Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan I 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jateng-DIY) Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang Telp. (024) 8310246, Fax. (024) 8417791 http://www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, untuk menganalisis perkembangan ekonomi Jawa Tengah secara komprehensif. Isi kajian dalam buku ini mencakup perkembangan ekonomi makro, inflasi, moneter, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, dan prospek ekonomi Jawa Tengah. Penerbitan buku ini bertujuan untuk: (1) melaporkan kondisi perkembangan ekonomi dan keuangan di Jawa Tengah kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai masukan pengambilan kebijakan, dan (2) menyampaikan informasi kepada external stakeholders di daerah mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan terkini.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jateng-DIY) Sutikno
: Kepala Kantor Perwakilan
Marlison Hakim
: Kepala Grup Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern
Putra Nusantara S.
: Kepala Divisi Akses Keuangan, UMKM, dan Komunitas
Eko Purwanto
: Kepala Divisi Sistem Pembayaran
Salinan buku ini dapat diunduh dari laman Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan I 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Semarang, Mei 2014 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH V Ttd
Sutikno Direktur Eksekutif
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar
I
Daftar Isi
iii
Daftar Tabel
v
Daftar Grafik
vii
Daftar Suplemen
xi
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
xiii
Ringkasan Umum
1
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
5
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
5
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
5
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
11
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
19
2.1. Inflasi Secara Umum
19
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
21
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
21
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
23
2.2.3. Kelompok Transpor Komunikasi dan Jasa Keuangan
23
2.2.4. Kelompok Lainnya
23 24
2.3. Disagregasi Inflasi 2.3.1. Kelompok Volatile foods
24
2.3.2. Kelompok Administered Prices
25
2.3.3. Kelompok Inti
25
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
28
3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
31
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
31
3.2. Perkembangan Bank Umum
32
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank
32
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
32
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
33
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
34
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
35
daftar isi
III
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
36
3.4. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
37
3.5. Perkembangan Perkasan
38
4. Perkembangan Keuangan Daerah
41
5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah
45
5.1. Ketenagakerjaan
45
5.2. Pengangguran
46
5.3. Nilai Tukar Petani
47
5.4. Tingkat Kemiskinan
48
5.5. Indikator Pemerataan Pendapatan
49
6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
iv
51
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
51
6.2. Inflasi
54
daftar isi
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%)
5
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%)
6
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
11
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
11
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Jawa Tengah
21
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
21
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan
22
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
32
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
36
Tabel 3.3. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Jawa Tengah
37
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan I-2014
41
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
45
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
46
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,Februari 2013–Februari 2014 (jt org)
46
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-September 2013 (Rupiah)
49
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2014 (%)
52
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
53
daftar tabel
v
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
6
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
6
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
7
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
7
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
7
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah Vs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
7
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
8
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB
8
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
8
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
8
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
9
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
9
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
9
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2014
9
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
10
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
10
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
10
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
10
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan I Tahun 2014 (%)
11
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
12
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
12
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
12
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
12
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
13
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
13
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
13
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
13
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
13
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah
13
Grafik 1.30. Perkembangan Penjualan Listrik di Jawa Tengah
14
daftar grafik
vii
DAFTAR GRAFIK KIFARG RATFAD Grafik 1.31. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jawa Tengah
14
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
14
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
14
Grafik 1.34. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
15
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah
15
Grafik 2.1. Perbandingan Inflasi Bulanan Tahun Kalender 2010-2014
19
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
20
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
20
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
20
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
26
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
26
Grafik 2.7 Perkembangan Harga Komoditas Internasional dan Emas.
26
Grafik 2.8. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
27
Grafik 2.9. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
27
Grafik 2.10. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah
28
Grafik 2.11. Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
28
Grafik 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah
31
Grafik 3.2. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan Jawa Tengah
31
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
33
Grafik 3.4. Komposisi DPK Perbankan Umum Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
33
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Sektor Utama Bank Umum Provinsi Jawa Tengah (Rp Triliun)
33
Grafik 3.6. Pertumbuhan Kredit Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
34
Grafik 3.7. Komposisi Kredit Perbankan Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
34
Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Simpanan Jawa Tengah
34
Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Pinjaman Jawa Tengah
34
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Jawa Tengah
35
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit kepada UMKM
37
Grafik 3.12. NPL Kredit UMKM
37
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
37
Grafik 3.14. NPL Kredit UMKM Berdasar Penggunaan
37
Grafik 3.15. Perkembangan Perputaran Kliring di Jawa Tengah
37
viii
daftar grafik
DAFTAR GRAFIK DAFTAR GRAFIK Grafik 3.16. Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
38
Grafik 3.17. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
38
Grafik 3.18. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014
39
Grafik 3.19. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
39
Grafik 4.1. Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
41
Grafik 4.2. Proporsi Realisasi Belanja Tidak Langsung Triwulan I 2014
42
Grafik 4.3. Proporsi Realisasi Belanja Langsung Tw I-2014
42
Grafik 4.4. Porsi Belanja Modal pada APBD
42
Grafik 4.5. Proporsi Realisasi Pendapatan
42
Grafik 5.1. Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan I 2014
46
Grafik 5.2. Indeks Harga yang Diterima, Indeks Harga yang Dibayar dan Nilai Tukar Petani
47
Grafik 5.3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (ribuan orang)
48
Grafik 5.4. PDRB Per Kapita
49
Grafik 5.5. Indeks Gini Ratio
50
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
52
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Situasi Bisnis Perusahaan
52
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
53
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
53
Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
56
Grafik 6.6. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
56
daftar grafik
ix
DAFTAR SUPLEMEN Suplemen 1. Daya Saing Industri Jawa Tengah, ditengah Pergerakan Nilai Tukar
16
Suplemen 2. Dampak Banjir di Jawa Tengah
29
Suplemen 3. Dampak El Nino dan Potensi Produksi Pangan di Jawa Tengah
57
daftar suplemen
xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
A. PDRB & Inflasi 2012
INDIKATOR
II
III
IV
6.6
6.0
6.3
- Pertanian
1.8
3.9
- Pertambangan & Penggalian
7.7
8.7
- Industri Pengolahan
5.8
- Listrik, Gas % Air Bersih
2012
2013
2013
2014
I
II
III
IV
I
6.3
5.6
6.2
5.9
5.6
5.8
5.4
9.3
3.7
0.9
2.4
3.5
2.0
2.2
2.1
4.5
7.4
5.2
5.7
5.5
9.0
6.3
5.0
5.6
3.5
5.5
4.7
6.5
5.0
7.3
5.9
5.9
5.2
5.5
8.5
6.4
9.8
6.8
9.4
7.7
8.4
5.3
- Bangunan
7.6
7.9
5.4
7.0
6.1
6.9
6.9
7.9
7.0
7.0
- Perdagangan
9.4
7.8
7.7
8.2
9.2
8.3
6.9
5.6
7.5
6.1
- Pengangkutan Dan Komunikasi
8.2
7.2
7.6
7.9
7.9
7.5
8.1
2.9
6.5
5.1
- Keuangan, Persewaan & Jasa Usaha
9.7
10.4
9.5
9.4
9.9
9.7
11.3
11.3
10.6
11.2
- Jasa - Jasa
9.3
3.4
7.4
7.3
6.2
4.7
6.8
2.1
4.9
5.1
- Konsumsi Rumah Tangga
4.7
4.5
5.0
5.0
5.0
5.1
5.3
5.0
5.1
4.9
- Konsumsi Swasta Nirlaba
7.9
6.0
1.7
6.2
7.1
7.9
5.9
6.7
6.9
11.9
- Konsumsi Pemerintah
6.6
0.1
-0.4
4.7
2.2
3.8
7.6
8.1
5.6
4.8
- Investasi
6.2
9.3
11.0
8.4
5.4
7.8
8.5
9.5
7.9
9.6
- Eksport
2.3
10.2
8.3
9.5
3.7
8.9
10.5
11.2
8.6
9.7
- Import
4.8
2.8
7.9
8.5
1.7
7.4
18.5
10.0
9.3
14.1
1,266
1,231
1,395
5,209
1,344
1,470
1,350
1,494
5,658
1,500
819
500
679
3,190
846
838
710
751
3,144
741
1,379
1,139
1,458
5,179
1,153
1,468
1,378
1,555
5,554
1,398
989
746
1,034
3,767
887
1,128
1,037
992
4,045
871
Provinsi Jawa Tengah
129.34
131.46
132.13
132.13
135.89
136.38
141.61
142.68
142.68
111.32
Kota Purwokerto
130.43
132.88
134.07
134.07
137.39
139.26
143.72
145.46
145.46
111.37
Kota Surakarta
122.91
123.44
124.45
124.45
129.23
129.56
133.41
134.81
134.81
110.11
Kota Semarang
131.05
133.67
134.29
134.29
138.14
138.48
144.22
145.29
145.29
110.96
Kota Tegal
132.12
134.36
134.26
134.26
135.76
136.33
142.14
142.05
142.05
108.69
Ekonomi Makro Regional *) Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy) Berdasarkan Sektor
Berdasarkan Permintaan
Eksport - Nilai Eksport Non Migas (USD Juta) - Volume Eksport Non Migas (Ribu Ton) Import - Nilai Eksport Non Migas (usd Juta) - Volume Eksport Non Migas (ribu Ton) Indeks Harga Konsumen
Kota Kudus
116.87
Kota Cilacap
113.36
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Provinsi Jawa Tengah
4.59
4.49
4.24
4.24
6.24
5.44
7.72
7.98
7.98
7.08
Kota Purwokerto
4.24
4.70
4.73
4.73
6.23
6.77
8.16
8.50
8.50
7.30
Kota Surakarta
4.40
3.19
2.87
2.87
6.20
5.41
8.08
8.32
8.32
6.61
Kota Semarang
4.85
5.09
4.85
4.85
6.66
5.67
7.89
8.19
8.19
6.43
Kota Tegal
3.75
3.49
3.09
3.09
4.01
3.19
5.79
5.80
5.80
6.07
Kota Kudus
10.50
Kota Cilacap
9.69
*Mulai tahun 2013, perhitungan IHK menggunakan SBH 2012 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
xiii
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran INDIKATOR
2012 II
III
IV
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
144.61
151.63
156.14
- Giro
22.39
23.60
22.28
- Tabungan
71.82
76.38
- Deposito
50.41
Kredit (Rp Triliun) - Modal Kerja
2012
2013
2013
2014
I
II
III
IV
I
156.14
157.32
163.07
174.46
176.24
176.24
168.74
22.28
24.98
24.84
28.86
26.17
26.17
25.09
84.23
84.23
80.91
82.89
87.88
89.76
89.76
85.3
51.65
49.64
49.64
51.43
55.35
57.71
60.32
60.32
58.34
145.50
151.72
162.64
162.64
165.18
174.37
182.29
185.24
185.24
178.54
81.33
81.83
86.79
86.79
87.14
91.00
94.85
95.95
95.95
93.34
- Konsumsi
16.26
17.89
19.55
19.55
20.44
23.39
24.82
25.80
25.80
26.91
- Investasi
47.91
52.01
56.30
56.30
57.60
59.98
62.62
63.49
63.49
58.29
-Modal Kerja
42.69
41.98
44.63
44.63
46.08
50.12
51.40
52.96
52.96
54.04
-Investasi
7.54
7.49
7.97
7.97
8.50
10.78
10.90
11.76
11.76
11.95
100.61
100.06
104.16
104.16
104.99
106.93
104.49
105.10
105.10
107.31
2.64
2.59
2.21
2.21
2.38
2.46
2.42
2.40
2.40
2.17
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
2,928
2,889
3,200
2,820
2,986
2,958
3,505
5,589
3,592
3,455
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
1,908
2,720
2,919
1,408
2,643
2,770
2,438
3,886
2,848
2,387
Perbankan **)
Kredit UMKM (Rp Triliun)
Loan To Deposit Ratio (%) NPL Gross (%) Sistem Pembayaran Transaksi RTGS (Rp Triliun)
Transaksi Kliring - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) - Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar) Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
474
512
531
498
512
500
547
574
533
413
14,679
14,715
15,435
14,910
15,341
14,161
14,295
14,888
14,671
10590
- Outflow
7.39
9.40
8.02
28.49
5.17
8.67
14.17
10.00
38.00
6.27
- Inflow
7.96
14.36
10.52
43.32
14.81
11.22
19.55
11.86
57.44
15.47
- Net Outflow
0.57
4.96
2.50
14.83
9.64
2.56
5.38
1.86
19.44
9.20
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
xiv
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUM
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh melambat dari 5,6% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan I 2014. Namun, capaian ini masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan Nasional 5,2% (yoy). Faktor pendorong perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 adalah kegiatan ekspor dan konsumsi yang tumbuh moderat, lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi terutama pada konsumsi pemerintah. Kegiatan konsumsi rumah tangga sedikit melambat sementara konsumsi lembaga non profit meningkat sehingga konsumsi swasta tumbuh stabil dibanding triwulan sebelumnya. Sementara, investasi tumbuh cukup mengesankan, baik dalam bentuk investasi bangunan maupun non bangunan. Kondisi tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang. Kesinambungan konsumsi dapat dipenuhi dengan adanya investasi. Kegiatan ekspor juga tumbuh melambat khususnya ekspor luar negeri. Dari sisi sektoral, kinerja sektor industri pengolahan yang melambat menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tidak dapat tumbuh setinggi periode sebelumnya. Industri migas memberikan tekanan perlambatan yang cukup besar pada periode laporan. Sementara itu, sektor utama ekonomi Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih dapat tumbuh baik, meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Di sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 7,99% (yoy) menjadi 7,08% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut masih berada di bawah inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan I 2014 dipengaruhi oleh koreksi harga yang terjadi pada beberapa kelompok pangan, terutama komoditas hortikultura. Bencana banjir yang terjadi pada awal tahun berdampak relatif minimal pada harga-harga. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam memitigasi dampak banjir melalui peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Namun demikian penguatan manajemen bencana perlu terus dilakukan. Di sisi lain, kelompok administered prices cenderung meningkat. terkait kenaikan harga elpiji 12 kg pada awal tahun 2014, dan pengenaan tarif surcharge angkutan udara. Sementara itu, peningkatan inflasi inti masih relatif terbatas. Hal ini menggambarkan bahwa permintaan secara agregat mulai meningkat namun terindikasi masih dapat direspons dengan baik oleh para pelaku usaha. Ekspektasi inflasi relatif masih dapat terjaga dan mampu meredam lonjakan inflasi inti. Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I 2014 masih tumbuh cukup baik. Dana pihak ketiga di Jawa Tengah tumbuh meningkat sementara aset perbankan dan kredit yang disalurkan masih tumbuh cukup tinggi meski melambat dibanding triwulan sebelumnya. Secara tahunan pada triwulan I 2014, total aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit masing-masing tumbuh 14,89% (yoy), 15,29% (yoy), dan 16,45% (yoy). Seiring dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK maka menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) turut meningkat pada triwulan laporan. Kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif lima persen. Kinerja perbankan yang masih cukup baik tersebut memberikan nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi sektor keuangan, yang pada triwulan I 2014 mampu tumbuh 11,2% (yoy).
ringkasan umum
1
Melambatnya perekonomian Jawa Tengah triwulan I 2014 dibarengi dengan persentase realisasi belanja daerah dan pendapatan triwulan I 2014 lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sesuai siklusnya, realisasi belanja daerah pada triwulan I masih terbatas. Realisasi belanja daerah pada APBD triwulan I 2014 tercatat sebesar 13,11% dari anggaran atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 14,72%. Sejalan dengan ini persentase realisasi pendapatan daerah triwulan I 2014 juga tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi kesejahteraan masyarakat membaik. Angka pengangguran pada Februari 2014 menunjukkan penurunan. Secara tahunan maupun dibanding Agustus 2013, jumlah penduduk usia produktif yang menganggur menurun. Masih meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah meski secara terbatas diduga sebagai indikasi masih terserapnya angkatan kerja daerah. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang menunjukkan ketersediaan lapangan kerja dalam tren meningkat. Namun di sisi lain, kualitas penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke bawah). Ke depan, ekonomi Jawa Tengah diperkirakan meningkat pada triwulan II 2014 dibanding triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa Tengah tumbuh meningkat pada triwulan II 2014, sebesar 5,8% (yoy). Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Berdasar survei kegiatan dunia usaha pengusaha memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Optimisme pelaku usaha juga didasari masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam memandang perekonomian di tahun 2014. Konsumsi diperkirakan naik pada triwulan II 2014, sementara investasi diperkirakan tetap tumbuh tinggi meski tidak setinggi sebelumnya. Ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan masih tingginya impor, sejalan dengan tingginya ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya perekonomian negara tujuan utama ekspor menjadi penopang pertumbuhan ekspor. Secara sektoral perbaikan sektor industri pengolahan dan naiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan menjadi pendorong perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2014 diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan 5,8% - 6,3% (yoy), dengan kecenderungan bias ke bawah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan termoderasi di tahun 2014. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 pada kisaran 5,1 – 5,5%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat. Sementara ekspor diperkirakan membaik yang dibarengi dengan peningkatan impor yang lebih tajam.
2
ringkasan umum
Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2014 didukung oleh membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran sejalan dengan naiknya kinerja sektor industri pengolahan. Di sisi lain, sektor pertanian tumbuh tidak setinggi tahun 2013 terkait produksi tanaman bahan makanan khususnya padi yang diperkirakan tidak bisa setinggi tahun sebelumnya. Di sisi perkembangan harga, inflasi tahunan Jawa Tengah di triwulan II 2014 diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan II tahun 2014, inflasi IHK Jawa Tengah diperkirakan sebesar 7,4% (yoy). Sumber inflasi diperkirakan terkait pengaruh musiman diperkirakan mendorong inflasi lebih tinggi di triwulan berikutnya. Adanya pengaruh libur sekolah dan tahun ajaran baru di bulan Juni dapat mendorong inflasi triwulanan. Faktor musiman bulan Ramadhan di akhir Juni tahun ini juga menjadi sumber inflasi. Untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi diperkirakan akan menurun dibanding tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan sisi pasokan yang lebih baik, inflasi tahun 2014 diperkirakan dapat lebih rendah. Dengan hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM di tahun 2013, inflasi diperkirakan kembali ke pola normal. Inflasi Jawa Tengah diperkirakan berada pada kisaran atas 4,5% - 5,5%
ringkasan umum
3
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
Perekonomian triwulan I 2014 melambat, didorong menurunnya kinerja industri pengolahan Perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 berasal dari sektor industri pengolahan khususnya pengolahan migas. Sementara itu, kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian menjadi penahan perlambatan ekonomi. Dari sisi penggunaan melemahnya konsumsi akibat konsumsi pemerintah, mendorong perlambatan di triwulan I 2014. Ekspor juga tumbuh melambat dibarengi dengan kenaikan impor. Masih naiknya investasi menjadi penopang perekonomian di sisi permintaan
1.1
Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum1
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 5,4% (yoy) pada triwulan I 2014. Namun, capaian ini masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan Nasional 5,2% (yoy). Sementara secara triwulanan tumbuh 6,0% (qtq) atau lebih rendah dibanding rata-rata lima tahun terakhir pertumbuhan triwulanan pada triwulan I sebesar 6,5%. Faktor pendorong perlambatan ekonomi pada triwulan I 2014 adalah kegiatan ekspor dan konsumsi yang tumbuh moderat, lebih lambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan konsumsi terutama pada konsumsi pemerintah. Kegiatan konsumsi rumah tangga sedikit melambat sementara konsumsi lembaga non profit meningkat sehingga konsumsi swasta tumbuh stabil dibanding triwulan sebelumnya. Sementara investasi tumbuh cukup mengesankan, baik dalam bentuk investasi bangunan maupun non bangunan. Kondisi tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang. Kesinambungan konsumsi dapat dipenuhi dengan adanya investasi. Kegiatan ekspor juga tumbuh melambat khususnya ekspor luar negeri. Dari sisi sektoral, kinerja sektor industri pengolahan yang melambat menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tidak dapat tumbuh setinggi periode sebelumnya. Sementara itu, sektor utama ekonomi Jawa Tengah lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih dapat tumbuh baik, meningkat dibanding triwulan sebelumnya.
