KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NOVEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah November 2016” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Semarang, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TENGAH Ttd
Iskandar Simorangkir Direktur Eksekutif
Daftar Isi
Kata Pengantar
I
BAB I
Daftar Isi
ii
Daftar Suplemen
ii
Daftar Tabel
v
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Daftar Grafik
vi
Tabel Indikator Ringkasan Eksekutif
xiii 1
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
7
Triwulan III 2016 1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
8
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
9
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
13
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
14
1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri
14
DAMPAK LARANGAN CANTRANG BAGI
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri
16
EKSISTENSI USAHA PERIKANAN DI KOTA TEGAL
1.1.2. Net Ekspor Antardaerah
18
1.1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
19
1.1.3.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
20
1.1.3.2. Industri Pengolahan
21
SINERGI AKSI DALAM PENGEMBANGAN
1.1.3.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
24
PARIWISATA DI JAWA TENGAH
Mobil-Sepeda Motor
SUPLEMEN 1
SUPLEMEN 2
28
57
GEJOLAK HARGA CABAI DI WILAYAH SOLORAYA SUPLEMEN 3
101
1.1.3.4. Lapangan Usaha Lainnya
25
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
25
Regional Triwulan IV 2016
BAB II
KEUANGAN PEMERINTAH
ii
2.1. Realisasi APBD Triwulan III 2016
33
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan III 2016
34
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan III 2016
36
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2016
37
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER
2016
BAB III
BAB IV
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 3.1. Inflasi Secara Umum
41
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
43
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah
63
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan
43
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
63
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
44
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
63
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
63
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan
65
& Tembakau 3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
44
Jasa Keuangan
Usaha Utama Jawa Tengah
3.3. Disagregasi Inflasi
44
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
66
3.3.1. Kelompok Volatile Food
45
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
66
3.3.2. Kelompok Administered Prices
46
Tangga
3.3.3. Kelompok Inti
47
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga/Perseorangan (DPK 66
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
48
RT) di Perbankan
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
49
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
66
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
50
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
68
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus
50
4.2.1. Perkembangan Bank Umum
70
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
51
4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
70
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
52
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK
70
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
52
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
72
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan IV 2016
53
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
74
3.5.1. Inflasi Oktober 2016
53
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum 75
3.5.2. Inflasi Triwulan IV 2016
54
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah
76
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
55
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
77
Provinsi Jawa Tengah 4.5. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah
80
(UMKM)
iii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL NOVEMBER
2016 BAB V
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional
85
Bank Indonesia (SKNBI) 5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
86
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
89
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
89
BAB VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1. Ketenagakerjaan
93
6.2. Pengangguran
96
6.3. Nilai Tukar Petani
96
6.4. Tingkat Kemiskinan
98
6.5. Pembangunan Manusia
99
6.6. Pemerataan Penduduk
100
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017
105
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
105
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 106 7.2. Prospek Inflasi Tahun 2017
iv
108
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH A. PDRB & Inflasi INDIKATOR
2013
2014
2015 I
II 5,06
III
IV
5,00
6,08
2015
2016 I
II
4,91
5,74
III
Ekonomi Makro Regional *) 5,11
5,28
5,64
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2,15
-0,95
3,92
7,29
4,62
6,87
5,60
-2,01
-0,02
3,05
- Pertambangan dan Penggalian
6,17
6,50
1,15
2,20
6,04
4,72
3,59
19,81
16,64
16,73
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
5,44
5,06
Berdasarkan Sektor
- Industri Pengolahan
5,45
6,62
5,86
3,79
4,30
4,56
4,62
4,04
5,53
4,55
- Pengadaan Listrik dan Gas
8,31
3,72
-6,13
-1,59
-5,08
-0,64
-3,34
7,23
0,22
1,28
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
0,23
3,45
1,96
3,13
-0,24
1,71
1,63
-2,61
1,39
4,56
- Konstruksi
4,90
4,38
4,19
5,30
7,08
7,35
6,00
6,04
7,46
7,61
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
4,72
4,71
3,14
3,24
2,16
8,25
4,17
6,99
4,45
1,78
- Transportasi dan Pergudangan
9,33
8,97
12,01
9,72
6,71
3,89
7,90
6,79
6,68
7,00
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
4,51
7,58
8,59
6,48
6,34
7,03
7,09
6,01
6,47
6,11
- Informasi dan Komunikasi
7,99
13,00
11,57
8,51
9,50
8,65
9,53
9,07
9,62
7,58 10,17
- Jasa Keuangan dan Asuransi
3,89
4,16
7,31
2,37
8,98
13,72
8,10
8,54
14,03
- Real Estate
7,70
7,19
6,72
7,02
8,75
7,81
7,59
7,64
6,39
5,89
12,12
8,31
11,56
10,45
10,93
6,17
9,72
8,65
8,73
8,24 -0,10
- Jasa Perusahaan - Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,65
0,78
3,97
7,85
6,23
3,37
5,31
4,22
5,23
- Jasa Pendidikan
9,53
10,17
10,11
9,25
6,90
2,77
7,08
9,19
10,48
9,23
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,12
11,20
9,35
4,45
6,96
7,47
7,05
10,09
13,59
10,08
- Jasa lainnya
9,24
8,50
8,34
-1,09
1,57
4,11
3,21
4,69
12,98
10,43
Berdasarkan Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga
4,38
4,31
4,37
4,27
4,34
4,82
4,45
4,76
4,80
4,36
- Konsumsi LNPRT
7,21
8,62
-9,66
-12,33
3,03
8,05
-3,15
8,60
9,04
3,49 -12,53
- Konsumsi Pemerintah
5,44
2,19
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
- PMTB
4,39
4,16
6,26
3,37
3,96
7,03
5,15
5,42
7,00
5,59
15,30
9,55
-4,13
-2,64
3,19
5,57
0,30
-0,31
-2,60
-14,08
13,50
-7,29
-12,04
-7,53
-18,48
-26,09
-16,11
-27,07
-13,14
-18,75
109,62
-3,89
12,75
21,74
-2,65
-77,40
0,16
-34,15
-8,75
1,84
- Ekspor Luar Negeri - Impor Luar Negeri - Net Ekspor Antardaerah Ekspor - Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) - Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
5.658
6.097
1.547
1.642
1.484
1.533
6.206
1.579
1.689
1.382
425.526
380.816
126.679
132.151
107.122
114.980
480.932
124.341
133.285
102.693
5.554
6.120
1.555
1.427
1.156
1.339
5.476
1.259
1.398
1.194
929.527 1.191.221 4.488.138 1.027.845 1.174.984
951.392
Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta) - Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
4.044.860 3.844.856 1.209.519 1.157.871
Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Tengah
142,68
118,60
117,65
119,18
120,42
121,84
121,84
122,60
122,70
123,69
Kota Purwokerto
145,46
117,36
116,48
117,88
119,00
120,32
120,32
121,31
121,36
121,81
Kota Surakarta
134,81
116,84
115,69
117,15
117,97
119,83
119,83
120,82
120,91
121,43
Kota Semarang
145,29
118,73
117,66
119,26
120,46
121,77
121,77
122,35
122,42
123,60
Kota Tegal
142,05
114,73
114,42
116,17
117,53
119,26
119,26
120,13
120,55
121,91
Kota Kudus
-
124,16
116,87
117,48
126,93
128,23
128,23
129,16
128,88
129,70
Kota Cilacap
-
121,18
120,74
121,85
123,42
124,37
124,37
125,32
125,79
126,96
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah
7.98
8,22
5,68
6,15
5,78
2,73
2,73
4,21
2,96
2,71
Kota Purwokerto
8.50
7,09
4,59
5,34
5,28
2,52
2,52
4,15
2,95
2,36
Kota Surakarta
8.32
8,01
5,07
5,75
5,27
2,56
2,56
4,43
3,21
2,93
Kota Semarang
8.19
8,53
6,04
6,34
5,88
2,56
2,56
3,99
2,65
2,61
Kota Tegal
5.80
7,40
5,27
6,63
6,23
3,95
3,95
4,99
3,77
3,73
Kota Kudus
-
8,59
5,42
6,17
6,58
3,28
3,28
4,83
3,33
2,18
Kota Cilacap
-
8,19
6,51
6,09
5,42
2,63
2,63
3,79
3,23
2,87
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
xiii
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
xiv
TABEL INDIKATOR PROVINSI JAWA TENGAH
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran INDIKATOR
2013
2014 I
II
III
IV
2014
2015 I
II
III
IV
2015
2016 I
II
III 228,39
Perbankan **) Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
178,42
185,79
188,11
188,11
193,01
201,05
213,68
216,17
216,17
217,92
225,02
- Giro
23,73
25,09
30,20
30,94
24,83
24,83
30,53
33,56
34,55
29,69
29,69
33,75
31,14
32,90
- Tabungan
90,60
85,30
86,95
90,47
97,60
97,60
92,25
93,21
99,31
109,04
109,04
104,36
112,08
112,90
53,07
58,34
61,27
64,38
65,68
65,68
70,32
74,28
79,81
77,44
77,44
79,82
81,80
82,59
176,61 178,54
187,36
191,87
198,15
198,15
198,84
205,20
209,81
216,71
216,71
217,89
226,15
229,91 122,87
- Deposito Kredit (Rp Triliun)
167,40 168,74
- Modal Kerja
92,35
93,34
99,04
103,87
106,38
106,38
106,81
111,00
112,60
115,80
115,80
115,89
120,94
- Konsumsi
25,60
26,91
28,06
27,70
29,06
29,06
28,76
29,70
31,54
34,31
34,31
35,49
36,68
37,85
- Investasi
58,66
58,29
60,26
60,30
62,71
62,71
63,27
64,49
65,67
66,60
66,60
66,51
68,53
69,20
105,51 105,81
Loan to Deposit ratio (%) NPL Gross (%)
1,98
105,01
103,27
105,33
105,33
102,97
102,06
98,19
100,25
100,25
99,99
100,50
100,67
2,17
2,19
2,22
2,23
2,23
2,47
2,90
2,96
3,02
3,02
3,22
3,43
3,26
I
II
III
IV
C. Sistem Pembayaran INDIKATOR
2013
2014 III
IV
2014
2015 I
II
2015
2016 I
II
III
Transaksi Kliring - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
530
573
579
583
567
551
559
595
14.547 14.275
530
15.156
14.225
14.203
14.459
13.963
14.053
14.179
721
606
853
947
800
16.254 146.212
18.817
19.694
18.545
Transaksi Kas (Rp Triliun) -Inflow
57,35
15,47
14,31
20,52
12,02
62,32
18,18
14,91
25,55
12,59
71,23
18,75
12,45
26,63
-Outflow
37,21
6,27
8,95
14,69
9,20
39,11
5,58
12,62
16,95
11,69
46,84
7,00
23,06
10,88
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
RINGKASAN UMUM
volatile food
administered prices
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah Pada triwulan III 2016, ekonomi Provinsi Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,06% (yoy), lebih lambat dibandingkan capaian triwulan sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy). Namun demikian, tingkat pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,00% (yoy). Perlambatan ekonomi juga terjadi pada level nasional maupun Kawasan Jawa. Perekonomian nasional tumbuh melambat dengan tingkat 5,02% (yoy), dari tingkat pertumbuhan 5,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa mencatatkan pertumbuhan 5,57% (yoy) setelah tumbuh 5,75% (yoy) pada triwulan II 2016. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama disumbang oleh komponen konsumsi, investasi, serta ekspor luar negeri. Sementara itu, sebagai elemen pengurang, impor luar negeri mengalami kontraksi lebih dalam dan menjadi penahan melambatnya pertumbuhan ekonomi lebih jauh. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha industri pengolahan; serta perdagangan besar dan eceran, sedangkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat tumbuh lebih cepat.
Keuangan Pemerintah Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi jawa Tengah pada triwulan III 2016 menurun. Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah sampai dengan triwulan III 2016 sebesar 64,75% dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang sebesar 69,67%. Realisasi pendapatan di triwulan ini masih juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar 74,44%. Penurunan persentase serapan ini terjadi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper). Rendahnya pendapatan tersebut berdampak pada realisasi belanja pada triwulan III 2016. Pada periode tersebut, realisasi belanja Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 53,86% dari total anggaran belanja 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan persentase realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 56,30%. Menurunnya persentase realisasi ini terutama didorong oleh penghematan yang dilakukan Pemprov Jateng di tengah penerimaan pendapatan yang relatif rendah.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
01
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
02
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan III
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat mengalami
2016,di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi.
perlambatan menjadi sebesar 8,82% (yoy) dari triwulan
Pada triwulan III 2016 inflasi tercatat sebesar 2,72%
lalu yang tercatat sebesar 9,98% (yoy). Sejalan dengan
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
perlambatan pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit
yang sebesar 2,96% (yoy). Penurunan ini terutama
dan DPK perbankan Jawa Tengah juga melambat
didorong oleh tekanan volatile food yang terjaga,
dibandingkan triwulan lalu. Kredit perbankan Jawa
tekanan administered prices yang masih rendah serta
Tengah tumbuh 9,58% (yoy) pada triwulan III 2016
tingkat inflasi inti yang cenderung stabil. Inflasi ini juga
atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar
yang tercatat sebesar 10,21% (yoy). DPK tumbuh
3,07% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah ini melanjutkan
sebesar 6,75% (yoy) pada triwulan laporan, juga
tren penurunan yang sebelumnya terjadi pada triwulan
mengalami perlambatan dibandingkan lalu yang
II 2016.
tercatat sebesar 11,92% (yoy). Di sisi lain, kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan III 2016 cenderung
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan III
sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai
2016. Faktor yang mendorong penurunan inflasi
indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan
adalah terjaganya pasokan komoditas bahan pangan
pada periode ini tercatat sebesar 3,26% atau membaik
strategis. Presiden menegaskan bahwa persediaan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
beras nasional hingga Mei 2017 telah mencukupi
sebesar 3,43%. Loan to Deposit Ratio (LDR) juga
sehingga pemerintah Indonesia berkomitmen tidak
mengalami peningkatan pada triwulan laporan
akan impor beras hingga akhir 2016. Hal ini terpantau
menjadi sebesar 100,67% dari 100,50% pada triwulan
dari persediaan beras yang lebih tinggi dibandingkan
lalu.
periode yang sama tahun lalu. Selain itu, pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras tercatat surplus
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa
memasuki kuartal akhir 2016, sehingga mampu
Tengah pada triwulan III 2016 mengalami penurunan
menjaga kestabilan harga di tengah peningkatan
dibandingkan triwulan II 2016. Pertumbuhan kredit
permintaan pada akhir tahun. Sementara itu, kelompok
UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 13,02%
administered prices juga diperkirakan masih
(yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
mencatatkan deflasi seiring terjaganya harga minyak
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 13,15%
mentah dunia dan komoditas, seperti gula pasir dan
(yoy). Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan
semen.
dengan pertumbuhan kredit UMKM nasional triwulan III 2016 yang sebesar 8,28% (yoy).
Dibandingkan
dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa,
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan, dan UMKM
pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah tersebut
Tekanan terhadap stabilitas keuangan Jawa Tengah
relatif tinggi. Pertumbuhan kredit UMKM Provinsi Jawa
pada triwulan III 2016 mengalami peningkatan
Timur pada triwulan ini tercatat sebesar 11,95% (yoy);
dibandingkan triwulan II 2016 sejalan dengan
Jawa Barat 9,95% (yoy); DI Yogyakarta 7,61% (yoy);
perlambatan ekonomi. Pertumbuhan aset perbankan
DKI Jakarta -0,95% (yoy), dan Banten 19,87% (yoy).
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan
penduduk usia kerja Jawa Tengah sebesar 25,78 juta
dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa
orang, atau meningkat 1,14% dibandingkan dengan
Tengah pada triwulan III 2016. Aktivitas sistem
Agustus 2015 yang berjumlah 25,49 juta orang.
pembayaran nontunai masih mencatat pertumbuhan
Kondisi ini mencerminkan besarnya potensi tenaga
meskipun melambat. Aliran uang kartal menunjukkan
kerja di Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk
adanya peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
usia produktif.
sebelumnya. Penggunaan sistem pembayaran nontunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2016
Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2016 tumbuh
meningkat dibandingkan triwulan II 2016. NTP pada
melambat, baik secara volume maupun nominal.
triwulan pelaporan sebesar 100.88, atau mengalami
Perlambatan aktivitas kliring di Jawa Tengah sejalan
perbaikan tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai
dengan pertumbuhan transaksi kliring secara nasional.
99,64. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan
Penyelesaian nilai transaksi kliring pada periode
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
pelaporan tercatat sebesar Rp47,98 triliun. Nilai
triwulan laporan yang membaik.
nominal transaksi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 32,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 74,98% (yoy). Volume transaksi yang dikliringkan juga tumbuh melambat menjadi sebesar 28,64% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 yang mampu tumbuh 44,74% (yoy). Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan III 2016 didorong oleh kenaikan indeks yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks yang dibayarkan petani. Indeks yang diterima petani meningkat 2,24% naik dari 122,82 menjadi 125,57 pada triwulan laporan. Sementara itu, indeks yang dibayarkan petani meningkat 0,99%; dari sebelumnya 123,26 menjadi 124,48 pada triwulan III 2016.
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
Prospek Perekonomian Daerah
sebelumnya. Posisi net inflow meningkat signifikan
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017
mencapai 248,48% (qtq) menjadi Rp15,74 triliun pada
diperkirakan melambat dibandingkan dengan triwulan
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
IV 2016. Dari segi pengeluaran, perlambatan berasal
mencatat net outflow 190,39% (qtq) atau sebesar
dari komponen konsumsi rumah tangga dan investasi.
Rp10,61 triliun. Posisi net inflow mencatat
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan
pertumbuhan tahunan sebesar 83,18% (yoy) lebih
terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan,
tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang mencatat
sementara pertumbuhan lapangan usaha pertanian
peningkatan sebesar 47,37% (yoy) atau net inflow
dan perdagangan mengalami perbaikan. Secara
sebesar Rp8,59 triliun.
keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Jumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah meningkat, mencerminkan potensi ketersediaan tenaga kerja pada Februari 2016 yang meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Februari 2016 jumlah
Te n g a h p a d a 2 0 1 7 d i p e r k i r a k a n m e n i n g k a t dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2016 yang diperkirakan 5,2% - 5,6% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
03
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
04
Inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2016, di tengah penyesuaian harga kelompok administered prices. Meskipun demikian, inflasi masih pada rentang target nasional. Terkendalinya inflasi pada seiring komitmen pemerintah memperbaiki distribusi logistik seiring terjaganya pasokan komoditas strategis. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017 ini juga diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Pada tahun 2016, inflasi akhir tahun diperkirakan rendah seiring dengan terjaganya pasokan komoditas pangan di tengah La Nina; serta adanya upaya pengendalian inflasi yang baik. Meningkatnya kerja sama dan upaya pengendalian inflasi ini diperkirakan akan berlanjut di tahun 2017 sehingga inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih berada pada rentang sasaran inflasi 4±1%.
BAB
I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan III 2016 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama disumbang oleh komponen konsumsi, investasi, serta ekspor luar negeri. Sementara itu, sebagai elemen pengurang, impor luar negeri mengalami kontraksi lebih dalam dan menjadi penahan melambatnya pertumbuhan ekonomi lebih jauh. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, perlambatan terutama berasal dari lapangan usaha industri pengolahan; serta perdagangan besar dan eceran, sedangkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat tumbuh lebih cepat.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan III 20161 Pada triwulan III 2016, ekonomi Provinsi Jawa
Pada periode laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah mencatatkan pertumbuhan 5,06% (yoy),
Tengah menyumbang 14,96% terhadap perekonomian
lebih lambat dibandingkan capaian triwulan
Kawasan Jawa. Nilai ini relatif tetap dibandingkan
sebelumnya yang sebesar 5,74% (yoy). Namun
periode sebelumnya. Perekonomian Kawasan Jawa
demikian, tingkat pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi
secara dominan disumbang oleh Provinsi DKI Jakarta
dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun
dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan dari kedua
sebelumnya yang sebesar 5,00% (yoy). Secara
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
triwulanan, perekonomian Jawa Tengah tumbuh 2,65% (qtq), lebih rendah dibandingkan periode yang
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dialami oleh
sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,31% (qtq).
hampir seluruh provinsi di Kawasan Jawa, kecuali Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi relatif
Perlambatan ekonomi juga terjadi pada level nasional
stabil; dan Banten yang justru mengalami percepatan.
maupun Kawasan Jawa. Perekonomian nasional
Dibandingkan provinsi lainnya di Kawasan Jawa,
tumbuh melambat dengan tingkat 5,02% (yoy), dari
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah relatif lebih
tingkat pertumbuhan 5,18% (yoy) pada triwulan
rendah dan menempati posisi kedua terendah setelah
sebelumnya; sementara perekonomian Kawasan Jawa
DI Yogyakarta.
mencatatkan pertumbuhan 5,57% (yoy) setelah tumbuh 5,75% (yoy) pada triwulan II 2016.
7
8 % 6
%, YOY
6
4 5
2 0 I -2
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
4
3 I
-4
II
III
IV
I
II
2014 PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ)
PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
JAWA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
III
IV
I
2015 JATENG
II 2016
III
NASIONAL Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy) JAWA
I - 2016
II - 2016
DKI
5.86
5.75
BANTEN
5.18
5.35
JABAR
5.97
5.76
JATENG
5.74
5.06
DIY
5.47
4.68
JATIM
5.62
5.61
JAWA
5.75
5.57
Sumber: BPS, diolah
II 2016
III 2016
29,15 %
29,00 %
DKI
25,09
22,48
14,88
6,95
1,46
%
%
%
%
%
25,31
22,31
14,96
3,93
1,49
%
%
%
%
%
JABAR
JATENG
BANTEN
DIY
JATIM
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi 1.
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan III tahun 2016 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2016 dan 2015 masih bersifat sementara.
07
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
08
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
100
%, YOY
7
%, YOY
80
%, YOY
%, YOY
80 6 60
60
6
50 40
40
5
5
30 20
20 4 0
4
10 0
I
-20
7
70
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PDRB - SKALA KANAN
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
III
-10 3
OUTFLOW UANG KARTAL Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi
I
II III 2013
IV
I
PDRB - SKALA KANAN
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
3
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.5 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian dan Pertumbuhan Ekonomi
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian Jawa
pembayaran. Seiring dengan melemahnya
Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, kebutuhan akan
pangsa 60,68%. Pembentukan Modal Tetap Bruto
uang kartal untuk kegiatan ekonomi di Jawa Tengah
(PMTB) atau investasi juga memberikan kontribusi
turut mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin
signifikan, yaitu sebesar 29,86%. Lebih lanjut,
dari aliran keluar (outflow) uang kartal melalui Kantor
konsumsi pemerintah memiliki peran sebesar 8,77%,
Perwakilan BI di Jawa Tengah yang mengalami
dan ekspor luar negeri sebesar 8,46%. Selain itu,
penurunan 35,81% (yoy) pada triwulan laporan,
pangsa impor luar negeri, sebagai elemen pengurang
setelah tumbuh 82,69% (yoy) pada triwulan II 2016.
dalam perekonomian Jawa Tengah, juga cukup besar,
Selain itu, perlambatan juga terlihat pada aktivitas
yaitu 18,46%. Komposisi ini tidak banyak berubah
pembayaran nontunai, yaitu melalui transaksi kliring.
dibandingkan periode sebelumnya.
Pada triwulan III 2016, nilai rata-rata perputaran kliring harian mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 34,30% (yoy) dari 69,43% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan terjadi pada hampir seluruh komponen pengeluaran, kecuali net ekspor antardaerah. Konsumsi swasta, yaitu rumah tangga dan lembaga
Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan terutama
nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT),
disumbang oleh komponen konsumsi, investasi, serta
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan II
ekspor luar negeri. Sementara itu, sebagai elemen
2016. Sementara itu konsumsi pemerintah mengalami
pengurang, impor luar negeri mengalami kontraksi
kontraksi dalam, berbalik arah dari triwulan
lebih dalam dan menjadi penahan melambatnya
sebelumnya. Lebih lanjut, investasi juga mengalami
pertumbuhan ekonomi lebih jauh. Lebih lanjut, dari sisi
perlambatan walaupun masih tumbuh cukup tinggi.
lapangan usaha, perlambatan terutama berasal dari
Kemudian, ekspor dan impor luar negeri mengalami
lapangan usaha industri pengolahan; serta
penurunan lebih dalam, namun diimbangi dengan
perdagangan besar dan eceran, sedangkan lapangan
kenaikan net ekspor antardaerah.
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat tumbuh lebih cepat.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) KOMPONEN PENGELUARAN
2014
KONSUMSI RUMAH TANGGA
570.268
2015*
2016**
2015*
I
II
III
IV
149.574
151.956
159.283
159.183
619.996
I
II
III
162.214
163.895
169.950
KONSUMSI LNPRT
10.773
2.736
2.748
2.907
3.034
11.426
3.028
3.029
3.062
KONSUMSI PEMERINTAH
75.556
11.991
17.657
23.013
33.483
86.144
13.546
20.453
20.319
INVESTASI
273.585
72.438
74.664
78.374
81.767
307.243
78.635
82.110
84.367
EKSPOR
83.687
21.772
23.915
22.715
23.625
92.027
23.321
24.648
20.367
IMPOR
220.421
48.715
51.556
48.453
42.348
191.072
35.137
43.295
37.399
NET EKSPOR ANTARDAERAH
104.692
27.158
21.755
20.222
6.463
75.598
13.763
15.539
19.277
27.054
6.894
10.188
4.451
(8.821)
12.712
3.986
6.649
3.908
925.195
243.848
251.327
262.513
256.387
1.014.074
263.356
273.027
283.850
PERUBAHAN INVENTORI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Pengeluaran (Rp Miliar) KOMPONEN PENGELUARAN
2014
KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH INVESTASI
2015*
2016**
2015*
I
II
III
IV
465.234
118.540
120.283
123.698
123.430
I
II
III
485.951
124.177
126.057
129.097
8.299
1.939
1.934
2.042
2.123
8.038
2.106
2.109
2.114
56.643
8.876
12.250
15.017
22.601
58.744
9.165
13.166
13.135 62.077
220.009
55.246
56.522
58.788
60.785
231.341
58.238
60.478
EKSPOR
67.835
16.727
17.853
16.461
16.996
68.037
16.675
17.388
14.143
IMPOR
118.498
25.636
26.917
24.941
21.914
99.408
18.697
23.380
20.264
NET EKSPOR ANTARDAERAH
49.209
17.893
14.711
15.474
1.211
49.289
11.783
13.424
15.758
PERUBAHAN INVENTORI
16.261
2.681
4.151
899
-3.113
4.617
2.448
3.079
1.884
764.993
196.266
200.786
207.439
202.118
806.609
205.896
212.321
217.944
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Pengeluaran (%, yoy) KOMPONEN PENGELUARAN
2015*
2014 I
II
III
2016**
2015*
IV
I
II
III
KONSUMSI RUMAH TANGGA
4,31
4,37
4,27
4,34
4,82
4,45
4,76
4,80
4,36
KONSUMSI LNPRT
8,62
(9,66)
(12,33)
3,03
8,05
(3,15)
8,60
9,04
3,49
KONSUMSI PEMERINTAH
2,19
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
3,26
7,48
(12,53)
INVESTASI
4,16
6,26
3,37
3,96
7,03
5,15
5,42
7,00
5,59
EKSPOR
9,55
(4,13)
(2,64)
3,19
5,57
0,30
(0,31)
(2,60)
(14,08)
IMPOR
(7,29)
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(26,09)
(16,11)
(27,07)
(13,14)
(18,75)
NET EKSPOR ANTARDAERAH
(3,89)
12,75
21,74
(2,65)
(77,40)
0,16
(34,15)
(8,75)
1,84
(22,63)
(49,16)
(26,36)
(81,81)
(859,54)
(71,61)
(8,67)
(25,83)
109,59
5,28
5,64
5,06
5,00
6,08
5,44
4,91
5,74
5,06
PERUBAHAN INVENTORI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi mengalami perlambatan signifikan pada triwulan laporan. Konsumsi swasta (rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga/LNPRT) masih mencatatkan peningkatan
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara
6 % 5 4 3 2 1
walaupun melambat dibandingkan triwulan
0
sebelumnya. Sementara itu, konsumsi pemerintah
(1)
mengalami kontraksi dalam.
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PERTUMBUHAN TRIWULANAN
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN TAHUNAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.6 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga sebagai komponen
Perlambatan kinerja konsumsi terjadi seiring dengan
pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh 4,36%
pola normalisasi setelah di triwulan II pola konsumsi
(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang
masyarakat mengalami peningkatan pada bulan
sebesar 4,80% (yoy). Secara triwulanan, konsumsi
Ramadhan dan persiapan menjelang Idul Fitri.
rumah tangga triwulan laporan tumbuh 2,41% (qtq),
Pergeseran hari raya lebaran menyebabkan sebagian
juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama
besar konsumsi masyarakat terdistribusi ke triwulan II
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,84% (qtq).
2016 sehingga pada triwulan III 2016 mengalami perlambatan.
09
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
10 %
125 % 120
8
115 110
6
105
4
100 2
95
0
90 I
II III 2013 ITK
IV
I
II III 2014
PENDAPATAN RUMAH TANGGA
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
I
III
II III 2013
-2
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen
IV
I
II III 2014
INFLASI TRIWULANAN (QTQ)
PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
INFLASI TAHUNAN (YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan Inflasi Triwulanan dan Tahunan
Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga masih
pengeluaran rumah tangga tercatat melambat dari
cukup kuat yang ditunjukkan oleh hasil Survei Tendensi
107,70 menjadi 107,23. Menurunnya indeks ini sejalan
Konsumen (STK) yang dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa
dengan inflasi triwulan laporan (0,81%; qtq) yang lebih
Tengah. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) meningkat
tinggi dari inflasi triwulan sebelumnya (0,08%; qtq).
dari 106,66 pada triwulan II 2016 menjadi 109,16 pada triwulan laporan. Berdasarkan hasil survei dimaksud, kinerja konsumsi masih kuat terutama terutama
Hal yang sama juga terkonfirmasi oleh Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Bank Indonesia.
didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah
Keyakinan konsumen pada kondisi ekonomi saat ini
tangga, indeks komponen tersebut meningkat dari
diindikasikan meningkat, tercermin dari indeksnya (IKE)
104,56 menjadi 109,66. Peningkatan pendapatan
yang pada triwulan III 2016 secara rata-rata (115,8)
antara lain bersumber dari penyaluran Tunjangan Hari
lebih tinggi dibandingkan rata-rata IKE pada triwulan II
Raya (THR) yang jatuh pada periode akhir Juni sampai
2016 (113,5). Peningkatan ini berasal dari peningkatan
dengan awal Juli. Sementara itu, indeks konsumsi
penghasilan konsumen, dan konsumsi barang
barang dan jasa cenderung meningkat.
kebutuhan tahan lama, sementara aspek ketersediaan lapangan kerja relatif stabil.
Adapun hal yang menjadi faktor penahan konsumsi adalah inflasi yang relatif tinggi pada awal triwulan
Kinerja konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari
laporan. Sesuai pola musimannya, inflasi mengalami
pertumbuhan kredit konsumsi yang juga melambat ke
peningkatan pada periode Ramadhan dan Idul Fitri.
level 8,12% (yoy) pada triwulan laporan dari
Pada tahun ini, puncak inflasi periode tersebut terjadi
pertumbuhan 8,82% (yoy) pada triwulan II 2016.
pada awal triwulan III 2016 (Juli). Pada bulan tersebut
Perlambatan terutama disumbang oleh Kredit
Jawa Tengah mencatatkan inflasi 1,00% (mtm).
Kepemilikan Rumah (KPR) yang melambat dan Kredit
Sementara itu, indeks pengaruh inflasi terhadap total
Kendaraan Bermotor (KKB) yang turun semakin dalam 140 INDEKS
INDEKS
135
120
120
110
OPTIMIS
125 115 110 105 100 95 90 I
II III 2013
IV
I
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
II III 2014
IV
I
II
III 2015
EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
Grafik 1.9 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
IV
I
II 2016
III
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
OPTIMIS
130
130
100
PESIMIS
140
PESIMIS
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
10
90 80 70 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) PENGHASILAN SAAT INI
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA KONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMA
Grafik 1.10 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
29 %, YOY
%, YOY
6
24
50
%, YOY
%, YOY
80 60
40
40 5
19
30
20 0
20
14
-20
4 10
9 4
3 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
KREDIT KONSUMSI
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
-40 -60
0 I
III
II III 2013
-10
PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
KKB
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
PERALATAN RUMAH TANGGA
KPR
-80
III
-100
LAINNYA - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Konsumsi Berdasarkan Jenis Konsumsi 20
30 %
80
%, YOY
60
20
40
10
20
10
0
0
-20
-10 (10)
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
-40 -60 -80
-20 (20)
III
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
dibandingkan triwulan lalu. Penyaluran KPR mengalami
komponen pengeluaran ini mengalami kontraksi
perlambatan dari 5,44% (yoy) pada triwulan II 2016
sebesar 0,24% (qtq), berlawanan dari pertumbuhan
menjadi 4,98% (yoy) pada triwulan laporan. Seiring
22,58% (qtq) pada periode yang sama pada tahun
dengan itu, KKB mengalami penurunan lebih tajam dari
sebelumnya.
penurunan 1,94% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 2,11% (yoy) pada triwulan III 2016.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), pendapatan pajak yang tidak mencapai target
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
menghambat realisasi belanja pemerintah daerah dan
tangga (LNPRT) pada triwulan III 2016 tumbuh 3,49%
mendorong pemerintah untuk melakukan
(yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan
penghematan anggaran, baik dalam bentuk belanja
triwulan sebelumnya yang tercatat 9,04% (yoy).
barang, belanja pegawai (perjalanan dinas, biaya
Perlambatan didorong oleh normalisasi kegiatan
rapat), dan belanja sosial. Penurunan realisasi belanja
lembaga keagamaan pasca Ramadhan dan Lebaran.
terjadi baik pada ABPN di Jawa Tengah, APBD
Namun demikian, masih ada kegiatan LNPRT lainnya
Pemerintah Provinsi, maupun APBD Pemerintah
yang mendorong pertumbuhan komponen
Kabupaten/Kota. Selain itu, pergeseran penyaluran gaji
pengeluaran ini, diantaranya kegiatan organisasi
ke-13 ke triwulan II juga turut memberikan dampak
masyarakat atau partai politik dalam rangka persiapan
pada penurunan ini.
