KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Peter Jacobs
: Kepala Perwakilan / Direktur
A.Yusnang
: Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan
: Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim
: Kepala Tim Pengelolaan Uang Rupiah dan Operasional Sistem Pembayaran / Asisten Direktur
Zulham Effendi
: Analis Ekonomi / Manajer
Rivo Mandey
: Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Donny Pratama
: Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot
: Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Jl. 17 Agustus No. 56 Manado 95117 T: 0431 868102 / 868103 F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/ atau
Silahkan mengirimkan surel ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulut” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
i
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara Periode November 2016 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait. Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
Peter Jacobs Direktur
ii
Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH PDRB – Komponen Pengeluaran Konsumsi Investasi (PMTB) Ekspor-Impor PDRB – Kinerja Lapangan Usaha Pertanian Konstruksi Perdagangan Industri Pengolahan Transportasi Lapangan Usaha Lainnya Box I. Peningkatan Signifikan Kunjungan Wisman BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH Struktur Anggaran Realisasi APBN di Sulut APBD Sulut APBD Kabupaten/Kota di Sulut BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Upaya Pengendalian Inflasi Box II. Keberhasilan Stabilisasi Harga Cabai Rawit BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Ketahanan Sektor Korporasi Asesmen Sektor Rumah Tangga Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan) Akses Keuangan dan UMKM BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai Pengelolaan Uang Tunai BAB VI - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan Kesejahteraan BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Prakiraan Inflasi DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
ii iii iv 1 3 4 4 5 6 6 7 7 8 9 10 11 12 13 13 13 14 14 16 17 20 24 25 26 26 29 32 34 37 37 38 40 40 41 44 44 46 48
iii
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR I. MAKRO NASIONAL A PDB Nasional (yoy) B Inflasi Nasional (yoy) II. MAKRO REGIONAL A 1. Laju Inflasi (ytd) % 2. Laju Inflasi (yoy) % 3. Laju Inflasi (mtm) % 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 6. Inflasi Sandang (mtm) % 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 9. Inflasi Transportasi (mtm) % B PDRB Penggunaan - Konsumsi Rumah Tangga - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga - Konsumsi Pemerintah - Pembentukan Modal Tetap Bruto - Perubahan Persediaan - Ekspor Luar Negeri - Impor Luar Negeri - Net Ekspor Antardaerah C PDRB Sektoral Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya II. MONETER Policy Rate (%)* Kurs (Rp/USD - posisi akhir) III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI 1. Ekspor (ribu USD) 2. Impor (ribu USD) IV. PERBANKAN** A. Jumlah Bank 1. Bank Umum 1.1. Bank Pemerintah 1.2. Bank Swasta (non Syariah) 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 3. Bank Syariah B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 1. Bank Umum 1.1. Konvensional 1.2. Syariah 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2.1. Konvensional 2.2. Syariah C. Total Asset (Rp miliar) 1. Bank Umum (non syariah) 2. BPR 3. Bank Syariah Keterangan : * Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2015 2016 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 0.41 0.26 0.31 0.27 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III 274,100 291,030 242,920 213,920 1,021,970 246,130 285,240 223,140 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 23,900 TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III 46 46 46 46 46 46 46 47 24 24 24 24 24 28 28 29 6 6 6 6 6 6 6 6 18 18 18 18 18 18 18 19 18 18 18 18 18 18 18 18 4 4 4 4 4 4 4 4 347 350 345 342 342 340 340 341 292 295 290 289 289 285 285 286 276 279 275 275 275 272 273 274 16 16 15 14 14 13 12 12 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 40,593 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 485 494 468 470 470 433 430 408
iv
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR IV. PERBANKAN** D. Indikator Kinerja Bank Umum 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 1.1. Giro 1.2. Deposito 1.3. Tabungan 2. Kredit (Rp miliar) 2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi 2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor Transportasi & Pergudangan Penyediaan Akomodasi & Makan Minum Informasi & Komunikasi Jasa Keuangan & Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial Jasa Lainnya Lain-lain 2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 2.5. Non Performing Loan (NPL) - Nominal (Rp miliar) - Rasio (%) V. SISTEM PEMBAYARAN 1. Kas (Rp miliar) - Inflow - Outflow 2. Kliring - Volume Kliring (Lembar) - Nominal Kliring (Rp Miliar) - Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) - Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) - Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) - Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) Keterangan : ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
TW I
TW II
2015 TW III
TW IV
TW I
2016 TW II
TW III
20,368 3,855 7,752 8,762 27,079
21,096 4,292 8,022 8,782 28,652
21,848 4,485 8,242 9,121 30,036
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,482 4,436 6,485 10,562 30,273
21,537 5,017 7,071 9,448 29,630
21,860 4,049 7,352 10,458 30,714
21,229 4,017 7,011 10,201 30,824
7,309 3,022 16,067
7,538 3,743 16,209
7,546 4,542 17,248
7,564 4,265 17,739
7,564 4,265 17,739
7,704 4,143 17,782
8,156 4,380 18,178
510 1,594 720 9 5 900 6,228 279 473 5 74 345 223 2 37 35 463 16,988 7,228 132.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
545 1,317 733 12 5 807 6,549 350 430 4 57 355 225 3 35 39 420 18,386 7,430 135.73
539 1,222 714 17 5 751 6,708 346 448 4 53 356 276 3 39 37 330 17,782 7,612 137.57
569 1,360 717 19 7 975 6,956 342 544 4 42 340 275 3 36 36 311 18,178 7,828 140.50
8,111 4,342 18,371 561 1,280 701 22 8 1,086 6,937 345 560 1 38 330 206 3 33 35 306 18,373 8,079 145.20
480 38 763 2 5 724 6,075 303 417 4 78 340 235 3 42 35 579 15,808 7,472 128.12
506 733 795 4 5 839 6,230 329 457 6 85 342 228 3 39 37 643 16,209 7,446 131.00
894 3.39 TW I
988 3.45 TW II
996 3.32 TW III
984 3.33 TW IV
984 3.33 TOTAL
1,072 3.62 TW I
1,142 3.72 TW II
1,186 3.85 TW III
2,303 670
1,077 1,391
1,814 2,375
1,099 2,772
6,293 7,208
2,500 707
1,025 2,464
2,451 1,791
90,235 2,668 1,477 44 2.10 1.87
91,718 2,345 1,558 40 2.37 2.59
92,357 2,447 1,490 39 2.65 2.91
99,513 2,817 1,659 47 2.86 3.48
373,823 10,277 1,546 43 2.49 2.71
102,698 2,973 1,679 49 3.15 3.08
100,895 2,609 1,576 41 2.47 2.87
82,472 2,242 1,375 37 2.74 2.52
TOTAL
v
Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekonomi Makro Ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan II 2016. Ekonomi tumbuh sebesar 6,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 yang sebesar 6,14% (yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara disebabkan oleh kontraksi konsumsi pemerintah, perlambatan kinerja lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Pada triwulan IV 2016, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh 6,43% (yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian di Sulawesi Utara tersebut didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, lapangan usaha konstruksi, serta penyediaan akomodasi makan dan minum. Melihat perkembangan terkini, perekonomian Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,95-6,35% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didukung oleh sisi internal dan eksternal.
Keuangan Pemerintah Total anggaran belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016 mencapai Rp23,75 triliun yang terdiri dari belanja APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab/Kota. Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup oleh Kota Manado yang mencapai Rp1,86 triliun. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki anggaran belanja APBD kabupaten/kota terendah yaitu sebesar Rp220 miliar. Ketiga sumber belanja fiskal mengalami peningkatan realisasi pada triwulan III 2016. Realisasi APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab/Kota mengalami perbaikan. Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan risiko pada realisasi belanja anggaran di Sulawesi Utara, khususnya masalah anggaran dan pembebasan lahan.
Perkembangan Inflasi Daerah Memasuki triwulan III, tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Manado mengalami penurunan signifikan sehingga berada di bawah level Nasional dan terendah di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut dibanding triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh melandainya inflasi volatile food, seiring pasokan yang relatif terjaga. Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Sulut diperkirakan meningkat sesuai dengan pola musimannya, yang disebabkan oleh tekanan permintaan jelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2017 serta kondisi cuaca yang kurang mendukung. Untuk menjaga tingkat inflasi, beberapa rapat koordinasi mulai tingkat Kab/Kota, Provinsi, Regional (KTI) telah dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan Presiden pada Rakornas VII TPID 2016. Fokus pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 di Sulawesi Utara adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga di akhir tahun serta memastikan ketersediaan barang-barang strategis. Gerakan Rica Rumah sebagai program unggulan TPID 2016. Adapun arah pengendalian inflasi Sulawesi Utara senantiasa mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulut 2016-2019, yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Pembina TPID Provinsi (Gubernur Sulawesi Utara) dan Ketua TPID Provinsi (Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara) pada Oktober 2016.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan lapangan usaha 1
pertanian khususnya sub lapangan usaha perkebunan sebagai input utama industri pengolahan mendorong meningkatnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Di sisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Sementara itu, perlambatan pertumbuhan DPK masih terus berlanjut pada periode laporan hingga mencatat pertumbuhan negatif, melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya. Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan peningkatan pada periode laporan. Perkembangan sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan III 2016, transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan penurunan. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan penurunan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi Utara mengalami penurunan seiring dengan menurunnya konsumsi masyarakat. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya di Sulawesi Utara seperti kas titipan, kas keliling, pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), pemberantasan uang palsu, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD), sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR).
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan. Hal tersebut tercermin dari peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka, khususnya pada lapangan usaha pertanian dan perdagangan serta penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi kesejahteraan, peningkatan tercermin dari perbaikan tingkat pendapatan per-kapita, tingkat kemiskinan, IPM, dan tingkat upah serta rasio gini dan NTP tahun 2016. Program pengentasan kemiskinan Pemerintah Daerah “ODSK (Operasi Desa Selesaikan Kemiskinan)” menjadi salah satu pendorong upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan berada pada kisaran 5,545,94% (yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun terutama disebabkan oleh perlambatan kinerja konsumsi rumah tangga dan aktivitas perdagangan, konsumsi pemerintah, usaha konstruksi dan investasi. Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016 pada kisaran 6,19-6,59% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Di tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal tetap perlu mendapat perhatian. Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana pola historisnya, tekanan inflasi Sulut diperkirakan mereda khususnya secara bulanan, seiring dengan normalisasi permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di sisi suplai, produksi tabama yang diproyeksikan meningkat pada Desember akan memberi dampak positif pada koreksi harga terutama pada Januari dan Februari 2017. Secara tahunan, Inflasi Sulut pada triwulan I 2017 diperkirakan sebesar 1,82±1% (yoy). Setelah mengalami level inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2017 diperkirakan relatif terkendali yaitu dalam rentang 3±1% (yoy) meskipun cenderung lebih tinggi dibanding 2016.
2
Bab I. Perkembangan Ekonomi Makro Ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan II 2016. Ekonomi tumbuh sebesar 6,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 yang sebesar 6,14% (yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara disebabkan oleh kontraksi konsumsi pemerintah akibat penundaan penyaluran anggaran dari pusat pada triwulan III 2016. Sejalan dengan itu, kinerja lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan mengalami perlambatan. Namun demikian, perekonomian Sulawesi Utara masih tercatat tumbuh lebih tinggi dari perekonomian nasional. Kemudian apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga relatif cukup baik. Grafik I.1. Ekonomi Tw III 2016 (% yoy) 7.58 6.98
6.82 6.01
5.97
5.95
5.02
Sulteng Gorontalo
Sulsel
Sulut
Sulbar
Sultra
Nasional
Sumber: BPS
Perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan adanya perbaikan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh 6,43% (yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian di Sulawesi Utara tersebut didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga pada perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru, kebijakan pelonggaran Loan To Value dan Paket Ekonomi Jilid XIII penurunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mendukung lapangan usaha konstruksi, serta masih tingginya kunjungan wisatawan mancanegara di Sulawesi Utara. Melihat perkembangan terkini, perekonomian Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,95-6,35% (yoy). Dari sisi internal, ekonomi 2016 ditopang oleh perbaikan produksi lapangan usaha pertanian seiring perbaikan cuaca, lapangan usaha perdagangan seiring meningkatnya daya beli masyarakat, dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara seiring dengan pembukaan flight route baru. Sementara itu, dari sisi eksternal, perbaikan harga komoditas dunia menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tahun 2016.
3
1.1.
PDRB - KOMPONEN PENGELUARAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di triwulan III 2016 terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi pemerintah. Selain itu, perlambatan investasi dan melemahnya konsumsi rumah tangga, turut mendeselerasi perekonomian Sulawesi Utara. Sebagai informasi, PDRB berdasarkan sisi pengeluaran atau penggunaan didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara relatif bergantung pada konsumsi masyarakat, sehingga penting untuk menjaga sumber pendapatan masyarakat serta tingkat inflasi barang dan jasa. Tabel I.1. PDRB – Komponen Penggunaan KOMPONEN PENGGUNAAN Konsumsi Rumah Tangga
PANGSA (%)
PERTUMBUHAN (% YOY) II 2016
III 2016
47.37
6.93
5.84
1.99
5.45
5.60
Konsumsi Pemerintah
16.75
11.37
(1.50)
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
36.94
9.86
6.34
Perubahan Inventori
0.02
(35.44)
(34.43)
Ekspor Luar Negeri
14.30
(12.86)
(2.80)
Impor Luar Negeri
2.90
126.75
18.79
(14.47)
(16.26)
(11.50)
6.14
6.01
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga
Net Ekspor Antarprovinsi PDRB
Sumber: BPS
Pada tahun 2015, penyaluran THR dan perayaan Idul Fitri ditetapkan pada pertengahan bulan Juli sehingga konsumsi kebutuhan masyarakat meningkat pada awal bulan Juli atau masih triwulan III 2015. Sedangkan pada tahun 2016, perayaan Idul Fitri ditetapkan pada awal bulan Juli sehingga konsumsi kebutuhan masyarakat meningkat pada bulan Juni atau triwulan II 2016. Selain itu, penyaluran THR juga dilakukan pada bulan Juni atau triwulan II 2016. Hal ini menyebabkan konsumsi rumah tangga triwulan III 2016 lebih rendah dari triwulan III 2015. Perlambatan konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi di Sulawesi Utara. Grafik I.2. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 -
25% 20% 15% 10% 5%
0% I
II
III
IV
2014 Kredit Konsumsi (Rp Juta)
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Pertumbuhan Kredit Konsumsi
1.1.1. Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia
Melambatnya ekonomi Sulawesi Utara dipengaruhi oleh kontraksi konsumsi pemerintah dan pelemahan konsumsi rumah tangga. Kontraksi konsumsi pemerintah terutama disebabkan oleh penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah. Penundaan tersebut merupakan dampak dari proyeksi penerimaan perpajakan dalam APBNP 2016 diperkirakan lebih rendah dari yang ditargetkan. Hal ini menyebabkan persentase realisasi belanja terhadap pendapatan APBD khusus triwulan III 2016 (bukan agregat kumulatif) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2015. Selain itu, terdapat 18 paket proyek infrastruktur yang gagal dilelang akibat penundaan penyaluran anggaran tersebut.
Memasuki triwulan IV 2016, pengeluaran konsumsi diperkirakan meningkat baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga akan didorong oleh kegiatan perdagangan jelang perayaan Natal dan Tahun Baru serta penerimaan tunjangan hari raya. Beberapa faktor pendorong lainnya yaitu terkendalinya laju inflasi dan terjaganya tingkat pendapatan masyarakat oleh perbaikan produksi perkebunan. Selain itu, kinerja pariwisata Sulawesi Utara berupa peningkatan kunjungan wisman dan maraknya penyelenggaraan kegiatan MICE dan festival hiburan budaya turut mendorong peningkatan konsumsi. Kegiatan MICE pada triwulan IV 2016 antara lain Festival Internasional Pesona Selat Lembeh dan Apresiasi Film Indonesia pada bulan Oktober dan ada juga Christmas Festival pada bulan Desember 2016.
Sementara itu, melemahnya konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh faktor base effect pergeseran perayaan hari raya Idul Fitri.
