Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 2014
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Asesmen Ekonomi & Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia (Telepon) 0411
3615188/3615189
(Faksimili) 0411
3615170
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
Sulawesi Maluku Papua
(Sulampua), mencakup aspek makroekonomi, inflasi, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prakiraan ekonomi ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholder di daerah seperti Pemerintah Daerah, DPRD, lembaga pendidikan, dunia usaha, dan kalangan masyarakat Iainnya dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai trusted advisor bagi stakeholder di wilayah kerjanya. Pada triwulan I-2014, ekonomi Sulsel berhasil tumbuh 8,03% (yoy), meningkat di atas triwulan IV2013 (7,90%; yoy). Sektor penggerak pertumbuhan adalah sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan, sedangkan dari sisi pengeluaran adalah ekspor. Hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut berimplikasi kepada penyerapan tenaga kerja sektor sekunder dan tersier yang lebih banyak, walaupun berimplikasi kepada ketimpangan pendapatan dan kenaikan belum berhasil menekan angka kemiskinan. Di sisi lain, laju inflasi Sulsel kuartal I-2014, melambat seiring pasokan yang lebih tersedia. Inflasi Sulsel masih lebih rendah dibandingkan angka nasional, merupakan salah satu peran TPID yang patut diapresiasi. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia banyak memanfaatkan data dari berbagai institusi serta informasi langsung yang diperoleh melalui survei maupun liaison. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran dan masukan dari semua pihak sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Makassar, 16 Mei 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I - Sulampua
Suhaedi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
iii
Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
Misi
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU
Nilai-Nilai Strategis
iv
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya yang terdiri atas: Trust and Integrity
Professionalism and Teamwork
Excellence
Public Interest
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Coordination
Daftar Isi Kata Pengantar .................................................................................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................................................................................... v
Ringkasan Eksekutif ..............................................................................................................................1 Tabel Indikator Ekonomi .......................................................................................................................5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah .......................................................................................... 7 1.1.
Sisi Permintaan .....................................................................................................................7
1.2.
Sisi Penawaran ................................................................................................................... 13
Keuangan Pemerintah ..................................................................................................... 21 2.1.
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........................................................... 21
2.2.
APBD Provinsi Sulsel Triwulan I 2014.................................................................................. 22
Inflasi Daerah ................................................................................................................. 27 3.1.
Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa ...................................................................... 27
3.2.
Inflasi Berdasarkan Kota ..................................................................................................... 34
3.3.
Disagregasi Inflasi .............................................................................................................. 35
3.4.
Koordinasi Pengendalian Inflasi .......................................................................................... 36
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan ................................................... 37 4.1.
Kondisi Umum Perbankan .................................................................................................. 37
4.2.
Stabilitas Sistem Keuangan ................................................................................................ 40
4.3.
Pengembangan Akses Keuangan ....................................................................................... 42
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang ...................................................................... 43 5.1.
Perkembangan Sistem Pembayaran .................................................................................... 43
5.2.
Pengelolaan Uang Tunai .................................................................................................... 44
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ................................................................................ 47 6.1.
Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
v
6.2.
Jumlah Penduduk Miskin.................................................................................................... 48
6.3.
Gini Ratio ........................................................................................................................... 50
6.4.
Nilai Tukar Petani ............................................................................................................... 50
7.
Prospek Perekonomian .................................................................................................... 53 7.1.
Outlook Kondisi Makroekonomi Regional .......................................................................... 53
7.2.
Outlook Inflasi .................................................................................................................... 58
Lampiran ............................................................................................................................................ 61
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan I2014 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I-2014, ekonomi Sulsel tumbuh 8,03% (yoy), di atas triwulan IV 2013 (7,90%; yoy). Dengan angka pertumbuhan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional tahun 2013 (5,78%; yoy). Dari sisi permintaan, pendorong pertumbuhan adalah investasi dan konsumsi, sedangkan kondisi perekonomian global yang belum pulih memicu pelemahan pertumbuhan ekspor. sementara itu, dari sisi sektoral pendorongnya adalah sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor jasa keuangan. Sektor yang menunjukkan penurunan adalah subsektor pariwisata, diduga terkait lesunya ekonomi global.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kegiatan ekspor luar negeri tumbuh cukup baik, ditopang produksi sektor pertambangan dan industri.
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I 2014 mengalami
akselerasi
pertumbuhan
didorong
kinerja
sektor
tradable yang mendukung kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan dimotori oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan serta industri pengolahan. Dari sisi sektoral, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) kinerjanya membaik ditopang oleh kegiatan perdagangan dan pariwisata.
Keuangan Pemerintah Pendapatan dan belanja keuangan daerah realisasinya masih relatif rendah.
Realisasi pos pendapatan maupun belanja relatif masih rendah. Dari sisi pendapatan, target pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya masih dibawah 13%, walaupun secara nominal, realisasi belanja triwulan I 2014 tersebut jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi.
Inflasi Daerah Inflasi Sulsel triwulan I-2014 melambat didukung pasokan dan distribusi yang memadai.
Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013 (6,22%; yoy), seiring pasokan pangan yang lebih baik. Tekanan inflasi menurun pada triwulan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
1
Ringkasan Eksekutif
laporan, semakin kondusifnya cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya banjir di lahan pertanian, serta minimalnya kendala distribusi terkait cuaca. Tekanan inflasi juga tetap datang dari kuatnya permintaan akibat faktor musiman, dampak lanjutan atas biaya impor bahan baku obat, serta kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti LPG 12 kg dan tarif angkutan udara. Pencapaian inflasi yang lebih rendah didukung oleh semakin berkembangnya koordinasi pengendalian inflasi di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja sistem keuangan melambat dengan risiko yang tetap baik. Kegiatan pengembangan akses keuangan menunjukkan peningkatan pangsa UMKM.
Kinerja sistem keuangan Sulsel pada triwulan I 2014, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan teramati pada indikator perbankan pertumbuhan aset, dana pihak ketiga, dan kredit. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Sementara itu, kegiatan intermediasi yang tercermin dari LDR juga sedikit menurun menjadi 130,81%, walaupun lebih tinggi dibandingkan LDR nasional sebesar 94,01%. Perlambatan kenaikan dana pihak ketiga terjadi pada giro, tabungan dan deposito. Sedangkan perlambatan kredit terjadi pada semua jenis penggunaan (kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal kerja). Secara sektoral, perlambatan penyaluran kredit tercatat
pada
sektor
utama
(pertanian,pertambangan,
industri
pengolahan, listrik, konstruksi, perdagangan, pengangkutan, jasa dunia usaha dan jasa sosial masyarakat). Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik, rasio Non-performing Loans (NPLs) bank umum masih berada pada level aman (3,14%). Pada triwulan I-2014, share kredit UMKM terhadap total kredit di Sulawesi Selatan sebesar 29,49% atau berada diatas kewajiban yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 20%.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang tetap tinggi didukung oleh aktivitas di sistem pembayaran.
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan indikator perbankan yang mengalami perlambatan pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
menunjukkan
perlambatan
pertumbuhan.
Perlambatan tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring masih belum optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha maupun pemerintah di awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi pergerakan aliran uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami
net inflow. Hal ini terjadi seiring masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih dominannya penyetoran di periode awal tahun.
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Ringkasan Eksekutif
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya
5,83%
kesejahteraan
yang
(Februari diukur
dari
2013). Nilai
Sedangkan Tukar
Petani
tingkat (NTP)
memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang masih tergolong tinggi (8,03% yoy) mendorong terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja yaitu adanya peningkatan pada sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier (sektor perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan tenaga
kerja
pada
sektor
Pertanian.
Kondisi
tersebut
turut
berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89 ribu menjadi Rp235,29 ribu) akibat kuatnya tekanan inflasi. Perubahan struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga memperbesar ketimpangan pendapatan antar penduduk. Namun demikian kenaikan harga pertanian
pada
skala
tertentu
telah
berhasil
meningkatkan
kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya indikator Nilai Tukar Petani (NTP).
Prospek Perekonomian Pada triwulan II-2014 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan diperkirakan akan meningkat diikuti kenaikan tekanan inflasi.
Perekonomian Sulsel pada triwulan II-2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014 ke depan, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut tidak terlepas dari relatif menguatnya faktor-faktor pendukung pertumbuhan. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat. Sementara di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang mulai kondusif. Demikian pula sektor industri, diperkirakan akan meningkatkan produksinya merespons kenaikan permintaan. Di sisi lain, laju inflasi triwulan II-2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong kenaikan permintaan dan penyesuaian tarif.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
3
Ringkasan Eksekutif
Halaman ini sengaja dikosongkan
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Tabel Indikator Ekonomi
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Papua - Papua Barat - Maluku - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat - Maluku Utara
2012 I
II
2013* III
IV
I
II
2014* III
IV
I
132.89 128.11 134.65 126.38 144.28 137.57 135.20 137.27 134.57 133.20
133.44 129.75 136.07 127.28 149.65 142.05 137.53 138.93 134.98 134.73
135.69 131.57 137.85 129.07 152.64 142.03 141.14 141.02 137.56 135.68
136.14 133.73 139.32 132.71 152.79 140.74 142.34 141.15 138.24 136.87
139.01 136.86 141.62 133.82 155.28 141.12 143.27 141.41 140.21 138.49
139.26 136.16 140.95 135.00 158.31 144.46 142.88 144.15 140.78 138.68
145.51 141.73 142.53 140.14 167.44 156.03 151.42 151.32 145.61 148.77
144.60 144.59 147.46 143.68 163.87 153.14 153.12 149.50 146.41 150.25
109.16 109.39 108.24 113.54 108.41 110.38 111.45 108.00 108.92 112.16
4.06 0.95 5.91 1.94 2.07 8.65 2.50 5.10 3.81 4.54
3.84 3.73 5.95 1.80 4.11 6.25 4.99 4.65 3.24 4.30
4.48 5.23 5.40 2.94 5.52 7.07 6.78 2.03 3.71 3.87
4.41 6.04 5.31 4.52 5.07 6.73 5.87 5.25 3.28 3.29
4.61 6.83 5.18 5.89 7.62 2.58 5.97 3.02 4.19 3.97
4.36 4.94 3.59 6.07 5.79 1.70 3.89 3.76 4.30 2.93
7.24 7.72 3.39 8.58 9.70 9.86 7.28 7.30 5.85 9.65
6.21 8.12 5.84 8.27 7.25 8.81 7.57 5.92 5.91 9.78
5.88 5.67 5.10 9.57 5.77 8.95 8.42 5.60 6.24 8.80
14,142
15,057
15,545
14,974
15,304
15,995
16,828
6,936
16,532
3,787
4,095
4,321
3,329
3,831
4,059
4,491
3,765
4,252
875
1,116
1,091
1,209
1,123
1,181
1,230
1,153
1,141
1,948
1,990
2,033
2,079
2,108
2,187
2,210
2,199
2,233
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
157
159
164
168
169
173
178
181
184
5. Konstruksi/Bangunan
841
868
903
955
913
964
1,022
1,058
986
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
2,509
2,616
2,738
2,798
2,797
2,876
2,966
3,022
3,029
7. Angkutan dan Komunikasi
1,436
1,459
1,502
1,553
1,544
1,613
1,660
1,663
1,642
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
1,129
1,240
1,272
1,338
1,323
1,414
1,468
1,480
1,472
9. Jasa-jasa
1,460
1,514
1,522
1,544
1,494
1,529
1,604
1,636
1,594
14,142
15,057
15,545
14,974
15,304
15,995
16,828
16,157
16,532
1. Konsumsi
9,586
9,767
9,984
10,142
10,136
10,336
10,675
10,852
10,777
2. Investasi
4,070
4,797
4,557
3,387
4,666
5,153
4,323
4,052
4,028
3. Ekspor
4,755
5,323
5,659
6,158
5,322
5,634
6,169
6,176
6,098
4. Impor
4,269
4,830
4,655
4,713
4,820
5,128
4,339
4,923
4,371
Laju Inflasi Tahunan (%; yoy) - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Papua - Papua Barat - Maluku - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat - Maluku Utara PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%; yoy)
7.90
8.06
8.70
8.88
8.21
6.23
8.26
7.90
8.03
Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
269.15
334.64
425.37
526.60
403.02
389.29
417.56
386.19
366.39
Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
223.29
193.78
152.34
245.36
171.92
198.44
499.94
230.41
167.44
Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
155.07
186.72
254.70
219.18
300.72
404.72
218.82
123.23
131.04
Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
280.95
500.79
246.48
215.54
160.04
472.75
216.69
271.11
219.60
*) Sementara Catatan : - per Triwulan II 2008, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2007 - per Triwulan I 2014, penghitungan inflasi menggunakan tahun dasar 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
5
Tabel Indikator Ekonomi
B. PERBANKAN INDIKATOR
2012 I
II
2013**** III
IV
I
II
III
2014**** I
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
67,573
72,554
74,754
79,307
80,876
86,366
90,288
90,932
92,253
D P K (Rp Miliar)
46,091
48,468
50,928
54,278
53,721
53,299
57,204
60,239
58,003
Giro Tabungan Deposito
7,893
7,764
8,287
7,948
9,252
8,086
9,211
7,836
7,984
24,970
27,186
28,523
31,428
29,262
29,942
31,943
34,840
32,314
13,228
13,518
14,117
14,902
65,412
69,956
15,271 77,083
16,050 79,613
17,705
63,265
15,207 72,019
17,563
58,755
80,509
80,836
- Modal Kerja
22,500
25,045
24,656
28,250
28,671
27,484
27,822
29,217
28,996
- Investasi
11,728
12,256
12,635
11,911
12,725
17,402
18,289
17,089
17,088
- Konsumsi LDR
24,527
25,965
28,121
29,794
30,622
32,197
33,503
34,203
34,752
127.47%
130.53%
128.44%
128.88%
134.06%
144.62%
139.17%
133.65%
139.37%
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit - dsr. Lokasi Proyek (Rp Miliar)
58,755
63,265
65,412
69,956
72,019
77,083
79,613
80,509
80,836
- Pertanian
883
1,101
1,146
1,187
1,373
1,356
1,354
1,374
1,388
- Pertambangan
568
608
626
564
590
584
599
611
586
4,842
5,216
5,381
6,013
6,116
5,570
5,720
4,314
4,063 1,554
- Industri pengolahan - Listrik,Gas dan Air
379
420
663
782
996
1,357
1,484
1,579
3,148
3,503
3,708
3,848
3,835
4,043
4,405
4,231
4,175
- Perdagangan
15,854
18,288
18,100
19,531
20,344
23,549
24,050
25,010
25,246
- Pengangkutan
1,828
1,809
1,737
2,138
2,317
2,379
2,459
2,600
2,522
- Jasa Dunia Usaha
3,171
3,438
3,474
3,371
3,446
4,511
4,289
4,656
4,613
- Jasa Sosial Masyarakat
1,583
1,465
1,376
1,386
1,479
1,515
1,740
1,800
1,867
26,497
27,417
29,202
31,135
31,523
32,219
33,513
34,334
34,821
Kredit UMKM (Rp Miliar)
18,011
19,189
17,890
19,538
20,925
23,185
23,206
23,627
23,839
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
3,540
3,937
3,637
3,625
3,947
4,177
4,346
4,438
4,560
3,132
3,492
3,173
3,163
3,440
3,528
3,635
3,757
3,811
- Investasi
407
445
464
462
507
649
711
681
750
- Konsumsi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8,718
8,698
8,193
8,469
8,635
9,116
9,180
9,330
9,489
- Modal Kerja
5,506
5,771
5,445
5,668
5,599
6,013
5,564
5,672
5,789
- Investasi
3,212
2,926
2,749
2,802
3,037
3,103
3,616
3,658
3,700
- Konsumsi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5,754
6,554
6,059
7,443
8,343
9,892
9,681
9,858
9,790
- Modal Kerja
4,638
5,292
4,693
5,509
6,011
6,950
6,633
7,048
6,831
- Investasi
1,115
1,262
1,366
1,935
2,332
2,942
3,047
2,810
2,959
- Konsumsi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
NPL Total gross (%)
2.82%
2.88%
2.65%
2.64%
2.84%
2.68%
2.77%
3.13%
2.97%
NPL UMKM gross (%)
4.20%
4.24%
4.21%
4.08%
4.37%
4.03%
4.71%
4.52%
4.97%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
3,377
3,689
3,977
4,524
4,802
5,085
5,420
5,576
6,929
D P K (Rp. Miliar)
1,581
1,639
1,821
2,068
2,142
2,138
2,594
2,884
2,750
Giro
197
201
202
299
256
232
243
338
221
Tabungan
758
805
846
986
970
974
1,162
1,307
1,268
- Konstruksi
- Lain-lain
- Modal Kerja
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Deposito
626
633
773
784
916
932
1,188
1,239
1,261
3,268
3,491
3,859
4,348
4,735
5,158
5,273
5,669
5,631
- Modal Kerja
892
930
1,117
1,137
1,126
1,141
1,253
1,567
1,522
- Investasi
428
440
527
605
729
1,004
985
987
1,027
1,948
2,121
2,215
2,606
2,880
3,012
3,035
3,115
3,082
206.70%
213.05%
211.91%
210.20%
221.03%
241.23%
203.31%
196.55%
204.73%
Pembiayaan - dsr. Lokasi Proyek (Rp. Miliar)
- Konsumsi FDR Catatan: * (
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan I 2014 mengalami akselerasi pertumbuhan seiring lebih baiknya kinerja sektor tradable yang mendukung kegiatan ekspor. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,90% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan dimotori oleh kinerja ekspor yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan ekspor yang mengalami akselerasi didukung oleh ekspor komoditas pertambangan serta industri pengolahan yang secara sektoral juga mengalami percepatan pertumbuhan. Masih kuatnya permintaan dari mitra dagang serta minimalnya gangguan dalam kegiatan produksi menjadi faktor yang mendorong penguatan pada komponen ekspor dan sektor utama Sulsel tersebut. Di samping itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) juga mencatat angka pertumbuhan yang lebih baik dari triwulan sebelumnya. Membaiknya kinerja sektor PHR ditopang oleh kegiatan perdagangan dan pariwisata yang berhasil tumbuh meningkat setelah mengalami perlambatan di triwulan sebelumnya. yoy Nasional
qtq Sulsel
yoy Sulsel
10
8.03
8
5.21
6 4
2.32
2 0 (2) (4)
(6) I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
% 2011*
2012*
2013**
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.1. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan atau pengeluaran, menguatnya perekonomian Sulsel pada triwulan I 2014 terutama didorong oleh akselerasi komponen ekspor. Menguatnya ekspor didukung oleh penguatan baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antardaerah. Tetap terjaganya produksi barang mentah maupun olahan yang dijual untuk memenuhi permintaan dari mitra dagang menjadi faktor pendorong penguatan ekspor. Hal ini tercermin dari sumbangan bagi pertumbuhan dari ekspor yang naik dari 0,12% pada triwulan sebelumnya menjadi 5,08% pada triwulan laporan. Di sisi lain, kegiatan konsumsi dan investasi menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2014 sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Sumbangan yang diberikan kedua komponen tersebut bagi pertumbuhan tercatat lebih rendah pada triwulan laporan. Komponen konsumsi menyumbang sebesar 4,19% sedangkan investasi mengurangi laju pertumbuhan ekonomi sebesar -4,17%. Pada triwulan IV 2013, sumbangan komponen konsumsi dan investasi masing-masing adalah sebesar 4,74% dan 4,44% (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
7
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Permintaan 2011*
Pertumbuhan Komponen Penggunaan (%; yoy)
I
II
III
IV
PDRB
7.39
8.56
8.36
6.09
Konsumsi
2011*
2012*
2013**
2012*
I
II
III
IV
7.61
7.90
8.06
8.70
8.88
2013**
2014**
I
II
III
IV
8.39
8.21
6.23
8.26
7.90
7.65
8.03
I
4.76
4.39
4.93
5.92
5.01
7.14
7.21
6.95
5.88
6.79
5.74
5.82
6.92
7.00
6.38
6.32
Konsumsi Rumah Tangga
5.57
5.52
5.67
6.19
5.74
6.24
6.47
7.15
6.78
6.67
6.57
6.71
6.83
6.79
6.73
6.74
Konsumsi Pemerintah
1.62
0.19
2.21
4.95
2.29
10.75
10.11
6.20
2.60
7.24
2.53
2.46
7.28
7.80
5.06
4.69
Investasi
0.08
17.21
59.98
28.36
25.55
39.42
42.14
8.64
-7.88
18.68
14.63
7.42
-5.12
19.63
8.23
-13.68
PMTB
4.74
7.27
11.30
16.69
10.20
22.41
23.43
19.97
15.22
20.00
12.81
13.84
16.05
13.48
14.07
11.48
Ekspor
6.88
9.38
-4.55
-22.45
-3.76
-19.09
-11.88
3.14
17.35
-3.34
11.92
5.86
9.01
0.29
6.42
14.60
Impor
-2.43
6.94
15.90
-16.83
-0.70
-7.93
5.18
-1.28
-0.78
-1.21
12.90
6.17
-6.79
4.45
4.02
-9.32
Keterangan: - Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga - PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto - Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Investasi 25
Konsumsi
Ekspor
Impor
Pertumbuhan PDRB
%
20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25) I
II
III 2011*
IV
I
II
III 2012*
IV
I
II
III
2013**
IV
I 2014**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.1.1 Konsumsi Kegiatan konsumsi mengalami deselerasi pertumbuhan di triwulan I 2014 dibandingkan dengan triwulan IV 2013. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya (7,00%; yoy). Apabila dilihat menurut pelaku konsumsi, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, namun sedikit melambat pada triwulan laporan. Sementara itu, konsumsi pemerintah menjadi faktor utama perlambatan kinerja konsumsi. Pada triwulan I 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup stabil dengan tendensi yang sedikit melambat. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 6,74% (yoy) setelah tumbuh 6,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga yang stabil pada triwulan laporan dinilai merupakan dampak dari realisasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berhasil menjaga daya beli masyarakat. Adanya beberapa stimulus pengeluaran selama triwulan I 2014 juga menopang kegiatan konsumsi antara lain perayaan tahun baru, hari besar keagamaan, Imlek, serta penyelenggaraan beberapa event lokal maupun aktivitas terkait pemilu.