Pilkada pada awal 2017. Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami
tercatat 64,75% dari anggaran, lebih rendah
kontraksi cukup dalam pada triwulan laporan yaitu
dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun
mencapai -12,53% (yoy), dari pertumbuhan 4,53%
lalu yang sebesar 69,67% maupun rata-rata realisasi
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara triwulanan,
triwulan III selama tiga tahun terakhir yang sebesar
11
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
12
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
40 %, YOY
%, YOY
10
120 % 100
30
5
20
80 60
0
40
10 -5 0
0 I
-10
20
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
I
-10
II III 2013
REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN REALISASI BELANJA PEMPROV JAWA TENGAH (TANPA BELANJA MODAL)
IV
I
II III 2014
REALISASI PENDAPATAN
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
III
REALISASI BELANJA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.15 Pertumbuhan Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.16 Persentase Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
76,83%. Rendahnya pendapatan ini terjadi pada
bantuan sosial (0%). Pada periode yang sama tahun
hampir seluruh komponen pendapatan, terutama
lalu, realisasi belanja bantuan sosial telah mencapai
pajak daerah sejalan dengan melemahnya pembelian
68,35%.
kendaraan bermotor; serta Dana Alokasi Umum (DAU) seiring dengan kebijakan pemerintah pusat berupa penundaan penyaluran DAU. Pada September 2016, telah dilakukan penundaan penyaluran DAU untuk Jawa Tengah.
Secara total, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah triwulan laporan tercatat 53,86%, juga lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 56,30%, maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang sebesar 59,38%. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi
Terganggunya sumber dana ini tentunya berdampak
Jawa Tengah ini tercatat turun 2,32% (yoy) setelah
pada belanja pemerintah. Dengan penurunan
tumbuh 21,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
penerimaan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Selain belanja modal, capaian realisasi belanja
melakukan penghematan dan pemotongan anggaran.
pemerintah provinsi Jawa Tengah triwulan laporan
Berdasarkan hasil FGD, pemerintah provinsi melakukan
turun 10,16% (yoy), setelah tumbuh 25,28% (yoy)
pemotongan anggaran hingga 25% pada setiap
pada triwulan yang lalu. Belanja modal pemerintah
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pemotongan
diperhitungkan sebagai komponen investasi atau
terutama pada anggaran belanja langsung mencakup
pembentukan modal tetap bruto. Analisis lebih
biaya perjalanan dinas, atau makan-minum; sementara
mendalam terkait realisasi pendapatan dan belanja
belanja modal tidak dipotong dan berjalan sesuai
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terdapat pada Bab II
rencana. Penghematan ini juga merupakan langkah
(Keuangan Daerah).
pemerintah daerah untuk mencadangkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) untuk membiayai
25,000
beberapa pengeluaran pada tiga bulan pertama di
20,000
tahun 2017.
15,000
%, YOY
RP MILIAR
60 50 40 30
Selain itu, penyaluran bantuan sosial pemerintah sedikit terhambat untuk melakukan verifikasi secara lebih hatihati terkait penerapan UU No. 23 Tahun 2014 yang mensyaratkan penerima bansos harus berbadan hukum. Sampai dengan triwulan laporan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum merealisasikan belanja
10,000 20
5,000
10
-
0
2011
2011
ANGGARAN BELANJA
2011
2011
2015
2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.17 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi
dilakukan Bank Indonesia. Saldo Bersih Tertimbang
tumbuh sebesar 5,59% (yoy) pada triwulan III 2016,
(SBT) kegiatan investasi triwulan III 2016 adalah sebesar
melambat dari pertumbuhan 7,23% (yoy) pada
8,98%, lebih rendah dibandingkan SBT triwulan
triwulan yang lalu. Secara triwulanan, investasi tercatat
sebelumnya yang sebesar 11,21%. Berdasarkan hasil
tumbuh 2,64% (qtq), lebih rendah dari pertumbuhan
survei tersebut, perlambatan kegiatan investasi terjadi
triwulan III 2015 yang sebesar 4,01% (qtq).
pada hampir seluruh sektor usaha kecuali
Perlambatan kinerja ini diindikasikan terjadi pada
pertambangan; industri pengolahan; pengangkutan
investasi dalam bentuk nonbangunan, sementara
dan komunikasi; serta jasa-jasa.
investasi bangunan masih meningkat. Berdasarkan hasil liaison, investasi yang dilakukan di Kinerja investasi bangunan terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha konstruksi atau bangunan meningkat menjadi 7,61% (yoy), dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,46% (yoy). Peningkatan juga terlihat pada konsumsi semen triwulan laporan yang tumbuh 10,71% (yoy), lebih tinggi dari konsumsi triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 6,82% (yoy).
industri pengolahan umumnya bersifat multiyears. Beberapa investasi sudah berlangsung sejak triwulan lalu dan masih berlangsung pada triwulan ini, seperti akuisisi dan pembangunan pabrik baru, pembangunan dermaga tangkap ikan, peremajaan dan pengadaan mesin, dan lain-lain. Pembangunan pabrik terlihat pada industri tekstil, makanan dan minuman, serta obat tradisional. Pada triwulan laporan likert scale untuk
Kinerja investasi yang melambat terkonfirmasi dengan
kegiatan investasi tercatat sebesar 1,08, sedikit
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang
meningkat dari triwulan II 2016 yang sebesar 0,98.
15
20 %, YOY
%
15 10 10 5 5
-
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
III
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
III
(5) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
PDRB INVESTASI
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PDRB KONSTRUKSI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.18 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto
14
%, SBT
KONSUMSI SEMEN
Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.19 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi, dan Konsumsi Semen %, YOY
12 10
12
4 %, SBT
10
3
8
2
TRIWULAN II 2016 TRIWULAN III 2016
8 6
1
4
0
2
-1
IV
I
II
III
IV
I
2015
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU)
II 2016
III
PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)
JASA - JASA
II III 2014
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
I
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
IV
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
II III 2013
BANGUNAN
0 I
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
-
INDUSTRI PENGOLAHAN
2
PERTAMBANGAN
4
PERTANIAN
6
13
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
14
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
50 % 45 40 35 30 25 20 15 10 5 -
14
%
13 12 11
100 %, YOY
%, YOY
25
80 20
60 40
15
20 10
10
9 8 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN
III
I
(20)
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
5
(40) (60)
0
KREDIT INVESTASI
NILAI IMPOR BARANG MODAL
VOLUME IMPOR BARANG MODAL Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.22 Pertumbuhan Tahunan Kredit Investasi dan Rata-Rata Tertimbang (RRT) Suku Bunga Kredit Investasi
Grafik 1.23 Perkembangan Pertumbuhan Volume dan Nilai Impor Barang Modal
Sementara itu, melambatnya investasi nonbangunan
Penurunan tersebut terjadi pada komoditas utama
pada triwulan laporan terlihat dari impor barang modal
ekspor luar negeri Jawa Tengah, yaitu tekstil dan produk
yang masih mengalami penurunan sejak triwulan II
tekstil (TPT), serta kayu dan barang dari kayu. Pada
2015. Pada triwulan laporan, impor barang modal
triwulan laporan kedua komoditas tersebut memiliki
secara nilai mengalami penurunan sebesar 7,58%
pangsa masing-masing 47,26% dan 21,90% terhadap
(yoy). Sementara itu, secara volume, impor barang
ekspor nonmigas Jawa Tengah.
modal masih menunjukkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 11,80% (yoy), walaupun sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan volume triwulan II 2016
Nilai ekspor TPT (SITC 65 dan 84) Jawa Tengah mengalami penurunan 1,07% (yoy), berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,39%
yang sebesar 11,95% (yoy).
(yoy). Penurunan utamanya berasal dari ekspor tekstil 1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri 1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan III 2016 terkontraksi 14,08% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,67% (yoy). Secara triwulanan, ekspor luar negeri pada triwulan laporan turun 18,66% (qtq) setelah mencatatkan pertumbuhan 4,27% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Melemahnya ekspor dikonfirmasi
dalam bentuk benang dan kain tekstil (SITC 65) yang turun sebesar 7,31% (yoy), lebih dalam dari penurunan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,34% (yoy). Penurunan ekspor komoditas benang dan kain tekstil sudah berlangsung sejak triwulan III 2015. Sementara itu, ekspor komoditas pakaian jadi (SITC 84) masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 2,01% (yoy), walaupun jauh melambat dari pertumbuhan 15,32% (yoy) pada triwulan II 2016.
oleh likert scale penjualan ekspor hasil liaison triwulan laporan yang menurun dari 1,11% pada triwulan II 2016 menjadi 0,78% pada triwulan III 2016. 30
%, YOY
20
II - 2016
47,46
22,59
5,92
2,63
4,46
16,94
III - 2016
47,26
21,90
5,89
3,08
4,77
17,09
10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
(10)
I
II 2016
III
(20) PERTUMBUHAN TAHUNAN
PERTUMBUHAN BULANAN
Grafik 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) TPT (SITC 65,APERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) 84)
BAHAN MAKANAN (SITC 0) LAINNYA
KIMIA (SITC 5)
Grafik 1.25 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
1,000
USD JUTA
20
%, YOY
500
%, YOY
USD JUTA
25 20
15 800
10
15 400
10 5 0
5 300
600
-5 -10
0
-15 -5
400 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NILAI EKSPOR
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
-20 I
II III 2013
IV
I
NILAI EKSPOR
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.27 Perkembangan Nilai Ekspor Barang dari Kayu
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) 150
200
JUTA TON
%, YOY
35
300
%, YOY
JUTA TON
30 130
25 20
110
15 10
90
270 240 210
5 0
70
180
-5 50
-10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
VOLUME EKSPOR
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
150 I
II III 2013
IV
I
VOLUME EKSPOR
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20
III
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
Grafik 1.28 Perkembangan Volume Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Grafik 1.29 Perkembangan Volume Ekspor Barang dari Kayu
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD),
unggulan serupa dan berkembang pesat dalam
pendorong utama menurunnya kinerja ekspor TPT ini
beberapa tahun terakhir adalah Vietnam, khususnya
adalah melemahnya permintaan dari negara mitra
untuk komoditas hilir (garmen).
dagang utama. Berdasarkan negara tujuannya, ekspor TPT Jawa Tengah terutama ditujukan kepada Amerika Serikat (34,56%); Jepang (12,46%); Korea Selatan
Ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan 82) Jawa Tengah mengalami penurunan lebih dalam pada
(5,01%); Jerman (5,00%); serta Tiongkok (4,31%).
triwulan laporan menjadi 15,05% (yoy) dari penurunan
Penurunan pada triwulan laporan utamanya terjadi
4,48% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Penurunan
pada ekspor ke Amerika Serikat dan Tiongkok. Kinerja
terjadi baik pada komoditas olahan kayu dan gabus
kedua negara ini sejalan dengan perekonomian negara
(SITC 63), maupun komoditas furnitur (SITC 82).
tersebut yang masih melambat. Berdasarkan proyeksi
Ditinjau lebih jauh, ekspor komoditas kayu dan barang
IMF, pada 2016, kedua negara tersebut tumbuh
dari kayu terutama ditujukan untuk negara Tiongkok
masing-masing sebesar 1,6% dan 6,6%, melambat
(25,76%); Amerika Serikat (19,49%); Jepang (7,74%);
dibandingkan pertumbuhan 2015 yang masing-masing
serta negara-negara di Kawasan Eropa.
sebesar 2,5% dan 6,9%. Sementara itu, ekspor ke mitra dagang utama lainnya masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Serupa dengan kondisi ekspor TPT, penurunan ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu terutama didorong oleh pelemahan ekonomi di negara mitra dagang utama. Selain itu, berdasarkan hasil liaison,
Lebih lanjut, salah satu kendala lain yang menahan
terdapat beberapa tantangan lain seperti pergeseran
kinerja ekspor komoditas tekstil adalah semakin
preferensi masyarakat ke furnitur minimalis dan produk
meningkatnya intensitas persaingan dengan negara
masal dengan harga lebih murah. Lebih lanjut, untuk
lain. Salah satu negara yang memiliki komoditas
furnitur outdoor, terdapat produk substitusi dengan
15
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
120
%, YOY
100 II - 2016
27.26 %
7.15 %
9.96 %
9.92 %
18.68 %
27.03 %
80 60 40 20
III - 2016
28.10 %
7.45 %
11.77 %
10.49 %
16.78 %
25.42
0 I
%
-20
USA
ASEAN
JEPANG TIONGKOK
EROPA
LAINNYA
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
-40 AS
TIONGKOK
EROPA
JEPANG
ASEAN
Grafik 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
material selain kayu seperti logam yang memiliki daya
Sementara itu, ekspor dengan negara tujuan utama
tahan lebih tinggi di luar ruangan. Berdasarkan
lainnya yaitu Eropa, dan Jepang mengalami penurunan
keterangan pelaku usaha, ekspor furnitur outdoor
kinerja yaitu dari pertumbuhan 4,56% (yoy) dan
memiliki pangsa relatif signifikan di Jawa Tengah.
18,26% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi -1,91%
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor nonmigas masih belum
(yoy) dan 9,93% (yoy) pada triwulan laporan.
mengalami perubahan signifikan dibandingkan
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri Pada triwulan III 2016, impor luar negeri turun 18,75%
periode sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan
(yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan 13,25%
Eropa, dengan pangsa masing-masing 28,10% dan
(yoy) pada triwulan sebelumnya. Secara triwulanan,
16,78%. Setelah kedua mitra tersebut, ekspor dengan
impor luar negeri turun 13,33% (qtq), setelah tumbuh
negara-negara tujuan ke Asia juga memegang peran
25,05% (qtq).
cukup besar, yaitu Jepang (11,77%), Tiongkok (10,49%), dan ASEAN (7,45%). Pada triwulan laporan, perlambatan ekspor terjadi pada ekspor dengan negara tujuan ASEAN dan Tiongkok. Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara tujuan utama lainnya mengalami peningkatan.
Penurunan terutama berasal dari impor migas yang turun lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor migas memiliki pangsa 45,33% dari total impor luar negeri Jawa Tengah sehingga penurunan impor migas berdampak signifikan terhadap impor keseluruhan. Besarnya pangsa impor migas ini terkait
Pada periode laporan, nilai ekspor nonmigas
dengan kilang minyak PT Pertamina di Cilacap. Unit
mengalami penurunan pada hampir seluruh mitra
pengolahan ini memasok 34% kebutuhan BBM
dagang utama, kecuali negara ASEAN. Ekspor ke
nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan dengan pangsa terbesar mengalami penurunan 6,74% (yoy), setelah tumbuh 7,80% (yoy) pada triwulan II 2016. Selain itu, ekspor dengan mitra dagang Tiongkok pun turun semakin dalam dari penurunan 6,74% (yoy) pada periode sebelumya menjadi 18,74% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun ekspor yang mengalami perbaikan adalah ekspor ke negara ASEAN, walaupun pertumbuhan masih tercatat negatif, yaitu dari -19,33% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi -17,50% (yoy) pada triwulan III 2016.
50
%
40 30 20 10 I
(10)
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
(20) (30)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.32 Pertumbuhan PDRB Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)
60 %, YOY
4,500 USD JUTA 4,000
40
3,500 3,000
20
2,500 2,000
0
1,500
I
1,000
II III 2013
-20
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
III
500 -40
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 MIGAS
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
-60
NONMIGAS
NONMIGAS
MIGAS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.33 Perkembangan Impor Jawa Tengah
TOTAL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.34 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah
Seiring dengan tren penurunan harga minyak sejak
barang konsumsi dan bahan baku masih mencatatkan
akhir 2014, impor luar negeri untuk komoditas migas
pertumbuhan nilai yang positif. Penurunan impor
terus mengalami penurunan secara nominal. Pada
barang modal sejalan dengan kinerja investasi
triwulan III 2016, penurunan impor komoditas migas
nonbangunan yang mengalami perlambatan. Lebih
tercatat 35,50% (yoy), lebih dalam dari penurunan
jauh, pada periode laporan impor mesin dan alat
34,07% (yoy) pada triwulan II 2016. Dengan periode
transportasi (SITC 7) turun 5,05% (yoy) setelah tumbuh
Ramadhan dan Idul Fitri yang bergeser menjadi semakin
13,01% (yoy) pada periode sebelumnya. Penurunan
dekat ke triwulan II, pola impor migas untuk kebutuhan
tersebut khususnya terjadi pada permesinan sementara
Bahan Bakar Minyak (BBM) pun turut bergeser menjadi
alat transportasi masih mencatatkan pertumbuhan.
lebih besar pada triwulan II.
Selain itu, walaupun masih mencatatkan pertumbuhan
Lebih lanjut, pada komoditas nonmigas, impor Jawa
positif, impor komoditas serat tekstil serta benang dan
Tengah terutama berupa impor bahan baku dengan
kain tekstil (SITC 26 dan 65) mengalami perlambatan
pangsa mencapai 66,75% dari total impor nonmigas
tajam dari pertumbuhan 28,77% (yoy) pada triwulan II
Jawa Tengah. Sementara impor barang modal
2016 menjadi hanya 2,42% (yoy) pada periode
memberikan pangsa 22,15%, dan impor barang konsumsi memberikan pangsa 11,09%. Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya.
laporan. Perlambatan tajam impor tekstil sejalan dengan kinerja ekspor industri tersebut yang turun pada bulan laporan. Selanjutnya, impor bahan makanan (SITC 0) mengalami penurunan dalam
Secara nilai, penurunan impor nonmigas terutama
sebesar 17,85% (yoy), melanjutkan tren penurunan
berasal dari impor barang modal. Sementara itu, impor
sejak triwulan sebelumnya yang tercatat 7,62% (yoy).
1,800
II - 2016
67.24 %
USD JUTA
1,600
10.84
21.92
%
%
1,400 1,200 1,000 800 600 400
III - 2016
66,75 %
BAHAN BAKU
22,15
11,09 %
%
BARANG MODAL
BARANG KONSUMSI
Grafik 1.35 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
200 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
BARANG KONSUMSI
IV
I
II
III
IV
I
2015 BARANG MODAL
BAHAN BAKU
Grafik 1.36 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
II 2016
17
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
III
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
18
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
100 %, YOY
100 %, YOY
80
80
60
60
40
40
20
20
-
I
(20)
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
III
(40) (60)
I
II III 2013
(20)
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
(40) BARANG MODAL
BAHAN BAKU
(60)
BARANG KONSUMSI
Grafik 1.37 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
TPT (SITC 26 & 65)
BAHAN MAKANAN (SITC 0)
MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
Grafik 1.38 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
1,800
USD JUTA
1,600 II - 2016
6.86 %
8.58 %
46.02 %
5.33 %
33.21 %
1,400 1,200 1,000 800 600
III - 2016
400
8.52 %
9.84 %
42.14 %
7.07 %
32.42 %
200 I
USA
ASEAN
TIONGKOK
EROPA
II III 2013
LAINNYA
IV
I
AMERIKA SERIKAT
Grafik 1.39 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Ditinjau dari volume perdagangan, penurunan terjadi pada impor bahan baku sementara impor barang
II III 2014
IV
I
ASEAN
CHINA
II
III
IV
I
2015 EROPA
II 2016
III
LAINNYA
Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal 100
%, YOY
80 60
modal dan barang konsumsi masih mengalami pertumbuhan. Penurunan volume impor bahan baku seiring dengan melemahnya kinerja industri, khususnya yang memiliki konten impor tinggi.
40 20 I (20)
II
III 2013
IV
I
II
III
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
III
(40) AMERIKA SERIKAT
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
IV
2014
ASEAN
TIONGKOK
EROPA
Grafik 1.41 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa 42,14%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
1.1.2. Net Ekspor Antardaerah
yaitu ASEAN (9,48%), Amerika Serikat (8,42%), dan
Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah tumbuh
Eropa (7,07%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
1,84% (yoy), berbalik arah setelah mengalami
berubah sepanjang waktu.
penurunan 6,74% (yoy) pada triwulan II 2016. Kinerja ekspor migas Jawa Tengah diperkirakan meningkat
Pada periode laporan, penurunan impor terutama tampak pada impor dari negara-negara ASEAN dan Eropa. Sementara itu, impor dari Tiongkok masih mencatatkan pertumbuhan positif walaupun lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
seiring dengan sudah beroperasinya RFCC pada pengilangan minyak Cilacap yang meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, terdapat peningkatan produksi migas di Blok Cepu Kabupaten Blora.
100
September BULOG Jateng mengirimkan 2.000 ton
%
beras ke Kalimantan Tengah. Secara total, Provinsi Jawa 50
Tengah berencana mengirimkan 12 ribu ton beras
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
selama September 2016 ke sejumlah provinsi lain,
III
2016
antara lain Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,
(50)
Aceh, dan Riau. Pengiriman beras ke luar pulau tersebut
(100) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
merupakan bagian dari pemerataan pasokan pangan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.42 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
dan stabilisasi harga.
Kemudian, peningkatan konsumsi masyarakat,
Sementara itu, impor antar daerah Jawa Tengah
diperkirakan dapat mendorong permintaan domestik
ditengarai mengalami perlambatan seiring dengan
dari daerah lain akan produk ekspor Jawa Tengah.
kinerja konsumsi dan industri yang sedikit melemah.
Selain itu, dari komoditas bahan makanan, Jawa
Lebih lanjut, kinerja perdagangan yang juga melemah
Tengah mengalami surplus yang didukung kinerja
mengindikasikan menurunnya impor antar daerah
pertanian yang lebih baik dibandingkan triwulan
lebih jauh. Penurunan impor antardaerah diidentifikasi
sebelumnya, khususnya untuk komoditas beras.
berasal dari komoditas bahan makanan seiring dengan
Berdasarkan informasi anekdotal, pada awal
kinerja pertanian yang membaik pada triwulan laporan.
1.1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Tabel 1.5. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) KATEGORI PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
2015*
2014 140.622
I
II
III
IV
38.466
41.616
45.312
32.104
2015* 157.498
2016** I
II
III
38.861
43.099
47.798
19.621
5.278
5.650
6.025
6.067
23.020
6.249
6.468
6.967
331.605
86.318
88.114
90.282
92.795
357.509
92.495
95.669
97.868
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
800
174
206
203
232
815
224
230
240
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
601
156
156
159
161
633
159
164
166
93.450
24.707
25.220
26.065
27.415
103.406
26.732
27.509
28.480
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI
124.862
31.832
33.022
34.955
35.224
135.033
35.357
35.885
36.868
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
27.484
7.382
7.489
7.945
8.193
31.009
7.915
7.697
8.210
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
27.853
7.498
7.748
7.919
8.130
31.295
8.581
8.851
9.010
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
28.403
7.434
7.475
7.735
7.868
30.511
8.080
8.163
8.310
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
25.550
6.992
6.857
7.308
7.756
28.912
7.827
8.020
8.251
REAL ESTATE
15.037
4.026
4.144
4.256
4.323
16.749
4.381
4.483
4.594
3.028
820
870
909
899
3.498
949
977
1.010
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
26.406
6.809
6.929
7.408
7.780
28.926
7.728
7.903
7.720
JASA PENDIDIKAN
38.656
10.215
10.299
10.327
11.357
42.199
11.482
11.493
11.796 2.341
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
7.536
2.049
2.069
2.072
2.236
8.426
2.283
2.307
13.681
3.693
3.464
3.632
3.847
14.637
4.054
4.109
4.221
925.195
243.848
251.327
262.513
256.387 1.014.074
263.356
273.027
283.850
19
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
20
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Tabel 1.6. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 Menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar) KATEGORI
2015*
2014 I
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
107.793
II
27.948
30.614
III
IV
32.445
22.819
2016**
2015* 113.826
I 27.387
II 30.606
III 33.435
15.543
3.735
3.957
4.210
4.198
16.100
4.475
4.615
4.914
271.561
69.530
70.160
71.410
73.000
284.100
72.341
74.039
74.657
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
844
190
213
204
208
816
204
213
207
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
568
146
145
142
144
577
143
147
148
76.682
19.580
19.858
20.462
21.386
81.286
20.763
21.339
22.020
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI
110.809
27.567
28.442
29.692
29.732
115.433
29.495
29.709
30.219
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
24.802
6.505
6.498
6.753
7.006
26.762
6.947
6.932
7.226
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
23.466
6.120
6.251
6.330
6.428
25.130
6.489
6.656
6.717
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
30.130
8.029
8.082
8.367
8.523
33.001
8.757
8.859
9.002
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
20.116
5.338
5.177
5.452
5.779
21.746
5.794
5.903
6.006
REAL ESTATE
13.777
3.569
3.678
3.768
3.807
14.822
3.842
3.913
3.990
2.535
676
693
712
701
2.781
734
753
770
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
21.076
5.439
5.451
5.614
5.690
22.195
5.668
5.736
5.608
JASA PENDIDIKAN
27.466
7.213
7.130
7.252
7.816
29.410
7.875
7.878
7.921
5.908
1.552
1.519
1.573
1.680
6.324
1.709
1.725
1.731
11.918
3.128
2.919
3.053
3.201
12.300
3.275
3.297
3.371
764.993
196.266
200.786
207.439
202.118
806.609
205.896
212.321
217.944
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
JASA PERUSAHAAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO * Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.7. Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY) KATEGORI
2015*
2014 I
II
III
IV
-0.95
3.92
7.29
4.62
6.87
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
6.50
1.15
2.20
6.04
INDUSTRI PENGOLAHAN
6.62
5.86
3.79
4.30
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
3.72
-6.13
-1.59
-5.08
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
3.45
1.96
3.13
KONSTRUKSI
4.38
4.19
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
4.71
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
2016**
2015*
I
II
III
5.60
-2,01
-0,02
3,05
4.72
3.59
19,81
16,64
16,73
4.56
4.62
4,04
5,53
4,55
-0.64
-3.34
7,23
0,22
1,28
-0.24
1.71
1.63
-2,61
1,39
4,56
5.30
7.08
7.35
6.00
6,04
7,46
7,61
3.14
3.24
2.16
8.25
4.17
6,99
4,45
1,78
8.97
12.01
9.72
6.71
3.89
7.90
6,79
6,68
7,00
7.58
8.59
6.48
6.34
7.03
7.09
6,01
6,47
6,11
13.00
11.57
8.51
9.50
8.65
9.53
9,07
9,62
7,58
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
4.16
7.31
2.37
8.98
13.72
8.10
8,54
14,03
10,17
REAL ESTATE
7.19
6.72
7.02
8.75
7.81
7.59
7,64
6,39
5,89
JASA PERUSAHAAN
8.31
11.56
10.45
10.93
6.17
9.72
8,65
8,73
8,24
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
0.78
3.97
7.85
6.23
3.37
5.31
4,22
5,23
-0,10
JASA PENDIDIKAN
10.17
10.11
9.25
6.90
2.77
7.08
9,19
10,48
9,23
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
11.20
9.35
4.45
6.96
7.47
7.05
10,09
13,59
10,08
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA LAINNYA
8.50
8.34
-1.09
1.57
4.11
3.21
4,69
12,98
10,43
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
5.28
5.64
5.06
5.00
6.08
5.44
4,91
5,74
5,06
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari
itu, kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
tiga lapangan usaha utama, yaitu industri
perikanan mengalami perbaikan kinerja sehingga
pengolahan (34,48%); pertanian, kehutanan dan
menahan perlambatan lebih dalam.
perikanan (16,84%); dan perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (12,99%). Komposisi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya.
1.1.3.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami perbaikan dan menjadi
Pada triwulan III 2016, kinerja lapangan usaha industri
penahan perlambatan ekonomi lebih dalam.
pengolahan dan lapangan usaha perdagangan besar-
Setelah mengalami kontraksi pada triwulan I dan II
eceran dan reparasi mobil-sepeda motor mengalami
2016, lapangan usaha ini tumbuh 3,05% (yoy). Secara
perlambatan dan mendorong perlambatan
triwulanan, pertumbuhan lapangan usaha ini tercatat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sementara
9,24% (qtq), juga lebih cepat dibandingkan triwulan
40 %,YOY
800,000 HEKTAR
30
700,000 600,000
20
500,000
10
400,000 300,000
I
II III 2013
(10)
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
200,000 100,000
(20)
I
(30) (40)
PERTUMBUHAN TAHUNAN
II III 2013
IV
I
PERTUMBUHAN BULANAN
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II 2016
2015
LUAS TANAM
III
LUAS PANEN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.43 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Grafik 1.44 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
30.00 %, YOY
5,000 RIBU TON
%, YOY
25.00
15.00
20
3,000
10
10.00 2,000
5.00
0
(5.00)
40 30
4,000
20.00
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II 2016
III
1,000
-10
-
(10.00)
-20 I
(15.00) PERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADI
II III 2013
IV
I
PRODUKSI PADI
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANAN
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.45 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.46 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah
yang sama tahun 2015 yang sebesar 5,98% (qtq). Hasil liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga
1.1.3.2. Industri Pengolahan Seiring dengan melemahnya konsumsi domestik dan
menghasilkan kesimpulan serupa terkait kinerja sektor
kinerja ekspor luar negeri, lapangan usaha industri
pertanian. Likert scale penjualan domestik sektor
pengolahan tumbuh sedikit melambat dari 5,53% (yoy)
pertanian mengalami kenaikan dari 040% menjadi
pada triwulan II 2016 menjadi 4,55% (yoy) pada
1,20 pada triwulan laporan.
triwulan laporan. Secara triwulanan, lapangan usaha industri pengolahan tumbuh 0,83% (qtq), lebih rendah
Perbaikan terutama berasal dari subsektor tanaman
dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 1,78%
bahan makanan. Berdasarkan hasil FGD, musim
(qtq).
kemarau basah akibat dari La Nina mendorong 9
produksi tanaman bahan makanan menjadi lebih
8
tinggi. Pada triwulan laporan, produksi padi tumbuh
6
5,77% (yoy), berlawanan arah setelah triwulan
5 4 3
Adapun dampak buruk dari tingginya curah hujan ini
1
utamanya pada tanaman hortikultura dan beberapa
(1)
2 (2)
jenis perkebunan sehingga mengalami penurunan kualitas. Namun demikian, pangsa subsektor relatif kecil sehingga secara keseluruhan pertanian masih mengalami peningkatan.
%
7
sebelumnya mengalami kontraksi 3,19% (yoy).
I
21
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
II III 2013
IV
I
II III 2014
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
22
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
30
%, YOY
%
8
6 20
10
%, YOY
%, SBT
9
8 6
7
4
4 10 2
0
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
II 2016
2
5
0
III
I
II III 2013
-2
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
3
PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.48 Pertumbuhan Kredit dan Rasio NPL Industri Pengolahan
Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Sisi perbankan mengonfirmasi perlambatan kinerja
menunjukkan bahwa penggunaan kapasitas produksi
industri pengolahan. Walaupun masih tumbuh positif,
maupun tenaga kerja mengalami penurunan. Pada
penyaluran kredit pada lapangan usaha ini mengalami
triwulan laporan, kapasitas produksi terpakai industri
perlambatan dari pertumbuhan 11,33% (yoy) pada
pengolahan turun menjadi 75,74% dari 78,49% pada
triwulan II 2016 menjadi 5,28% (yoy) pada periode
triwulan sebelumnya. Penurunan kapasitas terpakai ini
laporan. Kualitas kredit juga mencerminkan
terjadi di hampir seluruh jenis industri, kecuali industri
melambatnya kinerja tersebut. Pada triwulan III 2016,
pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta industri
industri pengolahan masih mencatatkan Rasio Non
logam dasar, besi, dan baja. Seiring dengan itu, SBT
Performing Loan (NPL) 5,59%; di atas batas aman yang
penggunaan tenaga kerja oleh industri pengolahan
sebesar 5%. Namun demikian perkembangan kualitas
juga mengalami penurunan dari 0,72% menjadi
kredit ini sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan
0,07%.
triwulan sebelumnya. Selain itu, perkembangan aktivitas industri juga terlihat Perlambatan kinerja juga sejalan dengan hasil Survei
dari impor bahan baku. Beberapa industri di Jawa
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank
Tengah masih menggunakan bahan baku dengan
Indonesia, di mana Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
konten impor tinggi, terutama industri tekstil, kimia,
kegiatan usaha industri pengolahan mengalami
dan beberapa industri lainnya, sehingga
penurunan dari 8,11% menjadi 4,69% pada triwulan III
perkembangan indikator ini dapat mencerminkan
2016. Analisis lebih mendalam, hasil survei juga
pergerakan kinerja industri. Pada triwulan III 2016,
82 %
%,SBT
2 MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
80 TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
78 0
76
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA KERTAS DAN BARANG CETAKAN
74 PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
72
-2
SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
70 LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
68 ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
66
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
-4 BARANG LAINNYA 0
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
II - 2016
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
III - 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.50 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai & Penggunaan Tenaga Kerja Industri Pengolahan (SKDU)
Grafik 1.51 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai Subsektor Industri Pengolahan (SKDU)
25
Pada skala mikro dan kecil, industri pakaian jadi
%, YOY
20
mengalami penurunan 0,05% (yoy) setelah tumbuh
15
12,14% (yoy) pada triwulan II 2016. Selain itu, industri
10
furnitur juga mengalami penurunan 5,60% (yoy), lebih
5
tajam dari penurunan periode sebelumnya yang hanya 1,54% (yoy). Kinerja industri furnitur sudah mengalami
0 I
-5
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
2016
PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR & SEDANG PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO & KECIL Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.52 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Berdasarkan Skala Usaha
penurunan sepanjang tahun 2016 dengan level penurunan yang semakin dalam. Perlambatan industri berorientasi ekspor tersebut juga
impor bahan baku baik secara nilai masih mencatatkan
tampak pada skala besar dan sedang. Produksi industri
pertumbuhan positif, namun secara volume mengalami
pakaian melanjutkan tren penurunan sejak awal tahun.
penurunan. Perlambatan tajam terlihat pada komoditas
Pada triwulan laporan tercatat penurunan 11,12%
bahan baku tekstil yang didekati dengan impor benang
(yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan periode
dan kain tekstil (SITC 26 dan 65). Secara nilai, impor
sebelumnya yang sebesar 10,28% (yoy). Industri kayu
komoditas tersebut melambat dari 28,77% (yoy)
dan barang dari kayu pun mengalami penurunan
menjadi 2,42% (yoy), sementara secara volume tercatat
3,13% (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan 7,10%
perlambatan dari 43,34% (yoy) menjadi 6,70% (yoy).