1.2
Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%) 2012*
PENGGUNAAN
2013
2012*
I
II
III
IV
Konsumsi Rumah Tangga
5.8
4.7
4.5
5.0
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
9.5
7.9
6.0
Konsumsi Pemerintah
15.2
6.6
0.1
Pembentukan Modal Tetap Bruto
6.8
6.2
Ekspor Barang dan Jasa
18.5
Impor Barang dan Jasa PDRB
2013
2014
I*
II*
III**
IV*
5.0
5.0
5.1
5.3
5.0
5.1
4.9
I**
1.7
6.2
7.1
7.9
5.9
6.7
6.9
11.9
-0.4
4.7
2.2
3.8
7.6
8.1
5.6
4.8
9.3
11.0
8.4
5.4
7.8
8.5
9.5
7.9
9.6
2.3
10.2
8.3
9.5
3.7
8.9
10.5
11.2
8.6
9.7
20.5
4.8
2.8
7.9
8.5
1.7
7.4
18.5
10.0
9.3
14.1
6.5
6.6
6.0
6.3
6.3
5.6
6.2
5.9
5.6
5.8
5.4
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1. Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I tahun 2014 yang dikeluaran BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasar BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
5
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%) 2012*
PENGGUNAAN
2013
I
II
III
IV
0.8
0.9
2.2
1.0
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
-3.2
0.9
3.1
Konsumsi Pemerintah
-16.9
7.1
0.5
Pembentukan Modal Tetap Bruto
0.8
2.9
3.6
Ekspor Barang dan Jasa
5.7
0.4
0.2
Impor Barang dan Jasa
-0.6
5.0
PDRB
6.9
1.3
Konsumsi Rumah Tangga
I*
2014
II*
III**
IV**
I**
0.7
0.7
0.8
1.0
2.4
1.1
1.9
1.6
1.2
1.8
6.9
11.4
-14.7
8.7
4.2
11.9
-17.3
3.3
-4.3
5.3
4.3
4.2
-4.2
1.8
1.1
5.4
1.7
2.5
-0.2
-6.7
10.8
-6.4
10.9
3.0
2.8
-2.9
1.5
-3.3
6.2
1.8
1.3
-3.6
6.0
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level yang moderat, dengan kecenderungan yang melambat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 tetap terjaga pada level 4,9% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya 5,0% (yoy). Masih kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh beberapa indikator diantaranya konsumen yang masih optimis dalam memandang perekonomian dengan tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan nonmakanan serta ketepatan waktu pembelian barang tahan lama yang meningkat (Grafik 1.1). Indikator lain yang memperlihatkan masih kuatnya konsumsi rumah tangga adalah naiknya pertumbuhan tahunan penjualan listrik segmen rumah tangga di triwulan I 2014 (Grafik 1.2). Sementara itu, beberapa indikator yang menunjukkan perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 diantaranya indeks pendapatan rumah tangga kini dari hasil Survei Tendensi Konsumen di Jawa Tengah yang cenderung menurun (Grafik 1.4), dan pertumbuhan kredit konsumsi yang melambat cukup tajam (Grafik 1.3). Kondisi tersebut didukung pula oleh turunnya impor barang konsumsi dari luar negeri (Grafik 1.5). Kegiatan terkait Pemilu kembali mendorong konsumsi swasta nirlaba pada triwulan I 2014. Konsumsi swasta nirlaba naik tajam dari 6,7% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Penyelenggaraan pemilihan umum legislatif (Pileg) memberikan dorongan pada konsumsi swasta nirlaba. Secara triwulanan konsumsi swasta nirlaba naik tajam sebesar 6,9% (qtq) bahkan lebih tinggi dibanding tahun 2009 pada saat penyelenggaraan Pemilu. Pada triwulan I 2009, konsumsi swasta nirlaba hanya tumbuh 1,3% (qtq). Grafik 1.1 125
Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2
INDEKS
120 115 110 105
OPTIMIS
100 PESIMIS
95 90 85
2.600 2.400 2.200 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200
JUTA KwH
II
III 2011
IV
I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
2013
I 2014
PERSEN YOY
5 0 -5 -10 -15 II
III 2012 2013
IV
I
II
III 2013
Ketepatan Waktu pembelian barang tahan lama Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
6
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15 10
I
I
Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Penjualan Listrik Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
Pertumbuhan tahunan - RHS
IV
I 2014
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.3
125 28
INDEKS
7,5
PERSEN YOY
PERSEN YOY
Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.4
26
120
7
24
6,5
22 20
115
6
18
110
5,5
16 14
105
5
12
100
4,5
10
I
II
III 2011
IV
I
Kredit Konsumsi
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
III
I 2014
2013
Konsumsi PRDB (-1) - RHS
400
I
II
III
IV
I
II
2012
III
I
IV
2013
2014
Pengaruh Inflasi terhadap konsumsi
Pendapatan RT Kini
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.5
IV 2011
PERSEN YOY
Pertumbuhan Giro Pemerintah Vs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.6
PERSEN YOY
350
8
50
7,5
40
7
30
PERSEN YOY
PERSEN YOY
14
300 250 6,5
200 150
6
100
5,5
50 5 0 -50 -100
I
II
III
2008
IV
I
II
III
2009
Vol Import Konsumsi
IV
I
II
III
IV
I
2010
II
III 2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
PRDB Konsumsi - RHS
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
I 2014
4,5 4
16
12 10
20
8 10 6 -
4
(10)
2 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
(20)
0 2011 Konsumsi Pemda - RHS
2012
2013
2014
-2
Giro Sektor Pemerintahan
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sesuai polanya, konsumsi pemerintah melambat cukup dalam pada triwulan I 2014. Konsumsi pemerintah tumbuh 4,8% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,1% (yoy). Hal ini tercermin dari naiknya giro sektor pemerintah di perbankan, menunjukkan minimnya penyairan di triwulan I 2014. Secara triwulanan konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 17,3% (qtq) atau lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Investasi naik, meneruskan tren kenaikan dari tahun 2013. Investasi yang dicerminkan dari PMTB naik tipis dari 9,5% (yoy) pada triwulan IV menjadi 9,6% (yoy). Investasi non-bangunan naik pada triwulan I 2014, sementara investasi bangunan terindikasi tetap tumbuh tinggi. Kenaikan investasi non-bangunan tercermin dari kenaikan nilai impor barang modal (Grafik 1.8). Hasil survei terhadap kondisi dunia usaha di Jawa Tengah mengindikasikan investasi masih tinggi khususnya di subsektor industri tekstil. Investasi dilakukan sejalan dengan masih terjaganya optimisme pelaku usaha dalam melihat perekonomian ke depan. Penyaluran kredit investasi juga masih tinggi pada triwulan I 2014 (Grafik 1.7). Kinerja sektor konstruksi yang mencerminkan investasi bangunan, tercatat tumbuh tinggi pada triwulan I 2014 sebesar 7,0% (yoy).
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
7
Realisasi penanaman modal mengkonfirmasi tetap tingginya kegiatan investasi di Jawa Tengah. Dilihat dari realisasi penanaman modal, kenaikan investasi pada periode laporan didorong oleh realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi dalam bentuk PMDN di triwulan I 2014 tercatat sebanyak 74 proyek dengan nilai sebesar Rp8.088 miliar (Grafik 1.10). Naik cukup besar dibanding triwulan sebelumnya, baik nilai maupun jumlah proyek. Sementara itu penanaman modal asing (PMA) di triwulan I 2014 juga tercatat cukup tinggi yaitu 60 proyek dengan nilai US$128 juta (Grafik 1.9). Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.7
60
Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.8
PERSEN YOY
12
PERSEN YOY
11
55
600
12
PERSEN
PERSEN
500
11
400
10
300
9
200
8
6
100
7
30
5
0
25
4
-1
10
50
9
45
8 40
7
35
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
90
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2009
2010
2011
2012
2013
2014
4
-200
2014
Import barang Modal - yoy
PMTDB - RHS
Impor Barang Modal - qtq
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
JUMLAH PROYEK
Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.10 300
JUTA US$
80
250
70
80
12.000
70
10.000
60
60
200
50
150
40
100
30 20
50
10 0
III
5
PMTB - RHS
Kredit Investasi
II
2008
I
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.9
6 I
8.000
50 40
6.000
30
4.000
20
2.000
10
0
0
I
II
III
2011 Proyek PMA
IV
I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
2013
Investasi PMA - RHS
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
I 2014
0
I
II
III
IV
I
2012 Proyek PMDN
II
III 2013
IV
I 2014
Investasi PMDN - RHS
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Perdagangan Jawa Tengah pada triwulan I 2014 masih tercatat surplus. Net ekspor masih tercatat positif meski tidak sebesar periode sebelumnya atau periode yang sama tahun sebelumnya. Kegiatan ekspor melambat namun dibarengi dengan naiknya impor. Melambatnya ekspor utamanya dari ekspor luar negeri sementara ekspor antar daerah stabil. Di sisi lain, impor baik luar negeri maupun antar daerah naik. Ekspor pada triwulan I 2014 tetap dapat tumbuh tinggi, meski tidak setinggi triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor pada triwulan I 2014 tercatat 9,7% (yoy) atau melambat dari sebelumnya yang tumbuh 11,2% (yoy). Melemahnya ekspor akibat melambatnya ekspor luar negeri yang setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sangat tinggi. Sementara ekspor antar daerah stabil di kisaran yang cukup tinggi.
8
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.11
1.600
Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12
JUTA USD
PERSEN
1.500
40
1.400
30
1.200
20
1.400
10
1.300
RIBU TON
PERSEN
250 200
1.000
150
800
0 1.200
-10
100 600
1.200
-20
400
1.000
-30
200
900
-40
0
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
Nilai
III
IV
2013
I
50 0 -50 -100 I
II
III
IV
I
2011
2014
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Volume
Sumber : Bank Indonesia
300
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
2013
I 2014
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Pada periode laporan volume ekspor nonmigas luar negeri melambat, sementara dari sisi nilai masih naik. Pada periode laporan volume ekspor (Grafik 1.12) turun dari 10,57% (yoy) menjadi -12,40% (yoy). Volume ekspor perabotan tercatat melambat pada periode berjalan. Pertumbuhan tahunan volume ekspor perabotan pada triwulan I 2014 tercatat -0,16% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,55% (yoy). Hal ini sejalan dengan cukup dalamnya perlambatan pertumbuhan industri barang kayu. Sementara itu, volume ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih tercatat naik. Komoditas pakaian, benang tenun, dan kain tekstil masih tercatat naik, sejalan dengan cukup baiknya kinerja industri pengolahan tekstil dan alas kaki. Grafik 1.13
1600
Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14
Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2014
JUTA USD
Lainnya Italia Belgia Jerman Perancis Belanda UK RRC Jepang KorSel USA
1400 1200 1000 800 600 400 200
LAINNYA 39%
USA 25%
MALAYSIA 3% JEPANG 9%
HONGKONG 3%
ITALIA 2%
0
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
Sumber : Bank Indonesia
IV
I 2014
I
BELGIA 2% JERMAN 6% PERANCIS 1% BELANDA 2%
RRC 11%
KOREA SELATAN 4%
Sumber : Bank Indonesia
Dilihat dari negara tujuannya ekspor ke hampir semua negara tujuan utama mengalami perlambatan, hanya ekspor ke Eropa yang tetap tumbuh naik. Volume ekspor ke Eropa naik dari 15,06% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 18,33% (yoy). Sementara itu, volume ekspor ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan terbesar ekspor Jawa Tengah turun 14,70% (yoy) setelah tumbuh 2,21% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Lebih jauh lagi, nilai ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat pada periode laporan juga tercatat melambat dari 7,13% (yoy) di triwulan I 2014 menjadi 5,89% (yoy).
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
9
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.15
1.800
PERSEN
JUTA USD
1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0 I
II
III
IV
I
2011
Nilai
II
III
IV
Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16
I
II
2012
III
IV
2013
IV
40
1.200
30
1.000
20
800
10
600
0
400
-10
200
-20
0
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Pertumbuhan Tahunan - RHS
III
IV
I
2012
Volume Import
Sumber : Bank Indonesia
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
PERSEN
JUTA USD
II
III
IV
IV 2014
2013
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan impor pada triwulan I 2014 naik baik antar daerah maupun luar negeri. Baik nilai maupun volume impor Jawa Tengah pada periode laporan mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Nilai impor Jawa Tengah non migas (Grafik 1.15) naik dari 6,71% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 21,30% (yoy). Sementara itu meski volume impor masih turun 1,87% (yoy), namun tidak sebesar periode sebelumnya yang turun 4,04% (yoy). Berdasar kelompoknya kenaikan volume terbesar terjadi pada kelompok barang modal. Pertumbuhan tahunan volume impor kelompok barang modal tercatat 15,73% (yoy) setelah sebelumnya tercatat -2,96% (yoy). Sementara impor bahan baku tercatat -2,30% (yoy) lebih baik dibanding sebelumnya yang tercatat -4,69% (yoy). Di sisi lain, impor barang konsumsi meneruskan tren penurunannya. Impor untuk industri TPT naik. Berdasar SITC (Standard International Trade Classification) 2 digit, komoditas yang berkontribusi besar terhadap naiknya impor adalah dari kelompok mesin khususnya mesin industri khusus. Mesin ini biasanya digunakan untuk industri TPT. Selanjutnya impor bahan baku TPT khususnya serat tekstil mengalami kenaikan tajam. Sementara di sisi lain, impor benang tenun, kain tekstil tumbuh melambat. Berdasar negara asal, pertumbuhan impor dari hampir semua negara importir utama naik (Grafik 1.18). Impor dari Tiongkok meski masih tercatat turun 4,57% (yoy) namun penurunannya tidak sebesar periode sebelumnya turun 13,96% (yoy). Impor dari Eropa naik menjadi 113% (yoy) sementara impor dari Amerika Serikat masih tercatat tinggi sebesar 24,36% (yoy). Grafik 1.17
Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grafik 1.18
1800
JUTA USD
1600
USA 7%
1400 ASEAN 9%
TIONGKOK 41%
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
1200 1000
AUSTRALIA 6% EROPA 10% LAINNYA 27%
800 600 400 200 0
I
II
III
IV
I
2012
LAINNYA Sumber : Bank Indonesia
10
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sumber : Bank Indonesia
RRC
II
III
IV
2013
EROPA
AUSTRALIA
ASEAN
I 2014
USA
1.3
Perkembangan Ekonomi Sisi SEKTORAL
Pelemahan perekonomian pada triwulan I 2014 utamanya akibat melambatnya sektor industri pengolahan. Di sisi lain membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta naiknya pertumbuhan sektor pertanian menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2014. (Tabel 1.3). Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%) 2012*
LAPANGAN USAHA
II
2013
2012* III
IV*
I*
II*
2013*
2013
III**
IV**
Pertanian
1.8
3.9
9.3
3.7
0.9
2.4
3.5
2.0
2.2
2.1
I**
Pertambangan Dan Penggalian
7.7
8.7
4.5
7.4
5.2
5.7
5.5
9.0
6.3
5.0
Industri Pengolahan
5.8
5.6
3.5
5.5
4.7
6.5
5.0
7.3
5.9
5.9
Listrik,gas Dan Air Bersih
5.2
5.5
8.5
6.4
9.8
6.8
9.4
7.7
8.4
5.3
Bangunan
7.6
7.9
5.4
7.0
6.1
6.9
6.9
7.9
7.0
7.0
Perdagangan,hotel & Restoran
9.4
7.8
7.7
8.2
9.2
8.3
6.9
5.6
7.5
6.1
Pengangkutan Dan Komunikasi
8.2
7.2
7.6
7.9
7.9
7.5
8.1
2.9
6.5
5.1
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
9.7
10.4
9.5
9.4
9.9
9.7
11.3
11.3
10.6
11.2
Jasa-jasa
9.3
3.4
7.4
7.3
6.2
4.7
6.8
2.1
4.9
5.1
PDRB
6.6
6.0
6.3
6.3
5.6
6.2
5.9
5.6
5.8
5.4
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%) 2012
LAPANGAN USAHA
2013
2014
I
II
III
IV*
I*
II*
III**
IV**
Pertanian
49.1
-3.5
-0.2
-23.8
37.6
-2.1
0.9
-24.9
37.7
I**
Pertambangan Dan Penggalian
3.8
4.3
1.3
-4.8
4.5
4.9
1.1
-1.6
0.7
Industri Pengolahan
0.5
1.2
2.4
-0.6
1.7
2.9
0.9
1.5
0.4
Listrik,gas Dan Air Bersih
-0.6
4.0
0.5
4.5
0.6
1.1
2.9
2.9
-1.6
Bangunan
-1.0
1.6
3.3
1.4
-0.4
2.4
3.3
2.4
-1.2
Perdagangan,hotel & Restoran
-0.2
4.0
2.0
1.8
1.2
3.1
0.7
0.6
1.6
Pengangkutan Dan Komunikasi
0.6
2.7
1.5
2.7
0.9
2.3
2.1
-2.3
3.0
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
1.8
4.8
1.5
1.2
2.2
4.6
2.7
1.1
2.1
Jasa-jasa
0.0
2.4
-0.1
5.1
-1.2
1.0
1.9
0.4
1.7
PDRB
6.9
1.3
1.5
-3.3
6.2
1.8
1.3
-3.6
6.0
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Dilihat dari struktur ekonomi Jawa Tengah, output pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), serta sektor pertanian. (Grafik 1.19). Meski sektor industri pengolahan tumbuh melambat di triwulan I 2014, namun tetap menjadi sektor penyumbang terbesar pertumbuhan tahunan. Sektor kedua yang terbesar menyumbang pertumbuhan tahunan Jawa Tengah pada periode laporan adalah sektor PHR diikuti sektor pertanian. Grafik 1.19
Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 (%) 0.5
10.2
Jasa-jasa Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.