4
Optimisme tersebut tercermin dari keyakinan konsumen yang masih tinggi dan cenderung meningkat. Sementara itu, meskipun ada penundaan penyaluran anggaran, konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 akan meningkat sebagaimana pola seasonalnya pada akhir tahun seiring dengan percepatan pembangunan dan penyelesaian proyek infrastruktur. Hal tersebut didukung oleh koordinasi antar satuan kerja, evaluasi dan pengawasan realisasi anggaran di daerah. Pencairan dana desa tahap II (40% dari total) yang telah dilakukan pada triwulan III 2016 juga akan menjadi menambah konsumsi pemerintah pada akhir tahun. Adapun tantangan yang perlu diperhatikan yaitu masalah pembebasan lahan yang sering terjadi yang dapat memperlambat proses pembangunan dan penyelesaian infrastruktur. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi yaitu relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah yang terealisasi hingga triwulan III 2016.
gedung pusat perbelanjaan di Sulawesi Utara memasuki tahap akhir, sementara pada triwulan III 2016 investasi relatif normal. Di sisi pemerintah, realisasi belanja modal anggaran APBD Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan investasi juga tercermin dari pengadaan semen di Sulawesi Utara yang menurun pada triwulan III 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel I.2. Realisasi Belanja Modal APBD Sulut APBD Sulawesi Utara
I-2016
Realisasi Belanja Modal Akumulatif
II-2016
III-2016
Satuan
68,349 279,485 481,066 Rp Juta
Realisasi Belanja Modal Triwulanan
68,349 211,136 201,582 Rp Juta
Rencana atau Pagu Belanja Modal
744,468 744,468 744,468 Rp Juta
% Realisasi Triwulanan terhadap Pagu
9.2%
28.4%
27.1%
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
Grafik I.4. Penjualan Semen di Sulut 250,000
0.4
200,000
0.3 0.2
150,000
0.1 100,000
0
50,000
Sepanjang tahun 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015, sedangkan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2015. Peningkatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh meningkatnya daya beli yang didorong oleh kenaikan UMP pada tahun 2016 menjadi Rp2,4 juta per bulan (dari Rp2,150 juta). Di sisi lain, tingkat inflasi yang relatif terkendali dan adanya penurunan harga BBM pada tahun 2016 menjadi penopang peningkatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami perlambatan pertumbuhan seiring dengan penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah. 1.1.2. Investasi (PMTB) Melemahnya kinerja investasi terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan investasi bangunan. Perlambatan tersebut terjadi pada sisi swasta dan pemerintah. Di sisi swasta, faktor base effect menjadi penyebab utama perlambatan. Pada triwulan III 2015, realisasi investasi pembangunan salah satu
-0.1
-
-0.2 I
II
III
IV
I
2014 Penjualan Semen (Ton)
II
III
2015
IV
I
II
III
2016 % Penjualan Semen
Sumber: Kemenperin dan Kemendag, diolah
Investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan IV 2016. Meningkatnya kinerja investasi terutama akan didorong oleh belanja modal dari APBD yang diperkirakan semakin meningkat pada akhir tahun. Realisasi belanja dimaksud terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Adapun tantangan pada akhir tahun 2016 yaitu penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah, namun demikian dengan komitmen pemerintah daerah untuk terus melakukan pembangunan infrastruktur, diperkirakan penundaan anggaran tersebut tidak akan terlalu berdampak negatif. Di sisi lain, pemerintah juga terus berupaya melakukan perbaikan iklim investasi khususnya terkait dengan perizinan usaha. Sementara itu, terdapat indikasi peningkatan investasi swasta seiring dengan turunnya tingkat suku bunga kredit. Di lapangan usaha properti juga 5
diperkirakan meningkat seiring dengan adanya pelonggaran kebijakan makroprudensial terkait down payment pembayaran rumah atau LTV. Peningkatan investasi oleh pelaku usaha tersebut terindikasi oleh hasil liaison Bank Indonesia.
2016. Perlambatan impor disebabkan oleh turunnya impor barang modal khususnya mesin-mesin. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan investasi Sulawesi Utara. Adapun nilai impor Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 sebesar USD 23,9 juta.
Melihat perkembangan terkini, pertumbuhan investasi tahun 2016 diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2015. Perlambatan investasi terutama disebabkan oleh perlambatan konsumsi pemerintah akibat penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah. Selain itu, investasi swasta secara keseluruhan tahun 2016 juga belum mampu menandingi nilai investasi swasta tahun 2015 dimana terdapat investasi yang cukup besar untuk pembangunan gedung perbelanjaan terbesar di Sulawesi Utara.
Hasil liaison Bank Indonesia menunjukkan bahwa kinerja ekspor Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan menurun. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh masih lemahnya pertumbuhan industri Sulawesi Utara. Guna mendorong ekspor, baik pemerintah maupun Bank Indonesia terus mendorong peningkatan industrialisasi dan hilirisasi di Sulawesi Utara melalui penelitian dan kajian serta pembentukan klaster yang berorientasi pada pengolahan komoditas pertanian. Selain itu, Pemerintah Daerah melakukan misi dagang ke beberapa negara untuk perluasan ekspor. Namun, tantangan perolehan bahan baku SDA perlu menjadi perhatian utama sebelum masuk ke jenjang industrialisasi dan hilirisasi.
1.1.3. Ekspor-Impor Membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2016. Perbaikan harga komoditas Coconut Oil yang merupakan komoditas ekspor utama Sulawesi Utara menjadi faktor pendukung perbaikan ekspor. Di samping itu, perbaikan ekspor juga ditopang oleh meningkatnya kinerja industri pengolahan seiring dengan peningkatan produksi kelapa. Nilai ekspor Sulawesi Utara nonmigas pada triwulan III 2016 sebesar USD 223,14 juta dengan pangsa terbesar didominasi oleh lemak & minyak hewan/nabati sebesar 65%. Grafik I.X. Perkembangan Harga CNO 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 -
80%
60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Harga CNO (USD/MT)
I
II
III IV
2015
I
II
III
2016
Pertumbuhan Harga CNO
Sumber: World Bank, diolah
Kegiatan ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016 diperkirakan membaik dibandingkan tahun 2015. Perbaikan ekspor didukung oleh sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, perbaikan ekspor didorong oleh peningkatan produksi komoditas perkebunan sehingga pasokan bahan baku industri juga meningkat. Dari sisi eksternal, perbaikan ekspor didorong oleh membaiknya harga komoditas dunia khususnya harga CNO yang merupakan komoditas ekspor utama Sulawesi Utara. 1.2.
PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Di sisi permintaan, melambatnya ekonomi Sulawesi Utara dipengaruhi oleh perlambatan lapangan usaha administrasi pemerintahan dan konstruksi. Sebagai informasi, ekonomi di Sulawesi Utara didominasi oleh lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha besar lainnya yaitu konstruksi dan perdagangan.
Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara mengalami perlambatan pada triwulan III 6
Tabel I.X. PDRB – Kinerja Lapangan Usaha PERTUMBUHAN (% YOY) II 2016 III 2016 2.11 4.08 0.81 0.81 (1.23) 1.82 30.18 27.07 1.44 6.31 9.86 6.23 7.91 7.23 8.47 9.94 8.49 17.80 8.94 9.86 21.09 14.82 6.90 7.31 6.36 6.86 8.76 1.47 7.48 1.34 6.82 9.89 7.87 9.94 6.14 6.01
PANGSA (%) 20.89 4.65 9.74 0.11 0.13 13.12 12.80 8.75 2.46 4.72 3.91 3.72 0.08 6.92 2.54 3.84 1.61
KOMPONEN PENGGUNAAN Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es Air, Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB
Sumber: BPS
1.2.1. Pertanian Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan III 2016, lapangan usaha pertanian menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara. Akselerasi pertumbuhan kinerja lapangan usaha pertanian terutama didorong oleh peningkatan usaha perkebunan dengan komoditas utama kelapa, pala dan cengkih didukung oleh perbaikan kondisi cuaca pada tahun 2016 pasca El Nino tahun 2015. Khusus cengkih, pada triwulan III 2016, komoditas tersebut mengalami musim panen raya. Selain usaha perkebunan, peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian juga didukung oleh membaiknya produksi tanaman pangan dan tanaman holtikultura pada tahun 2016, khususnya tanaman pangan seperti beras mengalami musim panen pada triwulan III 2016. Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian tersebut selanjutnya mendorong peningkatan kinerja lapangan usaha industri pengolahan dan perbaikan kinerja ekspor Sulawesi Utara. Grafik I.X. Perkembangan Produksi Kelapa 80,000
15%
70,000
10%
60,000
5%
50,000
0%
40,000
-5%
30,000
-10%
20,000
-15%
10,000
-20%
-
-25% I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Produksi Kelapa (Ton)
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
% Pertumbuhan Produksi
Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, lapangan usaha pertanian diperkirakan akan kembali terakselerasi pada triwulan IV 2016. Pendorong utama akselerasi lapangan usaha pertanian masih dari lapangan usaha perkebunan yang didukung oleh perbaikan kondisi cuaca. Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia terus melakukan berbagai program dalam rangka mendukung produksi perkebunan yaitu melalui peremajaan dan bantuan penyaluran bibit di berbagai kabupaten-kota di Sulawesi Utara. Selain lapangan usaha perkebunan, lapangan usaha perikanan diperkirakan juga turut mendorong meningkatnya lapangan usaha pertanian seiring dengan membaiknya ketersediaan bahan baku ikan. Hal tersebut didukung oleh upaya Pemerintah Daerah dalam bidang perikanan antara lain pemberian bantuan pengadaan kapal, perbaikan dan pengembangan pelabuhan, serta pelatihan dan bantuan saran prasarana. Namun demikian, terdapat risiko dan tantangan yang berpotensi menghambat kinerja pertanian seperti potensi La Nina, alih fungsi lahan dan kendala perolehan izin pelabuhan bagi kapal penangkap ikan. Sepanjang tahun 2016, lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Peningkatan terutama didorong oleh perbaikan cuaca pasca El Nino tahun 2015. Perbaikan cuaca mendorong peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Adapun pada tahun 2015 pertanian tanaman pangan dan perkebunan banyak yang mengalami gagal panen akibat El Nino. 1.2.2. Konstruksi Pada triwulan III 2016, lapangan usaha konstruksi tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan II 2016. Hal tersebut sejalan dengan penurunan realisasi belanja modal dari APBD sebagai dampak penundaan penyaluran anggaran dari pusat ke daerah. Sementara itu, sektor swasta juga masih bersikap wait and see dalam melakukan pembangunan atau investasi 7
atau ekspansi usaha. Perlambatan lapangan usaha konstruksi terkonfirmasi dari penurunan impor barang material konstruksi dan penjualan semen di Sulawesi Utara. Selanjutnya, perlambatan kinerja konstruksi tersebut berpengaruh pada perlambatan investasi di Sulawesi Utara. Grafik I.X. Impor Barang Material Konstruksi 12
2
10
1.5
8
1
6
0.5
4
0
2 0
-0.5 I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
Nilai Impor Barang Material Konstruksi (USD Juta) % Pertumbuhan
Sumber: BPS, diolah
Memasuki triwulan IV 2016, kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan akan meningkat. Optimisme tersebut ditopang oleh realisasi belanja modal Pemerintah Daerah yang semakin intensif memasuki akhir tahun. Realisasi anggaran tersebut khususnya untuk pembangunan proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol Manado-Bitung, kawasan ekonomi khusus Bitung, pengembangan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub, pembangunan infrastruktur kelistrikan, bendungan dan jalan-jalan strategis serta proyek lainnya. Di sektor swasta, pelonggaran kebijakan makroprudensial yaitu aturan down payment atau LTV kredit kepemilikan rumah akan menopang pertumbuhan kinerja konstruksi. Paket Ekonomi Jilid XIII tentang penurunan BPHTB dari 5% menjadi 2,5% diperkirakan juga mendorong kinerja konstruksi. Selain itu, tren penurunan suku bunga juga diperkirakan turut mendorong kinerja konstruksi. Hal-hal tersebut terindikasi oleh Indeks Penjualan Riil Barang Konstruksi oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi akan mendorong meningkatnya investasi di Sulawesi Utara. Guna mencapai pertumbuhan tersebut, masalah pembebasan lahan yang sering menjadi kendala dalam pembangunan
perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan terkait. Pada tahun 2016, kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2015. Perlambatan tersebut terjadi seiring dengan perlambatan pada konsumsi pemerintah dan investasi akibat penundaan penyaluran anggaran dari pusat ke daerah. Konstruksi swasta juga tumbuh melambat yang dipengaruhi oleh base effect adanya pembangunan gedung perbelanjaan pada tahun 2015. 1.2.3. Perdagangan Lapangan usaha perdagangan merupakan salah satu lapangan usaha yang juga tumbuh melambat pada triwulan III 2016. Perlambatan tersebut sejalan dengan melambatnya konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh faktor base effect pergeseran perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu, penurunan harga BBM dan tarif angkutan umum pada awal triwulan II 2016 menjadi faktor base effect perlambatan konsumsi pada triwulan III 2016. Perlambatan konsumsi tercermin dari perlambatan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Sulawesi Utara. Grafik I.X. Jumlah Kendaraan Bermotor 268,000 266,000 264,000 262,000 260,000 258,000 256,000 254,000 252,000 250,000 248,000 246,000
8.60%
8.40% 8.20% 8.00% 7.80%
7.60% 7.40% Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
2016 Jumlah Kendaraan Bermotor
Pertumbuhan
Sumber: UPTD Samsat Manado, diolah
Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha perdagangan diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan terutama akan didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Terjaganya tingkat pendapatan masyarakat di tengah inflasi yang terkendali didukung oleh lapangan usaha primer 8
khususnya pertanian, juga diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja perdagangan. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh tren penurunan suku bunga dan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. Grafik I.X. Perkembangan Lapangan Usaha Perdagangan (Saldo Bersih Tertimbang) 8
informasi dari pelaku usaha industri pengolahan CNO bahwa produksinya membaik pada triwulan III 2016. Di sisi pembiayaan, peningkatan kinerja industri juga tercermin pada membaiknya kredit industri pengolahan. Industri di Sulawesi Utara tersebut didominasi oleh industri makanan dan minuman dengan pangsa dalam PDRB sebesar 84%, yang didominasi oleh pengolahan kelapa.
6
Grafik I.X. Pertumbuhan Produksi Industri Besar dan Sedang (%)
4
2 8
III
-2
-4 -6
2013
2014
2015
IV Proyeksi
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
0
2016
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank Indonesia
60
50
6
40 4
30
2
20 10
0
-2
I
II
III
IV
I
II
2014
-4
III
IV
I
II
2015
III
0 -10
2016
-20
Pertumbuhan Produksi Industri Besar dan Sedang (%)
Kinerja lapangan usaha perdagangan diperkirakan meningkat pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Peningkatan kinerja didorong oleh berbagai faktor. Terjaganya sumber pendapatan seiring dengan peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian dan terkendalinya tingkat inflasi menjadi faktor pendorong kinerja lapangan usaha. Pada tahun 2016, UMP Sulawesi Utara juga meningkat cukup signifikan dari Rp2,150 juta menjadi Rp2,4 juta per bulan. Selain itu, tren penurunan suku bunga juga menjadi faktor lain pendorong kinerja perdagangan. 1.2.4. Industri Pengolahan Pada triwulan III 2016, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh positif setelah mengalami kontraksi pada triwulan II 2016. Sejalan dengan perbaikan ekspor, pertumbuhan positif kinerja industri didorong oleh sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, pendorong utama yaitu meningkatnya produksi kelapa sebagai bahan baku industri. Sementara dari sisi eksternal, pendorong utamanya adalah peningkatan harga komoditas Coconut Oil (CNO) dunia. Hal tersebut terkonfirmasi dari peningkatan jumlah produksi industri di Sulawesi Utara baik besar, sedang, kecil maupun mikro, serta
Pertumbuhan Kredit Industri Pengolahan (%)
Sumber: BPS
Grafik I.X. Produksi CNO & Kredit Industri 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 -
250% 200% 150% 100% 50% 0% -50%
-100% I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Produksi CNO (MT)
I
II
III IV
2015
I
II
III
2016
Pertumbuhan Produksi CNO
Sumber: Pelaku Usaha dan Bank Indonesia, diolah
Memasuki triwulan IV 2016, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan. Selain didorong oleh peningkatan ketersediaan bahan baku kelapa serta berlanjutnya perbaikan harga jual komoditas dunia, kinerja lapangan usaha industri pengolahan juga akan didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Hasil liaison Bank Indonesia mengkonfirmasi bahwa kinerja industri pengolahan akan meningkat pada triwulan IV 2016. Di sisi lain, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia terus berupaya mendorong pertumbuhan lapangan usaha ini. Upaya tersebut antara lain melalui upaya peremajaan kelapa dan cengkih, penjajakan 9
ekspansi pasar dunia, pembangunan infrastruktur, pengembangan UMKM dan penyusunan riset serta penelitian-penelitian terkait industri. Namun demikian, keseluruhan tahun 2016, lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan mengalami perlambatan kinerja dibandingkan tahun 2015. Perlambatan terutama disebabkan oleh belum membaiknya suplai pasokan bahan baku perikanan tangkap. Berdasarkan informasi anekdotal, lapangan usaha perikanan masih kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku dimana rata-rata pasokan bahan baku ikan tahun 2016 hanya sebanyak 90 ton/hari, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 250 ton/hari. Hal itu berdampak pada penurunan jumlah unit pengolahan ikan (UPI) dan aktivitas operasional UPI hanya pada hari Senin dan Kamis. Adaptasi usaha perikanan tangkap di Sulawesi Utara terhadap aturan pemberantasan ilegal fishing relatif lambat sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan ikan yang menjadi bahan baku bagi industri pengolahan. 1.2.5. Transportasi Lapangan usaha transportasi tumbuh meningkat pada triwulan III 2016. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya kinerja angkutan udara seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Sulawesi Utara. Hal tersebut tercermin dari peningkatan arus kedatangan penumpang di bandara Sam Ratulangi Manado. Di samping itu, peningkatan didorong juga oleh kinerja angkutan laut dan darat. Sebagai informasi, lapangan usaha transportasi di Sulawesi Utara didominasi oleh angkutan darat dengan pangsa sebesar 55,23% dalam PDRB, kemudian diikuti oleh angkutan udara (25,97%) dan angkutan laut (15,43%).
