Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat TRIWULAN IV 2014
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulawesi Barat tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (10,02%; yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 16,98% (yoy), serta ekspor yang mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 31,95% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral pertumbuhan Sulbar, disokong oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Sementara itu, sektor pertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh 3,44% (yoy). Secara keseluruhan, perekonomian Sulbar tahun 2014 tumbuh 8,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy). Percepatan ekonomi bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan lapangan pertanian (6,00%; yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang, perdagangan, konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014. Inflasi Sulbar di triwulan IV 2014 tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar.Dari sisi kesejahteraan masyarakat, tantangan yang masih perlu mendapat perhatian adalah ketimpangan pendapatan masyarakat yang semakin lebar dan tingkat kemiskinan yang masih belum berhasil ditekan. Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, Maret 2015 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
v
DAFTAR ISI
Daftar Isi KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
VI
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PERMINTAAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA
10 11 13
2. KEUANGAN PEMERINTAH
23
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
24 25 26 27
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD SULAWESI BARAT PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI SULAWESI BARAT PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH TERHADAP EKONOMI DAERAH
3. INFLASI DAERAH
29
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 3.2. DISAGREGASI INFLASI 3.3. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
30 35 35
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
37
4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
38 40 41 42
KONDISI UMUM PERBANKAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
45
5.1. 5.2. 5.3. 5.4.
46 47 48 49
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
vi
6. PROSPEK PEREKONOMIAN
53
6.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 6.2. PROSPEK INFLASI
54 56
LAMPIRAN
59
DAFTAR BOKS BOKS 1.A. PERUBAHAN TAHUN DASAR 2010 DAN SNA 2008 DALAM PELAPORAN PDRB TRIWULAN IV 2014
20
BOKS 4.A. SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH (CIKUR)
43
BOKS 6.A. TIPOLOGI WILAYAHPROVINSI SULAWESI BARAT
51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Sektor Industri PengolahanPendorong Utama Pertumbuhan
Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Barat triwulan IV 2014 tumbuh tinggi disertai laju inflasi yang meningkat dari triwulan sebelumnya.
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulbar tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (10,02%; yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 16,98% (yoy). Di sisi lain, ekspor mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 31,95% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulbar disokong oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Sementara itu, lapangan usahaPertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh 3,44% (yoy). Tekanan inflasi di triwulan laporan mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 7,88% (yoy), jauh lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Sektor Perbankan masih melanjutkan tren perlambatan sejak pertengahan tahun 2013, antara lain terkait dengan kebijakan stabilisasi baik dari sisi moneter maupun makroprudensial. Perlambatan sektor perbankan tersebut juga searah dengan indikator-indikator keuangan Sulbar yang relatif melambat dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kinerjaekspor dan Industri Pengolahan mendorong penguatan kinerja perekonomian Sulbar.
Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu dari 10,02% (yoy) menjadi 10,90% (yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan ditopang oleh akselerasi pertumbuhan ekspor sebesar 31,95% (yoy) dan peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 16,98% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulbar didorong oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Adapunlapangan usahaPertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh relatif rendah, yaitu 3,44% (yoy). Secara keseluruhan tahun 2014, perekonomian Sulawesi Barat tumbuh 8,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy). Percepatan ekonomi bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan lapangan pertanian (6,00%; yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang, perdagangan, konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014. Keuangan Pemerintah
Perkembangan ekonomi Sulbar yang masih tinggi mendorong
Realisasi keuangan pemerintah hingga akhir tahun 2014, cenderung lebih baik dibandingkan akhir tahun 2013, terutama pada APBD Provinsi. Dari sisi pendapatan, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
meningkatnya realisasi pendapatan APBD.
persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi masih lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya karena meningkatnya realisasi pendapatan hampir dari semua komponen, didorong oleh upaya optimalisasi pemungutan pajak dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulbar.Sementara dari sisi belanja, persentase realisasi tahun 2014 belanja APBD Provinsi maupun instansi vertikal di Sulbar cenderung lebih rendah dari akhir 2013, meskipun penyerapannya masih tergolong moderat (90,95%). Lebih rendahnya persentase realisasi belanja terebut terutama dalam belanja modal, sehingga perlu menjadi perhatian untuk penyerapannya pada tahun 2015. Inflasi Daerah
Inflasi Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami peningkatan disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi.
Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minnyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok barang yang terkait dengan administered price (kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan), dan kelompok barang yang terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi). Secara kelembagaan, seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja sistem keuangan melambat namun risiko kredit tetap terjaga dalam batas aman,disertai deselerasi pada kegiatan transaksi RTGS.
Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan III 2014. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada beberapa indikator utama seperti penghimpunan dana pihak ketiga, serta penyaluran kredit. LDR tercatat naik dari 133,43% pada triwulan lalu menjadi 146,78%. Total kredit mengalami pertumbuhan sebesar 7,47% (yoy) pada triwulan IV 2014, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,13% (yoy). Risiko kredit perbankan masih terjaga pada level yang aman, dengan angka Non Performing Loans (NPLs) secara total berada di bawah 5%. Perlambatan kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran, salah satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Secara nilai dan jumlah transaksi RTGS mengalami kontraksi pada triwulan laporan. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan mengalami penurunan kualitas.
Sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), indikator ketenagakerjaan dan kemiskinan sudah menunjukkan kondisi yang kurang baik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014 sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari periode Februari 2014 (1,60%). Demikian pula, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan, terutama yang berada di kota, menjadi 154,69 ribu (September 2014), dari 153,89 (Maret 2014). Namun, apabila dihitung rasio penduduk miskin dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin relatif turun menjadi 12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%). Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak, indikator kesejahteraan yang tersedia mencerminkan pelemahan kondisi kinerja sektor unggulan (pertanian).Pasca kenaikan harga BBM, Nilai Tukar Petani (NTP)cenderung melemah pada akhir tahun 2014 dibandingkan dengan kuartal ketiga 2014. Adapun dari sisi upah minimum, terjadi peningkatan UMP 2015 yang relatif tinggi sebesar 18,2% menjadi Rp1,655 juta.
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
RINGKASAN EKSEKUTIF
Prospek Perekonomian Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2015diperkirakan tumbuh melambat, disertai inflasi yang rendah dan stabil.
Pertumbuhan ekonomi Sulbar triwulan I 2015 diperkirakan tumbuh cukup tinggi namun cenderung melambat, disertai dengan laju inflasi dalam kisaran target nasional. Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,8% (yoy) dan 8,0% - 9,0% (yoy). Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh ekspor yang melambat, seiring melemahnya permintaan negara mitra dagang dan tren penurunan harga internasional komoditas perkebunan. Di sisi penawaran, perlambatan terjadi pada sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa-Jasa, sejalan dengan perlambatan ekspor. Apabila harga minyak dunia dalam tren stabil dan cenderung menurun, laju inflasi akhir 2015 diprakirakan akan rendah dan stabil dalam kisaran 3,0% - 4,0%, atau di dalam cakupan target nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
TABEL INDIKATOR EKONOMI PERTUMBUHAN
Tabel
Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
5
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI KC/KCP) DAN TRANSAKSI RTGS) 2012
INDIKATOR
2013
2014****
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Total Aset (Rp Juta)
3,089,264
3,398,697
3,578,480
3,705,973
3,859,655
4,121,751
4,439,760
4,291,262
4,416,808
4,551,845
4,666,789
4,792,403
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta)
2,069,117
2,408,952
2,564,590
2,432,838
2,556,662
2,674,766
2,835,539
2,750,875
2,789,405
3,034,975
3,153,958
2,916,043
608,443
704,439
887,749
460,744
794,424
898,572
987,392
466,595
822,227
914,268
981,369
504,877
1,290,902
1,515,993
1,516,620
1,814,780
1,580,271
1,579,961
1,671,632
2,107,967
1,789,238
1,815,013
1,854,824
2,189,909
BANK UMUM :
Giro Tabungan Deposito Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
169,772
188,520
160,221
157,314
181,968
196,233
176,515
176,313
177,941
305,694
317,766
221,257
2,888,791
3,095,029
3,237,469
3,363,738
3,452,371
3,624,778
3,750,679
3,869,600
3,965,668
4,117,600
4,208,431
4,280,052
1,136,219
1,426,747
1,207,855
1,213,518
1,246,201
1,269,822
1,294,881
1,334,227
1,359,152
1,447,789
1,465,940
1,469,731
269,392
271,254
285,691
299,338
312,837
406,515
409,410
415,559
425,897
373,157
394,005
410,852
1,483,181
1,397,028
1,743,923
1,850,882
1,893,334
1,948,441
2,046,388
2,119,814
2,180,619
2,296,654
2,348,486
2,399,469
139.61%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) - Pertanian
126.24%
138.26%
135.03%
135.52%
132.27%
140.67%
142.17%
135.67%
133.43%
146.78%
3,095,029
3,237,469
3,363,738
3,452,371
3,624,778
3,750,679
3,869,600
3,965,668
4,117,600
4,208,431
4,280,052
133,679
147,299
166,826
167,586
169,427
196,196
205,451
216,675
228,883
224,084
241,339
254,470
1,551
1,813
1,903
1,903
2,223
1,991
2,026
2,222
1,975
1,912
2,775
2,387
28,283
39,190
38,151
37,659
40,959
33,005
32,585
36,157
37,125
43,340
43,714
46,850
- Pertambangan - Industri pengolahan
128.48%
2,888,791
- Listrik, Gas, dan Air
366
341
355
361
393
656
757
809
863
2,919
3,104
1,511
45,497
47,002
52,248
16,297
36,566
43,711
47,969
45,912
47,810
41,366
44,163
41,843
907,792
1,244,596
1,045,578
1,054,827
1,078,324
1,240,584
1,236,455
1,268,176
1,280,494
1,338,361
1,365,453
1,372,922
3,762
5,239
5,406
7,239
7,081
5,636
6,190
6,992
7,533
9,014
9,624
10,979
39,230
39,098
39,313
69,287
39,546
63,901
64,317
58,940
55,480
58,238
43,237
42,353
110,369
98,008
77,369
68,562
84,591
90,657
108,541
113,904
124,886
83,892
106,536
107,268
1,618,261
1,472,443
1,810,320
1,940,017
1,993,263
1,948,441
2,046,388
2,119,814
2,180,619
2,314,473
2,348,486
2,399,469
1,221,778
1,484,847
1,367,179
1,403,043
1,451,752
1,577,491
1,632,715
1,680,397
1,721,578
1,805,658
1,828,428
1,850,393
479,488
463,446
501,401
488,579
486,291
535,593
533,297
545,251
580,263
644,615
616,127
680,553
384,444
378,290
410,519
393,991
407,242
428,970
441,500
455,362
474,477
543,378
498,659
548,769
- Investasi
95,044
85,156
90,883
94,588
79,049
106,624
91,797
89,889
105,786
101,237
117,468
131,784
- Konsumsi
-
-
-
-
-
-
-
- Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
-
-
-
-
-
668,296
823,413
798,764
838,425
885,271
933,858
971,940
1,017,552
1,014,600
1,020,970
1,087,409
968,344
- Modal Kerja
524,422
672,434
620,106
648,995
669,622
661,626
688,045
723,896
731,644
794,094
857,146
758,625
- Investasi
143,873
150,978
178,658
189,430
215,649
272,232
283,894
293,656
282,957
226,876
230,263
209,719
- Konsumsi Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
73,995
197,988
67,014
76,039
80,191
108,039
127,478
117,593
126,715
140,074
124,892
201,496
- Modal Kerja
60,175
184,628
60,544
67,190
67,650
84,203
96,514
88,994
93,324
100,936
86,562
139,859
- Investasi
13,819
13,360
6,470
8,849
12,541
23,837
30,964
28,600
33,391
39,138
38,330
61,637
- Konsumsi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.72%
3.74%
3.68%
2.55%
4.56%
4.46%
4.19%
3.81%
4.68%
4.59%
4.43%
3.43%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
7.31%
6.67%
7.13%
4.04%
4.86%
5.34%
4.74%
3.94%
5.93%
8.79%
8.71%
6.92%
I
II
Sumer : Laporan Bank Umum, diolah. Catatan: * (
INDIKATOR Transaksi RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar)
6
2012 I 367.93 457.9
II 495.62 501.28
2013 III 515.29 599.6
IV 826.48 642.52
I 222.18 652.23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
II 329.92 677.82
2014 III 429.3 959.91
IV 699.95 1077.63
366.44 870.44
503.03 731.74
III 515.54 758.81
IV 848.85 941.82
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
C. GRAFIK INDIKATOR 18%
Pertumbuhan Ekonomi Sulbar(yoy)
16% 14% 12% 10% 8%
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
6% 4% I
II
III IV
I
II
2010
III IV
2011
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulbar
(Ribu Orang) 1400
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
Jumlah Penduduk
1200
% Penduduk Miskin - Skala Kanan 18% Jumlah Penduduk Miskin
(Ribu Orang)
5% 5% 4%
165
16%
160
14%
1000
4%
155
800
3%
150
10%
145
8%
12%
3% 600
2%
400
2% 1%
200
1%
0
0% 2009
2010
2011
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
2013
2014
6%
140
4% 135
2%
130
0% 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
7
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulbar tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (10,02%; yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 16,98% (yoy), serta ekspor yang akselerasi sebesar 31,95% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan Sulbar ditopang oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Adapun sektor pertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh relatif rendah, yaitu 3,44% (yoy). Perekonomian Sulbar tahun 2014 tumbuh 8,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy). Percepatan ekonomi bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan lapangan pertanian (6,00%; yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang, perdagangan, konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Sulbar di triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.Pada triwulan IV 2014 1 ekonomi Sulbar tumbuh 10,90% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dimana tercatat 2 sebesar 10,02% (yoy) . Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh konsumsi khususnya konsumsi pemerintah yang tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi (16,98%; yoy) diantara komponen pengeluaran konsumsi yang lain. Ekspor di triwulan IV 2014 juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu 31,95% (yoy) disertai dengan pertumbuhan impor yang cukup besar (20,95%; yoy). Sementara itu komponen investasi yang tercermin dari pembentukan PMTB dan perubahan inventori tercatat mengalami kontraksi, dimana secara berurutan kedua komponen ini mengalami kontraksi sebesar -0,76% (yoy) dan -8,90% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif di triwulan IV 2014. Pertumbuhan terbesar terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan yang mampu tumbuh 56,06% (yoy), sedangkan lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang merupakan lapangan usaha dengan share terbesar tumbuh 3,44% (yoy). Secara tahunan, ekonomi di Sulbar tahun 2014 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2013.Pertumbuhan ekonomi Sulbar di tahun 2014 tercatat sebesar 8,73% (yoy), atau merupakan pertumbuhan daerah tertinggi di Indonesia. Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2013 yang tercatat sebesar 6,94% (yoy) (Grafik 1.1). Pertumbuhan Sulbar tahun 2014 ini berlawanan arah dengan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, yang mengalamai penurunan dari 6,03% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,02% (yoy) pada tahun 2014. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Sulbar di tahun 2014 didorong oleh peningkatan seluruh komponen , terutama ekspor yang mampu tumbuh 12,08% (yoy) tertinggi dari seluruh komponen pengeluaran. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan Sulbar tahun 2014 didorong oleh industri pengolahan yang mampu tumbuh 35,92% (yoy) dan memberikan andil 3,18% dari total pertumbuhan. Selain itu, sektor pertanian yang menyumbang 40,38% dari total PDRB tahun 2014 tumbuh sebesar 6,00 % (yoy).
