Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
10 Pages
ISSN 2302-0180 pp. 109-118
KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA DI ACEH (Kajian Yuridis Normatif Terhadap Singkronisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008) 1)
Zulfahmi1, Mahdi Syahbandir2, Iskandar A. Gani2 Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Aceh, a province granted special autonomy status as stipulated in Act no. 11 Year 2006 on the Governing of Aceh. Charge that is regulated in Article 74 of Act no. 11 The year 2006 was the appointment of election dispute resolution by the Supreme Court. In regulatory legislation, national elections have been stipulated in Act no. 12 of 2008 on the second Amendment Act. 32 In 2004, the agency designated resolve election disputes is Constitutional Court. So, in Aceh the effect of Act No. 12 In 2008 the Aceh special autonomy impeded, resulting in a number of cases the implementation of the Aceh election.This study aims to identify and assess Amendments Act No. 12 of 2008 on the Second Amendment Act No. 32 of 2004 on Regional Administration automatically applies to Aceh. And, reviewing the implementation of Act No. 12 Year 2008 on Regional Governance in Aceh special autonomy hamper according to Act No. 11 of 2006. The research method is a normative, prescriptive specifications analytical research. Data sources are secondary data include primary legal materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. Data collected, selected, classified, and arranged in the form of narrative. Data that has been processed using the deductive method and then put together in a form of scientific papers.As a research procedure that produces descriptive data and analyzed qualitatively. Keywords: Settlement of dispute Regional Head General Election andGeneral election of regional head in Aceh Abstrak: Aceh salah satu provinsi yang diberikan status otonomi khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Muatan yang diatur yaitu dalam Pasal 74 Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 adalah penunjukan lembaga penyelesaian sengketa pemilukada oleh MA. Secara regulasi perundang-undangan, pemilukada tingkat nasional telah diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, lembaga yang ditunjuk menyelesaikan sengketa pemilukada adalah MK. Sehingga, di Aceh dengan keberlakuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 dinilai menghambat otonomi khusus Aceh yang berakibat pada sejumlah kasus pelaksanaan pemilukada Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji Perubahan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah secara otomatis berlaku juga untuk Aceh. Dan, mengkaji pemberlakuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah menghambat otonomi khusus di Aceh menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2006. Metode penelitian adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian preskriptif analitis.Sumber data adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Data dikumpulkan, diseleksi, diklasifikasi, dan disusun dalam bentuk naratif.Data yang telah diolah dengan menggunakan metode deduktif yang kemudian disatukan dalam satu bentuk karya ilmiah.Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan dianalisa secara kualitatif. Kata kunci : Penyelesaian sengketa hasil pemilukada dan Pemilukada Aceh
Volume 2, No. 2, November 2013
- 109
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Pertama (UU Pemerintahan Daerah) jo. UU No.
PENDAHULUAN
Salah satu implikasi dari asas demokrasi
12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua
dan kedaulatan rakyat yang dianut oleh Negara
Undang-Undang Pemerintahan Daerah (Joko J
Kesatuan Republik Indonesia, pemilihan umum
Prihatmoko, 2005: 41). Dalam Perubahan
merupakan konsekuensi logis dari kedaulatan
Pertama
rakyat dan merupakan sarana politik untuk
Pemerintahan Daerah tersebut salah satu yang
mewujudkan kehendak rakyat kepada negara
diatur
dalam sistem demokrasi pancasila (Arbi Sanit,
penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah
2002: 33). Pelaksanaan pemilihan umum di
langsung
Indonesia diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008
penyelesaian
yang kemudian dirubah dengan UU No. 8
Daerah.
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif.
dan
Kedua
adalah
mengatur
(Pemilukada sengketa
Undang-Undang
tentang
langsung) pemilihan
dan Kepala
Pemilukada langsung selanjutnya diatur lagi secara rinci dalam PP No. 6 Tahun 2005
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan,
pada tahun 2004 berdasarkan pada UU No. 23
dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Tahun 2003 selanjutnya diubah dengan UU
Kepala Daerah yang telah diubah berturut-turut
No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
dengan PP No. 17 Tahun 2005, PP No. 25
Presiden dan Wakil Presiden, merupakan
Tahun 2007, dan PP No. 49 Tahun 2008.