Grafik I.X. Arus Penumpang di Bandara 400,000
40%
350,000
30%
300,000
20%
250,000
10%
200,000
0%
150,000
-10%
100,000
-20%
50,000
-30%
-
-40%
I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
I
II
III
2016
Penumpang Datang (orang)
Penumpang Berangkat (orang)
Pertumbuhan Penumpang Datang
Pertumbuhan Penumpang Berangkat
Sumber: PT Angkasa Pura I (Persero), diolah
Hasil liaison menunjukkan bahwa kinerja lapangan usaha transportasi diperkirakan akan meningkat pada triwulan IV 2016. Peningkatan kinerja tersebut terutama akan didorong oleh berlanjutnya kedatangan wisatawan mancanegara khususnya dari Tiongkok ke Sulawesi Utara seiring dengan penambahan jumlah flight. Bandara Sam Ratulangi sendiri juga telah diizinkan untuk beroperasi selama 24 jam sehari. Bandara Miangas yang baru selesai dibangun dan mulai beroperasi pada triwulan IV 2016 juga akan menjadi pendorong lapangan usaha transportasi. Selain itu, mobilitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong peningkatan kinerja transportasi. Hal tersebut juga sejalan dengan prakiraan peningkatan kinerja perdagangan pada triwulan IV 2016. Adapun lapangan usaha transportasi ke depan akan sangat terbantu dengan berbagai pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Daerah seperti jalan tol Manado-Bitung, jalan strategis lainnya, pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub, dan pembangunan bandara di berbagai daerah. Kinerja lapangan usaha transportasi pada tahun 2016 tumbuh meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2015. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh program Pemerintah Daerah dalam peningkatan jumlah wisatawan mancanegara. Untuk mendorong hal tersebut, Pemerintah Daerah membuka penerbangan internasional langsung dari beberapa kota di Tiongkok ke Sulawesi Utara. Selain itu, adanya pembukaan layanan oleh maskapai baru pada akhir tahun 2015 yang menyebabkan peningkatan pada tahun 2016 10
menjadi pendorong pertumbuhan kinerja lapangan usaha transportasi. 1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya Pada triwulan III 2016, kinerja 12 lapangan usaha lainnya bervariasi. Terdapat 4 lapangan usaha tumbuh melambat, sementara 8 lapangan usaha lainnya tumbuh meningkat. Perlambatan 4 lapangan usaha tertinggi dialami lapangan usaha administrasi pemerintahan. Melambatnya lapangan usaha tersebut merupakan dampak penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah sehingga realisasi belanja mengalami penurunan. Sementara itu, dari 8 lapangan usaha yang tumbuh meningkat, lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi penahan laju perlambatan ekonomi triwulan III 2016. Kinerja penyediaan akomodasi dan makan minum meningkat seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulawesi Utara. Pada triwulan IV 2016, kinerja administrasi pemerintahan dan penyediaan akomodasi dan makan minum diperkirakan akan tumbuh meningkat. Peningkatan kinerja administrasi pemerintahan didorong oleh realisasi belanja Pemerintah yang semakin intensif pada akhir tahun. Sementara itu, program Pemerintah Daerah yang terus menggenjot pariwisata akan mendorong kedatangan wisatawan mancanegara yang signifikan pada triwulan IV 2016. Upaya mendorong pariwisata Sulawesi Utara telah dilakukan Pemerintah Daerah melalui program peningkatan wisman dengan penyelenggaraan berbagai kegiatan atau festival pariwisata (pada bulan Oktober telah
diselenggarakan Apresiasi Film Indonesia dan Festival Selat Lembeh di Manado) dan pembukaan penerbangan internasional langsung dari Tiongkok. Grafik I.X. Jumlah Kunjungan Wisman 25,000
300
20,000
200
15,000
100
10,000
-
5,000 -
-100 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2013
2014
2015
Jumlah Wisman (org)
II III 2016
% Pertumbuhan
Sumber: BPS, diolah
Pada tahun 2016, kinerja administrasi pemerintahan diperkirakan melambat dibandingkan tahun 2015, sedangkan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan minum diperkirakan tumbuh meningkat. Perlambatan kinerja administrasi pemerintahan seiring dengan penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah. Sementara itu, peningkatan kinerja penyediaan akomodasi makan dan minum didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara yang signifikan. Prakiraan jumlah wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara pada tahun 2016 sebanyak 30.000 orang, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2015 yang tercatat hanya sebanyak 19.465 orang. Adapun hingga September 2016, jumlah wisman tercatat sebanyak 28.743 orang. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh maraknya perayaan MICE, festival budaya dan kegiatan lainnya di Sulawesi Utara pada tahun 2016.
11
Box I. Peningkatan Signifikan Kunjungan Wisman Di tengah lemahnya perekonomian baik global maupun nasional, Pemerintah Sulawesi Utara mendorong pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pariwisata dianggap dapat menjadi lokomotif utama penggerak ekonomi di tengah harga komoditas yang tak menentu, pasar keuangan yang cenderung tidak pasti, penerimaan negara yang terbatas dan tentunya pelemahan ekonomi global seiring lambatnya permintaan. Langkah pemerintah daerah untuk mendorong pariwisata tidak terlepas dari potensi yang dimiliki oleh Sulawesi Utara. Sulawesi Utara memiliki banyak dan beragam lokasi wisata baik wisata bahari, wisata alam pegunungan maupun wisata buatan. Lebih dari 50 lokasi wisata yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Langkah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk mendorong pariwisata terbukti berhasil. Pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun 2015. Jumlah wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara sepanjang Januari hingga September 2016 tercatat sebanyak 28.743 orang, bertambah sebanyak 13.142 orang atau naik 84,24% (yoy) dari jumlah kunjungan wisman pada Januari hingga September 2015 yang tercatat sebanyak 15.601 orang. Jumlah kunjungan wisman tersebut masih akan bertambah hingga 30.000 orang sebagaimana target Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk mendatangkan jumlah wisman sebanyak angka tersebut. Wisatawan asal China mendominasi kunjungan wisman ke Daerah Maskapai Penerbangan Keterangan Penumpang Citilink 4 Charter Flight 327 Sulawesi Utara. Dari total kunjungan wisman sebanyak 28.743 Chengdu Chongqing Lion Air 11 Charter Flight 2.071 orang, wisman asal China menyumbang sebesar 65% atau Guangzhou Lion Air 10 Charter Flight 3.211 Sriwijaya 9 Charter Flight 18.807 orang. Setelah China, Singapura menjadi negara kedua Hong Kong Citilink 12 Charter Flight 1.366 penyumbang wisman yaitu sebanyak 1.712 orang atau sebesar Nanchang Sriwijaya 6 Charter Flight 985 Lion Air 11 Charter Flight 2.068 6%. Tingginya jumlah wisman asal China didorong oleh program Wuhan Changsha Lion Air 11 Charter Flight 1.504 pemerintah daerah yang membuka penerbangan langsung Macau Lion Air 29 Charter Flight 5.194 Singapura Silk Air 48 Reguler Flight 5.279 internasional berupa charter flight dari China ke Sulawesi Utara dan sebaliknya. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah berhasil membuat Bandara Internasional Sam Ratulangi menjadi bandara tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) dengan bebas visa 169 negara pada triwulan II 2016. Dalam pengembangannya, sektor pariwisata di Sulawesi Utara masih dihadapi dengan berbagai tantangan dan kendala. Salah satu kendala utama yaitu ketidakmampuan tour guide dan masyarakat di Sulawesi Utara dalam berbahasa China. Di sisi dampak ekonominya, peningkatan kunjungan wisman belum dapat dihitung dengan akurat. Belum tersedia suatu indikator atau alat ukur yang tepat seperti PDRB satellite sektor pariwisata. Saat ini, diperkirakan kunjungan wisman ke Sulawesi Utara menyumbang sekitar Rp280 miliar atau tiap 1 wisman menghabiskan sekitar Rp10 juta selama berada di Sulawesi Utara. Namun, jumlah tersebut tidak memperhitungkan multiplier effect ke berbagai lapangan usaha ekonomi lainnya. Namun demikian, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank Indonesia dan seluruh stakeholders lainnya terus berupaya mendorong perbaikan pada sektor pariwisata. Pemerintah daerah terus menggenjot penyelenggaraan kegiatan MICE (meeting, incentive, convention & exhibition) di Sulawesi Utara. Pada akhir tahun 2016, perayaan Christmas Festival menjadi salah satu kegiatan besar yang akan diselenggarakan di Sulawesi Utara. Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor pariwisata semakin ditingkatkan oleh pemerintah. Dari sektor swasta, para stakeholders juga giat menggali ide pengembangan pariwisata melalui berbagai rapat koordinasi dan focus group discussion. Khusus perbankan, berbagai bentuk corporate social responsibility (CSR) ditujukan pada lokasilokasi pariwisata di Sulawesi Utara. Sementara itu, Bank Indonesia sebagai inisiator pendorong sektor pariwisata melalui kegiatan bersih-bersih Pulau Bunaken dan bantuan pemberian kapal sampah ke Pulau Bunaken, juga terus melakukan penelitian dan kajian dalam rangka mendorong pariwisata.
12
Bab II. Keuangan Pemerintah Total anggaran belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016 mencapai Rp23,75 triliun yang terbagi pada APBN, APBD Provinsi dan APBD Kab/Kota. Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup oleh Kota Manado. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki anggaran belanja APBD kabupaten/kota terendah. Ketiga sumber belanja fiskal mengalami peningkatan realisasi pada triwulan III 2016. Pada triwulan III 2016, realisasi APBN sebesar 57,2%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 34,4%. Realisasi APBD Provinsi tercatat sebesar 61,82% pada triwulan III 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun lalu yang tercatat sebesar 54,85%. Sementara itu, realisasi APBD kabupaten/kota di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 51,65%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 34,89%. Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan risiko pada realisasi belanja anggaran di Sulawesi Utara. Dari sisi eksternal, penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam pembangunan infrastruktur. Sementara itu, masalah pembebasan lahan juga menjadi tantangan tersendiri yang menyebabkan realisasi belanja tanah relatif rendah khususnya pembebasan lahan jalan tol Manado-Bitung.
2.1.
STRUKTUR ANGGARAN
Komponen keuangan pemerintah daerah di Sulawesi Utara terdiri dari tiga unsur, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan di Sulawesi Utara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, dan APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Total anggaran belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016 mencapai Rp23,75 triliun yang terdiri dari belanja APBD kab/kota sebesar Rp13,06 triliun (pangsa 54,1%), belanja APBN sebesar Rp8,02 triliun (pangsa 33,2%) dan belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp3,06 triliun (pangsa 12,7%). Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup oleh Kota Manado yang mencapai Rp1,86 triliun. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki anggaran belanja APBD kabupaten/kota terendah yaitu sebesar Rp220 miliar.
Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan risiko pada realisasi belanja anggaran di Sulawesi Utara. Dari sisi eksternal, penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam pembangunan infrastruktur. Sementara itu, masalah pembebasan lahan juga menjadi tantangan tersendiri yang menyebabkan realisasi belanja tanah relatif rendah khususnya pembebasan lahan jalan tol Manado-Bitung. 2.2.
REALISASI APBN DI SULUT
Realisasi belanja APBN Sulawesi Utara sampai dengan triwulan III 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2016, realisasi APBN sebesar 57,2%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 34,4%. Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi tertinggi dicapai oleh belanja pegawai dengan realisasi 13
sebesar 73,3% yang didorong oleh pembayaran gaji ke-13 dan ke-14. Adapun berdasarkan struktur anggarannya, belanja barang memiliki pangsa paling tinggi yaitu sebesar 39% dari total pagu anggaran belanja. Tabel II.1. Pagu dan Realisasi APBN Sulut Data Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial Total
Pagu 2,328,774,253,000 3,128,539,890,000 2,557,601,198,000 14,718,110,000 8,029,633,451,000
Realisasi % Realisasi 1,707,629,814,363 73.3% 1,762,131,960,942 56.3% 1,120,334,019,336 43.8% 6,553,291,400 44.5% 4,596,649,086,041 57.2%
Sumber: DJPBN Sulut, diolah
2.3.
REALISASI APBD SULUT
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 5,31% (yoy) dibandingkan tahun 2015. Peningkatan terutama didorong oleh naiknya belanja operasional dan transfer sebesar 8,99% (yoy). Sedangkan, anggaran belanja modal mengalami penurunan sebesar -5,72% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan jumlah anggaran belanja modal menunjukkan bahwa masih terdapat ruang perbaikan lebih baik dalam rangka pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Penyerapan belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara sampai dengan triwulan III 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2015. Realisasi APBD tercatat sebesar 61,82% pada triwulan III 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun lalu yang tercatat sebesar 54,85%. Realisasi belanja hingga triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1,89 triliun dari total anggaran belanja sebesar Rp3,06 triliun. Peningkatan realisasi belanja APBD terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal. Belanja modal mencatat realisasi sebesar 64,62% pada triwulan III 2016, lebih tinggi dari realisasi triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 49,34%. Peningkatan tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam pembangunan infrastruktur di Sulut. Berbagai infrastruktur strategis atau mega proyek yang dibangun di Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan Kuwil dan Lolak,
pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub port dan infrastruktur lainnya. Selain itu, percepatan pelaksanaan lelang proyek dan monitoring pencapaian target realisasi secara menjadi pendorong peningkatan realisasi belanja modal. Sementara itu, belanja operasional dan transfer tercatat realisasi sebesar 61,17%, lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 56,91%. Dari realisasi tersebut, terdapat sisa atau surplus anggaran belanja sampai dengan triwulan III 2016 sebesar Rp1,16 triliun. Grafik II.1. Realisasi Belanja Triwulan III 70% 60% 50% 40%
30% 20%
10% 0% III 2013 Total Belanja
III 2014
III 2015
Belanja Operasional + Transfer
III 2016 Belanja Modal
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
2.4.
APBD KABUPATEN/KOTA DI SULUT
Realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota Sulawesi Utara sampai dengan triwulan III 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2016, realisasi APBD sebesar 51,65%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai 34,89%. Secara spasial, realisasi tertinggi disumbang oleh Kota Bitung yang tercatat sebesar 78,88%. Tingginya realisasi Kota Bitung didorong oleh realisasi belanja jalan, irigasi dan jaringan yang tercatat signifikan sebesar 164,61% sehingga belanja modal mencatat realisasi sebesar 122,75%. Belanja tersebut terutama digunakan untuk pembebasan lahan dan pembangunan jalan tol Manado-Bitung khususnya, ruas II di wilayah Bitung. Sementara itu, Kabupaten Minahasa Tenggara mencatat realisasi belanja terendah yaitu sebesar 7,56%.