Sumber: BPS Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Sulbar
Sumber: BPS Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Usaha
Sumber: BPS Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
1
Berdasarkan tahun dasar 2010 Berdasarkan tahun dasar 2000
2
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.2. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, penguatan ekonomi Sulbar pada triwulan IV 2014 terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan ekspor.Konsumsi pemerintah tumbuh 16,98% (yoy), lebih besar dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga (4,88%; yoy) dan konsumsi LNPRT (5,45%; yoy). Ekspor Sulbar periode pelaporan mampu tumbuh 31,95% (yoy) yang diimbangi dengan pertumbuhan impor sebesar 20,95% (yoy). Di sisi lain, kondisi investasi mengalami penurunan yang tercermin dari kontraksi PMTB (-0,76%; yoy) dan perubahan inventori (-8,90%; yoy) (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Komponen 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Perubahan Inventori 6. Ekspor 7. Impor PDRB
Tahun Dasar 2000
2010
2011
2012
2013
5.39 8.74 4.11 -6.66 -452.33 17.86 13.08 11.23
4.27 8.86 6.73 14.65 -55.27 5.73 -6.63 10.73
5.07 5.05 4.37 7.23 72.22 2.65 -1.25 9.25
5.69 7.36 3.84 11.83 7.87 8.87 9.00 6.94
2014 III
I
II
6.01
5.87
6.21
3.38 14.98 41.48 13.71 7.49 8.85
1.28 6.99 51.71 19.36 3.39 8.93
2.34 4.33 -67.41 22.65 2.33 10.02
Tahun Dasar 2010 IV 4.88 5.45 16.98 -0.76 -8.90 31.95 20.95 10.90
TOTAL 5.03 13.80 6.95 6.32 9.65 19.53 12.08 8.73
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Ekspor menjadi motor pertumbuhan Sulbar di tahun 2014. Komponen pengeluaran ini memberikan andil sebesar 7,96% dari total pertumbuhan Sulbar di Tahun 2014. Dari sisi pertumbuhan, ekspor juga tercatat sebagai komponen pengeluaran dengan pertumbuhan tertinggi yaitu 19,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang tercatat sebesar 8,87% (yoy). Komponen pengeluaran lain yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi di tahun 2014 adalah konsumsi LNPRT, konsumsi pemerintah, perubahan inventori dan impor yang secara berurut mengalami pertumbuhan sebesar 13,80% (yoy), 6,95% (yoy), 9,65% (yoy) dan 12,08% (yoy). Disisi lain, komponen konsumsi rumah tangga tercatat mengalami perlambatan dimana di tahun 2014 tercatat 5,03% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 5,69% (yoy). Investasi yang tercermin dari PMTB juga mengalami perlambatan di tahun 2014. PMTB tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 6,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 11,83% (yoy) (Tabel 1.1).
1.2.1
Konsumsi
Konsumsi pada triwulan IV 2014 tumbuh positif.Hal ini tercermin dari ketiga komponen konsumsi yang menunjukkan pertumbuhan positif, dimana konsumsi rumah tangga tumbuh 4,88% (yoy), konsumsi LNPRT tumbuh 5,45% (yoy), dan konsumsi pemerintah tumbuh 16,98% (yoy). Tingginya pengeluaran pemerintah diperkirakan berasal dari realisasi keuangan daerah (APBD Provinsi dan APBN).Sampai dengan triwulan IV 2014 penyerapan anggaran di Sulbar mencapai 94,22%, sedikit lebih tinggi dari periode tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 94,15%. Secara tahunan, konsumsi tahun tahun 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi tahun 2013.Secara agregat, konsumsi di tahun 2014 tumbuh 5,56% (yoy), lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 5,25% (yoy). Pendorong utama pertumbuhan pada komponen konsumsi di periode pelaporan adalah konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 6,95% (yoy) lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,84% (yoy). Konsumsi LNPRT juga mengalami percepatan pertumbuhan di tahun 2014, yaitu 7,36% (yoy) di tahun 2013 menjadi 13,80% (yoy) di tahun 2014. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, dimana di periode pelaporan komponen pengeluaran ini tercatat tumbuh sebesar 5,03% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,69% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan penurunan daya beli masyarakat, yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Perlambatan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat. Kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar, secara langsung mengakibatkan penyesuaian tarif angkutan umum, dan secara tidak langsung mendorong peningkatan harga di berbagai komoditas utama. Efek langsung dan tidak langsung tersebut, mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.2.2
Investasi
Investasi di triwulan IV 2014 menurun.Penurunan investasi tercermin dari PMTB dan perubahan inventori yang mengalami kontraksi di periode pelaporan. PMTB tercatat mengalami kontraksi sebesar –0,76% (yoy) sedangkan perubahan inventori mengalami kontraksi sebesar -9,90% (yoy). Secara tahunan, investasi tahuh 2014 di Sulbar mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013.Total investasi Sulbar tercatat turun dari 11,29% (yoy) di tahun 2013 menjadi 6,73% (yoy). Penyebab penurunan investasi berasal dari komponen PMTB, dimana pada tahun periode pelaporan tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebesar 11,83% (yoy). Di sisi lain, komponen investasi lainnya yaitu inventori mengalami pertumbuhan dari 7,58% (yoy) di tahun 2013 menjadi 9,65% (yoy) di tahun 2014. Penurunan investasi diakibatkan tidak adanya investasi baru sepanjang periode pelaporan. Saat ini investasi di Sulbar hanya mengandalkan kelanjutan proyek-proyek investasi jangka panjang dan mega proyek yang saat ini tengah berjalan seperti pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Access Road to Port Belang-Belang, PLTU, Rumah Sakit Sulbar, Depo Pertamina dan jalan strategis nasional. Pembangunan jalan MamujuMulty Mood Access Road to Port Belang-Belang dirancang sepanjang 102 kilometer dengan lebar jalan 30 meter (Rp800 miliar). Kemudian pembangunan PLTU berkapasitas 2x25 megawatt di Mamuju oleh PT Rekayasa Industri dengan investasi sekitar USD100 juta (dana berasal dari pinjaman bank lokal sebesar 70% dan internal perusahaan 30%). Kemudian untuk pembangunan rumah sakit bekerjasama dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Rumah sakit tersebut akan dibangun bertipe B dengan kualitas pelayanan internasional. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan investasi tercermin pertumbuhan kredit investasi yang negatif. Trend penurunan kredit investasi sejak awal tahun 2013 terus berlanjut hingga akhir tahun 2014 (Grafik 1.4).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Investasi
1.2.3
Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan IV 2014 menunjukkan perbaikan meskipun masih defisit.Perbaikan neraca perdagangan ini dikarenakan pertumbuhan ekspor yang signifikan. Pertumbuhan ekspor di triwulan IV 2014 mencapai 31,95% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan impor yang mencapai 20,95% (yoy). Pertumbuhan ekspor yang signifikan ini mengakibatkan perbaikan defisit neraca perdagangan, dimana neraca perdagangan Sulbar pada triwulan IV 2014 berada di level Rp177 milyar. Secara agregat, kinerja perdagangan Sulbar di tahun 2014 mengalami perbaikan meskipun masih defisit.Neraca perdagangan Sulbar di tahun tercatat mengalami defisit sebesar Rp277 milyar lebih baik dari tahun 2013 yang tercatat deficit sebesar Rp851 milyar. Perbaikan neraca perdagangan ini di dorong kinerja ekspor, dimana pada tahun 2014 ekspor tumbuh sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 8,87% (yoy). Disisi lain, impor di tahun 2014 juga mengalami peningkatan sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 9,00% (yoy). Peningkatan ekspor didorong oleh peningkatan sektor tradable.Dorongan dari tingkat produksi sektor tradable, khususnya berasal dari sektor pertanian yang menghasilkan komoditas unggulan Sulbar seperti kakao, kopi, kelapa sawit, dan jagung yang tumbuh menguat pada triwulan laporan. Adapun penguatan ekspor didorong oleh peningkatan produksi
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
CPO yang menjadi produk olahan unggulan dari Sulbar, seiring mulai meningkatnya hasil pengolahan CPO yang dimulai
sejak awal 2014.
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.5. Perkembangan Ekspor Neto
1.3. Sisi Lapangan Usaha Pada triwulan IV 2014, ekonomi Sulbar mengalami pertumbuhan sebesar 10,90% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2014. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan 56,06% (yoy), disusul oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian (20,55%; yoy), dan lapangan usaha administrasi pemerintahan (16,78%; yoy). Mulai triwulan IV 2014, BPS menerapkan perubahan kategori sektor ekonomi dan tahun dasar. Semula 9 sektor menjadi 17 kategori lapangan usaha (sektor), dan semula tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 (Tabel 1.2 dan boks 1.A). Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Per Triwulan) Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 1 2 3 4
5 6
7
8
9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
D E F
Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi
G I
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
H J
Transportasi dan Pergudangan Informasi dan Komunikasi
K L
Jasa Keuangan Real Estate
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDRB
M,N O P Q R,S,T,U PRDB
I 7.59 7.57 29.67 27.19
II 6.63 8.05 47.42 10.90
9.60 10.14
4.78 7.10
10.16
5.86
6.06
6.14
0.38
-1.45
8.85
8.93
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
Tahun Dasar 2010 2014* III IV TOTAL 4.51 3.44 6.00 3.97 20.55 8.04 74.49 56.06 35.92 11.30 1.09 9.65 10.22 6.46 3.96 2.83 8.11 4.80 4.03 7.10 4.98 6.51 5.12 10.73 7.39 9.51 7.20 2.98 6.70 3.35 3.60 4.14 0.75 -2.08 2.98 16.78 4.19 10.71 4.02 15.62 6.05 10.69 8.92 10.02 10.90 8.73
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sangat sementara
Pada tahun 2014, kinerja ekonomi Sulbar (8,73% yoy) dengan pendorong utama berasal dari sektor industri pengolahan. Industri pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi di tahun 2014, dimana sektor ini tercatat tumbuh sebesar 35,92% (yoy), lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 7,09% (yoy). Sektor lain yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah sektor pertanian (6,00%; yoy), sektor transportasi (7,39%), sektor jasa kesehatan (6,05%; yoy) dan sektor jasa lainnya (8,92%; yoy) (Tabel 1.3).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Per Tahun) Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U PRDB
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
2011
2012
2013*
2014**
8.39 12.13 14.90 12.84 27.00 9.95 9.08 8.10 15.85 9.09 20.75 5.03 14.79 19.05 18.01 16.68 5.13 10.73
7.32 11.77 6.79 17.27 12.38 7.74 7.71 5.39 7.49 9.89 15.53 2.79 6.83 20.37 16.77 16.59 9.27 9.25
5.71 10.60 7.09 13.32 12.76 10.09 8.15 6.37 7.61 11.11 5.81 4.38 7.16 7.15 6.94 5.63 6.72 6.94
6.00 8.04 35.92 9.65 6.46 8.11 7.10 7.39 6.51 7.20 3.35 4.14 2.98 4.19 4.02 6.05 8.92 8.73
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Pertanian masih menjadi sektoryang memiliki share PDRB terbesar di tahun 2014, meski dalam trend yang menurun. Sharesektor pertanian pada PDRB 2014 sebesar 40,38%, lebih kecil dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 41,38%. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan sektor industri pengolahan yang cukup pesat di beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014 share industri pengolahan mencapai 11,06%, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 8,85% (Grafik 1.6).
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.6. Share PDRB Per Lapangan Usaha
1.3.1
Lapangan Usaha Pertanian
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha pertanian mengalami penurunan akibat gangguan produksi di subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan.Sektor pertanian tumbuh sebesar 3,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,51% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi palawija, menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya pertumbuhan. Baru masuknya musim tanam menjadi pendorong turunnya produksi beras di triwulan pelaporan.Hal ini terkonfirmasi dari Indeks NTP yang lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya dan juga pertumbuhan NTP pada triwulan IV 2014 yang masih negatif (Grafik 1.7). Meski demikian, sektor pertanian Sulbar diharapkan masih dapat tumbuh tinggi,sejalan dengan upaya pemerintah Sulbar 14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
untuk meningkatkan produksi padi hingga mencapai 1 (satu) juta ton per tahun. Upaya tersebut dilakukan dengan caramemperluas areal tanam padi dan peningkatan sarana pertanian (sarana irigasi, pemupukan berimbang, dan pemanfaatan benih unggul bermutu).
Sumber: BPS Grafik 1.7. Nilai Tukar Petani
Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektorperikanan,sebagai dampak dari peningkatan intensitas hujan sepanjang periode triwulan laporan. Curah hujan yang terus meningkat selama periode Oktober sampai dengan Desember 2014 membuat aktivitas penangkapan ikan terkendala gelombang yang tinggi. Di samping itu, peningkatan intensitas hujan juga mengakibatkan terganggunya kegiatan budidaya ikan.
1.3.2
Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Ekspor hasil tambang yang kembali berjalan mendorong pertumbuhan lapangan usaha pertambangan dan penggalian di triwulan IV 2014. Pada periode pelaporan, lapangan usaha ini tumbuh 22,55% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 3,97% (yoy). Ekspor tambang meningkat pasca pemberian izin ekspor hasil tambang kembali berjalan.Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit meningkat pada periode laporan. Kedepan sektor pertambangan diharapkan akan terus meningkat mengingat masih terdapat tiga blok migas yang masih pada tahap eksplorasi. Di sisi lain, tingginya pertumbuhan sektor ini tidak dibarengi dengan peningkatan penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertambangan. Hal ini terlihat dari menurunnya kredit di sektor pertambangan (Grafik 1.8).
1.3.3
Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan IV 2014 mencatat akselerasi pertumbuhan tertinggidibandingkan sektor lainnya. Sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi diantara lapangan usaha lainnya. Sektor ini tumbuh 56,06% (yoy) di triwulan IV 2014. Peningkatan pertumbuhan ini dinilai merupakan dampak dari peningkatan produksi beberapa subsektor industri pengolahan di Sulbar sehingga terjadi peningkatan kinerja pada subsektor tersebut dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.9). Mulai beroperasinya perusahaan CPO terbesar di Sulbar menjadi faktor pendorong utama lapangan usaha industri pengolahan di tahun 2014.Peresmian PT Tanjung Sarana Lestari (TSL) yang merupakan anak dari PT Astra Agro Lestari Tbk di periode pelaporan menjadi pendorong industri pengolahan yang signifikan.Pabrik tersebut termasuk dalam mega proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Sulawesi.Kapasitas produksi industri ini mencapai 2.000 metrik ton crude palm oil (CPO) per hari, yang menghasilkan olein, stearin dan PFAD.Selain minyak sawit mentah dari Sulawesi Barat, perusahaan ini juga mengolah minyak sawit mentah Grup Astra Agro dari Kalimantan Timur.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.8. Kredit Sektor Pertambangan
1.3.4
Sumber: BPS Grafik 1.9. Pertumbuhan Produksi Industri
Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)3
Lapangan usaha LGA tumbuh lebih tinggi di triwulan laporan.Pada lapangan usahaPengadaan Listrik danGas mengalami pertumbuhan sebesar 1,09% (yoy), sedangkan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami pertumbuhan sebesar 10,22% (yoy). Makin luasnya jangkauan listrik di pelosok seiring perkembangan harga jual usaha sektor LGA diperkirakan menjadi faktor pendorong peningkatan di sektor ini. Terus meningkatnya jumlah gabungan pelanggan listrik di Sulbar, Sulbar, dan Sultra menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor LGA.Hingga saat ini provinsi Sulawesi Barat terus menambah PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mini-Hidro) sebagai alternatif pembangkit listrik. Sulbar saat ini telah memiliki sejumlah pembangkit PLTM, yaitu diantaranya : PLTM Balla (2 x 0,35 MW), PLTM Kalukku (2 x 0,7 MW), PLTM Bona Hau (2 x 2 MW) dan PLTM Budongbudong (2 x 1 MW) dan pada tahun 2013 hampir 67% kebutuhan listrik di Mamuju dapat dipasok dengan energi air yang lebih murah dibanding BBM. Kedepan, pasokan listrik Sulbar akan meningkat seiring dengan pembangunan PLTA Tumbuan Mamuju yang pengerjaannya dilakukan Kalla Group, dimanaground breaking-nya telah dilakukan pada bulan Februari 2014.