22.3
1.4
Pengangkutan Dan Komunikasi Perdagangan, Hotel & Restoran Konstruksi
32.6
Industri Pengolahan
1.9 17.8
0.4
Sumber
Listrik, Gas Dan Air Bersih Pertambangan Dan Penggalian Pertanian
Pangsa
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
11
Sektor pertanian tumbuh meningkat. Pertumbuhan tahunan pertanian naik tipis dari 2,0% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 2,1% (yoy). Secara triwulanan, sektor pertanian tumbuh 37,7% (qtq) atau lebih rendah dibanding rata-rata lima tahun terakhir sebesar 43,7%. Kenaikan utamanya didorong subsektor tanaman bahan makanan. Penanganan banjir yang relatif baik dapat meminimalkan dampak gagal panen. Selain itu, luas lahan yang terkena banjir hanya 4%. Tanam ulang sudah dilakukan dan berjalan cukup baik. Subsektor lain yang tumbuh meningkat adalah subsektor perternakan. Sementara, subsektor lainnya tumbuh melambat. Bahkan subsektor kehutanan pertumbuhannya turun. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.20
400.000
Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21
Ribu Ton HEKTAR
1.860
RIBU HEKTAR
RIBU TON
10.400
350.000
1.840
300.000
1.820
250.000
1.800
200.000
1.780
9.800
150.000
1.760
9.600
1.740
9.400
100.000
10.000
1.720
50.000 0
10.200
9.200
1.700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2012
2013
Tanam
9.000
1.680 1.660
2014
Panen
2009
2010
Luas Panen
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
2011
2012
2013
8.800
Produksi - RHS
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Kinerja sektor industri pengolahan melambat dibanding triwulan sebelumnya, utamanya akibat perlambatan industri migas. Sektor industri pengolahan melambat cukup dalam dari 7,3% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 5,9% (yoy). Hal ini sejalan dengan kinerja industri pengolahan di Jawa yang melambat, khususnya di Jawa Barat dan Banten. Kinerja industri migas turun sehingga menarik ke bawah pertumbuhan sektor industri pengolahan. Sejalan dengan ini, industri pengolahan non migas sedikit melambat meski masih tumbuh tinggi. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.22
Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.23 25
15
20 10
15 10
5
5 0 III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
IV
0
2014
-5
I
-5
2011
2012
2013
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
2014
-10 -10 Pertumbuhan Jateng Triwulan
Pertumbuhan Jateng Tahunan
Pertumbuhan Jateng Triwulan
Pertumbuhan Indo Triwulan
Pertumbuhan Indo Tahunan
Pertumbuhan Indo Triwulan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pertumbuhan Jateng Tahunan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Kinerja industri pengolahan nonmigas tumbuh sedikit melambat, meski demikian capaian tersebut masih tergolong tinggi. Baik industri menengah dan besar serta industri mikro dan kecil sama-sama tumbuh melambat. Industri baik di Jawa Tengah maupun Indonesia berdasar survei industri besar serta survei industri kecil terindikasi tumbuh melambat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).Dilihat dari subsektornya, subsektor industri barang kayu melambat cukup dalam sejalan dengan turunnya ekspor kayu olahan. Subsektor industri tekstil dan alas kaki sedikit melambat pada periode berjalan.
12
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Di sisi lain, ekspor TPT masih naik pada periode laporan. Sementara itu industri makanan dan minuman olahan dapat tumbuh pada level yang tinggi sama dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan energi, konsumsi listrik masih naik tipis (Grafik 1.25). Pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal pada triwulan I 2014 juga masih menunjukkan peningkatan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27). Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
600
JUTA KwH
PERSEN YOY
15
1.800
10
1.600
16
1.400
14
1.200
12
1.000
10
5
400
0
200
II
III
IV
I
II
III
2012 Bisnis
IV
8 6
400
4
-15
200
2
-20
0 I
I
2013
1.000
II
III
2014
IV
I
II
2012
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Industri
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
III
IV
2013
I
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27
70
140
60
120
700
50
100
40
600
40
80
20
30
60
-20
20
40
-40
10
20
0
0
JUTA USD
PERSEN YOY
900 800
JUTA USD
PERSEN YOY
100 80 60
0
500 400 300 200 100 0
0
2014
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY, diolah
Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.26
18
PERSEN YOY
600
-10
I
JUTA KwH
800
-5
0
Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
I
II III 2011
IV
I
Import Bahan Baku
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I 2014
-60 -80 -100
I
yoy
II III 2011
IV
I
Kredit Sektor INdustri
Sumber : Bank Indonesia, diolah
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I 2014
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Kinerja sektor bangunan tumbuh melambat meski masih pada level yang tinggi. Sektor bangunan tumbuh tinggi sebesar 7,0% (yoy) namun melambat dibanding triwulan sebelumnya 7,9% (yoy). Secara triwulanan, sektor bangunan terkontraksi 1,2% (qtq). Perlambatan ini juga terkonfirmasi dari pertumbuhan tahunan konsumsi semen di Jawa Tengah yang melambat dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 1.28). Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.28
2.200
Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.29
30
PERSEN YOY
RIBU TON
4.5
PERSEN YOY
TRILIUN RP
70
25
2.000
20
1.800
15
1.600
10
60
4.0
50 3.5
5 1.400
0
40 3.0 30
-5
1.200
-10
1.000
2.5
20
-15
800
-20 I
II
III
IV
I
2010
Konsumsi Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
II
III 2011
IV
I
II
III 2012
Pertumbuhan Tahunan - RHS
IV
I
II
III 2013
IV
I
10
2.0 I
2014
II
III
IV
I
II
2012
Sektor bangunan
III
IV
2013
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
13
Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) menurun pada triwulan I 2014. Pertumbuhan sektor LGA melambat dari 7,7% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Berdasarkan subsektornya, subsektor listrik melambat sementara subsektor air bersih tumbuh meningkat. Perkembangan Penjualan Listrik di Jawa Tengah
Grafik 1.30
1.600 2.400 2.200 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
JUTA KwH
PERSEN YOY
I
II
III
IV
I
III
II
2012
IV
15
30
10
25
5
20
0
15
-5
10
-10
5
-15
0
I
2013
Penjualan Listrik
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jawa Tengah
Grafik 1.31
JUTA PELANGGAN
I
II
III
2014
Pemerintah
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
IV
I
2013 Industri
2014
Bisnis
Rumah Tangga
Sosial
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mulai naik pada triwulan I 2014. Setelah mengalami tren perlambatan sejak awal tahun 2013, sektor PHR mulai naik pada periode laporan. Sektor PHR naik dari 5,6% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 6,1% (yoy). Sementara itu secara triwulanan kinerja sektor PHR tercatat sebesar 1,6% (qtq) atau lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tahunan pada semua subsektor mengalami peningkatan. Meningkatnya subsektor perdagangan besar dan eceran sejalan dengan masih kuatnya konsumsi rumah tangga (Grafik 1.33). Selain itu indeks penjualan eceran juga naik di triwulan I 2014. Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan yang cukup tajam. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 5,1% (yoy), setelah sebelumnya hanya tumbuh 2,9% (yoy). Peningkatan utamanya ditopang dari subsektor komunikasi khususnya pos dan telekomunikasi, hal ini sejalan dengan penyelenggaraan Pileg 2014. Sementara subsektor pengangkutan melambat tipis. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.32
10
PERSEN YOY
12
SBT
9
10
8
8
200
INDEKS
180
6
7
4
6
160
2
5
0
4
-2
3
-4
2
-6
1
-8
0
-10
II
III IV
I
II
III IV
2009
Kegiatan Usaha - RHS
I
II
III IV
I
II
2010
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
PHR - *RDB
Sumber : Bank INdonesia, diolah
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
I 2014
I
2008
14
Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.33
140 OPTIMIS
120 100
PESIMIS 80 I
II
III
IV
2011
Indeks Riil Penjualan Eceran
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I
II
III
IV
I
2012
IKK
II
III 2013
ITK
IV
IV 2014
Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Grafik 1.34
9
INDEKS
RIBU ORANG
8
80
75
60
70
40
7
20
6
0 5
60 55 50 45
4
-40
40
3
-60
35
-80 I
II
III
IV
I
2011
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
PERSEN
65
-20
2
Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah
Grafik 1.35
30 I
II
I
Pertumbuhan Tahunan - RHS
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I 2014
2014 TOTAL
Jumlah Wisman
III 2011
Bintang 1 Bintang 2
Bintang 3 Bintang 4
Bintang 5
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sedikit melambat pada triwulan I 2014. Sektor ini tumbuh sebesar 11,2% (yoy) pada triwulan I 2014 atau sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,3% (yoy). Perlambatan yang cukup besar terjadi pada subsektor sewa bangunan. Sementara subsektor bank, lembaga keuangan tanpa bank, jasa penunjang keuangan, serta jasa perusahaan masih naik dengan level bervariasi. Sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang sangat tajam. Sektor jasa-jasa pada triwulan IV 2014 tumbuh 2,14% (yoy), naik menjadi 5,1% (yoy) di triwulan I 2014. Kenaikan terjadi baik di subsektor pemerintahan umum dan swasta.
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15
Suplemen 1.
Daya Saing Industri Jawa Tengah, ditengah Pergerakan Nilai Tukar
Indeks kompetitif global Indonesia berdasar Global Competitiveness Report 2013–2014, naik ke peringkat ke-38 di tahun 2013 yang sebelumnya berada pada peringkat 50 di tahun 2012. Secara umum daya saing Indonesia sangat dipengaruhi oleh daya saing Jawa. Jawa secara khusus memiliki daya saing yang paling tinggi di Indonesia khususnya di bidang industri. Daya saing Jawa pada beberapa aspek di atas Nasional meski masih terbatas. Kondisi infrastruktur (jalan dan elektrifikasi) di Jawa dengan indeks pembangunan manusia juga relatif baik dibanding daerah lain. Namun demikian, ketergantungan teknologi, human capital, dan kapabilitas industrial masih belum memadai (Berdasar kajian Transformasi Perekonomian Indonesia yang disusun oleh BI). Tabel 1. Indeks Kompetitif Global 2013 NEGARA
INDEKS
Daya Saing Jawa
Grafik 1
KETERGANTUNGAN TEKNOLOGI
1
SWISS
5,67
2
SINGAPURA
5,61
3
FINLANDIA
5,54
3
JERMAN
5,51
MALAYSIA
HUMAN CAPITAL
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
------------------24
TIONGKOK
KAPABILITAS INDUSTRIAL
HUMAN CAPITAL
INSFRATUKTUR (ELEKTRIFIKASI)
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
KAPABILITAS INDUSTRIAL
INSFRATUKTUR (ELEKTRIFIKASI)
5,03
INSFRATUKTUR (JALAN)
INSFRATUKTUR (JALAN)
------------------29
KETERGANTUNGAN TEKNOLOGI
JAWA
4,84
INDONESIA
JABAGBAR
JAWA
INDONESIA
JABAGBAR
------------------37
THAILAND
4,54
38
INDONESIA
4,53
KETERGANTUNGAN TEKNOLOGI KAPABILITAS INDUSTRIAL
Sumber : The Global Competitiveness Report 2013–2014, Wold Economic Forum, 2013
INSFRATUKTUR (ELEKTRIFIKASI)
HUMAN CAPITAL
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
JAWA
INSFRATUKTUR (JALAN)
INDONESIA
JABAGBAR
Sumber : Transformasi Perekonomian Indo, BI, 2013
Daya saing industri di Jawa masih cukup bersaing di tengah pergerakan nilai tukar. Kondisi ini didukung oleh daya saing komoditas unggulan yang cukup baik dengan Revealed Competitive Advantage (RCA) diatas 1. RCA di atas 1 dapat menggambarkan bahwa komoditas tersebut memiliki daya saing yang tinggi (kompetitif) di pasar global. Sementara untuk Jawa Tengah, komoditas yang memiliki RCA >1 diantaranya tekstil dan produk tekstil (TPT) serta kayu olahan. Berdasarkan hasil survei pada pelaku industri, mayoritas pelaku usaha menyatakan bahwa dalam kondisi ekonomi global saat ini yg belum menunjukkan perbaikan yg signifikan, pelemahan nilai tukar tidak berdampak secara signifikan terhadap kinerja ekspor. Pada tabel 2. dapat dilihat dampak kinerja komoditas unggulan Jawa Tengah akibat adanya depresiasi. Lebih lanjut, dengan ketergantungan impor yg masih tinggi, respon pelaku usaha terkait perkembangan nilai tukar dapat berupa kenaikan harga atau penyesuaian margin keuntungan sesuai dengan karakteristik industrinya. Sementara, apresiasi Rupiah yang terjadi belum mempengaruhi kinerja ekspor pelaku usaha. Pada grafik 2 dan 3 terlihat bahwa, ekspor manufaktur Jawa Tengah lebih banyak dipengaruhi oleh permintaan global.
16
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 2. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar PENJUALAN
BIAYA
PERUBAHAN HARGA
MARGIN KEUNTUNGAN
TPT
Berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
Stabil
Kayu olahan
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Stabil
Mamin olahan
Tidak
Berpengaruh
Tidak
Turun
Sumber : Survei pelaku usaha
Volume Manufaktur Jateng Vs Permintaan Dunia
Grafik 2
60
Volume Manufaktur Jateng Vs Nilai Tukar
Grafik 3
PERSEN
40
15
60
10
40
5
20
MTM PERSEN
MTM PERSEN
6 4
20
2
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
-20 2012
-40
Vol Manuf Jateng
2013
2014
-5
0
-10
-20
-15
-40
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
0 -2
2012
Vol Impor Int - RHS
Nilai Tukar - RHS
IMF dan Bank Indonesia, diolah
8
2013
2014
-4
Vol Manuf Jateng
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Di sisi lain, industri pengolahan di Jawa dan khususnya Jawa Tengah masih menghadapi beberapa permasalahan struktural untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu terkait aspek input, produktivitas, dan biaya, aspek pemasaran, dan aspek insentif. Di aspek yg pertama, permasalahan struktural industri di Jawa terkait tingkat ketergantungan bahan baku pada impor luar negeri yang cukup besar sebagaimana terlihat pada grafik 4. Selain itu, kondisi infrastruktur, SDM, dan Research and Development, baik secara kualitas maupun kuantitas masih menjadi kendala. Grafik 4
Tingkat Ketergantungan Impor
7.000
TEMBAKAU FURNITURE BARANG KAYU MINUMAN MAKANAN TEKSTIL PAKAIAN JADI
Kelompok Komoditas Ekspor Jateng
Grafik 5
5.3
JUTA USD
6.000
8.6
5.000
11.4
4.000
18.5
3.000
27.4
2.000 1.000
30.78 40.6
0 2011
High Technology Export Medium Technology Export Sumber : BPS, survei industri manufaktur
2012
2013
Low Technology Export Resources Based Export
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada aspek yg kedua yaitu permasalahan pemasaran (Tabel 2) terdapat beberapa permasalahan yang mendasar. Permasalahan terkait dgn penurunan daya saing dan struktur industri yg mayoritas masuk kategori berteknologi rendah dan berbasis sumber daya alam (Grafik 5). Pada aspek insentif, insentif yang telah disediakan oleh pemerintah belum berjalan dengan baik. Pembiayaan perbankan juga masih terbatas yaitu masih sekitar 35%.
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
17
Tabel 3. Permasalahan Input, Produktivitas dan Biaya Industri di Jawa
Tabel 4. Permasalahan Pemasaran Industri di Jawa
INPUT, PRODUKTIVITAS & BIAYA
PEMASARAN
Keterangan Import Bahan Baku & Mesin
18
Turunnya RCA dan pertumbuhan komoditas unggulan
Kurangnya infrastruktur
Mayoritas Ekspor masih bernilai tambah rendah
Kualitas dan produktifitas SDM yang belum sesuai kebutuhan
Kurangnya sertifikasi standarisasi
Rendahnya R & D dan Inovasi
Quality dan sustainibality margin
Bab 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
BAB II
Inflasi daerah di triwulan laporan mengalami penurunan karena terjaganya pasokan. Kondisi tersebut tercermin pada inflasi kelompok bahan makanan yang menurun cukup signifikan. Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi karena administered prices. Kondisi inflasi volatile foods membaik dan inti stabil.Kenaikan inflasi utamanya didorong dari kelompok adminitered prices
2.1
inflasi secara umum
Inflasi2 Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2014 menurun dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 7,99% (yoy) menjadi 7,08% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut masih berada di bawah inflasi nasional yang sebesar 7,32% (yoy) (Grafik 2.2). Secara triwulanan, inflasi di triwulan ini meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa Tengah meningkat dari 0,76% (qtq) menjadi 1,58% (qtq). Meski inflasi ini berada di atas inflasi nasional namun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya inflasi di triwulan laporan tercatat lebih rendah. Rendahnya pencapaian inflasi triwulanan di periode laporan disebabkan terjaganya pasokan bahan pangan. Masuknya masa panen padi diikuti dengan relatif tidak adanya hambatan impor hortikultura menyebabkan inflasi terjaga. Sumber inflasi terutama dari kenaikan harga elpiji 12 kg dan dampak banjir awal tahun. Secara bulanan, pola inflasi bulanan selama triwulan I 2014 berada dalam tren menurun. Setelah inflasi relatif rendah pada bulan Desember, inflasi meningkat di awal tahun 2014. Peningkatan tersebut didorong oleh inflasi dari komoditas bahan bakar rumah tangga karena kenaikan elpiji 12 kg. Pada bulan Februari, inflasi mulai menurun meski tertahan karena pengaruh banjir. Selanjutnya inflasi kembali menurun di bulan Maret karena pasokan dan distribusi yang cukup lancar (grafik 2.4.). Pola kenaikan inflasi triwulanan pada triwulan I 2014 terjadi merata di seluruh kota di Jawa Tengah yang disurvei oleh BPS. Kenaikan inflasi triwulanan tertinggi terjadi di Kota Tegal diikuti Kota Surakarta. Dilihat dari disparitas antar kota, pola inflasi kota-kota di Jawa Tengah memiliki disparitas yang cukup besar. Inflasi triwulanan tertinggi terjadi di Kota Kudus sebesar 2,21%, sementara terendah di Kota Purwokerto 0,41%. Adapun inflasi tahunan tertinggi juga di Kota Kudus sebesar 10,50% dan terendah di Kota Tegal 6,07%. Perbandingan Inflasi bulanan Tahun Kalender 2011-2014
Grafik 2.1 4.00
3.00
2.00
1.00
0.00 Jan
Feb
2011
Mar
Apr
2012
Mei
2013
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2. Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
19
Pasokan bahan pangan relatif terjaga. Pasokan komoditas pangan di triwulan laporan diiringi dengan permintaan yang relatif stabil mendorong inflasi di triwulan ini relatif lebih terjaga. Pasokan pangan terpenuhi sejalan dengan mulai masuknya masa panen di beberapa sentra produksi. Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi berasal dari faktor non-fundamental. Tekanan inflasi dari faktor non-fundamental terutama dari komponen administered prices3 yang meningkat cukup tinggi terutama dari kenaikan harga elpiji 12 kg di awal tahun. Selain itu, inflasi inti juga meningkat meski dalam level moderat karena adanya penyesuaian upah tukang seiring naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP). Faktor-faktor tersebut menjadi pendorong naiknya inflasi di triwulan ini. Inflasi komponen volatile foods4 melanjutkan tren penurunan. Penurunan inflasi di komponen ini cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya maupun dilbandingkan dengan triwulan I tahun 2013. Ketersediaan pasokan pangan yang cukup diiringi dengan minimnya hambatan impor hortikultura ditengarai sebagai penopang rendahnya inflasi. Inflasi core5 (inti) cenderung menunjukkan adanya tekanan meski dalam level yang moderat. Inflasi inti meningkat seiring dengan adanya penyesuaian harga jual beberapa produk yang dilakukan produsen di awal tahun. Selain itu, kenaikan beberapa harga bahan bangunan turut memberi andil dalam kenaikan harga di komponen inti tersebut. Sehingga di triwulan ini, inflasi inti meningkat dari 4,51% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 4,83% (yoy) di triwulan I 2014. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2
10
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3 5
PERSEN
PERSEN
9 8,4
8 7
7,32
4
7,08
3
6,24
6 5,90
5 4
2
2,85
3
1
1,58
2 2,43
1
1,51
0
0 I
-1
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
Jateng (yoy)
Nas (yoy)
Jateng (qtq)
Nas (qtq)
III
IV
2013
I
I 2014
II
III
IV
I
II
2011
-1
III
IV
I
II
2012
III
IV
2014
Jateng (yoy) Purwokerto
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Surakarta
Semarang
Tegal
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.4 9
Kenaikan TTL tahap akhir 2013
PERSEN
BBM PERSEN
4,0 3,5
8
BBM Naik
3,0
7
2,5
6
Curah Hujan Tinggi
Ekspektasi Inflasi Mulai Naik
5
2,0 1,5 1,0
Pasca panen
0,5
4
0
3
(0,5) (1,0)
2 1
2
3
4
5
6
yoy
2,5
3.0
3,5
4.0
4.4
4.6
mtm
0,4
0,3
0,2
0,1
0,4
0,7
8
9
10
11
12
1
2
3
4.6
5.1
4.5
4.7
4.2
4.2
4.9
5.5
6.2
0.7
1.1
(0
0.1
(0.
