Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Februari 2017 (terbit setiap triwulan)
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. KEKR ini bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, serta diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di Sulsel. Ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan tahun 2016 masih tumbuh tinggi masing-masing mencapai 7,60% (yoy) dan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional baik di triwulan IV 2016 maupun keseluruhan tahun 2016 masing-masing sebesar 4,94% (yoy) dan 5,02% (yoy). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut didukung oleh beberapa lapangan usaha yang tumbuh meningkat, antara lain lapangan usaha Pertanian, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Jasa Keuangan dan Asuransi baik secara triwulanan maupun tahunan. Kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik masih berimbas pada belum optimalnya kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di triwulan IV 2016 dan keseluruhan tahun 2016. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sedikit melambat, namun untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan tumbuh meningkat. Dari sisi lapangan usaha, pertimbangan perlambatan pada triwulan I 2017 karena adanya risiko di lapangan usaha pertanian, serta perdagangan eceran dan besar. Sementara dari sisi pengeluaran, perlambatan terjadi akibat kinerja ekspor yang belum sepenuhnya pulih. Pada triwulan I 2017 dan keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 7,3% 7,7% (yoy) dan 7,5%-7,9% (yoy). Sementara itu, inflasi di Sulsel pada tahun 2017 menghadapi tekanan yang cukup tinggi, khususnya komoditas administered prices, sejalan dengan telah diterapkannya kebijakan pemerintah berupa penyesuaian beberapa tarif di awal tahun, seperti tarif tenaga listrik, tarif administrasi STNK, dan harga BBM non-subsidi. Namun demikian, melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang telah dan terus akan dilakukan ke depan, kami optimis inflasi Sulsel akan terjaga sehingga pada triwulan I 2017 dan keseluruhan 2017 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4%±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan I 2017 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat meningkatnya curah hujan di sejumlah wilayah dapat mengganggu pasokan dan distribusi. Dalam penyusunan kajian ini, kami menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Selain itu, kami juga memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar ke depan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik. Makassar, 22 Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
iv
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI
11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PENGELUARAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA BOKS 1.A.
12 13 20
HASIL RISET GROWTH DIAGNOSTIC PROVINSI SULAWESI SELATAN MENGGUNAKAN MODEL CGE DINAMIS
32
2.
KEUANGAN PEMERINTAH
35
2.1 2.2 2.3 2.4
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB
36 36 39 41
3.
INFLASI DAERAH
43
3.1. INFLASI UMUM 3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 3.4. DISAGREGASI INFLASI 3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI BOKS 3.A.
44 44 51 52 54
PENGUJIAN TINGKAT PERSISTENSI INFLASI KOMODITAS UTAMA INFLASI DI SULSEL
55
4.
59
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM BOKS 4.A.
60 77
REGIONAL FINANCIAL ASSET AND BALANCE SHEET (RFABS) : UPAYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI RISIKO SISTEMIK DI TINGKAT REGIONAL
79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
v
DAFTAR ISI
5.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
83
5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH BOKS 5.A.
84 84
SOSIALISASI UANG RUPIAH TAHUN EMISI 2016 DI SULAWESI SELATAN
87
6.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
89
6.1 6.2 6.3 6.4
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
90 91 93 94
7.
PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
97
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2 PROSPEK INFLASI 7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN BOKS 7.A.
98 102 104
DAMPAK KENAIKAN HARGA/TARIF OLEH PEMERINTAH TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN INFLASI SULSEL 2017
107
LAMPIRAN
109
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif Mendorong Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga Pangan Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sedikit melambat, meski keseluruhan tahun 2017 diperkirakan meningkat.
Perekonomian Sulsel triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 masing-masing tumbuh 7,60% (yoy) dan 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 dan tahun 2015 yang masing-masing tercatat 6,78% (yoy) dan 7,17% (yoy). Secara lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja usaha primer dan tersier. Pada sektor primer didorong oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, sementara pada usaha tersier yaitu usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Informasi dan Komunikasi, dan Jasa Keuangan dan Asuransi. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara itu, kinerja ekspor mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi akibat belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan secara umum dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan peningkatan akibat aktivitas masyarakat yang meningkat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) natal dan tahun baru, serta libur sekolah. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel kami perkirakan sedikit melambat, dikarenakan terdapat risiko di usaha pertanian dan perdagangan, sementara secara keseluruhan 2017 kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Sulsel meningkat dikarenakan terdapat potensi pada usaha pertanian, dan pertambangan apabila terdapat peningkatan harga komoditas internasional, diikuti beroperasinya industri nikel yang lebih optimal. Sementara dari sisi pengeluaran, perlambatan pada triwulan I 2017 berasal dari kinerja ekspor yang belum sepenuhnya membaik. Pada keseluruhan 2017, pertumbuhan yang meningkat diperkirakan berasal dari konsumsi pemerintah dan investasi dikarenakan terdapat potensi perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah. Tekanan inflasi pada tahun 2016 menurun. Pada akhir 2016 inflasi Sulsel tercatat 2,94% (yoy), berada di bawah rentang sasaran inflasi nasional 4%±1%. Penurunan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, dan terjadinya deflasi yang lebih dalam pada kelompok transpor. Menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh panen yang terjadi pada triwulan IV 2016 di sejumlah daerah seperti Kabupaten Soppeng, Sidrap dan Gowa, serta kondisi stok beras milik Bulog yang juga cukup memadai dengan ketahanan hingga triwulan II 2017. Selain itu, terjaganya harga BBM juga turut berkontribusi dalam kestabilan inflasi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik diantara anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Namun demikian, pada triwulan I 2017 tekanan inflasi diperkirakan dalam tren
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
meningkat. Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan meningkatnya inflasi pada awal triwulan I 2017. Selain itu, peningkatan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Januari, Maret, dan Mei, serta kenaikan tarif dan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) yang efektif naik per tanggal 6 Januari 2017 turut mendorong inflasi pada awal triwulan I 2017. Pertumbuhan Ekonomi Terjaganya konsumsi Rumah Tangga dan PMTB (Investasi) menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 2016. Sementara itu, secara lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh lapangan usaha pertanian, jasa keuangan, dan perdagangan.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Meskipun mengalami perlambatan, namun konsumsi rumah tangga dan investasi masing-masing tumbuh positif 5,29% (yoy) dan 2,96% (yoy). Di sisi lain, konsumsi pemerintah tercatat terkontraksi lebih dalam dari -3,52% (yoy) menjadi -7,43% (yoy) pada triwulan IV 2016. Secara lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terutama terjadi di lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh langan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, diikuti oleh lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi; real estate; informasi dan komunikasi; perdagangan besar dan eceran, reparasi motor dan sepeda motor; dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Meskipun masih tercatat kontraksi, namun administrasi pemerintahan membaik pada triwulan IV 2016. Di sisi lain, usaha pengadaan listrik dan gas; industri pengolahan; dan transportasi dan pergudangan merupakan lapangan usaha yang tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sedikit melambat, meski keseluruhan 2017 diperkirakan meningkat dari periode sebelumnya. Perlambatan di triwulan I 2017 dikarenakan terdapat risiko di usaha pertanian dan perdagangan. Perlambatan di usaha pertanian karena peningkatan curah hujan dan tingginya gelombang laut sehingga dapat mengganggu aktivitas panen dan penangkapan ikan. Sementara itu, perlambatan di usaha perdagangan akibat kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca hari besar keagamaan (natal) dan libur sekolah. Pada keseluruhan 2017, peningkatan terjadi di usaha pertanian disebabkan oleh telah berlalunya fenomena La Nina sehingga pengaturan waktu tanam/panen kembali pada pola normalnya. Sementara itu, usaha pertambangan lebih disebabkan pada peningkatan harga komoditas internasional, diikuti beroperasinya industri nikel yang lebih optimal. Inflasi
Tekanan harga dari seluruh kelompok khususnya volatile food dan administered prices menurun. Pada triwulan I 2017 diperkirakan meningkat terutama dari administered prices.
Tekanan inflasi semakin menurun. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 tercatat 2,94% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2016 (3,07%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh menurunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah perayaan hari raya (natal) dan tahun baru. Di sisi lain kelompok transport mengalami deflasi yang lebih dalam. Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan I 2017 meningkat. Faktor pendorong tekanan inflasi secara umum disebabkan oleh meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air dan listrik, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, sebagai akibat dari meningkatnya tarif listrik dengan pengalihan subsidi listrik daya 900 VA, serta biaya perpanjangan STNK (administered price). Namun demikian, dengan adanya upaya pengendalian yang telah dan akan terus dilakukan, inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan berada di kisaran 3,6%-4,0%
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
(yoy) atau masih dalam kisaran sasaran inflasi 4±1%. Upaya pengendalian inflasi terus dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Upaya pengendalian inflasi ke depan akan terus dilakukan dengan meningkatkan intensitas pelaksanaan Rakor TPID, serta penyusunan roadmap pengendalian inflasi berdarakan Zona TPID (Zona Makassar, Zona Bulukumba, Zona Bone, Zona Parepare, dan Zona Palopo). Selain itu, diseminasi informasi juga terus dilakukan dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun konsumen. Keuangan Pemerintah Realisasi belanja APBD Provinsi/Kab/Kota cukup baik, namun realisasi APBN menurun seiring adanya penyesuaian anggaran.
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan akhir tahun 2016 cukup baik. Realisasi belanja hingga akhir 2016 tercatat Rp6,93 triliun atau 95,0% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,30 triliun, lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang mencapai 91,7%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (67,3%) dan belanja transfer (20,3%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal mencapai 12,4%. Disisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat menurun seiring dengan adanya penyesuaian anggaran. Sampai dengan akhir 2016 telah terealisasi sebesar Rp17,05 triliun atau 88,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,27 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja barang dan bantuan sosial. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Intermediasi perbankan berjalan dengan baik. Kualitas intermediasi perbankan masih baik dan terjaga pada level aman. Sementara dari sisi korporasi, kinerja korporasi menunjukkan pelemahan sebagai dampak dari kondisi ekonomi global.
Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga pada tahun 2016. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun. Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global, kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi oleh kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi perbankan masih sangat baik dengan mencatatkan loan to deposit ratio (LDR) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai siklus ekonomi, kebutuhan uang kartal maupun transaksi nontunai melalui kliring pada triwulan IV 2016 kembali meningkat seiring dengan libur panjang natal dan tahun baru.
Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR), pada triwulan IV 2016 terjadi net inflow sebesar Rp2,02 triliun. Hal ini terjadi seiring dengan libur panjang Natal dan Tahun Baru sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel. Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, yang mulai berlaku pada tanggal 19 Desember 2016. Peluncuran uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat UU Mata Uang. Adapun uang Rupiah TE 2016 yang dikeluarkan adalah sebanyak 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000,-, Rp50.000,-, Rp20.000,-, Rp10.000,-,Rp5.000,-, Rp2.000,-, Rp1.000,-) dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100). Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2016 meningkat sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan. Menurut data terakhir per September 2016 angka kemiskinan Sulsel secara tahunan mengalami penurunan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Pada Agustus 2016 tercatat 4,80%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 2016 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan III 2016. Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,24%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi. Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 dan keseluruhan 2017 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya.
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 diprakirakan tumbuh pada kisaran 7,5% 7,9% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan tumbuh di kisaran 7,5%-7,9% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,41% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Industri Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktorfaktor pendorong adalah konsumsi/daya beli yang semakin baik, perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, peningkatan harga komoditas internasional, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan industri pengolahan ikan. Tekanan harga di triwulan II 2017 dan 2017 diperkirakan berpotensi berada di atas kisaran sasaran inflasi nasional 4,0%±1,0%. Ada pun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017 adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur pemerintah yang dilakukan di pertengahan tahun 2017. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih kuat untuk menjaga oleh ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta dukungan TPID di seluruh kabupaten/kota secara optimal, agar pergerakan inflasi dapat dijaga dalam kisaran 4,0±1,0%.
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rekomendasi Kebijakan Peningkatan kapasitas produksi pertanian, peningkatan nilai tambah komoditas unggulan, mengoptimalkan potensi investasi, serta Percepatan infrastruktur, menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 2017. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai pilar utama pembangunan nasional dan simpul jejaring akselerasi kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Meningkatkan kapasitas produksi pertanian; (b) Meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan di Sulsel yang mayoritas berbasis sumber daya alam; (c) Mengoptimalkan besarnya potensi investasi di Sulsel, khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA), melalui peningkatan daya tarik investasi di Sulsel; (d) Merealisasikan pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang telah direncanakan; (e) Mencari alternatif sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA); (f) Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun (Semester I) dan mengalokasikan Dana Desa secara tepat sasaran dan tepat jadwal, sehingga dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan lebih berkelanjutan; (g) Melakukan diversifikasi tujuan ekspor; (h) Mempererat kerjasama antar provinsi di Sulawesi, dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS). Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai berikut: (a) Perlunya menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel; (b) Perlunya menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel; (c) Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota; (d) Mengoptimalkan kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menetapkan tarif yang ditentukan oleh Gubernur seperti tarif angkutan dalam kota dan harga eceran tertinggi (HET) LPG subsidi (3 kg); (e) Untuk mengurangi dampak lanjutan (second round effect) yang dapat mengakibatkan inflasi 2017 naik lebih tinggi dari perkiraan, maka perlu dipastikan ketersediaan dan keberlangsungan tenaga listrik untuk rumah tangga, ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM dan LPG bersubsidi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR
2014
2015
II
III
IV
109.16 109.39 108.24 111.45 108.00 108.92
109.71 110.28 109.32 113.64 109.77 110.28
111.72 110.90 109.62 115.12 111.72 112.54
116.89 118.61 115.26 120.21 117.67 116.85
116.95 118.13 113.96 117.34 116.43 116.20
118.55 119.91 115.98 120.46 117.84 118.65
121.06 121.26 117.72 121.29 118.00 119.84
122.13 125.20 120.22 125.22 120.34 122.78
123.62 123.92 120.50 124.42 121.96 122.23
123.65 124.31 121.65 125.53 120.72 123.74
124.78 124.02 120.98 126.24 123.74 123.94
125.71 125.64 121.78 127.09 121.68 125.52
5.88 5.67 5.10 8.42 5.60 6.24
5.92 6.26 5.82 10.37 4.84 6.65
3.72 4.00 3.59 5.46 1.83 4.46
8.61 9.67 6.14 8.84 8.45 7.89
7.13 7.99 5.28 5.28 7.81 6.68
8.06 8.73 6.09 6.00 7.35 7.59
8.36 9.34 7.39 5.36 6.86 6.49
4.48 5.56 4.30 4.17 2.27 5.07
5.70 4.90 5.74 6.03 4.75 5.19
4.30 3.67 4.89 4.21 4.37 4.29
3.07 2.28 2.77 4.08 3.28 3.42
2.94 0.35 1.30 1.49 3.07 2.23
55,566 12,293 3,450 7,649 51 75 6,494 7,775 2,061 765 3,492 1,950 2,068 245 2,510 2,916 1,065 707
57,872 13,015 3,498 8,164 57 77 6,789 8,088 2,087 797 3,592 2,017 2,124 249 2,568 2,929 1,093 728
62,067 15,191 3,793 8,505 59 77 7,044 8,619 2,166 806 3,733 2,008 2,164 252 2,690 3,105 1,107 747
58,482 10,602 3,971 8,974 66 73 7,340 7,881 2,245 817 3,743 2,090 2,209 254 2,764 3,523 1,169 761
58,842 12,743 3,533 8,192 54 75 6,961 8,212 2,129 808 3,749 2,144 2,252 256 2,640 3,176 1,144 773
62,436 14,548 3,760 8,727 54 77 7,188 8,623 2,239 829 3,860 2,077 2,284 261 2,750 3,195 1,177 788
66,725 16,004 4,229 8,823 56 75 7,689 9,405 2,394 849 4,036 2,194 2,320 270 2,940 3,402 1,232 808
62,754 10,776 4,281 9,814 65 76 8,129 8,675 2,380 884 4,069 2,248 2,341 273 3,007 3,606 1,292 839
63,123 12,856 3,605 9,270 60 78 7,610 8,939 2,418 887 4,055 2,351 2,411 277 2,784 3,420 1,253 849
67,442 15,167 3,929 9,515 64 81 7,888 9,572 2,440 903 4,170 2,438 2,442 281 2,921 3,488 1,276 866
71,251 16,874 4,296 9,769 66 80 8,161 10,313 2,614 924 4,355 2,459 2,445 291 2,715 3,674 1,325 888
67,524 13,541 4,125 9,901 67 81 8,330 9,537 2,386 942 4,408 2,595 2,485 294 2,797 3,714 1,401 919
35,247 20,532 15,088 15,301
37,827 23,010 14,532 17,498
38,883 23,194 16,051 16,061
42,135 22,003 14,644 20,299
37,145 22,896 14,134 15,333
39,722 25,139 13,878 16,303
41,032 26,517 14,737 15,560
44,881 27,071 10,692 19,889
39,034 25,370 8,436 9,718
42,105 26,415 9,906 10,985
42,787 27,396 9,987 8,919
45,978 27,919 7,624 13,997
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
55,566 8.38
57,872 6.37
62,067 7.57
58,482 7.87
58,842 5.90
62,436 7.89
66,725 7.50
62,754 7.30
63,123 7.27
67,442 8.02
71,251 6.78
67,524 7.60
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
360.34 167.44 139.10 221.11 221.25
452.96 182.55 181.87 258.82 271.09
490.63 193.36 149.05 266.39 341.58
444.80 209.93 129.39 217.60 315.40
344.16 163.96 163.90 326.31 180.26
382.89 194.52 172.50 317.63 210.39
381.25 216.82 271.92 264.12 109.33
333.28 172.10 149.65 273.69 183.62
229.37 163.02 122.68 284.74 106.69
276.31 187.21 210.55 329.06 65.76
325.41 226.87 150.13 275.21 175.28
336.67 247.29 270.62 407.15 66.04
MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
I
II
2016*
I
III
IV
I
II
III
IV
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ** 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2014 I
II
2015 III
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
90,909
97,572
99,571
101,351
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
58,162 7,990 32,446 17,726
61,402 9,730 33,168 18,504
64,339 9,693 34,828 19,819
66,112 7,995 37,428 20,690
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
75,874 27,257 14,642 33,974 130.45%
79,336 29,062 15,467 34,807 129.21%
80,463 29,847 15,457 35,159 125.06%
83,560 31,442 16,241 35,877 126.39%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
75,874 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043
79,336 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053
80,463 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408
83,560 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
24,823
26,489
26,768
27,675
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
4,648 3,827 821 -
5,114 4,088 1,027 -
5,297 4,249 1,048 -
5,883 4,479 1,404 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
10,123 5,862 4,261 -
10,329 6,076 4,253 -
10,885 6,408 4,478 -
11,035 6,683 4,353 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
10,052 7,079 2,972 -
11,046 7,822 3,224 -
10,586 7,680 2,906 -
10,757 7,802 2,954 -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.14%
3.54%
3.57%
3.13%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4.87%
4.98%
5.42%
4.81%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
5,586
5,580
5,619
5,906
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
2,742 221 1,261 1,260
2,795 262 1,261 1,272
2,878 346 1,337 1,195
2,991 380 1,479 1,132
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
II
I 104,945 66,420 10,154 34,147 22,118 85,304 32,776 16,482 36,045 128.43% 85,304 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 27,428 6,221 4,674 1,548 10,893 6,596 4,296 10,313 7,488 2,825 3.36% 5.21% -
2016**** III
108,309 68,867 11,820 34,881 22,166 87,563 34,627 16,500 36,436 127.15% 87,563 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 28,301 6,679 5,038 1,642 11,161 6,860 4,300 10,461 7,698 2,763 3.16% 5.14% -
IV
I
II
III
IV
113,101
117,572
120,832
122,711
123,190
125,955
72,433 12,471 37,491 22,472 89,911 34,876 17,476 37,558 124.13%
78,467 13,165 42,221 23,091
78,342 12,894 38,589 26,859
82,097 12,203 42,611 27,283
82,025 11,802 41,800 28,423
82,396 10,388 44,994 27,014
102,774 39,653 20,204 42,917 125.30%
103,890 39,952 20,221 43,718 126.09%
94,981 36,730 20,538 37,713 121.05%
96,310 101,617 37,510 39,518 20,041 20,796 38,759 41,303 122.94% 123.78%
89,911 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 28,501 6,880 5,144 1,735 11,580 7,039 4,541 10,042 7,272 2,770 3.85% 5.40% -
94,981 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777
96,310 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809
101,617 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359
102,774 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941
3,280 336 7,582 248 6,698 32,555 2,627 4,278 2,518 43,767
30,641
31,110
32,156
32,936
33,233
7,892 5,542 2,351 -
8,698 6,329 2,369 -
8,993 6,580 2,413 -
9,050 6,707 2,343 -
9,277 6,841 2,436 -
12,412 7,188 5,224 -
12,433 7,265 5,169 -
12,687 7,540 5,147 -
12,549 7,713 4,836 -
12,695 7,817 4,878 -
10,337 7,577 2,760 -
9,979 7,198 2,781 -
10,476 7,624 2,852 -
11,336 8,542 2,795 -
11,260 8,568 2,692 -
6,489 3,382 355 1,667 1,360
3.19%
3.36%
3.05%
3.00%
2.29%
4.26%
4.43%
4.14%
4.07%
3.78%
6,975
7,018
6,687
6,633
6,718
3,853 598 1,765 1,490
3,517 339 1,761 1,417
3,630 390 1,793 1,447
3,872 429 1,886 1,557
3,972 366 2,020 1,587
0
4,453 684 488 3,282 162.40%
4,869 776 670 3,423 174.20%
4,926 985 670 3,270 171.16%
5,141 1,135 825 3,181 171.91%
6,000 3,187 547 1,488 1,153 5,239 1,292 865 3,081 164.36%
6,184 3,287 554 1,570 1,162 5,582 1,535 1,015 3,033 169.84%
5,750 1,572 1,170 3,008 170.02%
5,684 1,526 1,152 3,006 147.53%
5,817 5,744 1,659 1,685 1,143 1,034 3,015 3,025 165.43% 158.23%
5,668 1,619 970 3,079 146.38%
5,851 1,594 1,096 3,162 147.30%
Catatan: * (
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK) INDIKATOR
2014 I
II
2015 III
IV
I
II
2016**** III
IV
I
II
III
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
90,909
97,572
99,571
101,351
120,832
122,711
123,190
125,955
61,226 9,714 33,024 18,489
64,131 9,681 34,652 19,797
65,849 7,975 37,212 20,661
108,309 68,635 11,807 34,683 22,145
117,572
58,003 7,984 32,314 17,705
104,945 66,178 10,125 33,960 22,093
113,101
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
72,126 12,454 37,256 22,416
78,076 13,150 41,907 23,019
78,002 12,881 38,342 26,778
81,674 12,178 42,311 27,185
81,640 11,788 41,544 28,309
81,971 10,376 44,678 26,917
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
80,836 28,996 17,088 34,752 139.37%
84,154 31,057 17,232 35,865 137.45%
86,250 31,697 18,030 36,523 134.49%
88,952 33,125 18,632 37,195 135.09%
90,768 34,244 19,119 37,404 137.16%
94,399 37,014 19,431 37,954 137.54%
96,019 37,017 19,865 39,137 133.13%
101,263 102,280 107,627 38,556 38,920 40,809 22,774 22,507 23,420 39,933 40,853 43,398 129.70% 131.13% 131.78%
108,401 40,590 22,771 45,040 132.78%
109,723 40,842 23,079 45,802 133.86%
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
80,836 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821
84,154 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112
86,250 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772
88,952 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544
90,768 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532
94,399 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063
96,019 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228
101,263 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996
102,280 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902
107,627 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456
108,401 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064
109,723 2,852 390 8,039 2,239 6,522 33,784 2,314 5,165 2,567 45,851
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
23,839
26,151
26,282
26,858
26,867
27,995
27,743
29,129
29,316
30,544
31,433
31,909
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
4,560 3,811 750 -
5,026 4,067 959 -
5,281 4,224 1,056 -
5,866 4,452 1,413 -
6,202 4,648 1,554 -
6,650 5,002 1,648 -
6,810 5,085 1,725 -
7,583 5,469 2,114 -
8,368 6,240 2,128 -
8,740 6,537 2,204 -
8,788 6,671 2,118 -
8,999 6,805 2,194 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
9,489 5,789 3,700 -
9,821 6,106 3,715 -
10,172 6,331 3,841 -
10,394 6,619 3,775 -
10,293 6,546 3,746 -
10,637 6,833 3,804 -
10,863 6,976 3,887 -
11,405 7,127 4,278 -
11,434 7,194 4,239 -
11,780 7,425 4,355 -
11,732 7,649 4,082 -
11,883 7,744 4,139 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
9,790 6,831 2,959 -
11,304 8,106 3,198 -
10,829 7,948 2,881 -
10,599 7,762 2,837 -
10,372 7,564 2,808 -
10,708 7,932 2,777 -
10,070 7,456 2,614 -
10,141 7,464 2,677 -
9,515 6,821 2,694 -
10,023 7,279 2,744 -
10,914 8,200 2,714 -
11,027 8,321 2,706 -
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)
2.97%
3.51%
3.69%
3.33%
3.63%
3.71%
3.90%
3.40%
3.46%
3.21%
3.19%
2.54%
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)
4.97%
4.84%
5.23%
4.89%
5.24%
5.21%
5.36%
4.41%
4.39%
4.31%
4.15%
3.98%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
5,586
5,580
5,619
5,906
6,000
6,184
6,489
6,976
7,018
2,750 221 1,268 1,261
2,783 262 1,252 1,269
2,868 346 1,331 1,191
2,979 379 1,471 1,129
3,187 547 1,488 1,153
3,275 552 1,569 1,154
3,369 422 1,636 1,311
3,804 598 1,743 1,463
3,462 338 1,742 1,383
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
5,631 1,522 1,027 3,082 1.41%
5,585 1,656 582 3,347 3.76%
5,446 1,673 654 3,119 2.18%
5,405 1,624 768 3,014 2.16%
5,898 2,047 947 2,904 3.17%
6,536 2,345 1,311 2,880 2.17%
6,474 2,307 1,344 2,823 2.72%
6,299 2,165 1,249 2,885 2.53%
6,647 2,503 1,240 2,904 2.32%
6,687 3,569 387 1,770 1,411 6,778 2,679 1,198 2,901 2.68%
6,633 3,794 428 1,864 1,502 6,359 2,252 1,145 2,962 2.49%
6,718
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
Catatan: * (
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
3,865 364 1,967 1,533 6,522 2,192 1,313 3,017 2.18%
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH INDIKATOR
2014 I
2015***
II
III
IV
I
2016***
II
III
IV
I
II
III
IV***
KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar)
5,299 5,299 0.14 2,346 2,343 2.20 748
4,069 4,069 0.04 3,829 3,826 3.22 620
5,562 5,561 0.23 5,641 5,637 3.93 269
4,304 4,304 0.01 4,098 4,096 2.07 403
6,184 6,184 0.004 2,248 2,247 1.74 925
3,777 3,777 0.001 3,703 3,699 4.03 943
4,815 4,815 0.034 4,930 4,927 3.59 719
3,791 3,791 0.00 3,208 3,202 5.84 790
6,229 6,229 0.00 1,490 1,485 4.45 1,310
3,344 3,344 0.00 4,741 4,735 6.43 2,694
6,502 6,502 0.06 2,520 2,517 3.54 1,289
1,562 1,562 0.01 1,086 542 543.75 702
TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar)
15,660 27,887 4,748
21,374 33,669 9,765
22,719 38,096 10,970
25,647 41,348 11,845
19,951 21,897 3,778
26,709 31,935 4,272
19,338 40,378 3,478
14,217 -
-
-
-
-
9,483 260,069
9,616 266,025
9,716 260,914
11,198 280,987
9,757 262,477
10,492 279,265
11,363 296,973
13,952 314,492
18,226 346,867
19,308 360,788
15,603 327,989
5,234 115,222
675 29,191 11 487
637 28,625 11 477
675 30,355 11 490
805 32,940 13 515
887 34,547 15 566
1,027 32,940 17 540
1,617 53,395 27 875
4,280 86,793 68 1,378
8,917 132,841 146 2,178
10,499 151,191 167 2,400
7,038 132,118 112 2,097
2,284 46,209 36 733
TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar)
8,809
8,978
9,041
10,393
8,870
9,465
9,746
9,673
9,309
8,809
8,565
2,950
230,878
237,400
230,559
248,047
227,930
246,325
243,578
227,699
214,026
209,597
195,871
69,013
147
150
146
162
145
155
160
154
153
144
140
48
3,848
3,957
3,719
3,876
3,737
4,038
3,993
3,614
3,509
3,436
3,211
1,131
Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
119
119
109
94
229
212
218
311
304
314
394
625
7,114
7,119
6,765
6,008
6,571
5,552
5,012
6,003
6,040
6,336
6,194
2,146
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
2
2
2
2
4
3
4
5
5
5
6
10
117
117
111
98
108
91
82
95
99
104
102
35
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
230
328
231
270
229
212
218
242
221
245
274
588
5,695
5,832
5,313
4,552
4,787
5,301
5,012
4,702
4,686
4,797
4,769
1,666
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
4
5
4
4
4
3
4
4
4
4
4
10
95
97
86
71
78
87
82
75
77
79
78
27
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
9
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR 11%
25%
20.10%
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional 20%
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
10% 9%
7.15%
8%
15%
7% 10%
6%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
2.94%
5%
5% 4%
4.94%
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
3%
0%
I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010
2011
2012
2013
2014
2015*
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: *) PDRB TD 2010 ; KTI adalah Sulampua, Balnusra, Kalimantan Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Net Ekspor Investasi (PMTB) Konsumi LNPRT PDRB
12%
Perubahan Stok Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga
I
II III IV
2011
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015*
2016**
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Lainnya Industri Pengolahan PDRB
12%
% yoy
10%
II III IV
2016**
Perdagangan Pertambangan
Konstruksi Pertanian
% yoy
10%
8%
8%
6% 6%
4% 4%
2%
2%
0% -2%
0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
II III IV I
2015*
II III IV
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
I
2016**
Inflasi Nasional (yoy) 4.75%
3.02%
III IV
2012
I
II
III IV
*) Data Hingga Januari 2017
2012
Inflasi Sulsel (yoy) 2013
2014
2015
2016
III IV
I
2014
II
III IV
(Rp Triliun)
III IV
100 80
Kredit Lokasi Bank
60
DPK Lokasi Bank Pelapor
LDR - Skala Kanan
20 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 2011
2017
10% 8%
Jumlah Penduduk
7%
2012
2013
2014
2015
2016
(Ribu Orang) 1200
% Penduduk Miskin - Skala Kanan Jumlah Penduduk Miskin
1000
8200
5%
8000
4%
7800
3%
7600
2%
7400
1%
7200
0% 2013
2017
2014
2015
2016
*) Keterangan : Data per Agustus Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
12%
8% 600 6% 400
4%
200
2%
0
0% 2009
2010
2011
2012
2013
2014
*) Keterangan : Data per September Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
14%
10%
800
6%
2012
II
2016**
Aset
9%
2011
I
2015*
Perbankan Sulsel
8800
2010
II
Sumber: Laporan Bank, diolah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
2009
I
2013
40
2.94%
(Ribu Orang)
10
II
120
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
8400
I
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
140
BI Rate
2011
8600
III IV
2011
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
9000
II
2015
2016
200% 190% 180% 170% 160% 150% 140% 130% 120% 110% 100%
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya masing-masing mencapai Rp96.144 milyar (ADHB) dan Rp379.209 miliar (ADHB) atau Rp67.524 milyar (ADHK) dan Rp269.339 miliar (ADHK), tumbuh 7,60% (yoy) di triwulan IV 2016 dan 7,41% (yoy) di tahun 2016, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III 2016 (6,78%; yoy) dan tahun 2015 (7,17%; yoy). Pada triwulan IV 2016, peningkatan pertumbuhan didorong perbaikan dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor membaik, meskipun masih dalam fase kontraksi. Secara nominal, volume maupun nilai ekspor menunjukkan kinerja membaik, terutama ekspor barang pertambangan dan perkebunan. Sementara itu, dari sisi domestik, daya beli masyarakat tetap terjaga baik sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016 terjadi pada sebagian besar lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; pedagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Pendorong pertumbuhan masing-masing lapangan usaha tersebut adalah adanya pencetakan sawah dan peningkatan produksi perikanan; kinerja perbankan yang baik; serta didukung ketersediaan energi dengan beroperasinya sejumlah proyek pembangkit listrik. Dengan realisasi pada triwulan IV 2016 tersebut, mendorong pertumbuhan keseluruhan 2016 tumbuh lebih tinggi daripada tahun 2015 maupun nasional (5,02%; yoy). 1
Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan IV 2016 dan Keseluruhan 2016 (data realisasi BPS) dan Triwulan I 2017 (data proyeksi Bank Indonesia). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2016. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,60% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 6,78% (yoy) pada triwulan III 2016. Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa lapangan usaha antara lain lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; pedagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Dari sisi pengeluaran, masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan membaiknya ekspor menjadi salah satu faktor pertumbuhan yang meningkat. Meskipun tercatat terkontraksi, namun kinerja ekspor relatif menguat dikarenakan harga komoditas utama Sulsel seperti nikel, kopi jenis robusta dan jenis Arabica. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 tumbuh meningkat. Secara keseluruhan, ekonomi Sulsel tahun 2016 tumbuh 7,41% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat 7,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; jasa keuangan dan asuransi; penyediaan akomodasi dan makan minum; pertanian, kehutanan dan perikanan; jasa perusahaan; perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor; industri pengolahan; dan transportasi dan pergudangan. Peningkatan kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas diperkirakan karena terdapat proyek pembangunan Pembangkit Listrik di beberapa daerah di Sulsel sebagai bentuk realisasi dari pencapaian listrik 35.000 MW dan permintaan sambungan/pelanggan baru. Selain itu, kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang meningkat cukup signifikan diperkirakan karena telah berakhirnya fenomena La Nina dan pembukaan lahan baru. Kinerja lapangan usahan industri pengolahan yang tumbuh di periode laporan dikarenakan realisasi pengadaan semen dan produksi tepung terigu meningkat di tahun 2016. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja konsumsi rumah tangga akibat terjaganya inflasi selama tahun 2016, sehingga harga barang dan jasa relatif lebih terjangkau dibandingkan tahun 2015. Selain itu, pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 meningkatkan daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 di perkirakan akan melambat. Perlambatan tersebut terjadi akibat di sejumlah lapangan usaha, yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor; jasa keuangan dan asuransi; dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan melambat karena masih terjadi peningkatan curah hujan dari tingkat menengah (50-150 mm) menjadi menengah-tinggi (200-400 mm) dan tinggi gelombang laut hingga mencapai 2 meter, sehingga dapat mengganggu aktivitas panen yang terjadi pada bulan Maret-April 2017 dan penangkapan ikan. Selain itu, kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca hari besar keagamaan (natal) dan libur sekolah memicu perlambatan di usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terjadi akibat kinerja ekspor-impor karena harga komoditas utama Sulsel seperti nikel yang menyumbang ekspor Sulsel hingga ±50% mengalami penurunan di awal triwulan I 2017. Harga komoditas nikel turun dari USD10.784 mt di triwulan IV 2016 menjadi USD9.975 mt atau tumbuh 17,25% (yoy). %, yoy 12 10.34
10
8.50 8.64
9.25 8.06 8.38
8.11
8
7.01
6.39
6.02
7.89
7.73 7.70
7.50 7.30 7.27
7.60
8.02 6.78
5.90
7.3-7.7
6 4 2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18 5.02 4.94
0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
2015*
yoy Nasional
yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
II
III IV
2016**
I 2017P
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya kinerja konsumsi dan membaiknya ekspor. Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,29% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,73% (yoy). Meskipun tercatat melambat, konsumsi rumah tangga tersebut tergolong tetap kuat, sehingga menopang pertumbuhan Sulsel di periode laporan. Pertumbuhan ekspor tercatat membaik meskipun masih terkontraksi -28,70% (yoy) di triwulan IV 2016 dari -32,23% (yoy) di triwulan III 2016. Pengeluaran pemerintah tercatat turun cukup dalam dari -3,52% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi sebesar -7,43% (yoy) di triwulan IV 2016. Meskipun melambat, namun konsumsi LNPRT dan Investasi (PMTB) tercatat masih tumbuh positif. Ekspor dan impor tumbuh membaik meskipun masih mengalami kontraksi. Pada triwulan IV 2016 ekspor tercatat tumbuh -28,70% (yoy), membaik dibanding triwulan sebelumnya -32,23% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami kontraksi meski membaik dibandingkan ekspor, dimana pada periode sebelumnya tumbuh -42,68% (yoy) menjadi sebesar -29,62% (yoy) di triwulan laporan. Secara keseluruhan 2016 perekonomian Sulsel tumbuh meningkat. Pertumbuhan yang meningkat tersebut disumbang oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT masingmasing tumbuh 5,48% (yoy) dan 3,26% (yoy) pada 2016 dari sebelumnya masing-masing 5,29% (yoy) dan 1,13% (yoy) di tahun 2015. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang meningkat diperkirakan karena inflasi tahun 2016 yang cenderung rendah dan stabil dibandingkan dengan tahun 2015. Selain itu, gaji ke-13 dan ke-14 yang muncul pada triwulan II dan triwulan III 2016 mendorong daya beli masyarakat. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 diperkirakan melambat. Perlambatan terjadi akibat Kinerja ekspor yang menurun akibat harga komoditas utama Sulsel yang turun di awal triwulan I 2017 seperti nikel. Meski terjadi perlambatan, pertumbuhan ekonomi Sulsel masih kuat pada kisaran 7,3% - 7,7%, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen
2013
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor 7. Impor PDRB
5.96 10.36 2.70 11.11 (26.91) 2.24 0.31 7.62
2014 5.92 11.26 1.88 8.82 (124.47) 14.10 1.80 7.54
I 5.30 (2.49) 7.83 5.13 (193.14) (6.32) 0.21 5.90
II 5.50 (2.13) 3.17 6.02 76.37 (4.50) (6.83) 7.89
2015* III 5.02 2.90 8.69 10.06 201.48 (8.18) (3.12) 7.50
IV 5.34 6.28 10.92 10.73 (132.85) (26.99) (2.02) 7.30
TOTAL 5.29 1.13 8.09 8.08 (579.81) (11.40) (3.00) 7.17
I 5.28 4.66 3.42 9.33 64.13 (40.31) (36.62) 7.27
II 5.62 4.48 8.37 9.84 (54.29) (28.62) (32.62) 8.02
2016** III 5.73 3.98 (3.52) 6.63 (49.80) (32.23) (42.68) 6.78
IV 5.29 0.16 (7.43) 2.96 10.52 (28.70) (29.62) 7.60
TOTAL 5.48 3.26 (1.34) 7.02 (28.52) (32.72) (34.98) 7.41
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka Sangat Sementara Perubahan Persediaan, 1.3%
Net Ekspor, -10.0% Perubahan Persediaan, 0.9%
PMTB, 39.0%
Share PDRB Tw IV 2016
Konsumsi Pemerintah, 14.0%
Konsumsi RT, 54.9%
PMTB, 37.3%
Konsumsi LNRT, 1.2%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Net Ekspor, -3.5%
Share PDRB 2016
Konsumsi Pemerintah, 9.9%
Konsumsi LNRT, 1.2%
Konsumsi RT, 53.9%
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar baik di triwulan IV 2016 maupun secara keseluruhan 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai di atas 30% pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (di atas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor, konsumsi LNPRT dan perubahan inventori (1%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.2.1 Konsumsi Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, diantaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT. Total konsumsi triwulan IV 2016 tumbuh 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 4,28% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,29% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,73% (yoy), sementara konsumsi LNPRT tercatat tumbuh 0,26% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 3,98% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan pengeluaran konsumsi yang turun cukup signifikan dikarenakan pengeluaran pemerintah yang terkontraksi lebih dalam pada triwulan IV 2016 yaitu -7,43% (yoy) dari periode sebelumnya 3,52% (yoy). Konsumsi rumah tangga yang cenderung tetap kuat pada triwulan IV 2016 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang tetap kuat didorong oleh aktivitas masyarakat di hari raya natal dan tahun baru, serta libur sekolah di periode laporan. Selain itu, terjaganya harga tercermin dari inflasi di triwulan IV 2016 turut menjaga daya beli komponen konsumsi rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tumbuh positif 3,87% (yoy) atau 112,56 di triwulan IV 2016. Secara keseluruhan tahun 2016, konsumsi rumah tangga tetap menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 meningkat 2015 menjadi 5,48% (yoy) dari tahun sebelumnya yang tercatat 5,29% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang meningkat diperkirakan karena inflasi tahun 2016 yang cenderung rendah dan stabil mencapai 2,94% (yoy) dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 4,48% (yoy). Selain itu, gaji ke-13 dan ke-14 yang muncul pada triwulan II dan triwulan III 2016 mendorong daya beli masyarakat. Selain itu, indikator daya beli berdasarkan Indeks Keyakinan Konsumen di tahun 2016 masih dalam tingkat optimis. Realisasi belanja pemerintah daerah tumbuh menurun pada triwulan IV 2016 karena berkurangnya pagu belanja APBN di Sulsel. Realisasi belanja hingga triwulan IV 2016 atau keseluruhan 2016 diperkirakan sebesar Rp 56,58 triliun atau 94,22% dari yang ditargetkan sebesar Rp60,05 triliun. Secara nominal realisasi belanja tahun 2016 tumbuh 10,8% (yoy) dibandingkan keseluruhan 2015 yang tumbuh 19,7% (yoy). Penurunan pertumbuhan dibandingkan tahun 2015 karena pagu anggaran tahun 2016 untuk belanja APBN turun 14,5% atau sebesar Rp3,27 triliun. Indeks
160
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan
150 140
YOY
30%
140
25%
15
120
20%
10
130
Indeks
20
5
15%
100
10%
80
120
0
110
-5
60
-10
40
-5%
-15
20
-10%
-20
0
100 90
80
0%
-15%
-25 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2015 2016 gIndeks - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Kredit Konsumsi 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
gKredit Konsumsi - Skala Kanan %, yoy
Rp Triliun
30 25 20
15 10 5 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
II III IV I
2013 2014 Indeks Penjualan Eceran *) Data hingga Juli 2016
*) Data hingga Februari 2017
Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan pada triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 tumbuh 14,70% (yoy) atau sebesar Rp45,80 triliun di triwulan IV 2016 dan tahun 2016 lebih besar dibandingkan di triwulan III 2016 sebesar Rp45,04 triliun. Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi di kredit peralatan/perlengkapan RT, kredit multiguna dan kredit rumah tangga lainnya yang masing-masing tumbuh 56,64% (yoy), 19,84% (yoy) dan 34,53% (yoy) dari triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh masing-masing 3,89% (yoy), 14,68% (yoy) dan 4,73% (yoy). Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) juga tumbuh meski melambat
II III IV I 2012
2017
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
14
5%
2017
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
40 30 20 10 0 -10 -20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 2012
2013
2014
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
2015
2016
16
50
14
40
% (yoy)
50
Rp Triliun
5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
% (yoy)
Rp Triliun
dari 4,40% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 4,16% (yoy) di triwulan IV 2016. Di sisi lain, pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) membaik meski masih mengalami kontraksi -6,12% (yoy) triwulan IV 2016.