1.3.5
Lapangan Usaha Bangunan
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha bangunan tumbuh melambatdibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 2,83% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,96% (yoy). Rendahnya realisasi proyek yang tengah berjalan menjadi faktor penyebab penurunan lapangan usaha bangunan.Penurunan pertumbuhan pada lapangan usaha bangunan terkonfirmasi dari penurunan penyaluran kredit di sektor konstruksi di triwulan laporan (Grafik 1.10).Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari data realisasi pengadaan semen selama periode laporan. Tercatat pada triwulan IV 2014 realisasi pengadaan semen mengalami penurunandari 59,99% (yoy) di tahun 2013 menjadi 6,78% (yoy) di tahun 2014 (Grafik 1.11).Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dikerjakan secara berkelanjutan adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, yang diringi dengan pembangunan jalan ke lokasi PLTA Tumbuan di Desa Karama Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju.
3
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.10. Kredit Sektor Konstruksi
1.3.6
Sumber: ASI, diolah Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen
Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran4
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha PHR tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 4,03% (yoy), sedangkan lapangan usaha Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,98% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor PHR di triwulan IV 2014 maka terjadi percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya (4,80%; yoy). Peningkatan konsumsi mendorongpeningkatan di sektor perdagangan.Dari sisi lapangan usaha perdagangan, pertumbuhan lapangan usaha ini didiorong oleh komponenkonsumsi yang secara keseluruhan mengalami peningkatan.Peningkatan lapangan usaha perdagangan terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor perdagangan di triwulan IV 2014 (Grafik 1.12).Di sisi lain, pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodiasi makan minum sejalan dengan peningkataan pariwisata menjelang akhir tahun. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan rata-rata tamu hotel di triwulan IV 2014 (Grafik 1.13).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.12. Kredit Sektor Perdagangan
1.3.7
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.13. Rata-rata Tamu Per Kamar Hotel & Akomodasi Lainnya
Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi5
Di triwulan laporan, kelompok transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 10,73% (yoy). Sedangkan kelompok informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Secara agregat, sektor angkutan dan komunikasi mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Percepatan yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja 4
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 5 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
moda transportasi udara dan laut. Hal ini terlihat dari indikator lalu lintas penumpang udara (Grafik 1.14) dan laut (Grafik 1.15) yang meningkat di triwulan IV 2014.Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan liburan Natal dan tahun baru, peningkatan yang terjadi tidak signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Pada indikator yang lain, kredit ke sektor pengangkutan menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.16). Potensi transportasi kelautan di wilayah Sulbar sangat besar. Sulbar memiliki luas lautan sekitar 20.000 kilometer persegi dan sedang terus melakukan peningkatan percepatan pembangunan dermaga untuk memperlancar alur transportasi laut guna mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di daerah ini.Terdapat lima pelabuhan yang akan menjadi motor tonggak penggerak perekonomian Sulbar, yaitu pelabuhan Pasangkayu di Mamuju Utara, pelabuhan Mamuju, pelabuhan Belang-Belang dan pelabuhan tanjung Selopa di Kabupaten Polman.
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.14. Jumlah Penumpang Pesawat Udara
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.15. Jumlah Penumpang Kapal Laut
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.16. Kredit Sektor Pengangkutan
1.3.8
Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan6
Pada periode pelaporan, lapangan usaha keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014.Di triwulan laporan, kategori jasa keuangan tumbuh sebesar 6,70% (yoy). Sedangkan kategori real estate tumbuh sebesar 3,60% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di triwulan III 2014 maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Kinerja perbankan masih menjadi pendorong utama lapangan suaha ini.Akselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mendorong peningkatan nilai tambah bruto perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014. Di sisi lain, lapangan usaha real estate tumbuh stabil di periode pelaporan. Hal ini tercermin dari kredit jasa dunia usaha yang stagnan di triwulan IV 2014 (Grafik 1.17).
6
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.9
Lapangan Usaha Jasa-jasa7
Lapangan usaha jasa-jasa tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 2014.Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar -2.08% (yoy); 16,78% (yoy); 10,71% (yoy); 15,62% (yoy); dan 10,69% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan III 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Peningkatan konsumsi masyarakat mendorong akselerasi di sektor usaha jasa-jasa.Peningkatan konsumsi masyarakat diperkirakan menjadi faktor pendorong akselerasi di periode pelaporan. Selain itu, banyaknya kegiatan menjelang natal dan akhir tahun juga mendorong peningkatan sektor usaha jasa khususnya beberapa subsektor jasa swasta. Hal ini terkonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat, yang tercatat mengalami peningkatan pada triwulan IV 2014 (Grafik 1.18).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.17. Kredit Jasa Dunia Usaha
Sumber: Perusahaan Properti Grafik 1.18. Kredit Jasa Sosial Masyarakat
7
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Boks 1.A.
Perubahan Tahun Dasar 2010 dan SNA 2008 dalam Pelaporan PDRB Triwulan IV 2014
Sejak terbitnya berita resmi statistik Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan IV 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) menerapkan perubahan tahun dasar dan metodologi dalam perhitungan PDRB. Perubahan yang dilakukan adalah penggantian tahun dasar (dari tahun dasar 2000 ke 2010), serta metodologi System of National Accounts (SNA) 1993 ke SNA 2008. SNA 2008 atau Sistem Neraca Nasional (SNN) adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi. Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang disepakati secara internasional dalam mengukur indikator tertentu seperti PDRB. Perubahan antara SNA 1993 ke SNA 2008 terlihat dari pendekatan konsep pada beberapa hal seperti perhitungan output pertanian, metode perhitungan bank komersial, proses valuasi, dan pencatatan biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk (Tabel 1.A.1). Implementasi SNA 2008 juga mengubah klasifikasi lapangan usaha yang sebelumnya terdiri dari 9 lapangan usaha menjadi 17 lapangan usaha (Tabel1.A.2.). Latar belakang perubahan metodologi adalah adanya pengaruh perekonomian global terhadap struktur perekonomian nasional dalam sepuluh tahun terakhir; rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengimplementasikan System of National Accounts 2008 (SNA 2008) dalam penyusunan PDB melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT); dan menjaga konsistensi antara tiga pendekatan PDB dan memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB. Tabel 1.A.1 Perbandingan Konsep dan Metode SNA
Tabel1.A.2. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Lapangan Usaha
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perubahan tahun dasar dari 2000 ke 2010 menimbulkan beberapa efek, diantaranya adalah perubahan nominal PDRB. Sebagai contoh, total nominal PDRB ADHK Sulbar tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 6.649milyar sedangkan berdasarkan tahun dasar 2010 mencapai Rp 24.169milyar atau naik 263%. Perubahan tahun dasar juga akan mengakibatkan perubahan indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, nilai neraca berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perubahan tahun dasar juga akan menyebabkan perubahan pada input data untuk modeling dan forecasting. Tabel1.A.3. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Pengeluaran
Sumber : Sosialisasi Perubahan Tahun Dasar PDRB Berbasis SNA 2008 (BPS, 2014)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
21
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
22
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Realisasi keuanganpemerintah hingga akhir tahun 2014, cenderung lebih baik dibandingkan akhir tahun 2013 Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi masih lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya karena meningkatnya realisasi pendapatan hampir dari semua komponen, didorong oleh upaya optimalisasi pemungutan pajak dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulbar. Sementara dari sisi belanja, persentase realisasi tahun 2014 belanja APBD Provinsimaupun instansi vertikal di Sulbar cenderung lebih rendah dari akhir 2013 meskipun penyerapannya masih tergolong rendah (90,95%). Lebih rendahnya persentase tersebut, didorong oleh realisasi belanja modal, sehingga perlu menjadi perhatian untuk penyerapannya pada tahun 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
23
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulbar terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD) dan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Keuangan pemerintah daerahterdiri atas APBD Provinsi Sulbar dan APBD 6 (enam) Kabupaten. Sementara keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulbar. Pada tahun 2014, jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah, berjumlah sebesar Rp7,42 triliun (39,88% PDRB ADHB), dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp1,31 triliun (17,59%), APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp3,63 trilun (48,91%), dan instansi vertikal sebesar Rp2,49 triliun (33,50%). Sementara pada tahun 2015, jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp8,81 triliun dengan proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 17,07%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 49,35%, dan instansi vertikal senilai 33,58%. APBD Provinsi 17,6% Rp1,31 triliun
Anggaran Instansi Vertikal 33,5%
APBD Provinsi 17,1% Rp1,50 triliun
Anggaran Instansi Vertikal 33,6%
Rp2,48 triliun
Rp2,96 triliun
APBD Kabupaten/Kota 48,9%
APBD Kabupaten/Kota 49,4%
Rp3,63 triliun
Grafik 2.1. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2014
Grafik 2.2. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2015
Anggaran pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2015 secara nominal naik 16,79% (yoy)dibandingkan tahun 2014. Pada tahun 2015 pendapatan Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp 1,44triliun, sementara tahun 2014 dianggarkan sebesar Rp1,23triliun. Peningkatan anggaran pendapatan daerah pada 2015 tersebut didorong oleh peningkatan pada pos Pendapatan Asli Daerah terutama komponen Pajak Daerah. Transfer dari pemerintah pusat juga meningkat 16,81% (yoy) didukung oleh Dana Alokasi Umum(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masing-masing naik 15,38% (yoy) dan 19,49% (yoy), menjadi Rp895,58miliar dan Rp60,45miliar. 100% 90%
100% Rp64,0M
Rp82,2M
Rp103,5M
Rp134,9M
Rp164,5M
90%
80%
80%
70%
70% Rp483,9M
Rp456,8M
Rp511,7M
Rp663,0M
Rp769,8M
Rp148,5M
Rp228,2M
50%
40%
40%
30%
30%
20%
20%
10%
Rp240,3M
60%
60% 50%
Rp186,8M Rp230,7M
Rp26,2M
Rp47,5M
Rp109,0M
Rp154,0M
Rp155,8M
2011
2012
2013
2014
2015
Dana Perimbangan
Rp535,7M
Rp820,5M
Rp961,3M
10% 0%
0% PAD
Rp421,8M Rp373,2M
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Grafik 2.3. Proporsi Pendapatan APBD Provinsi
2011
2012 Belanja Modal
2013
2014
2015
Belanja Operasional
Grafik 2.4. Proporsi Belanja APBD Provinsi
Anggaran belanja daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2015secara nominal naik 10,74% (yoy) dibandingkan 2014. Pada tahun 2015 belanja Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp 1,36triliun, sementara tahun 2014 dianggarkan sebesar Rp1,50triliun. Anggaran belanja daerah mengalami peningkatan karena terdapat kenaikan pada komponen belanja modal sebesar 47,88% (yoy) menjadi Rp443,41miliar. Di dalam komponen tersebut, pos belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan meningkat 124,56% (yoy) menjadi Rp265,83miliar. Peningkatan pada pos belanja modal menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur di wilayah Sulawesi Barat. Di sisi lain, struktur anggaran belanja pada instansi vertikal di Sulawesi Barat juga mengalami perubahan pada kurun lima tahun terakhir (Grafik 2.5). Secara nominal, terjadi penurunan anggaran belanja berturut-turut pada tahun 2013 dan 2014 sebesar -4,00% (yoy) dan -7,90% (yoy). Turunnya anggaran belanja instansi vertikal terutama terjadi pada subkomponen belanja modal sementara belanja operasi baru mengalami penurunan pada tahun 2014 dari Rp 1,2 triliun
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
menjadi Rp1,1 triliun. Namun jika dilihat dari persentasenya, porsi belanja modal masih menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya dengan porsi tertinggi mencapai 51,7% pada tahun 2012. 3.000 Rp miliar 2.500 1.454
1.236
1.297
1.356
1.463
1.331
2011
2012
2013
2014
2.000
1.155
856 1.500
639
1.000 500
1.030
0 2010
Belanja Modal
Belanja Operasional
Grafik 2.5 Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulbar
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Sulawesi Barat 2.2.1
Pendapatan
Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan IV 2014tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah pada akhir tahun 2014sebesar Rp1,5 triliun atau mencapai 101,22% dari target pendapatan sebesar Rp1,254 triliun.Persentase dan nilai inilebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan yang sama tahun 2013 yang mencapai 98,50% atau sebesar Rp1,07 triliun dari target Rp1,09 triliun pada APBD 2013. Peningkatan kinerja realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Baratdidorong oleh peningkatan realisasi yang terjadi hampir pada semua subkomponen, baik di pendapatan asli daerah (antara lain pajak daerah (104,14%) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (525,64%), maupun transfer dari pemerintah pusat (dana bagi hasil pajak/bukan pajak (134,45%)). Peningkatan pendapatan asli daerah didorong oleh upaya pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pemungutan pajak. Sumber pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat, terutama berasal dari transfer Pemerintah Pusat, dengan persentase realisasi yang relatif meningkat dari tahun 2013. NominalDana Alokasi Umum (DAU) mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) mengalami penurunan. Realisasi DAU hingga triwulan IV 2014 meningkat menjadi Rp776,21 miliar (100,0%) dibanding triwulan IV tahun sebelumnya (Rp685,50miliar ; 100,0%). Demikian pula, persentase realisasi DAK dan Dana Bagi Hasil cenderung meningkat dari 100,0% dan 106,1% pada triwulan IV tahun 2013 menjadi 100,0% dan 134,5% pada triwulan IV 2014. Peningkatan dana bagi hasil tersebut diperkirakan terkait dengan peningkatan ekonomi Sulbar, misalnya hasil penjualan ekspor dan cukai rokok. Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah s.d. Triwulan IV Uraian Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Pendapatan Transfer Dana Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Transfer Pemerintah Pusat Lainnya Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Anggaran 1.090.245,64 163.935,07 120.322,49 4.529,00 1.508,19
Realisasi 1.073.860,19 154.131,86 132.801,33 2.320,66 530,81
% 98,50% 94,02% 110,37% 51,24% 35,20%
Anggaran 1.231.411,12 220.715,26 175.605,90 4.141,00 1.175,00
Realisasi 1.246.403,49 229.854,73 196.816,80 4.002,39 6.176,25
% 101,22% 104,14% 112,08% 96,65% 525,64%
Rp Juta 2015 Anggaran 1.438.115,51 239.795,82 216.196,52 4.141,80 1.175,00
37.575,38 769.834,36 37.319,77 685.497,59 47.017,00 153.579,98 2.896,23
18.479,06 772.106,14 39.591,55 685.497,59 47.017,00 147.500,63 121,56
49,18% 100,30% 106,09% 100,00% 100,00% 96,04% 4,20%
39.793,36 849.334,74 22.534,91 776.214,12 50.585,71 158.615,54 2.745,58
22.859,29 857.098,93 30.299,10 776.214,12 50.585,71 159.046,70 403,12
57,44% 100,91% 134,45% 100,00% 100,00% 100,27% 14,68%
18.282,50 992.140,19 36.113,90 895.580,93 60.445,35 206.179,50
Triwulan IV - 2013
Triwulan IV-2014
Sumber: Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
25
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.2.2
Belanja
Persentase realisasi belanja daerah Sulawesi Baratpada triwulan IV2014 lebih rendah dibanding pencapaian pada triwulan IV2013. Realisasi belanja daerah hingga akhir 2014 adalah sebesar Rp1.235,66 miliar atau 90,95% dari target pengeluaran dalam APBD 2014, sementara realisasi belanja pada triwulan IV 2013 adalah sebesar Rp1.043,99triliun atau 91,27% dari target dalam APBD 2013. Penurunan realisasi belanja terutama disebabkan oleh menurunnya realisasi belanja modal dari 92,24% pada triwulan IV 2013 menjadi 86,38% pada akhir 2014. Persentase realisasi belanja modal tahun 2014 Sulawesi Barat yang cenderung lebih rendah menjadi perhatian untuk percepatan belanja modal tahun 2015. Secara nominal, realisasi belanja modal mengalami kenaikan, menjadi Rp259,0 miliar dari tahun 2013 (Rp183,45miliar). Namun demikian, penambahan anggaran belanja modal di tahun 2014, belum diikuti dengan persentase realisasi yang optimal. Persentase realisasi belanja modal tahun 2014 hanya mencapai 86,38% dibandingkan tahun 2013 yang dapat mencapai 92,24%. Beberapa fokus pembangunan infrastruktur pada tahun 2014 sudah dilakukan, antara lain pembangunan jalan arteri dan poros, serta jembatan. Oleh karena itu, pada tahun 2015 dengan anggaran belanja modal yang meningkat menjadi Rp443,41 miliar, perlu upaya optimalisasi penyerapan anggaran belanja modal, sehingga persentase realisasinya meningkat. Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Belanja Daerah s.d. Triwulan IV Uraian Belanja Belanja Operasi Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Modal Belanja tidak terduga Transfer Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota/Desa Surplus/(Defisit) Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan
Triwulan IV - 2013
Triwulan IV-2014
Anggaran 1.143.812,90 894.767,22 249.124,81 442.443,24
Realisasi 1.043.985,31 808.730,32 235.038,45 285.242,58
% 91,27% 90,38% 94,35% 64,47%
169.484,60 1.548,08 32.166,48
259.988,94 122,40 28.337,95
153,40% 7,91% 88,10%
198.882,55 2.500,00 47.663,14 47.663,14 (53.567,27)
183.451,34 265,00 51.538,65 51.538,65 29.874,88 (2.000,00) 2.000,00
53.567,27 55.567,27 2.000,00
Rp Juta 2015 Anggaran 1.504.425,99 973.735,29 241.369,99 427.173,46 222.942,80 11.500,00 70.749,05
Anggaran 1.358.580,62 988.242,73 228.048,08 526.558,16 178.236,52 12.137,06 43.262,90
Realisasi 1.235.660,20 915.200,01 221.687,78 466.638,31 173.152,93 11.125,74 42.595,24
% 90,95% 92,61% 97,21% 88,62%
92,24% 10,60% 108,13% 108,13%
299.837,89 500,00 70.000,00 70.000,00 (127.169,50)
259.009,46 61.450,73 61.450,73 10.743,29
86,38% 0,00% 87,79% 87,79%
443.409,75 1.000,00 86.280,96 86.280,96 (66.310,49)
-3,73% 0,00% 100,00%
127.168,70 129.168,70 2.000,00
127.465,59 129.465,59 2.000,00
100,23% 100,23% 100,00%
66.310,49 68.310,49 2.000,00
97,15% 91,67% 98,46%
Sumber: Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Realisasi belanja operasi meningkat, baik nominal maupun persentasenya, terutama didorong oleh penyerapan anggaran belanja barang dan jasa. Secara nominal dan persentase realiasasi belanja barang dan jasa mengalami peningkatan dari Rp285,24 miliar (64,47% dari target) di tahun 2013, menjadi Rp466,64 miliar (88,62% dari target) pada tahun 2014. Secara persentase terhadap pagu dalam APBD, realisasi Belanja Pegawai hingga triwulan IV2014 lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada triwulan IV2013, demikian pula dengan persentase realisasi belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan. Persentase belanja pegawai mengalami kenaikan seiring bertambahnya jumlah pegawai negeri sipil pada tahun 2014.