0.4
1.1
0.8
0.9
7 2012
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
5.1
5.4
8.2
8,3
7,7
7,8
8,1
7.9
7,9
(0,
1,0
3,4
1,1
(0,
0,2
0,3
0,3
7.5
7.0
1,0
0,3
0,2
2013
2014 5.8
(0,
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. 4. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. 5. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
20
I
2013
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
Pada triwulan I 2014 inflasi Jawa Tengah berada dibawah inflasi nasional yang tercatat mencapai 7,32% (yoy). Inflasi tahunan nasional menurun dari 8,38% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 7,32% (yoy). Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan I 2014 terutama dari kelompok bahan makanan (volatile foods). Lima komoditas penyumbang inflasi terbesar Jawa Tengah secara bulanan pada triwulan I 2014 adalah dari komoditas di kelompok bahan makanan. Meski demikian, terdapat pula komoditas dari kelompok lainnya yaitu bahan bakar rumah tangga dan tukang bukan mandor. Kedua komoditas ini memberi sumbangan inflasi terkait dengan kenaikan harga elpiji 12 kg dan adanya penyesuaian upah tukang mengikuti kenaikan UMP (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Jawa Tengah (%) JANUARI
FEBRUARI
No. Komoditas
MARET
No. Komoditas
Andil
Andil
No. Komoditas
Andil
1
Tukang Bukang Mandor
0,14
1
Beras
0,35
1
Bawang Putih
0,04
2
Bahan Bakar Rumah Tangga
0,12
2
Cabai Rawit
0,33
2
Bawang Merah
0,04
3
Beras
0,09
3
Tukang Bukan Mandor
0,21
3
Kangkung
0,04
4
Telur Ayam Ras
0,09
4
Nasi Dengan Lauk
0,12
4
Beras
0,03
5
Cabai Merah
0,08
5
Minyak Goreng
0,11
5
Minyak Goreng
0,03
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.2
INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan inflasi terjadi di kelompok bahan makanan. Dibanding dengan triwulan sebelumnya, pada triwulan I 2014 kelompok bahan makanan mengalami penurunan inflasi yang cukup signifikan diikuti kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara kelompok lainnya tercatat mengalami inflasi yang meningkat (Tabel 2.2). Kondisi menurunnya inflasi di kelompok bahan makanan menggambarkan stabilitas pasokan pangan yang cukup baik di triwulan laporan. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok KOMODITAS
2012
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
UMUM
3.45
4.58
4.50
4.24
6.25
5.44
7,72
7,99
7,08
BAHAN MAKANAN
5.14
8.20
7.15
5.60
12.86
9.78
12,80
12,54
7,17
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
3.52
5.02
5.92
5.84
6.54
5.43
6,90
7,60
8,04
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
2.35
3.00
2.96
3.09
3.90
3.27
4,64
5,20
6,14
SANDANG
5.01
3.41
2.46
3.04
2.56
0.89
1,61
-0,01
2,75
KESEHATAN
2.37
1.95
2.00
2.11
2.44
2.15
2,33
2,48
2,94
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
4.35
4.47
3.82
3.56
3.69
3.67
1,84
2,52
2,95
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
1.88
2.04
2.65
3.06
2.22
5.35
12,70
13,27
13,04
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan Inflasi kelompok bahan makanan menurun cukup signifikan. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan menurun dari 12,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,17% (yoy). Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi di kelompok ini juga tercatat lebih rendah. Sebagian besar subkelompok mengalami penurunan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya. Di sisi lain, subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, sebagai kelompok memiliki bobot yang besar dalam penghitungan inflasi, masih mengalami kenaikan inflasi (Tabel 2.3). Dengan penurunan inflasi di kelompok bahan makanan ini, maka inflasi secara keseluruhan turut menurun.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
21
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan KOMODITAS
2012
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
yoy
qtq
5,14
8,20
7,15
5,60
12,86
9,78
12,80
12,54
7,17
2.51
SAYUR-SAYURAN
13,49
6,93
10,93
4,57
7,20
17,49
17,04
26,39
25,17
6.33
LEMAK DAN MINYAK
8,29
6,23
3,45
-3,94
-9,83
-0,67
6,45
26,90
25,10
4.38
IKAN SEGAR
3,58
6,99
6,73
9,90
9,15
10,11
12,43
12,78
17,12
3.74
KACANG - KACANGAN
3,40
4,27
17,39
17,43
14,51
13,12
10,59
11,63
14,42
0.91
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
16,45
13,75
5,00
3,50
2,46
4,47
5,95
5,25
10,69
4.79
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
4,48
9,17
8,70
7,12
11,54
10,26
19,31
11,22
8,81
0.38
BUAH–BUAHAN
5,06
4,92
7,29
11,51
16,79
12,01
10,32
11,79
8,55
0.35
IKAN DIAWETKAN
5,85
6,02
7,47
8,92
6,00
5,72
5,17
5,67
7,91
4.03
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
3,63
3,59
3,44
5,07
2,60
8,26
7,58
5,09
7,22
1.17
BAHAN MAKANAN LAINNYA
7,53
5,77
1,23
-0,12
2,28
3,31
3,33
5,63
5,43
1.50
BUMBU - BUMBUAN
-26,95
7,11
11,60
2,28
103,12
26,63
44,71
31,36
-25,87
-1.61
BAHAN MAKANAN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Subkelompok bumbu-bumbuan di triwulan laporan menurun setelah di triwulan sebelumnya mengalami inflasi tinggi. Di triwulan laporan inflasi subkelompok bumbu-bumbuan tercatat mengalami deflasi sebesar 25,87%, setelah mengalami inflasi 31,36% (yoy) di triwulan sebelumnya. Rendahnya inflasi bumbubumbuan di triwulan ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya disebabkan pasokan relatif memadai. Selain itu, impor hortikultura relatif lancar dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami hambatan. Pasokan impor cukup penting untuk diperhatikan mengingat siklus panen hortikultura yang tidak terjadi sepanjang tahun. Impor dibutuhkan untuk mencukupi pasokan saat musim tanam berlangsung. Ditengah masa tanam yang juga terganggu banjir, komoditas beras memberikan sumbangan inflasi. Dilihat dari komoditas penyumbang inflasi, beras memberikan sumbangan inflasi di tiap bulan pada triwulan I 2014. Meski demikian, tekanan inflasinya tidak sebesar tahun sebelumnya. Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh distribusi yang sempat terganggu di awal tahun karena adanya dampak banjir. Pada akhir triwulan I 2014, inflasi beras berkurang sumbangannya karena relatif membaiknya distribusi serta pasokan yang sudah meningkat sejalan masuknya panen di beberapa sentra produksi padi. Di triwulan I 2014, sektor Pertanian tumbuh cukup baik. Secara triwulanan tumbuh 37,7%, atau 2,1% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, prognosa produksi beras di triwulan I 2014 sebesar 3,17 juta ton sedangkan target produksi tahun 2014 sebesar 10,275 juta ton. Sementara itu, harga beras yang relatif terkendali dipengaruhi adanya percepatan penyaluran beras raskin dan stok beras Bulog yang cukup baik. Pemerintah mempercepat penyaluran beras raskin di Februari dan Maret 2014 untuk mengatasi dampak banjir. Sedangkan stok beras yang dikelola Bulog Jawa Tengah juga mencukupi dimana stok beras yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan daerah hingga 5 bulan ke depan. Subkelompok ikan segar memberi tekanan pada inflasi. Inflasi pada subkelompok ini mengalami kenaikan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi di triwulan I 2014 sebesar 17,12% (yoy) naik dari 12,78% (yoy) di triwulan sebelumnya maupun dari 9,15% (yoy) di triwulan I 2013. Terganggunya pasokan akibat cuaca buruk di awal tahun ditengarai sebagai penyebab kenaikan inflasi di kelompok ini.
22
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
Subkelompok telur, susu dan hasilnya juga mengalami kenaikan inflasi di triwulan laporan. Inflasi meningkat dari 5,09% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 7,22% (yoy) di triwulan laporan. Sementara pada triwulan I 2013, inflasi di subkelompok ini hanya sebesar 2,60% (yoy). Salah satu penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga telur ayam ras. Harga telur ayam ras meningkat sejalan dengan kurangnya pasokan akibat cuaca kurang baik. 2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Kelompok makanan jadi mengalami kenaikan inflasi yang lebih tinggi. Inflasi kelompok ini pada triwulan laporan sebesar 8,04% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 7,61% (yoy). Adapun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi kelompok makanan jadi juga meningkat dari 6,54% (yoy) pada triwulan I 2013. Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama terjadi di subkelompok makanan jadi serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Kenaikan inflasi di kelompok ini terutama karena adanya penyesuaian harga yang dilakukan paska kenaikan elpiji 12 kg. Adanya kenaikan elpiji sebesar Rp1.000/kg ditengarai mendorong produsen makanan melakukan penyesuaian harga produknya karena naiknya biaya produksi. Selain itu, mulai 1 Januari 2014, pemerintah daerah mulai melakukan pengenaan pajak cukai rokok sebesar 10% dari tarif cukai rokok. Peraturan pajak daerah yang baru ini mendorong produsen untuk menaikkan harga jual rokok. Sehingga berujung pada naiknya inflasi di subkelompok tembakau. 2.2.3. Kelompok Transpor Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi di kelompok ini tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Meski demikian, inflasi kelompok ini masih mencatat inflasi tertinggi dibanding kelompok lainnya. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini sedikit menurun menjadi 13,04% (yoy) dari level 13,27% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara di triwulan I tahun 2013, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,22% (yoy). Inflasi pada kelompok inti antara lain disumbang oleh kenaikan tarif angkutan udara dan penyesuaian harga mobil. Kenaikan tarif angkutan udara disebabkan pengenaan surcharge tarif angkutan udara. Sementara itu, adanya penyesuaian harga mobil oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM) mendorong kenaikan inflasi pada komoditas tersebut. 2.2.4. Kelompok Lainnya Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok perumahan, listrik dan air meningkat. Inflasi kelompok ini pada triwulan laporan sebesar 6,14% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya maupun terhadap periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan kelompok ini terutama didorong oleh adanya kenaikan pada komoditas bahan bakar rumah tangga. Kenaikan tersebut didorong naiknya harga elpiji 12 kg pada awal Januari 2014. Kenaikan harga tersebut tidak hanya menekan inflasi di elpiji 12 kg namun juga memengaruhi inflasi di elpiji 3 kg. Hal tersebut disebabkan adanya kecenderungan perpindahan (migrasi) konsumen. Di sisi lain, pasokan dan distribusi elpiji 3 kg kurang lancar sehingga mendorong adanya kenaikan harga yang lebih tinggi. Kelompok Sandang pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan inflasi. Inflasi meningkat dari -0,01% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 2,75% (yoy). Sementara di periode yang sama tahun 2013, inflasi kelompok ini sebesar 2,56% (yoy). Naiknya inflasi di kelompok ini terutama didorong oleh inflasi di subkelompok barang pribadi dan sandang lain yang meningkat dari -7,87% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 1,14% (yoy) di triwulan I 2014.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
23
2.3
DISAGREGASI INFLASI
Faktor non-fundamental menjadi pendorong penurunan inflasi di triwulan laporan, terutama dari menurunnya volatile foods. Ketersediaan pasokan menjadi kunci membaiknya inflasi di kelompok ini. Sementara inflasi di kelompok administered prices meningkat karena pengaruh kenaikan harga elpiji 12 kg. Adapun tekanan dari faktor fundamental (inflasi inti) juga meningkat meski dalam level terbatas. Inflasi volatile foods lebih rendah dibandingkan rata-rata historis. Inflasi volatile foods pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,38% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata pada periode yang sama dalam 5 tahun terakhir yang sebesar 8,40% (yoy). Sementara inflasi kelompok inti dan administered prices pada triwulan laporan masingmasing sebesar 4,83% (yoy) dan 14,99% (yoy), tercatat lebih tinggi dari rata-rata historisnya, yang masing-masing sebesar 3,91% (yoy) dan 4,44% (yoy) (Grafik 2.6). 2.3.1. Kelompok Volatile foods Inflasi volatile foods menurun signifikan di triwulan laporan. Dibandingkan triwulan sebelumnya, inflasi kelompok ini menurun dari 13,76% (yoy) menjadi 7,38% (yoy). Sementara inflasi di kelompok ini pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 13,07% (yoy). Adapun inflasi triwulanan kelompok ini sebesar 2,51% (qtq), dimana terjadi peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Tercukupinya pasokan menopang rendahnya inflasi di kelompok ini. Pasokan bahan pangan terutama produk hortikultura dan beras yang memadai menjadi pendorong turunnya inflasi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pasokan beras cukup memadai di triwulan laporan. Namun beras sempat mengalami inflasi dikarenakan pengaruh banjir yang mengganggu kelancaran distribusi. Kecukupan beras di triwulan laporan terlihat dari stok beras yang dikelola Bulog Jawa Tengah yang mencukupi. Sementara itu hambatan impor yang sempat menjadi kendala kecukupan pasokan hortikultura di tahun sebelumnya, relatif tidak terjadi di tahun ini. Sehingga kestabilan pasokan dapat lebih terjamin dan dapat meminimalkan inflasi di kelompok volatile foods. Beberapa subkelompok pada kelompok volatile foods masih mengalami inflasi. Selain subkelompok padipadian, tercatat dua subkelompok lainnya yang mengalami inflasi di triwulan laporan yaitu subkelompok ikan segar serta subkelompok telur, susu dan hasilnya. Inflasi di subkelompok ikan segar meningkat dari 12,78% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 17,12% (yoy) di triwulan laporan, begitu juga bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan inflasi ini disebabkan cuaca yang kurang baik di bulan Februari 2014 sehingga nelayan tidak dapat melaut. Musim hujan yang berintensitas tinggi juga mendorong kenaikan harga telur karena produksi umumnya berkurang saat musim tersebut. Inflasi di subkelompok telur, susu dan hasilnya sebesar 7,22% (yoy), meningkat baik dibandingkan triwulan sebelumnya maupun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
24
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
Stabilisasi pasokan menjadi kunci pengendalian inflasi. Pasokan pangan yang mencukupi di triwulan laporan merupakan poin penting rendahnya inflasi daerah. Kondisi ini dapat menjadi pembelajaran penting (lesson learned) bahwa ketersediaan pasokan antar waktu (kontinuitas) menjadi kunci menjaga stabilitas inflasi khususnya di kelompok ini. Pemantauan musim panen dan tanam sangat penting dilakukan. Di saat musim panen, pemerintah perlu menahan impor barang dan melakukan upaya penyimpanan stok dengan melengkapi peralatan yang dibutuhkan seperti cold storage. Di sisi lain, saat petani memasuki musim tanam, pencukupan kebutuhan masyarakat melalui impor barang menjadi jawaban. Melalui pemantauan ini maka inflasi diharapkan dapat lebih terjaga. Penguatan manajemen bencana perlu terus dilakukan. Triwulan I 2014 diwarnai dengan terjadinya berbagai bencana alam yang memengaruhi inflasi daerah. Bencana tersebut adalah banjir yang terjadi di bulan Februari serta letusan Gunung Kelud pada bulan Maret. Dampak dari banjir cukup memengaruhi pencapaian inflasi di Kota Kudus. Kudus sebagai kota yang baru ditetapkan sebagai sampel perhitungan inflasi triwulan I 2014 mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,50% (yoy) dan menjadi kota dengan inflasi tertinggi di Provinsi Jawa Tengah. Tingginya inflasi di daerah tersebut tidak terlepas dari tidak lancarnya distribusi pasokan terutama beras dan BBM ke daerah tersebut. Sehingga inflasi komoditas tersebut meningkat cukup tinggi. Ke depan diperlukan adanya cadangan pangan di beberapa daerah untuk mengantisipasi bila terjadi gangguan akibat bencana di suatu daerah. Harapannya, cadangan pangan yang mencukupi dapat memitigasi inflasi bila terjadi bencana. 2.3.2. Kelompok Administered Prices Tekanan inflasi dari faktor non-fundamental lainnya, yaitu inflasi kelompok administered prices, tercatat meningkat cukup tinggi. Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok administered prices meningkat menjadi sebesar 14,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 12,57% (yoy). Sumbangan inflasi kelompok ini juga tercatat cukup tinggi di triwulan ini, namun inflasi triwulanan relatif stabil. Inflasi pada kelompok administered prices didorong oleh kenaikan elpiji 12 kg. Kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000/kg yang diputuskan Pertamina pada awal Januari 2014 mendorong kenaikan inflasi kelompok ini. Sumbangan inflasi atas kenaikan harga ini diperkirakan sebesar 0,12%. Kondisi ini terlihat dari sumbangan inflasi pada bulan Januari 2014 dimana komoditas bahan bakar rumah memberi sumbangan sebesar 0,12%. Selain itu, adanya penetapan pajak atas cukai rokok oleh pemerintah daerah serta surcharge tarif pesawat udara turut memberi tekanan pada inflasi daerah. 2.3.3. Kelompok Inti Inflasi dari kelompok inti yang menggambarkan tekanan inflasi yang bersifat fundamental meningkat meski masih terkendali. Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok inti sedikit meningkat dari 4,51% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 4,83% (yoy) di triwulan laporan. Inflasi di triwulan tersebut juga meningkat dibandingkan triwulan I 2013 yang sebesar 4,03% (yoy). Meski demikian, inflasi inti masih cukup terkendali dan berada di bawah 5% (yoy). Hal ini menggambarkan bahwa permintaan secara agregat mulai meningkat namun terindikasi masih dapat direspons dengan baik oleh para pelaku usaha. Ekspektasi inflasi relatif masih dapat terjaga dan mampu meredam lonjakan inflasi inti. Hasil survei menunjukkan indeks ekspektasi harga yang relatif stabil baik dari sisi konsumen maupun dunia usaha (Grafik 2.9).