12 30
10 8
20
6
10
4 0
2 -
-10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2017
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
*) Data hingga Januari 2017
2012
2013
2014
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)
2015
2016
2017
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB)
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi Investasi tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 2,96% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan triwulan III 2016 (6,63%; yoy). Sementara itu, realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat lebih tinggi 91,92% atau Rp856,62 miliar pada triwulan IV 2016 dibandingkan dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 83,86%. Di sisi lain, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp4,28 triliun atau 85,68% dari target triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 sebesar Rp5,0 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja seperti pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi Pompengan Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional, Pembangunan Rumah Sakit, Pembangunan Akademi Penerbangan, Politeknik Pelayaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, dan lain-lain. Investasi yang tetap positif di triwulan IV 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh positif 203,63% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 20,70% (yoy). Impor barang modal dan peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan meningkat signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan impor barang modal meningkat signifikan. Sementara dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 1,34% (yoy) atau sebesar Rp23,08 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp22,77 triliun. Secara keseluruhan 2016, investasi juga tetap tumbuh kuat. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di tahun 2016 tumbuh 7,02% (yoy) meski melambat dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 8,08% (yoy). Perlambatan kegiatan investasi dikarenakan terdapat pemotongan anggaran tahun 2016 di Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang sebesar 40%, progres bendung/bendungan/waduk yang tidak sepenuhnya berjalan lancar, serta beberapa proyek strategis masih terkendala pembebasan lahan dan masalah perizinan (jalan dan flyover).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Impor Barang Modal 140
Kredit Investasi
gImpor Barang Modal
US$ Juta
%, yoy
120
100 80 60 40 20 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
250 200 150 100 50 0 (50) (100) (150)
gKredit Investasi - Skala Kanan %, yoy
Rp Triliun
25
50 40
20
30
15
20 10
10
5
0
0
(10) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Selain dari sisi pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga meningkat. Investasi swasta yang meningkat di triwulan IV 2016 terlihat dari rencana proyek baru yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan IV 2016 didorong pembangunan gedung baru, perumahan, aparteen dan supermarket. Proyek infrastruktur swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembangunan apartemen dan hotel di Kota Makassar, serta perumahan di Kab. Gowa. Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh terkontraksi. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan terkontraksi -156,39% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 269,76% (yoy) di triwulan III 2016, yang disebabkan produksi yang menurun akibat kerusakan 1 tanur dan permintaan ekspor yang relatif tetap. Rp Milyar
Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
16,000
%
14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Posisi Stok
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 -500
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
gPerubahan Stok - Skala Kanan
US$ Juta
%, yoy
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0
(500) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV*
2012
2013
2014
2015
2016
*) Angka Prakiraan
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port (MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018. Selain itu, terdapat beberapa tahapan MNP dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8, yaitu:
Tahap IA •2015-2018 •Panjang Dermaga 320 m •Lapangan Kontainer 16 Ha •Kapsitas 50.000 TEUs •Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC •2019-2025 •panjang dermaga IB 330 m •Panjang Dermaga IC 350 m •Kapasitas 1 juta TEUs •Total Investasi Rp 7,5 T
Sumber: berbagai sumber, diolah
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Tahap II •2026-2030 •Panjang Dermaga 1.000 m •Luas 112 ha •Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare mencapai 20 Km dan masih terkendala pembebasan lahan dan pembiayaan. Menurut informasi anekdotal, pemerintah pusat telah menganggarkan proyek Kereta Api Makassar – Parepare sebesar Rp500 miliar di tahun 2017, atau mencapai Rp5 triliun di tahun 2017-2019. Sementara itu, pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 2016, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan. No 1
Nama Proyek Proyek KA Makassar-Parepare
2
PLTU Jeneponto tahap II
3
Pembangunan Smelter dengan Investor dari Tiongkok lokasi di Bantaeng dengan kapasitas produksi 1 Juta metrik ton per tahun Pembangunan Smelter dengan Investor dari Tiongkok lokasi di Bantaeng dengan kapasitas produksi 50.000 metrik ton per tahun PLT Tenaga Angin
4
5
6 7
Pembangunan Underpass Simpang Mandai Pelebaran Jalan MarosWatampone
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel Rencana Pengembangan Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel
Progress terakhir uji coba produksi Februari 2016 Estimasi produksi awal tahun 2017
Total Investasi : USD 130 Juta Produk utama : Feronikel
Progress terakhir uji coba Februari 2016 Estimasi produksi awal tahun 2017
Studi Kelayakan Target selesai: 2018
Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.050 M Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
8
Pembangunan Elevated Road Segmen I
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)
9
Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
10
Perkembangan Terakhir Konstruksi telah mencapai 10 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%. Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 2015
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir : Land Clearing dan Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. No 1
Nama Proyek Bendung Baliase
2
Bendungan Karalloe
3
Bendungan Paselloreng
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Ags 2015: Penandatanganan MOU Target : Desember 2015 – Desember 2019 Sept 2015 : Pembebasan Lahan APBN : ±200 Miliar Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material) Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 2015 – Desember 2019 APBN : ±800 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014 2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
No 4
Nama Proyek Waduk Tunggu Nipa Nipa
Rencana Pengembangan Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 2015 – Desember 2017 APBN : ±400 Miliar Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
Perkembangan Terakhir Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
1.2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan IV 2016 mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -28,70% (yoy), membaik dibandingkan dengan kontraksi di triwulan III 2016 yang tercatat mencapai -32,23% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN membaik dari triwulan III 2016 yang tercatat -15,27% (yoy) menjadi -4,20% (yoy) di triwulan IV 2016. Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -38,89% (yoy) dari triwulan IV 2016 yang terkontraksi lebih dalam -43,37% (yoy). Membaiknya ekspor LN diperkirakan karena perkembangan harga komoditas utama Sulsel yang menguat serta Negara mitra dagang Sulsel. Ekspor DN yang terkontraksi diperkirakan akibat tingginya pasokan barang yang diperoleh di luar Sulsel. Jika dilihat lebih lanjut, volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar lebih rendah dibandingkan volume bongkar barang. Pada triwulan IV 2016, volume muat mencapai 997.566 ton, sementara volume bongkat mencapai 1,48 juta ton. Meski demikian, volume muat mengalami peningkatan meskipun masih dalam fase kontraksi kontraksi -1,70% (yoy), dari triwulan III 2016 sebesar 919.880 ton atau tumbuh terkontraksi -5,08% (yoy). Volume Ekspor gNilai Ekspor - Skala Kanan 600
gVolume Ekspor - Skala Kanan
Volume Muat Barang Dalam Negeri
Ribu Ton
%; yoy
250 200
500
150
400
100 300 50 200
0
100
(50)
0
(100) I
II III IV
I
2012
II III IV
I
2013
II III IV
I
2014
II III IV
I
2015
1,600
%; yoy
Ribu Ton
40
1,400
30
1,200
20
1,000
10
800
0
600 400
(10)
200
(20)
0
II III IV
(30) I
II III IV
2016
I
2012
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas
gVolume Muat - Skala Kanan
II III IV
I
2013
II III IV
I
2014
II III IV
I
II III IV
2015
2016
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 53,07% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan IV 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami pertumbuhan 1,17% (yoy) membaik dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang terkontraksi mencapai -22,05% (yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan IV 2016, harga nikel telah terkoreksi 14,44% (yoy) atau USD10.784,02/mt. Ekspor Nikel Matte
350
gEkspor - Skala Kanan %, yoy
Juta USD
300 250 200 150 100 50 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
25,000.0
120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
Nikel
$/mt
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
40%
30% 20,000.0
20% 10%
15,000.0
0% -10%
10,000.0
-20% -30%
5,000.0
-40% 0.0
-50% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
*) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte
Sumber: World Bank Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, pertumbuhan nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Pertumbuhan nilai ekspor yang membaik antara lain komoditas buah/sayuran olahan dan rumput laut, sementara komoditas udang segar, ikan olahan, dan coklat olahan melambat. Pertumbuhan ekspor buah/sayuran olahan meningkat dari 14,67% (yoy)
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
di triwulan III 2016 menjadi 38,51% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara pertumbuhan nilai rumput laut menjadi -3,84% (yoy) dari -15,11% (yoy) di triwulan III 2016. Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor kedua komoditas tersebut. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum pulih sepenuhnya. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat dan Eropa mengalami peningkatan, meskipun Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja lapangan usaha manufaktur di triwulan IV 2016. Untuk arah pada awal triwulan I 2017, kinerja lapangan usaha manufaktur Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan Korea Selatan menunjukkan peningkatan. 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
Jepang
%, yoy 58
38.51 30.08
Tiongkok
AS
Zona Eropa
Korea Selatan
Indeks
56 54
3.59 1.17 0.67 -3.84
52 50 48
I
II
III
IV
I
II
2015 UDANG SEGAR/BEKU GANGGANG LAUT BUAH/SAYURAN OLAHAN
III
46
IV
I
2016 IKAN OLAHAN COKLAT OLAHAN NIKEL
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
I* 2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan
Sumber: Bloomberg Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di triwulan IV 2016 tercatat mengalami kontraksi -29,62% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi lebih dalam -42,68% (yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 41,26% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -46,65% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -38,24% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -41,61%. Impor Dalam Negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari antar daerah melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar melambat. Volume bongkar hingga triwulan IV 2016 mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh -2,47% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan III 2016 yang tumbuh -0,40% (yoy). Total Volume Impor 600
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
Juta Ton
%, yoy
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
500
250 200 150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) II III IV
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV
I
2015
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
II III IV 2016
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
gVolume Bongkar - Skala Kanan %; yoy
Ribu Ton
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20)
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan mesin-mesin/pesawat mekanik menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan IV 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 53,07% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ikan olahan dengan pangsa masing-masing 8,98% dan 5,47%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 28,01% dari total impor Sulsel di triwulan IV 2016. Disusul kemudian mesin dan peralatan listrik (19,65%) dan gandum-ganduman (14,13%). Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas
Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
No
Nilai Ekspor Triwulan IV 2016 Pangsa (USD) 178,684,508 53.07% 30,221,621 8.98% 18,413,840 5.47% 18,037,051 5.36% 17,125,617 5.09% 16,123,392 4.79% 13,166,622 3.91% 5,539,596 1.65% 5,202,586 1.55% 5,064,198 1.50% 29,086,601 8.64% 336,665,632 100.00%
Komoditas (HS)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nikel Coklat Olahan Ikan Olahan Ganggang Laut Udang Segar/Beku Buah/Sayuran Olahan Biji Coklat Kopi Kayu Lapis Ikan Lainnya LAINNYA TOTAL EKSPOR
No
Nilai Impor Triwulan IV 2016 Pangsa (USD) 75,790,510 28.01% 53,189,623 19.65% 38,248,170 14.13% 20,791,259 7.68% 15,685,980 5.80% 14,708,380 5.43% 14,267,089 5.27% 10,759,683 3.98% 4,512,828 1.67% 4,184,648 1.55% 18,486,539 6.83% 270,624,710 100.00%
Komoditas (HS)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mesin-mesin/Pesawat Mekanik Mesin dan Peralatan Listrik Gandum-ganduman Kapal laut dan bangunan terapung Sisa Industri Makanan Perangkat Optik Barang dari besi dan baja Kapal Terbang dan Bagiannya Pupuk Kakao/Coklat LAINNYA TOTAL IMPOR
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan IV 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 57,19% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (10,81%), dan Malaysia (8,32%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 46,48% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Ukraina (14,56%) dan Kanada (6,38%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Total Ekspor No Negara Tujuan FOB (USD) 1 Jepang 192,534,329 2 Amerika Serikat 36,400,749 3 Malaysia 28,026,566 4 Tiongkok 26,908,746 5 Vietnam 7,864,373 6 Belanda 3,477,123 7 Singapura 6,613,220 8 Korea Selatan 6,760,347 9 Hongkong 2,396,525 10 Jerman 2,877,067 11 LAINNYA 22,806,588 TOTAL EKSPOR 336,665,632 Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor Pangsa
No
57.19% 10.81% 8.32% 7.99% 2.34% 1.03% 1.96% 2.01% 0.71% 0.85% 6.77% 100.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Total Impor CIF (USD) 125,774,445 39,412,063 17,279,219 14,980,715 14,787,329 14,286,120 13,146,670 6,177,909 5,253,636 4,499,634 15,026,969 270,624,710
Negara Asal Tiongkok Ukraina Kanada Perancis United Kingdom Jerman Argentina Australia Thailand Malaysia LAINNYA TOTAL IMPOR
Pangsa 46.48% 14.56% 6.38% 5.54% 5.46% 5.28% 4.86% 2.28% 1.94% 1.66% 5.55% 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel meningkat. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan IV 2016 mencapai Rp9,66 triliun, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat surplus Rp1,16 triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang modal, bahan baku dan barang konsumsi. Untuk barang modal, impor yang dilakukan khususnya pada pesawat dan komponennya, sementara impor bahan baku seperti bahan makanan untuk industri, peralatan transportasi, suku cadang dan aksesoris, dan pada barang konsumsi seperti bahan makanan untuk rumah tangga. Ekspor ADHB
Impor ADHB
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 (5,000) (10,000) (15,000) (20,000) (25,000) Rp Miliar
2,000 0 (2,000) (4,000) (6,000) (8,000) (10,000) (12,000) (14,000) (16,000) I
Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015*
II III IV Rp Miliar
800
US$ Juta
400 200 0
(200) (400) (600) I
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Grafik 1.20. Neraca Perdagangan Bersih
II
III IV
2012
2016**
Sumber: BPS
US$ Juta
600
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015*
I
II
700 600 500 400 300 200 100 0 (100)
III IV
2016**
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.21. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha Peningkatan pertumbuhan di beberapa lapangan usaha ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016. Tiga usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah lapangan usaha pertanian,
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
kehutanan dan perikanan; jasa keuangan dan asuransi; dan perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor yang tercatat masing-masing tumbuh 25,65% (yoy); 15,44% (yoy); dan 9,93% (yoy). Lapangan usaha lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial (8,43%; yoy); informasi dan komunikasi (8,35%; yoy); real estate (6,16%; yoy); dan administrasi pemerintahan yang meskipun terkontraksi namun membaik (6,99%; yoy). Kinerja usaha pertambangan dan penggalian; industri pengolahan serta konstruksi sebagai salah tiga usaha unggulan Sulsel, tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Usaha pertambangan dan penggalian terkontraksi -3,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,58% (yoy). Usaha industri pengolahan dan konstruksi melambat masing-masing dari 10,72% (yoy) dan 6,13% (yoy) pada periode laporan menjadi 0,89% (yoy) dan 2,48% (yoy). Lapangan usaha lain yang tumbuh melambat yaitu usaha transportasi dan pergudangan dari 12,86% (yoy) menjadi 9,19% (yoy); pengadaan listrik dan gas dari 17,33% (yoy) menjadi 2,82% (yoy); pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah daur ulang dari 6,93% (yoy) menjadi 6,65% (yoy); penyediaan akomodasi dan makan minum dari 8,72% (yoy) menjadi 6,60% (yoy); jasa perusahaan dari 8,07% (yoy) menjadi 7,81% (yoy); jasa pendidikan dari 8,00% (yoy) menjadi 2,99% (yoy); dan jasa lainnya dari 9,98% (yoy) menjadi 9,58% (yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 diperkirakan dalam tren menurun. Penurunan tren tersebut di sebabkan oleh melambatnya lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, jasa keuangan dan asuransi, real estate, jasa perusahaan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Melambatnya usaha lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan karena musim panen yang diperkirakan terjadi pada bulan Maret-April di Kab. Soppeng, Sidrap dan Pinrang terjadi pada saat curah hujan menengah-tinggi (150400 mm) sehingga menimbulkan kendala pengeringan padi yang telah panen tidak dapat dijemur akibat keterbatasan lantai jemur dan dryer (alat pengering padi), dan dapat memengaruhi stok. Sementara itu, melambatnya usaha perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, serta kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca hari besar keagaaman (natal), serta libur sekolah. Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB
2013
2014
4.93 5.68 9.22 8.04 5.50 10.57 7.23 6.36 6.76 14.07 8.88 8.98 6.97 3.07 7.72 8.25 7.14 7.62
10.02 11.11 9.00 16.98 2.13 6.29 7.20 1.24 7.82 5.75 5.76 7.97 6.76 2.32 4.65 10.23 7.57 7.54
I 3.66 2.40 7.09 5.75 0.58 7.20 5.62 3.34 5.60 7.34 9.96 8.88 4.77 5.19 8.90 7.41 9.42 5.90
II 11.78 7.51 6.89 -5.16 -0.26 5.88 6.61 7.28 3.99 7.46 2.95 7.55 4.48 7.08 9.07 7.75 8.16 7.89
2015* III 5.35 11.49 3.73 -5.08 -2.54 9.16 9.12 10.50 5.45 8.11 9.24 7.21 6.79 9.29 9.56 11.35 8.16 7.50
IV 1.64 7.80 9.36 -0.33 3.74 10.75 10.08 6.04 8.13 8.69 7.56 6.01 7.40 8.78 2.35 10.55 10.20 7.30
TOTAL 5.81 7.42 6.80 -1.38 0.34 8.32 7.89 6.82 5.81 7.92 7.41 7.39 5.87 7.64 7.25 9.31 8.99 7.17
I 0.88 2.04 13.16 10.11 3.46 9.32 8.86 13.57 9.79 8.18 9.65 7.04 7.89 5.48 7.69 9.55 9.71 7.27
2016** II 4.26 4.50 9.03 17.35 4.72 9.74 11.00 8.99 8.93 8.05 17.38 6.93 7.73 6.23 9.19 8.38 9.97 8.02
III 5.44 1.58 10.72 17.33 6.93 6.13 9.65 9.21 8.72 7.92 12.10 5.40 8.07 -7.66 8.00 7.53 9.98 6.78
IV** 25.65 -3.63 0.89 2.82 6.65 2.48 9.93 0.24 6.60 8.35 15.44 6.16 7.81 -6.99 2.99 8.43 9.58 7.60
TOTAL 8.08 0.97 8.15 11.52 5.44 6.75 9.87 7.84 8.47 8.13 13.63 6.37 7.88 -1.06 6.86 8.45 9.81 7.41
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Pertanian 21.55%
Lainnya, 32%
Share PDRB Tw IV 2016 Perdagangan, 13.35%
Konstruksi , 12.95%
Pertanian 23.29%
Lainnya, 31%
Pertambangan, 5.93% Industri Pengolahan, 14.32%
Share PDRB 2016 Perdagangan, 13.41%
Konstruksi , 12.53%
Pertambangan, 5.60% Industri Pengolahan, 13.92%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.22. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, lapangan usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016. Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 21,55% di triwulan IV 2016 dan 23,29% (yoy) di tahun 2016. Usaha lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah usaha Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 5%. Sementara untuk lapangan usaha non utama merupakan gabungan dari usaha lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Telah berlalunya fenomena La Nina mendorong pertumbuhan di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Panen yang terjadi pada bulan Desember di Kab. Soppeng, Gowa, dan Sidrap mendorong pertumbuhan di lapangan usaha pertanian. Panen yang terjadi di periode awal triwulan IV 2016 mendorong produksi beras yang dihasilkan Sulsel. Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan meningkat signifikan pada triwulan IV 2016.
Juta Ton
Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sublapangan usaha kehutanan (perkebunan). Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator sublapangan usaha perkebunan membaik dari -21,32% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -13,73% (yoy) di triwulan IV 2016 atau 10,70 ribu ton. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD43,38 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -4,38% (yoy). YOY
35
200% 3.5
30
$/kg
Kakao
gHarga - Skala Kanan
%, yoy
150%
25
100%
20
50%
15
0%
10
-50%
5
-100%
-
-150% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.23. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
40% 30%
3.0
20%
2.5
10%
2.0
0% 1.5
-10%
1.0
-20%
0.5
-30%
0.0
-40%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: World Bank Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao
Di sisi lain, kinerja sub lapangan usaha perikanan menjadi faktor penahan pertumbuhan. Salah satu indikator yang menunjukkan penurunan kinerja di sub usaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor melambat 38,11% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya (43,78% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor juga melambat, dengan pertumbuhan triwulan IV 2016 mencapai 9,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 24,27% (yoy). Penurunan ekspor diperkirakan terjadi akibat curah hujan pada tingkat menengah sampai tinggi (150-400 mm) sehingga menahan aktivitas penangkapan ikan dan berdampak pada minimnya pasokan.
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
YOY
Juta Ton
7 6 5
60%
45
50%
40
40%
35
Juta USD
YOY YOY
30%
20% 10%
30%
30
4
20%
25
0%
3
10%
20
-10%
0%
15
2
-10%
10
1
-20%
5
-
-30%
0
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Ekspor Ikan
-20% -30%
-40% II III IV
I
II III IV
I
2013
Pertumbuhan - Skala Kanan
II III IV
II III IV
2014
Ekspor Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.25. Volume Ekspor Komoditas Ikan
I
I
2015
II III IV 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.26. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel tidak tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha pertanian. Di triwulan IV 2016, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 31,27% (yoy) atau mencapai Rp2,85 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 41,05% (yoy). Pertanian 3.0
gKredit Pertanian %, yoy
Rp Triliun
2.5
2.0 1.5 1.0 0.5
0.0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.27. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian terkontraksi. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh -3,63% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,58% (yoy). Volume ekspor pertambangan mencapai 9,78 juta ton atau terkontraksi -29,41% (yoy) pada triwulan IV, dari 12,70 juta ton pada triwulan sebelumnya. Meski demikian, nilai ekspor pertambangan tumbuh meningkat sebesar USD1,31 juta atau tumbuh 26,24% (yoy) pada triwulan IV 2016, dari periode sebelumnya yang terkontraksi -32,90% (yoy). Ekspor Pertambangan 80
gEkspor - Skala Kanan
Juta Ton
%, yoy
Ekspor Pertambangan 250
70
200
60
150
50
100
40
50
30
0
20
(50)
10
(100)
0
(150) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Volume Ekspor Pertambangan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
gEkspor - Skala Kanan
Juta USD
%, yoy
200 150 100 50 0 (50) (100)
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.29. Nilai Ekspor Pertambangan
Volume produksi hasil tambang masih mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas nikel yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya kinerja lapangan usaha pertambangan. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan IV 2016 berada pada level USD10.784 per metrik ton naik 14,44% (yoy) dibandingkan rata-
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -2,94% (yoy). Meski demikian, menguatnya harga komoditas nikel tidak diiringi dengan peningkatan produksi akibat kerusakan salah satu mesin sehingga produksi tidak mencapai targetnya.
yoy (%) - Skala Kanan
25
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20 15
10 5 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV*
2012
2013
2014
2015
2016
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
Ribu
Ribu
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
yoy (%) - Skala Kanan
25
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20 15 10 5 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
2012
*) Angka Prakiraan
2013
2014
2015
2016
*) Angka Prakiraan
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.30. Produksi Nikel dalam Matte
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.31. Penjualan Nikel dalam Matte
Penurunan lapangan usaha pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan kinerja produksi nikel. Total produksi Nikel Matte diperkirakan mencapai sekitar 21.000 metrik ton atau terkontraksi -5,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode sebelumnya yang terkontraksi -1,82% (yoy). Produksi nikel yang menurun disebabkan oleh kerusakan salah satu mesin, sehingga membaiknya harga nikel di pasar internasional tidak berdampak pada Kinerja usaha ini. Nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai -9,13% (yoy) dari sebelumnya terkontraksi -9,38% (yoy). Sejalan dengan kinerja tamang nikel yang menurun, kredit di lapangan usaha pertambangan menunjukkan penurunan. Di periode IV 2016, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang turun -2,62% (yoy) atau 389,85 miliar, dari triwulan sebelumnya 6,95% (yoy). 100% gYOY
Pertambangan
80%
0.7
60%
0.6
40%
0.5
-60%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
Nikel
Timah
Seng
2017
Timah Hitam
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: World Bank Grafik 1.32. Harga Komoditas Tambang
80 60 40 20
0.3
0%
-40%
%, yoy
0.4
20%
-20%
gKredit Pertambangan
Rp Triliun
0
0.2
(20)
0.1 0.0
(40) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: LBU, diolah Grafik 1.33. Kredit Lapangan usaha Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan IV 2016 tumbuh 0,89% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan III 2016 yang mencapai 10,72% (yoy). Kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menurun di triwulan IV 2016 ditengarai menjadi penyebab perlambatan di usaha industri pengolahan. Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) masing-masing melambat di triwulan IV 2016 menjadi 0,54% (yoy) dan 4,82% (yoy) dari semula tumbuh 4,65% (yoy) dan 8,66% (yoy).
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
IMK 25
Ekspor Industri
IBS
%, yoy
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
20
15 10 5
0 (5) (10) (15) I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV
I
2014
II III IV
I
80 40 20 0 (20) (40)
(60) I
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.34. Pertumbuhan Industri
%, yoy
60
II III IV
2015
gEkspor - Skala Kanan
Juta USD
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.35. Nilai Ekspor Hasil Industri
Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha ini juga terkontraksi. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat tumbuh negatif -4,98% (yoy) atau Rp8,04 triliun lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 34,87% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di periode sebelumnya, sehingga perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan IV 2016. Selain itu, produksi tepung terigu Sulsel dan pengadaan semen juga mengalami penurunan di periode laporan.
Industri Pengolahan 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
gKredit Industri Pengolahan %, yoy
Rp Triliun
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40)
2017
Sumber: LBU Grafik 1.36. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami peningkatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan IV 2016 meningkat dari -13,39% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 2,81% (yoy) atau sebesar USD269,46 juta. Peningkatan terjadi pada ekspor komoditas nikel, tekstil, buah/sayuran olahan, semen, meubel, dan kulit dan barang dari kulit.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas terdeselerasi. Lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan 2,82% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini menurun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,33% (yoy). Perlambatan lapangan usaha ini sejalan dengan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha listrik, gas dan air sebesar Rp2,24 triliun atau terkontraksi lebih dalam -12,95% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh 9,56% (yoy). Selain itu, menurut informasi anekdotal terdapat beberapa proyek pembangkit listrik baru yang mengalami kendala pembebasan lahan. Listrik, Gas, dan Air 3.0
gKredit Listrik, Gas, dan Air
%, yoy
Rp Triliun
250
2.5
200
2.0
150
1.5
100
1.0
50
0.5
0
0.0
(50) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: LBU Grafik 1.37. Kredit Lapangan usaha Listrik, Gas, dan Air
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 6,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,93% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan kredit pada listrik, gas dan air sebesar Rp2,24 triliun atau terkontraksi lebih dalam -12,95% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tumbuh -9,56% (yoy).
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan IV 2016, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan rasionalisasi belanja pemerintah. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 2,48% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,13% (yoy). Perlambatan usaha konstruksi dikarenakan terdapat rasionalisasi anggaran sebagai dampak dari Peraturan Menteri Keungan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang penundaan penyaluran sebagian sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2016. Selain itu, progres progres bendung/bendungan/waduk yang tidak sepenuhnya berjalan lancar, serta beberapa proyek strategis masih terkendala pembebasan lahan dan masalah perizinan (jalan dan flyover). 50%
Semen 60%
45%
% YOY
Bahan Konstruksi dari Logam % YOY
40%
50%
35%
40%
30% 25%
30%
20%
20%
15% 10%
10%
5%
0% -10%
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
0%
III IV
I
II
2016
III IV
2012
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.38. Penjualan Eceran Semen
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
II
III IV
2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.39. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam
Peningkatan lapangan usaha konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan Eceran (IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh melambat dari 44,54% (yoy) menjadi 40,52% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan bahan konstruksi dari logam menurun akibat proyek jalur Kereta Api Makassar-Parepare yang terhenti pada triwulan laporan akibat kendala pembebasan lahan dan pembiayaan. Selain itu, indeks penjualan eceran semen tumbuh 24,63% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 32,67% (yoy). Sejalan dengan IPE Semen, realisasi pengadaan semen di triwulan IV 2016 mencapai 764,06 ribu, tumbuh terkontraksi -4,07% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 17,25% (yoy). Penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi tumbuh melambat di angka 2,78% (yoy), dari triwulan III 2016 yang tercatat 3,79% (yoy). Sepanjang tahun 2016, kinerja lapangan usaha konstruksi melambat dibandingkan tahun 2015. Rasionalisasi anggaran yang terjadi di periode akhir 2016 diperkirakan sebagai faktor utama penyebab perlambatan di tahun 2016. Rasionalisasi anggaran tersebut berdampak pada sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel seperti jalur Kereta Api Makassar-Parepare serta pembangunan bendungan, bendung dan waduk.
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) gRealisasi - Skala Kanan
Konstruksi
%, yoy
Ribu Ton
7.0
15
6.0
35
10
5.0
30
5 0
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
gKredit Konstruksi
20
%, yoy
Rp Triliun
25
4.0
20
3.0
15
2.0
(5)
10
1.0
5
(10)
0.0
0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.40. Pengadaan Semen
26
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.41. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
40
2017
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh terakselerasi. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 9,93% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,65% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok suku cadang dan aksesoris. Meningkatnya aktivitas masyarakat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) natal, tahun baru dan liburan sekolah mendorong lapangan usaha ini. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke lapangan usaha ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke lapangan usaha perdagangan tercatat mencapai Rp33,78 triliun atau tumbuh 5,62% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan III 2016 yang tumbuh 8,87% (yoy). Perdagangan 40.0
gKredit Perdagangan %, yoy
Rp Triliun
35.0
35
40%
30.0
30
30%
25.0
25
20%
20.0
20
15.0
15
10.0
10
5.0
5
0.0 II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
10% 0% -10%
0 I
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
%YOY
40
I
II
III IV
2012
-20%
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
I
II
2015
III IV
2016
-30%
2017
-40%
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.42. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.43. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan usaha transportasi dan penggudangan tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 0,24% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 9,21% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke lapangan usaha pengangkutan tercatat terkontraksi -5,23% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 1,38% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Meski terdapat sedikit peningkatan volume bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar dibandingkan triwulan sebelumnya, namun pertumbuhan volume bongkar muat barang mengalami kontraksi. Pada triwulan IV 2016, volume bongkar muat barang mencapai 2,47 juta ton atau terkontraksi -2,16%, membaik dari kontraksi periode sebelumnya yang tercatat -2,36% (yoy). Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan perlambatan, sejalan dengan pertumbuhan penumpang laut yang juga mengalami kontraksi yang lebih dalam pada periode laporan. Pengangkutan
3.0
gKredit Pengangkutan
%, yoy
Rp Triliun
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
80 70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20)
Ribu
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan
1,200
50
1,000
40 30
800
20
600
10
400
0
200
-10
0
-20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012
2013
2014
2015
2016
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Pengangkutan
Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik 1.45. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
Kedatangan Dalam Negeri
Volume Muat Barang Dalam Negeri
3,500
%, yoy
Ribu Ton
2,500
2,000 1,500 1,000 500 0 II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15)
3,000
I
Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
gTotal Bongkar & Muat
Ribu Orang
40 30 20 10 0 (10) (20) (30)
I
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.46. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar
%, yoy
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 6,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,60% (yoy). Perlambatan yang terjadi di usaha ini tidak sejalan dengan hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman yang tumbuh meningkat di periode laporan. Jika dirinci pada subkelompok SPE, subkelompok minuman memiliki pertumbuhan negatif -7,44% (yoy) menjadi 286,75 dari periode sebelumnya 290,09. 202
Indeks
30%
YOY
25% 152
20% 15%
102
10% 5%
52
0% -5%
2
-10% I
-48
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
-15%
2012
2013
2014
2015
2016
-20%
Makanan, Minuman & Tembakau
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.48. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perlambatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak tercermin dari kinerja lapangan usaha pariwisata yang tumbuh meningkat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 6.793 orang atau tumbuh 84,14% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 13,66% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami peningkatan dari 46,74% menjadi 43,76%. Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar. Jumlah Kedatangan Wisman 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
60
gWisman - Skala Kanan
Orang
%, yoy
100 80
%
50 40
60 40
30
20 0
(20) (40) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
20 10
TPK Sulsel
0 I
II
III IV
2012
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.49. Jumlah Wisatawan Mancanegara
28
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.50. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
I
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,35% (yoy) di periode laporan, lebih tinggi dari triwulan III 2016 yang tumbuh 7,92% (yoy). Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen lapangan usaha transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan peningkatan dari 149,17 pada triwulan III 2016 menjadi 156,90 pada triwulan laporan. Peningkatan lapangan usaha ini diindikasi pengaruh dari sublapangan usaha transportasi dan komunikasi khususnya traffic layanan SMS dan suara yang meningkat akibat terdapat aktivitas hari raya (natal) dan tahun baru.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 15,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 12,10% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu Aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp125,96 triliun atau tumbuh 7,13% (yoy) dari periode sebelumnya yang mencapai Rp123,19 triliun. Total DPK pada triwulan IV 2016 mencapai Rp81,97 triliun atau tumbuh 4,99% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan total DPK triwulan III 2016 yang mencapai Rp81,64 triliun. Sementara kredit tercatat tumbuh 8,35% (yoy) menjadi Rp109,72 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp108,40 triliun. 250
30
% YOY
Indeks
20
200
10
150
0 100
-10
50
-20
0
-30 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pertumbuhan - Skala Kanan
*) Data hingga Februari 2017
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 1.51. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Lapangan usaha Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate juga tercatat terakselerasi. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,16% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 5,40% (yoy). Peningkatan di lapangan usaha ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI Sulsel. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada tipe rumah menengah mengalami peningkatan, meski demikian IHPR pada tipe rumah kecil dan besar mengalami perlambatan. 25
%, yoy
20 15 10
5 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
UMUM
KECIL
MENENGAH
2017 BESAR
*) Angka Perkiraan
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik 1.52. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,81% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tecatat 8,07% (yoy). Penurunan kinerja ini searah dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan perlambatan menjadi 17,15% (yoy) atau sebesar Rp5,17 triliun, dari periode sebelumnya yang tumbuh 19,93% (yoy). Jasa Dunia Usaha 6.0
gKredit Jasa Dunia Usaha %, yoy
Rp Triliun
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20)
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.53. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh meningkat meski masih dalam fase kontraksi di periode laporan. Lapangan usaha administrasi pemerintah tumbuh -6,99% (yoy) di triwulan IV 2016, meningkat dari periode sebelumnya yang terkontraksi -7,66% (yoy). Membaiknya lapangan usaha administrasi pemerintahan akibat kinerja keuangan pemerintah yang meningkat di periode laporan. Realisasi belanja APBD dan APBN hingga triwulan IV 2016 diperkirakan sebesar Rp 56,58 triliun atau 94,22% dari yang ditargetkan sebesar Rp60,05 triliun. Secara nominal realisasi belanja tahun 2016 tumbuh 10,8% (yoy) dibandingkan keseluruhan 2015 yang tumbuh 19,7% (yoy). Penurunan pertumbuhan dibandingkan tahun 2015 karena pagu anggaran tahun 2016 untuk belanja APBN turun 14,5% atau sebesar Rp3,27 triliun. Sementara di sisi realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat lebih tinggi 91,92% atau Rp856,62 miliar pada triwulan IV 2016 dibandingkan dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 83,86%. Kemudian, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp4,28 triliun atau 85,68% dari target triwulan IV 2016 dan keseluruhan 2016 sebesar Rp5,0 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,99% (yoy) di triwulan IV 2016, tumbuh lebih rendah dibandingkan periode triwulan III 2016 yang tumbuh 8,00% (yoy). Perlambatan pertumbuhan lapangan usaha jasa pendidikan terjadi seiring dengan masuknya libur sekolah yang dimulai pada minggu ke-2 Desember 2016 dan minggu ke-4 Desember 2016 pada kalender akademik untuk sekolah tingkat SD/SMP/MTs/SMA/MA. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga menurun.
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 250
Indeks
YOY
60% 50%
200
120
Indeks
YOY
30%
100
20%
80
10%
20%
60
0%
10%
40
-10%
20
-20%
40%
30%
150
100
0%
50
-10% 0
-20% I
II III IV I 2012
II III IV I 2013 Alat Tulis
II III IV I
II III IV I
0
-30% I
II III IV
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012 2013 2014 Kertas, Karton, Cetakan
2014 2015 2016 Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.54. Perkembangan Penjualan Alat Tulis
II III IV I
II III IV
2015 2016 Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,43% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 7,53% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari peningkatan jasa tarif dokter spesialis, tarif laboratorium, dan obat-obatan terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Sejalan dengan jasa kesehatan, kegiatan sosial juga mengalami peningkatan, yang dikonfirmasi meningkatnya kredit yang disalurkan ke lapangan usaha jasa sosial masyarakat. Jasa Sosial Masyarakat 3.0
gKredit Jasa Sosial Masyarakat %, yoy
Rp Triliun
50
40
2.5
30
2.0
20
1.5
10
1.0
0
0.5
(10)
0.0
(20) I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.56. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
31
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Boks 1.A.
Hasil Riset Growth Diagnostic Provinsi Sulawesi Selatan Menggunakan Model Computable General Equilibrium (CGE) Dinamis2
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel telah melakukan riset growth diagnostic selama tahun 20153 2016 untuk mengidentifikasi kendala dalam perekonomian dan penyelesaiannya. Apabila pada riset growth diagnostic tahun 2015 menggunakan model CGE Statis yaitu simulasi dilakukan pada satu waktu tertentu, sementara pada tahun 2016 kali ini menggunakan model CGE dinamis yang menghitung perubahan pada setiap waktu tertentu. Masih menggunakan Kerangka Berfikir growth diagnostic yang dikembangkan Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005), terdapat 4 permasalahan utama yang telah teridentifikasi dalam perekonomian Sulsel yaitu: (1) terbatasnya konektivitas antar daerah baik jalur darat yang meliputi jalan dan rel kereta api maupun laut dalam menghubungkan antar daerah, yang ditandai oleh tingginya waktu tempuh antar daerah melalui jalur darat dan waktu tunggu (dwelling time) di pelabuhan; (2) kualitas pendidikan yang masih rendah, ditandai oleh rata-rata lama sekolah serta tingkat pendidikan tenaga kerja yang sebagian besar merupakan lulusan SD-SMP; (3) rendahnya tingkat inovasi di sektor pertanian sebagai sektor unggulan Sulsel, yang mengakibatkan tren pertumbuhan sektor ini terus turun; dan (4) infrastruktur distribusi listrik yang tidak 4 mencukupi hingga tahun 2020 , sehingga dapat menahan pembangunan ekonomi. Tabel 1.A.1. Matriks Temuan Permasalahan Berdasarkan Metode Growth Diagnostic Analisis
Penjelasan
Analisis Lingkungan Bisnis Kendala kritikal
SDM
Loka s i s tra tegi s , merupa ka n pi ntu gerba ng Indones i a Ti mur, deka t denga n Sura ba ya s eba ga i s a l a h s a tu pus a t perda ga nga n kedua terbes a r di Indones i a . Perba i ka n kua l i tas ja ri nga n ja l a n da n ka pa s i tas l i s tri k wi l a ya h ma s i h terba tas , konektivi tas pel a buha n da n ja l ur KA IPM da n tingka t pa rtis i pa s i ma s i h renda h
Indeks Korups i
Indeks korups i ketiga terenda h di Indones i a
Pembiayaan
Pengembalian Ekonomi
Geogra fi s Pendapatan Sosial
Mikro
Infrastruktur dan SDM
Infra s truktur
Infl a s i ra ta-ra ta s el a ma 5 tahun di ba wa h na s i ona l Makro
Kegagalan Pasar Internasional
Domestik
Moneter
Ikl i m Inves tas i menunja ng Indeks da ya s a i ng cukup kompetitif (peri ngka t 7 na s i ona l )
Fi s ka l
Bel a nja APBD di domi na s i bel a nja rutin
Inova s i
Mi ni mnya pengemba nga n i nova s i da l a m mendorong s ektor ekonomi utama (pertani a n)
Pena na ma n Moda l Pena na ma n moda l di ba wa h DKI Ja ka rta da n Ja wa Ti mur Ti ngka t s uku bunga i nves tas i cukup tinggi , na mun tida k berpenga ruh terha da p Bi a ya perkemba nga n i nves tas i Ri s i ko NPL Sul a wes i Sel a tan l ebi h tinggi di ba ndi ngka n Na s i ona l Kompetis i
Juml a h ba nk cukup ba nya k
Keterangan: Binding Constraint, masalah yang menjadi prioritas utama untuk diselesaikan Masalah tapi bukan prioritas utama untuk diselesaikan Tidak menjadi masalah saat ini
Pembangunan infrastruktur konektivitas darat (berupa perbaikan jalan dan pembangunan kereta api) serta 5 konektivitas laut (berupa pembangunan pelabuhan), memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan . Dampak positif secara langsung mampu mendorong peningkatan di sektor konstruksi serta pelayanan pemerintahan akibat pendanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Secara tidak langsung, terjadi peningkatan penyerapan tenaga 6 kerja, terutama didominasi oleh crops . Hal ini menjadi penting, karena sekitar 40% tenaga kerja di Sulsel bekerja di sektor pertanian. Jalan, kereta api, dan pelabuhan menyediakan akses ke suatu daerah yang sebelumnya tidak dapat diakses, dan memungkinkan investasi tumbuh lebih produktif. Untuk konektivitas darat, disimulasikan adanya perbaikan infrastruktur jalan dalam rangka meningkatkan efektivitas transportasi darat. Perbaikan jalan rusak milik Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 50% diperkirakan akan menurunkan biaya logistik sebesar 9,97%. Kondisi ini sejalan dengan penelitian dari Science Scope (2010), yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebagai dampak dari penurunan biaya. Kondisi jalan yang
2
Melanjutkan analisis Growth Diagnostic yang telah dimuat pada boks Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sulawesi Selatan periode triwulan IV 2014 dan triwulan II 2015 3 Mengadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005). 4 5 6
Hasil focus group discussion dengan PLN berdasarkan Roadmap Kelistrikan Nasional. Straub (2010) menyatakan bahwa infrastruktur, dan berdampak langsung pada peningkatan skala ekonomi dan produktivitas tenaga kerja. Kategori crops adalah tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan.
