Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2016
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi dan keuangan ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2016 tumbuh menggembirakan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional (4,92%; yoy). Kami mencatat beberapa sektor masih tumbuh meningkat, antara lain sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Namun kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik, masih berimbas pada kinerja ekspor komoditas unggulan Sulsel di awal 2016 ini. Menurut outlook World Bank, harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel diperkirakan baru akan membaik pada akhir 2016. Untuk itu, guna menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel, kami berharap, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah terutama belanja modal pada tiga triwulan kedepan dapat dioptimalkan. Optimalisasi penyerapan anggaran dapat dilakukan diantaranya dengan mempercepat pembangunan infrastruktur, termasuk diantaranya infrastruktur penunjang yang terkait dengan upaya membangun kota yang nyaman di Sulsel (smart city). Sementara itu, meski tekanan inflasi di Sulsel saat ini masih relatif kuat, namun dengan berbagai upaya pengendalian yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan semakin menurun sehingga pada akhir tahun berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus pengendalian harga pada triwulan II- 2016 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga ketersediaan pasokannya, mengingat permintaan komoditas tersebut diprediksi meningkat seiring dengan datangnya Ramadhan dan perayaan Idul Fitri. Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, Mei 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN ttd Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
iv
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
5
1.
9
PERTUMBUHAN EKONOMI
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PENGELUARAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA
10 10 18
2.
KEUANGAN PEMERINTAH
31
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB
32 32 35 36 37
3.
INFLASI DAERAH
41
3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
INFLASI UMUM INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
42 42 47 49 50
4.
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 59 62
5.
67
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 5.3. GERAKAN NASIONAL NON TUNAI
68 68 70
6.
73
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. TENAGA KERJA 6.2. PENDUDUK MISKIN 6.3. RASIO GINI
74 75 77 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
v
DAFTAR ISI
6.4. NILAI TUKAR PETANI
77
7.
81
PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2. PROSPEK INFLASI 7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN
82 87 89
LAMPIRAN
93
DAFTAR BOKS BOKS 1.A. AGLOMERASI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA
29
BOKS 2.A. FORUM FISKAL-MONETER: PERKUAT EKONOMI REGIONAL
39
BOKS 3.A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK HARGA BERAS DI SULSEL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
51
BOKS 4.A KEBIJAKAN PELONGGARAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) PRIMER DALAM RUPIAH
64
BOKS 5.A SMART CITY (KOTA CERDAS) BERKEMBANG BERSAMA GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT)
71
BOKS 6.A. BANK INDONESIA IKUT MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
79
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel Gambaran Umum Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang tercatat 7,24% (yoy). Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan peningkatan. Peluang peningkatan ekonomi Sulsel pada 2016 akan terjadi apabila perkembangan ekonomi global semakin membaik dan terjalin koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah. Tekanan inflasi pada triwulan laporan meningkat. Pada akhir triwulan I 2016 inflasi Sulsel tercatat 5,70% (yoy). Meskipun pencapaian inflasi berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun kami optimis pada akhir 2016 inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi yang ditargetkan. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan terdapat tekanan harga pada kelompok bahan makanan, akibat bergesernya musim panen padi, serta terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah. Terbatasnya pasokan dikarenakan sebagian komoditi disalurkan ke wilayah lain, seiring dengan tingginya permintaan dari beberapa wilayah di luar Sulsel karena gagal panen. Namun penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) tampaknya mampu mengkompensasi kenaikan harga-harga bahan pangan sehingga inflasi tidak terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tentunya tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi rumah tangga dan investasi yang relatif kuat, serta kinerja positif sektor sekunder berhasil menopang pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan I 2016
Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Pada triwulan I 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy), relatif stabil bila dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya, sementara investasi masih tumbuh 9,52% (yoy). Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Peningkatan kinerja sektor
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
sekunder dan tersier tersebut mencerminkan daya beli konsumen di Sulsel tetap terjaga dengan baik. Keuangan Pemerintah Nominal realisasi belanja APBD Provinsi dan APBN menunjukkan peningkatan.
Realisasi penyerapan APBD dan APBN di Sulsel turut mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016 mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun. Sumber belanja berasal dari belanja operasional dan belanja transfer. Meskipun belum terlihat optimal namun nilai penyerapan anggaran triwulan I 2016 lebih besar bila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,03 triliun, dengan peningkatan penyerapan terbesar terdapat pada belanja modal dan belanja pegawai. Inflasi
Tekanan harga-harga meningkat, terutama berasal dari inflasi kelompok volatile food dan administered price.
Tekanan harga-harga meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih tinggi dari akhir 2015 (4,49%, yoy). Tekanan harga-harga terutama berasal dari kelompok bahan makanan (volatile food). Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan diantaranya disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra penghasil pangan Sulsel. Selain itu, sumber peningkatan tekanan inflasi berasal dari kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang dikarenakan adanya kenaikan tarif angkutan udara. Upaya penanggulangan inflasi terus dilaksanakan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi TPID. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM serta klaster komoditas pangan.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan berjalan dengan baik, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 tetap terjaga baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Meskipun terdapat perlambatan namun aset perbankan masih tumbuh tinggi 15,14% (yoy), sementara DPK tumbuh 17,95% (yoy) dan kredit/pembiayaan tumbuh 12,90% (yoy), dengan Makassar masih menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), sehingga rasio LDR meningkat menjadi 122,94% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 121,05%. Seiring dengan meningkatnya LDR perbankan, rasio NPL juga sedikit mengalami kenaikan menjadi 3,36% dari triwulan sebelumnya 3,19%. Namun demikian secara umum risiko kredit perbankan masih dalam batas yang aman. Dari sisi stabilitas sistem keuangan secara umum juga tetap terjaga baik. Kinerja perusahaan secara umum masih relatif baik. Penyaluran kredit ke berbagai sektor juga masih terus tumbuh, termasuk penyaluran kredit ke sektor UMKM, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%. Satu hal yang perlu mendapat peningkatan perhatian adalah sedikit menurunnya kualitas kredit di sektor korporasi, sebagaimana tercermin dari NPL yang sedikit meningkat menjadi 6,81%.
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
Peningkatan NPL ini tidak lepas dari kondisi perekonomian global khususnya perekonomian negara-negara mitra dagang yang belum sepenuhnya pulih. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai siklus ekonomi, kebutuhan uang kartal pada triwulan I 2016 menurun. Sementara disisi lain, transaksi non tunai khususnya yang dilakukan melalui kliring mengalami lonjakan yang tajam.
Perkembangan transaksi keuangan berjalan dinamis. Transaksi keuangan yang dilakukan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) bahkan memperlihatkan peningkatan, dengan nilai transaksi mencapai Rp18,23 triliun atau tumbuh 86,7% (yoy) jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 24,6% (yoy). Peningkatan ini sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp4,74 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, yang merupakan siklus di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel selalu meningkatkan pelayanan 1 SPPUR . Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, dengan senantiasa terus mendorong clean money policy yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai, melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan melakukan kegiatan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah kepada masyarakat. Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja pada triwulan I 2016 terdapat sedikit perbaikan yang diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan. Menurut data terakhir per September 2015 angka kemiskinan Sulsel secara tahunan meningkat, sebagai imbas dari tergerogotinya daya beli masyarakat akibat inflasi yang relatif tinggi.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 (5,80%). Perbaikan penyerapan tenaga kerja tersebut, ditengarai sebagai implikasi dari dampak kebijakan pemerintah diantaranya penyaluran dana ke desa dan peluncuran berbagai paket kebijakan ekonomi. Seiring dengan kebijakan tersebut tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Namun seiring dengan relatif tingginya angka inflasi di Sulsel, maka jumlah penduduk miskin di Sulsel per September 2015 tercata sedikit meningkat dibandingkan dengan September 2014. Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel per September 2015 tercatat 10,12% dari total penduduk. Persentase ini tergolong cukup rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional. Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 dan keseluruhan 2016 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 juga diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy), membaik dibandingkan 2015. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi
1
Penyingkatan SPPUR merupakan singkatan baru yang diterapkan pada tahun 2015, sebelumnya penyebutan Sistem Pembayaran tunai. Sementara penyebutan SP mengarahkan pada Sistem pembayaran Non Tunai. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga pada triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016 diperkirakan cenderung melemah, yang didukung oleh peningkatan produksi pangan serta lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel. Rekomendasi Kebijakan Percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah, dan optimalisasi belanja pemerintah menjadi kunci pertumbuhan perekonomian Sulsel 2016. Selain itu, juga perlu diiringi dengan pengendalian harga terutama untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor perlu segera diiringi dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat serta laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke pelabuhan; (c) Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun; (e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta peningkatan pelaksanaan transaksi pembayaran secara nontunai. Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) yaitu sebagai berikut: (a) Perlunya kesadaran kolektif bahwa benar telah terjadi praktik pembentukan harga beras di Sulsel yang tidak efisien (b) Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures (c) Perlunya menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dalam perdagangan beras di Sulsel (d) Mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif (e) Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (f) Merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan; (g) Meniadakan peraturan yang bisa bersifat kontra produktif terkait dengan perdagangan beras, misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (j) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif.
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) 2013* INDIKATOR I
II
2014** III
IV
I
II
2015** III
IV
I
II
2016** III
IV
I
MAKRO Indeks Harga Konsumen -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
139.01 136.86 141.62 133.82 155.28 141.12 143.27 141.41 140.21 138.49
139.26 136.16 140.95 135.00 158.31 144.46 142.88 144.15 140.78 138.68
145.51 141.73 142.53 140.14 167.44 156.03 151.42 151.32 145.61 148.77
144.60 144.59 147.46 143.68 163.87 153.14 153.12 149.50 146.41 150.25
109.16 109.39 108.24 113.54 108.41 110.38 111.45 108.00 108.92 112.16
109.71 110.28 109.32 112.66 109.26 111.97 113.64 109.77 110.28 114.28
111.72 110.90 109.62 114.05 113.93 112.31 115.12 111.72 112.54 117.01
116.89 118.61 115.26 121.17 115.18 115.86 120.21 117.67 116.85 122.30
116.95 118.13 113.96 121.30 116.00 120.40 117.34 116.43 116.20 121.04
118.55 119.91 115.98 121.90 118.27 121.88 120.46 117.84 118.65 123.67
121.06 121.26 117.72 121.71 120.89 120.41 121.29 118.00 119.84 124.73
122.13 125.20 120.22 125.51 121.33 122.98 125.22 120.34 122.78 127.83
123.62 123.92 120.50 125.86 122.41 123.07 124.42 121.96 122.23 127.64
4.61 6.83 5.18 5.89 7.62 2.58 5.97 3.02 4.19 3.97
4.36 4.94 3.59 6.07 5.79 1.70 3.89 3.76 4.30 2.93
7.24 7.72 3.39 8.58 9.70 9.86 7.28 7.30 5.85 9.65
6.21 8.12 5.84 8.27 7.25 8.81 7.57 5.92 5.91 9.78
5.88 5.67 5.10 9.57 5.77 8.95 8.42 5.60 6.24 8.80
5.92 6.26 5.82 7.40 5.27 8.85 10.37 4.84 6.65 9.75
3.72 4.00 3.59 4.51 5.32 2.79 5.46 1.83 4.46 5.40
8.61 9.67 6.14 9.11 6.56 7.19 8.84 8.45 7.89 9.35
7.13 7.99 5.28 6.83 7.00 9.08 5.28 7.81 6.68 7.92
8.06 8.73 6.09 8.20 8.25 8.85 6.00 7.35 7.59 8.22
8.36 9.34 7.39 7.63 6.11 7.64 5.36 6.86 6.49 6.6
4.48 5.56 4.30 3.59 5.34 6.15 4.17 2.27 5.07 4.52
5.70 4.90 5.74 3.76 5.53 2.22 6.03 4.75 5.19 5.45
51,268 10,729 3,016 7,322 49 71 6,019 7,114 2,020 710 3,332 1,884 1,919 230 2,471 2,789 927 665
54,406 11,880 3,292 7,769 49 75 6,343 7,645 2,103 730 3,440 1,944 1,969 233 2,510 2,781 959 682
57,699 14,029 3,496 7,696 50 75 6,720 7,806 2,166 742 3,485 1,902 2,019 238 2,644 2,932 1,004 693
54,217 9,809 3,436 7,758 51 74 6,948 7,624 2,164 771 3,511 1,896 2,026 237 2,667 3,416 1,131 696
55,565 12,293 3,450 7,648 51 75 6,494 7,775 2,061 765 3,492 1,950 2,068 245 2,510 2,916 1,065 707
57,882 13,015 3,498 8,162 55 77 6,789 8,088 2,094 797 3,592 2,017 2,124 249 2,575 2,929 1,093 728
62,159 15,191 3,793 8,577 56 77 7,044 8,619 2,181 806 3,733 2,008 2,164 252 2,698 3,105 1,107 747
58,393 10,582 3,971 8,890 60 73 7,340 7,881 2,260 815 3,743 2,090 2,209 254 2,772 3,523 1,169 761
58,742 12,722 3,533 8,091 51 75 6,961 8,212 2,150 804 3,749 2,144 2,252 256 2,648 3,176 1,144 773
62,488 14,526 3,780 8,773 51 77 7,188 8,623 2,243 829 3,860 2,077 2,284 261 2,758 3,195 1,177 788
66,878 15,982 4,251 8,951 53 75 7,689 9,405 2,407 855 4,036 2,194 2,320 270 2,949 3,402 1,232 808
62,621 10,727 4,304 9,692 58 76 8,129 8,675 2,389 877 4,069 2,248 2,341 273 3,027 3,606 1,292 839
63,095 12,842 3,623 9,126 56 79 7,610 8,973 2,427 881 4,055 2,350 2,411 277 2,864 3,420 1,253 849
51,268
54,406
57,699
54,217
32,784 21,526 13,148 16,191
36,021 24,330 12,827 18,772
36,851 21,015 15,256 15,423
40,586 20,074 11,132 17,575
35,255 20,668 14,947 15,306
37,835 23,151 14,401 17,505
38,891 23,343 15,995 16,069
42,129 22,160 14,405 20,301
37,158 23,068 13,861 15,344
39,735 25,335 13,733 16,315
41,045 26,744 14,663 15,574
44,894 27,333 10,301 19,907
39,000 25,544 8,204 9,653
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
51,268 6.02
54,406 7.01
57,699 9.25
54,217 8.06
55,565 8.38
57,882 6.39
62,159 7.73
58,393 7.70
58,742 5.72
62,488 7.96
66,878 7.59
62,621 7.24
63,095 7.41
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
403.02 171.92 300.72 160.04 102.30
389.29 198.44 404.71 472.75 (15.43)
417.56 499.94 218.81 216.67 198.76
386.19 230.41 126.06 271.29 260.13
360.34 167.44 139.10 221.11 221.25
452.96 182.55 181.87 258.82 271.09
490.63 193.36 149.05 266.39 341.58
444.80 209.93 129.39 217.60 315.40
344.16 163.96 163.90 326.31 180.26
382.89 194.52 172.50 317.63 210.39
381.25 216.82 271.92 264.12 109.33
333.28 172.10 149.65 273.69 183.62
229.37 163.02 123.71 284.89 105.66
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2012
2013
2014
2015**** III
IV
II
III
IV
I
II
III
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
67,573
72,554
74,754
79,307
80,876
86,366
90,288
90,932
90,909
97,572
99,571
101,351
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
45,734 7,471 25,004 13,259
48,024 7,282 27,206 13,536
49,917 7,257 28,545 14,115
53,717 7,345 31,466 14,907
52,302 7,770 29,321 15,211
53,457 8,092 30,068 15,297
57,359 9,221 32,076 16,062
60,444 7,845 35,007 17,592
58,162 7,990 32,446 17,726
61,402 9,730 33,168 18,504
64,339 9,693 34,828 19,819
66,112 7,995 37,428 20,690
75,874 27,257 14,642 33,974 130.45%
79,336 29,062 15,467 34,807 129.21%
80,463 29,847 15,457 35,159 125.06%
83,560 31,442 16,241 35,877 126.39%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
I
II
I
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
54,585 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007
59,035 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045
61,090 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781
66,221 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684
68,371 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065
72,937 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814
75,014 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096
75,388 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794
75,874 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043
79,336 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053
80,463 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408
83,560 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
18,349
19,582
18,240
20,270
21,818
24,162
24,221
24,684
24,823
26,489
26,768
27,675
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
3,533 3,151 382 -
3,939 3,489 449 -
3,628 3,159 469 -
3,672 3,206 467 -
3,994 3,484 510 -
4,211 3,558 653 -
4,412 3,648 764 -
4,499 3,768 731 -
4,648 3,827 821 -
5,114 4,088 1,027 -
5,297 4,249 1,048 -
5,883 4,479 1,404 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
8,932 5,564 3,369 -
8,933 5,848 3,085 -
8,433 5,455 2,978 -
8,938 5,760 3,178 -
9,290 5,678 3,612 -
9,819 6,492 3,328 -
9,877 5,624 4,253 -
10,037 5,750 4,287 -
10,123 5,862 4,261 -
10,329 6,076 4,253 -
10,885 6,408 4,478 -
11,035 6,683 4,353 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
5,884 4,759 1,125 -
6,710 5,478 1,232 -
6,180 4,833 1,347 -
7,660 5,644 2,016 -
8,534 6,186 2,349 -
10,132 7,205 2,927 -
9,932 6,872 3,060 -
10,148 7,278 2,870 -
10,052 7,079 2,972 -
11,046 7,822 3,224 -
10,586 7,680 2,906 -
10,757 7,802 2,954 -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.05%
3.08%
2.87%
2.74%
2.94%
2.83%
2.91%
2.85%
3.14%
3.54%
3.57%
3.13%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4.12%
4.23%
4.18%
3.96%
4.25%
3.95%
4.57%
4.38%
4.87%
4.98%
5.42%
4.81%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
3,377
3,689
3,977
4,524
4,802
5,085
5,420
5,576
5,586
5,580
5,619
5,906
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
1,578 196 756 626
1,635 199 803 633
1,817 200 844 773
2,063 296 984 783
2,138 253 969 916
2,138 232 974 932
2,594 243 1,162 1,188
2,884 338 1,307 1,239
2,742 221 1,261 1,260
2,795 262 1,261 1,272
2,878 346 1,337 1,195
2,991 380 1,479 1,132
4,453 684 488 3,282 162.40%
4,869 776 670 3,423 174.20%
4,926 985 670 3,270 171.16%
5,141 1,135 825 3,181 171.91%
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
104,945 66,420 10,154 34,147 22,118 85,304 32,776 16,482 36,045 128.43% 85,304 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 27,428 6,221 4,674 1,548 10,893 6,596 4,296 10,313 7,488 2,825 3.36% 5.21% -
II
2016**** III
108,309 68,867 11,820 34,881 22,166 87,563 34,627 16,500 36,436 127.15% 87,563 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 28,301 6,679 5,038 1,642 11,161 6,860 4,300 10,461 7,698 2,763 3.16% 5.14% -
IV
I
113,101
117,572
120,832
72,433 12,471 37,491 22,472 89,911 34,876 17,476 37,558 124.13%
78,467 13,165 42,221 23,091
78,342 12,894 38,589 26,859
89,911 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 28,501 6,880 5,144 1,735 11,580 7,039 4,541 10,042 7,272 2,770 3.85% 5.40% -
94,981 96,310 36,730 37,510 20,538 20,041 37,713 38,759 121.05% 122.94% 94,981 96,310 2,461 2,681 410 430 7,487 7,239 379 306 5,491 5,483 31,424 31,959 2,781 2,824 4,221 4,117 2,549 2,462 37,777 38,809 30,641
31,110
7,892 5,542 2,351 -
8,698 6,329 2,369 -
12,412 7,188 5,224 -
12,433 7,265 5,169
10,337 7,577 2,760 -
9,979 7,198 2,781
3.19%
3.36%
4.26%
4.43%
6,975
7,018
3,853 598 1,765 1,490
3,517 339 1,761 1,417
0
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 647 645 656 674 673 688 651 631 224 212 228 284 329 362 359 438 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65%
Catatan: * (
6
I
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
6,000 3,187 547 1,488 1,153 5,239 1,292 865 3,081 164.36%
6,184 3,287 554 1,570 1,162 5,582 1,535 1,015 3,033 169.84%
6,489 3,382 355 1,667 1,360 5,750 1,572 1,170 3,008 170.02%
5,684 5,817 1,526 1,659 1,152 1,143 3,006 3,015 147.53% 165.43%
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH INDIKATOR
2013 I
2014
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
I
2016***
II
III
IV
I
KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar)
4,410 4,410 0.03 1,715 1,715 0.28 350
3,236 3,236 0.08 2,885 2,885 0.78 502
4,872 4,872 0.08 5,313 5,310 2.51 989
4,075 4,075 0.10 4,162 4,159 2.63 708
5,299 5,299 0.14 2,346 2,343 2.20 748
4,069 4,069 0.04 3,829 3,826 3.22 620
5,562 5,561 0.23 5,641 5,637 3.93 269
4,304 4,304 0.01 4,098 4,096 2.07 403
6,184 6,184 0.004 2,248 2,247 1.74 925
3,777 3,777 0.001 3,703 3,699 4.03 943
4,815 4,815 0.034 4,930 4,927 3.59 719
3,791 3,791 0.003 3,208 3,202 5.84 790
TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar)
14,448 32,767 4,245
17,402 36,120 4,921
18,770 37,614 6,755
20,540 41,480 7,299
15,660 27,887 4,748
21,374 33,669 9,765
22,719 38,096 10,970
25,647 41,348 11,845
19,951 21,897 3,778
26,709 31,935 4,272
19,338 40,378 3,478
14,217
9,737 284,030
9,976 285,559
10,239 280,922
10,670 290,332
9,483 260,069
9,616 266,025
9,716 260,914
11,198 280,987
9,757 262,477
10,492 279,265
11,363 296,973
13,952 314,492
18,226 346,867
557 36,457 9 608
576 34,774 10 580
874 37,895 15 632
1,050 41,130 17 663
675 29,191 11 487
637 28,625 11 477
675 30,355 11 490
805 32,940 13 515
887 34,547 15 566
1,027 32,940 17 540
1,617 53,395 27 875
4,280 86,793 68 1,378
8,917 132,841 146 2,178
TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar)
6,229 6,229 0.002 1,490 1,485 4.45 1,316
9,180
9,400
9,365
9,620
8,809
8,978
9,041
10,393
8,870
9,465
9,746
9,673
9,309
247,573
250,785
243,027
249,202
230,878
237,400
230,559
248,047
227,930
246,325
243,578
227,699
214,026
153
157
156
155
147
150
146
162
145
155
160
154
153
4,126
4,180
4,050
4,019
3,848
3,957
3,719
3,876
3,737
4,038
3,993
3,614
3,509
Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
322
352
402
325
317
387
287
343
320
312
300
311
304
7,549
7,531
7,092
6,659
7,114
7,119
6,765
6,008
6,048
6,621
6,274
6,003
6,040
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
5
6
7
5
5
6
5
5
5
5
5
5
5
126
126
118
107
119
119
109
94
99
109
103
95
99
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
221
259
307
251
230
328
231
270
229
212
218
242
221
5,904
6,187
5,674
5,411
5,695
5,832
5,313
4,552
4,787
5,301
5,012
4,702
4,686
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
4
4
5
4
4
5
4
4
4
3
4
4
4
98
103
95
87
95
97
86
71
78
87
82
75
77
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR 15%
11%
13%
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
10%
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
9%
11%
11.27%
9%
7.41%
8% 7%
7%
6%
5%
2.92%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
3%
5%
4.92%
4%
1%
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
3%
-1%
I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010
2011
2012
2013
2014*
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
Konsumi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Pertanian
Industri Pengolahan
Konstruksi
PMTB
Perubahan Stok
Net Ekspor
Perdagangan
Sektor Lainnya
PDRB
I
12
II III IV 2010
I
II III IV 2011
I
II III IV
I
2012
II III IV
I
2013
II III IV 2014
I
II III IV 2015
10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0%
12
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
-2
I
Inflasi Nasional (yoy)
2016
I
II III IV
I
II III IV
2011
2012
I
II III IV
I
II III IV
2013
2014
I
II III IV 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
140
BI Rate
(Rp Triliun)
Aset
200% 190% 180% 170% 160% 150% 140% 130% 120% 110% 100%
100 80
Kredit Lokasi Bank
60
Inflasi Sulsel (yoy)
DPK Lokasi Bank Pelapor
40
LDR - Skala Kanan
20 0 II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2011
2012
2013
2014
2015
10%
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
8800
9%
8600
8%
Jumlah Penduduk
7%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
(Ribu Orang) 1000
% Penduduk Miskin - Skala Kanan Jumlah Penduduk Miskin
950
5% 4%
7800
3%
7600
2%
7400
1%
7200
0% 2011
2012
2013
2014*
2015**
8% 6% 800
4%
750
2%
700
0% 2009
2010
2011
2012
2013
2014*
*) Data September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
12%
850
2016**
*) Data Februari 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
14%
10%
900
6%
8000
2010
II III IV I 2011
Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel
(Ribu Orang)
2009
I
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
I 2016
120
I
I
%yoy
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
8
II
Konsumsi Rumah Tangga
30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
8200
I
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
PDRB
8400
III IV
2011
2015** 2016**
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK)
9000
II
2015**
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp63.095 milyar (ADHK), tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2015 (7,24%; yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama terjadi pada sektor sekunder dan tersier. Dari sisi eksternal, kegiatan ekspor impor masih terlihat melambat, namun perlambatan pertumbuhan ekspor tidak sedalam impor. Volume maupun nilai ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang pertambangan. Sementara itu, dari sisi domestik, daya beli masyarakat masih terjaga baik dan hal ini menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulsel didorong dari meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa keuangan dan pendidikan. Adapun penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel berasal dari sektor primer, yang dikarenakan melambatnya sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian, sebagai akibat dari pergeseran panen dan tren penurunan harga komoditars internasional khususnya nikel.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2016. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,24% (yoy) pada triwulan IV 2015. Peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta sektor jasa keuangan dan pendidikan. Selain itu juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan di sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik. Sementara itu, pertumbuhan investasi yang meningkat pada triwulan 1 2016 didorong oleh kebijakan pemerintah yang telah memulai sebagian lelang proyek di akhir tahun 2015.
12 10
10.34 8.50 8.64 8.11
8
9.25 6.02
8.06 8.38
7.01
7.96 7.59 7.24 7.41
7.73 7.70 6.39
5.72
6 4 2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92
0 I %
II
III IV
I
II
2012
III IV
2013
I
II
III IV
I
2014*
yoy Nasional
II
III IV
2015**
I
2016**
yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Pada triwulan I 2016 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,28% (yoy), masih relatif stabil bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,36% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang mengalami pertumbuhan yaitu konsumsi LNPRT (4,66%; yoy), konsumsi pemerintah (2,08%; yoy), investasi (PMTB) (9,52%; yoy) dan perubahan inventori (55,01%; yoy). Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi. Pada triwulan I 2016 ekspor tercatat tumbuh -40,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya -28,49% (yoy). Demikian pula impor juga mengalami kontraksi yang cukup dalam, dari sebelumnya tumbuh -1,94% (yoy) menjadi -37,09% (yoy) di triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* I 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor 7. Impor PDRB
6.55 16.60 15.50 12.43 -125.90 13.68 -5.47 8.03
II 6.18 16.07 -2.19 9.07 -74.02 12.27 -6.75 7.34
2014* III 5.50 8.27 5.38 5.91 195.94 4.84 4.19 8.23
IV 5.49 4.93 -2.12 8.34 11.10 29.40 15.51 7.71
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
TOTAL 5.92 11.26 1.88 8.82 -124.47 14.10 1.80 7.57
I 5.32 -2.49 7.83 5.26 193.14 -7.27 0.25 5.36
II 5.51 -2.13 3.17 6.23 76.37 -4.64 -6.80 7.79
2015** III 5.03 2.90 8.69 10.34 201.48 -8.33 -3.08 7.34
IV 5.36 6.28 11.09 11.10 132.85 -28.49 -1.94 7.24
TOTAL 5.31 1.13 8.15 8.34 -579.81 -12.04 -2.95 7.15
2016** I 5.28 4.66 2.08 9.52 55.01 -40.81 -37.09 7.41
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Perubahan Inventori, 1.7%
Share PDRB Tw I 2016
PMTB, 38.5%
Konsumsi Pemerintah, 6.3%
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar baik di triwulan I 2016. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50% dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai di atas 30% pada triwulan I 2016. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki share cukup tinggi (di atas 5%) adalah konsumsi pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor (-4,14%), konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan inventori (1%).
Net Exim, -4.14%
Konsumsi RT, 56.4%
Konsumsi LNPRT, 1.3%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
1.2.1 Konsumsi Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, diantaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Total konsumsi triwulan I 2016 tumbuh 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,56% (yoy). Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,28% (yoy, sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 5,36% (yoy), sementara konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 2,08% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 11,09% (yoy). Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang relatif terjaga menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi periode laporan. Harga BBM yang relatif stabil dan TTL yang turun turut mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, paket kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang agresif, dan didorong oleh sejumlah proyek multiyear meningkatkan optimisme dan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi sehingga gairah masyarakat untuk berkonsumsi meningkat. Hal ini terkonfirmasi dari nilai ratarata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 yang meningkat (>100) sebesar 116,44 dari sebelumnya 108,37. Sejalan dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan Eceran (IPE) juga mengalami kenaikan menjadi 120,95 dari periode sebelumnya 120,37. Realisasi belanja pemerintah daerah lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015. Realisasi belanja daerah pada triwulan I 2016 tercatat 13,75% atau sebesar Rp637,88 miliar dari yang ditargetkan Rp6,74 triliun. Secara nominal realisasi belanja triwulan I 2016 lebih tinggi dari triwulan I 2015, yang tercatat sebesar Rp631,09 miliar atau 9,53% dari target Rp6,62 triliun. Disisi lain, sampai dengan triwulan I 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah telah terakumulasi hingga mencapai 22,83% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang terealisasi 25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan laporan mencapai Rp1,56triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Indeks
160
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Growth yoy (%) - Skala Kanan
150 140 130
20
140
15
120
10
100
5
120
0
110
-5
60 40
-15
20
90
-20
0
80
-25 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
I 2016
YOY
80
-10
100
Indeks
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
Indeks Penjualan Eceran
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15%
I 2016
gIndeks - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
40.00 30.00
2013
2014
2015
%, yoy
20 15 10 5 0 II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I 2016
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
14
50.00
12
40.00
10
20.00
8
10.00
6
0.00
4
-10.00
2
-20.00
-
30.00 20.00 10.00 0.00 -10.00 I
2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB)
30 25
I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2012
gKredit Konsumsi - Skala Kanan
Rp Triliun
% (yoy)
50.00
Kredit Konsumsi 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Rp Triliun
5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 -
% (yoy)
Rp Triliun
Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan pada triwulan I 2016 tumbuh 9,22% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,36% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi di hampir seluruh sektor, kecuali Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Kredit perlengkapan rumah tangga tumbuh cukup tinggi 17,45% (yoy) lebih tinggi dari pencapaian triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh 3,89% (yoy), sementara kredit rumah tangga lainnya tumbuh signifikan menjadi 12,93% (yoy), dari triwulan sebelumnya hanya tumbuh 4,73%. Meskipun belum begitu kuat, Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) juga mencatatkan pertumbuhan dari 4,40% (yoy) menjadi 5,65% (yoy). Lonjakan pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terjadi pada kredit multiguna yang tumbuh dari semula 4,73% (yoy) menjadi 12,93% (yoy) pada periode laporan. Sedangkan pertumbuhan KKB mengalami kontraksi -10,62% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi Investasi masih tumbuh relatif kuat di triwulan I 2016. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi masih tumbuh 9,52% (yoy), meski mengalami penurunan bila dibandingkan triwulan IV 2015 (11,10%; yoy). Sementara itu, realisasi belanja modal APBD di Sulsel tercatat tumbuh sedikit lebih rendah 0,12% atau Rp1,05 miliar pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 0,14%. Di sisi lain, realisasi belanja modal APBN yang dialokasikan di Sulsel mengalami peningkatan, dengan realisasi mencapai sebesar Rp397,22 miliar atau 7,86% dari target triwulan I 2016 sebesar Rp5,05 triliun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding triwulan I 2015 yang terealisasi Rp120,36 miliar atau 1,56% dari target Rp7,72 triliun. Peningkatan realisasi belanja modal APBN didorong oleh percepatan penyerapan anggaran sejumlah proyek di berbagai satuan kerja. Investasi yang melambat di triwulan I 2016 terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan penyaluran kredit investasi. Impor barang modal tercatat tumbuh -22,46% (yoy) terkontraksi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 33,42% (yoy). Impor peralatan transportasi (industri) pada triwulan laporan menurun cukup dalam, sehingga menjadi salah satu faktor penyebab pertumbuhan negatif impor barang modal. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari penyaluran kredit investasi di periode laporan yang tumbuh 17,72% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 22,24% (yoy).
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Impor Barang Modal 140
gImpor Barang Modal
US$ Juta
Kredit Investasi 250 200 150 100 50 0 (50) (100) (150)
%, yoy
120 100 80 60 40 20
0 I
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
25
%, yoy
50 40
20
30
15
20 10
10
5
0
0
(10) I
I
II
III IV
2012
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.8. Impor Barang Modal
gKredit Investasi - Skala Kanan
Rp Triliun
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Selain dari sektor pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga menurun. Rendahnya investasi swasta di triwulan I 2016 terlihat dari rencana proyek baru yang masih sedikit. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan I 2016 sebagian besar berupa pembangunan gedung dan jalan. Proyek infrastruktur swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu batas Kota Makassar - batas Kabupaten Bone road improvement dan ship building Kapal Ro-Ro 750 GT (lintas Kupang - Ndao). Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh melambat. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan tumbuh 134,69% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 856,41% (yoy) di triwulan IV 2015, yang disebabkan harga nikel yang terus menurun dan mengakibatkan harga realisasi rata-rata penjualan nikel turun, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel menahan pengiriman barang. Rp Milyar
Nilai Proyek Infrastruktur Baru Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
16,000
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -500
14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
2016
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 2015. Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
Tahap IA •2015-2018 •Panjang Dermaga 320 m •Lapangan Kontainer 16 Ha •Kapsitas 50.000 TEUs •Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC •2019-2025 •panjang dermaga IB 330 m •Panjang Dermaga IC 350 m •Kapasitas 1 juta TEUs •Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II •2026-2030 •Panjang Dermaga 1.000 m •Luas 112 ha •Kapsitas 2 Juta TEUs
Sumber: berbagai sumber, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare masih terkendala pembebasan lahan, sementara pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada bulan Oktober 2016, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No 1
Nama Proyek Proyek KA MakassarParepare
Rencana Pengembangan Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
2
PLTU Jeneponto tahap II
3
Smelter PT. A
Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
4
Smelter PT. B
Total Investasi : USD 130 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
5
Smelter PT. C
6
PLT Tenaga Angin
7
Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi : USD 300 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik Total Investasi: Rp175 Miliar Underpass: 1.050 M
8
Pelebaran Jalan MarosWatampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
9
Pembangunan Elevated Road Segmen I
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)
10
Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
11
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Perkembangan Terakhir Konstruksi telah mencapai 10 Km. Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%. Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun Progres: pemasangan rel kereta api Groundbreaking pada bulan Maret 2015
Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016 Estimasi uji coba: Februari 2016 Estimasi produksi: April 2016 Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016 Estimasi uji coba: Februari 2016 Estimasi produksi: Oktober 2016 Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 2016 Studi Kelayakan Target selesai: 2018 Progress terakhir : Pengeboran Underpass Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan Estimasi Pembangunan: 2015-2017 Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing Estimasi Pembangunan: 2015-2018 Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Berbagai proyek yang tengah dan akan terus dikembangkan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan kawasan pertumbuhan ekonomi baru khususnya di kawasan Mamminasata, guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel kedepan (lihat Boks 1. A). Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun. Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No 1
Nama Proyek Bendung Baliase
Rencana Pengembangan Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Target : Desember 2015 – Desember 2019 APBN : ±200 Miliar
Perkembangan Terakhir Ags 2015: Penandatanganan MOU Sept 2015 : Pembebasan Lahan Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2
Bendungan Karalloe
3
Bendungan Paselloreng
Lokasi : Kabupaten Gowa Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar Lokasi : Kabupaten Wajo Target : Juni 2015 – Desember 2019 APBN : ±800 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014 2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha) Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
4
Waduk Tunggu Nipa Nipa
Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Target : Desember 2015 – Desember 2017 APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan I 2016 kembali terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -40,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di triwulan IV 2015 yang tercatat mencapai -28,49% (yoy). Kontraksi “ekspor” terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun domestik. Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi -32,27% (yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -15,55% (yoy). Sedangkan ekspor dengan tujuan dalam negeri (DN) terkontraksi -44,09% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan dengan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy). Ekspor DN sepanjang triwulan I 2016 sebagian besar diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume muat barang dalam negeri yang tercatat di Pelabuhan Makassar relatif kecil dan masih mengalami kontraksi -1,05% (yoy), yang berarti tidak sedalam periode sebelumnya -22,54% (yoy). Volume Ekspor gNilai Ekspor - Skala Kanan 600
gVolume Ekspor - Skala Kanan
Volume Muat Barang Dalam Negeri
Ribu Ton
%; yoy
250 200
500
150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas
I 2016
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
gVolume Muat - Skala Kanan %; yoy
Ribu Ton
40
30 20 10 0 (10) (20) (30) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Penurunan kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari menurunnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 47,40% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 2016. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami kontraksi 48,69% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang mencapai -33,67% (yoy). Penurunan nilai ekspor ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan I 2016, harga nikel telah terkoreksi -40,89% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Ekspor Nikel Matte 40.0
gEkspor - Skala Kanan
25,000.0
%, yoy
Ribu Ton
140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60)
35.0 30.0
25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 I
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
I
2014
II
III IV
2015
Nikel
$/mt
40%
30% 20,000.0
20% 10%
15,000.0
0% -10%
10,000.0
-20% -30%
5,000.0
-40% 0.0
I
-50% I
II
2016
III IV
I
2012
*) Data Sementara Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I 2016
Sumber: World Bank Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami kontraksi. Nilai ekspor komoditas olahan kakao dan biji kakao terdapat sedikit perbaikan meskipun masih mengalami kontraksi masing-masing -34,43% (yoy) dan 48,80% (yoy). Sementara nilai ekspor rumput laut menurun cukup dalam dari -18,38% (yoy) menjadi -35,02% (yoy). Menurunnya permintaan dari negara mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas ini. Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel masih belum pulih. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang, Zona Eropa, dan Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan I 2016. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap permintaan produk ekspor Sulsel. 150%
YOY
Jepang
100%
58
50%
56
Tiongkok
AS
Zona Eropa
Korea Selatan
Indeks
54
0%
52
-50%
50
-100%
48
-150% I
II
III
IV
I
2012 Rumput Laut
II
III
IV
I
2013 Olahan Kakao
II
III
IV
2014 Biji Kakao
I
II
III
IV
2015
I
46 I
2016
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I 2016
Udang
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan
Sumber: Bloomberg Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -37,09% (yoy) lebih rendah dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh -15,72% (yoy) turun cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,33% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,43%. Impor dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar tidak terlalu besar. Volume bongkar di periode laporan mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 2,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 0,74% (yoy).
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Total Volume Impor 600
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
Juta Ton
%, yoy
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
500
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
250
200 150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
%; yoy
Ribu Ton
I
2016
II III IV 2012
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
gVolume Bongkar - Skala Kanan
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
30 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20)
I 2016
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan I 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri pengolahan masih menjadi komoditas yang dominan (77,87%) dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian (21,65%). Sementara itu, nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD88,78 juta atau 71,76% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing 27,09% dan 1,15%. 1.15% 0.48%
Pangsa Triwulan I 2016 21.65%
Pangsa Triwulan I 2016 27.09%
Komoditas Pertanian: US$49,7 Juta
Barang Modal: US$33,51 juta
Komoditas Industri: US$178,6 Juta
Bahan Baku: US$88,78 juta
Komoditas Pertambangan: US$1,1 Juta
Barang Konsumsi: US$1,42 juta
71.76%
77.87%
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 2016. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel matte mencapai 47,40% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh coklat olahan dan ganggang laut dengan pangsa masing-masing 8,62% dan 7,97%. Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor gandum mencapai 28,97% dari total impor Sulsel di triwulan I 2016. Disusul kemudian makanan ternak lainnya (10,97%), dan mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,34%).
No 1 2 3 4
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Komoditas (HS) Triwulan I 2016 (USD) NIKEL 108,715,192 COKLAT OLAHAN 19,769,146 GANGGANG LAUT 18,288,971 BUAH/SAYURAN OLAHAN 15,784,366
5 UDANG SEGAR/BEKU 6 IKAN OLAHAN 7 KAYU LAPIS 8 IKAN LAINNYA 9 INDUSTRI LAINNYA 10 BIJI COKLAT Sumber: Bea Cukai, diolah
12,090,540 10,002,773 7,948,489 6,037,430 5,372,788 4,904,176
Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Pangsa
No
47.40% 8.62% 7.97% 6.88%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5.27% 4.36% 3.47% 2.63% 2.34% 2.14%
Nilai Impor Triwulan I 2016 Pangsa (USD) GANDUM 35,841,332 28.97% MAKANAN TERNAK LAINNYA 13,572,712 10.97% MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 9,086,135 7.34% KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 8,625,236 6.97% BESI/BAJA 8,309,885 6.72% MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 5,189,508 4.19% PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 5,137,202 4.15% PRODUK KERAMIK 4,058,143 3.28% BAHAN KIMIA AN ORGANIK 3,346,901 2.71% PUPUK 3,207,783 2.59% Komoditas (HS)
Sumber: Bea Cukai, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan I 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 51,40% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (11,13%), dan Tiongkok (8,18%). Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 34,51% dari total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Australia (20,54%) dan Argentina (14,90%). Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Total Ekspor FOB (USD) 117,902,677 25,540,260 18,754,631 16,028,468 6,390,934 5,152,599 4,015,231 4,006,748 3,898,311 3,648,599 229,370,001
Negara Tujuan JAPAN UNITED STATES OF AMERICA R.R.C. MALAYSIA VIETNAM NETHERLANDS HONGKONG SOUTH KOREA GERMANY SAUDI ARABIA TOTAL EKSPOR
Pangsa
No
51.40% 11.13% 8.18% 6.99% 2.79% 2.25% 1.75% 1.75% 1.70% 1.59% 100.00%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber: Bea Cukai, diolah
Negara Asal R.R.C. AUSTRALIA ARGENTINA ITALY CANADA THAILAND SAUDI ARABIA JAPAN UNITED STATES OF AMERICA UNITED KINGDOM TOTAL IMPOR
Total Impor CIF (USD) 42,693,114 25,410,445 18,433,351 6,624,376 6,495,859 4,656,762 3,236,855 2,777,977 2,367,157 1,253,312 123,713,055
Pangsa 34.51% 20.54% 14.90% 5.35% 5.25% 3.76% 2.62% 2.25% 1.91% 1.01% 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,64 triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp15,1triliun. Defisit neraca perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan makanan ternak, serta impor barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di tahun 2016 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi. Ekspor ADHK
Impor ADHK
Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 (5,000) (10,000) (15,000) (20,000) (25,000) Rp Miliar
0 (2,000) (4,000)
(6,000) (8,000) (10,000) (12,000) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
Rp Miliar
2016
Sumber: BPS Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha Peningkatan pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi utama Sulsel menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016. Sektor pengadaan listrik dan gas, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan dan jasa pendidikan tercatat tumbuh lebih tinggi masing-masing mencapai 8,21% (yoy), 12,79% (yoy), 12,86% (yoy) dan 7,69% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pengadaan air (8,21%; yoy), penyediaan akomodasi dan makan minum (9,55%; yoy), jasa keuangan dan asuransi (9,58%; yoy), real estate (7,04%; yoy) dan jasa perusahaan (7,89%; yoy). Kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar melambat di triwulan I 2016. Sektor pertanian tumbuh 0,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 1,37% (yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu; sektor pertambangan dan penggalian dari 8,38% (yoy) menjadi 2,55% (yoy), konstruksi dari 10,75% (yoy) menjadi 9,32% (yoy) dan perdagangan besar dari 10,08% (yoy) menjadi 9,27% (yoy), administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial dari 9,21% (yoy) menjadi 8,18% (yoy), jasa kesehatan dan kegiatan sosial dari 10,55% (yoy) menjadi 9,55% (yoy), dan jasa lainnya dari 10,20% (yoy) menjadi 9,71% (yoy).
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
2013
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB
I 14.58 14.40 4.45 5.12 5.54 7.88 9.28 1.99 7.78 4.81 3.51 7.79 6.20 1.56 4.57 14.91 6.25 8.38
4.93 5.68 9.22 8.04 5.50 10.57 7.23 6.36 6.76 14.07 8.88 8.98 6.97 3.07 7.72 8.25 7.14 7.62
II 9.55 6.23 5.06 12.20 2.38 7.04 5.79 -0.44 9.13 4.42 3.75 7.84 7.22 2.58 5.31 13.88 6.79 6.39
2014* III 8.29 8.49 11.44 11.59 1.99 4.83 10.42 0.70 8.66 7.10 5.58 7.18 6.19 2.05 5.88 10.21 7.74 7.73
IV 7.88 15.56 14.59 17.54 -1.25 5.64 3.36 4.42 5.61 6.61 10.22 9.03 7.41 3.94 3.13 3.32 9.44 7.70
TOTAL 9.98 11.11 8.94 11.69 2.13 6.29 7.20 1.68 7.77 5.75 5.76 7.97 6.76 2.55 4.65 10.23 7.57 7.54
I 3.49 2.40 5.79 0.01 0.58 7.20 5.62 4.36 5.10 7.34 9.96 8.88 4.77 5.50 8.90 7.41 9.42 5.72
II 11.61 8.06 7.49 -6.86 -0.26 5.88 6.61 7.09 4.03 7.46 2.95 7.55 4.48 7.08 9.07 7.75 8.16 7.96
2015** III 5.21 12.07 4.35 -5.59 -2.54 9.16 9.12 10.38 5.99 8.11 9.24 7.21 6.79 9.29 9.56 11.35 8.16 7.59
IV 1.37 8.38 9.02 -3.34 3.74 10.75 10.08 5.70 7.66 8.69 7.56 6.01 7.40 9.21 2.35 10.55 10.20 7.24
TOTAL 5.63 7.85 6.70 -4.00 0.34 8.32 7.89 6.91 5.71 7.92 7.41 7.39 5.87 7.83 7.25 9.31 8.99 7.15
2016** I 0.94 2.55 12.79 8.21 5.49 9.32 9.27 12.86 9.55 8.18 9.58 7.04 7.89 8.18 7.69 9.55 9.71 7.41
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Perta nian
22%
Non Sektor Uta ma
38%
Share PDRB Tw I 2016
Industri Pengolahan
14% Perda gangan Kons truksi
13%
13%
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan I 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 22%. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk sektor non utama merupakan gabungan dari sektor lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan. Dampak El Nino pada tahun 2015 telah berimbas pada perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Fenomena El Nino yang berlangsung di Sulsel telah menyebabkan mundurnya musim tanam ke November – Desember 2015, sehingga menyebabkan panen pertama bergeser ke Maret 2016, sedangkan panen raya bergeser ke April – Mei 2016. Mundurnya musim panen tersebut telah memengaruhi produksi beras yang dihasilkan Sulsel di triwulan I 2016. Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsektor perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami penurunan dari -10,06% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -38,08% (yoy) di triwulan I 2016. Secara nilai, total ekspor kakao tercatat USD24,67 juta yang berarti juga masih menunjukkan kontraksi -19,28% (yoy). 35
Juta Ton
YOY
30
150%
25
100%
20
50%
15
0%
10
-50%
5
-100%
0
-150% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
I
II
III IV
2015
Kakao
200%
I
3.5
$/kg
40% 30%
20%
2.5
10%
2.0
0% 1.5
-10%
1.0
-20%
0.5
-30%
0.0
-40% I
2016
%, yoy
gHarga - Skala Kanan
3.0
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya
Sumber: World Bank Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup signifikan 41,06% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (20,95% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor terlihat menurun, dengan pertumbuhan tahunan 14,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,17% (yoy). Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan juga pengaruh cuaca yang relatif baik, sehingga hasil tangkapan ikan juga meningkat. 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 0
JutaTon
YOY
20%
0% -20%
-40% -60%
-80% -100%
-120% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013 Ekspor Ikan
I
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
Juta USD
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
40%
YOY
20% 10% 0%
-10% -20% -30% -40% I
I
II
III IV
I
2012
2016
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Ekspor Ikan
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan
30%
I
II
III IV
2015
I 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini yang juga sedikit menurun. Di triwulan I 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 41,37% (yoy) atau mencapai Rp2,37 triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang tumbuh 42,04% (yoy). Pertanian
2.5
gKredit Pertanian %, yoy
Rp Triliun
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,40% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 15,56% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,09 juta atau tumbuh -50,12% (yoy) pada periode laporan, dari -51,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara volume ekspor pertambangan tumbuh dari -52,97% (yoy) menjadi -50,37% (yoy) pada triwulan I 2016 atau sebanyak 8,07 juta ton.
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Ekspor Pertambangan 80
Ekspor Pertambangan
gEkspor - Skala Kanan
Juta Ton
%, yoy
70
200
60
150
50
100
40
50
30
0
20
(50)
10
(100)
0
(150)
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
%, yoy
200 150 100 50 0 (50) (100)
I
I
II
III
IV
I
II
2012
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan
gEkspor - Skala Kanan
Juta USD
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
250
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
I
2016
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan
Volume produksi hasil tambang masih mengalami kontraksi, meski membaik bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan IV 2015 berada pada level USD8.507 per metrik ton turun -40,89% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan sebelumnya yang turun -40,59% (yoy).
yoy (%) - Skala Kanan
25
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20 15 10 5
0 I
II III IV
I
2012
II III IV
I
II III IV
2013
I
2014
II III IV 2015
Ribu
Ribu
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik)
yoy (%) - Skala Kanan
25
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
20 15
10 5 0 I
I
II III IV
I
II III IV
2012
2016
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
2015
I 2016
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte
Perlambatan sektor pertambangan dan penggalian terjadi seiring dengan penurunan kinerja produksi nikel. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 16.894 metrik ton atau tumbuh -3,33% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode sebelumnya yang mencapai 8,34% (yoy). Sejalan dengan hasil produksi yang menurun dan harga nikel di pasar internasional yang belum sepenuhnya pulih, maka nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte terkontraksi -8,94% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 12,13% (yoy). Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan poisitif. Di periode triwulan I 2016, kredit yang disalurkan perbankan ke sektor tambang tumbuh 1,50% (yoy). Meskipun masih tumbuh terbatas, namun hal ini diharapkan merupakan sinyal positif dari perkembangan usaha di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi -14,82% (yoy). 40%
gYOY
Pertambangan
30%
0.7
20%
0.6
10%
0.5
0%
0.4
-10% -20%
I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I
0.3
2016
0.2
gKredit Pertambangan
%, yoy
Rp Triliun
80 60 40 20 0 (20)
0.1
-30%
0.0
-40%
(40) I
-50%
II
III IV
2012
Nikel
Timah
Seng
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Timah Hitam
Sumber: World Bank Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang
Sumber: LBU, diolah Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat. Sektor industri pengolahan pada triwulan I 2016 tumbuh 12,79% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang mencapai 9,02% (yoy). Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi pendorong pertumbuhan. Hal ini terindikasi dari peningkatan Indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang semula tumbuh 1,87% (yoy) di triwulan IV 2015 naik menjadi 2,32% (yoy) di periode laporan. IMK 25
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
IBS
%, yoy
20 15 10 5 0 (5) (10) (15) I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
60%
40% 20% 0% -20% -40% -60% I
I
II
III IV
I
2012
2016
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
Ekspor Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri
80%
YOY
Juta USD
II
III IV
2015
I
2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri
Meskipun sektor industri pengolahan mengalami peningkatan, namun kredit yang disalurkan perbankan ke sektor ini justru melambat. Kredit yang disalurkan ke industri pengolahan tercatat mencapai Rp7,98 triliun atau tumbuh 36,95% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 53,80% (yoy). Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di tahun 2015, sehingga perusahaan industri pengolahan belum meningkatkan produksinya di triwulan I 2016, sehingga kebutuhan modal kerjanya juga belum begitu besar.
Industri Pengolahan 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
gKredit Industri Pengolahan
%, yoy
Rp Triliun
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40) I
2016
Sumber: LBU Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri mengalami perlambatan. Sejalan dengan kredit sektor industri pengolahan, nilai ekspor hasil industri di triwulan I 2016 terkontraksi cukup dalam dari -25,78% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -35,35% (yoy) atau sebesar USD178,60 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan 16,14% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 13,57% (yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan ke PT PLN Wilayah Sulserabar, yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah pelanggan dan jumlah daya yang terjual di periode laporan. Meskipun demikian, penyaluran kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dikarenakan pelaksanaan beberapa proyek sektor listrik baru akan dimulai pada triwulan III 2016.
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Listrik, Gas, dan Air 3.0
gKredit Listrik, Gas, dan Air 250
%, yoy
Rp Triliun
2.5
200
2.0
150
1.5
100
1.0
50
0.5
0
0.0
(50) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I 2016
Sumber: LBU Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 5,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan telah masuknya musim hujan pada bulan November – Maret 2016 sehingga sumber air tersedia dalam jumlah yang cukup.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring dengan siklus belanja pemerintah yang menurun di awal tahun. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 9,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 10,75% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi terkonfirmasi dari masih terbatasnya realisasi belanja modal pemerintah yang masih relatif minim. Hingga akhir periode triwulan I 2016, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp926 milyar atau 13,75% dari pagu anggaran. Meskipun demikian, angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,53%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN meningkat sebesar Rp2,38 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 2015 sebesar Rp2,08 triliun. Realisasi belanja APBN yang tinggi tampaknya mampu menjaga pertumbuhan sektor konstruksi, sehingga tidak turun lebih dalam.
Semen 60%
% YOY
50% 40% 30% 20% 10% 0% -10%
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I
2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen
Perlambatan sektor konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi pengadaan semen di triwulan I 2016 mencapai 542 ribu ton, tumbuh 14,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode triwulan IV 2016 yang tumbuh 16,19% (yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 9,38% (yoy), dari triwulan IV 2015 yang tercatat 27,19% (yoy). Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan eceran komoditas semen. Indeks penjualan eceran semen tumbuh 50,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 55,95% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) gRealisasi - Skala Kanan
Konstruksi %, yoy
Ribu Ton
7.0
15
6.0
35
5.0
30
10 5 0 (5) I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
gKredit Konstruksi
20
%, yoy
Rp Triliun
25
4.0
20
3.0
15
2.0
10
1.0
5
0.0
I
0 I
II
2016
III IV
I
II
2012
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.41. Pengadaan Semen
40
III IV
I
II
2013
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.42. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 9,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 10,08% (yoy). Hal ini searah dengan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor ini yang juga menunjukkan perlambatan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp32,48 triliun atau tumbuh 12,93% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2015 sebesar 13,58% (yoy). Kembalinya masyarakat ke aktivitas normal setelah rangkaian perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor penyebab perlambatan pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas kaki, tas, dan farmasi, serta kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis. Perdagangan 35.0
gKredit Perdagangan
%, yoy
Rp Triliun
40
30.0
35
40%
25.0
30
30%
25
20%
20.0
20
15.0
15
10.0
10
5.0
5
0.0
0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.43. Perkembangan Kredit Perdagangan
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
%YOY
Barang Lainnya Barang Budaya & Rekreasi
10% 0% -10% -20%
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I 2016
-30% -40%
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.44. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 12,86% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,70% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,90% (yoy). Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan peningkatan volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Aktivitas pergudangan diindikasikan sebagai faktor pendorong pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, moda transportasi udara mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan I 2016, angkasa pura dan otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang pesawat udara menunjukkan peningkatan yang signifikan, berkebalikan arah dengan pertumbuhan penumpang angkutan laut yang justru mengalami kontraksi.
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Pengangkutan
%, yoy
Rp Triliun
3.0
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 II
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
Ribu
80 70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20)
2.5
I
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
1,200
50
1,000
40
2012
I
0
200
-10
0
I
-20 I
2016
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: PT Angkasa Pura I Grafik 1.46. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara Kedatangan Dalam Negeri
Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
%, yoy
III IV
10
400
Volume Muat Barang Dalam Negeri
Ribu Ton
II
20
600
gTotal Bongkar & Muat
I
30
800
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Pengangkutan
3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Axis Kanan
gKredit Pengangkutan
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15)
Ribu Orang
30 10 0 (10)
(20) (30) II
III IV
I
2012
2016
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar
40 20
I
I
%, yoy
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi. Di triwulan laporan lapangan usaha ini tumbuh 9,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,66% (yoy). Berlangsungnya perayaan tahun baru cina (imlek) dan hari besar keagamaan lain (hari raya nyepi) menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor ini. 202
Indeks
30%
YOY
25% 152
20% 15%
102
10% 5%
52
0% -5%
2
-10% I
-48
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
Makanan, Minuman & Tembakau
I
II
III IV
2015
I
-15%
2016 -20%
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.49. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja sektor pariwisata. Meskipun pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara masih mengalami kontraksi, namun sudah terdapat perbaikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 2.813 orang atau tumbuh -6,70% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -15,23% (yoy). Menurut hasil liaison, jumlah hotel yang semakin meningkat, telah mendorong pihak hotel menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual kamar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Jumlah Kedatangan Wisman 6,000
Orang
4,000 3,000 2,000 1,000 0 II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
%
50.00
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40)
%, yoy
5,000
I
60.00
gWisman - Skala Kanan
40.00 30.00 20.00 10.00
I
TPK Sulsel
0.00 I
2016
II
III IV
I
2012
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.50. Jumlah Wisatawan Mancanegara
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.51. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,18% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,69% (yoy). Perlambatan sektor ini diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat pasca kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan yang menunjukkan perlambatan dari 191,27 pada triwulan IV 2016 menjadi 183,03 pada triwulan laporan.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 9,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 7,56% (yoy). Peningkatan kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel, yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp120,83 triliun atau tumbuh 15,14% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan total aset pada triwulan sebelumnya 117,57 triliun. Sementara kredit tercatat tumbuh 12,68% (yoy) menjadi Rp102,28 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 101,26triliun. 250
% YOY
Indeks
200
150 100 50 0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
I
II
III IV
2015
25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15
I 2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 1.52. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate Lapangan usaha real estate juga tercatat menguat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 7,04% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,01% (yoy). Peningkatan di sektor ini sejalan dengan menguatnya kondisi ekonomi di periode laporan yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menguat menjadi 309,03 pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya (304,26). Peguatan terjadi pada seluruh jenis rumah baik pada rumah tipe kecil, menengah dan besar.
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
10
%, qtq
8
6 4
2 0 -2 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I*
2011
2012
2013
2014
2015
Umum
Kecil
Menengah
2016
Besar
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah Grafik 1.53. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,89% (yoy) di triwulan I 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tecatat 7,40% (yoy). Peningkatan kinerja ini searah dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 14,62% (yoy), dari periode sebelumnya yang hanya tumbuh 10,89% (yoy). Jasa Dunia Usaha 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
gKredit Jasa Dunia Usaha %, yoy
Rp Triliun
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
70 60 50 40 30 20 10 0 (10) (20) I
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.54. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh melambat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,18% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,21% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh melambat di triwulan I 2016, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan I 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 22,83%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai 25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan I 2016 telah mencapai Rp1,56 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan I 2016, realisasi pengeluaran telah mencapai 13,75% atau sebesar Rp926miliar. Secara persentase berarti lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan I 2015 yang tercatat 9,53% atau Rp631 miliar dari target belanja Rp6,62 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,69% (yoy) di triwulan I 2016, tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode triwulan IV 2015 yang hanya tumbuh 2,35% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Januari 2016 di beberapa tingkat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Indeks
60%
YOY
120
50%
Indeks
30%
YOY
100
20%
80
10%
60
0%
40
-10%
20
-20%
40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013 Alat Tulis
I
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
0
I
-30% I
2016
II
III IV
I
2012
Pertumbuhan - Skala Kanan
II
III IV
I
2013
III IV
2014
Kertas, Karton, Cetakan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Alat Tulis
II
I
II
III IV
2015
I
2016
Pertumbuhan - Skala Kanan
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,55% (yoy) di triwulan I 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 10,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat . Jasa Sosial Masyarakat 3.0
gKredit Jasa Sosial Masyarakat %, yoy
Rp Triliun
50 40
2.5
30
2.0
20
1.5
10
1.0
0
0.5
(10)
0.0
(20) I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
2016
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.57. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Boks 1.A.
Aglomerasi Kawasan Perkotaan Mamminasata
Konsep aglomerasi didasari buah pemikiran Marshall (1920) mengenai perlunya industri yang terlokalisir (localized industries). Aglomerasi ekonomi muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung lama, sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan jika mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Aglomerasi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut karena tercipta efisiensi produksi. Selain itu, menurut Perroux (1955) dalam teori kutub pertumbuhan (growth pole theory), pertumbuhan ekonomi tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama, akan tetapi hanya terjadi di beberapa tempat sebagai pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Sesuai dengan Perpres 55 tahun 2011, Sulsel memiliki kawasan metropolitan Mamminasata (Kota Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar) yang menjadi proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia. Luas kawasan ini dipersiapkan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Konsep pusat kegiatan pengembangan Mamminasata difokuskan pada 4 hal yaitu; (1) Pusat Logistik dan Industri Pengolahan; (2) Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi; (3) Pusat Perikanan dan Kelautan; dan (4) Pusat Real Estate. Konsep Pusat Logistik dan Industri Pengolahan berada di kawasan New Port Makassar, Kawasan Industri Maros (KIROS), Kawasan Industri MakassarMaros (KIMAMA II), dan kawasan aerocity. Untuk konsep Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi berada di Kawasan Center Point of Indonesia, sementara konsep Pusat Perikanan dan Kelautan berada di Kawasan Industri Takalar (KITA). Sedangkan Konsep Pusat Real Estate berada di Kota Baru Mamminasata dan Kawasan Pendidikan Terpadu 2 Mamminasata . Pengembangan kawasan Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur telah mendorong 3 masyarakat bermigrasi ke wilayah ini. Berdasarkan data, penduduk yang bermigrasi ke kawasan Mamminasata pada 2014 berasal dari Sulsel, Sultra, Kaltim, Sulut dan Papua Barat, dimana sebagian besar dari mereka hanya berpendidikan 4 SD dan SMA , sementara yang tamat minimal S1 relatif sedikit. Sektor jasa dan Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi pilihan utama penduduk migran dalam mencari lapangan kerja. Pekerja yang terserap pada sektor Jasa umumnya adalah migran dengan karakteristik pendidikan tinggi. Sedangkan mayoritas migran yang umumnya berpendidikan rendah 5 akan terserap di beberapa sektor diluar jasa, dengan tingkat pendapatan di bawah UMK .
dki, 2.5
Lainnya, 14.8
ntt, 2.7
Kawasan Aglomerasi Mamminasata
sulteng, 2.7 pap, 3.2
Total TotalMigrasi Migrasi
±60.000 65.807
pabar, 3.4
sulsel, 56.7
sulut, 3.9 kaltim, 4.2 sultra, 5.9
Gambar 1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata dibawah UMK
diatas UMK
D4/S1 23%
S2/S3 2%
SD 27%
Jasa
Keuangan
Trasportasi & Komunikasi
Perdagangan
Konstruksi
Listrik
Industri Pengolahan
Pertambangan
D1/D2/D3 4% Pertanian
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Grafik1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata
SMA 28%
Grafik1.A.2. Pendapatan Migran berdasarkan Sektor
SMP 16%
Grafik1.A.3. Pendidikan Migran
2
Dinas Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan Migrasi Risen: tempat tinggal saat ini berbeda dengan tempat tinggal 5 tahun lalu 4 Sumber data: Susenas (2014), diolah 5 UMK : Rp1.800.000 (BPS, 2014) 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016 mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari anggaran sebesar Rp6,74 triliun. Sumber realisasi belanja sebagian besar berasal dari belanja operasional dan transfer dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,03 triliun, dengan peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai. Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel telah turut mendorong peningkatan ekonomi Sulsel di triwulan I 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
31
BAB 2 Keuangan Daerah
2.1. Struktur Anggaran Komponen keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2016, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulsel mencapai Rp59,18 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,4%, APBD Kabupaten/Kota 56,5%, dan APBN di Sulsel 32,2% (Grafik 2.1).
APBN; Rp19.028; 32,2% APBD KAB/ KOTA; Rp33.419; 56,5%
APBN; Rp2.379; 32,8%
ANGGARAN 2016
APBD KAB/ KOTA; Rp3.954,4 ; 54,5%
(Rp miliar)
REALISASI TW I 2016 (Rp miliar)
APBD PROVINSI ; Rp6.735; 11,4%
APBD PROVINSI; Rp926; 12,8%
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2016
Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan I 2016 (* Angka Realisasi Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir)
Sampai dengan triwulan I 2016, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,95 triliun atau 54,5% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 32,8% dari total realisasi belanja pemerintah. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp926 miliar atau 12,8% dari total realisasi belanja pemerintah (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi 2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan Nilai realisasi pendapatan Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah realisasi pendapatan pada triwulan I 2016 mencapai Rp1,56 triliun lebih rendah dari periode yang sama 2015 (Rp1,67 triliun). Secara nominal pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp623,18miliar atau 39,86% dari total pendapatan. Nilai PAD yang masih rendah mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal 2016 masih belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi pendapatan transfer mencapai Rp940,2 miliar meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp698,76 miliar. Peningkatan yang cukup tinggi ini, mengindikasikan bahwa transfer dana dari pemerintah pusat kepada Sulsel telah turut menopang ekonomi Sulsel di triwulan I 2016. 100% 90%
Rp miliar
80% 70%
Rp636
Rp599
Rp634
Rp699
Rp474
Rp510
Rp597
Rp664
Rp940
60% 50% 40% 30% 20%
Rp623
10% 0% Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan 6
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 baru mencapai 22,83% dari target yang dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar 25,87%. Secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan I 2016 sebesar Rp1,56 triliun, sedikit lebih rendah dari pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar Rp1,67 triliun. Penurunan pendapatan bersumber dari realisasi PAD, terutama komponan lain-lain PAD yang sah (dengan komponen pendapatan hibah) sebesar Rp15,51 miliar atau 8,3% lebih rendah dari pencapaian triwulan I 2015 sebesar Rp72,11 miliar atau 39,39% dari target. Namun untuk pendapatan pajak dan pendapatan retribusi mengalami peningkatan secara nominal, masing-masing menjadi Rp588,41 miliar (18,71%) dan Rp19,26 miliar (22,21%). Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2015 2015 NOMINAL % REALISASI
ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016 2016 NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
3.432,70
663,54
19,33%
3.511,64
623,18
17,75%
- Pendapatan Pajak Daerah
3.067,50
578,72
18,87%
3.145,44
588,41
18,71%
- Pendapatan Retribusi Daerah
93,12
12,72
13,66%
86,71
19,26
22,21%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
89,01
-
0,00%
92,58
-
0,00%
183,06
72,11
39,39%
186,91
15,51
8,30%
2.988,42
698,76
- Lain-lain PAD yang Sah PENDAPATAN TRANSFER - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
281,79
- DAU
1.180,01
- DAK
278,36
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH JUMLAH PENDAPATAN
1.248,26
23,38%
3.328,11
940,20
28,25%
-
0,00%
281,79
67,53
23,97%
393,34
33,33%
1.394,15
464,72
33,33%
-
0,00%
425,08
0,12
0,03%
24,47%
1.227,09
407,83
33,24%
305,43
24,66
0,06
0,25%
11,82
0,83
7,01%
6.445,78
1.667,79
25,87%
6.851,57
1.564,21
22,83%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi pendapatan yang berasal dari transfer pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu. Persentase realisasi pendapatan transfer tahun lalu 23,38% dengan nominal Rp698,76 miliar, sementara realisasi tahun ini 28,25% dengan nominal sebesar Rp940,2 miliar. Semua komponen pendapatan transfer mengalami peningkatan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. DBH triwulan I 2016 telah mencapai Rp67,53 miliar (23,97%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. DAU telah mencapai Rp464,72 miliar (33,33%), meningkat dari triwulan I tahun lalu sebesar Rp393,34 miliar (33,33%). DAK baru mencapai Rp120juta (0,03%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp407,83 miliar (33,24%), sementara triwulan I tahun lalu sebesar Rp305,43 miliar (24,47%). Demikian pula pada pos lain-lain pendapatan yang sah, tercatat sebesar Rp830 juta (7,01%), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang baru sebesar Rp60 juta (0,25%).
2.2.2 Belanja 2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi belanja transfer triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya. Porsi realisasi belanja transfer menunjukkan peningkatan menjadi 26,2% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2015 sebesar 13,8% (Rp 87,19 miliar). Pada triwulan I 2016, porsi belanja operasional menjadi 73,7% (Rp682,49 miliar) lebih rendah dari triwulan I 2015 sebesar 86,0% (Rp542,47 miliar). Sementara kontribusi belanja modal masih relatif rendah, 0,11% atau senilai Rp 1,05 miliar, lebih rendah dari porsi realisasi triwulan I 2015 sebesar 0,23% atau Rp1,44 miliar.
6
Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
33
BAB 2 Keuangan Daerah
100% 90% 80%
Rp135
Rp31 Rp0
Rp201
Rp87
Rp243
Rp1
Rp4
Rp9
70%
Rp1
60% 50% 40%
Rp488
Rp574
Rp527
Rp542
Rp682
Tw I-2015
Tw I-2016
30% Rp miliar
20% 10% 0% Tw I-2012 Transfer
Tw I-2013
Tw I-2014
Belanja Modal
Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015. Realisasi belanja pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan I 2015 sebesar Rp631,09 miliar atau secara persentase 9,53% dari target sebesar Rp6,62 triliun. Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
URAIAN
ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2015 2015 NOMINAL % REALISASI
ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016 2016 NOMINAL % REALISASI
BELANJA BELANJA OPERASIONAL
4.340,27
542,47
12,50%
4.444,69
682,49
15,36%
- Belanja Pegawai
1.158
188,08
16,24%
1.235,45
197,95
16,02%
- Belanja Barang
1.405
51,87
3,69%
1.445,46
55,84
3,86%
29
6,51
22,38%
39,50
6,31
15,97%
1.269
296,00
23,32%
1.324,05
422,39
31,90%
478,23
-
0,00%
400,22
-
0,00%
- Belanja Bunga - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Keuangan BELANJA MODAL
1,44
0,14%
882,28
1,05
0,12%
- Belanja Tanah
112,03
-
0,00%
25,25
-
0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin
158,60
1,13
0,71%
149,95
1,01
0,68%
- Belanja Gedung dan Bangunan
154,41
0,05
0,03%
143,85
-
0,00%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
561,82
0,02
0,00%
544,85
0,03
0,01%
1,19
0,00
0,02%
1,52
-
0,00%
17,51
0,23
1,33%
16,86
0,00
0,02%
4,50
-
0,00%
24,75
-
0,00%
- Belanja Aset Tetap Lainnya - Aset Lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA
1.005,56
JUMLAH BELANJA
5.350,33
543,90
10,17%
5.351,72
683,54
12,77%
TRANSFER
1.269,19
87,19
6,87%
1.383,43
242,78
17,55%
TOTAL BELANJA
6.619,51
SURPLUS / (DEFISIT)
(173,73)
631,09
9,53%
6.735,15
926,33
13,75%
1.036,70
-596,71%
116,42
637,88
547,91%
PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
309,73
153,24
49,47%
50,00
-
0,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
136,00
34,00
25,00%
50,00
-
0,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN
173,73
119,24
68,63%
-
-
0,00%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional triwulan I 2016 yang bersifat rutin, tercatat lebih tinggi dari triwulan I 2015. Total pos belanja operasional hingga awal 2016 terealisasi Rp682,49 miliar (15,36%), meningkat dibandingkan triwulan I 2015 sebesar Rp542,47 miliar (12,5%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja barang
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah
dan hibah masing-masing Rp55,84 miliar (3,86%) dan Rp422,39 miliar (31,9%) dari Rp51,87 miliar (3,69%) dan Rp296 miliar (23,32%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja pegawai dan belanja bunga menjadi masing-masing Rp197,95 miliar (16,02%) dan Rp6,31 miliar (15,97%) dari Rp188,08 miliar (16,24%) dan Rp6,51 miliar (22,38%). Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada triwulan I 2016 lebih kecil dibandingkan realisasi pada triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016 realisasi belanja modal baru mencapai 0,12% atau sebesar Rp1,05 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun lalu sebesar 0,14% atau Rp1,44 miliar. Belanja modal yang telah terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif minimal, masing-masing sebesar Rp1,01 miliar (0,68%)dan Rp30 juta (0,01%). Di sisi lain, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami peningkatan. Realisasi transfer pada triwulan I 2016 tercatat 17,55% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari triwulan I tahun sebelumnya 6,87% (Rp87,19 miliar). Peningkatan transfer ke Kabupaten/Kota diharapkan juga diserap dengan baik dan akan meningkatkan ekonomi di daerah masing-masing. Pada triwulan I 2016, masih terjadi surplus Rp637,88 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan yang direncanakan (Rp116,42 miliar). Hal ini disebabkan karena penyerapan belanja masih belum optimal, sementara dari sisi pendapatan transfer telah diperoleh sesuai dengan polanya.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel7 2.3.1 Struktur Realisasi Belanja Di tingkat Kabupaten dan Kota, realisasi belanja operasional mendominasi pengeluaran dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional 2015 mencapai Rp18,58 triliun (73,7%), sementara belanja modal sebesar Rp6,14 triliun (24,3%), transfer sebesar Rp470,83 miliar (1,9%), dan belanja tidak terduga sebesar Rp16,66 miliar (0,1%). Belanja Modal Rp6,14T (24,3%)
Belanja tidak terduga Rp16,66M (0,1%)
Transfer RP470,83M (1,9%)
Belanja Operasi Rp18,58 T (73,7%)
Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi total belanja APBD Kabupaten/Kota pada 2015 tergolong relatif tinggi. Persentase realisasi belanja mencapai Rp25,22 triliun (83,52%) dari yang dianggarkan Rp30,20 triliun.Pendorong cukup tingginya persentase realisasi belanja terutama berasal dari belanja operasional sebesar Rp18,58 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di Kab. Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Pangkep, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Luwu Utara, Kab. Maros, dan Kab. Gowa. Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp6,14 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di Kab. Pangkep, Kab Gowa dan Kab. Pinrang.
7
Realisasi untuk triwulan I 2016 belum diperoleh. Pembahasan masih dari realisasi 2015, dari 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare, Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
35
BAB 2 Keuangan Daerah
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi 2015 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 2015 (%) Kabupaten/Kota
Belanja Operasi
Belanja Modal
Total Belanja
Belanja Operasi
Belanja Modal
Total Belanja
Belanja Operasi
Belanja Modal
Total Belanja
Ka b. Luwu Ti mur Ka b. Pa ngkep Ka b. Gowa Ka b. Pi nra ng Ka b. Luwu Utara Ka b. Kepul a ua n Sel a ya r Ka b. Ba ntaeng*
868,71 888,38 1.152,59 937,48 918,77 613,60 602,39
482,42 440,04 413,98 350,39 186,98 223,36 79,96
1.352,63 1.329,43 1.569,35 1.290,37 1.108,41 838,37 683,35
875,52 820,06 1.038,71 837,00 830,70 564,16 532,91
427,64 404,46 382,33 317,04 158,30 182,50 61,83
1.303,16 1.224,99 1.421,05 1.155,83 991,01 747,75 604,53
100,78 92,31 90,12 89,28 90,41 91,94 88,47
88,65 91,91 92,35 90,48 84,66 81,70 77,32
96,34 92,14 90,55 89,57 89,41 89,19 88,47
Ka b. Bone
1.467,87
336,57
2.020,02
1.252,20
301,18
1.760,52
85,31
89,49
87,15
Ka b. Bul ukumba
1.124,64
385,60
1.519,33
999,75
322,05
1.321,80
88,90
83,52
87,00
Ka b. Si nja i *
579,26
135,73
717,98
512,45
104,95
619,27
88,47
77,32
86,25
Ka b. Jeneponto*
759,39
200,63
965,93
671,80
155,14
831,92
88,47
77,32
86,13
76,05
86,00
Ka b. Ma ros
854,07
362,79
1.218,36
771,51
275,90
1.047,73
90,33
Ka b. Enreka ng
711,14
323,99
1.035,88
629,79
256,89
886,68
88,56
79,29
85,60
Kota Pa l opo
657,31
229,01
887,30
621,85
137,38
759,23
94,61
59,99
85,57
Ka b. Luwu
844,26
315,20
1.289,02
737,45
221,68
1.085,63
87,35
70,33
84,22
Ka b. Si denreng Ra ppa ng
746,23
465,67
1.249,52
678,04
333,13
1.045,78
90,86
71,54
83,69
2.893,63
82,58
85,74
83,25
Kota Ma ka s s a r
2.683,61
779,06
3.475,89
2.216,07
667,96
Ka b. Tora ja Utara
638,82
Ka b. Wa jo
961,41
199,47
840,33
550,18
135,66
687,43
86,12
68,01
81,80
469,10
1.499,02
801,79
324,71
1.194,81
83,40
69,22
Ka b. Soppeng
79,71
812,48
283,00
1.096,87
584,32
223,97
808,41
71,92
79,14
73,70
Ka b. Ba rru
685,47
372,36
1.060,83
502,95
263,96
766,90
73,37
70,89
72,29
Ka b. Ta na Tora ja
700,55
340,74
1.042,79
554,65
175,26
730,06
79,17
51,43
70,01
Ka b. Ta ka l a r
852,93
263,85
1.156,71
647,43
133,66
807,51
75,91
50,66
69,81
Kota Pa re-Pa re
647,32
299,14
949,46
353,70
171,30
525,18
54,64
57,26
55,31
Total 21.708,69 7.939,05 30.197,16 *) Angka perkiraan Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
18.584,98
6.138,86
25.220,84
85,61
77,32
83,52
Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi.
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel 2.4.1 Struktur Realisasi Belanja Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016, porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 16,7% (Rp397,22 miliar), dari triwulan I tahun lalu 5,77% (Rp120,36 miliar). Sementara porsi belanja pegawai mencapai 57,61% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp6,89 triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 58,85% (Rp1,23 triliun). Sementara, porsi belanja barang tercatat 25,52%, relatif naik dibandingkan triwulan I 2015 (20,25%). Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan sosial pada triwulan I 2016 turun signifikan di kisaran 0,17% (Rp4,06 miliar) pada triwulan I 2016 dari realisasi triwulan I 2015 sebesar Rp315,41 miliar. Sebagai upaya untuk terus mendorong penyerapan anggaran, dan meningkatkan kemampuan pegawai Pemerintah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan staf ahli DPR dalam menyusun/merumuskan kebijakan agar berdampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi sulsel telah menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal (lihat Boks 2.A)
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah
100%
Rp49,89
Rp166,48
90%
Rp280,56
Rp204,06
80%
Rp132,93 Rp120,85
Rp397,22
Rp120,36
70%
Rp451,39
Rp304,79
Rp421,96
Rp607,01
Rp1.226,54
Rp1.370,43
Tw I 2015
Tw I 2016
Rp390,42
60%
Rp4,06
Rp315,41
50% 40% 30%
Rp886,22
Rp1.104,11
Rp978,42
20%
Rp miliar
10% 0% Tw I 2012
Tw I 2013
Belanja Bantuan Sosial
Tw I 2014
Belanja Modal
Belanja Barang
Belanja Pegawai
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 12,5%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan I 2015 (9,25%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan I 2016 tercatat Rp2,38 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar Rp2,08 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN di Sulsel ini dikarenakan himbauan untuk penyelesaian pembayaran dan optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin sesuai polanya. Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada triwulan I 2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,37 triliun atau 19,88% dari pagu anggaran. Realisasi belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun lalu, baik secara persentase (18,4%) maupun secara nominal (Rp1,23 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 8,64% dan7,86%, meningkat dibandingkan triwulan I tahun lalu masing-masing 6,43%dan 1,56%. Sementara itu, belanja bantuan sosial mengalami penurunan menjadi sebesar 7,87% (Rp4,06miliar), dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar 19,9% 8 (Rp315,41 miliar). Sementara itu, realisasi transfer untuk Dana Desa belum terealisasi sesuai tahapan . Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja
URAIAN
ANGGARAN 2015
Realisasi s/d Triwulan I 2015 Nominal
ANGGARAN 2016
% Realisasi
Realisasi s/d Triwulan I 2016 Nominal
% Realisasi
Belanja Pegawai
6.666,25
1.226,54
18,40%
6.893,72
1.370,43
19,88%
Belanja Barang
6.562,07
421,96
6,43%
7.029,32
607,01
8,64%
Belanja Modal
7.722,19
120,36
1,56%
5.053,65
397,22
7,86%
Belanja Bantuan Sosial
1.584,60
315,41
19,90%
51,62
4,06
7,87%
22.535,11
2.084,28
9,25%
19.028,31
2.378,72
12,50%
JUMLAH BELANJA
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB 9
Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah pada triwulan I 2016 cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat. Rasio pendapatan transfer terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I 2016 tercatat 1,07%, lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang tercatat 0,89%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit penurunan pada
8
9
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
37
BAB 2 Keuangan Daerah
triwulan I 2016 (0,71%) dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 0,85% (Grafik 2.7). Hal ini sebagai indikator bahwa peran transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 2016. 1,20
3,40
% 1,18 1,07
1,01
1,00
0,92
0,45
%
0,35 0,30
3,00
0,60
0,88
0,86
0,87
0,85
0,71
Tw I-2012
Tw I-2013
Tw I-2014
Pendapatan Asli Daerah
Tw I-2015
Tw I-2016
0,20
0,19
2,80
2,60 -
0,25
2,90
2,70
0,20
0,16
3,29
3,05
3,09
2,79
0,15
3,03
2,50
Pendapatan Transfer
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
0,45 0,40
0,39
3,10
0,80
0,40
0,50
0,47
3,30 3,20
0,89
%
0,10 0,05 -
Tw I-2012
Tw I-2013 Belanja Operasi
Tw I-2014
Tw I-2015
Tw I-2016
Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 10
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada triwulan I 2016, untuk stimulus ekonomi daerah cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 sebesar 3,03%, lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang tercatat 2,79%. Tingginya rasio belanja operasional searah dengan masih kuatnya investasi pemerintah pada triwulan I 2016. Rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 meningkat menjadi 0,45% dari 0,16% pada triwulan I 2015. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan kawasan permukiman yang dilakukan pada awal 2016 telah mendorong peran belanja modal.
10
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 2 Keuangan Daerah
Boks 2.A.
Forum Fiskal-Moneter: Perkuat Ekonomi Regional
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai ekonomi moneter dan fiskal pada 5 April 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sinergitas yang mencerminkan terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kegiatan tersebut diperuntukkan khusus bagi pegawai terutama pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta staf ahli DPRD. Capacity building ini rencananya akan diselenggarakan di 5 kota besar di Sulsel yang dilakukan secara bergiliran. Pembagian wilayah mengacu pada wilayah zona Inflasi Sulsel yaitu Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara, Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare) dan Zona Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba). Sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulawesi Selatan (mencapai sekitar 72%), Kota Makassar dan wilayah zona inflasinya, didaulat sebagai zona pertama yang mengawali kegiatan capacity building. Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pegawai/pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup mengenai ekonomi, moneter dan fiskal. Dengan pemahaman yang cukup, diharapkan mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan memiliki bekal pemahaman moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian Inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pegawai/pejabat pemerintah daerah diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Gambar 2.A.1. Keynote Speech Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel
Gambar 2.A.2. Kegiatan Capacity Building
Gambar 2.A.3. Sebagian Peserta Kegiatan Capacity Building berfoto bersama
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
39
BAB 2 Keuangan Daerah
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih tinggi dari akhir 2015 (4,48%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh tekanan harga pada kelompok bahan makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel. Selain itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, yang dikarenakan kenaikan tarif angkutan udara. Sebagai upaya pengendalian inflasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, juga menyelenggarakan kegiatan capacity building kepada stakeholder untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya pengendalian inflasi, serta mengembangkan klaster untuk percontohan budidaya komoditas pangan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
41
BAB 3INFLASI
3.1. Inflasi Umum Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2016 meningkat, searah dengan peningkatan inflasi Nasional. Inflasi Sulsel di akhir triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 yang tercatat 4,48% (yoy). Angka inflasi Sulsel di triwulan laporan tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 4,45% (yoy). Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok Bahan Makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel. Selain kelompok Bahan Makanan, kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan, yang dikarenakan adanya kenaikan tarif angkutan udara. Sementara itu, penurunan harga di tiga kelompok komoditas lainnya menjadi faktor penahan, sehingga inflasi Sulsel tidak bergerak lebih tinggi.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa11 Berdasarkan kelompok komoditas, peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan menjadi penyebab peningkatan tekanan inflasi di triwulan I 2016. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 12,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 8,78% (yoy). Kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, tiga kelompok komoditas lainnya yaitu kelompok Makanan Jadi, kelompok Perumahan, Kelompok Sandang, dan kelompok Kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
11
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I 2016, inflasi kelompok bahan makanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 8,78% (yoy) pada akhir tahun 2015 menjadi 12,46% (yoy) di akhir triwulan I 2016. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada 5 subkelompok, yaitu subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok sayur-sayuran, subkelompok bahan makanan, subkelompok ikan segar, subkelompok daging dan hasil-hasilnya, dan subkelompok buah-buahan. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok bumbu-bumbuan dari -19,73% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 33,94% (yoy) di triwulan I 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Lebih rinci, beras dan cabai menjadi komoditas utama pendorong tekanan inflasi di triwulan I 2016. Beras tercatat inflasi 9,17% (yoy) dan memberikan andil 0,45% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwlan I 2016. Sementara cabai rawit tercatat inflasi 76,32% (yoy) dan memberikan andil 0,25%. Varian cabai lainnya, yaitu cabai merah juga mengalami inflasi sebesar 61,02% (yoy) dengan andil inflasi 0,09%. Selain tiga komoditas tersebut, komoditas lain yang tercatat memberikan andil inflasi adalah tomat sayur dan ikan bandeng. Kedua komoditas ini memberikan andil inflasi masing-masing 0,20% dan 0,19% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwulan I 2016. Terbatasnya pasokan akibat siklus pertanian yang belum memasuki masa panen menjadi penyebab meningkatnya tekanan inflasi di kelompok bahan makanan. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di beberapa bulan menjelang akhir 2015 berdampak pada mundurnya musim tanam di awal 2016, sehingga panen padi diperkirakan baru akan terjadi pada akhir Maret hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang merah dan cabai. Sama dengan beras, pasokan kedua komoditas ini juga terkendala akibat perubahan siklus musim tanam. Beras masih menjadi masalah utama inflasi di awal tahun 2016. Di periode laporan, beras tercatat mengalami inflasi 9,17% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 (18,32%; yoy), namun beras masih menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan andil inflasi 0,45% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulsel. Selain itu, tingginya inflasi beras juga disebabkan oleh belum optimalnya manajemen stok baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, kekuatan pedagang dalam menentukan harga, dan peran strategis Sulsel sebagai pemasok beras ke berbagai provinsi lainnya justru telah mengerek tingkat harga beras di tingkat konsumen Sulsel, sehingga “inflasi beras” terus muncul hampir di setiap bulan (lihat boks 3.A).
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada akhir triwulan I 2016 tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan 0,88% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan penurunan tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari 7,37% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 6,20% (yoy) di triwulan I 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 26 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas ketupat/lontong sayur, rendang, roti manis, kembang gula Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
43
BAB 3INFLASI
dan coklat bubuk instan tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi ini tertahan oleh kenaikan harga di beberapa komoditas terutama di lima komoditas penyumbang inflasi terbesar yaitu mie, martabak, nasi dengan lauk, gula pasir, dan es, tercatat sebagai lima komoditas utama penyumbang inflasi di periode laporan.
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada akhir triwulan I 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan dibandingkan akhir tahun 2015. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat 3,40% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 4,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal dan subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Di periode laporan, kedua subkelompok ini mengalami inflasi masingmasing 2,85% (yoy) dan 1,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara berurutan mengalami inflasi masing-masing 3,87% (yoy) dan 3,86% (yoy). Di sisi lain, dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan dari masing-masing 4,80% (yoy) dan 5,05% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 6,65% (yoy) dan 5,09% (yoy) di akhir triwulan I 2016. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 33 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, piring, dan lampu neon. Andil inflasi kelima komoditas ini turun signifikan dari masing-masing 0,121% (yoy), 0,120% (yoy), 0,080% (yoy), 0,052% (yoy), 0,029% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,009% (yoy), 0,041% (yoy), 0,013% (yoy), 0,006% (yoy), dan 0,001% (yoy) di triwulan laporan. Selain itu, terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu besi beton dan batu bata/batu tela dengan tingkat inflasi masing-masing -1,90% (yoy) dan -0,01% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah tukang bukan mandor, kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur, dan lemari pakaian. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,006% (yoy), -0,007% (yoy), 0,009% (yoy), 0,002% (yoy), dan 0,011% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,135% (yoy), 0,046% (yoy), 0,055% (yoy), 0,041% (yoy), dan 0,046% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial
Penurunan tekanan inflasi di perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar secara langsung disebabkan oleh penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar. Pada awal 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.150/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 2016. Pada golongan 1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar Rp1.392 per kWh dari tarif Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15 per kWh, dari tarif sebelumnya Rp1.071 per kWh. Penurunan tarif listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI
Price (ICP) pada periode Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan turunnya tarif listrik pada periode Februari 2016. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel. Penurunan tekanan inflasi di kelompok perumahan ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan I 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 309,03 dengan pertumbuhan 9,87% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,12% (yoy).
3.2.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, tingkat inflasi kelompok ini tercatat 5,89% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 yang tercatat 6,01% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang wanita, dan subkelompok sandang anak-anak. Inflasi ketiga subkelompok ini tercatat secara berurut 5,87% (yoy), 6,18% (yoy), dan 7,17% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat secara berurut 6,24% (yoy), 6,54% (yoy), dan 8,82% (yoy). Sementara itu, subkelompok barang pribadi dan sandang lain tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 3,61% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 4,83% (yoy) di periode laporan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 32 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalah gaun/terusan, celana panjang jeans, pembalut wanita, kaos kaki, dan popok bayi. Andil inflasi kelima komoditas ini turun dari masingmasing 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,032% (yoy), dan 0,029% (yoy) di periode laporan menjadi masingmasing 0,002% (yoy), 0,010% (yoy),0,032% (yoy), 0,003% (yoy), dan 0,000% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi 37 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi terbesar adalah baju kaos berkerah, tas tangan wanita, emas perhiasan, blus, celana dalam wanita. Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,002% (yoy); 0,012% (yoy); -0,01% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,001% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,064% (yoy), 0,044% (yoy), 0,020% (yoy), 0,016% (yoy), dan 0,014% (yoy). Peningkatan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional.Peningkatan harga emas disebabkan oleh trend harga emas global yang mulai meningkat dalam 2 triwulan terakhir. Meskipun masih tercatat kontraksi, harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -7,91% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -3,12% (yoy) di angka USD1.180/troy oz pada triwulan laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: World Bank Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan I 2016.Pada triwulan laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,02% (yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
45
BAB 3INFLASI
3,14% (yoy); 1,81% (yoy); dan 3,30% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing 15,08% (yoy); 4,52% (yoy); dan 3,69% (yoy). Penurunan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dari 1,68% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 10,06% (yoy) di akhir periode laporan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 22 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kaca mata plus/minus, tarip gunting rambut wanita, obat dengan resep, tarip puskesmas, dan deodorant. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,042% (yoy); 0,042% (yoy); 0,025% (yoy); 0,011% (yoy); dan 0,012% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,001% (yoy); 0,013% (yoy); 0,002% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,002% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, dari 18 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang mengalami peningkatan andil inflasi terbesar adalah bedak, dokter spesialis, tarip gunting rambut pria, dokter umum, dan creambath. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi dari 0,001% (yoy); 0,004% (yoy); 0,000% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 0,024% (yoy); 0,021% (yoy); 0,016% (yoy); 0,014% (yoy); dan 0,006% (yoy).
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan I 2016.Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan, subkelompok perlengkapan/perlengkapan pendidikan, subkelompok rekreasi, dan subkelompok olahraga. Keempat subkelompok tersebut tercatat mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,83% (yoy); 0,94% (yoy); 1,62% (yoy); dan 3,88% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 3,64% (yoy); 0,45% (yoy); 1,11% (yoy); dan 3,08% (yoy) di akhir periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok kursus/kursus dan pelatihan. Subkelompok ini mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 2,89% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 2,97% (yoy) di triwulan laporan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 19 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah tabloid, biaya foto copy, pakaian olah raga anak, majalah berkala/dewasa, dan personal komputer/desktop. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,001% (yoy); 0,007% (yoy); 0,001% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,003% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,000% (yoy); 0,003% (yoy); 0,000% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh inflasi di 11 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan andil terbesar adalah taman kanak-kanak, kursus komputer, sepeda anak, dan vcd / dvd player. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan andil inflasi dari masing-masing 0,008% (yoy); 0,001% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,005% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,010% (yoy); 0,002% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,006% (yoy) di periode laporan. Sementara itu, 14 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
BAB 3 INFLASI
3.2.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan I 2016, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,80% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi 0,99% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong oleh inflasi di subkelompok transport dan jasa keuangan. Inflasi kedua subkelompok di periode laporan mencapai 3,37% (yoy) dan 1,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mencapai -2,26% (yoy) dan 0,00% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan harga di subkelompok komunikasi dan pengiriman dan subkelompok sarana dan penunjang transport yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari 0,01% (yoy) dan 9,38% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi -0,05% (yoy) dan 7,04% (yoy) di akhir periode laporan. Lebih rinci per komoditas, sebanyak 10 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok ini adalah bensin, angkutan dalam kota, biaya administrasi kartu ATM, dan tarip sewa motor. Keempat komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi masing-masing dari -0,64% (yoy); -0,19% (yoy; 0,00% (yoy); dan 0,03% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,02% (yoy); 0,05% (yoy); 0,01% (yoy); dan 0,05% (yoy). Di sisi lain, dari 14 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, lima komoditas utama yang memberikan andil penurunan inflasi adalah angkutan udara, mobil, pemeliharaan/service, tarip parkir, kendaraan dan carter/rental. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 0,233% (yoy); 0,154% (yoy); 0,020% (yoy); 0,024% (yoy); dan 0,079% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi masing-masing 0,113% (yoy); 0,086% (yoy); 0,011% (yoy); 0,017% (yoy); dan 0,073% (yoy) di akhir periode laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK12 Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2016 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi hampir di seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Di triwulan laporan, Makassar, Palopo, Parepare, dan Watampone tercatat mengalami peningkatan inflasi. Keempat kab/kota tersebut tercatat mengalami inflasi masing-masing 6,38% (yoy); 4,47% (yoy); 3,82% (yoy); dan 1,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 5,18% (yoy); 3,38% (yoy); 1,58% (yoy); dan 0,97% (yoy). Di sisi lain, peningkatan inflasi Sulsel tertahan oleh Bulukumba yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari 2,17% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 2,16% di akhir periode laporan. Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.
12
Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
47
BAB 3INFLASI
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2012
2013
2014
2015
2016
Kota I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Makassar
4.10
3.91
4.61
4.57
4.76
4.54
7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
8.61
8.95
5.18
6.38
Palopo
4.27
3.99
4.15
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
6.89
7.19
3.38
4.47
Parepare
2.00
2.54
3.78
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
6.98
7.02
1.58
3.82
Watampone
5.69
4.42
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
4.27
4.33
0.97
1.94
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
6.12
6.63
2.17
2.16
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
6.22
5.88
5.92
3.72
8.61
7.13
8.06
8.36
4.48
5.70
Bulukumba Sulawasi Selatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2012
Kota
2013
2014
2015
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
6.65%
5.73%
6.73%
6.99%
4.05%
4.98%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
0.57%
0.44%
0.44%
0.46%
0.22%
0.29%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.66%
0.46%
0.49%
0.46%
0.11%
0.27%
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
0.47%
0.33%
0.25%
0.25%
0.06%
0.11%
0.38%
0.39%
0.20%
0.26%
0.17%
0.17%
0.23%
0.06%
0.06%
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
5.88%
5.92%
3.72%
8.61%
7.13%
8.07%
8.39%
4.48%
5.70%
Bulukumba Sulawasi Selatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba berhasil mempertahankan inflasi di level rendah. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan inflasi dari 14,10% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 2015, Bulukumba kembali berhasil mempertahankan inflasi di level yang relatif rendah 2,16% (yoy) pada akhir triwulan I 2016. Meskipun secara level inflasi Bulukumba bukan yang terendah, namun daerah ini merupakan daerah paling progresif dalam perbaikan inflasi. Sementara itu, Kota Makassar yang merupakan kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih mencatatkan inflasi tertinggi di Sulsel yaitu 6,38% (yoy). Di triwulan laporan, komoditas utama yang menjadi penyebab peningkatan inflasi di Makassar adalah beras, cabai rawit, bendeng, dan ikan layang.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan pasokan bahan makanan khususnya beras. Di tiga kota IHK, yaitu Makassar, Parepare, dan Bulukumba, beras masuk dalam lima komoditas utama penyumbang inflasi di kota tersebut. Mundurnya musim tanam akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret hingga awal April 2016. Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
No 1 2 3 4 5
Makassar Beras Cabai Rawit Bandeng/Bolu Layang/Benggol Tomat Sayur
48
Parepare Mie Angkutan Dalam Kota Beras Nasi dengan Lauk Bahan Bakar Rumah Tangga
Watampone Bandeng/Bolu Pisang Cabai Rawit Layang/Benggol Asam
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
Bulukumba Beras Rokok Kretek Rokok Kretek Filter Mobil Pisang
Palopo Tomat Sayur Bawang Merah Angkutan Antar Kota Bahan Bakar Rumah Tangga Daging Ayam Ras
BAB 3 INFLASI
3.4. Disagregasi Inflasi13 Peningkatan inflasi Sulsel di akhir triwulan I 2016 terutama bersumber dari peningkatan tekanan inflasi di kelompok administered price dan volatile food. Kelompok administered price dan volatile food tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi dari masing-masing -1,74% (yoy) dan 9,29% (yoy) di akhir tahun 2015 menjadi 1,98% (yoy) dan 13,24% (yoy) di akhir periode laporan. Sementara itu, kelompok inflasi inti (core) tercatat relatif stabil, dimana kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,32% (yoy) di periode laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Peningkatan inflasi kelompok administered price didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Tarif angkutan udara tercatat mengalami inflasi 15,22% (yoy) dengan andil 0,23% (yoy). Banyaknya libur panjang akhir pekan di penghujung triwulan I 2016 mengakibatkan peningkatan permintaan di sektor angkutan udara. Komoditas lain yang tercatat menjadi penyumbang inflasi tertinggi di kelompok administered price adalah Bahan Bakar Rumah Tangga, Angkutan Dalam Kota, dan Rokok Kretek Filter. Ketiga komoditas ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,43% (yoy); 2,81% (yoy); dan 1,11% (yoy) dengan andil masing-masing 0,06% (yoy), 0,05% (yoy), dan 0,02% (yoy) terhadap total inflasi tahunan Sulsel. Penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar menahan peningkatan inflasi kelompok administered price di periode laporan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan I 2016. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.150/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 2016. Pada golongan 1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar Rp1.392 per kWh dari tarif Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15 per kWh, dari Rp1.071 per kWh. Penurunan tariff listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik pada periode Februari 2016 mengalami penurunan. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.
Sumber: Pertamina Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar
Sumber: World Bank Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global
Pada kelompok volatile food, faktor musim mempengaruhi tingkat inflasi bahan pangan utama, khususnya beras. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Panen padi diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir Maret hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang
13
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
49
BAB 3INFLASI
merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus musim pertanian yang baru memasuki musim tanam di periode laporan. Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil (4,32%; yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat peningkatan permintaan. Selain itu, masih tingginya biaya bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor.
3.5.
Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota. Selama triwulan I 2016, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.5). Tabel 3.5.Kegiatan TPID Triwulan I 2016 NO
TPID
KEGIATAN TEMPAT
TANGGAL
1
Provinsi Sulawesi Selatan
Ruang Rapat Wagub Sulsel
13 Januari 2016
2
Provinsi Sulawesi Selatan
Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel
18 Januari 2016
3
Provinsi Sulawesi Selatan
Hotel Grand Clarion Makassar
3 Maret 2016
4
Provinsi Sulawesi Selatan
Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel
13 Maret 2016
KET Penyampaian Laporan Evaluasi Inflasi 2015 dan Rencana Kerja TPID Sulsel 2016 Rapat Teknis dalam rangka Persiapan High Level Meeting (HLM) TPID Sulsel Rapat Teknis Konsep Roadmap TPID Sulsel Rapat Teknis Pembahasan Pengembangan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) Sulsel Yang Terintergrasi Dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS)
Pada triwulan I 2016, telah diselenggarakan beberapa kali rapat teknis untuk evaluasi kinerja dan rencana kerja ke depan. Pada tanggal 13 Januari 2016, TPID Sulsel bertemu dengan Dewan Pembina dalam hal ini Wakil Gubernur Sulsel untuk melaporkan kinerja TPID 2015 dan rencana kerja 2016. Persiapan high level meeting (HLM) TPID juga telah dilaksanakan pada awal tahun 2016 (18 Januari 2016) dengan agenda mendengarkan arahan Pengarah TPID Sulsel (Gubernur Sulsel). Sementara pembahasan konsep roadmap TPID Sulsel dan integrasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), telah dilakukan pada 3 Maret 2016 dan 13 Maret 2016.
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 3 INFLASI
Boks 3.A.
Identifikasi Faktor-faktor Pembentuk Harga Beras di Sulsel Dalam Kaitannya Dengan Upaya Pengendalian Inflasi
Inflasi di Sulsel selama ini lebih banyak dipicu dari sisi supply. Kenaikan harga pada komoditas volatile food tertentu yang sering memicu inflasi diantaranya adalah ikan (bandeng), cabe merah, bawang merah dan beras. Faktor pemicu kenaikan harga untuk tiga komoditi pertama lebih dikarenakan kurangnya pasokan (supply shock) terutama pada bulanbulan tertentu, sebagai akibat dari gagal panen atau penurunan hasil panen yang disebabkan oleh faktor musim atau gangguan hama. Sementara itu, kenaikan harga beras yang juga sering memicu inflasi di Sulsel selalu menimbulkan pertanyaan, mengingat Sulsel sebenarnya merupakan salah satu daerah penghasil/sentra produksi beras di Indonesia. Untuk mengurai penyebab inflasi yang bersumber dari kenaikan harga beras, tentu diperlukan data dan informasi yang akurat mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga beras, antara lain sistem produksi, pengadaan, manajemen stok serta distribusi, sistem pemasaran beras yang tidak sempurna, atau bergesernya pola konsumsi beras seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Untuk itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah melakukan penelitian dan kajian yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan pemerintah. Harga rata-rata GKP yang diterima petani Sulsel (2015) dari pedagang pengumpul (swasta) tercatat sebesar Rp4.327,00 per kilogram, lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp3.700,00 sebagai patokan Perum BULOG dalam menyerap gabah petani. Adanya selisih harga yang relatif tinggi menyebabkan petani Sulsel umumnya lebih memilih menjual gabah kepada pedagang pengumpul (swasta) dibanding menjual ke Perum BULOG. Selain itu juga didorong faktor sosio-psikologis petani kepada pedagang pengumpul, yang umumnya juga sebagai pihak pemberi pinjaman/modal usaha, serta terbatasnya pengetahuan petani terhadap jalur pemasaran beras. Alasan lain petani lebih senang menjual dalam bentuk GKP karena selain segera mendapatkan pembayaran secara tunai, dan petani tidak perlu mengeluarkan tenaga/ongkos pengeringan dan ongkos angkut ke penggilingan. 5.500
Harga Gabah Dunia (Paddy Glutinous) Harga GKP Penggilingan
Rp/Kg
5.000
10.000 9.000
Harga Beras Konsumen Sulsel
Rp/Kg
8.000
4.500 4.000 3.500 3.000
Harga GKP Petani
7.000
HPP GKP Petani (Rp3.700/kg)
6.000
Harga Gabah Dunia (Paddy White Rice)
5.000
HPP Beras Bulog (Rp7.300/kg) Harga Beras Dunia (Thai Broken 5%)
4.000
2.500
Harga Beras Dunia (Vietnam 5%)
3.000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2015
Grafik 3.A.1. Perkembangan Harga GKP Di Petani dan Harga Gabah Dunia
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2015
Grafik 3.A.2. Perkembangan Harga Beras Di Konsumen Dan Harga Beras Dunia
Harga beras di Sulsel pada 2015 jauh lebih tinggi dari harga beras dunia. Harga rata-rata beras di tingkat konsumen sebesar Rp8.923,00 per kilogram, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras dunia yang hanya sebesar Rp4.638,00 (lihat Grafik 3.A.2). Harga beras yang harus dibayar konsumen di Sulsel ini 15,0% lebih tinggi dari harga beras di tingkat penggilingan. Sementara bila dibandingkan dengan harga GKP di tingkat petani (Rp4.327,00), harga beras di tingkat konsumen telah mengalami lonjakan harga yang sangat mencolok yaitu naik sebesar Rp4.596,00 atau 106,2%. Selisih harga yang sangat lebar antara harga GKP yang diterima petani dengan harga beras yang harus dibayar konsumen, mencerminkan proses pembentukan harga beras di Sulsel tidak berjalan efisien. Inefisiensi terjadi tidak hanya di tingkat petani (kepemilikan lahan kecil-kecil, harga pupuk dan obat-obatan mahal, produktivitas rendah), akan tetapi justru sebagian besar terjadi di tingkat penggilingan dan perdagangan. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pasar beras di Sulsel diindikasikan tidak bekerja secara sempurna. Dalam pembelian GKP pasar cenderung monopsonis, sementara dalam sistem pemasaran beras di Sulsel diindikasikan terjadi praktik yang mengarah pada oligopoli. Sistem perdagangan beras yang terindikasi mengarah ke pratik oligopoli terlihat dari cara “penetapan” harga beras. Pihak Grosir selaku pemasok beras ke pengecer di Sulsel dan juga pemasok ke Provinsi lain/antar pulau, dalam “menetapkan” harga jual beras di tingkat konsumen di Sulsel tampaknya selalu melihat kondisi pasar, terutama
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
51
BAB 3INFLASI
perkembangan harga beras di Provinsi lain/antar pulau, selain juga mempertimbangkan kebijakan impor beras yang ditempuh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari pola pergerakan harga beras di Sulsel yang cenderung berjalan searah dengan pola pergerakan harga beras di Provinsi lain/antar pulau yang selama ini menjadi target pemasaran beras dari Sulsel (Grafik 3.A.3). 14.000
14.000 Rp/kg
13.000
13.000
12.000
12.000
11.000
11.000
10.000
10.000
9.000
9.000
Rp/kg
8.000
8.000 1
2 Sulsel Ambon
3
4
5
6
7
2015 Surabaya Jayapura
8
9
10
11
12
Samarinda
1
2
3
4
5
6
7
Sulsel
2015 Palu
Manado
Gorontalo
8
9
10
11
12
Kendari
Grafik 3.A.3. Perbandingan Harga Beras Di Tingkat Konsumen Di Sulsel Dan Harga Beras Di Wilayah Lain
Sementara itu, dari hasil analisis sisi permintaan (demand) disimpulkan bahwa kenaikan pendapatan belum merubah pola pengeluaran. Pendapatan per kapita masyarakat Sulsel meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian Sulsel yang relatif baik (Tahun 2015 tumbuh 7,15%), namun peningkatan pendapatan tersebut belum merubah pola pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi bahan makanan, yang tercatat masih stabil di kisaran 51,2% (lihat Grafik 5). Hal ini berarti separo lebih dari pendapatan masyarakat Sulsel masih dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer berupa bahan makanan, termasuk diantaranya beras. Dengan demikian, dalam konteks Sulsel, tampaknya belum berlaku 14 hukum Engel’s . Melihat pola konsumsi masyarakat Sulsel yang belum berubah, maka permintaan terhadap bahan makanan (termasuk beras) pada kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan diprediksikan masih tetap tinggi. Oleh karena itu, agar tidak terjadi excess demand terhadap bahan pangan yang berpotensi dapat memicu inflasi, maka Pemerintah Provinsi Sulsel harus mampu menjaga kecukupan pasokan bahan makanan (khususnya beras), dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Grafik 3.A.4. Pendapatan Per Kapita dan Pola Konsumsi Masyarakat Sulsel
14
Engel’s Law menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka konsumsi terhadap pangan pangsanya akan semakin menurun dari total konsumsi dan pendapatan.
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 masih terjaga baik. Aset, DPK dan Kredit masih tumbuh relatif tinggi meski mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dengan rasio LDR 122,94% lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,05%). Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulsel masih kuat. Penyaluran kredit ke berbagai sektor ekonomi masih terus tumbuh, termasuk ke sektor UMKM. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah adanya kenaikan NPL pada kredit korporasi, meski secara umum risiko NPL masih aman.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
53
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1. Kondisi Umum Perbankan15 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2016, jumlah bank umum di Sulsel mengalami penambahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan I 2016 tercatat sebanyak 52 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami pengurangan pada triwulan I 2016. Jumlah kantor keseluruhan mencapai 977 kantor, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 985 kantor. Pengurangan tersebut terdiri dari 8 (delapan) Kantor Cabang (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR RINCIAN Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional
2012 I
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
2015 III
IV
I
II
2016 III
IV
I
41
41
41
41
42
44
45
46
46
47
47
48
48
50
50
50
52
35
35
35
35
36
38
39
40
40
41
41
41
41
43
43
43
44
UUS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
8
Syariah
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
848
895
925
936
940
950
959
971
974
979
980
972
973
978
978
985
977
27
27
28
28
28
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
29
Jumlah Kantor BPR
4.1.2 Aset Perbankan Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat sebesar Rp120,83 triliun, tumbuh 15,14% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 16,01% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan aset di kelompok bank swasta nasional yang tumbuh 6,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 8,71%. Sementara itu, total aset kelompok bank pemerintah tercatat tumbuh 21,85% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami kontraksi -23,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy). Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
2015 I
II
Nominal (Rp Miliar) 2016
III
IV
I
2015
2016
I
II
III
IV
I
Total Aset
15,41
11,00
13,59
16,01
15,14
104.944
108.309
113.101
117.572
120.832
Bank Pemerintah
16,46
10,70
15,34
21,85
21,85
61.182
63.739
67.472
70.874
74.549
Bank Swasta Nasional
14,41
11,73
11,65
8,71
6,20
43.112
44.012
45.104
46.161
45.786
Bank Asing dan Bank Campuran
(9,54)
(7,19)
(21,91)
(25,86)
(23,57)
649
558
525
536
496
4.1.3 Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,34 triliun atau tumbuh 17,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 18,69% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pada komponen Giro yang tumbuh 26,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 64,69%. Namun demikian, tabungan mengalami pertumbuhan menjadi 13,01% pada triwulan pelaporan. Sementara deposito tumbuh 21,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 11,61% (yoy). Menurunnya DPK diperkirakan efek dari pencairan dana di rekening giro untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2016. Kredit tercatat tumbuh 12,90% (yoy) menjadi Rp96,31 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 15
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
13,67% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit tersebut tumbuh masing-masing 21,59% (yoy) dan 14,44% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 26,47% (yoy) dan 16,82% (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 7,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,12%. Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit antara lain disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di sektor industri pengolahan dan perdagangan yang tumbuh masing-masing 43,77% (yoy) dan 14,47% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 57,71% (yoy) dan 16,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor listrik/gas/air mengalami kontraksi -19,81% (yoy) di triwulan pelaporan. Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2015 I
DPK a . Gi ro
II
Nominal (Rp Miliar) 2015
2016 III
IV
I
I
II
2016 III
IV
I
14,20
12,16
12,58
18,69
17,95
66.419
68.867
72.433
78.467
78.342
27,09
21,48
28,66
64,69
26,98
10.154
11.820
12.471
13.165
12.894
b. Ta bunga n
5,24
5,16
7,65
12,81
13,01
34.147
34.881
37.491
42.221
38.589
c. Depos i to
24,78
19,79
13,39
11,61
21,44
22.118
22.166
22.472
23.091
26.859
12,43
10,37
11,74
13,67
12,90
85.303
87.563
89.911
94.981
96.310
a . Moda l Kerja
20,25
19,15
16,85
16,82
14,44
32.776
34.627
34.876
36.730
37.510
b. Inves tas i
12,57
6,68
13,07
26,47
21,59
16.482
16.500
17.476
20.538
20.041
c. Kons ums i
6,10
4,68
6,82
5,12
7,53
36.045
36.436
37.558
37.713
38.759
Kredit
LDR (%)
128,43
127,15
124,13
121,05
122,94
3,36
3,16
3,85
3,19
3,36
NPLs Gross (%)
Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR) dan risiko perbankan (NPL) terlihat sedikit meningkat. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 122,94% dan 3,36% pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat masing-masing 121,05% dan 3,19% (Tabel 4.3). Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2015 I
II
2015
III
IV
I
I
II
11,74
13,67
12,90
85.303
87.563
2016 III
IV
I
89.911
94.981
96.310 2.681
Kredit
12,43
Pertani a n
16,01
19,25
60,46
63,36
64,50
1.630
1.788
2.303
2.461
Pertamba nga n
13,16
(30,41)
(28,74)
(19,45)
0,61
427
390
383
410
430
Indus tri Pengol a ha n
28,49
21,37
23,85
57,71
43,77
5.035
5.109
5.304
7.487
7.239
Li s tri k, Ga s , Ai r
75,06
68,62
71,61
8,24
(19,81)
382
413
398
379
306
Kons truks i
55,97
33,70
29,82
25,78
15,53
4.746
4.902
5.417
5.491
5.483
Perda ga nga n
14,73
13,35
14,08
16,25
14,47
27.920
29.003
29.373
31.424
31.959
Penga ngkutan
(6,00)
(8,71)
(9,45)
(1,38)
1,52
2.782
2.693
2.672
2.781
2.824
Ja s a Duni a Us a ha
(0,37)
12,20
12,40
15,25
10,29
3.733
4.037
4.024
4.221
4.117
Ja s a Sos i a l Ma s ya ra ka t
35,29
36,25
12,91
8,96
(0,43)
2.473
2.681
2.388
2.549
2.462
6,26
4,26
6,33
4,28
(100,00)
36.173
36.547
37.648
37.777
-
La i n-l a i n
10,37
Nominal (Rp Miliar) 2016
4.1.4 Bank Syariah Aset perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan syariah pada triwulan I 2016 tercatat tumbuh 16,96% (yoy) menjadi Rp7,02 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 18,10% (yoy) (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank swasta nasional. Pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 5,49% dari triwulan sebelumnya 5,60%. Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK tumbuh10,33%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
55
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,83% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh penurunan kinerja diseluruh komponen baik Giro, Tabungan, dan Deposito yang tumbuh masing-masing -38,04% (yoy), 18,36% (yoy), dan 22,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing 57,57% (yoy), 19,34% (yoy), dan 31,58% (yoy). Di sisi lain, pembiayaan mengalami peningkatan dari 10,56% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 11,05% (yoy) pada triwulan I 2016. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan I 2016, FDR mencapai 165,43% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 147,53%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat relatif baik meskipun sedikit mengalami peningkatan non performing financing (NPF) dari 3,97% di triwulan IV 2015 menjadi 4,39% pada triwulan pelaporan.
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2015 I
Aset
II
Nominal (Rp Miliar) 2015
2016 III
IV
I
I
II
2016 III
IV
I
7,42
10,84
15,49
18,10
16,96
6.000
6.184
6.489
6.975
7.018
4,65
7,70
11,90
41,36
50,55
1.101
1.132
1.235
1.624
1.657
Ba nk Swa s ta Na s i ona l 8,06
11,57
16,37
12,50
9,42
4.899
5.052
5.255
5.352
5.360
16,22
17,59
18,55
28,83
10,33
3.187
3.287
3.411
3.853
3.517
147,17
111,60
22,23
57,57
(38,04)
547
554
423
598
339
18,01
24,53
23,74
19,34
18,36
1.488
1.570
1.654
1.765
1.761
Ba nk Pemeri ntah
DPK a . Gi ro b. Ta bunga n c. Depos i to
(8,54)
(8,63)
11,68
31,58
22,90
1.153
1.162
1.335
1.490
1.417
Pembiayaan
17,63
14,65
16,73
10,56
11,05
5.239
5.582
5.750
5.684
5.817
164,36
169,84
168,54
147,53
165,43
3,80
2,81
4,17
3,97
4,39
FDR (%) NPF Gross (%)
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) mengalami percepatan pertumbuhan di periode pelaporan. Dari indikator aset, aset BPR di triwulan I 2016 tumbuh 19,01% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,01% (yoy). DPK tumbuh 40,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 31,75% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh 20,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,60% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan DPK yang lebih tinggi dari peningkatan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Pada periode pelaporan LDR BPR tercatat 123,73%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 132,28%. 1,800
Aset
Rp Miliar
DPK
80
%, yoy
70
1,400
1,400
60
1,200
1,200
50
1,000
1,000
40
800
30
600
20
400
10
400
200
0
200
1,600
gAset - Skala Kanan
0
(10) I
II III IV 2011
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
Kredit
LDR - Skala Kanan
%
Rp Miliar
250 200
800
150
600
100 50
0
I 2016
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR
0 I
II III IV
2011
I
II III IV
2012
I
II III IV
2013
I
II III IV
2014
I
II III IV
2015
I
2015
Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.6 Perbankan per Kabupaten/Kota Perbankan di Kabupaten Luwu Utara mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan I 2016. Namun demikian, perbankan di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian di Sulsel. Total aset perbankan di Makassar pada triwulan I 2016 mencapai Rp86,28 triliun atau porsinya 71,41% dari total
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil, rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat 16,84% (yoy). Pertumbuhan aset 5 (lima) daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Luwu Utara (31,08%; yoy), Luwu (31,02%; yoy), Gowa (29,12%; yoy), Barru (27,52%; yoy), dan Tana Toraja (24,42%; yoy). Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan I 2016. Kredit di Kab. Luwu Utara tumbuh 31,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,79% (yoy). Daerah lain yang memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Maros (25,54%; yoy), Gowa (25,46%; yoy), Soppeng (23,29%; yoy), Bulukumba (22,68%; yoy), Jeneponto (22,06%; yoy), dan Bantaeng (20,84%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa kredit, delapan daerah ini hanya menyumbang 8,97% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,93 triliun atau 68,46% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan I 2016 ini kredit di Makassar tumbuh 12,80% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,27% (yoy). Hal ini menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar.
Kabupaten/Kota Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo TOTAL
I 73.848.748 1.404.261 1.456.946 1.925.314 2.572.693 1.137.758 1.225.641 278.749 1.120.833 1.494.683 580.437 878.584 541.127 1.159.579 720.682 1.198.835 1.111.143 944.645 886.831 895.955 1.283.859 4.697.122 3.580.207 104.944.632
Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota ASET - Rp Juta gASET - % (YOY) 2015 2015 2016 II III IV I I II III 75.845.382 78.466.554 84.043.381 86.282.791 16,86% 10,79% 13,06% 1.349.728 1.508.561 1.401.600 1.581.980 1,90% -4,20% 4,51% 1.602.648 1.735.899 1.702.710 1.881.165 9,23% 9,07% 19,06% 1.991.624 2.215.356 2.171.439 2.015.265 2,80% 1,74% 9,95% 2.692.550 2.809.802 2.517.841 2.515.701 9,21% 8,62% 8,90% 1.218.190 1.328.488 1.405.397 1.415.571 8,81% 9,58% 10,70% 1.213.205 1.268.432 1.343.087 1.401.880 21,10% 16,87% 17,89% 343.429 393.380 291.958 365.208 14,40% 33,72% 58,62% 1.149.123 1.265.144 1.181.006 1.340.117 29,64% 23,39% 32,89% 1.589.904 1.648.019 1.762.233 1.673.596 5,26% 7,01% 8,30% 606.633 646.758 674.923 696.179 11,68% 9,38% 14,38% 919.596 961.742 1.021.145 1.075.324 11,26% 13,04% 15,14% 552.018 580.130 548.753 578.208 13,55% 5,55% 9,41% 1.230.935 1.338.075 1.310.387 1.299.120 12,26% 13,83% 19,12% 740.815 876.392 850.054 919.010 14,14% 16,22% 26,14% 1.243.009 1.400.104 1.275.917 1.277.412 20,78% 19,55% 23,43% 1.061.717 1.143.839 1.105.549 1.310.146 9,40% 7,70% 7,64% 1.063.938 1.189.063 1.141.686 1.123.580 27,41% 30,95% 30,80% 964.605 1.112.177 1.008.206 1.048.695 16,82% 12,77% 29,14% 986.298 890.271 721.345 738.070 16,09% 26,09% 1,42% 1.424.624 1.512.535 1.628.286 1.682.885 16,69% 23,86% 26,06% 4.938.228 5.114.166 4.949.089 5.036.294 10,02% 10,81% 13,79% 3.580.883 3.696.556 3.516.382 3.574.170 15,91% 9,01% 9,21% 108.309.082 113.101.443 117.572.374 120.832.367 15,44% 11,00% 13,59%
IV 18,15% 7,93% 24,16% 13,46% -8,23% 19,07% 22,05% 21,03% 28,26% 9,12% 19,25% 18,28% 12,05% 16,58% 20,31% 5,78% 9,29% 26,53% 15,07% -5,18% 27,77% 7,36% 2,14% 16,01%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2016 I 16,84% 12,66% 29,12% 4,67% -2,22% 24,42% 14,38% 31,02% 19,56% 11,97% 19,94% 22,39% 6,85% 12,03% 27,52% 6,55% 17,91% 18,94% 18,25% -17,62% 31,08% 7,22% -0,17% 15,14%
57
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo TOTAL
I 58.449.372 1.210.324 1.290.086 1.710.673 2.126.680 903.610 1.082.675 234.922 1.036.999 1.172.101 559.107 859.893 291.130 1.114.386 657.486 1.135.338 969.151 707.957 632.834 520.079 1.239.634 4.420.933 2.978.330 85.303.700
KREDIT - Rp Juta 2015 II III IV 59.770.786 61.070.966 65.937.699 1.257.828 1.307.321 1.356.638 1.356.996 1.422.694 1.497.291 1.758.469 1.761.154 1.724.665 2.205.792 2.258.128 2.083.175 928.282 949.726 1.000.293 1.137.342 1.215.002 1.288.852 248.318 263.663 270.589 1.066.222 1.097.804 1.146.907 1.222.741 1.291.757 1.361.630 582.687 616.715 647.900 893.649 926.728 985.320 305.451 317.218 325.054 1.148.274 1.203.601 1.283.220 676.217 703.814 744.219 1.198.286 1.248.932 1.148.314 983.688 1.010.101 1.014.397 738.096 775.593 826.100 647.567 671.580 721.700 551.973 564.929 581.815 1.360.437 1.456.400 1.529.152 4.556.238 4.695.131 4.607.896 2.967.569 3.081.776 2.898.975 87.562.908 89.910.733 94.981.801
2016 I 65.931.747 1.428.524 1.618.590 1.767.148 2.182.117 1.060.369 1.359.159 273.727 1.215.702 1.437.917 675.627 1.049.571 343.376 1.255.090 779.698 1.219.971 1.123.606 872.835 747.900 597.716 1.626.984 4.694.476 3.048.644 96.310.494
I 13,85% -3,16% 8,79% 3,39% 6,59% 4,43% 9,60% 12,70% 21,58% 6,51% 12,02% 9,91% 12,68% 9,72% 10,70% 15,73% 10,84% 11,51% 9,73% 22,52% 13,87% 9,30% 11,97% 12,43%
gKREDIT - % (YOY) 2015 II III 10,58% 11,84% -0,50% 1,59% 7,90% 9,79% 2,98% 3,33% 9,23% 10,54% 3,81% 5,00% 12,65% 16,61% 15,22% 18,13% 22,24% 24,26% 6,98% 12,62% 11,83% 15,90% 12,16% 12,76% 16,89% 16,08% 9,11% 11,91% 10,60% 11,19% 18,71% 18,78% 10,55% 4,40% 14,02% 17,50% 9,17% 10,06% 24,35% 21,35% 21,34% 24,38% 8,58% 10,63% 7,70% 9,23% 10,37% 11,74%
IV 15,27% 7,38% 15,82% 0,90% 0,41% 9,70% 21,27% 17,78% 27,37% 16,69% 19,22% 16,36% 14,07% 16,65% 14,50% 3,93% 4,24% 21,75% 15,41% 17,67% 26,79% 6,71% -0,73% 13,67%
2016 I 12,80% 18,03% 25,46% 3,30% 2,61% 17,35% 25,54% 16,52% 17,23% 22,68% 20,84% 22,06% 17,95% 12,63% 18,59% 7,45% 15,94% 23,29% 18,18% 14,93% 31,25% 6,19% 2,36% 12,90%
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan I 2016. Kabupaten Takalar mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 86,72% (yoy) diikuti oleh Sinjai (70,15%; yoy), Pinrang (51,00%; yoy), Luwu (44,05%; yoy), dan Gowa (33,25%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar tumbuh 19,28% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,39% (yoy). Total DPK di Kota Makassar mencapai Rp51,21 triliun atau 65,37% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,34 triliun. Sementara itu, pangsa DPK di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di atas 3%, yaitu Palopo (3,49%) dan Parepare (3,20%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking. Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo TOTAL
58
I 42.932.358 811.798 1.177.269 1.747.744 2.152.597 1.075.740 1.083.324 241.214 655.968 1.355.908 409.647 504.163 495.356 386.664 670.709 917.739 1.001.816 890.907 840.342 855.220 1.017.692 2.613.764 2.582.006 66.419.945
DPK - Rp Juta 2015 II III 43.906.451 45.891.183 852.610 942.380 1.297.704 1.372.836 1.879.970 2.066.062 2.282.034 2.357.929 1.146.823 1.213.516 1.003.166 1.068.595 324.626 252.387 913.535 1.041.542 1.379.750 1.399.517 431.000 505.393 604.097 670.170 512.310 530.937 398.499 440.658 696.718 810.731 926.559 1.113.253 946.210 1.009.420 1.004.401 1.107.310 835.730 1.048.176 954.231 839.837 1.160.131 1.162.034 2.813.141 2.909.004 2.597.787 2.680.471 68.867.483 72.433.341
IV 52.965.328 1.007.942 1.509.299 2.033.112 2.111.519 1.259.943 999.843 231.280 972.721 1.386.440 421.760 537.269 464.125 682.926 751.260 952.149 930.694 1.041.695 921.389 585.057 1.179.794 2.766.350 2.755.086 78.466.981
2016 I 51.208.442 1.225.840 1.568.661 1.975.850 2.277.691 1.275.190 1.100.462 347.474 1.116.108 1.464.564 541.147 638.349 549.079 721.964 878.799 1.032.992 1.144.485 1.095.568 999.369 701.764 1.243.318 2.503.176 2.731.479 78.341.771
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
I 11,67% 6,76% 11,75% 7,61% 8,56% 10,08% 49,46% 17,04% 52,81% 16,35% 21,18% 27,62% 11,32% 13,29% 17,64% 31,44% 34,25% 29,89% 22,56% 16,04% 26,96% 17,61% 21,37% 14,20%
gDPK - % (YOY) 2015 II III 9,21% 8,19% 6,42% 8,28% 9,54% 13,51% 9,74% 16,92% 10,70% 8,89% 12,51% 41,23% 30,28% 39,76% 36,02% 13,28% 106,07% 111,28% 9,47% 7,75% 9,57% 35,20% 24,15% 31,77% 5,82% 9,48% 11,87% 16,91% 18,21% 27,42% 20,15% 35,16% 32,01% 36,72% 32,81% 33,69% 3,36% 30,85% 26,56% 4,67% 30,87% 27,74% 17,17% 14,76% 12,78% 9,34% 12,16% 12,58%
IV 19,39% 15,89% 28,77% 16,88% -3,32% 21,54% 36,24% 83,79% 70,36% 10,21% 18,57% 29,69% 6,74% 55,59% 24,83% 16,20% 10,30% 38,90% 21,01% -12,25% 28,46% 7,25% 11,38% 18,69%
2016 I 19,28% 51,00% 33,25% 13,05% 5,81% 18,54% 1,58% 44,05% 70,15% 8,01% 32,10% 26,62% 10,85% 86,72% 31,03% 12,56% 14,24% 22,97% 18,92% -17,94% 22,17% -4,23% 5,79% 17,95%
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending (LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 12 Kabupaten/Kota yang memiliki LDR di atas 100% yaitu Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Luwu Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan. Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota NPL - % Kabupaten/Kota I Makassar Pinrang Gowa Wajo Bone Tana Toraja Maros Luwu Sinjai Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Takalar Barru Sidrap Pangkep Soppeng Enrekkang Luwu Timur Luwu Utara Parepare Palopo
LDR - %
2015 II 3,62% 1,79% 3,54% 4,35% 3,06% 0,93% 0,81% 0,22% 2,17% 1,96% 1,26% 2,70% 0,53% 3,42% 1,41% 1,84% 1,67% 0,86% 1,10% 1,58% 1,19% 4,64% 4,06%
3,41% 1,49% 2,89% 5,63% 3,12% 1,06% 0,70% 0,26% 2,08% 2,15% 0,94% 2,37% 0,39% 2,99% 1,32% 2,13% 1,50% 1,00% 1,25% 1,08% 1,00% 4,30% 3,10%
III 4,55% 1,20% 1,78% 5,80% 3,14% 0,73% 0,56% 0,30% 1,72% 2,07% 0,70% 1,64% 0,26% 2,22% 0,96% 2,22% 1,23% 0,71% 1,12% 1,09% 0,89% 4,01% 3,01%
IV 3,93% 0,86% 0,84% 2,32% 3,79% 0,48% 0,46% 0,33% 1,16% 1,61% 0,57% 1,32% 0,17% 1,30% 0,61% 0,76% 0,86% 0,51% 0,72% 0,91% 0,68% 2,64% 1,70%
2016 I 4,20% 0,91% 0,99% 2,30% 4,28% 0,61% 0,57% 0,37% 1,32% 1,58% 0,85% 1,30% 0,36% 1,25% 0,63% 0,84% 0,71% 0,54% 0,76% 0,96% 0,68% 2,37% 1,79%
2015 I 136,14% 149,09% 109,58% 97,88% 98,80% 84,00% 99,94% 97,39% 158,09% 86,44% 136,49% 170,56% 58,77% 288,21% 98,03% 123,71% 96,74% 79,46% 75,31% 60,81% 121,81% 169,14% 115,35%
II 136,13% 147,53% 104,57% 93,54% 96,66% 80,94% 113,38% 76,49% 116,71% 88,62% 135,19% 147,93% 59,62% 288,15% 97,06% 129,33% 103,96% 73,49% 77,49% 57,84% 117,27% 161,96% 114,23%
III 133,08% 138,73% 103,63% 85,24% 95,77% 78,26% 113,70% 104,47% 105,40% 92,30% 122,03% 138,28% 59,75% 273,14% 86,81% 112,19% 100,07% 70,04% 64,07% 67,27% 125,33% 161,40% 114,97%
IV 124,49% 134,59% 99,20% 84,83% 98,66% 79,39% 128,91% 117,00% 117,91% 98,21% 153,62% 183,39% 70,04% 187,90% 99,06% 120,60% 108,99% 79,30% 78,33% 99,45% 129,61% 166,57% 105,22%
2016 I 128,75% 116,53% 103,18% 89,44% 95,80% 83,15% 123,51% 78,78% 108,92% 98,18% 124,85% 164,42% 62,54% 173,84% 88,72% 118,10% 98,18% 79,67% 74,84% 85,17% 130,86% 187,54% 111,61%
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi16 Daerah Pada triwulan I 2016, penyaluran kredit korporasi masih didominasi ke sektor perdagangan. Kredit korporasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp20,72 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (50,66%). Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat 1,05%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.3). Kredit korporasi tercatat tumbuh 9,91% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV 2015 16,81% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan dan pengangkutan disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%; yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%; yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 2015 menjadi 75,01% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan, tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy), Pengangkutan (-20,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,40%; yoy).
16
Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
59
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Pertanian (1.05%)
70%
Total - Skala Kanan Konstruksi Perdagangan
YOY
Pertambangan (1.54%)
Jasa Dunia Usaha Industri pengolahan YOY
30%
50%
25%
Listrik,Gas dan Air (1.20%)
30%
20%
Konstruksi (22.8%)
10%
15%
-10%
10%
-30%
5%
Industri pengolahan (8.19%)
Perdagangan (50.6%) Pengangkutan (2.83%) Jasa Dunia Usaha (8.09%)
-50%
Jasa Sosial Masyarakat (3.05%)
0% I
II
III IV
I
II
2012
Lain-lain (0.51%)
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
I 2016
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 6,29% (Grafik 4.5). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh meningkatnya kredit bermasalah di sektor pertambangan dan industri pengolahan. NPL di sektor pertambangan meningkat dari 7,40% di triwulan IV 2015 menjadi 17,09% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan dari 30,32% pada triwulan IV 2015 menjadi 33,48%pada triwulan pelaporan. Total - Skala Kanan Konstruksi Perdagangan
40%
35%
Jasa Dunia Usaha Industri pengolahan
9% 8% 7%
30%
6%
25%
5%
20%
4%
15%
3%
10%
2%
5%
1%
0%
0% I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I 2016
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2016. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp6,73 triliun atau tumbuh 44,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 65,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Tabungan. Komponen Tabungan mengalami penurunan pertumbuhan dari 56,77% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 26,63% (yoy) di triwulan pelaporan. Selain itu Giro juga mengalami penurunan dari semula 82,19% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 52,89% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Deposito mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 33,58% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 34,09% (yoy) di triwulan pelaporan. 160%
YOY
140% 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40%
I
II
III
IV
2012
I
II
III
2013 DPK
Giro
IV
I
II
III
2014 Tabungan
IV
I
II
III
2015
IV
I
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2016
Deposito
Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013 Giro
Tabungan
II
III
IV
I
2014 Deposito
Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi
II
III
2015
IV
I 2016
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp38,81 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 77,64%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
PANGSA TRIWULAN I 2016 Kredit Multiguna (43.4%) Kredit Pemilikan Rumah, KPR (34.2%) Kredit Lain-lain (13.4%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (6.63%)
Kredit Rumah Tangga Lainnya (2.23%)
Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan I 2016, kredit sektor rumah tangga tumbuh 7,29% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya tumbuh 4,29% (yoy). Percepatan pertumbuhan terjadi di jenis Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit Multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 15,60% (yoy) menjadi 17,66% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu peningkatan KPR didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21, tipe 22 s.d. 70, tipe di atas 70, dan kredit rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Di sisi lain, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masih menunjukkan tren kontraksi dari semula -36,75% (yoy) menjadi -36,45% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 4.9). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL relatif stabil dari 1,80% menjadi 1,83% pada triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2016 (Grafik 4.10). Total KKB Multiguna - Skala Kanan
%, yoy 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40) (50) (60)
KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan 450 350 250 150 50 (50)
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
2016
Total 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
I
II
III
2012
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
KPR
KKB
RT Lainnya
Multiguna
%
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III
2015
IV
I 2016
Grafik 4.10. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 15,53% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,84% (yoy). Percepatan pertumbuhan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh komponen yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito yang tercatat masing-masing 14,19% (yoy), 13,77% (yoy), dan 19,04% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,84% (yoy), 12,16% (yoy), dan 12,48% (yoy). Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (61,27%) diikuti oleh deposito (33,97%) dan giro (4,77%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi oleh dana jangka pendek (Grafik 4.12).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
61
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 80.00%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
YOY
60.00% 40.00% 20.00% 0.00% I
II
-20.00%
III IV
I
2012
II
III IV
I
II
2013
III IV
I
II
2014
III IV
2015
I
2016
I
II
III
2012
-40.00% Total DPK
Giro
Tabungan
Deposito
IV
I
II
Giro
Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
III
IV
I
2013 Tabungan
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
2015
I 2016
Deposito
Grafik 4.12. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada Maret 2016, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2016 masih digunakan untuk konsumsi (59,72%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya 62,08%. Sementara itu, porsi untuk cicilan utang/kredit relatif stabil di kisaran 16,65%. Di sisi lain, porsi tabungan mengalami peningkatan dari 21,59% di triwulan IV 2015 menjadi 23,63% pada periode pelaporan.
Tabungan, 21.59%
Tabungan, 23.63%
Konsumsi, 62.08%
Cicilan, 16.33%
Cicilan, 16.65%
Grafik 4.13. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV - 2015
Konsumsi, 59.72%
Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2016
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp31,11 triliun, tumbuh 13,43% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya 10,72% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,30%. Dari nilai tersebut, sekitar 66,83% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.16). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%) pada triwulan I 2016 sebesar 4,43%, sedikit meningkat dibandingkan rasio NPL pada triwulan sebelumnya4,26% (Grafik 4.15). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman. NPLs UMKM 6
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy
%
Pangsa Kredit UMKM 35
Modal Kerja
30
5
25
4
20
3
15
2
10
1
5
0
0 I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
Total Kredit Non-UMKM 68%
33%
I 2016
Grafik 4.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
62
Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 32%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
Investasi
Grafik 4.16. Pangsa Kredit UMKM
67%
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat 158,08%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah. Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Makassar, Parepare, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada. Dalam rangka mendorong penyaluran kredit perbankan, Bank Indonesia pada 18 Februari 2016 telah mengeluarkan kebijakan dengan melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah. Dengan dilonggarkannya ketentuan GWM rupiah 1% dari hasil simulasi memperlihatkan potensi likuiditas perbankan di Sulsel bertambah sekitar Rp722 miliar. Selain itu, untuk mendorong penurunan suku bunga kredit, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 0,25 bps menjadi 6,75%. (lihat Boks 4.A). %
%
155
% 29
135
27
115
25
300
95
23
250
75
21
200
55
19
35
17
50
15
15
0
450 400
350
150 100
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Grafik 4.17. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja
Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Grafik 4.18. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
63
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Boks 4.A
Kebijakan Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Dalam Rupiah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 18 Februari 2016 memutuskan untuk menurunkan kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah bagi Bank Umum Konvensional. Setelah menurunkan rasio kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 0,5% dari 8% menjadi 7,5% dari DPK dalam Rupiah yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2015 yang lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan rasio kewajiban GWM Primer dalam Rupiah menjadi 6,5% yang berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. Penurunan GWM tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: a. Kondisi stabilitas makroekonomi semakin baik, khususnya laju inflasi yang terkendali, sehingga memberikan ruang untuk dilakukan pelonggaran kebijakan moneter. b. Tantangan dari sisi eksternal yang utamanya bersumber dari kemungkinan kenaikan Suku Bunga Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Funds Rate, FFR) semakin mereda. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang belum solid mengakibatkan perkiraan kenaikan FFR bergeser mundur dengan besaran kenaikan yang lebih rendah. c. Menurunnya tekanan kenaikan FFR yang tidak seagresif perkiraan sebelumnya, juga menurunkan risiko yang mungkin timbul dari keberagaman kebijakan moneter global mengingat beberapa negara maju di Kawasan Eropa dan Jepang masih menerapkan kebijakan moneter yang longgar melalui quantitative easing (QE).
GWM RUPIAH TURUN 1%
Likuiditas Perbankan
Kapasitas Penyaluran Kredit
KREDIT BI RATE TURUN 0,25%
Suku Bunga Perbankan
PDRB
Permintaan Kredit
6,75% Gambar 4.A.1 Transmisi Penurunan GWM Primer Rupiah
Penurunan GWM primer dalam rupiah yang diiringi oleh penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, melalui: a. Menjaga kecukupan likuditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit. DPK Bank Konvesional di Sulsel dalam rupiah pada triwulan I – 2016 tercatat sebesar Rp72,21 trilun atau 96,50% dari total DPK Bank Konvensional yang tercatat sebesar Rp74,83 triliun. Porsi DPK Bank Konvensional dalam rupiah terhadap total DPK Bank Konvensional relatif stabil pada kisaran 95% s.d 97% (Grafik 4.A.1). Secara keseluruhan Sulsel, pelonggaran GWM rupiah 1% dapat 17 menambah potensi likuiditas perbankan di Sulsel sekitar Rp722 miliar . Penambahan likuiditas tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan di Sulsel untuk mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun LDR Perbankan di Sulsel tergolong cukup tinggi (122,94%), namun potensi penyaluran kredit di beberapa sektor ekonomi di Sulsel masih cukup terbuka yang terlihat dari rasio kredit terhadap PDRB yang masih rendah (27,44%) dan risiko kredit yang masih terkendali tercermin dari NPL (3,36%) yang masih dalam batas aman. Peningkatan kapasitas pembiayaan akan diharapkan dapat menambah kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk mendorong kegiatan dunia usaha. b. Kombinasi penurunan BI rate dan GWM primer dalam rupiah akan memperkuat dan mempercepat transmisi moneter ke perekonomian. Suku bunga kredit dan DPK perbankan di Sulsel pada tahun 2016 mengalami tren penurunan sejalan dengan penurunan BI Rate(Grafik 4.A.2).Kebijakan Bank Indonesia menurunkan GWM primer dalam rupiah akan menambah likuiditas perbankan sehingga penurunan BI rate akan lebih cepat direspon oleh perbankan melalui penurunan suku bunga kredit maupun DPK. Dengan suku bunga yang relatif menurun diharapkan akan meningkatkan minat masyarakat dan gairah pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan sumber pembiayaan dari kredit perbankan untuk menggerakkan roda ekonomi.
17
Dihitung dari 1% (penurunan GWM rupiah) dikali Rp72,21 triliun (DPK Bank Umum Konvensional Dalam Rupiah di bulan Maret 2016).
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Rp triliun 75
74,83 Porsi Rupiah - rhs
96,50
Rupiah 65
60
55
50
1
2
3
4
% 8,0
13,4
7,5
13,3
72,21 96,8
Total
70
% 97,0
5
6
7 2015
8
9
10
11
12
1
2
BI Rate
DPK
%
KREDIT - rhs
96,6
7,0
96,4
6,5
96,2
6,0
13,1
96,0
5,5
13,0
95,8
5,0
95,6
4,5
95,4
4,0
95,2
3,5
95,0
3,0
3
2016
Grafik 4.A.1 Perkembangan DPK Bank Konvensional di Sulsel
13,2
6,75
12,9
12,89
12,8 12,7
3,65 12,6 1
2
3
4
5
6
7
2015
8
9
10
11
12
1
2
3
2016
Grafik 4.A.2 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga DPK dan Kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
65
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Perkembangan transaksi keuangan berjalan dinamis. Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan, seiring dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, disisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net inflow sebesar Rp4,74 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal, yang merupakan siklus di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan pengelolaan uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang rupiah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
67
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada triwulan I 2016 tercatat sebanyak 347 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp18,23 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 86,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 24,6% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 34,9% (yoy) di angka Rp0,30 triliun. Meningkatnya transaksi kliring sejalan dengan diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit penurunan pada triwulan I 2016 menjadi 2,37% dari triwulan sebelumnya 2,50%. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 2013
URAIAN Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah) - Lembar (ribuan) Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%) - Lembar (%)
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
2016 I
9.74 284
9.98 286
10.24 281
10.67 290
9.48 260
9.62 266
9.72 261
11.20 281
9.76 262
10.49 285
11.36 297
13.95 314
18.23 347
0.16 4.73
0.17 4.76
0.17 4.68
0.17 4.68
0.16 4.33
0.16 4.43
0.16 4.21
0.18 4.53
0.16 4.30
0.17 4.67
0.19 4.87
0.22 4.99
0.30 5.69
2.41 2.38
2.75 2.47
3.28 2.33
2.60 2.17
2.61 2.47
3.66 2.46
2.56 2.30
2.60 1.84
2.70 2.27
2.22 2.15
2.24 2.06
2.50 2.07
2.37 2.19
5.2. Pengelolaan Uang Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,23 triliun meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,79 triliun atau secara triwulanan meningkat hingga -64,31% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,20 triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp1,49 triliun pada triwulan laporan, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp4,74 triliun (Grafik 5.5). Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank Indonesia pada akhir Tahun 2015 telah membuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya setelah sebelumnya Bank Indonesia juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo. 7
Rp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
%, yoy
6
100
7
80
6
60
5
40
4
Rp Triliun
Inflow
gInflow - Skala Kanan
%, yoy
80
5
60
4
20
3
0
2
(20)
1
0 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
40 3
(40)
1
(60)
0
I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
20
2
Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Outflow
68
100
0
(20) I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Inflow
IV
I 2016
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 5.0
Rp Triliun
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 (1.0)
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
2016
Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka renovasi gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tanggal 28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d. 13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang dan Luwu Timur. Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan I 2016, telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp1,32 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,79 triliun (Grafik 5.8).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 576 lembar pada triwulan I 2016. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (65%), diikuti Rp100.000 (31%) dan pecahan lainnya sebesar 4% (Grafik 5.10). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Nominal UTLE
Rp Triliun 1.4
gUTLE - Skala Kanan
%, yoy 2,000
1.2
1,600
1.0
1,200
Temuan Uang Palsu
800
Y.O.Y.
200%
700
160%
600
120%
500
80%
800
400
40%
400
300
0%
0.2
0
200
-40%
0.0
(400)
100
-80%
0.8 0.6 0.4
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
2016
0
-120% I
II
III
2013
Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I 2016
Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
69
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
4% 31%
Pecahan 100.000
Pecahan 50.000 65%
Pecahan Lainnya
Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal
5.3. Gerakan Nasional Non Tunai Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) di Provinsi Sulsel semakin semarak. Setelah di launching secara Nasional pada 14 Agustus 2014, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel (KPwBI Provinsi Sulsel) pada 9 September 2014 melakukan kick off GNNT dengan melibatkan berbagai instansi terkait dan berbagai lapisan masyarakat termasuk pelajar. Selanjutnya untuk mempercepat realisasi GNNT di Provinsi Sulsel, KPwBI Provinsi Sulsel telah melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah Kota Makassar. Terdapat berbagai Program dan rencana kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan kedepan, dengan menggandeng kalangan Perbankan. Salah satu kegiatan yang dinilai strategis dalam konteks pengembangan GNNT kedepan diantaranya adalah implementasi GNNT yang dikaitkan dengan konsep pembangunan smart city yang telah diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Makassar (lihat Boks 5.A).
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Boks 5.A
Smart City (Kota Cerdas) Berkembang Bersama Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
Menurut Bappenas, konsep smart city dapat ditinjau dari 3 aspek, smart economy, smart society, dan smart environment. Dalam smart economy, sebuah kota dituntut untuk mencari branding misalnya sebagai kota pariwisata, dst. Selain itu, tingkat pendidikan dalam mendorong kualitas SDM, pengembangan industri dan kewirausahaan, serta pemanfaatan sumber daya yang efisien menjadi utama dalam aspek ini. Smart society, suatu kota dituntut untuk memberikan kemudahan akses terhadap pelayanan publik (kesehatan dan transportasi) maupun jaminan keamanan. Sementara smart environment, terkait pengelolaan lingkungan dan pengembangan energi terbarukan menjadi syarat utama kota cerdas. Kota Makassar menjadi salah satu percontohan kota cerdas. Hal tersebut tercermin dari visi Kota Makassar 2014-2019 yaitu “menjadi kota dunia dengan peningkatan layanan publik untuk kota cerdas“. Latar Belakang Pengembangan kota cerdas di Makasssar diantaranya adalah jumlah penduduk yang tinggi (mencapai 1,7 juta jiwa), jumlah warga miskin (92,7 ribu), warga tanpa pekerjaan (166 ribu), terdapat 54 SKPD, 18.103 PNS, 1,7 juta warga, 92,7 ribu warga miskin, 166 ribu 2 warga tanpa pekerjaan tetap, potensi bencana (banjir, dst) dan luas wilayah 175 km . Selain itu, kontribusi ekonomi kota 1 Makassar mencapai /3 ekonomi Sulsel, dengan bobot inflasi tertinggi dibanding kota di Sulsel lainnya. Implementasi smart city di Makassar perlu didukung transaksi pembayaran non-tunai yang handal. Hal ini dikarenakan perekonomian Sulsel kian tumbuh pesat dimana Makassar menjadi pusat perekonomian terbesar di Sulsel, bahkan di Kawasan Timur Indonesia. Dengan nilai produksi barang dan jasa yang relatif besar, bila dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sulsel tahun 2015 nilainya mencapai Rp341,75 triliun, maka dibutuhkan pelayanan transaksi pembayaran yang cepat, aman, efisien dan lancar, dimana hal tersebut dapat diwujudkan melalui transaksi secara nontunai. Pengembangan smart economy sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang di launching secara Nasional pada 14 Agustus 2014. Untuk wilayah Sulsel, kick off GNNT telah dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014. Terdapat beberapa kegiatan pengembangan GNNT yang juga bersinggungan dengan smart city diantaranya adalah Sosialisasi/roadshow GNNT ke sekolah-sekolah; Makassar Smart Card yang berfungsi sebagai kartu identitas, ATM, debet dan e-money; pembayaran pajak secara online; Layanan Keuangan Digital (LKD) yang saat ini sudah mencapai 2.225 agen; dan electronic money yang diterbitkan oleh provider telekomunikasi maupun perbankan. Pemanfaatan electronic money sangat berguna untuk efisiensi pembayaran di pintu toll Makassar. Dengan demikian untuk mempercepat pelaksanaan GNNT kedepan maka program kegiatan yang dilakukan bisa disinergikan dengan implementasi smart city. Saat ini sudah terdapat 4 (empat) bank yang melayani pembayaran dengan E-Toll. Ceruk transaksi e-toll ini memang masih cukup dalam. Menurut pengelola toll di Makassar selama tahun 2015, volume lalulintas untuk seksi I dan II rerata sebesar 57.150 kendaraan per hari, sementara untuk Seksi IV arah Bandara, 42.450 kendaraan perhari, dengan nilai transaksi dapat mencapai Rp539 juta per hari. Tentu nilai yang tidak sedikit apabila harus bertransaksi secara tunai. Selain itu, transaksi secara non tunai, atau menggunakan e-toll, tentunya akan lebih cepat dan efisien, sehingga akan mengurangi penumpukan kendaraan di pintu toll.
Gambar 5.A.2. Launching E-Toll Card di Makassar
Gambar 5.A.2. Control Room Smart City Makassar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
71
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 (5,80%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Namun demikian jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan September 2014, baik di kota maupun di desa. Peningkatan penduduk miskin diantaranya disebabkan menurunnya daya beli masyarakat seiring dengan perkembangan inflasi yang relatif tinggi. Namun persentase penduduk miskin di Sulsel (10,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
73
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Tenaga Kerja Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2015. Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31 ribu orang per Februari 2015 menjadi 192,96 ribu orang per Februari 2016. Penurunan pengangguran diindikasikan terjadi sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah dalam menyaluran dana ke desa dan peluncuran berbagai paket kebijakan ekonomi, sehingga lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja juga membaik. Sementara itu data jumlah angkatan kerja di Sulsel terus menunjukkan peningkatan, terakhir tercatat 19.056 orang atau naik 0,51% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Terkait dengan upaya penyiapan tenaga kerja yang berkualitas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya berupa kegiatan edukasi dan memberikan bantuan beasiswa (lihat Boks 6.A).
KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
Februari 2016
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran
3,755,870 3,537,559 218,311
3,774,926 3,581,957 192,969
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
62.2% 5.80%
61.6% 5.11%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,42 juta orang. Angka ini turun -0,69% dibandingkan periode yang sama 2015. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian modern combine harvester (alat panen gabah) sehingga pekerja buruh musim panen diawal tahun 2016 berkurang. Hal tersebut terkonfirmasi dari salah satu perusahaan mesin panen yang menyatakan bahwa 60% penjualan didominasi oleh 18 wilayah Sulawesi, dan Sulsel mendominasi 70% wilayah Sulawesi . Sementara itu, sektor industri, perdagangan dan lainnya mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja, meski sektor jasa mengalami pertumbuhan negatif. Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama KEGIATAN UTAMA Pertanian
Februari 2015 Jumlah
Pangsa
Februari 2016 Pertumbuhan
1,449,458
40.97%
Industri
212,802
6.02%
-8.26%
Perdagangan
738,999
20.89%
Jasa
617,087 519,213 3,537,559
Lainnya Total
Jumlah
2.91% 1,442,875
Pangsa
Pertumbuhan
40.28%
-0.45%
213,950
5.97%
0.54%
1.32%
774,310
21.62%
4.78%
17.44%
-4.22%
623,135
17.40%
0.98%
14.68% 100.00%
15.32% 2.12%
527,687 3,581,957
14.73% 100.00%
1.63% 1.26%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun, berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang tercatat meningkat. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015 menjadi 61,6% pada Februari 2016. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 mencapai 3,77 juta orang, lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2015 sejumlah 3,75 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor pertanian yang memiliki pangsa terbesar di Sulsel. Sementara 60% sektor lain mengalami pertumbuhan angkatan kerja yang positif. Kondisi demikian dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan konsumen optimis bahwa di periode laporan terdapat ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami peningkatan (112) di level optimisme dibandingkan periode sebelumnya 97,67.
18
Sumber: anekdotal informasi
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indeks
Indeks
Ketersediaan lapangan kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan
150
Penghasilan saat ini Growth yoy (%) - Skala Kanan
40
160
140
30
150
20
130
20
140
10
10
130
0
120
120
110
30
0 -10
-10
110
100
-20
100
-20
90
-30
90
-30
80
-40
80
I
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
-40 I
2016
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2. Penduduk Miskin19 Berdasarkan data September 2015, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 menjadi 864 ribu orang atau 10,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama di tahun 2014. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatan dari 806 ribu orang di September 2014 menjadi 864 ribu orang di September 2015, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan 1,80% (yoy) menjadi 157 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan 8,50% (yoy), menjadi 707 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota. ribu orang
100%
1000 900
10.3%
10.3%
10.3%
90%
10.2%
80%
10.0%
70%
9.8%
60%
707.34 9.6%
50%
10.3%
10.12%
10.1%
800
10.4%
700 600 500 400
9.8%
930.3 880.9
9.5%
696.6
200 100
0
9.5% 9.39%
672.3
300
701.81 696.9
651.95 651.3
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
Kota
% Total Penduduk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
9.2%
9.0% 8.8%
25.73
14.07
25 20
19.36
18.16
15
13.74
40% 30%
639.7
152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18
Desa
9.4%
30 28.4
11.9 10.12
8.98
10 6.22
20%
5
10% 0%
0 Sulut Sulteng Sulsel
Desa
SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua
Kota
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2015
Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang cukup tinggi pada periode Juni hinggaSeptember 2015 di atas 8,00% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga di seluruh kelompok barang dan jasa.Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehingga mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2.000.000/bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014.
19
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
75
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
%yoy
14.00
Inflasi
0.40
Andil_Beras - Skala Kanan
0.35
12.00
0.30
10.00
0.25
8.00
0.20
6.00
0.15 0.10
4.00
0.05
2.00
0.00
0.00
-0.05 2011
R2
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras mencapai 70,05%. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga beras, maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan di Sulsel. Sementara itu, korelasi kemiskinan dengan inflasi memiliki kecenderungan yang sama. Inflasi yang semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga kesejahteraan menurun. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar tingkat kemiskinan dapat ditekan menurun.
%yoy
Kemiskinan
2012
Mar 2013
Sept 2013
Mar 2014
Sept 2014
Mar 2015
Sept 2015
Kemiskinan - Andil Beras: 70,05%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Kota
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 235,488 240,276 246,416 264,163
Sep-15 274,140
Sep-13 9.13%
Mar-14 8.29%
Desa
207,023
254,524
12.54%
9.94%
211,271
219,109
240,175
Pertumbuhan YoY Sep-14 Mar-15 4.64% 9.94% 5.84%
13.68%
Sep-15 11.25%
Sep-13 7.24%
Mar-14 5.88%
Inflasi YoY Sep-14 Mar-15 3.72% 8.61%
Sep-15 8.36%
16.16%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,12%) setelah Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua. Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia Sep-14 Provinsi Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Irjabar Papua
Kota 60.08 71.65 154.40 45.79 23.88 29.87 47.58 11.17 14.06 35.61
Jumlah Desa 137.48 315.41 651.95 268.30 171.22 124.82 259.44 73.62 211.40 828.50
Total 197.56 387.06 806.35 314.09 195.10 154.69 307.02 84.79 225.46 864.11
Mar-15 Persentase Kota Desa Total 5.57 10.47 8.3 10.35 14.66 13.6 4.93 12.25 9.5 6.62 15.17 12.8 6.24 23.21 17.4 9.99 12.67 12.1 7.35 25.49 18.4 3.58 8.85 7.4 5.52 35.01 26.3 4.46 35.87 27.8
Kota 60.71 77.97 146.42 52.06 25.37 27.39 51.77 12.25 19.34 37.27
Jumlah Desa 147.83 343.66 651.3 269.82 181.48 133.09 276.64 67.65 206.03 821.88
Total 208.54 421.63 797.72 321.88 206.85 160.48 328.41 79.9 225.37 859.15
Sep-15
Persentase Kota Desa Total 5.52 11.27 8.65 10.93 15.9 14.66 4.61 12.23 9.39 7.24 15.19 12.9 6.48 24.62 18.32 10.52 12.87 12.4 7.91 26.9 19.51 3.85 7.95 6.84 5.86 37.97 25.82 4.61 36.66 28.17
Kota 58.00 79.25 157.18 56.77 27.01 22.51 51.6 8.29 18.82 30.28
Jumlah Desa 159.14 327.09 707.34 288.25 179.51 130.7 276.17 64.35 206.72 867.93
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Tingkat Kemiskinan (%) Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2008 18.49 12.26 10.94 22.48 12.68 12.79 12.73 18.55 21.36 13.49 17.35 11.22 10.16 7.64 9.65 20.51 19.44 18.57 18.38 10.98 5.36 7.10 12.83 13.41
2009 16.41 10.50 9.96 20.58 11.06 10.93 11.37 16.35 19.35 11.43 15.19 9.95 8.93 6.73 8.70 18.10 16.96 16.14 16.40 8.91 5.52 6.52 11.85 11.93
2010 15.00 9.02 10.25 19.10 11.16 9.49 10.68 14.62 19.26 10.69 14.08 10.42 8.96 7.00 9.01 16.86 15.44 14.62 16.25 9.18 19.08 5.86 6.53 11.28 11.40
Sumber: BPS, diolah
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2011 13.49 8.12 9.21 17.16 10.04 8.55 9.63 13.14 17.36 9.59 12.67 9.36 8.06 6.29 8.12 15.18 13.93 13.22 14.64 8.29 17.06 5.29 5.91 10.22 10.27
2012 12.87 7.82 8.89 16.58 9.59 8.05 9.28 12.55 16.62 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.82 14.44 13.33 12.72 14.02 7.71 16.27 5.02 5.58 9.46 9.82
2013 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.30 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.70 6.38 9.57 10.32
2014 13.13 8.37 9.68 15.31 9.62 8.00 9.56 11.93 16.38 9.74 10.88 8.76 7.74 5.82 8.20 13.90 13.95 12.77 14.31 7.67 15.10 4.48 5.88 8.80 9.54
Total 217.14 406.34 864.52 345.02 206.52 153.21 327.77 72.64 225.54 898.21
Kota 5.26 11.06 4.93 7.84 6.84 8.69 7.83 2.61 5.68 3.61
Persentase Desa 12.1 15.07 13.22 16.12 24.17 12.7 26.7 7.57 37.94 37.34
Total 8.98 14.07 10.12 13.74 18.16 11.9 19.36 6.22 25.73 28.4
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48% di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan kemiskinan.
6.3. Rasio Gini20 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 2015. Nilai gini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,40, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,45. Dilihat secara tren dari 2011, angka ini juga cenderung menurun. Pada 2012, gini ratio Sulsel sama dengan nasional yakni 0,41. Namun bila dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulsel tergolong tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (0,43). Sulsel, Gorontalo, dan Papua tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar di Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,29) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Angka gini ratio yang tinggi diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan bahwa masih tingginya kesenjangan pendapatan di Sulsel. Tabel6.6. Nilai Gini Ratio Provinsi 2010 2011 2012 2013 Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
2014 0.45 0.46 0.45 0.40 0.41 0.44 0.35 0.33 0.38 0.32 0.41
2015 0.40 0.39 0.40 0.38 0.43 0.37 0.37 0.34 0.36 0.29 0.40
6.4. Nilai Tukar Petani21 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) sedikit meningkat, tercermin dari pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2016 dibandingkan dengan triwulan I 2015. NTP pada triwulan I 2016 (105,96) meningkat dari triwulan I 2016 (104,23) atau tumbuh positif 1,66% (yoy). Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks yang diterima Petani dari 121,93 pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 130,51 pada periode laporan atau mengalami pertumbuhan 5,29% (yoy), namun disisi lain Indeks yang dibayar Petani juga mengalami peningkatan dari 116,98 menjadi 123,17 pada triwulan I 2016 atau tumbuh 7,04% (yoy). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis barang/jasa dalam keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi rumah tangga). Nilai Tukar Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
110
yoy
105 100
125
3%
120
8%
2%
115
6%
110
4%
105
2%
-2%
100
0%
-3%
95
-2%
-4%
90
0% -1%
90 85
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
Indeks yang Dibayar Petani
130
4%
1%
95
Indeks
5%
yoy
g.indeks - sisi kanan
12% 10%
-4% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
20
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 21 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
77
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Peningkatan harga komoditas dalam inflasi serta panen raya tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.9). Pada periode tahun 2009 – 2011 negatif dari korelasi tersebut mencapai -0,38 dan periode tahun 2012 hingga 2015mencapai -0,68. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, terutama pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar. 135 130 125 120 115 110 105 100 95 90
12%
yoy
Indeks yang Diterima Petani g.indeks - sisi kanan
Indeks
12%
10%
10%
8%
8%
6%
6%
4%
4%
2%
2%
0%
0%
-2%
-2%
-4% 1234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 21234567891011 2123
-4% I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
I
2014
II
III IV
2015
r 2012-2015 = -0,68
r 2009-2011 = -0,38
yoy
2009
I
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2016
Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan I 2016 menduduki peringkat ke-4 terbesar dibanding provinsi lainnya, di bawah Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Banten. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ketiga secara Nasional. Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia Provinsi
2008
Jawa Barat 96.14 Sulawesi Barat 102.13 Banten 97.31 Sulawesi Selatan 100.19 Bali 100.69 Jawa Timur 100.47 Gorontalo 102.42 Nusa Tenggara Barat 98.84 Maluku Utara 97.30 Maluku 103.07 DI Yogyakarta 105.28 Lampung 104.19 Kepulauan Bangka Belitung 99.08 Nusa Tenggara Timur 96.03 Jawa Tengah 99.77 Sulawesi Tenggara 103.51 Papua Barat 104.55 Sulawesi Tengah 101.15 Sumatera Utara 101.79 DKI Jakarta Kalimantan Selatan 97.54 Kepulauan Riau 102.80 Sumatera Barat 105.17 Aceh 98.64 Kalimantan Timur 101.40 Sulawesi Utara 101.48 Kalimantan Tengah 98.74 Riau 101.75 Jambi 97.93 Papua 102.85 Kalimantan Barat 103.47 Sumatera Selatan 101.50 Bengkulu 105.50 Nasional 100.16
2009
2010
2011
2012
97.22 105.51 97.76 100.65 103.07 98.21 99.47 96.45 99.99 106.62 107.85 107.96 94.41 101.40 98.67 107.30 106.10 98.58 100.82 100.42 100.82 103.71 99.76 101.05 101.40 98.38 99.07 94.14 101.51 100.83 99.70 103.58 99.86
99.28 105.49 101.83 101.66 103.80 98.74 101.66 95.31 98.79 103.54 112.64 115.04 95.77 102.00 101.62 108.64 103.55 97.17 102.36 106.50 99.94 105.48 104.12 99.83 101.04 102.88 104.11 96.14 102.59 101.19 104.89 104.67 101.77
104.92 104.31 104.81 107.09 106.52 101.66 104.07 96.14 101.07 104.81 115.12 121.49 99.17 102.21 104.84 107.62 102.95 98.86 103.42 108.40 103.07 106.25 104.30 98.74 103.22 101.08 105.07 96.25 101.31 102.63 109.63 102.97 104.58
108.94 104.41 108.45 108.05 108.28 102.17 102.33 95.36 100.66 104.70 116.46 125.42 99.17 101.80 105.35 106.45 101.62 97.79 101.71 107.84 104.65 105.02 104.13 98.04 101.46 99.24 104.26 92.15 102.69 100.92 110.13 102.41 105.24
2013 1 109.53 104.20 110.06 107.43 107.22 102.90 100.66 94.23 100.44 105.48 116.89 124.70 100.26 99.17 105.90 105.99 99.64 97.01 99.49 105.50 104.96 104.14 103.13 95.07 100.56 97.93 101.40 88.93 100.84 97.99 109.95 99.62 104.92
Sumber: BPS, diolah
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2014 104.43 102.96 104.75 105.39 104.86 104.75 101.32 99.82 103.26 100.51 102.20 104.17 101.55 100.27 100.65 101.32 100.17 102.18 100.10 100.49 99.83 100.93 100.61 98.17 99.92 99.37 101.29 96.95 97.04 97.34 96.63 100.92 96.35 101.85
2015TW1 105.70 102.23 105.23 104.23 103.83 105.24 101.50 101.86 102.62 100.75 100.22 102.90 103.48 101.21 100.86 98.83 99.36 97.99 98.52 98.84 100.54 100.14 98.72 96.82 99.95 98.01 98.99 96.84 95.95 97.12 97.26 97.84 95.47 101.86
2015TW2 102.78 103.81 102.77 103.35 103.34 102.79 100.91 102.28 101.78 100.11 99.44 102.00 105.17 101.05 98.09 98.35 101.04 96.95 98.60 98.34 100.11 98.92 97.36 95.95 98.33 95.68 98.47 95.97 95.21 96.95 96.67 97.52 94.12 100.23
2015TW3 104.74 105.22 104.02 105.09 104.46 105.14 102.49 104.26 101.15 100.30 101.80 103.77 106.30 102.21 100.11 100.21 100.97 98.14 97.67 97.34 99.99 99.95 97.14 96.02 98.33 95.47 99.03 93.55 95.13 96.75 96.70 95.94 92.71 101.53
2015TW4 107.08 106.16 107.02 106.21 105.15 106.15 104.21 106.21 102.81 102.02 103.06 103.99 103.86 103.19 101.87 100.76 100.10 99.37 99.64 98.19 99.32 98.78 97.73 97.75 97.86 96.74 98.14 94.61 95.45 96.58 96.30 96.19 93.36 102.75
2016TW1 106.93 106.07 105.97 105.96 105.08 105.00 104.95 104.92 104.42 103.76 103.47 103.34 101.75 101.18 100.48 99.75 99.39 99.28 99.26 99.25 98.51 98.38 98.15 97.73 97.51 97.33 96.81 96.61 96.57 96.00 95.11 94.95 92.24 102.03
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Boks 6.A.
Bank Indonesia Ikut Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa ikut ambil bagian dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, dalam rangka pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia berupaya untuk terus mendekatkan diri dengan masyarakat, salah satunya melalui dunia pendidikan sehingga kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Keterlibatan Bank Indonesia dalam dunia pendidikan diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranyanya adalah melalui penyaluran Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), program magang dan penerimaan kunjungan dari sekolah maupun universitas. Sejak tahun 2004 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada tiga universitas negeri di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin dan Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hingga saat ini, penyaluran beasiswa terus mengalami penyesuaian baik dari proses seleksi maupun nilai beasiswa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama Beasiswa antara Bank Indonesia dengan pihak Universitas. Sejak bulan Oktober 2015, Universitas Hasanuddin merupakan satu-satunya perguruan di Kawasan Timur Indonesia yang memperoleh Beasiswa Unggulan dari Bank Indonesia. Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2016, Bank Indonesia kembali menyalurkan beasiswa kepada 83 (delapan puluh tiga) mahasiwa dari UNM, UIN Alauddin dan UNHAS. Dengan demikian penerima beasiswa reguler Bank Indonesia hingga tahun 2016 ini telah mencapai 1.480 mahasiswa, yang terdiri dari 520 mahasiswa UIN, 520 mahasiswa UNM dan 440 mahasiswa UNHAS. Mulai tahun 2012, seluruh mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia tergabung dalam sebuah komunitas yang disebut Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI merupakan perpanjangan tangan Bank Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan BI kepada komunitas mahasiswa dan masyarakat baik melalui media cetak/sosial maupun edukasi langsung kepada masyarakat. GenBI juga diharapkan dapat menjadi role model di kalangan pelajar, mahasiswa dan masyarakat baik role model dalam implementasi kebijakan BI (seperti bertransaksi non tunai, merawat dan mengenal uang Rupiah) serta role model dalam bidang akademik maupun non akademik.
Gambar 6.A.1. Penandatangan Perjanjian Kerjasama Beasiswa dihadiri oleh Rektor Universitas Negeri Makassar, UIN Alauddin, dan UNHAS
Program Sosial Bank Indonesia tahun 2016 melalui tema “Indonesia Cerdas” juga berupaya untuk memperkuat edukasi kepada masyarakat, terutama mengenai bidang ekonomi yang dilakukan melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut BI Corner. Pada tahun 2015, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar untuk penyediaan BI Corner di Perpustakaan UNM. Sementara untuk tahun 2016, BI Corner direncanakan akan dibangun di Univesitas Muhammadiyah Parepare dan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Melalui sarana BI Corner, pengunjung diharapkan dapat memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, BI Corner juga dapat menjadi sarana sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal tugas dan peran Bank Indonesia dalam perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Dengan semakin banyak masyarakat yang paham tentang tugas dan fungsi Bank Indonesia diharapkan dapat lebih membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya. Masih dalam rangka kontribusi kepada dunia pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi mahasiswa/i untuk melakukan praktek magang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulsel. Mahasiswa pemohon dapat menyampaikan surat permintaan magang dari universitas yang dilengkapi dengan Curriculum Vitae (CV). Selanjutnya Bank Indonesia akan melakukan seleksi wawancara terhadap permohonan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
79
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
magang yang masuk. Bank Indonesia juga menerima kunjungan dari sekolah maupun universitas untuk mengenalkan tugas dan fungsi Bank Indonesia baik di bidang moneter, sistem pembayaran maupun stabilitas sistem keuangan. Hingga periode laporan ini, Bank Indonesia telah menerima kunjungan dari 6 (enam) sekolah maupun unviersitas baik dari dalam maupun luar provinsi Sulawesi Selatan. Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan kegiatan magang bagi mahasiswa sebanyak (dua) gelombang). Bank Indonesia juga aktif menjadi narasumber dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh Universitas.Tujuan kegiatan ini supaya dunia akademisi juga mengetahui isu-isu terkini terkait perkembangan ekonomi moneter dan fiskal. Mahasiswa yang diutamakan hadir adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang telah lulus mata kuliah ekonomi makro. Dengan kegiatan ini, diharapkan dunia akademisi mampu mengarahkan dan berpartisipasi dalam menciptakan tenaga kerja yang lebih responsif terhadap perkembangan global, memiliki inovasi, dan selalu siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Gambar 6.A.5. Kegiatan Seminar Ekonomi di Universitas Negeri Makassar Bersama Pengamat Ekonomi Nasional
80
Gambar 6.A.6. Edukasi Kebanksentralan dan Sosialisasi Beasiswa Unggulan di Universitas Hasanuddin Bersama Gubernur Sulawesi Selatan dan Rektor Universitas Hasanuddin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 diperkirakan juga tumbuh pada kisaran yang sama 7,6% - 8,0% (yoy), atau lebih tinggi dari pencapaian 2015 yang tumbuh 7,15%. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi lapangan usaha, diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Tekanan harga pada triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016 diperkirakan melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan II 2016 diperkirakan meningkat, yang ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi,dan ekspor luar negeri). Pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan dalam kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Dari sisi pengeluaran, kenaikan konsumsi rumah tangga dan LNPRT, tercermin dari optimisme konsumen (hasil survei BPS dan BI) dan akan adanya tunjangan hari raya. Investasi diperkirakan terakselerasi karena pembangunan infrastruktur (energy, jalan, dan komunikasi). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah, dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan II 2016 diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016 dan 2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy). Pertumbuhan ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai kedepan adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan perekonomian diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,6%-8,0%, seiring dengan terjaganya laju pertumbuhan perekonomian global, membaiknya harga komoditas internasional, dan pembangunan infrastruktur. 9,0
%, yoy
8,5 8,0 7,5 7,0 6,5
6,0 5,5
2017 Q4
2017 Q3
2017 Q1
2016 Q4
2016 Q3
2016 Q2
2016 Q1
2017 Q2
2017: 7,6% - 8,0%
2016: 7,6% - 8,0% 2015 Q4
2015 Q3
2015 Q1
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
4,0
2015: 7,15%
2014: 7,54%
4,5
2015 Q2
5,0
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 yang berkisar 7,6%-8,0% (yoy) masih akan ditopang oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan LNPRT, konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,8%-7,2% dengan optimisme konsumen menjelang hari keagamaan. Kegiatan investasi diperkirakan tumbuh 5,7%-6,1%, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan pelaksanaan lelang proyek. Sementara itu, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, ditengah tren positif ekonomi negara-negara mitra dagang dan harga komoditas yang trennya membaik. Konsumsi pada triwulan II 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 107,6, terutama untuk ekspektasi pendapatan mencapai 105,9. Sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 110,7. Daya beli masyarakat akan meningkat dengan dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 22
(PNS). Konsumsi pemerintah diperkirakan juga mulai terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa , dan realisasi belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015. Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada triwulan I 2016 telah mencapai 12,8%, sementara pada triwulan II 2016 diperkirakan akan mencapai 32,1%. 125
150
120
140
115
130
110
120
105 107,6
110
100 95
111,1
110,1
110,7
108,19
96,29
106,24
103,38
I
II
III
IV
I
II
III
102,7
101,9
IV
I
100
Sumber : BPS
90 2014
90
IIp
2015
I
2016
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2012 2013 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Ekspektasi Konsumen
Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan Pendapatan RT Rencana pembelian barang durable
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015 2016 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen – BI Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
100%
60% 91,4%
90,1%
89,8%
88,58%
90% 50%
80% 70%
40%
60%
52,1%
52,8%
49,6%
47,23%
50% 40% 30,9%
30%
32,4%
29,5%
32,07% 20%
30%
24,37%
20% 10,8%
11,7%
10,0%
12,83%
9,49%
10%
10% 0%
0% I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
IIP 2016
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain: 1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek, dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai. 2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung 2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk pengerjaan tahap pertama. 3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016 membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%. 4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah dilakukan pada Maret 2015. 5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
22
IIp
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
83
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
6.
Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa pembebasan lahan. 9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap negosiasi dengan masyarakat. 10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. 11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai pada tahap kontrak kerja. Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, terutama pengiriman ke luar negeri. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi 23 andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus 2015 .
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Amerika Serikat Kawasan Eropa Kawasan Asia Tiongkok Jepang Kawasan ASEAN* Output Dunia
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Apr-16 Jan-16 2015 2016p 2017p 2015 2016p 2,5 2,6 2,6 2,4↓ 2,4↓ 1,5 1,7 1,7 1,6↓ 1,5↓ 6,6 6,3 6,2 6,6→ 6,4↑ 6,9 6,3 6,0 6,9→ 6,5↑ 0,6 1,0 0,3 0,5↓ 0,5↓ 4,7 4,8 5,1 4,7→ 4,8→ 3,1 3,4 3,6 3,1→ 3,2↓
2017p 2,5↓ 1,6↓ 6,3↑ 6,2↑ -0,1↓ 5,1→ 3,5↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat yang rendah, turut mendorong perbaikan ekspor luar negeri. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan 24 tambang diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun 2016 , yang secara langsung diharapkan akan berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 2016, atau akan tumbuh -2,4% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708 USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 8.878,86USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel, dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya output China.
23
Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer. 24 Commodity Market Outlook, April 2016.
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 40%
160
18.000
30%
140
20%
16.000
20%
120
10%
20.000
$/mt
yoy
14.000
10%
12.000
6.000
-10% -20%
60
-20%
30%
0%
80
-10%
8.000
yoy
100
0%
10.000
$/mt
-30%
2012
2013
Harga Internasional Nikel
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 2016-p 2017-p
2017-p
2016-p
I
IIP
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
II
-60%
III
0
IV
-50% I
-50%
0 II
20
III
-40% IV
-40%
2.000 I
40
II
4.000
-30%
2015
2012
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel
2013
2014
Harga Internasional Iron Ore
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
2015 g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih banyak arus masuk, seiring meningkatnya kebutuhan bahan pangan untuk menyambut perayaan hari besar keagamaan. Pengiriman barang dari Sulsel cenderung berupa bahan mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras, yang dikirim kepada 22 provinsi. Pengiriman melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia serta Kalimantan. Pengiriman didukung oleh infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar 25 pulau .
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan II 2016, sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, sektor informasi/komunikasi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Faktor-faktor pendorong sektor-sektor tersebut antara lain faktor musiman (Ramadhan), kondisi cuaca yang kondusif (berlalunya ElNino), dan daya beli yang masih relatif baik. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2016. Curah hujan yang cenderung kondusif (tingkat menengah) pada triwulan II 2016, diperkirakan optimal untuk penanaman tabama maupun penangkapan ikan. Hasil pantauan BMKG, intensitas hujan berada pada intensitas menengah (200 – 300 mm), kondusif untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan laut dan juga kondusif untuk masa panen. Musim panen tanaman bahan makanan (padi) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Maret-Mei 2016. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan membaik, sehingga ekspor komoditas tersebut juga diperkirakan meningkat. 3,5
yoy
USD/kg
40%
2,5
yoy 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25%
USD/kg
30%
3
20%
2,5
10%
2
2 1,5
0% -10%
1
-20% -30%
0
-40% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 2016-p 2017-p
0,5
2012
2013
Harga Internasional Coklat
2014
25
0,5 0
2012
2015 g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat
1
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP 2016-p 2017-p
1,5
2013
Harga Internasional Kopi
2014
2015 g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
85
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. Perusahaan tambang masih untung dengan harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai dengan April 2016 telah mengalami penurunan -37,09%(yoy) hingga level harga 8.878,86 USD /metrik ton. Harga bahan 26 bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan , dan dengan demikian pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel pada 2016 akan menunda belanja modal, yang berarti tidak melakukan ekspansi usaha. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke bawah pada triwulan II 2016. Industri bahan makanan diperkirakan sudah menggenjot produksinya pada triwulan I 2016 yang terlihat dari pertumbuhan yang mencapai 12,8% (yoy), karena mengantisipasi permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga triwulan II 2016 kegiatan industri pengolahan cenderung terkoreksi ke bawah. Di samping itu,kegiatan industri pengolahan utama (terigu, kakao dan semen) masih terbatas, karena permintaan negara mitra dagang juga masih lemah. Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Beberapa proyek pembangunan skala besar telah mulai berjalan pada 2015, dan masih berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi, waduk, dan embung) hingga periode triwulan I 2016 mencapai Rp1,05 miliar (0,12%) dari APBD dan Rp397,22 miliar (7,86%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar seluruh Kementrian mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai membuat kontrak pada akhir tahun lalu, sehingga proyek pembangunan sudah dapat berjalan pada awal tahun ini. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Kegiatan perdagangan diperkirakan meningkat menjelang Ramadhan/Idul Fitri. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan II 2016 diperkirakan sedikit membaik (-1,37%; yoy). Perbaikan penjualan triwulan II 2016 diperkirakan terjadi pada suku cadang; perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan komunikasi di toko; barang budaya dan rekreasi masing-masing 5,04%; -0,63%; -3,47%; dan 12,97% (yoy) dari triwulan sebelumnya masing-masing 2,63%; -2,98%; -4,63%; dan 10,41% (yoy). 80
%, yoy
60 40 20 0 -20 -40 I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
Indeks Total Barang budaya dan rekreasi Perlengkapan rumah tangga lainnya
IV
I
II
III
2015
IV
I
IIP
2016
Suku cadang Peralatan dan komunikasi di toko
Grafik 7.9. Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan melambat pada triwulan II 2016. Menjelang Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan kegiatan di hotel dan restauran menurun. Hasil liaison menyatakan occupancy rate di 2016 hanya akan sedikit naik, sekitar 7-10% dibandingkan 2015. Hal ini didorong oleh permintaan dari perusahaan/bisnis melemah. Di sisi lain, kegiatan MICE di awal tahun 2016 relatif belum banyak terselenggara. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan 27 usaha ini akan meningkat pada 2016, seiring penambahan unit dan kamar hotel baru. Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tetap kuat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2016, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2016 tetap menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 2016 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk
26
ercatat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada 2014.
27
Jumlah kamar tersedia di Makassar 2015 mencapai 11.550 unit kamar. Pada 2016, akan bertambah 1.800 kamar, sehingga mencapai 13.350 kamar dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang 2016.
86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
keseluruhan 2016, secara nasional kredit akan tumbuh 12,3% (yoy) sedikit lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya 28 (12,0%; yoy) .
7.2. Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan II 2016 secara umum diperkirakan berada di rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi khususnya dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan pangan mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price, akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga. Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan. Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada 2016 – 2017 sesuai dengan target inflasi nasional di kisaran 4%±1%. Faktor-faktor yang mendukung adalah ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal. 10%
Nasional
9%
Sulsel
8%
Inflasi Tahunan
7% 6% 5% 4% 3% 2%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1 Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2014: 8,36%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1 Sulsel 2015: 4,48% Nasional 2015: 3,35%
Sasaran Inflasi 2016: 4% + 1
1% 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 . 12 2012
2013
2014
2015
2016
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2016, TPID akan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2016 sekitar 4%. Koordinasi menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada April 2016, menjadi lebih tinggi menjadi 4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 2015 sebesar 4,48% (yoy). Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula direncanakan pertengahan November 2015 menjadi pertengahan Desember 2015, sehingga pasokan pangan diperkirakan akan tinggi pada triwulan I dan II 2016, dengan berlangsungnya musim panen. Selain itu, pada triwulan II 2016, faktor cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.Dengan ketersediaan beras di Bulog, telah dilakukan pengiriman beras ke 14 provinsi antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Riau, Aceh, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan, dan Papua. Tekanan inflasi administered prices triwulan II tahun 2016 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap 29 30 penurunan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik . Peningkatan diperkirakan terjadi pada makanan jadi, karena 28 29
Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2016. Harga bahan bakar minyak turun Rp500 per liter, bensin Premium turun menjadi Rp6.450 per liter dari harga semula Rp6.950 per liter. Sedangkan harga Solar turun menjadi Rp5.150 per liter dari harga sebelumnya Rp5.650 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 1 April 2016. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
87
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
pengenaan cukai untuk kemasan plastik akan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyatakan kenaikan harga mengacu pada besaran cukai yang akan dikenakan, dan pengenaan 31 cukai itu akan menimbulkan efek berganda sampai ke konsumen . April 2016
Mei 2016
Juni 2016
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya stabil menjadi 181,5 pada triwulan II 2016 sama dengan indeks triwulan sebelumnya 181,5. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang sedikit melambat menjadi 100,05 pada triwulan II 2016 dari indeks triwulan sebelumnya 100,09. Sementara itu, tren harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan II 2016. 200
100,25
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
195
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
100,20
190
100,15
185
100,10
180 175
100,05
170
100,00
165
99,95
160 I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II*
99,90 I
2016
II
III
2012
Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
IIP
2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.12. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
30
Tarif Rumah Tangga daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.509,38 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan Desember 2015, menjadi Rp 1.409,16 pada Januari 2016. Tarif bisnis daya 6.000 VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.600 VA ke atas juga turun hingga Rp 100,00. Kemudian tarif industri juga mengalami penurunan tipis. 31 Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1.000 dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 200, maka harga sudah naik menjadi Rp 1.200. Kemudian, dari pabrik ke distributor ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%, jadi harga barang naik jadi Rp 1.320. Selanjutnya dari distributor ke grosir dikenakan lagi PPN 10%, dan harga naik lagi. Setiap tahapan distribusi dikenakan PPN 10%, belum lagi ditambah margin.
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 1800
yoy
USD/troy onz
1700
30% 20%
1600 10%
1500 1400
0%
1300
-10%
1200 -20%
1100
2012
2014
2017-p
2016-p
I IIP
IV
I
II III
IV
I
2013 Emas
II III
IV
I
II III
IV
I
-30% II III
1000
2015 g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.13. Perkembangan Harga Internasional Emas Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
2014 IV Total 7,7 7,5
Konsumsi Rumah Tangga
5,5
5,9
Konsumsi LNPRT
4,9
11,3
Konsumsi Pemerintah
(2,1)
1,9
7,8
Pembentukan Modal Tetap Bruto
8,3
8,8
5,3
6,2
10,3
11,1
Ekspor Luar Negeri
7,8
9,8
(0,5)
(8,0)
(14,5)
(15,5)
Impor Luar Negeri
7,6
(35,8)
0,0
(3,8)
72,1
12,33
Net Ekspor Antardaerah
3,8
(0,5)
(45,5)
14,9
41,7
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
7,9
10,0
3,5
11,6
Pertambangan dan Penggalian
15,6
11,1
2,4
8,1
Industri Pengolahan
14,6
8,9
5,8
7,5
Pengadaan Listrik, Gas
17,5
11,7
0,0
Pengadaan Air
(1,2)
2,1
Konstruksi
5,6
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
2016P 2017P IIP TotalP 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
II 8,0
2015 III 7,6
IV 7,2
Total 7,1
I 7,4
5,3
5,5
5,0
5,36
5,3
5,3
6,8-7,2
6,2-6,6
(2,5)
(2,1)
2,9
6,3
1,1
4,7
6,2-6,6
5,4-5,8
5,6-6,6
3,2
8,7
11,1
8,2
2,1
5,7-6,1
6,6-7,0
9,4-10,4
8,3
9,5
16,3-16,7
16,8-17,2
8,2-9,2
(10,1)
(32,3)
5,1-5,5
8,3-8,7
6,7-7,7
19,2
(15,7)
4,5-4,9
8,9-9,3
3,7-4,7
(31,4)
9,1
28,1
5,2
1,4
5,6
0,9
7,3-7,7
5,6-6,0
6,0-7,0
12,1
8,4
7,9
2,6
2,0-2,4
5,3-5,7
7,3-8,3
4,4
9,0
6,7
12,8
7,0-7,4
8,1-8,5
8,0-9,0
(6,9)
(5,6)
(3,3)
(4,0)
8,2
9,4-9,8
6,5-6,9
4,2-5,2
0,6
(0,3)
(2,5)
3,7
0,3
5,5
2,8-3,2
3,3-3,7
2,7-3,7
6,3
7,2
5,9
9,2
10,7
8,3
9,3
9,2-9,6
9,8-10,2
8,2-9,2
3,4
7,2
5,6
6,6
9,1
10,1
7,9
9,3
9,3-9,7
9,1-9,5
6,9-7,9
Transportasi dan Pergudangan
4,4
1,7
4,4
7,1
10,4
5,7
6,9
12,9
11,2-11,6
8,2-8,6
6,6-7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
5,6
7,8
5,1
4,0
6,0
7,7
5,7
9,5
7,0-7,4
7,9-8,3
6,9-7,9
Informasi dan Komunikasi
6,6
5,8
7,3
7,5
8,1
8,7
7,9
8,2
8,0-8,4
7,2-7,6
7,2-8,2
Jasa Keuangan
10,2
5,8
10,0
3,0
9,2
7,6
7,4
9,6
8,2-8,6
8,4-8,8
7,9-8,9
Real Estate
9,0
8,0
8,9
7,6
7,2
6,0
7,4
7,0
4,3-4,7
6,8-7,2
8,0-9,0
Jasa Perusahaan
7,4
6,8
4,8
4,5
6,8
7,4
5,9
7,9
6,3-6,7
6,8-7,2
6,5-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
3,9
2,6
5,5
7,1
9,3
9,2
7,8
8,2
8,1-8,5
8,4-8,8
6,9-7,9
Jasa Pendidikan
3,1
4,7
8,9
9,1
9,6
2,3
7,3
7,7
5,8-6,2
6,4-6,8
6,6-7,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
3,3
10,2
7,4
7,8
11,3
10,5
9,3
9,5
9,3-9,7
8,0-8,4
9,4-10,4
Jasa lainnya
9,4
7,6
9,4
8,2
8,2
10,2
9,0
9,7
7,5-7,9
8,1-8,5
7,8-8,8
PDRB
7,7
7,5
5,7
8,0
7,6
7,2
7,1
7,4
7,6-8,0
7,6-8,0
7,6-8,0
Inflasi Sulsel
8,6
8,6
7,1
8,1
8,4
4,5
4,5
5,7
4,0±1,0
4,0±1,0
4,0±1,0
I 5,7
5,2-6,2
(5,6)-(5,2) (5,6)-(5,2)
5,9-6,9
Sisi Lapangan Usaha
7.3. Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: a.
b. c.
Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu. Selama masa pembangunan infrastruktur tersebut, agar menghindari hal-hal yang bisa memberikan dampak kontraproduktif terhadap kelancaran arus lalu lintas barang dan orang. Program peningkatan ekspor agar dibarengi dengan kualitas lalu lintas darat dan laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan. Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) yang memproduksi barangbarang kebutuhan rumah tangga. Untuk itu perlu disiapkan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya. Pembangunan industri dasar tersebut sangat penting agar tidak lagi terjadi defisit neraca perdagangan antar pulau, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
89
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
d.
e.
sebagai akibat dari ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang Sulsel yang relatif rendah karena masih berupa barang mentah. Mengoptimalkan belanja pemerintah agar berfungsi optimal sebagai salah satu penopang pertumbuhan Sulsel. Realisasi belanja pemerintah hendaknya dilakukan secara merata sepanjang tahun. Untuk itu, pemerintah daerah (Provinsi/Kab/Kota) dapat menerapkan Rencana Penerimaan dan Pengeluaran Bulanan (RPPB). Monitoring terhadap RPPB dijadikan sebagai indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, serta taman yang tertata. Selain itu, fasilitas control room hendaknya juga didukung dengan payung hukum/peraturan daerah yang kuat, serta dapat terintegrasi dengan instansi lainnya, sehingga apabila terjadi gangguan di masyarakat maupun terdapat kerusakan infrastruktur segera terpantau dan ditindaklanjuti.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama komoditas penyumbang inflasi terbesar (beras) di Sulsel adalah sebagai berikut: a. b.
c.
d.
e. f.
Perlunya kesadaran kolektif bahwa benar telah terjadi praktik pembentukan harga beras di Sulsel yang tidak efisien. Perlunya kebijakan dan langkah-langkah konkrit guna meminimalisir dampak negatif dari market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha. Perlunya menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan mewajibkan pedagang besar/grosir untuk memprioritaskan penyaluran beras di Sulsel sebesar persentase tertentu dari stok beras yang mereka miliki, sehingga jumlah minimal stok beras yang dibutuhkan masyarakat Sulsel dalam situasi apapun selalu tercukupi. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menekan moral hazard pedagang, agar mereka tidak terlalu mengambil margin keuntungan yang eksesif. Mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif, agar Perum BULOG mampu menyerap gabah dan beras sesuai yang ditargetkan. Bila perlu dalam kondisi tertentu diberikan fleksibilitas dalam penetapan harga gabah dan beras (sebesar persentase tertentu), serta dibekali dana yang cukup guna menyerap gabah dan beras dari hasil panen petani, sehingga Perum BULOG mampu menjalankan operasi pasar secara efektif. Memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif. Merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok ani agar mampu berperan efektif sebagai “Kaki angan” Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan (lihat Gambar 7.1).
(a) + (b) : dilakukan apabila penyerapan beras BULOG tidak mencapai target Gambar 7.1. Usulan Rantai Distribusi Beras di Sulsel
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
g.
h.
i.
j.
Meniadakan peraturan yang bisa bersifat kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya, yang terkait dengan perdagangan beras di Sulsel (tidak termasuk beras yang diperdagangkan ke Provinsi lain/antar pulau). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari shifting pembebanan biaya yang menyebabkan harga beras di tingkat konsumen meningkat, sehingga merugikan konsumen (termasuk petani), mengingat beras merupakan kebutuhan pokok dengan karakteristik permintaan in elastis, sementara sebagian petani di Sulsel diyakini merupakan net consumer beras. Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas premium, guna memenuhi kebutuhan konsumen di Kawasan Timur Indonesia (khususnya Sulsel), yang terdapat kecenderungan permintaannya semakin meningkat sehingga harganya juga cenderung naik. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar (pengumpul cq. pihak penggiling).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
91
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U PRDB
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
2011
2012
2013
2014*
42.33 11.90 25.74 0.16 0.27 21.43 25.17 7.01 2.48 10.01 6.04 6.59 0.81 9.77 10.29 3.36 2.36 185.71
44.26 12.53 27.97 0.18 0.28 23.54 28.15 7.95 2.77 12.07 7.00 7.28 0.88 9.99 11.06 3.71 2.55 202.18
46.45 13.24 30.55 0.20 0.30 26.03 30.19 8.45 2.95 13.77 7.63 7.93 0.94 10.29 11.92 4.02 2.74 217.59
51.08 14.71 33.28 0.22 0.30 27.67 32.36 8.60 3.18 14.56 8.07 8.56 1.00 10.56 12.47 4.43 2.94 234.00
I 12.72 3.53 8.09 0.05 0.08 6.96 8.21 2.15 0.80 3.75 2.14 2.25 0.26 2.65 3.18 1.14 0.77 58.74
II 14.53 3.78 8.77 0.05 0.08 7.19 8.62 2.24 0.83 3.86 2.08 2.28 0.26 2.76 3.19 1.18 0.79 62.49
2015** III 15.98 4.25 8.95 0.05 0.07 7.69 9.41 2.41 0.85 4.04 2.19 2.32 0.27 2.95 3.40 1.23 0.81 66.88
IV 10.73 4.30 9.69 0.06 0.08 8.13 8.68 2.39 0.88 4.07 2.25 2.34 0.27 3.03 3.61 1.29 0.84 62.62
TOTAL 53.96 15.87 35.51 0.21 0.30 29.97 34.92 9.19 3.37 15.71 8.66 9.20 1.06 11.38 13.38 4.85 3.21 250.73
2016** I 12.84 3.62 9.13 0.06 0.08 7.61 8.97 2.43 0.88 4.06 2.35 2.41 0.28 2.86 3.42 1.25 0.85 63.09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G I H J K L M,N O P Q R,S,T,U PRDB
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
2011
2012
2013
2014*
44.97 14.65 26.94 0.16 0.29 22.89 26.49 7.32 2.65 10.05 6.42 7.02 0.86 10.70 10.89 3.55 2.45 198.29
51.41 16.18 30.80 0.18 0.31 26.58 30.65 8.96 3.15 12.13 8.24 8.32 1.00 11.45 12.10 4.08 2.75 228.29
57.37 17.88 35.49 0.18 0.35 31.52 33.63 10.43 3.56 13.79 9.60 9.90 1.15 12.24 13.89 4.68 3.18 258.84
68.44 22.65 41.62 0.19 0.35 36.02 37.62 11.99 4.11 14.59 10.82 11.52 1.30 13.66 15.50 5.51 3.72 299.63
I 18.19 5.64 10.61 0.04 0.09 9.47 9.94 3.20 1.08 3.70 2.99 3.22 0.35 3.71 4.00 1.51 1.03 78.75
II 20.84 5.87 11.60 0.04 0.09 9.86 10.65 3.38 1.12 3.81 2.93 3.37 0.36 3.92 4.07 1.56 1.06 84.54
2015** III 23.49 6.03 11.95 0.04 0.09 11.01 11.98 3.72 1.16 4.07 3.12 3.45 0.38 4.27 4.48 1.68 1.11 92.03
IV 16.04 5.81 13.02 0.05 0.09 11.84 11.22 3.75 1.19 4.14 3.22 3.55 0.39 4.43 4.76 1.77 1.16 86.43
TOTAL 78.56 23.35 47.19 0.17 0.37 42.18 43.79 14.05 4.54 15.72 12.26 13.59 1.48 16.33 17.30 6.52 4.37 341.75
2016** I 19.39 4.87 12.39 0.04 0.10 11.19 11.70 3.82 1.20 4.15 3.39 3.70 0.40 4.20 4.54 1.73 1.18 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
93
LAMPIRAN
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun) No
Komponen
2011
2012
2013
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
106.35 2.22 21.55 64.56 2.16 52.86 63.99 185.71
113.78 2.38 22.45 74.68 5.43 51.22 67.75 202.18
120.56 2.62 23.06 82.98 3.97 52.36 67.96 217.59
2014* 127.70 2.92 23.49 90.29 (0.97) 59.75 69.18 234.00
I 32.82 0.71 3.63 22.45 0.62 13.86 15.34 58.74
II 33.28 0.72 5.74 23.47 1.87 13.73 16.31 62.49
2015** III 33.99 0.74 6.32 25.19 1.56 14.66 15.57 66.88
IV 34.39 0.78 9.73 26.71 0.62 10.30 19.91 62.62
TOTAL 134.47 2.95 25.41 97.82 4.66 52.56 67.14 250.73
2016** I 34.56 0.74 3.70 24.59 0.96 8.20 9.65 63.09
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar) No
Komponen
2011
2012
2013
1 2 3 4 5 6 7
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PDRB
113.55 2.31 23.49 66.70 2.50 57.26 67.52 198.29
129.69 2.60 26.12 82.68 5.66 58.19 76.66 228.29
146.64 3.08 28.72 94.88 4.42 59.93 78.84 258.84
2014* 165.19 3.86 31.70 113.16 (1.55) 78.01 90.73 299.63
I 44.64 1.00 4.86 29.14 0.90 18.91 20.69 78.75
II 45.72 1.03 7.99 31.00 2.01 18.67 21.88 84.54
2015** III 47.48 1.09 9.19 33.80 1.84 19.75 21.11 92.03
IV 48.68 1.15 14.43 36.41 0.90 12.76 27.89 86.43
TOTAL 186.52 4.27 36.48 130.34 5.64 70.08 91.57 341.75
2016** I 49.61 1.12 5.52 33.90 1.49 11.13 14.77 87.99
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Kategori Penduduk (Jiwa) PDRB per Kapita (Juta Rp)
2010
2011
2012
2013
2014
8,060,401 21.31
8,156,129 24.31
8,250,018 27.67
8,342,047 31.01
8,432,163 8,520,300 35.59 39.90
Sumber : Badan Pusat Statistik
94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2015P
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Transpor dan Rekreasi, dan Komunikasi Olahraga
IHK (Akhir Periode)
Umum
Bahan Makanan
2010
126.75
148.73
131.96
122.00
135.79
119.24
116.86
104.73
2011
130.39
149.06
137.77
126.48
147.55
128.36
120.24
105.50
Triwulan I
132.89
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
Triwulan II
133.44
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
Triwulan III
135.69
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
Triwulan IV
136.14
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
Triwulan I
139.01
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
Triwulan II
139.26
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
Triwulan III
145.51
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
Triwulan IV
144.60
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
Triwulan I
109.16
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
Triwulan II
109.71
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
Triwulan III
111.72
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2016 Triwulan I Sumber: BPS, diolah
116.89
125.03
114.11
114.88
110.82
109.25
105.45
121.49
116.94 118.55 121.06 122.13
125.83 128.30 133.46 136.01
115.15 116.95 119.33 120.36
117.40 118.18 118.99 119.63
114.32 113.74 117.71 117.48
112.29 113.18 114.24 114.73
105.70 106.16 108.12 108.16
115.08 118.01 119.30 120.29
123.62
141.22
121.28
121.08
119.52
115.87
108.29
118.70
2012
2013
2014
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
2012 134.91 142.22 134.76 148.83
I 137.86 144.84 137.33 151.29
2013 II III 138.15 144.29 144.26 150.25 137.57 144.44 151.92 159.23
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012
IV 143.33 149.68 143.26 159.04
2013 143.33 149.68 143.26 159.04
I 108.94 108.84 108.29 109.81 117.21
2014* II III 109.26 111.45 110.28 111.34 109.33 110.89 111.58 112.81 118.31 119.99
IV 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
2014 116.50 116.54 117.71 117.35 125.61
I 116.94 116.40 115.36 116.02 124.49
2015 II III 118.67 121.42 117.88 119.35 116.96 118.67 116.35 117.70 125.55 127.95
IV 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2015 122.54 120.48 119.57 118.49 128.34
2016 I 124.40 121.60 119.77 118.27 127.18
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi Makassar Palopo Parepare Bone (Watampone) Bulukumba**
2012 4.57 4.11 3.49 3.65
I 4.76 4.34 4.67 2.90
2013 II 4.54 3.03 4.49 3.28
III 7.41 5.33 7.41 6.72
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012
IV 6.24 5.25 6.31 6.86
2013 6.24 5.25 6.31 6.86
I 5.46 6.22 5.58 7.86 13.94
2014 II 5.38 7.36 5.57 8.14 14.10
III 3.57 4.03 3.04 4.55 7.30
IV 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
2014 8.51 8.95 9.38 8.22 9.45
I 7.34 6.95 6.53 5.66 6.21
2015 II 8.61 6.89 6.98 4.27 6.12
III 8.95 7.19 7.02 4.33 6.63
IV 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
2015 5.18 3.38 1.58 0.97 2.17
2016 I 6.38 4.47 3.82 1.94 2.16
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
95
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
2011 2012
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
6,275
26,446
13,085
45,807
20,074
9,626
23,198
52,898
115.48%
Tri wul a n I Tri wul a n II Tri wul a n III
7,471 7,282 7,257
25,004 27,206 28,545
13,259 13,536 14,115
45,734 48,024 49,917
20,516 22,850 22,385
10,025 10,588 10,997
24,044 25,597 27,707
54,585 59,035 61,090
119.35% 122.93% 122.38%
Tri wul a n IV 2013
7,345
31,466
14,907
53,717
25,506
11,380
29,335
66,221
123.28%
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2014
I II III IV
7,770 8,092 9,221 7,845
29,321 30,068 32,076 35,007
15,211 15,297 16,062 17,592
52,302 53,457 57,359 60,444
25,980 26,659 26,160 27,231
12,232 14,486 15,769 14,494
30,158 31,793 33,085 33,663
68,371 72,937 75,014 75,388
130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015
I II III IV
7,990 9,730 9,693 7,995
32,446 33,168 34,828 37,428
17,726 18,504 19,819 20,690
58,162 61,402 64,339 66,112
27,257 29,062 29,847 31,442
14,642 15,467 15,457 16,241
33,974 34,807 35,159 35,877
75,874 79,336 80,463 83,560
130.45% 129.21% 125.06% 126.39%
Tri wul a n I
10,154
34,147
22,118
66,420
32,776
16,482
36,045
85,304
128.43%
Tri wul a n II
11,820
34,881
22,166
68,867
34,627
16,500
36,436
87,563
127.15%
Tri wul a n III
12,471
37,491
22,472
72,433
34,876
17,476
37,558
89,911
124.13%
Tri wul a n IV 2016
13,165
42,211
23,091
78,467
36,730
20,538
37,713
94,982
121.05%
12,894
38,589
26,859
78,342
37,510
20,041
38,759
96,310
122.94%
Tri wul a n I
96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
Pertanian
2011
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
869
309
3,460
144
2,155
15,072
1,629
2,770
1,555
24,935
52,898
2012 Tri wul a n I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Tri wul a n II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Tri wul a n III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Tri wul a n IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Tri wul a n I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Tri wul a n II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Tri wul a n III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Tri wul a n IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Tri wul a n I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Tri wul a n II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
Tri wul a n III
1,435
537
4,283
232
4,173
25,748
2,951
3,581
2,115
35,408
80,463
Tri wul a n IV
1,506
509
4,747
350
4,366
27,033
2,820
3,662
2,340
36,226
83,560
Tri wul a n I
1,630
427
5,035
382
4,746
27,920
2,782
3,733
2,473
36,174
85,304
Tri wul a n II
1,788
390
5,109
413
4,902
29,003
2,693
4,037
2,681
36,547
87,563
Tri wul a n III
2,303
383
5,304
398
5,417
29,373
2,672
4,024
2,388
37,648
89,911
Tri wul a n IV
2,461
410
7,487
379
5,491
31,424
2,781
4,221
2,549
37,777
94,982
2,681
430
7,239
306
5,483
31,959
2,824
4,117
2,462
38,809
96,310
2013
2014
2015
2016 Tri wul a n I
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
2011 2012
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
13.55
11.83
12.83
13.34
13.61
14.09
10.62
6.81
28.61
13.45
12.84
13.32
13.49 13.24 13.21 12.63
11.69 11.34 11.11 10.92
12.79 12.70 12.54 12.23
13.16 12.74 12.55 12.28
13.60 13.62 13.36 13.09
14.56 14.36 14.31 14.01
8.50 9.32 9.53 8.85
7.29 7.91 8.36 8.07
27.35 27.67 26.16 23.83
13.30 13.00 12.90 12.47
12.77 12.60 12.39 12.19
13.46 13.35 13.19 12.88
Tri wul a n I
12.56
10.74
12.20
12.31
12.89
14.04
7.21
8.21
23.67
12.40
12.05
12.85
Tri wul a n II Tri wul a n III Tri wul a n IV 2014
12.77 12.94 13.00
10.57 10.79 11.08
12.12 12.11 12.18
12.01 12.72 13.04
12.71 12.99 13.53
13.89 13.83 13.91
8.12 9.14 10.20
8.37 9.16 10.06
20.92 21.14 20.92
12.38 12.80 12.99
11.65 12.02 12.57
12.74 12.72 12.78
Tri wul a n I
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2013
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2016 Tri wul a n
I II III IV
13.10
11.15
12.24
13.23
13.67
14.06
10.49
10.68
22.14
13.13
12.71
12.86
II III IV
13.26 13.48 13.46
11.44 11.61 11.57
12.41 12.44 12.61
13.51 13.62 13.48
13.53 13.53 13.78
14.05 14.10 14.17
10.08 10.26 10.77
10.72 10.81 11.14
22.94 23.49 23.13
13.33 13.50 13.44
12.75 12.81 12.93
12.97 13.00 13.13
I II III IV
13.81 13.42 13.28 12.95
12.12 10.40 10.26 9.53
11.45 13.00 13.22 13.31
14.04 12.91 13.01 12.86
15.29 13.75 13.69 13.34
14.74 14.61 14.62 14.72
10.03 6.83 8.84 9.52
11.38 9.64 11.46 11.89
23.11 28.49 28.73 28.40
13.25 12.98 13.09 12.86
13.13 12.14 12.00 11.30
13.59 13.61 13.76 13.82
I
12.36
10.15
13.22
13.13
13.70
14.41
8.74
10.63
22.34
12.67
12.00
13.57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
97
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Periode I II III IV
2013 2013
I II III IV
2014 2014
I II III IV
2015 2015 2016
I
Inflow 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56 4.30 19.23 6.18 3.78 4.82 3.79 18.57 6.23
Jumlah Outflow Netflow 1.71 2.69 2.88 0.35 5.31 (0.44) 4.16 (0.08) 14.07 2.52 2.34 2.96 3.83 0.24 5.64 (0.08) 4.10 0.21 15.90 3.33 2.25 3.94 3.70 0.08 4.93 (0.11) 3.20 0.59 14.07 4.49 1.49 4.74
Inflow 13.90% 17.51% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.15% 5.65% 15.93% 16.71% -7.20% -13.42% -11.94% -3.47% 0.72%
yoy Outflow Netflow -7.74% 33.88% -9.03% 184.18% 48.58% 224.77% 29.43% -531.87% 19.06% 30.49% 36.67% 9.67% 32.62% -30.61% 6.16% 82.72% -1.52% 346.91% 13.03% 32.07% -4.13% 33.23% -3.31% -68.17% -12.60% -47.38% -21.82% 181.69% -11.49% 34.80% -33.89% 20.47%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Periode I II III IV
2013 2013
I II III IV
2014 2014
I II III IV
2015 2015 2016
98
I
Inflow 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23 0.01 0.42 0.00 0.00 0.03 0.00 0.04 0.00
Jumlah Outflow Netflow 0.28 (0.25) 0.78 (0.70) 2.51 (2.43) 2.63 (2.53) 6.20 (5.91) 2.20 (2.05) 3.22 (3.18) 3.93 (3.70) 2.07 (2.06) 11.42 (11.00) 1.74 (1.73) 4.03 (4.03) 3.59 (3.56) 5.84 (5.83) 15.20 (15.15) 4.45 (4.45)
Inflow -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11% -90.05% 47.75% -97.54% -97.29% -84.91% -73.33% -90.11% -43.02%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
yoy Outflow -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42% -21.19% 84.31% -20.95% 25.02% -8.54% 181.97% 33.07% 156.01%
Netflow 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% -720.65% -353.25% -52.18% 18.45% -86.08% 15.58% -26.53% 3.84% -183.21% -37.79% -156.41%
LAMPIRAN
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) Jumlah
Periode
2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
I II III III
2014 2015
I II III
From 11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72 25.66 85.41 14.45 26.71 19.34
yoy
To 29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10 41.37 141.02 32.77 31.93 40.38
From-To 4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97 11.87 37.36 4.29 4.27 3.48
From 3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04% 24.93% 20.03% -7.73% 24.96% -14.88%
To 24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28% -0.27% -4.70% 17.51% -5.15% 5.99%
From-To -1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41% 62.68% 60.89% -9.65% -56.25% -68.29%
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu) KOMODITAS EKSPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nikel Cokelat Olahan Ganggang Laut Biji Cokelat Udang Segar Ikan Olahan Buah/Sayur Olahan Kayu Lapis Sayur-Sayuran Dedak/Bekatul
I 258,413 4,696 15,882 50,603 11,805 11,111 6,848 9,267 65 5,974 403,019
2013 II III 247,288 215,371 14,722 17,225 21,039 27,430 28,346 59,061 13,911 16,464 10,330 15,233 6,214 6,677 8,843 7,771 199 295 4,844 4,624 389,288 417,565
IV 200,767 28,377 26,942 39,017 19,577 14,376 5,646 9,927 165 3,934 386,338
2013* 921,839 65,019 91,292 177,026 61,757 51,050 25,385 35,809 723 19,375 1,596,210
I 213,110 29,325 33,321 19,952 14,593 8,803 5,926 10,534 175 4,603 460,017
2014 II III 269,360 289,821 34,256 47,805 35,918 38,832 35,040 27,076 18,007 23,090 12,162 17,765 7,916 6,292 9,175 8,248 139 105 5,231 4,317 499,048 452,629
IV 266,267 37,194 39,176 20,085 12,773 15,593 5,543 8,581 5,242 3,871 344,161
2014 1,038,558 148,581 147,247 102,154 68,463 54,322 25,677 36,538 5,661 18,022 1,755,855
I 211,882 21,144 28,146 9,422 11,834 9,900 8,386 6,236 30 6,125 344,161
2015* II 197,775 40,898 32,547 23,052 14,979 13,105 10,161 10,994 8,427 4,893 382,893
III 172,672 31,884 26,357 27,395 14,107 11,894 10,570 9,932 9,797 2,841 350,441
IV 176,610 30,021 18,757 15,355 16,532 14,155 11,640 13,289 260 3,385 333,278
2015* 758,939 123,947 105,807 75,224 57,452 49,053 40,757 40,450 18,514 17,243 1,410,774
2016** I 108,715 19,769 18,289 4,904 12,091 10,003 15,784 7,948 85 3,281 229,370
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) 2013 I II III 1 Jepang 276,916 265,502 236,096 2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 4 Philipina 15,896 23,792 26,969 5 Singpura 3,759 4,103 4,511 6 Belanda 10,747 6,511 13,668 7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 8 Jerman 2,714 4,225 5,959 9 Australia 3,061 4,265 3,095 10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 NILAI EKSPOR SULSEL 366,672 338,889 362,336 Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016 NEGARA TUJUAN EKSPOR
2013 IV I 222,268 1,000,782 229,808 35,098 102,995 28,276 46,967 154,155 31,358 24,962 91,618 26,414 3,529 15,902 4,784 4,892 35,819 5,235 2,982 10,999 3,121 5,027 17,925 5,462 5,854 16,274 6,494 4,110 17,129 4,296 335,808 1,403,705 318,197
2014 II III 285,800 311,425 38,252 40,895 43,734 37,866 32,148 39,092 4,348 5,126 8,685 12,434 4,085 3,269 5,994 10,525 9,624 7,580 3,314 5,116 400,004 428,820
IV 282,417 44,010 22,781 35,247 9,554 5,537 5,640 7,103 6,191 3,646 389,604
2014 1,109,450 151,433 135,739 132,900 23,811 31,890 16,115 29,084 29,890 16,373 1,536,625
I 225,143 28,197 22,395 16,135 2,212 7,958 7,360 6,972 4,414 4,460 344,161
2015* II 213,089 35,894 32,804 40,494 11,210 5,793 7,035 4,541 4,530 3,346 382,891
III 188,475 35,508 41,494 23,936 12,884 6,022 4,995 7,410 3,952 3,888 350,441
2015* IV 189,872 816,578 29,831 129,429 31,259 127,952 3,499 84,063 4,620 30,926 3,635 23,408 5,971 25,361 2,760 21,683 4,151 17,047 3,765 15,459 333,278 1,410,772
2016** I 117,903 16,028 25,540 1,978 2,259 5,153 4,007 3,898 5,408 4,015 229,370
Sumber: Bea Cukai, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
99
LAMPIRAN
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu) 2013
KOMODITAS IMPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kapal Terbang dan Bagiannya Bahan Kimia Anorganik Karpet dan Alas Lantai Gandum-Ganduman Aluminium Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik Ampas/Sisa Industri Makanan Kain Khusus Bulu dan Bunga Buatan Sereal,Tepung, dan Susu NILAI IMPOR SULSEL
I
II
37,228 56,173 14,065 13,822 101 300,716
56,624 47,354 16,677 6,086 3,070 404,717
III 29,661 15,453 19,661 1,859 2,277 7,183 218,820
IV 62,323 18,483 20,156 3,382 210 6,250 126,061
2014
2013* 185,835 137,463 70,559 25,150 5,557 13,534 1,050,313
I
II
55,107 34,678 11,103 4,827 1,570 1,657 139,097
48,136 52,658 40,995 41 3,723 2,508 181,875
III 59,146 32,731 16,902 43 4,913 2,581 7,449 149,053
IV 30,292 26,309 27,845 202 1,977 1,436 5,079 129,393
2015*
2014 192,681 146,375 96,845 287 15,440 5,588 16,692 599,417
I
II
43,748 23,114 21,885 32 5,075 13,900 11,185 163,902
66,857 47,433 12,475 47 13,305 538 2,890 180,739
III 124,230 273 44,440 28 31,330 18,588 132 270,064
2015*
IV 3,697 30,837 596 37,787 21,685 84 149,655
124,230 114,575 70,547 75,277 34,983 69,196 40,273 18,380 14,438 14,291 764,360
2016** I 3,347 35,846 5 35,071 13,573 27 123,713
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu) NEGARA ASAL IMPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rusia Tiongkok Australia Kanada Singapura Argentina Jerman Amerika Serikat Thailand Malaysia NILAI IMPOR SULSEL
I 151,252 28,368 29,359 12,049 13,586 12,569 14,314 9,774 11,310 1,470 300,716
2013 II III 248,147 121,335 2,948 11,288 41,531 29,849 25,176 3,905 11,955 9,626 15,635 13,186 9,187 393 2,429 7,879 5,838 3,313 3,137 2,006 404,717 218,820
IV 11,978 15,463 29,355 12,160 3,094 17,778 749 12,155 3,155 4,153 126,061
2013*
I
532,711 58,066 130,093 53,291 38,262 59,168 24,643 32,238 23,616 10,766 1,050,313
586 24,588 40,047 2,799 7,901 10,141 424 25,350 9,381 5,031 139,097
2014* II III 557 6,325 36,507 29,472 36,627 40,027 15,376 10,268 4,377 8,400 34,030 13,582 10,070 10,238 13,445 6,130 3,380 2,539 10,675 3,832 181,875 149,053
IV 2,069 20,987 18,364 15,521 10,861 19,518 2,471 8,696 7,106 1,811 129,393
2015**
2014* 9,536 111,554 135,066 43,963 31,538 77,272 23,203 53,620 22,406 21,350 599,417
I
II
946 29,420 59,175 5,293 26,556 19,975 978 1,771 2,477 300 163,067
34,987 47,954 18,487 11,061 10,541 21,430 9,845 4,540 2,722 180,739
III 132,603 59,722 16,828 22,930 3,437 9,303 170 2,412 4,573 5,723 270,064
IV 13,334 60,503 9,655 10,637 9,330 5,364 1,839 4,976 2,444 1,153 149,655
2015** 146,883 184,632 133,612 57,347 50,383 45,182 24,417 19,005 14,035 9,898 763,524
2016** I 437 42,693 25,410 6,496 636 18,433 165 2,367 4,657 1,153 123,713
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
F. Inklusi Keuangan Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012
2013
4,079
4,806
2014* 5,182
2015** 5,540
2016** 5,700
2012 8,207
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening) 2012
2013
894
872
2014* 870
2015** 916
2016** 945
2013 8,309
2014* 8,408
2015** 8,520
2016** 8,796
2012 8,207
2013 8,309
2014* 8,408
2015** 8,520
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2012 49.70
2013 57.84
2014* 61.64
2015** 65.02
2016** 64.81
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
100
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
2016** 8,796
2012 10.89
2013 10.49
2014* 10.34
2015** 10.75
2016** 10.75
LAMPIRAN
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar) NO KABUPATEN/KOTA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kep Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2012 2013 2,464.94 2,879.79 6,243.26 7,170.12 3,825.42 4,337.70 4,720.38 5,258.35 4,366.04 4,962.95 9,380.48 10,702.76 4,926.59 5,600.99 10,428.66 11,885.15 11,766.21 13,508.09 3,363.62 3,816.79 14,833.10 16,656.17 4,761.84 5,401.13 10,166.67 11,620.59 6,108.34 6,937.94 8,738.25 9,847.32 3,458.74 4,121.14 6,698.54 7,679.83 3,232.30 3,701.18 5,560.28 6,339.52 15,266.46 16,623.15 3,546.30 4,248.57 78,013.04 88,169.95 3,501.13 3,938.49 3,690.92 4,180.46
2014 3,463.52 8,345.26 4,936.80 6,139.98 5,809.96 12,001.82 6,482.80 14,750.54 15,921.63 4,396.91 19,739.12 6,176.04 13,568.44 8,036.28 11,358.26 4,617.89 9,006.39 4,267.52 7,558.98 20,363.59 5,045.16 100,026.50 4,428.05 4,743.86
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2012 2013 2,122.81 2,317.79 5,483.24 5,910.22 3,234.46 3,525.95 4,147.46 4,423.31 3,809.14 4,144.47 8,289.11 9,071.49 4,366.71 4,707.26 9,044.51 9,612.78 10,288.64 11,248.99 3,000.72 3,238.15 12,730.12 13,533.60 4,259.55 4,567.99 8,819.11 9,424.44 5,297.54 5,665.20 7,708.90 8,270.31 3,021.20 3,197.79 5,915.10 6,373.02 2,793.72 2,997.15 4,911.00 5,274.63 11,963.26 12,717.59 2,971.71 3,261.43 70,851.04 76,907.41 3,150.26 3,401.32 3,363.25 3,634.87
2014 2,530.65 6,395.65 3,805.22 4,764.31 4,517.63 9,701.44 5,035.79 10,115.50 12,391.77 3,453.22 14,741.06 4,876.75 10,286.60 6,104.75 8,941.22 3,385.82 6,929.57 3,193.81 5,721.30 13,794.39 3,507.40 82,592.00 3,608.58 3,877.03
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
101
LAMPIRAN
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
PERTUMBUHAN PERTAHUN 2011 2012 2013 2014 8.88 7.88 9.18 9.18 5.49 9.65 7.79 8.21 9.38 9.67 9.01 7.92 8.44 7.55 6.65 7.71 7.59 6.58 8.80 9.00 7.46 8.15 9.44 6.94 7.60 7.32 7.80 6.98 11.24 11.14 6.28 5.23 9.84 8.26 9.33 10.16 8.13 8.39 7.91 6.64 6.40 8.21 6.31 8.92 7.17 6.93 7.24 6.76 10.11 6.50 6.86 9.15 9.63 8.93 6.94 7.76 7.71 8.51 7.28 8.11 8.08 7.30 5.84 5.88 7.89 7.00 7.74 8.73 7.78 8.58 7.28 6.56 8.04 6.81 7.40 8.47 -4.29 5.62 6.31 8.47 8.36 9.45 9.75 7.54 10.36 9.64 8.55 7.39 8.42 8.80 7.97 6.09 7.90 7.00 8.08 6.66
KABUPATEN/KOTA Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
2010 9.25 9.51 10.33 6.61 7.60 7.76 12.26 8.12 17.54 10.00 10.46 12.15 14.00 12.34 15.02 10.06 11.15 6.64 10.64 34.02 6.89 27.56 13.85 13.12
PDRB perkapita 2011 2012 11.17 13.61 10.74 12.55 12.21 14.11 7.73 8.88 8.65 9.92 8.87 9.95 13.98 15.94 9.38 10.66 20.67 24.27 11.37 13.00 12.19 14.22 14.28 16.39 17.16 19.87 15.26 17.63 17.50 20.20 11.89 13.78 12.91 14.77 8.04 9.74 12.25 14.12 38.65 40.77 8.31 9.98 31.82 36.55 15.77 17.82 14.98 16.84
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
102
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
2013 15.85 14.40 16.30 10.12 11.16 11.25 18.24 12.11 28.06 14.78 16.06 18.87 22.89 19.92 22.87 16.89 16.83 11.35 16.32 48.63 11.74 41.76 20.50 19.16
LAMPIRAN
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011
2012
2013
2014
124,104 399,000 178,596 346,308 273,891 668,875 231,425 324,097 310,288 167,511 724,923 224,804 387,815 276,327 355,312 192,822 336,989 223,297 291,414 250,223 219,084 1,364,955 131,514 152,573 8,156,129
125,603 401,897 179,800 348,680 277,218 682,597 233,200 327,998 313,722 168,397 729,516 225,180 389,284 279,810 358,312 194,606 340,491 224,812 294,402 256,699 220,777 1,387,033 133,381 156,603 8,250,018
127,220 404,896 181,006 351,111 280,590 696,096 234,886 331,796 317,110 169,302 734,119 225,512 390,603 283,307 361,293 196,394 343,793 226,212 297,313 263,012 222,393 1,408,072 135,192 160,819 8,342,047
128,744 407,775 182,283 353,287 283,762 709,386 236,497 335,596 320,293 170,316 738,515 225,709 391,980 286,610 364,087 198,194 347,096 227,588 299,989 269,405 224,003 1,429,242 136,903 164,903 8,432,163
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten / Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011 65.1 64.2 65.5 64.5 64.5 65.6 65.1 64.9 65.0 64.2 64.0 63.4 67.0 64.6 64.5 66.6 65.3 67.1 65.9 68.3 63.5 61.0 62.0 63.1 64.3
TPAK 2012 2013 62.7 61.11 68.4 62.25 72.2 68.74 67.0 61.96 62.3 57.69 62.1 64.17 73.1 70.34 64.3 60.98 57.6 54.41 56.8 53.43 64.8 63.3 62.1 57.22 59.9 58.16 57.2 52.25 55.0 52.07 74.5 70.27 59.7 58.69 76.3 70.55 65.6 62.02 67.3 65.01 68.3 65.25 57.9 57.8 60.4 57.72 59.6 58.13 62.8 60.49
2014 60.6 65 71.9 61.7 62.9 66.3 68.8 63.0 57.6 50.4 63.9 57.6 55.6 54.0 60.1 68.2 62.5 80.3 66.7 67.2 69.8 56.9 60.6 58.0 62.0
2011 4.68 5.46 5.54 5.06 5.54 7.05 5.59 6.94 6.09 5.75 5.98 5.16 7.45 4.78 6.55 6.66 7.41 5.56 4.47 7.16 6.05 8.41 7.97 9.47 6.56
TPT 2012 2013 3.25 4.62 2.71 4.16 7.02 6.44 4.35 2.77 6.21 2.73 4.01 2.63 2.84 0.43 6.43 5.71 8.03 5.7 4.78 4.51 3.51 3.8 6.15 6.65 3.13 3.72 6.99 7.62 5.35 1.96 3.05 1.61 10.55 7.14 4.63 3.26 5.03 4.48 8.12 6.28 5.08 2.82 9.97 9.53 4.21 4.86 8.43 9.03 5.87 5.1
2014 2.1 2.8 2.4 2.7 2.7 2.3 0.9 4.6 9.9 2.3 5 2.4 4.9 6.2 2.8 1.4 5.1 3.3 1.8 8.1 3.7 10.9 7.1 8.1 5.1
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
103
LAMPIRAN
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2012 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
Jumlah (ribu) 16.2 31.5 16.00 58.0 26.7 55.3 21.7 41.3 52.3 15.7 89.5 20.6 30.5 16.9 28.1 28.2 45.5 28.7 41.4 19.9 36.0 69.9 7.5 14.9 812.3
% 12.87 7.83 8.90 16.59 9.60 8.06 9.29 12.56 16.63 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.83 14.45 13.34 12.73 14.03 7.72 16.28 5.02 5.58 9.47 9.82
2013 P1 2.34 0.93 1.64 2.64 1.57 1.66 1.26 2.36 2.76 1.50 1.90 1.08 0.87 0.77 1.37 1.79 1.97 1.98 2.68 1.13 2.44 0.76 0.88 1.61 1.68
P2 0.61 0.18 0.45 0.68 0.48 0.64 0.26 0.60 0.77 0.37 0.51 0.21 0.16 0.14 0.40 0.38 0.47 0.46 0.75 0.29 0.52 0.17 0.21 0.44 0.42
Jumlah (ribu) 18.2 36.7 18.9 58.1 29.3 61.0 24.3 43.1 56.4 17.5 87.7 21.3 31.9 17.9 32.1 29.7 52.0 31.3 46.2 2.2 36.8 66.4 8.6 15.5 863.2
% 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.3 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.7 6.38 9.57 10.32
Sumber: BPS, diolah
104
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
P1 2.32 1.01 1.68 2.42 1.48 1.19 1.41 2.24 3.15 1.33 1.75 0.93 1.27 1.00 1.16 2.02 2.25 1.81 2.06 1.37 3.03 0.84 0.83 1.42 1.65
P2 0.54 0.17 0.49 0.61 0.35 0.25 0.33 0.63 0.85 0.26 0.47 0.15 0.35 0.23 0.22 0.44 0.52 0.38 0.43 0.32 0.86 0.24 0.18 0.3 0.40
LAMPIRAN
H. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
105
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
106
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel
107
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
108
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016 Pengembangan Kawasan Perkotaan Sebagai Penggerak Ekonomi Sulsel