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan
dengan
pemilihan
terhadap UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
langsung untuk pertama kalinya di Indonesia.
Pemerintahan Daerah dengan UU No. 12 Tahun
Mekanisme
sistem
2008, maka penyelesaian sengketa Pemilukada
pemilihan Kepala Daerah yang saat ini juga
beralih dari MA Kepada MK. Hal ini sangat
menganut sistem pemilihan Kepala Daerah
jelas dan tegas disebutkan dalam Pasal 236C
langsung sehingga Kepala Daerah yang terpilih
perubahan
adalah benar-benar Kepala Daerah pilihan
Pemerintahan
rakyat.
sengketa hasil perhitungan suara pemilihan
ini
mekanisme
Sejak pemerintah melakukan perubahan
berimplikasi
pada
kedua Daerah
Undang-Undang bahwa
penanganan
Sementara itu, bagi setiap daerah provinsi
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh
Kewenangan untuk mengurus pemerintahan
MA dialihkan kepada MK paling lama 18
sendiri ini lebih lanjut diatur dalam UU No. 32
(delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
diundangkan.
Pemerintahan Daerah) jo. Perpu No. 3 Tahun
Inti permasalahan yang terjadi adalah
2005 tentang Perubahan Pertama Undang-
terkait kebijakan pemerintah pusat dalam
Undang Pemerintahan Daerah yang ditetapkan
bentuk undang-undang yang berlaku secara
dengan UU No. 8 tahun 2005 tetang Perubahan
nasional, juga berdampak pada pemberlakuan
110 -
Volume 2, No. 2, November 2013
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
dari kata Demos/Rakyat, cratin/ memerintah/
Aceh. Dimana satu sisi keberadaan UU No. 11
Rakyat memerintah.Demokrasi artinya ikut
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh adalah
sertanya
sebagai pengganti UU No. 18 Tahun 2001
penyelenggaraan Negara.Demokrasi merupakan
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh,
asas
namun disisi lainnya undang-undang tersebut
Negara/ketatanegaraan di Indonesia (M. Rusli
juga tidak lepas sebagai bagian dari undang-
Karim, 1991: 2).
undang nasional.
rakyat
dan
dalam
system
Pengertian
dalam
aktivitas
penyelenggaraan
pemilihan
Umum
(yang
selanjutnya disebut pemilu) dari para pakar KAJIAN KEPUSTAKAAN
politik sangatlah beragam, tergantung dari sudut
Mempelajari Hukum Tata Negara maka
mana mereka melihat, di antara hubungan
tidak lepas dengan pemahaman atas asas-asas
Pemilu dengan demokrasi, partai, pluralisme
yang terkandung dalam sistem ketatanegaraaan
masyarakat, partisipasi warga negara, dan
Indonesia. Pada umumnya, asas-asas Hukum
lainnya. Berikut ini adalah pendapat-pendapat
Tata Negara meliputi dari:
dari para pakar mengenai definisi Pemilu, salah
a) Asas Pancasila
satunya yaitu A.S.S. Tambunan berpendapat
b) Asas Kekeluargaan
“Pemilihan
Umum
c) Asas Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)
pelaksanaan
asas
d) Asas Pembagian Kekuasaan
hakekatnya
merupakan
e) Asas Negara Hukum.
perwujudan dari pada hak-hak politik rakyat
merupakan
kedaulatan
sarana
rakyat
pada
pengakuan
dan
Pemahaman terhadap asas-asas Hukum
dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-
Tata Negara dalam kehidupan ketatanegaraan
hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-wakilnya
Indonesia, tidak terlepas dari adanya visi dan
untuk
misi membawa negara Indonesia sesuai dengan
Tambunan, 1986: 3).
cita-cita
pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, dalam
semua sarjana politik sepakat bahwa Pemilu
hukum positif Indonesia dikenal dengan ius
merupakan
constitutum, yaitu aturan hukum dalam bentuk
mengukur kadar demokrasi sebuah sistem
peraturan perundang-undangan yang berlaku
politik. Mereka sepakat, kadar demokrasi
saat ini (what is be). Selanjutnya dikenal juga
sebuah pemerintahan dapat diukur dari ada
dengan istilah ius constituendum, yaitu aturan
tidaknya
hukum yang berlaku untuk masa yang akan
pemerintah itu (Miriam Budiarjo, 2004: 16).
should
tertuang
(A.S.S
Pendapat tersebut jelaslah bahwa hampir
(what
yang
pemerintahan”
dalam
datang
bangsa
menjalankan
be)
(Moempoeni
Moelatingsih Maemoenah, 2003:6). Secara etimologis, demokratis berasal 111 -
Volume 2, No. 2, November 2013
suatu
Pemilu
kriteria
yang
penting
untuk
mengabsahkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) hasil amandemen
mengakomodasikan
secara
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala eksplisit rumusan pemilu.Pada Bab VIIB
kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18
dirumuskan dengan jelas judul Pemilihan
(delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini
Umum.Bab ini memuat hanya satu pasal saja,
diundangkan. Jadi sangat jelas bahwa 18 bulan
yaitu Pasal 22E.Pasal 22E merupakan hasil
setelah Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
amandemen ke-tiga Undang-Undang Dasar
diundangkan,
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
pemilukada
terdiri atas enam Ayat. Selain Pasal 22E masih
konstitusi (MK), dan menjadi kewenangan
terdapat pasal lainnya yang menyebutkan kata-
Mahkamah Konstitusi.
maka
penyelesaian
diserahkan kepada
sengketa Mahkamah
kata pemilu, yaitu Pasal 6A, Pasal 19, Pasal 22C dan Pasal 24C. Namun UUD 1945 tidak ada
satu
pun
pasal
yang
menyebutkan
METODE PENELITIAN
Metode normatif,
pengertian Pemilu. Pemilukada langsung merupakan suatu
penelitian
spesifikasi
adalah
penelitian
yuridis preskriptif
analitis. Sumber data adalah data sekunder
hendak
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
diwujudkan dalam rangka menigkatkan nilai
sekunder dan bahan hukum tersier. Data
demokrasi pada tingkat daerah sebagaimana
dikumpulkan,
dikatakan Robert Dahl, bahwa demokrasi lokal
disusun dalam bentuk naratif. Data yang telah
pada tingkat pemerintah kota dan kabupaten,
diolah dengan menggunakan metode deduktif
mendorong masyarakat di sekitar pemerintah
yang kemudian disatukan dalam satu bentuk
tersebut untuk ikut serta secara rasional terlibat
karya ilmiah.Sebagai prosedur penelitian yang
dalam kehidupan politik (Afan Gaffar, Syaukani,
menghasilkan data deskriptif dan dianalisa
Ryaas Rashid, 2003: 122).
secara kualitatif.
rangkaian
rel
demokrasi
yang
Sejak pemerintah melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
diseleksi,
diklasifikasi,
dan
HASIL PEMBAHASAN
kedua Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Pemberlakuan Pasal 236 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Sinkronisasi hukum dan harmonisasi
maka penyelesaian sengketa Pemilukada beralih
hokum
dari Mahkamah Agung Kepada Mahkamah
undangan harus pula memperhatikan pada latar
Konstitusi (MK). Hal ini sangat jelas dan tegas
belakang dan konsep berfikir, serta sistem yang
disebutkan dalam Pasal 236C perubahan kedua
mempengaruhi
Undang-Undang Pemerintahan Daerah bahwa
perundang-undangan tersebut (Maria Farida
Penanganan sengketa hasil perhitungan suara
Indrati Soeprapto, 1998: 12). Sebagai suatu
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
contoh, apabila suatu peraturan perundang-
Daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan
undangan yang mempunyai latar belakang, dan
tentang Pemerintahan Daerah menjadi UndangUndang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
dalam
pembentukan
pembentukan
perundang-
peraturan
Volume 2, No. 2, November 2013
- 112
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala konsep berfikir, serta dipengaruhi oleh sistem
Pemerintahan Daerah sebagai payung hukum.