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Masih kuatnya konsumsi juga tercermin dari beberapa indikator seperti keyakinan konsumen dan penjualan eceran. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada Januari 2014 memang mengalami penurunan dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (Grafik 1.3). Akan tetapi, pada Februari dan Maret 2014, IKK menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pola yang hampir sama terlihat pada pergerakan Indeks Penjualan Eceran di Makassar. Meski turun pada Januari 2014, pertumbuhan penjualan eceran meningkat pada Februari 2014 dan bergerak cukup stabil jika dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan eceran selama triwulan IV 2013 (Grafik 1.4) Sementara itu, penyaluran kredit konsumsi tumbuh sedikit melambat (Grafik 1.5). Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan IV 2013. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 4,69% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh hingga mencapai 7,80% (yoy). Sesuai pola musimannya, realisasi belanja daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal. Apalagi, adanya mutasi maupun rotasi para pelaksana tugas dan pengguna anggaran dinilai memberikan dampak pada perlambatan kinerja konsumsi pemerintah. Indikasi ini terlihat dari rekening giro milik Pemerintah Daerah (Pemda) yang bertambah pada triwulan I 2014 (Grafik 1.6). IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) 150
IKK Makassar
Indeks Penjualan Eceran
110
Indeks
140 130 120 110
%, yoy
10
100
0
95
(10)
90
(20)
85
(30)
80
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
(40)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
I
2013
I
Kredit Konsumsi
25 20 15
10 5 0
2011
II
III
IV
I 2014
Giro Pemerintah Daerah
30
I
II 2013
gKredit Konsumsi - Skala Kanan
35
IV
I
Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran
%, yoy
III
IV
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Rp Triliun
II
III 2012
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
I
II
2014
Sumber: Survei Konsumen
20
105
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
40
gIndeks - Skala Kanan
Indeks
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
4.0 3.5
Rp Triliun
3.0
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5
0.0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah
1.1.2 Investasi Pada triwulan I 2014, investasi yang dihitung dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tetap tumbuh tinggi namun lebih rendah dari triwulan IV 2013. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik capaian sebelumnya dari 13,48% (yoy) menjadi 11,48% (yoy). Hal ini sejalan dengan semakin dalamnya kontraksi realisasi penanaman modal asing (PMA) yang ada di Sulsel (Grafik 1.7). Adapun
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
9
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
kinerja penanaman modal yang berasal dari dalam negeri (PMDN) menjadi penopang pertumbuhan seiring pertumbuhan nilai realisasi proyek yang kembali positif setelah terkontraksi pada triwulan sebelumnya. Nilai proyek PMDN pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp356,70 miliar. Masih maraknya proyek pembangunan di Sulsel, terutama dari swasta maupun gabungan, menjadi penopang pertumbuhan investasi. Pembangunan properti (perumahan, ruko, apartemen) tetap berlangsung, terutama proyek lanjutan dari periode sebelumnya. Beberapa proyek lain di sektor riil juga direalisasikan pada triwulan berjalan, antara lain di sektor pertambangan, industri makanan, serta fasilitas pemurnian hasil tambang di beberapa daerah. Selain itu, masih ada proyek pembangunan pabrik semen di Maros yang akan dirampungkan pada tahun 2014 serta konstruksi industri pengolahan gas alam di Sengkang. Poyek pemerintah diperkirakan belum terealisasi dengan 1
optimal karena masih berada dalam tahap pelelangan proyek . Perlambatan PMTB pada triwulan I 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja beberapa indikator kegiatan investasi. Penyaluran kredit yang digunakan untuk investasi masih menunjukkan arah pertumbuhan yang melambat meski angka pertumbuhannya tetap tinggi. Tren perlambatan penyaluran kredit investasi telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Perlambatan kinerja investasi juga dikonfirmasi oleh realisasi pengadaan semen. Pada triwulan laporan, pertumbuhan realisasi pengadaan semen tidak setinggi triwulan sebelumnya (Grafik 1.9). Total PMA
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
gTotal PMA - Skala Kanan
US$ Juta
Kredit Investasi
12,000
%, yoy
10,000 8,000
6,000 4,000 2,000
0 (2,000) I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
I
I
Realisasi Pengadaan
IV
I
II
35 30
500
25 20
10
200
5
100
0
0
(5) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
200
Perubahan Stok
150 100 50
0 (50)
I
2014
Grafik 1.9. Realisasi Pengadaan Semen
III
IV
I 2014
gPerubahan Stok - Skala Kanan %, yoy 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 (500) (1,000) (1,500) (2,000) (2,500)
US$ Juta
I
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
II
2013
15
300
I
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi
600
400
IV
2012
Posisi Stok
%, yoy
III
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Sumber: Laporan Bank, diolah
gRealisasi - Skala Kanan
Ribu Ton
III
2011
Grafik 1.7. Realisasi Penanaman Modal Asing
700
%, yoy
II
2014
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
gKredit Investasi - Skala Kanan
Rp Triliun
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel
Kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami kontraksi pada triwulan I 2014. Angka pertumbuhan untuk triwulan IV 2013 sebesar 19,63% yang kemudian turun cukup drastis dan tercatat sebesar -13,68% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh 1
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
komponen perubahan stok yang memberikan kontribusi negatif bagi pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan laporan. Indikasi ini terlihat juga dari pertumbuhan perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang mengalami kontraksi di triwulan laporan (Grafik 1.10).
1.1.3 Ekspor dan Impor Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan I 2014 tumbuh signifikan seiring kinerja ekspor yang tumbuh meningkat. Penguatan pada ekspor diikuti oleh melambatnya pertumbuhan impor di triwulan laporan sehingga neraca perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) mencatat surplus yang lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini berlawanan dengan kondisi pada triwulan yang sama tahun 2013 ketika terjadi defisit neraca perdagangan (Grafik 1.11). Hal yang sama terjadi pada neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Di triwulan laporan, pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas Sulsel lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sedangkan impor luar negeri nonmigas mengalami kontraksi yang lebih besar.
10,000 8,000
Impor ADHK
Rp Miliar
2,500
Rp Miliar
800
2,000
6,000 4,000
1,500
2,000
1,000
0 (2,000)
500
(4,000)
(6,000)
0 I
II
III
IV
I
2011
Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
600
US$ Juta
400 200 0 (200) (400) (600)
I
2013
US$ Juta
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Bea Cukai, diolah
III
IV
I
II
2012
III
IV
700 600 500 400 300 200 100 0 (100)
I
2013
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB
Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Pada triwulan I 2014, ekspor mengalami peningkatan pertumbuhan seiring kinerja ekspor luar negeri yang tumbuh menguat. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 14,60% (yoy), jauh lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2013 (0,29%, yoy). Akselerasi kinerja ekspor didorong oleh membaiknya pertumbuhan ekspor barang nonmigas ke luar negeri (Grafik 1.13). Di samping itu, ekspor antardaerah (pangsa: 38%, ADHK) juga menunjukkan penguatan yang tercermin oleh menguatnya kinerja volume barang dalam negeri yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14). Volume Ekspor Luar Negeri 600
gVolume Ekspor
gNilai Ekspor
Ribu Ton
%, yoy
Volume Muat Barang Dalam Negeri 250 200
500
150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
gVolume Muat - Skala Kanan %; yoy
Ribu Ton
40 30
20 10 0
(10) (20)
(30) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
11
Millions
Ekspor ADHK
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat akaselerasi pertumbuhan di triwulan I 2014. Ekspor rumput laut, nikel matte, komoditas pertambangan, makanan olahan, serta hasil alam olahan (karet dan kayu) tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (Grafik 1.15). Hal ini dipengaruhi juga oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang masih berekspansi (Grafik 1.16). Sementara itu, ekspor biji coklat dan komoditas perikanan tumbuh melemah pada triwulan laporan. Terkait perikanan, sesuai dengan hasil liaison periode sebelumnya, kebijakan pemerintah Filipina untuk memberi keringanan pajak kepada eksportirnya dinilai telah menekan pagsa ekspor perikanan Indonesia. Rumput Laut Pertambangan - Skala Kanan 140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60)
Nikel Matte Makanan Olahan - Skala Kanan
%, yoy
%, yoy
Jepang 500 400
56
300
54
200
52
100 0 (100) (200) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
58
Tiongkok
AS
Zona Eropa
Korea Selatan
Indeks
50
48 46 1
I
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
2013
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah
3
2014
Sumber: Bloomberg Grafik 1.16. Purchasing Managers Index
Grafik 1.15. Pertumbuhan Ekspor Komoditas
Impor mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan I 2014 karena turunnya kinerja impor antardaerah. Di triwulan laporan, impor turun hingga -9,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya (4,45%, yoy). Turunnya kinerja impor dikonfirmasi oleh indikator impor antardaerah (pangsa: 78%, ADHK) yaitu volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang mengalami kontraksi lebih besar pada triwulan I 2014 (Grafik 1.17). Sementara itu, volume barang yang diimpor dari luar negeri tercatat tumbuh menguat (Grafik 1.18). Namun demikian, hal ini tidak mengakselerasi impor karena nilai barang yang diimpor tidak tumbuh lebih tinggi dari triwulan IV 2013, khususnya untuk kategori impor bahan baku dan barang konsumsi. Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
%; yoy
Ribu Ton
30
600
20
500
10
0 (10)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
Volume Impor Luar Negeri
gVolume Bongkar - Skala Kanan
IV
I
II
III
2013
IV
gNilai Impor %, yoy
400
300
(20)
200
(30)
100
(40)
0
I
I
2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
gVolume Impor
Ribu Ton
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
2013
IV
140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
I 2014
Sumber: Bea Cukai Diolah
Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
Pada triwulan I 2014, struktur ekspor maupun impor Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan bagi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri Sulsel (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.20).
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
1%
1%
Pangsa Triwulan I 2014
Pangsa Triwulan I 2014
21% 29% Komoditas Pertanian: US$77 Juta
Barang Modal: US$39 Juta
Komoditas Industri: US$287 Juta
Bahan Baku: US$92 Juta
Komoditas Pertambangan: US$3 Juta
78%
Sumber: Bea Cukai, diolah
70%
Barang Konsumsi: US$1 Juta
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori
Dilihat dari total nilainya, nikel matte merupakan komoditas dominan dalam struktur ekspor sedangkan gandum mengambil pangsa terbesar dalam struktur impor. Pada triwulan I 2014, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,16% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, ganggang laut (rumput laut) dan coklat olahan menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,09% dan 8,00%. Untuk impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa terbesar yaitu 42,05% pada triwulan I 2014. Selanjutnya, impor gandum diikuti oleh impor hasil industri lainnya serta makanan ternak yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 32,22% dan 8,47% (Tabel 1.3). Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas
Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Komoditas
Nilai Ekspor Triwulan I 2014 (US$ Juta)
Komoditas
Nilai Impor Triwulan I 2014 (US$ Juta)
Nikel matte
213.11
Gandum
55.11
Ganggang laut
33.32
Hasil industri lainnya
42.23
Coklat olahan
29.33
Makanan ternak
11.10
Biji coklat
19.95
Besi/baja
5.99
Udang segar/beku
14.59
Alat listrik/ukur/fotografi/dll
4.28
Kayu olahan
12.51
Pesawat udara dan bagiannya
3.50
Ikan olahan
8.80
Bahan kimia
3.35
Buah/sayur olahan
5.93
Kertas dan barnag dari kertas
2.98
Hasil industri lainnya
5.12
Kendaraan roda 4 atau lebih
2.59
Ikan segar dan lainnya
4.96
Produk keramik
2.29
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
1.2. Sisi Penawaran Dilihat dari sisi penawaran, sektor utama menunjukkan penguatan kinerja, terutama sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) . Selain itu, beberapa sektor yang lain juga mengalami akselerasi seperti sektor listrik, gas, dan air (LGA), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (keuangan), serta sektor jasa-jasa (Tabel 1.4). Sektor pertambangan bahkan memberikan sumbangan yang positif sebesar 0,11% pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengurangi pertumbuhan sebesar -0,37% (Grafik 1.21). Adapun sektor pertanian tercatat tumbuh di atas 10% namun tetap melambat dibandingkan triwulan IV 2013.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
13
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran 2011*
Pertumbuhan Sektor Ekonomi (%; yoy)
I
II
III
IV
PDRB
7.39
8.56
8.36
6.09
Pertanian
2011* 7.61
2012*
2012*
I
II
III
IV
7.90
8.06
8.70
8.88
8.39
2013**
2013**
2014**
I
II
III
IV
8.21
6.23
8.26
7.90
7.65
8.03
I
12.54
8.59
4.92
-0.17
6.45
5.30
4.31
8.31
3.22
5.40
1.15
-0.89
3.93
13.10
3.95
10.98
-15.49
-0.96
-0.91
-13.66
-7.89
-10.64
2.23
1.16
26.04
4.44
28.41
5.85
12.78
-4.62
9.26
1.54
Industri Pengolahan
3.10
4.47
10.69
12.12
7.64
14.58
8.94
5.64
6.99
8.86
8.24
9.88
8.71
5.76
8.12
5.89
Listrik, Gas & Air Bersih
3.99
2.05
6.34
22.27
8.61
22.02
13.95
10.73
5.31
12.53
7.81
9.18
8.39
8.06
8.36
8.86
Bangunan
8.48
13.46
13.59
12.65
12.09
11.61
7.91
8.38
11.11
9.73
8.62
11.00
13.20
10.73
10.92
7.99
Perdagangan, Hotel & Restoran
11.52
14.02
11.70
6.70
10.88
10.10
9.12
10.41
12.44
10.54
11.48
9.96
8.33
7.98
9.38
8.29
Angkutan & Komunikasi
13.25
10.27
10.81
14.01
12.11
19.42
17.75
14.73
8.68
14.87
7.53
10.55
10.54
7.09
8.92
6.33
Keuangan
10.56
11.94
17.52
19.18
14.84
9.88
19.03
19.81
14.72
15.87
17.21
14.00
15.40
10.62
14.18
11.24
Jasa-jasa
6.80
7.42
6.21
6.40
6.70
1.41
3.19
3.03
1.47
2.27
2.31
0.97
5.38
5.92
3.67
6.72
Pertambangan & Penggalian
Keterangan: - Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Pertanian 10
Industri
PHR
Sektor Lainnya
PDRB
%
8 6 4 2 0 (2) I
II
III
2011*
IV
I
II
III
2012*
IV
I
II
III
2013**
IV
I 2014**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Sisi Penawaran
1.2.1 Sektor Pertanian Pada triwulan I 2014, sektor pertanian mengalami deselerasi pertumbuhan karena masih belum optimalnya kinerja subsektor perkebunan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,98% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar 13,10% (yoy). Subsektor perkebunan, dalam hal ini komoditas kakao, menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perlambatan. Produksi biji kakao, di Sulawesi pada umumnya dan di Sulsel pada khususnya, masih terbatas karena belum datangnya masa panen, pengaruh cuaca, program 2
pemerintah yang kurang optimal, serta umur tanaman yang tua akibat belum adanya peremajaan . Hal ini tercermin dari volume ekspor kakao yang menurun dan patut disayangkan karena harga kakao di pasar global sedang berada pada tren meningkat (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23). Perlambatan pertumbuhan juga dialami oleh subsektor perikanan seiring belum optimalnya produksi pada triwulan I 2014. Melemahnya kinerja subsektor ini terlihat dari perkembangan volume 2
Hasil liaison kepada eksportir coklat olahan, triwulan I 2014
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
ekspor udang segar dan aneka ikan yang terkontraksi (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Hal ini dinilai merupakan dampak dari kondisi cuaca yang tidak menguntungkan bagi para nelayan, terutama di Januari 2014. Meski curah hujan dan gelombang laut mulai membaik pada Februari dan Maret 2014, produksi perikanan tidak sampai mengalami akselerasi. Adapun kenaikan produksi komoditas padi palawija
3
dinilai berhasil menopang pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan (tabama)
sehingga sektor pertanian secara keseluruhan masih tumbuh cukup tinggi. Ekspor Biji Coklat 30
gEkspor - Skala Kanan
Ribu Ton
3.5
80
%, yoy
40 20 15
0 I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
0
1.5
0.5
(80)
0.0
Ekspor Aneka Ikan
gEkspor - Skala Kanan 50
1.0
30 20
0.8
10
0.6
0
0.4
(10)
0.2
(20)
0.0
(30)
2012
II
III
IV
2013
2013
2014
Sumber: World Bank Grafik 1.23. Harga Internasional Kakao
40
I
(40)
2012
1.2
IV
(30)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
%, yoy
III
0 (10)
2014
Ribu Ton
II
10
(20)
(60)
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Volume Ekspor Biji Coklat
I
20
1.0
I
2013
Ekspor Udang Segar/Beku
30 2.0
(40) 5
50 40
gHarga - Skala Kanan
2.5
20
(20)
10
%, yoy
Harga Internasional Kakao
60
25
1.4
USD/kg
3.0
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
I
I 2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.24. Volume Ekspor Udang
gEkspor - Skala Kanan %, yoy
Ribu Ton
II
III
IV
I
2012
II
III 2013
IV
25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25) (30)
I 2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.25. Volume Ekspor Aneka Ikan
1.2.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh positif di triwulan I 2014 setelah mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan IV 2013. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini membaik dan tumbuh sebesar 1,54% (yoy) setelah turun sebesar -4,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan arah pertumbuhan ekspor komoditas pertambangan yang kontraksinya semakin tipis di triwulan I 2014 (Grafik 1.26). Mulai pulihnya harga internasional beberapa komoditas tambang seperti nikel, logam mulia (emas), dan seng diduga memacu kegiatan produksi sektor pertambangan dan penggalian di Sulsel (Grafik 1.27). Implementasi UU Minerba sejak Januari 2014 memberikan dampak yang minimal bagi sektor pertambangan karena mineral utama Sulsel, yaitu bijih nikel, telah diolah menjadi nikel matte sebelum dijual ke luar negeri oleh eksportir.
3
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
15
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Ekspor Pertambangan
80
gEkspor - Skala Kanan
Ribu Ton
Seng
%, yoy
250
70
200
60
150
50
100
40
50
30
0
20
(50)
10
(100)
0
(150) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
Timah Hitam
Nikel - Skala Kanan
US$/metrik ton
2,400
Timah - Skala Kanan US$/metrik ton
2,300
25,000 23,000
2,200 21,000
2,100 2,000
19,000
1,900
17,000
1,800 15,000
1,700 1,600
13,000
I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014
2012
Sumber: Bea Cukai, diolah
2013
2014
Sumber: World Bank
Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan
Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang
1.2.3 Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan tumbuh menguat pada triwulan I 2014 seiring penguatan pada industri mikro dan kecil. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 5,89% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 5,76% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) di triwulan laporan. Adapun industri besar dan sedang (IBS) mtumbuh sedikit melambat pada triwulan laporan sehingga sektor menahan percepatan pertumbuhan sektor industry pengolahan (Grafik 1.28). Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor industri pengolahan. Pada triwulan laporan, kinerja subsektor industri hasil tambang mengalami akselerasi seiring tidak adanya gangguan operasional dan minimalnya dampak implementasi UU Minerba (Grafik 1.29). Hasil industri makanan olahan serta kayu olahan juga dinilai tumbuh meningkat seperti terlihat pada kinerja ekspornya (Grafik 1.30). Untuk kayu olahan, masih kuatnya pertumbuhan didukung oleh permintaan dari luar negeri seperti Jordan, Singapura, Korea 4
Selatan, dan Filipina . IMK 25
IBS 25
%, yoy
20
Produksi Nikel
gProduksi
Ribu Ton Metrik
%, yoy
20
15 15
10
5 10
0 (5)
5
(10) (15)
0
I
II
III
IV
2012
I
II
III 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
IV
I
I
2014
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40)
I 2014
Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri
Grafik 1.29. Produksi Nikel Matte
Penyelenggaraan pemilu legislatif memberikan dampak positif pada beberapa subsektor industri pengolahan namun tidak signifikan. Persiapan pemilu legislatif meningkatkan permintaan pada
4
Hasil liaison kepada produsen dan eksportir kayu olahan, triwulan I 2014
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah 5
beberapa subsektor industri selama masa kampanye, khususnya kertas dan barang cetakan . Namun demikian, industri tepung terigu, gula rafinasi, maupun kayu olahan disinyalir tidak terkena dampak 6
penyelenggaraan pemilu . Meningkatnya pertumbuhan produksi industri terigu pada triwulan I 2014 dinilai lebih didorong oleh faktor musiman dan persiapan Lebaran (Grafik 1.31). Kayu Olahan 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25) (30)
Makanan Olahan - Skala Kanan
Produksi Terigu
%, yoy
%, yoy
500 400 300 200 100 0 (100) (200)
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
I
2013
gProduksi Terigu - Skala Kanan
Ribu Ton Metrik
30 20 10 0 (10)
(20) (30)
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri
40
%, yoy
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.31. Produksi Tepung Terigu
1.2.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor LGA mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 8,86% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 8,06% (yoy). Menguatnya kinerja sektor LGA terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan eceran gas yang digunakan oleh rumah tangga (Grafik 1.32). Sementara itu, meski tumbuh relatif melambat pada triwulan laporan, kredit menurut lokasi proyek yang disalurkan kepada sektor ini tetap tumbuh di atas 50% secara tahunan. Hal ini memberi indikasi masih kuatnya kegiatan penciptaan nilai tambah di sektor ini seiring aliran dana dari perbankan yang pertumbuhannya masih cukup tinggi. Penjualan Gas untuk Rumah Tangga 140
gIndeks
Indeks
Kredit Sektor LGA
%, yoy
25
120
20
100
15 10
80
5
60
0
40
(5)
20
(10)
0
(15)
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.32. Penjualan Eceran Gas
1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
2014
%, yoy
250
200 150 100 50
0 (50)
I
I
gKredit - Skala Kanan
Rp Triliun
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.33. Kredit Sektor LGA
1.2.5 Sektor Bangunan Pada triwulan I 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah karena belum optimalnya seluruh kegiatan pembangunan. Di triwulan IV 2013, sektor ini mampu tumbuh hingga 10,73% (yoy). Pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 7,99% (yoy).
5
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Mei 2014
6
Hasil liaison kepada produsen tepung terigu, gula rafinasi, dan kayu olahan, triwulan I 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
17
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan. Hal ini terkonfirmasi oleh melambatnya pertumbuhan penjualan eceran bahan bangunan (semen dan logam) dan perlengkapan konstruksi (Grafik 1.34). Penyaluran kredit ke sektor bangunan berdasarkan lokasi proyek juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2014 (Grafik 1.35). Semen
20
Bahan Konstruksi dari Logam
Perlengkapan Konstruksi
Kredit Sektor Konstruksi
5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
%, yoy
15 10 5 0
(5) (10) (15)
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
15 10 5 0 I
II
III
IV
I
II
2012
2014
Sumber: Survei Penjualan Eceran
25
%, yoy
20
I
2013
gKredit - Skala Kanan
Rp Triliun
III
IV
I
2013
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.34. Penjualan Eceran Barang Konstruksi
Grafik 1.35. Kredit Sektor Bangunan
1.2.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan I 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan dan terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 7,98% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi sebesar 8,29% (yoy). Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya kegiatan perdagangan baik yang berorientasi ke luar negeri maupun dalam negeri. Hal ini terkonfirmasi dari indikator total volume barang yang dibongkar dan dimuat di pelabuhan Makassar yang tumbuh menguat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.36). Perkembangan sektor PHR juga masih didukung oleh penjualan otomotif yang diprakirakan akan 7
tumbuh secara konservatif di kisaran 10% (yoy) .
Volume Muat
3,500
Volume Bongkar
gTotal Volume - Skala Kanan
Ribu Ton
%, yoy
3,000 2,500
30
50
20
45
10
2,000
0
1,500
35
500
(20)
30
0
(30) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
%
40
(10)
1,000
Sulawesi Selatan
55
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
I
I
2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik 1.36. Volume Bongkar & Muat Barang
II
III
IV
I
II
2012
III 2013
IV
I 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.37. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Subsektor hotel juga menopang pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring hunian kamar dan kunjungan wisatawan yang terjaga. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel serta jumlah wisatawan mancanegara memang berkurang di triwulan I 2014 karena merupakan masa
low season akibat berakhirnya musim liburan. Namun demikian, penurunan yang terjadi tidak sedalam 7
Hasil liaison kepada penjual/pedagang otomotif skala besar, triwulan I 2014
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
seperti pada triwulan I di tahun 2013. Hal ini menyebabkan indikator pariwisata memiliki kinerja yang lebih baik dari capaian di triwulan sebelumnya (Grafik 1.37 dan Grafik 1.38). Sementara itu, realisasi kegiatan usaha sektor PHR tercatat lebih tinggi dari perkiraannya maupun dari triwulan sebelumnya sehingga mendukung penguatan pertumbuhan sektor PHR (Grafik 1.39). Jumlah Kedatangan Wisman
gWisman - Skala Kanan
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor PHR
20
Orang
6,000
%, yoy
80
15
Perkiraan Kegiatan Usaha Sektor PHR
%, Saldo Bersih Tertimbang
60
5,000 4,000
3,000
40
10
20
5
0
2,000
(20)
1,000 0
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
0
(40)
(5)
(60)
(10)
I
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.38. Jumlah Wisatawan Mancanegara
Grafik 1.39. Kegiatan Usaha Sektor PHR
1.2.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan I 2014 karena melambatnya kinerja subsektor transportasi. Sektor ini tercatat tumbuh dari 7,09% (yoy) menjadi 6,33% (yoy) di triwulan I 2014. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja moda angkutan udara. Hal ini terkonfirmasi dari pelemahan pertumbuhan lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Belum tibanya musim liburan menjadi faktor penyebab melambatnya kinerja transportasi udara. Di sisi lain, moda angkutan laut menopang pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi seiring kontraksi yang tidak sedalam triwulan sebelumnya (Grafik 1.41). Keberangkatan 2.5
Kedatangan
Kedatangan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
Juta Orang
%, yoy
20
2.0
1.5 1.0
Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
25 350
Ribu Orang
%, yoy
300
40 30
15
250
10
200
10
150
0
5
20
0.5
100
(10)
0
50
(20)
0.0
(5)
0
I
II
III
IV
I
2011
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Angkasa Pura
(30) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Grafik 1.41. Lalu Lintas Penumpang Kapal Laut
1.2.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pada triwulan I 2014, sektor keuangan mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor keuangan tercatat tumbuh 11,24% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2013 (10,62%; yoy). Faktor pendorong dinilai datang dari subsektor usaha pegadaian dan pembiayaan multiguna. Di tahun 2014, usaha pegadaian diperkirakan meningkatkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
19
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
target penjualan hingga 30%-40%, yang terutama bersumber dari pegadaian emas dan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sementara itu, usaha pembiayaan multiguna diduga ditopang oleh pembiayaan untuk kendaraan bermotor roda dua yang tingkat permintaannya masih kuat. Target pembiayaan multiguna diperkirakan akan tumbuh sebesar 8%-10% secara tahunan pada 2014, lebih besar dari capaian tahun 2013 yang tumbuh di kisaran 4%. Pertumbuhan subsektor perbankan masih berada pada tren yang melambat dan tercermin dari perkembangan penyaluran kredit secara total. Hal ini menjadi faktor risiko bagi perkembangan sektor keuangan ke depan sehingga perbankan diperkirakan akan mengoptimalkan pendapatan dari sisi fee-based income karena melemahnya pendapatan dari interest-based income. Kinerja subsektor properti pada triwulan laporan juga tidak sebaik triwulan sebelumnya meskipun masih mencatat pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi hingga di atas 20% (Grafik 1.42 dan Grafik 1.43). Total Kredit
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
gKredit - Skala Kanan
Penjualan Properti %, yoy
Rp Triliun
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
120
100
%, yoy
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0
0
(20)
I
I
II
III
IV
I
II
2011
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah
gPenjualan - Skala Kanan
Rp Miliar
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
2014
Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.42. Penyaluran Kredit Perbankan
Grafik 1.43. Penjualan Properti
1.2.9 Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa kembali tumbuh membaik pada triwulan I 2014 yang terutama didorong kinerja usaha swasta. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 6,72% (yoy) setelah tumbuh sebesar 5,92% (yoy) di triwulan IV 2013. Penguatan tersebut diduga adalah dampak dari stabilnya kinerja konsumsi rumah tangga dan menguatnya
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
gKredit - Skala Kanan
Rp Triliun
40
30 20 10 0 (10) (20) I
pertumbuhan sektor PHR yang kemudian turut
%; yoy
II
III
IV
I
2012
II
III 2013
IV
I 2014
meningkatkan kinerja di subsektor jasa hiburan, rekreasi, dan jasa perorangan atau rumah tangga. Adapun indikator penyaluran kredit ke
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
sektor jasa sosial masyarakat tercatat masih cukup tinggi namun dengan tendensi yang melambat pada triwulan I 2014 (Grafik 1.44).
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Keuangan Pemerintah
2. Keuangan Pemerintah Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan maupun belanja awal tahun 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Realisasi pendapatan daerah tersebut terutama berasal dari pendapatan pajak daerah (pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama), seiring penjualan otomotif yang masih relatif besar. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 12,29%, walaupun nominal realisasi belanja triwulan I-2014 tersebut jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya masih lebih tinggi. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) mulai membaik dibandingkan tahun 2013, yang akan menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut mendorong konsumsi swasta yang meningkat.
2.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, besarnya nilai APBD Provinsi Sulsel terus meningkat, diikuti dengan perubahan struktur baik pada bagian Pendapatan maupun Belanja. Dari sisi pendapatan, selama lima tahun terakhir, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin menurun. Namun demikian, pada pos Lain-Lain PAD Yang Sah, porsinya mengalami peningkatan dalam kurun dua tahun terakhir, salah satunya didorong oleh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) APBD tahun sebelumnya yang cukup besar. Dari sisi belanja, pada tahun 2014 porsi belanja modal masih relatif sama dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 19%. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN Tahun 20108
2014 mengharapkan porsi belanja modal adalah 30%. Kenaikan porsi belanja modal tersebut mencerminkan perhatian Pemprov Sulsel yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah. 100%
100%
90% 80%
90% Rp954,63
Rp1.090,32
70%
Rp2.473,37 Rp1.323,87
60%
60%
50%
50%
40% 30%
40% Rp1.430,08
Rp2.348,70
Rp2.587,85
Rp3.107,04
Rp367.75 Rp923.79
Rp754.20
Rp2,199.15
Rp1,847.67
Rp2,998.92 Rp3,212.25
Rp3,971.42
30%
20%
20%
10%
10%
0%
0% Tw I-2010
Tw I-2011
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Tw I-2012 Dana Perimbangan
Tw I-2013
Tw I-2014
Pendapatan Asli Daerah
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD
8
Rp367.95
70%
Rp1.457,68
Rp1.782,15
Rp230.12
80%
Tw I-2010
Tw I-2011
Belanja Modal
Tw I-2012
Tw I-2013
Tw I-2014
Belanja Operasi
Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD
Permendagri Nomor 27 tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
21
Keuangan Pemerintah
2.2. APBD Provinsi Sulsel Triwulan I 2014 Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sampai Dengan Triwulan I 2014 (Milyar Rupiah)
NO.
URAIAN
1. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pendapatan Pajak Daerah - Pendapatan Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Lain-lain PAD yang Sah 1.2. DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak - DAU - DAK Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN 2. BELANJA 2.1. BELANJA OPERASI - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Bunga - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Keuangan 2.2. BELANJA MODAL 2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA JUMLAH BELANJA TRANSFER TOTAL BELANJA SURPLUS / (DEFISIT) 3. PEMBIAYAAN 3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH JUMLAH PEMBIAYAAN
ANGGARAN 2013
Realisasi s/d TRIWULAN I-2013 Nominal % REALISASI
2,587.85 2,333.13 65.41 66.79 122.52 1,457.68 303.64 1,089.77 64.26 977.04 5,022.57
551.11 493.21 13.80 44.10 389.27 26.01 363.26 215.63 1,156.01
21.30% 21.14% 21.10% 36.00% 26.70% 8.57% 33.33% 22.07% 23.02%
3,212.25 969.07 969.95 46.25 1,224.98
526.66 143.22 47.27 7.50 328.68
16.40% 14.78% 4.87% 16.22% 26.83%
923.79 15.00 4,151.04
0.04 1.15 527.85
843.05
ANGGARAN PERUBAHAN
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014 Nominal % REALISASI
3,107.04 2,822.47 74.28 71.85 138.44 2,473.37 292.49 1,209.60 72.98 898.31 13.52 5,593.93
597.25 556.91 12.51 27.83 633.80 403.20 230.60 0.11 1,231.16
19.22% 19.73% 16.84% 0.00% 20.11% 25.62% 0.00% 33.33% 0.00% 25.67% 0.82% 22.01%
0.0042% 7.67% 12.72%
3,971.42 1,058.29 1,301.75 39.50 930.60 641.28 754.20 15.00 4,740.61
573.64 173.22 81.82 2.11 233.38 83.11 8.81 582.44
14.44% 16.37% 6.29% 5.34% 25.08% 12.96% 1.17% 0.00% 12.29%
31.48
3.73%
1,098.76
201.06
18.30%
4,994.09 28.47
559.33 596.68
11.20% 2095.73%
5,839.38 (245.44)
783.50 447.67
13.42% -182.39%
623.46 1.63 621.83
42.26 42.26
6.78% 6.80%
296.44 51.00 245.44
98.40 98.40
33.19% 0.00% 40.09%
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Sulsel (Data Belanja) & Dinas Pendapatan Daerah (Data Pendapatan) Ket : Angka Sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited )
2.2.1 Pendapatan Realisasi pendapatan daerah pada awal tahun 2014 masih belum optimal. Realisasi pendapatan daerah tahun triwulan I-2014 berhasil meningkat 6,50% (yoy), meskipun nominal realisasi lebih besar dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan I2014 mencapai Rp1,23 triliun atau 22,01% dari total target pendapatan sebesar Rp 5,59 triliun. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp0,56 triliun (naik 12,9%), Dana Alokasi Umum Rp0,40 triliun (naik 10,9%) dan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya Rp230,6 miliar (naik 100%). Peran realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah
9
pada
triwulan I-2014 sedikit meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dari sisi Dana Perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga triwulan I 2014 sebesar 1,28%, lebih tinggi daripada triwulan I 2013 yang sebesar 0,91%. Sementara rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat stabil pada triwulan I 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan I 2014 sebesar 1,21%, sementara triwulan I 2013 sebesar 1,29%. Perkembangan ekonomi yang tinggi di Sulsel, diharapkan juga dapat
9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-
masing hingga triwulan I
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Keuangan Pemerintah
dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 3.20 %
2.73 2.70 2.20 1.70
1.74
1.68
1.30
1.20
1.29
1.21 1.28
1.20 0.96
0.91
0.70 Tw I-2010
Tw I-2011
Tw I-2012
Pendapatan Asli Daerah
Tw I-2013
Tw I-2014
Dana Perimbangan
Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencetak persentase realisasi per anggaran, sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD sebesar Rp0,60 triliun atau 19,22% dari anggaran yang ditetapkan, meningkat dibandingkan realisasi triwulan I 2013 (Rp0,55 triliun). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 19,79% (Rp556,91miliar). Hal ini disebabkan
masih cukup kuatnya konsumsi
rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih belum mencapai yang diharapkan. Pengesahan dua peraturan daerah tentang retribusi jasa umum
10
11
serta tentang retribusi jasa tertentu , yang mulai efektif berlaku sejak Januari 2012, belum
berhasil mendorong kenaikan retribusi daerah. Pada triwulan I 2014, realisasi retribusi baru mencapai Rp12,51 miliar (16,84%). Persentase realisasi Dana Perimbangan (DAU dan DAK) masih belum optimal seperti yang telah dianggarkan. Persentase realisasi sub komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebesar Rp403,20 miliar (33,33%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masih belum ada realisasi, sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Komponen yang berada di bawah realisasi tahun sebelumnya adalah Lain-lain PAD yang Sah, dimana sampai dengan triwulan I 2014 baru mencapai Rp0,11 miliar (0,82%), lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (Rp215,63 miliar atau 22,07%). Sementara komponen yang realisasinya berada di atas realisasi tahun sebelumnya adalah komponen transfer pemerintah pusat lainnya yang mencapai Rp230,60 miliar (25,67%).
2.2.2 Belanja Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I-2014 belum mencapai titik optimal, dan sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan I-2014 sebesar 12,29%, atau relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2013 yang hanya sebesar 12,72%. Secara nominal, realisasi anggaran 10
PP No. 9 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011
11
PP No. 10 Tahun 2011 Tanggal 30 Desember 2011
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
23
Keuangan Pemerintah
belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp582,44 miliar sedikit diatas realisasi tahun 2013 sebesar Rp527,85 miliar atau naik Rp54,59 miliar. Pada triwulan I-2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah
12
sedikit menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat semakin turun hingga triwulan I 2014, yang menunjukkan belum optimalnya peran stimulus fiskal terhadap investasi. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,02%, sementara tahun 2012 sebesar 0,20%. Demikian pula, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan peningkatan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja operasional triwulan I-2014 hanya sebesar 1,16% lebih rendah daripada tahun 2013 yang sebesar 1,49%. %
1.99
2.00
1.20
1.14
1.90
1.00
1.75
1.80 1.70
0.80
1.60
1.49
1.50
0.60
1.40 0.40
1.30 1.20 1.10 1.00
0.24
1.07
1.16
0.20
0.02
0.00
Tw I-2010
Tw I-2011
Tw I-2012
Tw I-2013
Belanja Operasi
0.20 -
Tw I-2014
Belanja Modal
Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Realisasi Belanja Operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase capaiannya sedikit lebih rendah dari periode yang sama tahun 2012. Realisasi terbesar berasal dari Belanja Hibah. Total pos Belanja Operasional terealisasi Rp582,44 miliar (12,29%) dengan penyerapan terbesar pada Belanja Hibah yaitu sebesar 25,08% dan terkecil adalah Belanja Bunga (5,34%). Sementara untuk Belanja Rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya masih belum optimal, yaitu sebesar 16,37% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 20132. Sedangkan Belanja Barang terserap 6,29%, namun masih sedikit lebih tinggi dari tahun 2013 (4,87%) atau secara nilai sebesar Rp81,82 miliar. Sementara belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos Belanja Modal pada triwulan I-2014 baru mencapai Rp8,81 miliar (1,17%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemeinrtah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada
triwulan
I
2014,
transfer
yang
merupakan
bentuk
hubungan
vertikal
dengan
kabupaten/kota, terealisasi lebih tinggi dibanding triwulan I 201 3. Transfer pada periode laporan
12
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif, masing-masing
hingga triwulan III 2013
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Keuangan Pemerintah
terrealisasi sebesar 18,30% atau sebesar Rp201,06 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp31,48 miliar (3,73%). Anggaran 2013 yang diperkirakan defisit, tertutupi dengan penerimaan pembiayaan. Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan I-2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp98,40miliar. Namun dengan karena belum ada pengeluran pembiayaan daerah maka pada triwulan I 2014, APBD Sulsel masih mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp98,40 miliar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
25
Keuangan Pemerintah
Halaman ini sengaja dikosongkan
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Inflasi Daerah
3. Inflasi Daerah Pada triwulan I 2014, inflasi Sulsel tercatat sebesar 5,88% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV 2013 (6,22%; yoy), seiring pasokan pangan yang lebih baik. Sesuai perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi akan berada di jalur yang menurun pada triwulan laporan. Hal ini didukung oleh semakin kondusifnya cuaca untuk produksi ikan, terbatasnya banjir di lahan pertanian, serta minimalnya kendala distribusi terkait cuaca. Kenaikan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti LPG 12 kg dan tarif angkutan udara menahan penurunan yang terjadi. Tekanan inflasi juga tetap datang dari kuatnya permintaan akibat faktor musiman dan dampak lanjutan atas biaya impor yang meningkat. Adapun pencapaian inflasi yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya didukung oleh semakin berkembangnya koordinasi pengendalian inflasi di daerah melalui kehadiran TPID.
3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa 13 Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi di Sulsel tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Inflasi tercatat sebesar 5,88% (yoy), menurun dari inflasi pada akhir tahun 2013 sebesar 6,22% (yoy). Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan (Tabel 3.1). Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami peningkatan inflasi tahunan. Secara berurutan, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transpor (10,31%, yoy), kelompok perumahan (6,25%, yoy), kelompok makanan jadi (5,39%, yoy), kelompok bahan makanan (4,76%, yoy), kelompok kesehatan (3,79%, yoy), kelompok sandang (3,73%, yoy), dan kelompok pendidikan (1,33%, yoy). Inflasi tahunan Sulsel juga masih lebih rendah dari laju inflasi tahunan nasional yang pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 7,32% (yoy) (Grafik 3.1). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang & Jasa TAHUN
2011
2012
2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV I
Bahan Makanan 13.96 12.10 1.43 0.24 4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76
Makanan Perumahan Jadi 4.47 4.16 5.27 4.57 4.40 3.70 4.40 3.67 4.49 4.18 4.29 3.98 4.97 3.41 5.03 3.35 4.57 3.43 4.63 3.60 4.70 4.76 4.47 6.06 5.39 6.25
Sandang 8.30 8.83 10.96 8.69 9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
3.08 6.41 7.60 7.67 7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79
1.48 2.43 3.00 2.90 2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33
1.84 2.08 0.77 0.73 0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31
UMUM 6.32 6.37 3.37 2.88 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88
Sumber: Badan Pusat Statistik
Mulai Januari 2014, terjadi perubahan dalam metode perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Aspek yang mengalami perubahan antara lain adalah jumlah kabupaten/kota yang disurvei, jumlah komoditas dalam keranjang perhitungan inflasi, serta tahun dasar nilai konsumsi (NK) yang digunakan. Jumlah kabupaten/kota survei perhitungan inflasi di Sulsel bertambah sebanyak 1 (satu) kota menjadi 5 (lima) kota, yaitu Makassar, Palopo, Bone, Parepare, dan kemudian ditambah Bulukumba. Komoditas yang dihitung tercatat sekitar 444 dari
13
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
27
Inflasi Daerah
sekitar 423 komoditas pada periode sebelumnya. Selanjutnya, NK yang digunakan adalah NK tahun dasar 2012, berubah dari periode sebelumnya yang menggunakan NK tahun dasar 2007. 10
Nasional (yoy) 8
7.32
Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq)
6
5.88
4 2
1.43
0 (2)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
% 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I 2014, inflasi kelompok bahan makanan kembali turun karena pasokan pangan yang masih cukup memadai. Penurunan inflasi terjadi dari 6,97% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 4,76% (yoy) pada triwulan I 2014 (Grafik 3.2). Turunnya harga terutama terjadi pada aneka bumbu dan daging serta hasilnya di awal triwulan yang diikuti penurunan harga aneka ikan, baik segar maupun budidaya, di akhir triwulan. Dibukanya keran impor untuk komoditas bumbu dan daging serta aktivitas penangkapan ikan yang meningkat mendukung penurunan inflasi bahan makanan yang terjadi. Di samping itu, daerah sentra bawang merah masih memiliki pasokan yang melimpah. Kendala distribusi terkait cuaca juga berkurang dengan intensitas curah hujan yang semakin rendah. 15
yoy
10
qtq
5
0 (5) (10) I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
%
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH), harga komoditas aneka bumbu, sayur, serta daging memang mengalami penurunan. Penurunan laju inflasi tahunan beberapa komoditas terjadi dengan cukup drastis antara lain daging ayam ras, ikan kembung, dan bawang merah (Grafik 3.3). Sementara itu, beberapa komoditas aneka ikan masih mencatat kenaikan inflasi. Hal ini dinilai merupakan dampak masih belum optimalnya hasil tangkapan ikan di awal triwulan I 2014 sehingga harga beberapa ikan naik di pasar seiring pasokan yang berkurang.
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Inflasi Daerah
Daging Sapi Harga Daging Sapi 120
Daging dan Telur Ayam Ras Daging Ayam Ras
gHarga - Skala Kanan
Rp Ribu
30
%, yoy
25
100
20
80
15
60
10
40
5
20
0
0
(5) I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25)
I
I
II
2014
III
IV
I
Bandeng
Teri
II
2011
III
IV
I
II
2012
Aneka Ikan
III
IV
2013
2014
Layang
Kembung
Harga Tomat Sayur 25
gHarga - Skala Kanan
Rp Ribu
%, yoy
20 15 10 5 0 I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I
I
II
2014
III
IV
Harga Cabe Rawit
250
%, yoy
200 150
40
100
30
50
20
0
10
(50)
0
(100) III
2011
IV
I
II
III
IV
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
Bawang Merah
gHarga - Skala Kanan
50
II
II
50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40) (50)
I 2014
Bawang Merah & Putih
Rp Ribu
I
I
2011
Cabe Rawit 60
I
Tomat Sayur
%, yoy
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20)
Telur Ayam Ras
%, yoy
I
2012
II
III
2013
IV
350 300 250 200 150 100 50 0 (50) (100)
I
I
2014
Bawang Putih
%, yoy
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.3. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Bahan Makanan
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat lebih tinggi dari triwulan IV 2013 . Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,39% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.4). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi yang tercatat adalah sebesar 4,47% (yoy). Naiknya tekanan inflasi dipengaruhi oleh inflasi pada kelompok makanan jadi selama periode triwulan I 2014. Di sisi lain, inflasi kelompok minuman yang tidak beralkohol serta kelompok tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
29
Inflasi Daerah
6 yoy
qtq
5
4 3
2 1 0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
% 2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Kenaikan harga beberapa komoditas yang menjadi kebutuhan pokok menjadi pendorong meningkatnya inflasi. Hal ini terlihat dari hasil SPH yang menunjukkan kenaikan harga minyak goreng, air kemasan, dan nasi. Harga makanan jadi yang diolah dengan minyak goreng dinilai turut mengalami peningkatan. Permintaan yang juga kuat seiring perayaan tahun baru di awal tahun dan beberapa hari besar keagamaan maupun kebudayaan turut mempengaruhi inflasi kelompok ini. Harga rokok juga mengalami peningkatan yang diduga sebagai dampak penyesuaian pajak daerah untuk tembakau meski tidak secara signifikan mempengaruhi inflasi (Grafik 3.5). Makanan & Minuman Minyak Goreng 40
Air Kemasan
Rokok
Nasi
Gula Pasir
Rokok Kretek 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
%, yoy
30 20 10 0 (10)
(20) I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
Rokok Kretek Filter
%, yoy
I
2014
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik 3.5. Perubahan Harga Komoditas Kelompok Makanan Jadi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan I 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan IV 2013 karena tekanan dari seluruh subkelompok. Laju inflasi tercatat sebesar 6,25% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,06%, yoy) (Grafik 3.6). Naiknya laju inflasi tahunan didorong oleh kenaikan harga bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga. Selain itu, biaya tempat tinggal juga masih mengalami tekanan inflasi selama periode triwulan I 2014 yang dinilai mempengaruhi naiknya harga bahan bangunan. Menguatnya laju kelompok perumahan dipengaruhi oleh naiknya harga LPG dan permintaan yang masih kuat. Harga LPG (liquefied petroleum gas) 12 kg mengalami penyesuaian pada Januari 2014 seiring upaya produsen untuk meminimasi kerugian akibat harga subsidi LPG 12 kg yang terlalu rendah dibandingkan dengan harga perolehan pokok. Sementara itu, permintaan yang masih tinggi terhadap bahan bangunan ditandai dengan masih maraknya proyek-proyek pembangunan di Sulawesi
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Inflasi Daerah
Selatan. Naiknya inflasi pada komoditas tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil SPH untuk harga bahan bakar rumah tangga, besi beton, dan batu bata (Grafik 3.7). Besi Beton
7 6
yoy
60
qtq
Batu Bata/Batu Tela
%, yoy
50
5
40
4
30
3
20 10
2
0
1
(10) (20)
0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
%
2011
2012
2013
2011
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik
2012
2013
2014
Sumber: Survei Pemantauan Harga
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan
Grafik 3.7. Perubahan Harga Bahan Bangunan
3.1.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh pulihnya harga emas di pertengahan triwulan I 2014. Pada triwulan IV 2013, inflasi tercatat sebesar 2,36% (yoy) yang kemudian naik menjadi 3,73% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.8). Naiknya harga komoditas dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, khususnya komoditas emas perhiasan, juga diikuti oleh inflasi yang terjadi pada subkelompok yang lain. Meski tekanan berkurang di akhir periode namun laju inflasi tetap tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. 12 10
yoy
qtq
8 6
4 2 0
(2) (4) I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
% 2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Sandang
Naiknya harga emas perhiasan dipengaruhi pergerakan harga emas di pasar global yang menunjukkan tren pemulihan. Setelah berada pada tren yang menurun sejak awal tahun 2013, pergerakan harga emas internasional menunjukkan pemulihan di tahun 2014 karena investor mulai kembali melirik investasi pada logam mulia (Grafik 3.9 dan Grafik 3.10). Hal ini dipengaruhi oleh ketidakpastian perbaikan kondisi perekonomian global. Sementara itu, harga sandang pada subkelompok yang lain juga menambah tekanan inflasi karena adanya berbagai perayaan yang diiringi peningkatan daya beli karena naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
31
Inflasi Daerah
Harga Emas Perhiasan 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
gHarga - Skala Kanan
Rp Ribu
I
II
Harga Emas
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
35 30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15)
%, yoy
%, yoy
50
40 30 20 10 0
(10) (20) (30)
I
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Survei Pemantauan Harga
gHarga - Skala Kanan
USD/troy oz
III
IV
I
2012
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: World Bank
Grafik 3.9. Perubahan Harga Emas Perhiasan
Grafik 3.10. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2014 yang didorong oleh inflasi yang terjadi pada seluruh subkelompok. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi tahunan sebesar 3,79% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,71% (yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.11). Subkelompok jasa kesehatan dan obat-obatan mengalami inflasi yang cukup tinggi hingga pertengahan triwulan I 2014. Hal ini kemudian diikuti oleh inflasi subkelompok jasa perawatan jasmani serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika di akhir periode. 9 8
7
yoy
qtq
6 5 4 3 2 1 0
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
%
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.11. Inflasi Kelompok Kesehatan
Meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan serta faktor barang impor mempengar uhi inflasi pada kelompok ini. Berkembangnya beberapa fasilitas kesehatan di Sulsel dinilai mendorong penyesuaian pada tarif yang ada karena kualitas dari layanan yang diberikan. Penyesuaian harga obat, produk kosmetika, produk perawatan jasmani yang diimpor juga terlihat masih berlanjut hingga periode laporan sehingga inflasi yang terjadi banyak disumbangkan dari faktor imported inflation.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,33% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya (1,39%; yoy) (Grafik 3.12). Turunnya laju inflasi tersebut didorong oleh cukup stabilnya inflasi dari seluruh subkelompok selama triwulan I 2014. Adapun laju inflasi dari
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Inflasi Daerah
subkelompok rekreasi mengalami penurunan pada pertengahan triwulan laporan sehingga mampu mendukung penurunan inflasi secara keseluruhan. 14
12 10
yoy
8
qtq
6 4 2 0 (2) I
%
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Kelompok Pendidikan
Dampak kenaikan biaya pendidikan yang terjadi sejak triwulan IV 2012 terus mereda hingga triwulan laporan. Meredanya tekanan inflasi kelompok ini telah terjadi sejak triwulan IV 2013. Pada triwulan laporan, tekanan inflasi memang masih datang dari subkelompok kursus-kursus/pelatihan, khususnya di awal tahun. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengakselerasi inflasi secara tahunan sehingga inflasi kelompok ini tetap terjaga di tingkat yang cukup rendah. Adanya masa liburan sekolah di awal tahun dan hari raya keagamaan diduga mendorong pemotongan harga barang maupun tarif jasa (diskon), terutama pada komoditas subkelompok rekreasi.
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa kembali menurun dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 10,31% (yoy) setelah tercatat sebesar 11,58% (yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.13). Adanya kenaikan harga tiket pesawat tujuan domestik akibat kenaikan harga avtur (fuel surcharge) meningkatkan inflasi pada subkelompok transpor di akhir periode triwulan I 2014. Meski demikian, terjaganya inflasi subkelompok yang lain mampu meredam dampak naiknya tarif angkutan udara tersebut dan menahan laju inflasi secara umum. 14
Harga Karet
gHarga - Skala Kanan
12
7
10
6
80
5
60
yoy
8
qtq
USD/troy oz
%, yoy
100
40
6
4
4
3
2
2
(20)
0
1
(40)
(2)
0
%
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.13. Inflasi Kelompok Transpor
IV
I
2014
20 0
(60) I
II
III
IV
I
2011
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber: World Bank Grafik 3.14. Perubahan Harga Karet Internasional
Belum adanya kebijakan dari pemerintah terkait penyesuaian harga komoditas strategis yang dapat mempengaruhi inflasi mendukung arah penurunan yang terjadi . Tarif angkutan di dalam kota maupun antarkota mengalami peningkatan namun tidak signifikan. Sementara itu, subkelompok
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
33
Inflasi Daerah
komunikasi dan jasa keuangan terpantau stabil sepanjang triwulan I 2014. Penurunan inflasi diduga salah satunya merupakan dampak dari turunnya harga komoditas ban kendaraan bermotor. Hal ini dipengaruhi oleh harga karet yang masih berada dalam tren menurun (Grafik 3.14).
3.2. Inflasi Berdasarkan Kota 14 Pada triwulan I 2014, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi yang terjadi di Makassar dan Parepare. Inflasi di Makassar pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 5,46% (yoy) setelah tercatat lebih tinggi pada triwulan sebelumnya (6,24; yoy) (Grafik 3.15). Di Parepare, inflasi tercatat sebesar 5,58% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2013 (6,31%, yoy). Selanjutnya, inflasi di Palopo dan Watampone mengalami peningkatan di triwulan laporan. Inflasi di kedua daerah tersebut masing-masing tercatat sebesar 6,22% (yoy) dan 7,86% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,25% (yoy) dan 6,96% (yoy). Sementara itu, pada triwulan I 2014, inflasi di Bulukumba tercatat cukup tinggi yaitu 13,94% (yoy).
Sulawasi Selatan
Makassar
12
Palopo
Parepare
10
Watampone
Bulukumba
14
%, yoy
8 6 4 2 0 I
II
III
IV
I
II
2010
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.15. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Tabel 3.2. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota
2011
2012
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Watampone
0.30%
0.32%
0.17%
0.14%
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
Makassar
5.32%
5.35%
2.87%
2.42%
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
Palopo
0.35%
0.35%
0.19%
0.16%
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
Parepare
0.34%
0.35%
0.18%
0.16%
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
Bulukumba Sulawasi Selatan
0.38% 6.32%
6.37%
3.37%
2.88%
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
5.88%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Masih adanya kendala distribusi dari daerah sentra pangan terkait cuaca dan infrastruktur dinilai menjadi salah satu penyebab masih tingginya inflasi di beberapa daerah. Inflasi bahan makanan di beberapa daerah tersebut masih mengalami kenaikan karena pasokan yang terhambat, khususnya 14
Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo,
Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Inflasi Daerah
pasokan aneka bumbu yang sentranya berada di daerah lain. Inflasi dinilai disumbangkan juga oleh kelompok makanan jadi dan sandang seiring masih kuatnya permintaan. Kondisi ini menyebabkan sumbangan inflasi dari setiap daerah secara umum meningkat. Hanya Makassar yang sumbangannya turun cukup dalam pada triwulan I 2014 dibandingkan triwulan IV 2013 (Tabel 3.2).
3.3. Disagregasi Inflasi 15 Melemahnya tekanan inflasi Sulsel pada triwulan I 2014 terutama did orong oleh turunnya inflasi komponen volatile food . Komponen ini mencatat inflasi 4,62% (yoy), setelah tercatat sebesar 7,39% (yoy) pada triwulan IV 2013 (Grafik 3.16). Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir triwulan I 2014 mendukung kegiatan penangkapan ikan laut. Komoditas aneka ikan tangkap bahkan mengalami deflasi yang cukup dalam pada akhir triwulan I 2014. Meski kendala distribusi terkait infrastruktur masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan yang didukung tidak adanya banjir serta dibukanya keran impor. Inflasi administered price meningkat pada triwulan I 2014 seiring peningkatan pada harga bahan bakar dan tarif angkutan udara. Di triwulan IV 2013, inflasi komponen ini tercatat sebesar 14,67% (yoy) dan kemudian meningkat menjadi 15,31% (yoy). Naiknya inflasi administered price dipengaruhi oleh penyesuaian harga LPG 12 kg pada awal triwulan laporan. Meski persentase kenaikan harga LPG 12 kg diturunkan, dampaknya tetap tertangkap pada inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga. Di samping itu, naiknya harga tiket pesawat untuk penerbangan dalam negeri akibat naiknya harga avtur juga menambah tekanan inflasi komponen administered price. Inflasi IHK 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Administered Price
Core
Volatile Food
%; yoy
15.31
5.88
4.62 3.93 I
II
III 2013
IV
I 2014
Survei: Badan Pusat Statistik Grafik 3.16. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Selanjutnya, inflasi inti (core inflation) sedikit meningkat karena tekanan inflasi dari komoditas emas perhiasan dan bahan bangunan. Pulihnya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas yang ikut tergerek naik. Sementara itu, harga bahan bangunan dan makanan jadi juga meningkat karena permintaan yang masih kuat, didukung oleh terjaganya tingkat pendapatan dan ekspektasi konsumen. Inflasi makanan jadi yang berbahan dasar terigu juga menguat seiring indikasi naiknya biaya impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu. Faktor imported inflation juga memberi tekanan kenaikan harga melalui impor obat-obatan dan produk kosmetika.
15
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan
administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
35
Inflasi Daerah
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus menunjukkan perkembangan yang positif. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan secara aktif terus mendorong pembentukan TPID di Daerah Tingkat II (DATI II) agar koordinasi dan harmonisasi program pengendalian harga di Sulsel berjalan semakin baik. Tercatat hingga triwulan laporan, telah terbentuk 16 (enam belas) TPID di tingkat kabupaten/kota Sulawesi Selatan. Dari 16 TPID tersebut, 5 (lima) kabupaten/kota yang menjadi tempat survei perhitungan inflasi seluruhnya telah memiliki TPID. Selama triwulan I 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi ke tingkat kabupatn/kota dengan program peningkatan kesadaran dan kompetensi anggota TPID. Workshop mengenai metode perhitungan inflasi dan pentingnya koordinasi pengendalian inflasi telah dilakukan di Makassar (Januari 2014), Parepare (Februari 2014), dan Bone (Maret 2014). Melalui workshop tersebut, TPID Sulsel berupaya untuk memperkuat koordinasi serta pemahaman akan pentingnya pengendalian inflasi bagi para anggota TPID di tingkat kabupaten/kota. Untuk mendukung efisiensi dan efektivitas, TPID Sulsel telah membagi wilayah koordinasi ke dalam 5 (lima) zona TPID seperti yang ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
36
No
Nama Zona
Kabupaten/Kota
1
Zona Palopo
Palopo, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara, Toraja Utara, Tana Toraja
2
Zona Parepare
Parepare, Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru
3
Zona Bone
Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai
4
Zona Bulukumba
Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Selayar
5
Zona Makassar
Makassar, Pangkep, Maros, Gowa, Takalar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2014, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan pertumbuhan yang melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum terjadi pada bank pemerintah maupun bank asing dan bank campuran. Kenaikan nominal aset perbankan pada umumnya karena bertambahnya jumlah kantor bank umum konvensional. Sementara itu, kegiatan intermediasi meningkat pada triwulan I 2014 menjadi sebesar 139,37% seiring lebih tingginya angka pertumbuhan kredit dibandingkan DPK. Perlambatan kenaikan dana pihak ketiga terjadi pada semua jenis simpanan dan demikian pula untuk semua jenis penggunaan kredit. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik, rasio Non Performing Loans (NPLs) bank umum masih berada pada level aman (2,97%). Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan baik pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM.
4.1. Kondisi Umum Perbankan 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2014, jumlah bank di Sulsel relatif tidak berubah yaitu 51 bank. Kemudian, untuk jumlah BPR juga masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Meski demikian, jumlah kantor bank di Sulsel masih terus bertambah pada triwulan laporan yaitu menjadi sebanyak 974 kantor (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR NAMA RINCIAN Bank Umum Konvensional
2011 I
II
2012 III
IV
I
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
41
42
43
45
46
46
46
46
47
49
50
I
51
51
31
32
32
34
35
35
35
35
36
38
39
40
40
Syariah
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
UUS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
27
27
27
27
27
27
28
28
28
29
29
29
29
689
724
812
844
848
895
925
936
940
950
959
971
974
BPR Jumlah Kantor
4.1.2 Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 14,07% (yoy) atau menjadi Rp92,25 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 14,66% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank asing dan bank campuran, masing-masing dari 11,54% (yoy) dan 21,38% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 9,30% (yoy) dan 2,01% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank swasta nasional justru menunjukkan peningkatan pada pertumbuhan aset yaitu dari 19,18% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 21,52% (yoy) pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
37
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
2013
Nominal (Rp Miliar) 2013 II III IV
I
II
III
IV
2014 I
Total Aset
19.69
19.04
20.78
14.66
14.07
80,876
86,366
90,288
90,932
92,253
Bank Pemerintah
17.84
17.14
19.37
11.54
9.30
48,337
51,537
53,300
52,533
52,831
Bank Swasta Nasional
22.81
22.38
23.30
19.18
21.52
31,919
34,293
36,341
37,682
38,788
9.85
(0.02)
2.89
21.38
2.01
621
537
647
717
633
Bank Asing dan Bank Campuran
I
2014 I
4.1.3 Intermediasi Perbankan Sejalan dengan lebih besarnya laju pertumbuhan kredit dibandingkan DPK, indikator intermediasi perbankan juga meningkat yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 139,37% pada triwulan I 2014, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar 133,65% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit yang tinggi terutama untuk penyaluran kepada sektor perdagangan, sektor jasa dunia usaha, konstruksi dan sektor industri pengolahan. DPK yang dihimpun oleh Bank Umum pada triwulan I 2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp58,00 triliun atau tumbuh sebesar 11,23% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 12,50% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan jenis simpanan giro dari 6,87% pada triwulan IV 2013 menjadi 2,90% (yoy) serta melambatnya pertumbuhan tabungan dari 11,17% pada triwulan IV 2013 menjadi 10,64% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2013 I
1. DPK a. Giro b. Tabungan c. Deposito 2. Kredit a. Modal Kerja
Nominal (Rp Miliar) 2013
2014 I
2014
II
III
IV
14.41
9.97
14.94
12.50
3.98
11.24
27.11
6.87
2.90
7,759
8,086
9,211
7,836
7,984
17.29
10.50
12.34
11.17
10.64
29,206
29,942
31,943
34,840
32,314
11.23
I
II
III
IV
52,147
53,299
57,204
60,239
I 58,003
14.85
13.07
13.92
18.06
16.61
15,182
15,271
16,050
17,563
17,705
22.58
21.84
21.71
15.09
12.24
72,019
77,083
79,613
80,509
80,836
27.43
9.74
12.84
3.42
1.13
28,671
27,484
27,822
29,217
28,996
b. Investasi
8.51
41.99
44.75
43.47
34.29
12,725
17,402
18,289
17,089
17,088
c. Konsumsi
24.85
24.01
19.14
14.80
13.49
3. LDR (%) 4. NPLs Gross (%)
30,622
32,197
33,503
34,203
34,752
138.11
144.62
139.17
133.65
139.37
2.84
2.68
2.77
3.13
2.97
Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2014. Kredit tercatat tumbuh sebesar 12,24% (yoy) menjadi Rp80,84 triliun setelah tumbuh 15,09% (yoy) pada triwulan I 2014. Perlambatan pada pertumbuhan kredit didorong oleh melambatnya penyaluran kredit untuk semua jenis penggunaan, yaitu modal kerja, investasi, dan konsumsi (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat di semua sektor ekonomi, kecuali sektor lain-lain (Tabel 4.4).
Melambatnya pertumbuhan kredit dinilai merupakan dampak dari penyesuaian yang
dilakukan oleh perbankan dalam merespons target pertumbuhan kredit yang ditetapkan Bank Indonesia berada pada kisaran 15% - 17% (yoy).
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risik o kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari aspek pengelolaan manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik, tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 2,97% yang tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 3,13% (Tabel 4.3). Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar) 2014
2013 I
II
III
IV
2014
2013
I
I
II
III
IV
I
Kredit (Lokasi Proyek)
22.58
21.84
21.71
15.09
12.24
72,019
77,083
79,613
80,509
80,836
Pertanian
55.44
23.20
18.22
15.81
1.16
1,373
1,356
1,354
1,374
1,388
Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air
3.95
(3.97)
(4.26)
8.33
(0.79)
590
584
599
611
586
26.31
6.78
6.30
(28.26)
(33.57)
6,116
5,570
5,720
4,314
4,063 1,554
162.55
223.27
123.81
101.85
56.02
996
1,357
1,484
1,579
Konstruksi
21.81
15.42
18.77
9.94
8.88
3,835
4,043
4,405
4,231
4,175
Perdagangan
28.32
28.77
32.87
28.05
24.10
20,344
23,549
24,050
25,010
25,246
Pengangkutan
26.76
31.52
41.60
21.61
8.86
2,317
2,379
2,459
2,600
2,522
Jasa Dunia Usaha
8.66
31.21
23.48
38.09
33.85
3,446
4,511
4,289
4,656
4,613
Jasa Sosial Masyarakat
(6.57)
3.41
26.49
29.89
26.18
1,479
1,515
1,740
1,800
1,867
Lain-lain (Konsumsi)
18.97
17.51
14.76
10.28
10.46
31,523
32,219
33,513
34,334
34,821
4.1.4 Bank Syariah Total aset perbankan syariah pada triwulan I 2014 tumbuh meningkat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 44,29% menjadi Rp6,93 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2013 yang tumbuh sebesar 23,26% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset bank pemerintah yaitu sebesar 20,35% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 32,94% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.5. Perkembangan Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar) 2014
2013
I
I
II
III
IV
Asset
42.22
37.86
36.26
23.26
44.29
4,802
DPK
35.46
30.77
42.76
39.80
28.66
a. Giro
29.19
16.82
21.33
14.22
b. Tabungan
28.09
21.23
37.71
c. Deposito
46.32
47.26
Pembiayaan
44.87
47.73
FDR (%) NPFs Gross (%)
2014
2013 I
II
I
III
IV
5,085
5,420
5,576
6,929
2,138
2,138
2,594
2,884
2,750
(12.64)
253
232
243
338
221
32.91
30.93
969
974
1,162
1,307
1,268
53.83
58.10
37.68
916
932
1,188
1,239
1,261
36.65
30.38
18.92
4,735
5,158
5,273
5,669
5,631
221.50
241.23
203.31
196.55
204.73
1.53
1.56
1.34
1.16
1.41
Kinerja perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2014 menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Meski demikian, pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan masih cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 28,66% (yoy) dan 18,92% (yoy) pada triwulan laporan. Finance to
Deposit Ratio (FDR) tercatat masih sangat tinggi sebesar 204,73%, menunjukkan masih belum Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
39
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari Non Performing Financing (NPF) sebesar 1,41% pada triwulan laporan yang sedikit meningkat dibandigkan triwulan sebelumnya (1,16%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan I 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi meskipun sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari penurunan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2013 sebesar 193,02% menjadi 177,98%. Di sisi total aset, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan menjadi 12,46% (yoy), dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh melambat sebesar 9,88% (yoy). Di sisi penghimpunan dana pihak ketiga, BPR mengalami peningkatan pertumbuhan dari 13,35% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 29,15% (yoy). Sementara itu, kredit yang disalurkan tumbuh melambat dari 27,40% (yoy) menjadi sebesar 25,62% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). 1,400
Rp Miliar Aset
1,000
DPK
80
%, yoy
1,200
800
70
1,200
60
1,000
50
800
40 600
Kredit
LDR - Skala Kanan
%
Rp Miliar
600
30
400
20
200
10
0
0 I
II
III
2010
IV
I
II
III
IV
2011
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
400 200 0
I
I
2014
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR
II
III
2010
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
I 2014
Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di triwulan I 2014, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan.
Pangsa Triwulan I 2014
Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar
Pertanian (0.8%)
dalam struktur kredit kepada korporasi yang
Pertambangan (1.8%)
tercatat sebesar Rp22,18 triliun (kredit produktif
Industri (11.5%)
non-UMKM). Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa
Perdagangan (46.5%)
peran perbankan bagi sektor utama, khususnya
Lainnya (39.3%)
sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.3).
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi kembali melambat pada triwulan I 2014. Tren ini terlihat telah terjadi sejak awal 2012. Melemahnya pertumbuhan kredit kepada korporasi kepada sektor pertambangan menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan di triwulan laporan. Kredit korporasi kepada sektor pertanian dan industri pengolahan bahkan
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
mengalami kontraksi. Adapun kredit korporasi kepada sektor perdagangan mampu tumbuh sedikut menguat pada triwulan I 2014 sehingga menahan perlambatan yang terjadi (Grafik 4.4). Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan mas ih memiliki kualitas yang cukup baik hingga triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPLs tercatat turun menjadi 2,70% setelah sebelumnya tercatat sebesar 4,03% (Grafik 4.5). Turunnya NPLs sektor perdagangan dan industri pengolahan menjadi pendorong membaiknya kualitas penyaluran kredit. Adapun NPLs di sektor primer tercatat melebihi batas aman sebesar 5%. Meski demikian, pangsanya yang kecil membuat dampaknya tidak signifikan sehingga ketahanan sektor korporasi daearah dapat dikatakan masih cukup baik.
80
Total - Skala Kanan Pertambangan Perdagangan
%, yoy
60
Pertanian Industri
%, yoy
40 20 0
(20) (40)
(60) I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
6
Total Perdagangan Pertambangan - Skala Kanan
%
Industri Pertanian - Skala Kanan 60
%
5
50
4
40
3
30
2
20
1
10
0
0
I
I 2014
II
III
IV
I
2012
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
II
III
IV
2013
I 2014
Grafik 4.5. NPLs Kredit Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit pemilikan rumah mengambil pangsa
Pangsa Triwulan I 2014
terbesar dalam struktur kredit rumah tangga
Kredit Pemilikan Rumah, KPR (32.6%)
pada triwulan I 2014. Dari total kedit yang disalurkan
kepada
rumah
tangga
sebesar
Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (10.4%)
Rp26,43 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit multiguna, kredit
Kredit Multiguna (30.3%)
rumah tangga lainnya (termasuk perlengkapan
Kredit Rumah Tangga Lainnya (26.8%)
dan kredit bukan lapangan usaha lainnya), dan terakhir kredit kendaraan bermotor (Grafik 4.6).
Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang melambat di triwulan I 2014. Perlambatan tersebut didorong oleh pertumbuhan KPR pada triwulan I 2014 yang tidak sebaik triwulan sebelumnya. Kredit rumah tangga lainnya juga tercatat tumbuh melambat sedangkan kredit multiguna mengalami kontraksi yang lebih dalam. Adapun KKB mampu menunjukkan kinerja yang akseleratif di tengah perlambatan jenis kredit rumah tangga yang lain (Grafik 4.7). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada level yang a man. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPLs di bawah batas aman 5%. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi juga tetap memiliki rasio yang masih aman. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2014 (Grafik 4.8). Adanya peningkatan NPLs total dari 1,58% menjadi 1,78% dinilai merupakan dampak penyesuaian suku bunga yang dilakukan perbankan sehingga kewajiban nasabah bertambah yang berujung pada ketidakmampuan nasabah untuk membayar kewajibannya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
41
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Total KKB Multiguna - Skala Kanan
%, yoy 60
KPR Lainnya
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 (50)
40 20 0 (20) (40) (60) I
II
III
IV
I
II
2012
Total
%, yoy
III
IV
4.0
KKB
Lainnya
Multiguna
3.5
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
I
2013
KPR
%
I
2014
II
III
IV
I
II
2012
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
III
IV
2013
I 2014
Grafik 4.8. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit UMKM masih menunjukkan perlambatan pertumbuhan hingga triwulan I 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM menggambarkan masih belum optimalnya pengembangan akses keuangan di daerah sehingga masih dapat ditingkatkan lagi (Grafik 4.9). Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit adalah 29,49% atau sebesar Rp23,84 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPLs kredit UMKM bergerak naik pada triwulan I 2014 namun tercatat masih berada sedikit di bawah batas aman yaitu sebesar 4,97% (Grafik 4.9). Katalisator pertumbuhan ekonomi dari sisi UMKM adalah bagaimana menghubungkan perusahaan pembiayaan kepada para pelaku UMKM. Namun demikian, hal ini tidak mudah untuk diwujudkan mengingat tidak semua masyarakat sudah memahami mengenai produk dan jasa keuangan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua mencoba melakukan beberapa program yang dimulai dari usia dini hingga dewasa melalui Gerakan Indonesia Menabung (GIM) bagi pelajar, edukasi keuangan kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), dan beberapa kajian dalam upaya penetrasi akses keuangan bagi masyarakat. Salah satu wujud fasilitasi KPw BI Wilayah I Sulampua dalam upaya menghubungkan pelaku UMKM kepada lembaga keuangan formal tercermin dari pembiayaan yang dilakukan perbankan di Sulawesi Barat (Sulbar) kepada kelompok petani kakao. Bersama dengan pemda setempat, pada setiap kegiatan bantuan teknis kepada petani kakao tersebut, pihak perbankan selalu dilibatkan sehingga komunikasi dengan pelaku UMKM akan terjalin dengan baik. Pertumbuhan Kredit UMKM
35
NPLs UMKM - Skala Kanan
%, yoy
Pangsa Kredit UMKM %
30
6
Modal Kerja
5
25
4
20
3
15
2
10
1
5 0
Total Kredit Non-UMKM 71%
Total Kredit UMKM 29%
31%
69%
0 I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I 2014
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM
42
Investasi
Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan indikator perbankan yang mengalami perlambatan pada triwulan I 2014. Baik transaksi nontunai menggunakan Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) maupun Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Perlambatan tersebut dinilai merupakan dampak musiman seiring masih belum optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha di awal tahun. Faktor musiman juga mempengaruhi pergerakan aliran uang kartal yang pada triwulan I 2014 mengalami net inflow. Hal ini terjadi seiring masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih dominannya penyetoran di periode awal tahun. Pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan I 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mengalami kontraksi. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan aliran dana masuk ke Sulsel yang lebih besar daripada peningkatan aliran dana keluar dari Sulsel. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2014 sebesar Rp43,54 triliun atau kontraksi menjadi -7,78% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp62,02 triliun yang tumbuh 2,46% (Grafik 5.1). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran dana yang masuk (incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp27,88 triliun, lebih tinggi dari aliran yang keluar (outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp15,66 triliun. Pertumbuhan aliran dana yang masuk (incoming) melambat dari triwulan sebelumnya yaitu 2,05% (yoy) menjadi kontraksi sebesar -14,91% (yoy) (Grafik 5.2). Kondisi berbeda terjadi pada pertumbuhan aliran dana yang keluar melalui RTGS (outgoing) pada triwulan laporan yang mengalami peningkatan yaitu dari 3,32% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi tumbuh sebesar 8,39% (yoy) (Grafik 5.3). Total 70
Incoming
gTotal Incoming & Outgoing - Skala Kanan
60
40
50
30
40
20
30
10
20
0
10
(10)
0
(20)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
Rp Triliun
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
50
%, yoy
Rp Triliun
%, yoy
gIncoming - Skala Kanan
50 40 30
20 10 0 (10) (20)
I
I
II
2014
III
IV
I
2011
Grafik 5.1. Transaksi RTGS Total
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I 2014
Grafik 5.2. Transaksi RTGS Incoming Outgoing
25
Rp Triliun
%, yoy
gOutgoing - Skala Kanan
20 15 10 5 0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15)
I 2014
Grafik 5.3. Transaksi RTGS Outgoing
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
43
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi nontunai melalui sarana kliring mengalami penurunan pada triwulan I 2014. Pertumbuhan nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan kondisi belum membaik. Nilai klriing pada triwulan laporan turun sebesar -34,70% (yoy) dimana sebelumnya juga turun sebesar 30,22% (yoy). Demikian pula, jumlah pengiriman melalui sarana ini mengalami penurunan. Rata-rata harian nilai nominal perputaran kliring pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp100 miliar, mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp110 miliar. Sementara itu, dari jumlah lembar, rasio rata-rata harian warkat juga mengalami penurunan dari 2,93 ribu lembar menjadi 2,61 ribu lembar (Tabel 5.1). Bank Indonesia selalu mewaspadai terkait rasio rata-rata harian penolakan warkat (Cek/BG), yang secara nominal sedikit mengalami penurunan dari 2,75% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,38% pada triwulan laporan. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Pada triwulan I 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp1,26 triliun. Pada triwulan I 2014, aliran uang masuk tercatat sebesar Rp2,76 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,08 triliun (Grafik 5.4). Di samping itu, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia juga mengalami penurunan dari Rp4,16 triliun pada triwulan IV 2013 menjadi Rp1,50 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Terjadinya net inflow pada triwulan laporan disebabkan oleh siklus triwulan I yang cenderung belum terjadi penarikan uang kartal yang besar (Grafik 5.6). 6
Rp Triliun
%, yoy Inflow gInflow - Skala Kanan
5
300 250 200
4 3
Rp Triliun
%, yoy
5
150
4
100
3
50
2
6
300
gOutflow - Skala Kanan
250 200 150
2
100
0 1
(50)
0
(100)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
44
0
0
(50) I
II
III
2011
2014
Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Masuk (Inflow)
50
1
I
400
350
Outflow
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
2013
IV
I 2014
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Keluar (Outflow)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
3.0
Rp Triliun
2.5
Net Inflow Net Outflow
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 (0.5) (1.0)
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
2013
IV
I 2014
Grafik 5.6. Selisih Aliran Uang Kartal Inflow & Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat agar semakin membaik. Dalam rangka penerapan clean money policy, Bank Indonesia secara berkala melakukan kegiatan penukaran uang dan kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulsel. Selama periode triwulan I 2014, kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan semuanya di luar kota, yaitu pada Januari di Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba, kemudian pada Februari di Bone dan Soppeng. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan I 2014, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke luar yaitu pada bulan Januari ke Kendari (Rp217,53 miliar) dan ke Kupang pada bulan Februari (Rp63,74 miliar). Bank Indonesia juga secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp0,69 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,71 triliun (Grafik 5.7). 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Rp Triliun
%, yoy Nominal UTLE
2,000 1,500
gUTLE - Skala Kanan
1,000 500
0 (500) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
45
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
5.2.3 Perkembangan dan Penanggulangan Uang Palsu Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 180 lembar pada triwulan I 2014. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp100.000 (54,05%), diikuti Rp50.000 (27,03%), Rp20.000 (10,81%), dan Rp10.000 (5,41%) (Grafik 5.8). Dalam rangka mengantisipasi peredaran uang palsu, secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah hingga ke pelosok daerah, salah satunya telah diselenggarakan pada bulan Maret 2014, di Kabupaten Majene dan Pasang Kayu (Mamuju Utara, Sulawesi Barat). 10,000 5.41%
5,000 2.70%
20,000 10.81%
50,000 27.03%
100,000 54.05%
Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya 5,83% (Februari 2013). Sedangkan tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) memperlihatkan perbaikan. Kegiatan ekonomi daerah yang masih tergolong tinggi (8,03% yoy) mendorong terjadinya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja yaitu adanya peningkatan pada sektor sekunder (sektor industri pengolahan) dan sektor tersier (sektor perdagangan dan sektor jasa), dan sebaliknya penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor Pertanian. Kondisi tersebut turut berkontribusi pada meningkatnya jumlah penduduk kategori miskin yang juga dipengaruhi oleh naiknya garis kemiskinan (dari Rp221,89 ribu menjadi Rp235,29 ribu) akibat kuatnya tekanan inflasi. Perubahan struktur tenaga kerja, pada akhirnya juga memperbesar ketimpangan pendapatan antar penduduk. Namun demikian kenaikan harga pertanian pada skala tertentu telah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani yang diukur dari membaiknya indikator Nilai Tukar Petani (NTP).
6.1. Ketenagakerjaan TPT Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2014) atau menurun tipis (0,03%) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,83% (Februari 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 211,06 ribu orang per Februari 2013 menjadi 212,57 ribu orang per Februari 2014 (Tabel 6.1). Namun karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2014 yang mencapai 3.677,57 ribu orang dari 3.619,99 ribu orang pada Februari 2013 atau naik 57 ribu orang, sehingga tingkat pengangguran menjadi cenderung sama. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong tinggi yaitu 8,03% yoy telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih rendah hampir 2 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh makin menurunya aktivitas sektor pertanian. Namun demikian, secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 40,7% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2014 (BRS-BPS 5 Mei 2014). Sebaliknya sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 5 ribu pekerja atau sebesar 2,23% (yoy) menjadi 231,97 ribu orang di bulan Februari 2014. Kenaikan tertingi dicatat oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 42 ribu pekerja atau sebesar 6,22% (yoy) menjadi sekitar 729,35 ribu orang (Tabel 6.2). Sementara sektor jasa meningkat 2,82% (yoy) atau menjadi 644,25 ribu orang. Berdasarkan pekerjaan utama hingga Februari 2014, terjadi peningkatan pada jumlah pekerja formal (buruh/karyawan) yang tumbuh 7,19% (yoy) menjadi 1,13 juta orang, demikian pula untuk pekerja yang berusaha sendiri yang tumbuh 12,24% (yoy) menjadi 638,26 ribu orang. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama Kegiatan Utama 1.
2. 3.
Angkatan Kerja – Bekerja – Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Feb-13 3.619.993 3.408.929 211.064 63,60% 5,83%
Feb-14 3.677.576 3.464.719 212.570 62,00% 5,80%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
47
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel sedikit menurun. TPAK turun dari 63,6% pada Februari 2013 menjadi 62,0% pada Februari 2014. Penurunan TPAK disebabkan oleh kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2014 mencapai 3,46 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,41 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai penurunan TPAK terjadi karena pengurangan angkatan kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) pada triwulan laporan menurun sebesar -9,98% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (14,71%; yoy), lebih dikarenakan naiknya jumlah angkatan kerja di Sulawesi Selatan pada Februari 2014 (Grafik 6.1). Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga turun dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 semakin turun sebesar -7,44% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,59%; yoy). 160
yoy
140 120 100 80 60 40 20
0 I
II
III
IV
2011
I
II
III
IV
2012
Indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini
I
II
III
IV
2013
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15%
180
yoy
160
30%
140
20%
120
10%
100 80
0%
60
-10%
40
-20%
20 0
I
-30%
II
III
IV
I
2014
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
Penghasilan saat ini
Pertumbuhan - kanan
40%
I 2014
Pertumbuhan - kanan
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kategori Pertanian
Jumlah
Februari 2013 Pangsa Pertumbuhan
Jumlah
Februari 2014 Pangsa Pertumbuhan
1.410.845
41,39%
-3,98%
1.408.447
40,65%
-0,17%
Industri
226.919
6,66%
-4,48%
231.974
6,70%
2,23%
Perdagangan
686.653
20,14%
4,17%
729.346
21,05%
6,22%
Jasa
626.566
18,38%
7,53%
644.253
18,59%
2,82%
457.946 3.408.929
13,43% 100,00%
-0,10% 0,05%
450.699 3.464.719
13,01% 100,00%
-1,58% 1,64%
Lainnya Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Jumlah Penduduk Miskin 16 Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan pada September 2013 meningkat dibanding Maret 2013. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 857,44 ribu pada September 2013, dari 787,66 ribu per Maret 2013, atau naik sebesar 6,40% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi di daerah kota dan pedesaan. Di kota, peningkatannya relatif besar, mencapai 20,14% (yoy) menjadi 696,91 ribu orang. Sementara di pedesaan, 16
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar ( basic needs approach). Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
peningkatannya 3,66%, menjadi 160,53 ribu orang (Grafik 6.3). Porsi penduduk miskin di pedesaan mencapai 81,28% yang jauh lebih besar dari daerah perkotaan (18,72%). Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, juga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dan dapat mengurangi tingkat urbanisasi. Kota
Desa
% Total Penduduk Miskin - Skala Kanan
Ribu Orang
%
1,000
10.3
900
10.3
10.3
800
Kota 10.4
90
10.2
80
10.1 10.0
700 600
9.8
930.3
500
880.9
400
9.5
696.6
300
672.3
200
696.9
152.8
150.8
Mar-11
Sep-11
0
129.2 Mar-12
133.6 Sep-12
148.0
9.6
40
9.4
30
Mar-13
160.5 9.0
30
27.1
25
14.3 8.5
20
20
19.3
18.0
15
13.7
12.2
10.3
10 7.6 5
10 0
0
Sep-13
Sulut Sulteng Sulsel Sultra
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
35
31.5
60 50
9.2
100
% Total Penduduk Miskin - Skala Kanan %
70
9.8
639.7
Desa
%
100
Gto
Sulbar Maluku Malut Pabar Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulsel
Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2013
Peningkatan garis kemiskinan sejalan dengan naiknya inflasi. Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong inflasi menjadi 7,24% (yoy), sehingga garis kemiskinan naik 9,13% (yoy) menjadi Rp235,49 ribu/kapita/bulan. Komoditi makanan yang memberi pengaruh besar pada kenaikan garis kemiskinan (September 2013) adalah beras, rokok kretek filter, bandeng, gula pasir, mie instan, telur ayam ras, tongkol/tuna/cakalang, teri, kopi, dan bawang merah. Kenaikan garis kemiskinan akan mendorong masyarakat yang masih dalam kategori hampir miskin terperosok menjadi kategori miskin (Tabel 6.3). Namun, apabila inflasi kembali terkoreksi ke bawah, secara langsung garis kemiskinan akan kembali turun, dan menjadikan masyarakat kategori miskin terangkat kembali. Tabel 6.3. Perkembangan Garis Batas Kemiskinan
Kota
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 206,201 215,790 221,892 235,488
Desa
191,195
183,959
192,161
207,023
Pertumbuhan YoY Mar-13 Sep-13 7.61% 9.13% 0.51%
Inflasi YoY Mar-13 Sep-13 4.61% 7.24%
12.54%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah, jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,32%) setelah Provinsi Sulawesi Utara (8,50%) dan Maluku Utara (7,64%) (Grafik 5.4). Urutan Provinsi Sulawesi Utara dan Maluku Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2013. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 31,53% masih terdapat di Provinsi Papua.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
49
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.3. Gini Ratio 17 Gini Ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat. Nilai Gini Ratio selama empat tahun terakhir (2010-2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, Gini Ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41, namun pada 2013 justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional (0,41). Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio 2010 2011
2012
2013
Gorontalo
0,43
0,46
0,44
0,44
Papua
0,41
0,42
0,44
0,44
Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara
0,40 0,42
0,41 0,41
0,41 0,40
0,43 0,43
Papua Barat
0,38
0,40
0,43
0,43
Sulawesi Utara
0,37
0,39
0,43
0,42
Sulawesi Tengah
0,37
0,38
0,40
0,41
Maluku
0,33
0,41
0,38
0,37
Sulawesi Barat
0,36
0,34
0,31
0,35
Provinsi
Maluku Utara
0,34
0,33
0,34
0,32
Indonesia
0,38
0,41
0,41
0,41
Sumber : Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini rasio tertinggi (0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturutturut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012.
6.4. Nilai Tukar Petani 18 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2014. Beban petani sedikit terkurangi dengan membaiknya sisi pendapatan yang diterima dibandingkan sisi biaya pengeluaran. NTP Sulsel pada triwulan I 2014 membaik menjadi sebesar 105,56 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (104,95) (Grafik 6.5). Perkembangan NTP tersebut didorong oleh peningkatan penerimaan petani yang lebih tinggi dibandingkan harga yang harus dibayar oleh petani, atau terlihat dari pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani lebih tinggi dibandingkan Indeks yang Dibayar Petani. Perkembangan harga yang diterima petani meningkat lebih tinggi, terutama untuk komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 8,62% (yoy), dari masih menunjukan kenaikan dari sebesar 105,70 pada triwulan I-2013 menjadi sebesar 114,81 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.7). Sementara Indeks Dibayar Petani pada triwulan I-2014 tumbuh sebesar 7,55% (yoy) dari 101,13 di triwulan I-2013 menjadi 108,76 pada triwulan I-2014 (Grafik 6.6).
17
Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.
Angka Koefisien Gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 18
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
115
12%
Nilai Tukar Petani
110
115
10%
Growth YoY - sisi kanan
12% Indeks yang Dibayar Petani
110
Growth YoY - sisi kanan
8% 105
105
6%
100
4%
6%
100
2%
95
4% 2%
95
0% 90
0% 90
-2%
85
-4% I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
-2%
85
-4%
I
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
III
IV
2012
I
II
III
IV
2013
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata
Nilai Tukar Petani
Indeks yang Dibayar Petani
115
I 2014
12%
Indeks yang Diterima Petani Growth YoY - sisi kanan
110
10% 8%
10% 8%
105
6%
100
4% 2%
95
0% 90
-2%
85
-4% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
51
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Halaman ini sengaja dikosongkan
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Prospek Perekonomian
7. Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada level 7,5% - 8,5% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (lokal) yang tetap kuat. Sementara kegiatan ekspor diperkirakan tertekan didorong pelemahan permintaan luar negeri. Mendukung peningkatan, di sisi penawaran, sektor pertanian mengalami peningkatan seiring masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang mulai kondusif. Demikian pula sektor industri, diperkirakan akan meningkatkan produksinya merespons kenaikan permintaan. Sementara sektor keuangan, khususnya kinerja perbankan, diperkirakan melambat pada tahun 2014, merespons dari kebijakan Bank Indonesia. Laju inflasi triwulan II-2014 diprakirakan akan menghadapi tekanan, didorong kenaikan permintaan dan penyesuaian tarif. Dari sisi permintaan, ekspektasi konsumen mengenai tingkat harga ke depan diperkirakan meningkat, sementara ekspektasi pedagang relatif stabil. Sepanjang tahun 2014 direncanakan akan terjadi penyesuaian tarif, antara lain tarif energi dan angkutan. Untuk itu, peran TPID untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam memastikan pasokan dan distribusi akan mampu mendukung pencapaian target inflasi nasional tahun 2014. 10
%, yoy
Tahun 2012: 8,39%
Tahun 2011: 7,61%
9
Tahun 2014: 7,00% - 8,00%
Tahun 2013: 7,65%
8
Laju Pertumbuhan Sulsel 7 6
Tahun 2014: 5,1% - 5,5%
Laju Pertumbuhan Nasional
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
2013 Q4
2013 Q3
2013 Q2
2013 Q1
2012 Q4
2012 Q3
2012 Q2
2012 Q1
2011 Q4
2011 Q3
2011 Q2
2011 Q1
5
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1. Outlook Kondisi Makroekonomi Regional Perekonomian Sulsel di kuartal kedua 2014 masih didukung kuatnya permintaan lokal, sementara permintaan dari luar daerah/negeri diperkirakan melemah. Sulsel pada triwulan II-2014 diperkirakan masih meningkat dalam kisaran 7,5% - 8,5% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi swasta yang masih baik perlu dijaga melalui kondisi politik yang kondusif. Demikian pula realisasi investasi dan konsumsi pemerintah dioptimalkan ketepatan waktu penyaluran/penyelesaian sesuai dengan target. Dari sisi produksi/sektoral, sektor pertanian dan sektor industri akan meningkat seiring peningkatan produksi untuk merespon kenaikan permintaan domestik. Kondisi negara-negara mitra dagang Sulsel dalam tren melambat. Perekonomian Jepang diperkirakan tumbuh melambat, yang diindikasikan dengan defisit neraca perdagangan, turunnya produksi industri, dan pelemahan permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan masih belum seperti semula dan masih dalam proses transisi menuju pertumbuhan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Dengan demikian, untuk tahun 2014, ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
53
Prospek Perekonomian Sulsel diperkirakan akan tumbuh pada level 7,0% - 8,0% (yoy), atau relatif stabil dari tahun 2013 (7,65%; yoy).
7.1.1 Sisi Permintaan Pada triwulan II-2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan triwulan I-2014. Peningkatan terjadi pada komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, seiring peningkatan pertumbuhan yang didukung oleh aktivitas pemilihan eksekutif. Kinerja komponen konsumsi diprakirakan meningkat pada triwulan II-2014 (6,7%-7,7%), didorong oleh ekspektasi konsumen yang membaik. Konsumsi rumah tangga triwulan II-2014 diprakirakan meningkat, seiring dengan optimisme/tendensikonsumen yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Tendensi tersebut mencerminkan rencana masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat sehubungan dengan penyerapan anggaran APBD, yang tercermin dari giro Pemda di BPD yang cenderung melambat. 120
Indeks Tendensi Konsumen Sulsel
117,2
118 116 114
Pertumbuhan - kanan
114,6 113,5 112,3
112,8 109,7
110
110,1
109,0
111,1
5%
80 0%
60
105,5
106
10%
100
108,1
107,0
108
15%
120
111,8
111,2
20%
Sumber : Survei Konsumen BI
140
112
-5%
40
104
-10%
20
102 100 Sumber : BPS
Indeks Ekspektasi Konsumen
160
0
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II*
-15% I
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, p) Proyeksi
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
2014
Sumber: Survei Konsumen
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen
Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan mendatang cenderung lebih optimis. Tendensi konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (BPS) maupun Survei Konsumen (BI) menunjukkan arah yang identik. Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II 2014 sebesar 117,2 sementara triwulan sebelumnya 111,10. Indeks Perkiraan Pendapatan Rumah Tangga sebesar 118,28, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (110,77). Demikian pula rencana pembelian barang durable good mencatat indeks 115,29, lebih rendah dari triwulan sebelumnya (103,78). Demikian pula hasil Survei Konsumen, menunjukkan Indeks Ekspektasi Konsumen
19
(IEK) untuk 6 (enam) bulan mendatang cenderung lebih
tinggi. Konsumen memprakirakan bahwa kondisi ekonomi enam bulan yang akan datang dan ketersediaan lapangan kerja enam bulan yang akan datang lebih baik daripada kondisi saat ini. Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan II 2014. Keberlanjutan proyek-proyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan tahap pertama pelabuhan peti kemas New Port Makassar dengan telah terbitnya rekomendasi izin dari Kementerian Perhubungan, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU; 2x100 MW), 19
Angka indeks tersebut merupakan gabungan dari ekspektasi masyarakat akan kondisi perekonomian,
ekspektasi penghasilan, dan ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Prospek Perekonomian pembangunan LNG di Kabupaten Wajo, kelanjutan proyek pembangunan 23 hotel dengan kapasitas mencapai 6.000 kamar di Makassar, dan pembangunan pusat belanja terintegrasi. Sementara untuk menindaklanjuti UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Menteri ESDM 1/2014, di Sulsel setidaknya ada 8 smelter yang sudah menunjukkan progress pembangunan, sementara 2 smelter lainnya belum menunjukkan progress yang signifikan (Tabel 7.1). Tabel 7.1. Rencana Pembangunan Smelter di Sulsel Nama Perusahaan PT Titan Mineral Utama PT Cinta Jaya
Bantaeng, Sulsel
Bantaeng, Sulsel
Rencana Operasi
Perkembangan
2015
Tahap konstruksi dan MoU Pasokan listrik dengan PLN (60 MW)
2015
Tahap AMDAL, izin lokasi, dan MoU Pasokan listrik dengan PLN (35 MW)
PT Bhakti Bumi Sulawesi
Bantaeng, Sulsel
2015
Peletakan batu pertama dan izin lokasi dan MoU Pasokan listrik dengan PLN (120 MW)
PT Cheng Feng Mining
Bantaeng, Sulsel
2015
MoU Pasokan listrik dengan PLN (39 MW)
2015
MoU Pasokan listrik dengan PLN (70 MW)
2015
Izin prinsip dari Pemda dan MoU Pasokan listrik dengan PLN (300 MW)
2015
-
2015
-
2017
Ditunda karena dalam negosiasi pasokan bahan baku konsentrat
PT Eastone Mining and Mineral Mining PT Macro Link Internasional Mining PT Yinyi Mining Indonesia
Bantaeng, Sulsel Bantaeng, Sulsel
Bantaeng, Sulsel
PT Multi Kilang Pratama PT Indosmelt
Maros, Sulsel
Bosowa Corporindo
Jeneponto, Sulsel
2017
Penyelesaian pemilihan kontraktor dan proses rekayasa konstruksi, untuk persiapan
groundbreaking
Sumber:Informasi Anekdot
Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diprakirakan masih akan tertahan sehubungan dengan masih stabil/lambatnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan net eksporimpor cenderung masih belum kuat pada tahun 2014, sebagaimana proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.2). Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Perkembangan negara Tiongkok diperkirakan stabil, sementara negara Jepang dan kawasan ASEAN cenderung turun. Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan I-2014 dengan tumbuh sebesar -15,23% dari akhir 2013 (-18,11%). Masih turunnya harga nikel karena berlimpahnya pasokan. Pemulihan harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang mencerminkan 45% permintaan dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan dengan kekhawatiran atas pasokan komoditi tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada 2014. Berdasarkan perkiraan produksi yang dipantau dari perdagangan berjangka, stok kakao akan mencapai 105.000 metrik ton lebih kecil dari permintaan tahun 2013.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
55
Prospek Perekonomian
30.000
$/mt
Nickel
yoy
g.Nikel - sisi kanan
40%
30%
25.000
20% 20.000
10%
15.000
0% -10%
10.000
-20% 5.000
-30%
0
-40%
I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I 2014
Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%; yoy)
WEO (IMF) Januari 2014 2013p 2014p 2015p
2013
WEO (IMF) April 2014 2014p
2015p
Amerika Serikat
1,9
2,8
3,0
1,9→
2,8→
3,0→
Kawasan Eropa
-0,4
1,0
1,4
-0,5↓
1,2↑
1,5↑
Kawasan Asia Cina
7,7
7,5
7,3
7,7→
7,5→
7,3→
1,7
1,7
1,0
1,5↓
1,4↓
1,0→
5,0
5,1
5,6
5,2↑
4,9↓
5,4↓
Jepang Kawasan ASEAN*
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam Keterangan:
p) Proyeksi
↑Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya →Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan juga akan menjadi pendorong pertumbuhan ekspor dan impor Sulsel. Prospek perdagangan antarpulau Sulsel diprakirakan semakin membaik ke depan dengan penambahan dermaga peti kemas di Pelabuhan
20
Timur) - Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru .Selain itu, Pelabuhan Garongkong juga akan difungsikan sebagai second line Makassar, terutama untuk bongkar muat kapal dengan ukuran 22 ribu GT ke atas.
7.1.2 Sisi Penawaran Pada triwulan II-2014, beberapa sektor utama ekonomi Sulsel masih menghadapi tantangan produksi dan pola musiman. Sektor-sektor utama daerah yang diperkirakan melambat adalah sektor pertanian, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa. Selain karena faktor pola historis, khusus untuk sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia
21
(15%-17%), telah diterapkan
perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel
20 21
Diresmikan tanggal 29 April 2013 Sambutan Akhir Tahun Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Prospek Perekonomian tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1%-5,5%; yoy). Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II-2014. Setelah padi melewati musim tanam ketiga (Januari s.d. April), diperkirakan akan mulai terjadi panen dan mendorong peningkatan sektor pertanian. Namun demikian, curah hujan yang masih tinggi di sebagian besar wilayah Sulsel pada Triwulan II-2014, tetap perlu diwaspadai (Grafik 6.9). Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kapasitas pabrik yang mampu menyerap produksi lebih besar dan lancarnya pasokan dari daerah lain yang diolah ke Sulsel. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Kebijakan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan tidak berpengaruh besar terhadap kegiatan eksplorasi/eksploitasi tambang mineral di Sulsel, karena hampir semua ekspor tambang Sulsel sudah dalam bentuk olahan (matte dan ferronikel). Faktor yang memengaruhi besarnya produksi diperkirakan akan berasal dari harga internasional nikel, yang pada tahun 2014 diperkirakan sedikit membaik. Sektor industri pengolahan diprakirakan akan tetap tumbuh dengan meningkat pada triwulan II2014. Industri tepung terigu akan meningkatkan produksinya untuk menghadapi kenaikan permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara keseluruhan 2014, industri tepung masih optimis dengan meningkatkan target penambahan produksi sampai dengan 25% per bulan sebagai upaya antisipasi kenaikan permintaan tahun 2014 sekitar lima persen. Sementara itu, industri pengolahan biji nikel tidak terpengaruh oleh UU Minerba, karena produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) baru terdapat 3 (tiga) industri pemurnian logam. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. Sementara itu, dua industri semen di Sulsel meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,3% dan 42,6%. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh meningkat cukup tinggi pada triwulan II-2014. Kapasitas infrastruktur perhubungan semakin tinggi, yaitu Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Garongkong. Sehubungan dengan implikasi UU Mineral dan Batubara dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM
23
22
24
dan Menteri Keuangan , diperkirakan dampaknya
minimal di Sulsel, sehingga kegiatan perdagangan relatif masih kuat. Selain itu, dimulainya proses pelaksanaan kampanye
25
pemilu eksekutif akan meningkatkan kegiatan di sektor PHR.
Kemudian, sektor keuangan diperkirakan masih akan melambat yang diindikasikan oleh pertumbuhan aset, kredit, dan DPK perbankan Sulsel hingga triwulan I-2014 yang melambat masing-masing tumbuh 14,1%(yoy); 11,0%(yoy); dan 11,2%(yoy). Pertumbuhan tersebut masih searah dengan perkiraan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga tahun 2014 akan melambat dalam kisaran 15% - 17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I-2014 menghasilkan perkiraan pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,0% lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (19,1%), maupun realisasi tahun 2013. Hasil survei menyatakan bahwa faktor pendorong berupa kenaikan suku bunga kredit dan meningkatnya potensi kenaikan NPL. 22
UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
23
Peraturan Menteri ESDM 1/2014: Pemerintah masih mengizinkan ekspor enam komoditas mineral yang sudah
diolah atau berbentuk konsentrat hingga 2017 24
PMK Nomor 6/PMK.011/2014: Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara
bertahap setiap semester 25
11 Januari
05 April 2014: Periode Pelaksanaan Kampanye Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
57
Prospek Perekonomian
7.2. Outlook Inflasi Laju inflasi triwulan II-2014 secara umum berpotensi menghadapi tekanan, seiring kenaikan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Tekanan inflasi berasal dari semua komponen disagregasi inflasi (volatile food, administered price, dan inflasi inti). Dari sisi permintaan, tekanan berasal dari 26
ekspektasi konsumen yang meningkat . Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan tarif energi akan ditetapkan selama tahun 2014. Namun demikian, Pemerintah Daerah menjamin pasokan dan distribusi, melalui efektivitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi maupun Kabupaten/Kota, sehingga inflasi Sulsel akan mampu mendukung pencapaian target nasional (4,5%±1%), dalam rentang 4,30% - 5,30% (yoy). 10% 9%
Nasional yoy
Sulsel yoy
8%
Inflasi Tahunan
7% 6% 5% 4% 3%
2% 1%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1 Sulsel 2011: 2,87% Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2011: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 ... 12 2011
2012
2013
2014
Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Inflasi volatile food diperkirakan dalam level moderat, seiring dengan pasokan yang memadai. Curah hujan Sulsel masih akan berada pada level menengah (Grafik 7.6), sehingga ketinggian gelombang diharapkan kembali normal (1 meter hingga 1,5 meter). Selain itu, pasokan tanaman bahan makanan berpotensi meningkat seiring mulai masuknya masa panen tanaman bahan makanan. Namun terdapat faktor risiko yang berasal dari permintaan bahan makanan (antara lain pesta pernikahan) menjelang Ramadhan yang diperkirakan akan meningkat. Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan meningkat seiring penyesuaian tarif sepanjang 2014. Meskipun efek kenaikan harga BBM bersubsidi relatif telah mereda pada akhir tahun 2013, namun terdapat potensi faktor risiko yang dapat mengakselerasi inflasi administered price. Pada awal 2014, harga rokok meningkat seiring dengan naiknya pajak tembakau dan harga elpiji. Sementara itu, hingga pertengahan tahun 2014, potensi kenaikan inflasi berasal dari rencana kenaikan tarif listrik industri yang akan direalisasikan pada Mei 2014. Peningkatan tarif berkisar antara 40%65% dan akan diterapkan secara bertahap setiap dua bulan dari Mei sampai November 2014. Selain itu, juga terjadi kenaikan airport tax di Bandara Sultan Hasanuddin, Sulsel, baik untuk penumpang domestik (25%) maupun internasional (50%) yang mulai berlaku per 1 April 2014.
26
Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) maupun Survei Konsumen (SK)
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Prospek Perekonomian April 2014
Mei 2014
Juni 2014
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Komponen core inflation diperkirakan meningkat, didorong oleh peningkatan ekspektasi konsumen. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK). Demikian pula, harga emas internasional yang menunjukkan tren meningkat kembali, mulai triwulan I-2014. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 bulan yang akan datang relatif stabil. 200
100,30 100,25 100,20 100,15 100,10 100,05 100,00 99,95 99,90 99,85 99,80
195
190 185 180 175
170 165 160 155 150
I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
2013
I
II* 2014
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
II 2014
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
Sumber: Survei Konsumen
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap
Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang
Harga-harga dalam 3 Bulan yang Akan Datang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
59
Prospek Perekonomian
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
Lampiran A. Data Ekonomi Makro Tabel A.1.
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
3,787
4,095
4,321
3,329
15,533
3,831
4,059
4,491
3,765
16,145
2014*** I 4,252
875
1,116
1,091
1,209
4,290
1,123
1,181
1,230
1,153
4,688
1,141
1,948
1,990
2,033
2,079
8,050
2,108
2,187
2,210
2,199
8,704
2,233
4. Listrik,Gas & Air Bersih
157
159
164
168
648
169
173
178
181
702
184
5. Bangunan
841
868
903
955
3,567
913
964
1,022
1,058
3,957
986
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
2,509
2,616
2,738
2,798
10,661
2,797
2,876
2,966
3,022
11,661
3,029
7. Angkutan & Komunikasi
1,436
1,459
1,502
1,553
5,950
1,544
1,613
1,660
1,663
6,480
1,642
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1,129
1,240
1,272
1,338
4,979
1,323
1,414
1,468
1,480
5,685
1,472
9. Jasa - jasa
1,460
1,514
1,522
1,544
6,041
1,494
1,529
1,604
1,636
6,262
1,594
14,142
15,057
15,545
14,974
59,718
15,304
15,995
16,828
16,157
64,284
16,532
SEKTORAL 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan
PDRB
2012* I
II
III
IV
Total
2013** I
II
III
IV
Total
Sumber : BPS * Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara
Tabel A.2.
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar)
Konsumsi
9,586
9,767
9,984
10,142
39,480
10,136
10,336
10,675
10,852
41,999
2014*** I 10,777
Investasi
4,070
4,797
4,557
3,387
16,811
4,666
5,153
4,323
4,052
18,194
4,028
Ekspor
4,755
5,323
5,659
6,158
21,895
5,322
5,634
6,169
6,176
23,301
6,098
Dikurangi Impor
4,269
4,830
4,655
4,713
18,467
4,820
5,128
4,339
4,923
19,209
4,371
14,142
15,057
15,545
14,974
59,718
15,304
15,995
16,828
16,157
64,284
16,532
Growth ytd 1.44% 3.23% 1.27% 1.49% 0.61% 1.46% 0.12% 0.32%
yoy 5.88% 4.76% 5.39% 6.25% 3.73% 3.79% 1.33% 10.31%
PENGGUNAAN
PDRB
2012* I
II
III
IV
Total
2013** I
II
III
IV
Total
Sumber : BPS * Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara, *** Angka Sangat Sangat Sementara
B. Data Inflasi Tabel B.
Laju Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran KELOMPOK PENGELUARAN
Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Mnman, Rkk & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Jan 102.24 103.50 102.71 101.87 104.13 101.50 102.09 100.30
IHK (2013) Feb 102.86 105.48 102.90 102.56 104.09 101.62 102.21 100.29
Mar 103.10 106.20 103.24 102.68 104.12 101.64 102.30 100.31
Jan 108.81 112.16 107.86 108.33 106.92 104.36 103.67 110.34
IHK (2014) Feb 109.14 112.04 108.46 108.87 107.97 105.10 103.66 110.36
Mar 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
mtm 0.02% -0.71% 0.31% 0.21% 0.03% 0.37% 0.00% 0.26%
Sumber : BPS Menggunakan tahun dasar 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
61
Lampiran
C. Data Perbankan Tabel C.1.
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum (Rp Miliar) THN
TRW
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Tabel C.2.
Deposito
LDR
I
28,625.67
31,563.21
110.26%
II
29,520.99
32,919.44
111.51%
III
29,450.83
33,872.77
115.01%
IV
33,601.07
36,430.30
108.42%
I
29,843.83
37,041.42
124.12%
II
32,401.02
39,883.76
123.09%
III
33,596.66
41,120.47
122.39%
IV
37,298.83
43,025.20
115.35%
I
37,461.05
46,519.87
124.18%
II
39,159.37
50,084.59
127.90%
III
41,077.42
53,400.54
130.00%
IV
45,722.22
56,978.79
124.62%
I
46,090.40
58,754.53
127.48%
II
48,467.59
63,265.48
130.53%
III
50,927.51
65,411.85
128.44%
IV
54,278.13
69,955.59
128.88%
I
52,147.16
86,014.00
164.94%
II
53,299.02
77,082.60
144.62%
III
57,203.84
79,613.42
139.17%
IV
60,238.62
80,508.83
133.65%
I
58,002.69
80,835.54
139.37%
2011 I
Tabungan
KREDIT
Penghimpunan Dana Bank Umum (Rp Miliar)
JENIS SIMPANAN Giro
DPK
II
2012 I
II
2013 I
2014
III
IV
III
IV
III
IV
6,516
6,715
6,835
6,607
7,893
7,764
8,287
7,948
7,759
8,086
II
9,211
7,836
7,984
I
19,648
20,907
21,923
26,430
24,970
27,186
28,523
31,428
29,206
29,942
31,943
34,840
32,314
11,298
11,537
12,319
12,685
13,228
13,518
14,117
14,902
15,182
15,271
16,050
17,563
17,705
TOTAL
37,461
39,159
41,077
45,722
46,090
48,468
50,928
54,278
52,147
53,299
57,204
60,239
58,003
GROWTH
24.14%
19.56%
20.96%
22.62%
23.04%
23.77%
23.98%
18.71%
13.14%
12.32%
10.98%
11.23%
9.97%
Sumber : Laporan Bank
Tabel C.3. JENIS PENGGUNAAN
Penyaluran Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (Rp Miliar) 2011
2012
2013
I
II
III
IV
I
II
III
17,247
18,799
20,120
22,032
22,500
25,045
24,656
Investasi
9,148
10,027
10,683
11,324
11,728
12,256
Konsumsi
20,125
21,258
22,598
23,623
24,527
25,965
TOTAL
46,520
50,085
53,401
56,979
58,755
GROWTH
25.59%
25.58%
29.86%
39.42%
26.30%
Modal Kerja
IV
2014
I
II
III
IV
I
28,250
28,671
27,484
27,822
29,217
28,996
12,635
11,911
12,725
17,402
18,289
17,089
17,088
28,121
29,794
30,622
32,197
33,503
34,203
34,752
63,265
65,412
69,956
72,019
77,083
79,613
80,509
80,836
26.32%
22.49%
22.77%
22.58%
21.84%
21.71%
15.09%
12.24%
Sumber : Laporan Bank
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
D. Data Sistem Pembayaran Tabel D.1. Thn
Trw
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2011 2012 2013 2014
Trw
JUMLAH Inflow
Outflow
Y.O.Y Net Flow
Inflow
Q.T.Q
Outflow
Net Flow
Inflow
Outflow
Net Flow
I
2.23
0.24
2.00
-4.35%
-59.95%
14.75%
2.16%
-84.21%
196.72%
II
0.87
0.86
0.01
-20.65%
-52.71%
100.83%
-61.24%
259.65%
-99.70%
III
0.91
0.78
0.13
-36.76%
-58.48%
129.01%
4.52%
-9.61%
2028.91%
IV
1.65
0.70
0.95
-24.78%
-53.81%
40.61%
81.77%
-9.99%
639.77%
I
1.84
0.28
1.56
-17.45%
17.52%
-21.64%
12.12%
-59.84%
65.36%
II
0.61
1.26
(0.65)
-29.99%
45.92%
10904.55%
-67.13%
346.58%
-141.49%
III
1.29
1.53
(0.24)
42.37%
96.23%
285.16%
112.57%
21.55%
-63.52%
IV
1.20
1.35
(0.15)
-26.92%
92.97%
115.63%
-6.69%
-11.49%
-37.57%
I
2.33
1.25
1.08
26.29%
344.76%
-30.94%
93.75%
-7.43%
-830.89%
II
2.10
1.91
0.19
246.34%
52.18%
129.29%
-9.87%
52.80%
-82.41%
III
3.71
3.25
0.46
187.85%
113.03%
294.34%
76.67%
70.16%
142.11%
IV
2.45
2.56
(0.11)
103.73%
89.58%
25.56%
-33.96%
-21.23%
-123.91%
I
3.87
1.86
2.01
66.09%
48.80%
86.11%
57.96%
-27.34%
-1927.27%
II
2.75
3.17
(0.42)
30.95%
65.97%
321.05%
-28.94%
70.43%
-120.90%
III
3.93
3.57
0.36
5.93%
9.85%
-21.74%
42.91%
12.62%
-185.71%
IV
3.20
3.21
(0.01)
30.61%
25.39%
90.91%
-18.58%
-10.08%
-102.78%
I
4.41
1.72
2.70
13.95%
-7.53%
34.08%
37.81%
-46.42%
-27050.00%
II
3.24
2.89
0.35
17.67%
-8.99%
183.57%
-26.62%
67.73%
-86.98%
III
4.87
5.31
(0.44)
23.97%
48.82%
222.44%
50.56%
84.15%
-225.58%
IV
4.08
4.16
(0.09)
27.36%
29.67%
-767.46%
-16.35%
-21.66%
-80.32%
I
2.76
1.50
2.70
-37.39%
-12.67%
0.00%
-32.25%
-63.91%
-3206.77%
Tabel D.2. Thn
Aliran Uang Kartal di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun)
Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) JUMLAH Incoming
Outgoing
Y.O.Y Netto
Incoming
Outgoing
Q.T.Q Netto
Incoming
Outgoing
Netto
I
22.00
10.88
11.12
23.47%
-8.76%
88.70%
-22.73%
-20.54%
-24.76%
II
26.05
12.17
13.88
16.09%
-3.37%
40.98%
18.41%
11.86%
24.82%
III
33.90
13.10
20.80
38.64%
11.77%
63.38%
30.13%
7.64%
49.86%
IV
34.60
16.10
18.50
21.52%
17.58%
25.17%
2.06%
22.90%
-11.06%
I
30.50
12.40
18.10
38.64%
13.97%
62.77%
-11.85%
-22.98%
-2.16%
II
38.60
16.00
22.60
48.18%
31.47%
62.82%
26.56%
29.03%
24.86%
III
35.60
15.90
19.70
5.01%
21.37%
-5.29%
-7.77%
-0.62%
-12.83%
IV
41.50
20.70
20.80
19.94%
28.57%
12.43%
16.57%
30.19%
5.58%
I
32.77
14.45
18.32
7.43%
16.52%
1.21%
-21.04%
-30.20%
-11.93%
II
36.12
17.40
18.72
-6.42%
8.76%
-17.17%
10.23%
20.44%
2.18%
III
37.61
18.77
18.84
5.66%
18.05%
-4.35%
4.13%
7.87%
0.67%
IV
41.48
20.54
20.94
-0.05%
-0.77%
0.67%
10.28%
9.43%
11.12%
I
27.88
15.66
12.22
-14.91%
8.39%
-33.29%
-32.79%
-23.76%
-41.64%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
63
Lampiran
E. Data Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antar Provinsi Sulawesi Selatan Indikator Ekspor-Impor Sulawesi Selatan Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar) Kontribusi Thd Seluruh Ekspor Impor Antar Provinsi (Rp miliar) Kontribusi Thd Seluruh Impor
I 4.050 49,56% 5.160 63,08%
2011 II III 2.838 2.872 35,86% 40,43% 4.755 4.855 58,46% 58,21%
IV 3.118 44,49% 7.578 70,78%
I 3.669 54,69% 7.179 72,83%
2012 II III 3.696 3.813 47,09% 45,93% 8.301 8.176 70,60% 67,35%
IV 4.205 46,97% 8.968 70,41%
2013 2014 II III IV I 4.787 5.029 5.504 5.609 53,08% 50,76% 52,91% 54,69% 9.834 9.681 12.020 11.709 62,62% 69,90% 74,39% 75,81%
I 4.289 52,10% 8.724 63,53%
Sumber: PDRB - BPS
EKSPOR NONMIGAS LUAR NEGERI
IMPOR NONMIGAS LUAR NEGERI
SULAWESI SELATAN
SULAWESI SELATAN
NILAI EKSPOR SULSEL BIJI COKLAT COKLAT OLAHAN IKAN OLAHAN BIJI METE MAKANAN TERNAK
USD Juta 250
200 150
NIKEL RUMPUT LAUT UDANG SEGAR/BEKU KAYU LAPIS SEMEN
NILAI IMPOR SULSEL MESIN KHUSUS INDUSTRI PESAWAT DAN KOMPONEN BESI DAN BAJA BAHAN KIMIA MESIN PEMBANGKIT LISTRIK
USD 160 140 120 100
GANDUM MAKANAN TERNAK MESIN INDUSTRI UMUM PUPUK MESIN LISTRIK
80
100
60 40
50
20
-
0
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
I
1% 2%
3%
7%
4%
9% 57%
11%
I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
2014
Grafik E.2. Nilai Impor Terbesar Sulsel
10%
3%
5% 6%
51%
9% 11%
0%
Nikel Rumput Laut Coklat Olahan Biji Coklat Udang Segar/Beku Kayu Lapis Ikan Olahan Makanan Ternak Biji Mete Semen Lainnya
Grafik E.3. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2014)
Nikel Biji Coklat Coklat Olahan Rumput Laut Udang Segar/Beku Ikan Olahan Biji Mete Kayu Lapis Makanan Ternak Semen Lainnya
Grafik E.5. Pangsa Komoditas Ekspor Sulsel (2013)
64
IV
0% 0% 0%
0%
4%
1% 1% 1% 2%
III
2011
Grafik E.1. Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Sulsel
2%
II
2014
9% 7%
31%
10%
11% 20%
12%
Gandum Mesin Khusus Industri Makanan Ternak Pesawat Dan Komponen Mesin Industri Umum Besi Dan Baja Mesin Listrik Mesin Pembangkit Listrik Bahan Kimia Pupuk Lainnya
Grafik E.4. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2014)
1%0% 3% 2%
1% 7%
7%
38%
11%
12%
18%
Makanan Ternak Gandum Mesin Industri Umum Pupuk Mesin Khusus Industri Besi Dan Baja Mesin Listrik Mesin Pembangkit Listrik Bahan Kimia Pesawat Dan Komponen Lainnya
Grafik E.5. Pangsa Komoditas Impor Sulsel (2013)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
Tabel E.2.
Perkembangan Ekspor Komoditas Unggulan (USD Juta)
KOMODITAS UNGGULAN 1 Nikel 2 Biji Coklat 3 Rumput Laut 4 Coklat Olahan 5 Udang Segar/Beku 6 Ikan Olahan 7 Kayu Lapis 8 Biji Mete 9 Semen 10 Makanan Ternak NILAI EKSPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai
Tabel E.3.
IV 65,55 14,63 7,46 11,97 6,07 4,26 1,76 2,45 1,24 1,33 129,77
2014 I 71,01 4,93 14,00 10,56 4,72 2,85 3,49 1,90 0,00 2,18 123,73
2011 2012 2013 I II III IV I II III IV I II III 120,64 173,36 51,84 67,83 40,83 101,22 98,22 101,69 89,39 83,62 89,13 10,83 14,17 11,66 7,46 4,72 9,15 9,69 9,06 13,27 4,18 24,15 7,58 7,79 7,21 9,90 6,54 4,33 7,76 7,61 6,56 6,41 13,75 8,00 11,05 5,98 7,28 8,11 11,23 9,20 6,29 5,16 9,22 10,22 2,15 3,05 2,67 2,42 1,80 1,54 4,01 5,95 6,40 1,86 5,48 0,86 1,27 4,72 1,52 1,77 2,18 4,14 1,39 0,53 1,67 3,25 2,17 1,63 2,10 0,11 4,20 1,42 0,21 3,51 2,50 1,59 1,54 0,76 0,65 0,97 0,80 0,57 0,33 1,12 0,61 0,44 0,83 1,34 3,13 4,81 2,47 1,60 1,56 1,43 1,45 1,71 1,08 1,54 1,33 0,67 0,64 1,01 1,77 0,70 0,50 1,09 0,65 0,53 1,53 1,10 168,72 233,07 98,94 112,63 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69
IV 71,17 19,65 13,65 8,79 0,79 1,43 2,61 0,63 1,58 0,90 129,77
2014 I 76,79 10,75 10,55 9,26 0,61 1,71 2,91 0,21 2,07 1,12 123,73
Perkembangan Negara Asal Impor (USD Juta)
10 NEGARA ASAL IMPOR TERBESAR SULSEL 1 Australia 2 RRC 3 Thailand 4 Malaysia 5 Argentina 6 Amerika Serikat 7 Jerman 8 Singapura 9 Rusia 10 Kanada NILAI IMPOR Sumber: Bea Cukai
Tabel E.5.
2012 2013 I II III IV I II III 36,30 94,31 89,57 95,46 81,57 78,19 81,45 6,01 9,48 21,09 13,91 20,31 8,34 28,85 6,98 5,39 7,11 4,76 6,96 5,77 12,23 3,19 3,41 3,64 2,44 2,55 5,23 6,23 3,39 4,52 4,98 2,46 4,71 3,71 7,49 4,94 5,97 7,98 5,64 3,85 3,48 4,82 2,74 3,23 3,06 2,47 3,68 3,36 2,07 2,09 1,54 1,15 1,67 1,74 1,14 2,40 1,04 0,67 0,84 0,37 0,76 0,00 5,45 3,86 2,55 1,46 2,91 2,31 1,50 2,97 81,52 142,04 154,72 146,73 137,15 120,08 166,69
Perkembangan Negara Tujuan Ekspor (USD Juta)
10 NEGARA TUJUAN EKSPOR TERBESAR SULSEL 1 Jepang 2 Malaysia 3 RRC 4 Amerika Serikat 5 Singapura 6 Korea Selatan 7 Vietnam 8 Taiwan 9 Jerman 10 Belanda NILAI EKSPOR Sumber: Bea Cukai
Tabel E.4.
2011 I II III IV 114,69 168,73 44,88 60,43 15,00 18,76 12,52 10,20 7,90 6,86 6,42 6,32 4,48 8,33 4,73 3,71 4,11 5,62 3,99 3,40 1,48 2,57 2,17 4,57 3,96 3,68 4,35 2,82 1,40 1,76 0,90 1,62 1,38 0,65 1,18 0,38 1,62 1,29 1,82 0,00 168,72 233,07 98,94 112,63
I 26,23 5,20 0,31 0,76 7,38 6,62 3,01 10,31 0,61 67,12
2011 II III 8,22 0,47 29,89 17,22 2,20 3,30 0,07 3,04 1,27 7,35 1,08 2,52 5,62 1,44 0,05 0,33 58,99 34,67
IV I 3,77 16,70 2,56 2,66 4,94 4,28 0,40 0,18 9,18 1,31 0,49 0,97 0,26 8,08 2,06 1,28 0,62 0,13 50,76 37,46
2012 II III 10,77 9,81 1,59 6,26 0,34 0,13 0,14 0,09 6,48 2,89 1,35 0,21 2,60 3,02 0,57 5,07 9,78 48,39 39,21
2013 2014 IV I II III IV I 2,97 9,35 21,90 0,08 0,73 7,67 52,86 1,92 0,87 1,80 6,84 4,70 0,04 4,98 5,27 0,50 0,04 4,53 0,99 0,20 2,67 0,48 0,79 4,27 15,75 12,57 9,26 13,80 3,29 14,00 1,09 0,71 4,46 1,89 2,22 11,01 0,10 5,32 0,11 0,40 0,00 2,22 3,86 1,47 1,91 0,92 0,00 0,55 1,08 120,79 6,94 0,32 0,60 10,52 3,44 0,48 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81
Perkembangan Komoditas Impor (USD Juta)
10 KOMODITAS IMPOR TERBESAR SULSEL 1 Gandum 2 Mesin Khusus Industri 3 Makanan Ternak 4 Pesawat dan Komponen 5 Mesin Industri Umum 6 Besi dan Baja 7 Pupuk 8 Bahan Kimia 9 Mesin Listrik 10 Mesin Pembangkit Listrik NILAI IMPOR Sumber: Bea Cukai
I 33,01 9,29 0,29 7,00 4,04 0,99 3,31 0,01 0,57 0,81 67,12
2011 II 10,22 11,35 0,80 0,00 10,35 1,60 0,01 1,78 15,46 58,99
III
IV I - 14,48 16,43 4,58 5,98 4,41 0,27 9,32 0,15 6,76 1,81 2,57 1,68 3,97 0,57 6,25 0,06 0,05 0,29 4,52 2,27 1,02 7,95 0,52 1,11 34,67 50,76 37,46
2012 II III 15,22 16,20 1,18 0,85 0,42 1,59 2,04 3,08 0,78 0,43 7,41 0,22 0,26 0,40 1,41 1,27 5,44 48,39 39,21
2013 2014 IV I II III IV I 16,73 8,87 22,46 0,35 6,94 9,37 4,65 10,10 7,08 1,01 2,72 5,97 16,56 13,29 0,16 9,58 14,53 3,79 0,01 121,34 3,50 12,66 2,25 7,78 5,05 4,56 3,06 1,42 0,18 0,24 0,18 1,30 2,04 4,03 0,01 0,20 0,25 0,21 0,08 1,91 0,98 0,34 0,30 0,80 0,10 8,40 0,65 0,33 0,50 0,32 0,09 112,53 40,63 53,52 145,27 38,22 30,81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
65
Lampiran
F. Daftar Istilah Istilah Administered prices
Keterangan Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk
mengatasi
masalah
ekonomi
makro
Jepang
dari
resesi
berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit
atau
belanja Pemerintah Bail out
Injeksi
dana
talangan
bagi
pihak
yang
mengalami
kesulitan
dana/likuiditas Balance Sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi
dengan tujuan menjaga
stabilitas perbankan Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress
testing , dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Super vision dan akan diimplementasikan 20132018 BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi
pemberian
pelayanan
jasa
keuangan
perbankan
tanpa
bergantung pada keberadaan kantor cabang Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan peng gantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan meng gabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
Istilah
Keterangan
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang , saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis Management
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim
Protocol
manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan
ekspor suatu
negara Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia non produktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable Income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting , atau diselamatkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
67
Lampiran
Istilah Double-dip recession
Keterangan Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin
dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass
Persentase perubahan
through
perubahan satu persen dalam
dalam
mata uang lokal nilai tukar
harga impor akibat
antara negara-negara
pengekspor dan pengimpor External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan
dalam pengelolaan keuangan Financial exclusion
pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka ang gap sebagai investasi beresiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
Istilah
Keterangan
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan meng gunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindah bukuan
Good corporate
Tata kelola yang baik
governance Growth-supporting
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan
funding facility
ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan
membatasi risiko atau
probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
kemiskinan
miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
kemiskinan Industrial upgrading
Peningkatan industri produk non komoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten ( persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan Ekspektasi Inflasi Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
69
Lampiran
Istilah Lending facility
Keterangan Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non tunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Online banking
Transaksi keuangan
yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi
internet Operation twist
Kebijakan the Fed pada akhir 2011, dimana the Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
Jumlah total utang Pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan
ceiling
dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
Lampiran
Istilah
Keterangan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktuwaktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana the Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short
Likuiditas jangka pendek
term liquidity
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga & pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (ag gregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi Syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan
makanan
perkembangan
seperti harga
panen, komoditas
gangguan pangan
alam,
atau
domestik
faktor maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel
71
Lampiran
Istilah
Keterangan
Yield
Imbal hasil
Yuan
Mata uang China
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2014
Permintaan Ekonomi Lokal Menopang Ekonomi Sulsel