2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Sulawesi Barat Hingga akhir tahun 2014, realisasi belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat relatif tinggi, dan terjadi peningkatan realisasi dibandingkan tahun 2013.Realisasi anggaran sampai dengan triwulan IV 2014 sebesar 94,22% sementara pada triwulan IV 2013 realisasi anggaran tercatat 94,15%.Namun secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat pada tahun 2014 sebesar Rp2,44 triliun, sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp2,54triliun. Peningkatan persentase realisasi anggaran belanja APBN di Sulawesi Barat terutama terjadi pada belanja pegawai dan belanja barang. Hingga triwulan IV 2014, realisasi belanja pegawai APBN di Sulbarsebesar Rp392,9 miliar (95,74%), disusul oleh belanja barang sebesar Rp 628,6 miliar (90,62%).Sementara belanja modal dan belanja bantuan sosial juga terealisasi dengan baik, masing-masing mencapai 95,40% (Rp1,10 trliun) dan 95,78% (Rp312,9 miliar).
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Tabel 2.3. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Instansi Vertikal
NO 1 2 3 4
JENIS BELANJA BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANTUAN SOSIAL TOTAL
PAGU 387,78 703,63 1.235,67 358,37 2.699,10
2013 REALISASI % Realisasi 354,79 91,49% 631,57 89,76% 1.191,50 96,43% 351,36 98,04% 2.541,23 94,15%
PAGU 410,40 693,70 1.155,40 326,70 2.586,20
(miliar Rp) TAHUN 2014 REALISASI % Realisasi 392,90 95,74% 628,60 90,62% 1.102,20 95,40% 312,90 95,78% 2.436,60 94,22%
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah terhadap Ekonomi Daerah 8
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD)terhadap ekonomi daerah pada tahun 2014 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD per PDRB ADHB (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2014 sebesar 0,78% meningkat dari tahun 2013 yang hanya sebesar 0,60%. Meskipun mengalami penurunan secara persentase terhadap pagu APBD, namun secara nominal realisasi PAD tumbuh sebesar 43,13% sehingga kontribusinya terhadap APBD PDRB ikut meningkat. Di sisi lain, rasio dana perimbangan terhadap PDRB ADHB mengalami sedikit penurunan dari 3,06% pada tahun 2013 menjadi 2,92% pada tahun 2014. 10
3,5
3,0 2,5
2,97 2,66
3,06
8,71
9
2,92
2,54
9,07
8,77
8,21 7,65
8 7
2,0
6
1,5
1,0 0,52
0,62
0,57
0,60
0,78
5,22
5
5,47
5,43
4,67
4,63
4
0,5
3
0,0 2010
2011
2012
Pendapatan Asli Daerah
2013
2010
2014
2011
2012
Belanja Operasional
Dana Perimbangan
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
2013
2014
Belanja Modal
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB 9
Pada tahun 2014, peran realisasi komponen belanja APBD Sulbar untuk stimulus ekonomi daerah relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio belanja operasional turun dari 8,77% pada tahun 2013 menjadi 7,65% pada tahun 2014. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga menurun pada tahun 2014 dari 5,43% menjadi 4,63%. Namun demikian, Sulbar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 8,73% (yoy) yang sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggi se-Indonesia pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Sulbar dapat menekan belanja daerah dan menggerakkan sektor swasta/rumah tangga untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
8 9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
27
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minnyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok barang yang terkait dengan administered price (kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan), dan kelompok barang yang terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi). Secara kelembagaan, seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk, diiringi dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
29
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa10 Inflasi Provinsi Sulbar pada triwulan IV2014 tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggidibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,46% (yoy).Faktor utama penyebab peningkatan inflasi adalah kenaikan harga BBM jenis premium dan solar sebesar Rp 2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar. Kenaikan harga bahan bakar ini berimplikasi pada kenaikan tarif angkutan umum yang tercermin pada kenaikan tekanan inflasi pada kelompok komoditas transportasi. Kelompok transportasi merupakan kelompok dengan kenaikan tertinggi, dimana pada triwulan pelaporan kalompok ini mengalami inflasi sebesar 11,34% (yoy) melonjak tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,90% (yoy). Selain pada kelompok transportasi, kenaikan harga premium dan solar juga mengakibatkan kenaikan pada kemompok bahan makanan, kelompok perumahan-air-listrik-gas-bahan bakar, kelompok sandang, dan kelompok pendidikan. Ketiga kelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 5,73% (yoy), 8,28% (yoy), 5,28% (yoy) dan 4,70% (yoy). Di lain sisi, kelompok makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode pelaporan, ketiga kelompok ini secara berurut tercatat mengalami inflasi sebesar 9,05% (yoy) dan 3,36% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar -0,01% (yoy) dan 6,76% (yoy). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa 2011 KETERANGAN
I
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan UMUM/TOTAL
II
2012 III
14.18 12.77 8.02 1.71 3.47 5.43 5.41 6.28 7.01 3.07 2.64 10.61 3.44 4.18 4.39 6.35 7.22 10.97 -0.03 0.20 -0.30 5.92 6.18 6.05
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
2.05 6.61 9.30 7.98 3.35 4.12 1.16 4.91
-0.31 6.09 7.75 9.02 4.33 3.34 0.90 3.81
-1.47 6.57 6.74 8.05 4.22 2.46 0.92 3.24
1.46 5.38 5.56 3.68 4.45 5.06 0.67 3.70
3.34 4.40 3.06 5.18 2.45 6.21 0.88 3.28
8.52 3.27 2.53 3.65 1.52 6.88 0.45 4.19
6.54 4.31 2.88 3.54 1.28 7.01 2.89 4.30
2014 III
IV
I
II
III
6.78 5.65 1.09 3.93 -0.01 5.06 5.98 9.31 8.02 9.39 4.72 5.03 5.82 6.51 5.43 2.97 0.85 2.79 3.61 4.36 4.99 7.00 14.49 15.41 6.76 4.17 4.25 3.38 3.56 4.62 8.73 10.06 11.81 9.62 3.90 5.86 5.91 6.24 6.65 4.46
IV 5.73 9.05 8.28 5.28 3.36 4.70 11.34 7.88
Sumber: Badan Pusat Statistik
Inflasi Sulbar lebih rendah dari inflasi Nasional.Bila dibandingkan dengan nasional, inflasi Sulbar tetap lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Nasional melanjutkan tren sejak triwulan II 2014. Pada triwulan pelaporan, inflasi Nasional tercatat sebesar 8,36% (yoy) lebih tinggi 0,48% dibandingkan inflasi Sulbar yang tercatat mencapai 7,88% (yoy). Bila dibandingkan dengan data triwulan III 2014, Sulbar mengalami tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan agregat nasional, hal ini terlihat dari peningkatan inflasi dari triwulan III 2014 ke triwulan IV 2014 dimana Sulbar mengalami peningkatan sebesar 3,42% sedangkan inflasi Nasional naik sebesar 3,83%.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Barat
10
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.1
Kelompok Bahan Makanan
Efek lanjutan kenaikan harga Premium dan Solar mengakibatkan inflasi kelompok bahan makanan melonjak tinggi. Kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami lonjakan inflasi paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada triwulan III 2014, kelompok ini tercatat mengalami deflasi sebesar -3,91% (yoy) yang kemudian angka ini melonjak tinggi menjadi 5,73% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 3.2). Inflasi tertinggi berasal dari sub kelompok bumbu-bumbuan (23,70%; yoy) di susul oleh sub kelompok telur-susu-dan hasilnya (10,50%; yoy), dan sub kelompok daging dan hasilnya (9,25%, yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar dan sub kelompok kacang-kacangan mengalami deflasi (-2,61% (yoy) dan -1,36% (yoy)) dan menjadi salah satu faktor penahan inflasi di kelompok bahan makanann sehingga tidak meningkat lebih tinggi (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan y.o.y (%) SUB KELOMPOK I-2014
II-2014
III-2014
IV-2014
Padi-padian
4.74
4.55
5.19
5.16
Daging & Hasilnya
-4.89
4.09
-3.45
9.25
Ikan Segar
11.08
10.11
2.15
-2.61
Ikan Diawetkan
7.03
7.03
7.50
4.47
Telur, Susu & Hslnya
5.56
7.87
1.81
10.50
Sayur-sayuran
2.81
0.59
-3.70
7.39
Kacang-kacangan
9.92
6.34
-3.93
-1.36
5.88
6.61
0.83
6.17
Bumbu-bumbuan
-30.81
-12.71
-16.97
23.70
Lemak & Minyak
-3.95
-1.20
-0.82
7.25
Bahan Makan Lainnya
1.65
1.77
-0.82
3.89
Inflasi Kelompok
1.09
3.93
-0.01
5.73
Buah-buahan
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS
Melonjaknya harga bumbu-bumbuan menjadi pendorong utama inflasi di triwulan IV 2014.faktor musiman dimana beberapa sentra bumbu-bumbuan baru memasuki musim tanam baru menjadi salah satu penyebab peningkatan inflasi di kelompok bahan makanan. Keadaan stok yang terbatas ini, ditengarai dimanfaatkan untuk mencari untung dengan meningkatkan harga.Secara trend, permintaan bumbu-bumbuan khususnya cabai dan bawang di Sulbar terus meningkat namun peningkatan ini tidak di imbangi dengan pengingkatan produksi.Saat ini, kebutuhan bumbu khususnya cabai masih di pasok dari wilayah Sulawesi Barat.Ketergantungan terhadap pasokan dari luar wilayah Sulbar ini mengakibatkan rentannya fluktuasi harga bumbu di Sulawesi Barat. Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan tekanan inflasi. Intensitas hujan terus meningkat sepanjang akhir tahun 2014 dan diperkirakan akan mencapai puncak pada bulan Januari-Februari 2015. Peningkatan intensitas hujan ini mengakibatkan peningkatan gelombang laut yang berakibat pada terganggunya aktifitas melaut yang dilakukan oleh para nelayan. Intensitas hujan yang tinggi juga bepengaruh pada produktifitas ikan budidaya. Terganggunya pH air kolam budidaya mengakibatkan ikan yang di budidayakan tidak tumbuh secara optimal. Selain faktor cuaca, kendala pasokan BBM jenis solar juga menjadi kendala para nelayan untuk melaut. Berdasarkan informasi anecdotal, kelangkaan Solar sempat terjadi pada bulan November 2014 dan akibatnya nelayan tradisional umumnya memilih libur melaut akibat kelangkaan solar tersebut. Akibat kelangkaan tersebut, harga solar di tingkat pengecer sempat melonjak hingga Rp.20.000 per liter.Tidak adanya SPBU khusus bagi nelayan juga menjadi kendala sendiri bagi nelayan di wilayah Sulbar.
