Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 2014
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I – Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulsel tumbuh tinggi sebesar 8,23% (yoy), dan meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2014 yang tumbuh 7,36% (yoy). Kinerja perekonomian Sulsel tersebut berbeda arah dengan perekonomian nasional. Peningkatan kinerja sektor primer, industri pengolahan, serta sektor perdagangan menjadi penyebab naiknya laju pertumbuhan ekonomi Sulsel. Masih terjadinya panen, minimalnya gangguan operasional tambang, serta permintaan yang kuat akan barang hasil industri menjadi faktor pendorong ekonomi Sulsel pada triwulan laporan. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tersebut, di sisi lain masih menyisakan tantangan berupa meningkatnya jumlah penduduk miskin serta belum membaiknya tingkat ketimpangan pendapatan di masyarakat. Perkembangan harga di Sulsel pada triwulan laporan masih pada level yang relatif rendah yaitu 3,72% (yoy). Prestasi tersebut sebagai hasil dari ketersediaan pasokan/stok. Peran TPID se-Sulsel juga tampak lebih nyata dengan adanya perencanaan dan antisipasi kenaikan tekanan harga, dengan meningkatkan produksi pangan setidaknya beberapa bulan sebelum momen perayaan Idul Fitri. TPID seSulsel juga optimal dalam meningkatkan koordinasi maupun penguatan kelembagaan. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, November 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I - Sulampua
Suhaedi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas: Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
5
1.
9
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PERMINTAAN 1.3. SISI PENAWARAN
10 10 15
2.
23
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN 2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI KABUPATEN DAN KOTA
24 24 26
3.
INFLASI DAERAH
29
3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTAIHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
30 34 35 36
4.
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
41
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
42 45 47
5.
49
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
50 51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
v
DAFTAR ISI
6.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
55
6.1. 6.2. 6.3. 6.4.
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
56 57 58 58
7.
PROSPEK PEREKONOMIAN
61
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2. PROSPEK INFLASI
62 65
LAMPIRAN
73
DAFTAR BOKS BOKS 3.A. PEMBENTUKAN TPID DI SELURUH KABUPATEN/KOTA SE SULAWESI SELATAN TELAH SELESAI DILAKUKAN
38
BOKS 3.B. PEMBAGIAN ZONA TPID KABUPATEN DAN KOTA DI SULAWESI SELATAN
39
BOKS 5.A. PENCANANGAN GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT)
53
BOKS 7.A. DAMPAK (RENCANA) KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI
68
BOKS 7.B. TINDAK LANJUT PROYEK INFRASTRUKTUR, WHAT’S NEXT?
70
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III 2014 tumbuh meningkat.
Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh sebesar 8,23% (yoy), di atas triwulan II 2014 (7,36%, yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian Sulsel didorong oleh produksi sektor utama yang mengalami akselerasi serta percepatan pertumbuhan komponen investasi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III 2014 (5,01%, yoy). Sementara itu, tekanan inflasi tercatat melambat di triwulan laporan, sebesar 3,72% (yoy), dibandingkan dengan triwulan II 2014 (5,92%, yoy). Turunnya tekanan inflasi didorong oleh kecukupan pasokan dan koordinasi yang optimal antara pemerintah provinsi dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota, melalui kelembagaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), dengan masa persiapan sebelum Lebaran setidaknya 3 (tiga) bulan sebelumnya. Kondisi sistem keuangan menunjukkan indikator perbankan masih dalam tendensi yang melambat, namun tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, transaksi nontunai melalui sarana RTGS mampu tumbuh cukup tinggi. Ke depan, tantangan dalam peningkatan produktivitas sektor utama harus diatasi untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Dari sisi harga, beberapa faktor risiko tekanan inflasi harus diwaspadai, antara lain ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan administered prices. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Investasi meningkat, terkait membaiknya kinerja sektor primer, industri, dan perdagangan.
Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 mengalami peningkatan kinerja yang didorong oleh naiknya kinerja sektor primer, industri pengolahan, dan perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 7,36% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih tinggi dari capaian pada triwulan II 2014. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan dan belanja pada triwulan III 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
Realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif belum optimal. Realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan III 2014 cenderung lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, meski secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Tertahannya realisasi pendapatan daerah tersebut terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%, walaupun nominal realisasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
belanja triwulan III 2014 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 2014 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Sementara realisasi belanja pegawai yang lebih tinggi, turut memberi dorongan pada pertumbuhan konsumsi swasta. Inflasi Daerah Tekanan Inflasi Sulsel triwulan III 2014 menurun, disebabkan oleh berakhirnya berbagai momen perayaan serta pasokan pangan yang memadai.
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 3,72% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2014 (5,92%, yoy). Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di periode pelaporan. Terkendalinya inflasi tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang periode pelaporan. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan melambat, namun risiko masih dalam batas aman.
Kinerja pembiayaan perbankan di Sulsel pada triwulan III 2014 melambat, namun dengan risiko yang tetap terkendali. Kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 2014 menjadi sebesar 125,06% dari triwulan sebelumnya (129,21%). Kredit konsumsi dan investasi melambat, namun kredit modal kerja masih terakselerasi. Sementara penghimpunan tabungan dan deposito masih meningkat, mendorong akselerasi penghimpunan DPK. Di sisi lain, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik. Rasio nonperforming loan (NPL) bank umum masih berada pada level aman, antara lain pada sektor korporasi, rumah tangga, maupun UMKM. Namun, perlu ada perhatian khusus pada kualitas kredit yang disalurkan bagi korporasi pertambangan. Sementara itu, pertumbuhan aset bank umum mengalami peningkatan karena didorong oleh pertumbuhan aset semua kelompok bank. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Masih relatif tingginya pertumbuhan ekonomi tercermin pada volume RTGS.
Perkembangan kinerja perputaran uang melalui RTGS terus menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan III 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan III 2014. Meski masih mengalami net outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan.
2
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan III 2014 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Dari aspek kemiskinan, jumlah penduduk miskin hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 2014 tercatat lebih lambat dari September 2013 yang disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret 2014.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
RINGKASAN EKSEKUTIF
Prospek Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 akan tetap kuat dengan tingkat inflasi yang terkendali.
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2014 diperkirakan stabil meningkat, namun untuk keseluruhan tahun 2014 sedikit lebih rendah dari 2013. Tingkat pertumbuhan triwulan IV 2014 dan 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3% (yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik dibandingkan dengan ekonomi nasional. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) dan kegiatan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sektor pertanian diperkirakan melambat, karena memasuki musim tanam di sebagian besar daerah. Tekanan harga akhir tahun 2014 diprakirakan akan tetap terkendali, meski disertai risiko yang dapat meningkatkan inflasi. Ketersediaan bahan makanan dinilai dapat mencukupi dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Namun demikian, tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko utama yang dapat membuat inflasi tercatat jauh di atas perkiraan karena imbas secara langsung maupun tidak langsung.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Papua - Papua Barat - Maluku - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat - Maluku Utara
2012* I
II
2013* III
IV
I
II
2014** III
IV
I
II
III
132.89 128.11 134.65 126.38 144.28 137.57 135.20 137.27 134.57 133.20
133.44 129.75 136.07 127.28 149.65 142.05 137.53 138.93 134.98 134.73
135.69 131.57 137.85 129.07 152.64 142.03 141.14 141.02 137.56 135.68
136.14 133.73 139.32 132.71 152.79 140.74 142.34 141.15 138.24 136.87
139.01 136.86 141.62 133.82 155.28 141.12 143.27 141.41 140.21 138.49
139.26 136.16 140.95 135.00 158.31 144.46 142.88 144.15 140.78 138.68
145.51 141.73 142.53 140.14 167.44 156.03 151.42 151.32 145.61 148.77
144.60 144.59 147.46 143.68 163.87 153.14 153.12 149.50 146.41 150.25
109.16 109.39 108.24 113.54 108.41 110.38 111.45 108.00 108.92 112.16
109.71 110.28 109.32 112.66 109.26 111.97 113.64 109.77 110.28 114.28
111.72 110.90 109.62 114.05 113.93 112.31 115.12 111.72 112.54 117.01
4.06 0.95 5.91 1.94 2.07 8.65 2.50 5.10 3.81 4.54
3.84 3.73 5.95 1.80 4.11 6.25 4.99 4.65 3.24 4.30
4.48 5.23 5.40 2.94 5.52 7.07 6.78 2.03 3.71 3.87
4.41 6.04 5.31 4.52 5.07 6.73 5.87 5.25 3.28 3.29
4.61 6.83 5.18 5.89 7.62 2.58 5.97 3.02 4.19 3.97
4.36 4.94 3.59 6.07 5.79 1.70 3.89 3.76 4.30 2.93
7.24 7.72 3.39 8.58 9.70 9.86 7.28 7.30 5.85 9.65
6.21 8.12 5.84 8.27 7.25 8.81 7.57 5.92 5.91 9.78
5.88 5.67 5.10 9.57 5.77 8.95 8.42 5.60 6.24 8.80
5.92 6.26 5.82 7.40 5.27 8.85 10.37 4.84 6.65 9.75
3.72 4.00 3.59 4.51 5.32 2.79 5.46 1.83 4.46 5.40
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Konstruksi/Bangunan 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
14,142 3,787 875 1,948 157 841 2,509 1,436 1,129 1,460
15,057 4,095 1,116 1,990 159 868 2,616 1,459 1,240 1,514
15,545 4,321 1,091 2,033 164 903 2,738 1,502 1,272 1,522
14,974 3,329 1,209 2,079 168 955 2,798 1,553 1,338 1,544
15,304 3,831 1,123 2,108 169 913 2,797 1,544 1,323 1,494
15,995 4,059 1,181 2,187 173 964 2,876 1,613 1,414 1,529
16,828 4,491 1,230 2,210 178 1,022 2,966 1,660 1,468 1,604
6,936 3,765 1,153 2,199 181 1,058 3,022 1,663 1,480 1,636
16,530 4,243 1,140 2,238 184 986 3,029 1,642 1,472 1,594
4,521 1,121 2,355 194 1,035 3,139 1,668 1,518 1,622
5,080 1,223 2,431 197 1,076 3,259 1,713 1,535 1,700
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
14,142 9,586 4,070 4,755 4,269
15,057 9,767 4,797 5,323 4,830
15,545 9,984 4,557 5,659 4,655
14,974 10,142 3,387 6,158 4,713
15,304 10,136 4,666 5,322 4,820
15,995 10,336 5,153 5,634 5,128
16,828 10,675 4,323 6,169 4,339
16,157 10,852 4,052 6,176 4,923
10,777 4,025 6,098 4,371
10,965 4,993 6,288 5,073
11,296 4,909 6,639 4,631
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
14,142 7.90
15,057 8.06
15,545 8.70
14,974 8.88
15,304 8.21
15,995 6.23
16,828 8.26
16,157 7.90
16,530 8.01
17,173 7.36
18,214 8.23
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
269.15 223.29 155.07 280.95 114.08
334.64 193.78 186.72 500.79 147.92
425.37 152.34 254.70 246.48 170.67
526.60 245.36 219.18 215.54 307.42
403.02 171.92 300.72 160.04 102.30
389.29 198.44 404.72 472.75 (15.43)
417.56 499.94 218.82 216.69 198.75
386.19 230.41 123.23 271.11 262.96
366.41 167.44 139.10 221.11 227.31
460.02 182.55 181.87 258.82 278.14
499.05 193.36 149.05 266.39 350.00
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan - Sulawesi Utara - Gorontalo - Papua - Papua Barat - Maluku - Sulawesi Tengah - Sulawesi Tenggara - Sulawesi Barat - Maluku Utara
Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2012 I
II
2013 III
IV
I
II
2014**** III
IV
I
II
III
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
67,573
72,554
74,754
79,307
80,876
86,366
90,288
90,932
90,909
97,572
99,571
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
45,734 7,471 25,004 13,259
48,024 7,282 27,206 13,536
49,917 7,257 28,545 14,115
53,717 7,345 31,466 14,907
52,302 7,770 29,321 15,211
53,457 8,092 30,068 15,297
57,359 9,221 32,076 16,062
60,444 7,845 35,007 17,592
58,162 7,990 32,446 17,726
61,402 9,730 33,168 18,504
64,339 9,693 34,828 19,819
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21%
80,463 29,847 15,457 35,159 125.06%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
54,585 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007
59,035 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045
61,090 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781
66,221 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684
68,371 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065
72,937 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814
75,014 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096
75,388 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794
75,874 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043
79,336 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053
80,463 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
18,349
19,582
18,240
20,270
21,818
24,162
24,221
24,684
24,823
26,489
26,768
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
3,533 3,151 382 -
3,939 3,489 449 -
3,628 3,159 469 -
3,672 3,206 467 -
3,994 3,484 510 -
4,211 3,558 653 -
4,412 3,648 764 -
4,499 3,768 731 -
4,648 3,827 821 -
5,114 4,088 1,027 -
5,297 4,249 1,048 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
8,932 5,564 3,369 -
8,933 5,848 3,085 -
8,433 5,455 2,978 -
8,938 5,760 3,178 -
9,290 5,678 3,612 -
9,819 6,492 3,328 -
9,877 5,624 4,253 -
10,037 5,750 4,287 -
10,123 5,862 4,261 -
10,329 6,076 4,253 -
10,885 6,408 4,478 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
5,884 4,759 1,125 -
6,710 5,478 1,232 -
6,180 4,833 1,347 -
7,660 5,644 2,016 -
8,534 6,186 2,349 -
10,132 7,205 2,927 -
9,932 6,872 3,060 -
10,148 7,278 2,870 -
10,052 7,079 2,972 -
11,046 7,822 3,224 -
10,586 7,680 2,906 -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.05%
3.08%
2.87%
2.74%
2.94%
2.83%
2.91%
2.85%
3.14%
3.54%
3.57%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4.12%
4.23%
4.18%
3.96%
4.25%
3.95%
4.57%
4.38%
4.87%
4.98%
5.42%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
3,377
3,689
3,977
4,524
4,802
5,085
5,420
5,576
5,586
5,580
5,619
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
1,578 196 756 626
1,635 199 803 633
1,817 200 844 773
2,063 296 984 783
2,138 253 969 916
2,138 232 974 932
2,594 243 1,162 1,188
2,884 338 1,307 1,239
2,742 221 1,261 1,260
2,795 262 1,261 1,272
2,878 346 1,337 1,195
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20%
4,926 985 670 3,270 171.16%
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR Catatan: * (
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. SISTEM PEMBAYARAN 2012***
INDIKATOR KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar) TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar) TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar)
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
3,872 3,871 0.15 1,860 1,859 1.80 893
2,754 2,754 0.13 3,174 3,171 2.53 158
3,925 3,925 0.02 3,575 3,574 0.86 51
3,200 3,200 0.05 3,214 3,214 0.34 272
4,410 4,410 0.03 1,715 1,715 0.28 350
3,236 3,236 0.08 2,885 2,885 0.78 502
4,872 4,872 0.08 5,313 5,310 2.51 989
4,075 4,075 0.10 4,162 4,159 2.63 708
5,299 5,299 0.14 2,346 2,343 2.20 748
4,069 4,069 0.04 3,829 3,826 3.22 620
5,562 5,561 0.23 5,641 5,637 3.93 269
11,504 29,147 4,578
15,473 37,788 4,355
15,421 34,631 4,424
19,880 40,648 5,049
14,448 32,767 4,245
17,402 36,120 4,921
18,770 37,614 6,755
20,540 41,480 7,299
15,660 27,887 4,748
21,374 33,669 9,765
22,719 38,096 10,970
9,296 281,461
9,439 283,706
9,466 285,156
10,139 294,745
9,737 284,030
9,976 285,559
10,239 280,922
10,670 290,332
9,483 260,069
9,616 266,025
9,716 260,914
558 37,461 9 595
569 38,646 9 613
579 39,105 9 621
605 40,567 10 644
557 36,457 9 608
576 34,774 10 580
874 37,895 15 632
1,050 41,130 17 663
675 29,191 11 487
637 28,625 11 477
675 30,355 11 490
8,737
8,870
8,887
9,534
9,180
9,400
9,365
9,620
8,809
8,978
9,041
244,000
245,060
246,051
254,178
247,573
250,785
243,027
249,202
230,878
237,400
230,559
139
141
141
151
153
157
156
155
147
150
146
3,873
3,890
3,906
4,035
4,126
4,180
4,050
4,019
3,848
3,957
3,719
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar)
2014***
II
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) Kliring Debet Pengembalian
2013***
I
294
305
296
292
322
352
402
325
317
387
287
7,013
7,732
7,412
7,623
7,549
7,531
7,092
6,659
7,114
7,119
6,765
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
5
5
5
5
5
6
7
5
5
6
5
111
123
118
121
126
126
118
107
119
119
109
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
208
234
208
206
221
259
307
251
230
328
231
5,563
6,349
6,033
6,020
5,904
6,187
5,674
5,411
5,695
5,832
5,313
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
3
4
3
3
4
4
5
4
4
5
4
88
101
96
96
98
103
95
87
95
97
86
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR 8%
10%
Rasio PDRB Sulampua terhadap PDB Nasional
7%
7.16%
6%
4%
7%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
3%
2%
6%
2.58%
1% 0% II
III IV
I
II
2010
III IV
I
2011
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III
Pertanian PHR Komunikasi dan Transportasi PDRB
II
III IV
I
II
2010
III IV
I
2011
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
II
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Pertambangan Industri Pengolahan Lainnya
Konsumsi Rumah Tangga PMTB Net Ekspor
20%
10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% -4%
Konsumsi Pemerintah Perubahan Stok PDRB
15% 10% 5% 0%
-5% -10%
I
II
III IV
I
2010
II
III IV
I
2011
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III
9% 7%
III IV
I
II
III IV
I
2011
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II 2014
(Rp Triliun)
Aset
200% 190% 180% 170% 160% 150% 140% 130% 120% 110% 100%
100 80
5%
Kredit Lokasi Bank
60
4% 3%
Inflasi Sulsel (yoy)
2%
20
0%
0 II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
10%
8400
9%
8300
8%
8200
7%
8100
6%
Jumlah Penduduk
5% 4%
7800
3%
7700
2%
7600
1%
7500
0%
2012
III
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Perbankan Sulsel
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
2011
II
2011
(Ribu Orang)
2010
LDR - Skala Kanan I
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate
2009
DPK Lokasi Bank Pelapor
40
1% I
III
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
120
BI Rate
6%
II
2010
Inflasi Nasional (yoy)
8%
I
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
8
I
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB)
7900
5.01% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
5% 4%
I
8000
8.23%
8%
5%
8500
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
9%
(Ribu Orang) 1000 950
14% 12% 10%
900
Jumlah Penduduk Miskin
8%
850 6% 800
4%
750
2%
700
0% 2009
2014
2010
2011
2012
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
2014
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 8,23% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (7,36%, yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi didukung oleh kegiatan investasi yang mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan didorong oleh produksi sektor primer, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang tumbuh lebih baik dari capaian triwulan sebelumnya. Produksi sektor utama yang membaik diyakini telah berhasil memenuhi kebutuhan dari sisi permintaan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Adapun kinerja konsumsi pemerintah yang melambat memengaruhi perlambatan pertumbuhan sektor jasa-jasa.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pada triwulan III 2014, perekonomian Sulsel tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan tercatat sebesar 8,23% (yoy) setelah sebelumnya tercatat 7,36% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 5,01% (yoy). Sesuai pola historisnya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan III biasanya tumbuh positif secara triwulanan, yaitu sebesar 6,06% (qtq) (Grafik 1.1). Menguatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel, dari sisi permintaan, disebabkan oleh perkembangan investasi (termasuk perubahan stok) yang tumbuh jauh di atas capaian triwulan II 2014. Sementara itu, dari sisi penawaran, kinerja sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, serta perdagangan menjadi sumber percepatan pertumbuhan ekonomi. yoy Nasional
qtq Sulsel
yoy Sulsel
10
8.23
8 6
6.06
4
5.01
2 0 (2) (4) (6)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
% 2011
2012*
2013**
2014**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan atau pengeluaran, meningkatnya perekonomian Sulsel pada triwulan III 2014 terutama didorong oleh akselerasi pada komponen investasi. Peningkatan kinerja investasi terutama didorong oleh kinerja perubahan stok yang tubuh cukup tinggi setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Adapun komponen pengeluaran yang lain relatif mengalami perlambatan, keculai impor. Meski masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga tercatat sedikit mengalami perlambatan. Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan juga tidak mampu mencatat akselerasi kinerja sehingga konsumsi secara total tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) juga mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga menahan akselerasi investasi lebih lanjut. Sementara itu, di tengah perkembangan impor yang membaik setelah terkontraksi pada triwulan sebelumnya, komponen ekspor justru tercatat tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014 (Tabel 1.1 dan Grafik 1.2). Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran Pertumbuhan Komponen Penggunaan (%, yoy)
2012* I
II
III
IV
2012*
2013** I
II
III
IV
2013**
2014** I
II
III
PDRB
7.90
8.06
8.70
8.88
8.39
8.21
6.23
8.26
7.90
7.65
8.01
7.36
8.23
Konsumsi
7.14
7.21
6.95
5.88
6.79
5.74
5.82
6.92
7.00
6.38
6.32
6.08
5.82
6.24
6.47
7.15
6.78
6.67
6.57
6.71
6.83
6.79
6.73
6.74
6.47
6.32
10.75
10.11
6.20
2.60
7.24
2.53
2.46
7.28
7.80
5.06
4.69
4.55
3.89
39.42
42.14
8.64
-7.88
18.68
14.63
7.42
-5.12
19.63
8.23
-13.74
-3.10
13.55
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi PMTB
22.41
23.43
19.97
15.22
20.00
12.81
13.84
16.05
13.48
14.07
11.48
8.39
5.32
Ekspor
-19.09
-11.88
3.14
17.35
-3.34
11.92
5.86
9.01
0.29
6.42
14.60
11.59
7.62
Impor
-7.93
5.18
-1.28
-0.78
-1.21
12.90
6.17
-6.79
4.45
4.02
-9.32
-1.08
6.73
Keterangan: - Konsumsi nirlaba/lembaga nonprofit rumah tangga termasuk ke dalam konsumsi rumah tangga - PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto - Investasi merupakan penggabungan antara PMTB dan perubahan stok/persediaan/inventori
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Investasi 25
Konsumsi
Ekspor
Impor
Pertumbuhan PDRB
%
20 15 10 5
0 (5) (10) (15) I
II
III
IV
I
2011*
II
III
IV
I
2012*
II
III
IV
I
2013**
II
III
2014**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.2.1 Konsumsi Kegiatan konsumsi kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan II 2014. Komponen konsumsi tercatat tumbuh sebesar 5,82% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya (6,08%, yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga cenderung tidak terjadi secara drastis sehingga angka pertumbuhannya masih tercatat cukup tinggi. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga mengalami perlambatan sehingga tidak mampu mendorong terjadinya percepatan pada sisi konsumsi secara keseluruhan. Pada triwulan III 2014, konsumsi rumah tangga tidak mengalami akselerasi seiring berakhirnya masa persiapan pemilu dan adanya tekanan dari sisi harga. Konsumsi rumah tangga (termasuk nirlaba) tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) setelah tumbuh 6,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan yang terjadi pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi terkait pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Di samping itu, adanya tekanan harga terkait penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) dan bahan bakar rumah tangga dinilai menahan perkembangan konsumsi lebih lanjut. Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup tinggi seiring stimulus belanja karena adanya hari besar keagamaan (Lebaran) serta dukungan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian secara umum. Keyakinan konsumen masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik sedangkan penjualan eceran tumbuh relatif terbatas. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalami peningkatan (Grafik 1.3). Hal ini menunjukkan adanya optimisme masyarakat seiring terjaganya tingkat pendapatan yang diterima. Selanjutnya, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena terbatasnya konsumsi terkait bahan bakar kendaraan bermotor serta barang rumah tangga lainnya (Grafik 1.4). Sementara itu, penyaluran kredit untuk keperluan konsumsi masih berada dalam tren yang melambat (Grafik 1.5). IKK Makassar (Rata-rata 3 Bulan) 150
IKK Makassar
Indeks Penjualan Eceran 110
Indeks
140 130
120 110
gIndeks - Skala Kanan
Indeks
%, yoy
10
100
0
95
(10)
90
(20)
85
(30)
80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen
II 2014
III
20
105
(40) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.4. Indeks Penjualn Eceran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Dari sisi komponen konsumsi pemerintah, terjadi perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan II 2014. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 3,89% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 4,55% (yoy). Realisasi penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum mencapai target membuat konsumsi pemerintah tidak mengalami percepatan pertumbuhan. Penyerapan anggaran, baik APBD maupun APBN, masih berada pada kisaran 50% - 65%, di bawah target penyerapannya yang sebesar70% - 75%. Hal ini turut dipengaruhi oleh kebijakan 1 penghematan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Penghematan anggaran tersebut tercermin dari indikator giro pemerintah daerah yang sedikit berkurang pada triwulan laporan, berbeda dengan pola historis yang biasanya terjadi (Grafik 1.6). Kredit Konsumsi 40
Giro Pemerintah Daerah
gKredit Konsumsi - Skala Kanan %, yoy
Rp Triliun
35 30 25
20 15 10 5 0
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
III
I
2014
%, yoy
II
III
IV
I
2011
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
gGiro Pemda - Skala Kanan
Rp Triliun
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60)
III
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Giro Pemerintah Daerah
1.2.2 Investasi Pada triwulan III 2014, investasi yang dihitung dari PMTB tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014. PMTB tercatat tumbuh tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya yaitu dari 8,39% (yoy) menjadi 5,32% (yoy). Perlambatan yang terjadi pada komponen PMTB dinilai lebih disebabkan oleh masih lemahnya kinerja investasi bangunan. Hal ini tercermin dari indikator nilai tambah sektor bangunan yang tumbuh melambat pada triwulan laporan (Grafik 1.7). Melambatnya investasi bangunan sebagai dampak dari pertumbuhan belanja modal pemerintah yang memang belum optimal pada 2 periode laporan. Penopang pertumbuhan investasi pada triwulan laporan dinilai terutama bersumber dari kinerja investasi swasta, khususnya investasi nonbangunan. Pembangunan terkait properti seperti perumahan, ruko, hotel, dan apartemen, tetap berlangsung, terutama lanjutan dari periode sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja realisasi penanaman modal asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN) yang mengalami akselerasi pada triwulan laporan seiring investasi pada sektor pertambangan, angkutan, serta sektor listrik, gas, dan air (LGA). Nilai Tambah Sektor Bangunan ADHK
1,200
gNilai Tambah
Rp Miliar
%, yoy
Kredit Investasi
16 14
1,000
12
800
10
600
8 6
400
4 200
2
0
0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.7. Nilai Tambah Sektor Bangunan
1 2
II
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
20
10 0 (10)
II
III
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
50
30
2011
2014
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014
12
%, yoy
40
I
III
gKredit Investasi - Skala Kanan
Rp Triliun
I
II 2014
III
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perlambatan PMTB pada triwulan III 2014 sejalan dengan melemahnya kinerja indikator pembiayaan. Penyaluran kredit yang digunakan untuk keperluan investasi mengalami perlambatan dengan kontraksi yang lebih dalam pada triwulan laporan. Tren perlambatan penyaluran kredit investasi memang telah terjadi sejak triwulan III 2013 (Grafik 1.8). Di sisi lain, masih baiknya kinerja investasi nonbangunan dikonfirmasi oleh pertumbuhan nilai impor barang modal yang tumbuh tinggi pada triwulan laporan, jauh di atas triwulan sebelumnya (Grafik 1.9). Impor Barang Modal 140
gImpor Barang Modal
US$ Juta
Posisi Stok 500
%, yoy
120
400
100
300
80
200
60
100
40
0
20
(100)
0
(200)
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
200
Perubahan Stok
150 100 50
0 (50)
III
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.9. Impor Barang Modal
gPerubahan Stok - Skala Kanan %, yoy 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 (500) (1,000) (1,500) (2,000) (2,500)
US$ Juta
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
2014
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.10. Perubahan Stok Produsen Nikel
Meski PMTB tumbuh melambat, kinerja investasi yang dihitung sebagai jumlah PMTB dengan perubahan stok mengalami perbaikan pada triwulan II 2014. Setelah turun hingga -3,10% (yoy), investasi secara total mampu bertumbuh sebesar 13,55% (yoy) pada triwulan laporan. Perbaikan tersebut disumbangkan oleh komponen perubahan stok. Indikasi ini terlihat juga dari perubahan stok salah satu perusahaan terbuka di Sulsel yang mampu tumbuh lebih baik pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan II 2014 (Grafik 1.10).
1.2.3 Ekspor dan Impor Neraca perdagangan bersih Sulsel pada triwulan III 2014 kembali tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring melemahnya kinerja ekspor. Akselerasi kinerja impor pada triwulan laporan yang dibarengi dengan deselerasi ekspor membuat pertumbuhan surplus perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi jauh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan II 2014. Surplus pada triwulan III 2014 tercatat asebagai surplus tertinggi dalam beberapa periode terakhir (Grafik 1.11). Hal ini turut ditopang oleh surplus pada sisi neraca perdagangan luar negeri Sulsel untuk barang nonmigas (Grafik 1.12). Pada triwulan laporan, kondisi surplus dapat dicapai seiring dengan adanya peningkatan nilai ekspor luar negeri nonmigas Sulsel yang disertai dengan penurunan impor luar negeri nonmigas.
10,000
8,000
Impor ADHK
Rp Miliar
Rp Miliar
2,500 800 2,000
6,000 4,000
1,500
2,000 1,000
0 (2,000)
500
(4,000) (6,000)
0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
Ekspor Luar Negeri Nonmigas Impor Luar Negeri Nonmigas Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
IV
I
II
III
2013
IV
I
II 2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.11. Neraca Perdagangan Bersih PDRB
III
600
US$ Juta
US$ Juta
400
200 0
(200) (400)
(600) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
700 600 500 400 300 200 100 0 (100)
Millions
Ekspor ADHK
III
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.12. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Pada triwulan III 2014, komponen ekspor masih mampu tumbuh cukup tinggi walaupun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor tercatat tumbuh sebesar 7,62% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 2014 (11,59%, yoy). Deselerasi kinerja ekspor dinilai merupakan dampak dari melemahnya kinerja ekspor ke luar negeri (Grafik 1.13). Sementara itu, kegiatan ekspor antardaerah menjadi penopang pertumbuhan yang tercermin dari pertumbuhan volume barang yang dimuat di pelabuhan Makassar (Grafik 1.14).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Volume Ekspor Luar Negeri 600
gVolume Ekspor
gNilai Ekspor
Ribu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri 250
%, yoy
200
500
150
400
100
300
50
200
0
100
(50)
0
(100) I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
40
%; yoy
Ribu Ton
30
20 10 0 (10) (20)
(30) I
III
II
III
IV
I
II
2011
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas
gVolume Muat - Skala Kanan
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Beberapa komoditas ekspor utama dengan orientasi penjualan luar negeri mencatat perlambatan pada triwulan III 2014. Ekspor rumput laut, biji coklat (kakao), semen, serta karet alam olahan tumbuh lebih rendah dari triwulan II 2014 (Grafik 1.15). Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang tidak seekspansif triwualn sebelumnya, bahkan mengalami kinerja yang kontraktif (Korea Selatan) (Grafik 1.16). Di lain pihak, ekspor komoditas industri nikel, perikanan dan pertambangan masih mengalami akselerasi seiring kegiatan produksi yang berjalan tanpa gangguan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekspor secara keseluruhan. Rumput Laut Biji Coklat
80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
Karet Alam Olahan Semen - Skala Kanan
Jepang
2,000
%, yoy
%, yoy
60
Tiongkok
AS
Zona Eropa
Korea Selatan
Indeks
58 1,500
56
1,000
54
500
52 50
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
0
48
(500)
46 1
III
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2013
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.15. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas
5
6
7
8
9
2014
Sumber: Bloomberg Grafik 1.16. Purchasing Managers Index
Impor masih menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2014 setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya seiring peningkatan pada impor barang dari luar negeri maupun dari daerah lain (antardaerah). Pada triwulan laporan, impor mampu tumbuh hingga 6,73% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya yang turun hingga -1,08% (yoy). Perbaikan pada komponen impor dikonfirmasi oleh indikator volume barang yang dibongkar di pelabuhan Makassar yang tumbuh tinggi setelah terkontraksi pada triwulan lalu (Grafik 1.17). Hal yang sama diperlihatkan oleh indikator volume impor barang yang berasal dari luar negeri (Grafik 1.18). Hal ini terutama didukung oleh kinerja impor barang modal dan bahan baku yang membaik pada triwulan laporan untuk mendukung kegiatan produksi sektor ekonomi utama. Volume Bongkar Barang Dalam Negeri
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
%; yoy
Ribu Ton
600
20
500
10
(10)
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
gNilai Impor 140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) (60) (80)
%, yoy
300
(20)
200
(30)
100
(40)
0
III
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
gVolume Impor
Ribu Ton
400
2014
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.17. Volume Barang yang Dibongkar
14
30
0
I
Volume Impor Luar Negeri
gVolume Bongkar - Skala Kanan
I
II 2014
III
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Pada triwulan III 2014, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian (Grafik 1.19). Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi (Grafik 1.20).
0.68%
0.49%
Pangsa Triwulan III 2014
20.35%
21.27%
78.05%
Pangsa Triwulan III 2014
Komoditas Pertanian: US$106.16 Juta
Barang Modal: US$30.33 Juta
Komoditas Industri: US$389.49 Juta
Bahan Baku: US$117.98 Juta
Komoditas Pertambangan: US$3.40 Juta
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.19. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
79.15%
Barang Konsumsi: US$0.74 Juta
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan III 2014, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 58,07% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel (Tabel 1.2). Selanjutnya, produk olahan kakao dan rumput laut menjadi komoditas dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 9,58% dan 7,78%. Untuk impor luar negeri, gandum yang menjadi bahan baku terigu mengambil pangsa 39,648% pada triwulan III 2014 dan berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, barang industri lainnya dan makanan ternak mengambil pangsa impor terbesar yaitu masing-masing 19,64% dan 10,97% (Tabel 1.3). Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Nilai Ekspor Triwulan III 2014 Pangsa (%) Komoditas (US$ Juta)
Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas Nilai Impor Triwulan III 2014 Pangsa (%) Komoditas (US$ Juta)
Nikel Matte
289.82
58.07
Gandum
59.15
39.68
Kakao Olahan
47.81
9.58
Barang Industri Lainnya
29.27
19.64
Rumput Laut
38.83
7.78
Makanan Ternak Lainnya
16.35
10.97
Biji Kakao
27.08
5.43
Besi/Baja
10.44
7.00
Udang Segar/Beku
23.09
4.63
Pupuk
7.45
5.00
Ikan Olahan
17.76
3.56
Suku Cadang Mesin
4.91
3.30
Kayu Lapis
8.25
1.65
Alat Listrik
4.75
3.19
Kopi
7.46
1.49
Kakao Olahan
3.69
2.48
Buah/Sayuran Olahan
6.29
1.26
Kapal Laut dan Sejenisnya
2.58
1.73
Dedak/Bekatul
4.32
0.87
Kertas dan Barang dari Kertas
1.57
1.05
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
1.3. Sisi Penawaran Dari sisi penawaran atau produksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulsel dipengaruhi terutama oleh akselerasi kinerja sektor primer. Membaiknya kinera sektor primer diikuti oleh akselerasi pada sektor industri pengolahan dan kegiatan perdagangan (sektor perdagangan, hotel, dan restoran/PHR). Sementara itu, kinerja sektor sekunder maupun sektor tersier yang lain tercatat tidak sebaik triwulan sebelumnya (Tabel 1.4). Hal ini membuat perekonomian Sulsel tidak mengalami akselerasi lebih lanjut.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi 2012*
2013**
2014**
Pertumbuhan Sektor Ekonomi (%, yoy)
I
PDRB
7.90
8.06
8.70
8.88
8.39
8.21
6.23
8.26
7.90
7.65
8.01
7.36
8.23
Pertanian
5.30
4.31
8.31
3.22
5.40
1.15
-0.89
3.93
13.10
3.95
10.76
11.39
13.11
II
III
2012*
IV
I
II
III
IV
2013**
I
II
III
-10.64
2.23
1.16
26.04
4.44
28.41
5.85
12.78
-4.62
9.26
1.54
-5.04
-0.55
Industri Pengolahan
14.58
8.94
5.64
6.99
8.86
8.24
9.88
8.71
5.76
8.12
6.17
7.67
10.01
Listrik, Gas & Air Bersih
22.02
13.95
10.73
5.31
12.53
7.81
9.18
8.39
8.06
8.36
8.87
11.75
10.74
Bangunan
11.61
7.91
8.38
11.11
9.73
8.62
11.00
13.20
10.73
10.92
7.98
7.40
5.21
Perdagangan, Hotel & Restoran
10.10
9.12
10.41
12.44
10.54
11.48
9.96
8.33
7.98
9.38
8.28
9.15
9.89
Angkutan & Komunikasi
19.42
17.75
14.73
8.68
14.87
7.53
10.55
10.54
7.09
8.92
6.34
3.40
3.15
Keuangan
9.88
19.03
19.81
14.72
15.87
17.21
14.00
15.40
10.62
14.18
11.23
7.38
4.57
Jasa-jasa
1.41
3.19
3.03
1.47
2.27
2.31
0.97
5.38
5.92
3.67
6.72
6.10
6.03
Pertambangan & Penggalian
Keterangan: - Real estate, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam Sektor Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Pertanian 10
Industri
PHR
Sektor Lainnya
PDRB
%
8 6 4 2 0
(2) I
II
III
2011*
IV
I
II
III
IV
I
2012*
II
III
2013**
IV
I
II
III
2014**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.21. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi
1.3.1 Sektor Pertanian Pada triwulan III 2014, sektor pertanian mengalami peningkatan pertumbuhan seiring akselerasi pertumbuhan produksi di subsektor tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan. Angka pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan tercatat sebesar 13,11% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 11,39% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi palawija, menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akselerasi. Produksi padi, selepas puncak musim panen raya, ternyata masih menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Hal 3 ini didukung oleh kondisi musim yang sangat mendukung aktivitas pengolahan lahan padi sehingga beberapa daerah yang memang masih mengalami musim panen dapat mencatat hasil yang optimal. Percepatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan yang didukung oleh masih terjaganya produksi ikan tangkap maupun ikan budidaya selama periode triwulan III 2014. Curah hujan yang masih memiliki intensitas rendah selama periode Juli sampai dengan September 2014 membuat kendala aktivitas penangkapan minimal. Di samping itu, perkembangan jenis perikanan yang dibudidayakan juga mengalami peningkatan kinerja, terutama udang. Permintaan dari industri pengolahan udang yang tinggi diyakini mendorong produksi udang di Sulsel. Hal ini dipengaruhi oleh 4 permintaan yang tetap kuat dari negara mitra dagang serta kurangnya kompetitor sejenis. Hal ini terkonfirmasi dari kinerja volume ekspor udang dan aneka ikan yang mengalami akselerasi (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23). Subsektor peternakan juga diindikasikan memberi sumbangan yang positif bagi sektor pertanian. Hal ini didukung oleh 5 upaya revitalisasi dan pembenahan pabrik milik dari perusahaan peternak sapi untuk meningkatkan produksi. Sementara itu, subsektor perkebunan menjadi penahan akselerasi lebih lanjut sektor pertanian setelah lewatnya musim panen
3 4 5
Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, November 2014 Hasil liaison kepada eksportir komoditas perikanan, triwulan III 2014 Hasil liaison kepada perusahaan peternak sapi, triwulan III 2014
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
kakao. Harga kakao di pasar global yang mulai tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). Ekspor Udang Segar/Beku 1.4
Ekspor Aneka Ikan
gEkspor - Skala Kanan %, yoy
Ribu Ton
50
1.2
40
1.0
30 20
0.8
10
0.6
0
0.4
(10)
0.2
(20)
0.0
(30) I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
Ekspor Biji Coklat
I
gEkspor - Skala Kanan
3.5 80 60 40
20 15
5 0
2012
IV
I
2013
IV
2013
I
II 2014
II
US$/kg
%, yoy
Kakao
50 40
gHarga - Skala Kanan
3.0
30
2.5
20 10
1.5
0
(80)
III
III
0
(60) II
II
2.0
(40)
I
I
20 (20)
10
IV
IV
25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25) (30)
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.23. Volume Ekspor Aneka Ikan
25
III
III 2012
%, yoy
II
II
2014
Ribu Ton
I
%, yoy
Ribu Ton
II
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Volume Ekspor Udang
30
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
gEkspor - Skala Kanan
(10)
1.0
(20)
0.5
(30)
0.0
(40)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
III
2012
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.24. Volume Ekspor Biji Kakao
2013
2014
Sumber: World Bank Grafik 1.25. Harga Internasional Kakao
1.3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian Harga komoditas yang relatif masih cukup baik mendukung perbaikan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan III 2014. Pada triwulan laporan, kinerja sektor ini masih turun sebesar -0,55% (yoy), namun tidak sedalam kontraksi triwulan lalu yang tercatat sebesar -5,04% (yoy). Perbaikan sektor ini diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit meningkat pada periode laporan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27). Di samping itu, selesainya renegosiasi kontrak yang dilakukan oleh produsen nikel terbesar di Sulsel dengan pemerintah diyakini membuat kegiatan produksi dapat berlangsung dengan lebih baik tanpa kendala operasional yang berarti.
250
70
200
60
150
50
100
40
50
30
0
20
(50)
10
(100) (150)
2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II 2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.26. Volume Ekspor Pertambangan
III
2,500
25,000
2,000
20,000
1,500
15,000
1,000
10,000
500
5,000
0
2014
III
3,000
30,000
2013
II
Timah Hitam - Skala Kanan US$/metrik ton 3,500
2012
I
Seng - Skala Kanan
US$/metrik ton
2008
0
35,000
Timah
2011
%, yoy
2010
80
Nikel
gEkspor - Skala Kanan
2009
Ekspor Pertambangan Ribu Ton
Sumber: World Bank Grafik 1.27. Harga Komoditas Tambang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan kembali tumbuh lebih cepat pada triwulan III 2014 yang didukung oleh perkembangan yang lebih baik pada industri mikro dan kecil maupun industri besar dan sedang. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 10,01% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya tumbuh 7,67% (yoy). Akselerasi pada sektor industri pengolahan didorong oleh tetap membaiknya kinerja industri mikro dan kecil (IMK) maupun industri besar dan sedang (IBS) pada triwulan laporan (Grafik 1.28). Hal ini dipengaruhi oleh momentum perayaan Lebaran dan event besar lainnya di Sulsel yang mendorong kegiatan produksi para produsen barang industri. Menguatnya kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan searah dengan perkembangan beberapa subsektor industri. Pada triwulan laporan, subsektor industri pengolahan semen menunjukkan peningkatan yang signifikan. Setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya, subsektor industri semen berbalik arah dan mencatat pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.29). Meski nilai tambah sektor bangunan tumbuh melambat, produsen semen tetap menggiatkan kegiatan produksi dalam rangka menyimpan stok demi kebutuhan di akhir tahun yang biasanya ditandai dengan percepatan realisasi proyek investasi bangunan. Motif berjaga-jaga ini diambil produsen semen dinilai agar kegiatan distribusi dapat lebih efisien mengingat musim penghujan yang akan segera tiba. IMK
25
IBS
Realisasi Pengadaan 700
%, yoy
gRealisasi - Skala Kanan
%, yoy
Ribu Ton
35
20
600
30
15
500
25
10
20
400
5
15
300
0
(5)
200
(10)
100
(15)
0 I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
10 5 0
(5) I
III
II
III
IV
I
II
2011
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik 1.29. Realisasi Pengadaan Semen
Subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga menunjukkan perkembangan kinerja. Hal ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan olahan yang mengalami akselerasi pada triwulan laporan (Grafik 1.30). Sesuai dengan pola tahunan, produksi kayu olahan yang diekspor ke luar negeri, terutama Jepang, melambat pada triwulan II namun akan meningkat pada triwulan III untuk mengejar target produksi akhir tahun. Biasanya, kapasitas produksi diutilisasi hingga mencapai 80% pada triwulan III setelah sebelumnya berkisar antara 60% 6 70% saja. Untuk industri makanan olahan, naiknya permintaan dinilai mendorong ekspor ikan olahan yang juga didukung oleh terjaganya bahan baku. Realisasi harga jual sektor industri juga menunjukkan peningkatan yang tentunya menambah insentif untuk berproduksi (Grafik 1.31). Kayu Olahan 25 20 15 10 5 0 (5) (10) (15) (20) (25) (30)
Makanan Olahan - Skala Kanan 500 400 300 200 100 0 (100) (200)
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
8 7 6 5 4 3 2 1 0 (1) (2)
III
III
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.31. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
II
2011
Hasil liaison kepada perusahaan furniture, triwulan III 2014
18
Perkiraan
%, Saldo Bersih Tertimbang
I
2014
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Hasil Industri
6
Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
%, yoy
%, yoy
II 2014
III
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) Sektor LGA kembali tumbuh tinggi namun melambat pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor LGA tercatat tumbuh sebesar 10,74% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 11,75% (yoy). Faktor penyebab perlambatan dinilai datang dari subsektor sumber daya air seiring perkembangan harga yang tidak sebaik triwulan sebelumnya (Grafik 1.32). Kapasitas produksi sektor ini juga menurun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.33). Adapun subsektor listrik menjadi penopang pertumbuhan sehingga tetap tinggi seiring dengan perkembangan jumlah pelanggan dan satuan pemakaian listrik yang terjual. Harga Jual Usaha Sektor LGA
Total Kapasitas
Perkiraan
2.0
1.5
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
%, Saldo Bersih Tertimbang
1.0
0.5 0.0 (0.5)
(1.0) (1.5)
I
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
I
III
II
III
IV
I
2011
2014
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.32. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
Kapasitas Terpakai Sektor LGA
%
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.33. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Sektor Bangunan Pada triwulan III 2014, sektor bangunan kembali tumbuh melemah searah dengan perkembangan komponen investasi. Di triwulan II 2014, sektor ini mampu bertumbuh hingga 7,40% (yoy), sementara pada triwulan laporan, sektor ini mengalami perlambatan dan tumbuh sebesar 5,21% (yoy). Perlambatan di sektor ini sejalan dengan deselarasi pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang juga mengalami perlambatan di triwulan laporan. Perlambatan dinilai dipengaruhi oleh realisasi investasi pemerintah yang belum mencapai target. Indikator penjualan eceran untuk perlengkapan konstruksi serta kredit kepada sektor konstruksi juga mencatat kinerja yang tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya (Grafik 1.34 dan Grafik 1.35). Perlengkapan Konstruksi 110 108 106 104 102 100 98 96 94 92 90
Konstruksi
Indeks
6.0
gKredit Konstruksi %, yoy
Rp Triliun
5.0
25 20
4.0
15
3.0 10
2.0
5
1.0
0.0 I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
II
III 2012
2014
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.34. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
0 I
III
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.35. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Sektor PHR tumbuh menguat pada triwulan III 2014 yang didorong oleh membaiknya kegiatan perdagangan, khususnya impor, serta terjaganya kinerja pariwisata. Pertumbuhan sektor ini tercatat meningkat dari 9,15% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 9,89% (yoy) pada triwulan laporan. Akselerasi kinerja sektor PHR salah satunya didorong oleh menguatnya kegiatan perdagangan antardaerah (Grafik 1.36) yang juga didukung penguatan impor luar negeri. Penjualan eceran juga secara umum menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan. Perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
penjualan eceran riil untuk beberapa kelompok barang konsumsi yaitu kelompok makanan jadi, perlengkapan rumah tangga, serta suku cadang (Grafik 1.37). Harga jual sektor PHR yang tercatat meningkat berdasarkan hasil survei diyakini mendorong percepatan pertumbuhan di sektor ini.
Volume Muat
Volume Bongkar
gTotal Volume - Skala Kanan
Ribu Ton
3,500
%, yoy
3,000
500
0 I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
120 110
90
100
(20)
80
90
(30)
70
(10)
1,000
Suku Cadang - Skala Kanan
110 100
0
1,500
130
Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya
30
10
2,000
Indeks
Makanan Jadi
120 20
2,500
Total
Indeks
80
III
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan, diolah Grafik 1.36. Volume Bongkar dan Muat Barang
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.37. Penjualan Barang Eceran Riil
Subsektor hotel mendukung arah pertumbuhan sektor PHR pada triwulan laporan seiring tingkat penghunian kamar hotel masih cukup tinggi. Secara musiman, tingkat penghunian kamar hotel bergerak turun pada awal triwulan namun kembali meningkat dan mencatat angka tertinggi selama periode 2014 di akhir triwulan (Grafik 1.38). Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Makassar yang tercatat meningkat dan tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan (Grafik 1.39). Selain karena musim liburan, adanya beberapa festival kebudayaan juga berhasil menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke Sulsel.
55
Sulawesi Selatan
Jumlah Kedatangan Wisman
%
50
6,000
45
5,000
gWisman - Skala Kanan
Orang
%, yoy
60 40
4,000
40
20
3,000
35
0
2,000
30
(20)
1,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I
II
III 2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
(60)
I
II
III
2011
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.38. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
(40)
0
III
80
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.39. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor angkutan dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan III 2014 karena subsektor angkutan yang masih terkontraksi. Sektor ini tumbuh dari 3,40% (yoy) menjadi 3,15% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh masih menurunnya kinerja moda transportasi udara sesuai indikator lalu lintas penumpang penerbangan domestik maupun internasional (Grafik 1.40). Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan arus mudik dan arus balik, peningkatan yang terjadi tidak signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Kredit ke sektor pengangkutan pun menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.41).
1.3.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pada triwulan III 2014, sektor keuangan tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, disebabkan oleh perlambatan subsektor keuangan. Sektor ini tercatat tumbuh 4,57% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 2014 (7,38%, yoy). Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari kinerja subsektor perbankan yang melemah. Penyaluran kredit perbankan di Sulsel masih dalam tren yang melambat sehingga nilai tambah
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
bruto perbankan di Sulsel turut mengalami deselerasi pertumbuhan pada triwulan III 2014 (Grafik 1.42). Hal ini seiring upaya pengetatan kebijakan moneter demi stabilisasi perekonomian jangka panjang. Keberangkatan 2.5
Kedatangan
gPenumpang - Skala Kanan
Juta Orang
Pengangkutan 25
%, yoy
20
2.0
15
1.5 1.0
0.0 I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
5
1.5
70 50
40 30
1.0
20
(10)
0.5
(15)
0.0
10 0
III
I
II
2014
III
IV
I
II
2012
Sumber: Angkasa Pura Grafik 1.40. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
80 60
2.0
(5)
%, yoy
2.5
10
0
0.5
3.0
gKredit Pengangkutan
Rp Triliun
III
IV
I
2013
II
III
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.41. Kredit Sektor Pengangkutan
Di sisi lain, perkembangan di subsektor properti menopang pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Total nilai penjualan salah satu perusahaan properti terbesar di Sulsel memang menunjukkan terjadinya akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan (Grafik 1.43). Meski pembiayaan dari perbankan menunjukkan perlambatan, penjualan properti yang masih tinggi mengindikasikan permintaan masyarakat yang tetap kuat sehingga kegiatan pembangunan properti masih mengalami peningkatan pertumbuhan. Nilai Tambah Bank 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
gNTB
Penjualan Properti %, yoy
Rp Triliun
35
120
gPenjualan - Skala Kanan
Rp Miliar
%, yoy
100
30
100
80
25
80
60
20
60
40
15
40
20
20
0
10
5 0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
0
(20) I
III
II
III
IV
I
2011
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.42. Nilai Tambah Bank
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I
II
III
2014
Sumber: Perusahaan Properti Grafik 1.43. Penjualan Properti
1.3.9 Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa juga tumbuh melambat pada triwulan III 2014 yang disebabkan oleh perlambatan kinerja jasa pemerintah maupun swasta. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 6,03% (yoy) setelah tumbuh sebesar 6,10% (yoy) di triwulan II 2014. Perlambatan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh melambat pada triwulan laporan. Seiring dengan momen perayaan Lebaran, beberapa subsektor jasa swasta juga turut berhenti beroperasi. Hal ini dikonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat yang tercatat melambat pada triwulan III 2014 (Grafik 1.44).
Jasa Sosial Masyarakat 2.5
gKredit Jasa Sosial Masyarakat %, yoy
Rp Triliun
40 30
2.0
20
1.5
10 1.0
0
0.5
(10)
0.0
(20) I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III
2014
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.44. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan maupun belanja fiskal daerah relatif masih rendah, bahkan realisasi pos pendapatan maupun belanja hingga triwulan III 2014 tersebut, cenderung lebih rendah dari periode yang sama pada tahun 2013. Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan daerah masih cukup rendah, terutama karena belum maksimalnya realisasi pendapatan pajak daerah dan pendapatan retribusi daerah. Meski demikian, secara nominal, capaiannya lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2013. Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja daerah juga masih cukup rendah, dimana realisasinya sebesar 55,98%. Penyerapan belanja infrastruktur (belanja modal) masih kecil dan diharapkan akan terakselerasi pada triwulan mendatang hingga penghujung tahun 2014 sehingga menjadi stimulan bagi investasi. Akan tetapi, nominal realisasi belanja triwulan III 2014 tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
23
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. Struktur Anggaran Dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir, peningkatan nilai APBD Provinsi Sulsel diikuti dengan perubahan struktur baik pada bagian pendapatan maupun belanja. Dari sisi pendapatan, setelah selama lima tahun terakhir, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, yang menunjukkan tingkat ketergantungan daerah kepada anggaran pusat semakin menurun. Pada pos Lain-lain PAD yang sah, porsinya mengalami penurunan khususnya pada tahun ini yaitu sebesar 0,24%. Dari sisi belanja, pada triwulan III tahun 2014 porsi belanja modal APBD Provinsi Sulsel masih relatif sama jika dibandingkan triwulan III tahun 2013 yaitu sebesar 19%. Meskipun demikian, pemerintah Provinsi Sulsel secara konsisten memberi perhatian yang terus menguat dalam pembangunan infrastruktur daerah yang tercermin pada peningakatan belanja modal sejak tahun 2012.
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD
Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran 2.2.1 Pendapatan Realisasi persentase pendapatan daerah pada triwulan III tahun 2014 menurun meski beberapa pos pendapatan secara nominal lebih besar dari triwulan sebelumnya. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah pada triwulan III 2014 mencapai Rp4,05 triliun atau 71,71% dari total target pendapatan sebesar Rp5,65 triliun. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi pendapatan pajak daerah sebesar Rp1,87 triliun (66,67% dari target), dana alokasi umum Rp1,01 triliun (83,33% dari target), dan transfer pemerintah pusat lainnya Rp701,87 miliar (75,26% dari target). 7
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah pada triwulan III 2014 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercermin dari penurunan persentase realisasi terhadap targetnya dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio hingga triwulan III 2014 sebesar 0,77%, lebih rendah daripada triwulan III 2013 sebesar 0,82%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) memperlihatkan pergerakan yang stabil pada triwulan III 2014. Rasio PAD per PDRB ADHB pada triwulan III 2014 sebesar 1,35%, sama seperti triwulan II 2013 (Grafik 2.3). Pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi di Sulsel, dapat menjadi ukuran potensi pendapatan daerah yang bisa dihasilkan. Meski mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) dari triwulan II 2014, menjadi 6,8% pada triwulan III 2014, ekonomi Sulawesi Selatan tersebut masih tumbuh cukup tinggi diatas nasional yaitu sebesar 5%. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pendapatan asli daerah (PAD) mencatat persentase realisasi per anggaran yang sedikit lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013. Realisasi komponen PAD sebesar Rp2,13 triliun atau 68,12% dari anggaran yang ditetapkan, secara nominal meningkat dibandingkan realisasi triwulan III 2013 (Rp1,85 triliun). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pendapatan pajak daerah yang persentase realisasinya sebesar 66,67% (Rp1,87 triliun). Hal ini disebabkan masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga di Sulsel dan upaya Pemprov Sulsel untuk terus mengoptimalkan pungutan pajak di daerah dalam rangka meningkatkan tax ratio. Sementara itu, pencapaian dan target retribusi daerah masih belum mencapai yang diharapkan. Pajak daerah antara lain terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama 7
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Hingga triwulan III 2014, realisasi BBNKB 8 sebesar Rp735 miliar (66,82%), paling rendah diantara pajak daerah yang lain. Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan III 2014 (Milyar Rupiah)
NO.
URAIAN
1. PENDAPATAN 1.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pendapatan Pajak Daerah - Pendapatan Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Lain-lain PAD yang Sah 1.2. DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak - DAU - DAK Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.3. Lain-lain Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN 2. BELANJA 2.1. BELANJA OPERASI - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Bunga - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Keuangan 2.2. BELANJA MODAL 2.3. BELANJA TIDAK TERDUGA JUMLAH BELANJA TRANSFER TOTAL BELANJA SURPLUS / (DEFISIT) 3. PEMBIAYAAN 3.1. PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 3.2. PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH JUMLAH PEMBIAYAAN
ANGGARAN ANGGARAN Realisasi s/d TRIWULAN III 2013 Realisasi s/d TRIWULAN III 2014 PERUBAHAN 2013 Nominal % REALISASI PERUBAHAN 2014 Nominal % REALISASI 2.587,85 2.333,13 65,41 66,79 122,52 1.457,68 303,64 1.089,77 64,26 977,04 5.022,57
1.847,32 1.618,72 41,46 70,12 117,02 1.126,48 199,05 908,14 19,28 660,08 3.633,88
71,38% 69,38% 63,38% 104,99% 95,51% 77,28% 65,56% 83,33% 30,00% 67,56% 72,35%
3.126,09 2.807,47 81,52 74,60 162,50 1.575,57 293,00 1.209,60 72,98 932,62 13,52 5.647,80
2.129,34 1.871,77 52,69 73,74 131,13 1.216,36 186,47 1.008,00 21,89 701,87 2,47 4.050,04
68,12% 66,67% 64,64% 98,85% 80,70% 77,20% 63,64% 83,33% 30,00% 75,26% 18,25% 71,71%
3.862,55 969,07 969,95 46,25 1.224,98 650,30 923,79 15,00 4.801,34
2.205,57 626,77 468,17 7,50 798,85 304,29 123,84 3,30 2.332,72
57,10% 64,68% 48,27% 16,22% 65,21% 46,79% 13,41% 22,03% 48,58%
4.026,51 1.055,35 1.377,47 22,00 969,43 602,25 955,10 6,00 4.987,61
2.349,74 701,99 644,80 10,05 703,91 288,99 294,96 2.644,70
58,36% 66,52% 46,81% 45,68% 72,61% 47,99% 30,88% 0,00% 53,03%
-
843,05 5.644,40 (621,83)
604,54
71,71%
1.094,54
2.937,26 696,62
52,04% -112,03%
6.082,14 (434,34)
42,65 1,13 41,52
6,84% 6,68%
623,46 1,63 621,83
485,34 51,00 434,34
760,21
69,46%
3.404,91 645,13
55,98% -148,53%
269,18 269,18
55,46% 0,00% 61,97%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan Sulsel, Dinas Pendapatan Daerah Sulsel, Biro Bina Perekonomian Sulsel
Realisasi persentase dana perimbangan (DAU dan DAK) relatif sama dengan persentase realisasi tahun sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp1,01 triliun (83,33%) dan dana alokasi khusus (DAK) yang sebesar Rp21,89 miliar (30,00%), sesuai dengan anggaran yang disampaikan oleh pemerintah pusat. Secara umum, persentase realisasi hampir semua komponen pendapatan berada berada di bawah realisasi tahun sebelumnya antara lain pendapatan pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Namun demikian, secara nominal total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan III 2014 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp4,05 triliun (71,71%), dimana realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp3,63 triliun.
Grafik 2.3. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
8
Grafik 2.4. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sulsel, 11November 2014, Siaran Pers.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
25
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.2.2 Belanja Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan III 2014 belum optimal meski lebih tinggi dibanding triwulan III 2013. Realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III 2014 sebesar 55,98%, atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan III 2013 yang hanya sebesar 52,04%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja APBD pada periode laporan sebesar Rp3,40 triliun lebih tinggi realisasi tahun 2013 sebesar Rp2,94 triliun atau naik Rp467,65 miliar. 9
Pada triwulan III 2014, peran realisasi komponen belanja APBD untuk stimulus ekonomi daerah sedikit meningkat. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat meningkat pada triwulan III 2014, yang menunjukkan terdapat dorongan stimulus fiskal untuk mengakselerasi laju investasi di Sulsel. Rasio belanja modal per PDRB ADHB periode laporan sebesar 0,19%, sementara tahun 2013 sebesar 0,09%. Demikian pula, peran belanja operasional per PDRB ADHB ditengarai menurun sesuai dengan penurunan komponen konsumsi pemerintah dalam PDRB. Rasio belanja operasional triwulan III 2014 hanya sebesar 1,49%, sedikit lebih rendah dari 2013 yang sebesar 1,61%. Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, baik secara nominal maupun persentase, tercatat sedikit lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi terbesar berasal dari belanja hibah. Total pos belanja operasional terealisasi Rp2,35 triliun (58,36%) dengan penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 72,61% dan terkecil adalah belanja bunga (30,88%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 66,52% atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013 (64,68%), dan 46,81% sedikit lebih rendah dari tahun 2013 (48,27%) atau secara nilai sebesar Rp176,63 miliar. Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih rendah namun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal pada triwulan III 2014 baru mencapai Rp294,96 miliar (30,88%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi, dan jaringan. Pemerintah perlu melakukan upaya percepatan pada periode yang akan datang sehingga realisasinya dapat optimal. Dengan penyerapan yang optimal tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Pada triwulan III 2014, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase terealisasi lebih rendah dibanding triwulan III 2013. Transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 69,46%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 71,71%. Namun demikian, secara nominal pada triwulan III 2014 (Rp760,21 miliar) terealisasi lebih tinggi dari triwulan III 2013 (Rp604,54 miliar). Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan III 2014, masih terjadi defisit (selisih kurang) anggaran sebesar Rp148,53 miliar. Kemudian, pengeluran pembiayaan daerah pada triwulan III 2014, APBD Sulsel mencatatkan sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp269,18 miliar.
2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Kabupaten dan Kota Pagu anggaran 2014 untuk instansi vertikal di seluruh kabupaten/kota di Sulsel mencapai Rp16,14 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada anggaran APBD untuk provinsi Sulsel yang sekitar Rp5,65 triliun. Namun demikian, apabila anggaran APBD Provinsi dijumlah dengan anggaran APBD seluruh 24 Kab./Kota akan mencapai Rp28,44 triliun, lebih tinggi daripada anggaran instansi vertikal di Sulsel. Dikarenakan realisasi anggaran APBD seluruh APBD Kab./Kota belum tersedia, maka untuk menggambarkan kondisi insentif fiskal di seluruh Kab./Kota, akan menggunakan pendekatan realisasi anggaran instansi vertikal di seluruh Kab./Kota. Pada triwulan III 2014, realisasi anggaran instansi vertikal per jenis belanja di kabupaten/kota masih rendah meski lebih tinggi dibanding triwulan III 2013. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan III 2014 sebesar 56,37% atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan III 2013 sebesar 51,41%. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBD kab/kota pada periode berjalan sebesar Rp9,1 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2013 sebesar Rp8,8 triliun.
9
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBD kab/kota masih di dominasi oleh belanja pegawai meskipun secara persentase sedikit mengalami penurunan. Pada triwulan III 2014, realisasi belanja pegawai APBD kab/kota sebesar Rp3,88 triliun atau lebih tinggi dibanding triwulan III 2013 sebesar Rp3,53 triliun. Namun demikian secara persentase realisasi belanja pegawai triwulan III 2014 (69,44%) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2013 (70,63%).
Tabel 2.2. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan III 2014 APBD Kab/Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
27
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 3,72% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2014 (5,92%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca berakhirnya rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Penurunan inflasi juga terkait dengan faktor base effect akibat inflasi yang tinggi di triwulan III 2013 saat terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi TPID. Secara kelembagaan, saat ini seluruh TPID di tingkat kabupaten/kota telah terbentuk seiring semakin intensifnya kegiatan koordinasi di sepanjang periode laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
29
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa10 Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2014 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi tercatat sebesar 3,72% (yoy) setelah pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 5,92% (yoy). Turunnya inflasi dipengaruhi oleh berkurangnya tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, sandang, serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan dari 6,15% (yoy) menjadi 1,97% (yoy). Inflasi kelompok sandang tercatat sebesar 4,12% (yoy), turun dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,65% (yoy). Selanjutnya, inflasi Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan juga mengalami penurunan dimana pada triwulan ini tercatat 0,87% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,91% (yoy). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014
Bahan Makanan
1 2 3 4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III
Makanan Perumahan Jadi
2.68 7.64 13.43 14.27 13.96 12.10 1.43 0.24 4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76 6.15 1.97
6.22 5.23 6.21 5.90 4.47 5.27 4.40 4.40 4.49 4.29 4.97 5.03 4.57 4.63 4.70 4.47 5.39 5.38 5.80
Sandang
3.48 4.11 4.13 4.14 4.16 4.57 3.70 3.67 4.18 3.98 3.41 3.35 3.43 3.60 4.76 6.06 6.25 5.96 6.32
Kesehatan Pendidikan
2.16 7.56 7.65 7.35 8.30 8.83 10.96 8.69 9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73 5.65 4.12
2.98 2.73 2.92 3.06 3.08 6.41 7.60 7.67 7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79 5.22 5.28
7.08 7.08 4.07 1.80 1.48 2.43 3.00 2.90 2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33 1.38 1.97
Transpor 1.18 1.06 1.76 1.75 1.84 2.08 0.77 0.73 0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31 7.91 0.87
UMUM 3.45 5.00 6.58 6.56 6.32 6.37 3.37 2.88 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, kelompok lainnya tercatat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan pada triwulan II 2014. Kenaikan terbesar terjadi pada kelompok pendidikan, dimana pada triwulan III 2014 ini tercatat 1,97% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 1,38% (yoy). Kenaikan lainnya terjadi di kelompok makanan jadi yang tercatat sebesar 5,80% (yoy), naik dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 5,38% (yoy). Selanjutnya, inflasi di kelompok perumahan dan kesehatan juga mengalami peningkatan yang tercatat 6,23% (yoy) dan 5,28% yoy, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 5,96% (yoy) dan 5,22% (yoy). 10
Nasional (yoy) 8
Sulawesi Selatan (yoy) Sulawesi Selatan (qtq)
6
3.72
4
4.53
2
1.83
0 (2)
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
% 2010
2011
2012
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
10
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
2014
III
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan III 2014, inflasi di kelompok bahan makanan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari 6,15% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 1,97% (yoy) pada triwulan III 2014 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi terutama didorong oleh penurunan harga pada subkelompok ikan segar dan aneka kacang di akhir triwulan III 2014. Turunnya harga ikan segar dinilai merupakan dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan cuaca berangsur membaik untuk kegiatan penangkapan ikan. Selain itu, puncak musim angin timur di bulan September juga mengakibatkan melimpahnya pasokan ikan di pasar.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Masih terjadinya inflasi di triwulan III 2014 merupakan efek dari faktor musiman (momen hari besar) di sepanjang periode laporan. Setidaknya ada tiga event besar yang terjadi di periode triwulan III 2014, yaitu Idul Fitri dan hari kemerdekaan di awal periode laporan serta persiapan Idul Adha di akhir triwulan laporan menyebabkan peningkatan permintaan di kelompok bahan makanan ini. Namun, laju inflasi tercatat rendah karena tertahan oleh turunnya laju inflasi beberapa komoditas pangan. Selama triwulan III 2014, beberapa komoditas bahkan mencatat deflasi bulanan yang mendukung arah penurunan inflasi tahunan, seperti komoditas ikan segar, aneka kacang, aneka sayur (tomat sayur dan bayam), dan aneka bumbu (bawang dan cabe). Berlangsungnya panen sayuran serta beberapa jenis hortikultura di daerah sentra (Malino, Enrekang, Jeneponto, Gowa) membuat kondisi pasokan memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kenaikan harga akibat faktor musiman tidak terjadi secara signifikan.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan III 2014 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 5,80% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya, inflasi yang tercatat adalah 5,38% (yoy). Adanya event besar sepanjang periode triwulan III 2014, yaitu Idul Fitri dan hari kemerdekaan serta persiapan menjelang Idul Adha yang dirayakan di awal periode triwulan IV 2014 menjadi penyebab meningkatnya tekanan inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman, dan tembakau.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Adanya peningkatan laju inflasi pada kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Peningkatan permintaan tersebut dipengaruhi oleh perayaan Idul Fitri dan hari besar lainnya sehingga harga berbagai produk makanan dan minuman tidak beralkohol turut meningkat. Beberapa komoditas bahan pokok seperti gula pasir dinilai merupakan salah satu pendorong naiknya inflasi tahunan, khususnya pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Sementara itu, inflasi tahunan ikan segar yang relatif menurun ikut memengaruhi penurunan inflasi tahunan ikan yang telah diolah menjadi makanan. Adapun pada bulan Idul Fitri, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mencatat inflasi bulanan tertinggi seiring masih kuatnya permintaan rokok.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
31
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan III 2014, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan II 2014. Laju inflasi tercatat sebesar 6,32% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (5,96%, yoy) (Grafik 3.4). Naiknya laju inflasi tahunan didorong terutama oleh subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air seiring penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap sejak Mei 2014. Pada triwulan laporan, terjadi dua kali penyesuaian yaitu pada Juli dan September 2014. Selain itu, tekanan inflasi juga bertambah dari kenaikan harga LPG 12 kg yang menyebabkan cukup besarnya sumbangan komoditas bahan bakar rumah tangga pada inflasi bulanan September 2014. Adapun permintaan yang meningkat menyebabkan kenaikan inflasi pada subkelompok perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga. Pertumbuhan harga properti yang melambat (Grafik 3.5) menjadi penahan kenaikan inflasi lebih lanjut karena memengaruhi penurunan laju inflasi tahunan subkelompok biaya tempat tinggal. Seperti yang telah disebutkan di atas, implementasi kebijakan oleh pemerintah yang menaikkan TTL secara bertahap dan harga LPG pada awal September 2014 menjadi penyebab kenaikan tingkat inflasi. Harga LPG nonsubsidi kemasan 12 kg naik sebesar Rp1.500 per kg (net Pertamina) terhitung mulai tanggal 10 September 2014. Kenaikan ini mengakibatkan peningkatan harga jual rata-rata LPG tabung 12 kg menjadi Rp7.569 per kg dari sebelumnya Rp6.069 per kg. Dengan mempertimbangkan komponen biaya lainnya seperti transpor, filing fee, margin agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp9.519 per kg atau Rp114.300 per tabung dari sebelumnya Rp7.731 per kg atau Rp92.800 per tabung. Untuk kenaikan TDL per tanggal 1 Juli dan 1 September 2014 sendiri merupakan rangkaian penyesuaian secara bertahap akibat penghapusan subsidi listrik berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 2014.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas emas perhiasan. Pada triwulan III 2014, inflasi tercatat sebesar 4,12% (yoy) menurun dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,65% (yoy) (Grafik 3.6). Meskipun masih terjadi peningkatan laju inflasi pada subkelompok sandang laki-laki dan wanita akibat permintaan yang meningkat, penurunan laju inflasi subkelompok sandang lainnya tetap mampu membawa inflasi kelompok ini ke tingkat yang lebih rendah pada triwulan laporan. Komoditas yang menjadi sumber perlambatan inflasi tersebut adalah emas perhiasan. Penurunan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh penurunan harga acuannya di pasar global. Setelah tercatat naik cukup tinggi pada Juli 2014 karena impor emas dari India yang cukup besar, harga internasional emas pada Agustus dan September 2014 mengalami deflasi beruntun (Grafik 3.7). Penyebab penurunan harga adalah merosotnya permintaan terhadap komoditas emas seiring beralihnya keinginan pasar dari investasi untuk komoditas logam mulia ke investasi pasar modal seiring sinyal pemulihan perekonomian Amerika Serikat.
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 3 INFLASI DAERAH
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan kembali mengalami peningkatan pada triwulan III 2014 yang didorong oleh masih kuatnya permintaan dan pengaruh perubahan nilai tukar. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,28% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar 3,22% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 3.8). Sumber utama peningkatan tersebut berasal dari inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan kosmetika. Permintaan yang tinggi akan layanan kesehatan serta produk kosmetika dinilai dampak dari musim perayaan hari besar keagamaan pada triwulan laporan. Sementara itu, dampak penyesuaian harga produk impor seiring apresiasi mata uang dollar Amerika Serikat (US$) masih terus berlanjut. Hal ini dinilai membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Apalagi, faktor musiman juga memengaruhi tingkat permintaan terhadap produk-produk tersebut.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami tekanan inflasi yang lebih besar pada triwulan III 2014. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,97% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,38%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di subkelompok pendidikan dan perlengkapan/peralatan pendidikan. Dimulainya tahun ajaran baru pada triwulan laporan (periode Agustus 2014) menjadi faktor utama peningkatan harga tersebut. Hal ini tercermin dari meningkatnya biaya sekolah pada berbagai jenjang. Adanya tahun ajaran baru juga mendorong kebutuhan akan perlengkapan sekolah seperti buku tulis yang harganya meningkat pada akhir triwulan laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
33
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan III 2014, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan terus menurun dari triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 0,87% (yoy), turun tajam dari 7,91% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor dan sarana/penunjang transpor menjadi penyebab terjadinya penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor basis perhitungan (base effect) yaitu tingginya inflasi subkelompok tersebut pada triwulan III 2013 karena penyesuaian harga BBM bersubsidi. Tanpa adanya kebijakan yang sama pada triwulan laporan, laju inflasi tahunan pun tercatat turun cukup drastis. Di samping itu, penurunan inflasi juga merupakan dampak dari berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran di akhir triwulan. Turunnya tarif transportasi baik tarif angkutan antarkota, tarif tranportasi laut, serta transportasi udara pada akhir triwulan laporan diyakini turut berkontribusi pada perlambatan laju inflasi. Hal ini disebabkan oleh selesainya kegiatan arus mudik serta arus balik selama periode perayaan Idul Fitri. Sementara itu, harga komponen pendukung alat transportasi juga disinyalir ikut menurun. Hal ini diindikasikan oleh perlambatan pertumbuhan harga karet pada triwulan laporan (Grafik 3.11).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor
Sumber: World Bank Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK11 Pada triwulan III 2014, tekanan inflasi yang menurun didorong oleh penurunan inflasi di seluruh kota IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo, Parepare, dan Bulukumba). Inflasi Watampone, Makassar, Palopo, Parepare, dan Bulukumba pada triwulan III 2014, secara berurutan tercatat sebesar 4,55% (yoy); 3,57% (yoy); 4,03% (yoy); 3.04% (yoy) dan 7,30% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di tiga kota IHK tersebut tercatat sebesar 8,14% (yoy), 5,38% (yoy), 7,36% (yoy), 5,57% (yoy) dan 14,10% (yoy) (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
2012
2013
2014
Kota (%, yoy) I
II
III
Watampone
5.69
4.42
3.94
Makassar
4.10
3.91
Palopo
4.27
Parepare
2.00
IV
I
II
III
3.65
2.90
3.28
6.72
4.61
4.57
4.76
4.54
3.99
4.15
4.11
4.34
2.54
3.78
3.49
4.67
IV
I
II
6.86
7.86
8.14
4.55
7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
13.94
14.10
7.30
5.88
5.92
3.72
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
6.22
III
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 16
Sulawasi Selatan
%, yoy
14
Makassar
12
Parepare
10 8 6 4 2 11
0 Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba I
II
2012
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
III
IV
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
2012
Kota
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.38%
0.39%
0.20%
5.88%
5.92%
3.72%
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang mengakibatkan serta musim angin timur di bulan September serta berakhirnya rangkaian event besar (Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha) menjadi penyebab utama penurunan inflasi di seluruh kota. Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang penurunan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 2,79% turun dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%. Sementara sumbangan penurunan inflasi terendah disumbangkan oleh Kota Parepare (Tabel 3.2).
16
%, yoy
14 12
Sulawasi Selatan
Bulukumba
Makassar
Palopo
Parepare
Watampone
10 8 6 4 2 0 I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
3.3. Disagregasi Inflasi12 Menurunnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan III 2014 terutama bersumber dari komponen administered prices dan volatile food. Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan III 2014 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 4,39% (yoy), turun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 11,22% (yoy). Turunnya inflasi administreted prices, selain pengaruh faktor base effect akibat inflasi yang sangat tinggi pada triwulan III 2013 terkait naiknya harga BBM, juga dipengaruhi oleh berakhirnya arus mudik dan arus balik pasca Lebaran. Inflasi komponen ini sendiri merupakan dampak implementasi kebijakan pemerintah yang menaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) secara bertahap (terakhir pada 1 September 2014) dan harga LPG pada awal September 2014.
12
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
35
BAB 3 INFLASI DAERAH
Inflasi IHK 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Administered Price
Core
Volatile Food
%, yoy
4.39 4.12 3.72 1.72 I
II
III
IV
I
II
2013
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.13. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Turunnya inflasi pada komponen volatile food merupakan dampak lanjutan hilangnya faktor musiman pasca Lebaran dan kondisi cuaca yang masih mendukung ketersediaan pasokan. Inflasi pada komponen volatile food tercatat mengalami penurunan yaitu dari 6,11% (yoy) di triwulan II 2014 menjadi 1,72% (yoy) di triwulan III 2014. Berakhirnya faktor yang bersifat musiman yaitu hari besar keagamaan serta membaiknya kondisi cuaca mendukung kegiatan produksi pangan dan kegiatan penangkapan ikan yang mengakibatkan terjaganya harga bahan makanan seperti ikan, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam. Pada inflasi inti (core inflation), penurunan juga terjadi dalam level yang rendah. Tercatat pada triwulan III 2014, inflasi pada komponen inti mengalami penurunan dari 4,47% (yoy) menjadi 4,12% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok kesehatan, pendidikan, dan makanan jadi. Turunnya harga emas perhiasan menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang yang pada gilirannya meredam laju inflasi inti sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kelembagaan yang ditunjukkan oleh telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota. Dengan peresmian TPID Kabupaten Gowa pada tanggal 21 Oktober 2014, maka saat ini TPID telah ada di 24 kabupaten/kota di seluruh Sulawesi Selatan (Tabel 3.4). Dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten/kota maka diharapkan ke depannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat berjalan lebih baik. Tabel 3.4. TPID Setingkat Kabupaten/Kota
36
NO
TPID
1
SURAT KEPUTUSAN
KET
NOMOR
TANGGAL
Provinsi Sulawesi Selatan
3956 / XII / 2009 diperbaharui dengan SK No. 238 / II / 2014
09-Des-09
2
Kota Palopo
457 / III / 2011
01-Mar-11
Sampel IHK
3
Kabupaten Bone
228 / 2011
06-Jul-11
Sampel IHK
4
Kota Pare-Pare
18 / 2012
17-Jan-12
Sampel IHK
5
Kota Makassar
510.05 / 356 / KEP / II / 2012
14-Feb-12
Sampel IHK
6
Kabupaten Pangkep
374 / VII / 2013
01-Jul-13
-
7
Kabupaten Tana Toraja
179 / VII / 2013
02-Jul-13
-
8
Kabupaten Soppeng
332 / IX / 2013
04-Sep-13
-
9
Kabupaten Maros
560 / KPTS / 500 / IX / 2013
09-Sep-13
-
10
Kabupaten Sinjai
627 / 2013
09-Sep-13
-
11
Kabupaten Bulukumba
1046 / X / 2013
07-Okt-13
Sampel IHK
12
Kabupaten Bantaeng
500 / 621 / XII / 2013
13-Des-13
-
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
03-Feb-14
-
BAB 3 INFLASI DAERAH
NO
TPID
13
SURAT KEPUTUSAN
KET
NOMOR
TANGGAL
Kabupaten Enrekang
673 / KEP / XII / 2013
31-Des-13
-
14
Kabupaten Luwu Timur
04 / I / 2014
02-Jan-14
-
15
Kabupaten Takalar
47 / 2014
15-Jan-14
-
16
Kabupaten Barru
171 / ADM.EKO / I / 2014
29-Jan-14
-
17
Kabupaten Toraja Utara
107 / II / 2014
08-Feb-14
-
18
Kabupaten Luwu
No.191/III/2014
18-Mar-14
-
19
Kabupaten Wajo
279 / 2014
20-Mar-14
-
20
Kabupaten Luwu Utara
188.4.45/188/III/2014
20-Mar-14
-
21
Kabupaten Jeneponto
87 / 2014
28-Apr-14
-
22
Kabupaten Sidenreng Rappang
200/IV/2014
28-Apr-14
-
23
Kabupaten Kepulauan Selayar
198 / V / 2014
14-Mei-14
-
24
Kabupaten Pinrang
050/291/2014
23-Jun-14
-
25
Kabupaten Gowa
409/X/2014
21-Okt-14
-
Selama triwulan III 2014, TPID Sulsel telah melakukan koordinasi baik di tingkat wilayah, provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Sepanjang triwulan III 2014, telah dilakukan 2 (dua) kali pertemuan dengan beberapa agenda terkait penanganan inflasi. Pada 14 Agustus 2014, dilakukan pertemuan untuk menyelaraskan pemahaman program kerja dan fungsi koordinasi TPID kabupaten/kota. Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati untuk melakukan kegiatan studi banding. Rencana studi banding dilakukan pada minggu terkahir September 2014 dan mengunjungi TPID berprestasi di Jawa. Rencana ini telah direalisasikan berkoordinasi dengan TPID Provinsi D.I. Yogyakarta. Sementara itu, pertemuan pada tanggal 22-23 September 2014 mengangkat agenda peningkatan upaya pengendalian ekspektasi inflasi. Pada pertemuan ini disepakati untuk melakukan komunikasi dengan media secara intensif untuk membantu pengendalian inflasi melalui jalur media massa dan hasilnya saat ini siaran pers telah dilakukan TPID melalui media massa. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia juga telah dikomunikasikan untuk mendukung upaya menjangkar ekspektasi inflasi dan tracking perkembangan harga terkini.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
37
BAB 3 INFLASI DAERAH
Boks 3.A.
Pembentukan TPID di seluruh Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan telah Selesai Dilakukan
Mandat pembentukan TPID melalui Inmendagri No.027/1696/SJ tahun 2013 telah mendorong seluruh wilayah untuk membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Terbitnya Inmendagri tersebut menginstruksikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk membentuk TPID dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan telah mengambil langkah-langkah strategis yang salah satunya adalah mendorong pembentukan TPID di tingkat kabupaten/kota di seluruh Sulawesi Selatan. Pembentukan TPID kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi dalam pengendalian inflasi, dan meminimalkan kendala kondisi geografis Sulsel yang cukup luas. Oleh karena itu, Gubernur Sulawesi Selatan mendorong pembentukan TPID seluruh kabupaten/kota di Sulsel sejak terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut. Pembentukan TPID kabupaten/kota dilakukan secara bertahap, dengan 3 (tiga) strategi utama. Pertama, melakukan kunjungan ke masingmasing kabupaten/kota yang belum terbentuk, dengan memberikan penjelasan mengenai tujuan dan fungsi TPID, serta contoh sukses dari TPID kabupaten/kota lainnya. Kunjungan dilakukan oleh sekretariat TPID Provinsi Sulsel secara bergantian. Kedua, terus melibatkan kepala Daerah dalam High Level Meeting TPID Provinsi Sulsel, maupun perwakilan kabupaten/kota dalam pertemuan TPID se-Zona. Ketiga, memberikan contoh (template) bentuk surat keputusan TPID mengacu kepada Inmendagri dan best practice TPID kabupaten/kota lain yang sudah terbentuk. Pembentukan TPID se-Sulsel ditarget telah selesai pada tahun 2014. Setelah lebih dari separuh TPID (52%) terbentuk di akhir 2013, maka target tahun 2014 adalah terbentuknya TPID di seluruh kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. Akhirnya, 13 pada Oktober 2014, semua kabupaten/kota se-Sulsel telah terbentuk, dengan terbentuknya TPID Kabupaten Gowa . Prosesi pembentukan TPID Kab. Gowa berbeda dengan TPID kabupaten/kota yang lain, karena diiringi dengan proses pelantikan oleh Bupati Gowa, yang dilanjutkan dengan arahan Visi dan Misi pembangunan Kab. Gowa hingga beberapa dekade ke depan. Bupati mengharapkan proses kegiatan investasi di Kab. Gowa yang lebih terencana, dengan rencana pemindahan ibukota Kab. Gowa, dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi.
Gambar 3.A.1. Pelantikan Anggota TPID Kab. Gowa
Dengan telah selesainya proses pembentukan TPID kabupaten/kota, tantangan selanjutnya adalah mengoptimalkan aksi, komunikasi, dan koordinasi baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota. Agenda yang menjadi pekerjaan bersama adalah menjaga ketersediaan pasokan dan stok, kelancaran distribusi, serta pengendalian ekspektasi 14 inflasi. Dalam rekomendasi High Level Meeting TPID Sulsel di triwulan III 2014 mengamanatkan bahwa agar upaya-upaya tersebut seharusnya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sebelum adanya potensi kenaikan harga, sehingga hasilnya lebih optimal. Misalnya, potensi kenaikan permintaan bumbu dan daging pada saat Lebaran (Juli 2014), kenaikan harganya dapat diredam karena telah dilakukan produksi dan penyiapan stok sejak bulan April 2014.
13 14
SK Bupati Gowa No.409/X/2014 tanggal 21 Oktober 2014 Diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 2014
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 3 INFLASI DAERAH
Boks 3.B.
Pembagian Zona TPID Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan
Efisiensi koordinasi menjadi latar belakang perlunya adanya zonasi dalam kelembagaan TPID di Provinsi Sulawesi Selatan. Mengantisipasi perkembangan TPID kabupaten/kota yang semakin pesat, yang disertai dengan peningkatan intensitas kegiatan dan permintaan pendampingan dan koordinasi, maka TPID Provinsi Sulsel berinisiatif meningkatkan efisiensi koordinasi dengan jalan pembagian zona TPID kabupaten/kota. Hal ini terkait dengan luas wilayah Sulsel yang sebesar 45.764,53 km2, terdiri 24 kabupaten/kota (21 kabupaten, 3 kota, 304 kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan), sehingga menjadikan tantangan bagi koordinasi TPID ke depan. Pengembangan zona TPID dilakukan berdasarkan pendekatan teori Growth Pole. Berdasarkan teori Growth Pole (kutub pertumbuhan), secara geografis suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas/infrastruktur dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), sehingga berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, (2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis, (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya. Oleh karena itu, dalam pembagian zona, ditentukan 1 (satu) kota yang akan menjadi kutub bagi kota yang lainnya. Dasar penentuan kriteria kutub per zona adalah kota sampel survei biaya hidup (SBH), letak geografis (jarak antarkota), karakteristik sektoral, dan perkembangan keuangan perbankan. 15
Berdasarkan sampel Survei Biaya Hidup (SBH) , pangsa PDRB, maupun aset perbankan terdapat lima kota yang dapat dijadikan patokan kutub pertumbuhan. Berdasarkan kota sampel SBH antara lain Kota Palopo, Kota Parepare, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, dan Kota Makassar, menjadi dasar perhitungan inflasi Sulsel. Dengan adanya kota sampel inflasi tersebut, maka diharapkan inflasi dari kota yang bersangkutan dapat menjadi acuan tingkat inflasi bagi kota lain yang masuk dalam satu zona. Kelima kota tersebut juga relatif sejalan dengan besaran pangsa PDRB maupun aset perbankan, terhadap total Sulsel, yang sebaran gradasi panga PDRB maupun aset perbankan relatif merata di sekitar kota tersebut.
Gambar 3.B.1. Pangsa PDRB Kab/Kota terhadap Sulsel
Gambar 1.B.2. Pangsa Aset Perbankan Kab/Kota terhadap Sulsel
Selanjutnya, dari kota-kota yang menjadi kutub tersebut, ditentukan kabupaten yang akan masuk se-zona, dengan mempertimbangkan geografis (jarak) dan sumbangan terhadap PDRB Sulsel. Penerapaan kriteria jarak adalah dengan minimasi jarak antar kota (Tabel 3.5 s/d Table 3.9), agar memudahkan koordinasi apabila diselenggarakan pertemuan zona. Selain itu, diusahakan bahwa masing-masing zona memiliki pangsa sekitar 12%-20% terhadap ekonomi Sulsel, dengan salah satunya ada kota/kab yang memiliki sumbangan terbesar.
15
Dilakukan oleh BPS
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
39
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 3.B.1. Matrix jarak Zona Palopo
Luwu Timur Luwu Utara Toraja Utara Tana Toraja Palopo Luwu
Zona Palopo
Zona Palopo Luwu Timur Luwu Utara Toraja Utara Tana Toraja Palopo Luwu 0 9 141 126 71 86 9 0 148 135 77 88 141 148 0 61 77 101 126 135 61 0 90 127 71 77 77 90 0 38 86 88 101 127 38 0
Tabel 3.B.4. Matrix jarak Zona Parepare
Tabel 3.B.2. Matrix jarak Zona Bone/Watampone
Zona Bone/Watampone
Soppeng Bone Wajo Sinjai
Zona Bone/Watampone Soppeng Bone Wajo Sinjai 0 43 145 39 43 0 185 78 145 185 0 107 39 78 107 0
Enrekang Pinrang Sidrap Parepare Barru
Zona Parepare
Zona Parepare Enrekang Pinrang Sidrap Parepare Barru 0 68 100 91 140 68 0 33 29 76 100 33 0 36 63 91 29 36 0 49 140 76 63 49 0
Tabel 3.B.5. Matix jarak Zona Bulukumba Zona Bulukumba Bulukumba Bantaeng Jeneponto Selayar Bulukumba 0 22 55 182 Bantaeng 22 0 33 196 Jeneponto 55 33 0 221 Selayar 182 196 221 0
Zona Bulukumba
Tabel 3.B.3. Matrix jarak Zona Makassar
Zona Makassar
Pangkep Maros Makasar Gowa Takalar
Zona Makassar Pangkep Maros Makasar Gowa Takalar 0 9 39 47 62 9 0 35 38 54 39 35 0 41 34 47 38 41 0 31 62 54 32 31 0
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, maka ditetapkan 5 (lima) Zona antara lain Zona Bone/Watampone, Zona Bulukumba, Zona Makassar, Zona Palopo, dan Zona Parepare. Dengan ditetapkannya 5 (lima) zona TPID ini, diharapkan proses pengelolaaan inflasi akan lebih efektif dan pertumbukan ekonomi akan lebih merata di seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Adapun pembagian zona kabupaten/kota adalah sebagai berikut: Zona Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Luwu Utara Kab. Toraja Utara Kab. Tana Toraja Kota Palopo Kab. Luwu
Zona Parepare Kab. Enrekang Kab. Pinrang Kab. Sidrap Kota Parepare Kab. Barru
Zona Bone
Zona Makassar Kab. Pangkep Kab. Maros Kota Makasar Kab. Gowa Kab. Takalar
Kab. Soppeng Kab. Bone Kab. Wajo Kab. Sinjai
Zona Bulukumba Kab. Bulukumba Kab. Bantaeng Kab. Jeneponto Kab. Selayar
Gambar 3.B.3. Pembagian Zona TPID Sulsel
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan III 2014, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan perlambatan pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh perlambatan aset seluruh kelompok bank terutama bank asing dan campuran. Sementara itu, kegiatan intermediasi (LDR) sedikit menurun pada triwulan III 2014 menjadi sebesar 125,06% yang disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan DPK yang lebih kecil dibandingkan kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan masih terjaga dengan baik yang tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman. Masih amannya rasio NPL juga mendukung ketahanan sektor keuangan baik pada sektor korporasi, rumah tangga, namun perlu perhatian khusus pada kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan sudah melwati batas aman 5%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
41
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1. Kondisi Umum Perbankan16 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 2014, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 47 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantor pada bank swasta sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah 1, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
RINCIAN Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional
2011 I
II
2012 III
IV
I
II
2013 III
IV
I
II
2014* III
IV
I
II
III
36
37
38
40
41
41
41
41
42
44
45
46
46
47
47
31
32
32
34
35
35
35
35
36
38
39
40
40
41
41
UUS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
Syariah
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
689
724
812
844
848
895
925
936
940
950
959
971
974
979
980
27
27
27
27
27
27
28
28
28
29
29
29
29
29
29
Jumlah Kantor* BPR
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara)
4.1.2 Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan III 2014 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 10,28% (yoy) atau menjadi Rp99,57 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 12,97% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada seluruh kelompok bank terutama pada bank asing dan campuran, disusul oleh bank pemerintah dan bank swasta nasional masing-masing dari 12,12% (yoy), 11,72% (yoy) dan 14,87% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 3,98% (yoy), 9,76% (yoy) dan 11,16% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
2013
Nominal (Rp Miliar) 2014
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
I
II
III
IV
I
II
III
Total Aset
19.69
19.04
20.78
14.66
12.41
12.97
10.28
80,876
86,366
90,288
90,932
90,909
97,572
99,571
Bank Pemerintah
17.84
17.14
19.37
11.54
8.97
11.72
9.76
48,337
51,537
53,300
52,533
52,670
57,579
58,500
Bank Swasta Nasional
22.81
22.38
23.30
19.18
17.82
14.87
11.16
31,919
34,293
36,341
37,682
37,606
39,391
40,398
9.85
(0.02)
2.89
21.38
2.01
12.12
3.98
621
537
647
717
633
602
673
Bank Asing dan Bank Campuran
4.1.3 Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) jenis giro dan deposito yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan III 2014 melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp64,34 triliun atau tumbuh sebesar 12,17% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 14,86% (yoy) (Tabel 4.3). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh menurunnya kinerja jenis simpanan giro dan tabungan. Giro tumbuh melambat dari 20,24% pada triwulan II 2014 menjadi hanya 5,11% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari 10,31% (yoy) menjadi 8,58% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara tabungan tumbuh lebih cepat dari 20,97% (yoy) menjadi 23,39% (yoy).
16
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kredit yang disalurkan perbankan mencatat perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 seiring perlambatan pada kredit yang digunakan untuk investasi dan konsumsi. Kredit tercatat tumbuh sebesar 7,26% (yoy) menjadi Rp80,46 triliun setelah tumbuh 8,77% (yoy) pada triwulan II 2014. Perlambatan ini didorong oleh melambatnya penyaluran kredit untuk investasi dan konsumsi sedangkan kredit untuk modal kerja dapat mencatat akselerasi pertumbuhan (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh melambat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, LGA, perdagangan, dan pengangkutan. Sementara sektor konstruksi, jasa dunia usaha, dan jasa sosial masyarakat tumbuh lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.4). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
DPK a. Giro
2013
Nominal (Rp Miliar) 2014
2013
I
II
III
IV
I
II
III
14.36
11.31
14.91
12.52
11.20
14.86
12.17
2014
I
II
III
IV
I
II
52,302
53,457
57,359
60,444
58,162
61,402
III 64,339
4.00
11.13
27.07
6.82
2.83
20.24
5.11
7,770
8,092
9,221
7,845
7,990
9,730
9,693
b. Tabungan
17.27
10.52
12.37
11.25
10.66
10.31
8.58
29,321
30,068
32,076
35,007
32,446
33,168
34,828
c. Deposito
14.72
13.01
13.79
18.01
16.53
20.97
23.39
15,211
15,297
16,062
17,592
17,726
18,504
19,819
25.25
23.55
22.79
13.84
10.97
8.77
7.26
68,371
72,937
75,014
75,388
75,874
79,336
80,463
a. Modal Kerja
26.63
16.67
16.86
6.76
4.92
9.01
14.09
25,980
26,659
26,160
27,231
27,257
29,062
29,847
b. Investasi
22.01
36.81
43.39
27.36
19.70
6.77
(1.98) 12,232
14,486
15,769
14,494
14,642
15,467
15,457
c. Konsumsi
25.43
24.21
19.41
14.76
12.65
9.48
6.27
30,158
31,793
33,085
33,663
33,974
34,807
35,159
130.72
136.44
130.78
124.72
130.45
129.21
125.06
2.94
2.83
2.91
2.85
3.14
3.54
3.57
Kredit
LDR (%) NPLs Gross (%)
Dengan pertumbuhan kredit yang melambat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih rendah, yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 129,21% pada triwulan III 2014, lebih rendah dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 125,06% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor jasa dunia usaha, sektor konstruksi, dan sektor industri pengolahan. Melemahnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan III 2014 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio nonperforming loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,57%. Angka ini tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,54% (Tabel 4.3). Di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, perbankan harus tetap menjaga kualitas kredit para nasabahnya agar rasio NPL terus terjaga di bawah batas aman. Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
Nominal (Rp Miliar) 2014
2013
2014
2013
I
II
III
IV
I
II
III
Kredit
25.25
23.55
22.79
13.84
Pertanian
54.83
23.84
18.27
15.20
10.97
8.77
7.26
0.18
7.37
3.59
Pertambangan
43.43
23.79
18.29
(0.70) (15.62)
24.84
21.10
Industri Pengolahan
53.82
42.92
40.51
(20.26) (26.55)
(24.54)
(23.94)
II
III
IV
I
II
68,371
72,937
75,014
75,388
75,874
79,336
80,463
1,403
1,396
1,385
1,400
1,405
1,499
1,435
I
III
447
449
444
397
377
560
537
5,335
5,579
5,631
4,186
3,918
4,210
4,283
Listrik, Gas, Air
(2.83)
(6.75) (10.02)
35.05
63.77
111.80
91.49
133
116
121
191
218
245
232
Konstruksi
24.20
13.54
14.85
13.44
18.62
31.89
40.69
2,565
2,780
2,966
3,034
3,043
3,666
4,173
Perdagangan
28.94
30.21
31.67
26.83
22.08
11.45
10.23
19,933
22,957
23,360
24,132
24,334
25,587
25,748
Pengangkutan
50.88
59.70
59.68
25.96
12.48
6.76
3.02
2,631
2,763
2,864
2,923
2,960
2,950
2,951
Jasa Dunia Usaha
11.07
8.05
9.04
14.32
15.65
4.79
4.88
3,240
3,433
3,414
3,550
3,747
3,598
3,581
3.11
11.08
26.31
26.84
12.94
19.27
22.03
1,619
1,650
1,733
1,780
1,828
1,968
2,115
19.45
17.63
14.99
10.14
9.58
10.18
6.99
31,065
31,814
33,096
33,794
34,043
35,053
35,408
Jasa Sosial Masyarakat Lain-lain
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
43
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1.4 Bank Syariah Total aset perbankan syariah pada triwulan III 2014 tumbuh lebih lambat dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 3,68% menjadi Rp5,62 triliun, lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 9,72% (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan aset baik milik bank pemerintah maupun bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2014
2013
2014
2013
II
III
16.31
9.72
3.68
4,802
5,085
5,420
5,576
5,586
5,580
5,619
20.35
15.27
9.78
6.81
913
958
1,033
1,045
1,052
1,051
1,103
38.14
23.95
16.55
9.71
2.94
3,890
4,128
4,387
4,531
4,534
4,529
4,516
30.77
42.76
39.80
28.28
30.73
10.96
2,138
2,138
2,594
2,884
2,742
2,795
2,878
16.82
21.33
14.22
(12.64)
12.69
42.14
253
232
243
338
221
262
346
28.09
21.23
37.71
32.91
30.17
29.51
15.06
969
974
1,162
1,307
1,261
1,261
1,337
46.32
47.26
53.83
58.10
37.60
36.51
0.56
916
932
1,188
1,239
1,260
1,272
1,195
40.30
40.75
38.64
24.87
15.07
17.14
15.49
3,870
4,157
4,265
4,374
4,453
4,869
4,926
181.04
194.41
164.44
151.65
162.40
174.20
171.16
1.73
1.81
1.56
1.42
1.65
2.97
3.27
I
II
III
IV
I
42.22
37.86
36.26
23.26
Bank Pemerintah
55.66
27.91
28.78
Bank Swasta Nasional
39.40
40.39
DPK
35.46
a. Giro
29.19
b. Tabungan c. Deposito Pembiayaan
Aset
Nominal (Rp Miliar)
FDR (%) NPF Gross (%)
I
II
III
IV
I
II
III
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan III 2014 menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan DPK dan pembiayaan. Pertumbuhan penghimpunan dana dan pembiayaan tercatat lebih lambat dari triwulan sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 10,96% (yoy) dan 15,49% (yoy) pada triwulan laporan. Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 171,16% yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari nonperforming financing (NPF) sebesar 3,27% pada triwulan laporan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,97%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan III 2014, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meski indikator menunjukkan adanya perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan III 2014 sebesar 187,46% menjadi 163,12%. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh akselerasi pertumbuhan DPK dari 17,41% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 34,69% (yoy). Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPD mengalami kontraksi dari 18,54% (yoy) menjadi 16,31% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR mengalami perbaikan setelah sempat mengalami penurunan pada triwulan lalu sebesar -0,50% (yoy) menjadi 4.06% (yoy) pada triwulan III 2014.
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
1,400
Aset
Rp Miliar
%, yoy
1,200
60
1,000
DPK
80 70
gAset - Skala Kanan
1,200
Kredit
LDR - Skala Kanan
%
Rp Miliar
250
1,000
200
50
800
40
600
30
800
20
400
150
600 100
400
10 200
0
(10) I
II
III IV
2010
I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
50
200
0
0
0
III
I
2014
II
III IV
2010
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR
I
II
III IV
I
II
2011
III IV
I
2012
II
III IV
I
II
2013
III
2014
Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di triwulan III 2014, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam struktur kredit kepada korporasi yang tercatat sebesar Rp18,41 triliun (kredit produktif non-UMKM). Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.3). Dari sisi pertumbuhan, penyaluran kredit kepada sektor korporasi mengalami perlambatan di triwulan III 2014. Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi ditunjang oleh menurunnya kinerja sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan. Sementara kredit sektor industri pengolahan tumbuh dekit lebih baik pada triwulan III 2014 (Grafik 4.4).
Lebih lanjut terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 4,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2014 (5,61%, yoy). Sektor pertanian mencatat kontraksi yang semakin besar dari -14,82% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi -32,89% (yoy). Faktor pendorong perlambatan lainnya adalah sektor industri perdagangan yang terus mengalami penurunan pertumbuhan dari 13,59% (yoy) menjadi 9,08% (yoy) pada triwulan III 2014. Kredit pada sektor pertambangan yang pada triwulan sebelumnya sempat membaik kembali mengalami perlambatan dari 42,06% (yoy) menjadi 25,04% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada sektor lainnya sepert LGA, konstruksi, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. Sementara sektor industri pengolahan dan jasa dunia usaha tumbuh sedikit lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pangsa Triwulan III 2014 Pertanian (0.7%) Pertambangan (1.6%)
Industri (14.9%) Perdagangan (51.4%) Lainnya (31.3%) Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
300
Total - Skala Kanan Pertambangan Perdagangan
%, yoy
250
Pertanian Industri
%, yoy
60 50
200 40
150 100
30
50
20
0 10
-50 -100
0 I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
45
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi secara keseluruhan sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat menjadi 4,09% setelah sebelumnya tercatat sebesar 4,99% (Grafik 4.5). Namun jika dilihat per sektor ekonomi, NPL kredit pada sektor pertambangan masih berada di atas batas aman (5%) yaitu sebesar 23,2% (yoy) pada triwulan III 2014. Sementara kualitas kredit sektor pertanian mengalami perbaikan cukup signifikan yang sebelumnya mencapai 37,0% (yoy) menjadi 0,4% (yoy) pada triwulan laporan.
8 7 6 5 4 3 2 1 0
Total Perdagangan Pertambangan - Skala Kanan
%
Industri Pertanian - Skala Kanan 50
%
40 30 20 10 0 -10 I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
2014
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan III 2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,40 triliun, KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit multiguna, kredit kendaraan bermotor (KKB), dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.6). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan III 2014. Total kredit yang pada triwulan sebelumnya tumbuh 10,18% (yoy) turun menjadi 6,97% (yoy). Perlambatan ini terjadi pada hampir seluruh jenis kredit rumah tangga terutama pada KPR yang mengalami perlambatan signifikan dari 20,47% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi hanya 7,37% (yoy) pada triwulan III 2014. KKB dan kredit rumah tangga lainnya mengalami perlambatan moderat masing-masing dari 35,46% (yoy) dan 57,01 (yoy) menjadi 27,71% (yoy) dan 37,66% (yoy). Sementara kredit multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari 2,26% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 8,13% (yoy) pada triwulan III 2014 (Grafik 4.7).
46
Pangsa Triwulan II 2014 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (36.4%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (11.8%)
Kredit Multiguna (30.5%) Kredit Rumah Tangga Lainnya (3.1%) Kredit Lain-lain (18.1%)
Grafik 4.6. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
60
KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan 450
40
350
20
250
0 150
(20)
50
(40) (60)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Total KKB Multiguna - Skala Kanan
%, yoy
(50) I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II 2014
Grafik 4.7. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
III
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Total
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,86% menjadi 1,88% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,48%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan III 2014 (Grafik 4.8).
4.0
KPR
KKB
RT Lainnya
Multiguna
%
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
Grafik 4.8. NPL Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan III 2014 tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh sebesar 10,63% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sempat melambat sebesar 9,63% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 33,27% atau sebesar Rp26,77 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM meningkat pada triwulan III 2014 melewati batas aman (5%) menjadi sebesar 5,47% (Grafik 4.9). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh peningkatan NPL pada hampir semua sektor terutama sektor perdagangan, konstruksi, pertambangan dan pertanian. UMKM padar sektor pertambangan mencatat NPL tertinggi pada periode laporan. Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Wilayah I Sulampua terus mencoba melakukan kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan yang dimaksud serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk mulai menabung. Pada 9 September 2014, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan dan Gerakan Indonesia Menabung kepada petani dan nelayan tambak di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan. Selain itu telah dilakukan pelatihan pengolahan daging sapi menjadi bakso, sosis dan abon yang bertempat di Teaching Industry Universitas Hasanuddin pada tanggal 29 September 2014 yang diikuti oleh ibu-ibu peserta klaster sapi dari Kabupaten Barru. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilah kepada peserta klaster sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik. NPLs UMKM 6
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy
%
Pangsa Kredit UMKM 35
Modal Kerja
30
5
25
4
20
3
15
2
10
1
5
0
0 I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
Total Kredit Non-UMKM 67%
Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 33%
Investasi
32% 68%
III
2014
Grafik 4.9. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
Grafik 4.10. Pangsa Kredit UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
47
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan tendensi yang membaik pada triwulan III 2014. Transaksi keuangan nontunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan laporan setelah sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) masih sedikit mengalami kontraksi. Faktor musiman memengaruhi pergerakan aliran uang kartal pada triwulan III 2014. Meski masih mengalami net outflow, aliran uang yang disetor mulai menunjukkan peningkatan seiring pasca Lebaran. Kegiatan penarikan uang dinilai akan terus meningkat hingga akhir triwulan IV. Adapun pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melakukan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudnyatakan clean money policy.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
49
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan III 2014, transaksi nontunai melalui sarana RTGS melanjutkan tren pertumbuhan yang meningkat. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan III 2014 sebesar Rp71,79 triliun atau tumbuh hingga 13,69% (yoy), sedikit lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2014 sebesar Rp64,81 triliun yang mencatat pertumbuhan10,89% (yoy).Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp38,09 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp22,71 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp10,97 triliun. Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk dari Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel tumbuh sedikit lebih lambat pada triwulan II 2014 yaitu dari 22,83% (yoy) menjadi 21,04% (yoy) (Grafik 5.1). Transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi tipis pada triwulan III 2014 yaitu sebesar 1,28% (yoy) setelah sebelumnya tercatat sebesar -6,79% (yoy) (Grafik 5.2). Sementara itu, transaksi dari perbankan di Sulsel kepada perbankan yang juga berada di Sulsel mengalami perlambatan yaitu dari 98,44% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 62,41% (yoy) (Grafik 5.3). RTGS From
Rp Triliun
%, yoy
gRTGS From - Skala Kanan
25
30 25
20
20 15
15
10 10
5 0
5
(5)
0
(10) I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
III
RTGS From-To
120 100 80
8
60
6
40 20
4
0 2
(20)
0
(40)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
10 0 (10) (20)
II
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
III
2014
Grafik 5.2. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
gRTGS From-To - Skala Kanan
Rp Triliun
50
20
2011
10
%, yoy
30
2014
%, yoy
gRTGS To - Skala Kanan
40
I
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel)
12
RTGS To
Rp Triliun
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
III
2014
Grafik 5.3. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
Rp Triliun
%, yoy Nominal UTLE
2,000 1,500
gUTLE - Skala Kanan
1,000 500 0 (500) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014*
Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi nontunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit masih mengalami penurunan pada triwulan III 2014. Pertumbuhan total nilai kliring pada triwulan laporan masih menunjukkan penurunan. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar -5,11% (yoy) dimana sebelumnya juga mengalami penurunan sebesar -3,61% (yoy). Penurunan ini juga terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan penurunan pada triwulan III 2014 yaitu dari 3,66% menjadi 2,56%. Hal ini sejalan dengan penurunan dari sisi rasio penolakan jumlah warkat yaitu dari 2,46% menjadi
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
2,30%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan III 2014 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 2011
URAIAN
I
II
2012 III
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
III
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah)
8.17
8.04
8.60
9.32
9.30
9.44
9.47
10.14
9.74
9.98
10.24
10.67
9.48
9.62
9.72
- Lembar (ribuan)
265
271
276
283
281
284
285
295
284
286
281
290
260
266
261
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah)
0.13
0.13
0.14
0.15
0.15
0.15
0.15
0.16
0.16
0.17
0.17
0.17
0.16
0.16
0.16
- Lembar (ribuan)
4.27
4.37
4.45
4.57
4.47
4.50
4.53
4.68
4.73
4.76
4.68
4.68
4.33
4.43
4.21
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) - Nominal (%)
2.55
2.20
2.63
2.27
2.38
2.63
2.34
2.16
2.41
2.75
3.28
2.60
2.61
3.66
2.56
- Lembar (%)
2.38
2.66
2.80
2.52
2.28
2.59
2.45
2.37
2.38
2.47
2.33
2.17
2.47
2.46
2.30
5.2. Pengelolaan Uang Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Pada triwulan III 2014, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net outflow sebesar Rp0,08 triliun. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp5,56 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,07 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami peningkatan dari Rp3,83 triliun pada triwulan II 2014 menjadi Rp5,64 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). Net outflow yang terjadi namun diikuti oleh mulai meningkatnya intensitas penyetoran uang dipengaruhi oleh faktor musiman pasca Lebaran pada Bulan Juli 2014 (Grafik 5.6). Pada awal triwulan IV 2014, kegiatan penarikan uang diperkirakan akan semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan penyetoran sehingga akan terjadi net outflow yang sesuai dengan pola historis seperti akhir tahun lalu. 6
Rp Triliun
%, yoy
5
Outflow
gOutflow - Skala Kanan
4 3 2
400
3.5
350
3.0
300
2.5
250
2.0
200
1.5
150
1.0
100
0.5
50
1 0
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow
II 2014
III
Rp Triliun
0.0
0
(0.5)
(50)
(1.0)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara kontinu terus berupaya untuk menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, pada akhir Maret 2014 yaitu dari tanggal 18 sampai dengan 22, kas keliling dibuka di daerah Mambi, Pana, dan Sumarorong di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Pada tanggal 19 sampai dengan 23 Mei 2014, telah dilakukan kegiatan kas keliling di daerah Jalang dan Doping, Kabupaten Sengkang, Sulawesi Selatan. Kemudian, pada tanggal 18 sampai dengan 22 September 2014 dilaksanakan di daerah Kepulauan Pangkep, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan III 2014, telah dilakukan sebanyak
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
51
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
8 (delapan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (7 Agustus serta 1 September), Kendari (8 Agustus serta 18 Agustus), dan ke Kupang (2 Juli, 8 Agustus, 27 Agustus, serta 22 Oktober). Pelaksanaan remise pada tanggal 7 dan 8 Agustus dalam rangka mempersiapkan pengedaran uang pecahan 100.000 tahun emisi 2014 yang mulai diluncurkan Bank Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2014. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp0,27 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,62 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 533 lembar pada triwulan III 2014. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (77,86%), diikuti Rp100.000 (20,83%), Rp20.000 (1,31%), Rp10.000 (0,19%) dan Rp5.000 (0,19%), dan Rp10.000 (0,16%)(Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciriciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I (Sulampua) juga telah melakukan kegiatan sosialisasi dengan materi dimaksud hingga ke pelosok daerah, di Sulawesi Selatan. 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Rp Triliun
%, yoy Nominal UTLE
2,000 1,500
20.83%
gUTLE - Skala Kanan
Pecahan 100.000
1,000 500
Pecahan 50.000
0 (500) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
77.86%
Pecahan Lainnya
2014*
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
52
1.69%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Boks 5.A.
Pencanangan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT)
Bank Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) pada tanggal 14 Agustus 2014. Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara BI dengan Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, serta Asosiasi Pemprov seluruh Indonesia. Kerja sama yang dijalin antara pemerintah dan pelaku industri di Bidang Sistem Pembayaran ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen nontunai (less cash society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Kegiatan GNNT merupakan perwujudan langkah Bank Indonesia untuk menciptakan sistem pembayaran yang efisien, aman, dan handal dengan menjunjung tinggi aspek perlindungan konsumen, memperhatikan perluasan akses dan kepentingan nasional. Sementara di Sulsel, pencanangan GNNT dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014. Dalam rangka mengimplementasikan GNNT tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I melakukan kerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM) dan 5 (lima) perbankan nasional, yaitu Bank Mandiri, Bank Mega, BRI, BNI, dan BCA untuk menciptakan kawasan non tunai di lingkungan kampus UNM. Rangkaian kegiatan GNNT di UNM meliputi sosialisasi kepada mahasiswa baru, pelatihan penggunaan mesin EDC (Electronic Data Capturer) kepada para kasir di lokasi Kawasan Nontunai, lomba stand up comedy, dan puncaknya adalah grand launching kawasan nontunai di Kampus UNM yang berpusat di kantin La Macca pada tanggal 9 September 2014.
Gambar 5.A.1. Penandatangan MOU antara Bank Indonesia dan UNM
Gambar 5.A.2. Peresmian kawasan non-tunai di Kantin La Macca – Kampus UNM
Pada periode Agustus s.d. November 2014, sebanyak 12 Kampus di Indonesia telah menciptakan Kawasan Nontunai. Kampus merupakan salah satu tempat pelaksanaan GNNT karena mahasiswa sebagai generasi muda yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak penggunaan instrumen nontunai. Melalui perubahan pola pembayaran dari tunai ke nontunai, mahasiswa maupun masyarakat memperoleh berbagai manfaat, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Praktis - Masyarakat tidak perlu membawa banyak uang tunai, higienis. Akses Lebih Luas - Meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran. Transparansi Transaksi - Membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal. Efisiensi Rupiah - Menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling. Less Friction Economy – Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian. Perencanaan Ekonomi Lebih Akurat – Transaksi tercatat secara lebih lengkap sehingga perencanaan lebih akurat.
Melalui sosialisasi GNNT tersebut, Bank Indonesia mengharapkan mampu meningkatkan penggunaan APMK dan E-Money dalam mendukung financial inclusion untuk menyediakan produk keuangan maupun akses perbankan yang bisa dijangkau ke seluruh pelosok tanah air.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
53
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Agustus 2013). Kemudian, tingkat kesejahteraan yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) triwulan III 2014 terpantau membaik dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa yaitu tumbuh sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Kendati demikian, kenaikan garis batas kemiskinan Maret 2014 tercatat melambat dibandingkan dengan September 2013 yang disebabkan oleh penurunan inflasi tahunan pada Maret 2014.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
55
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,10% (Sakernas Agustus 2014) atau stabil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,10% (Agustus 2013). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 176,91 ribu orang per Agustus 2013 menjadi 188,76 ribu orang per Agustus 2014 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Agustus 2014 yang mencapai 3.715,80 ribu orang dari 3.468,19 ribu orang pada Agustus 2013 atau naik 247,60 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus 2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama taun lalu. Sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58% (yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2). Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
KEGIATAN UTAMA
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka)
Agustus
Agustus
2013
2014
3.468.192 3.291.280 176.912
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
3.715.801 3.527.036 188.765
60,5%
62,0%
5,1%
5,1%
Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 60,50% pada Agustus 2013 menjadi 62,00% pada Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 3,72 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,47 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) meningkat sebesar 7,96%. Peningkatan tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang turun sebesar 2,34% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga meningkat dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan IPD6 naik sebesar 6,85% (yoy) lebih besar dibandingkan penurunan triwulan sebelumnya (-2,13%, yoy).
160
140
IKLK
IPD6
gIndeks - Skala Kanan
%, yoy
Indeks
120 100 80 60 40 20
0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
180 160
%, yoy
Indeks
20
100
10
80
0
60
-10
40
-20
20 0
-30 I
2014
40 30
120
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
gIndeks - Skala Kanan
140
III
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
56
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15
II 2014
III
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Kategori
Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Jumlah
Agustus 2013 Jumlah
Pangsa
1,428,151 196,332 603,804 598,976 463,998 3,291,261
43.40% 6.00% 18.30% 18.20% 14.10% 100.00%
Agustus 2014
Pertumbuhan
Jumlah
1.23% -13.48% -12.07% -4.40% 1.32% -27.40%
1,474,491 202,003 673,726 703,903 472,913 3,527,036
Pangsa
41.80% 5.70% 19.10% 19.90% 13.40% 99.90%
Pertumbuhan
3.24% 2.89% 11.58% 17.52% 1.92% 37.15%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.2. Penduduk Miskin17 Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2014 meningkat dibanding September 2013 baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan menjadi 864,3 ribu pada Maret 2014, dari 857,44 ribu per September 2013, atau naik sebesar 9,73% (yoy). Persentase tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat dari naiknya garis batas kemiskinan. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan sebesar 10% (yoy) menjadi 162,49 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami kenaikan sebesar 10% (yoy), menjadi 701,91 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,20% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 18,80% disumbang oleh penduduk kota. Diperlukan upaya terpadu melalui pengembangan kewirausahaan di pedesaan dengan pengembangan komoditas unggulan daerah untuk memperluas lapangan kerja di pedesaan. Hal tersebut selain dapat mengurangi pengangguran, juga dapat mengurangi kemiskinan di pedesaan. Selain itu, diharapkan juga minat masyarakat untuk tetap bekerja di desa dapat ditingkatkan agar dapat mengurangi tingkat urbanisasi.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2013
Pertumbuhan garis kemiskinan pada Maret 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan September 2013. Perlambatan tersebut sejalan dengan penurunan inflasi pada Maret 2014 menjadi sebesar 5,88% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 7,24% (yoy) pada September 2013. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan I 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik.
17
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
57
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln)
Pertumbuhan YoY
Inflasi YoY
Mar-12
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Kota
206,201
215,790
221,892
235,488
240,276
7.61%
9.13%
8.29%
4.61%
7.24%
5.88%
Desa
191,195
183,959
192,161
207,023
211,271
0.51%
12.54%
9.94%
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain seSulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,28%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,30%) dan Sulawesi Utara (8,75%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada September 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 30,05% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini18 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama empat tahun terakhir (2010 sampai dengan 2013) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Namun demikian, pada 2013, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,43 atau lebih tinggi daripada nasional (0,41).Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi (0,44) terjadi di Gorontalo dan Papua yang terjadi selama 2 (dua) tahun berturut-turut. Setelah dua provinsi tersebut, berlanjut nilai gini ratio terbesar kedua (0,43) adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara dan nilainya lebih baik daripada tahun 2012. Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
2010
2011
2012
2013
Gorontalo
Provinsi
0,43
0,46
0,44
0,44
Papua
0,41
0,42
0,44
0,44
Sulawesi Selatan
0,40
0,41
0,41
0,43
Sulawesi Tenggara
0,42
0,41
0,40
0,43
Papua Barat
0,38
0,40
0,43
0,43
Sulawesi Utara
0,37
0,39
0,43
0,42
Sulawesi Tengah
0,37
0,38
0,40
0,41
Maluku
0,33
0,41
0,38
0,37
Sulawesi Barat
0,36
0,34
0,31
0,35
Maluku Utara
0,34
0,33
0,34
0,32
0,38
0,41
0,41
0,41
Indonesia
Sumber: Booklet Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS, Agustus 2013
6.4. Nilai Tukar Petani19 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulsel pada triwulan III 2014 menurun menjadi sebesar 105,81 lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya (105,56) (Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian. Penurunan pertumbuhan Indeks yang Diterima Petani sebesar 7,52% (yoy) dari sebesar 109,96 pada triwulan III 2013
18
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 19 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
menjadi sebesar 118,22 pada triwulan III 2014 (Grafk 6.7). Lebih lanjut, Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 5,20% dari 106,86 pada triwulan III 2013 menjadi 112,42 pada triwulan III 2014 (Grafik 6.6). 115
Indeks
%, yoy
Nilai Tukar Petani gIndeks - Skala Kanan
110
8
6 4
100
2
100
95
0
95
90
-2
90
85
-4
85
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
%, yoy
Indeks yang Dibayar Petani gIndeks - Skala Kanan
110
105
I
Indeks
115
105
III
I
II
2014
III
IV
I
II
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
115
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Indeks
%, yoy
Indeks yang Diterima Petani gIndeks - Skala Kanan
110
14 12 10
105
8
100
6
95
4
90
2
85
0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
59
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 7 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,3% (yoy) dan 7,4% - 8,4% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2014 tetap lebih baik. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi) maupun permintaan ekspor yang tetap kuat. Di sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami akselerasi, didorong oleh faktor musiman dan permintaan domestik. Sementara sektor pertanian diperkirakan melambat, karena masih dalam fase musim tanam. Tekanan harga akhir tahun 2014 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah, didukung dengan relatif minimalnya dampak kenaikan harga tarif dasar listrik. Namun demikian, tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah (BBM) akan menjadi faktor risiko yang dapat meningkatkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
61
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan IV 2014 diperkirakan akan didorong oleh aktivitas semua komponen sisi permintaan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2014 diperkirakan dalam arah stabil hingga meningkat dalam kisaran 7,8% - 8,3% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap baik, dengan adanya peningkatan permintaan lokal saat musim perayaan dan liburan akhir tahun. Aktivitas konsumsi lokal ini, mendorong impor Sulsel yang lebih tinggi, karena untuk memenuhi permintaan masyarakat, industri di Sulsel mengimpor bahan baku sekitar 60% total impor. Di sisi lain, kegiatan ekspor dan pengiriman ke luar pulau diperkirakan masih melemah. Dari sisi sektoral, konsumsi lokal mendorong aktivitas sektor industri pengolahan, sektor transportasi, dan sektor perdagangan. Masih melemahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014, negara permintaan mitra dagang Sulsel dan tren perlambatan ekonomi dunia, mendorong melemahnya ekspor. Meskipun ekonomi global membaik, namun lebih rendah dan tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju, sementara ekonomi negara berkembang melambat. Secara kawasan, Tiongkok dan ASEAN cenderung melemah, sementara ekonomi Jepang meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi domestik dan global, ekonomi Sulsel keseluruhan tahun 2014 diperkirakan cenderung stabil pada kisaran 7,4% - 8,4% (yoy), dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 (7,65%, yoy). 10
%, yoy
9 8 7
6
2013: 8,37%
2012: 7,61%
5
2015: 7,3% - 8,3%
2014: 7,4% - 8,4%
2015 Q4
2015 Q3
2015 Q2
2015 Q1
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
2013 Q4
2013 Q3
2013 Q2
2013 Q1
2012 Q4
2012 Q3
2012 Q2
2012 Q1
4
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Sementara untuk tahun 2015, ekonomi Sulsel diperkirakan kembali meningkat, didukung pertumbuhan sektor utama dan kuatnya permintaan. Sektor utama yang diperkirakan meningkat antara lain sektor pertambangan, sektor Industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor transportasi. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. Kegiatan sektor-sektor tersebut secara tidak langsung meningkatkan permintaan barang/jasa masyarakat (konsumsi) dan kegiatan ekspor/impor.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan Pada triwulan IV 2014, komponen sisi permintaan lokal cenderung tetap kuat dibandingkan triwulan III 2014. Komponen permintaan lokal yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, serta komponen investasi, cenderung tetap kuat. Pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2014 didukung ekspektasi konsumen tetap terjaga. Hasil survei BPS menunjukkan ekspektasi masyarakat untuk melakukan pembelian barang tahan lama cenderung meningkat. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga akan cenderung meningkat. Hingga triwulan III 2014, penyerapan anggaran belanja APBD Sulsel baru berkisar 53,02%, demikian pula realisasi anggaran belanja juga pemerintah pusat di Sulsel baru mencapai 56,4%. Sisa dari pagu anggaran yang menumpuk pada akhir tahun 2014, diperkirakan akan meningkatkan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2014.
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
100%
120,0
perkiraan tambahan realisasi s.d. Desember 2014
80% 70%
110,0
60% 105,0
Sumber : BPS
35,9%
56,4%
52,3%
51,4%
50%
105,5
I
110,1
108,1
II
III
IV
112,4 110,1
I
64,1%
40%
111,1
111,8
100,0 95,0
89,4%
89,3%
90% 115,0
II
109,64
III
IVp
31,5%
20%
32,4%
28,8%
30% 10,6%
11,2%
9,4%
10% 0%
2013 Indeks Tendensi Konsumen
I
2014
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IVp
Perkiraan Pendapatan RT
2012
Rencana pembelian barang durable
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen
2013
2014
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel p) Realisasi s.d. Oktober 2014 Grafik 7.3. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan masih akan meningkat tinggi pada triwulan IV 2014. Keberlanjutan proyekproyek yang bersifat multiyears masih menjadi penopang pertumbuhan investasi Sulsel. Beberapa proyek besar yang akan berlangsung antara lain pembangunan industri pengolahan/pemurnian (smelter) tambang/mineral dan dukungan daya listriknya, proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Jeneponto (PLTU, 2x100 MW), kelanjutan proyek pembangunan 31 hotel dengan tambahan kapasitas mencapai 5.125 kamar di Makassar, Pembangunan Stadion Barombong dengan 40.000 tempat duduk, pembangunan pusat belanja terintegrasi, dan pembangunan infrastruktur (kereta api dan pertanian). Kinerja perdagangan eksternal (ekspor dan impor) diprakirakan menguat sehubungan dengan meningkat hingga stabilnya perekonomian negara mitra dagang. Pertumbuhan neraca perdagangan bersih (net ekspor) cenderung terus positif (surplus) pada triwulan IV 2014. Adapun negara-negara tujuan ekspor utama Sulsel antara lain adalah Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Vietnam. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2014 untuk negara Amerika dan ASEAN diperkirakan meningkat, sedangkan Tiongkok relatif stabil. Sementara ekonomi negara maju di Eropa dan Jepang, cenderung melemah. Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Pertumbuhan Ekonomi Juli 2014 Oktober 2014 (%, yoy) 2013 2014p 2015p 2013 2014p Amerika Serikat 1,9 1,7 3,0 2,2↑ 2,2↑ Kawasan Eropa -0,4 1,1 1,5 -0,4→ 0,8↓ Kawasan Asia China 7,7 7,4 7,1 7,7→ 7,4→ Jepang 1,5 1,6 1,1 1,5→ 0,9↓ Kawasan ASEAN* 5,2 4,6 5,6 5,2→ 4,7↑
2015p 3,1↑ 1,3↓ 7,1→ 0,8↓ 5,4↓
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Pada akhir tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel dan kakao) diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Harga nikel dan kakao yang trennya terus meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,2% (yoy) dan 13,8% (yoy), hingga Oktober 2014. Masih tingginya harga nikel, karena berkurangnya pasokan dari Indonesia, seiring berlakunya pembatasan ekspor ore oleh Indonesia. Dengan adanya pelonggaran untuk ekspor konsentrat tembaga mulai Agustus 2014, harga komoditas tambang yang lain, termasuk nikel, dinilai dapat sedikit terpengaruh. Sementara peningkatan harga kakao terkait kekhawatiran terhadap gangguan pasokan kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika akibat 20 wabah Ebola .
20
Potensi terganggunnya aliran supply kakao dari negara-negara penghasil kakao di Afrika seperti Pantai Gading dan Ghana.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
63
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 30.000
$/mt
Nickel
yoy
g.Nikel - sisi kanan
25.000 20.000
15.000
40%
4
30%
3,5
30%
20%
3
20%
10%
2,5
0% -10%
10.000
-20%
5.000
-30%
0
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
0%
1,5
-10%
1
-20%
0,5
-30%
0
-40% I
II
III
2012
2013
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III Okt
III Okt 2011
2011
40%
10%
2
-40%
I
yoy
USD/kg
2014
Sumber: World Bank Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Nikel
2012
Harga Internasional Coklat
2013
2014
g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Coklat
Sementara itu, perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih rendah seiring melambatnya sektor 21 tradable. Infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar pulau dan memudahkan lalu lintas 22 pengiriman barang antarpulau yang saat ini menggunakan truk dan fasilitas kapal ro-ro. Namun demikian pada triwulan IV 2014, sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan), diperkirakan akan melemah mendorong peningkatan ekspor antarpulau di triwulan IV 2014. Demikian pula adanya perayaan hari raya keagamaan (Natal) dan Tahun Baru, diperkirakan pengiriman barang industri ke kawasan timur diperkirakan meningkat.
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran Pada triwulan IV 2014, hampir seluruh sektor ekonomi diperkirakan meningkat, seiring faktor musiman dan tetap kuatnya permintaan domestik. Hampir semua sektor ekonomi di Sulsel meningkat, kecuali sektor pertanian dan industri pengolahan yang cenderung melambat karena faktor musiman. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut masih sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1% - 5,5%, yoy). Sektor pertanian, terutama subsektor tabama, diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 2014. Meskipun dampak kekeringan tidak berpengaruh signifikan, namun produksi diperkirakan relatif rendah. Hampir di semua daerah masih dalam musim tanam. Beberapa daerah yang masih terjadi panen antara lain Pinrang, Sidrap, dan Palopo, dengan luas area panen yang relatif sedikit. Curah hujan masih rendah di bulan Oktober 2014, dan mulai menengah hingga tinggi di bulan November hingga Desember 2014. Dari sisi subsektor perkebunan, luas area panen yang terbatas menjadi faktor kendala di saat tren harga kakao yang masih cenderung meningkat. Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh meningkat, seiring kenaikan harga nikel dan minimalnya gangguan operasional. Sektor pertambangan di Sulsel terutama berupa produk nikel. Proses renegosiasi kontrak yang telah selesai diyakini membuat kendala produksi menjadi minimal. Apalagi, produsen dinilai akan mengejar target produksi akhir tahunnya sehingga kinerja produksi dapat tumbuh lebih baik lagi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga Oktober 2014, harga nikel naik 24,2% (yoy) hingga level harga USD 17.482,5 per metric ton. Sektor industri pengolahan diprakirakan akan melambat pada triwulan IV 2014. Pada triwulan III 2014, sektor industri pengolahan sudah tumbuh relatif tinggi (10,0%; yoy) untuk merespons peningkatan permintaan musiman, yang diasumsikan peningkatan tersebut juga sudah mengakomodasi tambahan permintaan saat Lebaran dan juga saat 23 natal/tahun baru. Industri pengolahan biji nikel di Sulsel diperkirakan masih memiliki stok yang berlebih untuk memenuhi permintaan, ditambah pula dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Jepang. Sementara itu, dua industri 24 semen di Sulsel diperkirakan meningkatkan produksinya untuk mengimbangi pembangunan infrastruktur dan sektor konstruksi yang masih meningkat. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) diprakirakan masih akan tumbuh stabil pada triwulan IV 2014. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif melambat, seiring pertumbuhan sektor tradable yang cenderung melemah. Selain itu, 21 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 22 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 23 Produksi sudah mencapai 78% dalam bentuk nikel matte. Bahkan biji nikel (ore) dari provinsi lain masih potensial dapat menjadi tambahan produksi industri pengolahan biji nikel di Sulsel, karena industri pemurnian logam di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan. Potensi biji nikel Sulampua yang masih dapat diolah sekitar 64 juta ton. 24 Dua industri tersebut meningkatkan kapasitas produksi tahun 2014, sehingga masing-masing akan meningkatkan penjualannya sebesar 33,30% (yoy) dan 42,60% (yoy).
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN 25
larangan untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai negeri sipil, diperkirakan akan memengaruhi tingkat pertumbuhan sektor PHR. Sementara itu, sektor keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan III 2014, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit triwulan IV 2014. Sementara keseluruhan tahun 2014 akan sebesar 14,4% (yoy) lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (18,2%, yoy), 26 maupun realisasi tahun 2013 (21,8%). Perlambatan sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk 27 mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga Bank Indonesia pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2014 berkisar antara 15% - 17% (yoy) lebih rendah dari tahun 2013. Diperkirakan perbankan telah menyesuaikan rencana bisnis bank 2014 untuk menjaga prinsip kehati-hatian.
7.2. Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan IV 2014 secara umum diperkirakan berada dalam rentang 4,60% - 5,60% (yoy), dengan asumsi tidak ada kenaikan harga dari barang strategis yang diatur pemerintah. Tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices, demikian pula inflasi inti cenderung stabil. Relatif stabilnya inflasi karena ketersediaan bahan makanan yang relatif mencukupi, dengan masih terjadinya panen padi di beberapa daerah. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah, kenaikan TTL cenderung berdampak minimal. Adapun Bank Indonesia senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah koordinasi akan dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Sebagaimana asesmen yang dilakukan, setiap kenaikan BBM bersubsidi sebesar Rp1.000 per liter di Sulsel diprakirakan menambah sumbangan inflasi sebesar 1,05% - 1,45%. Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah), tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Di sisi lain, kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Hingga Oktober 2014, semua kabupaten/ kota di Provinsi Sulsel telah terbentuk TPID, sehingga jumlah TPID adalah 1 (satu) TPID Provinsi dan 24 (dua puluh empat) TPID Kab./Kota. 10% Nasional
9%
Sulsel
8%
Inflasi Tahunan
7% 6%
5% 4% 3% 2% 1%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1 Sulsel 2011: 2,87% Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1 Sulsel 2012: 4,41% Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1 Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2011: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...12 2011
2012
2013
2014
Grafik 7.5. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Pasokan pangan didukung oleh panen padi yang masih berlangsung di Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, dan Kab. Palopo. Dari sisi stok, kecukupan beras akan tersedia untuk 20 bulan ke depan. Dari aspek cuaca, curah hujan yang relatif baik pada bulan November dan Desember 2014, akan mendukung kegiatan penangkapan ikan maupun pengolahan lahan pertanian. Curah hujan sudah mulai dalam tingkat menengah di bulan November dan mulai tinggi di bulan Desember, terutama di daerah Maros, Gowa, dan Takalar.
25
Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. 26 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan III 2014 27 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2013
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
65
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Oktober 2014
November 2014
Desember 2014
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.6. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered prices triwulan IV tahun 2014 diperkirakan meningkat. Kenaikan harga yang diatur pemerintah, 28 29 yang dilaksanakan pada triwulan IV 2014 antara lain kenaikan harga LPG dan tarif tenaga listrik (TTL) . Selain itu, ada ekspektasi bahwa akan terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga LPG dan TTL telah meningkatkan inflasi administered prices Oktober 2014 menjadi 5,76% (yoy) dari akhir triwulan III 2014 4,39% (yoy). Sementara itu, apabila BBM bersubsidi dinaikkan pada tahun 2014, maka setiap kenaikan Rp1.000/liter diperkirakan akan meningkatkan inflasi sekitar 1,05% - 1,45%. Inflasi komponen core inflation diperkirakan stabil, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung moderat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang meningkat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.7) indeksnya realtif moderat menjadi 183,7 di triwulan IV 2014 dan 169,5 di triwulan I 2015, dari triwulan III 2014 sebelumnya (184,0). Di sisi lain, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif stabil (Grafik 7.8), menjadi 100,06 di triwulan IV 2014 dan 100,04 di triwulan I 2015, dibandingkan dari triwulan III 2014 (100,00). Pergerakan harga emas internasional masih menurun, sehingga subkelompok sandang lainnya mengalami perlambatan. Turunnya harga emas internasional, selain masih dipengaruhi penguatan mata uang Amerika Serikat, juga dikarenakan sentimen terhadap perekonomian Jepang yang membaik. Adanya upaya untuk mempercepat quantitative easing yang akan ditempuh oleh kebijakan Bank Sentral Jepang membuat pasar bereaksi dengan menjual emas sehingga harga berangsur turun di pasar global.
28
Kenaikan harga LPG nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp 1.500 per kg (nett Pertamina) yang terhitung mulai tanggal 10 September 2014. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg nett dari Pertamina menjadi Rp 7.569 per kg dari sebelumnya Rp 6.069 per kg. Apabila ditambahkan dengan komponen biaya lainnya, seperti transpor, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung dari sebelumnya Rp 7.731 per kg atau Rp 92.800 per tabung. 29 Peraturan Menteri ESDM No. 9 dan No. 19 Tahun 2014. Penyesuaian periode berikutnya akan dilakukan pada bulan November 2014.
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
200
100,5
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
195
100,4
190
100,3
185
100,2
180
100,1
175
100,0
170
99,9
165
99,8
160
99,7
155
99,6
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
99,5
150 I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
III
IV*
2014
I
I* 2015
III
IV
I
II
2012
Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 1800
II
III
IV
2013
I
II
III
IV*
2014
I* 2015
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
USD/troy onz
yoy
50%
1700
40%
1600
30%
1500
20%
1400
10%
1300
0%
1200
-10%
1100
-20%
1000
-30% I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
II
2013
Emas
III Okt
2014
g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.9. Perkembangan dan Proyeksi Harga Internasional Emas Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Impor Sisi Produksi Sektor pertanian Sektor pertambangan & penggalian Industri pengolahan Listrik, gas & air bersih Bangunan Perdagangan, hotel & restoran Pengangkutan & komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perush. Jasa-jasa PDRB (%,yoy) Inflasi IHK (%,yoy)
2011
2012
5,0 5,7 2,3 25,5 (3,8) (0,7)
2013
2014 IVP
2015P
Totalp
I
II
III
IV
Total
I
II
III
6,8 6,7 7,2 18,7 (3,3) (1,2)
5,7 6,6 2,5 14,6 11,9 12,9
5,8 6,7 2,5 7,4 5,9 6,2
6,9 6,8 7,3 (5,1) 9,0 (6,8)
7,0 6,8 7,8 19,6 0,3 4,5
6,4 6,7 5,1 8,2 6,4 4,0
6,3 6,7 4,7 11,5 14,6 (9,3)
6,1 6,5 4,6 8,4 11,6 (1,1)
5,8 6,3 3,9 5,3 7,6 6,7
7,0 - 7,5 6,1 - 7,1 6,2 - 7,2 7,2 - 7,7 6,3 - 7,3 6,6 - 7,6 6,2 - 6,7 4,6 - 5,6 5,5 - 6,5 12,5 - 13,0 10,0 - 11,0 13,4 - 14,4 8,3 - 8,8 10,0 - 11,0 4,0 - 5,0 2,5 - 3,0 (1,5) - (0,5) 8,8 - 9,8
6,4 (7,9) 7,6 8,6 12,1 10,9 12,1 14,8 6,7 7,6
5,4 4,4 8,9 12,5 9,7 10,5 14,9 15,9 2,3 8,4
1,2 28,4 8,2 7,8 8,6 11,5 7,5 17,2 2,3 8,2
(0,9) 5,9 9,9 9,2 11,0 10,0 10,5 14,0 1,0 6,2
3,9 12,8 8,7 8,4 13,2 8,3 10,5 15,4 5,4 8,3
13,1 (4,6) 5,8 8,1 10,7 8,0 7,1 10,6 5,9 7,9
3,9 9,3 8,1 8,4 10,9 9,4 8,9 14,2 3,7 7,6
10,8 1,5 6,2 8,9 8,0 8,3 6,3 11,2 6,7 8,0
10,9 (3,4) 7,8 11,7 6,9 9,1 3,4 7,4 6,1 7,3
13,1 (0,5) 10,0 10,7 5,2 9,9 3,1 4,6 6,0 8,2
7,8 - 8,3 10,0 - 11,0 0,5 - 1,5 7,8 - 8,3 7,9 - 8,9 8,5 - 9,0 10,7 - 11,2 10,2 - 11,2 7,0 - 8,0 7,9 - 8,4 8,7 - 9,7 9,4 - 9,9 4,0 - 5,0 4,8 -5,3 6,5 - 7,0 4,0 - 4,5 5,9 - 6,9 6,2 - 6,7 7,8 - 8,3 7,4 - 8,4
2,9
4,4
4,6
4,4
7,2
6,2
6,2
5,9
5,9
3,7
4,8 - 5,3
1,5 - 2,5 7,8 - 8,8 8,5 - 9,5 10,3 - 11,3 14,0 - 15,0 9,3 - 10,3 10,5 - 11,5 12,4 - 13,4 4,9 - 5,9 7,3 - 8,3
4,6 - 5,6
4,0 - 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
proyeksi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
67
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Boks 7.A.
Dampak (Rencana) Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong postur anggaran pemerintah lebih sehat. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembiayaan sektor lain. Latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga BBM di Indonesia terlalu murah dibandingkan negara lain se-kawasan, sehingga berpotensi BBM diselundupkan. Peningkatan daya beli masyarakat mendorong peningkatan pembelian mobil dan motor, sehingga kuota BBM bersubsidi tiap tahunnya selalu terlampaui. Bahkan, sejak awal tahun 2000, Indonesia telah beralih status menjadi importir BBM, sehingga seperlima APBN Indonesia disedot untuk subsidi energi.
Turki Prancis Inggris Singapura Brazil India Filipina Thailand Amerika Malaysia Iran Uni Emirat Arab Indonesia Brunei Darussalam Mesir Arab Saudi Venezuela
USD 2,60 USD 2,21 USD 2,12 USD 1,66 USD 1,42 USD 1,32 USD 1,28 USD 1,16 USD 0,87 USD 0,62 USD 0,57 USD 0,47 USD 0,45 USD 0,42 USD 0,29 *)1 USD = Rp12.151 USD 0,13 (rata-rata Oktober 2014) USD 0,06
USD 0,00 USD 0,50 USD 1,00 USD 1,50 USD 2,00 USD 2,50 USD 3,00
Grafik 7.A.1. Perbedaan Harga Bensin Antar Negara
Dampak kenaikan harga BBM di Sulsel relatif sama dibandingkan nasional. Apabila secara nasional, dampak setiap 30 kenaikan Rp2.000,- per liter BBM akan meningkatkan inflasi sekitar 2,09% - 1,49%, sementara di Sulsel akan meningkatkan inflasi sekitar 2,07% - 1,47%. Hal ini didorong oleh dampak kenaikan BBM terhadap inflasi secara langsung maupun tidak langsung, terhadap beberapa provinsi cenderung tinggi, karena faktor konsumsi dan kenaikan harga komoditas yang terkait (misal tarif angkutan, komoditas core, dan bahan pangan/volatile food).
TabeI 7.A.1. Prakiraan Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Sumbangan Inflasi Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Inflasi (%)
Sumbangan (%)
30,77 36,36
1,06 - 1,46 1,15 0,01
24,00 - 26,00 18,00 - 20,00
0,22 - 0,62 0,01 - 0,41 0,11 - 0,51
Dampak langsung - Bensin - Solar Tarif Angkutan*) - Angkutan Antar Kota - Angkutan Dalam Kota Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya **) - Core - Volatile Food Total dampak ke Inflasi IHK
0,47 - 0,87 1,01 - 1,41
0,39 - 0,79 0,13 - 0,53 0,06 - 0,46 2,07 -2,47
*) Dihitung dari rencana kenaikan tarif angkutan dalam kota dan luar kota di Sulsel **) Dampak tidak langsung berdasarkan estimasi dengan data terkini, yg mana elastisitas 10% kenaikan harga BBM bersubsidi akan menambah tekanan inflasi core sekitar 0,17% dan VF sekitar 0,36%.
Kenaikan harga BBM diperkirakan juga akan berdampak terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Kenaikan bensin dan solar masing-masing Rp2.000,-per liter akan meningkatkan persentase kemiskinan di Sulsel sekitar 0,87% - 1,27% atau sekitar 73,0 ribu – 113,0 ribu orang. Persentase kenaikan kemiskinan terbesar akan terjadi berturut-turut di Provinsi
30
Harga bensin dan solar bersubsidi naik masing-masing menjadi sebesar Rp8.500,- (30,77%) dan Rp7.500,- (36,36%) yang berlaku per tanggal 18 November 2014. 68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Papua (1, 5% - 1,9%), Papua Barat (1,4% - 1,8%) dan Sulawesi Tenggara (1,24% - 1,64%). Program Pemerintah Pusat untuk meminimalisir penurunan daya beli masyarakat antara lain melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, peningkatan aspek akses dan mutu pendidikan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan, dan sebagainya). Sementara dari sisi Pemerintah Daerah, TPID (SKPD terkait) perlu memastikan ketersediaan dan pasokan barang kebutuhan pokok/ bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat, meningkatkan Komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan masyarakat harus terjalin dengan tagline “Pemerintah Bersama Rakyat”, dan melaksanakan crash program dalam rangka memitigasi dampak penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya program padat karya dan program peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
69
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Boks 7.B.
Tindak Lanjut Proyek Infrastruktur, What’s next?
Sulawesi Selatan masuk dalam koridor Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Sulawesi, yang diarahkan untuk pengolahan produk sumber daya alam. Mengacu kepada Perpres No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional”. Adapun Kegiatan Ekonomi Utama di Koridor Ekonomi Sulawesi adalah komoditi nikel, pertanian pangan, migas, kakao, dan perikanan. Di dalam setiap koridor bidang MP3EI terbagi atas 3 besaran, yaitu sektor riil, infrastruktur, dan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan teknologi. Dibandingkan bidang yang lain, jumlah jumlah proyek infrastruktur relatif banyak, dengan nilai investasiyang relatif besar. Dari 80 proyek MP3EI yang berada di Sulsel, 38 diantaranya merupakan proyek infrastruktur, dengan nilai investasi mencapai Rp44.475miliar. Ada pun target penyelesaian, sebagian besar dilakukan setelah tahun 2016. Adapun yang telah diselesaikan sampai dengan tahun 2013 adalah pengerukan kolam Pelabuhan Makassar dan pembangunan PLTA Karebe, Kab. Luwu Timur, dengan investasi Rp4.204 miliar. Sementara proyek yang diperkirakan selesai pada tahun 2014 (misalnya Bandara di Tana Toraja, under pass A.P. Pettarani), masih terkendala pembebasan lahan. TabeI 7.B.1. Ringkasan Proyek MP3EI di Sulsel JUMLAH JUMLAH INVESTASI BIDANG PROYEK (Rp Miliar) SEKTOR RIIL
33
32.948
1. Pertanian dan Tanaman Pangan
1
4
2. Perkebunan
1
273
3. Kelautan dan Perikanan
27
1.205
4. Energi dan Sumberdaya Mineral
4
31.467
INFRASTRUKTUR
38
44.475
SDM & IPTEK
9
1.339
TOTAL Sumber: Perpres No.48 Tahun 2014
80
78.762
2012; 1 2013; 1 2014; 5 ≥2016; 23
2012; 2013; 4 4.200 2014; 697
2015; 8.218
2015; 8 ≥2016; 31.356
Grafik 7.B.1. Target Periode Selesai Proyek MP3EI Sulsel
Grafik 7.B.2. Target Pembiayaan Proyek MP3EI Sulsel Berdasarkan Target Periode Selesai
Gambar 7.B.1. Peta Infrastruktur Utama Koridor Ekonomi Sulawesi
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
Berdasarkan Perpres No.48 Tahun 2014, di Sulawesi Selatan, terdapat 4 (empat) infrastruktur yang menjadi perhatian utama. Keempat infrastruktur tersebut adalah perluasan Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan target selesai 2015; penanganan SPAM Makassar dari 1000 l/s menjadi 2000 l/s dengan target selesai 2015; pembangunan PLTU Jeneponto 2 (2x100 MW) dengan target selesai 2016; dan pembangunan PLTU Sulsel Barru 2 (100 MW) dengan target selesai 2016.Pembangunan infrastruktur utama yang terkait MNP masih menunggu izin prinsip dari Kementerian perhubungan terkait penetapan lokasi mega proyek tersebut. Realisasi proyek infrastruktur tersebut sesuai dengan target, akan dapat meningkatkan pertumbuhan investasi Sulsel tahun 2014 dan 2015. Proyek infrastruktur dalam skema MP3EI rata-rata menggunakan pembiayaan pemerintah, BUMN, dan swasta, yang asumsikan masuk ke dalam penanaman modal dalam negeri. Apabila dihitung secara sederhana, keterkaitan antara pembiayaan PMDN dengan PDRB ataupun investasi (PMTB), tergambar dalam secara scatter dalam grafik 7.B.3 dan 7.B.4. Melalui perhitungan tersebut, diasumsikan setiap kenaikan 1% PMDN akan meningkatkan PDRB maupun investasi sekitar 0,3%. 20
18
Log PDRB y = 0,312x + 14,13 R² = 0,72
19,5
19
Log PMTB
17,8
y = 0,329x + 12,46 R² = 0,333
17,6
17,4
Linear (Series1)
Linear (Series1)
17,2
18,5
17 18
16,8 16,6
17,5
16,4
Log PMDN 17
Log PMDN
16,2 10
11
12
13
14
15
Grafik 7.B.3. Keterkaitan PDRB dengan PMDN
16
12
12,5
13
13,5
14
14,5
15
15,5
Grafik 7.B.4. Keterkaitan PMTB dengan PMDN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
71
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar) PDRB SEKTORAL 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik,Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Angkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa - jasa PDRB
2011*
2012*
14,737 4,108 7,394 575 3,251 9,645 5,179 4,297 5,907
15,533 4,290 8,050 648 3,567 10,661 5,950 4,979 6,041
I 3,831 1,123 2,108 169 913 2,797 1,544 1,323 1,494
55,094
59,718
15,304
2013** II III 4,059 4,491 1,181 1,230 2,187 2,210 173 178 964 1,022 2,876 2,966 1,613 1,660 1,414 1,468 1,529 1,604 15,995
16,828
IV 3,765 1,153 2,199 181 1,058 3,022 1,663 1,480 1,636 16,157
16,145 4,688 8,704 702 3,957 11,661 6,480 5,685 6,262
I 4,243 1,140 2,238 184 986 3,029 1,642 1,472 1,594
2014** II 4,521 1,121 2,355 194 1,035 3,139 1,668 1,518 1,622
III 5,080 1,223 2,431 197 1,076 3,259 1,713 1,535 1,700
64,284
16,530
17,173
18,214
44,163 11,064 22,559 1,661 10,788 33,032 14,867 14,585 32,064
I 12,148 2,645 5,924 460 2,808 8,956 3,959 3,970 8,472
2014** II 13,128 2,603 6,410 485 2,975 9,331 4,050 4,106 8,714
III 15,269 2,878 6,716 509 3,148 9,870 4,210 4,210 9,255
184,783
49,342
51,802
56,064
41,999 18,194 23,301 19,209
I 10,777 4,025 6,098 4,371
2014** II 10,965 4,993 6,288 5,073
III 11,296 4,909 6,639 4,631
64,284
16,530
17,173
18,214
150,284 57,756 37,028 60,284
I 40,351 14,182 10,255 15,446
2014** II 41,829 17,637 10,785 18,449
III 44,210 17,445 11,692 17,282
184,783
49,342
51,802
56,064
2013**
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar) PDRB SEKTORAL 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik,Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Angkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa - jasa PDRB
39,617 8,962 19,408 1,439 9,071 28,748 12,983 11,803 27,828
I 10,242 2,670 5,314 390 2,406 7,778 3,423 3,272 7,390
2013** II III 10,822 12,499 2,783 2,971 5,673 5,775 404 426 2,575 2,839 8,016 8,488 3,604 3,885 3,552 3,816 7,686 8,559
IV 10,600 2,640 5,797 441 2,968 8,750 3,955 3,945 8,430
159,860
42,886
45,115
47,525
2011*
2012*
34,788 8,346 16,789 1,246 7,761 24,241 10,850 9,514 23,985 137,520
49,257
2013**
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (Rp Miliar) PDRB PENGGUNAAN 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Dikurangi Impor PDRB
39,480 16,811 21,895 18,467
I 10,136 4,666 5,322 4,820
2013** II III 10,336 10,675 5,153 4,323 5,634 6,169 5,128 4,339
IV 10,852 4,052 6,176 4,923
59,718
15,304
15,995
16,157
2011*
2012*
36,971 14,165 22,651 18,694 55,094
16,828
2013**
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Miliar) PDRB PENGGUNAAN 1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Dikurangi Impor PDRB
127,528 47,012 31,813 46,493
I 34,889 13,497 8,232 13,732
2013** II III 36,028 39,053 15,772 14,148 9,019 9,906 15,704 13,849
IV 40,313 14,340 9,871 16,999
159,860
42,886
45,115
47,525
2011*
2012*
107,798 34,883 30,199 35,361 137,520
49,257
2013**
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (Rp Juta) 2011 2012 2013 Pendapatan/Kapita 2009 2010 Sulsel 12,57 14,62 16,85 19,38 22,15 Sumber : Badan Pusat Statistik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
73
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Bahan Makanan
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
2010
148.73
131.96
122.00
135.79
119.24
116.86
104.73
126.75
2011
149.06
137.77
126.48
147.55
128.36
120.24
105.50
130.39
Triwulan I
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
132.89
Triwulan II
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
133.44
Triwulan III
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
135.69
Triwulan IV
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
136.14
Triwulan I
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
139.01
Triwulan II
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
139.26
Triwulan III
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
145.51
Triwulan IV
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
144.60
Triwulan I
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
109.16
Triwulan II
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
109.71
Triwulan III
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
111.72
IHK (Akhir Periode)
Pendidikan, Transpor dan Rekreasi, dan Komunikasi Olahraga
Umum
2012
2013
2014*
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
134.91
I 137.86
2013 II III 138.15 144.29
IV 143.33
136.61
142.22
144.84
144.26
150.25
130.22
134.76
137.33
137.57
144.44
143.59
148.83
151.29
151.92
159.23
2011
2012
Makassar
129.02
Palopo Parepare Bone (Watampone)
143.33
I 108.94
2014* II 109.26
III 111.45
149.68
149.68
108.84
110.28
111.34
143.26
143.26
108.29
109.33
110.89
159.04
159.04
109.81
111.58
112.81
117.21
118.31
119.99
6.24
I 5.46
2014* II 5.38
III 3.57
2013
Bulukumba**
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2011
2012
2013 II III 4.54 7.41
IV 6.24
2013
Makassar
2.87
4.57
I 4.76
Palopo
3.35
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
5.25
6.22
7.36
4.03
Parepare
1.60
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
6.31
5.58
5.57
3.04
Bone (Watampone)
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
6.86
7.86
8.14
4.55
13.94
14.10
7.30
Bulukumba** Sumber: Badan Pusat Statistik *) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012
74
**) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
2011 2012
KREDIT
Tabungan
Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
LDR
Jumlah
6,275
26,446
13,085
45,807
20,074
9,626
23,198
52,898
115.48%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,471 7,282 7,257 7,345
25,004 27,206 28,545 31,466
13,259 13,536 14,115 14,907
45,734 48,024 49,917 53,717
20,516 22,850 22,385 25,506
10,025 10,588 10,997 11,380
24,044 25,597 27,707 29,335
54,585 59,035 61,090 66,221
119.35% 122.93% 122.38% 123.28%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
7,770 8,092 9,221 7,845
29,321 30,068 32,076 35,007
15,211 15,297 16,062 17,592
52,302 53,457 57,359 60,444
25,980 26,659 26,160 27,231
12,232 14,486 15,769 14,494
30,158 31,793 33,085 33,663
68,371 72,937 75,014 75,388
130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
7,990 9,730 9,693
32,446 33,168 34,828
17,726 18,504 19,819
58,162 61,402 64,339
27,257 29,062 29,847
14,642 15,467 15,457
33,974 34,807 35,159
75,874 79,336 80,463
130.45% 129.21% 125.06%
2013
2014
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
Pertanian
2011
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Jasa Dunia Usaha
Angkutan
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
869
309
3,460
144
2,155
15,072
1,629
2,770
1,555
24,935
52,898
Triwulan I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Triwulan II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Triwulan III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Triwulan IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Triwulan I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Triwulan II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Triwulan III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Triwulan IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Triwulan I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Triwulan II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
Triwulan III
1,435
537
4,283
232
4,173
25,748
2,951
3,581
2,115
35,408
80,463
2012
2013
2014
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
Bank Swasta Nasional
Investasi
Konsumsi
Modal Kerja
Bank Asing dan Campuran
Investasi
Konsumsi
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
2011 2012
13.55
11.83
12.83
13.34
13.61
14.09
10.62
6.81
28.61
13.45
12.84
13.32
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2013
13.49 13.24 13.21 12.63
11.69 11.34 11.11 10.92
12.79 12.70 12.54 12.23
13.16 12.74 12.55 12.28
13.60 13.62 13.36 13.09
14.56 14.36 14.31 14.01
8.50 9.32 9.53 8.85
7.29 7.91 8.36 8.07
27.35 27.67 26.16 23.83
13.30 13.00 12.90 12.47
12.77 12.60 12.39 12.19
13.46 13.35 13.19 12.88
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2014
12.56 12.77 12.94 13.00
10.74 10.57 10.79 11.08
12.20 12.12 12.11 12.18
12.31 12.01 12.72 13.04
12.89 12.71 12.99 13.53
14.04 13.89 13.83 13.91
7.21 8.12 9.14 10.20
8.21 8.37 9.16 10.06
23.67 20.92 21.14 20.92
12.40 12.38 12.80 12.99
12.05 11.65 12.02 12.57
12.85 12.74 12.72 12.78
Triwulan I Triwulan II Triwulan III
13.10 13.26 13.48
11.15 11.44 11.61
12.24 12.41 12.44
13.23 13.51 13.62
13.67 13.53 13.53
14.06 14.05 14.10
10.49 10.08 10.26
10.68 10.72 10.81
22.14 22.94 23.49
13.13 13.33 13.50
12.71 12.75 12.81
12.86 12.97 13.00
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
75
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Triliun) Periode
2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
I II III
Inflow 3.87 2.75 3.93 3.20 13.75 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56
Jumlah Outflow 1.86 3.17 3.57 3.21 11.82 1.71 2.88 5.31 4.16 14.07 2.34 3.83 5.64
Net Flow 2.01 (0.42) 0.35 (0.01) 1.93 2.69 0.35 (0.44) (0.08) 2.52 2.96 0.24 (0.08)
Inflow 66.24% 31.17% 5.71% 30.62% 29.83% 13.90% 17.51% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.15%
yoy Outflow 48.52% 66.32% 9.93% 25.87% 31.86% -7.74% -9.03% 48.58% 29.43% 19.06% 36.67% 32.62% 6.16%
Net Flow 86.83% 316.30% -23.94% 87.00% 18.68% 33.88% 184.18% 224.77% -531.87% 30.49% 9.67% -30.61% 82.72%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Wilayah I (Sulampua) (Rp Miliar) Periode
2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
I II III
Inflow 0.15 0.13 0.02 0.05 0.34 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23
Jumlah Outflow 1.80 2.53 0.86 0.34 5.53 0.28 0.78 2.51 2.63 6.20 2.20 3.22 3.93
Net Flow (1.65) (2.40) (0.84) (0.29) (5.19) (0.25) (0.70) (2.43) (2.53) (5.91) (2.05) (3.18) (3.70)
Inflow -69.71% 0.09% 200.52% -72.94% -57.62% -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11%
yoy Outflow 714.38% 60.57% -75.69% -86.00% -28.79% -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42%
Net Flow 720.99% -65.80% 76.17% 87.11% 25.43% 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% -720.65% -353.25% -52.18%
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) Jumlah
Periode 2011 2012
I II III IV
2012 2013
I II III IV
2013 2014
76
I II III
From 52.23 11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72
To 117.78 29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10
yoy From-To 21.45 4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
From 5.19% 3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04%
To 26.86% 24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28%
From-To 13.94% -1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41%
LAMPIRAN
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Ekspor dan Impor Antardaerah Provinsi Sulawesi Selatan (Rp Miliar)
Indikator Ekspor-Impor
2013
2011
2012
Ekspor Antar Provinsi (Rp miliar)
12,879
15,383
4,289
Kontribusi Thd Seluruh Ekspor
42.65%
48.36%
Impor Antar Provinsi (Rp miliar)
22,348
Kontribusi Thd Seluruh Impor
63.20%
Sulawesi Selatan
I
II
2013
III
IV
4,787
5,029
5,504
19,608
52.10%
53.08%
50.76%
52.91%
52.21%
32,625
8,724
9,834
9,681
12,020
40,259
70.17%
63.53%
62.62%
69.90%
74.39%
67.73%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel E.2. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS EKSPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nikel Biji Coklat Rumput Laut Coklat Olahan Udang Segar/Beku Ikan Olahan Kayu Lapis Biji Mete Semen Makanan Ternak NILAI EKSPOR SULSEL
2011 1,271.61 186.73 78.71 71.62 52.89 31.61 41.84 17.46 11.81 17.26 1980.92
2012 967.33 132.48 69.87 39.02 43.07 65.68 35.63 17.71 8.37 26.84 1555.76
I 258.41 50.60 15.88 4.70 11.81 11.11 9.27 6.75 2.53 5.97 403.02
2013* II III 247.29 215.37 28.35 59.06 21.04 27.43 14.72 17.22 13.91 16.46 10.33 15.23 8.84 7.77 6.10 6.66 2.44 13.55 4.84 4.62 389.29 417.56
IV 200.77 39.02 26.94 28.38 19.58 14.38 9.93 5.54 3.28 3.93 386.34
2013* 921.84 177.03 91.29 65.02 61.76 51.05 35.81 25.06 21.80 19.38 1596.21
I 213.11 19.95 33.32 29.33 14.59 8.80 10.53 5.91 1.71 4.60 366.41
2014* II 269.36 35.04 35.92 34.26 18.01 12.16 9.18 7.81 0.92 5.23 460.02
III 289.82 27.08 38.83 47.81 23.09 17.76 8.25 6.22 3.35 4.32 499.05
2014* II 285.80 43.73 38.25 32.15 8.68 5.99 3.61 1.43 9.62 4.08 460.02
III 311.42 37.87 40.90 39.09 12.43 10.53 2.05 2.57 7.58 3.27 499.05
Tabel E.3. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) NEGARA TUJUAN EKSPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jepang Malaysia Tiongkok Amerika Serikat Singapura Korea Selatan Vietnam Taiwan Jerman Belanda NILAI EKSPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
2011
2012
1,350.43 1,047.31 146.55 94.45 96.75 76.40 95.47 97.70 33.51 37.50 28.33 25.90 22.30 24.20 10.51 7.91 36.04 17.60 11.52 9.08 1980.92 1555.76
I 222.27 46.97 35.10 24.96 4.89 5.03 5.51 2.56 5.85 2.98 386.34
2013* II III 236.10 265.50 49.65 20.35 30.38 21.97 26.97 23.79 13.67 6.51 5.96 4.22 3.65 5.41 2.90 2.55 3.09 4.27 3.25 2.73 417.56 389.29
2013* IV 276.92 1,000.78 37.19 154.15 15.54 102.99 15.90 91.62 10.75 35.82 2.71 17.93 7.42 21.99 1.20 9.21 3.06 16.27 2.04 11.00 403.02 1596.21
I 229.81 31.36 28.28 26.41 5.23 5.46 6.54 1.14 6.49 3.12 366.41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
77
LAMPIRAN
Tabel E.4. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS IMPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gandum Mesin Khusus Industri Makanan Ternal Pesawat dan Komponen Mesin Industri Umum Besi dan Baja Pupuk Bahan Kimia Mesin Listrik Mesin Pembangkit Listrik NILAI IMPOR SULSEL
2011
2012
242.33 83.49 39.33 7.33 50.00 36.19 6.17 13.88 31.82 109.14 702.15
251.76 52.65 65.17 0.05 129.09 11.76 38.35 15.24 11.87 63.64 815.69
I 37.23 36.08 14.07 152.31 12.75 2.41 0.00 4.85 10.91 9.83 300.72
2013* II III 56.62 29.66 18.15 6.78 16.68 19.66 246.87 121.34 28.18 7.66 2.27 1.38 0.00 7.18 4.75 2.83 5.01 0.78 0.92 0.95 404.72 218.82
IV 62.32 8.89 20.16 0.00 7.75 3.22 6.25 0.00 2.39 1.97 126.06
2013* 185.84 69.90 70.56 520.52 56.34 9.28 13.43 12.42 19.08 13.67 1050.31
I 55.11 21.57 11.10 3.50 13.74 6.20 1.66 3.02 0.94 2.32 139.10
2014* II 48.14 19.54 41.00 0.00 30.79 4.64 2.51 0.84 1.69 3.85 181.88
III 59.15 20.07 16.90 0.00 10.83 1.42 7.44 0.04 2.93 2.38 149.05
2014* II 37.22 36.51 3.38 10.68 34.03 13.44 10.07 4.38 0.56 15.38 181.88
III 41.23 29.47 2.54 3.83 13.58 6.13 10.24 8.40 6.33 10.27 149.05
Tabel E.5. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta) NEGARA ASAL IMPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Australia Tiongkok Thailand Malaysia Argentina Amerika Serikat Jerman Singapura Rusia Kanada NILAI IMPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
2011
2012
145.69 188.78 18.10 3.42 35.90 71.98 49.19 37.86 18.50 26.48 702.15
183.47 126.69 54.29 3.54 56.43 48.03 36.51 32.42 8.80 157.33 815.69
I 31.07 28.37 11.31 1.47 12.57 9.77 14.31 13.59 151.25 12.05 300.72
2013* II III 42.16 30.08 2.95 11.29 5.84 3.31 3.14 2.01 15.63 13.19 2.43 7.88 9.19 0.39 11.96 9.63 248.15 121.33 25.18 3.91 404.72 218.82
IV 29.35 15.46 3.16 4.15 17.78 12.16 0.75 3.09 11.98 12.16 126.06
2013* 132.66 58.07 23.62 10.77 59.17 32.24 24.64 38.26 532.71 53.29 1050.31
I 40.26 24.59 9.38 5.03 10.14 25.35 0.42 7.90 0.59 2.80 139.10
F. Inklusi Keuangan Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012 4,070
2013 4,794
2014**
934
2013 986
2012
4,959
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Proyek (Ribu Rekening) 2012
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
2014**
8,207
2013 8,309
2014** 8,408
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012
1,030
8,207
2013 8,309
2014** 8,408
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 49.59
2013 57.70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
58.98
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 11.38
2013 11.86
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
78
2014**
2014** 12.25
LAMPIRAN
G. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
79
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014 Sektor Primer Kembali Mendorong Pertumbuhan Sulsel
81