(yoy) pada triwulan II 2016. Sementara itu, industri
Berdasarkan skalanya, pelemahan terutama terjadi pada industri mikro dan kecil, sementara industri besar
furnitur mengalami penurunan 8,09% (yoy), masih cukup dalam walaupun membaik dibandingkan penurunan periode lalu yang tercatat 12,78% (yoy).
dan sedang masih mengalami peningkatan. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan produksi industri
Dari sisi domestik, tingkat permintaan juga
manufaktur yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik
diindikasikan mengalami pelemahan pada periode
(BPS) Provinsi Jawa Tengah. Hasil survei tersebut
laporan. Hal tersebut tercermin dari kinerja konsumsi
menunjukkan bahwa produksi industri manufaktur
nasional maupun Jawa Tengah yang relatif melambat.
mikro dan kecil melambat dari pertumbuhan 5,88%
Melemahnya permintaan menjadi penahan kinerja
(yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 2,66% (yoy) pada
industri berorientasi domestik khususnya industri
triwulan III 2016. Sementara itu, produksi industri
makanan dan minuman serta industri pengolahan
manufaktur besar dan sedang tumbuh membaik
tembakau. Kedua industri ini merupakan dua industri
menjadi 4,85% (yoy) di periode laporan dari 2,63%
utama di Jawa Tengah, masing-masing memiliki pangsa
(yoy) pada periode sebelumnya.
sebesar 34,89% dan 21,91% terhadap total PDRB industri pengolahan tahun 2015.
Perlambatan kinerja tersebut seiring dengan melemahnya permintaan baik dari eksternal maupun
Pada skala mikro dan kecil, penurunan kinerja industri
domestik. Pelemahan global tercermin dari tajamnya
berorientasi domestik terlihat jelas pada industri
penurunan kinerja ekspor, terutama ekspor dari industri
makanan dan industri pengolahan tembakau. Pada
tekstil dan industri kayu. Hal ini berdampak pada kinerja
triwulan III 2016, kedua industri tersebut mengalami
industri tersebut yang mengalami penurunan,
penurunan masing-masing sebesar 4,84% (yoy) dan
khususnya industri pakaian jadi dan industri furnitur,
11,61% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya
terkonfirmasi dari pertumbuhan produksi manufaktur
mengalami pertumbuhan -1,02% (yoy) dan 26,48%
kedua industri tersebut yang mengalami penurunan.
(yoy). Sebaliknya industri makanan dan tembakau
23
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
24
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI INDUSTRI KAYU
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI FARMASI INDUSTRI KARET
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM INDUSTRI LOGAM DASAR INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN
INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI FURNITUR
INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
-30 II - 2016
-20
-10
0
10
20
-20
30
III - 2016
II - 2016
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
III - 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.53 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%,YOY)
Grafik 1.54 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%,YOY)
tumbuh positif pada kelompok skala besar dan sedang.
pertumbuhan triwulan III tahun sebelumnya yang
Tercatat masing-masing sebesar 9,87% (yoy) dan
sebesar 4,39% (qtq).
2,59% (yoy), bahkan membaik dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
Perlambatan terkonfirmasi dari hasil SKDU di mana SBT kegiatan usaha lapangan usaha perdagangan, hotel,
2,38% (yoy) dan 2,01% (yoy).
dan restoran turun menjadi 7,07% pada triwulan III Adapun yang menahan perlambatan lebih dalam
2016 dari 8,13% pada triwulan II 2016. Hasil survei
adalah kinerja industri pengilangan migas. Berdasarkan
dimaksud juga menunjukkan bahwa adanya
hasil FGD, hasil produksi industri pengilangan migas di
penurunan kegiatan usaha juga berdampak pada
Cilacap yang mengalami peningkatan dengan
berkurangnya penggunaan tenaga kerja. Hal tersebut
teknologi baru Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC).
terlihat dari SBT perkembangan penggunaan tenaga kerja untuk perdagangan, hotel, dan restoran aspek
1.1.3.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi
tersebut yang menurun ke level 0,53% dari 2,14%.
Mobil-Sepeda Motor Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi
Perlambatan juga terlihat dari hasil Survei Perdagangan
lapangan usaha Perdagangan Besar-Eceran dan
Eceran (SPE). Hasil tersebut menunjukkan penurunan
Reparasi Mobil-Sepeda Motor mengalami perlambatan
Indeks Penjualan Riil (IPR) pada kategori suku cadang
dari 4,45% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 1,78%
dan aksesoris; makanan, minuman, dan tembakau;
(yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan pada triwulan
bahan bakar kendaraan bermotor; serta barang
laporan tercatat 1,72% (qtq), jauh lebih rendah dari
lainnya.
12
Perlambatan kinerja konsumsi terutama rumah tangga,
%
10
ditengarai menjadi salah satu faktor perlambatan
8
lapangan usaha ini. Pergeseran periode Ramadhan
6 4
yang sebagian masuk triwulan II juga menjadi salah satu
2 (2)
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
hasil FGD, pasca lebaran terjadi normalisasi volume
(4) (6)
penahan pertumbuhan perdagangan. Berdasarkan
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.55 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
perdagangan seiring dengan berhentinya kegiatan promosi yang marak pada akhir triwulan II.
12 %, SBT
%, YOY
10
TRIWULAN II 2016 TRIWULAN III 2016
350 INDEKS 300
10 8 8
250 200
6
6
150 100
4
4
50
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
0
PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHR PENGGUNAAN TENAGA KERJA
SANDANG
BARANG LAINNYA
I
BARANG BUDAYA DAN REKREASI
IV
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA LAINNYA
II III 2013
PERALATAN DAN KOMUNIKASI DI TOKO
I
BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR
-2
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
2 0
SUKU CADANG AKSESORIS
0 2
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.56 Hasil SKDU PHR dan Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grafik 1.57 IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas
1.1.3.4. Lapangan Usaha Lainnya Di luar ketiga lapangan usaha utama yang telah
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro Regional Triwulan IV 2016
dijelaskan sebelumnya, lapangan usaha dengan tingkat
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2016
pertumbuhan tertinggi adalah lapangan usaha
diprakirakan meningkat dibandingkan dengan
pertambangan dan penggalian (16,73%, yoy),
pertumbuhan pada triwulan III 2016. Dari sisi
lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi (10,17%,
penggunaan, peningkatan diperkirakan berasal dari
yoy), serta lapangan usaha jasa lainnya (13,59%, yoy).
komponen konsumsi rumah tangga yang didorong
Tingginya pertumbuhan pertambangan dan penggalian merupakan dampak dari peningkatan produksi Blok Cepu. Berdasarkkan informasi anekdotal, pembangunan Central Processing Plant (CPP) area
oleh hari raya Natal dan Tahun Baru. Selain itu, investasi juga diperkirakan mengalami perbaikan seiring dengan semakin meningkatnya realisasi baik dari sisi swasta maupun pemerintah.
Gundih Asset 4 PT Pertamina EP mencapai titik
Perkiraan peningkatan konsumsi rumah tangga
optimalnya pada Januari 2016 sehingga produksi
pada triwulan berjalan sesuai dengan optimisme
mengalami peningkatan sejak triwulan I 2016. Pasokan
konsumen yang tercermin dari hasil Survei Konsumen
gas dari CPP ini akan dialirkan untuk PLTGU Tambak
yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
Lorok, Semarang.
survei tersebut, keyakinan konsumen pada kondisi
Walaupun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mengalami perlambatan, hampir seluruh l a p a n g a n k e r j a d i J a w a Te n g a h m e n g a l a m i pertumbuhan positif. Adapun lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan negatif adalah administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, yaitu sebesar -0,10% (yoy). Penurunan ini sejalan dengan menurun tajamnya kinerja konsumsi pemerintah.
ekonomi saat ini yang tercermin dari indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) pada bulan laporan (115,9) yang lebih tinggi dibandingkan IKE rata-rata triwulan III (115,8). Peningkatan ini berasal dari peningkatan penghasilan konsumen, dan konsumsi barang kebutuhan tahan lama, sementara aspek ketersediaan lapangan kerja relatif stabil.
25
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
26
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Hari raya Natal dan Tahun baru diperkirakan
2014, rata-rata tertimbang suku bunga kredit investasi
mendorong konsumsi masyarakat. Pada periode
pada September 2016 tercatat sebesar 10,34%
tersebut, konsumsi masyarakat cenderung meningkat
menurun dibandingkan dengan pada Juni 2016 yang
dalam rangka perayaan, maupun liburan akhir tahun.
sebesar 11,48%.
Turut memicu konsumsi lebih tinggi, tidak sedikit perusahaan menjalankan strategi promosi pada akhir tahun untuk mengejar target penjualan pada akhir tahun ini.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan diperkirakan terjadi pada ketiga lapangan usaha utama Jawa Tengah, yaitu lapangan usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan; lapangan usaha industri pengolahan;
Sementara itu, konsumsi pemerintah
serta lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan
diperkirakan masih mengalami kontraksi.
reparasi mobil-sepeda motor.
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), pendapatan pajak diprediksi tidak mencapai target pada akhir tahun ini. Hal tersebut menjadi salah satu faktor utama yang menghambat realisasi belanja pemerintah daerah. Sebagai dampak dari pendapatan yang menurun tersebut, pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan pemotongan atau penghematan anggaran belanja.
Lapangan usaha pertanian diprakirakan mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016. Peningkatan ini sejalan dengan hasil SKDU di mana SBT kegiatan usaha pertanian pada triwulan IV 2016 diperkirakan 8,06%, meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 3,37%. Pertumbuhan luas tanam padi triwulan III 2016 sebesar 3,76% (yoy), meningkat setelah pada triwulan II 2016
Pertumbuhan kinerja investasi triwulan berjalan diprakirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2016. Peningkatan ini seiring
tumbuh 0,02% (yoy). Peningkatan ini mengindikasikan luas panen dan produksi yang juga meningkat pada triwulan IV 2016.
dengan realisasi proyek-proyek pembangunan pemerintah, maupun investasi pelaku usaha.
Musim kemarau basah atau La Nina yang terjadi sejak triwulan III 2016 diperkirakan dapat semakin
Pada sisi pemerintah, beberapa proyek infrastruktur yang masih berlangsung antara lain, Tol Pejagan-
mendorong kinerja pertanian khususnya untuk tanaman padi, jagung, buah, dan sayur. Namun
Pemalang, sarana pendukung Bandara Wirasaba, Tol
demikian, La Nina menjadi penghambat kinerja
Solo-Kertosono. Sementara itu, pada sisi swasta,
pertanian hortikultura yang tidak tahan terhadap curah
berdasarkan hasil SKDU, optimisme pelaku usaha akan
hujan tinggi atau kelembaban tinggi seberti aneka
meningkatnya investasi ditunjukkan oleh SBT perkiraan
bawang dan aneka cabai. Selain itu, La Nina juga
kegiatan investasi untuk triwulan IV 2016 yang tercatat
menimbulkan risiko serangan hama yang tinggi, yang
11,58%; lebih tinggi dibandingkan SBT realisasi
dapat menyebabkan turunnya kualitas hasil panen atau
kegiatan investasi pada triwulan laporan yang sebesar
bahkan gagal panen.
8,98%. Peningkatan utamanya berasal dari investasi Pertumbuhan lapangan usaha industri
sektor industri pengolahan; pertanian; dan bangunan. Tren penurunan suku bunga sebagai respons
pengolahan juga diprakirakan mengalami
penurunan BI Rate juga diperkirakan akan dapat
peningkatan pada triwulan IV 2016. Berdasarkan hasil
mendorong investasi di Jawa Tengah di triwulan III
SKDU, kinerja sektor industri pengolahan di triwulan IV
2016. Masih menunjukkan tren penurunan sejak akhir
2016 diprediksi meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari perkiraan SBT kegiatan usaha sektor ini yang sebesar 5,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 4,69%, pada triwulan III 2016. Peningkatan diperkirakan berasal dari membaiknya konsumsi domestik sementara kinerja ekspor triwulan laporan belum menunjukkan perbaikan. Meningkatnya konsumsi domestik akan mendorong kinerja industri makanan dan minuman serta industri tembakau. Share kedua sub-industri tersebut tercatat 20,20% terhadap total PDRB Jateng 2015, atau 56,80% terhadap PDRB industri pengolahan. Selain itu, industri mengolahan migas diperkirakan masih melanjutkan pertumbuhan tinggi sejak dioperasikannya teknologi baru Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC). Namun demikian, perbaikan kinerja ini diprediksi tertahan oleh kinerja industri berbasis ekspor seperti tekstil dan kayu yang masih mengalami penurunan ekspor. Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, khususnya konsumsi, kinerja perdagangan diperkirakan turut mengalami peningkatan. Hari raya Natal dan Tahun Baru diperirakan dapat menjadi pendorong kinerja lapangan usaha ini. Beberapa pelaku usaha melakukan trik promosi atau diskon dengan memanfaatkan pola musiman ini untuk menarik lebih banyak pengunjung/pembeli. Adapun beberapa risiko yang perlu diwaspadai antara lain belum membaiknya perekonomian beberapa negara mitra dagang, khususnya Eropa (dampak lanjutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa/Brexit) dan Jepang; persaingan dengan negara kompetitor dengan produk unggulan ekspor yang sama di pasar global; kebijakan baru dari Amerika Serikat pada masa pemerintahan baru, serta pemotongan anggaran belanja pemerintah.
27
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
28
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
DAMPAK LARANGAN CANTRANG BAGI EKSISTENSI USAHA PERIKANAN DI KOTA TEGAL
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah
Tegal, total nilai produksi perikanan yang dilelang di
menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Tempat Pelelangan Ikan Tegalsari, Pelabuhan, dan
No. 2/PERMEN-KP/2015 yang secara umum mengatur
Muarareja pada tahun 2015 mencapai 282,4 miliar
mengenai pelarangan beberapa alat tangkap salah
rupiah atau memberikan kontribusi retribusi daerah
satunya cantrang. Aturan ini telah resmi berlaku sejak
sebesar 7,8 miliar rupiah. Ditinjau dari segi SDM, data
tanggal 8 Januari 2015, namun pemerintah masih
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tegal
memberikan kelonggaran batas waktu sampai dengan
menunjukkan bahwa jumlah nelayan di Kota Tegal pada
akhir tahun 2016 bagi para nelayan untuk mengganti
tahun 2015 sebanyak 12.558 orang di mana 630 orang
alat tangkap yang dinilai lebih “ramah lingkungan”.
merupakan nelayan sekaligus pemilik kapal, sementara
Perlu diketahui bahwa sebagian wilayah perairan RI telah
11.928 merupakan buruh/ABK.
mengalami kondisi over-fishing yang terutama disebabkan oleh praktik-praktik illegal, unreported, and unregulated fishing (penangkapan ikan secara ilegal) serta degradasi ekosistem akibat penggunaan alat tangkap seperti pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) termasuk cantrang.
Berdasarkan data dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, jumlah kapal yang terdaftar sebanyak 674 kapal di mana sebanyak 90,5% terindikasi masih menggunakan alat tangkap cantrang. Apabila tidak dilakukan penyesuaian, kapal-kapal tersebut tidak akan dapat beroperasi per 1 Januari 2017. Hal ini tentunya
Dalam perkembangannya, implementasi pelarangan
mengakibatkan sebagian besar nelayan yang
cantrang menimbulkan resistensi di berbagai daerah,
menggantungkan hidupnya dari operasional kapal
salah satunya Kota Tegal. Sektor perikanan merupakan
cantrang berpotensi kehilangan mata pencaharian.
salah satu sektor strategis dalam menunjang
Produksi atau tangkapan ikan diperkirakan akan
perekonomian di kota ini. Berdasarkan data Unit
mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelayanan Pelelangan
tidak beroperasinya kapal eks cantrang sehingga potensi
Ikan (PPI) – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota
penerimaan retribusi daerah juga akan menurun.
Disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Ketidaksiapan pengalihan alat tangkap cantrang juga
yang mengemuka dalam diskusi adalah mekanisme
akan berdampak pada industri pengolah yang selama ini
buyback di mana pemerintah membeli semua unit
mengandalkan bahan baku hanya dari tangkapan ikan,
penangkapan yang telah diberi izin untuk mengurangi
khususnya dari kapal cantrang. Apabila bahan baku tidak
tekanan SDI dan unit yang dibeli tidak boleh beroperasi
tersedia, industri-industri pengolah tersebut tidak akan
lagi. Selanjutnya adalah mekanisme bailout di mana
dapat berproduksi. Data PPP Tegalsari menunjukkan
pemerintah memberi dana talangan kepada masyarakat
bahwa terdapat 1.128 orang dalam UMKM dan plasma
untuk mengganti Alat Penangkapan Ikan (API) yang
industri perikanan di Tegalsari yang akan terdampak
diizinkan. Alternatif dana talangan tersebut dapat
pengurangan maupun penghentian aktivitas produksi.
berupa dana tunai atau dalam bentuk API. Di samping
Perkembangan terkini mengindikasikan bahwa telah ada
kedua alternatif tersebut, pemerintah juga turut
sebagian kapal yang menghentikan aktivitas pelayaran,
berupaya mendorong kalangan perbankan agar dapat
baik sebagai bentuk protes aturan pelarangan cantrang
memberikan dukungan melalui fasilitasi kredit untuk
maupun alasan kekhawatiran lainnya. Hal ini
pengadaan API kapal nelayan.
menyebabkan sejumlah industri mulai kesulitan mendapatkan bahan baku karena kelangkaan pasokan tangkapan ikan serta harga yang cenderung meningkat. Secara umum hambatan utama pengalihan alat tangkap cantrang adalah dari sisi pembiayaan karena pengalihan ke alat tangkapan lain membutuhkan biaya yang relatif besar. Pemerintah, dalam hal ini KKP dan DKP telah mengupayakan beberapa alternatif solusi dan penjajakan kepada kalangan nelayan. Alternatif pertama
29
BAB
II
KEUANGAN PEMERINTAH Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2016 menurun. Melambatnya persentase realisasi pendapatan utamanya masih berasal dari rendahnya penerimaan pajak daerah akibat melambatnya daya beli masyarakat dan preferensi untuk membeli mobil dengan nilai pajak rendah. Penurunan realisasi belanja didorong oleh penghematan biaya operasional, meliputi biaya dinas pegawai dan rapat, seiring dengan penurunan pendapatan. Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III 2016 lebih baik dibandingkan triwulan III 2015 dengan ditopang oleh belanja modal dan belanja barang.
2.1. Realisasi APBD Triwulan III 2016 Postur APBD Provinsi Jawa Tengah pada 2016
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2015.
pemerintah pada triwulan III 2016 mengalami
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp22,03
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
triliun atau naik 20,87% dibandingkan tahun 2015.
pendapatan triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp14,26
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
triliun, meningkat 12,35% dibandingkan realisasi
menjadi Rp22,43 triliun atau naik 14,24%
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan,
Rp12,69 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
defisit anggaran pada tahun 2016 mengalami
meningkat sebesar 9,29% pada triwulan III 2016 dari
pengurangan, dari sebelumnya defisit Rp1,41 triliun
sebelumnya Rp11,05 triliun menjadi Rp12,07 triliun
menjadi sebesar Rp401 miliar.
pada triwulan laporan. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mencatatkan
persentase realisasi pendapatan maupun belanja
surplus sebesar Rp2,18 triliun pada triwulan III
mengalami penurunan. Realisasi pendapatan
2016. Surplus ini lebih tinggi dibandingkan surplus
triwulan laporan sebesar 64,75% dari APBD 2016,
pada triwulan III 2015 yang sebesar Rp1,64 triliun atau
lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan
meningkat sebesar 32,89% dibandingkan periode
triwulan III 2015 yang sebesar 69,67%. Begitu pula
yang sama tahun sebelumnya.
realisasi belanja triwulan III 2016 sebesar 53,86% dari APBD 2016 yang lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 56,30% dari APBD-P 2015.
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2016 (Rp Miliar) Realisasi III - 2016
APBD 2016
URAIAN
% Realisasi
PENDAPATAN
22.026
14.263
64,75%
PAD
13.811
8.302
60,11%
8.153
5.907
72,45%
62
54
86,36%
BELANJA
22.427
12.079
53,86%
BELANJA TIDAK LANGSUNG
16.039
8.937
55,72% 49,19%
DANA PERIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA LANGSUNG
6.388
3.142
SURPLUS/DEFISIT
(401)
2.184
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
25,000
16.000
RP MILIAR
20,000
18,223
RP MILIAR
22,427
22,026
14.000
19,632
14.263
12.695 11.052
12.000
12.079
10.000
15,000
8.000 10,000
6.000 4.000
5,000
1.643
2.000 (1,409) (401)
PENDAPATAN (5,000)
BELANJA T.A. 2015
SURPLUS (DEFISIT)
T.A. 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016
2.184
PENDAPATAN
BELANJA III 2015
SURPLUS (DEFISIT)
III 2016
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2015 dan T.A. 2016
33
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
34
KEUANGAN PEMERINTAH
18
14
RP TRILIUN
16
RP TRILIUN
12
14 10
12
8
10 8
6
6
4
4 2
2 0
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
PENDAPATAN ASLI DAERAH
IV
I
II III 2014
IV
DANA PERIMBANGAN
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
0 I
II
III 2012
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
IV
I
II
III 2013
IV
I
BELANJA LANGSUNG
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
BELANJA TIDAK LANGSUNG Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.4 Realisasi Belanja Daerah
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan III 2016 Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
daerah, dengan peran sebesar 83% dari total PAD,
sampai dengan triwulan III 2016 sebesar 64,75%
diikuti oleh lain-lain PAD yang sah (12%), dan hasil
dari APBD 2016, lebih rendah dibandingkan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (4%).
dengan triwulan III 2015 yang sebesar 69,67%.
Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah terbilang
Realisasi pendapatan di triwulan ini masih juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar 74,44%. Namun demikian, penurunan persentase realisasi ini terjadi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan (Daper).
re n d a h s e h i n g g a m e n y e b a b k a n p e n u r u n a n pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 56,86%; lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun lalu yang mencapai 62,59%. Rendahnya realisasi pajak daerah ini didorong oleh
tiga hal; yakni i) perlambatan ekonomi yang
Penurunan PAD dan Daper memengaruhi realisasi
mendorong masyarakat mengurangi pembelian
pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal
kendaraan bermotor, ii) beralihnya preferensi
tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan
pembelian mobil untuk tipe Low Cost Green Car (LCGC)
daerah Jawa Tengah berasal dari kedua pos tersebut.
yang memiliki pajak rendah, dan iii) sebagian warga
Pangsa PAD menurun menjadi 58,21% dari
atau perusahaan di Jawa Tengah lebih memilih membeli
sebelumnya 63,22% pada triwulan III 2015.
mobil di luar Jawa Tengah karena tarif pajak yang lebih
Peningkatan ini mengindikasikan menurunnya
rendah, sehingga penerimaan pajak berada di luar Jawa
kemandirian fiskal Pemprov. Sementara itu, pangsa
Tengah. Hal tersebut menyebabkan serapan pajak Bea
Daper meningkat menjadi 41,41% pada triwulan III
Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) menjadi
2016 dari sebelumnya 15,07% pada triwulan III 2015.
rendah.
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan III 2015 & 2016 KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH
III - 2015
III - 2016
PENDAPATAN ASLI DAERAH
66,51%
60,11%
PAJAK DAERAH
62,59%
56,86%
RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
71,51%
75,28%
100,06%
94,33%
LAIN-LAIN PAD YANG SAH
92,76%
79,66%
DANA PERIMBANGAN
78,01%
72,45%
DANA BAGI HASIL PAJAK/BUKAN PAJAK
66,52%
68,42%
DANA ALOKASI UMUM
83,33%
74,28%
DANA ALOKASI KHUSUS
80,00%
72,51%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
74,45%
86,36%
HIBAH
76,10%
63,74%
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
74,25%
100,00% 160,10%
DANA INSENTIF DAERAH
100,00%
PENDAPATAN LAINNYA
100,20%
-
JUMLAH PENDAPATAN
69,67%
64,75%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
70
%, YOY
%, YOY
60
7 7
50
6
40
58,21% 41,41% 0,38%
6 30 5
20
5
10 PAD DANA PERIMBANGAN TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
I
II
III 2012
IV
I
II III 2013
IV
PENDAPATAN
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan III 2016
I
II III 2014
PAJAK DAERAH
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
4
PDRB - SKALA KANAN Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan pajak
Khusus/DAK, dengan peran sebesar 66% dari total
daerah yang terkumpul pada triwulan III 2016
Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU (23%),
mengalami penurunan. Pajak daerah yang
dan Dana Bagi Hasil/DBH (11%). Meningkatnya DAK ini
terkumpul turun 7,01% (yoy), mengalami kontraksi
sejalan dengan pemberian Bantuan Operasional
dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 27,63% (yoy).
Sekolah (BOS) di tahun 2016 yang mengalami
Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan PDRB
peningkatan. Semenjak tahun ini anggaran bagi
triwulan laporan. Berdasarkan informasi Dinas
SMA/SMK dikelola Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi,
Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD),
yang sebelumnya dikelola oleh kabupaten/kota.
target pendapatan daerah diperkirakan tidak akan
Tercatat, realisasi pendapatan DAK sebesar 72,51%,
mencapai target dan mengalami penurunan sebesar
melambat dibandingkan triwulan III 2015 yang
Rp1,6 triliun pada akhir tahun 2016. Langkah yang
sebelumnya sebesar 80%. Sementara itu, peningkatan
ditempuh oleh Pemprov semenjak triwulan III 2016
persentase serapan terjadi pada Dana Bagi Hasil/DBH
untuk meningkatkan kesehatan fiskal daerah yakni
yang naik menjadi 68,42%, dari sebelumnya 66,52%
optimalisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor
di triwulan III 2015. Berbeda dengan pola historisnya
yang bekerja sama dengan Kepolisian RI hingga di
yang selalu stabil, realisasi DAU tercatat menurun
tingkat kecamatan.
dengan realisasi sebesar 74,28%; meskipun secara nominal meningkat dari sebelumnya Rp1,35 triliun
Komponen lain-lain PAD yang sah mengalami
menjadi Rp1,38 triliun.
penurunan realisasi dari 92,76% pada triwulan III 2015 menjadi 79,66% pada triwulan laporan.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan
Penurunan pendapatan ini sejalan dengan penurunan
Daerah yang Sah tercatat mengalami
Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah daerah dari
peningkatan. Pada triwulan laporan, realisasi pos ini
sebelumnya 25,23% (yoy) pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 86,36%; meningkat dibandingkan
menjadi kontraksi 15,91% (yoy) pada triwulan III 2016,
triwulan yang sama di tahun 2015 sebesar 74,45%.
serta penurunan Suku Bunga Tertimbang (SBT) dari
Meningkatnya pendapatan dana insentif daerah
3,83% pada triwulan III 2015 menjadi 3,46% pada
mampu menopang perekonomian. Adapun realisasi
triwulan laporan.
pendapatan seluruhnya berasal dari pos hibah dan Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus dengan masing-
B e r d a s a r k a n k o m p o n e n D a p e r, s u m b e r pendapatan utamanya berasal dari Dana Alokasi
masing persentase realisasi sebesar 63,74% dan 100,00%.
35
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
36
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan III 2016
dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar Rp2,77
Pada triwulan III 2016, realisasi belanja Provinsi
triliun atau 71,15% dari total anggaran. Penyaluran
Jawa Tengah sebesar 53,86% dari total anggaran
dana hibah yang ditujukan bagi instansi berbadan
belanja 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan
hukum dapat diserap dengan baik. Adapun belanja
dengan persentase realisasi periode yang sama tahun
pegawai tercatat sebesar Rp1,74 triliun atau lebih tinggi
sebelumnya sebesar 56,30%. Menurunnya persentase
dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang
realisasi ini terutama didorong oleh penghematan yang
sebesar Rp1,63 triliun. Meskipun begitu, dari sisi
dilakukan Pemprov Jateng di tengah penerimaan
persentase realisasi belanja pegawai triwulan
pendapatan yang relatif rendah.
laporan lebih rendah dari pada periode yang sama
Realisasi belanja tidak langsung mengalami penurunan pada triwulan laporan. Realisasi pada triwulan III 2016 sebesar 55,72% lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 57,76%. Ditinjau dari komponennya, belanja tidak langsung
pada tahun sebelumnya, yakni menjadi 59,09% dari sebelumnya 71,00%. Persentase serapan yang lebih rendah ini sejalan dengan upaya Pemprov Jateng untuk mengurangi biaya operasional, seperti perjalanan dinas dan rapat.
digunakan untuk belanja hibah, belanja bagi hasil
Komponen belanja bagi hasil kepada
kepada kabupaten/kota, dan belanja pegawai dengan
kabupaten/kota mengalami penurunan
masing-masing peran sebesar 43,57%, 29,55%, dan
dibandingkan triwulan yang sama tahun
19,41% dari total belanja tidak langsung.
sebelumnya. Pada triwulan laporan, realisasi
Belanja hibah tumbuh meningkat seiring dengan meningkatnya pemberian bantuan hibah. Pada triwulan III 2016, belanja hibah tercatat sebesar Rp3,89 triliun atau 72,65% dari total anggaran, lebih tinggi
komponen tersebut sebesar 49,30%, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 52,82%. Secara nominal komponen ini mencatatkan sedikit peningkatan, yakni dari Rp2,60 triliun menjadi Rp2,64 triliun. Menurunnya persentase realisasi utamanya disebabkan pagu belanja bagi hasil kepada kab/kota yang relatif tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, berbeda dengan perkiraan
26,01% 73,99%
sebelumnya, terjadi perlambatan ekonomi yang berimplikasi pada menurunnya penerimaan. Hal ini BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan III 2016
kemudian berdampak pada belanja bagi hasil kepada kab/kota yang menurun.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja triwulan III 2015 & 2016 URAIAN
III - 2015
III - 2016
BELANJA TIDAK LANGSUNG
57,76%
55,72%
BELANJA PEGAWAI
71,00%
59,09% 72,65%
BELANJA HIBAH
71,15%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
68,35%
0,00%
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN/KOTA
52,82%
49,30% 28,87%
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA
35,54%
BELANJA TIDAK TERDUGA
32,71%
8,91%
BELANJA LANGSUNG
52,86%
49,19%
BELANJA PEGAWAI
83,00%
60,30%
BELANJA BARANG DAN JASA
70,72%
53,37%
BELANJA MODAL
29,35%
44,06%
JUMLAH BELANJA
56,30%
53,86%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
200 %, YOY
%, YOY
40 35
150
30 25
100
20 15
50
10 5
-
(5)
(50) I
(100)
II
III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
(10)
B e rd a s a r k a n j e n i s n y a , b e l a n j a p e g a w a i dianggarkan sebesar Rp13,13 triliun atau 40,43% dari total APBN Provinsi Jawa Tengah 2016, diikuti oleh belanja barang sebesar Rp11,34 triliun (34,93%), belanja modal sebesar Rp7,77 triliun (23,91%), dan belanja bantuan sosial Rp237 miliar (0,73%).
(15)
PAD Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
Grafik 2.8 Pertumbuhan Tahunan Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota dan PAD
mengalami peningkatan. Pada triwulan III 2016,
Ditinjau dari pertumbuhan tahunan, belanja bagi
realisasi APBN tercatat sebesar Rp19,19 triliun atau
hasil kepada kabupaten/kota menurun sejalan dengan menurunnya pertumbuhan tahunan PAD yang
59,09%, meningkat dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar Rp17,04 triliun atau 24,67% dari APBN
terkumpul pada triwulan laporan dan seiring
Provinsi Jawa Tengah 2015.
perlambatan ekonomi tahunan Jawa Tengah. Belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota mengalami kontraksi 0,60% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang mencatatkan 20,22% (yoy).
Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada triwulan III 2016 terutama didorong dari belanja pegawai, yakni sebesar 50,64% dari total belanja. Sementara itu, belanja barang memiliki peran 31,96% dari total realisasi belanja, diikuti oleh belanja modal
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan III 2016
(16,88%), dan belanja bantuan sosial (0,52%). Peningkatan serapan APBN pada triwulan III 2016
Penghematan anggaran menyebabkan alokasi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
Anggaran APBN Perubahan Provinsi Jawa Tengah
terjadi pada seluruh jenis belanja, di mana peningkatan
pada tahun 2016 mengalami penurunan. Kebijakan
persentase yang terbesar terjadi pada belanja modal.
ini dilakukan untuk menekan defisit anggaran pada tahun berjalan. Tercatat, terjadi penurunan anggaran
Realisasi belanja pegawai pada triwulan III 2016
APBN sebesar 9,58% dari sebelumnya Rp35,91 triliun
sebesar Rp9,72 triliun atau 74,02% dari total APBN
pada tahun 2015 menjadi Rp32,48 triliun di triwulan
2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan triwulan III
laporan.
40,43% 34,93% 23,91% 0,73%
50,64% 31,96% 16,88% 0,52% BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.9 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016 Berdasarkan Jenis Belanja
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.10 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2016 Berdasarkan Jenis Belanja
37
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEUANGAN PEMERINTAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
38
KEUANGAN PEMERINTAH
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan III 2015 & 2016 per Jenis Belanja (Rp Miliar) III 2015
JENIS
III 2016
PAGU
REALISASI
%REALISASI
PAGU
REALISASI
BELANJA PEGAWAI
12.936
9.114
70,46%
13.130
9.719
74,02%
BELANJA BARANG
11.280
4.718
41,83%
11.344
6.133
54,06%
BELANJA MODAL
9.912
2.509
25,31%
7.766
3.239
41,72%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
1.777
699
39,36%
237
99
41,85%
35.905
17.041
47,46%
32.476
19.191
59,09%
TOTAL
%REALISASI
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
2015 yang sebesar Rp9,11 triliun atau 70,46% dari
Adapun belanja bantuan sosial pada triwulan
total APBN 2015. Penundaan DAU yang terjadi di bulan
laporan tercatat sebesar Rp99 miliar atau 41,85%
September relatif tidak memengaruhi pengeluaran
dari total anggaran. Persentase ini lebih tinggi
Pemprov pada pos belanja pegawai di triwulan III 2016.
dibandingkan dengan persentase realisasi triwulan III
Sementara itu, belanja barang pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp6,13 triliun atau 54,06% dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan sama tahun lalu yang sebesar Rp4,72 triliun atau 41,83%. Belanja barang meningkat sejalan dengan kebutuhan kementerian/lembaga yang meningkat di tahun laporan. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah berupaya untuk mendorong serapan yang lebih baik semenjak awal tahun. Belanja modal tercatat sebesar Rp3,24 triliun atau 41,72%; lebih baik dibandingkan realisasi belanja modal triwulan III 2015 yang sebesar Rp2,51 miliar atau 25,31%. Peningkatan ini sejalan dengan percepatan perbaikan infrastruktur jalan di Jawa Tengah, meliputi ruas jalan tol Cipali-Pejagan menuju Brebes.
