Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
10 Pages
ISSN 2302-0180 pp. 74-83
PENYELESAIAN SENGKETA PENGUASAAN TANAHHAK GUNA USAHA (HGU) PERKEBUNAN KELAPA SAWITANTARA PT. UBERTRACO/NAFASINDO DENGAN MASYARAKAT(Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Singkil) Rifai Affandi1, Ilyas Ismail2, Suhaimi2 1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Under the provisions of Article 28 of Undang-Undang No. 5 of 1960 of the Basic Agrarian Law Act or Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) which states that the Cultivation Rights Title or Hak Guna Usaha (HGU) can only be given to the state owned land, but in fact the HGU granted by the Government to PT. Ubertraco/ Nafasindo indicated therein that the land belongs to the community. From the initial data explained that PT. Ubertraco/Nafasindo has worked on the state owned land based on HGU Certificate No. 1/Desa Lentong dated May 11, 1994 Simpang Kiri Aceh Selatan, area of 3,007 Hectares and HGU Certificate No. 2/1996 dated November 4, 1996 Kabupaten Aceh Selatan - Kec. Simpang Kanan Singkil, Desa Simpang Kiri with an area of 10,971 hectares, while on the community side stating that the land which have been cultivated by PT. Ubertraco/Nafasindo belongs to them.This study is a descriptive analysis using the approach of normative juridical and sociology juridical aspects. To resolve the dispute have been conducted mediation and other ways outside of court by prioritizing win-win solution principle. Keywords : Settlement of dispute,Land acquisition, Rights
Abstrak: Berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa HGU hanya dapat diberikan terhadap tanah negara, tetapi dalam kenyataannya HGU yang diberikan Pemerintah kepada PT. Ubertraco/Nafasindo didalamnya terindikasi bahwa tanah tersebut merupakan milik masyarakat. Dari data awal diketahui bahwa PT. Ubertraco/Nafasindotelah mengusahakan tanah negara berdasarkan Sertipikat HGU No: 1/Desa Lentong tanggal 11 Mei 1994 Simpang Kiri Aceh Selatan, luas 3.007 Ha dan sertipikat HGU No : 2/1996 tanggal 4 Nopember 1996 Kab. Aceh Selatan – Kec. Simpang Kanan Singkil, Desa Simpang Kiri dengan luas 10.971 Ha, Sedangkan dipihak masyarakat menyatakan bahwa tanah yang telah diusahakan oleh PT. Ubertraco/Nafasindo merupakan tanah miliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan penguasaan tanah HGU Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT. Ubertraco/Nafasindo dan masyarakat Kabupaten Aceh Singkil atas tanah sengketa, mengetahui upaya penyelesaian sengketa penguasaan tanah HGU Perkebunan Kelapa Sawit antara PT. Ubertraco/ Nafasindo dengan masyarakat dan mengkaji hal-hal yang menjadi kendala dalam menyelesaikan sengketa penguasaan tanah HGU perkebunan kelapa sawit antara PT. Ubertraco/Nafasindo dengan masyarakat Kabupaten Aceh Singkil. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan aspek yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut telah dilakukan mediasi dan cara-cara lain diluar pengadilan dengan mengutamakan prinsip win-win solution. Kata Kunci : Penyelesaian sengketa, Penguasaan tanah, Hak
Volume 2, No. 2, November 2013
- 74
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Dengan mengganti otoritas menjadi hak dalam
PENDAHULUAN
Landasan kebijakan pertanahan Indonesia
penguasaan negara atas tanah, maka membawa
adalah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
konsekuensi yuridis dalam proses normativisasi
1945 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
pengertian terhadap hak penguasaan negara
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
yang
Agraria (UUPA), yang mengamanatkan bahwa
memiliki, sehingga mengaburkan arti otoritas
negara sebagai organisasi kekuasaan dari
negara dalam hal mengatur, mengurus, dan
seluruh
mengawasi pelaksanaan penggunaan hak-hak atas
rakyat
Indonesia
pada
tingkatan
tertinggi diberi wewenang untuk mengelola tanah bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.
dalam
praktek
menjadikan
negara
tanah. Terkait dengan hak-hak penguasaan atas
Kepastian hukum hak-hak atas tanah,
tanah, menurut Boedi Harsono, pengertian hak
khususnya mengenai pemilikan tanah dan
penguasaan atas tanah dalam hukum tanah
penguasaannya akan memberikan kejelasan
nasional adalah hak-hak yang masing-masing
mengenai orang atau badan hukum yang
berisikan
menjadi pemegang hak atas tanah, maupun
dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk
kepastian
berbuat sesuatu dengan bidang tanah yang
mengenai
letak,
batas-batasnya,
luasnya dan sebagainya.
kewenangan,
tugas
kewajiban
dihaki. Apa yang boleh,wajib atau dilarang
Sengketa penguasaan tanah Hak Guna
untuk diperbuat itulah yang membedakan hak
Usaha (HGU) Perkebunan Kelapa Sawit antara
atas tanah yang satu dengan yang lainnya. Hak
PT. Ubertraco/Nafasindo dengan tanah Garapan
milik atas tanah (Pasal 20 UUPA) merupakan
Masyarakat tersebut sampai saat ini belum
hubungan hukum perdata, sedangkan hak
terselesaikan. Pemilik HGU menganggap tanah
menguasai dari negara sebagaimana dimaksud
yang dikelolanya telah sesuai dengan sertipikat
dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA
yang dimiliki. Masyarakat mengklaim bahwa
hubungan hukum publik.
pihak pemegang HGU telah merampas tanah milik
masyarakat.
dari hak bangsa (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945),
menyatakan
pada hakikatnya merupakan penugasan kepada
selesai.Sehubungan dengan kenyataan tersebut
negara untuk menguasai dalam arti mengatur,
menarik untuk diteliti.
mengurus,
telah
pihak
Hak menguasai negara yang bersumber
PT.
Ubertraco/Nafasindo
Walaupun
merupakan
dan
mengawasi
pelaksanaan
penggunaan hak-hak atas tanah. Pembatasan KAJIAN KEPUSTAKAAN
kekuasaan yang bersumber kepada otoritas
Penguasaan Tanah Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Otoritas kekuasaan negara dalam Pasal 33
penguasaan negara yang merupakan pelaksanaan asas negara hukum Pancasila.
ayat (3) UUD 1945, diartikan sebagai hak penguasaan negara oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA. 75 -
Volume 2, No. 2, November 2013
Hak Guna Usaha (HGU)
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala HGU merupakan hak-hak baru guna
masyarakat dengan pemerintah dan pengelola
memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan
tanah-tanah tersebut terus terjadi, sehingga
hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang
sesekali
dikuasai langsung oleh negara, jadi tidak
radikal dan anarkhis dalam bentuk perusakan
terhadap tanah selain milik negara dan tidak
tanaman maupun bangunan hingga pendudukan
terjadi atas suatu perjanjian antara pemilik suatu
tanah secara paksa oleh masyarakat.
Hak Milik dengan orang lain. Menurut Pasal 28
waktu
muncul
tindakan-tindakan
Penyelesaian melalui jalur hukum kadang
ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan HGU
kala
belum
atau
bahkan
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
menyelesaikan konflik yang terjadi, hal ini
dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka
dikarenakan
waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29
menyangkut
UUPA guna perusahaan pertanian, perikanan
ekonomi dan politis.
faktor-faktor aspek-aspek
tidak
teknis
dapat
yang
sosial,
budaya,
atau peternakan yaitu selama 25 tahun namun
Dalam beberapa kasus, ada pihak-pihak
untuk perusahaan atau badan hukum yang
yang sengaja memprovokasi masyarakat untuk
memerlukan waktu yang lebih lama dapat
menduduki bahkan menjarah tanah milik pihak
diberikan
lain dengan berbagai alasan, antara lain pemilik
selama
35
tahun
dan
dapat
diperpanjang untuk paling lama 25 tahun.
tanah tersebut tidak memberikan kontribusi
Menurut penjelasan dari UUPA maupun
terhadap masyarakat sekitar tanah tersebut
PP 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
berada. Padahal pada kenyataannya pemilik
Hak Guna Bangunan dan Hak pakai Atas Tanah,
tanah yang sah telah memberikan kontribusi
maka HGU ini khusus untuk mengusahakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau
tanah yang langsung dikuasai oleh Negara guna
sesuai dengan kesepakatan awal antara pemilik
pertanian
tanah dengan masyarakat sekitar.
(Perkebunan),
perikanan
dan
peternakan. Penyelesaian
Sengketa
Di
Bidang
Pertanahan
Mengenai
kewenangan
penyelesaian
Sengketa/konflik
pertanahan
Berdasarkan
ketentuan Pasal 3 huruf n dari Perpres Nomor 10
Sengketa yang bersumber dari persoalan
tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
tanah, baik konflik horizontal maupun vertikal
(BPN), BPN diserahi tugas dan fungsi untuk
antara masyarakat dengan pihak swasta atau
mengkaji dan mengangani masalah, sengketa,
bahkan pemerintah menyangkut tanah-tanah
perkara dan konflik di bidang pertanahan.
perkebunan masih saja terjadi dan tidak
Dalamrangka
pelaksanaan
Otonomi
kunjung selesai. Masing-masing pihak yang
Daerah kepada Pemerintah Kabupaten /Kota
terlibat dalam sengketa sama-sama mengklaim
ditugaskan
paling berhak atas tanah yang menjadi sumber
kewenangan pemerintah di bidang pertanahan.
persengketaan tersebut. Ketegangan antara
Ada 9kewenangan bidang pertanahan yang
untuk
melaksanakan
Volume 2, No. 2, November 2013
sebagian
- 76
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala diberikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
masalah sosial namun berspektif studi hukum
salah satunya adalah tentang Penyelesaian
karena ontologis substansi yang dikaji dalam
Sengketa Tanah Garapan.
penelitian ini masuk kedalam sistem hukum
Sengketa Tanah Garapan merupakan konflik
kepentingan
berkaitan
atau termasuk kedalam komponen prosedural
dengan
hukum. Akan tetapi kajian ini juga termasuk
pengusahaan tanah oleh pihak – pihak yang
studi sosiologis dimanafokus kajiannya sangat
tidak berhak, di atas tanah yang dikuasai
berhubungan dengan perilaku masyarakat yang
langsung oleh Negara atau di atas tanah pihak
menuntut hak atas tanah yang diduga diambil
lain, sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
oleh perusahaan perkebunan.
51 Prp Tahun 1960 dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok – Pokok
HASIL PEMBAHASAN
Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak
Penguasaan Tanah Hak Guna Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Oleh PT. Ubertraco/Nafasindo dan Masyarakat
Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak – Hak Barat. Bupati sangat berperan dalam hal ini,
Penguasaan tanah Hak Guna Usaha
karena upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan mempunyai hubungan erat dengan upaya untuk penguatan hak – hak atas tanah dengan penyelesaian sengketa tanah garapan. Sedangkan
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota hanya membantu upaya yang dilakukan
oleh
Bupati/Walikota
dengan
melakukan koordinasi dan penyediaan data
perkebunan kelapa sawit oleh PT. Ubertraco/ Nafasindo berdasarkan izin usaha perkebunan yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Aceh
Nomor
tentang
Pencadangan Tanah tanggal 18 September 1986 dan Persetujuan Penanaman Modal Nomor 303/I/PNDM/1986 tanggal 23 Desember 1986 An. PT. Ubertraco.
teknis yang diperlukan.
593/1252/1986
Dari hasil pemeriksaan
Panitia B sebagai tindak lanjut permohonan Hak Guna Usaha An. PT. Ubertraco telah
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dikelompokkan
pada
penelitiandeskriptif analisis yuridis sosiologis, di mana hasil dari penelitian ini nantinya akan menggambarkan
tentang
pelaksanaan
penyelesaian konflik pertanahan dengan cara mediasidan apa yang menjadi hambatannya dimana penelitian ini digolongkan kedalam ranah socio legal yakni melihat hukum dari perspektif
sosiologis,
dengan
kata
lain
memadukan dua bidang yaitu hukum dan
diperoleh
fakta-fakta
Volume 2, No. 2, November 2013
rencana
perkebunan kelapa sawit PT. Ubertraco seluas 11.500 Ha dan 3.286 Ha adalah tanah negara yang merupakan areal kawasan hutan yang terletak di Kecamatan Singkil, Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Simpang Kiri Kabupaten Aceh Selatan yang telah mendapat persetujuan pelepasan areal kawasan hutan dari Kepala Badan Inventarisasi dan tata guna hutan Nomor
:
83/LPTS/VII/4/1987
Desember 1987. 77 -
bahwa
Tanggal
8
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Negeri Nomor 04/HGU/1988 Tanggal
Demikian pula dengan alas hak yaitu sertipikat
12 Pebruari 1988 atas tanah seluas 11.000 Ha,
yang dimiliki oleh PT. Ubertraco/ Nafasindo
telah diterbitkan HGU Nomor 1 dengan luas
mempunyai
10.917 Ha yang kemudian diubah dengan
Berdasarkan
blangko baru menjadi HGU Nomor 2 tahun
tentang peruntukan dan penguasaan tanah
1996 sebagaimana dimaksud Surat Keputusan
melalui penelitian berkas-berkas yang dimiliki
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN RI Nomor
oleh PT. Ubertaco/Nafasindo baik pada Instansi
3 tahun 1997 dan Surat. Keputusan Menteri
BPN
Negara Agraria/Kepala BPN RI Nomor 39
Kehutanan, penelitian lapangan dan informasi
/HGU/BPN/1993 Tanggal 11 Desember 1993
dari pihak-pihak terkait di Kabupaten Aceh
dengan luas tanah seluas 3.007 Ha juga telah
Singkil, diperoleh fakta bahwa proses perolehan
diterbitkan sertipikat Hak Guna Usaha Nomor l
tanah sampai lahirnya Sertipikat Hak Guna
dengan jangka waktu masing-masing selama 30
Usaha a.n.PT. Ubertraco yang saat ini berganti
tahun.
nama Tahun 2007 berdasarkan Akte Notaris
kekuatan
hukum
data-data
maupun
Dinas
terkait
yang
pasti.
kronologis
Perkebunan
dan
menjadiPT. Nafasindo telah sesuai
ketentuan hukum yang berlaku.
Ny. Yanti Sulaiman Sihotang, S.H. tanggal 23
Di lain pihak Berdasarkan pengakuan
Nopember 2007, No 100. PT. Ubertraco
dari masyarakat, Tanah yang dipersengketakan
berganti nama menjadi PT. Nafasindo, yang
antara masyarakat dengan PT. Ubertraco/
selanjutnya
Nafasindo pada awalnya merupakan Tanah
Jakarta
kedudukannya
ke
Medan.
berpindah
Badan
dari
Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), pada tanggal 11 Pebruari
2008
dengan
suratnya
Adat/Ulayat milik keturunan Raja Galagala. Berdasarkan
surat
keterangan
yang
No.
dibuat oleh Muhd. Nurdin Achmad, Putera
271/B.1/A.8/2008 telah mencatat perubahan
Datuk Raja Muda Achmad, No. 001/GG-
nama perusahaan yang semula PT. Ubertraco
VII/1975, Tertanggal 7 Juli 1975, Perihal:
menjadi PT. Nafasindo yang beralamat di JL.
Wilayah Hukum Batas Tanah Adat/Ulayat
Setia Budi , Komplek Setia Budi Point, Blok. B
Pedesaan Galagala, dan ditujukan kepada :
No. 9, 10, 11 Medan Selayang, dan Departemen Kehakiman juga telah mengesahkan perubahan
Lipat Kajang;
nama tersebut. Berdasarkan telaahan terhadap peraturan perundang-undangan
1) Camat Kecamatan Simpang Kanan di
yang
berlaku
dan
Sertipikat HGU PT. Ubertraco/ Nafasindo, ketentuan perizinan HGU yang dimiliki PT. Ubertraco/ Nafasindo telah sesuai dengan
2) Kepala Perwakilan Kabupaten Aceh Selatan di Singkil; 3) Bupati Kabupaten Aceh Selatan, u.p. Kepala Direktorat Agraria Aceh Selatan di Tapaktuan.
Volume 2, No. 2, November 2013
- 78
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Berdasarkan keterangan yang dibuat oleh
mencoba menyelesaikan kasus tersebut. Tim
Muhd. Nurdin Achmad pada angka (1) di atas
Penyelesaian
dapat
wilayah
Ubertraco/Nafasindo telah melakukan rapat,
PT.
peninjauan lapangan dan melakukan pertemuan
Ubertraco/Nafasindo saat ini adalah milik Raja
dengan kedua pihak yang bersengketa. Namun
Galagala yang sebagiannya telah menjadi milik
tidak dapat menghasilkan penyelesaian yang
warga.
berarti. Sampai akhirnya Bupati Aceh Singkil
dipahami
bahwa
dipersengketakan
sebagian dengan
Sengketa
HGU
PT.
Berdasarkan hasil wawancara, dalam
meminta bantuan kepada Gubernur Aceh
penyelesaian sengketa dan konflik tanah HGU
melalui Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa
PT.
dan
Ubertraco/Nafasindo,
Tim
Fasilitasi
Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan
Konflik
Pertanahan
Aceh
untuk
memfasilitasi penyelesaian tersebut.
Aceh selalu mempertimbangkan apabila ada
Bahwa
telah
upaya
yang
Pemerintah
Aceh
guna
tanah-tanah milik masyarakat baik itu berupa
dilakukan
Hak Ulayat dan hak-hak adat lainnya. Selama
menyelesaikan sengketa tanah antara PT.
ini Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan
Ubertraco/
Konflik Pertanahan Aceh selalu menerima
hingga akhirnya diputuskanlah secara bersama-
apabila ada bukti-bukti tertulis ataupun saksi-
sama
saksi yang memperkuat bahwa lahan HGU PT.
Ubertraco/Nafasindo dan Masyarakat
Ubertraco/Nafasindo adalah dahulunya hak
melakukan pengukuran ulang terhadap luas
masyarakat. Apabila ada bukti tersebut maka
tanah hak guna usaha yang di berikan
akan
pemerintah kepada PT. Ubertraco/ Nafasindo.
diperjuangkan
sehingga
masyarakat
oleh
banyak
Nafasindo
unsur
dengan
masyarakat
pemerintah,
PT. untuk
mendapatkan kembali haknya. Namun sampai
Pengukuran ulang terhadap tanah HGU
penelitian ini dilaksanakan, belum ada pihak
PT. Ubertraco/Nafasindo secara keseluruhan
masyarakat di 22 Desa yang selama ini
dilakukan oleh BPN RI, sebagai tindak
bersengketa yang menyampaikan bukti-bukti
lanjutnya diterbitkanlah Peta Pengukuran ulang
tersebut kepada Tim Fasilitasi Penyelesaian
yang merupakan hasil telaahan Direktorat
Sengketa dan Konflik Pertanahan Aceh.
Penetapan Batas Tanah dan Ruang dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi dan
Upaya Penyelesaian Sengketa Penguasaan Tanah Hak Guna Usaha Perkebunan Kelapa Sawit antara PT. Ubertraco/Nafasindo dengan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil
dipergunakan untuk penyelesaian sengketa
melalui Tim Penyelesaian Sengketa HGU PT.
pematokan ulang namun dalam pelaksanaannya
Ubertraco/Nafasindo Kabupaten Aceh Singkil
mengalami kendala
sudah lama melakukan upaya-upaya untuk 79 -
Volume 2, No. 2, November 2013
HGU PT. Ubertraco/ Nafasindo. Setelah disosialisasikan hasil pengukuran ulang
tersebut
maka
dilaksanakanlah
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan,
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala banyak kegiatan yang dilakukan oleh PT. Ubertraco/Nafasindo
untuk
menyelesaikan
1) Kurang berfungsinya Tim Penyelesaian Sengketa
dan
Konflik
Pertanahan
sengketa lahan dengan masyarakat. Menurut
Kabupaten Aceh Singkil Kendala utama
Aminudin, upaya penyelesaian tersebut bersifat
dalam penyelesaian sengketa Lahan
langsung dan tidak langsung. Upaya yang tidak
HGU PT. Ubertraco/Nafasindo adalah
langsung
kurang
adalah
program
yang
bersifat
aktifnya
Tim
Penyelesaian
pembinaan dan pembangunan insfrastruktur di
Sengketa Pertanahan yang telah dibentuk
wilayah
oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
Kabupaten
Aceh
Singkil
yang
bertujuan untuk mengambil hati masyarakat
Dalam penyelesaian sengketa
Kabupaten Aceh Singkil. Misalnya mengadakan
HGU ini. Bahwa konflik hanya bisa
pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat
diselesaikan dengan tuntas oleh pihak-
sekalian memperkerjakan putra-putra daerah
pihak yang bertikai. Sementara pihak
disekitar HGU PT. Ubertraco/ Nafasindo untuk
luar hanya membantu memfasilitasi.
menghindari kecemburuan sosial.
Harus ada kemauan baik dari para pihak
Dibidang sosial, telah dibangun Masjid
yang
bertikai
tanah
untuk menyelesaikan
untuk sarana peribadatan masyarakat, Taman
konflik dan berdamai karena konflik
Kanak-kanak,
harus secepat mungkin di diselesaikan
Sekolah
Dasar,
Madrasah
Tsanawiyah dan Pasantren yang diperuntukan
dan
bagi anak-anak karyawan
serta penduduk
merugikan kedua belah pihak. Dalam
sekitar yang biaya operasionalnya ditanggung
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun
sepenuhnya oleh PT. Ubertraco/Nafasindo,
2003
untuk
dalam
Bidang Pertanahan. Dimana pada Pasal
memperoleh pelayanan kesehatan dibangun
2 huruf (c) disebutkan bahwa salam satu
pula Klinik Kesehatan dan disediakan Ambulan
kewenangan pemerintah yang telah
secara cuma-cuma.
dilimpahkan
memudahkan
masyarakat
dikelola
dengan
tentang
baik
Kebijakan
kepada
karena
Nasional
kabupaten/kota
adalah penyelesaian tanah garapan. Hal Kendala Dalam Penyelesaian Sengketa Penguasaan TanahHak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Kelapa Sawit antara PT. Ubertraco/Nafasindo dengan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian diketahui
ini berarti Pemerintah Kabupaten Aceh
bahwa kendala-kendala dalam penyelesaian
Selanjutnya pihak Bupati yang paling
sengketa
PT.
mengetahui hal ikhwal mengenai status
Masyarakat
dan peruntukkan tanah yang ada di
penguasaan
Ubertraco/Nafasindo sebagai berikut :
tanah dengan
HGU
singkil
mempunyai
kewajiban
dan
kewenangan yang besar dalam hal penyelesaian
sengketa
lahan.
daerahnya. Bupati Aceh Singkil dapat langsung
memanggil
Volume 2, No. 2, November 2013
dan - 80
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala memerintahkan para
Camat, Kepala
Desa, Tuha Peuet dan tokoh-tokoh
membantu
masyarakat setempat untuk menjelaskan
penyelesaian
informasi terkait dengan sengketa lahan
terselesaikan. LSM GEMPA membatu
PT. Ubertraco/Nafasindo.
memfasilitasi masyarakat yang merasa
2) Ketimpangan dalam penguasaan tanah
dan
mendorong
agar
sengketa
tanahnya
cepat
dirampas,
haruslah
Permasalahan masyarakat di Kabupaten
memberikan konstribusi dan akibat
Aceh
yang
Singkil
sebenarnya
adalah
positif.
LSM
tidak
boleh
permasalahan sosial yaitu kemiskinan,
menggiring masyarakat keluar jalur
rendahnya
subtansi persengketaan.
tingkat
pendidikan
dan
kurangnya lapangan pekerjaan. Jika
4) Tidak dilaksanakan rekomendasi Tim
dilihat dari presentase jumlah penduduk
Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan
miskin di Kabupaten Aceh Singkil
Pertanahan Aceh.
adalah sebesar 19,39 %, angka harapan
Kondisi
hidup sebesar 64,69 % dan tingkat
mempengaruhi
pengangguran
penyelesaian
sebesar
9,31
%.
politik
akan
selalu
jalannya sengketa
proses pertanahan.
Berdasarkan
data
tersebut,
dapat
Apalagi penyelesaian tersebut dilakukan
disimpulkan
bahwa
kondisi
sosial
oleh Pemerintah Aceh atau Pemerintah
terhadap
Kabupaten/Kota, hal ini disebabkan
permasalahan yang berkaitan dengan
karena gubernur atau bupati/walikota
ekonomi atau kebutuhan hidup. Apabila
merupakan pejabat politis yang dipilih
dibandingkan Luas wilayah Kabupaten
langsung oleh rakyat. Maka selama
Aceh
gubernur
masyarakat
rentan
Singkil
adalah
21.870
Ha,
atau
bupati
terpilih
sementara luas wilayah HGU PT.
menjalankan
Ubertraco/ Nafasindo adalah 13. 978 Ha.
cenderung
membela
Hal ini berarti + 60 % luas wilayah
walaupun
belum tentu sepenuhnya
Kabupaten Aceh Singkil adalah luas
benar.Hal ini terlihat jelas dalam proses
HGU PT. Ubertraco/Nafasindo.
penyelesaian
3) Adanya intervensi pihak ketiga.
kekuasaannya
akan
konstituennya
sengketa
HGU
PT.
Ubertraco/ Nafasindo. Menurut kajian
Adanya intervensi pihak ketiga yang
terhadap hasil penyusunan pokok-pokok
dalam hal ini adalah LSM GEMPA.
permasalahan
Aktivitas
sangatlah
penyelesaian sengketa/ konflik HGU
penyelesaian
PT. Ubertraco/ Nafasindo yang telah
LSM
mempengaruhi sengketa
GEMPA proses
HGU
PT.
Ubertraco/
Nafasindo. Seharusnya LSM GEMPA 81 -
sebagai pihak ketiga menpunyai posisi
Volume 2, No. 2, November 2013
dirumuskan
dan
oleh
Tim
alternative
Fasilitasi
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Penyelesaian Sengketa dan Konflik
(HGU) Perkebunan Kelapa Sawit antara PT.
Pertanahan Aceh.
Ubertraco/
Nafasindo
Kabupaten
Aceh
dengan
Singkil
Masyarakat
adalah
kurang
KESIMPULAN DAN SARAN
berfungsinya Tim Penyelesaian Sengketa dan
Kesimpulan
Konflik Pertanahan Kabupaten Aceh Singkil,
Penguasaan tanah Hak Guna Usaha
ketimpangan dalam penguasaan tanah, adanya
oleh PT. Ubertraco/Nafasindo diperoleh dari
intervensi pihak ketiga, tidak dilaksanakan
pelepasan Kawasan Hutan sesuai SK. Pelepasan
rekomendasi
Kawasan Hutan Nomor 730/Kpts-II/92 dan SK
Sengketa dan Pertanahan Aceh.
Nomor
73/Kpts-II/1989.
Sampai
saat
mengajukan bukti-bukti kepemilikan secara sah baik kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Aceh
Singkil
maupun Kantor
penyelesaian
sengketa
Penyelesaian
Saran Penyelesaian
sengketa
dan
konflik
pertanahan di areal perkebunan harus dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh instansi yang terkait yaitu Pemerintah Kabupaten Aceh
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh. Upaya
Fasilitasi
ini
masyarakat yang bersengketa belum pernah
Kabupaten
Tim
dan
konflik HGU PT. Ubertraco/Nafasindo dengan masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil yaitu melakukan sosialisasi kepada pihak yang terkait dan melaksanakan pematokan permanen Lahan
Singkil, Pemerintah Aceh dan instansi terkait lainnya. Pemerintah untuk
perlu
dapat
mengatur
Ubertraco/Nafasindo konstribusi
yang
membuat
agar lebih
kebijakan
pihak
PT.
memberikan banyak
kepada
HGU PT. Ubertraco/ Nafasindo pada tanggal 21
masyarakat Kabupaten Aceh Singkil yang saat
Juni 2012. Upaya penyelesaian yang dilakukan
ini kondisi ekonominyasedang terpuruk.
oleh Tim Fasilitasi Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pertanahan Aceh adalah melakukan penelitian dan peninjauan lapangan HGU PT. Ubertraco/Nafasindo serta rapat-rapat fasilitasi para pihak sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ubertraco/
Upaya
Penyelesaian
Nafasindo
adalah
oleh
PT.
membangun
sarana dan prasarana kebutuhan masyarakat yang dibiayai seluruhnya oleh PT. Ubertraco/ Nafasindo. Kendala-kendala
dalam
penyelesaian
sengketa penguasaan tanah Hak Guna Usaha
DAFTAR KEPUSTAKAAN Achmad, C., 1996. Hukum Agraria, Perkembangan Macam-Macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Bagir, M., 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Boedi, H., 2001. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan. Ismail, I., 2012. Pembatasan Luas Maksimum Penguasaan Tanah. Jurnal Ilmu Hukum “Kanun” Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Edisi Nomor 58 Tahun XIV Desember 2012. Banda Aceh. Joni, E., 2001. Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan (Nogosiasi, Mediasi,
Volume 2, No. 2, November 2013
- 82
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Konsolidasi dan Arbitrase. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Koentjaraningrat, 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Maria, SW S., 2005. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta : Kompas. Moh. Nazir, 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
83 -
Volume 2, No. 2, November 2013
Notonogoro, 1961. Pancasila Falsafah Negara. Surabaya: Universitas Airlangga. Parlindungan, AP., 1993. Komentar Atas UndangUndangPokok Agraria. Bandung : Mandar Maju. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Ke IV. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.