14
Tabel II.2. Realisasi Belanja Triwulan III 2016 Kab/Kota Kota Manado Kota Bitung Kota Tomohon Kota Kotamobagu Kab. Minahasa Kab. Minahasa Selatan Kab. Minahasa Tenggara Kab. Minahasa Utara Kab. Bolaang Mongondow Kab. Bolmong Utara Kab. Bolmong Selatan Kab. Bolmong Timur Kab. Kep. Sitaro Kab. Kep. Sangihe Kab. Kep. Talaud TOTAL
Realisasi Belanja Operasi Modal TOTAL 87.3 12.7 50.9 75.7 24.3 78.9 80.9 19.1 57.5 79.2 20.8 49.6 83.6 16.4 56.8 78.1 21.9 57.3 43.1 56.6 7.6 82.8 17.2 53.0 87.5 12.4 60.1 77.3 22.6 52.9 72.5 27.4 52.5 79.7 20.3 44.7 73.7 26.2 59.6 91.8 8.2 48.5 83.0 17.0 58.3 81.5 18.5 51.7
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
15
Bab III. Perkembangan Inflasi Daerah Memasuki triwulan III, tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Manado mengalami penurunan signifikan sehingga berada di bawah level Nasional dan terendah di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Inflasi Sulut pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 2,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 3,67% (yoy). Inflasi Sulut pada triwulan laporan berhasil berada pada level yang lebih rendah dibanding inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tercatat sebesar 3,21% (yoy), maupun inflasi Nasional yang sebesar 3,07% (yoy). Level inflasi triwulan laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi Sulut mencapai 9,35% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut dibanding triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh melandainya inflasi volatile food, seiring pasokan yang relatif terjaga dan masuknya periode panen raya beras di akhir triwulan II 2016 sehingga pasokan melimpah hingga triwulan III 2016. Sementara, inflasi administered prices tercatat sedikit meningkat dibanding triwulan lalu akibat pengaruh peningkatan harga listrik dan angkutan udara. Di sisi lain, inflasi inti tercatat relatif stabil. Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Sulut diperkirakan meningkat sesuai dengan pola musimannya, terutama pada periode November dan Desember. Tekanan permintaan jelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2017 serta kondisi cuaca yang kurang mendukung diperkirakan menjadi faktor pendorong laju inflasi secara bulanan. Namun demikian, inflasi tahunan Sulut pada akhir 2016 diperkirakan akan berada pada level yang jauh lebih rendah dibanding 2015, mengingat rendahnya tekanan administered prices dan relatif stabilnya harga komoditas bumbu-bumbuan di sepanjang tahun. Koordinasi pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 terus diperkuat. Beberapa rapat koordinasi mulai tingkat Kab/Kota, Provinsi, Regional (KTI) telah dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan Presiden pada Rakornas VII TPID 2016. Fokus pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 di Sulawesi Utara adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga di akhir tahun serta memastikan ketersediaan barang-barang strategis. Gerakan Rica Rumah sebagai program unggulan TPID 2016 dan pengembangan cluster cabai rawit juga terus digalakan melalui pembagian 15 ribu bibit cabai kepada rumah tangga di Kota Manado, Kab. Minahasa dan Kab. Kepulauan Sitaro. Arah pengendalian inflasi Sulawesi Utara senantiasa mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulut 2016-2019, yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Pembina TPID Provinsi (Gubernur Sulawesi Utara) dan Ketua TPID Provinsi (Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara) pada Oktober 2016.
16
3.1.
PERKEMBANGAN INFLASI
3.1.1. Inflasi Tahunan Sampai dengan triwulan III 2016, sumbangan terbesar pada inflasi tahunan Sulut masih disumbang oleh kelompok Bahan Makanan. Namun, relatif stabilnya harga komoditas bumbu-bumbuan seiring dengan lancarnya pasokan membuat besaran kontribusi inflasi bahan makanan mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, kelompok lain relatif mengalami inflasi yang cukup rendah.
No
Kelompok
2014 Q1
Q2
2015 Q3
Q4
Q1
Q2
2016 Q3
Q4
Q1
1
Bahan Makanan
0.86
2.00
0.61
2.58
2.46
2.39
3.16
3.17
2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
0.45
0.39
0.58
0.77
0.86
0.88
0.90
3
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.28
2.24
1.97
3.13
2.48
2.38
1.98
4
Sandang
0.16
0.22
0.13
0.14
0.12
0.14
5
Kesehatan
0.11
0.12
0.14
0.17
0.19
6
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0.12
0.16
0.16
0.17
7
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
1.71
1.13
0.42
5.67
6.26
4.00
Umum
Q2
Q3
2.93
2.98
1.31
0.81
0.55
0.62
0.43
0.64
-0.02
0.02
0.21
0.16
0.12
0.14
0.11
0.11
0.19
0.16
0.12
0.09
0.07
0.11
0.17
0.15
0.30
0.24
0.23
0.21
0.06
2.72
1.71
2.60
2.68
0.46
0.97
-0.32
0.05
9.67
7.99
8.73
9.34
5.56
4.90
3.67
2.28
Inflasi kelompok bahan makanan cukup terkendali pada triwulan laporan dan mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2016, inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 5,81% (yoy) sehingga memberikan kontribusi 1,31% terhadap tingkat inflasi tahunan Sulut. Angka tersebut jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dimana inflasi bahan makanan tercatat sebesar 13,43% (yoy). Melandainya inflasi dipengaruhi oleh masuknya masa panen raya di tengah normalisasi permintaan pasca Idul Fitri di awal triwulan. Cukup lancarnya pasokan kebutuhan pokok terutama bumbu-bumbuan seiring mendukungnya kondisi cuaca, juga menyebabkan inflasi kelompok ini mengalami penurunan. Kelompok lain yang tercatat memberi sumbangan cukup besar pada inflasi tahunan Sulut pada triwulan laporan adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 2,65% (yoy) sehingga memberi sumbangan sebesar 0,43% pada inflasi tahunan Sulut. Namun, level
inflasi tersebut sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya dipengaruhi koreksi harga gula pasir, sejalan dengan perkembangan harga internasional maupun pergerakan kurs. Di sisi lain, beberapa kelompok seperti perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar dan transportasi, komunikasi & jasa keuangan tercatat mengalami peningkatan angka inflasi tahunan meskipun tidak signifikan. Hal ini besar dipengaruhi pergerakan harga listrik, bahan bakar rumah tangga dan angkutan udara yang memiliki kecenderungan meningkat di sepanjang triwulan III 2016. Jika dilihat dari komoditasnya, sumbangan terbesar pada inflasi tahunan Sulut tercatat berasal dari komoditas bawang merah, tomat sayur dan beras. Harga bawang merah tercatat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil FGD dan Liaison yang dilakukan KPw BI Sulut, penyebab kenaikkan harga bawang merah pada 2016 lebih dipengaruhi permasalahan tata niaga yang juga terjadi pada level Nasional. Selain itu, terdapat pula masalah curah hujan yang tinggi pada 2016 sehingga menyebabkan kendala produksi pada daerah penghasil di luar Sulut. Sulut sendiri memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan daerah lain untuk komoditas bawang merah (Bima, Enrekang dan Brebes), sehingga risiko peningkatan harga menjadi semakin besar karena terpapar risiko di sisi distribusi barang. Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Oktober yang cukup stabil membuat tingkat inflasi tahunan Sulut kembali mengalami penurunan sehingga berada di level 0,78% (yoy). Penurunan tersebut lebih disebabkan base effect tingginya inflasi pada Oktober 2015 lalu. Dengan memperhatikan perkembangan terkini, inflasi tahunan Sulut pada tahun 2016 diperkirakan berada pada level cukup rendah dan lebih baik dibandingkan tahun 2015. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya harga-harga komoditas yang diatur pemerintah seperti BBM dan tarif angkutan seiring rendahnya 17
harga minyak dunia. Di sisi lain, komoditas bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan juga tercatat lebih stabil di sepanjang tahun 2016. Hal ini juga tidak terlepas dari semakin baiknya sinergitas dalam pengendalian inflasi di daerah. Tabel III.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Manado Triwulan III 2016 KOMODITAS BAWANG MERAH TOMAT SAYUR BERAS ANGKUTAN UDARA DAUN BAWANG KANGKUNG BAWANG PUTIH GULA PASIR TARIP PULSA PONSEL MINUMAN RINGAN SAWI HIJAU DAGING AYAM RAS SENG CAKALANG/SISIK ANGKUTAN DALAM KOTA EKOR KUNING BIJI NANGKA / KUNIRAN TINDARUNG BENSIN CABAI RAWIT
Inflasi/Deflasi (%) Inflasi 119.49 68.49 5.96 22.63 67.00 36.49 69.78 17.46 9.34 21.29 Deflasi -35.18 -6.76 -5.49 -3.25 -1.32 -36.09 -30.41 -19.17 -11.79 -29.61
tingginya permintaan jelang hari raya idul fitri dan pengucapan di tengah masuknya masa panen raya membuat kelompok ini mengalami deflasi yang cukup dalam. Normalisasi permintaan juga mempengaruhi penurunan inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Tabel III.3. Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq)
Andil (%) 0.60 0.49 0.31 0.25 0.17 0.17 0.16 0.15 0.14 0.13 -0.04 -0.04 -0.05 -0.05 -0.07 -0.09 -0.12 -0.19 -0.28 -0.31
Sumber: BPS, diolah
Grafik III.2. Inflasi dan Sumbangan per Kelompok September 2016
Sumber: BPS, diolah
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq) Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulut juga menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar -0,23% (qtq) atau mengalami deflasi, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi 0,31% (qtq). Terjadinya deflasi secara triwulanan besar dipengaruhi oleh kelompok Bahan Makanan. Pengaruh normalisasi harga bahan makanan pasca
No
Kelompok
2014 Q1
Q2
2015 Q3
Q4
Q1
Q2
2016 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
1
Bahan Makanan
-2.19
1.28
-0.51
13.15
-2.31
0.92
2.80
12.39
-2.98
1.19
-4.12
2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
1.21
0.26
1.41
1.62
1.73
0.42
1.48
1.32
0.14
0.86
0.31
3
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
4.22
0.31
1.43
4.64
1.83
0.05
0.11
0.23
-0.43
0.15
0.80
4
Sandang
0.97
0.90
-0.03
0.65
0.64
1.07
0.43
0.03
1.07
0.44
0.45
5
Kesehatan
0.56
1.23
1.28
1.03
1.03
1.17
0.46
0.43
0.12
0.61
1.53
6
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0.31
0.66
0.38
1.07
0.37
0.36
2.54
0.48
0.10
0.08
7
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
0.82
1.69
-0.37
15.10
-4.72
6.84
0.17
0.78
-1.60
-1.28
2.47
Umum
1.15
0.82
0.56
6.95
-0.40
1.51
1.13
3.25
-1.02
0.31
-0.23
0.19
Sumber: BPS, diolah
Di sisi lain, kelompok transport, komunikasi & jasa keuangan menjadi faktor penahan laju deflasi lebih dalam. Peningkatan harga komoditas angkutan udara yang didorong tingginya permintaan seiring cukup banyaknya periode libur pada triwulan III menjadi penyebab naiknya inflasi kelompok tersebut. 3.1.3. Inflasi Bulanan (mtm) Secara bulanan, inflasi Sulut yang diwakili Kota Manado tecatat tinggi di awal triwulan namun selanjutnya mengalami koreksi yang cukup dalam. Angka inflasi selama triwulan III 2016 tersebut juga tercatat lebih rendah dibanding historisnya selama lima tahun terakhir (20112015). Tingginya inflasi awal triwulan dipengaruhi oleh tekanan permintaan seiring periode hari raya Idul Fitri dan pengucapan, serta libur sekolah yang mendorong naiknya harga beberapa komoditas seperti angkutan udara dan bahan makanan. Selanjutnya, memasuki bulan Agustus dan September, tekanan inflasi kembali mereda ditandai dengan terjadinya deflasi. Memasuki triwulan IV 2016, inflasi bulanan diperkirakan meningkat. Meskipun inflasi Oktober relatif rendah, periode November dan Desember diperkirakan akan mengalami inflasi yang cukup tinggi. •
Juli 2016
Pada Juli 2016, inflasi tercatat cukup tinggi dipengaruhi perayaan hari Idul Fitri, 18
pengucapan dan libur sekolah yang mempengaruhi tingkat permintaan. Inflasi pada Juli tercatat sebesar 0,84% (mtm) atau hanya sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi Juni yang sebesar 1,06% (mtm). Grafik 3.3. Laju Inflasi Kota Manado (mtm
naiknya harga komoditi lain, seperti bawang merah, tomat sayur dan cakalang. Secara kelompok, sebagaimana perkembangan dari sisi komoditas, inflasi pada Juli terutama dipengaruhi oleh peningkatan indeks harga pada kelompok transportasi dan bahan makanan yang masing-masing memberi andil 0,30% dan 0,34% pada tingkat inflasi Sulut. Sementara itu, kelompok lain tercatat mengalami pergerakan harga yang relatif minimal. •
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Kota Manado Bulan Juli 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Agustus 2016
Normalisasi tingkat permintaan dan cukup lancarnya pasokan bahan makanan mendorong terjadinya koreksi harga pada Agustus 2016. Pada bulan ini, Sulut tercatat mengalami inflasi sebesar -0,38% (mtm) atau mengalami deflasi. Deflasi pada Agustus terutama bersumber dari penurunan inflasi volatile food. Di sisi lain, tekanan pada inflasi administered prices dan kelompok inti juga relatif mereda. Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Kota Manado Agustus 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
Inflasi pada Juli 2016 lebih disebabkan oleh peningkatan harga administered prices khususnya tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga, sementara tekanan volatile food cenderung melambat seiring meredanya tekanan permintaan pasca hari raya yang jatuh pada awal bulan. Periode libur sekolah dan hari raya lebaran mendorong naiknya permintaan pada komoditas angkutan udara yang pada akhirnya berpengaruh pada kenaikkan harga. Sementara itu, melambatnya inflasi volatile food dibanding bulan sebelumnya dipengaruhi oleh menurunnya harga beberapa komoditas strategis seperti cabai rawit dan beras, meskipun pada Juli inflasi volatile food tersebut tercatat masih cukup tinggi akibat
Sumber: BPS, diolah
Secara kelompok, penurunan harga pada Agustus besar dipengaruhi oleh koreksi pada kelompok bahan makanan maupun makanan jadi. Kondisi ini dipengaruhi kembali normalnya harga-harga pasca hari raya dan melimpahnya pasokan beberapa komoditas seperti tomat sayur, cakalang dan beras sejalan dengan membaiknya kondisi cuaca pada periode akhir Juli hingga Agustus 2016, dimana tomat sayur tercatat sebagai 19
komoditas utama penyumbang deflasi pada bulan laporan. Di sisi lain, mulai masuknya masa panen tanaman bahan makanan pada bulan laporan juga turut mendorong terjadinya koreksi harga pada komditas beras meskipun pada level yang relatif terbatas. Beberapa harga komoditas ikan juga turut mengalami koreksi harga seiring pasokan yang cukup melimpah pasca relaksasi regulasi. Di sisi lain, kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan juga mencatat deflasi meskipun relatif terbatas. Hal ini dipengaruhi oleh koreksi harga angkutan antar kota dan angkutan udara seiring meredanya tekanan permintaan. Namun demikian, naiknya tarif listrik dan tarif pulsa ponsel pada waktu yang sama, menjadi faktor penahan terjadinya deflasi lebih dalam pada kelompok ini. •
September 2016
Memasuki akhir triwulan III 2016, Kota Manado kembali mengalami deflasi dibanding bulan sebelumnya, dipengaruhi koreksi kelompok bahan makanan. Pada September 2016, inflasi Kota Manado tercatat sebesar 0,68% (mtm) atau mengalami deflasi. Terjadinya deflasi didorong oleh koreksi harga pada beberapa komoditas strategis terutama tomat sayur yang mengalami penurunan harga cukup signifikan dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi cuaca yang mendukung peningkatan produksi di tengah stabilnya tingkat permintaan, membuat pasokan tomat sayur tercatat cukup besar sehingga berpengaruh pada penurunan harga. Di sisi lain, beberapa komoditas strategis lain juga mengalami penurunan harga seperti cakalang, cabai rawit, bawang putih dan daging ayam ras. Sementara itu, faktor penahan laju deflasi yang lebih dalam muncul dari komoditas core non traded seperti tarip pulsa ponsel, jeruk nipis dan roti manis yang mengalami peningkatan harga, meskipiun dengan besaran yang terbatas.