Selain itu, beberapa proyek infrastruktur
pemerintah yang dilaksanakan di Jawa Tengah turut mendukung realisasi yang semakin baik. Proyek pembangunan yang dilakukan antara lain perbaikan jalan Sidareja-Simpang Tiga dan jalan Tambakreja Bantarsari di Cilacap, serta jalan Pejagan-PrupukWangon di Kebumen. Selain itu, terdapat progam 1000 embung yang dilakukan oleh pemerintah. Beberapa proyek pembangunan waduk yang sudah berjalan adalah Waduk Gondang Karanganyar, Waduk Logung Kudus, Waduk Pidekso Wonogiri, dan Waduk Matenggeng Cilacap.
2015 yang sebesar 39,36%, meskipun secara nominal masih lebih tinggi yakni sebesar Rp699 miliar. Persentase yang lebih baik ini salah satunya disebabkan oleh pengurangan pagu belanja bantuan sosial. Selain itu, adanya kegiatan jelang Idul Adha pada 2016 berkontribusi dalam mendorong realisasi untuk bantuan sosial pada triwulan laporan.
BAB
III
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Inflasi tahunan triwulan III 2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
3.1. Inflasi Secara Umum Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan
inflasi triwulanan tercatat sebesar 0,81% (qtq), lebih
III 2016,di tengah melambatnya pertumbuhan
rendah dibandingkan triwulan III 2015 yang
2
ekonomi . Pada triwulan III 2016 inflasi tercatat sebesar 2,72% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,96% (yoy). Penurunan ini terutama didorong oleh tekanan volatile food yang terjaga, tekanan administered prices yang masih rendah serta tingkat inflasi inti yang cenderung stabil. Inflasi ini juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,07% (yoy). Tren inflasi Jawa Tengah ini melanjutkan tren penurunan yang
mencatatkan inflasi sebesar 1,04% (qtq). Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Provinsi Jawa Tengah pada periode laporan berada di posisi kedua tertinggi setelah Provinsi Banten. Inflasi tahunan ini lebih tinggi dibandingkan angka inflasi tahunan Kawasan Jawa. Namun demikian, inflasi tahun kalender Jawa Tengah tercatat paling rendah, yakni sebesar 1,52% (ytd) yang mencatatkan level terendah di Kawasan
sebelumnya terjadi pada triwulan II 2016.
Jawa.Terjaganya inflasi Jawa Tengah ini didukung oleh Inflasi triwulanan pada periode laporan juga
adanya kebijakan pengendalian inflasi di daerah,
tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang
terutama untuk pasokan bahan pangan strategis.
sama di tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2016,
10
%
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
8
KESEHATAN
6
SANDANG PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
3,45
4
3,07
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 2,96 2,72
2
BAHAN MAKANAN
0,90 0,44
UMUM
0,81
0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
0,08
II 2016
III
0,00
-2 JATENG (YOY)
JATENG (QTQ)
NAS (YOY)
TW III 2015
NAS (QTQ)
%
0,50
1,00
TW III 2016
1,50
9,0
3,00
3,50
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah 6,00
%,YOY
8,.0
2,50
RATA - RATA TW III 2011 - 2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
2,00
%,YTD
5,00
7,0 6,0
4,00
5,0 3,00
4,0 3,0
2,00
2,0 1,00
1,0 0,0
JABAR
III - 2015 BANTEN
JATENG
DIY
JATIM
III - 2016 DKI
JAWA
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi di Jawa
5.
2016
0,00 III - 2014
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
III - 2014 JABAR
III - 2015 BANTEN
JATENG
DIY
III - 2016 JATIM
DKI
JAWA + DKI
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.4 Inflasi Tahun Kalender Provinsi di Jawa
41
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
42
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
4
%, MTM
9.0 %, YOY 8.0
3
7.0
TW III 2016 GAGAL PANEN CABAI MERAH DAN MENINGKATNYA PERMINTAAN JELANG HARI
KENAIKAN TTL U/P1, I3,R3, KENAIKAN TDL DAN ELPIJI 12 KG I4, B2, B3
BENCANA BANJIR
KENAIKAN BBM
6.0
2
%, MTM
PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTL TAHAP AKHIR 2013
EKSPEKTASI MULAI NAIK
CURAH HUJAN TINGGI
2.0 1.5
KENAIKAN HARGA BBM, GEJOLAK PANGAN RAMADHAN
5.0
1.0 0.5
El-NINO
0.0
4.0
1
-0.5
3.0 2.0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
1
2
3
4
5
2014
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGUST
SEP
OKT
NOV
DES
2.5
6
7
8
9 10 11 12
1
2
3
2015
4
5
6
7
8
9
-1.0
2016
YOY 7.96 7.57 7.08 7.15 7.47 7.26 5.03 4.36 5.00 5.01 6.19 8.22 6.79 5.76 5.69 5.99 6.28 6.15 6.37 6.18 5.78 5.20 4.02 2.73 3.58 3.98 4.21 3.56 3.17 2.95 3.04 2.46 2.72 MTM 0.99 0.33 0.24 -0.1 0.23 0.74 0.71 0.46 0.22 0.52 1.36 2.25 -0.3 -0.6 0.16 0.17 0.51 0.61 0.92 0.29 -0.1 -0.0 0.22 0.99 0.48 -0.2 0.39 -0.4 0.13 0.41 1.00 -0.2 0.09
-1
(SKALA KANAN)
RATA-RATA 2011-2015
2012
2013
2014
2015
2016 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015
Grafik 3.6 Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan disagregasi inflasi 3, penurunan
di Jawa Tengah, yakni sekitar 51%, mengalami
inflasi tahunan pada triwulan III 2016
penurunan inflasi tahunan menjadi 2,61% (yoy) dari
dibandingkan triwulan sebelumnya terutama
triwulan lalu yang sebesar 2,65% (yoy). Sementara itu,
berasal dari kelompok volatile food dan core.
penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
sebelumnya 3,33% (yoy) menjadi 2,18% (yoy). Pada
disebabkan oleh masuknya musim panen beberapa
triwulan III 2016, Kota Kudus menjadi kota dengan
komoditas dan terkendalinya pasokan di tengah
inflasi terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di
perayaan hari Raya Idul Adha.Selain itu, kenaikan biaya
Kota Tegal (Tabel 3.3).
pendidikan pada periode ini relatif rendah dan tidak setinggi periode sama tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa Tengah relatif meningkat
Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah
dibandingkan triwulan sebelumnya. Disparitas
mengalami penurunan inflasi tahunan
inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan III 2016
dibandingkan dengan triwulan II 2016. Kota
sebesar 1,55%, sedangkan perbedaan inflasi kota
Semarang dengan bobot penyumbang inflasi terbesar
tertinggi dan terendah di triwulan lalu sebesar 1,12%.
Tabel 3.1. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan JULI Komoditas
AGUSTUS Andil (%)
Komoditas
SEPTEMBER Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
ANGKUTAN ANTAR KOTA
0.13
TELUR AYAM RAS
0.07
CABAI MERAH
0.12
ANGKUTAN UDARA
0.11
BERAS
0.07
AKADEMI/ PERGURUAN TINGGI
0.04
BAWANG MERAH
0.09
AKADEMI/PERGURUAN TINGGI
0.06
TARIP PULSA PONSEL
0.42
DAGING AYAM RAS
0.08
CABAI RAWIT
0.06
BAWANG PUTIH
0.02
CABAI MERAH
0.04
DAGING AYAM RAS
0.05
BAWANG MERAH
0.18
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2. Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
Komoditas
Andil (%)
TELUR AYAM RAS
-0.02
ANGKUTAN UDARA
-0.10
TELUR AYAM RAS
-0.05
MINYAK GORENG
-0.02
BAWANG MERAH
-0.09
CABAI RAWIT
-0.03
SEMEN
-0.01
ANGKUTAN ANTAR KOTA
-0.08
DAGING AYAM RAS
-0.03
TOMAT SAYUR
-0.01
TARIP KERETA API
-0.03
WORTEL
-0.02
SAWI PUTIH
-0.01
ANGKUTAN DALAM KOTA
-0.02
PIR
-0.02
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.
SEPTEMBER
AGUSTUS
JULI Komoditas
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah No.
KOTA
6,53% (yoy). Penurunan inflasi ini utamanya terjadi
INFLASI II 2016 (%, YOY)
INFLASI III 2016 (%, YOY)
1.
SEMARANG
3.33
2.18
2.
PURWOKERTO
2.95
2.36
3.
SURAKARTA
2.65
2.61
4.
CILACAP
3.23
2.87
5.
KUDUS
3.21
2.93
6.
TEGAL
3.77
3.73
pada subkelompok sayur-sayuran serta padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Subkelompok sayursayuran mencatatkan inflasi 7,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 17,96% (yoy). Hal ini didorong oleh bertambahnya pasokan sayur-sayuran seperti wortel dan tomat sayur
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
seiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Selain
Ditinjau berdasarkan kelompoknya, inflasi pada
itu, terjaganya pasokan beras juga mendorong
triwulan III 2016 disumbangkan oleh kelompok
terjadinya deflasi pada subkelompok padi-padian.
bahan makanan dan kelompok makanan jadi,
Fenomena La Nina turut juga menyebabkan sebagian
minuman, rokok, & tembakau. Kedua kelompok
sawah di Jawa Tengah masih dapat berproduksi
tersebut memang menjadi penyumbang inflasi
meskipun sudah memasuki musim kemarau.
tertinggi di Jawa Tengah, namun keduanya mencatatkan inflasi yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih rendahnya inflasi di triwulan laporan dikarenakan terjaganya pasokan beras serta bertambahnya pasokan sayuran.
Sementara itu, inflasi subkelompok bumbubumbuan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Inflasi subkelompok ini meningkat menjadi 37,51% (yoy) dari sebelumnya yang sebesar 14,65% (yoy) di triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi subkelompok ini terutama didorong oleh kenaikan
3.2.1. Kelompok Bahan Makanan Inflasi tahunan kelompok bahan makanan
harga cabai. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa
mengalami perlambatan pada triwulan laporan.
daerah sentra cabai merah di Jawa Tengah yang
Inflasi kelompok bahan makanan mengalami
mengalami gagal panen sehingga pasokan cabai merah
penurunan dari sebelumnya 7,62% (yoy) menjadi
di pasaran menjadi terbatas.
Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok 2015
2014
KOMODITAS
III
2016
IV
I
II
III
IV
II
III
UMUM
5,00
8,22
5,69
6,15
5,78
2,73
4,21
I
2,95
2,72
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,61
5,85
5,38
6,21
5,71
4,93
5,27
5,00
4,41
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
6,68
8,09
7,32
5,91
4,61
2,27
1,32
1,05
1,43
SANDANG
1,87
2,62
2,84
3,13
3,26
2,38
1,95
1,79
1,57
KESEHATAN
3,87
4,54
4,43
4,34
3,73
3,40
3,07
2,82
2,81
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
6,12
6,62
6,21
6,04
5,17
4,31
4,42
4,43
3,34
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
2,58
11,46
4,39
6,38
6,39
-2,30
1,37
-2,71
-2,25
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan (%, yoy) KOMODITAS
2015
2014 III
IV
2016
I
II
III
IV
I
II
III
7,72
8,49
4,54
10,05
7,62
6,53
BAHAN MAKANAN
4,79
11,39
5,79
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
5,95
12,19
13,75
9,14
13,47
6,55
-0,29
4,60
-0,71
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
3,09
1,50
-0,20
-1,63
-2,13
6,54
6,08
4,84
2,71
IKAN SEGAR
6,92
8,98
6,55
8,02
11,51
9,95
9,14
8,39
3,78
IKAN DIAWETKAN
4,17
7,67
4,33
7,47
7,51
4,59
4,40
2,69
1,40
10,59
11,9
7,72
5,14
4,12
4,70
3,07
0,84
-0,73
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA SAYUR-SAYURAN
8,43
14,34
1,74
9,02
8,96
13,51
17,16
17,96
7,44
KACANG – KACANGAN
4,31
3,12
3,17
3,28
5,05
5,00
4,72
4,10
3,20
BUAH – BUAHAN
6,48
2,52
3,12
4,21
4,40
9,03
13,27
12,02
7,59
BUMBU – BUMBUAN
-13,10
41,38
4,82
38,87
33,80
-8,09
55,33
14,65
37,51
LEMAK DAN MINYAK
10,69
3,13
-2,04
-3,12
-2,64
-5,93
2,56
12,40
14,94
7,67
7,90
7,88
8,30
7,40
6,18
5,00
5,28
2,23
BAHAN MAKANAN LAINNYA Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
43
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
44
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
3.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Tabel 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau (%, yoy) 2015
2014
KOMODITAS
III
IV
I
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,61
5,85
5,38
MAKANAN JADI
5,53
5,62
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
3,08
3,52
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
9,10
9,54
II
2016 III
IV
I
II
III
6,21
5,71
4,93
5,27
5,00
4,41
4,67
4,85
4,40
2,85
2,98
2,83
2,33
3,96
6,79
6,13
5,72
6,13
7,19
6,20
10,76
11,61
10,97
12,97
13,25
11,21
10,69
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi tahunan kelompok ini mencatatkan
penurunan deflasi menjadi 2,25% pada triwulan III, dari
perlambatan dibandingkan dengan periode
sebelumnya deflasi sebesar 2,71% pada triwulan II
sebelumnya. Pada triwulan III 2016, inflasi tercatat
2016. Penurunan deflasi pada kelompok ini didorong
sebesar 4,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan
oleh tekanan inflasi terutama di subkelompok
triwulan II 2016 sebesar 5,00% (yoy). Perlambatan
komunikasi dan pengiriman yang mencatatkan inflasi
pada kelompok ini terjadi pada seluruh subkelompok,
sebesar 0,61% (yoy), yang sebelumnya terjadi deflasi
dengan perlambatan tertinggi terjadi pada
sebesar 0,35% (yoy). Inflasi pada kelompok ini
subkelompok minuman yang tidak beralkohol yang
didorong oleh kenaikan tarif pulsa ponsel sehingga
sebesar 7,19% (yoy) dari sebelumnya 6,20% (yoy).
menyumbang inflasi yang paling tinggi pada kelompok
Komoditas gula pasir mendorong terjadinya penurunan
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan triwulan
inflasi pada subkelompok ini. Penurunan harga gula
laporan.
pasir karena relatif stabilnya pasokan dan terdapat penurunan harga jual di tingkat supplier. Adapun dari subkelompok tembakau dan minuman beralkohol, inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif cukai yang ditransmisikan pada harga rokok kretek filter dan rokok kretek.
3.3. Disagregasi inflasi Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi terjadi pada kelompok volatile food dan core. Inflasi kelompok volatile food menurun dari inflasi 7,98% (yoy) menjadi 6,85% (yoy) pada triwulan laporan. Begitu pula dengan inflasi kelompok core yang melambat menjadi 2,42% (yoy), dari sebelumnya
3.2.3. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2,68% (yoy). Sementara itu, kelompok administered
Sementara itu, kelompok transportasi,
prices mengalami penurunan deflasi, dari sebelumnya
komunikasi, dan jasa keuangan masih
deflasi 1,07% (yoy) pada triwulan II turun menjadi
mencatatkan deflasi. Kelompok ini mengalami
deflasi 0,46% (yoy) pada triwulan laporan.
Tabel 3.7. Perkembangan Inflasi Tahunan - Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%, yoy) KOMODITAS TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
2015
2014 III
IV
I
2,58
11,46
4,39
II 6,38
2016 III
IV
6,39
-2,30
I
II
III
1,37
-2,71
-2.25
3,72
17,01
5,78
8,83
8,91
-3,88
1,79
-4,41
-3.94
-0,08
-0,03
-0,18
-0,14
-0,19
-0,39
-0,30
-0,35
0.61
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
2,29
2,74
4,22
4,04
3,59
3,80
1,86
2,02
1.93
JASA KEUANGAN
0,00
14,79
14,78
14,78
14,78
0,00
2,28
2,28
2.28
TRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
18
%, YOY
8 %, MTM
16 14
6
12 10
4
8 6
2
4 2
0
0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-2 CI
VF
2014
2015 CI
AP
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Tahunan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
2016
AP
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Bulanan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.3.1. Kelompok Volatile Food
pada triwulan II 2016 menjadi inflasi 0,61% (qtq) pada
Inflasi tahunan volatile food mengalami
triwulan III 2016. Meskipun mengalami inflasi, angka ini
penurunan pada periode triwulan III 2016. Inflasi
relatif lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III
volatile food tercatat sebesar 6,85% (yoy), lebih rendah
2015 yang sebesar 1,63% (qtq). Peningkatan inflasi ini
dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 7,98% (yoy) dan
terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan terutama
rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 7,48% (yoy).
didorong oleh turunnya produksi dan suplai cabai
Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas, seperti daging ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit, dan sayur-sayuran. Permintaan akan daging ayam ras dan telur ayam ras mampu dipenuhi oleh melimpahnya pasokan sehingga harga komoditas tersebut terjaga di pasaran. Selain itu, terjadinya penurunan harga sayur-sayuran seperti wortel disebabkan oleh tingginya hasil panen di tengah musim penghujan.
merah akibat terjadi gagal panen di beberapa daerah penghasil. Pada saat musim penghujan seperti saat ini, komoditas cabai menjadi mudah busuk seiring musim penghujan yang menyebabkan kualitas cabai menjadi mudah busuk. Selain itu, komoditas bumbu-bumbuan lain, meliputi bawang merah dan bawang putih juga mengalami kenaikan harga. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Demak, penutupan Waduk Kedungombo telah
Sementara itu, inflasi triwulanan mencatatkan
menyebabkan penurunan produktivitas bawang merah
peningkatan, dari sebelumnya deflasi 0,13% (qtq)
di Demak. 6,00
%, QTQ
5,35
8,00 %, MTM 5,00 6,00
4,00
4,00
3,00
2,00
2,00
2,42
2,44 1,75
1,63 0,93
1,00
0,00
0,61
0,00 -2,00 -1,00 -4,00
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGUST
SEP
OKT
NOV
DES
-2,00
-6,00 RATA-RATA 2011-2015
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan III 2016
-3,00
45
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
RATA-RATA 2011-2015
III -2011
III -2012
III - 2013
III -2014
III -2015
III- 2016
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2011-2015 Triwulan III 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
46
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
25,00
120
%, YOY
%, YOY
100
20,00
80
15,00
60 10,00
40
5,00
20 0
0,.00 I -5,00
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
I
II
III
IV
I
II
2013
-20
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II 2016
-40 PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA IKAN SEGAR
SAYUR-SAYURAN BUAH-BUAHAN
DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYA TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA
KACANG-KACANGAN BUMBU-BUMBUAN
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
LEMAK DAN MINYAK
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.11 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
Grafik 3.12 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Administered Prices
deflasi 1,39% (qtq) pada triwulan II 2016. Kenaikan ini
Kelompok administered prices mengalami
terjadi akibat meningkatnya TTL dan rokok. Namun
penurunan deflasi pada triwulan III 2016. Pada
tercatat, inflasi kelompok ini lebih rendah dibandingkan
kelompok ini terjadi penurunan deflasi menjadi 0,46%
rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 2,63% (qtq).
(yoy) dari sebelumnya deflasi 1,07% (yoy) pada
Sementara itu, dibandingkan dengan periode yang
triwulan II 2016. Penurunan deflasi pada periode ini
sama pada tahun 2015, kelompok administered prices
diakibatkan oleh penurunan tarif pesawat terbang,
tercatat lebih tinggi. Inflasi triwulanan pada periode
kereta api, maupun angkutan dalam dan antarkota
triwulan III 2016 tercatat sebesar 1,35% (qtq), lebih
seiring adanya normalisasi tarif angkutan setelah masa
tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar
Idul Fitri dan liburan akhir tahun. Namun demikian,
0,72% (qtq).
penurunan deflasi ini tertahan oleh kenaikan harga rokok seiring kenaikan cukai secara bertahap serta
Secara tahunan, deflasi kelompok administered
meningkatnya tarif listrik pelanggan pascabayar. Pada
prices berasal dari subkelompok transportasi.
September 2016, Tarif Tenaga Listrik (TTL) naik 3,38%
Namun, angka deflasi pada subkelompok ini lebih
menjadi Rp1457,72/kWh dari sebelumnya
re n d a h d i b a n d i n g k a n d e f l a s i p a d a t r i w u l a n
Rp1.410,12/kWh.
sebelumnya. Deflasi pada kelompok ini utamanya berasal dari normalisasi tarif angkutan pasca
Peningkatan terjadi pada inflasi triwulanan. Pada
momentum lebaran, yang meliputi tarif angkutan
triwulan III 2016, kelompok ini mengalami inflasi
antarkota, tarif kereta api, dan angkutan udara yang
sebesar 1,35% (qtq), yang sebelumnyamencatatkan
mengalami penurunan.
9,00
25
%, QTQ
%, YOY
7,71
8,00
20
7,00 6,00
15
5,00 10
4,00 3,00
2,63
2,00
2,09 1,35
1,28
0,72
1,00
1,35
5 0
I
0,00 RATA-RATA 2011-2015
III -2011
III -2012
III - 2013
III -2014
III -2015
III- 2016
II III 2013
IV
I
II III 2014
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.13 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food
IV
I
II
III 2015
BAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
IV
I
II 2016
III
TRANSPOR
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.14 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
3.3.3. Kelompok Inti Penurunan inflasi terjadi pada kelompok inti.
tahun terakhir yang sebesar 1,33% (qtq). Inflasi
Inflasi kelompok inti pada triwulan III 2016 turun
triwulanan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II
menjadi 2,42% (yoy) dari sebelumnya 2,68% (yoy)
2016 yang tercatat 0,64% (qtq). Terjaganya nilai mata
pada triwulan II 2016. Berdasarkan historisnya, angka
uang rupiah menjadi penahan terjadinya inflasi lebih
inflasi tahunan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata
dalam.
lima tahun terakhir yang sebesar 3,81% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada subkelompok nontraded dan traded. Ditinjau dari komoditasnya, biaya pendidikan sekolah dasar dan akademi/ perguruan tinggi menjadi penyumbang inflasi. Walaupun peningkatan masih lebih rendah jika dibandingkan
Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti terkonfirmasi oleh perlambatan tren pertumbuhan ekonomi, namun tidak terpantau dari peningkatan tren output gap. Output gap positif biasanya ditandai dengan permintaan yang berlebih (excess demand) sehingga tingkat harga-harga
periode yang sama tahun sebelumnya.
cenderung mengalami kenaikan yang signifikan. Pada Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan
triwulan III 2016, output gap tercatat positif,
dibandingkan periode yang sama tahun
berlawanan dengan inflasi yang rendah. Hal ini
sebelumnya. Inflasi kelompok ini turun dari
ditengarai sebagai hasil kegiatan pengendalian inflasi di
sebelumnya 0,93% (qtq) pada triwulan III 2015 menjadi
Jawa Tengah yang semakin baik sehingga mampu
0,67% (qtq) pada triwulan III 2016. Selain itu, inflasi inti
meredam potensi kenaikan inflasi.
triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis lima 1.20 3,00
2,39
1.00 2,50 0.80 2,00 0.60 1,50
1,33
%
8,0 %,YOY
%, QTQ
1,48
1,35
1,19
2,0
6,0
1,0
5,0
0,0
4,0
0,93
0.40 1,00
-1,0
3,0
0,67
0.20 0,50
3,0
7,0
-2,0
2,0
-3,0
1,0
0.00 0,00
-4,0
0,0 RATA-RATA 2011-2015
III -2011
III -2012
III - 2013
III -2014
III -2015
I
III- 2016
II III 2013
IV
PERTUMBUHAN PDRB
I
II III 2014
IV
OUTPUT GAP-SKALA KANAN
I
II
III
IV
I
2015 INFLASI INTI NON TRADED
II 2016
III
INFLASI TRADED
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.15 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan III
Grafik 3.16 Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155 150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2014 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2015
2016
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.17 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
130
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2014 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2015 EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.18 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
2016
47
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
% QTQ
5 % YOY
2
4.5
1.8
4
1.6
3.5
1.4
3
1.2 1
2.5 2
0.8
1.5
0.6
1
0.4
0.5
0.2 0
0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
QTQ (SKALA KANAN)
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
inflation tercermin dari kelompok inti traded dan nontraded yang turun dibandingkan dengan triwulan II 2016. Inflasi inti traded turun dari 3,63% (yoy) menjadi 3,23% (yoy), sedangkan inflasi inti non-traded turun dari 2,41% (yoy) menjadi 2,18%(yoy). Penurunan tersebut terjadi seiring adanya penguatan kurs Rupiah pada triwulan laporan. Pada triwulan III 2016, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp13.136
YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.19 Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
atau menguat 1,36% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp13.317,16 4.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan inflasi pada triwulan III 2016 ini sejalan dengan
3.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh
Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS di
masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei
Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.
Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi
Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Kudus, dari
pada triwulan III 2016 sejalan dengan ekspektasi harga
sebelumnya 3,33% (yoy) menjadi 2,18% (yoy).
3 dan 6 bulan mendatang.
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa
Tekanan inflasi dari faktor eksternal mengalami
Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada
penurunan pada triwulan III 2016 meskipun
triwulan III 2016, selisih tingkat inflasi antara kota yang
terjadi penguatan kurs rupiah. Tekanan imported
memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,55%.
5
12
%,YOY
%, YOY
10 8
4
6 3,07 3
4
2,71 2,87
2,36
CILACAP
PURWOKERTO
2
2,18
2,93
2,61
3,73
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
2
INFLASI KOTA
KUDUS
INFLASI JAWA TENGAH
0 I
II III 2013 CILACAP
INFLASI NASIONAL
IV
I
II III 2014
PURWOKERTO
IV
I
Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan III 2016 6
II
III
IV
2015
KUDUS
SURAKARTA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
SEMARANG
I
II 2016
III
TEGAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan
%, YOY
10
%, YOY
4,99
6
3,77
3,99
8
2,65
4,43 3,21
3,33
4,15
2
2,95
3
3,79
4
4,83
5
3,23
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
48
4 2
1 0
0 CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
SEMARANG I - 2016
TEGAL II - 2016
BAHAN MAKANAN
MAKANAN PERUMAHAN, JADI,ROKOK AIR, LISTRIK
SANDANG
KESEHATAN
CILACAP
PURWOKERTO
KUDUS
SURAKARTA
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota
PENDIDIKAN
TRANSPOR
-2 SEMARANG
TEGAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw III 2016 4.
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI
8
3 %, QTQ 2,25
6
0,91
0,85
1,08 0,70
0,44
0,41
-0,11
PURWOKERTO
4 CI JATENG
3
2,42%
2
-0,11
0 CILACAP
0,94
1,05 0,67
0,38
0,27
0,21
1 1
VP JATENG
6,85%
5
1,17
1,09
2
1,63
2
%, YOY
7
KUDUS
SURAKARTA
1
AP JATENG
0 SEMARANG
TEGAL CI
VF
-1 AP
-0,46% CILACAP
PURWOKERTO
-2
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KUDUS CI
SURAKARTA VF
SEMARANG
TEGAL
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016
Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016
Sementara pada triwulan II 2016, selisih tersebut
3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap
sebesar 1,12%.Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal
Berdasarkan disagregasinya, penurunan inflasi
yang kemudian diikuti oleh Kota Surakarta dengan
terutama berasal dari kelompok volatile food.
tingkat inflasi masing-masing sebesar 3,73% (yoy) dan
Kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi
2,93% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu,
Kota Kudus dengan tingkat inflasi sebesar 2,18% (yoy)
kedua kelompok lainnya meningkat dibandingkan
(Grafik 2.29).
triwulan II 2016.
Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam kota mengalami inflasi untuk kelompok bahan makanan. Inflasi kelompok bahan makanan tertinggi berada pada Kota Semarang, diikuti oleh Kota Tegal dan Kota Surakarta. Inflasi kelompok bahan makanan yang tinggi ini terjadi akibat adanya fenomena La Nina disertai curah hujan lebat, yang menyebabkan
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan III 2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 5,28% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 8,30% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama disumbangkan oleh penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras di tengah terjaganya pasokan.
beberapa sentra penghasil komoditas mengalami gagal
Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami
panen seperti cabai merah dan bawang merah. Akibat
inflasi sebesar 0,09% (yoy) pada triwulan III 2016 dari
kondisi tersebut, pasokan mengalami penurunan.
sebelumnya deflasi sebesar 0,07% (yoy) pada triwulan
Sementara itu, di sisi lain, terjadi peningkatan
II 2016. Inflasi triwulanan di Kota Cilacap mengalami
permintaan menjelang hari Raya Idul Adha.
kenaikan, berbalik arah dengan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 1,17% (qtq),
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan volatile food Kota Semarang dan Surakarta tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah. Sementara itu,
setelah sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 1,20% (qtq). Hal ini didorong oleh meningkatnya harga rokok kretek filter.
inflasi tahunan kelompok administered prices yang berada di atas inflasi Jawa Tengah dialami oleh Kota
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan.
Tegal, Purwokerto, dan Cilacap. Adapun inflasi inti yang
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik
tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh
menjadi 2,96% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan II
seluruh kota pantauan harga di Jawa Tengah kecuali
2016. Salah satu faktor yang mendorong inflasi
Semarang dan Purwokerto.
kelompok ini adalah kenaikan biaya pendidikan seiring tahun ajaran baru 2016 yang dimulai pada triwulan ini.
49
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
50
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%,QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I
II
III
IV
I
2015 CI
VF
II 2016
AP
III CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap
Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inflasi Purwokerto
inflasi triwulanan yang mencatatkan penurunan
Penurunan inflasi Purwokerto terutama didorong oleh
menjadi 0,27% (qtq) dari sebelumnya 0,36% (qtq)
kelompok volatile food dan inti. Sementara itu, inflasi
pada triwulan II 2016. Penurunan ini berasal dari relatif
kelompok administered prices meningkat
stabilnya pasokan gula pasir akibat pasokan yang
dibandingkan triwulan II 2016.
terjaga dan terdapat penurunan harga jual di tingkat
Kelompok volatile food kota Purwokerto menunjukkan
supplier.
penurunan. Kota Purwokerto mengalami inflasi sebesar
Inflasi tahunan administered prices mengalami
6,57% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya
peningkatan pada triwulan III 2016. Inflasi administered
8,30% (yoy) pada triwulan II 2016. Perlambatan ini
prices tercatat sebesar 0,71% (yoy) atau 0,67% (qtq),
disebabkan oleh terjadinya panen komoditas beras dan
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 sebesar
cabai rawit di beberapa daerah penghasil. Sementara
0,68% (yoy) atau deflasi sebesar 1,09% (qtq).
itu, inflasi triwulanan di Kota Purwokerto mengalami
Peningkatan ini disumbangkan oleh kenaikan tarif
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
cukai rokok yang dilakukan secara bertahap.
Kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 0,38% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kudus Penurunan inflasi Kudus terjadi pada seluruh
sebesar 0,16% (qtq).
kelompok. Inflasi kelompok volatile food, administered Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
prices, dan kelompok inti turun dibandingkan triwulan
penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada
II 2016. Tren penurunan ini serupa dengan triwulan
triwulan ini turun menjadi 1,31% (yoy) dari 1,69% (yoy)
sebelumnya yang juga mengalami penurunan untuk
pada triwulan II 2016. Demikian pula halnya dengan
semua kelompok.
12,00 %, YOY
4,00
%,QTQ
3,00
10,00
2,00 8,00
1,00
6,00
0,00 -1,00
4,00
-2,00 2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
I
III VF
III
IV
I
II 2016
III
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Tahunan Purwokerto
II 2015
CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Triwulanan Purwokerto
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%, QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I
II
III
IV
I
2015 CI
VF
II 2016
AP
III CI
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.30 Disagregasi Inflasi Tahunan Kudus
Grafik 3.31 Disagregasi Inflasi Triwulanan Kudus
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan III
sebelumnya yang sebesar 3,60% (yoy). Penurunan
2016, tercatat sebesar 3,48% (yoy), lebih rendah
inflasi ini didorong oleh turunnya harga semen pada
dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 6,01% (yoy).
akhir triwulan III 2016. Terdapat persamaan pola
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
dengan kelompok administered prices dan volatile
disumbang oleh penurunan harga telur ayam ras dan
food, inflasi triwulanan kelompok inti mengalami
cabai rawit yang terjadi di Kota Kudus. Selain itu, terjadi
peningkatan pada triwulan III 2016 menjadi 1,05%
penurunan komoditas seperti buah-buahan dan sayur-
(qtq) dari sebelumnya yang sebesar 0,78% (qtq) pada
sayuran.
triwulan II 2016.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
3.4.4. Disagregasi Inflasi Surakarta
mengalami deflasi lebih dalam hingga mencapai
Penurunan inflasi Surakarta pada triwulan III 2016
1,38% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya
terpantau pada kelompok administered prices dan inti.
deflasi sebesar 0,26% (yoy) pada triwulan II
Sementara itu, terjadi peningkatan inflasi pada
2016.Namun, terdapat perbedaan dengan inflasi
kelompok volatile food dibandingkan dengan triwulan
triwulanan yang berbalik arah mengalami peningkatan
II 2016.
inflasi. Pada triwulan berjalan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 0,41% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 1,31% (qtq).
Inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami deflasi sebesar 0,49% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya yang terjadi inflasi sebesar
Inflasi tahunan kelompok inti juga menurun. Inflasi
0,04% (yoy) pada triwulan II 2016. Perbaikan ini
tahunan kelompok inti pada triwulan III 2016 turun
didorong oleh turunnya tarif angkutan antarkota paska
menjadi 3,03% (yoy) lebih rendah dari triwulan
hari Raya Idul Fitri dan liburan. Sementara itu, inflasi
14,00 %, YOY
6,00 %, QTQ
12,00 4,00
10,00 8,00
2,00 6,00 4,00
0,00
2,00 -2,00
0,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I -4,00
CI
VF
Grafik 3.32 Disagregasi Inflasi Tahunan Surakarta
II
III
IV
I
2015
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
51
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
II 2016
III CI
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.33 Disagregasi Inflasi Triwulanan Surakarta
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
52
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
triwulanan menunjukkan kenaikan pada kelompok ini.
8,52% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok ini
Pada triwulan II 2016, kelompok ini mencatatkan
didorong oleh komoditas telur ayam ras dan cabai
deflasi sebesar 1,38% (qtq), namun berbalik arah pada
rawit, sayur mayur, dan buah-buahan yang mengalami
triwulan ini, kelompok ini mengalami inflasi sebesar
penurunan harga sejalan dengan terjaganya pasokan di
0,94% (qtq).
tengah musim penghujan.
Inflasi tahunan kelompok inti menurun. Inflasi tahunan
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
kelompok inti pada triwulan III 2016 turun menjadi
mengalami penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti
2,86% (yoy) dari 3,21% (yoy) pada triwulan II 2016.
pada triwulan III 2016 turun menjadi 2,22% (yoy) dari
Sementara itu, inflasi triwulanan juga memiliki pola
2,47% (yoy) pada triwulan II 2016. Adapun inflasi
yang sama yaitu mengalami penurunan menjadi 0,44%
triwulanan mencatatkan kenaikan menjadi 0,70%
(qtq) dari 0,63% (qtq) pada triwulan lalu.