3.1.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Kelompok Makanan Jadi – Minuman – Rokok – Tembakautercatat mengalami inflasi sebesar 9,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,39% (yoy).Tingkat inflasi terbesar pada sub kelompok makanan jadi, yaitu sebesar 11,92% (yoy), kemudian tembakau dan minuman beralkohol 6,43% (yoy), terakhir minuman tidak beralkohol sebesar 4,89% (yoy). Masih tingginya tekanan inflasi di kelompok makanan jadi disebabkan oleh beberapa komoditas seperti ikan bakar, rokok kretek, dan mie seiring dengan peningkatan permintaan menjelang akhir tahun. Selain faktor permintaan, meningkatnya harga bahan baku juga menjadi faktor pendorong inflasi di kelompok makanan jadi khususnya produk-produk olahan berbahan dasar beras dan ikan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
31
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi SUB KELOMPOK
I-2014
y.o.y (%) II-2014 III-2014
IV-2014
Makanan Jadi Minuman Tdk Beralkohol
9.59 4.69
8.78 3.60
12.95 3.97
11.92 4.89
Tembakau & Min. Beralkohol
12.54
10.02
6.45
6.43
Inflasi Kelompok
9.31
8.02
9.39
9.05
Sumber: BPS
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
3.1.3
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar pada triwulan IV 2014 mencatat inflasi sebesar 8,28% (yoy), meningkat tajamdibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,43% (yoy).Peningkatan tekanan inflasi terutama adanya peningkatan inflasi di sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air sebagai dampak kenaikan BBM jenis Premium dan Solar di bulan November 2014. Pada triwulan pelaporan, inflasi di sub kelompok ini mencapai 17,30% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59% (yoy). Kenaikan harga BBM juga berakibat pada kenaikan harga komoditas pada sub kelompok lainnya, hal ini terlihat dari kenaikan tekanan inflasi di sub kelompok biaya tempat tinggal, sub kelompok perelngkapan rumah tangga dan sub kelompok penyelenggaraan RT dimana pada triwulan pelaporan ketiga sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 6,46% (yoy), 4,05% (yoy) dan 8,08% (yoy) lebih besar dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berurut mengalami inflasi sebesar 4,18% (yoy), 2,95% (yoy) dan 8,05% (yoy). Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan SUB KELOMPOK
Biaya Tempat Tinggal Bhn Bkr, Penerangan & Air Perlengkapan Rumah Tangga Penyelenggaraan RT Inflasi Kelompok
I-2014 4.92 9.02 6.49 4.10 5.82
y.o.y (%) II-2014 III-2014 6.70 4.18 6.84 10.59 5.52 2.95 5.34 8.05 6.51 5.43
IV-2014 6.46 17.30 4.05 8.08 8.28
Sumber: BPS
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
3.1.4
Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.Pada triwulan pelaporan inflasi kelompok ini tercatat sebesar 5,28% lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 4,36%. Peningkatan tekanan inflasi di dorong oleh inflasi di sub kelompok sandang laki-laki, sub kelompok sandang wanita, dan sub kelompok sandang anak-anak dimana pada triwulan pelaporan ketiga sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 7,84% (yoy), 3,46% (yoy) dan 6,08% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara perurut tercatat sebesar 5,43% (yoy), 2,91% (yoy) dan 5,14% (yoy). Di sisi lain penurunan tekanan inflasi terjadi di sub kelompok barang pribadi dan sandang lainnya, dimana pada triwulan IV 2014 inflasi tercatat sebesar 3,13% (yoy) menurun dibandingkan periode sebelumnya (5,28%; yoy). Peningkatan permintaan menjelang akhir tahun menjadi faktor pendorong inflasi kelompok sandang di triwulan IV 2014.Sesuai dengan pola tahun-tahun sebelumnya, permintaan barang sandang di akhir tahun mengalami peningkatan
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 3 INFLASI DAERAH
dibandingkan triwulan sebelumnya.Even hari raya Natal yang di barengi dengan libur panjang akhir tahun meningkatkan permintaan masyarakat terhadap komoditas sandang. Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang SUB KELOMPOK Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Brg Pribadi & Sandang Lainnya Inflasi Kelompok
I-2014
2.15 3.81 2.70 2.28 2.79
y.o.y (%) II-2014 III-2014
1.89 3.75 3.72 6.02 3.61
5.43 2.92 5.14 4.05 4.36
IV-2014
7.84 3.46 6.08 3.13 5.28
Sumber: BPS
Grafik 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
Dilain sisi, penurunan harga emas dunia menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang.Pada triwulan IV 2014, harga emas dunia kembali menunjukan penurunan melanjutkan tren sepanjang tahun 2014. Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,199.48 USD/troy oz turun sebesar 5,56% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya. Implikasi nya adalah pada harga emas perhiasan yang mengalami penurunan di triwulan IV 2014 (2,78%; qtq) yang selanjutnya menahan inflasi kelompok sandang tidak terakselerasi lebih lanjut.
3.1.5
Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan IV 2014.Setelah mengalami penurunan tekanan yang signifikan di triwulan III 2014, kelompok ini kembali mengalami penurunan tekanan meski dalam level yang lebih rendah. Tercatat pada periode pelaporan kelompok ini mengalami inflasi sebesar 6,36% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 6,76% (yoy) (Grafik 3.6). Turunnya laju inflasi kelompok ini terutama karena penurunan inflasi sub kelompok perawatan jasmani & kosmetika, dimana pada triwulan IV 2014 sub kelompok ini mengalami penurunan inflasi dari 7,36% (yoy) ke 5,02% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok obatobatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani mengalami kenaikan inflasi dimana pada triwulan pelaporan kedua kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 7,08% (yoy) dan 28,42% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang secara berurut mengalami inflasi sebesar 5,26% (yoy) dan 7,08% (yoy) (Tabel 3.6). Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan SUB KELOMPOK Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani & Kosmetika Inflasi Kelompok
y.o.y (%) I-2014
II-2014
III-2014
IV-2014
31.06 7.21 17.45 6.20 14.49
31.06 8.56 17.63 7.63 15.41
3.69 5.26 24.01 7.36 6.76
3.69 7.08 28.42 5.02 6.36
Sumber: BPS
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
Penurunan permintaan dan mulai stabilnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab penurunan tekanan inflasi di kelompok kesehatan. Permintaan akan layanan kesehatan serta produk kosmetika menurun pasca musim perayaan hari besar keagamaan di triwulan sebelumnya. Selain itu itu, dampak penyesuaian harga produk impor seiring mulai stabilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar Amerika Serikat (US$).Hal ini dinilai membuat harga produk perawatan jasmani dan kosmetik ikut mengalami penyesuaian (imported inflation).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
33
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.6
Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2014. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 4,70% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 4,62%(yoy) (Grafik 3.7). Naiknya inflasi tersebut di dorong oleh peningkatan inflasi di sub kelompok Olahraga dan sub kelompok rekreasi , dimana pada periode pelaporan dua sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 7,26% (yoy) dan 10,28% (yoy) lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 6,77% (yoy) dan 10,12% (yoy). Sementara itu inflasi di sub kelompok jasa pendidikan dan sub kelompok kursus/pelatihan tercatat meningkat stabil di level 3,38% (yoy) dan 2,46% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok perlengkapan pendidikan kembali mengalami deflasi sebesar -0,29% (yoy). Efek musiman menjadi faktor pendorong peningkatan inflasi di triwulan IV 2014.Peritiwa hari raya natal, musim liburan panjang akhir tahun, dan event hari jadi Sulawesi Barat ke-10 di awal periode pelaporan dinilai menjadi faktor penyebab peningkatan permintaan khususnya di sub kelompok rekreasi. Selain itu, berlangsungnya beberapa event olahraga dalam rangka hari jadi Sulawesi Barat ke-10 seperti Katinting racedanSandeq race menyebabkan kenaikan inflasi pada subkelompok olahraga. Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan SUB KELOMPOK
Jasa Pendidikan Kursus-kursus/Pelatihan Perlengkapan/Peralatan Pendd Rekreasi Olahraga Inflasi Kelompok
I-2014
4.27 2.46 1.99 2.59 4.47 3.38
y.o.y (%) II-2014 III-2014
4.27 2.46 0.76 3.87 6.11 3.38
3.38 2.46 -0.40 10.12 6.77 4.62
IV-2014
3.38 2.46 -0.29 10.28 7.26 4.70
Sumber: BPS
Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7
Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Kenaikan BBM berdampak besar pada peningkatan inflasi di kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.Selain kenaikan harga BBM Solar dan Premium, kenaikan BBM juga di ikuti dengan penyesuaian tarif angkutan umum. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi sub kelompok transport dari 4,85% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 15,19% (yoy) di triwulan IV 2014. Inflasi terjadi merata di seluruh jenis angkutan, baik angkutan dalam kota, luar kota, angkutan penyebrangan, taxi, bahkan angkutan udara ikut mengalami kenaikan tekanan inflasi. Efek kenaikan BBM juga mengakibatkan kenaikan biaya pengiriman barang yang merupakan salah satu komponen perhitungan inflasi di subkelompok komunikasi dan pengiriman. Selain efek kenaikan BBM, kenaikan tekanan inflasi juga terjadi akibat kenaikan di sub kelompok jasa keuangan akibat dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan biaya administrasi transfer uang. Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor SUB KELOMPOK
Transpor Komunikasi & Pengiriman Sarana & Penunjang Transpor Jasa Keuangan Inflasi Kelompok
I-2014
y.o.y (%) II-2014 III-2014
16.08 1.78 4.57 0.00 11.81
12.74 1.83 4.70 0.00 11.81
4.85 0.97 3.58 0.00 3.90
IV-2014
15.19 0.87 3.54 9.72 11.34
Sumber: BPS
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Transpor
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.2. Disagregasi Inflasi11 Bila dilihat dari disagregasi berdasarkan kelompoknya, peningkatan laju inflasi pada triwulan IV2014 didorong oleh peningkatan pada komponen inflasi inti, volatile food, dan administered price.Tekanan paling tinggi berasal dari komponen administered price sebagai dampak dari kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar yang di ikuti dengan kenaikan tarif angkutan umum. Peningkatan juga terjadi pada kelompok core terutama terjadi pada kelompok makanan jadin akibat meningkatnya harga bahan baku dan penigkatan permintaan menjelang event natal dan tahun baru. Selain itu, inflasi volatile food juga mengalami peningkatan terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat terbatasnya pasokan beberapa bahan makanan seperti daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bumbu-bumbuan.
3.3. Koordinasi Pengendalian Inflasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulbar kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kelembagaan dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten. Dengan peresmian TPID Kabupaten Majene pada tanggal 8 Juli 2014, maka saat ini TPID telah berdiri di seluruh kabupaten Sulawesi Barat (Tabel 3.9). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten maka diharapkan kedepannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik. Tabel 3.9. TPID Di Sulawesi Barat NO
TPID
SURAT KEPUTUSAN NOMOR
TANGGAL
KET
1
Provinsi Sulawesi Barat
225 Tahun 2010
06-Apr-10
-
2
Kabupaten Mamuju Tengah
751/035/KPTS/XII/2013
23-Des-13
-
3
Kabupaten Mamasa
700/KPTS-II.b/I/2014
08-Jan-14
-
4
Kabupaten Mamuju Utara
170 Tahun 2014
20-Jan-14
-
5
Kabupaten Polewali Mandar
KPTS/580/241/HUK
21-Apr-14
-
6
Kabupaten Mamuju
18845/293/KPTS/V/2014
01-Mei-14
SAMPEL IHK
7
Kabupaten Majene
1489/HK/KEP-BUP/VII/2014
08-Jul-14
-
Selama triwulan IV 2014, TPID Sulbar telah melakukan koordinasi baik di tingkat provinsi.Salah satu kegiatan yang dilakukan TPID Sulbar di triwulan IV 2014 adalah penyelenggaraan High Level Meeting (HLM) TPID yang dilaksanakan pada tanggal 6 s/d 7 November 2014 yang di pimpin oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan Provinsi Sulawesi Barat dengan agenda evaluasi perkembangan Inflasi Mamuju menjelang Kenaikan BBM, proyeksi dan antisipasi Dampak Kenaikan BBM Bersubsidi terhadap Sulbar, dan potensi Inflasi Sulawesi Barat menjelang Kenaikan BBM Bersubsidi dan Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Inflasi. Dari hasil HLM tersebut ditetapkan langkah langkah antisipasi untuk meminimalkan dampaknya terhadap resiko inflasi yang lebih tinggi antara lain : 1. Melakukan pembahasan terkait batas atas tariff angkutan baik antar kota maupun dalam kota secara wajar ( tidak berlebihan) dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat.
2.
Menjaga kelancaran pasokan dan distribusi barang (terutama bahan pangan)sehingga tidak memberikan tambahan tekanan inflasi.
3. 4.
Memperkuat program komunikasi kepada masyarakat dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi
5.
Memperkuat dan memperbaiki sistim distribusi LPG 3 kg untuk meminimalkan penyalahgunaan mengingat subsidi pada komoditas ini masih cukup besar dan disparitas harganya dengan LPG 12 kg sangat lebar.
6.
Mempersiapkan stock pangan yang cukup, khususnya beras, karena penurunan produksi dan pengaruh El-Nino yang menyebabkan bergesernya musim tanam.
Mencegah dan melakukan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan (penimbunan dan penyelewengan) BBM bersubsidi
11
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non inti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
35
BAB 3 INFLASI DAERAH
7.
Melakukan penguatan pada beberapa sector yang dianggap penting untuk menjaga keterkaitan ekonomi terutama pada hasil peningkatan pertanian masyarakat di daerah masing masing.
8.
SKPD/instansi/lembaga terkait terus memonitor perkembangan harga harga ditingkat masyarakat sehingga intervensi pasar ( operasi pasar ) dapat ditempuh sewaktu waktu jika diperlukan.
9.
Menghimbau para pedagang dan distributor untuk tidak memanfaatkan situasi untuk kepentingan sesaat dengan melakukan spekulasi dan penimbunan barang yang menyebabkan langkanya pasokan ditingkat masyarakat. Terkait hal ini Pemprov/Pemkab/Lembaga/Institusi terkait dapat menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap aktivitas spekulasi yang melanggar hukum.
Hasil HLM TPID ini juga di tindak lanjuti dengan penyelenggaraan rapat teknis yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2014 dengan agenda tindak lanjut rekomendasi rapat koordinasi (High Level Meeting) Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Sulawesi Barat dan diskusi tentang pelaksanaan teknis pengendalian inflasi akibat dari kenaikan BBM bersusidi. Rapat teknis ini menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya:
1.
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Barat diperintahkan agar segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan segera melakukan pembahasan untuk menetapkan batas atas tarif angkutan baik antar kota maupun dalam kota.
2.
Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Sulawesi Barat agar segera melakukan koordinasi dengan Bulog dan Lembaga terkait dalam mempersiapkan stock pangan yang cukup terutama beras.
3.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan Kepolisian agar melakukan pengawasan, pencegahan dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan (penimbunan dan penyelewengan) BBM bersubsidi dan LPG 3 kg.
4.
Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Barat agar terus menerus memonitor perkembangan harga ditingkat masyarakat sehingga intervensi pasar (Operasi Pasar) dapat ditempuh sewaktu waktu jika diperlukan, dan juga menghimbau kepada para pedagang dan distributor untuk tidak melakukan aktifitas spekulasi.
5.
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat agar memberikan informasi kepada masyarakat melalui media massa dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi bahwa dampak dari penyesuaian harga BBM ini hanya berlangsung dalam 3 bulan ke depan, penyesuaian harga yang terjadi adalah bukan menaikkan harga BBM tetapi menghilangkan subsidi BBM dan dampak dari dihilangkannya subsidi BBM tersebut adalah merupakan upaya reformasi dibidang energi yang diperlukan untuk kesehatan, dan perekonomian dalam jangka waktu panjang, dan juga kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat seyogyanya terukur karena hanya diakibatkan oleh kenaikan distribusi saja sementara stok mencukupi.