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
25
Sementara itu, dampak depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperkirakan terbatas. Sumbangan inflasi inti terhadap inflasi triwulanan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sumbangan atau andil kelompok core (inti) pada inflasi triwulanan per triwulan I 2014 sebesar 3,05% (yoy), meningkat dari 2,85% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok core terhadap inflasi umum pada triwulan laporan tertinggi dibandingkan sumbangan inflasi dari kelompok administered prices maupun volatile foods yang masing–masing tercatat sebesar 2,70% (yoy) dan 1,38% (yoy). Adapun dilihat dari inflasi triwulanan, inflasi inti juga memberikan andil yang cukup besar yaitu sebesar 0,80% (qtq) diikuti kelompok volatile foods dan administered prices. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.5 0,16
Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.6
PERSEN YOY
8.0
0,14
PERSEN MTM
6.0
0,12
4.0
0,10
2.0
0,08 0.0
0,06 -2.0
0,04 -4.0
0,02 0
1
12 (0,02)
I
II
III
IV
I
II
2011 Core
III
IV
I
II
2012 VF
III
IV
2013
I
2
4
3
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2013
2012
(0,04)
2014
Core
Adm Price
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
VF
Adm Price
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Faktor Eksternal : Nilai Tukar dan Imported Inflation Tekanan inflasi dari faktor eksternal mulai mempengaruhi inflasi di triwulan laporan meski dampaknya tidak signifikan. Tekanan imported inflation diperkirakan masih minimal sejalan dengan masih stabilnya perkembangan harga komoditas internasional. Namun demikian, kenaikan harga CPO mempengaruhi harga komoditas minyak goreng. Sementara itu, harga mobil mengalami kenaikan di triwulan ini sejalan dengan depresiasi Rupiah di tahun sebelumnya. Secara rata-rata, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah 1,08%, sementara secara point-to-point melemah 4,83%. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs tengah Bank Indonesia) pada akhir bulan Maret 2014 relatif stabil. Nilai tukar Rupiah pada akhir triwulan I 2014 sebesar Rp11.671,00, sementara triwulan sebelumnya berada di kisaran Rp11.461,00. Depresiasi nilai tukar Rupiah akan direspons dengan kenaikan inflasi pada kelompok inti, melalui jalur impor barang/bahan baku/bahan penolong.
Perkembangan Harga Komoditas Internasional dan Emas
Grafik 2.7 1400
US$/MT TON
1800
US$/OZ
1200
1700
1000
1600
800 1500 600 1400
400
1300
200 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2011 Beras ($/mt)
3
4
5 6
7 2012
CPO ($/Metric Ton)
Sumber : Bloomberg
26
2
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
Emas ($/oz) - RHS
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5 6
7 2013
8
9
10 11 12 1
1200 2 2014
3
Output Gap Tekanan inflasi dari sisi permintaan diperkirakan tidak terlalu besar. Tekanan permintaan di triwulan laporan secara umum masih dapat direspon dari sisi penawaran. Sementara dari sisi penawaran, permintaan tersebut diindikasikan masih dapat dipenuhi sejalan dengan cukup lancarnya distribusi barang. Kondisi ini terlihat dari relatif stabilnya data arus barang yang tercatat di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, utilitas kapasitas masih belum optimal sehingga masih mampu untuk merespons kenaikan permintaan musiman tersebut. Dengan perkembangan tersebut, tekanan dari output gap dapat dinyatakan relatif minimal. Ekspektasi Inflasi Ekspektasi inflasi cenderung stabil di triwulan laporan. Kondisi pasokan yang cepat pulih paska bencana banjir dan kenaikan harga elpiji mendorong stabilnya ekspektasi masyarakat hingga akhir triwulan. Membaiknya pasokan dan distribusi bahan pokok yang relatif stabil mendorong pembentukan ekspektasi di triwulan laporan. Kondisi tersebut tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Ekspektasi kenaikan harga konsumen relatif stabil. Konsumen berpendapat bahwa harga secara umum dalam 3 dan 6 bulan mendatang relatif stabil. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen di Provinsi Jawa Tengah. Rata-rata indeks ekpektasi harga 3 bulan yang akan datang di triwulan laporan sebesar 180,8. Sementara nilai rata-rata indeks ekspektasi harga 6 bulan yang akan datang sebesar 185,4. Adapun secara spasial, indeks di Kota Tegal dan Purwokerto terlihat mengalami tren meningkat (grafik 2.8). Sementara itu dari sisi pedagang, terlihat bahwa ekspektasi inflasi menurun di triwulan laporan. Kalangan pedagang retail memperkirakan harga akan mengalami penurunan paska bulan Desember. Relatif kurangnya tekanan dari faktor musiman diperkirakan sebagai pendorong adanya penurunan harga (Grafik 2.9). Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.8
200,0
Indeks Ekspektasi Pedagang Eceran
Grafik 2.9
INDEKS
185,00
INDEKS
190,0 175,00
180,0 165,00
170,0 155,00
160,0 145,00
150,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2012 SEMARANG
2013 PURWOKERTO
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
SOLO
TEGAL
2014
1
2
3
4
5
6
7
2013 Ekspektasi Harga 6 bulan yad
8
9
10
11 12 1
2
3
2014 Ekspektasi Harga 3 bulan yad
Sumber : Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
27
2.4
INFLASI KOTA-KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Tren penurunan inflasi terjadi di sebagian besar kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Penurunan terbesar terjadi di Kota Semarang, yaitu dari 8,19% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 6,43% (yoy) pada triwulan I 2014. Dari seluruh kota yang disurvei BPS, hanya Tegal yang mengalami kenaikan inflasi yaitu dari 5,80% (yoy) menjadi 6,07% (yoy). Mulai tahun 2013, BPS menambah jumlah kota yang disurvei dari 4 menjadi 6 kota dengan menambah kota Cilacap dan Kudus. Inflasi di kedua kota tersebut pada triwulan I 2014 masing-masing sebesar 9,69% (yoy) dan 10,50% (yoy)(Grafik 2.10). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok transportasi mengalami inflasi tertinggi di seluruh kota perhitungan inflasi di Jawa Tengah. Inflasi kelompok ini yang tertinggi terjadi di Cilacap dan Kudus masingmasing sebesar 15,38% (yoy) dan 14,35% (yoy). Inflasi di kedua kota tersebut berada di atas inflasi kelompok transpor Jawa Tengah yang sebesar 13,04% (yoy). Inflasi di kedua kota tersebut tercatat mengalami inflasi yang lebih tinggi dari inflasi Jawa Tengah di hampir seluruh kelompok (Grafik 2.11). Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Kudus. Inflasi di Kota Kudus mencapai 10,50% (yoy) disusul oleh inflasi Kota Cilacap sebesar 9,69% (yoy). Adapun kota lainnya yang mengalami inflasi di atas Jawa Tengah adalah Purwokerto dengan inflasi sebesar 7,30% (yoy). Grafik 2.10 12
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah
PERSEN YOY
10 8 6 4 2 0 2012
2013
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok
Grafik 2.11 18,00
PERSEN YOY
16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 (2,00) Semarang
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Surakarta
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
28
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
Tegal
Perumahan
Purwokerto
Sandang
Jateng
Kesehatan
Cilacap
Pendidikan
Kudus
Transpor
Dampak Banjir di Jawa Tengah
Suplemen 2
Pada bulan Januari hingga Februari 2014, sebagian daerah Jawa Tengah terutama pesisir pantai utara mengalami banjir yang cukup parah terjadi sejak minggu III Januari 2014. Banjir tersebut bahkan sempat memutuskan jalur distribusi ke/dari Kota Kudus dan sekitarnya sehingga menyebabkan pasokan ke/dari kota-kota tersebut menjadi berhenti. Sebagai daerah sentra produksi padi, banjir di daerah pantai utara tersebut menyebabkan lahan pertanian terendam banjir. Data menunjukkan bahwa lahan padi yang terendam sebesar 41.132 ha, dan 11.930 ha diantaranya Puso. Daerah lahan yang terendam terutama di Jepara, Pati, dan Demak. Sementara untuk hortikultura, lahan palawija yang terendam seluas 571 ha, jagung seluas 310 ha di Kendal dan Boyolali, kedelai 141 ha di Kendal dan Boyolali serta bawang merah seluas 120 ha di Kendal dan Brebes. Namun untuk semua komoditas hortikultura tersebut tidak ada yang terkena puso. Sedangkan luas areal tambak yang terkena banjir sebesar 14.783 hektar dengan perkiraan kerugian Rp113.9 miliar. Daerah yang terkena di Kudus, Pati, Pekalongan, Batang, dan Pemalang. Dampak banjir tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian di sektor pertanian sebesar Rp516 miliar dan pengalaman historis menunjukkan luas lahan yang terendam tersebut merupakan yang terluas dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, pada tahun 2009, banjir menyebabkan 28.097 ha lahan padi terendam. Dari sisi distribusi barang, banjir menyebabkan 18.54% jalan provinsi rusak dengan kerusakan terbesar di wilayah Semarang, Magelang, dan Cilacap. Jalan Provinsi yang rusak tersebut menyebabkan kerugian sekitar Rp113 miliar, sementara dana perbaikan tersedia Rp75 miliar. Upaya perbaikan juga tidak dapat dilakukan dengan sebera mengingat hujan masih turun hingga akhir Februari 2014. Saat banjir tersebut juga sempat memutuskan jalur transportasi antara Semarang-Kudus, Jepara, dan Pati serta ruas yang menghubungkan Kendal - Batang - Kota Pekalongan - Kabupaten Pekalongan dan Pemalang. Banjir juga menyebabkan bertambahnya waktu tempuh melalui Pantura berkisar 3-4 jam akibat jalan rusak. Akibat rusaknya jalan dan sempat terputusnya jalan, terjadi pengalihan ke jalur Selatan baik bagi untuk jalan maupun perlintasan kereta api. Pengalihan jalan ini menambah waktu tempuh 4-5 jam. Banjir yang terjadi tersebut cukup memengaruhi inflasi daerah, terlihat dari tingginya inflasi di bulan Januari. Meski sepenuhnya tidak disebabkan oleh dampak banjir, pada bulan tersebut terjadi inflasi sebesar 1% (mtm). Dimana inflasi bulan tersebut juga disebabkan oleh dampak kenaikan elpiji 12 kg. Selanjutnya inflasi di bulan Februari 2014 terbilang masih cukup tinggi yaitu sebesar 0,33% (mtm). Adapun dampak terhadap inflasi yang cukup besar dirasakan di Kota Kudus dimana inflasi di daerah tersebut mencapai 12,20% (yoy). Sebagai kota yang baru di survei BPS serta sempat terputus jalur distribusinya akibat banjir, inflasi terjadi cukup signifikan di daerah tersebut. Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi dengan inflasi mencapai 20,70% (yoy). Melihat dari fenomena dampak banjir tersebut, maka kedepan perlu diperhatikan adanya manajemen pasokan dan cadangan pangan yang baik di tiap daerah. Kondisi ini diperlukan untuk menyangga tingginya permintaan dan kurangnya pasokan saat terjadi bencana. Sehingga inflasi di daerah yang terkena bencana dapat lebih terjaga.
Bab 2. Perkembangan inflasi jawa tengah
29
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB III
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I -2014 masih tumbuh cukup baik. Meski tumbuh cukup baik jika dibandingkan dengan periode (triwulan) sebelumnya, kinerja perbankan di Jawa tengah mengalami perlambatan pada Tw I 2014. Indikator utama perbankan yaitu aset, dan kredit menunjukkan perlambatan sementara DPK masih mengalami sedikit peningkatan. Perbankan syariah mengalami peningkatan aset namun DPK dan pembiayaan yang dilakukan mengalami perlambatan pertumbuhan. Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
KONDISI UMUM PERBANKAN9 JAWA TENGAH
3.1
Industri perbankan di Jawa Tengah pada Triwulan I 2014 masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.2), terkonfirmasi dari beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa Tengah. Secara tahunan pada triwulan ini total aset dan kredit tumbuh melambat dibanding Triwulan IV 2013. Sementara itu DPK masih mampu tumbuh tipis. Seiring dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan DPK maka menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) turut meningkat pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat dijaga jauh di bawah level indikatif lima persen. Kinerja perbankan yang masih cukup baik tersebut memberikan nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi sektor keuangan, yang pada Triwulan I-2014 mampu tumbuh 11,2% (yoy). Aset tumbuh melambat, dari 15,39% (yoy) menjadi 14,89% (yoy). Total aset bank umum tercatat sebesar Rp230,30 miliar. Penghimpunan DPK bank umum meningkat dari 15,24% (yoy) menjadi 15,29% (yoy). Dilihat dari jenis simpanannya, sumber perlambatan berasal dari giro dan tabungan sementara deposito menunjukkan pertumbuhan yang menguat. Kredit melambat pada periode laporan. Kredit bank umum melambat dari 16,98% (yoy) menjadi 16,45% (yoy). Dari jenis kreditnya, perlambatan bersumber dari kredit konsumsi sementara komponen kredit berdasar jenis penggunaan lainnya yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi masih menunjukkan peningkatan. Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah
Grafik 3.1
250
Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan Jawa Tengah
Grafik 3.2
TRILIUN RP
PERSEN
108
30
PERSEN YOY
106 200
104 102
150
100 100
15
98 96
50
94 0
92 I
II
III
IV
I
2012 Asset
DPK
II
III 2013
Kredit
LDR-RHS
Sumber : Bank Indonesia
IV
I
0
I
II
III
IV
2012
2014 Asset
I
II
III 2013
Kredit
IV
I 2014
DPK
Sumber : Bank Indonesia
9. Indikator perbankan berdasar lokasi bank
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
31
3.2
PERKEMBANGAN BANK UMUM
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank Perkembangan jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah naik dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 3.1). Meskipun pada triwulan ini kenaikan hanya terjadi pada kantor kas sejumlah 5 unit pada kelompok Bank Pemerintah Daerah sehingga total kantor kas di Jawa Tengah yaitu 583 unit. Selebihnya pada kelompok bank lain tidak mengalami penambahan jumlah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah KETERANGAN
2012
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Jumlah Bank Umum
51
51
51
51
51
51
51
51
51
jumlah Bank (Kantor Pusat)
2
2
2
2
2
2
2
2
Jumlah Kantor Bank Umum
3,381
3,500
3,615
3,628
3,676
3,632
3,675
3,754
3,759
Bank Pemerintah
2,258
Bank Conventional 2
2,149
2,159
2,174
2,184
2,201
2,156
2,185
2,258
Kantor Pusat
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kantor Cabang
79
79
79
79
80
80
80
80
80
1,853
1,857
1,875
1,881
1,897
1,855
1,855
1,872
1,872
Kantor Kas
217
223
220
224
224
221
250
306
306
Bank Pemerintah Daerah
248
250
252
256
273
276
278
282
287
Kantor Pusat
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kantor Cabang
40
40
41
41
41
41
42
42
42 106
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Cabang Pembantu
93
93
93
95
103
104
105
106
Kantor Kas
114
116
117
119
128
130
130
133
138
Bank Swasta Nasional
964
1,070
1,168
1,167
1,181
1,179
1,192
1,192
1,192
Kantor Pusat Kantor Cabang
1
1
1
1
1
1
1
1
1
166
168
171
171
180
181
184
185
185
Kantor Cabang Pembantu
682
774
855
850
864
865
872
868
868
Kantor Kas
115
127
141
145
136
132
135
138
138
Bank Asing dan Bank Campuran
20
21
21
21
21
21
20
22
22
Kantor Pusat
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
16
16
16
16
16
15
15
15
Kantor Cabang Pembantu
4
4
4
4
4
4
4
6
6
Kantor Kas
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Kantor Cabang
Sumber : Bank Indonnesia
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK Peningkatan suku bunga simpanan tidak seiring dengan pertumbuhan DPK. Keseluruhan komponen suku bungan simpanan mengalami peningkatan terkecuali tabungan, sementara kenaikan DPK hanya terjadi pada deposito. Dilihat dari golongan nasabahnya, terjadi perlambatan drastis pada kelompok pemerintah daerah yang melambat dari 13,58% (yoy) di Triwulan IV-2013 menjadi 2,17% (yoy). Di sisi lain terjadi penguatan pertumbuhan pada kelompok swasta dari 16,86% (yoy) menjadi 19,82% (yoy). Sementara itu, dilihat dari penggunaannya, kenaikan terbesar terjadi pada deposito yang naik dari 21,99% (yoy) menjadi 28,95% (yoy). Giro swasta mengalami perlambatan dari 6,52% (yoy) menjadi 0,45% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada tabungan dari 13,99% (yoy) menjadi 12,04%. Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK, simpanan dalam bentuk tabungan tetap tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 49%. Sementara itu, simpanan deposito dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 35% dan 16% (Grafik 3.4). Tidak terjadi shifting di sepanjang lima tahun terakhir mengenai proporsi bentuk simpanan ini.
32
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3
100
Komposisi DPK Perbankan Umum Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4
30
TRILIUN RP
80 20
DEPOSITO 35%
60 TABUNGAN 49%
40 10 20
GIRO 16%
0
0 I
II
III
IV
I
II
2012
Tabungan Deposito
III
IV
2013
Giro Pertumbuhan Giro
I 2014
Pertumbuhan Tabungan Pertumbuhan Deposito
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami perlambatan seiring dengan perlambatan yang terjadi pada DPK. Kredit melambat dari 16,98% (yoy) menjadi 16,45% (yoy). Pertumbuhan kredit baik pada kelompok pemerintah maupun swasta mengalami perlambatan pertumbuhan. Pangsa terbesar penyaluran kredit pada kelompok bank umum masih diberikan pada sektor perdagangan besar dan eceran yaitu 34,53% dilanjutkan dengan industri pengolahan 16,47%. Grafik 3.5
Perkembangan Kredit Sektor Utama Bank Umum Provinsi Jawa Tengah (Rp Triliun)
PERSEN YOY
60
RP TRILIUN
30 40 20
20
0
10
MAR
JUN
SEP
DES
MAR
JUN
2012 Kredit Sektor Pertanian
Kredit Sektor Industri
SEP
DES
2013 Kredit Sektor PHR
Pertumbuhan Kredit Sektor Industri -RHS
Pertumbuhan Kredit Sektor pertanian -RHS
MAR
0
2014 Pertumbuhan Kredit Sektor PHR
Sumber : Bank Indonesia
Kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi meskipun mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit pada Triwulan I-2014 masih cukup baik yang didukung oleh suku bunga pinjaman yang hanya mengalami sedikit kenaikan. Kredit berdasarkan kategori jenis penggunaan mengalami kondisi yang beragam. Kredit investasi tetap tumbuh paling tinggi dibanding kredit lain. Sementara itu kredit modal kerja tumbuh meningkat dari 14,34% (yoy) menjadi 15,46% (yoy). Sementara kredit investasi tumbuh meningkat dari 34,16% (yoy) menjadi 34,64% (yoy), sedangkan kredit konsumsi melambat dari 14,73% menjadi 11,05% (yoy) (Grafik 3.6). Berdasarkan jenis penggunaan, komposisi penyaluran kredit pada Triwulan I-2014 masih didominasi oleh kredit modal kerja yakni sebesar 52%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar 33%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 15% (Grafik 3.7).
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
33
Pertumbuhan Kredit Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6
180
Komposisi Kredit Perbankan Triwulan I 2014 di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7
60
TRILIUN RP
160
50
140
40
120 100
KONSUMSI 33%
30
80
MODAL KERJA 52%
20
60 40
10
20 0
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja
III
IV*
INVESTASI 15%
0
2013 KMK yoy - RHS KK yoy - RHS
Kredit Investasi KI yoy - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Perkembangan suku bunga bank umum konvensional berupa suku bunga simpanan mengalami peningkatan terkecuali suku bunga tabungan. Sementara untuk suku bungan pinjaman keseluruhan komponen menunjukkan peningkatan. Kenaikan suku bunga simpanan terbesar adalah deposito di mana suku bunga deposito meningkat dari 6,89% menjadi 7,20%. Berdasarkan waktunya, hampir semua suku bunga deposito naik baik jangka pendek maupun panjang. Penurunan suku bunga hanya terjadi pada suku bunga deposito bertenor kurang dari 18 bulan. Rata-rata suku bunga deposito pada Triwulan 1-2014 adalah sebesar 7,14%, suku bunga deposito lebih rendah daripada angka rata-rata tersebut dijumpai pada deposit bertenor 12 bulan, 18 bulan, dan 24 bulan. Suku bunga tabungan mengalami penurunan dari 1,99% menjadi 1,92%. Sementara itu, suku bunga giro juga mengalami peningkatan dari 2,23% menjadi 2,73%. Apabila kredit ditinjau berdasarkan penggunaan, maka secara keseluruhan suku bunga pinjaman mengalami peningkatan pada triwulan ini. Suku bunga kredit berdasar penggunaan secara umum meningkat dari 12,91% pada triwulan IV-2013 menjadi 12,99% pada triwulan laporan. Sementara itu Kredit Modal Kerja mengalami peningkatan dari 12,93% menjadi 13,03%. Demikian pula halnya dengan Kredit Investasi yang meningkat dari 12,78% menjadi 12,89% pada triwulan I-2014 ini. Kredit Konsumsi mengalami peningkatan dari 12,92% menjadi 12,97% pada triwulan laporan. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Simpanan Jawa Tengah
Grafik 3.8
4
Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Pinjaman Jawa Tengah
Grafik 3.9
PERSEN
8
PERSEN
16
PERSEN
6
2
4
13
2
0
I
II
III
IV
I
II
2011 Giro
III
IV
I
2012 Tabungan
II
III 2013
IV
I
0
Deposito - RHS
Sumber : Bank Indonesia
34
10
I
II
2014
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
III
IV
I
II
2011 Modal Kerja
Sumber : Bank Indonesia
III
IV
I
2012 Investasi
Konsumsi
II
III 2013
Jenis Penggunaan
IV
I 2014
Grafik 3.10
19
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama Jawa Tengah
PERSEN
14
9
MAR
JUN
SEP
DES
MAR
2011 Pertumbuhan Kredit Sektor Pertaniain Jateng
JUN
SEP
2012
DES
MAR
JUN
SEP
DES
2013
Pertumbuhan Kredit Sektor Industri Jateng
MAR
JUN
SEP
2013
DES
MAR 2014
Pertumbuhan Kredit Sektor PHR Jateng
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan sektor utama di Jawa Tengah, hanya suku bunga kredit pada Sektor Pertanian yang mengalami penurunan dari triwulan IV-2013. Suku bunga kredit Sektor Pertanian menurun dari 14,19% menjadi 14,06%. Sementara itu suku bunga pada sektor utama lainnya yaitu Sektor Industri dan Sektor PHR mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2014 suku bunga kredit Sektor Industri meningkat dari 11,02% menjadi 11,19%. Sedangkan pada Sektor PHR suku bunga kredit meningkat dari 13,60% menjadi 13,65%. 3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Non Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan pada level yang rendah, yang mengindikasikan kualitas kredit dapat dijaga dengan baik. Tingkat NPL gross perbankan Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 sebesar 2,17% sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,98%. Kredit berdasarkan penggunaan, meskipun dalam tren meningkat dari triwulan lalu memiliki NPL gross pada semua komponen pembentuknya berada di bawah batas atas sebesar 5%. Semua kredit berdasar jenis penggunaan mengalami peningkatan NPL dengan nilai tertinggi berada pada jenis Kredit Modal Kerja yaitu sebesar 2,72% pada triwulan ini. NPL Kredit Konsumsi tercatat yang paling rendah yaitu 1,13%, sedangkan NPL Kredit Investasi 2,52% Pengamatan berdasar sektoral NPL sektor utama ekonomi Jawa Tengah tercatat masih berada di bawah batas atas. NPL sektor utama ekonomi Jawa Tengah memiliki NPL yang stabil berada di bawah level indikatif. Pada Triwulan I-2014 NPL Kredit Sektor PHR tercatat tertinggi yaitu sebesar 3,12% dan Industri Pengolahan sebesar 2,53%. NPL kredit kepada Sektor Pertanian mencapai level terendah pada triwulan ini yaitu sebesar 2,16%.
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
35
3.3
Perkembangan PERBANKAN SYARIAH
Perkembangan industri syariah pada Triwulan I-2014 di Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Perbankan syariah mengalami pertumbuhan aset sebesar 53,83% dari sebelumnya pada Triwulan IV-2013 yang tumbuh sebesar 28,01%. Namun pada DPK industri perbankan syariah mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya yakni sebesar 32,89% menjadi 21,12% (yoy). Pembiayaan yang dilakukan oleh Perbankan Syariah mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Pada Triwulan I-2014 ini pertumbuhan pembiayaan melambat menjadi sebesar 27,39% (yoy) dari sebelumnya sebesar 27,39% (yoy). Sementara itu angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan ini mengalami peningkatan menjadi sebesar 129% setelah triwulan sebelumnya hanya sebesar 117%. Meskipun berkinerja baik namun dilihat berdasarkan jumlah jaringan kantor baik bank umum syariah dan unit usaha syariah (UUS) belum terjadi peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan jumlah jaringan kantor BPR syariah yang masih stagnan dari triwulan IV-2013. Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah KETERANGAN
2012 I
II
2013 III
IV
2014
I
II
III
IV
I
Bank Syariah Bank Umum Jumlah Bank
7
7
8
8
8
9
9
9
9
Jumlah Kantor
139
147
152
156
158
160
165
167
167
Unit Usaha Syariah
45
47
49
49
51
59
61
62
62
Jumlah Kantor
45
47
49
49
51
59
61
62
62
Jumlah Bank
23
23
23
23
23
24
24
24
24
Jumlah Kantor
23
23
23
23
23
24
24
24
24
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Sumber : Bank Indonnesia
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatatkan yaitu sebesar 20,91% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 23,07%. Risiko yang dihadapi kredit kepada sektor UMKM meskipun mengalami peningkatan namun masih terjaga pada batas aman yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5%. NPL kredit UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan yaitu sebesar 3,33%, meningkat dari sebelumnya yang sebesar 3,09%. Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya kredit kepada Sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja. Pada triwulan laporan Kredit Modal Kerja tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan dari 18,67% (yoy) menjadi 17,28% (yoy). Sementara itu Kredit Investasi tetap mampu tumbuh di level yang tinggi. Meskipun demikian pada triwulan ini Kredit Investasi pada Sektor UMKM juga mengalami perlambatan yaitu menjadi sebesar 40,55% (yoy) dari sebelumnya 47,67% (yoy).
36
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.11
70
RP TRILIUN
Grafik 3.12
30
PERSEN YOY
60
25
50
2,5
NPL Kredit UMKM
RP TRILIUN
PERSEN
4,50%
2
20
3,00% 1,5
40 15 30
1 10
20 10 0
I
II
III
IV
I
II
2012 Kredit UMKM
III
IV
2013
5 0
0
I
III
IV
I
II
2012
Pertumbuhan Kredit UMKM - RHS
Kredit UMKM
Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.14
60
5
40
40
3
20
20
2
0
0
RP TRILIUN
PERSEN
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
Kredit Modal Kerja Pada Sektor UMKM Kredit Investasi Pada Sektor UMKM
I
III
IV
2013
I
0,00%
2014
Pertumbuhan Kredit UMKM - RHS
NPL Kredit UMKM Berdasar Penggunaan
PERSEN
I
II
2014
III
IV
I
II
2012
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Pada Sektor UMKM Pertumbuhan Investasi Pada Sektor UMKM
NPL Kredit Modal Kerja UMKM
Sumber : Bank Indoneisa
3.4
II
Sumber : Bank Indoneisa
Grafik 3.13
0
I
2014
Sumber : Bank Indoneisa
60
1,50% 0,5
III 2013
IV
I 2014
NPL Kredil Investasi UMKM
Sumber : Bank Indoneisa
Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
Kegiatan kliring pada triwulan I 2014 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun jumlah warkat. Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 635.373 lembar dengan nominal sebesar Rp 24,77 triliun (Grafik 3.15). Sementara itu pada Triwulan IV-2013 perputaran warkat adalah sebanyak 609.708 lembar dengan nominal kliring adalah sebesar Rp 25,31 triliun.
60
Tabel 3.3. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Perputaran Kliring di Jawa Tengah
Grafik 3.15
14.000
RIBU LEMBAR
TRILIUN RP
WILAYAH
1.200 1.000
40
800
0
II
III
IV
II
III 2013
2012 Kliring Nominal
I
IV
Tw 1 - 2014
PURWOKERTO
943
49,446
SEMARANG
8,008
242,704
SOLO
2,556
68,688
1,000
37,729
400
YOGYAKARTA
948
43,230
200
JAWA TENGAH
13,455
441,796
0 I
NOMINAL (Rp Juta)
TEGAL
600 20
WARKAT Tw 1 - 2014
Sumber : Bank Indonnesia
I 2014
Kliring Warkat - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
37
Peredaran cek dan bilyet giro kosong meningkat (Tabel 3.3). Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 14.134 lembar dengan nominal sebesar Rp 0,46 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal cek/BG kosong tumbuh sebesar 17,46% (yoy) atau naik cukup tajam dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 11,82% (yoy). Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.16 200
Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.17 200
MILIAR RP
150
150
100
100
50
50
0
LEMBAR
0
I
II
III
IV
I
2012 RTGS dari Jateng
RTGS antar Jateng
II
III
IV
2013
I
I
II
2014
RTGS ke Jateng
Sumber : Bank Indonesia
III
IV
I
2012 RTGS dari Jateng
RTGS antar Jateng
II
III
IV
2013
I
2014
RTGS ke Jateng
Sumber : Bank Indonesia
Transaksi RTGS yang terjadi pada Trwulan I-2014 mengalami penurunan baik secara volume transaksi maupun nilai transaksi dibandingkan dengan Triwulan IV-2013 (Grafik 3.16 dan 3.17). Secara volume, transaksi RTGS yang semula mampu tumbuh positif sebesar 4,58% (qtoq) pada triwulan ini turun sebesar 12,23% (qtoq), dengan penurunan volume terbesar dicatat oleh transaksi RTGS dari Jawa Tengah yakni sebesar 13,69% (qtoq). Sementara itu dari sisi nilai, transaksi RTGS juga mengalami penurunan sebesar 11,68% (qtoq) setelah sebelumnya mampu mencatatkan angka pertumbuhan positif sebesar 4,65% (qtoq). Penurunan nilai transaksi RTGS terbesar dijumpai pada RTGS ke Jawa Tengah yaitu sebesar 23,05% (qtoq) memburuk dari Triwulan IV-2013 yang sudah mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 0,49% (qtoq).
3.5
Perkembangan Perkasan
Pada Triwulan I-2014, Jawa Tengah sama halnya dengan tahun lalu mengalami net inflow uang tunai. Inflow yang terjadi adalah sebesar Rp 15,47 triliun meningkat dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp 12,65 triliun atau meningkat sebesar 22,34% (qtoq). Sementara itu outflow yang terjadi pada triwulan laporan yaitu sebesar Rp 6,27 triliun menurun dari triwulan IV-2013 yang sebesar Rp 9,21 triliun atau menurun sebesar 31,92% (qtoq). Dengan kondisi tersebut, netflow yang terjadi mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp 3,44 triliun menjadi Rp 9,20 triliun atau meningkat sebesar 167,62% (qtoq). Penyediaan uang dalam jumlah yang cukup dan kondisi yang layak edar menjadi tugas Bank Indonesia. Dalam rangka memenuhi tugas tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V melakukan penarikan uang lusuh. Pada Triwulan I-2014 uang lusuh yang ditarik menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap inflow, pada triwulan laporan persentase penarikan uang lusuh terhadap inflow adalah sebesar 59,69%. Angka ini relatif stabil dibanding triwulan IV-2013 yang sebesar 59,64% (Grafik 3.19).
38
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
Grafik 3.18
20
Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.19
8
TRILIUN RP
15
6
10
4
5
2
Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
TRILIUN RP
PERSEN
90
60
30
0
0
0 I
II
III
IV
I
2012
INFLOW
OUTFLOW
II
III 2013
NET-INFLOW
Sumber : Bank Indonesia
IV
I
I
2014
II
III
IV
I
2012
PTTB
II
III 2013
IV
I 2014
PERSENTASE TERHADAP INFLOW - RHS
Sumber : Bank Indonesia
Penemuan uang palsu di Jawa Tengah pada Triwulan I-2014 sebanyak 5.475 lembar. Apabila ditinjau berdasarkan lokasi maka temuan uang palsu terbanyak dijumpai di Kota Semarang (3.458 lembar) dan terkecil di Kota Purwokerto (427 lembar). Kegiatan sistem pembayaran bereperan besar dalam memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dalam bentuk tunai maupun nontunai pada Triwulan I 2014 menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa masih cukup maraknya kegiatan ekonomi di Jawa Tengah
Bab 3. Perkembangan perbankan dan sistem pembayaran
39
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BAB IV
Sesuai siklikalitas APBD secara umum realisasi belanja daerah dan pendapatan daerah di triwulan I 2014 masih rendah. Sejalan dengan melambatnya perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2014, persentase realisasi pendapatan dan belanja daerah pada periode laporan tidak sebesar periode yang sama tahun sebelumnya
Sesuai dengan siklikalitas realiasasi belanja pemerintah baik pusat maupun daerah yang relatif masih rendah pada triwulan pertama, perkembangan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah pada data realisasi APBD Triwulan I-2014 menunjukkan telah terjadi penyerapan pendapatan sebesar Rp 3,26 triliun (13%) dan belanja Rp 1,84 triliun (24%) terhadap APBD 2014 (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan I-2014 URAIAN
APBD 2014
Pendapatan Belanja
Realisasi Rp. MILIAR
% Terhadap Anggaran
13,737
3,256
24
13,997
1,835
13
Penerimaan Pembiayaan
400
0,17
0,06
Pengeluaran Pembiayaan
40
0,00
0
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah-Data Sementara , diolah
Pengamatan pada 4 titik tahun anggaran, tampak bahwa alokasi pada Belanja Tidak Langsung mendominasi anggaran belanja. Pada triwulan laporan alokasi Belanja Tidak Langsung mencapai 78,94% sementara Belanja Langsung 21,06%. Pada triwulan ini terjadi peningkatan realisasi alokasi Belanja Tidak Langsung baik terhadap anggaran tahun 2014 sendiri maupun terhadap data historis 2012-2013 yang rata-ratanya hanya mencapai 72,39%. Sementara itu pada realisasi Belanja Langsung, alokasi pada triwulan laporan lebih rendah dari rata-rata realisasi alokasi anggaran 2012-2014 yang sebesar 27,61% (Grafik 4.1). Pangsa Belanja Langsung dan Tidak Langsung
Grafik 4.1
78.94 74.46
72.44
25.54
70.28
27.56
29.72 21.06
2012
TIDAK LANGSUNG
2013
2014
Tw I - 2014
LANGSUNG
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Apabila ditinjau lebih mendalam pada alokasi Belanja Tidak Langsung mayoritas berupa Belanja Hibah yang mencapai hingga 46,07% diikuti Belanja Bagi Hasil Kab/Kota sebesar 30,62%, dan Belanja Pegawai 23,13% (Grafik 4.2). Sementara itu alokasi belanja langsung didominasi oleh Belanja Barang dan Jasa sebesar 65,24%, kemudian Belanja Modal 21,76%, dan Belanja Pegawai 13,00%. (Grafik 4.3)
Bab 4. perkembangan keuangan daerah
41
Proporsi Realisasi Belanja Tidak Langsung Triwulan I 2014
Grafik 4.2
Proporsi Realisasi Belanja Langsung Triwulan I 2014
Grafik 4.3
22%
35% 49%
65% 13% 23%
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KAB / KOTA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sebagai wujud pencanangan tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, terlihat pada alokasi Belanja Modal sebagai proksi belanja infrastruktur yang mengalami peningkatan. Pada APBD 2014 alokasi Belanja Modal menjadi 10,30% terhadap total belanja yaitu sebesar Rp 1.442 miliar dari sebelumnya pada APBD 2013 hanya sebesar 7,71% dari total anggaran atau sebesar 1.055 miliar. Pada APBD 2012 alokasi belanja tersebut hanya sebesar 5,45% dari total anggaran atau sebesar 650 miliar. Peningkatan alokasi belanja modal dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan. Meskipun demikian pengalokasian Belanja Modal tersebut pada data realisasi triwulan I-2014 relatif masih rendah yakni sebesar 4,58% dari total anggaran atau sebesar Rp 84 miliar. (Grafik 4.4) Porsi Belanja Modal pada APBD
Grafik 4.4
12
Grafik 4.5
Proporsi Realisasi Pendapatan
PERSEN
10,30
7,71
8
20%
5,45
61%
4,58 4
0
19%
2012
2013
2014
Tw I - 2014
Porsi Belanja Modal Terhadap Total Belanja
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
PAD
DANA PERIMBANGAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sementara itu dari sisi pendapatan daerah, masih didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 61,13%, diikuti Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar 20,40%, dan Dana Perimbangan 18,47%. (Grafik 4.5) Untuk PAD sendiri komponen terbesarnya berupa Pajak Daerah yang mencapai sebesar 87,60%. Sedangkan komponen pada Dana Perimbangan hanya Dana Alokasi Umum yang sudah tercatat angka realisasinya pada Triwulan 1-2014. Sementara itu realisasi komponen terbesar pada pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu berupa Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus yakni sebesar 99,97%.