(qtq) dari sebelumnya 0,60% (qtq) pada triwulan lalu.
Inflasi tahunan volatile food mengalami peningkatan
Inflasi tahunan kelompok administered prices
pada triwulan III 2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,78% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 6,53% (yoy). Peningkatan pada kelompok ini terutama didorong oleh naiknya harga komoditas seperti cabai merah, aneka bawang, dan kentang seiring momen Idul Fitri dan liburan.
mengalami peningkatan menjadi deflasi 0,85% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya deflasi sebesar 2,26% (yoy) pada triwulan II 2016. Inflasi triwulanan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 1,63% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar
3.4.5. Disagregasi Inflasi Semarang
1,52% (qtq). Inflasi pada komoditas ini didorong oleh
Serupa dengan Purwokerto,inflasi kelompok volatile
penyesuaian tarif listrik pada September 2016 dan
food dan inti pada triwulan III 2016 menurun
kenaikan harga rokok.
dibandingkan triwulan II 2016. Sedangkan inflasi kelompok administered price justru mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2016.
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal Kota Tegal mengalami penurunan inflasi pada kelompok inti dan volatile food pada triwulan III 2016.
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan III
Berbeda dengan dua kelompok tersebut, kelompok
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 7,47% (yoy),
administered prices mengalami peningkatan inflasi
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar
dibandingkan triwulan II 2016.
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
%, QTQ
1,00
8,00
0,00 6,00
-1,00
4,00
-2,00
2,00
-3,00
0,00
-4,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I
VF
III
IV
I
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.34 Disagregasi Inflasi Tahunan Semarang
II 2015
CI
II 2016
III CI
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.35 Disagregasi Inflasi Triwulanan Semarang
14,00 %, YOY
4,00
12,00
3,00
10,00
2,00
8,00
1,00
6,00
0,00
4,00
-1,00
2,00
-2,00
%, QTQ
-3,00
0,00 I
II
III
IV
I
2015
II 2016
I
III CI
VF
II
III
IV
I
2015
II 2016
III CI
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
AP
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 3.36 Disagregasi Inflasi Tahunan Tegal
Grafik 3.37 Disagregasi Inflasi Triwulanan Tegal
Inflasi tahunan volatile food menurun pada triwulan III
3.5. Perkembangan Inflasi Triwulan IV 2016
2016. Inflasi volatile food tercatat sebesar 6,81% (yoy),
3.5.1. Inflasi Oktober 2016
lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016sebesar
Secara bulanan, pada Oktober 2016 Provinsi Jawa
6,92% (yoy). Perbaikan ini didorong oleh penurunan
Tengah mengalami inflasi sebesar 0,05% (mtm)
harga komoditas seperti daging ayam ras, cabai merah,
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi
dan bawang merah yang disebabkan oleh
September 2016 sebesar 0,09% (mtm). Demikian
terkendalinya permintaan serta kondisi pasokan yang
pula apabila dibandingkan dengan historis lima tahun
cukup pasca musim panen.
terakhir yang sebesar 0,14% (mtm), capaian inflasi bulan ini juga lebih rendah. Dengan perkembangan
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok administered prices mengalami peningkatan menjadi 2,36% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya 1,91% (yoy) pada triwulan II 2016. Kondisi serupa juga dialami pada inflasi triwulanan yang turut meningkat. Pada triwulan
tersebut, secara tahunan inflasi tercatat sebesar 2,81% (yoy), dan secara tahun kalender inflasi tercatat 1,57% (ytd). Sementara itu, inflasi Jawa Tengah masih tercatat lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 0,14% (mtm) atau 3,31% (yoy).
laporan, kelompok ini mencatatkan inflasi sebesar 2,25% (qtq), setelah sebelumnya mencatatkan deflasi
Meredanya tekanan harga di bulan laporan
sebesar 0,83% (qtq). Selain itu, peningkatan inflasi juga
terutama berasal dari kelompok inti yang didorong
disumbang oleh naiknya harga rokok pada akhir
oleh penurunan harga beberapa komoditas
triwulan laporan yang disebabkan adanya isu kebijakan
internasional dan apresiasi nilai tukar Rupiah.
kenaikan harga rokok pada bulan September 2016.
Sementara itu, kelompok volatile food masih
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan III 2016 turun menjadi 3,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang 3,46% (yoy). Inflasi triwulanan
53
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
mengalami deflasi walaupun tidak sedalam bulan sebelumnya. Sedangkan kelompok administered prices mengalami inflasi yang meningkat akibat penyesuaian tarif listrik.
kelompok inti juga mengalami penurunan menjadi
Tekanan inflasi kelompok inti pada Oktober 2016
0,85% (qtq) pada triwulan III 2016 lebih rendah
mengalami perlambatan menjadi 0,03% (mtm),
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
dari 0,21% (mtm) pada bulan sebelumnya. Pencapaian
1,07% (qtq). Salah satu komoditas yang
tersebut berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir
menyumbangkan kenaikan inflasi kelompok inti adalah
yang sebesar 0,51% (mtm). Perlambatan inflasi
harga kontrak rumah.
kelompok inti tersebut terutama didorong oleh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
54
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
perlambatan kelompok inti non-traded yang tercatat
terakhir yang tercatat 0,28% (mtm). Inflasi kelompok
sebesar 0,05% (mtm) dari 0,30% (mtm) pada bulan
administered prices terutama bersumber dari
sebelumnya.Perlambatan inflasi inti non-traded pada
komoditas tarif listrik dan rokok. Tarif listrik golongan
Oktober 2016 terutama disumbang oleh komoditas
rumah tangga mengalami peningkatan dari
tarif pulsa ponsel yang mengalami penurunan harga
Rp1.410,12/kWh pada Agustus menjadi
sebesar 1,65% (mtm). Turunnya tarif pulsa ponsel
R p 1 . 4 5 7 , 7 2 / k W h p a d a S e p t e m b e r, d a n
sejalan dengan banyaknya promosi yang dilakukan oleh
Rp1.459,74/kWh pada Oktober.Sementara itu, inflasi
operator telko serta penerapan tarif pulsa khusus di
pada komoditas rokok didorong oleh kenaikan cukai
daerah Jawa Tengah.Sementara itu, kelompok inti
sebesar 11,19% per tahun.
traded masih meneruskan deflasi sejak bulan Agustus 2016. Deflasi yang terjadi pada kelompok inti traded terutama disumbang oleh penurunan harga komoditas emas perhiasan dan gula pasir. Turunnya harga emas perhiasan sejalan dengan penurunan harga emas internasional sebesar 4,57% (mtm). Penurunan harga gula pasir karena relatif stabilnya pasokan dan terdapat penurunan harga jual di tingkat supplier.
3.5.2. Inflasi Triwulan IV 2016 Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2016 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016. Faktor yang mendorong penurunan inflasi adalah terjaganya pasokan komoditas bahan pangan strategis. Presiden menegaskan bahwa persediaan beras nasional hingga Mei 2017 telah mencukupi sehingga pemerintah Indonesia
Kelompok volatile food pada Oktober 2016
berkomitmen tidak akan impor beras hingga akhir
kembali mengalami deflasi, yakni sebesar -0,20%
2016. Hal ini terpantau dari persediaan beras yang lebih
(mtm) atau secara tahunan mencatatkan inflasi
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
sebesar 7,19% (yoy). Penurunan harga kelompok
Selain itu, pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras
volatile food pada Oktober 2016 ini lebih dalam
tercatat surplus hingga memasuki kuartal akhir 2016,
dibandingkan rata-rata historis lima tahun terakhir
sehingga mampu menjaga kestabilan harga di tengah
sebesar -0,12% (mtm). Deflasi kelompok ini terutama
peningkatan permintaan pada akhir tahun. Sementara
disebabkan oleh meningkatnya pasokan di tengah
itu, kelompok administered prices juga diperkirakan
musim panen untuk komoditas bawang merah dan
masih mencatatkan deflasi seiring terjaganya harga
kentang.Kondisi ini juga didukung adanya surplus
minyak mentah dunia dan komoditas, seperti gula pasir
pasokan untuk komoditas telur ayam ras. Selain itu,
dan semen.
terkendalinya harga tidak terlepas dari berbagai langkah koordinasi TPID dalam menangani inflasi pangan pada tahun ini.
Faktor yang diperkirakan sedikit mendorong peningkatan inflasi adalah kenaikan harga kelompok barang sandang dan rekreasi, seiring dengan
Adapun kelompok administered prices Jawa
meningkatnya permintaan jelang libur Natal dan Tahun
Tengah pada Oktober 2016 secara bulanan
Baru. Selain itu, terdapat kenaikan inflasi yang berasal
mencatat inflasi sebesar 0,39% (mtm), lebih tinggi
dari kenaikan TTL di akhir tahun 2016.Namun
dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar
demikian, upaya pemerintah memperbaiki distribusi
0,19% (mtm). Namun demikian, secara tahunan
logistik dan menjaga ketersediaan pasokan
kelompok ini masih mencatatkan deflasi 0,01% (yoy).
diperkirakan mampu menjaga inflasi tetap terjaga.
Inflasi bulanan kelompok ini pada September 2016
Inflasi triwulan III 2016 diperkirakan masih berada pada
lebih tinggi dari rata-rata historis September lima tahun
rentang sasaran 4%±1%.
200
200
INDEKS
195
INDEKS
190
190 185
180
180
170
175 170
160
165
150
160
140
155 150
130 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2014
2015 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2016
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 2014 EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
2015
2016
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Grafik 3.38 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Grafik 3.39 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang Eceran
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
Penurunan inflasi inti tercermin dari ekspektasi
volatile food diperkirakan menurun. Provinsi Jawa
harga masyarakat, baik di tingkat konsumen
Tengah bersama 35 kabupaten/kota di wilayahnya akan
maupun pedagang. Hasil Survei Konsumen
menambah luas lahan tanam padi dengan
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi harga 3
memanfaatkan La Nina atau musim kemarau basah
dan 6 bulan yang akan datang. Senada dengan hasil
untuk meningkatkan produktivitas padi. Luas tambah
Survei Konsumen tersebut, hasil Survei Pedagang Eceran
tanam (LTT) padi di Jawa Tengah pada musim La Nina
juga menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi
saat ini seluas 845 ribu hektar. Lahan yang tersebar di
harga untuk 3 bulan yang akan datang.
35 kabupaten/kota ini bertambah 128 ribu dari luas sebelumnya yang hanya 717 ribu hektar. Selain itu,
3.6. Program Pengendalian Inflasi Daerah
upaya yang dilakukan pemerintah terkait
Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan
pembangunan infrastruktur pertanian dan pembagian
kestabilan harga serta mengelola ekspektasi masyarakat,
alat pertanian-mesin pertanian menjadi salah satu
TPID Provinsi Jawa Tengah telah menyelenggarakan
faktor pemicu peningkatan produksi pangan.
berbagai kegiatan selama hingga 2016, antara lain sbb:
Inflasi tahunan kelompok administered prices diperkirakan sedikit meningkat, meskipun masih mencatatkan deflasi. Hal ini sejalan kenaikan harga minyak dunia yang berimplikasi pada kenaikan harga energi (TTL dan BBM). Selain itu, terdapat kenaikan harga rokok seiring kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai semenjak awal tahun 2016.
a) Program “Kampung Cabai Inovatif” Bank Indonesia selaku anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Jawa Tengah serta Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Jawa Tengah mencanangkan program “Kampung Cabai Inovatif”. Program ini bertujuan untuk mendukung
Sementara itu, inflasi kelompok inti diperkirakan
upaya pengendalian inflasi melalui peningkatan
meningkat pada level moderat. Tekanan inflasi dari
ketersediaan pasokan dan mengurangi demand
kelompok ini diperkirakan berasal dari kenaikan harga
terhadap cabai segar di pasar, pemberdayaan
sandang dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Lebih jauh, tekanan juga berasal dari kecenderungan kenaikan nilai tukar rupiah seiring dengan dinamika politik yang terjadi di AS sehingga berpengaruh pada depresiasi nilai tukar Rupiah.
55
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
perempuan serta peningkatan pendapatan keluarga melalui pengolahan cabai. Pencanangan program ini dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2016 di Kelurahan Kembangarum yang merupakan wilayah pilot project Kampung Cabai Inovatif di Kota Semarang.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
56
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Adapun pelaksanaan program mencakup 5 (lima)
b) Pengembangan aplikasi “SiHaTi Data Produksi”
tahap yang meliputi 1) Tahap edukasi dan sosialisasi
yang berbasis android dan IOS.
kepada tim penggerak PKK di 35 Kabupaten/Kota
Aplikasi ini merupakan aplikasi yang mempermudah
s e - J a w a Te n g a h . S e l a i n b e r t u j u a n u n t u k
petani dan peternak untuk mencatatkan jumlah
mensosialisasikan program “Kampung Cabai
panen dan perkiraan panen komoditas pangan
Inovatif”, tahap ini juga bertujuan untuk
strategis yang dimiliki. Informasi dari aplikasi ini akan
mengedukasi rumah tangga agar bertransformasi
muncul di SiHaTi mobile app yang dimiliki oleh
dari sekedar menjadi konsumen cabai segar menjadi
Kepala Daerah dan TPID se-Jawa Tengah. Selain
produsen cabai segar dan cabai olahan; 2) Tahap
bermanfaat bagi petani dan pedagang, informasi
pencanangan yang dibarengi dengan lomba masak
pasokan ini juga membantu TPID se-Jawa Tengah
“Kreasi Sambal Inovatif” untuk mencari potensi
dalam merumuskan kebijakan penjaminan
wirausaha rumah tangga; 3) Tahap penyerahan
ketersediaan pasokan pangan, sebagai contoh:
bantuan bibit tanaman cabai sebanyak 23.600
inisiasi kerjasama perdagangan antar daerah.
polybag kepada 5.900 Kepala Keluarga (KK) di 35
Komoditas yang menjadi pilot project adalah cabai,
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah; 4) Tahap
bawang merah, dan daging sapi.
pendampingan kewirausahaan kepada 10 (sepuluh) pemenang lomba masak sebagai upaya untuk
b) Pengembangan aplikasi “SiHaTi Masyarakat”
menumbuhkan rumah tangga produktif; 5) Tahap
berbasis android dan IOS.
monitoring dan evaluasi untuk memastikan tujuan
Tujuan dikembangkannya aplikasi ini adalah dalam
program dapat tercapai.
rangka mengurangi asymmetric information terhadap harga di tingkat masyarakat. Aplikasi ini
Program ini diharapkan dapat mendukung terciptanya swasembada cabai bagi rumah tangga, sehingga selain menciptakan peluang menghemat
nantinya dapat diunduh oleh masyarakat secara gratis melalui play store (android) dan apple store (iOS).
pengeluaran, swasembada tersebut juga mengurangi demand cabai di pasar. Program yang
Pengembangan website SiHaTi agar lebih user
akan dilaksanakan secara berkesinambungan ini
friendly. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat
diharapkan dapat menginspirasi rumah tangga-
dapat dengan lebih mudah untuk mengakses
rumah tangga lain untuk turut bergerak dan
informasi harga komoditas pangan strategis dari 35
menciptakan Kampung-kampung Cabai Inovatif di
kabupaten/kota di Jawa Tengah.
wilayah lain.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
GEJOLAK HARGA CABAI DI WILAYAH SOLORAYA
SUPLEMEN II
Perkembangan Harga Cabai di Solo Raya Tahun 2016
Sumber: http://solo-raya.org
Komoditas aneka cabai menjadi komoditas pangan yang
Apabila dilihat secara lebih umum, komoditas
menjadi sorotan dan perhatian pemerintah dalam kurun
penyumbang inflasi utama di Kota Surakarta selama
waktu terakhir. Harga komoditas cabai merah besar,
tahun 2013, 2014, dan 2015 didominasi oleh komoditas
cabai merah kriting, maupun cabai rawit terus bergejolak
dari kelompok volatile foods, dan komoditas aneka cabai
sejak awal tahun hingga saat ini. Pemerintah terus
(cabai merah dan cabai rawit) selalu masuk dalam 5 (lima)
memantau perkembangan harga cabai, terutama cabai
besar komoditas yang paling persisten (Tabel 1).
merah karena mengalami lonjakan yang cukup tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Gejolak harga cabai
Tabel 1. Komoditas yang Persisten Menyumbang Inflasi Utama Kota Surakarta
terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia. Pada bulan
2013
September dan Oktober 2016, komoditas cabai merah
KOMODITAS
menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di Kota
CABAI RAWIT
7
BERAS
7
BAWANG MERAH
6
CABAI MERAH
5
JERUK
4
Surakarta. Peningkatan harga cabai juga terjadi di 17 provinsi di Indonesia. Data historis menunjukkan bahwa komoditas cabai termasuk dalam 5 (lima) komoditas penyumbang inflasi
FREKUENSI
2014 KOMODITAS
FREKUENSI
utama Kota Surakarta yang cukup persisten pada tahun
TARIF LISTRIK
5
2015 dan 2016, dengan rincian sebagai berikut :
TELUR AYAM RAS
4
CABAI MERAH
4
CABAI RAWIT
4
BAWANG PUTIH
3
2015
2016
MEI
CABAI MERAH
MARET
CABAI RAWIT
JUNI
CABAI RAWIT
JUNI
CABAI RAWIT
JULI
CABAI RAWIT
SEPTEMBER
CABAI MERAH
KOMODITAS
AGUSTUS
CABAI RAWIT
OKTOBER
CABAI RAWIT &
BAWANG MERAH
5
DESEMBER
CABAI RAWIT &
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
5
CABAI RAWIT
4
BAWANG PUTIH
3
BERAS
3
CABAI MERAH
Disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo
2015 FREKUENSI
57
58
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN II
Pada bulan September 2016, komoditas cabai merah
Melihat permasalahan yang terjadi pada gejolak harga
menjadi penyumbang inflasi nomor satu di Kota
komoditas cabai, perlu dilakukan beberapa langkah
Surakarta, dengan kenaikan harga bulanan mencapai
strategis untuk meredam volatililtas harga cabai tersebut
28,45% (mtm) sehingga memberikan andil inflasi
agar tingkat inflasi Kota Surakarta dapat lebih terkendali.
bulanan sebesar 0,06%. Selanjutnya pada bulan
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan antara
Oktober 2016, cabai merah kembali menjadi
lain sebagai berikut :
penyumbang inflasi pertama dengan kenaikan harga bulanan mencapai 25,08% (mtm), atau memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,07%. Selain itu, komoditas cabai rawit juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi ketiga dengan kenaikan harga bulanan mencapai 15,11% (mtm), atau memberikan andil 0,04%.
1. Pengendalian inflasi secara sinergis oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Wilayah Soloraya, melalui program 5K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, Komunikasi, serta Kolaborasi dan Koordinasi). TPID perlu melakukan pemantauan harga secara intensif melalui PIHPS, sidak pasar, dan rapat koordinasi.
Seperti yang terjadi di sebagian besar wilayah di
Selain itu, perlu dilakukan FGD dengan pihak-pihak
Indonesia, peningkatan harga cabai disebabkan oleh
terkait saat terjadi gejolak harga yang signifikan.
berkurangnya pasokan cabai sebagai akibat dari
2. Selain itu, kita juga harus melakukan pengembangan
fenomena La Nina. Tingginya curah hujan membuat hasil
dari sisi supply agar ketersediaan pasokan dapat
produksi panen dari para petani pemasok cabai rusak.
terkendali dan kebutuhan masyarakat dapat
Para pedagang cabai di wilayah Soloraya menyampaikan
terpenuhi dengan baik. Pengembangan pasokan
bahwa kenaikan harga cabai disebabkan harga dari
tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara
pengepul sudah tinggi. Hal tersebut dipicu oleh
seperti :
berkurangnya pasokan, antara lain dari Cepogo, Kab.
a. Penggunaan teknologi tepat guna dalam pertanian
Boyolali dan Kab. Klaten. Kenaikan harga cabai tersebut
cabai. Cara dalam bercocok tanam cabai harus
diperkirakan terus terjadi hingga masa musim hujan
disesuaikan dengan kondisi musim (kemarau atau
berakhir.
hujan) sehingga hasil produksi dapat lebih optimal. b. Pemilihan jenis/varietas cabai juga harus disesuaikan dengan kondisi musim/cuaca sehingga tanaman cabai dapat lebih tahan terhadap cuaca dan hasil produksi menjadi lebih banyak.
Disusun oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
SUPLEMEN II Dalam pengembangan klaster cabai, KPw BI Solo melakukan berbagai kegiatan seperti pendampingan teknis budidaya, pelatihan pembuatan pupuk organik, capacity building melalui kunjungan belajar. Sebagai bentuk dukungan nyata, KPw BI Solo juga telah memberikan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) untuk pembuatan embung mini dan rumah persemaian cabai agar keberlangsungan budidaya cabai tetap terjaga. Dengan program tersebut, diharapkan dapat meningkatkan produksi, peningkatan efisiensi biaya usaha tani, peningkatan kualitas produk, serta Sebagai upaya mengendalikan harga cabai di Wilayah
meminimalkan gejolak harga sehingga usaha cabe dapat
Soloraya, KPw BI Solo telah melakukan pengembangan
menjadi usaha yang menguntungkan petani, serta
klaster ketahanan pangan untuk komoditas cabai di
secara tidak langsung dapat menjadi instrumen
Kelompok Tani Subur Makmur, Desa Ngroto, Kec.
pengendalian inflasi.
Kismantoro, Kab. Wonogiri. Hal tersebut dilakukan karena melihat potensi cabai yang cukup besar di wilayah tersebut.
59
BAB
IV
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Jawa Tengah pada triwulan III 2016 meningkat sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian. Kerentanan sektor korporasi dan rumah tangga Jawa Tengah pada triwulan III 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja perbankan Jawa Tengah pada triwulan III melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan sistem pembayaran Jawa Tengah tetap mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
4.1. Perkembangan Sistem Keuangan Jawa Tengah Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
Penjualan Riil (IPR) triwulan III 2016 sebesar 187,17;
triwulan III 2016 mengalami peningkatan
lebih rendah dibandingkan IPR triwulan II 2016 yang
dibandingkan triwulan II 2016 sejalan dengan
sebesar 187,29.
perlambatan ekonomi. Fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 juga mengalami
4.1.1.2. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
perlambatan yang tercermin dari pertumbuhan kredit
mengalami perlambatan, hasil Survei Kegiatan Dunia
yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu.
Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Pada triwulan III 2016, pertumbuhan kredit perbankan
Provinsi Jawa Tengah mengindikasikan kegiatan usaha
Jawa Tengah tercatat sebesar 9,58% (yoy); melambat
pada triwulan III 2016 melambat dibandingkan kondisi
dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar
triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi dari
10,21% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit
pencapaian Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei
tersebut sejalan dengan perlambatan kinerja
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang turun dari 33,31%
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2016 yang
pada triwulan II 2016 menjadi 28,26% pada triwulan III
tumbuh sebesar 5,06% (yoy); atau melambat dari
2016.
5,74% (yoy) pada triwulan II 2016.
Perlambatan kegiatan usaha pada triwulan ini terjadi hampir pada seluruh lapangan usaha, terutama pada
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
lapangan usaha industri pengolahan yang merupakan
4.1.1.1. Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi Lapangan usaha industri pengolahan yang
lapangan usaha terbesar di Jawa Tengah. Dibandingkan
merupakan lapangan usaha dengan pangsa terbesar di Jawa Tengah pada triwulan III 2016
triwulan II 2016, lapangan usaha Industri Pengolahan mengalami penurunan SBT dari 8,11% menjadi 4,69%.
mengalami pertumbuhan sebesar 3,05% (yoy),
Perlambatan kegiatan usaha tersebut juga berdampak
melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang
pada turunnya tingkat penggunaan tenaga kerja di
sebesar 5,24% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
Jawa Tengah. Hal tersebut tercermin dari SBT
tersebut sejalan dengan normalisasi permintaan
penggunaan tenaga kerja triwulan III 2016 yang
domestik seiring dengan berakhirnya Bulan Ramadhan
menurun menjadi sebesar 0,48%; signifikan lebih
dan Lebaran tahun 2016.
rendah dari SBT penggunaan tenaga kerja pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar 10,71%. Penurunan
Perlambatan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III 2016 sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil SKDU tersebut, pencapaian Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada triwulan laporan mengalami penurunan dari 33,31% pada triwulan II 2016 menjadi 28,26% pada triwulan III 2016. Perlambatan tersebut juga sejalan dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang ditunjukkan melalui Indeks
penggunaan tenaga kerja terjadi pada sebagian besar lapangan usaha, terutama pada lapangan usaha Industri Pengolahan (SBT 0,07% pada triwulan III 2016; turun dari 0,72% di triwulan II 2016), lapangan usaha Perdagangan (SBT 0,53% pada triwulan III 2016; turun dari 2,14% di triwulan II 2016) dan lapangan usaha Pertanian (SBT -1,14% pada triwulan III 2016; turun dari 1,78% di triwulan II 2016).
63
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
64
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
40.0 %, SBT
30.0
20.0
10.0
0.0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
12.0 %, SBT 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 -2.0 -4.0 -6.0 -8.0 I II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
Grafik 4.1 Hasil SKDU Jawa Tengah
Grafik 4.2 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja Jawa Tengah
Perlambatan ekonomi Jawa Tengah pada Triwulan III
Beban korporasi Jawa Tengah dalam membayar utang
2016 juga sejalan dengan indikator kinerja keuangan
pada triwulan III 2016 mengalami penurunan
korporasi yang tercermin dari Return on Asset (ROA)
dibandingkan triwulan sebelumnya. Rasio beban utang
dan Return on Equity (ROE) yang juga mengalami
korporasi (debt service ratio) korporasi Jawa Tengah
penurunan. Hal tersebut terlihat dari indikator asset
pada triwulan laporan tercatat sebesar -0,44; menurun
1
turnover 2 yang turun dari 0,24 di triwulan II 2016 menjadi 0,16 di triwulan III 2016. Meskipun asset turnover mengalami penurunan, inventory turnover 3 korporasi Jawa Tengah cenderung tidak berubah dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 0,18
dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 3,02 4. Kemampuan korporasi Jawa Tengah dalam membayar bunga cenderung meningkat pada triwulan ini. Rasio ICR (interest coverage ratio) menunjukkan peningkatan dari 2,43 pada triwulan II 2016 menjadi 5
sebesar 2,88 pada triwulan III 2016.
pada triwulan laporan. Sejalan dengan perlambatan kinerja perekonomian 6%
Jawa Tengah pada triwulan III 2016, Debt Equity Ratio
5% 4%
(DER) sebagai salah satu indikator ketahanan korporasi
3%
dalam jangka panjang (solvabilitas) juga mengalami
2%
sedikit penurunan dari 1,16 pada triwulan lalu menjadi
1%
1,15 pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio TA/TL
0% I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015 ROA
II 2016
III
korporasi Jawa Tengah cenderung stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 1,87 pada triwulan
ROE Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Jawa Tengah
III 2016.
30%
22%
25%
20%
20%
18%
15%
16%
10%
14%
5%
12%
0%
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
ASSET TURNOVER
10% I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
INVENTORY TURNOVER Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.4 Perkembangan Asset Turnover Korporasi Jawa Tengah
Grafik 4.5 Perkembangan Inventory Turnover Korporasi Jawa Tengah
1. Analisis kinerja korporasi Jawa Tengah menggunakan data 2 korporasi terbuka di Jawa Tengah 2. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap total aset yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi kemampuan korporasi dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan
3. Indikator ini mencerminkan rasio penjualan terhadap persediaan yang menunjukkan tingkat produktivitas dari sisi perputaran persediaan korporasi 4. DSR: Cicilan pokok + bunga / EBITDA 5. ICR: EBIT / biaya bunga. Threshold ICR yang aman adalah di atas 1,5
5
2.4 2.3
4
2.2 2.1
3
2.0 1.9
2
1.8 1.7
1
1.6 0
1.5 I
II
III
IV
I
II
2014
-1
III
IV
I
2015 DSR
II 2016
III
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
ICR
II 2016
III
TA/TL Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.6 Perkembangan DSR dan ICR Korporasi Jawa Tengah
Grafik 4.7 Perkembangan TA/TL Jawa Tengah
1.3
5,0
1.2
4,0
1.1 1.0
3,0
0.9
2,0
0.8 1,0
0.7 0.6
0,0 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
ASSET TURNOVER
II 2016
III
CURRENT RATIO Sumber: Situs IDX, diolah
Grafik 4.8 Perkembangan Debt Equity Ratio (DER) Jawa Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Current Ratio Korporasi Jawa Tengah
Di sisi lain, ketahanan jangka pendek (likuiditas)
Meskipun pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
koporasi Jawa Tengah mengalami perbaikan pada
besar dan eceran pada triwulan III 2016 mengalami
triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari current
perlambatan, namun di sisi penyaluran kredit sektor
ratio (CR) yang mengalami peningkatan dari sebesar
p e rd a g a n g a n b e s a r d a n e c e r a n m e n g a l a m i
2,92 pada triwulan lalu menjadi 3,49 pada triwulan
peningkatan. Pada triwulan laporan, lapangan usaha
laporan.
perdagangan besar dan eceran tumbuh melambat menjadi 1,78% (yoy) dari 4,45% (yoy) di triwulan
4.1.1.3. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang mengalami perlambatan pada triwulan III 2016 sejalan dengan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan yang juga melambat. Kredit sektor industri pengolahan pada triwulan III 2016 tumbuh sebesar
sebelumnya. Di sisi lain, kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan mengalami peningkatan menjadi 15,80% (yoy) dari 11,80% (yoy) di triwulan sebelumnya. 30%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
ekonomi lapangan usaha industri pengolahan pada
5%
1%
triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,55% (yoy),
0%
5,28% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,33% (yoy). Pertumbuhan
melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 5,53% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari melambatnya permintaan domestik sejalan dengan berakhirnya Bulan Ramadhan dan Lebaran.
65
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
0%
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
66
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
5%
40%
4%
30%
40%
16% 14%
30%
12%
3% 20%
20%
10%
10%
6%
2% 10%
1% 0%
0% I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
8%
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN NPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)
Grafik 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
4%
0% I
III
II
III 2014
-10%
IV
I
II
III 2015
PERTUMBUHAN EKONOMI KATEGORI PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN
IV
I
II 2016
III
NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)
2% 0%
Grafik 4.12 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan Risiko Sektor Pertanian
Sementara itu, peningkatan kinerja lapangan usaha
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan laporan masih
pertanian pada triwulan III 2016 disertai dengan
tergolong baik. Hal tersebut tercermin dari Indeks
perlambatan pertumbuhan kredit sektor pertanian.
Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang secara rata-rata
Pada triwulan laporan, lapangan usaha pertanian
triwulan III 2016 tercatat sebesar 115,79; sedikit lebih
tumbuh sebesar 3,05% (yoy), atau meningkat dari
tinggi dibandingkan rata-rata IKE triwulan sebelumnya
triwulan sebelumnya yang sebesar -0,02% (yoy). Di sisi
yang tercatat sebesar 113,52.
lain, pertumbuhan kredit sektor pertanian pada triwulan laporan mengalami perlambatan menjadi 8,83% (yoy) dari 11,04% (yoy) di triwulan sebelumnya.
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga /Perseorangan (DPK RT) di Perbankan Pertumbuhan DPK RT Jawa Tengah pada triwulan
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
III 2016 melambat dibandingkan triwulan II 2016.
4.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
DPK RT pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar
Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2016
9,89% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 15,05% (yoy). Sejalan
mengalami perlambatan sejalan dengan penurunan
dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi
kinerja perekonomian. Konsumsi rumah tangga pada
pangsa DPK perbankan. Pangsa DPK RT pada triwulan
triwulan III 2016 tercatat mengalami pertumbuhan
III 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebesar 4,36% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
II 2016 dari sebesar 73,19% menjadi 72,49%.
II 2016 yang tercatat sebesar 4,80% (yoy). Berakhirnya Bulan Ramadhan dan Lebaran menyebabkan tingkat
Berdasarkan komponennya, perlambatan DPK RT
konsumsi masyarakat Jawa Tengah pada triwulan
pada triwulan III 2016 terutama didorong oleh
laporan kembali normal. Hal ini juga sejalan dengan
perlambatan tabungan dan deposito RT. Pada
6
perlambatan kredit konsumsi Jawa Tengah yang
triwulan laporan, pertumbuhan tabungan RT tercatat
tercatat sebesar 8,12% (yoy) pada triwulan III 2016,
sebesar 13,14% (yoy) atau melambat dibandingkan
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
triwulan sebelumnya yang sebesar 19,85% (yoy).
sebesar 8,82% (yoy). Meskipun mengalami
Deposito RT pada triwulan laporan tercatat mengalami
perlambatan, Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan
pertumbuhan sebesar 4,40% (yoy) atau melambat dari
Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menunjukkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 8,35% (yoy). Di sisi
bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi
lain, giro RT mengalami peningkatan pertumbuhan
6. Berdasarkan lokasi proyek
30
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
%, YOY
25 20 15 10 5 0 I
II III 2013
IV
I
TOTAL
II III 2014
IV
I
DPK PERSEORANGAN
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
I
II III 2013
IV
DPK NON PERSEORANGAN
I
II III 2014
PERSEORANGAN
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
NON PERSEORANGAN
Grafik 4.14 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Tabel 4.1. Pengelompokkan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
RT, penyaluran kredit RT pada triwulan III 2016
PANGSA NOMINAL
PANGSA DEPOSAN
juga mengalami perlambatan dibandingkan
0 - 100
10,02%
90,93%
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit RT pada
100 - 500
30,17%
7,50%
500 - 1 M
4,07%
0,43%
triwulan laporan tercatat sebesar 8,12% (yoy) atau
55,75%
1,14%
melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat
PENGELOMPOKAN NOMINAL TABUNGAN
>1 M
pada triwulan laporan menjadi sebesar 4,88% (yoy) setelah terkontraksi sebesar -2,64% (yoy) pada triwulan lalu. Sejalan dengan pola historisnya,
sebesar 8,82% (yoy). Perlambatan tersebut tertutama didorong oleh perlambatan penyaluran Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
preferensi RT dalam menyimpan uangnya masih
Pada triwulan laporan, pertumbuhan Kredit Multiguna
didominasi oleh tabungan dan deposito dengan porsi
tercatat sebesar 4,70% (yoy) atau melambat
masing-masing sebesar 64,41% dan 31,85% pada
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
triwulan III 2016.