Grafik 3.6. Inflasi dan Andil Kota Manado September 2016 Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
Deflasi yang didorong oleh koreksi harga kelompok bahan makanan, signifikan dipengaruhi oleh penurunan harga tomat sayur. Setelah mengalami peningkatan harga secara garadual pada Mei hingga Juli, harga tomat sayur kembali melanjutkan tren penurunan harga yang telah terjadi sejak Agustus menuju harga normalnya. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya produksi tomat dari daerah penghasil seperti Boltim dan Minahasa seiring kondisi cuaca yang mendukung. Berdasarkan hasil wawancara kepada petani, tingginya harga tomat sayur pada beberapa waktu yang lalu juga menjadi insentif tersendiri bagi petani untuk meningkatkan produksinya. Di sisi lain, harga komoditas strategis lainnya seperti cakalang, cabai rawit, daging ayam ras dan bawang putih juga mengalami penurunan harga meski pada level yang terbatas. Sementara itu, perayaan hari Idul Adha pada September tercatat hanya memberi dampak minimal mengingat tingginya diversifikasi pangan, khususnya untuk komoditas daging-dagingan pada masyarakat Sulawesi Utara. 3.2.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, level inflasi tahunan Kota Manado yang lebih rendah pada triwulan III 2016, dipengaruhi oleh belum kuatnya tekanan permintaan di tengah produksi bahan 20
makanan strategis yang relatif meningkat serta cukup lancarnya distribusi dan pasokan. Kondisi tersebut menyebabkan inflasi kelompok volatile food mengalami penurunan cukup dalam di tengah tekanan inflasi administered prices dan inflasi inti yang relatif minim. Selain itu,terdapat pula faktor base effect tingginya inflasi tahun 2015 yang lalu. 3.2.1. Faktor Fundamental Sejalan dengan melambatnya perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2016, tekanan permintaan cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada PDRB Sulut yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Di sisi supply, permintaan yang cenderung melemah tersebut diikuti dengan produksi yang meningkat utamanya pada lapangan usaha pertanian. PDRB Pertanian tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum, kondisi tersebut menyebabkan hargaharga terutama bahan makanan cenderung terkoreksi pada triwulan laporan. •
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Secara umum, tekanan permintaan pada triwulan III 2016 relatif melambat. Selain perlambatan pada pertumbuhan PDRB konsumsi rumah tangga, kondisi tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dari 140,83 pada triwulan sebelumnya menjadi 120,41 pada triwulan laporan. Sementara, meski mengalami peningkatan terbatas dari 205,27 pada triwulan lalu menjadi 216,93 pada triwulan laporan, Indeks Penjualan Riil tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 18,9% (yoy). Di sisi lain, lickert scale penjualan domestik yang merupakan hasil dari liaison Bank Indonesia kepada beberapa perusahaan besar di Sulawesi Utara tercatat relatif stagnan atau hanya mengalami perubahan minor pada triwulan laporan. Di sisi supply, peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Bank Indonesia di Sulawesi Utara. SBT (Saldo Bersih Tertimbang) realisasi kegiatan usaha secara umum pada triwulan III 2016 tercatat meningkat cukup signifikan dari -10,04 pada triwulan lalu menjadi 19,07 pada triwulan laporan, didorong oleh peningkatan pada lapangan usaha pertanian. Permintaan yang cenderung melemah tersebut dipengaruhi oleh terfokusnya belanja masyarakat pada akhir triwulan II (Juni) mengingat hari raya Lebaran yang jatuh pada minggu pertama Juli. Pada dasarnya tingkat permintaan Juli masih cukup kuat, namun pada dua bulan selanjutnya tingkat permintaan relatif melemah seiring belum adanya faktor pendorong belanja masyarakat yang signifikan. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan permintaan diperkirakan meningkat terutama pada bulan November dan Desember, sebagaimana pola historisnya dipengaruhi perayaan Natal dan Tahun Baru 2017. Di sisi lain, produksi bahan makanan utamanya ikan dan bumbu-bumbuan diperkirakan mengalami kendala akibat kondisi curah hujan yang tinggi pada akhir tahun. Namun, secara tahunan, inflasi Sulut pada akhir tahun 2016 diperkirakan relatif menurun sehingga berada di kisaran 0,84±1% (yoy). Kondisi tersebut besar dipengaruhi oleh base effect tingginya inflasi tahun lalu, minimnya tekanan kelompok administered prices, serta lebih terkendalinya harga komoditas strategis khususnya bumbubumbuan di sepanjang tahun 2016. Grafik 3.7. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen & Indeks Penjualan Riil
Sumber: SK & SPE, Bank Indonesia
21
Grafik 3.8. Perkembangan Realisasi Kegiatan Usaha & Lickert Penjualan Domestik
Sumber: SKDU & Liaison, Bank Indonesia
•
Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.9. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 3.10. Perkembangan Indeks Ekspektasi PedagangTerhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Manado
historisnya didorong perayaan hari besar keagamaan dan tahun baru 2017. Tekanan harga di Sulawesi Utara memang pada umumnya meningkat pada akhir tahun seiring lonjakan permintaan masyarakat baik terhadap komoditas pangan maupun non pangan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, upaya komunikasi kepada masyarakat terus dilakukan melalui himbauan agar mengkonsumsi barang sesuai kebutuhan, serta menginformasikan kondisi stok bahan pangan yang senantiasa terjaga hingga akhir tahun. 3.2.2. Non Fundamental Grafik 3.11. Sumbangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.12. Pergerakan Inflasi Bulanan Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
Berdasarkan hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran di Kota Manado, ekspektasi masyarakat maupun pedagang terhadap tingkat inflasi menunjukkan arah yang meningkat memasuki akhir tahun 2016. Kondisi tersebut relatif sesuai dengan pola
•
Volatile Food
Tekanan inflasi kelompok volatile food tercatat melandai pada triwulan III 2016. Tingkat inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 5,48% (yoy) pada triwulan laporan atau jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 13,48% (yoy). Angka inflasi triwulan 22
laporan juga tercatat masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi volatile food berada di level 14,65% (yoy). Secara bulanan, inflasi kelompok ini tercatat cukup tinggi di awal triwulan namun kemudian mengalami koreksi harga yang cukup dalam pada dua bulan selanjutnya. Kondisi tersebut relatif sejalan dengan yang terjadi pada kelompok bahan makanan. Hal tersebut besar dipengaruhi oleh koreksi harga komoditas tomat sayur, cabai rawit dan beras seiring peningkatan produksi dan lancarnya distribusi. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan pada kelompok volatile food diperkirakan meningkat terutama jelang perayaan Natal dan tahun baru 2017. Kondisi ini disebabkan oleh lonjakan permintaan ditengah produksi bahan makanan yang terkendala masalah cuaca. Beberapa komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai rawit, bawang merah dan tomat sayur tercatat mulai menunjukan tren peningkatan harga pada minggu pertama November 2016. Di sisi lain, produksi tabama juga diproyeksikan baru akan meningkat pada Desember 2016. Meski demikian, stok beras Sulawesi Utara khususnya di Kota Manado masih relatif aman hingga akhir tahun dengan tingkat ketahanan rata-rata pada periode triwulan IV adalah sebesar 6,2 bulan. Grafik 3.13. Proyeksi Produksi Beras Bulanan Sulawesi Utara 2016
Sumber: Dinas Pertanian Sulut, diolah
Grafik 3.14. Perkembangan Stok Beras Kota Manado
Sumber: Bulog Divre Sulut & Gorontalo, diolah
•
Administered Prices
Pada triwulan III 2016, inflasi tahunan kelompok Administered Prices tercatat mengalami penningkatan meskipun hanya pada level terbatas. Inflasi kelompok ini tercatat sebesar 0,50% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar 0,92% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini pada triwulan laporan besar dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas angkutan udara dan tarif listrik. Cukup banyaknya long weekend pada triwulan III, masuknya musim libur sekolah di awal triwulan dan cukup maraknya pelaksanaan MICE di Sulut menjadi beberapa pendorong kenaikan harga angkutan udara. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi pada kelompok diperkirakan kembali meningkat. Pada Oktober, inflasi administered prices tercatat mengalami peningkatan menjadi 0,79% (yoy) dipengaruhi naiknya tarif listrik dan angkutan udara. Pada November dan Desember, harga komoditas angkutan udara diperkirakan masih akan berada pada level tinggi didorong libur akhir tahun, pelaksanaan MICE dan meningkatnya kinerja pariwisata Sulut. •
Core Inflation
Secara tahunan, laju inflasi kelompok inti pada triwulan III 2016 tercatat sedikit melambat sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Kelompok inti tercatat mengalami 23
inflasi sebesar 1.55% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,55% (yoy). Penurunan pada kelompok inti dipengaruhi oleh penurunan harga gula pasir seiring cukup lancarnya pasokan pasca mengalami kelangkaan pada triwulan sebelumnya. Selain itu, komoditas inti non traded seperti sayuran juga mengalami penurunan harga seiring peningkatan produksi yang didukung oleh kondisi cuaca. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan pada kelompok inti diperkirakan meningkat meskipun dalam besaran yang terbatas. Pengaruh ketidakpastian global pasca pemilu Amerika dapat mempengaruhi naiknya harga emas internasional. Di sisi lain, pelemahan nilai tukar dan peningkatan permintaan di akhir tahun juga dapat mempengaruhi pergerakan inflasi kelompok inti ke arah yang lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2016. 3.3.
UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Pada triwulan laporan, upaya pengendalian inflasi terus ditingkatkan dengan agenda utama pengendalian harga di akhir tahun. Berbagai forum koordinasi pengendalian inflasi daerah juga dilakukan di sepanjang triwulan laporan untuk membahas rencana tindak lanjut atas hasil arahan Presiden RI pada Rakornas VII TPID. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan pada Rakorwil dan Rakorpusda TPID KTI pada akhir triwulan III 2016 adalah memperkuat koordinasi dengan APH, penyusunan pedoman operasi pasar yang mengacu pada ekspektasi inflasi, dukungan anggaran (APBD) sangat dibutuhkan dalam upaya stabilisasi harga, peningkatan peran Bulog sebagai buffer stock, peningkatan infrastruktur konektvitas dan peninjauan kembali penetapan batas atas dan batas bawah bagi angkutan udara. Di sisi lain, TPID Sulut baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota terus memfokuskan upaya pengendalian harga jelang akhir tahun melalui komunikasi ekspektasi, mendorong suksesnya Gerakan Rica Rumah, serta terus mendorong
terealisasinya Toko TPID dan pembangunan Pasar Provinsi yang dikelola oleh BUMD. Langkah nyata yang telah dilakukan TPID dalam upayanya untuk meredam gejolak harga akhir tahun adalah dengan membagikan sekitar 15 ribu bibit cabai rawit untuk mensukseskan Gerakan Rica Rumah. Bibit dibagikan kepada rumah tangga di Kab.Minahasa, Kab.Sitaro dan Kota Manado pada periode Agustus-September sehingga dapat dipanen pada akhir tahun. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pasokan cabai rawit sehingga lonjakan harga komoditas tersebut yang hampir selalu terjadi pada akhir tahun dapat diantisipasi. Memasuki triwulan IV 2016, TPID Sulut bersama dengan TPID Kab/Kota telah melaksanakan rapat koordinasi tingkat Provinsi, serta menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode 2016-2019. Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara disusun untuk menjadi acuan upaya pengendalian inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus mensinergikan berbagai kebijakan dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi Sulawesi Utara maupun Nasional. Roadmap Pengendalian Inflasi ini diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif, disertai dengan langkah-langkah nyata, koordinatif dan berkesinambungan, baik di ruang lingkup Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Upaya pengendalian inflasi sampai dengan periode laporan dinilai telah berjalan dengan baik. Hal ini tercermin dari relatif stabilnya harga-harga komoditas strategis seperti beras, daging, cabai rawit maupun bawang merah, serta rendahnya angka inflasi tahunan Sulut sampai dengan Oktober 2016. Kondisi ini tidak terlepas dari semakin baiknya sinergitas antar instansi dalam upaya pengendalian harga khususnya dalam forum TPID baik di level Provinsi maupun Kab/Kota.
24
Box II. Keberhasilan Stabilisasi Harga Cabai Rawit Pada Tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara yang rendah cukup besar dipengaruhi oleh stabilnya harga kelompok volatile food. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari terkendalinya pergerakan harga komoditas bumbubumbuan, khususnya cabai rawit yang telah menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Sulut sejak beberapa tahun terakhir. Upaya dan strategi pengen dalian harga cabai rawit yang dilakukan oleh TPID melalui Gerakan Rica Rumah (GRR) baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota dinilai telah berhasil menjaga stabilitas harga cabai rawit di tahun 2016. Sebagaimana tergambar pada grafik di bawah, simpangan (titik tertingggi dibanding titik terendah) inflasi bulanan cabai rawit di tahun 2016 cenderung lebih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menggambarkan relatif stabilnya pergerakan harga cabai rawit di tahun laporan dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pencanangan Gerakan Rica Rumah sejatinya telah dimulai di awal tahun 2016, melalui berbagai kegiatan komunikasi kepada masyarakat bekerjasama dengan berbagai media baik cetak maupun elektronik di Sulawesi Utara. Selanjutnya, pada periode Juni-Juli, Gerakan Rica Rumah memasuki tahap sosialisasi bekerjasama dengan TPID Kab/Kota, dengan agenda memberikan materi dan informasi kepada masyarakat mengenai tata cara menanam cabai rawit di dalam polybag. Pada Agustus-Oktober, Gerakan Rica Rumah memasuki tahapan implementasi dengan pembagian sekitar 15 ribu bibit cabai rawit kepada rumah tangga di Kota Manado, Kab. Minahasa dan Kab. Kepulauan Sitaro. Pembagian bibit yang dilaksanakan pada periode Agustus-Oktober tersebut ditujukan agar panen dapat dilaksanakan pada periode Desember, saat tingkat permintaan terhadap komoditas cabai rawit tengah berada di titik tertingginya. Meskipun pembagian bibit cabai baru dilaksanakan pada triwulan III 2016, dampak dari Gerakan Rica Ruma sendiri telah terasa sejak awal tahun. Berdasarkan informasi yang diterima oleh Bank Indonesia, telah banyak rumah tangga khususnya di Kota Manado yang telah melakukan penanaman cabai rawit di pekarangan rumah secara mandiri. Hal ini tentunya berdampak positif bagi tambahan pasokan antar waktu, sehingga berpengaruh positif pada pergerakan harga cabai rawit di sepanjang tahun 2016. Gerakan Rica Rumah perlu terus dikembangkan mengingat masih besarnya ketergantungan Sulut terhadap pasokan cabai rawit luar daerah. Ke depan, Bank Indonesia bersama TPID baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota akan terus mendorong suksesnya Gerakan Rica Rumah. Terbuka pula peluang untuk mengembangkan gerakan menanam untuk komoditas lain seperti tomat sayur di tahun mendatang. Hal ini mengingat tingginya konsumsi tomat sayur di Sulawesi Utara, dan masih belum stabilnya pasokan antar waktu sehingga volatilitas harga menjadi sangat tinggi.
25
Bab IV. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan lapangan usaha pertanian khususnya sub lapangan usaha perkebunan sebagai input utama industri pengolahan mendorong meningkatnya kinerja lapangan usaha industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi, melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Melambatnya konsumsi pemerintah dampak dari penundaan transfer DAU yang diprakirakan akan memengaruhi kondisi perekonomian kedepan membuat optimisme rumah tangga tidak setinggi periode sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan DPK masih terus berlanjut pada periode laporan hingga mencatat pertumbuhan negatif, melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya. Pertumbuhan negatif DPK terutama disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi komponen Giro dan komponen Deposito. Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari peruntukannya, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih ditujukan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 59,6% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan peningkatan pada periode laporan. Perkembangan sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan (pangsa 65%) dan lapangan usaha akomodasi dan makan minum (pangsa 5%) yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata.
4.1.
KETAHANAN SEKTOR KORPORASI
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Meski mengalami perlambatan, beberapa lapangan usaha utama pendorong perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 masih mencatatkan adanya pertumbuhan. Lapangan usaha Industri
pengolahan yang mendominasi pangsa ekspor Sulawesi Utara pada triwulan laporan mencatatkan pertumbuhan positif (pada triwulan sebelumnya mencatatkan kontraksi), seiring dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian sebagai input utama lapangan usaha industri pengolahan. Pertumbuhan positif lapangan usaha pertanian tersebut merupakan 26
progress yang menggembirakan mengingat lapangan usaha ini sebelumnya menjadi sumber utama kerentanan korporasi lapangan usaha industri pengolahan. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku bisnis di Industri Pengolahan (liaison) sublapangan usaha industri makanan dan minuman, yakni pengolahan kelapa dan ikan, menyatakan bahwa peningkatan kinerja perusahaan pada triwulan III 2016 terutama disebabkan oleh mulai meningkatnya pasokan bahan baku, meskipun masih berada dibawah level normal. Pelaku industri pengolahan ikan mengemukakan bahwa sejak adanya relaksasi kebijakan transhipment oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, kondisi pasokan bahan baku mulai menunjukkan peningkatan dibandingkan kondisi pada periode sebelumnya, meski peningkatannya masih dalam level yang relatif terbatas. Dengan adanya relaksasi melalui penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No. 1/2016 tentang Penangkapan Ikan dalam Satu Kesatuan Operasi tersebut, diperkirakan akan ada 350 unit kapal sebagai supporting fishing yang dapat kembali beroprasi sebagai pemasok bahan baku bagi industri pengolahan ikan. Grafik IV.1. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
menjadi salah satu kendala utama yang menahan pertumbuhan industri pengolahan minyak kelapa. Fenomena El Nino pada tahun 2015 masih berdampak pada kualitas dan kuantitas kelapa hingga triwulan laporan meskipun mulai menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Diprediksikan produksi kelapa secara agregat baru akan membaik pada awal tahun 2017. Disamping itu, isu mengenai supplier lokal/kelompok tani kelapa yang lebih memilih mengekspor langsung buah kelapa utuh hasil panennya daripada menjual ke industri pengolahan Sulawesi Utara, turut menjadi permasalahan tersendiri. Ekspor langsung buah kelapa tersebut lebih diminati supplier lokal/kelompok tani selain karena harga jualnya relatif lebih tinggi juga relatif lebih murah dari segi biaya dan upaya lebih minim karena tidak membutuhkan tenaga kerja untuk membersihkan kelapa (apabila dipasok ke industri harus dipisahkan dari sabutnya) serta prosesnya relatif cepat. Dengan demikian supplier lokal/petani dapat memperoleh dana hasil penjualan tersebut lebih cepat. Permasalahan industri pengolahan mengenai keterbatasan pasokan tersebut menjadi semakin berat, dengan adanya peningkatan harga bahan baku dan penurunan harga komoditas di pasar dunia. Permasalahan terkait bahan baku kelapa tersebut jika terus berlanjut dapat menjadi sumber risiko korporasi Sulawesi Utara, mengingat dominannya pangsa industri ini terhadap ekspor Sulawesi Utara. 4.1.2. Kinerja Korporasi Kegiatan Usaha
Sumber: SITC, diolah
Di sisi lain, Minyak (termasuk CPO) dan Lemak Nabati sebagai komoditas yang mendominasi kinerja ekspor Sulawesi Utara, masih mencatatkan adanya pertumbuhan meskipun pada level yang masih relatif terbatas. Hasil liaison dengan Industri Pengolahan Minyak diperoleh informasi mengenai permasalahan ketersediaan bahan baku kelapa, masih
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara dengan perusahaan pada lapangan usaha utama Sulawesi Utara, mengindikasikan adanya perbaikan kegiatan usaha pada triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari Lickert Scale (LS) penjualan domestik maupun ekspor yang menunjukkan perbaikan pada triwulan laporan. LS penjualan 27
domestik mencatatkan angka positif 0,37 dan LS ekspor yang sebelumnya tercatat -1,3 membaik ke angka -1 yang menunjukkan meredanya tekanan terhadap kinerja ekspor Sulut. Grafik IV.2. Lickert Scale Kegiatan Usaha
sebagai daerah dengan UMP tertinggi ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Papua, juga masih menjadi faktor naiknya biaya untuk biaya tenaga kerja. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh 75% kontak bahwa kenaikan komponen biaya tenaga kerja terutama untuk industri pengolahan, dimana sebagian besar tenaga kerjanya merupakan tenaga kerja borongan. Disamping itu kontak yang merupakan eksportir sebagian besar mengeluhkan peningkatan biaya freight dan pengurusan dokumen ekspor. 4.1.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Disisi lain, prospek kinerja korporasi yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara menunjukkan prospek positif, dimana kegiatan usaha pada triwulan mendatang diprakirakan akan meningkat dengan SBT sebesar 15,7%. Peningkatan tersebut dipekrirakan akan disumbangkan oleh peningkatan kinerja lapangan usaha Perdagangan, Hotel dan restoran sejalan dengan meningkatnya kinerja pariwisata Sulawesi Utara, pasca pembukaan rute internasional, Manado-Tiongkok pada awal Juli 2016 lalu.
Meski eksposure kredit perbankan pada sektor korporasi hanya sebesar 17,3% dari total kredit di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan mengingat eratnya keterkaitan antar sektor. Keterkaitan tersebut terutama terhadap sektor rumah tangga, dengan penghasilan dan penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh kinerja korporasi merupakan eksposur terbesar kredit perbankan Sulawesi Utara. Grafik IV.3. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
Biaya-biaya Sebagaimana triwulan sebelumnya, secara umum komponen biaya pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kenaikan biaya bahan baku, ditengah minimnya ketersediaan bahan baku baik dari sektor pertanian subsektor perkebunan sebagai imbas dari fenomena El Nino. Biaya bahan baku dari sektor perikanan untuk industri pengolahan ikan juga mengalami kenaikan ditengah relatif terbatasnya pasokan bahan baku. Disisi lain, kenaikan UMP yang menempatkan Sulut
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
28
Grafik IV.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 mencapai Rp 5,32 Trilliun, hanya tumbuh sebesar 1,53% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (22,73% yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit korporasi terutama disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja (49,7%) dan investasi (48,36%), dan hanya sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi (1,94%). Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi terutama disebabkan oleh terjadinya kontraksi kredit investasi. KI yang pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 34,5% (yoy) pada triwulan laporan mencatat pertumbuhan negatif sebesar -6,6% (yoy) sebagai dampak sikap wait and see para pelaku usaha yang cenderung melakukan investasi pada awal dan pertengahan tahun untuk memastikan kondisi dunia usaha. Disisi lain kredit modal kerja mencatatkan pertumbuhan yang relatif stabil pada level 14,3% (yoy). Kredit Modal Kerja Korporasi Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw III 2016 mencapai Rp2,6 Triliun hanya meningkat sebesar Rp79 Miliar secara nominal, jika dibandingkan dengan baki debet pada triwulan sebelumnya. Peningkatan kredit modal kerja korporasi tersebut didorong oleh peningkatan kredit lapangan usaha yang mendominasi penyaluran kredit modal kerja korporasi, yaitu lapangan usaha konstruksi (pangsa 23%) tercatat tumbuh menjadi sebesar 25% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang hanya sebesar 5,15% (yoy). Disisi lain, tekanan pada
lapangan usaha industri pengolahan (pangsa 11%) mulai meredam seiring dengan membaiknya kinerja PDRB lapangan usaha industri pengolahan. Pertumbuhan KMK lapangan usaha tersebut menunjukkan perbaikan, dimana KMK lapangan usaha industri pengolahan sebelumnya mencatatkan kontraksi -30% saat ini tercatat tumbuh sebesar -12,5%. Disisi lain, lapangan usaha perdagangan sebagai lapangan usaha terbesar penerima pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi (pangsa 54%) masih mencatat perlambatan pertumbuhan (23,5% yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya (30% yoy). Grafik IV.5. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.2.
ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Rumah tangga dalam sistem keuangan memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan sebagai penerima pendanaan dari institusi keuangan. Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan kondisi pembiayaan/kredit rumah tangga.
29
Grafik IV.6. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara
menurun dibandingkan periode sebelumnya yang berada pada level 134,1. Grafik IV.8. Persepsi Rumah Tangga Sulut terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: BPS, diolah
Pada triwulan III 2016, perlambatan kinerja perekonomian Sulawesi Utara salah satunya disebabkan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,84% (yoy) melambat dari 6,93% (yoy) pada periode sebelumnya. Namun demikian, pada periode laporan pangsa konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara mengalami peningkatan dan kini mendominasi dengan pangsa sebesar 71,65%. Peningkatan share tersebut disebabkan oleh perayaan hari raya Idul Fitri dan pengucapan di sejumlah daerah di Sulawesi Utara pada awal triwulan laporan, ditengah menurunnya konsumsi pemerintah sebagai dampak dari penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat. Grafik IV.7. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan menurunnya tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan III 2016 yang hanya berada pada level 118,9,
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik IV.9. Persepsi Rumah Tangga Sulut terhadap Ekonomi 6 bulan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 masih memiliki optimisme baik terhadap kondisi penghasilan, pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari indeks pembentuk IKE, sepanjang Juli-September 2016 menujukkan tren peningkatan meski lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Sejalan dengan melambatnya kondisi perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga menunjukkan penurunan pada triwulan laporan yang diikuti dengan penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berlangsung di masa yang akan datang, sebagaimana tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang yang akan relatif 30
lebih rendah dibandingkan rata-rata periode sebelumnya. Menurunnya optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi kedepan terutama didorong oleh kekhawatiran akan menurunnya belanja pemerintah sebagai dampak penundaan DAU. Ke depan, sektor RT masih memperkirakan adanya risiko yang berasal dari kenaikan harga yang terindikasi dari peningkatan Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 bulan mendatang. Sementara itu, pada triwulan IV 2016, rumah tangga akan dihadapkan pada perayaan Natal danTahun Baru, dimana secara historis tekanan harga bahan pangan dan makanan pada bulan tersebut relatif tinggi jika pemerintah tidak melakukan intervensi. 4.2.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Pada triwulan III 2016 pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami peningkatan, sebesar 14,22% (yoy), tumbuh lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 11,08% (yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah tangga tercatat masih mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa yang mencapai 83,4% dari keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan tersebut mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya (76,3%), demikian pula jika dibandingkan dengan periode yang sama di 2015 dengan pangsanya hanya sebesar 68,5%.
Grafik IV.11. Komposisi DPK Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga pada triwulan III dalam melakukan penempatan dana masih didominasi pada tabungan dan deposito, masing-masing dengan porsi sebesar 95,3% dan 84,6%. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan (12,28% yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya 16,9% (yoy) namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun (3,17% yoy). Perlambatan juga terjadi pada komponen deposito tercatat hanya tumbuh sebesar 0,17% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh sebesar 4,48% (yoy). Penyesuaian suku bunga acuan BI 7 DaysReverse Repo Rate oleh perbankan yang turun sejak awal tahun 2016 berdampak pada beralihnya preferensi masyarakat untuk menginvestasikan dananya ke instrumen lain, baik keuangan (saham maupun obligasi) maupun non-keuangan (investasi fisik) yang dirasa dapat memberikan margin keuntungan lebih tinggi dibandingkan suku bunga deposito. Grafik IV.12. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Grafik IV.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
31
4.2.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan III 2016 mencapai Rp18,3 triliun, tumbuh 6,51% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,27% (yoy). Sementara itu pangsa kredit rumah tangga terhadap total kredit yang disalurkan masih dominasi yaitu sebesar 59,6% sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 59,2%. Realisasi tebusantax Amnesty membuat masyarakat menarik dananya dan cenderung menahan penambahan kewajiban dalam bentuk kredit. Grafik IV.13. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah tangga masih didominasi oleh Multiguna (76,05%), diikuti KPR (21,97%), KKB (1,26%) dan Perlengkapan (0,72%). Perlambatan pertumbuhan terjadi di seluruh jenis penggunaan kredit meski pertumbuhannya secara keseluruhan masih positif. Kredit perlengkapan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 161,48% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya yang mampu tumbuh 226,86% (yoy). KKB tumbuh relatif stabil meski sedikit melambat , menjadi sebesar 5,77% (yoy), yang sebelumnya tumbuh sebesar 5,90% (yoy). KPR tumbuh melambat 7,98% (yoy) dari 9,06% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Adapun perlambatan kredit multiguna terus terjadi sejak awal tahun 2015 menjadi 5,51% (yoy) dari sebelumnya dapat tumbuh 10,05% (yoy).
Grafik IV.14. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah tangga pada triwulan laporan menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio maupun nominal NPL. Rasio NPL periode sebelumnya 2,72% meningkat menjadi 2,74% pada triwulan laporan, sementara nominal NPL meningkat dari Rp495 Milyar menjadi Rp504 Milyar. Penurunan kualitas kredit terjadi pada seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali KKB. Namun demikian, tekanan tersebut masih relatif rendah, dimana NPL konsumsi secara agregat masih dibawah threshold 5%. Meskipun NPL RT masih jauh di bawah threshold namun tetap perlu dicermati mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat mempengaruhi kemampuan membayar sektor RT atas semua kewajibannya, terutama pada perbankan. 4.3.
ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN)
4.3.1. Jaringan Kantor dan Aset Pada triwulan III 2016, terdapat pembukaan 1 (satu) kantor bank umum konvensional yang beroprasi di wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank umum menjadi 29 dengan 287 jaringan kantor sedangkan BPR masih sama dengan periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan 55 jaringan kantor. Total Aset perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan aset terjadi pada 32
kelompok Bank Persero menjadi sebesar 8,7% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 17,8%, kelompok bank swasta nasional yang juga melambat menjadi 1,3% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 6,2% (yoy) serta terkontraksi semakin dalamnya pertumbuhan aset Bank Asing & Campuran menjadi -20,9% (yoy). Disisi lain, pertumbuhan aset Bank Perintah Daerah meningkat menjadi sebesar 5,42% (yoy) dari sebelumnya hanya tumbuh sebesar 1,45% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan aset Bank Pemerintah Daerah tersebut belum mampu menopang pertumbuhan aset perbankan Sulut secara keseluruhan ditengah perlambatan aset kelompok bank lainnya.
diatas 10% dianggap pihak swasta masih cukup tinggi (hasil liaison). Hal ini mendorong preferensi pelaku usaha untuk menarik dana gironya untuk dijadikan modal kerja. Deposito kini terkontraksi sebesar -14,93% (yoy), dimana bulan sebelumnya tumbuh negatif sebesar -12,90% (yoy). Penarikan simpanan dalam bentuk deposito salah satunya dimanfaatkan sektor korporasi untuk membayar tebusan tax Amnesty, juga dipengaruhi oleh semakin kompetitifnya imbal hasil yang ditawarkan instrumen investasi lain, salah satunya obligasi pemerintah dibandingkan suku bunga deposito yang cenderung menunjukkan tren penurunan.
Grafik IV.15. Pertumbuhan Aset Perbankan
Pertumbuhan positif masih terjadi pada komponen tabungan yaitu sebesar 11,84% (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,77% (yoy). Berdasarkan komponen pembentuknya, DPK masih didominasi oleh tabungan dengan pangsa 48%, diikuti oleh deposito dan giro yang masing-masing 33% dan 19%.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.3.2. Intermediasi Perbankan
Grafik IV.16. Perkembangan indikator Utama Bank Umum
Dana Pihak Ketiga (DPK) Perlambatan pertumbuhan DPK masih terus berlanjut pada periode laporan hingga mencatat pertumbuhan negatif sebesar 2,83% (yoy), melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar -1,02% (yoy). Pertumbuhan negatif DPK terutama disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi komponen Giro dan komponen Deposito. Disisi lain, tabungan sebagai komponen utama pembentuk DPK, juga mencatatkan perlambatan pertumbuhan meskipun masih tumbuh positif. Giro yang pada bulan sebelumnya terkontraksi sebesar -2,06% (yoy), pada bulan September 2016 terkontraksi semakin dalam menjadi sebesar -10,44% (yoy). Penurunan giro perlu dicermati karena menjadi cerminan kinerja sektor swasta, utamanya korporasi. Suku bunga modal kerja yang cenderung masih
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 5,06% (yoy), menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,20% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih ditujukan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 59,6% dari total kredit yang 33
disalurkan di Sulawesi Utara. Sementara itu, kredit produktif yakni modal kerja dan investasi tercatat sebesar 26,31% dan 14,09%.
laporan. Meski rasio tersebut masih dibawah threshold 5%, namun peningkatan rasio NPL perlu terus menjadi perhatian.
Berdasarkan penggunaannya, peningkatan kredit disumbang oleh pertumbuhan positif Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar 7,47% (yoy), sementara bulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 5,56% (yoy). Peningkatan KMK terutama dipicu oleh perkembangan pariwisata Sulut yang tumbuh signifikan beberapa waktu terakhir. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya KMK untuk lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum (8,03% yoy) serta perdagangan (11,2% yoy) yang merupakan sektor yang erat terafiliasi dengan sektor pariwisata.Penyaluran kredit produktif lainnya yaitu Kredit Investasi (KI) juga mulai menunjukkan perbaikan yang tercermin dari meredanya tekanan pertumbuhan negatif KI, yang pada bulan sebelumnya terkontraksi hingga -15,57% (yoy), kini hanya kontraksi sebesar -4,41% (yoy). Disisi lain, Kredit Konsumsi (KK) mengalami perlambatan, yaitu hanya tumbuh sebesar 6,5% (yoy) dari sebelumnya 8,67% (yoy). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit jenis multiguna sebagai komponen terbesar pembentuk kredit konsumsi. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tercatat masih melambat, sementara dampak relaksasi kebijakan terkait Rasio Loan To Value (LTV) yang dilakukan sejak akhir Agustus 2016 masih belum terlihat.
4.4.
Loan to Deposit Ratio (LDR) & Non Performing Loan (NPL) Pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator LDR menunjukkan peningkatan pada bulan Triwulan III 2016 menjadi 145,2% dari 140,5% pada triwulan sebelumnya dipicu oleh meningkatnya penyaluran kredit ditengah pertumbuhan negatif DPK. Di sisi kualitas kredit, yang tercermin dari indikator rasio NPL menunjukkan peningkatan menjadi 3,85% dari sebelumnya 3,72% yang mencerminkan menurunnya kualitas kredit pada periode
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.4.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Sulawesi Utara, sebagaimana tercermin dari pangsa unit usaha yang mendominasi dari total unit usaha serta sebagai sektor yang berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, sebagai salah satu aktor yang cukup penting dalam perekonomian domestik maupun nasional, UMKM sering kali masih terkendala dalam memperoleh pembiayaan. Grafik IV.17. Perkembangan Kinerja Kredit UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan III 2016, laju pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat mengalami peningkatan, dari yang semula tumbuh sebesar 2,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 9,18% (yoy) pada triwulan laporan. Perkembangan sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan (pangsa 65%) dan lapangan usaha akomodasi dan makan minum (pangsa 5%) yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata. Peningkatan kredit UMKM sayangnya tidak disertai dengan perbaikan ketahanan UMKM, yang tercermin dari penurunan kualitas kredit UMKM. Rasio NPL kredit UMKM meningkat 34
menjadi 6,10%, dibanding periode sebelumnya yang hanya sebesar 6,07%. Grafik IV.18. Pangsa Kredit UMKM terhadap Total Kredit
NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit bermasalah kab. Minahasa Tenggara tercatat mencapai 40,9% pada periode laporan yang perlu menjadi perhatian bersama. 4.4.2. Akses Keuangan Penduduk
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik IV.19. Pangsa Kredit UMKM Spasial
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana sebagaimana halnya dengan sisi kredit mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan tren meningkat, dimana pada data terakhir yaitu periode Februari 2016 rasio tersebut tercatat sesar 93,42%. Rasio yang belum mencapai 100% menunjukkan belum seluruh angkatan kerja Sulawesi Utara memiliki rekening simpanan di Bank. Grafik IV.20. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Pangsa kredit UMKM di periode laporan tercatat mengalami peningkatan, yakni menjadi sebesar 26,2%, jika dibandingkan pangsa pada periode sebelumnya (25,4%). Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi penyaluran kredit UMKM terbesar berada di Kota Manado sebesar 63,8%, diikuti Kota Bitung sebesar 9,6% dan Kota Bitung sebesar 9,6%. Meski demikian, dari sisi kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah, Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai daerah dengan realisasi kredit UMKM terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah melewati threshold yaitu sebesar 6,3% pada triwulan laporan meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,35%. DIsamping itu, Kab. Bolaang Mongondow mencatatkan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik IV.21. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
35
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di Sulawesi Utara menunjukkan sedikit peningkatan menjadi 16,04% di bulan Februari 2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan belum membutuhkan maupun secara administratif dan non-administratif belum dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut juga menunjukkan masih terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa mendatang.
•
Kepulauan yakni Kab. Kep. Sitaro, Kab. Kep. Sangihe dan Kab. Kep. Talaud. Penyelenggaraan edukasi keuangan yang dilakukan secara berkelanjutan setiap triwulan. Pada triwulan II 2016, edukasi keuangan telah sebanyak 2 (dua) kali pada bulan Agustus dan September 2016 yang diadakan di Kota Manado dan Kota Kotamobagu, dengan target peserta kasir perbankan, SPBU dan supermarket serta masyarakat umum dan pelaku usaha
4.4.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam beberapa kurun waktu terakhir Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara telah melakukan berbagai bentuk langkah dan upaya, diantaranya adalah sebagai berikut : •
•
Kerjasama bersama lembaga keagamaan di Sulut dalam rangka perluasan Akses Keuangan yakni Keuskupan, Sinode GMIM, Muhammadiyah, Nahadatul Ulama, GMIMB dan Gereja Pentakosta dan Bethel serta Persatuan Pedagang Muslim (Parmusi).Kerjasama ini dilakukan dalam sistem sharing risk antara lembaga keagamaan yang merekomendasikan jemaatnya dengan lembaga pembiayaan. Penyediaan informasi berupa Kajian Identifikasi Potensi implementasi Layanan Keuangan Digital di Sulawesi Utara yang dilakukan di 3 Kabupaten
36
Bab V. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan III 2016, transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan penurunan. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan penurunan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi Utara mengalami penurunan seiring dengan menurunnya konsumsi masyarakat. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya di Sulawesi Utara seperti kas titipan, kas keliling, pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), pemberantasan uang palsu, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD), sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR).
5.1.
PENYELENGGARAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan III 2016, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara menunjukkan penurunan. Penurunan ini terlihat baik dari sisi nilai maupun volume transaksinya. Penurunan tersebut sejalan dengan perlambatan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya. Di samping itu, penurunan juga dipengaruhi oleh perubahan batas bawah nilai transaksi Real-time Gross Settlement Systems (RTGS) yang semula Rp500 juta menjadi Rp100 juta per 1 Juli 2016 yang menyebabkan switching preferensi masyarakat untuk menggunakan RTGS sebagai media bertransaksi. Pada triwulan III 2016, total nominal transaksi SKNBI di Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp2,242 Triliun atau menurun 23,79% (yoy).
Grafik V.1. Perkembangan Transaksi Kliring 3,500
40%
3,000
30%
2,500
20%
2,000
10%
1,500
0%
1,000
-10%
500
-20%
-
-30% I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Nilai Transaksi (Rp Triliun)
I
II
III
2016 Pertumbuhan
Sumber: SKNBI, Bank Indonesia
Bank Indonesia terus melakukan upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5 Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan pemantauan pada Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
37
Guna meningkatkan penggunaan LKD di Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya memperluas implementasi LKD melalui dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang merupakan bank penyelenggara LKD di Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung upaya tersebut, Bank Indonesia juga melakukan mediasi perbankan dan pihak penyedia jaringan. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan monitoring beberapa agen LKD di Manado, dimana sepanjang tahun 2016, telah dilakukan monitoring kepada 4 agen LKD guna melihat progres perkembangannya. Sejalan dengan upaya-upaya tersebut, jumlah agen LKD di Sulawesi Utara mengalami perkembangan signifikan per Agustus 2016 terdapat sebanyak 1.179 agen, meningkat sebesar 196% dari 395 agen pada Agustus 2015. Selanjutnya, dalam rangka mendorong elektronifikasi, Bank Indonesia memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online yang diintegrasikan dengan simda online antara 6 Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank SulutGo. Penandatangan PKS tersebut dilakukan pada 14 November 2016. Sebelumnya, Bank Indonesia juga telah memfasilitasi penandatanganan Nota Kesepahaman dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Manado, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Rencana elektronifikasi pada tahun 2017 kedepan yaitu implementasi pembayaran gaji pegawai melalui kasda online di Kab. Minahasa, pembayaran pajak seperti Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan samsat secara online. Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai kesempatan dan kepada beragam stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus triwulan III 2016, Bank Indonesia menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada pelaku usaha, nasabah perbankan dan masyarakat di Kotamobagu pada September 2016. Adapun pada triwulan IV 2016, telah dilakukan sosialisasi GNNT kepada masyarakat dan pelaku usaha di Gorontalo. Di sisi dukungan pada kelancaran sistem kliring, Bank Indonesia melakukan pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis laporan berkala setiap bulan. Selain itu, ada juga pemantauan langsung onsite visit kepada KPWD selain Bank Indonesia. Sepanjang semester I 2016, telah dilakukan onsite visit KPWD di Tahuna. Sementara pada triwulan III 2016, dilakukan onsite visit pada KPWD di Kotamobagu dan pada triwulan IV 2016, telah dilakukan onsite visit pada KPWD di Bitung serta akan dilakukan pada KPWD di Gorontalo. Di Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 4 KPWD yang terdiri dari Bank Mandiri di Gorontalo, BNI di Kotamobagu, Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di Bitung. 5.2.
PENGELOLAAN UANG TUNAI
Kebutuhan uang kartal pada triwulan III 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2016. Penurunan kebutuhan uang kartal tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang tunai yang berada pada posisi net inflow (lebih besar uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia) sebesar Rp0,66 Triliun, berkebalikan dengan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat net outflow (lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia) Rp1,44 Triliun. Penurunan 38
kebutuhan uang kartal tersebut sejalan dengan melambatnya konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh faktor base effect perayaan hari raya Idul Fitri, dimana konsumsi kebutuhan Idul Fitri pada tahun ini banyak dilakukan pada akhir triwulan II 2016 (perayaan Idul Fitri pada minggu I triwulan III).
Bank Indonesia juga menyelenggarakan pelayanan jasa kas titipan dalam rangka penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada triwulan III 2016, dilakukan sebanyak 6 kali kas titipan, yang terdiri dari 2 kali di Tahuna (Bank Mandiri), 3 kali di Gorontalo (Bank Mandiri) dan 1 kali di Kotamobagu (Bank SulutGo).
Grafik V.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp Triliun)
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan Gorontalo pada triwulan III 2016 sebanyak 93 lembar, lebih banyak dari triwulan II 2016 yang tercatat sebanyak 18 lembar. Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan III 2016, temuan tersebut terdiri dari 40 lembar pecahan Rp100 ribu, 51 lembar pecahan Rp50 ribu, 1 lembar Rp20 ribu dan 1 lembar Rp2 ribu. Pemberantasan uang palsu terus dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui penguatan koordinasi bersama aparat penegak hukum melalui penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Selain itu, untuk meningkatkan kehati-hatian masyarakat, Bank Indonesia menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi sepanjang triwulan III 2016, antara lain sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah perbankan, dan kasir perbankan. Sepanjang triwulan III 2016, telah dilakukan 3 kali sosialisasi kepada masyarakat yang diselenggarakan di Manado dan Kotamobagu. Di samping itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat strategi komunikasi terkait kewajiban penggunaan Uang Rupiah dalam bertransaksi di wilayah NKRI.
3
2 0.66
1 (1) -1.44
(2) (3) I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014 Inflow
Outflow
I
II
III
IV
2015 Netflow
I
II
III
2016
Sumber: Bank Indonesia
Seiring dengan kebijakan clean money policy, kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan III 2016, jumlah UTLE yang dimusnahkan mencapai Rp0,66 Triliun dengan rasio terhadap inflow sebesar 27%. Pemusnahan UTLE dilakukan sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk secara konsisten memastikan ketersediaan uang layak edar bagi masyarakat melalui kas keliling dan kas titipan. Tercatat selama periode triwulan III 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara telah melakukan kegiatan penukaran dan kas keliling total sebanyak 59 kali, yang terdiri dari 20 kali pada bulan Juli, 20 kali pada bulan Agustus dan 19 kali pada bulan September. Berdasarkan lokasinya, sebanyak 50 kali di dalam Manado dan 9 kali di luar Manado (Airmadidi 3 kali, Amurang 2 kali, Gorontalo, Bitung, Tondano, dan Siau). Jumlah kegiatan kas keliling pada triwulan III 2016 meningkat dari 38 kali pada triwulan II 2016. Adapun total modal kerja yang digunakan dalam kas keliling triwulan III 2016 tersebut sebanyak Rp30,9 Milyar dengan tingkat serapan sebesar 82% yaitu Rp25,5 Milyar.
Grafik V.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (lembar) 219 214
205
149 124 69
79
67
64
93
84 67
58
34 I
II
III 2013
18 IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
2016
Sumber: Bank Indonesia
39
Bab VI. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan. Hal tersebut tercermin dari peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka, yang merupakan dampak perbaikan lapangan usaha pertanian dan peningkatan permintaan seiring meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara. Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara juga menunjukkan peningkatan. Hal tersebut tercermin dari perbaikan tingkat pendapatan per-kapita, tingkat kemiskinan, IPM, dan tingkat upah serta rasio gini dan NTP tahun 2016. Program pengentasan kemiskinan Pemerintah Daerah “ODSK” menjadi salah satu pendorong upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
6.1.
KETENAGAKERJAAN
Tabel VI.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Jumlah Bekerja Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa) Angkatan kerja (ribu jiwa) Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%)
2015 Ags 1,793 1,099 1,000 99 61.28 9.03
2016 Pertumbuhan Ags (yoy) 1,818 1.37% 1,184 7.71% 1,111 11.05% 73 -26.06% 65.11 6.25% 6.18 -31.56%
Sumber: BPS, diolah
Membaiknya ketenagakerjaan di Sulawesi Utara, salah satunya tercermin dari peningkatan jumlah angkatan kerja. Menigkatnya jumlah angkatan kerja tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk 15 tahun ke atas. Angkatan kerja yang meningkat dimaksud terindikasi lebih produktif dan siap untuk bekerja, karena pertumbuhan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 (7,71%) jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk 15 tahun ke atas pada posisi yang sama (1,37%). Kondisi tersebut juga terkonfirmasi oleh angka pertumbuhan jumlah orang bekerja (11,05%), yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja. Lapangan usaha pertanian masih mendominasi penyediaan lapangan
pekerjaan di Sulawesi Utara, bahkan pada Agustus 2016 tercatat pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada usaha pertanian paling tinggi dibandingkan lapangan usaha lainnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian didorong oleh perbaikan produksi tanaman bahan makanan khususnya beras, perbaikan produksi kelapa dan panen raya cengkih. Kondisi cuaca yang membaik serta program Pemerintah Daerah dalam peningkatan luas lahan, bantuan bibit dan alsintan juga menjadi faktor pendorong perbaikan produksi pertanian dan peningkatan jumlah pekerja pada lapangan usaha ini. Sementara itu, lapangan usaha perdagangan dan jasa kemasyarakatan, yang merupakan lapangan pekerjaan terbesar ke-2 dan ke-3 di Sulawesi Utara, juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan tenaga kerja. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan permintaan seiring peningkatan wisatawan mancanegera. Di sisi lain, penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada lapangan usaha konstruksi akibat penundaan penyaluran anggaran sejalan dengan penurunan konsumsi pemerintah. Sementara itu, masih lemahnya kondisi industri pengolahan ikan menyebabkan terjadinya
40
penurunan tenaga kerja di lapangan usaha industri.
sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di lapangan usaha jasa kemasyarakatan.
Tabel VI.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (ribu orang)
Tabel VI.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (ribu orang)
2015 2016 Pertumbuhan Pangsa Ags Ags (yoy) Pertanian 319 398 24.54% 36% Industri 68 64 -5.47% 6% Konstruksi 85 80 -5.72% 7% Perdagangan 207 223 7.45% 20% Transportasi 83 75 -10.08% 7% Keuangan 26 27 1.29% 2% Jasa Kemasyarakatan 189 223 17.65% 20% Lainnya* 22 22 -1.59% 2% *Lapangan Usaha Pertambangan, Listrik, Gas dan Air Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan statusnya, pekerjaan informal menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja secara signifikan dan masih mendominasi penyediaan lapangan pekerjaan di Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor informal sejalan dengan peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di lapangan usaha pertanian. Tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian merupakan pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja keluarga/tak dibayar. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam tersebut meningkat 218% dari 7.000 jiwa menjadi 22.000 jiwa. Tabel VI.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama (ribu orang) Status Pekerjaan Utama Formal Informal
2015 Ags 405 596
2016 Pertumbuhan Pangsa Ags (yoy) 430 6.20% 39% 681 14.34% 61%
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan tingkat pendidikan, tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah masih mendominasi. Hal tersebut sesuai dengan pangsa lapangan usaha pertanian yang mendominasi perekonomian dan pekerjaan di Sulawesi Utara. Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja tertinggi pada Agustus 2016 disumbang oleh tenaga kerja dengan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas
2015 Ags 347 206 229 90 24 104
2016 Pertumbuhan Pangsa Ags (yoy) 409 17.78% 37% 209 1.12% 19% 226 -1.53% 20% 125 37.82% 11% 27 11.79% 2% 116 11.62% 10%
Sumber: BPS, diolah
Meningkatnya potensi dan ketersediaan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara, diimbangi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja. Peningkatan kualitas tenaga kerja di Sulawesi Utara tercermin dari penurunan tajam angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2016 menjadi 6,18% dari 9,03% pada Agustus 2015. Penurunan TPT tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidikan yang ditamatkan. Penurunan TPT tertinggi terjadi pada kelompok Sekolah Menengah Kejuruan seiring dengan peningkatan wisatawan mancanegara dan pertumbuhan UMKM di Sulawesi Utara dan merupakan dampak dari program pemerintah dalam menyambut kunjungan wisatawan mancanegara yaitu memberikan pelatihan khususnya bahasa asing kepada tenaga kerja di Sulawesi Utara. Tabel VI.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan SD Ke bawah Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Diploma I/II/III Universitas
2015 Ags 3.74 6.80 13.92 19.18 7.85 8.94
2016 Ags 2.80 5.11 10.88 10.29 2.31 6.20
Sumber: BPS
6.2.
KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara secara umum mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari peningkatan pendapatan per kapita, perbaikan tingkat kemiskinan, peningkatan Indeks 41
Pembangunan Manusia (IPM), tingkat upah yang cukup tinggi, dan perbaikan rasio gini, serta perbaikan Nilai Tukar Petani selama tahun 2016. Peningkatan kesejahteraan khususnya standar hidup masyarakat di Sulawesi Utara tercermin dari membaiknya beberapa indikator utama yakni pendapatan per kapita, tingkat upah dan IPM. Ketiga indikator tersebut menunjukkan perkembangan yang positif pada tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan per kapita di tengah perlambatan ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Utara cukup kuat. Sementara itu, tingkat upah di Sulawesi Utara juga mendukung perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016 sebesar Rp2.400.000 yang merupakan tertinggi ke-tiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan Papua). Di sisi lain, IPM Sulawesi Utara juga meningkat pada tahun 2015 menjadi kategori tinggi (70,39) dari kategori sedang (69,96) pada tahun 2014. Peningkatan tersebut ditopang oleh meningkatnya keempat indikator pembentuk IPM yaitu Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) dari 70,94 menjadi 70,99 tahun, Harapan Lama Sekolah (HLS) dari 12,16 menjadi 12,43 tahun, Ratarata Lama Sekolah (RLS) dari 8,86 menjadi 8,88 tahun, dan pengeluaran per kapita dari Rp9.628.000 menjadi Rp9.729.000. Peningkatan IMP menunjukkan bahwa program pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan oleh Pemerintah berjalan dengan baik. Grafik VI.1. Pendapatan per-Kapita 40
14%
35
12%
30
10%
25
8%
20 6%
15
4%
10
2%
5 0
0% 2011
2012
2013
Pendapatan per-Kapita (Rp Juta)
Sumber: BPS, diolah
2014
2015
Pertumbuhan Pendapatan per-Kapita
Sementara itu, tingkat kemiskinan dan kesenjangan/ketidakmerataan di Sulawesi Utara mengalami penurunan. Posisi bulan Maret 2016 dibandingkan Maret tahun 2015, terlihat adanya penurunan kemiskinan di kota dan desa, meskipun dihadapi dengan peningkatan garis kemiskinan baik di kota maupun desa. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat di kota dan desa khususnya penduduk miskin transient (penduduk miskin yang berada di dekat garis kemiskinan) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan. Adapun perbaikan tersebut didukung oleh terjaganya sumber pendapatan masyarakat khususnya dari pertanian, inflasi harga bahan pangan dan non pangan yang terkendali dan program Pemerintah Daerah “ODSK” Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbuktif efektif dalam mengurangi kemiskinan. Adapun sebesar 70% penduduk miskin berada di pedesaan. Di sisi lain, kesenjangan atau ketidakmerataan pendapatan yang tercermin dari rasio gini mengalami penurunan. Rasio gini tahun 2015 tercatat 0,37, lebih rendah dari tahun 2014 sebesar 0,42. Hal ini tidak terlepas dari program pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Daerah melalui program “ODSK”. Tabel VI.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota dan Desa Maret 2015 Maret 2016 Kota Desa Total Kota Desa Total Jumlah Penduduk Miskin (ribu) 61 148 209 61 142 203 Tingkat Kemiskinan (%) 5.52 11.27 8.65 5.34 10.97 8.34 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) 290,820 299,177 295,365 312,328 321,985 317,478 Deskripsi
Sumber: BPS
Nilai Tukar Petani (NTP) pada tahun 2016 membaik dibandingkan tahun 2015, namun NTP pada triwulan III 2016 cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. NTP merupakan indikator yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat di lapangan usaha pertanian. Rata-rata NTP Sulawesi Utara pada tahun 2016 (Jan-Sep) meningkat menjadi 96,94 dari 96,48 pada tahun 2015. Peningkatan tersebut didorong oleh perbaikan tingkat inflasi pada tahun 2016. Namun secara 42
triwulanan, rata-rata NTP Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulawesi Utara turun dari 96,92 menjadi 96,56. Hal tersebut diperkirakan karena turunnya harga sektor tanaman pangan dan perkebunan pada bulan Juli dan Agustus akibat meningkatnya jumlah produksi. Secara umum, NTP Sulawesi Utara masih di bawah 100 yang mencerminkan bahwa masyarakat atau pekerja di lapangan usaha pertanian masih belum sejahtera. Berdasarkan sub lapangan usahanya sepanjang tahun 2016, NTP tanaman pangan, perkebunan dan perikanan masih berada di bawah batas sejahtera, sementara itu NTP holtikultura dan peternakan sudah berada di atas batas sejahtera. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di lapangan usaha pertanian, Pemerintah Daerah perlu terus membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan khususnya ke pedesaan agar distribusi barang menjadi lebih mudah dan murah. Grafik VI.2. Rata-rata Nilai Tukar Petani Tahun 2016 (Jan-Sep) 103.21 101.59
100: Batas Sejahtera 96.94
99.65
96.55
90.82
NTP
NTP Pangan
NTP Holtikultura
NTP Perkebunan
NTP NTP Perikanan Peternakan
Sumber: BPS, diolah
43
Bab VII. Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan berada pada kisaran 5,545,94% (yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun terutama disebabkan oleh kembali normalnya aktivitas konsumsi swasta pasca peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV 2016 seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Selain itu, perlambatan juga dirasakan pada kinerja konsumsi pemerintah, lapangan usaha konstruksi dan investasi sesuai dengan pola seasonalnya yang menurun pada awal tahun seiring belum dimulainya proyek pembangunan infrastruktur baru. Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016 pada kisaran 6,19-6,59% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Di tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal tetap perlu mendapat perhatian. Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana pola historisnya, tekanan inflasi Sulut diperkirakan mereda khususnya secara bulanan, seiring dengan normalisasi permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di sisi suplai, produksi tabama yang diproyeksikan meningkat pada Desember akan memberi dampak positif pada koreksi harga terutama pada Januari dan Februari 2017. Secara tahunan, Inflasi Sulut pada triwulan I 2017 diperkirakan sebesar 1,82±1% (yoy). Setelah mengalami level inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2017 diperkirakan relatif terkendali meskipun cenderung lebih tinggi dibanding 2016. Inflasi Sulut pada 2017 diperkirakan berada dalam rentang 3±1% (yoy). Sumber tekanan inflasi 2017 terutama berasal dari kelompok administered prices seiring rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi listrik. Di sisi lain, tekanan pada kelompok volatile food dan kelompok inti diperkirakan relatif moderat.
7.1.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan berada pada kisaran 5,54-5,94% (yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun terutama disebabkan oleh pelemahan konsumsi swasta pasca peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV 2016 seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Hal itu terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan ekspektasi konsumen 6 bulan yang akan
datang pada Juli, Agustus dan September, dibandingkan dengan April, Mei dan Juni. Selain itu, perlambatan juga disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, lapangan usaha konstruksi dan investasi sebagaimana pola seasonalnya yang cenderung melambat pada awal tahun seiring dengan belum dimulainya proyek infrastruktur yang baru.
44
Grafik VII.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan yang Akan Datang 153.33
150.50 128.00
120.00
Apr
Mei
Jun
Jul
129.50
124.83
Agu
Sep
Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi Penghasilan
Ekspektasi Ekonomi
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,196,59% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Salah satunya yaitu penguatan daya beli konsumen dan kegiatan perdagangan yang didorong oleh kenaikan UMP, masih terkendalinya tingkat inflasi seiring peningkatan program TPID, dan tren penurunan suku bunga kredit. Berlanjutnya program peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara seiring dengan peningkatan penyelenggaraan kegiatan MICE dan juga rencana pembukaan rute penerbangan baru seperti Manado-Raja Ampat dan ManadoMorotai serta beberapa penerbangan internasional. Dari sisi pertanian, perekonomian akan ditopang oleh sub lapangan usaha perkebunan, tanaman pangan dan juga perikanan. Program Pemerintah Daerah dalam peremajaan tanaman kelapa, cengkih dan pala mulai terasa dampak positifnya pada perkebunan. Program Pemerintah Daerah dalam pencetakan sawah baru akan berdampak pada peningkatan produksi. Aturan pemberantasan ilegal fishing akan mulai memberikan dampak positif bagi usaha perikanan yang juga ditopang oleh penyaluran bantuan kapal dari Pemerintah Daerah ke kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Berkaitan dengan pertanian, sisi eksternal yaitu harga komoditas yang membaik juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Daerah juga terus menggenjot ekspor dengan melakukan perluasan akses pasar di Amerikan dan Eropa. Selain itu, optimisme target penerimaan pajak yang membaik melalui tax amnesty akan mendorong penyaluran anggaran dari pusat ke daerah, sehingga konsumsi pemerintah akan meningkat. Faktor pendorong lainnya yaitu pelonggaran LTV kredit kepemilikan rumah dan penurunan BPHTB menjadi 2,5%. Hal tersebut akan mendorong peningkatan lapangan usaha dan juga investasi di Sulawesi Utara. Untuk mendukung peningkatan investasi, Pemerintah Daerah terus berupaya mempersiapkan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP), penyusunan Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM), dan juga bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam pengembangan Regional Investor Relation Unit (RIRU) serta pembangunan infrastruktur strategis. Di tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal tetap perlu mendapat perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah Foreign Direct Investment yang masuk ke Sulawesi Utara. Dari sisi internal, beberapa risiko dimaksud antara lain kondisi cuaca yang semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La Nina pada akhir tahun 2016, potensi penerimaan pajak atau sumber pendapatan negara yang rendah, masalah pembebasan lahan yang sering terjadi pada lokasi pembangunan infrastruktur, dan meningkatnya kegiatan ekspor buah kelapa utuh. Risiko terhangat yang muncul belakangan ini yaitu tidak tersedianya lokasi pembuangan limbah sisa olahan industri di Bitung. Kondisi tersebut dapat membuat pelaku usaha olahan di Bitung “angkat kaki” dari Sulawesi Utara dan menjadi entry barrier bagi pelaku usaha yang ingin berinvestasi di 45
Sulawesi Utara. Risiko lainnya yang dapat mempengaruhi perekonomian di Sulawesi Utara yaitu mutasi golongan listrik bersubsidi dan kenaikan cukai rokok yang diprakirakan mempengaruhi tingkat konsumsi atau daya beli masyarakat. 7.2.
Grafik VII.2. Prakiraan Inflasi Sulut
INFLASI
Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana pola historisnya, tekanan inflasi Suut diperkirakan mereda khususnya secara bulanan, seiring dengan normalisasi permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di sisi supply, produksi tabama yang diproyeksikan meningkat pada Desember akan memberi dampak positif pada koreksi harga terutama pada Januari dan Februari 2017. Secara tahunan, Inflasi Sulut pada triwulan I 2017 diperkirakan sebesar 0,82±1% (yoy). Setelah mengalami level inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara pada tahun 2017 diperkirakan relatif terkendali meskipun cenderung lebih tinggi dibanding 2016. Inflasi Sulut pada 2017 diperkirakan berada dalam rentang 3±1% (yoy). Sumber tekanan inflasi 2017 terutama berasal dari kelompok administered prices seiring rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi listrik. Di sisi lain, tekanan pada kelompok volatile food dan kelompok inti diperkirakan relatif moderat. Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain: (i) Dampak perbaikan ekonomi pada peningkatan permintaan yang tidak sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi tekanan imported inflation seiring meningkatnya ketidakpastian global yang memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii) Kondisi cuaca yang tidak menentu; (iv) Dampak negatif alih fungsi lahan terhadap produksi pertanian; dan (v) Tidak optimalnya upaya penguatan infrastruktur pangan.
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik VII.3. Ekspektasi Harga Konsumen
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
7.2.1. Volatile Foods Tekanan inflasi kelompok volatile food diperkirakan mereda di awal tahun 2017 sebagaimana pola historisnya seiring peningkatan produksi tabama yang diperkirakan terjadi di akhir 2016. Secara keseluruhan tahun 2017, inflasi kelompok ini diperkirakan relatif moderat. Risiko masih membayangi khususnya untuk komoditas bumbu-bumbuan seiring kondisi cuaca yang tidak menentu. Di sisi lain, produksi perikanan yang merupakan salah satu bahan makanan utama di Sulut, diperkirakan meningkat seiring relaksasi regulasi. Hal tersebut akan membawa dampak positif pada pergerakan inflasi volatile food di tahun mendatang. 7.2.2. Administered Prices Kelompok Administered Prices diperkirakan menjadi sumber utama penyumbang inflasi di tahun 2017. Kondisi ini dipengaruhi oleh rencana pemerintah dalam mengurangi subsidi listrik, yang akan berdampak pada peningkatan harga tarif listrik rumah tangga 46
900 VA. Di sisi lain, Potensi tekanan diperkirakan juga muncul dari komoditas angkutan udara. Program pemerintah Provinsi untuk menjadikan Sulut sebagai hub pariwisata KTI, yang diikuti dengan pembukaan beberapa rute penerbangan internasional dapat menambah tekanan pada tingkat permintaan tiket domestik yang pada akhirnya berdampak pada tingginya harga. Kondisi tersebut perlu dicermati bersama, khususnya pada tataran pemerintahan maupun badan usaha, dengan mencermati angka okupansi penerbangan sebagai dasar pertimbangan perlu atau tidaknya dilakukan penambahan rute baru ataupun peningkatan frekuensi penerbangan domestik. Di sisi lain, risko peningkatan harga BBM di tahun 2017 diperkirakan masih relatif kecil. Belum solidnya perbaikan ekonomi
global menyebabkan harga minyak dunia di tahun mendatang diperkirakan masih akan berada di level bawah. 7.2.3. Core Inflation Pada kelompok inti, risiko tekanan inflasi di tahun mendatang diperkirakan relatif moderat. Sumber risiko tekanan diperkirakan muncul dari faktor eksternal peningkatan ketidakpastian global, yang akan mempengaruhi pergerakan harga emas, ekspektasi inflasi, maupun pergerakan kurs. Di sisi lain, perbaikan perekonomian Sulawesi Utara dan peningkatan UMP Sulut 2017 juga diperkirakan memberi pengaruh pada peningkatan tingkat permintaan di tahun mendatang.
47
Daftar Istilah dan Singkatan PDRB
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm
month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq
quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy
year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian ratarata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi
Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1
Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
48
M2
Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo
Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal
Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral
Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM
Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs
Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM
Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow
Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow
Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow
Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB
Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
49