KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA MEI 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: “Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil”
Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: “Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
VISI DAN MISI i
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan I 2016 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Meskipun demikian, realisasi perekonomian pada triwulan I 2016 masih dapat dikatakan cukup solid, yang tercermin dari kokohnya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang terus membaik. Dari sisi penawaran, merosotnya produksi tanaman pangan serta penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian dari sisi penawaran. Produksi tanaman pangan yang menurun menyebabkan tekanan inflasi yang merangkak naik hingga mencapai 7,2% (yoy). Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Mei 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ............................................................................................................................. I KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... II DAFTAR ISI ................................................................................................................................ III DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................V DAFTAR TABEL........................................................................................................................VIII TABEL INDIKATOR .................................................................................................................... IX RINGKASAN UMUM ................................................................................................................... X BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL ..................................................................................... 1 1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................................... 2 1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ......................................................................... 2 1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA/KATEGORI ................................................... 8 BAB 2 INFLASI ....................................................................................................................... 19 2.1 KONDISI UMUM .................................................................................................................. 20 2.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL ........................................................................ 22 2.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................................... 23 2.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................................... 23 2.3.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN............................................................................................. 24 2.3.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ............................................ 24 2.3.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR ........................................... 25 2.3.4 KELOMPOK SANDANG ...................................................................................................... 25 2.3.5 KELOMPOK KESEHATAN.................................................................................................... 25 2.3.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA ........................................................... 26 2.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ................................................. 26 2.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ............................................................................................. 26 BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ........ 29 3.1 RINGKASAN UMUM ............................................................................................................. 30 3.2 ANALISIS PERBANKAN DAERAH ............................................................................................. 30 3.3 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI DAN UMKM ....................................................................... 34 3.4 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ................................................................................... 35 3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................................................. 37 DAFTAR ISI iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
3.5.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ....................................................................................... 37 BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH ......................................................................................... 41 4.1 GAMBARAN UMUM .............................................................................................................. 42 4.2 REALISASI APBD PROVINSI SUMATERA UTARA ....................................................................... 42 4.3 REALISASI APBD PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA ....................... 44 4.4 REKENING PEMERINTAH DAERAH DI BANK ............................................................................. 44 4.5 REALISASI BELANJA APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN I 2016 .......................................... 45 BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................ 47 5.1 KETENAGAKERJAAN ............................................................................................................. 48 5.2 KESEJAHTERAAN ................................................................................................................. 50 BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI ................................................... 53 6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ...................................................................................... 54 6.1 PROSPEK INFLASI ............................................................................................................... 56 6.2 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ........................................................................ 57 LAMPIRAN ............................................................................................................................... 59 DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................................... 62
DAFTAR ISI iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ........................................................................2 Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ..............................................3 Grafik 1.3 Survei Konsumen .................................................................................................................3 Grafik 1.4 Konsumsi Listrik ...................................................................................................................3 Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar ..................................................................................................4 Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran .....................................................................................................4 Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................4 Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi ........................................................................................4 Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara .................................................................4 Grafik 1.10 Penjualan Semen ...............................................................................................................5 Grafik 1.11 Penjualan Barang Konstruksi ...........................................................................................5 Grafik 1.12 Impor Barang Modal ..........................................................................................................5 Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama........................................................................................6 Grafik 1.14 Kredit Investasi ..................................................................................................................6 Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................................7 Grafik 1.16 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ..............................................................................7 Grafik 1.17 Ekspor CPO .........................................................................................................................7 Grafik 1.18 Perkembangan Harga CPO dan Karet ..............................................................................7 Grafik 1.19 PMI Negara Mitra Dagang Utama .....................................................................................8 Grafik 1.20 Ekspor Karet.......................................................................................................................8 Grafik 1.21 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut ................................................................8 Grafik 1.22 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut .....................................................................8 Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ...........................................................................................9 Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara .......................................................... 10 Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Perkebunan ...................................................................................... 11 Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Pertanian .......................................................................................... 11 Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara ....................................................................................... 11
DAFTAR GRAFIK v
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Grafik 1.28 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate........................... 12 Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori PBE .................................................................................... 12 Grafik 1.30 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara ....................................................... 12 Grafik 1.31 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara................................................................ 13 Grafik 1.32 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan................................................. 13 Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan ....................................... 13 Grafik 1.34 Perkembangan Ekspor Manufaktur............................................................................... 13 Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ......................................................... 14 Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi ......................................................................... 14 Grafik 1.37 Indeks Williamson Sumatera Utara ............................................................................... 15 Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional .............................................................................................. 20 Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut......................................................................................................... 20 Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut.......................................................................... 21 Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut ................................................................................................. 22 Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika .................................................................... 23 Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial ................................................................................... 23 Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara .................................................................................................................................................... 23 Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) ................................................................. 24 Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan....................................................................................... 31 Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK) .................................................................................... 31 Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK ..................................................................................... 31 Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK .................................................................................... 32 Grafik 3.5 Perkembangan Kredit ....................................................................................................... 32 Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional ................................................................... 33 Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya ................................................................. 33 Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit.................................................................................. 33 Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan ......................................................................... 33 Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) .................................................................... 34 Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut ................................................................... 34 Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi............................................................................ 34 Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non UMKM di Sumut .................................. 35 DAFTAR GRAFIK vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut ........................................................... 35 Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut ........................................................................ 35 Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM ................................................................................ 35 Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga .......................................................................... 36 Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga .................................................................. 36 Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS .................................................................................... 37 Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring ................................................................................... 37 Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut............................................................................. 38 Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara ............................... 38 Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su ................................................................................. 38 Grafik 3.24 Indeks Smart City ............................................................................................................ 39 Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor .................................................................................... 39 Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara..................................................................... 45 Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara ................................................................................ 45 Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ............................................................................. 48 Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total ..................................................................................... 48 Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja ......................................................................................................... 49 Grafik 5.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan................................................................... 50 Grafik 5.5 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi ............................. 50 Grafik 5.6 Nilai Tukar Petani .............................................................................................................. 51 Grafik 5.7 Indeks Penghasilan Konsumen........................................................................................ 51 Grafik 6.1 Survei Konsumen .............................................................................................................. 54 Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan ............................................................................................. 54 Grafik 6.3 Stock Beras BULOG.......................................................................................................... 56 Grafik 6.4 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga .............................. 57
DAFTAR GRAFIK vii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan ..............................................................2 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara .........................................................................6 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama .......................................................................................7 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran .................................................................9 Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro ......................................................... 17 Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara ............................................................................................................................................................. 21 Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara .................................................................................................................................................... 21 Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................................................... 24 Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ................................................................................... 24 Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ............................. 24 Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar.................................. 25 Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang................................................................................................ 25 Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan ............................................................................................ 25 Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga ....................................................... 26 Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ............................... 26 Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 . 42 Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara ........................................................................... 44 Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara .......................................................................... 46 Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama ......................................... 49 Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha ..................................................... 49 Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ....................................... 49 Tabel 5.4 Nilai Tukar Petani ............................................................................................................... 51 Tabel 6.2 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan ............................................................................. 55
DAFTAR TABEL viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
TABEL INDIKATOR
Pertumbuhan Ekonomi PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Inflasi IHK (%,yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p : angka proyeksi
2014 IV Total 4,7 5,2
I 4,8
5,0 5,3 3,3 3,0 1,5 1,4
5,0 5,3 2,9 3,1 7,9 8,3
4,8 4,1 4,4 4,8 4,5 4,6 4,3 1,5 3,0 3,3 3,1 4,9 -4,3 -1,8 -2,5 -5,5 -6,6 -5,7
5,2 4,1 0,3 2,9 6,8 8,5
4,4 5,1 3,0 3,2 6,0 6,8
6,1 5,6 12,4 6,1 0,3 3,1 -8,5 -5,6 9,7 8,6 8,3 6,6
5,5
6,9
4,5
6,3 6,5 4,7 4,8 7,9 7,5
5,7 6,5 7,2 2,6 6,6 6,8
5,2 0,0 8,6 6,1 8,2
2015 III IV 5,1 5,3
Total 5,1
I 5,0
2016 IIP Totalp 5 - 5,4 5 - 5,4
4,1 4,5 1,4 4,5 2,4 1,4
4,3 4,6 2,4 4,0 -1,6 -4,1
4,6 4,7 4,3 5,0 3,3 1,4
4,8 - 5,2 4,9 - 5,3 4,3 - 4,7 4,9 - 5,3 3,1 - 3,5 1,9 - 2,3
4,7 - 5,1 4,7 - 5,1 4,3 - 4,7 5 - 5,4 3,5 - 3,9 1,8 - 2,2
3,8 3,7 5,0 4,7 4,3 5,6
7,0 3,8 5,5 4,5 3,4 2,0
5,6 6,4 3,5 -1,3 6,4 5,5
5,5 1,4 6,6 7,2 4,6 4,3
5,2 - 5,6 1,4 - 1,8 4,1 - 4,5 6,6 - 7 4,8 - 5,2 5 - 5,4
5,5 - 5,9 1,3 - 1,7 4,1 - 4,5 6,5 - 6,9 4,8 - 5,2 5,4 - 5,8
5,4
4,2
3,3
4,4
2,4
4,7 - 5,1
4,2 - 4,6
5,1 9,2 5,8 4,2 4,9 7,2
5,1 6,9 7,1 4,7 5,6 6,8
6,0 6,2 8,1 8,5 6,1 5,0
5,7 5,7 7,4 11,1 6,3 4,5
5,5 7,0 7,1 7,2 5,8 5,9
5,6 4,3 5,8 7,5 4,6 5,5
5,8 - 6,2 5,1 - 5,5 5,6 - 6 7,6 - 8 4,7 - 5,1 6 - 6,4
5,7 - 6,1 4,9 - 5,3 5,6 - 6 7,1 - 7,5 4,6 - 5 5,9 - 6,3
6,9
5,3
6,3
7,0
4,7
5,8
5,5
5,9 - 6,3
5,9 - 6,3
6,4 7,0 7,0 8,2
2,5 6,4 6,2 6,1
-0,2 7,9 6,9 7,8
8,1 8,8 5,6 6,6
9,8 4,7 8,1 3,3
5,0 6,9 6,7 3,3
7,4 7,9 7,0 7,2
7,2 - 7,6 7 - 7,4 7,7 - 8,1 7,4 - 7,8 6,8 - 7,2 6,4 - 6,8 4.0±1.0 4.0±1.0
II 5,1
TABEL INDIKATOR ix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran. ASESMEN INFLASI Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy). Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV 2015. Kondisi ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile food yang meningkat signifikan. Realisasi inflasi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,5% (yoy) maupun rata-rata inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0% (ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar 0,6% (ytd). ASSESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran tunai terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi kliring yang meningkat. Hal ini terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran. ASESMEN KEUANGAN DAERAH Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang meningkat meski masih terbatas. RINGKASAN UMUM x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari 2015. Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik. PROSPEK PEREKONOMIAN Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0% - 5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
RINGKASAN UMUM xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
RINGKASAN UMUM xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran.
EKONOMI MAKRO REGIONAL 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tw-I 2016
Sumut
Senada dengan nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 melambat dari 5,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,0% (yoy). 5,3 5,0 Meskipun demikian, perekonomian pada triwulan I 2016 masih memiliki Tw-IV 2015 Tw-I 2016 pondasi yang kuat untuk membaik. Hal ini yang terlihat dari membaiknya 5,0 4,9 permintaan domestik yang diiringi dengan sisi eksternal yang juga terus membaik. Terjaganya daya beli masyarakat dan perbaikan iklim investasi yang terus digalakkan mendorong realisasi konsumsi dan investasi di Sumatera Utara. Cukup tingginya realisasi investasi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dimana realisasi investasi sudah terlihat di awal tahun, meski realisasi belanja modal masih belum optimal. Sementara itu, mulai pulihnya harga komoditas internasional mendorong perbaikan daya beli masyarakat dan kinerja ekspor. Tw-IV 2015
Nasional
Dari sisi penawaran, melambatnya kinerja kategori Pertanian khususnya produksi tanaman pangan serta perlambatan kategori Perdagangan yang diindikasikan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja perekonomian. Menurunnya kualitas benih yang digunakan oleh petani dan kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab utama turunnya produksi tanaman pangan di periode laporan. Sementara itu, pondasi perbaikan ekonomi tercermin pada meningkatnya kategori konstruksi dan industri pengolahan mampu menahan perlambatan perekonomian lebih dalam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi khususnya bangunan tetap berjalan dan permintaan masyarakat diekspektasikan masih akan mengalami peningkatan khususnya terkait perayaan puasa/lebaran. Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Pertumbuhan Ekonomi PDRB (%,yoy) Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I 5,3 5,3 5,3 5,3 3,0 10,4 11,8
II 5,5 4,8 5,2 1,5 3,3 4,9 7,5
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perlambatan ekonomi di triwulan I 2016 terkait dengan proses penyesuaian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan investasi sebagai penyokong ekonomi belum berjalan secara optimal sejalan dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan kegiatan konsumsi banyak menggunakan stok barang (inventory) yang sudah ada. Perkembangan ini tercermin pada menurunnya inventory secara dalam sehingga menekan pertumbuhan ekonomi. Sementara komponen pembentuk PDRB lainnya cenderung membaik. Membaiknya perekonomian domestik serta pemulihan neraca perdagangan yang terus berlanjut menjadi penyokong kokohnya perekonomian Sumut triwulan I 2016. Kuatnya Konsumsi Rumah Tangga
2014 III 5,4 4,9 5,3 1,9 3,0 15,5 13,5
IV 4,7 5,0 5,3 3,3 3,0 1,5 1,4
Total 5,2 5,0 5,3 2,9 3,1 7,9 8,3
2015 I II III 4,8 5,1 5,1 4,8 4,1 4,4 4,8 4,5 4,6 4,3 1,5 3,0 3,3 3,1 4,9 -4,3 -1,8 -2,5 -5,5 -6,6 -5,7
IV 5,3 4,1 4,5 1,4 4,5 2,4 1,4
Total 5,1 4,3 4,6 2,4 4,0 -1,6 -4,1
2016 I Arah 5,0 4,6 4,7 4,3 5,0 3,3 1,4
masih menjadi faktor utama baiknya realisasi perekonomian dengan sumbangan 2,6%. Begitu juga dengan andil investasi yang masih cukup tinggi, yang mencapai 1,5%. Net Ekspor; 0,45% PMTB; 1,5% Konsumsi Pemerint ah; 0,3%
Konsumsi Rumah Tangga; 2,6%
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
EKONOMI MAKRO REGIONAL 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 juga dengan komoditas kopi arabika yang harganya juga sudah mengalami perbaikan.
4,5
4,7
Secara agregat, aktivitas konsumsi meningkat secara signifikan dari 4,1% menjadi 4,6%. Perbaikan konsumsi ini terjadi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Peningkatan daya beli masyarakat akibat mulai membaiknya harga komoditas perkebunan mendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Kebijakan pemerintah untuk menurunkan beberapa komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah seperti BBM, tarif listrik dan tarif angkutan juga menunjang adanya perbaikan daya beli masyarakat. Adanya perbaikan daya beli yang diiringi dengan event musiman seperti perayaan Tahun Baru dan Imlek memberikan efek ganda sehingga konsumsi rumah tangga membaik dari 4,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,7% (yoy) pada triwulan I 2016. Perbaikan daya beli masyarakat diindikasikan sejalan dengan perbaikan harga komoditas dunia. Daya beli masyarakat Sumatera Utara yang didominasi oleh tenaga kerja di sektor pertanian sangat bergantung pada perkembangan komoditas perkebunan. Meski belum kembali ke titik normalnya, harga CPO dan kopi mulai menunjukkan perbaikan. 160.0
Persepsi Penghasilan
Persepsi Lapangan Kerja
140.0
Perbaikan daya beli ini juga turut terefleksikan dalam ekspektasi masyarakat akan penghasilan saat ini dibandingkan dengan penghasilan 6 bulan yang lalu. Begitu juga dengan ketersediaan lapangan kerja yang dinilai membaik. Hal ini turut mendorong optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya. 145
IEK
IKK
IKE
Batas
135
125
OPTIMIS
Tw-I 2016
115 105
95
PESIMIS
Tw-IV 2015
85 75 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.3 Survei Konsumen Optimisme konsumen tercermin dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sumatera Utara yang meningkat. Seluruh komponen dari Survei Konsumen seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Ekspektasi Konsumen, serta Indeks Kondisi Ekonomi menunjukkan perbaikan setelah secara konsisten dalam 4 periode terakhir menunjukkan tren penurunan. Begitu juga dengan konsumsi listrik yang relatif membaik. milyar kWh
Bisnis Rumah Tangga G Bisnis
3
120.0
yoy
Industri G Rumah G Industri
30% 25% 20%
2
100.0
15%
80.0
2
60.0
1
10% 5% 0% -5%
40.0
-10% 1
-15%
20.0
-20% -
I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Grafik 1.2 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja
Harga CPO di pasar domestik pada periode laporan sudah mencapai Rp7.475,-/kg, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi harga pada triwulan lalu yang hanya sebesar Rp6.694,-/kg. Angin segar perbaikan harga komoditas juga datang dari pasar internasional. Harga CPO internasional naik menjadi US$576/metric ton, jauh lebih baik dari periode sebelumnya yang tercatat US$504/metric ton. Begitu
-25% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
2016
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.4 Konsumsi Listrik
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan II 2016.
EKONOMI MAKRO REGIONAL 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 ketentuan Loan to Value (LTV) dari 30% menjadi 20% per 18 Juni 2015 baik untuk kendaraan bermotor maupun properti diindikasikan belum memberikan dampak yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit konsumsi.
15,000 14,000
13,000 12,000 11,000 10,000 9,000
Rp Miliar 50,000
8,000 I
5
7 III 11 1
I
5
2013
7 III 11 1
I
5
2014
7 III 11 I
2015
3
2016
30.0% 25.0%
30,000
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar
20.0%
Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terlihat dari perkembangan indeks penjualan eceran yang secara konsisten membaik sejak tahun 2015 lalu. Perbaikan indeks penjualan eceran ini terutama terjadi pada kelompok suku cadang dan asesoris. 250
20,000
4.5%
10,000
Growth (yoy)
15.0% 4.2% 10.0% 5.0%
-
0.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015 2016
Grafik 1.8 Perkembangan Kredit Konsumsi
70% Indeks SPE
35.0%
40,000
24,781 26,299 27,803 29,371 30,219 31,239 32,880 34,548 35,072 35,421 36,943 37,681 37,821 38,615 39,752 40,968 40,965 41,762 42,414 42,794 42,907
1
yoy 40.0%
Nominal
60%
200
Tw-IV 2015
50%
150
Tw-I 2016
1,4
40% 30%
4,3
20%
100
10%
I
II III IV
179.0
176.0
175.7 178.7
II III IV
196.1
I
185.3
191.8
197.4
II III IV
200.0
I
202.9
184.1
180.3
II III IV
171.5
I
176.8
150.8
II III IV
149.9
130.2
142.9
94.2
96.7
I
176.1
-8.9% -5.0% 1.7% 50
0
0% -10% -20%
2011
2012
2013
2014
2015
I
2016
Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran
Aktivitas konsumsi yang membaik mendorong adanya peningkatan volume impor barang konsumsi secara signifikan, terutama kelompok makanan jadi untuk rumah tangga. Impor barang konsumsi tercatat tumbuh signifikan dari 0,7% (yoy) menjadi 88,6% (yoy). Perbaikan ini juga didukung oleh meredanya tekanan nilai tukar yang sempat terjadi sepanjang tahun 2015.
Stabilisasi iklim politik meski berjalan lambat mendorong normalisasi realisasi konsumsi pemerintah. Konsumsi pemerintah terakselerasi dari 1,4% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 4,3% (yoy) pada periode laporan. Hal ini tidak terlepas dari baiknya realisasi anggaran pemerintah. Realisasi anggaran APBN yang disalurkan di Provinsi Sumatera Utara. Realisasi APBN di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 telah mencapai 11,4% dari pagunya, lebih tinggi dari realisasi dalam 7 tahun terakhir. 12,0
10,0 8,0
Growth (yoy)
114.0
73.9
83.1
85.6
62.8
110.4
72.6
65.3
74.9
86.7
73.3
119.9
62.2
70.0
48.6
120.7
117.3
-40%
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
0
-60% -80%
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi
Penyaluran kredit konsumsi yang masih terus melambat menahan kinerja konsumsi untuk berjalan secara maksimal. Adanya kebijakan pelonggaran
10,4
7,9
11,4
-20%
8,6
0%
-33.6%
40 20
2,0
20%
0.7%
60
4,0
8,6
40%
8,5
60% 100 80
6,0
80%
88.6%
120
100%
11,0
Volume (ton)
10,9
juta 140
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
0,0
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN Triwulan I di Sumatera Utara
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dapat dikatakan belum optimal. Realisasi belanja langsung APBD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 cukup baik, yaitu
EKONOMI MAKRO REGIONAL 4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 mencapai 11,7% dari anggaran belanjanya. Realisasi tersebut lebih rendah dari realisasi historisnya
Rp Juta
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Growth
6,000
40% 35%
5,000 20,0%
30%
4,000
25%
18,0%
14,0%
2,000
15%
4,950
II
4,773
I
4,776
IV
4,890
III
4,863
II
4,199
I
4,177
IV
4,152
III
4,278
II
3,963
I
3,989
IV
3,997
III
3,738
II
3,668
I
3,999
2,978
1,000
3,146
1.2%
12,0% 10,0%
20%
14.3%
3,000
16,0%
III
IV
I
0
8,0%
2012
4,0%
10,3%
13,9%
11,6%
18,5%
11,7%
2012
2013
2014
2015
2016
5% 0% -5%
6,0%
2,0%
10%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi
0,0%
Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 1.10 Persentase Realisasi Belanja Langsung APBD Triwulan I di Sumatera Utara
Membaiknya aktivitas konsumsi pemerintah juga tercermin dari rekening pemda di perbankan yang relatif menurun, dari 32,9% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 1,2% (yoy) pada triwulan laporan (lihat Bab 4 Keuangan Daerah).
Realisasi investasi non bangunan justru menahan optimalnya investasi secara agregat. Hal tersebut tercermin dari impor barang modal yang justru menurun dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy). juta 160
Volume (ton)
Growth (yoy)
140
200%
120
150%
100
100%
80 50%
60
Ditengah realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang masih belum optimal, realisasi investasi1 justru membaik dari 4,9% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Berlanjutnya beberapa proyek infrastruktur strategis menjadi pendorong utama akselerasi investasi bangunan. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan konsumsi semen yang masih mencatatkan pertumbuhan dari 20,0% (yoy) menjadi 21,9% (yoy). Volume
Growth
1,000
50%
900
40%
800 700
20.0%
600
21.9% 30% 20%
500 10%
3.3%
400
300
0%
I
II
III IV
829
612
III IV
868
II
725
I
680
592
III IV
724
II
753
I
676
634
771
III IV
782
II
793
706
I
751
III IV
689
670
II
781
758
844
740
200
I
24.9
II
24.8
I
31.0
IV
30.3
III
28.8
II
30.3
I
32.8
IV
28.2
III
96.6
45.1
II
III
IV
I
0
-
-10%
-50% -100%
2012
100
I
33.6
IV
55.1
III
42.5
II
31.0
I
135.8
36.7
20
5,0
Ribu Ton
-17.8% 0%
40
Tw-I 2016
4,9
-5.4%
37.3
Tw-IV 2015
250%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.13 Impor Barang Modal
Perbaikan investasi ditengarai masih didorong oleh kuatnya investasi dari pihak swasta dan BUMN sementara investasi pemerintah masih belum optimal. Hal tersebut tercermin dari tercermin dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi hingga triwulan I 2016 yang masih tercatat 0%. Meski sudah cukup optimis dalam melakukan aktivitas konsumsinya, namun rumah tangga belum cukup optimis dalam melakukan investasi. Hal tersebut tercermin dari indeks pembelian barang tahan lama yang justru menurun. Penyaluran kredit investasi yang melambat dari 10,2% (yoy) menjadi 7,8% (yoy) juga turut menahan optimalnya capaian realisasi investasi pada periode laporan.
-20% 2011
2012
2013
2014
2015
I 2016
Grafik 1.11 Penjualan Semen
Pembentukan Modal Tetap Bruto
EKONOMI MAKRO REGIONAL 5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 oleh sektor Listrik, Gas dan Air terkait dengan proyek pembangkitan 35.000 Mega Watt yang banyak ditempuh dengan mekanisme Independent Power Producer (IPP). Negara utama asal investor Sumatera Utara untuk triwulan I 2016 adalah Tiongkok, Singapura, Swiss dan Malaysia.
120,0 115,0 110,0 105,0 100,0 95,0
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
90,0 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama yoy 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 10.2% 30.0% 7.8% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
Nominal
2011
2012
2013
2014
PMA Proyek
2015
16,651 17,494 18,117 22,343 24,626 25,357 25,873 29,524 30,194 35,973 37,257 40,190 39,910 39,995 39,054 38,660 39,547 39,727 40,150 42,602 42,649
Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -
Periode
2016
2015 2016
Grafik 1.15 Kredit Investasi
Namun demikian, realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Sumatera Utara pada periode laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan, jauh lebih rendah dari triwulan lalu. Realisasi PMA hanya mencapai US$ 18.081 sementara realisasi PMDN hanya mencapai Rp161,3 miliar. Kebijakan pemerintah dalam menghapus atau meningkatkan porsi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor belum memberikan dampak yang cukup signifikan dalam perkembangan PMA. Hal ini mencerminkan perlu upaya untuk terus membangun persepsi positif investor akan iklim investasi di Sumatera Utara. Penurunan realisasi PMA maupun PMDN terjadi hampir di seluruh sektor. Sementara itu, lokasi realisasi PMA di Sumatera Utara pada triwulan laporan semakin terkonsentrasi2, berbeda dengan PMDN yang relatif tersebar. Pada triwulan IV 2015, realisasi PMA di Kabupaten Deli Serdang mencapai 57,3% dari total PMA yang direalisasikan. Sementara itu, pada triwulan I 2016 PMA yang direalisasikan di Kabupaten Deli Serdang mencapai 77% dari total PMA. Secara sektoral, realisasi PMA masih didominasi
2016
PMDN
I
65
I (juta USD) 122,40
15
I (Rp miliar) 559,50
II
117
156,34
49
2985,77
III
74
200,30
20
428,51
IV
180
71,76
73
250,09
Total
436
550,80
157
4223,86
I
123
308,10
53
905,10
II
107
323,60
59
2110,10
III
101
308,20
24
82,80
IV
107
306,13
33
1.189,49
I
Proyek
18.081
161.306
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah
Tw-IV 2015
2,4
Tw-I 2016
3,4
Di sisi eksternal, perbaikan kinerja ekspor terus berlanjut. Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik untuk perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar daerah. Selain dipengaruhi oleh perkembangan harga yang cukup baik, adanya mandatori bahan bakar nabati (BBN) yang meningkatkan konsumsi biodiesel dari sisi domestik turut memberikan dampak positif bagi kinerja ekspor antar daerah. Dengan demikian, perdagangan antar daerah turut mengalami perbaikan dari 3,7% (yoy) menjadi 4,9% (yoy). Selaras dengan ekspor dalam negeri, ekspor luar negeri tercatat membaik dari 1,01% (yoy) menjadi 1,3% (yoy). Perbaikan ekspor luar negeri ini terutama didorong oleh membaiknya ekspor luar negeri untuk klasifikasi barang, sementara ekspor luar negeri untuk klasifikasi jasa justru melambat tajam. Kenaikan
Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara dan BKPM triwulanan
EKONOMI MAKRO REGIONAL 6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 ekspor barang ini terutama didorong oleh mulai membaiknya harga komoditas di pasar internasional. Milyar
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
3.0
40%
2.5
30% 20%
2.0
7.2%
4.8% 10%
1.5 0% -13.4% -6.3%
1.0
-10%
2.6 2.0 2.4 1.7 2.6 2.3 2.5 2.4 2.4 2.2 2.3 2.2 2.3 2.2 2.4 2.3 2.3 2.1 2.3 2.0 2.3 2.3 2.2 2.3 1.8 1.9 2.0 2.2 2.0 2.4 1.9 2.5 1.7 2.0
-
-20% -30%
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
I 2016
Grafik 1.16 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara3
Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 29,5% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 8,2% dan kopi 5,3%. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Kelapa Sawit Karet Kopi Lainnya
Pangsa 29,5% 8,2% 5,3% 57,0%
Kinerja ekspor Sumatera Utara juga cukup bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 29% terhadap total ekspor Sumatera Utara.
Milyar
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
1.4
80%
1.2
60%
1.0
40%
10.2%
0.8
2.3% 20%
0.6
0%
-17.1% 0.4 0.2
-12.5%
0.9 0.9 0.7 0.6 1.0 1.1 0.9 1.1 0.8 1.1 0.8 1.1 0.8 1.0 0.9 1.1 0.8 1.0 0.8 0.9 0.9 1.2 0.8 1.2 0.6 0.9 0.7 1.1 0.7 1.2 0.7 1.3 0.5 0.9
0.5
Perbaikan harga CPO di pasar global mendorong perbaikan ekspor luar negeri CPO dari -17,1% (yoy) menjadi -12,5% (yoy). Secara nominal, ekspor CPO selama triwulan I 2016 mencapai US$498,9 juta. Perbaikan harga ini didorong oleh adanya penurunan pasokan global imbas El Nino tahun 2015 di tengah pemulihan permintaan global. Harga CPO di pasar global meningkat dari US$504,-/metrik ton pada triwulan lalu menjadi US$576,-/metrik ton pada triwulan I 2016.
-
-20% -40%
-60% I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I 2016
Grafik 1.18 Ekspor CPO
Pemberlakuan efektif pelarangan trans fat dalam produk makanan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menjadikan CPO sebagai salah satu kandidat bahan substitusi yang relatif murah sehingga permintaan CPO dari Amerika Serikat meningkat. 100.0%
CPO Lokal
CPO Intl
Karet Lokal
Karet Intl
80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0%
Tiongkok 10%
-20.0%
USA 12%
-40.0% I
II III IV 2011
Lainnya 61%
Europa 9% India 8%
Grafik 1.17 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I 2016
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.19 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Meskipun tren perbaikan sudah mulai terlihat, namun perkembangan ini dapat dikatakan tersendat oleh lemahnya permintaan. Perbaikan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama dapat
Merupakan data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia
EKONOMI MAKRO REGIONAL 7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 dikatakan tidak merata. Perbaikan aktivitas manufaktur hanya terlihat di Tiongkok dan India, sementara Amerika Serikat masih terus menunjukkan tren perlambatannya. 59
US
China
India
Jepang
Batas
57
Berdasarkan kategorinya, volume impor barang konsumsi yang meningkat secara signifikan mampu mengimbangi perlambatan impor barang kategori lain. Impor barang konsumsi meningkat dari 0,7% (yoy) menjadi 88,6% (yoy) untuk memenuhi permintaan domestik yang masih cukup kuat.
55 53 51
150%
Bahan Baku
Barang Konsumsi
Barang Modal
Total
49
100%
47 45 I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
2016
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.20 PMI Negara Mitra Dagang Utama
50%
0% I
II
III
IV
I
II
2013
Berbeda dengan komoditas CPO, perbaikan harga minyak dunia yang berjalan lambat untuk waktu yang sangat panjang berdampak negatif bagi perkembangan ekpor karet. Ekspor luar negeri komoditas karet kembali melambat dari -17,2% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -26,6% (yoy) pada triwulan I 2016. Milyar
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
0.6
30%
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
I 2016
-50%
-100%
Grafik 1.22 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Kondisi berbeda terjadi pada kategori lain yang justru menunjukkan perlambatan. Impor bahan baku melambat dari 5,4% (yoy) menjadi -11,1% (yoy). Sementara itu, impor barang modal juga turut melambat dari -5,4% (yoy) menjadi -17,8% (yoy).
20%
0.5
3.0%
10%
150%
Bahan Baku
Barang Konsumsi
Barang Modal
Total
-5.7% 0%
0.4
-17.2% 0.3
-10%
-26.6%
0.2
100%
-20% -30%
50%
-40%
0.5 0.1 0.5 0.1 0.4 0.1 0.4 0.1 0.5 0.2 0.4 0.1 0.4 0.2 0.4 0.2 0.3 0.2 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1
0.1 -
-50% -60%
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
0% I
I 2016
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I 2016
-50%
Grafik 1.21 Ekspor Karet -100%
Tw-IV 2015
Tw-I 2016
1,4
1,4
Pada triwulan I 2016, impor Sumatera Utara pada triwulan laporan relatif stabil. Impor antar daerah yang relatif tinggi mampu mengimbangi perlambatan impor luar negeri. Impor antar daerah tercatat stabil sebesar 6,0% (yoy), sementara impor luar negeri relatif menurun dari -6,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -8,6% (yoy) pada triwulan I 2016.
Grafik 1.23 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha/Kategori Perlambatan perekonomian triwulan laporan disebabkan oleh perlambatan kategori Pertanian dan Perdagangan Besar dan Eceran (PBE), sementara kategori utama lainnya justru meningkat. Kelima kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara.
EKONOMI MAKRO REGIONAL 8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Pertumbuhan Ekonomi PDRB (%,yoy) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tw-IV 2015
I 5,3 3,4 6,0 3,5 9,0 4,4 5,9
II 5,5 5,0 5,2 4,1 -0,4 6,8 4,9
2014 III 5,4 4,1 5,3 4,1 1,3 6,1 7,7
IV 4,7 5,2 4,1 0,3 2,9 6,8 8,5
7,7
6,3
8,3
5,5
6,9
4,5
5,1 5,5 10,0 4,7 6,5 6,9
6,1 8,1 8,8 0,9 7,9 6,3
5,3 5,9 5,7 0,3 4,2 6,3
6,3 6,5 4,7 4,8 7,9 7,5
5,7 6,5 7,2 2,6 6,6 6,8
7,5
8,7
6,5
5,2
9,3 7,8 7,6
11,0 7,6 7,6
5,8 4,1 6,9
0,0 8,6 6,1
Tw-I 2016
7,0
5,5
Produksi tanaman pangan yang tidak sebaik polanya menekan kinerja kategori pertanian. Pertumbuhan kategori pertanian turun menjadi 5,5% (yoy), jauh lebih rendah dari capaian triwulan sebelumnya yang mencapai 7,0% (yoy). Triwulan I merupakan puncak panen tanaman pangan di Sumatera Utara. Data Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara menunjukkan adanya penurunan produksi pangan yang cukup signifikan untuk seluruh tanaman pangan utama seperti beras dan cabai merah. Realisasi
Sisa Kebutuhan
Growth Realisasi
100%
40,0%
80%
30,0% 20,0%
60%
10,0%
40%
16,7%
38,4%
57,8%
83,2%
21,5%
48,4%
71,9%
100,8%
18,9%
43,9%
66,0%
90,4%
22,9%
48,2%
67,4%
94,4%
19,8%
0,0%
20%
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
0% -20%
2012
2013
2014
2015
-10,0% -20,0%
2016 -30,0%
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.24 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
2015 III 5,1 3,8 3,7 5,0 4,7 4,3 5,6
IV 5,3 7,0 3,8 5,5 4,5 3,4 2,0
Total 5,1 5,6 6,4 3,5 -1,3 6,4 5,5
5,4
4,2
3,3
4,4
2,4
5,1 9,2 5,8 4,2 4,9 7,2
5,1 6,9 7,1 4,7 5,6 6,8
6,0 6,2 8,1 8,5 6,1 5,0
5,7 5,7 7,4 11,1 6,3 4,5
5,5 7,0 7,1 7,2 5,8 5,9
5,6 4,3 5,8 7,5 4,6 5,5
6,9
5,3
6,3
7,0
4,7
5,8
5,5
6,4 7,0 7,0
2,5 6,4 6,2
-0,2 7,9 6,9
8,1 8,8 5,6
9,8 4,7 8,1
5,0 6,9 6,7
7,4 7,9 7,0
Total I II 5,2 4,8 5,1 4,4 6,1 5,6 5,1 12,4 6,1 3,0 0,3 3,1 3,2 -8,5 -5,6 6,0 9,7 8,6 6,8 8,3 6,6
2016 I Arah 5,0 5,5 1,4 6,6 7,2 4,6 4,3
Aktivitas produksi tanaman pangan di Sumatera Utara pada awal tahun 2016 menemui beberapa kendala. Masih berlanjutnya “batuk” Gunung Sinabung sebagai salah satu sentra hortikultura serta menurunnya kualitas benih4 yang digunakan petani ditengah cuaca yang kurang menentu menyebabkan produktivitas tanaman menurun. Selain itu, terdapat beberapa gangguan teknis irigasi yang menyebabkan ketidaklancaran pengairan lahan padi, seperti di Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu sentra tanaman pangan. Produksi Triwulan I 2016 ( %, yoy)
Padi
-35
Cabai Besar
-49
Bawang Merah
-18
Menurunnya penggunaan pupuk baik pupuk bersubsidi maupun tidak bersubsidi menyebabkan kondisi panen tanaman pangan tidak optimal. Total pupuk yang disalurkan pada triwulan I 2016 adalah 19,8% dari perkiraan kebutuhan tahunan, lebih rendah dari serapan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 22,9%. Jumlah pupuk yang disalurkan adalah 90.759 ton atau terkontraksi 2,4% (yoy), lebih rendah dari realisasi triwulan lalu yang mencapai 5,6%
Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara
EKONOMI MAKRO REGIONAL 9
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 (yoy). Sementara itu, impor pupuk terkontraksi semakin dalam hingga -36,9% (yoy). juta 350
Volume (ton)
Growth (yoy)
100% 80%
300
60%
250
40%
23.7%
200
20% 150
-18.6%
100
-20%
I
II
III
IV
0
2012
2013
2014
2015
-40%
165.2
174.9
206.3
IV
261.9
III
188.2
II
214.8
I
166.8
IV
166.6
III
310.8
II
202.4
I
193.4
IV
92.3
III
181.9
II
203.9
I
141.8
181.6
-36.9%
313.9
50
0%
-60%
I
2016
Grafik 1.25 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara
Kondisi cuaca yang kurang menentu juga menyebabkan kurang kondusifnya aktivitas produksi. Tedapat perubahan cuaca yang cukup ekstrem pada periode panen raya tanaman pangan kali ini. Pada bulan Februari 2016, sifat hujan di pantai timur dapat dikatakan relatif tinggi. Kondisi berbeda terjadi pada bulan Maret 2016 dimana curah hujat relatif rendah bahkan cenderung kering.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan Februari 2016
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Maret 2016
Masih terpuruknya kinerja perkebunan karet juga turut menyumbang perlambatan kinerja kategori pertanian. Masih anjloknya harga minyak mentah sebagai produk substitusi karet alam menyebabkan kembali merosotnya harga karet di pasar global maupun domestik. Harga karet semakin terpuruk, terkontraksi hingga -13,7% (yoy) atau Rp14.959/kg di pasar domestik dan -29,0% (yoy) atau US$ cents 139/pound di pasar internasional. Tertekannya permintaan dunia menahan perbaikan harga meski pasokan karet sudah mulai menurun akibat hilangnya appetite petani karet rakyat untuk menderes akibat terlalu rendahnya harga. Meskipun demikian, optimisme masih terpancar dari subsektor perkebunan kelapa sawit dan kopi. Harga komoditas baik di pasar lokal maupun internasional sudah mulai menunjukkan perbaikan, terutama untuk komoditas CPO. Perbaikan harga CPO di pasar lokal tidak lepas dari mulai berjalannya penerapan CSF (CPO Supporting Fund) di pasar domestik serta serapan pasar domestik yang lebih tinggi sebagai imbas mandatori pemerintah untuk meningkatkan prosentase kelapa sawit dalam campuran biodiesel. Harga CPO di pasar lokal pada akhir triwulan mencapai Rp7.475,-/kg, jauh lebih baik dibandingkan dengan harga pada triwulan lalu yang hanya mencapai Rp6.694,-/kg. Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015 lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di pasar internasional juga turut menunjukkan perbaikan. Sementara itu ekspektasi perbaikan subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi 22,9% (yoy). Meski perbaikan pasar perdagangan komoditas global berjalan lambat, namun tren perbaikan masih terus berlanjut. Menurunnya produksi beberapa negara yang terimbas oleh El Nino pada tahun 2015 lalu menyebabkan pasokan beberapa komoditas menurun. Dengan demikian, harga kelapa sawit di pasar internasional juga turut menunjukkan perbaikan. Sementara itu, ekspektasi perbaikan
EKONOMI MAKRO REGIONAL 10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 subsektor perkebunan sawit masih cukup tinggi, yang tercermin dari gairah perbankan dalam penyaluran kredit yang cukup tinggi. Kredit perkebunan kelapa sawit tumbuh signifikan, dari 18,9% (yoy) menjadi 22,9% (yoy). Kesuksesan dalam memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) untuk komoditas kopi diperkirakan mampu meningkatkan kinerja kategori perkebunan kopi. Kondisi ini mendorong adanya permintaan global terhadap kopi Sumatera Utara yang tercermin dari perbaikan kinerja ekspor luar negeri untuk komoditas ini. Ekspor luar negeri kopi tercatat membaik dari 13,7% (yoy) atau US$83,3 juta pada triwulan lalu menjadi -8,9% (yoy) atau US$89,4juta pada triwulan laporan. Rp Triliun
Kebun Karet G. P Karet
30
Kebun Sawit G P Sawit
300% 250%
25
Ditengah perlambatan kinerja kategori pertanian, salah satu indikator kesejahteraan petani menunjukkan perbaikan. NTP Provinsi Sumatera Utara5 justru membaik dari 98,1 pada triwulan lalu menjadi 99,3 pada periode laporan meski masih berada di bawah level indikatifnya. Perbaikan NTP pada periode laporan terutama disebabkan oleh membaiknya NTP masyarakat perkebunan secara signifikan yang didorong oleh membaiknya harga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Mulai membaiknya harga diharapkan menjadi daya tarik bagi petani maupun buruh perkebunan untuk tetap bekerja di sektor Pertanian. Alih profesi petani perkebunan menjadi buruh pabrik atau bahkan menjadi petani tanaman pangan yang marak dilakukan akibat kemerosotan harga yang cukup signifikan pada tahun lalu menyebabkan menurunnya ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan.
200% 150%
15
100%
50%
10
0%
5 2012
2013
2014
2015
Rp Miliar
94 92
90 88
yoy Nominal
35,000
Growth (yoy)
70.0%
30,000
60.0%
25,000
50.0%
20,000
40.0%
15,000
20.9%
10,000
30.0% 20.0%
14.5%
9,703 9,671 11,550 13,953 13,980 14,936 15,501 18,358 18,396 18,834 19,183 22,036 22,291 23,629 23,565 25,007 24,196 25,095 26,286 28,623 29,473
5,000 -
10.0% 0.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 1.27 Penyaluran Kredit Pertanian
100 96
Perbaikan kategori pertanian diharapkan terjadi pada beberapa periode kedepan. Indikasi perbaikan ini tercermin dari masih tingginya penyaluran kredit pada kategori pertanian yang tumbuh dari 14,5% (yoy) menjadi 20,9% (yoy).
2016
NTPH
NTPP
102 98
Grafik 1.26 Penyaluran Kredit Perkebunan
NTPR
104
-100% 2016
ntp
106
-50% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2011
Rp Juta
100.8 100 104 100 100.4 98 105 100 97.8 93 102 98 98.7 97 100 99 100.4 100 96 100 101.1 101 98 101 99.3 96 98 100 99.1 95 101 98 98.5 95 99 96 98.6 96 98 96 97.7 93 93 96 98.1 93 97 97 99.3 95 97 98
20
86
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I 2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara
Tw-IV 2015
3,3
Tw-I 2016
2,4
Penurunan penjualan kendaraan bermotor menekan kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini merespon kenaikan harga mobil menyusul kenaikan biaya operasional yang belum diiringi kenaikan daya beli masyarakat yang seimbang. Dampak kebijakan pelonggaran LTV kepemilikan kendaraan bermotor yang dikeluarkan pada semester II 2015 belum terlihat
EKONOMI MAKRO REGIONAL 11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
30.0%
Occupancy Rate
60
Wisman
20.0%
50
10.0%
Penjualan Suku Cadang
Growth
700
60%
600
24.0%
500
40% 20%
2.5%
400
0%
300 -20%
II
III IV
558.2
459.1
I
484.6
III IV
450.1
II
418.0
487.3
I
472.8
III IV
371.9
II
426.6
469.0
I
376.6
III IV
640.8
II
555.4
I
580.5
100
586.7
200
0
-40%
-60% 2012
2013
2014
2015
I 2016
Grafik 1.31 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara
40
0.0%
-11.4%
30
Tw-IV 2015
20
5,7
-10.0% -20.0%
Tw-I 2016
5,6
10
38 41 46 40 42 44 40 44 44 44 38 45 42 45 44 46 40 45 42 43 50 54 52 52 50
-30.0%
Rp Juta
532.8
Kinerja pariwisata yang belum maksimal turut menghambat akselerasi kategori PBE. Hal tersebut tercermin dari tingkat occupancy rate hotel/ penginapan yang menurun serta kunjungan wisatawan yang masih terkontraksi ditengah adanya event musiman.
penjualan suku cadang yang cukup signifikan dari 2,5% (yoy) menjadi 24% (yoy).
548.4
pada data penjualan kendaraan bermotor. Selain itu, event musiman seperti perayaan tahun baru dan libur sekolah mendorong akselerasi kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) secara terbatas. Kategori PBE melambat dari 3,3% (yoy) menjadi 2,4% (yoy).
-35.1%
-40.0%
-
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.29 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate
Penurunan kinerja kategori PBE juga turut tercermin dari tajamnya penurunan penyaluran kredit. Kredit kategori PBE melambat secara signfikan dari 14,4% (yoy) menjadi -0,8% (yoy). Rp Miliar
yoy Nominal
50,000
Growth (yoy)
35.0%
45,000
Penurunan aktivitas perdagangan juga turut menekan kategori Transportasi dan Pergudangan. Masih rendahnya aktivitas pariwisata juga tercermin dari rendahnya pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara. Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan lalu hingga mencapai 33,0% (yoy), pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara melambat menjadi 6,8% (yoy). Penurunan jumlah penumpang angkutan udara ini justru terjadi ditengah terjadinya penurunan tarif batas atas dan batas bawah angkutan udara6.
30.0%
40,000
Meski penjualan kendaraan bermotor secara agregat mengalami penurunan, namun penjualan suku cadang masih mampu tumbuh sangat tinggi. Hasil survei yang dilakukan mengindikasikan adanya akselerasi
Lain halnya dengan jumlah penumpang angkutan udara, jumlah penumpang angkutan laut justru terakselerasi setelah sebelumnya mencatatkan kinerja di zona negatif. Meningkatnya preferensi masyarakat untuk kembali menggunakan armada laut sebagai pilihan moda transportasi tidak lepas dari selesainya revitalisasi kapal penumpang milik PT Pelni sehingga kapasitas dan kualitas pelayanan yang diberikan dapat lebih baik. KM Kelud sebagai salah satu armada yang menghubungkan Kota Batam dengan Kota Medan selesai direvitalisasi pada akhir tahun 2015 lalu. Selain itu, adanya perayaan tahun baru mendorong adanya peningkatan kapasitas angkut dan frekuensi
Peraturan Menteri Perhubungan No.14/2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif
Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
25.0%
35,000 14.4%
30,000
25,000
15.0%
20,000
10.0%
15,000 5,000
-0.8%
5.0%
18,431 19,193 20,643 21,709 22,784 24,897 24,525 26,531 27,066 32,028 32,144 33,873 34,496 36,200 36,735 38,968 42,195 42,952 44,011 44,598 40,941
10,000
20.0%
-
0.0% -5.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Kategori PBE
EKONOMI MAKRO REGIONAL 12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 perjalanan kapal laut baik untuk rute Batam-Medan maupun Padang-Gunungsitoli-Sibolga. juta orang
Penumpang Udara G Penumpang Udara
3
Penumpang Laut G Penumpang Laut
60.0% 50.0%
33.0%
2
40.0%
6.8% 2
9.9%
1
Rp Miliar
yoy Nominal
6,000
Growth (yoy)
20.0%
0.0% -10.0%
5,000
60.0%
4,000
40.0%
3,000
20.0%
-20.0%
-2.2%
-30.0%
2,000
-11.4%
-40.0% -50.0% II III IV
I
2011
II III IV
I
2012
II III IV
I
2013
II III IV
I
2014
II III IV 2015
1,000
I
-8.1% 0.0%
1,568 1,943 2,233 2,485 2,598 2,875 2,995 3,310 3,397 3,588 3,704 3,683 3,570 5,161 4,655 3,925 3,807 3,598 3,605 3,478 3,360
I
80.0%
30.0% 10.0%
1
infrastruktur perhubungan yang telah dimulai pada akhir tahun 2015 lalu diharapkan dapat mendukung kinerja kategori ini di masa mendatang.
-
2016
-40.0% I
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Sementara aktivitas bongkar muat membaik sehingga mampu menahan turunnya kinerja kategori transportasi dan pergudangan. Pertumbuhan aktivitas bongkar di Sumatera Utara mulai mencatatkan kinerja yang positif, dari sebelumnya tercatat -18,1% (yoy) menjadi 0,8% (yoy). Efektifitas mekanisme tarif progressif yang diterapkan oleh PT Pelindo I di Pelabuhan Belawan mulai terasa. Aktivitas impor yang didominasi oleh bahan baku dan barang setengah jadi mencerminkan salah satu indikasi peningkatan aktivitas industri di periode mendatang. Selaras dengan aktivitas bongkar, aktivitas muat juga mulai membaik meski masih tercatat diangka negatif. Aktivitas muat membaik signifikan dari -70,9% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -32,9% (yoy) pada triwulan I 2016.
-20.0%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.34 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan Tw-IV 2015
Tw-I 2016
5,5
6,6
Sebagai salah satu sector utama Sumatera Utara kinerja kategori Industri Pengolahan membaik cukup signifikan. Hal ini terkait dengan menguatnya permintaan yang ekspektasikan membaik pada periode mendatang. Kinerja kategori Industri Pengolahan tumbuh dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,6% (yoy). Perbaikan terlihat baik dari pasar domestik maupun global. Dorongan pasar global tercermin dari membaiknya ekspor manufaktur Sumatera Utara meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif.
juta Ton 3
Bongkar
Muat
G Bongkar
40.0%
G Muat
20.0%
0.8%
2
-18.1%
0.0%
2
Milyar
Nilai (USD)
Volume (ton)
2.5
G Nilai
G Volume
30%
2.0
20%
-20.0%
7.8%
1.5
1
40%
6.2%
-40.0%
-32.9%
1
-60.0%
-3.6%
1.0
-13.4%
-70.9% -80.0% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
0% -10%
0.5
1.9 1.8 1.7 1.5 2.1 2.1 2.0 2.2 1.8 2.0 1.8 2.0 1.8 1.9 1.9 2.1 1.8 1.9 1.8 1.8 1.9 2.1 1.8 2.1 1.4 1.7 1.5 1.9 1.6 2.2 1.6 2.3 1.4 1.8
-
10%
-
-20% -30%
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan
Grafik 1.35 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Ekspektasi akan membaiknya kategori transportasi dan pergudangan di periode mendatang tercermin dari masih terus berlanjutnya perbaikan penyaluran kredit ke kategori ini. Penyaluran kredit kategori transportasi dan pergudangan kembali membaik dari -11,4% (yoy) menjadi -8,1% (yoy). Terus digenjotnya akselerasi beberapa program peningkatan kapasitas
Peningkatan kinerja kategori ini tidak lepas dari meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung, seperti listrik dan gas. Pada awal tahun 2016, Sumatera Utara digadang-gadang telah melewati episode defisit listrik yang telah lama dikeluhkan oleh pelaku usaha dan masyarakat. Memadainya pasokan listrik untuk kepentingan industri yang diiringi dengan
2012
2013
2014
2015
2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL 13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 terus disesuaikannya harga listrik oleh pemerintah mendorong mulai kondusifnya aktivitas industri pengolahan. Pemerintah terus menggodok kebijakan maupun langkah-langkah akomodatif dalam menciptakan iklim usaha maupun investasi yang kondusif. Memasuki awal tahun 2016, pemerintah daerah Sumatera Utara berhasil mengupayakan penurunan tarif gas industri yang harganya jauh melebihi rata-rata harga gas industri di ASEAN. Harga gas industri di Sumatera Utara memasuki awal tahun 2016 turun dari US$12,22/MMBTU menjadi US$11,22/MMBTU. Meski sudah turun, namun harga gas industri di Sumatera Utara masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga gas industri di daerah lain yang hanya mencapai US$6-8/MMBTU. Pemerintah daerah Sumatera Utara terus melakukan koordinasi dan konsolidasi untuk mengatasi permasalahan tingginya harga gas ini. Namun demikian, belum kokohnya permintaan negara mitra dagang utama masih menahan optimisme perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Ditengah cukup primanya performa kategori Industri Pengolahan, penyaluran kredit justru melambat cukup signifikan, bahkan terkontraksi ke titik -1,7% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan lalu yang mencapai 10,1% (yoy).
Tw-IV 2015
Tw-I 2016
2,0
4,3
Di kategori konstruksi, berlanjutnya proyek infrastruktur strategis milik BUMN dan pemerintah pusat yang dimulai pada akhir tahun 2015 menyebabkan masih kokohnya kinerja konstruksi pada periode laporan. Kategori konstruksi tumbuh signifikan dari 2,0% (yoy) pada periode lalu menjadi 4,3% (yoy). Hal ini selaras dengan akselerasi konsumsi semen seperti yang dijelaskan pada bagian Investasi. Beberapa proyek infrastruktur strategis yang merupakan lanjutan dari proyek multiyears yang dimulai tahun lalu diantaranya adalah pembangunan Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera. Adanya arahan dari pemerintah pusat untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis turut berkontribusi dalam tingginya realisasi proyek-proyek tersebut. Rp Miliar
yoy Nominal
6,000
Growth (yoy)
70.0%
60.0%
5,000
50.0%
4,000
40.0%
3,000
30.0% 20.0%
2,000 yoy Nominal
45,000
Growth (yoy)
45.0%
40,000
40.0%
35,000
35.0% 30.0%
30,000
20,000
-
0.0% -5.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan
10.0%
-4.5%0.0%
-
-10.0% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.37 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
15.0%
-1.7% 10.0% 5.0%
17,670 18,226 18,455 21,666 20,741 23,120 23,689 26,140 25,942 26,899 29,867 31,883 31,211 33,207 33,380 33,030 35,073 37,803 38,846 36,369 35,425
5,000
20.0% 10.1%
15,000 10,000
25.0%
16.4%
25,000
1,000
2,702 2,687 3,190 3,156 2,935 3,297 3,835 3,953 3,776 4,407 5,279 5,114 4,904 4,907 5,357 5,394 5,027 5,181 5,297 5,270 4,922
Rp Miliar
-1.1% -2.3%
Sementara itu, kinerja konstruksi pada triwulan laporan belum mendapat dorongan yang lebih besar dari realisasi investasi bangunan swasta maupun program pemerintah daerah. Belum pulihnya psikologis swasta terkait dengan program peningkatan disiplin lapor pajak yang ditindak lanjuti dengan program amnesti pajak pada tahun 2016 belum mendapatkan respon yang cukup positif dari swasta terutama perorangan. Swasta masih cenderung wait and see terhadap perkembangan perekonomian. Hal tersebut tercermin dari berlanjutnya kontraksi penyaluran kredit ke sektor konstruksi. Sementara itu, terlambatnya proses pengadaan masih menjadi momok sulitnya optimalisasi realisasi pembangunan dari sisi pemerintah daerah.
EKONOMI MAKRO REGIONAL 14
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Sebagai Daya Dorong Ekonomi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi dengan skala perekonomian terbesar ke-6 di Indonesia pada dasarnya hanya bertumpu pada beberapa kota/kabupaten saja. Roda perekonomian Sumatera Utara didominasi oleh pergerakan perekonomian di daerah pantai timur dengan pangsa 77% dari PDRB Sumatera Utara.
0,70 0,60
0,56
0,63
0,59
0,65
0,51 0,50 0,40 0,30 0,20
0,10
Dominasi aktivitas perekonomian terutama ditunjang oleh 0,00 2008 2009 2010 2011 2012 konektivitas dan infrastruktur perhubungan yang baik. Grafik 1.38 Indeks Williamson Sumatera Beberapa indikator perekonomian juga menunjukkan lebih Utara baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah pantai timur dibandingkan dengan dataran tinggi, pantai barat, maupun kepulauan Nias. Dengan demikian, daya tarik rumpun pantai timur bagi perbankan jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang tercermin dari tingginya penyaluran kredit di daerah ini, mencapai 87,5% dari total kredit. Meskipun demikian, hal tersebut tidak selalu menjadi hal yang menakutkan. Seiring dengan berkembangnya aktivitas ekonomi, ketidakmerataan spasial akan meningkat. Namun, kondisi tersebut dapat diperbaiki apabila perekonomian dapat terus tumbuh hingga berada di fase mature sehingga ketidakmerataan regional akan berkurang (Kuznet Curve). Timpangnya aktivitas perekonomian Sumatera Utara, tercermin dari Indeks Williamson yang terus meningkat7, bahkan sudah berada di kategori cukup tinggi. Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut di Provinsi Sumatera Utara adalah pusat aktivitas perekonomian Sumatera Utara yang hanya berada di kawasan pantai timur, bahkan cenderung di beberapa kota/kabupaten saja. Pemerataan masih terus diupayakan oleh pemerintah daerah. Keterbukaan perdagangan, infrastruktur transportasi dan komunikasi, serta distribusi kekuatan politik dan fiskal memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengurangi ketimpangan antara daerah8. Adapun langkah yang sedang gencar Gambar 1.3 Kualitas dilakukan oleh pemerintah adalah penyempurnaan infrastruktur transportasi serta Jalan Sumatera Utara penciptaan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kota Medan sebagai jantung perekonomian Sumatera Utara memiliki performa perekonomian yang cukup kuat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Medan pada tahun 1993-2007 mencapai 4,9% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan capaian Jakarta yang mencapai 3,7% (yoy) dan Surabaya yang mencapai 3,3% (yoy) 9. Meskipun demikian, dukungan kota-kota lain yang tersebar masih dirasakan perlu mengingat luasnya wilayah Sumatera Utara. Kendala yang dihdapi adalah infrastruktur perhubungan yang relatif terbatas ditengah potensi pengembangan masih cukup luas.
7
2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑦)
Indeks Williamson digunakan untuk mengukur kesenjangan regional, dengan rumus 𝑣𝑤 = √
𝑦
𝑓𝑖 𝑛
; 0 < 𝑣𝑤 < 1;
dimana Vw= Indeks Williamson, yi=PDRB per kapita daerah i; y=PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah; fi=Jumlah penduduk daerah i; n=Jumlah penduduk seluruh daerah. Jika Indeks Williamson<0,3, maka tingkat ketimpangan daerah rendah; 0,3≤Indeks Williamson<0,7 maka tingkat ketimpangan sedang; Indeks Williamson>0,7 maka tingkat ketimpangan daerah tinggi. 8 Sukkoo Kim. 2008. Spatial Inequality and Economic Development: Theories, Facts and Policies. World Bank. Working Paper No. 16. 9 The Rise of Metropolitan Regions: Towards Inclusice and Sustainable Region Development.
EKONOMI MAKRO REGIONAL 15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Suplemen 1
Beberapa rencana pusat pengembangan perekonomian baru di Sumatera Utara diarahkan sesuai dengan potensi lokal, yaitu CPO, kopi dan karet. Kawasan yang rencananya dikembangkan diantaranya adalah kawasan Mebidangro, kawasan Batu Bara, Kawasan Geopark Kaldera Toba, kawasan agropolitan dataran tinggi, kawasan minapolitan dan kawasan Nias. Keseluruhan kawasan ini tertuang di dalam rencana pembangunan sentra ekonomi Sumatera Utara 2016-2036. Dalam jangka pendek menengah, kawasan yang akan dikembangkan terlabih dahulu adalah Kawasan Mebidangro.
Rencana Pembangunan Sentra Ekonomi Sumut 2016-2036
Pelabuhan Internasional Belawan Kapasitas: 2 juta TEUs
Kawasan Mebidangro Bandar Udara Internasional Kualanamu (Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th, Kapasitas Angkut Kargo : 65.000 ton/th). International Hub Port Kuala Tanjung (Kapasitas : Curah Cair 3,5 ton, peti kemas 10 juta TEUs)
•
Kawasan Batubara
• Sentra perkebunan dan industri pengolahan • Ditunjang oleh Pelabuhan Kuala Tanjung (satu dari dua international hub port di Indonesia) • KEK Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung pembangunan smelter besi baja
Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi •
• Pusat perdagangan dan industri pengolahan • Ditunjang oleh Pelabuhan Belawan dan Bandara Kualanamu • Wisata budaya
Fokus pada pertanian, SDA dan agrobisnis Sumut merupakan sentra produksi beras dan salah satu produsen cabai merah nasional
Kawasan Geopark Kaldera Toba • Fokus pada pariwisata Edukasi, Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Kawasan Minapolitan • Sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, jasa • Progress infrastruktur fisik 80%
Kawasan Nias • Potensi agro, pertanian, perikanan dan pariwisata
Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah Gambar 1.4 Kualitas Jalan Sumatera Utara
Kawasan Mebidangro merupakan kawasan perkotaan dengan luas lahan 302.702 Ha dan jumlah penduduk 4.306.847 jiwa. Pengembangan kawasan ini difokuskan pada industri pengolahan dan pertanian seperti industri berbasis CPO, makanan dan minuman, kimia dan lainnya. Tingkat pembangunan di kawasan ini dapat dikatakan cukup tinggi. Kawasan terbangun di daerah Deli Serdang meningkat TRANSPORTASI UDARA Bandar Udara Internasional Kualanamu signifikan dari 9.583 ha (2005) menjadi 37.080 ha (2014). Begitu juga (Kapasitas Angkut Penumpang : 22,1 jt/th, dengan Kota Medan yang meningkat dari 15.150 ha (2005) menjadi Kapasitas Angkut Kargo : 65.000 ton/th). 21.990 ha (2014). Kawasan ini sudah ditunjang oleh infrastruktur dan TRANSPORTASI LAUT Pelabuhan Internasional Belawan konektivitas yang relatif memadai, seperti Pelabuhan Belawan, (Kapasitas : 2 juta TEU’S) Bandara Kualanamu dan lain lain. Meskipun demikian, pengembangan kawasan ini masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya adalah (a) tingkat kemacetan dibeberapa ruas jalan Arteri di kawasan Mebidangro, terutama ruas Medan – Binjai, jalan A.H. Nasution dan jalan Yos Sudarso, (b) belum terhubungnya antar kegiatan perkotaan dengan sistem jaringan jalan arteri sekunder sehingga menimbulkan pemusatan kemacetan, (c) Belum ada terminal terpadu Intermoda, (d) kurang optimalnya pemanfaatan angkutan massal (load factor angkutan umum hanya 0,42 tetapi jumlah angkot meningkat dan (e) sulitnya revitalisasi jalur kereta. Dalam mendukung kelancaran Mebidangro, pemerintah terus membenahi infrastruktur perhubungannya. Hal ini juga didorong oleh tingginya aktivitas komuter masyarakat di daerah penyangga Kota Medan. Menurut data Bappeda Provinsi Sumatera Utara, jumlah komuter di daerah Mebidang diperkirakan mencapai 313 ribu orang/hari. Pemerintah daerah dan pusat kompak untuk terus menyempurnakan kualitas infrastruktur serta konektivitas antar daerah. Dengan demikian, diharapkan dampak dari pengembangan kawasan perkotaan dapat optimal. EKONOMI MAKRO REGIONAL 16
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tabel 1.5 Progress Pembangunan Infrastruktur Mebidangro Kode
Program
Lokasi
Progress
Target Operasi
B1
Tol Medan-Binjai (16 km)
Kota Medan, Kab.Deli Serdang, Kota Binjai
Pembebasan lahan: 78% Progress konstruksi: 8.89%
2018
B2
Tol Medan-Kualanamu (61,8 km)
Kab.Deli Serdang
Pembebasan lahan: 82.58% Progress konstruksi: 17.33%
2018
B3
Flyover Pinang Baris (1,5 km)
Simpang Pinang Baris
Penyusunan Detailed Design Engineering (DED)
2018
B4
Underpass Brigjen Katamso
Brigjen Katamso
Pembebasan lahan dan FS
2018
B6
Jalan lingkar luar utara, fly over sentis dan fly over batang kuis
Cemara-BatangKuis
FS dan Penyusunan Detailed Design Engineering
2018
B7
Jalan lingkar luar selatan
Deli Serdang
Feasibility Study
2021
B8
Jalan alternatif Berastagi
Deli Tua- Brastagi
AMDAL (2015)
2019
B9
Lingkar luar pantai utara
Belawan-Percut Kualanamu
Lelang
2021
B10
Lingkar luar barat
Belawan-Hamparan PerakBatas Kota Binjai-Jamin Ginting
Feasibility Study
2026
B11
Jalan lingkar luar barat I
Belawan-Hamparan PerakBatas Kota Binjai-Jamin Ginting
Feasibility Study
2026
B12
Jalan lingkar luar timur
Percut Sei Morawa
Feasibility Study
2026
Medan-
Sei
Tuan-
Tuan-Tanjung
Sumber: Bappeda Provinsi Sumatera Utara, diolah
EKONOMI MAKRO REGIONAL 17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
EKONOMI MAKRO REGIONAL 18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 2 INFLASI
Inflasi Sumatera Utara triwulan I 2016 sebesar 7,2% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan disagregrasinya, kondisi tersebut terutama didorong oleh peningkatan inflasi kelompok volatile food. Berdasarkan kelompok komoditas barang/jasa, peningkatan inflasi terjadi pada seluruh kelompok komoditas, kecuali kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional maupun inflasi Sumatera.
INFLASI 19
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
2.1
Kondisi Umum
Inflasi IHK Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 7,2% (yoy), meningkat dibanding-kan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,2% (yoy). Memasuki awal tahun 2016, perkembangan harga pada triwulan I secara umum mengalami kenaikan dibandingkan triwulan IV 2015. Kondisi ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada kelompok volatile food yang meningkat signifikan, sementara inflasi administered prices dan inflasi inti relatif stabil. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,5% (yoy) (Grafik 2.1) maupun rata-rata inflasi Sumatera (5,7%, yoy). Secara kumulatif, sampai dengan Maret inflasi Sumatera Utara mencapai 2,0% (ytd), lebih tinggi dibanding nasional yang sebesar 0,6%. Kenaikan inflasi tersebut berbeda dengan pola inflasi awal tahun yang cenderung rendah. Secara triwulanan, inflasi pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016, inflasi triwulanan tercatat sebesar 2,0% (qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan I 2015 yang tercatat deflasi -1,7% (qtq). Peningkatan inflasi terjadi di semua kota penghitungan IHK di Sumatera Utara. Secara umum, 4 kota yang disurvei BPS di Sumatera Utara mencatatkan peningkatan inflasi tahunan jika dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Kota Medan dengan bobot paling besar, yakni 82,2% dari inflasi Sumatera Utara, inflasinya meningkat signifikan menjadi 7,4% (yoy), dari triwulan sebelumnya 3,3% (yoy). (% yoy)
Nasional Sumut
10
9,4
10,2
8,2
7,7 8
6
3,9
2,9
6,2
7,8
4,4
4,3
4,3
5,9
5,9
8,4
8,4
7,3
6,7
4,5
8,4
6,4
7,3
6,8
3,4
3,2
4,5
3,9
Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingginya inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut tercermin pada meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan didorong oleh meningkatnya harga komoditas hortikultura terutama cabai merah dan bawang merah, di tengah melimpahnya pasokan beras yang secara historis menekan inflasi ke level deflasi. Sementara kenaikan harga pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau terkait dengan kenaikan rokok kretek filter dan rokok kretek. Pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan kenaikan terkait dengan kenaikan harga mobil.
7,2
6,6
6,1
4,0
4 2
5,8
5,5
6,6
Secara spasial wilayah Sumatera, inflasi tahunan Provinsi Sumatera Utara pada periode laporan berada di posisi tertinggi kedua setelah Sumatera Barat. Tingginya inflasi tersebut disebabkan tekanan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah Sumatera sejak awal triwulan laporan. Bahkan inflasi bulanan Sumatera Utara mencatatkan angka yang tertinggi di Sumatera pada akhir triwulan.
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
4,5
12
Disparitas inflasi antar kota di Sumatera Utara masih terjadi pada triwulan laporan. Hal ini diduga disebabkan oleh kesenjangan infrastruktur yang berdampak pada tingginya biaya distribusi, terlebih ketika terjadi gangguan di jalur distribusi seperti longsor ataupun banjir sebagaimana terjadi pada awal Februari 2016 akibat tingginya curah hujan. Kondisi tersebut tercermin pada peningkatan inflasi terbesar terjadi di kota Sibolga, dari sebelumnya 3,3% (yoy) menjadi 7,9% (yoy), sedangkan inflasi terendah terjadi di Padangsidempuan dengan tingkat inflasi 4,5% (yoy). Seluruh kota mencatat inflasi di atas nasional.
0 2012
2013
2014
2015
I 2016
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut
INFLASI 20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kontribusi (%, qtq) Cabai Merah 0,8 Bawang Merah 0,2 Rokok Kretek Filter 0,2 Mobil 0,1 Rokok Putih 0,1 Kontrak Rumah 0,1 Mie 0,1 Kentang 0,1 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Nasi dengan Lauk 0,1 Tongkol/Ambu-ambu 0,1 Komoditas
Kontribusi (%, qtq) Bensin -0,2 Angkutan Udara -0,2 Beras -0,1 Bahan Bakar Rumah Tangga -0,1 Tarip Listrik -0,1 Dencis -0,1 Bayam 0,0 Tomat Buah 0,0 Apel 0,0 Solar 0,0 Wortel 0,0 Komoditas
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3 Pola Seasonal Inflasi Bulanan di Sumut
INFLASI BULANAN (% mtm) JANUARI 2016
FEBRUARI 2016
MARET 2016
0,9%
0,3%
0,8%
Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2016 di Sumatera Utara Januari 2016 Kontribusi Kontribusi No. Komoditas Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Bawang Merah 0,2 Bensin -0,2 2 Angkutan Udara 0,1 Pepaya 0,0 3 Tarip Listrik 0,1 Solar 0,0 Februari 2016 Kontribusi Kontribusi No. Komoditas Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Cabai Merah 0,1 Angkutan Udara -0,9 2 Rokok Kretek Filter 0,1 Bawang Merah -0,8 3 Ketupat/Lontong Sayur 0,1 Tarip Listrik -3,1 Maret 2016 Kontribusi Kontribusi No. Komoditas Komoditas (%, mtm) (%, mtm) 1 Cabai Merah 0,6 Beras -0,1 2 Bawang Merah 0,2 Daging Ayam Ras -0,1 3 Mobil 0,1 Angkutan Udara -0,1
Sumber: BPS, diolah
Inflasi bulanan (mtm) di sepanjang triwulan I 2016 cenderung meningkat dan di luar pola historisnya. Inflasi bulanan Januari, Februari, dan Maret 2016 berturut-turut sebesar 0,9%, 0,3%, dan 0,8%. Gangguan pasokan komoditas bumbu-bumbuan menjadi penyebab inflasi pada triwulan laporan diluar polanya. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah dan bawang merah. Realisasi inflasi Sumatera Utara pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,9% (mtm), lebih rendah dari realisasi pada bulan Januari tahun-tahun sebelumnya yang selalu berada di atas 1,0% kecuali tahun 2015, yang tercatat deflasi sebesar -0,3%. Namun realisasi ini masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang hanya 0,5% (mtm) atau 4,1% (yoy). Inflasi pada bulan Januari 2016 didorong oleh inflasi kelompok daging-dagingan dan bumbu-bumbuan yang secara polanya cenderung meningkat pada awal tahun. Meski secara polanya memang cenderung meningkat, namun bawang merah, daging ayam ras, bawang putih dan cabai merah memberikan sumbangan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan Januari 2015. Ditinjau dari sumbangannya, pada Januari 2016 angkutan udara, tarif listrik dan kentang memberikan sumbangan inflasi, setelah menyumbangkan deflasi pada bulan Januari tahun lalu. Sumbangan inflasi dari komoditas angkutan udara diperkirakan terkait dengan kenaikan tarif di akhir tahun 2015 sejalan dengan masuknya liburan. Ditengah relatif melimpahnya pasokan bahan pangan khususnya beras, Sumatera Utara pada Februari 2016 mengalami inflasi sebesar 0,3% (mtm). Realisasi tersebut berbeda dengan pola historisnya yang biasanya terjadi deflasi cukup dalam di Februari, sebagaimana yang terjadi pada Februari 2015 (-1,4%). Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah yang pada bulan sebelumnya juga menjadi komoditas penyumbang inflasi. Dalam dua bulan awal 2016, kenaikan harga cabai merah terjadi di Kota Medan dan Kota Sibolga. Di Februari kenaikan terutama terjadi di Kota Medan sementara di Januari terutama di Kota Sibolga. Selain itu, di Februari 2016 harga beras juga mengalami kenaikan khususnya di Medan dan Sibolga, dengan kenaikan harga yang tidak terlalu signifikan. Gangguan distribusi diperkirakan menjadi penyebab kenaikan harga beras ditengah panen yang sedang berlangsung. Meski demikian, penurunan harga sub kelompok
INFLASI 21
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 bumbu-bumbuan seperti bawang merah dan cabai hijau serta komoditas ikan dencis dan wortel mampu meredam tekanan inflasi pada bulan laporan. Pada Maret 2016, inflasi Sumatera Utara kembali meningkat diluar pola historisnya. Ditengah relatif melimpahnya pasokan bahan pangan, perkembangan harga secara umum di bulan Maret 2016 mengalami inflasi sebesar 0,9% (mtm), tertinggi se-Indonesia. Sementara secara historis pada bulan Maret tercatat deflasi dengan rata-rata 7 tahun terakhir sebesar 0,3%. Sumbangan inflasi terbesar bersumber dari kenaikan harga cabai merah dan bawang merah yang selama 3 bulan berturut-turut menjadi penyumbang inflasi. Selain itu, komoditas rokok putih dan mobil juga menyumbang inflasi Maret sehingga menjadi lebih tinggi dari polanya.
2.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Pada triwulan I 2016, dinamika kenaikan inflasi banyak dipengaruhi oleh faktor yang bersifat non fundamental. Tekanan inflasi berasal dari faktor non fundamental yang bersifat sementara menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik di sisi Volatile Food maupun Administered Prices.
INFLASI ADMINISTERED PRICE (% yoy) TW IV-2015 1,00% TW I-2016 4,33% Komoditas (+) Varian Rokok Komoditas (-) Tarif Listrik Angkutan Udara Inflasi Administered Prices pada triwulan I 2016 tercatat 4,3% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0%. Beberapa komoditas yang mendorong inflasi pada triwulan ini adalah rokok kretek, rokok kretek filter, rokok putih dan mobil. Ketidakseragaman pola pembelian cukai yang dilakukan oleh pengusaha rokok menyebabkan terdistribusinya dampak dari kebijakan ini terhadap
Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No. 14 tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan
tekanan inflasi sepanjang triwulan laporan. Kenaikan harga rokok pada Januari terjadi di Kota Medan, Februari di Kota Medan dan Kota Padang Sidempuan, dan Maret terjadi di Kota Pematangsiantar dan Kota Medan.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut
Sementara itu, sumbangan deflasi bersumber dari penurunan tarif listrik dan angkutan udara. Deflasi tarif listrik sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif dimana tarif Maret 2016 mengalami penurunan menjadi Rp1.355 per KwH dari sebelumnya sebesar Rp1.392 per KwH. Demikian juga kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 10 yang memutuskan adanya penurunan sebesar 5% terhadap tarif batas atas dan batas bawah penumpang layanan kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri menyebabkan angkutan udara tercatat deflasi pada triwulan laporan.
INFLASI VOLATILE FOOD (% yoy) TW IV-2015 4,50% TW I-2016 13,73% Komoditas (+) Cabai merah Bawang merah Komoditas (-) Beras Daging ayam ras Ditengah meningkatnya produksi pangan, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods justru meningkat secara signifikan dari 4,5% (yoy) menjadi 13,7% (yoy), lebih tinggi dari historisnya. Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan kelompok
Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri
INFLASI 22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 bahan makanan, lebih spesifiknya lagi bumbubumbuan terutama cabai merah dan bawang merah. Kenaikan harga diperkirakan terkait dengan gangguan pasokan berkaitan dengan erupsi Gunung Sinabung. Selain itu, lebih menariknya harga di daerah lain yang berbatasan dengan Sumatera Utara menyebabkan pasokan kedua komoditas tersebut diduga mengalir ke luar Sumatera Utara. Erupsi Gunung Sinabung yang kembali terjadi pada awal Maret lalu juga cukup berpengaruh terhadap produksi komoditas hortikultura mengingat daerah sekitar Gunung Sinabung merupakan sentra produk hortikultura.
Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
2.3 Perkembangan Inflasi Fundamental
Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial
CORE INFLATION (% yoy) TW IV-2015 4,39% TW I-2016 5,23%
2.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Komoditas (+) Mobil Kontrak rumah Emas perhiasan
Inflasi inti (core inflation) relatif terkendali, meskipun mengalami sedikit peningkatan menjadi 5,23% (yoy), dibanding triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 4,39% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi inti diduga disebabkan oleh ekspektasi inflasi dan faktor eksternal. Komoditas pendorong inflasi pada triwulan ini utamanya komoditas mobil, kontrak rumah dan emas perhiasan. Kenaikan inflasi komoditas mobil diduga disebabkan oleh meningkatnya biaya operasional dan dan dampak depresiasi nilai tukar pada periode yang lalu. Dapat ditambahkan bahwa beberapa pabrikan kendaraan merk dagang pada periode lalu ditutup dengan alasan tingginya biaya operasional yang bersumber dari kenaikan UMP dan biaya bahan baku impor. Sementara kenaikan kontrak rumah juga sejalan dengan peningkatan harga properti yang terus menjulang seiring permintaan masyarakat yang terus meningkat akan hunian (Grafik 2.6).
Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara
Peningkatan inflasi triwulan I 2016 terjadi di hampir semua kelompok komoditas. Dua kelompok yang justru mengalami penurunan adalah kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (Tabel 2.4). Berturut-turut kelompok yang memiliki andil terbesar terhadap inflasi tahunan pada triwulan I 2016 adalah kelompok bahan makanan (3,45%), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (1,69%), dan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,72%).
INFLASI 23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 2.4.1 Kelompok Bahan Makanan Berdasarkan kelompoknya, kelompok Bahan Makanan mengalami peningkatan inflasi tertinggi, dari 4,4% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Subkelompok utama yang menyumbang peningkatan tersebut adalah bumbu-bumbuan (khususnya komoditas cabai merah dan bawang merah) serta daging dan hasilhasilnya (khususnya komoditas daging ayam ras dan nuggets). Tingginya inflasi komoditas cabai merah disebabkan oleh terganggunya pasokan seiring dengan berakhirnya masa panen dan terjadinya erupsi Gunung Sinabung yang merupakan sentra produksi hortikultura. Selain itu, komoditas cabai merah diperkirakan juga banyak diperdagangkan keluar provinsi, karena disparitas harga yang cukup besar.
pada bulan Maret setelah dilakukannya Operasi Pasar Cadangan Beras Pemerintah (OP CBP) dan penyaluran beras untuk rakyat sejahtera (rastra). Ke depan, untuk mendukung stabilisasi harga beras, Kementerian Pertanian akan berupaya menjaga kestabilan harga beras melalui inisiasi Program Toko Tani Indonesia (TTI) yang diharapkan cukup efektif dalam memangkas rantai distribusi beras.
Tabel 2.3 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum
2015 IV 4,4 6,2 4,0 4,0 6,0 5,9 -2,8 3,3
2016 Arah Andil (yoy) 3,4 1,7 0,7 0,3 0,2 0,4 0,4 7,2
I 14,8 10,8 3,0 4,8 4,9 6,0 1,8 7,2
Sumber: Survei Pemantauan Harga, KPw BI Sumut
Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok
Kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Bumbu-bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
2015 2016 IV
I
4,2 14,8 10,3 7,7 10,7 12,4 1,5 0,3 4,3 2,5 7,5 7,9 1,5 10,6 3,6 8,3 7,6 4,9 -5,3 101,2 -2,3 -2,3 4,3 6,5
Arah
3,4 0,4 0,3 0,0 0,0 0,2 0,2 0,0 0,1 2,2 0,0 0,0
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, inflasi pada sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya tercatat turun sebesar 7,7% (yoy), dari sebelumnya 10,3% (yoy). Penurunan ini utamanya berasal dari komoditas beras yang memasuki masa panen. Pada awal triwulan, komoditas beras sempat mengalami kenaikan pada awal triwulan, meskipun tidak signifikan. Permasalahan distribusi diperkirakan menjadi penyebab kenaikan harga beras tersebut. Namun seiring dengan program TPID Provinsi Sumatera Utara dalam stabilisasi harga beras, tekanan inflasi komoditas ini pun relatif mereda, bahkan tercatat deflasi. Harga beras tercatat menurun sebesar 2,97%
Andil (yoy)
I
6,4
10,7
1,7
3,2
7,1
0,6
Minuman yang Tidak Beralkohol
8,9
8,8
0,2
Tembakau dan Minuman Beralkohol
10,8
18,7
0,8
MAKANAN JADI Makanan Jadi
Andil (yoy)
Arah
IV
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.4 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
2015 2016
Sumber: BPS, diolah
2.4.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau pada triwulan I 2016 juga meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi (yoy) kelompok ini meningkat dari 6,4% menjadi 10,7%. Mneingkatnya inflasi didorong oleh meningkatnya harga seluruh komoditas, terutama pada subkelompok makanan jadi serta tembakau dan minuman beralkohol. Komoditas dengan sumbangan inflasi (yoy) tertinggi adalah berbagai varian rokok. Secara berurut dari andil inflasi tertinggi adalah rokok kretek filter, rokok kretek, dan rokok putih. Kenaikan tersebut seiring
INFLASI 24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 dengan kenaikan cukai rokok11 rata-rata sebesar 11,2% yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2016 oleh Pemerintah. 2.4.3
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar pada triwulan I 2016 menurun menjadi 3% (yoy), dari sebelumnya 4,1% (yoy). Subkelompok yang mengalami penurunan inflasi adalah bahan bakar, penerangan, dan air, yang tercatat deflasi 0,6% (yoy), dari sebelumnya inflasi 5,2% (yoy). Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok
2015 2016
Arah
Kelompok Sandang
Inflasi kelompok Sandang meningkat dibanding triwulan lalu, dari 4,0% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh peningkatan inflasi subkelompok sandang wanita dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain. Komoditas penyumbang inflasi utama dalam kelompok ini diantaranya baju batik, gaun/terusan dan baju muslim wanita, yang mengalami kenaikan harga setiap bulan, seiring dengan kecenderungan meningkatnya permintaan menjelang hari raya keagamaan. Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Sandang
Andil (yoy)
IV
I
4,1
3,0
0,7
3,8
4,3
0,5
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
5,2
-0,6
Perlengkapan Rumah Tangga
3,5
Penyelenggaraan Rumah Tangga
3,7
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB Biaya Tempat Tinggal
2.4.4
Kelompok
2015 2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
SANDANG Sandang Laki-Laki
4,0
4,8
0,3
3,9
2,7
0,1
0,0
Sandang Wanita
6,8
10,1
0,1
6,3
0,1
Sandang Anak-Anak
3,3
3,5
0,1
3,9
0,2
Barang Pribadi dan Sandang Lain
2,1
3,4
0,1
Sumber: BPS, diolah
Komoditas yang mendorong deflasi subkelompok ini adalah tarif listrik sejalan dengan kebijakan penyesuaian tarif pada Maret 2016 menjadi Rp1.355 per KwH dari sebelumnya sebesar Rp1.392 per KwH. Sementara itu, inflasi subkelompok biaya tempat tinggal sedikit meningkat dari 3,8% (yoy) menjadi 4,3% (yoy), didorong oleh peningkatan harga kontrak rumah. Meningkatnya harga komoditas kontrak rumah beriringan dengan makin mahalnya biaya properti di tengah masih tingginya permintaan masyarakat akan hunian. Selain itu, kenaikan bahan bangunan dengan impor content (antara lain keramik, granit dan gypsum) seiring dengan pelemahan nilai tukar, kenaikan upah buruh bangunan terkait kenaikan UMP, serta kenaikan harga lahan terkait semakin terbatasnya lahan pemukiman di area perkotaan diperkirakan menjadi faktor peningkatan biaya properti.
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok
2015 2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
KESEHATAN Jasa Kesehatan
6,1
4,9
0,2
1,7
0,9
0,0
Obat-obatan
1,4
2,1
0,0
Jasa Perawatan Jasmani
8,8
2,4
0,0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
10,4
9,4
0,2
Sumber: BPS, diolah
2.4.5
Kelompok Kesehatan
Inflasi Kelompok kesehatan menurun dari 6,1% (yoy) menjadi 4,9% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh penurunan inflasi pada subkelompok jasa kesehatan, jasa perawatan jasmani, serta perawatan jasmani dan kosmetika. Komoditas yang memberikan andil terhadap penurunan inflasi tahunan yaitu tarif dokter umum, facial dan tarif gunting rambut pria. Tarif dokter umum turun signifikan pada bulan Januari diduga seiring dengan semakin banyaknya penggunaan pelayanan kesehatan melalui BPJS. Sementara tarif facial dan tarif gunting rambut pria diduga kembali ke posisi normalnya terkait telah
INFLASI 25
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 usainya aktivitas hari besar keagamaan Natal dan Tahun Baru.
2.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,71% (yoy), di Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga atas laju inflasi nasional sebesar 4,45% (yoy). Inflasi relatif stabil. Inflasi tahunan (yoy) kelompok ini Sumatera pada triwulan laporan lebih tinggi sebesar 6,0%. Terjaganya inflasi kelompok ini dibandingkan triwulan sebelumnya (3,05%; yoy). utamanya terjadi karena stabilnya inflasi seluruh sub Selain Provinsi Aceh, seluruh Provinsi di Sumatera kelompok, kecuali subkelompok olahraga yang mencatat laju inflasi di atas nasional. Provinsi mengalami deflasi. Subkelompok pendidikan masih Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat tercatat mencatat inflasi cukup tinggi 9,2% (yoy), utamanya sebagai Provinsi tertinggi pertama dan kedua secara didorong oleh inflasi komoditas sekolah dasar dan nasional. menengah. Masih tingginya inflasi komoditas ini perlu Sementara itu pada bulan Maret 2016, dari 23 kota mendapatkan perhatian, karena pentingnya biaya IHK di Pulau Sumatera, 19 kota mengalami inflasi. pendidikan yang murah dan terjangkau dalam Salah satu diantaranya bahkan tercatat mempunyai inflasi bulanan tertinggi se-Indonesia yaitu di meningkatkan kualitas SDM. Bukittinggi sebesar 1,18% (mtm). Inflasi terendah Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga terjadi di Bengkulu sebesar 0,04% (mtm). Deflasi 2015 2016 Andil Kelompok Arah tertinggi terjadi di Tanjung Pandan -1,22% (mtm). (yoy) IV I Tingginya inflasi Sumatera Utara pada triwulan PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6,2 6,0 0,4 Pendidikan 9,3 9,2 0,4 laporan perlu diwaspadai agar inflasi tahun 2016 tetap Kursus-Kursus / Pelatihan 0,6 0,6 0,0 terjaga pada sasarannya sebesar 4 + 1%. 2.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
3,9
4,3
0,0
Rekreasi
2,3
1,6
0,0
Olahraga
3,3
0,7
0,0
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok
2015 2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
-2,8
1,8
0,4
-4,5
2,0
0,3
Komunikasi dan Pengiriman
0,1
0,1
0,0
Sarana dan Penunjang Transpor
7,9
3,5
0,1
Jasa Keuangan
0,0
1,5
0,0
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor
Sumber: BPS, diolah
2.3.2 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan meningkat dari -2,8% (yoy) menjadi 1,8% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan inflasi pada subkelompok transpor. Komoditas yang memberikan andil inflasi terhadap peningkatan inflasi kelompok ini adalah mobil. Peningkatan harga mobil diperkirakan disebabkan oleh penyesuaian harga oleh distributor terkait meningkatnya biaya operasional dan masih mahalnya komponen impor.
Gambar 2.1 Sebaran Inflasi Sumatera
2.6 Upaya Pengendalian Inflasi Memperhatikan kecenderungan inflasi Sumatera Utara yang masih cenderung fluktuatif, Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari Bank Indonesia, Bulog dan SKPD terkait di level Provinsi dan Kabupaten/Kota, terus berupaya melakukan berbagai koordinasi intensif untuk menjaga inflasi yang rendah dan stabil. Untuk menghadapi inflasi yang biasanya meningkat menjelang puasa/lebaran, telah dilakukan Rapat Koordinasi Provinsi (Rakorprov) TPID se-
INFLASI 26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Sumatera Utara yang dilaksanakan pada tanggal 21-22 April 2016. Beberapa kesepakatan pada Rakorprov tersebut adalah : 1. Melakukan evaluasi dan monitoring inflasi setiap awal bulan setelah pengumuman inflasi dari Badan Pusat Statistik. 2. Membangun kerjasama perdagangan antar Provinsi untuk mengamankan pasokan komoditas. 3. Meningkatkan kerjasama antara Bulog dengan Kabupaten/kota dalam menjaga kestabilan harga baik di level petani maupun konsumen. 4. Mensosialisasikan kalender tanam agar panen dapat terjadi sepanjang waktu sehingga tidak terjadi kelangkaan pasokan. 5. Mengupayakan pemanfaatan teknologi penyimpanan untuk menjaga suplai barang/komoditas tidak tahan lama.
6. Mengupayakan penentuan harga referensi daerah (HRD) di level petani dan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk menjaga kestabilan harga. 7. Mempercepat implementasi Toko Tani Indonesia dan Bulogmart yang untuk saat ini berfokus pada komoditas beras, jagung dan kedelai sebagai salah satu instrumen pengendalian harga dan memangkas rantai distribusi. 8. Membangun pasar lelang komoditas sebagai sarana bagi pedagang dan petani untuk dapat langsung bertransaksi secara wajar, teratur, efisien dan transparan sekaligus memperpendek rantai distribusi.
INFLASI 27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INFLASI 28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan lalu. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada perlambatan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan asset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Dari sisi sistem pembayaran terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang net outflow menjadi net inflow. Selain itu terdapat shifting pertumbuhan transaksi RTGS yang menurun digantikan dengan transaksi SKNBI yang meningkat. Hal ini terindikasi oleh regulasi baru dalam bidang sistem pembayaran.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 29
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tabel 3.1 Indikator Perbankan Sumatera Utara Triwulan I 2016
Total Aset Triliun Rp Pertumbuhan Aset (%yoy) Kredit Triliun Rp Pertumbuhan Kredit (%yoy) DPK Triliun Rp Pertumbuhan DPK (%yoy) LDR % NPL-Gross %
183,83 190,50 12,32 12,97 133,86 140,29 21,98 18,68 137,93 139,77 7,05 7,87 97,05 100,32 2,25 2,27
203,40 214,97 216,03 222,66 229,54 233,09 234,20 241,04 255,48 246,34 243,59 15,15 15,79 17,52 16,88 12,85 8,43 8,41 8,25 11,30 5,68 4,01 146,56 156,00 155,96 159,71 159,26 166,88 167,08 172,07 180,50 179,30 172,99 18,41 18,56 16,51 13,84 8,67 6,97 7,13 7,74 13,34 7,44 3,54 148,62 155,88 158,18 167,29 174,67 179,42 178,48 183,43 191,60 185,58 187,21 9,65 11,45 14,68 19,69 17,53 15,10 12,83 9,65 9,69 3,43 4,89 98,61 100,08 98,60 95,47 91,18 93,01 93,61 93,81 94,21 96,61 92,40 2,29 2,12 2,42 2,58 2,77 2,49 2,72 3,04 3,2 2,96 3,04
3.1 Ringkasan Umum Kinerja perbankan diindikasikan mengikuti siklus ekonomi. Sejalan dengan perlambatan ekonomi pada triwulan I 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara di awal tahun 2016 melambat dibanding triwulan IV 2015. Perlambatan kinerja perbankan terlihat pada pertumbuhan aset dan kredit, sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) masih meningkat. Kondisi tersebut diiringi dengan penurunan LDR mendekati batas atas target LDR (LFR) dan NPL yang masih dibawah level indikatif. Selain perlambatan aset, perlambatan yang paling signifikan terjadi pada Kredit yang hanya tumbuh 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang mencapai 7,4% (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga tumbuh lebih tinggi dari kredit sebesar 4,9% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun sebesar 1,2%. Sementara itu Non Performing Loan (NPL) meningkat 3,0% (yoy). Sementara itu, kinerja perbankan syariah masih tumbuh pada level yang cukup baik. Ditengah perlambatan kinerja perbankan konvensional, aset dan kredit perbankan syariah masing-masing tumbuh 14,3% dan 14,1%. Perkembangan perbankan syariah yang positif tersebut mengkonfirmasi tren perbaikan yang terjadi sejak awal tahun 2015. Kinerja kredit yang hanya tumbuh 3,5% didominasi oleh kredit Modal Kerja. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) masih menjadi sektor penyaluran kredit tertinggi untuk kategori korporasi sebesar 32,5% dari total keseluruhan kredit yang disalurkan. Sementara itu terjadi perubahan pola penerima kredit berdasarkan kapasitas usaha UMKM pada 5 (lima) tahun terakhir. Awal tahun 2011, pangsa penyaluran kredit didominasi oleh pengusaha kecil, pada triwulan I 2016 bergeser ke pengusaha sedang dan mikro dimana masing-masing dengan growth 8,7% (yoy) dan 19,8% (yoy). Di sisi lain, kredit rumah tangga masih didominasi
oleh pertumbuhan segmen multiguna, KPR, dan KKB. Selain itu terdapat tiga segmen dengan kue yang kecil akan tetapi mengalami peningkatan sangat tinggi yaitu flat atau apartemen s.d Tipe 21, furniture dan peralatan rumah tangga, serta peralatan lainnya. Ketiga segmen tersebut diperkirakan memiliki potensi tinggi namun perlu dikelola dengan baik dari sisi kualitas kreditnya. Di bidang sistem pembayaran, perlambatan ekonomi diindikasikan oleh transaksi tunai yang mengalami inflow. Pada triwulan I 2016, terjadi perubahan dari triwulan sebelumnya yang memiliki kecenderungan outflow menjadi kembali net inflow, sebagaimana pola historisnya. Transaksi inflow cukup tinggi dan umum terjadi setelah perayaan hari besar dimana tingkat konsumsi masyarakat meningkat. Namun demikian, transaksi non tunai mengalami peningkatan terutama transaksi menggunakan kliring. Pembatasan transaksi RTGS yang hanya dapat dilakukan untuk nominal di atas Rp.500 Juta, berdampak pada peningkatan transaksi kliring dan pembayaran transfer antara bank.
3.2 Analisis Perbankan Daerah
ASET PERBANKAN NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV-2015 TW I-2016
Rp246,3 (5,7%) Rp243,6T (4,0%)
Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara mengalami perlambatan yang paling dalam selama 5 tahun terakhir. Pada triwulan I 2016, aset total perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp243,6 triliun dengan tingkat pertumbuhan 4,0% (yoy), terus melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Perlambatan ini didominasi perlambatan pada perbankan
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 konvensional yang memiliki pangsa 95,7%, sedangkan perbankan syariah yang memiliki pangsa 4,3% masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Melambatnya aset perbankan Sumut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan kredit, yang diduga dipengaruhi oleh masih belum pulihnya ekspektasi pelaku ekonomi akan kondisi perekonomian. Perlambatan ini diduga juga karena faktor adanya beberapa regulasi baru yang direncanakan akan diterbitkan oleh pihak otoritas. Salah satunya adalah rencana pemberlakuan pembatasan Net Interest Margin (NIM). Isu tersebut ditengarai mempengaruhi risk appetite pemegang saham sehingga menyebabkan penurunan saham perbankan yang cukup signifikan terutama pada Bank BUKU IV. Penurunan equitas berpengaruh pada penyesuaian neraca bank yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pada aset likuid bank yang berpengaruh pada aset bank secara keseluruhan. Pertumbuhan aset perbankan Sumatera Utara ini di bawah nasional.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan
DANA PIHAK KETIGA NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW I 2016 TW IV 2015
Rp187,2T (3,4%) Rp185,6T (4,9%)
Di tengah perlambatan pertumbuhan sejak triwulan IV 2014, Dana Pihak Ketiga (DPK) menunjukkan perbaikan. Pada triwulan I 2016, posisi DPK di Perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp187,2 triliun, tumbuh 4,9% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat tumbur 3,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi baik di perbankan konvensional maupun syariah.
Grafik 3.2 Pangsa Dana Pihak Ketiga (DPK)
Peningkatan pertumbuhan DPK terjadi pada seluruh komponen, baik giro, tabungan maupun deposito. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tabungan, diikuti oleh deposito dan giro, masing-masing tumbuh sebesar 7,8%, 3,2% dan 3,2% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan DPK sesuai dengan polanya, setelah tingginya aktivitas konsumsi masyarakat pada triwulan lalu terkait Natal dan Tahun Baru. Pangsa DPK terbesar masih didominasi oleh deposito senilai Rp85,9 triliun (46,3% dari total DPK) dengan kecenderungan yang meningkat, di tengah penurunan suku bunga deposito. Hal ini seiring dengan meningkatnya optimisme masyarakat terkait membaiknya harga komoditas. Optimisme masyarakat juga tercermin dari menurunnya pangsa tabungan sementara pangsa giro meningkat, yang mengindikasikan peningkatan pencadangan dana untuk kebutuhan bisnis. Peningkatan giro terutama bersumber dari meningkatnya saldo giro pemerintah di bank umum seiring dengan masih terbatasnya proyek-proyek infrastruktur sesuai dengan polanya, yang didukung pula oleh peningkatan suku bunga giro sementara suku bunga tabungan menurun. Dominasi deposito yang mencapai hingga 45,9% dari komposisi DPK, mempengaruhi pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Dapat ditambahkan bahwa pertumbuhan DPK diindikasikan terkait dengan kebijakan capping suku bunga deposito Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum diperkirakan menekan pertumbuhan DPK untuk tumbuh lebih tinggi.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Rp82,24T
Rp51,34T
Rp39,39T
Tumbuh 3,2% (yoy)
Tumbuh 6,4% (yoy)
Tumbuh 0,8% (yoy)
Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK
Grafik 3.5 Perkembangan Kredit Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK
Suku bunga deposito menurun tajam sampai dengan 6,9% sejak triwulan III tahun 2015. Penurunan juga diikuti oleh suku bunga tabungan yang cenderung stabil sepanjang tahun (1,9%) dan sementara suku bunga Giro mengalami kenaikan 2,0%. Penurunan suku bunga deposito turut mendukung masyarakat untuk memilih instrumen keuangan yang lebih likuid dan margin yang lebih tinggi dari suku bunga deposito seperti saham dan obligasi. Penerbitan obligasi pemerintah/sukuk pada triwulan laporan mendapatkan animo yang sangat tinggi dari masyarakat dan terjual dalam waktu yang relatif singkat.
Posisi kredit12 pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp173,0 triliun, menunjukkan sedikit penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Kredit perbankan tumbuh 3,5% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,4% (yoy). Hal tersebut dikarenakan secara umum perbankan dalam menyalurkan kredit cenderung prosiklikal mengikuti siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan ekonomi biasanya diikuti dengan perlambatan penyaluran kredit, dan sebaliknya. Melambatnya penyaluran kredit juga terjadi pada level nasional. Meskipun secara agregat kredit perbankan mengalami penurunan, namun pembiayaan berbasis syariah meningkat 8,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa potensi pengembangan perbankan syariah di Sumatera Utara masih sangat besar.
KREDIT NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV 2015 TW I 2016
Rp179,3T (7,4%) Rp173,0T (3,5%)
PANGSA KREDIT (%) TW I-2016
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi
45,9% 28,6% 22,0%
12 Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank dan
(2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran kredit oleh Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu pada kredit yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk proyek/usaha yang berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1) digunakan untuk
mengases kinerja perbankan, sementara poin (2) untuk mengases PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga. Angka nominal kredit antara dua konsep tersebut jumlahnya sangat mungkin berbeda.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional
Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit
Komposisi Kredit dari sisi penggunaan masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan kecenderungan melambat. Kondisi ini dipengaruhi oleh suku bunga kredit yang masih cukup tinggi, secara agregat 11,4%. Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada semua komponen kredit. Dengan porsi 47,5% dari total kredit, kredit modal kerja pada triwulan I 2016 tumbuh melambat dari 9,5% menjadi 3,1% (yoy). Perlambatan kredit modal kerja diperkirakan sejalan dengan melambatnya impor barang modal. Senada dengan hal itu, kredit investasi dengan pangsa 29,7% dari total kredit, juga tumbuh melambat di tengah Investasi dalam PDRB Sumatera Utara yang masih tumbuh meningkat. Kondisi ini diduga seiring dengan preferensi wait and see pelaku usaha karena kapasitas utilisasi masih di bawah optimal serta masih belum terealisasikannya proyek-proyek investasi sebagaimana polanya. Meski demikian, peningkatan konsumsi dalam PDRB Sumatera Utara dapat menahan stabilnya penyaluran kredit Konsumsi.
Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan
Sejalan dengan penurunan BI rate dari 7,5% menjadi 6,75% pada triwulan I 2016, suku bunga kredit mulai menurun namun masih sangat terbatas. Masih tertahannya penurunan suku bunga kredit ini diduga karena masih belum efisiennya operasional perbankan, meskipun suku bunga DPK menunjukkan penurunan yang lebih cepat dibandingkan penurunan suku bunga kredit. Kondisi ini diperkirakan turut menahan peningkatan pertumbuhan kredit.
TW IV2015 96,6%
TW I2016 92,4%
LDR Konvensional
96,6%
92,0%
FDR Syariah
97,9%
101,4%
LDR
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenisnya
Perlambatan pertumbuhan indikator makro perbankan berpengaruh pada intermediasi yang tercermin pada Loan to Deposit Ratio (LDR) yang secara agregat menurun dari 96,6% menjadi 92,4%. Penurunan ini sejalan dengan kondisi perbankan konvensional. Namun, pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibanding pembiayaan di perbankan syariah menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah meningkat dari 97,8% menjadi 101,4%.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Pada triwulan I 2016, risiko perbankan Sumatera Utara menunjukkan peningkatan, meski masih di bawah level indikatif. Non Performing Loans (NPL) meningkat menjadi 3,0% dan termasuk yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir, meski masih dibawah batas aman 5%. Sementara itu, Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah juga masih tinggi diatas 8,0%, meski mulai ada indikasi perbaikan. Peningkatan NPL yang diikuti dengan penurunan kredit didominasi oleh kredit modal kerja, turut menaikkan risiko likuiditas perbankan.
(28,1%), dan pertanian (23,4%). Dari ketiga sektor tersebut, hanya kredit kepada pertanian yang meningkat, sementara kepada kedua sektor lainnya melambat. Realisasi kredit korporasi yang melambat terutama didorong oleh perlambatan penyaluran kredit pada sektor PBE dan industri pengolahan. Aktivitas perekonomian yang masih relatif lemah maupun sikap pelaku usaha yang cenderung wait and see terhadap perkembangan pasar komoditas ke depan menahan penyaluran kredit dari sisi permintaan.
Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF)
3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan UMKM
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut
Penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan justru relatif tertekan ditengah capaian yang relatif cemerlang pada triwulan I 2016. Masih belum kuatnya dorongan fundamental terutama dari sisi global belum mampu meningkatkan optimisme perbankan terhadap sektor ini maupun permintaan kreditnya. Sementara itu, penyaluran kredit ke kategori pertanian justru relatif meningkat meski kinerja perekonomian sedang melambat. Adanya kontrak biodiesel untuk periode 6 bulan ke depan yang telah dilakukan pemerintah meningkatkan optimisme perbankan dan pelaku usaha dalam meningkatkan kapasitas permodalannya.
Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor korporasi13 di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Total kredit sektor korporasi mencapai Rp169,06 triliun. Kredit korporasi di Sumut tumbuh 2,8% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kredit korporasi di Sumut sebagian besar (84%) tersalur ke tiga kategori utama, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran (PBE, 32,5%), industri pengolahan Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi
13
Merupakan kredit modal kerja atau investasi untuk pelaku usaha
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Perlambatan kredit kepada korporasi diikuti dengan peningkatan risiko kredit. Kenaikan NPL14 terjadi pada dua dari tiga sektor utama Sumut, yaitu sektor pertanian dan sektor PBE. Perlambatan kredit sektor PBE yang disertai dengan peningkatan NPL menunjukkan peningkatan risiko likuiditas kepada sektor PBE, meski angka NPL masih dibawah batas aman 5,0%.
Penurunan porsi Usaha menengah di tengah peningkatan porsi mikro dan kecil patut diwaspadai seiring dengan perlambatan perekonomian.
KREDIT UMKM NOMINAL DAN PERTUMBUHAN (% yoy)
TW IV 2015 TW I 2016
Rp48,9T (9,6%) Rp48,2T (5,6%)
Grafik 3.14 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM di Sumut
NOMINAL DAN PANGSA KREDIT (%) TW I-2016
Kredit Usaha Mikro Kredit Usaha Kecil Kredit Usaha Menengah
Rp11,8T (24,6%) Rp15,6T (32,4%) Rp20,7T (43%)
Komposisi kredit UMKM sebesar 28,5% dari keseluruhan penyaluran kredit di Sumatera Utara dan masih lebih rendah dari kredit Non UMKM. Porsi ini terus meningkat dan menunjukkan bahwa sektor UMKM masih memiliki potensi besar untuk meningkat ditengah perekonomian yang sedang melambat. Jika dilihat berdasarkan kategori kredit yang disalurkan, Kredit menengah memiliki porsi paling besar sebesar 43% dan menurun -5,2% dari triwulan sebelumnya. Selain Usaha menengah, usaha mikro juga meningkat stabil dalam 5 tahun terakhir terakhir dengan porsi terakhir pada 24,6%. Usaha kecil relatif stabil.
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut
Grafik 3.16 Perkembangan NPL Kredit UMKM
Grafik 3.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM vs Non UMKM di Sumut
Perlambatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM diikuti oleh peningkatan risiko kredit. Hal ini tercermin dari kenaikan NPL pada seluruh jenis kredit UMKM yang bahkan sudah di atas level indikatif 5%, kecuali kredit kepada usaha mikro. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor UMKM juga terdampak oleh perlambatan ekonomi.
14
NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan 5 (macet) terhadap total outstanding kredit
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
3.4 Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di Sumut pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp42,9 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit multiguna (46,4%), kredit pemilikan rumah/KPR (32,6), serta kredit kendaraan bermotor/KKB (11%) Kredit sektor rumah tangga tumbuh 4,7% (yoy), meningkat dibanding triwulan lalu yang mencapai 4,5% (yoy). Peningkatan tersebut terjadi sejalan dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi Sumatera Utara.
Semua jenis kredit konsumsi rumah tangga mengalami tekanan pertumbuhan, kecuali kredit multiguna. Kredit multiguna meningkat dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,8% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu kredit perumahan rakyat (KPR) melambat terbatas. Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor (KKB) posisi akhir triwulan I 2016 terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan KPR diperkirakan sejalan dengan kebijakan LTV yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia15. Sementara itu kenaikan harga kendaraan bermotor di tengah penurunan harga BBM diperkirakan berdampak signifikan pada penurunan daya beli masyarakat sehingga relaksasi ketentuan LTV untuk KKB belum berdampak untuk meningkatkan laju pertumbuhan kredit konsumsi ini.
Grafik 3.18 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Tabel 3.2 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut
Kredit RT Multiguna KPR KKB Lainnya
I 2015
II 2015
III 2015
IV 2015
I 2016
45,5%
45,6%
45,3%
45,8%
46,4%
33,9%
33,5%
33,2%
32,8%
32,6%
12,0%
11,9%
12,2%
11,3%
11,0%
8,7%
9,0%
9,3%
10,1%
10,0%
Grafik 3.17 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Pada tahun 2015 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau
Meski hampir seluruh kredit konsumsi Rumah Tangga tumbuh melambat, namun terdapat 3 segmen kredit yang mengalami peningkatan drastis secara tahunan yaitu Flat atau apartemen s.d Tipe 21 (157,2%), Furniture dan peralatan rumah tangga (221,1%), dan peralatan lainnya (128,3%). Ketiga segmen ini memiliki kue yang lebih kecil dari segi volume dan nominal dari kredit Multiguna, KPR dan KBB. Meskipun suku bunga tertimbang yang ditawarkan bank untuk ketiga segmen ini relatif tinggi, yaitu flat atau apartemen tipe 21 (suku bunga 18,0%), furniture dan peralatan rumah tangga (suku bunga 11,5%) serta peralatan lainnya (suku bunga 10,1%). Kenaikan segmen ini diduga bersumber dari
Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan baru tersebut meliputi kenaikan 10% rasio LTV untuk kredit properti semua tipe rumah serta penurunan 5% uang muka kredit kendaraan bermotor.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 pembangunan sektor swasta di kota Medan terutama pembangunan apartemen. Peningkatan kredit Rumah Tangga diiringi dengan kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL, yang meski masih dibawah batas aman 5% (kecuali KPR), namun cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terjadi baik di multiguna maupun KPR, sementara NPL kredit KKB relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
Grafik 3.19 Perkembangan Transaksi RTGS
3.5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai
12,49 12,06
30 177,02% 125,27% 99,01% 389,39% -20
50
0
-70 I
Kegiatan sistem pembayaran di Sumatera Utara juga mengalami perubahan yang cukup signifikan pada transaksi tunai maupun non tunai. Di transaksi non tunai, transaksi kliring mengalami kenaikan yang cukup signifikan sementara transaksi RTGS mengalami penurunan. Di transaksi tunai, pada triwulan I 2016 mengalami net inflow dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami net outflow. Transaksi Non Tunai yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia terdiri dari transaksi RTGS, SKNBI dan Transaksi APMK. Transaksi RTGS mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu faktor penyebab adalah implementasi RTGS Gen II pada 16 Desember 2015. Pembayaran melalui RTGS hanya dapat dilakukan untuk transaksi di atas Rp.500 Juta. Penurunan tersebut cukup signifikan secara nominal mencapai -32,6% (qtq) dan secara volume -0,24% (qtq). Penurunan volume yang relatif rendah salah satunya dikarenakan rata-rata hari kerja pada triwulan I tahun 2016 lebih banyak dari triwulan IV 2015.
80
100
36 11,2 37 11,5 38 12,0 38 11,3 38 11,2 39 11,0 33 8,4 34 8,0 35 6,2 36 9,6 40 10,8 41 17,5 40 10,9 28 7,6 41 10,8 82 39,5 111
3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran
yoy (%) 130
Nominal (Triliun Rp) Volume (ratus ribu lembar warkat) Nominal (yoy) Volume (yoy)
150
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
I 2016
Grafik 3.20 Perkembangan Transaksi Kliring
Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI 16 nominalnya tercatat sebesar Rp111 triliun atau meningkat secara nominal 36,3% dan secara volume 35,8% dibandingkan triwulan IV 2015. Hal ini sejalan dengan penurunan transaksi RTGS. Masyarakat yang akan melakukan transaksi di bawah Rp500 Juta, dilakukan melalui mekanisme SKNBI. Bank Indonesia sejak 5 Juni 2015 telah mengimplementasikan SKNBI Gen II dimana terdapat zonasi settlement. Proses netting kliring yang sebelumnya hanya dilakukan 2 kali dalam satu hari menjadi 5 kali netting dalam satu hari sehingga transaksi dapat dilakukan lebih cepat. 3.5.2 Kinerja Sistem Pembayaran Tunai Penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia di Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp9,6 triliun, tumbuh melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 42,8% (yoy) menjadi sebesar 15,7% (yoy). Sedangkan penarikan uang kartal oleh perbankan dari Bank Indonesia juga melambat dari 25,8% (yoy) menjadi 20,6% (yoy), menjadi sebesar Rp4,5 triliun. Melambatnya penyetoran maupun penarikan uang kartal pada triwulan laporan sesuai dengan polanya,
16
SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta)
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 sejalan dengan kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca faktor musiman Natal dan Tahun Baru pada triwulan lalu. Aliran uang kartal di Medan mengalami net cash inflow17 sebesar Rp5,12 triliun, setelah triwulan sebelumnya tercatat posisi net outflow sebesar Rp3,04 triliun. Untuk Pematang Siantar juga mengalami net outflow Rp0,4 triliyun sedangkan Sibolga mengalami net outflow sebesar Rp0,3 triliyun.
diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat. Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan pada triwulan laporan menurun 8,8% dari Rp3,21 triliun menjadi Rp2,93 triliun, seiring dengan penurunan penyetoran uang kartal melalui Bank Indonesia. Uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut tercatat sebesar 30% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia di Sumatera Utara pada triwulan laporan. Dalam kaitan dengan kebijakan clean money policy, pada triwulan I 2016 Bank Indonesia juga mengeluarkan uang hasil cetak sempurna senilai Rp508 miliar, atau sebesar 11% dari penarikan uang kartal oleh perbankan melalui Bank Indonesia di Sumatera Utara.
Grafik 3.21 Penarikan dan Penyetoran di Sumut
Meningkatnya net cash inflow ini sejalan dengan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal setelah adanya faktor musiman Natal dan Tahun Baru pada triwulan lalu.
Grafik 3.23 Temuan Uang Rupiah Palsu di Su
Grafik 3.22 Pemusnahan Uang Rupiah Tidak Layak Edar di Sumatera Utara Dalam rangka melaksanakan clean money policy, seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi Sumatera Utara secara rutin melakukan kegiatan penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
17 Net cash inflow mencerminkan jumlah penyetoran (inflow)
ke Bank Indonesia lebih banyak dibanding jumlah penarikan (outflow) dari Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah
Temuan uang rupiah palsu meningkat 3,4% dari 1.446 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 1.496 lembar pada triwulan laporan. Temuan tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia. Temuan uang palsu tersebut masingmasing sebanyak 93,1% di Medan, diikuti 5,4% di Pematang Siantar dan 1,5% di Sibolga. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, dan senantiasa melakukan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) guna mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu.
kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Memperkuat Pengembangan Smart City
Suplemen 2
Dalam Mendukung Pengembangan Kota Yang Berkelanjutan Ruang pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara dapat dikatakan cukup besar. Hasil pemetaan dimensi smart city di Kota Medan sebagai kota terbesar di Sumatera Utara menunjukkan bahwa dimensi smart government relatif lebih maju dari dimensi lainnya. Kemajuan dimensi ini tidak lepas dari untuk keinginan Pemerintah Daerah untuk memberikan informasi perkembangan daerah maupun menjaring partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Hal tersebut dilakukan melalui pengembangan portal kepemerintahan serta penerapan e-procurement yang meningkatkan Sumber: Departemen Regional 1, Bank Indonesia kredibilitas pemerintah. juga Pemerintah Provinsi Sumatera Grafik 3.24 Indeks Smart City Utara termasuk yang pertama kali menerapkan Sistem Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (PIPISE) pada Februari 2015 yang lalu. Masih terdapat potensi yang besar untuk dikembangkan. Salah satu diantaranya adalah elektronifikasi pembayaran 5 14,0 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan retribusi parkir. Pajak 4 12,0 Kendaraan Bermotor (PKB) memiliki pangsa 30% terhadap 10,0 3 total penerimaan pajak Provinsi Sumatera Utara. Dengan 8,0 2 6,0 rata-rata peningkatan kendaraan bermotor sebesar 11% 4,0 1 per tahun (periode 2005-2013), potensi penerimaan 2,0 daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor masih cukup besar. 0,0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Potensi yang dapat dikembangkan adalah pembayaran Sumber: BPS, diolah melalui online billing pada mesin ATM maupun penggunaan Grafik 3.25 Penjualan Kendaraan Bermotor aplikasi e-payment. Sementara itu, potensi dari retribusi parkir dapat diserap dengan penempatan beberapa fasilitas tapcash (uang elektronik) di tempat parkir pusat perbelanjaan. juta unit 6
Jumlah Kendaraan
Growth
Rata-rata
%, yoy 18,0
16,0
Sasaran lain dalam memperkuat aspek smart goverment adalah mendukung pengembangan sistem tata kelola keuangan dan penggajian secara elektronik. Sasaran ini telah menjadi program prioritas Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera pada tahun 2016. Sistem penggajian secara elektronik menjadi salah satu prioritas dikarenakan hingga saat ini 85% dari pembayaran gaji pegawai Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dilakukan secara manual/tunai. Selain itu, belum dilakukannya penggajian pegawai secara elektronik lebih disebabkan oleh permasalahan teknikal dan infrastruktur pendukung yang belum memadai. Lebih jauh, pengembangan elektronifikasi kedepannya diharapkan pegawai dapat menggunakan uang elektronik maupun kartu debet untuk berbelanja di koperasi pegawai. Ke depan, elektronifikasi perlu diperluas ke berbagai bentuk transaksi keuangan. Hal ini didasarkan pada pemahaman pentingnya elektronifikasi dalam mendukung efisiensi ekonomi yang diperlukan agar ekonomi Sumatera Utara dapat tumbuh lebih efisien sehingga roda perekonomian dapat berputar lebih cepat lagi. Pemerintah juga terus melakukan pembenahan untuk menciptakan tata kelola yang efektif dan efisien guna memberikan pelayanan yang optimal terhadap masyarakat. Saat ini pemerintah sedang mengembangkan SIMDA
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 (Sistem Tata Kelola Keuangan Desa) yang merupakan bentuk turunan dari CMS (Cash Management System)18 yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Mengingat dana desa yang cukup besar, sistem tata kelola elektronis menjadi prioritas untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi penyaluran dana keuangan desa. Pembenahan terus dilakukan secara perlahan dan berkesinambungan diharapkan dapat mendukung pengembangan Smart City di Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu bentuk pembangunan kota berkelanjutan.
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH
Sebagaimana polanya, realisasi belanja Pemerintah di Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota maupun APBN pada triwulan I 2016 masih rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 10,6% dari yang dianggarkan. Sementara untuk belanja APBD 18 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 7,5%. Demikian halnya dengan serapan APBN baru terealisasi 11,4% dari pagunya. Namun realisasi belanja pada triwulan I 2016 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang meningkat meski masih terbatas.
KEUANGAN PEMERINTAH 41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tabel 4.1 Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 2015 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA 1. PENDAPATAN 1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 1.1.1 Pajak daerah 1.1.2 Retribusi daerah 1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 1.2 DANA PERIMBANGAN 1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.2.3 Dana Alokasi Khusus 1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1.3.1 Hibah 1.3.2 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 1.3.3 Pendapatan Lainnya 2 BELANJA 2.1 Belanja Pegawai 2.2. Belanja Hibah 2.3 Belanja Bansos 2.4 Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes 2.5 Belanja Bantuan Keuangan 2.6 Belanja Tidak Terduga 2.7 Belanja Barang & Jasa 2.8 Belanja Modal
PAGU (Juta REALISASI Rp) TW I 8.452.311 1.895.140 4.623.637 905.536 4.180.783 876.805 31.130 5.238 255.651 66 156.074 23.427 1.712.731 462.985 486.657 83.231 1.139.261 379.754 86.813 2.115.943 526.619 35.039 2.406 2.080.904 520.199 4.014 8.442.840 1.026.638 1.150.132 285.209 2.131.351 517.309 2.330.828 457.454 7.500 1.342.259 115.075 1.023.316 109.045
2016 % REALISASI 22,4% 19,6% 21,0% 16,8% 0,0% 15,0% 27,0% 17,1% 33,3% 0,0% 24,9% 6,9% 25,0% 12,2% 24,8% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 8,6% 10,7%
PAGU (Juta Rp) 9.973.989 4.630.468 4.168.615 31.965 261.614 168.275 2.272.746 515.918 1.604.506 152.322 3.070.775 34.148 3.036.627 9.950.848 1.547.265 3.022.816 2.478.630 179 7.500 1.472.526 1.243.297
REALISASI % TW I REALISASI 2.321.911 23,3% 941.524 20,3% 895.840 21,5% 7.805 24,4% 66 0,0% 37.812 22,5% 624.830 27,5% 103.366 20,0% 521.464 32,5% 0,0% 755.557 24,6% 2.316 6,8% 748.365 24,6% 4.876 1.058.330 10,6% 220.953 14,3% 726.545 24,0% 36.152 1,5% 0,0% 0,0% 74.679 5,1% 0,0%
Delta 0,9% 0,7% 0,5% 7,6% 0,0% 7,5% 0,5% 2,9% -0,8% 0,0% -0,3% -0,1% -0,4% -1,5% -10,5% 24,0% 1,5% 0,0% 0,0% -3,5% -10,7%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
4.1
Gambaran Umum
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam perencanaan dan penganggaran negara tentunya perlu diperhatikan. Pada triwulan I 2016, serapan anggaran APBD Provinsi, APBD Kabupaten Kota dan APBN di Sumatera Utara masih sebagaimana polanya, rendah di awal tahun. Realisasi anggaran masih bersifat pengeluaran rutin kantor dan belanja pegawai.
4.2 Realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara Dengan memperhatikan berbagai asumsi kondisi makroekonomi daerah, APBD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 meningkat baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi belanja.
Anggaran pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp9,97 triliun atau meningkat 18% dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp8,45 triliun. Peningkatan anggaran pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara didorong oleh kenaikan anggaran pendapatan transfer (dana perimbangan) yang meningkat sebesar Rp1,5 triliun (40%). Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya naik tipis sebesar Rp 6 miliar (0,1%), sementara Lain-lain Pendapatan yang Sah justru turun Rp 1 miliar (-2,5%). Meskipun pangsanya menurun, PAD masih merupakan sumber pendapatan utama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu mencapai 46,4% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Sumatera Utara masih cukup baik. Komponen terbesar PAD adalah pajak daerah yang dianggarkan sedikit menurun dari Rp4,18 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp4,16 triliun
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 pada tahun 2016. Penurunan target penerimaan pajak tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah menstimulus aktivitas perekonomian masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I 2016, realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara mencapai Rp2,32 triliun atau 23,3% dari target pendapatan. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang hanya mencapai Rp1,89 triliun atau 22,4% dari target pendapatan. Ketiga komponen pendapatan yakni PAD19, pendapatan transfer (dana perimbangan), dan lainlain pendapatan yang sah masing-masing terealisasi lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 20,3% dari pagu, atau Rp941,5 miliar dari target Rp4,63 triliun. Realisasi ini meningkat jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 19,6%. Pajak daerah masih menjadi andalan sumber pendapatan yang terealisasi 21,5% dari pagu atau Rp895,8 miliar, meningkat dibandingkan penerimaan triwulan I 2015 yang mencapai Rp876,8 miliar. Retribusi daerah juga meningkat dari 16,8% menjadi 24,4% dengan nilai nominal sebesar Rp7,8 miliar. Demikian juga dengan lain-lain PAD yang sah juga meningkat dari 15% menjadi 22,5% dari pagu dengan nominal sebesar Rp37,8 miliar. Peningkatan ini sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yang diperkirakan ditopang oleh perbaikan daya beli masyarakat seiring dengan koreksi harga komoditas, meskipun masih terbatas. Realisasi pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat juga meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan I 2016, pendapatan transfer tercatat terealisasi sebesar Rp624,8 miliar (27,5% dari pagu). Peningkatan realisasi bersumber dari kenaikan dana bagi hasil yang terealisasi senilai Rp103,3 miliar atau 20% dari pagu, meningkat dari triwulan I 2015 yang sebesar 17,1% dari pagu. Sementara itu dana alokasi umum secara pagu sedikit menurun, yaitu 32,5%, dibandingkan triwulan I 2015
yang mencapai 33,3%. Namun secara nominal, dana alokasi umum tercatat meningkat dari Rp379,7 miliar pada triwulan I 2015 menjadi Rp521,4 miliar pada triwulan laporan. Peningkatan yang cukup signifikan secara nominal tersebut diperkirakan merupakan realisasi dana operasional sekolah untuk persiapan pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SD, SMP dan SMU yang berlangsung pada bulan April dan Mei 2016. Berdasarkan strukturnya, realisasi pendapatan daerah Pemprov Sumatera Utara pada triwulan Iaporan terdiri atas PAD 40,5%, lain-lain pendapatan yang sah 32,5%, dan transfer sebesar 26,9%. Hal ini menunjukkan derajat kemandirian fiskal Provinsi Sumatera Utara terjaga cukup baik. Namun pendapatan transfer menunjukkan peningkatan pangsa dan nominal yang cukup besar, yang bersumber dari peningkatan dana bagi hasil dan dana alokasi umum.
Sementara itu anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara tahun 2016 tercatat sebesar Rp9,95 triliun, meningkat 17,9% dari tahun 2015 yang sebesar Rp8,44 triliun. Komponen yang mengalami kenaikan tertinggi adalah belanja bansos dan hibah (naik 119,4%), diikuti oleh belanja barang dan jasa (naik 26,1%), belanja modal (naik 21,5%), dan belanja pegawai (naik 16,8%). Dari target belanja tersebut, pada triwulan I 2016 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah merealisasikan anggaran belanja sebesar Rp1,05 triliun atau 10,6% dari pagunya. Sebagaimana pola realisasi APBD yang umumnya rendah di awal tahun,
43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 realisasi belanja tersebut yang meliputi belanja langsung dan tidak langsung, tercatat lebih rendah dibandingkan capaian triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 11,8% dari pagunya. Realisasi pada triwulan I baru mencakup realisasi anggaran belanja rutin kantor dan pegawai. Program pelelangan dini pada akhir tahun 2015 untuk merealisasikan anggaran belanja tahun 2016 sebagaimana dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, perlaksanaanya masih terbatas di Sumatera Utara. Hal ini tercermin dari progress pengadaan belanja langsung di Sumatera Utara pada triwulan laporan. Dari 741 rencana paket pengadaan dengan total nilai sebesar Rp1,53 triliun pada tahun 2016, pada triwulan laporan baru terproses pengadaan sebanyak 7,29% (54 paket). Dari jumlah tersebut, hanya 1,48% (10 paket) yang dalam pelaksanaan. Berdasarkan informasi dari SKPD terkait, proses pelelangan untuk merealisasikan belanja modal khususnya terkait jalan dan jembatan diperkirakan baru akan dimulai pada bulan Mei 2016, dan penandatanganan kontrak pada bulan Juli 2016. Kondisi ini disebabkan oleh adanya perubahan Rencana Anggaran Biaya yang harus direvisi terkait penurunan harga BBM. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terus berupaya untuk mempercepat proses pengadaan belanja modal serta barang dan jasa yang akuntabel dan transparan, antara lain dengan menerapkan e-procurement melalui satu pintu. Ke depan, realisasi belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi. Tabel 4.2 APBD Pemkab/Pemko Sumatera Utara 2015 Pangsa 2016 Pangsa 9.632 54% 11.072 51% 3.278 18% 3.683 17% 4.099 23% 4.287 20% 936 5% 2.494 12% 17.945 21.536
APBD Pemkab/Pemko Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja bansos dan hibah Total
Sumber: TEPRA – Kementerian Keuangan
4.3 Realisasi APBD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Anggaran belanja 18 Pemerintah Daerah dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebesar Rp21,5 triliun, meningkat 20% dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp17,9 triliun. Peningkatan anggaran terutama pada anggaran belanja bansos dan hibah yang meningkat 166% dari Rp936 miliar menjadi Rp2,49 triliun. Sementara peningkatan terkecil terdapat pada anggaran belanja modal yang hanya meningkat 5% dari Rp4,1 triliun menjadi Rp4,28 triliun. Berdasarkan pangsanya, belanja pegawai memiliki pangsa tertinggi sebesar 51%, diikuti oleh belanja modal 20%, belanja barang dan jasa 17%, dan belanja bansos dan hibah sebesar 12%. Komposisi ini relatif tidak berubah dibandingkan tahun 2015. Realisasi belanja Pemkab/Pemko di Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai Rp1,6 triliun atau 7,5% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% dari pagunya. Sebagaimana dengan APBD Provinsi, serapan belanja APBD Kabupaten/Kota juga baru meliputi belanja rutin kantor dan pegawai. Demikian juga halnya dengan program pelelangan dini, diperkirakan juga belum terlaksana dengan baik di level Kabupaten/Kota. Hal ini tercermin dari 6.198 rencana paket pengadaan dengan total nilai sebesar Rp3,79 triliun pada tahun 2016, pada triwulan I 2016 pemerintah Kabupaten/ Kota baru memproses pengadaan belanja langsung (barang, jasa, dan modal) sebanyak 14% (871 paket). Dari jumlah tersebut, hanya 4% (362 paket) yang dalam pelaksanaan. Realisasi anggaran belanja langsung diperkirakan baru terakselerasi di triwulan II dan III sebagaimana polanya.
4.4 Rekening Pemerintah Daerah di Bank Rekening Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan dapat digunakan untuk memprediksi besaran dana sisa anggaran yang dimiliki oleh Pemda selama periode berjalan dan merupakan akumulasi dari berbagai jenis dana pemerintah daerah, baik yang
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 bersumber dari Penerimaan Asli Daerah (PAD), transfer baik dari provinsi maupun Pemerintah Pusat, maupun sumber-sumber lainnya.
Grafik 4.2 Komposisi APBN di Sumatera Utara
Grafik 4.1 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara
Sebagaimana polanya, posisi simpanan Pemda (gabungan Pemprov dan 33 Pemkab/Pemko) di Sumatera Utara yang ditempatkan pada perbankan pada akhir triwulan I 2016 meningkat tajam 115,8% (qtq). Simpanan dimaksud meningkat dari Rp4,2 triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp9,1 triliun pada triwulan laporan. Posisi simpanan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu, yakni tumbuh sebesar 1,22% (yoy). Namun pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun 2015. Kondisi ini mencerminkan realisasi pendapatan yang cukup baik di tengah peningkatan realisasi belanja yang mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
4.5 Realisasi Belanja APBN di Sumatera Utara triwulan I 2016 Target belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun 2016 sebesar Rp19,04 triliun, menurun 11% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp21,4 triliun. Penurunan terjadi pada seluruh komponen belanja kecuali belanja barang. Pangsa belanja APBN juga berubah. Belanja modal yang pada tahun 2015 memiliki pangsa tertinggi sebesar 35,7%, pada tahun 2016 hanya memiliki pangsa sebesar 31,9%, di bawah pangsa belanja pegawai yang sebesar 36,3%.
Sejalan dengan pola realisasi APBD, realisasi penyerapan belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara juga masih tertahan, meskipun menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp2,2 triliun atau 11,4% dari target belanja tahun 2016. Dibandingkan triwulan I 2015, capaian tersebut lebih tinggi, baik secara nominal maupun dari pagunya. Kondisi ini seiring dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi Pemerintah yang lebih tinggi dari polanya. Peningkatan realisasi belanja terjadi pada seluruh komponen, kecuali belanja bantuan sosial. Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja APBN tertinggi pada triwulan I 2016 adalah belanja pegawai sebesar 19,8% dari pagunya atau Rp1,4 triliun. Peringkat selanjutnya diikuti oleh belanja barang 8,9% dari pagunya (Rp543 miliar), belanja modal 4,8% dari pagunya (Rp302 miliar), dan bantuan sosial 2,4% dari pagunya (Rp2 miliar). Belanja pegawai digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau instansi Pemerintah Pusat yang berada di Sumatera Utara, sedangkan belanja modal digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat, seperti Pembangunan Fly Over/Underpass/Terowongan, sistem kelistrikan bandar udara, dan pembangunan fasilitas pelabuhan (Pelabuhan Belawan dan Kuala Tanjung). Pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur strategis di Sumatera Utara, salah satunya adalah Pelabuhan multi purpose Kuala Tanjung tahap I, yang dijadwalkan dapat selesai pada akhir tahun 2016 dan saat ini telah terealisasi fisiknya antara 40-45%. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN tertinggi pada triwulan I 2016 dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan sebesar 22,3% dari pagunya (Rp591 miliar), diikuti oleh fungsi pertahanan 19,2%
45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 (Rp420 miliar), pelayanan umum 14,8% (Rp144 miliar), dan agama 13,8% (Rp48 miliar). Realisasi pengeluaran fungsi-fungsi tersebut umumnya masih bersifat pembayaran gaji pegawai dan belanja operasional rutin. Sedangkan realisasi belanja modal
berupa pembangunan gedung sekolah, pengadaan tanah, bendungan irigasi, dan pelabuhan masih minimal. Sementara capaian terendah adalah fungsi pariwisata dan budaya yang belum terealisasi sama sekali.
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara 2015 2016 No Uraian Realisasi Tw I Realisasi Tw I Anggaran Pangsa Anggaran Pangsa Nominal % Pagu Nominal % Pagu Berdasarkan Jenis Belanja 1 Belanja Pegawai 7.102 33,2% 1.302 18,3% 7.073 36,3% 1.399 19,8% 2 Belanja Barang 5.888 27,5% 251 4,3% 6.142 31,5% 548 8,9% 3 Belanja Modal 7.637 35,7% 63 0,8% 6.231 31,9% 302 4,8% 4 Belanja Bantuan Sosial 774 3,6% 31 4,1% 65 0,3% 2 2,4% 21.400 1.648 7,7% 19.511 2.250 11,5% Berdasarkan Fungsi 1. Agama 260 1,2% 17 6,6% 348 1,9% 48 13,8% 2. Ekonomi 7.760 37,1% 153 2,0% 6.734 35,9% 421 6,2% 3. Kesehatan 850 4,1% 6 0,7% 1.216 6,5% 146 12,0% 4. Ketertiban dan Keamanan 1.460 7,0% 224 15,4% 2.651 14,1% 591 22,3% 5. Lingkungan Hidup 373 1,8% 13 3,5% 349 1,9% 30 8,7% 6. Pariwisata dan Budaya 50 0,2% 0,0% 4 0,0% 0,0% 7. Pelayanan Umum 3.650 17,4% 499 13,7% 974 5,2% 144 14,8% 8. Pendidikan 3.943 18,8% 351 8,9% 3.653 19,5% 443 12,1% 9. Perlindungan Sosial 73 0,3% 2 3,0% 50 0,3% 2 5,0% 10. Pertahanan 2.023 9,7% 381 18,8% 2.185 11,7% 420 19,2% 11. Perumahan dan Fasilitas Umum 496 2,4% 0,0% 585 3,1% 5 0,8% Sumber: Ditjen Pembendaharaaan Kanwil Provinsi Sumatera Utara
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2016 tercatat menurun, begitu juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat dibandingkan dengan Februari 2015. Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri. Berbeda dari ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada triwulan laporan relatif membaik meski perekonomian masih menunjukkan perlambatan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan persepsi penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang membaik.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
5.1
Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja Feb 2016 (%)
TPAK 69,9 TPT 6,4
68,9 6,5
120,0
Ekspektasi
110,0 100,0 85,9
90,0 80,0
Seiring dengan perlambatan perekonomian, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara turut menurun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Februari 2016 tercatat 68,9%, lebih rendah dibandingkan dengan TPAK pada Februari 2015 yang tercatat 69,9% (Tabel 5.1). Berdasarkan lapangan kerja utama, penurunan kondisi ketenagakerjaan tersebut terutama terjadi pada kategori Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi, kategori Lainnya serta kategori Industri (Tabel 5.2). Sementara itu, perbaikan pada kategori pertanian mampu menahan penurunan kondisi ketenagakerjaan pada triwulan I 2016. Pada triwulan I 2016, penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Utara diikuti oleh kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2016 mencapai 6,5%, meningkat bila dibandingkan dengan TPT pada bulan Februari 2015 yang mencapai 6,4%. Meskipun demikian, persepsi masyarakat terhadap kondisi lapangan pekerjaan pada triwulan I 2016 masih dapat dikatakan cukup baik meski masih berada dalam level pesimis20. Hal tersebut tercermin dari perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja pada triwulan ini yang meningkat dari 71,1 menjadi 82,8. Mulai membaiknya persepsi tenaga kerja terjadi seiring dengan perbaikan harga komoditas serta perkembangan pasar komoditas domestik yang mulai menjanjikan.
20
Optimis adalah ketika indeks > 100, pesimis adalah ketika indeks < 100.
70,0
82,8
60,0 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Perbaikan pasar domestik juga turut mendorong optimisme pelaku usaha, yang tercermin hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan perbaikan indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja. Indeks perkembangan penggunaan tenaga kerja membaik dari 3,2% pada triwulan lalu menjadi 3,6% pada triwulan I 2016. Perbaikan ini didorong oleh semakin membaiknya kinerja perusahaan seiring dengan perbaikan harga komoditas khususnya kelapa sawit dan kopi, meski masih terbatas21. 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 -14 -16
Ekspektasi
*Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
11,8
3,6 I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
2016
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KPw BI Sumut
Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total
Bebera[pa faktor yang diperkirakan mendorong optimisme akan perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah (1) Pemulihan harga komoditas yang terus berlanjut, (2) peningkatan penyerapan CPO domestik terkait mandatori biodiesel, (3) pembangunan infrastruktur strategis yang terus digenjot, serta (4) pembukaan lowongan Pegawai Negeri Sipil. Hal ini tercermin dari Indeks
21 Hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan Yang Akan Datang yang membaik, dari 82,8 menjadi 85,9. Optimisme ini didukung oleh
perbaikan persepsi penggunaan tenaga kerja dari sisi pelaku usaha yang meningkat pada triwulan mendatang (Grafik 5.4).
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumatera Utara Penduduk 15 tahun ke atas (ribu) Total Angkatan Kerja (ribu) Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja (ribu) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
2011
2012
8.759 6.314 5.912 402 2.445 72,1% 6,4%
8.835 6.132 5.752 380 2.703 69,4% 6,2%
2014
2015
2016
Feb
Agt
Feb
Agt
Feb
9.264 6.766 6.364 402 2.498 73,0% 5,9%
9.351 6.272 5.881 391 3.079 67,1% 6,2%
9.432 6.593 6.171 421 2.839 69,9% 6,4%
9.499 6.391 5.962 429 3.108 67,3% 6,7%
9.575 6.594 6.166 427 2.981 68,9% 6,5%
Sumber: BPS, diolah
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut lapangan Usaha LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Pertanian Perdagangan, rumah makan dan akomodasi Jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan Industri Lainnya JUMLAH
Agustus 2014 Februari 2015 Jumlah Jumlah Persen Persen (ribu) (ribu)
Agustus 2015 Jumlah Persen (ribu)
Februari 2016 Jumlah Persen (ribu)
2.501
42,5%
2.483
40,2%
2.462
41,3%
2.497
40,5%
1.181
20,1%
1.352
21,9%
1.271
21,3%
1.264
20,5%
905
15,4%
897
14,5%
922
15,5%
1.037
16,8%
8,6% 14,8% 100,0%
450 857 5.962
7,5% 14,4% 100,0%
461 7,8% 528 833 14,2% 912 5.881 100,0% 6.171
516 8,4% 852 13,8% 6.166 100,0%
Sumber: BPS, diolah
Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan/Pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga JUMLAH
Agt 15 Feb-16 Jumlah Jumlah Persen Persen (000) (000)
1.112 18,7% 939 15,7% 182 3,1% 2.194 36,8% 505 8,5% 1.030 17,3% 5.962 100,0%
% Kenaikan/ Penurunan
1.026 16,6% 1.007 16,3% 207 3,4% 2.371 38,5% 560 9,1% 995 16,1% 6.166 100,0%
-7,7% 7,2% 13,7% 8,1% 10,9% -3,4% 3,4%
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan status pekerjaannya, tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja di sektor informal (58,2%). Tenaga kerja yang termasuk sektor formal adalah kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap/dibayar serta kategori buruh/karyawan/pegawai, sementara selebihnya tergolong kedalam sektor informal. Sementara itu, jumlah tenaga kerja di sektor formal mencapai 41,8% dari total tenaga kerja, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal pada bulan Februari 2015 yang hanya mencapai 40,1% (Grafik 5.3).
2016 2015
Formal
59,9% 58,2%
41,8% 40,1%
Informal
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.3 Sektor Tenaga Kerja
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Peningkatan jumlah tenaga kerja formal terutama terjadi pada lapangan pekerjaan Buruh/Karyawan/Pegawai sementara jumlah buruh tetap dapat dikatakan stabil. Hal ini mengkonfirmasi hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan indikasi jumlah karyawan yang meningkat. Aktivitas perekonomian yang mulai menunjukkan indikasi pemulihan meningkatkan optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan kesempatan kerja. Hal tersebut juga didukung oleh adanya peningkatan jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (diploma dan universitas). Seiring dengan jumlah tenaga kerja formal yang membaik, jumlah tenaga kerja informal menunjukkan penurunan, dari 59,9% pada Februari 2015 menjadi 58,2% pada Februari 2016. Penurunan jumlah tenaga kerja informal tertinggi terjadi pada klasifikasi tenaga kerja yang berusaha sendiri serta pekerja keluarga. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang relatif lebih tinggi (diploma dan universitas) menyebabkan lebih tingginya preferensi pegawai untuk bekerja di sektor formal.
Masih optimisnya persepsi masyarakat akan penghasilan juga sejalan dengan beberapa indikator seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang juga masih berada di level optimis (Grafik 5.5). Pada periode mendatang, optimisme masyarakat terhadap perekonomian dapat dikatakan cukup baik yang tercermin dari masih tercatatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang kembali tercatat di rentang optimis meski relatif tertahan (Grafik 5.4).
Sumber: BPS, Diolah
Grafik 5.5 Indeks Ekspektasi & Keyakinan Konsumen serta Kondisi Ekonomi
NILAI TUKAR PETANI SUMATERA UTARA
5.2 Kesejahteraan KEYAKINAN KONSUMEN SUMATERA UTARA
IKE
IKK
Secara umum persepsi masyarakat atas penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu masih cukup baik, bahkan dengan optimisme yang meningkat. Kondisi ini tercermin dari Indeks Kondisi Penghasilan yang meningkat dibanding triwulan lalu (Grafik 5.4).
Tw-I 2016
98,1
99,3
ilai ukar etani erkebunan akyat ilai ukar etani a i ala ija ilai ukar etani r kultura ilai ukar etani elayan an e bu i aya kan ilai ukar elayan ilai ukar e bu i aya kan
ilai ukar etani eternakan
IEK
Tw-IV 2015
Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan indikator kesejahteraan petani pada triwulan laporan tercatat 99,3, lebih baik dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang tercatat 98,1 (Grafik 5.6). Meksipun demikian, capaian ini masih lebih renda dari level indikatif kesejahteraan (NTP=100) yang disebabkan oleh menurunnya produksi hasil pertanian di tengah masuknya masa panen raya pada Februari-Maret.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Tabel 5.4 Nilai Tukar Petani Indeks
I 98,52 94,96 96,02 99,02
NTP NT Perkebunan NT Tan.Pangan NT Hortikultura
2015 II 98,60 95,93 96,18 98,28
III 97,67 92,72 96,00 97,09
2016 I 99,30 94,97 99,26 96,89
IV 98,07 93,06 96,77 96,51
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Ekspektasi
150,0 140,0
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.6 Nilai Tukar Petani
Penurunan produksi hasil pertanian tersebut diduga karena cuaca yang kurang baik, penggunaan pupuk yang menurun dan kualitas benih yang kurang baik. Selain itu, masih tertekannya harga komoditas perkebunan seperti karet juga mempengaruhi Nilai Tukar Perkebunan Rakyat yang belum membaik dan berada dibawah 100 (Grafik 5.7). Seluruh komponen NTP masih belum berada di level memadai (di bawah 100). Hal ini menunjukkan pendapatan yang diterima petani masih lebih rendah dari biaya produksi yang dikeluarkan petani. Kondisi ini patut diwaspadai agar daya beli petani tidak tergerus.
130,0
121,6
120,0 110,0
Optimis 113,8
100,0
Pesimis
90,0 II
III IV 2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.7 Indeks Penghasilan Konsumen
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
Optimisme akan perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kokohnya permintaan domestik. Perbaikan perekonomian juga ditunjang oleh tekanan inflasi yang menurun. Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
PROYEKSI PDRB SUMUT TW II 2016
p mis
Sejalan dengan polanya, realisasi konsumsi pemerintah juga diperkirakan membaik. Monitoring realisasi anggaran yang terus dilaksanakan secara intensif diperkirakan dapat mendorong realisasi konsumsi pemerintah.
Optimisme akan perbaikan 5,4 perekonomian pada triwulan esimis mendatang masih cukup kuat. Perekonomian Sumatera Utara pada 5,3 5,0 5,0 Realisasi investasi pada triwulan triwulan II 2016 diperkirakan berada mendatang diperkirakan terus menguat, Tw-IV Tw -I Tw -II 2015 2016 2016 pada kisaran 5,0%-5,4% (yoy). Sumber sejalan dengan komitmen pemerintah utama pertumbuhan perekonomian untuk terus menyempurnakan kualitas pada triwulan mendatang diperkirakan masih infrastruktur yang ada. Terus digenjotnya realisasi bersumber dari kokohnya permintaan domestik. infrastruktur strategis menjadi stimulus utama 145
IEK
IKK
IKE
akselerasi investasi pada periode mendatang. Beberapa infrastruktur strategis yang masih berlanjut pada triwulan mendatang adalah infrastruktur perhubungan darat, laut serta listrik. Meskipun demikian, proses pengadaan yang relatif terhambat masih membayangi optimalnya realisasi belanja infrastruktur.
Batas
135
OPTIMIS
125 115 105
PESIMIS
95 85 75 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
II
2016
Grafik 6.1 Survei Konsumen
Bergesernya bulan puasa ke triwulan II 2016 yang disertai dengan perbaikan harga komoditas yang terus berlanjut diperkirakan mampu mendorong realisasi konsumsi rumah tangga. Optimisme konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang masih terjaga di level optimis. Meskipun demikian, optimisme perekonomian di level konsumen belum disambut cukup baik oleh optimisme pada level pedagang yang terindikasi dari ekspektasi penjualan di level pedagang yang masih relatif stabil. Penjualan 3 bulan kedepan
180.0
Penjualan 6 bulan kedepan
160.0
Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta juga masih cukup kuat, tercermin dari beberapa kontak liaison yang menyatakan rencananya untuk merealisasikan investasi berupa barang modal pada periode mendatang, antara lain pembangunan jaringan telekomunikasi, replanting dan perluasan lahan Stabilitas politik yang mulai terjaga diiringi dengan dampak paket kebijakan ekonomi pemerintah diharapkan menciptakan daya tarik investasi swasta. Di sisi eksternal, indikasi perbaikan kinerja ekspor masih cukup kuat meski dihadapkan pada beberapa tantangan. Harga komoditas diperkirakan membaik khususnya CPO diperkirakan dapat mendorong kinerja ekspor. Sementara itu, permintaan akan kopi Sumatera Utara diperkirakan tetap kuat.
140.0 120.0
100.0 80.0 60.0 40.0
20.0 III
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
2016
Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume
Dalam pada itu, permintaan CPO untuk kebutuhan domestik diperkirakan meningkat khususnya untuk memenuhi produksi biodiesel. Konsumsi biodiesel yang terus meningkat yang tercermin dari komitmen kontrak pengadaan biodiesel yang akan disalurkan pada bulan Mei-Oktober 201622, diperkirakan akan mendukung perbaikan harga tersebut.
Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Tren harga domestik yang terus membaik serta penetapan bea keluar untuk kelapa sawit sebesar US$ 3/metrik ton23 mendorong bergesernya orientasi penjualan kelapa sawit ke pasar domestik ditengah produksi komoditas perkebunan mitra dagang yang terganggu oleh El Nino tahun lalu. Dengan demikian, harga di pasar global juga diharapkan mulai membaik. Adanya kesepakatan antar produsen karet utama di Asia untuk memotong ekspor sebanyak 615.000 ton untuk periode Maret-Agustus 2016 diharapkan dapat memicu dimulainya perbaikan harga karet ke depan. Lebih lanjut, adanya kegiatan promosi dagang ke negara-negara Timur Tengah terutama Turki diharapkan dapat mendorong penetrasi pasar baru untuk komoditas ekspor Sumatera Utara. Adanya kebijakan pemerintah Tiongkok untuk memotong bea masuk dan bea keluar beberapa komoditas untuk menstimulasi konsumsi domestiknya diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Sumatera Utara. Pengurangan pajak ekspor oleh Tiongkok akan menyebabkan harga barang impor dari Tiongkok lebih murah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi. Sementara itu, pengurangan pajak impor diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia dari produk lokal. Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Harga Triwulan I 2016 (%, yoy) Kelapa Sawit -9 Karet -28 Kopi -23 Sumber: IMF Edisi Feb 2016, diolah Komoditas
Harga Triwulan II 2016 (%, yoy) 0 -26 -28
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan yang harus diantisipasi ke depannya. Perkembangan harga minyak dunia yang masih rendah serta upaya negara mitra dagang untuk terus melindungi industri maupun produsen lokalnya diperkirakan masih menjadi risiko penahan kinerja ekspor di periode mendatang. Pemerintah Tiongkok yang mulai menggalakkan program pembiakan ternak lebih memilih menggunakan soymeal dibandingkan dengan kelapa sawit. Selain Tiongkok, Perancis dan beberapa negara lain, pemerintah Rusia juga
23
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/MDAG/PER/4/2016 tentang Penetapan Harga Patokan
berencana untuk membebani pajak tambahan baru kepada impor kelapa sawit US$200 per ton atau setara 30% dari harga minyak sawit dunia sekitar US$600 per ton. Dari sisi permintaan, permintaan terhadap produk ekspor ke luar negeri yang tercermin pada permintaan global dalam waktu dekat diperkirakan belum membaik secara siginifkan. Perkiraan perekonomian global masih mengalami koreksi ke bawah. Geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama diperkirakan masih terbatas yang tercermin dari pergerakan Purchasing Manager Index (PMI) yang belum seimbang. Dari sisi penawaran, perbaikan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan disokong oleh membaiknya kategori konstruksi serta kategori perdagangan besar dan eceran (PBE). Sementara dua kategori utama lain yaitu pertanian dan industri pengolahan diperkirakan kinerjanya relative terbatas untuk mendukung perbaikan perekonomian Sumatera Utara pada periode mendatang. Berlanjutnya proyek infrastruktur strategis menjadi pemicu utama membaiknya kinerja kategori konstruksi pada periode mendatang. Realisasi pembangunan yang terus dikejar mendorong tingginya realisasi konstruksi. Beberapa proyek infrastruktur strategis yang masih berlanjut adalah revitalisasi Pelabuhan Belawan, pembangunan Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung, Tol Trans Sumatera serta beberapa proyek pendukung lainnya. Secara umum, proyek-proyek infrastruktur tersebut berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan (on schedule). Meskipun demikian, realisasi ini masih belum disukung secara optimal oleh realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang masih terkendala proses pengadaan. Masuknya bulan suci Ramadhan mendorong adanya peningkatan kategori Perdagangan Besar dan Eceran. Hal ini terkonfirmasi dari persepsi pedagang atas penjualannya dalam 3 atau 6 bulan ke depan yang menunjukkan perbaikan secara signifikan.
Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Berakhirnya periode panen raya yang terjadi pada triwulan I lalu menurunkan kinerja kategori pertanian. Adanya saluran irigasi yang terganggu di Kabupaten Simalungun diperkirakan cukup mengganggu aktivitas tanam pada periode ini hingga dapat mengganggu pasokan tanaman pada periode mendatang. Selain itu, habisnya masa berlaku izin beberapa kapal Gabion juga turut menekan kinerja kategori pertanian. Sementara itu, kategori industri pengolahan diperkirakan kembali mengalami penyesuaian. Meningkatnya permintaan terkait puasa/lebaran diperkirakan sudah banyak dipenuhi di triwulan I 2016 sehingga di triwulan II 2016 kinerja kategori Industri Pengolahan lebih rendah. Kinerja kategori ini masih meningkat untuk memenuhi permintaan ekspor ke luar negeri sejalan dengan perbaikan harga komoditas. Meskipun demikian, adanya sistem kontrak penjualan mampu menahan koreksi kinerja Industri Pengolahan yang lebih dalam. Pemerintah juga telah mengambil langkah kuratif dengan mengupayakan pengurangan tarif gas industri mengingat harga gas di Sumut diperkirakan sebagai tarif gas termahal di dunia. Hal ini diharapkan menjadi insentif bagi industri dalam efisiensi biaya produksi.
6.1 Prospek Inflasi
demikian, tekanan inflasi pada periode mendatang diperkirakan mereda sehingga bisa mencapai sasaran yang ditetapkan, yaitu 4±1%. Kondisi pasokan komoditas pangan secara umum diperkirakan relatif memadai. Hal ini didukung oleh optimalisasi Bulog dan kerjasama antar daerah untuk menjaga ketersediaan pasokan khususnya bahan pangan. Memasuki triwulan II 2016, stok beras BULOG mencapai 38 juta ton atau naik 38,3% (yoy) dari ratarata stok beras pada triwulan II tahun lalu. juta ton 120
Volume
200,0%
Growth
100
150,0%
80
100,0%
60
50,0%
40
0,0%
20
-50,0%
-
-100,0% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
II
2016
Data triwulan II 2016 ada data stok pada bulan April 2016 Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 6.3 Stock Beras BULOG
Faktor risiko terkait cuaca diperkirakan minimal. Cuaca diperkirakan berkisar antara normal hingga sedikit di atas normal sehingga aktivitas tanam maupun distribusi cukup kondusif. Permasalahan terganggunya kelancaran saluran irigasi serta teknis perizinan kapal penangkap ikan diperkirakan memberikan tekanan inflasi pada awal triwulan II 2016.
ri es y y
Tw-II 2016
4,0 ± 1,0% y y
Inflasi April 2016 yang sebesar -1,2% (mtm) memberikan optimisme bahwa perkembangan harga secara umum di Sumatera Utara untuk tahun 2016 masih akan terkendali. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara periode Januari s.d. April 2016 mencapai 0,82% (ytd). Koordinasi TPI/TPID yang lebih intensif diharapkan dapat menjaga pasokan bahan pangan pada periode mendatang secara memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered prices) juga relatif terkendali. Dengan
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2016
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 ekspektasi inflasi pada level pedagang yang tidak diiringi oleh peningkatan ekspektasi inflasi pada level konsumen. Hal ini mengindikasikan demand pull yang masih relatif rendah pada periode mendatang. Hal tersebut tercemin dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang masih relatif stabil. SK (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 3 bln yad)
210.0
SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
190.0 170.0 150.0
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2016
130.0 110.0 90.0
III
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
2016
Grafik 6.4 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga
6.2 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 6.3 Perkiraan Sifat Curah Hujan Juni 2016
Tekanan inflasi kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah diperkirakan minimal. Harga minyak dunia yang masih relatif rendah mendorong harga BBM untuk disesuaikan kembali pada awal triwulan. Rendahnya risiko kenaikan harga BBM diperkirakan berlanjut hingga akhir triwulan. Namun, perkembangan inflasi kelompok ini juga masih dihadapkan pada beberapa risiko kedepannya. Penyesuaian ke atas tarif listrik yang dilakukan pada bulan Mei 2015 meningkatkan tekanan inflasi. Selain itu, adanya rencana migrasi pelanggan listrik subsidi ke non subsidi masih gencar untuk direalisasikan meski masih dihadapkan pada fakta rendahnya harga minyak dunia. Selain itu, adanya penyesuaian tarif batas atas bawah angkutan udara ditengah persiapan menghadapi HBKN pada bulan Juli mendatang meningkatkan permintaan masyakarat akan tiket angkutan udara. Inflasi inti diperkirakan relatif stabil. Intensifnya komunikasi diperkirakan mampu mengelola ekspektasi inflasi sehingga inflasi inti dapat kembali terkendali. Hal ini tercermin dari dari peningkatan
Indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di antaranya adalah: a. Mengintensifkan monitoring realisasi APBD dan APBN se-Provinsi Sumatera Utara. b. Melakukan percepatan finalisasi RTRW Provinsi Sumatera Utara. Koordinasi secara terbuka dan efektif dengan stakeholder dan pemerintah pusat dalam menanggulangi dampak terhambatnya pengesahan RTRW juga perlu ditingkatkan. c. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka penguatan permintaan domestik melalui aktivitas konsumsi seperti event pariwisata melalui media pemasaran yang massive dan terpusat serta penciptaan budaya masyarakat pariwisata. d. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim investasi di Sumatera Utara kepada investor dan masyarakat luas melalui publikasi perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media komunikasi yang lebih luas dan terpusat
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). e. Penguatan ekonomi kerakyatan melalui UMKM yang mengoptimalkan potensi lokal. f. Menyempurnakan program pengembangan SDM yang didasarkan pada potensi perekonomian daerah. g. Peningkatan efisiensi transaksi keuangan melalui elektronifikasi. Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi terkendali, diantaranya: a. Meningkatkan koordinasi TPID dalam mengendalikan fluktuasi harga komoditas pangan yang bergejolak serta pengendalian ekspektasi inflasi yang umumnya meningkat seiring dengan persiapan pelaksanaan HBKN. b. Meningkatkan program pendampingan dan pembinaan kelompok petani terkait optimalisasi produktivitas tanaman serta mendorong petani “ elek” risik saat peri e tana /panen tertentu.
c. Melanjutkan program peningkatan produksi pangan maupun diversifikasi konsumsi masyarakat melalui komunikasi yang lebih intensif. d. Melakukan percepatan pembangunan infrastruktur perhubungan untuk mendukung kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kemudahan perizinan, pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi dengan masyarakat. Hal ini juga penting untuk meningkatkan perdagangan antar wilayah. e. Mendukung peningkatan kapabilitas UMKM yang bergerak dalam industri pangan untuk meredam fluktuasi harga akibat panen. f. Sosialisasi yang lebih intensif mengenai program sertifikasi lahan pertanian dan skema pembiayaan petani untuk meningkatkan akses pembiayaan.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI 58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
LAMPIRAN STRUKTUR APBD PEMERINTAH DAERAH DI SUMATERA UTARA Uraian
2015
2016
1 Pendapatan 1.1 PAD 1.1.1 Pajak daerah 1.1.2 Retribusi daerah 1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 1.2 Transfer 1.2.1 DAPER 1.2.1.1 DBH 1.2.1.2 DAU 1.2.1.3 DAK 1.2.2 Otsus dan Penyesuaian 1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat 1.3.2 Dana Darurat 1.3.3 Hibah
8,452 4,624
35
34
2 Belanja 2.1 Belanja Pegawai 2.2 Belanja Barang & Jasa 2.3 Belanja Modal 2.4 Belanja Bansos dan Hibah 2.5 Transfer 2.6 Belanja Lainnya Surplus/ Defisit
8,443
9,951 1,547 1,473 1,243 5,680
4,181 31 256 156
3,794 1,713 487 1,139 87 2,081
35
9,974 4,630 4,169 32 262 168 5,309 2,273 516 1,605 152 3,037 34
-
1,324 1,168 1,023 2,589 2,331
3 Pembiayaan Netto 3.1 Penerimaan 3.1.1 SiLPA TA sebelumnya 3.2 Pengeluaran
9 (9,370,374,916) (9,370,374,916) 14,897,905,723 14,897,905,723 24,268,280,639
8 23 (23,144,326,639) (23,144,326,639) 1,123,954,000 1,123,954,000 24,268,280,639
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah SILPA
24,268,280,639 (9,370,374,907)
24,268,280,639 (4,034,748)
8
LAMPIRAN 59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
DAFTAR ISTILAH Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet.
DAFTAR ISTILAH 62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
DAFTAR ISTILAH 63
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016 NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH 64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan I 2016
Editor
Departemen Regional 1 Divisi Asesmen dan Advisory:
Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory:
Demina R. Sitepu Nur Fikriyah Dzakiyah Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA:
Fransiska Sihaloho Elian Ciptono Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory Telp. 061-4150500 Fax. 061-4534760
DAFTAR ISTILAH 65