42
Bab 4. perkembangan keuangan daerah
Dilihat perkembangan secara tahunan realisasi pada Triwulan I-2014, penyerapan anggaran baik belanja tidak langsung maupun langsung mengalami pertumbuhan negatif. Namun demikian beberapa komponen pada pos belanja tersebut telah menunjukkan perkembangan positif. Pada pos belanja tidak langsung komponen yang sudah menunjukkan perkembangan positif yaitu belanja pegawai sebesar 3,32% (yoy), Belanja Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota 92,92% (yoy).Sementara itu pada pos belanja langsung, komponen yang telah menunjukkan lonjakan tajam yaitu Belanja Modal sebesar 300,22% (yoy).
Bab 4. perkembangan keuangan daerah
43
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BAB V
Kesejahteraan terindikasi masih baik Angka pengangguran terbuka mengalami penurunan. Pendapatan petani mengalami penurunan yang diindikasikan oleh turunnya Nilai Tukar Petani.
5.1
KETENAGAKERJAAN12
Terdapat kenaikan jumlah usia produktif yang bekerja pada Februari tahun 2014. Dibandingkan dengan bulan Februari maupun Agustus tahun sebelumnya, terdapat peningkatan jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja tersebut sebesar 290 ribu orang dibanding bulan Agustus 2013. Pada tabel 5.1 di bawah terlihat bahwa penduduk usia produktif yang bekerja di bulan Februari 2014 berjumlah 16,75juta orang. Jika dilihat persektor, maka peningkatan tertinggi jumlah penduduk yang bekerja adalah di sektor konstruksi dan industri. Peningkatan tersebut masing-masing sebesar 340 ribu orang dan 210 ribu orang.Masih meningkatnya pertumbuhan perekonomian di sektor tersebut menjadi pendorong bertambahnya jumlah pekerja. Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang) 2013
URAIAN
Februari
2014 Agustus
Februari
1.
Pertanian
4,84
4,93
5,19
2.
Industri
3,23
3,05
3,31
3.
Konstruksi
1,22
0,95
1,31
4.
Perdagangan
3,64
3,59
3,72
5.
Transportasi, Pergudangan & Komunikasi
0,54
0,60
0,55
6.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan
0,30
0,31
0,36
7.
Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan
2,10
2,45
2,15
8.
Lainnya
0,10
0,09
0,16
TOTAL
15,97
15,97
16,75
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari Sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air. Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pekerja masih terkonsentrasi di sektor ekonomi utama daerah. Sektor-sektor ekonomi utama Jawa Tengah masih menjadi sentra lapangan pekerjaan utama dari penduduk. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian, industri dan perdagangan mencapai 73% dari penduduk yang bekerja di Februari 2014. Persentase penduduk yang bekerja di sektor tersebut masing-masing 31%, 20% dan 22%. Konsentrasi jumlah penduduk bekerja terutama untuk sektor informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jumlah pekerja informal dalam perekonomian mencapai 62%. Jumlah ini menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 66%. Meningkatnya jumah buruh/karyawan/pegawai di bulan Februari yang cukup signifikan hingga 590 ribu orang, menyebabkan menurunnya jumlah pekerja informal.
12. Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
45
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang) 2013
URAIAN
Februari
2014 Februari
Agustus
1.
Berusaha Sendiri
2,81
2,66
2,82
2.
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap
2,93
3,34
2,93
3.
Berusaha Dibantu Buruh Tetap
0,57
0,54
0,62
4.
Buruh/Karyawan/Pegawai
5,43
5,15
5,74
5.
Pekerja Bebas
2,48
2,02
2,29
6.
Pekerja Keluarga/Tak Dibayar
2,29
2,76
2,36
16,50
16,47
16,75
TOTAL Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
5.2
Pengangguran
Angka pengangguran pada Februari 2014 menunjukkan penurunan. Secara tahunan maupun dibanding Agustus 2013, jumlah penduduk usia produktif yang menganggur menurun. Masih meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah meski secara terbatas diduga sebagai indikasi masih terserapnya angkatan kerja daerah. Selain itu terlihat pula peningkatan jumlah angkatan kerja yang diiringi dengan peningkatan penduduk yang bekerja. Sedangkan jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan. Kondisi ini menggambarkan adanya penyerapan tenaga kerja yang cukup besar sehingga mendorong penduduk yang bukan angkatan kerja beraih untuk kembali bekerja. Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang) 2013
URAIAN 1.
Angkatan Kerja
2014
Februari
Agustus
Februari
17,47
17,52
17,72
Bekerja
16,50
16,47
16,75
Pengangguran
0,96
1,05
0,97
2.
Bukan Angkatan Kerja
7,32
7,36
7,26
3.
Tk. Partisipasi Angkatan Kerja (%)
70,48
70,43
70,93
4.
Tk. Pengangguran Terbuka (%)
5,51
6,01
5,45
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Kualitas penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke bawah), dengan porsi 54,5%. Sementara pekerja yang berpendidikan tinggi hanya mencakup 6,5%. Sedangkan sisanya merupakan pekerja berpendidikan menengah. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun terhadap periode Agustus 2013, komposisi ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan I 2014
Grafik 5.1.
160
INDEKS
140 120 100 80 60
Triwulan I
40 20 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2013 Penghasilan saat ini Ketersediaan lapangan kerja
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
46
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
10
11
12
1
2 2014
3
Hasil Survei Konsumen menunjukkan ketersediaan lapangan kerja dalam tren meningkat. Sejalan dengan data pengangguran yang dirilis BPS untuk bulan Februari 2014yang menunjukkan peningkatan, ekspektasi masyarakat juga menunjukkan kondisi yang baik. Hal ini diindikasikan dari hasil Survei Konsumen di Provinsi Jawa Tengah periode triwulan I tahun 2014. Dari grafik di atas terlihat bahwa kenaikan indeks terjadi sejak bulan Oktober. Indeks di bulan tersebut menunjukkan nilai sebesar 73,10 dan kemudian meningkat menjadi 102,60 pada bulan Maret 2014, berada di atas level optimis.
5.3
Nilai Tukar Petani13
NTP di triwulan laporan menurun. Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dijadikan sebagai indikator pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangganya dan untuk keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Rata-rata NTP pada triwulan I 2014turun sebesar 1,1%yaitu dari rata-rata 101,87 pada triwulan sebelumnya menjadi 100,78 (Grafik 5.2). Kenaikan tersebut menggambarkan adanya penurunan pendapatan petani di tengah meningkatnya perekonomian di sektor pertanian pada triwulan laporan. Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.2.
120
INDEKS
INDEKS
100
110
98
105
96
100
94
95 90
104 102
115
92 1
2
3
4
5
6
7 2013
Indeks Harga Diterima Petani Indeks Harga Dibayar Petani
8
9
10
11
12
1
2
3
90
2014
NTP (RHS)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Kenaikan biaya yang dibayar petani lebih besar dibanding penerimaan. Kondisi tersebut menyebabkan NTP menurun di triwulan laporan. Rata-rataindeks harga yang dibayar petani naik dari rata-rata sebesar 110,11 atau tumbuh 1,7% dibanding rata-rata triwulan sebelumnya. Sementara indeks harga yang diterima petani sebesar 110,97 atau tumbuh 0,61% dari rata-rata triwulan sebelumnya yang sebesar 110,30. Kondisi ini secara umum menggambarkan adanya sedikit penurunan kesejahteraan di kalangan petani.Berdasarkan data BPS, sektor pertanian masih menjadi sektor dengan jumlah pekerja yang terbesar yaitu sebesar 5,19 juta orang atau 31% dari jumlah penduduk bekerja. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat melalui peningkatan kesejahteraan petani.
13. Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
47
5.4
Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan menurun. Data terakhir BPS menunjukkan adanya perbaikan jumlah kemiskinan di bulan September 2013. Tingkat kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.705 ribu jiwa atau 14,44% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, dan menurun dibanding bulan Maret 2013 yang sebesar 4.733 ribu jiwa. Sementara secara persentase, jumlah penduduk miskintersebut menurun 0,59% dibanding bulan Maret 2013 atau menurun 0,03% dibanding bulan yang sama tahun 2012. Grafik 5.3.
6000
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (ribuan orang) RIBU ORANG
5000 4000 3000 2000 1000 -
2010
Kota+Desa
2011
Kota
Mar - 2012
Sep - 2012
Mar - 2013
Sep - 2013
Desa
Sumber : Data BPS Pusat, www.bps.go.id, diolah
Penurunan kemiskinan terutama terjadi di daerah perkotaan. Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin di perkotaan menurun sebesar 0,04% atau menurun 2,12% dibandingkan Maret 2013. Sementara di pedesaan, secara tahunan penduduk miskin menurun sebesar 0,03%. Sebaliknya bila dibandingkan bulan Maret 2013, angka kemiskinan di desa terlihat meningkat. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada September 2013 mencapai 1.871 ribu jiwa. Sedangkan di pedesaan mencapai 2.834 ribu jiwa atau memiliki porsi 60% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah. Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat 7,26%dari Rp244.161 per kapita/bulan menjadi Rp261.881 per kapita/bulan. BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang. Apabila ratarata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan karena secara langsung meningkatkan ambang nilai kemiskinan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,34% dari Rp254.801 per kapita/bulan menjadi Rp268.397 per kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 9,00%, dari Rp235.202 per kapita/bulan menjadi Rp256.368 per kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis kemiskinan di desa ini diperkirakan menjadi salah satu pendorong masih tingginya jumlah kemiskinan di pedesaan.
48
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-September 2013 (Rupiah) GARIS KEMISKINAN
2010
2011
Mar 2012
Sept 2012
Mar 2013
Sept 2013
1.
Kota
205.606
222.430
234.799
245.817
254.801
268.397
2.
Desa
179.982
198.814
211.823
223.622
235.202
256.368
3.
Kota & Desa
192.435
209.611
222.327
233.769
244.161
261.881
Sumber : BPS Jawa Tengah
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Vjuga dapat digunakan untuk melihat indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator tersebut adalah penghasilan masyarakat dan pembelian barang tahan lama. Penghasilan masyarakat dalam tren meningkat meningkat. Dari sisi penghasilan, indeks hasil survei menunjukkan nilai yang relatif meningkatbaik dibanding periode tahun sebelumnya maupun terhadap triwulan sebelumnya. Pada Maret 2014, nilai indeks penghasilan saat ini sebesar 130,4, adapun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 121,3. Sedangkan pada bulan Desember 2013 sebesar 123,5.Peningkatan aktivitas ekonomi serta penyesuaian upah di tahun 2014 diperkirakan mempengaruhi penghasilan masyarakat. Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama meningkat.Sejalan dengan membaiknya penghasilan, masyarakat juga memandang triwulan ini merupakan periode yang cukup baik untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Indeks atas indikator ini meningkat dari 109,8di Desember 2013 menjadi 122,1 pada Maret 2014. Sementara dibandingkan antar periode yang sama antar tahun, indeks relatif stabil. Selain membaiknya penghasilan, menurunnya inflasi juga menjadi pendorong membaiknya ekspektasi masyarakat tersebut. Sehingga pemenuhan konsumsi primer dapat lebih tercukupi dan kemudian masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sekundernya.
5.5
Indikator Pemerataan Pendapatan
PDRB Per Kapita meningkat. PDRB per kapita diperoleh dari pembagian nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2013, angka PDRB per kapita menunjukkan peningkatan sebesar 11,2% dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, PDRB per kapita sebesar Rp16.863.000 kemudian meningkat menjadi Rp18.751.300 pada tahun 2013. Grafik 5.4. 40.000
PDRB Per Kapita RIBU RP
35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 2011
Jawa Tengah
2012
2013
Indonesia
Sumber : BPS Jawa Tengah, diolah
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
49
Indeks Gini masih dibawah indeks nasional. Indeks gini merupakan ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin rendah nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan yang rendah. Ketimpangan yang rendah ditunjukkan dengan angka yang lebih kecil dari 0,3. Untuk Provinsi Jawa Tengah, meski PDRB terus meningkat namun tren gini ratio dalam lima tahun menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2009, indeks daerah sebesar 0,32 dan meningkat menjadi 0,387 pada tahun 2013. Meski demikian, indeks gini ratio daerah masih lebih rendah dibandingkan nasional yang pada tahun 2013 mencapai 0,413. Indeks Gini Ratio
Grafik 5.5.
0,60
INDEKS
0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 2009
Jawa Tengah
2010
2011
Indonesia
Sumber : BPS Jawa Tengah, diolah
50
Bab 5. perkembangan ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
2012
2013
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
BAB VI
Perbaikan perekonomian Jawa Tengah diperkirakan terus berlanjut, dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan inflasi yang menurun di akhir tahun Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014 diperkirakan naik, didukung oleh pemulihan ekspor dan masih kuatnya konsumsi. Sementara secara sektoral, kinerja industri pengolahan membaik setelah pada triwulan sebelumnya melambat. Inflasi triwulan II 2014 diperkirakan meningkat didorong oleh adanya faktor musiman. Namun setelah itu diperkirakan akan mereda di akhir tahun.
6.1
Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Jawa Tengah diperkirakan naik pada triwulan II 2014 dibanding triwulan sebelumnya. Perkembangan berbagai indikator ekonomi terakhir mengindikasikan ekonomi Jawa Tengah tumbuh membaik pada triwulan II 2014. Pada triwulan II 2014, perekonomian Jawa Tengah tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Secara triwulanan (qtq), output diperkirakan sebesar 2,3%(Grafik 6.1) atau lebih tinggi dibanding lima tahun terakhir 1,6%. Masih kuatnya keyakinan konsumen dan ekspektasi pelaku usaha yang diindikasikan meningkat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Berdasar survei kegiatan dunia usaha pengusaha memperkirakan kondisi situasi bisnis perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 6.4). Optimisme pelaku usaha juga didasari masih terjaganya kepercayaan konsumen dalam memandang perekonomian di tahun 2014. Konsumsi diperkirakan naik pada triwulan I 2014, sementara investasi diperkirakan tetap tumbuh tinggi meski tidak setinggi sebelumnya. Ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan masih tingginya impor, sejalan dengan tingginya ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya perekonomian negara tujuan utama ekspor menjadi penopang pertumbuhan ekspor. Secara sektoral perbaikan sektor industri pengolahan dan naiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan menjadi pendorong perekonomian Jawa Tengah triwulan II 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2014 diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan 5,8% - 6,3% (yoy), dengan kecenderungan bias ke bawah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan termoderasi di tahun 2014. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 pada kisaran 5,1 – 5,5%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014 yang masih diatas pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh masih kuatnya konsumsi dan investasi yang tumbuh meningkat. Sementara ekspor diperkirakan membaik yang dibarengi dengan peningkatan impor yang lebih tajam. Dari sisi sektoral, perekonomian tahun 2014 didukung oleh membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran sejalan dengan naiknya kinerja sektor industri pengolahan. Di sisi lain, sektor pertanian tumbuh tidak setinggi tahun 2013 terkait produksi tanaman bahan makanan khususnya padi yang diperkirakan tidak bisa setinggi tahun sebelumnya.
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
51
Grafik 6.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 8
60
60
6
50
58
4
40
56
2
30
54
0
20
52
-2
10
-4
0
62
MILIAR RP
PERSEN
50 I
II
III
IV
I
2012 Nominal qtq-RHS
II
III
IV
2013
Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha dan Situasi Bisnis Perusahaan
Grafik 6.2
I
SBT
III
IIp 2014
IV
I
2012
yoy RHS qtq_sa-RHS
II
III
IV
2013
I
II* 2014
Kegiatan Dunia Usaha Situasi Bisnis Perusahaan
* Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS, estimasi BI
Sumber : Bank Indonesia
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan II 2014 (%) 2013
PENGGUNAAN
III**
IV **
5.1
5.3
5.0
7.1
7.9
5.9
2.2
3.8
7.6
Pembentukan Modal Tetap Bruto
5.4
7.8
Ekspor Barang dan Jasa
3.7
Impor Barang dan Jasa PDRB
I*
II*
Konsumsi Rumah Tangga
5.0
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Konsumsi Pemerintah
2013
2013 I
IIp
5.1
4.9
5.4
6.7
6.9
11.9
16.6
8.1
5.6
4.8
4.8
8.5
9.5
7.9
9.6
9.0
8.9
10.5
11.2
8.6
9.7
10.4
1.7
7.4
18.5
10.0
9.3
14.1
13.2
5.6
6.2
5.9
5.6
5.8
5.4
5.8
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara pProyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi diperkirakan naik dan investasi diperkirakan tumbuh tetap tinggi meski melambat. Net ekspor diperkirakan naik, didorong oleh ekspor yang naik (Tabel 6.1). Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh menguat pada triwulan II 2014. Hal ini antara lain terindikasi dari beberapa hasil survei terakhir seperti Survei Penjualan Eceran dan hasil survei pada beberapa pelaku usaha perdagangan besar dan eceran. Hasil SPE mengindikasikan penjualan eceran pada triwulan II 2014 diperkirakan tetap tinggi. Likert scale15 ekspektasi penjualan pedagang besar dan eceran juga menunjukkan peningkatan. Survei Tendensi Konsumen di Jawa Tengah memperlihatkan kenaikan optimisme konsumen yang terdiri dari pendapatan mendatang dan rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta hajatan. Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 diperkirakan akan meningkatkan konsumsi rumah tangga. Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan naik secara signifikan terkait Pemilu. Berdasar data historis, konsumsi lembaga nirlaba cenderung meningkat pada saat Pemilu. Seperti pada periode sebelumnya, konsumsi swasta nirlaba naik tajam didorong penyelenggaraan Pileg 2014.
15. Likert scale merupakan angka hasil survei pada pelaku usaha.Semakin tinggi semakin bagus.
52
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.3 125
Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4
INDEKS
150
120
INDEKS
140
115
130
110
120
105
110
OPTIMIS
100
PESIMIS
100
90 80
95 III
IV
I
II
2011
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
70
II
I
2014
II
III
IV
2011 Pendapatan RT mendatang Rencana Pembelian Barang Tahan Lama, Rekreasi, dan PP Hajatan ITK Mendatang
II
III
IV
I
II
2012
Penghasilan Saat ini Ketersediaan Lapangan Kerja
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
I
III
IV
2013
I 2014
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
Sumber : Bank Indonesia
Konsumsi pemerintah diperkirakan stabil. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II 2014 diperkirakan stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya diperkirakan lebih tinggi, terkait dengan rencana realisasi anggaran di awal tahun. Investasi tetap tumbuh pada kisaran yang tinggi pada triwulan II 2014. Hasil survei dan liaison mengindikasikan pelaku usaha tetap melakukan investasi namun pada triwulan II tidak setinggi triwulan sebelumnya. Kredit investasi diperkirakan masih tumbuh setidaknya sama seperti periode sebelumnya. Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%) NO. NEGARA
Pangsa Ekspor Jateng*
Perbedaan dari WEO Januari'14
Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi
2012
2013
2014
2015
25.77
2.8
1.9
2.8
3.0
0.0
0.0
Jepang
7.54
1.4
1.5
1.4
1.0
-0.3
0.0
3.
Cina
5.24
7.7
7.7
7.5
7.3
0.0
0.0
4.
Zona Euro
21.13
-0.7
-0.5
1.2
1.5
0.1
0.1
5.
Volume perdagangan dunia
2.8
3.0
4.3
5.3
-0.1
0.1
1.
Amerika Serikat
2.
2014
2015
*Pangsa ekspor tahun 2000-2013 Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update April 2014
Pada triwulan II 2014 diperkirakan ekspor luar negeri naik, seiring dengan pemulihan perekonomian dunia. Perkembangan ekonomi dunia diperkirakan membaik didorong oleh kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang semakin baik, di tengah kondisi negara berkembang yang masih cenderung menurun. Indikator perekonomian AS dan Eropa terus menunjukkan perbaikan Sebaliknya, perlambatan ekonomi terjadi di Tiongkok dan Jepang berdasar IMF WEO April (Tabel 6.2). Hal ini menjadi faktor penahan kinerja ekspor Jawa Tengah, mengingat cukup besar ekspor ke Tiongkok dan Jepang. Sementara itu ditengah kondisi pergerakan nilai tukar saat ini, pelaku usaha melihat daya saing komoditas unggulan Jawa Tengah masih cukup baik (lihat suplemen 1). Pelaku usaha optimis ekspor pada keseluruan tahun 2014 masih dapat lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan dari sisi sektoral, berasal dari perbaikan sektor industri pengolahan yang dibarengi dengan berlanjutnya kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat dibanding triwulan II 2014.
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
53
Sektor pertanian diperkirakan melambat secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya. Banjir yang cukup parah di awal tahun tidak berdampak signifikan pada pergeseran musim panen seperti yang diperkirakan sebelumnya. Pada triwulan II 2014, sektor pertanian diperkirakan melambat sesuai dengan siklus produksi padi yang puncak panennya di triwulan I. Secara keseluruhan tahun, berbagai permasalahan struktural seperti alih fungsi lahan, menurunnya jumlah rumah tangga petani, dan permasalahan produktivitas menyebabkan produksi sektor Pertanian diperkirakan hanya tumbuh terbatas. Lebih lanjut, meski potensi El Nino oleh beberapa institusi diperkirakan terjadi dengan intensitas lemah hingga moderat pada pertengahan tahun 2014, perlunya langkahlangkah kebijakan yang terkoordinasi di daerah salah satunya melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk menjamin kesinambungan produksi, meliputi langkah antisipatif yang terintegrasi. Infrastruktur irigasi sangat penting untuk disiapkan. Pada triwulan II 2014, industri pengolahan diperkirakan naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja industri pengolahan didorong oleh industri migas, setelah sebelumnya di triwulan I 2014 melambat cukup dalam. Sementara itu, industri non migas yang sebelumnya sedikit melambat pada triwulan II 2014 diperkirakan juga akan naik. Industri pengolahan TPT diperkirakan naik seiring degan naiknya impor bahan baku. Sementara industri pengolahan makanan dan minuman diperkirakan akan naik dalam rangka menghadapi lonjakan permintaan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Secara umum, beberapa faktor yang masih mendorong kinerja sektor industri pengolahan diantaranya meningkatnya volume perdagangan dunia di tahun 2014 dan penambahan kapasitas dari investasi yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Sementara itu, faktor yang dapat menurunkan kinerja industri pengolahan diantaranya kenaikan biaya energi (TTL). Kinerja sektor PHR diperkirakan terus naik di triwulan II 2014. Beberapa prompt indicator yang mendukung diantaranya (i) ekspektasi penjualan pedagang eceran, (ii) ekspektasi situasi bisnis perusahaan pelaku usaha PHR, dan (iii) ekspektasi konsumen dalam memandang perekonomian ke depan. Penyelenggaraan Pemilu tahun 2014, diperkirakan turut meningkatkan ekspektasi pelaku usaha dan konsumen di Jawa Tengah.
6.2
inflasi
Di sisi perkembangan harga, inflasi tahunan Jawa Tengah di triwulan II 2014 diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi pada triwulan II 2014 diperkirakan relatif normal. Sumber inflasi diperkirakan terkait pengaruh musiman diperkirakan mendorong inflasi lebih tinggi di triwulan berikutnya. Adanya pengaruh libur sekolah dan tahun ajaran baru di bulan Juni dapat mendorong inflasi triwulanan. Faktor musiman bulan Ramadhan di akhir Juni tahun ini juga menjadi sumber inflasi. Dampak faktor musiman tersebut diperkirakan relatif normal. Kondisi tersebut juga didukung oleh pasokan pangan diperkirakan memadai sejalan dengan musim panen yang masih berlangsung di triwulan II. Sementara itu, tambahan inflasi diperkirakan terkait dengan pada kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik industri yang diperkirakan dapat mendorong inflasi melalui penyesuaian harga yang dilakukan kalangan pelaku usaha.
54
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
Di awal triwulan II 2014, inflasi bulanan periode April 201417 menurun. Secara bulanan, di bulan tersebut tercatat mengalami deflasi 0,12% (mtm), lebih rendah dari rata-rata inflasi bulanan April dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu deflasi sebesar 0,09%. Namun, masih lebih rendah dari deflasi periode yang sama tahun 2013 yang mencapai 0,18%. Sehingga secara tahunan, inflasi Jawa Tengah di April 2014 sedikit meningkat dari 7,08% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 7,15%(yoy). Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan terendah inflasi bulanan terjadi pada kelompok bahan makanan yaitu dari -0,10% pada bulan sebelumnya menjadi -1,63% (mtm) dengan sumbangan terhadap inflasi bulanan mencapai -0,33%. Sementara itu, inflasi terendah terjadi pada kelompok sandang dengan inflasi sebesar 0,08% (mtm). Adapun kelompok yang memberi sumbangan inflasi tertinggi di bulan tersebut adalah kelompok makanan jadi dan kelompok perumahan, masing-masing memberi sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Masih terjaganya pasokan menyebabkan inflasi volatile food (VF) menurun. Di bulan April 2014, inflasi bulanan komponen ini menurun dari 1,38% menjadi 1,33%. Komoditas yang memberi sumbangan deflasi adalah dari beras, cabe merah, cabe rawit, dan bawang merah. Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, masuknya musim panen menjadi faktor menurunnya harga komoditas pangan.Terlebih dengan dukungan stok beras Bulog yang cukup memadai dapat menopang menurunnya harga beras. Dengan perkembangan tersebut inflasi tahunan kelompok volatile foods mencapai 7,10% (yoy) dari 7,38% (yoy) pada triwulan I 2014. Secara bulanan kelompok administered prices mengalami kenaikan dari 0,35% di bulan Maret 2014 menjadi 0,48% di April 2014. Kenaikan tarif angkutan udara ditengarai sebagai pendorong utama naiknya inflasi di kelompok ini. Adanya libur nasional di bulan April menjadi penyebab naiknya permintaan akan angkutan udara. Selain itu, penerapan pajak cukai rokok juga masih berpengaruh di kelompok ini, terlihat dari kenaikan harga rokok kretek. Kondisi ini terjadi karena kemungkinan produsen menaikkan harga rokok secara bertahap. Selain itu kenaikan inflasi di kelompok ini juga dipengaruhi oleh dinamika harga elpiji, dimana penyebabnya karena distribusi pasokan yang kurang baik. Sumbangan komoditas bahan bakar rumah tangga di bulan April tercatat sebesar 0,01%. Inflasi bulanan komponen inti menurun. Harga-harga barang kelompok core (inflasi inti) di bulan April 2014 menurun yaitu dari 0,34% menjadi sebesar0,19% (mtm). Berkurangnya tekanan inflasi di kelompok ini karena relatif stabilnya kenaikan komoditas di komponen inflasi inti. Adanya penyesuaian harga-harga terutama komoditas bahan bangunan yang terjadi di triwulan I 2014, terlihat mulai menurun di awal triwulan II. Dengan perkembangan tersebut inflasi tahunan kelompok inti mencapai 4,95% (yoy) dari 4,83% (yoy) pada triwulan I 2014. Ekspektasi inflasi masyarakat dalam tren meningkat terkait rencana kenaikan elpiji dan faktor musiman. Berdasarkan hasil Survei Konsumen, tren ekspektasi konsumen dalam 3 dan 6 bulan ke depan mengalami kenaikan. Sejalan dengan proyeksi inflasi Bank Indonesia, masyarakat juga memperkirakan inflasi di triwulan II akan mengalami peningkatan. Faktor musiman menjadi pendorong kenaikan inflasi tersebut. 17. Mulai bulan Januari 2014, BPS mengubah dasar perhitungan SBH dari SBH 2007 menjadi SBH 2012. Perubahan tersebut mengubah jumlah kota sampel, komoditas dan bobot komoditasnya. Sehubungan dengan terbatasnya data yang dimiliki, maka analisis yang digunakan menggunakan data perubahan bulanan yang telah dimiliki sebelumnya.
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
55
Dari sisi kesenjangan output, beberapa prompt indicator mengindikasikan bahwa tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif terkendali pada bulan ini, karena tidak adanya faktor musiman yang dapat mendorong permintaan masyarakat. Ke depan, inflasi bulanan Mei dan Juni 2014 diperkirakan meningkat. Inflasi diperkirakan meningkat sejalan dengan adanya beberapa faktor musiman sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Adanya hari libur nasional yang cukup banyak di bulan Mei diperkirakan dapat turut mendorong kenaikan permintaan masyarakat sehingga dapat mempengaruhi pencapaian inflasi daerah. Faktor yang diperkirakan akan mengurangi tekanan inflasi, antara lain kecukupan pasokan pangan. Seiring dengan mulainya masa panen di beberapa sentra produksi pangan, pasokan pangan daerah diperkirakan dapat tercukupi. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah memperkirakan produksi pertanian di triwulan ini dapat sesuai dengan prognosanya. Sejalan dengan itu, stok beras di BULOG masih terjaga dan mampu untuk memenuhi kebutuhan beras Jawa Tengah hingga ± 5 bulan mendatang. Faktor risiko utama yang dihadapi di triwulan II adalah kenaikan tarif listrik industri. Kenaikan tarif listrik sebagaimana yang telah diputuskan pemerintah dapat memengaruhi pencapaian inflasi daerah. Meski kenaikan harga produk dari pelaku usaha kemungkinan tidak disesuaikan segera namun perlu diperhatikan besaran kenaikan tersebut. Potensi inflasi lebih tinggi akan terjadi jika pelaku usaha tidak menaikkan harga jual dengan kisaran sama dengan kenaikan biaya produksi akibat naiknya tarif listrik tersebut. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.5
Ekspektasi Harga Konsumen
Grafik 6.6 200.00
9
195.00
8
190.00
7
185.00
6
180.00
5
175.00
4
170.00
3
165.00
2
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2013
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nov
Juli
Sept
Agust
Mei
Juni
Mar
April
Jan
II 2012
2012
Feb
Okt
Des
Nov
Nov
Juli
Sept
Agust
Mei
Juni
Mar
April
Jan
0
Feb
160.00
1
2013
2014 Ekspektasi harga dalam 3 bulan yang akan datang Ekspektasi harga dalam 6 bulan yang akan datang
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Wilayah V
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan II tahun 2014, inflasi IHK Jawa Tengah diperkirakan berada pada kisaran 7,4% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi diperkirakan akan menurun dibanding tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan sisi pasokan yang lebih baik, inflasi tahun 2014 diperkirakan dapat lebih rendah. Dengan hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM di tahun 2013, inflasi diperkirakan kembali ke pola normal. Inflasi Jawa Tengah diperkirakan berada pada kisaran atas 4,5% - 5,5%.
56
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
Dampak El Nino dan Potensi Produksi Pangan di Jawa Tengah
Suplemen 3
Berdasarkan informasi BMKG, musim kemarau di Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan normal. Hasil pengamatan BMKG menunjukkan bahwa suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik dalam kondisi relatif dingin (suhu 0,51 hingga 0,59 pada bulan Januari 2014). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kondisi El Nino masih cukup rendah. HasiI perkiraan beberapa Badan MeteoroIogi di dunia juga menunjukkan terjadinya pengaruh EI Nino cukup Iemah.Sebagai informasi, anomaIi iklim di Indonesia dipengaruhi oIeh EI Nino/La Nina dan DipoIe Mode. ApabiIa suhu Iaut di sekitar Samudera Pasifik meningkat maka terjadi EI Nino dan biIa sebaIiknya maka terjadi La Nina. DipoIe Mode adaIah fenomena suhu Iaut di daerah timur pantai Afrika. BiIa terjadi DipoIe Mode maka ikIim Indonesia akan kemarau panjang karena adanya pergerakan uap air dari Indonesia ke pantai Afrika tersebut. Grafik 1. Data Anomali Suhu Muka Laut
PERIODE ELNINO
Grafik 2. Prakiraan Kemarau
Anomali Suhu Muka Laut (0C) Pasifik Tengah (El Nino/La Nian)
Perariran Indonesia
PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU DI JAWA TENGAH TAHUN 2014 (Sumber : Stasiun Klimatologi Semarang)
Samudra Hindia (Dipolc Mode)
AMJ 1982 - MJJ 1983
+ 2.3
- 0.60
+ 2.20
JAS 1986 - JJA 1988
+ 1.6
- 0.05
+ 1.88
AMJ 1991 - JJA 1992
+ 1.8
- 0.23
+ 1.56
AMJ 1994 - FMA 1995
+ 1.3
- 0.52
+ 2.73
AMJ 1997 - AMJ 1998
+ 2.7 s/d + 3.2
- 0.25
+ 3.22
AMJ 2002 - FMA 2003
+ 1.5
0.17
+ 0.96
MJJ 2004 - JFM 2005
+ 0.9
- 0.06
+ 0.19
JAS 2006 - DJF 2006/07
+ 1.1
- 0.25
+ 1.59
JJA 2009 - MAM 2010
+ 1.6
+ 0.55
+ 0.08
Januari 2014
- 0.51
+ 0.18
- 0.08
31 Januari 2014
- 0.55
- 0.21
+ 0.33
81.5 % Normal (N) 0.0 % Atas Normal (AN) 18.5 % Bawah Normal (BN) Paling Awal : April Dasarian II Paling Akhir : Juni Dasarian III INDIKASI
CURAH HUJAN MUSIM KEMARAU 2014 BERADA PADA KISARAN
NORMAL
Sumber: BMKG Provinsi Jawa Tengah
Sumber: BMKG Provinsi Jawa Tengah
Menurut data anomaIi suhu muka Iaut dari tahun 1982 terIihat pada tahun 1997 suhu muka Iaut di Pasifik meningkat signifikan dan diikuti adanya pengaruh DipoIe Mode. Sehingga pada tahun tersebut ikIim Indonesia mengaIami anomaIi yang signifikan. Meski tidak setinggi tahun 1997, tahun 2006 ikIim di Indonesia juga diwarnai oIeh pengaruh EI Nino. Suhu permukaan Iaut di Pasifik maupun Samudera Hindia mengaIami peningkatan sehingga mendorong adanya kemarau cukup panjang di Indonesia. PRODUKSI PANGAN Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, EI Nino Iemah diperkirakan tidak terIaIu memengaruhi target produksi pangan daerah. Pada tahun 2014, target produksi padi daerah mencapai 10,275 juta ton, bawang merah 429 ribu ton dan cabe merah 123 ribu ton. Dibanding tahun sebeIumnya target produksi tersebut mengaIami peningkatan meski tidak terIaIu signifikan dimana target produksi padi meningkat 1,5% dibanding target tahun sebeIumnya. Pada tahun 2006 dimana terjadi EI Nino, produksi padi Jawa Tengah masih menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Produksi meningkat dari 8,42 juta ton di tahun 2005 menjadi 8,73 juta ton atau meningkat 3,62%. Kondisi ini menggambarkan dampak EI Nino cukup minimaI memengaruhi produksi pertanian. Meihat dari kondisi tersebut serta perkiraan EI Nino yang Iemah maka Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah memperkirakan produksi pangan di tahun 2014 tidak terIaIu terpengaruh dan masih sesuai dengan target.
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah
57
RISIKO INFLASI PANGAN Risiko infIasi kedepan dari bahan pangan diperkirakan minimaI karena produksi pangan masih sesuai dengan target. Terdapat dua potensi infIasi yang dihadapi yaitu adanya banjir di awaI tahun serta perubahan ikIim. Banjir di awaI tahun menyebabkan terjadinya puso di beberapa Iahan produktif khususnya di sepanjang Pantai Utara Jawa Tengah. Menurut data Dinas Pertanian Jawa Tengah, Iahan yang terkena puso tidak terIaIu signifikan yaitu hanya sebesar 4%. Namun Iahan tersebut segera menjadi perhatian Dinas Pertanian dan teIah diIakukan penanaman kembaIi. Hingga saat ini proses bantuan benih teIah diIakukan dan diberikan ke 13 kabupaten yang terdampak banjir sebanyak 873,7 ribu kg. Dengan jadwaI tanam antara Februari hingga ApriI maka masa panen diperkirakan hanya akan mundur pada kisaran 1 2 dasarian. SeIain itu, data kecukupan pangan daerah masih menunjukkan kondisi yang optimaI. Stok BuIog Divre Jawa Tengah hingga Maret 2014 menunjukkan stok mencapai 189,9 ribu ton atau mencukupi hingga 5 buIan kedepan. Sementara itu produksi hortikuItura diperkirakan juga tidak terpengaruh dampak banjir serta perubahan ikIim yang minimaI. Hambatan impor hortikuItura yang terjadi di tahun 2013 juga tidak terjadi
58
Bab 6. outlook pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah