Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 2015
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan seiring perbaikan produksi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga mampu mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah kembali pada level yang tinggi. Ekspor daerah juga mulai menunjukan perbaikan, sementara impor seirama dengan kondisi global masih berada dalam fase penurunan. Konsumsi pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi daerah tercatat masih sangat rendah realisasinya. Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) dan inflasi Nasional (7,26%; yoy). Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan sesuai dengan pola musimannya (Ramadhan dan Idul Fitri). Faktor musiman juga tercermin pada sistem pembayaran tunai, yang ditandai oleh penurunan net inflow yang cukup besar. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara yang akurat dan berkelanjutan. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, 14 Agustus 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
5
1.
9
PERTUMBUHAN EKONOMI
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PENGELUARAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA
10 10 18
2.
KEUANGAN PEMERINTAH
29
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB
30 30 33 34 35
3.
INFLASI
39
3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTA IHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
40 44 45 46
4.
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 57 60
5.
63
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
64 65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
v
DAFTAR ISI
6.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
67
6.1. 6.2. 6.3. 6.4.
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
68 69 70 71
7.
PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
73
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2. PROSPEK INFLASI 7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN
74 79 82
LAMPIRAN
85
DAFTAR BOKS BOKS 1.A. MENGINVENTARIS HAMBATAN PERTUMBUHAN UTAMA SULSEL MELALUI METODE GROWTH DIAGNOSTIC
26
BOKS 2.A. 37 PENGARUH PERUBAHAN NOMENKLATUR KEMENTERIAN/LEMBAGA TERHADAP PENYERAPAN BELANJA APBN 2015 DI SULSEL BOKS 3.A. UPAYA STABILITAS HARGA KOMODITAS BAWANG MERAH DI SULAWESI SELATAN
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
51
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan triwulan II-2015kembali tumbuhlebih tinggi.
Perekonomian Sulsel triwulan II 2015 tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy), sementara untuk keseluruhan tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran bawah 7,0%-8,0% (yoy). Percepatan pertumbuhan terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan, sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih kuat walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor menunjukan perbaikan terkait dengan dengan sedikit pulihnya ekspor nikel matte. Sedangkan Impor masih menunjukan kontraksi, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor teknis. Pertumbuhan Sulsel diperkirakan akan terakselerasi kembali mulai kuartal ketiga 2015, sehingga keseluruhan tahun 2015 diperkirakan masih berada dalam rentang pertumbuhan 7,0%-8,0% (yoy). Pertumbuhan investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta akan menjadi kunci masih tingginya pertumbuhan Sulsel tahun 2015 tersebut. Di sisi lain, laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy), sementara untuk 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi nasional. Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari kegiatan masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar Keagamaan Nasional (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada bulan Juni 2015, membuat permintaan barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi. Berjalannya koordinasi antar instansi, ketersediaan pasokan pangan, dan kebijakan pemerintah untuk energi, menjadi faktor penentu tercapainya target inflasi 2015.
Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian dan investasi menjadi sumber utamaakselerasi ekonomi Sulsel di triwulan II 2015
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di triwulan II 2015. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di sektor primer (sektor pertanian). Selain pertanian, beberapa sektor yang tercatat tumbuh positif adalah pertambangan, industri pengolahan, perdagangan, transportasi, informasi dan komunikasi, administrasi pemerintahan, dan jasa pendidikan. Di sisi lain, sembilan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
sektor lain termasuk didalamnya sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor utama penunjang perekonomian Sulsel mengalami penurunan. Dari sisi pengeluaran, investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan utama di periode pelaporan. Sementara indikasi masih lemahnya kondisi global terlihat dari lambatnya kinerja perdagangan baik dari sisi ekspor maupun impor. Selain itu, konsumsi pemerintah yang awalnya diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan tercatat mengalami koreksi yang cukup dalam.
Keuangan Pemerintah Kenaikan realisasi pendapatan pemerintah belum diikuti sisi belanjanya.
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2015 relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015. Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Sementara persentase penyerapan APBN di Sulsel masih lebih rendah dari tahun 2014. Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi penyerapan anggaran pemerintah pusat di Sulsel
Inflasi Inflasi meningkat, karena faktor musiman (Ramadhan).
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di triwulan II tercatat sebesar 8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga –harga barang pangan menjelang bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami peningkatan dari triwulan I 2015 sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Selain itu, bila dilihat per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Intermediasi perbankan tetap tinggi, dengan kualitas kredit terjaga pada level aman.
Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari Rasio Non-Performing Loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas aman 5%. Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
RINGKASAN EKSEKUTIF
tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11% (yoy).
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Pada triwulan II terjadi penurunan besar net inflow karena masyarakat banyak melakukan penarikan uang di Bank untuk menyambut Ramadhan.
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Di sisi lain, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan II 2015. Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net inflow pada triwulan II 2015. Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke Bank Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan I 2015. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Prospek Perekonomian Perekonomian Sulsel pada triwulan III dan keseluruhan 2015 diperkirakan masih akan lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2% (yoy) dan 7,0% 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar negeri masih sangat tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi lapangan usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Sementara tekanan harga pada triwulan III 2015 diperkirakan masih tinggi seiring dengan masuknya bulan ramadhan, sedangkan untuk tahun 2015 diperkirakan akan tetap terkendali dalam rentang target inflasi nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi kebijakan: mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi dan pengendalian inflasi.
Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan sehingga mampu memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta mengisi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain (1) mendorong peningkatan konsumsi domestik, (2) Penyelesaian kendala teknis dalam realisasi belanja pemerintah, (3) Optimasi penggunaan transfer pemerintah pusat ke daerah, (4) Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, (5) Konsisten dalam pembangunan sektor unggulan berbasis ekspor. Sementara, untuk pengendalian harga-harga barang dan jasa secara umum, sehingga tercapai level yang mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, maka beberapa kebijakan yang dapat disarankan adalah sbb (1) Melakukan langkah cepat (early warning system), (2) Melakukan intervensi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah ataupun operasi pasar, (3) Menyusun sistem informasi stok bahan kebutuhan pokok masyarakat yang akurat dan kredibel, (4) Memperkuat koordinasi anggota TPID beserta semua unsur pendukung termasuk petani, pedagang besar, aparat keamanan, dan lembaga pembiayaan, (5) Perlunya kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang.
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER TRIWULANAN - PROPINSI SULSEL 2012*
2013*
2014**
2015**
INDIKATOR I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
132.89 128.11 134.65 126.38 144.28 137.57 135.20 137.27 134.57 133.20
133.44 129.75 136.07 127.28 149.65 142.05 137.53 138.93 134.98 134.73
135.69 131.57 137.85 129.07 152.64 142.03 141.14 141.02 137.56 135.68
136.14 133.73 139.32 132.71 152.79 140.74 142.34 141.15 138.24 136.87
139.01 136.86 141.62 133.82 155.28 141.12 143.27 141.41 140.21 138.49
139.26 136.16 140.95 135.00 158.31 144.46 142.88 144.15 140.78 138.68
145.51 141.73 142.53 140.14 167.44 156.03 151.42 151.32 145.61 148.77
144.60 144.59 147.46 143.68 163.87 153.14 153.12 149.50 146.41 150.25
109.16 109.39 108.24 113.54 108.41 110.38 111.45 108.00 108.92 112.16
109.71 110.28 109.32 112.66 109.26 111.97 113.64 109.77 110.28 114.28
111.72 110.90 109.62 114.05 113.93 112.31 115.12 111.72 112.54 117.01
116.89 118.61 115.26 121.17 115.18 115.86 120.21 117.67 116.85 122.30
116.95 118.13 113.96 121.30 116.00 120.40 117.34 116.43 116.20 121.04
118.55 119.91 115.98 121.90 118.27 121.88 120.46 117.84 118.65 123.67
4.06 0.95 5.91 1.94 2.07 8.65 2.50 5.10 3.81 4.54
3.84 3.73 5.95 1.80 4.11 6.25 4.99 4.65 3.24 4.30
4.48 5.23 5.40 2.94 5.52 7.07 6.78 2.03 3.71 3.87
4.41 6.04 5.31 4.52 5.07 6.73 5.87 5.25 3.28 3.29
4.61 6.83 5.18 5.89 7.62 2.58 5.97 3.02 4.19 3.97
4.36 4.94 3.59 6.07 5.79 1.70 3.89 3.76 4.30 2.93
7.24 7.72 3.39 8.58 9.70 9.86 7.28 7.30 5.85 9.65
6.21 8.12 5.84 8.27 7.25 8.81 7.57 5.92 5.91 9.78
5.88 5.67 5.10 9.57 5.77 8.95 8.42 5.60 6.24 8.80
5.92 6.26 5.82 7.40 5.27 8.85 10.37 4.84 6.65 9.75
3.72 4.00 3.59 4.51 5.32 2.79 5.46 1.83 4.46 5.40
8.61 9.67 6.14 9.11 6.56 7.19 8.84 8.45 7.89 9.35
7.13 7.99 5.28 6.83 7.00 9.08 5.28 7.81 6.68 7.92
8.06 8.73 6.09 8.20 8.25 8.85 6.00 7.35 7.59 8.22
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993 14,142 1. Pertanian 3,787 2. Pertambangan dan Penggalian 875 3. Industri Pengolahan 1,948 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 5. Konstruksi/Bangunan 841 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129
15,057 4,095 1,116 1,990 159 868 2,616 1,459 1,240
15,545 4,321 1,091 2,033 164 903 2,738 1,502 1,272
14,974 3,329 1,209 2,079 168 955 2,798 1,553 1,338
15,304 3,831 1,123 2,108 169 913 2,797 1,544 1,323
15,995 4,059 1,181 2,187 173 964 2,876 1,613 1,414
16,828 4,491 1,230 2,210 178 1,022 2,966 1,660 1,468
6,936 3,765 1,153 2,199 181 1,058 3,022 1,663 1,480
-
1,514
1,522
1,544
1,494
1,529
1,604
1,636 12,293 3,445 7,648 51 75 6,494 7,775 2,072 765 3,492 1,956 2,068 245 2,510 2,916 1,065 707 55,576
13,015 3,492 8,213 55 77 6,789 8,088 2,105 797 3,592 2,021 2,124 249 2,550 2,929 1,093 728 57,918
14,950 4,039 8,631 56 77 7,044 8,620 2,193 806 3,733 2,013 2,164 252 2,653 3,105 1,107 747 62,188
10,551 3,995 8,941 59 73 7,301 7,881 2,272 815 3,743 2,116 2,209 254 2,686 3,523 1,169 761 58,349
12,821 3,543 7,920 55 75 6,924 8,212 2,146 804 3,749 2,136 2,252 256 2,572 3,176 1,144 773 58,558
14,651 3,789 8,569 53 77 7,150 8,656 2,253 829 3,860 2,072 2,284 261 2,679 3,195 1,166 788 62,331
MAKRO Indeks Harga Konsumen -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
9. Jasa-jasa
1,460
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
14,142
15,057
15,545
14,974
15,304
15,995
16,828
16,157
9,586 4,070 4,755 4,269
9,767 4,797 5,323 4,830
9,984 4,557 5,659 4,655
10,142 3,387 6,158 4,713
10,136 4,666 5,322 4,820
10,336 5,153 5,634 5,128
10,675 4,323 6,169 4,339
10,852 4,052 6,176 4,923
35,255 20,902 14,700 15,618
37,835 23,641 14,295 17,694
38,891 24,033 15,704 16,474
42,129 22,520 14,782 20,818
37,158 23,507 13,417 15,524
39,680 25,108 13,808 16,265
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
14,142 7.90
15,057 8.06
15,545 8.70
14,974 8.88
15,304 8.21
15,995 6.23
16,828 8.26
16,157 7.90
55,577
57,918
62,241
58,349 7.71
58,558
62,331
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
269.15 223.29 155.07 280.95 114.08
334.64 193.78 186.72 500.79 147.92
425.37 152.34 254.70 246.48 170.67
526.60 245.36 219.18 215.54 307.42
403.02 171.92 300.72 160.04 102.30
389.29 198.44 404.72 472.75 (15.43)
417.56 499.94 218.82 216.69 198.75
386.19 230.41 123.23 271.11 262.96
360.34 167.44 139.10 221.11 221.25
444.80 209.93 129.39 217.60 315.40
344.16 163.96 163.07 326.28 181.09
1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
452.96 182.55 181.87 258.82 271.09
490.63 193.36 149.05 266.39 341.58
5.36
7.62 382.89 194.52 180.74 317.63 202.15
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012 ***) Sejak tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2012
2013
2014
2015**** III
IV
II
III
IV
I
II
III
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
67,573
72,554
74,754
79,307
80,876
86,366
90,288
90,932
90,909
97,572
99,571
101,351
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
45,734 7,471 25,004 13,259
48,024 7,282 27,206 13,536
49,917 7,257 28,545 14,115
53,717 7,345 31,466 14,907
52,302 7,770 29,321 15,211
53,457 8,092 30,068 15,297
57,359 9,221 32,076 16,062
60,444 7,845 35,007 17,592
58,162 7,990 32,446 17,726
61,402 9,730 33,168 18,504
64,339 9,693 34,828 19,819
66,112 7,995 37,428 20,690
75,874 27,257 14,642 33,974 130.45%
79,336 29,062 15,467 34,807 129.21%
80,463 29,847 15,457 35,159 125.06%
83,560 31,442 16,241 35,877 126.39%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
I
II
I
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
54,585 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007
59,035 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045
61,090 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781
66,221 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684
68,371 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065
72,937 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814
75,014 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096
75,388 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794
75,874 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043
79,336 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053
80,463 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408
83,560 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
18,349
19,582
18,240
20,270
21,818
24,162
24,221
24,684
24,823
26,489
26,768
27,675
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
3,533 3,151 382 -
3,939 3,489 449 -
3,628 3,159 469 -
3,672 3,206 467 -
3,994 3,484 510 -
4,211 3,558 653 -
4,412 3,648 764 -
4,499 3,768 731 -
4,648 3,827 821 -
5,114 4,088 1,027 -
5,297 4,249 1,048 -
5,883 4,479 1,404 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
8,932 5,564 3,369 -
8,933 5,848 3,085 -
8,433 5,455 2,978 -
8,938 5,760 3,178 -
9,290 5,678 3,612 -
9,819 6,492 3,328 -
9,877 5,624 4,253 -
10,037 5,750 4,287 -
10,123 5,862 4,261 -
10,329 6,076 4,253 -
10,885 6,408 4,478 -
11,035 6,683 4,353 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
5,884 4,759 1,125 -
6,710 5,478 1,232 -
6,180 4,833 1,347 -
7,660 5,644 2,016 -
8,534 6,186 2,349 -
10,132 7,205 2,927 -
9,932 6,872 3,060 -
10,148 7,278 2,870 -
10,052 7,079 2,972 -
11,046 7,822 3,224 -
10,586 7,680 2,906 -
10,757 7,802 2,954 -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.05%
3.08%
2.87%
2.74%
2.94%
2.83%
2.91%
2.85%
3.14%
3.54%
3.57%
3.13%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4.12%
4.23%
4.18%
3.96%
4.25%
3.95%
4.57%
4.38%
4.87%
4.98%
5.42%
4.81%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
3,377
3,689
3,977
4,524
4,802
5,085
5,420
5,576
5,586
5,580
5,619
5,906
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
1,578 196 756 626
1,635 199 803 633
1,817 200 844 773
2,063 296 984 783
2,138 253 969 916
2,138 232 974 932
2,594 243 1,162 1,188
2,884 338 1,307 1,239
2,742 221 1,261 1,260
2,795 262 1,261 1,272
2,878 346 1,337 1,195
2,991 380 1,479 1,132
4,453 684 488 3,282 162.40%
4,869 776 670 3,423 174.20%
4,926 985 670 3,270 171.16%
5,141 1,135 825 3,181 171.91%
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 647 645 656 674 673 688 651 631 224 212 228 284 329 362 359 438 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65%
Catatan: * (
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
I
II
104,945 66,420 10,154 34,147 22,118 85,304 32,776 16,482 36,045 128.43% 85,304 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 27,428 6,221 4,674 1,548 10,893 6,596 4,296 10,313 7,488 2,825
108,309 68,867 11,820 34,881 22,166 87,563 34,627 16,500 36,436 127.15% 87,563 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 28,301 6,679 5,038 1,642 11,161 6,860 4,300 10,461 7,698 2,763
3.36% 5.21% -
3.16% 5.14% -
6,000 3,187 547 1,488 1,153 5,239 1,292 865 3,081 164.36% -
6,184 3,287 554 1,570 1,162 5,582 1,535 1,015 3,033 169.84% -
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. SISTEM PEMBAYARAN 2012 INDIKATOR I
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
2015*** III
IV
I
II
KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar)
3,872 3,871 0.15 1,860 1,859 1.80 893
2,754 2,754 0.13 3,174 3,171 2.53 158
3,925 3,925 0.02 3,575 3,574 0.86 51
3,200 3,200 0.05 3,214 3,214 0.34 272
4,410 4,410 0.03 1,715 1,715 0.28 350
3,236 3,236 0.08 2,885 2,885 0.78 502
4,872 4,872 0.08 5,313 5,310 2.51 989
4,075 4,075 0.10 4,162 4,159 2.63 708
5,299 5,299 0.14 2,346 2,343 2.20 748
4,069 4,069 0.04 3,829 3,826 3.22 620
5,562 5,561 0.23 5,641 5,637 3.93 269
4,304 4,304 0.01 4,098 4,096 2.07 403
6,184 6,184 0.004 2,248 2,247 1.74 925
3,777 3,777 0.000 3,709 3,703 5.66
TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar)
11,504 29,147 4,578
15,473 37,788 4,355
15,421 34,631 4,424
19,880 40,648 5,049
14,448 32,767 4,245
17,402 36,120 4,921
18,770 37,614 6,755
20,540 41,480 7,299
15,660 27,887 4,748
21,374 33,669 9,765
22,719 38,096 10,970
25,647 41,348 11,845
19,951 21,897 3,778
26,709 31,935 4,272
9,296 281,461
9,439 283,706
9,466 285,156
10,139 294,745
9,737 284,030
9,976 285,559
10,239 280,922
10,670 290,332
9,483 260,069
9,616 266,025
9,716 260,914
11,198 280,987
9,757 262,477
10,492 279,265
558 37,461 9 595
569 38,646 9 613
579 39,105 9 621
605 40,567 10 644
557 36,457 9 608
576 34,774 10 580
874 37,895 15 632
1,050 41,130 17 663
675 29,191 11 487
637 28,625 11 477
675 30,355 11 490
805 32,940 13 515
887 34,547 15 566
1,027 32,940 17 540
TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar)
8,737
8,870
8,887
9,534
9,180
9,400
9,365
9,620
8,809
8,978
9,041
10,393
8,870
9,465
244,000
245,060
246,051
254,178
247,573
250,785
243,027
249,202
230,878
237,400
230,559
248,047
227,930
246,325
139
141
141
151
153
157
156
155
147
150
146
162
145
155
3,873
3,890
3,906
4,035
4,126
4,180
4,050
4,019
3,848
3,957
3,719
3,876
3,737
4,038
Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
294
305
296
292
322
352
402
325
317
387
287
343
341
221
7,013
7,732
7,412
7,623
7,549
7,531
7,092
6,659
7,114
7,119
6,765
6,008
6,571
5,552
5
5
5
5
5
6
7
5
5
6
5
5
6
4
111
123
118
121
126
126
118
107
119
119
109
94
108
91
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
208
234
208
206
221
259
307
251
230
328
231
270
239
142
5,563
6,349
6,033
6,020
5,904
6,187
5,674
5,411
5,695
5,832
5,313
4,552
5,185
5,303
3
4
3
3
4
4
5
4
4
5
4
4
4
2
88
101
96
96
98
103
95
87
95
97
86
71
85
87
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel (Ribu Orang) 1000
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
950
14% 12% 10%
900
Jumlah Penduduk Miskin
8%
850 6% 800
4%
750
2%
700
0% 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
8
2011
2012
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
2010
2014
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan II 2015 mencapai Rp84.842 milyar (ADHB) atau Rp63.331 milyar (ADHK), tumbuh 7,62% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2015 (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan perekonomian Sulsel di Triwulan II 2015 didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian. Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) menjadi pendorong utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2015. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy). Meningkatnya permintaan disepanjang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di periode pelaporan. Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari swasta mengingat realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Sementara kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami akselerasi pertumbuhan di triwulan II 2015. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 7,62% (yoy)lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mencapai (5,36%; yoy). Percepatan pertumbuhan terutama didorongoleh meningkatnya kinerja sektor pertanian dan pertambangan, sementara sektor lain pada umumnya masih menunjukan pertumbuhan yang masih kuat walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya.Dari sisi pengeluaran,pertumbuhan investasi (PMTB) dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sementara kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan, sehingga tingkat kontraksinya mulai mengecil. Di sisi lain, impor masih dalam fase penurunan, yang dipengaruhi pelemahan ekonomi domestik dan faktor nilai tukar. Kemudian, konsumsi pemerintah yang diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan, ternyata realisasinya masih rendah, terkendala oleh faktor teknis.
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) menjadi pendorong utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2015. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 (5,32%; yoy). Meningkatnya permintaan disepanjang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri menjadi penyebab utama peningkatan konsumsi rumah tangga di periode pelaporan. Sementara itu, investasi (PMTB) tercatat tumbuh 7,32% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,13% (yoy). Investasi diperkirakan lebih banyak berasal dari swasta mengingat realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015 lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Selain tingginya konsumsi dan investasi, pertumbuhan ekonomi Sulsel juga dipengaruhioleh membaiknya sisi ekspor yang ditandai dengan mengecilnya tingkat kontraksi. Kontraksi ekspor Sulsel turun dari -9,64% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi -2,9% (yoy) di periode pelaporan. Di sisi lain, impor mengalami kontraksi yang dalam di triwulan pelaporan. Impor Sulsel tercatat mengalami kontraksi-8,6% (yoy). Kontraksi yang terjadi pada ekspor dan impor menunjukan masih lemahnya kondisi ekonomi global maupun lokal. Hal ini searah dengan proyeksi beberapa lembaga Nasional dan Internasional yang menurunkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Dunia termasuk didalamnya Indonesia. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010 Komponen 2014 2015 I II III IV TOTAL I II 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32 5.51 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.49 -2.13 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 7.83 2.18 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13 7.23 5. Perubahan Inventori -126.34 -47.60 -608.99 -18.99 -125.22 -161.2 -15.62 6. Ekspor 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.64 -2.94 7. Impor -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.62 -8.55 PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.62 Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
1.2.1 Konsumsi Konsumsi menjadi pendorong utama konsumsi di triwulan II 2015. Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh 4,9% (yoy). Pertumbuhan konsumsi didorong oleh akselerasi konsumsi rumah tangga yang mencapai 5,5% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 5,3% (yoy). Di sisi lain, konsumsi pemerintah tercatat melambat di periode pelaporan. Konsumsi pemerintah tumbuh 2,2% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 7,8% (yoy). Penurunan persentase realisasi belanja pemerintah hingga triwulan II 2015 terutama terjadi di belanja APBN (dibahas lebih rinci di BAB 2: Keuangan Pemerintah). Tingginya permintaan sepanjang bulan Ramadhan menjadi pendorong utama peningkatan konsumsi diperiode pelaporan. Trend peningkatan konsumsi terutama bahan makanan terjadi menjelang dan sepanjang bulan Ramadhan di setiap tahunnya. Tingginya konsumsi bahan makanan terlihat dari peningkatan laju inflasi di bulan Juni 2015. Inflasi Sulsel Bulan Juni 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) dengan penyumbang terbesar berasal dari komoditas volatile food. Sementara itu, harga BBM bersubsidi yang stabil paska kenaikan terakhir di bulan Maret 2015 cukup menjaga daya beli masyarakat
Sumber: Pertamina, diolah Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga searah dengan peningkatan indeks keyakinan konsumen. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami peningkatan, meskipun secara pertumbuhan masih mengalami perlambatan. IKK Makassar bulan berada pada level 126,58. IKK diatas 100 menunjukan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi di Sulsel. Pertumbuhan konsumsi juga terkonfirmasi dari hasil survey penjualan eceran yang menunjukan peningkatan penjualan sepanjang periode pelaporan. Selain itu, peningkatan konsumsi konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit konsumsi meskipun dalam tren yang melambat.
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran
Penerapan kebijakan Loan to Value (LTV) efektif menekan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat terhadap kendaraan bermotor dan properti. Kenaikan uang muka (down payment / DP) atas pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) diperkirakan menurunkan konsumsi masyarakat khususnya pada konsumsi rumah/apartemen. Hal ini terlihat dari penurunan penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) di triwulan II 2015, dari 8,86% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 0,43% (yoy) di triwulan pelaporan. Di sisi lain, koreksi tajam juga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
terjadi pada kredit kendaraan bermotor yang mengalami koreksi sebesar -5,33% (yoy) di triwulan II 2015, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 38,23% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.7. Penyaluran Kredit KPR/A
Konsumsi pemerintah belum mampu mendorong pertumbuhan sebagaimana diharapkan. Konsumsi pemerintah khususnya di belanja modal yang sebelumnya diharapkan dapat menjadi akselerator pertumbuhan malah mengalami perlambatan di triwulan pelaporan. Dari hasil FGD dengan Kanwil Dirjen Pembendaharaan Negara (DJPbN) Sulawesi Selatan serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulawesi Selatan diketahui bahwa penyerapan belanja pemerintah pusat (APBN) di Sulsel di triwulan II 2015 tercatat hanya 27,6% lebih rendah dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 32,4%. Dari sumber yang sama, diketahui juga bahwa rendahnya realisasi belanja pemerintah di triwulan II 2015 disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perubahan Nomenklatur beberapa Kementerian/lembaga Proses pemilihan dan penetapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang baru Penetapan petunjuk teknis (juknis) dan spek barang Kapasitas PPK yang baru terhadap prosedur pelaksanaan proyek pemerintah yang masih terbatas Pemda memang belum melaksanakan karena kendala pembebasan lahan Proses pengadaan barang dan jasa melalui pihak ketiga yang cukup panjang sehingga penandatanganan perjanjian/kontrak atas belanja infrastruktur sering mengalami keterlambatan.
Sumber: DJPbN, diolah Grafik 1.8. Realisasi APBN diSulsel
Grafik 1.9. Penyaluran KreditKendaran Bermotor (KKB)
1.2.2 Investasi Investasi tumbuh stabil di triwulan II 2015. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 7,2% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 (7,1%; yoy). Melambatnya investasi Sulsel lebih lambat diperkirakan disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal pemerintah. Pertumbuhan investasi tercermin terkonfirmasi dari peningkatan impor barang modal di triwulan II 2015. Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat impor barang modal mencapai Rp41,54 triliun atau tumbuh 3,01% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Selain peningkatan impor barang modal, peningkatan investasi juga tercermin dari peningkatan penyaluan kredit investasi. Di triwulan II 2015, kredit investasi tercatat mencapai Rp19,43 triliun tumbuh 12,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 11,8% (yoy).
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.10. Impor Barang Modal
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.11. Penyaluran Kredit Investasi
Di triwulan II 2015, investasi lebih banyak berasal dari pihak swasta. Kegiatan investasi triwulan laporan dominan dilakukan oleh sektor swasta sedangkan realisasi anggaran belanja modal pemerintah rendah. Tingginya investasi swasta di triwulan II juga terlihat dari peningkatan rencana proyek baru. Proyek infrastruktur yang direncanakan dimulai di triwulan II 2015 mencapai Rp5,74 triliun lebih rendah -7,4% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 . Dari total investasi Rp5,74 triliun tersebut, 87,91% nya berasal dari sektor swasta untuk keperluan komersial. Beberapa proyek pemerintah dan swasta diperkirakan akan dimulai pada triwulan II 2015 adalah Hydro Power Plant (2X60 MW), Smelter Plant – Bantaeng, Penthouse & Residence di Makassar, Dua hotel di Makassar, Wotu Extra High Voltage Substation 275/150 KV, jalan underpass Simpang Mandai Makassar, Phase 2 Balai diklat BPK RI, dan Proyek jalan kab. Luwu – Wotu – Kayulangi. Di sisi lain, perubahan stok di triwulan II 2015 masih mengalami kontraksi yang salah satu penyebabnya adalah penurunan stok hasil olahan industri nikel. Komponen perubahan stok diperiode pelaporan tercatat mengalami kontraksi sebesar -2,1% (yoy) di posisi Rp894 miliar. Salah satu faktor yang mempengaruhi posisi perubahan stok adalah stok hasil olahan industri nikel. Berdasarkan data yang di keluarkan oleh perusahaan pengolahan Nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa perubahan stok hasil olahan nikel terkontraksi -239,95% (yoy).
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.12. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.13. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh presiden RI pada bulan Mei 2015. Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Sumber: berbagai sumber, diolah
Selain proyek new port Makassar, terdapat beberapa proyek multiyearsyang diperkirakan akan mendorong ekonomi Sulsel kedepan antara lain proyek KA Makassar-Parepare,proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di Bantaeng, dan rencana pengembangan PLT Tenaga Angin. Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyearsdi Sulsel
No 1
Nama Proyek Proyek KA MakassarParepare
Rencana Pengembangan
Perkembangan Terakhir
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado. Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Pembebasan lahan Alokasi anggaran 2015 o APBD Rp100 milyar o APBN Rp971 milyar Alokasi anggaran 2016 o APBN Rp1,3 triliun
2
PLTU Jeneponto tahap II
Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity). Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
3
Smelter PT. A
Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan Estimasi produksi : 2016
4
Smelter PT. B
Total Investasi : USD 130 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi Estimasi produksi : 2016
5
Smelter PT. C
Total Investasi : USD 300 Juta Produk utama : Feronikel. Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan Estimasi produksi : 2016
6
PLT Tenaga Angin
Rencana lokasi di Kabupaten Jeneponto dan Sidrap. Sumber dan APBD Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Sumber: berbagai sumber, diolah
1.2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan II 2015 membaik, tingkat kontraksinya mengecil. Nilai ekspor terkontraksi sebesar -2,9% (yoy) lebih baik dibandingkan dari kontraksi di triwulan I 2015 yang tercatat mencapai -9,6% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang dari ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -3,4% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan I 2015 yang masih mencatatkan pertumbuhan postif sebesar 3,2% (yoy). Penguatan keseluruhan ekspor diperkirakan berasal dari perdagangan antar pulau (DN) yang tercermin dari dari kinerja ekspor antar daerah yang menunjukan perbaikan meskipun masih dalam fase kontraksi sebesar -2,7% (yoy). Hal ini terlihat dari kegiatan muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015. Volume muat barang di pelabuhan Makassar mencapai 1,14 juta ton lebih tinggi dari total muat barang di triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 1,05 juta ton. Meskipun meningkat, namun angka ini masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Secara tahunan, total muat barang di pelabuhan Makassar mengalami kontraksi sebesar -5,78% (yoy).
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.14. Volume Ekspor Nonmigas
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.15. Volume Barang yang Dimuat
Perbaikan kinerja ekspor di triwulan II 2015 tidak lepas dari perbaikan kinerja Industri pengolahan Nikel. Berdasarkan data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte di periode pelaporan lebih baik dibandingkan triwulan I 2015. Produksi nikel matte di triwulan II 2015 tercatat mencapai 19,2ribu metrik ton lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 17,4ribu metrik ton. Nominal penjualan pun tercatat mengalami peningkatan dari 18,1ribu metrik ton di triwulan I 2015 menjadi 19,0ribu metrik ton di triwulan pelaporan. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga tercatat mengalami peningkatan di triwulan I 2015. Tercatat komoditas rumput laut, kayu olahan, dan biji kakao mengalami peningkatan volume ekspor.
Sumber: Produsen Nikel Matte Grafik 1.16. Produksi Nikel dalam Matte
Sumber: Produsen Nikel Matte Grafik 1.17. Penjualan Nikel dalam Matte
Peningkatan ekspor Sulsel tidak lepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama. Bila mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa beberapa negara mitra dagang utama Sulsel seperti Jepang dan Amerika Serikat menunjukan perbaikan sepanjang triwulan II 2015, termasuk Tiongkok meski tidak signifikan. Dari lima negara yang dipantau perkembangannya, tercatat hanya Korea Selatan dan Zona Eropa yang menunjukan penurunan kinerja. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh, mengingat jumlah ekspor ke dua wilayah tersebut relatif kecil.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.18. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas
Sumber: Bloomberg Grafik 1.19. Purchasing Managers Index
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di periode pelaporan tercatat tumbuh negatif sebesar-8,6% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang masih sempat tumbuh positif sebesar 0,6% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari perlambatan impor LN yang di dominasi oleh komoditas Non Migas, baik secara nilai maupun volume. Nilai impor LN tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,62% (yoy) turun tajam dibandingkan triwulan I 2015 yang mampu tumbuh 17,23% (yoy). Penurunan juga terjadi pada impor antar daerah (DN). Nilai impor DN tercatat mengalami kontraksi hingga -12,0% (yoy). Penurunan impor DN terkonfirmasi dari penurunan kegiatan bongkar barang di pelabuhan Makassar dimana pada triwulan II 2015 volume bongkar muat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -4,27% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Volume Impor Nonmigas
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.21. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan II 2015 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Total impor produk industri mencapai USD288,17 Juta atau 76,26% dari total ekspor di triwulan II 2015. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi. Total impor bahan baku mencapai USD129,61 juta atau 75,14% dari total impor. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi memiliki pangsa masing-masing sebesar 24,08% dan 0,78%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.23. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan II 2015, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 61,65% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, kakao dan biji-bijian berminyak dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 16,7% dan 8,62%. Untuk impor luar negeri, komoditas gandum mengambil pangsa terbesar dengan total pangsa mencapai 36,99% pada triwulan I 2015. Setelah gandum, impor mesin dan peralatan listrik dengan pangsa impor yaitu masing-masing 26,24% dan 7,36%.
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Komoditas (HS) Nikel Kakao Biji-Bijian Berminyak Ikan dan Udang Kayu dan Barang dari Kayu Buah-Buahan Sayuran Daging dan Ikan Olahan Ampas/Sisa Industri Makanan Garam, Belerang, dan Kapur
Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Nilai Ekspor Triwulan II 2015 (USD)
Pangsa
Komoditas (HS)
197,775,029 63,950,325 32,990,644 30,441,265 11,859,127 9,945,855 8,427,015 5,383,277 4,892,511 2,823,395
51.65% 16.70% 8.62% 7.95% 3.10% 2.60% 2.20% 1.41% 1.28% 0.74%
Gandum-Ganduman Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik Mesin/Peralatan Listrik Ampas/Sisa Industri Makanan Senjata dan Peledak Bahan Kimia Anorganik Perabot, Penerangan Rumah Kakao Baja dan Besi Pupuk
Sumber: Bea Cukai, diolah
Nilai Impor Triwulan II 2015 (USD)
Pangsa
66,856,964 47,432,883 13,305,150 12,474,663 8,238,574 4,497,364 4,092,087 3,401,128 3,108,130 2,890,000
36.99% 26.24% 7.36% 6.90% 4.56% 2.49% 2.26% 1.88% 1.72% 1.60%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel ditujukan ke Jepang sedangkan mayoritas impor berasal dari Australia. Di triwulan II 2015, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai USD213,08 juta atau 66,89% dari total ekspor Sulsel di ikuti oleh Amerika Serikat (12,71%) dan Tiongkok sebesar 11,27%. Dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Australia yang mencapai USD47,95 juta atau 26,53% dari total impor Sulsel diikuti oleh Tiongkok (19,36%), Jerman (11,86%) dan Kanada (10,23%). Tabel 1.5. Negara Tujuan Utama Ekspor
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Tujuan JAPAN UNITED STATES OF AMERICA R.R.C MALAYSIA PHILIPPINES NETHERLANDS SINGAPORE SOUTH KOREA GERMANY HONGKONG
Total Ekspor FOB (USD) 213,088,661 40,493,805 35,893,828 32,804,139 11,210,064 7,035,451 5,793,320 4,541,485 4,529,575 3,878,074
Sumber: Bea Cukai, diolah
Pangsa 66.89% 12.71% 11.27% 10.30% 3.52% 2.21% 1.82% 1.43% 1.42% 1.22%
Tabel 1.6. Negara Asal Utama Impor Total Impor Negara Asal CIF (USD)
No
Pangsa
1
AUSTRALIA
47,954,275
26.53%
2
R.R.C
34,987,489
19.36%
3
GERMANY
21,430,414
11.86%
4
CANADA
18,486,500
10.23%
5
SINGAPORE
11,060,709
6.12%
6
ARGENTINA
10,541,402
5.83%
7
UNITED STATES OF AMERICA
9,845,478
5.45%
8
UKRAINE
8,238,574
4.56%
9
THAILAND
4,540,498
2.51%
2,890,000
1.60%
10 CAPE VERDE
Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan II 2015. Defisit neraca perdagangan Sulsel di periode pelaporan mencapai Rp2,45 triliun lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai Rp2,11 triliun. Masih tingginya ketergantungan Sulsel terhadap barang-barang dari luar Sulsel menjadi penyebab semakin tingginya defisit di neraca perdagangan.
Sumber: BPS Grafik 1.24. Neraca Perdagangan Bersih PDRB
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.25. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3. Sisi Lapangan Usaha Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ekonomidi triwulan II 2015. Sektor Pertanian, Pertambangan, dan Perdagangan tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan masingmasing dari 4,30% (yoy), 2,83% (yoy), dan 5,62% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 12,57% (yoy), 8,51% (yoy), dan 7,02% (yoy) di triwulan II 2015. Di sisi lain, sektor Konstruksi yang merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-4 mengalami perlambatan di triwulan pelaporan. Sektor Konstruksi tercatat tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan I 2015 yang mencapai 6,63% (yoy). Tabel 1.7. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi* Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 1 2 3 4
5 6
7
8
9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
D E F
Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi
G I
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
H J
Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi
K L
Jasa Keuangan Real Estate
7.98 8.28
Pengangkutan dan Komunikasi
6.34
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
11.23
Jasa-jasa
6.72 M,N O P Q R,S,T,U PRDB
PDRB
Tahun Dasar 2000 2014 I II III 11.80 12.03 10.83 8.34 2.54 -0.10 3.51 8.03 10.27 8.87 11.75 10.73
7.40 9.15
3.01
7.38
6.10
5.75 11.41
7.34
15.00 -1.20 5.10
10.56 2.13 6.14
6.62 0.58 6.63
-3.71 -0.26 5.32
3.40 4.80
7.20 2.14
5.62 5.10
7.02 4.03
5.60 6.60
7.77 5.75
3.60 7.34
7.03 7.46
11.90 9.00
5.91 7.97
9.18 8.88
2.52 7.55
7.40 0.70 3.10 3.30 9.40 7.71
6.76 1.03 4.65 10.23 7.57 7.57
4.77 2.47 8.90 7.41 9.41 5.36
4.48 5.04 9.07 6.71 8.16 7.62
3.56
4.57
6.97
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya 8.03
Tahun Dasar 2010 2015 IV TOTAL I II 10.40 9.98 4.30 12.57 9.60 11.43 2.83 8.51 15.20 9.45 3.56 4.33
8.23
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara
Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 2015. Pangsa Sektor Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 24,78%, tertinggi dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri Pengolahan, Pengolahan,dan Konstruksi. Ketiga sektor ini memiliki pangsa terhadap total PDRB sebesar 13,19%, 12,61%, dan 11,57%. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.26. PangsaPDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian Berlangsungnya panen raya komoditas tabama mendorong produksi pertanian tumbuh pesat ditriwulan II 2015. Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 4,30% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 12,57% (yoy) ditriwulan II 2015. Setidaknya ada enam wilayah yang memasuki masa panen raya di triwulan II 2015, diantaranya adalah kab. Sidrap, kab. Sopeng, kab. Bone, kab. Wajo, kab. Sidrap, dan kab. Luwu. Selain itu, cuaca yang kondusif mendukung kegiatan penangkapan ikan di sepanjang triwulan II 2015. Penerapan moratorium disubsektor perikanan mulai menunjukan hasil, khususnya bagi nelayan kecil. Pemerintah melalui kementrian kelautan dan perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014 tentang moratorium penghentian perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan transhipment dan penggunaan ABK asing, Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster,
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu. dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Di awal penerapannya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan bagi perekonomian daerah, khususnya daerah yang menggantungkan pendapatannya dari sektor perikanan. Pasalnya, kebijakan ini mengakibatkan penurunan produksi ikan tangkap yang sangat besar. Namun dari laporan berbagai media, diketahui bahwa kebijakan ini mulai menunjukan hasil yang positif khususnya bagi nelayan kecil. Jumlah ikan dilaporkan meningkat, sehingga nelayan tidak lagi kesulitan mendapatkan ikan. Meningkatnya ketersediaan ikan tercermin dari peningkatan hasil ikan tangkap di beberapa tempat pelelangan ikan. Seperti PPS Bitung yang menunjukan peningkatan produksi sepanjang triwulan II 2015. Di Sulsel sendiri, peningkatan hasil laut terlihat dari meningkatnya ekspor udang ke beberapa negara tujuan. Jumlah ekspor udang tercatat mencapai 1,1 juta ton lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang mencapai 829ribu ton.
Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Grafik 1.27. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Volume Ekspor Udang
Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan II 2015. Hal ini telihat dari kondisi ekspor biji cokelat yang masih mengalami kontraksi sebesar -25,41% (yoy) di triwulan pelaporan. Meskipun kondisi di triwulan II menunjukan perbaikan, namun secara keseluruhan kinerja ekspor biji cokelat masih jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat. Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80% produksi) dan ekspor. Lambatnya proses pemulihan produksi kakao juga sangat lambat. Dari hasil FGD dengan asosiasi pengusaha kakao Sulsel, diketahui bahwa lambatnya pemulihan pasokan kakao salah satunya di akibatkan oleh kurang berhasilnya program Gernas Kakao yang di canangkan pemerintah tahun-tahun sebelumnya. Informasi dari pihak asosiasi disebutkan bahwa bibit tanaman yang digunakan dalam program Gernas Kakao tidak sesuai dengan kondisi tanah di Sulawesi. Tanaman kakao yang baru rentan terhadap gangguan angin, karena struktur akar yang tidak kuat. Namun di program Gernas 2015, dinas pertanian telah menyiapkan jenis bibit baru yang lebih sesuai dengan keadaan iklim di Sulawesi. Diharapkan dalam 3-5 tahun kedepan, produksi dari tanaman kakao yang baru ini dapat kembali menopang subsektor perkebunan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.29. Volume Ekspor Biji Kakao
Sumber: World Bank Grafik 1.30. Harga Internasional Kakao
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lapangan usaha pertambangan dan penggalian meningkat di triwulan II 2015. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,51% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I 2015 yang mencapai 2,83% (yoy). Meskipun meningkat, secara keseluruhan volume produksi hasil tambang sepanjang 2015 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah, ditambah dengan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rrata-rata harga komoditas Nikel di triwulan II 2015 berada pada level USD12.947 per metrik ton turun -29,89% dibandingkan rata-rata harga di periode yang sama di tahun 2014. Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan penurunan permintaan konsumen utama barang tambang seperti Tiongkok dan Jepang. Usaha pertambangan mineral diarahkan untuk memenuhi kebutuhan Nasional. Kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah ditujukan untuk mendorong perkembangan industri hilir, terutama industri pengolahan hasil tambang. Kebijakan ini berdampak pada menjamurnya pembangunan industri pengolahan hasil tambang (Smelter). Di Sulsel sendiri, setidaknya ada tiga perusahaan dengan paling progresif dalam pembangunan Smelter dan salah satunya telah memasuki proses konstruksi. Bahkan di tempat lain, seperti Kab Murowali Sulteng telah berdiri Smelter dengan kapasitas produksi12 juta ton nikel ore per tahun. Tingginya permintaan dalam negeri terhadap bahan hasil tambang menjadikan aliran produk hasil usaha tambang lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan untuk ekspor LN hasil tambang saat ini hanya mengandalkan hasil tambang non mineral, seperti marmer dan hasil batuan lainnya. Hal ini terlihat dari data ekspor LN pertambangan yang menunjukan arah berdeda dibandingkan PDRB sektor pertambangan. Ekspor pertambangan di triwulan II 2015 tercatat mengalami kontraksi -38,96% (yoy) berbeda arah dengan PDRB hasil tambang yang menunjukan percepatan pertumbuhan.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.31. Volume Ekspor Pertambangan
Sumber: World Bank Grafik 1.32. Harga Komoditas Tambang
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh lebih cepat ditriwulan II 2015. Sektor industri pengolahan tumbuh 4,33% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang tercatat mencapai 3,56% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan berasal dari industri besar, hal ini terindikasi dari indeks Industri Besar dan Sedang (IBS) yang menunjukan peningkatan di triwulan II 2015, sedangkan indeks kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) mengalami penurunan. Hal ini diperkuat dari data hasil produksi industri pengolahan nikel yang meningkat di periode pelaporan. Hasil produksi Nikel Matte tumbuh 0,14% (yoy) setelah di periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy). Membaiknya permintaan dari konsumen utama Nikel Sulsel yaitu Jepang diperkirakan menajadi salah satu faktor penyebab membaiknya kinerja industri pengolahan khususnya industri pengolahan hasil tambang. Purchasing Manager Index (PMI) Jepang yang menjadi salah satu indikator perbaikan Industri di Jepang menunjukan peningkatan dari 50,1 di triwulan I 2015 menjadi 50,2 di periode pelaporan.
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.33. Pertumbuhan Industri
Sumber: Produsen NIkel Grafik 1.34. Produksi Nikel Matte
Selain industri pengolahan nikel, pertumbuhan sektor Industri pengolahan juga didorong oleh pertumbuhan industri kayu olahan. Pertumbuhan industri pengolahan kayu terindikasi dari meningkatnya volume ekspor kayu olahan di triwulan I 2015. Ekspor kayu olahan tumbuh 28,46% (yoy) tumbuh tinggi setelah di periode sebelumnya mengalami kontraksi di angka -35,99% (yoy). Di sisi lain, subsektor makanan olahan menunjukan tren penurunan menunjukkan perlambatan di periode pelaporan. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.35. Volume Ekspor Hasil Industri
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)1 Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik danGas dan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami kontraksi masingmasing sebesar -3,71% (yoy) dan -0,26% (yoy). Masih terbatasnya daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan penurunan harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya. Kapasitas terpakai LGA di triwulan II 2015 berada di angka 60,06%, turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 69,39%.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.36. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.37. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan II 2015, Lapangan Usaha Konstruksi melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan pelaporan, sektor ini tumbuh 5,32% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,63% (yoy). Penurunan ini tercermin dari hasil survei penjualan eceran untuk kelompok barang perlengkapan konstruksi di triwulan II 2015 yang menunjukan perlambatan. Pertumbuhan indeks penjualan eceran perlengkapan konstruksi mengalami perlambatan dari 16,89% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 15,98% (yoy) di periode pelaporan. Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.38. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
Penurunan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan penyaluran kredit konstruksi. Realisasi pengadaan semen di triwulan II 2015 mencapai 490ribu ton, tumbuh -3,01% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan periode triwulan I 2015 (-0,63%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi juga mengalami perlambatan dari 34,02% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi26,21% (yoy). Kredit konstruksi ini terindikasi dari rendahnya realisasi belanja modal pemerintah di triwulan II 2015. Berdasarkan hasil FGD dengan pihak perbankan, diketahui bahwa rendahnya realisasi belanja pemerintah berpengaruh signifikan terhadap bisnis perbankan di Sulsel termasuk didalamnya kredit konstruksi. Data yang dirilis DJPbN Sulsel, diketahui bahwa realisasi belanja modal di triwulan II 2015 hanya mencapai 11%, lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama di tahun 2014 yang mencapai 16,2%.
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.39. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.40. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)4 Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 7,02% (yoy), sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,03% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, lapangan usaha perdagangan mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan II 2015. Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang masih menunjukan pertumbuhan tinggi meski lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya. Kredit ke sektor perdagangan di periode pelaporan mencapai Rp30,36 triliun atau tumbuh 12,68% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang oleh penjualan makanan jadi khususnya sepanjang bulan Ramadhan dan dan beberapa produk kebutuhan tersier seperti alat olah raga dan alat musik. Hal ini terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran ketiga kelompok barang tersebut sepanjang periode triwulan II 2015. 4
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.41. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.42. Penjualan Barang Eceran Riil
Permintaan domestik mendominasi permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Pelonggaran 5 kebijakan pelarangan rapat di luar kantor yang dikeluarkan oleh pemerintah menjadi pendorong utama peningkatan permintaan di lapangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Hal ini tercermin dari peningkatan tingkat hunian kamar hotel dari 41,8% di triwulan I menjadi 61,85%. Hal ini sesuai perkiraan, mengingat sebagian besar hotel di Sulsel mengandalkan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, andExhibition) untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Sementara itu, pariwisata dinilai belum mampu mendorong perkembangan usaha penyediaan akomodasi makan minum. Hal ini mengacu pada indikator pariwisata internasional seperti jumlah kedatangan wisman di triwulan II 2015 yang masih menunjukan pertumbuhan yang negatif di periode pelaporan. Pertumbuhan kedatangan wisman ke Sulsel di triwulan II 2015 masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar -21,83% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.43. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.44. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi6 Di triwulan laporan, lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,03% (yoy), sedangkan kelompok Informasi dan Komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,46% (yoy). Pertumbuhanlapangan usaha transportasi dan pergudangan searah dengan peningkatanaktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah penumpang yang berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan II 2015 mencapai 778ribu penumpang atau tumbuh 0,85% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Angka ini membaik dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -6,08% (yoy). Namun peningkatan sektor usaha angkutan ini tidak tercermin dari penyaluran kredit ke sektor pengangkutan yang tercatat mengalami kontraksi -9,33% (yoy).
5
Peraturan Menteri PAN RB No. 6/2015 yang terbit di bulan April 2015.
6
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Sumber: Angkasa Pura Grafik 1.45. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.46. Kredit Sektor Pengangkutan
Subsektor usaha angkutan laut turun masih terkontraksi di triwulan II 2015. Otoritas pelabuhan Makassar menyebutkan bahwa di triwulan II 2015, kegiatan lalulintas barang maupun penumpang di pelabuhan Makassar masih mengalami kontraksi. Total volume bongkar muat barang di pelabuhan Makassar sepanjang triwulan II 2015 mencapai 2,53juta ton, lebih rendah -4,96% (yoy). Kontraksi juga terjadi di pengangkutan penumpang, tercatat kontraksi di triwulan II 2015 mencapai -11,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan kontraksi di triwulan I 2015 sebesar -9,80% (yoy). Masih terpusatnya gerbang ekspor Indonesia Timur melalui pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), menjadi salah satu penyebab rendahnya lalu lintas kapal di Pelabuhan Makassar.
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Barangdi Pelabuhan Makassar
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar.
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan7 Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh melambat dari sebesar dari 9,18% (yoy) menjadi 2,52% (yoy), sedangkan lapangan usahareal estatejuga tumbuh melambat dari 8,88% (yoy) menjadi 7,55% (yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari penurunan kinerja subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mengakibatkanpenurunan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan II 2015. Di sisi lain, penurunan di lapangan usaha Real Estate terlihat dari melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang triwulan II 2015. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2014.
7
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Grafik 1.49. Nilai Tambah Bank
Grafik 1.50. Penjualan Properti
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa8 Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,48% (yoy); 5,04% (yoy); 9,07% (yoy); 6,71% (yoy); dan 8,16% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan I 2015, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial masyarakat tumbuh 38,09% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 29,92% (yoy).
8
Grafik 1.51. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Boks 1.A.
Pemetaan Kendala Utama Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (Most Binding Constraint) melalui Metode Growth Diagnostic
Melanjutkan analisis Growth Diagnostic pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) pada triwulan IV 2014, selanjutnya perlu diidentifikasi secara agregate faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan Sulsel. Analisis kali ini dilakukan berdasarkan teoriComputable General Equilibrium (CGE), dengan asumsi terjadi keseimbangan (equilibrium) antara faktor input produksi (modal, tenaga kerja, dan tanah), dengan faktor output. Ada pun penghitungan shock dalam CGE menggunakan program GEMPACK yang dikembangkan oleh CoPS (Centre of Policy Studies), Monash University, yang telah diaplikasikan di negara Australia, Brazil, Finlandia, Tiongkok, Afrika Selatan, dan Indonesia. Program ini biasanya untuk menghitung dampak kebijakan kepada indikator makro utama (pertumbuhan, inflasi, penyerapan tenaga kerja, upah, ekspor, dan import). Metode penelitian Growth Diagnostic mengadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Hausmann, Rodric, dan Velasco (2005). Kerangka kerja diagnostik pertumbuhan (growth diagnostic) didasarkan pada strategi untuk memperhitungkan prioritas kebijakan. Strategi tersebut menyasar pada identifikasi atas kendala mengikat (binding constraint) pada aktivitas ekonomi, dan perlunya kebijakan yang dapat memecahkannya.
Grafik 1.A.1. Kerangka Berfikir Growth Diagnostic
Menggunakan metode tersebut di atas, dilengkapi dengan beberapa data sekunder, dipetakan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pertumbuhan Sulsel. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan di Sulsel adalah letak geografis yang strategis, akses yang memadai ke lembaga keuangan, kondisi makroekonomi yang stabil dan kondusif, dan iklim investasi yang kondusif. Di sisi lain, hambatan pertumbuhan yang teridentifikasi di Sulsel adalah Biaya Dana yang masih cukup tinggi, ketersediaan tenaga kerja yang rendah (terutama tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang tinggi), kondisi infrastruktur terutama jalan Kabupaten, kehandalan pasokan listrik, penduduk miskin pedesaan dengan produktivitas terendah, dan kondisi keamanan yang kurang kondusif (tingkat kriminalitas dan konflik). Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Sulsel telah mencanangkan beberapa program prioritas. Dengan menghitung dampak kebijakan tersebut secara kuantitatif, akan dicari most binding constraint terhadap ekonomi Sulsel. Penyelesaian terhadap most binding constraint akan mendorong dampak positif yang besar terhadap indikator makro utama (PDRB, Inflasi, dll) terhadap Sulsel. Namun perlu menjadi perhatian, bahwa dampak positif ke Sulsel, belum tentu berdampak positif juga ke provinsi lainnya, karena menggunakan konsep general equilibrium (GE) antar daerah. Karena antar daerah bersifat borderless, konsep GE akan terus menciptakan keseimbangan antar faktor produksi yang tradable, seperti tenaga kerja dan modal.
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tabel 1.A.1. Matriks Temuan Permasalahan Berdasarkan Metode HRV Low Growth and Investment Binding Finance
Binding Social Return Lack of Complementary Factor
Low Agregat Saving
Low Appropriability Government Failure
Bad Finance
Human Capital
Infrastructure, Public Goods (Geography)
Ex Ante Ex Ante Risk
DPK Ratio
NPL
Indeks Pembangunan Manusia
Jumlah lembaga keuangan
Alokasi kredit Angka Partisipasi Pemanfaatan Pendidikan Pelabuhan dan Bandara Suku Bunga
Panjang Jalan
Tingkat Inflasi
Kondisi Fiskal
Coordination
Ex Post
Market Fail Low Property, rights, Low R&N, Low Self Tax crime & corruption Discovery Tingkat Pajak Indeks Persepsi Korupsi Defisit Neraca dan Retribusi Perdagangan Indeks Iklim Investasi
Rasio pendidikan Suply Listrik pada angkatan kerja Pasokan Air Bersih
LDR
Sanitasi Keterangan:
Beberapa program Pemerintah Daerah/Upaya untuk mengatasi permasalahan utama (most binding constraint)di Sulsel telah masuk ke dalam RPJMD 2013-2018. Dari hasil matriks tabel 1.A.1 dan tabel 1.A.2, maka penyelesaian dari pembangunan infrastruktur penunjang terutama listrik, merupakan yang paling penting, oleh karena itu, pembangunannya perlu dilakukan segera dan tepat waktu/target. Industri semen dan perkebunan kakao merupakan subsektor yang paling diuntungkan dengan pembangunan infrastruktur. Kedua, perbaikan kualitas sumberdaya manusia di sektor pertanian (beasiswa sekolah kejuruan), terutama akan meningkatkan pertumbuhan di subsektor perkebunan. Ketiga, perluasan lahan pertanian bahan makanan akan meningkatkan pertumbuhan di sektor bahan makanan, namun secara agregate dampaknya terhadap pertumbuhan kecil, karena terjadi trade offdengan sub sektor lainnya. Oleh karena itu, Pemda perlu menentukan prioritas sektor yang menjadi unggulan daerah.Beberapa rencana reformasi struktural yang akan dilaksanakan Pemda, dapat dijalankan secara simultan, mengingat hasil yang dicapai terhadap pertumbuhan/tenaga kerja/inflasi relatif lebih baik. Tabel 1.A.2.Rencana Pempus/Pemda untuk Mengatasi Most Binding Constraint Most Binding Constraint Daya dukung sektor industry (listrik)
Tenaga kerja Terampil dan Inovatif Sarana Pergudangan, dan industri belum terintegrasi dengan Pelabuhan dan Bandara
Root Causes Peningkatan daya dukung sektor industri (listrik untuk industri).
Pendidikan kejuruan belum berkembang
Sarana penghubung kawasan industri dengan pelabuhan/bandara. Industri kebutuhan dasar.
Rencana Pempus/Pemda
Perhitungan Dampak
9
Bontobatu (FTP2), 110 Mw, Malea 90 Mw (Sulsel), PLTU Jeneponto (3x135Mw), PLTU Sulsel Barru 2 (2 X 50 MW + 100 MW), dan beberapa mini hydro. Gratis biaya pendidikan (terpilih) pada sekolah Kejuruan Khusus (penerbangan, pramugari, SMK pertanian, perkebunan, perikanan).
PDRB naik 0,028%. Inflasi turun 0,023%. Pengangguran turun 0,021%.
PDRB naik 0,005%. Inflasi turun 0,009%. Pengangguran turun 0,0004%.
Pembangunan Makassar New Port. Pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare menghubungkan Kota Makassar- Kota Parepare sepanjang 144 kilometer.
PDRB naik 0,008%. Inflasi turun 0,005%. Pengangguran turun 0,003%
9
Perhitungan menggunakan program GEMPACK (General Equilibrium Modelling PACKage) yang dikembangkan oleh Centre of Policy Studies (CoPS) di Melbourne, Australia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
Peningkatan produksi sektor tradable
Pembangunan waduk, dan saluran irigasi.
Pembangunan Waduk Karaloe, Paseloreng,Pamukulu, Jenelata, Nipanipa.
Total
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
PDRB naik 0,001%. Inflasi turun 0,0003%. Pengangguran turun 0,001%. PDRB naik 0,05%. Inflasi turun 0,05%. Pengangguran turun 0,03%.
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2015 relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015. Demikian pula di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, hingga triwulan II 2015, cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Sementara persentase penyerapan APBN di Sulsel masih lebih rendah dari tahun 2014. Diperkirakan faktor kendala teknis memengaruhi penyerapan anggaran pemerintah pusat di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
29
BAB 2 Keuangan Daerah
2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiriatas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulselmencapai Rp48,5 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota 53,4%, dan APBN di Sulsel 33,9% (Grafik 2.1). APBD Provinsi 11,66% Rp1,54 triliun Anggaran APBN di Sulsel 41,53% Rp5,49 triliun
APBD Kabupaten/Kota 46,81%
Rp6,19 triliun*)
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015
Grafik 2.2. Struktur RealisasiBelanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan II 2015
Pada triwulan II 2015, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi terbesar dibandingkan kelompok belanja pemerintah yang lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota di triwulan II 2015 diperkirakan mencapai Rp6,19 triliun atau 46,81% dari total realisasi belanja pemerintah di Sulsel. Sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp5,49 triliun (41,53% dari total realisasi belanja) dan APBD Provinsi mencapai Rp1,54 triliun (11,66% dari total realisasi belanja) (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi 2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan II 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi PAD triwulan II 2015 mencapai 49,61%, atau secara nominal mencapai Rp 1,43 triliun, lebih tinggi dari triwulan II 2014 (48,57% atau Rp1,23 triliun). Hal ini dapat sebagai indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II 2015 dapat berdampak positif terhadap penambahan PAD Sulsel. 3.500
Rp miliar
3.000 Rp602
2.500
Rp456
2.000
Rp0
Rp0
1.500
Rp783
Rp717
Rp847 Rp850
Rp541
1.000
Rp509
500
Rp735
Rp879
Tw II-2010
Tw II-2011
Rp1.063
Rp1.132
Rp1.234
Tw II-2012
Tw II-2013
Tw II-2014
Rp1.432
-
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Dana Perimbangan
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tw II-2015
Pendapatan Asli Daerah
BAB 2 Keuangan Daerah
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan 10
Nominal dan persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Selatan relatif meningkat hingga triwulan II 2015 dibandingkan tahun 2014 periode berjalan.Hingga triwulan II 2015, realisasi anggaran pendapatan daerah telah mencapai 46,77%, 1,81% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan tahun lalu yang mencapai 44,96%. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan II 2015, telah mencapai Rp.2,89 triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp.6,17 triliun. Nominal pendapatan tahun ini lebih besar Rp.0,35 triliun dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai Rp.2,54 triliun. Peningkatan pendapatan ini masih didorong oleh realisasi PAD, yang terdiri dari pendapatan pajak senilai Rp.1,25 triliun (41,03%), pendapatan retribusi senilai Rp. 36,67 miliar (40,81%), dan lain-lain pendapatan PAD yang sah sebesar Rp.57,26 miliar (34,41%), serta dari hasil pengelolaan kekayaan daerah sebesar Rp.88,53 miliar, yang mana telah melebihi target sebesar Rp.80,23 miliar. Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)
Realisasi s/d TRIWULAN II 2014 NO. 1. 1.1.
1.2.
1.3.
URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pendapatan Pajak Daerah - Pendapatan Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan - Lain-lain PAD yang Sah DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak - DAU - DAK Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Lain-lain Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN
ANGGARAN 2014
Nominal
3,128.86 2,807.47 84.30 74.60 162.50 1,575.57 293.00 1,209.60 72.98 932.62 13.52 5,650.58
1,234 1,127.77 30.52 0.68 74.96 850 122.8 705.6 21.9 455.8 0.4 2,540.48
% REALISASI 39.44% 40.17% 36.20% 0.91% 46.13% 53.97% 41.92% 58.33% 30.00% 48.87% 3.25% 44.96%
Realisasi s/d TRIWULAN II 2015 ANGGARAN 2015
3,380.99 3,044.55 89.85 80.23 166.37 1,530.72 272.35 1,180.01 78.36 1,248.35 10.12 6,170.18
Nominal
% REALISASI
1,431.60 1,249.15 36.67 88.53 57.26 847.31 115.87 688.34 43.10 601.64 5.03 2,885.59
42.34% 41.03% 40.81% 110.34% 34.41% 55.35% 42.55% 58.33% 55.00% 48.19% 49.76% 46.77%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi dana perimbangan hingga triwulan II 2015 mengalami peningkatan secara persentase namun mengalami penurunan secara nominal jika dibandingkan dengan tahun lalu. Persentase realisasi dana perimbangan hingga tahun lalu sebesar 53,97% dengan nominal Rp.850 miliar, sementara tahun ini mencapai 55,35% dengan nominal Rp.847 miliar. Dari tiga komponen dana perimbangan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), hanya DAK yang mengalami peningkatan yang signifikan baik secara persentase maupun secara nominal. DAK hingga triwulan II 2015 mencapai Rp.43,1 miliar (55%), sementara tahun lalu sebesar Rp.21,9 miliar (30%). DBH mengalami peningkatan secara persentase realisasi dari 41,92% di 2014 menjadi 42,55% di 2015, namun mengalami penurunan nominal dari Rp.122,88 miliar di tahun 2014 menjadi Rp.115,87 di tahun 2015. Sementara persentase realisasi DAU dan transfer pemerintah pusat lainnya masing-masing sebesar 58,33% (Rp.688,34 miliar) dan 48,19% (Rp.601,64 miliar) relatif sama dengan triwulan II 2014. Peningkatan yang signifikan juga terjadi pada pos lain-lain pendapatan yang sah, di tahun 2014 senilai Rp.0,4 miliar (3,25%), sementara di tahun 2015 senilai Rp.5,03 miliar (49,67%).
2.2.2 Belanja 2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi belanja modal menunjukkan peningkatan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan II 2015, porsi belanja modal naik. Porsi realisasi belanja modal triwulan II 2015 sebesar 7,35%, atau sebesar Rp151,98 miliar, lebih tinggi dari porsi realisasi triwulan II 2014 porsi terhadap total realisasi yang sebesar 6,46% atau secara nominal Rp126,66 miliar. Sementara porsi belanja operasional cenderung menurun, dari 70,55% pada triwulan II 2014 menjadi 67,62% di triwulan II 2015.
10
Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
31
BAB 2 Keuangan Daerah
2.200 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 -
Rp miliar
(55,0%) (44,6%)
(41,3%)
(63,2%)
Rp518
Rp450 Rp316 Rp142 Rp50
Rp53
Rp1.219
Rp1.305
Tw II-2012
Tw II-2013
Rp127
Rp152
Rp1.382
Rp1.399
Tw II-2014
Tw II-2015
Rp365 Rp147 Rp30
Rp108
Rp590
Rp539
Tw II-2010
Tw II-2011
Transfer
Belanja Modal
Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Selatan hingga triwulan II 2015 relatif mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan II tahun 2014. Hingga triwulan II 2015 ini, tercatat realisasi telah berjalan 33,55% atau sebesar Rp2,07 triliun dari target tahun 2015 sebesar Rp6,17 triliun. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja pada tahun 2014 baik secara nominal maupun secara persentase. Pada tahun 2014, realisasi belanja APBD Provinsi tercatat sebesar 32,20% (Rp1,96 triliun dari target Rp6,09 triliun). Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar) Realisasi s/d TRIWULAN II 2015
Realisasi s/d TRIWULAN II 2014 NO.
URAIAN
ANGGARAN 2014
Nominal
% REALISASI
ANGGARAN 2015
Nominal
% REALISASI
2.
BELANJA
2.1.
BELANJA OPERASI
4,020.51
1,382.41
34.38%
4,179.70
1,399.06
33.47%
- Belanja Pegawai
1,055.92
406.99
38.54%
1,165.82
428.17
36.73%
- Belanja Barang
1,379.90
328.35
23.80%
1,220.48
225.77
18.50%
- Belanja Bunga
22.00
5.47 468.96
24.85% 48.38%
39.50 1,264.51
13.65 605.61
34.55% 47.89%
172.64
29.10%
489.40
125.85
25.72%
126.66
13.26%
658.61
151.98
23.08%
0.00%
136.52
1.54
1.13%
17.08
16.45%
88.39
13.77
15.58%
2.2.
- Belanja Hibah - Belanja Bantuan Keuangan
969.43 593.25
BELANJA MODAL
955.10
- Belanja Tanah
53.60
- Belanja Peralatan & Mesin
103.81
- Belanja Gedung dan Bangunan
105.07
1.96
1.87%
155.84
6.12
3.93%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
690.57
107.54
15.57%
271.13
128.88
47.54%
- Belanja Aset Tetap Lainnya
1.31
0.00
0.23%
1.03
0.55
54.01%
- Aset Lainnya
0.74
0.07
9.41%
5.71
1.11
19.45%
2.3.
BELANJA TIDAK TERDUGA
5.50
0.00% 30.30% 40.80% 32.20% -133.78%
20.00 4,858.31 1,308.80 6,167.11 3.07
1,551.04 517.99 2,069.03 816.56
0.00% 31.93% 39.58% 33.55% 26622.63%
3. 3.1.
JUMLAH BELANJA TRANSFER TOTAL BELANJA SURPLUS / (DEFISIT) PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
1,509.07 450.36 1,959.43 581.05
3.2.
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH JUMLAH PEMBIAYAAN
4,981.10 1,103.82 6,084.92 (434.34) 485.34
189
38.99%
132.93
309.74
233.01%
51.00
0 189.23
0.00%
136.00 (3.07)
68.00 241.74
-7881.73%
434.34
43.57%
50.00%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi hingga triwulan II 2015 sebesar Rp1.399,06 miliar (33,47%) dengan persentase penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 47,89% dan terkecil adalah belanja barang (18,5%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja bunga, persentasenya masing-masing sebesar 36,73% dan 34,55%. Belanja pegawai mengalami penurunan sementara belanja bunga mengalami peningkatan persentase realisasi belanja APBD Provinsi. Untuk pembangunan infrastruktur yang bersumber dari belanja modal, realisasinya lebih berkembang dibandingkan dengan periode berjalan tahun sebelumnya. Pada tahun ini realisasi belanja modal telah mencapai 23,08% (Rp191,98 miliar) lebih tinggi 9,82% dibandingkan tahun lalu (13,26%; Rp126,66 miliar). Belanja jalan, irigasi, dan jaringan masih merupakan pos dengan porsi terbesar. Hingga triwulan II 2015, realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan hampir berjalan
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 2 Keuangan Daerah
setengah tahap (47,54%) dari keseluruhan anggaran belanja. Hal ini merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15,57%. Hal ini akan berdampak baik karena semakin cepat realisasi belanja jalan, irigasi, dan jaringan, maka akan mempercepat peningkatan infrastruktur yang pada akhirnya akan memberikan multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada triwulan II 2015, realisasi transfer berupa bagi pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami penurunan secara persentase, namun terjadi peningkatan secara nominal. Tercatat sebesar 39,58% realisasi transfer pada triwulan II 2015, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 40,80%. Namun terjadi peningkatan nominal, yakni Rp517,99 miliar di 2015 berbanding Rp450,36 miliar di tahun 2014. Surplus hingga periode triwulan II tahun ini sebesar Rp816,56 miliar, sementara jumlah pembiayaan daerah sebesar Rp241,74 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel11 2.3.1 Struktur Realisasi Belanja Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja operasional mendominasi dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar 94,12% (Rp1.756miliar). Sementara belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer, masing-masing baru terealisasi Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi 5,81%; 0,01%; dan 0,06%.
Belanja Modal Belanja Rp108 tidak 5,81% terduga Rp0 0,01% Transfer Rp1 0,06%
Belanja Operasi Rp1.756 94,12%
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentaserealisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di awal tahun 2015. Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar 14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja APBD, mulai triwulan berikutnya.
11
Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto, Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
33
BAB 2 Keuangan Daerah
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel8 Anggaran 2015 (Rp miliar) Kabupaten/Kota Kota Palopo Kab. Sinjai Kab. Wajo Kab. Barru Kab. Bantaeng Kab. Bone Kab. Luwu Utara Kota Pare-Pare Kota Makassar Kab. Jeneponto Kab. Takalar Kab. Pangkep Kab. Kepulauan Selayar Kab. Enrekang Kab. Toraja Utara Kab. Bulukumba Kab. Soppeng Kab. Luwu Timur Total
Belanja Operasi
Belanja Modal
618,99 579,26 971,56 654,53 602,39 1.365,68 834,32 390,74 2.576,40 759,39 780,40 777,34 568,45 637,10 584,55 1.013,76 773,91 639,99 16.598,68
Total Belanja
102,76 135,73 254,77 154,90 79,96 237,34 186,13 137,96 681,04 200,63 119,85 325,22 161,42 191,14 159,96 319,56 162,22 455,67 4.754,90
722,75 717,98 1.227,82 809,43 683,35 1.766,10 1.021,45 530,20 3.263,87 965,93 908,31 1.127,76 732,03 858,33 747,86 1.337,75 937,73 1.105,90 25.931,59
Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Belanja Operasi 100,05 84,82 142,53 66,47 79,26 200,09 114,84 58,78 331,09 101,24 87,68 103,67 61,83 77,15 57,28 48,40 26,42 14,48 1.756,08
Belanja Modal
Total Belanja
2,80 3,97 8,73 32,60 3,43 9,80 4,43 0,76 20,45 1,62 2,35 4,69 0,13 0,28 7,61 4,80 108,44
102,85 88,86 151,38 99,07 82,69 210,95 119,27 59,54 351,54 101,24 89,29 106,02 66,52 77,28 57,63 56,01 26,42 19,28 1.865,84
Realisasi Triwulan I 2015 Belanja Operasi 16,16% 14,64% 14,67% 10,16% 13,16% 14,65% 13,76% 15,04% 12,85% 13,33% 11,23% 13,34% 10,88% 12,11% 9,80% 4,77% 3,41% 2,26% 10,58%
Belanja Modal 2,73% 2,92% 3,43% 21,05% 4,29% 4,13% 2,38% 0,55% 3,00% 0,00% 1,35% 0,72% 2,91% 0,07% 0,18% 2,38% 0,00% 1,05% 2,28%
Total Belanja 14,23% 12,38% 12,33% 12,24% 12,10% 11,94% 11,68% 11,23% 10,77% 10,48% 9,83% 9,40% 9,09% 9,00% 7,71% 4,19% 2,82% 1,74% 7,20%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel 2.4.1 Struktur Realisasi Belanja Komponen belanja pegawai memiliki kontribusi terbesar dalam realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 2015. Pada periode berjalan, porsi belanja pegawai mencapai 49% dari total keseluruhan realisasi belanja APBN di Sulsel, dengan nominal Rp2,71 triliun. Porsi belanja pegawai ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang hanya mencapai 44% (Rp2,29 triliun). Kemudian, porsi belanja modal juga mengalami peningkatan, dari tahun lalu sejumlah 14% (Rp0,75 triliun), menjadi 15% (Rp0,84 triliun) pada triwulan II tahun ini. Sementara, belanja barang yang berkontribusi terbesar kedua dalam belanja APBN di Sulsel, mengalami penurunan porsi dari tahun lalu. Triwulan II tahun 2014, belanja pegawai berkontribusi hingga 32% (Rp1,65 triliun), sedangkan pada tahun ini hanya berkontribusi 26% (Rp1,42 triliun) dari total belanja APBN di Sulsel hingga triwulan 2014. Di sisi lain, belanja bantuan sosial tidak mengalami perubahan porsi belanja APBN di Sulsel, masih berada di angka 10% (Rp0,53 triliun pada tahun 2015, dibandingkan Rp0,55 triliun pada tahun 2014).
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga periode triwulan II 2015, persentase realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan II 2014. Pada tahun 2015, realisasi anggaran pada periode triwulan kedua baru mencapai 29,0%, lebih rendah dibandingkan periode triwulan II 2014 yang telah mencapai 32,45%. Namun, jika perbandingan dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel sebesar Rp5,49 triliun, lebih besar dari tahun lalu yang mencapai Rp5,24 triliun. Rendahnya persentase realisasi belanja APBN di Sulsel cenderung
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 2 Keuangan Daerah
didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian dan Lembaga untuk dokumen pencairan anggaran (boks 2.A). Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Provinsi/Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan dan masih didominasi oleh belanja pegawai. Hingga periode triwulan II 2015, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulawesi Selatan mencapai Rp2,71 triliun dan telah berjalan 44,53% dari anggaran tahunan sebesar Rp6,1 triliun. Realisasi belanja pegawai ini masih lebih tinggi dibanding tahun lalu baik secara persentase (40,99%), maupun secara nominal (Rp2,3 triliun). Di sisi lain, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu secara persentase, masing-masing sebesar 25%,0; 15,8%; dan 28,3%. Secara nominal, hanya belanja modal yang mengalami peningkatan diantara tiga jenis anggaran belanja tersebut yakni sebesarRp0,84 triliun, sementara tahun lalu hanya sebesar Rp0,75 triliun. Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I APBN di Sulsel se-Sulsel URAIAN
Anggaran 2014
Realisasi s/d Triwulan II 2014 Nominal
Anggaran 2015
% Realisasi
Realisasi s/d Triwulan II 2015 Nominal
% Realisasi
Belanja Pegawai
5,589.88
2,291.29
40.99%
6,082.32
2,708.40
44.53%
Belanja Barang
4,769.18
1,648.84
34.57%
5,664.97
1,416.19
25.00%
Belanja Modal
4,485.40
746.03
16.63%
5,323.78
839.56
15.77%
Belanja Bantuan Sosial
1,291.77
549.36
42.53%
1,869.59
528.46
28.27%
32.45%
18,940.66
5,492.61
29.00%
JUMLAH BELANJA
16,136.24
5,235.52
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Masih rendahnya realisasi belanja juga terlihat dari penyerapan anggaran Dana Desa. Berdasarkan data terakhir (1 Juni 2015), total penyerapan anggaran mencapai Rp191,42 milyar atau 30,13% dari total anggaran Rp635,36 milyar. Angka ini jauh dari target tahap I (April 2015) yang harusnya sudah mencapai 40%. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran dana desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I, pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus);tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III, pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus). Dari total 2.253 desa di 24 Kab/Kota se Sulsel, realisasi tertinggi ada di kab. Luwu (Rp22,72 milyar), di sisi lain terdpat dua kabupaten yaitu kab. Wajo dan kab. Luwu Utara yang belum merealisasikan dana desa nya sama sekali (Rp0,-)
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB 12
Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah pada triwulan II 2015 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan II 2015 sebesar 0,52%, lebih rendah daripada triwulan II 2014 sebesar 0,60%. Namun, rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan peranan yang sedikit naik pada triwulan II 2015 (0,88%) dibandingkan triwulan II 2014 (0,87%) (Grafik 2.7). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan II 2015 di Sulsel, mendorong peningkatan peran PAD terhadap ekonomi Sulsel. Untuk lebih meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel hingga triwulan II 2015, untuk stimulus ekonomi 13 daerah menurun. Rasio belanja operasional triwulan II 2015 sebesar 3,38%, lebih rendah dari triwulan II 2014, yang sebesar 3,74%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja modal searah dengan perlambatan konsumsi pemerintah pada triwulan II 2015. Di sisi lain, rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), relatif stabil hingga triwulan II 2015 menjadi sebesar 0,61%, sementara triwulan II 2014 juga sebesar 0,61%.
12 13
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
35
BAB 2 Keuangan Daerah 1,00
4,50
%
1,20
%
%
4,00 0,90 0,80
1,00 0,80
3,00
0,90
0,92
0,96
0,92
0,65
0,63
0,70
0,60
1,05
3,50
0,62
0,88
0,87
2,00 0,60
1,50
0,56 0,52
0,50
0,80
2,50
0,80 0,61
0,61
3,74
3,38
0,60
0,52 3,64
4,05
3,02
3,87
0,40
1,00 0,20 0,50
0,40
Tw II-2010
Tw II-2011
Tw II-2012
Pendapatan Asli Daerah
Tw II-2013
Tw II-2014
Tw II-2015
-
Dana Perimbangan
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Tw II-2010
Tw II-2011
Tw II-2012
Belanja Operasi
Tw II-2013
Tw II-2014
Tw II-2015
Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
BAB 2 Keuangan Daerah
Pengaruh Perubahan Nomenklatur Kementerian/Lembaga Terhadap Penyerapan Belanja APBN 2015 di Sulsel
Boks 2.A.
Struktur kementerian/lembaga mengalami perubahan dalam era Pemerintah periode 2014-2019. Pembentukan dan perubahan kementerian pada Kabinet Kerja sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 dan Peraturan Presiden No 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja mengakibatkan terjadinya 15 pergeseran tugas dan fungsi antar kementerian negara dan lembaga . Beberapa kementerian dan lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur adalah sebagai berikut: No
Nomenklatur Awal
1
Kementeriaan Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kementeriaan Pekerjaan Umum Kementerian Perumahan Rakyat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset dan Teknologi Kementerian Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
11
Badan Pertanahan Nasional
No
Saat Ini (Perpres No 165/2014)
1 2 3
Kementeriaan Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementeriaan Koordinator Bidang Kemaritiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
4 5 6 7
Kementerian Pariwisata Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
8 9
Kementerian Ketenagakerjaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
10
Perubahan struktur Kementerian/Lembaga (K/L) tersebut untuk mendukung prioritas pembangunan. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengalokasikan tambahan anggaran belanja untuk berbagai program/kegiatan prioritas, untuk mendukung pencapaian visi-misi dan prioritas pembangunan Presiden pada tahun 2015. Anggarannya bersumber antara lain dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2015, serta berbagai upaya terkait optimasi pendapatan negara. Hal ini sejalan dengan konsep penyusunan APBN tahun 2015 yang masih belum menampung program dan kegiatan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Presiden. Kebijakan tambahan anggaran prioritas tersebut, dialokasikan untuk beberapa K/L yang penggunaannya diarahkan untuk: 1. 2. 3. 4. 5.
Pembangunan sektor unggulan bidang pangan, energi, kemaritiman, pariwisata, dan industri; Pemenuhan kewajiban dasar di bidang pendidikan (melalui KIP), bidang kesehatan (melalui KIS dan supply side SJSN Kesehatan), dan bidang perumahan; Pengurangan kesenjangan antarpendapatan antara lain melalui KKS, pengembangan penghidupan berkelanjutan, dan PKH; pengurangan kesenjangan antarwilayah, antara lain melalui pengembangan wilayah perbatasan dan pembangunan pasar tradisional; dan Pembangunan infrastruktur konektivitas. 16
Perubahan struktur tersebut mengubah nomenklatur K/L, yang secara tidak langsung, akan berimplikasi dalam eksekusi anggaran.Perubahan nomenklatur K/L mengakibatkan terjadinya pergeseran tugas dan fungsi antar K/L, yang memengaruhi proses penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban di tahun anggaran 2015. Selain itu, perubahan nomenklatur K/L ini terdapat masa transisi, yaitu periode jeda antara waktu penetapan DIPA baru dan waktu
15
Tugas dan fungsi K/L pada periode 2010-2014 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Kemudian, acuan tersebut telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas Perpres Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 16
Nomenklatur atau Tata Nama adalah sebutan atau penamaan bagi suatu unit organisasi yang lazim digunakan instansi pemerintah (Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
37
BAB 2 Keuangan Daerah 17
penonaktifan DIPA lama. Terdapat 11 kementerian/lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur . Secara nasional, total anggaran kementerian/lembaga tersebut sebesar Rp201,95 triliun. Sementara di Sulsel, anggaran instansi vertikal yang terkait dengan K/L tersebut sebesar Rp8,77 triliun. Porsi anggaran instansi vertikal tersebut sebesar 4,34% terhadap anggaran K/L nasional yang mengalami perubahan nomenklatur, dan 27,38% terhadap total anggaran APBN di Sulsel. Tabel 2.A.1. Perbandingan Realisasi Belanja APBN di Sulsel antara Nomenklatur K/L Lama dengan Baru (Dalam Miliar Rupiah) Anggaran 2014 (Rp miliar) 5.488
Nominal 1.547
130
40
30,45%
395
152
38,42%
1
0
7,91%
184
52
28,15%
26
7
25,56%
251
68
27,26%
52
11
21,01%
2.610
642
24,60%
1.839
576
31,32%
-
-
Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur
10.886
3.688
Total
21.862
6.783
Kementerian/Lembaga Kementerian/Lembaga Dengan Perubahan Nomenklatur Badan Pertanahan Nasional Kementerian Dalam Negeri Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Kehutanan
Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
Realisasi Tw II 2014 Persentase 28,19%
33,88%
31,03%
Kementerian/Lembaga Kementerian/Lembaga Dengan Perubahan Nomenklatur Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/BPN Kementerian Dalam Negeri Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Kementerian Pariwisata Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Kementerian/Lembaga Tanpa Perubahan Nomenklatur Total
Anggaran 2015 (Rp miliar) 8.772
Nominal 1.314
Persentase 14,98%
142
31
21,79%
142
18
12,86%
155
1
0,49%
193
11
5,64%
25
2
6,86%
301
57
19,00%
54
11
19,72%
4.285
673
15,72%
1.734
384
22,12%
1.743
126
7,26%
14.490
4.179
28,84%
32.035
6.806
21,25%
Realisasi Tw II 2015
Sumber : Kanwil Ditjend Perbendaharaan Negara Provinsi Sulsel, diolah
Perubahan nomenklatur secara tidak langsung memengaruhi penyerapan APBN di Sulsel. Hingga triwulan II 2015, kondisi penyerapan APBN di Sulsel baru berkisar 21,25%, lebih rendah dari triwulan II 2014 (31,03%). Tampak penyerapan anggaran yang timpang, antara kategori instansi vertikal yang terkait perubahan nomenklatur dengan instansi yang tidak terkait perubahan nomenklatur. Instansi yang terkait perubahan nomenklatur, penyerapan anggarannya terjadi penurunan, baik dari sisi nominal maupun persentase realisasinya dibandingkan tahun 2014. Hingga triwulan II 2015, penyerapan anggaran di instansi yang mengalami perubahan nomenklatur, baru berkisar Rp1,31 triliun (14,98%), turun dibandingkan triwulan II 2014 (Rp1,55 triliun atau 28,19%). Sementara instasi yang tidak terkait perubahan nomenklatur, penyerapannya lebih baik. Hingga triwulan II 2015, penyerapan anggaran di instansi yang tidak mengalami perubahan nomenklatur berkisar Rp4,18 triliun lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2014 (Rp3,69 triliun), walaupun secara persentase menurun (28,84% menjadi 33,88%). Diperkirakan pada semester II 2015, permasalahan nomenklatur tidak memengaruhi penyerapan anggaran. Petunjuk teknis untuk menindaklanjuti perubahan nomenklatur tersebut telah terbit pada triwulan II 2015, melalui Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-4160/PB/2015 tanggal 19 Mei 2015 hal Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran dalam Rangka Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga.
17
Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-3047/PB/2015 tanggal 16 April 2015 hal Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan tindaklanjut atas adanya Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja dan Proses RAPBN-P Tahun 2015.
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
3. INFLASI
Bab 3 Inflasi
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 8,06% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2015 (7,13%, yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa kelompok barang khususnya di kelompok bahan pangan, sandang dan tarif angkutan. Kenaikan harga tersebut akibat dari kegiatan masyarakat selama triwulan II 2015 seiring terjadi saat Hari Besar Keagamaan Nasional (bulan Ramadhan dan Idul Fitri) yang jatuh pada bulan Juni 2015, membuat permintaan barang/jasa meningkat dan menambah tekanan inflasi. Meskipun tekanan inflasi meningkat, namun masih relatif terkendali tidak terlepas dari kontribusi koordinasi anggota TPID. Koordinasi yang dilakukan sepanjang periode pelaporan dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan instansi lainnya dan didukung oleh Surat Edaran Gubernur Sulsel dalam antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
39
BAB 3Inflasi
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa18 Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarkat pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Inflasi di triwulan II tercatat sebesar 8,06% (yoy) meningkat dari triwulan I 2015 sebesar 7,13% (yoy). Faktor utama penyebab kenaikan inflasi adalah kenaikan harga–harga barang pangan menjelang bulan suci ramadhan yang tercatat mengalami peningkatan dari triwulan I 2015 sebesar 12,87% (yoy) menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015. Selain itu, bila dilihat per kelompok, hampir seluruh kelompok mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014
2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
2.68 7.64 13.43 14.27 13.96 12.10 1.43 0.24 4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76 6.15 1.97 16.02 12.87 15.01
6.22 5.23 6.21 5.90 4.47 5.27 4.40 4.40 4.49 4.29 4.97 5.03 4.57 4.63 4.70 4.47 5.39 5.38 5.80 6.21 6.34 6.54
3.48 4.11 4.13 4.14 4.16 4.57 3.70 3.67 4.18 3.98 3.41 3.35 3.43 3.60 4.76 6.06 6.25 5.96 6.32 6.87 7.33 7.84
Sandang
2.16 7.56 7.65 7.35 8.30 8.83 10.96 8.69 9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73 5.65 4.12 3.24 4.51 4.86
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
2.98 2.73 2.92 3.06 3.08 6.41 7.60 7.67 7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79 5.22 5.28 5.08 5.75 5.52
7.08 7.08 4.07 1.80 1.48 2.43 3.00 2.90 2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33 1.38 1.97 1.85 2.18 2.35
1.18 1.06 1.76 1.75 1.84 2.08 0.77 0.73 0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31 7.91 0.87 10.15 4.35 6.00
UMUM
3.45 5.00 6.58 6.56 6.32 6.37 3.37 2.88 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kelompok barang lainnya yang mengalami kenaikan tekanan inflasi yaitu kelompok makanan jadi, perumahan, sandang, dan transpor. Pada triwulan II 2015, kelompok tersebut mengalami inflasi masing-masing sebesar 6,54% (yoy), 7,84% (yoy), 4,86% (yoy) dan 6,00% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 6,34% (yoy),7,33% (yoy), 4,51% (yoy) dan 4,35% (yoy). Sementara itu, kelompok yang tercatat mengalami penurunan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2015 terjadi pada kelompok kesehatan. Tekanan inflasi kelompok kesehatan menurun dari 5,75% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 3,59% pada triwulan laporan. Inflasi tahunan Sulsel (8,06%, yoy) lebih tinggi dari laju inflasi tahunan nasional (7,26%, yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.1). Dilihat secara triwulanan, inflasi Sulsel pada triwulan II 2015 tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,37% (qtq).
18
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
BAB 3 Inflasi
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan II 2015, inflasi pada kelompok bahan makanan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi terjadi dari 12,87% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 15,01% (yoy) pada triwulan II 2015 (Grafik 3.2). Naiknya harga terutama terjadi pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, daging dan hasil-hasilnya dan ikan segar. Komoditas penyumbang inflasi pada triwulan laporan adalah beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng, ikan cakalang, ikan layang, ikan teri, dan udang basah.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Faktor yang bersifat musiman yaitu perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) menjadi salah satu faktor penyebab naiknya tekanan inflasi. Aktivitas masyarakat yang semakin meningkat pada triwulan laporan mendorong kenaikan harga pangan. Masuknya musim tanam pada beberapa komoditas seperti beras di daerah Sulawesi Selatan seperti Kab. Soppeng, Wajo, Sidrap, Bone dan Barru, turut mempengaruhi kenaikan harga pangan. Sementara inflasi pada komoditas daging seperti daging ayam dan telur yang meningkat diperkirakan merupakan dampak dari kenaikan harga pakan impor akibat depresiasi rupiah yang berlangsung sejak awal tahun dan pemangkasan DOC (Day Old Chicks) ditengah permintaan yang meningkat menjelang lebaran. Komoditas hortikultura menjadi salah satu penahan laju inflasi pada triwulan laporan. Pasokan yang melimpah menyebabkan harga cabe turun. Selain itu, di beberapa daerah seperti Kabupaten Bulukumba, pemerintah daerah setempat memiliki program gerakan tanam cabe di pekarangan rumah terutama rumah pegawai negeri. Pada bulan Juni 2015, cabe merah mengalami deflasi sebesar -0,005% (yoy).
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan II 2015 tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,54% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,34% (yoy) (Grafik 3.3). Naiknya tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh kelompok makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Naiknya inflasi pada kelompok makanan jadi dipengaruhi oleh peningkatan permintaan jelang lebaran. Di sisi lain, pergerakan inflasi pada kelompok tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil pada triwulan laporan sehingga dapat menahan laju inflasi kelompok ini.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar pada subkelompok makanan jadi dipengaruhi oleh komoditas ayam goreng, ayam bakar, dan biskuit yang disinyalir terjadi akibat peningkatan permintaan pada saat Ramadhan dan jelang lebaran. Sementara pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol dipengaruhi oleh komoditas es batu dan air minum kemasan, dan pada subkelompok tembakau & minuman beralkohol dipengaruhi oleh rokok kretek dan rokok kretek filter.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
41
BAB 3Inflasi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan II 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan I 2015. Laju inflasi pada kelompok tersebut tercatat sebesar 7,84% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (7,33%, yoy) (Grafik 3.4). Secara tahunan, peningkatan inflasi kelompok ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM non-subsidi jenis Pertamax dan Solar dan tariff adjustment listrik Rumah Tangga/bisnis/industri/kantor pemerintah golongan menengah dan besar. Penerapan kebijakan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab utama peningkatan tekanan inflasi. Kebijakan PLN dalam penyesuaian Tarif Tenaga Listrik dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang USD, harga minyak dan inflasi turut mempengaruhi TTL. Sehingga pelemahan rupiah terhadap USD berpengaruh pada penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) khususnya di kelompok Rumah Tangga/bisnis/industri/kantor pemerintah golongan menengah dan besar. Selain itu, rata-rata harga minyak dunia pada triwulan II 2015 mencapai 50,94 USD/bbl naik sebesar sebesar 4,92% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya (48,55 USD/bbl) (sumber: World Bank, 2015).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2015, inflasi tercatat sebesar 4,86% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,51% (yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi pada subkelompok sandang wanita, anak-anak dan barang pribading dan sandang lainnya. Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh bulan ramadhan yang terjadi pada bulan Juni 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat. Penurunan harga emas menjadi faktor penahan tekanan inflasi di kelompok sandang. Pada triwulan II 2015, harga emas dunia menunjukan penurunan sejak triwulan I 2015. Tercatat pada triwulan II 2015 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,201.55 USD/troy oz turun sebesar 1,42% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan harga emas dunia tersebut mengakibatkan penurunan harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
42
Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 3 Inflasi
3.1.5 Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan II 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai 5,75% (yoy). Sumber utama penurunan tersebut berasal dari penurunan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan, jasa perawatan jasmani, dan perawatan jasmani dan kosmetika. Harga Eceran Tertinggi Obat Generik diperkirakan menjadi salah satu penyebab penurunan harga obat-obatan. Selain itu, pemerintah telah berupaya mengakomodir masyarakat untuk mendapatkan akses obat murah yang terlihat dari prioritas pembahasan UU Paten obat pada tahun 2015. Obat generic telah diberikan ruang dan dapat bersaing sehat dengan obat paten. Penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga turut berkontribusi menurunkan harga obat-obatan karena program tersebut memberikan obat generic kepada pasien JKN.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2015. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,35% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 2,18%(yoy) (Grafik 3.9). Peningkatan laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan inflasi subkelompok subkelompok jasa pendidikan dan kursus.Inflasi pada subkelompok jasa pendidikan dan kursus didorong siswa/siswi yang akan menghadapi ujian nasional pada bulan April 2015 maupun ujian kenaikan kelas pada bulan Juni 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 6,00% (yoy), naik tajam dari 4,35% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang kenaikan inflasi terbesar, sementara subkelompok komunikasi dan jasa keuangan relatif stabil.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor
Sumber: World Bank Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
43
BAB 3Inflasi
Naiknya tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab meningkatnya inflasi kelompok transpor, komunikasi & keuangan di triwulan II 2015. Meningkatnya kegiatan masyarakat jelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) mendorong meningkatnya permintaan sarana transportasi. Selain itu, peningkatan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax dan Solar, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD yang sensitif terhadap biaya operasional, turut mendorong inflasi kelompok ini.
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK19 Pada triwulan II 2015, tekanan inflasi Sulsel yang meningkat didorong oleh peningkatan inflasi yang terjadi di beberapa kota IHK di Sulawesi Selatan (Makassar dan Parepare). Peningkatan inflasi terjadi di Makassar dan Parepare pada triwulan II 2015, secara berurutan tercatat sebesar 8,61% (yoy) dan 6,98% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di beberapa kota IHK tersebut tercatat sebesar 7,34%(yoy) dan 6,53% (yoy)(Tabel 3.2). Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
2012
2013
2014
2015
Kota I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
Watampone
5.69
4.42
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
4.27
Makassar
4.10
3.91
4.61
4.57
4.76
4.54
7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
8.61
Palopo
4.27
3.99
4.15
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
6.89
Parepare
2.00
2.54
3.78
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
6.98
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
6.12
5.88
5.92
3.72
8.61
7.13
8.06
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
6.22
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Musim perayaan yang mendorong peningkatan permintaan dinilai tetap menjadi penyebab utama kenaikan inflasi di beberapa kota. Hal tersebut memicu peningkatan sumbangan inflasi dari beberapa kota IHK di Sulsel. Bila dilihat secara sebaran Kabupaten/Kota di Sulsel, sumbangan inflasi terbesar adalah Kota Makassar yaitu dari 5,73% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,73% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, Parepare mencatat peningkatan yang tidak terlalu besar. Adapun tekanan inflasi di Watampone mengalami penurunan sedangkan Palopo tercatat stabil (Tabel 3.3). Faktor lain yang menjadi pendorong inflasi adalah tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi.
Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2013
2012
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
0.47%
0.33%
0.25%
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
6.65%
5.73%
6.73%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
0.57%
0.44%
0.44%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.66%
0.46%
0.49%
0.38%
0.39%
0.20%
0.26%
0.17%
0.17%
5.88%
5.92%
3.72%
8.61%
7.13%
8.07%
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
19
Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 3 Inflasi
3.3. Disagregasi Inflasi20 Meningkatnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan II 2015 terutama dipengaruhi komponen volatile food dan administered prices. Komponen volatile food menjadi faktor terbesar yang mendorong peningkatan tingkat inflasi pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan II 2015 laju inflasi dari komponen volatile food sebesar 16,30% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Meningkatnya inflasi volatile food terkait dengan permintaan bahan pangan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu bulan suci ramadhan. Sementara dari administered price, komponen pendorong peningkatan tingkat inflasi pada periode laporan adalah tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan harga BBM non-subsidi yaitu Solar dan Pertamax. Inflasi kelompok administered price meningkat dari 8,96% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,63% (yoy) pada triwulan II 2015. Inflasi IHK
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Core
Volatile Food
%, yoy
8,06
10,63 5,02 16,30 I
II
III
2012
Sumber: Pertamina Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar
Administered Price
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Inflasi volatile food meningkat pada triwulan II 2015 seiring meningkatnya kegiatan dan permintaan masyarakat terhadap bahan pangan. Inflasi komponen volatile food di triwulan II 2015 mencapai 16,30% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 13,66% (yoy). Selain efek meningkatnya permintaan masyarakat saat bulan ramadhan dan jelang idul fitri, peningkatan di komponen volatile food juga diakibatkan oleh telah masuknya jadwal tanam pada beberapa komoditas. Faktor penahan inflasi kelompok ini adalah menurunnya intensitas hujan yang mempengaruhi kelancaran distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir periode laporan mendukung kegiatan penangkapan ikan laut, sehingga pasokan ikan segar meningkat. Meski masih terdapat kendala distribusi terkait infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan. Pada inflasi inti (core inflation), tekanan inflasi berada meningkat namun masih berada pada level yang cukup rendah. Tercatat pada triwulan II 2015, inflasi pada komponen inti mengalami peningkatan dari 4,74% (yoy) menjadi 5,02% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang. Faktor penahan inflasi inti adalah turunnya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional. Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri, dimana kurs rupiah terhadap dollar mengalami pelemahan sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga. Kelompok sandang mengalami peningkatan seiring dengan tradisi masyarakat Sulsel menghadapi idul fitri yaitu dengan membeli baju baru sehingga mendorong inflasi subkelompok ini.
20
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
45
BAB 3Inflasi
3.4.
Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel semakin intensif dalam wadah TPID Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selama triwulan II 2015 terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, TPID se-wilayah KTI, dan TPID se-Nasional (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan II 2015 NO
TPID
KEGIATAN TEMPAT
TANGGAL
KET Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID
1
Provinsi Sulawesi Selatan
Bali
18 Mei 2015
2
Provinsi Sulawesi Selatan
KPw BI Provinsi Sulsel
22 Mei 2015
Rapat Teknis TPID
3
Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel
Jakarta
27 Mei 2015
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID
4
Provinsi dan Kab/Kota se-Sulsel
Rujab Gubernur Sulsel
16 Juni 2015
HLM
5
Provinsi Sulawesi Selatan
Kantor Gubernur DKI Jakarta
25 Juni 2015
Kerjasama Antar Daerah
Pada tanggal 18 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat koordinasi wilayah TPID se-KTI (Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara) di Bali.Rapat tersebut mengundang Ketua TPID se-Sulampua dan Balinusra untuk membicarakan isu strategis pengendalian inflasi, mendorong kerjasama antar daerah serta upaya pencapaian pemerintah terkait inflasi 3,5±1% pada tahun 2018. Sehubungan dengan hal tersebut, Rakorwil TPID se-Sulampua dan Balinusra menyampaikan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: 1. Percepatan pembangunan proyek infrastruktur pertanian, jalan, kemaritiman, energi untuk meningkatkan kapasitas dan konektivitas daerah-daerah di KTI. Jangka pendek: a. Perlu dipertimbangkan untuk menyediakan tanker Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka memperpendek jalur distribusi. Jangka panjang: a. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur pertanian (a.l waduk dan irigasi) bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian dan memenuhi permintaan, terutama di tingkat kabupaten yang perlu didukung oleh Pemerintah Pusat karena faktor keterbatasan APBD. b. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur perikanan untuk mendukung proses pengolahan yang selama ini banyak dilakukan di Kawasan Barat Indonesia c. Mempercepat pembangunan proyek infrastruktur jalan dan kemaritiman (a.l jalan, jembatan, pelabuhan, dan tol laut) perlu segera direalisasikan untuk meningkatkan konektivitas antara daerah di KTI serta peningkatan efisiensi pengiriman barang. d. Mempercepat proyek pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung pembangunan industri pengolahan di KTI agar meningkatkan daya saing ekonomi dan peningkatan nilai tambah. 2. Pemberian perlakukan khusus dari Pemerintah Pusat kepada KTI a.l dalam bentuk insentif APBD dan subsidi. Jangka Pendek: a. Memberikan dukungan terhadap daerah yang telah berhasil mengendalikan inflasi perlu diberikan dukungan berupa insentif (misalnya, dalam bentuk bantuan dana pelaksanaan program pengendalian inflasi). b. Pemerintah pusat perlu perlu mendorong perkembangan industri pengolahan melalui insentif fiskal (kakao, perikanan). c. Terkait dengan pertanian, perlu ada insentif bagi petani melalui subsidi bukan hanya pupuk tapi juga melalui pembiayaan antara lain pemberian grace period. d. Mengingat kondisi kemaritiman wilayah KTI, biaya logistik secara umum masih tinggi sehingga diusulkan untuk dimintakan kepada Pemerintah Pusat terkait subsidi ongkos angkut, termasuk ongkos angkut dari daerah surplus ke daerah defisit, demikian pula antar sektor. Selain itu, kapal – kapal barang komoditas strategis perlu diberikan subsidi sehubungan dengan operasionalnya. e. Pemerintah perlu mengupayakan adanya penambahan SPBU untuk nelayan mengingat ketersediaan SPBU yang masih terbatas.
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 3 Inflasi
f. Dalam rangka mendorong pariwisata di wilayah Timur dengan biaya yang terjangkau, Pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah angkutan udara dengan deviasi yang tidak terlalu tinggi. g. Pengalihan subisidi BBM diusulkan dialokasikan sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur khususnya di wilayah KTI. h. Perlunya dialokasikan anggaran APBN/APBD untuk operasi pasar dan penyelenggaraan pasar murah pada saat harga komoditas tinggi dan atau untuk membeli komoditas saat panen raya untuk melindungi produsen/petani. 3. Kebijakan dan implementasi administered prices yang terkelola dengan baik yang dapat mendukung target pencapaian inflasi. a. Implementasi konversi dari minyak tanah ke BBG khususnya LPG 3 kg perlu dipercepat, terkelola dengan baik, dan merata serta dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah termasuk pengalokasian, pendistribusiannya, dan jaminan stok. b. Penguatan sinergitas dan koordinasi TPI Nasional dan Daerah agar dapat merespon dengan cepat permasalahan inflasi di daerah terkait dengan pengaturan waktu dan besaran kenaikan/penurunan harga komoditas yang diatur oleh pemerintah seperti TTL, gas LPG, dan BBM. c. Memberikan dukungan kepada Pemerintah Pusat terkait kebijakan stabilisasi rupiah, upah buruh, dan BBM yang implikasinya lebih tinggi di Kawasan Indonesia Timur. 4. Peningkatan Perdagangan Antar Daerah di KTI untuk memperlancar arus barang dan jasa dari daerah surplus ke daerah defisit dengan didukung oleh informasi stok dan harga bahan – bahan pokok dan barang strategis yang terintegrasi. a. Perlu sinergitas antar lembaga dalam pemanfaatan kapal barang strategis yang bersubsidi. b. Perlunya penyediaan kapal khusus pengangkut ternak atau adanya pengolahan RPH di daerah untuk mengurangi resiko pengangkutan barang. c. Sistem informasi perdagangan antar daerah yang lengkap dalam hal ini PIHPS Nasional yang terintegrasi dan mengcover seluruh wilayah di Indonesia agar dapat menyediakan informasi yang akurat, dan up to date terkait data harga komoditas kebutuhan pokok masyarakat baik di level konsumen dan level produsen. Selain itu, juga menyediakan data produksi, konsumsi dan surplus defisit komoditas di masing – masing daerah. d. TPI mendorong peningkatan perdagangan antar daerah yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan keterlibatan Perum Bulog, PD Pasar, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), serta Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi, dan Perbankan Daerah. 5. Peningkatan peran Bulog dalam menjaga stok dan stabilitas harga beras dan komoditas strategis lainnya yang berpengaruh besar terhadap inflasi. Selanjutnya, pada tanggal 22 Mei 2015, telah dilaksanakan rapat teknis TPID Provinsi Sulawesi Selatan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Kesimpulan dari pertemuan tersebut antara lain: 1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan peran TPID, dibutuhkan sekretariat dan desk TPID yang bertugas untuk memantau stok dan ketersediaan bahan pangan pokok, raskin (Bulog), LPG dan BBM baik pada level anggota TPID maupun pedagang besar. Data tersebut kemudian diolah ke dalam tabel monitoring kebutuhan pokok masyarakat. Sumber 2. Sebagai bentuk stabilisasi harga beras, raskin Bulog sangat berperan penting. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian HPP pada Gabah Kering Panen (GKP) sesuai dengan fenomena yang berkembang. 3. Pemerintah Provinsi membuat kebijakan “Gebyar Perizinan Gratis” dalam kepengurusan dokumen ijin usaha belum banyak diketahui oleh nelayan. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi kepada nelayan mengenai kemudahan ijin usaha. 4. Melakukan langkah cepat (early warning system) agar dapat mendeteksi dini fenomena pergerakan harga. 5. Membuat manajemen stok yang valid agar dapat mengetahui pergerakan harga khususnya komoditas yang menjadi penyumbang inflasi 6. Melakukan kunjungan atau inspeksi pasar dan gudang-gudang di tiap kabupaten/kota. 7. Melakukan penetrasi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah dan didukung dengan standing budget untuk operasi pasar (pengendalian harga).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
47
BAB 3Inflasi
Kegiatan koordinasi TPID daerah level Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID pada tanggal 27 Mei 2015 di Jakarta. Perwakilan TPID se-Sulawesi Selatan yang menghadiri rapat dimaksud baik dari dari perwakilan TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Hasil dalam kegiatan tersebut adalah: 1. Pemerintah Daerah diminta untuk menganggarkan biaya untuk kegiatan Operasi Pasar. 2. Fungsi Bulog akan diperluas dimana Bulog tidak hanya akan fokus pada komoditas beras, akan tetapi juga komoditas pangan strategis lainnya. Perluasan komoditas tersebut masih dalam proses regulasi dan kelembagaan. 3. TPID diharapkan untuk turut melibatkan kejaksaan dan kepolisian dalam stabilisasi harga terutama dalam kegiatan sidak atau inspekti pasar serta operasi pasar. Pemda diharapkan untuk dapat lebih aktif melakukan Sidak ke Pasar dan gudang distributor. 4. TPID diharapkan telah terbentuk di semua daerah pada akhir tahun 2015. Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum membentuk TPID hingga akhir tahun 2015, akan diberikan sanksi berupa pengurangan jumlah dana transfer dari pusat ke daerah. 5. Diperlukan pembenahan infrastruktur dan tata niaga dalam rangka stabilitas harga serta untuk menjaga keterjangkaun dan ketersediaan barang. 6. Ketersediaan pasokan harus selalu dijaga, oleh karena itu, supply harus terus ditingkatkan terutama komoditas pertanian. 7. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempermudah proses perijinan, dan membangun akses/konektivitas antar daerah. 8. Pemda diharapkan untuk dapat melakukan hilirisasi produk pertanian dan gerakan yang dapat mendorong ketersediaan supply seperti gerakan tanam cabai di pekarangan. 9. Kedepan, Pemerintah Pusat akan memberikan insentif anggaran kepada Pemda yang memiliki TPID terbaik. 10. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan payung hukum yang jelas sehingga daerah memiliki landasan ketentuan yang jelas dalam melakukan tindakan yang diperlukan dalam pengendalian harga dan pasokan. High Level Meeting(HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 16 Juni 2015 di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah antisipasi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat menghadapi puasa dan idul fitri tahun 2015. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan dan dihadiri oleh Bupati/Walikota se Sulsel, seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Melakukan koordinasi intensif, khususnya 9 bapok yang ada di Sulawesi Selatan. 2. Distribusi bahan pokok harus dipersiapkan dengan baik melalui TPID Provinsi dan TPID tingkat Kab/Kota, termasuk menentukan titik-titik distribusi. 3. Pelaporan data harga secara harian dari TPID Kabupaten/Kota ke Bupati/Walikota dan laporan setiap 3 hari ke TPID Provinsi. 4. Pertukaran informasi dan kerjasama antar daerah surplus-defisit di Kab/Kota se-Sulawesi Selatan. 5. Pengecekan buffer stock dan kondisi di lapangan bersama muspida baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam rangka ketersediaan pangan utama dan kerawanan pangan. 6. Meningkatkan produksi cabai besar dan bawang merah di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. 7. Melakukan Operasi Pasar apabila dibutuhkan. 8. Bulog dijadikan sebagai penyangga untuk melakukan pembelian komoditas selain beras, berkoordinasi dengan TPID. Usulan rekomendasi tersebut akan dikirimkan ke Kantor Pusat dengan tenggat waktu penyusunan konsep adalah 1 minggu. 9. Perlunya petunjuk teknis dari lembaga/instansi berwenang yang didukung dengan keberadaan payung hukum terkait dukungan fiskal dari Pemda untuk upaya stabilisasi harga didaerah. 10. Pemda akan berkoordinasi dengan TPID agar mengetahui komoditas yang harus diintervensi 11. Dibutuhkan program kerja unggulan dalam pengendalian inflasi dan diusulkan SOP KONRO sebagai alternatif program kerja unggulan dan menjadi slogan TPID Sulsel. Kepanjangan dari SOP KONRO adalah sebagai berikut:
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 3 Inflasi
S O P KON O
= Stok pangan yang selalu tersedia sesuai kebutuhan. = Operasi Pasar dan Sidak Pasar untuk menjamin keterjangkauan harga. = Pemantauan harga, pasokan dan distribusi secara rutin. = KOordinasi, komuNikasi dan Kerjasama Antar Daerah. = Optimalisasi peran TPID dalam pengendalian inflasi melalui Pembentukan TPID Center dan Roadmap pengendalian inflasi.
12. Mempercepat seluruh proyek pemerintah dengan memperhatikan aturan yang ada untuk meningkatkan serapan belanja daerah triwulan II sehingga dapat mendorong perekonomian Sulsel.
Kegiatan terakhir pada triwulan II 2015 adalah kerjasama antar daerah yaitu antara Provinsi Sulawesi Selatan dengan Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 25 Juni 2015 di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Kerjasama tersebut bertujuan untuk mendiskusikan pengiriman produk pangan ke DKI Jakarta, dengan hasil dari rapat tersebut adalah: 1.
2.
Kesepakatan Bersama antara Pemprov Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Kerjasama Perdagangan Untuk Penyediaan Kebutuhan Pangan, seperti Beras, Daging Sapi, Ikan, dan Produk Pangan lainnya. Pemerintah akan melakukan peningkatan produksi pangan dan kerjasama antar daerah serta mengupayakan untuk tidak mengambil langkah impor dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
49
BAB 3Inflasi
Boks 3.A.
Upaya Stabilitas Harga Komoditas Bawang Merah di Sulawesi Selatan
Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012-2014 terutama bersumber dari kelompok volatile food. Pada kelompok volatile food, inflasi didorong oleh kenaikan harga komoditas pangan, dengan penyumbang tertinggi antara lain berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, daging sapi, kangkung, daging ayam ras, apel, tempe dan bawang merah. Disamping volatile food, inflasi juga bersumber dari kelompok administered priceyang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif listrik, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Adapun untuk kelompok inti yang merupakan kelompok barang dengan harga yang cenderung stabil, tukang bukan mandor, mie, ayam goreng, besi beton dan ikan bakar merupakan beberapa komoditas/jasa yang mendorong inflasi pada kelompok dimaksud. Sebagai salah satu upaya Bank Indonesia dalam mempengaruhi pengendalian harga bawang merah melalui sisi penawaran, KPw BI Provinsi Sulsel bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Enrekang mengembangkan klaster Bawang Merah sejak awal tahun 2015. Bentuk fasiltasi Bank Indonesia dalam kerjasama pengembangan klaster bawang tersebut difokuskan pada ketersediaan benih unggul dan berkualitas serta pengelolaan/manajemen bibit secara teratur dan kontinyu agar pasokan benih setiap musim tanam selalu tersedia dengan harga yang stabil. Hal ini sebagai salah satu solusi bagi petani di Enrekang, mengingat setiap kali mengawali musim tanam, benih menjadi langka, mahal dan pada akhirnya mempengaruhi biaya produksi. Implementasi kegiatan penyediaan benih dilaksanakan melalui kegiatanstudi banding ke sentra bawang merah di Brebes dan pelaksanaan sekolah lapang good agriculture practice (SL GAP) Produksi benih bagi 30 orang yang terdiri dari perwakilan 5 kelompok tani dan penyuluh lapangan. SL GAP dilaksanakan sebagai sarana pembelajaran bagi petani dan PPL dalam memproduksi benih dengan tambahan materi dari pakar/ahli ekologi tanah, pupuk organik dan penguatan kelembagaan petani melalui asosiasi petani. Selain itu kegiatan SL GAP juga disinergikan dengan demplot bawang merah organik menggunakan teknologi MA-11 yang bersumber dari rumput Alfafa di bawah bimbingan langsung dari narasumber ahli/peneliti formula MA-11. Selanjutnya diberikan juga pemahaman tentang pentingnya kelembagaan petani yang kuat dan solid sebagai wadah petani dalam menangani aspek produksi, pemasaran dan sumber pendanaan usaha tani.
Dalam rangka pengendalian harga kelompok volatile food khususnya bawang merah, KPw BI Provinsi Sulsel mengadakan diskusistabilitasi harga bawang merah. Hal tersebut didasari oleh informasi yang diperoleh dari petani di Kab. Enrekang bahwa harga jual bawang merah hanya sebesar Rp4.000/kg, sementara rata-rata harga di 3 pasar (Panampu, Pabaeng-baeng, dan Terong) pada Kota Makassar tanggal 24 Juni 2015 sebesar Rp28.000. Disparitas harga yang lebar antara tingkat petani dan pengecer dapat berdampak pada menurunnya pendapatan petani sekaligus berdampak terhadap inflasi Hasil dari diskusi tersebut menghasilkan beberapa isu dan rekomendasi sebagai berikut:
50
1.
Peran pemerintah. Pemerintah diharapkan secara konsisten dapat membeli komoditas pangan untuk menjaga stabilitas harga pada saat rendah maupun tinggi. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap petani bawang merah, seperti pemberian subsidi pada petani padi, jagung dan kedelai.
2.
Petani menjadi salah satu anggota TPID. Mengikutsertakan petani dalam pengambil kebijakan TPID terkait Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 3 Inflasi
dengan pengendalian harga sehingga dapat mencakup kebijakan hulu hingga hilir serta tepat sasaran. 3.
Penguatan kelembagaan petani. Penguatan kelembagaan petani dapat dilakukan dengan evaluasi kepada kelompok tani oleh BP4K dalam membina kelompok tani yang lebih baik. Hal tersebut guna meningkatkan bargaining power petani kepada pedagang.
4.
Sistem informasi interkoneksi. Dalam fungsi pertukaran informasi antar petani di Sulsel maupun daerah lain, serta di empat daerah pokok seperti Brebes, Nganjuk, Bima dan Enrekang, dapat dibentuk sebuah sistem pertukaran informasi seperti waktu tanam/panen, produksi, harga, dan pengaturan tata niaga.
5.
Pembentukan Lembaga Penyangga Pangan. Lembaga tersebut berfungsi untuk melakukan pembelian bawang merah di tingkat petani agar terjadi stabilitas harga pangan.
6.
Pemasaran. Dinas Pertanian memiliki kesulitan dalam memasarkan produk pertanian yang surplus karena tugas pokok Dinas Pertanian adalah membina petani dan meningkatkan produktivitas hasil panen, sehingga diharapkan pemerintah dapat membuat mekanisme kerjasama yang jelas dalam penyaluran komoditas surplus/defisit
7.
Kebijakan anggaran. Membuat kebijakan anggaran pertanian seperti pola anggaran pendidikan dan kesehatan, dimana dana dari provinsi sebesar 40% dan pemerintah daerah sebesar 60%. Kebijakan anggaran pertanian yang jelas dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran.
8.
Sistem Resi Gudang (SRG). Membuat sistem resi gudang untuk menampung hasil panen serta meminimalkan penyusutan untuk menjaga kualitas umbi.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan stabilitas harga komoditas bawang merah, Bank Indonesia Sulsel berencana mengundang/memfasilitasi pertemuan Asosiasi Petani Bawang Merah Enrekang, Brebes, Nganjuk dan Bima sebagai disain awal sistem informasi produksi antar daerah, yang direncanakan pada triwulan III atau IV 2015.
Gambar 3.A.1. Diskusi Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Bawang Merah
Gambar 3.A.2. Panen Bawang Merah di Kabupaten Enrekang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
51
BAB 3Inflasi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Meskipun demikian, secara kelembagaan, jumlah bank dan kantor bank di Sulsel justru bertambah. Dengan perlambatan kredit dan DPK, intermediasi perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 127,15% dibandingkan triwulan lalu (128,43%) dengan risiko kredit yang masih aman. Berbeda dengan perbankan umum, kinerja perbankan syariah dan BPR justru menunjukkan akselerasi pada triwulan II 2015. Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah tangga di Sulawesi Selatan masih kuat. Perlambatan penyaluran kredit pada korporasi dan rumah tangga mampu memperbaiki kualitas kredit dengan NPL korporasi dan rumah tangga yang berada pada batas aman. Penyaluran kredi UMKM juga menunjukkan perlambatan dibandingkan periode triwulan yang sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
53
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1. Kondisi Umum Perbankan21 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan II 2015, jumlah bank umum di Sulsel bertambah dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan II 2015 tercatat sebanyak 51 bank, sedangkan jumlah BPR masih tetap sebanyak 29 bank. Terjadi penambahan kantor pada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah sebanyak 5 unit, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
RINCIAN Bank Umum (Konv. + Syariah)
2012 I
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
2015* III
IV
I
II
41
41
41
41
42
44
45
46
46
47
47
48
48
51
35
35
35
35
36
38
39
40
40
41
41
41
41
43
UUS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
7
Syariah
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
848
895
925
936
940
950
959
971
974
979
980
972
973
978**
27
27
28
28
28
29
29
29
29
29
29
29
29
29
Konvensional
Jumlah Kantor* BPR
*) Data Bulan Juni 2015 **) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
4.1.2 Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan II 2015 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,00% (yoy) atau menjadi Rp108,31 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 15,41% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan terutama didorong oleh perlambatan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing dari 16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 10,70% (yoy) dan 11,73% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan aset kelompok bank asing dan campuran menunjukkan sedikit pemulihan yaitu dari-9,54% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -7,19% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank I Total Aset Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran
Nominal (Rp Miliar)
2014 II
2015 III
IV
I
2014 II
2015
I
II
III
IV
I
II
12,41
12,97
10,28
12,25
15,41
11,00
90.909
97.572
99.571
101.350
104.944
108.309
8,97
11,72
9,76
9,13
16,46
10,70
52.670
57.579
58.500
58.165
61.182
63.739
17,82
14,87
11,16
16,84
14,41
11,73
37.606
39.391
40.398
42.462
43.112
44.012
2,01
12,12
3,98
11,76
(9,54)
(7,19)
633
602
673
723
649
558
4.1.3 Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan II 2015mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp68,87 triliun atau tumbuh sebesar 12,16% (yoy), lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,20% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh perlambatan pada setiap komponensimpanan yaitu giro, tabungan dan deposito. Pertumbuhan giro pada triwulan II 2015 sebesar 21,48% (yoy), tidak sekuat pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
21
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
sebesar 27,09% (yoy). Deposito juga tumbuh melambat dari 24,78% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,79% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara pertumbuhan tabungan relatif tetap sebesar 5,16% (yoy) pada triwulan II 2015. Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami sedikit perlambatan pada triwulan II 2015. Kredit tercatat tumbuh sebesar 10,37% (yoy) menjadi Rp87,56 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 12,43% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit didorong oleh penurunan pada seluruh jenis kredit terutama pada kredit investasi (Tabel 4.3). Kredit investasi tumbuh melambat dari 12,57% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 6,68% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi juga tercatat melambat masing-masing dari 20,25% (yoy) dan 6,10% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 19,15% (yoy) dan 4,68% (yoy) pada triwulan II 2015. Secara sektoral, penyaluran kredit juga mengalami perlambatan pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertambangan, LGA dan konstruksi. Namun demikian, sektor pertanian dan jasa dunia masih mencatat pertumbuhan kredit masing-masing sebesar 19,25% (yoy) dan 12,20% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 16,01% (yoy) dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4). Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen I DPK a. Giro
Nominal (Rp Miliar)
2014 II
2015 III
IV
I
2014 II
I
11,20
14,86
12,17
9,38
14,20
12,16
II
58.162
2015 III
61.402
IV
64.339
I
II
66.112
66.419
68.867
2,83
20,24
5,11
1,89
27,09
21,48
7.990
9.730
9.693
7.994
10.154
11.820
b. Tabungan
10,66
10,31
8,58
6,92
5,24
5,16
32.446
33.168
34.828
37.428
34.147
34.881
c. Deposito
16,53
20,97
23,39
17,61
24,78
19,79
17.726
18.504
19.819
20.689
22.118
22.166
10,97
8,77
7,26
10,84
12,43
10,37
75.874
79.336
80.463
83.560
85.303
87.563
4,92
9,01
14,09
15,46
20,25
19,15
27.257
29.062
29.847
31.442
32.776
34.627
b. Investasi
19,70
6,77
(1,98)
12,04
12,57
6,68
14.642
15.467
15.457
16.240
16.482
16.500
c. Konsumsi
12,65
9,48
6,27
6,58
6,10
4,68
33.974
34.807
35.159
35.877
36.045
36.436
130,45
129,21
125,06
126,39
128,43
127,15
3,14
3,54
3,57
3,13
3,36
3,16
Kredit a. Modal Kerja
LDR (%) NPLs Gross (%)
Dengan pertumbuhan DPK dan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan (LDR) dan risiko perbankan (NPL) juga tercatat sedikit mengalami penurunan. LDR tercatat sebesar127,15% pada triwulan II 2015, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 128,43% (Tabel 4.3). Risiko kredit perbankan yang tercermin dalam indikator NPL juga masih berada dalam rentang aman (3,16%), relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya 3,36% (yoy). Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen I Kredit Pertanian
Nominal (Rp Miliar)
2014
10,97
2015
II
III
IV
I
8,77
7,26
10,84
12,43
2015
2014 II
I
II
III
IV
I
II
10,37
75.874
79.336
80.463
83.560
85.303
87.563
1.405
1.499
1.435
1.506
1.630
1.788
377
560
537
509
427
390
3.918
4.210
4.283
4.747
5.035
5.109
0,18
7,37
3,59
7,60
16,01
19,25
Pertambangan
(15,62)
24,84
21,10
28,39
13,16
(30,41)
Industri Pengolahan
(26,55)
(24,54)
(23,94)
13,41
28,49
21,37
Listrik, Gas, Air
63,77
111,80
91,49
83,27
75,06
68,62
218
245
232
350
382
413
Konstruksi
18,62
31,89
40,69
43,92
55,97
33,70
3.043
3.666
4.173
4.366
4.746
4.902
Perdagangan
22,08
11,45
10,23
12,02
14,73
13,35
24.334
25.587
25.748
27.033
27.920
29.003
Pengangkutan
12,48
6,76
3,02
(3,52)
(6,00)
(8,71)
2.960
2.950
2.951
2.820
2.782
2.693
Jasa Dunia Usaha
15,65
4,79
4,88
3,17
(0,37)
12,20
3.747
3.598
3.581
3.662
3.733
4.037
Jasa Sosial Masyarakat
12,94
19,27
22,03
31,42
35,29
36,25
1.828
1.968
2.115
2.340
2.473
2.681
9,58
10,18
6,99
7,19
6,26
4,26
34.043
35.053
35.408
36.226
36.173
36.547
Lain-lain
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
55
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1.4 Bank Syariah Aset perbankan syariah pada triwulan II 2015 mengalami akselerasi dari capaian triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 10,84% menjadi Rp6,18 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan I2015 yang tumbuh sebesar 7,42% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset baik pada kelompok bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar)
2014
2015
2015
2014
II
III
IV
I
16,31
9,72
3,68
5,92
7,42
10,84
5.586
5.580
5.619
5.906
6.000
6.184
Bank Pemerintah
15,27
9,78
6,81
9,93
4,65
7,70
1.052
1.051
1.103
1.149
1.101
1.132
Bank Swasta Nasional
16,55
9,71
2,94
4,99
8,06
11,57
4.534
4.529
4.516
4.758
4.899
5.052
DPK
28,28
30,73
10,96
3,70
16,22
17,59
2.742
2.795
2.878
2.991
3.187
3.287
a. Giro
(12,64)
12,69
42,14
12,31
147,17
111,60
221
262
346
380
547
554
b. Tabungan
30,17
29,51
15,06
13,13
18,01
24,53
1.261
1.261
1.337
1.479
1.488
1.570
c. Deposito
37,60
36,51
0,56
(8,60)
(8,54)
(8,63)
1.260
1.272
1.195
1.132
1.153
1.162
Pembiayaan
15,07
17,14
15,49
17,55
17,63
14,65
4.453
4.869
4.926
5.141
5.239
5.582
162,40
174,20
171,16
171,91
164,36
169,84
1,65
2,97
3,27
2,74
3,80
2,81
I Aset
II
FDR (%) NPF Gross (%)
I
II
III
IV
I
II
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan II 2015 masih lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari DPK yang mengalami akselerasi pertumbuhan dari 16,22% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 17,59% (yoy) pada periode laporan. Pertumbuhan DPK terutama didorong oleh akselerasi pertumbuhan pada komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito justru tercatat mengalami perlambatan. Tabungan syariah pada triwulan II 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 24,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar 18,01% (yoy). Berbeda dengan tabungan, giro syariah mengalami perlambatan dari triwulan lalu yang tumbuh 147,17% (yoy) menjadi 111,60% (yoy) pada triwulan II 2015. Sementara deposito masih berada pada pertumbuhan negatif. Dari sisi pembiayaan, kredit syariah tercatat masih tumbuh cukup kuat yaitu sebesar 14,65% (yoy), meskipun tidak sekuat triwulan sebelumnya yang tumbuh 17,63% (yoy). Dengan peningkatan DPK, Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan II 2015 juga relatif meningkat menjadi 169,84%. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman yang tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 2,81% pada triwulan laporan, relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya (3,80%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Berbeda dengan kinerja perbankan umum, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) justru mengalami akselerasi pada triwulan II 2015. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan I 2015 sebesar 143,56%menjadi 138,89% pada triwulan II 2015. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan yang cukup kuat pada jumlah DPK dari Rp547 miliar menjadi Rp811 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR juga tercatat mengalami akselerasi dari 1,56% (yoy) menjadi 9,77% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan DPK dan kredit tersebut, aset BPR juga mengalami pertumbuhan yang lebih kuat sebesar 19,41% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh 10,27% (yoy).
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
1.600
Aset
Rp Miliar
DPK
80
%, yoy
gAset - Skala Kanan
1.400 1.200
70
1.200
60
1.000
Kredit
LDR - Skala Kanan
%
Rp Miliar
250 200
50
1.000
800
40
800
20
400
10
200
0
0
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
100
400
50
200
(10)
I
150
600
30
600
0
0
II
I
II
2015
III
IV
I
II
2011
Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I
II
2015
Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Pada triwulan II 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp19,24triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 49,98%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,84%, dan 1,51%. Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5). Pertumbuhan kredit korporasi tercatat sebesar 16,16% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I 2015 yang sebesar 25,71% (yoy).Perlambatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh sektor terutama sektor pertanian dan pertambangan yang menunjukkan penurunan kredit yang semakin dalam. Pada triwulan II 2015, kredit pada sektor pertanian menunjukkan kontraksi yang semakin besar dari -8,73% (yoy) menjadi -17,78% (yoy). Sementara kredit pada sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 37,99% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat tumbuh sebesar 14,72% (yoy). Kredit pada sektor industri, konstruksi dan PHR masih tumbuh cukup baik pada triwulan II 2015 meskipun dalam tren perlambatan. %, yoy
Pangsa Triwulan II - 2015 Pertanian (0,82%) Pertambangan (1,51%)
120
60
100
50
80
40
60 40
30
Industri (9,31%)
20
20
Konstruksi (21,55%)
0
10
-20
0
PHR (49,98%)
(10)
Jasa Dunia Usaha (9,00%) Lain-lain (7,82%)
%, yoy
70
I
II
IV
2012
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I
II 2015
-40 -60
(20)
-80
(30)
-100
(40)
-120 Total
Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
III
Pertanian
Industri
Konstruksi
PHR
Pertambangan - rhs
Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan tren perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 4,62% setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,71%, melewati batas aman (Grafik 4.7). Perbaikan kualitas kredit tersebut didorong oleh perbaikan perbaikan kualitas kredit sektor PHR dan Industri Pengolahan. Namun demikian, kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi masih perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 21,78% dan 6,69%. Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor korporasi mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch antara cash flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik sehingga tidak berdampak terhadap NPL. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
57
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Sementara NPL kredit sektor pertanian, industri maupun perdagangan masih relatif aman.NPL ketiga sektor tersebut relatif mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran) yang mengalami penurunan NPL cukup signifikan dari 4,90% pada triwulan I 2015 menjadi 3,36% pada triwulan II 2015. Penurunan NPL pada sektor PHR didorong oleh pelunasan yang terjadi pada sektor perdagangan terutama pada perdagangan dalam negeri beras; perdagangan bahan-bahan konstruksi; perdagangan pupuk dan obat hama; perdagangan besar tekstil, pakaian jadi dan kulit; perdagangan eceran barang bukan makanan; perdagangan dalam negeri makanan, minuman dan tembakau; serta perdagangan eceran bahan bakar dan minyak pelumas. Sementara sektor pertambangan dan konstruksi masih memliki NPL yang tinggi masing-masing sebesar 21,78% dan 6,69%. % 16
% 30
14
25
12
Pangsa Triwulan II 2015 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (35,15%)
20
10
15
Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (10,77%) Kredit Multiguna (40,32%)
8
10
6
5
4
0
2 0
(5) I
II
III
IV
I
II
2012
Total
III
IV
I
II
2013
Industri
Konstruksi
III
IV
I
2014
PHR
Kredit Rumah Tangga Lainnya (1,99%)
II 2015
Pertanian - rhs
Pertambangan - rhs
Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi
Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan. DPK sektor korporasi pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp4,97 triliun atau tumbuh sebesar 18,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (27,74%, yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh perlambatan pada seluruh komponen DPK terutama tabungan dan deposito. Komponen tabungan mengalami penurunan sebesar 12,26% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 9,27% (yoy). Sementara komponen deposito hanya mampu tumbuh sebesar 8,72% (yoy) pada triwulan II 2015, mengalami perlambatan yang cukup dalam dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 25,27% (yoy). Komponen giro tumbuh sedikit lebih rendah dari 34,09% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 32,59% (yoy) pada triwulan laporan. % 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
%, yoy 140 120 100 80
60 40 20 0 (20)
I
II
III
2012 DPK
IV
I
II
III
IV
I
2013 Giro
II
III
2014 Tabungan
IV
I
II
2015 Deposito
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi
I
II
III
IV
2012
Deposito
I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
2014
Tabungan
I
II
2015
Giro
Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan II 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp36,87 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga masih menunjukkan tren perlambatan kinerja pada triwulan II 2015. Kredit kepada sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,88% (yoy) turun menjadi 3,95% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan terjadi pada hampir seluruh jenis kredit rumah tangga kecuali kredit multiguna yang tumbuh
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
sedikit lebih kuat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit Multiguna tumbuh dari 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 37,37% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara KKB mencatat pertumbuhan negatif pada triwulan II 2015 sebesar -5,33% setelah sebelumnya tumbuha sebesar 38,23% (yoy). KPR juga mencatat perlambatan yang signifikan dari 8,86% (yoy) menjadi 0,43% (yoy) pada triwulan II 2015(Grafik 4.11). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,98% menjadi 2,15% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi masih berada pada batas aman sebesar 4,22%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan II 2015 (Grafik 4.12). Total KKB Multiguna - Skala Kanan
%, yoy
50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) (40) (50) (60)
KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan 450 350 250
Total 4,5
KPR
KKB
RT Lainnya
Multiguna
%
4,0 3,5 3,0 2,5
150 50
(50) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I
II
2,0
1,5 1,0 0,5 0,0 I
2015
II
III
IV
I
2012
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I
II 2015
Grafik 4.12. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh sebesar 11,58% (yoy) pada triwulan II 2015, relatif stabil dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh sebesar 11,76% (yoy). Dilihat perkomponennya, pertumbuhan DPK rumah tangga terutama didorong oleh pertumbuhan komponen tabungan sementara komponen giro dan deposito tumbuh melambat. Tabungan rumah tangga tumbuh sebesar 5,59% (yoy) pada triwulan II 2015, sedikit lebih kuat dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh 4,42% (yoy). Sementara komponen giro dan deposito mengalami perlambatan masingmasing dari 22,82% (yoy) dan 26,93% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 10,14% (yoy) dan 25,51% (yoy) pada triwulan laporan. Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,35%) diikuti oleh deposito (32,49%) dan giro (5,15%). %, yoy 80
DPK
Giro
Tabungan
% 100
Deposito
90
60
40 20 0 I (20)
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II 2015
80 70 60 50 40 30 20 10 0 I
II
III
IV
2012 Deposito
(40)
Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
I
II
III
IV
2013 Tabungan
I
II
III
IV
2014
I
II
2015 Giro
Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan II 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan II 2015masih digunakan untuk konsumsi (58,77%), namun terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 68,30%. Porsi konsumsi mengalami pergeseran dengan meningkatnya porsi tabungan menjadi 22,78%, lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 11,63%. Kondisi ini menunjukkan bahwa rumah tangga menahan konsumisnya yang juga dikonfirmasi dengan perlambatan penyaluran kredit RT. Porsi tabungan yang meningkan juga disinyalir didorong peneriman gaji ke-13 bagi para PNS.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
59
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Tabungan 11,63%
Tabungan 22,78%
Cicilan 20,06%
Konsumsi 58,77%
Cicilan 18,45%
Konsumsi 68,30%
Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2015
Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw II - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan II 2015 masih melanjutkan tren perlambatan dari triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 6,84% (yoy) pada triwulan laporan, mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 10,49% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,32% atau sebesar Rp28,30 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 69% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM masih berada di atas batas aman (5%) pada triwulan II 2015 sebesar 5,14%, meskipun sedikit menurun dibandingkan NPL pada triwulan lalu yang sebesar 5,21% (Grafik 4.17). Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, jasa dunia usaha dan industri pengolahan masih perlu mendapatkan perhatian khusus dengan kondisi NPL yang berada di atas batas aman. NPLs UMKM 6
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy
%
Pangsa Kredit UMKM
35
Modal Kerja
30
5
25
4
20
3
15
2
10
1
5
0
0 I
II
III 2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
Total Kredit Non-UMKM 68%
Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 32%
Investasi
31%
69%
II 2015
Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM
Peningkatan dan pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. Pada tanggal 14 April 2015 telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi, dan keuangan inklusif kepada pegawai pemerintahan dan masyarakat di Kabupaten Bulukumba sebanyak 100 orang, 29 April 2015 kepada 100 orang mahasiswa dari STIEM Bongaya, 13 Mei 2015 kepada 120 orang Mahasiswa STIE Nitro, 21 Mei 2015 kepada 40 orang petani cabai di Kabupaten Sinjai, 27 Mei kepada 80 orang mahasiwa Universitas Muhammadiyah Makassar, 10 Juni 2015 kepada 70 orang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia. Disamping itu, Bank Indonesia terus mendorong dan mendukung kegiatan perbankan melalui program Layanan Keuangan Digital (LKD) agar seluruh masyarakat dapat memperoleh layanan keuangan dengan aman dan terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 142,07%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan usaha yang didukung sektor perbankan oleh wirausaha baru, ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada debitur yang sudah ada (eksisting).
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
*) Data Tenaga Kerja Februari 2015 Grafik 4.2. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
61
Palopo
Makassar
Pare-Pare
Luwu Utara
Luwu Timur
Luwu
Wajo
Bone
Barru
Tana Toraja
2015
Pinrang
2014
Enrekang
2013
Sidrap
2012
Soppeng
2011
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja *) Data Tenaga Kerja Februari 2015 Grafik 4.11. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel
Pangkep
2010
Kep. Selayar
15 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Juni*
Sinjai
17
Maros
19
Gowa
21
Takalar
23
Bantaeng
25
% 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Jeneponto
% 27
Bulukumba
% 155 135 115 95 75 55 35 15
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Namun demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami peningkatan di triwulan II 2015. Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi penurunan signifikan net inflow ke Bank Indonesia. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan lI 2015 sebagaimana tren musiman yang sama dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu terjadi kecenderungan penurunan net inflow atau terjadi net outflow pada bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri di triwulan laporan. Hal ini mengindikasikan ekonomi cenderung berputar secara optimal sejalan dengan kecenderungan perilaku musiman masyarakat atas penggunaan uang tunai pada periode tersebut. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
63
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan II 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS mengalami tren pertumbuhan menurun dibanding dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan II 2015 sebesar Rp62,92 triliun, mengalami sedikit perlambatan sebesar 2,92% (yoy), tetapi dibanding triwulan sebelumnya meningkat mencapai 22,1% (qtq). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp31,93 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp26,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,27 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan penurunan pada triwulan laporan, hanya transaksi keluar Sulsel yang mengalami peningkatan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel mengalami peningkatan pada triwulan laporan sebesar 24,96% (Grafik 5.1).Penurunan terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel hingga sebesar 56,25% (Grafik 5.2). Sementara transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel turun tipis pada triwulan II-2015 sebesar 5,15% (yoy) setelah sebelumnya tercatat naik hingga 17,51% (yoy) (Grafik 5.3). RTGS From
Rp Triliun
%, yoy
gRTGS From - Skala Kanan
30
30 25
25
20 20
15
15
10 5
10
0 5
(5)
0
(10) I
II
III IV
I
2011
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III IV
2014
I
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
II
RTGS From-To
10 0 (10) (20)
Rp Triliun
10 8 6 4 2 0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
III IV
I
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
II
2013
III IV
2014
I
II
2015
Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
7
12
II
2011
120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
50
20
2015
%, yoy
%, yoy
30
I
gRTGS From-To - Skala Kanan
gRTGS To - Skala Kanan
40
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel)
14
RTGS To
Rp Triliun
Inflow
Rp Triliun
gInflow - Skala Kanan
%, yoy
300
6
250
5
200
4
150
3
100
2
50
1
0
0
II
2015
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
(50) I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
2015
Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring Kegiatan kliring pada triwulan II 2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun jumlah warkat (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 285 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp10,49 triliun. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 9,1% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 2,9% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari meningkatnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi.
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kualitas kliring membaik, seiring tolakan yang menurun.Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan II 2015 yaitu dari 2,69% menjadi 1,50%. Hal ini sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,27% menjadi 2,15%. Hal ini menunjukkan bahwa ratarata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Perputaran Kliring dan cek/BG Kosong 2012
URAIAN
II
2013
III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
2015 III
IV
I
II
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nomi na l (tri l i un rupi a h)
9.44
9.47
10.14
9.74
9.98
10.24
10.67
9.48
9.62
9.72
11.20
9.76
10.49
- Lemba r (ri bua n)
284
285
295
284
286
281
290
260
266
261
281
262
285
- Nomi na l (tri l i un rupi a h)
0.15
0.15
0.16
0.16
0.17
0.17
0.17
0.16
0.16
0.16
0.18
0.16
0.17
- Lemba r (ri bua n)
4.50
4.53
4.68
4.73
4.76
4.68
4.68
4.33
4.43
4.21
4.53
4.30
4.67
- Nomi na l (%)
2.63
2.34
2.16
2.41
2.75
3.28
2.60
2.61
3.66
2.56
2.60
2.69
1.50
- Lemba r (%)
2.59
2.45
2.37
2.38
2.47
2.33
2.17
2.47
2.46
2.30
1.84
2.27
2.15
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
5.2. Pengelolaan Uang Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2015 menunjukkan net inflow uang tunai. Aliran uang masuk (inflow) yang terjadi adalah sebesar Rp3,78 triliun pada triwulan laporan, menurun dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp6,18 triliun atau secara triwulanan menurun hingga 38,93% (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp4,1 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,25 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). 6
Rp Triliun
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
%, yoy
400 350
5
300
4
250 200
3
150
2
100
50
1
0
0
(50) I
II
III IV
2011
I
II
III
2012
IV
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow
I
II
2015
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 (0,5) (1,0)
Net Inflow
Rp Triliun
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
Net Outflow
I
II
III
2013
IV
I
II
III
IV
2014
I
II
2015
Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.Dalam rangka persiapan menjelang pembangunan gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejaktanggal28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d. 13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di Kabupaten Bulukumba, tepatnya di Kelurahan Hila-Hila, Kecamatan Kajang dan Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bontohari. Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain.Selama periode triwulan II 2015, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaituKendari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
65
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
(1 Juni 2015) dan Kupang (17 Juni 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan II 2015 tercatat sebesar Rp0,94 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,92 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 298 lembar pada triwulan II 2015.Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp100.000 (51%), diikuti Rp50.000 (42%) dan pecahan lainnya sebesar (7%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Nominal UTLE
Rp Triliun 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 I
II III IV I 2011
%, yoy 2.000
1.000 500 0 (500) II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014*
II
42%
51%
Pecahan 50.000 Pecahan Lainnya
2015
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
66
Pecahan 100.000
7%
1.500
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan II 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan I 2014. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baik dibandingkan Sulampua maupun nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
67
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 (Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 212,57 ribu orang per Februari 2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari 2015. Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87 ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada Februari 2014 atau naik 78,29 ribu orang.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
KEGIATAN UTAMA
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran
Februari 2014
Februari 2015
3,677,576 3,464,719 212,570
3,755,870 3,537,559 218,311
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
62.0%
62.2%
Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
5.80%
5.80%
Sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor lainnya berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian lebih tinggi hampir 41 ribu pekerja dibandingkan tahun 2014, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 40,97% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Februari 2015, dan secara persentase meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sekitar9 ribu pekerja atau sebesar 1,32% (yoy) menjadi sekitar 617,09 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor lainnya yaitu sekitar 69 ribu pekerja atau sebesar 15,32% (yoy) menjadi sekitar 519,21 ribu orang. Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
KEGIATAN UTAMA Pertanian
Februari 2014 Jumlah
Pangsa
Februari 2015 Pertumbuhan
Jumlah
Pangsa
Pertumbuhan
1,408,447
40.66%
-0.17%
1,449,458
40.97%
2.91%
Industri
231,974
6.70%
2.23%
212,802
6.02%
-8.26%
Perdagangan
729,346
21.05%
6.22%
738,999
20.89%
1.32%
Jasa
644,253
18.60%
2.82%
617,087
17.44%
-4.22%
450,253 3,464,273
13.00% 100.00%
-1.68% 1.62%
519,213 3,537,559
14.68% 100.00%
15.32% 2.12%
Lainnya Total Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2% pada Februari 2015. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang. Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -24,58% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. IPD6 di triwulan Iturun sebesar -8,34% (yoy).
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
68
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.2. Penduduk Miskin22 Berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014, yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu pada September 2014, dari 864,3ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh penduduk kota. 100%
ribu orang 1000 900
10,3%
10,3%
10,3%
800
10,3%
500
80%
30 26,3
9,8%
930.3
9,8%
880.9 696,6
9,5%
672,3
200
696,9
701,81
639,7
9,5%
651,95
150.8
152.8
129,2
133,6
40%
9,4%
30%
9,0%
12,1
Kota
8,3
7,4
20%
12,8
18,4 15
13,6
10
9,5
5
10% 0%
0
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Desa
25 20
17,4
50%
9,6%
9,2%
148,0 160,5 162,49 154,40
27,8
70%
60%
300
0
10,2% 10,0%
400
100
90%
10,1%
700 600
10,4%
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
% Total Penduduk Miskin - kanan
Desa
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
Kota
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014 menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014, sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy). Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln)
Pertumbuhan YoY
Inflasi YoY
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Kota
215.790
221.892
235.488
240.276
246.416
9,13%
8,29%
4,64%
7,24%
5,88%
3,72%
Desa
183.959
192.161
207.023
211.271
219.109
12,54%
9,94%
5,84%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain seSulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua. Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2013, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep yang mencapai 17,75% di ikuti oleh Toraja Utara (16,53%), dan Jeneponto (15,52%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,70% di ikuti oleh Sidrap (6,30%), dan Parepare (6,38%). Namun secara keseluruhan, hampir diseluruh wilayah terjadi perbaikan jumlah kemiskinan.
22
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
69
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.4. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Tingkat Kemiskinan (%) Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkajene Kepulauan Barru Bone Soppeng Wajo Sidenreng Rappang Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare Pare Palopo
2008 18.49 12.26 10.94 22.48 12.68 12.79 12.73 18.55 21.36 13.49 17.35 11.22 10.16 7.64 9.65 20.51 19.44 18.57 18.38 10.98 5.36 7.11 12.83
2009 21.38 13.41 11.23 23.57 14.19 16.12 14.85 19.86 22.91 14.59 17.23 5.97 10.51 8.59 9.80 21.90 19.65 18.90 15.30 10.31 6.18 7.48 10.49
2010 15.00 9.02 10.25 19.10 11.16 9.49 10.68 14.62 19.26 10.69 14.08 10.42 8.96 7.00 9.01 16.86 15.44 14.62 16.25 9.18 19.08 5.86 6.53 11.28
2011 13.49 8.12 9.21 17.16 10.04 8.55 9.63 13.14 17.36 9.35 12.67 9.36 8.06 6.29 8.12 15.18 13.93 13.22 14.64 8.29 17.06 5.29 5.91 10.22
2012 12.87 7.82 8.89 16.58 9.59 8.05 9.28 12.55 16.62 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.82 14.44 13.00 12.72 14.02 7.71 16.27 5.02 5.58 9.46
2013 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.30 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.70 6.38 9.57
Sumber: BPS, diolah
6.3. Rasio Gini23 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.5). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional (0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Tabel 6.5. Nilai Gini Ratio
2010
2011
2012
2013
2014
Gorontalo
Provinsi
0.43
0.46
0.44
0.44
0.45
Papua
0.41
0.42
0.44
0.44
0.46
Sulawesi Selatan
0.40
0.41
0.41
0.43
0.45
Sulawesi Tenggara
0.42
0.41
0.40
0.43
0.40
Papua Barat
0.38
0.40
0.43
0.43
0.41
Sulawesi Utara
0.37
0.39
0.43
0.42
0.44
Sulawesi Tengah
0.37
0.38
0.40
0.41
0.35
Maluku
0.33
0.41
0.38
0.37
0.33
Sulawesi Barat
0.36
0.34
0.31
0.35
0.38
Maluku Utara 0.34 0.33 Indonesia 0.38 0.41 Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
0.34 0.41
0.32 0.41
0.32 0.41
23
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.4. Nilai Tukar Petani24 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan II 2015 menurun menjadi sebesar 103,35 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (104,23) (Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 4,94% (yoy) dari sebesar 116,15 pada triwulan II 2014 menjadi sebesar 121,89 pada triwulan II 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan II 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,28% (yoy) dari 109,93 pada triwulan II 2014 menjadi 117,93 pada triwulan II 2015 (Grafik 6.6).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 terbesar ke-3 se-Indonesia dibawah Kepulauan Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. Rata-rata NTP Sulsel di triwulan II 2015 mencapai 103,353 turun dibandingkan rata-rata di triwulan I 2015 yang mencapai 104,227 dan Secara nasional posisi rata-rata nilai NTP Sulsel mengalami penurunan setelah di tahun 2014 sempat mencatatkan nilai rata-rata NTP tertinggi nasional. Meskipun demikian, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2008, dimana NTP Sulsel berada di posisi ke-21. Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga 2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
24
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
71
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.6. Posisi Rata-Rata NTP Sulsel Terhadap Seluruh Provinsi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2008
2009
2010
2011
99.08
94.41
95.77
99.170
99.170
Sulawesi Barat
102.13
105.51
105.49
104.310
Sulawesi Selatan
100.19
100.65
101.66
107.090
Bali
100.69
103.07
103.80
Jawa Timur
100.47
98.21
Jawa Barat
96.14
97.22
Banten
97.31
Nusa Tenggara Barat
98.84
Lampung Maluku Utara Nusa Tenggara Timur
2013 1
2014
2015-TW1
2015-TW2
100.260
101.549
103.477
105.173
104.410
104.20
102.958
102.227
103.807
108.050
107.430
105.392
104.227
103.353
106.520
108.280
107.220
104.859
103.830
103.343
98.74
101.660
102.170
102.90
104.746
105.243
102.790
99.28
104.920
108.940
109.530
104.433
105.697
102.780
97.76
101.83
104.810
108.450
110.060
104.749
105.233
102.770
96.45
95.31
96.140
95.360
94.230
99.822
101.860
102.277
104.19
107.96
115.04
121.490
125.420
124.70
104.173
102.90
102.003
97.30
99.99
98.79
101.070
100.660
100.440
103.255
102.623
101.777
96.03
101.40
102.00
102.210
101.80
99.170
100.266
101.207
101.047
Papua Barat
104.55
106.10
103.55
102.950
101.620
99.640
100.170
99.357
101.043
Gorontalo
102.42
99.47
101.66
104.070
102.330
100.660
101.324
101.503
100.910
Maluku
103.07
106.62
103.54
104.810
104.70
105.480
100.510
100.753
100.113
Kalimantan Selatan
97.54
100.42
106.50
108.40
107.840
105.50
99.827
100.543
100.107
DI Yogyakarta
105.28
107.85
112.64
115.120
116.460
116.890
102.202
100.223
99.437
Kepulauan Riau
102.80
100.82
99.94
103.070
104.650
104.960
100.933
100.140
98.923
Sumatera Utara
101.79
100.82
102.36
103.420
101.710
99.490
100.095
98.523
98.597
Kalimantan Tengah
98.74
98.38
102.88
101.080
99.240
97.930
101.285
98.993
98.467
Sulawesi Tenggara
103.51
107.30
108.64
107.620
106.450
105.990
101.317
98.830
98.353
Kalimantan Timur
101.40
101.05
99.83
98.740
98.040
95.070
99.923
99.947
98.333
Jawa Tengah
99.77
98.67
101.62
104.840
105.350
105.90
100.648
100.860
98.087
Sumatera Selatan
101.50
99.70
104.89
109.630
110.130
109.950
100.918
97.843
97.517
Sumatera Barat
105.17
103.71
105.48
106.250
105.020
104.140
100.614
98.723
97.360
Papua
102.85
101.51
102.59
101.310
102.690
100.840
97.335
97.117
96.953
Sulawesi Tengah
101.15
98.58
97.17
98.860
97.790
97.010
102.180
97.990
96.947
Kalimantan Barat
103.47
100.83
101.19
102.630
100.920
97.990
96.628
97.257
96.667
Riau
101.75
99.07
104.11
105.070
104.260
101.40
96.953
96.840
95.973
Aceh
98.64
99.76
104.12
104.30
104.130
103.130
98.170
96.823
95.947
101.48
101.40
101.04
103.220
101.460
100.560
99.370
98.013
95.680
97.93
94.14
96.14
96.250
92.150
88.930
97.044
95.947
95.213
105.50
103.58
104.67
102.970
102.410
99.620
96.354
95.473
94.123
Sulawesi Utara Jambi Bengkulu Sumber: BPS, diolah
72
2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,2% - 8,2% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementaraekspor luar negeri masih sangat tergantung pada prospek ekonomi global yang belum pasti. Di sisi lapangan usaha, peningkatan didukung oleh sektor sekunder dan tersier, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Tekanan harga pada triwulan III 2015 diperkirakan masih tinggi sebagai efek dari Ramadhan dan Idul Fitri di awal periode, sedangkan untuk tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali dan akan berada dalam rentang target inflasi nasional. Perencanaan stok bahan makanan dan koordinasi TPID diharapkan mampu menjaga inflasi terkendali. Faktor risiko perlu diwaspadai adalah fenomena alam El-Nino dan kegiatan MICE yang meningkatkan administered price.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
73
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan III 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2015 diperkirakan kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,2% - 8,2% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun 2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Faktor pendorong sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah, faktor musiman, dan meningkatnya aktivitas MICE. Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya, perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy),atau cenderung stabil jika dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global justru diperkirakan melambat dari tahun 2014. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikat, Jepang dan Kawasan Eropa), serta ASEAN. Sementara ekonomi Tiongkok melambat. Dari sisi domestik, peningkatan beberapa sektor di Sulsel terkait mulai beroperasinya beberapa hotel baru di Makassar, revisi kebijakan pelarangan kegiatan MICE di hotel, groundbreaking pelabuhan Makassar New Port, KA Makassar-Parepare, Waduk, dan PLTA. Sebagai faktor risiko adalah ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut (kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika, krisis ekonomi Yunani, dan masih berlangsungnya masa penyesuaian ekonomi Tiongkok), tekanan harga komoditas pangan, nilai tukar rupiah, sinkronisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah, serta kesiapan birokrasi.
10
%, yoy
9 8 7 6 5
2013: 8,37%
2012: 7,61%
2015: 7,0% - 8,0%
2014: 7,57%
2015 Q4
2015 Q3
2015 Q2
2015 Q1
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
2013 Q4
2013 Q3
2013 Q2
2013 Q1
2012 Q4
2012 Q3
2012 Q2
2012 Q1
4
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran Komponen sisi konsumsi triwulan III 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan II 2015. Komponen permintaan yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, akan terus mengalami peningkatan. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 adalah peningkatan daya beli masyarakat dengan adanya tunjangan hari raya (THR), tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks 112,1), disertai dengan peningkatan rencana pembelian barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100. Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain jenis barang peralatan dan komunikasi di toko dan barang budaya dan rekreasi. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun APBN di Sulsel di Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat signifikan.
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 yang berkisar 7,0%-8,0% (yoy) masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi). Dengan adanya beberapa kegiatan musiman, diperkirakan akan mendongkrak permintaan konsumsi. Kemudian beberapa proyek infrastruktur yang mulai berjalan telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Di sisi lain, perkembangan ekspor luar negeri masih melemah, pelemahan prospek ekonomi global, sehingga menyebabkan permintaan terhadap komoditas ekspor Sulsel juga masih rendah. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masing-masing akan tumbuh dalam kisaran 5,4%-6,4% dan 5,0%-6,0%. 20
120
10
110 105
5
112,1
111,8
100
0 -5
110,1
111,1
95
110,1
110,7
-10
106,2
108,19
96,29
-15
90 Sumber : BPS
%, yoy
15
115
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
-20
IIIp
I
II
2015
Indeks Tendensi Konsumen
III
IV
I
2012
Perkiraan Pendapatan RT
II
2013
Suku cadang dan aksesori
Rencana pembelian barang durable
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen 100%
III
IV
I
II
III
IV
2014
I
IIP
2015
Perlengkapan rumah tangga lainnya
Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI P) Ekspektasi Pedagang Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran 90,1%
89,8%
60%
91,4%
90%
50%
80%
40%
70% 60%
52,1%
50% 40%
30,9%
20%
32,4%
29,5%
30%
53,38% 30%
52,8%
49,6%
29,00%
10%
20% 10,8% 10%
11,7%
10,0%
11,02%
0%
0%
-10% I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I
II
III-P
2015
p : perkiraan realisasi triwulan III (data historis)
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015) Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan III 2015 dan meningkat pada keseluruhan 2015. Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai Rp9,89 triliun atau tumbuh 574,5% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan II 2015 yang tumbuh -7,4% (yoy). Mulai triwulan III 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp790,04 miliar (tumbuh 39,7%), yaitu antara lain : 1. Pembangunan Jalan (Rp175,22 miliar) berlokasi di Makassar, Toraja dan Watampone. 2. Gedung perkantoran(Rp114,7 miliar) berlokasi di Makassar, Maros, Palopo, Tana Toraja, dan Bantaeng. 3. Sarana pendidikan (Rp237 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros. 4. Sarana kesehatan (Rp104 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, Parepare, dan Maros. 5. Pelabuhan dan bandara (Rp149,12 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba. 6. Rumah ibadah (Rp10,0 miliar) berlokasi di Makassar. Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan III 2015 diperkirakan senilai Rp9,10 triliun (tumbuh 914,5%) antara lain : 1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 3 X 135 MW; 2 X 2,3 MW; 2 X 2,6 MW; 2X2 MW; 2X5 MW; dan 2X2 MW, senilai Rp5,64 triliun berlokasi di Jeneponto, Enrekang, Gowa, dan Toraja Utara. 2. Tambang (Rp2 triliun) berlokasi di Luwu. 3. Pusat perbelanjaan (Rp408,5 miliar) berlokasi di Makassar, Takalar, Tana Toraja, Bone, dan Gowa.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
75
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
4. 5. 6. 7. 8.
Hotel dan resort (Rp253 miliar) berlokasi di Makassar dan Bulukumba. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp262 miliar) berlokasi di Makassar. Sarana pendidikan (Rp100,5 miliar) berlokasi di Makassar. Sarana kesehatan (Rp432 miliar) berlokasi di Makassar. Rumah ibadah (Rp3,5 miliar) berlokasi di Soppeng dan Bone.
Sulsel
Proyek dimulai Tw I 2014
Proyek dimulai Tw II 2014
Proyek dimulai Tw III 2014
Proyek dimulai Tw IV 2014
Total 2014
Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta Keterangan Keterangan Perkembangan Sulsel Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy) Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6% Pemerintah 1.034.610 Proyek dimulai Pemerintah 264.570 -74,4% Commercial 1.608.682 Tw I 2015 Commercial 716.536 -55,5% Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3% Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4% Pemerintah 325.388 Proyek dimulai Pemerintah 694.222 113,4% Commercial 5.873.900 Tw II 2015 Commercial 5.047.692 -14,1% Perseorangan 3.000 Perseorangan -100,0% Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5% Pemerintah 565.481 Proyek dimulai Pemerintah 790.040 39,7% Commercial 897.320 Tw III 2015 Commercial 9.102.963 914,5% Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4% Total 680.663 Total 6.842.080 905,2% Pemerintah 208.613 Proyek dimulai Pemerintah 770.080 269,1% Commercial 469.050 Tw IV 2015 Commercial 6.071.000 1194,3% Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7% Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5% Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0% Total 2015 Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6% Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%
Sumber : BCI Asia, 2015
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel pada semester I 2015 diperkirakan akan membaik mulai triwulan III 2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor, yang telah dimulai pada bulan Agustus 2015. Beberapa indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner dagang utama Sulsel (Jepang) memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang tumbuh 0,8% (proyeksi Juli 2015), meskipun masih terkoreksi ke bawah dibandingkan proyeksi April 2015 (1,0%).
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Amerika Serikat Kawasan Eropa Kawasan Asia Tiongkok Jepang Kawasan ASEAN* Output Dunia
Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Apr-15 Jul-15 2014 2015p 2016p 2014 2015p 2,4 3,1 3,1 2,4→ 2,5↓ 0,9 1,5 1,6 0,8↓ 1,5→ 6,8 6,6 6,4 6,8→ 6,6→ 7,4 6,8 6,3 7,4→ 6,8→ –0,1 1,0 1,2 –0,1→ 0,8↓ 4,6 5,2 5,3 4,6→↑ 4,7↓ 3,4 3,5 3,8 3,4→ 3,3↓
2016p 3,0↓ 1,7↑ 6,4→ 6,3→ 1,2→ 5,1↓ 3,8→
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya masih terus menurun, atau tumbuh -40,1% (yoy) sehingga terakhir di kisaran harga 11.413 USD /metrik ton (Juli 2015). Sementara harga kakao tumbuh terkoreksi ke atas 6,14% (yoy) atau menjadi 3,33 USD/kg. Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan industri
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
besi/baja, destocking nikel halus Tiongkok, berkontribusi terhadap penurunan harga nikel. Sementara perbaikan harga kakao terkait dengan menurunnya produksi coklat di Ghana dan Pantai Gading. $/mt
yoy
25.000 20.000
40%
4
30%
3,5
30%
20%
3
20%
10%
2,5
0%
15.000
-10%
10.000
-20% -30%
5.000
-40%
-50% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan I II III* 2015-p
0
2011
2012
Harga Internasional Nikel
2013
2014
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel
40%
10%
2
0%
1,5
-10%
1
-20%
0,5
-30%
0
-40%
2011
2015
yoy
USD/kg
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan I II III* 2015-p
30.000
2012
Harga Internasional Coklat
2013
2014
2015
g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Ekspor diperkirakan akan meningkat di triwulan III 2015. Pada tanggal 3 Agustus 2015 yang lalu, pemerintah daerah telah menginisiasi program ekspor 3 kali lipat dan Sulsel ber SNI sebagai upaya peningkatan ekspor Sulsel. Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi. Pada acara tersebut, secara simbolis Presiden melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62 triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
Presiden Jokowi membuka gerakan peningkatan Ekspor 3X lipat dan Sulsel berSNI di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar 3 Agustus 2015 yang lalu.
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan pada saat Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan 25 mendukung perhubungan antar pulau dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini
25
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
77
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN 26
menggunakan truk dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi pangan daerah lain yang relatif menurun, akan dipasok oleh Sulawesi Selatan. Tercatat pengiriman beras Sulsel kepada 22 provinsi lainnya.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan III 2015, diperkirakan hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat, kecuali di sektor primer. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan) meningkat untuk memenuhi pembangunan infrastruktur. Dengan perkembangan di sisi sektor sekunder dan tersier, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan III 2015 akan berkisar 7,2%-8,2% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal kedua tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy). Tahun 2015 Sulsel diperkirakan tumbuh 7,0-8,0% (yoy) dengan faktor pendorong utama berasal dari sektor sekunder dan tersier. Peningkatan di sektor sekunder didukung oleh permintaan musiman seperti Ramadhan/Idul Fitri dan penyelenggaraan kegiatan MICE. Sementara sektor tersier didukung oleh perbaikan ekspektasi pelaku usaha keuangan. Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan melambat pada triwulan III 2014. Curah hujan yang cenderung rendah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor pertanian. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi diperkirakan melemah, sehingga menurunkan ekspor komoditas tersebut. Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh melambat, seiring harga internasional nikel. Untuk 27 merespons penurunan harga tersebut, perusahaan tambang hanya menargetkan peningkatan sedikit produksi . Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Juli 2015, harga nikel turun -40,1% (yoy) hingga level harga 11.413 USD /metrik ton. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan III 2015. Berdasarkan pola historisnya, pembangunan infrastruktur meningkat pada semester II 2015, sehingga industri semen meningkatkan produksinya. Di sisi lain, industri bahan makanan diperkirakan juga akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2015, karena untuk memenuhi permintaan saat lebaran/idul fitri. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan akan tumbuh meningkat pada triwulan III 2015. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait datangnya bulan Ramadhan dan Lebaran. Indikasi tersebut sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan III 2015 meningkat, terutama untuk barang makanan membaik (-10,11%; yoy dari triwulan II 2015 -11,97%; yoy), jenis barang peralatan/komunikasi di toko juga membaik (-2,0%; yoy dari triwulan II 2015 -3,08%; yoy) dan barang budaya dan rekreasi (10,9%; yoy dari triwulan II 2015 15,83%; yoy). Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di 28 hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai 29 negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II 2015 . Dengan adanya revisi aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang dua ke bawah. Kenaikan tersebut diperkirakan juga sebagai implikasi dari kegiatan organisasi kemasyarakatan yang besar di Sulsel pada Agustus 2015. Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan meningkat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II 2015, memperkirakan pertumbuhan kredit baru akan menguat pada triwulan III 2015, seiring membaiknya kondisi ekonomi Indonesia dan meningkatnya kecukupan modal bank. Meskipun
26
Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT X, produsen nikel terbesar di Sulsel, membidik target produksi tumbuh tipis 1,6% menjadi 80.000 ton nikel. 28 Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 29 PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral. 27
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015, kredit akan sebesar 12,2% (yoy) lebih rendah dari hasil 30 survei sebelumnya (17,1%; yoy) .
7.2. Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan III 2015 secara umum diperkirakan akan relatif tinggi, sama dengan triwulan II dengan rentang 7,7% - 8,7% (yoy). Tekanan harga pada triwulan III diharapkan akan relatif mereda setelah bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kelompok volatile food biasanya cenderung naik harganya selain karena eforia puasa juga adanya budaya nelayan untuk tidak melaut selama seminggu awal puasa. Komoditas pangan yang biasanya naik harganya adalah beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, ikan tangkap, dan daging sapi. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel diharapkan akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan dan gejolak harga. Inflasi di akhir tahun 2015 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat perkembangan inflasi sepanjang tahun 2015 yang relatif lebih terkendali dibandingkan tahun 2014 ditambah dengan telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota, target inflasi Sulsel pada akhir tahun 2015 dikisaran 4%±1% optimis dapat tercapai, dengan catatan ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, serta tidak ada kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan hingga akhir tahun 2015, seperti kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014 yang lalu. 10%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1
Nasional
9%
Sulsel
8%
Inflasi Tahunan
7% 6%
5% 4% 3%
2% 1%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1 Sulsel 2011: 2,87% Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1 Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2014: 8,36%
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 . 12 2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan III 2015, TPID akan lebih meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi dampak kekeringan (El-Nino). Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan Juli 2015, terjadi inflasi sebesar 1,19% (mtm) atau inflasi 8,08% (yoy). Tekanan inflasi Lebaran pada lebaran tahun ini cukup terkendali, dan tercatat di bawah rata-rata historis inflasi bulanan saat lebaran dalam 4 tahun terakhir yang mencapai kisaran 1,29% (mtm). Juli 2015
Agustus 2015
September 2015
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
30
Statistik Perbankan Indonesia Triwulan II 2015 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
79
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan masih tinggi. Dari sisi stok, kecukupan beras akan tersedia untuk 13 bulan ke depan. Hasil prognosa Dinas Pertanian, pada triwulan III 2015, produksi beras masih akan terjadi surplus pada saat panen gadu. Namun demikian, faktor cuaca pada triwulan III 2015 juga relatif kering perlu menjadi perhatian untuk keoptimalan penanaman tanaman bahan makanan. Meningkatnya intensitas El Nino dari moderat menjadi kuat dan terjadi lebih awal, sejak Agustus 2015 dan puncak kemarau di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan hingga November 2015. Sehubungan dengan hal tersebut, langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan antara lain menyiapkan dukungan penyediaan saprodi (a.l. benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain yang mengalami surplus pangan. Inflasi administered prices triwulan III tahun 2015 diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi. Risiko inflasi terutama yang bersumber dari administered prices masih perlu diwaspadai, terutama terkait kegiatan di Sulsel yang akan meningkatkan tarif angkutan udara. Inflasi administered price kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring turunnya harga minyak dunia. Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan meningkat, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung meningkat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), meskipun survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya relatif meningkat menjadi 187,67 di triwulan III 2015 dan 190,0 di triwulan IV 2015. Namun demikian, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif melambat, menjadi 100,21 di triwulan III 2015 dan 100,0 di triwulan IV 2015. Selain itu, harga emas diperkirakan juga dalam tren melambat sampai triwulan III 2015, namun meningkat sampai dengan akhir tahun 2015. 200
100,3
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
195
100,2
190 185
100,1
180
100,0
175 170
99,9
165
99,8
160 I
2013
II
III
IV
I
II
2014
III
I
IV*
III
IV
I
2012
2015
Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 1800
II
yoy
USD/troy onz
50%
40%
1600
30%
1500
20%
1400
10%
2013
2014
III*
2015-p
III
I
II
III
2012
IV
I
-30% II
-20%
1000 III
1100 IV
-10%
I
0%
1200
II
1300
Emas
2015
g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
III
2013
1700
2011
80
II
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III IV*
2015
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
I
IV
II
III
Jan
II
III
I
IV
2012
IV
I
III
II
II
IV
I
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Impor Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Inflasi
2011
2012
2013
6,51 6,61 4,70 12,73 (9,49) (7,08)
6,98 7,14 4,20 15,67 (2,04) 6,11
6,89 (3,80) 9,03 10,08 12,63 6,92 10,35 13,05 8,70 11,81 19,78 11,13 9,00 6,52 10,44 9,04 6,69 8,13 2,87
2015
2014 IV
Total
I
II
IIIP
Total-P
5,96 10,36 2,70 13,19 3,06 5,36
5,49 4,93 (2,92) 9,03 14,73 9,35
5,92 11,26 1,88 9,40 11,85 (1,64)
5,32 (2,50) 6,99 7,13 (9,37) 0,41
5,51 (2,13) 2,18 7,23 (2,94) (8,55)
6,2-7,2 5,4-6,4 5,6-6,6 11,8-12,8 0,5-1,5 2,5-3,5
5,4-6,4 0,8-1,8 5,0-6,0 9,1-10,1 (3,6)-(4,6) (1,8)-(2,8)
4,58 5,32 8,66 16,24 3,54 9,86 11,86 13,45 11,40 20,60 15,88 10,50 8,02 2,23 7,50 10,67 8,11 8,87
4,93 5,63 9,22 8,19 5,50 10,57 7,23 6,45 6,76 14,07 9,28 8,98 6,97 3,07 7,72 8,25 7,14 7,63
10,40 9,60 15,20 15,00 (1,20) 5,10 3,40 4,80 5,60 6,60 11,90 9,00 7,40 0,70 3,10 3,30 9,40 7,71
10,00 11,40 9,50 10,60 2,10 6,10 7,10 2,10 7,80 5,80 5,90 8,00 6,80 1,00 4,70 10,20 7,60 7,57
2,09 2,83 6,05 7,52 0,58 6,63 5,62 3,60 5,81 7,34 9,18 8,88 4,77 2,47 8,90 7,41 9,42 5,23
12,57 8,51 4,33 (3,71) (0,26) 5,32 7,02 7,03 4,03 7,46 2,52 7,55 4,48 5,04 9,07 6,71 8,16 7,62
6,4-7,4 7,6-8,6 5,6-6,6 7,2-8,2 5,5-6,5 6,3-7,3 8,6-9,6 9,0-10,0 7,1-8,1 8,8-9,8 7,0-8,0 7,7-8,7 8,6-9,6 6,8-7,8 9,1-10,1 8,8-9,8 8,2-9,2 7,2-8,2
7,6-8,6 6,7-7,7 5,3-6,3 4,8-5,8 2,4-3,4 6,1-7,1 7,2-8,2 6,6-7,6 5,9-6,9 7,7-8,7 6,0-7,0 8,0-9,0 6,0-7,0 4,8-5,8 8,3-9,3 7,8-8,8 8,3-9,3 7,0-8,0
4,41
6,21
8,61
8,61
7,13
8,06
7,7-8,7
4,0±1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
proyeksi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
7.3. Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar melalui pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, mampu memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia, mengisi berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, serta mengantisipasi gejolak ekonomi global, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah, sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
Konsumsi rumah tangga masih akan menjadi penopang ekonomi Sulsel, sejalan dengan anugerah usia produktif yang relatif besar di Sulsel. Dengan konsumsi yang tinggi tersebut, kebijakan devaluasi Tiongkok perlu diantisipasi, jika tidak ingin barang impor membanjiri Sulsel, antara lain dengan gerakan cinta produk dalam negeri, kewajiban penggunaan Rupiah untuk bertransaksi di dalam negeri, kebijakan wajib Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk barang impor, mewajibkan pemakaian baju tenun khas lokal Sulsel pada hari-hari tertentu oleh semua pegawai pemerintah dan swasta, mengkonsumsi makanan-makanan lokal/tradisional termasuk minuman lokal (seperti coklat, markisa dll) di setiap acara resmi dan sajian wajib di hotel-hotel, event pariwisata yang menarik di Sulsel sehingga masyarakatnya tidak berlibur ke luar negeri, dan sebagainya. Konsumsi Pemerintah yang diandalkan menjadi penopang masih terkendala permasalahan yang bersifat teknis administratif, seperti nomenklatur, proses pengadaan, dan pembebasan lahan, yang memerlukan penyelesaian yang segera. Transfer dari pemerintah pusat ke daerah, akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah apabila dimanfaatkan secara optimal. Namun ada indikasi dana tersebut justru mengendap di perbankan. Oleh karena itu, perlu dibentuk sistem pemantauan anggaran berbasis kinerja hingga ke level pemerintah daerah/desa, yang dapat dipantau secara real time. Pemantauan tersebut dapat melibatkan pihak perguruan tinggi di Sulsel, yang terjamin secara kemampuan dan netralitasnya. Menjaga dan meningkatkan keberlanjutan investasi di Sulsel, antara lain iklim investasi daerah melalui penciptaan Investment Board yang lebih aktif dalam menggaet investor dalam negeri maupun luar negeri, menjaga keamanan berusaha/berinvestasi di Sulsel terutama meningkatnya eskalasi politik menjelang Pilkada serentak, serta memelihara dan membangun infrastruktur dasar seperti prasarana transportasi (jalan tol, jalan akses pelabuhan dan pergudangan, City Outer Ring Road, Pelabuhan, Terminal, telekomunikasi, dsb). Konsistensi untuk pengembangan sektor unggulan berbasis ekspor, antara lain : i. Sektor pertanian sebagai basis ekonomi rakyat melalui program-program peningkatan produksi dan pemasaran yang konsisten, terkoordinasi antar dinas/sektor, dan yang menciptakan insentif bagi petani. Program dimaksud termasuk penguatan kelembagaan petani sehingga tercipta kesetaraan bargaining position antara petani (produsen), perantara (pedagang) dan konsumen akhir; ketersediaan produk pertanian (tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan) yang pasti dan berkelanjutan untuk pasokan industri; dan efisiensi pasar sehingga menekan harga jual (inflasi). ii. Memperkuat sektor produksi dan pengolahan lebih lanjut pada berbagai tahap industri pengolahan (hilirisasi), yang didukung dengan peningkatan kualitas SDM secara berkelanjutan dan lengkap melalui perbaikan sistem pendidikan dan latihan yang tepat dengan tantangan serta kebutuhan sektor usaha baik skala daerah, nasional, maupun lintas Negara (MEA). Saat ini kualitas dan produktivitas tenaga kerja di Sulsel masih perlu ditingkatkan.
Untuk pengendalian harga-harga barang dan jasa secara umum, sehingga tercapai level yang mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi diatas, maka beberapa kebijakan yang dapat disarankan adalah sbb.: a. b. c.
d.
82
Melakukan langkah cepat (early warning system) agar dapat mendeteksi dini fenomena pergerakan harga. Melakukan intervensi harga dengan melakukan kegiatan pasar murah ataupun operasi pasar. Pemerintah Daerah perlu menyiapkan standing budget untuk langkah intervensi tersebut. Menyusun sistem informasi stok bahan kebutuhan pokok masyarakat yang akurat dan kredibel, agar dapat disusun kebijakan pengaturan stok pangan yang tepat mengingat kondisi surplus pangan di Sulsel ternyata tidak menjamin keamanan dari sisi harga. Memperkuat koordinasi anggota TPID beserta semua unsur pendukung termasuk petani, pedagang besar, aparat keamanan, dan lembaga pembiayaan. Melalui koordinasi diharapkan pola tanam dan panen tanaman pangan yang terjadwal dapat menjamin adanya ketersediaan pasokan pangan serta distribusi yang efisien agar tercipta harga jual yang wajar.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
e.
Perlunya kebijakan yang sifatnya jangka menengah panjang, antara lain: i. Percepatan pembangunan infrastruktur tanaman pangan seperti waduk, saluran irigasi, pencetakan dan perluasan area tanam, dan sebagainya. Diharapkan dalam jangka menengah panjang akan meningkatkan ketersediaan pangan sehingga tujuan kedaulatan pangan di Sulsel dan nasional akan tercapai. Peran Sulsel sebagai lumbung pangan nasional selama ini diharapkan akan semakin meningkat seiring dengan makin terbatasnya lahan pertanian di Pulau Jawa. ii. Mendorong kerjasama antar kabupaten/kota yang surplus dan defisit pangan sehingga ketidakseimbangan stok pangan dan harganya antar daerah dapat dihindari. iii. Mendorong peningkatan peran Bulog sebagai penyangga harga pangan daerah, tidak terbatas pada beras saja.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
83
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar) Kategori A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2011
2012
2013
2014
42,326 11,897 25,737 159 271 21,430 25,170 7,006 2,484 10,008 6,044 6,587 811 9,769 10,293 3,357 2,362 185,708
44,263 12,530 27,966 185 280 23,542 28,155 7,948 2,767 12,070 7,004 7,279 876 9,987 11,064 3,715 2,554 202,185
46,447 13,236 30,545 200 296 26,030 30,190 8,461 2,954 13,768 7,654 7,933 937 10,293 11,919 4,021 2,736 217,618
51,084 14,748 33,433 221 302 27,628 32,363 8,641 3,183 14,560 8,106 8,565 1,001 10,399 12,473 4,433 2,943 234,084
2015 I 12,821 3,543 7,920 55 75 6,924 8,212 2,146 804 3,749 2,136 2,252 256 2,572 3,176 1,144 773 58,558
II 14,651 3,789 8,569 53 77 7,150 8,656 2,253 829 3,860 2,072 2,284 261 2,679 3,195 1,166 788 62,331
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar) Kategori A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2011
2012
2013
2014
44,974 14,647 26,936 158 286 22,888 26,493 7,318 2,647 10,048 6,423 7,020 863 10,698 10,893 3,549 2,447 198,289
51,415 16,178 30,799 177 306 26,581 30,654 8,961 3,145 12,129 8,241 8,322 999 11,451 12,096 4,079 2,752 228,285
57,367 17,837 35,371 178 355 31,516 33,633 10,473 3,564 13,785 9,597 9,904 1,148 12,203 13,886 4,682 3,184 258,683
68,437 22,508 41,279 193 355 35,963 37,624 13,345 4,106 14,594 10,877 11,523 1,297 13,294 15,498 5,509 3,722 300,124
2015 I 18,333 5,603 10,251 46 90 9,416 9,944 3,546 1,076 3,702 2,998 3,224 350 3,564 3,996 1,506 1,033 78,679
II 21,026 5,838 11,192 60 94 9,813 10,695 3,807 1,120 3,808 2,937 3,499 363 3,911 4,067 1,549 1,063 84,842
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar) Kategori 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2011
2012
2013
2014
106,351 2,218 21,545 64,562 2,164 52,674 64,205 185,708
113,779 2,376 22,451 74,678 5,431 51,598 68,129 202,185
120,561 2,622 23,058 84,528 5,452 53,179 71,783 217,618
127,700 2,918 23,492 92,472 (1,375) 59,481 70,603 234,084
2015 I 32,822 710 3,626 23,101 405 13,417 15,524 58,558
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
II 33,277 721 5,682 24,214 894 13,808 16,265 62,331
85
LAMPIRAN
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar) Kategori 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2011
2012
2013
2014
113,547 2,314 23,491 66,698 2,498 57,273 67,533 198,289
129,688 2,601 26,124 82,677 5,661 58,288 76,754 228,285
149,121 3,083 28,719 96,605 6,395 58,243 83,463 258,683
174,682 3,864 31,695 118,365 (1,551) 73,178 99,859 300,124
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta) Kategori Penduduk (Jiwa) PDRB per Kapita (Juta Rp)
2010
2011
2012
2013
2014
8,060,401 21.31
8,156,129 24.31
8,250,018 27.67
8,342,047 31.01
8,432,163 35.59
Sumber : Badan Pusat Statistik
86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
2015 I 47,452 1,015 4,858 30,826 896 16,886 23,254 78,679
II 48,822 1,048 8,033 32,920 2,010 16,920 24,913 84,842
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Transpor dan Rekreasi, dan Komunikasi Olahraga
IHK (Akhir Periode)
Umum
Bahan Makanan
2010
126.75
148.73
131.96
122.00
135.79
119.24
116.86
104.73
2011
130.39
149.06
137.77
126.48
147.55
128.36
120.24
105.50
Triwulan I
132.89
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
Triwulan II
133.44
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
Triwulan III
135.69
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
Triwulan IV
136.14
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
Triwulan I
139.01
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
Triwulan II
139.26
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
Triwulan III
145.51
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
Triwulan IV
144.60
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
Triwulan I
109.16
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
Triwulan II
109.71
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
Triwulan III
111.72
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
Triwulan IV 2015 Triwulan I Triwulan II
116.89
125.03
114.11
114.88
110.82
109.25
105.45
121.49
116.94 118.55
125.83 128.30
115.15 116.95
117.40 118.18
114.32 113.74
112.29 113.18
105.70 106.16
115.08 118.01
2012
2013
2014
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2012
2013 I
II
III
IV
2014*
2013
I
2015*
II
III
IV
I
II
Ma ka s s a r
134.91
137.86
138.15
144.29
143.33
143.33
108.94
109.26
111.45
116.50
116.94
118.67
Pa l opo
142.22
144.84
144.26
150.25
149.68
149.68
108.84
110.28
111.34
116.54
116.40
117.88
Pa repa re
134.76
137.33
137.57
144.44
143.26
143.26
108.29
109.33
110.89
117.71
115.36
116.96
Bone (Wa ta mpone)
148.83
151.29
151.92
159.23
159.04
159.04
109.81
111.58
112.81
117.35
116.02
116.35
117.21
118.31
119.99
125.61
124.49
125.55
Bul ukumba ** Sumber: Ba da n Pus a t Sta ti s ti k *) Seja k ta hun 2014 da ta IHK mengguna ka n ta hun da s a r 2012
**) Di hi tung s eba ga i Kota Infl a s i s eja k ta hun 2014
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2012
2013 I
II
III
IV
2014*
2013
2015*
I
II
III
IV
I
II
Ma ka s s a r
4.57
4.76
4.54
7.41
6.24
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
8.61
Pa l opo
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
6.89
Pa repa re
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
6.98
Bone (Wa ta mpone)
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
4.27
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
6.12
Bul ukumba ** Sumber: Ba da n Pus a t Sta ti s ti k *) Seja k ta hun 2014 da ta IHK mengguna ka n ta hun da s a r 2012
**) Di hi tung s eba ga i Kota Infl a s i s eja k ta hun 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
87
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
2011 2012
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
6,275
26,446
13,085
45,807
20,074
9,626
23,198
52,898
115.48%
Tri wul a n I Tri wul a n II Tri wul a n III
7,471 7,282 7,257
25,004 27,206 28,545
13,259 13,536 14,115
45,734 48,024 49,917
20,516 22,850 22,385
10,025 10,588 10,997
24,044 25,597 27,707
54,585 59,035 61,090
119.35% 122.93% 122.38%
Tri wul a n IV 2013
7,345
31,466
14,907
53,717
25,506
11,380
29,335
66,221
123.28%
Tri wul a n I Tri wul a n II Tri wul a n III
7,770 8,092 9,221
29,321 30,068 32,076
15,211 15,297 16,062
52,302 53,457 57,359
25,980 26,659 26,160
12,232 14,486 15,769
30,158 31,793 33,085
68,371 72,937 75,014
130.72% 136.44% 130.78%
Tri wul a n IV 2014
7,845
35,007
17,592
60,444
27,231
14,494
33,663
75,388
124.72%
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n Tri wul a n
I II III IV
7,990 9,730 9,693 7,995
32,446 33,168 34,828 37,428
17,726 18,504 19,819 20,690
58,162 61,402 64,339 66,112
27,257 29,062 29,847 31,442
14,642 15,467 15,457 16,241
33,974 34,807 35,159 35,877
75,874 79,336 80,463 83,560
130.45% 129.21% 125.06% 126.39%
I II
10,154 11,820
34,147 34,881
22,118 22,166
66,420 68,867
32,776 34,627
16,482 16,500
36,045 36,436
85,304 87,563
128.43% 127.15%
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
Pertanian
2011
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
869
309
3,460
144
2,155
15,072
1,629
2,770
1,555
24,935
52,898
2012 Tri wul a n I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Tri wul a n II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Tri wul a n III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Tri wul a n IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Tri wul a n I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Tri wul a n II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Tri wul a n III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Tri wul a n IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Tri wul a n I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Tri wul a n II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
III IV
1,435 1,506
537 509
4,283 4,747
232 350
4,173 4,366
25,748 27,033
2,951 2,820
3,581 3,662
2,115 2,340
35,408 36,226
80,463 83,560
I II
1,630 1,788
427 390
5,035 5,109
382 413
4,746 4,902
27,920 29,003
2,782 2,693
3,733 4,037
2,473 2,681
36,174 36,547
85,304 87,562
2013
2014
Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n Tri wul a n
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
2011 2012
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Asing dan Campuran Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
13.55
11.83
12.83
13.34
13.61
14.09
10.62
6.81
28.61
13.45
12.84
13.32
Tri wul a n I Tri wul a n II Tri wul a n III
13.49 13.24 13.21
11.69 11.34 11.11
12.79 12.70 12.54
13.16 12.74 12.55
13.60 13.62 13.36
14.56 14.36 14.31
8.50 9.32 9.53
7.29 7.91 8.36
27.35 27.67 26.16
13.30 13.00 12.90
12.77 12.60 12.39
13.46 13.35 13.19
Tri wul a n IV 2013
12.63
10.92
12.23
12.28
13.09
14.01
8.85
8.07
23.83
12.47
12.19
12.88
Tri wul a n I
12.56
10.74
12.20
12.31
12.89
14.04
7.21
8.21
23.67
12.40
12.05
12.85
Tri wul a n II Tri wul a n III
12.77 12.94
10.57 10.79
12.12 12.11
12.01 12.72
12.71 12.99
13.89 13.83
8.12 9.14
8.37 9.16
20.92 21.14
12.38 12.80
11.65 12.02
12.74 12.72
Tri wul a n IV 2014
13.00
11.08
12.18
13.04
13.53
13.91
10.20
10.06
20.92
12.99
12.57
12.78
Tri wul a n I Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n Tri wul a n
88
13.10
11.15
12.24
13.23
13.67
14.06
10.49
10.68
22.14
13.13
12.71
12.86
II III IV
13.26 13.48 13.46
11.44 11.61 11.57
12.41 12.44 12.61
13.51 13.62 13.48
13.53 13.53 13.78
14.05 14.10 14.17
10.08 10.26 10.77
10.72 10.81 11.14
22.94 23.49 23.13
13.33 13.50 13.44
12.75 12.81 12.93
12.97 13.00 13.13
I II
13.81 13.42
12.12 10.40
11.45 13.00
14.04 12.91
15.29 13.75
14.74 14.61
10.03 6.83
11.38 9.64
23.11 28.49
13.25 12.98
13.13 12.14
13.59 13.61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun) Periode
2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II
Inflow 3.87 2.75 3.93 3.20 13.75 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56 4.30 19.24 6.18 3.78
Jumlah Outflow 1.86 3.17 3.57 3.21 11.82 1.71 2.89 5.31 4.16 14.08 2.35 3.83 5.64 4.10 15.91 2.25 3.70
Net Flow 2.01 (0.42) 0.35 (0.01) 1.93 2.69 0.35 (0.44) (0.09) 2.52 2.95 0.24 (0.08) 0.21 3.32 3.94 0.07
Inflow 66.21% 31.17% 5.71% 30.61% 29.82% 13.90% 17.50% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.16% 5.64% 15.93% 16.70% -7.20%
yoy Outflow 48.64% 66.32% 9.83% 25.77% 31.80% -7.82% -9.08% 48.62% 29.50% 19.05% 36.78% 32.70% 6.18% -1.52% 13.07% -4.14% -3.29%
Net Flow 86.63% 319.19% -23.54% 87.00% 18.87% 33.98% 183.53% 225.76% -536.97% 30.54% 9.61% -31.38% 81.98% 336.57% 31.92% 33.26% -69.42%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar) Periode
2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
I II III IV
2014 2015
I II
Inflow 0.15 0.13 0.02 0.05 0.34 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23 0.13 0.54 0.00 0.00
Jumlah Outflow 1.80 2.53 0.86 0.34 5.53 0.28 0.78 2.51 2.63 6.20 2.20 3.22 3.93 2.07 11.42 1.74 5.66
Net Flow (1.65) (2.40) (0.84) (0.29) (5.19) (0.25) (0.70) (2.43) (2.53) (5.91) (2.05) (3.18) (3.70) (1.94) (10.88) (1.73) (5.66)
Inflow -69.71% 0.09% 200.52% -72.94% -57.62% -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11% 29.30% 89.84% -97.54% -97.47%
yoy Outflow 714.38% 60.57% -75.69% -86.00% -28.79% -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42% -21.19% 84.31% -20.95% 75.61%
Net Flow 720.99% -65.80% 76.17% 87.11% 25.43% 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% -720.65% -353.25% -52.18% 23.20% -84.05% 15.58% -77.76%
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
89
LAMPIRAN
Jumlah
Periode From I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III III
2014 2014 2015
I II
To
11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72 25.66 85.41 14.45 26.71
29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10 41.37 141.02 32.77 31.93
yoy From-To
From
4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97 11.87 37.36 4.29 4.27
To
3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04% 24.93% 20.03% -7.73% 24.96%
From-To
24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28% -0.27% -4.70% 17.51% -5.15%
-1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41% 62.68% 60.89% -9.65% -56.25%
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS EKSPOR UTAMA
2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
967.33 132.48 69.87 39.02 43.07 65.68 35.63 17.71 8.37 26.84 1555.76
Nikel Biji Coklat Rumput Laut Coklat Olahan Udang Segar/Beku Ikan Olahan Kayu Lapis Biji Mete Semen Makanan Ternak NILAI EKSPOR SULSEL
I 258.41 50.60 15.88 4.70 11.81 11.11 9.27 6.75 2.53 5.97 403.02
2013 II III 247.29 215.37 28.35 59.06 21.04 27.43 14.72 17.22 13.91 16.46 10.33 15.23 8.84 7.77 6.10 6.66 2.44 13.55 4.84 4.62 389.29 417.56
2013* IV 200.77 921.84 39.02 177.03 26.94 91.29 28.38 65.02 19.58 61.76 14.38 51.05 9.93 35.81 5.54 25.06 3.28 21.80 3.93 19.38 386.34 1596.21
I 213.11 19.95 33.32 29.33 14.59 8.80 10.53 5.91 1.71 4.60 366.41
2014* II III 269.36 289.82 35.04 27.08 35.92 38.83 34.26 47.81 18.01 23.09 12.16 17.76 9.18 8.25 7.81 6.22 0.92 3.35 5.23 4.32 460.02 499.05
2014* IV 266.27 1039 20.08 102 39.18 147 37.19 149 12.77 68 15.59 54 8.58 37 5.42 25 1.49 7 3.87 18 452.63 1,778.10
2015** I II 211.88 197.78 9.42 23.05 28.15 32.55 21.14 40.90 11.83 14.98 9.90 13.10 6.24 10.99 8.27 9.93 2.58 0.55 6.13 4.89 344.16 382.89
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) NEGARA TUJUAN EKSPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jepang Amerika Serikat Tiongkok Malaysia Belanda Singapura Korea Selatan Jerman Vietnam Taiwan NILAI EKSPOR SULSEL
2012 1,047.31 97.70 76.40 94.45 9.08 37.50 25.90 17.60 24.20 7.91 1555.76
I 222.27 24.96 35.10 46.97 2.98 4.89 5.03 5.85 5.51 2.56 386.34
2013 II III 236.10 265.50 26.97 23.79 30.38 21.97 49.65 20.35 3.25 2.73 13.67 6.51 5.96 4.22 3.09 4.27 3.65 5.41 2.90 2.55 417.56 389.29
IV 276.92 15.90 15.54 37.19 2.04 10.75 2.71 3.06 7.42 1.20 403.02
2013 1,000.78 91.62 102.99 154.15 11.00 35.82 17.93 16.27 21.99 9.21 1596.21
I 229.81 26.41 28.28 31.36 3.12 5.23 5.46 6.49 6.54 1.14 366.41
2014* II III 285.80 311.42 32.15 39.09 38.25 40.90 43.73 37.87 4.08 3.27 8.68 12.43 5.99 10.53 9.62 7.58 3.61 2.05 1.43 2.57 460.02 499.05
2014* IV 282.42 1,109.45 35.25 132.90 44.01 151.44 22.78 135.74 5.64 16.11 5.54 31.88 7.10 29.08 6.19 29.88 4.48 16.68 1.26 6.40 452.63 1,778.11
2015** I II 225.14 213.09 16.13 40.49 28.20 35.89 22.40 32.80 7.36 7.04 7.96 5.79 6.97 4.54 4.41 4.53 3.01 3.46 0.76 1.53 344.16 382.89
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS IMPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
90
Gandum Mesin Khusus Industri Mesin Industri Umum Makanan Ternak Mesin Listrik Besi dan Baja Mesin Pembangkit Listrik Bahan Kimia Pupuk Pesawat dan Komponen NILAI IMPOR SULSEL
2012 251.76 52.65 129.09 65.17 11.87 11.76 63.64 15.24 38.35 0.05 815.69
I 37.23 36.08 12.75 14.07 10.91 2.41 9.83 4.85 0.00 152.31 300.72
2013 II III 56.62 29.66 18.15 6.78 28.18 7.66 16.68 19.66 5.01 0.78 2.27 1.38 0.92 0.95 4.75 2.83 0.00 7.18 246.87 121.34 404.72 218.82
2013* IV 62.32 185.84 8.89 69.90 7.75 56.34 20.16 70.56 2.39 19.08 3.22 9.28 1.97 13.67 0.00 12.42 6.25 13.43 0.00 520.52 126.06 1050.31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
I 55.11 21.57 13.74 11.10 0.94 6.20 2.32 3.02 1.66 3.50 139.10
2014* II III 48.14 59.15 19.54 20.07 30.79 10.83 41.00 16.90 1.69 2.93 4.64 1.42 3.85 2.38 0.84 0.04 2.51 7.44 0.00 0.00 181.88 149.05
IV 30.29 6.17 5.18 27.56 1.92 8.50 0.44 4.83 5.08 0.00 129.39
2014* 192.68 67.35 60.55 96.56 7.48 20.77 8.99 8.73 16.69 3.50 599.42
2015** I II 43.75 66.86 13.57 28.71 8.03 18.18 21.89 12.47 4.54 8.02 10.64 5.63 1.85 5.42 4.95 4.70 11.18 2.89 0.00 0.00 163.07 180.74
LAMPIRAN
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta) NEGARA ASAL IMPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2012
Australia Tiongkok Jerman Kanada Singapura Argentina Amerika Serikat Rhailand Malaysia Jepang NILAI IMPOR SULSEL
181.42 126.69 36.51 157.33 32.42 56.43 48.03 54.29 3.54 34.85 815.69
I 29.36 28.37 14.31 12.05 13.59 12.57 9.77 11.31 1.47 2.51 300.72
2013 II III 41.53 29.85 2.95 11.29 9.19 0.39 25.18 3.91 11.96 9.63 15.63 13.19 2.43 7.88 5.84 3.31 3.14 2.01 4.49 2.52 404.72 218.82
2013*
IV 29.35 15.46 0.75 12.16 3.09 17.78 12.16 3.16 4.15 0.70 126.06
130.09 58.07 24.64 53.29 38.26 59.17 32.24 23.62 10.77 10.21 1050.31
I 40.05 24.59 0.42 2.80 7.90 10.14 25.35 9.38 5.03 1.81 139.10
2014* II III 36.63 40.03 36.51 29.47 10.07 10.24 15.38 10.27 4.38 8.40 34.03 13.58 13.44 6.13 3.38 2.54 10.68 3.83 0.34 5.58 181.88 149.05
IV 18.36 20.99 2.47 15.52 10.86 19.52 8.70 7.11 1.81 1.66 129.39
2014* 135.07 111.55 23.20 43.96 31.54 77.27 53.62 22.41 21.35 9.39 599.42
2015** I II 59.17 47.95 29.42 34.99 0.98 21.43 5.29 18.49 26.56 11.06 19.97 10.54 1.77 9.85 2.48 4.54 0.30 2.72 2.31 1.51 163.07 180.74
F. Inklusi Keuangan Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012
2013
4,070
4,794
2014** 4,959
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Proyek (Ribu Rekening) 2012
2013
934
986
2014** 1,030
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012 8,207
2013
2014**
8,309
8,408
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012 8,207
2013
2014**
8,309
8,408
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 49.59
2013 57.70
2014** 58.98
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 11.38
2013 11.86
2014** 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar) NO KABUPATEN/KOTA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2012 2013 1,709.08 2,015.89 5,044.77 5,830.50 2,536.71 2,950.88 3,095.25 3,551.62 2,749.77 3,130.96 6,791.07 7,832.78 3,716.15 4,284.75 3,495.96 4,018.38 7,676.58 8,989.03 2,189.89 2,503.11 10,372.89 11,788.87 3,690.68 4,254.98 7,736.09 8,941.54 4,932.51 5,642.35 7,237.53 8,261.56 2,680.81 3,316.60 5,030.50 5,784.73 2,190.12 2,568.00 4,155.74 4,851.43 10,465.65 12,789.85 2,204.39 2,611.38 50,702.40 58,802.55 2,376.53 2,771.80 2,637.55 3,081.64
ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2012 2013 548.62 600.58 2,019.44 2,181.29 878.59 956.12 1,025.84 1,097.35 1,049.81 1,126.76 2,153.40 2,320.97 1,223.70 1,312.90 1,339.75 1,445.93 3,015.46 3,254.59 884.80 910.80 3,685.70 3,910.25 1,401.59 1,507.69 2,953.19 3,189.60 1,847.21 1,984.71 2,937.28 3,137.43 861.34 921.31 1,954.09 2,106.12 772.17 830.59 1,777.25 1,922.37 4,807.75 5,270.48 803.97 872.43 19,582.06 21,327.23 891.92 967.51 1,087.42 1,185.21
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
91
LAMPIRAN
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar) NO KABUPATEN/KOTA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
2009 7.89 6.47 7.61 5.38 6.58 7.99 7.02 6.27 5.91 5.72 7.51 6.81 5.10 6.66 7.65 6.62 6.82 6.10 6.68 -4.04 5.47 9.20 8.09 7.86
PERTUMBUHAN PERTAHUN 2010 2011 2012 8.01 8.52 6.27 6.38 7.90 8.43 7.25 7.32 6.85 7.34 6.05 6.20 6.03 5.90 7.03 7.57 6.34 9.17 6.54 7.41 7.63 6.20 4.45 7.95 5.71 10.93 4.45 11.82 6.22 7.12 4.99 6.91 6.95 7.47 6.31 7.88 5.93 7.29 15.39 -6.62 7.00 7.90 9.83 9.65 8.25 7.80 7.29 8.16
2013 9.18 8.97 8.49 7.27 7.40 7.28 6.33 8.00 9.61 7.77 8.01 7.48 8.71 8.37 8.27 7.18 7.49 8.02 8.03 4.97 8.47 9.88 7.92 8.68
9.47 8.01 8.82 6.97 7.33 7.78 7.29 8.67 7.93 7.81 6.09 7.57 8.01 7.44 6.81 6.96 7.78 7.57 8.17 9.62 8.51 8.91 8.47 8.99
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo
2010 9.25 9.51 10.33 6.61 7.60 7.76 12.26 8.12 17.54 10.00 10.46 12.15 14.00 12.34 15.02 10.06 11.15 6.64 10.64 34.02 6.89 27.56 13.85 13.12
PDRB perkapita 2011 2012 11.17 13.61 10.74 12.55 12.21 14.11 7.73 8.88 8.65 9.92 8.87 9.95 13.98 15.94 9.38 10.66 20.67 24.27 11.37 13.00 12.19 14.22 14.28 16.39 17.16 19.87 15.26 17.63 17.50 20.20 11.89 13.78 12.91 14.77 8.04 9.74 12.25 14.12 38.65 40.77 8.31 9.98 31.82 36.55 15.77 17.82 14.98 16.84
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
2013 15.85 14.40 16.30 10.12 11.16 11.25 18.24 12.11 28.06 14.78 16.06 18.87 22.89 19.92 22.87 16.89 16.83 11.35 16.32 48.63 11.74 41.76 20.50 19.16
LAMPIRAN
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011
2012
2013
2014
124,104 399,000 178,596 346,308 273,891 668,875 231,425 324,097 310,288 167,511 724,923 224,804 387,815 276,327 355,312 192,822 336,989 223,297 291,414 250,223 219,084 1,364,955 131,514 152,573 8,156,129
125,603 401,897 179,800 348,680 277,218 682,597 233,200 327,998 313,722 168,397 729,516 225,180 389,284 279,810 358,312 194,606 340,491 224,812 294,402 256,699 220,777 1,387,033 133,381 156,603 8,250,018
127,220 404,896 181,006 351,111 280,590 696,096 234,886 331,796 317,110 169,302 734,119 225,512 390,603 283,307 361,293 196,394 343,793 226,212 297,313 263,012 222,393 1,408,072 135,192 160,819 8,342,047
128,744 407,775 182,283 353,287 283,762 709,386 236,497 335,596 320,293 170,316 738,515 225,709 391,980 286,610 364,087 198,194 347,096 227,588 299,989 269,405 224,003 1,429,242 136,903 164,903 8,432,163
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kabupaten / Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
2011 65.1 64.2 65.5 64.5 64.5 65.6 65.1 64.9 65.0 64.2 64.0 63.4 67.0 64.6 64.5 66.6 65.3 67.1 65.9 68.3 63.5 61.0 62.0 63.1 64.3
TPAK 2012 2013 62.7 61.11 68.4 62.25 72.2 68.74 67.0 61.96 62.3 57.69 62.1 64.17 73.1 70.34 64.3 60.98 57.6 54.41 56.8 53.43 64.8 63.3 62.1 57.22 59.9 58.16 57.2 52.25 55.0 52.07 74.5 70.27 59.7 58.69 76.3 70.55 65.6 62.02 67.3 65.01 68.3 65.25 57.9 57.8 60.4 57.72 59.6 58.13 62.8 60.49
2014 60.6 65 71.9 61.7 62.9 66.3 68.8 63.0 57.6 50.4 63.9 57.6 55.6 54.0 60.1 68.2 62.5 80.3 66.7 67.2 69.8 56.9 60.6 58.0 62.0
2011 4.68 5.46 5.54 5.06 5.54 7.05 5.59 6.94 6.09 5.75 5.98 5.16 7.45 4.78 6.55 6.66 7.41 5.56 4.47 7.16 6.05 8.41 7.97 9.47 6.56
TPT 2012 2013 3.25 4.62 2.71 4.16 7.02 6.44 4.35 2.77 6.21 2.73 4.01 2.63 2.84 0.43 6.43 5.71 8.03 5.7 4.78 4.51 3.51 3.8 6.15 6.65 3.13 3.72 6.99 7.62 5.35 1.96 3.05 1.61 10.55 7.14 4.63 3.26 5.03 4.48 8.12 6.28 5.08 2.82 9.97 9.53 4.21 4.86 8.43 9.03 5.87 5.1
2014 2.1 2.8 2.4 2.7 2.7 2.3 0.9 4.6 9.9 2.3 5 2.4 4.9 6.2 2.8 1.4 5.1 3.3 1.8 8.1 3.7 10.9 7.1 8.1 5.1
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
93
LAMPIRAN
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2012 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 23
Kabupaten/Kota Kep. Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-pare Palopo Sulawesi Selatan
Jumlah (ribu) 16.2 31.5 16.00 58.0 26.7 55.3 21.7 41.3 52.3 15.7 89.5 20.6 30.5 16.9 28.1 28.2 45.5 28.7 41.4 19.9 36.0 69.9 7.5 14.9 812.3
% 12.87 7.83 8.90 16.59 9.60 8.06 9.29 12.56 16.63 9.28 12.25 9.12 7.83 6.00 7.83 14.45 13.34 12.73 14.03 7.72 16.28 5.02 5.58 9.47 9.82
2013 P1 2.34 0.93 1.64 2.64 1.57 1.66 1.26 2.36 2.76 1.50 1.90 1.08 0.87 0.77 1.37 1.79 1.97 1.98 2.68 1.13 2.44 0.76 0.88 1.61 1.68
P2 0.61 0.18 0.45 0.68 0.48 0.64 0.26 0.60 0.77 0.37 0.51 0.21 0.16 0.14 0.40 0.38 0.47 0.46 0.75 0.29 0.52 0.17 0.21 0.44 0.42
Jumlah (ribu) 18.2 36.7 18.9 58.1 29.3 61.0 24.3 43.1 56.4 17.5 87.7 21.3 31.9 17.9 32.1 29.7 52.0 31.3 46.2 2.2 36.8 66.4 8.6 15.5 863.2
% 14.23 9.04 10.45 16.52 10.42 8.73 10.32 12.94 17.75 10.32 11.92 9.43 8.17 6.3 8.86 15.11 15.10 13.81 15.52 8.38 16.53 4.7 6.38 9.57 10.32
Sumber: BPS, diolah
94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
P1 2.32 1.01 1.68 2.42 1.48 1.19 1.41 2.24 3.15 1.33 1.75 0.93 1.27 1.00 1.16 2.02 2.25 1.81 2.06 1.37 3.03 0.84 0.83 1.42 1.65
P2 0.54 0.17 0.49 0.61 0.35 0.25 0.33 0.63 0.85 0.26 0.47 0.15 0.35 0.23 0.22 0.44 0.52 0.38 0.43 0.32 0.86 0.24 0.18 0.3 0.40
LAMPIRAN
H. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
95
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi
97
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan II 2015 Investasi dan Konsumsi Rumah Tangga Mengakselerasi Ekonomi