serta edukasi keuangan kepada masyarakat. Tercatat pada triwulan II 2016, KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara telah melakukan 2 kali sosialisasi dan edukasi terkait GNNT dan Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif. Pada Juni 2016 dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada kasir perbankan, SPBU, departement store. Selanjutnya pada bulan yang sama dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di Manado. Selanjutnya, untuk meningkatkan jumlah pembayaran elektronik dalam transaksi keuangan Pemerintah di daerah, baik berupa penerimaan dan pembayaran, KPw Bank Indonesia telah melakukan penandatanganan MoU antara KPw Bank Indonesia Prov Sulut dengan Pemda Prov Sulut dan DPRD Prov Sulut bersama-sama mendukung GNNT pada tahun 2015 silam. Sedangkan di triwulan I telah dilakukan sosialisasi kepada Pemda Minahasa, Tomohon, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara mengenai program elektronifikasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda (G2P dan P2G). Sebagai tindak lanjutnya, KPw Bank Indonesia Prov Sulut telah melakukan koordinasi dengan Pemda Minahasa terkait rencana migrasi layanan tunai menjadi tunai melalui aplikasi KASDA online pada Juni 2016.
61
BAB VI. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan seiring dengan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Jumlah tenaga kerja Sulawesi Utara tercatat tumbuh sebesar 0,34% (yoy) diikuti oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang meningkat ke angka 0,47%. Tingkat pengangguran juga menunjukkan penurunan yang cukup besar yaitu 10,06%. Tenaga kerja banyak terserap di sektor perdagangan sebagai dampak dari pembukaan pusat pembelanjaan. Selain itu penyerapan tenaga kerja juga banyak terdapat di sektor konstruksi terutama perumahan. Kedua sektor tersebut menjadi pendorong utama penurunan tingkat pengangguran di Sulawesi Utara. Sementara peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara terindikasi dari berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan di sektor pertanian yang merupakan sektor utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan tercermin dari NTP dan NTUP. Hal tersebut juga tercermin dari perbaikan jumlah masyarakat miskin dan indikator-indikator kesejahteraan lainnya secara umum. 6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan seiring dengan meningkatnya perekonomian di Sulawesi Utara. Data bulan Februari 2016 mencatat angkatan kerja mengalami pertumbuhan tipis sebesar 0,34% menjadi 1,184 juta jiwa dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 (yoy). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,47% (yoy). Meskipun pertumbuhan Angkatan Kerja dan TPAK tidak begitu signifikan tetapi jumlah pengangguran menurun sebesar -9,36% (yoy) menjadi 93 ribu jiwa sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka juga ikut menurun sampai dengan -10,06% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, TPT Sulawesi Utara pada bulan Februari 2016 tercatat berada di atas Nasional yang sebesar 5,5%. Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama
Jumlah Bekerja
2013 Feb
2014 Ags
Feb
2015 Ags
Feb
2016 Ags
Growth (yoy)
Feb
Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa)
1,685
1,698
1,753
1768.2
1,781
1,793
1,779
-0.13%
Angkatan Kerja (ribu jiwa)
1,089
1,015
1,159
1060.8
1,180
1,099
1,184
0.34%
1,011
947
1,075
980.8
1,078
1,000
1,091
1.23% -9.36%
Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%)
78
68
84
80
103
99
93
64.63
59.76
66.14
59.99
66
61.28
66.55
0.47%
7.19
6.67
7.26
7.54
8.69
9.03
7.82
-10.06%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
62
Grafik 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Penurunan jumlah pengangguran tersebut merupakan cerminan optimisme konsumen terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan. Berdasarkan Survei Konsumen (SK) di Provinsi Sulawesi Utara, indeks kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan saat ini berada di atas 100 dengan nilai masing-masing tercatat sebesar 131,8 dan 136,7. Sama halnya kondisi saat ini, kondisi ketenagakerjaan dan penghasilan yang akan datang juga masih dipandang optimis oleh konsumen. Rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja yang akan datang sebesar 144,2. Sementara rata-rata indeks penghasilan yang akan datang sebesar 142,7. Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Optimisme konsumen terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja saat ini pada periode triwulan II 2016 tidak sebaik periode sebelumnya. Penurunan optimisme tersebut terkonfirmasi oleh hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
63
Sulawesi Utara ke sejumlah perusahaan di wilayah kerjanya. Beberapa pelaku usaha memilih untuk memaksimalkan sumber daya manusia yang ada dikarenakan adanya peningkatan biaya tenaga kerja. Hal tersebut tercermin dari likert scale penggunaan tenaga kerja yang terkontraksi sebesar -0.25. Meskipun terdapat penurunan optimisme konsumen dalam hal penghasilan dan lapangan kerja saat ini pada triwulan II 2016, secara umum serapan tenaga kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 menunjukan peningkatkan. Serapan tenaga kerja paling besar berada pada sektor Jasa sebesar 16,12% (yoy) atau bertambah sebanyak 31 orang dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan serapan tenaga kerja terbesar selanjutnya adalah sektor Industri dengan peningkatan sebesar sebesar 11,58% (yoy). Sementara sektor Pertanian adalah satusatunya sektor yang mengalami penurunan serapan tenaga kerja sebesar -14,48% (yoy). Tabel 6.2 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Sektor Pekerjaan (ribu jiwa) Pertanian
2013 Feb
2014 Ags
Feb
2015 Ags
Feb
2016 Ags
Growth (yoy)
Feb
Share
328
333
343
321
372
319
318
-14.48%
68
52
73
71
51
68
57
11.58%
5.23%
Perdagangan
209
191
224
196
249
207
256
2.64%
23.42% 20.22%
Industri
29.12%
Jasa
202
185
209
180
190
189
221
16.12%
Lainnya
229
205
226
212
216
216
240
11.31%
22.01%
Jumlah
1,036
965
1,075
981
1,078
1,000
1,091
1.27%
100.00%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara masih didominasi oleh sektor Pertanian sebesar 29,12% (yoy). Hal ini sejalan dengan struktur perekonomian utama Sulawesi Utara yang memang didominasi oleh sektor Pertanian. Namun El Nino yang melanda Sulawesi Utara sepanjang tahun 2015 menyebabkan penurunan serapan tenaga kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016. Banyak tenaga kerja yang bergelut di sektor Pertanian beralih profesi untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup. Mereka beralih profesi ke sektor Jasa seperti buruh bangunan dan transportasi publik, yang kemudian tercermin pada kenaikan serapan di sektor Jasa yang mencapai 11,31% (yoy).
64
Grafik 6.4 Pangsa Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan status pekerjaannya, dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara, sebanyak 39,15% berprofesi sebagai buruh/karyawan dan 23,68% penduduk berwiraswasta sementara 14,23% merupakan pekerja bebas. Pada Februari 2016 pekerja informal di Sulawesi Utara masih lebih banyak dibanding pekerja formal, dengan komposisi 56,84% berbanding 43,16%. Komposisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun perlu menjadi perhatian bersama karena pekerja sektor informal lebih rentan untuk terkonversi menjadi kelompok pengangguran mengingat kerentanannya terhadap shocks apabila terjadi gejolak ekonomi. Tabel 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Status Pekerjaan (ribu jiwa) Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh Tetap-Buruh Dibayar Buruh/Karyawan
2013 Feb
2014 Ags
Feb
2015 Ags
Feb
2016 Ags
Growth (yoy)
Feb
Share
279
270
280
272
312
245
260
-16.65%
23.68%
115
70
117
83
106
99
120
13.20%
10.95%
52
35
43
34
48
40
41
-13.47%
3.75%
380
369
364
370
383
382
430
16.56%
39.15%
Pekerja Bebas Pertanian
43
74
43
85
67
-21.40%
6.12%
Pekerja Bebas Non Pertanian
59
46
88
39
89
128.35%
8.11%
103
121
131
156
25.50%
14.23%
Pekerja Bebas Pekerja Tak Dibayar Jumlah
132
124
164
117
87
122
79
119
87
90
-23.80%
8.24%
1,036
965
1,075
981
1,078
1,000
1,098
1.88%
100.00%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Membaiknya peluang lapangan kerja di sektor formal menjadi salah satu pendorong meningkatnya jumlah penduduk bekerja terdidik. Pada bulan Februari 2016 tercatat jumlah penduduk bekerja dengan tingkat pendidikan tertinggi Universitas adalah sebanyak 128.05 ribu orang atau meningkat 18,73% (yoy). Penduduk bekerja dengan pendidikan tertinggi SMA
65
sebanyak 247,41 ribu orang meningkat sebesar 10,26% (yoy) dengan pangsa yang besar yaitu 22,67%. Sementara itu penduduk dengan tingkat pendidikan akhir SMK mengalami penurunan menjadi 97,03 ribu orang atau menurun sebesar -18,69%. Tabel 6.4 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2014-2016 (ribu orang)
Tingkat Pendidikan
2014 Feb
2015 Ags
Feb
2016 Ags
Feb
Growth (yoy)
SD ke bawah
407.44
353.25
383.51
347
397.7
3.70%
Sekolah Menengah Pertama
217.75
193.5
218.82
206.48
200.05
-8.58%
Sekolah Menengah Atas
234.07
226.62
224.39
229.29
247.41
10.26%
Sekolah Menengah Kejuruan
100.04
98.64
119.33
90.49
97.03
-18.69%
26.72
23.29
23.77
24.08
21.14
-11.06%
Diploma I/II/III Universitas Jumlah
89.16
85.46
107.85
103.6
128.05
18.73%
1075.18
980.76
1077.67
1000.94
1091.38
1.27%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
6.2 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara pada triwulan laporan yang tercermin dari berbagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat tercatat mengalami perbaikan. Pada Triwulan II 2016 kesejahteraan di sektor pertanian kembali mengalami apresiasi. Hal tersebut terlihat dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang meningkat pada triwulan laporan. NTUP sebagai salah satu indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan petani yang hanya memperhitungkan komponen pengeluaran di usaha petanian tercatat surplus dan cukup menguntungkan (indeks NTUP di atas 100). Dengan dikeluarkannya konsumsi rumah tangga dari komponen indeks harga yang dibayar petani (IB), NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya produksinya. Indeks NTUP pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,28 meningkat 4,52% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
66
Tabel 6.5 Komponen Indeks Dibayar Petani (IB) 2014
Rincian Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Konsumsi Rumah Tangga Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga Transportasi dan Komunikasi BPPBM Bibit Obat-obatan & Pupuk Sewa Lahan, Pajak & Lainnya Transportasi Penambahan Barang Modal Upah Buruh Tani Nilai Tukar Petani (indeks) Nilai Tukar Usaha Pertanian (indeks)
Q1 109.12 110.20 112.06 114.94 107.46 110.30 104.94 104.42 102.47 120.94 105.44 106.70 103.79 104.60 116.39 104.31 104.71 99.02 103.49
Q2 111.16 111.33 113.42 117.14 108.49 111.20 105.28 105.39 102.94 121.13 105.96 106.80 104.30 104.81 116.98 104.89 105.50 99.85 104.91
Q3 111.83 112.07 114.27 118.63 108.80 111.78 105.69 105.68 103.49 121.13 106.47 107.04 104.85 105.23 117.13 105.24 106.26 99.78 105.04
2015 Q4 112.01 115.04 114.55 123.23 110.70 113.59 107.41 106.77 104.36 126.56 108.30 108.31 105.92 105.88 126.73 106.01 107.31 98.83 105.00
Q4 113.67 115.04 117.59 123.23 110.70 113.59 107.41 106.77 104.36 126.56 108.30 108.31 105.92 105.88 126.73 106.01 107.31 98.83 104.97
Q1 114.82 117.15 120.16 126.92 112.31 115.87 109.44 109.49 105.59 126.99 109.14 109.05 106.52 107.01 125.23 106.44 109.29 98.01 105.20
Q2 114.34 117.84 120.85 127.26 113.87 116.32 109.09 110.48 105.48 129.01 109.84 108.79 106.33 107.59 128.81 106.56 110.40 95.68 102.64
Growth (%)
2016 Q3 114.79 120.24 123.91 132.69 116.52 116.93 109.47 112.15 106.19 129.47 110.30 108.81 106.98 107.81 129.64 106.85 110.64 95.47 104.07
Q4 118.44 122.44 126.69 137.85 117.94 118.00 109.99 113.25 106.27 129.89 110.80 109.76 107.30 107.74 130.15 107.18 111.29 96.74 106.90
Q1 119.87 123.16 127.58 139.01 119.38 119.05 111.51 114.61 106.90 128.05 111.13 110.74 108.31 108.14 125.70 107.97 112.20 97.33 107.87
Q2 119.31 123.09 127.50 138.62 120.70 119.31 112.09 115.94 107.17 125.50 111.21 110.42 108.55 108.60 120.83 108.45 113.62 96.92 107.28
yoy
qtq
4.35% 4.46% 5.51% 8.93% 5.99% 2.57% 2.75% 4.95% 1.60% -2.72% 1.25% 1.50% 2.09% 0.94% -6.19% 1.77% 2.92% 1.30% 4.52%
-0.47% -0.06% -0.06% -0.28% 1.10% 0.22% 0.52% 1.17% 0.25% -1.99% 0.08% -0.29% 0.22% 0.43% -3.87% 0.45% 1.27% -0.42% -0.54%
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menggunakan tahun dasar yang baru (2012), rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan I 2016 tercatat sebesar 96,92 meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 95,68. Namun jika dilihat secara triwulanan, pada triwulan laporan NTP tercatat mengalami kontraksi yaitu -0,42% (yoy). Peningkatan NTP secara tahunan didorong oleh peningkatan pendapatan pertanian yang tercermin dari Indeks yang Diterima Petani (IT). IT tercatat tumbuh sebesar 4,35% (yoy). Namun, sama halnya dengan NTP, IT secara triwulanan justru mengalami penurunan sebesar -0,47% (qtq). Penurunan indeks berasal dari subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perikanan Tangkap. Sementara itu, Indeks yang Dibayar Petani (IB) yang merupakan indikator pengeluaran usaha petani mengalami peningkatan secara tahunan yang lebih besar dari IT. IB pada triwulan II 2016 meningkat sebesar 4,46% (yoy) namun secara triwulanan mengalami penurunan yang tidak signifikan sebesar -0,06%. Subsektor yang mengalami penurunan indeks adalah Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan Tangkap.
67
Grafik 6.7 Nilai Tukar Petani Per Sektor
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 6.8 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Dilihat dari subsektornya, petani pada subsektor Tanaman Hortikultura dan Peternakan merupakan yang paling sejahtera, hal ini terlihat dari angka NTP yang berada di atas 100. Indeks NTP Tanaman Hortikultura dan Peternakan masing-masing adalah 102,61 dan 101,94. Meskipun berada di atas 100, indeks NTP Hortikultura sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan penurunan sebesar -0,17% (yoy). Dengan menggunakan ukuran yang sama, petani di subsektor Perkebunan masih berada di bawah batas sejahtera. Namun, NTP pada subsektor Perkebunan terlihat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di mana peningkatan tercatat sebesar 4,43% (yoy). Grafik 6.9 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
68
Data terakhir pada bulan Maret 2016 menunjukkan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara secara umum masih berada di bawah angka nasional. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan jumlah penduduk miskin Sulawesi Utara sampai dengan Maret 2016 mencapai 202,82 ribu jiwa (8,34% dari total penduduk). Namun meski masih berada di bawah nasional, jumlah penduduk miskin Sulawesi Utara pada bulan Maret 2016 mengalami penurunan -6,6% apabila dibandingkan dengan periode bulan September 2015 yang berjumlah 217,15 ribu jiwa (8,98% dari total penduduk). Meskipun jumlah penduduk miskin mengalami perbaikan, garis kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 3,27% dari Rp307.104 per kapita per bulan menjadi Rp317.478 per kapita perbulan. Garis kemiskinan ini adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang. Apabila berada dalam rata-rata garis kemiskinan, individu tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan. Selain itu, pada periode September 2015 hingga Maret 2016, indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan. Nilai indeks P1 menunjukkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks P1 turun sedikit dari 1,54 pada September 2015 menjadi 1,53 pada Maret 2016. Di sisi lain, indeks P2 mengalami kenaikan dari 0,44 pada September 2015 menjadi 0,46 pada Maret 2016. Indeks P2 menunjukkan variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin. Perubahan yang tidak signifikan pada kedua indeks tersebut menunjukkan kedalaman dan keparahan kemiskinan di Sulawesi Utara relatif tetap.
69
Tabel 6.6 Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Wilayah
Tahun
Kota
Desa
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2011 1.11 1.16 September 2011 0.20 1.22 Maret 2012 0.68 1.30 September 2012 1.14 1.21 Maret 2013 0.94 1.38 September 2013 0.96 1.32 Maret 2014 0.74 1.59 Sep-14 0.98 1.53 Maret 2015 0.82 1.78 Sep-15 0.63 2.30 Maret 2016 0.78 2.19 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2011 0.30 0.19 September 2011 0.31 0.25 Maret 2012 0.12 0.33 September 2012 0.33 0.27 Maret 2013 0.21 0.31 September 2013 0.22 0.33 Maret 2014 0.17 0.33 Sep-14 0.24 0.34 Maret 2015 0.18 0.47 Sep-15 0.13 0.71 Maret 2016 0.17 0.71
Total 1.14 1.21 1.02 1.18 1.18 1.16 1.21 1.28 1.34 1.54 1.53 0.24 0.28 0.23 0.30 0.26 0.28 0.26 0.30 0.34 0.44 0.46
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
70
BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.A.
PROSPEK EKONOMI MAKRO
7.A.1. TRIWULAN IV 2016 Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 6,54-6,94% (yoy), yang mana lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I, II dan III 2016. Konsumsi yang lebih kuat pada tahun ini dibandingkan tahun lalu dalam rangka perayaan Hari Raya Keagamaan Natal dan Tahun Baru diindikasikan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan tersebut. Adapun berdasarkan lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sulut utamanya akan ditopang oleh lapangan usaha perdagangan, dan didukung oleh lapangan usaha utama Sulut lainnya yaitu pertanian, konstruksi, industri pengolahan dan transportasi. Sementara berdasarkan penggunaannya, pertumbuhan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring dengan peningkatan kinerja komponen lainnya antara lain konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Sulut pada triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh (5,57% yoy) memiliki base effect naiknya angka pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Di sisi lapangan usaha, perdagangan akan menjadi motor penggerak ekonomi triwulan IV 2015 yang didorong oleh kuatnya daya beli masyarakat pada perayaan Hari Natal dan Tahun Baru. Kebijakan dan kondisi makro cukup mempengaruhi konsumsi pada triwulan IV 2016 seperti tingkat inflasi yang relatif terjaga sampai dengan bulan Agustus 2016 (0,12% ytd), tren penurunan suku bunga seiring dengan penurunan suku bunga acuan BI, serta harga BBM dan angkutan umum yang lebih rendah dibandingkan tahun 2015. Selain usaha perdagangan, usaha utama Sulut lainnya juga turut menopang laju pertumbuhan. Kinerja pertanian akan meningkat didukung oleh kondisi cuaca yang lebih baik dan komitmen Pemerintah dalam pengembangan usaha pertanian, kinerja perikanan akan meningkat seiring dengan implementasi Perdirjen Perikanan Tangkap No.1 Tahun 2016 tentang Satu Kesatuan Penangkapan Ikan, kinerja konstruksi akan meningkat ditopang oleh realisasi belanja modal untuk proyek pembangunan Pemerintah dan investasi swasta yang diperkirakan dilakukan mendekati akhir tahun, kinerja industri pengolahan akan meningkat seiring dengan ketersediaan bahan baku dari usaha primer dan tren perbaikan harga komoditas dunia, khususnya CPO dan CCNO, serta kinerja transportasi yang cenderung bergerak searah dengan kinerja perdagangan. Selain itu, program pemerintah dalam mendorong pariwisata yang sangat terlihat pada peningkatan wisatawan asing akan memberikan dampak positif pada kinerja perekonomian di triwulan IV 2016. Di sisi penggunaan, meningkatnya konsumsi rumah tangga yang ditopang oleh penguatan daya beli pada perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru, menjadi faktor pendorong utama
71
pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Daya beli masyarakat yang kuat didukung oleh 3 hal yaitu perbaikan usaha primer dan tingkat UMP tahun 2016 naik 11,63% (yoy). Di samping itu juga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor diperkirakan meningkat. Konsumsi pemerintah meningkat dalam rangka realisasi anggaran, investasi meningkat yang didorong oleh realisasi belanja modal pemerintah, dan ekspor yang diperkirakan meningkat karena perbaikan harga komoditas dunia khususnya CPO dan CCNO serta peningkatan produksi industri pengolahan. Namun demikian, berbagai risiko yang berkembang saat ini dapat menahan laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Risiko tersebut antara lain yaitu rencana mutasi golongan listrik bersubsidi yang akan menyebabkan sebagian masyarakat di Sulut mengalami kenaikan TDL, kondisi cuaca/La Nina yang menyebabkan gagal panen dan sulit melaut, serta pemotongan anggaran dana transfer pemerintah pusat ke daerah akibat turunnya penerimaan negara dari pajak. 7.A.2. TAHUN 2016 Perekonomian Sulut pada tahun 2016 diprakirakan tumbuh meningkat dibanding tahun 2015. Ekonomi Sulut tahun 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,12
6,52% (yoy),
meningkat dibanding pertumbuhan tahun 2015 yang tercatat sebesar 6,12% (yoy). Pertumbuhan tahun 2016 terutamanya akan ditopang oleh lapangan usaha pertanian yang didorong oleh perbaikan produksi tanaman pangan, perkebunan tahunan dan perikanan. Fenomena El Nino pada tahun 2015 memberikan dampak base effect pada pertumbuhan lapangan usaha pertanian di tahun 2016. Sementara itu, usaha perikanan didukung oleh berakhirnya aturan Moratorium pada Oktober 2015 dan terbitnya Perdirjen Perikanan Tangkap No.1 Tahun 2016 tentang Satu Kesatuan Penangkapan Ikan. Peningkatan lapangan
usaha
pertanian
Grafik 7.A.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
mendorong
peningkatan konsumsi rumah tangga dan peningkatan kinerja lapangan usaha baik sekunder
maupun
tersier.
Peningkatan
perekonomian terindikasi oleh optimisme rumah tangga/konsumen pada 6 bulan yang akan datang sebagaimana hasil Survei Konsumen Bank Indonesia.
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi tahun 2016 tidak setinggi perkiraan. Risiko-risiko tersebut antara lain fenomena La Nina yang cukup kuat yang dapat menyebabkan produksi pertanian gagal panen dan kesulitan
72
bagi penangkapan ikan tangkap. Di sisi pemerintah, risikonya yaitu pemotongan anggaran transfer ke daerah yang menyebabkan belanja pemerintah mengalami penurunan. 7.B.
PRAKIRAAN INFLASI
Secara umum, inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2016 diperkirakan masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional dan menurun dari tahun 2015 yang sebesar 5,56% (yoy). Inflasi Sulut pada tahun 2016 diperkirakan berada dalam rentang 3,55-3,95% (yoy). Terkendalinya inflasi pada 2016 terutama didorong oleh minimnya tekanan pada kelompok administered prices seiring harga minyak dunia yang masih rendah, optimisme peningkatan produksi pangan di paruh ke dua tahun 2016 serta semakin baiknya upaya pengendalian inflasi yang dilakukan. Meski demikian, beberapa risiko masih membayangi diantaranya yaitu : tekanan permintaan pada musim libur akhir tahun yang didorong perbaikan ekonomi secara umum, fenomena La Nina yang dapat mengganggu produksi bahan makanan, gangguan pada sisi distribusi serta faktor kebijakan pemerintah yang belum diperhitungkan khususnya yang terkait dengan penetapan tarif listrik maupun BBM. Grafik 7.b.1 Prakiraan Inflasi Triwulanan Sulut
Sumber: BPS, KPw BI Sulut, diolah.
Grafik 7.b.2 Ekspektasi Harga Konsumen
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulut.
1. Volatile Foods Tekanan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan meningkat terutama di akhir tahun jelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2017 sebagaimana pola historisnya. Meski demikian, faktor based effect tingginya harga beberapa komoditas strategis seperti tomat sayur dan cabai rawit pada akhir tahun lalu, akan membuat tingkat inflasi tahunan relatif lebih rendah. Selain itu, kondisi cuaca secara umum pada tahun 2016 yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya, membuka ruang peningkatan produksi beberapa komoditas strategis sehingga pergerakan harga diperkirakan relatif terkendali. Relaksasi regulasi penangkapan ikan juga diperkirakan membawa dampak positif pada produksi komoditasi ini yang merupakan salah satu bahan makanan pokok di Sulawesi Utara.
73
2. Administered Prices Risiko tekanan inflasi pada kelompok Administered Prices diperkirakan masih relatif rendah sampai dengan akhir tahun 2016. Proyeksi pergerakan harga minyak dunia yang masih rendah seiring dengan masih belum kuatnya pertumbuhan ekonomi global membuat peluang terjadinya kenaikkan harga BBM relatif kecil. Potensi tekanan diperkirakan muncul dari komoditas angkutan udara khususnya di akhir tahun menjelang periode libur. Program pemerintah Provinsi untuk menjadikan Sulut sebagai hub pariwisata KTI, yang diikuti dengan pembukaan beberapa rute penerbangan internasional dapat menambah tekanan pada tingkat permintaan tiket domestik yang pada akhirnya berdampak pada tingginya harga. Kondisi tersebut perlu dicermati bersama, khususnya pada tataran pemerintahan maupun badan usaha, dengan mencermati angka okupansi penerbangan sebagai dasar pertimbangan perlu atau tidaknya dilakukan penambahan rute baru ataupun peningkatan frekuensi penerbangan domestik.
3. Core Inflation Tekanan pada kelompok inti sampai dengan akhir tahun 2016 diperkirakan mengalami peningkatan meskipun relatif terbatas, seiring dengan perbaikan perekonomian Sulut secara umum. Meningkatnya ketidakpastian pada tataran perekonomian global membuat risiko terhadap nilai tukar maupun peningkatan harga emas relatif meningkat. Sementara itu, peningkatan realisasi fisik proyek pembangunan pemerintah di akhir tahun diperkirakan turut mempengaruhi pergerakan harga pada komoditas bahan bangunan.
74
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm
month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq
quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy
year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
Konsumen (IKK)
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1100
Indeks
Harga
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
Konsumen (IHK)
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
Kondisi
Ekonomi
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
Konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
Daerah (PAD)
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
Perimbangan
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata
Pembangunan
3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Manusia (IPM) Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
Price
harganya diatur pemerintah.
M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
75
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM
Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat
kredit
memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM
Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
76