yang individualis, tentu akan sangat sukar
Artinya, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
diselaraskan
perundang-
tentang Pemerintahan Daerah masih sebagai lex
undangan yang lain yang mempunyai latar
generalis pelaksanaan otonomi disetiap daerah.
belakang, dan konsep berfikir, serta dipengaruhi
Secara logika hukum, dapat ditentukan bahwa
oleh sistem kekeluargaan (Yuliandri, 2007:
segala hal ketentuan yang tidak diatur dalam
165).
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang
dengan
peraturan
Bila ditinjau dari muatan hukum dalam
Pemerintahan Aceh, maka tetap berpedoman
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Pemerintahan Daerah, merupakan suatu produk
tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, disatu
hukum
menurut
sisi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
memberikan
tentang Pemerintahan Aceh juga mengadopsi
kebebasan bagi setiap daerah provinsi untuk
beberapa hal dari muatan Undang-Undang No.
melaksanakan otonomi seluas-luasnya. Selain
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
itu,
Salah satunya adalah terkait penyelesaian
yang
responsif.
undang-undang
Dimana
tersebut,
undang-undang
tersebut
juga
mengakomodir komunitas kesatuan masyarakat
sengketa
hukum adat yang juga diakui oleh konstitusi.
mengatur penyelesaiannya ke MA (Joko J.
Perkembangan
tatanan
pemerintahan
hasil
pemilu
yang
sama-sama
Prihatmoko, 2008: 51).
daerah pasca diberlakukannya Undang-Undang
Pemberlakuan dari Undang-Undang No.
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Daerah, mengalami banyak perubahan. Hal
telah diubah dengan Undang-Undang No. 12
tersebut disebabkan adanya perkembangan
Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Undang-
kebutuhan masyarakat terhadap hak-hak dalam
Undang
bidang
Urgensi
Pemerintahan Daerah. Perubahan Undang-
perkembangan tersebut adalah adanya beberapa
Undang No. 32 Tahun 2004 sebanyak dua kali
produk hukum baru dalam bentuk undang-
tersebut diakibatkan karena perkembangan
undang khusus yang mengatur tentang tatanan
tatanan pemerintahan daerah sendiri. Salah satu
pemerintahan suatu daerah. Seperti Provinsi
kasus yang menjadi acuan utama perubahan
Aceh, dengan diberlakukannya Undang-Undang
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Pemerintahan Daerah adalah diakomodirnya
Aceh.
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
sosial
dan
politik.
Pemberlakuan Undang-Undang No. 11
No.
secara
umum
diberlakukannya
Undang 113 -
No.
mengenyampingkan 32
Tahun
2004
Undangtentang
Volume 2, No. 2, November 2013
Tahun
2004
tentang
daerah dalam bagian rezim pemilu. Sehingga
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh secara tidak
32
hukum,
Pemilukada
pada
Undang-Undang
Tahun 2008 menjadi pemilukada.
No.
saat 12
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Perubahan rezim Pemilukada menjadi
No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
pemilukada dengan dilandasi Undang-Undang
adalah MA. Penunjukan tersebut mengacu pada
No. 12 Tahun 2008 tersebut, juga memberikan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
dampak
Pemerintahan Daerah.
terhadap
penunjukan
lembaga
penyelesaian sengketa pemilukada. Dimana
Pemilukada
Aceh
mempunyai
sifat
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
kekhususan dibandingkan dengan Pemilukada
tentang
lembaga
daerah lain yang disebabkan oleh kekhususan
penyelesaian sengketa Pemilukada dilakukan
Pemerintahan Aceh, yaitu adanya pengaturan
oleh MA dan kemudian dialihkan ke MK
dalam
dengan dasar Pasal 236C Undang-Undang No.
penyelenggaraan Pemilukada. Lagipula, hal
12 Tahun 2008, yaitu “Penanganan sengketa
yang dipersoalkan oleh para pihak telah
hasil penghitungan suara pemilihan kepala
menyangkut konstitusionalitas kedudukan dan
daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah
hubungan antara pemerintahan Aceh, DPRA,
Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi
dan KIP Aceh, serta hak politik rakyat Aceh
paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak
dalam
Undang-Undang ini diundangkan”.
Pemilukada
Pemerintahan
Daerah,
bentuk
kaitan
Qanun
dengan yang
mengenai
penyelenggaraan
menyangkut
hak
Berdasarkan Pasal tersebut di atas, maka
konstitusionalitas warga negara untuk memilih
secara konstitusional dapat disimpulkan bahwa
dan dipilih serta pelaksanaan prinsip-prinsip
penyerahan
konstitusionalitas
dan
penunjukan
lembaga
penyelesaian sengketa pemilukada dari MA
dalam
penyelenggaraan
pemilihan umum, termasuk Pemilukada.
kepada MK secara ketatanegaraan adalah sah.
Aspek otonomi khusus bagi Aceh yang
Dan konsekuensi hukum dari ketentuan Pasal
diakui dalam Putusan MK No. 35/PUU-
236C Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
VIII/2010 hanya beberapa hal yang diakomodir
tersebut adalah setiap daerah provinsi yang
dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 1999
menyelenggarakan
tentang
pemilukada,
terdapat
Penyelenggaraan
Keistimewaan
sengketa hasil pemilukada maka jalur hukum
Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Sementara itu
penyelesaiannya melalui MK.
dalam hal pemilukada dan calon perseorangan
Melihat dalam aspek otonomi khusus di
menurut MK dalam putusan tersebut adalah
Aceh menurut Undang-Undang No. 11 Tahun
pemenuhan hak politik masyarakat
Aceh
2006 tentang Pemerintahan Aceh, pengaturan
sendiri, bukan bagian dari keistimewaan Aceh
tentang hak masyarakat dalam bidang politik
sendiri.
salah satunya adalah pendirian partai politik
Oleh karena itu, secara logis muatan
lokal dan keikutsertaan calon independen dalam
dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
pemilukada. Urgensi lembaga penyelesaian
tentang Pemerintahan Aceh bidang politik
perselisihan pemilukada dalam Undang-Undang
tersebut juga mengacu pada undang-undang Volume 2, No. 2, November 2013
- 114
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala umum yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun
Aceh.
2008
Undang-
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
tentang
perubahan Kedua Undang-Undang No. 32
tentang
Undang
Perubahan
No.
32
Kedua
Tahun
2004
Pemerintahan Daerah.
Namun,
dengan
diberlakukannya
Tahun 2004, calon perseorangan berlaku secara nasional.
Perubahan Muatan Materi Yang Diatur Dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh Dengan Pemberlakuan UndangUndang Pemerintahan Daerah Yang Umum Perubahan mendasar dalam UndangUndang
No.
12
diakomodirnya pelaksanaan
Tahun
calon
2008
perseorangan
pemilukada.
Berbeda
adalah dalam dengan
muatan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang menekankan bahwa calon kepala daerah hanya melalui partai politik ataupun gabungan dari partai politik. Dimuatnya calon perseorangan (independen) dalam UndangUndang No. 12 Tahun 2008 adalah manifestasi dari kesuksesan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
tentang
Pemerintahan
melaksanakan
Aceh
pemilukada
yang dengan
mengikutsertakan calon perseorangan pertama kali di Indonesia. Dari Putusan MK No. 05/PUU-V/2007 tersebut
tampak
tegas
diperbolehkannya
perseorangan menjadi calon dalam pemilihan kepala daerah untuk daerah lain di Indonesia, yang justru belajar dari masyarakat Aceh yang bertujuan, antara lain, untuk meningkatkan nilai demokrasi dalam pemilihan kepala daerah. Bila
dikaji
secara
normatif,
maka
terdapat perbedaan antara pengaturan UndangUndang
No.
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan 115 -
Volume 2, No. 2, November 2013
Sebagaimana dituangkan dalam Putusan MK No. 108/PHPU.D-IX/2011 menyebutkan bahwa meskipun Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 maupun Qanun 7 Tahun 2006 membatasi calon perseorangan hanya untuk pemilihan kepala daerah tahun 2006 saja, hal demikian tidaklah berarti bahwa rakyat Aceh hanya berhak satu kali saja untuk mencalonkan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-VIII/2010
bertanggal
30
Desember 2010, calon perseorangan yang semula diperbolehkan hanya satu kali saja, yaitu pada pemilihan kepala daerah tahun 2006, menjadi
diberlakukan
untuk
pemilihan-
pemilihan kepala daerah setelahnya.( Putusan MK No. 108/PHPU.D-IX/2011: 33). Pemindahan kewenangan penyelesaian sengketa dari MA ke MK tersebut melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tidaklah mencederai nilai otonomi khusus bagi Aceh. Hal tersebut disebabkan karena rezim demokrasi di daerah telah berubah, dimana pada awal Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 masih disebut dengan Pemilukada, sementara berdasarkan UndangUndang
No.
22
Tahun
2007
tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum, pemilihan
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kepala daerah telah dijadikan bagian dari
menyelesaikan
pemilihan umum, sehingga disebut pemilukada.
menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat
Secara konstitusional, lembaga yang
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
bertugas menjaga nilai demokrasi adalah MK maka
secara
kelembagaan
konflik
secara
damai,
Indonesia.
kewenangan
Secara historis dapat diketahui tujuan
penyelesaian tersebut dialihkan dari MA ke
pengesahan Undang-Undang No. 11 Tahun
MK. Sungguhpun, dalam Undang-Undang No.
2006
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
mengembalikan
masih menyebutkan
penyelesaian
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
sengketa pemilukada adalah MA. Namun,
dan dengan adanya bencana alam gempa bumi
secara asas peraturan perundang-undangan,
dan tsunami sehingga tercipta kedamaian yang
ketentuan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
bermartabat.
lembaga
tentang
Pemerintahan solidaritas
Aceh
adalah
daerah
dalam
tetap mengikuti Undang-Undang No. 12 Tahun
Apa bila ditinjau lebih lanjut dan
2008 dan penyelesaian sengketa pemilukada di
dianalisis secara fakta dan nyata ditentukan
Aceh menjadi otoritas kewenangan MK.
bahwa kewenangan daerah otonomi khusus
Sehingga menurut analisa di atas, dapat
tersebut
bertentangan daerah
dengan
kewenangan
disimpulkan bahwa pemberlakuan Undang-
pemerintah
Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004,
Kedua Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tetapi tetaplah status otonomi khusus tersebut
oleh pemerintah pusat, tidak perlu menerima
berada
atau meminta pertimbangan dan konsultasi ke
Republik Indonesia. Pemberian status otonomi
DPRA.
khusus dengan berbagai macam kewenangan
dalam
sebagaimana
kerangka
dimaksud
negara
kesatuan
istimewa yang diatur dalam undang-undang Makna Otonomi Khusus Bagi Provinsi Aceh Adapun muatan inti dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh terkait
otonomi
khusus
dengan
Undang
menimbang No.
11
huruf
Tahun
e
undangan tetap dibatasi dengan aturan hukum tingkat nasional.
dasar
pertimbangan sebagaimana disebutkan dalam konsideran
khusus, namun secara regulasi perundang-
Undang-
Kesimpulan
tentang
a. Secara hukum, pemberlakuan Undang-
Pemerintahan Aceh yaitu bencana alam gempa
Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah
Perubahan Kedua Undang-Undang No. 32
menumbuhkan
Tahun
solidaritas
2006
KESIMPULAN DAN SARAN
seluruh
potensi
2004
dalam
hal
pelaksanaan
bangsa Indonesia untuk membangun kembali
pemilukada juga berlaku bagi Provinsi
masyarakat
Aceh,
dan
wilayah
Aceh
serta
sungguhpun
Provinsi
Volume 2, No. 2, November 2013
Aceh - 116
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala mempunyai undang-undang khusus yaitu
khusus tersebut berada dalam kerangka
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
Negara Kesatuan Republik Indonesia
tentang
Pemerintahan
Aceh.
Namun,
berdasarkan asas peraturan perundang-
Saran
undangan yang berlaku nasional, maka
a.
sebagai
bagian
wilayah
kepada
Pemerintah
Aceh
negara
dalam hal pelaksanaan demokrasi daerah
kesatuan Republik Indonesia, Aceh tetap
yaitu pemilukada, wajib tunduk pada
tunduk
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
pada
dari
Disarankan
peraturan
perundang-
undangan nasional.
tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
b. Sebagaimana beberapa kasus pengujian
No. 32 Tahun 2004, selain dari Undang-
undang-undang dan juga penyelesaian
Undang No. 11 Tahun 2006 tentang
sengketa pemilukada di MK, dari beberapa
Pemerintahan Aceh maupun qanun sebagai
pertimbangan
telah
aturan pelaksananya. Dan, memuat aturan
putusan
dalam qanun terkait pemilukada sesuai
tersebut, secara sah bahwa pemberlakuan
dengan ketentuan Undang-Undang No. 12
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
dituangkan
hukum dalam
yang
beberapa
No. 32 Tahun 2004 tidaklah menghambat
b.
Disarankan
kepada
pemerintah
Aceh
pelaksanaan otonomi khusus di Aceh
maupun DPRA agar lebih mengedepankan
menurut Undang-Undang No. 11 Tahun
ketaatan kepada asas-asas hukum yang
2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam
berlaku
hal
pelaksanaan
lembaga
penyelesai
sengketa
secara
nasional.
otonomi
Sehingga
khusus
menurut
pemilukada di Aceh telah ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006
amar putusan MK yaitu Putusan No.
tentang
108/PHPU.D-IX/2011 bahwa Mahkamah
terselenggara dengan baik dan sesuai
Konstitusi berwenang mengadili sengketa
dengan Undang-Undang No. 12 Tahun
hasil Pemilukada di Provinsi Aceh.
2008 tentang Perubahan Kedua Undang-
c. Kewenangan
daerah
otonomi
khusus
tersebut, khsuusnya di Aceh menurut
Pemerintahan
Aceh
bisa
Undang No. 32 Tahun 2004. c.
Disarankan
kepada
dalam
bertentangan
kewenangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
Aceh
2004, maupun Undang-Undang No. 12
ketentuan aturan hukum yang umum.
Tahun 2008. Tetapi tetaplah status otonomi
Karena
117 -
Volume 2, No. 2, November 2013
tetap
Aceh
harus
otonomi
Aceh
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 dengan
melaksanakan
Pemerintah
tunduk
merupakan
khusus
terhadap
salah
satu
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala provinsi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Afan, G., Syaukani, Ryaas Rashid, 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pusataka Pelajar. Arbi, S., 2002. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada. Joko, J.P., 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Folosofi, Sistem, dan Problem Penerapan di Indonesia). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joko J.P., 2008. Mendemokratiskan Pemilu; Dari System Sampai Elemen Teknis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kaloh J., 2003. Kepala Daerah, Pola, Kegiatan, Kekuasaan dan Perilaku Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Maria, F., I., 1998. Ilmu Perundang-Undangan (dasar-dasar dan pembentukannya). Yogyakarta: Kanisius. Miriam, B., 2004. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rusli, K.M., 1991. Pemilu Demokratif kompetitif. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Tambunan A.A.S., 1986. Pemilu di Indonesia dan Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Bandung: Bina Cipta. Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Volume 2, No. 2, November 2013
- 118