7,84% (yoy). Pertumbuhan KPR tercatat sebesar 4,98% (yoy) pada triwulan laporan atau melambat
Sejalan dengan pola historisnya, bila ditinjau
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
berdasarkan kelompok nilainya, terlihat bahwa
5,44% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, pangsa
ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap
kredit RT masih didominasi oleh Kredit Multiguna yang
deposan perseorangan dengan nilai besar juga masih
kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
tinggi pada triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari
Pangsa Kredit Multiguna pada triwulan laporan tercatat
1,14% deposan perseorangan dengan nilai tabungan
sebesar 25,59% sementara Kredit Pemilikan Rumah
di atas Rp 1 Miliar yang menguasai 55,75% tabungan
tercatat sebesar 24,57%. Sejalan dengan perlambatan
perseorangan di Jawa Tengah.
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan III 2016, rasio NPL kredit RT Jawa Tengah di triwulan
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
laporan juga cenderung meningkat untuk hampir
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan DPK
seluruh kategori kredit RT.
50 %, YOY
200
40
150
100% 90% 80% 70%
30
100 50
50% 30% 20%
10
0
10% 0%
0
I -10
60% 40%
20
II III 2013 TOTAL
IV
I KPR
II III 2014 KKB
IV
I
PERLENGKAPAN RT - RHS
II
III 2015 MULTIGUNA
IV
I
II III 2016
LAINNYA
Grafik 4.15 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
-50
67
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
I
II III 2013
IV KPR
I KKB
II III 2014
IV
PERLENGKAPAN RT - RHS
I
II
III 2015
MULTIGUNA
IV LAINNYA
Grafik 4.16 Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
I
II 2016
III
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
68
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.2. Perkembangan NPL Kredit RT Jawa Tengah Per Kategori 2015
KATEGORI
I
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
1.61%
2016
II
III
IV
I
II
III
1.75%
1.89%
1.50%
1.95%
2.08%
2.56%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
2.32%
2.43%
2.41%
1.85%
1.91%
1.83%
1.85%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
3.03%
3.01%
3.11%
2.78%
2.76%
2.83%
2.98%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
0.63%
0.51%
0.56%
0.11%
0.29%
5.31%
1.92%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
2.61%
2.23%
2.74%
3.23%
3.50%
2.27%
2.04%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
5.84%
12.91%
12.99%
10.80%
6.73%
4.64%
6.81%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
4.19%
4.36%
4.37%
3.34%
4.29%
3.77%
3.95%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
0.67%
0.77%
0.83%
0.75%
0.73%
0.63%
0.78%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
1.88%
1.94%
1.91%
1.82%
1.88%
2.38%
2.17%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTOR RODA ENAM ATAU LEBIH
1.52%
1.13%
0.61%
0.95%
1.16%
0.70%
1.04%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
0.55%
0.54%
0.67%
1.96%
2.27%
2.10%
2.23%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
1.54%
1.47%
1.98%
2.31%
6.75%
6.48%
2.59%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
1.02%
0.97%
0.43%
0.14%
0.23%
0.27%
0.90%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
8.06%
11.63%
9.08%
7.45%
5.52%
2.08%
2.97%
RUMAH TANGGA UNTUK PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
4.19%
1.50%
2.22%
1.66%
1.28%
1.10%
1.05%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN MULTIGUNA
1.05%
1.16%
1.15%
0.99%
1.04%
1.04%
1.05%
RUMAH TANGGA UNTUK KEPERLUAN YANG TIDAK DIKLASIFIKASIKAN DI TEMPAT LAIN
1.46%
1.20%
1.23%
1.17%
0.91%
0.85%
0.75%
BUKAN LAPANGAN USAHA LAINNYA
0.44%
0.48%
0.47%
0.47%
0.53%
0.51%
0.55%
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
8,82% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
Tengah pada triwulan III 2016 menunjukkan
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
kinerja yang melambat dibandingkan triwulan
9,98% (yoy). Total aset bank umum di Jawa Tengah
sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan Jawa
pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp310,00 triliun.
Tengah pada triwulan III 2016 melambat dibandingkan
Dibandingkan beberapa provinsi di Pulau Jawa lainnya
triwulan II 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja
yang secara umum juga mengalami perlambatan, laju
perekonomian. Sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan aset perbankan di Jawa Tengah pada
pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit dan DPK
triwulan laporan tercatat masih cukup tinggi (Grafik
perbankan Jawa Tengah juga melambat dibandingkan
3.2). Peningkatan laju pertumbuhan aset pada triwulan
triwulan lalu.
laporan hanya terjadi di Provinsi DI Yogyakarta. Dibandingkan dengan angka pertumbuhan aset 7
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
nasional yang tercatat sebesar 3,59% (yoy),
Indikator utama kinerja perbankan di Jawa
pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada
Tengah pada triwulan III 2016 menunjukkan
triwulan III 2016 masih lebih tinggi.
kinerja yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan Jawa
Sejalan dengan pertumbuhan aset yang
Tengah pada triwulan III 2016 melambat dibandingkan
melambat, pertumbuhan DPK perbankan Jawa
triwulan II 2016 sejalan dengan perlambatan kinerja
Tengah pada triwulan III 2016 juga mengalami
perekonomian. Sejalan dengan perlambatan
perlambatan. Pada triwulan III 2016, DPK tumbuh
pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit dan DPK
sebesar 6,75% (yoy), atau melambat dibandingkan
perbankan Jawa Tengah juga melambat dibandingkan
triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 11,92% (yoy).
triwulan lalu.
Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp228,39 triliun. Komposisi DPK Jawa Tengah relatif
Secara tahunan, total aset perbankan Jawa
sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan
Tengah mengalami pertumbuhan yang melambat
porsi utama berupa tabungan (49,43%), diikuti oleh
pada triwulan III 2016. Total aset perbankan Jawa
deposito (36,16%) dan giro (14,41%). Dibandingkan
Tengah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
nilai DPK nasional yang sebesar Rp4.604,58 triliun atau
7. Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank
30
25 %, YOY
%, YOY
25
20
20 15 15 10 10 5
5 0
0
I
II III 2013
IV
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
II 2016
DKI JAKARTA
III
NASIONAL
I JAWA TENGAH
II III 2013
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II 2016
III
NASIONAL
Grafik 4.17 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
Grafik 4.18 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
tumbuh sebesar 3,15% (yoy) pada triwulan laporan,
Di sisi lain, kualitas kredit perbankan Jawa Tengah
pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara tahunan
mengalami perbaikan pada triwulan laporan. Pada
tumbuh lebih tinggi. Sementara dibandingkan provinsi
triwulan III 2016, Non-Performing Loan (NPL) berada
lainnya di Pulau Jawa, pertumbuhan DPK Jawa Tengah
pada level 3,26%, atau menurun dibandingkan NPL
pada triwulan III 2016 cenderung lebih tinggi.
Jawa Tengah pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,43%. Tingkat NPL kredit di Jawa Tengah ini juga lebih
Sejalan dengan perlambatan aset dan DPK, fungsi intermediasi perbankan Jawa Tengah yang
tinggi dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 3,08%.
tercermin melalui penyaluran kredit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Jawa
Pada triwulan III 2016, kredit perbankan Jawa Tengah
Tengah pada triwulan III 2016 mengalami
tumbuh 9,58% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
peningkatan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebelumnya yang tercatat sebesar 10,21% (yoy). Total
sebesar 100,67%, naik dari triwulan II 2016 yang
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016
tercatat sebesar 100,50%. Angka LDR tersebut lebih
tercatat sebesar Rp229,91 triliun. Sejalan dengan
tinggi dibandingkan LDR nasional yang hanya tercatat
pertumbuhan aset dan DPK Jawa Tengah yang berada
sebesar 92,16%. Tingkat LDR perbankan Jawa Tengah
di atas nasional, pertumbuhan kredit perbankan Jawa
pada triwulan III 2016 juga berada di atas semua
Tengah pada triwulan laporan juga lebih tinggi
provinsi lainnya di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa
dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang
Timur, dan DKI Jakarta, serta Banten sesuai dengan pola
tercatat sebesar 6,35% (yoy). Dibandingkan provinsi
historisnya.
lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung lebih tinggi. 30
120
25
100
20
80
15
60
10
40
5
20
0
%
0
I
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II 2016
III
NASIONAL
Grafik 4.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
I JAWA TENGAH
69
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
II III 2013
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
Grafik 4.20 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
II 2016
III
NASIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
70
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
350
% 107
25 %
RP TRILIUN
300
105
20
250
103
200
15
150
10
101 99
100 5
50 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
ASET
DPK
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
0
III
97
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 ASET
KREDIT
IV
DPK
I
KREDIT
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
95
LDR - SKALA KANAN
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah Grafik 4.22 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum 4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Perkembangan jaringan kantor bank umum di
pemerintah, peningkatan terjadi pada kantor kas
Jawa Tengah pada triwulan III 2016 meningkat
menjadi 212 kantor dari 210 kantor pada triwulan lalu.
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
Bank Pemerintah Daerah serta Bank Asing & Bank
laporan jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah
Campuran tidak mengalami perubahan jumlah
berjumlah 3.346 kantor atau meningkat dibandingkan
maupun komposisi kantor pada triwulan laporan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 3.340
dibandingkan triwulan sebelumnya.
kantor pada triwulan laporan. Pada kelompok bank
kantor. Peningkatan tersebut terjadi pada kelompok kelompok bank swasta nasional, jumlah kantor cabang
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan DPK Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan III
dan kantor cabang pembantu naik menjadi 198 dan
2016 didorong oleh perlambatan pertumbuhan
765 kantor, dari sebelumnya 197 dan 756 kantor pada
tabungan dan deposito. Pertumbuhan tabungan
triwulan I 2016. Di sisi lain, jumlah kantor kas bank
pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,68% (yoy)
swasta nasional turun sebanyak 6 kantor menjadi 92
atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
bank swasta nasional dan bank pemerintah. Pada
Tabel 4.3. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah 2015
2014
KETERANGAN
I
II
III
IV
I
II
2016 III
IV
I
II
III
BANK KONVENSIONAL JUMLAH BANK UMUM
53
54
53
53
54
54
54
54
54
54
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
3,759
3,535
3,504
3,479
3,357
3,342
3,342
3,333
3,341
3,340
3,342
BANK PEMERINTAH
2,258
2,049
2,043
2,052
1,938
1,916
1,940
1,941
1,944
1,944
1,940
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80
80 1,652
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
KANTOR PUSAT KANTOR CABANG KANTOR CABANG PEMBANTU
1)
54
1,872
1,759
1,779
1,784
1,619
1,629
1,652
1,652
1,654
1,654
KANTOR KAS
306
210
184
188
239
207
208
209
210
210
208
BANK PEMERINTAH DAERAH
287
294
297
305
306
312
311
313
322
324
311
KANTOR PUSAT
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
42
43
43
44
44
45
45
45
45
45
45
KANTOR CABANG PEMBANTU
106
107
110
114
117
119
119
120
122
122
119
KANTOR KAS
138
143
143
146
145
147
146
147
154
156
146
1,192
1,171
1,143
1,101
1,092
1,093
1,070
1,058
1,054
1,051
1,070
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
KANTOR CABANG
185
199
190
192
195
194
194
193
197
197
194
KANTOR CABANG PEMBANTU
868
865
863
828
813
812
790
774
765
756
790
KANTOR KAS
138
106
90
81
84
87
86
91
92
98
86
22
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
KANTOR CABANG PEMBANTU
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
KANTOR KAS
1
1
1
1
1
1
-
-
-
-
-
KANTOR CABANG
BANK SWASTA NASIONAL KANTOR PUSAT
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN KANTOR PUSAT KANTOR CABANG
1) Termasuk BRI UNIT
yang tercatat sebesar 20,24% (yoy). Perlambatan
Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar
tersebut terutama didorong oleh tabungan penduduk
DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi
perseorangan yang tumbuh sebesar 13,15% (yoy),
sebesar 99,95%. Nasabah sektor swasta tercatat
melambat dari 19,87% (yoy) pada triwulan II 2016.
mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok
Perlambatan tabungan penduduk perseorangan
penduduk yaitu dengan komposisi 86,98%; sedangkan
tersebut memberikan tekanan yang besar kepada
nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 12,98%
pertumbuhan tabungan sejalan dengan pangsanya
terhadap keseluruhan DPK kelompok penduduk.
yang besar, yakni 95,24% dari keseluruhan tabungan di Jawa Tengah. Pangsa tabungan terhadap total DPK
Berdasarkan kepemilikan, perlambatan
Jawa Tengah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar
pertumbuhan DPK pada triwulan III 2016
49,43%.
terutama didorong oleh golongan nasabah sektor swasta. Pada triwulan laporan, DPK nasabah sektor
Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 3,47% (yoy) atau melambat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,13% (yoy). Perlambatan pertumbuhan deposito Jawa Tengah tersebut terutama didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito penduduk perseorangan menjadi sebesar 4,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang sebesar 8,40% (yoy). Perlambatan deposito penduduk perseorangan tersebut memberikan tekanan yang besar kepada pertumbuhan deposito sejalan dengan pangsanya yang besar, yakni 63,82% dari keseluruhan deposito di Jawa Tengah. Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 36,20%.
swasta tumbuh sebesar 9,76% (yoy), atau melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,85% (yoy). Perlambatan ini terutama didorong oleh DPK perseorangan, yang memiliki pangsa terbesar sebesar 72,47% dari keseluruhan DPK. Komponen tersebut tumbuh sebesar 9,90% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,08% (yoy). Sejalan dengan DPK sektor swasta, DPK sektor pemerintah juga mengalami penurunan yang lebih dalam pada triwulan III 2016. DPK sektor pemerintah mengalami pertumbuhan sebesar -9,75% (yoy) pada triwulan laporan, atau menurun lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
S e m e n t a r a i t u , k o m p o n e n g i ro t e rc a t a t
sebesar -4,58% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini
mengalami peningkatan pertumbuhan pada
sejalan dengan pendapatan pemerintah yang
triwulan III 2016 menjadi sebesar -5,48% (yoy)
cenderung di bawah target serta adanya komitmen
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
Pemerintah Daerah untuk mempercepat realisasi
-7,21% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut
belanja melalui pelaksanaan lelang proyek yang lebih
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan
awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun
giro pemerintah daerah yang tercatat sebesar -20,10%
beberapa proyek besar Pemerintah Provinsi Jawa
(yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan
Tengah yang sedang berjalan saat ini diantaranya
triwulan lalu yang tercatat sebesar -26,77% (yoy). Giro
pengembangan dan perbaikan jalan seperti Jalan
perseorangan memiliki pangsa yang cukup dominan
Nusantara, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Sukoharjo –
terhadap keseluruhan giro di Jawa Tengah yakni
Nguter, Jalan Ngadirojo – Biting Wonogiri, Jalan
sebesar 31,57% pada triwulan III 2016. Sementara
Mataram – Tegal, pembangunan Dam Gunungrowo,
pangsa giro terhadap keseluruhan DPK tercatat sebesar
pembangunan serapan air Jurangjero Blora, normalisasi
14,41%.
Sungai Cilopadang, dan berbagai proyek lainnya.
71
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
72
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
250 RP TRILIUN
35 %, YOY 30
200
25
150
20 15
100
10
50 0
5 0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 GIRO
IV
TABUNGAN
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
DEPOSITO
Jumlah Rekening
Persentase Nominal
Persentase Rekening
0 - 100
64,870
23,628,480
28.40%
98.79%
100 - 500
50,027
243,493
21.90%
1.02%
500 - 1 M
17,607
23,694
7.71%
0.10%
>1 M
95,890
22,203
41.98%
0.09%
228,393
23,917,870
100.00%
100.00%
TOTAL
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014 DEPOSITO
II
III
IV
I
2015 TABUNGAN
II 2016
III
GIRO
Grafik 4.24 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 4.4. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya Nominal DPK (Rp Miliar)
I
DPK
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
DPK
-5
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK berdasarkan nilainya, terlihat bahwa rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,09% penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi kepemilikan tersebut menguasai 41,98% dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa 33,35% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 18,78%. Sementara itu, sektor pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 3,15% dari total kredit meskipun sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Jawa Tengah. Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa 53,44%. Sementara itu,
4.2.1.3. Penyaluran Kredit Laju pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
mengalami perlambatan pada triwulan III 2016.
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
Kredit perbankan pada triwulan III tercatat mengalami
sebesar 30,10% dan 16,46% dari total kredit.
pertumbuhan sebesar 9,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,21% (yoy). Meski demikian, laju pertumbuhan kredit tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan kredit nasional yang tercatat sebesar 6,35% (yoy). Dibandingkan dengan Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI Jakarta laju pertumbuhan kredit Jawa Tengah juga cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan kredit Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI Jakarta pada triwulan laporan masing-masing tercatat sebesar 8,89% (yoy); 8,33% (yoy); 6,79%(yoy); dan 3,90% (yoy).
Penyaluran kredit modal kerja perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan golongan debitur perseorangan yang memegang pangsa 40,73% terhadap keseluruhan kredit modal kerja perbankan Jawa Tengah. Sementara untuk penyaluran kredit investasi perbankan Jawa Tengah didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan golongan debitur bukan lembaga keuangan yang memiliki pangsa sebesar 22,00% terhadap keseluruhan kredit investasi perbankan Jawa Tengah.
90
100 %, YOY
RP TRILIUN
80 80
70 60
60
50 40
40
30 20
20
10 I
II III 2013
IV
PERTANIAN
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
I
II III 2013
IV
PERTANIAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah 140
0 -20
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.26Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah 50 %, YOY
RP TRILIUN
120
40 100
30
80 60
20
40
10
20 0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV INVESTASI
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
KONSUMSI
0
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV INVESTASI
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
KONSUMSI
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.28 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
laporan tumbuh sebesar 19,99% (yoy), atau melambat
kredit Jawa Tengah pada triwulan III 2016
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
terutama didorong oleh sektor perdagangan
sebesar 23,49% (yoy). Kredit konsumsi pada triwulan
besar dan eceran dan industri pengolahan. Laju
laporan tumbuh sebesar 5,37% (yoy), melambat
pertumbuhan kredit sektor perdagangan melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
menjadi sebesar 10,76% (yoy) pada triwulan III 2016,
sebesar 6,26% (yoy). Di sisi lain, kredit modal kerja
setelah sebelumnya tumbuh 12,10% (yoy). Laju
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan
pertumbuhan kredit Jawa Tengah untuk sektor industri
laporan menjadi sebesar 9,12% (yoy) dari 8,95% (yoy)
pengolahan juga melambat menjadi 10,07% (yoy)
pada triwulan sebelumnya.
pada triwulan laporan, dari 14,28% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan sektor perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan, kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami perlambatan pada triwulan III 2016 menjadi sebesar 10,49% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar
53,44% 16,46% 30,10%
10,84% (yoy). Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 didorong oleh kredit investasi dan kredit konsumsi. Kredit investasi pada triwulan
73
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
Grafik 4.29 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
74
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tabel 4.5. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya Jumlah Rekening
Persentase Rekening
KREDIT
Nominal Kredit (Miliar Rp)
0 - 100
59,581
2,993,374
25.91%
88.99%
100 - 500
53,260
325,840
23.17%
9.69%
500 - 1 M
12,055
20,876
5.24%
0.62%
>1 M
105,019
23,443
45.68%
0.70%
TOTAL
229,915
3,363,533
100.00%
100.00%
Persentase Nominal
Sementara itu, suku bunga giro mengalami peningkatan menjadi 2,49% pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,42%. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga
Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya,
pinjaman pada triwulan III 2016 secara umum
dapat terlihat bahwa persentase kredit di bawah Rp 500
mengalami penurunan dibandingkan triwulan II 2016.
juta memiliki pangsa sebesar 49,08% dari total kredit
Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan
yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di
laporan terjadi pada seluruh jenis penggunaannya.
atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar 45,68% dari
Suku bunga kredit modal kerja pada triwulan laporan
total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini
tercatat sebesar 12,03%; atau menurun dibandingkan
menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,23%.
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata.
Suku bunga kredit investasi pada triwulan laporan
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
tercatat sebesar 11,67%; atau menurun dibandingkan
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,92%.
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
Sejalan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi,
nominal kredit di atas 1 M. Hal tersebut terlihat dari
suku bunga kredit konsumsi pada triwulan laporan juga
0,70% debitur di atas 1 M memiliki pangsa nominal
mengalami penurunan menjadi 13,09%; atau
kredit hingga mencapai 45,68% dari keseluruhan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
nominal kredit Jawa Tengah.
sebesar 13,17%.
Berdasarkan data
triwulan III 2016, mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 M merupakan golongan debitur sektor swasta bukan
Secara umum, tren penurunan suku bunga ini
lembaga keuangan.
diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa triwulan ke depan sejalan dengan penguatan kerangka
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Suku bunga simpanan di bank umum mengalami perkembangan yang bervariasi pada triwulan III 2016. Suku bunga simpanan dalam bentuk deposito mengalami penurunan di triwulan laporan menjadi 6,46% dari 6,53% pada triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito terjadi pada seluruh
kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dengan memperkenalkan suku bunga kebijakan baru, yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate, yang akan menggantikan BI Rate yang saat ini berlaku sebagai suku bunga kebijakan. Kerangka kebijakan moneter yang baru tersebut sudah mulai berlaku efektif per tanggal 19 Agustus 2016.
tenor, kecuali untuk tenor kurang dari 1 bulan dan tenor 6-12 bulan. Di sisi lain, suku bunga tabungan cenderung tidak berubah dibandingkan triwulan sebelumnya. Suku bunga tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,43%; relatif stabil dari
3,5
% 9
%
3 8
2,5 2
7
1,5 1
triwulan sebelumnya yang juga sebesar 1,43%.
6
0,5 0 I
II III 2013
IV
I GITO
II III 2014 TABUNGAN
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
DEPOSITO - SKALA KANAN
Grafik 4.30 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
III
5
14 %
16 % 15 14
13
13 12 12
11 10
11
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 MODAL KERJA
IV
INVESTASI
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
KONSUMSI
9 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
IV
I
II
III 2015
INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II 2016
III
PERTANIAN
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku
yang menurun menjadi 4,05% dari 4,30% di triwulan
bunga perbankan Jawa Tengah pada triwulan III
sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit modal kerja
2016 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku
tersebut utamanya didorong oleh sektor perdagangan
bunga kredit sektor perdagangan besar dan eceran
besar dan eceran dengan golongan debitur sektor
pada triwulan III 2016 mengalami penurunan
swasta perseorangan.
dibandingkan triwulan II 2016, yakni menjadi sebesar 12,43% dari 13,72%. Suku bunga kredit sektor industri
Sejalan dengan kredit modal kerja, kualitas kredit
pengolahan juga mengalami penurunan pada triwulan
investasi pada triwulan III 2016 juga meningkat
laporan menjadi sebesar 10,99% dari 11,07% pada
dibandingkan triwulan II 2016, tercermin dari rasio
triwulan lalu. Suku bunga kredit sektor pertanian pada
NPL yang menurun menjadi 4,49% dari 4,86% pada
triwulan laporan tercatat sebesar 10,95%, atau
triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
investasi tersebut utamanya didorong oleh sektor
tercatat sebesar 11,02%.
industri pengolahan dengan golongan debitur sektor swasta bukan lembaga keuangan.
4.2.1.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Kualitas kredit Jawa Tengah pada triwulan III 2016
laporan cenderung menurun dibandingkan
cenderung mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Rasio NPL kredit konsumsi
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
tercatat sebesar 1,17% pada triwulan laporan; sedikit
sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode ini tercatat sebesar 3,26%
Di sisi lain, kualitas kredit konsumsi pada triwulan
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,13%.
atau membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,43%. Namun demikian, tingkat
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan
NPL tersebut masih tercatat lebih tinggi dibandingkan
kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada
nasional sebesar 3,08%.
triwulan III 2016 terutama didorong oleh sektor
Apabila ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan kualitas kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 terutama didorong oleh kredit modal kerja dan kredit investasi.
75
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran. NPL sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,94%; atau menurun dari triwulan lalu yang sebesar 4,09%. NPL sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan
Pada triwulan laporan, kualitas kredit modal kerja
dari 5,56% pada triwulan II 2016 menjadi 5,01% pada
mengalami peningkatan, tercermin dari rasio NPL
triwulan III 2016.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
76
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
6
6
%
5
5
4
4
3
3
2
2
1
I
II III 2013 NPL KREDIT TOTAL
IV
I
II III 2014
PERTANIAN
IV
I
II
INDUSTRI PENGOLAHAN
III 2015
IV
I
II 2016
III
%
1
I
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.33 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah
II III 2013
IV
I
II III 2014
NPL TOTAL
NPL KREDIT INVESTASI
IV
I
II
III 2015
NPL KREDIT MODAL KERJA
IV
I
II 2016
III
NPL KREDIT KONSUMSI
Grafik 4.34 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
4.3. Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan industri perbankan syariah pada
Sementara itu, pada triwulan III 2016 pembiayaan
triwulan III 2016 di Jawa Tengah menunjukkan
perbankan syariah Jawa Tengah tumbuh sebesar
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
14,90% (yoy); melambat dibandingkan triwulan
Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan III
sebelumnya yang sebesar 16,14% (yoy). Namun
2016 mencatatkan pertumbuhan yang meningkat
demikian, pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi
menjadi 15,16% (yoy) dari sebesar 10,39% (yoy) pada
dibandingkan laju pembiayaan nasional yang sebesar
triwulan II 2016. Namun demikian, angka ini masih
13,03% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi lain di
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan aset
Pulau Jawa, laju pertumbuhan pembiayaan syariah
perbankan syariah nasional yang tercatat sebesar
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan laporan juga
17,25% (yoy).
cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan pembiayaan
Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju
syariah di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar 8,77%
pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa
(yoy), Jawa Barat sebesar 6,92% (yoy), Jawa Timur
Tengah juga mengalami peningkatan pada
sebesar 4,90% (yoy), dan Banten sebesar 3,65% (yoy).
triwulan III 2016. Pada triwulan laporan, DPK perbankan syariah Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,09% (yoy); atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,10% (yoy). Pencapaian ini juga masih cukup baik dibandingkan laju pertumbuhan DPK perbankan
pembiayaan yang disertai dengan peningkatan DPK, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah Jawa Tengah pada triwulan III 2016 mengalami penurunan ke level 110,95% dari 117,82% di triwulan II 2016. Dibandingkan provinsi-
syariah beberapa provinsi lain di Pulau Jawa.
50
Sejalan dengan perlambatan laju pertumbuhan
60
%, YOY
%, YOY
50
40
40
30
30 20
20 10
10
0 I -10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II 2016
III
NASIONAL
Grafik 4.35 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa
0 I
-10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
DI YOGYAKARTA
I
II
III 2015
BANTEN
IV
DKI JAKARTA
I
II 2016
NASIONAL
Grafik 4.36 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa
III
70
160
%, YOY
%, YOY
140
60
120
50
100 40
80 30
60
20
40
10
20 0
0
I -10
II III 2013
JAWA TENGAH
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II 2016
III
I
II III 2013
JAWA TENGAH
NASIONAL
Grafik 4.37 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa
IV
JAWA BARAT
I
II III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
DI YOGYAKARTA
II
III 2015
BANTEN
IV
I
DKI JAKARTA
II 2016
III
NASIONAL
Grafik 4.38 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa
Tabel 4.6. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah KETERANGAN
2014 I
II
2015 III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
III
BANK SYARIAH BANK UMUM 9
9
10
10
10
10
10
10
10
10
10
167
175
178
154
169
169
169
169
152
152
153
62
60
58
53
32
35
35
35
36
36
36
JUMLAH BANK
24
24
24
25
25
25
25
25
26
26
26
JUMLAH KANTOR
24
24
24
25
25
25
25
25
26
26
26
JUMLAH BANK JUMLAH KANTOR UNIT USAHA SYARIAH JUMLAH KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH
pada triwulan laporan masih cenderung lebih tinggi.
4.4. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Provinsi Jawa Tengah
FDR Provinsi Jawa Timur pada triwulan laporan tercatat
Sejalan dengan perlambatan kondisi
sebesar 105,14% (yoy), Jawa Barat 104,27% (yoy),
perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III
Banten 94,01% (yoy), DKI Jakarta 75,59% (yoy), dan DI
2016, pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah juga
Yogyakarta 67,87% (yoy). Sementara FDR perbankan
melambat. Pertumbuhan aset BPR Jawa Tengah pada
syariah nasional pada triwulan laporan tercatat sebesar
triwulan laporan tercatat sebesar 14,05% (yoy),
89,58%.
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
provinsi lainnya di Pulau Jawa, angka FDR Jawa Tengah
77
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
tercatat sebesar 16,24% (yoy). Pada triwulan III 2016, jumlah jaringan kantor perbankan syariah sedikit meningkat
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan aset
dibandingkan triwulan II 2016. Pada triwulan
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
laporan, terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 153
Tengah pada triwulan III 2016 juga mengalami
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Jumlah
perlambatan. Pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah
jaringan kantor tersebut sedikit meningkat
pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,36% (yoy),
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebanyak 152
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
kantor. Sementara Unit Usaha Syariah pada triwulan
tercatat sebesar 18,70% (yoy). Perlambatan
laporan adalah sebanyak 36 unit, tidak berubah dari
pertumbuhan tersebut didorong oleh komponen
triwulan lalu. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
deposito dan tabungan yang tumbuh lebih rendah
Syariah, pada triwulan ini terdapat 26 bank dengan 26
pada triwulan laporan. Deposito BPR Jawa Tengah
kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
tumbuh melambat menjadi sebesar 14,82% (yoy) dari 16,75% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara tabungan BPR Jawa Tengah tumbuh melambat menjadi sebesar 18,54% (yoy) dari 21,58% (yoy) pada triwulan lalu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
78
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
18
24 %,YOY
%,YOY
17
22
16
20
15
18
14 16
13
14
12 11
12
10
10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
PERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
2016
PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA T ENGAH
Grafik 4.40 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan III 2016 juga mengalami
42,23% 57,77%
perlambatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
tercatat sebesar 10,80% (yoy).
PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.41 Pangsa DPK BPR di Jawa Tengah
Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan DPK BPR Jawa Tengah, pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan III 2016 juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh kredit konsumsi dan kredit investasi. Kredit konsumsi BPR Jawa Tengah tumbuh sebesar 6,97% (yoy) pada
pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,78% (yoy),
triwulan laporan, melambat dari 10,96% (yoy) pada
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
triwulan lalu. Sementara kredit investasi BPR Jawa
tercatat sebesar 10,80% (yoy).
Tengah tumbuh sebesar 20,31% (yoy) pada triwulan laporan, melambat dari 21,57% (yoy) pada triwulan
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan
lalu.
pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh kredit konsumsi dan kredit investasi. Kredit konsumsi BPR
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya,
Jawa Tengah tumbuh sebesar 6,97% (yoy) pada
perlambatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
triwulan laporan, melambat dari 10,96% (yoy) pada
pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit
triwulan lalu. Sementara kredit investasi BPR Jawa
sektor pertanian yang tumbuh melambat menjadi
Tengah tumbuh sebesar 20,31% (yoy) pada triwulan
sebesar 13,43% (yoy) dari 16,30% (yoy) pada triwulan
laporan, melambat dari 21,57% (yoy) pada triwulan
lalu.
lalu. 30
%,YOY
20
56.29% 5.00% 38.72%
10
0
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.43 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
30
%,YOY
20
8,10% 1,49% 33,27% 4,03% 2,19% 50,91%
10
0
-10
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA (RHS)
Grafik 4.45 Pangsa Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
12%
12%
10%
10%
8%
8%
6%
6%
4%
4%
2%
2%
0%
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN RUMAH TANGGA JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA LAINNYA
2016
Grafik 4.44 Pertumbuhan Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
0%
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHAN NPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAH NPL KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
NPL INDUSTRI PENGOLAHAN NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.46 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.47 Perkembangan NPL Kredit BPR Jawa Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi
NPL BPR Jawa Tengah pada triwulan III 2016
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
3,08%. NPL kredit sektor industri pengolahan pada
sebelumnya sejalan dengan penurunan kinerja
triwulan laporan tercatat sebesar 1,49%; meningkat
perekonomian. Pada triwulan laporan NPL BPR Jawa
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,38%.
Te n g a h t e rc a t a t s e b e s a r 7 , 1 4 % ; m e n i n g k a t dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,79%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Jawa Tengah pada triwulan laporan mengalami perlambatan sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit. LDR BPR
Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan NPL
Jawa Tengah menurun dari sebelumnya 105,97% pada
BPR Jawa Tengah pada triwulan III 2016 terutama
triwulan II 2016 menjadi 101,14% pada triwulan
didorong oleh peningkatan NPL kredit modal kerja dan
laporan. Perlambatan perekonomian Jawa Tengah pada
kredit konsumsi. NPL kredit modal kerja BPR Jawa
triwulan III 2016 diperkirakan turut menyebabkan
Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 9,56%;
turunnya permintaan kredit.
meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 9,14%. NPL kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,75%; meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,47%.
120% 115% 110% 105% 100%
Berdasarkan sektor ekonominya, peningkatan NPL BPR
95%
Jawa Tengah pada triwulan III 2016 terutama didorong
90%
oleh peningkatan NPL sektor rumah tangga serta industri pengolahan. NPL kredit sektor rumah tangga pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,03%;
I
II
III 2013
IV
I
79
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
LDR BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.48 Perkembangan LDR BPR Jawa Tengah
IV
I
II 2016
III
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
80
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.5 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
kredit UMKM di Jawa Tengah pada laporan
Jawa Tengah pada triwulan III 2016 mengalami
tercatat sebesar 3,55%; atau lebih rendah dari
penurunan dibandingkan triwulan II 2016. Kredit
triwulan sebelumnya sebesar 3,59%. Angka ini juga
UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 13,02%
lebih baik dibandingkan NPL kredit UMKM nasional
(yoy) di triwulan laporan, atau melambat dibandingkan
triwulan III 2016 yang sebesar 4,58%, dan NPL Provinsi-
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 13,15%
Provinsi lainnya di Pulau Jawa. NPL kredit UMKM
(yoy). Namun, angka ini lebih tinggi dibandingkan
Provinsi Jawa Barat pada triwulan ini tercatat sebesar
dengan pertumbuhan kredit UMKM nasional triwulan
5,35%; DKI Jakarta 4,01%; Banten 4,16%; Jawa Timur
III 2016 yang sebesar 9,58% (yoy). Pertumbuhan kredit
3,74%; dan DI Yogyakarta 3,74%.
UMKM Jawa Tengah juga relatif lebih tinggi dibandingkan beberapa Provinsi lain di Pulau Jawa, Kecuali Banten dengan pertumbuhan sebesar 21,15% (yoy) dan Jawa Barat sebesar 13,60 (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM Provinsi Jawa Timur pada triwulan ini tercatat sebesar 12,25 % (yoy); Jawa Barat; DI Yogyakarta 11,55% (yoy); DKI Jakarta -0,19% (yoy), dan Banten.
Penurunan NPL kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2016 terutama didorong oleh penurunan NPL sektor perdagangan besar dan eceran yang merupakan sektor ekonomi dengan pangsa kredit UMKM terbesar di Jawa Tengah. NPL kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan l a p o r a n t e rc a t a t s e b e s a r 3 , 5 3 % , m e n u r u n dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,68%. Sementara
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan
itu, NPL sektor pertanian dan sektor industri
kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2016
pengolahan justru mengalami peningkatan di triwulan
terutama didorong oleh kinerja sektor pertanian.
laporan yang tercatat sebesar 3,83%; meningkat
Kredit UMKM sektor pertanian tercatat turun sebesar
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
14,82% (yoy) pada triwulan laporan, atau melambat
3,52%.
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
triwulan laporantercatat sebesar 4,22%; meningkat
sebesar 17,28%. Pertumbuhan kredit UMKM sektor
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
industri pengolahan dan perdagangan besar dan
tercatat sebesar 3,64%.
eceran juga mengalami perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar 19,92% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 20,07% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran tercatat sebesar 12,80% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 13,49% (yoy).
NPL sektor industri pengolahan pun pada
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Jawa Tengah terhadap total kredit yang diberikan.pada triwulan III 2016 menurunmenjadi 39,93%, dari sebelumnya sebesar 40,05%. Pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah juga berada di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,68%. Sejalan dengan kredit umum, penyaluran kredit UMKM di Jawa
Risiko kredit UMKM pada triwulan III 2016
Te n g a h m a y o r i t a s d i t u j u k a n k e p a d a s e k t o r
mengalami penurunan dibandingkan dengan
perdagangan besar dan eceran (62,53%), diikuti sektor
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL)
industri pengolahan (10,88%), dan sektor pertanian (6,26%).
35%
7%
30%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
5%
1%
0%
I
II
-5%
III 2013
JAWA TENGAH
IV
I
JAWA BARAT
II
III 2014
JAWA TIMUR
IV
I
II
III 2015
DI YOGYAKARTA
BANTEN
IV
I
II 2016
DKI JAKARTA
0%
II
100 RP TRILIUN 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 I
II III 2012
I
II
%, YOY
30
III 2013
IV
JAWA TENGAH
NASIONAL
Grafik 4.49 Perbandingan Pertumbuhan Kredit UMKM Beberapa Provinsi di Pulau Jawa
I
II
III 2014
JAWA BARAT
IV
JAWA TIMUR
I
II
III 2015
BANTEN
IV
DKI JAKARTA
I
II 2016
III
NASIONAL
Grafik 4.50 Perbandingan NPL Kredit UMKM Beberapa Provinsi di Pulau Jawa 4
%
RP TRILIUN
4,0
3 20
2
3,5
10
1
IV
I
II III 2013
KREDIT UMKM
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
0
0 I
II III 2012
IV
PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - (RHS)
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NOMINAL NPL KREDIT UMKM
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
3,0
PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)
Grafik 4.51 Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 4.52 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM
Berdasarkan penggunaannya, kredit UMKM perbankan
triwulan III 2016 tumbuh sebesar 30,37% (yoy),
di Jawa Tengah lebih banyak disalurkan ke dalam kredit
meningkat dari triwulan II 2016 yang tercatat sebesar
modal kerja dengan porsi 80,84% dari total kredit yang
27,20% (yoy).
diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke dalam kredit investasi sebesar 19,16%.
Kualitas kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2016 mengalami perbaikan untuk setiap jenis
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang
penggunaannya. NPL kredit modal kerja UMKM pada
disalurkan ke dalam kredit modal kerja pada
triwulan III 2016 tercatat sebesar 3,48%, menurun
triwulan III 2016 melambat sebesar 9,56%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
sebesar 3,52%. Sementara itu, NPL kredit investasi
10,30%. Sementara itu, laju kredit investasi UMKM
UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2016 tercatat
Jawa Tengah pada triwulan laporan menunjukan
sebesar 3,85%, menurun dibandingkan triwulan
kondisi yang positif. Laju kredit investasi UMKM
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,87%.
170
6
%, YOY
140
%, YOY
5
110
4
80
3
50
2 20 -10
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
IV
I
II III 2014
IV
INDUSTRI PENGOLAHAN
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.53 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
1
81
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
Grafik 4.54 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
82
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
%, YOY
80 RP TRILIUN 70 60
3
%,YOY
RP TRILIUN
5
40
50
30
40
2
4
1
3
20
30
10
20
0
10 0
60 50
-10 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
KREDIT MODAL KERJA UMKM KREDIT INVESTASI UMKM
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS) PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.55 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
I
II III 2016
I
-1
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM NOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHS PERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)
Grafik 4.56 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan
II III 2016
BAB
V
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah pada triwulan III 2016.
net outflow
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Penggunaan sistem pembayaran nontunai melalui
dikliringkan pada triwulan laporan rata-rata mencapai
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada
Rp799,77 miliar per hari, atau turun 15,56% (qtq) dari
triwulan III 2016 tumbuh melambat, baik secara volume
triwulan II 2016 dengan nilai Rp947,13 miliar per hari
maupun nominal. Perlambatan aktivitas kliring di Jawa
yang tumbuh 10,99% (qtq).
Tengah sejalan dengan pertumbuhan transaksi kliring secara nasional. Penyelesaian nilai transaksi kliring pada periode pelaporan tercatat sebesar Rp47,98 triliun. Nilai nominal transaksi pada triwulan laporan tumbuh sebesar 32,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 74,98% (yoy). Volume transaksi yang dikliringkan juga tumbuh melambat menjadi sebesar 28,64% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 yang mampu tumbuh
Pertumbuhan tahunan rata-rata perputaran kliring harian pada triwulan III 2016 menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume maupun nilai transaksi. Pada triwulan laporan nilai nominal penyelesaian transaksi tumbuh sebesar 34,30% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 69,43% (yoy) namun mengalami perbaikan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III
44,74% (yoy). Selama triwulan III 2016 volume
2015 yang tumbuh 2,79% (yoy). Sedangkan dari sisi
transaksi kliring yang diselesaikan melalui SKNBI
volume, penggunaan sistem pembayaran nontunai
sebesar 1.112.696 Data Keuangan Elektronik (DKE).
tercatat tumbuh 30,79% (yoy), lebih rendah
Pertumbuhan transaksi kliring pada triwulan pelaporan
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2016
secara nominal mengalami perbaikan dibandingkan
sebesar 40,15% (yoy) namun mengalami perbaikan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
dibandingkan triwulan III 2015 yang mengalami
1,13% (yoy) namun secara volume mengalami
kontraksi sebesar 0,32% (yoy).
kontraksi 1,93% (yoy). Perlambatan jumlah penyelesaian transaksi melalui Secara triwulanan, pertumbuhan transaksi kliring
sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank
masih menunjukkan tren penurunan baik secara
Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa
nominal maupun volume. Nilai nominal perputaran
Tengah pada triwulan laporan, yang salah satunya
kliring pada triwulan III 2016 tumbuh negatif sebesar
ditunjukkan dengan penurunan indikator rata-rata
19,58% (qtq), berbalik arah dibandingkan triwulan
Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil dari Survei Penjualan
sebelumnya yang tumbuh 14,63% (qtq). Hal ini sejalan
Eceran (SPE).
dengan pertumbuhan volume transaksi yang tercatat
sebesar 187,17 lebih rendah 0,12 poin dibandingkan
kontraksi sebesar 10,32% (qtq) setelah tumbuh
triwulan sebelumnya sebesar 187,29 serta turun 9,68
sebesar 8,09% (qtq) pada triwulan II 2016.
poin dibandingkan triwulan III 2015. Perlambatan
Pada triwulan pelaporan, IPR tercatat
transaksi kliring juga dikonfirmasi oleh dunia usaha Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian, jumlah
juga yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
transaksi yang diproses melalui SKNBI sebanyak 18.545
hasil dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Pada
transaksi per hari, mengalami penurunan 5,84% (qtq)
triwulan III 2016, SBT kegiatan dunia usaha berada
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
pada level 28,26%, lebih rendah daripada SBT triwulan
tercatat sebanyak 19.694 transaksi per hari dengan
II 2016 sebesar 33,31%, meskipun meningkat
pertumbuhan sebesar 4,66% (qtq) pada triwulan II
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
2016. Sementara dari sisi nominal, nilai transaksi yang
dengan SBT 18,44%.
85
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
86
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
1,000
RP MILIAR
RIBU TRANSAKSI
20
18 800
75,0 %, YOY
INDEKS
250
60,0
200
45,0
150
30,0
100
15,0
50
16 600
14
400
12 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
NOMINAL SKNBI
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
,0 I
II III 2012
-15,0
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
VOLUME - SKALA KANAN
(50)
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan SBT SKDU
1.400
70.000
RIBU TRANSAKSI
1.200
60.000
1.000
50.000
800
40.000
600
30.000
400
20.000
200
10.000
-
I
II III 2012 SEMARANG
IV
I SOLO
II III 2013
IV
PURWOKERTO
I TEGAL
II III 2014 KUDUS
IV
I
II III 2015
PEKALONGAN
IV
I
RP MILIAR
-
II III 2016
I
II III 2012
IV
SEMARANG
LAINNYA
I SOLO
II III 2013
IV
I
PURWOKERTO
II III 2014
TEGAL
IV
KUDUS
I
II III 2015
PEKALONGAN
IV
I
II III 2016
LAINNYA
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan Daerah Pengiriman
Penerbitan SE.No.17/35/DPSP tanggal 13 November
30,0
2015 perihal Batas Nilai Nominal Transfer Dana melalui
25,0
Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement
20,0
dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang
15,0
mengatur nilai nominal transaksi juga menjadi salah
10,0
satu pendorong perlambatan transaksi melalui SKNBI
5,0
RP MILIAR
LEMBAR
360
320
280
240
200
I
II III 2012
pada periode pelaporan. Dalam peraturan tersebut, nilai nominal transfer dana yang diproses melalui SKNBI
-
IV
I
II III 2013
IV
NOMINAL
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
VOLUME - SKALA KANAN
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Ce dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
sejak 1 Juli 2016 dibatasi paling banyak Rp500 juta per transaksi, sedangkan batas nilai nominal transfer dana
perputaran kliring terbesar selanjutnya adalah
melalui BI-RTGS adalah di atas Rp100 juta per instruksi
Purwokerto, Kudus, dan Magelang. Sementara kota-
setelmen dana.
kota yang memiliki pangsa perputaran nilai kliring terbesar selanjutnya adalah Purwokerto, Pekalongan,
Perputaran kliring terbesar masih didominasi kota
dan Kudus.
Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian di Jawa Tengah. Pangsa transaksi kliring terbesar secara
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
volume dan nominal masih dicatat kota Semarang yaitu
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Semarang,
masing-masing sebesar 44,30% dan 41,18%. Daerah
Solo, Purwokerto dan Tegal menunjukkan adanya
kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan pangsa
peningkatan net inflow dibandingkan triwulan
transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan pangsa
sebelumnya. Posisi net inflow meningkat signifikan
volume sebesar 24,90% dan 27,84% dari sisi nominal.
mencapai 248,48% (qtq) menjadi Rp15,74 triliun pada
Secara volume, kota-kota yang memiliki pangsa
triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang
mencatat net outflow 190,39% (qtq) atau sebesar
ke Bank Indonesia. Dengan demikian terjadi
Rp10,61 triliun. Posisi net inflow mencatat
peningkatan aliran uang kartal ke Bank Indonesia yang
pertumbuhan tahunan sebesar 83,18% (yoy) lebih
menyebabkan kenaikan net inflow pada periode
tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang mencatat
laporan.
peningkatan sebesar 47,37% (yoy) atau net inflow Secara tahunan, posisi inflow pada triwulan laporan
sebesar Rp8,59 triliun.
meningkat sebesar 4,22% (yoy) dibandingkan triwulan Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia
II 2016 yang tumbuh negatif sebesar 16,52% (yoy).
(inflow) pada triwulan III 2016 sebesar Rp26,62 triliun,
Sementara posisi outflow mencatat penurunan sebesar
lebih tinggi 113,95% (qtq) dibandingkan triwulan
35,81% (yoy) daripada triwulan sebelumnya yang
sebelumnya sebesar Rp12,44 triliun. Sebaliknya, aliran
tumbuh sebesar 82,69% (yoy). Secara spasial, aliran
uang kartal dari Bank Indonesia ke perbankan dan
uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia
masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan tercatat
Semarang, Solo, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan
sebesar Rp10,88 triliun atau menurun sebesar 52,81%
mencatat posisi net inflow. Kondisi net inflow tertinggi
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
terdapat di Semarang dan Solo mengingat peran kedua
Rp23,06 triliun.
kota tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa Tengah.
Peningkatan net inflow pada triwulan laporan tidak terlepas dari pola siklikal pasca periode Ramadhan dan
Dalam rangka melaksanakan clean money policy,
Idul Fitri yang biasanya mencatatkan adanya arus balik
Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Solo,
dana perbankan ke Bank Indonesia (inflow). Pada
Purwokerto dan Tegal secara rutin melakukan kegiatan
triwulan II 2016 terjadi peningkatan kebutuhan uang
penarikan uang yang lusuh, cacat, sudah dicabut, dan
kartal masyarakat terkait dengan persiapan Idul Fitri,
ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan
tahun ajaran baru sekolah, serta keperluan belanja
diganti dengan uang rupiah layak edar. Hal tersebut
pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 bagi PNS,
dilakukan untuk menjamin ketersediaan dan
sehingga pada periode tersebut terjadi kenaikan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
outflow yang signifikan, yang menyebabkan
masyarakat. Pemusnahan uang rupiah tidak layak edar
menipisnya net inflow. Selanjutnya pasca peristiwa
di Jawa Tengah pada triwulan laporan sebesar 31,31%
tersebut, kebutuhan uang tunai masyarakat kembali
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
normal dan diikuti dengan kembalinya dana
berada di level 44,98%.
masyarakat ke perbankan yang selanjutnya disetorkan 30 RP TRILIUN
6
25
5
20
RP TRILIUN
4
15 3
10
2
5 -
1
(5)
(1)
(10) (15) (20)
I
II III 2012
IV
I
INFLOW
II III 2013
IV
OUTFLOW
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NET INFLOW/(OUTFLOW)
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
(2) (3) (4)
SEMARANG
SOLO
PURWOKERTO
TEGAL
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
87
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
88
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
350
9
35,00
300
8
30,00
250
25,00
200
20,00
150
15,00
100
10,00
50
2
5,00
0
1
-50
-
40,00 RP MILIAR
-
I
%YOY
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
NOMINAL KAS KELILING
II 2016
III
RP TRILIUN
RASIO (%)
60 50
7 6
40
5
30
4 3
20 10 I
II III 2014
PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANAN
IV
I
II III 2015
PEMUSNAHAN
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
-
%PEMUSNAHAN/INFLOW-SKALA KANAN
Grafik 5.8 Nominal dan Pertumbuhan Tahunan Kas Keliling
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Salah satu bentuk pengelolaan uang Rupiah dalam
Sampai dengan triwulan laporan, jumlah uang palsu
perwujudan clean money policy yang dilakukan oleh
yang ditemukan di Jawa Tengah sebanyak 20.462
Bank Indonesia adalah layanan kas. Layanan kas
lembar. Jumlah ini mengalami kenaikan 14,44%
dilakukan tidak hanya di dalam kantor Bank Indonesia,
dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan
namun juga dilakukan di luar kantor, sehingga dapat
temuan uang palsu sebanyak 17.880 lembar. Mayoritas
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Layanan
uang palsu ditemukan di Semarang (46,64%), Solo
kas di luar kantor atau yang disebut dengan kas keliling
(28,52%), Tegal (13,68%), dan Purwokerto (11,16%).
rutin dilakukan di dalam kota lokasi Bank Indonesia
Secara nominal, uang palsu yang paling banyak
hingga ke daerah terpencil. Pada triwulan III 2016,
ditemukan dalam pecahan Rp100.000 sebanyak
masyarakat menukarkan uang Rupiah sebesar Rp29,79
10.455 lembar (51,09%) ,diikuti oleh pecahan
miliar kepada kas keliling yang dilayani oleh seluruh
Rp50.000 sebanyak 9.575 lembar (46,79%).
kantor Bank Indonesia di Jawa Tengah. Jumlah ini
Sedangkan uang palsu dalam pecahan lainnya memiliki
meningkat 16,27% (yoy) dibandingkan periode yang
pangsa masing-masing pecahan kurang dari 2%.
sama tahun sebelumnya meskipun menurun 21,10%
Penemuan tersebut antara lain berasal dari klarifikasi
(qtq) daripada triwulan sebelumnya. Kas keliling dapat
perbankan ke Bank Indonesia (92,84%), hasil setoran
melayani penukaran uang kepecahan yang lebih kecil
bank (3,15%), serta setoran masyarakat melalui loket
maupun menukarkan uang Rupiah lusuh menjadi uang
penukaran (2,52%), temuan kepolisian (1,49%), serta
Rupiah Layak Edar.
klarifikasi masyarakat ke Bank Indonesia (0,01%).
12.000 LEMBAR 10.000 8.000 6.000
51,095%
46,794%
1,104%
1,007%
4.000 2.000 SEMARANG
SOLO 100,000
50,000
PURWOKERTO 20,000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
TEGAL 100,000
50,000
20,000
PECAHAN < 10.000
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing 120
750
600
80
600
450
40
450
300
0
300
150
(40)
150
(80)
-
750
-
%, YOY
RP MILIAR
I
II III 2012
PEMBELIAN
IV
PENJUALAN
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN
II III 2015
IV
I
II III 2016
RP MILIAR
I
II III 2012
IV
I USD
KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
II III 2013 SGD
IV
I
MYR
II III 2014 EUR
IV JPY
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
LAINNYA
Grafik 5.12 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.13 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
Terdapat 27 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran
pada triwulan III 2016 (41,76%) yang diikuti oleh Dolar
Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang memiliki izin
Singapura (SGD, 14,84%), Ringgit Malaysia (MYR,
dari Bank Indonesia di Jawa Tengah. Dari jumlah
5,78%), Euro (EUR, 4,71%), dan Yen Jepang (JPY,
tersebut, 55,55% (15 KUPVA) terdapat di wilayah kerja
2,38%). Penggunaan USD masih mendominasi
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 18,52% (5 KUPVA) di
transaksi karena penggunaan USD sebagai mata uang
wilayah KPwBI Purwokerto, 14,82% (4 KUPVA) di
internasional dan masih dominannya ekspor Jawa
wilayah KPwBI Solo, dan 11,11% (3 KUPVA) di wilayah
Tengah ke Amerika Serikat.
KPwBI Tegal. Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi, Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
transaksi pembelian oleh KUPVA Bukan Bank mencapai
Bukan Bank tersebut pada triwulan pelaporan
Rp309,37 miliar atau menurun 6,26% (qtq)
mencapai Rp620,17 miliar atau mengalami
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp330,05
pertumbuhan negatif sebesar 6,79% (qtq)
miliar. Transaksi penjualan juga mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 7,31% (qtq) menjadi Rp310,79 miliar dari
14,19% (qtq). Secara tahunan, transaksi penukaran
Rp335,30 miliar pada triwulan sebelumnya. Secara
valuta asing mengalami penurunan sebesar 0,44%
tahunan, transaksi pembelian dan penjualan mencatat
(yoy) atau mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
kontraksi masing-masing sebesar 0,01% (yoy) dan
III 2015 yang tumbuh negatif sebesar 2,61% (yoy).
0,87% (yoy).
Penurunan transaksi ini sejalan dengan turunnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa Tengah sebesar
5.4. Perkembangan Akses Keuangan
14,32% (yoy). Wisatawan asing yang berkunjung ke
Sampai dengan periode laporan, sebaran jaringan
Jawa Tengah melalui Bandara Ahmad Yani – Semarang
kantor bank umum masih terpusat di kota-kota dengan
maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada triwulan
aktivitas perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah.
laporan tercatat sebesar 5.954 kunjungan, lebih rendah
Kota Semarang menjadi kota yang paling banyak
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 6.949 kunjungan.
89
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
dilayani perbankan dengan pangsa jaringan kantor perbankan sebesar 26,75% terhadap total jaringan
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
kantor perbankan di Jawa Tengah. Bank Indonesia
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
bekerjasama dengan perbankan untuk memperluas
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
90
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
jangkauan layanan keuangan hingga ke daerah
melalui agen LKD mitra perbankan tanpa
terpencil yang belum dilayani jaringan kantor
menggunakan kantor cabang bank tradisional. Hingga
perbankan melalui penyelenggaraan Layanan
periode pelaporan, terdapat 7.613 agen LKD mitra
Keuangan Digital (LKD). LKD akan memberikan
perbankan di wilayah kerja KPwBI Prov. Jateng. Jumlah
kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan
ini meningkat 28,77% dibandingkan jumlah agen LKD
layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau
pada akhir 2015 sebesar 5.912 agen LKD. JUMLAH AGEN
KOTA SEMARANG KOTA SURAKARTA KAB. BANYUMAS KOTA MAGELANG KOTA TEGAL KAB. KUDUS KAB CILACAP KOTA PEKALONGAN KAB KEBUMEN KAB. PATI LAINNYA
27% 14% 8% 8% 4% 3% 4% 3% 2% 2% 25%
8.000
% MTM 7
6.000
5
6 4 3
4.000
2 1
2.000
0 -1 -2
0 12
1
2
3
4
2015
Grafik 5.14 Sebaran Jaringan Kantor Bank di Jawa Tengah
Grafik 5.15 Realitas Jumlah Agen LKD
5 2016
6
7
8
9
BAB
VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan III 2016 relatif membaik, antara lain tercermin dari menurunnya pengangguran, berkurangnya kemiskinan dan membaiknya Nilai Tukar Petani (NTP). Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan III 2016 sedikit mengalami perbaikan, tercermin dari menurunnya persentase pengangguran di tengah stabilnya jumlah penduduk angkatan kerja. Sementara itu, angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan.
6.1. Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
adanya fenomena meningkatnya pengangguran
meningkat, mencerminkan potensi ketersediaan
sukarela, atau memutuskan untuk melanjutkan
tenaga kerja pada Agustus 2016 yang meningkat
pendidikan. Meningkatnya jumlah penduduk yang
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada
bersekolah ini sejalan dengan tren peningkatan Indeks
Agustus 2016 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah yang
sebesar 25,78 juta orang, atau meningkat 1,14%
terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
dibandingkan dengan Agustus 2015 yang berjumlah 25,49 juta orang. Kondisi ini mencerminkan besarnya potensi tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Te n g a h p e r A g u s t u s 2 0 1 6 m e n u n j u k k a n penurunan dibandingkan dengan periode yang
kuantitas penduduk usia produktif.
sama tahun lalu. Pengangguran turun dari Jumlah penduduk usia produktif yang menjadi
sebelumnya 4,99% pada Agustus 2015 menjadi
angkatan kerja relatif stabil pada triwulan
4,63% pada Agustus 2016. Salah satu faktor yang
laporan. Jumlah angkatan kerja meningkat sebesar
turut mendorong penurunan jumlah pengangguran di
0,06% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
Jawa Tengah pada triwulan laporan adalah
sebelumnya, yaitu dari 17,30 juta orang menjadi
peningkatan jumlah penduduk yang masuk dalam
sebanyak 17,31 juta orang. Pertumbuhan yang
kategori bukan angkatan kerja. Lebih jauh, TPT Jawa
cenderung stabil ini relatif lebih baik dibandingkan
Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka TPT
dengan penurunan pertumbuhan pada Februari 2016
nasional yang sebesar 5,61%.
dan Agustus 2015 yang mengindikasikan berkurangnya penduduk angkatan kerja pada periode
Namun demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan juga
sebelunya.
mengalami penurunan dibandingkan dengan Sementara itu, terdapat tantangan
periode yang sama tahun lalu. TPAK, yang
ketenagakerjaan yang dihadapi Jawa Tengah
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia
seiring dengan meningkatnya penduduk bukan
kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan
angkatan kerja. Kelompok ini mengalami
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
peningkatan 3,42%; dari sebelumnya 8,19 juta orang
TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2016 tercatat sebesar
pada Agustus 2015 menjadi 8,47 juta orang pada
67,15%, turun dibandingkan Agustus 2015 yang
Agustus 2016. Peningkatan ini mengindikasikan
tercatat sebesar 67,86%. Namun demikian, TPAK Jawa
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Jawa Tengah Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang) 2013
STATUS PEKERJAN UTAMA ANGKATAN KERJA BEKERJA PENGANGGURAN BUKAN ANGKATAN KERJA
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
17,46
17,52
17,72
17,55
18,29
17,30
17,91
Agustus 17,31
16,5
16,47
16,75
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
0,96
1,05
0,97
1
0,97
0,86
0,75
0,8
7,32
7,36
7,26
7,64
7,05
8,19
7,72
8,47
PENDUDUK USIA KERJA
24,78
24,88
24,98
25,19
25,34
25,49
25,63
25,78
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
70,46
70,42
70,93
69,68
72,19
67,86
69,89
67,15
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
5,50
5,99
5,45
5,68
5,31
4,99
4,20
4,63
PEKERJA TIDAK PENUH
4,73
5,21
4,85
4,9
4,91
4,51
4,97
4,22
SETENGAH PENGANGGUR PARUH WAKTU *Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Jawa Tengah
1,9
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
2,83
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
93
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
94
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
140
160
INDEKS
INDEKS
150
130
140 120
130
OPTIMIS
110
120 110
100
PESIMIS
90 80
OPTIMIS
100
PESIMIS
90 80 70
70 I
II III 2013
IV
I
II III 2014 PENGHASILAN
IV
I
II
III
IV
I
2015
II 2016
III
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PENGHASILAN
LAPANGAN KERJA
IV
I
II
III
IV
I
2015
LAPANGAN KERJA
II 2016
III
KEGIATAN USAHA
Grafik 6.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Grafik 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Tengah ini masih lebih baik dibandingkan dengan
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
nasional yang tercatat sebesar 66,34%.
perubahan. Sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang terkait dengan tenaga kerja. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah triwulan III 2016 relatif tidak sebaik triwulan II 2016,
Tengah. Pada Agustus 2016, lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 5,07 juta orang atau 30,71% dari total penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi lapangan usaha. Tingkat keyakinan yang menurun
Dengan demikian, jumlah penduduk yang bekerja di
tersebut sejalan dengan penurunan tingkat keyakinan
lapangan usaha pertanian mengalami peningkatan
konsumen terhadap kondisi penghasilan saat ini.
yang cukup signifikan yakni sebesar 7,64% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu.
Namun, konsumen memandang kondisi lapangan kerja pada periode saat ini lebih baik dibandingkan periode 6 bulan yang akan datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan
Peningkatan ini terutama berasal dari adanya persepsi tingginya kesejahteraan petani, tercermin dari NTP subsektor peternakan yang selalu berada di atas 100 dalam 4 tahun terakhir.
lapangan kerja yang turun menjadi 122,8 dari sebelumnya 126,6. Begitu pula dengan ekspektasi
Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua
kegiatan usaha yang turun dari 139,0 menjadi 122,8.
dengan menyerap 3,71 juta orang atau 22,47%
Sementara itu, optimisme konsumen terhadap kondisi
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara
penghasilan dan kondisi kegiatan usaha relatif
lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi
meningkat. Ekspektasi penghasilan konsumen naik dari
ketiga dengan menyerap 3,25 juta orang atau 19,69%
sebelumnya 143,9 pada triwulan II 2016 menjadi 146,8
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
pada triwulan III 2016. Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja di Jawa Tengah Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (juta orang) STATUS PEKERJAN UTAMA
2013
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
PERTANIAN
5,05
5,17
5,19
5,17
5,39
4,71
5,16
5,07
INDUSTRI
3,31
3,11
3,31
3,17
3,33
3,27
3,22
3,25
Agustus
PERDAGANGAN
3,76
3,69
3,72
3,72
4,01
3,80
4,11
3,71
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
2,14
2,51
2,15
2,19
2,28
2,08
2,39
2,04
LAINNYA**
2,19
1,99
2,38
2,3
2,31
2,58
2,28
2,44
TOTAL
16,45
16,47
16,75
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 ** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan Sumber : BPS Jawa Tengah
110
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan III 2016 yang
108
tumbuh 5,06% (yoy) lebih baik dibandingkan periode
106
yang sama pada tahun 2015 yang sebesar 5,00%,
104 102
jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per
100
Agustus 2016 tercatat sebanyak 12,29 juta orang atau
98
meningkat dibandingkan dengan Agustus 2015 yang
96 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
tercatat sebanyak 11,92 juta orang (Tabel 6.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
Grafik 6.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan dalam 4 Tahun Terakhir
laporan sebesar 74,43% merupakan pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja
Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2016
pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Sementara
adalah kelompok orang yang bekerja sebagai
untuk jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah kelompok orang
mengalami penurunan, yaitu dari 4,51 juta menjadi
yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai
4,22 juta orang pada periode yang sama.
mencapai 5,74 juta orang, dibandingkan dengan Agustus 2015 yang mencapai 5,71 juta orang. Hal ini mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di sektor
Penduduk yang bekerja dengan pendidikan menengah mengalami peningkatan. Perbaikan terjadi pada penduduk yang bekerja dengan latar belakang SMP ke
formal. Data pada bulan Agustus 2016 mencatat
atas. Jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat
jumlah pekerja sektor formal Jawa Tengah sebanyak
pendidikan SMP ke atas pada Agustus 2016 tercatat
6,24 juta orang atau 37,80% dari jumlah penduduk
sebanyak 8,07 juta orang atau meningkat
yang bekerja. Namun jumlah pekerja sektor normal
dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat sebanyak
tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan
7,83 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk yang
Agustus 2015 yang tercatat sebesar 6,29 juta orang.
bekerja dengan tingkat pendidikan SD ke bawah pada
Hal serupa dijumpai pada jumlah pekerja di sektor
Agustus 2016 tercatat sebanyak 8,44 juta orang atau
informal yang juga turut mengalami penurunan.
menurun dibandingkan Agustus 2015 yang tercatat
Jumlah pekerja yang berusaha sendiri pada Agustus
sebanyak 8,92 juta orang. Hal ini menandakan bahwa
2016 tercatat sebanyak 2,63 juta orang, atau menurun
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
dibandingkan dengan Agustus 2015 yang tercatat
yang lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2016 telah
sebanyak 2,68 juta orang.
mengalami peningkatan. Hal ini diharapkan dapat memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
pengolahan mengingat sejak tahun 2015 terjadi tren
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
relokasi usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa
periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan
Tengah.
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (juta orang) STATUS PEKERJAN UTAMA
2013
2014
2015
2016
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
1, BERUSAHA SENDIRI
2,81
2,66
2,82
2,86
3,03
2,68
2,86
2,63
2, BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
2,93
3,34
2,93
3,19
3,01
2,94
3,35
3,09
3, BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
0,57
0,54
0,62
0,64
0,57
0,58
0,54
0,50
4, BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
5,43
5,15
5,74
5,25
6,09
5,71
5,89
5,74
5, PEKERJA BEBAS
2,48
2,02
2,29
2,18
2,25
2,34
2,2
2,3
6, PEKERJA TAK DIBAYAR
2,29
2,76
2,36
2,43
2,37
2,19
2,32
2,25
16,51
16,47
16,76
16,55
17,32
16,44
17,16
16,51
TOTAL
* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014 ** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Agustus
95
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
96
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang) 2013
PENDUDUK YANG BEKERJA
Februari
PEKERJA TIDAK PENUH SETENGAH PENGANGGUR
2014 Februari
2015 Agustus
Februari
2016 Agustus
Februari
Agustus
5,21
4,85
4,90
4,91
4,51
4,97
4,22
1,49
1,28
1,19
1,18
1,07
1,23
1,02
3,72
3,57
3,71
3,73
3,44
3,74
3,2
PEKERJA PENUH
11,26
11,90
11,65
12,41
11,92
12,19
12,29
TOTAL
16,47
16,75
16,55
17,32
16,43
17,16
16,51
PEKERJA PARUH WAKTU
* Data diolah dari Sakernas 2013-2015
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) 2014*
2015*
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus 9,13
8,98
9,39
8,61
SMP SMA
3,16
3,12
3,15
3,37
3,30
3,45
12
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2016
2016
PENDIDIKAN SD ke Bawah
6.3. Nilai Tukar Petani
8,92
8,44
3,16
3,28
3,29
3,4
3,54
3,5
DI/II/III dan Universitas
1,09
1,15
1,33
1,27
1,42
1,28
Total
16,75
16,55
17,32
16.44
17,16
16,51
*Data diolah dari Sakernas 2013-2015 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
meningkat dibandingkan triwulan II 2016. NTP pada triwulan pelaporan sebesar 100.88, atau mengalami perbaikan tipis dibanding triwulan lalu yang mencapai 99,64. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
Selanjutnya, peran peningkatan penduduk dengan latar pendidikan tinggi ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatan kualitas pekerja melalui tiga hal, yakni: pendidikan vokasional,
pada triwulan laporan yang membaik. Lapangan usaha ini mencatatkan perbaikan pertumbuhan menjadi 3,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh -0,02% (yoy).
pendidikan karakter, dan percepatan distribusi Kartu Penguatan pendidikan
Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan III
vokasional, dimaksudkan agar lulusan siap pakai dapat
2016 didorong oleh kenaikan indeks yang
terserap dunia kerja sesuai keahliannya. Pendidikan
diterima petani lebih tinggi dibandingkan
karakter juga dilakukan untuk menyiapkan SDM dalam
kenaikan indeks yang dibayarkan petani. Indeks
menghadapi kompetisi global. Sedangkan untuk KIP,
yang diterima petani meningkat 2,24% naik dari
pemerintah berupaya untuk mendorong distribusi yang
122,82 menjadi 125,57 pada triwulan laporan.
belum maksimal.
Sementara itu, indeks yang dibayarkan petani
Indonesia Pintar (KIP).
meningkat 0,99%; dari sebelumnya 123,26 menjadi
6.2. Pengangguran Angka pengangguran mengalami penurunan pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang
124,48 pada triwulan III 2016. Perbaikan NTP ini sejalan dengan meningkatnya penerimaan petani di tengah meningkatnya harga beberapa komoditas yang
sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran
tercermin dari meningkatnya IHK Perdesaan. Kenaikan
pada Agustus 2016 tercatat sebanyak 0,8 juta orang,
harga komoditas pangan ini terjadi akibat semakin
lebih rendah 6,98% dibandingkan dengan Agustus
sedikitnya pasokan di tengah musim tanam untuk
2015 yang berjumlah 0,86 juta orang. Berdasarkan
beberapa komoditas dengan memanfaatkan intensitas
data tersebut, Provinsi Jawa Tengah menyumbang
hujan yang tinggi.
11,38% dari total angka pengangguran nasional. Sementara dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 4,99% pada Agustus 2015 menjadi 4,63% di Agustus 2016 (Tabel 5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu sebesar 5,61%. 12. Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
50000
INDEKS
PDRB (RP MILIAR)
103 102
45000
101 100
40000
99 35000
98
Kemampuan produksi petani pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 13
Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
pada
triwulan III 2016 mengalami kenaikan, yakni menjadi
97
30000
96 95
25000 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN)
III 2015
IV
I
II 2016
III
107,85 dari sebelumnya 106,16 pada triwulan II 2016. Kenaikan NTUP pada triwulan laporan terutama didorong oleh subsektor tanaman perkebunan rakyat
PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.4 NTP dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian
yang naik sebesar 2,93% pada triwulan laporan menjadi 114,32 dari sebelumnya 117,07.
Indeks yang diterima petani pada triwulan III 2016 lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016. Secara
Sejalan dengan hal tersebut, terjadi pula peningkatan
umum, indeks yang diterima petani meningkat, dengan
indeks yang diterima pada subsektor tanaman pangan
kenaikan paling besar pada subsektor holtikultura yang
dan perikanan. Indeks yang diterima pada subsektor
naik 3,41% dari 122,75 pada triwulan II 2016 menjadi
tanaman pangan yang naik sebesar 0,04% di tengah
126,93 pada triwulan laporan. Peningkatan pada
cuaca hujan yang relatif tinggi akibat pengaruh La Nina.
triwulan III 2016 juga terjadi pada subsektor tanaman
Sementara itu, indeks yang diterima pada subsektor
perkebunan rakyat dan peternakan yang masing-
perikanan naik sebesar 0,15%.
masing meningkat sebesar 3,38% dan 3,37% dibandingkan triwulan lalu. 130
115
INDEKS
INDEKS
125 110 120 105
115 110
100
105 95
100 95 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
INDEKS YANG DITERIMA PETANI (It)
IV
I
II
III
IV
I
2015
INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
II 2016
III
90 I
II III 2013
IV
TOTAL
NILAI TUKAR PETANI
I
II III 2014
IV
I
II
III
HORTIKULTURA PETERNAKAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
170
I
II 2016
III
TANAMAN PANGAN PERIKANAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya
IV
2015
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
INDEKS
130
INDEKS
125
150
120
130
110
110
100
90
90
115
105
95 I
II
III 2013
TOTAL
IV
I
HORTIKULTURA PERIKANAN
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
IV
I
II 2016
III
PETERNAKAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah
I
II
III 2013
IV
TOTAL PETERNAKAN
I
II
III 2014
IV
HORTIKULTURA PERIKANAN
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
Sumber: BPS Jawa Tengah
Grafik 6.8 Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah 13. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
97
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
98
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) SUBSEKTOR
I - 2015
II - 2015
III - 2015
IV - 2015
II - 2016
III - 2016
%Perubahan
TANAMAN PANGAN
106,68
97,5
103,73
106,24
101,17
99.83
99,22
-0,61
HORTIKULTURA
102,91
102,83
104,49
107,76
107,43
106.84
109,76
2,73
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
103,71
105,4
106,87
108,6
107,97
111.07
114,32
2,93
I - 2016
PETERNAKAN
109,24
109,08
113,60
109,88
109,64
110.44
113,32
2,61
PERIKANAN
103,92
106,17
109,31
109,46
111,26
112.06
111,87
-0,17
TOTAL
104,99
103,09
107,00
107,95
106,05
106.16
107,85
1,59
Sumber : BPS Jawa Tengah
Sementara itu, indeks yang dibayar petani pada
didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin
triwulan III 2016 meningkat dibandingkan
yang berada di pedesaan, dari 2.740 ribu jiwa pada
triwulan lalu. Indeks yang dibayar petani meningkat
Maret 2015 menjadi 2.683 ribu pada Maret 2016.
dengan peningkatan tertinggi berada pada subsektor
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin
tanaman pangan yang naik 1,05% atau menjadi
yang ada di perkotaan juga mengalami penurunan bila
127,49 dari sebelumnya 126,17 pada triwulan lalu. Dari
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
data pada triwulan laporan dapat tercatat bahwa
dari 1.837 ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 1.824
indeks yang dibayar petani mengalami kenaikan pada
ribu pada Maret 2016.
seluruh subsektor. Data historis menunjukkan bahwa indeks yang dibayar petani mengalami tren
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2016 terutama didorong oleh penurunan jumlah
peningkatan secara persisten.
penduduk miskin di daerah pedesaan. Apabila
6.4. Tingkat Kemiskinan
dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada Maret 2016
penduduk miskin di pedesaan turun sebesar 2,07%
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per Maret 2016 menurun secara nominal, yaitu menjadi 4.507 ribu jiwa dari 4.577 ribu jiwa pada periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah mengalami penurunan secara persentase menjadi 13,27% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 13,58% dari jumlah penduduk. Penurunan persentase jumlah penduduk miskin tersebut terutama 6.000 RIBU ORANG
%
19 17
5.000
15
4.000
13 3.000 11 2.000
9
1.000
7 5
0 2011
MAR-12 SEP-12
DESA (%) - SKALA KANAN
MAR-13
SEP-13 MAR-14 SEP-14
MAR-15 SEP-15 MAR-16
KOTA DESA KOTA+DESA KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.9. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)
atau setara dengan 57 ribu orang. Sementara di perkotaan, jumlah penduduk miskin juga turun sebesar 0,72% atau setara dengan 13 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2016 mencapai 2.683 ribu jiwa sedangkan di perkotaan mencapai 1.824 ribu jiwa. Sejalan dengan Provinsi Jawa Tengah, angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional mengalami penurunan sebesar 580 ribu jiwa dibandingkan Maret 2015 menjadi 28,01 juta jiwa dari total penduduk Indonesia. Provinsi Jawa Tengah pada triwulan pelaporan menyumbang 16,09% dari total penduduk miskin nasional, meningkat dibandingkan sumbangan pada bulan Maret 2015 sebesar 16,01%.
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011 - Maret 2016 (Rupiah) GARIS KEMISKINAN
Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014
2010
2011
Mar 2015
Sep 2015
1. Kota
205,606
222.430
234.799
245.817
254.801
268.397
279.036
Sep 2014 286.014
299,011
308,163
Mar 2016 215,269
2. Desa
179,982
198.814
211.823
223.622
235.202
256.368
267.991
277.802
296,864
310,295
319,188
3. Kota & Desa
192,435
209.611
222.327
233.769
244.161
261.881
273.056
281.750
297,851
309,314
317,348
Sumber : BPS, diolah
64
2010
kapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp315.269 per kapita/bulan pada Maret 2016. Sementara itu, garis
2011
2012
2013
JAWA TENGAH
2014
69.55
tahunan sebesar 5,44% dari Rp299.011 per
69.49
65
68.90
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
68.78
66
68.31
dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
68.02
67
67.70
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
67.21
68
67.09
peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan
66.64
69
INDEKS
66.53
70
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
66.08
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.14
2015
NASIONAL
Sumber : BPS Nasional
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional
kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 7,52%; dari Rp296.864 per kapita/bulan pada
Data IPM mengacu pada indeks yang dihitung dengan
Maret 2015 menjadi Rp319.188 per kapita/bulan pada
menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun
Maret 2016.
2010. Terdapat satu komponen tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi pendidikan, yakni
Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 6,55% dari Rp297.851 per kapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp317.348 per kapita/bulan pada Maret 2016. Kenaikan garis kemiskinan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi penduduk miskin.
harapan lama sekolah. Sementara itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi standar hidup diubah menjadi Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita, dari sebelumnya Produk Domestik (PDB) per kapita. Metode agregasi indeks juga mengalami perubahan dari ratarata hitung pada IPM standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun 2010.
6.5. Pembangunan Manusia
Dengan demikian, komponen pada IPM standar
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Jawa
perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri
Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun
dari:
ke tahun. Pada tahun 2015, IPM Jawa Tengah tercatat
a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
sebesar 69,49, meningkat dibanding tahun
b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS) dan ii)
15
sebelumnya yang sebesar 68,78.
Angka IPM Jawa
Tengah ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan IPM nasional. Data IPM nasional pada
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) c. Standar Hidup: PNB per kapita
tahun 2015
sebesar 69,55 meningkat dari periode sebelumnya,
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
yaitu sebesar 68,90.
seluruh komponen, baik kesehatan, pendidikan, maupun standar hidup.
14.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
99
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
100
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.8. IPM Jawa Tengah Menurut Komponen (2010-2015) TAHUN
SATUAN
KOMPONEN
2013
2014
2015
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
TAHUN
72,73
72,91
73,09
73,28
73,88
73,96
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
TAHUN
11,09
11,18
11,39
11,89
12,17
12,38
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
TAHUN
6,71
6,74
6,77
6,8
6,93
7,03
0
Rp8.992
Rp9.296
Rp9.497
Rp9.618
Rp9.640
Rp9.930
66,08
66,64
6721
68,02
68,78
69,49
0,84
0,86
1,21
1,12
1,04
PENGELUARAN PERKAPITA DISESUAIKAN
2010
IPM PERTUMBUHAN IPM
2011
%
2012
6.6. Pemerataan Penduduk Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
rendah dibandingkan koefisien gini nasional yang
Jawa Tengah pada Maret 2016 mengalami
sebesar 0,40. Dengan kata lain, tingkat pemerataan
penurunan. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih baik
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
dibandingkan dengan nasional.
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan. Pada Maret 2016, koefisien Gini perkotaan Jawa
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan Pada Maret 2016, Koefisien Gini Jawa Tengah
perdesaan yang sebesar 0,32. Tingkat ketimpangan
tercatat sebesar 0,37; lebih rendah dibandingkan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga ditemui di
periode tahun sebelumnya yang sebesar 0,38. Hal
tingkat nasional. Koefisien gini perkotaan nasional
ini mengindikasikan tidak ada peningkatan
sebesar 0,41; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila dibandingkan
yang sebesar 0,33.
dengan nasional, koefisien Gini Jawa Tengah ini lebih 0,42
INDEKS
0,44
MARET 2015 SEPTEMBER 2015 MARET 2016
INDEKS
0,42
0,40
0,40
0,38
0,38 0,36 0,36 0,34
0,34
0,32
0,32
0,30
0,30
2010
2011
2012
2013 JAWA TENGAH
2014
MAR-15
SEP-15
MAR-16
PERKOTAAN
PERDESAAN
JAWA TENGAH
NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
PERKOTAAN
PERDESAAN
NASIONAL Sumber : BPS, diolah
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
SINERGI AKSI DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI JAWA TENGAH
SUPLEMEN III
Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi tujuan
Untuk mengoptimalkan pengembangan kesenian
wisata di Indonesia yang menawarkan berbagai macam
daerah di kawasan Candi Borobudur dalam mendukung
objek wisata baik wisata alam, wisata budaya, maupun
kemajuan sektor pariwisata di Jawa Tengah, Kantor
wisata buatan. Salah satu daerah di dalamnya yaitu
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Magelang yang merupakan kabupaten/kota
menginisiasi program pengembangan industri kreatif
tujuan wisata dengan kunjungan wisatawan terbanyak
berbasis kesenian daerah di kawasan Candi Borobudur,
se–Jawa Tengah baik wisatawan nusantara maupun
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kab.
wisatawan mancanagera.
Magelang, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran
Kabupaten Magelang memiliki lokasi yang strategis yaitu berada di tengah jalur Semarang Yogyakarta. Kabupaten Magelang sendiri memiliki beberapa obyek wisata, baik itu wisata budaya, wisata sejarah maupun wisata alam. Meskipun demikian, Candi Borobudur masih menjadi tumpuan dan titik sentral pariwisata di Kabupaten Magelang. Keberadaan candi Borobudur yang pernah menjadi salah satu 7 keajaiban dunia menjadikan
Indonesia (PHRI) Jawa Tengah. Program ini merupakan salah satu upaya dalam menciptakan pusat-pusat aktivitas ekonomi baru secara berkelanjutan melalui pemberdayaan kesenian, guna mendukung sektor kepariwisataan di Jawa Tengah. Program ini juga merupakan implementasi dari “Program UMKM Unggulan” yang mulai diinisiasi oleh Bank Indonesia sejak 2016.
pariwisata di Kabupaten Magelang dikenal di mata internasional.
Perwujudan kerjasama antar pihak ini dilakukan secara terintegrasi mulai dari sistem hulu (up-stream) sampai
Selain memiliki Candi Borobudur yang merupakan magnet utama pariwisata, di wilayah Kabupaten Magelang juga berkembang kesenian rakyat. Kesenian rakyat yang berkembang cukup beragam, diantaranya seni tari, seni pahat, seni kriya dan seni musik. Khusus untuk seni tari yang berkembang di kawasan Borobudur diantaranya seni tari topeng ireng, kuda lumping, soreng dan kubro siswo.
dengan hilir (down-stream) yang saling menguntungkan satu sama lain. Masing-masing pihak akan melaksanakan program kerja masing-masing sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya, dengan tetap memfokuskan pada koordinasi dan sinergi dalam rangka pencapaian target bersama.
101
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN DAN 102 KESEJAHTERAAN
SUPLEMEN III Pelaksanaan program dilaksanakan secara multiyear
wadah komunikasi antar anggota. Salah satu
secara 3 tahun. Pada tahun pertama, program akan
diantaranya adalah Asosiasi Kesenian Rakyat Borobudur
berfokus pada identifikasi potensi, identifikasi program,
(ASKRAB) yang merupakan gabungan 67 kelompok
koordinasi dengan stakeholders, asesmen, perumusan
kesenian, di mana tiap kelompok beranggotakan sekitar
fokus program dan strategi, pembagian peran dan
30 – 50 orang pekerja seni. Kelompok seni tersebut
mendapatkan komitmen stakeholders, serta
biasanya mementaskan berbagai kesenian daerah khas
implementasi program. Tahun kedua program akan
Borobudur, seperti tari Topeng Ireng, Jathilan, Kuda
berfokus pada peningkatan akses jejaring dan
Lumping, Ndhayakan dan beberapa sendratari yang
pemasaran seni pertunjukan yang dihasilkan kelompok
terinspirasi dari relief Candi Borobudur. Sementara itu,
seni kepada sektor pariwisata di Jawa Tengah. Sementara
terdapat beberapa kelompok seni lainnya yang menjadi
itu, tahun ketiga akan berfokus pada pengukuran hasil
kelompok sasaran, yaitu Gabungan Seniman Borobudur
pengembangan/perluasan tahap
(Gasebo) yang merupakan wadah para pelaku seni lukis,
penyelesaian/penyerahan kepada Pemda.
Forum Kilometer Nol (FKN) yang merupakan wadah para pelaku seni teater dan sastra, kelompok ketoprak,
Program menyasar pada para pelaku seni di kawasan
handicraft, hingga Persatuan Pedalangan Indonesia
Candi Borobudur yang pada umumnya telah
(Pepadi) Kab. Magelang yang merupakan wadah
membentuk sebuah asosiasi yang berfungsi sebagai
komunikasi para seniman wayang.
BAB
VII
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2017 diperkirakan mengalami perlambatan diiringi inflasi yang menurun dan tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan I 2017 diperkirakan melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Dari segi pengeluaran, perlambatan berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan investasi. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan, sementara pertumbuhan lapangan usaha pertanian dan perdagangan mengalami perbaikan. Inflasi triwulan I 2017 diperkirakan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan memasukinya masa panen beras. Di sisi lain, terdapat tekanan inflasi dari kelompok administered prices seiring kenaikan cukai rokok. Sementara itu, kelompok core diperkirakan stabil Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan meningkat, di tengah peningkatan inflasi yang tetap terjaga dan masih pada rentang target nasional.
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2017 Sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi
Selain itu, terjaganya daya beli masyarakat dan
di Jawa Tengah diprakirakan melambat pada
pelonggaran kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia
triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
diperkirakan berdampak pada peningkatan kinerja
periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 5,1%-
konsumsi.
5,5% (yoy). Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
Sementara pada sisi lapangan usaha, perlambatan
Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi
berasal dari melambatnya lapangan usaha industri
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
pengolahan. Sedangkan dua lapangan usaha utama
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara
lainnya yaitu lapangan usaha pertanian, kehutanan,
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
dan perikanan; dan lapangan usaha perdagangan besar
perlambatan pada triwulan I 2017. Perlambatan ini
dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
lebih cepat.
rumah tangga, sementara konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan konsumsi
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
pemerintah diperkirakan tumbuh lebih tinggi.
Provinsi Jawa Tengah pada 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan 2016. Ekonomi Jawa
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
Tengah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada
melambat pada triwulan I 2017 seiring dengan
rentang 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
normalisasi pada awal tahun. Namun demikian,
pertumbuhan tahun 2016 yang diperkirakan 5,2% 5,6% (yoy). Perbaikan ekonomi global, terutama mitra dagang utama Jawa Tengah diperkirakan akan meningkatkan kegiatan usaha, khususnya ekspor.
konsumsi rumah tangga diperkirakan dapat tetap terjaga pada level cukup tinggi didukung oleh inflasi yang rendah, pelonggaran kebijakan suku bunga, serta nilai tukar yang relatif stabil.
Kemudian, komitmen pemerintah untuk
Kondisi perekonomian yang terus meningkat juga
meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di
mengangkat daya beli masyarakat. Optimisme
Indonesia, serta komitmen dalam pembangunan
masyarakat akan kondisi ekonomi ke depan terlihat dari
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia,
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017. Lebih lanjut,
di mana indeks ekspektasi konsumen terus berada di
kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan membaik
atas level 100. Turut mendukung kinerja konsumsi,
seiring dengan mulai membaiknya penerimaan pajak.
inflasi diperkirakan terjaga pada rentang target 4±1%
ampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
dan mendorong terjaganya daya beli masyarakat.
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan 2015*
PENGELUARAN I
2016**
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
KONSUMSI RUMAH TANGGA
4,37
4,27
4,34
4,82
4,45
4,76
4,80
4,36
KONSUMSI LNPRT
(9,66)
(12,33)
3,03
8,05
(3,15)
8,60
9,04
3,49
KONSUMSI PEMERINTAH
2,83
2,71
5,19
3,63
3,71
2,96
4,53
(12,53)
PMTB
6,26
3,37
3,96
7,03
5,15
5,42
7,23
5,59
EKSPOR LUAR NEGERI
(4,13)
(2,64)
3,19
5,57
0,30
(0,31)
(2,67)
(14,08)
IMPOR LUAR NEGERI
(12,04)
(7,53)
(18,48)
(26,09)
(16,11)
(27,07)
(13,25)
(18,75)
NET EKSPOR ANTARDAERAH
12,75
21,74
(2,65)
(77,40)
0,16
(32,58)
(6,74)
1,84
PDRB
5,64
5,06
5,00
6,08
5,44
4,91
5,74
5,06
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
2017** IV
TOTAL
IV
TOTAL
105
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK 106 PEREKONOMIAN DAERAH
Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan
bawah perkiraan. Namun demikian, pada triwulan I
meningkat pada triwulan I 2017. Dikarenakan
2017 perekonomian global diproyeksikan sudah mulai
realisasi pendapatan yang tidak mencapai target,
membaik sehingga permintaan akan produk ekspor
pemerintah melakukan pemotongan anggaran pada
Jawa Tengah pun dapat meningkat. Lebih lanjut,
akhir 2016 sehingga pertumbuhan konsumsi
berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD),
pemerintah mengalami kontraksi pada periode
beberapa pelaku ekspor sudah mendapat pesanan dan
tersebut. Pada 2017, pendapatan pemerintah
rencana produksi untuk awal tahun 2017.
diperkirakan sudah membaik sehingga kinerja konsumsi pemerintah juga dapat tumbuh lebih tinggi.
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Konsumsi LNPRT diperkirakan tumbuh lebih tinggi
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
pada triwulan mendatang. Hal ini terutama dipicu
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
oleh kegiatan pemilihan kepala daerah (Pilkada)
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
serentak yang akan dilaksanakan oleh 7
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
kabupaten/kota di Jawa Tengah pada Februari 2017.
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan I
Namun demikian, komponen ini tidak memiliki porsi
2017, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
signifikan sehingga konsumsi secara keseluruhan masih
usaha industri pengolahan, sementara dua lapangan
mencatatkan perlambatan pada triwulan I 2017.
usaha lainnya mengalami perbaikan.
Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih
Pertumbuhan pada lapangan usaha pertanian
lambat pada triwulan I 2017. Perlambatan
diperkirakan meningkat seiring dengan anomali
diprakirakan sesuai dengan pola musiman di mana
cuaca kemarau basah atau La Nina pada akhir 2016.
beberapa proyek-proyek infrastruktur pemerintah
Tambahan curah hujan pada musim kemarau ini
masih dalam proses lelang pada awal tahun. Namun
diharapkan dapat meningkatkan luas tanam pada
demikian, perlambatan diproyeksikan tidak terlalu
triwulan tersebut dan panen hasil pertanian terutama
dalam mempertimbangkan masih banyaknya proyek
padi pada periode selanjutnya. Namun demikian, La
pembangunan multiyears baik oleh pemerintah
Nina juga membawa risiko serangan hama yang dapat
maupun pelaku swasta.
menyebabkan turunnya kualitas hasil pertanian atau
Beberapa pembangunan infrastruktur multiyears yang sedang berlangsung di Jawa Tengah antara lain Tol Trans Jawa, PLTU Batang, dan Bandara Wirasaba. Sementara itu, pada sisi swasta, paket kebijakan ekonomi pemerintah, terutama dalam hal peningkatan kemudahan berusaha, diperkirakan dapat lebih mendorong investasi.
bahkan gagal panen. Pada lapangan usaha industri pengolahan, pertumbuhan diprediksi melambat seiring dengan normalisasi permintaan domestik pada awal tahun. Normalisasi permintaan ini sejalan dengan pola musimannya, di mana konsumsi masyarakat cenderung melambat setelah hari raya
Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami
pada akhir tahun dan berhentinya program-program
perbaikan pada triwulan I 2017. Sampai dengan
p ro m o s i . S e m e n t a r a i t u p e r m i n t a a n e k s p o r
akhir 2016, perbaikan perekonomian dunia masih di
diprakirakan belum membaik pada periode awal tahun.
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 2015*
PENGELUARAN
2016**
I
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
3,92
7,29
4,62
6,87
5,60
(2,01)
(0,02)
3,05
INDUSTRI PENGOLAHAN
5,86
3,79
4,30
4,56
4,62
4,04
5,53
4,55
3,14
3,24
2,16
8,25
4,17
6,99
4,45
1,78
5,64
5,06
5,00
6,08
5,44
4,98
5,74
5,06
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR PDRB
IV
TOTAL
IV
TOTAL
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
Selanjutnya, sejalan dengan perlambatan konsumsi
Selain itu, program tax amnesty yang dicanangkan
rumah tangga serta kegiatan ekonomi secara
pemerintah juga diharapkan sudah mulai memberikan
keseluruhan, kinerja lapangan usaha perdagangan
dampak positif terhadap ekonomi Jawa Tengah.
juga diperkirakan tumbuh melambat. Namun
Tambahan dana yang masuk ke Indonesia diharapkan
demikian, pelaku usaha tetap memandang optimis
dapat menambah likuiditas dan mendorong kegiatan
kinerja lapangan usaha perdagangan ke depan dapat
ekonomi terutama investasi lebih tinggi. Selain itu,
tetap terjaga. Hal tersebut dikonfirmasi dari nilai indeks
tambahan pendapatan pemerintah juga diharapkan
ekspektasi penjualan yang secara konsisten berada di
dapat mendorong konsumsi maupun belanja modal
atas level 100.
pemerintah lebih tinggi.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
dibandingkan tahun 2016. Peningkatan
2017 antara lain risiko berlanjutnya perlambatan
pertumbuhan berasal dari
ketiga lapangan usaha
ekonomi Tiongkok, serta tingginya persaingan di pasar
utama Jawa Tengah, yaitu industri pengolahan,
global dengan negara yang memiliki produk ekspor
pertanian, dan perdagangan. Sejalan dengan
serupa. Selain itu, dengan pergantian pemerintahan
perbaikan ekonomi global dan domestik, permintaan
Amerika Serikat, kebijakan ekonomi negara tersebut
terhadap hasil produksi Jawa Tengah diperkirakan
dapat mengalami perubahan sehingga berdampak
mengalami peningkatan yang mendorong perbaikan
pada perekonomian Jawa Tengah, baik terkait pasar
kinerja lapangan usaha perdagangan, serta industri
keuangan, nilai tukar, maupun perdagangan.
pengolahan. Kondisi cuaca diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2015-2016 di mana terjadi El Nino dan La Nina sehingga dapat lebih kondusif bagi lapangan usaha pertanian.
Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dan proyek infrastruktur. Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi
Turut menunjang perekonomian tumbuh lebih tinggi,
proyek pembangunan pemerintah relatif baik, terlihat
komitmen pemerintah untuk pembangunan
dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi yang
infrastruktur, baik dalam perbaikan logistik, maupun
sebesar 44,06%, lebih tinggi dari capaian tahun
infrastruktur pendukung pertanian akan mendorong
sebelumnya yang sebesar 29,35%. Namun demikian,
peningkatan kinerja investasi dan industri. Pada sisi
akibat dari pemotongan anggaran, konsumsi
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
pemerintah pada triwulan III 2016 mengalami kontraksi
iklim investasi dan usaha, serta Upah Minimum
dan menahan pertumbuhan ekonomi. Pada 2017,
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah yang
walaupun pendapatan dan belanja pemerintah
kompetitif juga menjadi faktor pendukung.
diperkirakan lebih baik, pemerintah diharapkan tetap memberikan perhatian lebih pada realisasi anggaran.
107
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK 108 PEREKONOMIAN DAERAH
7.2. Prospek Inflasi Tahun 2017 7.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2017
akan mendorong inflasi pada kelompok ini. Pemerintah
Inflasi triwulan I 2017 mengalami penurunan. Hal
akan akan menaikkan tarif untuk pelanggan listrik 900
ini terutama berasal dari kelompok volatile food,
watt mulai 1 Januari 2017.
seiring dengan memasukinya masa panen. Sesuai dengan pola musimannya, terjadi panen beras di beberapa sentra penghasil di Jawa Tengah, seperti Cilacap, Sragen, Demak, Grobogan, dan Brebes. Jawa Tengah menargetkan penjualan 50 ribu ton beras ke
7.2.2. Perkiraan Inflasi Tahun 2017 Sementara itu, secara keseluruhan tahun, inflasi t a h u n a n J a w a Te n g a h p a d a t a h u n 2 0 1 7 diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
luar daerah hingga akhir 2016. Target itu sejalan
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
dengan kondisi surplus Jawa Tengah hingga Mei 2017.
kelompok administered prices, seiring dengan tren
Hingga akhir 2017, masih terdapat stok 250 ribu ton
kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, terdapat
beras. Sementara itu, untuk komoditas bawang merah
kenaikan untuk kelompok core di tengah membaiknya
diperkirakan akan mengalami keterbatasan stok pada
daya beli masyarakat. Sementara itu, inflasi volatile
triwulan I 2017, seiring dengan telah terjadinya panen
food diperkirakan relatif terjaga seiring dengan
besar pada triwulan III 2016.
produksi panen padi dan hortikultura yang diproyeksikan lebih baik dibandingkan tahun 2016.
Adapun kelompok core relatif stabil namun bergerak dalam tren yang meningkat. Kondisi ini
Inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun 2017 ini
terjadi di tengah meningkatnya permintaan akibat
juga diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
Pilkada serentak yang dilaksanakan pada triwulan I
tahun 2016. Pada tahun 2016, inflasi akhir tahun
2017. Peningkatan juga terjadi seiring dengan fluktuasi
diperkirakan rendah seiring dengan terjaganya pasokan
nilai tukar di tengah ketidakpastian politik di AS.
komoditas pangan di tengah La Nina; serta adanya
Namun, kondisi ini dapat tertahan seiring dengan
upaya pengendalian inflasi yang baik. Meningkatnya
normalisasi harga setelah periode libur dan hari raya
kerja sama dan upaya pengendalian inflasi ini
besar keagamaan di akhir tahun.
diperkirakan akan berlanjut di tahun 2017 sehingga inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih
Sementara itu, inflasi administered prices diperkirakan
berada pada rentang sasaran inflasi 4%±1%.
meningkat, seiring dengan kenaikan cukai rokok di awal tahun. Untuk 2017 pemerintah mengeluarkan kebijakan cukai yang baru melalui Peraturan Menteri Keuangan No 147/PMK.010/2016. Dalam kebijakan
9
%, YOY
8 7 6
baru ini, kenaikan tarif tertinggi sebesar 13,46% untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah sebesar 0% untuk hasil tembakau Sigaret
5 4 3 2 1
Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan
0 I
rata-rata tertimbang sebesar 10,54%. Selain kenaikan tarif, juga kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan ratarata sebesar 12,26%. Selain itu, terdapat pencabutan subsidi listrik di awal tahun 2017 diperkirakan juga
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II III 2016
IV
I
Ivp 2017
p) Angka perkiraan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 7.1 Proyeks Inflasi Tahun 2017
Pendorong utama inflasi diperkirakan berasal dari
inflasi. Pemerintah memastikan pangan di Indonesia
komoditas administered prices. Pada akhir tahun 2017,
dalam kondisi aman hingga 2017 yang akan datang.
U.S. Energy Information Administration (EIA)
stok beras nasional aman hingga 2017. Hingga
memproyeksikan harga minyak mentah West Texas
Oktober 2016, stok beras nasional sendiri mencapai
Intermediate (WTI) sebesar USD 49,91 per barel,
1.980 juta ton. Selain itu, curah hujan akhir 2016
meningkat dibandingkan harga Oktober 2016 yang
hingga pertengahan 2017 cukup tinggi sehingga
berada pada kisaran USD 45 per barel. Peningkatan
menunjang produksi petani, di tengah meningkatnya
harga minyak mentah ini selanjutnya akan berimplikasi
frekuensi masa panen. Meskipun demikian, tekanan
pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta
inflasi yang perlu diwaspadai berasal dari komoditas
kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Selain itu, kebijakan
hortikultura, meliputi aneka cabai dan bawang merah.
pemerintah untuk memulai pencabutan subsidi listrik
Intensitas hujan yang lebih tinggi mampu menurunkan
untuk 18,7 juta pelanggan 900 VA pada 1 Januari 2017
kualitas cabai serta menyebabkan gagal panen. Untuk
bertahap selama tiga periode ini diperkirakan akan
mengatasinya, Pemerintah senantiasa berupaya untuk
meningkatkan inflasi dari kelompok administered
membenahi distibusi logistik pangan Salah satu
prices.
program nasional yang bersinergi dengan TPID Provinsi Jateng adalah program Aksi Sinergis di Brebes.
Pada kelompok core, meningkatnya daya beli masyarakat diperkirakan mendorong kenaikan inflasi
Sebagai penghasil bawang merah terbesar nasional,
pada kelompok ini. Peningkatan ini terjadi seiring
Brebes akan dijadikan gudang produksi bawang merah
dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan
nasional. Pada tingkat provinsi Jawa Tengah, Bank
membaiknya daya beli masyarakat. Dari sisi domestik, upaya pembangunan infrastruktur dan konstruksi sektor swasta diperkirakan akan mendorong kenaikan harga semen dan bahan baku bangunan lainnya. Selanjutnya, kenaikan harga yang membaik ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global. Meskipun telah mengalami revisi pertumbuhan, berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan masih akan tumbuh membaik, terutama untuk negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra dagang Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, kenaikan harga emas internasional diperkirakan juga mampu mendorong komoditas harga emas perhiasan. Pada kelompok volatile food, inflasi diperkirakan sedikit meningkat pada level moderat dibandingkan tahun 2016. Meskipun demikian, inflasi kelompok ini relatif terjaga dan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya di tengah terjaganya pasokan komoditas strategis yang diriingi dengan upaya peningkatan pengendalian
Indonesia tengah mengembangkan klaster bawang putih di delapan kabupaten. Hal ini diharapkan mampu meredam inflasi komoditas bawang putih yang mayoritas masih impor dari Tiongkok dan India. Delapan klaster tersebut diperkirakan mampu memproduksi sekitar 300 ton tiap satu kali masa tanam. Jumlah tersebut dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan bawang putih di Jawa Tengah sehingga turut menjaga tekanan harga kelompok bahan makanan ke depan.
109
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
110
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2017 KELOMPOK
RISIKO
FAKTOR RISIKO TAHUN 2017 - Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan mendorong penurunan produksi hortikultura
Volatile Food
- Keberlanjutan dari program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti program 1000 embung dan bantuan alat mesin LOW
pertanian (alsintan) - Kondisi hasil pertanian yang surplus - Optimalisasi pembenahan distribusi logistik pertanian
Administered Price
- Kenaikan TTL di tengah penyesuaian tarif listrik 900 VA HIGH
- Potensi kenaikan harga TTL dan BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia - Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan - Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai. - Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Core Inflation MODERATE
- Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta - Dampak lanjutan dari kenaikan TTL, seperti sewa rumah - Kenaikan harga emas internasional
Daftar Istilah Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Qtq
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Share of Growth
Kontribusi suatu lapangan usaha terhadap total pertumbuhan PDRB.
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Sektor Ekonomi Dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Share Effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
(IKK)
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100.
Indeks Harga Konsumen
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
(IHK)
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
(PAD)
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas
Manusia
hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli.
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah . Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
Andil Inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Bobot Inflasi
Keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB Atas Dasar Harga
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu
Berlaku
gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
110
DAFTAR ISTILAH
PDRB Atas Dasar Harga
Perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
Konstan
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito .
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Cash Inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu.
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari netcash outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan netcash inflows bila terjadi sebaliknya.
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
Resiko (ATMR)
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio
Rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(CAR)
(ATMR).
Financing to Deposit Ratio
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep
(FDR)
ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya
Aktiva Produktif (PPAP)
kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit Macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga
Loans/Financing (NPLs/Fs)
sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
(NPLs) – NET
Produktif (PPAP), terhadap total kredit.
Sistem Bank Indonesia Real
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan
Time Gross Settlement (BI
mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah
RTGS)
pembayaran dan penerimaan pembayaran.
109
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
DAFTAR ISTILAH