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
baik merupakan satu hal yang krusial bagi perekonomian Sulsel, karena dapat menekan biaya logistik sehingga dapat mendorong daya saing produk pertanian dan industri yang diperdagangkan antar pulau maupun ekspor. Perbaikan 7 infrastruktur jalan juga berdampak pada efisiensi transportasi . Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa perbaikan kualitas jalan berpotensi menambah rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,711%, dengan tambahan pertumbuhan aggregate employment sebesar 0,017%. Selain itu, untuk konektivitas darat juga dilakukan simulasi pembangunan Kereta Api Makassar-Parepare. Pembangunan tersebut juga diperkirakan akan menurunkan biaya karena terjadinya switching cost dari jalan ke kereta 8 api. Asumsi yang digunakan yaitu terdapatnya penyerapan dari pengguna jalan kepada kereta api sebesar 13,5% , serta terdapat penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 3%. Dengan asumsi tersebut, pembangunan Kereta Api berpotensi menambah rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,181%, dengan tambahan pertumbuhan aggregate employment sebesar 0,138%. Sementara itu, untuk mengatasi kendala konektivitas transportasi laut pemerintah tengah membangun pelabuhan baru di Sulsel. Hal ini dikarenakan pelabuhan utama di Sulsel yaitu Pelabuhan Soekarno Hatta telah beroperasi melebihi kapasitas terpasangnya, yang mengakibatkan tingginya dwelling time. Pembangunan Makassar New Port diperkirakan dapat menambah kapasitas pelabuhan sebesar 47% dan penurunan dwelling time dari 5 hari menjadi 4 hari. Dari hasil perhitungan, dampak pembangunan Makassar New Port tahap 1A memberikan penambahan rata-rata pertumbuhan terhadap baseline sebesar 0,469% dan 0,502% terhadap penyerapan tenaga kerja. Kondisi ini sejalan dengan penelitian dari New Zealand Ministry of Transport (2014), yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebagai dampak dari penurunan biaya dan waktu tempuh. Dari sisi kualitas pendidikan, pemerintah berupaya untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk. Berdasarkan RPJMN 2015-2019, ditargetkan bahwa Sulsel akan memiliki rata-rata lama sekolah 9,39 tahun pada tahun 2020, di mana pada tahun 2015 hanya 7,64 tahun. Peningkatan rata-rata lama sekolah mampu memberikan tambahan terhadap ratarata pertumbuhan baseline sebesar 0,245% dan penambahan pertumbuhan employment 0,578%. Kualitas pendidikan yang semakin baik diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif, atau meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor yang berproduktivitas rendah. Mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2015), peningkatan rata-rata lama sekolah akan meningkatkan produktivitas pekerja, terutama kepada golongan unskilled labor sehingga disparitas ekonomi antar warganya pun semakin mengecil. Wilson (2004) dan Fernandez (2000) juga menjelaskan bahwa SDM terampil merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, dan dianggap sebagai salah satu penentu utama pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2008; Barro, 2001). Dalam rangka mengatasi kendala kegagalan pasar, inovasi dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Inovasi dilakukan berdasarkan sektor unggulan di Sulsel, yaitu sektor pertanian. Penggunaan inovasi atau teknologi di tingkat petani terlihat masih minim. Pengukuran inovasi berdasarkan pemanfaatan telepon seluler di petani yang masih rendah. Diasumsikan petani menggunakan telepon seluler untuk mengurangi asymmetric information terkait harga jual produknya. Melalui telepon seluler, petani memiliki tambahan informasi yang dapat dipergunakan untuk mendorong 9 pendapatannya . Perbedaan pendapatan antara petani yang memiliki telepon seluler dengan yang tidak memiliki sebesar 10 Rp60.000-Rp70.000 di tahun 2012 . Beberapa dinas terkait (Badan Ketahanan Pangan Daerah dan Biro Perekonomian Provinsi Sulsel) telah melakukan diseminasi informasi melalui pesan singkat (SMS) kepada kelompok tani dari tahun 2013. Melalui penggunaan telepon seluler di tingkat petani, mampu memberikan tambahan terhadap rata-rata pertumbuhan baseline sebesar 0,030% dan penambahan pertumbuhan employment sebesar 0,085%. Rendahnya peningkatan tersebut diperkirakan karena sampel dari asumsi ini hanya petani di sektor tanaman bahan pangan dan hortikultura. Perbaikan kualitas pendidikan dan pengembangan inovasi, dalam simulasi mampu mendorong peningkatan pada komoditas padi dan crops karena pangsa terbesar ekonomi Sulsel didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yaitu sekitar 20%. Simulasi shock peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan inovasi juga mendorong penyerapan tenaga kerja sektor non jasa khususnya komoditas padi dan crops. Sementara untuk sektor jasa, peningkatan kualitas pendidikan mendorong penyerapan tenaga kerja di sektor jasa keuangan, dan pengembangan inovasi berbasis teknologi mendorong penyerapan tenaga kerja di jasa pelayanan pemerintah karena pemerintah menggunakan teknologi 11 dalam memperkuat dan membangun hubungan dengan masyarakat .
7
Horridge (2012) Erjavec, Jure, et al (2014) 9 Labonne, et.al (2009); Aker, et.al (2010); Mittal, et. Al (2010); Bairagi et.al (2011). 10 Andrini, Retno, M. Purnagunawan, Adhitya Wardhana, Arief Anshory Yusuf (2016). 11 Ndou, Valentina (2014) 8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
33
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan akhir tahun 2016 cukup baik. Realisasi belanja hingga akhir 2016 tercatat Rp6,93 triliun atau 95,0% dari yang dianggarkan sebesar Rp7,30 triliun, lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang mencapai 91,7%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (67,3%) dan belanja transfer (20,3%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal mencapai 12,4%.
Disisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel terlihat menurun seiring dengan adanya penyesuaian anggaran. Sampai dengan akhir 2016 telah terealisasi sebesar Rp17,05 triliun atau 88,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,27 triliun. Seluruh komponen belanja memperlihatkan peningkatan kecuali belanja barang dan bantuan sosial.
Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, mengingat sektor swasta yang merupakan salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi masih dalam kondisi yang belum pasti.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
35
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
2.1 Struktur Anggaran Pagu anggaran belanja terbesar disediakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, (2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang disediakan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp33,42 triliun atau 55,7% dari total pagu anggaran belanja sebesar Rp60,05 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja pada APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp19,27 triliun (32,1%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja pada APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,30 triliun (12,2%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan IV 2016 telah berhasil direalisasikan sebesar Rp56,58 triliun atau 94,22% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran tersebut naik 10,8% (yoy) dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp51,05 triliun.
APBN; Rp17.047; 30,1%
APBN; Rp19.269; 32,1% APBD KAB/ KOTA; Rp33.418; 55,7%
ANGGARAN 2016 (Rp miliar)
APBD KAB/ KOTA; Rp32.372; 57,2%
APBD PROVINSI; Rp7.295; 12,2%
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2016
REALISASI TAHUN 2016 (Rp miliar)
APBD PROVINSI; Rp7.162; 12,7%
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2016
Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan IV 2016, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp32,37 triliun atau 57,2% dari total realisasi belanja pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp17,05 triliun (30,1%), dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp7,16 triliun atau 12,7% (Grafik 2.2).
2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi 2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan Pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh transfer dari Pemerintah pusat, terutama dalam bentuk DAK dan DAU. Sampai dengan triwulan IV 2016 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp3,71 triliun atau 52,66% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp7,16 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) masing-masing dengan porsi mencapai 53,7% dan 37,6%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal IV 2016 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan IV 2016 mencapai Rp3,52 triliun (48,2%), dengan sumber pendapatan utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp3,08 triliun dengan porsi 89,3% dari PAD. Sementara selebihnya berasal dari sumber lain-lain PAD yang sah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Pendapatan Retribusi. Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan dengan porsi PAD yang meningkat. Sampai dengan akhir tahun 2016, realisasi pendapatan telah mencapai Rp7,16 triliun (97,3%) dari yang ditargetkan sebesar Rp7,36 triliun. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 96,6%, PAD mencapai 98,1%, dan sumber lain-lain pendapatan yang sah mencapai 68,8% dari yang ditargetkan.
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
100% 90%
Rp miliar Rp3,173
Rp2,464
Rp2,915
(59%)
(55%)
(45%)
(47%)
Rp2,199
Rp3,029
10%
(41%)
Rp2,560 (45%)
Rp3,250
20%
(55%)
(53%)
Rp3,450 (48%)
2012
2013
2014
2015
2016
80%
Rp3,118
70%
Rp3,705 52%)
60% 50% 40% 30%
0% Pendapatan Transfer
Pendapatan Asli Daerah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan IV 2016 meningkat mencapai 97,3% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian akhir tahun lalu 95,8%. Demikian pula secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan IV 2016 sebesar Rp7,16 triliun, lebih besar dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,17 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan pajak daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, masing-masing sebesar Rp3,08 triliun dan Rp106,76 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari hasil peningkatan intensifikasi penagihan tunggakan PKB melalui kegiatan penertiban dokumen administrasi kendaraan bermotor, program samsat delivery order, dan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga menambah penerimaan PAD dari pajak kendaraan. Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN PERUBAHAN 2015
REALISASI 2015 NOMINAL
% REALISASI
ANGGARAN PERUBAHAN 2016
REALISASI 2016 NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
3.432,70
3.250,00
94,68%
3.516,80
3.449,56
- Pendapatan Pajak Daerah
3.067,50
2.813,88
91,73%
3.145,44
3.079,66
97,91%
93,12
94,20
101,16%
85,54
86,53
101,16% 100,00%
- Pendapatan Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
98,09%
89,01
88,98
99,96%
106,76
106,76
- Lain-lain PAD yang Sah
183,06
252,93
138,17%
179,06
176,61
98,63%
PENDAPATAN TRANSFER
2.988,42
2.914,76
97,54%
3.834,77
3.704,82
96,61%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
281,79
204,82
72,69%
271,49
314,34
115,78%
- DAU
1.180,01
1.180,01
100,00%
1.394,15
1.394,15
100,00%
- DAK
278,36
616,48
221,47%
2.164,13
1.991,32
92,01%
1.248,26
913,45
73,18%
5,00
5,00
100,00%
24,66
8,59
34,83%
11,93
8,21
68,83%
6.445,78
6.173,35
95,77%
7.363,50
7.162,59
97,27%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH JUMLAH PENDAPATAN
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan da n Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Selain itu, tingginya realisasi pendapatan juga disebakan oleh masih tingginya realisasi pendapatan transfer yang mencapai Rp3,70 triliun (96,6%), dengan nilai yang lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun sebelumnya sebesar Rp2,91 triliun (97,5%). Komponen pendapatan transfer yang mengalami peningkatan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DBH sampai dengan triwulan IV 2016 telah mencapai Rp314,34 miliar (115,8%), lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp204,82 miliar (72,7%). DAU telah mencapai Rp1,39 triliun (100,0%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,18 triliun (100,0%). Sementara DAK mencapai Rp1,99 triliun (92,0%), lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp616,48 miliar (221,5%). Komponen transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk ke komponen DAK. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai target Rp5,0 miliar (100,0%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp8,21 miliar (68,8%), secara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
37
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
nominal lebih rendah dari pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp8,59 miliar (34,8%). Kedepan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty.
2.2.2 Belanja 2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi oleh belanja operasional. Sampai dengan triwulan IV 2016, nilai realisasi belanja operasional mencapai Rp4,67 triliun (67,3%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,05 triliun (66,7%). Selanjutnya, realisasi disusul oleh belanja transfer yang juga meningkat menjadi Rp1,41 triliun (20,3%) dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,18 triliun (19,4%). Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp856,62 miliar (12,4%). Secara nominal, pencapaian realisasi belanja modal tersebut lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp843,27 miliar (13,9%). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Rp677 (15%)
Rp377 (8%)
Rp3,549 (77%)
Rp843
Rp1,101
(17%)
Rp490 (10%)
Rp3,587 (73%)
Rp1,176
Rp1,408
(20%)
(19%)
(20%)
Rp676
Rp843
Rp857
(12%)
(14%)
(12%)
Rp3,822
Rp4,048
Rp4,666
(68%)
(67%)
(67%)
2014
2015
2016
Rp miliar 2012
2013
Belanja Transfer
Belanja Modal
Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel meningkat. Realisasi belanja hingga triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp6,93 triliun atau 95,0% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,30 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih tinggi dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,07 triliun atau 91,7% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,62 triliun. Dengan realisasi belanja tersebut, maka pada akhir 2016 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel sebesar Rp231,61 miliar. Realisasi belanja operasional lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi pada belanja operasional disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-13 dan ke-14 bagi pegawai negeri (termasuk TNI/Polri), penambahan pegawai dan pembayaran kenaikan gaji berkala, serta pembayaran honorarium yang telah dilakukan pada triwulan II 2016. Total pos belanja operasional hingga triwulan IV 2016 terealisasi Rp4,67 triliun (94,5%), meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,05 triliun (93,3%). Realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja pegawai, barang, dan hibah masing-masing Rp1,14 triliun (94,4%); Rp1,39 triliun (92,1%); dan Rp1,75 triliun (95,8%). Pada periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing tercatat sebesar Rp1,07 triliun (92,4%); Rp1,27 triliun (90,2%); dan Rp1,22 triliun (96,3%). Sementara belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja bunga dan belanja bantuan keuangan masing-masing menjadi Rp21,17 miliar (98,5%) dan Rp365,5 miliar (98,2%), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing tercatat Rp28,16 miliar (96,8%) dan Rp458,85 miliar (95,9%). Realisasi belanja modal juga meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja modal telah mencapai Rp856,62 miliar atau 91,9% dari yang ditargetkan sebesar Rp931,89 miliar, lebih tinggi dibandingkan pecapaian pada triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp843,27 miliar (83,9%). Belanja modal yang terealisasi lebih tinggi antara lain belanja peralatan/mesin, belanja jalan/irigasi/jaringan, belanja aset tetap lainnya, dan aset lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp214,15 (93,0%), Rp483,63 miliar (92,2%), Rp3,17 miliar (97,5%), dan
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Rp9,93 miliar (93,3%). Di sisi lain, belanja modal yang terealisasi lebih rendah antara lain belanja tanah dan belanja gedung/bangunan, dengan nilai realisasi masing-masing sebesar Rp5,91 miliar (78,1%) dan Rp139,83 miliar (89,9%).
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN PERUBAHAN 2015
REALISASI 2015 NOMINAL
% REALISASI
ANGGARAN PERUBAHAN 2016
REALISASI 2016 NOMINAL % REALISASI
BELANJA BELANJA OPERASIONAL
4.340,27
4.047,64
93,26%
4.936,65
4.666,22
94,52%
- Belanja Pegawai
1.158,45
1.070,87
92,44%
1.206,93
1.139,63
94,42%
- Belanja Barang
1.405,43
1.267,85
90,21%
1.511,35
1.392,11
92,11%
- Belanja Bunga
29,10
28,16
96,77%
21,50
21,17
98,48%
- Belanja Hibah
1.269,06
1.221,91
96,28%
1.824,70
1.747,84
95,79%
478,23
458,85
95,95%
372,16
365,47
98,20%
1.005,56
843,27
83,86%
931,89
856,62
91,92%
- Belanja Bantuan Keuangan BELANJA MODAL - Belanja Tanah
112,03
88,42
78,92%
7,57
5,91
78,08%
- Belanja Peralatan & Mesin
158,60
140,44
88,55%
230,20
214,15
93,03%
- Belanja Gedung dan Bangunan
154,41
145,23
94,06%
155,49
139,83
89,93%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
561,82
460,82
82,02%
524,74
483,63
92,17%
1,19
1,14
95,43%
3,25
3,17
97,48%
17,51
7,24
41,33%
10,65
9,93
93,28%
2,58
-
- Belanja Aset Tetap Lainnya - Aset Lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA
4,50
0,00%
JUMLAH BELANJA
5.350,33
4.890,91
91,41%
5.871,12
5.522,84
94,07%
TRANSFER
1.269,19
1.175,95
92,65%
1.424,44
1.408,14
98,86%
TOTAL BELANJA
6.619,51
6.066,86
91,65%
7.295,56
6.930,98
95,00%
(173,73)
106,49
-61,29%
67,94
231,61
340,88%
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
309,73
309,74
100,00%
129,96
129,96
100,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
136,00
136,00
100,00%
195,00
195,00
100,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN
173,73
173,74
100,01%
(65,04)
(65,04)
100,00%
SURPLUS / (DEFISIT) PEMBIAYAAN
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota tercatat meningkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomiannya. Realisasi transfer sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat Rp1,41 triliun (98,9%), lebih tinggi dari triwulan IV tahun sebelumnya Rp1,18 miliar (92,7%). Peningkatan transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.
2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel 2.3.1 Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pegawai mencapai Rp7,0 triliun atau 44,1% dari total belanja sebesar Rp17,05 triliun. Pangsa belanja pegawai pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6,49 triliun (32, 8%). Selanjutnya disusul belanja barang tercatat sebesar Rp5,71 triliun (33,5%), meski secara nominal lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,74 triliun (31,1%). Sementara itu, realisasi belanja modal tercatat turun menjadi Rp4,27 triliun (25,1%), dibandingkan triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp6,14 triliun (31,1%). Selain itu, realisasi belanja untuk bantuan sosial juga turun secara signifikan menjadi Rp45,83 miliar (0,3%) dari realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp1,38 triliun (7,0%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
39
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
100% 90% 80% 70%
Rp1,727
Rp1,425
Rp1,279
Rp1,384
Rp45
Rp4,467
Rp4,930
Rp3,774
Rp6,144
Rp4,286
60%
Rp5,711
50% 40%
Rp3,247
Rp4,037
Rp4,308
Rp4,778
Rp4,308
Rp5,741
30% 20% 10% 0%
Rp7,006
Rp6,489
Rp5,346
Rp Miliar 2012 2013 Belanja Bantuan Sosial
2014
Belanja Barang
2015 Belanja Modal
2016
Belanja Pegawai
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan IV 2016 secara persentase lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 88,5%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan IV 2015 (87,7%). Secara nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel tercatat turun seiring dengan besaran pagu anggaran yang mengalami penurunan. Dengan demikian, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan IV 2016 tercatat Rp17,05 triliun, turun dibandingkan realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp19,76 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran terutama terjadi pada belanja pegawai karena untuk pembayaran gaji ke-13 dan 14. Sementara 12 untuk belanja barang dan modal mengalami penyesuaian pagu anggaran , sehingga nilainya lebih rendah dari tahun 2015, didorong oleh target pendapatan Negara yang tidak tercapai sebagaimana yang direncanakan. Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan IV 2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp7,00 triliun atau 99,3% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan IV tahun 2015, baik secara persentase (97,4%) maupun secara nominal (Rp6,49 triliun). Di sisi lain, realisasi persentase belanja modal mencapai 85,7% meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2015 (79,6%), sejalan dengan pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi Pompengan Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional, Pembangunan Rumah Sakit, Pembangunan Akademi Penerbangan, Politeknik Pelayaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, dan lain-lain. Sedangkan pencapaian realisasi belanja barang dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan baik secara persentase maupun nominal yang disalurkan masing-masing Rp5,71 triliun (79,8%) dan Rp 44,83 miliar (91,5%). Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa 13 pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan . Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan IV Per Jenis Belanja Rp miliar
URAIAN
ANGGARAN 2015
REALISASI 2015 NOMINAL
% REALISASI
ANGGARAN 2016
REALISASI 2016 NOMINAL
% REALISASI
Belanja Pegawai
6.666,25
6.489,32
97,35%
7.058,38
7.005,81
99,26%
Belanja Barang
6.562,07
5.741,41
87,49%
7.159,42
5.711,00
79,77%
Belanja Modal
7.722,19
6.144,31
79,57%
5.002,40
4.285,88
85,68%
Belanja Bantuan Sosial
1.584,60
1.384,12
87,35%
49,02
44,83
91,46%
22.535,11
19.759,17
87,68%
19.269,21
17.047,52
88,47%
JUMLAH BELANJA
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
12
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 125/PMK.07/2016 tanggal 16 Agustus 2016, telah memutuskan melakukan penundaan penyaluran sebagian Transfer ke Daerah. 13
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren 14 menurun . Pada akhir tahun 2016 tercatat 0,91% dibanding tahun 2015 yang mencapai 0,95%. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 0,85% di 2015 menjadi 0,98% pada 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah cenderung menurun, sebaliknya kecenderungan ketergantungan kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin meningkat. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah penurunan kemampuan menggali pendapatan asli daerah tersebut disebabkan kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya. 1.1 1.0
5.5
%
5.3 0.98
0.9
0.98 0.89
0.85
0.8 0.7
5.1
% 2.12
2.09
0.99
1.01
0.95
0.91
0.6
4.1
0.4 2012
2013
2014
Pendapatan Asli Daerah
1.49
1.36
4.5 4.3
0.51
0.5
2.04
4.9 4.7
0.96
2.5 2.3 2.1 1.9 1.7 1.5 1.3 1.1 0.9 0.7 0.5
%
2015
2016
Pendapatan Transfer
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
4.86
4.79
4.50
5.17
4.97
3.9 2012
2013 2014 Belanja Operasi
2015 2016 Belanja Modal
Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 15
Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB menurun . Kecenderungan penurunan belanja operasional dan modal masing-masing menjadi 4,97% dan 1,36%. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan realisasi belanja terutama belanja barang dan belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.
14 15
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
41
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAHD
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan IV 2016 tercatat 2,94% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 (3,07%, yoy), terutama karena turunnya tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Penurunan ini dikarenakan terjaganya konsumsi masyarakat serta terdapat panen di beberapa komoditas pangan, sehingga mampu mengimbangi pasokan di tengah perayaan hari raya natal. Meski disisi lain kelompok kesehatan dan perumahan, air dan gas mengalami peningkatan. Pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan inflasi, sebagai implikasi dari kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA, serta kenaikan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun demikian, dengan upaya pengendalian inflasi yang dilakukan diperkirakan inflasi masih akan berada dalam kisaran sasaran 4 ± 1 %. Adapun upaya pengendalian inflasi kedepan antara lain pelaksanaan Rakor TPID yang akan lebih diintensifkan, penyusunan Roadmap TPID hingga tahun 2020 di Kabupaten/Kota, pengembangan komoditas inflasi (aneka cabe) di Kota Makassar, serta penguatan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dalam rangka meminimalisir asymmetric information baik di tingkat petani, pedagang maupun konsumen.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
43
BAB 3INFLASI DAERAH
3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan IV 2016 mengalami penurunan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 2016 tercatat 2,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir triwulan III 2016 yang tercatat 3,07% (yoy). Penurunan tersebut sejalan dengan inflasi Nasional yang juga menurun,bahkan Inflasi Sulsel pada triwulan IV tersebut tercatat lebih rendah dari inflasi Nasional sebesar 3,02% (yoy). Secara umum, menurunnya tekanan inflasi disebabkan oleh menurunnya harga pada kelompok bahan makanan, makanan jadi, sandang, dan terjadinya deflasi yang lebih dalam pada kelompok transpor. Penurunan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh panen yang terjadi pada triwulan IV 2016 di sejumlah daerah seperti Kabupaten Soppeng, Sidrap dan Gowa. Selain itu, kondisi stok beras yang dimiliki Bulog juga cukup memadai dengan ketahanan hingga triwulan II 2017. Sementara itu, deflasi pada kelompok transpor disebabkan oleh penurunan tarif angkutan dalam kota, kendaraan carter, dan tarif sewa motor. Pada triwulan I 2017 tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Hal tersebut seiring dengan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Januari, 16 Maret, dan Mei . Selain itu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdapat kenaikan tarif dan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) yang efektif naik per tanggal 6 Januari 2017. Sejalan dengan perkembangan tersebut, inflasi kelompok administered price meningkat dari -1,35% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,85% (yoy) pada triwulan I 2017 (data per Januari 2017).
10 Nasional (yoy) Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq)
8 6
2,94
4
3,02
2
0,75
0 (2) I
%
II III IV
I
2012
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
I
II III IV I*
2016
2017
Ket: *) Data hingga Januari 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa17 Penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 terjadi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi, Sandang dan Transpor. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 6,36% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,51% (yoy); Makanan Jadi menurun dari 4,01% (yoy) menjadi 3,63% (yoy) pada periode laporan; dan kelompok Sandang 2,97% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 3,13% (yoy). Sementara itu pada kelompok transpor juga terjadi penurunan tekanan dengan deflasi yang lebih besar menjadi -0,87% (yoy) dari sebelumnya -0,48% (yoy).
16 17
Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa TAHUN
2012
2013
2014
2015
2016 2017
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76 6.15 1.97 16.02 12.87 15.01 16.11 8.78 12.46 9.46 6.51 6.36 3.24
4.49 4.29 4.97 5.03 4.57 4.63 4.70 4.47 5.39 5.38 5.80 6.21 6.34 6.54 6.23 5.48 4.82 5.26 4.01 3.63 3.69
4.18 3.98 3.41 3.35 3.43 3.60 4.76 6.06 6.25 5.96 6.32 6.87 7.33 7.84 6.48 4.13 3.40 2.75 2.63 2.76 2.15
Sandang
9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73 5.65 4.12 3.24 4.51 4.86 6.95 6.01 5.89 6.36 3.13 2.97 3.19
Kesehatan Pendidikan
7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79 5.22 5.28 5.08 5.75 5.52 5.28 5.02 3.87 3.14 2.51 2.65 1.91
2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33 1.38 1.97 1.85 2.18 2.35 2.63 2.57 2.25 2.10 0.78 0.83 0.83
Transpor
0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31 7.91 0.87 10.15 4.35 6.00 7.20 (0.99) 2.80 (0.76) (0.48) (0.87) 3.30
UMUM
4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 2.83
Keterangan: *) Data hingga Januari 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan IV 2016, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 6,51% (yoy) pada akhir triwulan III 2016 menjadi 6,36% (yoy) di akhir triwulan IV 2016. Penurunan tekanan inflasi terjadi di hampir seluruh subkelompok kecuali ikan segar, bumbubumbuan serta lemak dan minyak. Meski subkelompok kacang-kacangan mengalami peningkatan, namun masih dalam fase deflasi. Penurunan inflasi tertinggi di subkelompok sayur-sayuran, buah-buahan, telur, susu dan hasilnya, dan padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya dari masing-masing 6,81% (yoy), 8,47% (yoy), 2,09% (yoy) dan 4,62% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -2,95% (yoy), 5,32% (yoy), 0,56% (yoy), dan 3,28% (yoy) di triwulan IV 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Pasokan bahan pangan yang cukup disertai tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil menjadi faktor utama terjaganya tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan. Panen pada komoditas sayur, buah dan padi mengakibatkan cukup banyaknya ketersediaan pasokan pangan. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi pada tiwulan laporan yaitu wortel, sawi putih, labu parang, sawi hijau dan labu siam masing-masing -31,02% (yoy), -18,83% (yoy), -15,64% (yoy), -13,03% (yoy) dan -11,43% (yoy). Subkelompok bumbu-bumbuan menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan IV 2016. Cabe merah dan bawang merah tercatat memiliki inflasi tinggi sebesar 57,94% (yoy) dan 57,17% (yoy) dari total inflasi tahunan Sulsel pada triwulan IV 2016. Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi pada triwulan IV 2016 yaitu ikan teri (segar), ikan mujair, daun bawang, ikan merah dan bawang putih masing-masing 46,26% (yoy), 41,82% (yoy), 41,71% (yoy), 34,80% (yoy), dan 29,28% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
45
BAB 3INFLASI DAERAH
Curah hujan yang meningkat di akhir periode laporan mendorong kenaikan laju inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar. Intensitas curah hujan yang meningkat dari menengah (50-150 mm) menjadi tinggi (300-400 mm) menjadi salah satu penyebab utama kenaikan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan dan ikan segar, sehingga komoditi tersebut mencatat inflasi tertinggi masing-masing - 19,80% (yoy) dan 15,13% (yoy). Selain itu, tingginya gelombang laut hingga mencapai 1,5 meter juga mempengaruhi nelayan untuk pergi melautsehingga pasokan yang rendah mendorong kenaikan harga komoditas ikan segar. Perkembangan hingga awal triwulan I 2017 menunjukkan adanya penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, dan inflasinya diperkirakan terjaga di akhir triwulan I 2017. Penurunan tekanan inflasi di akhir triwulan I 2017 disebabkan oleh adanya panen pada bulan Februari-Maret 2017, serta telah berakhirnya fenomena La Nina sehingga diperkirakan pengaturan waktu tanam/panen dapat kembali pada pola normalnya. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat menurun menjadi 3,24% (yoy). Meski diperkirakan akan sedikit meningkat, namun inflasi kelompok bahan makanan diperkirakan stabil di akhir triwulan I 2017.
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan IV 2016 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi 3,63% (yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,01% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok kecuali tembakau dan minuman beralkohol. Penurunan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dengan inflasi yang mengalami penurunan dari 5,93% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 3,83% (yoy) di triwulan IV 2016. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Penurunan harga gula pasir dan jus buah menahan tekanan inflasi pada subkelompok minuman non alkohol di triwulan IV 2016. Turunnya tekanan inflasi gula pasir dan jus buah dari 18,72% (yoy) dan 2,64% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 11,93% (yoy) dan 0,28% (yoy) di triwulan IV 2016 disebabkan oleh terjaganya permintaan konsumsi masyarakat pada 18 periode laporan. Selain itu, pada tahun 2016 terjadi kenaikan produksi gula pasir di Sulsel . Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 28 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas gula pasir, kue basah, martabak, pecel dan jus buah tercatat sebagai lima komoditas utama penahan inflasi di triwulan IV 2016. Di sisi lain, ayam bakar, rokok kretek filter, rokok putih, sop, dan soto tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong tekanan inflasi triwulan IV 2016. Hingga awal triwulan I 2017, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang stabil dan diperkirakan akan tetap stabil hingga akhir triwulan I 2017. Stabilnya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan oleh terjaganya inflasi subkelompok minuman non alkohol (gula pasir dan sirop). Hal ini diperkirakan karena konsumsi masyarakat kembali pada pola normalnya setelah Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan IV 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami kenaikan. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 2,76% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,63% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta perlengkapan rumah tangga. Pada triwulan IV 2016, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta perlengkapan rumah tangga tersebut
18
Dinas Perkebunan Sulsel menyatakan terjadi peningkatan produksi gula sulsel meningkat 15 ribu ton.
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
tercatat mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 0,71% (yoy) dan 5,37% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi masing-masing 1,81% (yoy) dan 5,48% (yoy). Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 34 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan tekanan inflasi adalah jasa pembuangan sampah, bola lampu, kasur, panci dan ongkos binatu. Inflasi kelima komoditas tersebut naik signifikan dari masing-masing 6,65% (yoy), 10,65% (yoy), 5,66% (yoy), 13,33% (yoy) dan 0,0% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 13,48% (yoy), 14,83% (yoy), 8,77% (yoy), 15,98% (yoy) dan 2,17% (yoy) pada triwulan IV 2016. Namun demikian, peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan tekanan inflasi di 31 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi tertinggi adalah tempat tidur, tisu, kusen, cat kayu/besi, upah pembantu RT, dan pengharum/pelembut cucian, yang menurun masing-masing menjadi 7,17% (yoy), -0,01% (yoy), 2,22% (yoy), 1,61% (yoy) dan 2,61% (yoy), dari triwulan III 2016 masing-masing 10,60% (yoy), 2,91% (yoy), 4,34% (yoy), 3,43% (yoy) dan 4,36% (yoy). 350 300
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
%, yoy
Indeks
250 200
150 100 50 0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV IP
2012
2013
2014
2015
2016
IHPR
2017
gIndeks - Skala Kanan
P: Angka perkiraan
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
Peningkatan jasa pembuangan sampah menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Peningkatan jasa pembuangan sampah diperkirakan karena terjadi kenaikan sebesar 50% pada biaya jasa pembuangan sampah dari Rp10.000/rumah/bulan menjadi Rp15.000/rumah/bulan. Selain jasa pembuangan sampah, tarif listrik juga menempati peringkat 7 komoditas penyumbang inflasi di kelompok ini. TTL (Tarif Tenaga Listrik) mengalami peningkatan pada seluruh golongan Rumah Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintah, dan Publik (penerangan jalan dan layanan khusus). Peningkatan TTL dipengaruhi oleh mulai meningkatnya harga minyak dunia BBM di triwulan IV 2016, dimana harga minyak merupakan salah satu aspek penentu pada perhitungan TTL selain aspek nilai tukar dan inflasi. Inflasi TTL tercatat meningkat dari 1,11% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 2,81% (yoy) di triwulan IV 2016. Kenaikan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar ditahan oleh subkelompok biaya tempat tinggal yang mengalami penurunan. Penurunan ini juga terkonfirmasi dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan IV 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR tercatat tumbuh melambat dari 2,47% (yoy) pada triwulan III 2016, menjadi 1,69% (yoy) pada triwulan IV 2016. Penurunan ini mengindikasikan melambatnya permintaan terhadap rumah hunian, terutama pada tipe rumah kecil dan menengah. Penurunan harga rumah yang lebih rendah 19 tersebut diperkirakan karena pengembang memilih menahan harga akibat penjualan rumah cenderung stagnan . Hingga awal triwulan I 2017 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola penurunan, meskipun diperkirakan berpotensi meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada Januari dan Maret 20 2017 terdapat pengalihan subsidi listrik pelanggan daya 900 VA. Selain itu, harga bahan bakar rumah tangga ukuran 3 kg di tingkat eceran juga mengalami peningkatan sebesar Rp500-Rp3.000/tabung. Peningkatan terbesar terjadi di Kabupaten Bone yang meningkat Rp1.000-Rp3.000/tabung, sementara di Kota Parepare dan Kota Palopo mengalami kenaikan sebesar Rp500/tabung, dan di Kota Makassar naik sebesar Rp1.000/tabung.
19 20
Sesuai dengan informasi anekdotal pada November 2016 Sesuai dengan Survey Penjualan Harian (SPH) hingga Minggu V Januari 2017 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
47
BAB 3INFLASI DAERAH
3.2.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang pada triwulan IV 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini tercatat 2,97% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan III 2016 sebesar 3,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang wanita dan sandang anak-anak secara berurutan tercatat 1,89% (yoy) dan 1,00% (yoy) di triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat 3,40% (yoy) dan 2,00% (yoy). Komoditas pembalut wanita dan baju muslim anak-anak menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok sandang. Inflasi pembalut wanita dan baju muslim anak-anak menurun signifikan dari 14,99% (yoy) dan 9,23% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 0,92% (yoy) dan -3,75% (yoy) di triwulan IV 2016. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 27 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah pembalut wanita, baju muslim anak-anak, pakaian dalam wanita, baju batik dan ikat pinggang. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing 14,99% (yoy), 9,23% (yoy), 10,09% (yoy), 3,27% (yoy) dan 15,72% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi masing-masing 0,92% (yoy), -3,75% (yoy), 6,60% (yoy), 0,10% (yoy) dan 12,59% (yoy) di triwulan IV 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 42 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah dompet, pampers, baju kaos berkerah, kaos dalam, dan payung dari masing-masing 0,55% (yoy), -0,14% (yoy), 2,08% (yoy), 5,09% (yoy) dan 0,00% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi 6,54% (yoy), 3,04% (yoy), 4,93% (yoy), 6,47% (yoy) dan 1,34% (yoy). Pada awal triwulan I 2016, inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan meski diperkirakan tetap terjaga hingga akhir triwulan. Peningkatan tersebut terjadi di subkelompok sandang anak-anak serta barang pribadi dan sandang lainnya. Faktor risiko yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga emas yang dapat mendorong inflasi kelompok ini. 12
2,000.0
10
1,800.0
yoy
qtq
%, yoy
Emas
1,400.0
6
10%
1,200.0
4
1,000.0
2
800.0
0
600.0
(2)
400.0
*) Data hingga Januari 2017
I
II III IV I
II III IV I
0% -10%
-20%
200.0
(4) II III IV I
II III IV I
II III IV I*
0.0
-30% I
2012
2013
2014
2015
2016
2017
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan meningkat. Pada triwulan IV 2016, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi 2,51% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, jasa perawatan jasmani dan kosmetika tercatat mengalami peningkatan inflasi dari 2,25% (yoy), 5,64% (yoy), dan 2,44% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi masing-masing 2,42% (yoy), 6,45% (yoy) dan 2,65% (yoy).
48
30% 20%
gHarga - Skala Kanan
1,600.0
8
%
$/troy oz
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Lulur dan creambath menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi di kelompok ini. Inflasi lulur dan creambath meningkat signifikan dari 2,45% (yoy) dan 3,96% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 9,92% (yoy) dan 9,85% (yoy) di triwulan IV 2016. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini adalah lulur, creambath, make up salon, dokter spesialis, dan tarif laboratorium. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,45% (yoy), 3,96% (yoy), 1,43% (yoy), 0,05% (yoy) dan 22,51% (yoy) di triwulan III 2016, menjadi masing-masing 9,92% (yoy), 9,85% (yoy), 4,96% (yoy), 3,29% (yoy) dan 24,97% (yoy) di triwulan IV 2016. Di sisi lain, dari 21 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, 5 komoditas yang mengalami penurunan inflasi terbesar adalah check up dokter, alat kontrasepsi, tarif gunting rambut wanita, sabun wajah dan obat sakit kepala. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan inflasi dari 21,34% (yoy), 5,17% (yoy), 2,22% (yoy), 4,14% (yoy) dan 4,12% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 8,07% (yoy), 0,00% (yoy), 0,00% (yoy), 2,35% (yoy) dan 2,51% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan. Di awal triwulan I 2017, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada seluruh kelompok kesehatan. Penurunan inflasi terbesar berasal dari tarif laboratorium dan dokter umum. Risiko yang diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok obat-obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika dimana bahan baku subkelompok obat-obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika berasal dari impor yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah.
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat 0,83% (yoy), meningkat dari triwulan III 2016 sebesar 0,78% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini didorong oleh subkelompok kursus-kursus/pelatihan, rekreasi, dan olahraga. Ketiga subkelompok tersebut tercatat mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 2,90% (yoy), 0,33% (yoy), dan 1,17% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi masing-masing 4,37% (yoy), 0,38% (yoy) dan 1,47% (yoy) di triwulan IV 2016. Peningkatan inflasi kelompok ini tertahan oleh penurunan inflasi di subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan yang menurun dari 0,25% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 0,16% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara subkelompok pendidikan tercatat stabil pada 0,60% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Kursus bahasa asing dan pakaian olahraga pria menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi sewa kursus bahasa asing dan pakaian olahraga pria meningkat signifikan dari 4,92% (yoy) dan 2,09% (yoy) menjadi 8,03% (yoy) dan 3,70% (yoy) di triwulan IV 2016. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 14 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kursus bahasa asing, pakaian olahraga pria, Kertas HVS, sewa lapangan futsal, dan sepeda anak-anak. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 4,92% (yoy), 2,09% (yoy), 1,60% (yoy), 0,98% (yoy) dan 1,48% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 8,03% (yoy), 3,70% (yoy), 1,88% (yoy), 1,18% (yoy) dan 1,65% (yoy) pada triwulan IV 2016. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi yang lebih tinggi di kelompok ini tertahan oleh turunnya inflasi di 9 komoditas, dimana 5 komoditas dengan penurunan inflasi terbesar adalah modem internet, tas sekolah, pulpen, buku pelajaran SMP dan bimbingan belajar. Kelima komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 0,37% (yoy), 0,97% (yoy), 0,73% (yoy), 0,18% (yoy) dan 0,14% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi -0,21%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
49
BAB 3INFLASI DAERAH
(yoy), 0,68% (yoy), 0,52% (yoy), 0,00% (yoy) dan 0,02% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, 20 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan IV 2016. Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung stabil di awal triwulan I 2017, namun diprediksikan sedikit meningkat di akhir triwulan. Perkiraan sedikit meningkatnya inflasi kelompok ini akibat telah dimulainya kembali aktivitas belajar-mengajar di sekolah baik tingkat SD/SMP/SMA/PT dan mendorong inflasi subkelompok pendidikan, kursus-kursus, dan perlengkapan/peralatan sekolah.
3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan IV 2016, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan tercatat deflasi. Di triwulan IV 2016, kelompok ini tercatat deflasi -0,87% (yoy) atau turun lebih dalam dari triwulan sebelumnya -0,48% (yoy). Deflasi yang lebih dalam di kelompok ini didorong oleh subkelompok transpor serta Sarana dan Penunjang Transpor,sementara untuk subkelompok Komunikasi dan Pengiriman tercatat meningkat, dan subkelompok jasa keuangan tercatat stabil. Subkelompok transpor serta Sarana dan Penunjang Transpor tercatat deflasi pada triwulan IV 2016 masing-masing sebesar -3,58% (yoy) dan -3,20% (yoy), dari sebelumnya -2,93% (yoy) dan -4,13% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara itu, inflasi subkelompok Komunikasi dan Pengiriman meningkat dari 5,40% (yoy) menjadi 5,71% (yoy) pada periode laporan, dan untuk subkelompok jasa keuangan cenderung stabil 1,73% (yoy). Komoditas tarif jalan tol menjadi penyumbang utama penurunan inflasi subkelompok ini. Inflasi tarif jalan tol menurun dari 10,28% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 0,00% (yoy) pada triwulan IV 2016. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi karena sudah berlalunya dampak tarif jalan tol. Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 13 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan IV 2016. Lima komoditas utama yang mengalami penurunan inflasi di kelompok ini adalah tarif jalan tol, angkutan udara, kendaraan carter, perbaikan ringan kendaraan dan tarif sewa motor masing-masing dari 10,28% (yoy), 2,76% (yoy), 8,01% (yoy), 4,37% (yoy) dan 7,00% (yoy) pada periode sebelumya menjadi 0,00% (yoy), -5,51% (yoy), 0,00% (yoy), 0,49% (yoy), dan 3,38% (yoy). Di sisi lain, terdapat 9 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu tarif pulsa ponsel, pemeliharaan, mobil, ban luar motor dan sepeda motor. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan inflasi masing-masing dari 10,48% (yoy), 4,79% (yoy), 0,26% (yoy), -0,05% (yoy) dan 0,01% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 11,06% (yoy), 5,16% (yoy), 0,32% (yoy), 0,01% (yoy), dan 0,05% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, 16 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan inflasi di awal triwulan I 2017, dan diperkirakan meningkat hingga akhir triwulan. Peningkatan inflasi ini didorong oleh komoditas biaya perpanjangan STNK, angkutan udara, solar, tarif pulsa ponsel, dan cuci kendaraan. Penyesuaian harga BBM menjadi salah satu risiko yang terus diwaspadai karena harga minyak dunia pada tren yang meningkat hingga awal triwulan I 2017. Selain itu, penyesuaian tarif pulsa ponsel dikarenakan semua operator seluler menaikkan tarif pulsa ponsel khususnya pulsa data. Hal tersebut dikarenakan operator jasa telekomunikasi bermaksud menutup biaya investasi setelah adanya kompetisi 21 harga pada periode sebelumnya .
