Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 2016 (terbit setiap triwulan)
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan II 2016 tumbuh menggembirakan mencapai 8,05% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18% (yoy). Kami mencatat beberapa sektor ekonomi masih tumbuh meningkat, antara lain sektor jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi, dan perdagangan. Namun, kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di triwulan II 2016. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru akan membaik pada akhir 2016. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2016 kami perkirakan tumbuh sedikit melambat dari triwulan sebelumnya, karena adanya potensi risiko perlambatan di sektor pertanian dan industri pengolahan. Agar risiko perlambatan ekonomi Sulsel secara keseluruhan dapat diminimalisir, kami berharap realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah terutama belanja modal pada triwulan III dan IV dapat dioptimalkan. Sementara itu, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan III dan IV 2016 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat pada saat menjelang akhir tahun aktivitas masyarakat akan meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain hasil panen terutama padi pada triwulan III dan IV diperkirakan tidak akan sebaik di triwulan II 2016. Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan dataatauinformasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, Agustus 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
iv
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI
11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PENGELUARAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA
12 12 21
2.
KEUANGAN PEMERINTAH
35
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB
36 36 39 41 42
3.
INFLASI DAERAH
45
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
46 46 53 54 55
4.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
59
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60 77
5.
79
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.3 GERAKAN NASIONAL NON TUNAI
80 80 82
6.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
83
6.1 6.2 6.3 6.4
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
84 85 87 87 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
v
DAFTAR ISI
7.
PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2 PROSPEK INFLASI 7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN
91 92 96 98
LAMPIRAN
101
DAFTAR BOKS BOKS 1.A. PENGEMBANGAN INDUSTRI MARITIM UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN
32
BOKS 2.A. IMPLIKASI PROGRAM TAX AMNESTY TERHADAP PEREKONOMIAN
43
BOKS 3.A. TPID SULSEL: BERSINERGI UNTUK MENEKAN INFLASI
57
BOKS 7.A. COMPOSITE LEADING INDICATOR PDRB PROVINSI SULAWESI SELATAN
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
99
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan II 2016 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun terdapat potensi risiko perlambatan di triwulan III 2016
Perekonomian Sulsel triwulan II 2016 tumbuh 8,05% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 yang tercatat 7,43% (yoy). Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja sektor primer dan tersier yang semakin membaik. Pada sektor primer didorong oleh meningkatnya sektor pertanian dan pertambangan, sementara pada sektor tersier yaitu sektor jasa keuangan, perdagangan, jasa pendidikan, dan administrasi pemerintahan. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja seluruh komponen, khususnya konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB). Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan peningkatan. Namun demikian, pada triwulan III 2016 kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan sedikit melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 2016 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dan penyerapan anggaran berjalan lancar. Tekanan inflasi pada triwulan II 2016 menurun. Pada akhir triwulan II 2016 inflasi Sulsel tercatat 4,30% (yoy). Pencapaian inflasi berada di dalam rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, dan kami akan terus berupaya menjaga inflasi Sulsel berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan hingga akhir tahun 2016. Penurunan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali makanan jadi dan sandang. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan tercukupinya pasokan seiring berlangsungnya musim panen, meski pada saat yang sama konsumsi masyarakat juga meningkat. Selain itu, penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) juga mendorong penurunan inflasi ke arah yang lebih rendah. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi Investasi yang tumbuh relatif tinggi, yang diiringi pertumbuhan konsumsi pemerintah dan rumah
Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan II 2016 terutama disebabkan oleh pertumbuhan investasi (PMTB) dan meningkatnya konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Pada triwulan II 2016 investasi tumbuh 9,63% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tumbuh 7,37% (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
tangga, serta kinerja positif sektor primer dan tersier berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2016
lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya. Demikian pula konsumsi rumah tangga dan LNPRT masing-masing tumbuh 5,61% (yoy). Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor perdagangan, pertanian, jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, serta konstruksi. Peningkatan kinerja yang terjadi di hampir seluruh sektor tersebut mencerminkan bahwa daya beli konsumen di Sulsel tetap terjaga dengan baik. Kami memperkirakan pada triwulan III 2016 perekonomian Sulsel akan tumbuh sedikit melambat. Hal ini dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan yang merupakan bagian dari sektor penopang utama perekonomian Sulsel. Perlambatan di sektor pertanian dikarenakan pada periode tersebut baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitatas di subsektor perikanan. Sedangkan perlambatan di sektor industri pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas produksi karena masih tingginya stok produksi yang dimiliki perusahaan. Disisi lain, aktivitas ekspor terutama perdagangan antar daerah kami perkirakan juga cenderung sedikit melambat. Inflasi
Tekanan harga dari kelompok volatile food dan administered prices menurun.
Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2016 tercatat 4,30% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 sebesar 5,70% (yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh tersediannya pasokan yang cukup seiring berlangsungnya panen raya. Selain itu, kelompok transport juga tercatat deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar. Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan III 2016 masih akan rendah. Faktor pendorong penurunan tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan dan pendidikan. Hal ini sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan demikian, kami optimis target pencapaian inflasi akhir tahun pada kisaran 4 ± 1% akan dapat tercapai. Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM terutama berbasis komoditas pangan dalam rangka pengendalian inflasi. Keuangan Pemerintah
Meskipun belum optimal, realisasi belanja APBD Provinsi/Kab/Kota dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel.
2
Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi hingga akhir semester tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%) dan belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2016 diperkirakan baru berhasil direalisasikan sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84%. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I 2016 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun atau 37,80% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
RINGKASAN EKSEKUTIF
memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman
Stabilitas keuangan daerah tetap terjaga baik, terutama didukung oleh ketahanan sektor rumah tangga. Kinerja konsumsi sektor rumah tangga masih tumbuh baik, dengan porsi pinjaman kepada perbankan masih normal, dan memiliki rasio tabungan yang kuat. Disisi lain, kinerja korporasi utama masih terpengaruh oleh kondisi ekonomi global. Namun, dengan masih kuatnya permintaan sektor rumah tangga, mampu mengompensasi penurunan kinerja sektor korporasi, sehingga stabilitas keuangan di Sulsel tetap terjaga baik. Kinerja perbankan terjaga baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan aset, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan II 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini dapat diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sesuai siklus ekonomi, kebutuhan uang kartal pada triwulan II 2016 meningkat. Sementara disisi lain, transaksi non tunai khususnya yang dilakukan melalui kliring mengalami lonjakan yang tajam.
Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktupelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow sebesar Rp1,40 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus tahunan saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2016 terdapat sedikit perbaikan yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan. Menurut data terakhir per Maret 2016 angka kemiskinan Sulsel secara tahunan sedikit meningkat.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) relatif tidak berubah. Pada Februari 2016 mencapai 5,11% relatif sama dengan periode yang sama tahun lalu 5,10%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2016 sedikit meningkat dibanding Maret 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,40%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional. Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, dan lebih baik dari tahun lalu.
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, dan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Untuk keseluruhan 2016 diperkirakan juga tumbuh pada kisaran yang sama 7,6% 8,0% (yoy), atau lebih tinggi dari pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga pada akhir 2016 diperkirakan berada dalam kisaran target inflasi nasional 4,0%±1,0%. Optimisme ini didukung oleh perkembangan harga minyak dunia yang rendah dan stabil, sehingga akan terjadi penyesuaian harga pada administered prices. Sementara itu, risiko tekanan inflasi diperkirakan muncul dari volatile food sebagai imbas dari La Nina yang akan menurunkan produksi ikan tangkap. Selain itu, potensi risiko tekanan harga juga bisa muncul dari inflasi inti seiring dengan membaiknya harga emas. Rekomendasi Kebijakan Percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah, dan optimalisasi belanja pemerintah menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 2016. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi; (b) Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota; (c) Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan; (d) Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD); (e) Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastuktur fisik maupun infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM; (f) Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo. Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) yaitu sebagai berikut: (a) Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh pemerintah provinsi; (b) Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
RINGKASAN EKSEKUTIF
meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha; (c) Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (d) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (e) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) 2014 INDIKATOR
I
II
2015* III
IV
I
II
2016** III
IV
I
II
III***
MAKRO Indeks Harga Konsumen -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
109,16 109,39 108,24 111,45 108,00 108,92
109,71 110,28 109,32 113,64 109,77 110,28
111,72 110,90 109,62 115,12 111,72 112,54
116,89 118,61 115,26 120,21 117,67 116,85
116,95 118,13 113,96 117,34 116,43 116,20
118,55 119,91 115,98 120,46 117,84 118,65
121,06 121,26 117,72 121,29 118,00 119,84
122,13 125,20 120,22 125,22 120,34 122,78
123,62 123,92 120,50 124,42 121,96 122,23
123,65 124,31 121,65 125,53 120,72 123,74
124,93 125,35 121,72 126,02 121,65 124,53
5,88 5,67 5,10 8,42 5,60 6,24
5,92 6,26 5,82 10,37 4,84 6,65
3,72 4,00 3,59 5,46 1,83 4,46
8,61 9,67 6,14 8,84 8,45 7,89
7,13 7,99 5,28 5,28 7,81 6,68
8,06 8,73 6,09 6,00 7,35 7,59
8,36 9,34 7,39 5,36 6,86 6,49
4,48 5,56 4,30 4,17 2,27 5,07
5,70 4,90 5,74 6,03 4,75 5,19
4,30 3,67 4,89 4,21 4,37 4,29
4,14 3,47 4,18 3,25 4,38 3,93
55.565 12.293 3.450 7.648 51 75 6.494 7.775 2.061 765 3.492 1.950 2.068 245 2.510 2.916 1.065 707
57.882 13.015 3.498 8.162 55 77 6.789 8.088 2.094 797 3.592 2.017 2.124 249 2.575 2.929 1.093 728
62.159 15.191 3.793 8.577 56 77 7.044 8.619 2.181 806 3.733 2.008 2.164 252 2.698 3.105 1.107 747
58.393 10.582 3.971 8.890 60 73 7.340 7.881 2.260 815 3.743 2.090 2.209 254 2.772 3.523 1.169 761
58.742 12.722 3.533 8.091 51 75 6.961 8.212 2.150 804 3.749 2.144 2.252 256 2.648 3.176 1.144 773
62.488 14.526 3.780 8.773 51 77 7.188 8.623 2.243 829 3.860 2.077 2.284 261 2.758 3.195 1.177 788
66.878 15.982 4.251 8.951 53 75 7.689 9.405 2.407 855 4.036 2.194 2.320 270 2.949 3.402 1.232 808
62.621 10.727 4.304 9.692 58 76 8.129 8.675 2.389 877 4.069 2.248 2.341 273 3.027 3.606 1.292 839
63.105 12.823 3.623 9.154 55 79 7.610 8.973 2.427 881 4.055 2.352 2.411 277 2.864 3.420 1.253 849
67.519 15.061 3.980 9.530 60 82 7.964 9.539 2.449 896 4.170 2.438 2.442 281 3.004 3.488 1.276 858
-
35.255 20.668 14.947 15.306
37.835 23.151 14.401 17.505
38.891 23.343 15.995 16.069
42.129 22.160 14.405 20.301
37.158 23.068 13.861 15.344
39.735 25.335 13.733 16.315
41.045 26.744 14.663 15.574
44.894 27.333 10.301 19.907
39.000 25.544 8.208 9.647
42.066 26.390 9.942 10.879
-
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
55.565 8,38
57.882 6,39
62.159 7,73
58.393 7,70
58.742 5,72
62.488 7,96
66.878 7,59
62.621 7,24
63.105 7,43
67.519 8,05
-
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
360,34 167,44 139,10 221,11 221,25
452,96 182,55 181,87 258,82 271,09
490,63 193,36 149,05 266,39 341,58
444,80 209,93 129,39 217,60 315,40
344,16 163,96 163,90 326,31 180,26
382,89 194,52 172,50 317,63 210,39
381,25 216,82 271,92 264,12 109,33
333,28 172,10 149,65 273,69 183,62
229,37 163,02 122,68 284,74 106,69
276,31 187,21 210,55 329,06 65,76
-
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ** 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012 ***) Data hingga Juli 2016
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2014 I
II
2015**** III
IV
I
II
2016**** III
IV
I
II
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
90.909
97.572
99.571
101.351
104.945
108.309
113.101
117.572
120.832
122.711
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
58.162 7.990 32.446 17.726
61.402 9.730 33.168 18.504
64.339 9.693 34.828 19.819
66.112 7.995 37.428 20.690
66.420 10.154 34.147 22.118
68.867 11.820 34.881 22.166
72.433 12.471 37.491 22.472
78.467 13.165 42.221 23.091
78.342 12.894 38.589 26.859
82.097 12.203 42.611 27.283
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
75.874 27.257 14.642 33.974 130,45%
79.336 29.062 15.467 34.807 129,21%
80.463 29.847 15.457 35.159 125,06%
83.560 31.442 16.241 35.877 126,39%
85.304 32.776 16.482 36.045 128,43%
87.563 34.627 16.500 36.436 127,15%
89.911 34.876 17.476 37.558 124,13%
94.981 36.730 20.538 37.713 121,05%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
75.874 1.405 377 3.918 218 3.043 24.334 2.960 3.747 1.828 34.043
79.336 1.499 560 4.210 245 3.666 25.587 2.950 3.598 1.968 35.053
80.463 1.435 537 4.283 232 4.173 25.748 2.951 3.581 2.115 35.408
83.560 1.506 509 4.747 350 4.366 27.033 2.820 3.662 2.340 36.226
85.304 1.630 427 5.035 382 4.746 27.920 2.782 3.733 2.473 36.174
87.563 1.788 390 5.109 413 4.902 29.003 2.693 4.037 2.681 36.547
89.911 2.303 383 5.304 398 5.417 29.373 2.672 4.024 2.388 37.648
94.981 2.461 410 7.487 379 5.491 31.424 2.781 4.221 2.549 37.777
96.310 2.681 430 7.239 306 5.483 31.959 2.824 4.117 2.462 38.809
101.617 2.933 399 7.993 277 5.977 33.268 2.738 4.085 2.587 41.359
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
96.310 101.617 37.510 39.518 20.041 20.796 38.759 41.303 122,94% 123,78%
24.823
26.489
26.768
27.675
27.428
28.301
28.501
30.641
31.110
32.156
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
4.648 3.827 821
5.114 4.088 1.027
5.297 4.249 1.048
5.883 4.479 1.404
6.221 4.674 1.548
6.679 5.038 1.642
6.880 5.144 1.735
7.892 5.542 2.351
8.698 6.329 2.369
8.993 6.580 2.413
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
10.123 5.862 4.261
10.329 6.076 4.253
10.885 6.408 4.478
11.035 6.683 4.353
10.893 6.596 4.296
11.161 6.860 4.300
11.580 7.039 4.541
12.412 7.188 5.224
12.433 7.265 5.169
12.687 7.540 5.147
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
10.052 7.079 2.972
11.046 7.822 3.224
10.586 7.680 2.906
10.757 7.802 2.954
10.313 7.488 2.825
10.461 7.698 2.763
10.042 7.272 2.770
10.337 7.577 2.760
9.979 7.198 2.781
10.476 7.624 2.852
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3,14%
3,54%
3,57%
3,13%
3,36%
3,16%
3,85%
3,19%
3,36%
3,05%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4,87%
4,98%
5,42%
4,81%
5,21%
5,14%
5,40%
4,26%
4,43%
4,14%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
5.586
5.580
5.619
5.906
6.000
6.184
6.489
6.975
7.018
6.687
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
2.742 221 1.261 1.260
2.795 262 1.261 1.272
2.878 346 1.337 1.195
2.991 380 1.479 1.132
3.187 547 1.488 1.153
3.287 554 1.570 1.162
3.382 355 1.667 1.360
3.853 598 1.765 1.490
3.517 339 1.761 1.417
3.630 390 1.793 1.447
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
4.453 684 488 3.282 162,40%
4.869 776 670 3.423 174,20%
4.926 985 670 3.270 171,16%
5.141 1.135 825 3.181 171,91%
5.239 1.292 865 3.081 164,36%
5.582 1.535 1.015 3.033 169,84%
5.750 1.572 1.170 3.008 170,02%
5.684 1.526 1.152 3.006 147,53%
5.817 1.659 1.143 3.015 165,43%
5.744 1.685 1.034 3.025 158,23%
Catatan: * (
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK PELAPOR) INDIKATOR
2014 I
II
2015**** III
IV
I
II
2016**** III
IV
I
II
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
90.909
97.572
99.571
101.351
120.832
122.711
61.226 9.714 33.024 18.489
64.131 9.681 34.652 19.797
65.849 7.975 37.212 20.661
108.309 68.635 11.807 34.683 22.145
117.572
58.003 7.984 32.314 17.705
104.945 66.178 10.125 33.960 22.093
113.101
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
72.126 12.454 37.256 22.416
78.076 13.150 41.907 23.019
78.002 12.881 38.342 26.778
81.674 12.178 42.311 27.185
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
80.836 28.996 17.088 34.752 139,37%
84.154 31.057 17.232 35.865 137,45%
86.250 31.697 18.030 36.523 134,49%
88.952 33.125 18.632 37.195 135,09%
90.768 34.244 19.119 37.404 137,16%
94.399 37.014 19.431 37.954 137,54%
96.019 37.017 19.865 39.137 133,13%
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
80.836 1.388 586 4.063 1.554 4.175 25.246 2.522 4.613 1.867 34.821
84.154 1.510 555 4.592 1.031 4.564 26.941 2.584 4.374 1.890 36.112
86.250 1.454 543 5.153 1.886 4.968 26.883 2.517 4.043 2.031 36.772
88.952 1.530 470 5.501 2.022 5.169 28.161 2.420 3.976 2.160 37.544
90.768 1.675 401 5.830 2.093 5.596 28.761 2.407 4.046 2.425 37.532
94.399 1.779 411 6.487 2.340 5.761 30.356 2.343 4.249 2.610 38.063
96.019 1.837 376 6.226 2.436 6.259 30.678 2.381 4.187 2.409 39.228
101.263 2.173 400 8.460 2.572 6.346 31.985 2.442 4.409 2.480 39.996
102.280 2.368 407 7.984 2.290 6.262 32.480 2.501 4.637 2.449 40.902
107.627 2.616 431 8.674 2.149 6.363 34.128 2.433 4.804 2.574 43.456
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
101.263 102.280 107.627 38.556 38.920 40.809 22.774 22.507 23.420 39.933 40.853 43.398 129,70% 131,13% 131,78%
23.839
26.151
26.282
26.858
26.867
27.995
27.743
29.129
29.316
30.544
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
4.560 3.811 750
5.026 4.067 959
5.281 4.224 1.056
5.866 4.452 1.413
6.202 4.648 1.554
6.650 5.002 1.648
6.810 5.085 1.725
7.583 5.469 2.114
8.368 6.240 2.128
8.740 6.537 2.204
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
9.489 5.789 3.700
9.821 6.106 3.715
10.172 6.331 3.841
10.394 6.619 3.775
10.293 6.546 3.746
10.637 6.833 3.804
10.863 6.976 3.887
11.405 7.127 4.278
11.434 7.194 4.239
11.780 7.425 4.355
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi
9.790 6.831 2.959
11.304 8.106 3.198
10.829 7.948 2.881
10.599 7.762 2.837
10.372 7.564 2.808
10.708 7.932 2.777
10.070 7.456 2.614
10.141 7.464 2.677
9.515 6.821 2.694
10.023 7.279 2.744
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)
2,97%
3,51%
3,69%
3,33%
3,63%
3,71%
3,90%
3,40%
3,46%
3,21%
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)
4,97%
4,84%
5,23%
4,89%
5,24%
5,21%
5,36%
4,41%
4,39%
4,31%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
5.586
5.580
5.619
5.906
6.000
6.184
6.489
6.976
7.018
6.687
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
2.750 221 1.268 1.261
2.783 262 1.252 1.269
2.868 346 1.331 1.191
2.979 379 1.471 1.129
3.187 547 1.488 1.153
3.275 552 1.569 1.154
3.369 422 1.636 1.311
3.804 598 1.743 1.463
3.462 338 1.742 1.383
3.569 387 1.770 1.411
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
5.631 1.522 1.027 3.082 1,41%
5.585 1.656 582 3.347 3,76%
5.446 1.673 654 3.119 2,18%
5.405 1.624 768 3.014 2,16%
5.898 2.047 947 2.904 3,17%
6.536 2.345 1.311 2.880 2,17%
6.474 2.307 1.344 2.823 2,72%
6.299 2.165 1.249 2.885 2,53%
6.647 2.503 1.240 2.904 2,32%
6.778 2.679 1.198 2.901 2,68%
Catatan: * (
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 2014 INDIKATOR I
II
III
IV
4.069 4.069 0,04 3.829 3.826 3,22 620
5.562 5.561 0,23 5.641 5.637 3,93 269
4.304 4.304 0,01 4.098 4.096 2,07 403
6.184 6.184 0,004 2.248 2.247 1,74 925
15.660 27.887 4.748
21.374 33.669 9.765
22.719 38.096 10.970
25.647 41.348 11.845
9.483 260.069
9.616 266.025
9.716 260.914
675 29.191 11 487
637 28.625 11 477
675 30.355 11 490
KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar)
5.299 5.299 0,14 2.346 2.343 2,20 748
TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar) TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar)
2015*** I
II
2016*** III
IV
I
II
3.777 3.777 0,001 3.703 3.699 4,03 943
4.815 4.815 0,034 4.930 4.927 3,59 719
3.791 3.791 0,00 3.208 3.202 5,84 790
6.229 6.229 0,00 1.490 1.485 4,45 1.310
3.344 3.344 0,00 4.741 4.735 6,43 2.694
19.951 21.897 3.778
26.709 31.935 4.272
19.338 40.378 3.478
14.217 -
-
-
11.198 280.987
9.757 262.477
10.492 279.265
11.363 296.973
13.952 314.492
18.226 346.867
19.308 360.788
805 32.940 13 515
887 34.547 15 566
1.027 32.940 17 540
1.617 53.395 27 875
4.280 86.793 68 1.378
8.917 132.841 146 2.178
10.499 151.191 167 2.400
8.809
8.978
9.041
10.393
8.870
9.465
9.746
9.673
9.309
8.809
230.878
237.400
230.559
248.047
227.930
246.325
243.578
227.699
214.026
209.597
147
150
146
162
145
155
160
154
153
144
3.848
3.957
3.719
3.876
3.737
4.038
3.993
3.614
3.509
3.436
Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
119
119
109
94
229
212
218
311
304
314
7.114
7.119
6.765
6.008
6.571
5.552
5.012
6.003
6.040
6.336
2
2
2
2
4
3
4
5
5
5
117
117
111
98
108
91
82
95
99
104
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
230
328
231
270
229
212
218
242
221
245
5.695
5.832
5.313
4.552
4.787
5.301
5.012
4.702
4.686
4.797
4
5
4
4
4
3
4
4
4
4
95
97
86
71
78
87
82
75
77
79
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
9
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR 11%
15% 13%
9%
11%
11.69%
9%
7% 6%
5%
3.06%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
5%
5.18%
4%
1% -1%
8.05%
8%
7%
3%
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
10%
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
3% I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2010
2011
2012
2013
2014
2015*
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Konsumi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Perubahan Stok
Net Ekspor
12 12
10
2013
2014
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
2015
I
Inflasi Nasional (yoy) BI Rate
I
II III IV 2012
I
II III IV
I
2013
II III IV 2015*
I
II
2016**
Konstruksi PDRB
II III IV 2014
I
II III IV 2015*
(Rp Triliun)
I
Inflasi Sulsel (yoy)
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara ***) Data Hingga Juli 2016
Kredit Lokasi Bank
2013
2014
2015*
LDR - Skala Kanan
0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
10% 8%
7%
(Ribu Orang) 1000
% Penduduk Miskin - Skala Kanan Jumlah Penduduk Miskin
950
5% 4%
7800
3%
7600
2%
7400
1%
7200
0% 2013
2014*
2015** 2016**
*) Data Februari 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
12%
8% 850 6% 800
4%
750
2%
700
0% 2009
2010
2011
2012
2013
2014
*) Data Maret 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
14%
10%
900
6%
2012
II
2016
Perbankan Sulsel
Jumlah Penduduk
2011
200% 190% 180% 170% 160% 150% 140% 130% 120% 110% 100%
Sumber: Laporan Bank, diolah
9%
2010
40
2016**
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
2009
DPK Lokasi Bank Pelapor
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III***
2012
II
2016**
Aset
60
8000
10
II III IV
80
8800
8200
I
2014
100
(Ribu Orang)
8400
II III IV
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
140
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
8600
I
2013
120
2011
9000
II III IV
Industri Pengolahan Sektor Lainnya
2011
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
I
2012
%yoy
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2012
II III IV
Pertanian Perdagangan
PDRB 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25 2011
I
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Konsumsi Rumah Tangga
2010
II III IV
2016**
2015* 2016**
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1
Perekonomian Sulsel terus menunjukkan peningkatan. Pada triwulan II 2016 nilai PDRB Sulsel mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp67.519 milyar (ADHK), dengan pertumbuhan 8,05% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2016 tumbuh 7,43% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi hampir di seluruh sektor. Pertumbuhan ekonomi masih ditopang dari sektor domestik, terutama dari kegiatan konsumsi baik pemerintah maupun swasta dan investasi. Sementara dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor mulai memperlihatkan peningkatan meskipun masih dalam fase kontraksi. Peningkatan ekspor terlihat baik secara volume maupun nilai terutama berasal dari ekspor barang hasil tambang. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari sektor perdagangan, jasa keuangan, pengadaan listrik, konstruksi, pertanian, pertambangan, administrasi pemerintah, dan jasa pendidikan. Sementara sektor industri pengolahan pada triwulan II 2016 justru tumbuh melambat. Pada triwulan III 2016, perekonomian Sulsel kami perkirakan tumbuh sedikit melambat, dikarenakan terdapat potensi risiko perlambatan di sektor Pertanian dan Industri Pengolahan. Perlambatan di sektor Pertanian terjadi karena baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara, perlambatan di sektor Industri Pengolahan lebih disebabkan melambatnya aktivitas produksi karena stok yang masih tinggi, dan melambatnya perdagangan antar daerah.
1
Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan II 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan III 2016 (data proyeksi Bank Indonesia). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh meningkat. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 8,05% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,43% (yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Konstruksi. Selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan di sektor Konstruksi; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebagai sektor utama sulsel, serta sektor lain yaitu Pertambangan dan Penggalian; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; dan Jasa Pendidikan. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya seluruh komponen, terutama investasi dan konsumsi baik sektor rumah tangga maupun pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan meningkatnya aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah yang relatif tinggi terjadi dikarenakan penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 di akhir triwulan laporan. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016 di perkirakan akan menurun. Penurunan tersebut terjadi akibat perlambatan di sektor unggulan Sulsel, yaitu Pertanian dan Industri Pengolahan. Perlambatan yang terjadi di sektor Pertanian karena pada triwulan III 2016 baru memasuki musim tanam, dan berlangsungnya fenomena La Nina yang berpotensi mengganggu aktivitas di subsektor perikanan. Sementara itu, perlambatan di sektor Industri Pengolahan lebih disebabkan masih tersedianya stok hasil produksi pada triwulan I dan II 2016.
12 10
10.34 8.50 8.64 8.11
8
9.25 6.02
8.06 8.38
7.01
7.96 7.59
7.73 7.70 6.39
7.24 7.43
8.05
5.72
6 4
2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18
0 I
%
II III IV 2012
I
II III IV
I
2013
yoy Nasional
II III IV 2014
I
II III IV
I
II IIIP
2015*
2016**
yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2016 terutama didorong oleh aktivitas konsumsi baik sektor rumah tangga dan maupun pemerintah, serta investasi. Pada triwulan II 2016 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,61% (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,28% (yoy). Pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan mencapai 7,27% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,08% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang juga mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi LNPRT sebesar 5,61% (yoy). Sementara itu, aktivitas investasi (PMTB) tumbuh 9,63% (yoy). Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan II 2016 ekspor tercatat tumbuh -27,60% (yoy) dari triwulan sebelumnya -40,81% (yoy). Demikian pula impor juga masih mengalami kontraksi, dari sebelumnya tumbuh -37,13% (yoy) menjadi -33,32% (yoy) di triwulan laporan. Pada triwulan III 2016 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh sedikit melambat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan stabil di kisaran 5,40% - 5,80%. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan melambat khususnya pada ekspor antar daerah, sehingga net ekspor lebih rendah dari triwulan II 2016. Meski terdapat perlambatan, namun pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,0%. Aktivitas konsumsi dan investasi masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III 2016.
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen
2013
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor 7. Impor PDRB
I
5.96 10.36 2.70 11.11 (26.91) 2.24 0.31 7.62
6.55 16.60 15.50 12.43 (125.90) 13.68 (5.47) 8.38
II 6.18 16.07 -2.19 9.07 (74.02) 12.27 (6.75) 6.39
2014* III 5.50 8.27 5.38 5.91 195.94 4.84 4.19 7.73
IV 5.49 4.93 -2.12 8.34 11.10 29.40 15.51 7.70
TOTAL 5.92 11.26 1.88 8.82 (124.47) 14.10 1.80 7.54
I 5.32 -2.49 7.83 5.26 193.14 (7.27) 0.25 5.72
II 5.51 -2.13 3.17 6.23 76.37 (4.64) (6.80) 7.96
2015* III 5.03 2.90 8.69 10.34 201.48 (8.33) (3.08) 7.59
2016** IV 5.36 6.28 11.09 11.10 132.85 (28.49) (1.94) 7.24
TOTAL 5.31 1.13 8.15 8.34 (579.81) (12.04) (2.95) 7.15
I 5.28 4.66 2.08 9.52 55.01 (40.78) (37.13) 7.43
II 5.61 5.61 7.37 9.63 (64.50) (27.60) (33.32) 8.05
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
Impor , -16.8% Ekspor , 14.06% Perubahan Inventori, 1.04%
PMTB, 37.83%
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai diatas 30% pada triwulan II 2016. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (diatas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor (-3,47%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan inventori (1%).
Konsumsi RT, 53.40%
Share PDRB Tw II 2016 Konsumsi Pemerintah, 9.98%
Konsumsi LNPRT, 1.23%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
1.2.1 Konsumsi Konsumsi rumah tangga maupun pemerintah tumbuh meningkat. Total konsumsi triwulan II 2016 tumbuh 5,87% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 4,96% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,61% (yoy, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,28% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 7,37% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,08% (yoy). Konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang meningkat menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi pada periode laporan. Aktivitas masyarakat yang meningkat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri menjadi faktor pendorong utama meningkatnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, harga BBM yang turun pada periode awal laporan juga turut memperbaiki daya beli sektor rumah tangga sehingga turut mendorong konsumsi. Selain itu, aktivitas sejumlah proyek multiyear yang terus berjalan juga mendorong optimisme dan keyakinan masyarakat, sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 yang meningkat (>100) sebesar 124,31 dari sebelumnya 116,44. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami kenaikan menjadi 123,48 dari periode sebelumnya 120,18. Sementara itu realisasi belanja pemerintah provinsi Sulsel belum terlihat optimal. Realisasi belanja hingga triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Secara nominal realisasi belanja triwulan II 2016 lebih tinggi dari triwulan II 2015, yang tercatat sebesar Rp2,06 triliun. Di sisi lain, sampai dengan triwulan II 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 44,64% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang terealisasi 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp3,43triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,35 triliun.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
140
130
20
140
15
120
10
100
5
120
0
110
-5
60 40
-15
20
90
-20
0
80
-25
100
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
I
II III* 2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
Indeks Penjualan Eceran *) Data hingga Juli 2016
*) Data hingga Juli 2016
30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15%
II III* 2016
gIndeks - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 -
50.00
40.00
% (yoy)
Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2016 tumbuh 14,34% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit terutama didorong meningkatnya pertumbuhan kredit peralatan/perlengkapan rumah tangga dan kredit miltiguna yang masing-masing tumbuh 53,14% (yoy) dan 20,21% (yoy) dari triwulan I 2016 yang hanya tumbuh masing-masing 17,45% (yoy) dan 16,47% (yoy). Di sisi lain, Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) tumbuh melambat dari 5,65% (yoy) menjadi 5,16% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari -10,62% (yoy) menjadi -15,21% (yoy).
30.00
Kredit Konsumsi 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
gKredit Konsumsi - Skala Kanan %, yoy
Rp Triliun
30 25 20 15
10 5 0 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Rp Triliun
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
Rp Triliun
YOY
80
-10
I
Indeks
160
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan
14
50.00
12
40.00
10
20.00
8
10.00
6
0.00
4
-10.00
2
-20.00
-
% (yoy)
Indeks 150
30.00
20.00
I
II III IV I 2012
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2013
2014
2015
II
10.00
0.00 -10.00 I
2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB)
II
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi Investasi tumbuh kuat di triwulan II 2016, yang terjadi pada sektor pemerintah maupun swasta. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,63% (yoy), meningkat bila dibandingkan triwulan I 2016 (9,52%; yoy). Indikasi peningkatan investasi swasta di triwulan II 2016 tercermin dari bertambahnya realisasi proyek baru. Menurut data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan II 2016 diantaranya adalah pembangunan beberapa gedung baru dan perumahan rakyat yang dibangun oleh pihak swasta/pengembang. Proyek infrastruktur swasta yang lain yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembuatan power plant sebesar 62,5 MW di Kab. Jeneponto. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi pemerintah tercermin dari meningkatnya realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel yang mencapai sebesar Rp1,42 triliun atau 26,79% dari target triwulan II 2016 sebesar Rp5,30 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
terealisasi Rp839,56 miliar atau 10,87% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja. Sementara itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi Sulsel tercatat mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari target sebesar Rp877,61 miliar. Hal ini berarti lebih rendah dari pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp151,98 miliar atau 23,08% dari target sebesar Rp658,61 miliar. Sedangkan realisasi belanja modal APBD Kabupaten/Kota di Sulsel tercatat sebesar Rp1,27 triliun atau 15,07% dari target sebesar Rp8,43 triliun. Investasi yang meningkat di triwulan II 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh positif 40,77% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang terkontraksi -22,46% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan meningkat signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor barang modal yang meningkat signifikan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 20,53% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 17,72% (yoy). Impor Barang Modal 140
Kredit Investasi
gImpor Barang Modal
US$ Juta
%, yoy
120
100 80 60 40 20 0 II
III IV
I
II
III IV
I
II
2013
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
250 200 150 100 50 0 (50) (100) (150)
%, yoy
50 40
20
30
15
20 10
10
5
0
0
(10) I
II
II
III IV
I
2012
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal
gKredit Investasi - Skala Kanan
Rp Triliun
25
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
2015
II
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan terkontraksi -32,31% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 134,69% (yoy) di triwulan I 2016, yang disebabkan harga nikel yang mulai menguat dan mengakibatkan penjualan nikel pada triwulan laporan meningkat, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel mendorong produksi, dengan memanfaatkan kondisi turunnya harga BBM. Rp Milyar
Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
16,000
Posisi Stok
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -500
14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
2015
2016
II
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
gPerubahan Stok - Skala Kanan
US$ Juta
%, yoy
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 (500)
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
I
II
2015
2016
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port(MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018. Mega proyek ini yang direncanakan memerlukan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini dibagi dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Tahap IA •2015-2018 •Panjang Dermaga 320 m •Lapangan Kontainer 16 Ha •Kapsitas 50.000 TEUs •Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC •2019-2025 •panjang dermaga IB 330 m •Panjang Dermaga IC 350 m •Kapasitas 1 juta TEUs •Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II •2026-2030 •Panjang Dermaga 1.000 m •Luas 112 ha •Kapsitas 2 Juta TEUs
Sumber: berbagai sumber, diolah
Pembangunan MNP tersebut tentu tidak terlepas dari upaya meningkatkan konektivitas antar daerah khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan bagi Sulsel pembangunan MNP memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya mendukung pengembangan industri berbasis maritim (lihat Boks. 1.A). Sementara itu, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare telah mencapai 20 Km. Upaya untuk mempercepat realisasi proyek terus dilakukan namun masih terkendala pembebasan lahan. Selain itu juga terdapat pembangunan smelter yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dan diperkirakan baru mulai berproduksi pada Oktober 2016, walaupun terdapat risiko terkait tren harga nikel yang masih rendah. Sedangkan realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap masih dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No 1
Nama Proyek Proyek KA MakassarParepare
Rencana Pengembangan Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
2
PLTU Jeneponto tahap II
3
Smelter PT. A
Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
4
Smelter PT. B
Total Investasi : USD 130 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
5
Smelter PT. C
6
PLT Tenaga Angin
7
Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi : USD 300 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.050 M
8
Pelebaran Jalan MarosWatampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
9
Pembangunan Elevated
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Perkembangan Terakhir Konstruksi telah mencapai 10 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%. Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 2015
Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016 Estimasi uji coba: Februari 2016 Estimasi produksi: April 2016 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016 Estimasi uji coba: Februari 2016 Estimasi produksi: Oktober 2016 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 2016 Studi Kelayakan Target selesai: 2018 Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir :Land Clearing dan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
No
10
11
Nama Proyek Road Segmen I
Rencana Pengembangan (alokasi/kebutuhan)
Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
Perkembangan Terakhir Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel kedepan. Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No 1
Nama Proyek Bendung Baliase
Rencana Pengembangan Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 2015 – Desember 2019 APBN : ±200 Miliar
Perkembangan Terakhir Ags 2015: Penandatanganan MOU Sept 2015 : Pembebasan Lahan Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2
Bendungan Karalloe
3
Bendungan Paselloreng
Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 2015 – Desember 2019 APBN : ±800 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014 2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
4
Waduk Tunggu Nipa Nipa
Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 2015 – Desember 2017 APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan II 2016 mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -27,60% (yoy), membaik dibandingkan dengan kontraksi di triwulan I 2016 yang tercatat mencapai -40,78% (yoy). Kontraksi “ekspor” terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan I 2016 yang tercatat -32,27% (yoy) menjadi -24,81% (yoy) di triwulan II 2016. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -28,85% (yoy) membaik dari triwulan I 2016 yang terkontraksi lebih dalam -44,05% (yoy). Membaiknya ekspor DN diperkirakan karena pasokan barang yang terjaga di triwulan II 2016 sehingga stock diperkirakan masih ada. Hal ini juga terkonfirmasi dari volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar relatif kecil dan masih mengalami kontraksi cukup dalam -16,72% (yoy), dari triwulan I 2016 yang tercatat tumbuh 9,21% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Volume Ekspor gNilai Ekspor - Skala Kanan
600
gVolume Ekspor - Skala Kanan
Volume Muat Barang Dalam Negeri
Ribu Ton
%; yoy
250 200
500
150
400 300 200 100 0 III
IV
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
gVolume Muat - Skala Kanan %; yoy
Ribu Ton
40
1,400
30
1,200
20
1,000
10
100
800
50
600
0
400
(10)
(50)
200
(20)
(100) II
1,600
0
0
(30) I
II
II
III
IV
I
2012
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III
IV
2015
I
II
2016
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 53,05% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan II 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi 30,16% (yoy) sedikit membaik dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -48,69% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan II 2016, harga nikel telah terkoreksi -10,08% (yoy). Ekspor Nikel Matte 350
gEkspor - Skala Kanan
25,000.0
%, yoy
Juta USD
300 250 200
150 100 50
0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
II
Nikel
$/mt
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
40% 30%
20,000.0
20% 10%
15,000.0
0% -10%
10,000.0
-20% -30%
5,000.0
-40% 0.0
-50% I
2016
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
II III* 2016
*) Data hingga Juli 2016
*) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte
Sumber: World Bank Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Nilai ekspor komoditas udang, rumput laut dan biji kakao mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhan nilai ekspor rumput laut dan biji kakao masih mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekspor udang meningkat dari 6,57% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 34,70% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara pertumbuhan nilai rumput laut dan biji kakao masing-masing menjadi -34,97% (yoy) dan 31,42% (yoy) dari 35,02% (yoy) dan 48,80% (yoy) di triwulan I 2016. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor komoditas ini. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum sepenuhnya pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Eropa dan Korea Selatan mengalami peningkatan, meskipun Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan penurunan kinerja sektor manufaktur di triwulan II 2016. Untuk arah pada awal triwulan III 2016, kinerja sektor manufaktur Jepang, Amerika Serikat dan Tiongkok menunjukkan peningkatan.
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
150%
YOY
Jepang
100%
58
50%
56
Tiongkok
AS
Zona Eropa
Korea Selatan
Indeks
54
0%
52
-50% 50
-100% -150%
48
*) Data Sementara
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013 Rumput Laut
III
IV
I
II
2014 Olahan Kakao
III
IV
I
2015 Biji Kakao
II
46
I
II
2016*
III
IV
I
II
2013
Udang
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III*
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan
Sumber: Bloomberg Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2016 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan II 2016 tercatat mengalami kontraksi -33,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -37,13% (yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 4,62% (yoy) meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -15,72% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -39,35% (yoy) sedikit lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -39,94%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur laut, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar meningkat. Volume bongkar hingga triwulan I 2016 mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 5,90% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya -5,80% (yoy). Total Volume Impor 600
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
Juta Ton
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
500
%, yoy
250 200 150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) II
III IV
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
gVolume Bongkar - Skala Kanan
I
II
III IV
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20)
%; yoy
Ribu Ton
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (73,54%) dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (25,80%). Sementara itu, nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD151,6 juta atau 71,98% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,77% dan 0,24%.
0.24%
0.66%
Pangsa Triwulan II 2016 25.80%
Pangsa Triwulan II 2016
27.77%
Komoditas Pertanian: US$71,3 Juta
Barang Modal: US$58,48 juta Bahan Baku: US$151,60 juta
Komoditas Industri: US$203,2 Juta Barang Konsumsi: US$0,52 juta
Komoditas Pertambangan: US$1,8 Juta
73.54%
Sumber: Bea Cukai, diolah
71.98%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan pesawat udara menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan II 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 53,05% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ganggang laut dan biji coklat dengan pangsa masing-masing 8,69% dan 7,85%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor pesawat udara dan bagiannya mencapai 38,86% dari total impor Sulsel di triwulan I 2016. Disusul kemudiangandum (14,71%) dan mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,37%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas
Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Nilai Ekspor No
Komoditas (HS)
Nilai Impor
Triwulan II 2016 Pangsa
No
Komoditas (HS)
Triwulan II 2016 Pangsa
(USD) 1
NIKEL
2
(USD)
138.121.717
49,99%
1
PESAWAT UDARA DAN BAGIANNYA
60.099.000
28,54%
GANGGANG LAUT
21.165.357
7,66%
2
GANDUM
37.990.118
18,04%
3
BIJI COKLAT
19.679.466
7,12%
3
KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA
17.452.684
8,29%
4
IKAN OLAHAN
17.368.777
6,29%
4
MAKANAN TERNAK LAINNYA
15.380.500
7,30%
5
COKLAT OLAHAN
15.872.454
5,74%
5
MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP
12.666.029
6,02%
6
KOPI
12.786.968
4,63%
6
MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU
11.177.411
5,31%
7
UDANG SEGAR/BEKU
11.958.534
4,33%
7
PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN
8.490.195
4,03%
8
INDUSTRI LAINNYA
5.565.196
2,01%
8
BESI/BAJA
8.314.878
3,95%
9
KAYU LAPIS
5.430.727
1,97%
9
PUPUK
3.795.941
1,80%
5.341.182
1,93%
10 PRODUK KERAMIK
3.076.439
1,46%
10 IKAN LAINNYA TOTAL EKSPOR
276.311.165 100,00%
TOTAL EKSPOR
Sumber: Bea Cukai, diolah
210.553.566 100,00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 53,29% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (10,20%), dan Tiongkok (9,55%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 32,82% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Rusia (28,71%) dan Canada (9,46%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor No
Negara Asal
Total Ekspor FOB (USD)
Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor Pangsa
No
Negara Asal
Total Impor CIF (USD)
Pangsa
1
JAPAN
147.252.497
53,29%
1
ANTARCTIC
78.916.413
37,48%
2
UNITED STATES OF AMERICA
28.195.745
10,20%
2
PAKISTAN
69.112.866
32,82%
3
R.R.C.
26.396.753
9,55%
3
ALBANIA
60.452.658
28,71%
4
MALAYSIA
22.614.666
8,18%
4
OTHER AUSTRALIA
41.790.807
19,85%
5
VIETNAM
8.166.510
2,96%
5
UNITED STATES OF AMERICA
19.925.392
9,46%
6
NETHERLANDS
8.081.120
2,92%
6
CANADA
15.219.534
7,23%
7
SOUTH KOREA
4.796.327
1,74%
7
VENEZUELA
14.891.862
7,07%
8
SINGAPORE
4.663.919
1,69%
8
RUSSIA
13.464.851
6,39%
9
HONGKONG
3.246.354
1,17%
9
OTHER ASIA
10.635.003
5,05%
2.114.672
0,77%
10 TURKMENISTAN
8.434.434
4,01%
10 TIMOR LESTE TOTAL IMPOR
276.311.165 100,00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
TOTAL IMPOR
210.553.566 100,00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 2016 mencapai Rp3,29 triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp3,64triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak dan impor barang modal modal seperti pesawat dan komponennya, serta barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekspor ADHB
Impor ADHB
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 (5,000) (10,000) (15,000) (20,000) (25,000) Rp Miliar
Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan 0 (2,000) (4,000) (6,000) (8,000) (10,000) (12,000)
(14,000) (16,000) I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
II
2015
2016
800 600 400 200 0 (200) (400) (600)
US$ Juta
I
Rp Miliar
II III IV
I
II III IV
2012
Sumber: BPS
700 600 500 400 300 200 100 0 (100)
US$ Juta
I
2013
II III IV
I
2014
II III IV
I
2015
2016
II
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih
1.3. Sisi Lapangan Usaha Peningkatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2016. Tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, dan konstruksi yang tercatat masing-masing tumbuh 17,39% (yoy); 17,24% (yoy); dan 10,80% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (3,68%; yoy); pertambangan dan penggalian (5,30%; yoy); perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (10,61%; yoy); pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah daur ulang (6,77%; yoy); administrasi pemerintahan, dan pertahanan dan jaminan sosial wajib (8,94%; yoy); dan jasa pendidikan (9,19%; yoy). Kinerja sektor industri pengolahan, sebagai salah satu sektor unggulan Sulsel, tumbuh melambat di triwulan II 2016. Sektor industri pengolahan tumbuh 8,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,14% (yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu sektor transportasi dan pergudangan dari 12,86% (yoy) menjadi 9,19% (yoy), penyediaan akomodasi dan makan minum dari 9,55% (yoy) menjadi 8,12% (yoy), informasi dan komunikasi dari 8,18% (yoy) menjadi 8,05% (yoy), real estate dari 7,04% (yoy) menjadi 6,93% (yoy), jasa perusahaan dari 7,89% (yoy) menjadi 7,73% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 9,55% (yoy) menjadi 8,38% (yoy), dan jasa lainnya dari 9,71% (yoy) menjadi 8,90% (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2016 diperkirakan dalam tren menurun. Penurunan tren tersebut di sebabkan oleh melambatnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan industri pengolahan. Melambatnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan karena musim tanam yang terjadi pada triwulan III 2016 dan fenomena La Nina yang menghambat kinerja sektor perikanan. Sementara itu, industri pengolahan meski tumbuh melambat namun relatif stabil berdasarkan pola historisnya. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi tetap diperkirakan tumbuh dalam kisaran 7,60%-8,0% di triwulan III 2016 disebabkan tetap terjaganya sektor perdagangan, transportasi dan penyediaan akomodasi dan makan minum akibat aktivitas yang terjadi di triwulan III 2016 seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sektor konstruksi juga diperkirakan meningkat sejalan dengan realisasi belanja modal pemerintah yang tinggi pada triwulan III dan IV 2016. Sektor lain yang diperkirakan meningkat adalah pertambangan, pengadaan air, real estate, dan jasa pendidikan. Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB
2013 4.93 5.68 9.22 8.04 5.50 10.57 7.23 6.36 6.76 14.07 8.88 8.98 6.97 3.07 7.72 8.25 7.14 7.62
I 14.58 14.40 4.45 5.12 5.54 7.88 9.28 1.99 7.78 4.81 3.51 7.79 6.20 1.56 4.57 14.91 6.25 8.38
II 9.55 6.23 5.06 12.20 2.38 7.04 5.79 -0.44 9.13 4.42 3.75 7.84 7.22 2.58 5.31 13.88 6.79 6.39
2014 III 8.29 8.49 11.44 11.59 1.99 4.83 10.42 0.70 8.66 7.10 5.58 7.18 6.19 2.05 5.88 10.21 7.74 7.73
IV 7.88 15.56 14.59 17.54 -1.25 5.64 3.36 4.42 5.61 6.61 10.22 9.03 7.41 3.94 3.13 3.32 9.44 7.70
TOTAL 9.98 11.11 8.94 11.69 2.13 6.29 7.20 1.68 7.77 5.75 5.76 7.97 6.76 2.55 4.65 10.23 7.57 7.54
I 3.49 2.40 5.79 0.01 0.58 7.20 5.62 4.36 5.10 7.34 9.96 8.88 4.77 5.50 8.90 7.41 9.42 5.72
II 11.61 8.06 7.49 -6.86 -0.26 5.88 6.61 7.09 4.03 7.46 2.95 7.55 4.48 7.08 9.07 7.75 8.16 7.96
2015* III 5.21 12.07 4.35 -5.59 -2.54 9.16 9.12 10.38 5.99 8.11 9.24 7.21 6.79 9.29 9.56 11.35 8.16 7.59
2016** IV 1.37 8.38 9.02 -3.34 3.74 10.75 10.08 5.70 7.66 8.69 7.56 6.01 7.40 9.21 2.35 10.55 10.20 7.24
TOTAL 5.63 7.85 6.70 -4.00 0.34 8.32 7.89 6.91 5.71 7.92 7.41 7.39 5.87 7.83 7.25 9.31 8.99 7.15
I
II
0.79 2.55 13.14 7.69 5.49 9.32 9.27 12.86 9.55 8.18 9.67 7.04 7.89 8.18 7.69 9.55 9.71 7.43
3.68 5.30 8.63 17.24 6.77 10.80 10.61 9.19 8.12 8.05 17.39 6.93 7.73 8.94 9.19 8.38 8.90 8.05
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 23,81%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah sektor Industri Pengolahan,Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk sektor non utama merupakan gabungan dari sektor lainnya.
Pertanian, 23.81% Lainnya, 36.68%
Triwulan II 2016 Perdagan gan, 13.28%
Industri Pengolahan 13.76%
Konstruksi 12.47%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Panen raya mendorong pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Panen raya yang terjadi pada bulan Maret – April mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Panen yang terjadi di periode awal triwulan II 2016 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Meskipun tumbuh meningkat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tertahan di subsektor perikanan.
Juta Ton
Tertahannya pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsektor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami penurunan dari -38,08% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi -42,19% (yoy) di triwulan II 2016. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD33,24 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -48,02% (yoy). YOY
35 30
200% 150%
25
100%
20
50%
15
0%
10
-50%
5
-100%
-
-150% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
I
II
III IV
2015
I
II
3.5
gHarga - Skala Kanan
%, yoy
40% 30%
3.0
20%
2.5
10%
2.0
0% 1.5
-10%
1.0
-20%
0.5
-30%
0.0
-40% I
2016
II
III IV
2012
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
Kakao
$/kg
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II III* 2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: World Bank Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 47,74% (yoy) pada triwulan II 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya (41,06% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor meningkat, dengan pertumbuhan tahunan18,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh 14,97% (yoy). Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan juga pengaruh cuaca yang relatif baik di bulan April-Mei, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat.
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
YOY
Juta Ton
7 6 5
60%
45
50%
40
40%
35
Juta USD
YOY
30%
20% 10%
30%
30
4
20%
25
0%
3
10%
20
-10%
0%
15
2
-10%
10
1
-20%
5
-
-30%
0
I
II III IV
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
2014
Ekspor Ikan
II III IV
I
II
2015
2016
-20% -30%
-40% II
III IV
I
II
III IV
I
II
2013
Pertumbuhan - Skala Kanan
I
2014
Ekspor Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan
III IV
II
III IV
I
2015
II
2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini yang juga meningkat. Di triwulan II 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 47,03% (yoy) atau mencapai Rp2,62 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 41,37% (yoy). Pertanian
gKredit Pertanian %, yoy
Rp Triliun
3.0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2.5 2.0
1.5 1.0 0.5 0.0 I
II
III IV
I
II
2012
III IV
2013
I
II
III IV
I
II
2014
III IV
I
2015
II
2016
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 5,30% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 2,55% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,83 juta atau tumbuh -19,44% (yoy) pada triwulan II 2016, dari -50,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor pertambangan tumbuh dari -50,37% (yoy) menjadi -15,37% (yoy) pada triwulan II 2016 atau sebanyak 13,60 juta ton. Ekspor Pertambangan 80
gEkspor - Skala Kanan
Juta Ton
Ekspor Pertambangan %, yoy
250
70
200
60
150
50
100
40
50
30
0
20
(50)
10
(100)
0
(150) I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan
I
II
2016
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
gEkspor - Skala Kanan
Juta USD
%, yoy
200 150 100 50 0 (50) (100)
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Volume produksi hasil tambang masih mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas nikel yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya kinerja sektor pertambangan. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan II 2016 berada pada level USD8.815 per metrik ton turun -32,48% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -40,89% (yoy). Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014.
25
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20 15
10 5 0 I
II III IV I
II III IV I
2012
II III IV I
2013
2014
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
yoy (%) - Skala Kanan
II III IV I 2015
Ribu
Ribu
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
25
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20
15 10 5
0 I
II
2016
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte
yoy (%) - Skala Kanan
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II
2016
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte
Peningkatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan membaiknya kinerja produksi nikel.Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 19.362 metrik ton atau tumbuh 0,58% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode sebelumnya yang terkontraksi -3,33% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang meningkat dan harga nikel di pasar internasional yang membaik, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai 6,52% (yoy) dari sebelumnya terkontraksi -8,94% (yoy). Sejalan dengan kinerja nikel yang membaik, kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan positif. Di periode triwulan II 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 4,81% (yoy). Pertumbuhan yang meningkat cukup tinggi menjadi sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 1,50% (yoy). 40%
gYOY
Pertambangan
30%
0.7
20%
0.6
10%
0.5
0%
0.4
-10% -20%
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II III*
2016
%, yoy
80 60 40 20
0.3
0
0.2
(20)
0.1
-30%
0.0
-40%
-50%
gKredit Pertambangan
Rp Triliun
Nikel
Timah
Seng
Timah Hitam
(40) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: World Bank Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang
Sumber: LBU, diolah Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Sektor industri pengolahan pada triwulan II 2016 tumbuh 8,63% (yoy), lebih rendah dari triwulan I 2016 yang mencapai 13,14% (yoy). Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan sektor ini. Hal ini terindikasi dari penurunan Indeks Industri Mikro dan Kecil (IMK) yang tumbuh 5,11% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 yang mencapai 6,24% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama terjadi pada industri mesin turun -18,53% (yoy), industri percetakan turun -15,58% (yoy), industri alat angkut turun -14,10% (yoy) dan industri makanan turun -1,94% (yoy). Namun perlambatan yang terjadi di beberapa subsektor tersebut sedikit terkompensasi oleh peningkatan kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) yang tumbuh mencapai 6,62% (yoy) dari semula hanya 2,32% (yoy).
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
IMK 25
Ekspor Industri
IBS
%, yoy
20 15 10 5
0 (5) (10)
(15) I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
I
%, yoy
80 60
40 20
0 (20)
(40) (60)
II
I
2016
II
III IV
I
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri
gEkspor - Skala Kanan
Juta USD
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri
Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini juga melambat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh 33,71% (yoy) atau Rp8,67 triliun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 36,95% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di periode sebelumnya, sehingga perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan II 2016, yang pada akhirnya berdampak pada kebutuhan modal kerja yang tidak terlalu besar.
Industri Pengolahan
gKredit Industri Pengolahan
%, yoy
Rp Triliun
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40) II
2016
Sumber: LBU Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami perbaikan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 2016 meningkat meski masih dalam fase terkontraksi dari -35,35% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi -29,48% (yoy) atau sebesar USD203,20 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan 17,24% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 7,69% (yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dimana PT PLN Wilayah Sulselrabar meramalkan pertumbuhan pengguna listrik industri mencapai 10%. Selain itu, sektor industri pengolahan yang tumbuh cukup baik juga menjadi salah satu faktor tetap menguatnya sektor listrik dan gas. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dikarenakan pelaksanaan beberapa proyek sektor listrik baru akan dimulai pada triwulan III 2016. Listrik, Gas, dan Air 3.0
gKredit Listrik, Gas, dan Air %, yoy
Rp Triliun
250
2.5
200
2.0
150
1.5
100
1.0
50
0.5
0
0.0
(50) I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
II
2015
2016
Sumber: LBU Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 6,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,49% (yoy). Fenomena La Nina yang sudah 2 dirasakan lebih awal , bulan Mei-Juni 2016, menambah pasokan air. Selain itu, peningkatan ini diperkirakan juga terkait dengan komponen pengelolaan sampah, dimana Kota Makassar telah menerapkan “Sistem Pengolahan Sampah” dan kemudian pengelolaan sampah tersebut akan menjadi pembangkit listrik berbasis sampah.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan II 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan siklus belanja pemerintah yang meningkat. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 10,80% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 9,32% (yoy). Meningkatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari realisasi belanja modal pemerintah yang meningkat. Hingga akhir periode triwulan II 2016, realisasi belanja APBD mencapai Rp2,47 triliun atau 34,28% dari pagu anggaran. Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu yang mencapai 33,55%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp7,36 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 2016 sebesar Rp5,49 triliun, terutama untuk pembangunan pelabuhan, bendungan, perumahan rakyat, jalan, dan jaringan air. Jika dicermati lebih lanjut, realisasi belanja modal APBN dan APBD yang masing-masing mencapai 26,84% (Rp1,42 triliun) dan 9,31% (Rp81,69 miliar) mampu mendorong pertumbuhan sektor ini. 60%
Semen 60%
% YOY
50%
50%
Bahan Konstruksi dari Logam % YOY
40%
40% 30%
30% 20%
20%
10%
10%
0% -10%
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
0%
II III*
2015
I
2016
II
III
IV
I
2012
*) Data hingga Juli 2016
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II III* 2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.41. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam
Peningkatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh meningkat dari 44,75% (yoy) menjadi 47,74% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan bahan konstruksi dari logam tersebut dipergunakan untuk proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang sudah mencapai 20 Km. Di sisi lain, indeks penjualan eceran semen tumbuh 46,34% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 50,84% (yoy). Sejalan dengan IPE Semen, realisasi pengadaan semen di triwulan II 2016 mencapai 547 ribu, tumbuh 11,81% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan I 2016 yang tumbuh 14,63% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 10,45% (yoy), dari triwulan I 2016 yang tercatat 11,90% (yoy).
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) gRealisasi - Skala Kanan
Konstruksi
%, yoy
Ribu Ton
15
6.0
35
5.0
30
5 0
(5) II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV
I
2014
II III IV
I
II
2015
2016
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.42. Pengadaan Semen
2
7.0
10
I
gKredit Konstruksi
20
%, yoy
Rp Triliun
40
25
4.0
20
3.0
15
2.0
10
1.0
5
0.0
0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.43. Kredit kepada Sektor Konstruksi
BMKG memperkirakan Fenomena La Nina akan terjadi pada bulan Juli-September, namun sejak akhir Mei-Juli kemarau basah sudah dirasakan di Sulsel
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 10,61% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,27% (yoy). Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan barang budaya dan rekreasi seperti mainan anak-anak dan barang lainnya seperti barang kerajinan, pakaian jadi, alas kaki dan perlengkapannya, tas, dompet, koper dan ransel, dan LPG untuk rumah tangga. Meningkatnya aktivitas masyarakat pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, serta liburan sekolah mendorong sektor ini. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp32,13 triliun atau tumbuh 12,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2016 yang tumbuh 12,93% (yoy). Perdagangan 40.0
gKredit Perdagangan
%, yoy
Rp Triliun
35.0
35
40%
30.0
30
30%
25.0
25
20%
20.0
20
15.0
15
10.0
10
5.0
5
0.0 II
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
10%
0% -10%
0 I
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
%YOY
40
I
III IV
2012
-20%
II
II
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
II III* 2016
-30%
2016
-40%
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Perdagangan
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.45. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,19% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 12,86% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,90% (yoy). Penyaluran kredit pengangkutan juga tumbuh melambat meski relatif stabil mencapai 3,84% (yoy) pada triwulan II 2016, sementara di triwulan sebelumnya tumbuh 3,87% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Aktivitas penggudangan melambat seiring dengan turunnya volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Tingginya permintaan masyarakat memengaruhi aktivitas pergudangan, sehingga diperkirakan barang yang tiba di pelabuhan akan langsung ke tangan pedagang/konsumen. Sepanjang triwulan II 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan, berkebalikan dengan pertumbuhan penumpang laut yang justru mengalami peningkatan meski masih terkontraksi. Pengangkutan 3.0
%, yoy
80 70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5
0.0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan
gKredit Pengangkutan
Rp Triliun
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.46. Perkembangan Kredit Pengangkutan
I
II
2016
Ribu 1,200
50
1,000
40 30
800
20
600
10
400
0
200
-10
0
-20 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II
2016
Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
Kedatangan Dalam Negeri
Volume Muat Barang Dalam Negeri
3,500
%, yoy
Ribu Ton
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15)
3,000
I
Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
gTotal Bongkar & Muat
Ribu Orang
30 20 10 0 (10)
(20) (30)
II
I
II
2016
III IV
I
II
2012
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar
40
%, yoy
III IV
I
II
2013
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.49. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 8,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 9,55% (yoy). Berlangsungnya bulan ramadhan di periode laporan menjadi faktor utama perlambatan di sektor ini. Masyarakat Sulsel cenderung memilih untuk berbuka puasa di rumah dibandingkan dengan restaurant (makan minum). Hal ini terkonfirmasi dari Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman yang tumbuh melambat. 202
Indeks
30%
YOY
25% 152
20%
15% 102
10% 5%
52
0% -5%
2
-10% I
-48
II III IV
I
II III IV
I
II III IV
2012 2013 2014 Makanan, Minuman & Tembakau *) Data hingga Juli 2016
I
II III IV
I
II III*
-15%
-20% 2015 2016 Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja sektor pariwisata yang tumbuh meningkat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 3.107 orang atau tumbuh 13,60% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -6,70% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami peningkatan dari 36,26% menjadi 41,36%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar. Jumlah Kedatangan Wisman 6,000
Orang
%, yoy
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
60.00
gWisman - Skala Kanan
II III IV
2014
I
II III IV
I
2015
2016
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40)
II
%
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00
TPK Sulsel
0.00 I
II
III
2012
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.51. Jumlah Wisatawan Mancanegara
28
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.52. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
IV
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,05% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan I 2016 yang tumbuh 8,18% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan perlambatan dari 175,93 pada triwulan I 2016 menjadi 151,50 pada triwulan laporan.Perlambatan sektor ini diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat akibat tidak terdapat aktivitas atau event yang besar.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 17,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 9,67% (yoy). Peningkatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total DPK mencapai Rp81,67 triliun atau tumbuh 19,0% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan totalDPK pada triwulan sebelumnya Rp78,0 triliun atau tumbuh 17,87% (yoy). Sementara kredit tercatat tumbuh 14,01% (yoy) menjadi Rp107,62 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,68% (yoy) atau sebesar Rp102,28. 250
% YOY
Indeks
200 150 100 50 0 I
II III IV
I
2012
II III IV 2013
I
II III IV
I
II III IV
2014
I
2015
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
II III* 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 1.53. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate juga tercatat melambat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,93% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 7,04% (yoy). Penurunan di sektor ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) melambat di jenis rumah pada tipe kecil dan besar, meski rumah tipe menengah mengalami peningkatan. 12
%, qtq
10 8 6 4
2 0 I
-2
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I II*
2011
2012
2013
2014
2015
TOTAL
KECIL
MENENGAH
2016
BESAR
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik 1.54. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,73% (yoy) di triwulan II 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tecatat 7,89% (yoy). Penurunan kinerja ini searah dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan perlambatan menjadi 13,05% (yoy), dari periode sebelumnya yang tumbuh 14,62% (yoy). Jasa Dunia Usaha 6.0
gKredit Jasa Dunia Usaha
%, yoy
Rp Triliun
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh meningkat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,94% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 8,18% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh meningkat di triwulan II 2016, baik dari sisi realisasi belanja, meskipun pendapatan tumbuh melambat. Hingga triwulan II 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 46,64%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai 46,77%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 2016 telah mencapai Rp3,42triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp7,34 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan II 2016, realisasi pengeluaran telah mencapai 34,28% atau sebesar Rp2,47 triliun. Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 2015 yang tercatat 33,55% atau Rp2,07 triliun dari target belanja Rp6,16 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,19% (yoy) di triwulan II 2016, tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode triwulan I 2016 yang tumbuh 7,69% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan ujian yang dilaksanakan pada bulan April untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA/MA), dan Mei untuk tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) dan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs). Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan alat tulis yang meningkat. Selain itu, penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat. 250
Indeks
YOY
60% 50%
200
Indeks
YOY
30%
100
20%
40%
80
10%
20%
60
0%
10%
40
-10%
20
-20%
30%
150 100
0%
50
-10% 0
-20% I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
Alat Tulis *) Data hingga Juli 2016
I
II III IV
2014
I
II III IV
I
2015
0
2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
Kertas, Karton, Cetakan *) Data hingga Juli 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
II III* 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.57. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
-30% I
II III*
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Alat Tulis
30
120
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,38% (yoy) di triwulan II 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 9,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan berasal dari penurunan jasa tarif dokter terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat. Jasa Sosial Masyarakat 3.0
gKredit Jasa Sosial Masyarakat %, yoy
Rp Triliun
50 40
2.5
30
2.0
20
1.5
10
1.0
0
0.5
(10)
0.0
(20) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.58. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
31
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Boks 1.A.
Pengembangan Industri Maritim Unggulan di Sulawesi Selatan
Membangun kekuatan dari poros maritim. Menurut Alfred Thayer Mahan, Negara yang besar adalah Negara yang dapat menguasai laut. Meskipun Indonesia memiliki wilayah laut yang luas, namun pengembangan kemaritiman masih kurang diperhatikan. Pengembangan industri kapal, sebagai sarana/alat transportasi tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan World Shipbuilding Statistics tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke-21 dari 22 negara pembangun kapal di dunia. Pengembangan usaha pengolahan hasil laut kondisinya juga hampir sama dengan industri perkapalan. Produksi ikan tangkap di Indonesia hanya mencapai 6 juta ton/tahun, lebih rendah dibandingkan Cina yang mencapai 14 juta 3 ton/tahun . Melihat besarnya potensi kekayaan maritim yang dimiliki Indonesia, maka perlu langkah-langkah yang konkrit dalam mendorong industri maritim di Indonesia, khususnya Sulsel. Roadmap Industri Perkapalan
2025
2020
2012 2015
2012
• Mampu membangun kapal berukuran >200.000 DWT & perbaikan kapal berukuran > 300.000 DWT. • NasDEC menjadi pusat pengembangan desain dan rekayasa kapal. • Pemenuhan komponen kapal melalui produksi dalam negeri. • Mampu membangun kapal >150.000 DWT & perbaikan >200.000 DWT. • Pengembangan kemampuan NasDEC dalam desain dan rekayasa kapal • Memperkuat industri pendukung. • Mampu membangun kapal >85.000 DWT . • Peningkatan kemampuan NasDEC dalam desain dan rekayasa Special Purpose Vessels. • Mampu membangun kapal berbagai tipe sd 50.000 DWT & perbaikan sampai dengan 150.000 DWT. • Pemberdayaan Desain dan rekayasa melalui National Shipbuilding and Engineering Center (NasDEC)
Pembangunan industri perkapalan dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kinerja yang positif. Menurut pandangan Menteri Perindustrian, industri perkapalan memiliki beberapa karakter khusus antara lain proses produksi yang kompleks dan simultan, berdasarkan pesanan, struktur organisasi jaringan dengan mengandalkan outsourcing untuk penyediaan komponen dan tenaga kerja, serta aktifitas utamanya adalah pembangunan kapal baru dan reparasi. Dari karakter-karakter tersebut dapat disimpulkan bahwa stakeholder industri terdiri dari berbagai pihak, diantaranya industri pelayaran, industri komponen, pemerintah, biro klasifikasi, perbankan, dan asuransi. Saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 250 perusahaan, dimana 5 perusahaan berstatus BUMN. Melihat pentingnya industri perkapalan, pemerintah telah menyusun roadmap industri perkapalan, dimana saat ini galangan kapal nasional telah mampu membangun berbagai jenis dan ukuran kapal sampai dengan 50.000 DWT dan mereparasi kapal sampai dengan kapasitas 150.000 DWT. Diharapkan hingga tahun 2025, industri kapal mampu membangun kapal dengan kapasitas hingga diatas 150.000 DWT, 4 serta dapat memenuhi komponen kapal .
Sumber: Kementerian Perindustrian Sulsel memiliki peran strategis dalam pengembangan industri perkapalan di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini dikarenakan salah satu perusahaan BUMN pembuat kapal yaitu PT Industri Kapal Indonesia (IKI) berlokasi di Makassar dan telah berdiri sejak 1977. Aktivitas yang dilakukan oleh PT IKI adalah melakukan pembuatan kapal, reparasi kapal, alat apung sejenisnya dan produk jasa lain dalam rangka diversifikasi usaha. Perusahaan ini memiliki 2 unit produksi, yaitu galangan Makassar dan Bitung, Sulawesi Utara. Galangan Makassar mampu melayani reparasi kapal barang berukuran sampai dengan 6.500 DWT dan tongkang 100 x 26 meter. Sejauh ini, IKI telah membangun beberapa kapal besar seperti KM Makassar yang merupakan kapal full container 4.180 DWT, Kapal Patroli KRI Andai TNI AL, Ferry Ro-Ro (600GT), Kapal Perintis yang melayani angkutan barang dan penumpang (750 DWT). Galangan Makassar memiliki lokasi yang strategis, 5 yaitu sebagai poros lalu lintas komoditas, logistic, dan penumpang Indonesia barat-timur . Sulsel juga memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan tangkap di Sulsel masih dibawah potensi dan masih dapat ditingkatkan. Selain itu, secara geografis, potensi tersebut didukung oleh letak Sulsel yang menjadi pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 2006). Sulsel juga memiliki Sumber Daya Alam dan lingkungan yang mendukung, seperti ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan tempat pendaratan ikan dan kondisi perairan yang baik. Faktor penunjang lain yaitu sebagian besar masyarakat Sulsel bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 45,84%, dimana tenaga kerja subsektor perikanan mencapai 5,43% terhadap total tenaga kerja. Meskipun memiliki kontribusi yang besar, rata-rata penghasilan di sektor ini paling rendah, atau hanya sekitar Rp852 ribu/bulan. Rendahnya penghasilan diperkirakan sebagai akibat dari tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah terutama pada masyarakat nelayan. Menurut statistik 48,28% masyarakat di sektor pertanian berpendidikan Sekolah Dasar. Oleh karena itu, upaya pengembangan sektor maritim di Sulsel perlu didukung dengan pengembangan kualitas SDM.
3
Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Perindustrian 5 Informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan 4
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 2014 Lain-lain 25%
Perdagangan 18% Konstruksi 6%
Peternakan, 9.22%
Kehutanan, 0.47%
Perikanan, 11.84%
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan 46%
Rata-rata Penghasilan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Sulsel Tahun 2014 Lapangan Usaha Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi/Bangunan Perdagangan Lain-lain
Pertanian 51.04%
Perkebunan, 20.89% Hortikultura, 6.53%
Industri Pengolahan 5%
Persentase 45.84% 5.07% 6.33% 17.64% 25.12%
Rata-Rata Penghasilan Rp852,227 Rp1,453,601 Rp2,151,307 Rp1,398,509 Rp2,106,419
48,28%
21,75% 8,19%
0,57% S2/S3
D1/D2/D3
SMA
SMP
2.01%
D4/S1
19,21%
SD
%
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja di Sulsel Tahun 2014 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Sumber: Susenas 2014, diolah Pemerintah semakin menunjukkan perhatiannya pada sektor maritim. Hal ini tercermin dari dibangunnya beberapa proyek maritim antara lain Makassar New Port (MNP), pengembangan industri galangan kapal dengan pemberian modal kepada perusahaan, pembangunan peningkatan kapasitas listrik yang merupakan sarana penunjang utama dalam industri perkapalan, pengembangan kawasan mina yang terdapat di beberapa daerah seperti Maros, Pangkep, Pinrang dan Takalar.
Penguatan Industri Galangan Kapal dengan penambahan modal. Tahun 2015, total pemesanan pembuatan kapal : 2 kapal, reparasi ±180 kapal
Pengembangan Jaringan Jalan Kualitas Baik menuju Pelabuhan
Pembangunan PLT di Kab. Jeneponto dan Kab. Sidrap hingga tahun 2021.
Pengembangan Makassar New Port (MNP) Hingga Tahun 2030 Sumber: PT Pelindo IV, PT IKI, PT PLN Wilayah Sulselrabar, informasi anekdotal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
33
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan semester I 2016 terlihat belum optimal. Realisasi belanja hingga akhir semester baru tercatat Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,22 triliun. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (73,79%) dan belanja transfer (22,58%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal masih tergolong minim (3,63%). Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada APBD Kabupaten/Kota. Dari Total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, hingga akhir semester I 2016 diperkirakan baru berhasil direalisasikan sebesar Rp10,01 triliun atau 29,95 %. Sementara itu, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat lebih baik. Sampai akhir semester I 2016 telah terealisasi sebesar Rp7,37 triliun atau 37,80% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,48 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja untuk bantuan sosial. Kedepan perlu upaya yang lebih keras dalam merealisasikan APBD dan APBN di Sulsel, agar instrumen fiskal ini dapat berperan lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi saat ini tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
35
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
2.1 Struktur Anggaran Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 55,6% dari total pagu anggaran belanja sebesar Rp60,13 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp19,48 triliun (32,40%). Disusul kemudian pagu anggaran belanja pada APBD pemerintah Provinsi sebesar Rp7,23 triliun (12,0%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan II 2016 baru berhasil direalisasikan sebesar Rp19,85 triliun atau 33,01% (Grafik 2.1 dan 2.2). Melihat realisasi anggaran yang belum optimal, maka kedepan diperlukan upaya yang lebih gigih, agar kebijakan fiskal yang ditempuh melalui instrumen APBD dan APBN dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel, mengingat sektor swasta yang selama ini sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
APBN; Rp19.484; 32,4%
APBD KAB/ KOTA; Rp33.419; 55,6%
APBN; Rp7.365; 34,8%
ANGGARAN 2016 (Rp miliar)
APBD KAB/ KOTA; Rp11.307,4; 53,5%
APBD PROVINSI; Rp7.225; 12,0%
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2016
REALISASI TW II-2016 (Rp miliar) APBD PROVINSI; Rp2.477; 11,7%
Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 2016
Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan II 2016 nilai realisasi belanja APBD pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp11,31 triliun atau 53,5% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel sebesar Rp21,15 triliun, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp7,37 triliun (34,8%) dan disusul kemudian realisasi APBD pemerintah Provinsi sebesar Rp2,48 triliun atau 11,7% (Grafik 2.2).
2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi 2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan Menurut sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh pendapatan transfer. Sampai dengan triwulan II 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp1,93 triliun atau 56,27% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp3,43 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dengan porsi mencapai 42,21%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Perolehan nilai pendapatan transfer pada semester I 2016 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp847 miliar. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga semester I 2016 mencapai Rp1,50 triliun (43,73%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp1,36 triliun. Sementara itu pendapatan dari sumber lain-lain nilainya relatif kecil sebesar Rp2,36 miliar. Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan. Sampai dengan semester II 2016 realisasi pendapatan telah mencapai 46,54% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,35 triliun. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 50,40%, PAD mencapai 42,63% dan sumber pendapatan lain-lain 20,01% dari yang ditargetkan.
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Rp miliar 100% 90% Rp443 80% 70% Rp717 60% 50% 40% 30% Rp1.063 20% 10% 0% Tw II-2012
Rp0
Rp5
Rp850
Rp847
Rp2
Rp438 Rp1.927
Rp783
Rp1.497
Tw II-2013
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Rp1.432
Rp1.234
Rp1.132
Tw II-2014
Tw II-2015
Pendapatan Transfer
Tw II-2016
Pendapatan Asli Daerah
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan II 2016 mencapai 46,64% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini relatif sama dengan pencapaian triwulan II tahun lalu 46,77%. Namun secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan II 2016 sebesar Rp3,43 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,89 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang syah, masing-masing sebesar Rp1,36 triliun; Rp37,74 miliar dan Rp93,43 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat delivery order, pembebasan (pemutihan) denda sehingga masyarakat tertarik membayar pajak, dan banyaknya pameran otomotif, sehingga menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan. Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 2015 ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 2016 2015 2016 NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
3.380,99
1.431,60
42,34%
3.511,64
1.496,90
42,63%
- Pendapatan Pajak Daerah
3.044,55
1.249,15
41,03%
3.145,44
1.364,27
43,37%
- Pendapatan Retribusi Daerah
89,85
36,67
40,81%
86,74
37,74
43,51%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
80,23
88,53
110,34%
92,58
1,46
1,58%
- Lain-lain PAD yang Sah
166,37
57,26
34,41%
186,89
93,43
49,99%
PENDAPATAN TRANSFER
1.530,72
847,31
55,35%
3.822,55
1.926,66
50,40%
272,35
115,87
42,55%
281,79
149,26
52,97%
- DAU
1.180,01
688,34
58,33%
1.394,15
813,25
58,33%
- DAK
78,36
43,10
55,00%
430,54
130,14
30,23%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
1.248,35
601,64
48,19%
1.716,07
834,01
48,60%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
10,12
5,03
49,76%
11,82
2,36
20,01%
6.170,18
2.885,59
46,77%
7.346,01
3.425,93
46,64%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
JUMLAH PENDAPATAN
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2016 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp1,93 triliun (50,40%), yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp847,31 miliar (55,35%). Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, baik Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. Realisasi DBH sampai dengan triwulan II 2016 telah mencapai Rp149,26 miliar (52,97%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp115,87 miliar (42,55%). DAU telah mencapai Rp813,25 miliar (58,33%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp688,34 miliar (58,33%), sementara DAK baru mencapai Rp130,14 miliar (30,23%), meskipun secara nominal lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp43,1 miliar (55,0%). Sedangkan transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp834,01 miliar (48,60%), lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp601,64 miliar (48,19%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp2,36 miliar (20,01%), lebih rendah dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,03 miliar (49,76%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
37
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty (lihat Boks 2.A).
2.2.2 Belanja 2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi belanja operasional. Sampai dengan triwulan II 2016, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp1,83 triliun (73,94%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,40 triliun (67,620%). Disusul kemudian realisasi belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp563,73 miliar (22,76%), dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (25,04%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru hanya mencapai Rp81,69 miliar (3,30%). Pencapaian ini lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp151,98 miliar (7,35%). Persentase realisasi belanja modal yang relatif rendah mengindikasikan bahwa masih terdapat kendala dalam merealisasikan berbagai proyek khususnya pembangunan infrastruktur sebagaimana yang telah direncanakan. Hal demikian tentunya patut menjadi perhatian bersama, karena keberhasilan dalam membangun infrastruktur sangat menentukan keberhasilan pembangunan Sulsel yang berkesinambungan. 100% 80%
Rp miliar Rp142 Rp50
Rp316 Rp53
Rp564
Rp450
Rp518
Rp127
Rp152
Rp1.305
Rp1.382
Rp1.399
Rp1.832
Tw II-2013
Tw II-2014
Tw II-2015
Tw II-2016
Rp82
60% 40%
Rp1.219
20% 0% Tw II-2012 Transfer
Belanja Modal
Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,48 triliun atau 34,28% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini sedikit lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp2,07 triliun atau 33,55% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,17 triliun. Dengan realisasi belanja sebesar tersebut, maka pada akhir triwulan II 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp948,95 miliar. Hal demikian perlu dicarikan langkah yang cepat dan cermat untuk meningkatkan serapan anggaran, agar APBD Sulsel dapat lebih mendinamisasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Realisasi belanja operasional lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional dikarenakan terdapat pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai negeri (termasuk TNI/Polri), adanya penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran honorarium. Total pos belanja operasional hingga pertengahan 2016 terealisasi Rp1,83 triliun (37,08%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,40 triliun (33,47%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp555,08 miliar (44,92%); Rp312,30 miliar (21,53%); dan Rp861,05 miliar (47,49%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat sebesar Rp428,17 miliar (36,73%); Rp255,77 miliar (18,50%); dan Rp605,61 miliar (23,32%). Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp11,395 miliar (30,26%) dan Rp91,17 miliar (22,78%). Pada periode yang sama tahun lalu masing-masing tercatat Rp13,65 miliar (34,55%) dan Rp125,85 miliar (25,72%). Sementara itu, realisasi belanja modal justru menurun. Sampai dengan triwulan II 2016 realisasi belanja modal baru mencapai Rp81,69 miliar atau 9,31% dari yang ditargetkan sebesar Rp877,61 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan II tahun lalu sebesar Rp151,98 miliar (23,08%). Belanja modal yang telah terealisasi antara lain
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
belanja peralatan/mesin, belanja gedung/bangunan, dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif minimal, masing-masing sebesar Rp25,07 miliar (16,72%), Rp14,76 miliar (10,26%), dan Rp37,06 miliar (6,86%).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 2015 ANGGARAN REALISASI s/d TRIWULAN II 2016 2015 2016 NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA BELANJA OPERASIONAL
4.179,70
1.399,06
33,47%
4.939,13
1.831,55
37,08%
- Belanja Pegawai
1.165,82
428,17
36,73%
1.235,59
555,08
44,92%
- Belanja Barang
1.220,48
225,77
18,50%
1.450,79
312,30
21,53%
- Belanja Bunga
39,50
13,65
34,55%
39,50
11,95
30,26%
- Belanja Hibah
1.264,51
605,61
47,89%
1.813,03
861,05
47,49%
- Belanja Bantuan Keuangan
489,40
125,85
25,72%
400,22
91,17
22,78%
BELANJA MODAL
658,61
151,98
23,08%
877,61
81,69
9,31%
- Belanja Tanah
136,52
1,54
1,13%
25,25
0,03
0,12%
88,39
13,77
15,58%
149,95
25,07
16,72% 10,26%
- Belanja Peralatan & Mesin - Belanja Gedung dan Bangunan
155,84
6,12
3,93%
143,85
14,76
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
271,13
128,88
47,54%
540,17
37,06
6,86%
1,03
0,55
54,01%
1,52
0,21
13,91%
5,71
1,11
19,45%
3,36
0,29
8,56%
20,00
-
0,00%
24,75
-
0,00%
- Belanja Aset Tetap Lainnya - Aset Lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA JUMLAH BELANJA
4.858,31
1.551,04
31,93%
5.841,48
1.913,25
32,75%
TRANSFER
1.308,80
517,99
39,58%
1.383,43
563,73
40,75%
TOTAL BELANJA
6.167,11
2.069,03
33,55%
7.224,91
2.476,97
34,28%
3,07
816,56
26622,63%
121,10
948,95
783,60%
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
132,93
309,74
233,01%
64,90
129,96
200,24%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
136,00
186,00
118,00
63,44%
(121,10)
11,96
-9,87%
SURPLUS / (DEFISIT) PEMBIAYAAN
JUMLAH PEMBIAYAAN
(3,07)
68,00
50,00%
241,74
-7881,73%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Disisi lain, realisasi transfer kepada Kabupaten/Kota meningkat. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II 2016 tercatat Rp563,73 miliar (40,75%), sedikit lebih tinggi dari triwulan II tahun sebelumnya Rp517,99 miliar (39,58%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.
2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel6 2.3.1 Struktur Realisasi Belanja Secara struktur mayoritas dari pagu anggaran pada APBD Kabupaten/Kota di Sulsel dialokasikan untuk belanja operasional. Dari total pagu anggaran 2016 sebesar Rp33,42 triliun, porsi untuk belanja operasional mencapai 74,8%, sementara 25,2% lainnya dialokasikan untuk kebutuhan belanja modal.
6
Data realisasi untuk triwulan I dan II 2016 belum tersedia. Untuk keperluan analisis data diproyeksikan dengan menggunakan pendekatan rata-rata persentase realisasi selama 5 tahun terakhir. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
39
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
Belanja Modal; 1.273 ; 11,3%
Belanja Modal; 8.427; 25,2%
Anggaran 2016 (Rp miliar)
REALISASI TW II-2016 (Rp miliar) Belanja Operasi; 24.992; 74,8%
Belanja Operasi; 10.034 ; 88,7%
Grafik 2.5. Struktur Pagu Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
Kota Makassar mendapat pagu anggaran terbesar. Secara lebih rinci, pagu anggaran untuk masing-masing Kabupaten/Kota di Sulsel dapat dilihat dalam Tabel 1.3. Dari total anggaran sebesar Rp33,42 triliun, Kota Makassar mendapat pagu anggaran paling tinggi sebesar Rp3,83 triliun (11,45%). Disusul kemudian Kabupaten Bone (6,47%) dan Kabupaten Gowa (4,92%). Adapun wilayah yang mendapatkan pagu anggaran terendah adalah Kabupaten Toraja Utara (2,81%). Tabel 2.3. Pagu Anggaran APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel - 2016 Anggaran 2016 (Rp miliar) Kabupaten/Kota Belanja Operasi Belanja Modal Total Belanja
Kota Ma ka s s a r
3.049,50
775,72
3.825,22
11,45
Ka b. Bone
1.841,95
320,95
2.162,90
6,47
Ka b. Gowa
1.352,14
291,27
1.643,42
4,92
Ka b. Luwu Ti mur
976,63
580,26
1.556,89
4,66
Ka b. Luwu
1.117,76
400,76
1.518,52
4,54
Ka b. Wa jo
1.117,59
391,90
1.509,49
4,52
Ka b. Bul ukumba
1.118,24
317,31
1.435,55
4,30
Ka b. Pa ngka jene da n Kepul a ua n
975,86
410,02
1.385,88
4,15
Ka b. Si denreng Ra ppa ng
891,79
481,63
1.373,42
4,11
Ka b. Ma ros
997,39
362,39
1.359,78
4,07
Ka b. Jeneponto
40
Pangsa (%)
998,66
348,63
1.347,30
4,03
Ka b. Pi nra ng
1.001,87
337,11
1.338,98
4,01
Ka b. Ta ka l a r
925,55
276,38
1.201,94
3,60
Ka b. Luwu Utara
997,90
200,06
1.197,96
3,58
Ka b. Soppeng
883,05
281,82
1.164,87
3,49
Ka b. Si nja i
850,53
300,71
1.151,25
3,44
Ka b. Enreka ng
798,29
351,57
1.149,85
3,44
Ka b. Ta na Tora ja
795,96
303,97
1.099,93
3,29
Kota Pa l opo
713,60
339,72
1.053,32
3,15
Kota Pa re-Pa re
668,38
384,14
1.052,52
3,15
Ka b. Ba rru
781,26
228,49
1.009,75
3,02
Ka b. Ba ntaeng
699,76
288,13
987,88
2,96
Ka b. Kepul a ua n Sel a ya r
704,77
249,19
953,97
2,85
Ka b. Tora ja Utara
733,33
204,93
938,25
2,81
Total 24.991,78 *) Angka perkiraan Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Daerah
8.427,08
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
33.418,86 100,00
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi anggaran APBD Kabupaten/Kota diperkirakan masih belum sesuai target. Berdasarkan pencapaian persentase dan nilai realisasi belanja dari masing-masing Kabupaten/Kota dalam 5 tahun terakhir progresnya sangat bervariasi. Dari pagu anggaran belanja operasional sebesar Rp24,99 triliun tersebut, sampai dengan triwulan II 2016 diproyeksikan baru terealisasi sebesar Rp10,03 triliun (40,15%). Sementara itu, untuk belanja modal diproyeksikan baru terealisasi sebesar Rp1,27 triliun atau 15,11% dari pagu anggaran belanja modal sebesar Rp8,43 triliun. Hal ini berarti secara total diperkirakan terdapat realisasi belanja sebesar Rp11,31 triliun atau 33,84% dari yang dianggarkan sebesar Rp33,42 trilun. Salah satu kendala dalam melakukan monitoring dan evaluasi realisasi APBD Kabupaten/Kota di sulsel adalah tidak tersedianya data yang akurat dan terkini. Mengingat pentingnya data realisasi belanja dimaksud, maka agar pelaksanaan realisasi anggaran dapat terpantau dengan lebih baik, perlu segera dibuat sebuah sistem pelaporan realisasi anggaran yang user frendly sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah di setiap wilayah Kabupaten/Kota di Sulsel.
2.4 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel 2.4.1 Struktur Realisasi Belanja Struktur realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi realisasi belanja pegawai. Sampai dengan triwulan II 2016 realisasi belanja pegawai mencapai Rp3,53 triliun atau 47,91% dari total belanja sebesar Rp7,37 triliun. Secara nominal realisasi pada tahun ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,71 triliun (49,31%). Disusul kemudian realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp2,41 triliun (32,65%), lebih tinggi dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp1,42 triliun (25,78%). Sementara itu, realisasi belanja modal juga meningkat mencapai Rp1,42 triliun (19,32%), lebih tinggi dari triwulan II tahun lalu sebesar Rp839,56 miliar (15,29%). Sedangkan realisasi belanja untuk bantuan sosial menurun signifikan menjadi Rp8,95 miliar (0,12%) dari realisasi triwulan II 2015 sebesar Rp528,46,41 miliar (9,62%). Rp miliar 100% 90% 80% 70%
Rp8,95
Rp549,36
Rp939,29
Rp746,03
Rp839,56
Rp1.648,84
Rp1.416,19
Rp2.405,06
Rp1.257,43
Rp2.112,12
Rp2.215,96
Rp2.291,29
Rp2.708,40
Rp3.528,49
Tw II - 2012
Tw II - 2013
Tw II - 2014
Tw II - 2015
Rp843,32
60% 50%
Rp528,46
Rp498,04
Rp731,96
Rp1.172,22
Rp1.422,95
40% 30% 20% 10% 0% Belanja Bantuan Sosial
Belanja Modal
Belanja Barang
Tw II - 2016 Belanja Pegawai
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan II 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan II 2015. Pada triwulan II 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 37,80%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan II 2015 (24,37%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 2016 tercatat Rp7,37 triliun, naik signifikan dibandingkan realisasi triwulan II tahun lalu sebesar Rp5,49 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini selain adanya optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya, juga untuk pembayaran gaji ke-13 dan ke-14. Nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan II 2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp3,53 triliun atau 50,88% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan II tahun lalu, baik secara persentase (40,63%) maupun secara nominal (Rp2,71 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 33,42% dan 26,84%, meningkat dibandingkan triwulan II tahun lalu masing-masing 21,58% dan 10,87%. Sedangkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
41
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
pencapaian realisasi belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang disalurkan. Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai 7 tahapan . Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja
URAIAN
ANGGARAN 2015
Realisasi s/d Triwulan II 2015 Nominal
ANGGARAN 2016
% Realisasi
Rp miliar Realisasi s/d Triwulan II 2016
Nominal
% Realisasi
Belanja Pegawai
6.666,25
2.708,40
40,63%
6.934,31
3.528,49
50,88%
Belanja Barang
6.562,07
1.416,19
21,58%
7.196,12
2.405,06
33,42%
Belanja Modal
7.722,19
839,56
10,87%
5.300,85
1.422,95
26,84%
Belanja Bantuan Sosial
1.584,60
528,46
33,35%
52,49
8,95
17,05%
22.535,11
5.492,61
24,37%
19.483,76
7.365,44
37,80%
JUMLAH BELANJA
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
2.5 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB 8
Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) semakin menurun . Padaakhir triwulan II 2016 tercatat 0,82% dari triwulan sebelumnya 0,88%. Sementara rasio realisasi rasio dana perimbangan (transfer) terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,52% menjadi 0,60%. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan tersebut disebabkan kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. 1,00
4,50
%
4,00
0,90 0,80
%
0,90 %
0,80
0,80
3,50
0,96 0,87
0,70
0,65 0,60
0,70
0,61
3,00
0,92 0,63
0,88
0,82 0,60
0,60
1,50
0,61
0,60
0,51
3,87
0,30
3,74
3,38
3,26
0,50 0,40 Tw II-2012
Tw II-2013
Tw II-2014
Pendapatan Asli Daerah
Tw II-2015
Tw II-2016
0,20 0,10
-
Tw II-2012
Dana Perimbangan
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
0,50 0,40
4,05
1,00
0,52
0,50
2,50 2,00
0,80
Tw II-2013
Tw II-2014
Belanja Operasional
Tw II-2015
Tw II-2016
Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 9
Rasio realisasi belanja APBD dan APBN di Sulsel terhadap PDRB ADHK juga semakin menurun. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB sampai dengan triwulan II 2016 tercatat 3,26%, lebih rendah dari triwulan II 2015 yang tercatat 3,38%. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB turun menjadi 0,51% dari sebelumnya 0,61%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan realisasi belanjannya terutama belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.
7
8 9
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Boks 2.A.
