KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo
: Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur A.Yusnang
: Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan
: Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim
: Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi
: Analis Ekonomi / Manajer
Rivo Mandey
: Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Iona Rombot
: Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/ atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
i
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia VISI Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara VISI Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. MISI 1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi kebijakan. 2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank Indonesia. 3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
ii
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara Periode Februari 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait. Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo Direktur
iii
Daftar Isi VISI DAN MISI BANK INDONESIA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAFTAR TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH PDRB – Jenis Penggunaan Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor-Impor PDRB – Kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor Konstruksi Transportasi Industri Pengolahan Lapangan Usaha Lainnya Box I. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Di Atas Output Potensial BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Evaluasi Realisasi Inflasi Triwulan IV 2016 Arah Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Gambaran Umum Perbankan Akses Keuangan Dan UMKM Ketahanan Korporasi Ketahanan Rumah Tangga Box II. Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Sulawesi Utara BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai Pengelolaan Uang Tunai BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Kesejahteraan BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan Ekonomi Inflasi DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ii iii iv v vii viii 1 5 5 5 7 8 11 12 12 13 14 14 16 17 18 18 19 20 21 21 25 28 30 30 31 34 36 40 41 41 42 45 45 46 49 49 50 51
iv
Daftar Grafik Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison Grafik 1.5. Nilai Ekspor Grafik 1.6. Volume Ekspor Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 1.8. Nilai Ekspor Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO Grafik 1.14. Nilai Impor Grafik 1.15. Produksi Beras Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa Grafik 1.20. Kunjungan Wisman Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non Traded Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 3.9. Ekspetasi Harga oleh Konsumen Grafik 3.10. Ekspetasi Harga oleh Pedagang Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.4. Pangsa UMKM Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI
6 6 7 7 8 9 9 10 10 10 12 13 14 14 15 16 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25 30 31 32 32 32 33 33 34 35 35 35 36 36 37 37 37 37 38 38 38 41 v
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan yang Akan Datang
43 44 45 48 49
vi
Daftar Tabel Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016 Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017 Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan
5 5 11 11 19 19 20 20 26 27 45 46 46 46 46 47
vii
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR I. MAKRO NASIONAL A PDB Nasional (yoy) B Inflasi Nasional (yoy) II. MAKRO REGIONAL A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2. Laju Inflasi (yoy) % 3. Laju Inflasi (mtm) % 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 6. Inflasi Sandang (mtm) % 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 9. Inflasi Transportasi (mtm) % B PDRB Penggunaan - Konsumsi Rumah Tangga - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga - Konsumsi Pemerintah - Pembentukan Modal Tetap Bruto - Perubahan Persediaan - Ekspor Luar Negeri - Impor Luar Negeri - Net Ekspor Antardaerah C PDRB Sektoral Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya II. MONETER Policy Rate (%)* Kurs (Rp/USD - posisi akhir) III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI 1. Ekspor (ribu USD) 2. Impor (ribu USD) IV. PERBANKAN** A. Jumlah Bank 1. Bank Umum 1.1. Bank Pemerintah 1.2. Bank Swasta (non Syariah) 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 3. Bank Syariah B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 1. Bank Umum 1.1. Konvensional 1.2. Syariah 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2.1. Konvensional 2.2. Syariah C. Total Asset (Rp miliar) 1. Bank Umum (non syariah) 2. BPR 3. Bank Syariah Keterangan : * Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2015 2016 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 0.41 0.26 0.21 0.21 0.31 0.27 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48) 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL 2,748,852 2,921,078 2,427,757 2,140,307 10,237,993 2,460,036 2,852,328 2,231,129 2,663,362 10,206,855 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 23,900 47,930 161,970 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL 46 46 46 46 46 46 46 47 48 48 24 24 24 24 24 28 28 29 29 29 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 18 18 18 18 18 18 18 19 20 20 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 347 350 345 342 342 340 340 341 349 349 292 295 290 289 289 285 285 286 294 294 276 279 275 275 275 272 273 274 282 282 16 16 15 14 14 13 12 12 12 12 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 40,593 39,186 39,186 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 37,652 37,652 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
viii
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR IV. PERBANKAN** D. Indikator Kinerja Bank Umum 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 1.1. Giro 1.2. Deposito 1.3. Tabungan 2. Kredit (Rp miliar) 2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi Jasa Keuangan & Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa Lainnya Lain-lain 2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 2.5. Non Performing Loan (NPL) - Nominal (Rp miliar) - Rasio (%) V. SISTEM PEMBAYARAN 1. Kas (Rp miliar) - Inflow - Outflow 2. Kliring - Volume Kliring (Lembar) - Nominal Kliring (Rp Miliar) - Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) - Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) - Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) - Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) Keterangan : ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
TW I
TW II
2015 TW III
TW IV
TOTAL
TW I
TW II
2016 TW III
20,368 3,855 7,752 8,762 27,079
21,096 4,292 8,022 8,782 28,652
21,848 4,485 8,242 9,121 30,036
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,537 5,017 7,071 9,448 29,630
21,860 4,049 7,352 10,458 30,714
21,229 4,017 7,011 10,201 30,824
7,309 3,022 16,067
7,538 3,743 16,209
7,546 4,542 17,248
7,564 4,265 17,739
7,564 4,265 17,739
7,704 4,143 17,782
8,156 4,380 18,178
480 38 763 2 5 724 6,075 303 417 4 78 340 235 3 42 35 579 15,808 7,472 128.12
506 733 795 4 5 839 6,230 329 457 6 85 342 228 3 39 37 643 16,209 7,446 131.00
510 1,594 720 9 5 900 6,228 279 473 5 74 345 223 2 37 35 463 16,988 7,228 132.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
539 1,222 714 17 5 751 6,708 346 448 4 53 356 276 3 39 37 330 17,782 7,612 137.57
894 3.39 TW I
988 3.45 TW II
996 3.32 TW III
984 3.33 TW IV
984 3.33 TOTAL
2,303 670
1,077 1,391
1,814 2,375
1,099 2,772
90,235 2,668 1,477 44 2.10 1.87
91,718 2,345 1,558 40 2.37 2.59
92,357 2,447 1,490 39 2.65 2.91
99,513 2,817 1,659 47 2.86 3.48
TW IV
TOTAL
569 1,360 717 19 7 975 6,956 342 544 4 42 340 275 3 36 36 311 18,178 7,828 140.50
8,111 4,342 18,371 561 1,280 701 22 8 1,086 6,937 345 560 1 38 330 206 3 33 35 306 18,373 8,079 145.20
21,215 3,147 6,879 11,189 31,440 8,090 4,383 18,967 609 1,247 720 45 7 954 6,948 444 579 1 34 319 171 3 36 35 317 18,970 8,262 148.20
21,215 3,147 6,879 11,189 31,440 8,090 4,383 18,967 609 1,247 720 45 7 954 6,948 444 579 1 34 319 171 3 36 35 317 18,970 8,262 148.20
1,072 3.62 TW I
1,142 3.72 TW II
1,186 3.85 TW III
1,070 3.40 TW IV
1,070 3.40 TOTAL
6,293 7,208
2,500 707
1,025 2,464
2,451 1,791
1,289 2,789
7,265 7,752
373,823 10,277 1,546 43 2.49 2.71
102,698 2,973 1,679 49 3.15 3.08
100,895 2,609 1,576 41 2.47 2.87
82,472 2,242 1,375 37 2.74 2.52
84,940 2,321 1,348 37 2.81 4.25
371,005 10,145 1,495 41 2.79 3.18
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
i
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren peningkatan...
Perkembangan Ekonomi Makro
Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun
Keuangan Pemerintah
1 2
Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren meningkat, tercermin dari peningkatan pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 sebesar 6,49% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (6,01%). Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan II 2014 dan melanjutkan tren peningkatan ekonomi yang berlangsung sejak awal tahun 2016. Peningkatan kinerja perekonomian Sulawesi Utara relatif sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia sebagaimana proyeksi triwulan IV 2016 sebesar 6,43% (yoy)1. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian, konstruksi, transportasi dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara masih relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Tengah. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga tumbuh meningkat, yaitu sebesar 6,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya (6,12%). Realisasi pertumbuhan tersebut menunjukkan sinyal positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang mengalami tren penurunan sejak tahun 2013 hingga 2016. Adapun realisasi pertumbuhan tahun 2016 juga relatif sesuai dengan prakiraan Bank Indonesia yaitu sebesar 6,15% (yoy)2. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi makan minum, dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada tahun 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, kinerja perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Barat. Memasuki triwulan I 2017, perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan perekonomian tumbuh melambat dibanding triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh 5,9%-6,3% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya kinerja perekonomian pada triwulan pertama 2017 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan komponen ekspor. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan akan disebabkan oleh kinerja kategori pertanian dan kategori-kategori yang merupakan cerminan sektor pariwisata.
Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh naiknya pendapatan transfer dari pemerintah pusat, sedangkan PAD Sulawesi Utara mengalami penurunan. Dampak
Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016 Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016
1
2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya...
menurunnya PAD tersebut menyebabkan rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara semakin rendah. Di sisi lain, signal positif ditunjukkan oleh realisasi pendapatan yang meningkat dibanding tahun 2015 dan triwulan III 2016. Ketiga sumber pendapatan mengalami peningkatan sehingga mendorong realisasi pendapatan meningkat. Dari sisi belanja, anggaran belanja juga meningkat dibanding periode sebelumnya yang didorong oleh peningkatan anggaran belanja modal dan non-modal. Namun, berdasarkan porsinya, jumlah belanja modal masih relatif kecil dibanding belanja nonmodal, sehingga masih terdapat ruang peningkatan bagi pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Dalam hal penyerapannya, anggaran belanja terealisasi cukup baik, namun masih di bawah level realisasi 90%. Berbeda halnya dengan realisasi alokasi APBN di Sulawesi Utara, realisasi alokasi APBN masih di bawah level 90%, namun dengan porsi belanja modal yang lebih besar dibanding belanja pegawai. Sementara belanja pegawai terealisasi dengan baik, namun belanja modal khususnya beberapa proyek infrastruktur prioritas belum terealisasi dengan optimal. Untuk meningkatkan realisasi penggunaan anggaran, pemerintah perlu menyiapkan upaya khusus. Hal tersebut cukup penting mengingat banyak proyek infrastruktur strategis yang akan dan sementara dibangun. Upaya yang perlu disiapkan yakni percepatan proses lelang proyek, monitoring realisasi fisik dan anggaran, dan memastikan penyampaian laporan realisasi anggaran tepat waktu, mengingat penyaluran DAK nantinya berdasarkan perkembangan realisasi anggaran. Hal-hal tersebut merupakan bentuk Sulawesi Utara turut ikut dalam semarak pembangunan negeri.
Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia...
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara yang diwakili Kota Manado mencatat inflasi sebesar 0,35% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2016 (2,28%) dan tahun 2015 (5,56%). Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01% (mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan November sebesar 2,86%, dan pada bulan Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%. Adapun realisasi inflasi 0,35% (yoy) tersebut berada di bawah batas sasaran inflasi Bank Indonesia tahun 2016 sebesar 4±1%. Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi tercatat cukup tinggi dan mengalami peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%). Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (0,35%). Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan inflasi pada Februari dan Maret, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara bersama dengan TPID Kab/Kota telah menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode 2016-2019. Fokus pengendalian inflasi akhir tahun menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun Kab/Kota pada November dan Desember 2016. Selanjutnya, rapat koordinasi TPID SeSulawesi Utara telah dilaksanakan pada Desember untuk membahas pengendalian harga dan ketersediaan bahan pokok strategis menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap yang telah disusun. Upaya pengendalian inflasi semakin diperkuat melalui penyelarasan program pengendalian inflasi 2017. 2
Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga...
Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan kondisi bahan baku meski pada level yang masih relative terbatas untuk industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi, melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Penurunan IKE sejalan dengan menurunnya pertumbuhan konsumsi RT pada PDRB periode laporan. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan, pertumbuhan DPK tercatat membaik meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Membaiknya pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh pertumbuhan positif komponen Deposito yang pada periode sebelumnya mencatatkan kontraksi yang cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah tercatat tumbuh positf. komponen Tabungan sebagai komponen utama pembentuk DPK, mengalami perlambatan pertumbuhan meski masih mencatatkan pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan terhadap penurunan komponen Giro masih terus berlanjut. Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 60,3% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan perlambatan pada periode laporan. Sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir yang menunjukkan tren perlambatan mengkoreksi penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha akomodasi dan makan minum yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata. Sementara itu indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya memperluas implementasi LKD, memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online, dan melakukan berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Namun, secara pertumbuhan transaksi SKNBI mengalami perlambatan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi 3
dibandingkan triwulan sebelumnya...
Utara mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya di Sulawesi Utara seperti kas titipan, kas keliling, pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), pemberantasan uang palsu, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD), sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta sosialisasi uang Rupiah Tahun Emisi 2016.
Keadaan ketenagakerja an dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat...
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Baik perekonomian maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017...
Prospek Perekonomian Daerah
Keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan pada periode Agustus 2016. Hal tersebut tercermin dari penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi 6,18% dari 9,03% pada tahun sebelumnya, sehingga jumlah tenaga kerja mencapai 1.111 ribu jiwa dengan penyerapan tenaga kerja periode Agustus 2016 sebanyak 111 ribu jiwa. Penyerapan tenaga kerja terjadi didorong oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian sebagai dampak program pertanian pemerintah dan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada tahun 2016. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari perbaikan pertumbuhan NTP. Selain dampak pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”3 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu kinerja pertanian, industri, perdagangan, konstruksi dan sektor pariwisata. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan akan ditopang oleh konsumsi. Untuk keseluruhan tahun 2017, kategori utama Sulawesi Utara masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan risiko yang membayangi peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang perlu menjadi perhatian. Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy) pada triwulan II 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei dan Juni, sedangkan pada bulan April diperkirakan mengalami deflasi. Namun terdapat beberapa risiko yang tetap perlu menjadi perhatian khususnya kenaikan tarif dan harga komoditas administered prices.
3
OSDK: Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)
4
Bab I. Perkembangan Ekonomi Makro 1.1.
PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara baik pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan tahun 2016 didorong oleh peningkatan pertumbuhan ekspor. Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang lebih tinggi tertahan oleh perlambatan pertumbuhan konsumsi baik rumah tangga dan pemerintah serta perlambatan pertumbuhan investasi. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor Net Ekspor Antarprovinsi Total
2015 (% yoy) Total 6.37 0.25 9.94 9.52 (63.28) (11.70) (0.88) (0.74) 6.12
2016 (% yoy) III IV Total 5.96 5.52 6.27 5.60 2.67 4.76 (1.50) (6.55) 2.32 5.86 1.62 6.29 (34.43) (34.79) (55.37) (2.80) 53.37 0.14 18.79 (14.15) 28.53 (12.10) 12.41 (7.48) 6.01 6.49 6.17
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa mencapai 45%. Setelah konsumsi rumah tangga, investasi menjadi penopang ekonomi Sulawesi Utara dengan pangsa 34%. Adapun investasi didominasi oleh investasi bangunan dengan pangsa sebesar 94%. Kemudian, konsumsi pemerintah memiliki kontribusi sebesar 17% terhadap ekonomi Sulawesi Utara.
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut diperkirakan disebabkan oleh kinerja ekspor yang melambat. 1.1.1. Konsumsi Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga kembali mengalami perlambatan pertumbuhan, demikian pula halnya konsumsi pemerintah kembali mengalami penurunan. Perlambatan kedua komponen ini menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi juga tercermin dari kredit konsumsi yang tumbuh melambat. Kredit konsumsi perseorangan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV 2016.
Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor (termasuk net impor antardaerah) Total
2015 (%) Total 45.8 2.0 17.8 34.0 0.0 14.6 14.2 100.0
III 44.9 2.0 16.7 34.0 0.0 14.3 11.9 100.0
2016 (%) IV 44.0 2.0 16.8 34.4 0.0 15.3 12.5 100.0
Total 45.3 2.0 17.3 34.2 0.0 14.4 13.2 100.0
Sumber: Badan Pusat Statistik
5
Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi % yoy
Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan % yoy
25
160
20
140
20
120
15
100
15
80 10
10
60 40
5
20
0
0 I
II
III
IV
I
II
2014
III 2015
Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB Indeks Keyakinan Konsumen
IV
I
II
III
IV
2016 Kredit Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Di tengah perlambatan konsumsi, jumlah tabungan rumah tangga di perbankan umum Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan, sehingga dapat disimpulkan perlambatan konsumsi disebabkan oleh tingkat daya beli masyarakat yang terbatas. Jumlah tabungan perseorangan di perbankan umum pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 10,70 triliun, tumbuh melambat menjadi 7,02% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (12,28%). Terbatasnya tingkat pendapatan masyarakat sebagai akibat dari perkembangan harga beberapa komoditas pertanian yang stagnan dengan kecenderungan menurun pada akhir tahun seperti kelapa, cengkih, pala, dan juga beras. Penurunan harga komoditas-komoditas tersebut terjadi seiring dengan peningkatan produksi dan panen raya khususnya komoditas cengkih. Di samping itu, terbatasnya daya beli masyarakat tidak terlepas dari belum normalnya produksi industri pengolahan khususnya pengolahan ikan di daerah BitungSulawesi Utara yang berdampak pada pemberhentian tenaga kerja di industri tersebut. Kondisi ini terkonfirmasi dari pertumbuhan kinerja kategori industri pengolahan yang terus mengalami tren perlambatan.
5 0
I -5
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
Tabungan
IV
I
II
III
IV
2016
Kinerja Industri Pengolahan
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Dari sisi pemerintah, penurunan konsumsi pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah. Penundaan tersebut merupakan dampak dari penerimaan perpajakan dalam APBNP 2016 lebih rendah dari yang ditargetkan. Hal ini menyebabkan persentase realisasi belanja pemerintah daerah di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. Dampak dari hal tersebut yaitu terdapat beberapa paket proyek infrastruktur yang gagal dilelang dan belum dibayarkan. Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja konsumsi rumah tangga dan pemerintah mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Terbatasnya daya beli masyarakat seiring penurunan tingkat pendapatan menjadi faktor penyebab perlambatan konsumsi sepanjang tahun 2016. Sementara itu, penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah menjadi faktor penyebab perlambatan konsumsi pemerintah sepanjang tahun 2016. Memasuki triwulan I 2017, pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, sedangkan pengeluaran konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 116,1 poin menjadi 124,3 poin pada Januari 2017. Peningkatan IKK salah satunya didorong oleh persepsi peningkatan penghasilan 6
sebagaimana naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP) dari Rp2.400.000 menjadi Rp2.598.000. Namun, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tertahan oleh perlambatan di sektor pertanian akibat penurunan produksi seiring curah hujan yang tinggi pada triwulan I 2017. Selain turunnya produksi pertanian, berbagai tantangan dan risiko yang berpotensi menghambat pengeluaran antara lain kenaikan tarif listrik sebagaimana pengalihan subsidi tenaga listrik 900 VA yang berlanjut pada bulan Maret. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat seiring dengan penyaluran anggaran dari pusat ke daerah serta percepatan pelelangan proyek di awal tahun. 1.1.2. Investasi (PMTB) Melemahnya kinerja investasi terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan investasi bangunan, sebagaimana 94% investasi di Sulawesi Utara berupa bangunan. Perlambatan tersebut tercermin dari pertumbuhan penjualan semen pada triwulan IV 2016 yang melambat dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan sektornya, perlambatan terutama disebabkan oleh investasi sektor pemerintah seiring dengan penundaan penyaluran anggaran ke daerah. Hal itu berdampak pada realisasi anggaran belanja modal mengalami penurunan. Demikian pula halnya, investasi oleh sektor rumah tangga juga belum kuat pada triwulan IV 2016 tercermin dari kredit pemilikan rumah (KPR) yang tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan tingkat konsumsi masyarakat yang cenderung melambat pada triwulan IV 2016. Adapun penyaluran KPR perbankan di Sulawesi Utara hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 4,17 triliun.
Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Rupiah
yoy
4,500,000,000,000 4,000,000,000,000 3,500,000,000,000 3,000,000,000,000 2,500,000,000,000 2,000,000,000,000 1,500,000,000,000 1,000,000,000,000 500,000,000,000 0
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 KPR
III
IV
2016
Pertumbuhan KPR
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, perbaikan investasi mulai terjadi di sektor swasta, yang tercermin dari peningkatan kredit investasi pada triwulan IV 2016 dibanding triwulan sebelumnya. Kredit investasi yang disalurkan oleh perbankan umum di Sulawesi Utara hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 4,38 triliun. Membaiknya investasi swasta terkonfirmasi dari likert scale investasi hasil liaison Bank Indonesia kepada perusahaan-perusahaan besar di Sulawesi Utara. Beberapa perusahaan melakukan investasi berupa pembukaan cabang di beberapa kabupaten kota di Sulawesi Utara serta pembelian alat dan mesin dalam rangka mendukung bisnis. Menurut contact liaison, investasi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi perbaikan permintaan pada tahun 2017. Adapun berdasarkan data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, salah satu investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang besar di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 yaitu investasi pada lapangan usaha kelistrikan yang tercatat sebesar Rp 3,30 triliun seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur listrik dalam rangka mendukung program 35.000 MW pemerintah. Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison yoy 70%
1.2
60%
1
50% 0.8
40%
30%
0.6
20%
0.4
10%
0.2
0% -10%
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
Pertumbuhan Kredit Investasi
IV
I
II
III
IV
0
2016 Likert Scale Investasi
Sumber: Bank Indonesia
7
Untuk keseluruhan tahun 2016, investasi juga tumbuh melambat dibanding tahun sebelumnya. Perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan belanja modal pemerintah seiring dengan penundaan penyaluran anggaran ke daerah. Dari sektor swasta, perlambatan investasi seiring dengan perlambatan ekonomi dunia dan nasional sehingga berdampak pada pelaku usaha yang masih wait & see sebelum melakukan investasi. Sementara itu, sektor rumah tangga menjadi penahan laju perlambatan investasi dimana kredit pemilikan rumah (KPR) mengalami peningkatan pada tahun 2016 dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan KPR merupakan dampak positif dari pelonggaran aturan Loan To Value (LTV) pada Juni 2015. KPR yang disalurkan perbankan umum di Sulawesi Utara mencapai Rp 4,17 triliun pada akhir tahun 2016, yang tumbuh sebesar 7,43% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 (7,19%). Melihat perkembangan terkini, investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2017, meskipun dalam level yang relatif terbatas. Peningkatan didorong baik oleh pemerintah dan rumah tangga. Dari sektor pemerintah, berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur seiring dengan penyaluran anggaran tahun 2017 serta penyaluran anggaran yang ditunda pada tahun 2016. Dari sektor rumah tangga, pelonggaran LTV pada Agustus 2016 akan mulai berdampak pada permintaan KPR sehingga mendorong investasi dalam konstruksi perumahan. Hal lainnya yang diyakini akan mendorong investasi yaitu program kebijakan ekonomi yang terus dikeluarkan oleh pemerintah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi dan perizinannya. Namun demikian, laju pertumbuhan investasi akan tertahan oleh sektor swasta. Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha masih pesimis terhadap pemulihan ekonomi tahun 2017 sehingga pelaku usaha belum melakukan ekspansi usaha atau pun investasi yang cukup tinggi. Hal tersebut diantisipasi oleh kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan suku bunga
acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang saat ini masih tetap dipertahankan pada level 4,75% atau dengan stance pelonggaran moneter. Tingkat suku bunga tersebut diharapkan mendorong perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunga kreditnya yang tentu akan berdampak positif bagi investasi. 1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri Nilai ekspor Sulawesi Utara triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 24,78% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya (-8,13%). Sehingga nilai ekspor Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar USD 266,96 juta. Berdasarkan komoditasnya, ekspor Sulawesi Utara triwulan IV 2016 didominasi oleh lemak dan minyak hewan/nabati dengan pangsa 57% (USD 152,22 juta), kemudian perhiasan/permata 15% (USD 40,78 juta), serta ikan dan udang 9% (USD 23,08 juta). Berdasarkan negara tujuannya, Amerika Serikat merupakan tujuan utama ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa 26% (USD 68,08 juta), kemudian Singapura dengan pangsa 15,5% (USD 41,26 juta) dan Belanda dengan pangsa 15,3% (USD 40,82 juta). Grafik 1.5. Nilai Ekspor Nilai Ekspor
Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
yoy
USD 400,000,000
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 (0.10) (0.20) (0.30) (0.40)
350,000,000 300,000,000 250,000,000 200,000,000 150,000,000 100,000,000 50,000,000 -
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Utara menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Hal tersebut didorong oleh peningkatan permintaan dari beberapa negara mitra dagang seiring dengan mulai membaiknya perekonomian di beberapa negara tersebut khususnya pada triwulan IV 2016. Peningkatan permintaan terkonfirmasi dari perbaikan volume ekspor Sulawesi Utara 8
pada triwulan IV 2016, sehingga total volume ekspor tercatat sebesar 208 juta ton. Hal ini sejalan dengan peningkatan Purchasing Manufacturing Index (PMI) beberapa negara importir tersebut pada akhir tahun 2016. Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan IV 2016 turut membantu peningkatan ekspor Sulawesi Utara. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat melemah sebesar 3,82% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah menguat pada triwulan sebelumnya sebesar 5,18%. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp 13.248,47/USD. Dari sisi internal, peningkatan ekspor didorong oleh ketersediaan bahan baku perkebunan baik kelapa, cengkih maupun pala seiring dengan membaiknya cuaca. Meningkatnya produksi bahan baku tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha pengolahan kelapa dan pala. Adapun peningkatan nilai ekspor terjadi pada tiga komoditas utama Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 yaitu lemak dan minyak nabati, perhiasan/permata serta ikan dan udang. Di sisi lain, harga komoditas dunia khususnya coconut oil (CNO) yang merupakan ekspor utama Sulawesi Utara, menunjukan tren meningkat pada tahun 2016 dan masih tumbuh tinggi pada triwulan IV 2016, meskipun relatif sedikit melambat (38,3% yoy) pada akhir tahun 2016 dibanding triwulan sebelumnya (43,4%). Harga CNO pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar USD 1.551,25/MT. Grafik 1.6. Volume Ekspor Volume Ekspor
Growth Volume Ekspor (sb.kanan)
yoy
Ton 350,000,000
0.40
300,000,000
0.30
250,000,000
0.20
200,000,000
0.10
150,000,000
0.00
100,000,000
(0.10)
50,000,000
(0.20)
-
(0.30)
I
II
III IV
2013 Sumber: Bank Indonesia
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Nilai Tukar Rupiah thd Dollar AS Growth Nilai Tukar Rp thd Dollar AS (sb.kanan)
Rp/1 USD 14,500
yoy 0.25
14,000
0.20
13,500
0.15
13,000
0.10
12,500
0.05
12,000 11,500
0.00
11,000
(0.05)
10,500
(0.10) I
II
III
2014 Sumber: Bank Indonesia
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Untuk keseluruhan tahun 2016, nilai ekspor Sulawesi Utara mengalami perbaikan, meskipun masih tercatat kontraksi. Nilai ekspor Sulawesi Utara tahun 2016 terkontraksi sebesar 0,04% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi tahun sebelumnya (-13,21%). Total ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar USD 1,02 miliar. Berdasarkan komoditasnya, ekspor tahun 2016 didominasi oleh lemak dan minyak hewan/nabati (64,95%) dan perhiasan/permata (12,69%). Berdasarkan negara tujuannya, Amerika Serikat masih merupakan negara utama tujuan ekspor (29,36%), diikuti Belanda (15,50%) dan Tiongkok (10,24%). Perbaikan ekspor tersebut mendorong peningkatan kinerja komponen ekspor dan pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Namun demikian, peningkatan kinerja ekspor keseluruhan tahun 2016 berbeda dengan peningkatan ekspor pada triwulan IV 2016. Pada keseluruhan tahun, ekspor lebih didorong oleh perbaikan harga komoditas dunia khususnya CNO, namun jumlah volume ekspor Sulawesi Utara mengalami penurunan sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang belum kuat. Adapun rata-rata harga CNO pada tahun 2016 yaitu sebesar USD 1.472/MT, meningkat sebesar 32,46% (yoy) dari USD 1.111/MT di tahun sebelumnya. Sedangkan volume ekspor tahun 2016 turun sebesar 12,43% (yoy), lebih dalam dari penurunan pada tahun sebelumnya (-0,74%), sehingga volume ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar USD 964 juta.
9
Grafik 1.8. Nilai Ekspor Nilai Ekspor
Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
USD 1,400,000,000
0.40
1,200,000,000
0.30
yoy
1,000,000,000
0.20
800,000,000 0.10 600,000,000 0.00
400,000,000
(0.10)
200,000,000 -
(0.20) 2013
2014
2015
didominasi oleh impor bahan baku dengan pangsa sebesar 54%, diikuti impor barang modal 41%, impor barang konsumsi 1,3% dan impor komoditi lainnya 3,3%. Berdasarkan negara asalnya, Tiongkok merupakan negara eksportir utama ke Sulawesi Utara dengan pangsa sebesar 38%, diikuti oleh Singapura (24%) dan Malaysia (13%).
2016
Grafik 1.14. Nilai Impor
Sumber: Badan Pusat Statistik
yoy
USD Juta 30
Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO Harga Coconut Oil
1000% 20
yoy 0.40
1,400
0.30
1,200 0.20
1,000 800
1200%
25
Growth Harga CNO (sb.kanan)
USD/MT 1,600
1400%
0.10
800%
15
600% 400%
10
200%
5
0%
0
-200% I
II
III 2015
Nilai Impor
600
0.00
IV
I
II
III
IV
2016
Pertumbuhan Nilai Impor (rhs)
Sumber: Badan Pusat Statistik
400 (0.10)
200 -
(0.20) 2014
2015
2016
Sumber: World Bank
Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara mengalami penurunan pada triwulan IV 2016. Penurunan tersebut tercermin dari melambatnya nilai impor Sulawesi Utara, yakni tumbuh 64,03% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya (98,18%). Penurunan pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh base-effect impor barang konsumsi gandumganduman sebesar USD 6,71 juta pada triwulan IV 2015 yang menyebabkan penurunan pada triwulan IV 2016. Impor gandum-ganduman tersebut merupakan impor beras yang dilakukan untuk mendukung ketersediaan bahan pangan utama di Sulawesi Utara yang pada saat itu mengalami kekurangan sebagai dampak El Nino 2015. Apabila impor tersebut tidak diperhitungkan, maka kinerja impor triwulan IV 2016 akan mencatat peningkatan kinerja. Berdasarkan kategorinya, impor barang konsumsi turun sebesar 93% (yoy) dari 132%, barang bahan baku melambat menjadi 91% (yoy) dari 135%, dan barang modal mengalami peningkatan signifikan sebesar 245% (yoy) dari 47%. Pada triwulan IV 2016, impor Sulawesi Utara
Meskipun pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan, namun dalam keseluruhan tahun 2016 kinerja impor meningkat. Peningkatan tersebut tercermin dari peningkatan nilai impor Sulawesi Utara tahun 2016 yang tumbuh sebesar 124,68% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya (-41,71%). Peningkatan impor tersebut didorong oleh meningkatnya impor barang modal yang tumbuh sebesar 420,02% (yoy), meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang tercatat kontraksi (-73,98%). Impor barang modal tersebut merupakan impor mesin kelistrikan yakni boiler yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik sejalan dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6 Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara selama tahun 2016. Berdasarkan kategorinya, pada tahun 2016 barang modal mendominasi pangsa impor yaitu sebesar 53%, diikuti oleh bahan baku 37% dan barang konsumsi 5%. Berdasarkan negara tujuannya, sebesar 19% impor berasal dari Tiongkok, 15% dari Singapura dan 9% dari Australia. Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diperkirakan melambat. Perlambatan 10
tersebut terutama disebabkan oleh perkembangan harga komoditas dunia khususnya CNO yang cenderung masih berada di level harga akhir tahun 2016, sehingga secara pertumbuhan harga tersebut relatif melambat pada triwulan I 2017. Di samping itu, produksi bahan baku SDA dalam Sulawesi Utara yang juga belum kuat memengaruhi kapasitas produksi industri, khususnya dari perikanan tangkap. Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha masih pesimis terhadap pemulihan ekonomi global tahun 2017. Pelaku usaha di industri pengolahan komoditas perkebunan dan perikanan menyatakan bahwa kinerja usaha tahun 2017 masih penuh risiko. Adapun dalam rangka mendorong ekspor, Pemerintah Sulawesi Utara memperkuat sektor primer yaitu lapangan usaha pertanian yang merupakan sumber bahan baku bagi industri pengolahan. Penguatan lapangan usaha pertanian dilakukan pemerintah terutama melalui peremajaan tanaman perkebunan. Bank Indonesia juga mendukung program dan strategi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara melalui penelitian dan kajian serta pembentukan klaster yang berorientasi pada pengolahan komoditas pertanian. Salah satu penelitian yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2016 yaitu penelitian Komoditas Produk dan Jenis Usaha Unggulan UMKM yang hasilnya dalam bentuk pemetaan produk dan jenis usaha unggulan di tiap kabupaten dan kota di Sulawesi Utara. 1.2.
PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 didorong oleh kategori pertanian, transportasi yang merupakan cerminan dari pariwisata, dan jasa keuangan yang meningkat signifikan. Sementara itu, kategori utama Sulawesi Utara seperti perdagangan, konstruksi, dan industri pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan. Untuk keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara didorong oleh
kategori pertanian, perdagangan, transportasi dan juga jasa keuangan yang meningkat tinggi. Sementara itu, kategori konstruksi dan industri pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan kinerja. Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Total
2015 (%) Total 2.55 8.41 2.69 15.87 2.42 9.84 6.00 7.38 8.38 8.99 3.93 7.58 8.11 8.99 7.08 7.88 7.56 6.12
III 4.29 4.71 1.80 28.56 6.31 5.61 6.07 10.11 16.83 9.80 14.75 7.37 6.86 1.73 2.01 9.23 9.94 6.01
2016 (%) IV 5.72 3.85 1.45 2.43 4.47 5.76 4.76 10.14 13.69 9.03 28.36 7.03 9.16 2.03 7.87 8.80 9.23 6.49
Total 3.67 4.42 1.11 17.52 3.07 6.89 6.05 9.24 12.69 9.20 19.16 7.08 6.87 4.72 6.21 8.02 8.64 6.17
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, kategori pertanian masih menjadi penopang utama perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa mencapai 22%. Setelah pertanian, kategori perdagangan menjadi penopang ekonomi Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian, ada kategori konstruksi dan transportasi yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 11% terhadap perekonomian Sulawesi Utara. Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Total
2015 (%) Total 21.7 4.7 9.5 0.1 0.1 11.5 12.4 10.6 2.1 3.8 3.6 3.5 0.1 8.4 2.9 3.5 1.5 100
III 22.2 4.9 8.8 0.1 0.1 11.3 11.9 11.2 2.4 3.9 3.9 3.4 0.1 8.1 2.8 3.4 1.5 100
2016 (%) IV 21.5 4.7 8.8 0.1 0.1 11.8 12.1 11.1 2.3 3.9 3.9 3.4 0.1 8.6 2.6 3.5 1.5 100
Total 21.7 4.8 9.0 0.1 0.1 11.4 12.1 11.0 2.3 3.9 4.0 3.5 0.1 8.3 2.8 3.5 1.5 100
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan ekonomi akan disebabkan oleh perlambatan kinerja kategori pertanian dan sektor pariwisata. 11
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kinerja kategori pertanian pada triwulan IV 2016 meningkat seiring dengan perbaikan cuaca. Membaiknya kondisi iklim tahun 2016 setelah dampak buruk dari El Nino tahun 2015, mendorong peningkatan luas tanam dan jumlah produksi pertanian serta produksi perkebunan tahunan. Pada tahun 2015, produksi pertanian dan perkebunan mengalami penurunan seiring dengan gagal panen akibat El Nino. Namun, pada September 2016, indeks El Nino tercatat menurun menjadi -0,31 dari 2,06 pada September 2015, sehingga mendorong peningkatan produksi. Di samping perbaikan cuaca, peningkatan kinerja pertanian didorong juga oleh program pemerintah daerah berupa pencetakan sawah, bantuan alsintan, bantuan bibit/benih, subsidi pupuk dan penyuluhan petani. Kedua faktor utama tersebut mendorong produksi beras tumbuh 0,29% (yoy) sehingga mencapai produksi 95.583 ton pada triwulan IV 2016. Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha juga menyatakan bahwa supply bahan baku perkebunan baik kelapa, cengkih dan pala juga mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016 seiring dengan perbaikan cuaca. Grafik 1.15. Produksi Beras Ton 160,000
Produksi Beras
Pertumbuhan Prod. Beras (Sb.Kanan)
140,000
40%
100,000
20%
80,000 0%
60,000
-20%
40,000
-40%
20,000 0
-60% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2014
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, lapangan usaha pertanian diperkirakan melambat pada triwulan I 2017. Perlambatan tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi pada triwulan I 2017, sehingga menyebabkan produksi tanaman pangan mengalami penurunan. Dampak lainnya juga menyebabkan produksi perikanan tangkap menurun dikarenakan tidak bisa melaut dengan kondisi cuaca pada triwulan I 2017. 1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
yoy 80% 60%
120,000
program pemerintah, salah satunya pencetakan sawah. Berdasarkan Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, total pencetakan sawah yang dilakukan pemerintah selama tahun 2016 yaitu sebesar 2.855 ha. Di samping peningkatan produksi tanaman pangan, peningkatan kinerja pertanian didukung juga oleh perbaikan kinerja perikanan tangkap. Namun demikian, pertumbuhan kinerja pertanian yang lebih tinggi ditahan oleh perlambatan kinerja perkebunan tahunan dimana mengalami penurunan cukup dalam pada awal tahun akibat masih terasanya dampak El Nino tahun 2015.
2015
Sepanjang tahun 2016, kategori pertanian juga tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Peningkatan terutama didorong oleh perbaikan cuaca pasca El Nino tahun 2015. Perbaikan cuaca mendorong peningkatan produksi pertanian. Adapun pada tahun 2015 banyak pertanian tanaman pangan yang mengalami gagal panen akibat El Nino. Selain itu, peningkatan produksi didukung juga oleh
Kinerja kategori perdagangan pada triwulan IV 2016 tumbuh melambat seiring dengan perlambatan konsumsi baik rumah tangga maupun pemerintah. Perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh daya beli masyarakat yang menurun sehingga berdampak pada perlambatan aktivitas perdagangan. Penurunan daya beli terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun dari 119 poin menjadi 116,1 poin. Penurunan IKK salah satunya disumbang oleh penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dari 103,7 pada triwulan III 2016 menjadi 102,7 pada triwulan IV 2016. Masyarakat cenderung terbatas dalam konsumsi dan menurunkan aktivitas pembelian durable goods. Penurunan aktivitas perdagangan 12
tercermin juga dari pertumbuhan kredit konsumsi. Kredit konsumsi perseorangan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV 2016. Hingga akhir tahun 2016, kredit konsumsi yang disalurkan oleh perbankan umum di Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp 18,66 triliun. Penurunan juga tercermin dari base-effect impor barang konsumsi gandumganduman sebesar USD 6,71 juta pada triwulan IV 2015 yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi % yoy 25
160
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori perdagangan diperkirakan tumbuh meningkat seiring dengan peningkatan UMP. Peningkatan sumber pendapatan seiring yakni peningkatan UMUM Sulawesi Utara dari Rp 2.400.000 menjadi Rp 2.598.000 juta. Perkiraan peningkatan diindikasi oleh hasil Survei Konsumen dimana IKK naik dari 116,1 poin pada triwulan IV 2016 menjadi 124,3 poin pada triwulan I 2017. Salah satu indeks pembentuknya yaitu Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dari 102,7 poin menjadi 109 poin. Selain itu, suku bunga acuan yang tetap dipertahankan pada stance pelonggaran moneter diperkirakan akan mendorong peningkatan kredit konsumsi. 1.2.3. Konstruksi
140 20
120 100
15
80 10
60 40
5
20 0
0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
Indeks Pembelian Barang Tahan Lama
IV
I
II
III
IV
2016 Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja kategori perdagangan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Berbeda dengan triwulan IV 2016 yang mengalami perlambatan, tahun 2016 kinerja perdagangan sedikit meningkat dari 6,00% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 6,05% pada tahun 2016. Peningkatan kinerja tersebut ditopang oleh tingginya konsumsi dan aktivitas perdagangan pada triwulan II 2016 sebagai dampak penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 April 2016, sehingga secara keseluruhan tahun 2016 kinerja perdagangan meningkat. Pada triwulan II 2016, kinerja perdagangan tercatat tumbuh 7,15% (yoy), meningkat dari 6,44% pada triwulan sebelumnya. Selain itu, peningkatan perdagangan juga sedikit ditopang oleh aktivitas konsumsi oleh wisatawan mancanegara yang meningkat signifikan pada tahun 2016.
Kinerja kategori konstruksi pada triwulan IV 2016 tumbuh meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6 Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Namun, kinerja kategori konstruksi pada keseluruhan tahun 2016 tumbuh melambat dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut merupakan dampak dari penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah sejak Agustus 2016. Faktor pendorong perlambatan lainnya yaitu sikap wait & see oleh pelaku usaha selama tahun 2016 dalam pengambilan keputusan melakukan ekspansi. Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori konstruksi diperkirakan akan meningkat meskipun cenderung terbatas. Peningkatan didorong oleh kelanjutan pembangunan proyek infrastruktur oleh pemerintah seiring dengan masuknya anggaran tahun 2017 dan penyaluran anggaran yang ditunda tahun 2016. Kinerja konstruksi juga didukung oleh kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan suku bunga acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang saat ini masih tetap dipertahankan pada level 4,75% atau dengan stance pelonggaran moneter, yang diperkirakan 13
memengaruhi suku bunga kredit investasi. Kemudian, pelonggaran kebijakan makroprudensial yaitu aturan down payment atau LTV kredit kepemilikan rumah pada Agustus 2016 akan menopang pertumbuhan kinerja konstruksi. Untuk membantu mendorong kinerja konstruksi, masalah pembebasan lahan yang sering menjadi kendala dalam pembangunan perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. 1.2.4. Transportasi Kinerja transportasi pada triwulan IV 2016 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan aktivitas perdagangan di pelabuhan Bitung Sulawesi Utara, baik perdagangan luar negeri maupun dalam negeri. Total volume perdagangan barang pada triwulan IV 2016 mencapai 433,500 ton, atau mengalami perbaikan meskipun masih tercatat kontraksi dibandingkan jumlah volume perdagangan triwulan IV 2015. Selain itu, peningkatan transportasi juga didorong oleh peningkatan mobilisasi orang pada transportasi darat seiring dengan jumlah wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 mencapai 11.881 jiwa atau meningkat sebesar 207,48% (yoy) dari 3.864 jiwa pada triwulan IV 2015. Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Ton
Total Barang
yoy
Pertumbuhan Total Barang (rhs)
1,200,000
0%
1,000,000
-10%
800,000
-20%
600,000
-30%
400,000
-40%
200,000
-50%
-
-60% I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja kategori transportasi tumbuh meningkat. Peningkatan kinerja tersebut terutama akan didorong oleh berlanjutnya kedatangan
wisatawan mancanegara khususnya dari Tiongkok ke Sulawesi Utara sebagai dampak dari kerjasama program direct charter flight antara pemerintah, maskapai serta tour and travel agent. Untuk mendukung sektor pariwisata, Bandara Sam Ratulangi sendiri juga telah diizinkan untuk beroperasi selama 24 jam sehari sejak Agustus 2016. Adapun dampak dari program direct charter flight tersebut, jumlah penumpang baik datang maupun berangkat pada tahun 2016 di Bandara Sam Ratulangi mencapai 2.584.866 orang, lebih tinggi dari tahun 2015 yang tercatat sebesar 2.086.267 orang. Pertumbuhan tersebut sebesar 23,90% (yoy) pada tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 5,84% pada tahun 2015. Selain itu, adanya pembukaan layanan rute baru oleh beberapa maskapai pada tahun 2016 juga menjadi pendorong pertumbuhan kinerja kategori transportasi. Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi Orang
Jumlah Penumpang
Pertumbuhan Penumpang (rhs)
3,000,000
yoy 30% 25%
2,500,000
20%
2,000,000
15% 10%
1,500,000
5%
1,000,000
0%
-5%
500,000
-10%
-
-15% 2014
2015
2016
Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori transportasi diperkirakan tumbuh melambat, namun masih akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi. Perlambatan tersebut disebabkan peningkatan jumlah wisman tidak setinggi semester II 2016. Melihat tren jumlah wisman yang datang dari Juli hingga Desember 2016, jumlah wisman mengalami penurunan. Dari sisi transportasi laut, perlambatan ekspor diperkirakan menyebabkan aktivitas bongkar muat di pelabuhan mengalami penurunan. 1.2.5. Industri Pengolahan Pada triwulan IV 2016, kinerja industri pengolahan mengalami perlambatan yang 14
disebabkan oleh perlambatan pada industri selain industri makanan dan minuman. Adapun industri makanan dan minuman merupakan industri terbesar dengan pangsa sebesar 85% terhadap total output industri pengolahan. Pada triwulan IV 2016 industri tersebut tumbuh meningkat sebagai dampak dari peningkatan produksi perkebunan yakni kelapa, cengkih dan pala. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan kepada salah satu pelaku usaha di industri pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa supply bahan baku komoditas perkebunan mengalami perbaikan. Perbaikan pasokan terjadi seiring dengan perbaikan kondisi iklim. Peningkatan produksi industri pengolahan berdampak positif bagi perkembangan ekspor Sulawesi Utara. Namun demikian, industri selain makanan dan minuman secara agregat mengalami penurunan kinerja. Salah satu industri tersebut yaitu industri barang galian bukan logam yang mengalami penurunan sebagai dampak penertiban izin pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah Sulawesi Utara. Sehingga, secara total industri mengalami perlambatan pertumbuhan. Turunnya industri selain makanan dan minuman juga mengkonfirmasi bahwa turunnya konsumsi masyarakat, karena industri tersebut merupakan industri yang sebagian besar dikonsumsi oleh domestik. Sementara itu, industri makanan dan minuman sebagian besar digunakan untuk ekspor, sehingga mengkonfirmasi juga peningkatan ekspor pada triwulan IV 2016. Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa yoy 200%
150% 100% 50% 0%
I
II
-50%
-100% Sumber: Pelaku Usaha
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja industri pengolahan mengalami perlambatan seiring dengan melambatnya industri makanan dan minuman. Perlambatan industri makanan dan minuman disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan agregat supply bahan baku komoditas perkebunan pada tahun 2016. Meskipun pada triwulan IV 2016 produksi perkebunan membaik, namun pada triwulan I dan II 2016 produksi perkebunan turun cukup dalam akibat El Nino tahun 2015 yang berdampak pada kuantitas dan kualitas komoditas perkebunan hingga awal tahun 2016. Oleh karena itu, total keseluruhan produksi komoditas perkebunan tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya sehingga berdampak pada perlambatan kinerja industri pengolahan berbahan baku kelapa. Hal ini terkonfirmasi juga dari hasil liaison dan volume ekspor Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016. Volume ekspor tahun 2016 turun cukup dalam, meskipun terbantukan oleh peningkatan harga komoditas. Memasuki triwulan I 2017, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan didorong oleh membaiknya produksi komoditas perkebunan dan perikanan. Namun, produksi perikanan dihadapkan pada risiko penurunan produksi akibat tingginya curah hujan pada awal tahun dari Januari hingga Februari yang berpengaruh pada operasional penangkapan ikan. Hal ini berpotensi memperburuk pasokan bahan baku bagi industri pengolahan ikan yang saat ini juga masih terkendala dengan pasokan. Berdasarkan informasi anekdotal, lapangan usaha perikanan masih kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku dimana rata-rata pasokan bahan baku ikan tahun 2016 hanya sebanyak 90 ton/hari, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 250 ton/hari. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah unit pengolahan ikan (UPI) dan aktivitas operasional UPI hanya pada hari Senin dan Kamis. Adaptasi usaha perikanan tangkap di Sulawesi Utara terhadap aturan 15
pemberantasan ilegal fishing relatif berat sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan ikan yang menjadi bahan baku bagi industri pengolahan. Untuk mendorong kategori pertanian khususnya perkebunan, pemerintah terus berupaya melalui peremajaan kelapa dan cengkih, penjajakan ekspansi pasar dunia, pembangunan infrastruktur, pengembangan UMKM. Bank Indonesia juga memberikan dukungan yakni melalui penyusunan riset Komoditasi Produk dan Jenis Usaha Unggulan UMKM dan penyaluran bibit komoditas perkebunan.
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 yaitu 40.624 orang, meningkat sebesar 108,7% dibanding keseluruhan tahun sebelumnya (19.465 wisman). Seiring dengan hal tersebut, Rata-Rata Lama Menginap Tamu meningkat dari 1,91 hari (2015) menjadi 2,09 hari (2016). Sementara itu, rata-rata Tingkat Penghunian Kamar seluruh hotel meningkat dari 47,34% (2015) menjadi 58,80% (2016). Sementara itu, kategori jasa keuangan tumbuh signifikan sebagai dampak dari peningkatan pendapatan perbankan seiring dengan peningkatan kredit di tengah DPK yang masih terkontraksi.
1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori penyediaan akmamin akan kembali mencatat pertumbuhan yang tinggi meskipun cenderung melambat, sama halnya dengan kinerja kategori jasa keuangan. Pertumbuhan kategori akmamin didorong oleh maraknya perayaan MICE seperti Manado International Choral Expo dan PGWAC (Paragliding Accuracy World Cup) 1st Series pada bulan Maret 2016 dimana Sulawesi Utara menjadi tuan rumah untuk event internasional ini. Namun, penurunan kunjungan wisman yang tidak setinggi semester II 2016 akan menahan laju pertumbuhan kategori ini. Sementara itu, kategori jasa keuangan memiliki kecenderungan mengalami perlambatan pertumbuhan akibat base effect tingginya pertumbuhan pada tahun 2016, namun demikian masih akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi.
Pada triwulan IV 2016 maupun keseluruhan tahun 2016, terdapat 2 (dua) kategori lapangan usaha yang signifikan mendukung pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, yaitu kategori penyediaan akomodasi dan makan minum (akmamin) serta kategori jasa keuangan. Peningkatan kinerja penyediaan akmamin didorong oleh peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah wisman merupakan program Pemerintah Sulawesi Utara untuk mendorong sektor pariwisata menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Sejak Juli 2016, jumlah wisman yang datang ke Sulawesi Utara meningkat signifikan. Pada Juni 2016, hanya tercatat sebanyak 1.295 orang. Sedangkan pada Juli 2016, jumlah wisman yang datang ke Sulawesi Utara sudah mencapai 7.677 orang. Peningkatan tersebut didorong oleh kunjungan wisman asal Tiongkok. Dari Januari – Desember 2016, tercatat sebanyak 25.255 wisman Tiongkok atau sebesar 62% dari total wisman 40.624 orang. Meningkatnya wisman Tiongkok didukung oleh program direct charter flight dari Tiongkok ke Manado yang diinisiasi oleh Pemerintah Sulawesi Utara dan bekerja sama dengan tour and travel agent di Sulawesi Utara. Sehingga jumlah wisman yang datang ke
Grafik 1.20. Kunjungan Wisman Orang
Jumlah Wisman
Pertumbuhan Jumlah Wisman (Sb.Kanan)
yoy
45,000
120%
40,000
100%
35,000
80%
30,000
60%
25,000
40%
20,000
20%
15,000
0%
10,000
-20%
5,000 0
-40%
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
16
Box I. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Di Atas Output Potensial 2009-I 2009-II 2009-III 2009-IV 2010-I 2010-II 2010-III 2010-IV 2011-I 2011-II 2011-III 2011-IV 2012-I 2012-II 2012-III 2012-IV 2013-I 2013-II 2013-III 2013-IV 2014-I 2014-II 2014-III 2014-IV 2015-I 2015-II 2015-III 2015-IV 2016-I 2016-II 2016-III 2016-IV
6.59 6.84 5.84 6.76 5.44 5.16 6.59 6.11 5.72 5.59 6.47 6.78 6.77 6.50 6.69 7.41 6.62 6.25 6.15 6.53 6.72 6.25 6.19 6.12 6.41 6.28 6.32 5.58 5.97 6.15 6.02 6.49
6.364743036 6.291270344 6.220019298 6.158748153 6.111442487 6.088096602 6.092006410 6.117212994 6.162692012 6.227358294 6.305672811 6.385753611 6.457369069 6.514180229 6.552928056 6.570243524 6.564156943 6.541129834 6.508171416 6.469337065 6.425059716 6.376375956 6.327292918 6.280560196 6.237554040 6.198093871 6.163707338 6.136745648 6.121132281 6.115201503 6.115774883 6.120068204
0.22 0.55 (0.38) 0.60 (0.67) (0.93) 0.49 (0.01) (0.45) (0.63) 0.17 0.39 0.31 (0.01) 0.14 0.84 0.05 (0.30) (0.36) 0.06 0.30 (0.13) (0.14) (0.16) 0.17 0.08 0.16 (0.56) (0.15) 0.04 (0.09) 0.37
*The Hodrick-Prescott filter (yang juga dikenal sebagai Hodrick-Prescott dekomposisi) adalah alat matematis yang digunakan dalam Makroekonomi, terutama
dalam teori siklus bisnis riil, untuk menghapus komponen cyclical dari time series data. Metode HP filter digunakan oleh para peneliti dalam menghitung output potensial. Menurut Solikin (2004), HP filter merupakan metode metode yang terbaik di antara metode univariate lainnya untuk diaplikasikan dalam menghitung PDB potensial di Indonesia 1974-2002. 8
7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5
4 2009-I 2009-II 2009-III 2009-IV 2010-I 2010-II 2010-III 2010-IV 2011-I 2011-II 2011-III 2011-IV 2012-I 2012-II 2012-III 2012-IV 2013-I 2013-II 2013-III 2013-IV 2014-I 2014-II 2014-III 2014-IV 2015-I 2015-II 2015-III 2015-IV 2016-I 2016-II 2016-III 2016-IV
Periode Real Output Potential Output* Output Gap
Real Output
Potential Output
Realisasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV 2016 berada di atas output potensial sebesar 6,12%. Sehingga pada triwulan IV 2016 terjadi output gap yang positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Utara tumbuh secara optimal dimana nilai output aktual lebih tinggi dari output optimumnya. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami kenaikan yang signifikan atau laju inflasi yang relatif tinggi. Namun, tingkat inflasi Sulawesi Utara pada akhir tahun 2016 tercatat sebesar 0,35% (yoy), cukup rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan analisis perkembangan ekonomi makro Sulawesi Utara dimana pada triwulan IV 2016 didorong oleh kenaikan ekspor, bukan kenaikan konsumsi. Kenaikan ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor di pasar internasional.
17
Bab II. Keuangan Pemerintah 2.1.
PENDAPATAN APBD PROVINSI SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi Utara tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp 2,91 triliun, naik 10,1% (yoy) atau sebesar Rp 267,25 miliar dari Rp 2,64 triliun pada tahun 2015. Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan transfer sebesar 24% (yoy) khususnya peningkatan Dana Alokasi Khusus seiring dengan pemindahan penempatan dana BOS yang pada tahun 2015 disalurkan melalui Dana Penyesuaian dan pada tahun 2016 melalui DAK. Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2016 menurun sebesar 10,1% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya akibat banyak wajib pajak yang belum membayar pajak kendaraan bermotor. Meskipun anggaran pendapatan meningkat, namun rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara tahun 2016 cukup rendah. Porsi PAD Sulawesi Utara hanya sebesar 34% dari total anggaran pendapatan, sedangkan pendapatan transfer berada di level 66%. Rasio tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi Utara masih rendah tingkat kemandirian fiskalnya atau masih bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. Adapun pada tahun 2016, PAD Sulawesi Utara sebesar Rp 979,35 miliar atau sebesar 34% dari total pendapatan. Bahkan, porsi tersebut mengalami penurunan dari 41% pada tahun 2015.
realisasi pendapatan pada tahun 2016 sebesar Rp 2,88 triliun dari total anggaran pendapatan Rp 2,91 triliun. Realisasi tersebut didorong oleh realisasi seluruh sumber pendapatan baik PAD maupun transfer serta pendapatan lain yang sah. Namun, beberapa pos pendapatan belum terealisasi dengan maksimal atau masih di bawah 90% yakni pos pendapatan retribusi daerah (86%) dan pos dana bagi hasil bukan pajak (66%). Tidak optimalnya realisasi pos pendapatan retribusi daerah lebih dipengaruhi oleh meningkatnya target anggaran pos tersebut secara signifikan yaitu 48% (yoy). Meskipun demikian, realisasi pos tersebut pada tahun 2016 sebesar Rp 64,75 miliar, lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 54,03 miliar. Sementara itu, rendahnya realisasi DBH bukan pajak disebabkan oleh jumlah produksi sub lapangan usaha masih belum kembali ke level normal seiring dengan proses adaptasi dan penyesuaian terhadap aturan ilegal fishing. Ke depan, pemerintah perlu meningkatkan tingkat kemandirian pendapatan Sulawesi Utara. Upaya awal yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan realisasi pada pos-pos PAD khususnya yang belum terealisasi dengan optimal. Upaya berikutnya yaitu bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal mendorong ketertiban pembayaran pajak khususnya pajak kendaraan bermotor.
Anggaran pendapatan Sulawesi Utara pada tahun 2016 terealisasi sebesar 99%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 dan triwulan III 2016. Pada tahun 2015 realisasi anggaran pendapatan yaitu sebesar 96% dan pada triwulan III 2016 sebesar 92%. Adapun nominal 18
Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 Anggaran Setelah Postur Perubahan (Rp ribu) Pendapatan 100% 2,907,881,753 Pendapatan Asli Daerah 34% 979,353,945 Pendapatan Pajak Daerah 84% 823,736,152 Pendapatan Retribusi Daerah 8% 75,248,150 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 2% 21,430,625 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6% 58,939,019 Pendapatan Transfer 66% 1,923,527,808 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,923,527,808 Dana Bagi Hasil Pajak 5% 91,450,604 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1% 17,287,198 Dana Alokasi Umum 55% 1,065,545,204 Dana Alokasi Khusus 39% 749,244,802 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Penyesuaian 0% Lain-lain Pendapatan yang Sah 0% 5,000,000 Pendapatan Hibah 5,000,000 Pendapatan Dana Darurat Uraian
Realisasi (Rp ribu)
% % Realisasi Growth
2,882,096,250 99.11% 10.1% 980,939,963 100.16% -10.1% 837,086,965 102% -9.8% 64,746,257 86% 48.7% 21,330,625 100% -35.3% 57,776,116 98% -36.2% 1,880,906,287 97.78% 24.0% 1,880,906,287 98% 59.0% 91,228,190 100% 10.5% 11,493,268 66% -24.8% 1,065,545,204 100% 3.8% 712,639,625 95% 876.3% 0% -100.0% 0% -100.0% 20,250,000 405% 5,000,000 100% 15,250,000 0%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
2.2.
BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015. Anggaran belanja tumbuh 2,65% (yoy) pada tahun 2016 sehingga total anggaran belanja sebesar Rp 2,98 triliun, lebih tinggi Rp 77,13 miliar dari Rp 2,91 triliun pada tahun 2015. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan belanja modal yang tumbuh 5,17% (yoy), sementara itu belanja non-modal yang terdiri dari belanja operasinal, transfer dan tidak terduga tumbuh 1,65% (yoy). Peningkatan anggaran belanja modal sejalan dengan masifnya pembangunan proyek infrastruktur pada tahun 2016. Menurut postur belanja, anggaran belanja non-modal mencapai 72,10% dan anggaran belanja modal mencapai 27,84% (serta 0,06% belanja tidak terduga). Postur tersebut relatif sama dengan tahun sebelumnya dimana postur anggaran belanja non-modal sebesar 72,81% dan belanja modal sebesar 27,17%. Dari postur tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat ruang peningkatan lebih baik dalam rangka pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Adapun anggaran belanja nonmodal sebesar Rp 2,15 triliun dan belanja nonmodal Rp 830,47 miliar pada tahun 2016. Dalam postur belanja modal, anggaran belanja dialokasikan pada belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar 58,66%, belanja bangunan dan gedung 20,27%, belanja peralatan dan mesin 18,44%, belanja tanah 2,45% dan belanja aset tetap lainnya 0,19%.
Di sisi penyerapan, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2016 mengalami peningkatan. Pada akhir tahun 2016, realisasi sebesar 93,89%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 (92,66%) dan triwulan III 2016 (82,43%). Realisasi tahun 2016 tercatat sebesar Rp 2,80 triliun, lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar Rp 2,69 triliun. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh realisasi belanja non-modal sebesar 95,53%, yang meningkat dari tahun 2015 91,46% dan triwulan III 2016 81,56%. Realisasi belanja modal tercatat sebesar 89,82%, lebih tinggi dari triwulan III 2016, namun lebih rendah dibandingkan tahun 2015 95,90%. Cukup rendahnya realisasi belanja modal dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat yang melakukan penghematan anggaran yang berdampak pada pemotongan sejumlah anggaran. Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 Uraian Postur Anggaran Belanja 100.0% 2,983,466 Belanja Operasional+Transfer 72.1% 2,150,997 Belanja Modal 27.8% 830,468 Belanja Tidak Terduga 0.1% 2,000
Realisasi % Realisasi Growth 2,801,145 93.9% 2.65% 2,054,746 95.5% 1.65% 745,900 89.8% 5.17% 500 25.0% 247.83%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk mendorong realisasi belanja modal pada tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup penting mengingat berbagai pembangunan proyek infrastruktur yang semakin masif pada tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur strategis yang sementara dan akan dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub port dan infrastruktur lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek dan monitoring pencapaian target realisasi secara menjadi pendorong peningkatan realisasi belanja modal. Bagi pemerintah kabupaten kota, diperlukan strategi agar penyaluran anggaran DAK tidak terkendala karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang dibagi ke beberapa kelas.
19
2.3.
ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI UTARA
Alokasi APBN di Sulawesi Utara berdasarkan jenis belanjanya, menunjukkan bahwa belanja barang dan modal merupakan porsi terbesar dengan total 73%. Sementara itu, porsi belanja pegawai berada di bawah kedua jenis belanja tersebut. Porsi alokasi tersebut cukup baik dan mendukung program pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Namun, melihat realisasinya, penyerapan alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara belum cukup baik. Realisasi anggaran tersebut tercatat sebesar 84% atau masih berada di bawah level 90%. Dari jenis belanjanya, hanya belanja pegawai dan bantuan sosial yang mencatat realisasi di atas 90%, namun belanja barang dan belanja modal masih berada di bawah 90%, bahkan belanja modal berada di bawah 80%. Rendahnya realisasi belanja modal merupakan dampak dari kebijakan penghematan anggaran oleh pemerintah pusat. Adapun dari 3 (tiga) proyek pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara yaitu bendungan, pembangunan dan pemeliharaan serta perbaikan jalan, dan pembangunan jalan tol, ketiga-tiganya belum
terealisasi dengan optimal. Pembangunan jalan tol yang merupakan infrastruktur prioritas, anggarannya hanya terealisasi sebesar 38%. Hal tersebut disebabkan oleh kendala-kendala dalam pembangunan dimana salah satunya adalah pembebasan lahan. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016, realisasi total belanja anggaran APBN pada akhir tahun 2016 secara umum tercatat meningkat, sedangkan realisasi belanja pegawai relatif sama sejalan dengan sifatnya sebagai pengeluaran rutin. Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara % % Postur Pagu Tahun Realisasi Realisasi Realisasi Tahun 2016 (Rp Tahun 2016 Tahun Triwulan 2016 juta) (Rp juta) 2016 III 2016 Belanja Pegawai 27% 2,351,792 2,292,647 97% 97% Belanja Barang 37% 3,289,410 2,794,155 85% 71% Belanja Modal 36% 3,191,655 2,360,495 74% 47% Belanja Bantuan Sosial 0% 14,718 14,485 98% 59% Total 100% 8,847,575 7,461,782 84% 69% Jenis Belanja
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016 Infrastruktur Bendungan Jalan (termasuk Pemeliharaan) Jalan Tol
Pagu 374,720,966,000 806,900,438,000 423,269,711,000
Realisasi % Realisasi 304,611,138,565 81% 608,033,793,460 75% 162,739,431,000 38%
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
20
Bab III. Perkembangan Inflasi Daerah 3.1.
EVALUASI REALISASI TRIWULAN IV 2016
INFLASI
dibanding bulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 0,68% (mtm). Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm) Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01% (mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan November sebesar 2,86%, dan pada bulan Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%.
Total
20%
7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1% -2% -3%
15%
10% 5% 0% -5% -10% -15%
1
3
5
7
9
11
1
3
2014 Total
5
7 2015
Volatile Food
9
11
1
3
5
7
9
11
2016
Administered Prices (rhs)
Core (rhs)
Sumber: Badan Pusat Statistik & Bank Indonesia
Oktober 2016
Pada Oktober 2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang rendah yaitu sebesar 0,01% (mtm). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut disumbang oleh inflasi kelompok administered prices4 dan core5 masing-masing sebesar 0,13% dan 0,04%, sedangkan kelompok volatile food6 menjadi penyumbang deflasi (-0,16%) sehingga menahan laju inflasi bulan tersebut. Meskipun inflasi pada bulan Oktober 2016 relatif rendah, namun mengalami peningkatan
4
Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 5 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
0.62%
Administered Prices
-0.81%
mtm
0.07%
Core
Grafik 3.1. Inflasi Bulanan mtm
0.01%
-1.0%
-0.8%
Volatile Food -0.6%
-0.4%
-0.2%
0.0%
Inflasi (mtm)
0.2%
0.4%
0.6%
0.8%
Andil
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Rendahnya inflasi pada bulan Oktober 2016 terutama dipengaruhi oleh kelompok volatile food yang mencatat deflasi sebesar 0,81% (mtm). Deflasi kelompok volatile food terutama bersumber dari ketersediaan pasokan bawang merah dari sentra-sentra produksi (Bima, Enrekang dan Brebes) di tengah tingkat permintaan di Sulawesi Utara yang relatif normal. Selain itu, tomat sayur menjadi penyumbang kedua deflasi di bulan ini. Adapun bawang merah dan tomat sayur secara berturut-turut mencatat deflasi sebesar 20,26% (mtm) dan 2,75% (mtm) pada bulan Oktober 2016. Sementara itu, kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 0,62% (mtm) dan kelompok core sebesar 0,07% (mtm). Inflasi kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh pemerintah disumbang oleh inflasi sub kelompok energi khususnya inflasi tarif listrik 6
Kelompok volatile food merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.
21
dan angkutan udara seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan maraknya kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition) seperti Apresiasi Film Indonesia (AFI) dan Lembeh Festival pada bulan Oktober 2016. Adapun sub kelompok administered prices energi mencatat inflasi 1,01% (mtm), sementara inflasi administered prices nonenergi mencatat inflasi sebesar 0,32% (mtm). Berdasarkan komoditasnya, tarif listrik mencatat inflasi sebesar 1,93% (mtm) dan angkutan udara sebesar 2,77% (mtm). Di sisi lain, inflasi kelompok core disumbang oleh jeruk nipis, obat dengan resep dan surat kabar harian. •
November 2016
Pada November 2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang tinggi yaitu sebesar 2,86% (mtm). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut disumbang oleh inflasi kelompok volatile food (2,78%), kemudian diikuti oleh kelompok core (0,06%) dan administered prices (0,03%). Realisasi bulan November meningkat tajam dibandingkan bulan Oktober yang tercatat rendah sebesar 0,01% (mtm). Tingginya inflasi kelompok volatile food sebesar 14,39% (mtm) terutama disebabkan oleh inflasi tomat sayur. Tomat sayur mencatat inflasi sebesar 222,24% (mtm) dan menyumbang sebesar 2,52% terhadap total inflasi bulan November (2,86% mtm). Peningkatan harga tomat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di daerah produsen tomat yakni Langowan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Berdasarkan hasil liaison kepada pedagang di pasar tradisional, pasokan dari produsen tomat tersebut menurun hampir 50% pada bulan November 2016. Berdasarkan hasil liaison dan survei di pasar-pasar tradisional, harga tomat yang normalnya sebesar Rp 6.000/kg, meningkat hingga Rp 25.000/kg pada kondisi tersebut. Selain tomat sayur, cabai rawit juga mengalami inflasi yakni sebesar 19,55% (mtm) seiring dengan kurangnya pasokan akibat kondisi cuaca.
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi 2.86%
Total
Core
0.10%
Administered Prices
0.14%
14.39%
Volatile Food 0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
Inflasi (mtm)
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
Andil
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Di sisi lain, inflasi kelompok core dan administered prices tercatat cukup rendah. Inflasi core sebesar 0,14% (mtm) didorong oleh komoditas lemon, sedangkan inflasi administered prices sebesar 0,10% (mtm) didorong oleh tarif angkutan udara seiring dengan berlanjutnya peningkatan kunjungan wisatawan. •
Desember 2016
Pada Desember 2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami deflasi yakni sebesar 1,52% (mtm), berbeda secara signifikan dari 2 bulan sebelumnya yang tercatat inflasi. Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile food memberikan andil sebesar -2,04%, kelompok core sebesar 0,43% dan kelompok administered prices sebesar 0,09%. Realisasi bulan Desember tersebut menurun signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 2,86% (mtm). Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi -1.52%
Total
Core
Administered Prices
-9.48%
-10.0%
0.73%
0.43%
Volatile Food -8.0%
-6.0%
-4.0% Inflasi (mtm)
-2.0%
0.0%
2.0%
Andil
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Deflasi kelompok volatile food pada bulan Desember 2016 tercatat sebesar 9,48% 22
(mtm). Penurunan IHK kelompok tersebut terutama disebabkan oleh harga tomat sayur yang mulai kembali ke level normal seiring dengan kondisi cuaca yang mendukung peningkatan produksi. Adapun tomat sayur mengalami deflasi sebesar 53,84% (mtm) pada bulan Desember 2016. Normalisasi harga juga terjadi pada komoditas cabai rawit seiring dengan ketersediaan pasokan. Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi 0,73% (mtm) dan kelompok administered prices mencatat inflasi 0,43% (mtm). Inflasi core disumbang oleh inflasi pada sub kelompok core traded khususnya komoditas pangan jeruk nipis. Adapun inflasi sub kelompok core traded tercatat sebesar 1,31% (mtm) dan core nontraded sebesar 0,30% (mtm). Sementara itu, inflasi kelompok administered prices disumbang oleh tarif angkutan udara seiring dengan peningkatan penyelenggaraan MICE, kunjungan wisatawan pada Desember 2016 dan mobilisasi dalam rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru. 3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq) Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulawesi Utara juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 1,31% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi 0,23% (qtq). Berdasarkan disagregasinya, inflasi pada triwulan IV 2016 disumbang oleh kelompok core (0,54%), kelompok volatile food (0,53%) dan kelompok administered prices (0,24%). Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi
Kelompok core tercatat mengalami inflasi sebesar 0,90% (qtq) yang didorong oleh inflasi sub kelompok core traded. Peningkatan inflasi sub kelompok core traded disebabkan oleh kenaikan harga jeruk nipis akibat kurangnya pasokan di tengah permintaan yang naik terhadap komoditas tersebut. Sementara itu, kelompok volatile food yang mencatat inflasi sebesar 2,70% (qtq) didorong oleh tomat sayur yang harganya meningkat tinggi khususnya pada bulan November 2016 akibat curah hujan yang tinggi. Di sisi administered prices, inflasi sebesar 1,19% (qtq) didorong oleh tarif angkutan udara yang rata-rata harganya meningkat dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan mobilisasi masyarakat dalam rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru. 3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tercatat cukup rendah yakni sebesar 0,35% (yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (2,28% yoy) dan tahun 2015 (5,56% yoy). Realisasi ini juga berada di bawah target inflasi tahun 2016 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan pada triwulan IV 2016 disumbang oleh inflasi kelompok core sebesar 0,74% dan kelompok administered prices sebesar 0,11%, sedangkan kelompok volatile food menjadi penahan laju inflasi atau mengalami deflasi dengan andil sebesar 0,50%. Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi 12% 10%
8%
1.31%
Total
6% 4%
0.90%
Core
2%
Administered Prices
0%
1.19%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014
2.70%
Volatile Food
Andil Core
2015
Andil Administered Prices
2016
Andil Volatile Food
Inflasi Total (yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
0.0%
0.5%
1.0% Inflasi (qtq)
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
Andil
Kelompok core pada triwulan IV 2016 mencatat inflasi yang relatif rendah yakni 23
sebesar 1,25% (yoy). Realisasi tersebut cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (1,05%). Berdasarkan analisa fundamentalnya, inflasi kelompok core terutama disumbang oleh inflasi yang terdampak dari nilai tukar. Sementara itu, inflasi yang disebabkan oleh interaksi permintaan-penawaran serta ekspektasi konsumen dan pedagang relatif kecil berpengaruh pada tingkat inflasi triwulan IV 2016. Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core disebabkan oleh inflasi core traded yang tercatat inflasi sebesar 2,28% (yoy) dengan sumbangan terhadap inflasi core sebesar 0,57%. Komoditas utama penyumbang inflasi pada sub kelompok core traded yaitu gula pasir yang tercatat mengalami inflasi sebesar 14,82% (yoy). Selain itu, komoditas jeruk nipis juga mencatat inflasi seiring dengan kurangnya pasokan. Di sisi sub kelompok core non-traded, inflasi tercatat sebesar 0,49% (yoy) dengan sumbangan sebesar 0,17% terhadap total inflasi kelompok core. Tarif pulsa ponsel merupakan komoditas utama penyumbang inflasi pada sub kelompok core non-traded seiring tingginya permintaan untuk jasa komunikasi selama momen libur dan hari raya, baik yang berbasis voice maupun mobile data. Inflasi tarif pulsa ponsel tercatat sebesar 13,07% (yoy).
gap relatif kecil atau tidak ada. Hal tersebut didukung oleh hasil liaison yang menyatakan bahwa rata-rata kapasitas utilisasi dari seluruh contact liaison yang menjawab masih berada di bawah level 100%. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas produksi berada di bawah level 100% yakni sebesar 86,67% pada triwulan IV 2016. Di sisi lain, tekanan permintaan pada triwulan IV 2016 cenderung melambat. Selain perlambatan pada pertumbuhan PDRB konsumsi rumah tangga, kondisi tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dari 119 pada triwulan III menjadi 116,1 pada triwulan IV 2016.
Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non-Traded
Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core Traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
yoy 6% 5% 4%
Nilai Tukar
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan IV 2016 mendorong peningkatan inflasi yang tercermin dari inflasi sub kelompok core traded. Rata-rata kurs tengah nilai tukar Rupiah pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp 13.248/1 USD. Angka tersebut melemah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp 13.134/1 USD). Depresiasi tersebut telah berdampak pada inflasi core traded sebesar 2,28% (yoy) dengan andil sebesar 0,57% terhadap inflasi core triwulan IV 2016.
Rupiah
yoy
15,000
2.0%
14,500 14,000
3%
1.5%
13,500
2%
13,000
1.0%
12,500
1%
12,000
0%
0.5%
11,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -1%
2014
2015 Inflasi Core
Core Traded
2016 Core Non-Traded
11,000
0.0%
10,500
10,000
-0.5% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
2014
2015 Nilai Tukar Rp thd 1 USD
2016 Inflasi Core Traded (rhs)
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Output Gap
Hingga triwulan IV 2016, tingkat kapasitas utilisasi di Sulawesi Utara secara umum masih dapat memenuhi tingkat permintaan sehingga inflasi yang bersumber dari output
Ekspektasi
Berdasarkan perkembangan indikator output gap dan nilai tukar, maka sumbangan inflasi yang bersumber dari ekspektasi diperkirakan 24
maksimal sebesar 0,17% terhadap inflasi tahunan core pada triwulan IV 2016. Relatif rendahnya ekspektasi konsumen tersebut tercermin dari hasil survei. Hasil Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia menunjukkan bahwa ekspektasi kenaikan harga mengalami penurunan. Dari sisi konsumen, hasil SK menunjukkan bahwa ekspektasi harga pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi para pedagang dimana hasil SPE menunjukkan bahwa ekspektasi harga pada triwulan IV 2016 juga mengalami penurunan.
sebesar 0,18% terhadap inflasi AP. Adapun komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan udara. Peak season mobilitas pengguna transportasi udara dalam merayakan hari raya Natal dan Tahun Baru serta liburan mendorong inflasi pada angkutan udara sebesar 21,50% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok AP energi mencatat deflasi sehingga menjadi penahan laju inflasi AP. Komoditas yang menjadi penyumbang deflasi yaitu bensin yang tercatat deflasi 11,36% (yoy) seiring dengan turunnya harga bensin pada 5 Januari 2016 dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950 dan kembali diturunkan pada 1 April 2016 menjadi Rp6.450 per liter.
Grafik 3.9. Ekspektasi Harga oleh Konsumen
Sementara itu, kelompok volatile food tercatat mengalami deflasi sebesar -2,48% (yoy), sehingga menahan laju inflasi lebih tinggi. Realisasi inflasi tersebut sangat berbeda dengan tren historis dimana umumnya kelompok pangan mengalami peningkatan harga pada akhir tahun. Realisasi tersebut juga lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 8,57% (yoy). Deflasi kelompok ini bersumber dari komoditas cabai rawit yang mengalami perbaikan harga yang lebih wajar dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank Indonesia dan instansi terkait lainnya. Komoditas lain yang menyumbang deflasi yaitu daun bawang dan daging ayam ras.
220 200 180 160 140 120 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
2015
Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad
2016 Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 3.10. Ekspektasi Harga oleh Pedagang 170
160 150 140 130 120 110 100 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2014
2015
Ekspektasi Pedagang thd Harga 3 Bulan yad
2016 Ekspektasi Pedagang thd Harga 6 Bulan yad
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Inflasi kelompok administered prices (AP) juga tercatat relatif rendah yaitu sebesar 0,56% (yoy), meskipun cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (0,31%). Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok AP disebabkan oleh subkelompok AP non-energi. Sub kelompok tersebut mencatat inflasi sebesar 1,57% (yoy) dengan sumbangan
3.2.
ARAH PERKEMBANGAN TRIWULAN I 2017
INFLASI
Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi tercatat cukup tinggi dan mengalami peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%). Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (0,35%). 25
Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017 Indikator
mtm yoy Inflasi Andil Inflasi Andil 1.10% 1.10% 1.63% 1.63% 1.76% 0.35% 0.46% 0.09% 2.45% 0.50% 1.95% 0.41% 0.42% 0.25% 1.93% 1.14% 0.37% 0.09% 2.89% 0.72% 0.46% 0.16% 1.23% 0.42%
Total Volatile Food Administered Prices Core Core Traded Core Non-Traded Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik AP Energi AP Non-Energi
Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan Januari 2017 terutama didorong oleh tekanan kelompok administered prices. Kelompok volatile food juga mencatat inflasi dan meningkat dibanding bulan sebelumnya. Di sisi kelompok core, inflasi tercatat relatif rendah dan menurun dibanding bulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada kelompok administered prices (AP) sebesar 2,45% (mtm) disebabkan oleh inflasi kedua sub kelompok AP baik energi maupun non-energi. Sub kelompok AP energi pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 3,03% (mtm). Pada sub kelompok energi, andil inflasi terbesar diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini didorong oleh kebijakan Pemerintah menaikan tarif listrik untuk pelanggan 900VA dari Rp 605 menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017. Adapun pangsa pemakaian listrik pada golongan ini sebesar 38% dari total seluruh golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74% tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai 0,24%. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak pada 16 Desember 2016 khususnya pertamax dan pertalite sebesar Rp 150 sehingga masing-masing menjadi Rp 7.750 dan Rp 7.050, dan pada 5 Januari 2017 kembali dinaikannya harga BBM Non Subsidi yaitu Pertamax dan Pertamax Plus masing-masing Rp300/liter atau sebesar 4% mendorong inflasi komoditas bensin sebesar 1,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,03%. Hal ini sejalan dengan perkembangan harga minyak dunia yang mengalami kenaikan. Sementara itu, sub kelompok AP non-energi pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 2,01% (mtm).
Pada sub kelompok non-energi, andil inflasi terbesar diberikan oleh biaya perpanjangan STNK dan angkutan udara. Terhitung per 1 Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya pengurusan surat-surat kendaraan bermotor (STNK) sebesar 100% (dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000) untuk kendaraan roda dua dan 167% (dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000) untuk kendaraan roda empat. Adapun pangsa kendaraan roda dua di Sulawesi Utara mencapai 68% sementara roda empat mencapai 32%. Hal ini mendorong inflasi pada biaya perpanjangan STNK sebesar 111,99% (mtm) dan memberikan sumbangan inflasi bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu, masih berlanjutnya peak season mobilitas pengguna transportasi udara mendorong inflasi pada angkutan udara sebesar 5,89% (mtm) dan memberikan sumbangan inflasi bulanan sebesar 0,09%. Inflasi kelompok volatile food pada Januari 2017 sebesar 1,76% (mtm), meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat deflasi. Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis dimana umumnya kelompok pangan mengalami penurunan harga atau mencatat deflasi di awal tahun sebagai dampak kembali normalnya permintaan masyarakat setelah perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru. Inflasi kelompok volatile food bersumber dari komoditas cabai rawit yang pasokannya terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada bulan Januari. Demikian juga halnya komoditas tomat sayur yang mengalami inflasi karena gangguan pasokan. Tingginya inflasi kedua komoditas ini juga dipengaruhi oleh faktor base effect kedua komoditas tersebut yang mencatat deflasi pada bulan sebelumnya. Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%. Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah seiring dengan masih terjaganya pasokan pasca panen dari daerah produsen. Andil komoditas bawang merah terhadap inflasi bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%. 26
Sementara itu, pergerakan harga komoditas beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau sejak November 2016. Hal ini disebabkan membaiknya produksi di Sulawesi Utara pada tahun 2016 setelah adanya El Nino pada tahun 2015. Selain itu, stabilnya komoditas beras didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar daerah (Sulawesi Tengah). Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017 Indikator Cabai Rawit Tomat Sayur Bawang Merah Beras
mtm Inflasi Andil 58.98% 0.40% 7.06% 0.12% -23.27% -0.24% 0.00% 0.00%
yoy Inflasi Andil -13.43% -0.17% 31.72% 0.43% -23.66% -0.25% 4.85% 0.25%
Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi yang rendah yakni sebesar 0,42% (mtm), menurun dibandingkan bulan sebelumnya (0,73%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi core disebabkan oleh inflasi core non-traded yang meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi 0,46% pada bulan Januari. Peningkatan inflasi core non traded didorong oleh peningkatan harga komoditas mie dan tarif pulsa ponsel. Meningkatnya harga mie merupakan dampak dari kebijakan salah satu produsen mie instan nasional7 yang menaikkan harga jual mie instan sebesar Rp100 per bungkus pada tanggal 17 Januari 2017. Kenaikan tersebut tidak berhubungan dengan harga bahan baku tepung saat ini, namun merupakan kenaikan rutin setiap tahun sebagai strategi untuk menjaga marjin perusahaan. Sementara itu, kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh masih tingginya permintaan untuk jasa komunikasi selama momen libur dan hari raya, baik yang berbasis voice maupun mobile data menjadi faktor pendorong utama. Kenaikan tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut dari bulan sebelumnya. Adapun andil inflasi komoditas mie dan tarif pulsa ponsel terhadap keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi 7 8
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Glencore dan Nyrstar
lain, inflasi core traded disebabkan oleh peningkatan inflasi seng yang memberikan andil terhadap total inflasi bulanan Januari 2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng seiring dengan tren positif harga seng dunia pada tahun 2016. Peningkatan harga seng dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar seng dunia dimana akibat penutupan tambang-tambang besar8 dan pertambangan yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton stok gula pasir9 dan kegiatan pasar murah serta Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah. Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah sepanjang Januari 2017 menahan gejolak pada kelompok core traded. Rupiah terapresiasi sebesar 0,44% (mtm) pada bulan Januari 2017. Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan inflasi pada Februari dan Maret, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy). Naiknya inflasi tersebut secara bulanan didorong oleh inflasi pada bulan Maret. Pada bulan Februari, Indeks Harga Konsumen (IHK) diperkirakan mencatat inflasi yang sangat rendah, bahkan dapat mencatat deflasi seiring dengan normalisasi harga komoditas bumbubumbuan yang meningkat tinggi pada bulan Januari. Sementara itu, pada bulan Maret, IHK diperkirakan mencatat inflasi yang cukup tinggi seiring dengan kenaikan tarif listrik 900 VA bagi rumah tangga mampu. Namun, tingginya curah hujan yang berlangsung hingga bulan Februari berpotensi mendorong inflasi pada bulan tersebut. Adapun dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, realisasi inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan berada dalam rentang sasaran inflasi 2017 yakni 4+1% (yoy).
9
Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulawesi Utara
27
3.3.
PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara bersama dengan TPID Kab/Kota telah menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode 2016-2019. Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara disusun untuk menjadi acuan upaya pengendalian inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus mensinergikan berbagai kebijakan dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi Sulawesi Utara maupun Nasional. Roadmap Pengendalian Inflasi ini diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif, disertai dengan langkah-langkah nyata, koordinatif dan berkesinambungan, baik di ruang lingkup Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Fokus pengendalian inflasi akhir tahun menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun Kab/Kota pada November dan Desember 2016. Rapat TPID tingkat Provinsi telah dilaksanakan bersama dengan Ketua TPID Provinsi sebagai respons tingginya inflasi November. Pada rapat tersebut telah disepakati untuk meningkatkan kegiatan pengendalian inflasi akhir tahun berupa operasi pasar harian yang fokus pada komoditas bumbu-bumbuan dan sidak pasar yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Di sisi lain, Gerakan Rica Rumah yang telah diimplementasikan melalui pembagian bibit pada Agustus-September lalu, diharapkan dapat menambah pasokan cabai rawit secara mandiri di level rumah tangga, sehingga mengurangi potensi tekanan harga. Selanjutnya, rapat koordinasi TPID SeSulawesi Utara telah dilaksanakan pada Desember untuk membahas pengendalian harga dan ketersediaan bahan pokok strategis menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Atas hasil rapat tersebut, beberapa kegiatan nyata telah dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan masyakat seperti Operasi Pasar pada 40 titik di Kota Manado (termasuk OP langsung oleh Bulog di pasar tradisional utama Kota Manado), Sidak Pasar oleh TPID Provinsi
yang bekerjasama dengan Aparat Penegak Hukum, serta komunikasi ekspektasi dan himbauan kepada pedagang melalui media masa terkemuka di Sulawesi Utara. Hasil dari berbagai upaya pengendalian inflasi di sepanjang tahun 2016, termasuk Gerakan Rica Rumah yang telah diinisiasi sejak pertengahan tahun, dinilai mampu menjaga tingkat harga dan ketersediaan pasokan bahan makanan strategis, sehingga pencapaian inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap yang telah disusun. Salah satu program besar dalam pengendalian inflasi 2017 adalah upaya untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di Sulawesi Utara. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Gubernur telah melakukan koordinasi awal dengan Kementerian Perdagangan untuk mewujudkan rencana tersebut. Upaya pengendalian inflasi semakin diperkuat melalui penyelarasan program pengendalian inflasi 2017. Hal ini mengingat risiko tekanan inflasi yang cukup besar pada kelompok administered prices pada tahun 2017. Di awal tahun 2017, TPID Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level Meeting perdana pada 25 Januari 2017 dengan agenda utama menyelaraskan upaya pengendalian inflasi tahun 2017. Dalam pertemuan tersebut, seluruh anggota TPID Sulawesi Utara berkomitmen untuk menjalankan program pengendalian inflasi 2017 mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara yang telah disusun sebelumnya. Beberapa program utama pengendalian inflasi 2017 antara lain adalah peningkatan produksi bahan pangan melalui penyediaan benih pertanian & holtikultura, mensukseskan Gerakan Rica Rumah (Next Level), memperluas peran Bulog dalam stabilisasi harga, meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kepolisian, serta optimalisasi penggunaan PIHPS. Selain itu, Pemerintah 28
Provinsi juga terus berupaya untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di Sulawesi Utara dengan tujuan memperluas pasar dan mencegah monopoli pasar.
29
Bab IV. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM 4.1.
GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset Pada triwulan IV 2016, terdapat pembukaan 2 kantor bank dan 5 jaringan kantor bank umum konvensional yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank umum sebanyak 30 dengan 294 jaringan kantor sedangkan BPR masih sama dengan periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan 55 jaringan kantor. Sejalan dengan adanya pembukaan kantor bank, total aset perbankan umum di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan aset terjadi pada kelompok Bank Persero menjadi sebesar 11,3% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh 8,7%. Peningkatan juga terjadi pada kelompok bank swasta nasional yang juga tumbuh menjadi 2,6% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh 1,3% serta pada Bank Pemerintah Daerah yang tercatat meningkat menjadi sebesar 7,4% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya sebesar 5,4%. Sementara itu, pertumbuhan aset Bank Asing dan Campuran tercatat kontraksi yang semakin dalam menjadi 21,6% (yoy) dari sebelumnya yang telah terkontraksi sebesar 20,9%. Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Total Aset
Bank Persero
Bank Campuran
Bank Pemerintah daerah
Bank Swasta Nasional
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
50 40 30 20 10 0 -10 -20
-30 I
II
III
IV
I
II
2013
Sumber: Bank Indonesia
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
Pertumbuhan DPK tercatat membaik meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. DPK pada triwulan IV 2016 tercatat terkontraksi 1,8% (yoy) yang membaik dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,1%. Membaiknya pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh pertumbuhan positif komponen Deposito yang pada periode sebelumnya mencatatkan kontraksi yang cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah tercatat tumbuh positf. Adapun komponen Tabungan sebagai komponen utama pembentuk DPK, mengalami perlambatan pertumbuhan meski masih mencatatkan pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan terhadap penurunan komponen Giro masih terus berlanjut. Giro yang pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar -10,44% (yoy), pada periode laporan terkontraksi semakin dalam menjadi sebesar -29,05%. Penurunan giro perlu dicermati karena menjadi cerminan kinerja sektor swasta, utamanya korporasi. Dari hasil liaison Bank Indonesia diperoleh informasi bahwa pelaku usaha lebih memilih menarik dana gironya untuk dijadikan modal kerja dibandingkan menggunakan fasilitas pembiayaan modal kerja yang rata-rata suku bunganya masih berada diatas 10%. Di samping itu, jelang akhir tahun penarikan dana giro sektor korporasi juga diperuntukkan untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) / Tunjangan Akhir Tahun (TAT) karyawan. Tekanan terhadap komponen giro juga berasal dari giro pemerintah yang disebabkan oleh pembayaran sisa realisasi proyek pemerintah yang dianggarkan untuk tahun 2016. Selain faktor 30
penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat jelang akhir tahun untuk perayaan Natal dan Tahun Baru juga turut memengaruhi kondisi DPK, utamanya komponen tabungan yang merupakan dana yang sifatnya dapat ditarik sewaktu-waktu. Hal tersebut sejalan dengan melambatnya pertumbuhan komponen tabungan pada periode laporan yang tumbuh sebesar 5,94% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 11,84% (yoy). Berdasarkan komponen pembentuknya, DPK masih didominasi oleh tabungan dengan pangsa 52,7%, diikuti oleh deposito dan giro yang masing-masing 32,4% dan 14,8%. 4.1.3. Kredit Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 60,3% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Sementara itu, kredit produktif yakni modal kerja dan investasi sebesar 25,7% dan 13,9%. Berdasarkan penggunaannya, peningkatan kredit disumbang oleh pertumbuhan positif Kredit Konsumsi (KK) sebesar 6,92% (yoy), dibandingkan periode sebelumnya sebesar 6,51% (yoy). Pertumbuhan KK utamanya didorong oleh tumbuhnya jenis kredit Multiguna yang mendominasi penyaluran KK (pangsa sebesar 75,9%). Penyaluran Kredit Investasi (KI) juga mulai menunjukkan perbaikan yang tercermin dari meredanya tekanan pertumbuhan negatif KI, yang pada bulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,41% (yoy), kini tercatat tumbuh positif sebesar 2,75% (yoy). Disisi lain, Kredit Modal Kerja (KMK) mengalami perlambatan, yaitu hanya tumbuh sebesar 6,94% (yoy) dari sebelumnya 7,47%.
Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan 30%
160%
YoY
LDR-sb.kanan
Aset
dpk
Kredit
25%
140%
20%
120%
15%
100%
10%
80%
5%
60%
0%
40% I
-5%
II III IV 2011
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
2015
II III IV 20%
2016
-10%
0%
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator LDR menunjukkan peningkatan pada bulan triwulan IV 2016 menjadi 149,6% dari 145,2% pada triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh meningkatnya penyaluran kredit ditengah pertumbuhan negatif DPK. Tumbuhnya penyaluran pembiayaan pada triwulan IV 2016 juga diikuti oleh perbaikan kualitas kredit. Hal ini tercermin dari indikator rasio NPL menunjukkan penurunan menjadi 3,40% dari sebelumnya 3,85% pada periode laporan. 4.2.
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit usaha yang mendominasi dari total unit usaha yang ada serta sebagai sektor yang juga turut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, sebagai salah satu aktor yang cukup penting dalam perekonomian domestik maupun nasional, UMKM sering kali masih terkendala dalam memperoleh pembiayaan. Pada triwulan IV 2016, laju pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat mengalami sedikit perlambatan, dari yang semula tumbuh sebesar 9,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 9,03% pada triwulan IV 2016. Ditengah perlambatan 31
tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari penurunan rasio NPL kredit UMKM mengalami perbaikan. Pada triwulan IV 2016, NPL Kredit UMKM tercatat sebesar 5,48%, dibanding periode sebelumnya mencapai 6,10%. Meski mengalami penurunan, NPL Kredit UMKM yang berada diatas ambang threshold 5% perlu terus menjadi perhatian.
Grafik 4.4. Pangsa UMKM 0,26
0,74
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM 50%
Growth UMKM (yoy)
Porsi UMKM
NPL UMKM (sb.kanan)
7%
6%
40%
UMKM
Sumber: Bank Indonesia
5%
30%
4% 20% 3% 10%
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara
2%
0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV -10%
Non-UMKM
2011
2012
2013
2014
2015
2016
7,88%
1% 0%
Manado
0,83%
10,98%
Minahasa
Sumber: Bank Indonesia
Kotamoagu 9,89%
Pangsa kredit UMKM di triwulan IV 2016 tercatat mengalami peningkatan, yakni menjadi sebesar 26,2%, jika dibandingkan pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar 25,4%. Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar berada di Kota Manado sebesar 61,5%, diikuti Kota Bitung sebesar 10,9% dan Kota Kotamobagu sebesar 9,8%. Meski demikian, dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah, Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah melewati threshold yaitu sebesar 7,3% pada triwulan IV 2016 meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,3%. Di samping itu, Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow Timur tercatat mencapai 38,5% pada periode laporan yang perlu menjadi perhatian bersama.
Bitung 61,54% 8,88%
Kep. Sangihe Kab.Kota Lainnya
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk Indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara masih menujukkan tren peningkatan, dimana pada data terakhir yaitu periode Agustus 2016 rasio tersebut tercatat sebesar 102,28%. Rasio yang telah melampaui angka 100% mengindikasikan sebagian kecil angkatan kerja memiliki lebih dari satu rekening (dengan asumsi seluruh angkatan kerja masing-masing memiliki 1 rekening tabungan).
32
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja 102,28% 91,19% 84,25%
89,01%
83,20%
88,01%
85,37%
93,42%
beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Feb
Agt
Feb
Agt
2013
Feb
Agt
2014
Feb
Agt
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara menunjukkan sedikit penurunan menjadi 15,81% di bulan Agustus 2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan masih sedikit dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan belum membutuhkan maupun secara administratif dan non-administratif belum dapat melengkapi persyaratan yang ada untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut juga menunjukkan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa mendatang. Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja 15,30%
15,37%
15,56%
15,69%
15,68%
16,04%
14,89%
15,81%
Feb
Agt
Feb
Agt
Feb
Agt
Feb
Agt
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam
Bank Indonesia berupaya memperluas implementasi LKD melalui dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang merupakan bank penyelenggara LKD di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen LKD di tiap-tiap daerah. Bank Indonesia memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online yang diintegrasikan dengan simda online antara 6 Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank Sulawesi UtaraGo. Penandatangan PKS tersebut dilakukan pada 14 November 2016. Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai kesempatan dan kepada beragam stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus triwulan IV 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada masyarakat dan pelaku usaha di Provinsi Gorontalo serta kepada pengusaha dan karyawan hotel dan resort di Likupang, Kabupaten Minahasa Utara. Pada bulan Januari 2017, sosialisasi GNNT dilakukan di Kotamobagu kepada pemda, masyarakat dan pelajar.
33
4.3.
KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Permasalahan bahan baku bagi industri pengolahan masih menjadi salah satu sumber kerentanan yang perlu diwaspadai, utamanya untuk korporasi di sektor Industri Pengolahan yang hasil produksinya merupakan komoditas ekspor utama Sulawesi Utara. Meski krisis bahan baku untuk industry pengolahan ikan dan kelapa mulai mereda pada triwulan laporan, namun belum dapat kembali ke level normal (berdasarkan hasil diskusi/liaison dengan para pelaku bisnis di Industri Pengolahan). Kondisi tersebut tercermin dari Lickert Scale (LS) persediaan bahan baku hasil liaison yang pada triwulan laporan berada pada level 0,22 dimana pada periode sebelumnya berada pada level -0,20. Belum pulih sepenuhnya kondisi bahan baku untuk industri pengolahan ikan salah satunya disebabkan oleh pasokan dari perusahaan supplier (perikanan tangkap) masih terkendala oleh syarat-syarat dari relaksasi kebijakan transhipment melalui penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 1/2016 tentang Penangkapan Ikan dalam Satu Kesatuan Operasi. Salah satu persyaratan yang dikeluhkan adalah terkait pemasangan Video Monitoring System pada kapal yang membutuhkan biaya tambahan. Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Lainnya; 8,0% Pakan Ternak; 3% Kopi, Teh, Coklat & Rempah; 4%
Emas ; 15%
Ikan; 13%
Minyak & Lemak Nabati; 57%
Sumber: SITC, diolah
Permasalahan ketersediaan bahan baku kelapa, masih menjadi salah satu kendala utama yang menahan pertumbuhan industri pengolahan minyak kelapa. Ketersediaan bahan baku utamanya dipengaruhi oleh masih minimnya upaya peremajaan kelapa. Biaya penanaman dan pemeliharaan kelapa untuk peremajaan yang cukup besar serta membutuhkan waktu yang cukup lama membuat petani kelapa cukup enggan untuk melakukan revitalisasi tanpa bantuan dari pemerintah daerah. Sumber kerentanan lain yang perlu menjadi perhatian adalah penurunan harga komoditas di pasar dunia baik CPO maupun CNO ditengah peningkatan harga bahan baku. Permasalahan terkait bahan baku kelapa tersebut jika terus berlanjut dapat menjadi sumber risiko korporasi Sulawesi Utara, mengingat dominannya pangsa industri ini terhadap ekspor Sulawesi Utara. 4.3.2. Kinerja Korporasi Kegiatan Usaha Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara dengan perusahaan pada lapangan usaha utama Sulawesi Utara, mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha pada triwulan IV 2016. Perbaikan tersebut didorong oleh meningkatnya penjualan domestik disertai mulai pulihnya kinerja ekspor namun meski masih level yang relatif terbatas yang tercermin dari lickert scale (LS) penjualan domestik maupun ekspor yang menunjukkan peningkatan. Likert Scale (LS) penjualan domestik tercatat tumbuh dari 0,33 pada triwulan lalu kini berada di level 1,71. LS ekspor yang sebelumnya tercatat -1,0 membaik ke angka 0,33 yang menunjukkan meredanya tekanan terhadap kinerja ekspor Sulawesi Utara.
Di sisi lain, Minyak (termasuk CPO) dan Lemak Nabati sebagai komoditas yang mendominasi kinerja ekspor Sulawesi Utara, masih mencatatkan adanya pertumbuhan meskipun pada level yang masih relatif terbatas. 34
Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha 3
2
2,90%
1
47,00%
50,09%
0
-1
-2
-3
Modal Kerja -4
Investasi
Konsumsi
Likert Scale Penjualan Domestik (sb.kanan) Likert Scale Penjualan Ekspor (sb.kanan)
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Disisi lain, prospek kinerja korporasi yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara menunjukkan perlambatan, dimana kegiatan usaha pada triwulan mendatang diperkirakan akan melambat dengan SBT sebesar 6,14%. Perlambatan tersebut diperkirakan akan disumbangkan oleh melambatnya kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum serta transportasi dan pergudangan sejalan dengan mulai melambatnya kinerja pariwisata memasuki awal tahun. 4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi Meski eksposure kredit perbankan pada sektor korporasi hanya sebesar 16,9% dari total kredit di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan mengingat eratnya keterkaitan antar sektor. Keterkaitan tersebut terutama terhadap sektor rumah tangga, dengan penghasilan dan penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh kinerja korporasi merupakan eksposur terbesar kredit perbankan Sulawesi Utara.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi 200,0%
800,0% 700,0%
150,0%
600,0% 500,0%
100,0%
400,0% 300,0%
50,0%
200,0% 100,0%
0,0% I -50,0%
II
III
IV
I
II
III
2014
2015
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
IV
I
II
III 2016
IV
0,0% -100,0%
Kredit Konsumsi -sb. Kanan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 mencapai Rp 5,29 Trilliun, tumbuh terbatas sebesar 3,0% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (1,5% yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit korporasi terutama disalurkan dalam bentuk kredit investasi (50%) dan investasi (47%), dan hanya sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi (3%). Peningkatan pertumbuhan kredit korporasi terutama disebabkan oleh meredanya tekanan terhadap kredit investasi sebagai jenis penggunaan utama kredit korporasi. Kredit investasi yang pada triwulan sebelumnya terkontraksi hingga sebesar -0,8% (yoy) pada triwulan laporan tercatat membaik meski masih tumbuh negative sebesar -6,6% (yoy). Disisi lain kredit modal kerja mencatatkan perlambatan pertumbuhan menjadi sebesar 8,2% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 14,3% (yoy).
35
Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw IV 2016 mencapai Rp2,4 Triliun menurun sebesar Rp154 Miliar secara nominal, jika dibandingkan dengan baki debet pada triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja korporasi tersebut didorong oleh penurunan kredit lapangan usaha yang mendominasi penyaluran kredit modal kerja korporasi, yaitu lapangan usaha konstruksi (pangsa 23%) tercatat tumbuh melambat menjadi sebesar 24% (yoy) pada triwulan laporan, dibandingkan periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 28% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada lapangan usaha perdagangan sebagai lapangan usaha terbesar penerima pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi (pangsa 54%) yang hanya pertumbuhannya (14,58 yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (24,6% yoy). Disisi lain, tekanan pada lapangan usaha industri pengolahan (pangsa 11%) mulai meredam. Pertumbuhan KMK lapangan usaha tersebut menunjukkan sebelumnya mencatatkan kontraksi -13,5% saat ini tercatat tumbuh sebesar 0,47%. Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan kondisi pembiayaan/kredit rumah tangga. Grafik IV.6. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara 90,00%
7,50
80,00%
7,00
70,00% 6,50
60,00% 50,00%
6,00
40,00%
5,50
30,00%
5,00
20,00%
4,50
10,00% 0,00%
4,00
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014 Pangsa
I
II
III IV
I
2015
II
III IV
2016
gKonsumsi RT
Sumber: BPS, diolah
Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,52% (yoy) melambat dari 5,96% (yoy) pada periode sebelumnya sejalan dengan menurunnya pangsa konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara meski tercatat masih dominan dengan pangsa sebesar 73,75%. Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara 200
180 160 140
IV 2016
120 100 80
60 Des Nov Okt Sep Agt Juli Juni Mei April Maret Feb Jan Des Nov Okt Sep Agt Juli Juni Mei Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul Jun May Apr Mar Feb Jan Dec Nov Oct Sep Aug Jul June May Apr Mar Feb Jan
14,58%
21,32%
24,60%
28,88%
Tw III 2016
0,47%
2013
KONS T RUKS I
P E RDAGANGAN BE S AR DAN E C E RAN
-13,51%
INDUS T RI P E NGOLAH AN
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.
KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Rumah tangga dalam sistem keuangan memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan sebagai penerima pendanaan dari institusi keuangan. Beberapa faktor yang
2014 Indeks Keyakinan Konsumen Ekspektasi Konsumen
2015
2016 Kondisi Ekonomi Saat Ini Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan menurunnya tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan IV 2016 yang hanya berada pada level 116,1 menurun dibandingkan periode sebelumnya yang berada pada level 119,0.
36
Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi saat ini
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Penghasilan Saat Ini
Okt
Nov
Pembelian Barang Tahan Ketersediaan Lap. Kerja Lama
Des
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi 6 bulan
Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi Penghasilan
Okt
Nov
Ekspektasi Ekonomi
Des
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
Titik Optimis
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 masih memiliki optimisme baik terhadap kondisi penghasilan, pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari indeks pembentuk IKE, sepanjang Oktober-Desember 2016 masih berada diatas level 100.
harga yang terindikasi dari peningkatan Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 6 bulan mendatang. Sementara itu, pada triwulan II 2017 mendatang rumah tangga akan dihadapkan pada perayaan pengucapan dan hari raya Idul Fitri, dimana secara historis tekanan harga bahan pangan dan makanan pada bulan tersebut relatif tinggi jika pemerintah tidak melakukan intervensi. 4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami perlambatan, sebesar 7,09% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya dapat tumbuh sebesar 14,22% (yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah tangga tercatat masih mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa yang mencapai 83,2% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan tersebut relative sama jika dibandingkan triwulan sebelumnya (83,3%), namun meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2015 dengan pangsanya hanya sebesar 76,8%. Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0%
Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan yang diikuti dengan penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini. Kondisi tersebut diperkirakan akan terkoreksi pada waktu mendatang, sebagaimana tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang yang akan relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata periode sebelumnya meski masih dalam level yang masih optimis. Ke depan, sektor RT masih memperkirakan adanya risiko yang berasal dari kenaikan
0,0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015 Perseorangan
III
IV
2016
Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara 100% 80% 60% 40% 20% 0% Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016
Tabungan
Deposito
Bukan Perseorangan
Giro Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
37
Preferensi rumah tangga pada triwulan IV dalam melakukan penempatan dana masih didominasi pada tabungan dan deposito, masing-masing dengan porsi sebesar 48% dan 34%. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan (10,70% yoy) meningkat dibanding triwulan sebelumnya 9,73% (yoy). Disisi lain perlambatan terjadi pada komponen Deposito, tercatat hanya tumbuh sebesar 5,54% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh sebesar 5,94% (yoy Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
I -10,00%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
g.Tabungan
II III 2016
g.Deposito
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan IV 2016 mencapai Rp18,9 triliun, tumbuh 6,92% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,51% (yoy). Sementara itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total kredit yang disalurkan masih medominasi yaitu sebesar 60,33%. Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, tingkat konsumsi masyarakat dengan memanfaatkan salah satu sumber pendanaan melalui realisasi kredit. Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
KPR 22,01% KKB 1,22%
Perlengkapan 0,78% Multiguna 75,99%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh Multiguna (75,9%), diikuti KPR (22,01%), KKB (1,22%) dan Perlengkapan (0,78%). Kredit RT jenis multiguna sebagai jenis kredit terbesar tercatat tumbuh sebesar 6,41% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 5,51% (yoy). Disisi lain, perlambatan pertumbuhan terjadi di seluruh jenis penggunaan kredit meski pertumbuhannya secara keseluruhan masih positif. KPR tumbuh sebesar 7,47% (yoy) melambat dibandingkan periode sebelumnya. KKB tumbuh sebesar 3,42% (yoy) juga melambat dari periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 5,77% (yoy). Adapun kredit perlengkapan juga menunjukkan perlambata sebesar 71,16% (yoy) dimana pada periode sebelumnya dapat tumbuh hingga 161,4% (yoy). Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan 200%
Total Kredit RT
KPR
KKB
Multiguna
Perlengkapan (sb.kanan)
1800% 1600%
150%
1400% 1200%
100%
1000% 800%
50%
600% 400%
0%
200% I
-50%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
II III 2016
0% -200%
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah tangga pada triwulan laporan menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio maupun nominal NPL. Rasio NPL periode sebelumnya 2,74% turun menjadi 2,26% pada triwulan laporan, sementara nominal NPL tercatat menurun dari Rp504 Milyar menjadi Rp428 Milyar. Perbaikan kualitas kredit terjadi pada seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali Kredit Perlengkapan. Namun demikian, tekanan tersebut masih relatif rendah, dimana NPL konsumsi secara agregat masih dibawah threshold 5%. Meskipun NPL RT masih jauh di bawah threshold namun tetap perlu dicermati mengingat masih rentannya kondisi 38
perekonomian domestik yang dapat mempengaruhi kemampuan membayar sektor RT atas semua kewajibannya, terutama pada perbankan.
39
Box II. KPJU UNGGULAN UMKM SULAWESI UTARA Pada tahun 2016, Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara bekerjasama dengan PT. SEM Institute untuk menyelesaikan Kajian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM yang dilakukan selama 5 (lima) bulan yang dimulai pada Juni 2016 sampai dengan Desember 2016. Penelitian ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pemberdayaan sektor riil, khususnya pengembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai KPJU Unggulan UMKM yang perlu diprioritaskan pengembangannya di kota/kabupaten di Sulawesi Utara, yang kami lakukan berkala setiap 5 (lima) tahun. Penentuan KPJU Unggulan di setiap daerah dilakukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dan Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini menggunakan pendekatan partisipatif yang menggabungkan pendekatan top-down dalam penetapan kriteria dan bottom-up pada penetapan KPJUKPJU yang diungkapkan dengan prinsip “dari, oleh dan untuk daerah”. Setiap pemangku kepentingan dalam pengembangan UMKM dilibatkan sebagai narasumber. Penelitian ini juga memuat secara singkat profil daerah, profil UMKM beserta faktor pendorong dan penghambat serta kaitan kebijakan pemerintah daerah dan perbankan. Oleh karenanya, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan guna mendukung pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini secara umum menghasilkan identifikasi KPJU Unggulan, pemetaan, prospek dan daya saingnya pada setiap daerah maupun bagi Provinsi Sulawesi Utara, sehingga hasil penelitian ini diharapkan menjadi basis kebijakan dalam pengembangan UMKM. Berdasarkan penilaian terhadap kriteria penetapan KPJU Unggulan Kecamatan, diketahui bahwa Ketersediaan Bahan Baku dengan bobot tertinggi (0,357). Selanjutnya Potensi Ekonomi Kecamatan dengan bobot 0,328; Jangkauan Pemasaran Produk dengan bobot 0,219 dan yang terendah adalah Kontribusi Terhadap Perekonomian Lokal dengan bobot 0,097. Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting berturutturut adalah: Teknologi (0,498), Prospek Pasar (0,310), Modal (0,301), Penyerapan Tenaga Kerja (0,286), Pengelolaan Usaha (0,280), Tenaga kerja terampil (0,264), Nilai Tambah (0,261), Ketersediaan Bahan Baku (0,253), Sarana Usaha/Produksi (0,182), Sumbangan terhadap Perekonomian (0,142), Sosial-Budaya (0,119), dan Dampak Lingkungan (0,096). Sepuluh KPJU Unggulan di Unggulan di Tingkat Provinsi Sulawesi Utara yang dihasilkan dari penilaian kembali terhadap KPJU Unggulan di tingkat Kota/Kabupaten dengan metode Borda dan Bayes adalah Industri Kopra 0,0548; Kelapa 0,0488; Ikan Cakalang Tangkap 0,0337; Padi Sawah 0,0301; Warung/Rumah Makan Campur 0,0328; Budidaya Ikan Mujaer/Nila 0,0294; Cengkeh 0,0254; Ikan Tuna Tangkap 0,0251; Toko Kelontong/Sembako 0,0212; Penjualan Cengkeh 0,0192. Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya di 15 Kabupaten/Kota dan di tingkat Provinsi yang diteliti perlu menggunakan titik kekuatan (yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia. Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU yang sudah unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja dan kontribusinya bagi perekonomian daerah. Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal, teknologi pengembangan yang belum ada/minim, teknologi pasca panen untuk peningkatan nilai tambah, dan perluasan akses pasar.
40
Bab V. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 5.1.
PENYELENGGARAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI 3,500
Pada triwulan IV 2016, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 2,76 triliun. Angka tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 2,62 triliun seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Namun demikian, secara pertumbuhannya, transaksi kliring kembali mengalami penurunan yaitu sebesar 15,67% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dari pada triwulan III 2016 yang menurun sebesar 11,00% (yoy). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh ketentuan Bank Indonesia yang membuka caping SKNBI atau nilai nominal transfer dana tidak dibatasi sejak 16 November 2015 sampai dengan 30 Juni 2016 dan ketentuan batas nilai nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS adalah di atas Rp 100 juta. Ketentuan tersebut menyebabkan penggunaan SKNBI pada triwulan IV 2015 tumbuh meningkat dan kemudian mengalami penurunan memasuki pertengahan tahun 2016 yang menyebabkan switching preferensi masyarakat untuk menggunakan BI-RTGS sebagai media transaksi, sehingga pertumbuhan transaksi kliring melalui SKNBI mengalami penurunan pada triwulan IV 2016.
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20%
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 -
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Nilai Transaksi (Rp Triliun)
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Pertumbuhan (yoy) (rhs)
Sumber: Bank Indonesia
Bank Indonesia terus melakukan upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5 Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan pemantauan pada Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD). Guna meningkatkan penggunaan LKD di Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya memperluas implementasi LKD melalui dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang merupakan bank penyelenggara LKD di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung upaya tersebut, Bank Indonesia juga melakukan mediasi perbankan dan pihak penyedia jaringan. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan monitoring beberapa agen LKD di Manado, dimana sepanjang tahun 2016, telah dilakukan monitoring kepada 4 agen LKD guna melihat progres perkembangannya. Hasil monitoring implementasi agen LKD pada triwulan IV 2016 yaitu PT Bank BRI Kanwil Manado memiliki pencapaian 102,06% dari 41
target dan PT Bank Mandiri Area Manado memiliki pencapaian 90% dari target, dimana minimum pencapaian adalah 25% dari target awal. Jumlah agen LKD dari bank penyelenggaran BRI yaitu sebanyak 987 (posisi Oktober 2016) dari target 967 agen. Sementara jumlah agen LKD dari bank penyelenggaran Bank Mandiri yaitu sebanyak 117 (posisi Desember 2016) dari target 130 agen di tahun 2016. Selanjutnya, dalam rangka mendorong elektronifikasi, Bank Indonesia memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online yang diintegrasikan dengan simda online antara 6 Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank Sulawesi UtaraGo. Penandatangan PKS tersebut dilakukan pada 14 November 2016. Rencana elektronifikasi pada tahun 2017 kedepan yaitu implementasi pembayaran gaji pegawai melalui kasda online di Kab. Minahasa, pembayaran pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan samsat secara online. Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai kesempatan dan kepada beragam stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus triwulan IV 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada masyarakat dan pelaku usaha di Provinsi Gorontalo serta kepada pengusaha dan karyawan hotel dan resort di Likupang, Kabupaten Minahasa Utara. Pada bulan Januari 2017, sosialisasi GNNT dilakukan di Kotamobagu kepada pemda, masyarakat dan pelajar. Di bulan Februari, Bank Indonesia Sulawesi Utara menyelenggarakan edukasi
keuangan di Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan Kabupaten terluar dan perbatasan dengan negara lain. Di sisi dukungan pada kelancaran sistem kliring, Bank Indonesia melakukan pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis laporan berkala setiap bulan. Selain off-site, ada juga pemantauan langsung onsite visit kepada KPWD selain Bank Indonesia, pada triwulan IV 2016 pemantauan langsung dilakukan di Bitung dan Provinsi Gorontalo. Di Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 3 KPWD yang terdiri dari BNI di Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di Bitung. Dukungan pada kelancaran sistem kliring dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi terkait Daftar Hitam Nasional dan peraturan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Gen II kepada peserta kliring lokal Manado pada November 2016. Pada bulan Januari 2017, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi penyampaian ketentuan Bilyet Giro dan ketentuan lainnya kepada peserta kliring. Rencana yang akan dilakukan sepanjang semester I 2017 ini yaitu pemeriksaan on-site seluruh KPWD (Bitung, Kotamobagu, Provinsi Gorontalo dan Tahuna). Dari sisi dukungan pada pengembangan KUPVA (Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing), Bank Indonesia berupaya mengumpulkan data transaksi dan identitas KUPVA melalui meeting dengan KUPVA BB (Bukan Bank) di Sulawesi Utara yang berkantor pusat di luar Sulawesi Utara guna perluasan data serta bekerja sama dengan Kepolisian Daerah, Badan Narkotikan Nasional, Dinas Pariwisata, dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian dalam hal pengumpulan informasi KUPVA tidak berizin. Ke depan, Bank Indonesia akan meningkatan frekuensi sosialisasi dan pemasangan iklan terkait KUPVA BB, bahkan mulai tanggal 7 April 2017 penertiban KUPVA BB tidak berizin akan ditingkatkan.
42
5.2.
PENGELOLAAN UANG TUNAI
Kebutuhan uang kartal pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2016. Peningkatan kebutuhan uang kartal tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang berada pada posisi net outflow (lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia) sebesar Rp 1,50 triliun, berkebalikan dengan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat net inflow (lebih besar uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia) Rp 0,67 triliun. Peningkatan aktivitas setor bayar tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) 3 2
1.29
1 (1) (2) (2.79)
(3) I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
I
2014
Inflow
II
III
IV
2015
Outflow
I
II
III
IV
2016
Netflow
Sumber: Bank Indonesia
Seiring dengan kebijakan clean money policy, kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan IV 2016, jumlah UTLE yang dimusnahkan mencapai Rp 354,16 miliar dengan rasio terhadap inflow sebesar 27,47%. Jumlah pemusnahan tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 594,82 miliar yang dimusnahkan. Pemusnahan UTLE dilakukan sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk secara konsisten memastikan ketersediaan uang layak edar bagi masyarakat melalui kas keliling dan kas titipan. Pada bulan Januari 2017, sebanyak Rp 289,09 miliar dimusnahkan dalam menjamin konsistensi penyediaan uang layak edar bagi masyarakat. Tercatat selama periode triwulan IV 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Utara telah melakukan kegiatan penukaran dan kas keliling total sebanyak 54 kali, yang terdiri dari 21 kali pada bulan Oktober, 20 kali pada bulan November dan 13 kali pada bulan Desember. Berdasarkan lokasinya, sebanyak 49 kali dilakukan di dalam Kota Manado dan 5 kali di luar Kota Manado yang terdiri dari Provinsi Gorontalo, Pasar Tomohon, Kepulauan Talaud, Kepulauan Siau, dan Tahuna Kepulauan Sangihe masing-masing sekali. Jumlah kegiatan kas keliling pada triwulan IV 2016 relatif sama dengan triwulan sebelumnya yang sebanyak 55 kali. Adapun total modal kerja yang digunakan dalam kas keliling triwulan IV 2016 tersebut sebanyak Rp 42,81 miliar dengan tingkat serapan sebesar 79,08% yaitu Rp 33,86 miliar. Pada bulan Januari 2017, kas keliling sudah dilakukan sebanyak 12 kali yang terdiri dari 11 kali di dalam Kota Manado dan 1 kali di luar Kota Manado yakni Kotamobagu. Jumlah modal kas keliling bulan Januari sebesar Rp 5,43 miliar dengan realisasi sebesar Rp 4,02 miliar atau sebesar 73,99%. Bank Indonesia juga menyelenggarakan pelayanan jasa kas titipan dalam rangka penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di Tahuna (Bank Mandiri), 2 kali di Provinsi Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di Kotamobagu (Bank Sulawesi UtaraGo). Sementara itu, penarikan kas titipan dilakukan juga sebanyak 6 kali dengan rincian yang sama dengan dropping. Total dropping kas titipan pada triwulan IV 2016 sebesar Rp 374,48 miliar, meningkat tinggi dari Rp 126,41 miliar pada triwulan sebelumnya. Pada bulan Januari 2017, kas keliling sudah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu ke Tahuna Kabupaten Sangihe dan Provinsi Gorontalo. Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo pada triwulan IV 2016 sebanyak 23 lembar, menurun dari triwulan III 2016 yang tercatat sebanyak 95 lembar. Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan IV 2016, temuan tersebut terdiri dari 10 lembar 43
pecahan Rp 100 ribu dan 13 lembar pecahan Rp 50 ribu. Pemberantasan uang palsu terus dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui penguatan koordinasi bersama aparat penegak hukum melalui penandatanganan PokokPokok Kesepahaman dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Bank Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya sebagai penegak hukum. Selain itu, untuk meningkatkan kehatihatian masyarakat, Bank Indonesia menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi sepanjang triwulan IV 2016 melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah perbankan, dan kasir perbankan. Bank Indonesia juga terus memperkuat strategi komunikasi terkait kewajiban penggunaan Uang Rupiah dalam bertransaksi di wilayah NKRI. Sepanjang triwulan IV 2016, sosialisasi CCKUR dan kewajiban penggunaan uang Rupiah telah dilakukan kepada masyarakat, pelaku usaha dan media di Sulawesi Utara. Selain sosialisasi, dilakukan juga pembagian brosur dan stiker CCKUR dan kewajiban penggunaan Rupiah. Memasuki triwulan I 2017, seiring dengan pengeluaran dan
pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 pada 19 Desember 2016, Bank Indonesia Sulawesi Utara melakukan sosialisasi uang Rupiah TE 2016 di Kotamobagu pada bulan Januari 2017. Sosialisasi uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan pada Februari 2017 di Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud yang merupakan kabupaten perbatasan dengan negara lain. Adapun sosialisasi tersebut dirangkaikan dengan sosialiasi CCKUR, kewajiban penggunaan rupiah di NKRI termasuk penggunaan uang koin, waspada uang palsu, dan tepis isu hoax. Sosialisasi CCKUR lainnya dilakukan kepada TNI, Lantamal, dan masyarakat yang berada di daerah kepulauan perbatasan. terbaru dilakukan di Kabupaten Minahasa kepada pemerintah daerah pada tanggal 20 Februari 2017. Adapun telah dilakukan sosialisasi sebanyak 8 kali selama bulan Januari hingga 22 Februari 2017. Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) 228
219 214 149
124 69
79
67
64
67
95
84 58
34 I
II
III 2013
23
18 IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: Bank Indonesia
44
Bab VI. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 5.1. KETENAGAKERJAAN Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara mengalami perbaikan sejalan dengan kinerja ekonomi Sulawesi Utara pada tahun 2016. Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun Agustus 2016 yang sebesar 6,18%, menurun dari tahun sebelumnya yang berada di level 9,03%. Sejalan dengan itu, kinerja ekonomi Sulawesi Utara pada tahun 2016 juga meningkat dengan pertumbuhan sebesar 6,17% (yoy), lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya (6,12%).
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa) Keadaan Ketenagakerjaan Agu-15 Penduduk 15 thn ke atas Angkatan kerja Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%)
1,793 1,099 1,000 99 61.28 9.03
Agu-16 1,818 1,184 1,111 73 65.11 6.18
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) 14.62 12.35 10.65
10.56
9.61
9.03
8.62 7.78
Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara pertumbuhan maupun jumlah jiwanya dibandingkan jumlah peningkatan angkatan kerja dan penduduk berumur 15 tahun ke atas. Kondisi tersebut menyebabkan TPT mengalami penurunan yang cukup dalam. Pada periode Agustus 2016, peningkatan jumlah penduduk 15 tahun ke atas relatif stabil yakni bertambah sebanyak 25 ribu jiwa, sementara peningkatan jumlah angkatan kerja meningkat lebih tinggi yakni sebesar 85 ribu jiwa sebagai dampak bertambahnya jumlah penduduk di atas 15 tahun yang lulus sekolah. Jumlah yang meningkat tersebut dapat terserap oleh lapangan kerja selama tahun 2016 dimana jumlah penduduk yang bekerja bertambah sebesar 111 ribu jiwa. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja mendorong jumlah pengangguran berkurang hingga 26 ribu jiwa.
Growth Growth Agu-15 Agu-16 1.43% 1.37% 3.60% 7.71% 1.96% 11.05% 23.75% -26.06%
7.54 6.67
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
6.18
2014
2015
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan tingkat pengangguran ditopang oleh penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha tersebut tumbuh 24,54% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat kontraksi 0,50%, atau menyerap sebanyak 78 ribu orang dari total 110 ribu tenaga kerja (porsi 71%). Lapangan usaha pertanian meningkat kinerjanya seiring dengan perbaikan cuaca yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El Nino (data BMKG), serta dukungan program pemerintah melalui penyaluran bibit/benih, pencetakan sawah dan bantuan alsintan. Di samping itu, penyerapan tenaga kerja juga didukung oleh lapangan usaha jasa kemasyarakatan dan perdagangan yang meningkat kinerjanya sebagai dampak peningkatan permintaan wisatawan mancanegara. Berdasarkan porsinya, tenaga 45
kerja masih terkonsentrasi pada lapangan usaha pertanian dengan jumlah 397,71 ribu jiwa atau sebesar 35,82% dari total tenaga kerja di Sulawesi Utara, kemudian diikuti oleh lapangan usaha perdagangan (20,08%) dan jasa kemasyarakatan (20,06%). Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (ribu orang) Lapangan Pekerjaan Growth Growth Pangsa Agu-14 Agu-15 Agu-16 Utama Agu-15 Agu-16 Agu-16 Pertanian 321.0 319.3 397.7 -0.50% 24.54% 35.82% Industri 71.3 67.7 64.0 -5.04% -5.47% 5.76% Konstruksi 79.3 84.6 79.7 6.69% -5.72% 7.18% Perdagangan 195.9 207.5 222.9 5.92% 7.45% 20.08% Transportasi 79.1 83.4 75.0 5.42% -10.08% 6.75% Keuangan 29.7 26.3 26.7 -11.41% 1.29% 2.40% Jasa Kemasyarakatan 180.4 189.3 222.7 4.96% 17.65% 20.06% Lainnya 24.2 22.0 21.6 -9.17% -1.59% 1.95%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di lapangan usaha pertanian, pekerjaan informal menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja secara signifikan dan masih mendominasi jenis lapangan pekerjaan di Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor informal sejalan dengan peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di lapangan usaha pertanian yang merupakan sektor informal. Senada dengan hal itu, pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja keluarga/tak dibayar yang merupakan karakteristik lapangan usaha pertanian juga mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam tersebut meningkat 218,45% (yoy) dari 7.000 jiwa menjadi 22.000 jiwa pada Agustus 2016. Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama (ribu orang) Status Pekerjaan Formal Informal
Growth Growth Pangsa Agu-15 Agu-16 Agu-16 429.62 -2.28% 6.20% 38.69% 680.93 5.07% 14.34% 61.31%
Agu-14 Agu-15 Agu-16 413.96 566.80
404.52 595.52
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh peningkatan tenaga kerja berdasarkan pendidikannya. Tenaga kerja dengan
pendidikan SD ke bawah yang merupakan karakteristik dari lapangan usaha pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Agustus 2015 yang terkontraksi -1,8%. Peningkatan tersebut mendorong jumlah tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah bertambah sebanyak 61,7 ribu jiwa menjadi 408,7 ribu jiwa pada Agustus 2016. Adapun tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah memiliki pangsa 36,8% dari total seluruh tenaga kerja di Sulawesi Utara. Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (ribu orang) Pendidikan Growth Growth Pangsa Tertinggi yang Agu-14 Agu-15 Agu-16 Agu-15 Agu-16 Agu-16 Ditamatkan SD Ke bawah 353.3 347.0 408.7 -1.8% 17.8% 36.8% SMP 193.5 206.5 208.8 6.7% 1.1% 18.8% SMA 226.6 229.3 225.8 1.2% -1.5% 20.3% SMK 98.6 90.5 124.7 -8.3% 37.8% 11.2% Diploma I/II/III 23.3 24.1 26.9 3.4% 11.8% 2.4% Universitas 85.5 103.6 115.6 21.2% 11.6% 10.4%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang tercermin dari penurunan TPT terjadi di seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT penduduk dengan pendidikan SD ke bawah dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah, sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan SMA dan SMK merupakan yang tertinggi. Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Sumber: Badan Pusat Statistik
2015 Ags 3.74 6.80 13.92 19.18 7.85 8.94
2016 Ags 2.80 5.11 10.88 10.29 2.31 6.20
5.2. KESEJAHTERAAN Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara secara umum mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan indikator-indikator kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut antara lain upah, tingkat kemiskinan, dan Nilai Tukar Petani. 46
Pada tahun 2016, upah minimum provinsi (UMP) meningkat sehingga mendorong kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara. Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 ditetapkan pemerintah daerah sebesar Rp 2.400.000, meningkat sebesar 11,63% (yoy) dari UMP tahun 2015 yakni Rp 2.150.000. Berdasarkan spasialnya, UMP Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan Papua). Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan yang mengalami penurunan. Pada posisi September 2016, tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,20%, menurun dari posisi September 2015 (8,98%). Hal ini didorong oleh menurunnya jumlah pengangguran di Sulawesi Utara sebagai dampak dari kinerja perekonomian yang meningkat pada tahun 2016 dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan kesejahteraan juga tercermin dari peningkatan pendapatan masyarakat di tengah garis kemiskinan yang bergeser naik, sementara tingkat kemiskinan mengalami penurunan. Garis kemiskinan total termasuk makanan dan non-makanan pada September 2016 sebesar Rp 318.984/kapita/bulan, meningkat dari Rp 307.104 pada September 2015. Meskipun garis kemiskinan meningkat, namun tingkat kemiskinan mengalami penurunan, sehingga diindikasikan pendapatan meningkat lebih tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan. Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli masyarakat mengalami kenaikan yang tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1,539 pada September 2015 menjadi 1,377 pada September 2016. Namun demikian, menurut daerahnya, kenaikan daya beli hanya terjadi pada penduduk di pedesaan, sementara daya beli penduduk di perkotaan mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,634 menajdi 0,791. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi yang mengalami
perlambatan pada tahun 2016. Perbaikan tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh lapisan masyarakat tercermin dari Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan, dari 0,443 menjadi 0,336. Namun sama halnya dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan, perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan, sedangkan ketimpangan meningkat di daerah perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertanian meningkat dimana lapangan usaha tersebut terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain dampak dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi harga bahan pangan yang terkendali dan program pemerintah daerah “ODSK” Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbuktif efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila dibandingkan dengan nasional dan provinsi lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah, di bawah Sulawesi Selatan (9,24%) dan nasional (10,70%), sedangkan tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi Gorontalo dengan tingkat 17,63%. Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan Indikator Tingkat Kemiskinan (%) Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan
Sep-15 Sep-16 8.98 8.20 217.15 200.35 307.10 318.98 1.539 1.377 0.443 0.336
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan kesejahteraan khususnya yang bekerja di lapangan usaha pertanian terkonfirmasi dari pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP mengalami perbaikan pertumbuhan dari -2,91% (yoy) pada tahun 2015 menjadi -0,20% pada tahun 2016. Perbaikan pertumbuhan NTP pada tahun 2016 sejalan dengan perbaikan cuaca yang mendorong peningkatan produksi komoditas pertanian. NTP 2014 tercatat sebesar 99,37, kemudian menurun menjadi 96,48 pada 2015 dan mengalami sedikit penurunan menjadi 96,28 pada 2016 dengan. Memperhatikan 47
tingkat kesejahteraan petani yang masih berada di bawah batas sejahtera, pemerintah perlu terus mendorong berbagai program peningkatan lapangan usaha pertanian.
Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani NTP
yoy
Pertumbuhan NTP (rhs)
103
3%
102
2%
101 100
1%
99
0%
98 97
-1%
96
-2%
95
-3%
94 93
-4%
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
48
Bab VII. Prospek Perekonomian Daerah PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu peningkatan kinerja pertanian seiring dengan membaiknya produksi perkebunan, perikanan dan pertanian tanaman pangan. Produksi perkebunan khususnya komoditas kelapa membaik dampak base effect awal tahun 2016 yang masih dilanda El Nino dari tahun 2015. Produksi perikanan membaik seiring dengan perbaikan cuaca dibandingkan triwulan I 2017, sehingga kegiatan melaut sudah berjalan lancar. Produksi tanaman pangan juga membaik seiring dengan perbaikan cuaca serta program pencetakan sawah dan penyaluran bantuan alsintan oleh pemerintah. Perbaikan produksi pertanian mendorong pasokan pada kategori industri pengolahan yang didominasi oleh industri makanan dan minuman khususnya pengolahan kelapa dan ikan. Perbaikan kinerja pertanian akan mendorong kinerja perdagangan seiring dengan meningkatnya sumber pendapatan. Pada triwulan II 2017, adanya hari raya Idul Fitri juga akan mendorong aktivitas perdagangan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap kondisi ekonomi 3 bulan kedepan yang meningkat pada bulan Januari dan Februari, dibandingkan bulan Oktober, November dan Desember. Selanjutnya, kinerja konstruksi juga akan meningkat seiring dengan dimulainya proyek pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Dari rumah tangga, pelonggaran LTV akan
memberikan dorongan untuk pembelian rumah. Setelah melambat pada triwulan I 2016, kinerja sektor pariwisata, yang tercermin dari kategori transportasi dan penyediaan jasa akomodasi dan akmamin akan meningkat seiring masuknya musim liburan pada bulan Juni sehingga mendorong kunjungan wisatawan. Selain itu, pembukaan beberapa rute baru juga diperkirakan mendorong kategori transportasi. Rute baru yang dibuka yaitu Manado-Morotai, Manado-Raja Ampat dan Manado-Gorontalo. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan pertumbuhan investasi dan ekspor yang diperkirakan terbatas. Komponen investasi akan meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan permintaan pembelian rumah oleh rumah tangga. Namun, sektor swasta masih menjadi misteri pada triwulan-triwulan yang akan datang. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku usaha menyatakan bahwa pesimis terhadap pemulihan ekonomi global tahun 2017. Hal tersebut juga diperkirakan akan memengaruhi perkembangan ekspor ke depan. Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0
80.0 60.0 40.0 20.0 -
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb
7.1.
2015
2016
2017
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
49
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,16,5% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Dari sisi lapangan usaha, kategori pertanian, industri, perdagangan dan konstruksi serta sektor pariwisata akan mengalami peningkatan pertumbuhan. Kinerja pertanian akan terbantu juga oleh pencetakan sawah dan penyaluran bantuan alsintan oleh pemerintah. Total sawah yang ditargetkan dicetak tahun 2017 yaitu sebanyak 2.400 ha. Dari sisi jenis penggunaan, faktor pendorong ekonomi yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Konsumsi rumah tangga selain ditopang oleh kinerja pertanian, juga akan ditopang oleh kenaikan UMP tahun 2017. Di tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal tetap perlu mendapat perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah Foreign Direct Investment yang masuk ke Sulawesi Utara. Masih dari Amerika Serikat, kebijakan proteksionisme yang diterapkan berpotensi memengaruhi ekspor Sulawesi Utara. Dari sisi internal, beberapa risiko dimaksud antara lain kondisi cuaca yang semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La Nina pada akhir tahun 2017, potensi penerimaan pajak atau sumber pendapatan negara yang rendah, dan masalah pembebasan lahan yang sering terjadi pada lokasi pembangunan infrastruktur sehingga menghambat pembangunan. Untuk mendukung peningkatan investasi, Pemerintah Daerah terus berupaya
mengimplementasikan layanan KLIK (Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi), pengurusan izin 3 jam, pembangunan infrastruktur strategis, dan juga bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam pengembangan Regional Investor Relation Unit (RIRU). 7.2.
INFLASI
Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy) pada triwulan II 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei dan Juni, sedangkan pada bulan April diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan April 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm). Deflasi tersebut disebabkan oleh turunnya harga beras seiring dengan musim panen beras pada bulan Februari hingga Maret 2017. Pada bulan Mei, inflasi terutama didorong oleh pengalihan subsidi tarif listrik 900 VA yang bersifat permanen. Sementara itu, pada bulan Juni 2017, inflasi akan disumbang oleh tomat sayur, beras dan paket liburan. Naiknya harga tomat sayur dan beras disebabkan oleh peningkatan permintaan seiring dengan perayaan hari raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017. Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain: (i) Dampak perbaikan ekonomi pada peningkatan permintaan yang tidak sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi tekanan imported inflation seiring meningkatnya ketidakpastian global yang memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii) Kondisi cuaca yang tidak menentu; dan (iv) Tidak optimalnya upaya penguatan infrastruktur pangan, serta (v) rencana kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun 2017.
50
Daftar Istilah dan Singkatan PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm
month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq
quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy
year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian ratarata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
51
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM
Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM
Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
52