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan namun lebih lambat dibandingkan dengan triwulan III 2014. Beberapa indikator utama seperti penghimpunan dana pihak ketiga, serta penyaluran kredit tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan. LDR tercatat naik dari 133,43% pada triwulan lalu menjadi 146,78%. Total kredit mengalami pertumbuhan sebesar 7,47% pada triwulan IV 2014 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,13%. Risiko kredit perbankan masih terjaga pada level yang aman dengan angka Non Performing Loans (NPLs secara total berada di bawah 5%). Perlambatan kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran, salah satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Baik total nilai dan jumlah transaksi RTGS mengalami kontraksi pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
37
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
4.1. Kondisi Umum Perbankan12 4.1.1
Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 2014, jumlah bank umum di Sulbar relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 14 bank. Dari jumlah tersebut, 12 diantaranya merupakan bank konvensional sedangkan sisanya merupakan bank syariah. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 3 (tiga) BPR. Sementara itu, jumlah jaringan kantor bank di Sulbar hingga periode laporan tercatat sebanyak 82 kantor, atau tidak terdapat perubahan (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
2012
RINCIAN
I
Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional Syariah Jumlah Kantor* BPR
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
III
IV
12
12
12
12
13
13
13
14
14
14
14
14
10
10
10
10
11
11
11
12
12
12
12
12
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
70
74
74
75
76
76
76
81
81
81
82
82
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF
4.1.2
Aset Perbankan
Total aset bank umum Sulbar pada triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,67% (yoy) atau menjadi Rp4,79 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tumbuh sebesar 5,11% (yoy) (Tabel 4.2). Meningkatnya pertumbuhan aset perbankan disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan aset bank pemerintah. Aset bank pemerintah tercatat tumbuh 13,87% (yoy) menjadi Rp4,32 triliun setelah sebelumnya tumbuh sebesar 4,94% (yoy). Aset bank swasta turun dari 6,63% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi -5,25% (yoy) dengan total aset sebesar Rp0,47 triliun. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
Total Aset
24.94
21.27
24.07
15.79
14.44
10.43
Bank Pemerintah
24.97
21.27
23.11
13.74
12.98
Bank Swasta Nasional
24.62
21.28
33.05
34.43
27.40
4.1.3
2013 III
2014
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
5.11
11.67
3,860
4,122
4,440
4,291
4,417
4,552
4,667
4,792
9.76
4.94
13.87
3,471
3,704
3,980
3,796
3,922
4,065
4,176
4,323
16.44
6.63
(5.25)
389
418
460
495
495
487
491
469
Intermediasi Perbankan
Pada triwulan IV 2014, baik penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit mengalami pertumbuhan walaupun terjadi perlambatan. Melambatnya pertumbuhan pada tabungan dan simpananmenyebabkan perlambatan kinerja DPK secara keseluruhan. Jenis simpanan tabungan tumbuh melambat dengan angka pertumbuhan tercatat sebesar 3,84% (yoy) di triwulan IV 2014 setelah sebelumnya tumbuh mencapai 10,96% (yoy). Sejalan dengan tabungan, jenis simpanan dalam bentuk deposito juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 80,02% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 25,35% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sebaliknya, jenis simpanan giro mengalami ekspansi pada triwulan laporan. Kinerja giro tercatat meningkat hingga 8,02% (yoy) setelah sebelumnya turun sebesar -0,61% (yoy) pada triwulan III 2014.Selanjutnya, DPK secara total tumbuh sebesar 6,0% (yoy) menjadi Rp2,92 triliun, atau tumbuh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat11,23% (yoy)(Tabel 4.3).
12
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Dalam aspek penyaluran kredit mengalami pertumbuhan positif meskipun terjadi perlambatanyang didorong oleh perlambatan kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja tercatat tumbuh walaupun lebih lambat pada triwulan IV 2014 sebesar 10,10% (yoy) setelah sebelumnya mencatat angka pertumbuhan sebesar 13,21% (yoy) pada triwulan III 2014. Kredit konsumsi juga masih menunjukkan kinerja yang melambat. Pada triwulan laporan, kredit konsumsi tumbuh 13,17% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2014 (14,76%, yoy). Sementara itu, meski masih mengalami kontraksi, kredit untuk keperluan investasi mencatat sedikit perbaikan menjadi -1,34% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar -3,76% (yoy). Total kredit secara keseluruhan tumbuh sebesar 10,61% (yoy) menjadi Rp4,28 triliun setelah pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 12,20% (yoy). Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK, LDR perbankan tercatat meningkat dari 133,43% menjadi 146,78% pada triwulan laporan (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2014
I
II
23.56
11.03
10.57
a. Giro
30.57
27.56
11.22
1.27
3.50
b. Tabungan
22.42
4.22
10.22
16.16
13.22
c. Deposito
7.18
4.09
10.17
12.08
(2.21)
19.51
17.12
15.85
15.04
DPK
Kredit a. Modal Kerja
Nominal (Rp Miliar)
2013 III
IV 13.07
I
II
9.10
2013 III
13.47
IV
I
II
III
(0.61)
8.02
794
899
987
467
822
914
981
504
3.84
1,580
1,580
1,672
2,108
1,789
1,815
1,855
2,189
55.78
80.02
25.35
182
196
177
176
178
306
318
221
14.87
13.60
12.20
10.61
3,452
3,625
3,751
3,870
3,966
4,118
4,208
4,280
1,246
1,270
1,295
1,334
1,359
1,448
1,466
1,469
313
407
409
416
426
373
394
410
1,893
1,948
2,046
2,120
2,181
2,297
2,348
2,399
135.03
135.52
132.27
140.67
142.17
135.67
133.43
146.78
4.56
4.46
4.19
3.81
4.68
4.59
4.43
3.43
7.21
9.95
9.06
14.02
13.21
10.10
43.31
38.83
36.14
(8.21)
(3.76)
(1.34)
c. Konsumsi
27.65
39.47
17.34
14.53
15.17
17.87
14.76
13.17
LDR (%) NPLs Gross (%)
3,035
IV
10.96
49.87
2,789
III
1.75
(11.00)
2,751
II
14.88
9.68
2,836
I
6.00
16.13
2,675
IV
11.23
b. Investasi
2,557
2014
3,154
2,916
Berdasarkan sektor ekonomi, pertumbuhan kreditpada triwulan IV 2014 tumbuh lebih lambat dibanding triwulan III 2014, antara lain disebabkan olehperlambatan kinerja kredit dengan memiliki pangsa terbesar yaitu kredit pada sektor perdagangan yang tumbuh sebesar 8,26% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 10,43% (yoy). Perlambatan pertumbuhan dialami hampir seluruh jenis kredit yang disalurkan seperti sektor listrik, gas, dan air (LGA), sektor pertambangan, sektor konstruksi dan industri pengolahan. Sektor LGA tercatat mengalami perlambatan dari sebelumnya tumbuh 310,04% (yoy) menjadi 86,77% (yoy) pada triwulan laporan. Meski demikian, terdapat sektor lain yangmengalami perbaikan kinerja yaitu sektor pengangkutan (Tabel 4.4). Dari segi kualitas, rasio Non Performing Loans (NPLs) perbankan mengalami perbaikan dantetap terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,43% pada triwulan IV 2014 atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4.43% (Tabel 4.3). Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar)
2013
2014 IV
2013
17.12
15.85
15.04
14.87
13.60
12.20
8.75
3,452
3,625
3,751
3,870
3,966
4,118
4,208
4,208
26.74
33.20
23.15
29.29
35.09
14.21
17.47
17.44
169
196
205
217
229
224
241
254
Pertambangan
43.33
9.82
6.46
16.76
(11.16)
(3.97)
36.97
7.43
2.2
2.0
2.0
2.2
2.0
1.9
2.8
2.4
Industri Pengolahan
44.82
(15.78)
(14.59)
31.31
34.15
29.57
41
33
33
36
37
43
44
47
7.38
92.38
113.24
344.97
310.04
86.77
0.4
0.7
0.8
0.8
0.9
2.9
3.1
1.5
119.59
II
III
IV
I
II
IV
19.51
124.10
I
III
Pertanian
(9.36)
II
2014
Kredit
(3.99)
I
IV
II
Listrik, Gas, Air
III
III
I
Konstruksi
(19.63)
(7.00)
(8.19) 181.72
30.75
(5.36)
(7.93)
(8.86)
37
44
48
46
48
41
44
42
Perdagangan
18.79
(0.32)
18.26
18.75
7.88
10.43
8.26
1,078
1,241
1,236
1,268
1,280
1,338
1,365
1,373
Pengangkutan
88.22
7.58
14.50
(3.41)
6.38
59.94
55.48
57.02
7.1
5.6
6.2
7.0
7.5
9.0
9.6
11.0
0.81
63.44
63.60
(14.93)
40.29
(8.86)
(32.78)
(28.14)
40
64
64
59
55
58
43
42
(7.46)
(1.85)
(5.83)
85
91
109
114
125
84
107
107
18.79
14.76
13.19
1,993
1,948
2,046
2,120
2,181
2,314
2,348
2,399
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
39
Jasa Dunia Usaha
20.23
Jasa Sosial Masyarakat
(23.36)
(7.50)
40.29
66.13
47.64
Lain-lain
23.17
32.33
13.04
9.27
9.40
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1
Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan IV 2014, penyaluran kredit korporasi di Sulbar tetap didominasi sektor perdagangan. Kredit korporasi tercatat memiliki pangsa sangat rendah yaitu 1,61% terhadap total kredit produktif. Hal tersebut mengindikasikan perkembangan UMKM dan kredit konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga lebih dominan dalam menggunakan jasa pembiayaan perbankan di Sulbar. Dari kredit korporasi, kredit kepada sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar yaitu 89% atau Rp26,86 miliar (kredit produktif non-UMKM). Pangsa sektor perdagangan tersebut melebihi setengah dari total kredit yang disalurkan pada triwulan IV 2014. Selain sektor perdagangan, sektor yang memiliki pangsa terbesar adalah sektor jasa sosial masyarakat, sektor konstruksi dan sektor industri pengolahan dimana sumbangan masing-masing adalah 6,80%, 1,95% dan 1,08% (Grafik 4.1).
Dari aspek pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan atau terkontraksi. Penurunan ini terutama didorong oleh kinerja sektor pertanian dan jasa dunia usaha yang menurun pada triwulan laporan. Sektor ini tercatat menurun masing-masing hingga -99,94% (yoy) dan -98,58% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara sektor perdagangan mampu menahan laju penurunan yang lebih dalampada kredit sektor korporasi dengan pertumbuhan mencapai 146,20%. Secara total, kredit korporasi mengalami penurunan sebesar -56,49% (yoy) lebih tinggi angka penurunan yang tercatat pada triwulan sebelumnya sebesar -55,97% (yoy)(Grafik 4.2).
Dari aspek kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan mengalami perbaikan kinerja. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari rasio non-performing loans atau NPLs kembali mengalami perbaikan menjadi 0,04% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,06% (Grafik 4.3). Turunnya NPLs sektor perdagangan menjadi faktor utama penyebab turunnya rasio NPLs secara keseluruhan. Meski memiliki kualitas yang membaik, dampak penyaluran kredit korporasi terhadap keseluruhan kredit tidak signifikan mengingat pangsanya yang sangat kecil dibandingkan kredit UMKM maupun kredit lain-lain (konsumsi).
40
Pangsa Triwulan IV 2014 Pertanian (0.1%) Industri (1.1%) Konstruksi (1.9%) Perdagangan (89%)
Jasa Sosial Masyarakat (6.8%) Lainnya (1.1%)
Grafik 4.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
250
%, yoy
200
Pertanian
Perdagangan
Total
Jasa Dunia Usaha
150 100 50
0 (50)
(100) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
Grafik 4.2. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Total
Jasa Dunia Usaha
Pertanian - Skala Kanan
Perdagangan - Skala Kanan
%
%
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
0
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
0 I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Grafik 4.3. NPLs Kredit Korporasi
II
III 2014
IV
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
4.2.2
Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit rumah tangga multiguna beserta kredit rumah tangga jenis lainnya mengambil pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan IV 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp2,39 triliun, kredit multiguna memiliki pangsa mencapai lebih dari 50%, disusul kredit rumah tangga lainnya (37,8%), KPR (10,3%), dan terakhir kredit kendaraan bermotor atau KKB (0,5%) dengan pangsa yang terkecil (Grafik 4.4).
Pangsa Triwulan IV 2014 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (10.3%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (0.5%) Kredit Multiguna (51.5%) Kredit Rumah Tangga Lainnya (37.8%)
Grafik 4.4. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Searah dengan kredit pada umumnya, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami pertumbuhan namun melambat di triwulan IV 2014. Perlambatan tersebut disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit yang disalurkan untuk hampir seluruh jenis kredit rumah tangga, kecuali kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang masih mengalami akselerasi pertumbuhan. Secara keseluruhan, kredit rumah tangga tumbuh lebih kecil dari triwulan sebelumnya yaitu dari 14,76% (yoy) menjadi 13,19% (yoy).
Total Lainnya Multiguna - Skala Kanan
%, yoy 390 340 290 240 190 140 90 40 (10) (60)
KPR KKB - Skala Kanan
%, yoy 2,000
1,500 1,000 500 0
(500) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Secara total, kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap masih terjaga pada tingkat yang aman di triwulan IV 2014. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki angka NPLs di bawah angka batas atas yang ditetapkan yaitu 5%. KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi, sebesar 2,25% juga tetap memiliki rasio yang tergolong aman (Grafik 4.6). Angka NPLs yang tercatat secara total adalah 0,78% atau mengalami perbaikan dibandingkan triwulan triwulan sebelumnya yang memiliki NPLs sebesar 1,14%. Cukup rendahnya NPLs didukung oleh kualitas kredit yang baik pada jenis KKB, kredit multiguna, maupun kredit rumah tangga lainnya.
Total
3.0
KKB
Lainnya
Multiguna
KPR - Skala Kanan
%
%
12
2.5
10
2.0
8
1.5
6
1.0
4
0.5
2
0.0
0 I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
Grafik 4.6. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit UMKM kembali mengalami pertumbuhan yang positif namun terjadi perlambatan pada triwulan IV 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM dari 11,99% pada triwulan III 2014 menjadi 10,12% pada triwulan IV 2014 lebih disebabkan kepada unsur kehati-hatian yang diterapkan dari pihak perbankan. Angka NPLs kredit UMKM bergerak membaik pada triwulan IV 2014 hingga mencapai 6,92% dibanding triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 8,71% (Grafik 4.7). Angka tersebut telah berada di atas batas aman yang ditetapkan yaitu sebesar 5%. Meskipun NPLs untuk keseluruhan kredit perbankan Sulbar masih di bawah 5%, kualitas kredit UMKM harus terus ditingkatkan melalui pendampingan dari para pemangku kepentingan. Sementara itu, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit produktif di Sulbar mencapai 43,23% atau sebesar Rp1,85 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar 78% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.8).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
41
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
NPLs UMKM 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy
%
Pangsa Kredit UMKM 35
Modal Kerja
30
Investasi
25 20
22%
15
Total Kredit UMKM 43%
Total Kredit Non-UMKM 57%
10 5
78%
0 I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
Grafik 4.7. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM
Grafik 4.8. Pangsa Kredit UMKM
4.4. Perkembangan Sistem Pembayaran Transaksi nontunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulbar di triwulan IV 2014 sebesar Rp1,9 triliun atau turun -16,70% (yoy), jauh lebih baik jika dibandingkan triwulan III 2014 yang penurunannya relatif besaryaitu -25,52% (yoy) (Tabel 4.5). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran dana yang masuk (to) ke perbankan Sulbar dengan nilai Rp0,98 triliun, lebih tinggi dari aliran yang keluar (from) dari perbankan Sulbar yang tercatat sebesar Rp0,88 triliun pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,59 triliun. Sementara itu, kegiatan RTGS antarbank di Sulbar (From-To) tercatat mencapai Rp0,51 triliun. Volume transaksi RTGS juga tercatat mengalami kinerja yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Setelah terjadi penurunan pertumbuhan volume sebesar -3,77% (yoy) pada triwulan III 2014, jumlah transasksi RTGS di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami penurunan yang lebih dalam hingga mencapai -14,07% (yoy) (Tabel 4.5). Tabel 4.5. Perkembangan Transaksi RTGS
Keterangan Nilai (Rp Miliar)
From
Volume Nilai (Rp Miliar)
To
Volume
From-To TOTAL
42
Nilai (Rp Miliar) Volume Nilai (Rp Miliar) Volume
2013 I
II
2014 III
IV
I
II
Pertumbuhan Tw IV 2014
III
IV
(qtq)
(yoy) 19.27%
268.59
387.58
489.35
740.60
406.16
558.63
586.93
883.35
50.50%
2,463
2,838
2,761
2,831
2,367
2,643
2,693
2,822
4.79%
-0.32%
1,036.43
973.12
1,474.24
1,454.40
1,129.64
789.08
865.07
981.58
13.47%
-32.51%
742
905
1,287
1,893
848
929
1,212
1,556
28.38%
-17.80%
14.75
30.92
42.92
105.88
21.87
27.71
42.47
51.79
21.94%
-51.08%
59
117
195
644
58
88
178
235
32.02%
-63.51%
1,319.77
1,391.62
2,006.51
2,300.88
1,557.67
1,375.42
1,494.48
1,916.72
28.25%
-16.70%
3,264
3,860
4,243
5,368
3,273
3,660
4,083
4,613
12.98%
-14.07%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Boks 4.A.
Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR)
Selain sosialisasi GNNT di atas, pada akhir triwulan tahun 2014, sosialisasi tentang sistem pembayaran baik tunai maupun non-tunai dilakukan di Kabupaten Mamuju Tengah dan Mamasa. Selain bertujuan untuk memasyarakatkan penggunaan alat pembayaran non-tunai, sosialisasi yang dihadiri oleh kalangan perbankan, instansi pemerintah, pelajar dan masyarakat umum ini juga mengupas studi kasus penanganan tindak pidana pemalsuan uang.
Gambar 4.1.A Sosialisasi Sistem Pembayaran di Kabupaten Mamuju Tengah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
43
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014 sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus 2013). Demikian pula, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan, terutama berada di kota. Namun, apabila dihitung rasio penduduk miskin dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin relatif turun menjadi 12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%). Sementara itu, indikator kesejahteraan yang dapat mencerminkan kondisi kinerja sektor unggulan (pertanian) pasca kenaikan harga BBM, yaitu Nilai Tukar Petani (NTP),juga cenderung melemah pada akhir tahun 2014 dibandingkan dengan kuartal ketiga 2014.Namun demikian, dari sisi upah minimum, terjadi peningkatan UMP 2015 yang relatif tinggi mencapai 18,2% menjadi Rp1,655 juta.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
45
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
5.1. Tenaga Kerja Jumlah penduduk yang bekerja di Sulbar pada Agustus 2014 meningkat tipis dibandingkan periode sebelumnya. Per Agustus 2014, angkatan kerja Sulbar tercatat sebanyak 608,4 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 6,65% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Dari jumlah tersebut jumlah penduduk yang bekerja sejumlah 595,8 ribu orang, meningkat 13,71% (yoy) dibandingkan kondisi tenaga kerja Agustus 2013. Jumlah penduduk usia kerja, namun bukan angkatan kerja pada Agustus 2014 mengalami penuruan sebesar -6,96% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%, mengalami peningkatan dari Agustus 2013 yang tercatat 66,82%. Peningkatan TPAK sebagai indikasi penyerapan tenaga kerja yang semakin membaikdi periode laporan. Peningkatan penduduk yang bekerja terutama didorong oleh peningkatan jumlah pekerja penuh dan pekerja paruh waktu, sementara jumlah pekerja setengah penganggur mengalami penurunan pada Agustus 2014. Sektor primer (pertanian) pada Agustus 2014 menyerap lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan Agustus 2013. Sektor primer pada bulan Agustus 2014 masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 338,6 ribu orang meskipun porsinya sedikit berkurang dari 57,6% pada Agustus 2013 menjadi 56,84% pada Agustus 2014. Jumlah tenaga kerja sektor sekunder (industri dan konstruksi) mencatat pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,3% (yoy) sementara tenaga kerja sektor tersier mengalami penurunan sebesar -0,4% (yoy). Peningkatan jumlah tenaga kerja sektor sekunder sehubungan dengan telah dimulainya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2014. Sektor formal dan informal pada Agustus 2014 menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan Agustus 2014. Jumlah tenaga kerja pada sektor formal dan informal mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan masing-masing sebesar 19,4 ribu orang (13,9%) dan 52,39 ribu orang (13,7%) dibandingkan Agustus 2013. Namun, jika dilihat dari periode sebelumnya, terjadi penurunan tenaga kerja formal dari 179,77 ribu orang (30,4%) pada Februari 2013 menjadi 159,8 ribu orang (26,8%) pada Agustus 2014. Sementara tenaga kerja informal mengalami peningkatan dari 411,35 ribu orang (69,6%) menjadi 435,99 ribu orang (73,2%). Pekerja formal merupakan kategori pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan dengan porsi masing-masing sebesar 2,01% dan 24,81% pada Agustus 2014. Sisanya adalah pekerja informalyang mencakup kategori pekerja yang berusaha sendiri (16,06%), berusaha dibantu buruh tidak tetap (24,93%), pekerja bebas (6,59%) dan pekerja tidak dibayar (25,59%).
Sumber: BPS Grafik 5.1. Komposisi Pekerja per Sektor Ekonomi
Sumber: BPS Grafik 5.2. Komposisi Pekerja per Sektor Formal - Informal
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: BPS
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami kenaikan pada Agustus 2014 namunmasih merupakan yang terendah di Sulawesi. Angka TPT Sulbar tercatat sebesar 2,08% mengalami kenaikan dari 1,60% pada Februari 2014. Dengan persentase tersebut, selama empat tahun berturut-turut, Sulbar selalu menjadi provinsi dengan TPT yang paling rendah di Sulawesi. Tingkat pengangguran Sulbar juga lebih rendah dibandingkan tingkat pengangguran nasional yang tercatat 5,94%. Tabel 5.2. Tingkat Pengangguran di Provinsi se-Sulawesi
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah Grafik 5.3. Pengangguran di Sulbar
5.2. Penduduk Miskin13 Jumlah penduduk miskin di Sulbar hingga September 2014 meningkat dibanding Maret 2014, yang terutama terjadi di kota. Jumlah penduduk miskin di Sulbar mengalami peningkatan menjadi 154,69 ribu pada September 2014, dari 153,89ribu per Maret 2014, atau naik tipis sebesar 0,32% (yoy). Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan sebesar 21,47% (yoy) menjadi 29,87 ribu orang (Grafik 6.3). Sementara penduduk pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -3,70% (yoy), menjadi 124,82 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 80,69% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,31% disumbang oleh penduduk kota. Sementara itu, apabila dihitung rasio penduduk miskin dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin turun menjadi 12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%). 180
ribu orang
%
160
140
14,0
13,9
30
90%
13,5
70%
13,0
60%
13,2 13,0
100
126,9
80
129,6
127,58
124,82
26,3
27,8
132,3
135,19
131,5
12,2
12,3 12,1
12,0 11,5
29,68
28,2
29,1
27,1
24,6
26,31
29,87
Sep-11
Mar-12
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Sep-14
0
Desa
Kota
% Total Penduduk Miskin - sisi kanan
12,1
30% 7,4
8,3
12,8
18,4
13,6
15
10
9,5
5
10%
11,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 5.4. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Barat
40%
20%
25 20
17,4
50%
12,5 12,3
40
20
100%
80%
120
60
14,5
0%
0
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa
Kota
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 5.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014 menjadi sebesar 4,47% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,01% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, serta kelompok kesehatan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung oleh harga barang yang turun setelah Ramadhan. Namun demikian, kondisi kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan 13
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
47
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
harga bahan bakar minyak pada November 2014, sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 7,89% (yoy). Tabel 5.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln)
Pertumbuhan YoY
Inflasi YoY
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Kota
230.973
235.934
245.959
8,65%
8,01%
6,49%
5,86%
5,01%
4,47%
Desa
228.346
233.215
246.695
11,18%
10,08%
8,04%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulbar relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain seSulampua. Persentase penduduk miskin Sulbar berada pada urutan keempat terendah (12,1%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,4%), Sulawesi Utara (8,3%), dan Sulawesi Barat (9,5%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua. Peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP)tetap tinggi pada tahun 2015.PeningkatanUMP Sulbar tahun 2015 lebih dari dua digit, mencapai 18,2% dibandingkan tahun 2014, sehingga UMP Provinsi Sulawesi Barat 2015mencapai sebesar Rp1,655 juta. Namun demikian, peningkatan UMP Sulbar tersebut tercatat masih lebih rendah dibandingkan rata-rata kenaikan Komponen Hidup Layak (KHL) yang sebesar 32,95%, sehingga nilainya menjadi Rp1,981 juta. Peningkatan UMP Sulbar diperkirakan sudah mempertimbangkan ukuran ekonomi Sulbar yang cenderung ditopang oleh sektor informal. 2.500
25%
Rp ribu 20,2%
2.000
20% 18,2%
15%
1.165
12,0%
1.000
1.200
1.500
10%
1.981
1.655
1.490
3,4%
1.400
1.127
1.127
1.006
1.006
6,5%
500 -
5% 0%
2011 UMP
2012
2013
KHL
2014
2015
% Kenaikan UMP - sisi kanan
Sumber: BPS Grafik 5.6. Perkembangan UMP Provinsi Sulbar
5.3. Rasio Gini14 Gini ratio Provinsi Sulawesi Barat kembali memburuk setelah 2 tahun terakhir menunjukkan pembaikan. Nilai giniratio Sulbar pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,35 atau memburuk dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar 0,31. Semakin besarnya indikator yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk tersebut yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh melemahnya indikator ketenagakerjaan dan NTP pada periode dimaksud. Namun demikian, giniratio Sulbar masih lebih rendah daripada angka Nasional (0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Barat relatif rendah. Angka gini ratio tertinggi masih tercatat di Gorontalo dan Papua dengan nilai yang sama dengan tahun lalu yaitu 0,44. Angka berikutnya sebesar 0,43 tercatat untuk Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Maluku Utara yang sedikit menurun dibandingkan tahun 2012 (0,34).
14
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu).Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 5.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi
2010
2011
2012
2013
Gorontalo
0,43
0,46
0,44
0,44
Papua
0,41
0,42
0,44
0,44
Sulawesi Barat
0,40
0,41
0,41
0,43
Sulawesi Tenggara
0,42
0,41
0,40
0,43
Papua Barat
0,38
0,40
0,43
0,43
Sulawesi Utara
0,37
0,39
0,43
0,42
Sulawesi Tengah
0,37
0,38
0,40
0,41
Maluku
0,33
0,41
0,38
0,37
Sulawesi Barat
0,36
0,34
0,31
0,35
Maluku Utara
0,34
0,33
0,34
0,32
0,38
0,41
0,41
0,41
Indonesia
Sumber: Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS
5.4. Nilai Tukar Petani15 Indikator kinerja sektor unggulan (pertanian) melemah, tercermin dari turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulbar pada triwulan IV 2014 kembali turun menjadi sebesar 101,40 dibandingkan triwulan sebelumnya (103,37) (Grafik 5.6). Penurunan tersebut secara umum disebabkan oleh kenaikan inflasi, sehingga indeks harga yang dibayar petani (IB) naik lebih tinggi daripada indeks harga yang diterima petani (IT). Indeks harga yang dibayar petani meningkat 7,17% (yoy) dari 110,60 pada triwulan sebelumnya menjadi 114,47 pada triwulan laporan. Sementara indeks harga yang diterima petani naik lebih rendah daripada IT (6,07%; yoy) dari 114,33 menjadi 116,07.NTPSulbar yang masih di atas 100, namun mulai mendekati batas garis 100, menunjukkan bahwa kemampuan/daya beli petani Sulbar justru semakin menurun, dengan adanya kenaikan bahan bakar minyak yang diikuti harga barang-barang yang dibayarkan oleh petani. Inflasi berkorelasi negatif dengan perkembangan NTP, semakin tinggi inflasi, maka perkembangan kesejahteraan petani ditengarai juga semakin melemah. 120 115
3,0%
yoy
indeks
10,0%
2,5% IT
IB
NTP Sulbar
g.NTP - sisi kanan
2,0%
110
105
yoy
NTP
Inflasi
8,0%
1,5%
6,0%
1,0%
4,0%
0,5%
100
0,0%
2,0%
-0,5%
0,0%
-1,0%
95
-2,0%
-1,5% 90
-2,0% I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
I
II
2013
III
-4,0%
IV
I
2014
II
III
IV
2011
Sumber: BPS, diolah Grafik 5.7. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
Sumber: BPS, diolah Grafik 5.8. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat
Tabel 5.5. Perkembangan NTP Sulbar
KOMPONEN Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan NILAI TUKAR PETANI (NTP) a Indeks yang Diterima (It) b Indeks yang Dibayar (lb)
Trw I 94,7 102,2 109,0 101,2 96,2 102,4 110,2 107,7
2014 Trw II Trw III 92,1 100,7 114,1 101,2 97,0 103,3 112,5 108,9
91,3 102,4 112,9 103,0 97,3 103,4 114,3 110,6
Trw IV 92,9 100,9 108,5 100,5 96,3 101,4 116,1 114,5
Tw III-14 y.o.y q.t.q 10,75% 15,49% -15,44% -9,19% -7,95% 2,54% 6,39% 3,75%
-0,83% 1,73% -1,07% 1,74% 0,31% 0,10% 1,64% 1,54%
Tw IV-14 y.o.y q.t.q -2,53% -4,54% 1,36% -0,92% 0,30% -1,02% 6,07% 7,17%
1,80% -1,46% -3,91% -2,44% -1,06% -1,91% 1,52% 3,50%
Sumber: BPS, diolah
15
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
49
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Berdasarkan subsektornya, penurunan NTP didorong oleh subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, dan subsektor peternakan. Subsektor tersebut secara tahunan (yoy) masing-masing turun -2,53%; -4,54%; dan -0,92%. Peningkatan inflasi kelompok bahan makanan yang mencapai 16,02% (yoy) tidak diikuti dengan peningkatan harga di tingkat petani, sementara biaya transportasi yang harus dibayarkan mengalami kenaikan signifikan. Sementara untuk subsektor perkebunan dan subsektor perikanan, petani kedua subsektor tersebut masih mengalami peningkatan pendapatan, dikarenakan hasil kedua komoditas subsektor tersebut juga diekspor. Perkembangan harga internasional komoditas perkebunan (kopi) dan ikan, serta peningkatan nilai dolar terhadap rupiah, ditengarai mendorong NTP kedua subsektor tersebut masih tumbuh positif.
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Boks 6.A.
Tipologi WilayahProvinsi Sulawesi Barat16
Seiring pemekaran wilayah, selama 10 tahun terakhir, jumlah desa semakin meningkat.Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa(Podes) 2014, pada bulan April 2014 di Sulawesi Barat (Sulbar) tercatat 648 wilayah administrasi setingkat desa yang terdiri dari 575 desa, 71 kelurahan, dan 2 UPT. Podes juga mencatat sebanyak 69 kecamatan dan 6 kabupaten.Dari 648 desa/kelurahan di Sulawesi Barat terdapat 152 desa/kelurahan (23,46%) yang berbatasan dengan tepi laut dan yang berbatasan dengan bukan tepi laut sebanyak 496 desa/kelurahan (76,54%).