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
21
Informasi anekdotal dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia.
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK22 Secara spasial, penurunan inflasi Sulsel di triwulan IV 2016 disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di hampir seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Daerah yang mengalami penurunan inflasi pada triwulan IV 2016 yaitu di Kota Makassar, Palopo, dan Watampone masing-masing menjadi 3,18% (yoy), 2,74% (yoy) dan 1,50% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 masing-masing 3,36% (yoy), 3,07% (yoy) dan 2,02% (yoy). Meskipun inflasi di Kabupaten Bulukumba meningkat, namun berada di peringkat terendah yaitu mencapai 1,48% (yoy) di triwulan laporan. Tekanan inflasi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) yang masih tinggi mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal. Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2012
2013
2014
2015
2016
2017
Kota I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Makassar
4.10
3.91
4.61
4.57
4.76
4.54
I*
7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
8.61
8.95
5.18
6.38
4.63
3.36
3.18
Palopo
4.27
3.99
4.15
4.11
4.34
2.95
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
6.89
7.19
3.38
4.47
4.05
3.07
2.74
Parepare
2.00
2.54
3.78
3.49
2.95
4.67
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
6.98
7.02
1.58
3.82
3.05
1.56
2.11
Watampone
5.69
4.42
3.94
3.65
1.93
2.90
3.28
6.72
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
4.27
4.33
0.97
1.94
2.67
2.02
1.50
2.54
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
6.12
6.63
2.17
2.16
2.12
0.84
1.48
2.02
5.88
5.92
3.72
8.61
7.13
8.06
8.36
4.48
5.70
4.30
3.07
2.94
2.83
Bulukumba Sulawesi Selatan
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
6.22
*) Keterangan: Data hingga Januari 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota
2012
2013
2014
2015
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I*
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
6.65%
5.73%
6.73%
6.99%
4.05%
4.98%
3.62%
2.62%
2.48%
2.30%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
0.57%
0.44%
0.44%
0.46%
0.22%
0.29%
0.26%
0.20%
0.17%
0.19%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.66%
0.46%
0.49%
0.46%
0.11%
0.27%
0.21%
0.11%
0.15%
0.13%
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
0.47%
0.33%
0.25%
0.25%
0.06%
0.11%
0.15%
0.12%
0.09%
0.15%
0.38%
0.39%
0.20%
0.26%
0.17%
0.17%
0.23%
0.06%
0.06%
0.06%
0.02%
0.04%
0.06%
5.88%
5.92%
3.72%
8.61%
7.13%
8.07%
8.39%
4.48%
5.70%
4.30%
3.07%
2.94%
2.83%
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
*) Keterangan: Data hingga Januari 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 13,94% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,16% (yoy) di triwulan I 2016, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah, yaitu 1,48% (yoy) pada akhir triwulan IV 2016. Meskipun mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, angka inflasi Bulukumba tersebut berada di peringkat pertama inflasi terendah di Sulawesi Selatan. Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 3,18% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksesibilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.
22
Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
51
BAB 3INFLASI DAERAH
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, penurunan tekanan harga disebabkan oleh komoditas emas perhiasan dan gula pasir. Di empat kabupaten/kota, yaitu Makassar, Parepare, dan Palopo, komoditas 23 emas perhiasan termasuk ke dalam komoditas utama deflasi , yang dalam hal ini juga menjadi penahan inflasi di Sulsel. Penurunan harga komoditas emas perhiasan disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan di triwulan laporan. Harga emas dunia pada triwulan IV 2016 sebesar USD 1.192/troy oz atau tumbuh melambat 8,58% (yoy) dari periode sebelumnya sebesar USD 1.220/troy oz. Di sisi lain, Ikan Cakalang termasuk ke dalam komoditas utama inflasi di Kota Makasar, Parepare, dan Palopo, sehingga komoditas ini juga menjadi penyumbang utama inflasi di Sulsel. Intensitas curah hujan yang meningkat disertai dengan meningkatnya gelombang laut mengganggu nelayan untuk pergi melaut sehingga pasokan ikan segar diperkirakan terbatas. No 1 2 3 4 5
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel Parepare Watampone Bulukumba Palopo
Makassar Layang/Benggol Cabai Rawit Tarip Listrik Cakalang/Sisik Rokok Kretek Filter
Beras Cakalang/Sisik Rokok Kretek Filter Tomat Buah Sawi Hijau
Tarip Pulsa Ponsel Tomat Sayur Rokok Kretek Filter Rokok Kretek Udang Basah
Bandeng/Bolu Beras Telur Ayam Ras Minyak Goreng Mobil
Sulsel
Cakalang/Sisik Tomat Sayur Selar/Tude Angkutan Antar Kota Tarip Pulsa Ponsel
Layang/Benggol Cabai Rawit Cakalang/Sisik Tarip Listrik Rokok Kretek Filter
Sumber: Badan Pusat Statistik No 1 2 3 4 5
Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel Watampone Bulukumba Palopo
Makassar Emas Perhiasan Wortel Gula Pasir Tomat Sayur Kentang
Parepare Kacang Panjang Ayam Hidup Emas Perhiasan Bawang Merah Mie Kering Instant
Layang/Benggol Telur Ayam Ras Gula Pasir Bandeng/Bolu Pisang
Kacang Panjang Bayam Kangkung Udang Basah Bawang Merah
Sulsel
Bandeng/Bolu Tomat Buah Emas Perhiasan Gula Pasir Telur Itik
Emas Perhiasan Gula Pasir Wortel Kentang Kacang Panjang
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.4. Disagregasi Inflasi24 Penurunan inflasi Sulsel di akhir triwulan IV 2016 terutama bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok core dan volatile food. Kelompok core dan volatile food tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 3,24% (yoy) dan 6,55% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 2,97% (yoy) dan 6,41% (yoy) di akhir triwulan IV 2016. Sementara itu, kelompok inflasi administered price tercatat meningkat meski masih dalam kondisi deflasi -1,35% (yoy) di triwulan IV 2016 naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat -1,72% (yoy).
Inflasi IHK 20
Administered Price
Core
Volatile Food
%, yoy
2,94
15
6,41
10
5
2,97
0
-1,35
-5 II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
23
Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
24
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
Tekanan inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan IV 2016 menurun cukup signifikan. Secara umum, penurunan inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi dan sandang akibat pola konsumsi masyarakat yang terjaga pada triwulan laporan. Komoditas emas perhiasan dan gula pasir yang juga turun menahan inflasi kelompok inti. Penurunan harga komoditas emas perhiasan disebabkan oleh penurunan harga emas perhiasan di triwulan IV 2016. Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarkat yang terjaga menahan inflasi di triwulan IV 2016. Terjaganya konsumsi masyarakat di tengah aktivitas hari raya natal menahan inflasi periode ini. Komoditas yang mengalami penurunan inflasi yaitu wortel, tomat buah, tomat sayur, daun bawang dan kentang. Sementara itu, komoditas cabe merah, cabe rawit, ikan tongkol, ikan mujair dan ikan katamba menahan inflasi volatile food untuk turun lebih dalam. Kenaikan harga cabe merah dan cabe rawit diperkirakan terjadi akibat meningkatnya intensitas curah hujan yang meningkat dari menengah (50-150 mm) menjadi tinggi (300-400 mm). Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan tongkol, ikan mujair dan ikan katamba) diperkirakan terjadi akibat tingginya tingginya gelombang laut hingga mencapai 1,5 meter memengaruhi nelayan untuk tidak pergi melaut. Hal tersebut mengganggu pasokan ikan segar di saat aktivitas akhir tahun dan perayaan hari raya natal. Meningkatnya kelompok administered price didorong oleh kenaikan tarif listrik. Kebijakan pemerintah dalam penyesuaian tarif listrik tiap bulan mendorong inflasi kelompok ini. Penyesuaian tarif listrik sesuai dengan perubahan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika, harga minyak dan inflasi bulanan. Selain itu, kenaikan harga rokok kretek filter dan rokok kretek disebabkan oleh peningkatan tarif cukai rokok. Minyak Mentah 120.0
$/bbl
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
80% 60%
100.0
40%
80.0
20%
60.0 0% 40.0
-20%
20.0
-40%
0.0
-60% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Pertamina Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar
Sumber: World Bank Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global
Pada awal triwulan I 2017, tekanan inflasi diperkirakan dalam tren meningkat. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami peningkatan dari 170 di triwulan IV 2016 menjadi 173,7 di triwulan I 2017. Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari inflasi administered price seiring dengan kebijakan dari pemerintah pusat terkait pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan 1 25 Januari, 1 Maret, 1 Mei dan 1 Juli 2017 . Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bahwa terdapat kenaikan tarif dan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK) yang efektif naik per tanggal 6 Januari 2017. Memperhatikan perkembangan harga hingga bulan Januari 2017, laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2017 diperkirakan akan meningkat, dan berada pada kisaran 3,60%-4,00% (yoy). Faktor penahan inflasi di triwulan I 2017 diperkirakan berasal dari volatile food. Penurunan tekanan inflasi dikarenakan pada periode ini terdapat panen di bulan Februari-Maret 2017, serta telah berakhirnya fenomena La Nina sehingga diperkirakan pengaturan waktu tanam/panen kembali pada pola normalnya. Inflasi volatile food diperkirakan menurun dari 6,41% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 2,96% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara itu, inflasi kelompok inti diperkirakan relatif terjaga pada tingkat yang aman.
25
Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
53
BAB 3INFLASI DAERAH
3.5.
Koordinasi Pengendalian Inflasi
TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian inflasi di Sulsel. Sampai dengan Desember 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.6). Tabel 3.6.Kegiatan TPID Hingga November 2016 NO
TPID
KEGIATAN / TEMPAT
TANGGAL
KETERANGAN
1
Provinsi Sulsel dan Zona Palopo
Kantor Walikota Palopo
25-Okt-16
HLM TPID Zona Palopo
2
Provinsi Sulsel dan Zona Parepare
07-Nop-16
HLM TPID Zona Parepare
3
Provinsi Sulsel dan Zona Bone
Kantor Walikota Parepare Rumah Jabatan Bupati Bone
10-Nop-16
HLM TPID Zona Bone
4
Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba
Ruang Rapat Bappeda Kab. Bone
16-Nop-16
HLM TPID Zona Bulukumba
5
Provinsi Sulawesi Selatan
Rujab Gubernur Sulsel, Makassar
5-Dec-16
HLM TPID Provinsi dan Kab/Kota se- Sulsel
6
Provinsi Sulawesi Selatan
Pasar Pabaeng-baeng
11-Jan-17
Sidak Harga Cabai di Pasar Pabaeng-Baeng
7
Provinsi Sulawesi Selatan
Disperindag Provinsi Sulsel
11-Jan-17
Undangan Rapat terkait kenaikan harga Cabai
8
Provinsi Sulawesi Selatan
Kantor Perwakilan BI Prov. Sulsel
16-Jan-17
Rapat Teknis TPID
Pencapaian inflasi 2016 yang rendah didukung dengan aktifnya kegiatan pengendalian inflasi di akhir tahun 2016. Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam kegiatan High Level Meeting (HLM) TPID di Zona Palopo (25 Oktober 2016), HLM TPID Zona Parepare (7 November 2016), HLM TPID Zona Bone (10 November 2016), dan HLM TPID Zona Bulukumba (16 November 2016). Pada Januari 2017, telah diselenggarakan rapat teknis, High Level Meeting dan kegiatan lain dalam rangka menjaga tekanan inflasi agar tetap rendah. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal 2016 (18 Januari 2016), dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret 2016. Pada tanggal 20 April 2016, TPID Provinsi Sulsel mengadakan rapat teknis dalam rangka persiapan high level meeting membahas upaya pengendalian inflasi sehubungan dengan datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Ke depan, Bank Indonesia dan Pemerintah daerah akan terus memperkuat koordinasi dan penguatan ketahanan pangan. Kegiatan penguatan koordinasi di level Provinsi maupun Kab/Kota terutama ditekankan untuk mengendalikan inflasi Volatile Food dan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga yang dikendalikan Pemerintah (administered price). Selanjutnya, koordinasi juga memanfaatkan teknologi informasi, yang ditekankan pada kegiatan pemantauan harga/pasokan sebagai early warning system, serta melakukan pendampingan dalam penyusunan Roadmap Pengendalian inflasi di level zona sebagai panduan pengendalian inflasi di tingkat Kab/Kota. Sementara itu, dalam hal penguatan ketahanan pangan, Bank Indonesia dan TPID akan mendorong perluasan gerakan tanaman pangan (seperti cabai) di pekarangan dan lorong, maupun pemanfaatan areal/lahan kosong di lingkungan perumahan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun peningkatan pendapatan.
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
Boks 3.A.
Pengujian Tingkat Persistensi Inflasi Komoditas Utama Inflasi di Sulsel
Selain sudut pandang magnitude (besaran inflasi) dan fluktuasinya, tantangan pengendalian inflasi juga perlu memperhatikan tingkat persistensi inflasi komoditas utama. Dalam kondisi yang normal (pasar persaingan sempurna), pada waktu tertentu harga akan kembali (setelah harga naik atau harga turun) ke tren harga jangka panjangnya, yang secara terminologi statistik disebut sebagai tingkat persistensi. Persistensi inflasi merupakan kecenderungan inflasi untuk konvergen menuju keseimbangan jangka panjang secara perlahan setelah terjadinya suatu shock yang telah membawa inflasi menjauhi keseimbangan jangka panjangnya. Model-model utama tentang persistensi inflasi umumnya mencacu kepada persamaan new keynesian phillips curve: ( dimana inflasi ( ) dipengaruhi oleh inflasi sebelumnya( unsur eksogen ( ).
) ̂
), ekspektasi inflasi ke depan ( (
)), output gap ( ̂ ), dan
Pada pasar yang cenderung tidak sempurna, derajat persistensi inflasi cenderung tinggi. Perusahaan/produsen pada pasar persaingan tidak sempurna cenderung untuk sering melakukan penyesuaian harga untuk menjaga tingkat keuntungan (Leith dan Mulley, 2003). Skala perusahaan pada kondisi ini biasanya adalah perusahaan-perusahaan relatif besar yang memiliki market power relatif besar pula. Sebaliknya perusahaan/produsen berskala kecil umumnya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan penyesuaian harga. Disamping market power mereka yang rendah, juga akibat ketidakmampuan mereka untuk memproyeksikan harga ke depan (Galí and Gertler, 1999, dan Altissimo et al., 2006). Pada analisa kali ini, uji persistensi dilakukan pada 10 komoditas dengan andil terbesar terhadap inflasi dalam 5 tahun terakhir (2012-2016). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa 6 dari 10 komoditas utama penyumbang inflasi Sulsel memiliki tingkat persistensi inflasi yang tinggi/highly persistent (>0,8). Tingkat persistensi tertinggi terjadi pada komoditas beras dengan angka persistensi 0,97 dan half-life 22,50, yang artinya inflasi komoditas beras sangat persisten dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya, harga beras membutuhkan waktu 22,5 bulan. 5 komoditas berikutnya dengan persistensi tinggi (>0,8) adalah daging sapi, ikan layang,pisang, ikan teri, dan bawang merah. Selain itu, terdapat satu komoditas lain yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian inflasi di Sulsel pada tahun 2017 yaitu ikan bandeng, dimana tingkat persistensinya tidak tinggi (<0,8), namun komoditas ini memberikan andil inflasi kedua terbesar sepanjang tahun 2012-2016. Tabel 3.A.1. Hasil Uji Persistensi Pada 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Sulsel No
Komoditas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Beras Daging Sapi Layang Pisang Teri Bawang Merah Cabai Merah Cakalang Bandeng Daging Ayam Ras
2012-2016 Total Andil Frekuensi 1.68% 43 0.34% 45 0.44% 36 0.19% 38 0.25% 33 0.34% 32 0.33% 31 0.38% 36 0.81% 35 0.28% 34
Hasil Uji Persistensi Persistensi 0.97 0.91 0.84 0.82 0.81 0.80 0.76 0.76 0.69 0.68
Half Life 22.50 7.15 3.89 3.60 3.26 3.14 2.57 2.55 1.84 1.81
Keterangan : Frekuensi = berapa kali komoditas tsb menjadi penyumbang andil inflasi terbesar (top 5 atau top 10) dalam periode analisis
Tantangan pengendalian inflasi ke depan dihadapkan kepada pemecahan penyebab persistensi inflasi beberapa komoditas utama tersebut. Berdasarkan hasil penelitian penyebab persistensi inflasi pada 4 komoditas utama penyumbang inflasi di Sulsel pada tahun 2016 (bawang merah, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras), dihasilkan beberapa hal yang diindikasikan sebagai penyebab persistensi inflasi di Sulsel, yaitu: 1.
Rantai perdagangan yang panjang dan tidak efektif. Dari hasil survei diketahui bahwa untuk sampai ke tingkat konsumen, keempat komoditas ini setidaknya harus melewati 7 mata rantai, mulai dari: (1) petani, (2) pengepul, (3) supplier utama, (4) distributor utama, (5) pedagang besar, (6) pedagang grosir, (7) pedagang eceran hingga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
55
BAB 3INFLASI DAERAH
konsumen akhir. Kondisi ini diperburuk dengan adanya praktik jual-beli antar pelaku dalam satu mata rantai (misal: distributor menjual barangnya ke distributor lainnya) yang mengakibatkan rantai perdagangan menjadi semakin panjang 26 2. Pola pembentukan harga yang dominan mengikuti harga tertinggi dan harga pesaing. Dari hasil survei diketahui bahwa dalam menentukan harga, para pedagang di mata rantai perdagangan di empat komoditas mengikuti harga pesaing atau mengikuti harga pasar tertinggi. Hal ini mengakibatkan lambatnya penurunan harga bahkan saat pasokan berangsur normal. Selain itu, sumber informasi kenaikan harga yang lebih banyak berasal dari sesama pedagang dan pemasok mengakibatkan makin persistennya tingkat inflasi komoditas tersebut. 3. Pengambilan margin yang tinggi di tiap mata rantai perdagangan. a) Pada komoditas bawang merah, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen mencapai 109,93%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi musiman (hari raya) dengan margin mencapai 113,98%, sementara paling rendah justru pada saat kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin 103,87%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 13,21%. Rata-rata margin terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 15,83%, sementara rata-rata margin terendah diambil oleh pedagang besar yaitu 10,16%. b) Pada komoditas cabai rawit, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen mencapai 177,24%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi pasokan banyak (panen) dengan margin mencapai 345,78% sementara paling rendah justru pada saat kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin 103,49%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 17,92%. Rata-rata margin terbesar terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 22,73%, sementara rata-rata margin terendah diambil oleh pedagang eceran yang mencapai 11,76%. c) Pada komoditas cabai merah, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen mencapai 44,04%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada kondisi pasokan sedikit (paceklik) dengan margin mencapai 46,08%, sementara paling rendah saat kondisi normal dengan margin 42,00%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 6,29%. Rata-rata margin terbesar terbesar diambil oleh pedagang besar yang mencapai 22,73% sementara rata-rata margin terendah diambil oleh pedagang grosir yang mencapai 5,07%. d) Pada komoditas daging ayam ras, rata-rata peningkatan harga dari tingkat petani hingga di tangan konsumen mencapai 221,75%. Pengambilan margin terbesar terjadi pada saat kondisi musiman (hari raya) dengan margin mencapai 264,67% sementara paling rendah saat kondisi pasokan banyak dengan margin 114,87%. Berdasarkan tingkatan, rata-rata pedagang di tiap tingkatan mengambil margin sebesar 21,88%. Rata-rata margin terbesar diambil oleh distributor utama yang mencapai 39,67% sementara rata-rata margin terendah diambil oleh pedagang eceran yang mencapai 13,06%. 4. Pedagang cenderung lebih cepat menaikkan harga, sebaliknya cenderung lambat untuk menurunkan harga. Dari hasil survei yang sama diketahui bahwa pedagang lebih responsif ketika menaikkan harga dibandingkan saat menurunkan harga. a) Hampir seluruh pedagang di rantai perdagangan bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras mengatakan bahwa keputusan menaikkan harga dilakukan saat itu juga ketika terjadi kenaikan biaya produksi, baik di tingkat produsen maupun konsumen. b) Namun, pada saat terjadi penurunan biaya produksi, jumlah pedagang yang menjawab akan langsung menurunkan harga saat itu juga menurun tajam. Sebagian pedagang ada yang mengatakan baru akan menurunkan harga pada 2-3 hari kemudian, 4-6 hari kemudian, bahkan ada yang menjawab baru akan menurunkan harga pada 1-4 minggu kemudian. c) Kejadian ini juga terjadi pada saat adanya shock pasokan, dimana ketika pasokan berkurang maka pedagang di rantai perdagangan keempat komoditas tersebut (bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras) lebih cepat menaikkan harga (mayoritas menaikkan harga saat itu juga). Sementara itu, pada saat pasokan kembali normal (meningkat), beberapa pedagang tidak menurunkan harga sebesar kenaikan sebelumnya.
26
Jumlah responden 100 orang yang terdiri dari petani, pengepul, supplier utama, distributor utama, pedagang besar, pedagang grosir, pedagang eceran, untuk komoditas bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan daging ayam ras.
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 3INFLASI DAERAH
5.
6.
7.
Masih tingginya kendala dalam proses distribusi. Dari hasil survei yang sama diketahui bahwa pedagang di keempat komoditas masih merasakan banyak kendala dalam proses distribusi barang. a) Pada rantai perdagangan komoditas bawang merah, kendala utama adalah tingginya biaya angkut, terbatasnya jumlah angkutan, faktor keamanan dan masih adanya praktik pungli. b) Pada rantai perdagangan komoditas cabai rawit, permasalahan utama adalah masalah keamanan, kendala cuaca, keterbatasan moda, dan kendala infrastruktur. c) Pada rantai perdagangan komoditas cabai merah, permasalahan utama adalah kendala cuaca dan keterbatasan jumlah angkutan (armada). d) Pada rantai perdagangan komoditas daging ayam ras, permasalahan utama adalah banyaknya biaya pungutan tidak resmi dan biaya angkutan yang tinggi. Indikasi praktik oligopoli di beberapa tingkatan rantai perdagangan. Dari hasil survei diketahui bahwa ada indikasi terjadinya praktik ologopoli di beberapa tingkatan rantai perdagangan, sehingga mempengaruhi tingkat pasokan dan harga komoditas di Sulsel. a) Pada rantai perdagangan bawang merah, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat pengepul, distributor utama, dan pedagang besar. b) Pada mata rantai perdagangan cabai rawit, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat supplier utama, distributor utama, pedagang grosir, dan pedagang eceran. c) Pada mata rantai perdagangan cabai merah, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat distributor utama dan pedagang besar. d) Pada mata rantai perdagangan daging ayam ras, indikasi praktik oligopoli terjadi di tingkat pengepul, supplier utama, dan distributor utama. Jauhnya jarak antara sentra produksi dan daerah konsumen. Dari hasil survei diketahui juga bahwa salah satu penyebab tingginya tingkat persistensi inflasi di Sulsel adalah jauhnya jarak antra sentra produksi dengan daerah konsumen, khususnya daerah yang menjadi sampel perhitungan inflasi. Pada komoditas bawang merah, sentra produksi berada di Kab. Enrekang, sementara daerah konsumen utama (kota inflasi) berada di kota Makassar dengan jarak ±275 km. Ditambah kondisi geografis yang merupakan daerah pegunungan, proses distribusi menjadi lebih berat di wilayah Sulsel. Kondisi yang lebih baik terjadi di komoditas cabai rawit dan cabai merah, dimana sentra komoditas cabai relatif lebih banyak meskipun lebih terpusat di Sulsel bagian Selatan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
57
BAB 3INFLASI DAERAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada triwulan IV 2016. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun. Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan IV 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
59
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1. Stabilitas Keuangan Daerah 4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga27 4.1.1.1
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pada triwulan IV 2016, sumber kerentanan sektor rumah tangga yang utama adalah adanya penurunan daya beli yang berakibat pada menurunnya kinerja sektor rumah tangga. Peningkatan kinerja ekonomi di triwulan IV 2016 (7,41%) tidak searah dengan kinerja sektor rumah tangga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh melambat dari 5,73% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 5,29% (yoy) di triwulan IV 2016. Perlambatan konsumsi rumah tangga terpantau hanya terjadi di penghujung tahun 2016. Penurunan kinerja sektor rumah tangga ini juga tercermin dari menurunnya optimisme konsumen sebagaimana Survei Konsumen Bank Indonesia. Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada triwulan IV 2016. Dari sisi sektor rumah tangga, ketahanan keuangan masih kuat. Hal ini tercermin dari kinerja konsumsi masyarakat yang masih baik, dengan porsi pinjaman perbankan yang normal, dan rasio tabungan yang kuat. Namun demikian, perlu diwaspadai perlambatan di DPK dan kredit, serta pangsa pengeluaran Rumah Tangga untuk Tabungan yang cenderung menurun. Sementara dari sisi korporasi, selain masih terpengaruh kondisi ekonomi global kinerja korporasi utama di triwulan laporan juga terkena imbas perlambatan ekonomi di tingkat domestik. Namun pelemahan di sektor korporasi terkompensasi kuatnya permintaan sektor rumah tangga, sehingga stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga. Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan IV 2016. Yang lebih utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit. Penyaluran kredit untuk UMKM mengalami peningkatan dengan pangsa yang tetap terjaga. Penyaluran kredit ke UMKM meningkat 8,46% (yoy), sementara dari sisi pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%. Risiko kredit kepada UMKM juga masih dalam batas aman (<5%). Indeks 150 140
Pesimis
Optimis
130
121
120
113 104
110 100 90 80 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Sumber: BPS Prov. Sulsel Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel
Secara lebih rinci, penurunan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini terjadi hampir di semua indikator utama. Tiga indikator utama yaitu (1) penghasilan, (2) ketersediaan tenaga kerja, maupun (3) ketepatan waktu pembelian barang tahan lama menunjukan penurunan signifikan di triwulan IV 2016. Meskipun mengalami penurunan, bila dilihat dari level indeks, konsumen masih optimis (indeks >100) terhadap tingkat penghasilan dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama. Di sisi lain, konsumen menilai masih pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja di periode laporan.
27
Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Indeks 180 Ratarata 160
Optimis
140 120
117 110
Pesimis
100 86
80
60 I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangan kerja Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu
Penurunan kinerja rumah tangga mempengaruhi tingkat inflasi di periode laporan. Di luar upaya pengendalian inflasi yang telah dilakukan di sepanjang triwulan IV 2016, menurunnya inflasi di triwulan laporan juga tidak lepas dari adanya penurunan daya beli konsumen rumah tangga. Hasil survei konsumen menunjukan ekspektasi harga oleh rumah tangga bergerak searah dengan realisasi inflasi.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Komoditi
Namun, Sektor rumah tangga masih optimis akan terjadi perbaikan kinerja ekonomi ke depan. Hal ini telihat dari beberapa indikator utama pada survei konsumen yang menunjukan peningkatan optimisme untuk 6 bulan yang akan datang, baik kondisi penghasilan saat ini maupun ketersediaan lapangan kerja. Sektor rumah tangga juga memiliki optimisme yang sangat tinggi terhadap peningkatan kegiatan usahanya di masa yang akan datang (grafik 4.6). Indeks 180 Ratarata 160
Optimis
140
136 128
120
Pesimis
100
99
80 60 I
II
III IV
2013 Ekspektasi Penghasilan
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
Ekspektasi Kegiatan Usaha*
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.6. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi 6 Bulan Mendatang
4.1.1.2
Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga
Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan sedikit menurun di triwulan IV 2016. Alokasi keuangan yang dialokasikan untuk tabungan menurun dari 20,68% di triwulan III 2016 menjadi 19,96% di triwulan IV 2016. Alokasi untuk cicilan pinjaman juga mengalami penurunan dari 16,96% menjadi 13,26%. Di sisi lain, alokasi untuk konsumsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
61
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
mengalami peningkatan dari 62,37% di triwulan III 2016 menjadi 66,78% di triwulan IV 2016. Kondisi diatas mengkonfirmasi isu penurunan kinerja sektor rumah tangga di periode laporan. Dengan asumsi tingkat pendapatan yang relatif tidak berubah, ada indikasi sebagian sektor rumah mengorbankan porsi tabungannya untuk keperluan konsumsi.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan
Di tengah menurunnya daya beli masyarakat, beberapa kelompok rumah tangga juga mengalami kondisi keuangan yang cukup rentan. Hal ini didasarkan pada alokasi pendapatan untuk cicilan pinjaman yang melebihi alokasi pendapatan untuk tabungan. Hal ini terjadi pada kelompok rumah tangga dengan golongan pendapatan >Rp5 Juta. Rasio pendapatan untuk cicilan di kelompok rumah tangga ini mencapai 16,94% lebih besar dari rasio pendapatan untuk tabungan yang mencapai 16,00%. Dalam jangka waktu panjang, kondisi ini berpotensi akan berdampak negative karena ketahanan finansial kelompok tersebut akan terus menurun. Idealnya, rasio pendapatan yang digunakan untuk tabungan lebih besar dibandingkan dengan untuk cicilan sehingga kelompok rumah tangga tersebut memiliki ruang finansial yang cukup untuk kebutuhan lainnya. Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016
Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016
*) Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Namun, kondisi saat ini relatif masih aman mengingat potensi risiko kredit dari sektor rumah tangga di Sulsel masih 28 tergolong rendah . Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio (DSR) lebih dari 30% hanya 2,17% jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,83% (Tabel 4.2). Penurunan DSR ini memiliki dua arti, pertama terjadi perbaikan kualitas keuangan sektor rumah tangga secara umum namun di sisi lain penurunan DSR menunjukan penurunan konsumsi masyarakat. Banyak motif yang bisa mendorong perubahan prilaku, seperti penurunan daya beli masyarakat. Namun dilihar dari beberapa indikator yang sebelumnya di jelaskan, penurunan DSR kali ini lebih cenderung akibat dari penurunan daya beli masyarakat.
28
Institusi keuangan menilai DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat menjadi penyebab peningkatan Non Performing Loan (NPL)
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Di sisi lain, risiko terbatasnya likuiditas atau sumber dana di sektor rumah tangga mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari jumlah rumah tangga yang memiliki porsi tabungan 0% meningkat dari 13,67% di triwulan III 2016 menjadi 19,67% di triwulan IV 2016 (Tabel 4.4). Hal ini semakin memperkuat dugaan terjadinya penurunan daya beli di sebagian kelompok rumah tangga yang mengakibatkan penggunaan dana pada tabungan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Bila dilihat per kelompok pendapatan, peningkatan ketidakmampuan menabung terjadi di seluruh kelompok pendapatan, dengan peningkatan tertinggi terjadi di kelompok pendapatan >Rp5,0 juta (51,67%; qtq) di ikuti kelompok pendapatan Rp2,1-3,0 juta (45,08%; qtq), Rp3,1-4,0 juta (41,36%; qtq), Rp1,0-2,0 juta (41,27%; qtq), dan Rp4,15,0 juta (40,00%; qtq). Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016
Tabel 4.5. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan Pendapatan di Triwulan IV 2016
*) Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
4.1.1.3
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga
4.1.1.3.1. Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Hal ini terlihat dari pangsa DPK yang berasal dari dana Perseorangan di triwulan IV 2016 mencapai 80,62%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 78,91% (Grafik 4.8). DPK Perseorangan di triwulan IV 2016 tercatat tumbuh 6,75% (yoy) tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,67% (yoy). Kondisi lebih buruk terjadi di DPK bukan perseorangan yang justru mengalami konstraksi -1,75% (yoy) (Grafik 4.9). Perlambatan ini searah dengan perlambatan pertumbuhan DPK Sulsel secara keseluruhan di triwulan IV 2016. 60%
yoy
50% 40% 30% 20% 10%
6.75% 4.99%
0%
-1.75%
-10% I
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diola h
Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel
II
III
IV
I
II
III
2014
2015
TOTAL
Perseorangan
IV
I
II
III
IV
2016 Bukan Perseorangan
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Preferensi sektor rumah tangga dalam menempatkan dana di perbankan umumnya masih dalam bentuk tabungan. Hal ini terlihat dari pangsa tabungan terhadap total DPK yang mencapai 63,35% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 62,59%. Giro perseorangan juga tercatat mengalami peningkatan pangsa dari 3,23% di triuwulan III 2016 menjadi 3,69% di periode laporan. Di sisi lain, terjadi penurunan pangsa di Deposito perseorangan dari 34,18% di triwulan III 2016 menjadi 30,96% di triwulan laporan. Data tersebut menggambarkan bahwa DPK Perbankan di sektor rumah tangga di Sulsel umumnya didominasi oleh dana jangka pendek. Dengan struktur dana yang demikian, maka sebagian besar kredit yang disalurkan perbankan juga lebih banyak berjangka pendek, berupa kredit konsumsi dan modal kerja. Dari sisi pertumbuhan, semua jenis penempatan dana mengalami penurunan pertumbuhan. Tabungan dan Deposito tercatat mengalami penurunan pertumbuhan dari masing-masing 11,21% (yoy) dan 22,16% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi masing-masing 6,14% (yoy) dan 11,17% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, Giro masih mengalami kontraksi 16,47% (yoy) di tiwulan IV 2016, namun dengan level yang lebih rendah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
63
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 100%
Pangsa 100%
yoy 9%
yoy
8%
80%
90% 80% 70%
60%
60%
7% 6.37% 6%
40%
5% 4% 11.17% 3% 6.41% 2% -16.47% 1%
20%
50% 40%
0%
30% 20%
-20%
10% -40%
0% I
II
III
IV
2014
I
II
III
IV
I
II
2015 Giro
Tabungan
III
0% I
IV
II
III
IV
I
II
2014
2016 Giro
Deposito
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel
III
IV
I
II
2015
Tabungan
III
IV
2016
Deposito
Suku Bunga Deposito - sisi kanan
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan IV 2016 mencapai 1,62% (qtq) (Tabel 4.6). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi pada enam kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada kelompok simpanan >Rp2 milyar – 5 milyar yang mencapai 14,36% (qtq). Kelompok simpanan lain yang mengalami peningkatan adalah
Rp10 juta – Rp100 juta (5,57%; qtq), >Rp100 juta – Rp500 juta (2,98%; qtq), >Rp500 juta – Rp1 milyar (6,94%; qtq), dan >Rp1 M - Rp2 M (4,95%; qtq). Di sisi lain, terdapat empat kelompok simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di kategori simpanan >Rp20 M (-17,65%; qtq). Secara spasial, peningkatan jumlah rekening DPK terjadi hampir diseluruh kabupaten/kota, kecuali Kab. Sinjai, Kab. Pangkep, dan Kab. Enrekang yang mengalami penurunan jumlah rekening. Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Toraja Utara sebesar 10,36% (qtq).
Kab. Wajo Kab. Bone Kab. Tana Toraja Kab. Maros Kab. Luwu Kab. Sinjai Kab. Bulukumba Kab. Bantaeng Kab. Jeneponto Kab. Selayar Kab. Takalar Kab. Barru Kab. Sidenreng Rappang Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) Kab. Enrekang Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) Kab. Luwu Utara
64
72 -1.37% 130 10.17% 77 13.24% 212 30.06% 96 17.07% 121 15.24% 36 20.00% 36 2.86% 63 28.57% 33 13.79% 13 44.44% 17 21.43% 16 100.00% 16 14.29% 67 28.85% 80 -8.05% 46 43.75% 14 100.00% 22 15.79% 74 8.82%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
42 75.00% 67 31.37% 59 5.36% 87 16.00% 65 12.07% 72 33.33% 36 111.76% 22 10.00% 38 58.33% 20 53.85% 16 60.00% 17 -65.31% 19 58.33% 22 69.23% 63 34.04% 38 2.70% 36 50.00% 14 0.00% 29 107.14% 40 60.00%
17 -5.56% 43 48.28% 23 109.09% 60 36.36% 30 -6.25% 24 41.18% 6 -14.29% 7 -41.67% 5 -61.54% 4 100.00% 3 -57.14% 7 75.00% 8 -11.11% 2 #DIV/0! 43 22.86% 24 60.00% 13 8.33% 3 50.00% 3 200.00% 12 0.00%
>20M
2,125 3.06% 3,298 3.13% 2,901 2.29% 4,661 4.16% 3,149 4.90% 2,273 6.71% 1,602 2.36% 1,293 4.11% 1,886 5.13% 834 -3.36% 862 30.61% 760 19.12% 1,110 15.26% 1,530 36.00% 2,019 -6.61% 1,977 7.27% 1,585 3.87% 1,678 16.12% 1,228 34.21% 1,558 4.63%
>15M - 20M
34,824 4.31% 33,493 9.48% 32,154 -1.30% 57,039 7.49% 32,037 7.88% 22,170 2.05% 19,283 16.25% 18,303 9.39% 23,742 6.40% 11,511 13.73% 12,036 12.89% 9,030 12.36% 13,156 11.75% 18,637 4.77% 22,341 -2.45% 23,349 9.64% 23,785 -8.43% 25,780 8.89% 14,339 15.20% 19,324 8.79%
>10M -15M
184,882 0.75% 275,450 -0.85% 205,030 0.92% 309,472 -2.03% 167,581 -0.36% 159,570 -0.09% 135,735 -1.83% 124,874 -1.33% 204,299 -0.05% 83,040 -0.83% 114,547 -1.06% 46,252 -0.40% 125,968 -1.00% 97,845 0.00% 165,549 -0.16% 164,558 -1.56% 132,043 8.76% 92,801 -5.40% 102,246 -0.45% 116,698 0.68%
>5M - 10M
>100JT - 500JT
Kab. Gowa
Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ%
>2 M - 5M
>10 JT - 100 JT
Kab. Pinrang
>1 M - 2 M
<10 JT
221,963 1.32% 312,496 0.22% 240,246 0.64% 371,536 -0.58% 202,960 0.95% 184,234 0.27% 156,698 0.15% 144,536 -0.04% 230,039 0.63% 95,444 0.71% 127,477 0.28% 56,083 1.63% 140,277 0.19% 118,053 1.08% 190,082 -0.49% 190,032 -0.22% 157,510 5.72% 120,290 -2.39% 117,867 1.51% 137,712 1.80%
KABUPATEN / KOTA
>500JT - 1 M
TOTAL
Tabel 4.6. Komposisi dan Pertumbuhan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel
1
0
0
0
8 -38.46% 2
2 100.00% 0
3 50.00% 0
2 0.00% 0
3 0.00% 0 -100.00% 3
1 0.00% 1 0.00% 0
0
1
0 1
1 0.00% 0
0 -100.00% 1 0.00% 5 400.00% 2 100.00% 0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 -100.00% 1 0.00% 0 -100.00% 6 -25.00% 2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 -100.00% 0
0
0
0
0
0
0 -100.00% 0
0
0 0 -100.00% 2 -71.43%
3 0.00%
1
Kota Makassar Kota Pare-Pare Kota Palopo Prov. Sulawesi Selatan
Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ% Rek Δ%
4,422 10.36% 2,440,153 3.36% 186,760 1.22% 222,542 0.33% 6,369,412 1.62%
3,881 11.14% 2,133,804 3.25% 164,598 0.88% 197,440 -0.54% 5,508,163 1.04%
511 5.58% 245,889 4.95% 19,312 3.84% 22,175 7.47% 754,220 5.76%
>20M
>15M - 20M
>10M -15M
>5M - 10M
2 0.00% 5,605 4.86% 185 6.94% 165 10.74% 7,198 6.94%
>2 M - 5M
28 -3.45% 49,947 0.06% 2,490 2.60% 2,626 8.74% 93,420 2.98%
>1 M - 2 M
>500JT - 1 M
Kab. Toraja Utara
<10 JT
TOTAL
KABUPATEN / KOTA
>100JT - 500JT
>10 JT - 100 JT
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
0
0
0
0
0
0
2,700 -1.68% 99 23.75% 89 67.92% 3,690 4.95%
1,812 13.25% 66 13.79% 39 25.81% 2,254 14.36%
253 -5.24% 7 16.67% 6 0.00% 302 -6.21%
61 -6.15% 2 100.00% 1
31 -11.43% 1 0.00% 1 0.00% 38 -5.00%
51 -21.54% 0
71 -2.74%
0 56 -17.65%
*) Δ% : Perubahan Triwulan IV 2016 Terhadap Triwulan III 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
4.1.1.3.2. Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga Perseorangan masih mendominasi penyaluran kredit perbankan. Pada triwulan IV 2016 porsi kredit perseorangan mencapai 73,87% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,31%) kredit perseorangan digunakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai 42,59%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 29,30% dan 8,69%. Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43,69%. Besarnya porsi kredit produktif tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada triwulan IV 2016, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,72%, sementara pangsa kredit investasi yang di akses oleh UMKM mencapai 55,73% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel
Pertumbuhan kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit melambat. Hal ini terindikasi dari kredit peseorangan yang mengalami perlambatan dari 15,45% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 10,63% (yoy) di periode laporan. Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Multiguna. KPR tercatat melambat dari 4,29% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 4,19% (yoy) di periode laporan, sementara Kredit Multiguna pertumbuhannya melambat dari 20,96% (yoy) menjadi 19,91% (yoy). Namun, perlambatan kredit perseorangan tertahan oleh membaiknya kinerja Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Meskipun masih tercatat kontraksi, pertumbuhan KKB menunjukan perbaikan dari -15,22% (yoy) menjadi -6,17% (yoy) di periode laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
65
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 50% yoy 40% 30% 20%
19.9% 14.6%
10%
10.6% 4.2%
0%
-6.2%
-10% -20% I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
Perseorangan
Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
II
III
IV
2016
KPR
KKB
Multiguna
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh UMKM
Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel
Suku bunga kredit perseorangan relatif stabil dan mulai mengarah ke suku bunga yang rendah. Pada triwulan IV 2016, suku bunga tertimbang kredit perseorangan di Sulsel tercatat sebesar 12,55% per tahun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,72% per tahun. Penurunan ini diikuti oleh penurunan suku bunga rata-rata kredit konsumsi dari 13,46% per tahun di triwulan III 2016 menjadi 13,36% per tahun di akhir triwulan IV 2016. Penurunan suku bunga kredit tersebut diharapkan akan terus berlanjut, sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan. Dengan suku bunga yang semakin menurun diharapkan akan memberikan dampak positif bagi kegiatan dunia usaha sehingga risiko kredit ke depan juga diharapkan akan semakin menurun. 15%
5%
14%
4%
13%
3%
12%
2%
11%
1%
10%
0% I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015
Bunga K. RT NPL K. RT - sisi kanan
II
III
IV
2016 Bunga K. Kons NPL K. Kons - sisi kanan
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel
Risiko kredit rumah tangga masih berada pada tingkat yang aman. Hal ini tercermin dari rasio NPL kredit perseorangan sebesar 2,07% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 2,26%. Secara lebih rinci, risiko kredit konsumsi perseorangan terlihat sangat rendah dengan rasio NPL sebesar 1,76%. Hal ini menggambarkan bahwa kredit kepada sektor rumah tangga memiliki kinerja yang relatif baik. Penyaluran kredit perseorangan masih terkonsentasi di Kota Makassar. Pangsa kredit perseorangan di Makassar di triwulan IV 2016 mencapai 43,17%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kab. Bone, dan Kab. Maros masing-masing dengan pangsa 5,81%, 4,18%, dan 3,78%. Penyaluran kredit perseorangan ini terdiri dari kredit perseorangan konsumtif dan non konsumtif (produktif). Sebagian besar kredit perseorangan konsumtif terkonsentrasi di Makassar dengan pangsa 41,44%, diikuti oleh Kab. Gowa, Kota Palopo, dan Kab. Bone masing-masing dengan pangsa 7,15%, 4,82%, dan 4,12%. Kredit perseorangan konsumtif di sebagian besar kabupaten/kota didominasi oleh kredit multiguna, kecuali Kota Makassar dan Kab. Gowa yang lebih didominasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini menyebabkan secara keseluruhan kredit perseorangan konsumtif di Sulsel didominasi oleh Kredit Multiguna. Untuk penyaluran kredit perseorangan produktif (non konsumtif), juga terkonsentrasi di Kota Makassar dengan porsi 48,09%, diikuti Kab. Bone, Kab. Pinrang, dan Kab. Sidrap masing-masing dengan pangsa 4,75%, 4,22%, dan 3,01%.
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.7.Penyaluran Kredit Perseorangan Secara Spasial Posisi Triwulan IV 2016 Total Kredit Perseorangan
Kredit Perseorangan - Konsumtif
Kabupaten/Kota
Kota Makassar Kab. Gowa Kab. Bone Kab. Maros Kota Palopo Kab. Wajo Kab. Jeneponto Kab. Pinrang Kota Pare-Pare Kab. Sidenreng Rappang Kab. Bulukumba Kab. Takalar Kab. Luwu Utara Kab. Luwu Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Tana Toraja Kab. Sinjai Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng) Kab. Barru Kab. Enrekang Kab. Bantaeng Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan) Kab. Toraja Utara Kab. Selayar PROVINSI SULAWESI SELATAN
Baki Debet Pertumbuhan (Rp Milyar) (yoy) 34,991 1.49% 4,709 14.49% 3,392 20.24% 3,063 58.05% 3,042 17.05% 2,993 12.01% 2,874 1.77% 2,635 13.43% 2,557 15.44% 2,329 17.57% 2,184 15.01% 1,869 22.16% 1,808 25.12% 1,626 14.19% 1,583 17.43% 1,431 24.98% 1,391 21.80% 1,319 17.66% 1,200 19.17% 1,090 19.13% 1,068 25.65% 984 27.46% 476 29.35% 442 29.62% 81,056 15.45%
Pangsa 43.17% 5.81% 4.18% 3.78% 3.75% 3.69% 3.55% 3.25% 3.15% 2.87% 2.69% 2.31% 2.23% 2.01% 1.95% 1.77% 1.72% 1.63% 1.48% 1.34% 1.32% 1.21% 0.59% 0.55% 100.00%
KPR 8,299 1,459 350 422 457 392 130 178 375 115 189 94 146 165 90 76 122 72 36 66 84 48 3 4 13,372
Baki Debet (Rp Milyar) KKB Multiguna RT Lainnya 2,109 6,366 679 334 1,165 26 242 1,202 10 99 786 4 147 748 287 104 613 7 51 441 1 109 669 6 172 783 10 110 375 1 58 967 3 53 965 1 13 619 27 88 409 16 65 614 7 27 619 6 25 339 1 42 446 4 37 425 1 29 196 4 20 291 1 9 159 4 19 113 2 5 129 1 3,967 19,439 1,109
Lain-Lain 1,466 420 15 422 474 675 443 307 196 352 73 67 391 351 272 122 243 267 153 232 283 252 133 161 7,770
Kredit Perseorangan Produktif (Non Konsumtif) Baki Debet (Rp Milyar) 16,072 1,305 1,573 1,330 929 1,202 1,808 1,366 1,021 1,376 894 689 612 597 535 581 661 488 548 563 389 512 206 142 35,399
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/KPA) Penyaluran KPR/KPA perbankan di Sulsel tumbuh melambat. KPR pada triwulan IV 2016 tumbuh 4,19% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 4,29% (yoy). Menurut jenisnya, perlambatan pertumbuhan KPR/KPA terjadi 2 pada KPR/KPA >21-70 m dan KP Ruko. Di triwulan IV 2016, kedua kelompok KPR/KPA tersebut masing-masing tumbuh 4,84% (yoy) dan 7,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat mencapai 7,08% (yoy) dan 10,06% (yoy). Perlambatan KPR/KPA Sulsel tertahan oleh membaiknya kinerja KPR tipe kecil (KPR/KPA s.d 2 21) dan KPR tipe besar (KPR/KPA >70 m ). KPR/KPA s.d 21 tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 0,72% (yoy) 2 di triwulan III 2016 menjadi 9,72% (yoy) di triwulan laporan. Sementara meski masih tercatat kontraksi, KPR/KPA >70 m mencatatkan perbaikan dimana pertumbuhannya di triwulan IV 2016 mencapai -1,65% (yoy) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai -3,71% (yoy) Risiko KPR/KPA sektor rumah tangga menurun. Hal ini tercermin dari NPL KPR/KPA secara umum yang megalami penurunan dari 4,22% di triwulan III 2016 menjadi 3,86% di triwulan laporan. Bila dilihat rinci per kelompok KPR/KPA, penurunan perbaikan kualitas kredit terjadi di seluruh kelompok. Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah masih tingginya NPL di kelompok KP Ruko, dimana NPL KPR/KPA di kelompok ini melebihi batas normal (5%). NPL kredit kepemilikan Ruko di triwulan IV 2016 mencapai 5,43%. Tabel 4.8.Pertumbuhan dan NPL KPR di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Tabel 4.9.Pertumbuhan dan NPL KKB di Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) KKB yang disalurkan perbankan ke kelompok rumah tangga membaik, meskipun masih dalam fase kontraksi. Kontraksi KKB di triwulan IV 2016 tercatat -6,17% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya sebesar -15,22% (yoy). Di sisi lain, kredit perseorangan melalui perantara keuangan (leasing) kembali mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga 7 kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2015. Terkontraksinya KKB tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia terkait aturan LTV kendaraan bermotor di semester II 2016. Kebijakan ini dilekuarkan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju pertumbuhan kredit kendaran bermotor yang tumbuh signifikan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
67
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
dalam beberapa tahun terakhir. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan laju pertumbuhan KKB dapat diimbangi dengan kualitas kredit yang terjaga. Dilihat dari jenis kendaraan yang dibeli, kontraksi pertumbuhan KKB terjadi di seluruh jenis KKB. KKB mobil roda empat yang memiliki pangsa 82,48% tercatat mengalami kontraksi -4,13% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya -17,95% (yoy). KKB truk, KKB sepeda motor, dan KKB kendaraan lainnya juga tercatat mengelami kontraksi masing-masing sebesar -5,41% (yoy), -19,06% (yoy) dan -8,61% (yoy) di triwulan IV 2016. Secara agregat, perbaikan kinerja KKB tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas. Hal ini terlihat dari peningkatan NPL secara keseluruhan KKB dari 1,58% di triwulan III 2016 menjadi 1,71% di periode laporan. Penurunan kualitas kredit ini di disebabkan oleh peningkatan NPL KKB Mobil Roda 4 dan KKB Truk. Kedua kelompok KKB ini mengalami peningkatan NPL dari masing-masing 1,49% dan 3,28% di triwulan III 2016 menjadi 1,58% dan 5,06% di triwulan laporan. Kredit Multiguna Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar terhadap seluruh kredit konsumsi perseorangan. Rasio kredit multiguna terhadap total kredit konsumsi di triwulan IV 2016 mencapai 42,59% atau 23,98% dari total kredit Sulsel. Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan untuk keperluan multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga di luar kebutuhan untuk perumahan, kendaraan maupun peralatan rumah tangga masih cukup besar. Pada triwulan IV 2016, kredit multiguna tumbuh 19,91% (yoy) sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya 20,96% (yoy). Salah satu daya tarik kredit multiguna adalah proses pengajuan kredit yang relatif mudah. Selain itu, pemanfaatan penggunaan kredit multiguna yang fleksibel seperti renovasi rumah, biaya pernikahan, biaya pengobatan, pembelian barang elektronik, maupun sebagai modal usaha, menyebabkan tingginya minat rumah tangga untuk menggunakan produk pembiayaan ini. Tabel 4.10.Komposisi Kredit Multiguna Posisi Triwulan IV 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Kredit perseorangan multiguna didominasi oleh kelompok kredit dengan nominal plafond >Rp100 juta – 500 juta dengan jangka waktu >60 bulan. Secara nominal, kelompok tersebut memiliki pangsa 64,49% dari total kredit multiguna perseorangan di triwulan IV 2016. Berdasarkan jumlah rekening, kelompok ini juga memiliki pangsa terbesar yaitu 36,73% terhadap seluruh rekening kredit multiguna perseorangan. Dari sisi risiko, secara keseluruhan kredit multiguna perseorangan masih dalam kondisi aman. Hal ini tercermin dari tingkat NPL yang masih sangat rendah yaitu 0,78%. Namun bila dilihat lebih dalam, penyaluran kredit multiguna 36 bulan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat NPL pada kelompok tersebut berada pada level yang tinggi (>5%) (Tabel 4.11). Tabel 4.11. NPL Kredit Multiguna Posisi Triwulan IV 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi 4.1.2.1
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016 tidak mencerminkan kinerja korporasi. Ekonomi Sulsel di triwulan IV 2016 tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 6,78% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 7,60% (yoy). Namun, secara sektoral pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan IV 2016 sebagian besar di dorong oleh sektor pertanian. Sektor korporasi yang lebih banyak masuk dalam sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan justru mengalami tekanan yang cukup kuat di triwulan laporan. Faktor cuaca, dimana berakhirnya fenomina La Nina yang sangat berpengaruh pada kinerja pertanian dan perikanan. Empat dari lima sektor utama, yang merupakan bidang usaha korporasi di Sulsel, tumbuh melambat di triwulan IV 2016. Dari lima sektor utama penopang perekonomian Sulsel, tercatat hanya sektor pertanian yang mengalami peningkatan pertumbuhan. Empat sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan tercatat tumbuh melambat, bahkan sektor pertambangan tercatat tumbuh negatif I periode laporan. Hal tersebut mengindikasikan sektor korporasi masih cukup rentan meskipun secara keseluruhan ekonomi Sulsel di triwulan IV 2016. Sumber kerentanan lainnya adalah, masih bergantungnya kinerja ekspor pada komoditas hasil pengolahan nikel. Ekspor nikel tercatat menyumbang 53,07% dari total ekspor Sulsel di triwulan IV 2016. Ekpor nikel sendiri tercatat dalam trend meningkat, tumbuh 1,07% (yoy) setelah tiga triwulan sebelumnya selalu mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini tidak lepas dari membaiknya harga nikel di triwulan laporan. Rata-rata harga nikel di triwulan IV 2016 tercatat sebesar USD10.786 per metric ton tumbuh 14,48% (yoy). Pertumbuhan positif harga nikel ini merupakan yang pertama sejak terakhir terjadi di triwulan IV 2014. Membaiknya kinerja industri nikel ini menjadi salah satu penahan perlambatan kinerja sektor industri pengolahan di periode pelaporan hingga tidak turun lebih dalam. 20,000
USD/Metric Ton
YOY
100%
16,000
80%
14,000
60%
12,000
40%
10,000
14.48% 20%
8,000
0%
6,000 4,000
1.17% -20%
2,000
-40%
-
-60% I
II
III
IV
2013 Harga Nikel
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 4.17. Komposisi Ekspor Sulsel Triwulan IV 2016
120%
18,000
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
gHarga Nikel - Skala Kanan
I
II
III
IV
2016 gEkspor Nikel
Sumber: World Bank dan Bea Cukai, diolah Grafik 4.18. Perkembangan Ekspor dan Harga Nikel Internasional
Meskipun menunjukan peningkatan, permintaan dan harga nikel saat ini masih tergolong rendah, sehingga masih menjadi sumber risiko pada korporasi pengolahan nikel dan korporasi penunjang lainnya. Melemahnya permintaan dan harga nikel di pasar internasional akan mempengaruhi kinerja korporasi pengolahan nikel di Sulsel. Mengingat korporasi nikel di Sulsel merupakan industri dalam skala yang besar, keberlangsungan korporasi nikel ini akan sangat mempengaruhi korporasi-korporasi pendukung lainnya, diantaranya penyedia jasa pengangkutan hasil pengolahan. Selain itu, juga berpengaruh terhadap kondisi ketenagakerjaan dan penurunan tingkat penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pelemahan nikel dunia dan harga nikel yang masih rendah ini akan memberikan efek yang negatif pada perkembangan pembangunan industri smelter nikel baru di kawasan industri Bantaeng. Jika ini terjadi, maka peluang peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dari sektor industri pengolahan akan semakin mengecil.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
69
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.1.2.2
Kinerja Sektor Korporasi
Omset Penjualan 29
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi di Sulsel pada triwulan IV 2016, yang mengalami penurunan omset penjualan domestik adalah korporasi yang bergerak di sektor Industri Pengolahan. Rata-rata skala likert pada sektor Industri pengolahan berada pada posisi -0,14. Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi berada pada rata-rata normalnya. Bila dilihat lebih rinci, dua dari tujuh korporasi industri pengolahan yang memiliki pasar domestik mengaku mengalami penurunan omset penjualan akibat penurunan permintaan dan faktor persaingan pasar. Di sisi lain, satu korporasi di bidang pembuatan pakan ternak mengaku mengalami peningkatan omset penjualan akibat peningkatan industri peternakan ayam di Sulawesi Selatan. Sementara itu, lima korporasi lain yang memiliki pasar domestik mengaku tidak mengalami perubahan omset penjulan. Selain korporasi dengan pasar domestik, penurunan omset juga terjadi pada korporasi dengan orientasi ekspor. Dari 4 korporasi yang dilakukan liaison di triwulan IV 2016, 3 diantaranya menyebutkan terjadi penurunan omset penjualan ekspor di periode laporan. Sebagaian besar eksportir mengaku penurunan omset ekspor ini disebabkan menurunnya permintaan dari mitra dagang. Selain itu, kesulitan dalam pemenuhan bahan baku juga menjadi salah satu isu yang mengemuka di triwulan IV 2016.
Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.19. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan IV 2016
Biaya Pada triwulan IV 2016, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Para pelaku usaha mengaku bahwa terjadi peningkatan biaya produksi baik biaya bahan baku, biaya energi, maupun upah. Pada komponen biaya bahan baku, kenaikan biaya terjadi di sektor pertanian, perdagangan, industri pengolahan, konstruksi dan pengangkutan. Peningkatan biaya bahan baku terjadi di sektor pertanian dengan rata-rata skala likert 1. Pada biaya energi, peningkatan biaya terjadi di sektor pertanian industri pengolahan. Sementara pelaku usaha di sektor perdagangan, konstruksi, dan pengangkutan mengaku tidak terjadi peningkatan biaya energi. Dari sisi tingkat upah, semua pelaku usaha yang menjadi kontak liaison di triwulan IV 2016 mengaku terjadi peningkatan tingkat upah di periode laporan. Marjin Keuntungan Korporasi di sektor pertanian, industri pengolahan, dan pengangkutan mengalami penurunan margin di triwulan IV 2016. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian dan pengangkutan turun dengan ratarata skala likert -1. Sementara itu, margin keuntungan di sektor industri pengolahan turun dengan rata-rata skala likert 0,29. Penurunan marjin keuntungan tidak lepas dari penurunan kinerja 4 sektor utama di triwulan IV 2016.
29
Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi Likuiditas Keuangan Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2016, hasil survei menunjukkan 54,40% responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, menurun dibandingkan periode sebelumnya 55,20%. Sementara itu, rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 43,20% menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 43,2%. Yang perlu diwaspadai adalah peningkatan korporasi dengan kondisi likuiditas buruk dari 0,08% di triwulan III 2016 menjadi 2,40% di triwulan laporan. Korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk terdapat pada sektor hotel restoran, sektor perdagangan, dan sektor pertanian.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Grafik 4.20. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulsel
Grafik 4.21.
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor Ekonomi di Triwulan IV 2016
Beban Angsuran Hutang Korporasi Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan IV 2016 yang menunjukkan hanya 7,04% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat ke depannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa korporasi di sektor pertanian, pertambangan, perdagangan, hotel restoran dan pengangkutan yang berasumsi akan terjadi penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 5,65% dari seluruh responden korporasi yang menyatakan beban angsuran utang ke depan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah. Tabel 4.12. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatangdi Triwulan IV 2016
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
4.1.2.3
Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.
Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 19,62% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan IV 2016 mencapai Rp25,18 triliun dengan pertumbuhan 5,54% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang tercatat 8,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi terjadi di seluruh segmen kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Kredit modal kerja dan investasi korporasi tercatat sedikit melambat dari masing-masing 6,93% (yoy) dan 13,73% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi masing-masing 2,43% (yoy) dan 13,69% (yoy). Sementara itu kredit konsumsi korporasi mengalami pertumbuhan negatif sebesar -52,39% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
71
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 70%
yoy
60% 50% 40%
30% 20%
13.7%
10%
5.4%
0%
2.4%
-10% -20% -30% I
II
III
IV
I
2014 Modal Kerja Korporasi Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.22. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
Grafik 4.23.
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016 Investasi Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Sektor Ekonomi
Kredit Modal Kerja Korporasi Kredit modal kerja korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp17,37 triliun. Hal ini berarti berkurang Rp92 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp17,46 triliun. Kredit modal kerja korporasi di topang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan (pangsa: 49,78%), konstruksi (pangsa: 27,71%), dan jasa dunia usaha (pangsa: 9,21%). Kredit modal kerja korporasi di triwulan laporan tumbuh 0,67% (yoy) lebih lambat dari triwulan sebelumnya 6,93% (yoy). Perlambatan disebabkan oleh menurunnya kinerja kredit di beberapa sektor pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, jasa dunia usaha, dan jasa sosial masyarakat. Perlambatan pertumbuhan ini tertahan oleh membaiknya kinerja kredit modal kerja di sektor pertanian, sektor LGA, sektor pengangkutan, dan lain-lain. Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 3,38% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 4,95%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja hampir di semua sektor kecuali sektor perdagangan, sektor jasa sosial masyarakat, dan sektor pertambangan.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.25. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama
Kredit Investasi Korporasi Kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2016 mencapai Rp7,76 triliun. Hal ini berarti meningkat Rp276 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,49 triliun. Kredit investasi korporasi ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, sektor Jasa Dunia Usaha, dan sektor Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa 45,10%, 12,92%, dan 12,09%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di triwulan IV 2016 tumbuh 14,77% (yoy), yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan Jasa Dunia Usaha yang masingmasing tumbuh 30,99% (yoy) dan 63,16% (yoy). Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi membaik. Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 8,98% di triwulan III 2016 menjadi 5,17% di triwulan IV 2016. Penurunan NPL disebabkan oleh menurunnya NPL di sektor perdagangan, sektor Jasa Dunia Usaha, sektor pengangkutan, sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan lain-lain.
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Grafik 4.27. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama
4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)30 4.1.3.1
Perkembangan Kelembagaan
Jumlah bank umum di Sulsel tidak berubah dan didominasi bank konvensional. Jumlah bank umum pada triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 51 bank, sementara jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Adapun jumlah kantor bank sebanyak 954, dimana terdapat pembukaan 4 kantor bank dan penutupan 14 kantor bank selama triwulan IV 2016. Tabel 4.13. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR 2013
RINCIAN
I
Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional UUS Syariah Jumlah Kantor*
2014
II
III
IV
I
II
2015 III
IV
I
II
2016* III
IV
I
II
III
IV
42
44
45
46
46
47
47
48
48
50
50
50
50
52
52
51
36
38
39
40
40
41
41
41
41
43
43
43
43
44
44
43
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
8
8
8
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
8
8
8
940
950
959
971
974
979
967
972
976
978
980
983
977
964
964
954
28
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
BPR
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) KR 6
4.1.3.2
Aset Perbankan
Total aset bank umum tumbuh melambat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp125,96 triliun, tumbuh 7,13% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 8,92% (yoy) (Tabel 4.14). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aset di kelompok bank pemerintah dari 13,36% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 11,08% (yoy) di triwulan IV 2016. Perlambatan pertumbuhan aset juga terjadi pada bank swasta nasional dari 2,68% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 1,65% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara di sisi lain, total aset bank asing dan bank campuran kembali mengalami kontraksi -43,09% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -26,05% (yoy). Tabel 4.14. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
2015
Nominal (Rp Miliar) 2016
2015
2016
Total Aset
I 15.44
II 11.00
III 13.59
IV 16.01
I 15.14
II 13.30
III 8.92
IV 7.13
I 104,944
II 108,309
III 113,101
IV 117,572
I 120,832
II 122,710
III 123,190
IV 125,955
Bank Pemerintah
16.46
10.70
15.34
21.85
21.85
18.48
13.36
11.08
61,182
63,739
67,472
70,874
74,549
75,515
76,489
78,727
Bank Swasta Nasional
14.41
11.73
11.65
8.71
6.20
6.17
2.68
1.65
43,112
44,012
45,104
46,161
45,786
46,729
46,312
46,922
Bank Asing dan Bank Campuran
(9.54)
(7.19)
(21.91)
(25.86)
(23.57)
(16.71)
(26.05)
(43.09)
649
558
525
536
496
465
388
305
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.3
Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum tumbuh melambat. Dana yang dihimpun mencapai Rp82,40 triliun atau tumbuh 5,01% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,24% (yoy). Perlambatan terjadi di komponen Tabungan dan Deposito yang masing-masing tumbuh dari 11,49% (yoy) dan 26,48% (yoy) di triwulan III 2016,
30
Data perbankan lokasi bank Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
73
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
menjadi 6,57% (yoy) dan 16,99% (yoy) di triwulan IV 2016. Sementara itu, Giro kembali mengalami kontraksi -21,09% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -5,37% (yoy). Tabel 4.15. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar)
2015 I
II
2016 III
IV
I
II
2015 III
IV
I
2016
II
III
IV
I
II
III
IV
Total Aset DPK
14.20
12.16
12.58
18.69
17.95
19.21
27.09
21.48
28.66
64.69
26.98
3.24
b. Tabungan
5.24
5.16
7.65
12.81
16.08
22.16
c. Deposito
24.78
19.79
13.39
11.61
21.44
12.43
10.37
11.74
13.67
a. Modal Kerja
20.25
19.15
16.85
b. Investasi
12.57
6.68
13.07
c. Konsumsi
6.10
4.68
6.82
a. Giro
Kredit
13.24
5.01
66,419
68,867
72,433
78,467
78,342
82,097
82,025
82,396
(21.09)
10,154
11,820
12,471
13,165
12,894
12,203
11,802
10,388
11.49
6.57
34,147
34,881
37,491
42,221
39,637
42,611
41,800
44,994
23.09
26.48
16.99
22,118
22,166
22,472
23,091
26,859
27,283
28,423
27,014
12.90
16.05
14.31
9.38
85,303
87,563
89,911
94,981
96,310
101,617
102,774
103,890
16.82
14.44
14.13
13.70
8.77
32,776
34,627
34,876
36,730
37,510
39,518
39,653
39,952
26.47
21.59
26.04
15.61
(1.55)
16,482
16,500
17,476
20,538
20,041
20,796
20,204
20,221
5.12
7.53
13.36
14.27
15.92
36,045
36,436
37,558
37,713
38,759
41,303
42,917
43,718
128.43
127.15
124.13
121.05
122.94
123.78
125.30
126.09
3.36
3.16
3.85
3.19
3.36
3.05
3.00
2.29
(5.37)
LDR (%) NPLs Gross (%)
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kredit yang disalurkan perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh 9,38% (yoy) menjadi Rp103,89 triliun, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 14,31% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok modal kerja dan investasi. Kelompok kredit modal kerja tumbuh 8,77% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 13,70% (yoy). Sementara itu, kredit investasi mengalami kontraksi -1,55% (yoy), dimana pada triwulan III 2016 tumbuh 15,61% (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 14,27% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 15,92% (yoy) di triwulan IV 2016. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terutama disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan yang masing-masing tumbuh 1,27% (yoy) dan 3,60% (yoy) di triwulan IV 2016. Fungsi intermediasi perbankan berjalan baik. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 126,09%, dengan risiko kredit yang semakin membaik sebagaimana tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang semakin menurun menjadi 2,29% pada triwulan IV 2016 dari triwulan sebelumnya 3%. Bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu dimana LDR tercatat 121,05% dan NPL tercatat 3,19%, maka fungsi intermediasi perbankan di Sulsel terlihat berjalan dengan baik. Tabel 4.16. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar)
2015 I
II
I
II
2015
III
IV
III
11.74
13.67
12.90
16.05
14.31
IV
I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
9.38
85,303
87,563
89,911
94,981
96,310
101,617
102,774
103,890
30.18
33.27
1,630
1,788
2,303
2,461
2,681
2,933
2,998
3,280
(2.83)
(18.04)
427
390
383
410
430
399
372
336
5,035
5,109
5,304
7,487
7,239
7,993
8,104
7,582
Kredit
12.43
Pertanian
16.01
19.25
60.46
63.36
64.50
64.06
Pertambangan
13.16
(30.41)
(28.74)
(19.45)
0.61
2.32
Industri Pengolahan
28.49
21.37
23.85
57.71
43.77
56.44
52.79
1.27
Listrik, Gas, Air
75.06
68.62
71.61
8.24
(19.81)
(32.92)
(33.09)
(34.45)
382
413
398
379
306
277
267
248
Konstruksi
55.97
33.70
29.82
25.78
15.53
21.94
16.39
21.97
4,746
4,902
5,417
5,491
5,483
5,977
6,305
6,698
Perdagangan
14.73
13.35
14.08
16.25
14.47
14.71
10.41
3.60
27,920
29,003
29,373
31,424
31,959
33,268
32,431
32,555
Pengangkutan
(6.00)
(8.71)
(9.45)
(1.38)
1.52
1.68
2.18
(5.55)
2,782
2,693
2,672
2,781
2,824
2,738
2,730
2,627
Jasa Dunia Usaha
(0.37)
12.20
12.40
15.25
10.29
1.21
5.22
1.35
3,733
4,037
4,024
4,221
4,117
4,085
4,234
4,278
Jasa Sosial Masyarakat
35.29
36.25
12.91
8.96
(0.43)
(3.52)
0.17
(1.22)
2,473
2,681
2,388
2,549
2,462
2,587
2,392
2,518
6.26
4.26
6.33
4.28
7.29
13.17
36,173
36,547
37,648
37,777
38,809
41,359
42,941
43,767
Lain-lain
10.37
2016
14.06
15.86
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.4
Bank Syariah
Aset perbankan syariah mengalami kontraksi. Aset perbankan syariah pada triwulan IV 2016 tercatat Rp6,72 triliun, mengalami kontraksi -3,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang tumbuh 2,21%. Kontraksi disebabkan oleh menurunnya kinerja Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional. Aset Bank Pemerintah tercatat mengalami kontraksi -17,83% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8% (yoy). Sementara aset Bank Swasta Nasional tumbuh melambat dari 0,85% (yoy) menjadi 0,58% (yoy) di triwulan IV 2016. DPK perbankan syariah tumbuh melambat. DPK pada triwulan IV 2016 tumbuh 3,10% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 13,51% (yoy). Perlambatan DPK syariah disebabkan oleh perlambatan kinerja penghimpunan Deposito yang tercatat tumbuh 6,51% (yoy) di triwulan IV 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 16,66% (yoy). Sementara itu, penghimpunan Giro mengalami kontraksi -38,89% (yoy), setelah pada triwulan
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
sebelumnya tumbuh 1,62% (yoy). Namun kinerja penghimpunan tabungan sedikit meningkat dari 14% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 14,46% (yoy) di triwulan IV 2016. Pembiayaan perbankan syariah mengalami percepatan. Total pembiayaan syariah di triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp5,85 triliun atau tumbuh 2,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -2,94% (yoy). Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan IV 2016, FDR tercatat 147,30% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 146,38%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat semakin membaik yang tercermin dari penurunan rasio non performing financing (NPF) dari 3,78% di triwulan III 2016 menjadi 2,66% pada triwulan IV 2016. Tabel 4.17. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar)
2015 I
Aset
7.42
II
2016 III
IV
10.84
15.49
18.10
I
2015
II
III
IV
I
16.96
8.13
2.21
(3.69)
6,000
2016
II
III
IV
I
II
III
IV
6,184
6,489
6,975
7,018
6,687
6,633
6,718
Bank Pemerintah
4.65
7.70
11.90
41.36
50.55
18.32
8.00
(17.83)
1,101
1,132
1,235
1,624
1,657
1,339
1,333
1,334
Bank Swasta Nasional
8.06
11.57
16.37
12.50
9.42
5.85
0.85
0.58
4,899
5,052
5,255
5,352
5,360
5,348
5,300
5,383
16.22
17.59
18.55
28.83
10.33
10.45
13.51
3.10
3,187
3,287
3,411
3,853
3,517
3,630
3,872
3,972
147.17
111.60
22.23
57.57
(38.04)
(29.65)
1.62
(38.89)
547
554
423
598
339
390
429
366
18.01
24.53
23.74
19.34
18.36
14.20
14.00
14.46
1,488
1,570
1,654
1,765
1,761
1,793
1,886
2,020
16.66
6.51
1,153
1,162
1,335
1,490
1,417
1,447
1,557
1,587
(1.42)
2.94
5,239
5,582
5,750
5,684
5,817
5,744
5,668
5,851
164.36
169.84
168.54
147.53
165.43
158.23
146.38
147.30
3.80
2.81
4.17
3.97
4.39
3.87
3.78
2.66
DPK a. Giro b. Tabungan c. Deposito
(8.54)
(8.63)
11.68
31.58
22.90
24.49
Pembiayaan
17.63
14.65
16.73
10.56
11.05
2.90
FDR (%) NPF Gross (%)
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.1.3.5
Bank Perkreditan Rakyat
Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh meningkat. Aset BPR di triwulan IV 2016 tumbuh 33,79% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 24,82% (yoy). DPK tumbuh 32,71% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 17,93% (yoy), sementara kredit tercatat tumbuh 40,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 29,60% (yoy). Dengan peningkatan pertumbuhan DPK lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit, loan to deposit ratio (LDR) tercatat menurun. Pada triwulan IV 2016 LDR BPR tercatat 140,08%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 142,58%. 2,500
Aset
Rp Miliar
%, yoy
gAset - Skala Kanan
2,000 1,500
1,936
33.79
70
1,800
60
1,600
50
1,400
40 30
1,000
20 500 0 2012
2013
2014
2015
250
200 150 139.38 100
600 200
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.28. Perkembangan Aset BPR
%
800 400
2016
LDR - Skala Kanan
1,000
0 (10)
Kredit
Rp Miliar
1,200
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011
DPK
80
50
0
0 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
II III 2016
Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.29. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.4 Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kota Makassar memiliki aset paling besar. Dengan kepemilikan aset mencapai Rp87,14 triliun atau 69,18% dari total aset perbankan di Sulsel, maka perbankan di Kota Makassar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Sulsel. Sementara itu pangsa aset perbankan di 23 Kab/Kota lainnya tergolong masih relatif kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan tertinggi di 5 daerah secara berturut-turut adalah sebagai berikut Kabupaten Luwu (33,42%; yoy), Bantaeng (30,46%; yoy), Maros (28,80%; yoy), Jeneponto (28,70%; yoy), dan Luwu Utara (26,62%; yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 3,68% (yoy), paling rendah diantara Kab/Kota lain di Sulsel.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
75
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.18. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota Pertumbuhan (%, yoy) Aset Per Kabupaten/Kota
Nominal (Rp Miliar)
2015 I
II
2016 III
IV
I
2015 I
II
2016 III
IV
I
II
III
IV
18.15
16.84
II 11.65
4.51
7.93
12.66
25.52
11.20
17.79
1,404
1,350
1,509
1,402
1,582
1,694
1,678
1,651
19.06
24.16
29.12
21.47
14.81
14.35
1,457
1,603
1,736
1,703
1,881
1,947
1,993
1,947
9.95
13.46
4.67
8.84
2.70
3.95
1,925
1,992
2,215
2,171
2,015
2,168
2,275
2,257
8.62
8.90
(8.23)
(2.22)
(0.45)
(5.15)
10.27
2,573
2,693
2,810
2,518
2,516
2,680
2,665
2,776
8.81
9.58
10.70
19.07
24.42
22.48
17.53
7.72
1,138
1,218
1,328
1,405
1,416
1,492
1,561
1,514
Maros
21.10
16.87
17.89
22.05
14.38
30.62
31.37
28.80
1,226
1,213
1,268
1,343
1,402
1,585
1,666
1,730
Luwu
14.40
33.72
58.62
21.03
31.02
29.83
0.39
33.42
279
343
393
292
365
446
395
390
Sinjai
29.64
23.39
32.89
28.26
19.56
22.16
14.21
22.23
1,121
1,149
1,265
1,181
1,340
1,404
1,445
1,444 1,927
Makassar
16.86
10.79
Pinrang
1.90
(4.20)
Gowa
9.23
9.07
Wajo
2.80
1.74
Bone
9.21
Tana Toraja
Bulukumba
13.06
III 7.91
IV 3.68
73,849
75,845
78,467
84,043
86,283
84,682
84,672
87,140
5.26
7.01
8.30
9.12
11.97
20.50
17.95
9.34
1,495
1,590
1,648
1,762
1,674
1,916
1,944
Bantaeng
11.68
9.38
14.38
19.25
19.94
40.12
34.81
30.46
580
607
647
675
696
850
872
881
Jeneponto
11.26
13.04
15.14
18.28
22.39
37.58
35.13
28.70
879
920
962
1,021
1,075
1,265
1,300
1,314
Selayar
13.55
5.55
9.41
12.05
6.85
5.19
0.37
5.22
541
552
580
549
578
581
582
577
Takalar
12.26
13.83
19.12
16.58
12.03
22.52
18.76
22.18
1,160
1,231
1,338
1,310
1,299
1,508
1,589
1,601
Barru
14.14
16.22
26.14
20.31
27.52
26.73
10.22
21.45
721
741
876
850
919
939
966
1,032
Sidrap
20.78
19.55
23.43
5.78
6.55
13.74
5.03
17.67
1,199
1,243
1,400
1,276
1,277
1,414
1,471
1,501
Pangkep
9.40
7.70
7.64
9.29
17.91
18.65
12.82
16.03
1,111
1,062
1,144
1,106
1,310
1,260
1,290
1,283
Soppeng
27.41
30.95
30.80
26.53
18.94
16.92
10.99
11.51
945
1,064
1,189
1,142
1,124
1,244
1,320
1,273
Enrekkang
16.82
12.77
29.14
15.07
18.25
22.75
2.51
11.45
887
965
1,112
1,008
1,049
1,184
1,140
1,124
Luwu Timur
16.09
26.09
1.42
(5.18)
(17.62)
(10.44)
(2.93)
17.66
896
986
890
721
738
883
864
849
Luwu Utara
16.69
23.86
26.06
27.77
31.08
36.44
30.02
26.62
1,284
1,425
1,513
1,628
1,683
1,944
1,967
2,062
Parepare
10.02
10.81
13.79
7.36
7.22
13.80
8.26
14.25
4,697
4,938
5,114
4,949
5,036
5,620
5,537
5,654
Palopo
15.91
9.01
9.21
2.14
(0.17)
11.88
8.18
14.57
3,580
3,581
3,697
3,516
3,574
4,006
3,999
4,029
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Luwu merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan IV 2016. Kredit di Kab. Luwu tumbuh 36,86% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 43,54% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp68,37 triliun atau 65,81% dari total kredit di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih berada di Kota Makassar. Di triwulan IV 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 3,69% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 10,83% (yoy). Tabel 4.19. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota KREDIT - Rp Juta Kabupaten/Kota Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo
2015 I 58,449,372 1,210,324 1,290,086 1,710,673 2,126,680 903,610 1,082,675 234,922 1,036,999 1,172,101 559,107 859,893 291,130 1,114,386 657,486 1,135,338 969,151 707,957 632,834 520,079 1,239,634 4,420,933 2,978,330
II 59,770,786 1,257,828 1,356,996 1,758,469 2,205,792 928,282 1,137,342 248,318 1,066,222 1,222,741 582,687 893,649 305,451 1,148,274 676,217 1,198,286 983,688 738,096 647,567 551,973 1,360,437 4,556,238 2,967,569
gKREDIT - % (YOY) 2016
III 61,070,966 1,307,321 1,422,694 1,761,154 2,258,128 949,726 1,215,002 263,663 1,097,804 1,291,757 616,715 926,728 317,218 1,203,601 703,814 1,248,932 1,010,101 775,593 671,580 564,929 1,456,400 4,695,131 3,081,776
IV 65,937,699 1,356,638 1,497,291 1,724,665 2,083,175 1,000,293 1,288,852 270,589 1,146,907 1,361,630 647,900 985,320 325,054 1,283,220 744,219 1,148,314 1,014,397 826,100 721,700 581,815 1,529,152 4,607,896 2,898,975
I 65,931,747 1,428,524 1,618,590 1,767,148 2,182,117 1,060,369 1,359,159 273,727 1,215,702 1,437,917 675,627 1,049,571 343,376 1,255,090 779,698 1,219,971 1,123,606 872,835 747,900 597,716 1,626,984 4,694,476 3,048,644
II 67,746,040 1,563,589 1,764,413 1,958,731 2,403,710 1,186,377 1,542,881 365,220 1,353,097 1,653,054 796,666 1,210,439 385,655 1,451,639 874,774 1,339,700 1,239,975 986,558 807,177 704,996 1,835,941 5,107,774 3,338,675
2015 III 67,683,013 1,621,388 1,854,028 2,068,354 2,421,664 1,243,054 1,632,419 378,474 1,395,546 1,708,751 846,045 1,261,969 406,150 1,540,774 921,015 1,406,782 1,271,752 1,020,942 851,790 725,921 1,925,423 5,158,826 3,429,694
IV 68,369,186 1,614,751 1,844,824 2,101,470 2,474,129 1,256,536 1,688,153 370,320 1,412,718 1,714,963 852,969 1,283,181 418,019 1,571,988 928,891 1,436,324 1,261,347 1,037,536 882,118 743,778 1,999,189 5,174,198 3,453,680
I 13.85% -3.16% 8.79% 3.39% 6.59% 4.43% 9.60% 12.70% 21.58% 6.51% 12.02% 9.91% 12.68% 9.72% 10.70% 15.73% 10.84% 11.51% 9.73% 22.52% 13.87% 9.30% 11.97%
II 10.58% -0.50% 7.90% 2.98% 9.23% 3.81% 12.65% 15.22% 22.24% 6.98% 11.83% 12.16% 16.89% 9.11% 10.60% 18.71% 10.55% 14.02% 9.17% 24.35% 21.34% 8.58% 7.70%
III 11.84% 1.59% 9.79% 3.33% 10.54% 5.00% 16.61% 18.13% 24.26% 12.62% 15.90% 12.76% 16.08% 11.91% 11.19% 18.78% 4.40% 17.50% 10.06% 21.35% 24.38% 10.63% 9.23%
IV 15.27% 7.38% 15.82% 0.90% 0.41% 9.70% 21.27% 17.78% 27.37% 16.69% 19.22% 16.36% 14.07% 16.65% 14.50% 3.93% 4.24% 21.75% 15.41% 17.67% 26.79% 6.71% -0.73%
I 12.80% 18.03% 25.46% 3.30% 2.61% 17.35% 25.54% 16.52% 17.23% 22.68% 20.84% 22.06% 17.95% 12.63% 18.59% 7.45% 15.94% 23.29% 18.18% 14.93% 31.25% 6.19% 2.36%
2016 II 13.34% 24.31% 30.02% 11.39% 8.97% 27.80% 35.66% 47.08% 26.91% 35.19% 36.72% 35.45% 26.26% 26.42% 29.36% 11.80% 26.05% 33.66% 24.65% 27.72% 34.95% 12.11% 12.51%
III 10.83% 24.02% 30.32% 17.44% 7.24% 30.89% 34.36% 43.54% 27.12% 32.28% 37.19% 36.17% 28.03% 28.01% 30.86% 12.64% 25.90% 31.63% 26.83% 28.50% 32.20% 9.88% 11.29%
IV 3.69% 19.03% 23.21% 21.85% 18.77% 25.62% 30.98% 36.86% 23.18% 25.95% 31.65% 30.23% 28.60% 22.50% 24.81% 25.08% 24.34% 25.59% 22.23% 27.84% 30.74% 12.29% 19.13%
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kabupaten Luwu Timur merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan IV 2016. DPK di Kab. Luwu Timur tumbuh 27,09% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi -17,56% (yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa, DPK terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp55,09 triliun atau 66,86% dari total DPK di Sulsel. Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Makassar. Di triwulan IV 2016 ini DPK di Makassar tumbuh 4,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,96% (yoy). Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Parepare (3,82%) dan Palopo (3,46%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.20. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota DPK - Rp Juta Kabupaten/Kota Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo
gDPK - % (YOY)
2015 I 42,932,358 811,798 1,177,269 1,747,744 2,152,597 1,075,740 1,083,324 241,214 655,968 1,355,908 409,647 504,163 495,356 386,664 670,709 917,739 1,001,816 890,907 840,342 855,220 1,017,692 2,613,764 2,582,006
II 43,906,451 852,610 1,297,704 1,879,970 2,282,034 1,146,823 1,003,166 324,626 913,535 1,379,750 431,000 604,097 512,310 398,499 696,718 926,559 946,210 1,004,401 835,730 954,231 1,160,131 2,813,141 2,597,787
2016 III 45,891,183 942,380 1,372,836 2,066,062 2,357,929 1,213,516 1,068,595 252,387 1,041,542 1,399,517 505,393 670,170 530,937 440,658 810,731 1,113,253 1,009,420 1,107,310 1,048,176 839,837 1,162,034 2,909,004 2,680,471
IV 52,965,328 1,007,942 1,509,299 2,033,112 2,111,519 1,259,943 999,843 231,280 972,721 1,386,440 421,760 537,269 464,125 682,926 751,260 952,149 930,694 1,041,695 921,389 585,057 1,179,794 2,766,350 2,755,086
I 51,208,442 1,225,840 1,568,661 1,975,850 2,277,691 1,275,190 1,100,462 347,474 1,116,108 1,464,564 541,147 638,349 549,079 721,964 878,799 1,032,992 1,144,485 1,095,568 999,369 701,764 1,243,318 2,503,176 2,731,479
II 53,105,971 1,342,557 1,574,670 2,033,102 2,322,173 1,416,992 1,158,910 420,455 1,116,507 1,508,257 521,227 766,907 559,033 813,039 891,832 1,067,537 1,052,201 1,192,839 1,140,828 845,021 1,305,002 3,023,367 2,918,164
2015 III 53,673,662 1,273,776 1,577,629 2,132,702 2,253,104 1,441,305 1,130,018 325,121 1,113,226 1,442,551 537,176 700,607 549,620 808,376 880,404 1,126,070 1,047,235 1,243,627 1,073,733 692,388 1,286,920 2,877,117 2,838,319
IV 55,086,670 1,196,233 1,463,923 1,899,381 2,320,275 1,368,120 1,175,314 166,099 971,046 1,386,145 461,470 607,295 508,344 659,976 890,567 1,052,373 1,037,641 1,133,715 979,598 743,548 1,283,774 3,150,994 2,853,481
I 11.67% 6.76% 11.75% 7.61% 8.56% 10.08% 49.46% 17.04% 52.81% 16.35% 21.18% 27.62% 11.32% 13.29% 17.64% 31.44% 34.25% 29.89% 22.56% 16.04% 26.96% 17.61% 21.37%
II 9.21% 6.42% 9.54% 9.74% 10.70% 12.51% 30.28% 36.02% 106.07% 9.47% 9.57% 24.15% 5.82% 11.87% 18.21% 20.15% 32.01% 32.81% 3.36% 26.56% 30.87% 17.17% 12.78%
III 8.19% 8.28% 13.51% 16.92% 8.89% 41.23% 39.76% 13.28% 111.28% 7.75% 35.20% 31.77% 9.48% 16.91% 27.42% 35.16% 36.72% 33.69% 30.85% 4.67% 27.74% 14.76% 9.34%
IV 19.39% 15.89% 28.77% 16.88% -3.32% 21.54% 36.24% 83.79% 70.36% 10.21% 18.57% 29.69% 6.74% 55.59% 24.83% 16.20% 10.30% 38.90% 21.01% -12.25% 28.46% 7.25% 11.38%
I 19.28% 51.00% 33.25% 13.05% 5.81% 18.54% 1.58% 44.05% 70.15% 8.01% 32.10% 26.62% 10.85% 86.72% 31.03% 12.56% 14.24% 22.97% 18.92% -17.94% 22.17% -4.23% 5.79%
2016 II 20.95% 57.46% 21.34% 8.15% 1.76% 23.56% 15.53% 29.52% 22.22% 9.31% 20.93% 26.95% 9.12% 104.03% 28.00% 15.22% 11.20% 18.76% 36.51% -11.44% 12.49% 7.47% 12.33%
III 16.96% 35.17% 14.92% 3.23% -4.45% 18.77% 5.75% 28.82% 6.88% 3.07% 6.29% 4.54% 3.52% 83.45% 8.59% 1.15% 3.75% 12.31% 2.44% -17.56% 10.75% -1.10% 5.89%
IV 4.01% 18.68% -3.01% -6.58% 9.89% 8.59% 17.55% -28.18% -0.17% -0.02% 9.42% 13.03% 9.53% -3.36% 18.54% 10.53% 11.49% 8.83% 6.32% 27.09% 8.81% 13.90% 3.57%
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 19 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 100% yaitu Takalar, Luwu, Jeneponto, Bantaeng, Parepare, Luwu Utara, Sinjai, Maros, Sidrap, Pinrang, Gowa, Makassar, Bulukumba, Pangkep, Palopo, Wajo, Bone, Barru dan Luwu Timur. Untuk perbankan yang berlokasi di 19 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan. Tabel 4.21. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota NPL - % Kabupaten/Kota I Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo
LDR - %
2015 II 3.62% 1.79% 3.54% 4.35% 3.06% 0.93% 0.81% 0.22% 2.17% 1.96% 1.26% 2.70% 0.53% 3.42% 1.41% 1.84% 1.67% 0.86% 1.10% 1.58% 1.19% 4.64% 4.06%
3.41% 1.49% 2.89% 5.63% 3.12% 1.06% 0.70% 0.26% 2.08% 2.15% 0.94% 2.37% 0.39% 2.99% 1.32% 2.13% 1.50% 1.00% 1.25% 1.08% 1.00% 4.30% 3.10%
2016 III 4.55% 1.20% 1.78% 5.80% 3.14% 0.73% 0.56% 0.30% 1.72% 2.07% 0.70% 1.64% 0.26% 2.22% 0.96% 2.22% 1.23% 0.71% 1.12% 1.09% 0.89% 4.01% 3.01%
IV 3.93% 0.86% 0.84% 2.32% 3.79% 0.48% 0.46% 0.33% 1.16% 1.61% 0.57% 1.32% 0.17% 1.30% 0.61% 0.76% 0.86% 0.51% 0.72% 0.91% 0.68% 2.64% 1.70%
I
II 4.20% 0.91% 0.99% 2.30% 4.28% 0.61% 0.57% 0.37% 1.32% 1.58% 0.85% 1.30% 0.36% 1.25% 0.63% 0.84% 0.71% 0.54% 0.76% 0.96% 0.68% 2.37% 1.79%
3.88% 0.74% 0.69% 1.95% 3.73% 0.58% 0.49% 0.22% 1.21% 1.29% 0.92% 1.00% 0.31% 1.00% 0.61% 0.65% 0.65% 0.39% 0.77% 0.78% 0.53% 2.88% 1.19%
2015 III 3.92% 0.84% 0.87% 1.88% 2.34% 0.46% 0.43% 0.16% 1.04% 1.26% 0.65% 0.85% 0.37% 0.56% 0.48% 0.57% 0.85% 0.52% 0.76% 0.90% 0.39% 2.83% 1.12%
IV 2.88% 0.66% 0.66% 1.74% 2.41% 0.38% 0.38% 0.11% 0.86% 1.11% 0.68% 0.86% 0.25% 0.40% 0.39% 0.58% 0.65% 0.34% 0.75% 1.30% 0.33% 2.63% 1.14%
I 136.14% 149.09% 109.58% 97.88% 98.80% 84.00% 99.94% 97.39% 158.09% 86.44% 136.49% 170.56% 58.77% 288.21% 98.03% 123.71% 96.74% 79.46% 75.31% 60.81% 121.81% 169.14% 115.35%
II 136.13% 147.53% 104.57% 93.54% 96.66% 80.94% 113.38% 76.49% 116.71% 88.62% 135.19% 147.93% 59.62% 288.15% 97.06% 129.33% 103.96% 73.49% 77.49% 57.84% 117.27% 161.96% 114.23%
III 133.08% 138.73% 103.63% 85.24% 95.77% 78.26% 113.70% 104.47% 105.40% 92.30% 122.03% 138.28% 59.75% 273.14% 86.81% 112.19% 100.07% 70.04% 64.07% 67.27% 125.33% 161.40% 114.97%
IV 124.49% 134.59% 99.20% 84.83% 98.66% 79.39% 128.91% 117.00% 117.91% 98.21% 153.62% 183.39% 70.04% 187.90% 99.06% 120.60% 108.99% 79.30% 78.33% 99.45% 129.61% 166.57% 105.22%
I 128.75% 116.53% 103.18% 89.44% 95.80% 83.15% 123.51% 78.78% 108.92% 98.18% 124.85% 164.42% 62.54% 173.84% 88.72% 118.10% 98.18% 79.67% 74.84% 85.17% 130.86% 187.54% 111.61%
2016 II 127.57% 116.46% 112.05% 96.34% 103.51% 83.73% 133.13% 86.86% 121.19% 109.60% 152.84% 157.83% 68.99% 178.54% 98.09% 125.49% 117.85% 82.71% 70.75% 83.43% 140.68% 168.94% 114.41%
III 126.10% 127.29% 117.52% 96.98% 107.48% 86.25% 144.46% 116.41% 125.36% 118.45% 157.50% 180.13% 73.90% 190.60% 104.61% 124.93% 121.44% 82.09% 79.33% 104.84% 149.61% 179.31% 120.84%
IV 124.11% 134.99% 126.02% 110.64% 106.63% 91.84% 143.63% 222.95% 145.48% 123.72% 184.84% 211.29% 82.23% 238.19% 104.30% 136.48% 121.56% 91.52% 90.05% 100.03% 155.73% 164.21% 121.03%
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp33,23 triliun, tumbuh 8,46% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 15,56% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 31,99%. Dari nilai tersebut, sekitar 69,89% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan 30,11% sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%). Pada triwulan IV 2016 NPL UMKM sebesar 3,78%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 4,07%. Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor Jasa Dunia Usaha, Konstruksi, dan Pertambangan perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
77
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
NPLs UMKM 6
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan 35
%, yoy
%
30
5
4.07
4
25 Total Kredit NonUMKM 68.01%
20 15.56 15
3 2
10
1
5
0
Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 31.99%
Investasi 30.11%
Modal Kerja 69.89%
0 I
II III IV
I
2012
II III IV
I
II III IV
2013
I
2014
II III IV
I
2015
II III
2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.30. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.31. Pangsa Kredit UMKM
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan IV 2016 rasio tersebut tercatat 171,45%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare, Makassar, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. %
%
175
% 29
600
155
27
500
135
25
400
115
23
95
21
75
300 200
19
55
2010
2011
2012
2013
2014
2015
0
2016
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs
100
Agust
Feb
Agust
Feb
Agust
Feb
Feb
Agust
Agust
Feb
Feb
15
Agust
15
Agust
17
Feb
35
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.32. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel
78
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Grafik 4.33. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Boks 4.A.
Regional Financial Asset and Balance Sheet (RFABS) : Upaya untuk Mengidentifikasi Risiko Sistemik di Tingkat Regional
Pemahaman mengenai keterkaitan antarsektor ekonomi merupakan hal yang sangat berharga, khususnya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Bercermin dari krisis keuangan global, interkoneksi antarsektor ekonomi yang terjadi lintas negara telah menjadi salah satu penyebab terjadinya penularan krisis dalam waktu yang singkat. Untuk itu, Bank Indonesia menginisiasi penyusunan National Financial Account and Balance Sheet (NFABS), yaitu neraca terintegrasi yang menggambarkan aktivitas finansial antarsektor perekonomian. Melalui NFABS, perekonomian dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang terintegrasi dari neraca sektoral, yang terdiri dari sektor Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan, Institusi Keuangan Non-Bank, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Sentral dan sektor Eksternal (Rest of the World). Ketersediaan data NFABS yang terintegrasi dapat digunakan untuk menganalisis risiko keuangan yang bersumber dari ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) antar sektor. Penyusunan NFABS merupakan salah satu komponen utama dari rekomendasi G20 terkait data gap initiative. Dalam kaitannya dengan stabilitas sistem keuangan dan koordinasi kebijakan, penyusunan NFABS telah disesuaikan dengan standar internasional sehingga statistik yang dihasilkan dapat dibandingkan antar negara. Seiring dengan semakin terkoneksinya sektor-sektor di sistem keuangan, maka ketidakseimbangan di suatu sektor dapat ditransmisikan ke sektor lain, baik di level nasional maupun regional. Hal ini menyebabkan risiko yang dihadapi regional semakin kompleks, sehingga peran regional dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan semakin besar. Oleh karena itu, diperlukan sumber data yang memadai untuk menangkap ketidakseimbangan keuangan di daerah tertentu yang berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan risiko sistemik. Salah satu sumber data tersebut adalah Regional Financial Account & Balance Sheet (RFABS). Penyusunan RFABS juga merupakan implementasi salah satu dari 9 fungsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri, yaitu terkait dengan pelaksanaan Regional Financial Surveillance. RFABS dapat digunakan untuk melengkapi asesmen makroprudensial di tingkat regional, khususnya yang berkaitan dengan dimensi cross -section antar sektor dan antar regional. Analisis data RFABS dilakukan dengan menggunakan data transaksi dan neraca untuk tiap agen ekonomi di masing-masing propinsi. Konsep Penyusunan Regional Financial Account and Balance Sheet Penyusunan National and Regional Balance Sheet dilakukan dengan mengacu kepada System of National Account (SNA) 2008. SNA 2008 sebagai standar internasional yang berisi pedoman pencatatan aktivitas ekonomi berdasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam SNA 2008, kerangka data yang menggambarkan aktivitas ekonomi dan pemupukan kekayaan secara terintegrasi dan komprehensif dikenal dengan Integrated Economic Account/Full Sequence of Account (FSA). Integrated Economic Account / FSA terdiri dari: 1.
2.
3.
Current Account atau neraca berjalan mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan konsumsi atau tabungan. Terdiri dari production dan income accounts Accumulation accounts, adalah semua perubahan dalam aset dan kewajiban serta kekayaan neto. Accumulation account mencakup capital account, financial account, other changes in the volume of assets account dan revaluation account. Accumulation accounts mencatat flows yang akan mempengaruhi posisi balance sheet di akhir periode pencatatan. Opening and closing balance sheets, menyajikan posisi asset dan kewajiban suatu unit institusi atau sektor institusi.
Accumulation Account serta Opening and Closing Balance Sheet yang menjadi bagian dari Full Sequence of Account (FSA) merupakan komponen pembentuk Financial Account and Balance Sheet/ FABS (Gambar 3.A.1).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
79
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Gambar 3.A.1 Kerangka Integrated Economic Account (Full Sequence Account)
Financial Account and Balance Sheet lebih lanjut dirinci berdasarkan klasifikasi instrumen finansial (aset/kewajiban finansial) dan sektor institusi sebagaimana tabel xx berikut: INSTRUMEN FINANSIAL
INSTITUSIONAL SEKTOR
F1 Monetary Gold and SDRs
1. Non Financial Corporations (NFC)
F2 Currency and deposits
2. Financial Corporations (FC)
F21 Currency
a. Deposit Taking Corporations (DTs)
F22 Transferable deposits
Central Bank (CB)
F221 Interbank positions
Other Depository Corporations (ODC)
F229 Other transferable deposits
b. Other Financial Corporations (OFC)
F29 Other deposits
F5 Equity and investment fund shares
3. Government Central Government (CG) Local Government (LG) 4. Households & Non Profit Institutions Serving Household (NPISH)
F6 Insurance, pension and standardized guarantee schemes
5. Rest of the World (ROW)
F3 Debt Securities F4 Loans
F7 Financial derivatives and employee stock options F8 Other accounts receivable/payable
Tujuan Penyusunan Regional Financial Account and Balance Sheet RBS dapat memberikan informasi mengenai perkembangan suatu regional baik secara finansial maupun non finansial dan bersifat strategis dalam pengembangan ekonomi daerah, sebagai berikut : 1. Data stock dan flows pada RFABS dapat memberikan informasi mengenai perkembangan pertumbuhan suatu regional (ex. pertumbuhan deposit dan loan). 2. Berdasarkan minimum data yang dimiliki (currency and deposit, loan, regional GDP, data Fiskal) RFABS dapat memberikan gambaran ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) suatu regional yang dapat digunakan sebagai informasi untuk kebijakan makroprudensial. 3. Data transaksi currency and deposit serta loan antar satu regional dengan regional lainnya dapat memberikan gambaran turn over ratio currency and deposit dan loan suatu regional 4. Dari sisi pengambil kebijakan khususnya Financial Regulator dan Bank Sentral, RFABS dapat memberikan informasi mengenai kerentanan regional yang antara lain dapat disebabkan oleh overheating pasar properti dan eksposur kredit yang berlebihan.
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Analisis Indikator Ketidakseimbangan Keuangan Ketidakseimbangan dalam sistem keuangan (Financial Imbalances) adalah suatu kondisi indikasi peningkatan potensi risiko sistemik akibar dari perilaku yang berlebihan pada sistem keuangan. Analisis indikator ketidakseimbangan keuangan dengan memanfaatkan data RFABS dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode: 1.
Sectoral Risk Profile Analysis : pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan kerentanan masingmasing sektor dengan menggunakan beberapa indikator risiko seperti terangkum pada tabel 3.A.1 berikut: Tabel 3.A.1 Indikator Risiko Kerentanan Jenis Risiko
2.
Definisi
Indikator
Risiko Likuiditas
Risiko yang muncul akibat ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggai yang dapat digiunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan.
Risiko Pasar
Risiko kerugian dari posisi dalam on dan off balance sheet yang muncul akibat perubahan faktor pasar seperti perubahan suku bunga maupun nilai tukar.
Risiko Kredit
Risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan debitur/counterparty dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Risiko Solvabilitas
Risiko yang muncul karena total aset dari suatu sektor termasuk present value dari nilai arus kas yang akan datang tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kewajiban mereka termasuk contingent liabilities.
Risiko Eksternal
Risiko yang muncul karena tingginya kewajiban yang berasal dari luar negeri terutama untuk kewajiban ayng tidak dilindungi dari risiko (unhedged liabilities). Risiko tersebut adalah risiko penarikan dari non-residen yang diakibatkan beberapa sentimen negatif seperti pelemahan niali tukar, penurunan kinerja perekonomian dan sebagainya.
1. ShortTerm (ST) Liabilities to ST Financial (Fin.) Asset 2. Net ST Fin. Positio 3. ST Liabilities to Fin. Asset 4. Liabilities to Current Asset 1. Net Foreign Currency (FC) Fin. Position 2. FC Liabilities to Fin. Asset 3. FC Liabilities to FC Fin. Asset 1. Capital Structure Position 2. Debt to Equity 3. Debt to Fin. Asset 4. Debt to Asset 1. Net Financial Position 2. Liabilities to Fin. Asset 3. Liabilities to RGDP 4. Liabilities to Asset 5. Net Wealth Position 1. Net External (Ext) Fin. Position 2. Ext. Liabilities to Liabilities 3. Ext. Liabilities to Fin. Asset 4. Ext. Liabilities tpo Ext. Fin. Asset 5. Ext. Liabilities to RGDP
Network Analysis : metode untuk menggambarkan interaksi antar sektor serta sebagai gambaran awal untuk menilai adanya peningkatan risiko pada suatu sektor yang dapat mempengaruhi sektor lainnya. Network Analysis dilakukan melalui analisis posisi maupun transaksi antar sektor institusi. Analisis posisi menggunakan data gross exposure atau posisi kepemilikan aset dan kewajiban suatu sektor yang terkoneksi dengan sektor lain yang bertujuan untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko pada sektor dan instrumen keuangan tertentu. Sedangkan analisis transaksi dengan menggunakan data neto transaksi bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pola neto transaksi masingmasing sektor yang akan memicu peningkatan risiko imbalances jika terjadi perubahan secara struktural. Network analysis dapat divisualisasikan dalam bentuk Whom to Whom Matrix maupun Network Diagram. CB
NFC1
OFC
ROI
REG A
ODC
Others
LG
CG
ODC
Other Regional
ROW ROW NFC
Gambar 3.A.2 Whom to Whom Matrix
HH
Gambar 3.A.3 Network Diagram
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
81
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Sementara itu, di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi netinflow sebesar Rp2,02 triliun. Hal ini terjadi karena antisipasi untuk libur panjang Natal dan Tahun Baru sehingga terjadi peningkatan uang masuk dari luar Sulsel ke dalam Sulsel. Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, yang mulai berlaku pada tanggal 19 Desember 2016. Peluncuran uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat UU Mata Uang Rupiah TE 2016 dan yang dikeluarkan adalah sebanyak 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000,-, Rp50.000,-, Rp20.000,-, Rp10.000,-,Rp5.000,-, Rp2.000,-, Rp1.000,-) dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100) TE 2016. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
83
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 336 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,75 triliun sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 328 lembar dengan nominal mencapai 15,60 triliun. Mendukung hal tersebut, nilai transaksi kliring pada triwulan IV 2016 jika dibandingkan dengan triwulan III 2015 juga masih tumbuh positif sebesar 12,90% (yoy) dan pertumbuhan rata-rata harian transaksi kliring juga mencapai 11,15% (yoy) atau Rp0,25 triliun per hari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong secara nominal (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan peningkatan drastis pada triwulan IV 2016 menjadi 19,94% dari triwulan sebelumnya 3,20%, meskipun rasio lembar Penolakan Cek/BG Kosong pada periode yang sama menunjukan penurunan dari 2,43% pada triwulan III 2016 menjadi 2,41% pada triwulan IV 2016. Peningkatan Penolakan Cek/BG Kosong secara nominal terutama karena adanya cek kosong sebesar Rp50 milyar pada bulan Oktober 2016. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) - Lembar (%)
2013 I
9.74 284
II
9.98 286
2014 III
IV
10.24 281
10.67 290
I
9.48 260
2015
II
III
9.62 266
9.72 261
IV
11.20 281
I
9.76 262
2016
II
III
IV
I
II
10.49 285
11.36 297
13.95 314
18.23 347
19.31 361
III
IV
15.60 328
15.75 336
0.16 4.73
0.17 4.76
0.17 4.68
0.17 4.68
0.16 4.33
0.16 4.43
0.16 4.21
0.18 4.53
0.16 4.30
0.17 4.67
0.19 4.87
0.22 4.99
0.30 5.69
0.31 5.73
0.26 5.56
0.25 5.25
2.41 2.38
2.75 2.47
3.28 2.33
2.60 2.17
2.61 2.47
3.66 2.46
2.56 2.30
2.60 1.84
2.70 2.27
2.22 2.15
2.24 2.06
2.50 2.07
2.37 2.19
2.78 2.29
3.20 2.43
19.94 2.41
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Pengelolaan Uang Rupiah 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan IV 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp4,10 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp6,50 triliun. Namun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat mengalami peningkatan sebesar 8,25% (Grafik 5.1). Di sisi lain, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp2,54 triliun pada triwulan III 2016 menjadi Rp2,08 triliun pada triwulan IV 2016, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp2,02 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3). Net inflow diperkirakan terjadi selain karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur Indonesia, juga disebabkan oleh libur/cuti bersama pada periode sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Saat ini terdapat 3 (tiga) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar dan Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar. Pada tahun anggaran 2017, Bank Indonesia juga merencanakan untuk membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bone. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel.
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
7
Inflow
Rp Triliun
gInflow - Skala Kanan
%, yoy
6 5
100
7
80
6 4
40
3
3
20
2
2
1
0
1
0
(20)
0
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow
100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60)
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow
6.0 5.0
gOutflow - Skala Kanan %, yoy
5
60
4
Outflow
Rp Triliun
Net Inflow
Rp Triliun
Net Outflow
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 (1.0) (2.0) I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2014 2015 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow
I
II
III
IV
2016
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia telah membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor, yang dilakukan secara rutin setiap hari Selasa dan Rabu dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00 WITA di pasar-pasar secara bergiliran dan pada hari Kamis di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Penukaran tersebut juga termasuk uang Rupiah Tahun Emisi 2016 yang mulai sah berlaku pada tanggal 29 Desember 2016. Selain itu, kegiatan kas keliling di luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, Sinjai Utara, Bone, dan Luwu Utara. Layanan penukaran uang juga dilakukan pada kas titipan di 3 daerah yaitu di Pare-Pare, Palopo, dan Bulukumba. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Depo Kas di Wilayah Indonesia Timur. Selama periode triwulan IV 2016, telah dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat masing-masing sebanyak 1-2 kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp1,35 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,29 triliun (Grafik 5.4).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel dan terutama ditemukan di kota Makassar. Pada triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 831 lembar, meningkat dari triwulan III 2016 yaitu 488 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan IV 2016 adalah pecahan Rp100.000 (52,59%), diikuti Rp50.000 (46,21%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 1,20% (Grafik 5.6). Pecahan uang palsu tersebut ditemukan paling banyak di Makassar yaitu sebesar 772 lembar (92,90%), diikuti dengan kota Pare-Pare sebanyak 43 lembar (5,17%), kota Bone sebanyak 12 lembar (1,44%), dan kota-kota lainnya sebanyak 4 lembar (0,48%). Pecahan uang palsu tersebut terutama ditemukan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
85
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
berdasarkan permintaan klarifikasi bank yaitu sebanyak 796 lembar (95,79%), setoran bank-bank sebanyak 18 lembar (2,17%), penukaran masyarakat di Bank Indonesia sebanyak 15 lembar (1,81%), dan kas keliling sebanyak 2 lembar (0,24%) (Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk melaporkan kepada Bank Indonesia apabila menemukan uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal ini juga menandakan bahwa pemahaman perbakan dan masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga semakian meningkat. Untuk itu, berbagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) akan terus melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Dengan semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang Rupiah maka peredaran uang palsu diharapkan semakin menurun. gUTLE - Skala Kanan
%, yoy 2,000
900
1,600
700
1,200
600
1.2 1.0 0.8
800
0.6
40%
200
0.0
(400) II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
120%
400
0 II III IV I
160%
80%
0.2 II III IV I
200%
500 300
I
Y.O.Y.
800
400
0.4
Temuan Uang Palsu
Le
Nominal UTLE
Rp Triliun 1.4
0% -40%
100 0
-80% I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu 1,81%
1%
2,17% 0,24%
Setoran
Pecahan Lainnya 52,59%
46,21%
Permintaan Klarifikasi Bank
Pecahan 50.000
Penukaran
Pecahan 100.000 Kas Keliling Luar Kota
95,79%
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal
86
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7. Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Kas Titipan
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
Boks 5.A
Sosialisasi Uang Rupiah Tahun Emisi 2016 di Sulawesi Selatan
Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Indonesia meluncurkan Uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016, yang mulai diedarkan pada 29 Desember 2016. Peluncuran uang Rupiah tersebut untuk memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Uang Rupiah TE 2016 yang diterbitkan adalah sebanyak 7 (tujuh) pecahan uang Rupiah kertas (Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, Rp1.000) dan 4 (empat) pecahan uang Rupiah logam (Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100). “Mencintai dan bertransaksi menggunakan Rupiah sama dengan mencintai kedaulatan dan kemandirian Indonesia”. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan pesan tersebut kepada masyarakat Indonesia saat acara penerbitan (launching) uang Rupiah TE 2016 yang dilaksanakan bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan RI. Presiden RI berharap agar warga Negara Indonesia selalu menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di dalam negeri, menjaga wibawa Rupiah dengan tidak menyebar isu negatif tentang Rupiah, serta menyimpan tabungan dalam Rupiah.
Gambar 5.A. 1. Penerbitan Uang Rupiah Tahun Emisi 2016
Gubernur Bank Indonesia mengarahkan agar sosialisasi uang rupiah TE 2016 dilakukan secara massif di seluruh wilayah NKRI. Oleh karena itu, untuk memperkenalkan Uang Rupiah TE 2016, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan gencar melakukan sosialisasi dalam rangka memperkenalkan dan melayani penukaran Uang Rupiah TE 2016, melalui berbagai saluran informasi, instansi, lembaga pendidikan, dan berbagai lokasi. Saluran informasi yang digunakan antara lain media sosial, media cetak, dan media elektronik (radio dan TV). Instansi yang disasar adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten, Kepolisian, Kejaksaan, Para Ulama dan Tokoh Masyarakat, Perbankan, Asosiasi Dunia Usaha, BUMN dan BUMD, serta KUPVA Bukan Bank. Sementara lembaga pendidikan adalah Perguruan Tinggi, sekolah, dan pondok pesantren. Adapun lokasi sosialisasi adalah saat melakukan layanan kas keliling di berbagai kota/kabupaten, car free day, maupun kegiatan lainnya (liaison, bantuan teknis klaster UMKM, dan kunjungan ke stakeholders).
Gambar 5.A. 2. Sosialisasi Ke Berbagai Saluran Informasi
Gambar 5.A. 3. Sosialisasi Ke Berbagai Instansi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
87
BAB 5PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
Gambar 5.A. 4. Sosialisasi Ke Berbagai Lembaga Pendidikan
Gambar 5.A. 5. Sosialisasi Ke Berbagai Lokasi dan Kegiatan
Fokus sosialisasi antara lain terkait dengan desain uang, unsur-unsur pengamanan, serta proses percetakannya. Uang Rupiah TE 2016 memiliki desain utama gambar pahlawan, sebagai bentuk penghargaan atas jasa pahlawan nasional Indonesia serta dalam rangka menumbuhkan semangat kepahlawanan dan sikap keteladanan terhadap pahlawan nasional. Selain itu, uang Rupiah kertas mencantumkan pula gambar keragaman seni tari nusantara dan pemandangan alam Indonesia untuk lebih memperkenalkan keragaman seni, budaya dan kekayaan alam Indonesia. Nominal Rp100.000,Rp50.000,Rp20.000,Rp10.000,Rp5.000,Rp2.000,Rp1.000,Rp500,Rp200,Rp100,-
12 (dua belas) Gambar Pahlawan yang digunakan pada uang Rupiah TE 2016 sesuai Keppres No. 31 Tahun 2016 Dr. (H.C.) Ir. Soekarno dan Dr. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta Ir. H. Djuanda Kartawidjaja Dr. G.S.S.J. Ratulangi Frans Kaisiepo Dr. K.H. Idham Chalid Mohammad Hoesni Thamrin Tjut Meutia Letjen TNI T.B. Simatupang Dr. Tjiptomangunkusumo Prof. Dr. Ir. Herman Johannes
Gambar Tarian Daerah dan Alam yang digunakan pada uang Rupiah TE 2016 Tari Topeng Betawi dan Raja Ampat Tari Legong dan Pulau Komodo Tari Gong dan Pulau Derawan Tari Pakarena dan Wakatobi Tari Gambyong dan Gunung Bromo Tari Piring dan Ngarai Sianok Tari Tifa dan Banda Neira -
Penguatan unsur pengaman pada uang Rupiah TE 2016 dilakukan untuk meminimalisir tingkat pemalsuan uang. Salah satunya adalah dengan memberi gambar saling isi yang disebut rectoverso. Rectoverso adalah suatu unsur pengaman pada uang kertas yang dibuat dengan teknik cetak khusus, dimana sebuah gambar akan telihat seperti ornamen yang tidak beraturan baik dilihat di bagian depan atau belakang, namun apabila diterawang akan membentuk sebuah gambar yang utuh. Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia atau Perum Peruri yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan yang ditugaskan untuk melakukan pencetakan uang Rupiah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Berdasarkan UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang juga disebutkan dengan jelas dan tegas di dalam Pasal 14 bahwa “Pencetakan uang Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia di dalam negeri dengan menunjuk BUMN sebagai pelaksana pencetakan Rupiah”. Sejak UU Mata Uang diundangkan maupun sebelum dikeluarkannya UU tersebut, uang Rupiah emisi tahun emisi 2016 dan uang rupiah emisi sebelumnya selalu dicetak oleh Perum Peruri.
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2016 tercatat 4,80%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,95%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan IV 2016 masih cukup baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan III 2016. Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,24%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
89
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel 31 menurun. Per Agustus 2016 TPT mencapai 4,80%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 5,95%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 220.636 orang per Agustus 2015 menjadi 186.291 orang per Agustus 2016. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 meningkat cukup signifikan sebanyak 174.875 orang atau naik 4,72% dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Meningkatnya angkatan kerja pada Agustus 2016 menjadi 3.881.003 orang diperkirakan karena tahun ajaran baru yang terjadi pada pertengahan tahun atau sekitar bulan JuliAgustus.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
KEGIATAN UTAMA
Agustus 2015
Agustus 2016
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran
3,706,128 3,485,492 220,636
3,881,003 3,694,712 186,291
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
60.94% 5.95%
62.92% 4.80%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Agustus 2016, sektor pertanian menyerap 1,47 juta orang atau 39,73% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh positif 0,93% dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran waktu panen yang terjadi pada triwulan III 2016 sehingga kebutuhan pekerja musim panen meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat masing-masing 22,78%; 11,86%; 2,86%, dan 8,90%. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) pertumbuhannya meningkat 9,37% (yoy) menjadi 126,50 pada triwulan III 2016 dari sebelumnya 124,67. Peningkatan IPD6 tersebut sejalan dengan Indeks yang Diterima Petani yang meningkat pada masa panen. Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
KEGIATAN UTAMA Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Total
Jumlah 1,454,451 230,495 688,331 616,355 495,860 3,485,492
Agustus 2015 Pangsa Pertumbuhan 41.73% -1.36% 6.61% 14.10% 19.75% 2.17% 17.68% -12.44% 14.23% 4.85% 100.00% 1.19%
Jumlah 1,468,000 283,000 770,000 634,000 540,000 3,695,000
Agustus 2016 Pangsa Pertumbuhan 39.73% 0.93% 7.66% 22.78% 20.84% 11.86% 17.16% 2.86% 14.61% 8.90% 100.00% 6.01%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 60,94% pada Agustus 2015 menjadi 62,92% pada Agustus 2016. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Menurut informasi anekdotal, penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Agustus 2016 menjadi sebanyak 3,69 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,48 juta orang.
31
BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indeks
65%
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
64.6%
64% 63.6%
63%
62.9%
62.8%
62%
62.0%
62.0%
30
150
20
140
10
130
62.2%
0
120
61.6%
61%
Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan
160
-10
110
60.9% 60.5%
60%
100
-20
90
-30
80
59%
-40 I
58%
II III IV
I
2012
II III IV
I
2013
II III IV 2014
I
II III IV
I
2015
II III IV 2016
Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16
Sumber: BPS, diolah BI Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2 Penduduk Miskin32 33
Jumlah penduduk miskin di Sulsel turun dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada September 2016 jumlah penduduk miskin mencapai 796 ribu orang atau 9,24% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti turun -7,83% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 864 ribu orang. Penurunan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota menurun -4,19% (yoy) menjadi 150 ribu orang, sementara yang berada di pedesaan turun -8,64% (yoy) menjadi 646 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di pedesaan tersebut mencapai 81,10% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,90% berada di perkotaan. ribu orang
%
1000 900 800
10.3%
10.3%
10.3%
10.3% 10.12%
700 9.8%
600 500
9.5%
9.5%
400
9.24%
300 200 100
930.3
880.9
672.3
639.7
696.9
152.8
150.8
133.6
148.0
160.5
701.81 651.95
651.3
707.34
657.9
100%
10.4%
90%
10.2%
80%
10.0%
70%
9.8%
60%
9.6%
50%
9.4%
9.40%
9.39%
10.6%
646.21
162.49 154.40 146.42 157.18 149.13
150.6
0
9.2% 9.0% 8.8%
8.6% Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16
Desa
Kota
% Total Penduduk Miskin - kanan
40%
20
16 14
14.09 12.77 11.19
12 10
9.24 8.20
8
30%
6
20%
4
10%
2
0%
0
Sulut
Sulteng
Desa
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 66.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
18
17.63
Sulsel
Kota
Sultra
Gorontalo
Sulbar
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi September 2016
Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa. Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. September 2016 yang semakin menurun (4,50%;yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (7,75%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik, sehingga laju kemiskinan menurun. Meski sudah menurun, inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel masih tergolong tinggi. Tekanan harga terjadi karena berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras yang disebabkan oleh mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino di tahun 2015 dan La Nina di tahun 2016.
32
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari) 33 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari) Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
91
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Kemiskinan 14.0
Inflasi
Andil Beras - Skala Kanan
% yoy
% yoy
12.0 10.0 8.0 6.0
4.0 2.0 0.0 2011
2012
Mar-13
Mar-14
Mar-15
Mar-16
Sep-16
R2 Kemiskinan - Andil Beras: 0,74 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI
0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 -0.10
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini mencapai 0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan harga beras memiliki hubungan yang kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi beras merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat 34 kemiskinan . Oleh karena itu, jika inflasi beras semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi beras perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya menekan tingkat kemiskinan.
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Mar-15 Sep-15 Sep-16 Mar-16
Kota Desa
262,163 240,175
274,140 254,524
281,676 263,674
286,669 267,428
Mar-15
9.11% 13.68%
Pertumbuhan YoY Sep-15 Mar-16
11.25% 16.16%
7.44% 9.78%
Sep-16
4.57% 5.07%
Mar-15
Inflasi YoY Sep-15 Mar-16
Sep-16
8.61%
8.36%
3.07%
5.70%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,24%) setelah Sulawesi Utara (8,20%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,63% terdapat di Provinsi Gorontalo. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi Sep-15 Provinsi Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar
Kota 58.00 79.25 157.18 56.77 27.01 22.51
Jumlah Desa 159.14 327.09 707.34 288.25 179.51 130.70
Total 217.14 406.34 864.52 345.02 206.52 153.21
Mar-16 Persentase Jumlah Persentase Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74
Sep-16 Kota 59.73 75.90 150.60 53.18 24.02 8.43
Jumlah Desa 140.62 337.25 646.21 274.11 179.67 121.83
Persentase Total Kota Desa Total 200.35 5.22 10.82 8.20 413.15 10.07 15.48 14.09 796.81 4.47 12.30 9.24 327.29 6.87 15.31 12.77 203.69 5.78 24.30 17.63 146.90 8.43 12.00 11.19
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, selanjutnya diikuti Kabupaten Jeneponto (15,31%), dan Kabupaten Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di Kota Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidrap (5,82%), dan Kota Parepare (5,88%).
34
Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2008 18.49 12.26 10.94 22.48 12.68 12.79 12.73 18.55 21.36 13.49 17.35 11.22 10.16 7.64 9.65 20.51 19.44 18.57 18.38 10.98 5.36 7.10 12.83 13.41
2009 16.41 10.50 9.96 20.58 11.06 10.93 11.37 16.35 19.35 11.43 15.19 9.95 8.93 6.73 8.70 18.10 16.96 16.14 16.40 8.91 5.52 6.52 11.85 11.93
2010 15.00 9.02 10.25 19.10 11.16 9.49 10.68 14.62 19.26 10.69 14.08 10.42 8.96 7.00 9.01 16.86 15.44 14.62 16.25 9.18 19.08 5.86 6.53 11.28 11.40
2011 13.49 8.12 9.21 17.16 10.04 8.55 9.63 13.14 17.36 9.59 12.67 9.36 8.06 6.29 8.12 15.18 13.93 13.22 14.64 8.29 17.06 5.29 5.91 10.22 10.27
2012 12.87 7.82 8.89 16.58 9.59 8.05 9.28 12.55 16.62 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.82 14.44 13.33 12.72 14.02 7.71 16.27 5.02 5.58 9.46 9.82
2013 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.30 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.70 6.38 9.57 10.32
2014 13.13 8.37 9.68 15.31 9.62 8.00 9.56 11.93 16.38 9.74 10.88 8.76 7.74 5.82 8.20 13.90 13.95 12.77 14.31 7.67 15.10 4.48 5.88 8.80 9.54
Sumber: BPS, diolah BI
6.3 Rasio Gini35 Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel September 2016 sebesar 0,40, menurun dibandingkan September 2015 yang mencapai 0,42 ataupun Maret 2016 sebesar 0,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih tinggi meski pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Sementara itu dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 berada pada peringkat kedua tertinggi di Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di Provinsi Gorontalo (0,41) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi Tengah (0,35). Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9 September 2015 yaitu “Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan”. Lebih lanjut, World Bank (2014) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 2013 menjadi masing36 masing 99,50; 95,00; dan 64,25 pada tahun 2018 . Provinsi Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Indonesia
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Mar 2016 Sept 2016 0.43 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42 0.41 0.40 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43 0.40 0.42 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40 0.39 0.37 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39 0.38 0.37 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36 0.35 0.36 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40 0.39 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS
35
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 36 Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
93
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.4 Nilai Tukar Petani37 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016 masih cukup baik, meskipun pertumbuhan tahunan menurun. NTP Sulsel pada triwulan IV 2016 sedikit menurun menjadi sebesar 104,02, dibandingkan triwulan sebelumnya 104,90. Penurunan NTP tersebut dikarenakan oleh penurunan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks yang diterima petani menurun dari 130,15 pada triwulan III 2016 menjadi 129,76 pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.8). Penurunan indeks tersebut diperkirakan karena pada triwulan IV 2016 terjadi musim tanam, sehingga petani 38 belum memperoleh hasil produksi . Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari 124,07 pada triwulan III 2016 menjadi 126,58 pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.7). Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
110
yoy
105 100
125
3%
120
8%
2%
115
6%
110
4%
105
2%
-2%
100
0%
-3%
95
-2%
-4%
90
0% -1%
90 85
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
Indeks yang Dibayar Petani
130
4%
1%
95
Indeks
5%
12%
yoy
g.indeks - sisi kanan
10%
-4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2017
2012
2013
2014
2015
2016
2017
*) Data hingga Januari 2017
*) Data hingga Januari 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 – 2016 mencapai -0,32. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus 2016 (penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari 2016 – September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan NTP semakin melebar. Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat. 135 130 125 120 115 110 105 100 95 90
Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
yoy 12% 10%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2012
2013
2014
2015
2016
yoy
6% 4%
6%
2%
4%
0%
2%
-2%
0%
-4%
-2%
-6% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I* 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
2010
2011
Inflasi
2017
*) Data hingga Januari 2017
2013
2014
2015
2016
2017
Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Sumber: kalender tanam, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2012
*) Data hingga Januari 2017
37
94
r 2012-2016 = -0,32
r 2009-2011 = -0,38
8%
8%
-4% I
10%
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Secara spasial, NTP Sulsel di triwulan IV 2016 sedikit turun dan menduduki peringkat ke-9 terbesar dibanding provinsi lainnya. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ke-7 secara Nasional. Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Provinsi
2015-TW1 2015-TW2 2015-TW3 2015-TW4 2016-TW1 2016-TW2 2016-TW3 2016-TW4
2017TW1*
Sulawesi Barat
102.23
103.81
105.22
106.16
106.07
106.92
107.89
108.70
106.58
Nusa Tenggara Barat
101.86
102.28
104.26
106.21
105.15
103.84
105.99
107.04
105.70
Bali
103.83
103.34
104.46
105.15
104.93
105.78
106.92
106.98
106.25
Gorontalo
101.50
100.91
102.49
104.21
104.73
105.36
105.50
106.06
105.59
DI Yogyakarta
100.22
99.44
101.80
103.06
103.48
103.32
105.26
104.30
102.22
Jawa Timur
105.24
102.79
105.14
106.15
105.19
104.23
105.03
104.24
103.12
Lampung
102.90
102.00
103.77
103.99
103.36
104.09
104.04
104.15
104.96
Jawa Barat
105.70
102.78
104.74
107.08
106.97
104.35
104.14
104.03
103.25
Sulawesi Selatan
104.23
103.35
105.09
106.21
105.95
104.03
104.90
104.02
102.16
Maluku Utara
102.62
101.78
101.15
102.81
104.41
104.71
103.52
103.13
101.59
Nusa Tenggara Timur
101.21
101.05
102.21
103.19
101.37
100.26
101.20
101.85
101.19
Sumatera Utara
98.52
98.60
97.67
99.64
99.32
100.52
99.72
101.22
100.33
Riau
96.84
95.97
93.55
94.61
96.22
99.10
98.17
100.83
102.94
100.75
100.11
100.30
102.02
103.67
103.49
102.31
100.81
99.57
99.36
101.04
100.97
100.10
99.34
100.28
100.54
100.55
100.01
Banten
105.23
102.77
104.02
107.02
105.99
102.33
100.68
100.45
98.97
Jambi
95.95
95.21
95.13
95.45
96.45
99.12
98.45
100.21
101.45
Maluku Papua Barat
Jawa Tengah
100.86
98.09
100.11
101.87
100.81
99.50
100.41
99.68
98.98
Kepulauan Bangka Belitung
103.48
105.17
106.30
103.86
101.96
103.53
101.09
99.33
98.75
DKI Jakarta
98.84
98.34
97.34
98.19
99.16
101.18
100.69
99.24
99.17
Sulawesi Tenggara
98.83
98.35
100.21
100.76
99.82
99.61
100.37
98.90
97.72
Kalimantan Timur
99.95
98.33
98.33
97.86
97.46
98.26
98.31
98.47
98.40
Kalimantan Tengah
98.99
98.47
99.03
98.14
96.77
97.59
97.60
98.38
99.35
Sulawesi Tengah
97.99
96.95
98.14
99.37
99.28
100.00
99.87
98.25
97.03
Kepulauan Riau
100.14
98.92
99.95
98.78
98.47
98.81
97.54
97.90
98.16
Kalimantan Selatan
100.54
100.11
99.99
99.32
98.58
97.27
96.59
97.71
98.24
Sumatera Barat
98.72
97.36
97.14
97.73
97.79
98.23
97.28
97.02
97.92
Kalimantan Barat
97.26
96.67
96.70
96.30
95.20
96.13
94.76
96.33
97.68
Aceh
96.82
95.95
96.02
97.75
97.79
96.30
95.29
95.76
96.09
Papua
97.12
96.95
96.75
96.58
95.97
96.50
96.29
95.30
95.53
Sumatera Selatan
97.84
97.52
95.94
96.19
95.07
94.43
93.91
95.04
95.29
Sulawesi Utara
98.01
95.68
95.47
96.74
97.40
96.92
96.31
94.31
92.86
Bengkulu
95.47
94.12
92.71
93.36
92.26
93.94
92.43
93.60
94.99
Nasional 101.86 100.23 101.53 102.75 Sumber: BPS, diolah BI *) Data hingga bulan Januari 2017 Peringkat NTP berdasarkan NTP tertinggi pada triwulan IV 2016
102.03
101.41
101.66
101.50
100.91
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
95
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,5% - 7,9% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan tumbuh di kisaran 7,5%-7,9% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,41% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Industri Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktor-faktor pendorong adalah konsumsi/daya beli yang semakin baik, perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, peningkatan harga komoditas internasional, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan industri pengolahan ikan. Tekanan harga di triwulan II 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran inflasi nasional 4,0%±1,0%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017 adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur pemerintah yang dilakukan pada pertengahan tahun 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
97
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017 dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan membaik. Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik dan global, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel juga diperkirakan akan kembali meningkat dalam kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Perkiraan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel pada tahun 2017 tersebut dengan asumsi antara lain peningkatan harga komoditas internasional, diikuti beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, dan pembangunan infrastruktur (seperti jalan poros lingkar luar, bendungan, jalan dan jembatan, dan lain-lain). Selain itu, untuk mendongkrak ekspor luar negeri pemerintah daerah perlu mencari pasar alternatif untuk tujuan ekspor, meningkatkan produksi bahan baku industri pangan, dan meningkatkan manajemen infrastruktur perhubungan laut. 10
%, yoy
9 8
7 6
2018 Q4
2018 Q3
2018 Q1
2017 Q4
2017 Q3
2017 Q2
2017 Q1
2018 Q2
2018: 7,6% - 8,0%
2017: 7,5% - 7,9% 2016 Q4
2016 Q3
2016 Q2
2016 Q1
2015 Q4
2015 Q3
2015 Q2
2015 Q1
4
2016: 7,41%
2015: 7,17%
5
Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2017. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, diperkirakan masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah minimum regional. Konsumsi Pemerintah diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan pagu anggaran untuk APBN di Sulsel. Sementara itu aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan tren harga internasional nikel dan coklat, ditambah dengan peningkatan pertumbuhan global terutama Amerika Serikat dan Kawasan ASEAN. Selain itu, investasi diperkirakan meningkat dengan adanya tambahan pembangunan perumahan, rumah sakit, universitas, dan pusat perbelanjaan baru. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di tahun 2018 diperkirakan akan terjadi pada lapangan usaha Pertambangan, Konstruksi, Perdagangan, Jasa Keuangan, Real Estate, Administrasi Pemerintahan, dan Jasa Pendidikan.
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dalam kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama masih bersumber dari permintaan domestik/lokal. Permintaan lokal yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah, serta perbaikan ekspor luar negeri. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 5,8%-6,2% yang didukung kenaikan upah minimum provinsi dan tunjangan hari raya. Kegiatan investasi (PMTB) diperkirakan tumbuh meningkat 6,3%-6,7% seiring dengan adanya tambahan proyek infrastruktur baru. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan harga komoditas ekspor unggulan yang mulai rebound. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 110,4 yang terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 108,6. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 113,6. Daya beli masyarakat diprediksikan meningkat seiring dengan disalurkannya tunjangan hari raya (THR) dan kecenderungan stabilnya inflasi. Konsumsi pemerintah diperkirakan terakselerasi pada triwulan II 2017. Realisasi penyerapan belanja APBN di Sulsel dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan mulai berjalan baik pada triwulan II 2017. Apabila realisasi belanja
98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
pemerintah pada triwulan II 2017 dapat mencapai 36%, maka konsumsi pemerintah diperkirakan dapat tumbuh meningkat dalam kisaran 3,4%-3,8% (yoy). 3,000
125 120
%, yoy
Rp ribu
2,500 2,000
110 105
20.0 1,800
90
1,100
1,000 II
III
IV
2014
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Indeks Tendensi Konsumen
2017
2.9
10%
30% 56.8%
52.7%
12.7%12.6%
19.7%
20% 10.8%
7.2%
35.2%
-3.2%28.3%
11.4%
Inflasi
25.8%
20.5%
55.6%
20%
0 2017
40%
25.6%
60%
31.1%
2016
50%
86.0%
30%
2015
4.0
94.2%
70%
14.6%
2014
Kenaikan UMP
43.9%
95.2%
80%
40%
2013
2.3
Sumber: Informasi Anekdot dan BPS, diolah Grafik 7.3. Upah Minimum Regional
100%
50%
2012
10% 5.5% 36.0% 0%
4.6%
9.0%
12.0%
11.8%
8.3%
0%
-10% I
II
III
IV
I
II
2014
III
2015
Persentase Realisasi
IV
I
II
III
2016
IVP
IP
10 5
4.5
UMP-sisi kiri
Sumber : BPS, diolah BI
90%
4.4
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS
11.1
9.1 8.6
Perkiraan Pendapatan RT
Rencana pembelian barang durable
15 12.5
6.2
-
25 20
11.1
10.0
500
Ip
2,000
1,200
111.1 110.1 110.7 108.2 96.3 106.2 103.4 102.7 101.9 106.8 107.1 102.4110.4 I
2,250
1,440
1,500
100 95
2,500
25.0
115
30
IIP
2017
Growth Realisasi (yoy) - sisi kanan
Sumber: Kanwil DJPB Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan meningkat dan diperkirakan melambat di akhir tahun 2017. Beberapa pembangunan infrastruktur dan fisik yang direncanakan dimulai triwulan I 2017 diperkirakan akan bergeser ke triwulan II 2017. Berdasarkan data BCI Asia, pada semester I 2017 pembangunan oleh pemerintah mencapai Rp4,21 triliun, komersial mencapai Rp5,71 triliun, sementara perseorangan mencapai Rp12,2 miliar. Beberapa pembangunan yang akan dimulai pada semester I 2017 antara lain: 1. Pembangkit listrik tenaga matahari di Wajo dan Takalar (4x302 Kwp), Kepulauan Selayar (6x439 Kwp), dan Pangkep (7x90 Kwp), pembangkit listrik tenaga angin (75 Mw) di Sidenreng Rappang, serta pembangkit listrik tenaga air (mini hydro 5 Mw) di Gowa. 2. Bendungan di danau tempe dengan area 39.000 Ha yang mencakup Kabupaten Wajo, Sidenreng Rappang, dan Soppeng. 3. Pembangunan jalan di Kabupaten Enrekang, Maros, Parepare, Sidenreng Rappang, Kepulauan Selayar, Luwu Timur, dan Maros. 4. Apartemen di Makassar dan perumahan di Kabupaten Gowa, Bulukumba, Toraja Utara, dan Makassar. 2 5. Makassar New Port (fase B dan C) untuk pembangunan container yard (160,000 m ), causeway (1.726 m), 2 reclamation (130.000 m ), dan pekerjaan konstruksi lainnya. 6. Lainnya berupa pusat perbelanjaan dan hiburan, terminal multimoda di Kabupaten Maros dan Takalar, rumah sakit, perkantoran, balai pendidikan, serta pabrik pengolahan ikan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
99
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Tabel 7.1. Perkembangan Pembangunan Fisik di Sulawesi Selatan Keterangan
Sulsel
Kepemilikan Total
Proyek dimulai Tw I 2016
Pemerintah Commercial Perseorangan Total
Proyek dimulai Tw II 2016
Proyek dimulai Tw I 2017
-
Proyek dimulai Tw II 2017
24,600 524,300
Proyek dimulai Tw III 2017
-
Total
1,543,507
Pemerintah
1,052,107
Commercial
490,300
(yoy)
Total
8,089,976
Pemerintah
3,879,018
0.0%
Commercial
4,207,458
2842.3%
3,500
0.0% -27.1%
Pemerintah
326,969
560.0%
Commercial
1,499,124
-39.3%
8,700
0.0%
Total
667,000
21.5%
Pemerintah
507,000
1961.0%
Commercial
160,000
-69.5%
Perseorangan Total Proyek dimulai Tw IV 2017
1,100
5557.3%
1,834,793
Perseorangan
548,900
Commercial
Perkembangan
Total
-
Pemerintah
Keterangan Kepemilikan Nilai (Rp Juta)
Perseorangan
2,518,040 49,540
Perseorangan
Total 2016
143,000
2,468,500
Perseorangan
Proyek dimulai Tw IV 2016
-
Commercial Total
Proyek dimulai Tw III 2016
143,000
Pemerintah Perseorangan
Sulsel
Nilai (Rp Juta)
-
0.0%
50,000
-96.8%
Pemerintah
-
-100.0%
Commercial
50,000
-89.8%
-
-100.0%
Perseorangan
Total
4,753,447
Total
10,641,769
123.9%
Pemerintah
1,126,247
Pemerintah
4,712,987
318.5%
Commercial
3,626,100
Commercial
5,916,582
63.2%
12,200
1009.1%
Perseorangan
Total 2017
1,100
Perseorangan
Sumber : BCI Asia, diolah Bank Indonesia *) Data tahun 2017 masih sangat sementara
Kinerja ekspor dan impor diperkirakan sedikit membaik. Permintaan dari negara mitra dagang terkoreksi membaik, terutama Amerika Serikat dan Kawasan ASEAN. Harga beberapa komoditas diprediksikan juga mulai meningkat seperti nikel, coklat, dan kopi. Selain itu, Pemda juga tengah berupaya menggenjot ekspor dengan mengeluarkan kebijakan dengan tujuan untuk mengakselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk itu, ada beberapa negara tujuan ekspor Sulsel yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Jan-17 Okt -16 Ekonomi (%, yoy) 2016p 2017p 2016 2017p Amerika Serikat 1,6 2,2 1,6→ 2,3↑ Kawasan Eropa 1,7 1,5 1,7→ 1,6↑ Kawasan Asia 6,5 6,3 6,3↓ 6,4↑ Tiongkok 6,6 6,2 6,7↑ 6,5↑ Jepang 0,5 0,6 0,9↑ 0,8↑ Kawasan ASEAN* 4,8 5,1 4,8→ 4,9↓ Output Dunia 3,1 3,4 3,1→ 3,4→
2018p 2,5 1,6 6,3 6,0 0,5 5,2 3,6
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2017 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga 39 internasional komoditas olahan tambang telah mulai membaik pada triwulan III 2016 , yang diperkirakan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2017 diperkirakan tumbuh 2,00%, dimana pada Desember 2017 harga nikel diperkirakan akan berada pada kisaran 11.000 USD/metrik ton.
39
Commodity Market Outlook, Oktober 2016.
100
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
20,000
$/mt
yoy
18,000 16,000
40%
140
30%
120
20%
14,000 10,000 8,000
0%
80
-10%
60
60% 40% 20% 0%
-20%
6,000
yoy
100
10%
12,000
$/mt
-20%
40
2014
2015
2016
Harga Internasional Nikel
2017 2018-p
2015
2016
Harga Internasional Iron Ore
2017-p
IP
IV
II
III
I
IV
II
III
I
IV
II
2014
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel
III
I
IP
2017-p
IV
II
III
I
III
IV
-60%
I
0
II
-50% IV
0 II
20
III
-40%
-40%
2,000 I
4,000
-30%
2017 2018-p
g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan melambat. Hal ini seiring dengan peningkatan produksi yang digunakan untuk konsumsi di Sulsel. Berdasarkan hasil liaison, pengiriman barang keluar dan ke dalam Sulsel semakin menurun, terutama komoditi semen, dengan munculnya pesaing dengan berdirinya industri semen baru di Kalimantan Selatan dan Papua Barat. Perusahaan ekspedisi pun mulai merasakan kurangnya pengiriman komoditi tersebut ke Kalimantan dan Papua. Seiring dengan maraknya pembangunan infrastruktur di Sulsel, diperkirakan penggunaan semen di Sulsel semakin meningkat. Sementara dengan semakin luasnya lahan pertanian maka kebutuhan bibit dan pupuk yang diproduksi industri di Sulsel juga semakin meningkat.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha Beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan II 2017. Lapangan usaha yang diprediksikan meningkat adalah Industri Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktor-faktor pendorong adalah pembangunan industri pengolahan ikan, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa, konsumsi/daya beli yang semakin baik, dan peningkatan penyerapan belanja pemerintah. Lapangan usaha Pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan II 2017. Diperkirakan kondisi cuaca relatif kondusif pada kuartal kedua 2017, sehingga mendukung kondisi saat musim panen. Dengan pola tanam padi-padi-palawija, diperkirakan pada awal tahun 2017 akan terdapat panen tanaman bahan makanan yang cukup besar. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk coklat dan kopi yang membaik, diperkirakan akan mendorong peningkatan nilai ekspor komoditas tersebut. 3.5
yoy
USD/kg
40%
2.5
yoy
USD/kg
30%
3
20%
2.5
10%
2
40% 2
30% 20%
1.5
0%
2014
2015
Harga Internasional Coklat
2016
2017 2018-p
g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat
-10%
0.5
-20%
2014
2015
Harga Internasional Kopi
2016
2017-p
IP
IV
III
II
I
IV
III
-30% II
0 I
2017-p
IP
IV
III
I
II
IV
III
II
I
IV
III
-40% I
0 II
-30% I
-20%
0.5
0%
IV
1
10% 1
III
-10%
II
1.5
50%
2017 2018-p
g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
101
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Maret 2017
April 2017
Mei 2017
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh meningkat. Hal ini seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang diprediksikan mulai membaik di akhir tahun. Perkembangan harga internasional nikel sampai dengan Februari 2017 mulai positif 26,96% (yoy) atau pada level harga 10.535,83 USD/metrik ton. Dari hasil liaison dan hasil rilis industri pengolahan nikel matte, menyatakan produksi nikel tahun 2016 relatif rendah dibanding tahun 2015, sehingga dengan insentif perbaikan harga internasional akan mendorong peningkatan produksi tahun 2017. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh relatif meningkat pada triwulan II 2017. Beberapa proyek pembangunan akan dilakukan oleh pemerintah, swasta (komersial), dan perseorangan. Diperkirakan realisasi belanja modal kedepan berada dalam tren stabil sebagaimana polanya, walaupun ada risiko berkurangnya dana transfer dari APBN. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diperkirakan masih tumbuh kuat pada triwulan II 2017 sejalan dengan adanya hari besar keagamaan. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat dengan masuknya bulan Ramadhan. Faktor relatif terkendalinya inflasi juga akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan pembelian barang tahan lama. Sementara itu, lapangan usaha Administrasi Pemerintahan diperkirakan meningkat sebagaimana polanya. Hal ini dikarenakan pelaksanaan berbagai proyek dan program pemerintah akan dimulai pada kuartal kedua sesuai polanya. Jika persentase realisasi belanja pada triwulan II 2017 dapat terserap 36%, maka akan mendorong pertumbuhan lapangan usaha ini sekitar 6,2%-6,6% (yoy).
7.2 Prospek Inflasi Inflasi di triwulan II 2017 dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan berpotensi berada di atas rentang target inflasi Nasional. Ada pun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017 adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur pemerintah yang dilakukan pada semester I 2017. Harga komoditas minyak dunia diperkirakan akan terkoreksi ke atas pada tahun 2017. Memperhatikan berbagai hal tersebut, maka untuk mencapai inflasi Sulsel pada 2017 sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1% diperlukan upaya yang lebih kuat untuk menjaga oleh ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta dukungan TPID di seluruh kabupaten/kota secara optimal. Sementara untuk tahun 2018, inflasi akan berada dalam rentang 3,5%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah pengaruh harga internasional yang stabil, ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta TPID di provinsi dan seluruh Kab/kota telah menjalankan roadmap secara optimal.
102
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
1400
yoy
USD/troy onz
25% 20%
1350
15%
1300
10%
1250
5%
1200
0%
1150
-5% -10%
1100
-15%
2014
2015
2016
Emas
2017-p
IP
IV
II
III
I
III
IV
II
I
III
IV
-25% II
-20%
1000 I
1050
2017 2018-p
g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tekanan inflasi dari kelompok volatile food dan inflasi inti relatif terjaga. Tekanan inflasi volatile food diperkirakan menurun seiring kondusifnya cuaca dan musim panen tanaman bahan makanan. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga akan meningkatkan koordinasi melalui level teknis dan kebijakan/high level meeting untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Sementara inflasi inti diperkirakan tetap terkendali seiring kenaikan terbatas harga emas internasional sesuai World Economic Outlook bulan Februari 2017 yang mencapai USD 1.229,70 per troy oz naik 2,4% (yoy). Namun diperkirakan terdapat risiko peningkatan harga emas, seiring masih munculnya risiko kondisi politik global. Tekanan inflasi administered prices diperkirakan meningkat. Pada awal tahun 2017, pemerintah akan meningkatkan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk biaya administrasi pajak kendaraan bermotor dan mencabut subsidi pelanggan listrik rumah tangga daya 900 VA (lebih lengkap lihat boks 7.A). Selain itu, terdapat potensi risiko tren kenaikan harga minyak dunia. 10%
Nasional
Sulsel
9% 8%
Inflasi Tahunan
7% 6% 5% 4% 3% 2%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1 Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1 Sulsel 2013: 6,22% Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2013: 8,38% Nasional 2014: 8,36%
1%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1 Sasaran Inflasi 2016: 4% + 1 Sulsel 2015: 4,48% Sulsel 2016: 2,94% Nasional 2015: 3,35% Nasional 2016: 3,02%
Sasaran Inflasi 2017: 4% + 1
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2013
2014
2015
2016
2017
Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorong kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Januari 2017 tercatat 2,83% (yoy), lebih rendah dibandingkan capaian akhir 2016 sebesar 2,94% (yoy). Pencapaian inflasi Sulsel 2017 akan didukung dengan kondisi cuaca dan peningkatan luas lahan panen yang akan menambah produksi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
103
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
%, yoy
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulsel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antardaerah
2015 Total I 7.1 7.4 5.3 1.1 8.2 8.3 (10.1) 19.2 9.1
5.3 4.7 2.1 9.5 (32.3) (15.7) 28.4
2016 II III 8.0 6.8 5.6 5.7 5.6 5.5 8.4 (3.5) 10.0 6.7 (24.8) (15.3) 4.6 (46.8) 58.1 65.3
2017P 2018P IV Total I IIP TotalP 7.6 7.4 7,3-7,7 7,5-7,9 7,5-7,9 7,6-8,0 P
5.3 0.2 (7.4) 3.0 (4.2) 41.3 35.1
5.5 5,6-6,0 5,8-6,2 3.3 4,0-4,4 5,5-5,9 (1.3) 1,0-1,4 3,4-3,8 7.0 3,1-3,5 6,3-6,7 (19.1) (7,6)-(7,2) (6,5)-(6,1) (8.8) (15,2)-(14,8) 3,4-3,8 40.4 19,6-20,0 17,6-18,0
5.4 1.6 10.7 17.3 6.9 6.1 9.7 9.2 8.7 7.9 12.1 5.4 8.1 7.7 8.0 7.5 10.0
25.7 (3.6) 0.9 2.8 6.7 2.5 9.9 0.2 6.6 8.4 15.4 6.2 7.8 (7.0) 3.0 8.4 9.6
8.1 1.0 8.1 11.5 5.4 6.8 9.9 7.8 8.5 8.1 13.6 6.4 7.9 (1.1) 6.9 8.5 9.8
14,0-14,4 4,9-5,3 5,8-6,2 6,5-6,9 6,2-6,6 4,2-4,6 5,3-5,7 7,6-8,0 6,4-6,8 9,2-9,6 8,2-8,6 5,0-5,4 7,2-7,6 1,9-2,3 4,6-5,0 7,0-7,4 5,8-6,2 7,3-7,7
5,5-5,9 4,9-5,3 4,4-4,8 5,9-6,3 (6,0)-(5,6) 0,3-0,7 14,7-15,1
5,5 - 5,9 5,2 - 5,6 5,2-5,6 6,0-6,4 (1,0)-(0,6) 0,2-0,6 9,0-9,4
Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.6 0.8 4.4 Pertambangan dan Penggalian 7.9 2.6 5.3 Industri Pengolahan 6.7 13.1 7.1 Pengadaan Listrik, Gas (4.0) 7.7 17.2 Pengadaan Air 0.3 5.5 6.8 Konstruksi 8.3 9.3 9.7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil 7.9 dan Sepeda 9.3 11.4 Motor Transportasi dan Pergudangan 6.9 12.9 9.2 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.7 9.6 8.1 Informasi dan Komunikasi 7.9 8.2 8.0 Jasa Keuangan 7.4 9.7 17.4 Real Estate 7.4 7.0 6.9 Jasa Perusahaan 5.9 7.9 7.7 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan 7.8 Sosial 8.2 Wajib 10.0 Jasa Pendidikan 7.3 7.7 9.2 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.3 9.6 8.4 Jasa lainnya 9.0 9.7 8.9 PDRB
Inflasi Sumber: BPS,diolah
7.2
7.4
8.0
6.8
7.6
7.4
4.5
7.4
4.3
3.1
2.9
2.9
11,1-11,5 9,9-10,3 13,0-13,4 3,9-4,3 3,9-4,3 6,5-6,9 8,9-9,3 8,6-9,0 5,2-5,6 5,2-5,6 7,2-7,6 6,4-6,8 5,4-5,8 5,5-5,9 3,6-4,0 4,9-5,3 6,6-7,0 6,9-7,3 5,7-6,1 5,3-5,7 4,9-5,3 8,7-9,1 9,1-9,5 5,1-5,5 7,7-8,1 7,0-7,4 6,7-7,1 8,8-9,2 8,7-9,1 6,7-7,1 6,9-7,3 6,6-7,0 6,7-7,2 5,6-6,0 6,4-6,8 7,1-7,5 7,3-7,7 6,5-6,9 6,8-7,2 6,2-6,6 8,0-8,4 4,9-5,3 5,0-5,4 6,4-6,8 6,8-7,2 8,2-8,6 7,7-8,1 6,2-6,6 5,6-6,0 5,0-5,4 7,6-8,0 7,5-7,9
7,5-7,9
7,6-8,0
3,2±1,0 4,2±1,0 4,0±1,0 3,5±1,0
Keterangan : p) Proyeksi BI
7.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: a.
b.
c.
104
Meningkatkan kapasitas produksi pertanian (dalam arti luas), antara lain melalui beberapa program sebagai berikut: a. Penguatan Kelompok Tani, Kelompok Peternak, Kelompok Nelayan, Kelompok Pembudidaya Ikan, dan berbagai kelompok produsen di lapangan usaha pertanian (dalam arti luas). b. Mengoptimalkan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG), khususnya di beberapa Kabupaten/Kota yang sudah memiliki gudang yang memenuhi kriteria Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). c. Mendorong dan memfasilitasi bank penyalur KUR agar meningkatkan porsi penyaluran KUR di sektor pertanian. d. Mengatur tata niaga produk pertanian (dalam arti luas) yang memberikan nilai tambah yang lebih tinggi kepada para produsen pertanian (petani/ peternak/ nelayan) skala usaha mikro dan kecil. Meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan di Sulsel yang mayoritas berbasis sumber daya alam, antara lain melalui beberapa hal sebagai berikut: a. Memperbanyak industri pengolahan produk pertanian (dalam arti luas), seperti industri pengolahan kakao, kopi, jagung, rumput laut, ikan, udang, dan peternakan. b. Meningkatkan nilai tambah produk pertanian seperti beras, jagung, dan komoditas hortikultura, antara lain dengan penggunaan teknologi pertanian dan pemasaran yang lebih inovatif (ramah lingkungan, organik, dan packaging yang lebih modern). Mengoptimalkan besarnya potensi investasi di Sulsel, khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA), melalui peningkatan daya tarik investasi di Sulsel. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan mempublikasikan dan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
d.
e.
f.
g. h.
mempromosikan berbagai potensi Sulsel dalam satu media yang mudah diakses oleh para calon investor. Untuk itu, koordinasi lintas sektor dan lintas pelaku harus dilakukan, misalnya dengan membangun South Sulawesi Incorporated (SSI). Merealisasikan pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang telah direncanakan, yaitu: a. Mengakselerasi realisasi anggaran belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar Kabupaten/Kota di Sulsel. b. Mendorong Pemerintah Pusat untuk juga dapat merealisasikan pembangunan infrastruktur yang dibiayai APBN sesuai jadwal, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar provinsi di Sulawesi, mendukung program kemaritiman, dan infrastruktur yang dapat meningkatkan kapasitas produksi pertanian. Mencari alternatif sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA). Bappenas telah menentukan empat kriteria proyek yang dapat didanai dengan skema PINA, yakni mendukung percepatan target prioritas pembangunan nasional, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat Indonesia, memiliki kelayakan komersial, dan memenuhi kriteria kesiapan. Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun (Semester I) dan mengalokasikan Dana Desa secara tepat sasaran dan tepat jadwal, sehingga dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan lebih berkelanjutan. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, khususnya pasar di negara-negara Eropa, Australia dan Afrika yang masih potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan. Mempererat kerjasama antar provinsi di Sulawesi, dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS). Koordinasi dan kerjasama antar provinsi menjadi hal sangat penting untuk mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan bargaining position kepada Pemerintah Pusat terkait dengan upaya percepatan pembangunan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya Sulawesi.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut: a.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel, antara lain yaitu: i. Mengintensifkan kegiatan pengendalian harga volatile food pada bulan-bulan dimana terjadi kenaikan tarif tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga 900 VA yang tidak lagi disubsidi. ii. Mengembangkan komoditas/produk unggulan di sector pertanian dari masing-masing Kabupaten/Kota, dalam rangka mengendalikan tekanan inflasi kelompok volatile food. Beberapa komoditas utama yang berkontribusi besar terhadap inflasi Sulsel yang perlu menjadi perhatian TPID adalah beras, daging sapi, ikan layang, ikan teri, bawang merah, cabai merah, ikan cakalang, ikan bandeng, dan daging ayam ras.
b.
c.
d.
e.
TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel. Roadmap di tiap zona ini sangat penting agar program pengendalian inflasi di tiap zona lebih terpadu dengan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Provinsi. Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota. Ke depan, data di SIGAP diharapkan dapat memberikan informasi tentang data surplus-defisit komoditas antar daerah. Mengoptimalkan kewenangan Pemerintah Provinsi dalam menetapkan tarif yang ditentukan oleh Gubernur seperti tarif angkutan dalam kota dan harga eceran tertinggi (HET) LPG subsidi (3 kg). Hasil simulasi kami, apabila harga BBM naik 10% dan hanya diikuti kenaikan tarif angkutan dalam kota maksimal 4%, maka dampaknya terhadap inflasi relatif terbatas. Hal ini mengingat selama ini tidak terdapat penurunan tarif angkutan meski telah terjadi penurunan harga BBM pada 1 April 2016. Untuk mengurangi dampak lanjutan (second round effect) yang dapat mengakibatkan inflasi 2017 naik lebih tinggi dari perkiraan, maka perlu dipastikan ketersediaan dan keberlangsungan tenaga listrik untuk rumah tangga, ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM dan LPG bersubsidi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
105
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Boks 7.A
Dampak Kenaikan Harga/Tarif Oleh Pemerintah terhadap Peningkatan Tekanan Inflasi Sulsel 2017
Pada tahun 2017, beberapa harga atau tarif yang diatur oleh Pemerintah akan disesuaikan. Penghitungan dampak dilakukan atas kenaikan tarif yang dilaksanakan Pemerintah secara tidak rutin, seperti penyesuaian tarif tenaga listrik, tarif administrasi STNK, dan harga BBM non-subsidi. Sementara kenaikan cukai rokok tidak dihitung karena diasumsikan Pemerintah melakukannya secara rutin pada setiap awal tahun. Dengan rata-rata kenaikan cukai rokok pada 2017 (10,5%) yang lebih rendah dibandingkan 2016 (11,5%), maka diperkirakan dampak kenaikan cukai rokok terhadap tekanan inflasi 2017 relatif rendah. Inflasi Sulsel 2017 dengan adanya rencana kenaikan harga/tarif oleh Pemerintah diperkirakan akan berpotensi di batas atas sasaran inflasi nasional 4±1%. Berdasarkan pola historisnya, tanpa memperhitungkan adanya kenaikan beberapa harga/tarif oleh Pemerintah, inflasi Sulsel 2017 diperkirakan akan berada di kisaran bawah sasaran inflasi nasional 4±1%. Sementara itu dengan memperhitungkan adanya tambahan dampak dari kenaikan tarif tenaga listrik, tarif STNK, dan harga BBM non-subsidi secara bersama-sama, maka diperkirakan akan ada tambahan tekanan inflasi sekitar 1,35%. Oleh karena itu, untuk antisipasi terlewatinya target inflasi Sulsel 2017 tersebut, maka diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi terutama dampak second round dan pengendalian di sisi inflasi volatile food, khususnya saat bulan Juni/Juli (Ramadhan/Idul Fitri), bulan September (tanam gadu), serta Desember (perayaan Natal dan tahun baru). Tabel 7.A.1. Dampak Kenaikan Beberapa Harga/Tarif Kenaikan Harga/Tarif
Dampak Langsung thd Inflasi Sulsel 2017
Penyesuaian tarif menjadi non-subsidi kepada 70% pelanggan 900VA
1,04%
Kenaikan harga BBM non-subsidi (Pertamax, Pertalite) Rp1.000 per liter Kenaikan tarif penerbitan dan pengurusan STNK dan BPKB
0,06% 0,25% 1,35%
Total Dampak Sumber : diolah oleh Bank Indonesia
40
PLN menyatakan akan ada pengalihan sekitar 78% jumlah pelanggan 900 VA subsidi ke non-subsidi pada 2017 yang diperkirakan akan menambah inflasi Sulsel 2017 sekitar 1,04%. Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tanggal 20 Okt’16 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN yang telah mendapatkan persetujuan dari DPR Komisi VII pada tanggal 22 September 2016, memutuskan bahwa untuk pelanggan 900VA yang tidak layak subsidi akan dilakukan kenaikan tarif secara bertahap menuju tarif Rp1.352/KwH dengan 3 kali tahapan kenaikan yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017. Berdasarkan pengamatan ESDM, apabila terjadi kenaikan tarif listrik, konsumen biasanya akan mengurangi pemakaian listriknya sebesar 9% selama 3 bulan. Oleh karena itu, pengalihan pemakaian listrik bersubsidi ke non-subsidi akan mengurangi pemakaian listrik pada bulan Januari hingga Maret 2017. Tabel 7.A.2. Perhitungan Dampak Pengalihan Tarif Listrik Pelanggan 900 VA subsidi ke non-subsidi Tarif Baru 2017
Tarif 2016
Jan
450VA - Subsidi
415
415
900VA - Subsidi
585
585
Pelanggan Listrik
900VA - Non Subsidi
585
774
>1300VA (Non Subsidi)
1,352
1,352
Mar
1023
Mei
Tarif Baru 2017 Jan
Mar
Mei
1352 32.31% 32.17% 32.16%
Total Dampak
Bobot Pemakaian Listrik Jan
Bobot Tarif Listrik*
Dampak Inflasi 2017
Mei
21.89%
21.29%
21.02% 2.80%
10.85%
10.56%
10.42% 2.80%
37.05%
38.77%
39.55% 2.80% 0.34% 0.35% 0.36% 1.04%
30.20%
29.38%
29.00% 2.80%
100.00% 100.00% 100.00%
Jan
Mar
Total
Mar
Mei
0.34% 0.35% 0.36% 1.04%
Sumber : diolah oleh Bank Indonesia 41
Semantara itu kenaikan tarif administrasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) , diperkirakan hanya akan menambah inflasi Sulsel 2017 sekitar 0,25%. Dampak kenaikan tarif administrasi PNPB/STNK terbesar terjadi di Makassar, sesuai dengan jumlah kendaraan yang sebagaian besar berada di Makassar. Sumbangan kenaikan tarif STNK relatif kecil, seiring dengan bobotnya dalam keranjang inflasi yang rendah dan dampak dari kenaikan tarif yang hanya
40
Pengurangan subsidi untuk pelanggan 450VA belum siap dilaksanakan karena diperlukan pemadanan data terlebih dahulu yang diperkirakan selesai pada semester I 2017. 41 Tarif administrasi perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
106
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
dikenakan pada kendaraan yang melakukan perpanjangan administrasi 5 tahunan.
Kota Inflasi
Tabel 7.A.3. Perhitungan Dampak Kenaikan Tarif Administrasi STNK Jumlah Kendaraan Pangsa Kendaraan Kenaikan Tarif Bobot STNK Mobil Motor Mobil Motor Mobil Motor dalam Inflasi
Bobot Kota
Sumbangan Inflasi
Bulukumba
5,758
82,453
7%
93%
300%
100%
0.21%
2.7%
0.01%
Bone
5,069
142,190
3%
97%
300%
100%
0.30%
5.8%
0.02%
Makassar
190,428
1,062,943
15%
85%
300%
100%
0.20%
78.1%
0.21%
Pare Pare
12,985
86,924
13%
87%
300%
100%
0.09%
7.0%
0.01%
5,013
79,649
6%
94%
300%
100%
0.10%
6.4%
0.01%
100.0%
0.25%
Palopo Total
Sumber : diolah oleh Bank Indonesia
Kenaikan harga BBM non-subsidi diperkirakan juga berdampak terbatas terhadap inflasi Sulsel 2017. Dengan asumsi setiap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi sebesar Rp1.000 per liter, maka diperkirakan akan menambah inflasi sekitar 0,06%. Kenaikan harga BBM non-subsidi mengikuti perkembangan harga minyak dunia, dimana pada 2017 terjadi tren kenaikan harga. Transmisi/dampak tidak langsung kenaikan harga BBM non-subsidi kepada biaya transport maupun inflasi volatile food dan core relatif terbatas, karena tidak adanya angkutan umum yang menggunakan bahan bakar non-subsidi. Dengan asumsi kenaikan harga sebesar Rp1.000 per liter dan mempertimbangkan bobot bahan bakar minyak terhadap inflasi 2016 sebesar 3,23%; dikali dengan konsumsi BBM non-subsidi (pertalite dan pertamax) yang hanya 13% dari konsumsi total bensin, maka dampak kenaikan harga BBM non-subsidi terhadap inflasi Sulsel 2017 diperkirakan relatif kecil yaitu sekitar 0,06%. Tabel 7.A.4. Perhitungan Dampak Harga BBM Non-Subsidi
Bobot NK Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi 2016 (%) Dampak langsung - Bensin Subsidi Non-Subsidi - Pertalite Non-Subsidi - Pertamax - Solar Total dampak ke Inflasi IHK
Bobot Konsumsi 2016 (%)
Kenaikan Harga (%)
0.87 0.10 0.03
1.82 0.00 14.08 12.66 0.00
3.20
0.03 3.23
Sumbangan Inflasi (%) 0.06 0.06
0.00 0.06
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
107
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
108
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRDB
2011
2012
2013
2014
42.33 11.90 25.74 0.16 0.27 21.43 25.17 7.01 2.48 10.01 6.04 6.59 0.81 9.77 10.29 3.36 2.36 185.71
44.26 12.53 27.97 0.18 0.28 23.54 28.15 7.95 2.77 12.07 7.00 7.28 0.88 9.99 11.06 3.71 2.55 202.18
46.45 13.24 30.55 0.20 0.30 26.03 30.19 8.45 2.95 13.77 7.63 7.93 0.94 10.29 11.92 4.02 2.74 217.59
51.10 14.71 33.29 0.23 0.30 27.67 32.36 8.56 3.19 14.56 8.07 8.56 1.00 10.53 12.47 4.43 2.94 233.99
I 12.74 3.53 8.19 0.05 0.08 6.96 8.21 2.13 0.81 3.75 2.14 2.25 0.26 2.64 3.18 1.14 0.77 58.84
II 14.55 3.76 8.73 0.05 0.08 7.19 8.62 2.24 0.83 3.86 2.08 2.28 0.26 2.75 3.19 1.18 0.79 62.44
2015* III 16.00 4.23 8.82 0.06 0.07 7.69 9.41 2.39 0.85 4.04 2.19 2.32 0.27 2.94 3.40 1.23 0.81 66.73
IV 10.78 4.28 9.81 0.07 0.08 8.13 8.68 2.38 0.88 4.07 2.25 2.34 0.27 3.01 3.61 1.29 0.84 62.75
TOTAL 54.07 15.80 35.56 0.23 0.30 29.97 34.92 9.14 3.37 15.71 8.66 9.20 1.06 11.34 13.38 4.85 3.21 250.76
I 12.86 3.61 9.27 0.06 0.08 7.61 8.94 2.42 0.89 4.06 2.35 2.41 0.28 2.78 3.42 1.25 0.85 63.12
II 15.17 3.93 9.52 0.06 0.08 7.89 9.57 2.44 0.90 4.17 2.44 2.44 0.28 2.92 3.49 1.28 0.87 67.44
2016** III 16.87 4.30 9.77 0.07 0.08 8.16 10.31 2.61 0.92 4.36 2.46 2.45 0.29 2.72 3.67 1.33 0.89 71.25
IV** 13.54 4.13 9.90 0.07 0.08 8.33 9.54 2.39 0.94 4.41 2.59 2.49 0.29 2.80 3.71 1.40 0.92 67.52
TOTAL 58.44 15.96 38.45 0.26 0.32 31.99 38.36 9.86 3.66 16.99 9.84 9.78 1.14 11.22 14.30 5.25 3.52 269.34
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRDB
2011
2012
2013
2014
44.97 14.65 26.94 0.16 0.29 22.89 26.49 7.32 2.65 10.05 6.42 7.02 0.86 10.70 10.89 3.55 2.45 198.29
51.41 16.18 30.80 0.18 0.31 26.58 30.65 8.96 3.15 12.13 8.24 8.32 1.00 11.45 12.10 4.08 2.75 228.29
57.37 17.88 35.49 0.18 0.35 31.52 33.63 10.43 3.56 13.79 9.60 9.90 1.15 12.24 13.89 4.68 3.18 258.84
68.47 21.18 41.65 0.20 0.35 36.02 37.62 11.83 4.11 14.59 10.82 11.52 1.30 13.63 15.50 5.51 3.72 298.03
I 18.22 5.10 10.74 0.04 0.09 9.47 9.94 3.23 1.08 3.70 2.99 3.22 0.35 3.70 4.00 1.51 1.03 78.42
II 20.87 5.31 11.55 0.05 0.09 9.86 10.65 3.44 1.12 3.81 2.93 3.37 0.36 3.91 4.07 1.56 1.06 84.01
2015* III 23.52 5.65 11.77 0.05 0.09 11.01 11.98 3.78 1.15 4.07 3.12 3.45 0.38 4.26 4.48 1.68 1.11 91.55
IV 16.12 5.46 13.19 0.06 0.09 11.84 11.22 3.79 1.20 4.14 3.22 3.55 0.39 4.40 4.76 1.77 1.16 86.35
TOTAL 78.74 21.52 47.25 0.19 0.37 42.18 43.79 14.25 4.55 15.72 12.26 13.59 1.48 16.27 17.30 6.52 4.37 340.33
I 19.42 4.61 12.59 0.05 0.10 11.19 11.66 3.86 1.21 4.15 3.39 3.70 0.40 4.08 4.54 1.73 1.18 87.83
II 22.70 5.08 13.01 0.05 0.10 11.68 12.61 3.92 1.23 4.27 3.54 3.76 0.40 4.31 4.64 1.77 1.21 94.27
2016** III 25.48 5.83 13.40 0.06 0.10 12.18 13.74 4.43 1.26 4.54 3.61 3.78 0.42 4.06 4.95 1.86 1.26 100.96
IV** 20.72 5.70 13.77 0.06 0.10 12.45 12.83 3.97 1.29 4.62 3.85 3.86 0.43 4.21 5.00 1.97 1.30 96.14
TOTAL 88.31 21.23 52.77 0.22 0.39 47.50 50.84 16.17 4.99 17.57 14.39 15.09 1.65 16.67 19.13 7.33 4.96 379.21
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
109
LAMPIRAN
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) No
Komponen
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
2011
2012
2013
2014
113.55 2.31 23.49 66.70 2.50 57.26 67.52 198.29
129.69 2.60 26.12 82.68 5.66 58.19 76.66 228.29
146.64 3.08 28.72 94.88 4.42 59.93 78.84 258.84
165.19 3.86 31.70 113.16 (1.55) 78.01 90.73 299.63
I 44.41 1.00 4.89 28.20 0.90 19.53 20.52 78.42
II 45.50 1.03 7.91 29.98 2.01 19.26 21.67 84.01
2015* III 47.24 1.09 9.18 32.66 1.84 20.41 20.87 91.55
IV 48.44 1.15 14.24 35.14 0.90 14.04 27.55 86.35
TOTAL 185.59 4.27 36.22 125.99 5.64 73.24 90.61 340.33
I 49.37 1.11 5.50 32.74 1.56 12.45 14.89 88.10
II 50.27 1.14 9.28 34.66 1.29 14.27 16.64 94.27
2016** III 51.91 1.18 9.16 36.40 1.15 14.41 13.25 100.96
IV** 52.82 1.20 13.44 37.50 0.85 10.84 20.50 96.14
TOTAL 204.37 4.63 37.37 141.29 4.85 51.98 65.28 379.21
IV** 36.19 0.78 9.01 27.23 0.68 7.62 14.00 67.52
TOTAL 141.79 3.05 25.07 103.77 3.33 35.95 43.62 269.34
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun) No
Komponen
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
2011
2012
2013
2014
106.35 2.22 21.55 64.56 2.16 52.86 63.99 185.71
113.78 2.38 22.45 74.68 5.43 51.22 67.75 202.18
120.56 2.62 23.06 82.98 3.97 52.36 67.96 217.59
127.67 2.92 23.51 89.71 (0.97) 60.31 69.16 233.99
I 32.81 0.71 3.63 22.28 0.62 14.13 15.33 58.84
II 33.26 0.72 5.74 23.27 1.87 13.88 16.30 62.44
2015* III 33.97 0.74 6.32 24.96 1.56 14.74 15.56 66.73
IV 34.38 0.78 9.73 26.45 0.62 10.69 19.89 62.75
TOTAL 134.42 2.95 25.41 96.96 4.66 53.44 67.08 250.76
I 34.54 0.74 3.75 24.36 1.01 8.44 9.72 63.12
II 35.13 0.75 6.22 25.56 0.85 9.91 10.98 67.44
2016** III 35.92 0.77 6.09 26.61 0.78 9.99 8.92 71.25
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta) Kategori Penduduk (Jiwa) PDRB per Kapita (Juta Rp) Keterangan: P) Proyeksi Sumber : Badan Pusat Statistik
110
2010
2011
2012
2013
2014
8,034,776 21.31
8,115,638 24.31
8,190,222 27.67
8,342,047 31.01
8,432,163 35.34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2015 8,520,304 39.94
2016P 8,610,856 44.06
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Umum
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Triwulan I
132.89
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
Triwulan II
133.44
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
Triwulan III
135.69
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
Triwulan IV
136.14
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
Triwulan I
139.01
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
Triwulan II
139.26
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
Triwulan III
145.51
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
Triwulan IV
144.60
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
Triwulan I
109.16
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
Triwulan II
109.71
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
Triwulan III
111.72
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
Triwulan IV
116.89
125.03
114.11
114.88
110.82
109.25
105.45
121.49
Triwulan I
116.94
125.83
115.15
117.40
114.32
112.29
105.70
115.08
Triwulan II
118.55
128.30
116.95
118.18
113.74
113.18
106.16
118.01
Triwulan III
121.06
133.46
119.33
118.99
117.71
114.24
108.12
119.30
Triwulan IV
122.13
136.01
120.36
119.63
117.48
114.73
108.16
120.29
Triwulan I
123.62
141.22
121.28
121.08
119.52
115.87
108.29
118.70
Triwulan II
123.65
140.14
123.09
121.43
120.97
116.73
108.39
117.11
Triwulan III
124.78
142.15
124.12
122.12
121.39
117.10
108.96
118.73
Triwulan IV
125.71
144.66
124.73
122.94
120.97
117.78
109.05
119.24
Triwulan I* 127.12 146.92 Keterangan: *) Data Hingga Januari 2017 Sumber: BPS, diolah
125.03
123.77
121.46
117.95
109.07
122.63
IHK (Akhir Periode)
Pendidikan, Transpor Rekreasi, dan dan Olahraga Komunikasi
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2012
Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
134.91 142.22 134.76 148.83
I 137.86 144.84 137.33 151.29
2013 II III 138.15 144.29 144.26 150.25 137.57 144.44 151.92 159.23
IV 143.33 149.68 143.26 159.04
2013 143.33 149.68 143.26 159.04
I 108.94 108.84 108.29 109.81 117.21
2014* II III 109.26 111.45 110.28 111.34 109.33 110.89 111.58 112.81 118.31 119.99
IV 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
Keterangan: *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 Sumber: BPS, diolah
2014 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
I 116.94 116.40 115.36 116.02 124.49
2015 II III 118.67 121.42 117.88 119.35 116.96 118.67 116.35 117.70 125.55 127.95
IV 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2015 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2016 I 124.40 121.60 119.77 118.27 127.18
II
III
IV
124.16 122.65 120.53 119.46 128.21
125.50 123.02 120.52 120.08 129.02
126.44 123.78 122.09 120.27 130.24
2016 126.44 123.78 122.09 120.27 130.24
2017 I*** 127.88 124.79 123.23 122.10 131.53
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Januari 2017
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
2012 4.57 4.11 3.49 3.65
I 4.76 4.34 4.67 2.90
2013 II 4.54 3.03 4.49 3.28
III 7.41 5.33 7.41 6.72
IV 6.24 5.25 6.31 6.86
2013 6.24 5.25 6.31 6.86
I 5.46 6.22 5.58 7.86 13.94
2014 II 5.38 7.36 5.57 8.14 14.10
III 3.57 4.03 3.04 4.55 7.30
IV 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
Keterangan: *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 Sumber: BPS, diolah
2014 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
I 7.34 6.95 6.53 5.66 6.21
2015 II 8.61 6.89 6.98 4.27 6.12
III 8.95 7.19 7.02 4.33 6.63
IV 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
2015 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
I 6.38 4.47 3.82 1.94 2.16
2016 II 4.63 4.05 2.12 2.67 2.12
III
IV
3.36 3.07 1.56 2.02 0.84
3.18 2.74 2.11 1.50 1.48
2016 3.18 2.74 2.11 1.50 1.48
2017 I*** 2.95 2.95 1.93 2.54 2.02
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data Januari 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
111
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,471 7,282 7,257 7,345
25,004 27,206 28,545 31,466
13,259 13,536 14,115 14,907
45,734 48,024 49,917 53,717
20,516 22,850 22,385 25,506
10,025 10,588 10,997 11,380
24,044 25,597 27,707 29,335
54,585 59,035 61,090 66,221
119.35% 122.93% 122.38% 123.28%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,770 8,092 9,221 7,845
29,321 30,068 32,076 35,007
15,211 15,297 16,062 17,592
52,302 53,457 57,359 60,444
25,980 26,659 26,160 27,231
12,232 14,486 15,769 14,494
30,158 31,793 33,085 33,663
68,371 72,937 75,014 75,388
130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
7,990 9,730 9,693
32,446 33,168 34,828
17,726 18,504 19,819
58,162 61,402 64,339
27,257 29,062 29,847
14,642 15,467 15,457
33,974 34,807 35,159
75,874 79,336 80,463
130.45% 129.21% 125.06%
Triwulan IV
7,995
37,428
20,690
66,112
31,442
16,241
35,877
83,560
126.39%
Triwulan I
10,154
34,147
22,118
66,420
32,776
16,482
36,045
85,304
128.43%
Triwulan II
11,820
34,881
22,166
68,867
34,627
16,500
36,436
87,563
127.15%
Triwulan III
12,471
37,491
22,472
72,433
34,876
17,476
37,558
89,911
124.13%
Triwulan IV
13,165
42,211
23,091
78,467
36,730
20,538
37,713
94,982
121.05%
Triwulan I
12,894
38,589
26,859
78,342
37,510
20,041
38,759
96,310
122.94%
Triwulan II
12,203
42,611
27,283
82,097
39,518
20,796
41,303
101,617
123.78%
Triwulan III
11,802
41,800
28,423
82,025
39,653
20,204
42,917
102,774
125.30%
Triwulan IV
10,388
44,994
27,014
82,396
39,952
20,221
43,718
103,890
126.09%
2013
2014
2015
2016
Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,461 7,269 7,246 7,333
24,900 27,097 28,434 31,338
13,219 13,505 14,089 14,875
45,580 47,871 49,770 53,546
22,500 25,045 24,656 28,250
11,728 12,256 12,635 11,911
24,527 25,965 28,121 29,794
58,755 63,265 65,412 69,956
128.90% 132.16% 131.43% 130.64%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,759 8,086 9,211 7,836
29,206 29,942 31,943 34,840
15,182 15,271 16,050 17,563
52,147 53,299 57,204 60,239
28,671 27,484 27,822 29,217
12,725 17,402 18,289 17,089
30,622 32,197 33,503 34,203
72,019 77,083 79,613 80,509
138.11% 144.62% 139.17% 133.65%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
7,984 9,714 9,681
32,314 33,024 34,652
17,705 18,489 19,797
58,003 61,226 64,131
28,996 31,057 31,697
17,088 17,232 18,030
34,752 35,865 36,523
80,836 84,154 86,250
139.37% 137.45% 134.49%
Triwulan IV
7,975
37,212
20,661
65,849
33,125
18,632
37,195
88,952
126.39%
Triwulan I
10,125
33,960
22,093
66,178
34,244
19,119
37,404
90,768
128.43%
Triwulan II
11,807
34,683
22,145
68,635
37,014
19,431
37,954
94,399
137.54%
Triwulan III
12,454
37,256
22,416
72,126
37,017
19,865
39,137
96,019
133.13%
Triwulan IV
13,150
41,907
23,019
78,076
38,556
22,774
39,933
101,263
129.70%
Triwulan I
12,881
38,342
26,778
78,002
38,920
22,507
40,853
102,280
131.13%
Triwulan II
12,178
42,311
27,185
81,674
40,809
23,420
43,398
107,627
131.78%
Triwulan III
11,788
41,544
28,309
81,640
40,590
22,771
45,040
108,401
132.78%
Triwulan IV
10,376
44,678
26,917
81,971
40,842
23,079
45,802
109,723
133.86%
2013
2014
2015
2016
112
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
Pertanian
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
2012 Triwulan I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Triwulan II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Triwulan III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Triwulan IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Triwulan I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Triwulan II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Triwulan III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Triwulan IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Triwulan I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Triwulan II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
Triwulan III
1,435
537
4,283
232
4,173
25,748
2,951
3,581
2,115
35,408
80,463
Triwulan IV
1,506
509
4,747
350
4,366
27,033
2,820
3,662
2,340
36,226
83,560
Triwulan I
1,630
427
5,035
382
4,746
27,920
2,782
3,733
2,473
36,174
85,304
Triwulan II
1,788
390
5,109
413
4,902
29,003
2,693
4,037
2,681
36,547
87,563
Triwulan III
2,303
383
5,304
398
5,417
29,373
2,672
4,024
2,388
37,648
89,911
Triwulan IV
2,461
410
7,487
379
5,491
31,424
2,781
4,221
2,549
37,777
94,982
Triwulan I
2,681
430
7,239
306
5,483
31,959
2,824
4,117
2,462
38,809
96,310
Triwulan II
2,933
399
7,993
277
5,977
33,268
2,738
4,085
2,587
41,359
101,617
Triwulan III
2,998
372
8,104
267
6,305
32,431
2,730
4,234
2,392
42,941
102,774
Triwulan IV
3,280
336
7,582
248
6,698
32,555
2,627
4,278
2,518
43,767
103,890
2013
2014
2015
2016
Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Proyek) Periode
Pertanian
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
2012 Triwulan I
883
568
4,842
379
3,148
15,854
1,828
3,171
1,583
26,497
58,755
Triwulan II
1,101
608
5,216
420
3,503
18,288
1,809
3,438
1,465
27,417
63,265
Triwulan III
1,146
626
5,381
663
3,708
18,100
1,737
3,474
1,376
29,202
65,412
Triwulan IV
1,187
564
6,013
782
3,848
19,531
2,138
3,371
1,386
31,135
69,956
Triwulan I
1,373
590
6,116
996
3,835
20,344
2,317
3,446
1,479
31,523
72,019
Triwulan II
1,356
584
5,570
1,357
4,043
23,549
2,379
4,511
1,515
32,219
77,083
Triwulan III
1,354
599
5,720
1,484
4,405
24,050
2,459
4,289
1,740
33,513
79,613
Triwulan IV
1,374
611
4,314
1,579
4,231
25,010
2,600
4,656
1,800
34,334
80,509
Triwulan I
1,388
586
4,063
1,554
4,175
25,246
2,522
4,613
1,867
34,821
80,836
Triwulan II
1,510
555
4,592
1,031
4,564
26,941
2,584
4,374
1,890
36,112
84,154
Triwulan III
1,454
543
5,153
1,886
4,968
26,883
2,517
4,043
2,031
36,772
86,250
Triwulan IV
1,530
470
5,501
2,022
5,169
28,161
2,420
3,976
2,160
37,544
88,952
Triwulan I
1,675
401
5,830
2,093
5,596
28,761
2,407
4,046
2,425
37,532
90,768
Triwulan II
1,779
411
6,487
2,340
5,761
30,356
2,343
4,249
2,610
38,063
94,399
Triwulan III
1,837
376
6,226
2,436
6,259
30,678
2,381
4,187
2,409
39,228
96,019
Triwulan IV
2,173
400
8,460
2,572
6,346
31,985
2,442
4,409
2,480
39,996
101,263
Triwulan I
2,368
407
7,984
2,290
6,262
32,480
2,501
4,637
2,449
40,902
102,280
Triwulan II
2,616
431
8,674
2,149
6,363
34,128
2,433
4,804
2,574
43,456
107,627
Triwulan III
2,592
402
8,398
2,203
6,496
33,399
2,414
5,022
2,412
45,064
108,401
Triwulan IV
2,852
390
8,039
2,239
6,522
33,784
2,314
5,165
2,567
45,851
109,723
2013
2014
2015
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
113
LAMPIRAN
Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Bank) Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2013
13.49 13.24 13.21 12.63
11.69 11.34 11.11 10.92
12.79 12.70 12.54 12.23
13.16 12.74 12.55 12.28
13.60 13.62 13.36 13.09
14.56 14.36 14.31 14.01
8.50 9.32 9.53 8.85
7.29 7.91 8.36 8.07
27.35 27.67 26.16 23.83
13.30 13.00 12.90 12.47
12.77 12.60 12.39 12.19
13.46 13.35 13.19 12.88
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2014
12.56 12.77 12.94 13.00
10.74 10.57 10.79 11.08
12.20 12.12 12.11 12.18
12.31 12.01 12.72 13.04
12.89 12.71 12.99 13.53
14.04 13.89 13.83 13.91
7.21 8.12 9.14 10.20
8.21 8.37 9.16 10.06
23.67 20.92 21.14 20.92
12.40 12.38 12.80 12.99
12.05 11.65 12.02 12.57
12.85 12.74 12.72 12.78
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2016 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
13.10 13.26 13.48 13.46
11.15 11.44 11.61 11.57
12.24 12.41 12.44 12.61
13.23 13.51 13.62 13.48
13.67 13.53 13.53 13.78
14.06 14.05 14.10 14.17
10.49 10.08 10.26 10.77
10.68 10.72 10.81 11.14
22.14 22.94 23.49 23.13
13.13 13.33 13.50 13.44
12.71 12.75 12.81 12.93
12.86 12.97 13.00 13.13
13.81 13.42 13.28 12.95
12.12 10.40 10.26 9.53
11.45 13.00 13.22 13.31
14.04 12.91 13.01 12.86
15.29 13.75 13.69 13.34
14.74 14.61 14.62 14.72
10.03 6.83 8.84 9.52
11.38 9.64 11.46 11.89
23.11 28.49 28.73 28.40
13.25 12.98 13.09 12.86
13.13 12.14 12.00 11.30
13.59 13.61 13.76 13.82
12.36 11.91 11.58 11.33
10.15 10.01 9.65 9.36
13.22 12.90 12.51 12.44
13.13 12.85 12.73 12.66
13.70 13.54 13.29 13.20
14.41 14.28 14.19 14.05
8.74 8.47 8.55 8.50
10.63 11.44 11.73 11.71
22.34 23.74 21.90 10.30
12.67 12.29 12.07 11.89
12.00 11.77 11.55 11.36
13.57 13.28 13.18 13.08
Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Proyek) Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
2012 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2013
13.04 12.86 12.71 12.24
9.94 9.78 9.62 10.88
13.01 12.93 12.55 12.44
12.92 12.45 12.40 11.99
13.14 13.21 13.01 12.97
14.34 13.87 14.02 13.84
8.28 8.10 8.56 8.11
10.28 9.89 9.57 8.42
22.85 23.69 23.59 23.30
12.93 12.63 12.54 12.11
11.76 11.65 11.47 12.09
13.57 13.36 13.15 13.00
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2014
12.16 12.66 12.81 12.93
10.65 10.25 10.32 10.45
12.38 12.25 12.26 12.35
12.07 11.74 12.54 12.92
12.80 12.58 12.85 13.43
14.13 13.93 13.81 13.80
6.71 6.76 7.29 6.79
8.40 8.47 9.24 10.11
22.74 21.41 20.90 20.93
12.05 12.16 12.56 12.77
11.94 11.32 11.55 12.00
13.03 12.86 12.83 12.88
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2016 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
13.03 13.15 13.36 13.37
10.53 10.76 10.50 10.37
12.42 12.63 12.70 12.90
13.11 13.34 13.50 13.15
13.59 13.68 13.72 13.76
13.97 14.11 14.19 14.29
9.30 7.68 6.50 7.20
10.71 10.73 10.81 11.14
21.87 22.62 26.08 26.76
13.03 13.13 13.23 13.13
12.19 12.31 12.15 12.13
12.99 13.17 13.28 13.45
13.39 13.43 13.29 12.96
10.34 10.39 10.25 9.51
12.86 13.00 13.22 13.31
13.17 12.91 13.01 12.86
13.74 13.76 13.70 13.35
14.44 14.61 14.62 14.72
7.13 6.83 8.84 9.52
11.10 9.64 11.46 11.89
27.50 28.49 28.73 28.40
13.13 12.98 13.09 12.86
12.11 12.15 12.00 11.29
13.46 13.61 13.76 13.82
12.30 11.88 11.54 11.31
9.54 9.46 9.15 8.96
13.46 13.13 12.83 12.77
12.94 12.63 12.56 12.63
13.51 13.21 13.04 12.80
14.65 14.56 14.39 14.30
8.76 6.08 5.74 7.27
10.63 11.44 11.73 11.71
28.18 28.48 26.35 24.08
12.56 12.16 11.95 11.88
11.37 11.16 11.03 10.81
13.89 13.60 13.47 13.38
114
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun) Periode
2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II III IV
2015 2016
I II III
Inflow 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56 4.30 19.24 6.18 3.78 4.82 3.79 18.57 6.23 3.34 6.50
Jumlah Outflow 1.71 2.88 5.31 4.16 14.07 2.34 3.83 5.64 4.10 15.90 2.25 3.70 4.93 3.20 14.07 1.49 4.73 2.52
Net Flow 2.69 0.36 (0.44) (0.09) 2.52 2.96 0.24 (0.08) 0.21 3.34 3.94 0.07 (0.11) 0.59 4.50 4.74 (1.39) 3.99
Inflow 13.90% 17.50% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.16% 5.64% 15.93% 16.70% -7.20% -13.42% -11.93% -3.47% 0.74% -11.46% 35.03%
yoy Outflow -7.82% -9.25% 48.62% 29.50% 19.01% 36.45% 32.95% 6.18% -1.52% 13.01% -3.91% -3.29% -12.67% -21.92% -11.51% -33.73% 27.86% -48.91%
Net Flow 33.98% 184.83% 225.76% -536.97% 30.82% 9.82% -32.43% -81.98% -336.57% 32.20% 33.01% -69.42% 40.51% 186.71% 34.84% 20.43% -1991.09% -3670.36%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar) Periode
2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II III IV
2015 2016
I II III
Inflow 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23 0.13 0.54 0.00 0.01 0.03 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00
Jumlah Outflow 0.28 0.78 2.51 2.63 6.20 2.20 3.22 3.93 2.07 11.42 1.74 5.66 3.59 5.84 16.83 4.45 6.43 0.00
Net Flow (0.25) (0.70) (2.43) (2.53) (5.91) (2.05) (3.18) (3.70) (1.94) (10.88) (1.73) (5.65) (3.56) (5.84) (16.78) (4.45) (6.43) (0.00)
Inflow -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11% 29.30% 89.84% -97.54% -87.34% -84.91% -97.69% -91.52% -43.63% -40.00% -99.84%
yoy Outflow -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42% -21.19% 84.31% -20.95% 75.61% -8.54% 182.13% 47.38% 156.01% 13.71% -99.90%
Net Flow 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% 720.65% 353.25% 52.18% -23.20% 84.05% -15.58% 77.63% -3.84% 200.88% 54.29% 156.41% 13.76% -99.90%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
115
LAMPIRAN
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) Jumlah
Periode I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III III
2014 2014
I II III
2015
From 11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72 25.66 85.41 14.45 26.71 19.34
yoy
To
From-To 4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97 11.87 37.36 4.29 4.27 3.48
29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10 41.37 141.02 32.77 31.93 40.38
From 3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04% 24.93% 20.03% -7.73% 24.96% -14.88%
To 24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28% -0.27% -4.70% 17.51% -5.15% 5.99%
From-To -1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41% 62.68% 60.89% -9.65% -56.25% -68.29%
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu) Komoditas Ekspor Utama (dalam ribu USD)
2015
TW I
TW II
TW III
2016
TW IV
2015
Pangsa Pasar
TW I
TW III
TW IV
2016
Pangsa Pasar
1
Nikel
211.882
197.775
203.479
176.610
789.746
138.122
158.622
178.685
584.143
50.02%
2
Coklat Olahan
21.144
40.898
31.884
30.021
123.947
8.60%
19.769
17.369
32.984
30.222
100.344
8.59%
3
Ganggang Laut
28.146
32.547
26.357
18.757
105.807
7.34%
18.289
21.165
22.374
18.037
79.866
6.84%
4 5
Udang Segar/Beku Ikan Olahan
11.834 9.900
14.979 13.105
14.107 11.894
16.532 14.155
57.452 49.053
3.99% 3.40%
12.091 10.003
19.679 11.959
17.440 18.286
17.126 18.414
66.336 58.661
5.68% 5.02%
6
Buah/Sayuran Olahan
8.386
10.161
10.570
11.640
40.757
2.83%
15.784
12.787
12.120
16.123
56.815
4.87%
7 8 9 10
Biji Coklat Kayu Lapis Ikan Lainnya Industri Lainnya
9.422 6.236 4.630 4.441
23.052 10.994 4.456 5.475
27.395 9.932 4.151 4.081
15.355 13.289 5.840 7.161
75.224 40.450 19.077 21.158
5.22% 2.81% 1.32% 1.47%
4.904 7.948 6.037 5.373
15.872 5.431 5.341 5.565
21.517 4.266 5.286 4.612
13.167 5.203 5.064 4.560
55.460 22.848 21.728 20.110
4.75% 1.96% 1.86% 1.72%
8.25%
20.456
23.021
27.903
30.066
101.445
8.69%
100.00% 229.370
276.311
325.410
336.666
1,167.756
100.00%
11
Lainnya
Nilai Ekspor Sulsel
28.141
29.451
37.399
23.920
118.911
344.161
382.893
381.248
333.278
1,441.581
54.78% 108.715
TW II
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) NEGARA TUJUAN EKSPOR (dalam ribu USD) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jepang Amerika Serikat Tiongkok Malaysia Vietnam Belanda Singapura Korea Selatan Hongkong Jerman Lainnya Nilai Ekspor Sulsel
2015
TW I
TW II
TW III
TW IV
2016
Total
225.143 213.089 219.282 189.872 847.385 16.135 40.494 23.936 31.259 111.823 28.197 35.894 35.508 26.196 125.795 22.395 32.805 41.494 29.831 126.524 3.006 3.458 2.587 8.399 17.450 7.360 7.035 4.995 3.635 23.025 7.958 5.793 6.022 4.620 24.393 6.972 4.541 7.410 5.971 24.894 3.543 3.879 3.659 3.765 14.847 4.414 4.530 3.952 2.760 15.656 19.038 31.375 32.404 26.972 109.789 344.161 382.893 381.248 333.278 1,441.581
Pangsa TW I Pasar 58.78% 117.903 7.76% 25.540 8.73% 18.755 8.78% 16.028 1.21% 6.391 1.60% 5.153 1.69% 2.259 1.73% 4.007 1.03% 4.015 1.09% 3.898 7.62% 25.421 100.00% 229.370
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
116
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
TW II
TW III
TW IV
Total
147.252 172.450 192.534 630.140 28.196 30.148 36.401 120.285 26.397 31.859 26.909 103.919 22.615 32.787 28.027 99.456 8.167 7.316 7.864 29.738 8.081 7.384 3.477 24.095 4.664 8.073 6.613 21.609 4.796 4.500 6.760 20.064 3.246 3.674 2.397 13.333 2.019 2.012 2.877 10.806 20.879 25.205 22.807 94.311 276.311 325.410 336.666 1,167.756
Pangsa Pasar 53.96% 10.30% 8.90% 8.52% 2.55% 2.06% 1.85% 1.72% 1.14% 0.93% 8.08% 100.00%
LAMPIRAN
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu) 2015
Komoditas Impor Utama (dalam ribu USD)
2016
1
Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik
23.114
47.433
32.426
37.787
140.760
Pangsa Pasar 18.37%
2
Gandum-Ganduman
43.748
66.857
44.440
30.837
185.882
24.26%
3
Kapal Terbang dan Bagiannya
124.230
16.21%
4
Ampas/Sisa Industri Makanan
5
Mesin/Peralatan Listrik
6
Kapal Laut
7
Benda-benda dari Besi dan Baja
8 9 10 11
Perangkat Optik Kakao Pupuk Lainnya Nilai Impor Sulsel
TW I
TW II
TW III
-
-
TW IV
124.230
2015
-
TW I
TW II
TW III
TW IV
2016
Pangsa Pasar 27.01%
35.071
51.656
41.098
75.791 203.615
35.841
37.990
31.647
38.248
143.727
19.06%
10.760
70.859
9.40%
-
60.099
-
21.885
12.475
18.588
21.685
74.633
9.74%
13.573
15.380
23.505
15.686
68.144
9.04%
5.075
13.305
13.286
9.481
41.147
5.37%
1.623
1.140
5.837
53.190
61.789
8.20%
13.900
0.538
1.488
1.372
17.298
2.26%
8.625
17.453
11.650
20.791
58.519
7.76%
2.989
2.518
3.686
21.468
30.661
4.00%
5.140
6.796
8.994
14.267
35.197
4.67%
1.140 0.095 11.185 40.771
0.443 3.401 2.890 30.880
3.507 6.674 6.425 17.166
0.892 1.021 6.218 18.894
5.981 11.190 26.718 107.712
0.78% 1.46% 3.49% 14.06%
0.141 1.803 3.208 17.654
0.203 2.016 3.796 14.024
0.456 6.250 1.836 18.856
14.708 4.185 4.513 18.487
15.509 14.254 13.352 69.020
2.06% 1.89% 1.77% 9.15%
163.902
180.739
271.916
100.00% 122.678
210.554
150.128
270.625 753.985
100.00%
149.655 766.212
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu) 2015 NEGARA ASAL IMPOR 1 Tiongkok 2 Argentina 3 Ukraina 4 Rusia 5 Kanada 6 Australia 7 Perancis 8 Inggris 9 Thailand 10 Jepang 11 Lainnya Nilai Impor Sulsel
I
II
III
IV
Total
29.420 34.987 59.722 60.503 19.975 10.541 9.303 5.364 8.239 0.946 - 132.603 13.334 5.293 18.487 22.970 10.637 59.175 47.954 16.897 9.655 0.271 0.030 0.015 0.180 0.061 0.786 0.027 0.188 2.477 4.540 4.573 2.444 2.313 1.505 1.711 11.922 43.973 53.669 24.097 35.426 163.902 180.739 271.916 149.655
184.632 45.182 8.239 146.883 57.386 133.681 0.497 1.062 14.035 17.452 157.165 766.212
2016 Pangsa I II III IV Total Pasar 100.00% 42.693 69.113 63.987 125.774 301.57 24.47% 18.433 14.892 21.840 13.147 68.31 4.46% 0.114 8.434 17.896 39.412 65.86 79.55% 0.437 60.453 0.385 0.335 61.61 31.08% 6.496 19.925 8.028 17.279 51.73 72.40% 25.410 7.260 7.408 6.178 46.26 0.27% 0.321 3.448 0.003 14.981 18.75 0.57% 1.253 0.114 0.001 14.787 16.15 7.60% 4.657 2.330 3.764 5.254 16.00 9.45% 2.778 0.204 11.972 0.859 15.81 20.51% 20.085 24.380 14.843 32.618 91.93 100.00% 122.678 210.554 150.128 270.625 753.985
Pangsa Pasar 100.00% 22.65% 21.84% 20.43% 17.15% 15.34% 6.22% 5.36% 5.31% 5.24% 12.19% 100.00%
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
F. Inklusi Keuangan Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012 4,079
2013 4,806
2014* 5,182
2015** 5,540
2016** 6,523
2012 8,190
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening) 2012 894
2013 872
2014* 870
2015** 916
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2013 8,342
2014*
2015**
8,432
8,520
2016** 8,611
980
2012 8,190
2013 8,342
2014*
2015**
8,432
8,520
2013
49.80
57.61
2014* 61.46
2015** 65.02
2016** 75.76
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
2016**
2012
2016** 8,611
2012
2013
10.91
10.45
2014* 10.31
2015** 10.75
2016** 11.38
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Sumber: BPS, Cognos, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
117
LAMPIRAN
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
KABUPATEN/KOTA Kep Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo *) Data Sementara
ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2012 2013* 2014* 2,464.94 2,880.86 3,494.21 6,243.26 7,187.33 8,385.78 3,825.42 4,350.32 4,964.12 4,720.38 5,269.41 6,157.05 4,366.04 5,004.18 5,882.26 9,380.48 10,713.90 12,044.91 4,926.59 5,601.47 6,484.77 10,428.66 11,966.92 13,662.54 11,766.21 13,759.00 15,970.74 3,363.62 3,833.30 4,434.06 14,833.10 16,734.21 19,879.98 4,761.84 5,401.35 6,174.25 10,166.67 11,629.14 13,656.16 6,108.34 6,936.04 8,048.15 8,738.25 9,892.58 11,365.83 3,458.74 4,119.56 4,628.10 6,698.54 7,681.02 9,018.94 3,232.30 3,683.75 4,277.60 5,560.28 6,338.05 7,590.83 15,266.46 16,662.67 20,497.07 3,546.30 4,230.78 5,028.50 78,013.04 88,363.46 398.53 3,501.13 3,940.54 4,434.69 3,690.92 4,181.23 4,765.33 **) Data Sangat Sementara
2015** 4,149.34 9,584.32 5,604.99 6,999.85 6,809.96 13,734.06 7,511.14 15,767.63 18,481.48 4,918.37 23,149.37 6,828.42 15,095.71 9,284.22 13,142.36 5,239.60 10,363.70 4,901.49 8,681.53 21,022.95 5,840.95 171.73 5,059.51 5,318.66
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
118
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2012 2013* 2014* 2,122.81 2,296.37 2,503.22 5,483.24 5,909.29 6,414.14 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,147.46 4,422.90 4,773.92 3,809.14 4,144.29 4,549.03 8,289.11 9,070.00 9,720.52 4,366.71 4,706.67 5,035.70 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,288.64 11,248.48 12,420.26 3,000.72 3,237.00 3,475.20 12,730.12 13,531.85 14,882.65 4,259.55 4,567.54 4,882.65 8,819.11 9,428.97 10,341.51 5,297.54 5,664.56 6,110.56 7,708.90 8,269.61 8,939.91 3,021.20 3,197.50 3,389.50 5,915.10 6,372.70 6,934.34 2,793.72 2,994.47 3,198.55 4,911.00 5,274.16 5,739.78 11,963.26 12,717.28 13,748.26 2,971.71 3,259.91 3,508.98 70,851.04 76,851.04 82,596.79 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,363.25 3,633.01 3,889.66
2015** 2,723.81 6,777.43 4,073.15 5,085.88 4,931.57 10,381.04 5,415.55 10,931.05 13,411.01 3,694.86 16,052.41 5,131.82 11,070.41 6,594.25 9,676.97 3,623.38 7,437.79 3,417.60 6,122.48 14,690.56 3,778.90 88,740.21 3,842.61 4,141.82
LAMPIRAN
Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
KABUPATEN/KOTA Kep. Selayar Maros Takalar Bone Pinrang Pangkep Sidrap Toraja Utara Sinjai Makassar Luwu Wajo Enrekang Luwu Timur Tana Toraja Gowa Luwu Utara Bantaeng Jeneponto Palopo Barru Pare-pare Bulukumba Soppeng *) Data Sementara
PERTUMBUHAN PERTAHUN 2011 2012 2013* 2014* 2015** 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90 -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10 **) Data Sangat Sementara
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah) No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo *) Data Sementara
2010
2011 9.25 11.17 9.51 10.74 10.33 12.21 6.61 7.73 7.60 8.65 7.76 8.87 12.26 13.98 8.12 9.38 17.54 20.67 10.00 11.37 10.46 12.19 12.15 14.28 14.00 17.16 12.34 15.26 15.02 17.50 10.06 11.89 11.15 12.91 6.64 8.04 10.64 12.25 34.02 38.65 6.89 8.31 27.56 31.82 13.85 15.77 13.12 14.98 **) Data Sangat Sementara
PDRB perkapita 2012* 2013* 16.90 18.05 13.64 14.59 17.99 19.48 11.89 12.60 13.74 14.77 12.14 13.03 18.73 20.04 27.57 28.97 32.80 35.47 17.82 19.12 17.45 18.43 18.92 20.25 22.65 24.14 18.93 19.99 21.51 22.89 15.52 16.28 17.37 18.54 12.43 13.24 16.68 17.74 46.60 48.35 13.46 14.66 51.08 54.58 23.62 25.15 21.48 22.59
2014* 19.44 15.73 20.95 13.51 16.03 13.70 21.29 30.00 38.78 20.40 20.15 21.63 26.38 21.32 24.55 17.10 19.98 14.05 19.13 51.03 15.66 57.79 26.41 23.59
2015** 20.92 16.51 22.21 14.30 17.19 14.36 22.74 32.22 41.44 21.58 21.61 22.70 28.15 22.76 26.38 18.12 21.24 14.93 22.22 65.14 12.48 61.23 27.70 24.52
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
119
LAMPIRAN
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Toraja Utara Luwu Utara Luwu Timur Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2010*
2011*
2012*
2013*
122,377 395,790 177,299 343,808 270,491 654,978 229,583 320,103 306,717 166,520 719,999 224,577 386,324 272,808 352,185 190,923 333,497 221,816 228,391 243,809 217,503 1,342,826 129,682 148,395 8,060,401
124,104 399,000 178,596 346,308 273,891 668,875 231,425 324,097 310,288 167,511 724,923 224,804 387,815 276,327 355,312 192,822 336,989 223,297 219,084 291,414 250,223 1,364,955 131,514 152,573 8,156,129
125,603 401,897 179,800 348,680 277,218 682,597 233,200 327,998 313,722 168,397 729,516 225,180 389,284 279,810 358,312 194,606 340,491 224,812 220,777 294,402 256,699 1,387,033 133,381 156,603 8,250,018
127,220 404,896 181,006 351,111 280,590 696,096 234,886 331,796 317,110 169,302 734,119 225,512 390,603 283,307 361,293 196,394 343,793 226,212 222,393 297,313 263,012 1,408,072 135,192 160,819 8,342,047
2014** 128,744 407,775 182,283 353,287 283,762 709,386 236,497 335,596 320,293 170,316 738,515 225,709 391,980 286,610 364,087 198,194 347,096 227,588 224,003 299,989 269,405 1,429,242 136,903 164,903 8,432,163
2015** 130,199 410,485 183,386 355,599 286,906 722,702 238,099 339,300 323,597 171,217 742,912 226,116 393,218 289,787 366,789 199,998 350,218 228,984 302,687 275,595 225,516 1,449,401 138,699 168,894 8,520,304
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten / Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011 65.1 64.2 65.5 64.5 64.5 65.6 65.1 64.9 65.0 64.2 64.0 63.4 67.0 64.6 64.5 66.6 65.3 67.1 65.9 68.3 63.5 61.0 62.0 63.1 64.3
TPAK 2012 2013 62.7 61.11 68.4 62.25 72.2 68.74 67.0 61.96 62.3 57.69 62.1 64.17 73.1 70.34 64.3 60.98 57.6 54.41 56.8 53.43 64.8 63.3 62.1 57.22 59.9 58.16 57.2 52.25 55.0 52.07 74.5 70.27 59.7 58.69 76.3 70.55 65.6 62.02 67.3 65.01 68.3 65.25 57.9 57.8 60.4 57.72 59.6 58.13 62.8 60.49
2014 60.6 65 71.9 61.7 62.9 66.3 68.8 63.0 57.6 50.4 63.9 57.6 55.6 54.0 60.1 68.2 62.5 80.3 66.7 67.2 69.8 56.9 60.6 58.0 62.0
2011 4.68 5.46 5.54 5.06 5.54 7.05 5.59 6.94 6.09 5.75 5.98 5.16 7.45 4.78 6.55 6.66 7.41 5.56 4.47 7.16 6.05 8.41 7.97 9.47 6.56
TPT 2012 2013 3.25 4.62 2.71 4.16 7.02 6.44 4.35 2.77 6.21 2.73 4.01 2.63 2.84 0.43 6.43 5.71 8.03 5.7 4.78 4.51 3.51 3.8 6.15 6.65 3.13 3.72 6.99 7.62 5.35 1.96 3.05 1.61 10.55 7.14 4.63 3.26 5.03 4.48 8.12 6.28 5.08 2.82 9.97 9.53 4.21 4.86 8.43 9.03 5.87 5.1
Sumber: BPS, diolah
120
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2014 2.1 2.8 2.4 2.7 2.7 2.3 0.9 4.6 9.9 2.3 5 2.4 4.9 6.2 2.8 1.4 5.1 3.3 1.8 8.1 3.7 10.9 7.1 8.1 5.1
LAMPIRAN
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2012 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
Jumlah (ribu) 16.2 31.5 16.00 58.0 26.7 55.3 21.7 41.3 52.3 15.7 89.5 20.6 30.5 16.9 28.1 28.2 45.5 28.7 41.4 19.9 36.0 69.9 7.5 14.9 812.3
% 12.87 7.83 8.90 16.59 9.60 8.06 9.29 12.56 16.63 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.83 14.45 13.34 12.73 14.03 7.72 16.28 5.02 5.58 9.47 9.82
2013 P1 2.34 0.93 1.64 2.64 1.57 1.66 1.26 2.36 2.76 1.50 1.90 1.08 0.87 0.77 1.37 1.79 1.97 1.98 2.68 1.13 2.44 0.76 0.88 1.61 1.68
P2 0.61 0.18 0.45 0.68 0.48 0.64 0.26 0.60 0.77 0.37 0.51 0.21 0.16 0.14 0.40 0.38 0.47 0.46 0.75 0.29 0.52 0.17 0.21 0.44 0.42
Jumlah (ribu) 18.2 36.7 18.9 58.1 29.3 61.0 24.3 43.1 56.4 17.5 87.7 21.3 31.9 17.9 32.1 29.7 52.0 31.3 46.2 2.2 36.8 66.4 8.6 15.5 863.2
% 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.3 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.7 6.38 9.57 10.32
P1 2.32 1.01 1.68 2.42 1.48 1.19 1.41 2.24 3.15 1.33 1.75 0.93 1.27 1.00 1.16 2.02 2.25 1.81 2.06 1.37 3.03 0.84 0.83 1.42 1.65
P2 0.54 0.17 0.49 0.61 0.35 0.25 0.33 0.63 0.85 0.26 0.47 0.15 0.35 0.23 0.22 0.44 0.52 0.38 0.43 0.32 0.86 0.24 0.18 0.3 0.40
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
121
LAMPIRAN
H. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
122
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
123
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
124
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Februari 2017 Optimalisasi Anggaran untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
125