Implikasi Program Tax Amnesty Terhadap Perekonomian
Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tax amnesty diterbitkan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Tax amnesty berpotensi kepada dua hal, pertama menambah penerimaan APBN (di tahun ini atau tahun-tahun sesudahnya) dan kedua adanya capital inflow jika tax amnesty disertai dengan repatriasi aset. Implikasi pertama berasal dari tambahan pajak, sehingga mendorong APBN lebih sustainable dan dengan demikian kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar, yang tentunya akan banyak membantu program-program pembangunan, baik infrastruktur maupun perbaikan kesejahteraan masyarakat. Implikasi kedua 10 berasal dari repatriasi sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri, sehingga berpotensi menambah pasokan valas di pasar domestik, dan dengan demikian akan memperkuat cadangan devisa serta nilai tukar rupiah yang lebih stabil. Hal yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari repatriasi adalah jalur (channel) aliran dananya, karena akan memengaruhi neraca pembayaran hingga likuiditas dari perbankan. Adapun prosedur dalam pengajuan tax amnesty adalah; (1) Wajib Pajak (WP) datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SP); (2) WP melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan pengampunan pajak melalui SP, termasuk membayar uang tebusan dan pelunasan segala tunggakan dan kewajiban pajak – seperti yang tertera dalam lampiran dokumen; (3) WP menyampaikan SP ke KPP tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan Menteri Keuangan; (4) Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima SP; (5) menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri menerbitkan Surat Keterangan (SK) paling lama sepuluh hari kerja, terhitung sejak tanggal diterima SP beserta lampirannya. Kemudian, SK Pengampunan Pajak dikirim kepada WP; (6) jika dalam sepuluh hari kerja menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri belum menerbitkan SK, SP dianggap diterima. Penghapusan pajak (tax amnesty) yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar Uang Tebusan. Besaran tarif untuk setiap periode dan pengalihan dana berbeda-beda. Apabila dana dialihkan ke dan atau berada di Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 2%; 3%; dan 5%. Sementara jika harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia, untuk periode I hingga III, masing-masing tarif berkisar 4%; 6%; dan 10%. Tabel 2.A.1 Tarif Pengampunan Pajak Pengungkapan Harta yang Periode Penyampaian Permohonan Dialihkan ke dan atau Luar negeri dan tidak berada di NKRI dialihkan ke dalam NKRI Periode I 2% 4% (sejak UU berlaku s.d. akhir bulan ke-3) Periode II 3% 6% (bulan ke-4 UU berlaku s.d. 31 Desember 2016) Periode III 5% 10% (1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017)
Potensi dana masuk akan menutup kekurangan penerimaan negara di APBN-P 2016. Kementerian Keuangan memperkirakan nilai yang akan pulang kembali ke dalam negeri (repatriasi) diprediksi mencapai Rp1.000 triliun. Dari angka tersebut, potensi penerimaan negara dalam bentuk tarif tebusan (penerimaan pajak) senilai Rp165 triliun. Sementara Bank Indonesia memperkirakan hanya 60% dari total illicit funds di luar negeri yang eligible untuk ikut program pengampunan pajak. Pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2016 disepakati Rp1.786,22 triliun atau turun Rp36,32 triliun dibandingkan APBN 2016. Di sisi lain, defisit anggaran terus dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto, sehingga tax amnesty menjadi salah satu jalan untuk menutup kekurangan (shortfall) tersebut. Program tax amnesty akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit, dan nilai tukar. Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia, dengan asumsi minimal 60% dari target penerimaan pajak maupun repatriasi terpenuhi, secara nasional pada 2016 akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3%; kredit meningkat 2,0%; dan nilai tukar menguat sekitar 10%. Sementara dari sisi perkembangan harga, inflasi relatif stabil pada 2016. Pengaruh tax amnesty dapat berasal dari beberapa jalur antara lain (1) jalur harga asset keuangan (seperti SBN, Corp. bonds, equity) yang akan memengaruhi yield; (2) jalur jumlah uang beredar yang akan memengaruhi inflasi; (3) jalur nilai tukar rupiah
10
Kembalinya warga negara – dalam hal ini aset – dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal menuju tanah asal kewarganegaraannya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
43
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD
karena dana repatriasi akan masuk ke cadangan devisa, sehingga memengaruhi pasokan valas di pasar; (4) jalur beban biaya dana pihak ketiga bagi bank; (5) jalur biaya kebijakan moneter; (6) jalur kesenjangan distribusi pendapatan yang memengaruhi rasio gini. Perlu antisipasi kebijakan di tingkat daerah. Di tingkat Pusat, Pemerintah bersama Bank Indonesia dan otoritas terkait telah membentuk gugus tugas dan tim koordinasi yang bertugas untuk melakukan harmonisasi kebijakan untuk mendukung implementasi tax amnesty, dan untuk memitigasi risiko tax amnesty. Apabila mengacu kepada kegiatan yang dilakukan di tingkat pusat, di tingkat daerah (Sulsel), lebih lanjut perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasama antara Kanwil Pajak, Bank Indonesia, OJK, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya. Terkait dengan hal ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah turut aktif dalam kegiatan sosialisasi tax amnesty di beberapa lokasi bersama-sama dengan instansi terkait. Pada saat sosialisasi tax amnesty kepada jajaran Kepolisian yang diselenggarakan di Kantor Mapolda Sulsel, Kepala Kanwil Pajak Sulsel menyatakan akan segera membentuk satgas tax amnesty yang beranggotakan dari berbagai unsur instansi terkait. Sebagai langkah proaktif dalam mensukseskan kebijakan ini dan sekaligus guna menangkap peluang peningkatan investasi sehubungan dengan potensi aliran dana repatriasi, maka instansi terkait di Sulsel perlu mengidentifikasi sektor-sektor unggulan secara lebih cermat dan meningkatkan upaya promosi investasi di Sulsel. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, target pendapatan dari pajak amnesti untuk wilayah Sulsel sebesar Rp 700 miliar sampai Rp 1 triliun. Selain itu, untuk mensukseskan kebijakan ini juga perlu didukung dengan kebijakan yang ramah investasi, diantaranya dengan memberikan kemudahan dalam pemberian ijin investasi di Sulsel. Sementara itu, bagi kalangan Perbankan di Sulsel, kebijakan tax amnesty merupakan peluang positif baik dalam upaya meningkatkan penghimpunan dana maupun pemberian kredit kepada masyarakat guna mendorong perekonomian Sulsel.
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2016 tercatat 4,30% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 (5,70%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan jumlah pasokan pangan meningkat sejalan dengan berlangsungnya panen raya, sehingga mampu mengimbangi meningkatnya permintaan masyarakat. Disisi lain kelompok transport juga mencatat deflasi, sebagai dampak dari menurunnya harga bensin dan solar. Secara umum, perkembangan inflasi hingga awal triwulan III 2016 menunjukkan tren penurunan, yang disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh kelompok kecuali bahan makanan dan pendidikan. Diperkirakan hingga akhir triwulan III 2016 masih akan terjadi tren penurunan inflasi, sebagai implikasi dari kembalinya permintaan masyarakat ke pola normalnya. Dengan kondisi tersebut, kami optimis target inflasi akhir tahun 4 ± 1% akan dapat tercapai. Sebagai upaya pengendalian inflasi, kedepan pelaksanaan Rakor TPID akan lebih diintensifkan. Selain itu, kegiatan yang memerlukan sinergitas dengan instansi terkait, seperti penyelenggaraan pasar murah, persuasi kepada konsumen, serta inspeksi mendadak ke pasar dan gudang akan lebih ditingkatkan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
45
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1 Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2016 tercatat 4,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2016 yang tercatat 5,70% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun. Namun inflasi Sulsel tersebut masih tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 3,45% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan harga di semua kelompok, kecuali Makanan Jadi dan Sandang. Penurunan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh meningkatnya pasokan pangan, sejalan dengan panen raya yang terjadi pada bulan April-Mei di beberapa sentra produksi pangan Sulsel (Kabupaten Pangkep, Wajo, Bone, Soppeng, Takalar, dan Bulukumba). Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas Dan Bahan Bakar; Kesehatan; Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga; dan Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, didorong oleh harga bahan bakar minyak yang stabil dan permintaan masyarakat yang normal menjelang Ramadhan. Trend penurunan tekanan inflasi diperkirakan masih terjadi pada triwulan III 2016. Indikasi ke arah tersebut ditandai dari rendahnya inflasi pada saat Ramadhan/Idul Fitri pada Juli 2016, yang tercatat 4,14% (yoy). Bahkan inflasi bulanan pada Juli 2016 (1,04%; mtm) merupakan yang terendah selama 5 tahun terakhir. Penurunan tersebut didorong oleh kembalinya pola konsumsi masyarakat pada kondisi normal setelah Ramadhan/Idul Fitri, terjaganya pasokan bawang merah sebagai imbas positif dari pola tanam yang terjadwal, serta curah hujan yang relatif moderat, sehingga kebutuhan pasokan ikan tangkap tercukupi.
10 Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq)
8
6
4,30
4
3,45
2
0,03
0
(2) I
%
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II III* 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa11 Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016 hampir terjadi pada semua kelompok komoditas. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 9,46% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy); sementara kelompok perumahan 2,75% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,40% (yoy); kelompok Transpor mengalami deflasi -0,76% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 2,80% (yoy); kelompok kesehatan 3,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,87% (yoy); dan kelompok pendidikan 2,10% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 2,25% (yoy). Sedangkan pada kelompok Makanan Jadi dan kelompok Sandang meningkat masingmasing menjadi 5,26% (yoy) dan 6,36% (yoy) dari sebelumnya 4,82% (yoy) dan 5,89% (yoy).
11
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa TAHUN
2012
2013
2014
2015
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76 6.15 1.97 16.02 12.87 15.01 16.11 8.78 12.46 9.46 10.45
4.49 4.29 4.97 5.03 4.57 4.63 4.70 4.47 5.39 5.38 5.80 6.21 6.34 6.54 6.23 5.48 4.82 5.26 4.59
4.18 3.98 3.41 3.35 3.43 3.60 4.76 6.06 6.25 5.96 6.32 6.87 7.33 7.84 6.48 4.13 3.40 2.75 2.48
Sandang
Kesehatan Pendidikan
9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73 5.65 4.12 3.24 4.51 4.86 6.95 6.01 5.89 6.36 3.88
7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79 5.22 5.28 5.08 5.75 5.52 5.28 5.02 3.87 3.14 2.32
Transpor
2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33 1.38 1.97 1.85 2.18 2.35 2.63 2.57 2.25 2.10 2.26
UMUM
0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31 7.91 0.87 10.15 4.35 6.00 7.20 (0.99) 2.80 (0.76) (0.79)
4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 4.14
Keterangan: *) Data hingga Juli 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan II 2016, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 12,46% (yoy) pada akhir triwulan I 2016 menjadi 9,46% (yoy) di akhir triwulan II 2016. Penurunan tekanan inflasi pada 4 subkelompok khususnya pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, ikan diawetkan, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Peningkatan andil inflasi tertinggi terjadi di subkelompok daging dan hasil-hasilnya dari 0,01% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0,06% (yoy) di triwulan II 2016, serta lemak dan minyak dari -0,04% (yoy) menjadi 0,01% (yoy) di triwulan II 2016.
20 yoy
15
qtq
10 5 0 (5) (10)
*) Data hingga Juli 2016
I %
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II III* 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Meningkatnya pasokan bahan pangan pasca panen raya di awal triwulan II 2016 menjadi faktor utama penyebab turunnya tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan. Musim panen komoditas beras yang terjadi di bulan April – Mei dan panen tanaman hortikultura mendorong pasokan pangan tersedia cukup banyak di saat permintaan masyarakat meningkat pada bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri. Andil inflasi komoditas cabe rawit, cabe merah dan beras masing-masing -0,200% (yoy), -0,080% (yoy) dan -0,075% (yoy) dikarenakan mengalami deflasi. Ikan teri dan ikan bandeng menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan II 2016. Ikan teri tercatat inflasi 31,08% (yoy) dan memberikan andil 0,049% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel di triwulan II 2016. Sementara ikan bandeng tercatat inflasi 9,53% (yoy) dengan andil 0,042% (yoy). Komoditas bahan makanan lain yang memberikan andil inflasi di triwulan II 2016 yaitu daging ayam ras, bawang merah dan pisang masing-masing 0,039% (yoy), 0,038% (yoy) dan 0,024% (yoy). Fenomena La Nina menyebabkan terbatasnya pasokan ikan sehingga mendorong laju inflasi subkelompok ikan segar. 12 Fenomena La Nina diperkirakan menjadi salah satu penyebab utama kenaikan inflasi subkelompok ikan segar, sehingga mencatat andil inflasi tertinggi yaitu 0,12% (yoy). Fenomena La Nina memengaruhi gelombang laut dari intensitas rendah ke sedang, sehingga nelayan cenderung enggan untuk melaut sejak akhir Mei 2016. Oleh karenanya, pasokan ikan segar rendah, mendorong kenaikan harga komoditas ikan segar di saat permintaan juga meningkat.
12
Fenomena El Nino yang kuat diikuti oleh munculnya La Nina. Fenomena tersebut berdasarkan statistik kejadian dalam 50 tahun terakhir. La Nina diperkirakan terjadi pada bulan Juni – September 2016 (Sumber: BMKG) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
47
BAB 3 INFLASI DAERAH
Perkembangan hingga awal triwulan III 2016 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tekanan inflasi di kelompok bahan makanan, namun diperkirakan akan turun di akhir triwulan III 2016. Peningkatan tekanan inflasi dikarenakan pada periode ini baru memasuki musim tanam komoditas pangan utama, fenomena La Nina yang mengganggu aktivitas nelayan, serta meningkatnya konsumsi masyarakat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu Idul Fitri. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat meningkat menjadi 10,45% (yoy). Meski demikian, diperkirakan inflasi bahan makanan akan turun di akhir triwulan III 2016 pasca Idul Fitri karena konsumsi masyarakat kembali ke pola normalnya.
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan II 2016 tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 5,26% (yoy) pada triwulan II 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan peningkatan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari 6,24% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 7,86% (yoy) di triwulan II 2016.
7 yoy
6
qtq
5 4 3 2 1 0 I %
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
I
II III*
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan harga gula pasir mendorong tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan II 2016. Tingginya tekanan harga gula pasir yang mencapai 16,87% (yoy) dengan andil inflasi 0,085% disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat terhadap konsumsi gula pasir di bulan Ramadhan. Komoditas lain yang mengalami kenaikan inflasi yaitu kopi bubuk sebesar 1,74% (yoy) dengan andil inflasi 0,0007% (yoy). Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 20 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi. Komoditas rokok kretek filter, sate, martabak, ayam goreng, dan kue basah tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan II 2016. Di sisi lain, nasi dengan lauk, mie, ikan goreng, ayam bakar, dan kue kering berminyak tercatat sebagai lima komoditas utama penahan inflasi triwulan II 2016. Hingga awal triwulan III 2016, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola penurunan dan diperkirakan akan berlanjut hingga akhir triwulan III 2016. Penurunan tersebut disebabkan oleh subkelompok minuman tidak beralkohol (es, teh manis, dan jus buah). Inflasi kelompok ini diperkirakan lebih rendah hingga akhir triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II 2016 sebagai dampak dari telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca bulan Ramadhan.
3.2.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan II 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,75% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 3,40% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok. Di triwulan II 2016, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air mengalami deflasi -0,70% (yoy), dan pada subkelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami penurunan inflasi cukup signifikan 4,66% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya masing-masing 1,38% (yoy) dan 5,47% (yoy). Pada rincian per komoditas, sebanyak 38 dari 65 komoditas komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah jasa pembuangan sampah, ongkos binatu, piring, biaya keamanan, dan mesin cuci. Inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 21,34%(yoy), 13,03% (yoy), 7,33% (yoy), 10,00% (yoy) dan 10,44% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 6,65% (yoy), 7,38% (yoy), 1,73% (yoy), 4,76% (yoy) dan 6,58% (yoy) pada triwulan II 2016. Selain itu, terdapat tiga komoditas yang mengalami deflasi yaitu besi beton, tarif listrik, dan batu bata
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
tercatat -2,19% (yoy), -1,64% (yoy) dan -1,18% (yoy). Namun penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 27 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah lemari pakaian, gelas minuman, kusen, papan, dan lemari hias, yang meningkat masing-masing menjadi 18,3% (yoy), 4,36% (yoy), 5,05% (yoy) 3,17% (yoy) dan 14,51% (yoy), dari triwulan I 2016 masing-masing 9,79% (yoy), 2,51% (yoy), 3,81% (yoy) 1,92% (yoy) dan 13,57% (yoy). 350
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
yoy
%, yoy
Indeks
300 250 200 150 100
50 0
I
%
qtq
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
II III* 2016
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013 IHPR
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
II
2016
gIndeks - Skala Kanan
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
Penurunan tarif tenaga listrik (TTL) menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Tarif listrik pada periode laporan mengalami deflasi -1,64% (yoy), sementara inflasi pada triwulan sebelumnya tercatat 0,57% (yoy). TTL yang mengalami penurunan terjadi pada golongan Rumah Tangga dengan batas daya 3.500-5.500 VA dan di atas 6.600 VA, Bisnis dengan batas daya 6.600 VA – 200 kVA dan di atas 200 kVA, Industri dengan batas daya di atas 200 kVA, di atas 300 kVA, dan Pemerintah dengan batas daya 6.600 VA – 200 kVA dan di atas 200 kVA, penerangan jalan dan layanan khusus. Penurunan TTL juga dipengaruhi oleh turunnya harga BBM di awal triwulan II 2016, dimana harga BBM merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi. Tekanan inflasi di kelompok perumahan mengalami penurunan. Penurunan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan II 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh melambat dari 9,37% (yoy) pada triwulan I 2016, menjadi 5,66% (yoy) pada triwulan II 2016. Penurunan ini mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada jenis rumah tertentu. Meskipun di awal triwulan III 2016 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola penurunan, namun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Juli dan Agustus 2016 terdapat kenaikan tarif listrik, dan hal demikian akan mendorong inflasi pada kelompok ini.
3.2.4. Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang triwulan II 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 2016, inflasi kelompok ini tercatat 6,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2016 sebesar 5,89% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang tercatat meningkat dari 5,18% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 8,22% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara inflasi tiga subkelompok lainnya tercatat menurun, yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 5,76% (yoy), 6,13% (yoy), dan 5,76% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 6,02% (yoy), 6,22% (yoy), dan 7,26% (yoy). Komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi emas perhiasan meningkat signifikan dari 1,76% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 7,92% (yoy) di triwulan II 2016. Peningkatan harga emas perhiasan diperkirakan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional, yang mulai meningkat dalam 3 triwulan terakhir. Pergerakan harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -3,12% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 5,60% (yoy) di angka USD1.259/troy oz pada triwulan II 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
49
BAB 3 INFLASI DAERAH
Lebih rinci per komoditas, sebanyak 30 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah emas perhiasan, sarung batik, celana panjang sersin, baju muslim dan baju kaos tanpa kerah/t-shirt. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 1,76% (yoy), 5,46% (yoy), 0,60% (yoy), 16,42% (yoy) dan 3,21% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi masing-masing 7,92% (yoy), 8,14% (yoy), 2,39% (yoy) 17,85% (yoy) dan 4,44% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 39 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terbesar adalah pakaian bayi, baju anak stelan, tas tangan wanita, ongkos jahit, dan sajadah dari masing-masing 14,77% (yoy, 6,38% (yoy), 24,40% (yoy), 7,41% (yoy) dan 9,49% (yoy), menjadi 7,22% (yoy), 0,65% (yoy), 19,04% (yoy), 3,57% (yoy) dan 5,71% (yoy). Pada awal triwulan III 2016, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu sandang laki-laki, sandang wanita, sandang anak-anak, serta barang pribadi dan sandang lainnya. Inflasi kelompok ini diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan III 2016. Meskipun demikian, risiko kenaikan harga emas dapat mendorong inflasi kelompok ini. 12
2,000.0
10
1,800.0
yoy
qtq
30%
20%
gHarga - Skala Kanan
1,400.0
6
10%
1,200.0
4
1,000.0
2
0%
800.0
0
-10%
600.0
400.0
*) Data hingga Juli 2016
-20%
200.0
(4) I %
%, yoy
Emas
1,600.0
8
(2)
$/troy oz
II III IV
I
II III IV
I
II III IV
I
II III IV
I
0.0
II III*
-30% I
2012
2013
2014
2015
2016
II III IV
I
II III IV
2012
2013
I
II III IV
I
2014
II III IV
2015
I
II III*
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5. Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mengalami penurunan.Pada triwulan II 2016, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 3,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,87% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok perawatan jasmani. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 2,25% (yoy); 1,24% (yoy); dan 6,80% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,58% (yoy); 1,77% (yoy); dan 10,45% (yoy). Penurunan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok perawatan jasmani dan kosmetik dari 3,29% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,52% (yoy) di akhir triwulan II 2016.
8 7
yoy
qtq
I
II III IV
6 5 4 3
2 1 0 I %
II III IV 2012
2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
II III* 2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Jasa dokter spesialis menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi jasa dokter spesialis menurun signifikan dari 12,67% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0% (yoy) di triwulan II 2016. Penurunan jasa dokter spesialis diperkirakan dipengaruhi oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
dokter spesialis, creambath, alat kontrasepsi, tarif gunting rambut wanita, dan facial. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 12,67% (yoy); 13,93% (yoy); 17,30% (yoy); 21,52% (yoy); dan 12,97% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi masing-masing 0% (yoy); 1,78% (yoy); 5,17% (yoy); 11,10% (yoy); dan 3,83% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, dari 21 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi terbesar adalah check up, parfum, dokter umum, deodorant, dan obat flu. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi dari 12,31% (yoy); 1,61% (yoy); 12,02% (yoy); 1,99% (yoy); dan 0,87% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 21,32% (yoy); 3,88% (yoy); 14,01% (yoy); 3,13% (yoy); dan 1,62% (yoy) pada triwulan II 2016. Di awal triwulan III 2016, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan kecenderungan menurun dan diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Penurunan tersebut terjadi di seluruh subkelompok yaitu jasa kesehatan, obat-obatan, jasa perawatan jasmani, dan perawatan jasmani dan kosmetika. Inflasi kelompok ini diperkirakan akan terjaga hingga akhir triwulan III 2016 sebagai dampak dari kebijakan pemerintah pusat terkait bidang kesehatan dan nilai tukar rupiah yang 13 terjaga pada kisaran Rp13.117 , dimana 60%-70% bahan baku obat-obatan berasal dari impor.
3.2.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016, namun tidak terlalu signifikan. Tekanan inflasi pada triwulan II 2016 tercatat 2,10 % (yoy), menurun dari triwulan I 2016 sebesar 2,25% (yoy). Penurunan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok kursus-kursus/pelatihan dan perlengkapan/ peralatan pendidikan. Kedua subkelompok tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,23% (yoy) dan 0,37% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi masing-masing 2,87% (yoy) dan 0,25% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok olahraga dan rekreasi, yang mengalami peningkatan inflasi dari 3,18% (yoy) dan 0,71% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,00% (yoy) dan 1,12% (yoy) di triwulan II 2016.
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 (0.5)
yoy
*) Data hingga Juli 2016
I
%
qtq
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II III* 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.1. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Biaya fotokopi menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi biaya fotokopi menurun signifikan dari 7,33% (yoy) menjadi 2,10% (yoy) di triwulan II 2016. Penurunan inflasi biaya fotokopi dipengaruhi oleh penurunan aktivitas sekolah (SD/SMP/SMA) maupun Perguruan Tinggi (D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) pada jadwal libur akhir semester genap yang jatuh pada akhir triwulan II 2016. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah biaya fotokopi, majalah berkala, VCD/DVD player, kursus komputer dan televisi berwarna. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 7,33% (yoy); 4,24% (yoy); 6,51% (yoy); 4,70% (yoy) dan 2,06% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi masing-masing 2,10% (yoy); 0%; 3,28% (yoy); 2,20% (yoy) dan 0,10% (yoy) pada triwulan II 2016. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 9 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan inflasi terbesar adalah fitness center, kertas HVS, tas sekolah, pulpen, dan sepatu olahraga pria. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 7,23% (yoy); 1,18% (yoy); 0,37% (yoy); 0,33% (yoy) dan 0,13% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 10,85% (yoy); 1,76% (yoy); 0,95% (yoy); 0,73% (yoy); dan 0,40% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, 23 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan I 2016. Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga menunjukkan peningkatan di awal triwulan III 2016, namun diprediksikan menurun di akhir triwulan. Kenaikan tersebut terjadi di hampir seluruh subkelompok kecuali kursus-
13
Data dari 1 Juli 2016 - 16 Agustus 2016 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
51
BAB 3 INFLASI DAERAH
kursus/pelatihan yang stabil. Kenaikan inflasi kelompok ini didorong oleh peningkatan tarif sekolah (SD/SMP/SMA/Akademi/Perguruan Tinggi) akibat adanya musim ajaran baru. Hingga akhir triwulan III 2016, inflasi kelompok ini diperkirakan menurun sebagai dampak dari aktivitas subkelompok pendidikan yang turun di akhir triwulan III 2016.
3.2.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 2016, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga ikut mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 2016, kelompok ini tercatat deflasi -0,76% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya tercatat inflasi 2,80% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di subkelompok transpor serta subkelompok sarana dan penunjang transpor. Inflasi subkelompok transpor tercatat deflasi pada triwulan I 2016 dan triwulan II 2016 masing-masing -3,38% (yoy) dan -1,71% (yoy). Sementara inflasi pada subkelompok sarana dan penunjang transpor di triwulan II 2016 tercatat 6,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat 7,44% (yoy). Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan harga di subkelompok komunikasi dan pengiriman yang mengalami peningkatan tekanan inflasi 0,03% (yoy) dari triwulan I 2016 tercatat deflasi -0,04% (yoy). Komoditas bensin menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok ini. Inflasi bensin turun dari 0,59% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi -12,25% (yoy) pada triwulan II 2016. Penurunan bensin yang signifikan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis Premium dan Solar pada 1 April 2016. Harga Premium dan Solar turun sebesar Rp500/liter masing-masing dari Rp6.950/liter dan Rp5.650/liter menjadi masing-masing Rp6.450/liter dan Rp5.150/liter. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 13 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan II 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah bensin, solar, cuci kendaraan, tarif sewa becak dan angkutan antar kota. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 0,59% (yoy); -12,61% (yoy); 29,04% (yoy); 10,22% (yoy); dan 2,20% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi masing-masing -12,25% (yoy); -25,36% (yoy); 18,84% (yoy); 5,95% (yoy); dan -1,37% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, terdapat enam komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, dengan tiga komoditas utama yaitu angkutan udara, helm, dan pemeliharaan. Ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 15,22% (yoy); 2,42% (yoy); dan 3,94% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 16,57% (yoy); 3,59% (yoy); dan 4,79% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, 19 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan deflasi di awal triwulan III 2016, dan cenderung stabil hingga akhir triwulan. Inflasi kelompok ini diperkirakan cenderung stabil hingga akhir triwulan III 2016, sebagai dampak dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun demikian, risiko penyesuaian harga BBM tetap terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan III 2016. 14 12 10 8 6 4 2 0 (2) (4) (6) %
yoy
qtq
*) Data hingga Juli 2016
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV
I
2014
II III IV 2015
I
II III* 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.3 Inflasi Menurut Kota IHK14 Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan II 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di 4 dari 5 kabupaten/kota IHK di Sulsel. Empat kabupaten/kota yang mengalami penurunan inflasi di triwulan II 2016 yaitu Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba. Inflasi keempat kabupaten/kota tersebut pada triwulan II 2016 masingmasing 4,63% (yoy); 4,05% (yoy); 3,05% (yoy); dan 2,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 6,38% (yoy);4,47% (yoy); 3,82% (yoy); dan 2,16% (yoy). Penurunan inflasi Sulsel tertahan oleh Watampone yang mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 1,94% (yoy) di akhir triwulan I 2016, menjadi 2,67% di akhir triwulan II 2016. Tekanan inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 1.1. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2012
2013
2014
2015
2016
Kota I
II
III
IV
I
II
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
Makassar
4.10
3.91
4.61
4.57
4.76
4.54
III 7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
8.61
8.95
5.18
6.38
4.63
4.46
Palopo
4.27
3.99
4.15
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
6.89
7.19
3.38
4.47
4.05
3.97
Parepare
2.00
2.54
3.78
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
6.98
7.02
1.58
3.82
3.05
3.16
Watampone
5.69
4.42
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
Bulukumba Sulawesi Selatan
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
III*
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
4.27
4.33
0.97
1.94
2.67
2.47
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
6.12
6.63
2.17
2.16
2.12
1.28
5.88
5.92
3.72
8.61
7.13
8.06
8.36
4.48
5.70
4.30
4.14
6.22
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 1.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota
2012
2013
2014
2015
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III*
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
6.65%
5.73%
6.73%
6.99%
4.05%
4.98%
3.62%
3.48%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
0.57%
0.44%
0.44%
0.46%
0.22%
0.29%
0.26%
0.25%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.66%
0.46%
0.49%
0.46%
0.11%
0.27%
0.21%
0.22%
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
0.47%
0.33%
0.25%
0.25%
0.06%
0.11%
0.15%
0.14%
0.38%
0.39%
0.20%
0.26%
0.17%
0.17%
0.23%
0.06%
0.06%
0.06%
0.04%
5.88%
5.92%
3.72%
8.61%
7.13%
8.07%
8.39%
4.48%
5.70%
4.30%
4.14%
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah, yaitu 2,12% (yoy) pada akhir triwulan II 2016. Sampai dengan akhir triwulan II 2016, angka inflasi tersebut merupakan inflasi Bulukumba terendah sejak tahun 2014. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 4,63% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, sehingga ongkos distribusinya relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksessabilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.
14
Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
53
BAB 3 INFLASI DAERAH
16 14 12 10 8 6 4 2 0
%, yoy
I
II
III
Sulawesi Selatan
Bulukumba
Makassar
Palopo
Parepare
Watampone
IV
2012
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III*
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum di empat kota pemantauan harga, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh komoditas gula pasir dan daging ayam ras. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Parepare, Watampone, dan Bulukumba, komoditas gula 15 pasir termasuk ke dalam komoditas utama penyumbang inflasi , yang dalam hal ini juga menjadi penyumbang utama inflasi Sulsel. Daging ayam ras juga menjadi komoditas penyumbang utama di tiga kabupaten/kota, yaitu Parepare, Watampone, dan Bulukumba, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi Sulsel. Meningkatnya konsumsi masyarakat akibat tingginya aktivitas penjualan kue dan minuman tidak beralkohol mendorong penggunaan gula pasir. Selain itu, terbatasnya pasokan day old chick (DOC) disaat tingginya konsumsi masyarakat juga mendorong kenaikan harga daging ayam ras. Meskipun demikian, terdapat beberapa komoditas utama yang menahan inflasi triwulan II 2016, antara lain bensin dan beras. Penurunan harga bensin disebabkan oleh kebijakan pemerintah, sedangkan penurunan harga beras lebih disebabkan oleh melimpahnya pasokan pasca panen raya yang terjadi di triwulan II 2016. No 1 2 3 4 5
Tabel 1.3. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel Parepare Watampone Bulukumba Palopo
Makassar Gula Pasir Teri Emas Perhiasan Bawang Merah Lemari Pakaian
Cakalang/Sisik Layang/Benggol Daging Ayam Ras Wortel Gula Pasir
Tomat Sayur Gula Pasir Daging Ayam Ras Ayam Hidup Cakalang/Sisik
Gula Pasir Daging Ayam Ras Kue Basah Kelapa Pisang
Sulsel
Beras Rokok Kretek Filter Layang/Benggol Tukang Bukan Mandor Pasir
Gula Pasir Emas Perhiasan Teri Bandeng/Bolu Daging Ayam Ras
Sumber: Badan Pusat Statistik No 1 2 3 4 5
Tabel 1.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel Watampone Bulukumba Palopo
Makassar Bensin Cabai Rawit Cabai Merah Beras Tarip Listrik
Parepare Beras
Bensin Beras Cabai Rawit Telur Ayam Ras Ikan Diawetkan
Beras Bensin Layang/Benggol Cabai Rawit Cabai Merah
Sulsel
Tomat Sayur Angkutan Antar Kota Bensin Daging Ayam Ras Mie Kering Instant
Bensin Cabai Rawit Cabai Merah Beras Tomat Sayur
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.4 Disagregasi Inflasi16 Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2016 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok administered prices dan volatile food. Kelompok administered prices dan volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 1,98% (yoy) dan 13,24% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi -1,71% (yoy) dan 9,85% (yoy) di akhir triwulan II 2016. Sementara itu, kelompok inflasi inti (core) tercatat mengalami penurunan namun dalam kondisi stabil, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,15% (yoy) di triwulan II 2016 atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
Inflasi IHK 20
Administered Price
Core
Volatile Food
%, yoy
4,14
15
10,83
10 5
3,46
0
-1,28
-5 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II III* 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
15
Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
16
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
tercatat 4,32% (yoy). Deflasi kelompok administered prices didorong oleh penurunan harga BBM khususnya bensin dan solar. Kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM bersubsidi ini seiring dengan menurunnya harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan II 2016. Menurunnya harga BBM bersubsidi berdampak pada penurunan tekanan inflasi di angkutan antar kota dan tarif listrik pada triwulan II 2016. Namun kenaikan tarif angkutan udara telah menahan deflasi lebih dalam pada kelompok administered prices. Peningkatan tarif angkutan udara terjadi akibat arus mudik lebaran dimana jumlah penumpang tumbuh 28,58% (yoy) atau 1.000.700 penumpang pada triwulan II 2016. Minyak Mentah 140.0
$/bbl
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
100% 80%
120.0
60%
100.0
40%
80.0
20%
60.0
0% -20%
40.0
-40%
-60%
0.0
-80%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
20.0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
*) Data hingga Juli 2016
Sumber: Pertamina Grafik 1.13. Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar
Sumber: World Bank Grafik 1.4. Harga Minyak Mentah Global
Pada kelompok volatile food, berlangsungnya musim panen telah menahan inflasi harga bahan pangan khususnya beras, cabe rawit dan cabe merah. Musim panen beras, cabe rawit dan cabe merah yang terjadi di awal periode triwulan II 2016 mendorong pasokan di tengah meningkatnya konsumsi jelang bulan Ramadhan. Sementara itu, komoditas ikan teri dan ikan bandeng mendorong inflasi volatile food. Kenaikan harga ikan teri dan ikan bandeng diperkirakan terjadi akibat fenomena La Nina dimana curah hujan yang meningkat dari intensitas rendah ke sedang, sehingga menahan nelayan pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan laut di saat meningkatnya konsumsi masyarakat di bulan Ramadhan. Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II 2016 relatif stabil. Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat meningkatnya permintaan. Komoditas gula pasir dan emas perhiasan juga turut mendorong inflasi kelompok ini. Selain itu komoditas yang menggunakan bahan baku impor (khususnya kedelai) juga turut menyumbang inflasi di kelompok inti. Pada awal triwulan III 2016, tekanan inflasi pada kelompok inti relatif menurun, dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir triwulan III 2016. Penurunan tekanan inflasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi konsumen. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami penurunan dari 181,5 di triwulan II 2016 menjadi 177 di triwulan III 2016. Penurunan ini disebabkan aktivitas konsumsi masyarakat sudah kembali ke pola normalnya pasca Idul Fitri. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Juli 2016, laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2016 diperkirakan akan mengalami penurunan, berada pada kisaran 3,20% - 3,6% (yoy). Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan III 2016 masih berasal dari volatile food dan inflasi administered prices. Potensi risiko inflasi dari kelompok volatile food diperkirakan berasal dari komoditas beras . Sedangkan dari kelompok administered prices bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik pada bulan Juli dan Agustus 2016, dan tarif angkutan udara akibat meningkatnya arus balik lebaran dan libur panjang pada Hari Raya Idul Adha.
3.5 Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Sampai dengan Agustus 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
55
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 1.6. Kegiatan TPID Triwulan II 2016 KEGIATAN NO
TPID
KETERANGAN TEMPAT
TANGGAL
1
Provinsi Sulawesi Selatan
Ruang Rapat Wagub Sulsel
13 Januari 2016
Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 2015 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 2016
2
Provinsi Sulawesi Selatan
Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel
18 Januari 2016
Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel
3
Provinsi Sulawesi Selatan
Hotel Grand Clarion Makassar
3 Maret 2016
Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel
Provinsi Sulawesi Selatan
Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel
13 Maret 2016
4
Rapat Teknis Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Rapat Teknis TPID Prov Sulsel - Persiapan HLM TPID
5
Provinsi Sulawesi Selatan
Hotel Novotel, Makassar
20 April 2016
6
Provinsi Sulawesi Selatan
Jakarta (Pokjanas TPI), Jawa Barat (TPID Jabar)
17-19 Mei 2016
Studi Banding TPID Sulsel ke Pokjanas TPI Nasional dan TPID Jabar
7
Provinsi Sulawesi Selatan
Rujab Gubernur Sulsel, Makassar
25 Mei 2016
HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel
8
Kabupaten Gowa
Ruang Rapat Kantor Bupati Gowa, Gowa
31 Mei 2016
HLM TPID Kab. Gowa
9
Provinsi Sulawesi Selatan
13 Juni 2016
Forum Koordinasi BI dan Alim Ulama se-Sulsel
10
Provinsi Sulawesi Selatan
15-22 Juni 2016
Partisipasi dalam Pasar Murah
11
Provinsi Sulawesi Selatan
Pasar modern dan pasar tradisional, Makassar
15 Juni 2016
Sidak TPID bersama dengan Gubernur D/R menjaga pasokan di bulan Ramadhan
12
Provinsi Sulawesi Selatan
Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar
13 Juli 2016
Rapat Teknis TPID dan Persiapan Rakornas VII 2016
13
Provinsi/Kabupaten/Kota
Jakarta
4 Agustus 2016
Rakornas VII 2016
Ruang Rapat Menara Bosowa Lantai 11, Makassar Pembukaan di Paottere, dan terdapat di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel
Sampai dengan Agustus 2016, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret 2016. Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, melakukan studi banding TPID ke Pokjanas TPI yang dirangkai dengan presentasi hasil kajian riset inflasi di BI-DKEM dan kunjungan ke TPID Jawa Barat (tanggal 17-19 Mei 2016) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas TPID Provinsi Sulsel. Lebih lanjut, pada tanggal 25 Mei 2015 dilaksanakan High Level Meeting (HLM) dengan agenda utama mendengarkan arahan Gubernur Sulsel kepada seluruh TPID Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selanjutnya juga dilakukan HLM TPID Gowa sebagai salah satu turunan dari HLM Provinsi. Selain itu, dalam rangka antisipasi kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pada 13 Juni 2016 BI melakukan koordinasi dengan Alim Ulama se-Sulsel untuk mempersuasi masyarakat agar tidak berkonsumsi secara berlebihan. Sebagai rangkaian dari kegiatan tersebut BI bersama BMPD Provinsi Sulsel juga berpartisipasi dalam kegiatan pasar murah dan inspeksi mendadak ke beeberapa pasar yang dilaksanakan pada tanggal 15 - 22 Juni 2016. Selanjutnya pada tanggal 13 Juli 2016, TPID Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan untuk Rakornas VII 2016 yang diselenggarakan pada tanggal 4 Agustus 2016. Melalui Rakornas TPID ini diharapkan dapat memperkuat sinergi kebijakan antara pusat dan daerah (lihat Boks 3.A).
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 3 INFLASI DAERAH
Boks 3.A
TPID Sulsel: Bersinergi Untuk Menekan Inflasi
Kenaikan harga kebutuhan pokok kerap terjadi pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang pastinya menjadi beban tersendiri bagi masyarakat. Berkaca pada pengalaman tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Mei 2016, menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Pertemuan tersebut mengagendakan perumusan kebijakan pengendalian inflasi jelang Ramadhan dan Idul Fitri di Sulsel. Pertemuan yang dihadiri oleh berbagai unsur Muspida, Bank Indonesia, pemerintah daerah (Pemprov Sulsel dan 24 kab/kota se Sulsel), BUMN, Kepolisian, TNI, aparat penegak hukum, hingga masyrakat sipil terutama pengusaha dan distributor kebutuhan pokok tersebut membahas berbagai hal terkait persiapan menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Gambar 3.A.1 High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan
Pada pertemuan tersebut, Gubernur memberikan arahan kepada seluruh Bupati dan Pimpinan SKPD terkait, agar bersinergi dalam mengambil upaya/langkah-langkah untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pasokan bahan pangan khususnya pada bulan ramadhan dan Idul Fitri. Beberapa poin dari hasil HLM tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menjaga ketersediaan pasokan & mempercepat distribusi barang melalui pemantaun pasokan, Sidag, Operasi Pasar, Pasar Murah, prioritas transportasi kebutuhan pokok, memperbaiki infrastuktur pada titik jalur distibusi, penyiapan jalur alternatif, menjamin keamanan penyaluran barang kebutuhan pokok, pengendalian & pengawasan Penggunaan BBM. 2. Memantau ketersediaan, kelancaran distribusi & perkembangan harga. 3. Pertamina, Pemda, FKPD dan instansi terkait lainnya akan melakukan pengawasan terhadap penyaluran, ketersediaan dan stabilitas harga dan ketersediaan LPG serta BBM. 4. Kerjasama dengan dengan aparat penegak hukum untuk menjamin kelancaran dan keamanan distribusi serta menanggulangi kegiatan illegal seperti penimbunan dll. 5. Ketersediaan Beras di Sulsel dijaga dalam level aman untuk antisipasi peningkatan konsumsi masyarakat. Informasi dari Bulog, ketahanan beras di Sulsel mencapai 16,5 bulan. 6. Tarif angkutan dikendalikan dengan penetapan kenaikan tarif angkutan yang wajar. 7. Gerakan menanam cabai dan bawang merah di beberapa Kab/Kota untuk menjaga ketersediaan pasokan. 8. Gapoktan bekerjasama Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) akan memasok Toko Tani Indonesia (TTI) khususnya di Kota Makassar untuk menjaga ketersediaan pasokan. 9. Bank Indonesia dan perbankan akan menjaga kelancaran sistem pembayaran dan ketersediaan uang beradar untuk memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat. Dalam rangka mempersuasi masyarakat agar tidak melakukan konsumsi secara berlebihan selama bulan Ramadhan, TPID Sulsel juga melakukan langkah koordinasi dan kerjasama dengan alim ulama di Kota Makassar dan sekitarnya yang tergabung dalam Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) Kota Makassar. Peran ulama dalam masyarakat adalah sosok yang dipandang dan didengarkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Untuk itu, TPID Sulsel bersinergi dengan para alim ulama untuk turut berkontribusi menyampaikan pentingnya pengendalian inflasi melalui pengaturan pola konsumsi masyarakat dan menghimbau kepada pedagang agar menetapkan margin/keuntungan yang wajar. Upaya persuasi tersebut penting mengingat pada bulan Ramadhan masyarakat umumnya justru melakukan konsumsi yang berlebihan. Alim ulama yang tergabung dalam IMIM diharapkan dapat memberikan pemahaman, penjelasan sekaligus ajakan kepada masyarakat melalui ceramah, tausiyah, kultum, dan media sosialisasi lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
57
BAB 3 INFLASI DAERAH
Gambar 3.A.2 Sinergi TPID Provinsi Sulsel dan alim ulama sebagai salah satu upaya Pengendalian inflasi
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Sementara dari sisi korporasi, kinerja korporasi utama masih terpengaruh kondisi ekonomi global. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan aset, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan II 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
59
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1. Stabilitas Keuangan Daerah 4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga17 4.1.1.1
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Secara makro, peningkatan kinerja sektor rumah tangga menjadi salah satu penopang percepatan pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2016. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat, dari 5,28% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,61% (yoy) pada triwulan II 2016. Namun dari sisi pangsa terhadap PDRB, terjadi penurunan dari 56,38% di triwulan I 2016 menjadi 53,40% di triwulan II 2016. Bila dilihat secara tren, konsumsi rumah tangga tengah berada dalam tren meningkat sejak mencapai titik pertumbuhan terendah di triwulan III 2015.
Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel
Peningkatan konsumsi sektor rumah tangga tidak terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang kondisi ekonomi saat ini dan enam bulan kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Provinsi Sulsel, dimana Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan II 2016 berada di tingkat optimis sebesar 125,92. Angka ini lebih tinggi dari IKK di akhir triwulan I 2016 yang tercatat 118,75. Peningkatan indeks dipengaruhi oleh kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi jenis Solar dan Premium per 1 April 2016, yang menjaga tingkat ekspektasi positif rumah tangga terhadap perekonomian Sulsel.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Perbaikan kinerja ekonomi meningkatkan ekspektasi sektor rumah tangga di Sulsel. Sektor rumah tangga di Sulsel pada triwulan II 2016 optimis dengan kondisi penghasilannya saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu. Begitu pula dengan kondisi 6 bulan kedepan, sektor rumah tangga optimis penghasilannya akan mengalami peningkatan. Optimisme rumah tangga ini didorong oleh terus meningkatnya optimisme ketersediaan lapangan kerja di sepanjang triwulan II 2016, dan dalam 6 bulan kedepan kondisi demikian diperkirakan akan terus membaik.
17
Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.6. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi
Pada akhir triwulan II 2016, terdapat sedikit tekanan harga setelah dua bulan sebelumnya tercatat deflasi, namun levelnya masih rendah dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan harga menjadi sumber kerentanan untuk sektor rumah tangga karena dapat menurunkan daya beli. Inflasi di bulan Ramadhan tahun ini tercatat 0,45% (mtm), lebih rendah apabila dibandingkan tahun sebelumnya 0,72% (mtm). Salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi di bulan Ramadhan tahun ini adalah terkendalinya ekspektasi harga di sektor rumah tangga. Hasil Survei Konsumen menunjukkan penurunan ekspektasi perubahan harga di bulan Ramadhan tahun 2016 (bulan Juni). Terkendalinya ekspektasi masyarakat tidak lepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam mempersuasi masyarakat untuk tidak berkonsumsi secara berlebihan dan memastikan akan tersedianya stok bahan pangan yang cukup. Disamping itu, pemerintah juga menetapkan target harga daging sapi di kisaran Rp80.000/kg, hingga melakukan program intervensi harga melalui kegiatan operasi pasar yang dilakukan secara selektif pada saat terjadi peningkatan harga di luar kewajaran. 4.1.1.2
Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga
Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk konsumsi dan menabung relatif tidak berubah atau hanya sedikit mengalami penurunan. Di triwulan II 2016, persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mencapai 59,17% sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya 59,70%. Peningkatan perekonomian khususnya di sektor Pertanian, Perdagangan, dan Konstruksi, menjadi faktor pendorong sektor rumah tangga untuk tetap melakukan konsumsi, khususnya terhadap produk barang tahan lama. Demikian pula, porsi dana yang disisihkan untuk menabung juga sedikit turun dari 23,65% menjadi 23,32%. Di sisi lain, porsi keuangan rumah tangga yang digunakan untuk membayar cicilan mengalami kenaikan dari 16,65% menjadi 17,51%.
Sumber: Survey Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan
Secara umum, tingkat kerentanan sektor rumah tangga terhadap perbankan relatif rendah, dengan porsi cicilan pinjaman untuk semua tingkat pendapatan cenderung rendah. Di semua kelompok pendapatan, porsi cicilan pinjaman lebih rendah dibandingkan porsi tingkat tabungan (Tabel 4.1). Di sisi lain, porsi pengeluaran konsumsi cenderung tinggi, terutama dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan rendah (Rp1-2 juta dan Rp2,1-3,0 juta). Kelompok pendapatan rendah tercatat sebagai kelompok rumah tangga yang memiliki porsi pengeluaran konsumsi tertinggi masingmasing 60,92% dan 62,25% (Tabel 4.1). Hal demikian sangat wajar karena pada kelompok ini alokasi pendapatan masih lebih difokuskan untuk pemenuhan kebuhan dasar. Sebagian besar rumah tangga (90,5%) memiliki porsi cicilan untuk
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
61
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
membayar pinjaman kurang dari 30% pendapatan, dan hanya 9,5% rumah tangga yang memiliki rasio cicilan lebih dari 30% pendapatan (Tabel 4.2).
Tabel 4.1.Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan Jenis Penggunaan Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan Total
Pendapatan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta 60.92% 62.25% 57.71% 57.30% 14.88% 16.83% 19.30% 18.85% 24.20% 20.92% 22.99% 23.86% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
> Rp 5 juta 58.32% 20.56% 21.12% 100.00%
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Tabel 4.2.Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016 Pendapatan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta Total
Tabel 4.3.Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016
Debt Service Ratio 0-10% 11%-20% 21%-30% >30% 45.60% 33.60% 15.20% 5.60% 43.46% 29.32% 14.66% 12.57% 29.85% 34.33% 25.37% 10.45% 27.91% 29.07% 36.05% 6.98% 28.13% 25.00% 37.50% 9.38% 37.00% 30.83% 22.67% 9.50% Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah 18
Secara umum potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel tergolong rendah. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30% hanya 9,5% atau masih tergolong sedikit (Tabel 4.2). Namun demikian terdapat perubahan perilaku dalam berhutang, yang berpotensi dapat meningkatkan risiko kredit, sebagaimana diindikasikan dari bertambahnya jumlah rumah tangga yang memiliki DSR lebih dari 30%, yakni meningkat 14% (qtq). Peningkatan DSR>30% terjadi di dua kelompok masing-masing pada kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta yang meningkat 76,88% (qtq) dan kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta yang meningkat 26,24% (qtq) (Tabel 4.4). Secara umum potensi risiko keringnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga Sulsel juga tergolong rendah. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% hanya 6,33% yang berarti tergolong relatif rendah (Tabel 4.3). Namun pada triwulan II 2016 terdapat perubahan perilaku menabung, yaitu semakin bertambahnya jumlah rumah tangga yang tidak dapat menabung (porsi tabungan 0%) meningkat hingga 22,58% (qtq). Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di kelompok pendapatan Rp2,13,0 juta, kelompok pendapatan Rp3,1-4,0 juta, kelompok pendapatan Rp4,1-5,0 juta, dan kelompok pendapatan >Rp5 juta. Peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan >Rp5 juta yang mencapai 443,75% (qtq).
Tabel 4.4.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016 Pendapatan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta Total
Perubahan Debt Service Ratio* 0-10% 11%-20% 21%-30% >30% -15.18% 30.20% 8.74% -13.20% 4.64% -24.43% 16.64% 76.88% -15.13% -7.82% 31.40% 26.24% -8.31% -7.78% 27.55% -28.68% 6.39% -5.43% 5.24% -18.44% -2.63% -7.96% 12.40% 14.00%
*) Perubahan Triwulan II 2016 Terhadap Triwulan I 2016
Tabel 4.5.Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan II 2016 Pendapatan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta Total
Perubahan Porsi Tabungan* 1-10% 11%-20% 21%-30% -56.39% 10.22% 99.95% -19.09% 30.03% -7.61% 8.21% 8.21% -18.84% -9.07% 25.58% 24.81% 8.75% -7.56% 35.94% -18.18% 15.48% 10.26%
>30% 24.00% -11.85% -0.11% -33.60% -46.81% -18.26%
*) Perubahan Triwulan II 2016 Terhadap Triwulan I 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
4.1.1.3
0% -58.67% 21.36% 89.37% 60.47% 443.75% 22.58%
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Secara keseluruhan, pangsa DPK yang berasal dari dana Perseorangan mencapai 78,84% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 78,20%. DPK Perseorangan tersebut di triwulan II 2016 tercatat tumbuh 18,70% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
18
Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
tumbuh 15,45% (yoy). Sementara di sisi lain, DPK Bukan Perseorangan tumbuh melambat menjadi 20,12% (yoy) dari triwulan sebelumnya tumbuh27,44% (yoy). Peningkatan DPK Perseorangan tersebut telah mendorong pertumbuhan DPK secara umum yang mencapai 19,00% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 17,87% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan. Pangsa tabungan terhadap total DPK mencapai 63,77% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 61,77%. Di sisi lain, pangsa deposito mengalami penurunan dari 34,04% di triwulan I 2016 menjadi 32,69% di triwulan II 2016, sementara pangsa giro tercatat turun dari 4,79% di triwulan I 2016 menjadi 3,54% di triwulan II 2016. Hal ini menggambarkan bahwa DPK Perbankan di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang disalurkan Perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja. Dari sisi pertumbuhan, tabungan dan deposito di kelompok perseorangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 2016. Pertumbuhan tabungan perseorangan tercatat meningkat dari 13,55% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 21,53% (yoy) di triwulan II 2016. Minat masyarakat untuk menyimpan di deposito masih besar, terpantau dari pertumbuhan yang masih tinggi, meskipun suku bunga deposito menurun. Pada triwulan II 2016, rata-rata tertimbang suku bunga deposito tercatat 6,87% atau menurun dari 7,21% pada triwulan I 2016, namun nominal deposito pada triwulan II 2016 tercatat tumbuh 19,23% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2016 sebesar 18,97% (yoy). Di sisi lain, Giro perseorangan tercatat mengalami kontraksi -18,79% (yoy) di triwulan II 2016, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 14,40% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan II 2016 mencapai 3,35% (qtq) (Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi hampir di semua kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi di kategori simpanan Rp100 juta – Rp 500 juta yang mencapai 23,16% (qtq). Sementara itu, jumlah rekening simpanan bernilai besar >1 M - 2 M, >5M - 10M, dan >20M tercatat mengalami penurunan masing-masing 0,30%, -5,26%, -8,45% (qtq). Kondisi demikian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Sulsel. Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Jeneponto sebesar 4,81% (qtq). Sementara itu, terdapat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
63
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
dua daerah yang terjadi penurunan jumlah rekening yaitu di Kab. Soppeng dan Kab. Toraja Utara masing-masing -2,61% dan -1,95% (qtq). Tabel 4.6.Komposisi dan Pertumbuhan Triwulanan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.1.4
Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga
Porsi terbesar kredit perbankan disalurkan ke perseorangan. Pada triwulan II 2016 porsi kredit perseorangan mencapai 72,73% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (55,10%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai 41,01%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 30,56% dan 9,16%. Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 44,89%. Besarnya porsi kredit produktif tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada triwulan II 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 79,75%, sementara pangsa kredit investasi mencapai 55,80% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel
Kredit perseorangan tumbuh semakin cepat yang didorong oleh kredit konsumsi. Pertumbuhan kredit perseorangan meningkat dari 13,81% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 16,26% (yoy) di triwulan II 2016. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kredit konsumsi terutama kredit multiguna yang mampu tumbuh 20,19% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 16,43% (yoy). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tercatat mengalami penurunan di triwulan II 2016 sebesar -14,99% (yoy), melanjutkan tren penurunan yang telah berlangsung sejak triwulan II 2015. Demikian pula Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tumbuh melambat 5,21% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 5,71% (yoy).
Grafik 4.14.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel
Suku bunga kredit perseorangan bergerak relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan II 2016, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,90% per tahun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 13,21% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga rata-rata kredit konsumsi dari 13,90% per tahun di triwulan I 2016 menjadi 13,62% per tahun di akhir triwulan II 2016. Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya inflasi dan suku bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan dunia usaha, dan dengan demikian risiko kredit kedepan juga akan semakin menurun.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
65
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan sebesar 2,31% relatif sama dengan periode sebelumnya 2,34%. Secara lebih detil, risiko kredit konsumsi perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,83% lebih rendah dibandingkan posisi NPL triwulan sebelumnya 1,92%. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik. Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar mencapai 44,63%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kota Palopo masing-masing dengan pangsa 5,78%, 4,16%, dan 3,75%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 41,32%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,42%, 4,62%, dan 3,97%. Kredit perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangan non konsumtif (produktif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,70%, diikuti Kab. Jeneponto, Kab. Bone, dan Kab. Pinrang masing-masing dengan pangsa 5,20%, 4.39%, dan 3,89%. Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Penyaluran KPR perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan II 2016 tumbuh 5,21% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 5,71% (yoy). Menurut jenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR terjadi pada KPR/KPA 2 2 2 tipe sedang (>21-70 m ) dan KPR/KPA tipe besar (>21-70 m ). Di triwulan II 2016, KPR/KPA tipe sedang (>21-70 m ) tumbuh 6,61% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,35% (yoy). Sementara KPR tipe 2 besar (>21-70 m ) tumbuh melambat dari 1,57% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0,54% (yoy) di triwulan II 2016. Menurut hasil survei, perlambatan pertumbuhan KPR pada periode ini dikarenakan menurunnya permintaan rumah 2 akibat kondisi perekonomian yang masih lesu. Namun, untuk KPR/KPA tipe kecil (s.d 21m ) dan KP Ruko tercatat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu masing-masing dari -2,25% (yoy) dan 8,71% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 0,44% (yoy) dan 11,70% (yoy) di triwulan II 2016. Tuntutan akan kebutuhan rumah pertama terutama bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, tampaknya turut menjadi faktor pendorong KPR di Sulsel tumbuh lebih tinggi. Risiko KPR sektor rumah tangga relatif terjaga. Hal ini tercermin dari NPL KPR secara umum masih berada dalam batas aman, yakni 3,98% dari triwulan sebelumnya 3,94%. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kecenderungan 2 meningkatnya NPL untuk KPR/KPA tipe besar (>21-70 m ) dari 3,92% di triwulan I 2016 meningkat menjadi 4,51% di triwulan II 2016.
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel Jenis KPR KPR/KPA s.d 21 KPR/KPA >21-70 KPR/KPA >70 KP Ruko Total KPR
Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel
Growth (yoy) NPL % Pangsa (%) Tw II-2016 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw I-2016 Tw II-2016 9.86% -2.25% 0.44% 3.00% 2.65% 55.84% 8.35% 6.61% 3.89% 3.80% 21.65% 1.57% 0.54% 3.92% 4.51% 12.65% 8.71% 11.70% 4.96% 4.90% 100.00% 5.71% 5.21% 3.94% 3.98%
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) KKB yang disalurkan perbankan kembali terkontraksi. Kontraksi KKB di triwulan II 2016 tercatat -14,99% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -10,39% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara keuangan (leasing) juga mengalami kontraksi -6,96% (yoy) di triwulan II 2016. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kondisi ekonomi yang masih belum membaik terutama di sektor ekonomi pertambangan dan penggalian. Akibat aktivitas bisnis yang menurun maka kebutuhan kendaraan operasional terutama roda empat juga berkurang. Disamping itu, di beberapa sektor usaha juga terdapat pengurangan tenaga kerja, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan di sektor rumah tangga. Penurunan KKB ini tentu akan mempengaruhi kinerja kredit perbankan. Sedangkan dalam konteks pemerintah Provinsi/Kab/Kota, hal ini akan mempengaruhi pencapaian target penerimaan dari sektor pajak kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBD. Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB disebabkan oleh memburuknya kinerja kredit di seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 85,26% tercatat mengalami kontraksi -14,61% (yoy) di triwulan II 2016, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -12,62% (yoy). KKB jenis truk, sepeda motor, dan kendaraan lainnya juga tercatat mengalami kontraksi masing-masing -33,97% (yoy), -8,40% (yoy), dan -61,24% (yoy) di triwulan II 2016. Selain pertumbuhan yang memburuk, KKB secara agregat juga mengalami penurunan kualitas kredit dari 1,65% menjadi 1,74%. Apabila dilihat lebih dalam, penurunan kualitas kredit jenis KKB ini disebabkan oleh peningkatan NPL di KKB jenis sepeda motor dan kendaraan lainnya dari masing-masing 1,02% dan 1,60% di triwulan I 2016 menjadi 6,97% dan 1,72% di triwulan II 2016. Kredit Multiguna Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga di luar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan II 2016, kredit multiguna tumbuh 20,19% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 16,43% (yoy). Salah satu daya tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah. Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik, maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini. Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta dengan jangka waktu >60 bulan. Kelompok tersebut memiliki pangsa 62,05% dari total kredit multiguna perseorangan di triwulan II 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 31,78% terhadap seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,74%. Namun, penyaluran kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
67
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
multiguna
60 bulan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi mencapai 20,34% (Tabel 4.11). Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan II 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi 4.1.2.1
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi
Meskipun ekonomi Sulsel secara agregat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 2016, namun terjadi perlambatan di beberapa sektor utama. Salah satu sektor yang melambat di triwulan II 2016 adalah sektor Industri Pengolahan. Di sisi permintaan, meskipun membaik namun ekspor masih tercatat mengalami kontraksi -12,43% (yoy) di triuwulan II 2016. Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan, terutama sektor industri nikel yang merupakan industri andalan ekspor di Sulsel. Komoditas nikel masih menjadi tumpuan ekspor Sulsel di triwulan II 2016. Namun, nikel yang memiliki pangsa 49,58% terhadap total ekspor Sulsel masih menunjukkan pertumbuhan negatif di triwulan II 2016. Ekspor nikel Sulsel di triwulan II 2016 tercatat -30,16% (yoy) melanjutkan tren pertumbuhan negatif sejak triwulan I 2015. Selain faktor melemahnya permintaan negara mitra dagang utama komoditas nikel, khususnya Jepang, kontraksi ekspor nikel juga disebabkan oleh masih rendahnya harga nikel di pasar internasional. Rata-rata harga nikel di triwulan II 2016 sebesar USD8.823 per metric ton jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mencapai USD13.056 per metric ton.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan II 2016
Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional
Melemahnya permintaan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah, menambah risiko pada korporasi pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya, diantaranya penyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil. Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Berkaca pada tahun 2014 dan 2015 yang lalu, El Nino (iklim kering) memberikan dampak yang cukup besar pada sektor pertanian termasuk korporasi yang bergerak di dalamnya. Pada tahun 2016, risiko yang muncul adalah LaNina (iklim basah) yang juga akan mengakibatkan pergeseran musim
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
terutama karena curah hujan yang naik drastis di sepanjang periode La Nina. Risiko yang muncul adalah cuaca yang dapat mengurangi hasil tangkap ikan, yang mengakibatkan korporasi yang bergerak di subsektor perikanan tangkap seperti eksportir ikan tangkap akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan. 4.1.2.2
Kinerja Sektor Korporasi
Omset Penjualan 19
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan II 2016, yang mengalami penurunan omset penjualan adalah korporasi yang bergerak di sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR). Rata-rata skala likert pada sektor PHR berada pada posisi -1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata normalnya. Di sektor Industri Pengolahan, rata-rata skala likert di triwulan II 2016 berada pada posisi 0, yang artinya stabil. Namun bila dirinci ke tingkat yang lebih detil, subsektor industri pengolahan cokelat tercatat mengalami penurunan omset penjualan ekspor. Hal ini diakibatkan masih rendahnya permintaan negara mitra dagang, serta harga cokelat internasional yang masih berada pada level yang rendah. Meskipun demikian, korporasi pada sektor Konstruksi, sektor Listrik Air dan Gas (LGA), dan sektor Pengangkutan mengalami peningkatan omset penjualan. Peningkatan penjualan domestik terbesar terjadi di sektor Konstruksi. Skala likert sektor ini berada di posisi 3 pada triwulan II 2016, yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penjualan di atas rata-rata normalnya.
Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016
Peningkatan penjualan korporasi tersebut terlihat pula dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel. Kegiatan usaha menunjukkan peningkatan saldo bersih dari 6,05% di triwulan I 2016 menjadi 40,22%. Nilai saldo bersih yang positif tersebut menunjukkan bahwa korporasi yang mengalami peningkatan permintaan lebih banyak dibandingkan korporasi yang mengalami penurunan permintaan.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.20. Kondisi Kegiatan Usaha di Susel
19
Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
69
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Biaya Pada triwulan II 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi kecuali korporasi di sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Peningkatan terbesar terjadi di korporasi industri pengolahan dengan skala likert sebesar 1,0 baik di biaya bahan baku maupun di biaya energi. Selain korporasi di industri pengolahan, korporasi lain yang mengalami peningkatan biaya produksi adalah korporasi di sektor perdagangan dengan skala likert 1,0 dan korporasi di sektor LGA dengan skala likert 0,5. Di sisi lain, satu-satunya sektor yang disurvei dan menyatakan mengalami penurunan biaya produksi adalah korporasi di sektor pengangkutan dengan skala likert -1,0. Marjin Keuntungan Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau margin keuntungan secara umum mengalami peningkatan di triwulan II 2016. Korporasi yang menyatakan mengalami peningkatan margin keuntungan adalah korporasi di sektor perdagangan, sektor konstruksi, sektor LGA, dan sektor pengangkutan. Peningkatan marjin keuntungan tertinggi terjadi di korporasi sektor konstruksi dengan skala likert 2,0. Peningkatan margin keuntungan yang dinikmati korporasi di beberapa sektor tersebut disebabkan oleh adanya event Ramadhan dan Idul Fitri yang mengakibatkan tingginya permintaan, serta mulainya beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Sulsel. Selain itu, peningkatan harga jual juga berdampak positif terhadap peningkatan margin keuntungan yang diterima korporasi di sektor ini. Sementara itu, korporasi pada sektor industri pengolahan menilai marjin keuntungan dalam posisi yang stabil. Hal ini berkaitan dengan pola perdagangan industri besar yang biasanya harga jual sudah disepakati dalam suatu kontrak jangka panjang. Kondisi Likuiditas Keuangan Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi semakin lebih baik. Pada triwulan II 2016, hasil survei menunjukkan 52,20% responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, meningkat dibandingkan periode sebelumnya 34,92%. Selain itu, pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk juga menurun dari 0,79% menjadi 0% di triwulan II 2016. Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang memiliki kondisi likuiditas yang paling baik adalah korporasi di sektor Hotel dan Restoran. Pangsa korporasi di sektor Hotel dan Restoran yang memiliki kondisi likuiditas baik mencapai 93,31%. Sementara itu, pangsa korporasi di sektor Konstruksi yang memiliki kondisi likuiditas baik hanya 27,73% atau yang paling rendah.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.21. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulsel
Grafik 4.22.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor Ekonomi
Beban Angsuran Hutang Korporasi Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan II 2016 yang menunjukkan hanya 5,88% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat kedepannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, konstruksi, dan pengangkutan, yang sebagian besar berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 2,94% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang kedepan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah. Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
4.1.2.3
Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.
Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 27,27% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan II 2016 mencapai Rp25,4 triliun dengan pertumbuhan 45,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 12,27% (yoy). Pertumbuhan kredit korporasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan kredit perseorangan yang tumbuh 16,26% (yoy) di triwulan II 2016. Tingginya pertumbuhan kredit korporasi terutama ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 60,60% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,28% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja sektor korporasi juga mencatat percepatan pertumbuhan dari 14,32% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 21,04% (yoy) di triwulan II 2016.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.23. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
Grafik 4.24.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi
Kredit Modal Kerja Korporasi Kredit modal kerja korporasi pada triwulan II 2016 mencapai Rp17,9 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp996 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp16.9 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 53,37%), konstruksi (pangsa: 23,90%), dan industri pengolahan (pangsa: 8,87%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 39,57% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja di sektor Perdagangan, sektor Konstruksi, dan sektor Jasa Dunia Usaha, dengan andil pertumbuhan masingmasing sebesar 5,52% (yoy), 4,08% (yoy), dan 3,95% (yoy) terhadap total pertumbuhan kredit modal kerja di triwulan II 2016. Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat NPL dari 7,27% di triwulan I 2016 menjadi 6,14% di triwulan II 2016. Penurunan NPL tersebut didorong oleh penurunan tingkat NPL dua sektor utama, yaitu perdagangan dan konstruksi. NPL kredit modal kerja korporasi sektor perdagangan turun dari 6,81% di triwulan I 2016 menjadi 5,76% di triwulan II 2016, sementara NPL kredit modal kerja korporasi sektor Konstruksi turun dari 6,57% di triwulan I 2016 menjadi 4,25% di triwulan II 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
71
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.25.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama
Grafik 4.26.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama
Kredit Investasi Korporasi Kredit investasi korporasi pada triwulan II 2016 mencapai Rp7,38 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp552 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp6,83 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, Konstruksi, dan Industri Pengolahan, yang masing-masing memiliki pangsa 42,62%, 13,44%, dan 13,05%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan II 2016 tumbuh 12,57% (yoy), yang didorong oleh pertumbuhan tiga sektor utama yaitu sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang masing-masing tumbuh 27,60% (yoy), 18,47% (yoy), dan 14,26% (yoy). Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi semakin membaik, meskipun masih sedikit di atas ambang batas 5%. Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 6,55% di triwulan I 2016 menjadi 5,52% di triwulan II 2016. Penurunan NPL disebabkan oleh menurunnya NPL kredit investasi di sektor perdagangan dari 2,40% di triwulan I 2016 menjadi 0,82% di triwulan II 2016. Sementara itu, meski sedikit mengalami peningkatan, namun NPL kredit investasi korporasi di sektor konstruksi masih dalam level aman di angka 3,86%. Sementara itu, kredit investasi korporasi di sektor industri pengolahan tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus karena NPL jauh di atas level aman, yaitu mencapai 28,05% meski kondisi NPL tersebut lebih baik jika dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 30.04%.
Grafik 4.27.
72
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama
Grafik 4.28.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)20 4.1.3.1
Perkembangan Kelembagaan
Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 52 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank sebanyak 977 kantor yang berarti belum bertambah. Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.2
Aset Perbankan
Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp122,71 triliun, tumbuh 13,30% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,14% (yoy) (Tabel 4.12). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 21,85% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 18,48% (yoy) di triwulan II 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 6,20% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 6,17% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara disisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali mengalami kontraksi -16,716% (yoy), lebih baik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -23,57% (yoy). Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.3
Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh meningkat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,09 triliun atau tumbuh 19,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 17,95% (yoy). Percepatan terjadi di komponen Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 16,08% (yoy) dan 21,44% (yoy) di triwulan I 2016, menjadi 22,16% (yoy) dan 23,09% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, Giro tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,98 (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,24% (yoy) di triwulan II 2016.
20
Data perbankan lokasi bank Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
73
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kredit yang disalurkan perbankan tumbuh meningkat. Kredit tercatat tumbuh 16,06% (yoy) menjadi Rp101,62 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,05% (yoy). Secara penggunaan, percepatan pertumbuhan didorong oleh percepatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan konsumsi. Kelompok kredit investasi tumbuh 26,04% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 21,59% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi mengalami akselerasi pertumbuhan dari 7,53% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 13,35% (yoy) di triwulan II 2016. Di sisi lain, kredit modal kerja tercatat sedikit melambat dari 14,44% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 14,13% (yoy) di triwulan II 2016. Secara sektoral, percepatan pertumbuhan kredit didorong oleh percepatan penyaluran kredit di sektor Industri Pengolahan dan sektor Konstruksi yang masing-masing tumbuh 56,44% (yoy) dan 21,94% (yoy) di triwulan II 2016. Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 123,78%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 3,05% pada triwulan II 2016 dari triwulan sebelumnya 3,36%. Bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR masih tercatat 127,15%, maka fungsi intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan semakin seimbang. Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.4
Bank Syariah
Aset perbankan syariah tumbuh melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan II 2016 tercatat Rp6,69 triliun atau tumbuh 8,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan I 2016 yang tumbuh 16,96%. Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh melambatnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat tumbuh melambat dari 50,55% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 18,32% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara aset perbankan swasta tumbuh melambat dari 9,42% (yoy) menjadi 5,85% (yoy).
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
DPK perbankan syariah tumbuh meningkat. DPK pada triwulan II 2016 tumbuh 10,45% (yoy) sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya 10,33% (yoy). Pertumbuhan DPK syariah didorong oleh perbaikan kinerja penghimpunan Deposito yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari 22,90% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 24,49% (yoy) di triwulan II 2016. Namun hal ini tidak diikuti kinerja penghimpunan tabungan yang justru menurun dari 18,36% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 14,20% (yoy) di triwulan II 2016. Sementara itu, penghimpunan giro kembali mengalami kontraksi -29,65% (yoy) melanjutkan tren kontraksi di periode sebelumnya -38,04% (yoy). Pembiayaan perbankan syariah menurun signifikan. Total pembiayaan syariah di triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp5,74 triliun atau tumbuh 2,90% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 11,05% (yoy). Dengan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami penurunan. Di triwulan II 2016, FDR mencapai 158,23% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 165,43%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 4,39% di triwulan I 2016 menjadi 3,87% pada triwulan II 2016. Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.5
Bank Perkreditan Rakyat
Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan II 2016 tumbuh 21,89% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 19,01% (yoy). DPK tumbuh 34,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 40,123%% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 27,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 20,76% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami peningkatan signifikan. Pada triwulan II 2016 LDR BPR tercatat 131,67% jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 123,73%.
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.29. Perkembangan Aset BPR
4.1.3.6
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.30. Perkembangan Intermediasi BPR
Perbankan per Kabupaten/Kota
Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp84,68 triliun atau 69,01% dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
75
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah sebagai berikut; Kabupaten Bantaeng (40,12%; yoy), Jeneponto (37,58%; yoy), Luwu Utara (36,44%; yoy), Maros (30,62%; yoy), dan Luwu (29,83%; yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar yang tercatat 11,65% (yoy). Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan II 2016. Kredit di Kab. Luwu tumbuh 47,08% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,52% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp67,75 triliun atau 66,67% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan II 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 13,34% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,80% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan II 2016. DPK di Kab. Takallar tumbuh 104,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 86,72% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp53,11 triliun atau 64,69% dari total DPK di Sulsel. Di triwulan II 2016 ini DPK di Makassar tumbuh 13,36% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 12,46% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,20%) dan Palopo (3,49%). Melihat
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 15 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Parepare, Jeneponto, Bantaeng, Luwu Utara, Maros, Makassar, Sidrap, Sinjai, Pangkep, Pinrang, Palopo, Gowa, Bulukumba, dan Bone. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan. Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp32,16 triliun, tumbuh 13,62% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13,43% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 31,64%. Dari nilai tersebut, sekitar 67,62% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
77
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
aman (5,0%). Pada triwulan II 2016 NPL UMKM sebesar 4,14%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,43%. Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor konstruksi danJasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.31. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.32. Pangsa Kredit UMKM
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan II 2016 rasio tersebut tercatat 157,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare, Makassar,dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.33. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.34. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net outflow sebesar Rp1,40 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal, sejalan dengan siklus tahunan saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
79
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) meningkat. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 361 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp19,31 triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan II 2016 masih tumbuh tinggi 84,02% (yoy), meski lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 86,75% (yoy). Tingginya perputaran transaksi pembayaran melalui SKNBI di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang tumbuh tinggi mencapai 78,18% (yoy) atau Rp0,31 triliun per hari pada triwulan II 2016. Tetap kuatnya transaksi kliring sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit peningkatan pada triwulan II 2016 menjadi 2,78% dari triwulan sebelumnya 2,37%. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 2013
URAIAN
I
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) - Lembar (%)
2014
II
9.74 284
9.98 286
III
IV
10.24 281
10.67 290
I
II
9.48 260
2015 III
9.62 266
IV
9.72 261
I
11.20 281
9.76 262
2016
II
III
IV
I
II
10.49 285
11.36 297
13.95 314
18.23 347
19.31 361
0.16 4.73
0.17 4.76
0.17 4.68
0.17 4.68
0.16 4.33
0.16 4.43
0.16 4.21
0.18 4.53
0.16 4.30
0.17 4.67
0.19 4.87
0.22 4.99
0.30 5.69
0.31 5.73
2.41 2.38
2.75 2.47
3.28 2.33
2.60 2.17
2.61 2.47
3.66 2.46
2.56 2.30
2.60 1.84
2.70 2.27
2.22 2.15
2.24 2.06
2.50 2.07
2.37 2.19
2.78 2.29
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2016 menunjukkan net outflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp3,34 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp6,23 triliun atau secara triwulanan terkontraksi -11,46% (Grafik 5.1.). Meskipun demikian, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami peningkatan dari Rp1,49 triliun pada triwulan I 2016 menjadi Rp4,74 triliun pada triwulan II 2016, sehingga tercatat net outflow sebesar Rp1,40 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3.). Net outflow diperkirakan terjadi karena peningkatan aktivitas masyarakat di bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, sehingga kebutuhan uang kartal meningkat. Selain itu, adanya pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS/TNI/POLRI mendorong peningkatan kebutuhan uang kartal di Sulsel. Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia pada akhir 2015 telah membuka kantor layanan Kas Titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya, setelah sebelumnya Bank Indonesia juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo. Pada tahun anggaran 2016 ini Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bulukumba yang akan mulai beroperasi pada akhir triwulan III 2016. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal layak edar kepada masyarakat di Sulsel. 7
Rp Triliun
Inflow
gInflow - Skala Kanan
%, yoy
6 5
100
7
80
6
60
Rp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
%, yoy
80 60
5
40
4
4
20
40
3
3 20
2
0
1
0
(20)
0
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
0
2
1
I
(20) (40)
(60) I
2016
Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
100
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow
I
II 2016
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 6.0
Rp Triliun
5.0 4.0
3.0 2.0 1.0 0.0
(1.0) (2.0) I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II 2016
Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor, yang telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara. Dalam rangka mendukung clean money policy, kegiatan remise dan pemusnahan uang ditingkatkan. Selama periode triwulan II 2016, telah dilakukan sebanyak 11 (lima) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,69 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,31 triliun (Grafik 5.4). Kebutuhan uang layak edar diprediksikan meningkat, Bank Indonesia meningkatkan stok uang kartal. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan uang kartal yang meningkat khususnya menjelang perayaan Idul Fitri, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel pada Juni 2016 telah menyiapkan jumlah stok uang kartal mencapai Rp7,99 triliun. Sebagian besar stok tersebut berupa uang kertas dengan berbagai denominasi (99,87%), dan selebihnya berupa uang logam. Dalam realisasinya jumlah kebutuhan uang kartal yang ditarik oleh Perbankan mencapai Rp3,91 triliun (48,98%).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 618 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan II 2016 adalah pecahan Rp100.000 (53,27%), diikuti Rp50.000 (42,86%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 3,91% (Grafik 5.6). Sebagai upaya mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Selama periode triwulan II 2016, KPw BI Sulsel telah melakukan 9 (sembilan) kali kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan di Makassar, Palopo, Parepare, dan Maros. Nominal UTLE
Rp Triliun 1.4
gUTLE - Skala Kanan
%, yoy 2,000
1.2
1,200
0.8
800
0.6
400
0.4
0
0.2 0.0
(400) I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Lembar
1,600
1.0
Temuan Uang Palsu
800
Y.O.Y.
200%
700
160%
600
120%
500
80%
400
40%
300
0%
200
-40%
100
-80%
0
-120% I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
2016
Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
81
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
4%
43%
Pecahan 100.000
53%
Pecahan 50.000
Pecahan Lainnya
Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal
5.3 Gerakan Nasional Non Tunai Bank Indonesia terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Sulawesi Selatan. Sejak pencanangan GNNT pada Agustus 2014, KPw BI Provinsi Sulsel bersama stakeholders terkait telah bekerjasama dalam mengembangkan transaksi non tunai, yaitu dengan mengembangkan kawasan Less Cash Society (LCS) di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Sosialisasi GNNT kepada Para Kepala Sekolah Tingkat SMA/SMK Kota Makassar, dan melakukan edukasi serta sosialisasi di 12 (dua belas) SMA/SMK di Kota Makassar. Selain itu, BI juga bekerjasama dengan Pemkot Makassar dalam pengembangan Smart City, yang antara lain diimplementasikan melalui elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran pemerintah, serta pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pesantren. Implementasi program elektronifikasi di Sulsel dipercepat. Dalam pelaksanaan percepatan program elektronifikasi di wilayah Kota Makassar, telah dibentuk tim adhoc yang beranggotakan KPw BI Provinsi Sulsel, Pemkot Makassar, Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Makassar, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar, dan PT Bank Sulselbar. Dengan dibentuknya tim adhoc ini implementasi program elektronifikasi dapat dipercepat, dengan sasaran pertama untuk pelayanan transaksi penerimaan dan pembayaran Pemkot Makassar. Rapat Koordinasi telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada Triwulan II 2016, dengan short term goal yang disepakati yaitu elektronifikasi pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) melalui perluasan e-channel. Elektronifikasi pembayaran PBB diperkirakan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat dengan jumlah sebanyak 330.000 objek pajak. Untuk mengakselerasi kegiatan ini, maka kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat akan terus didorong, salah satunya dengan memperkenalkan bahwa struk dari perbankan merupakan bukti sah dalam pembayaran. Lingkungan Pesantren didorong menggunakan layanan keuangan non tunai. Sebagai negara dengan 87% populasi beragama Islam, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar untuk perbankan syariah. Menurut data Kementerian Agama RI tahun 2014, jumlah pesantren di Sulsel adalah 289 pesantren yang tersebar di 20 kabupaten dan 3 kota. Dengan jumlah populasi santri yang cukup besar dan potensi di wilayah sekitarnya, Pondok Pesantren dapat menjadi access point maupun influencer kepada masyarakat agar bersedia melakukan transaksi dengan layanan keuangan non tunai. Terkait dengan hal tersebut, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Perbankan Penyelenggara LKD telah melakukan koordinasi dengan beberapa Pondok Pesantren. Manfaat penerapan LKD di Pesantren tidak hanya sekedar mengembangankan ekosistem non tunai, tetapi juga mendorong pengembangan ekonomi pesantren dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap awal, BI menggandeng salah satu bank milik pemerintah dalam mengimplementasikan LKD di Pondok Pesantren Darul Aman.
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2016 tercatat 5,11% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,80%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Namun jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2016 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,40%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi maupun Nasional (10,86%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
83
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 Tenaga Kerja Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel 21 menurun. Per Februari 2016 TPT mencapai 5,11% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,80%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31 ribu orang per Februari 2015 menjadi 192,96 ribu orang per Februari 2016. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 19.056 orang atau naik 0,51% dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
Februari 2016
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran
3,755,870 3,537,559 218,311
3,774,926 3,581,957 192,969
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
62.2% 5.80%
61.6% 5.11%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,44 juta orang. Angka ini turun -0,45% dibandingkan periode yang sama 2015. Penurunan ini disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian modern combine harvester (alat panen gabah) yang menyebabkan kebutuhan pekerja buruh musim panen di awal tahun 2016 berkurang. Hal tersebut dikonfirmasi oleh salah satu perusahaan penjual mesin panen yang menyatakan bahwa 60% dari pangsa 22 penjualan pada 2016 terserap di Sulawesi, dimana 70% diantaranya terserap di Sulsel . Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 0,54%; 4,78%; 0,98%, dan 1,63%. Peningkatan ini terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa pada periode ini terdapat peningkatan ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sebagai imbasnya, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat menjadi 112 dari sebelumnya 97,67. Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama KEGIATAN UTAMA Pertanian
Februari 2015 Jumlah
Pangsa
Februari 2016 Pertumbuhan
Jumlah
Pertumbuhan
1,449,458
40.97%
40.28%
-0.45%
Industri
212,802
6.02%
-8.26%
213,950
5.97%
0.54%
Perdagangan
738,999
20.89%
1.32%
774,310
21.62%
4.78%
Jasa
617,087
17.44%
-4.22%
623,135
17.40%
0.98%
519,213 3,537,559
14.68% 100.00%
15.32% 2.12%
527,687 3,581,957
14.73% 100.00%
1.63% 1.26%
Lainnya Total
2.91% 1,442,875
Pangsa
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat lebih rendah. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015 menjadi 61,6% pada Februari 2016. Penurunan TPAK diperkirakan terjadi di sektor pertanian yang memiliki pangsa penyerap tenaga kerja terbesar di Sulsel. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja justru mengalami peningkatan, meski tidak terlalu signifikan. Pada Februari 2016 tercatat sebanyak 3,77 juta orang, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 3,76 juta orang.
21 22
BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November) Sumber: informasi anekdotal
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indeks
Indeks
Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan
150
Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan
40
160
140
30
150
20
130
20
140
10
10
130
0
120
120 110
30
0
-10
-10
110
100
-20
100
-20
90
-30
90
-30
-40
80
80 I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I
II
2016
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
-40 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
II
2013
III IV
2014
I
II
III IV
I
2015
II
2016
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2 Penduduk Miskin23 24
Jumlah penduduk miskin di Sulsel sedikit meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Pada Maret 2016 jumlah penduduk miskin mencapai 807 ribu orang atau 9,40% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti naik 1,17% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 797 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat 1,85% (yoy) menjadi 149 ribu orang, sementara yang berada di pedesaan meningkat 1,01% (yoy) menjadi 658 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut mencapai 81,52% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,48% berada di perkotaan. ribu orang
100%
1000 900
10.3%
10.3%
10.3%
10.3%
700 500 400
9.8%
657.9
930.3 880.9
9.5%
10.2%
80%
10.0%
70%
9.8%
60%
9.6%
9.5%
651.95
651.3
9.4%
9.40%
9.39%
639.7 696.9
200
0
701.81
672.3
300 100
90%
10.12%
800 600
10.4%
707.34
9.2%
9.0%
152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13
8.8%
Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16
Desa
Kota
20
16 14.45
11.74 8.34
8
30%
6
20%
4
10%
2
0%
0 Sulteng
Desa
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
12
10
9.40
Sulut
% Total Penduduk Miskin - kanan
14 12.88
50% 40%
18
17.73
Sulsel
Kota
Sultra
Gorontalo
Sulbar
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi Maret 2016
Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. Maret 2016 yang semakin menurun (5,38%;yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu (7,45%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan tidak meningkat tajam. Namun meski sudah menurun, inflasi di Sulsel masih tergolong tinggi. Hal ini terutama dikarenakan adanya tekanan harga terutama pada kelompok bahan pangan. Tekanan harga muncul dikarenakan terjadi excess demand akibat berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras, yang dikarenakan mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino. Secara umum excess demand tidak hanya terjadi di Sulsel namun juga terjadi di hampir seluruh provinsi.
23
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 24 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
85
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kemiskinan 14.0
Inflasi
% yoy
% yoy
12.0
10.0 8.0 6.0
4.0 2.0 0.0
2011
2012
Mar-13
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai 0,71. Hal demikian menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam 25 menentukan kemiskinan . Oleh karena itu, jika inflasi semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya Pengendalian inflasi perlu ditingkatkan dalam menekan tingkat kemiskinan.
Andil Beras - Skala Kanan
Mar-14
Mar-15
0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05
Mar-16
Corr Kemiskinan - Andil Beras: 0,71 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Mar-14
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Sep-14 Mar-15 Sep-15
Kota 240,276 246,416 262,163 Desa 211,271 219,109 240,175 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
274,140 254,524
Mar-16
Pertumbuhan YoY Mar-15 Sep-15 Mar-16
281,676 263,674
9.11% 13.68%
11.25% 16.16%
7.44% 9.78%
Mar-15
Inflasi YoY Sep-15
8.61%
8.36%
Mar-16
5.70%
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan kedua terendah (9,40%) setelah Sulawesi Utara (8,34%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,73% terdapat di Provinsi Gorontalo. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Mar-15 Provinsi Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gorontalo
Kota 60.71 146.42 27.39 52.06 77.97 25.37
Jumlah Desa 147.83 651.30 133.09 269.82 343.66 181.48
Total 208.54 797.72 160.48 321.88 421.63 206.85
Persentase Kota Desa 5.52 11.27 4.61 12.23 10.52 12.87 7.24 15.19 10.93 15.90 6.48 24.62
Sep-15 Total Kota 8.65 58.00 9.39 157.18 12.40 22.51 12.90 56.77 14.66 79.25 18.32 27.01
Jumlah Desa 159.14 707.34 130.70 288.25 327.09 179.51
Total 217.14 864.52 153.21 345.02 406.34 206.52
Persentase Kota Desa 5.26 12.10 4.93 13.22 8.69 12.70 7.84 16.12 11.06 15.07 6.84 24.17
Mar-16 Total Kota 8.98 60.62 10.12 149.13 11.90 22.85 13.74 51.01 14.07 75.45 18.16 24.08
Jumlah Desa 142.20 657.90 129.88 275.86 345.07 179.11
Persentase Total Kota Desa 202.82 5.34 10.97 807.03 4.51 12.46 152.73 8.59 12.56 326.87 6.74 15.49 420.52 10.18 15.91 203.19 5.84 24.41
Total 8.34 9.40 11.74 12.88 14.45 17.73
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, kemudian diikuti Kab. Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% yang kemudian diikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%).
25
Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.
86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2008 18.49 12.26 10.94 22.48 12.68 12.79 12.73 18.55 21.36 13.49 17.35 11.22 10.16 7.64 9.65 20.51 19.44 18.57 18.38 10.98 5.36 7.10 12.83 13.41
2009 16.41 10.50 9.96 20.58 11.06 10.93 11.37 16.35 19.35 11.43 15.19 9.95 8.93 6.73 8.70 18.10 16.96 16.14 16.40 8.91 5.52 6.52 11.85 11.93
2010 15.00 9.02 10.25 19.10 11.16 9.49 10.68 14.62 19.26 10.69 14.08 10.42 8.96 7.00 9.01 16.86 15.44 14.62 16.25 9.18 19.08 5.86 6.53 11.28 11.40
2011 13.49 8.12 9.21 17.16 10.04 8.55 9.63 13.14 17.36 9.59 12.67 9.36 8.06 6.29 8.12 15.18 13.93 13.22 14.64 8.29 17.06 5.29 5.91 10.22 10.27
2012 12.87 7.82 8.89 16.58 9.59 8.05 9.28 12.55 16.62 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.82 14.44 13.33 12.72 14.02 7.71 16.27 5.02 5.58 9.46 9.82
2013 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.30 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.70 6.38 9.57 10.32
2014 13.13 8.37 9.68 15.31 9.62 8.00 9.56 11.93 16.38 9.74 10.88 8.76 7.74 5.82 8.20 13.90 13.95 12.77 14.31 7.67 15.10 4.48 5.88 8.80 9.54
Sumber: BPS, diolah
6.3 Rasio Gini26 Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,40 menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,45. Dilihat secara tren dari 2012, angka ini juga cenderung menurun. Pada 2012, gini ratio Sulsel sama dengan nasional yakni 0,41, namun dalam dua tahun berikutnya gini ratio Sulsel justru meningkat sebelum akhirnya kembali turun di 2015. Dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel termasuk yang tinggi, disamping Gorontalo. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,36) terjadi di Provinsi Sulawesi Barat. Nilai gini ratio yang masih tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi, agar kedepan strategi pembangunan ekonomi diarahkan ke yang lebih inklusif, agar tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat dapat diturunkan. Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
Provinsi Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia
2010 0.43 0.40 0.42 0.37 0.37 0.36 0.38
2011 0.46 0.41 0.41 0.39 0.38 0.34 0.41
2012 0.44 0.41 0.40 0.43 0.40 0.31 0.41
2013 0.44 0.43 0.43 0.42 0.41 0.35 0.41
2014 0.45 0.45 0.40 0.44 0.35 0.38 0.41
2015 0.40 0.40 0.38 0.37 0.37 0.36 0.40
6.4 Nilai Tukar Petani27 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016 menurun. Rata-rata NTP Sulsel yang dalam hal ini mencerminkan indikator kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian pada triwulan II 2016 menurun menjadi sebesar 104,03, dibandingkan triwulan sebelumnya 105,95. Penurunan NTP tersebut didorong oleh penurunan indeks harga produsen atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani turun dari 130,51 pada triwulan I 2016 menjadi 127,98 pada triwulan laporan (Grafik 6.8). Penurunan indeks tersebut diperkirakan karena turunnya harga sektor tanaman pangan
26
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 27 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
87
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 28
(khususnya padi) pada bulan April dan Mei akibat meningkatnya jumlah pasokan saat panen raya . Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani hanya sedikit mengalami perubahan atau cenderung stabil dari 123,17 pada triwulan I 2016 menjadi 123,02 pada triwulan II 2016 (Grafik 6.7). 110
Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
yoy
105 100
125
3%
120
8%
2%
115
6%
110
4%
105
2%
-2%
100
0%
-3%
95
-2%
-4%
90
0% -1%
90 85
I
II III IV
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
2014
II III IV
I
2015
2016
Indeks yang Dibayar Petani
130
4%
1%
95
Indeks
5%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
10%
-4% I
II
12%
yoy
g.indeks - sisi kanan
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
II
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 - 2016 mencapai -0,59. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, begitu sebaliknya. Dari grafik juga dapat dilihat, bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari hingga Mei 2016 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 2016 – Mei 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat bila dibandingkan dengan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat. 135 130 125 120 115 110 105 100 95 90
yoy
Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
12% 10%
8%
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
6% 4%
4%
2%
2%
0%
0%
-2%
-2%
-4%
II
r 2012-2016 = -0,59
yoy r 2009-2011 = -0,38
8%
6%
-4% I
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2016
Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Secara spasial NTP Sulsel di triwulan II 2016 menduduki peringkat ke-8 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan keempat secara Nasional.
28
Harga pangan dapat dilihat di http://hargapangan.id/
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Provinsi
2008
Sulawesi Barat 102.13 Bali 100.69 Gorontalo 102.42 Maluku Utara 97.30 Jawa Barat 96.14 Jawa Timur 100.47 Lampung 104.19 Sulawesi Selatan 100.19 Nusa Tenggara Barat 98.84 Kepulauan Bangka Belitung 99.08 Maluku 103.07 DI Yogyakarta 105.28 Banten 97.31 DKI Jakarta Sumatera Utara 101.79 Papua Barat 104.55 Nusa Tenggara Timur 96.03 Sulawesi Tengah 101.15 Sulawesi Tenggara 103.51 Jawa Tengah 99.77 Jambi 97.93 Riau 101.75 Kepulauan Riau 102.80 Kalimantan Timur 101.40 Sumatera Barat 105.17 Kalimantan Tengah 98.74 Kalimantan Selatan 97.54 Sulawesi Utara 101.48 Papua 102.85 Aceh 98.64 Kalimantan Barat 103.47 Sumatera Selatan 101.50 Bengkulu 105.50 Nasional 100.16 Sumber: BPS, diolah
2009
2010
2011
2012
105.51 103.07 99.47 99.99 97.22 98.21 107.96 100.65 96.45 94.41 106.62 107.85 97.76 100.82 106.10 101.40 98.58 107.30 98.67 94.14 99.07 100.82 101.05 103.71 98.38 100.42 101.40 101.51 99.76 100.83 99.70 103.58 99.86
105.49 103.80 101.66 98.79 99.28 98.74 115.04 101.66 95.31 95.77 103.54 112.64 101.83 102.36 103.55 102.00 97.17 108.64 101.62 96.14 104.11 99.94 99.83 105.48 102.88 106.50 101.04 102.59 104.12 101.19 104.89 104.67 101.77
104.31 106.52 104.07 101.07 104.92 101.66 121.49 107.09 96.14 99.17 104.81 115.12 104.81 103.42 102.95 102.21 98.86 107.62 104.84 96.25 105.07 103.07 98.74 106.25 101.08 108.40 103.22 101.31 104.30 102.63 109.63 102.97 104.58
104.41 108.28 102.33 100.66 108.94 102.17 125.42 108.05 95.36 99.17 104.70 116.46 108.45 101.71 101.62 101.80 97.79 106.45 105.35 92.15 104.26 104.65 98.04 105.02 99.24 107.84 101.46 102.69 104.13 100.92 110.13 102.41 105.24
2013 1
2014
104.20 107.22 100.66 100.44 109.53 102.90 124.70 107.43 94.23 100.26 105.48 116.89 110.06 99.49 99.64 99.17 97.01 105.99 105.90 88.93 101.40 104.96 95.07 104.14 97.93 105.50 100.56 100.84 103.13 97.99 109.95 99.62 104.92
102.96 104.86 101.32 103.26 104.43 104.75 104.17 105.39 99.82 101.55 100.51 102.20 104.75 100.49 100.10 100.17 100.27 102.18 101.32 100.65 97.04 96.95 100.93 99.92 100.61 101.29 99.83 99.37 97.34 98.17 96.63 100.92 96.35 101.85
2015TW1 102.23 103.83 101.50 102.62 105.70 105.24 102.90 104.23 101.86 103.48 100.75 100.22 105.23 98.84 98.52 99.36 101.21 97.99 98.83 100.86 95.95 96.84 100.14 99.95 98.72 98.99 100.54 98.01 97.12 96.82 97.26 97.84 95.47 101.86
2015TW2 103.81 103.34 100.91 101.78 102.78 102.79 102.00 103.35 102.28 105.17 100.11 99.44 102.77 98.34 98.60 101.04 101.05 96.95 98.35 98.09 95.21 95.97 98.92 98.33 97.36 98.47 100.11 95.68 96.95 95.95 96.67 97.52 94.12 100.23
2015TW3 105.22 104.46 102.49 101.15 104.74 105.14 103.77 105.09 104.26 106.30 100.30 101.80 104.02 97.34 97.67 100.97 102.21 98.14 100.21 100.11 95.13 93.55 99.95 98.33 97.14 99.03 99.99 95.47 96.75 96.02 96.70 95.94 92.71 101.53
2015TW4 106.16 105.15 104.21 102.81 107.08 106.15 103.99 106.21 106.21 103.86 102.02 103.06 107.02 98.19 99.64 100.10 103.19 99.37 100.76 101.87 95.45 94.61 98.78 97.86 97.73 98.14 99.32 96.74 96.58 97.75 96.30 96.19 93.36 102.75
2016TW1 106.07 104.93 104.73 104.41 106.97 105.19 103.36 105.95 105.15 101.96 103.67 103.48 105.99 99.16 99.32 99.34 101.37 99.28 99.82 100.81 96.45 96.22 98.47 97.46 97.79 96.77 98.58 97.40 95.97 97.79 95.20 95.07 92.26 102.03
2016TW2 106.92 105.78 105.36 104.71 104.35 104.23 104.09 104.03 103.84 103.53 103.49 103.32 102.33 101.18 100.52 100.28 100.26 100.00 99.61 99.50 99.12 99.10 98.81 98.26 98.23 97.59 97.27 96.92 96.50 96.30 96.13 94.43 93.94 101.41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
89
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula secara keseluruhan 2016 juga akan tumbuh di kisaran yang sama, yang berarti lebih tinggi dari pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%. Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi dan investasi, serta ekspor luar negeri. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari sektor Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga sampai dengan akhir 2016 diperkirakan dalam kisaran inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh harga minyak dunia yang rendah dan stabil, sehingga terjadi penyesuaian harga administered prices. Sementara itu, faktor risiko berasal dari volatile food karena adanya La Nina yang memengaruhi produksi ikan tangkap, serta kenaikan harga emas internasional yang dapat berdampak pada inflasi inti.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
91
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016 dan 2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan perbaikan ekonomi negara mitra dagang, khususnya Amerika Serikat, China, Jepang, Kawasan Eropa, dan ASEAN. Dari sisi domestik, pendorong pertumbuhan berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan daerah untuk pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan optimalisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diprakirakan juga akan kembali meningkat namun masih dalam kisaran yang sama 7,6%-8,0%, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian global yang diiringi membaiknya harga komoditas internasional, dan keberhasilan dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Selain mempertimbangkan beberapa variabel tersebut, dalam memprediksikan prospek pertumbuhan ekonomi juga melihat arah Composite Leading Indicators (CLI) (lihat Boks. 7.A) 9,0
%, yoy
8,5 8,0 7,5 7,0 6,5
6,0 5,5
2017 Q4
2017 Q3
2017 Q1
2016 Q4
2016 Q3
2016 Q2
2016 Q1
2017 Q2
2017: 7,6% - 8,0%
2016: 7,6% - 8,0% 2015 Q4
2015 Q3
2015 Q1
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
4,0
2015: 7,15%
2014: 7,54%
4,5
2015 Q2
5,0
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi terutama masih akan bertumpu pada Konumsi dan Investasi. Meskipun mengalami sedikit perlambatan namun diperkirakan masih akan berada di kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, masih akan kuat dengan adanya kegiatan di akhir tahun. Investasi diperkirakan terakselerasi karena terealisasinya pembangunan infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah. Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan perbaikan harga internasional nikel, bijih besi, dan kopi. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2016 diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Pengadaan Listrik/Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, dan sektor Administrasi Pemerintahan.
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sedikit melambat, namun masih di kisaran 7,6%-8,0% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama masih bersumber dari permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 6,2%-6,6% yang didukung momen perayaan Natal dan Tahun Baru. Kegiatan investasi diperkirakan tumbuh relatif tinggi 16,4%-16,8% seiring dengan dipercepatnya pembangunan proyek infrastruktur dan penyaluran belanja pemerintah. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, ditengah tren positif ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang mulai rebound. Konsumsi pada triwulan IV 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 114,12, yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 118,0. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 107,32. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan kecenderungan menurunnya inflasi. Disisi lain,
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
29
konsumsi pemerintah diperkirakan juga terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa , dan realisasi belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada triwulan II 2016 telah mencapai 33,0%, sementara pada triwulan III 2016 dan triwulan IV 2016 diperkirakan masing-masing akan mencapai 54,72% dan 94,25%. 125
150
Sumber : BPS
120
140
115
130
110 120
105
114,12
100 95
110
106,8 111,1
110,1
110,7
108,19
I
II
III
IV
96,29
106,24 103,38
102,7
101,9
IV
I
100
90
90 I
II
2014 Indeks Tendensi Konsumen
III
II
IIIp
I
II
2015 2016 Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durable
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS 100%
III IV
I
II
III IV
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
94,2%
94,25% 50%
95,15% 86,01%
40%
80% 70%
30%
60%
55,6%
52,4%
54,72%
52,74%
50%
20%
40%
31,1%
29,3%
11,4%
10,5%
33,01% 28,33%
30%
10% 11,82%
8,32%
10%
0%
0%
-10% I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
Persentase Realisasi
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
IIIP
IVP
2016
Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan IV 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung 2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret 2015. 5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
29
II IIIp
2015 2016 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen – BI Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
90%
20%
I
2012 2013 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
93
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.
Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. 10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 12. Pembangunan perumahan, perkantoran, dermaga, dan pergudangan di Makassar, Gowa, Maros, dan Wajo senilai US$ 2,05 juta. Kinerja ekspor dan impor diprakirakan terdapat sedikit perbaikan. Meskipun permintaan dari negara mitra dagang masih lemah, sejalan dengan pertumbuhan kawasan Asia dan ASEAN yang diprediksi cenderung stagnan, namun harga beberapa komoditas diprediksikan sedikit membaik. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan 30 ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel pada 2015 telah mencanangkan target kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten telah diminta menyiapkan komoditi andalan ekspor.
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Amerika Serikat Kawasan Eropa Kawasan Asia Tiongkok Jepang Kawasan ASEAN* Output Dunia
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Jul-16 Apr-16 2015 2016p 2017p 2015 2016p 2,4 2,4 2,5 2,4→ 2,2↓ 1,6 1,5 1,6 1,7↓ 1,6↓ 6,6 6,4 6,3 6,6→ 6,4→ 6,9 6,5 6,2 6,9→ 6,6↑ 0,5 0,5 -0,1 0,5→ 0,3↓ 4,7 4,8 5,1 4,8↑ 4,8→ 3,1 3,2 3,5 3,1→ 3,1↓
2017p 2,5→ 1,4↓ 6,3→ 6,2→ 0,1↑ 5,1→ 3,4↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada saat menjelang akhir tahun diperkirakan membaik. 31 Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan tambang sebenarnya telah mulai membaik pada triwulan III 2016 , yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada triwulan III diperkirakan tumbuh 26,22% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708 USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 9.283 USD/metrik ton. Membaiknya harga nikel, diperkirakan karena mulai membaiknya ekonomi China/Tiongkok pada 2016 yang diprediksikan tumbuh sedikit membaik menjadi 6,6% dari perkiraan sebelumnya 6,5%.
30
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. 31 Commodity Market Outlook, Juli 2016.
94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
40%
160
30%
140
20%
20%
120
10%
10% 0%
2014
2016
30%
yoy
0%
100
-10%
80
-20%
-20%
60
-30%
40
-40%
-40%
20
-50%
-50%
0
-60%
2017
2017-p
IIIP
2016-p
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2013 2014 Harga Internasional Iron Ore
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel
II
-30%
III
2017-p
IIIP
2016-p
I
2015
Harga Internasional Nikel
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
-10%
$/mt
IV
yoy
I
$/mt
II
20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0
2015 2016 2017 g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan stabil pada kisaran yang rendah. Hal ini seiring dengan telah berlalunya musim panen raya dan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel umumnya berupa bahan mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, dengan tujuan ke 22 provinsi. Pengiriman dilakukan melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta Kalimantan. Pengiriman komoditas tersebut didukung oleh infrastruktur yang semakin baik, sehingga konektivitas antar 32 pulau juga semakin membaik .
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan IV. Lapangan usaha yang diprediksikan meningkat adalah Pertambangan, Pengadaan Listrik/Gas, Konstruksi, Perdagangan, dan Administrasi Pemerintahan. Faktor-faktor pendorong adalah membaiknya harga internasional nikel, pembangunan pembangkit/jaringan listrik, pembangunan infrastruktur, daya beli yang semakin baik, dan realisasi penyerapan anggaran yang semakin optimal. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan tumbuh melemah pada triwulan IV 2016. Fenomena La Nina mendorong terjadinya pergeseran pola tanam menjadi padi-padi-palawija, dan pada triwulan IV 2016 hasil panen dari palawija diperkirakan rendah. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan kopi diperkirakan melemah, sehingga nilai ekspor komoditas tersebut diperkirakan juga terpengaruh.
2015 2016 2017 g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat
2013 2014 Harga Internasional Kopi
25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% -30%
2017-p
2016-p
IIIP
I
II
III
IV
I
II
III
0 IV
IIIP
2016-p
I
II
IV
II
III
I
III
2013 2014 Harga Internasional Coklat
IV
I
II
III
IV
I
II
0
0,5
I
0,5
1
II
1
1,5
III
1,5
2
IV
2
yoy
USD/kg
I
2,5
2,5
II
yoy 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10%
USD/kg
3
2017-p
3,5
2015 2016 2017 g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan Juli 2016 masih mengalami penurunan -26,22%(yoy) atau pada level harga 9.283 USD/metrik ton. Namun turunnya harga bahan
32
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
95
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
33
bakar minyak telah dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan produksi nikel , dan dengan demikian pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 2016 akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 2016. Beberapa proyek pembangunan skala besar yang telah mulai berjalan sejak 2015, masih akan terus berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi, waduk, dan embung) hingga periode triwulan II 2016 telah menyerap pembiayaan mencapai Rp8,51 triliun (12,99%) dari APBD dan Rp1,42 triliun (26,84%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggarannya. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tumbuh relatif kuat pada triwulan IV 2016. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat menjelang Natal/Tahun Baru. Faktor relatif terkendalinya inflasi akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang tahan lama. Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini dikarenakan sesuai polanya pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah pada triwulan III dan IV akan meningkat. Hingga triwulan II 2016, penyerapan anggaran APBD telah mencapai 30,72% sementara penyerapan anggaran APBN telah mencapai 37,80%.
7.2 Prospek Inflasi Laju inflasi 2016 secara umum diperkirakan berada di rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food dan inflasi inti. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan berasal dari harga ikan tangkap yang meningkat seiring adanya La Nina yang akan menurunkan hasil tangkap ikan laut. Sementara inflasi inti diperkirakan meningkat seiring meningkatnya harga emas internasional. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered prices, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. 1700
yoy
USD/troy onz
1600 1500 1400 1300 1200 1100
2014 Emas
2015
2016
2017-p
IIIP
2016-p
I
II
III
IV
I
II
IV
III
I
II
III
2013
IV
I
II
1000
20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% -30%
2017
g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas
Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima tahun terakhir, akan terjadi peningkatan inflasi pada akhir tahun, seiring hilangnya base effect penurunan harga bahan bakar minyak di akhir 2015. Sementara itu, harga komoditas minyak dunia diperkirakan stabil pada level rendah hingga akhir tahun 2016. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka target inflasi Sulsel pada 2016 – 2017 ditetapkan sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
33
er atat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada 2014.
96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
10%
Nasional
9%
Sulsel
8%
Inflasi Tahunan
7%
6% 5% 4%
3% 2%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1 Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2014: 8,36%
Sasaran Inflasi 2016: 4% + 1
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1 Sulsel 2015: 4,48% Nasional 2015: 3,35%
1%
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 . 12 2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Juli 2016 tercatat 4,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy). Terkait dengan hal ini, pemerintah Provinsi Sulsel mentargetkan untuk mencapai tingkat inflasi pada akhir 2016 sekitar 4%. Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 2014 2015 2016P P Total I II III IV Total I II Provinsi Sulsel III IVP Pertumbuhan Ekonomi 7.5 5.7 8.0 7.6 7.2 7.1 7.4 8.1 7,6-8,0 7,6-8,0 Sisi Pengeluaran
TotalP 7,6-8,0
Konsumsi Rumah Tangga
5.9
5.3
5.5
5.0
5.4
5.3
5.3
5.6
5,4-5,8
6,0-6,5
5,4-5,8
Konsumsi LNPRT
11.3
(2.5)
(2.1)
2.9
6.3
1.1
4.7
5.6
5,4-5,8
6,0-6,5
5,4-5,8
Konsumsi Pemerintah
1.9
7.8
3.2
8.7
11.1
8.2
2.1
7.4
8,0-8,5
7,8-8,2
8,0-8,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto
8.8
5.3
6.2
10.3
11.1
8.3
9.5
9.6
15,9-16,3
15,0-15,5
15,0-15,5
Ekspor Luar Negeri
9.8
(0.5)
(8.0)
(14.5)
(15.5)
(10.1)
(32.3)
(12.4)
11,9-12,3
7,0-7,5
(6,2)-(5,8)
Impor Luar Negeri
(35.8)
0.0
(3.8)
72.1
12.3
19.2
(15.7)
26.0
7,4-7,8
4,5-4,9
6,5-6,9
Net Ekspor Antardaerah
(0.5)
(45.5)
14.9
41.7
(31.4)
9.1
28.4
60.2
(16,0)-(15,6)
(8,0)-(8,5)
(5,6)-(5,2)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
10.0
3.5
11.6
5.2
1.4
5.6
0.8
3.7
2,5-3,0
3,4-3,8
2,5-3,0
Pertambangan dan Penggalian
11.1
2.4
8.1
12.1
8.4
7.9
2.6
5.3
6,2-6,6
7,4-7,8
5,2-5,7
Industri Pengolahan
8.9
5.8
7.5
4.4
9.0
6.7
13.1
8.6
8,1-8,5
6,9-7,4
9,0-9,5
Pengadaan Listrik, Gas
11.7
0.0
(6.9)
(5.6)
(3.3)
(4.0)
7.7
17.2
14,0-14,5
6,1-6,5
11,0-11,5
Pengadaan Air
2.1
0.6
(0.3)
(2.5)
3.7
0.3
5.5
6.8
8,2-8,7
6,1-6,5
6,5-6,9
Konstruksi
6.3
7.2
5.9
9.2
10.7
8.3
9.3
10.8
10,7-11,1
10,9-11,4
10,3-10,8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.2
5.6
6.6
9.1
10.1
7.9
9.3
10.6
11,0-11,5
11,0-11,5
10,4-10,8
Transportasi dan Pergudangan
1.7
4.4
7.1
10.4
5.7
6.9
12.9
9.2
11,4-11,8
8,6-9,0
9,2-9,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
7.8
5.1
4.0
6.0
7.7
5.7
9.6
8.1
9,9-10,4
9,8-10,2
7,4-7,8
Informasi dan Komunikasi
5.8
7.3
7.5
8.1
8.7
7.9
8.2
8.0
7,2-7,6
6,8-7,4
11,7-12,1
Jasa Keuangan
5.8
10.0
3.0
9.2
7.6
7.4
9.7
17.4
11,2-11,6
9,1-9,5
7,3-7,7
Real Estate
8.0
8.9
7.6
7.2
6.0
7.4
7.0
6.9
8,4-8,6
7,3-7,7
7,7-8,2
Jasa Perusahaan
6.8
4.8
4.5
6.8
7.4
5.9
7.9
7.7
7,2-7,6
6,2-6,6
7,0-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2.6
5.5
7.1
9.3
9.2
7.8
8.2
8.9
8,1-8,5
8,2-8,6
8,3-8,7
Jasa Pendidikan
4.7
8.9
9.1
9.6
2.3
7.3
7.7
9.2
10,3-10,8
4,5-4,9
7,7-8,2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
10.2
7.4
7.8
11.3
10.5
9.3
9.6
8.4
8,5-8,9
6,7-7,1
8,1-8,6
Jasa lainnya
7.6
9.4
8.2
8.2
10.2
9.0
9.7
8.9
7,6-8,0
7,7-8,2
8,2-87
PDRB
7.5
5.7
8.0
7.6
7.2
7.1
7.43
8.05
7,6-8,0
7,6-8,0
7,6-8,0
Sisi Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p proyeksi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
97
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: (a)
(b)
(c) (d) (e)
(f)
Mengakselerasi realisasi belanja pemerintah daerah, khususnya belanja modal yang dialokasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Hal demikian sangat penting karena akan dapat menciptakan multiplier effect yang besar, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel ke arah yang lebih tinggi. Membangun sistem monitoring realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah yang terpadu, dan mewajibkan seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Sulsel untuk melaporkan pencapaiannya secara rutin (bulanan) kepada pemerintah Provinsi, sehingga Pemprov Sulsel memiliki informasi dini yang dapat digunakan untuk memacu realisasi anggaran pemerintah daerah di Kabupaten/Kota. Merealisasikan nominal anggaran belanja daerah secara disiplin sesuai Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB) yang telah ditetapkan. Guna memacu kinerja pegawai, realisasi anggaran belanja ini hendaknya dijadikan salah satu indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, baik infrastruktur fisik maupun infrastruktur pendukung, yang diantaranya dengan melakukan perbaikan berbagai pelabuhan laut, kawasan pergudangan dan memperbaiki akses jalan yang menuju ke pelabuhan, serta meningkatkan kualitas SDM. Untuk mendukung program kemaritiman di Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun roadmap pengembangan industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama yang berbasis maritim di Sulsel. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena saat dijual/ekspor masih berupa barang mentah. Selain itu, dengan semakin bekembangnya industri di Sulsel dan KTI secara umum, diharapkan dapat menekan biaya transportasi barang di wilayah KTI, karena tidak lagi terdapat imbalance trade dan imbalance cargo.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas penyumbang inflasi terbesar (khususnya beras) di Sulsel adalah sebagai berikut: a.
b.
c. d.
e.
98
Perlunya kebijakan pemerintah daerah yang mampu mengintegrasikan kepentingan berbagai pihak terkait, agar pemenuhan pasokan bahan pangan dari daerah produsen ke daerah perkotaan (khususnya Makassar) tidak terdapat hambatan dan dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini sangat penting mengingat inflasi Makassar memberikan sumbangan terbesar kepada inflasi Sulsel. Kebijakan yang bersifat pengkoordinasian ini seyogyanya dilakukan oleh pemerintah provinsi. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Boks 7.A
Composite Leading Indicator PDRB Provinsi Sulawesi Selatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu indikator untuk mengukur prestasi perekonomian suatu daerah. Untuk konteks negara, output dari suatu perekonomian, biasa diukur dengan gross domestic product (GDP), yaitu produk nasional yang dihasilkan oleh penduduk dalam suatu negara (Mankiw, 2010). Output bisa diposisikan sebagai indikator prestasi kegiatan suatu perekonomian. Namun sebagai indikator prestasi kegiatan ekonomi, data GDP/PDB dan PDRB tersebut sayangnya tidak dapat diperoleh dalam waktu yang cepat, sehingga dalam jangka pendek para pengambil kebijakan memerlukan serangkaian data makro ekonomi yang lain, yang bisa digunakan sebagai penunjuk arah dalam memprediksikan perekonomian kedepan. Untuk itu perlu disusun indikator yang dapat digunakan untuk membuat proyeksi, yaitu berupa Composite Leading Indicator (CLI). Composite Leading Indicator (CLI) adalah gabungan dari indikator-indikator perekonomian. Indikator-indikator ini disusun dari time series data variabel-variabel makro ekonomi yang juga bergerak fluktuatif mendahului pergerakan siklus. Indikator-indikator ini umumnya mampu memberikan sinyal atau tanda-tanda secara dini apabila terdapat kecenderungan perubahan pergerakan siklus, atau yang lebih populer disebut leading indicators. Dengan demikian melalui indikator-indikator ini para pengambil kebijakan baik di sektor publik maupun swasta dapat memprediksikan arah pertumbuhan ekonomi kedepan. CLI memiliki tiga manfaat utama. Menurut Sutomo dan Irawan (2004), manfaat CLI yang pertama adalah dapat digunakan untuk meramalkan turning point dari business cycles, sehingga melalui CLI para pengambil kebijakan dapat menyusun strategi secara dini dan dapat mengambil langkah antisipatif terhadap dampak yang tidak diinginkan. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan private sector, CLI bisa digunakan oleh para pelaku bisnis dalam menyesuaikan strategi penjualan dan investasi mereka, serta realokasi resources di antara berbagai alternatif investasi dalam rangka optimalisasi return. Informasi dari CLI juga sangat diperlukan untuk menyusun perencanaan peningkatan produksi, investasi, ekspansi usaha, serta diversifikasi aktivitas bisnis. Dalam konteks Sulsel, telah disusun CLI yang dinilai dapat mewakili dinamika perekonomian Sulsel. Berbagai indikator terpilih yang terkait dengan berbagai sektor ekonomi khususnya sektor-sektor penopang utama perekonomian Sulsel telah digabung untuk dijadikan leading indicators. Dari sisi permintaan telah dipilih indikator-indikator yang dapat mencerminkan dinamika konsumsi rumah tangga dan investasi yang secara konsisten memberikan sumbangan pertumbuhan yang besar bagi perekonomian Sulsel. Sementara secara sektoral juga telah dipilih beberapa indikator yang dapat mewakili dinamika sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan dan Konstruksi. Sektor Perdagangan misalnya dipengaruhi oleh CLI 5 Asia (Composite dari 5 negara di Asia yaitu China, India, Indonesia, Japan and Korea), Inflow, Ekspor Rumput Laut, Ekspor Kakao dan Indeks Penjualan Eceran; Sektor Industri Pengolaan dipengaruhi oleh produksi Semen; Sektor Pertanian dipengaruhi oleh Nilai Tukar Petani (NTP); dan Sektor Konstruksi dipengaruhi oleh Penerbangan Dalam Negeri/Domestik. CLI dapat memperkirakan arah PRDB Provinsi Sulsel dalam dua triwulan kedepan. Dari 8 variabel/indikator yang telah terpilih dan digabung dalam CLI, setelah dilakukan pengujian ternyata memiliki korelasi dengan PDRB yang cukup kuat sebesar 0,61 dengan average leading 4,33 bulan. Selanjutnya, setelah melewati serangkaian pengujian, CLI Sulsel telah dapat digunakan untuk memperkirakan arah perekonomian Sulsel dalam dua triwulan kedepan.
Sumber Data: BPS, OECD, ASI, diolah
Grafik 7.A.1 Hasil Composite Leading Indicator Provinsi Sulawesi Selatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
99
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Tabel 7.A.1 Komponen Composite Leading Indicator (CLI) Provinsi Sulawesi Selatan Series Name
Targeted
Missed
Extra
Av. Lead
St. Dev. Lead
Median
Peak Lead
Correl. at Peak
CLI 5 Asia Semen NTP Penerbangan DN Inflow Ekspor Ganggang (Jumlah) Ekspor Kakao (Jumlah) Indeks Penjualan Eceran
3 3 3 3 3 3 3 2
1 1 1 0 1 1 1 2
3 1 1 0 1 3 3 3
-0.5 2 2.5 4.67 8.5 7 2.5 0
5.5 4 4.5 4.03 2.5 6 1.5 0
0 2 2 7 8 7 2 0
10 -18 11 20 -5 1 -1 -24
0.271 0.369 0.492 0.599 0.619 0.336 0.365 0.571
Sumber Data: BPS, OECD, ASI, diolah
100
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRDB
2011
2012
2013
2014
42.33 11.90 25.74 0.16 0.27 21.43 25.17 7.01 2.48 10.01 6.04 6.59 0.81 9.77 10.29 3.36 2.36 185.71
44.26 12.53 27.97 0.18 0.28 23.54 28.15 7.95 2.77 12.07 7.00 7.28 0.88 9.99 11.06 3.71 2.55 202.18
46.45 13.24 30.55 0.20 0.30 26.03 30.19 8.45 2.95 13.77 7.63 7.93 0.94 10.29 11.92 4.02 2.74 217.59
51.08 14.71 33.28 0.22 0.30 27.67 32.36 8.60 3.18 14.56 8.07 8.56 1.00 10.56 12.47 4.43 2.94 234.00
I 12.72 3.53 8.09 0.05 0.08 6.96 8.21 2.15 0.80 3.75 2.14 2.25 0.26 2.65 3.18 1.14 0.77 58.74
II 14.53 3.78 8.77 0.05 0.08 7.19 8.62 2.24 0.83 3.86 2.08 2.28 0.26 2.76 3.19 1.18 0.79 62.49
2015* III 15.98 4.25 8.95 0.05 0.07 7.69 9.41 2.41 0.85 4.04 2.19 2.32 0.27 2.95 3.40 1.23 0.81 66.88
IV 10.73 4.30 9.69 0.06 0.08 8.13 8.68 2.39 0.88 4.07 2.25 2.34 0.27 3.03 3.61 1.29 0.84 62.62
TOTAL 53.96 15.87 35.51 0.21 0.30 29.97 34.92 9.19 3.37 15.71 8.66 9.20 1.06 11.38 13.38 4.85 3.21 250.73
2016** I II 12.82 15.06 3.62 3.98 9.15 9.53 0.06 0.06 0.08 0.08 7.61 7.96 8.97 9.54 2.43 2.45 0.88 0.90 4.06 4.17 2.35 2.44 2.41 2.44 0.28 0.28 2.86 3.00 3.42 3.49 1.25 1.28 0.85 0.86 63.11 67.52
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRDB
2011
2012
2013
2014
44.97 14.65 26.94 0.16 0.29 22.89 26.49 7.32 2.65 10.05 6.42 7.02 0.86 10.70 10.89 3.55 2.45 198.29
51.41 16.18 30.80 0.18 0.31 26.58 30.65 8.96 3.15 12.13 8.24 8.32 1.00 11.45 12.10 4.08 2.75 228.29
57.37 17.88 35.49 0.18 0.35 31.52 33.63 10.43 3.56 13.79 9.60 9.90 1.15 12.24 13.89 4.68 3.18 258.84
68.44 22.65 41.62 0.19 0.35 36.02 37.62 11.99 4.11 14.59 10.82 11.52 1.30 13.66 15.50 5.51 3.72 299.63
I 18.19 5.64 10.61 0.04 0.09 9.47 9.94 3.20 1.08 3.70 2.99 3.22 0.35 3.71 4.00 1.51 1.03 78.75
II 20.84 5.87 11.60 0.04 0.09 9.86 10.65 3.38 1.12 3.81 2.93 3.37 0.36 3.92 4.07 1.56 1.06 84.54
2015* III 23.49 6.03 11.95 0.04 0.09 11.01 11.98 3.72 1.16 4.07 3.12 3.45 0.38 4.27 4.48 1.68 1.11 92.03
IV 16.04 5.81 13.02 0.05 0.09 11.84 11.22 3.75 1.19 4.14 3.22 3.55 0.39 4.43 4.76 1.77 1.16 86.43
TOTAL 78.56 23.35 47.19 0.17 0.37 42.18 43.79 14.05 4.54 15.72 12.26 13.59 1.48 16.33 17.30 6.52 4.37 341.75
2016** I II 19.36 22.53 4.87 5.44 12.43 13.01 0.04 0.05 0.10 0.10 11.19 11.79 11.70 12.56 3.82 3.88 1.20 1.22 4.15 4.27 3.39 3.54 3.70 3.76 0.40 0.40 4.20 4.43 4.54 4.64 1.73 1.77 1.18 1.20 88.00 94.59
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
101
LAMPIRAN
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) No
Komponen
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
2011
2012
2013
2014
106.35 2.22 21.55 64.56 2.16 52.86 63.99 185.71
113.78 2.38 22.45 74.68 5.43 51.22 67.75 202.18
120.56 2.62 23.06 82.98 3.97 52.36 67.96 217.59
127.70 2.92 23.49 90.29 (0.97) 59.75 69.18 234.00
I 32.82 0.71 3.63 22.45 0.62 13.86 15.34 58.74
II 33.28 0.72 5.74 23.47 1.87 13.73 16.31 62.49
2015* III 33.99 0.74 6.32 25.19 1.56 14.66 15.57 66.88
IV 34.39 0.78 9.73 26.71 0.62 10.30 19.91 62.62
TOTAL 134.47 2.95 25.41 97.82 4.66 52.56 67.14 250.73
2016** I II 34.56 35.14 0.74 0.76 3.70 6.16 24.59 25.73 0.96 0.66 8.21 9.94 9.65 10.88 63.11 67.52
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar) No
Komponen
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
2011
2012
2013
2014
113.55 2.31 23.49 66.70 2.50 57.26 67.52 198.29
129.69 2.60 26.12 82.68 5.66 58.19 76.66 228.29
146.64 3.08 28.72 94.88 4.42 59.93 78.84 258.84
165.19 3.86 31.70 113.16 (1.55) 78.01 90.73 299.63
I 44.64 1.00 4.86 29.14 0.90 18.91 20.69 78.75
II 45.72 1.03 7.99 31.00 2.01 18.67 21.88 84.54
2015* III 47.48 1.09 9.19 33.80 1.84 19.75 21.11 92.03
IV 48.68 1.15 14.43 36.41 0.90 12.76 27.89 86.43
TOTAL 186.52 4.27 36.48 130.34 5.64 70.08 91.57 341.75
2016** I II 49.61 50.51 1.12 1.16 5.52 9.44 33.90 35.78 1.49 0.99 11.12 13.30 14.76 16.58 88.00 94.59
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Kategori Penduduk (Jiwa) PDRB per Kapita (Juta Rp)
2010
2011
2012
2013
2014
8,060,401 21.31
8,156,129 24.31
8,250,018 27.67
8,342,047 31.01
8,432,163 8,520,300 35.59 39.90
Sumber : Badan Pusat Statistik
102
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
2015P
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Transpor Rekreasi, dan dan Olahraga Komunikasi
IHK (Akhir Periode)
Umum
Bahan Makanan
2010
126.75
148.73
131.96
122.00
135.79
119.24
116.86
104.73
2011
130.39
149.06
137.77
126.48
147.55
128.36
120.24
105.50
Triwulan I
132.89
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
Triwulan II
133.44
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
Triwulan III
135.69
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
Triwulan IV
136.14
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
Triwulan I
139.01
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
Triwulan II
139.26
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
Triwulan III
145.51
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
Triwulan IV
144.60
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
Triwulan I
109.16
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
Triwulan II
109.71
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
Triwulan III
111.72
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
Triwulan IV
116.89
125.03
114.11
114.88
110.82
109.25
105.45
121.49
Triwulan I
116.94
125.83
115.15
117.40
114.32
112.29
105.70
115.08
Triwulan II
118.55
128.30
116.95
118.18
113.74
113.18
106.16
118.01
Triwulan III
121.06
133.46
119.33
118.99
117.71
114.24
108.12
119.30
Triwulan IV
122.13
136.01
120.36
119.63
117.48
114.73
108.16
120.29
Triwulan I
123.62
141.22
121.28
121.08
119.52
115.87
108.29
118.70
Triwulan II
123.65
140.14
123.09
121.43
120.97
116.73
108.39
117.11
Triwulan III*
124.93
144.11
123.52
121.63
121.81
116.73
108.61
118.43
2012
2013
2014
2015
2016
Keterangan: *) Data Hingga Juli 2016 Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2012
Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
134.91 142.22 134.76 148.83
I 137.86 144.84 137.33 151.29
2013 II III 138.15 144.29 144.26 150.25 137.57 144.44 151.92 159.23
IV 143.33 149.68 143.26 159.04
2013 143.33 149.68 143.26 159.04
I 108.94 108.84 108.29 109.81 117.21
2014* II III 109.26 111.45 110.28 111.34 109.33 110.89 111.58 112.81 118.31 119.99
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
IV 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
2014 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
I 116.94 116.40 115.36 116.02 124.49
2015 II III 118.67 121.42 117.88 119.35 116.96 118.67 116.35 117.70 125.55 127.95
IV 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2015 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2016 I 124.40 121.60 119.77 118.27 127.18
II
III***
124.16 122.65 120.53 119.46 128.21
125.56 123.48 122.11 119.81 128.32
I 6.38 4.47 3.82 1.94 2.16
2016 II 4.63 4.05 2.12 2.67 2.12
***) Data Juli 2016
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
2012 4.57 4.11 3.49 3.65
I 4.76 4.34 4.67 2.90
2013 II 4.54 3.03 4.49 3.28
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012
III 7.41 5.33 7.41 6.72
IV 6.24 5.25 6.31 6.86
2013 6.24 5.25 6.31 6.86
I 5.46 6.22 5.58 7.86 13.94
2014 II 5.38 7.36 5.57 8.14 14.10
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
III 3.57 4.03 3.04 4.55 7.30
IV 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
2014 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
I 7.34 6.95 6.53 5.66 6.21
2015 II 8.61 6.89 6.98 4.27 6.12
III 8.95 7.19 7.02 4.33 6.63
IV 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
2015 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
III***
4.46 3.97 3.16 2.47 1.28
***) Data Juli 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
103
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode 2011 2012
Giro
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
6,275
26,446
13,085
45,807
20,074
9,626
23,198
52,898
115.48%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,471 7,282 7,257 7,345
25,004 27,206 28,545 31,466
13,259 13,536 14,115 14,907
45,734 48,024 49,917 53,717
20,516 22,850 22,385 25,506
10,025 10,588 10,997 11,380
24,044 25,597 27,707 29,335
54,585 59,035 61,090 66,221
119.35% 122.93% 122.38% 123.28%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,770 8,092 9,221 7,845
29,321 30,068 32,076 35,007
15,211 15,297 16,062 17,592
52,302 53,457 57,359 60,444
25,980 26,659 26,160 27,231
12,232 14,486 15,769 14,494
30,158 31,793 33,085 33,663
68,371 72,937 75,014 75,388
130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
7,990 9,730 9,693
32,446 33,168 34,828
17,726 18,504 19,819
58,162 61,402 64,339
27,257 29,062 29,847
14,642 15,467 15,457
33,974 34,807 35,159
75,874 79,336 80,463
130.45% 129.21% 125.06%
Triwulan IV
7,995
37,428
20,690
66,112
31,442
16,241
35,877
83,560
126.39%
Triwulan I
10,154
34,147
22,118
66,420
32,776
16,482
36,045
85,304
128.43%
Triwulan II
11,820
34,881
22,166
68,867
34,627
16,500
36,436
87,563
127.15%
Triwulan III
12,471
37,491
22,472
72,433
34,876
17,476
37,558
89,911
124.13%
Triwulan IV
13,165
42,211
23,091
78,467
36,730
20,538
37,713
94,982
121.05%
Triwulan I
12,894
38,589
26,859
78,342
37,510
20,041
38,759
96,310
122.94%
Triwulan II
12,203
42,611
27,283
82,097
39,518
20,796
41,303
101,617
123.78%
2013
2014
2015
2016
Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,461 7,269 7,246 7,333
24,900 27,097 28,434 31,338
13,219 13,505 14,089 14,875
45,580 47,871 49,770 53,546
22,500 25,045 24,656 28,250
11,728 12,256 12,635 11,911
24,527 25,965 28,121 29,794
58,755 63,265 65,412 69,956
128.90% 132.16% 131.43% 130.64%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,759 8,086 9,211 7,836
29,206 29,942 31,943 34,840
15,182 15,271 16,050 17,563
52,147 53,299 57,204 60,239
28,671 27,484 27,822 29,217
12,725 17,402 18,289 17,089
30,622 32,197 33,503 34,203
72,019 77,083 79,613 80,509
138.11% 144.62% 139.17% 133.65%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
7,984 9,714 9,681
32,314 33,024 34,652
17,705 18,489 19,797
58,003 61,226 64,131
28,996 31,057 31,697
17,088 17,232 18,030
34,752 35,865 36,523
80,836 84,154 86,250
139.37% 137.45% 134.49%
Triwulan IV
7,975
37,212
20,661
65,849
33,125
18,632
37,195
88,952
126.39%
Triwulan I
10,125
33,960
22,093
66,178
34,244
19,119
37,404
90,768
128.43%
Triwulan II
11,807
34,683
22,145
68,635
37,014
19,431
37,954
94,399
137.54%
Triwulan III
12,454
37,256
22,416
72,126
37,017
19,865
39,137
96,019
133.13%
Triwulan IV
13,150
41,907
23,019
78,076
38,556
22,774
39,933
101,263
129.70%
Triwulan I
12,881
38,342
26,778
78,002
38,920
22,507
40,853
102,280
131.13%
Triwulan II
12,178
42,311
27,185
81,674
40,809
23,420
43,398
107,627
131.78%
2013
2014
2015
2016
104
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
LAMPIRAN
Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
2011
Pertanian
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
869
309
3,460
144
2,155
15,072
1,629
2,770
1,555
24,935
52,898
Triwulan I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Triwulan II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Triwulan III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Triwulan IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Triwulan I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Triwulan II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Triwulan III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Triwulan IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Triwulan I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Triwulan II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
Triwulan III
1,435
537
4,283
232
4,173
25,748
2,951
3,581
2,115
35,408
80,463
Triwulan IV
1,506
509
4,747
350
4,366
27,033
2,820
3,662
2,340
36,226
83,560
Triwulan I
1,630
427
5,035
382
4,746
27,920
2,782
3,733
2,473
36,174
85,304
Triwulan II
1,788
390
5,109
413
4,902
29,003
2,693
4,037
2,681
36,547
87,563
Triwulan III
2,303
383
5,304
398
5,417
29,373
2,672
4,024
2,388
37,648
89,911
Triwulan IV
2,461
410
7,487
379
5,491
31,424
2,781
4,221
2,549
37,777
94,982
Triwulan I
2,681
430
7,239
306
5,483
31,959
2,824
4,117
2,462
38,809
96,310
Triwulan II
2,933
399
7,993
277
5,977
33,268
2,738
4,085
2,587
41,359
101,617
2012
2013
2014
2015
2016
Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Proyek) Periode
Pertanian
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
2012 Triwulan I
883
568
4,842
379
3,148
15,854
1,828
3,171
1,583
26,497
58,755
Triwulan II
1,101
608
5,216
420
3,503
18,288
1,809
3,438
1,465
27,417
63,265
Triwulan III
1,146
626
5,381
663
3,708
18,100
1,737
3,474
1,376
29,202
65,412
Triwulan IV
1,187
564
6,013
782
3,848
19,531
2,138
3,371
1,386
31,135
69,956
Triwulan I
1,373
590
6,116
996
3,835
20,344
2,317
3,446
1,479
31,523
72,019
Triwulan II
1,356
584
5,570
1,357
4,043
23,549
2,379
4,511
1,515
32,219
77,083
Triwulan III
1,354
599
5,720
1,484
4,405
24,050
2,459
4,289
1,740
33,513
79,613
Triwulan IV
1,374
611
4,314
1,579
4,231
25,010
2,600
4,656
1,800
34,334
80,509
Triwulan I
1,388
586
4,063
1,554
4,175
25,246
2,522
4,613
1,867
34,821
80,836
Triwulan II
1,510
555
4,592
1,031
4,564
26,941
2,584
4,374
1,890
36,112
84,154
Triwulan III
1,454
543
5,153
1,886
4,968
26,883
2,517
4,043
2,031
36,772
86,250
Triwulan IV
1,530
470
5,501
2,022
5,169
28,161
2,420
3,976
2,160
37,544
88,952
Triwulan I
1,675
401
5,830
2,093
5,596
28,761
2,407
4,046
2,425
37,532
90,768
Triwulan II
1,779
411
6,487
2,340
5,761
30,356
2,343
4,249
2,610
38,063
94,399
Triwulan III
1,837
376
6,226
2,436
6,259
30,678
2,381
4,187
2,409
39,228
96,019
Triwulan IV
2,173
400
8,460
2,572
6,346
31,985
2,442
4,409
2,480
39,996
101,263
Triwulan I
2,368
407
7,984
2,290
6,262
32,480
2,501
4,637
2,449
40,902
102,280
Triwulan II
2,616
431
8,674
2,149
6,363
34,128
2,433
4,804
2,574
43,456
107,627
2013
2014
2015
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
105
LAMPIRAN
Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
2011 2012
13.55
11.83
12.83
13.34
13.61
14.09
10.62
6.81
28.61
13.45
12.84
13.32
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2013
13.49 13.24 13.21 12.63
11.69 11.34 11.11 10.92
12.79 12.70 12.54 12.23
13.16 12.74 12.55 12.28
13.60 13.62 13.36 13.09
14.56 14.36 14.31 14.01
8.50 9.32 9.53 8.85
7.29 7.91 8.36 8.07
27.35 27.67 26.16 23.83
13.30 13.00 12.90 12.47
12.77 12.60 12.39 12.19
13.46 13.35 13.19 12.88
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2014
12.56 12.77 12.94 13.00
10.74 10.57 10.79 11.08
12.20 12.12 12.11 12.18
12.31 12.01 12.72 13.04
12.89 12.71 12.99 13.53
14.04 13.89 13.83 13.91
7.21 8.12 9.14 10.20
8.21 8.37 9.16 10.06
23.67 20.92 21.14 20.92
12.40 12.38 12.80 12.99
12.05 11.65 12.02 12.57
12.85 12.74 12.72 12.78
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2016 Triwulan I Triwulan II
13.10 13.26 13.48 13.46
11.15 11.44 11.61 11.57
12.24 12.41 12.44 12.61
13.23 13.51 13.62 13.48
13.67 13.53 13.53 13.78
14.06 14.05 14.10 14.17
10.49 10.08 10.26 10.77
10.68 10.72 10.81 11.14
22.14 22.94 23.49 23.13
13.13 13.33 13.50 13.44
12.71 12.75 12.81 12.93
12.86 12.97 13.00 13.13
13.81 13.42 13.28 12.95
12.12 10.40 10.26 9.53
11.45 13.00 13.22 13.31
14.04 12.91 13.01 12.86
15.29 13.75 13.69 13.34
14.74 14.61 14.62 14.72
10.03 6.83 8.84 9.52
11.38 9.64 11.46 11.89
23.11 28.49 28.73 28.40
13.25 12.98 13.09 12.86
13.13 12.14 12.00 11.30
13.59 13.61 13.76 13.82
12.36 11.91
10.15 10.01
13.22 12.90
13.13 12.85
13.70 13.54
14.41 14.28
8.74 8.47
10.63 11.44
22.34 23.74
12.67 12.29
12.00 11.77
13.57 13.28
Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2013
13.04 12.86 12.71 12.24
9.94 9.78 9.62 10.88
13.01 12.93 12.55 12.44
12.92 12.45 12.40 11.99
13.14 13.21 13.01 12.97
14.34 13.87 14.02 13.84
8.28 8.10 8.56 8.11
10.28 9.89 9.57 8.42
22.85 23.69 23.59 23.30
12.93 12.63 12.54 12.11
11.76 11.65 11.47 12.09
13.57 13.36 13.15 13.00
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2014
12.16 12.66 12.81 12.93
10.65 10.25 10.32 10.45
12.38 12.25 12.26 12.35
12.07 11.74 12.54 12.92
12.80 12.58 12.85 13.43
14.13 13.93 13.81 13.80
6.71 6.76 7.29 6.79
8.40 8.47 9.24 10.11
22.74 21.41 20.90 20.93
12.05 12.16 12.56 12.77
11.94 11.32 11.55 12.00
13.03 12.86 12.83 12.88
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2016 Triwulan I Triwulan II
13.03 13.15 13.36 13.37
10.53 10.76 10.50 10.37
12.42 12.63 12.70 12.90
13.11 13.34 13.50 13.15
13.59 13.68 13.72 13.76
13.97 14.11 14.19 14.29
9.30 7.68 6.50 7.20
10.71 10.73 10.81 11.14
21.87 22.62 26.08 26.76
13.03 13.13 13.23 13.13
12.19 12.31 12.15 12.13
12.99 13.17 13.28 13.45
13.39 13.43 13.29 12.96
10.34 10.39 10.25 9.51
12.86 13.00 13.22 13.31
13.17 12.91 13.01 12.86
13.74 13.76 13.70 13.35
14.44 14.61 14.62 14.72
7.13 6.83 8.84 9.52
11.10 9.64 11.46 11.89
27.50 28.49 28.73 28.40
13.13 12.98 13.09 12.86
12.11 12.15 12.00 11.29
13.46 13.61 13.76 13.82
12.30 11.88
9.54 9.46
13.46 13.13
12.94 12.63
13.51 13.21
14.65 14.56
8.76 6.08
10.63 11.44
28.18 28.48
12.56 12.16
11.37 11.16
13.89 13.60
106
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun) Periode
2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II III IV
2015 2016
I II
Inflow 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56 4.30 19.24 6.18 3.78 4.82 3.79 18.57 6.23 3.34
Jumlah Outflow 1.71 2.88 5.31 4.16 14.07 2.34 3.83 5.64 4.10 15.90 2.25 3.70 4.93 3.20 14.07 1.49 4.73
Net Flow 2.69 0.36 (0.44) (0.09) 2.52 2.96 0.24 (0.08) 0.21 3.34 3.94 0.07 (0.11) 0.59 4.50 4.74 (1.39)
Inflow 13.90% 17.50% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.16% 5.64% 15.93% 16.70% -7.20% -13.42% -11.93% -3.47% 0.74% -11.46%
yoy Outflow -7.82% -9.25% 48.62% 29.50% 19.01% 36.45% 32.95% 6.18% -1.52% 13.01% -3.91% -3.29% -12.67% -21.92% -11.51% -33.73% 27.86%
Net Flow 33.98% 184.83% 225.76% -536.97% 30.82% 9.82% -32.43% -81.98% -336.57% 32.20% 33.01% -69.42% 40.51% 186.71% 34.84% 20.43% -1991.09%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar) Periode
2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II III IV
2015 2016
I II
Inflow 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23 0.13 0.54 0.00 0.01 0.03 0.00 0.05 0.00 0.00
Jumlah Outflow 0.28 0.78 2.51 2.63 6.20 2.20 3.22 3.93 2.07 11.42 1.74 5.66 3.59 5.84 16.83 4.45 6.43
Net Flow (0.25) (0.70) (2.43) (2.53) (5.91) (2.05) (3.18) (3.70) (1.94) (10.88) (1.73) (5.65) (3.56) (5.84) (16.78) (4.45) (6.43)
Inflow -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11% 29.30% 89.84% -97.54% -87.34% -84.91% -97.69% -91.52% -43.63% -40.00%
yoy Outflow -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42% -21.19% 84.31% -20.95% 75.61% -8.54% 182.13% 47.38% 156.01% 13.71%
Net Flow 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% 720.65% 353.25% 52.18% -23.20% 84.05% -15.58% 77.63% -3.84% 200.88% 54.29% 156.41% 13.76%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
107
LAMPIRAN
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) Jumlah
Periode I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III III
2014 2014
I II III
2015
From 11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72 25.66 85.41 14.45 26.71 19.34
yoy
To
From-To 4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97 11.87 37.36 4.29 4.27 3.48
29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10 41.37 141.02 32.77 31.93 40.38
From 3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04% 24.93% 20.03% -7.73% 24.96% -14.88%
To 24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28% -0.27% -4.70% 17.51% -5.15% 5.99%
From-To -1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41% 62.68% 60.89% -9.65% -56.25% -68.29%
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu) KOMODITAS EKSPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nikel Cokelat Olahan Ganggang Laut Biji Cokelat Udang Segar Ikan Olahan Buah/Sayur Olahan Kayu Lapis Sayur-Sayuran Dedak/Bekatul
Sumber: Bea Cukai * Angka Sementara
I 258,413 4,696 15,882 50,603 11,805 11,111 6,848 9,267 65 5,974 403,019
2013 II III 247,288 215,371 14,722 17,225 21,039 27,430 28,346 59,061 13,911 16,464 10,330 15,233 6,214 6,677 8,843 7,771 199 295 4,844 4,624 389,288 417,565
IV 200,767 28,377 26,942 39,017 19,577 14,376 5,646 9,927 165 3,934 386,338
2013* 921,839 65,019 91,292 177,026 61,757 51,050 25,385 35,809 723 19,375 1,596,210
I 213,110 29,325 33,321 19,952 14,593 8,803 5,926 10,534 175 4,603 460,017
2014 II III 269,360 289,821 34,256 47,805 35,918 38,832 35,040 27,076 18,007 23,090 12,162 17,765 7,916 6,292 9,175 8,248 139 105 5,231 4,317 499,048 452,629
IV 266,267 37,194 39,176 20,085 12,773 15,593 5,543 8,581 5,242 3,871 344,161
2014 1,038,558 148,581 147,247 102,154 68,463 54,322 25,677 36,538 5,661 18,022 1,755,855
I 211,882 21,144 28,146 9,422 11,834 9,900 8,386 6,236 30 6,125 344,161
2015* II 197,775 40,898 32,547 23,052 14,979 13,105 10,161 10,994 8,427 4,893 382,893
III 172,672 31,884 26,357 27,395 14,107 11,894 10,570 9,932 9,797 2,841 350,441
IV 176,610 30,021 18,757 15,355 16,532 14,155 11,640 13,289 260 3,385 333,278
2015* 758,939 123,947 105,807 75,224 57,452 49,053 40,757 40,450 18,514 17,243 1,410,774
2016** I II 108,715 45,542 19,769 17,369 18,289 7,462 4,904 6,736 12,091 4,255 10,003 4,650 15,784 12,787 7,948 5,431 85 734 3,281 4,616 229,370 276,311
2016** 154,257 37,138 25,751 11,641 16,346 14,653 28,571 13,379 820 7,896 505,681
** Angka Sangat Sementara
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) NEGARA TUJUAN EKSPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jepang Malaysia Amerika Serikat Philipina Singapura Belanda Korea Selatan Jerman Australia Hongkong NILAI EKSPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka Sementara
I 276,916 15,544 37,186 15,896 3,759 10,747 2,041 2,714 3,061 4,514 366,672
2013 II III 265,502 236,096 21,970 30,383 20,355 49,647 23,792 26,969 4,103 4,511 6,511 13,668 2,727 3,249 4,225 5,959 4,265 3,095 4,803 3,702 338,889 362,336
IV 222,268 35,098 46,967 24,962 3,529 4,892 2,982 5,027 5,854 4,110 335,808
2013 1,000,782 102,995 154,155 91,618 15,902 35,819 10,999 17,925 16,274 17,129 1,403,705
I 229,808 28,276 31,358 26,414 4,784 5,235 3,121 5,462 6,494 4,296 318,197
2014 II III 285,800 311,425 38,252 40,895 43,734 37,866 32,148 39,092 4,348 5,126 8,685 12,434 4,085 3,269 5,994 10,525 9,624 7,580 3,314 5,116 400,004 428,820
IV 282,417 44,010 22,781 35,247 9,554 5,537 5,640 7,103 6,191 3,646 389,604
2014 1,109,450 151,433 135,739 132,900 23,811 31,890 16,115 29,084 29,890 16,373 1,536,625
** Angka Sangat Sementara
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
108
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
I 225,143 28,197 22,395 16,135 2,212 7,958 7,360 6,972 4,414 4,460 344,161
2015* II 213,089 35,894 32,804 40,494 11,210 5,793 7,035 4,541 4,530 3,346 382,891
III 188,475 35,508 41,494 23,936 12,884 6,022 4,995 7,410 3,952 3,888 350,441
IV 189,872 29,831 31,259 3,499 4,620 3,635 5,971 2,760 4,151 3,765 333,278
2015* 816,578 129,429 127,952 84,063 30,926 23,408 25,361 21,683 17,047 15,459 1,410,772
2016** I II 117,903 147,252 16,028 22,615 25,540 28,196 1,978 2,040 2,259 4,664 5,153 8,081 4,007 4,796 3,898 2,019 5,408 3,932 4,015 3,246 229,370 276,311
2016** 265,155 38,643 53,736 4,018 6,923 13,234 8,803 5,917 9,339 7,262 505,681
LAMPIRAN
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu) 2013
KOMODITAS IMPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kapal Terbang dan Bagiannya Bahan Kimia Anorganik Karpet dan Alas Lantai Gandum-Ganduman Aluminium Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik Ampas/Sisa Industri Makanan Kain Khusus Bulu dan Bunga Buatan Sereal,Tepung, dan Susu NILAI IMPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
2014
2013*
I
II
III
IV
37,228 56,173 14,065 13,822 101 300,716
56,624 47,354 16,677 6,086 3,070 404,717
29,661 15,453 19,661 1,859 2,277 7,183 218,820
62,323 18,483 20,156 3,382 210 6,250 126,061
185,835 137,463 70,559 25,150 5,557 13,534 1,050,313
2015*
2014
I
II
III
IV
55,107 34,678 11,103 4,827 1,570 1,657 139,097
48,136 52,658 40,995 41 3,723 2,508 181,875
59,146 32,731 16,902 43 4,913 2,581 7,449 149,053
30,292 26,309 27,845 202 1,977 1,436 5,079 129,393
192,681 146,375 96,845 287 15,440 5,588 16,692 599,417
I
II
43,748 23,114 21,885 32 5,075 13,900 11,185 163,902
66,857 47,433 12,475 47 13,305 538 2,890 180,739
III 124,230 273 44,440 28 31,330 18,588 132 270,064
IV 3,697 30,837 596 37,787 21,685 84 149,655
2016**
2015*
I
124,230 114,575 70,547 75,277 34,983 69,196 40,273 18,380 14,438 14,291 764,360
II 60,099 2,127 37,990 19 51,656 15,380 53 210,554
3,347 35,846 5 35,071 13,573 27 123,713
2016** 60,099 5,474 73,836 24 86,727 28,953 80 334,267
** Angka sangat sementara
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu) NEGARA ASAL IMPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rusia Tiongkok Australia Kanada Singapura Argentina Jerman Amerika Serikat Thailand Malaysia NILAI IMPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
I 151,252 28,368 29,359 12,049 13,586 12,569 14,314 9,774 11,310 1,470 300,716
2013 II III 248,147 121,335 2,948 11,288 41,531 29,849 25,176 3,905 11,955 9,626 15,635 13,186 9,187 393 2,429 7,879 5,838 3,313 3,137 2,006 404,717 218,820
IV 11,978 15,463 29,355 12,160 3,094 17,778 749 12,155 3,155 4,153 126,061
2014
2013* 532,711 58,066 130,093 53,291 38,262 59,168 24,643 32,238 23,616 10,766 1,050,313
I
II
586 24,588 40,047 2,799 7,901 10,141 424 25,350 9,381 5,031 139,097
557 36,507 36,627 15,376 4,377 34,030 10,070 13,445 3,380 10,675 181,875
III 6,325 29,472 40,027 10,268 8,400 13,582 10,238 6,130 2,539 3,832 149,053
IV 2,069 20,987 18,364 15,521 10,861 19,518 2,471 8,696 7,106 1,811 129,393
2014 9,536 111,554 135,066 43,963 31,538 77,272 23,203 53,620 22,406 21,350 599,417
2015* I
II
946 29,420 59,175 5,293 26,556 19,975 978 1,771 2,477 300 163,067
34,987 47,954 18,487 11,061 10,541 21,430 9,845 4,540 2,722 180,739
III 132,603 59,722 16,828 22,930 3,437 9,303 170 2,412 4,573 5,723 270,064
IV 13,334 60,503 9,655 10,637 9,330 5,364 1,839 4,976 2,444 1,153 149,655
2016**
2015* 146,883 184,632 133,612 57,347 50,383 45,182 24,417 19,005 14,035 9,898 763,524
I 437 42,693 25,410 6,496 636 18,433 165 2,367 4,657 1,153 123,713
II 60,453 69,113 7,260 19,925 4,593 14,892 653 6,646 2,330 3,261 210,554
2016** 60,889 111,806 32,671 26,421 5,229 33,325 818 9,013 6,987 4,414 334,267
** Angka sangat sementara
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
F. Inklusi Keuangan Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012 4,079
2013 4,806
2014* 5,182
2015** 5,540
2016** 5,700
2012 8,207
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening) 2012 894
2013 872
2014* 870
2015** 916
2016** 945
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2013 8,309
2014* 8,408
2015** 8,520
2016** 8,796
8,207
2013 8,309
2014* 8,408
2015** 8,520
49.70
2013 57.84
2014* 61.64
2015** 65.02
2016** 64.81
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012
2012
2016** 8,796
2012 10.89
2013 10.49
2014* 10.34
2015** 10.75
2016** 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
109
LAMPIRAN
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
KABUPATEN/KOTA Kep Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo *) Data Sementara
ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2012 2013* 2014* 2,464.94 2,880.86 3,494.21 6,243.26 7,187.33 8,385.78 3,825.42 4,350.32 4,964.12 4,720.38 5,269.41 6,157.05 4,366.04 5,004.18 5,882.26 9,380.48 10,713.90 12,044.91 4,926.59 5,601.47 6,484.77 10,428.66 11,966.92 13,662.54 11,766.21 13,759.00 15,970.74 3,363.62 3,833.30 4,434.06 14,833.10 16,734.21 19,879.98 4,761.84 5,401.35 6,174.25 10,166.67 11,629.14 13,656.16 6,108.34 6,936.04 8,048.15 8,738.25 9,892.58 11,365.83 3,458.74 4,119.56 4,628.10 6,698.54 7,681.02 9,018.94 3,232.30 3,683.75 4,277.60 5,560.28 6,338.05 7,590.83 15,266.46 16,662.67 20,497.07 3,546.30 4,230.78 5,028.50 78,013.04 88,363.46 398.53 3,501.13 3,940.54 4,434.69 3,690.92 4,181.23 4,765.33 **) Data Sangat Sementara
2015** 4,149.34 9,584.32 5,604.99 6,999.85 6,809.96 13,734.06 7,511.14 15,767.63 18,481.48 4,918.37 23,149.37 6,828.42 15,095.71 9,284.22 13,142.36 5,239.60 10,363.70 4,901.49 8,681.53 21,022.95 5,840.95 171.73 5,059.51 5,318.66
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
110
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2012 2013* 2014* 2,122.81 2,296.37 2,503.22 5,483.24 5,909.29 6,414.14 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,147.46 4,422.90 4,773.92 3,809.14 4,144.29 4,549.03 8,289.11 9,070.00 9,720.52 4,366.71 4,706.67 5,035.70 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,288.64 11,248.48 12,420.26 3,000.72 3,237.00 3,475.20 12,730.12 13,531.85 14,882.65 4,259.55 4,567.54 4,882.65 8,819.11 9,428.97 10,341.51 5,297.54 5,664.56 6,110.56 7,708.90 8,269.61 8,939.91 3,021.20 3,197.50 3,389.50 5,915.10 6,372.70 6,934.34 2,793.72 2,994.47 3,198.55 4,911.00 5,274.16 5,739.78 11,963.26 12,717.28 13,748.26 2,971.71 3,259.91 3,508.98 70,851.04 76,851.04 82,596.79 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,363.25 3,633.01 3,889.66
2015** 2,723.81 6,777.43 4,073.15 5,085.88 4,931.57 10,381.04 5,415.55 10,931.05 13,411.01 3,694.86 16,052.41 5,131.82 11,070.41 6,594.25 9,676.97 3,623.38 7,437.79 3,417.60 6,122.48 14,690.56 3,778.90 88,740.21 3,842.61 4,141.82
LAMPIRAN
Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
KABUPATEN/KOTA Kep. Selayar Maros Takalar Bone Pinrang Pangkep Sidrap Toraja Utara Sinjai Makassar Luwu Wajo Enrekang Luwu Timur Tana Toraja Gowa Luwu Utara Bantaeng Jeneponto Palopo Barru Pare-pare Bulukumba Soppeng *) Data Sementara
PERTUMBUHAN PERTAHUN 2011 2012 2013* 2014* 2015** 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90 -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10 **) Data Sangat Sementara
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah) No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo *) Data Sementara
2010
2011 9.25 11.17 9.51 10.74 10.33 12.21 6.61 7.73 7.60 8.65 7.76 8.87 12.26 13.98 8.12 9.38 17.54 20.67 10.00 11.37 10.46 12.19 12.15 14.28 14.00 17.16 12.34 15.26 15.02 17.50 10.06 11.89 11.15 12.91 6.64 8.04 10.64 12.25 34.02 38.65 6.89 8.31 27.56 31.82 13.85 15.77 13.12 14.98 **) Data Sangat Sementara
PDRB perkapita 2012* 2013* 16.90 18.05 13.64 14.59 17.99 19.48 11.89 12.60 13.74 14.77 12.14 13.03 18.73 20.04 27.57 28.97 32.80 35.47 17.82 19.12 17.45 18.43 18.92 20.25 22.65 24.14 18.93 19.99 21.51 22.89 15.52 16.28 17.37 18.54 12.43 13.24 16.68 17.74 46.60 48.35 13.46 14.66 51.08 54.58 23.62 25.15 21.48 22.59
2014* 19.44 15.73 20.95 13.51 16.03 13.70 21.29 30.00 38.78 20.40 20.15 21.63 26.38 21.32 24.55 17.10 19.98 14.05 19.13 51.03 15.66 57.79 26.41 23.59
2015** 20.92 16.51 22.21 14.30 17.19 14.36 22.74 32.22 41.44 21.58 21.61 22.70 28.15 22.76 26.38 18.12 21.24 14.93 22.22 65.14 12.48 61.23 27.70 24.52
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
111
LAMPIRAN
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Toraja Utara Luwu Utara Luwu Timur Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2010*
2011*
2012*
2013*
122,377 395,790 177,299 343,808 270,491 654,978 229,583 320,103 306,717 166,520 719,999 224,577 386,324 272,808 352,185 190,923 333,497 221,816 228,391 243,809 217,503 1,342,826 129,682 148,395 8,060,401
124,104 399,000 178,596 346,308 273,891 668,875 231,425 324,097 310,288 167,511 724,923 224,804 387,815 276,327 355,312 192,822 336,989 223,297 219,084 291,414 250,223 1,364,955 131,514 152,573 8,156,129
125,603 401,897 179,800 348,680 277,218 682,597 233,200 327,998 313,722 168,397 729,516 225,180 389,284 279,810 358,312 194,606 340,491 224,812 220,777 294,402 256,699 1,387,033 133,381 156,603 8,250,018
127,220 404,896 181,006 351,111 280,590 696,096 234,886 331,796 317,110 169,302 734,119 225,512 390,603 283,307 361,293 196,394 343,793 226,212 222,393 297,313 263,012 1,408,072 135,192 160,819 8,342,047
2014** 128,744 407,775 182,283 353,287 283,762 709,386 236,497 335,596 320,293 170,316 738,515 225,709 391,980 286,610 364,087 198,194 347,096 227,588 224,003 299,989 269,405 1,429,242 136,903 164,903 8,432,163
2015** 130,199 410,485 183,386 355,599 286,906 722,702 238,099 339,300 323,597 171,217 742,912 226,116 393,218 289,787 366,789 199,998 350,218 228,984 302,687 275,595 225,516 1,449,401 138,699 168,894 8,520,304
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten / Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011 65.1 64.2 65.5 64.5 64.5 65.6 65.1 64.9 65.0 64.2 64.0 63.4 67.0 64.6 64.5 66.6 65.3 67.1 65.9 68.3 63.5 61.0 62.0 63.1 64.3
TPAK 2012 2013 62.7 61.11 68.4 62.25 72.2 68.74 67.0 61.96 62.3 57.69 62.1 64.17 73.1 70.34 64.3 60.98 57.6 54.41 56.8 53.43 64.8 63.3 62.1 57.22 59.9 58.16 57.2 52.25 55.0 52.07 74.5 70.27 59.7 58.69 76.3 70.55 65.6 62.02 67.3 65.01 68.3 65.25 57.9 57.8 60.4 57.72 59.6 58.13 62.8 60.49
2014 60.6 65 71.9 61.7 62.9 66.3 68.8 63.0 57.6 50.4 63.9 57.6 55.6 54.0 60.1 68.2 62.5 80.3 66.7 67.2 69.8 56.9 60.6 58.0 62.0
2011 4.68 5.46 5.54 5.06 5.54 7.05 5.59 6.94 6.09 5.75 5.98 5.16 7.45 4.78 6.55 6.66 7.41 5.56 4.47 7.16 6.05 8.41 7.97 9.47 6.56
TPT 2012 2013 3.25 4.62 2.71 4.16 7.02 6.44 4.35 2.77 6.21 2.73 4.01 2.63 2.84 0.43 6.43 5.71 8.03 5.7 4.78 4.51 3.51 3.8 6.15 6.65 3.13 3.72 6.99 7.62 5.35 1.96 3.05 1.61 10.55 7.14 4.63 3.26 5.03 4.48 8.12 6.28 5.08 2.82 9.97 9.53 4.21 4.86 8.43 9.03 5.87 5.1
Sumber: BPS, diolah
112
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
2014 2.1 2.8 2.4 2.7 2.7 2.3 0.9 4.6 9.9 2.3 5 2.4 4.9 6.2 2.8 1.4 5.1 3.3 1.8 8.1 3.7 10.9 7.1 8.1 5.1
LAMPIRAN
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2012 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
Jumlah (ribu) 16.2 31.5 16.00 58.0 26.7 55.3 21.7 41.3 52.3 15.7 89.5 20.6 30.5 16.9 28.1 28.2 45.5 28.7 41.4 19.9 36.0 69.9 7.5 14.9 812.3
% 12.87 7.83 8.90 16.59 9.60 8.06 9.29 12.56 16.63 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.83 14.45 13.34 12.73 14.03 7.72 16.28 5.02 5.58 9.47 9.82
2013 P1 2.34 0.93 1.64 2.64 1.57 1.66 1.26 2.36 2.76 1.50 1.90 1.08 0.87 0.77 1.37 1.79 1.97 1.98 2.68 1.13 2.44 0.76 0.88 1.61 1.68
P2 0.61 0.18 0.45 0.68 0.48 0.64 0.26 0.60 0.77 0.37 0.51 0.21 0.16 0.14 0.40 0.38 0.47 0.46 0.75 0.29 0.52 0.17 0.21 0.44 0.42
Jumlah (ribu) 18.2 36.7 18.9 58.1 29.3 61.0 24.3 43.1 56.4 17.5 87.7 21.3 31.9 17.9 32.1 29.7 52.0 31.3 46.2 2.2 36.8 66.4 8.6 15.5 863.2
% 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.3 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.7 6.38 9.57 10.32
P1 2.32 1.01 1.68 2.42 1.48 1.19 1.41 2.24 3.15 1.33 1.75 0.93 1.27 1.00 1.16 2.02 2.25 1.81 2.06 1.37 3.03 0.84 0.83 1.42 1.65
P2 0.54 0.17 0.49 0.61 0.35 0.25 0.33 0.63 0.85 0.26 0.47 0.15 0.35 0.23 0.22 0.44 0.52 0.38 0.43 0.32 0.86 0.24 0.18 0.3 0.40
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
113
LAMPIRAN
H. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
114
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
115
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
116
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2016 Menjemput Harapan Dengan Membangun Infrastruktur Kemaritiman
117