Kabupaten
Kecamatan 69
6 5
Desa/Kelurahan
69
638
648
2011
2014
536
5
65
2008
2011
2014
2008
2011
2008
2014
Grafik 6.A.1 Perkembangan Jumlah Desa di Provinsi Sulawesi Barat
Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa untuk Sulbar masih relatif tinggi yang menunjukkan kesulitan geografis yang masih besar. IKG terendah sebesar 17,74 yang terdapat di Desa Baru (Kabupaten Polewali Mandar) dan IKG tertinggi sebesar 84,58 yang terdapat di Desa Bela (Kabupaten Mamuju). Nilai tengah IKG secara provinsi sebesar 46,18, lebih tinggi dari nilai tengah IKG secara nasional (40,91). Nilai IKG Provinsi terendah berada di Provinsi D.I. Yogyakarta (27,73) dan tertinggi berada di Papua (76,33). Tabel 6.A.1.IKG Desa Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat, 2014 Kabupaten/Kota dan Provinsi
IKG Desa Terendah
Nilai Tengah
Tertinggi
Majene
25,54
40,13
74,43
Polewali Mandar
17,74
39,97
66,61
Mamasa
30,98
49,91
77,69
Mamuju
22,36
53,68
84,58
Mamuju Utara
24,53
38,47
60,94
Mamuju Tengah
30,45
49,99
70,7
Sulawesi Barat
17,74
46,18
84,58
Sumber : Podes 2014, BPS
Keberadaan infrastruktur di Sulbar relatif cukup baik, dari ketersediaan sekolah, sarana kesehatan, pasar, listrik, dan jalan. Pembangunan wilayah desa bisa diarahkan ke desa yang relatif masih minim sarana infrastruktur. Dari hasil Podes 2014 tercatat sebagai berikut: 1. Dari sisi sarana pendidikan, hanya 3,24 persen (21 desa/kelurahan) yang tidak ada SD/MI, sedangkan SMP/MTs sebanyak 46,30 persen (300 desa/kelurahan). Sarana pendidikan menengah atas juga telah tersedia di sebagian wilayah kecamatan di Sulawesi Barat. Sebanyak 69 kecamatan yang tercatat dalam Podes 2014 terdapat 68 kecamatan yang ada SMU/SMK/MA. 2. Dari sisi sarana kesehatan, semua wilayah kecamatan di Sulbar (100 persen) telah mempunyai Puskesmas/Puskesmas Pembantu. 3. Dari sarana pasar, terdapat sebanyak 61 kecamatan (88,41%) sudah ada pasar, sedangkan 8 kecamatan (11,59%) tidak ada pasar.
16
Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 (Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulsel No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari 2015). Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun, yaitu tahun 2008, 2011, dan 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
51
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
4.
5.
52
Dari sisi sarana listrik, tercatat sebanyak 403 desa/kelurahan (47,75%) terdapat keluarga pengguna listrik yang disalurkan oleh PLN. Selain itu, pula ada 1 desa/kelurahannya dimana seluruh keluarga tidak menggunakan listrik, yaitu Desa Saludurian (Kabupaten Mamasa). Dari sisi sarana jalan, terdapat sebanyak 622 desa/kelurahan (95,99%) menggunakan sarana transportasi darat dan diantaranya ada sebanyak 468 desa/kelurahan (72,22%) sudah tersedia jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor roda 4 atau lebih sepanjang tahun. Namun demikian, masih terdapat 180 desa/kelurahan (27,78%) yang lalu-lintasnya masih bergantung pada kondisi jalan dan cuaca.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
6. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 6 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,8% (yoy) dan 8,0% - 9,0% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulbar triwulan I 2015diperkirakan melambat, walaupun tumbuh tetap tinggi. Di sisi permintaan, perlambatan didorong oleh ekspor, seiring tren penurunan harga internasional komoditas perkebunan.Di sisi penawaran, perlambatan terjadi pada Sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa-Jasa. Apabila harga minyak dunia dalam tren stabil dan melambat, laju inflasi akhir 2015 diprakirakan akan melambat, dalam kisaran 3,0% - 4,0%, atau di dalam cakupan target nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
53
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulbar diprakirakan melambat sebesar 7,8%-8,8% pada triwulan I2015 dan 8,0% - 9,0% pada 2015, seiring melambatnyaproduksi dari sektor-sektor utama.Ekonomi Sulbar cenderung melambat namun dalam level yang tinggi pada triwulan I 2015, sehubungan dengan melambatnya sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan. Sektor Pertanian didorong oleh penurunan produksi perkebunan kelapa sawit. Sementara Pertumbuhan sektor industri pengolahan tahun cenderung tetap di atas dua digit, seiring rencana penambahan pabrik pengolahan kelapa sawit. Sementara secara keseluruhan 2015, perkembangan Sektor Industri Pengolahan, masih tetap akan meningkat seiring penambahan pabrik baru. Selanjutnya, perkembangan tersebut diikuti oleh pertumbuhan di sektor Bangunan dan sektor Jasa-jasa yang akan ikut terdorong naik, seiring peningkatan pembangunan infrastruktur pendukung dan insentif dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). 12
%, yoy
11 10 9
8 7 6
2015 Q4
2015 Q2
2015 Q1
2014 Q4
2015: 8,3% - 9,3% 2014 Q3
2014 Q1
2013 Q4
2013 Q3
2013 Q2
2013 Q1
4
2014 Q2
2014 : 8,73%
2015 Q3
2013 : 6,94%
5
Grafik 6.1. Perkembangan PDRB Sulbar dan Proyeksinya
6.1.1
Prospek Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, pada triwulan I 2015, akan terjadi perlambatan ekspor, seiring harga internasional yang melemah. Ekspor komoditi utama diperkirakan melambat, karena permintaan negara mitra dagang yang masih rendah, yangterpantau dari Purchasing Managers Index (PMI) dari negara Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang cenderung melemah. Demikian pula, harga CPO cenderung terkoreksi atau turun 22,0% (yoy) menjadi USD 701,3/mt. Di sisi lain, terjadipeningkatan konsumsi dan investasi, didukung oleh pembangunan infrastruktur dan ekspansi industri pengolahan. Peningkatan konsumsi terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga dan lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), didorong olehkenaikan konsumsi karena peningkatan upah minimum provinsi tahun 2015, yang sebesar 18,2% dari tahun 2014 menjadi Rp1.655.000,-. Sementara untuk investasi, pembangunan infrastruktur akan mulai pada tahun 2015, antara lain sarana jalan, dua bendungan, dan tambahan lima pabrik kelapa sawit. 1400
Jepang
58
Tiongkok
yoy
1200
Indeks
56
1000
54
800
52
600
50
60%
CPO
50%
g.CPO - sisi kanan
40% 30% 20% 10% 0%
400
-10%
48
200
46
2013
2014
Sumber: Bloomberg p) Proyeksi
-20%
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
-30% I
2015
II
III
IV
2011
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: World Bank Grafik 6.2. PMI Index Asia
54
USD/mt
Zona Eropa
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Grafik 6.3. Harga Internasional CPO
II
III
2014
IV Jan
2015
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
70
100,0%
TPK (%)
60
Hotel Berbintang
90,0%
Akomodasi Lainnya
80,0%
50
70,0%
40
60,0%
88,4%
55,0% 48,0%
50,0%
30
40,0%
20
30,0%
32,4% 24,3%
7,9%
10,0%
0
45,6%
25,8%
20,0%
10
91,0%
88,0%
16,5%
13,0%
7,8%
0,0%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121
2012
2013
2014
II
III
IV
I
II
2012
2015
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I-p
2015
Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah Sulbar Grafik 6.5. Perkiraan Belanja Fiskal Daerah
Sumber: BPS Grafik 6.4. Tingkat Hunian Kamar Hotel
6.1.2
I
Prospek Sisi Penawaran
Sektor Pertanian diproyeksikan tumbuh stabil dengan kecenderungan melambat pada triwulan I2015, seiring penurunan produksi dan harga komoditas perkebunan. Hasil angka sementara(ASEM) BPS, produksi tanaman padi diperkirakan turun-0,87%, lebih dalam dari angka ramalan II (ARAMII) yang memperkirakan melambat 1,50%.Demikian pula jagung turun 14,5%%, lebih dalam dari ARAMII hanya akan turun 3,33%. Sementara kedelai, ASEM melambat 239,2% daripada ARAM II (253,6%). Perlambatan tersebut seiring mayoritas lahan pertanian Sulbar yang masih berupa non irigasi teknis (lebih dari 80%). Di sisi komoditas perkebunan, harga komoditas coklat melambat. Harga coklat hingga Januari 2015melambat 3,4% (yoy) menjadi sekitar USD2,92/kg.Demikian pula, harga tandan buah segar (TBS) sawit untuk 17 industri pengolahan minyak sawit relatif stabil . 500
18
Padi
450
16
400
60
Jagung
50
120
14
350
12
300 250 200
80
8
60
4 2
20
0
0
0
2012
Produksi (ribu ton)
ATAP 2013
3,5
3,0
1,5
4
30%
200
3
20%
-50
0,0
-100
g.produksi (%) - sisi kanan
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.8. Perkembangan Produksi Kedelai
g.produksi (%) - sisi kanan
3,5
0,5 ASEM 2014
ASEM 2014
250
0
ATAP 2013
ATAP 2013
300
1,0
2012
2012
Produksi (ribu ton)
50
Produksi (ribu ton)
2011
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Produksi Jagung
100
2,0
2011
-20 2010
150
2,5
2010
-10
g.produksi (%) - sisi kanan
Kedelai
4,0
0
ASEM 2014
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Produksi Padi 4,5
10
40
50 2011
30 20
100
2010
40
100
10
6
150
17
140
yoy
USD/kg
2,5
40%
10%
2
0%
1,5
-10%
1
-20%
0,5
-30%
0
-40%
I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
Harga Internasional Coklat
I
II
III IV
2013
I
II
III IV Jan
2014
2015
g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Harga Internasional Coklat
Dinas Perkebunan Provinsi Sulbar, menyatakan, harga TBS sawit petani di Sulbar pada bulan Januari 2015ditetapkan sebesar Rp Rp1.472,24 per Kilogram untuk tanaman sawit petani berumur sekitar 10 sampai 20 tahun. Penetapan harga sawit berdasarkan kesepakatanantara pemerintah, petani dan pihak perusahaan di Sulbar. Harga TBS sawit di Sulbar yang ditetapkan tersebut hanya mengalami kenaikansekitar Rp0,24 dibandingkan harga sawit pada bulan sebelumnya, atau padaakhir tahun 2014. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
55
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Sektor Industri Pengolahan diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan I2015.Produksi industri pengolahan CPO terus meningkat, meskipun tidak setinggi tahun 2014, seiring beroperasinya pabrik pengolahan (refinery) di Sulawesi Barat. Hasil survei industri menengah kecil (IMK) melambat7,49%(yoy) pada triwulan IV 2014, dibandingkan triwulan III 2014 (-12,02%; yoy). Sementara hasil survei industri besar sedang (IBS) melambat1,09% (yoy) pada triwulan IV2014, dibandingkan triwulan III2014 (4,78%; yoy). Sektor Jasa-jasa diprakirakan akan meningkatpada triwulan I 2015, seiring optimalisasi penyerapan belanja daerah.Sektor jasa-jasa di dalamnya termasuk belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja hingga triwulan IV2014 terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mencapai 91,0%, sementara realisasi pendapatan melebihi target atau mencapai 101,22%. Dengan perkembangan tersebut, berdasarkan pola historisnya, diperkirakan pada kuartal pertama akan terealisasi 16,5%.Selain itu juga transfer dana dari pusat diperkirakan juga menambah belanja fiskal daerah.
6.2. Prospek Inflasi Dengan asumsi perkembangan harga tidak berubah, yaitu harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun, maka diperkirakan laju inflasi Sulbar tahun 2015melambat dalam rentang 3,0% - 4,0% (yoy). Adapun Bank Indonesia senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah koordinasi akan dilakukan, untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, namun dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah), tekanan inflasi diperkirakan akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulbar maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. TPID Provinsi Sulbar melakukan pemantauan harga yang berlakudi pasar tradisional setelah pemerintah pusat menurunkan harga bahanbakar minyak (BBM). TPID melakukan pemantauan lebih awal terhadap perkembangan harga sembilan bahan pokok untuk memastikan hargajual sembako terpengaruh dampak harga BBM ataukah karena faktor stok. Kegiatan pemantau harga tersebut, juga dilakukan di setiap kabupaten. Kenaikan inflasi volatile foodperlu diwaspadai. Produksi padi akan terancam, seiring terjadinya gagal panen karena sebagaian besar lahan pertanian di Sulbar belum terairi oleh irigasi teknis. Hingga Februari 2015, inflasi kelompok bahan makanan yang mencerminkan inflasi volatile food mengalami kenaikan 7,12% (yoy). 9
1800
2015: 3,0% - 5,0%
%, yoy
8 7
USD/troy onz
yoy
50%
1700
40%
1600
30%
1500
20%
6
1400
10%
5
1300
0%
1200
-10%
1100
-20%
4 3 2 I
III
III
2014: 7,89%
2013: 5,91%
2012 : 3,28%
1000
-30% I
IV
I
III
III
IV
I
III
III
IV
I
III
III
II
III
IV
I
II
2013
2014
Sumber: Bank Indonesia Grafik 6.10. Fan Chart Inflasi Sulawesi Barat
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV Jan
IV
2011 2012
III
2015
2012
Emas
2013
2014
2015
g.Emas - sisi kanan
Sumber: Blommberg Grafik 6.11. Harga Internasional Emas
Inflasi inti diperkirakan stabil.Konsumsi masyarakat yang masih relatif kuat, perlu diimbangi dengan ketersediaan barang 18 yang memadai , sehingga akan mendorong ekspektasi yang positif kepada konsumen dan pedagang. Tren perkembangan harga emas juga cenderung stabil. Harga emas terkoreksi menjadi US$ 1.208,9 per troy oz atau masih turun3,1% (yoy) dari akhir2014 (-5,7%; yoy).
18
Ketersediaan stok beras Bulog Sulselbar memadai sampai dengan 10 (sepuluh) bulan ke depan.
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Barat Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Impor Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Inflasi
2014 IV Total
2011
2012
2013
4,26 9,35 6,73 14,64 5,73 (6,63)
5,07 4,61 4,37 7,23 2,65 (1,26)
5,69 7,55 3,85 11,84 8,86 9,00
4,88 5,45 16,98 (0,76) 31,95 20,95
8,39 12,13 14,90 12,84 27,00 9,95 9,08 8,10 15,85 9,09 20,75 5,03 14,79 19,05 18,01 16,68 5,13 10,73
7,32 11,77 6,79 17,27 12,38 7,74 7,71 5,39 7,49 9,89 15,53 2,79 6,83 20,37 16,77 16,59 9,27 9,25
5,71 10,60 7,09 13,32 12,76 10,09 8,15 6,37 7,61 11,11 5,81 4,38 7,16 7,15 6,94 5,63 6,72 6,94
4,91
3,28
5,91
2015P P
I
Total
5,03 13,80 6,95 6,32 19,53 12,08
4,8 - 5,8 11,9 - 12,9 5,5 - 6,5 7,7 - 8,7 13,8 - 14,8 9,3 - 10,3
5,8 - 6,8 13,3 - 14,8 7,5 - 8,5 8,6 - 9,6 15,1 - 16,1 10,4 - 11,4
3,44 20,55 56,06 1,09 10,02 2,83 4,03 10,73 4,98 9,51 6,70 3,60 (2,08) 16,78 10,71 15,62 10,69 10,90
6,00 8,04 35,92 9,64 6,46 8,11 7,10 7,39 6,53 7,20 3,35 4,14 3,01 4,19 4,02 6,05 8,92 8,73
2,9 - 3,9 9,4 - 10,4 34,2 - 35,2 12,8 - 13,8 11,3 - 12,3 6,8 - 7,8 7,4 - 8,4 5,5 - 6,5 4,2 - 5,2 7,2 - 8,2 4,1 - 5,1 8,0 - 9,0 1,8 - 2,8 5,4 - 6,4 3,7 - 4,7 9,6 - 10,6 10,8 - 11,8 7,8 - 8,8
5,3 - 6,3 10,5 - 11,5 20,7 - 21,7 9,9 - 10,9 8,4 - 9,4 9,6 - 10,6 7,6 - 8,6 6,7 - 7,7 5,5 - 6,5 7,6 - 8,6 3,5 - 4,5 7,5 - 8,5 2,9 - 3,9 5,6 - 6,6 5,3 - 6,3 7,6 - 8,6 9,6 - 10,6 8,0 - 9,0
7,89
7,89
5,8 - 6,8
3,0 - 4,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
proyeksi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
57
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
LAMPIRAN
Lampiran A. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered price
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
59
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiscal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
61
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember)
Yuan
Mata uang Tiongkok
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014 Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan